Pencarian

Sang Singa Sang Penyihir 1

The Chronicles Of Narnia 2 Sang Singa Sang Penyihir Dan Lemari The Lion The Witch And The Wardrob Bagian 1


The Chronicles Of Narnia : The Lion, The Witch and The Wardrobe
(Sang Singa, Sang Penyihir dan Lemari)
C.S. Lewis BAB SATU Lucy Melihat ke Dalam Lemari
DULU ada empat anak yang bernama Peter, Susan, Edmund, dan Lucy. Kisah ini tentang sesuatu yang terjadi pada mereka saat mereka diungsikan dari London selama perang karena serangan udara. Mereka dikirim ke rumah seorang profesor tua yang tinggal di pedesaan, sepuluh mil dari jalan kereta api terdekat dan dua mil dari kantor pos terdekat. Dia tidak punya istri dan tinggal di rumah yang sangat besar bersama pengurus rumah bernama Mrs Macready dan tiga pelayan. (Nama mereka Ivy, Margaret, dan Betty, tapi mereka tidak terlalu berperan dalam kisah ini.) Si profesor sendiri adalah pria yang sudah sangat tua dengan rambut putih lebat yang tumbuh hampir di sekujur wajah selain di kepalanya, dan anak-anak itu hampir langsung menyukai si profesor. Tapi di malam pertama ketika dia keluar menemui mereka di pintu depan, dia tampak begitu aneh sehingga Lucy (yang terkecil) agak takut kepadanya, dan Edmund (yang kedua terkecil) ingin tertawa dan harus terus berpura-pura membersit hidung untuk menyembunyikan tawanya.
Begitu mereka mengucapkan selamat malam kepada Profesor dan pergi ke atas pada malam pertama, anak-anak laki-laki datang ke kamar anak-anak perempuan dan mereka membicarakannya.
"Kita datang ke tempat yang tepat, tidak salah lagi," kata Peter. "Tinggal di sini akan asyik sekali. Profesor tua itu akan membiarkan kita melakukan apa saja yang kita suka."
"Kurasa dia manis sekali," kata Susan.
"Oh, ya ampun!" kata Edmund, yang sebenarnya capek tapi berpura-pura tidak capek, ini selalu membuatnya mudah kesal. "Jangan ngomong begitu."
"Begitu bagaimana"" kata Susan, "Omong-omong, sudah waktunya kau tidur."
"Coba saja bicara seperti Ibu," kata Edmund. "Memangnya kau siapa sampai bisa menyuruhku tidur" Tidur saja sendiri."
"Bukankah lebih baik kita semua tidur"" kata Lucy. "Pasti akan ada yang menghukum kita kalau kita terdengar masih mengobrol begini."
"Tidak, tidak akan," kata Peter. "Percaya deh, ini jenis rumah tempat tidak akan ada yang peduli pada apa yang kita lakukan. Lagi pula, mereka tidak akan mendengar kita. Kira-kira butuh sepuluh menit jalan kaki dari sini ke ruang makan, dan banyak tangga serta lorong di antaranya."
"Suara apa itu"" tanya Lucy tiba-tiba. Rumah itu jauh lebih besar daripada yang pernah ditempatinya dan bayangan tentang lorong-lorong panjang serta deretan pintu menuju kamar kosong mulai membuatnya takut.
"Itu hanya burung, bodoh," kata Edmund.
"Itu hanya burung hantu," kata Peter. "Rumah ini tempat yang bagus untuk burung-burung. Aku akan tidur sekarang. Menurutku, kita harus mengadakan penyelidikan besok. Kau bisa menemukan apa pun di tempat seperti ini. Kalian lihat gunung-gunung dalam perjalanan ke sini" Dan hutan" Mungkin ada rajawali. Mungkin ada rusa. Mungkin ada elang."
"Luak!" kata Lucy.
"Rubah!" kata Edmund.
"Kelinci!" kata Susan.
Tapi saat pagi berikutnya tiba, hujan turun dengan deras, begitu deras sehingga saat kau melihat ke luar jendela kau tidak bisa melihat gunung maupun hutan atau bahkan sungai kecil di kebun.
"Tentu saja akan hujan!" kata Edmund. Mereka baru saja selesai sarapan bersama Profesor dan sedang berada di atas, di kamar yang disediakan bagi mereka ruangannya memanjang dan berlangit-langit rendah dengan dua jendela menghadap ke satu sisi dan dua jendela lagi menghadap ke sisi yang lain.
"Berhentilah mengeluh, Ed," kata Susan. "Kemungkinan besar cuaca akan cerah dalam satu atau dua jam lagi. Dan sementara itu kita lebih baik menyibukkan diri. Ada radio dan banyak buku."
"Tidak mau," kata Peter, "aku akan menyelidiki rumah ini."
Semuanya setuju dengan kegiatan ini dan dengan begitu dimulailah petualangan. Rumah itu jenis rumah yang sepertinya tidak memiliki ujung, dan penuh tempat tak terduga. Beberapa pintu pertama yang mereka buka hanya menuju kamar tidur tambahan, seperti yang sudah diduga semua anak. Tapi tak lama kemudian mereka masuk ke ruangan yang sangat panjang penuh lukisan, dan menemukan baju besi
. Setelah itu ada ruangan yang berwarna hijau dengan harpa di satu sudutnya. Kemudian ada tiga anak tangga menurun dan lima anak tangga mendaki, lalu ada aula kecil dan pintu yang menuju balkon di luar, kemudian sederetan kamar yang bersambungan dan penuh bukii kebanyakan buku tua dan beberapa lebih besar daripada Kitab Suci di gereja. Dan tak lama setelah itu mereka melihat ke dalam ruangan yang kurang-lebih kosong, hanya berisi satu lemari besar, jenis lemari yang pintunya dilapis cermin. Tidak ada benda lain dalam ruangan itu kecuali bangkai lalat hijau di bingkai jendela.
"Tidak ada apa-apa!" kata Peter, dan mereka semua berbaris keluar kecuali Lucy. Dia tinggal karena berpikir ada gunanya mencoba membuka pintu lemari itu, meskipun dia hampir yakin pintu itu terkunci. Dia terkejut ketika pintu itu terbuka dengan cukup mudah, dan dua kapur barus terjatuh ke luar.
Mengintip ke dalamnya, Lucy melihat beberapa mantel tergantung kebanyakan mantel bulu. Tidak ada yang lebih disukai Lucy daripada aroma dan kelembutan bulu. Dia langsung masuk ke lemari dan berdiri di antara mantel-mantel lalu menggosokkan wajahnya pada benda itu, menjaga pintu tetap terbuka, tentu saja, karena dia tahu sangat bodoh mengurung diri dalam lemari. Tak lama kemudian dia masuk semakin dalam dan menemukan ada barisan kedua mantel yang tergantung di belakang barisan yang pertama. Di dalam situ nyaris gelap dan Lucy mengedangkan tangannya supaya dirinya tidak menabrak bagian belakang lemari. Dia maju satu langkah lagi lalu dua atau tiga langkah selalu berharap akan merasakan kayu di ujung jemarinya. Tapi dia tidak bisa merasakannya.
"Ini pasti lemari yang sangat besar!" pikir Lucy, masuk semakin dalam dan mendorong lapisan mantel yang lembut untuk membuat ruang bagi dirinya. Kemudian dia melihat bahwa ada sesuatu berderak di bawah kakinya. "Apakah ini kapur barus"" pikirnya, membungkuk untuk meraba. Tapi bukannya merasakan kayu keras yang halus dari lantai lemari, dia merasakan sesuatu yang lembut seperti tepung dan sangat dingin. "Ini aneh sekali," katanya, dan maju satu atau dua langkah lagi.
Beberapa saat kemudian Lucy merasakan yang menyentuh wajah dan tangannya bukan lagi bulu yang lembut tapi sesuatu yang keras serta kasar bahkan menusuk-nusuk. "Wah, ini seperti cabang pohon!" teriak Lucy. Kemudian dia melihat ada cahaya di depannya, bukan beberapa inci di tempat bagian belakang lemari seharusnya berada, tapi jauh di depan. Sesuatu yang dingin dan lembut jatuh ke atasnya. Beberapa saat kemudian Lucy menemukan dia sedang berdiri di tengah hutan di malam hari dengan salju di bawah kakinya dan turun di sekitarnya.
Lucy merasa agak takut, tapi sangat ingin tahu dan penuh semangat. Dia melihat ke balik pundaknya dan di sana, di antara batang-batang pohon yang gelap, dia masih bisa melihat pintu lemari terbuka dan bahkan sebagian ruangan kosong yang baru ditinggalkannya. (Dia tentu saja membiarkan pintu lemari terbuka, karena dia tahu mengurung diri dalam lemari sangatlah bodoh.) Sepertinya masih terang di sana. "Aku selalu bisa kembali kalau ada sesuatu yang salah," pikir Lucy. Dia mulai maju, kres-kres di atas salju dan melalui hutan yang mengikuti cahaya lain. Kira-kira sepuluh menit kemudian dia mencapai sumber cahaya itu yang ternyata lampu tiang. Saat berdiri memandanginya, bertanya-tanya mengapa ada lampu tiang di tengah hutan dan bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya selanjutnya, dia mendengar suara langkah mendekat. Tak lama kemudian orang yang sangat aneh muncul dari antara pepohonan ke dalam lingkaran cahaya lampu tiang.
Orang itu hanya sedikit lebih tinggi daripada Lucy sendiri dan untuk menaungi kepalanya dia membawa payung, yang. putih penuh salju. Dari pinggang ke atas dia manusia, tapi tungkainya berbentuk seperti kaki kambing (bulunya hitam mengilat) dan bukannya kaki dia raemiliki tapal kambing. Dia juga punya ekor, tapi Lucy tidak langsung menyadarinya karena ekor itu digulung rapi pada lengan yang membawa payung supaya tidak menggeser salju. Dia mengenakan syal wol merah di sekeliling lehernya, kulitnya juga kemerahan. D
ia memiliki wajah yang agak aneh, tapi ramah, dengan janggut pendek yang mencuat serta rambut keriting. Dua tanduk muncul dari balik rambut itu, satu di setiap sisi dahinya. Sebelah tangannya, seperti yang sudah kukatakan, memegang payung, dan di tangan satunya dia membawa beberapa bungkusan kertas cokelat. Dengan bungkusan dan semua salju itu, dia tampak baru saja selesai belanja untuk Hari Natal. Dia faun. Dan saat melihat Lucy, dia begitu terkejut sehingga menjatuhkan semua bungkusannya.
"Ya ampun!" teriak si faun.
BAB DUA Apa yang Lucy Temukan di Sana
"SELAMAT malam," kata Lucy. Tapi si faun begitu sibuk mengambili bungkusan-bungkusannya sehingga tidak langsung menjawab. Saat selesai, si faun membungkuk sedikit ke arah Lucy.
"Selamat malam, selamat malam," kata si faun. "Maafkan saya saya tidak ingin terlalu ingin tahu tapi apakah saya benar bila berpikir Anda Putri Hawa""
"Namaku Lucy," katanya, tidak mengerti apa maksud si faun.
"Tapi Anda maafkan saya Anda yang mereka sebut anak perempuan"" tanya si faun.
"Tentu saja aku anak perempuan," kata Lucy.
"Anda memang Manusia""
"Tentu saja aku manusia," kata Lucy, masih agak bingung.
"Tentu saja, tentu saja," kata si faun. "Bodoh sekali aku! Tapi saya tidak pernah melihat Putra Adam atau Putri Hawa sebelumnya. Saya senang. Itu artinya " kemudian dia berhenti seolah akan mengatakan sesuatu yang tidak dimaksudkannya tapi ingat pada saat yang tepat. "Senang, senang," lanjutnya. "Biar saya memperkenalkan diri. Nama saya Tumnus."
"Senang bertemu denganmu, Mr Tumnus," kata Lucy.
"Dan bolehkah saya bertanya, O Lucy, Putri Hawa," kata Mr Tumnus, "bagaimana Anda bisa sampai di Narnia""
"Narnia" Apa itu"" kata Lucy.
"Ini daerah yang disebut Narnia," kata si faun, "tempat kita berada sekarang; semua daerah antara lampu tiang dan kastil besar Cair Paravel di laut timur. Dan Anda Anda datang dari Hutan Liar di Barat""
"Aku aku masuk melalui lemari di ruang kosong," kata Lucy.
"Ah!" kata Mr Tumnus dengan suara yang agak melankolis. "Kalau saja saya bekerja lebih keras dalam pelajaran geografi saat masih faun kecil, saya pasti tahu tentang semua negeri asing itu. Sudah terlambat sekarang."
"Tapi di sana sama sekali bukan negerilain," kata Lucy, nyaris tertawa. "Letaknya tidak jauh paling tidak aku tidak yakin. Di sana musim panas."
"Sementara," kata Mr Tumnus, "saat ini musim dingin di Narnia, dan sudah berjalan begitu lama, dan kita berdua bisa kena flu kalau berdiri mengobrol di tengah hujan salju seperti ini. Putri Hawa dari negeri Ruang Kosong yang jauh, tempat musim panas abadi merajai kota cahaya Le Mari, bagaimana kalau Anda ikut dan minum teh bersama saya""
"Terima kasih banyak, Mr Tumnus," kata Lucy. "Tapi aku sedang berpikir apakah sebaiknya aku pulang."
"Rumah saya cuma di sudut belokan," kata si faun, "dan ada perapian dan roti bakar dan sarden dan kue."
"Wah, kau baik sekali," kata Lucy. "Tapi aku tidak bisa tinggal lama-lama."
"Kalau Anda mau berpegang pada tangan saya, Putri Hawa," kata Mr Tumnus, "saya akan bisa memegang payung di atas kita berdua. Benar begitu. Nah ayo, jalan."
Begitulah Lucy menemukan dirinya berjalan melalui hutan, berpegangan pada tangan makhluk aneh ini seolah mereka sudah saling mengenal seumur hidup.
Tidak jauh dari situ mereka sampai di tempat tanah menjadi kasar dan batu-batu berserakan serta jalanan jadi naik-turun. Di dasar sebuah lembah kecil Mr Tumnus tiba-tiba berbelok ke pinggir seolah dia akan berjalan menembus sebongkah batu besar, tapi di saat terakhir Lucy menyadari Mr Tumnus menuntunnya ke pintu masuk gua. Begitu mereka berada di dalam, Lucy harus mengerjapkan mata dalam penerangan perapian. Kemudian Mr Tumnus membungkuk dan mengambil sepotong kayu yang terbakar dengan capit kecil yang bagus, dan menyalakan lampu. "Nah, ini tidak akan lama," katanya, dan langsung meletakkan ketel di atas perapian.
Lucy berpikir dia belum pernah datang ke tempat yang lebih indah lagi. Gua itu kecil, kering, bersih, terbuat dari batu merah dengan karpet di lantainya dan dua kursi kecil ("Satu untukku dan satu untuk seorang teman," kata
Mr Tumnus) dan meja, lemari, serta rak pajangan di atas perapian dan di atasnya ada lukisan faun tua dengan janggut abu-abu. Di satu sudut ada pintu yang Lucy pikir pasti mengarah ke kamar tidur Mr Tumnus, dan di satu dinding ada rak penuh buku. Lucy melihat-lihat buku-buku ini ketika Mr Tumnus menyiapkan teh. Buku-buku itu berjudul Kisah Hidup dan Surat-Surat Silenus atau Nymph Peri Air dan Cara Hidup Mereka atau Manusia, Biarawan dan Gembala: Studi tentang Legenda Populer atau Apakah Manusia Sekadar Mitos"
"Nah, Putri Hawa!" kata si Faun.
