Pangeran Caspian 1
The Chronicles Of Narnia 3 Pangeran Caspian Prince Caspian Bagian 1
The Chronicles Of Narnia : Prince Caspian
(Pangeran Caspian) -C.S. Lewis BAB SATU Pulau SUATU hari hidup empat anak bernama Peter, Susan, Edmund, dan Lucy. Telah dikisahkan dalam buku lain berjudul Sang Singa, sang Penyihir, dan Lemari bagaimana mereka menjalani petualangan yang sangat menarik. Mereka membuka pintu lemari ajaib dan mendapati diri mereka dalam dunia yang cukup berbeda dari dunia kita, dan dalam dunia lain itu mereka menjadi Raja dan Ratu di negeri bernama Narnia. Saat berada di Narnia, sepertinya mereka bertakhta bertahun-tahun, tapi ketika kembali melalui pintu itu dan menemukan diri mereka berada di Inggris lagi, sepertinya tidak ada yang berubah sama sekali. Tidak ada yang menyadari mereka telah pergi, dan mereka tidak pernah bercerita pada siapa pun kecuali seorang tua yang sangat bijaksana.
Itu semua terjadi satu tahun yang lalu, dan sekarang keempat anak itu sedang duduk di sebuah bangku di stasiun kereta api dengan koper-koper dan kotak mainan tertumpuk di sekeliling mereka. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke sekolah. Mereka berangkat bersama sampai stasiun ini, yang merupakan persimpangan. Di sini, beberapa menit lagi, satu kereta akan tiba dan membawa anak-anak perempuan ke satu sekolah, lalu dalam waktu kira-kira setengah jam, kereta lain akan tiba dan anak-anak laki-laki akan berangkat ke sekolah lain. Bagian pertama perjalanan, saat mereka bersama, selalu terasa masih bagian dari liburan, tapi sekarang ketika akan saling mengucapkan selamat tinggal dan pergi ke arah yang berbeda, keempat anak itu merasa liburan benarbenar telah usai dan masa sekolah telah dimulai. Mereka semua agak murung dan tidak ada yang bisa mengatakan apa pun. Lucy akan pergi ke sekolah berasrama untuk pertama kalinya.
Stasiun itu stasiun desa yang sunyi dan sepi, nyaris tidak ada siapa pun di peron kecuali mereka. Tiba-tiba Lucy menjerit kecil seperti baru disengat lebah.
"Ada apa, Lu"" kata Edmund--kemudian tiba-tiba ia terloncat dan menjerit, "Auw!"
"Ada apa-" kata Peter memulai, kemudian dia juga tiba-tiba mengubah kata-kata yang akan diucapkannya. Dia malah berkata, "Susan, lepaskan! Apa yang kaulakukan" Kau menyeretku ke mana""
"Aku tidak menyentuhmu," kata Susan. "Malah ada yang menarikku. Oh--oh--oh--hentikan!"
Masing-masing memerhatikan bahwa wajah yang lain telah memucat.
"Aku juga merasakan yang sama," kata Edmund terengah-engah. "Seolah aku diseret. Tenaga tarikannya menakutkan sekali-uh! Mulai lagi."
"Aku juga," kata Lucy. "Oh, aku tidak tahan."
"Hati-hati!" teriak Edmund. "Semua berpegangan tangan dan jangan lepaskan. Ini sihiraku tahu dari rasanya. Cepat!"
"Ya," kata Susan. "Berpegangan. Oh, kuharap ini berhenti--oh!"
Saat berikutnya koper-koper, bangku, peron, dan stasiun menghilang. Keempat anak, berpegangan dan terengah-engah, menemukan diri mereka berdiri di tengah hutan lebat--hutan itu begitu rapat sehingga cabang-cabang menusuk mereka dan nyaris tidak ada tempat untuk bergerak. Mereka semua mengusap mata dan menarik napas panjang.
"Oh, Peter!" teriak Lucy. "Apakah mungkin kita sudah kembali ke Narnia""
"Ini bisa jadi tempat apa pun," kata Peter. "Aku tidak bisa melihat lebih dari satu meter dalam pepohonan ini. Ayo coba berjalan ke tempat terbuka--kalau ada."
Dengan sedikit kesulitan, dan terkena beberapa sengatan jelatang serta tusukan duri, mereka berjuang keluar dari pepohonan rimbun. Kemudian mereka mendapat kejutan lain. Semuanya menjadi lebih terang, dan setelah beberapa langkah mereka mendapati diri mereka di pinggir hutan, memandang ke arah pantai berpasir. Beberapa meter dari sana laut yang tenang menyapu pasir dengan ombak hampir tanpa suara. Tidak ada pulau di dekat sana dan tidak ada awan di langit. Matahari menandakan waktu kira-kira pukul sepuluh pagi, dan laut tampak biru indah. Mereka berdiri menghirup aroma laut.
"Wah!" kata Peter. "Ini sangat menyenangkan."
Lima menit kemudian mereka semua sudah melepas sepatu dan berjalan dalam air jernih yang dingin itu.
"Ini lebih baik daripada berada di atas kereta penuh dalam perjalanan kembali kepada bahasa Latin, baha
sa Prancis, dan Aljabar!" kata Edmund. Kemudian untuk waktu yang lama tidak ada yang bicara, anak-anak hanya membuat suara kecipak dan mencari-cari udang serta kepiting.
"Meskipun begitu," kata Susan akhirnya, "kupikir lebih baik kita membuat rencana. Kita pasti ingin makan sesuatu tidak lama lagi."
"Kita punya roti lapis yang dibuat Ibu untuk perjalanan tadi," kata Edmund. "Paling tidak aku membawa rotiku."
"Aku tidak," kata Lucy. "Rotiku ada dalam tas kecilku."
"Punyaku juga," kata Susan.
"Rotiku ada dalam saku mantelku, di pantai sana," kata Peter. "Itu artinya jatah dua orang untuk empat orang. Ini tidak akan terlalu menyenangkan."
"Saat ini," kata Lucy, "aku lebih ingin minum daripada makan."
Semua orang merasa haus, seperti yang biasa dirasakan setelah berjalan-jalan dalam air garam di bawah terik matahari.
"Rasanya seolah menjadi penumpang kapal karam," kata Edmund. "Dalam buku mereka selalu berhasil menemukan mata air yang jernih dan segar di pulau. Lebih baik kita mencarinya."
"Apakah itu berarti kita harus kembali ke dalam hutan lebat tadi"" tanya Susan.
"Sama sekali tidak," kata Peter. "Kalau ada sungai, biasanya mereka mengalir ke laut, dan kalau berjalan sepanjang pantai mungkin kita akan menemukannya."
Mereka sekarang kembali dan berjalan di atas pasir yang lembut dan basah, kemudian di atas pasir yang kering berbulir-bulir sehingga menusuk jari-jari kaki, dan mulai memakai kaus kaki serta sepatu mereka. Edmund dan Lucy ingin meninggalkan sepatu mereka dan meneruskan perjalanan dengan kaki telanjang, tapi Susan berkata ini hal gila. "Kita mungkin tidak akan menemukan sepatu itu lagi," katanya, "dan kalian pasti menginginkannya ketika malam datang dan udara menjadi dingin."
Ketika sudah bersepatu lagi, mereka mulai menelusuri pantai dengan laut di sisi kiri mereka dan hutan di sisi kanan. Kecuali sesekali teriakan burung camar, tempat itu sangat tenang. Hutan begitu rapat dan rimbun sehingga mereka hampir tidak dapat melihat ke dalamnya, dan memang tidak ada yang bergerak di dalamnya--tidak ada burung, atau bahkan serangga.
Kulit kerang, rumput taut, dan anemone, atau kepiting kecil dalam kolam batu tampak manis sekali, tapi kau akan segera bosan melihatnya kalau kau haus. Kaki anak-anak, setelah perubahan dari air dingin ke sepatu, terasa panas dan berat. Susan dan Lucy harus membawa Jas hujan mereka. Edmund telah meletakkan jas hujannya di bangku stasiun tepat sebelum sihir itu menguasai mereka, dan dia dan Peter bergantian membawa mantel Peter yang besar.
Saat itu pantai mulai membelok ke kanan. Kira-kira seperempat jam kemudian, setelah mereka melewati tonjolan batu yang berakhir di satu titik, belokan pantai itu semakin tajam. Sekarang mereka membelakangi laut yang mereka temukan ketika keluar dari hutan pertama kali, dan sekarang, kalau memandang ke depan, mereka bisa melihat di seberang air ada daratan lain, berhutan lebat seperti sisi yang sedang mereka periksa.
"Aku ingin tahu apakah itu pulau atau bagian dari daratan ini"" tanya Lucy.
"Entahlah," kata Peter, dan mereka meneruskan perjalanan dalam keheningan.
Pantai yang mereka jalani menjadi semakin dekat dengan daratan di seberang, dan setiap kali menjalani setiap tanjung, anak-anak berharap menemukan tempat kedua daratan itu bersatu. Tapi mereka kecewa. Mereka mencapai bebatuan yang harus mereka panjat dan dari puncaknya mereka bisa melihat cukup jauh ke depan dan--"Oh, sial!" kata Edmund, "tidak ada gunanya. Kita tidak akan bisa mencapai hutan di seberang sana. Kita berada di pulau!"
Memang benar. Di titik ini, selat di antara mereka dan daratan seberang hanya tiga puluh atau empat puluh meter lebarnya, tapi sekarang mereka bisa melihat itu tempat yang paling sempit. Setelah itu, pantai mereka sendiri berkelok ke kanan lagi dan mereka bisa melihat laut terbuka di antaranya dan daratan utama. Jelas mereka sudah berjalan lebih dari setengah putaran pulau itu.
"Lihat!" kata Lucy tiba-tiba. "Apa itu"" Dia menunjuk ke arah benda panjang keperakan yang seperti ular yang tergeletak di pantai.
"Sungai! Sungai!" teriak yang lain, dan,
meskipun lelah, mereka tidak membuang waktu untuk menuruni bebatuan itu dan berlari ke air yang segar. Mereka tahu air sungai yang lebih baik diminum ada jauh di atas, jauh dari pantai, jadi mereka langsung pergi ke tempat sungai itu keluar dari hutan. Pepohonan sangat rapat, tapi sungai membuat jalan di antara tebing tinggi berlumut sehingga dengan membungkuk kau bisa mengikutinya dalam sejenis terowongan penuh daun. Mereka berlutut di kolam dalam berwarna cokelat yang pertama dan minum dengan rakus, mencelupkan wajah mereka di air, kemudian memasukkan tangan mereka sampai siku.
"Nah," kata Edmund, "bagaimana dengan roti lapis itu""
"Oh, tidakkah lebih baik kita menyimpannya"" kata Susan. "Kita mungkin membutuhkannya saat keadaan lebih parah nanti."
"Aku berharap," kata Lucy, "sekarang setelah tidak haus, kita bisa merasa tidak lapar seperti waktu kita haus tadi."
"Tapi bagaimana dengan roti lapis itu"" ulang Edmund. "Tidak ada gunanya menyimpannya sampai basi. Kalian harus ingat di sini udara jauh lebih panas daripada di Inggris dan kita sudah membawa-bawa roti itu dalam saku kita selama berjam-jam." Jadi mereka mengeluarkan dua bungkusan roti itu dan membaginya menjadi empat. Tidak ada yang kenyang, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Kemudian mereka membicarakan rencana untuk makan berikutnya. Lucy ingin kembali ke laut dan menangkap udang, sampai seseorang memberitahu, mereka tidak punya alat untuk melakukannya. Edmund berkata mereka bisa mengumpulkan telur burung camar dari bebatuan, tapi ketika memikirkannya mereka tidak bisa mengingat melihat satu pun telur burung camar dan tidak bisa memasaknya kalaupun ada. Peter berpikir dalam hati bahwa kecuali mereka punya keberuntungan berlebih, tak lama lagi mereka pasti senang makan telur mentah, tapi dia tidak melihat ada untungnya mengatakan ini keras-keras. Susan berkata sayang sekali mereka sudah menghabiskan roti lapis itu begitu cepat. Satu atau dua orang mulai hampir marah saat itu. Akhirnya Edmund berkata:
"Dengar. Hanya satu yang bisa kita lakukan. Kita harus menyelidiki hutan. Pertapa, kesatria pengembara, dan orang-orang seperti itu selalu bisa hidup dalam hutan. Mereka menemukan akar-akaran, buah beri, dan sebagainya."
"Akar-akaran seperti apa"" tanya Susan.
"Aku selalu berpikir akar itu akar pohon," kata Lucy.
"Ayolah," kata Peter, "Ed benar. Dan kita harus mencoba melakukan sesuatu. Dan itu lebih baik daripada berjalan di bawah terik matahari lagi."
Jadi mereka semua bangkit dan mulai mengikuti sungai. Pekerjaan itu sangat sulit. Mereka harus membungkuk di bawah dan memanjat cabang-cabang pohon, dan mereka harus menembus lapisan tanaman seperti rhododendron, membuat pakaian mereka sobek, dan kaki mereka basah karena air sungai. Tetap tidak ada suara kecuali suara sungai dan suara-suara mereka sendiri. Mereka mulai sangat lelah ketika mencium sesuatu yang enak, kemudian ada warna cerah di atas mereka, di atas tebing kanan.
"Wah!" jerit Lucy. "Menurutku itu pohon apel."
Memang benar. Mereka terengah-engah mendaki tebing curam itu, menembus semak-semak, dan mendapati diri mereka berdiri di sekeliling pohon tua yang penuh apel kuning keemasan yang begitu bulat dan menarik.
"Dan ini bukan satu-satunya pohon," kata Edmund dengan mulut penuh apel. "Lihat ke sana--dan sana."
"Wah, ada selusin pohon," kata Susan, membuang bagian biji apelnya yang pertama dan mengambil buah yang kedua. "Ini pasti perkebunan-dulu sekali, sebelum tanaman tumbuh liar dan hutan merapat."
"Kalau begitu dulu pulau ini berpenghuni," kata Peter.
"Dan apa itu"" kata Lucy, menunjuk ke depan.
"Wah, itu dinding," kata Peter. Dinding batu tua."
Berjalan menembus cabang-cabang pohon, mereka mencapai dinding itu. Dinding tersebut sangat tua dan runtuh di beberapa bagian, serta ditumbuhi lumut dan bunga rambat, tapi lebih tinggi daripada pohon yang tertinggi. Dan ketika sudah cukup dekat, mereka menemukan gerbang lengkung besar yang pasti pernah menjadi pintu tapi sekarang penuh pohon apel yang paling besar. Mereka harus mematahkan beberapa cabang supaya bisa melewatinya
, dan ketika telah melakukannya mereka semua harus mengerjap karena cahaya siang tiba-tiba lebih terang. Mereka mendapati diri mereka berada di halaman terbuka yang dikelilingi dinding. Di dalam sana tidak ada pohon, hanya rumput pendek, bunga daisy, dan tanaman ivy, serta dinding abu-abu. Tempat itu terang, rahasia, hening, dan agak sedih. Keempat anak itu maju ke bagian tengahnya, senang bisa meluruskan punggung dan menggerakkan tubuh mereka dengan bebas.
BAB DUA Rumah Harta Karun Tua "INI bukan kebun," kata Susan. "Bangunan ini puri dan dulu ini pasti halamannya."
"Aku mengerti maksudmu," kata Peter. "Ya. Ini reruntuhan menara. Dan itu pasti dulunya tangga ke puncak dinding. Dan lihat tangga-tangga itu--anak tangga yang lebar dan pendek-pendek--yang mengarah ke ambang. Pasti itu pintu ke aula utama."
"Sudah lama sekali, sepertinya," kata Edmund.
"Ya, sudah lama sekali," kata Peter. "Coba kita tahu siapa yang tinggal di istana ini, dan berapa tahun yang lalu."
"Aku jadi merasa aneh," kata Lucy.
"Memang, Lu!" kata Peter, berbalik dan menatap adiknya lekat-lekat. "Aku juga merasa begitu. Inilah hal paling aneh yang terjadi di hari yang aneh ini. Aku ingin tahu sebenarnya kita berada di mana dan apa arti semuanya!"
Sementara bicara, mereka telah menyeberangi halaman dan masuk melalui pintu lain ke tempat yang dulunya aula. Sekarang tempat itu sangat mirip halaman, karena atapnya telah lama hilang dan tempat itu tinggal lapangan penuh rumput dan bunga daisy, tapi lebih sempit dan rendah, dinding-dindingnya juga lebih tinggi. Di seberang sana ada semacam teras yang kira-kira lebih tinggi tiga meter daripada daerah lainnya.
"Aku ingin tahu, apakah ini benar-benar aula," kata Susan. "Apa guna teras itu""
"Wah, bodoh," kata Peter (yang entah kenapa begitu gembira), "tidak mengerti" Itu panggung tempat Takhta Utama, tempat Raja dan para petingginya duduk. Siapa pun akan menganggap kau telah lupa kita sendiri pernah jadi Raja dan Ratu dan duduk di panggung seperti itu, di aula utama kita."
"Di istana kita di Cair Paravel," lanjut Susan seperti bermimpi dengan suara berlagu, "di muara sungai besar Narnia. Bagaimana aku bisa lupa""
"Kenangan itu terasa nyata!" kata Lucy. "Kita bisa berpura-pura berada di Cair Paravel sekarang. Aula ini sangat mirip aula utama tempat kita berpesta."
"Tapi sayangnya tanpa makanan pesta," kata Edmund. "Sudah semakin sore, bukan" Lihat bagaimana bayang-bayang semakin panjang. Dan apakah kalian tidak memerhatikan udara tidak terlalu panas lagi""
"Kita butuh api unggun kalau harus bermalam di sini," kata Peter. "Aku punya korek api. Mari lihat apakah kita bisa mengumpulkan kayu kering."
Semuanya melihat pentingnya tindakan itu, dan selama setengah jam kemudian mereka sibuk. Kebun yang mereka lewati untuk mencapai reruntuhan ini ternyata tempat yang penuh kayu bakar. Mereka mencari di sisi lain istana, keluar dari aula melalui pintu kecil di sisi ruang dan menemukan tumpukan batu dan lorong-lorong yang dulu pasti jalur penghubung ke ruangan yang lebih kecil tapi sekarang penuh semak dan mawar liar. Di luar tempat itu mereka menemukan lubang besar di dinding istana, melewatinya dan menemukan hutan yang lebih gelap serta memiliki pohon yang lebih besar. Di sana mereka menemukan banyak cabang mati, kayu busuk, potongan kayu, dan daun kering, juga potongan kayu fir. Mereka bolak-balik membawa tumpukan kayu sehingga mengumpulkan cukup banyak di panggung. Dalam perjalanan kelima mereka menemukan sumur, tepat di luar aula. Sumur itu tersembunyi di antara lumut, tapi lubangnya dalam dan airnya bersih serta segar, ketika mereka telah membersihkan lumutnya. Sisa-sisa batu sumur masih mengelilingi setengah lingkarannya. Lalu anak-anak perempuan keluar untuk mengambil apel lagi dan anak-anak laki-laki menyalakan api, di panggung aula yang cukup dekat dengan sudut dua dinding, yang mereka pikir akan menjadi tempat yang paling nyaman dan hangat. Mereka kesulitan menyalakan api dan menggunakan banyak korek api, tapi akhirnya berhasil. Akhirnya, keempat anak duduk bersandar pada dinding dan menghadapi api
. Mereka berusaha memanggang beberapa apel menggunakan tongkat kayu. Tapi apel panggang rasanya tidak enak tanpa gula, dan buah itu terlalu panas kalau dipegang dengan jari telanjang sehingga harus ditunggu sampai terlalu dingin untuk enak dimakan. Jadi mereka harus memuaskan diri mereka dengan apel mentah, yang seperti dikatakan Edmund, membuat semua sadar bahwa makanan di sekolah tidak terlalu buruk juga--"Aku tidak keberatan makan roti yang diiris tebal dan margarin saat ini," tambahnya. Tapi semangat petualangan memenuhi diri mereka, dan tidak ada yang benar-benar ingin kembali ke sekolah.
Tidak lama setelah apel terakhir dimakan, Susan pergi ke sumur untuk minum lagi. Ketika kembali dia membawa sesuatu di tangannya.
"Lihat," katanya dengan suara agak tertahan. "Aku menemukannya di sisi sumur." Dia memberikannya pada Peter lalu duduk. Anak-anak lain merasa Susan tampak dan terdengar seolah akan menangis. Edmund dan Lucy langsung membungkuk untuk melihat apa yang ada di tangan Peter--benda kecil berwarna cerah yang berkilauan di bawah cahaya api.
"Yah, aku--aku bingung," kata Peter, dan suaranya terdengar aneh. Kemudian dia memberikan benda itu kepada yang lain.
Sekarang semua melihat benda apa itu--kesatria catur kecil, berukuran biasa tapi luar biasa berat karena terbuat dari emas murni, dan mata pada kepala kudanya terbuat dari batu rubi kecil--paling tidak sebelah mata, karena sebelah yang lain hilang.
"Wah!" kata Lucy, "ini tepat seperti salah satu bidak catur yang biasa kita mainkan ketika kita Raja dan Ratu di Cair Paravel."
"Gembiralah, Su," kata Peter pada adiknya.
"Aku tidak bisa menahannya," kata Susan, "Benda itu membawa kembali begitu banyak--oh, saat-saat yang menyenangkan. Dan aku ingat main catur bersama faun dan raksasa yang baik, sementara bangsa duyung menyanyi di laut, lalu kudaku yang cantik--dan--dan--"
"Sekarang," kata Peter dengan suara agak lain, "sudah saatnya kita berempat menggunakan otak kita."
"Untuk apa"" tanya Edmund.
"Apakah tidak ada yang sudah menebak kita berada di mana"" kata Peter.
"Teruskan, teruskan," kata Lucy. "Aku sudah merasa selama berjam-jam bahwa ada misteri indah menyelimuti tempat ini."
"Katakan saja, Peter," kata Edmund. "Kita semua mendengarkan."
"Kita berada di reruntuhan Cair Paravel itu sendiri," kata Peter.
"Tapi, menurutku," jawab Edmund. "Maksudku, bagaimana kau bisa menarik kesimpulan itu" Tempat ini sudah hancur bertahun-tahun. Lihat batu ini. Siapa pun bisa melihat tidak ada yang tinggal di sini selama ratusan tahun."
"Aku tahu," kata Peter. "Itulah yang sulit. Tapi lupakan itu sejenak. Aku ingin menjelaskan satu per satu. Pertama: aula ini berbentuk dan berukuran tepat sama dengan aula di Cair Paravel. Bayangkan atap di atasnya, lantai warna-warni sebagai ganti rumput, dan permadani hias di dinding, kalian akan mengenali aula pesta kerajaan kita."
Semuanya diam. "Kedua," lanjut Peter. "Sumur istana terletak tepat di tempat sumur istana kita, agak ke selatan aula besar. Ukuran serta bentuknya pun tepat sama."
Sekali lagi tidak ada jawaban.
"Ketiga: Susan baru menemukan salah satu bidak catur tua kita--atau sesuatu yang begitu mirip dengannya sehingga seperti pinang dibelah dua."
Masih tidak ada yang menjawab.
"Keempat. Tidakkah kalian ingat--saat itu tepat sebelum duta besar-duta besar datang dari Raja Calormen--tidakkah kalian ingat menanam kebun di luar gerbang utara Cair Paravel" Yang terhebat dari manusia hutan, Pomona sendiri, datang untuk memberikan mantra yang baik bagi kebun itu. Tikus tanah-tikus tanah kecil yang paling baik sendiri yang melakukan penggalian. Bisakah kalian melupakan Lilygloves tua yang lucu itu, kepala tikus tanah, bersandar pada sekopnya dan berkata, 'Percayalah padaku, Yang Mulia, Anda akan mensyukuri buah dari pohon-pohon ini suatu hari nanti.' Dan demi Tuhan, dia benar."
"Aku ingat! Aku ingat!" kata Lucy, dan bertepuk tangan.
"Tapi, Peter," kata Edmund. "Itu semua tidak mungkin. Pertama-tama, kita tidak menanam pohon hingga rapat di depan gerbang, Kita tidak mungkin bertindak sebodoh itu."
"Tidak, tentu saja tidak," kata Peter. "Tapi mungkin pohon itu telah tumbuh menutup gerbang sejak itu."
"Dan satu lagi," kata Edmund, "Cair Paravel tidak terletak di pulau."
"Ya, aku sudah berpikir tentang itu. Tapi istana itu terletak pada-apa-namanya" Peninsula. Benar-benar hampir jadi pulau sendiri. Mungkinkah tempat itu telah menjadi pulau sejak kepergian kita" Ada yang telah menggali terusan."
"Tapi tunggu!" kata Edmund. "Kau terus berkata sejak kepergian kita. Tapi baru satu tahun yang lalu sejak kita kembali dari Narnia. Dan kau ingin memberitahu bahwa dalam satu tahun istana telah runtuh, dan hutan lebat telah tumbuh, dan pohon-pohon kecil yang kita tanam sendiri telah tumbuh menjadi pohon besar yang tua, dan entah apa lagi. Ini tidak mungkin."
"Ada sesuatu yang harus diingat," kata Lucy. "Kalau ini Cair Paravel, seharusnya ada pintu di ujung panggung ini. Malah kita seharusnya duduk membelakanginya saat ini. Kalian tahu kan--pintu yang menuju ruang harta."
"Kurasa tidak ada pintu," kata Peter sambil berdiri.
Dinding di belakang mereka tertutup rapat tanaman rambat.
"Kita bisa mencari tahu," kata Edmund, memegang tongkat kayu yang mereka siapkan untuk dibakar. Dia mulai memukuli dinding yang tertutup tanaman itu. Tuk-tuk bunyi kayu itu menghantam batu. Tuk-tuk lagi. Kemudian tiba-tiba, TOK-TOK, dengan suara agak berbeda, suara kayu melapisi ruang kosong.
"Ya ampun!" kata Edmund.
"Kita harus menyingkirkan tanaman rambat mi," kata Peter.
"Oh, bolehkah kita tinggalkan saja," kata Susan. "Kita bisa mencobanya besok pagi. Kalau kita harus menghabiskan malam di sini, aku tidak ingin ada pintu terbuka di belakang punggungku dan ada lubang besar gelap sehingga apa pun bisa keluar dari sana, selain angin dan kelembapan. Dan sebentar lagi gelap."
