Pencarian

Misteri Kaca Kaca Remuk 1

Trio Detektif 38 Misteri Kaca Kaca Remuk Bagian 1


MISTERI KACA-KACA REMUK Alfred Hitchcock Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
Bab 1 KACA-KACA PECAH ""INI benar-benar aneh, Mr. Jacob," terdengar Paman Titus berbicara.
Pete Crenshaw tertarik perhatiannya. Ia memasang telinganya baik-baik. Pete sedang menyiram tanaman di pinggir kantor perusahaan Paman Titus di pangkalan barang bekas. Suara Paman Titus Jones terdengar dari dalam kantornya itu.
"Bagiku tidak aneh," seseorang menyahuti di dalam. Suara itu belum pernah didengar Pete. Mungkin itu Mr. Jacobs, pikir Pete. "Sudah jelas ini perbuatan pemuda-pemuda berandal yang suka membuat onar!"
Pete mendengarkan dengan penuh perhatian.
Sebuah misteri! "Sekali, dua kali, bisalah aku menganggapnya suatu kecelakaan kecil," laki-laki itu melanjutkan. "Tapi empat kali" Itu keterlaluan! Empat kali Paul pulang dari rumah temannya dengan kaca trukku remuk berantakan. Menurutnya, truk cuma ditinggal sebentar ke dalam rumah temannya itu. Dan ketika ia ke luar, kaca trukku sudah hancur!"
"Memang itu yang terjadi, Daddy," seorang anak mengotot
"Mengaku sajalah, Paul." Laki-laki tadi tertawa dengan nada bercanda. "Aku kan dulu pernah jadi anak-anak. Kadang-kadang aku tak sengaja menutup pintu terlalu keras. Atau teman-temanku bermain lempar-lemparan bola dan bolanya nyasar hingga memecahkan kaca. Aku yakin kau mencoba melindungi temanmu itu. Tapi empat kali Itu sudah keterlaluan, Paul."
"Daddy,.aku benar-benar tidak tahu mengapa kaca itu pecah."
"Baiklah, Paul," kata Mr. Jacobs dengan tenang. "Kau masih ingat apa yang kukatakan hari Rabu yang lalu, kan" Kau tak kuizinkan mengendarai truk ini, sampai kau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."
"Aku menceritakan yang sebenarnya, Daddy. Dan bagaimana aku bisa mengantar barang-barang tanpa truk itu"" protes anak laki-laki itu.
"Kau masih boleh membantu mengangkat barang-barang itu dari truk. Atau kau dapat menjaga toko. Tapi sekarang aku yang mengemudi."
Hanya desahan yang terdengar oleh Pete dari luar. Paul tidak bisa membantah orang tuanya lagi. Tak lama kemudian Pete mendengar suara pintu depan dibuka. Ia bergegas mengitari kantor Paman Titus menuju bagian depan. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh. tinggi dengan raut muka tegas. Seorang anak mengikuti di belakangnya - juga tinggi, tapi sangat kurus. Kulitnya pucat, rambutnya hitam, dan hidungnya agak pesek. Matanya yang coklat nampak sayu. Laki-laki tadi masuk ke sebuah truk kecil abu-abu bertuliskan:
ANDA INGIN MEMBELI AT AU MENJUAL PERABOT BEKAS"
HUBUNGI JACOBS ROCKY BEACH, CALIFORNIA "Paul," kata Mr. Jacobs, "kau harus bisa memilih antara tanggung jawab padaku dan kesetiaan pada teman-temanmu. Sekarang naiklah. Akan kuantar kau pulang. Pekerjaanmu hari ini sudah selesai. Kita sudah mengantar kursi- kursi itu pada Mr. Jones."
"Aku pulang jalan kaki saja," kata Paul tak bergairah.
"Terserah kaulah," sahut Mr. Jacobs. Ia memandang anaknya, menghela napas, lalu pergi mengendarai truk kecilnya. Paul Jacobs berdiri memandangi truk ayahnya hingga menghilang di perempatan jalan. Kemudian perhatiannya beralih pada Hans dan Konrad, pekerja di Pangkalan Jones, yang sedang menata kursi-kursi yang baru diantar tadi.
"Paul!" panggil Pete dari sudut kantor.
Yang dipanggil celingukan mencari arah datangnya suara.
"Ke sini!" Paul melihat Pete. Ia berjalan dengan ragu ke arah Pete. Mereka sudah saling kenal di sekolah, meskipun bukan teman dekat Paul beberapa tahun lebih tua dari Pete.
"He, kau Pete Crenshaw, kan"" kata anak berhidung pesek itu.
Pete mengangguk. "Kelihatannya ayahmu marah tadi," kata Pete bersimpati.
Paul menghela napas. "Ya, padahal aku baru saja memperoleh Surat Izin Mengemudi."
"Wah, itu menjengkelkan sekali, Pete tahu bagaimana rasanya orang yang baru mendapat SIM dan tiba-tiba tidak diperbolehkan mengemudi. "Tapi mungkin kami bisa menolongmu!"
"Menolongku"" Paul berkata tanpa semangat. "Bagaimana" Dan siapa kami itu""
Pete mengeluarkan sebuah kartu dari kantung bajunya. Paul membaca kartu itu. Dahinya berkerut.
"TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " Penyelidik Satu ......... Jupiter Jones
Penyelidik Dua .......... Peter Crenshaw
Data dan Riset ........... Bob Andrews
"Paul Jacobs mulai tertarik. Air mukanya menjadi lebih ceria. "Ah, sekarang aku ingat. Ya, aku pernah dengar tentang petualangan kalian. Kau benar, mungkin kalian bisa menolongku."
"Oke! Akan kuberi tahu Jupe dan Bob!" seru Pete dengan gembira. .
Penyelidik Dua lupa pada tugasnya menyiram bunga. Ia menarik Paul Jacobs sambil berlari melintasi pangkalan, ke tempat Jupiter Jones dan Bob Andrews sedang memperbaiki pagar kayu yang tinggi. Sekujur tubuh Jupiter basah oleh keringat. Ia dengan susah-payah menancapkan paku demi paku pada pagar itu. Di sampingnya, Bob mengayunkan martil dengan ringannya.
Sedikit pun tak nampak tanda-tanda kelelahan pada muka Bob. Bahkan ia masih dapat tersenyum di bawah teriknya sinar matahari saat itu.
"Heran aku," kata Jupiter. "Kok, kau bisa-bisanya tersenyum sambil mengerjakan pekerjaan seperti ini."
"Jupe! Bob!" seru Pete memanggil. Ia masih menarik Paul Jacobs dengan satu tangannya.
"Kita dapat kasus baru!"
Mata Jupiter melebar. "Aha! Ini berita baru! Ini baru berita!" serunya menirukan logat Inggris Sherlock Holmes. Kebosanan Jupe lenyap seketika.
Tanpa disadarinya martil terlempar dari tangannya. Martil itu berputar-putar dan jatuh tepat di hadapan Bibi Mathilda yang saat itu baru datang.
"Berita boleh baru," seru Bibi Mathilda dengan suara tinggi, "tapi pagar itu harus kalian bereskan dulu! Dan kau, Pete Crenshaw! Mengapa kau ada di sini" Kau kan kutugaskan menyiram tanaman. Apa kau tega membiarkan tanaman itu layu" Ayo! Semua kembali bekerja! Baru ditinggal sebentar saja sudah loyo"
" Ta-tapi..... Pete tergagap. "Paul temanku ini.....
"Aha, ada satu orang lagi," seru bibi Jupiter itu. "Bagus, aku punya pekerjaan untukmu, Nak. Siapa namamu tadi. Paul, ya""
"Yes, Ma'am," Paul menjawab dengan bingung.
"Paul, kau dapat..."
Saat itu Paman Titus keluar dari kantornya.
"Sudah waktunya makan siang!" serunya.
"Ah, sudah waktu makan siang rupanya," kata Jupiter. "Pantas aku lemas sekali rasanya, Bibi Mathilda. Tenagaku sudah habis dan perutku minta diisi. ..
"Ya, dari tadi perutku sudah berbunyi," tambah Pete.
"Hhh, panasnya hari ini," desah Bob. Ia menyandar pada sebuah lemari es tua, lalu menggeloyor hingga terduduk.
Dengan kedua tangan di pinggang, Bibi Mathilda melotot melihat kelakuan anak-anak. Paul Jacobs nyengir saja. Bibi Mathilda terus memelototi anak-anak. Namun tiba-tiba ia tertawa berderai-derai.
"Baik, baik. Silakan makan. Tapi jangan harap kalian bisa lolos setelah itu. Setelah makan, kembali bekerja!
Mendengar itu anak-anak langsung berlari menuju rumah yang terletak di seberang pangkalan. Tak lama kemudian mereka sudah kembali dengan membawa roti berisi keju dan daging. Anak-anak dan Paul menyantap makan siang mereka di dekat meja kerja Jupe yang terletak di pangkalan. Sambi! mengunyah rotinya, Pete menceritakan misteri yang dialami Paul.
"Kau punya ide kira-kira siapa yang memecahkan kaca jendela jtu"n tanya Jupiter.
Paul menggeleng. "Aku bahkan tidak tahu bagaimana kaca itu bisa pecah. Pernah sekali ketika aku berada di taman rumah kawanku, aku mendengar suara kaca pecah. Tapi aku tidak melihat seorang pun di dekat trukku."
Paul memandangi Trio Detektif berganti-ganti.
Aku tahu ini kedengarannya tidak masuk akal. Tapi seolah-olah kaca itu pecah sendiri!"
"Bab 2 KEKUATAN GAIB
""MEMANG mungkin," Jupe mengeluarkan pendapatnya, "gelas mencapai titik lelahnya dan pecah secara spontan, tapi kemungkinannya sangat kecil bahwa hal itu terjadi empat kali berturut-turut pada kendaraan yang sama."
Paul Jacobs melongo memandangi Penyelidik Satu.
"Maksud Jupe, kata Pete menjelaskan, "semua benda kan ada umurnya. Kaca bisa saja pecah dengan sendirinya. Tapi itu tidak mungkin terjadi pada mobil yang sama empat kali berturut-turut.