Dan teh itu benar-benar enak. Ada telur cokelat, direbus setengah matang, untuk mereka masing-masing, dan sarden sebagai teman roti bakar, kemudian roti bakar dengan mentega, dan roti bakar dengan madu, kemudian kue bersalut gula. Dan saat Lucy capek makan, si faun mulai bicara. Dia punya banyak cerita menarik tentang kehidupan dalam hutan. Dia menceritakan tentang dansa tengah malam dan bagaimana nymph yang tinggal di sumur-sumur serta dryad yang tinggal di pohon-pohon keluar untuk berdansa bersama para faun; tentang kelompok-kelompok pemburu yang mengejar rusa putih yang bisa mengabulkan permintaanmu kalau kau menangkapnya; tentang berpuasa dan pencarian harta karun bersama Dwarf Merah liar dalam tambang-tambang dan gua-gua yang berada jauh di bawah permukaan hutan; kemudian tentang musim panas saat hutan hijau dan Silenus tua akan mengunjungi mereka dengan naik keledainya yang gendut, dan kadang-kadang Bacchus sendiri datang, dan sungai akan terisi anggur bukannya air lalu seluruh hutan akan bersenang-senang selama berminggu-minggu. "Di sini tidak selalu musim dingin," tambahnya sedih. Kemudian untuk menghibur dirinya sendiri dia mengeluarkan suling kecil yang aneh dari kotak di dalam laci. Suling itu tampak seolah terbuat dari jerami, dan Mr Tumnus mulai memainkannya. Dan lagu yang dimainkannya membuat Lucy ingin menangis serta tertawa, menari, dan tidur di saat yang sama. Pasti sudah berjam-jam berlalu saat Lucy menggeleng dan berkata, "Oh, Mr Tumnus aku sangat menyesal harus menghentikanmu, dan aku sangat menyukai lagu itu tapi sungguh, aku harus pulang. Tadi aku hanya bermaksud mampir beberapa menit."
"Tidak ada gunanya sekarang, tahu kan," kata si faun, meletakkan sulingnya dan menggeleng sangat sedih.
"Tidak ada gunanya"" tanya Lucy, melompat bangkit dan merasa agak takut. "Apa maksudmu" Aku harus langsung pulang. Yang lain pasti bertanya-tanya apa yang terjadi padaku." Tapi beberapa saat kemudian Lucy bertanya, "Mr Tumnus! Ada apa"" karena mata cokelat si faun penuh air mata yang kemudian mulai mengalir di pipinya, dan tak lama kemudian menetes dari ujung hidungnya; akhirnya faun itu menutup wajah dengan tangannya dan mulai meraung.
"Mr Tumnus! Mr Tumnus!" kata Lucy kebingungan. "Jangan menangis! Jangan! Ada apa" Apakah kau baik-baik saja" Mr Tumnus tersayang, tolong katakan padaku apa yang salah."
Tapi faun itu terus terisak seolah hatinya patah. Dan bahkan ketika Lucy membungkuk, memeluknya, dan meminjamkan saputangannya, faun itu tidak berhenti menangis. Dia hanya mengambil saputangan itu dan menggunakannya, mengibaskannya dengan kedua belah tangan saat sudah terlalu basah untuk digunakan, sehingga Lucy berdiri di atas lantai yang lembap.
"Mr Tumnus!" teriak Lucy di telinganya, mengguncangnya. "Stop! Stop sekarang juga! Kau seharusnya malu, faun besar seperti dirimu menangis begini. Apa yang membuatmu menangis""
"Oh oh oh!" isak Mr Tumnus. "Aku menangis karena aku faun yang jahat."
"Aku sama sekali tidak menganggapmu faun yang jahat," kata Lucy. "Kurasa kau faun yang sangat baik. Kau faun paling baik yang pernah kutemui."
"Oh oh kau tidak akan bilang begitu kalau kau tahu," jawab Mr Tumnus di antara isakannya. "Tidak, aku faun jahat. Kurasa tidak ada faun yang lebih jahat lagi sejak awal dunia."
"Tapi apa yang kaulakukan"" tanya Lucy.
"Ayahku yang tua," kata Mr Tumnus, "itu lukisannya di atas rak perapian. Dia tidak akan pernah melakukan sesuatu seperti ini."
"Sesuatu seperti apa"" tanya Lucy.
"Seperti yang kulakukan," kata si faun. "Melayani Penyihir Putih. It
ulah yang kulakukan. Aku digaji Penyihir Putih."
"Penyihir Putih" Siapa dia""
"Wah, dialah yang memerintah seluruh Narnia di bawah telunjuknya. Dialah yang membuat selalu musim dingin di sini. Selalu musim dingin dan tidak pernah ada Natal, pikirkan saja!"
"Betapa mengerikan!" kata Lucy. "Tapi dia menggajimu untuk apa""
"Itulah yang terburuk," kata Mr Tumnus sambil menggeram. "Aku ini penculik suruhannya, itulah yang kulakukan. Pandanglah aku, Putri Hawa. Apakah kau percaya aku jenis faun yang akan bertemu anak tanpa dosa yang malang di hutan, anak yang tidak pernah melakukan kesalahan, dan berpura-pura berteman dengannya, dan mengundangnya ke guaku, hanya untuk membuatnya tidur kemudian menyerahkannya pada Penyihir Putih""
"Tidak," kata Lucy. "Aku yakin kau tidak akan melakukan hal seperti itu."
"Tapi aku melakukannya," kata si faun.
"Wah," kata Lucy perlahan (karena dia ingin jujur tapi tidak bersikap terlalu keras pada si faun), "wah, itu cukup jahat. Tapi kau begitu menyesal sehingga aku yakin kau tidak akan melakukannya lagi."
"Putri Hawa, tidakkah kau mengerti"" kata si faun. "Itu bukan sesuatu yang pernah kulakukan. Aku sedang melakukannya, saat ini juga."
"Apa maksudmu"" jerit Lucy, wajahnya pucat pasi.
"Kaulah anak itu," kata Tumnus. "Aku mendapat perintah dari Penyihir Putih bahwa kalau aku melihat Putra Adam atau Putri Hawa di hutan, aku harus menangkap mereka dan menyerahkan mereka padanya. Dan kaulah yang pertama kutemukan. Dan aku berpura-pura jadi temanmu dan mengajakmu minum teh, dan selama itu aku bermaksud menunggu sampai kau tidur kemudian pergi dan memberitahunya."
"Oh, tapi kau tidak melakukannya, Mr Tumnus," kata Lucy. "Kau tidak akan melakukannya, bukan" Sungguh, kau benar-benar tidak boleh melakukannya."
"Dan kalau aku tidak melakukannya," kata Mr Tumnus, mulai menangis lagi, "dia pasti tahu. Dan dia akan memerintahkan supaya ekorku dipotong, tandukku digergaji, dan janggutku dicabuti, dan dia akan mengayunkan tongkat sihirnya ke arah tapal kedua kakiku dan mengubah keduanya menjadi tapal batu yang mengerikan seperti milik kuda terkutuk. Dan kalau dia benar-benar marah, dia akan mengubahku menjadi batu dan aku hanya akan menjadi patung faun dalam rumahnya yang mengerikan sampai keempat takhta di Cair Paravel terisi dan tidak ada yang tahu kapan itu akan terjadi, atau apakah itu akan terjadi."
"Aku sangat menyesal, Mr Tumnus," kata Lucy. "Tapi tolong biarkan aku pulang."
"Tentu saja," kata si Faun. "Tentu saja aku harus membiarkanmu pulang. Aku mengerti sekarang. Aku tidak tahu seperti apa manusia itu sebelum bertemu denganmu. Tentu saja aku tidak bisa menyerahkanmu pada si penyihir, setelah mengenalmu sekarang. Tapi kita harus pergi sekarang. Kurasa kau bisa menemukan jalan pulang dari hutan ke Ruang Kosong dan Le Mari""
"Aku yakin aku bisa," kata Lucy.
"Kita harus pergi sepelan mungkin," kata Mr Tumnus. "Seluruh hutan penuh mata-matanya. Bahkan beberapa pohon pun berpihak padanya."
Mereka berdua bangkit dan meninggalkan peralatan minum teh di meja, dan Mr Tumnus sekali lagi membuka payungnya dan menyodorkan lengannya pada Lucy, dan mereka pergi menembus salju. Perjalanan kembali sama sekali tidak seperti perjalanan menuju gua si faun; mereka berjalan secepat yang mereka bisa, tanpa bicara, dan Mr Tumnus berjalan di tempat-tempat yang paling gelap. Lucy lega ketika mereka mencapai lampu tiang lagi.
"Apakah kau tahu jalan pulang dari sini, Putri Hawa"" tanya Mr Tumnus.
Lucy memandang tajam ke antara pepohonan dan bisa melihat di kejauhan ada seberkas cahaya yang tampak seperti cahaya siang hari. "Ya," katanya, "aku bisa melihat pintu lemari."
"Kalau begitu pergilah secepat yang kau bisa," kata si faun, "dan bi-bisakah kau memaafkanku karena apa yang akan kuperbuat""
"Wah, tentu saja bisa," kata Lucy, menjabat tangan si faun erat-erat. "Dan aku benar-benar berharap kau tidak akan terlibat masalah besar karena diriku."
"Selamat tinggal. Putri Hawa," kata Mr Tumnus. "Mungkin aku boleh menyimpan saputangan ini""
"Tentu saja!" kata Lucy, lalu lari ke berkas cahaya siang itu secepat kakiny
a bisa. Kemudian bukannya cabang-cabang kasar yang dilewatinya, dia merasakan mantel-mantel, dan bukannya salju di bawah kakinya, dia merasakan papan kayu, dan tiba-tiba dia menemukan dirinya melompat keluar dari lemari ke dalam ruang kosong dari mana seluruh petualangan itu dimulai. Dia menutup pintu lemari rapat-rapat di belakangnya dan melihat berkeliling, terengah-engah. Hujan masih turun dan dia bisa mendengar suara-suara anak-anak lain dari lorong.
"Aku di sini," teriaknya. "Aku di sini. Aku sudah kembali. Aku baik-baik saja."
BAB TIGA Edmund dan Lemari LUCY lari keluar ruang kosong itu ke lorong dan menemukan ketiga anak lainnya.
"Tidak apa-apa," ulangnya, "aku sudah kembali."
"Apa maksudmu, Lucy"" tanya Susan.
"Wah," kata Lucy terkejut, "apakah kalian tidak merasa kehilangan diriku""
"Ternyata kau bersembunyi, ya"" kata Peter. "Lu yang malang, bersembunyi dan tidak ada yang menyadarinya! Kau harus bersembunyi lebih lama daripada tadi kalau ingin orang-orang mulai mencarimu."
"Tapi aku pergi berjam-jam," kata Lucy.
Ketiga anak lain saling menatap.
"Gila!" kata Edmund, mengetuk kepalanya. "Cukup gila."
"Apa maksudmu, Lu"" tanya Peter.
"Ya itulah maksudku," jawab Lucy. "Kita baru selesai sarapan ketika aku masuk lemari, dan aku pergi berjam-jam, sempat minum teh, dan ada banyak hal terjadi."
"Jangan main-main, Lucy," kata Susan. "Kita baru saja keluar dari ruangan itu beberapa saat yang lalu, dan kau tadi ada di sana."
"Dia sama sekali tidak bermain-main," kata Peter, "dia hanya mengarang-ngarang cerita, iya kan, Lu" Kenapa tidak""
"Tidak, Peter, aku tidak melakukannya," kata Lucy. "Itu itu lemari ajaib. Ada hutan di dalamnya, dan di sana sedang hujan salju, dan ada faun serta penyihir dan tempat itu bernama Narnia; ayo, mari lihat."
Anak-anak lain tidak tahu harus berpendapat apa, tapi Lucy sangat bersemangat sehingga mereka semua kembali ke ruangan itu bersamanya. Lucy lari mendahului mereka, membuka pintu lemari, dan berteriak, "Sekarang! Masuklah dan lihat sendiri."
"Wah, kau penipu," kata Susan, memasukkan kepalanya dan menyibakkan mantel-mantel, "ini cuma lemari biasa. Lihat! Ada bagian belakangnya."
Kemudian semua melihat ke dalam dan menyibakkan mantel-mantel itu; dan mereka semua melihat Lucy sendiri melihat lemari yang benar-benar biasa. Tidak ada hutan dan tidak ada salju, hanya bagian belakang lemari, dengan gantungan terpasang. Peter masuk dan mengetukkan buku-buku jarinya pada bagian belakang itu untuk meyakinkan tidak ada ruang di belakangnya.
"Tipuan yang hebat, Lu," katanya saat keluar dari lemari, "kau sudah menipu kami semua, harus kuakui. Kami sempat percaya padamu tadi."
"Tapi itu sama sekali bukan tipuan," kata Lucy, "sungguh. Semuanya berbeda beberapa saat yang lalu. Sumpah, aku tidak berbohong."
"Ayolah, Lu," kata Peter, "kau sudah mulai keterlaluan. Kau kan sudah puas bercanda. Bukankah lebih baik kau berhenti sekarang""
Wajah Lucy menjadi sangat merah dan dia berusaha mengatakan sesuatu, meskipun tidak tahu harus mengatakan apa, lalu mulai menangis.
Selama beberapa hari kemudian dia merasa sedih. Dia bisa saja berbaikan dengan anak-anak lain dengan cukup mudah kapan pun kalau dia bisa mendorong dirinya mengatakan bahwa semua itu hanya cerita yang dibuatnya untuk sekadar bercanda. Tapi Lucy anak yang sangat jujur dan dia tahu dia benar, dan tidak bisa mendorong dirinya mengatakan itu. Anak-anak lain yang berpikir Lucy membohongi mereka, dengan kebohongan yang tidak lucu pula, membuat gadis cilik itu merasa sangat tidak bahagia. Kedua anak tertua melakukan ini tanpa sengaja, tapi Edmund bisa bersikap cukup menyebalkan, dan saat ini itulah yang dilakukannya. Dia menyeringai, menggoda Lucy, dan terus-menerus bertanya apakah anak perempuan itu menemukan negara baru lagi dalam lemari lain di sekeliling rumah. Yang membuat suasana semakin menyedihkan adalah hari-hari itu seharusnya bisa menyenangkan. Cuaca cerah dan mereka berada di luar rumah dari pagi sampai malam, berenang, memancing, memanjat pohon, dan berjemur. Tapi Lucy tidak bisa benar-benar menikmati semua itu. Dan begitu
lah situasinya sampai hari hujan berikutnya.
Hari itu, saat waktu merambah siang dan masih belum ada tanda-tanda cuaca akan berubah, mereka memutuskan main sembunyisembunyian. Susan kena giliran jaga dan begitu anak lain berpencar untuk sembunyi, Lucy pergi ke ruangan tempat lemari itu berada. Dia tidak bermaksud bersembunyi dalam lemari, karena dia tahu itu hanya akan membuat anak lain kembali membicarakan semua masalah menyebalkan itu. Tapi dia memang ingin melihat ke dalamnya sekali lagi, karena kali ini dia sendiri mulai bertanya-tanya apakah Narnia dan faun itu hanya mimpi belaka. Rumah itu begitu luas, rumit, dan penuh tempat bersembunyi sehingga dia pikir dia punya waktu untuk mengintip sekali lagi ke dalam lemari kemudian bersembunyi di tempat lain. Tapi begitu mencapai lemari itu, dia mendengar suara langkah di lorong di luar, kemudian tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali melompat masuk lemari dan menutup pintu di belakangnya. Dia tidak menutupnya rapat-rapat karena tahu sangat bodoh menutup diri dalam lemari, bahkan kalaupun itu lemari ajaib.
Ternyata suara langkah yang didengarnya itu datang dari Edmund. Anak itu masuk ruangan tepat saat Lucy menghilang dalam lemari. Dia langsung memutuskan akan ikut masuk bukan karena dia berpendapat itu tempat yang bagus untuk bersembunyi tapi karena dia ingin terus menggoda anak yang lebih kecil itu tentang negeri khayalannya. Edmund membuka pintu. Ada mantel-mantel tergantung seperti biasa, aroma kapur barus, kegelapan serta keheningan, dan tidak ada tanda-tanda keberadaan Lucy.
