Pencarian

Misteri Teka Teki Aneh 2

Trio Detektif 22 Misteri Teka Teki Aneh Bagian 2


"He, Jupe-jangan-jangan dia manusia raksasa itu lagi!"
"Tidak mungkin, karena sosoknya terlalu kecil," kata Jupiter. "Tidak, ada orang lain yang menaruh minat pada kegiatan kita, Teman-teman."
Pete menoleh dengan gugup ke arah yang gelap di sepanjang jalan, ia teringat ancaman yang disampaikan pada mereka lewat telepon.
"Yah, sekarang ke mana kita harus mencari Skinny"" tanya Bob. "Dan kalau ketemu pun, ia pasti takkan mau mengatakan ke arah mana pistol cowboy itu diacungkan."
"Memang," kata Jupiter sependapat. "Tapi bisa saja ia nanti mulai menyombongkan diri, seperti kebiasaannya, lalu secara tak sengaja menyebut kan sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk. Mula-mula kita ke rumahnya saja, barangkali ia ada di sana. Kita sekarang sudah terlambat pulang untuk makan malam. Jadi lebih terlambat beberapa menit lagi, tidak menjadi soal."
Tapi Skinny ternyata tidak ada di rumahnya. Menurut ibunya, ia pergi bersama ayahnya.
"Sekarang bagaimana"" kata Bob.
"Kita pakai siasatnya!" kata Jupiter. "Kurasa malam ini ia takkan punya waktu untuk mencari harta itu, tapi mulai besok akan kita amati segala gerak-geriknya! ia mendengar pembicaraan kita di kapal tadi, jadi ia pasti sudah tahu tentang logat berima itu. Sekarang bahkan anak seperti Skinny pun akan bisa menguraikan makna teka-teki itu."
Wah, Jupe," kata Pete, "mana mungkin kita bisa terus-menerus mengawasi Skinny. Kita tidak punya mobil!'
"Itu juga tidak kita perlukan," jawab Jupiter, karena kita memiliki sesuatu yang lebih baik. Kita punya Hubungan Hantu ke Hantu!"
Bab 8 TAMU-TAMU TAK TERDUGA Beberapa jam kemudian. Pete Crenshaw meletak kan telepon di rumahnya, lalu mengatakan,
"Nah-selesai juga akhirnya tugasku menele pon untuk Hubungan Hantu ke Hantu!"
"Menelepon hantu"" tanya ayahnya dengan heran. "Kau agak pusing, ya"!"
"Tidak, Ayah-bukan hantu, tapi Hubungan Hantu ke Hantu! Itu ciptaan Jupiter, untuk dengan cepat menemukan sesuatu atau seseorang. Kami masing-masing menelepon lima teman untuk mengatakan apa yang kami cari, lalu teman-teman itu kami minta agar meneruskan pesan kami itu pada lima teman mereka, lalu kelima teman itu masing-masing menelepon lima teman lagi, dan begitu seterusnya. Hubungan yang terjadi makin lama makin meluas dengan rumus deret ukur, kata Jupe. Prinsipnya sama dengan surat berantai Semua anak, atau katakanlah hampir semua anak di Rocky Beach akan membantu kami! Pokoknya cara kerja kami itu bisa berjalan."
Mr. Crenshaw kelihatan bingung mendengar penjelasan yang begitu rumit.
"Ya, bisa kubayangkan." Hanya itu saja yang dikatakannya.
Pete tersenyum puas. Skinny Norris kini pasti tidak bisa menghindar lagi. Boleh dibilang setiap anak di kota kecil itu akan siap siaga. Begitu mobil Skinny yang merah atau tampangnya yang selalu menyeringai kelihatan, anak yang melihatnya dengan segera akan menelepon kantor Trio detektif.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Pete sudah bangun. Padahal itu hari Sabtu. Tanpa sarapan terlebih dulu, ia langsung menelepon Jupiter.
"Ada berita dari Hubungan Hantu ke Hantu""
"Sampai sekarang sudah ada dua, Pete," kata Jupiter. "Yang satu melihat mobil yang kemudian ternyata bukan yang kita cari. Lalu penelepon berikut melihat mobil Skinny di jalan masuk ke rumah keluarga Morris."
"Nah, kalau begitu kita tahu bahwa saat ini ia masih ada di rumahnya," kata Pete. "Begitu selesai sarapan, aku akan segera ke kantor kita."
Karena sedang buru-buru, pagi itu Pete hanya makan tiga butir telur dan enam iris daging asin. sementara tegukan susu yang terakhir masih ada
dalam mulut, ia sudah lari ke luar. Dengan cepat ia bersepeda ke The Jones Salvage Yard, lalu masuk ke kantor Trio Detektif. Hanya Jupiter saja yang ada di situ.
"Bob masih harus mengerjakan beberapa hal yang disuruh ibunya," kata Penyelidik Satu itu. Sedang aku selama ini sibuk mengutak-utik teka-teki itu. Kauperhatikan tidak, berapa sering Dingo mempergunakan kata-kata yang tidak lazim" M
aksudku, dalam bait yang sedang kita kerjakan sekarang, ungkapannya berbunyi 'Nyo nya dari Bristol berkendaraan dari seorang teman'."
"Lalu apanya yang tidak lazim"" tanya Pete "Ungkapan berkendaraan dari itu yang agak aneh, kalau dipikir bahwa pistol cowboy itu menunjuk ke arah sesuatu. Kenapa ia tidak mengatakan berkendaraan ke seorang teman" "Wah, entah, ya! Mau tanya pada Dingo orangnya sudah mati," kata Pete dengan se enaknya.
Tapi Jupiter tidak mengacuhkan komentar konyol itu.
"Kau masih ingat tidak, Bob pernah mengatakan bahwa dalam bait tiga, Dingo menggunakan kata 'mangkuk bagus kita, dalam bait empat ada kats 'hidung'-tanpa mengatakan hidung siapa sedang pada bait lima ada ungkapan 'membeli kesulitan dan pertengkaran' yang berarti membeli istri""
"Maksudmu, seharusnya Dingo mengatakan 'lihat mangkukku' atau 'mangkuk itu, dan 'ikuti hidungmu'"" kata Pete menebak. "Lalu mana ada orang membeli istri""
Jupiter mengangguk-angguk.
"Aku yakin, kata-kata yang tidak lazim itu pasti sangat penting maknanya. Pasti kesemuannya itu mengandung tipuan."
"Jika kau ingin tahu pendapatku," desah Pete, seluruh wasiat edan itu penuh tipuan." "Dan karenanya aku yakin, harta yang disembu nyikan itu benar-benar ada," ujar Jupiter dengan mata bersinar-sinar. "Dingo memang sengaja menyusun wasiatnya sedemikian rupa sehingga warisannya tidak bisa ditemukan dengan gampang."
"Kalau itu niatnya, ia berhasil!" kata Pete.
sebaiknya kita cari saja Skinny-"
"Pete! Jupe!" Suara memanggil-manggil itu
terdengar samar dari dalam karavan.
"Kedengarannya seperti suara Bob," kata Pete.
Jupiter beranjak ke alat teropong hasil buatan nya sendiri, yang memberi kemungkinan untuk meihat ke luar dari sebelah atas tumpukan barang bekas yang tertimbun di sekeliling karavan. Alat itu terdiri dari sepotong pipa bekas saluran pembuang asap tungku yang di bagian dalamnya diper lengkapi dengan sejumlah cermin. Pipa itu menncuat ke luar dari sudut ruang kantor, menembus atap karavan. Jupiter memutar posisi teropong itu, untuk melihat di mana Bob berada di luar.
"ia menuju bengkel," kata Jupe. "Tapi ia tidak sendiri saja. Ada yang ikut! Ayo, kita keluar. Jangan memakai Lorong Dua, karena nanti jalan itu ketahuan. Lewat Pintu Empat saja." Yang dinamakan Pintu Empat itu sebuah panel pada dinding belakang karavan, yang bisa digeser ke samping. Di sebelah luarnya ada semacam gang sempit yang menembus tumpukan barang rombengan, menuju ke sisi belakang pekarangan Pete dan Jupiter bergegas-gegas keluar lewat gang itu, lalu dengan cara mengitar menuju bagian depan yang oleh Jupiter dijadikan bengkel. Bob menunggu mereka di situ-bersama Winifred Percival!
"Apa-"" seru Pete dengan heran.
"Mah, sekarang kita sudah lengkap di sini! Suara orang yang berbicara itu beraksen Inggris,
Pete dan Jupiter berbalik dengan cepat. Saat itu Cecil Percival muncul di ambang ruangan bengkel Keponakan Dingo Towne yang bertubuh gemuk itu menggenggam tongkat hitam yang kelihatan nya berat. Dengan tongkat itu ia menghalangi jalan keluar.
"Mau apa kalian berdua kemari!" tukas Pete dengan sengit.
"Ck, ck, ck," decak Cecil dengan wajah garang "Anak-anak Amerika ini, tingkah laku mereka benar-benar luar biasa! Kami ke sini hanya karena ingin bicara saja, lain tidak! Bukankah begitu Winny dear""
"Untuk sementara, ya," kata wanita kurus yang disapa, dengan nada mengancam.
"Wah, wah, kita tidak boleh menyebabkan anak-anak ini merasa takut. Kita hanya ingin agar mereka memahami kenyataan yang sebenarnya, kata Cecil.
"Sebelum ini Anda sudah mencoba menak nakuti kami, kan"" kata Jupiter. "Dengan jalan memberi peringatan lewat telepon kemarin, tapi tanpa menyebutkan nama."
"Peringatan"" kata Cecil dengan sikap seolah-olah heran. "Apa lagi maksudmu" Jika ada orang mengancam kalian, Teman-teman mudaku, kusarankan agar sebaiknya kalian tanyakan saja pada Mr. Callow."
"Kami bukan teman-teman Anda!" sergah Pete. "Wah, tapi kami ingin kalian menjadi teman kami," kata Cecil. "Kalian salah tanggap tentang diri kami. Pikiran kalian rupanya sudah diracuni oleh Melly Towne dan Roger Callow." "Ibu kami, saudara Marcus
Towne, sekian tahun yang lalu pernah menjadi mitranya dalam salah satu usaha," kata Winnifred. Sikap marah memancar dari mukanya yang kurus. "Bagian dari harta yang seharusnya merupakan milik ibu kami, dicuri oleh Marcus! Dan sekarang kamilah pemilik sah dari bagian itu!"
"Kalian bekerja untuk pihak yang tidak benar," kata Cecil. "Kami ingin agar kalian bekerja untuk kami. Kami bersedia memberikan imbalan yang jauh lebih baik." "Kami tidak bisa-" tukas Bob. Tapi Jupiter cepat-cepat memotong dengan, "Yang namanya jauh lebih baik itu berapa"" "Yah," sambut Cecil dengan cepat, "katakanlah sepuluh persen dari nilai seluruh harta. Itu kan jumlah yang besar, Anak-anak." "Hmmm," gumam Jupiter, "sangat murah hati." Pete dan Bob memandang pemimpin mereka yang bertubuh gempal itu dengan perasaan heran
"Jadi tugas kami cuma menemukan kumpulan batu permata itu untuk Anda"" tanya Jupe.
"Temukan tanpa mengatakannya pada orang lain, dan serahkan pada kami!"
"Tidak mengatakan pada orang lain," kata Jupiter dengan nada tajam, "agar kemudian Anda berdua bisa mencurinya! Anda tahu betul, Anda tidak memiliki hak yang sah atas harta warisan Dingo! Yah, kami sekarang sudah punya klien yaitu ahli waris yang sah. Dan detektif tidak bisa bekerja untuk dua klien sekaligus. Apalagi yang kepentingannya berlawanan!"
Air muka Cecil berubah. Winnifred menggerutu dengan suara tidak jelas.
"Kalau begitu sikap kalian, sekarang katakan apa yang sudah kalian ketahui!" bentak Cecil sambil mengangkat tongkatnya dengan sikap mengan cam. "Kami tahu kalian sudah menemukan jejak yang tepat, kami tahu segala-galanya tentang urusan logat berima, dan kami melihat kalian kemarin di sungai gunung itu, dengan anak yang satu lagi! Kalian harus mengatakan apa saja yang sudah kalian ketahui!"
"Rupanya Anda yang kemarin mengintai kami di dekat patung!" seru Bob.
"Patung"" kata Winifred. "Patung yang mana"
"Anda tidak melihat Skinny....maksudku anak yang satu lagi itu, di dekat sebuah patung di Kebun Raya"" tanya Jupiter. "Anda tidak melihat perbuatannya di situ""
"Kami sama sekali tidak melihat patung," kata Cecil, "tapi kami melihat kalian di dekat sungai. Kami mengikuti anak yang satu itu, tapi ia berhasil menghindar. Sekarang kalian-"
"Dari mana Anda tahu tentang logat berima"" dlesak Jupiter lebih lanjut. "Dari mana Anda tahu bahwa kami bekerja untuk Mrs. Towne""
Cecil tertawa. "Billy Towne itu yang konyol," katanya, "ia begitu marah pada kami dan ingin sekali membuktikan bahwa kami pasti kalah, sehingga tanpa berpikir lagi mengatakan segala-galanya tentang kalian, serta keberhasilan kalian mengetahui bahwa Dingo mempergunakan logat berima."
"Benar-benar kasar, logat itu," kata Winifred. "Kami-"
"Sudah, jangan kauteruskan, Winifred!" bentak Cecil tiba-tiba. "Sekarang aku yang bertanya pada kalian! Katakan apa yang kalian ketahui. Cepat!"
"Tidak, kami tidak mau mengatakannya pada Anda," kata Jupiter.
"Kami tidak mau mengatakan apa pun juga pada Anda!" kata Pete menegaskan.
"Kalau begitu," kata Cecil dengan geram, "aku terpaksa bertindak, untuk memastikan bahwa kalian tidak bisa memberi tahu siapa pun juga!"