"Oo, begitu," ujar Paul. "Apa dia bicaranya selalu seperti itu""
"Itu belum apa-apa," kata Bob sambil tertawa. "Kalau sudah tertarik, Jupe memang begitu gaya bicaranya. i api kau akan terbiasa mendengarnya.
" "Oke kita harus bergerak cepat dan efisien," potong Jupe, "kalau kita memang berniat menyingkap misteri ini. Bagaimana kalau kita mendengar pengalaman Paul dari awal sampai akhir.
"Kali ini kau mengerti kan, Paul"" Pete mengedip jail pada Paul.
"Paul tersenyum. Lalu ia mulai bercerita. Ia punya seorang kawan yang tinggal. di Valerio Street nomor 142. Paul sering kali mengunjungi kawannya itu pada malam hari setelah waktu makan malam. Ia datang dengan mengendarai truk kecil ayahnya. Truk itu selalu diparkirnya pada sisi yang sama di depan rumah kawannya itu. Empat kali dalam waktu kurang dari dua bulan kaca truknya pecah. Paul sama sekali tidak tahu siapa pelakunya. Tapi ia yakin itu bukan perbuatan kawannya, sekalipun ayah Paul tidak percaya pada keterangan itu.
"Apakah itu terjadi pada hari-hari yang sama"" tanya Bob.
Paul berpikir sejenak. "Kukira tidak. Tapi aku tidak ingat betul. Yang kuingat, terakhir kali itu terjadi Rabu malam yang lalu."
Jupe tampak sedang memutar otaknya. "Apa ada kaca-kaca mobil lain yang juga pecah pada malam itu""
"Setahuku tidak," sahut Paul. Maksudku, aku tidak pernah dengar atau melihat kaca-kaca lain yang juga pecah di sekitar situ... Tapi aku tidak pernah mengecek."
"Jupe," ujar Pete perlahan, "kenapa kau tanya tentang kaca-kaca yang lain" Apa urusannya kaca mobil lain dengan kaca truk Paul""
"Kalau hanya kaca truk Paul yang pecah," Jupe menjelaskan, "mungkin ada yang salah pada truk itu, atau ada orang yang sengaja memecahkannya. Tapi kalau ada kaca mobil-mobil lain yang juga pecah, mungkin alasannya lain lagi. Memangnya kenapa, Dua""
"Kaca mobil ayahku juga pecah minggu yang lalu," sahut Pete. "Dan ayahku pun tidak tahu bagaimana kaca itu bisa pecah."
Pete mulai menjelaskan apa yang terjadi dengan mobil ayahnya. Mobil ayahnya sedang diparkir di depan rumahnya pada suatu malam. Paginya ditemukan kaca dekat kemudi pecah. Dan tidak ditemukan tanda-tanda adanya benda yang bisa menyebabkan kaca itu pecah.
"Menurut ayahku, itu perbuatan anak kecil. Yah, mungkin anak itu bermain-main dan tidak sengaja memecahkan kaca."
"Buat orang dewasa selalu anak-anak yang dipersalahkan," keluh Jupe. Kemudian suaranya menjadi bersemangat kembali. "Namun informasi Pete ini memberi petunjuk bahwa mungkin sekali peristiwa pecahnya kaca ini merupakan kasus yang lebih besar dari yang kita perkirakan semula. Yang harus kita lakukan...
Air muka Jupiter mendadak menjadi pucat pasi.
"Cepat, Kawan-kawan!" serunya. "Tidak boleh sedetik pun terbuang!"
Kawan-kawannya memandangnya dengan heran. Kemudian baru mereka menyadari apa yang dikhawatirkan Jupe-suara Bibi Mathilda terdengar di kejauhan: "Sudah waktunya untuk bekerja lagi! Jangan sembunyi kalian, Anak-anak. Aku tahu kalian masih berada di pangkalan. Ayo, kerja lagi!"
""Paul terlalu besar untuk Lorong Dua," kata Jupiter. "Gampang, Tiga. Cepat! Lari!"
Keempat anak itu berlari dari meja kerja Jupe ke suatu timbunan barang bekas yang tidak jauh dari situ. Mereka berhenti pada sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu pohon ek. Pintu itu terpancang pada tumpukan balok kayu besar di kanan-kirinya. Pete merogoh ke dalam sebuah kotak di antara tumpukan barang bekas itu. Ia mengambil sebuah kunci tua berkarat yang kemudian digunakannya untuk membuka pintu tadi. Di batik pintu terdapat sebuah tungku besar model kuno. Anak-anak membungkuk melalui tungku yang tergantung itu. Mereka sampai pada sebuah pintu besi. Pete membuka pintu itu. Dan mereka pun masuk ke dalam sebuah ruangan yang bersih, nyaman, dan diperlengkapi dengan peralatan kantor.
"Wah!" seru Paul sambil memandang ke sekelilingnya. "Ada di mana kita ini""
"Di dalam kantor Trio Detektif," Pete menjelaskan dengan bangga. "Ini sebuah karavan tua yang dibeli paman Titus beberapa tahun yang lalu. Karena karavan ini tidak laku-laku dijual, kita tumpuki saja dengan barang-barang bekas di sekelilingnya. Dari luar yang tampak hanyalah tumpukan barang bekas. Paman Titus sudah lupa bahwa ia punya karavan tua ini. Bahkan Bibi Mathilda tidak pernah bisa menemukan kita di sini!"
"Bukan main, komentar
Paul. Ia terkagum-kagum melihat meja, tempat penyimpan arsip, telepon dengan pengeras suara dan mesin penjawab otomatis, radio, interkom dan walkie-talkie.
"Kita memperlengkapinya dengan peralatan yang kita butuhkan di sini, kata Jupiter. "Sekarang kita kembali ke pokok persoalan semula. Aku tadi ingin mengatakan bahwa, yang harus kita lakukan ialah mencari apa yang mungkin dapat memecahkan kaca jendela, tanpa terlihat dan tanpa meninggalkan bekas.
"Gelombang ultrasonik!" ujar Bob. "Setahuku gelombang itu dapat memecahkan kaca."
"Betul, kata Pete setuju. "Seperti suara penyanyi opera yang melengking tinggi."
"Atau seperti suara pesawat jet supersonik yang terbang melebihi kecepatan suara," Paul menambahkan. "Dentuman yang dihasilkannya bisa memecahkan kaca."
"Kau ingat ada jet seperti itu yang terbang melintas di atas rumah kawanmu itu sebelum kau mendengar suara kaca pecah"" tanya Jupiter pada Paul.
Paul menggeleng. "Tidak. Aku ingat betul tidak ada dentuman apa-apa sebelumnya.
"Ada pabrik, pemancar radio, atau stasiun TV di dekat situ"" tanya Jupiter lagi. "Atau adakah tempat-tempat yang mungkin mengeluarkan gelombang ultrasonik di daerah situ""
"'Tidak," sahut Paul, "tapi ada satu hal. Aku ingat ada gempa bumi kecil waktu itu. Lampu rumah kawanku bergoyang-goyang dengan sendirinya."
"Kini Jupiter yang menggeleng. "Jendela mobil sangat kuat. Gempa bumi kecil saja tidak akan membuatnya pecah."
"Bagaimana dengan angin"" kata Bob. "Angin tomado" Aku membaca berita tentang angin pusaran di sekitar sini."
"Tidak mungkin. Kalau memang ada tornado, pasti Paul melihat benda-benda lain beterbangan," Jupiter mengingatkan.
"M-mungkin," Pete terbata-bata, "sebuah sinar" Sinar yang mematikan""
Ya, seperti di Star Wars, Paul menimpali. "Sinar yang panas dan bertenaga!"
"Dari planet lain," tambah Bob.
"Kapal ruang angkasa!"
"Makhluk gaib dari luar bumi.
"Atau... hantu."
Jupiter mengangkat kedua tangannya untuk menyudahi pembicaraan yang tak keruan ini.
"Kita jangan terlalu jauh berkhayal! Mungkin memang ada tenaga gaib yang menjadi penyebabnya. Tapi yang lebih mungkin lagi ialah penyebab yang sederhana dan nyata yang belum. kita ketahui. Aku usul kita segera mengambil dua tindakan nyata untuk mempelajari apa saja yang dapat membantu penyelidikan ini."
"Tindakan apa itu, Jupiter"" tanya Paul dengan tidak sabar.
"Pertama, kita akan melakukan rekonstruksi..."
"Apa itu"" sela Pete seraya mengerutkan keningnya karena tidak paham.
""Kita mencoba mengatur keadaan seperti pada waktu kaca truk Paul pecah. Lalu kita amati apa yang terjadi selanjutnya. Kemudian..."
"Tapi," potong Paul, "ayahku tidak mengizinkanku mengendarai truk itu lagi."
Jupiter tersenyum. "Kurasa kita dapat memperoleh sesuatu yang lebih baik dari trukmu, Paul."
"Lalu apa tindakan kedua, Jupe"" Bob ingin tahu segera.
"Akan kita gunakan Hantu ke Hantu!"
Paul tergagap. "Hantu apa""
"Hubungan Hantu ke Hantu," Pete menerangkan. "Ini suatu cara yang ditemukan Jupiter untuk mengerahkan tenaga anak-anak untuk mencari sesuatu. Masing-masing akan menelepon lima orang anak. Lalu mereka tadi diminta untuk melakukan apa yang kita minta. Dan tiap-tiap anak diminta untuk menelepon lima orang anak lagi. Begitu seterusnya."
"Aku paham sekarang, ujar Paul. "Kalau kita masing-masing punya lima teman, dan tiap teman kita punya lima teman juga. dan seterusnya... Wah,. bisa mencapai lima ratus anak! Kita dapat mengerahkan tenaga anak-anak di Los Angeles dengan cara seperti itu!
"Tepat," kata Jupiter. "Tapi kita batasi sampai Rocky Beach saja. Akan kita gunakan hubungan itu untuk mencari apakah ada kaca jendela mobil lain yang pecah dalam dua bulan terakhir ini. Bila ada, harus kita ketahui kapan dan di mana."
""Mana yang kita lakukan dulu, Satu"" tanya Pete.
"Kedua-duanya kita lakukan secara serentak," jawab Jupiter. "Kita akan jalankan Hantu ke Hantu, dan biarkan mesin penjawab otomatis yang mengumpulkan laporan dari anak-anak yang menelepon masuk. Sementara itu. kita dapat pergi dan mencoba memancing pelaku perbuatan itu."