"Dia pikir aku Susan yang mengejar untuk menangkapnya," kata Edmund pada dirinya sendiri, "jadi dia bersembunyi tanpa bersuara di bagian belakang." Dia melompat masuk dan menutup pintu, lupa bahwa tindakan ini sangat bodoh. Kemudian dia mulai meraba-raba mencari Lucy dalam kegelapan. Dia berharap akan menemukan Lucy dalam beberapa detik dan kaget saat ternyata itu tidak terjadi. Dia memutuskan untuk membuka pintu dan membiarkan sedikit cahaya masuk. Tapi dia juga tidak bisa menemukan pintunya lagi. Dia sama sekali tidak menyukai hal ini dan mulai meraih-raih dengan liar ke semua arah; dia bahkan berteriak-teriak, "Lucy! Lu! Di mana kau" Aku tahu kau ada di sini."
Tidak ada jawaban dan Edmund menyadari suaranya sendiri terdengar aneh bukan suara yang terdengar dalam lemari, tapi seperti yang terdengar di udara terbuka. Dia juga menyadari tiba-tiba dia kedinginan, kemudian dia melihat cahaya.
"Untunglah," kata Edmund, "pintunya pasti terbuka sendiri." Dia melupakan Lucy dan maju ke arah cahaya, yang dipikirnya datang dari pintu lemari yang terbuka. Tapi bukannya menemukan dirinya keluar ke ruangan kosong, dia malah menemukan dirinya keluar dari bayangan pepohonan cemara yang rapat ke lapangan terbuka di tengah hutan.
Ada salju kering di bawah kakinya dan lebih banyak salju pada cabang-cabang pohon. Di atas sana ada langit biru pucat, jenis langit yang dilihat orang pada pagi hari musim dingin yang cerah. Tepat di depannya, Edmund melihat matahari di antara batang-batang pohon, baru saja terbit, sangat merah dan jernih. Semuanya hening, seolah Edmund satu-satunya makhluk hidup di tempat itu. Di sana bahkan tidak ada burung robin atau bajing di antara pepohonan, dan hutan terbentang sejauh Edmund bisa melihat ke semua arah. Dia menggigil.
Sekarang dia ingat dia sedang mencari Lucy, juga betapa jahat sikapnya pada anak perempuan itu tentang "negeri khayalannya" yang sekarang ternyata sama sekali bukan khayalan. Edmund berpikir Lucy pasti berada di dekat sana, jadi dia berteriak, "Lucy! Lucy! Aku juga di sini Edmund."
Tidak ada jawaban. Dia marah karena semua yang kukatakan belakangan ini, pikir Edmund. Dan meskipun tidak suka mengakui dirinya salah, dia juga tidak suka sendirian di tempat aneh, dingin, dan hening ini, jadi dia berteriak lagi, "Lu! Aku minta maaf aku tidak memercayaimu. Aku tahu sekarang kau memang benar. Keluarlah. Ayo berdamai."
Masih tidak ada jawaban. "Benar-benar sikap anak perempuan," kata Edmund pada dirinya sendiri, "ngambek entah di mana, dan tidak mau menerima permint
aan maaf." Dia melihat ke sekelilingnya lagi dan memutuskan tidak terlalu menyukai tempat ini. Dia juga hampir memutuskan untuk pulang, ketika mendengar, sangat jauh dalam hutan, suara lonceng-lonceng kecil. Dia mendengarkan dan suara itu semakin mendekat, hingga akhirnya muncul kereta salju yang ditarik dua rusa.
Rusa-rusa itu seukuran anjing Shetland Ponies dan bulu mereka begitu putih sehingga salju pun nyaris tidak kelihatan putih bila dibandingkan bulu itu. Tanduk bercabang mereka disepuh dan berbinar seolah terbakar ketika tertimpa sinar matahari. Tali pengikat mereka terbuat dari kulit merah dan penuh lonceng kecil. Di kereta salju, mengendalikan rusa-rusa itu, duduk dwarf gemuk yang tingginya kira-kira satu meter kalau dia berdiri. Dia mengenakan kulit beruang salju dan tudung merah dengan rumbai emas panjang tergantung di ujungnya. Janggutnya yang panjang menutupi lututnya dan seolah menjadi karpet baginya. Tapi di belakangnya, di kursi yang jauh lebih tinggi di tengah kereta salju, duduk orang yang sangat berbeda wanita cantik, lebih tinggi daripada wanita mana pun yang pernah dilihat Edmund. Wanita itu juga mengenakan kulit berbulu yang menutupi tubuhnya sampai leher. Dia memegang tongkat sihir emas yang panjang dan lurus di tangan kanannya, juga mengenakan mahkota emas di kepalanya. Wajahnya putih tidak pucat, tapi putih seperti salju, kertas, atau gula, kecuali bibirnya yang sangat merah. Wajah itu cantik, tapi juga sombong, dingin, dan keras.
Kereta salju itu sangat menyenangkan untuk dilihat ketika bergerak mendekati Edmund dengan lonceng-lonceng berdering dan si dwarf melecutkan cemeti dan salju terbang di kedua sisinya.
"Stop!" kata lady itu, dan si dwarf menghentikan kedua rusa begitu mendadak sehingga mereka nyaris terduduk. Lalu mereka kembali berdiri dengan gelisah dan mengembuskan napas. Di udara beku, napas yang keluar dari lubang hidung mereka tampak seperti asap.
"Apakah kau ini"" kata Lady itu, menatap Edmund.
"Aku aku namaku Edmund," kata Edmund dengan kaku. Dia tidak menyukai cara wanita itu menatapnya.
Lady itu mengerutkan dahi. "Seperti itukah caramu bicara pada seorang ratu"" tanyanya, tampak sangat galak.
"Maafkan saya, Yang Mulia, saya tidak tahu," kata Edmund.
"Tidak tahu Ratu Narnia"" jerit wanita itu. "Ha! Kau harus lebih mengenal kami. Tapi kuulangi kau ini apa""
"Maaf, Yang Mulia," kata Edmund, "saya tidak mengerti maksud Anda. Saya bersekolah paling tidak dulu sekarang masa liburan."
BAB EMPAT Turkish Delight "TAPI kau ini apa"" tanya Ratu lagi. "Apakah kau dwarf dewasa yang terlalu besar dan sudah memotong janggutmu""
"Tidak, Yang Mulia," kata Edmund. "Saya belum pernah berjanggut. Saya anak laki-laki."
"Anak laki-laki!" kata wanita itu. "Maksudmu kau Putra Adam""
Edmund berdiri diam, tidak berkata apa-apa. Saat ini dia sudah terlalu bingung untuk mengerti arti pertanyaan itu.
"Aku bisa melihat kau ini idiot, makhluk apa pun dirimu," kata Ratu. "Jawab aku, sekali ini, atau aku akan kehilangan kesabaranku. Apakah kau manusia""
"Ya, Yang Mulia," kata Edmund.
"Dan bagaimana kau memasuki wilayah kekuasaanku""
"Ampun, Yang Mulia, saya masuk melalui lemari."
"Lemari" Apa maksudmu""
"Sa-saya membuka pintu dan menemukan diri saya di sini, begitu saja, Yang Mulia," kata Edmund.
"Ha!" kata Ratu, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Edmund. "Pintu. Pintu dari dunia manusia! Aku pernah mendengar hal itu. Ini mungkin akan merusak segalanya. Tapi dia satu-satunya, dan dia mudah ditangani." Saat mengatakan semua ini, dia bangkit dari duduknya dan menatap Edmund lekat-lekat, matanya berbinar galak, dan pada saat yang sama dia mengangkat tongkatnya. Edmund yakin wanita itu akan melakukan sesuatu yang jahat tapi dia tak dapat bergerak. Kemudian, tepat saat Edmund berpikir untuk pasrah saja, sang ratu sepertinya berubah pikiran.
"Anak malang," katanya dengan nada yang berbeda, "kau tampak sangat kedinginan! Mari sini, duduk denganku di kereta salju, aku akan menyelimutimu dengan mantelku dan kita akan mengobrol."
Edmund sama sekali tidak menyukai perkembangan ini tapi tidak berani
membantah. Dia melangkah masuk ke kereta salju dan duduk di kaki wanita itu, dan Ratu menyelimutinya dengan mantel bulu serta merapikan ujungujungnya.
"Mungkin kau mau minuman hangat"" kata Ratu. "Mau""
"Ya, terima kasih, Yang Mulia," kata Edmund, yang giginya gemeletuk.
Sang ratu mengeluarkan dari bungkusannya botol sangat kecil yang tampak terbuat dari tembaga. Kemudian, dengan mengulurkan tangan, dia menuangkan satu tetes isi botol itu ke salju di sebelah kereta. Edmund melihat tetes itu sebelum jatuh, berkilau seperti berlian. Tapi begitu cairan tersebut menyentuh salju ada suara mendesis dan di tempatnya jatuh berdiri cangkir berhias penuh sesuatu yang beruap. Si dwarf segera mengambilnya dan memberikannya pada Edmund sambil membungkuk dan tersenyum meskipun senyumnya tidak rerlalu ramah. Edmund merasa lebih nyaman begitu dia mulai meneguk minuman hangat itu. Minuman itu sama sekali tidak terasa seperti apa pun yang pernah dicicipinya, sangat manis, berbusa, dan penuh krim, dan menghangatkan dirinya sampai ke jari-jari kakinya.
"Sangat membosankan, Putra Adam, kalau minum tanpa makan," kata Ratu. "Kau ingin makan apa""
"Turkish Delight, Yang Mulia, terima kasih," kata Edmund.
Sang Ratu menuangkan satu tetes lagi dari botolnya ke salju, dan di sana langsung muncul kotak bundar, terikat pita sutra hijau, yang saat dibuka, ternyata berisi beberapa potong Turkish Delight paling enak. Setiap potongnya manis dan lembut sampai ke tengahnya dan Edmund belum pernah merasakan sesuatu yang lebih enak lagi. Sekarang dia merasa cukup hangat, dan sangat nyaman.
Sementara Edmund makan, Ratu terus menanyainya berbagai hal. Awalnya Edmund berusaha mengingat tidak sopan bicara saat mulut penuh, tapi tak lama kemudian dia lupa tentang peraturan itu dan hanya memikirkan bagaimana cara memakan Turkish Delight sebanyak yang dia bisa, dan semakin banyak dia makan semakin banyak yang ingin dia makan, dan dia tidak pernah bertanya pada dirinya sendiri mengapa sang ratu harus ingin tahu begitu banyak. Wanita itu membuat Edmund bercerita dia punya seorang kakak laki-laki dan dua saudara perempuan, dan salah satu saudara perempuannya sudah berada di Narnia dan pernah bertemu faun di sana, dan tidak ada orang kecuali dirinya sendiri dan saudara-saudaranya yang tahu tentang Narnia. Sang ratu tampaknya sangat tertarik terutama pada fakta bahwa ada empat anak, dan terus-menerus mengulanginya. "Kau yakin kalian hanya berempat"" tanyanya. "Dua Putra Adam dan dua Putri Hawa, tidak lebih dan tidak kurang"" dan Edmund, dengan mulut penuh Turkish Delight, terus berkata, "Ya, aku sudah memberitahumu tentang itu sebelumnya," dan lupa menyebut wanita itu "Yang Mulia", tapi sepertinya sang ratu tidak keberatan sekarang.
Akhirnya semua Turkish Delight itu habis dan Edmund memandang tajam ke dalam kotak kosong tersebut dan berharap sang ratu akan bertanya apakah dia ingin Turkish Delight lagi. Mungkin sang ratu cukup tahu apa yang dipikirkannya, karena dia tahu, meskipun Edmund tidak, bahwa siapa pun yang pernah merasakannya akan selalu menginginkannya, dan bahkan kalau dibiarkan akan terus makan sampai membunuh diri mereka sendiri. Tapi sang ratu tidak menawari Edmund untuk tambah. Dia malah bertanya, "Putra Adam, aku ingin sekali bertemu saudara-saudaramu. Maukah kau mengajak mereka menemuiku""
"Aku akan mencoba," kata Edmund, masih menatap kotak kosong itu.
"Karena, kalau kau datang lagi sambil mengajak mereka, tentu saja aku akan memberimu Turkish Delight lagi. Aku tidak bisa melakukannya sekarang, sihirnya hanya bisa bekerja sekali. Di rumahku sendiri, itu persoalan lain."
"Kenapa kita tidak bisa pergi ke rumahmu sekarang"" tanya Edmund. Saat dia naik ke kereta salju dia takut sang ratu mungkin akan membawanya ke suatu tempat tak dikenal sehingga dia tidak bisa kembali. Tapi dia telah melupakan rasa takut itu sekarang.
"Tempat yang sangat menyenangkan, rumahku itu," kata Ratu. "Aku yakin kau akan menyukainya. Ada banyak ruangan penuh Turkish Delight, dan selain itu, aku tidak punya anak sendiri. Aku ingin anak laki-laki manis yang bisa kubesarkan se
bagai Pangeran dan akan menjadi Raja Narnia setelah aku meninggal. Sementara jadi pangeran, dia akan mengenakan mahkota emas dan makan Turkish Delight seharian. Dan kau pemuda yang paling cerdas serta tampan yang pernah kutemui. Kurasa aku ingin menjadikanmu pangeran suatu hari, kalau kau membawa yang lain mengunjungiku."
"Kenapa tidak sekarang"" kata Edmund. Wajahnya menjadi sangat merah dan mulut serta jari-jarinya lengket. Dia tidak tampak cerdas maupun tampan, tidak peduli apa pun kata sang ratu.
"Oh, tapi kalau aku membawamu ke sana sekarang," kata wanita itu, "aku tidak bisa bertemu saudara-saudaramu. Aku sangat ingin mengenal saudara-saudaramu yang menarik. Kau akan menjadi pangeran kemudian raja, itu sudah dijanjikan. Tapi kau harus punya anggota istana dan bangsawan. Aku akan menjadikan kakak laki-lakimu duke dan saudara-saudara perempuanmu duchess."
"Mereka sama sekali tidak spesial," kata Edmund, "lagi pula, aku selalu bisa mengajak mereka datang lain kali."
"Ah, tapi begitu kau sampai di rumahku," kata Ratu, "kau bisa melupakan mereka. Kau akan begitu gembira sehingga tidak mau repot-repot menjemput mereka. Tidak. Kau harus kembali ke negerimu sendiri sekarang dan datang menemuiku hari lain, bersama mereka, mengerti. Tidak ada gunanya datang tanpa mereka."
"Tapi aku bahkan tidak tahu jalan kembali ke negeriku," kata Edmund memohon.
"Itu mudah," jawab Ratu. "Kau lihat lampu itu"" Dia menunjuk dengan tongkatnya dan Edmund menengok dan melihat lampu tiang yang sama tempat Lucy bertemu si faun. "Jalan lurus, di baliknya ada jalan ke Dunia Manusia. Dan sekarang lihat ke arah lain," sang ratu menunjuk ke arah lainnya "dan katakan apakah kau bisa melihat dua bukit kecil di atas pepohonan."
"Rasanya bisa," kata Edmund.
"Nah, rumahku di antara kedua bukit itu. Jadi kali lain kau datang, kau hanya harus menemukan lampu tiang, mencari dua bukit itu, dan berjalan melalui hutan sampai kau mencapai rumahku. Tapi ingat kau harus mengajak yang lain bersamamu. Aku mungkin akan sangat marah padamu kalau kau datang sendirian."
"Aku akan berusaha sebaik mungkin," kata Edmund.
"Dan, omong-omong," kata sang ratu, "kau tidak usah menceritakan tentang diriku pada mereka. Sangat menyenangkan punya rahasia berdua, bukan" Buatlah kejutan bagi mereka. Ajak saja mereka ke arah dua bukit anak pintar sepertimu pasti dengan mudah bisa memikirkan alasan untuk melakukan itu dan saat kau datang ke rumahku kau bisa saja bilang, 'Ayo lihat siapa yang tinggal di sini', atau sesuatu seperti itu. Aku yakin itulah yang terbaik. Kalau adikmu pernah bertemu salah satu faun, dia mungkin pernah mendengar cerita aneh tentang diriku cerita jahat yang mungkin membuatnya takut bertemu denganku. Faun bisa mengatakan apa pun, tahu kan, dan sekarang "
"Aku mohon," kata Edmund tiba-tiba, "aku mohon, bisakah aku minta sepotong Turkish Delight lagi untuk dimakan dalam perjalanan pulang""
"Tidak, tidak," kata Ratu sambil tertawa, "kau harus menunggu sampai lain kali." Sambil bicara, dia memberi tanda pada si dwarf untuk maju, tapi saat kereta salju itu melaju menjauh, Ratu melambai kepada Edmund, berteriak, "Lain kali! Lain kali! Jangan lupa. Cepat datang."