Pria gendut itu mengangkat tongkatnya yang berat, sambil maju menghampiri Jupe dan kedua sahabatnya. Matanya yang kecil berkilat-kilat.
"Kalian akan kami sekap untuk sementara
waktu, di salah satu tempat, agar tidak bisa merintangi, sementara kami berusaha sendiri menafsirkan makna teka-teki itu!"
Ketiga remaja itu mundur, sementara Cecil dan Winifred maju dengan sikap mengancam.
"Ada apa di sini""
Tahu-tahu Bibi Mathilda Jones yang bersuara besar itu sudah berdiri di ambang pintu bengkel, di belakang kedua Percival bersaudara. Cecil berpa ling dengan cepat, sementara tongkatnya diangkat siap untuk dipukulkan.
"Jangan coba-coba maju, Nyonya!" kata pria gendut itu.
Wajah Bibi Mathilda berubah jadi ungu. Dengan mantap ia melangkah mendekati Cecil, me nyambar tongkat yang teracung, lalu menggebuk kepala si Gendut dengan alat pemukul itu. Cecil menjerit sambil terhuyung mundur. Winifred meloncat ke arah Bibi Mathilda.
"Jangan coba-coba lebih mendekat!" kata Bibi Mathild
a memperingatkan. Winifred langsung berhenti. Bibi Mathilda mencampakkan tongkat berat itu ke pekarangan. "Sekarang kalian pergi dari sini! Sekarang ini juga!"
Hans, satu dari kedua pemuda Jerman bertubuh kekar yang menjadi pembantu Paman Titus Jones berdagang barang-barang bekas, muncul tidak jauh dari situ. ia memandang dengan tatapan menyelidik ke arah bengkel.
"Dan awas, kalau berani datang lagi," bentak Bibi Mathilda.
Cecil memandang sekilas ke arah Hans, lalu memberi isyarat pada Winifred dengan anggukan marah. Keduanya pergi dengan jengkel, diiringi gelak tertawa anak-anak. Bibi Mathilda memperhatikan Jupiter serta kedua sahabatnya.
"Siapa mereka itu tadi"" katanya.
Jupiter menjelaskan duduk perkaranya. Siapa kedua Percival bersaudara itu serta apa yang mereka inginkan. Bibi Mathilda mendengus.
"Kalau menurut pendapatku, para pemburu harta itu semuanya sudah sinting," katanya. "Macam-macam saja, menebak teka-teki pening-galan orang yang sudah mati. Tapi pokoknya, Kurasa mereka berdua tadi takkan berani lagi mengganggu kalian,"
Sementara bibi Jupiter kembali ke kantornya, Ketiga remaja yang ditinggal di bengkel berpan-dang-pandangan sambil nyengir. Tidak ada orang yang berani berurusan dengan Bibi Mathilda!
Tiba-tiba mereka melihat lampu merah yang terpasang di atas bangku kerja Jupiter menyala berkedip-kedip. Itu tanda bahwa pesawat telepon di Kantor mereka berbunyi. Mereka bergegas ke sana lewat Lorong Dua. Begitu sampai di dalam kantor, Jupiter langsung menyambar gagang telepon.
"Terima kasih," katanya setelah beberapa saat Mendengarkan kata-kata orang yang menelepon, lalu mengembalikan gagang pesawat ke tempat-nya sambil mengatakan dengan buru-buru pada Bob dan Pete, "Ada yang melihat Skinny di depo bis!"
Ketiga remaja itu bergegas mengambil sepeda masing-masing.
Bab 9 BERKENDARAAN DARI SEORANG TEMAN
"Ada orang membuntuti kita!" kata Jupiter.
Saat itu mereka tinggal satu blok lagi dari depo bis di pusat kota Rocky Beach. Sejak dari tempat penimbunan barang bekas, mereka terus bersepe-n secepat-cepatnya. Tidak satu kali pun mereka menoleh ke belakang, sampai ketika terpaksa berhenti karena lampu lalu lintas sedang menyala merah.
"Mana dia"" kata Bob sambil memandang berkeliling dengan sembunyi-sembunyi. "Aku
tidak melihat siapa-siapa." "Sekarang bersembunyi di balik sebuah mobil
yang sedang diparkir," kata Jupiter. "Orang itu naik
sepeda, memakai topi aneh serta mantel seperti
jubah! Kalau lampu sudah hijau lagi, kita masuk ke jalan samping!"
Begitu lampu lalu lintas menyala hijau, ketiga remaja itu membelok ke kanan, lalu memacu sepeda mereka di jalan samping itu. Di sekitar tengah-tengah blok itu ada sebuah gang. Dengan
tempat mereka masuk ke situ lalu bersembunyi di belakang beberapa buah tong sampah. Mereka menunggu sambil mengintip ke jalan.
Ternyata orang yang naik sepeda dengan pakaian aneh itu ikut masuk ke jalan samping itu Tubuhnya yang kecil tapi gemuk terbungkuk bungkuk di atas setang sepeda. Orang itu memakai mantel jubah berwarna hitam, serta topi aneh seperti pet yang berlidah sebelah depan dan belakangnya!
"Pakaiannya seperti yang biasa dipakai detetif Sherlock Holmes," bisik Pete.
"Astaga!" seru Jupe tiba-tiba, lalu berdiri. "Billy Towne! Kenapa kau ada di sini""
Anak yang disapa itu kaget. Sepedanya membentur sebuah mobil yang diparkir di tepi jalan, sehingga ia jatuh terguling, ia berusaha bangkit, tapi terhalang sepeda dan mantel jubah yang berjela-jela. Kakinya menyepak-nyepak menyingkirkan mantel yang merintangi. Sesudah berhasil berdiri, ia menegakkan tubuhnya selurus mungkin.
"Aku membantu kalian! Masa bodoh apa yang kalian katakan!"
"Dengan pakaian seperti itu"" Pete tertawa.
"Ini kan pakaian yang biasa dipakai detektif kata Billy dengan sengit.
"Bagaimana kau sampai bisa menemukan kami"" tanya Jupe ingin tahu.
"Aku membuntuti kalian," kata Billy dengan bangga. "Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, lalu mengawasi tempat kalian berkumpul. Wah, kedua Percival tadi marah sekali, ya" Tapi kalian sekarang kenapa ada di sini" Kalian sedang mengikuti salah satu petunjuk yang kalian temukan, ya"
" "Jangan terlalu banyak bertanya, Billy," kata jupe. "Ayo, kita terus." Diambilnya sepedanya, lalu kembali ke persimpangan yang tadi. "He, mau ke mana kita"" seru Billy sambil berusaha mengikuti.
"Kau akan kami antarkan pulang," kata Jupiter dengan lesu. "Kami tidak bisa menangani kasus dan mengawasi keselamatanmu sekaligus!" "Aku tidak mau-"
Sebuah mobil Jaguar membelok masuk ke jalan samping itu, lalu berhenti. Roger Callow bergegas keluar dari kendaraan mewah itu.
"Rupanya kau di sini, Billy!" kata pengacara hukum itu. "Ibumu marah sekali." Roger Callow tersenyum ke arah Trio Detektif, "ia langsung Menduga ke mana anak ini pergi, ketika tahu-tahu ia menghilang. Untung saja kalian mengatakan
pada bibi Jupiter ke mana kalian hendak pergi, coba kalau tidak, aku takkan mungkin bisa
menemukan dia." "Aku tidak mau pulang!" kata Billy. "Aku bekerja sama dengan mereka!"
"Billy," kata Jupiter, "Cecil dan Winifred Percival berhasil mengetahui bahwa kami bertiga bekerja untuk kalian. Mereka juga sudah mengetahui bahwa logat berima merupakan kunci jawaban teka-teki mendiang Dingo. Dari mana mereka bisa tahu" Karena kau yang mengatakannya pada mereka! Pegangan yang paling penting dalam bekerja sebagai detektif ialah jangan sekali-sekali bicara sembarangan, Billy. Kau melakukan keke liruan yang sangat besar!"
"Maaf, Jupiter," kata Billy. "Tapi aku saat itu marah sekali, ketika keduanya mengata-ngatai ibuku. Aku takkan berbuat kekeliruan lagi, Sungguh, aku berjanji!"
"Sayang, Billy," kata Jupiter. "Aku sendiri menyesal, tapi kau lebih banyak merugikan daripada membantu. Lebih baik kau ikut pulang saja dengan Mr. Callow."
Dengan murung Billy lambat-lambat mendo rong sepedanya ke mobil Roger Callow. Sementara pengacara hukum itu memasukkan sepeda itu ke dalam mobil, ia bertanya,
"Sudah ada kemajuan, Anak-anak""
"Itu sudah jelas," kata Pete menyombongkan diri. "Sebentar lagi bait dua dari teka-teki aneh itu pasti sudah bisa kami uraikan artinya."
"Bagus! Sementara ini aku sudah sibuk mengurus persoalan surat wasiat itu di pengadilan dan semakin cepat kumpulan batu permata itu ditemukan, itu lebih baik bagi kita. Untungnya kebanyakan pemburu harta karun itu kini sudah menyerah. Kita harus tetap berhubungan, Anak anak."
"Baik," kata Bob.
Setelah itu Roger Callow dengan Jaguarnya meninggalkan tempat itu. Billy menoleh ke belakang, memandang Trio Detektif dengan sedih Ketiga remaja itu melanjutkan perjalanan ke depo bis. Anak yang menelepon mereka sudah menunggu di ambang pintu bangunan yang bersebelahan letaknya dengan depo. ia sengaja memilih tempat itu, supaya tidak terlihat oleh Skinny.
"Aku menemukan mobil itu sekitar satu jam yang lalu," kata anak itu, namanya Fred Merkle. "Anak yang kalian cari itu sepanjang pagi ini tidak henti-hentinya naik bis. Pengawas keberangkatan di situ yang mengatakannya padaku. Sampai sekarang ia sudah menempuh dua rute, dan sekarang akan berangkat lagi naik bis yang menempuh rute ketiga."
Seakan-akan hendak menegaskan keterangan Fred, saat itu sebuah bis muncul dari dalam depo dan lewat di depan anak-anak. Mereka cepat-cepat mundur, agar jangan sampai terlihat. Mereka melihat Skinny duduk di bagian depan-dengan air muka geram.
"Wah, nampaknya dia jengkel sekali," kata Pete.
"Kurasa ia tidak berhasil menemukan apa yang dicarinya," kata Fred Merkle. "Aku sudah bicara dengan pengemudi kedua bis yang sudah
dinaikinya, dan kedua-duanya mengatakan bahwa Skinny menanyakan apakah dalam rute mereka ada sesuatu yang namanya berima dengan kata teman. Dengan friend!" Anak laki-laki itu nyengir.
"Nah, aku harus pergi sekarang. Asyik juga tugasku
tadi." "Terima kasih, Fred," kata Jupiter. "Nanti apabila kami mendapat hadiah, kau pasti akan kebagian."
Ketika asisten 'Hubungan Hantu ke Hantu' itu sudah pergi, Bob merenung.
"He, Jupe," katanya setelah beberapa saar "apakah yang ditunjuk laras pistol yang dipegang patung cowboy, sehingga Skinny mendatangi depo bis ini""
"Kurasa itu sudah jelas sekarang, Bob," kata Jupiter. "Benda yang berima dengan 'Nyonya dari Bristol' itu mestinya semula teracung ke arah halte bis di ja
lan taman. Kau tentunya ingat, letaknya kan tidak jauh dari patung itu. Dan dengan kata 'berkendaraan' dalam bait petunjuk, bahkan Skinny pun mampu menarik kesimpulan bahwa kata itu pasti ada hubungannya dengan bis."
"Tapi kenapa lantas harus datang kemari"" tanya Bob lebih lanjut. "Kenapa tidak naik bis dari halte taman itu""
"Dan apa sebabnya Skinny sekarang mondar mandir naik bis"" tambah Pete.
Jupiter berpikir sebentar.
"Kurasa cuma ada satu jawaban atas kedua pertanyaan itu, Teman-teman," katanya. "Coba kita teliti jadwal rute bis-bis yang ada di dalam."
Ketiga remaja itu masuk ke dalam, lalu mendatangi papan jadwal perjalanan bis.
"Seperti sudah kusangka," kata Jupiter, "ternyata ada tiga bis yang melewati halte taman di atas gunung itu!"
"Jadi Skinny tidak tahu rute mana yang dimaksudkan dalam teka-teki Dingo," kata Bob.
"Dan kita juga tidak!" keluh Pete. Tapi ia pasti memaksudkan satu rute tertentu saja," kata Jupe sambil mengerutkan kening, "dan dengan salah satu cara, itu merupakan petunjuk yang akan mengarahkan kita pada bait ketiga. Jadi ada sesuatu dalam bait kedua yang memberi tahu hal itu."
Pemimpin Trio Detektif yang bertubuh gempal itu mengeluarkan salinan sajak teka-teki itu dari
kantungnya: "Above- the apples and pears all alone the Lady from Bristol rides from a friend."
"Mungkinkah nomor rute salah satu bis itu yang berima dengan kata friend"" tanya Pete.
"Rute 'sepuluh', rasanya cocok. Ten-friend," kata Bob, tapi dengan segera ia menyambung, "Tidak, kedua itu tidak tepat berima. Padahal harus tepat. Jupe, dalam buku-buku tentang logat berima yang kauteliti, kau tidak menemukan kata yang berima dengan rides from a friend""
"Tidak," jawab Jupiter. "Jadi kata 'teman'
mestinya kata logat berima yang tidak begitu dikenal, atau hasil karangan Dingo sendiri. Atau mungkin juga sama sekali tidak termasuk logat berima! Kurasa ini merupakan salah satu tipuan Dingo lagi. Petunjuk ini dimaksudkannya secara harfiah. Bis yang kita cari ini bis yang sebenarnya.