"Kita jebak siapa yang mem
ecahkan kaca-kaca jendela itu." timpal Bob.
"Atau apa saja yang menjadi penyebabnya," Jupiter menambahkan. "Jangan lupa, itu bisa saja tenaga gaib yang belum pernah diketahui manusia sebelumnya!"
Bab 3 MEMANCING SI PELAKU
HARI hampir gelap ketika Pete mengayuh sepedanya dengan kencang ke pangkalan barang bekas. Di rumah tadi ia sudah mengisi perutnya penuh-penuh, sehingga tenaganya bertambah untuk menggenjot sepeda. Di depan gerbang pangkalan tampak diparkir sebuah mobil mewah. Mobil itu ialah Rolls-Royce yang sering mereka gunakan waktu memecahkan kasus-kasus mereka. Paul Jacobs berdiri di sampingnya. Ia melongo melihat Rolls-Royce hitam mengkilat itu.
"Apa pula ini"" tanya Paul ketika Pete sampai dengan sepedanya.
"Ini Rolls-Royce antik," ujar Pete. Ia menjelaskan bagaimana Jupiter memenangkan sebuah kontes, sehingga Trio Detektif mendapat hadiah pertama. Hadiah itu berupa izin untuk memakai Rolls-Royce selama tiga puluh hari. Setelah jatah tiga puluh hari itu habis, salah seorang klien Trio Detektif mengatur sedemikian rupa, sehingga anak-anak mendapat kebebasan untuk. meminjam mobil itu beserta sopirnya Worthington, setiap saat. Klien tadi berbuat demikian sebagai tanda terima kasihnya atas pertolongan Trio Detektif padanya. Tepat pada saat Pete mengakhiri ceritanya, Jupiter dan Bob muncul di gerbang.
"Kau berdua terlambat," tegur Jupiter. "Bob dan aku menyiapkan Hantu ke Hantu berdua saja barusan. "
"Ayahku menyuruhku untuk berjalan kaki saja," ujar Paul. "Maaf, Kawan.
"Dan kau, Pete"" Mata Jupiter menyipit. "Pasti karena kebanyakan makan. Ya, kan""
Pete tak bisa berkutik. "Dari mana kau tahu""
"Dari logika, kata Jupiter sambi! menunjuk kepalanya. "Itu kan jelas sekali."
Bob tertawa. "Kita tadi menelepon rumahmu. Ibumu yang menjawab dan mengatakan tentang roti keju. Jupe rupanya iri." .
"Buat apa iri"" tukas Jupiter. "Hanya orang yang berpandangan sempit yang iri. Tapi, Mrs. Crenshaw berjanji akan menyisakan roti keju untukku. "
Mereka semua terbahak-bahak. Dan saat itu pintu depan Rolls-Royce terbuka. Seorang pria bertubuh ramping dengan muka bersih keluar. Ia memakai seragam sopir, lengkap dengan topi petnya yang sekarang dipegang di tangannya.
"Selamat malam, Anak-anak," sapanya ramah.
"Selamat malam, Worthington," anak-anak membalas serempak.
"Kami membawa tamu malam ini: Paul Jacobs," Jupiter memperkenalkan
Worthington menjabat tangan Paul. "Kau akan ikut bertualang dengan Trio Detektif, Paul" Kau akan mendapat pengalaman yang mengasyikkan. Percayalah padaku."
"Kami sedang terburu-buru malam ini, Worthington," kata Jupiter. "Kami mesti mencapai Valerio Street nomor 142 tepat jam sembilan."
"Jam sembilan" Oo, itu bukan masalah," sahut Worthington. "Tapi kita harus berangkat sekarang juga. Silakan, Anak-anak." .
Begitu mobil mulai meluncur, Jupiter membeberkan rencananya. Mereka akan berhenti di ujung Valerio Streella, Bob, dan Pete akan turun di sana.
Kemudian Worthington dan Paul akan memarkir mobil di tempat biasanya Paul memarkir truknya. Paul akan turun di sana, dan membebaskan Worthington untuk kira-kira sejam. Worthington seolah-olah akan memanfaatkan waktu itu untuk berjalan-jalan. Sedangkan Paul akan berpura-pura berkunjung ke rumah temannya. Tapi sebenarnya Paul akan bersembunyi dan mengamati Rolls-Royce itu. Dan pada saat yang sama Trio Detektif mengamati Rolls-Royce dari seberang jalan.
"Aku khawatir akan terjadi kerusakan kecil pada Rolls-Roys ini, Worthington," kata Jupiter dengan perasaan tidak enak
"Apa kasus kali ini berbahaya, Jupe""
"Mungkin tidak bagi kita, tapi ya bagi mobil ini.
"Kalau aku boleh tahu,". kata sopir itu lagi, "seperti apa kerusakan yang bakal terjadi, Jupe""
""Mungkin kacanya pecah, _
Worthington menghela napas. "Yah, lihat saja bagaimana nanti.
"Atau," tambah jupiter, "mungkin penyok di satu atau dua tempat.'
Mata Worthington terbelalak. Kemudian dipandanginya Rolls-Royce yang hitam mulus itu dengan sedih. Ia meneguk ludah beberapa kali.
"Well," ujar Jupe dengan ragu-ragu, "mungkin cuma satu jendela saja."
"Satu jendela... Oke, kita lihat s
aja nanti." Ketika itu mereka sudah mencapai ujung Valerio Street. Worthington meminggirkan mobil dan Trio Detektif turun di situ. Sejauh ini rencana Jupe berjalan mulus. Rolls-Royce diparkir di depan Valerio Street nomor 142. Trio Detektif bersembunyi di tempat yang aman, persis di seberangnya.
Trio Detektif melihat Paul Jacobs dan Worthington memainkan sandiwara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Paul berjalan seakan-akan hendak mengunjungi temannya. Ia masuk ke dalam pekarangan rumah temannya, lalu tiba-tiba. menghilang di balik pagar tumbuhan di pekarangan itu. Worthington berjalan melenggang sepanjang trotoar sambil bersiul-siul. Sesaat kemudian jalan itu menjadi lengang. Sepi. Trio Detektif menanti di kegelapan.
Pete yang pertama kali melihat seorang wanita. Lihat," bisiknya.
Seorang wanita jangkung mengenakan kaus kaki panjang dan celana sport tampak. membawa seekor anjing Great Dane yang luar biasa besarnya. Ia berjalan bukan di tepi jalan, tapi tepat di tengah jalan. Dan di tangannya tergenggam sebuah tongkat hitam dengan bonggol besar terbuat dari perak berkilau. Great Dane Itu menarik-nariknya sambil berhenti di sana-sini untuk mencium-cium apa saja yang dilaluinya.
Tiba-tiba si wanita berhenti. Ia tertegun melihat Rolls-Royce yang mempesona itu. Dan ia masih terpana memandangi mobil mewah itu, sampai anjingnya menariknya. Ia tersentak kaget. Hampir saja wanita itu terjatuh.
Si wanita mengayunkan tongkat berbonggol perak itu dekat kaca jendela Rolls-Royce itu. Diayun-ayunkannya tongkatnya dengan sembrono..
"Tunggu, Hamlet!" perintahnya pada Si Great Dane.
Anjing itu duduk dengan patuh. Lidahnya sebentar-sebentar terjulur ke luar. Wanita tadi masih saja mengayun-ayunkan tongkatnya. Makin lama makin dekat dengan kaca jendela Rolls-Royce mewah itu. . .."
"Bukan begitu seharusnya ia melatih anjing, bisik Pete."Dengan begitu ia hanya membuat anjingnya takut."
"Mungkinkah ia memecahkan kaca itu dengan tongkatnya"" tanya Bob. "Maksudku, secara tidak sengaja."
Jupiter menggeleng. "Kalau ia yang memecahkan, pasti Paul melihatnya waktu itu.
"Akhirnya si wanita menurunkan tongkatnya. Anjingnya dengan gembira mengibas-ngibaskan ekornya. Great Dane itu kembali menarik majikannya berjalan. Sewaktu wanita dan anjingnya itu menghilang di kelokan jalan, dua anak berkostum baseball muncul. Mereka bermain lempar tangkap dengan bola baseball. Yang satu berdiri di tepi jalan , dan yang satu lagi di tengah jalan. Mereka melempar bola melewati mobil-mobil dan berlari untuk menangkapnya dalam cahaya yang remang-remang. Sering kali mereka gagal menangkap bola. Bola menggelinding ke kolong-kolong mobil yang diparkir di situ.
Bob berbisik. "Jupe" Barangkali mereka pelakunya.
"Tidak," pemimpin yang bertubuh gempal itu balas berbisik. "Sekalipun dalam keremangan seperti ini. mereka tidak akan luput dari perhatian Paul."
Lagi pula." gumam Pete, "mereka berdua tidak akan salah lempar hingga memecahkan kaca. "
Mereka mengawasi kedua anak itu sampai hilang di kegelapan. Valerio Street menjadi sunyi kembali. Malam makin larut. Lampu-lampu rumah sudah mulai dimatikan. Satu jam berlalu tanpa ada kegiatan apa-apa di jalan itu. Kemudian seorang laki-laki tinggi berkendaraan sepeda balap muncul di tikungan. Sekilas saja Pete tahu bahwa sepeda itu bergigi sepuluh.
Trio Detektif makin awas. Sinar lampu menyorot dari sepeda itu bagai antena serangga. Pengendaranya memakai kaus kuning dan celana pembalap sepeda berwarna hitam yang ketat sampai ke lutut. Kaus kakinya juga kuning. Sepatunya yang berujung runcing terkait pada pengait pedal sepeda. Dengan helm, kacamata, dan headphone yang tersambung dengan radio atau tape dalam ranselnya, ia tak ubahnya makhluk dari planet lain.
Ia cocok benar untuk main film Star Trek." Pete tertawa geli.
Pengendara sepeda itu memperlambat laju sepedanya. Ketika ia melihat Rolls-Royce diparkir di jalan itu, ia berputar-putar di sekelilingnya.
Anak-anak menahan napas. Mereka menanti dengan harap-harap cemas. Dalam hati mereka mengkhawatirkan apa yang bakal terjadi pada mobil indah dan mewah itu.
