Pencarian

Pelangi Dilangit Singosari 12

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 12


Tetapi alangkah terperandjatnja Djadjar jang gemuk itu. Ketika ia mulai melangkahkan kakinja, tiba2 ia mendengar seseorang menjapanja - He, akan kemana kau Ki Sanak. Apakah kau tidak akan pulang. Bukankah arah kerumahmu bukan arah jang kau ambil itu"
Sambil- terlondjak Djadjar itu memutar tubuhnja2 Tiba2 sadja ia telah berdiri berhadapan dengan Kuda-Sempana dan kawannja. Meskipun keduanja masih berada didalam bajang2 jang lebih gelap, namun Djadjar itu segera mengenalinja, bahwa kedua orang itu adalah Kuda-Sempana dan kawannja.
" Bagaimanakah kabarnja " - bertanja kawan Kuda- Sempana.
Djadjar itu menggeretakkan giginja - Belum. Aku belum menerima apapun.
Kebo Sindet meng-angguk2kan kepalanja. Selangkah ia madju mendekati Djadjar itu - Benar begitu "
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Tetapi ia masih menahan diri, katanja - Apakah kau beranggapan lain" Aku hampir gila menunggu Permaisuri ditaman itu. Tetapi ia tidak kundjung datang. Embannjapun tidak djuga datang menemui aku ditaman.
Kebo Sindet tidak segera mendjawab. Ia madju lagi selangkah mendekati Djadjar jang gemuk itu. Dengan tadjamnja diamatinja wadjah Djadjar jang gemuk itu.
Djadjar itu melihat mata Kebo Sindet pada wadjahnja jang beku. Tiba2 kengerian jang sangat telah mentjengkam dadanja, se-akan2 ia berdiri berhadapan dengan hantu jang paling menakutkan.
Tetapi sekali lagi Djadjar jang gemuk itu mendjadi heran ketika Kebo Sindet mengangkat wadjahnja, memiringkan sedikit kepalanja se-olahs ia sedang mendengarkan se suatu. Dan sekali lagi Djadjar itu mendjadi semakin bingung ketika tiba2 sadja suara Kebo Sindet mendjadi semakin keras dalam nada jang semakin tinggi " Ki Sanak. Kali ini aku pertjaja bahwa kau memang belum bertemu -engan Permai suri. Waktumu tinggal tiga hari. Kalau dalam tiga hari ini kau tidak berhasil, maka perdjandjian kita batal. Kau tahu "
Tanpa sesadarnja Djadjar itu menganggukkan kepalanja
" Ja. Aku tahu. " Baik, sekarang pergilah kemana kau suka. Aku kira kau tidak akan pulang, tetapi kau akan mentjari tempat untuk melepaskan kedjemuanmu. Berdjudi barangkali "
" Aku tidak pernah berdjudi.
" Djangan bohong " sahut Kebo Sindet " bagiku sama sadja. Apakah kau sering berdjudi atau tidak. Tidak ada bedanja untuk mendapatkan tebusan itu.
Djadjar itu tidak mendjawab.
" Pergilah " desis Kebo Sindet " waktumu sudah berkurang satu hari lagi.
Dj idjar itu tidak sempat mendjawab. Ia berdiri sadja seperti patung ketika ia melihat Kebo Sindet itu melangkah meninggalkannja. Kuda-Sempana jang benar2 seperti orang bisu berdjalan sadja dibelak"ngnja.
Ketika mereka sudah tidak tampak lagi, maka Djadjar itu segera menjadari dari dirinja dan keadaannja. Sekbli ia mengumpat sambil memilin kumisnja " Setan alas. " Namun kengerian dihatinja tidak djuga dapat diusirnja.
" Aku sudah mengambil djalan lain, tetapi setan itu dapat mendjumpaiku disini " desis Djadjar jang gemuk itu
" ternjata ia tidak menunggu didjalan jang akan aku lalui. Tetapi agaknja ia menunggu didepan regol istana. Setan itu pasti mengikuti aku dan menghentikanku disini, ditempat sepi. " Djadjar jang gemuk itu menggeretakkan giginja " Besok aku akan mengambil djalan jang lain untuk keluar dari istana. Bukan regol depan, tetapi regol butulan.
Sambil menggeram Djadjar itu melangkahkan kakinja2Tetapi sekali lagi ia tertegun. Seperti kemarin ia mendengar desir daun2 kering.
" He " Djadjar itu hampir kehilangan keseimbangan karena berbagai perasaan jang menjesakkan dadanja " siapa kau " Kenapa kau selalu mengintip aku. Ajo keluarlah dari persembunjianmu, tjepat atau aku harus memaksamu keluar"
Tidak ada djawaban. " Ajo keluar - Djadjar itu berteriak, tetapi tidak djuga ada djawaban.
Djadjar jang sedang diamuk oleh perasaan sendiri itu tiba2 kehilangan pengamatan diri. Dengan serta merta ia meloncat madju kearah suara gemerisik ditepi djalan sempit dibelakang rimbunnja dedaunan.
Tetapi langkahnja terhenti. Terasa sesuatu menghantam keningnja. Terlampau keras, sehingga matanja mendjadi ber- kunang2. Sedjenak ia kehilangan keseimbangan dan te lempar djatuh ditanah.
Kepala Djadjar jang gemuk itu mendjadi pening. Ter"tatih2 ia mentjoba untuk berdiri- Meskipun dengan susah pa jah, achirnja ia berhasil tegak diatas kedua kakinja. Namun sementara itu ia telah mendengar langkah berlari mendjaub. Tidak hanja seorang, tetapi dua orang.
" Oh - nafas Djadjar itu mendjadi ter-engah2. Dengan nanar dipandanginja keadaan sekelilingnja jang gelap. Tetapi ia tidak melihat seorangpun. Ia kini tidak lagi mende ngar suara apapun ketjuali suara tjengkerik jang ber-derik2 ber-sahut2an.
" Oh, setan alas. - desisnja - siapa jang berani ber- main2 dengan aku" Sajaag, aku dahuluinja. Kalau tidak, kepalanja pasti aku pilin sehingga par2ah.
Tetapi orang jang memukulnja telah lari mer"hilang di kedjauban.
Hati Djadjar itu mendjadi kian kisruh. Otaknja mendjadi kabur. Ia sama sekali tidak tahu iJal apakah sebenarnja jang sedang dihadapinja. Kuda-Sempana dan kawannja jang mengerikan, kemudian orang2 jang mengintainja dan telah memukul keningnja.
" Oh, oh, aku hampir gila karenanja. " Djadjar itu mengumpat tidak habis2nja. Ia mengumpati Permaisuri Ken Dedes pula karena sikapnja jang menurut penilaian Djadjar jang gemuk itu, atjuh tidak atjuh sadja.
" Pasti emban tua itulah jang menghasutnja. Emban tua itu takut kehilangan perhatian seandainja Mahisa Agni dilepaskan. Ia ingin Mahisa Agni itu tidak usab dibebaskan. Dengan demikian maka satu2nja orang jang terdekat pada Ken Dedes selain Akuwu adalah emban tua itu sendiri. Ia merasa sebagai pengganti ibu bapa dan keluarga Permaisuri itu karena tidak ada orang lain.
Djadjar itupun kemudian pergi meninggalkan tempat itu sambil tidak henti2nja mengumpat. Ia melangkah asal sadja melangkah. Tiba2 ia tersentak oleh angan2nja sendiri - Oh, kenapa aku tidak berbuat sesuatu" Aku harus menemui adikku dan kawan2nja. Hem. alangkah bodohnja aku. Aku harus berbuat sesuatu. Harus. Kuda-Sempana dan kawannja itu harus tahu, siapakah aku ini. Adikku akan membantuku menjelesaikan masalahnja. Aku akan menerima semua perhiasan itu sendiri. - Tiba2 Djadjar jang gemuk itu tersenjum. Langkahnja mendjadi semakin mantap. Ia mengharap dapat bertemu dengan adiknja ditempat perdjudian.
Sementara itu Ken Dedes, Permaisuri Tunggul Ametung tidak dapat lagi menahan dirinja. Didera oleh kegelisahannja maka diberanikan dirinja untuk bertanja kepada Akuwu Tunggul Ametung, apakah jang sudah dilakukannja untuk membebaskan Mahisa Agni.
" Aku tidak berbuat dengan ter-gesa2 Ken Dedes. Aku harus ber-hati2. Ternjata jang kita hadapi adalah Kebo Sindet. Seorang jang tidak sadja mempunjai banjak kelebihan dari orang lain, tetapi ia adalah setan jang tidak dapat di sanak. " berkata Akuwu Tunggul Ametung.
" Ampun Tuanku. Tetapi apakah Akuwu telah berbuat sesuatu "
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja. Ia merasa tersinggung oleh pertanjaan itu. Katanja - Kau tidak mempertjajai aku Ken Dedes.
" Bukan maksud hamba tidak mempertjajai Tuanku. Tetapi hamba jang siang dan malam digelisahkan sadja oleh persoalan itu, ingin mendengar apakah jang kira2 akan dapat terdjadi dengan kakang Mahisa Agni.
Hampir, sadja Akuwu Tunggul Ametung mengumpat. Mahisa Agni bagi Ken Dedes agaknja lebih penting dari se-gala2nja, lebih penting dari dirinja, Akuwu Tumapel. Tetapi Akuwu itu tidak dapat melepaskan perasaannja begitu sadja. Ia tidak dapat melupakan bahwa Ken Dedes adalah seseorang jang kinatjek. Seseorang jang memiliki, kelebihan jang aneh dari orang lain.
" Ken Dedes " berkata Akuwu Tunggul Ametung itu kemudian " aku telah berbuat banjak untuk kepentingan Mahisa Agni. Aku dapat mengambil beberapa kesimpulan. Sebenarnja aku sengadja tidak akan memberitahukannja kepadamu, sebelum aku mendapat keputusan jang terachir, apa jang akan aku lakukan.
" Ampun Tuanku. Hamba tidak dapat menahan diri terlampau lama didalam kegelisahan v dan ketjemasan.
Wadjah Akuwu Tunggul Ametung mendjadi tegang. - Baik, baik. Aku akan mengatakannja.
Ken Dedes mengerutkan wadjahnja. Ia tahu benar, nada suara Akuwu Tunggul Ametung adalah nada jang tidak menjenangkan. Tetapi ia tidak mempedulikannja.
" Ken Dedes " berkata Akuwu Tunggul Ametung. - Kita ternjata berhadapan dengan hantu jang dahsjat. Besok kau harus berusaha memanggil Djadjar jang gemuk itu Lima hari jang dikatakan oleh Djadjar itu benar2 saat jang di kehendaki oleh Kebo Sindet. Batas waktu jang diberikan oleh iblis dari Kemundungan itu.- Kalau hari itu kita belum mendapatkan tjara jang se-baik2nja untuk memetjahkannja, mungkin Kebo Sindet akan mengambil tjara lain. Tjara jang tidak kita ketahui.