"Susan! Bisa-bisanya kau"" kata Lucy sambil melotot kesal. Tapi kedua anak laki-laki terlalu bersemangat untuk memerhatikan saran Susan. Mereka mencabuti tanaman rambat dengan , tangan mereka dan pisau saku Peter sampai pisau itu patah. Setelah itu mereka menggunakan pisau Edmund. Tidak lama kemudian tempat mereka duduk telah penuh tanaman rambat, dan akhirnya mereka berhasil membersihkan tanaman yang menutupi pintu.
"Terkunci, tentu saja," kata Peter.
"Tapi kayunya telah membusuk," kata Edmund. "Kita bisa menghancurkannya dalam waktu singkat, dan kayu itu bisa menjadi kayu bakar tambahan. Ayo."
Ternyata pekerjaan itu butuh waktu lebih lama daripada yang mereka perkirakan dan, sebelum mereka selesai, aula besar itu telah gelap lalu satu atau dua bintang pertama muncul di langit. Susan bukan satu-satunya yang merasa gemetar ketika anak-anak laki-laki berdiri di atas tumpukan potongan kayu, mengibaskan kotoran dari tangan mereka dan menatap lubang dingin serta gelap yang mereka buat.
"Sekarang obor," kata Peter.
"Oh, apa gunanya"" kata Susan. "Dan seperti kata Edmund--"
"Aku tidak mengulanginya sekarang," potong Edmund. "Aku masih belum mengerti, tapi kita bisa menyelesaikannya nanti. Kupikir kau akan turun, Peter""
"Kita harus melakukannya," kata Peter. "Gembiralah, Susan. Tidak ada gunanya bertingkah seperti anak-anak sekarang setelah kita kembali ke Narnia. Kau Ratu di sini. Dan lagi pula tidak ada yang bisa tidur dengan misteri seperti ini dalam pikiran mereka."
Mereka berusaha menggunakan tongkat panjang sebagai obor tapi tidak berhasil. Kalau mereka memegangnya dengan ujung yang terbakar di sebelah atas, apinya padam, tapi kalau ujung itu di sebelah bawah, tangan mereka terbakar dan asapnya masuk ke mata. Akhirnya mereka harus menggunakan senter Edmund, untunglah benda itu menjadi hadiah ulang tahun kurang dari seminggu yang lalu dan baterainya masih baru. Edmund masuk terlebih dulu dengan senter itu. Kemudian diikuti Lucy, lalu Susan, dan Peter berjalan paling belakang.
"Aku sudah mencapai anak tangga teratas," kata Edmund.
"Hitunglah," kata Peter.
"Satu--dua--tiga," kata Edmund, sambil melangkah hati-hati ke bawah, dan hitungannya mencapai enam belas. "Dan inilah dasarnya," teriaknya ke atas.
"Kalau begitu ini pasti Cair Paravel," kata Lucy. "Ada enam belas anak tan
gga." Tidak ada yang bicara lagi sampai keempat anak itu berdiri berdekatan di dasar tangga. Kemudian Edmund perlahan menyinari sekeliling mereka dengan senternya.
"O--o--o--oh!" kata semua anak serempak.
Karena sekarang mereka tahu itu memang ruang harta lama Cair Paravel tempat mereka pernah bertakhta sebagai Raja dan Ratu Narnia. Ada jalur di tengahnya (seperti yang ada dalam rumah tanaman), dan di tiap sisinya dalam jarak tertentu berdiri baju zirah yang mewah, seperti kesatria-kesatria yang menjaga harta. Di antara baju-baju zirah itu, dan di tiap sisi jalur, ada rak-rak penuh benda berharta--kalung, gelang, cincin, dan mangkuk-mangkuk serta piring-piring emas, gading yang panjang, bros, mahkota, dan kalung emas, juga tumpukan batu berharga tergeletak seolah hanya kelereng atau kentang--berlian, batu rubi, delima merah jingga, emerald, topas, dan ametis. Di bawah rak-rak berdiri peti-peti kayu ek besar yang diikat rantai besi dan digembok rapat. Dan udara di situ begitu dingin dan tenang sehingga mereka bisa mendengar napas mereka sendiri, dan ruangan itu dilapisi debu begitu tebal sehingga kalau tidak menyadari mereka berada di mana dan ingat kebanyakan benda itu, mereka tidak akan tahu benda-benda itu harta karun. Ada perasaan sedih dan menakutkan menggantung di tempat itu, karena rasanya sudah ditinggalkan begitu lama. Itulah sebabnya tidak ada yang mengatakan apa pun selama paling tidak satu menit.
Kemudian, tentu saja, mereka mulai berjalan mondar-mandir dan mengangkat berbagai benda untuk diamati. Rasanya seperti bertemu sahabat lama. Kalau kau ada di sana, kau bisa mendengar mereka mengatakan hal-hal seperti, "Oh, lihat! Cincin pengangkatan kita--kau ingat saat pertama mengenakan ini"--Wah, ini bros kecil yang kita pikir hilang--Lihat, bukankah itu baju zirah yang kaukenakan di turnamen besar di Lone Islands"--Kau ingat dwarf membuat itu untukku"--Kau ingat minum dari tanduk itu"--Kau ingat" Kau ingat""
Tapi tiba-tiba Edmund berkata, "Lihat sini. Kita seharusnya menghemat baterainya, ya ampun, siapa yang tahu seberapa sering kita akan membutuhkannya" Tidakkah kita lebih baik mengambil apa yang kita inginkan kemudian keluar""
"Kita harus membawa hadiah-hadiah kita," kata Peter. Dulu sekali ketika Natal di Narnia, dia, Susan, dan Lucy diberi hadiah tertentu yang mereka hargai lebih daripada kerajaan mereka. Edmund tidak mendapat hadiah karena dia tidak bersama mereka saat itu. (Ini kesalahannya sendiri, dan kau bisa membacanya di buku yang lain.)
Mereka menyetujui keputusan Peter dan menelusuri jalur ke dinding di ujung ruang harta, dan di sana, tentu saja, hadiah-hadiah itu masih tergantung. Hadiah Lucy yang paling kecil karena hanya berupa botol kecil. Tapi botol itu terbuat dari berlian bukannya kaca, dan isinya masih setengah penuh cairan ajaib yang akan menyembuhkan penyakit dan luka apa pun. Lucy tidak mengatakan apa pun sekarang dan tampak sangat khidmat ketika menurunkan hadiah itu dari tempatnya dan menyelempangkan talinya ke bahu serta sekali lagi merasakan botol itu di sisi tubuhnya tempat botol itu biasa tergantung dulu. Hadiah Susan adalah busur serta panah dan terompet.
Busur itu masih ada di sana, juga tempat anak panah dari gadingnya, penuh anak panah, tapi--"Oh, Susan," kata Lucy. "Di mana terompetnya""
"Oh, sial, sial, sial," kata Susan setelah berpikir sejenak. "Aku ingat sekarang. Aku membawanya di hari terakhir, hari kita berburu Rusa Putih. Pasti hilang ketika kita kembali ke tempat lain itu--Inggris, maksudku."
Edmund bersiul. Memang itu kehilangan besar, karena terompet itu terompet ajaib, dan kapan pun kau meniupnya, pasti ada bantuan yang akan datang padamu, tidak peduli kau berada di mana.
"Benda yang mungkin akan berguna di tempat seperti ini," kata Edmund.
"Biarlah," kata Susan, "aku masih punya busur ini." Lalu dia mengambil busur itu. "Apakah talinya masih kencang, Su"" tanya Peter.
Tapi entah karena keajaiban dalam udara di ruang harta itu atau apa, busur tersebut masih bekerja dengan baik. Susan terampil memanah dan berenang. Saat itu dia merentangkan busur kemudian
memetik talinya. Tali itu berdenting: denting yang menggetarkan seluruh ruangan. Dan suara kecil itu membawa kembali hari-hari masa lampau ke dalam pikiran anak-anak lebih daripada apa pun yang telah terjadi. Semua peperangan, perburuan, dan pesta kembali ke pikiran mereka.
Kemudian Susan membuka tali busur lagi dan menyelempangkan tempat anak panah ke sisi tubuhnya.
Kemudian, Peter menurunkan hadiahnya--tameng dengan gambar singa merah besar, dan pedang kerajaan. Dia meniup, dan mengetukkan keduanya ke lantai untuk menghilangkan debu. Dia memakai tameng pada tangannya dan mengayunkan pedang ke sisi tubuhnya. Awalnya dia takut pedang itu berkarat dan tidak bisa keluar dari sarungnya. Tapi ternyata tidak. Dengan satu tarikan dia mengeluarkan dan mengangkatnya, berkilau di bawah cahaya senter.
"Ini pedangku Rhindon," katanya, "dengannya aku membunuh sang serigala." Ada nada baru dalam suaranya, dan yang lain merasa bahwa dia benar-benar menjadi Peter sang Raja Agung lagi. Kemudian, setelah terdiam sejenak, semua ingat mereka harus menghemat baterai. ,
Mereka mendaki tangga lagi, membuat api unggun yang besar, dan berbaring berdekatan demi kehangatan. Tanah terasa keras dan tidak nyaman, tapi akhirnya mereka tertidur juga.
BAB TIGA Si Dwarf YANG paling tidak enak saat tidur di luar ruangan adalah kau bangun sangat pagi. Dan ketika bangun kau harus bangkit karena tanah begitu keras sehingga kau merasa tidak nyaman. Dan lebih buruk lagi kalau hanya ada apel untuk sarapan dan kau hanya makan apel malam sebelumnya. Ketika Lucy berkata--meski cukup benar--bahwa itu pagi yang indah, sepertinya tidak ada hal baik yang bisa dikatakan untuk membalasnya. Edmund berkata apa yang dirasakan semuanya, "Kita harus keluar dari pulau ini."
Ketika telah minum dari sumur dan mencuci muka, mereka turun ke sungai lagi dan mengikuti alurnya ke pantai, lalu menatap selat yang memisahkan mereka dari daratan utama.
"Kita harus berenang," kata Edmund.
"Su pasti bisa," kata Peter (Susan telah memenangkan hadiah dalam pertandingan renang di sekolah). "Tapi aku tidak yakin dengan yang lain." Dengan mengatakan "yang lain" Peter memaksudkan Edmund yang tidak bisa berenang bolak-balik di kolam sekolah dan Lucy, yang nyaris tidak bisa berenang sama sekali.
"Selain itu," kata Susan, "mungkin ada arus laut. Ayah berkata tidak bijaksana berenang di tempat yang tidak kaukenal."
"Tapi, Peter," kata Lucy, "dengar ini. Aku tahu aku tidak bisa berenang sama sekali di rumah--di Inggris, maksudku. Tapi bukankah kita semua bisa berenang dulu sekali--kalau memang waktu sudah begitu lama berlalu--ketika kita Raja dan Ratu Narnia" Kita juga bisa berkuda saat itu, dan melakukan berbagai hal. Tidakkah kau pikir--"
"Ah, tapi kita sudah dewasa saat itu," kata Peter. "Kita memerintah bertahun-tahun dan belajar melakukan berbagai hal. Bukankah kita kembali ke usia kita masing-masing sekarang""
"Oh!" kata Edmund dengan suara yang membuat semua berhenti bicara dan mendengarkannya.
"Aku baru mengerti semuanya," katanya.
"Mengerti apa"" tanya Peter.
"Wah, semuanya," kata Edmund. "Kau tahu apa yang kita bingungkan kemarin malam, bahwa baru satu tahun yang lalu sejak kita meninggalkan Narnia tapi semuanya tampak seolah tidak ada yang tinggal di Cair Paravel selama ratusan tahun" Yah, tidakkah kalian mengerti" Kalian tahu bukan, bagaimana lamanya pun kita sepertinya tinggal di Narnia, ketika kita kembali melalui lemari waktu seolah tidak bergerak sama sekali""
"Lanjutkan," kata Susan. "Kurasa aku mulai mengerti."
"Dan itu berarti," lanjut Edmund, "bahwa, begitu kau keluar dari Narnia, kau tidak mengerti bagaimana waktu Narnia berjalan. Mengapa tidak mungkin ratusan tahun telah berlalu di Narnia sementara hanya satu tahun berlalu bagi kita di Inggris""
"Ya ampun, Ed," kata Peter. "Kurasa kau benar. Dengan begitu benar-benar telah ratusan tahun berlalu sejak kita tinggal di Cair Paravel. Dan sekarang kita kembali ke Narnia tepat seperti kalau kita ini Tentara Perang Salib, orang Anglo-Saxon, orang Briton kuno, atau orang yang datang lagi ke Inggris modern."
"Betap a senangnya mereka kalau melihat kita nanti--" kata Lucy memulai, tapi di saat yang sama semua berkata, "Sstt!" atau "Lihat!" Karena saat itu ada sesuatu yang terjadi.
Ada bagian berhutan di daratan utama sedikit di arah kanan mereka, dan mereka semua yakin tepat di balik tempat itu pastilah muara sungai. Dan sekarang, di balik tempat itu muncul perahu. Ketika perahu itu telah mengelilingi tempat tersebut, dia mulai bergerak menyeberangi selat ke arah mereka. Ada dua orang menumpanginya, satu mendayung, yang lain duduk di buritan dan memegangi kantong yang berkedut dan bergerak seolah hidup. Kedua orang itu sepertinya prajurit. Mereka mengenakan topi besi dan baju rantai besi. Wajah mereka berjenggot dan berekspresi keras. Anakanak mundur dari pantai ke dalam hutan dan menonton tanpa bergerak sama sekali.
"Ini cukup," kata prajurit di buritan ketika perahu tiba kira-kira di seberang tempat anakanak.
"Bagaimana kalau mengikat batu ke kakinya, Kopral"" kata prajurit lain, meletakkan dayungnya.
"Garn!" geram yang lain. "Kita tidak butuh itu, dan kita juga tidak membawa batu. Dia pasti tenggelam tanpa batu, selama kita mengikatnya dengan benar." Selesai mengucapkan ini dia bangkit dan mengangkat kantongnya. Sekarang Peter melihat isi kantong itu benar-benar hidup, bahkan isinya dwarf, terikat tangan dan kakinya tapi memberontak sekuat tenaga. Saat berikutnya Peter mendengar suara dentingan tepat di sisi telinganya, dan tiba-tiba prajurit itu mengangkat tangannya, menjatuhkan si dwarf ke dasar perahu, dan terjatuh ke air. Prajurit itu menggelepar hanyut ke tepi seberang dan Peter tahu panah Susan mengenai helm pria tersebut. Dia menoleh dan melihat adiknya sangat pucat tapi sudah memasang panah kedua ke busurnya. Tapi panah itu tidak pernah digunakan. Begitu melihat temannya jatuh, prajurit kedua, sambil menjerit keras, melompat keluar perahu dari sisi lain, dan juga menggelepar lari dalam air (yang ternyata dalamnya hanya setinggi tubuhnya) lalu menghilang ke dalam hutan di daratan utama.
"Cepat! Sebelum perahunya hanyut!" teriak Peter. Dia dan Susan, dengan berpakaian lengkap, mencebur ke air, dan sebelum air mencapai bahu mereka, mereka sudah memegang perahu itu. Dalam beberapa detik mereka sudah menariknya ke tepian dan mengeluarkan si dwarf, dan Edmund menyibukkan diri memotong ikatan dwarf itu dengan pisau sakunya. (Pedang Peter pasti lebih tajam, tapi pedang sangat tidak tepat untuk pekerjaan seperti itu karena kau tidak bisa memegangnya di mana pun selain pada gagangnya.) Ketika akhirnya si dwarf bebas, dia duduk, menggosok-gosok pergelangan tangan dan kakinya, dan berteriak, "Nah, apa pun yang mereka bilang, kalian tidak terlihat seperti hantu."
Seperti kebanyakan dwarf, dia bertubuh kekar dan berdada bidang. Tingginya kira-kira satu meter kalau berdiri tegak, dan dia memiliki kumis dan janggut merah panjang yang membuat wajahnya, kecuali hidung bengkok dan sepasang mata hitam berkilau, hampir tidak kelihatan.
"Yah," lanjutnya, "hantu atau bukan, kalian menyelamatkan nyawaku dan aku sangat berutang budi pada kalian."
"Tapi kenapa kami dianggap hantu"" tanya Lucy.
"Aku diberitahu sepanjang hidupku," kata si dwarf, "bahwa hutan sepanjang pantai ini penuh hantu sama banyaknya dengan pohon. Itulah yang diceritakan. Dan karena itulah, ketika mereka ingin menghilangkan siapa pun, mereka biasanya membawanya ke sini (seperti yang mereka lakukan denganku) dan berkata mereka meninggalkannya pada hantu-hantu. Tapi aku selalu ingin tahu apakah mereka sebenarnya tidak menenggelamkan atau memotong leher tawanan mereka. Aku tidak pernah memercayai hantu. Tapi kedua pengecut yang kau panah tadi pasti memercayainya. Mereka lebih takut mengakhiri nyawaku daripada aku yang menghadapi akhir hidupku."
"Oh," kata Susan. "Jadi karena itu mereka berdua lari."
"Eh" Apa katamu"" kata si dwarf.
"Mereka lari," kata Edmund. "Ke daratan utama."
"Aku tidak memanah untuk membunuh, tahu kan"" kata Susan. Dia tidak ingin siapa pun menganggap bidikannya meleset dari sasaran dalam jarak begitu pendek.
"Hm," kata si dwarf. "Itu tidak bagus
. Itu mungkin akan berarti kesulitan di kemudian hari. Kecuali mereka menahan lidah mereka untuk keselamatan mereka sendiri."
"Mengapa mereka akan menenggelamkanmu"" tanya Peter.
"Oh, aku ini penjahat berbahaya," kata si dwarf dengan nada gembria. "Tapi ceritanya panjang. Saat ini, aku ingin tahu apakah kalian akan mengundangku sarapan" Kalian tidak tahu betapa lapar orang yang akan dihukum mati."
"Hanya ada apel," kata Lucy sedih.
"Lebih baik daripada tidak ada sama sekali, tapi tidak sebaik ikan segar," kata si dwarf, "Sepertinya akulah yang akan mengundang kalian sarapan. Aku melihat pancing dalam perahu itu. Tapi, kita harus membawanya ke sisi lain pulau. Kita tidak ingin ada orang dari daratan utama yang datang dan melihatnya."
"Seharusnya aku sudah memikirkan itu," kata Peter.
Keempat anak dan si dwarf pergi ke tepi air, mendorong perahu itu dengan cukup kesulitan, lalu buru-buru naik. Si dwarf langsung mengambil alih pimpinan. Dayung tentu saja terlalu besar untuk dia gunakan, jadi Peter mendayung dan si dwarf mengarahkan mereka ke utara sepanjang selat lalu ke arah timur mengelilingi ujung pulau. Dari sana anak-anak bisa melihat tepat ke sungai, dan semua teluk serta tanjung di sepanjang pantainya. Mereka berpikir mereka bisa mengenalinya sedikit-sedikit, tapi hutan, yang telah tumbuh lebat sejak zaman mereka, membuat semuanya tampak berbeda.
Ketika mereka telah mencapai laut terbuka di sisi timur pulau, si dwarf memancing. Mereka menangkap banyak ikan pavender, ikan berwarna pelangi yang indah, yang mereka ingat pernah makan di Cair Paravel zaman dulu. Ketika telah menangkap cukup banyak, mereka menjalankan perahu itu ke teluk kecil dan mengikatnya ke pohon. Si dwarf yang menjadi orang yang paling terampil (dan, memang, meskipun orang pernah bertemu dwarf yang jahat, aku tidak pernah mendengar ada dwarf yang bodoh), membuka ikan-ikan itu, membersihkannya, dan berkata, "Sekarang, yang kita butuhkan adalah kayu bakar."
"Kita punya istana, " kata Edmund.
Si dwarf bersuil pelan, "Demi janggut dan kumis!" katanya. "Jadi memang ada istana di sana""
"Hanya tinggal reruntuhan," kata Lucy.
Si dwarf menatap keempat anak dengan ekspresi sangat ingin tahu. "Dan siapa--"" dia mulai, tapi kemudian berhenti dan berkata, "Bukan masalah. Sarapan dulu. Tapi satu hal sebelum kita berangkat. Bisakah kalian bersumpah dan mengatakan padaku aku masih hidup" Dan kalian yakin aku tidak tenggelam dan kita semua bukan hantu""
Ketika mereka semua telah meyakinkannya, pertanyaan berikut adalah bagaimana mengangkut semua ikan itu. Mereka tidak punya apa pun untuk mengikatnya. Akhirnya mereka terpaksa menggunakan topi Edmund karena yang lain tidak punya topi. Dia pasti akan menggerutu lebih panjang tentang ini kalau saja saat itu tidak demikian lapar.
Awalnya si dwarf kelihatan tidak begitu betah di istana. Dia terus-menerus memandang berkeliling, mencium-cium udara, dan berkata, "H'm. Kelihatannya lumayan menakutkan. Udaranya juga beraroma hantu." Tapi dia gembira ketika tiba saat menyalakan api dan menunjukkan pada mereka bagaimana memanggang ikan pavender dalam abu. Makan ikan panas tanpa garpu, dan satu pisau saku untuk lima orang, merupakan urusan yang sangat berantakan dan ada beberapa jari yang ikut gosong sebelum acara makan selesai, tapi karena sekarang sudah pukul sembilan sementara mereka sudah bangun sejak pukul lima, tidak ada yang terlalu memedulikan jari yang luka itu sebesar yang kaubayangkan. Ketika semua telah menyelesaikan makannya dengan minum air sumur dan menghabiskan sebutir-dua butir apel, si dwarf mengeluarkan pipa yang panjangnya kira-kira sama dengan panjang lengannya, mengisinya, menyalakannya, mengembuskan asap yang wangi, dan berkata, "Sekarang."
"Kau dulu yang bercerita," kata Peter. "Kemudian kami akan menceritakan kisah kami."
"Yah," kata si dwarf, "karena kalian menyelamatkan hidupku memang adil bila terjadilah yang kalian kehendaki. Tapi aku bingung harus mulai dari mana. Pertama-tama aku pembawa pesan bagi Raja Caspian."
"Siapa dia"" tanya empat suara serempak.
"Caspian Kesepuluh, Raja Narn
ia, dan semoga dia lama memerintah!" jawab si dwarf, "Itu sebenarnya, dia seharusnya menjadi Raja Narnia dan kami harap itulah yang terjadi, Saat ini dia hanya raja bagi kami, rakyat Narnia Lama--"
"Apa maksudmu Narnia lama"" tanya Lucy. "Wah, itu kami," kata si dwarf. "Kami ini semacam pemberontak, kurasa."
"Aku mengerti," kata Peter. "Dan Caspian adalah pemimpin Narnia Lama."
"Yah, semacam itu," kata si dwarf, menggaruk kepalanya. "Tapi sebenarnya dia sendiri orang Narnia Baru, orang Telmarine, kalau kalian mengerti."
"Aku tidak," kata Edmund.
"Ini lebih parah daripada Perang Mawar," kata Lucy.
"Oh, ya ampun," kata si dwarf. "Aku menerangkannya dengan sangat buruk. Dengar: kurasa lebih baik aku kembali dari awal dan menceritakan bagaimana Caspian dibesarkan dalam istana pamannya dan bagaimana dia menjadi memihak kami. Tapi itu kisah yang panjang."
"Wah, bagus sekali," kata Lucy. "Kami senang mendengarkan kisah."
Jadi si dwarf duduk dengan nyaman dan menceritakan kisahnya. Aku tidak akan menuturkannya dengan kata-kata si dwarf, karena begitu banyak pertanyaan dan potongan dari anak-anak, sehingga akan terlalu panjang dan membingungkan, dan selain itu, kisah si dwarf juga meninggalkan beberapa poin yang baru akan didengar belakangan oleh anak-anak. Tapi inti kisah itu, seperti yang kita tahu akhirnya, adalah sebagai berikut.
BAB EMPAT Si Dwarf Bercerita tentang Pangeran Caspian
PANGERAN CASPIAN tinggal di istana di tengah Narnia bersama pamannya, Miraz, Raja Narnia, dan bibinya, yang berambut merah dan bernama Ratu Prunaprismia. Ayah dan ibunya sudah meninggal dan orang yang paling dicintai Caspian adalah perawatnya, dan meskipun (karena dia pangeran) memiliki mainan yang bagus-bagus yang bisa melakukan segalanya kecuali bicara, dia paling menyukai jam-jam terakhir dalam satu hari ketika mainan telah dimasukkan kembali dalam lemari dan perawatnya akan bercerita.
Caspian tidak terlalu memedulikan paman dan bibinya, tapi kira-kira dua kali dalam seminggu pamannya akan memanggilnya dan mereka akan berjalan-jalan bersama selama setengah jam di teras di sisi selatan istana. Suatu hari, sementara mereka melakukan ini, Raja berkata padanya, "Nah, Nak, sebentar lagi kita harus mengajarmu naik kuda dan menggunakan pedang. Kau tahu bahwa bibimu dan aku tidak punya anak, jadi sepertinya kaulah yang akan menjadi Raja saat aku meninggal. Bagaimana pendapatmu tentang itu, eh""
"Aku tidak tahu, Paman," kata Caspian.
"Tidak tahu, eh"" kata Miraz. "Wah, kupikir itu yang paling hebat yang bisa diharapkan seseorang!"
"Oh, aku memang punya harapan," kata Caspian.
"Apa harapanmu"" tanya Raja.
"Kuharap--kuharap--kuharap aku bisa hidup di Zaman Dulu," kata Caspian. (Dia masih sangat kecil saat itu.)
Sampai saat itu Raja Miraz bicara dengan nada bosan yang biasa dilakukan orang dewasa, yang menunjukkan cukup jelas bahwa mereka tidak benar-benar tertarik pada apa yang kaukatakan, tapi sekarang tiba-tiba dia menatap Caspian tajam-tajam.
"Eh" Apa"" katanya. "Zaman dulu yang mana yang kaumaksud""
"Oh, tidakkah kau tahu, Paman"" kata Caspian. "Saat semuanya berbeda. Saat semua binatang bisa bicara, dan ada makhluk-makhluk baik yang tinggal di sungai-sungai dan pohon-pohon. Naiad dan dryad nama mereka. Ada dwarf. Dan ada faun yang baik di hutan-hutan. Kaki mereka seperti kambing. Dan--"
"Itu semua omong kosong untuk bayi," kata Raja tegas. "Hanya untuk bayi, dengar" Kau terlalu tua untuk cerita seperti itu. Di usiamu sekarang kau harus memikirkan perang dan petualangan, bukan dongeng."