Tapi detik berikutnya si pengendara sepeda meninggalkan Rolls-Royce dan melanjutkan perjalanannya.
"Hhh," desah Pete lega, "tadinya kukira...
"Sepertinya ia tadi ingin berbuat sesuatu, ujar Bob.
Jupiter mengernyit. "Jangan bertindak gegabah. Kita harus sabar dan hati-hati dalam menarik kesimpulan."
Anak-anak menyelonjorkan kaki mereka yang mulai terasa pegal. Jupiter mengingsut dengan gelisah. Mereka tidak bisa terlalu lama menunggu.
Gerakan berkelebat menarik perhatian Jupe.
"Seseorang sedang berjalan di antara bayang-bayang pohon di ujung jalan. Di balik pohon-pohon. Dekat mobil-mobil yang diparkir. Ia berjalan zig-zag. Sebentar di jalan, sebentar di balik pohon. Seorang laki-laki bertubuh kecil bergerak dengan gesit. Ia membawa sesuatu.
"Apa itu yang dibawanya"" desis Pete.
Laki-laki kecil tadi masih terus berjalan zig-zag dari pohon-pohon ke mobil-mobil. Sebentar-sebentar ia melihat berkeliling, seolah takut ada yang melihatnya. Kini ia berada di jalan. Tangannya menggenggam sebuah benda yang panjang dan keras.
"Itu tongkat baseball!.' seru Bob tertahan.
Anak-anak terpaku. Jantung mereka berdetak makin keras ketika laki-laki kecil itu menyelinap di belakang Rolls-Royce. Mereka dapat membayangkan apa yang bakal terjadi kalau orang itu mengayunkan tongkat baseball itu ke kaca mobil. Tak pelak lagi kaca akan remuk. Hancur berkeping-keping. Dan dari halaman rumah nomor 142 Paul dapat mendengar suara kaca pecah itu: Tapi ia tidak dapat melihat siapa pelakunya. Orang bertubuh kecil tadi dengan mudah menyelinap dan menghilang.
Anak-anak menunggu apa yang diperkirakan akan terjadi. Tapi laki-laki itu cuma pergi dengan tergopoh-gopoh, seakan-akan ia dikejar orang. Ia berlalu begitu saja tidak ada kaca pecah. Tongkat baseball itu tidak digunakannya untuk memukul apa-apa.
Pete mendesah dengan kecewa.
Merasa sia-sia, anak-anak saling berdiam diri untuk beberapa saat. Mereka masih mengawasi Valerio Street. Tapi harapan semakin tipis. Tidak ada lagi yang lewat. Tidak ada mobil yang berlalu.
Waktu sudah jam sebelas malam.
"Paul biasanya pulang dari rumah temannya pada jam sebelas," kata Pete.
Jupiter bangkit. "Kita harus membuat rekonstruksi semirip mungkin. Kita juga harus pergi sekarang."
Ia melangkah keluar dari persembunyiannya. Paul muncul dari bayang-bayang tanaman di pekarangan rumah temannya. Dan Worthington tampak berjalan dari ujung jalan. Mereka berkumpul di samping Rolls-Royce. Jupiter memandang kawan-kawannya dengan muram.
"Mungkin," katanya, "aku salah.
"Salah. Jupe"" tanya Bob. "Apanya yang salah""
"Aku berpendapat, karena kaca mobil ayah Pete juga pecah, si pemecah kaca bukan hanya mengincar truk kecil Paul," Penyelidik Satu menjelaskan. "Tapi kejadian pada jendela mobil Mr. Crehshaw mungkin hanya suatu kebetulan. Mungkin truk kecil Jacobs cuma satu-satunya yang menjadi incaran."
Kalau ternyata begitu, pancingan kita dengan Rolls-Royce akan berhasil," Pete menyadari. "Kita harus memakai truk kecil."
"Jupe"" ujar Bob lambat-lambat "Dalam hal ini Hantu ke Hantu juga tidak akan ada hasilnya. Tidak akan ada kaca-kaca pecah lainnya."
"Benar, Bob," Jupe menyetujui dengan murung. "Sekarang sudah terlalu malam untuk berkumpul di kantor Trio Detektif. Kita harus menunggu sampai besok pagi untuk melihat bagaimana hasil Hantu ke Hantu!"
"Bab 4 TANDA BAHAYA PUSING memikirkan keanehan misteri yang saat ini Bob tidak bisa tidur semalaman. Namun pagi harinya ia bergegas turun ke bawah ketika mendengar suara ayahnya marah-marah.
"Sekarang di mana-mana tidak aman.
"Aku yakin itu cuma kebetulan," terdengar suara Mrs. Andrews menenangkan. "Kan banyak hal yang bisa menyebabkan kaca pecah secara tidak sengaja."
"Oke mulai sekarang mobil harus masuk garasi. Jangan diparkir di luar lagi."
Bob hampir tersandung ketika menuruni anak tangga yang terakhir. Ia muncul di dapur tempat kedua orang tuanya menyantap sarapan pagi.
"Dad! Apa kaca mobil kita pecah tadi malam"
"Yah, kelihatannya begitu, Bob."
"Kaca di samping sopir""
"Ya" jawab Mr. Andrews. Ia melihat anaknya dengan pandangan bertanya-tanya. "Bag
aimana kau...""
"Dan tidak jelas apa yang menyebabkannya pecah "" Bob makin menggebu-gebu bertanya. "Pasti tidak bisa diterangkan mengapa kaca itu pecah. Ya, kan""
"Bagaimana kau tahu begitu banyak"" tanya Mr. Andrews dengan curiga.
Bob menceritakan tentang apa yang dialami Paul dengan truk kecilnya, juga tentang kaca mobil Mr. Crenshaw.
"Kau yakin Paul tidak melihat apa-apa ketika ia mendengar suara kaca truknya pecah"" tanya Mr. Andrews lagi.
"Tidak nampak apa-apa, Dad."
"Tapi itu pasti ada pelakunya. Pasti pemuda-pemuda berandal itu!"
"Kalau begitu, mungkin pemuda-pemuda berandal itu tidak terlihat, Dad. Maksudku, mereka hantu. "
"Omong kosong, Robert! Kau tahu kan.... .
"Aku yakin ada alasan yang sederhana dan masuk akal," Mrs. Andrews menyela. "Jupiter dan kawan-kawannya akan dapat mengungkap kejadian ini. Oke, sekarang habiskan dulu sarapan ini."
Bob melahap beberapa butir telur. Ia sangat bersemangat untuk menyampaikan berita ini pada kawan-kawannya. Paling tidak ini akan mendukung teori Jupe. Memang ada kaca mobil lain pecah selain truk Jacobs dan mobil Mr. Crenshaw. Diteguknya segelas susu. Lalu ia melompat pergi.
"He, tempat tidurmu sudah dibereskan, belum"" tanya Mrs. Andrews.
"Sudah, Mom!" "Bob mengayuh sepedanya sekuat tenaga. Tapi ia tidak menuju gerbang depan. Ia bersepeda sepanjang pagar depan. Beberapa seniman Rocky Beach telah melukis papan-papan pagar itu dengan lukisan pepohonan, bunga, pemandangan danau beserta angsa-angsa, dan bahkan juga reruntuhan kapal. Bob berhenti pada lukisan reruntuhan kapal itu. Ditekannya mata seekor ikan yang sedang berenang di dekat kapal. Dua bilah papan terangkat. Ini adalah Gerbang Hijau Satu yang langsung menuju bengkel kerja Jupe. Tidak ada siapa-siapa di bengkel kerja Jupe. Tapi sepeda Pete ada di situ. Bergegas Bob menyelusup masuk ke dalam Lorong Dua - sebuah pipa besar yang terjulur di bawah tumpukan barang bekas dan merupakan jalan masuk ke kantor Trio Detektif. Sampai di ujung pipa Bob mengangkat sebuah tingkap yang terletak di dasar karavan.
"He, aku punya berita menarik! Tadi malam ayahku... "
Bob terdiam. Ia melongo. Tidak ada yang mendengarkan apa yang dikatakannya. Bahkan, tidak ada yang menyadari kehadirannya di situ.
Kantor dalam keadaan sibuk luar biasa. Jupiter, Pete, dan Paul Jacobs sedang berdiri di depan sebuah peta raksasa Rocky Beach yang terpampang di dinding. Mereka sibuk menancapkan paku payung pada peta, sesuai dengan suara rekaman.
"... Kaca jendela mobil Mr. Wallace pecah pada bagian dekat sapir. Terjadinya di depan East Cola nomor 27, Rabu lalu."
Paul menancapkan sebuah paku payung pada suatu tempat di peta.. Kemudian suara berikutnya menyusul:
'Mobil Joe Eller kacanya remuk beberapa minggu yang lalu dekat West Oak nomor 45 kaca depan kiri, dekat pengemudi.
Pete menusukkan sebuah paku payung pada peta. Lalu suara seorang gadis memenuhi ruangan :
"Mrs. Janowski di De La Vina 1689 mendapatkan kaca depan kiri mobilnya pecah Senin malam yang lalu."
Jupiter menancapkan paku payung di lokasi itu pada peta.
Bob menepuk pundak Jupe. "Hantu ke Hantu berjalan dengan sukses!" serunya.
Jupe menoleh. Ia tersenyum penuh kemenangan. Mesin. penjawab otomatis sibuk merekam laporan sejak tadi malam dan tadi pagi. Dan laporan telepon juga masih berdatangan sekarang: Kaca-kaca mobil di seluruh Rocky Beach menjadi korban dalam dua bulan terakhir!"
Dan selalu yang menjadi sasaran adalah kaca kiri depan, dekat pengemudi. Selalu pada mobil-mobil yang diparkir di jalan," kata Pete "Dan... tidak ada yang pernah melihat siapa atau apa yang melakukannya!"
"Sudah hampir seratus paku payung tertempel di peta," kata Paul.
"Seratus satu," tambah Bob. Ia lalu menceritakan apa yang dialami mobil ayahnya semalam.
"Tancapkan paku payung di peta," ujar Pete.
Bob mengambil seraup paku payung. Ditancapkannya paku payung pada lokasi rumahnya.