Dengan bis itu ia biasa mendatangi seorang teman yang benar-benar ada. Kurasa teman yang biasa didatangi olehnya. Jadi mestinya ada yang bisa mengatakan siapa yang dulu biasa didatangi oleh Dingo. Kurasa-"
Jupiter tertegun. Matanya terkejap. Tahu-tahu Winifred Percival sudah berdiri di dalam depo, di depan ketiga remaja itu. Keponakan Dingo yang kurus itu kelihatannya seakan-akan ketakutan
"Kurasa kau benar, Anak muda," kata wanita itu "dan kurasa kau tahu siapa 'teman' yang dimaksudkan dalam teka-teki Dingo. Mungkin aku bisa menebus kesalahanku pada kalian."
"Awas, Jupe," kata Pete, "ini pasti-"
"Siasat licik"" kata Winifred memotong, ia mengangguk. "Aku tidak bisa menyalahkan kalian jika kalian merasa curiga terhadapku. Aku hanya bisa mengatakan bahwa aku dipaksa Cecil untuk ikut dengan dia. Aku takut padanya, karena wataknya yang kasar. Tapi aku harus berusaha mencegah perbuatannya, demi keselamatannya sendiri."
"Mencegah Cecil"" kata Jupiter dengan sikap waspada.
"Ya, dengan jalan mengusahakan agar ada orang yang lebih dulu berhasil memecahkan teka-teki itu, lalu menemukan harta yang disembunyikan! Aku tadi datang ke tempat penjualan barang-barang bekas untuk minta maaf serta mengajukan tawaran untuk membantu kalian. dan wanita yang katanya bibi salah seorang dari kalian tadi baik hati, karena ia mau mengatakan ke mana kalian pergi. Dari dia aku tahu bahwa kalian ke sini. Aku tidak mau lagi membantu Cecil, biarpun dia mengancamku."
"Wah," kata Pete. "akan sampai hatikah dia menyakiti Anda""
"Cecil tega berbuat apa saja." Winifred bergidik. "Itulah sebabnya kenapa aku harus menolong kalian mendului dia. Maukah kalian menerimanya" Aku tidak tahu mana tepatnya alamat 'teman' yang dimaksudkan oleh Dingo, tapi aku bisa membawa kalian ke sana."
Kening Jupiter berkerut. "Siapakah 'teman' itu, Miss Percival"" tanyanya.
"Yah..." wanita itu memandang Jupiter, "kau yang bernama Jupiter, ya" Dan kalian berdua Bob dan Pete""
Anak-anak mengangguk, sambil terus mengawasi Winifred dengan perasaan sangsi. Wanita itu tersenyum.
"Baiklah. Nah, Paman Dingo semasa hidupnya
suka bermain catur dengan seseorang yang bernama Pollinger."
"Dan kalau ke rumah orang itu, Dingo naik bis"" tanya Pete.
"Betul, tapi aku tidak tahu bis yang mana."
"Kalau begitu, di manakah tempat tinggal Mr. Pollinger"" tanya Bob.
"Di daerah perbukitan, di belakang taman yang bersebelahan dengan rumah Dingo," jawab Winifred.
Jupiter mengangguk. Ke daerah perbukitan itulah tujuan ketiga rute bis.
"Mungkin Mr. Pollinger itulah 'teman' yang dimaksudkan dalam teka-teki," katanya. "Tidak ada salahnya jika mencobanya. Bagaimana caranya kami bisa pergi ke rumah orang itu""
"Kalau naik sepeda jaraknya terlalu jauh Anak-anak," kata Winifred Percival. "Jika kalian mau percaya padaku, kalian bisa kuantarkan dengan mobil. Tapi jika kalian tidak mau, aku juga bisa mengerti."
"Yah-" kata Jupiter agak ragu.
"Kurasa aku bisa menjelaskan letak rumah Mr Pollinger itu dengan cukup jelas," kata Winifred "atau bisa juga aku ikut naik bis dengan kalian untuk membuktikan bahwa aku tidak berniat menculik kalian." ia tersenyum.
Ketiga remaja itu berpandang-pandangan.
"Kalau naik mobil, kita bisa menghemat waktu,' kata Pete.
Akhirnya Jupiter mengambil keputusan.
"Waktu penting sekali dalam kasus ini," katanya. "Baiklah, kami terima tawaran Anda."
"Syukurlah," kata Winifred. "Mobilku ada di tempat parkir depo ini. Sepeda-sepeda kalian bisa ditinggal di situ."
Jupiter dan kedua temannya meyakinkan dulu bahwa tidak ada orang lain dalam mobil Winifred sebelum mereka naik. Mereka duduk dengan sikap siaga sementara mobil meluncur lewat Kebun Raya dan taman umum, menuju suatu daerah pemukiman yang terserak di perbukitan, terdiri dari rumah-rumah berukuran kecil. Setelah beberapa waktu, Winifred menuding sebuah jalan samping yang sempit.
"Kurasa di jalan itulah tempatnya, Anak-anak," katanya.
Ketegangan Jupiter dan Pete agak mengendur sementara mobil memasuki jalan sempit yang diterangi sinar matahari musim semi. Mobil itu kemudian dihentikan di depan sebuah rumah kecil bergaya pedesaan.
"Ini dia tempatnya!" kata Winifred Percival.
Anak-anak bergegas turun, lalu memandang berkeliling. Tempat itu indah. Di mana-mana terdengar kicauan burung.
Bob yang masih tetap berjaga-jaga menghadapi segala kemungkinan, berseru memanggil-manggil,
"Mr. Pollinger! Mr. Pollinger" Bisakah kami bertanya sedikit tentang Mr. Marcus Towne""
Setelah sunyi sebentar, terdengar suara seorang tua yang lemah menjawab dari dalam rumah.
"Tentang siapa" Maksudmu Dingo" Aku selalu mengalahkan dia dalam setiap permainan! Ayo, masuklah!"
Anak-anak bergegas masuk, sementara Jupiter sudah mulai nyerocos.
"Dingo dulu selalu naik bis kemari, ya" Pernahkah ia mengatakan sesuatu tentang bis itu, serta tentang 'bola benang'""
Seorang pria yang kelihatannya sudah tua berdiri di dekat sebuah rak buku yang terdapat di sisi seberang ruangan. Orang itu membelakangi anak-anak. Kini ia berbalik lambat-lambat.
"Wah, wah, anak-anak konyol yang suka mencampuri urusan orang lain, ternyata muncul juga!"
Pria itu ternyata tidak tua. Dan ia juga bukan Mr. Pollinger, melainkan Cecil Percival! Orang itu tertawa jelek, sambil mengacung-acungkan tong-katnya yang berat ke arah anak-anak. Dan di belakang mereka, Winifred Percival menghadang di pintu depan!
Bab 10 PENGEMUDI UGAL-UGALAN Winifred menyergah Trio Detektif, "Kalian kira aku mau melepaskan apa yang merupakan hak kami, hah"!"
Pete dan Bob begitu kaget, sehingga tidak mampu menjawab. Tubuh Jupiter gemetar karena marah. Tapi ia diam saja, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kau berhasil, Winifred! Bagus!" kata Cecil. sambil menyeringai ke arah anak-anak.
Winifred tertawa "Mereka terlalu jujur dan bersemangat," katanya. "Siapa pun bisa menipu mereka!"
"Kami hebat ya, menciptakan tokoh Mr. Pollinger"" kata Cecil dengan bangga. Pria gendut itu menggosok-gosokkan kedua belah tangannya, untuk menunjukkan kepuasannya. "Kau-!" sergah Pete dengan sengit. "Ck, ck, ck, tahanlah kemarahanmu," kecam Cecil. "Aku kan sudah mengatakan, kalian merecoki kami. Ini bukan berarti bahwa aku dan Winifred tidak menghargai pekerjaan kalian sejauh ini. Sama sekali bukan
begitu! Tapi sekarang kami akan menemukan 'teman' yang sebenarnya,
begitu pula kata yang berima dengan 'bo|a benang', lalu menguraikan rentetan teki-teki yang masih tersisa. Sedang kalian boleh tetirah di pegunungan-terkurung dalam rumah ini!" Cecil terkekeh-kekeh geli. "Kalian akan aman di sini Rumah ini benar-benar terpencil letaknya, jadi jangan repot-repot berteriak minta tolong. Kami menyewanya untuk waktu satu bulan-tapi mu dah-mudahan saja kalian tidak perlu selama itu mendekam di sini!"
"Sudahlah," kata Winifred memotong. "Baga mana, kita giring sekarang anak-anak ini ke tempat mereka""
Cecil mengangguk, lalu mengangkat tongkat nya seperti hendak menggiring anak-anak. Kedua Percival bersaudara bergerak maju, menghampiri Trio Detektif.
"Berpencar!" teriak Jupiter dengan tiba-tiba. Bob dan Pete langsung menanggapi aba-aba pemimpin mereka. Ketiga remaja itu dengan seketika lari memencar ke tiga arah, dengan gerakan yang tak terduga-duga. Mula-mula menuju ke jendela, pintu ke ruangan lain, dan bahkan ke arah kedua Percival, tapi kemudian dengan tiba-tiba berbalik dan lari menjauh. Kedua penculik mereka berusaha menangkap, tapi sia-sia belaka-karena itu seperti mencoba menangkap nyamuk beterbangan. Ketiga remaja itu bergerak kian kemari dengan cepatnya-dan tahu-tahu mereka sudah menghilang. Mereka lari lewat pintu depan, pintu belakang, dan juga jendela, meninggalkan Cecil dan Winifred dalam keadaan bingung, sehingga selama sesaat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Pete lari paling depan, lewat jalan sempit lalu masuk ke jalan yang menuju ke kota. Sambil lari ketiga remaja itu memandang ke kiri dan ke kanan, mencari rumah atau semak yang bisa dijadikan tempat bersembunyi. Tapi daerah di situ lapang, tidak ada apa-apanya. Jadi mereka terpaksa terus berlari.
Dari arah belakang terdengar bunyi ban mobil berdecit-decit Bob menoleh sekilas. Dilihatnya mobil Winifred membelok keluar dari jalan sempit, memasuki jalan yang menuju kota!
"Jupe!" katanya gugup. "Mereka mengejar!"
"Lari lintas alam," teriak Pete.
Dengan gerakan serempak ketiga remaja itu melesat menyeberang jalan, melompati parit, lalu lari melintasi sebuah lapangan. Di belakang mereka terdengar decitan ban, disusul bunyi berdentang-dentang. Anak-anak menoleh ke belakang dengan cemas, karena mengira akan melihat mobil Percival mengejar mereka, ikut melintasi lapangan. Tapi yang nampak sama sekali
kan itu! Mobil yang dinaiki kedua pengejar mereka ternyata terperosok ke dalam parit, di sisi kiri jalan! Kaca depan kendaraan itu berantakan, sedang salah satu bannya pecah. Cecil Percival terhuyung keluar dari mobil, lalu mengacung-acungkan
tongkatnya ke arah sebuah mobil biru yang melaju menjauhi tempat itu.
"Astaga, apa yang baru saja terjadi di sana"" tanya Pete, sambil memperhatikan Cecil yang terpincang-pincang ke sisi kiri mobil untuk menolong Winifred keluar.
Jupiter memandang mobil yang satu lagi, yang dengan cepat menjauh.
"Kasus tabrak lari, kelihatannya," katanya "Kurasa mobil biru itu tadi menyusul mobil Percival, lalu terlalu cepat masuk lagi ke jalur kiri, sehingga Percival terdesak ke pinggir. Tapi mobil itu, rasa-rasanya aku pernah melihatnya. Ada yang, melihat orang yang duduk di dalamnya""
"Kalau tidak salah lihat, isinya ada dua orang," jawab Bob. "Yang menyetir nampaknya bertubuh besar. Laki-laki bertubuh besar."
"Lagi-lagi manusia raksasa itu!" kata Pete kaget.
"Mungkin," kata Jupiter, "tapi bisa juga cuma seorang pengemudi ugal-ugalan, yang sedang ngebut."
"Yah, siapa pun orangnya, kita tertolong oleh perbuatannya itu," kata Pete.
"Boleh juga, sekali-sekali," kata Bob. "Biasanya orang-orang yang tidak kita kenal berusaha merintangi kita!"
"He, lihatlah!" seru Pete sambil menuding.
Winifred dan Cecil nampak terpincang-pincang dijalan, menuju ke rumah kecil yang mereka sewa. Kedua orang itu menoleh sekali lagi ke arah anak-anak. Cecil menggerak-gerakkan tongkatnya
dengan sikap mengancam. Tapi saat itu ia sudah tidak berdaya lagi.
Anak-anak tertawa lega, lalu bergegas-gegas menuju kota. Sekali-sekali mereka menoleh sebentar ke belakang, untuk mey
akinkan diri bahwa kedua Percival bersaudara tidak mengejar, tapi pria gendut serta saudara perempuannya yang bertubuh kurus sudah tidak kelihatan lagi.
Jupiter berjalan sambil menendang-nendang kerikil jalanan.
"Bisa-bisanya aku ditipu wanita itu!" gumamnya sebal. "Aku mestinya ingat apa yang dikatakan Roger Callow-kedua Percival itu sudah sejak sepuluh tahun yang lalu tidak pernah lagi melihat Dingo. Mereka boleh dibilang tidak tahu apa-apa tentang kehidupan mendiang Dingo di sini." Jupiter paling tidak suka keliru. Dan dalam menghadapi kasus kali ini, itu sudah beberapa kali terjadi. ia merasa malu.