"Oh, tapi ada perang dan petualangan di masa itu," kata Caspian. "Petualangan yang sangat menarik. Pernah ada Penyihir Putih dan dia menjadikan dirinya sendiri ratu di seluruh negeri. Dan dia menyihir supaya keadaan selalu musim dingin. Kemudian ada dua anak laki-laki dan dua anak perempuan datang dari suatu tempat, mereka membunuh si penyihir dan menjadi Raja dan Ratu Narnia. Nama mereka Peter, Susan, Edmund, dan Lucy. Mereka bertakhta sangat lama dan semuanya mengalami masa yang indah, dan itu semua karena Aslan--"
"Siapa dia"" kata Miraz. Kalau
Caspian sudah lebih besar, nada suara pamannya akan memperingatinya bahwa lebih bijaksana untuk tutup mulut. Tapi dia terus bicara, "Oh, kau tidak tahu"" katanya. "Aslan adalah Singa Agung yang datang dari seberang lautan."
"Siapa yang menceritakan semua omong kosong ini padamu"" kata Raja dengan suara mengguntur. Caspian ketakutan dan tidak mengatakan apa-apa.
"Yang Mulia," kata Raja Miraz, melepaskan tangan Caspian, yang dicengkeramnya, "aku minta jawaban. Tatap wajahku. Siapa yang menceritakan kebohongan ini padamu""
"P-perawat," gagap Caspian, lalu menangis.
"Hentikan keributan itu," kata pamannya, mencengkeram bahu Caspian dan mengguncangnya. "Hentikan. Aku tidak pernah mau melihatmu membicarakan--atau juga memikirkan--semua kisah bodoh itu lagi. Raja dan ratu itu tidak pernah ada. Bagaimana bisa ada dua raja pada saat yang sama" Dan tidak ada makhluk bernama Aslan. Tidak ada binatang bernama singa. Tidak pernah ada masa binatang bisa bicara. Dengar""
"Ya, Paman," isak Caspian.
"Kalau begitu hentikan tangismu," kata Raja. Kemudian dia memanggil pelayan yang berdiri di ujung teras dan berkata dengan suara dingin, "Antar Yang Mulia ke kamarnya dan suruh perawat Yang Mulia menghadapku SEKARANG JUGA."
Hari berikutnya, Caspian menyadari betapa buruk perbuatannya, karena perawatnya diusir bahkan tanpa boleh mengucapkan selamat tinggal padanya, dan dia diberitahu dia akan mendapat Guru.
Caspian sangat kehilangan perawatnya dan menangis lama. Dan karena begitu sedih, dia malah menjadi lebih sering memikirkan kisah-kisah lama Narnia. Dia memimpikan dwarf serta dryad setiap malam dan berusaha keras membuat anjing-anjing serta kucing-kucing istana bicara padanya. Tapi anjing-anjing hanya menggoyangkan ekor dan kucing-kucing hanya mendengkur.
Caspian merasa yakin dia akan membenci guru baru itu, tapi ketika pria itu tiba kira-kira seminggu kemudian, ternyata dia pria yang mustahil disukai. Dia itu pria paling kecil, juga paling gemuk, yang pernah dilihat Caspian. Pria itu memiliki janggut keperakan panjang yang mencapai pinggangnya, dan wajahnya yang cokelat dan penuh kerut-merut, tampak sangat bijaksana, sangat jelek, dan sangat baik hati. Suaranya kasar dan matanya berbinar gembira sehingga, sampai kau benar-benar mengenalnya, sulit untuk tahu apakah dia bercanda atau serius. Namanya Doctor Cornelius.
Dari semua pelajarannya dengan Doctor Cornelius, yang paling Caspian sukai adalah sejarah. Sampai saat itu, kecuali kisah-kisah perawatnya, dia tidak tahu apa-apa tentang Sejarah Narnia, dan dia sangat terkejut ketika tahu bahwa keluarga raja merupakan pendatang baru di negeri itu.
"Nenek moyang Yang Mulia, Caspian Pertama," kata Doctor Cornelius, "yang pertama-tama menundukkan Narnia dan menjadikannya kerajaannya. Dialah yang membawa seluruh bangsamu ke negeri ini. Kau sama sekali bukan penduduk asli Narnia. Kau orang Telmarine--itu karena kau datang dari Negeri Telmar, jauh di balik Pegunungan Barat. Karena itulah Caspian Pertama disebut juga Caspian si Penakluk."
"Tolonglah, Doctor," kata Caspian suatu hari, "siapa yang tinggal di Narnia sebelum kita semua datang dari Telmar""
"Tidak ada--atau hanya sedikit--manusia yang tinggal di Narnia sebelum Telmarine mengambilalihnya," kata Doctor Cornelius.
"Kalau begitu apa yang dikalahkan nenek moyangku""
"Siapa, bukan apa, Yang Mulia," kata Doctor Cornelius. "Mungkin sudah waktunya menyelesaikan pelajaran sejarah dan mulai pelajaran bahasa."
"Oh, tolong, jangan dulu," kata Caspian "Maksudku, bukankah ada perang" Kenapa dia disebut Caspian si Penakluk kalau tidak ada yang berperang melawannya""
"Kubilang ada sedikit manusia di Narnia," kata Doctor, memandang anak kecil itu dengan tatapan aneh dari balik kacamata besarnya.
Sesaat Caspian bingung kemudian tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat. "Maksudmu," katanya terperangah, "ada makhluk lain" Maksudmu itu semua sama seperti dalam kisah-kisah" Apakah ada--""
"Sstt!" kata Doctor Cornelius, mendekatkan kepalanya ke kepala Caspian. "Jangan bicara lagi. Tidakkah kau tahu perawatmu diusir karena menceritakan Narnia
Lama padamu" Raja tidak menyukainya. Kalau dia tahu aku menceritakan rahasia ini padamu, kau akan dicambuk dan aku akan dipenggal."
"Tapi kenapa"" tanya Caspian.
"Sudah waktunya kita mulai pelajaran bahasa sekarang," kata Doctor Cornelius dengan suara keras. "Yang Mulia, tolong buka Pulverulentus Siccus di halaman keempat bukunya Taman Tata Bahasa atau Kebun Kata-Kata yang Menghasilkan Kecerdasan""
Setelah itu mereka belajar kata benda dan kata kerja sampai saat makan siang, tapi kurasa Caspian tidak belajar banyak. Dia terlalu gembira. Dia merasa yakin Doctor Cornelius tidak akan menceritakan sebanyak itu kalau tidak akan menceritakan lebih banyak lagi cepat atau lambat.
Harapannya tidak sia-sia. Beberapa hari dia bayangkan dan cukup gembira ketika Doctor membungkusnya dalam jubah seperti yang dikenakannya dan memberinya sepasang kulit lembut yang hangat untuk kakinya. Sesaat kemudian, tubuh mereka berdua terbungkus rapat dengan mantel sehingga hampir tidak dapat dikenali di lorong-lorong gelap, dan kaki mereka terbungkus sehingga nyaris tidak membuat suara, guru dan murid meninggalkan kamar.
Caspian mengikuti Doctor melalui banyak lorong dan naik beberapa lantai, dan akhirnya melalui pintu kecil di menara, mereka keluar ke bawah langit kelam. Di satu sisi ada lubang tembak, di sisi lain atap curam, di bawah mereka, berbayang dan kabur, kebun istana, di atas mereka bintang-bintang dan bulan. Saat itu mereka melangkah ke arah pintu lain, yang menuju menara utama yang terbesar di seluruh istana. Doctor Cornelius membuka pintu itu dan mereka mulai mendaki tangga menara yang curam dan gelap. Caspian semakin gembira, dia belum pernah diizinkan naik ke sini.
Tangga itu panjang dan curam, tapi ketika mereka mencapai atap menara dan Caspian sudah bisa bernapas normal lagi, dia merasa perjalanan itu pantas dilakukan. Jauh di sisi kemudian gurunya berkata, "Malam ini aku akan memberimu pelajaran Astronomi. Tengah malam, dua planet besar, Tarva dan Alambil, akan berpapasan dengan jarak hanya satu derajat dart satu sama lain. Konjungsi seperti itu tidak terjadi selama dua ratus tahun, dan Yang Mulia tidak akan hidup untuk melihatnya lagi, Lebih baik kau tidur lebih awal daripada biasanya. Ketika waktu konjungsi sudah dekat, aku akan datang dan membangunkanmu."
Ini sepertinya tidak ada hubungannya dengan Narnia Lama, yang sebenarnya ingin didengar Caspian, tapi bangun di tengah malam selalu menarik dan dia cukup gembira. Ketika tidur malam itu, awalnya dia berpikir dia tidak akan bisa tidur, tapi ternyata dia tidur dengan mudah dan sepertinya hanya beberapa menit berlalu sebelum dia merasakan seseorang mengguncangnya dengan lembut.
Dia duduk di tempat tidur dan melihal kamarnya penuh cahaya bulan. Doctor Cornelius, mengenakan jubah bertudung dan memegang lampu kecil, berdiri di samping tempat tidurnya. Caspian langsung ingat apa yang akan mereka lakukan. Dia bangkit dan berpakaian. Meskipun saat itu malam musim panas, dia merasa lebih kedinginan daripada yang dia bayangkan dan cukup gembira ketika Doctor membungkusnya dalam jubah seperti yang dikenakannya dan memberinya sepasang kulit lembut yang hangat untuk kakinya. Sesaat kemudian, tubuh mereka berdua terbungkus rapat dengan mantel sehingga hamper tidak dapat dikenali di lorong-lorong gelap, dan kaki mereka terbungkus sehingga nyaris tidak membuat suara, guru dan murid meninggalkan kamar.
The Chronicles Of Narnia 3 Pangeran Caspian Prince Caspian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Caspian mengikuti Doctor melalui banyak lorong dan naik beberapa lantai, dan akhirnya melalui pintu kecil di menara, mereka keluar ke bawah langit kelam. Di satu sisi ada lubang tembak, di sisi lain atap curam, di bawah mereka, berbayang dan kabur, kebun istana, di atas mereka bintang-bintang dan bulan. Saat itu mereka melangkah kearah pintu lain, yang menuju menara utama yang terbesar di seluruh istana. Doctor Cornelius membuka pintu itu dan mereka mulai mendaki tangga menara yang curam dan gelap. Caspian semakin gembira, dia belum pernah diizinkan naik ke sini.
Tangga itu panjang dan curam, tapi ketika mereka mencapai atap menara dan Caspian sudah bias bernapas normal lagi, dia meras
a perjalanan itu pantas dilakukan. Jauh di sisi kanannya dia bisa melihat, agak berbayang, Pegunungan Barat. Di sisi kirinya kilau Sungai Besar, dan semua begitu hening sehingga dia bisa mendengar suara air terjun di Beaversdam, yang berjarak satu mil dari sana. Tidak sulit menunjukkan dua bintang yang akan mereka lihat. Keduanya terletak berdekatan di langit selatan, terang sekali hampir seperti dua bulan kecil dan sangat dekat satu sama lain.
"Apakah mereka akan bertabrakan"" tanya Caspian dengan nada terpesona.
"Tidak, pangeran tersayang," kata Doctor (dan dia juga berbisik). "Penguasa di atas langit sangat mengenal langkah dansa mereka sehingga tidak akan bertabrakan. Pertemuan dua bintang itu melambangkan keberuntungan dan artinya akan ada kebaikan bagi keadaan Narnia yang menyedihkan. Tarva, Penguasa Kemenangan, memberi salam pada Alambil, Putri Perdamaian. Mereka sedang mencapai titik terdekatnya."
"Sayang sekali pepohonan menghalangi pandangan," kata Caspian. "Kita bisa melihat lebih baik dari Menara Barat, meskipun tidak begitu tinggi."
Doctor Cornelius terdiam selama dua menit, tapi berdiri diam dengan tatapan tetap pada Tarva dan Alambil. Kemudian dia menarik napas panjang dan menoleh ke arah Caspian.
"Itu," katanya. "Kau telah melihat apa yang belum pernah dilihat manusia yang hidup, dan tidak akan melihatnya lagi. Dan kau benar. Kita sebenarnya bisa melihatnya lebih baik dan menara yang lebih kecil. Aku membawamu ke sini karena alasan lain."
Caspian menatapnya, tapi Doctor menutupi sebagian besar wajahnya.
"Kelebihan menara ini," kata Doctor Cornelius, "adalah ada enam kamar kosong di bawah kita, tangga yang panjang, dan pintu di dasar tangga terkunci. Tidak ada yang bisa mencuri dengar kita."
"Apakah kau akan menceritakan padaku apa yang tidak mau kauceritakan waktu itu"" kata Caspian.
"Benar," kata Doctor. "Tapi ingat, kau dan aku tidak boleh membicarakan hal-hal ini kecuali di sini--di puncak Menara Utama."
"Baik. Aku berjanji," kata Caspian. "Tapi tolong lanjutkan ceritamu."
"Dengar," kata Doctor. "Semua yang kaudengar tentang Narnia Lama benar. Ini bukan Negeri Manusia. Ini negeri Aslan, negeri pohon berjalan dan naiad yang terlihat, negeri faun dan satyr, negeri dwarf dan raksasa, negeri dewa-dewa dan centaurus, negeri Hewan yang Bisa Berbicara. Melawan merekalah Caspian Pertama berperang. Kalian, bangsa Telmarinelah yang membisukan binatang-binatang, pepohonan, dan air mancur, dan membunuh serta mengusir dwarf dan faun, dan sekarang berusaha menghilangkan kenangan akan mereka, Raja tidak mengizinkan mereka dibicarakan."
"Oh, kuharap kita tidak melakukan itu," kata Caspian. "Dan aku senang itu semua benar, bahkan kalaupun sudah berakhir."
"Diam-diam banyak rasmu yang berharap demikian," kata Doctor Cornelius.
"Tapi, Doctor," kata Caspian, "kenapa kau berkata rasku" Kukira kau juga orang Telmarine. "
"Benarkah"" kata Doctor.
"Yah, paling tidak kau manusia," kata Caspian.
"Benarkah"" ulang Doctor dengan suara lebih dalam, di saat yang sama membuka tudungnya sehingga Caspian bisa melihat wajahnya dengan jelas di bawah terang bulan.
Caspian langsung menyadari yang sebenarnya dan merasa seharusnya dia sudah menyadari hal itu lama sebelumnya. Doctor Cornelius begitu kecil, begitu gemuk, dan memiliki janggut yang sangat panjang. Dua pikiran memasuki kepalanya pada saat yang sama. Satu adalah pikiran menakutkan--Dia bukan manusia sungguhan, bukan manusia sama sekali, dia dwarf, dan dia membawaku ke atas sini untuk membunuhku. Pikiran yang lain penuh kegembiraan--Masih ada dwarf sungguhan, dan akhirnya aku melihatnya.
"Jadi kau menebak juga akhirnya," kata Doctor Cornelius. "Atau menebaknya nyaris tepat. Aku bukan dwarf murni. Aku juga memiliki darah manusia. Banyak dwarf selamat perang besar dan terus hidup, mencukur janggut mereka dan memakai sepatu berhak tinggi dan berpura-pura jadi manusia. Mereka bercampur dengan kalian, bangsa Telmarine. Aku salah satu dari mereka, hanya setengah dwarf, dan kalau ada bagian dari bangsaku, dwarf murni, masih hidup entah di mana di dunia ini, tak ragu la
gi mereka akan membenciku dan menyebutku pengkhianat. Tapi selama bertahun-tahun ini kami tidak pernah melupakan bangsa kami sendiri dan semua makhluk Narnia yang berbahagia, dan hari-hari kebebasan yang telah lama hilang."
"Aku--aku ikut menyesal, Doctor," kata Caspian. "Itu bukan salahku, kau tahu, bukan""
"Aku tidak menceritakan semua ini untuk menyalahkanmu, pangeran tersayang," kata Doctor. "Kau bisa saja bertanya mengapa aku menceritakan semua ini. Tapi aku punya dua alasan. Pertama-tama, karena hatiku yang tua telah membawa rahasia ini begitu lama sehingga merasakannya jadi beban dan akan meledak kalau tidak menceritakannya padamu. Tapi yang kedua, karena ini: ketika kau menjadi Raja kau bisa membantu kami, karena aku tahu kau juga, meskipun seorang Telmarine, mencintai hal-hal lama."
"Memang, memang," kata Caspian. "Tapi bagaimana aku bisa membantu""
"Kau bisa bersikap baik pada sisa-sisa bangsa dwarf, seperti diriku. Kau bisa mengumpulkan penyihir terpelajar dan mencoba mencari cara membangunkan pohon-pohon sekali lagi. Kau bisa mencari di semua anak sungai dan alam liar untuk melihat apakah ada faun, binatang yang bisa bicara, atau dwarf yang mungkin masih hidup dalam persembunyian."
"Kaupikir masih ada"" tanya Caspian penuh semangat.
"Aku tidak tahu--aku tidak tahu," kata Doctor sambil mengembuskan napas panjang.
"Kadang-kadang aku khawatir itu tidak mungkin. Aku telah mencari-cari jejak mereka seumur hidupku. Kadang-kadang aku merasa mendengar suara drum dwarf di pegunungan. Kadang-kadang, di malam hari, dalam hutan, kupikir aku melihat faun dan satyr berdansa di kejauhan, tapi ketika aku mendatangi tempat itu, tidak pernah ada apa pun di sana. Aku sering merasa putus asa, tapi selalu ada yang terjadi dan membuatku mulai berharap lagi. Aku tidak tahu. Tapi paling tidak kau bisa mencoba menjadi raja seperti Raja Agung Peter di zaman lampau, dan tidak seperti pamanmu."
"Kalau begitu kisah Raja dan Ratu itu juga benar, dan tentang Penyihir Putih"" kata Caspian.
"Tentu saja benar," kata Cornelius. "Masa pemerintahan mereka adalah Zaman Emas Narnia dan negeri ini tidak pernah melupakannya."
"Apakah mereka tinggal di istana ini, Doctor""
"Tidak, sayangku," kata pria tua itu. "Istana ini baru dibangun. Kakek buyutmu membangunnya. Tapi ketika kedua Putra Adam dan kedua Putri Hawa dijadikan Raja dan Ratu Narnia oleh Aslan sendiri, mereka tinggal di istana Cair Paravel. Tidak ada manusia hidup yang pernah melihat tempat suci ini dan mungkin bahkan reruntuhannya pun sekarang telah hilang. Tapi kami percaya letaknya jauh dari sini, di muara Sungai Besar, di tepi pantai."
"Uh!" kata Caspian sambil gemetar. "Maksudmu Hutan Hitam" Tempat semua semua--kau tahu, hantu tinggal""
"Yang Mulia bicara seperti yang telah diajarkan kepadanya," kata Doctor. "Tapi semua itu bohong. Tidak ada hantu di sana. Kisah itu diciptakan bangsa Telmarine. Raja-raja kalian takut pada laut karena mereka tidak bisa melupakan semua cerita bahwa Aslan datang dari laut. Mereka tidak ingin mendekati laut dan tidak ingin ada yang mendekatinya. Jadi mereka membiarkan hutan tumbuh untuk memisahkan rakyat mereka dari pantai. Tapi karena mereka memusuhi pepohonan, mereka takut pada hutan. Dan karena mereka takut pada hutan, mereka membayangkan hutan penuh hantu. Dan Raja-raja serta orang-orang besar, membenci laut dan hutan, setengah memercayai kisah-kisah ini, dan setengah menyebarkannya. Mereka merasa lebih aman kalau tidak ada rakyat Narnia yang berani pergi ke pantai dan melihat lautan--ke arah pulau Aslan, pagi hari, dan sisi timur dunia."
Hening beberapa saat. Kemudian Doctor Cornelius berkata, "Mari. Kita sudah cukup lama berada di sini. Sudah saatnya turun dan tidur."
"Haruskah"" tanya Caspian. "Aku ingin terus membicarakan ini selama berjam-jam."
"Mungkin akan ada yang mencari kita kalau kita melakukan itu," kata Doctor Cornelius.
BAB LIMA Petualangan Caspian di Gunung
SETELAH itu, Caspian dan gurunya sering mengadakan pembicaraan rahasia di puncak Menara Utama, dan di tiap pembicaraan Caspian belajar semakin banyak tentang Narnia
Lama. Dia berpikir, bermimpi tentang hari-hari yang telah lewat, dan menginginkan hari-hari itu kembali, mengisi semua waktu luangnya, Tapi tentu saja dia tidak punya banyak waktu untuk diluangkan, karena sekarang pendidikannya mulai serius. Dia belajar adu pedang, berenang dan menyelam, bagaimana memanah
dan memainkan alat musik recorder serta theorbo, bagaimana memburu rusa dan menjagalnya ketika telah mati, selain kosmografi, retorika, ilmu ketentaraaan, ilmu bahasa, dan tentu saja sejarah, dengan sedikit hukum, fisika, alkemi, dan astronomi. Tentang sihir, Caspian hanya belajar teorinya, karena menurut Doctor Cornelius praktiknya bukan pelajaran yang tepat bagi seorang pangeran. "Dan aku sendiri," tambah Doctor, "hanya penyihir yang sangat tidak sempurna dan hanya bisa melakukan eksperimen yang paling sederhana." Tentang navigasi ("Yang merupakan seni yang terhormat serta heroik," kata Doctor) Caspian sama sekali tidak diajari apa pun, karena Raja Miraz tidak menyetujui keberadaan perahu dan laut.
Caspian juga belajar banyak dengan menggunakan mata serta telinganya sendiri. Sebagai anak kecil dia sering bertanya-tanya mengapa dia tidak menyukai bibinya, Ratu Prunaprismia, dia sekarang tahu itu karena sang ratu juga tidak menyukainya. Dia juga mulai melihat bahwa Narnia bukan negeri yang bahagia. Pajak tinggi, hukum terlalu keras, dan Miraz pria yang jahat.
Setelah beberapa tahun datang saat ketika Ratu sepertinya sakit dan ada banyak kesibukan dan keributan tentang ini dalam istana. Dokter-dokter datang serta pelayan-pelayan berbisik-bisik. Saat itu awal musim panas. Dan suatu malam, sementara semua kesibukan ini terjadi, Caspian tiba-tiba dibangunkan Doctor Cornelius setelah tidur beberapa jam.
"Apakah kita akan belajar astronomi, Doctor"" tanya Caspian.
"Sstt!" kata Doctor. "Percayalah padaku dan lakukan tepat seperti yang diperintahkan padamu. Pakai semua pakaianmu, kau akan melakukan perjalanan panjang."
Caspian sangat terkejut, tapi dia telah belajar untuk memercayai gurunya dan langsung mulai melakukan apa yang diperintahkan padanya. Ketika dia selesai berpakaian, Doctor berkata, "Aku punya kantong untukmu. Kita harus masuk ke ruang sebelah dan mengisinya dengan makanan dari meja Yang Mulia."
"Pelayanku ada di sana," kata Caspian.
"Mereka tidur nyenyak dan tidak akan bangun," kata Doctor. "Aku penyihir yang payah tapi paling tidak aku bisa membuat orang tertidur."
Mereka masuk ke ruang sebelah dan di sana, tentu saja, ada dua pelayan, terkapar di kursi dan mendengkur keras. Doctor Cornelius cepat-cepat memotong sisa ayam dingin dan beberapa potong daging sapi dan memasukkan semua, juga roti, beberapa buah apel, dan sebotol kecil anggur, ke kantong yang kemudian diberikannya pada Caspian. Kantong itu dibawa dengan menggantungkan tali pada bahu Caspian, seperti ransel yang kaugunakan untuk membawa buku-buku ke sekolah.
"Kau membawa pedangmu"" tanya Doctor.
"Ya," kata Caspian.
"Kalau begitu pakai mantel ini di atas semuanya untuk menyembunyikan pedang dan kantong itu. Benar. Dan sekarang kita harus pergi ke Menara Utama dan bicara."
Ketika mereka telah mencapai puncak menara (saat itu malam berawan, sama sekali berbeda dengan malam ketika mereka melihat konjungsi Tarva dan Alambil) Doctor Cornelius berkata, "Pangeran tersayang, kau harus meninggalkan istana sekarang juga dan mencari peruntunganmu di dunia luar. Hidupmu terancam di sini."
"Kenapa"" tanya Caspian.
"Karena kaulah Raja Narnia yang sejati: Caspian Kesepuluh, putra kandung dan ahli waris Caspian Kesembilan. Panjang umur Yang Mulia"--dan tiba-tiba, membuat Caspian sangat terkejut, pria kecil itu berlutut pada sebelah kakinya dan mencium tangannya.
"Apa arti semua ini" Aku tidak mengerti," kata Caspian.
"Aku heran kau tidak pernah bertanya padaku sebelumnya," kata Doctor, "mengapa, meskipun kau putra Raja Caspian, kau sendiri bukan Raja Caspian. Semua orang kecuali Yang Mulia tahu bahwa Miraz pengkhianat. Ketika dia mulai memerintah dia bahkan tidak berpura-pura jadi raja: dia menyebut dirinya Lord Pelindung. Tapi ketika ibu Yang Mulia m
eninggal, Ratu yang baik dan satu-satunya Telmarine yang memperlakukanku dengan baik, satu persatu, semua bangsawan baik yang mengenal ayahmu, meninggal atau menghilang. Bukan karena kecelakaan. Miraz menyingkirkan mereka. Belisar dan Uvilas terkena panah saat berburu: kecelakaan, tentu saja. Semua anggota keluarga bangsawan Passarid dikirim untuk melawan raksasa di perbatasan utara sampai satu persatu meninggal. Arlian, Erimon, dan selusin yang lain dieksekusi dengan alasan pengkhianatan atau tuduhan palsu. Kedua kakak-beradik Beaversdam ditahan dengan tuduhan gila. Dan akhirnya dia membujuk tujuh bangsawan, sisa orang Telmarine yang tidak takut laut, untuk berlayar dan mencari tanah baru di balik Lautan Timur, dan seperti yang diinginkannya, mereka tidak pernah kembali. Dan ketika tidak ada yang tinggal untuk bicara padamu, pendukungnya (seperti yang dia perintahkan pada mereka) mulai membujuknya untuk menjadi Raja. Dan tentu saja itu yang dilakukannya."
"Apakah maksudmu sekarang dia juga ingin membunuhku"" kata Caspian.
"Itu hampir pasti," kata Doctor Cornelius.
"Tapi kenapa sekarang"" kata Caspian. "Maksudku, kenapa dia tidak melakukannya dulu kalau memang ingin melakukannya" Dan kerugian apa yang telah kulakukan padanya""
"Dia telah mengubah pikirannya tentang dirimu karena sesuatu yang baru terjadi dua jam yang lalu. Ratu melahirkan anak laki-laki."
"Aku tidak melihat apa hubungannya," kata Caspian.