Kini ia ikut membantu teman-temannya mendengarkan pesan dari Hantu ke Hantu. Tidak lama kemudian laporan dari mesin penjawab selesai.


Trio Detektif 38 Misteri Kaca Kaca Remuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sekarang telepon berkali-kali berdering. Seluruhnya memberitaka
n tentang kaca-kaca pecah di Rocky Beach. Jupe merekam pesan-pesan yang baru datang. Sementara yang lainnya mendengarkan melalui pengeras suara:
"... dekat dengan kaca jendela pengemudi pada mobil Mr. Andrews tadi malam...
Bob berkata, "Itu Max Brownmiller, tetanggaku. Kurasa ia sudah dengar tentang mobil ayahku."
Anak-anak terus mendengarkan dan menancapkan paku payung pada peta raksasa sampai telepon berhenti berdering. Pete menghitung paku payung di peta.
"Seratus dua puluh tujuh!"
"Dan yang pertama terjadi dua bulan yang lalu," kata Paul. "Bahkan sebelum kaca trukku pecah untuk pertama kalinya.
"Jadi Jupe benar," ujar Bob. "Si pemecah kaca buka hanya mengincar truk ayahmu, Paul.
""Tapi," kata Jupiter lambat-lambat sambil memperhatikan peta yang penuh dengan paku payung, "bagaimana polanya" Bagaimana M.O-nya"" .
"M.O."" Paul bertanya keheranan.
"Modus Operandi, semacam cara kerja," Bob menerangkan. "Kalau sesuatu terjadi berulang-ulang, kau biasanya akan dapat menemukan satu hal yang tetap polanya. Pola yang sudah kita peroleh ialah kaca yang -pecah selalu kaca yang dekat sopir."
"Contoh lain," Pete menambahkan, "mungkin seseorang membenci penduduk sekitar pantai, entah kenapa. Kalau memang begitu, mestinya paku-paku payung terpusat pada daerah sekitar pantai."
"Atau kalau jendela pecah karena tenaga gaib," sambung Jupiter, "maka paku payung tentunya akan terpusat pada sumber tenaga gaib itu. Tapi nyatanya paku-paku payung itu tersebar di mana-mana."
"Tidak di mana-mana, Jupiter," tukas Paul.
"Cuma di pusat kota. Lihat, tidak ada paku payung di sekitar pangkalan, di sepanjang pantai, atau di daerah pegunungan."
Yang lain mengangguk. Kening Bob berkerut. "Jupe," katanya. "Ada sesuatu yang aneh."
"Apa itu, Bob"'"
"Lihat," kata Bob sambil mengamati peta. "Banyak jendela mobil dilaporkan pecah di sepanjang Valerio Street tadi malam. Tapi, kenapa tidak ada jendela yang pecah di daerah dekat kita bersembunyi tadi malam""
Jupiter mengangguk "Aku juga sudah memperhatikan hal itu, namun aku belum memperoleh jawabnya. Mesti ada alasan, dan aku yakin bahwa jawaban itu tersembunyi pada paku-paku payung yang kita tempelkan ini. Kupikir ada baiknya kalau kita dengarkan lagi rekaman kita, dan..."
Tiba-tiba terdengar dentang besi beradu. Suara itu memenuhi karavan. Sepertinya sebuah benda keras menumbuk besi di antara tumpukan barang bekas yang mengelilingi kantor Trio Detektif. Suara itu kini terdengar lagi, kali ini dibarengi dengan bunyi gemerincing yang teredam.
"Ada orang di luar!" seru Pete.
Sekali lagi suara itu terdengar.
"Mungkin Bibi Mathilda atau Paman Titus, Jupe," ujar Bob. "Akan kulihat melalui periskop."
Bob bergegas ke salah satu sudut ruangan tempat sebuah pipa kecil menembus atap karavan. Ujung bawah pipa bengkok dan terdapat dua buah besi untuk pegangan. Penampilannya mirip sekali dengan periskop kapal selam. Dan memang Jupe merancangnya agar dapat berfungsi sebagai periskop, untuk melihat keadaan di luar dari dalam karavan. Bob mengintip melalui periskop buatan Jupiter. Diputarnya periskop ke segala arah.
"Ha, Bibi Mathilda dan paman Titus sedang berdiri di gerbang depan," lapornya. "Hans dan Konrad sedang mengangkut barang-barang ke dalam sebuah truk. Beberapa orang langganan sedang melihat-lihat di sisi seberang kita. Tapi tidak ada orang yang dekat-dekat sini."
Suara berdentang terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya. Berarti sumber suara makin dekat Dan seakan-akan ada seseorang yang menyelinap di antara tumpukan barang bekas di sekeliling karavan.
"Pasti orang itu pengacau!" kata Pete.
"Ia tidak bisa terlihat lewat periskop!" seru Bob.
"Cepat!" komando Jupiter. "Bob, kau lewat Lorong Dua. Pete lewat Pintu Empat. Dan aku akan mengambil Gampang Tiga. Kita akan coba menyergap pengacau itu. Kau tinggal di sini, Paul. Jangan buka pintu mana pun, kecuali jika kaudengar kode rahasia: tiga ketukan, satu, lalu dua. Oke""
Paul mengacungkan jempolnya. Ketiga detektif muda menyelinap untuk mencari pengacau yang misterius itu.
"Bab 5 ANCAMAN DI PANGKALAN JONES
"DI UJUNG Lorong Dua, Bo
b mengintip dengan waspada.
Sesosok tubuh, berpakaian serba hitam, sedang membungkuk di bengkel kerja Jupe. Orang itu kelihatannya sedang mengerjakan sesuatu di tanah. Bob menjulurkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang dikerjakannya. Namun kepalanya terbentur sisi pipa. Benturan itu mengakibatkan beberapa benda rongsokkan terjatuh dari atas pipa.
Orang berpakaian hitam itu menoleh. Ia tidak punya muka! Bob melihat sepasang mata yang tajam di antara mukanya yang hitam. Ia menyadari bahwa orang itu memakai topi pemain ski, menutupi seluruh kepala dan mukanya. Mata itu menyorot tajam pada Bob.
"Siapa kau" Mau apa kau di sini"" teriak Bob seraya merangkak keluar dari pipa.
Si orang berpakaian hitam meraih benda yang dikutak-katiknya tadi. Dengan gesit ia berlari. Bob bangkit dan berlari ke pintu masuk bengkel kerja.
"Ia melihat sosok hitam itu berkelebat cepat bagai seekor kijang melompat-lompat. Orang itu bergerak ke arah Gampang Tiga! Jupiter pasti dapat menangkapnya!
Si pengacau menghilang di balik tumpukan balok tua. Bob memasang telinganya. Satu menit berlalu. Tidak ada suara apa-apa. Di mana Jupe"
Setelah beberapa menit lewat, Bob berjingkat-jingkat mendekati tempat terakhir kali ia melihat orang berpakaian serba. hitam itu menghilang. Tapi tidak ada siapa-siapa di balik tumpukan balok. Ia bertiarap lalu merayap mendekati tumpukan kayu. Matanya awas mengamati sekelilingnya. Sebuah gerakan cepat tertangkap oleh ujung mata Bob. Ada orang yang sedang mengintip dari balik pagar.
Bob makin waspada. fa menahan napas. Tapi kali ini orang yang dilihatnya tidak memakai topi pemain ski. Seberkas sinar menerpa wajah orang itu. Itu Pete! Bob melompat Pete melihatnya. Ia mengarahkan jempolnya ke bawah pertanda ia belum mendapatkan apa-apa Sebaliknya, Bob mengacungkan jempolnya. Ia sudah melihat si. pengacau tadi.
Tahu-tahu terdengar suara gaduh. Kayu-kayu berjatuhan di suatu tempat di depan Bob.
Bob memberi kode pada Pete untuk mengitar dan bertemu di tempat kayu-kayu tadi jatuh. Pete mengangguk. Detik berikutnya ia sudah menghitang. Bob mulai melangkah dengan hati-hati di antara perabotan rumah tangga bekas yang dikumpulkan Paman Titus. Akhirnya ia mencapai tempat jatuhnya kayu-kayu. Runtuhnya kayu-kayu itu membuat timbunan yang tinggi, tak kalah tingginya dengan tumpukan yang menimbun kantor Trio Detektif. Pete muncul pada sisi lain dari timbunan ini.
"Kau lihat dia"" tanya Bob.
"Tidak." Pete menggeleng.
Kedua anak itu menjadi cemas. Terdengar suara rintihan dari balik runtuhan kayu.
"Tolong!" Pete terkesiap. "Itu Jupe!"
"Cepat!" seru Bob.
Mereka menyelusup ke dalam timbunan kayu melalui sebuah celah yang sempit.
"Tolong!" Rintihan itu datang dari sebelah kiri.
"Tolong!" Sekarang terdengarnya dari sebelah kanan.
Bob dan Pete berjongkok di dalam tumpukan kayu itu. Mata mereka mencari-cari di mana Jupe berada. Masih tidak nampak. Dan tidak mungkin lagi bergerak ke mana-mana. Dengan kalut mereka mencoba membuka jalan dengan menggeser balok-balok kayu dan barang-barang rongsokan yang bercampur-aduk di situ.
"Jupe!" panggil Pete. "Kalau kaudengar suaraku, menyahutlah!"
"Jadi kita bisa tahu di mana kau berada!" teriak Bob.
"Tolong... Tolong... Tolong... Tolong...!"
Rintihan Penyelidik Satu memberi petunjuk pada Pete dan Bob. Mereka berusaha sekuat tenaga menyingkirkan segala barang rongsokan yang menghalangi Suara Jupe makin lama makin jelas.
"Ini dia!" seru Bob.
Sebuah lemari es besar tergeletak di dekat Bob. Gagang pintu lemari itu tertahan sebuah kayu, sehingga pintunya tidak bisa dibuka dari dalam. Suara rintihan datang dari dalam lemari es itu. Makin lama makin lemah.
"Cepat! Jupe bisa kekurangan udara di dalamnya!" jerit Pete.
Mereka berdua melepas kayu yang menahan gagang pintu lemari es. Dibukanya pintu yang berat itu.
"Jupe"" seru Bob.