"Sudahlah, Jupe," kata Pete menghibur, "cerita-nya memang meyakinkan, sih! Dan rumah itu kan memang berada di tempat yang sesuai dengan sangkaan kita tentang di mana tempat tinggal teman Dingo. Menurut pendapatku, kedua Percival tadi memang kebetulan saja bernasib mujur." "Tapi sekarang mereka tidak lagi mujur!" kata Jupiter, yang sudah mulai riang kembali. "Bukan saja tidak bermobil lagi-dan kemungkinannya akan mengalami kesulitan dengan perusahaan di mana mereka menyewa kendaraan itu-tapi mereka juga akan mengalami kerepotan dalam usaha menyelidiki siapa sebenarnya 'teman' yang dimaksudkan oleh Dingo!" "Kenapa begitu""
"Soalnya, yang paling besar kemungkinannya mengetahui siapa saja teman-teman Dingo adalah Mrs. Towne, Billy, dan Mr. Callow. Dan mereka takkan mungkin mau mengatakannya pada kedua Percival bersaudara!"
"Tapi pada kita, mereka akan mengatakannya, kata Bob bergairah.
"Betul," kata Jupe sependapat. "Ayo, sekarang ini juga kita mendatangi Mrs. Towne. Kita cari dulu halte bis di dekat-dekat sini."
Mereka segera sampai di sebuah jalan raya Tidak jauh dari situ anak-anak melihat sebuah halte bis. Tapi sebelum ada bis yang muncul, ibu salah seorang teman sekelas mereka kebetulan lewat dengan mobil. Wanita itu berhenti, lalu mengajak mereka ikut dengan dia.
Ketiga remaja itu membonceng sampai ke tempat tinggal Dingo, lalu mendatangi rumah yang didiami Mrs. Towne bersama Billy. Hanya wanita itu saja yang mereka temui di situ.
"Billy sedang merajuk di belakang, dan Roger harus ke Los Angeles setelah mengantar Billy pulang," kata Mrs. Towne menjelaskan. "Aku baru saja hendak makan siang. Kalian menemani aku ya, sambil menceritakan perkembangan terbaru
Sambil makan, Bob bercerita tentang apa yang baru mereka alami. Nelly Towne marah sekali "Benar-benar tamak Cecil dan Winifred itu
Kalian jangan mau mempercayai mereka," katanya.
"Jangan khawatir," kata Pete, "itu takkan pernah terjadi lagi!"
"Kami rasanya sudah menemukan makna petunjuk terakhir dari bait kedua," kata Jupe. "Kata 'berkendaraan' rupanya benar-benar berkendara-an, ke 'seorang teman' yang benar-benar ada. Menurut Anda, siapa kiranya 'teman' itu"" Mrs. Towne berpikir sebentar. "Teman baik Dingo hanya ada dua orang, yaitu Jack Dillon dan Sadie Jingle. Sadie tinggalnya di dekat sini. Tidak perlu berkendaraan, karena bisa berjalan kaki. Jadi mestinya Jack-lah yang dimaksudkan! Dingo dulu memang biasa naik bis sekali atau dua kali seminggu, pergi ke rumah Jack. ia naiknya dari situ, di depan rumah." "Dillon itu yang mendaftarkan surat wasiat aneh"
kata Jupiter. "Jadi pasti dia yang dimaksudkan dengan kata 'teman'! Di mana tempat tinggalnya""
"Satu atau dua mil sesudah taman umum, di sebuah pondok yang terletak di suatu jalan samping. Dari jalan raya tidak bisa dilihat. Tapi di tepi jalan ada papan namanya, yang bisa dilihat dengan jelas dari atas bis. Bis nomor delapan." Setelah mengucapkan terima kasih pada Mrs. Towne, Jupiter mengajak kedua sahabatnya buru-buru pergi ke halte bis yang terdapat di seberang jalan. Ketika sampai di trotoar seberang, tahu-tahu Jupiter berhenti. Nyaris saja Bob menubruknya.
"Kenapa sih, Jupe"" kata Bob dengan kesal "He, kalian berdua," ujar Jupiter. Matanya bersinar-sinar. "Kurasa aku tahu makna petunjuk itu. Rasanya aku tahu apa yang harus kita carl apabila sudah berada dalam bis!"
Bab 11 BOLA BENANG KESEPULUH Wow!" seru Pete bergairah. "Apa itu, Jupe""


Trio Detektif 22 Misteri Teka Teki Aneh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Coba dengar baik-baik," kata Jupiter sambil mengeluarkan salinan teka-tek
i. "Kubacakan bait ketiga: At the tenth ball oftwine, you and me see our handsome mug ahead."
Jupiter tertawa lebar. "Apakah yang sering terlihat kalau kita sedang naik bis, dan namanya berima dengan ungkapan ball of twine" Sesuatu yang menurut Mrs. Towne
di bisa kita lihat dari atas bis""
"ia tadi mengatakan, pondok tempat tinggal jack Dillon tidak kelihatan dari jalan raya," kata Pete mengingat-ingat. "Setahuku ia tidak-"
"Tapi kita bisa melihat papan namanya!" seru Bob memotong.
"Ya, dan papan nama merupakan semacam Tanda pengenal. Tanda-sign. Twine-sign! Kedua kata itu berima!" kata Jupiter. "Mendiang Dingo dulu selalu naik bis dengan nomor rute yang sama untuk mendatangi teman yang itu-itu juga, sedang petunjuk berikutnya adalah 'bola benang kesepuluh', tenth ball of twine, yang bisa dilihat dari atas bis itu! Ternyata kita sama sekali tidak perlu mendatangi Jack Dillon, Teman-teman! Kita cukup menghitung tanda-tanda yang nampak dalam perjalanan dengan bis dari rumah Dingo menuju ke pondok tempat tinggalJack Dillon! Dan tanda kesepuluh, itulah yang dimaksudkan dengan 'bola benang kesepuluh'!"
Anak-anak tidak sabar lagi menunggu kedatang an bis nomor delapan. Akhirnya kendaraan umum itu muncul, dan berhenti di halte depan rumah Dingo. Anak-anak bergegas naik, lalu mulai menghitung papan-papan tanda yang terpasang di pinggir jalan yang dilewati. Dari Kebun Raya, bis itu" menuju pusat perbelanjaan. Di situ membelok, menyusur Kebun Raya dan taman umum, lalu terus mendaki daerah perbukitan. untungnya memasuki kawasan yang letaknya jauh dari rumah yang disewa oleh kedua Percival bersaudara.
Ketika sudah delapan tanda petunjuk yang dihitung, Bob menggeleng-geleng dengan wajah kurang enak.
"Ada sesuatu yang tidak beres, Jupe," katannya
Tanda kedelapan yang nampak sejak kepe rangkatan dari halte di depan rumah Dingo, ternyata papan nama Jack Dillon, terpasang di ujung jalan samping yang menuju ke tempat tinggalnya! Bis berhenti di situ.
"Ya, memang," kata Jupiter dengan lesu. "Apa sih yang tidak beres"" tanya Pete dengan
heran. "Kita kan belum sampai ke tanda yang kesepuluh!"
"Justru itulah yang tidak beres, Pete," ujar Bob menjelaskan. "Rasanya tidak mungkin yang dimaksudkan oleh Dingo adalah tanda yang ada setelah ia turun dari bis!" "Aku mengganggu sebentar, Anak-anak" Ketiga remaja itu kaget, lalu mendongak. ternyata pengemudi bis yang menyapa, ia berdiri di depan mereka. Ketiga remaja itu begitu sibuk dengan persoalan mereka, sehingga tidak menyadari bahwa pengemudi itu beranjak dari tempatnya dan mendatangi para penumpang.
"Kalian masing-masing harus menambah sepuluh sen lagi," kata pengemudi bis. "Hah"" Pete melongo.
"Mulai dari sini tarif bis naik," kata orang itu menjelaskan. "Jika kalian ingin terus, harus menambah sepuluh sen lagi."
"Apaan!" kata Pete sambil beranjak hendak berdiri. "Kami turun di sini!"
"Sebentar, Dua!" kata Jupe sambil menarik temannya itu agar duduk kembali. "Lebih baik kita terus saja dulu sampai terlihat tanda kesepuluh, karena siapa tahu, kan" Jangan lupa, Dingo itu banyak tipu dayanya." ia mengambil uang tiga puluh sen dari kantungnya, yang kemudian diserahkan pada pengemudi bis.
Bis berangkat lagi. Tidak lama kemudian nampak tanda kesepuluh-yang ternyata merupa-kan tanda larangan masuk di ujung lintasan keluar dari jalan bebas hambatan! Jupiter menggeleng geleng. Tangannya bergerak ke atas, hendak menarik tali isyarat untuk memberi tanda pada pengemudi bahwa mereka akan turun pada halte berikut.
"Jangan tarik!" seru Pete. ia menunjuk ke luar, Sebuah mobil baru yang masih mulus kelihatan diparkir di pinggir jalan dekat lintasan keluar dari jalan bebas hambatan. Winifred dan Cecil Percival berdiri di depan papan lalu lintas tanda larangan masuk. Kedua orang itu sedang bertengkar seru Sewaktu bis melintas di depan mereka, anak-anak melihat Cecil menendang tanda itu, lalu terpin cang-pincang menjauh sambil memegang ujung kakinya yang dipakai untuk menendang!
"Aduh," keluh Bob, "mereka sudah mulai beraksi lagi."
"Tapi mereka juga tidak berhasil menemukan tanda yang dimaksudkan," ujar Pete samb
il nyengir. "Memang," kata Jupe, "tapi rupanya sudah mengetahui makna sebenarnya dari ungkapan 'bola benang kesepuluh'. Dan juga sudah menduga bahwa 'teman' yang dimaksudkan oleh Dingo itu Jack Dillon-karena namanya tertera di surat wasiat selaku saksi! Kita terus saja dulu sampai ke halte yang satu lagi, tapi setelah itu kita harus cepat-cepat."
Pada halte selanjutnya, yang tidak kelihatan dari tempat kedua Percival sedang berada, anak-anak turun. Pete memperhatikan bis yang meneruskan
perjalanan, lalu mengangkat bahu dengan sikap lesu.
"Apa yang kita lakukan sekarang"" katanya.
"Ini sebenarnya soal gampang," kata Jupiter. "Tanda kesepuluh mulai dari rumah Dingo letaknya sesudah pondok kediaman Dillon, dan karenanya sama sekali tak berarti. Jadi tinggal satu saja jawabannya. Dingo kan menulis, 'berkendaraan dari seorang teman'. Kita waktu itu kan sudah heran, apa sebabnya ia menggunakan kata 'dari'. Ingat tidak" Sekarang kita tahu sebabnya, ia memaksudkan tanda kesepuluh dalam perjalanan pulang, dari pondok Dillon!"
"Ya, tentu saja!" kata Bob. "Di sisi seberang jalan. Kita naiki bis yang kembali ke arah kota!"
Ketika bis datang dan mereka sudah naik, ketiga remaja itu langsung harus membayar tarif yang lebih tinggi.
"Ini pemerasan namanya!" keluh Bob, sambil mengeruk kantung untuk mengambil sepuluh sen lagi. "Mestinya kita tadi kembali saja ke depo, untuk mengambil sepeda-sepeda kita."
"Jangan mengomel, karena memang sudah begitu peraturannya jika menggunakan jasa angkutan umum dari tempat yang begini jauh di luar kota," kata Jupe dengan nada menguliahi. "Sekarang kita harus waspada. Sambil menghiitung tanda-tanda yang dilewati, kita juga harus berjaga-jaga terhadap Cecil dan Winifred."
Tapi ketika bis melintas di depan lintasan keluar dari jalan bebas hambatan, kedua Percival bersaudara sudah tidak ada lagi di situ. Kini anak-anak mulai memperhatikan tanda-tanda di pinggir jalan. Begitu tanda yang menunjukkan tempat tinggal Jack Dillon sudah dilewati, mereka pun mulai menghitung.
Kali ini tanda kedelapan sudah nampak jauh sebelum bis tiba di tujuan akhir. Tanda itu terpasang dekat halte bis di taman umum. Sedang tanda kesembilan merupakan tanda lalu lintas yang memberi isyarat pada pengendara mobil agar menurunkan kecepatan. Tanda itu terpasang di depan sebuah tikungan, sebelum jalan menurun ke arah waduk dan bendungan.
"Kurasa tanda kesepuluh itu pasti terdapat di tengah taman, atau di Kebun Raya!" seru Pete.
"Ya, betul," kata Jupiter membenarkan penda pat itu. "Nampaknya pencarian memang harus dilakukan di sekitar taman."
Sementara bis masih terus meluncur menuruni bukit, ketiga remaja itu mencondongkan tubuh ke depan, tidak sabar menunggu munculnya tanda berikut. Dan kemudian nampaklah yang ditunggu tunggu.
"Wah," kata Pete.
"Hh," dengus Bob.
"Aku... aku... tidak mengerti-" ujar Jupe terbata-bata.
Tanda kesepuluh mulai dari pondok kediaman Jack Dillon ternyata merupakan papan batas wilayah daerah dan kota Rocky Beach. Pada papan itu tertera kata-kata:
SELAMAT DATANG di ROCKY BEACH "Tidak mungkin tanda ini yang dimaksudkan Dingo, Jupe," kata Bob.
"Ya, memang tidak mungkin," kata Jupiter lambat-lambat. "Rupanya ada sesuatu yang keliru dalam penafsiran kita, Teman-teman."
Tiba-tiba Pete berseru, "Bukan kita saja yang keliru! Lihatlah!"
Sebuah mobil merah yang tidak asing lagi bagi ketiga remaja itu diparkir di pinggir jalan. Dan Skinny Norris nampak sedang sibuk menggali tanah di sekeliling papan tanda batas kota. Kalau lilihat banyaknya lubang yang nampak, rupanya Skinny sudah agak lama juga menggali-gali di situ. Wajah remaja itu merah karena kesal. Ketika bis lewat, ia mencampakkan sekopnya, lalu menatap papan tanda sambil mendelik.
"Setidak-tidaknya kita tahu bahwa Skinny juga tidak menemukan apa-apa," kata Bob.