" Apakah jang harus hamba katakan kepada Djadjar itu Tuanku "
" Katakan kepadanja, bahwa dihari jang kelima sedjak perdjandjian jang dibuatnja, jang sekarang telah berkurang dengan dua hari, permintaannja agar dipenuhinja.
Ken Dedes terperandjat mendengar kesanggupan itu. Tanpa sesadarnja, dengan serta-merta ia bertanja " Apakah Tuanku akan memenuhi permintaannja, menjerahkan tiga pengadeg perhiasan "
" Djangan bodoh - suara Akuwu mengeras, tetapi sedjenak kemudian disambungnja dengan nada jang datar - aku mengharap bahwa aku tidak akan tertipu.
Ken Dedes, kau harus berkata kepada Djadjar itu, bahwa dihari jang ditentukan itu, Mahisa Agni harus dibawa oli:h Kebo Sindet. Itu adalah sjarat penjerahan. Kalau tidak imika semuanja tidak akan dapat terdjadi. Kita hanja akan mendjadi bulan2an. Setiap kali ia menuntut sesuatu, dan setiap kali Mahisa Agni itu tidak akan djuga diserahkanrja.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja, tetapi kemudian ia mendjadi heran - Djadi apakah maksud Tuanku " Setelah kakang Mahisa Agni diserahkan, maka Tuanku akan memenuhi permintaannja "
Ken Dedes melihat wadjah Akuwu Tunggul Ametung mendjadi semakin tegang. Dan tiba2 ia berkata hampir ber"teriak -- Aku adalah Akuwu Tumapel. Aku memegang kekuasaan tertinggi untuk menegakkan ketenteraman hidup rakjatku. Ja, Ken Dedes. Aku akan menjerahkan permintaan Kebo Sindet setelah Mahisa Agni itu diserahkan.
Ken Dedes mendjadi bingung mendengar kata2 Akuwu jang saling bertentangan itu. Tetapi Akuwu kemudian memberikan pendjelasan " Tetapi setelah penjerahan itu selesai, setelah kita tidak mempunjai hutang lagi kepada Kebo Sindet maka aku akan menangkapnja. Aku akan membunuhnja.
Wadjah Ken Dedes mendjadi berkerut-merut Apakah dengan demikian Akuwu Tunggul Ametung telah berbuat dengan djudjur dalam tukar-menukar ini" Tetapi sedjenak kemudian Ken Dedes telah dapat menjadarinja, bahwa jang dihadapi oleh Akuwu kini adalah Kebo Sindet. Bukan orang jang dapat diadjak untuk berbitjara dengan baik. Bukan orang jang masih mempunjai meskipun hanja sepertjik kesadaran diri hidup dalam peradaban manusia.
2- Ken Dedes -- berkata Akuwu Tunggul Ametung --
kau harus dapat- menjimpan rahasia ini. Kalau rahasia ini kau botjorkan, maka taruhannja adalah kakakmu, Mahisa Agni.
Ken Dedes menundukkan kepalanja. Per-lahan2 ia ber desis - Hamba Tuanku.
" Pada hari jang ditentukan, Witantra akan menjiapkan sepasukan ketjil pradjurit untuk mengurung iblis itu supaja tidak dapat lepas. Aku tidak memerlukan terlampau banjak-orang, supaja Kebo Sindet tidak mengetahuinja. Aku sendirilah jang akan menghadapi iblis itu. Tidak ada orang lain jang akan dapat menandinginja. Mungkin orang2 seperti mPu Gandring, atau Pandji Bodjong Santi, guru Witantra. Tetapi aku tidak perlu minta tolong kepada mereka itu. Aku sendiri jang akan mengachiri perbuatan2nja jang gila itu.
Terasa sesuatu berdesir didalam dada Ken Dedes. Tiba2 ia merasa matanja mendjadi panas.
Sedjenak mereka ditjengkam oleh kediaman. Dada Ken Dedes jang ber-debar2 mendjadi semakin ber-debar2. Ia merasakan kesungguhan kata2 Akuwu Tunggul Ametung itu. Kali ini agaknja Akuwu Tunggul Ametung akan benar2 ber tindak.
" Nah - sedjenak kemudian terdengar-Akuwu itu berkata - kau harus membantu aku. Kau panggil Djadjar itu, dan kau beritahukan apa jang harus dilakukan. Tetapi awas, djangan sampai rentjana ini didengar oleh siapapun. Emban jang selalu berada didekatmupun tidak boleh mendengarnja.
Ken Dedes kemudian membungkukkan kepalanja dalam2. Dengan suara jang dalam ia mendjawab - Hamba Tuanku. Hamba akan melakukan segala titah. Hamba akan mentjoba untuk berbuat se-baik2nja sebagai pernjataan terima kasih hamba jang tiada taranja. Tetapi. ... - suara Ken Dedes terputus ditengah.
" Tetapi - Aku mengulangi.
" Tetapi, apakah tidak ada orang lain jang dapat Tuanku perintahkan untuk menangkap Kebo Sindet " - suara Ken Dedes mendjadi semakin per-lahan2 - Kenapa mesti Tuanku sendiri.
" Tidak. Tidak ada orang lain. Tetapi kenapa djika aku sendiri jang nielakukannja "
" Hamba mendjadi tjemas Tuanku, seperti ketjemasan jang selama ini pernah hamba alami.
" Oh - tiba2 terasa sesuatu jang sedjuk menjentuh dada Akuwu Tunggul Ametung jang sedang tegang itu. Ka rena itu maka darahnjapun terasa berangsur mendjadi dingin. Ternjata Ken Dedes mentjemaskannja pula. Maka djawabnja " Djangan tjemas. Aku akan mengatasi keadaan.
" Tetapi Tuanku, Kebo Sindet adalah orang jang litjik seperti pernah Tuanku katakan.
" Djangan takut. Ken Dedes menundukkan kepalanja. Kini ia telah di kedjar pula oleh ketjemasan jang lain. Ia tidak dapat melepaskan diri dari keadaannja. la adalah seorang isteri. Betapapun djuga, apabila Akuwu Tunggul. Ametung benar2 berhasrat menangani sendiri penangkapan Kebo Sindet, maka kepergiannja itu akan terasa djuga berat dihatinja.
Permaisuri itu kini berdiri disudut jang sulit. Kalau ia membiarkan kakaknja Mahisa Agni, maka ia akan selalu dikedjar oleh perasaan bersalah. Mahisa Agni, selain satu2nja keluarganja jang masih ada, meskipun bukan kakak kandungnja, djuga seseorang jang telah melepaskannja dari bentjana. Tidak hanja satu kali, tetapi beberapa kali. Tetapi apakah ia akan dapat melepaskan suaminja pergi dengan tanpa me njimaskannja, karena ia tahu siapakah jang akan dihadapinja" Apakah ia harus memilih salah satu dari keduanja " Biar sadjalah Mahisa Agni hilang dan tidak perlu diketemukan tetapi Akuwu tidak pergi menghadapi Kebo Sindet, atau biar sadja apa jang akan terdjadi dengan Akuwu Tunggul, Ametung, asalkan Mahisa Agni dapat dibebaskan "
Tetapi kemungkinan jang lain dapat sadja terdjadi. Jang paling pahit baginja adalah apabila Akuwu Tunggul Ame"tung gagal, bahkan ia sendiri terpaksa mengalami bentjana sedang Mahisa Agni tidak dapat dilepaskan.
" Tidak - Permaisuri itu mentjoba menenteramkan diri nja sendiri - Akuwu akan berhasil membebaskan kakang Mahisa Agni dan sekaligus berhasil menangkap Kebo Sindet.
Ken Dedes itu terkedjut ketika ia mendengar suara Aku"wu Tunggul Ametung per-lahan,2 - Sudahlah Ken Dedes. Djangan kau risaukan persoalan ini. Aku sudah mendapat gambaran menurut perhitunganku, bahwa- aku akan berhasil. Aku akan membawa beberapa orang pradjurit pengawal pilihan. Dan aku mempunjai kejakinan, bahwa betapa saktinja Kebo Sindet, ia tidak akan dapat melawan pusakaku. Ia akan hantjur mendjadi debu apabila ia mentjoba melawan.
Ken Dedes masih belum mendjawab.
" Sekarang tenteramkan hatimu. Aku mengharap akan berhasil. Marilah kita berdoa supaja usaha ini mendapat perlindungan dari Jang Maha Agung.
Per lahan" Ken Dedes menganggukkan kepalanja. Kini ia tidak dapat menahan titik air matanja Dengan ter-sendat2 ia mendjawab - Hamba Tuanku.
" Tidurlah - desis Akuwu itu kemudian. - Lupakan se muanja, supaja kau dapat tidur njecjak.
" Hamba akan mentjoba Tuanku.
" Djangan lupa. Besok kau panggil Djadjar itu. Kata kan, bahwa permintaan Kebo Sindet akan dipenuhi dibatas terachir. Tetapi Mahisa Agni harus dibawanja serta sebagai sjarat penjerahan. Aku mengharap Kebo Sindet tidak akan berkeberatan karena ia memerlukan perhiasan itu. - suara Akuwu tiba2 merendah - kalau tjara ini gagal karena Kebo Sindet tidak bersedia, maka aku akan mengambil tjara terachir. Menangkap Kebo Sindet itu lebih dahulu, baru mentjari Mahisa Agni.
Ken Dedes menundukan kepalanja dalam2, sambil berkata - Hamba akan membenarkan setiap tjara jang akan Tuanku tempuh. Sebab hamba sendiri tidak tahu apakah jang sebaiknja dilakukan. Tetapi hamba telah mengutjapkan beribu terima kasih, karena Tuanku ber-sungguh2 ingin membebaskan satu2nja sisa keluarga hamba.
" Sekarang tidurlah - berkata Akuwu itu kemudian.
" Hamba Tuanku. Ken Dedespun kemudian kembali kebiliknja. Seperti kata Akuwu Tunggul Ametung ia harus merahasiakan tjara jang akan diambil olehnja. Dan ia akan mematuhinja.
Ken Dedes terkedjut ketika se-akan2 tiba2 sadja ia melihat bajangan matahari djatuh diatas atap biliknja. Ternjata semalam suntuk ia tidak memedjamkan matanja. Kegelisahan, ketjemasan dan harapan bertjampur-baur didalam dirinja.
Tetapi ingatan Ken Dedes segera berkisar kepada Djadjar jang gemuk. Djuru taman jang telah menjampaikan pesan Kebo Sindet kepadanja tentang Mahisa Agni.
Hari ini ia harus menjampaikan pesan Akuwu Tunggul Ametung kepada Djadjar itu. Tetapi ia harus ber-hati2 supaja ia tidak terdorong mengutjapkan kata2 jang seharusnja tidak boleh diutjapkannja. Karena itu, maka meskipun mata hari belum melontjati dedaunan jang rendah diudjung halam an istana, namun Ken Dedes telah bersiap turun kehalaman dan kemudian masuk kedalam taman.