Penyelidik Satu duduk berjongkok pada dinding belakang lemari es. Besi-besi berkarat tergeletak di kanan-kirinya. Ia tidak bergerak-gerak
"Satu"" ujar Pete. "Kenapa kau""
Pemimpin yang gempal itu mendesah. "Pintu terbuka, tipuan klasik," katanya dengan penu
h kekecewaan. "Dan aku terperangkap seperti anak ingusan saja."
"Siapa yang memerangkap, Jupe"" tanya Bob.
"Kaulihat orangnya""
"Yang kulihat cuma sekelebatan bayangan hitam ketika aku Keluar dari Gampang Tiga. Ia melihatku dan lari ke arah sini setelah menendang kayu-kayu ini. Aku mengejarnya. Tapi aku cuma melihatnya sekilas di antara tumpukan-tumpukan kayu ini. Kemudian aku lihat dia lari ke dalam lemari es ini. Itu tidak begitu jelas, tapi kesan yang kulihat seperti itu. Ternyata dia bersembunyi di balik lemari es ini. Ketika aku melongok ke dalam lemari es, tahu-tahu ia sudah berada di belakangku. Aku didorongnya dan pintunya dikunci dari luar. Dengan putus asa kucoba untuk membuka pintu dari dalam. Sia-sia."
"Kau bisa kehabisan napas di dalam! kata Bob.
Jupiter mendesah lagi. "Lemari es ini penuh lubang. Kau tidak usah khawatir soal itu. Tapi yang jelas, orang itu licin dan cerdik. Ia memperdayaiku. Sementara aku tidak bisa tahu seperti apa dia rupanya."
Tahu-tahu suara gaduh bergema di pangkalan. Kali ini seperti benda-benda logam berjatuhan. Anak-anak bergegas keluar dari timbunan kayu bekas.
"Ia masih dalam pangkalan!" seru Pete.
"Mungkin dia tidak tahu jalan keluar dari sini!" ujar Bob.
"Ayo, jangan buang kesempatan lagi!" seru Jupiter. " .
Trio Detektif berlari ke tempat yang lebih lapang. Mereka mengira-ngira dari mana kegaduhan tadi berasal. Mestinya suara itu timbul dan bagian belakang. Anak-anak bergegas ke pagar belakang. Namun mereka tidak mendengar apa-apa lagi sekarang.
""Lihat!" teriak Pete. "Di atas sana!"
Barang-barang bekas yang masih baik kondisinya biasanya diletakkan di dekat pagar. Paman Titus telah memasang seng di sepanjang pagar pangkalan, untuk menaungi barang-barang itu. Sebuah benda tampak terkait pada seng di pagar. Bentuknya seperti jangkar kecil bercabang empat. Dan seutas tali terikat pada jangkar kecil itu.
"Apa itu"" tanya Bob.
"Pengait," kata Jupiter, "Biasanya digunakan untuk memanjat tembok atau bukit yang curam. Pengait itu diikatkan pada seutas tali, lalu dilempar, sehingga pengait itu terkait kokoh pada tembok. Dengan begitu kau bisa memanjat tali."
Sewaktu Trio Detektif mengamati pengait bercabang empat itu, tali yang terikat padanya bergerak-gerak. Pengait terlepas dan terlempar ke luar pagar. Suara berdentang terdengar dari luar pangkalan.
"Cepat!" seru Jupiter. "Kelana Gerbang Merah!
Ketika anak-anak berlari menyusuri pagar menuju pintu belakang rahasia, mereka mendengar seru suara mesin mobil dihidupkan. Bob bergegas membuka Kelana Gerbang Merah. Anak-anak berhamburan keluar ke jalan di belakang. Terlambat. Mereka hanya melihat sebuah mobil kecil berwarna merah membelok di tikungan.
"Yaaa, terlambat," seru Pete.
"Apa merek mobil itu. Nomor polisinya"" tanya Bob
""Kelihatannya seperti MG," kata Pete. Lalu ia menambahkan, "Tapi aku tidak yakin. Dan aku tidak sempat melihat nomor polisinya."
"Aku juga tidak," Jupiter mengakui. .
Mereka masih memandang ke arah hilangnya mobil merah tadi di tikungan.
"Apa yang dilakukannya tadi di sini"" tanya Bob.
"Pasti dia ingin berbuat sesuatu di pangkalan tanpa diketahui," ujar Pete. "Karena itu ia masuk secara diam-diam lewat belakang dengan pengait dan tali itu."
"Paul pasti sedang menunggu," kata Jupiter. "Kita kembali saja ke kantor."
Trio Detektif bergegas kembali ke pangkalan melalui gerbang rahasia. Pada pagar belakang terlukis pemandangan kebakaran besar di San Francisco, yang terjadi tahun 1906. Seekor anjing tampak duduk dekat sebuah gedung yang terbakar. Salah satu mata anjing itu terbuat dan mata kayu. Jupiter menariknya. Tiga lembar papan terangkat. Kelana Gerbang Merah terbuka.. Anak-anak masuk melalui Pintu Empat sampai pada pintu geser karavan. Jupiter mengetuk: tiga, satu, dua.
"Apa yang terjadi"" tanya Paul dengan penuh rasa ingin tahu ketika ia membuka pintu geser.
Jupiter menjelaskan. Lalu ia bertanya, "Apa orang seperti itu pernah kau lihat, Paul""
'Tidak," jawab Paul. "Apa yang dilakukannya di luar ""
""Itulah yang harus kita temukan," kata Jupiter. "Mari kita keluar dan menyelidiki se
keliling karavan ini. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk tentang apa yang diinginkan si pengacau sebenarnya."
Jupiter berjalan di depan, keluar, menuju bengkel kerjanya. "Dari suara yang tadi kita dengar," katanya, "orang itu pasti memanjat tumpukan barang bekas yang menyelubungi karavan. Jadi salah seorang dari kita harus menyelidikinya.
"Bob yang paling ringan di antara kita, kukira, kata Paul.
"Ya, ya, setuju!" Pete menimpali. "Bob saja yang memanjat tumpukan barang bekas ini."
"Ya, aku tahu hal itu, Pete, kata Jupiter. "Jadi Bob yang akan menyelidiki tumpukan barang rongsokan. Sisanya akan menyelidiki daerah...
"Aha!" Anak-anak seperti tersambar geledek mendengar suara itu. "Tertangkap kalian, Anak-anak!"
Bibi Mathilda muncul di pintu masuk bengkel kerja Jupiter. Ia berkacak pinggang. Anak-anak tidak bisa lari lagi kali ini. Mereka bisa saja menyelusup melalui Lorong Dua. Tapi itu sama saja dengan membocorkan rahasia mereka sendiri.
"Pete Crenshaw,. kau kemarin meninggalkan pekerjaanmu menyiram bunga. Dan Jupiter Jones, masih banyak paku-paku yang belum terpasang di pagar.. Kau dan Bob harus kembali memperbaiki pagar sampai selesai. Dan kawanmu itu boleh membantu Peter."
"T -tapi... kami sedang mengurus kasus penting," Jupiter mencoba menjelaskan.
"Omong kosong! Apanya yang penting" Kaupikir memperbaiki pangkalan ini kalah penting dari permainan teka-teki silangmu itu" Selesaikan pekerjaan kalian! Kalau tidak, kularang kalian bermain-main di sini lagi!"
Bibi Mathilda melengos dan pergi. Anak-anak dengan termangu memandanginya sampai ia menghilang di halaman kantor Paman Titus.
"Lenyaplah kesempatan kita untuk menyelidiki kasus ini," desah Pete.
"Ia tidak segan-segan menghukum kita," kata Bob menambahkan.
Jupiter mengangguk. "Ya, bibiku paling senang melihat anak-anak bekerja. Tapi itu kan tidak berarti kita tidak punya kesempatan untuk menyelidiki kasus kita. Begini saja, dua dari kita menyiram bunga dan memperbaiki pagar. Dua lainnya meneruskan penyelidikan kita. Kita akan saling bergantian setiap satu jam."
Semua setuju. Sebelum sore mereka sudah banyak mendapat kemajuan dalam memperbaiki pagar dan menyiram tanaman. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa yang bisa dijadikan petunjuk tentang si pengacau tadi.
Ia memang memanjat timbunan barang bekas tadi," lapor Bob. "Beberapa barang bekas yang menutupi kabel telepon kita berubah letaknya. Aku yakin betul. Dan sudah kukembalikan ke letaknya semula."
Menjelang petang baru Paul berhasil menemukan suatu petunjuk. Ia menemukan sebuah kepingan kecil berwarna perak.
"Ini kutemukan di bengkel kerja, dekat interkom kalian, Paul menjelaskan. Aku menemukannya karena kebetulan saja. Sinar matahari memantul pada benda itu. Dan pantulannya tepat mengenai mataku." .
Trio Detektif mengerubungi Paul.
"Ini baterai untuk peralatan elektronik mini" seru Jupiter. "Apa ada benda lain yang kautemukan selain ini" Mikrofon mini atau pemancar""
"Cuma ini," kata Paul sambil membuka telapak tangannya. Ia memegang beberapa potong plastik keras dan potongan-potongan kabel.
Jupiter mempelajari potongan-potongan itu. "Kurasa ini peralatan untuk menyadap."
"Maksudmu. seseorang memata-matai kita" Menangkap pembicaraan kita"" seru Pete.
"Tepat," kata Jupe. "Oke, sekarang semuanya mencari alat penyadap itu. Pasang mata baik-baik. Ingat, tidak ada alat penyadap yang mudah terlihat.
Sampai hari menjadi gelap anak-anak tidak berhasil menemukan apa-apa. Bibi Mathilda mengecek hasil pekerjaan mereka. Ia mengingatkan Jupiter untuk meneruskan dan menyelesaikan pekerjaan itu esoknya Dengan muram, anak-anak berkumpul di bengkel kerja Jupe.
""Hantu ke Hantu." Jupiter memulai, "telah membuktikan bahwa kaca-kaca mobil pecah di mana-mana dalam kota ini - terlalu banyak untuk dianggap sebagai kebetulan. Mesti ada penyebabnya. Kita harus mempelajari mengapa itu terjadi sebelum kita menemukan siapa pelakunya.
"Tapi bagaimana caranya, Jupiter"" tanya Paul.