Edmund masih menatap kereta salju itu saat mendengar seseorang memanggil namanya, dan saat memandang berkeliling dia melihat Lucy mendekatinya dari bagian lain hutan.
"Oh, Edmund!" teriaknya. "Kau ikut masuk! Menyenangkan sekali, dan sekarang "
"Baiklah," kata Edmund, "aku tahu kau benar dan itu memang lemari ajaib. Aku akan minta maaf kalau kau mau. Tapi di mana saja kau selama ini" Aku mencarimu ke mana-mana."
"Kalau aku tahu kau ikut masuk, aku menunggumu," kata Lucy, yang terlalu gembira dan bersemangat untuk memerhatikan betapa galak Edmund atau betapa wajahnya sangat merah dan aneh. "Aku makan siang bersama Mr Tumnus tersayang, si faun, dan dia baik-baik saja. Penyihir Putih tidak melakukan apa-apa kepadanya karena membiarkan aku pergi, jadi dia pikir wanita itu tidak tahu dan mungkin semuanya akan baik-baik saja."
"Penyihir Putih"" tanya Edmund. "Siapa dia""
"Dia orang yang sangat jahat," kata Lu
cy. "Dia menyebut dirinya sendiri Ratu Narnia meskipun dia sama sekali tidak berhak jadi ratu, dan para faun, para dryad, dan para naiad, serta para dwarf dan binatang paling tidak yang baik membencinya. Dan dia bisa mengubah orang jadi batu dan melakukan berbagai hal yang jahat. Dan dia menyihir sehingga selalu musim dingin di Narnia selalu musim dingin tapi tidak pernah Natal. Dan dia berjalan-jalan naik kereta salju, ditarik rusa, dengan membawa tongkat dan mengenakan mahkota."
Edmund sudah mulai merasa tidak nyaman karena makan terlalu banyak kue manis, dan ketika mendengar Lady yang telah menjadi temannya merupakan orang yang berbahaya, dia merasa semakin tidak nyaman. Tapi dia masih ingin merasakan Turkish Delight lagi, lebih daripada dia menginginkan hal lainnya.
"Siapa yang memberitahumu semua hal tentang Penyihir Putih itu"" tanyanya.
"Mr Tumnus, si faun," kata Lucy.
"Kau tidak bisa selalu memercayai apa yang dikatakan faun," kata Edmund, berusaha terdengar seolah dia tahu lebih banyak tentang faun daripada Lucy.
"Siapa yang bilang begitu"" tanya Lucy.
"Semua orang tahu itu," kata Edmund, "tanya saja siapa pun yang kau mau. Tapi rasanya tidak terlalu enak berdiri di salju begini. Ayo pulang."
"Oh ya, ayo," kata Lucy. "Oh, Edmund, aku sangat senang kau ikut masuk. Sekarang yang lain harus percaya Narnia ada karena kita berdua sudah pernah berada di sini. Pasti sangat menyenangkan!"
Tapi Edmund diam-diam berpikir dia tidak akan sesenang Lucy. Dia harus mengakui Lucy benar di hadapan saudara-saudaranya, dan dia yakin yang lain akan memihak si faun dan para binatang, sementara dia jauh lebih memihak si penyihir. Dia tidak tahu apa yang akan dikatakannya, atau bagaimana dia bisa menyimpan rahasia setelah mereka semua membicarakan Narnia.
Saat ini mereka sudah berjalan cukup jauh. Kemudian tiba-tiba mereka merasakan mantel-mantel di sekeliling mereka, bukan cabang-cabang pohon dan saat berikutnya mereka berdua berdiri di luar lemari dalam ruang kosong.
"Menurutku," kata Lucy, "kau tampak pucat, Edmund. Kau baik-baik saja""
"Aku baik-baik saja," kata Edmund, tapi ini tidak benar. Dia merasa tidak enak badan.
"Kalau begitu, ayo," kata Lucy, "kita cari yang lain. Ada banyak yang harus diceritakan pada mereka. Dan sekarang kita bisa punya banyak petualangan kalau kita masuk bersama-sama."
BAB LIMA Kembali ke Sisi Pintu Sebelah Sini
KARENA permainan sembunyi-sembunyian masih berjalan, Edmund dan Lucy butuh waktu cukup lama untuk menemukan yang lain. Tapi ketika akhirnya mereka semua bertemu (yang terjadi di ruang panjang, tempat baju besi terletak) Lucy tak bisa menahan diri, "Peter! Susan! Itu semua benar. Edmund juga sudah melihatnya. Memang ada negeri yang bisa kaucapai melalui lemari. Edmund dan aku sama-sama sudah ke sana. Kami bertemu di sana, di hutan. Ayo, Edmund, ceritakan pada mereka."
"Apa-apaan ini, Ed"" tanya Peter.
Dan sekarang kita sampai di bagian paling mengerikan dalam kisah ini. Sampai saat itu Edmund merasa mual, muram, dan kesal karena Lucy benar, tapi dia belum memutuskan apa yang akan dilakukannya. Ketika Peter tiba-tiba bertanya padanya, dia langsung memutuskan untuk melakukan hal paling keji dan jahat yang bisa dipikirkannya. Dia memutuskan untuk membuat Lucy kecewa.
"Ceritakan pada kami, Ed," kata Susan.
Dan Edmund menatap sangat sombong seolah dia jauh lebih tua daripada Lucy (padahal usia mereka hanya berbeda satu tahun) kemudian menyeringai dan berkata, "Oh, ya, Lucy dan aku tadi bermain-main berpura-pura semua ceritanya tentang negeri dalam lemari itu benar. Hanya bercanda, tentu saja. Sebenarnya tidak ada apa-apa di dalam sana."
Lucy yang malang menatap Edmund, kemudian lari keluar ruangan.
Edmund, yang menjadi semakin jahat, berpikir dia telah berhasil dan meneruskan berkata, "Begitulah dia. Memangnya dia kenapa sih" Itulah payahnya anak kecil, mereka selalu "
"Dengar," kata Peter, berbalik kepada adiknya sambil menatap galak, "diam! Kau benarbenar jahat pada Lu sejak dia memulai omong kosong tentang lemari ini, dan sekarang kau main-main bersamanya tentang hal ini dan mengejekny
a lagi. Kurasa kau melakukannya hanya karena kau keji."
"Tidak mungkin," kata Edmund, kaget sekali.
"Tentu saja, itu semua omong kosong," kata Peter, "itulah intinya. Lu baik-baik saja ketika kita pergi dari rumah, tapi sejak kita tinggal di sini dia sepertinya agak sinting atau menjadi pembohong yang menakutkan. Tapi apa pun itu, menurutmu apa bagusnya kalau kau mengejek dan mengganggunya satu saat, kemudian mendukung lamunannya itu di saat yang lain""
"Kupikir kupikir " kata Edmund, tapi dia tidak bisa memikirkan apa pun yang bisa dikatakan.
"Kau sama sekali tidak berpikir," kata Peter, "kau hanya keji. Kau selalu senang bersikap jagoan pada siapa pun yang lebih kecil daripada dirimu. Kami pernah melihatmu begitu di sekolah sebelum ini."
"Hentikan," kata Susan, "bertengkar tidak akan memperbaiki keadaan. Ayo kita cari Lucy."
Tidak mengejutkan ketika mereka menemukan Lucy, beberapa waktu kemudian, tampak jelas anak itu baru menangis. Tidak ada yang bisa mereka katakan untuk mengubah pendapatnya. Lucy tetap bertahan pada ceritanya dan berkata, "Aku tidak peduli apa yang kalian pikirkan, dan aku tidak peduli apa yang kalian katakan. Kalian bisa memberitahu Profesor kalau mau, atau kalian juga bisa menulis surat pada Mom, atau kalian boleh melakukan apa pun. Aku tahu aku bertemu faun di sana dan seharusnya aku tetap tinggal di sana, kalian semua jahat, jahat."
Malam itu suasana tidak menyenangkan. Lucy masih muram dan Edmund mulai merasa rencananya tidak bekerja sebaik yang dia harapkan. Kedua anak yang lebih tua mulai benar-benar merasa Lucy sudah gila. Mereka berdiri di lorong, berbicara sambil berbisik lama setelah Lucy tidur.
Hasil pembicaraan itu adalah pagi berikutnya mereka memutuskan harus menceritakan semua itu pada Profesor. "Dia akan menulis surat pada Ayah kalau dia pikir memang ada yang salah pada Lu," kata Peter, "ini sudah di luar kemampuan kita." Jadi mereka pergi dan mengetuk pintu ruang kerja. Kemudian Profesor berkata, "Masuk," berdiri, menunjukkan kursi untuk mereka, dan berkata dia bersedia membantu. Kemudian dia duduk mendengarkan sambil menyatukan ujung jari kedua tangannya dan tidak pernah memotong, sampai mereka menyelesaikan seluruh cerita. Setelah itu dia tidak mengatakan apa pun hingga cukup lama. Kemudian dia berdeham dan mengatakan sesuatu yang benar-benar tidak mereka duga, "Bagaimana kalian tahu," tanyanya, "bahwa cerita adik perempuan kalian itu bohong""
"Oh, tapi " Susan memulai, kemudian berhenti. Siapa pun bisa melihat dari wajah pria tua itu bahwa dia sangat serius. Kemudian Susan memberanikan dirinya dan berkata, "Tapi Edmund bilang mereka hanya main pura-pura."
"Itu satu fakta," kata si Profesor, "yang memang patut dipertimbangkan, dipertimbangan dengan sangat hati-hati. Misalnya maafkan aku karena bertanya menurut pengalaman kalian, adik laki-laki atau adik perempuan kalian yang lebih bisa dipercaya" Maksudku, siapa yang lebih jujur""
"Itulah yang lucu, Sir," kata Peter. "Sampai saat ini, jawabanku adalah Lucy untuk pertanyaan itu."
"Dan bagaimana menurutmu, sayangku"" tanya si Profesor sambil menatap Susan.
"Yah," kata Susan, "secara umum, aku juga memberikan jawaban yang sama dengan Peter, tapi ini semua tidak mungkin benar segala hal tentang hutan dan faun."
"Ini di luar pengetahuanku," kata Profesor, "dan menuduh seseorang berbohong padahal selama ini kalian tahu dia selalu jujur adalah hal yang sangat serius, sesuatu yang benar-benar serius."
"Kami khawatir anak itu tidak berbohong," kata Susan, "kami pikir mungkin ada yang salah dengan Lucy."
"Maksudmu, gila"" kata si Profesor dengan tenang. "Oh, kau bisa memutuskan itu dengan cukup mudah. Orang cukup melihat dan bicara dengannya untuk mengetahui bahwa dia tidak gila."
"Tapi," kata Susan, kemudian berhenti. Dia tidak pernah membayangkan orang dewasa bisa bicara seperti si profesor dan tidak tahu harus berpikir apa.
"Logika!" kata Profesor setengah pada dirinya sendiri. "Kenapa mereka tidak mengajarkan logika di sekolah" Hanya ada tiga kemungkinan. Entah adik perempuan kalian berbohong, atau dia gila, atau dia mengatak
an yang sebenarnya. Kalian tahu dia tidak suka berbohong dan jelas dia tidak gila. Saat ini dan kecuali ada bukti lain muncul, kita harus menganggap dia mengatakan yang sebenarnya."
Susan menatap si profesor lekat-lekat dan cukup yakin bila melihat ekspresi wajah pria itu bahwa dia tidak mempermainkan mereka.
"Tapi bagaimana itu bisa benar, Sir"" kata Peter.
"Kenapa kau bertanya begitu"" tanya si profesor.
"Yah, begini," kata Peter, "kalau tempat itu benar ada, kenapa yang lain tidak menemukan negeri ini setiap kali mereka masuk ke lemari" Maksudku, tidak ada apa-apa di sana ketika kami melihatnya, bahkan Lucy tidak berpura-pura di sana ada sesuatu."
"Apa hubungannya"" kata si Profesor.
"Yah, Sir, kalau memang tempat itu benar-benar ada, pasti negeri itu selalu ada di sana."
"Benarkah"" kata si profesor dan Peter tidak tahu harus mengatakan apa.
"Tapi tidak ada jeda waktu," kata Susan. "Lucy tidak punya waktu untuk pergi ke mana pun, bahkan kalaupun tempat seperti itu ada. Dia berlari mengejar kami begitu kami keluar dari ruangan itu, dan dia berpura-pura sudah pergi berjam-jam."
"Itulah yang membuat ceritanya sangat mungkin benar," kata si Profesor. "Kalau memang ada pintu di rumah ini yang membuka ke dunia lain (dan aku harus memperingatkan kalian bahwa ini rumah yang sangat aneh, dan bahkan aku pun hanya tahu sedikit sekali tentangnya) kalau, misalnya, dia masuk ke dunia lain, aku sama sekali tidak terkejut kalau dunia lain itu punya waktu yang berbeda, jadi kapan pun kau tinggal di sana waktu itu tidak akan mengambil waktu di dunia kitasendiri. Di sisi lain, kurasa tidak banyak gadis kecil seusianya yang mengerti hal itu. Kalau dia berpura-pura, dia pasti bersembunyi dalam waktu cukup lama sebelum keluar dan menceritakan hal ini."
"Tapi yang kaumaksudkan, Sir," kata Peter, "adalah mungkin ada dunia lain di manamana, di dekat sini seperti itu""
"Tidak ada yang lebih mungkin lagi," kata si Profesor, melepaskan kacamatanya dan mulai mengelapnya, sementara bergumam sendiri, "Aku ingin tahu apa yang mereka ajarkan di sekolah zaman sekarang."
"Tapi apa yang akan kita lakukan"" tanya Susan. Dia merasa percakapan mulai melenceng dari tujuan.
"Gadis kecilku tersayang," kata si Profesor, tiba-tiba mendongak dengan tatapan sangat tajam ke arah mereka berdua, "hanya ada satu rencana yang belum diajukan dan mungkin pantas dicoba."
"Apa itu"" tanya Susan.


The Chronicles Of Narnia 2 Sang Singa Sang Penyihir Dan Lemari The Lion The Witch And The Wardrob di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita bisa saja berusaha tidak peduli, dan mengurus urusan masing-masing," katanya. Dan itulah akhir percakapan mereka.
Setelah itu, situasi lebih baik bagi Lucy. Peter memastikan Edmund berhenti mengganggunya, dan Lucy sendiri maupun anak lain merasa sama sekali tidak ingin membicarakan lemari itu. Topik itu menjadi topik berbahaya. Jadi sementara waktu sepertinya semua petualangan berakhir, tapi tidak begitu.
Rumah Profesor ini yang bahkan si pemiliknya sendiri hanya tahu sedikit sekali tentangnya begitu tua dan terkenal sehingga orang-orang dari seluruh Inggris biasa datang dan minta izin untuk melihat-lihat di dalamnya. Rumah itu jenis rumah yang disebutkan dalam buku panduan perjalanan bahkan dalam buku sejarah. Dan yah memang pantas, karena banyak cerita yang dikisahkan tentangnya, beberapa dari cerita itu bahkan lebih aneh daripada yang sedang kuceritakan padamu saat ini. Dan saat kelompok-kelompok turis datang dan minta izin melihat rumah, si profesor selalu memberi izin, dan Mrs Macready, si pengurus rumah, mengajak mereka berkeliling, memberitahu mereka tentang lukisan-lukisan dan baju besi, dan buku-buku antik di perpustakaan. Mrs Macready tidak suka anak-anak, dan tidak suka disela saat memberitahu pengunjung tentang semua hal yang diketahuinya. Dia mengatakan hal ini pada Susan dan Peter nyaris di pagi pertama kedatangan mereka (bersama banyak instruksi lain), "Dan tolong diingat kalian harus jauh-jauh kapan pun aku membawa kelompok turis keliling rumah."