"Belum," kata Jupiter dengan geram, "tapi sampai sekarang kita harus tetap waspada terhadap dia, Teman-teman. Kita harus adu cepat dengan dia, dan juga dengan Percival bersaudara."
"Tapi sekarang bagaimana selanjutnya"" tanya Bob. "Di manakah kekeliruan kita""
"Aku tidak tahu," jawab Jupiter. "Tapi aku y
akin, ini pasti salah satu tipuan Dingo lagi. Kita harus kembali ke bait kedua, dan menyelesaikan penafsiran bagian yang kita lewati-yaitu mendatangi Jack Dillon!" Dengan kesal ditariknya tali pemberi isyarat untuk berhenti.
Setengah jam kemudian ketiga remaja itu sudah berada di jalan samping yang menuju ke rumah Jack Dillon. Di ujung jalan itu ada sebuah pondok reyot yang dindingnya dibiarkan tanpa cat. Di depannya ada pekarangan lebar beralas tanah. Anak-anak melintasi pekarangan itu. Tiba-tiba Pete berteriak. "Awas! Tunduk!" Sebuah benda aneh yang kelihatannya seperti burung besar melayang dengan laju di udara, langsung menuju kepala-kepala mereka!
Bab 12 JACK DILLON Benda itu menyambar ke bawah, berkilat-kilat kena sinar matahari. Kelihatannya mirip pesawat luar angkasa kecil, berbentuk seperti huruf V!
Benda itu turun meluncur ke arah anak-anak... tapi tiba-tiba membubung, melayang lewat di atas kepala mereka, mengitar dengan membentuk lengkungan lebar, lalu menghilang di balik pondok.
"Apa... apa itu"" kata Pete. Dadanya terasa sesak.
Dari arah belakang pondok terdengar suara orang tertawa keras. Seorang laki-laki tua bertubuh kecil dan berambut panjang beruban muncul, lalu menghampiri anak-anak. Orang itu mengenakan jaket pemburu, celana panjang dari kain tebal, serta
sepatu bot seperti yang biasa dipakai pekerja tambang. Tangan kanannya menggenggam ben-da aneh tadi, yang berbentuk seperti huruf V.
"Kalian tadi setengah mati ketakutan, ya"" Orang itu terkekeh, sambil menggerak-gerakkan benda yang nampaknya berat dan terbuat dari kayu itu ke arah anak-anak. "Dengan ini, kanguru sejauh lima puluh meter bisa tamat riwayatnya!"
"Bumerang!" seru Bob. "Itu bumerang!" "Kami tadi bisa cedera karenanya!" tukas Pete.
"Ah, mana mungkin," kata lelaki bertubuh kecil itu dengan mata berkilat-kilat jenaka. "Dengan bumerang ini, Jack Dillon mampu dengan tepat membidik mata uang sepuluh sen! Pada zamanku dulu, aku ini pelempar bumerang yang paling jago di Queensland. Tidak ada yang mampu menan dingi."
"Kalau Anda melemparkan, selalukah kembali lagi ke Anda"" tanya Bob.
"Ya, kalau tahu cara melemparkannya, Anak muda," kata Jack Dillon.
"Dan jika tidak mengenai sasaran yang dibidik," kata Jupiter menambahkan. "Mulanya, bumerang digunakan untuk melempar sesuatu. Orang-orang Aborigin, penduduk asli Australia, dulu mengguna kannya untuk berburu dan berperang."
"Ya, kata anak gendut ini benar. Anak pintar rupanya," kata Jack Dillon. Tapi kemudian sinar matanya berubah. "Sekarang, mau apa kalian kemari""
Bob dan Pete hendak menjelaskan siapa mereka.
"Aku tahu siapa kalian," kata Dillon memotong "Kalian ini yang membantu Nelly Towne dan Callow mencari harta peninggalan Dingo. Kenapa aku kalian datangi" Aku tidak tahu, di mana harta itu. Kalau tahu pun, takkan kukatakan di mana!"
Jupiter, yang paling benci jika ada yang menyebut dirinya anak gendut, menjawab dengan sikap kaku,
"Menurut kami, Anda tahu jawaban atas salah satu petunjuk dalam syair teka-teki itu. Anda tahu
walau Anda sendiri mungkin tidak tahu bahwa Anda tahu."
"Begitu, ya" Nah, jika Dingo dari semula ingin agar Nelly Towne mewarisi hartanya, ia pasti akan langsung saja menyerahkannya pada menantunya itu. Tapi ia membuat surat wasiat yang baru, lalu aku disuruhnya mendaftarkan wasiat itu ke pengadilan jika ia meninggal dengan tiba-tiba, lalu-"
"Maksud Anda, Dingo sudah memperkirakan akan mati dengan tiba-tiba"" seru Bob.
"Bukan begitu yang kukatakan. Kondisi jantungnya payah, dan banyak obat-obatan yang harus ditelannya. Waktu itu ia boleh dibilang cuma mengulur waktu ajalnya saja. Tapi kami berdua memang sudah biasa hidup menghadapi berbagai mara bahaya. Sewaktu remaja sama-sama suka menyamun, kemudian beralih menjadi penambang batu mulia. Aku tidak mau menolong siapa pun juga menebak makna surat wasiatnya yang terakhir."
"Menurut Anda, wasiat itu bukan lelucon"" kata Jupe.
"Dingo memang suka berkelakar, dan wasiat itu memang lelucon yang kocak." Jack Dillon terkekeh-kekeh. Kemudian matanya menyipit. "Sedang apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya, aku tak mau mengataka
nnya!" "Barangkali Anda sendiri yang ingin memiliki harta itu!' kata Pete dengan sengit. "Anda pasti paling tahu tentang logat berima yang dipakai oleh Dingo!"
"Jaga mulutmu, Anak muda!" bentak Dillon. "Sahabat tetap sahabat, biarpun sudah mati. ia dulu selalu bersedia membantu sahabatnya. Aku tidak menginginkan hartanya. Kecuali itu, aku memang mengenal logat yang dipakainya, tapi tidak semua rima dalam surat wasiat itu."
"Anda pasti mengetahui sesuatu yang penting," kata Jupiter berkeras. "Tentang kunjungan yang secara teratur dilakukan oleh Dingo kemari, ia-"
"Sudah kukatakan tadi, aku tidak sudi membantu Nelly Towne!" tukas Jack Dillon.
"Maaf," kata Jupiter dengan tenang, "Dingo pasti menghendaki agar Anda membantu siapa saja! Soalnya, salah satu petunjuk pada wasiat itu menyuruh siapa saja yang hendak mencari hartanya, agar mendatangi Anda. Saya yakin. Dingo ingin bersikap adil dengan wasiatnya itu Kami ini hanya berbuat sesuai dengan petunjuknya."
"Yah... memang, kurasa kau memang benar! Si Tua yang banyak akalnya itu pasti menginginkan agar permainan ini berlangsung secara adil-dan ia pada akhirnya akan tetap menang!" Dillon terkekeh lagi. "Rasa-rasanya aku seperti bisa mendengar dia tertawa, asyik menikmati segala keributan ini dari tempat di mana ia sekarang berada. Tapi baiklah, tanya saja apa yang ingin kalian ketahui."
"Yah-" kata Jupiter memulai, "sejauh ini teka-teki itu sudah kami telusuri sehingga kami sekarang berada di sini. Kami juga sudah tahu, ball of twine berarti sign, suatu tanda tertentu di pinggir rute bis yang dulu biasa dipakai Dingo dalam perjalanan pulang dari sini."
"Ya, itu masuk akal. Aku tidak tahu bahwa 'bola benang' merupakan logat berima untuk kata 'tanda', tapi kedengarannya memang cocok. 'Kau dan aku' berarti 'cangkir teh', 'kesulitan dan pertengkaran' merupakan kiasan dari kata 'istri', sedang 'Ned tua' berarti 'tempat tidur'. 'Apel dan pir' serta 'botol dan sumbat' merupakan ungkapan-ungkapan yang sudah biasa. Tapi ungkapan-ungkapan berima yang lain-lainnya, aku sedikit pun tidak bisa membayangkan makna yang sebenarnya," kata Dillon. Matanya yang biru berkilat-kilat jail. "Tapi mendiang Dingo memang suka sekali mengarang-ngarang istilahnya sendiri, serta menggunakan ungkapan-ungkapan yang pernah didengar, mungkin lima puluh tahun yang lalu di salah satu tempat terpencil di pedalaman Australia. Jadi sama sekali tidak bisa dipastikan mana yang merupakan ungkapan berima, dan mana yang bukan!" Jack Dillon tertawa.
"Ya, bisa saja begitu," kata Jupiter dengan tampang sebal, ia tidak suka ditertawakan, hampir sama tidak sukanya kalau disebut gendut. "Tapi Kami cukup yakin, Dingo memaksudkan agar kami menaiki bis yang selalu ditumpanginya dalam perjalanan antara rumahnya dan tempat tinggal Anda ini, sedang tanda kesepuluh yang kami lihat merupakan petunjuk."
"Kalau begitu kenapa tidak kalian ikuti saja petunjuk itu"" tukas Dillon. "Kenapa harus merecoki diriku""
"Kami sudah melakukannya," kata Pete dengan murung, "tapi tanda kesepuluh yang kami lihat tidak mungkin merupakan petunjuk. Baik kalau naik bis dari rumah Dingo ke arah sini, maupun dari sini ke rumahnya-kedua-duanya tidak mungkin."
"Begitu, ya"" kata Dillon, lalu nyengir. "Pak Tua "itu licin sekali, ya""
"Ya," kata Jupe membenarkan, "jadi pasti ada sesuatu yang istimewa mengenai cara Dingo dulu naik bis. Sesuatu yang menurut saya hanya Anda saja yang tahu, Mr. Dillon."
"Begitu menurut pendapatmu" Apa ya kiranya sesuatu yang istimewa itu"" Mata pria bertubuh kecil itu bersinar jenaka lagi.
"Saya rasa sekarang Anda pasti sudah tahu Mr. Dillon," kata Jupiter.
"Wah, kau ini ternyata memang sungguh sungguh anak pintar," kata Jack Dillon, lalu mengangguk. "Ya, memang ada sesuatu yang istimewa dalam cara Dingo dulu mengendarai bis. Kalau kalian kenal dia, kalian takkan heran.'
"Apa caranya yang istimewa itu"" tanya Bob
Dillon tertawa geli. "Semasa hidupnya mendiang Dingo selalu penuh perhitungan^ kalau harus mengeluarkan
uang," katanya. "Kebetulan halte bis di depan itu merupakan batas terakhir di mana kita harus membayar tarif yang l
ebih tinggi, kalau hendak ke kota. Jadi untuk menghemat uang sepuluh sen, Dingo dulu selalu berjalan kaki ke halte yang berikut, dan dari situ baru naik bis ke kota!"
Anak-anak melongo, mendengar penjelasan itu.
"Jadi maksud Anda, tanda kesepuluh itu harus kami hitung mulai dari halte berikut" Bukan dari halte yang di depan itu"" kata Pete, yang paling dulu pulih dari keheranan.
"Ya, kurasa itulah yang dimaksudkan oleh Pak tua yang licin seperti belut itu," kata Dillon sambil meringis.
Anak-anak masih bisa mendengar suara lelaki tua itu tertawa, sementara mereka bergegas-gegas lari menuju halte bis.
"Kita mestinya sudah bisa menebaknya sendiri," kata Jupe, "karena tepat di sinilah pengemudi bis yang kita tumpangi dari arah kota tadi meminta tambahan pembayaran. Sialan!"
"Dan kalau kita sekarang naik dari sini, pasti juga akan ditarik pembayaran ekstra," kata Pete mengingatkan. "Lebih baik kita berjalan saja dulu ke halte berikutnya, seperti yang biasa dilakukan oleh Dingo!"
"Setuju!" kata Bob.
Dalam perjalanan dari halte di depan pondok Dillon menuju ke halte berikut, anak-anak hanya melihat satu papan tanda saja di pinggir jalan.
"Itu berarti tanda yang dimaksudkan adalah yang nampak sesudah tulisan 'Selamat Datang-itu," kata Bob.
Mereka naik bis yang datang tidak lama kemudian. Dan mereka kembali menghitung hitung papan tanda yang dilewati. Bis melewati daerah taman umum. Skinny sudah tidak lagi kelihatan menggali-gali di sekitar papan tanda dengan tulisan 'Selamat Datang di Rocky Beach Jupiter dan kedua sahabatnya memandang dengan tegang ke arah depan, sementara bis melewati Kebun Raya, dan kemudian pos polisi daerah. Tapi tidak ada lagi papan tanda yang terpasang di pinggir jalan.
Bis membelok, memasuki jalan di mana terdapat rumah Dingo... dan sedikit di depan tampak sebuah papan dengan tulisan:
PUSAT PERBELANJAAN FAIRVIEW
Belok Ke Kiri di Sini "Aduh, ini kan sama saja dengan yang lain-lainnya!" keluh Pete. "Masa kita harus mencari di dalam pusat perbelanjaan!"
"Aku yakin, ini pasti tanda yang kita cari," kata Jupe sambil menarik tali pemberi isyarat berhenti "Petunjuk berikut harus kita cari di dalam tempat ramai itu."
Anak-anak berlompatan turun dari bis, lalu menyeberang jalan dan menuju ke pusat perbe
lanjaan itu. Tempatnya sangat luas, dengan pasar swalayan yang besar, restoran-restoran serta kedai-kedai minum, begitu pula toko-toko kecil yang berderet-deret. Ketiga remaja itu memandang berkeliling. Ketiga-tiganya mengeluh.
Bab 13 BAHAYA MENGHADANG! "Ini pasti tanda yang keliru lagi," ujar Bob dengan lesu, sambil memperhatikan suasana di pusat perbelanjaan itu.