"Tidak melihat!" teriak Doctor. "Apakah semua pelajaranku dalam sejarah dan politik tidak mengajarmu lebih dari itu" Dengar. Selama dia tidak punya anak sendiri, dia mau menerima bahwa kau akan jadi raja setelah dia meninggal. Dia mungkin tidak terlalu memedulikanmu, tapi dia lebih suka kau yang naik takhta daripada orang asing. Sekarang dia punya putra sendiri dia pasti ingin putranya yang akan jadi raja berikut. Kau menghalangi jalannya. Dia akan menyingkirkanmu."
"Apakah dia sejahat itu"" kata Caspian. "Apakah dia benar-benar akan membunuhku""
"Dia membunuh ayahmu," kata Doctor Cornelius.
Caspian merasa sangat sedih dan tidak mengatakan apa-apa.
"Aku bisa menceritakan semuanya padamu," kata Doctor. "Tapi tidak sekarang. Tidak ada waktu. Kau harus langsung pergi."
"Kau akan ikut aku"" kata Caspian.
"Aku tidak berani," kata Doctor. "Itu akan semakin membahayakanmu. Dua orang lebih mudah dicari daripada satu orang. Pangeran tersayang, Raja Caspian tersayang, kau harus sangat berani. Kau harus pergi sendiri saat ini juga. Berusahalah melintasi perbatasan selatan ke istana Raja Nain di Archenland. Dia akan baik padamu."
"Apakah aku akan bertemu lagi denganmu"" kata Caspian dengan suara gemetar.
"Aku harap begitu, Raja tersayang," kata Doctor. "Satu-satunya teman yang kumiliki di dunia luas ini adalah Yang Mulia. Dan aku punya sedikit sihir. Tapi saat ini, kecepatan adalah segalanya. Ini dua hadiah sebelum kau pergi. Ini sekantong kecil emas--sayang sekali, semua harta dalam istana ini seharusnya hakmu. Dan ini sesuatu yang lebih baik."
Dia meletakkan dalam tangan Caspian sesuatu yang hampir tidak bisa dilihatnya tapi dia tahu, karena merasakannya, bahwa itu terompet.
"Itu," kata Doctor Cornelius, "adalah harta paling besar dan suci di Narnia. Banyak teror yang kualami, banyak mantra yang kuucapkan, untuk menemukannya ketika aku masih muda. Ini terompet ajaib milik Ratu Susan sendiri yang ditinggalkannya ketika dia menghilang dari Narnia di akhir Zaman Emas. Katanya siapa pun yang meniupnya akan mendapat pertolongan aneh--tidak ada yang tahu seberapa aneh. Mungkin terompet ini punya kekuatan untuk memanggil Ratu Lucy, Raja Edmund, Ratu Susan, dan Raja Agung Peter sendiri kembali dari masa lalu, dan mereka akan memperbaiki keadaan. Mungkin terompet ini bisa memanggil Aslan sendiri. Bawalah, Raja Caspian: tapi jangan gunakan kecuali dalam keadaan paling terdesak. Dan sekarang, cepat, cepat, cepat. Pintu kecil di dasar Menara, pintu ke kebun, tidak terkunci. Di sana kita harus berpisah."
"Apakah aku bisa membawa kudaku, Destrier"" kata Caspian.
"Dia sudah dipelanai dan menunggumu tepat di sudut kebun."
Sela ma perjalanan panjang menuruni tangga curam, Cornelius membisikkan banyak lagi petunjuk dan saran. Hati Caspian mengerut takut, tapi dia berusaha mengingat semuanya. Kemudian sampailah saat menghirup udara segar kebun, jabat tangan erat dengan Doctor, lari menyeberangi halaman, ringkik selamat datang dari Destrier, dan pergilah Raja Caspian Kesepuluh dari istana pendahulunya. Saat menoleh ke belakang, dia melihat kembang api dinyalakan untuk merayakan kelahiran pangeran yang, baru.
Sepanjang malam dia berkuda ke selatan,, memilih jalan kecil dan jalur yang sulit melalui hutan selama dia berada di daerah yang diketahuinya, tapi setelah itu dia terus memakai jalan raya. Destrier sama bersemangatnya dengan penunggangnya saat melakukan perjalanan yang tidak biasa ini, dan Caspian, meskipun air matanya merebak ketika mengucapkan selamat berpisah pada Doctor Cornelius, merasa berani, juga gembira, memikirkan dirinya Raja Caspian yang berkuda mencari petualangan, dengan pedangnya pada pinggang kirinya dan terompet ajaib Ratu Susan di pinggang kanannya. Tapi ketika fajar tiba, dengan hujan rintik, dan dia melihat ke sekelilingnya dan melihat
di sisi mana pun ada hutan tak dikenal, semak liar, dan pegunungan biru, Caspian memikirkan betapa besar dan asingnya dunia, lalu merasa takut serta kecil.
Begitu hari terang, dia meninggalkan jalan dan menemukan tempat terbuka yang berumput di tengah hutan, tempat dia bisa istirahat. Dia melepaskan kekang Destrier dan membiarkan kuda itu merumput. Dia sendiri makan sedikit ayam dingin dan minum sedikit anggur, kemudian jatuh tertidur. Hari telah sore ketika dia bangun. Dia makan sepotong daging dan melanjutkan perjalanan, masih ke arah selatan, mengikuti jalan yang jarang dilewati. Sekarang dia berada di perbukitan, naik dan turun, tapi selalu lebih sering naik daripada turun. Dari setiap puncak bukit dia bisa melihat gunung tampak semakin besar dan gelap di depan. Saat malam turun, dia berkuda di lembah yang lebih rendah. Angin bertiup. Tak lama kemudian hujan deras turun. Destrier menjadi gelisah. Guntur menggelegar di angkasa. Sekarang mereka memasuki hutan pinus yang gelap dan sepertinya tanpa akhir, dan semua kisah yang Caspian dengar tentang pohon-pohon tidak ramah pada manusia memenuhi pikirannya. Dia ingat bahwa dia, di luar segalanya, adalah orang Telmarine, salah satu ras yang memotong pohon kapan pun mereka bisa dan menjadi musuh makhluk-makhluk liar, dan meskipun dia sendiri tidak seperti orang Telmarine lain, pohon-pohon tidak bisa diharapkan mengetahui hal ini.
Dan memang begitu. Angin bertiup kencang, hutan berderum dan berderak di sekelilingnya. Terdengar dentuman. Sebatang pohon tumbang melintang di tengah jalan tepat di belakangnya. "Tenang, Destrier, tenang!" kata Caspian, menepuk-nepuk leher kudanya. Tapi dia sendiri gemetar dan tahu dia baru saja lolos dari kematian. Kilat menyambar dan derakan guntur seperti membelah langit menjadi dua di depan mereka. Destrier terlompat dan lari kencang-kencang. Caspian penunggang yang baik, tapi tidak punya tenaga untuk menahan laju kudanya. Dia mempertahankan duduknya, tapi tahu hidupnya berada di ujung tanduk selama pacuan liar yang terjadi kemudian. Pohon demi pohon muncul di depan mereka dalam cahaya senja dan dihindari tepat pada saatnya. Kemudian, nyaris terlalu tiba-tiba untuk terasa sakit (tapi dia tetap merasa sakit) sesuatu menghantam dahi Caspian dan dia tidak sadar lagi.
Ketika sadar dia menemukan dirinya terbaring di tempat dengan penerangan api dengan tubuh memar-memar dan sakit kepala parah. Suara-suara pelan bicara di dekatnya.
"Dan sekarang," kata satu suara, "sebelum dia bangun kita harus memutuskan apa yang akan dilakukan padanya."
"Bunuh dia," kata suara lain. "Kita tidak bisa membiarkan dia hidup. Dia akan mengkhianati kita."
"Kita seharusnya langsung membunuhnya, kalau tidak membiarkannya di sana," kata suara ketiga. "Kita tidak bisa membunuhnya sekarang. Tidak setelah kita membawanya ke sini, memerban kepalanya, dan sebagainya. Itu sama saja membunuh tamu."
"Tuan-tuan," kata Caspian dengan suara lemah,
"apa pun yang kalian lakukan padaku, kuharap kalian akan berbaik hati pada kudaku yang malang."
"Kudamu telah lari lama sebelum kami menemukanmu," kata suara pertama--suara yang sangat dalam dan kasar, menurut pendengaran Caspian sekarang.
"Nah, sekarang jangan biarkan dia membujuk kalian dengan kata-kata manisnya," kata suara kedua. "Menurutku tetap--"
"Terompet dan jenggot!" teriak suara ketiga. "Tentu saja kita tidak akan membunuhnya. Malulah, Nikabrik. Apa yang kaukatakan, Trufflehunter" Apa yang harus kita lakukan padanya""
"Aku akan memberinya minum," kata suara pertama, mungkin suara Trufflehunter. Bayangan gelap mendekat ke tempat tidur. Caspian merasakan tangan diselipkan dengan lembut ke bawah bahunya--kalau itu memang tangan. Bentuknya entah kenapa terasa salah, Wajah yang membungkuk di atasnya juga terasa salah. Dia merasa wajah itu sangat berbulu dan hidungnya sangat panjang, dan ada tanda putih yang aneh di kedua sisinya. Ini pasti sejenis topeng, pikir Caspian. Atau mungkin aku demam dan hanya membayangkan semua ini. Gelas penuh sesuatu yang manis dan panas didekatkan pada bibirnya dan Caspian minum. Saat itu salah satu dari dua makhluk lain tersebut menusuk api. Bunga api meloncat dan Caspian nyaris berteriak kaget karena cahaya api yang mendadak itu menerangi wajah yang menatapnya. Itu bukan wajah manusia, tapi musang, meskipun lebih besar, bersahabat, dan cerdas daripada wajah musang mana pun yang pernah dilihatnya. Dan musang itu jelas bisa bicara. Caspian juga melihat bahwa dia berbaring pada ranjang dari dedaunan dalam gua. Di samping api, duduk dua pria kecil berjanggut, jauh lebih liar, pendek, berambut, dan gemuk daripada Doctor Cornelius sehingga Caspian langsung tahu mereka dwarf sejati, dwarf kuno tanpa setetes pun darah manusia dalam pembuluh mereka. Dan Caspian tahu dia telah menemukan Narnia Lama akhirnya, Kemudian kepalanya mulai berputar lagi.
Dalam beberapa hari kemudian dia belajar mengenali nama-nama mereka. Musang itu bernama Trufflehunter. Dialah yang paling tua dan baik hati dari tiga sekawan itu. Dwarf. yang ingin membunuh Caspian adalah Dwarf' Hitam yang pemarah (itu karena rambut dan janggutnya semua hitam, tebal, dan kaku seperti surai kuda). Namanya Nikabrik. Dwarf yang lain adalah Dwarf Merah dengan rambut seperti bulu rubah, dan namanya Trumpkin.
"Dan sekarang," kata Nikabrik di malam pertama ketika Caspian cukup sehat untuk duduk dan ikut bicara, "kita masih harus memutuskan apa yang harus dilakukan pada
manusia ini. Kalian berdua berpikir telah melakukan kebaikan dengan melarang aku membunuhnya. Tapi kurasa akibatnya adalah kita harus menjadikannya tawanan seumur hidup, Aku jelas tidak akan membiarkannya pergi hidup-hidup--untuk kembali kepada bangsanya dan mengkhianati kita semua."
"Demi bantal dan guling! Nikabrik," kata Trumpkin. "Kenapa kau harus bicara begitu jahat" Bukan salah makhluk ini kepalanya terhantam pohon di luar liang kita. Dan kurasa dia bukan pengkhianat."
"Menurutku," kata Caspian, "kalian belum tahu apakah aku ingin kembali. Aku tidak ingin kembali. Aku ingin tinggal bersama kalian--kalau kalian mengizinkan. Aku sudah mencari makhluk-makhluk seperti kalian seumur hidupku."
"Itu tidak mungkin," geram Nikabrik. "Kau Telmarine dan manusia, bukan" Tentu saja kau ingin kembali kepada kaummu."
"Yah, meskipun ingin, aku tidak bisa melakukannya," kata Caspian. "Aku lari menyelamatkan hidupku ketika mengalami kecelakaan itu. Raja ingin membunuhku. Kalau kau membunuhku, kau melakukan hal yang akan membuatnya senang."
"Wah, wah," kata Trufflehunter, "kau tidak menceritakannya!"
"Eh!" kata Trumpkin. "Apa" Apa yang kaulakukan, Manusia, sehingga kemarahan Miraz ditimpakan padamu di usia begini muda""
"Dia pamanku," kata Caspian memulai, tapi Nikabrik melompat sambil memegang belatinya.
"Nah!" teriaknya. "Bukan hanya Telmarine, tapi keluarga dekat dan pewaris musuh besar kita. Apakah kalian masih cukup gila untuk membiarkan makhluk ini hidup"" Dia pasti sudah menusuk Caspian di sana-sini, kalau si musang dan Trumpkin tidak menghalangi dan memaksanya kem
bali duduk lalu memeganginya.
"Sekarang, Nikabrik," kata Trumpkin. "Apakah kau bisa menguasai dirimu sendiri, atau apakah Trufflehunter dan aku harus duduk di atas kepalamu""
Dengan muram Nikabrik berjanji untuk menahan nahan diri, dan yang lain menyuruh Caspian menceritakan semuanya. Ketika Caspian telah menyelesaikan ceritanya, ada sesaat keheningan.
"Ini hal paling aneh yang pernah kudengar," kata Trumpkin.
"Aku sama sekali tidak menyukainya," kata Nikabrik. "Aku tidak tahu cerita-cerita tentang kita masih dikisahkan di antara manusia. Semakin sedikit yang tahu tentang kita semakin baik. Perawat tua itu. Dia lebih baik menjaga mulutnya. Dan semua itu tercampur-campur dengan guru itu: dwarf pengkhianat. Aku benci mereka. Aku lebih membenci mereka daripada manusia. Dengar kata-kataku--tidak ada hal baik yang bisa mereka lakukan."
"Jangan bicara tentang hal-hal yang tidak kau mengerti, Nikabrik," kata Trufflehunter. "Kalian dwarf sama pelupa dan sering berubahnya dengan manusia. Aku binatang, memang, dan seekor musang tepatnya. Kami tidak berubah. Kami terus bertahan. Menurutku akan ada hal baik yang terjadi. Yang ada di sini, inilah Raja Narnia yang sejati. Dan kami para binatang ingat, bahkan kalau dwarf lupa, bahwa Narnia tidak pernah tenteram, kecuali saat Putra Adam menjadi Raja."
"Demi siulan dan gasing! Trufflehunter," kata Trumpkin. "Maksudmu kau rela memberikan negeri ini pada manusia""
"Aku tidak bilang begitu," jawab si musang. "Ini bukan negeri manusia (Siapa yang lebih tahu tentang itu daripada aku" ) tapi negeri untuk diperintah Raja Manusia. Kami musang punya ingatan cukup panjang untuk tahu itu. Wah, berkatilah kita semua, bukankah Raja Agung Peter itu manusia""
"Apakah kau percaya semua kisah lama itu"" kata Trumpkin.
"Menurutku, kami tidak berubah, kami binatang," kata Trufflehunter. "Kami tidak lupa. Aku percaya Raja Agung Peter dan yang lain pernah bertakhta di Cair Paravel, sama seperti aku percaya pada Aslan sendiri."
"Sama seperti itu, memang," kata Trumpkin "Tapi siapa yang percaya pada Aslan sekarang""
"Aku percaya," kata Caspian. "Dan kalau aku belum memercayainya, sekarang aku percaya. Di antara kalangan manusia dulu, orang-orang yang menertawakan Aslan akan menertawakan kisah-kisah tentang Hewan yang Bisa Berbicara dan dwarf. Kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah ada makhluk seperti Aslan Tapi kemudian kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah ada makhluk-makhluk seperti kalian. Dan inilah kalian."
"Benar," kata Trufflehunter. "Kau benar, Raja Caspian. Dan selama kau jujur mendukung Narnia Lama, kau akan jadi rajaku, tak peduli apa kata mereka. Panjang umur Yang Mulia,"
"Kau membuatku muak, Musang," geram Nikabrik. "Raja Agung Peter dan yang lain mungkin manusia, tapi mereka manusia yang berbeda. Yang satu ini Telmarine terkutuk, Dia berburu binatang untuk olahraga. Bukankah begitu"" tambahnya, tiba-tiba berbalik kearah Caspian.
"Yah, sejujurnya, memang pernah," kata Caspian. "Tapi mereka bukan Hewan yang Bisa Berbicara."
"Sama saja," kata Nikabrik.
"Tidak, tidak, tidak," kata Trufflehunter. "Kau tahu itu tidak sama. Kau tahu bahwa binatang-binatang di Narnia saat ini berbeda dan tidak lebih daripada makhluk bodoh tanpa kehendak, sama seperti yang kautemukan di Calormen atau Telmar. Mereka juga lebih kecil. Mereka jauh berbeda dengan kami sama seperti setengah dwarf berbeda dengan kalian."
Pembicaraan masih berlanjut panjang, tapi semua berakhir dengan persetujuan bahwa Caspian harus tinggal dan bahkan dengan janji bahwa, begitu dia bisa keluar, dia akan diajak untuk menemui apa yang disebut Trumpkin "yang lain", karena ternyata di bagian liar ini berbagai makhluk dari Narnia Lama masih hidup dalam persembunyian.
BAB ENAM Mereka Yang Tinggal dalam Persembunyian
SEKARANG mulailah masa-masa paling menyenangkan bagi Caspian. Suatu pagi musim panas yang cerah ketika embun masih menutupi rumput, dia berangkat bersama si musang dan kedua dwarf, masuk jauh ke hutan mendaki ke punggung pegunungan dan turun ke lembah sebelah selatan yang diterangi matahari, tempat mereka bisa melihat
ke seberang ke dunia hijau Archenland.
"Pertama-tama kita akan pergi ke tiga beruang gendut," kata Trumpkin.
Mereka mencapai tanah lapang di tengah hutan dan mendekati pohon ek tua yang berlubang dan ditutupi lumut, dan Trufflehunter mengetuk batang pohon itu tiga kali dengan cakarnya tapi tidak ada jawaban. Kemudian dia mengetuk lagi dan ada semacam suara berat dari dalam dan berkata, "Pergi. Belum saatnya bangun." Tapi ketika dia mengetuk untuk ketiga kalinya ada suara seperti gempa bumi kecil dari dalam pohon dan sejenis pintu terbuka lalu keluarlah tiga beruang coklat, sangat gemuk dan mengerjapkan mata mereka yang kecil. Dan ketika semua telah dijelaskan pada mereka (yang butuh waktu lama karena mereka sangat mengantuk) mereka berkata, tepat seperti yang telah dikatakan Trufflehunter, bahwa Putra Adam harus menjadi Raja Narnia dan semua mencium Caspian ciuman mereka sangat basah dan penuh dengusan dan menawarinya madu. Caspian tidak terlalu ingin madu, tanpa roti, dalam waktu sepagi ini, tapi dia merasa harus bersikap sopan dan menerimanya. Butuh waktu lama sebelum dia bisa membersihkan diri dari madu yang lengket itu.
Setelah itu mereka berjalan lagi sampai berada di antara pohon beech yang tinggi dan Trufflehunter memanggil-manggil, "Patterwig! , Patterwig! Patterwig!" dan hampir seketika itu juga, melompat-lompat dari cabang ke cabang sampai tepat berada di atas kepala mereka, datang bajing merah paling menakjubkan yang pernah dilihat Caspian. Bajing itu jauh lebih besar daripada bajing biasa yang bodoh yang kadang Caspian lihat di kebun istana, memang bajing itu hampir seukuran anjing terrier dan begitu melihat wajahnya kau langsung tahu dia bisa bicara. Tapi ternyata kesulitannya adalah membuatnya berhenti bicara, karena, seperti semua bajing, dia senang merepet. Dia langsung menerima Caspian dan bertanya apakah Caspian ingin kacang dan Caspian bilang terima kasih, dia mau. Tapi saat Patterwig pergi untuk mengambil kacang itu, Trufflehunter berbisik di telinga Caspian, "Jangan lihat. Lihat ke arah lain. Kaum bajing menganggap sangat tidak sopan melihat mereka pergi ke tempat penyimpanan atau kelihatan seolah kau ingin tahu di mana tempatnya." Kemudian Patterwig kembali membawa kacang dan Caspian memakannya setelah itu Patterwig bertanya apakah dia bisa membawa pesan kepada teman-teman yang lain. "Karena aku bisa pergi ke mana pun tanpa harus menginjakkan kaki di tanah," katanya. Trufflehunter dan kedua dwarf berpendapat ini ide yang sangat bagus dan memberi Patterwig pesan pada berbagai orang dengan nama-nama aneh, memberitahu mereka semua supaya datang ke pesta dan rapat di Dancing Lawn saat tengah malam tiga hari lagi. "Dan lebih baik kau memberitahu ketiga beruang juga," tambah Trumpkin. "Kami lupa memberitahu ini pada mereka."
Kunjungan mereka yang berikut adalah kepada Tujuh Saudara Shuddering Wood. Trumpkin memimpin jalan kembali ke punggung pegunungan kemudian menurun ke lembah sebelah utara sampai mereka mencapai tempat yang sangat damai di antara bebatuan dan pepohonan fir. Mereka berjalan setenang mungkin dan saat itu Caspian bisa merasakan tanah bergetar di bawah kakinya seolah ada yang sedang memalu jauh di bawahnya. Trumpkin mendekati batu datar berukuran kira-kira sama dengan puncak tong air, dan menginjaknya kuat-kuat. Setelah jeda lama batu itu digerakkan oleh seseorang atau sesuatu di bawah sana, dan ada lubang bundar gelap yang mengeluarkan banyak uap serta hawa panas dan di tengah lubang itu muncul kepala dwarf yang sangat mirip Trumpkin sendiri. Ada pembicaraan panjang di sana dan si dwarf sepertinya jauh lebih curiga daripada si bajing atau ketiga beruang, tapi akhirnya seluruh rombongan di undang turun. Caspian menemukan dirinya menuruni tangga gelap masuk ke tanah, tapi ketika dia mencapai dasarnya dia melihat cahaya. Itu cahaya tungku perapian. Seluruh tempat itu merupakan bengkel pandai besi. Uap dari panas bawah tanah tampak di satu sisi ruangan. Dua dwarf berada di bawah, satu lagi sedang memegang sepotong besi merah panas pada tungku dengan sepasang capit, dwarf keempat sedang
memalunya, dan dua dwarf lagi, membersihkan tangan kecil mereka yang kuat pada kain berminyak, maju untuk menemui para pengunjung. Butuh beberapa lama untuk membuat mereka yakin bahwa Caspian sahabat bukan musuh, tapi ketika telah yakin, mereka semua berteriak--"Panjang umur Raja" dan hadiah mereka sangat indah--baju rantai besi, helm, dan pedang untuk Caspian, Trumpkin, serta Nikabrik. Si musang akan diberikan benda yang sama kalau dia mau, tapi dia berkata dia binatang--dan memang begitu--dan kalau cakar serta giginya tidak bisa menjaga dirinya, anggota tubuh itu tidak ada gunanya. Pengerjaan peralatan itu jauh lebih halus daripada hasil pengerjaan mana pun yang pernah dilihat Caspian. Dengan gembira dia menerima pedang buatan dwarf yang lebih bagus daripada pedangnya sendiri, yang kelihatan--bila dibandingkan--seringkih pedang mainan dan secanggung tongkat. Ketujuh kakak-beradik (yang semuanya Dwarf Merah) berjanji untuk datang ke pesta di Dancing Lawn.
Tidak terlalu jauh, pada anak sungai kering yang berbatu-batu, mereka mencapai gua lima Dwarf Hitam. Mereka menatap Caspian dengan curiga, tapi akhirnya yang tertua berkata, "Kalau dia musuh Miraz, kami mau menerimanya sebagai raja." Dan yang kedua berkata, "Haruskah kami pergi lebih jauh ke atas untuk kalian, jauh di tebing terjal" Ada satu atau dua ogre clan hag yang bisa kami perkenalkan padamu di sana."
"Jelas tidak," kata Caspian.
"Aku juga merasa lebih baik tidak," kata Trufflehunter. "Kita tidak ingin ada makhluk seperti itu di sisi kita." Nikabrik tidak menyetujui ini, tapi Trumpkin dan si musang mematahkan pendapatnya. Caspian terkejut menyadari bahwa makhluk-makhluk mengerikan dalam kisah lama, sama seperti makhluk-makhluk baik, masih punya keturunan di Narnia.
"Kita tidak akan mendapat dukungan Aslan kalau kita mengajak pengacau seperti itu," kata Trufflehunter ketika mereka sudah menjauh dari gua Dwarf Hitam.
"Oh, Aslan!" kata Trumpkin dengan nada gembira tapi juga menghina. "Yang lebih penting adalah kau tidak akan mendapat dukunganku."
"Apakah kau percaya adanya Aslan"" kata Caspian pada Nikabrik.
"Aku percaya pada siapa pun atau apa pun," kata Nikabrik, "yang bisa menghajar orang Telmarine barbar sialan ini jadi serpihan-serpihan kecil atau mengusir mereka dari Narnia. Siapa pun atau apa pun, Aslan atau si Penyihir Putih, mengerti""
"Diam, diam," kata Trufflehunter. "Kau tidak mengerti apa yang kaukatakan. Penyihir itu musuh yang lebih menakutkan daripada Miraz dan seluruh bangsanya."
"Tidak, bagi Dwarf dia tidak menakutkan," kata Nikabrik.
Kunjungan berikutnya sangat menyenangkan. Saat mereka berjalan turun, pegunungan membuka menjadi celah besar atau rekahan berhutan dengan sungai deras mengalir di dasarnya. Tanah terbuka dekat pinggiran sungai penuh bunga fox-gloves dan mawar liar, dan udara penuh lebah berdengung. Di sini Trufflehunter kembali memanggil, "Glenstorm! Glenstorm!" dan setelah jeda, Caspian mendengar suara kaki kuda. Suara itu semakin keras sehingga lembah itu bergetar dan akhirnya, mematahkan dan menginjak-injak ranting-ranting mati, muncul makhluk paling mulia yang pernah dilihat Caspian sejauh ini, Centaurus Glenstorm yang agung dan ketiga putranya. Tubuh kudanya berwarna cokelat kacang mengilap dan janggut yang menutupi dadanya yang bidang berwarna merah keemasan. Dia bisa melihat ke masa depan dan meramal dari kedudukan bintang sehingga tahu apa tujuan kedatangan mereka.