"Seolah kita mau menghabiskan setengah pagi hari keliling-keliling bersama sekelompok orang dewasa yang aneh saja!" kata Edmund, dan ketiga saudaranya punya pikiran yang sama. Seperti itulah petualangan d
imulai untuk ketiga kalinya.
Beberapa pagi berikutnya, Peter dan Edmund sedang melihat-lihat baju besi dan bertanyatanya apakah mereka bisa memisah-misahkannya ketika kedua anak perempuan berlari raasuk ruangan dan berkata, "Hati-hati! Macready datang bersama sekelompok turis."
"Lebih baik hindari si galak," kata Peter, dan mereka berempat lari keluar ruangan melalui pintu di sisi seberang ruangan. Tapi ketika memasuki Ruang Hijau dan lari ke ruangan berikut, masuk Perpustakaan, tiba-tiba mereka mendengar suara-suara di depan mereka. Mereka pun sadar Mrs Macready pasti mengajak kelompok turis itu lewat tangga belakang bukan lewat tangga depan seperti dugaan mereka. Dan setelah itu entah mereka jadi tidak bisa berpikir, atau Mrs Macready memang berusaha mengejar mereka, atau ada keajaiban bangkit dalam rumah itu dan membawa mereka ke Narnia mereka tiba-tiba mendapati diri mereka diikuti ke mana-mana, sampai akhirnya Susan berkata, "Oh, turis yang mengesalkan! Sini masuk ke Ruang Lemari sampai mereka lewat. Tidak ada yang akan mengikuti kita ke sana." Tapi begitu mereka masuk ruangan itu mereka mendengar suara-suara di lorong kemudian seseorang berusaha membuka pintu dan mereka melihat pegangan pintunya bergerak.
"Cepat!" kata Peter. "Tidak ada tempat lagi," dan membuka lemari. Mereka berempat masuk ke sananya dan duduk, terengah-engah, dalam kegelapan. Peter membiarkan pintu tertutup, tapi tidak sampai rapat tentu saja, dia ingat, seperti semua orang pintar, bahwa kau seharusnya tidak pernah menutup diri dalam lemari.
BAB ENAM Masuk ke Hutan "KUHARAP Macready buru-buru membawa orang-orang itu pergi," kata Susan. "Aku mulai kram."
"Dan bau kapur barus ini tidak enak sekali!" kata Edmund.
"Kurasa saku mantel-mantel ini penuh kapur barus," kata Susan, "supaya tidak dirusak ngengat."
"Ada sesuatu menusuk punggungku," kata Peter.
"Dan rasanya dingin ya di sini"" kata Susan.
"Nah, setelah kau bilang dingin," kata Peter, "lagi pula, basah juga. Kenapa sih tempat ini" Aku duduk di atas sesuatu yang basah. Dan semakin basah setiap menitnya." Dia berjuang berdiri.
"Ayo keluar," kata Edmund. "Mereka sudah pergi."
"O-o-oh!" kata Susan tiba-tiba, dan semua bertanya apa-apa.
"Aku duduk bersandar pada pohon," kata Susan, "dan lihat! Ada cahaya di sana."
"Ya ampun, kau benar," kata Peter, "dan lihat di sana dan di sana. Pohon-pohon ada di mana-mana. Dan benda basah ini salju. Wah, kurasa akhirnya kita masuk ke hutan Lucy."
Dan sekarang tidak salah lagi, keempat anak berdiri mengerjapkan mata karena cahaya matahari musim dingin. Di belakang mereka mantel-mantel tergantung, di depan mereka pepohonan tertutup salju.
Peter langsung berpaling ke arah Lucy.
"Aku minta maaf karena tidak memercayaimu," katanya. "Maaf. Maukah kau berjabat tangan""
"Tentu saja," kata Lucy dan melakukannya.
"Dan sekarang," kata Susan, "apa yang kita lakukan""
"Lakukan"" kata Peter, "tentu saja pergi dan menyelidiki hutan ini."
"Ugh!" kata Susan, mengentakkan kakinya. "Rasanya cukup dingin. Bagaimana kalau memakai beberapa mantel ini""
"Mantel itu bukan milik kita," kata Peter ragu-ragu.
"Aku cukup yakin tidak akan ada yang keberatan," kata Susan, "kita kan tidak membawanya keluar dari rumah; kita bahkan tidak membawanya keluar dari lemari."
"Aku tadinya tidak berpikir begitu, Su," kata Peter. "Tentu saja, setelah kau mengatakannya, aku mengerti. Tidak ada yang bisa bilang kau mencuri mantel selama kau meninggalkannya dalam lemari tempat kau menemukannya. Dan kurasa seluruh negeri ini ada dalam lemari."
Mereka langsung menjalankan rencana Susan yang cerdas. Mantel-mantel itu terlalu besar bagi mereka jadi hampir menutup kaki dan tampak lebih mirip jubah kerajaan daripada mantel saat mereka mengenakannya. Tapi mereka merasa jauh lebih hangat dan masing-masing merasa yang lain tampak lebih baik dan lebih cocok bagi keadaan di sekeliling mereka.
"Kita bisa berpura-pura kita ini penjelajah Artik," kata Lucy.
"Ini sudah cukup menyenangkan tanpa harus berpura-pura," kata Peter, saat mulai memimpin jalan menembus hutan. Ada awan hitam tebal di atas dan tamp
aknya salju akan turun lebih deras sebelum malam.
"Menurutku," Edmund memulai, "tidakkah seharusnya kita bergerak lebih ke kiri, itu kalau kita menuju lampu tiang"" Sejenak dia lupa bahwa dia harus berpura-pura belum pernah masuk ke hutan ini. Begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya dia sadar dia telah membongkar kebohongannya. Semua berhenti, semua menatapnya. Peter bersiul.
"Jadi kau memang pernah masuk ke sini," katanya, "saat Lu bilang dia bertemu denganmu di sini dan kau bilang dia berbohong."
Ada keheningan total. "Wah, demi semua binatang beracun " kata Peter, dan mengangkat bahunya lalu tidak bicara lagi. Sepertinya, dan memang iya, tidak ada lagi yang harus dikatakan, dan mereka berempat melanjutkan perjalanan mereka. Tapi Edmund berkata pada dirinya sendiri, Aku akan membalasmu untuk ini, kau anak yang cepat puas.
"Memangnya kita mau ke mana"" kata Susan, terutama demi mengganti topik pembicaraan.
"Kurasa lebih baik Lu yang memimpin," kata Peter, "kita tahu dia pantas melakukan itu. Kau mau membawa kami ke mana, Lu""
"Bagaimana kalau menemui Mr Tumnus"" kata Lucy. "Dia faun baik hati yang kuceritakan itu."
Semuanya setuju dan mereka berangkat, berjalan cepat dan mengentak-ngentakkan kaki mereka. Lucy ternyata pemimpin yang baik. Pertama-tama dia bingung bagaimana dia bisa menemukan jalannya, tapi dia mengenali pohon berbentuk aneh di satu tempat dan tonjolan pohon di tempat lain dan membawa mereka ke tempat tanah menjadi tidak rata dan ke dalam lembah kecil dan akhirnya ke pintu gua Mr Tumnus. Tapi kejutan mengerikan menanti mereka.
Pintu itu telah ditarik lepas dari engselnya dan dihancurkan. Di dalam, gua itu gelap, dingin, dan terasa lembap serta tercium seperti tempat yang sudah ditinggalkan beberapa hari. Salju bertiup masuk dari pintu dan tertumpuk di lantai, bercampur dengan sesuatu yang hitam, yang ternyata potongan kayu serta abu dari perapian. Sepertinya ada yang menjatuhkan barang-barang dalam ruangan kemudian menginjak-injaknya. Barang-barang tembikar terbanting hancur di lantai dan lukisan ayah si faun diiris-iris parah dengan pisau.
"Ini tempat yang berantakan," kata Edmund, "tidak ada gunanya datang ke sini."
"Apa ini"" tanya Peter sambil membungkuk. Dia melihat sepotong kertas yang dipaku ke karpet di lantai.
"Apakah ada tulisannya"" tanya Susan.
"Ya, kurasa ada," jawab Peter, "tapi aku tidak bisa membacanya dengan cahaya seperti ini. Ayo keluar."
Mereka semua keluar mencari cahaya siang dan berdiri mengelilingi Peter saat dia membaca kata-kata di bawah ini:
Bekas penghuni tempat ini, si faun Tumnus,
ditahan dan menunggu pengadilannya karena
Pelanggaran Berat melawan Yang Mulia Jadis.
Ratu Narnia, Penguasa Cair Paravel, Kaisar Putri
Lone Islands, dsb., juga karena menjamu musuh
Yang Mulia, menyelundupkan mata-mata, dan
bersahabat dengan manusia.
tertanda MAUGRIM, Kapten Polisi Rahasia,
PANJANG UMUR SANG RATU! Anak-anak saling memandang.
"Aku tidak tahu apakah aku bisa menyukai tempat ini," kata Susan.
"Siapa sih ratu ini, Lu"" kata Peter. "Apakah kau tahu sesuatu tentang dirinya""
"Dia sama sekali bukan ratu asli," jawab Lucy, "dia penyihir jahat, Penyihir Putih. Semuanya semua makhluk di hutan ini membencinya. Dia menyihir seluruh negeri sehingga selalu musim dingin tapi Natal tidak pernah datang."
"Aku aku ingin tahu apakah ada gunanya melanjutkan," kata Susan. "Maksudku, sepertinya keadaan tidak aman di sini dan sepertinya juga tidak terlalu menyenangkan. Rasanya juga semakin dingin saja, dan kita tidak membawa apa pun untuk dimakan. Bagaimana kalau kita pulang""
"Oh, kita tidak bisa, tidak bisa," kata Lucy tiba-tiba, "kau tidak mengerti, ya" Kita tidak bisa pulang begitu saja, setelah ini semua. Faun malang itu terlibat masalah karena diriku. Dia menyembunyikanku dari si penyihir dan menunjukkan jalan pulang. Itu artinya menjamu musuh Ratu dan bersahabat dengan manusia. Kita harus mencoba menyelamatkannya."
"Banyak sekali yang bisa kita lakukan!" kata Edmund. "Ketika kita tidak punya apa-apa untuk dimakan!"
"Diam kau!" kata Peter yang masih sangat marah pada Edmund. "Bagai
mana menurutmu, Susan""
"Sayangnya Lu mungkin benar," kata Susan. "Aku tidak ingin maju selangkah lagi dan aku berharap tidak pernah datang ke sini. Tapi kurasa kita harus mencoba melakukan sesuatu untuk Mr Siapa-pun-namanya-itu maksudku si faun."
"Aku juga merasa begitu," kata Peter. "Aku mengkhawatirkan ketiadaan makanan. Aku memilih pulang dan mengambil sesuatu dari lemari penyimpanan, tapi sepertinya tidak ada kepastian bisa masuk ke negeri ini lagi begitu kita sudah keluar. Kurasa kita harus terus."
"Aku juga begitu," kata kedua anak perempuan.
"Kalau saja kita tahu di mana makhluk malang itu ditahan!" kata Peter.
Mereka masih bertanya-tanya apa yang harus dilakukan selanjutnya, ketika Lucy berkata, "Lihat! Ada burung robin, dengan dada yang sangat merah. Itu burung pertama yang kulihat sejak masuk ke sini. Menurutku aku ingin tahu, apakah burung bisa bicara di Narnia" Dia nyaris kelihatan seolah ingin mengatakan sesuatu pada kita." Kemudian dia berpaling kepada si robin dan berkata, "Tolonglah, bisakah kau memberitahu kami ke mana Tumnus si faun dibawa"" Saat mengatakan ini Lucy maju selangkah ke arah si burung. Burung itu langsung terbang tapi hinggap ke pohon berikut. Di sana, si burung mencengkeram dahan dan menatap mereka lekat-lekat seolah mengerti semua yang anak-anak katakan. Nyaris tanpa sadar mereka melakukan itu, keempat anak maju selangkah-dua langkah ke arahnya. Saat ini si robin kembali terbang ke pohon sebelah dan sekali lagi menatap mereka lekat-lekat. (Kau tidak akan menemukan burung robin dengan dada yang lebih merah dan mata yang lebih cemerlang lagi.)
"Tahu tidak," kata Lucy, "kurasa dia ingin kita mengikutinya."
"Aku juga merasa begitu," kata Susan. "Menurutmu bagaimana, Peter""
"Yah, kita bisa saja mencobanya," jawab Peter.
Burung robin itu sepertinya sangat mengerti. Dia terus maju dari pohon ke pohon, selalu beberapa meter di depan anak-anak, tapi selalu begitu dekat sehingga mereka mudah mengikutinya. Dengan cara ini burung itu menuntun mereka menuruni bukit. Kapan pun si robin terbang, sedikit salju akan jatuh dari cabang pohon. Saat itu awan terbelah dan matahari musim dingin keluar, semua salju di sekeliling mereka menjadi sangat menyilaukan. Mereka terus berjalan seperti itu selama kira-kira setengah jam, dua anak perempuan di depan, ketika Edmund berkata pada Peter, "Kalau kau tidak begitu tinggi dan terhormat untuk bicara padaku, aku punya sesuatu yang ingin kukatakan yang lebih baik kaudengar."
"Apa itu"" tanya Peter.
"Sstt! Jangan terlalu keras," kata Edmund; "tidak ada gunanya menakut-nakuti anak-anak perempuan itu. Tapi apakah kau tahu apa yang kita lakukan""
"Apa"" kata Peter, memelankan suaranya sehingga tinggal bisikan.
"Kita mengikuti pemandu yang tidak kita kenal. Bagaimana kita tahu burung itu berpihak pada siapa" Bisa saja dia mengantar kita masuk perangkap."
"Itu pemikiran yang jahat. Tapi burung robin, kau tahu kan. Mereka burung baik dalam cerita-cerita yang pernah kudengar. Aku yakin burung robin tidak akan berada pada pihak yang salah."
"Kalau begitu, yang mana pihak yang benar" Bagaimana kita tahu para faun benar dan si Ratu (ya, kita sudah diberitahu dia penyihir) adalah yang salah" Kita tidak benar-benar mengenal keduanya."
"Faun itu menyelamatkan Lucy."
"Dia bilangdia melakukan itu. Tapi bagaimana kita bisa tahu" Dan ada yang lain juga. Apakah ada yang tahu bagaimana cara pulang dari sini""
"Ya ampun!" kata Peter. "Aku tidak memikirkan hal itu."
"Dan tidak ada makan malam pula," kata Edmund
BAB TUJUH Sehari Bersama Keluarga Berang-Berang
SEMENTARA kedua anak laki-laki berbisik-bisik di belakang, kedua anak perempuan tiba-tiba berteriak, "Oh!" dan berhenti.
"Si robin!" teriak Lucy. "Si robin. Dia terbang." Memang begitu burung itu terbang menjauh.
"Sekarang apa yang kita lakukan"" tanya Edmund, menatap Peter seolah berkata, "Apa kataku""
"Sstt! Lihat!" kata Susan.
"Apa"" kata Peter.
"Ada sesuatu yang bergerak di antara pepohonan di sebelah sana, di kiri."
Mereka semua menatap lekat-lekat, dan tidak ada yang merasa aman.
"Itu lagi," kata Susan.
"Aku juga melihatnya," kata Peter. "Dia masih ada di sana. Dia baru menghilang di belakang pohon besar itu."
"Apa itu"" tanya Lucy, berusaha keras supaya tidak terdengar gugup.
"Apa pun itu," kata Peter, "dia menghindari kita. Dia tidak ingin dilihat."