Beberapa emban mendjadi heran melihat kelaltuannja. Pagi2 benar Permaisuri itu telah turun ketaman. Biasanja Ken Dedes tidak ter-gesa2. Apabila matahari telah tinggi, barulah ia pergi.
Dalam pada itu, kedua djuru taman, kawan Djadjar jang gemuk dipetamananpun mendjadi semakin heran. Pagi itu kawannja jang gemuk itu pun sudah berada ditaman, ketika mereka datang. Duduk bersandar pohon sawo ketjik. Ia sama sekali tidak menghiraukan kedua kawan2nja itu. Hanja seleret ia msmandanginja sambil berpikir " Apakah orang2 ini jang kemarin memukul aku " " Tetapi ia tidak berkata apapun.
Tiba2 Djadjar jang duduk ter-kantuk2 itu terkedjut ketika ia melihat seorang emban masuk kedalam taman. Emban
itu berhenti sedjenak, berpaling dan menganggukkan kepalanja.
" He " tiba2 Djadjar itu berteriak tanpa sesadarnja " siapa jang datang "
Emban itu meletakkan telundjuknja dimuka mulutnja.
" Siapa he " " Djadjar itu semakin keras berteriak.
Emban itu mendjadi djengkel. Per-lahan2 ia berdesis - Akuwu. Tuanku Akuwu.
Djadjar jang gemuk itu tidak mendengar dengan djelas, tetapi ia melihat gerak mulut emban itu. Dan ia menangkap maksudnja. Jang datang adalah Akuwu Tunggul Ametung.
Karena itu maka tiba2 dadanja terasa seperti dihentak kan oleh ketjemasan. Kalau Akuwu mendengar ia ber-teriak2 kepada embannja, maka se-tidak2nja kepalanja akan mendjadi pening.
" Aku harus bersembunji - katanja didalam hati. Ia tahu benar tabiat Akuwu Tunggul Ametung. Kalau Akuwu itu marah, maka apapun jang ada, pasti akan menerima akibat kemarahannja. Tetapi kalau Akuwu itu tidak segera menemukannja, maka sebentar nanti ia sudah melupakannja.
Djadjar jang gemuk itu segera berlari ter-birit2. Hampir terdjerembab ia menjusup regol butulan dan bersembunji di belakang dinding, seperti seekor kera jang ketakutan.
Kedua kawannja mendjadi heran melihat sikapnja. Mereka mendjadi semakin tidak mengerti apakah jang sebenarnja terdjadi atas kawannja itu. Tetapi kesimpulan jang paling mudah mereka ambil adalah, Djadjar jang gemuk itu sudah mendjadi gila.
Sedjenak kemudian, maka dua orang emban jang lain memasuki petamanan istana. Disusul oleh seorang emban tua dan Permaisuri Ken Dedes.
Ken Dedes jang segera ingin membitjarakan masalah Mahisa Agni dengan Djadjar jang gemuk itu berusaha menahan hatinja. la tidak mau ter-gesa2, supaja Djadjar jang gemuk itu tidak sengadja memperlambat pembitjaraan. Bahkan jang per-tama2 dilakukan adalah melihat ikan emas jang berenang dikolam jang tidak terlampau luas.
Seperti biasa para emban mclajaninja dan berusaha ber gembira bersama Permaisuri. Tetapi setiap kali, tampaklah betapa hati Permaisuri itu dibajangi oleh kegelisahannja.
Achirnja Ken Dedes tidak ingin me-nunda2nja lagi. Kepada seorang embannja ia berkata - He, dimana djuru taman jang gemuk itu"
" Ampun Tuan Puteri. Tadi hamba melihat Djadjar jang gemuk itu berada dida2am taman ini. Tetapi, agaknja ia sedang menjembunjikan dirinja dibalik regol butulan. " Emban itu mendjadi heran kenapa Permaisuri mentjari djuru taman jang gemuk itu.
" Kenapa ia bersembunji "
" Mungkin karena Tuanku datang ketaman.
Ken Dedes meng-angguk2kan k2epalanja. Katanja - Panggillah kemari. Aku ingin berbitjara.
" Hamba Tuanku. Emban .itupun segera pergi mentjari Djadjar jang gemuk. Emban itu adalah emban jang per-tama2 masuk kedalam taman. Ialah jang melihat kemana Djadjar jang gemuk itu lari ter-birit2.
Tertawanja hampir tidak tertahankan lagi ketika ia melihat Djadjar jang gemuk itu duduk mendekap lututnja.
" He kenapa kau " - bentak emban itu begitu ia mendjengukkan kepalanja diregol butulan.
Djadjar jang gemuk itu ternjata terkedjut bukan kepalang, sehingga terlondjak beberapa tjengkang. Tetapi ketika dilihatnja seorang emban sadja jang berdiri diregol butulan, ia mengumpat lantang - Gila kau. Apakah kau mau aku pilin lehermu.
Emban itu tertawa. Djawabnja - Apakah kau akan men tjobanja "
" Pergi. Djangan ganggu aku.
Emban itu masih tertawa. - Ah, kenapa kau mendjadi ketakutan "2 Aku mendjundjung perintah Tuanku Akuwu. Kau dipanggil menghadap.
" He aku" Kenapa"
Emban itu menggeleng " Aku tidak tahu. Mungkin Akuwu mendengar kau mem-bentak2 ketika aku datang. Mungkin persoalan lain.
Tiba2 tubuh Djadjar itu gemetar. Ia tidak sempat berpikir lagi, bahwa seandainja Akuwu jang datang ketaman, meskipun biaianja diantar oleh beberapa emban dan Per"maisuri, tetapi Akuwu pasti memerintahkan seorang pradjurit atau seorang Pelajan-Dalam untuk memanggil seseorang. Bukan seorang emban.
" Tjepat, sebelum Akuwu mentjarimu kemari. - berkata emban itu.
" Tetapi, tetapi " Djadjar itu tergagap.
" Tjepat. " dan emban itu tidak menunggunja. Segera ia pergi meninggalkan Djadjar jang ketakutan. Tetapi Dja"djar itu tidak dapat ingkar. Apabila Akuwu memanggilnja, meskipun itu tidak biasa, bahwa seorang Akuwu memanggil seorang Djadjar langsung, maka ia harus menghadap.
Tubuh Djadjar itu mendjadi semakin gemetar ketika ia sudah berdiri. Langkahnja mendjadi sangat berat, dan nafasnja se-akan2 terputus dikerongkongan. Tetapi ia harus me angkah terus. Betapapun hatinja mendjadi ber-debar2.
" Oh, kepalaku pasti akan dipukulnja. Atau aku harus berbuat hal2 jang aneh2. Itu tidak akan berarti apa2 bagiku, tetapi bagaimana dengan perdjandjian jang telah aku buat dengan kawan Kuda-Sempana jang berwadjah majat itu. Dan bagaimana dengan rentjanaku dengan adikku jang semalam sudah aku mulai.
Djadjar itu bsrhenti sedjenak disisi regol butulan. Tetapi ia harus melangkah terus. Begitu ia sampai diregol, maka segera ia berlutut dan berdjalan madju sambil berdjongkok.
Tetapi tiba2 mulutnja berdesis. Ia tidak melihat Akuwu Tunggul Ametung. Jang dilihatnja hanjalah Permaisuri jang duduk diatas sebuah batu hitam dikelilingi oleh beberapa orang emban. Sedang emban jang memanggilnja sedang ber simpuh menghadap Permaisuri sambil menundjuk kapada djadjar jang gemuk itu.
" Oh apakah Permaisuri jang memanggilku?" nafasnja kini mendjadi semakin sesak " Gila emban itu. Ia mem uat aku hampir pingsan. Ternjata Permaisuri jang memanggil aku menghadap.
Djadjar itu menarik nafas dalam2. Sekali, dua kali, tiga kali dan beberapa kali. Ditenangkannja hatinja. Tetapi karena jang dihadapinja kini bukan Akuwu Tunggul Ametung, maka djustru dadanja mendjadi semakin ber-debar2.
Djadjar itu telah melupakan kelakar emban jang hampir menghentikan detak djantungnja. Tetapi kini ia ditjengkam oleh harapan jang membubung sampai ke-awang2. Permaisuri itu pasti sudah membawa tiga pangadeg perhiasan. Tanpa sesadarnja djadar itu tersenjum sendiri. Ditebarkannja pandangan matanja berkeliling mentjari kedua kawannja. Ia harus menjatakan kemehangannja kepada mereka, bahwa benar2 Permaisuri memanggilnja. Tetapi ia tidak menemukannja.
Per-lahan2 djadjar itu se-akan2 merajap mendekati Ken Dades Kemudian ditundukkannja kepalnja dalam2 sambil berkata " Ampun Tuanku. Hamba telah menghadap.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja. Ia harus berhati2. Ia harus mengatakan apa jang dapat dikatakan dan menjimpan jang lain supaja ia tidak melepaskan kesalahan jang akibatnja akan dapat membabajakan Mahisa Agni.
" Djadjar - berkata Permaisuri itu - aku akan berkata langsung pada persoalannja.
Djadjar itu menundukkan wadjahnja memandangi butiran2 batu kerikil dikakinja. Begitu besar harapan mentjengkam dadanja, maka batu2 kerikil itu se-olah2 telah berubah mendjadi butiran2 emas murni, intan dan berlian. Aku akan mendapatkannja - katanja didalam hatinja.
Per-lahan2 ia mendengar Permaisuri itupun berkata. Sepatah demi sepatah. Terang dan las2an.
Tetapi arah dari kata2 Permaisuri itu ternjata tidak seperti jang dikehendakinja. Permaisuri itu tidak segera menjerahkan seperti perhiasan dari tiga pengadeg. Tetapi Permaisuri itu djustru mengadjukan beberapa sjarat penjerahan. Mahisa Agni harus dibawa serta pada batas waktu jang di tentukan.
" O " keringat dingin mengalir membasahi punggung Djadjar jang gemuk itu. Setelah ia terbang dengan angan2 nja sampai kcudjung langit, tiba2 ia djatuh terbanting kedalam dasar djurang jang paling dalam.
" Apakah kau mendengar djuru taman "
Djadjar itu terbungkam. Dadanja mendjadi sesak, dan untuk sedjenak ia tidak dapat mendjawab pertanjaan Permaisuri itu.
" Bagaimana djuru taman " " ulang Permaisuri " apa kah kau mendengar dan mengerti "
Dengan suara jang tergetar Djadjar itu berkata " Ampun Tuan Puteri. Hamba mendengarnja. Tetapi kawan Kuda Sempana itu tidak akan bersedia melakukannja.
" Kau harus mentjoba mengatakannja. Akuwu Tunggul Ametung tidak ingin menjerahkan barang2 itu tanpa kehadiran kakang Miliisa Agni supaja kami tidak diingkarinja.