"Dan kalau tidak," kata Pete menambahkan "inilah akhir dari perburuan harta yang meng asyikkan."
"Mungkin saja kita tadi salah menghitung," kata Bob berharap, "atau mungkin juga tidak melihat tanda kecil yang terdapat antara tanda kesembilan dan tanda yang di sini."
"Tidak," kata Jupiter. "Aku yakin, tanda penunjuk ke pusat perbelanjaan inilah yang harus kita cari. Kita sudah mengetahui kebiasaan Dingo" kalau hendak naik bis, dan kita tadi juga sudah menghitung dengan seksama. Jadi petunjuk berikut pasti terdapat di tempat ini."
"Di sini" Di mana"" Bob mendesah, sambil memandang toko-toko yang berjejer di depannya.
"Teka-teki Dingo sejauh ini sudah kita telusuri dengan benar," kata Jupiter. "Kini mulai nampak suatu pola tertentu. Jika suatu petunjuk sudah mengarahkan kita ke salah satu tempat, maka petunjuk berikutnya mengatakan apa yang harus kita cari di tempat itu."
Pemimpin Trio Dektektif bertubuh gempal itu mengeluarkan salinan surat wasiat dari kantungnya.
" 'Teman' yang dimaksudkan di sini menyuruh kita datang ke 'bola benang kesepuluh', yang ternyata merupakan pusat perbelanjaan ini. Jadi petunjuk selanjutnya dalam bait ketiga pasti mengatakan apa yang harus kita cari di sini."
Jupiter membaca bait ketiga dari syair teka-teki itu dengan jelas:
"At the tenth ball of twine, you and me see our handsome mug ahead."
"Kita sudah tahu, ungkapan 'kau dan aku' itu logat berima yang artinya 'secangkir teh'," kata Bob.
"Hebat," gumam Pete. ia memandang
berkeliling, memperhatikan tempat luas yang sedang penuh sesak dengan orang-orang yang hendak berbelanja. "Ada di antara kalian yang melihat secangkir teh menunggu kita""
"Tidak," kata Jupiter, "tapi aku melihat di mana kita bisa memperolehnya!" ia menuding. "Itu-di sana!"
Bob dan Pete memandang ke arah yang ditunjuk. Di antara sebuah toko yang menjual keju dan toko permadani ada sebuah restoran kecil, bernama The Stratford Tea Shoppe! Mama itu tertulis dengan huruf Inggris Kuno pada sebuah papan yang digantungkan di dinding depan toko itu. Sebagian dinding itu dilapisi papan. Di balik jendela dengan kaca yang kecil-kecil berbingkai timah nampak dipajang sejumlah kue. "Restoran," kata Bob.
"Betul," kata Jupiter, "dan tempat ini hanya beberapa blok saja dari tempat tinggal mendiang Dingo. Aku berani bertaruh, ia dulu pasti sering kemari untuk minum teh."
Mereka mendatangi restoran itu, lalu masuk ke dalam. Tempat itu terdiri dari sejumlah bilik kecil berlangit-langit rendah, persis seperti kedai-kedai tempat minum teh yang asli di Inggris. Di dinding terpajang ikan-ikan yang sudah diawetkan, begitu pula kepala berbagai jenis binatang buruan serta foto-foto berbingkai yang menampakkan pemandangan kota Rocky Beach. Meja-meja kecil di situ penuh sesak dengan orang-orang yang berbelanja. Mereka minum teh, serta menikmati hidangan kue dan berbagai jenis jajanan lainnya.
Seorang gadis pelayan restoran yang cantik menghampiri ketiga remaja itu.
"Barangkali aku bisa membantu, Anak-anak"" kata wanita muda itu menyapa dengan ramah.
Jupiter menjawab dengan suara penuh wibawa.
"Mr. Marcus Towne dulu sering datang kemari, Miss""
"Ya, betul. Paling sedikit tiga atau empat kali dalam seminggu."
"Dan tentu saja untuk dia tersedia mangkuk yang khusus," sambung Jupiter. "Bolehkah kami melihat mangkuk itu sebentar""
"Mangkuk"" Pelayan itu kelihatan bingung. "Di sini tidak ada mangkuk khusus untuk dia."
"Kalau begitu rupanya ada mangkuk tertentu di sini, yang disukainya. Bolehkah kami-"
"Kami di sini sama sekali tidak menggunakan mangkuk untuk hidangan teh. Kami memakai cangkir."
"Ti-tidak memakai mangkuk"" kata Jupiter. Jadi... jadi..." Jupiter tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Ia bingung. Padahal tadi ia sudah begitu yakin!
"Tapi barangkali Anda bisa mengatakan apa yang biasa dilakukan olehnya di sini, Miss"" kata Bob menyela. "Maksud saya, ia langganan di sini""
"Apa yang dilakukan Mr. Towne di sini" Yah-ia dulu biasa datang menjelang sore, seperti saat sekarang ini, memesan Oolong barang dua atau tiga cangkir serta sepotong roti empuk. Sesudah selesai minum, ia langsung pergi."
"Oolong"" kata Pete mengulangi tanpa mengerti.
Ya, itu suatu jenis teh yang berasal dari Cina," kata pelayan cantik itu menjelaskan. "Itu teh terbaik yang kami sajikan di sini. Peminatnya banyak sekali."
Bob berpikir sebentar. "Ada meja tertentu yang biasa dipilih Mr. Towne, Miss"" tanyanya kemudian.
"Yah, biasanya ia memilih duduk di meja enam. dia selalu duduk di situ, apabila tidak kebetulan
sudah ditempati orang lain."
Jupiter mulai bersemangat lagi.
"Pasti itu dia jawabannya! Meja yang mana itu" Bolehkah kami melihatnya""
"Boleh saja. Kebetulan sedang tidak ditempati orang," kata wanita itu.
Anak-anak mengikutinya, menuju sebuah meja yang terletak di sudut ruangan. Seekor ikan todak yang besar terpajang di dinding, di dekat meja itu. Pete duduk dengan wajah lesu.
"Dari sini, cuma dinding seberang itu saja yang bisa kita lihat," katanya.
Bob ikut duduk. "Cuma dinding itu saja yang ada di depan meja ini, Jupe. Dan yang terdapat di situ cuma kepala seekor rusa, sebuah cermin besar, serta dua buah foto berbingkai. Sama sekali tidak ada mangkuk di situ."
"He, Jupe!" kata Pete dengan tiba-tiba. "Kepala rusa itu kan berhidung. Jangan-jangan itu petunjuk yang berikut!"
Jupiter membacakan bait teka-teki keempat:
"One man's victim is another's darlin' follow the nose to the place."
Sekali lagi ia membacakan bait itu,
"Korban bagi yang satu, adalah kekasih bagi yang lain, ikuti hidung ke tempat.
"Rusa yang diawetkan memang bisa disebut 'korban'," katanya melanju
tkan, "sedang 'rusa',
deer, bunyinya mirip dengan kata dear, yang merupakan "kata lain untuk darlin', 'kekasih'." "Tapi," kata Bob, "hidung rusa itu hanya mengarah ke meja ini saja. Dan di meja ini sudah jelas tidak terdapat apa-apa yang mungkin merupakan petunjuk!" Jupiter mengangguk dengan lesu. "Tapi barangkali foto-foto itu-," katanya. Ketiga remaja itu menghampiri dinding seberang, lalu memperhatikan foto-foto yang terpajang di situ. Satu di antaranya menampakkan sebuah hotel tua di Rocky Beach yang sudah digusur beberapa tahun yang lalu. Sedang yang satu lagi adalah foto arak-arakan Hari Fiesta yang entah kapan dibuatnya. Jupiter menggeleng.
"Mungkin ada sesuatu yang disembunyikan di bawah meja," kata Bob menduga. Ketiga remaja itu mencari-cari di bawah meja yang dulu biasa diduduki Dingo. Tapi mereka tidak Menemukan apa-apa di situ. Pelayan tadi meman-dang arlojinya.
"Kami sangat sibuk, Anak-anak. Jika kalian tidak berniat memesan apa-apa, sebaiknya pergi saja sekarang."
Ketiga remaja anggota Trio Detektif itu mening-lkan restoran dengan perasaan murung. Se-sementara itu hari sudah malam. Sudah hampir waktu makan malam.
"Aku sudah lapar sekali," kata Pete. "Sudahlah, kita hentikan saja pencarian kita untuk sementara, kita ambil sepeda-sepeda kita, lalu pulang."
"Baiklah," kata Jupiter dengan sedih. "Tapi sebelumnya kita datangi lagi Mrs. Towne. Kedai teh ini mungkin lebih banyak artinya bagi dia dibandingkan dengan kita."
Jarak beberapa blok ke rumah kecil yang didiami Mrs. Towne mereka tempuh dengan berjalan kaki. Wanita itu masih tetap seorang diri saja di rumahnya, ia berdiri di depan jendela, tanpa terlalu memperhatikan cerita Jupiter dan kedua sahabatnya tentang kedai teh yang baru saja mereka datangi.
"Aku tidak tahu apa-apa tentang restoran kecil itu, Anak-anak," katanya.
"Tapi kalau Oolong, mungkin itu ada artinya yang khusus," kata Bob.
"Apa katamu"" Mrs. Towne bertanya dengan sikap agak linglung. "Maaf, tapi aku sedang menunggu-nunggu Billy. Sejak makan siang tadi ia belum pulang. Oolong, katamu" Itu jenis teh kegemaran mendiang Dingo, dan... nah, syukur lah! Itu Billy datang, bersama Roger!"
ia bergegas membukakan pintu. Billy dan Roger Callow masuk. Billy kelihatan bertampang sebal dan menantang.
"Dalam perjalanan pulang, kebetulan aku melihatnya di pusat perbelanjaan," kata Mr. Callow
"Rupanya ia membuntuti kami lagi," kata Pete
"Jalanan kan bukan milik kalian!" teriak Billy "Aku tadi bukan-"
"Sudahlah, Billy!" kata Mrs. Towne. "Kau kan ta hu apa kataku tentang kau keluyuran seorang diri!"
"Nanti sajalah urusan itu," sela Roger Callow. "Coba kalian ceritakan apa-apa saja yang selama ini sudah berhasil kalian ketahui, Anak-anak. sepanjang hari tadi aku sibuk terus dengan pekerjaanku."
Sementara pengacara hukum itu mondar-mandir dalam ruangan, Jupiter dan kedua temannya melaporkan segala pengalaman mereka sejak mereka bertemu Roger Callow dekat depo bis pagi itu.
"Kalian yakin, di kedai teh itu tidak ada mangkuk"" tanya Roger Callow. "Tentang itu kami yakin sekali," kata Jupiter. "Tapi barangkali Dingo mempunyai sebuah mangkuk tertentu di rumahnya""
Roger Callow bergegas pergi ke rumah reyot yang dulu didiami oleh Dingo. Semua mengikutinya masuk ke dalam, lalu ikut mencari-cari. Mereka hanya menemukan sebuah mangkuk. Mangkuk itu biasa-biasa saja, berwarna coklat polos dan sama sekali tanpa hiasan atau tanda-tanda tertentu.
"Tidak mungkin ini mangkuk yang dimaksud-kan olehnya," kata Jupiter. "Soalnya, di sini tidak ada apa-apa yang bisa mengarahkan perhatian pada petunjuk berikut Urusan ini benar-benar payah!"
"Ya, memang," kata Roger Callow. Mangkuk di tangannya dibanting dengan kesal ke lantai, sehingga pecah berantakan. Muka pengacara hukum itu memerah.
"Maaf, Anak-anak-tapi aku merasa khawatir Kita harus berhasil menemukan batu-batu perma ta itu dengan segera! Kalau tidak, ada kemungkin an nanti didului kedua Percival bersaudara, atau mungkin juga remaja bernama Norris itu!"
Billy menyela, "Bu, Kakek dulu kan suka-" "Kau harus mandi sekarang, Anak muda! ayo cepat!"
Roger Callow mondar-mandir di t
engah ruangan rumah tua yang penuh debu itu.
"Kata 'mangkuk', adakah kata lain yang berima dengannya"" katanya sambil berpikir-pikir.
"Semua yang kami lihat di kedai teh tadi, tidak ada satu pun yang cocok," kata Jupiter. "Rasanya memang tidak banyak kata yang berima dengan mangkuk."
"Pokoknya kalian harus cepat-cepat menemu kan jawabannya," kata Roger Callow dengan nada tajam. "Kalau tidak, aku akan terpaksa menyewa tenaga detektif yang asli!"
Dengan perasaan murung, ketiga remaja itu meninggalkan rumah Dingo sambil membisu Mereka menuju halte di seberang jalan, untuk naik bis yang akan membawa mereka kembali ke depo Ketika sudah hampir sampai di halte, tiba-tiba Bob tertegun.
"He, Teman-teman-lagi-lagi mobil itu!" seru nya dengan suara tertahan.
Sebuah mobil biru diparkir di seberang jalan Anak-anak mengenal mobil itu. Dan seorang
laki-laki bertubuh tinggi besar menunduk-runduk di
belakangnya, terlindung di bawah bayangan
pepohonan. "Ini yang ketiga kalinya, paling kurang," kata Jupiter lirih. "Jadi tidak mungkin lagi disebut ketebetulan. ia pasti mengintai kita, atau-"
"He, Jupe," bisik Pete, "ia tidak seorang diri! Masih ada seorang lagi!"
Seseorang bertubuh kecil menghampiri lelaki tinggi besar itu.
"Kita coba mendengarkan percakapan mereka," kata Jupiter mendesak teman-temannya. "Kita
pura-pura hendak berjalan pulang, tapi kemudian menyelinap lagi ke sana!"