"Ayo kita pulang saja," kata Susan. Kemudian, meskipun tidak ada yang mengatakannya, semuanya tiba-tiba menyadari fakta yang sama dengan yang dibisikkan Edmund pada Peter di akhir bab sebelumnya. Mereka tersesat.
"Apa bentuknya"" tanya Lucy.
"Dia dia sejenis binatang," kata Susan. Kemudian, "Lihat! Lihat! Cepat! Itu dia."
Mereka semua melihatnya kali ini, wajah berbulu dan berkumis yang menatap mereka dari balik pohon. Tapi kali ini dia tidak cepat-cepat menarik diri. Binatang itu malah mengangkat cakarnya untuk menutupi mulut seperti manusia meletakkan jari di bibir kalau memberi tanda supaya diam. Kemudian binatang itu menghilang lagi. Anak-anak berdiri menahan napas.
Beberapa saat kemudian binatang aneh itu keluar dari belakang pohon, melihat ke sekeliling seolah takut ada yang memerhatikan, berkata, "Sstt," membuat tanda supaya mereka mendekatinya ke bagian hutan yang lebih rapat tempat dia berdiri, kemudian sekali lagi menghilang.
"Aku tahu apa itu," kata Peter, "itu berang-berang. Aku melihat ekornya."
"Dia ingin kita mengikutinya," kata Susan, "dan dia memperingatkan kita supaya tidak ribut."
"Aku tahu," kata Peter. "Pertanyaannya adalah, apakah kita akan mengikutinya" Menurutmu bagaimana, Lu""
"Kurasa dia berang-berang yang baik," kata Lucy.
"Ya, tapi bagaimana kita bisa tahu""kata Edmund.
"Bukankah kita harus mengambil risiko"" kata Susan. "Maksudku, tidak ada gunanya berdiri di sini dan aku ingin makan."
Saat itu kepala si berang-berang kembali muncul dari belakang pohon dan memberi tanda dengan sungguh-sungguh kepada mereka.
"Ayo," kata Peter, "mari kita coba. Semua jangan jauh-jauh. Kita harus bisa melawan berang-berang itu kalau ternyata dia musuh."
Jadi anak-anak berjalan merapat, dan mendekati pohon itu lalu melangkah ke belakangnya, dan di sana, tentu saja, mereka menemukan si berang-berang. Tapi binatang itu masih menjaga jarak, bicara pada mereka dengan menggunakan bisikan kasar, "Lebih dalam, ayo lebih ke dalam. Tepat di sini. Kita tidak aman di tempat terbuka!" Baru setelah menuntun mereka ke tempat yang gelap, di mana empat pohon tumbuh begitu dekat sehingga cabang-cabang mereka bertaut, dan tanah cokelat serta daun-daun pinus bisa dilihat di bawah karena tidak ada salju yang bisa jatuh ke sana, berang-berang itu mulai bicara pada mereka.
"Apakah kalian Putra Adam dan Putri Hawa"" katanya.
"Kami sebagian dari mereka," kata Peter.
"S-s-s-stt!" kata si Berang-berang. "Tolong jangan terlalu keras. Kita tidak aman bahkan di sini sekalipun."
"Wah, memangnya kau takut pada siapa"" kata Peter. "Tidak ada siapa pun di sini kecuali kita."
"Ada pohon-pohon," kata si berang-berang. "Mereka selalu mendengarkan. Kebanyakan ada di pihak kita, tapi memang ada pohon-pohon yang mengkhianati kita untuk wanita itu. Kau tahu siapa yang kaumaksud," dan binatang itu mengangguk beberapa kali.
"Kalau sudah mulai bicara tentang berpihak pada siapa," kata Edmund, "bagaimana kami tahu kau ini teman""
"Kami tidak bermaksud kasar, Pak Berang-berang," tambah Peter, "tapi kau lihat sendiri, kami orang asing di sini."
"Benar juga, benar juga," kata si berang-berang. "Ini tanda bahwa aku jujur." Sambil berkata demikian dia mengulurkan pada mereka benda berwarna putih. Mereka semua menatapnya dengan kaget, sampai tiba-tiba Lucy berkata, "Oh, tentu saja ini saputanganku yang kuberikan pada Mr Tumnus yang malang."
"Benar," kata si berang-berang. "Makhluk malang, dia sudah mendengar akan ditangkap sebelum peristiwa, itu terjadi dan memberikan benda ini padaku. Dia bilang kalau sesuatu terjadi padanya aku harus bertemu denganmu di sini dan membawamu ke " Saat itu suara si berang-berang menghilang sama sekali dan dia mengangguk sekali-dua kali dengan gaya misterius. Kemudian, memberi tanda supaya anak-anak berdiri dalam lingkaran serapat mungkin, sehingga wajah mereka tergelit
ik kumisnya, lalu menambahkan sambil berbisik "Mereka bilang Aslan sudah bergerak mungkin sudah mendarat."
Dan sekarang hal yang paling aneh terjadi. Tidak ada anak yang lebih tahu siapa Aslan daripada dirimu, tapi ketika si berang-berang menyebutkan kata-kata itu semua merasa ada yang berbeda. Mungkin itu kadang-kadang terjadi padamu dalam mimpi ketika seseorang mengatakan sesuatu yang tidak kaumengerti, tapi dalam mimpi rasanya kata-kata itu punya arti sangat besar entah menakutkan sehingga membuat seluruh mimpi berubah jadi mimpi buruk, atau arti bagus yang terlalu indah untuk bisa dikatakan, sehingga mimpi itu begitu menyenangkan dan kau selalu mengingatnya sehingga berharap bisa masuk ke mimpi itu lagi. Seperti itulah yang terjadi sekarang. Begitu mendengar nama Aslan, tiap-tiap anak merasa ada sesuatu yang melompat dalam diri mereka. Edmund merasakan sensasi ketakutan yang aneh. Peter tiba-tiba merasa berani dan penuh semangat berpetualang. Susan merasa seolah aroma manis atau rangkaian nada yang indah baru saja menyapanya. Dan Lucy mendapat perasaan yang kaualami ketika kau bangun di pagi hari dan sadar itu awal liburan atau awal musim panas.
"Dan bagaimana dengan Mr Tumnus," kata Lucy, "di mana dia""
"S-s-s-stt," kata si berang-berang, "jangan di sini. Aku harus membawa kalian ke tempat kita bisa bicara juga makan."
Kecuali Edmund, sekarang tidak ada yang merasa sulit memercayai si berang-berang, dan semuanya, termasuk Edmund, sangat senang mendengar kata "makan". Oleh karena itu mereka buru-buru mengikuti teman baru mereka yang memimpin dengan kecepatan mengejutkan, dan selalu bergerak di bagian hutan yang paling rapat, selama lebih dari satu jam. Semuanya merasa sangat lelah dan sangat lapar ketika tiba-tiba pohon-pohon mulai menipis di depan mereka dan tanah menurun curam. Semenit kemudian mereka keluar ke udara terbuka (matahari masih bersinar) dan di depan mereka terbentang pemandangan yang indah.
Mereka berdiri di tepi lembah curam dan sempit yang dasarnya dialiri paling tidak airnya akan mengalir kalau tidak membeku sungai yang cukup besar. Tepat di bawah mereka ada bendungan yang dibangun menyeberangi sungai ini, dan ketika melihatnya semua tiba-tiba ingat tentu saja berang-berang selalu membuat bendungan dan merasa cukup yakin Pak Berang-berang yang membuat bendungan ini. Mereka juga melihat sekarang ekspresi binatang itu rendah hati ekspresi yang dimiliki seseorang ketika kau berkunjung ke taman yang mereka pelihara atau ketika kau membaca cerita yang ditulisnya. Jadi sebenarnya hanya sikap sopan wajar ketika Susan berkata, "Bendungannya bagus sekali!" Dan Pak Berang-berang tidak berkata, "Sstt" kali ini tapi, "Ah, biasa saja! Biasa saja! Dan bendungan itu belum selesai!"
Di atas bendungan seharusnya ada kolam yang dalam, tapi sekarang tentu saja hanya ada es hijau gelap yang rata. Dan di bawah bendungan, jauh di bawahnya, ada lebih banyak es. Tapi bukannya halus, permukaan es ini berbusa-busa dan bergelombang seperti air yang mengalir ketika udara beku datang. Dan di tempat air mengucur serta menyembur melalui bendungan sekarang ada dinding es berkilauan, seolah sisi bendungan dihiasi rangkaian bunga yang berbentuk lingkaran maupun yang digantung dan terbuat dari gula paling murni. Dan di tengah, juga sebagian di atas bendungan, ada rumah kecil yang lucu dan berbentuk agak mirip sarang lebah raksasa, dan dari lubang di atapnya asap membubung keluar. Jadi ketika kau melihatnya (apalagi kalau kau sedang lapar) kau langsung berpikir tentang masakan dan menjadi semakin lapar.
Itulah yang diperhatikan anak-anak lain, tapi Edmund memerhatikan sesuatu yang lain. Sedikit di bawah sungai itu ada sungai kecil yang mengaliri lembah kecil lain dan bergabung dengan sungai yang lebih besar. Saat memandang ke atas lembah itu, Edmund bisa melihat dua bukit kecil, dan dia hampir yakin itulah dua bukit yang ditunjukkan Penyihir Putih padanya ketika dia berpisah dengan wanita itu di tiang berlampu waktu itu. Kemudian di antaranya, pikir Edmund, pasti terletak istana Ratu, hanya kurang-lebih satu setengah kilometer.
Lalu dia memikirkan Turkish Delight dan menjadi Raja ("Dan aku ingin tahu bagaimana reaksi Peter ya"" tanyanya pada dirinya sendiri) dan ide-ide mengerikan mengisi kepalanya.
"Kita sampai," kata Pak Berang-berang, "dan sepertinya Bu Berang-berang sudah menunggu kita. Akan kutunjukkan jalannya. Tapi hati-hati dan jangan terpeleset."
Bagian atas bendungan itu cukup lebar untuk berjalan, meskipun bukan (bagi manusia) tempat yang cukup nyaman untuk berjalan karena berlapis es, dan meskipun kolam beku itu sejajar di satu sisi jalan, ada jurang dalam ke sungai di bawah di sisi lainnya. Dengan rute ini Pak Berang-berang membawa mereka berbaris satu-satu ke tengah tempat mereka bisa melihat ke sebelah atas sungai dan ke sebelah bawahnya. Dan ketika mencapai bagian tengah, mereka telah berada di depan pintu rumah.
"Kami sudah sampai, Bu Berang-berang," kata Pak Berang-berang, "aku menemukan mereka. Inilah Putra-putra Adam dan Putri-putri Hawa" dan mereka semua masuk.
Hal pertama yang disadari Lucy ketika masuk adalah suara derum, dan hal pertama yang dia lihat adalah berang-berang betina bertampang ramah duduk di sudut sedang mengemut benang, sibuk bekerja dengan mesin jahitnya. Dari sanalah suara derum itu datang. Bu Berang-berang berhenti bekerja dan berdiri begitu anak-anak masuk.
"Akhirnya kalian datang juga!" katanya, mengulurkan kedua cakar tuanya yang kerut-merut. "Akhirnya! Kupikir aku tidak akan mengalami hari ini! Kentang-kentang sudah direbus mendidih dan ketel sudah bersiul, dan menurutku, Pak Berang-berang, lebih baik kau mencari ikan."
"Aku akan melakukannya," kata Pak Berang-berang, dan keluar rumah (Peter ikut dengannya). Kemudian dia menyeberangi es ke kolam dalam ke tempat dia sudah membuat lubang di es yang terus dijaganya supaya tetap terbuka setiap hari dengan kampak. Mereka membawa ember. Pak Berang-berang duduk diam di tepi lubang (sepertinya dia tidak merasa dingin), menatap tajam ke dalamnya, kemudian tiba-tiba mengulurkan cakarnya dengan cepat, dan sebelum kau sadar, dia sudah menangkap ikan trout yang cantik. Kemudian dia melakukan hal itu lagi dan lagi sampai mereka mengumpulkan cukup banyak ikan.
Sementara itu anak-anak perempuan membantu Bu Berang-berang mengisi ketel dan merapikan meja, memotong roti, dan memasukkan piring-piring ke oven untuk dihangatkan, mengisi buyung besar dengan bir untuk Pak Berang-berang dari tong yang berdiri di sudut rumah, dan meletakkan penggorengan untuk memanaskan lemak daging. Lucy merasa keluarga Berang-berang memiliki rumah kecil yang nyaman meskipun sama sekali berbeda dengan gua Mr Tumnus. Tidak ada buku atau lukisan, dan bukannya tempat tidur biasa, di sana tersedia tempat tidur susun yang dibuat masuk ke dinding. Ada ham dan rangkaian bawang tergantung dari atap. Bersandar di dinding, ada sepatu bot karet dan baju katun tahan air, kapak dan sepasang lembing, cangkul, tajak, benda-benda untuk membawa mortar, juga tali pancing, jala, dan karung. Kain yang menutupi meja, meskipun sangat bersih, terasa sangat kasar.
Tepat ketika penggorengan mulai mendesis, Peter dan Pak Berang-berang masuk membawa ikan yang sudah dibuka Pak Berang-berang dengan pisaunya dan dibersihkan di udara terbuka. Kau bisa membayangkan betapa lezat aroma ikan yang baru ditangkap ketika digoreng dan betapa anak-anak lapar ingin ikan itu cepat matang dan betapa mereka semakin lapar. Akhirnya Pak Berang-berang berkata, "Sekarang mereka hampir siap." Susan membuang air rebusan kentang kemudian memasukkan kentangnya kembali ke panci kosong untuk mengeringkan mereka di sisi kompor sementara Lucy membantu Bu Berang-berang menyajikan ikan. Dalam beberapa menit kemudian semuanya menarik bangku (semua bangku di rumah keluarga Berang-berang berkaki tiga kecuali kursi goyang spesial milik Bu Berang-berang di samping perapian) dan bersiap makan. Ada sebuyung susu berkrim untuk anak-anak (Pak Berang-berang tetap minum bir) dan potongan besar mentega kuning tua di tengah meja yang boleh diambil sebanyak yang diinginkan semuanya untuk dimakan bersama kentang. Dan semua anak berpikir dan aku setuju denga
n mereka tidak ada yang mengalahkan rasa ikan air tawar kalau kau memakannya ketika dia masih hidup setengah jam yang lalu dan keluar dari penggorengan setengah menit yang lalu. Dan ketika mereka sudah menghabiskan ikan itu, Bu Berang-berang tanpa terduga mengeluarkan dari oven marmalade roll yang lengket dan masih panas, dan pada saat yang sama memindahkan ketel ke atas api, jadi ketika mereka selesai makan marmalade roll itu, the siap dituang. Ketika setiap orang telah mendapat secangkir teh, semua bisa memundurkan bangkunya supaya bisa bersandar ke dinding, dan mendesah puas.
"Dan sekarang," kata Pak Berang-berang, menjauhkan mug birnya yang kosong dan menarik cangkir tehnya, "kalau kalian mau menunggu aku menyalakan pipaku dengan baik wah, sekarang kita bisa membicarakan inti masalah. Salju turun lagi," tambahnya, menyipitkan matanya melihat ke luar jendela. "Itu lebih baik, karena artinya kita tidak akan mendapat tamu. Dan kalau ada yang berusaha mengikuti kalian, mereka tidak akan menemukan jejak apa pun."
BAB DELAPAN Apa yang Terjadi Setelah Makan Malam
"DAN sekarang," kata Lucy, "tolong ceritakan pada kami apa yang terjadi pada Mr Tumnus."
"Ah, kejadian buruk," kata Pak Berang-berang sambil menggeleng. "Itu kejadian yang benar-benar buruk. Tak ragu lagi dia ditahan polisi. Aku mendengarnya dari burung yang melihat kejadian itu."
"Tapi dia dibawa ke mana"" tanya Lucy.
"Yah, mereka menuju utara ketika terakhir kali terlihat, dan kita semua tahu apa artinya."
"Tapi kamitidak tahu," kata Susan. Pak Berang-berang menggeleng dengan sikap sangat murung.