" Tetapi orang itu tidak akan mau diingkari pula Tuanku, seperti jang pernah dikatakannja Apabila Mahisa Agni dibawa serta, maka itu berarti membunuh diri bagi kawan Kuda-Sempana, sebab tidak ada lagi jang akan menghalangi seandainja orang itu akan ditangkap setelah menjerahkan Mahisa Agni.
Dada Ken Dedes berdesir. Kenapa Djadjar jang gemuk ini dapat menebak perhitungan Akuwu Tunggul Ametung "
Tetapi Ken Dedes tidak dapat berbuat lain. Iapun tidak ingin mendjadi sumber pemerasan jang akan dapat di lakukan oleh Kebo Sindet terus menerus, apabila Mahisa Agni belum dilepaskan. Karena itu maka katanja " Terserahlah kepadanja. Tebusan itu terlampau mahal. Karena itu, djaminannja harus tjukup kuat, dan tidak ada kemungkinan untuk ingkar.
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Sedjenak nalarnja mendjadi pepat dan harapannja mendjadi petjah berserakan Kalau ia tidak berhasil membawa perhiasan itu, Kebo Sindet akan mengambil djalan lain jang tidak diketahuinja.
" Nah, lakukanlah perintah Akuwu Tunggul Ametung Djadjar.
" Sulit Tuanku. Ampun, tetapi hamba kira, hal itu tidak akan dapat terdjadi.
" Bukan kau jang harus mendjawab. Tetapi Kebo Sindet, Kawan Kuda-Sempana itu.-
Djadjar itu terbungkam. Tetapi ia memutar otaknja. Namun kini tidak ada djalan lain ketjuali mendjundjung titah itu. " Apapun jang akan aku lakukan " katanja di dalam hati.
Tiba2 terbersit ingatan dikepala Djadjar jang gemuk itu, adiknja jang didjumpainja diperdjudian dengan beberapa orang kawan2nja, orang2 jang liar dan hampir tidak terkendali. Orang jang hidupnja tanpa arah dan tudjuan.
Sedjenak djadjar itu berdiam diri sambil menundukkan
kepalanja. Wadjahnja mendjadi tegang, dan dadanja terasa mendjadi bergetar.
" Adapun jang akan aku lakukan, tetapi aku memerlukan anak2 gila itu. " katarja didalam hatinja.
" Djuru taman " terdengar suara Ken Dedes " lakukanlah. Besok kau harus menjampaikan hasil pembitjaraarimu kepadaku. Mungkin aku turun ketaman, tetapi mungkin kau akan kau panggil keistana.
Djadjar itu mengangguk dalam2 " Hamba Tuanku. Hamba hanja dapat mendjundjung titah Tuanku.
" Baiklah, sekarang pergilah kepekerdjaanmu.
Sekali lagi djadjar itu membungkuk dalam2, kemudian mundur dari hadapan Permaisuri itu. Tetapi itu ia sama sekali tidak melakukan pekerdjaannja. Ia kembali ketempat nja bersembunji. Dibalik dinding disini regol butulan.
Sambil menggeretakkan giginja, dibantingnja dirinja diatas tanah berdebu. Per-lahan2 djadjar itu menggeram " Setan alas Bukan salahku kalau Mahisa Agni itu mampus dipenggal leherrja. Atau digantung di-alun2 Tumapel oleh iblis berwadjah majat itu.
Wadjah djadjar itu mendjadi kian menegang. Ia men tjoba mentjari djalan penjelesaian jang menguntungkannja.
Ditjobanja menghubungkan persoalan itu dengan adik dan kawan2nja. .\lungkin dapat ditemukan pemetjahan jang baik buatnja.
Tiba2 djadjar itu tersenjum. Ia menemukan suatu tjara jang baginja sangat menjenangkan.
" Baik. Aku akan mempergunakan anak2 itu " katanja didalam hati " Besok aku akan menghadap Permaisuri. Kenapa aku tidak dapat mengatasi persoalan ini " Oh, ter njata bahwa aku masih mampu mempergunakan otakku jang tjemerlang. Aku akan mengatakan kepada Permaisuri, bahwa Kuda-Sempana dan kawannja menjetudjui permimaan Permaisuri itu. Tetapi sebelum hari itu sampai, maka Kuda- Sempana dan kawannja harus dimusnakan. Salah seorang dari anak2 gila itu akan mendjadi kawan Kuda-Sempana untuk menerima perhiasan itu. Tak perlu ada Mahisa Agni. Tidak perlu takut bahwa pembawa perhiasan itu akan mengenal orang jang sebenarnja sama sekali bukan Kuda-Sempana dan kawannja. Sebab begitu orang jang bertugas membawa perhiasan itu, datang mudah2an aku sendiri jang akan diperintahkannja, atau satu dua orang pradjurit, katakanlah lima sampai sepuluh, mereka pasti akan segera disergap oleh anak2 liar jang kerdjanja memang hanja berkelahi itu. Nah selesailah persoalannja. Kami kemudian harus lari. Lari dan.bersembunji untuk beberapa lama bersama anak2 itu. Aku jakin bahwa adikku mampu mengumpulkan kawan2nja lebih dari lima belas orang dihari terachir itu, sedang dihari sebelumnja aku memerlukan tidak lebih dari sepuluh orang untuk menjingkirkan Kuda-Sempana dan kawannja itu.
Djadjar jang gemuk itu tersenjum kiri. Wadjahnja tidak lagi tegang dan dadanja tidak lagi berdebaran. Per-lahan2 ia berdiri, dan ia berdjalan mondar-mandir sambil memilin kumisnja.
Tiba2 sadja langkahnja terhenti ketika teringat olehrja, bahwa selama ini ternjata ada orang2 jang tak dikenal sela lu mengintipnja. Satu atau dua orang menurut perhitungan nja.
" Siapakah mereka " - djadjar itu berdesis.
" Tetapi merekapun akan dimusnakan djuga oleh anak2 gila itu -" didjawabnja sendiri pertanjaannja " mereka tidak akan berarti apa2. Mungkin mereka kawan2 Kuda-Sempana jang bertugas, mengamati keadaan.
Djadjar jang gemuk itu kini tersenjum lagi. Orang2 itu sama sekali tidak diperhitungkannja. Jang akan dihadapinja hanjalah dihari pertama Kuda-Sempana dan kawannja jang berwadjah majat, kemudian dihari berikutnja, pradjurit2 Tumapel jang bertugas mengawal tebusan itu.
" Tetapi bagaimanakah kalau Akuwu sendiri jang mengantarkan perhiasan itu "
" Ah tidak mungkin. Bodoh sek&li kalau Akuwu Tunggul Ametung sampai merendahkan2 dirinja membawa tebusan itu.
Sekali lagi djadjar itu tersenjum. Tersenjum, dan ham pir setiap saat ia tersenjum karena kemenangan jang bakal didapatnja. Kemenangan atas Kuda-Sempana serta kawannja, dan .kemenangan atas Akuwu Tunggul Ametung dan Permaisurinja
" Aku akan mendjadi kaja raja. Anak2 gila itu akan mendjadi pelindungku jang setia asal aku selalu memberi makan jang tjukup.
Demikianlah kerdja djadjar gemuk itu se-hari"an Ia sama sekali tidak peduli apakah Permaisuri masih berada ditaman atau sudah kembali. keistana. Ia sama sekali tidak menjentuh tanaman jang harus disiangi atau disiram. Tetapi kedua kawannja jang telah menganggapnja benar2 gila itu sama sekali tidak menegurnja. Apalagi ketika mereka melihat djadjar jang gemuk itu ter-senjum2 sendiri.
Ketika matahari suJah mendjadi semakin rendah dibarat, maka tidak seperti biasanja, kali ini Djadjar itu ter-gesa2 pulang. Ia tidak menunggu sampai gelap dan tidak lagi berdjalan sambil meng-umpat2. Djadjar jang gemuk itu me langkah keluar regol sambil tertawa kepada para pendjaga.
" He, kenapa kau ter-tawa "- bertanja seorang pendja
Djadjar itu sama sekali tidak mendjawab. Bukan sepantasnja pradjurit rendahan menegurnja. Seorang jang kaja raja, jang memiliki kekajaan jang tiada taranja. Tiga padukuhan lengkap dengan segala isi dan sawah ladangnja. Segala matjam iwen dan radja kaja. Perhiasan emas intan dan karang kitri.
Tetapi pradjurit itu tidak tahu apa jang bersarang dikepala djadjar jang - gemuk itu. Karena ilu, maka pradjurit itupun mendjadi heran. Ketika dua orang djuru taman lain lewat pula diregol itu maka ia bertanja - He, kenapa kawanmu djuru taman jang gemuk itu.
" Aku tidak tahu.. Mungkin ia mendjadi gila - djawab mereka hampir berbareng.
Pradjurit itu tersenjum. Ia sependapat dengan kedua djuru taman itu, bahwa Djadjar jang gemuk, jang selalu ter tawa2 sadja hari ini, tetapi jang kemarin terlampau gelisah dan tjemas itu, agaknja telah mendjadi gila.
Tetapi Djadjar jang gemuk itu sama sekali tidak mem pedulikan apa sadja kata orang tentang dirinja. Ia sebentar lagi akan mendjadi seorang jang kaja raja.
" Aku harus bertemu dengan Kuda-Sempana dan kawannja hari ini - katanja didalam hati - mungkin pertemuan jang terachir kalinja. Aku harus menentukan tempat untuk bertemu besok. Tetapi iblis itu tidak akan tahu, bahwa besok adalah harinja jang terachir. Besok mereka akan dikirim keneraka oleh adikku dan kawan2nja.
Djadjar itu masih sadja tersenjum. Otaknja jang dibang gakannja, ternjata sudah tidak mampu bekerdja dengan baik. Ia tidak mau membajangkan apa kira2 jang akan terdjadi dihari batas jang telah ditentukan.
" Biarlah aku. pikirkan besok. Tetapi pada dasarnja, - seorang dari kawan2 adikku akan memegang peranan sebagai kawan Kuda Sempana. Jang lain bersembunji. Kalau tebus an itu datang, maka segera harus disergap.
" Heh - djadjar itu menarik-nafas dalam2. Sama sekali tidak dihiraukannja kakinja jang letjet tersandung batu.
Djadjar itu tidak merasa pula ketika kakinja menjentuh duri kemarung.
" Dimana hari ini kawan Kuda-Sempana itu akan menemui aku " desisnja. Sekali" Djadjar itu berpaling. Tetapi ia tidak melihat Kuda-Sempana dan kawannja.
" Apakah aku pulang terlampau siang, sehingga kedua nja tidak berani menampakkan ciirinja " - gumamrija - tetapi aku harus bertemu hari ini. Tidak ada kesempatan lagi. Besok adalah hari keempat. Kedua setan itu harus lenjap. Lusa hari jang terachir, hari jang didjandjikan oleh Permaisuri. Hari jang menentukan perubahan hidupku. Dan aku akan segera mendjadi kaja raja.