Kedele Maut 19 Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton Si Kangkung Pendekar Lugu 5
The Chronicles Of Narnia : Prince Caspian
(Pangeran Caspian) -C.S. Lewis BAB SATU Pulau SUATU hari hidup empat anak bernama Peter, Susan, Edmund, dan Lucy. Telah dikisahkan dalam buku lain berjudul Sang Singa, sang Penyihir, dan Lemari bagaimana mereka menjalani petualangan yang sangat menarik. Mereka membuka pintu lemari ajaib dan mendapati diri mereka dalam dunia yang cukup berbeda dari dunia kita, dan dalam dunia lain itu mereka menjadi Raja dan Ratu di negeri bernama Narnia. Saat berada di Narnia, sepertinya mereka bertakhta bertahun-tahun, tapi ketika kembali melalui pintu itu dan menemukan diri mereka berada di Inggris lagi, sepertinya tidak ada yang berubah sama sekali. Tidak ada yang menyadari mereka telah pergi, dan mereka tidak pernah bercerita pada siapa pun kecuali seorang tua yang sangat bijaksana.
Itu semua terjadi satu tahun yang lalu, dan sekarang keempat anak itu sedang duduk di sebuah bangku di stasiun kereta api dengan koper-koper dan kotak mainan tertumpuk di sekeliling mereka. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke sekolah. Mereka berangkat bersama sampai stasiun ini, yang merupakan persimpangan. Di sini, beberapa menit lagi, satu kereta akan tiba dan membawa anak-anak perempuan ke satu sekolah, lalu dalam waktu kira-kira setengah jam, kereta lain akan tiba dan anak-anak laki-laki akan berangkat ke sekolah lain. Bagian pertama perjalanan, saat mereka bersama, selalu terasa masih bagian dari liburan, tapi sekarang ketika akan saling mengucapkan selamat tinggal dan pergi ke arah yang berbeda, keempat anak itu merasa liburan benarbenar telah usai dan masa sekolah telah dimulai. Mereka semua agak murung dan tidak ada yang bisa mengatakan apa pun. Lucy akan pergi ke sekolah berasrama untuk pertama kalinya.
Stasiun itu stasiun desa yang sunyi dan sepi, nyaris tidak ada siapa pun di peron kecuali mereka. Tiba-tiba Lucy menjerit kecil seperti baru disengat lebah.
"Ada apa, Lu"" kata Edmund--kemudian tiba-tiba ia terloncat dan menjerit, "Auw!"
"Ada apa-" kata Peter memulai, kemudian dia juga tiba-tiba mengubah kata-kata yang akan diucapkannya. Dia malah berkata, "Susan, lepaskan! Apa yang kaulakukan" Kau menyeretku ke mana""
"Aku tidak menyentuhmu," kata Susan. "Malah ada yang menarikku. Oh--oh--oh--hentikan!"
Masing-masing memerhatikan bahwa wajah yang lain telah memucat.
"Aku juga merasakan yang sama," kata Edmund terengah-engah. "Seolah aku diseret. Tenaga tarikannya menakutkan sekali-uh! Mulai lagi."
"Aku juga," kata Lucy. "Oh, aku tidak tahan."
"Hati-hati!" teriak Edmund. "Semua berpegangan tangan dan jangan lepaskan. Ini sihiraku tahu dari rasanya. Cepat!"
"Ya," kata Susan. "Berpegangan. Oh, kuharap ini berhenti--oh!"
Saat berikutnya koper-koper, bangku, peron, dan stasiun menghilang. Keempat anak, berpegangan dan terengah-engah, menemukan diri mereka berdiri di tengah hutan lebat--hutan itu begitu rapat sehingga cabang-cabang menusuk mereka dan nyaris tidak ada tempat untuk bergerak. Mereka semua mengusap mata dan menarik napas panjang.
"Oh, Peter!" teriak Lucy. "Apakah mungkin kita sudah kembali ke Narnia""
"Ini bisa jadi tempat apa pun," kata Peter. "Aku tidak bisa melihat lebih dari satu meter dalam pepohonan ini. Ayo coba berjalan ke tempat terbuka--kalau ada."
Dengan sedikit kesulitan, dan terkena beberapa sengatan jelatang serta tusukan duri, mereka berjuang keluar dari pepohonan rimbun. Kemudian mereka mendapat kejutan lain. Semuanya menjadi lebih terang, dan setelah beberapa langkah mereka mendapati diri mereka di pinggir hutan, memandang ke arah pantai berpasir. Beberapa meter dari sana laut yang tenang menyapu pasir dengan ombak hampir tanpa suara. Tidak ada pulau di dekat sana dan tidak ada awan di langit. Matahari menandakan waktu kira-kira pukul sepuluh pagi, dan laut tampak biru indah. Mereka berdiri menghirup aroma laut.
"Wah!" kata Peter. "Ini sangat menyenangkan."
Lima menit kemudian mereka semua sudah melepas sepatu dan berjalan dalam air jernih yang dingin itu.
"Ini lebih baik daripada berada di atas kereta penuh dalam perjalanan kembali kepada bahasa Latin, baha
sa Prancis, dan Aljabar!" kata Edmund. Kemudian untuk waktu yang lama tidak ada yang bicara, anak-anak hanya membuat suara kecipak dan mencari-cari udang serta kepiting.
"Meskipun begitu," kata Susan akhirnya, "kupikir lebih baik kita membuat rencana. Kita pasti ingin makan sesuatu tidak lama lagi."
"Kita punya roti lapis yang dibuat Ibu untuk perjalanan tadi," kata Edmund. "Paling tidak aku membawa rotiku."
"Aku tidak," kata Lucy. "Rotiku ada dalam tas kecilku."
"Punyaku juga," kata Susan.
"Rotiku ada dalam saku mantelku, di pantai sana," kata Peter. "Itu artinya jatah dua orang untuk empat orang. Ini tidak akan terlalu menyenangkan."
"Saat ini," kata Lucy, "aku lebih ingin minum daripada makan."
Semua orang merasa haus, seperti yang biasa dirasakan setelah berjalan-jalan dalam air garam di bawah terik matahari.
"Rasanya seolah menjadi penumpang kapal karam," kata Edmund. "Dalam buku mereka selalu berhasil menemukan mata air yang jernih dan segar di pulau. Lebih baik kita mencarinya."
"Apakah itu berarti kita harus kembali ke dalam hutan lebat tadi"" tanya Susan.
"Sama sekali tidak," kata Peter. "Kalau ada sungai, biasanya mereka mengalir ke laut, dan kalau berjalan sepanjang pantai mungkin kita akan menemukannya."
Mereka sekarang kembali dan berjalan di atas pasir yang lembut dan basah, kemudian di atas pasir yang kering berbulir-bulir sehingga menusuk jari-jari kaki, dan mulai memakai kaus kaki serta sepatu mereka. Edmund dan Lucy ingin meninggalkan sepatu mereka dan meneruskan perjalanan dengan kaki telanjang, tapi Susan berkata ini hal gila. "Kita mungkin tidak akan menemukan sepatu itu lagi," katanya, "dan kalian pasti menginginkannya ketika malam datang dan udara menjadi dingin."
Ketika sudah bersepatu lagi, mereka mulai menelusuri pantai dengan laut di sisi kiri mereka dan hutan di sisi kanan. Kecuali sesekali teriakan burung camar, tempat itu sangat tenang. Hutan begitu rapat dan rimbun sehingga mereka hampir tidak dapat melihat ke dalamnya, dan memang tidak ada yang bergerak di dalamnya--tidak ada burung, atau bahkan serangga.
Kulit kerang, rumput taut, dan anemone, atau kepiting kecil dalam kolam batu tampak manis sekali, tapi kau akan segera bosan melihatnya kalau kau haus. Kaki anak-anak, setelah perubahan dari air dingin ke sepatu, terasa panas dan berat. Susan dan Lucy harus membawa Jas hujan mereka. Edmund telah meletakkan jas hujannya di bangku stasiun tepat sebelum sihir itu menguasai mereka, dan dia dan Peter bergantian membawa mantel Peter yang besar.
Saat itu pantai mulai membelok ke kanan. Kira-kira seperempat jam kemudian, setelah mereka melewati tonjolan batu yang berakhir di satu titik, belokan pantai itu semakin tajam. Sekarang mereka membelakangi laut yang mereka temukan ketika keluar dari hutan pertama kali, dan sekarang, kalau memandang ke depan, mereka bisa melihat di seberang air ada daratan lain, berhutan lebat seperti sisi yang sedang mereka periksa.
"Aku ingin tahu apakah itu pulau atau bagian dari daratan ini"" tanya Lucy.
"Entahlah," kata Peter, dan mereka meneruskan perjalanan dalam keheningan.
Pantai yang mereka jalani menjadi semakin dekat dengan daratan di seberang, dan setiap kali menjalani setiap tanjung, anak-anak berharap menemukan tempat kedua daratan itu bersatu. Tapi mereka kecewa. Mereka mencapai bebatuan yang harus mereka panjat dan dari puncaknya mereka bisa melihat cukup jauh ke depan dan--"Oh, sial!" kata Edmund, "tidak ada gunanya. Kita tidak akan bisa mencapai hutan di seberang sana. Kita berada di pulau!"
Memang benar. Di titik ini, selat di antara mereka dan daratan seberang hanya tiga puluh atau empat puluh meter lebarnya, tapi sekarang mereka bisa melihat itu tempat yang paling sempit. Setelah itu, pantai mereka sendiri berkelok ke kanan lagi dan mereka bisa melihat laut terbuka di antaranya dan daratan utama. Jelas mereka sudah berjalan lebih dari setengah putaran pulau itu.
"Lihat!" kata Lucy tiba-tiba. "Apa itu"" Dia menunjuk ke arah benda panjang keperakan yang seperti ular yang tergeletak di pantai.
"Sungai! Sungai!" teriak yang lain, dan,
meskipun lelah, mereka tidak membuang waktu untuk menuruni bebatuan itu dan berlari ke air yang segar. Mereka tahu air sungai yang lebih baik diminum ada jauh di atas, jauh dari pantai, jadi mereka langsung pergi ke tempat sungai itu keluar dari hutan. Pepohonan sangat rapat, tapi sungai membuat jalan di antara tebing tinggi berlumut sehingga dengan membungkuk kau bisa mengikutinya dalam sejenis terowongan penuh daun. Mereka berlutut di kolam dalam berwarna cokelat yang pertama dan minum dengan rakus, mencelupkan wajah mereka di air, kemudian memasukkan tangan mereka sampai siku.
"Nah," kata Edmund, "bagaimana dengan roti lapis itu""
"Oh, tidakkah lebih baik kita menyimpannya"" kata Susan. "Kita mungkin membutuhkannya saat keadaan lebih parah nanti."
"Aku berharap," kata Lucy, "sekarang setelah tidak haus, kita bisa merasa tidak lapar seperti waktu kita haus tadi."
"Tapi bagaimana dengan roti lapis itu"" ulang Edmund. "Tidak ada gunanya menyimpannya sampai basi. Kalian harus ingat di sini udara jauh lebih panas daripada di Inggris dan kita sudah membawa-bawa roti itu dalam saku kita selama berjam-jam." Jadi mereka mengeluarkan dua bungkusan roti itu dan membaginya menjadi empat. Tidak ada yang kenyang, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Kemudian mereka membicarakan rencana untuk makan berikutnya. Lucy ingin kembali ke laut dan menangkap udang, sampai seseorang memberitahu, mereka tidak punya alat untuk melakukannya. Edmund berkata mereka bisa mengumpulkan telur burung camar dari bebatuan, tapi ketika memikirkannya mereka tidak bisa mengingat melihat satu pun telur burung camar dan tidak bisa memasaknya kalaupun ada. Peter berpikir dalam hati bahwa kecuali mereka punya keberuntungan berlebih, tak lama lagi mereka pasti senang makan telur mentah, tapi dia tidak melihat ada untungnya mengatakan ini keras-keras. Susan berkata sayang sekali mereka sudah menghabiskan roti lapis itu begitu cepat. Satu atau dua orang mulai hampir marah saat itu. Akhirnya Edmund berkata:
"Dengar. Hanya satu yang bisa kita lakukan. Kita harus menyelidiki hutan. Pertapa, kesatria pengembara, dan orang-orang seperti itu selalu bisa hidup dalam hutan. Mereka menemukan akar-akaran, buah beri, dan sebagainya."
"Akar-akaran seperti apa"" tanya Susan.
"Aku selalu berpikir akar itu akar pohon," kata Lucy.
"Ayolah," kata Peter, "Ed benar. Dan kita harus mencoba melakukan sesuatu. Dan itu lebih baik daripada berjalan di bawah terik matahari lagi."
Jadi mereka semua bangkit dan mulai mengikuti sungai. Pekerjaan itu sangat sulit. Mereka harus membungkuk di bawah dan memanjat cabang-cabang pohon, dan mereka harus menembus lapisan tanaman seperti rhododendron, membuat pakaian mereka sobek, dan kaki mereka basah karena air sungai. Tetap tidak ada suara kecuali suara sungai dan suara-suara mereka sendiri. Mereka mulai sangat lelah ketika mencium sesuatu yang enak, kemudian ada warna cerah di atas mereka, di atas tebing kanan.
"Wah!" jerit Lucy. "Menurutku itu pohon apel."
Memang benar. Mereka terengah-engah mendaki tebing curam itu, menembus semak-semak, dan mendapati diri mereka berdiri di sekeliling pohon tua yang penuh apel kuning keemasan yang begitu bulat dan menarik.
"Dan ini bukan satu-satunya pohon," kata Edmund dengan mulut penuh apel. "Lihat ke sana--dan sana."
"Wah, ada selusin pohon," kata Susan, membuang bagian biji apelnya yang pertama dan mengambil buah yang kedua. "Ini pasti perkebunan-dulu sekali, sebelum tanaman tumbuh liar dan hutan merapat."
"Kalau begitu dulu pulau ini berpenghuni," kata Peter.
"Dan apa itu"" kata Lucy, menunjuk ke depan.
"Wah, itu dinding," kata Peter. Dinding batu tua."
Berjalan menembus cabang-cabang pohon, mereka mencapai dinding itu. Dinding tersebut sangat tua dan runtuh di beberapa bagian, serta ditumbuhi lumut dan bunga rambat, tapi lebih tinggi daripada pohon yang tertinggi. Dan ketika sudah cukup dekat, mereka menemukan gerbang lengkung besar yang pasti pernah menjadi pintu tapi sekarang penuh pohon apel yang paling besar. Mereka harus mematahkan beberapa cabang supaya bisa melewatinya
, dan ketika telah melakukannya mereka semua harus mengerjap karena cahaya siang tiba-tiba lebih terang. Mereka mendapati diri mereka berada di halaman terbuka yang dikelilingi dinding. Di dalam sana tidak ada pohon, hanya rumput pendek, bunga daisy, dan tanaman ivy, serta dinding abu-abu. Tempat itu terang, rahasia, hening, dan agak sedih. Keempat anak itu maju ke bagian tengahnya, senang bisa meluruskan punggung dan menggerakkan tubuh mereka dengan bebas.
BAB DUA Rumah Harta Karun Tua "INI bukan kebun," kata Susan. "Bangunan ini puri dan dulu ini pasti halamannya."
"Aku mengerti maksudmu," kata Peter. "Ya. Ini reruntuhan menara. Dan itu pasti dulunya tangga ke puncak dinding. Dan lihat tangga-tangga itu--anak tangga yang lebar dan pendek-pendek--yang mengarah ke ambang. Pasti itu pintu ke aula utama."
"Sudah lama sekali, sepertinya," kata Edmund.
"Ya, sudah lama sekali," kata Peter. "Coba kita tahu siapa yang tinggal di istana ini, dan berapa tahun yang lalu."
"Aku jadi merasa aneh," kata Lucy.
"Memang, Lu!" kata Peter, berbalik dan menatap adiknya lekat-lekat. "Aku juga merasa begitu. Inilah hal paling aneh yang terjadi di hari yang aneh ini. Aku ingin tahu sebenarnya kita berada di mana dan apa arti semuanya!"
Sementara bicara, mereka telah menyeberangi halaman dan masuk melalui pintu lain ke tempat yang dulunya aula. Sekarang tempat itu sangat mirip halaman, karena atapnya telah lama hilang dan tempat itu tinggal lapangan penuh rumput dan bunga daisy, tapi lebih sempit dan rendah, dinding-dindingnya juga lebih tinggi. Di seberang sana ada semacam teras yang kira-kira lebih tinggi tiga meter daripada daerah lainnya.
"Aku ingin tahu, apakah ini benar-benar aula," kata Susan. "Apa guna teras itu""
"Wah, bodoh," kata Peter (yang entah kenapa begitu gembira), "tidak mengerti" Itu panggung tempat Takhta Utama, tempat Raja dan para petingginya duduk. Siapa pun akan menganggap kau telah lupa kita sendiri pernah jadi Raja dan Ratu dan duduk di panggung seperti itu, di aula utama kita."
"Di istana kita di Cair Paravel," lanjut Susan seperti bermimpi dengan suara berlagu, "di muara sungai besar Narnia. Bagaimana aku bisa lupa""
"Kenangan itu terasa nyata!" kata Lucy. "Kita bisa berpura-pura berada di Cair Paravel sekarang. Aula ini sangat mirip aula utama tempat kita berpesta."
"Tapi sayangnya tanpa makanan pesta," kata Edmund. "Sudah semakin sore, bukan" Lihat bagaimana bayang-bayang semakin panjang. Dan apakah kalian tidak memerhatikan udara tidak terlalu panas lagi""
"Kita butuh api unggun kalau harus bermalam di sini," kata Peter. "Aku punya korek api. Mari lihat apakah kita bisa mengumpulkan kayu kering."
Semuanya melihat pentingnya tindakan itu, dan selama setengah jam kemudian mereka sibuk. Kebun yang mereka lewati untuk mencapai reruntuhan ini ternyata tempat yang penuh kayu bakar. Mereka mencari di sisi lain istana, keluar dari aula melalui pintu kecil di sisi ruang dan menemukan tumpukan batu dan lorong-lorong yang dulu pasti jalur penghubung ke ruangan yang lebih kecil tapi sekarang penuh semak dan mawar liar. Di luar tempat itu mereka menemukan lubang besar di dinding istana, melewatinya dan menemukan hutan yang lebih gelap serta memiliki pohon yang lebih besar. Di sana mereka menemukan banyak cabang mati, kayu busuk, potongan kayu, dan daun kering, juga potongan kayu fir. Mereka bolak-balik membawa tumpukan kayu sehingga mengumpulkan cukup banyak di panggung. Dalam perjalanan kelima mereka menemukan sumur, tepat di luar aula. Sumur itu tersembunyi di antara lumut, tapi lubangnya dalam dan airnya bersih serta segar, ketika mereka telah membersihkan lumutnya. Sisa-sisa batu sumur masih mengelilingi setengah lingkarannya. Lalu anak-anak perempuan keluar untuk mengambil apel lagi dan anak-anak laki-laki menyalakan api, di panggung aula yang cukup dekat dengan sudut dua dinding, yang mereka pikir akan menjadi tempat yang paling nyaman dan hangat. Mereka kesulitan menyalakan api dan menggunakan banyak korek api, tapi akhirnya berhasil. Akhirnya, keempat anak duduk bersandar pada dinding dan menghadapi api
. Mereka berusaha memanggang beberapa apel menggunakan tongkat kayu. Tapi apel panggang rasanya tidak enak tanpa gula, dan buah itu terlalu panas kalau dipegang dengan jari telanjang sehingga harus ditunggu sampai terlalu dingin untuk enak dimakan. Jadi mereka harus memuaskan diri mereka dengan apel mentah, yang seperti dikatakan Edmund, membuat semua sadar bahwa makanan di sekolah tidak terlalu buruk juga--"Aku tidak keberatan makan roti yang diiris tebal dan margarin saat ini," tambahnya. Tapi semangat petualangan memenuhi diri mereka, dan tidak ada yang benar-benar ingin kembali ke sekolah.
Tidak lama setelah apel terakhir dimakan, Susan pergi ke sumur untuk minum lagi. Ketika kembali dia membawa sesuatu di tangannya.
"Lihat," katanya dengan suara agak tertahan. "Aku menemukannya di sisi sumur." Dia memberikannya pada Peter lalu duduk. Anak-anak lain merasa Susan tampak dan terdengar seolah akan menangis. Edmund dan Lucy langsung membungkuk untuk melihat apa yang ada di tangan Peter--benda kecil berwarna cerah yang berkilauan di bawah cahaya api.
"Yah, aku--aku bingung," kata Peter, dan suaranya terdengar aneh. Kemudian dia memberikan benda itu kepada yang lain.
Sekarang semua melihat benda apa itu--kesatria catur kecil, berukuran biasa tapi luar biasa berat karena terbuat dari emas murni, dan mata pada kepala kudanya terbuat dari batu rubi kecil--paling tidak sebelah mata, karena sebelah yang lain hilang.
"Wah!" kata Lucy, "ini tepat seperti salah satu bidak catur yang biasa kita mainkan ketika kita Raja dan Ratu di Cair Paravel."
"Gembiralah, Su," kata Peter pada adiknya.
"Aku tidak bisa menahannya," kata Susan, "Benda itu membawa kembali begitu banyak--oh, saat-saat yang menyenangkan. Dan aku ingat main catur bersama faun dan raksasa yang baik, sementara bangsa duyung menyanyi di laut, lalu kudaku yang cantik--dan--dan--"
"Sekarang," kata Peter dengan suara agak lain, "sudah saatnya kita berempat menggunakan otak kita."
"Untuk apa"" tanya Edmund.
"Apakah tidak ada yang sudah menebak kita berada di mana"" kata Peter.
"Teruskan, teruskan," kata Lucy. "Aku sudah merasa selama berjam-jam bahwa ada misteri indah menyelimuti tempat ini."
"Katakan saja, Peter," kata Edmund. "Kita semua mendengarkan."
"Kita berada di reruntuhan Cair Paravel itu sendiri," kata Peter.
"Tapi, menurutku," jawab Edmund. "Maksudku, bagaimana kau bisa menarik kesimpulan itu" Tempat ini sudah hancur bertahun-tahun. Lihat batu ini. Siapa pun bisa melihat tidak ada yang tinggal di sini selama ratusan tahun."
"Aku tahu," kata Peter. "Itulah yang sulit. Tapi lupakan itu sejenak. Aku ingin menjelaskan satu per satu. Pertama: aula ini berbentuk dan berukuran tepat sama dengan aula di Cair Paravel. Bayangkan atap di atasnya, lantai warna-warni sebagai ganti rumput, dan permadani hias di dinding, kalian akan mengenali aula pesta kerajaan kita."
Semuanya diam. "Kedua," lanjut Peter. "Sumur istana terletak tepat di tempat sumur istana kita, agak ke selatan aula besar. Ukuran serta bentuknya pun tepat sama."
Sekali lagi tidak ada jawaban.
"Ketiga: Susan baru menemukan salah satu bidak catur tua kita--atau sesuatu yang begitu mirip dengannya sehingga seperti pinang dibelah dua."
Masih tidak ada yang menjawab.
"Keempat. Tidakkah kalian ingat--saat itu tepat sebelum duta besar-duta besar datang dari Raja Calormen--tidakkah kalian ingat menanam kebun di luar gerbang utara Cair Paravel" Yang terhebat dari manusia hutan, Pomona sendiri, datang untuk memberikan mantra yang baik bagi kebun itu. Tikus tanah-tikus tanah kecil yang paling baik sendiri yang melakukan penggalian. Bisakah kalian melupakan Lilygloves tua yang lucu itu, kepala tikus tanah, bersandar pada sekopnya dan berkata, 'Percayalah padaku, Yang Mulia, Anda akan mensyukuri buah dari pohon-pohon ini suatu hari nanti.' Dan demi Tuhan, dia benar."
"Aku ingat! Aku ingat!" kata Lucy, dan bertepuk tangan.
"Tapi, Peter," kata Edmund. "Itu semua tidak mungkin. Pertama-tama, kita tidak menanam pohon hingga rapat di depan gerbang, Kita tidak mungkin bertindak sebodoh itu."
"Tidak, tentu saja tidak," kata Peter. "Tapi mungkin pohon itu telah tumbuh menutup gerbang sejak itu."
"Dan satu lagi," kata Edmund, "Cair Paravel tidak terletak di pulau."
"Ya, aku sudah berpikir tentang itu. Tapi istana itu terletak pada-apa-namanya" Peninsula. Benar-benar hampir jadi pulau sendiri. Mungkinkah tempat itu telah menjadi pulau sejak kepergian kita" Ada yang telah menggali terusan."
"Tapi tunggu!" kata Edmund. "Kau terus berkata sejak kepergian kita. Tapi baru satu tahun yang lalu sejak kita kembali dari Narnia. Dan kau ingin memberitahu bahwa dalam satu tahun istana telah runtuh, dan hutan lebat telah tumbuh, dan pohon-pohon kecil yang kita tanam sendiri telah tumbuh menjadi pohon besar yang tua, dan entah apa lagi. Ini tidak mungkin."
"Ada sesuatu yang harus diingat," kata Lucy. "Kalau ini Cair Paravel, seharusnya ada pintu di ujung panggung ini. Malah kita seharusnya duduk membelakanginya saat ini. Kalian tahu kan--pintu yang menuju ruang harta."
"Kurasa tidak ada pintu," kata Peter sambil berdiri.
Dinding di belakang mereka tertutup rapat tanaman rambat.
"Kita bisa mencari tahu," kata Edmund, memegang tongkat kayu yang mereka siapkan untuk dibakar. Dia mulai memukuli dinding yang tertutup tanaman itu. Tuk-tuk bunyi kayu itu menghantam batu. Tuk-tuk lagi. Kemudian tiba-tiba, TOK-TOK, dengan suara agak berbeda, suara kayu melapisi ruang kosong.
"Ya ampun!" kata Edmund.
"Kita harus menyingkirkan tanaman rambat mi," kata Peter.
"Oh, bolehkah kita tinggalkan saja," kata Susan. "Kita bisa mencobanya besok pagi. Kalau kita harus menghabiskan malam di sini, aku tidak ingin ada pintu terbuka di belakang punggungku dan ada lubang besar gelap sehingga apa pun bisa keluar dari sana, selain angin dan kelembapan. Dan sebentar lagi gelap."
"Susan! Bisa-bisanya kau"" kata Lucy sambil melotot kesal. Tapi kedua anak laki-laki terlalu bersemangat untuk memerhatikan saran Susan. Mereka mencabuti tanaman rambat dengan , tangan mereka dan pisau saku Peter sampai pisau itu patah. Setelah itu mereka menggunakan pisau Edmund. Tidak lama kemudian tempat mereka duduk telah penuh tanaman rambat, dan akhirnya mereka berhasil membersihkan tanaman yang menutupi pintu.