"Aku khawatir itu berarti mereka membawanya ke rumah wanita itu," katanya.
"Tapi apa yang akan mereka lakukan padanya, Pak Berang-berang"" tanya Lucy tersentak.
"Yah," kata Pak Berang-berang, "kau tidak bisa mengatakan dengan tepat apa yang akan terjadi. Tapi banyak sekali yang dibawa masuk ke sana dan tidak keluar lagi. Patung-patung. Rumah itu penuh patung kata mereka mulai dari halaman, sepanjang tangga, dan dalam aula. Orang-orang yang wanita itu ubah" Pak Berang-berang berhenti dan gemetar "jadi patung."
"Tapi Pak Berang-berang," kata Lucy, "tak bisakah kita maksudku, kita harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya. Itu terlalu mengerikan dan terjadi karena diriku."
"Aku tidak ragu kau pasti akan menyelamatkannya kalau bisa, Sayang," kata Bu Berang-berang, "Tapi kau tidak mungkin masuk rumah itu di luar pengetahuannya dan bisa keluar hidup-hidup."
"Tidak bisakah kita mengatur strategi"" kata Peter. "Maksudku, tidak bisakah kita menyamar jadi sesuatu, atau berpura-pura jadi oh, pedagang atau apa atau memerhatikan sampai dia pergi atau oh, tunggu, pasti ada cara.Faun ini menyelamatkan adikku dan menanggung risikonya, Pak Berang-berang. Kita tidak bisa membiarkannya menanggung menanggung apa pun yang terjadi padanya."
"Tidak ada gunanya, Putra Adam," kata Pak Berang-berang, "tidak ada gunanya kau mencoba. Tapi karena sekarang Aslan bergerak "
"Oh, ya! Ceritakan tentang Aslan!" kata beberapa suara serempak, karena sekali lagi perasaan aneh itu seperti tanda musim semi yang pertama, seperti kabar baik mereka rasakan.
"Siapa Aslan"" tanya Susan.
"Aslan"" tanya Pak Berang-berang. "Wah, kalian tidak tahu" Dialah sang raja. Dialah penguasa seluruh hutan, tapi jarang di sini, mengerti kan. Dia tidak ada seumur hidupku atau seumur hidup ayahku. Tapi kami mendengar kabar dia sudah kembali. Dia ada di Narnia saat ini. Dia akan melawan Penyihir Putih, pastinya. Dialah, dan bukan kalian, yang akan menyelamatkan Mr Tumnus."
"Penyihir itu tidak akan mengubahnya jadi batu juga"" kata Edmund.
"Tuhan mencintaimu, Putra Adam, betapa mudahnya bicara!" jawab Pak Berang-berang sambil tertawa terbahak. "Mengubahnya jadi batu" Kalau penyihir itu bisa berdiri di kedua kakinya dan menatap wajah Aslan, itulah hal paling hebat yang bisa dilakukannya dan bahkan lebih hebat daripada yang kuanggap bisa dia lakukan. Tidak, tidak. Aslan akan memperbaiki keadaan seperti yang dikatakan lagu lama di daerah ini:
Yang salah akan diperbaiki,
ketika Aslan tiba di sini,
Saat mendengar auma nnya, kesedihan akan sirna, Saat dia menyeringai menunjukkan giginya,
musim dingin lenyap seketika,
Dan saat dia menggoyang surainya,
musim semi kembali kepada kita.
Kalian akan mengerti bila bertemu dengannya."
"Tapi kapan kami bertemu dengannya"" tanya Susan.
"Wah, Putri Hawa, karena itulah aku mengajak kalian ke sini. Aku akan mengantar kalian ke tempat pertemuan kalian dengannya," kata Pak Berang-berang.
"Apakah apakah dia manusia"" tanya Lucy.
"Aslan manusia!" kata Pak Berang-berang tegas. "Jelas bukan. Aku sudah memberitahu kalian dia Raja Hutan dan putra Kaisar-Agung-di-seberang-Lautan. Tidakkah kalian tahu siapa Raja Binatang" Aslan itu singa sang Singa, Singa perkasa."
"Ooh!" kata Susan. "Kupikir dia manusia. Apakah apakah aman mendekatinya" Aku agak gugup mau bertemu singa."
"Tentu saja, Sayang, dan jangan salah," kata Bu Berang-berang; "kalau ada yang bisa muncul di hadapan Aslan tanpa gemetar lututnya, mereka lebih berani daripada kebanyakan orang atau mungkin sekadar bodoh."
"Jadi tidak aman bertemu dengannya"" kata Lucy.
"Aman"" kata Pak Berang-berang; "tidakkah kau dengar apa yang dikatakan Bu Berang-berang" Siapa yang menyebut-nyebut tentang aman" Tentu saja dia buas. Tapi dia baik hati. Dialah sang raja, aku sudah bilang."
"Aku ingin bertemu dengannya," kata Peter, "bahkan kalaupun aku takut ketika saat itu tiba."
"Itu benar, Putra Adam," kata Pak Berang-berang, memukul meja dengan kepalan cakarnya, begitu keras sehingga semua cangkir dan tatakannya berdenting. "Dan itulah yang akan terjadi. Kabar telah diedarkan bahwa kau akan bertemu dengannya, besok, kalau bisa, di Stone Table."
"Di mana itu"" kata Lucy.
"Akan kutunjukkan," kata Pak Berang-berang. "Letaknya di hilir sungai, cukup jauh dari sini. Aku akan mengantar kalian ke sana!"
"Tapi sementara itu, bagaimana dengan Mr Tumnus yang malang"" tanya Lucy.
"Cara tercepat kau bisa membantunya adalah dengan menemui Aslan," kata Pak Berang-berang. "Begitu dia sudah bersama kita, kita bisa mulai melakukan berbagai hal. Bukannya kami tidak membutuhkan kalian juga. Untuk itu ada puisi lama lagi:
Ketika darah daging Adam Duduk di singgasana Cair Paravel,
Itulah saat kejahatan padam.
Jadi semua ini pasti sudah mendekati akhirnya karena dia sudah datang dan kalian sudah datang. Kami pernah dengar Aslan datang ke daerah ini dulu sudah lama berlalu, tidak ada yang bisa mengatakan kapan tepatnya. Tapi belum pernah ada makhluk sejenis kalian sebelumnya."
"Itulah yang tidak kumengerti, Pak Berang-berang," kata Peter. "Maksudku, bukankah si penyihir sendiri juga manusia""
"Dia ingin kami menganggapnya begitu," kata Pak Berang-berang, "dan dengan dasar itulah dia mengangkat dirinya menjadi Ratu. Tapi dia bukan Putri Hawa. Dia datang dari ayah kalian Adam," saat itu Pak Berang-berang membungkuk "dan istri pertama ayah kalian Adam, namanya Lilith. Dan Lilith salah satu dari makhluk yang berjenis Jinn. Dan itulah satu sisi yang menurunkannya. Di sisi lain, dia datang dari makhluk raksasa. Tidak, tidak, tidak ada setetes darah manusia murni dalam tubuh penyihir itu."
"Karena itulah dia benar-benar jahat, Pak Berang-berang," kata Bu Berang-berang.
"Benar, Bu Berang-berang," jawab suaminya. "Mungkin ada dua sudut pandang dalam melihat manusia (tanpa bermaksud menghina tamu-tamu ini), tapi tidak ada dua sudut pandang tentang makhluk yang kelihatan seperti manusia tapi bukan."
"Aku tahu dwarf yang baik," kata Bu Berang-berang.
"Aku juga, berhubung kau telah mengungkitnya," kata suaminya, "tapi benar-benar sedikit, dan justru mereka yang paling tidak mirip manusia. Tapi secara umum, percayalah saranku, saat kau bertemu sesuatu yang akan berkembang jadi manusia tapi belum sempurna, atau dulu pernah jadi manusia dan saat ini tidak lagi, atau seharusnya jadi manusia dan gagal, berhati-hatilah dan persenjatai dirimu. Dan karena itulah si penyihir selalu mencari manusia di Narnia. Dia telah menunggu-nunggu kalian selama bertahun-tahun, dan kalau dia tahu ada kalian berempat, dia akan menjadi lebih berbahaya."
"Apa hubungannya"" tanya Peter.
"Karena ada ramalan lain," kata Pak Berang-berang. "Di Cair Paravel itu istana di tepi pantai di muara sungai ini yang seharusnya jadi ibukota seluruh negeri ini kalau keadaan berjalan sebagaimana mestinya di Cair Paravel ada empat singgasana dan pepatah di Narnia bahwa ketika dua Putra Adam dan dua Putri Hawa duduk di singgasana itu, akan datang akhir, bukan saja pada kekuasaan Penyihir Putih tapi juga hidupnya, dan karena itulah kita harus benar-benar hati-hati saat datang ke sini, karena kalau dia mengetahui tentang keberadaan kalian berempat, hidup kalian tidak akan selama goyangan kumisku!"
Semua anak mendengarkan penjelasan Pak Berang-berang dengan begitu serius sehingga tidak memerhatikan hal lain dalam waktu lama. Kemudian ketika semua terdiam setelah kalimat terakhir Mr Berang-berang, Lucy tiba-tiba berkata:
"Wah di mana Edmund""
Ada jeda singkat, kemudian semua mulai bertanya-tanya, "Siapa yang terakhir melihatnya" Berapa lama dia sudah menghilang" Apakah dia di luar"" kemudian semua lari ke pintu dan memandang ke luar. Salju turun terus-menerus dan tebal, es hijau di kolam menghilang di bawah selimut putih yang tebal, dan dari tempat rumah kecil itu berdiri di tengah bendungan kau nyaris tidak bisa melihat kedua tepi sungai. Mereka keluar, kaki mereka terbenam sampai ke atas mata kaki ke dalam salju baru yang lembut, dan berkeliling rumah ke segala penjuru. "Edmund! Edmund!" panggil mereka sampai suara mereka parau. Tapi salju yang turun dalam keheningan seolah menelan suara mereka dan bahkan tidak ada gema sebagai jawaban panggilan mereka.
"Betapa mengerikan!" kata Susan saat akhirnya mereka kembali dengan putus asa. "Oh, aku benar-benar berharap kita tidak pernah datang ke sini."
"Apa yang akan kita lakukan, Pak Berang-berang"" tanya Peter.
"Lakukan"" kata Pak Berang-berang, yang sudah mulai memakai bot saljunya. "Lakukan" Kita harus langsung pergi. Kita tidak punya waktu untuk dibuang-buang!"
"Kita lebih baik membagi diri jadi empat regu pencari," kata Peter, "dan semua pergi ke arah yang berbeda. Siapa pun yang menemukannya harus langsung kembali ke sini dan "
"Regu pencari, Putra Adam"" kata Pak Berang-berang, "untuk apa""
"Wah, untuk mencari Edmund, tentu saja!"
"Tidak ada gunanya mencari dia," kata Pak Berang-berang.
"Apa maksudmu"" tanya Susan. "Dia tidak mungkin jauh. Dan kita harus menemukannya. Apa maksudmu saat berkata tidak ada gunanya mencari dia""
"Alasan tidak ada gunanya mencari," kata Pak Berang-berang, "adalah kita sudah tahu dia pergi!" Semuanya menatap heran. "Tidakkah kalian mengerti"" kata Pak Berang-berang. "Dia pergi pada wanita itu, kepada Penyihir Putih. Dia telah mengkhianati kita semua."
"Oh, tidak mustahil!" kata Susan. "Dia tidak mungkin melakukan itu."
"Benarkah"" kata Pak Berang-berang, menatap ketiga anak lekat-lekat, dan semua yang ingin mereka katakan tertahan di bibir, karena mereka semua merasa tiba-tiba cukup yakin bahwa itulah yang dilakukan Edmund.
"Tapi apakah dia tahu jalannya"" kata Peter.
"Apakah dia pernah ke negeri ini sebelumnya"" tanya Pak Berang-berang. "Apakah dia pernah ke sini sendirian""
"Ya," kata Lucy hampir berbisik. "Dia pernah."
"Dan apakah dia menceritakan pada kalian apa yang dilakukannya atau siapa yang ditemuinya""
"Yah, tidak, dia tidak cerita," kata Lucy.
"Kalau begitu percayalah padaku," kata Pak Berang-berang, "dia sudah pernah bertemu Penyihir Putih dan bergabung dengan pihaknya, dan sudah diberitahu di mana wanita itu tinggal. Aku tidak suka mengatakan ini sebelumnya (karena dia kan saudara kalian) tapi begitu aku melihat saudara kalian itu aku berkata pada diriku sendiri 'Pengkhianat'. Tampangnya seperti makhluk yang sudah pernah bertemu si penyihir dan makan makanannya. Kau selalu langsung tahu kalau sudah tinggal cukup lama di Narnia, ada sesuatu dalam tatapan mereka."
"Biarpun begitu," kata Peter dengan suara tercekat, "kita tetap harus mencarinya. Dia tetap saudara kami, bahkan kalaupun dia ternyata jahat. Dan dia kan masih anak-anak."
"Pergi ke Rumah Penyihir"" kata Bu Berang-berang. "Tidakkah kalian tahu satu-satunya cara menyelamatkan dirinya a
tau diri kalian sendiri adalah jauh-jauh dari wanita itu""
"Apa maksudmu"" tanya Lucy.
"Wah, wanita itu hanya ingin menangkap kalian berempat (dia selalu memikirkan empat singgasana di Cair Paravel). Begitu kalian berempat berada dalam rumahnya, pekerjaannya selesai dan akan ada empat patung baru dalam koleksinya sebelum kalian punya waktu untuk bicara. Tapi dia akan membiarkan Edmund hidup selama dia satu-satunya yang dia tangkap, karena dia ingin menggunakan anak itu sebagai jebakan, sebagai umpan untuk menangkap kalian semua."
"Oh, tidakadakah yang bisa menolongnya"" tangis Lucy.
"Hanya Aslan," kata Pak Berang-berang. "Kita harus pergi menemuinya. Itulah satusatunya kesempatan kita sekarang."
"Sepertinya bagiku, sayangku," kata Bu Berang-berang, "sangat penting untuk mengetahui kapan tepatnya Edmund pergi. Seberapa banyak dia bisa bercerita pada si penyihir bergantung pada seberapa banyak yang didengarnya. Misalnya, apakah kita sudah mulai membicarakan Aslan sebelum dia pergi" Kalau tidak, kita mungkin bisa sangat berhasil, karena wanita itu tidak tahu Aslan telah datang ke Narnia, atau bahwa kita akan menemuinya, dan tidak akan terlalu waspada dalam hal itu."
"Aku tidak ingat dia ada di sini ketika kita membicarakan Aslan " Peter memulai, tapi Lucy memotong.
"Oh, ya, dia ada," katanya sedih, "tidakkah kau ingat, dialah yang bertanya apakah si penyihir tidak bisa mengubah Aslan jadi batu juga""
"Benar juga, ya ampun," kata Peter, "itu sejenis pertanyaan akan yang akan ditanyakannya!"
"Wah, situasi semakin memburuk," kata Pak Berang-berang, "dan inilah yang kita bicarakan selanjutnya. Apakah dia masih di sini ketika aku memberitahu kalian tempat pertemuan dengan Aslan di Stone Table""
Dan tentu saja tidak ada yang tahu jawaban pertanyaan ini.
"Karena kalau dia tahu," lanjut Pak Berang-berang, "si penyihir akan dengan mudah naik kereta ke arah itu, mencegat, dan menangkap kita di jalan menuju Stone Table. Kita bahkan akan dicegat sebelum bertemu Aslan."
"Tapi bukan itu yang akan dia lakukan pertama-tama," kata Bu Berang-berang, "tidak, sejauh aku mengenalnya. Begitu Edmund memberitahunya bahwa mereka di sini, si penyihir akan berusaha menangkap kita malam ini juga, dan kalau Edmund sudah pergi kira-kira setengah jam, si penyihir akan sampai di sini kira-kira dua puluh menit lagi."
"Kau benar, Bu Berang-berang," kata suaminya, "kita harus pergi dari sini. Jangan buang waktu lagi."