Ketika djadjar itu sekali lagi berpaling, tampaklah keningnja mendjadi berkerut-merut. Ia melihat dua orang berdjalan searah dengan langkahnja. Lambat2, se-olah2 mem buat djarak jang tetap dari padanja.
Djadjar itu mendjadi tjuriga. " Siapakah mereka " Apa kah mereka sekedar orang jang lewat sadja didjalanan ini, ataukah mereka orang2 jang sengadja mengikuti aku "
Hati Djadjaj jang gelisah itu mendjadi semakin gelisah. " Aku harus berhenti. Siapapun oran2g itu harus aku ha dapi. Lebih baik sekarang dan berhadapan dari pada aku diintainja dan tiba2 sadja disergapnja.
Djadjar itu berhenti. Ia melangkah menepi dan bersen dar pada sebatang kaju. Tetapi tiba2 ia melihat dari arah lain, seorang laki2 berdjalan berlawanan arah dengan kedua orang jang disangka mengikutinja. Ketjurigaannja kian ber tambah. " Huh, ternjata mereka telah mentjegat aku dari arah jang berlawanan pula selain kedua orang jang telah mengikuti aku.
Djadjar itu tiba2 meraba lambungnja. Ketika tanganja menjentuh hulu kerisnja jaug ketjil, maka iapun menarik nafas dalam2.
" Mereka akan mengantarkan njawa mereka, siapapun mereka itu. Tetapi mereka pasti bukan Kuda-Sempana dan kawannja itu.
Semakin lama kudua orang jang datang dari arah belakang, dan seorang dari arah lain itu mendjadi semakin dekat. Tetapi Djadjar itu kemudian mengerutkan keningnja. Ternjata kedua orang itu telah mengenalnja. Keduanja adalah pradjurit2 Tumapel. Karena itu maka ia mengumpat perlahan - Setan alas. Agaknja pradjurit2 Tumapel jang berkeliaran disini. Tetapi mereka sama sekali tidak mengenakan pakaian kepradjuritannja " - Djadjar itu kerr.udian berpaling kearah jang lain. seorang jang berdjala.2 per-lahan2 kearahnja - Tetapi orang itu, aku belum mengenalnja.
Ketika kedua pradjurit itu mendjadi semakin dekat, maka Djadjar itu madju selangkah. Tetapi wadjahnja sudah tidak lagi setegang sebelumnja. Apalagi ketika ia melihat pradjurit itu tertawa sambil menjapanja - He, apakah kau me nunggu Kami "
" Kalian mengedjutkan aku. Aku sangka kalian orang2 asing jang mengikuti aku "
" He - kedua pradjurit itu terkedjut - kenapa kau merasa dirimu diikuti oleh orang asing, Apakah kau mempunjai persoalan.
" Oh - Djadjar itu tergagap - Tidak. Tidak apa2
" Tetapi kenapa kau terlampau bertjuriga "
Djadjar itu tidak mendjawab. Ketika orang jang berdjalan kearah jang berlawanan itu lewat dihadapannja, maka sam bil berbisik ia bertanja kepada kedua pradjurit itu - Kau ke nal orang itu.
Kedua pradjurit itu berpaling, mengawasi orang jang baru sadja lewat itu pada punggungnja. Hampir bersamaan mereka menggelengkan kepala mereka-Tidak. Aku belum kenal.
" Kenapa ia berusaha mendjumpai aku disini"
" Siapa " " Orang itu. Mungkin ia akan berbuar sesuatu seandainja kalian tidak disini.
" Ah - salah seorang dari kedua pradjurit itu berdesah- kau terlampau berprajangka.. Kenapa kau tampaknja begitu gelisah dan gugup. Bukankah jang kau lewati ini djalan umum " Setiap orang dapat sadja melewati djalan ini seperti kau dan aku. Kenapa kau mendjadi bingung dan tjuriga. Lihat, itu seorang lagi lewat. O, ia tidak berdjalan kearah ini, ia berbelok kekanan masuk kedalam padesan. Dan lihat dibelakang kita masih ada orang lewat meskipun tidak menudju kemari pula. Kenapa kau mentjemaskannja "
Diadjar gemuk itu menarik nafas da!am2. - Ja, ja. Mereka hanja orang2 lewat. " Djadjar itu berhenti sedjenak, lalu tiba2 - Tetapi kenapa kau tidak mengenakan pakaian kepradjuritan " Kain bang, setagen hidjau dan ikat pinggang kulit berwarna kuning, tidak menjandang pedang atau tombak, meskipun tjelana jang kau pakai itu tjelana kepradjuritanmu "
Kedua pradjurit itu saling berpandangan sedjenak. Lalu keduanja ber-sama2 tertawa pendek. Salah seorang dari mereka mendjawab sambil meng-amat2i pakaiannja sendiri "-Kau terlampau banjak memperhatikan orang lain. Baiklah aku mendjawab pertanjaanmu. Sekarang kami, aku dan kawanku ini sedang tidak bertugas. Kami mendapat idjin beristirahat seminggu dirumah. Itulah sebabnja kami diperkenakan memakai pakaian kami sendiri, bukan pakaian kepradjuritan.
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Sekali lagi ia meng-amat2i pakaian kedua pradjurit itu. Dan Djadjar itupun bertanja pula - Tetapi tjelanamu adalah tjelana kepradjuritan.
Suara tertawa kedua pradjurit itu kian mengeras. Bahkan salah seorang dari mereka tidak dapat lagi menahan air matanja jang membasahi pelupuknja - Kau lutju sekali kata nja. Baiklah, pertanjaan itupun akan aku djawab Aku tidak malu seandainja kau tahu keadaan kami sebenarnja. Aku tidak mempunjai tjelana jang lain jang pantas. Itulah sebabnja aku mempergunakan tjelana ini untuk ber-djalan2.
" Kenapa kalian berdua" Apakah kalian berdua tidak memiliki tjelana berbareng seperti berdjandji" Aku adalah seorang Djadjar., Seorang abdi jang paling rendah. Djuga dibandingkan dengan kalian pradjurit jang paling ketjil, seharusnja aku masih lebih ketjil lagi. Tetapi aku mempunjai tjelana selain tjelana peparing dari istana.
" Oh - pradjurit jang lajn meng angguk2 - kau benar. Tetapi kau harus tahu sebabnja. Kau tidak mempunjai anak dan isteri. Tetapi kami" Apakku lima dan anak kawanku ini tiga. Tetapi kenapa kau terlampau merebutkan pakaian kami"
" Tidak apa2 - Djadjar itu menggeleng. Tetapi tiba2 tatapan matanja tersangkut kepada seseorang dikedjauhan. Dan tiba2 pula ia berdesis - Siapa itu"
" He - kedua pradjurit itu terkedjut - siapa sadja apa pedulimu. Kenapa kau tampak bingung dan gelisah "
" Tidak apa2. " Dan kau akan tetap berdiri sadja disitu" Apakah kau tidak akan pulang.
" Aku memang akan pulang.
" Marilah kita berdjalan ber-sama2 - adjak pradjurit itu.
" Pergilah dahulu. Aku berdjalan kemudian.
Kedua pradjurit itu mengerutkan keningnja. Tetapi merekapun kemudian minta diri untuk berdjalan mendahului. Meskipun demikian ketika mereka berpaling, Djadjar itu masih bertanja - Kenapa kalian berpaling"
Kedua pradjurit itu tidak mendjawab. Jang terdengar hanjalah suara tertawa mereka melambung dibawa angin. Namun terdengar Djadjar jang gemuk itu mengumpat - Se tan alas. Apa kerdja pradjurit2 itu berkeliaran disini" Bukan kah rumahnja diudjung lain dairi kota ini"
Tetapi kedua pradjurit itu tidak mendengar. Keduanja berdjalan terus meskipun sckali2 mereka masih djuga ber paling. 2 .
Ketika kedua pradjurit itu telah mendjadi kian djauh, Djadjar itupun meneruskan langkahnja. Tetapi setiap kali ia melihat seseorang lewat didjalan itu pula, hatinja mendjadi ber-debar2. Setiap kali ia selalu menengok kebelakang, se-olah2 takut diikuti oleh seseorang jang akan berbuat djahat kepadanja.
Kegelisahan Djadjar itu mendjadi semakin tadjam, seperti matahari jang semakin menurun. Tjatajanja jang ke- merah2an memantjar menjebar dilangit jang djernih.
Tiba2 Djadjar jang gemuk itu bergumam " Aku harus bertemu- dengan kawan Kuda-Sempana itu hari ini. Tetapi kenapa ia tidak mendjumpai aku seperti biasanja"
Dan Djadjar jang kemarin meng-umpat2 karena Kebo Sindet menemuinja diperdjalanan itu, kini djustru mengharap dapat bertemu dimanapun.
Tetapi hampir ia melontjat ketika tiba2 sadja ia mendengar seseorang menjapanja, dekat sekali disampingnja ke tika ia memasuki padesan - O, kau terlampau siang pulang hari ini Ki Sanak.
Darahnja tersirap ketika ia melihat dua orang duduk diatas batu tepat ditikungan. Ia tidak segera dapat mengenal wadjah keduanja, karena keduanja memakai tudung kepala, jang dibuat dari anjaman daun kelapa, hampir me nutup seluruh wadjahnja. Tudung kepala jang sering dipergunakan diwaktu hudjan meskipun dalam ukuran jang ketjil. Tetapi suara jang 2mempunjai tjiri tersendiri itulah jang langsung memperkenalkannja kepada keduanja.
" Kaukah itu " " Djadjar itu hampir berteriak.
" Kenapa kau berteriak " " bertanja 2Kebo Sindet.
" Kalian mengedjutkan aku.
Kebo Sindet dan Kuda-Sempana segera berdiri. Dengan wadjahnja jang beku Kebo Sindet memandangi Djadjar jang gemuk itu, se-olah2 baru kali ini dilihatnja. Dan Djadjar itu mendjadi kian gelisah sehingga terlontjat pertanjaannja " Kenapa kau heran melihat aku "
Kebo Sindet itu menggeleng " Tidak. Sama sekali tidak. Tetapi kau tampaknja terlalu gugup dan gelisah.
" Siapa jang bilang "
" Baiklah. Kau tidak gugup dan gelisah. Tetapi bagaimana kabarnja Permaisuri itu "
Djadjar itu menarik nafas dalam2. Diedarkannja pandangan matanja sc-olah2 mentjari seseorang Tetapi ia tidak melihat orang lain. Meskipun demikian ditjobanja untuk menembus rimbunnja dedaunan dan gerumbul2 perdu disekitarnja. Tetapi ia tidak melihat seseorang.
" Katakan " desak Kebo Sindet. " Aku hampir ke hilangan kesabaran. Kau sudah kehilangan tiga hari dengan hari ini. Waktumu tinggal besok dan lusa.