"Terkunci, tentu saja," kata Peter.
"Tapi kayunya telah membusuk," kata Edmund. "Kita bisa menghancurkannya dalam waktu singkat, dan kayu itu bisa menjadi kayu bakar tambahan. Ayo."
Ternyata pekerjaan itu butuh waktu lebih lama daripada yang mereka perkirakan dan, sebelum mereka selesai, aula besar itu telah gelap lalu satu atau dua bintang pertama muncul di langit. Susan bukan satu-satunya yang merasa gemetar ketika anak-anak laki-laki berdiri di atas tumpukan potongan kayu, mengibaskan kotoran dari tangan mereka dan menatap lubang dingin serta gelap yang mereka buat.
"Sekarang obor," kata Peter.
"Oh, apa gunanya"" kata Susan. "Dan seperti kata Edmund--"
"Aku tidak mengulanginya sekarang," potong Edmund. "Aku masih belum mengerti, tapi kita bisa menyelesaikannya nanti. Kupikir kau akan turun, Peter""
"Kita harus melakukannya," kata Peter. "Gembiralah, Susan. Tidak ada gunanya bertingkah seperti anak-anak sekarang setelah kita kembali ke Narnia. Kau Ratu di sini. Dan lagi pula tidak ada yang bisa tidur dengan misteri seperti ini dalam pikiran mereka."
Mereka berusaha menggunakan tongkat panjang sebagai obor tapi tidak berhasil. Kalau mereka memegangnya dengan ujung yang terbakar di sebelah atas, apinya padam, tapi kalau ujung itu di sebelah bawah, tangan mereka terbakar dan asapnya masuk ke mata. Akhirnya mereka harus menggunakan senter Edmund, untunglah benda itu menjadi hadiah ulang tahun kurang dari seminggu yang lalu dan baterainya masih baru. Edmund masuk terlebih dulu dengan senter itu. Kemudian diikuti Lucy, lalu Susan, dan Peter berjalan paling belakang.
"Aku sudah mencapai anak tangga teratas," kata Edmund.
"Hitunglah," kata Peter.
"Satu--dua--tiga," kata Edmund, sambil melangkah hati-hati ke bawah, dan hitungannya mencapai enam belas. "Dan inilah dasarnya," teriaknya ke atas.
"Kalau begitu ini pasti Cair Paravel," kata Lucy. "Ada enam belas anak tan
gga." Tidak ada yang bicara lagi sampai keempat anak itu berdiri berdekatan di dasar tangga. Kemudian Edmund perlahan menyinari sekeliling mereka dengan senternya.
"O--o--o--oh!" kata semua anak serempak.
Karena sekarang mereka tahu itu memang ruang harta lama Cair Paravel tempat mereka pernah bertakhta sebagai Raja dan Ratu Narnia. Ada jalur di tengahnya (seperti yang ada dalam rumah tanaman), dan di tiap sisinya dalam jarak tertentu berdiri baju zirah yang mewah, seperti kesatria-kesatria yang menjaga harta. Di antara baju-baju zirah itu, dan di tiap sisi jalur, ada rak-rak penuh benda berharta--kalung, gelang, cincin, dan mangkuk-mangkuk serta piring-piring emas, gading yang panjang, bros, mahkota, dan kalung emas, juga tumpukan batu berharga tergeletak seolah hanya kelereng atau kentang--berlian, batu rubi, delima merah jingga, emerald, topas, dan ametis. Di bawah rak-rak berdiri peti-peti kayu ek besar yang diikat rantai besi dan digembok rapat. Dan udara di situ begitu dingin dan tenang sehingga mereka bisa mendengar napas mereka sendiri, dan ruangan itu dilapisi debu begitu tebal sehingga kalau tidak menyadari mereka berada di mana dan ingat kebanyakan benda itu, mereka tidak akan tahu benda-benda itu harta karun. Ada perasaan sedih dan menakutkan menggantung di tempat itu, karena rasanya sudah ditinggalkan begitu lama. Itulah sebabnya tidak ada yang mengatakan apa pun selama paling tidak satu menit.
Kemudian, tentu saja, mereka mulai berjalan mondar-mandir dan mengangkat berbagai benda untuk diamati. Rasanya seperti bertemu sahabat lama. Kalau kau ada di sana, kau bisa mendengar mereka mengatakan hal-hal seperti, "Oh, lihat! Cincin pengangkatan kita--kau ingat saat pertama mengenakan ini"--Wah, ini bros kecil yang kita pikir hilang--Lihat, bukankah itu baju zirah yang kaukenakan di turnamen besar di Lone Islands"--Kau ingat dwarf membuat itu untukku"--Kau ingat minum dari tanduk itu"--Kau ingat" Kau ingat""
Tapi tiba-tiba Edmund berkata, "Lihat sini. Kita seharusnya menghemat baterainya, ya ampun, siapa yang tahu seberapa sering kita akan membutuhkannya" Tidakkah kita lebih baik mengambil apa yang kita inginkan kemudian keluar""
"Kita harus membawa hadiah-hadiah kita," kata Peter. Dulu sekali ketika Natal di Narnia, dia, Susan, dan Lucy diberi hadiah tertentu yang mereka hargai lebih daripada kerajaan mereka. Edmund tidak mendapat hadiah karena dia tidak bersama mereka saat itu. (Ini kesalahannya sendiri, dan kau bisa membacanya di buku yang lain.)
Mereka menyetujui keputusan Peter dan menelusuri jalur ke dinding di ujung ruang harta, dan di sana, tentu saja, hadiah-hadiah itu masih tergantung. Hadiah Lucy yang paling kecil karena hanya berupa botol kecil. Tapi botol itu terbuat dari berlian bukannya kaca, dan isinya masih setengah penuh cairan ajaib yang akan menyembuhkan penyakit dan luka apa pun. Lucy tidak mengatakan apa pun sekarang dan tampak sangat khidmat ketika menurunkan hadiah itu dari tempatnya dan menyelempangkan talinya ke bahu serta sekali lagi merasakan botol itu di sisi tubuhnya tempat botol itu biasa tergantung dulu. Hadiah Susan adalah busur serta panah dan terompet.
Busur itu masih ada di sana, juga tempat anak panah dari gadingnya, penuh anak panah, tapi--"Oh, Susan," kata Lucy. "Di mana terompetnya""
"Oh, sial, sial, sial," kata Susan setelah berpikir sejenak. "Aku ingat sekarang. Aku membawanya di hari terakhir, hari kita berburu Rusa Putih. Pasti hilang ketika kita kembali ke tempat lain itu--Inggris, maksudku."
Edmund bersiul. Memang itu kehilangan besar, karena terompet itu terompet ajaib, dan kapan pun kau meniupnya, pasti ada bantuan yang akan datang padamu, tidak peduli kau berada di mana.
"Benda yang mungkin akan berguna di tempat seperti ini," kata Edmund.
"Biarlah," kata Susan, "aku masih punya busur ini." Lalu dia mengambil busur itu. "Apakah talinya masih kencang, Su"" tanya Peter.
Tapi entah karena keajaiban dalam udara di ruang harta itu atau apa, busur tersebut masih bekerja dengan baik. Susan terampil memanah dan berenang. Saat itu dia merentangkan busur kemudian
memetik talinya. Tali itu berdenting: denting yang menggetarkan seluruh ruangan. Dan suara kecil itu membawa kembali hari-hari masa lampau ke dalam pikiran anak-anak lebih daripada apa pun yang telah terjadi. Semua peperangan, perburuan, dan pesta kembali ke pikiran mereka.
Kemudian Susan membuka tali busur lagi dan menyelempangkan tempat anak panah ke sisi tubuhnya.
Kemudian, Peter menurunkan hadiahnya--tameng dengan gambar singa merah besar, dan pedang kerajaan. Dia meniup, dan mengetukkan keduanya ke lantai untuk menghilangkan debu. Dia memakai tameng pada tangannya dan mengayunkan pedang ke sisi tubuhnya. Awalnya dia takut pedang itu berkarat dan tidak bisa keluar dari sarungnya. Tapi ternyata tidak. Dengan satu tarikan dia mengeluarkan dan mengangkatnya, berkilau di bawah cahaya senter.
"Ini pedangku Rhindon," katanya, "dengannya aku membunuh sang serigala." Ada nada baru dalam suaranya, dan yang lain merasa bahwa dia benar-benar menjadi Peter sang Raja Agung lagi. Kemudian, setelah terdiam sejenak, semua ingat mereka harus menghemat baterai. ,
Mereka mendaki tangga lagi, membuat api unggun yang besar, dan berbaring berdekatan demi kehangatan. Tanah terasa keras dan tidak nyaman, tapi akhirnya mereka tertidur juga.
BAB TIGA Si Dwarf YANG paling tidak enak saat tidur di luar ruangan adalah kau bangun sangat pagi. Dan ketika bangun kau harus bangkit karena tanah begitu keras sehingga kau merasa tidak nyaman. Dan lebih buruk lagi kalau hanya ada apel untuk sarapan dan kau hanya makan apel malam sebelumnya. Ketika Lucy berkata--meski cukup benar--bahwa itu pagi yang indah, sepertinya tidak ada hal baik yang bisa dikatakan untuk membalasnya. Edmund berkata apa yang dirasakan semuanya, "Kita harus keluar dari pulau ini."
Ketika telah minum dari sumur dan mencuci muka, mereka turun ke sungai lagi dan mengikuti alurnya ke pantai, lalu menatap selat yang memisahkan mereka dari daratan utama.
"Kita harus berenang," kata Edmund.
"Su pasti bisa," kata Peter (Susan telah memenangkan hadiah dalam pertandingan renang di sekolah). "Tapi aku tidak yakin dengan yang lain." Dengan mengatakan "yang lain" Peter memaksudkan Edmund yang tidak bisa berenang bolak-balik di kolam sekolah dan Lucy, yang nyaris tidak bisa berenang sama sekali.
"Selain itu," kata Susan, "mungkin ada arus laut. Ayah berkata tidak bijaksana berenang di tempat yang tidak kaukenal."
"Tapi, Peter," kata Lucy, "dengar ini. Aku tahu aku tidak bisa berenang sama sekali di rumah--di Inggris, maksudku. Tapi bukankah kita semua bisa berenang dulu sekali--kalau memang waktu sudah begitu lama berlalu--ketika kita Raja dan Ratu Narnia" Kita juga bisa berkuda saat itu, dan melakukan berbagai hal. Tidakkah kau pikir--"
"Ah, tapi kita sudah dewasa saat itu," kata Peter. "Kita memerintah bertahun-tahun dan belajar melakukan berbagai hal. Bukankah kita kembali ke usia kita masing-masing sekarang""
"Oh!" kata Edmund dengan suara yang membuat semua berhenti bicara dan mendengarkannya.
"Aku baru mengerti semuanya," katanya.
"Mengerti apa"" tanya Peter.
"Wah, semuanya," kata Edmund. "Kau tahu apa yang kita bingungkan kemarin malam, bahwa baru satu tahun yang lalu sejak kita meninggalkan Narnia tapi semuanya tampak seolah tidak ada yang tinggal di Cair Paravel selama ratusan tahun" Yah, tidakkah kalian mengerti" Kalian tahu bukan, bagaimana lamanya pun kita sepertinya tinggal di Narnia, ketika kita kembali melalui lemari waktu seolah tidak bergerak sama sekali""
"Lanjutkan," kata Susan. "Kurasa aku mulai mengerti."
"Dan itu berarti," lanjut Edmund, "bahwa, begitu kau keluar dari Narnia, kau tidak mengerti bagaimana waktu Narnia berjalan. Mengapa tidak mungkin ratusan tahun telah berlalu di Narnia sementara hanya satu tahun berlalu bagi kita di Inggris""
"Ya ampun, Ed," kata Peter. "Kurasa kau benar. Dengan begitu benar-benar telah ratusan tahun berlalu sejak kita tinggal di Cair Paravel. Dan sekarang kita kembali ke Narnia tepat seperti kalau kita ini Tentara Perang Salib, orang Anglo-Saxon, orang Briton kuno, atau orang yang datang lagi ke Inggris modern."
"Betap a senangnya mereka kalau melihat kita nanti--" kata Lucy memulai, tapi di saat yang sama semua berkata, "Sstt!" atau "Lihat!" Karena saat itu ada sesuatu yang terjadi.
Ada bagian berhutan di daratan utama sedikit di arah kanan mereka, dan mereka semua yakin tepat di balik tempat itu pastilah muara sungai. Dan sekarang, di balik tempat itu muncul perahu. Ketika perahu itu telah mengelilingi tempat tersebut, dia mulai bergerak menyeberangi selat ke arah mereka. Ada dua orang menumpanginya, satu mendayung, yang lain duduk di buritan dan memegangi kantong yang berkedut dan bergerak seolah hidup. Kedua orang itu sepertinya prajurit. Mereka mengenakan topi besi dan baju rantai besi. Wajah mereka berjenggot dan berekspresi keras. Anakanak mundur dari pantai ke dalam hutan dan menonton tanpa bergerak sama sekali.
"Ini cukup," kata prajurit di buritan ketika perahu tiba kira-kira di seberang tempat anakanak.
"Bagaimana kalau mengikat batu ke kakinya, Kopral"" kata prajurit lain, meletakkan dayungnya.
"Garn!" geram yang lain. "Kita tidak butuh itu, dan kita juga tidak membawa batu. Dia pasti tenggelam tanpa batu, selama kita mengikatnya dengan benar." Selesai mengucapkan ini dia bangkit dan mengangkat kantongnya. Sekarang Peter melihat isi kantong itu benar-benar hidup, bahkan isinya dwarf, terikat tangan dan kakinya tapi memberontak sekuat tenaga. Saat berikutnya Peter mendengar suara dentingan tepat di sisi telinganya, dan tiba-tiba prajurit itu mengangkat tangannya, menjatuhkan si dwarf ke dasar perahu, dan terjatuh ke air. Prajurit itu menggelepar hanyut ke tepi seberang dan Peter tahu panah Susan mengenai helm pria tersebut. Dia menoleh dan melihat adiknya sangat pucat tapi sudah memasang panah kedua ke busurnya. Tapi panah itu tidak pernah digunakan. Begitu melihat temannya jatuh, prajurit kedua, sambil menjerit keras, melompat keluar perahu dari sisi lain, dan juga menggelepar lari dalam air (yang ternyata dalamnya hanya setinggi tubuhnya) lalu menghilang ke dalam hutan di daratan utama.
"Cepat! Sebelum perahunya hanyut!" teriak Peter. Dia dan Susan, dengan berpakaian lengkap, mencebur ke air, dan sebelum air mencapai bahu mereka, mereka sudah memegang perahu itu. Dalam beberapa detik mereka sudah menariknya ke tepian dan mengeluarkan si dwarf, dan Edmund menyibukkan diri memotong ikatan dwarf itu dengan pisau sakunya. (Pedang Peter pasti lebih tajam, tapi pedang sangat tidak tepat untuk pekerjaan seperti itu karena kau tidak bisa memegangnya di mana pun selain pada gagangnya.) Ketika akhirnya si dwarf bebas, dia duduk, menggosok-gosok pergelangan tangan dan kakinya, dan berteriak, "Nah, apa pun yang mereka bilang, kalian tidak terlihat seperti hantu."
Seperti kebanyakan dwarf, dia bertubuh kekar dan berdada bidang. Tingginya kira-kira satu meter kalau berdiri tegak, dan dia memiliki kumis dan janggut merah panjang yang membuat wajahnya, kecuali hidung bengkok dan sepasang mata hitam berkilau, hampir tidak kelihatan.
"Yah," lanjutnya, "hantu atau bukan, kalian menyelamatkan nyawaku dan aku sangat berutang budi pada kalian."
"Tapi kenapa kami dianggap hantu"" tanya Lucy.
"Aku diberitahu sepanjang hidupku," kata si dwarf, "bahwa hutan sepanjang pantai ini penuh hantu sama banyaknya dengan pohon. Itulah yang diceritakan. Dan karena itulah, ketika mereka ingin menghilangkan siapa pun, mereka biasanya membawanya ke sini (seperti yang mereka lakukan denganku) dan berkata mereka meninggalkannya pada hantu-hantu. Tapi aku selalu ingin tahu apakah mereka sebenarnya tidak menenggelamkan atau memotong leher tawanan mereka. Aku tidak pernah memercayai hantu. Tapi kedua pengecut yang kau panah tadi pasti memercayainya. Mereka lebih takut mengakhiri nyawaku daripada aku yang menghadapi akhir hidupku."
"Oh," kata Susan. "Jadi karena itu mereka berdua lari."
"Eh" Apa katamu"" kata si dwarf.
"Mereka lari," kata Edmund. "Ke daratan utama."
"Aku tidak memanah untuk membunuh, tahu kan"" kata Susan. Dia tidak ingin siapa pun menganggap bidikannya meleset dari sasaran dalam jarak begitu pendek.
"Hm," kata si dwarf. "Itu tidak bagus
. Itu mungkin akan berarti kesulitan di kemudian hari. Kecuali mereka menahan lidah mereka untuk keselamatan mereka sendiri."
"Mengapa mereka akan menenggelamkanmu"" tanya Peter.
"Oh, aku ini penjahat berbahaya," kata si dwarf dengan nada gembria. "Tapi ceritanya panjang. Saat ini, aku ingin tahu apakah kalian akan mengundangku sarapan" Kalian tidak tahu betapa lapar orang yang akan dihukum mati."
"Hanya ada apel," kata Lucy sedih.
"Lebih baik daripada tidak ada sama sekali, tapi tidak sebaik ikan segar," kata si dwarf, "Sepertinya akulah yang akan mengundang kalian sarapan. Aku melihat pancing dalam perahu itu. Tapi, kita harus membawanya ke sisi lain pulau. Kita tidak ingin ada orang dari daratan utama yang datang dan melihatnya."
"Seharusnya aku sudah memikirkan itu," kata Peter.
Keempat anak dan si dwarf pergi ke tepi air, mendorong perahu itu dengan cukup kesulitan, lalu buru-buru naik. Si dwarf langsung mengambil alih pimpinan. Dayung tentu saja terlalu besar untuk dia gunakan, jadi Peter mendayung dan si dwarf mengarahkan mereka ke utara sepanjang selat lalu ke arah timur mengelilingi ujung pulau. Dari sana anak-anak bisa melihat tepat ke sungai, dan semua teluk serta tanjung di sepanjang pantainya. Mereka berpikir mereka bisa mengenalinya sedikit-sedikit, tapi hutan, yang telah tumbuh lebat sejak zaman mereka, membuat semuanya tampak berbeda.
Ketika mereka telah mencapai laut terbuka di sisi timur pulau, si dwarf memancing. Mereka menangkap banyak ikan pavender, ikan berwarna pelangi yang indah, yang mereka ingat pernah makan di Cair Paravel zaman dulu. Ketika telah menangkap cukup banyak, mereka menjalankan perahu itu ke teluk kecil dan mengikatnya ke pohon. Si dwarf yang menjadi orang yang paling terampil (dan, memang, meskipun orang pernah bertemu dwarf yang jahat, aku tidak pernah mendengar ada dwarf yang bodoh), membuka ikan-ikan itu, membersihkannya, dan berkata, "Sekarang, yang kita butuhkan adalah kayu bakar."
"Kita punya istana, " kata Edmund.
Si dwarf bersuil pelan, "Demi janggut dan kumis!" katanya. "Jadi memang ada istana di sana""
"Hanya tinggal reruntuhan," kata Lucy.
Si dwarf menatap keempat anak dengan ekspresi sangat ingin tahu. "Dan siapa--"" dia mulai, tapi kemudian berhenti dan berkata, "Bukan masalah. Sarapan dulu. Tapi satu hal sebelum kita berangkat. Bisakah kalian bersumpah dan mengatakan padaku aku masih hidup" Dan kalian yakin aku tidak tenggelam dan kita semua bukan hantu""
Ketika mereka semua telah meyakinkannya, pertanyaan berikut adalah bagaimana mengangkut semua ikan itu. Mereka tidak punya apa pun untuk mengikatnya. Akhirnya mereka terpaksa menggunakan topi Edmund karena yang lain tidak punya topi. Dia pasti akan menggerutu lebih panjang tentang ini kalau saja saat itu tidak demikian lapar.
Awalnya si dwarf kelihatan tidak begitu betah di istana. Dia terus-menerus memandang berkeliling, mencium-cium udara, dan berkata, "H'm. Kelihatannya lumayan menakutkan. Udaranya juga beraroma hantu." Tapi dia gembira ketika tiba saat menyalakan api dan menunjukkan pada mereka bagaimana memanggang ikan pavender dalam abu. Makan ikan panas tanpa garpu, dan satu pisau saku untuk lima orang, merupakan urusan yang sangat berantakan dan ada beberapa jari yang ikut gosong sebelum acara makan selesai, tapi karena sekarang sudah pukul sembilan sementara mereka sudah bangun sejak pukul lima, tidak ada yang terlalu memedulikan jari yang luka itu sebesar yang kaubayangkan. Ketika semua telah menyelesaikan makannya dengan minum air sumur dan menghabiskan sebutir-dua butir apel, si dwarf mengeluarkan pipa yang panjangnya kira-kira sama dengan panjang lengannya, mengisinya, menyalakannya, mengembuskan asap yang wangi, dan berkata, "Sekarang."
"Kau dulu yang bercerita," kata Peter. "Kemudian kami akan menceritakan kisah kami."
"Yah," kata si dwarf, "karena kalian menyelamatkan hidupku memang adil bila terjadilah yang kalian kehendaki. Tapi aku bingung harus mulai dari mana. Pertama-tama aku pembawa pesan bagi Raja Caspian."
"Siapa dia"" tanya empat suara serempak.
"Caspian Kesepuluh, Raja Narn
ia, dan semoga dia lama memerintah!" jawab si dwarf, "Itu sebenarnya, dia seharusnya menjadi Raja Narnia dan kami harap itulah yang terjadi, Saat ini dia hanya raja bagi kami, rakyat Narnia Lama--"
"Apa maksudmu Narnia lama"" tanya Lucy. "Wah, itu kami," kata si dwarf. "Kami ini semacam pemberontak, kurasa."
"Aku mengerti," kata Peter. "Dan Caspian adalah pemimpin Narnia Lama."
"Yah, semacam itu," kata si dwarf, menggaruk kepalanya. "Tapi sebenarnya dia sendiri orang Narnia Baru, orang Telmarine, kalau kalian mengerti."
"Aku tidak," kata Edmund.
"Ini lebih parah daripada Perang Mawar," kata Lucy.
"Oh, ya ampun," kata si dwarf. "Aku menerangkannya dengan sangat buruk. Dengar: kurasa lebih baik aku kembali dari awal dan menceritakan bagaimana Caspian dibesarkan dalam istana pamannya dan bagaimana dia menjadi memihak kami. Tapi itu kisah yang panjang."
"Wah, bagus sekali," kata Lucy. "Kami senang mendengarkan kisah."
Jadi si dwarf duduk dengan nyaman dan menceritakan kisahnya. Aku tidak akan menuturkannya dengan kata-kata si dwarf, karena begitu banyak pertanyaan dan potongan dari anak-anak, sehingga akan terlalu panjang dan membingungkan, dan selain itu, kisah si dwarf juga meninggalkan beberapa poin yang baru akan didengar belakangan oleh anak-anak. Tapi inti kisah itu, seperti yang kita tahu akhirnya, adalah sebagai berikut.
BAB EMPAT Si Dwarf Bercerita tentang Pangeran Caspian
PANGERAN CASPIAN tinggal di istana di tengah Narnia bersama pamannya, Miraz, Raja Narnia, dan bibinya, yang berambut merah dan bernama Ratu Prunaprismia. Ayah dan ibunya sudah meninggal dan orang yang paling dicintai Caspian adalah perawatnya, dan meskipun (karena dia pangeran) memiliki mainan yang bagus-bagus yang bisa melakukan segalanya kecuali bicara, dia paling menyukai jam-jam terakhir dalam satu hari ketika mainan telah dimasukkan kembali dalam lemari dan perawatnya akan bercerita.
Caspian tidak terlalu memedulikan paman dan bibinya, tapi kira-kira dua kali dalam seminggu pamannya akan memanggilnya dan mereka akan berjalan-jalan bersama selama setengah jam di teras di sisi selatan istana. Suatu hari, sementara mereka melakukan ini, Raja berkata padanya, "Nah, Nak, sebentar lagi kita harus mengajarmu naik kuda dan menggunakan pedang. Kau tahu bahwa bibimu dan aku tidak punya anak, jadi sepertinya kaulah yang akan menjadi Raja saat aku meninggal. Bagaimana pendapatmu tentang itu, eh""
"Aku tidak tahu, Paman," kata Caspian.
"Tidak tahu, eh"" kata Miraz. "Wah, kupikir itu yang paling hebat yang bisa diharapkan seseorang!"
"Oh, aku memang punya harapan," kata Caspian.
"Apa harapanmu"" tanya Raja.
"Kuharap--kuharap--kuharap aku bisa hidup di Zaman Dulu," kata Caspian. (Dia masih sangat kecil saat itu.)
Sampai saat itu Raja Miraz bicara dengan nada bosan yang biasa dilakukan orang dewasa, yang menunjukkan cukup jelas bahwa mereka tidak benar-benar tertarik pada apa yang kaukatakan, tapi sekarang tiba-tiba dia menatap Caspian tajam-tajam.
"Eh" Apa"" katanya. "Zaman dulu yang mana yang kaumaksud""
"Oh, tidakkah kau tahu, Paman"" kata Caspian. "Saat semuanya berbeda. Saat semua binatang bisa bicara, dan ada makhluk-makhluk baik yang tinggal di sungai-sungai dan pohon-pohon. Naiad dan dryad nama mereka. Ada dwarf. Dan ada faun yang baik di hutan-hutan. Kaki mereka seperti kambing. Dan--"
"Itu semua omong kosong untuk bayi," kata Raja tegas. "Hanya untuk bayi, dengar" Kau terlalu tua untuk cerita seperti itu. Di usiamu sekarang kau harus memikirkan perang dan petualangan, bukan dongeng."