"Kita pelajari paku-paku payung di peta. Aku yakin kita bisa mendapat ide dari sana. Juga, kita akan coba sekali
lagi memancing si pelaku. Cepat atau lambat Rolls-Royce itu akan mengundang si pelaku."
"Malam ini, Jupe"" tanya Bob bersemangat.
"Tidak. sekarang sudah terlalu malam. Kita akan coba lagi besok malam. Mungkin kali ini peremuk kaca akan beraksi. Dan kita pergoki dia selagi beraksi!"
"Bab 6 JUPITER MENEMUKAN M.O.
"PAUL harus bekerja di toko ayahnya keesokan paginya. Karena tidak ada penyelidikan yang dapat dilakukan hari itu, Bob dan Pete main selancar di laut. Bob kemudian ikut makan malam di rumah Pete. Jupiter tidak muncul seharian itu.
Sudah jam delapan tiga puluh. Jupe masih belum memberi kabar. Bob dan Pete lalu bersepeda ke Pangkalan Jones. Sampai di sana mereka melihat suasana yang sepi. Tidak nampak kegiatan di bengkel kerja Jupe. Kedua anak itu menyelusup ke dalam Lorong Dua. Mereka sampai di bawah tingkap kantor Trio Detektif. Di dalam sepi-sepi saja. Tidak terdengar suara apa-apa. Tapi seberkas sinar menembus pinggiran tingkap. Anak-anak menyadari kehadiran seseorang di sana.
Perlahan-lahan Bob mendorong tingkap. Kedua anak itu melongok dengan hati-hati ke dalam. Jupiter sedang duduk. Matanya bersinar-sinar. Seakan-akan ia telah. menemukan sesuatu yang telah dicarinya sejak lama.
"Kini aku punya jawabnya, Kawan," katanya ketika kedua kawannya naik masuk ke dalam kantor. Jupe menatap lurus ke muka, tapi tidak menghadap mereka. "Tapi aku tidak tahu apa itu sebenarnya!"
Pete menggaruk-garuk kepalanya. "Kau tahu... tapi juga tidak tahu" Maksudmu bagaimana, Jupe""
"Paku-paku payung!" potong Bob. Ia melihat ke arah Jupe menatap. Peta Rocky Beach. Paku-paku payung masih tertancap di sana. Tapi bukan paku payung yang kemarin. Kini yang tertancap bukan paku payung berwarna perak lagi.
"Wah!" seru Pete. "Semuanya berwarna-warni!
"Empat warna yang berbeda, tepatnya, Dua, Jupiter mengoreksi Pete. "Aku sudah di sini sejak siang tadi, meneliti peta dan letak paku-paku payung. Aku mencoba menemukan pola tertentu dari letak paku payung ini. Dan aku memutuskan untuk mencobanya dengan menggunakan paku payung warna-warni yang berbeda untuk setiap hari dalam seminggu. Segera kudapatkan bahwa cuma dua warna yang dibutuhkan. Satu untuk hari-hari Senin, dan satu untuk hari-hari Rabu. Semua kaca itu pecah pada hari Senin dan Rabu saja!" "
"Tapi," ujar Bob, "ada empat warna, bukan cuma dua."
"Ya, Jupiter mengangguk. "Dengan hanya dua warna, aku tidak dapat mengenali pola atau modus operandi. Jadi kuputuskan untuk memakai empat warna berbeda. Senin ini dengan Senin lalu kubedakan warnanya, begitu pula Rabu ini dengan Rabu yang lalu. Jadi aku punya empat warna: kuning, merah, hijau, dan biru." Mendadak ia berhenti. "Dan M.O. tiba-tiba terlihat!"
Bob menatapi peta itu. "Mereka semua terletak dalam garis-garis lurus. Setiap warna yang berbeda melintasi peta ini dalam sebuah garis lurus!"
"Benar sekali, Bob," komentar Jupiter. "Setiap Senin dan Rabu dalam dua minggu terakhir ini, dan mungkin selama enam minggu sebelumnya, kaca-kaca mobil dipecahkan di sepanjang jalan-jalan lurus di Rocky Beach."
"Bukan main!" seru Pete. "Apakah itu berarti..." Mungkinkah..." He, apa artinya itu, Jupe""
"Well," Jupiter mengakui, "aku sendiri belum yakin apa artinya.
Bob dan Pete menatap Jupiter, kemudian memandangi peta yang penuh dengan paku payung berwarna, lalu kembali menoleh pada Jupiter.
Penyelidik Satu menarik napas panjang "Seperti yang kubilang, Kawan, kurasa aku punya jawabnya, tapi aku tidak tahu apa artinya. Dan selain itu, aku masih melihat sesuatu yang lain dari peta ini. "
"Apa itu, Jupe"" desak Bob.
"Pada setiap malam saat terjadinya kaca-kaca pecah, paling tidak ada dua blok di jalan yang dilompati! Tidak ada kaca yang pecah pada blok itu, meskipun terletak pada jalan yang sama."
Pete kembali memperhatikan peta. "Maksudmu, setiap kali si pemecah kaca itu beraksi di suatu jalan, ia membiarkan saja mobil-mobil di beberapa blok""
"Tepat, Jupiter mengangguk. "Lihat garis kuning di Valerio Street, tempat kita memasang pancingan Senin malam barusan. Tiga blok dilewati, dan salah satu dari yang tiga itu ialah tempat kit
a memasang perangkap dengan Rolls-Royce."
Betul juga, Jupe." Dahi Pete berkerut. "Tapi kenapa""
"Pertanyaan ini pun belum dapat kujawab," kata Jupiter, "tapi yang jelas itu bukan karena kita mengawasi daerah itu. Mesti ada alasan lain mengapa blok ini dilewati malam itu, dan blok lain dibiarkan saja pada malam yang lain.
Bob mempelajari peta. "Blok yang dilewati tidak mempunyai persamaan, Jupe. Yang kumaksud, tempat-tempat itu bukan tempat yang istimewa di kota ini. Dan tempat-tempat itu berjauhan satu sama lain. Dan juga bukan blok-blok yang sama pada setiap garis.
"Tapi mereka punya suatu persamaan," kata Jupiter. "Tempat-tempat itu selalu berturutan."
Bob dan Pete mengangguk-angguk sembari mengamati peta. Tempat-tempat yang kosong dalam baris-baris paku payung itu selalu bersama-sama. Ketika anak-anak mempelajari kemungkinan-kemungkinan lain, terdengar ketukan perlahan di Gampang Tiga. Tiga, satu, dua. Bob membuka pintu samping. Dan Paul Jacobs bergegas masuk.
"Maaf aku terlambat, Kawan. Aku tadi berusaha menjelaskan apa yang telah terbukti dengan Hubungan Hantu ke Hantu. Tapi ayahku mendengarkan saja pun tidak mau."
Hmm", gumam Jupe, "ayahmu akan percaya kalau kita tuntaskan kasus ini."
Yaa, mudah-mudahan," ujar Paul ragu-ragu. Omong-omong, Worthington dan Rolls-Royce sudah menunggu di gerbang depan."
Kalau begitu, "seru Jupiter, "kita harus segera
memulai tugas malam ini!"
"Bab 7 TUDUHAN GAWAT!
"SEWAKTU Rolls-Royce besar itu meluncur dengan tenangnya malam itu, Worthington berbicara sambil mengemudi.
"Peristiwa aneh terjadi di tempat menyewa mobil kemarin pagi, Jupe. Seseorang menelepon dan mengatakan ingin segera menghubungi empat anak yang ia lihat mengendarai Rolls-Royce. Ia menyebut dirinya Mr. Toyota. Ia bilang ia perlu empat anak Amerika untuk menjadi fotomodel. Dan salah satu dari empat anak Itu-maaf, Jupe-harus cukup gempal. Salah seorang karyawan lalu memberi alamat kalian di pangkalan barang bekas."
Dalam kegelapan anak-anak saling bertukar pandang. .
"Itu pasti si pengacau yang menyelinap kemarin,! kata Bob.
"Dapatkah kau menjelaskan seperti apa suaranya, Worthington"" tanya Jupe.
"Karyawan kami mengatakan. orang itu seperti menggumam, seakan-akan sambungan telepon itu kurang baik. Namun menurutku, karyawan ini memang tidak begitu ahli dalam mengenali aksen orang."
Kedengarannya seperti si penelepon ingin menyembunyikan identitasnya," kata Bob.
"Aku setuju. Bob," ujar Jupiter.
"Tapi," Paul menambahkan. "ini berarti seseorang melihat kita pada Senin malam! Mungkin itu sebabnya tidak terjadi apa-apa malam itu."
Jupiter berpikir sesaat. "Tidak, dia jelas-jelas melihat kita di dalam Rolls-Royce. Itu bisa saja sebelum atau sesudah kita bersembunyi. Kalau itu terjadi sebelum kita bersembunyi, kita belum sampai Valerio Street. Dan dengan demikian orang itu tidak tahu ke mana kita pergi. Kalau sesudahnya. maka itu tidak ada pengaruhnya terhadap pemecahan kaca. Selain itu. si pemecah kaca memang sengaja melewati beberapa daerah.
"Kau benar," Paul menyetujui. "Itu tidak berarti apa-apa. "
"Tapi sebaliknya juga bisa," kata Jupiter. "Itu dapat berarti sesuatu yang penting sekali. Kalau si pengacau punya hubungan dengan si pemecah kaca, maka pasti ada orang yang tidak senang dengan penyelidikan yang kita lakukan ini.
Worthington berkata memberi tahu, "Sebentar lagi kita sampai di Valerio Streett Anak-anak."
Anak-anak segera mengulangi aksi mereka, sama seperti Senin sebelumnya. Dalam sekejap Pete. Bob, dan Jupe sudah bersembunyi di balik semak-semak di seberang rumah nomor 142.
"Mereka dapat melihat Paul turun dari mobil dan menghilang di halaman rumah kawannya. Sementara itu Worthington keluar dan berjalan menjauhi blok.
Tidak lama setelah itu si wanita jangkung lewat di situ dengan anjingnya yang besar, Great Dane. Wanita itu masih membawa tongkatnya yang berbonggol perak. Dan sekali lagi ia berhenti untuk mengagumi Rolls-Royce itu. Kali ini pun ia mengayun-ayunkan tongkatnya ketika anjingnya tidak mau berhenti.