Djadjar itu tidak segera mendjawab. Ia masih mentjoba men-tjari2 dengan penuh ketjurigaan, kalau2 ada orang lain jang mendengarnja-.
" Katakan - sekali lagi Kebo Sindet mendesak - djangan takut didengar orang lain. Bukankah ini bukan rahasia lagi"
" Tetapi - Djadjar itu mendjawab ter-bata2 - kita berbitjara didjalan jang mungkin dilewati orang2 lain jang sama sekali tidak berkepentingan.
" Aku tidak mentjemaskannja - sahut Kebo Sindet " siapapun jang rnend:ngar dan mengetahui pembitjaraan ini, aku tidak berkeberatan.
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Baginja kata2 Keko Sindet itu terdengar sangat aneh. Seharusnja ia merahasiakan dirinja dan setiap pembitjaraan. Semakin banjak orang jang mengenalnja, maka bahaja baginja mendjadi semakin besar.
Agaknja Kebo Sindet dapat meraba perasaan Djadjar jang gemuk itu, maka katanja - Djangan tjemas. Mahisa Agni masih berada ditanganku. Sesuatu jang terdjadi atasku, maka nasib Mahisa Agni akan mendjadi terlampau buruk. Aku berdjandji dengan kau sampai lusa. Apabila dipagi harinja aku tidak kembali, maka orangaku akan segera berbuat sesuatu atas Mahisa Agni.
Dana Djadjar itu:. berdesir. Tetapi tiba2 ia menggeram meskipun hanja didalam hati - Aku tidak peduli. Besok Kebo Sindet harus sudah binasa. Aku tidak peduli apa jang akan terdjadi atas Mahisa Agni. Biar sadja ia dibunuh, ia bukan sanak, bukan kadangku.
" Kenapa kau diam seperti sudah mendjadi pikun. Apakah kau tidak bertemu lagi dengan Permaisuri" - bertanja Kibo Sindet.
" Hari ini aku telah bertemu - berkata Djadjar jang gernuk itu sambil memandang berkeliling. Ia masih sadja ber tjuriga. Didjalan ini ia. bertemu dengan dua orang pradjurit. Dengan orang2 asing jang belum dikenal dan orang2 jang se-akan2 hilir mudik mengawasinja.
" Ternjata kau penakut - Kebo Sindet hampir membentak - benar djalan ini adalah djalan umum. Setiap orarig dapat sadja lewat didjalan ini. Bagimu sebenarnja lebih baik. Tidak akan ada orang jang mentjurigaimu karena kau bertemu dengan seseorang dan berbitjara denganmu didjalan jang ramai ini. Ajo, katakanlah.
Djadjar itu meng angguts2kan kcpalanja. Kemudian de ngaa hati2 dikatakannja apa jang dikehendaki oleh Permai"suri. Dibatas waktu jang diberikan, Permaisuri akan mengi rim orang untuk menjerahkan perhiasan itu, tetapi dengan sjarat, Mahisa Agni harus dibawa serta.
Djadjar itu mendjadi ngeri, dan seluruh bulu^nja tegak berdiri ketika ia melihat sorot mata Kebo Sindet. Meskipun wadjahnja masih sadja membeku, tetapi mata itu se-olah2 mendjadi merah membara.
" Begitukah kehendak Permaisuri.
Tanpa sesadarnja Djadjar itu mengangguk dan berdesir - Ja -


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Dan kau tidak mendjelaskan bahwa aku tidak akan bersedia menerima sjarat itu "
" Sudah aku katakan.
" Kenapa sjarat itu masih djuga diadjukan kepadaku" - mata Kebo Sindet mendjadi semakin menjala " Aku tidak mau masuk kedalam wuwu. Aku bukan seorang anak jang dungu. Kau tahu, bahwa dengan demikian kaupun tidak akan mendapatkan apa2. Mungkin kau akan ikut serta ditangkap bersama aku setelah Mahisa Agni itu lepas bersama tebusan jang akan dirampasnja kembali. Tumapel mem
punjai pradjurit jang tidak terhitung djumlahnja. Apakah kita akan dapat melawan.
" Sudah aku katakan kepada Permaisuri.
" Tetapi ia tidak mau mendengarkan begitu " Baiklah. Kalau demikian persoalan kita sudah selesai. Kau tidak akan mendapat kesempatan lagi.
" Tunggu - Djadjar itu benar berteriak.
" Apa lagi. " Sebcnarnja aku sudah membuat perhitungan, bahwa kau pasti akan menolak. Tetapi aku tidak dapat membantah perintah Permaisuri. Apa jang aku lakukan hanjalah sekedar sebuah permainan.
Kebo Sindet tidak segera mendjawab. Matanja jang terpantjang diwadjahnja jang beku memandangi Djadjar itu se-akan2 ingin melihat sampai kepusat djantungnja.
" Apa maksudmu " - desis Kebo Sindet itu kemudian.
Keringat dingin telah membasahi segenap tubuh Djadjar jang gemuk itu. Tetapi otaknja mentjoba bekerja se-kuat2 kemampuannja. Sedjenak kemudian ia berkata - Bukankah waktu jang kau berikan masih dua hari.
" Tetapi hanja akan membuang waktu sadja bagiku.
Djadjar itu menggeleng - Tidak. - Djantungnja ditjengkam oleh ketjemasan. Djika demikian rentjnnanja akan bubrah. Akan petjah berserakan seperti harapannja untuk mendapatkan perhiasan jang akan bernilai seluas tanah perdikan jang besar.
" Sudah aku katakan, bahwa aku hanja sekedar menjenangkan bati Permaisuri itu " berkata Djadjar itu " tetapi dengan demikian aku akan mendapat .kesempatan untuk berbitjara lebih hanjak. Besok aku akan menjampaikan keterangan seperti jang kau katakan, bahwa kau akan menolak. -Besok sore aku memerlukan kau. Aku jakin bahwa tidak akan ada pilihan lain dari Permaisuri itu ketjuali memenuhi tuntutanmu.
" Kau terlampau ber-belit2.
" Aku memerlukan sikap jang ber-belit2 untuk memaksa Permaisuri mempertjajaiku. Kalau aku menolak untuk menjampaikan sjarat ini kepadamu, maka aku akan kehilangan kesempatan, sebab aku menolak perintah Tuanku Permaisuri. Nah, besok kita akan bertemu. Aku tidak mau ber-teka-teki dan selalu gelisah. Katakan, dimana kau akan menemui aku besok. Waktu kita tinggal sedikit. Kau selama ini hanja menurut kemauanmu sadja. Sebaiknja kita berbitjara dengan pasti.
Kebo Sindet tidak segera mendjawab. Tetapi sorot matanja masih belum pudar. Sedjenak dipandanginja Kuda-Sempana jang berdiri membeku tanpa mengutjapkan sepatah katapun. Bahkan se-olah2 ia mendjadi atjuh tidak atjuh sadja menanggapi pembitjaraan itu.
" Bagaimana" - Djadjar itulah jang kini mendesak " dimana besok kita dapat bertemu" Katakan dengan pasti, supaja aku membuat perhitungan jang pasti pula. Waktuku tinggal dua hari. Kalau aku masih harus banjak ber-teka-teki, maka aku tidak segera dapat memusatkan perhitunganku atas tawaran2 Permaisuri.
Tiba2 Djadjar itu mendengar Kebo Sindet menggeram " Djangan memaksa. Aku akan mendjumpaimu dimana sa dja aku inginkan. Djangan pula membuat tawaran2 jang tidak masuk akal. Kau masih mendapat kesempatan. Tetapi ingat, kalau dua hari ini telah lewat dan kau masih belum mendapatkan tebusan itu, tidak ada ikatan apa2 lagi diantara kita.
" Baik. Aku akan mentjoba, dalam dua hari ini. Tetapi katakan dimana aku besok bisa bertemu, berbitjara agak pandjang tanpa ketjurigaan terhadap keadaan dis2kitar kita.
" Apakah jang harus dibitjarakan "
" Apa jang akan disampaikan Permaisuri besok kepadaku.
" Permaisuri tinggal mengatakan ja atau tidak.
" Lalu, apakah utusannja lusa harus membawa tebusan itu berkeliling kota dan menunggu kau mendjumpai mereka itu ditempat jang kau sukai "
Kebo Sindet terdiam sedjenak. Lalu katanja - Baik, aku akan menentukan tempat itu. Tetapi tidak sekarang. Aku tidak perlu tjemas, sebab Mahisa Agni masih ditangariku.
" Nah, kita bitjara besok. Tetapi dimana" Kenapa kau tjemaskan tempat jang akan kau tentukan itu, sedang kau tidak mentjemaskan tempat jang akan kau pakai untuk mene rima tebusan lusa"
Sekali lagi Kebo Sindet terdiam sedjenak. Dipandanginja Djadjar jang gemuk itu se-akan2 ingin melihat sampai kepusat dadanja.
" Aku akan temui kau besok.
" Mudah2an aku dapat menekan Permaisuri, sehingga tebusan itu akan dapat kau bawa besok.
" Hem - Kebo Sindet menggeram - apa ada kemungkinan demikian"
" Tentu. Permaisuri berhati lemah. Agaknja Akuwu sudah tidak berkeberatan. Soalnja, bagaimana Permaisuri jakin bahwa kakaknja selamat; Kalau ini kau djamin kelak, maka aku kira tidak akan ada kesukaran lagi.
Kebo Sindet tidak mendjawab.
" Bagaimana" - bertanja Djadjar jang gemuk.
" Pergilah. Besok aku temui kau sesuka hatiku. Djangan mengatur aku. Aku dapat berbuat apa sadja jang aku sukai.
" Tetapi kau memerlukah tebusan itu bukan"
" Kebo Sindet terdiam.
" Mudah2an aku besok telah membawanja. Aku harui memaksa dan me-nakut2i Permaisuri.
" Mudah2an. Tetapi kau tidak perlu tabu, dimana aku akan mendjumpaimu.
" Hem - Djadjar itulah jang menggeram. " Terserah kepadamu. Aku sudah mentjoba. Tetapi aku harap kau benar2 dapat mendjumpai aku.
". Pasti. " Baiklah. - Djaljar itupun segera pergi meninggalkan Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Sedjenak kemudian kedua orang itupun pergi pula, tetapi kearah jang berlawanan.
Disepandjang langkahnja Djadjar itu menggerutu tidak habis2nja, bahkan meg-umpat2. Se-akan2 Kebo Sindet itu telah mengetahui rentjananja untuk membinasakannja besok, sehingga orang itu tidak mau mengatakan dengan pasti, di mana besok mereka dapat bertemu.
" Bagai-nana aku akan menjiapkan orang2 ku - gumam Djadjar itu " Setan alas. Orang itu benar2 seperti setan.
Tetapi sekali lagi Djadjar jang gemuk itu hampir terlondjak. Tiba2 sadja ia bertemu ditikungan, kedua pradjurit jang telah didjumpainja tadi.