"Oh, tapi ada perang dan petualangan di masa itu," kata Caspian. "Petualangan yang sangat menarik. Pernah ada Penyihir Putih dan dia menjadikan dirinya sendiri ratu di seluruh negeri. Dan dia menyihir supaya keadaan selalu musim dingin. Kemudian ada dua anak laki-laki dan dua anak perempuan datang dari suatu tempat, mereka membunuh si penyihir dan menjadi Raja dan Ratu Narnia. Nama mereka Peter, Susan, Edmund, dan Lucy. Mereka bertakhta sangat lama dan semuanya mengalami masa yang indah, dan itu semua karena Aslan--"
"Siapa dia"" kata Miraz. Kalau
Caspian sudah lebih besar, nada suara pamannya akan memperingatinya bahwa lebih bijaksana untuk tutup mulut. Tapi dia terus bicara, "Oh, kau tidak tahu"" katanya. "Aslan adalah Singa Agung yang datang dari seberang lautan."
"Siapa yang menceritakan semua omong kosong ini padamu"" kata Raja dengan suara mengguntur. Caspian ketakutan dan tidak mengatakan apa-apa.
"Yang Mulia," kata Raja Miraz, melepaskan tangan Caspian, yang dicengkeramnya, "aku minta jawaban. Tatap wajahku. Siapa yang menceritakan kebohongan ini padamu""
"P-perawat," gagap Caspian, lalu menangis.
"Hentikan keributan itu," kata pamannya, mencengkeram bahu Caspian dan mengguncangnya. "Hentikan. Aku tidak pernah mau melihatmu membicarakan--atau juga memikirkan--semua kisah bodoh itu lagi. Raja dan ratu itu tidak pernah ada. Bagaimana bisa ada dua raja pada saat yang sama" Dan tidak ada makhluk bernama Aslan. Tidak ada binatang bernama singa. Tidak pernah ada masa binatang bisa bicara. Dengar""
"Ya, Paman," isak Caspian.
"Kalau begitu hentikan tangismu," kata Raja. Kemudian dia memanggil pelayan yang berdiri di ujung teras dan berkata dengan suara dingin, "Antar Yang Mulia ke kamarnya dan suruh perawat Yang Mulia menghadapku SEKARANG JUGA."
Hari berikutnya, Caspian menyadari betapa buruk perbuatannya, karena perawatnya diusir bahkan tanpa boleh mengucapkan selamat tinggal padanya, dan dia diberitahu dia akan mendapat Guru.
Caspian sangat kehilangan perawatnya dan menangis lama. Dan karena begitu sedih, dia malah menjadi lebih sering memikirkan kisah-kisah lama Narnia. Dia memimpikan dwarf serta dryad setiap malam dan berusaha keras membuat anjing-anjing serta kucing-kucing istana bicara padanya. Tapi anjing-anjing hanya menggoyangkan ekor dan kucing-kucing hanya mendengkur.
Caspian merasa yakin dia akan membenci guru baru itu, tapi ketika pria itu tiba kira-kira seminggu kemudian, ternyata dia pria yang mustahil disukai. Dia itu pria paling kecil, juga paling gemuk, yang pernah dilihat Caspian. Pria itu memiliki janggut keperakan panjang yang mencapai pinggangnya, dan wajahnya yang cokelat dan penuh kerut-merut, tampak sangat bijaksana, sangat jelek, dan sangat baik hati. Suaranya kasar dan matanya berbinar gembira sehingga, sampai kau benar-benar mengenalnya, sulit untuk tahu apakah dia bercanda atau serius. Namanya Doctor Cornelius.
Dari semua pelajarannya dengan Doctor Cornelius, yang paling Caspian sukai adalah sejarah. Sampai saat itu, kecuali kisah-kisah perawatnya, dia tidak tahu apa-apa tentang Sejarah Narnia, dan dia sangat terkejut ketika tahu bahwa keluarga raja merupakan pendatang baru di negeri itu.
"Nenek moyang Yang Mulia, Caspian Pertama," kata Doctor Cornelius, "yang pertama-tama menundukkan Narnia dan menjadikannya kerajaannya. Dialah yang membawa seluruh bangsamu ke negeri ini. Kau sama sekali bukan penduduk asli Narnia. Kau orang Telmarine--itu karena kau datang dari Negeri Telmar, jauh di balik Pegunungan Barat. Karena itulah Caspian Pertama disebut juga Caspian si Penakluk."
"Tolonglah, Doctor," kata Caspian suatu hari, "siapa yang tinggal di Narnia sebelum kita semua datang dari Telmar""
"Tidak ada--atau hanya sedikit--manusia yang tinggal di Narnia sebelum Telmarine mengambilalihnya," kata Doctor Cornelius.
"Kalau begitu apa yang dikalahkan nenek moyangku""
"Siapa, bukan apa, Yang Mulia," kata Doctor Cornelius. "Mungkin sudah waktunya menyelesaikan pelajaran sejarah dan mulai pelajaran bahasa."
"Oh, tolong, jangan dulu," kata Caspian "Maksudku, bukankah ada perang" Kenapa dia disebut Caspian si Penakluk kalau tidak ada yang berperang melawannya""
"Kubilang ada sedikit manusia di Narnia," kata Doctor, memandang anak kecil itu dengan tatapan aneh dari balik kacamata besarnya.
Sesaat Caspian bingung kemudian tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat. "Maksudmu," katanya terperangah, "ada makhluk lain" Maksudmu itu semua sama seperti dalam kisah-kisah" Apakah ada--""
"Sstt!" kata Doctor Cornelius, mendekatkan kepalanya ke kepala Caspian. "Jangan bicara lagi. Tidakkah kau tahu perawatmu diusir karena menceritakan Narnia
Lama padamu" Raja tidak menyukainya. Kalau dia tahu aku menceritakan rahasia ini padamu, kau akan dicambuk dan aku akan dipenggal."
"Tapi kenapa"" tanya Caspian.
"Sudah waktunya kita mulai pelajaran bahasa sekarang," kata Doctor Cornelius dengan suara keras. "Yang Mulia, tolong buka Pulverulentus Siccus di halaman keempat bukunya Taman Tata Bahasa atau Kebun Kata-Kata yang Menghasilkan Kecerdasan""
Setelah itu mereka belajar kata benda dan kata kerja sampai saat makan siang, tapi kurasa Caspian tidak belajar banyak. Dia terlalu gembira. Dia merasa yakin Doctor Cornelius tidak akan menceritakan sebanyak itu kalau tidak akan menceritakan lebih banyak lagi cepat atau lambat.
Harapannya tidak sia-sia. Beberapa hari dia bayangkan dan cukup gembira ketika Doctor membungkusnya dalam jubah seperti yang dikenakannya dan memberinya sepasang kulit lembut yang hangat untuk kakinya. Sesaat kemudian, tubuh mereka berdua terbungkus rapat dengan mantel sehingga hampir tidak dapat dikenali di lorong-lorong gelap, dan kaki mereka terbungkus sehingga nyaris tidak membuat suara, guru dan murid meninggalkan kamar.
Caspian mengikuti Doctor melalui banyak lorong dan naik beberapa lantai, dan akhirnya melalui pintu kecil di menara, mereka keluar ke bawah langit kelam. Di satu sisi ada lubang tembak, di sisi lain atap curam, di bawah mereka, berbayang dan kabur, kebun istana, di atas mereka bintang-bintang dan bulan. Saat itu mereka melangkah ke arah pintu lain, yang menuju menara utama yang terbesar di seluruh istana. Doctor Cornelius membuka pintu itu dan mereka mulai mendaki tangga menara yang curam dan gelap. Caspian semakin gembira, dia belum pernah diizinkan naik ke sini.
Tangga itu panjang dan curam, tapi ketika mereka mencapai atap menara dan Caspian sudah bisa bernapas normal lagi, dia merasa perjalanan itu pantas dilakukan. Jauh di sisi kemudian gurunya berkata, "Malam ini aku akan memberimu pelajaran Astronomi. Tengah malam, dua planet besar, Tarva dan Alambil, akan berpapasan dengan jarak hanya satu derajat dart satu sama lain. Konjungsi seperti itu tidak terjadi selama dua ratus tahun, dan Yang Mulia tidak akan hidup untuk melihatnya lagi, Lebih baik kau tidur lebih awal daripada biasanya. Ketika waktu konjungsi sudah dekat, aku akan datang dan membangunkanmu."
Ini sepertinya tidak ada hubungannya dengan Narnia Lama, yang sebenarnya ingin didengar Caspian, tapi bangun di tengah malam selalu menarik dan dia cukup gembira. Ketika tidur malam itu, awalnya dia berpikir dia tidak akan bisa tidur, tapi ternyata dia tidur dengan mudah dan sepertinya hanya beberapa menit berlalu sebelum dia merasakan seseorang mengguncangnya dengan lembut.
Dia duduk di tempat tidur dan melihal kamarnya penuh cahaya bulan. Doctor Cornelius, mengenakan jubah bertudung dan memegang lampu kecil, berdiri di samping tempat tidurnya. Caspian langsung ingat apa yang akan mereka lakukan. Dia bangkit dan berpakaian. Meskipun saat itu malam musim panas, dia merasa lebih kedinginan daripada yang dia bayangkan dan cukup gembira ketika Doctor membungkusnya dalam jubah seperti yang dikenakannya dan memberinya sepasang kulit lembut yang hangat untuk kakinya. Sesaat kemudian, tubuh mereka berdua terbungkus rapat dengan mantel sehingga hamper tidak dapat dikenali di lorong-lorong gelap, dan kaki mereka terbungkus sehingga nyaris tidak membuat suara, guru dan murid meninggalkan kamar.
The Chronicles Of Narnia 3 Pangeran Caspian Prince Caspian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Caspian mengikuti Doctor melalui banyak lorong dan naik beberapa lantai, dan akhirnya melalui pintu kecil di menara, mereka keluar ke bawah langit kelam. Di satu sisi ada lubang tembak, di sisi lain atap curam, di bawah mereka, berbayang dan kabur, kebun istana, di atas mereka bintang-bintang dan bulan. Saat itu mereka melangkah kearah pintu lain, yang menuju menara utama yang terbesar di seluruh istana. Doctor Cornelius membuka pintu itu dan mereka mulai mendaki tangga menara yang curam dan gelap. Caspian semakin gembira, dia belum pernah diizinkan naik ke sini.
Tangga itu panjang dan curam, tapi ketika mereka mencapai atap menara dan Caspian sudah bias bernapas normal lagi, dia meras
a perjalanan itu pantas dilakukan. Jauh di sisi kanannya dia bisa melihat, agak berbayang, Pegunungan Barat. Di sisi kirinya kilau Sungai Besar, dan semua begitu hening sehingga dia bisa mendengar suara air terjun di Beaversdam, yang berjarak satu mil dari sana. Tidak sulit menunjukkan dua bintang yang akan mereka lihat. Keduanya terletak berdekatan di langit selatan, terang sekali hampir seperti dua bulan kecil dan sangat dekat satu sama lain.
"Apakah mereka akan bertabrakan"" tanya Caspian dengan nada terpesona.
"Tidak, pangeran tersayang," kata Doctor (dan dia juga berbisik). "Penguasa di atas langit sangat mengenal langkah dansa mereka sehingga tidak akan bertabrakan. Pertemuan dua bintang itu melambangkan keberuntungan dan artinya akan ada kebaikan bagi keadaan Narnia yang menyedihkan. Tarva, Penguasa Kemenangan, memberi salam pada Alambil, Putri Perdamaian. Mereka sedang mencapai titik terdekatnya."
"Sayang sekali pepohonan menghalangi pandangan," kata Caspian. "Kita bisa melihat lebih baik dari Menara Barat, meskipun tidak begitu tinggi."
Doctor Cornelius terdiam selama dua menit, tapi berdiri diam dengan tatapan tetap pada Tarva dan Alambil. Kemudian dia menarik napas panjang dan menoleh ke arah Caspian.
"Itu," katanya. "Kau telah melihat apa yang belum pernah dilihat manusia yang hidup, dan tidak akan melihatnya lagi. Dan kau benar. Kita sebenarnya bisa melihatnya lebih baik dan menara yang lebih kecil. Aku membawamu ke sini karena alasan lain."
Caspian menatapnya, tapi Doctor menutupi sebagian besar wajahnya.
"Kelebihan menara ini," kata Doctor Cornelius, "adalah ada enam kamar kosong di bawah kita, tangga yang panjang, dan pintu di dasar tangga terkunci. Tidak ada yang bisa mencuri dengar kita."
"Apakah kau akan menceritakan padaku apa yang tidak mau kauceritakan waktu itu"" kata Caspian.
"Benar," kata Doctor. "Tapi ingat, kau dan aku tidak boleh membicarakan hal-hal ini kecuali di sini--di puncak Menara Utama."
"Baik. Aku berjanji," kata Caspian. "Tapi tolong lanjutkan ceritamu."
"Dengar," kata Doctor. "Semua yang kaudengar tentang Narnia Lama benar. Ini bukan Negeri Manusia. Ini negeri Aslan, negeri pohon berjalan dan naiad yang terlihat, negeri faun dan satyr, negeri dwarf dan raksasa, negeri dewa-dewa dan centaurus, negeri Hewan yang Bisa Berbicara. Melawan merekalah Caspian Pertama berperang. Kalian, bangsa Telmarinelah yang membisukan binatang-binatang, pepohonan, dan air mancur, dan membunuh serta mengusir dwarf dan faun, dan sekarang berusaha menghilangkan kenangan akan mereka, Raja tidak mengizinkan mereka dibicarakan."
"Oh, kuharap kita tidak melakukan itu," kata Caspian. "Dan aku senang itu semua benar, bahkan kalaupun sudah berakhir."
"Diam-diam banyak rasmu yang berharap demikian," kata Doctor Cornelius.
"Tapi, Doctor," kata Caspian, "kenapa kau berkata rasku" Kukira kau juga orang Telmarine. "
"Benarkah"" kata Doctor.
"Yah, paling tidak kau manusia," kata Caspian.
"Benarkah"" ulang Doctor dengan suara lebih dalam, di saat yang sama membuka tudungnya sehingga Caspian bisa melihat wajahnya dengan jelas di bawah terang bulan.
Caspian langsung menyadari yang sebenarnya dan merasa seharusnya dia sudah menyadari hal itu lama sebelumnya. Doctor Cornelius begitu kecil, begitu gemuk, dan memiliki janggut yang sangat panjang. Dua pikiran memasuki kepalanya pada saat yang sama. Satu adalah pikiran menakutkan--Dia bukan manusia sungguhan, bukan manusia sama sekali, dia dwarf, dan dia membawaku ke atas sini untuk membunuhku. Pikiran yang lain penuh kegembiraan--Masih ada dwarf sungguhan, dan akhirnya aku melihatnya.
"Jadi kau menebak juga akhirnya," kata Doctor Cornelius. "Atau menebaknya nyaris tepat. Aku bukan dwarf murni. Aku juga memiliki darah manusia. Banyak dwarf selamat perang besar dan terus hidup, mencukur janggut mereka dan memakai sepatu berhak tinggi dan berpura-pura jadi manusia. Mereka bercampur dengan kalian, bangsa Telmarine. Aku salah satu dari mereka, hanya setengah dwarf, dan kalau ada bagian dari bangsaku, dwarf murni, masih hidup entah di mana di dunia ini, tak ragu la
gi mereka akan membenciku dan menyebutku pengkhianat. Tapi selama bertahun-tahun ini kami tidak pernah melupakan bangsa kami sendiri dan semua makhluk Narnia yang berbahagia, dan hari-hari kebebasan yang telah lama hilang."
"Aku--aku ikut menyesal, Doctor," kata Caspian. "Itu bukan salahku, kau tahu, bukan""
"Aku tidak menceritakan semua ini untuk menyalahkanmu, pangeran tersayang," kata Doctor. "Kau bisa saja bertanya mengapa aku menceritakan semua ini. Tapi aku punya dua alasan. Pertama-tama, karena hatiku yang tua telah membawa rahasia ini begitu lama sehingga merasakannya jadi beban dan akan meledak kalau tidak menceritakannya padamu. Tapi yang kedua, karena ini: ketika kau menjadi Raja kau bisa membantu kami, karena aku tahu kau juga, meskipun seorang Telmarine, mencintai hal-hal lama."
"Memang, memang," kata Caspian. "Tapi bagaimana aku bisa membantu""
"Kau bisa bersikap baik pada sisa-sisa bangsa dwarf, seperti diriku. Kau bisa mengumpulkan penyihir terpelajar dan mencoba mencari cara membangunkan pohon-pohon sekali lagi. Kau bisa mencari di semua anak sungai dan alam liar untuk melihat apakah ada faun, binatang yang bisa bicara, atau dwarf yang mungkin masih hidup dalam persembunyian."
"Kaupikir masih ada"" tanya Caspian penuh semangat.
"Aku tidak tahu--aku tidak tahu," kata Doctor sambil mengembuskan napas panjang.
"Kadang-kadang aku khawatir itu tidak mungkin. Aku telah mencari-cari jejak mereka seumur hidupku. Kadang-kadang aku merasa mendengar suara drum dwarf di pegunungan. Kadang-kadang, di malam hari, dalam hutan, kupikir aku melihat faun dan satyr berdansa di kejauhan, tapi ketika aku mendatangi tempat itu, tidak pernah ada apa pun di sana. Aku sering merasa putus asa, tapi selalu ada yang terjadi dan membuatku mulai berharap lagi. Aku tidak tahu. Tapi paling tidak kau bisa mencoba menjadi raja seperti Raja Agung Peter di zaman lampau, dan tidak seperti pamanmu."
"Kalau begitu kisah Raja dan Ratu itu juga benar, dan tentang Penyihir Putih"" kata Caspian.
"Tentu saja benar," kata Cornelius. "Masa pemerintahan mereka adalah Zaman Emas Narnia dan negeri ini tidak pernah melupakannya."
"Apakah mereka tinggal di istana ini, Doctor""
"Tidak, sayangku," kata pria tua itu. "Istana ini baru dibangun. Kakek buyutmu membangunnya. Tapi ketika kedua Putra Adam dan kedua Putri Hawa dijadikan Raja dan Ratu Narnia oleh Aslan sendiri, mereka tinggal di istana Cair Paravel. Tidak ada manusia hidup yang pernah melihat tempat suci ini dan mungkin bahkan reruntuhannya pun sekarang telah hilang. Tapi kami percaya letaknya jauh dari sini, di muara Sungai Besar, di tepi pantai."
"Uh!" kata Caspian sambil gemetar. "Maksudmu Hutan Hitam" Tempat semua semua--kau tahu, hantu tinggal""
"Yang Mulia bicara seperti yang telah diajarkan kepadanya," kata Doctor. "Tapi semua itu bohong. Tidak ada hantu di sana. Kisah itu diciptakan bangsa Telmarine. Raja-raja kalian takut pada laut karena mereka tidak bisa melupakan semua cerita bahwa Aslan datang dari laut. Mereka tidak ingin mendekati laut dan tidak ingin ada yang mendekatinya. Jadi mereka membiarkan hutan tumbuh untuk memisahkan rakyat mereka dari pantai. Tapi karena mereka memusuhi pepohonan, mereka takut pada hutan. Dan karena mereka takut pada hutan, mereka membayangkan hutan penuh hantu. Dan Raja-raja serta orang-orang besar, membenci laut dan hutan, setengah memercayai kisah-kisah ini, dan setengah menyebarkannya. Mereka merasa lebih aman kalau tidak ada rakyat Narnia yang berani pergi ke pantai dan melihat lautan--ke arah pulau Aslan, pagi hari, dan sisi timur dunia."
Hening beberapa saat. Kemudian Doctor Cornelius berkata, "Mari. Kita sudah cukup lama berada di sini. Sudah saatnya turun dan tidur."
"Haruskah"" tanya Caspian. "Aku ingin terus membicarakan ini selama berjam-jam."
"Mungkin akan ada yang mencari kita kalau kita melakukan itu," kata Doctor Cornelius.
BAB LIMA Petualangan Caspian di Gunung
SETELAH itu, Caspian dan gurunya sering mengadakan pembicaraan rahasia di puncak Menara Utama, dan di tiap pembicaraan Caspian belajar semakin banyak tentang Narnia
Lama. Dia berpikir, bermimpi tentang hari-hari yang telah lewat, dan menginginkan hari-hari itu kembali, mengisi semua waktu luangnya, Tapi tentu saja dia tidak punya banyak waktu untuk diluangkan, karena sekarang pendidikannya mulai serius. Dia belajar adu pedang, berenang dan menyelam, bagaimana memanah
dan memainkan alat musik recorder serta theorbo, bagaimana memburu rusa dan menjagalnya ketika telah mati, selain kosmografi, retorika, ilmu ketentaraaan, ilmu bahasa, dan tentu saja sejarah, dengan sedikit hukum, fisika, alkemi, dan astronomi. Tentang sihir, Caspian hanya belajar teorinya, karena menurut Doctor Cornelius praktiknya bukan pelajaran yang tepat bagi seorang pangeran. "Dan aku sendiri," tambah Doctor, "hanya penyihir yang sangat tidak sempurna dan hanya bisa melakukan eksperimen yang paling sederhana." Tentang navigasi ("Yang merupakan seni yang terhormat serta heroik," kata Doctor) Caspian sama sekali tidak diajari apa pun, karena Raja Miraz tidak menyetujui keberadaan perahu dan laut.
Caspian juga belajar banyak dengan menggunakan mata serta telinganya sendiri. Sebagai anak kecil dia sering bertanya-tanya mengapa dia tidak menyukai bibinya, Ratu Prunaprismia, dia sekarang tahu itu karena sang ratu juga tidak menyukainya. Dia juga mulai melihat bahwa Narnia bukan negeri yang bahagia. Pajak tinggi, hukum terlalu keras, dan Miraz pria yang jahat.
Setelah beberapa tahun datang saat ketika Ratu sepertinya sakit dan ada banyak kesibukan dan keributan tentang ini dalam istana. Dokter-dokter datang serta pelayan-pelayan berbisik-bisik. Saat itu awal musim panas. Dan suatu malam, sementara semua kesibukan ini terjadi, Caspian tiba-tiba dibangunkan Doctor Cornelius setelah tidur beberapa jam.
"Apakah kita akan belajar astronomi, Doctor"" tanya Caspian.
"Sstt!" kata Doctor. "Percayalah padaku dan lakukan tepat seperti yang diperintahkan padamu. Pakai semua pakaianmu, kau akan melakukan perjalanan panjang."
Caspian sangat terkejut, tapi dia telah belajar untuk memercayai gurunya dan langsung mulai melakukan apa yang diperintahkan padanya. Ketika dia selesai berpakaian, Doctor berkata, "Aku punya kantong untukmu. Kita harus masuk ke ruang sebelah dan mengisinya dengan makanan dari meja Yang Mulia."
"Pelayanku ada di sana," kata Caspian.
"Mereka tidur nyenyak dan tidak akan bangun," kata Doctor. "Aku penyihir yang payah tapi paling tidak aku bisa membuat orang tertidur."
Mereka masuk ke ruang sebelah dan di sana, tentu saja, ada dua pelayan, terkapar di kursi dan mendengkur keras. Doctor Cornelius cepat-cepat memotong sisa ayam dingin dan beberapa potong daging sapi dan memasukkan semua, juga roti, beberapa buah apel, dan sebotol kecil anggur, ke kantong yang kemudian diberikannya pada Caspian. Kantong itu dibawa dengan menggantungkan tali pada bahu Caspian, seperti ransel yang kaugunakan untuk membawa buku-buku ke sekolah.
"Kau membawa pedangmu"" tanya Doctor.
"Ya," kata Caspian.
"Kalau begitu pakai mantel ini di atas semuanya untuk menyembunyikan pedang dan kantong itu. Benar. Dan sekarang kita harus pergi ke Menara Utama dan bicara."
Ketika mereka telah mencapai puncak menara (saat itu malam berawan, sama sekali berbeda dengan malam ketika mereka melihat konjungsi Tarva dan Alambil) Doctor Cornelius berkata, "Pangeran tersayang, kau harus meninggalkan istana sekarang juga dan mencari peruntunganmu di dunia luar. Hidupmu terancam di sini."
"Kenapa"" tanya Caspian.
"Karena kaulah Raja Narnia yang sejati: Caspian Kesepuluh, putra kandung dan ahli waris Caspian Kesembilan. Panjang umur Yang Mulia"--dan tiba-tiba, membuat Caspian sangat terkejut, pria kecil itu berlutut pada sebelah kakinya dan mencium tangannya.
"Apa arti semua ini" Aku tidak mengerti," kata Caspian.
"Aku heran kau tidak pernah bertanya padaku sebelumnya," kata Doctor, "mengapa, meskipun kau putra Raja Caspian, kau sendiri bukan Raja Caspian. Semua orang kecuali Yang Mulia tahu bahwa Miraz pengkhianat. Ketika dia mulai memerintah dia bahkan tidak berpura-pura jadi raja: dia menyebut dirinya Lord Pelindung. Tapi ketika ibu Yang Mulia m
eninggal, Ratu yang baik dan satu-satunya Telmarine yang memperlakukanku dengan baik, satu persatu, semua bangsawan baik yang mengenal ayahmu, meninggal atau menghilang. Bukan karena kecelakaan. Miraz menyingkirkan mereka. Belisar dan Uvilas terkena panah saat berburu: kecelakaan, tentu saja. Semua anggota keluarga bangsawan Passarid dikirim untuk melawan raksasa di perbatasan utara sampai satu persatu meninggal. Arlian, Erimon, dan selusin yang lain dieksekusi dengan alasan pengkhianatan atau tuduhan palsu. Kedua kakak-beradik Beaversdam ditahan dengan tuduhan gila. Dan akhirnya dia membujuk tujuh bangsawan, sisa orang Telmarine yang tidak takut laut, untuk berlayar dan mencari tanah baru di balik Lautan Timur, dan seperti yang diinginkannya, mereka tidak pernah kembali. Dan ketika tidak ada yang tinggal untuk bicara padamu, pendukungnya (seperti yang dia perintahkan pada mereka) mulai membujuknya untuk menjadi Raja. Dan tentu saja itu yang dilakukannya."
"Apakah maksudmu sekarang dia juga ingin membunuhku"" kata Caspian.
"Itu hampir pasti," kata Doctor Cornelius.
"Tapi kenapa sekarang"" kata Caspian. "Maksudku, kenapa dia tidak melakukannya dulu kalau memang ingin melakukannya" Dan kerugian apa yang telah kulakukan padanya""
"Dia telah mengubah pikirannya tentang dirimu karena sesuatu yang baru terjadi dua jam yang lalu. Ratu melahirkan anak laki-laki."
"Aku tidak melihat apa hubungannya," kata Caspian.