Ketiga remaja itu mendaki bukit yang terdapat di seberang tanah pekarangan Dingo. Begitu sudah melewati puncaknya sehingga tidak kelihatan lagi oleh kedua pengintai tadi, mereka berbalik arah. sambil menunduk-nunduk mereka menyeberangi jalan, dan langsung masuk ke tengah gerumbul pepohonan. Mereka menyelinap-nyelinap menuju ke tempat kedua lelaki tadi. Ketika merasa sudah cukup dekat, Pete mengangkat kepala sebentar.
"Laki-laki raksasa itu sekarang sudah seorang lari lagi!" bisiknya memberi tahu. Tahu-tahu terdengar bunyi ranting patah di belakang ketiga remaja itu. Dengan cepat mereka berpaling. Seorang laki-laki kurus dengan tatap mata galak berdiri di belakang mereka, ia memakai topi yang tepi sebelah depannya ditarik ke bawah sehingga menutupi wajahnya. Jasnya yang berwar-na hitam tidak- dikancingkan, nampak sepucuk pistol terselip dalam sarungnya!
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini"" Suara orang itu tajam, bernada mengancam.
Sementara itu lelaki yang bertubuh tinggi besar muncul di sebelah sana! Orang itu benar-benar besar. Tingginya paling tidak dua meter! Bentuk hidung dan telinganya menunjukkan bahwa orang itu pasti bekas petinju. Apalagi kalau melihat ukuran lengannya, yang nyaris sebesar dahan pohon yang besar!
"Kenapa kalian berdua mengintai kami"!" kata Pete cepat-cepat.
"Siapa bilang kami mengintai kalian"" ujar lelaki yang bertubuh seperu' raksasa dengan suara besar dan serak.
"Kalau begitu untuk apa kalian ada di sini"" balas Bob bertanya.
"Itu urusan kami," kata lelaki yang bertubuh kecil. "Sebaiknya kalian juga begitu, jangan mencampuri urusan orang lain. Sekarang pergi-cepat!"
Dengan gugup ketiga remaja itu lari keluar dari situ, lalu cepat-cepat mendaki bukit lagi. Ketika mereka menoleh sebentar ke belakang, nampak sebuah bis datang. Mereka mempercepat langkah menuju halte berikut, lalu buru-buru naik ke dalam bis. Ketika kendaraan itu sudah berada di pertengahan jalan ke kota, barulah ketiga remaja itu bisa merasa lega.
"Menurut kalian, siapakah kedua orang tadi"" tanya Bob setelah beberapa saat
"Entah, tapi yang kecil membawa pistol di balik Jasnya," kata Jupe. "Jadi mungkin detektif. Tapi bisa juga penjahat! Penjahat yang mencari-cari kumpulan batu permata peninggalan Dingo! Mungkin ada yang menyewa mereka!"
"Cecil dan Winifred Percival"" kata Bob menebak.
"Mungkin saja," jawab Jupiter. "Teman-teman, kita harus berhasil mengetahui makna ungkapan melihat mangkuk bagus kita di depan'! Hm, apa kemungkinannya, ya" See our handsome mugs ahead!"
Dengan adanya bandit-bandit itu," kata Pete sambil mengeluh, "satu-satunya yang kulihat di depan cuma mara bahaya belaka!"
Bab 14 PETE MENEMUKAN 'MANGKUK YANG BAGUS' Pete menggigit roti panggangny
a. Dengan yang itu, sudah lima potong yang dimakannya. Pada hari-hari Minggu, keluarga Crenshaw biasa sarap an agak lambat, disatukan dengan makan siang Ayah dan ibu Pete sedang asyik membaca surat kabar terbitan hari Minggu. Sedang Pete asyik memikirkan kasus terbaru yang dihadapi Trio Detektif. 'Mangkuk bagus'-yang sulit sekali ditebak maknanya.
Penyidikan nampak terhenti sampai di situ saja Malam sebelumnya ketiga remaja itu harus tinggal di rumah masing-masing. Sedang percakapan lewat telepon antara mereka bertiga yang dilaku kan sebelum pergi ke gereja tidak menghasilkan gagasan baru.
"Ayah, kecuali 'mangkuk', apa kiranya arti yang lain dari kata mug""
"Bagaimana"" Mr. Crenshaw menurunkan halaman surat kabar yang sedang dibaca. "Mug berarti mug, 'mangkuk'." Wajah ayah Pete menghilang kembali di balik halaman surat kabar "Kecuali jika yang kaumaksudkan itu, 'orang yang tidak bermutu'."
"Kalau itu artinya, aku tidak melihat hubungannya," gumam Pete.
Mr. Crenshaw berhenti membaca sebentar.
"Kau tahu pasti, yang kaumaksudkan itu bukan kata mugger" Orang yang merampok setelah memukul jatuh korbannya""
"Bukan itu! Katanya memang mug" kata Pete sambil mengeluh.
"Yah," kata Mr. Crenshaw dari balik halaman surat kabar, "bagaimana kalau mug shots" Itu-foto-foto tampang para penjahat yang dibuat polisi setelah mereka ditahan."
"Mug shots"" kata Pete. Matanya terpentang lebar. "Itu dia!"
"Apa katamu"" ujar Mr. Crenshaw dari balik surat kabar.
Tapi Pete sudah sibuk menelepon kantor Trio Detektif. Sayang, tidak ada yang mengangkat di sana. Kini ia menelepon rumah Jupiter. Anak itu sendiri yang menerima.
"Aku sudah berhasil mengetahuinya, Jupe!" seru Pete bersemangat. "Cepat, suruh Bob datang ke kantor!"
Pete buru-buru mengembalikan gagang telepon ke tempatnya, lalu lari ke luar untuk mengambil sepeda. Beberapa menit kemudian ia sudah merangkak masuk ke karavan. Jupiter sudah lebih dulu ada di situ. Tapi Bob belum nampak.
"Sebentar lagi datang," kata Jupiter. "Apa yang berhasil kauketahui, Dua""
"Arti ungkapan see our handsome mug ahead!" ujar Pete. ia nyengir, lalu duduk "Sekarang aku melihatnya!"
Jupiter terkejap karena heran, lalu memandang berkeliling.
"Di mana"" katanya.
Ketika Pete hendak menjawab, tahu-tahu telepon berdering. Ternyata Mrs. Towne yang menelepon.
"Billy menghilang lagi, Jupiter," kata wanita muda itu dengan cemas. "Tadi pagi ia mengatakan bahwa ia tahu arti kata mug. Setelah itu ia pergi-kurasa ke kedai teh itu. Tapi sampai sekarang belum juga kembali. Aku cemas, sebab kulihat ada beberapa orang berpenampilan aneh berkeliaran di sekitar sini. Dan kalau aku tidak keliru, tadi aku juga melihat mobil kedua Percival di dekat-dekat sini."
"Orang-orang berpenampilan aneh itu, satu di antaranya bertubuh besar tinggi" Hampir-hampir seperti raksasa""


Trio Detektif 22 Misteri Teka Teki Aneh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, orang itulah yang kami lihat tadi! Aku sudah menelepon Roger, tapi sayangnya ia tidak ada di rumah."
"Dengan segera kami akan pergi ke kedai teh itu," kata Jupiter berjanji. "Billy tadi sempat mengatakan, apa arti kata mug menurut perki raannya""
"Tidak, ia tidak mengatakannya," jawab Mrs Towne. "Cepat-cepatlah ke sana, Jupiter!" . Jupiter berjanji akan melakukannya. Ketika ia mengembalikan gagang telepon ke tempatnya,
Bob muncul lewat tingkap di lantai kantor. Jupiter menceritakan padanya apa yang baru saja dikatakan oleh Mrs. Towne lewat telepon, lalu menambahkan dengan geram, "Jika terjadi sesuatu dengan Billy, kedua Percival yang akan berhak menerima harta warisan Dingo!" "Tapi apakah jawaban yang ditemukan Pete, tentang makna teka-teki itu"" tanya Bob.
"Aku saat ini sedang memandang barang itu," kata Pete yang masih tetap duduk, sambil nyengir.
"Di mana dia"" Bob memandang berkeliling, seperti yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Jupiter.
"Aku hanya melihat meja, dinding, cermin Jupiter yang sudah tua, patung dada pujangga Shakespeare-" kata Bob.
"Ah, sekarang aku mengerti!" seru Jupiter. Wajahnya merah padam, ia paling tidak senang jika ada yang mendului dalam menebak sesuatu. "Mug
juga berarti tampang! Tampang kita yang bagus, yang tampan'! Ini satu keisenga
n Dingo lagi!" "Apa maksudmu"" kata Bob. ia kesal, karena merasa dipermainkan.
"Dalam cermin, Bob!" kata Jupiter. "Di situ kita bisa melihat tampang kita! Mug, dalam logat kasar berarti 'tampang'! Di kedai teh itu ada cermin yang berhadapan letaknya dengan meja enam. Melihat mug kita yang tampan di depan, berarti kita harus memandang ke cermin yang ada di depan kita!"
"Kalau begitu cepat-cepat saja kita ke sana, untuk melihat apa yang nampak di situ!" kata Pete.
Ketiga remaja itu bergegas keluar lewat Lorong Dua. Dengan sepeda masing-masing mereka berangkat ke kedai teh yang biasa didatangi Dingo semasa hidupnya. Restoran itu buka, tapi tidak banyak orang di situ. Saat itu memang belum tengah hari. Billy tidak ada di situ.
"Ya, tadi ada seorang anak laki-laki kecil datang kemari, sekitar satu jam yang lalu," kata pelayan cantik yang kemarin juga sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan Trio Detektif, "ia duduk di meja enam, dan setelah itu keluar lagi."
"Waktu itu ada orang lain di sini, Miss"" tanya Jupiter.
"Ya, ada! Seorang pria gemuk bersama seorang wanita bertubuh kurus. Mereka masuk tidak lama sebelum kedatangan anak laki-laki itu. Mereka bertanya tentang Mr. Towne, dan sebagai jawaban kusebutkan meja enam. Keduanya lantas duduk di situ. Tapi mereka tidak kelihatan senang. Tidak seperti anak laki-laki itu."
"Terima kasih," kata Jupiter, sambil meman dang kedua temannya.
"Kedua Percival bersaudara," kata Bob mene bak. "Mungkinkah mereka kemudian menyekap Billy""
"Atau bisa juga membuntuti anak itu," kata Jupiter.
"Sekarang bagaimana cara kita mencarinya,"" kata Pete sambil berpikir-pikir.
"Rupanya Billy berhasil menemukan jawaban teka-teki makna kata mug, Pete! Dan jika ia
kemudian pergi dari sini dengan perasaan senang, maka aku berani bertaruh bahwa itu berarti ia berhasil menguraikan makna petunjuk yang berikut," kata Jupiter. "Jadi kalau kita hendak menemukan anak itu, kita juga harus bisa mengetahuinya!"
Jupiter menghampiri meja enam lalu duduk di situ. Dipandangnya cermin yang terpasang di dinding seberang, sementara Bob dan Pete ikut memandang dari balik bahunya. Yah," kata Jupiter, "dari sini yang kulihat adalah diriku sendiri, dan ikan todak yang terpajang di dinding sebelah atas meja ini, kartu menu tua yang juga dipajang di dinding, dua buah foto lagi, dan... yah, cuma itu saja yang bisa kulihat"
"Coba kaubacakan bait berikut syair teka-teki itu, Jupe," kata Bob menyarankan.
Jupiter membacakan salinan yang selalu dibawa-bawa dalam kantungnya:
"One man's victim is another's darlin', follow the nose to the place."
"Tidak mungkin yang dimaksudkan oleh Dingo, wajah seseorang yang tertentu dalam cermin," kata Bob. "ia kan tidak mungkin tahu, siapa saja yang akan datang mencari kemari."
"Kedua-dua foto itu menampakkan pemandangan pelabuhan," kata Pete, "tapi di situ tidak ada 'korban', dan juga tidak nampak 'kekasih' siapa pun juga. Sedang hidung-yang kulihat hanya hidung kita bertiga saja."
"Bagaimana dengan kartu daftar makanan yang sudah usang itu"" kata Bob.
"Tidak, bukan itu yang dimaksudkan," kata Jupiter lambat-lambat, ia mencubit-cubit bibir bawahnya. Begitulah kebiasaannya kalau sedang sibuk berpikir. "Kurasa aku sudah tahu apa yang merupakan petunjuk di sini-tapi aku harus benar-benar yakin dulu. Ayo!"
Remaja bertubuh gempal itu menghampiri pelayan yang tadi, untuk menanyakan tempat telepon umum.
"Di sini tidak ada," jawab wanita cantik itu. "Coba saja ke pompa bensin, di seberang jalan!"
Pompa bensin itu tidak buka, tapi di luar ada sebuah bilik telepon umum. Jupiter memutar nomor pesawat di rumah Jack Dillon.
"Lagi-lagi kau," kata lelaki tua berlidah tajam itu
"Maaf kalau saya mengganggu," kata Jupiter dengan sopan, "tapi Anda kemarin mengatakan bahwa Anda tidak mengenal semua kata dalam logat berima yang ada dalam teka-teki Dingo Walau begitu mungkinkah Anda bisa mengenali suatu rima, jika saya katakan bahwa itu rima terbalik""
"Rima terbalik, katamu" Apa lagi maksudmu Anak pintar""
"Menurut perkiraan saya, Dingo memperguna kan sebuah kata yang ada padanannya dalam logat berima, dan ia menghendaki aga
r kami menemu kan istilah itu. Maksud saya, sebagai ganti logat berima ia menyebutkan makna kata itu. Jadi kami
harus mengusutnya dengan langkah mundur! Bait ketempat dimulai dengan ungkapan 'korban bagi yang satu, adalah kekasih bagi yang lain'. One
man's victim is another's darlin'. Adalah suatu kata dalam logat berima yang artinya 'kekasih'"
Darling" Barangkali-sesuatu, lalu disambung
dengan marlin""
Terdengar suara Jack Dillon terkekeh geli. "Jadi itu pun berhasil kautemukan pula""
katanya. "Temukan pula"" sambut Jupiter dengan cepat ada orang lain menelepon Anda sebelum saya""
"Anak kecil itu, Billy Towne-tidak sampai satu jam yang lalu," kata Dillon. "Dingo ternyata banyak akalnya, ya" Betul, Nak, di Australia kekasih seseorang memang bisa disebut briny marlin-nya."