BAB SEMBILAN Di Rumah si Penyihir DAN sekarang tentu saja kau ingin tahu apa yang terjadi pada Edmund. Dia telah makan malam, tapi tidak terlalu menikmatinya karena selalu teringat pada Turkish Delight dan tidak ada yang bisa merusak rasa makanan biasa yang enak selain kenangan pada makanan sihir yang jahat. Dan Edmund telah mendengar percakapan itu, dan tidak terlalu menikmatinya juga karena dia terus berpikir yang lain tidak memerhatikannya dan mendiamkannya. Mereka tidak melakukan itu, tapi Edmund menganggapnya begitu. Kemudian dia mendengarkan sampai Pak Berang-berang memberitahu mereka tentang Aslan dan sampai dia mendengar semua pengaturan untuk menemui Aslan di Stone Table. Saat itulah Edmund dengan sangat pelan-pelan mulai menyembunyikan dirinya di balik gorden yang tergantung di depan pintu. Karena begitu nama Aslan disebut, dia mendapat perasaan aneh yang menyebalkan sama seperti yang lain mendapat perasaan aneh yang menyenangkan.
Ketika Pak Berang-berang mengulangi puisi tentangdarah daging Adam, Edmund memutar kenop pintu sangat pelan, dan tepat sebelum Pak Berang-berang mulai menceritakan pada mereka bahwa Penyihir Putih bukan manusia tapi setengan Jinn dan setengah raksasa, Edmund telah menginjak salju di luar dan dengan hati-hati menutup pintu di belakangnya.
Kau tidak boleh berpikir bahwa sekarang pun Edmund sudah cukup jahat sehingga ingin saudara-saudaranya diubah jadi batu. Dia memang ingin Turkish Delight, menjadi pangeran (lalu jadi raja), dan balas dendam pada Peter karena menyebutnya binatang. Sementara tentang apa yang akan dilakukan si penyihir pada yang lain, Edmund tidak ingin wanita itu bersikap manis pada
mereka jelas dia tidak ingin si penyihir mengangkat mereka ke tingkatan yang sama dengannya, tapi dia percaya, atau pura-pura percaya bahwa si penyihir tidak akan melakukan sesuatu yang terlalu jahat pada saudara-saudaranya. "Karena," katanya pada dirinya sendiri, "semua yang mengatakan hal buruk tentang sang ratu adalah musuhnya dan mungkin setengah kata-kata itu tidak benar. Ratu itu benar-benar manis padaku, lebih baik daripada mereka. Kurasa dia memang berhak menjadi ratu. Dia lebih baik daripada Aslan yang payah itu!" Paling tidak, itulah alasan yang dikarangnya dalam pikiran untuk menjelaskan apa yang dilakukannya. Itu bukan alasan yang cukup baik, karena jauh di dalam hatinya, Edmund tahu Penyihir Putih jahat dan kejam.
Hal pertama yang disadarinya, begitu sampai di luar dan salju turun di sekelilingnya, adalah dia telah meninggalkan mantelnya dalam rumah keluarga berang-berang. Dan tentu saja sekarang tidak mungkin lagi masuk dan mengambilnya. Hal berikut yang disadarinya adalah sia ng hampir berakhir, karena saat mereka makan tadi sudah hampir pukul 15.00 dan hari-hari musim dingin biasanya pendek. Dia tidak memikirkan ini tadi, tapi sekarang harus berusaha sebaik mungkin. Jadi dia menaikkan kerahnya dan berjalan ke atas bendungan (untunglah permukaannya tidak terlalu licin karena salju turun) ke tepi lain sungai.
Keadaan cukup buruk ketika Edmund mencapai tepi sungai. Hari semakin gelap dan dengan turunnya salju, Edmund hanya bisa melihat satu meter ke depannya. Selain itu tidak ada jalan. Dia terus maju dalam hujan salju, dan terpeleset-peleset di genangan air beku, dan tersandung-sandung batang pohon yang tumbang, dan tergelincir di tepian yang curam, dan tulang keringnya terhantam batubatu, sampai seluruh tubuhnya basah, dingin, dan memar-memar. Keheningan dan kesepian itu menakutkan. Aku malah berpikir Edmund mungkin akan membatalkan rencananya, kembali, dan meminta maaf lalu berteman lagi dengan yang lain, kalau saja dia tidak kebetulan berkata pada dirinya sendiri, "Saat aku jadi Raja Narnia, hal pertama yang akan kulakukan adalah membuat jalan yang baik." Dan tentu saja itu membuatnya berpikir tentang menjadi raja dan semua hal yang akan dilakukannya dan ini sangat menghiburnya. Dia memikirkan istana macam apa yang dimilikinya, berapa banyak mobil yang akan dimilikinya, dan bioskop pribadi juga rel kereta api yang akan dibangunnya, dan hukum apa yang akan dibuatnya untuk melarang berang-berang dan bendungan. Dia sedang memikirkan akhir rencana menahan Peter di istananya ketika cuaca berubah. Pertama-tama, salju berhenti. Kemudian angin bertiup dan udara menjadi sangat dingin. Akhirnya, awan bersibak dan bulan muncul. Saat itu bulan purnama, dan cahayanya menimpa salju, membuat semuanya hampir seterang siang hari tapi banyak bayangan yang membingungkan.
Edmund tidak akan bisa menemukan jalannya kalau saja bulan tidak muncul ketika dia sampai ke cabang sungai yang lain kau pasti ingat dia telah melihat (ketika mereka baru tiba di rumah keluarga Berang-berang) sungai yang lebih kecil mengalir ke sungai besar yang letaknya jauh di bawah. Sekarang Edmund telah mencapainya dan berbelok mengikutinya. Tapi lembah kecil di bawah tempat sungai itu mengalir lebih curam dan berbatu daripada lembah yang baru saja ditinggalkannya. Lembah itu juga penuh semak, jadi Edmund tidak bisa melaluinya kalau suasananya gelap. Bahkan meskipun dengan cahaya bulan, Edmund basah kuyup karena dia harus membungkuk di bawah cabang semak-semak, dan banyak salju yang jatuh ke punggungnya. Dan setiap kali ini terjadi, dia semakin membenci Peter seolah ini semua kesalahan Peter.
Tapi akhirnya Edmund sampai di bagian yang lebih datar dan lembah itu melebar. Dan di sana, di sisi lain sungai, cukup dekat dengannya, di tengah padang kecil di antara dua bukit, dia melihat bangunan yang mestinya Istana Penyihir Putih. Dan bulan bersinar lebih terang lagi. Istana itu berbentuk puri kecil. Sepertinya bangunan itu hanya terdiri dari menara, menara-menara kecil dengan puncak yang tajam, setajam jarum. Menara-menara itu tampak seperti topi badut
istana atau topi penyihir yang besar. Puncaknya bersinar di bawah cahaya bulan dan bayangan panjang mereka tampak aneh di atas salju. Edmund mulai takut pada bangunan itu.
Tapi terlambat untuk kembali sekarang. Dia menyeberangi sungai di atas es dan mendekati bangunan itu. Tidak ada yang bergerak, tidak ada suara apa pun di mana pun. Bahkan kakinya sendiri tidak membuat suara dalam salju tebal yang baru jatuh. Edmund berjalan terus, melewati sudut-sudut bangunan itu, dan melewati menara demi menara sampai menemukan pintunya. Dia harus berjalan memutar sampai ke balik menara itu sebelum menemukan pintunya. Pintu itu berupa gerbang lengkung yang besar tapi pintu besinya yang besar terbuka lebar.
Edmund mendekati gerbang itu dan mengintip ke dalam halamannya, dan di sana dia melihat pemandangan yang hampir membuat jantungnya berhenti berdetak. Tepat di dalam pintu, dengan disinari cahaya bulan, seekor singa besar membungkuk seolah siap melompat. Dan Edmund berdiri dalam bayangan lengkungan gerbang, takut maju dan takut mundur, lututnya merapat. Dia berdiri seperti itu begitu lama sehingga giginya pasti bergemeletuk kedinginan kalau tidak bergemeletuk ketakutan. Seberapa lama ini terjadi aku tidak tahu, tapi bagi Edmund rasanya berjam-jam.
Kemudian akhirnya dia mulai bertanya-tanya mengapa singa itu berdiri begitu diam karena binatang itu tidak bergerak sesentimeter pun sejak mereka bertatapan. Edmund sekarang bergerak mendekat, sebisa mungkin masih bersembunyi dalam bayangan gerbang. Sekarang dia sudah melihat dari cara singa itu berdiri bahwa binatang itu tidak mungkin telah melihatnya. ("Tapi bagaimana kalau dia berpaling"" pikir Edmund.) Bahkan binatang itu menatap sesuatu yang lain yaitu dwarf kecil yang berdiri membelakanginya kira-kira satu setengah meter jauhnya. "Aha!" pikir Edmund. "Saat singa itu menerkam si dwarf, itulah kesempatanku lari." Tapi singa itu tidak pernah bergerak, begitu juga si dwarf. Dan sekarang akhirnya Edmund ingat apa yang dikatakan yang lain tentang Penyihir Putih yang senang mengubah makhluk hidup menjadi batu. Mungkin ini hanya singa batu. Dan begitu dia mengingat hal tersebut dia melihat bahwa punggung dan bagian atas kepala singa itu diselimuti salju. Tentu saja itu pasti hanya patung! Tidak ada binatang hidup yang membiarkan dirinya diselimuti salju. Kemudian dengan sangat pelan dan jantung berdebar keras, Edmund mendekati singa itu. Sekarang pun dia masih tidak berani menyentuhnya, tapi akhirnya dia mengulurkan tangan, sangat cepat, dan menyentuhnya. Singa itu batu yang dingin. Dia hanya takut pada patung!
Edmund sangat lega sehingga meskipun cuaca sangat dingin tiba-tiba dia merasa hangat sampai ke jari-jari kakinya, dan di saat yang sama dia mendapat ide yang sangat bagus. "Mungkin," katanya, "ini singa besar Aslan yang dibicarakan mereka itu. Sang ratu telah menangkapnya dan mengubahnya menjadi batu. Jadi itulah akhir semua harapan mereka tentang Aslan! Huh! Siapa yang takut pada Aslan""
Dan dia berdiri di depan singa itu dengan gembira, dan melakukan hal-hal yang sangat bodoh dan kekanak-kanakan. Dia mengeluarkan sepotong pensil dari kantongnya dan menggambar kumis pada bibir atas si singa kemudian kacamata pada matanya. Kemudian dia berkata, "Hah! Aslan tua yang bodoh! Bagaimana rasanya jadi batu" Kau menganggap dirimu hebat, iya kan"" Tapi meskipun wajahnya digambari, binatang itu masih tampak menakutkan, sedih, dan anggun, menatap cahaya bulan, sehingga Edmund tidak merasa senang mempermainkannya. Dia berbalik dan mulai menyeberangi halaman.
Saat tiba di tengahnya, dia melihat ada selusin patung di mana-mana berdiri di sana-sini seperti bidak-bidak berdiri di papan catur di tengah permainan. Ada satyr batu, serigala batu, beruang, rubah, dan kucing gunung batu. Ada batu yang sangat cantik seperti perempuan tapi sebenarnya roh pohon. Ada batu besar berbentuk centaurus, kuda bersayap, dan makhluk kecil yang panjang yang Edmund rasa dulunya naga. Mereka semua tampak sangat aneh, berdiri seperti masih hidup, tapi juga benar-benar diam, di bawah cahaya bulan yang dingin, sehingga me
nyeberangi halaman itu terasa menakutkan. Tepat di tengah berdiri sosok besar seperti manusia, tapi setinggi pohon, dengan wajah galak, jenggot berantakan, dan gada besar di tangannya. Meskipun tahu ini hanya raksasa batu dan tidak hidup, Edmund tidak suka berjalan melewatinya.
Sekarang dia melihat ada cahaya remang-remang muncul dari ambang pintu di sisi lain halaman. Dia mendekatinya, ada tangga menuju pintu terbuka. Edmund mendakinya. Di ambang pintu, berbaring serigala besar.


The Chronicles Of Narnia 2 Sang Singa Sang Penyihir Dan Lemari The Lion The Witch And The Wardrob di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa," kata Edmund pada dirinya sendiri, "ini hanya serigala batu. Dia tidak bisa menyakitiku," dan mehgangkat kakinya untuk melangkahi binatang itu. Binatang besar itu langsung bangkit, dengan bulu kuduk berdiri, membuka mulutnya yang lebar dan merah dan berkata dengan suara menggeram, "Siapa itu" Siapa itu" Berdiri diam, orang asing, dan katakan padamu siapa dirimu."
"Ampun, Sir," kata Edmund, menggigil sampai hampir tidak bisa bicara, "nama saya Edmund, dan saya Putra Adam yang ditemui Yang Mulia di hutan waktu itu. Saya datang membawakan kabar untuknya bahwa saudara-saudara saya sudah berada di Narnia sekarang cukup dekat, di rumah keluarga Berang-berang. Yang Mulia, dia dia ingin bertemu mereka."
"Aku akan memberitahu Yang Mulia," kata si serigala. "Sementara itu, diam di sini, kalau kau menyayangi nyawamu." Kemudian serigala itu menghilang ke dalam istana.
Edmund berdiri dan menunggu, jari-jarinya membeku dan jantungnya berdebar keras, dan akhirnya serigala besar itu, Maugrim, Kepala Polisi Rahasia si penyihir, kembali dan berkata, "Masuk! Masuk! Beruntunglah mereka yang disukai Ratu yang lain tidak begitu beruntung."
Dan Edmund masuk, berhati-hati supaya tidak menginjak kaki si serigala.
Dia menemukan dirinya berada di lorong panjang yang gelap. Lorong itu memiliki banyak pilar, penuh patung, seperti di halaman tadi. Patung terdekat dengan pintu adalah faun kecil dengan wajah yang sangat sedih, dan Edmund tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya-tanya apakah ini teman Lucy. Satusatunya cahaya datang dari satu lampu dan tak jauh darinya duduk Penyihir Putih.
"Saya datang, Yang Mulia," kata Edmund, cepat-cepat maju.
"Mengapa kau berani datang sendirian"" kata si penyihir dengan suara menakutkan. "Bukankah aku menyuruhmu membawa yang lain""
"Maaf, Yang Mulia," kata Edmund, "saya sudah berusaha. Saya membawa mereka cukup dekat. Mereka ada di rumah kecil di atas bendungan di hulu sungai bersama Pak dan Bu Berang-berang."
Senyum keji mengembang di wajah si penyihir.
"Apakah ini saja kabar yang kaubawa"" tanyanya.
"Tidak, Yang Mulia," kata Edmund, kemudian menceritakan semua yang didengarnya sebelum meninggalkan rumah keluarga Berang-berang.
"Apa" Aslan"" jerit Ratu. "Aslan! Benarkah ini" Kalau kau berbohong padaku "
"Ampun, saya hanya mengulangi apa yang mereka katakan," kata Edmund terbata-bata.
Tapi Ratu sudah tidak memerhatikannya lagi, dia bertepuk tangan. Dwarf yang sama dengan yang ditemui Edmund dulu langsung muncul.
"Siapkan kereta kita," perintah si penyihir, "dan gunakan tali kendali tanpa giring-giring."
BAB SEPULUH Kutukan Melemah SEKARANG kita harus kembali ke Pak dan Bu Berang-berang juga ketiga anak lain. Begitu Pak Berang-berang berkata, "Tidak boleh membuang-buang waktu," semua mulai memakai mantel, kecuali Bu Berang-berang yang mulai mengambil kantong-kantong dan meletakkannya di meja dan berkata, "Nah, Pak Berang-berang, ambil ham itu. Dan ini kotak teh, gula, dan korek api. Lalu tolong salah satu dari kalian, ambil dua atau tiga bongkah roti dari tempayan di sudut itu."
Tamu Dari Gurun Pasir 5 Tiga Dalam Satu 02 Bintang Malam Hidung Belang Penghisap Darah 2
^