"Tidak melihat!" teriak Doctor. "Apakah semua pelajaranku dalam sejarah dan politik tidak mengajarmu lebih dari itu" Dengar. Selama dia tidak punya anak sendiri, dia mau menerima bahwa kau akan jadi raja setelah dia meninggal. Dia mungkin tidak terlalu memedulikanmu, tapi dia lebih suka kau yang naik takhta daripada orang asing. Sekarang dia punya putra sendiri dia pasti ingin putranya yang akan jadi raja berikut. Kau menghalangi jalannya. Dia akan menyingkirkanmu."
"Apakah dia sejahat itu"" kata Caspian. "Apakah dia benar-benar akan membunuhku""
"Dia membunuh ayahmu," kata Doctor Cornelius.
Caspian merasa sangat sedih dan tidak mengatakan apa-apa.
"Aku bisa menceritakan semuanya padamu," kata Doctor. "Tapi tidak sekarang. Tidak ada waktu. Kau harus langsung pergi."
"Kau akan ikut aku"" kata Caspian.
"Aku tidak berani," kata Doctor. "Itu akan semakin membahayakanmu. Dua orang lebih mudah dicari daripada satu orang. Pangeran tersayang, Raja Caspian tersayang, kau harus sangat berani. Kau harus pergi sendiri saat ini juga. Berusahalah melintasi perbatasan selatan ke istana Raja Nain di Archenland. Dia akan baik padamu."
"Apakah aku akan bertemu lagi denganmu"" kata Caspian dengan suara gemetar.
"Aku harap begitu, Raja tersayang," kata Doctor. "Satu-satunya teman yang kumiliki di dunia luas ini adalah Yang Mulia. Dan aku punya sedikit sihir. Tapi saat ini, kecepatan adalah segalanya. Ini dua hadiah sebelum kau pergi. Ini sekantong kecil emas--sayang sekali, semua harta dalam istana ini seharusnya hakmu. Dan ini sesuatu yang lebih baik."
Dia meletakkan dalam tangan Caspian sesuatu yang hampir tidak bisa dilihatnya tapi dia tahu, karena merasakannya, bahwa itu terompet.
"Itu," kata Doctor Cornelius, "adalah harta paling besar dan suci di Narnia. Banyak teror yang kualami, banyak mantra yang kuucapkan, untuk menemukannya ketika aku masih muda. Ini terompet ajaib milik Ratu Susan sendiri yang ditinggalkannya ketika dia menghilang dari Narnia di akhir Zaman Emas. Katanya siapa pun yang meniupnya akan mendapat pertolongan aneh--tidak ada yang tahu seberapa aneh. Mungkin terompet ini punya kekuatan untuk memanggil Ratu Lucy, Raja Edmund, Ratu Susan, dan Raja Agung Peter sendiri kembali dari masa lalu, dan mereka akan memperbaiki keadaan. Mungkin terompet ini bisa memanggil Aslan sendiri. Bawalah, Raja Caspian: tapi jangan gunakan kecuali dalam keadaan paling terdesak. Dan sekarang, cepat, cepat, cepat. Pintu kecil di dasar Menara, pintu ke kebun, tidak terkunci. Di sana kita harus berpisah."
"Apakah aku bisa membawa kudaku, Destrier"" kata Caspian.
"Dia sudah dipelanai dan menunggumu tepat di sudut kebun."
Sela ma perjalanan panjang menuruni tangga curam, Cornelius membisikkan banyak lagi petunjuk dan saran. Hati Caspian mengerut takut, tapi dia berusaha mengingat semuanya. Kemudian sampailah saat menghirup udara segar kebun, jabat tangan erat dengan Doctor, lari menyeberangi halaman, ringkik selamat datang dari Destrier, dan pergilah Raja Caspian Kesepuluh dari istana pendahulunya. Saat menoleh ke belakang, dia melihat kembang api dinyalakan untuk merayakan kelahiran pangeran yang, baru.
Sepanjang malam dia berkuda ke selatan,, memilih jalan kecil dan jalur yang sulit melalui hutan selama dia berada di daerah yang diketahuinya, tapi setelah itu dia terus memakai jalan raya. Destrier sama bersemangatnya dengan penunggangnya saat melakukan perjalanan yang tidak biasa ini, dan Caspian, meskipun air matanya merebak ketika mengucapkan selamat berpisah pada Doctor Cornelius, merasa berani, juga gembira, memikirkan dirinya Raja Caspian yang berkuda mencari petualangan, dengan pedangnya pada pinggang kirinya dan terompet ajaib Ratu Susan di pinggang kanannya. Tapi ketika fajar tiba, dengan hujan rintik, dan dia melihat ke sekelilingnya dan melihat
di sisi mana pun ada hutan tak dikenal, semak liar, dan pegunungan biru, Caspian memikirkan betapa besar dan asingnya dunia, lalu merasa takut serta kecil.
Begitu hari terang, dia meninggalkan jalan dan menemukan tempat terbuka yang berumput di tengah hutan, tempat dia bisa istirahat. Dia melepaskan kekang Destrier dan membiarkan kuda itu merumput. Dia sendiri makan sedikit ayam dingin dan minum sedikit anggur, kemudian jatuh tertidur. Hari telah sore ketika dia bangun. Dia makan sepotong daging dan melanjutkan perjalanan, masih ke arah selatan, mengikuti jalan yang jarang dilewati. Sekarang dia berada di perbukitan, naik dan turun, tapi selalu lebih sering naik daripada turun. Dari setiap puncak bukit dia bisa melihat gunung tampak semakin besar dan gelap di depan. Saat malam turun, dia berkuda di lembah yang lebih rendah. Angin bertiup. Tak lama kemudian hujan deras turun. Destrier menjadi gelisah. Guntur menggelegar di angkasa. Sekarang mereka memasuki hutan pinus yang gelap dan sepertinya tanpa akhir, dan semua kisah yang Caspian dengar tentang pohon-pohon tidak ramah pada manusia memenuhi pikirannya. Dia ingat bahwa dia, di luar segalanya, adalah orang Telmarine, salah satu ras yang memotong pohon kapan pun mereka bisa dan menjadi musuh makhluk-makhluk liar, dan meskipun dia sendiri tidak seperti orang Telmarine lain, pohon-pohon tidak bisa diharapkan mengetahui hal ini.
Dan memang begitu. Angin bertiup kencang, hutan berderum dan berderak di sekelilingnya. Terdengar dentuman. Sebatang pohon tumbang melintang di tengah jalan tepat di belakangnya. "Tenang, Destrier, tenang!" kata Caspian, menepuk-nepuk leher kudanya. Tapi dia sendiri gemetar dan tahu dia baru saja lolos dari kematian. Kilat menyambar dan derakan guntur seperti membelah langit menjadi dua di depan mereka. Destrier terlompat dan lari kencang-kencang. Caspian penunggang yang baik, tapi tidak punya tenaga untuk menahan laju kudanya. Dia mempertahankan duduknya, tapi tahu hidupnya berada di ujung tanduk selama pacuan liar yang terjadi kemudian. Pohon demi pohon muncul di depan mereka dalam cahaya senja dan dihindari tepat pada saatnya. Kemudian, nyaris terlalu tiba-tiba untuk terasa sakit (tapi dia tetap merasa sakit) sesuatu menghantam dahi Caspian dan dia tidak sadar lagi.
Ketika sadar dia menemukan dirinya terbaring di tempat dengan penerangan api dengan tubuh memar-memar dan sakit kepala parah. Suara-suara pelan bicara di dekatnya.
"Dan sekarang," kata satu suara, "sebelum dia bangun kita harus memutuskan apa yang akan dilakukan padanya."
"Bunuh dia," kata suara lain. "Kita tidak bisa membiarkan dia hidup. Dia akan mengkhianati kita."
"Kita seharusnya langsung membunuhnya, kalau tidak membiarkannya di sana," kata suara ketiga. "Kita tidak bisa membunuhnya sekarang. Tidak setelah kita membawanya ke sini, memerban kepalanya, dan sebagainya. Itu sama saja membunuh tamu."
"Tuan-tuan," kata Caspian dengan suara lemah,
"apa pun yang kalian lakukan padaku, kuharap kalian akan berbaik hati pada kudaku yang malang."
"Kudamu telah lari lama sebelum kami menemukanmu," kata suara pertama--suara yang sangat dalam dan kasar, menurut pendengaran Caspian sekarang.
"Nah, sekarang jangan biarkan dia membujuk kalian dengan kata-kata manisnya," kata suara kedua. "Menurutku tetap--"
"Terompet dan jenggot!" teriak suara ketiga. "Tentu saja kita tidak akan membunuhnya. Malulah, Nikabrik. Apa yang kaukatakan, Trufflehunter" Apa yang harus kita lakukan padanya""
"Aku akan memberinya minum," kata suara pertama, mungkin suara Trufflehunter. Bayangan gelap mendekat ke tempat tidur. Caspian merasakan tangan diselipkan dengan lembut ke bawah bahunya--kalau itu memang tangan. Bentuknya entah kenapa terasa salah, Wajah yang membungkuk di atasnya juga terasa salah. Dia merasa wajah itu sangat berbulu dan hidungnya sangat panjang, dan ada tanda putih yang aneh di kedua sisinya. Ini pasti sejenis topeng, pikir Caspian. Atau mungkin aku demam dan hanya membayangkan semua ini. Gelas penuh sesuatu yang manis dan panas didekatkan pada bibirnya dan Caspian minum. Saat itu salah satu dari dua makhluk lain tersebut menusuk api. Bunga api meloncat dan Caspian nyaris berteriak kaget karena cahaya api yang mendadak itu menerangi wajah yang menatapnya. Itu bukan wajah manusia, tapi musang, meskipun lebih besar, bersahabat, dan cerdas daripada wajah musang mana pun yang pernah dilihatnya. Dan musang itu jelas bisa bicara. Caspian juga melihat bahwa dia berbaring pada ranjang dari dedaunan dalam gua. Di samping api, duduk dua pria kecil berjanggut, jauh lebih liar, pendek, berambut, dan gemuk daripada Doctor Cornelius sehingga Caspian langsung tahu mereka dwarf sejati, dwarf kuno tanpa setetes pun darah manusia dalam pembuluh mereka. Dan Caspian tahu dia telah menemukan Narnia Lama akhirnya, Kemudian kepalanya mulai berputar lagi.
Dalam beberapa hari kemudian dia belajar mengenali nama-nama mereka. Musang itu bernama Trufflehunter. Dialah yang paling tua dan baik hati dari tiga sekawan itu. Dwarf. yang ingin membunuh Caspian adalah Dwarf' Hitam yang pemarah (itu karena rambut dan janggutnya semua hitam, tebal, dan kaku seperti surai kuda). Namanya Nikabrik. Dwarf yang lain adalah Dwarf Merah dengan rambut seperti bulu rubah, dan namanya Trumpkin.
"Dan sekarang," kata Nikabrik di malam pertama ketika Caspian cukup sehat untuk duduk dan ikut bicara, "kita masih harus memutuskan apa yang harus dilakukan pada
manusia ini. Kalian berdua berpikir telah melakukan kebaikan dengan melarang aku membunuhnya. Tapi kurasa akibatnya adalah kita harus menjadikannya tawanan seumur hidup, Aku jelas tidak akan membiarkannya pergi hidup-hidup--untuk kembali kepada bangsanya dan mengkhianati kita semua."
"Demi bantal dan guling! Nikabrik," kata Trumpkin. "Kenapa kau harus bicara begitu jahat" Bukan salah makhluk ini kepalanya terhantam pohon di luar liang kita. Dan kurasa dia bukan pengkhianat."
"Menurutku," kata Caspian, "kalian belum tahu apakah aku ingin kembali. Aku tidak ingin kembali. Aku ingin tinggal bersama kalian--kalau kalian mengizinkan. Aku sudah mencari makhluk-makhluk seperti kalian seumur hidupku."
"Itu tidak mungkin," geram Nikabrik. "Kau Telmarine dan manusia, bukan" Tentu saja kau ingin kembali kepada kaummu."
"Yah, meskipun ingin, aku tidak bisa melakukannya," kata Caspian. "Aku lari menyelamatkan hidupku ketika mengalami kecelakaan itu. Raja ingin membunuhku. Kalau kau membunuhku, kau melakukan hal yang akan membuatnya senang."
"Wah, wah," kata Trufflehunter, "kau tidak menceritakannya!"
"Eh!" kata Trumpkin. "Apa" Apa yang kaulakukan, Manusia, sehingga kemarahan Miraz ditimpakan padamu di usia begini muda""
"Dia pamanku," kata Caspian memulai, tapi Nikabrik melompat sambil memegang belatinya.
"Nah!" teriaknya. "Bukan hanya Telmarine, tapi keluarga dekat dan pewaris musuh besar kita. Apakah kalian masih cukup gila untuk membiarkan makhluk ini hidup"" Dia pasti sudah menusuk Caspian di sana-sini, kalau si musang dan Trumpkin tidak menghalangi dan memaksanya kem
bali duduk lalu memeganginya.
"Sekarang, Nikabrik," kata Trumpkin. "Apakah kau bisa menguasai dirimu sendiri, atau apakah Trufflehunter dan aku harus duduk di atas kepalamu""
Dengan muram Nikabrik berjanji untuk menahan nahan diri, dan yang lain menyuruh Caspian menceritakan semuanya. Ketika Caspian telah menyelesaikan ceritanya, ada sesaat keheningan.
"Ini hal paling aneh yang pernah kudengar," kata Trumpkin.
"Aku sama sekali tidak menyukainya," kata Nikabrik. "Aku tidak tahu cerita-cerita tentang kita masih dikisahkan di antara manusia. Semakin sedikit yang tahu tentang kita semakin baik. Perawat tua itu. Dia lebih baik menjaga mulutnya. Dan semua itu tercampur-campur dengan guru itu: dwarf pengkhianat. Aku benci mereka. Aku lebih membenci mereka daripada manusia. Dengar kata-kataku--tidak ada hal baik yang bisa mereka lakukan."
"Jangan bicara tentang hal-hal yang tidak kau mengerti, Nikabrik," kata Trufflehunter. "Kalian dwarf sama pelupa dan sering berubahnya dengan manusia. Aku binatang, memang, dan seekor musang tepatnya. Kami tidak berubah. Kami terus bertahan. Menurutku akan ada hal baik yang terjadi. Yang ada di sini, inilah Raja Narnia yang sejati. Dan kami para binatang ingat, bahkan kalau dwarf lupa, bahwa Narnia tidak pernah tenteram, kecuali saat Putra Adam menjadi Raja."
"Demi siulan dan gasing! Trufflehunter," kata Trumpkin. "Maksudmu kau rela memberikan negeri ini pada manusia""
"Aku tidak bilang begitu," jawab si musang. "Ini bukan negeri manusia (Siapa yang lebih tahu tentang itu daripada aku" ) tapi negeri untuk diperintah Raja Manusia. Kami musang punya ingatan cukup panjang untuk tahu itu. Wah, berkatilah kita semua, bukankah Raja Agung Peter itu manusia""
"Apakah kau percaya semua kisah lama itu"" kata Trumpkin.
"Menurutku, kami tidak berubah, kami binatang," kata Trufflehunter. "Kami tidak lupa. Aku percaya Raja Agung Peter dan yang lain pernah bertakhta di Cair Paravel, sama seperti aku percaya pada Aslan sendiri."
"Sama seperti itu, memang," kata Trumpkin "Tapi siapa yang percaya pada Aslan sekarang""
"Aku percaya," kata Caspian. "Dan kalau aku belum memercayainya, sekarang aku percaya. Di antara kalangan manusia dulu, orang-orang yang menertawakan Aslan akan menertawakan kisah-kisah tentang Hewan yang Bisa Berbicara dan dwarf. Kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah ada makhluk seperti Aslan Tapi kemudian kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah ada makhluk-makhluk seperti kalian. Dan inilah kalian."
"Benar," kata Trufflehunter. "Kau benar, Raja Caspian. Dan selama kau jujur mendukung Narnia Lama, kau akan jadi rajaku, tak peduli apa kata mereka. Panjang umur Yang Mulia,"
"Kau membuatku muak, Musang," geram Nikabrik. "Raja Agung Peter dan yang lain mungkin manusia, tapi mereka manusia yang berbeda. Yang satu ini Telmarine terkutuk, Dia berburu binatang untuk olahraga. Bukankah begitu"" tambahnya, tiba-tiba berbalik kearah Caspian.
"Yah, sejujurnya, memang pernah," kata Caspian. "Tapi mereka bukan Hewan yang Bisa Berbicara."
"Sama saja," kata Nikabrik.
"Tidak, tidak, tidak," kata Trufflehunter. "Kau tahu itu tidak sama. Kau tahu bahwa binatang-binatang di Narnia saat ini berbeda dan tidak lebih daripada makhluk bodoh tanpa kehendak, sama seperti yang kautemukan di Calormen atau Telmar. Mereka juga lebih kecil. Mereka jauh berbeda dengan kami sama seperti setengah dwarf berbeda dengan kalian."
Pembicaraan masih berlanjut panjang, tapi semua berakhir dengan persetujuan bahwa Caspian harus tinggal dan bahkan dengan janji bahwa, begitu dia bisa keluar, dia akan diajak untuk menemui apa yang disebut Trumpkin "yang lain", karena ternyata di bagian liar ini berbagai makhluk dari Narnia Lama masih hidup dalam persembunyian.
BAB ENAM Mereka Yang Tinggal dalam Persembunyian
SEKARANG mulailah masa-masa paling menyenangkan bagi Caspian. Suatu pagi musim panas yang cerah ketika embun masih menutupi rumput, dia berangkat bersama si musang dan kedua dwarf, masuk jauh ke hutan mendaki ke punggung pegunungan dan turun ke lembah sebelah selatan yang diterangi matahari, tempat mereka bisa melihat
ke seberang ke dunia hijau Archenland.
"Pertama-tama kita akan pergi ke tiga beruang gendut," kata Trumpkin.
Mereka mencapai tanah lapang di tengah hutan dan mendekati pohon ek tua yang berlubang dan ditutupi lumut, dan Trufflehunter mengetuk batang pohon itu tiga kali dengan cakarnya tapi tidak ada jawaban. Kemudian dia mengetuk lagi dan ada semacam suara berat dari dalam dan berkata, "Pergi. Belum saatnya bangun." Tapi ketika dia mengetuk untuk ketiga kalinya ada suara seperti gempa bumi kecil dari dalam pohon dan sejenis pintu terbuka lalu keluarlah tiga beruang coklat, sangat gemuk dan mengerjapkan mata mereka yang kecil. Dan ketika semua telah dijelaskan pada mereka (yang butuh waktu lama karena mereka sangat mengantuk) mereka berkata, tepat seperti yang telah dikatakan Trufflehunter, bahwa Putra Adam harus menjadi Raja Narnia dan semua mencium Caspian ciuman mereka sangat basah dan penuh dengusan dan menawarinya madu. Caspian tidak terlalu ingin madu, tanpa roti, dalam waktu sepagi ini, tapi dia merasa harus bersikap sopan dan menerimanya. Butuh waktu lama sebelum dia bisa membersihkan diri dari madu yang lengket itu.
Setelah itu mereka berjalan lagi sampai berada di antara pohon beech yang tinggi dan Trufflehunter memanggil-manggil, "Patterwig! , Patterwig! Patterwig!" dan hampir seketika itu juga, melompat-lompat dari cabang ke cabang sampai tepat berada di atas kepala mereka, datang bajing merah paling menakjubkan yang pernah dilihat Caspian. Bajing itu jauh lebih besar daripada bajing biasa yang bodoh yang kadang Caspian lihat di kebun istana, memang bajing itu hampir seukuran anjing terrier dan begitu melihat wajahnya kau langsung tahu dia bisa bicara. Tapi ternyata kesulitannya adalah membuatnya berhenti bicara, karena, seperti semua bajing, dia senang merepet. Dia langsung menerima Caspian dan bertanya apakah Caspian ingin kacang dan Caspian bilang terima kasih, dia mau. Tapi saat Patterwig pergi untuk mengambil kacang itu, Trufflehunter berbisik di telinga Caspian, "Jangan lihat. Lihat ke arah lain. Kaum bajing menganggap sangat tidak sopan melihat mereka pergi ke tempat penyimpanan atau kelihatan seolah kau ingin tahu di mana tempatnya." Kemudian Patterwig kembali membawa kacang dan Caspian memakannya setelah itu Patterwig bertanya apakah dia bisa membawa pesan kepada teman-teman yang lain. "Karena aku bisa pergi ke mana pun tanpa harus menginjakkan kaki di tanah," katanya. Trufflehunter dan kedua dwarf berpendapat ini ide yang sangat bagus dan memberi Patterwig pesan pada berbagai orang dengan nama-nama aneh, memberitahu mereka semua supaya datang ke pesta dan rapat di Dancing Lawn saat tengah malam tiga hari lagi. "Dan lebih baik kau memberitahu ketiga beruang juga," tambah Trumpkin. "Kami lupa memberitahu ini pada mereka."
Kunjungan mereka yang berikut adalah kepada Tujuh Saudara Shuddering Wood. Trumpkin memimpin jalan kembali ke punggung pegunungan kemudian menurun ke lembah sebelah utara sampai mereka mencapai tempat yang sangat damai di antara bebatuan dan pepohonan fir. Mereka berjalan setenang mungkin dan saat itu Caspian bisa merasakan tanah bergetar di bawah kakinya seolah ada yang sedang memalu jauh di bawahnya. Trumpkin mendekati batu datar berukuran kira-kira sama dengan puncak tong air, dan menginjaknya kuat-kuat. Setelah jeda lama batu itu digerakkan oleh seseorang atau sesuatu di bawah sana, dan ada lubang bundar gelap yang mengeluarkan banyak uap serta hawa panas dan di tengah lubang itu muncul kepala dwarf yang sangat mirip Trumpkin sendiri. Ada pembicaraan panjang di sana dan si dwarf sepertinya jauh lebih curiga daripada si bajing atau ketiga beruang, tapi akhirnya seluruh rombongan di undang turun. Caspian menemukan dirinya menuruni tangga gelap masuk ke tanah, tapi ketika dia mencapai dasarnya dia melihat cahaya. Itu cahaya tungku perapian. Seluruh tempat itu merupakan bengkel pandai besi. Uap dari panas bawah tanah tampak di satu sisi ruangan. Dua dwarf berada di bawah, satu lagi sedang memegang sepotong besi merah panas pada tungku dengan sepasang capit, dwarf keempat sedang
memalunya, dan dua dwarf lagi, membersihkan tangan kecil mereka yang kuat pada kain berminyak, maju untuk menemui para pengunjung. Butuh beberapa lama untuk membuat mereka yakin bahwa Caspian sahabat bukan musuh, tapi ketika telah yakin, mereka semua berteriak--"Panjang umur Raja" dan hadiah mereka sangat indah--baju rantai besi, helm, dan pedang untuk Caspian, Trumpkin, serta Nikabrik. Si musang akan diberikan benda yang sama kalau dia mau, tapi dia berkata dia binatang--dan memang begitu--dan kalau cakar serta giginya tidak bisa menjaga dirinya, anggota tubuh itu tidak ada gunanya. Pengerjaan peralatan itu jauh lebih halus daripada hasil pengerjaan mana pun yang pernah dilihat Caspian. Dengan gembira dia menerima pedang buatan dwarf yang lebih bagus daripada pedangnya sendiri, yang kelihatan--bila dibandingkan--seringkih pedang mainan dan secanggung tongkat. Ketujuh kakak-beradik (yang semuanya Dwarf Merah) berjanji untuk datang ke pesta di Dancing Lawn.
Tidak terlalu jauh, pada anak sungai kering yang berbatu-batu, mereka mencapai gua lima Dwarf Hitam. Mereka menatap Caspian dengan curiga, tapi akhirnya yang tertua berkata, "Kalau dia musuh Miraz, kami mau menerimanya sebagai raja." Dan yang kedua berkata, "Haruskah kami pergi lebih jauh ke atas untuk kalian, jauh di tebing terjal" Ada satu atau dua ogre clan hag yang bisa kami perkenalkan padamu di sana."
"Jelas tidak," kata Caspian.
"Aku juga merasa lebih baik tidak," kata Trufflehunter. "Kita tidak ingin ada makhluk seperti itu di sisi kita." Nikabrik tidak menyetujui ini, tapi Trumpkin dan si musang mematahkan pendapatnya. Caspian terkejut menyadari bahwa makhluk-makhluk mengerikan dalam kisah lama, sama seperti makhluk-makhluk baik, masih punya keturunan di Narnia.
"Kita tidak akan mendapat dukungan Aslan kalau kita mengajak pengacau seperti itu," kata Trufflehunter ketika mereka sudah menjauh dari gua Dwarf Hitam.
"Oh, Aslan!" kata Trumpkin dengan nada gembira tapi juga menghina. "Yang lebih penting adalah kau tidak akan mendapat dukunganku."
"Apakah kau percaya adanya Aslan"" kata Caspian pada Nikabrik.
"Aku percaya pada siapa pun atau apa pun," kata Nikabrik, "yang bisa menghajar orang Telmarine barbar sialan ini jadi serpihan-serpihan kecil atau mengusir mereka dari Narnia. Siapa pun atau apa pun, Aslan atau si Penyihir Putih, mengerti""
"Diam, diam," kata Trufflehunter. "Kau tidak mengerti apa yang kaukatakan. Penyihir itu musuh yang lebih menakutkan daripada Miraz dan seluruh bangsanya."
"Tidak, bagi Dwarf dia tidak menakutkan," kata Nikabrik.
Kunjungan berikutnya sangat menyenangkan. Saat mereka berjalan turun, pegunungan membuka menjadi celah besar atau rekahan berhutan dengan sungai deras mengalir di dasarnya. Tanah terbuka dekat pinggiran sungai penuh bunga fox-gloves dan mawar liar, dan udara penuh lebah berdengung. Di sini Trufflehunter kembali memanggil, "Glenstorm! Glenstorm!" dan setelah jeda, Caspian mendengar suara kaki kuda. Suara itu semakin keras sehingga lembah itu bergetar dan akhirnya, mematahkan dan menginjak-injak ranting-ranting mati, muncul makhluk paling mulia yang pernah dilihat Caspian sejauh ini, Centaurus Glenstorm yang agung dan ketiga putranya. Tubuh kudanya berwarna cokelat kacang mengilap dan janggut yang menutupi dadanya yang bidang berwarna merah keemasan. Dia bisa melihat ke masa depan dan meramal dari kedudukan bintang sehingga tahu apa tujuan kedatangan mereka.
Kedele Maut 19 Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton Si Kangkung Pendekar Lugu 5