" Kau terkedjut" - bertanja -salah seorang pradjurit itu.
Djadjar itu mengerutkan keningnja " Gila. Apa kerdja mu disini.
" Bukankah kau sudah bertanja " Aku sedang beristirahat dan menikmati masa istirahat kami. Djelas. Kami ber- djalan2 sadja kemana kami suka.
Tetapi ketjurigaan Djadjar itu kian bertambah. Dengan gemetar ia berkata " Kau sengadja mengintip aku bukan"
" He - pradjurit2 itu terkedjut - kau terlampau bertjuriga. Kenapa aku harus mengintip kau. Tanpa mengintip aku melihat kau dari kedjauhan, dari sudut desa itu. Bukan kah kau berbitjara dengan dua orang jang memakai tudung kepala dari daun kelapa Akulah jang seharusnja mentjurigaimu. Kau berbitjara dedgan orang2 aneh. Bukankah tudung kepala matjam itu biasa dipakai dihari hudjan " Kedua orang itu memakainja dihari jang tjerah. Tidak pula sedang panas terik, karena matahari hampir tenggelam. Apa kah kedua kawanmu itu tidak sengadja menjembunjikan wadjah2 mereka.
" Gila kau. Kenapa kau berpikir sampai sedemikian djauh " - Djadjar itu mendjadi tjemas.
" Karena itu, djangan terlampau mentjurigai orang. Seandainja kau sedang berbitjara tentang djudi sekalipun aku tidak akan mempedulikan.
" Baik. Baik - Djadjar itu mendjawab dengan serta-merta - aku memang sedang berbitjara tentang djudi Orang itu adalah seorang dukun jang sakti, jang dapat memberi petundjuk2 tentang tjara2 untuk memenangkan perdjudian.
Kedua pradjurit itu meng-anggukkan kepalanja. Salah seorang bergumam - Dan kau pertjaja"
" Aku pertjaja " sahut Djadjar itu.
Kedua pradjurit itu hampir bersamaan tertawa. Sedjenak mereka saling berpandangan, dan sedjenak kemudian mereka melihat wadjah Djadjar jang berkerut-merut.
" Kenapa kalian teriawa " - bertanja Djadjar itu.
-" Tidak apa2. " Apakah kalian tidak pertjaja bahwa dalam pemusatan pikiran seseorang akan dapat mengenal petundjuk atau getaran2 jang dapat memberinja tanggapan atas sesuatu jang bakal terdjadi meskipun samar2 - desak Djadjar itu
" He - salah seorang pradjurit itu menjahut dengan serta-merta " Kau agaknja telah mendjadi seorang jang mendalami masalah2 getaran alam semesta dalam tanggapan alam jang ketjil " Seperti Sena melihat Dewa Rutji didalam tjeritera pewajangan jang dapat menimbulkan tanggapan timbal balik" Diri dalam kediriannja dan diri didalam rangkuman alam semesta. Dewa Rutji jang hadir karena kehadiran Sena setelah berdjuang untuk mendapatkan sesuatu jang di-tjita2kan, dan kemudian Sena itu hadir didalam diri Dewa Rutji dalam pentjahariannja. Dan apa jang diketemukan " Keserasian tanggapan jang utuh. Begitu " - pradjurit itu berhenti sedjenak, lalu katanja - Aku pernah djuga mendengar tjeritera itu - dan tiba2 pradjurit itu berdesis - Aku tidak menolak seseorang mempunjai kemampuan jang melebihi manusia jang lain. Itu adalah pertanda kebesaran Jang Maha Agung. Tetapi aku kira kelebihan kurnia Jang Maha Agung itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan jang lebih besar bagi kemanusiaan. Bukan untuk menolongmu berdjudi.
" Djadi kau tidak pertjaja " - Djadjar itu- menegangkan lehernja.
-" Aku pertjaja kepada kemampuan jang demikian.
" Kenapa kau tertawa "
Kedua pradjurit itu djustru tertawa semakin, keras. Salah seorang dari mereka berkata - Pergilah ketempat perdjudian itu. Kau nanti lupa kepada petundjuk2 jang telah kau dapat kan dari padanja. Kalau kau menang, pergunakanlah ke menanganmu untuk kebaikan. 2
" Persetan " desis Djadjar jang gemuk. Tetapi tiba2 ia berdesis -2Kenapa kalian mengawasi aku. Kalian men tjurigai aku dan tidak pertjaja bahwa kedua orarg itu tidak mempunjai kepentingan apa2 dengan aku selain petundjuk2nja
" Siapa jang bilang " Kau djangan mengigau Djadjar. Pergilah kalau kau mau pergi.
Djadjar itu menggeretakkan giginja. Ia sendiri tidak tahu, kenapa ia mendjadi semakin bertjuriga kepada kedua pradjurit itu. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa2. Karena itu maka dengan wadjah jang tegang, ia melangkah pergi. Ketika ia berpaling, ia mengumpat se-djadi2nja didalam hatinja karena salah seorang dari kedua pradjurit itu bertanja " Kenapa kau berpaling "
" Setan alas " desisnja. Dan ia masih mendengar kedua pradjurit itu tertawa.
" Tidak ada waktu untuk meributkan orang gila itu - Djadjar itu bergumam kepada diri sendiri. Langkahnja mendjadi semakin tjepat. Meskipun sekali2 ia masih djuga berpaling. Ia mengumpat sekali lagi ketika dilihatrija bajangan ke dua pradjurit itu mendjadi semakin djauh, dan suasana disekitarnjapun mendjadi semakin suram. Ketika ia menengadah kan wadjahnja kc-langit, dilihatnja bajangan merah jang redup masih menjangkut dipinggiran mega putih jang berarak.
" Aku harus_ menemui nnak2 liar itu - Djadjar itu berkata kepada diri sendiri - Tetapi dimana besuk aku menemui kawan Kuda-Sempana, dan dimana2 anak2 itu harus menjiapkan dirinja "
Djadjar itu mentjoba mengusir kedjenglelannja. Ia ingin memusatkan pikirannja kepada persoalan jang akan dihadapinja besuk. - Sajang - ia bergumam - aku tidak tahu apa jang akan terdjadi, sehingga aku tidak segera menemukan tjara jang se-baik2nja untuk melenjapkan Kuda-Sempana dan kawannja itu.
Sekali2 Djadjar itu meng-hentak2kan kakJnja. la ingin mengusir semua gangguan didalam kepalanja. Ia ingin segera menemukan tjara jang baik untuk membunuh Kebo Sindet.
" Persetan - tiba2 ia menggeram - aku besuk harus menemui Permaisuri. Mengatakan bahwa Kuda-Sempana dan kawannja bersedia menerima tawarannja. Tatapi besuk aku harus dapat membunuh orang2 jang tamak itu Tetapi di mana "
" Hem - sekali lagi ia menggeram.
Tanpa sesadarnja langkahnja mendjadi semakin tjepat. Matahari telah lenjap dibalik bukit. Dikedjauhan Djadjar itu melihat tjahaja pelita dari balik dinding rumah. Sinarnja satu2 berlontjatan lewat lubang2 pintu jang belum tertutup rapat.
Tiba2 Djadjar itu tertegun. Ia berhenti ditengah djalan. Wadjahnja menegang dan matanja jang sipit itu mendjadi semakin sipit - Aku harus menemukan tjara - desisnja. Setelah mengerutkan keningnja, maka diajunkannja lagi kakinja. Wadjahnja kemudian mendjadi terang. Katanja kepada diri sendiri - Aku besok akan menghadap Permaisuri. Sesudah itu aku akan pulang, djauh sebelum waktunja. Aku kira Kuda-Sempana dan kawannja itu tidak akan dapat mendjumpai aku didjalan. Mereka tidak akan mengira bahwa aku akan puang terlampau siang. Aku kemudian harus menjiapkan anak2 itu disekitar rumahku. Kuda-Sempana dan kawannja jang berwadjah majat itu pasti akan mentjariku dirumah.
Djadjar itu tersenjum sendiri. Langkahnja kini mendjadi semakin ringan. Ketika ia memasuki sebuah lorong sempit, diantara halaman2 jang rimbun, langkahnja mendjadi2 semakin tjepat. Ia ingin segera sampai ketempat perdjudian.
Bukan sadja ia ingin segera ikut bermain dadu, tetapi ia ingin segera tertemu dengan adiknja2dan kawannja, anak2 muda jang liar dan buas. Jang tidak mempunjai tudjuan hidup sama sekali. Hidup bagi mereka adalah apa jang mere ka lajukan dan apa jang ingin mereka lakukan. Tanpa pertimbangan peradaban dan ikatan2.pergaulan jang berlaku.
Dj tdjar jang gemuk itu fersenjum sendiri. Se-akan2 ia telah menemukan apa jang ditjarinja. Pemetjahan jang paling baik, paling menguntungkan dan hasil jang se-banjaknja. Pe>ehiasan tiga pengadeg.
" Hem " Djadjar itu menarik nafas. Serasa semua angan2 itu telah terdjadi. Se-akan2 ia telah mendjadi seorang jang kaja raja, meskipun hidup ditempat jang terpentjil. Se"raja kaki2nja mendjadi berat, dan langkahnja telah membu at bekas2 jang dalam diatas tanah jang dilewatinja.
" O, aku akan memiliki kekajaan jang seluas tanah perdikan jang paling kaja, meskipun aku harus pergi dari Tumapel Djadjar itu tersenjum.
Ia mendjadi ketjewa ketika ia telah sampai didepan se buah halaman jang luas, agak djauh didalam padesan jang sepi. Regolnja jang besar selalu tertutup rapat. Djadjar itu terpaksa menghentikan angan2nja jang terbang tinggi sampai ke-sela2 bintang jang berhamburan dilangit. Ia telah sampai ditempat jang ditudjunja. Tempat perdjudian.
Per-lahan2 didorongnja pintu regol jang besar itu. Ketika pintu itu terbuka sed kit, dilibatnja beberapa anak2 muda berdiri disekitar regol itu.
" Siapa" - salah seorang dari mereka menjapa.
Djadjar itu tidak mendjawab. Tetapi ia langsung melangkah masuk.
" O, kau - desis salah seorang dari mereka.
Djadjar itu masih belum mendjawab. Seperti seorang Senapati perang ia melangkah diantara pradjurit2nja. Sambil memandang kekiri dan kekanan ia meng-angguk2 ketjil.
Baru sedjenak kemudian ia berdesis - Apakah kawan2mu sudah lengkap "
Salah seorang dari anak2 muda itu jang ternjata adalah adiknja mendjawab - Apakah kau memerlukan kami sekarang"
" Tidak, tidak sekarang - djawab Djadjar itu. Tetapi lalu - Apakah didalam sudah banjak orang.
" Kau akan ikut berdjudi " - bertanja adiknja.
" Sedikit, aku akan menghilangkan pening dikepala. .