"Duduk, Hamlet!"
Namun kali ini Great Dane itu tidak peduli.
Anj ing yang besar itu terus saja berjalan dan menyeret majikannya yang mengomel-omel. Di balik tumbuhan semak anak-anak menahan rasa gelinya melihat kejadian itu. Kemudian jalan menjadi sepi kembali. Mobil-mobil yang lewat di situ tidak ada yang memperlambat kecepatannya, apalagi berhenti. Kemudian si pria bersepeda balap muncul lagi. Lampu senter di kepalanya menyorot terang ke depan. Kali ini ia menoleh pun tidak pada Rolls-Royce mengkilat itu. Helm dan kacamata balapnya membuatnya bagaikan makhluk dari angkasa luar. Dengan cepat ia berlalu. Dan sebentar saja ia sudah menghilang.
Anak-anak menunggu di balik semak-semak. Sudah lewat dari jam sepuluh ketika sebuah mobil VW membelok memasuki Valerio Street. VW itu dicat ungu dan kuning. Bumper dan kap mesinnya penyok. Mobil itu menggerung sepanjang jalan, mendekati Rolls-Royce. Sewaktu melewati Rolls-Royce, sebuah benda melayang dari jendela VW. Benda itu menghilang di bawah Rolls-Royce!
"Mereka melempar sesuatu ke bawah Rolls-Royce!" seru Pete.
"Apa itu"" seru Jupiter.
Trio Detektif meninggalkan tempat persembunyian mereka, bergegas menuju Rolls-Royce. Mengintip ke bawah mobil, mereka melihat sebuah tas kertas berisi sesuatu. Pete bertiarap dan mengambil tas itu.
"Cepat, Dua!" kata Jupiter.
Pete berdiri dan merobek tas. Wajahnya terheran-heran ketika melihat apa isi tas itu.
"Kaleng soda," katanya dengan kesal. "Mereka cuma melempar kaleng soda kosong.
Ia melempar kaleng kosong itu ke belakangnya.
"Dua!" teriak Jupiter.
Dalam kekesalannya, Pete tidak sengaja melempar kaleng ke belakangnya-tepat jatuh mengenai Rolls-Royce itu! Kaleng itu tepat mengenai kaca belakang, terpental, dan berkelontang-kelontang di jalan.
Pete menghela napas lega "Untung tidak apa-apa. Kalau sampai..."
Tahu-tahu daerah itu menjadi berisik. Terdengar suara suitan. Teriakan-teriakan menggema di sekitar jalan yang remang-remang itu! Polisi berpakaian preman berlari keluar dari balik pepohonan dan semak-semak di halaman rumah sebelah. Lampu merah dan putih berputar-putar di atas mobil. Sirene meraung-raung. Polisi menutup kedua ujung. jalan itu. .
Orang-orang dan mobil-mobil mengurung ketiga anak itu, yang kebingungan di samping Rolls-Royce. Dalam sesaat mereka diamankan polisi dari kerumunan orang-orang yang kalap. Seorang sersan bermuka kasar menyeruak dari balik kerumunan orang.
"Tertangkap kalian sekarang, he, Berandal!"
Anak-anak terdiam membisu karena kaget. Seseorang mengumpat-umpat dari kerumunan orang di belakang polisi.
"Kalian kecil-kecil sudah berani-berani merusak! Dasar maling! Anak brengsek!"
Polisi mencari asal suara itu. Seorang laki-laki tua mengacung-acungkan tongkatnya seraya berjalan terpincang-pincang mendekati Trio Detektif.
Dengan memakai jaket hitam kumal, dasi hitam, dan kalung di lehernya, orang tua itu terus mendekat. Kedua pengiringnya, seorang anak muda dan seorang gadis, berusaha menahannya. Sambil mengancam dengan tongkatnya, orang tua itu berdiri di hadapan Trio Detektif.
"He, Maling! Di mana rajawaliku""
Seorang letnan keluar dari salah satu mobil patroli polisi. Seragamnya rapi dan tampaknya masih baru.
"Oke kalian bertiga, sekarang ceritakan mengapa kalian memecahkan kaca-kaca mobil," kata letnan itu seraya menatap mereka dengan bengis. "Cuma iseng, atau ada sesuatu di balik ini semua" Jawab!"
"Paksa mereka supaya mengembalikan rajawaliku!" orang tua itu menimpali. .
Pete tergagap. "K-kami tidak memecahkan apa-apa! Justru kami sedang mencari...
"Jangan berbohong, Nak!" tukas si Sersan.
Bob membalas. "Tapi, kami ada di sini untuk menangkap si pemecah kaca itu! Kami sendiri detektif!" ..
"Anda membuat kesalahan besar, Sersan," kata Jupiter dengan geram. "Kalau Anda mau melihat bukti bahwa kami memang detektif, persoalan ini akan segera selesai."
Jupiter hendak merogoh kantungnya. Seluruh polisi bersiaga. Mereka meraba pistol-pistol di pinggang mereka,
"Jangan bergerak!" ulang letnan polisi itu. Satu gerakan mencurigakan, akan kalian rasakan akibatnya!"
Jupiter makin geram. Semua polisi mengawasinya. Dan saat itu terdengar keributan kecil
di luar kerumunan. Seorang polisi patroli menyeruak ke dalam kerumunan sambil menarik Paul Jacobs.
"Ini satu lagi, Letnan. Dia datang ke sini dan mengaku teman ketiga anak itu."
Si orang tua berteriak, "Aku tahu anak ini! Ia selalu datang ke sini setiap kali anak-anak ini memecahkan kaca truk kecil!"
""Itu truk ayahku!" protes Paul. "Aku yang mengemudikannya waktu itu!"
Letnan itu tersenyum sinis. "Dan apakah Rolls-Royce ini milik ayahmu juga, Nak""
"Geledah mereka!" seru si orang tua. "Salah satu dari mereka pasti menyimpan rajawaliku!"
Jupiter melangkah maju. Dengan berani ditatapnya orang tua itu. Dengan lantang ia berseru, "Kami tidak memecahkan apa-apa, Sir, dan kami juga tidak mencuri apa-apa."
"Buat apa mencuri burung besar seperti rajawali," Pete menimpali. "
"Dan itu mustahil!" seru Bob. "Bagaimana mungkin kami membawa-bawa burung rajawali ke mana-mana""
"Orang ini," kata Jupiter, "jelas-jelas menuduh secara sembarangan saja."
Sersan polisi membelalak pada anak-anak.
"Jangan coba-coba berkelit. Kami tidak semudah itu dikibuli. Kalian telah tertangkap basah. Kalian mencoba memecahkan kaca Rolls-Royce dengan kaleng itu!"
"Itu cuma kebetulan," tukas Pete. "Aku cuma melemparnya ke belakang."
"Kalau kami memang mau memecahkan kaca jendela, kami akan pakai benda yang lebih berat dari kaleng kosong," tambah Bob. Kaleng ini terlalu ringan."
"Sebuah tas dilempar keluar dari mobil VW bercat ungu dan kuning yang lewat sini beberapa menit yang lalu," Jupe menjelaskan. "Tas itu terlempar ke bawah Rolls-Royce, dan Pete mengambilnya untuk melihat apa isinya. Ketika ia temukan isinya cuma kaleng soda kosong, ia melemparnya dengan kesal tanpa melihat-lihat lagi. Itu benar-benar suatu ketidaksengajaan, Sersan. "
"Bohong!" seru orang tua itu dengan beringas. Sebelum semua sadar apa yang terjadi, ia mengayunkan tongkatnya. Jupiter terpukul kepalanya. .
Taakk! Terkena pukulan itu, Jupiter merasa puyeng. Masing-masing tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pete, Bob, dan Paul masih dipegang oleh polisi untuk diperiksa. Si pemuda dan si gadis terlalu jauh di belakang orang tua itu untuk menyetop perbuatannya. Orang tua itu mengangkat tongkatnya lagi.
Dari balik para polisi, Worthington tiba-tiba muncul. Dengan satu gerakan cepat ia menangkap tongkat itu di udara. Direbutnya tongkat itu.
Lalu dilemparnya jauh-jauh.
"Kau akan menyesal telah memukul kawan mudaku, Jupiter Jones. Dia anak yang baik!"
Si orang tua mendelik pada Worthington. Kemudian ia berpaling pada polisi.
"Tongkatku!" jeritnya. "Ia menyerangku! Kalian lihat tadi! Dialah pimpinan pengacau ini."
Si orang tua kini mencoba memukul sopir Rolls-Royce itu. Worthington dengan tenang menangkap kepalan orang tua itu. Dengan sigap dipuntirnya tangan orang itu ke belakang punggungnya.
Bolehkah aku bertanya mengapa kau menyerang kawan mudaku"" tanya sopir itu dengan sopan. "Dan sakit apa yang kau derita sehingga kau menyerang siapa saja di dekatmu"
Sersan dan letnan polisi itu terperanjat melihat sikap pengemudi yang sopan tapi tegas itu. Dengan satu tangannya Worthington masih menelikung tangan orang tua itu.
"Kau pengemudi Rolls-Royce ini"" tanya letnan dengan ragu-ragu.
"Ya, aku pengemudi mobil ini, jawab Worthington dengan lugas.
"Apa kau bekerja untuk anak-anak ini"" kali ini sersan yang bertanya. Mereka pemilik Rolls-Royce ini"
Si orang tua meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari kuncian Worthington. Tidak mungkin! Pasti dia gembongnya. Anak-anak bekerja untuknya! Anak-anak tidak tahu nilai rajawali! Orang inilah malingnya! Tangkap dia!"
Raut muka Worthington mengeras. Ia menoleh pada dua orang di belakang orang tua itu.
"Kala kalian punya hubungan dengan orang ini, lebih baik kalian bawa pergi saja dia. Kalau tidak, dia akan melukai tangannya sendiri dengan meronta-ronta begini.
Si pemuda dan si gadis buru-buru memegang dan menarik pergi si orang tua. Worthington membebaskannya. Ia berpaling pada polisi.
"Tidak, Trio Detektif ini bukan pemilik Rolls-Royce, tapi mereka menyewa dari agenku. Jadi sekarang aku bekerja untuk mereka. Dan ka
Rahasia Lucinda 1 Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka Abarat 7
^