Setelah mengucapkan terima kasih pada lelaki tua itu, Jupiter meletakkan gagang telepon lalu kembali ke kedai teh. Bob dan Pete bergegas-gegas mengikuti.
"Tapi apakah arti kata marlin, Jupe"" tanya Pete ingin tahu.
"Marlin itu sejenis ikan yang besar-ikan todak," jawab Jupiter. "Itu, seperti yang terpajang di dinding kedai!" "Wow!" kata Pete. "Dan hidungnya, panjang
sekali!" Pelayan yang di kedai teh kelihatan agak jengkel ketika ketiga remaja itu masuk lagi dan langsung menghampiri ikan todak yang dipajang di dinding sebelah atas meja enam. Bob merapatkan mukanya ke dinding, lalu memicingkan mata sambil memandang dengan mengikuti arah tombak yang ada di depan mulut ikan itu.
"Arahnya tepat ke sebuah foto yang ada di depan!"
Anak-anak menghampiri foto berbingkai di dinding depan, di antara sudut ruangan dari sebuah jendela pajangan.
"Wah," kata Pete, "ini kan foto gedung balaikota Rocky Beach! Foto ini memang sudah tua, tapi yang nampak di sini jelas-jelas gedung balaikota.
"Jadi follow the nose to the place artinya," kau Jupiter, "pergi ke tempat yang ditunjuk hidung ikan todak itu-ke balaikota!"
"Ya, di mana orang 'membeli kesulitan dan pertengkaran' mereka! Di Kantor Urusan Perka winan! Itulah sebabnya kenapa Dingo mengatakan 'membeli'!" kata Bob.
"Ya, aku yakin bahwa itulah jawabannya," kata Jupiter sependapat "Billy mestinya sudah ada di sana sekarang. Sebaiknya kita telepon saja Mrs Towne, untuk memberi tahu."
Ketiga remaja itu kembali lagi ke pompa bensin Dengan segera Jupiter mengangkat gagang pesawat Maksudnya hendak menelepon Mrs Towne. Tapi tiba-tiba Pete terkesiap.
"He, Jupe! Bob! Coba dengarkan sebentar!" kata anak bertubuh jangkung itu.
Tangan Jupiter berhenti memutar. Mereka semua mendengarnya. Bunyi aneh, terseret-seret Seperti ada sesuatu yang berat, tergeser pada permukaan yang terbuat dari logam! "Apa-" kata Pete.
"Datangnya dari dalam kantor pompa bensin ini!" kata Bob.
Semuanya memandang ke arah kantor yang tertutup dan sunyi itu. Saat itu mereka mendengar bunyi lain. Suara seseorang yang terdengar samar,
"Tolong! Tolong!"
Bab 15 KELUARLAH KALAU KAU BISA!
Ketiga remaja itu mengintip ke dalam kantor pompa bensin yang terkunci pintunya.
"Aku tidak melihat siapa-siapa di dalam!" kata Pete.
"Tolong! Tolong!"
Seman itu masih tetap terdengar samar-samar "Datangnya dari arah belakang bangunan ini seru Bob.
Di belakang bangunan kantor pompa bensin itu nampak tiga mobil diparkir, serta sebuah mobil boks tertutup. Sementara ketiga remaja itu memandang ke arah sana, terdengar kembali bunyi berat yang kedengarannya seperti ada sesuatu yang terseret.
"Dalam mobil boks itu," kata Pete.
"Tolong!" Suara samar itu terdengar sekali lagi
"Itu suara Billy!" seru Jupiter. "Buka pintu belakang kendaraan itu!"
Pintu belakang mobil boks itu tidak dikunci Begitu anak-anak membukanya, mereka melihat tumpukan tinggi kain terpal yang biasa dipakai oleh para montir apabila sedang bekerja di bawah mobil. Tumpukan terpal itu bergerak-gerak
mengenai sebuah katrol berat yang tergantung pada langit-langit ruangan dalam kendaraan itu, sehingga benda itu menggeser sisi ruangan yang terbuat dari logam!
Jupiter beserta kedua sahabatnya menarik tumpukan terpal ke samping, membebaskan Billy yang meringkuk di bawahnya. Anak kecil itu terikat tangan dan kakinya, sedang k
epalanya tersungkup di bawah sebuah karung. Dengan segera ia dibebaskan dari ikatannya, ia berusaha berdiri. Mukanya pucat, tapi ia masih tetap bersemangat.
"Apa yang terjadi tadi, Billy"" tanya Bob.
"Aku ingat, Kakek biasa mengatakan orang itu bertampang jelek, atau bertampang bagus. Gntuk kata 'tampang', ia selalu menggunakan kata mug. Begitu aku teringat, aku lantas bisa menebak petunjuk cermin itu," kata Billy dengan bangga. "Sesampainya di kedai teh kulihat ikan besar yang dipajang di dinding. Aku tahu bahwa itu ikan todak, atau marlin. Aku juga melihat bahwa tombak, atau hidung'-nya menunjuk ke arah foto gedung balaikota. Kemudian kutelepon Mr. Dillon, untuk memastikan bahwa aku tidak keliru. Begitu selesai menelepon, aku mendengar kalian memanggil-manggil namaku."
"Kami memanggil"" kata Pete dengan heran.
"Maksudku, orang yang mengatakan bahwa dia Pete," kata Billy. "Dan begitu aku kemari, orang itu menyungkup kepalaku dengan karung ini, lalu aku ditangkapnya. Aku tidak sempat melihat siapa dia sebenarnya. Tahu-tahu aku sudah tergeletak disini, di bawah tumpukan kain yang berat itu. aku langsung saja menjerit dan menendang-nen dang!"
"Untung saja kau berbuat begitu," kata Pete
'Tadi aku sempat melihat Cecil dan Winifred berkeliaran di sini, begitu pula Skinny Norris," kata Billy mengaku. "Kurasa sewaktu menelepon Mr Dillon tadi bicaraku terlalu keras, sehingga ada yang mendengar hal-hal yang berhasil kuketahui, Lagi-lagi aku melakukan kesalahan!" Wajah anak kecil itu nampak lesu.
"Kau hebat, berhasil menguraikan makna sebagian dari teka-teki itu tanpa bantuan orang lain," kata Jupiter memuji. "Dan kau juga tabah tidak panik dalam menghadapi bahaya. Sudah wajar jika kalau melakukan kesalahan, karena semua juga pernah! Tapi lain kali, ada baiknya jika kau lebih berhati-hati."
"Jadi aku sekarang boleh membantu kalian", kata Billy dengan nada memohon. "Boleh, ya" Aku berjanji akan sangat berhati-hati, dan mengikuti segala petunjuk kalian."
"Ya..." kata Jupe dengan perasaan sangsi.
"Kenapa tidak"" kata Pete. "Dia kan sudah membuktikan bahwa dia tahan bantingan-dan berhasil menemukan jawaban satu petunjuk, lebih lekas daripada kita bertiga! Biarlah dia ikut, Jupe!"
"Aku sih setuju saja," kata Bob mendukung. Baiklah," kata Jupiter kemudian. "Mulai seka rang kau boleh membantu kami-tapi itu jika ibumu memberi izin."
Dengan segera ia menelepon Mrs. Towne. Wanita muda itu terdengar lega ketika mengetahui bahwa Billy berada dalam keadaan selamat. Tapi ia ragu-ragu, ketika Jupiter menanyakan apakah Billy boleh ikut membantu mereka.
"Anak itu cerdas," kata Jupiter, "dan di samping itu saya rasa jauh lebih berbahaya jika ia berkeliaran seorang diri, Ma'am."
"Benar juga katamu itu," kata Mrs. Towne. "Baiklah, tapi tolong awasi dia, Jupiter Jones."
Jupiter menyampaikan kabar baik itu pada Billy. Setelah itu mereka beramai-ramai mengambil sepeda anak itu, yang ditaruh dekat kedai teh.
Mereka sekarang berempat. Dengan sepeda masing-masing, mereka menelusuri jalan-jalan yang lengang pada hari Minggu itu, menuju pusat kota Rocky Beach. Hanya beberapa orang saja yang nampak sedang berjalan-jalan di sekitar gedung pengadilan dan balaikota. Kedua gedung yang indah itu tetap dibuka, tapi khusus sebagai obyek pariwisata.
Kantor Urusan Perkawinan ternyata merupakan ruang kantor yang sempit. Letaknya di lantai satu, di sudut kiri belakang gedung balaikota. Keempat anak itu masuk ke ruangan yang saat itu sedang kosong. Jupiter membacakan bait kelima teka-teki Dingo:
"Where men buy their trouble and strife, get out if you can."
Billy mengulangi kata-kata itu, seolah-olah ingin menghafalkannya:
"Di mana orang membeli kesulitan dan pertengkaran, keluarlah kalau kau bisa."
Mereka memandang ke sekeliling ruang sempit dan sunyi itu. Jendela-jendela loket yang saat itu tertutup terletak di sebelah kanan, di hadapan dinding belakang gedung balaikota. Di sebelah kiri ada semacam meja panjang tempat orang-orang menulis. Meja itu menjulur sepanjang dinding. Sedang di depan ada bangku kayu yang panjang, dengan sandaran tinggi. Bangku itu ditempatka
n di bawah dua buah jendela berterali. Di dinding tergantung kertas-kertas pengumuman resmi serta foto-foto gubernur negara bagian serta walikota.
"Nah," kata Pete, "di sinilah tempat orang membeli istri, maksudku, memperoleh surat izin menikah. Sekarang, barang apakah di sini yang namanya berima dengan get out if you can""
"Atau mungkin juga rima terbalik," kata Bob. "Atau barangkali ini juga merupakan petunjuk yang tidak termasuk logat berima."
Jupiter berpikir-pikir. "Kita harus ingat, apa pun makna yang tersembunyi di balik ungkapan 'keluarlah kalau kau bisa' ini, yang jelas itu harus mengarahkan kita pada petunjuk selanjutnya-yang merupakan petunjuk pertama dalam bait keenam, yaitu bait terakhir dalam syair teka-teki Dingo:
"In theposh Queen's oldNed, be bright and natural, and the prize is yours."
"Kita sudah tahu, 'Ned tua' merupakan kiasan untuk 'tempat tidur'. Jadi harus ada sesuatu di sini yang mengarahkan kita pada seorang ratu, atau sebuah tempat tidur."
"Wah," kata Billy, "di sini tidak ada sesuatu pun yang menurutku kelihatan seperti ratu, atau tempat tidur."
"Memang," kata Jupiter sambil merenung. "Tapi benda yang namanya terkias dalam ungkapan posh Oueen's old Ned itu tidak mesti ada dalam ruangan ini. Begini sajalah-kita cobakan rima terbalik untuk bait kelima. Dalam rima yang begitu, kata petunjuknya hanya satu! Misalnya saja kata kekasih', darling, begitu pula 'polisi' yang dalam " logat kasar disebut copper, atau kata 'pistol'. Barangkali jawabannya bisa kita temukan, jika get out kita artikan sebagai sesuatu yang dipakai untuk melarikan diri."
"Mungkin yang dimaksudkan itu tangga darurat," kata Billy.
Tapi ruangan di mana mereka berada saat itu terletak di lantai satu. Tidak ada tangga darurat di lekat-dekat situ.
"Lagi pula itu bukan rima," kata Bob.
"Bagaimana kalau jendela"" kata Pete. "Jendela-jendela di sini berterali, jadi sukar dilewati."
"Jendela bukan kata yang berima dengan keluar' atau 'lari'," kata Bob lagi.
Walau begitu anak-anak memandang juga lewat jendela-jendela ruangan itu. Tapi yang kelihatan hanya semak-semak tanaman yang tumbuh di luar gedung. Pandangan ke luar lewat pintu juga tidak menampakkan sesuatu pun yang bisa dijadikan petunjuk yang berhubungan dengan kata 'ratu', atau 'tempat tidur'.
Setelah sibuk menebak kian kemari tanpa hasil akhirnya Jupiter menarik kesimpulan,
"Kurasa ungkapan 'keluarlah kalau kau bisa' itu sama sekali bukan petunjuk berima!"
"Lagi-lagi akal bulus Dingo!" keluh Pete.
"Jangan-jangan itu harus kita tafsirkan seada nya," kata Jupiter. "Kita harus mencari jalan keluar dari sini."
"Tapi bagaimana caranya"" tanya Bob. "Jendela-jendela terhalang terali, di dekat-dekat sini tidak ada tangga darurat, sedang pintu cuma ada satu-yang kita lewati sewaktu masuk ke sini."
"He," kata Jupiter tiba-tiba. ia menunjuk ke lantai dekat pintu. "Lihatlah, ubin di situ sudah aus, karena banyak dilewati orang yang keluar-masuk ruangan ini!"
Bob hanya mengangkat bahu.
"Lalu, apa anehnya"" katanya tidak berminat.
"Tapi coba kalian perhatikan ubin yang ada di bawah bangku!" balas Jupe.
Di bawah bangku panjang ada sejalur ubin yang sudah aus. Jalur itu berakhir di dinding seberang!
"Di sana ada pintu rahasia!" seru Bob dan Pete serempak.
Anak-anak bergegas mendatangi dinding itu, lalu mulai mencari-cari di situ. Tapi dinding itu mulus. Semen yang melapisi sama sekali tidak menampakkan celah atau retakan. Semangat yang sudah bangkit, pupus lagi.
Penghuni Goa Kramat 1 Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib Kisah Pendekar Bongkok 12
^