" Sudah banjak orang. Tetapi tidak ada jang pantas untuk disebut. Mereka pendjudi2 ketjil jang tidak berarti.
Djadjar itu mengerutkan kcningnja. la sebenarnja djuga termasuk perndjudi2 ketjil jang tidak begitu berarti. Tetapi ia berkata didalam hatinja - Sebentar lagi aku akan mendjadi seorang jang besar dan terhormat disini. Aku akan mem bawa uang sekampil besar. Kalau kalah, sama sekali kalah, kalau menang aku akan mendjadi semakin kaja. Tetapi seandainja aku kalah, uang sekampil itupun tidak akan berarti apa2 bagiku.
Jilid 35 TETAPI Djadjar itu tidak langsung masuk kedalam. Ia ingin berunding dengan anak2 gila itu dahulu. Katanja " Ajo, siapa diantara kalian jang akan mewakili kawan2niu untuk berbitjara dengan aku" Djangan terlampau banjak supaja aku tidak bingung. Dua orang sadja, tiga dengan adikku.
Anak2 muda itu saling berpandangan sedjenak. Lalu tanpa berdjandji mereka menundjuk dua orang jang se-akan2 telah mereka djadikan pimpinan mereka.
"Mari, kita berbitjara. Tetapi djika kalian membotjorkan rahasia pembitjaraan ini, maka terkutuklah kalian sampai keanak tjutju.
Kedua orang jang ditundjuk oleh kawan2nja itu tertawa. Salah seorang dari mereka berkata - Aku tidak mempunjai anak tjutju. Istripun aku tidak mcmpunjainja.
" Kalian harus kawin. Sesudah ini, sesudah pekerdjaan ini selesai.
" Oh, apa jang akan kami pergunakan untuk kawin " Perempuan pasti menginginkan sesuatu. Rumah, pakaian, sawah dan tetek-bengek.
" Sesudah pekerdjaan kalian selesai, maka kalian pasti akan memilikinja. Memiliki semua jang kalian perlukan itu.
" Kalau aku mempunjai kekajaan, aku akan berdjudi. - sela jang lain.
" Kenapa begitu " - bertanja Djadjar itu.
" Hidup seperti jang dilakukan oleh orang2 itu, adalah kehidupan jang tidak djudjur. Orang mengikat diri dalam suatu ikatan jang tidak dikehendakinja sendiri.
" He " " Djadjar itu mengerutkan keningnja.
" Djangan pura2 tidak tahu. Kenapa kau djuga tidak kawin sadja" " Nah, bukankah kau djuga sependapat, bahwa hidup jang demikian itu adalah kehidupan jang mendjemukan " Seperti burung jang memasukkan dirinja sendiri kedalam sangkar " Adalah bohong sama sekali, bahwa seseorang dapat mendapatkan kesenangan, jang menurut orang tjengeng disebut kebahagiaan didalam perkawinan.
" Kau lutju - desis Djadjar itu.
"Tidak. Tidak lutju. Aku berkata sebenarnja seperti apa jang sebenarnja tersimpan didalam dada setiap orang. Kau lihat ketidak djudjuran itu " Aku mempunjai kawan jang kawin. Katanja ia berbahagia. Tetapi apa jang dilaku kan " Sambil ber-sembunji2 ia mentjari perempuan lain. Sedang isterinja tidak tahu sama sekali. Isterinja menganggap suaminja adalah orang jang paling sutji. Begitukah hidup jang baik, jang djudjur " Sebaliknja, kawanku jang lain. Suaminja merasa isterinja jang paling tertjinta adalah seorang perempuan jang bersih seputih kapas. Tetapi apa jang terdjadi " Aku sendiri pernah lima kali diterimanja didalam rumahnja selagi suaminja berada disawah, menunggu air dimalam hari. Bertanjalah kepada adikmu, kepada orang jang lain. Nah bukankah meresa selalu diselimuti oleh kebohongan dan ketidak djudjuran " Katakan ada suami isteri jang bersih. Tetapi apakah kau jakin, bahwa suami isteri itu tidak selalu menentang perasaan sendiri"
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Ia memang tidak kawin, tetapi bukan karena alasan2 jang diutjapkan oleh anak itu. Ia tidak kawin karena merasa dirinja tidak mampu untuk kawin. Bukan karena alasan2 lain. Bukan karena ia takut untuk menghadapi kenjataan2 jang diutjapkan oleh anak itu.
"Bagaimana" " anak muda jang berambut kusut tanpa disisir itu mendesak " kau sependapat"
Djadjar itu belum mendjawab. Ia merasakan ketidaksamaan dalam hal itu. Tetapi Djadjar itu tidak dapat mengutjapkan. Djadjar itu tidak dapat menjusun kalimat2 jang baik untuk mengatakan perasaannja. Ia tidak dapat mengerti apa jang disebut kedjudjuran didalam hal ini. Apakah seseorang jang tidak membiarkan segala matjam keinginan terpenuhi itu tidak djudjur" Ia dapat mengerti tentang laki2 atau perempuan jang diam2 telah meninggalkan kebersihan perkawinannja. Tetapi ia tidak mengerti pendapat anak jang liar itu bahwa suami isteri jang mengekang diri untuk mempertahankan nilai2 perkawinannja jang putih itupun dianggapnja tidak djudjur, karena menentang perasaan sendiri.
Tetapi achirnja Djadjar itu hanja bergumam - Kau hanja ingin membenarkan sikapmu.
Anak itu tertawa pendek " Kau salah. Aku ingin djudjur terhadap diriku sendiri. Aku tidak mau membohongi diriku sendiri. Inilah aku.
" Bagaimana kau"
" Aku lakukan apa jang aku ingini. Aku tidak mau terikat oleh apapun. Aku adalah manusia jang bebas. Manusia jang tidak mendjadi budak peradaban dan segala matjam adat dan peraturan2 jang dibuat manusia sendiri untuk mengikat dirinja sendiri dan mengadjari membohongi diri.
Djadjar itu terdiam sedjenak. Sekali lagi ia mendapatkan kesulitan untuk mengatakan perasaannja. Tetapi perasaannja sama sekali tidak sesuai dengan pikiran itu.
" Bagaimana " - anak itu masih tertawa. Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja.
" Nah, kau sependapat"
Tetapi Djadjar itu mendjawab " Aku tidak tahu. Tetapi apakah dengan demikian kau tidak hanja sekedar ingin membenarkan sikapmu jang liar dan tidak terkendali" Kau hanja memindjam istilah jang dapat menjelamatkan perasaanmu sendiri dari kedjaran2 kegelisahanmu. Kau mentjoba untuk menjembunjikan diri dari ketakutan dan ketjemasan tentang hart2mu jang mendatang, karena kau sekarang hanja sekedar dikuasai oleh nafsu jang tidak terkendali. Lalu kau menjebutnja dengan kata2 jang dapat memberimu ketentraman, jaitu kedjudjuran. Begitu " Dengan demikian kau dapat membebaskan dirimu dari djalan dan pandangan hidup jang berlaku. Dengan bangga kau berkata " Aku djudjur terhadap diriku. Aku tidak mau membohongi diri sendiri. Aku ingin berbuat seperti ini, memandjakan nafsu " begitu"
Anak muda itu terperandjat mendengar djawaban Djadjar jang gemuk itu. Ia tidak menjangka bahwa Djadjar jang tidak djuga kawin itu beranggapan demikian. Karena itu sedjenak djustru ia tidak dapat mengutjapkan sesuatu.
" He " Djadjar itu menghela nafasnja " kita telah salah memilih bahan pembitjaraan. Aku mempunjai keperluan jang chusus. Tidak ingin berbitjara tentang djalan hidup kita masing2. Ajo kita berbitjara.
" Heh " anak muda itu agaknja masih belum puas " kau tidak senang melihat aku memilih djalan hidup seperti ini. Tetapi kau ingin berbuat djauh lebih dahsjat dari apa jang kita lakukan.
Djadjar itu mengerutkan keningnja, tetapi lalu tersenjum. Akalnja ternjata masih dapat menguasai dirinja " Kita telah memilih djalan hidup kita masing2. Djalan jang berbeda te tapi mempunjai beberapa persamaan. Aku menginginkan apa jang aku ingini, dan kau memilih apa jang kau pilih. Tetapi keduanja tidak dibenarkan oleh ukuran peradapan jang wadjar.
Wadjah anak muda itu menegang, tetapi iapun kemudian tertawa pula " Marilah, kita berbitjara. Kita adalah orang2 jang liar, tetapi djudjur terhadap diri sendiri.
Djadjar itupun kemudian melangkah pergi diikuti oleh adiknja dan kedua anak2 muda jang akan mewakili teman2 nja kesudut halaman itu. Tetapi meskipun demikian Djadjar itu masih sempat berpikir " Seandainja semua orang berbuat demikian, djudjur se-djudjur2nja terhadap perasaan sendiri tanpa mau mengikatkan diri kepada ketetapan peradahan jang telah disetudjui bersama, apakah jang kira2 akan terdjadi" Tidak ada ikatan antara seseorang dan orang jang lain. Tidak ada perkawinan, tida ada keluarga. " Tetapi Djadjar itu kemudian berdesis " Persetan, aku harus mendapatkan perhiasan tiga pengadeg. Aku harus mendjadi kaja raja. Aku akan kawin dengan perempuan jang paling tjantik. " Tiba2 ia mengerinjitkan keningnja " Tetapi bagaimana kalau perempuan jang paling tjantik itu tidak djudjur. Ia kawin bukan karena ia mentjintai aku, tetapi karena kekajaanku. Lalu seperti jang dikatakan oleh anak ini, ia menerima orang lain didalam rumahku.
"Persetan. Persetan - Djadjar itu menggeretakkan giginja.
Achirnja mereka berhenti disudut halaman, ditempat jang terlindung oleh gerumbul2 liar jang tumbuh disana-sini.
Dengan hati2 Djadjar itu mentjeriterakan apa jang ingin dilakukannja besok, sesuai dengan rentjananja.
"Kalian djangan gagal. - desis Djadjar jang gemuk itu. - Kalau kalian gagal, maka semua rentjana akan gagal djuga.
"Pertjajalah. Terhadap seekor harimau loreng kami tidak takut. Apalagi Kuda-Sempana berdua.
"Tunggulah disekitar halaman rumahku. Kalau mereka telah masuk, djangan tunggu lebih lama lagi. Pantjinglah mereka dengan segala matjam persoalan. Kalau kalian kemudian berkelahi, bunuh sadja keduanja. Majatnja harus disembunjikan, sampai pihak istana selesai mengurus penjerahan tebusan itu, kita tidak mempunjai urusan lagi.
Kedua anak2 muda dan adik Djadjar jang gemuk itu mentjoba membajangkan apa jang harus mereka lakukan. Mereka harus bersiaga tanpa diketahui oleh kedua orang jang dimaksud oleh Djadjar jang gemuk itu. Kemudian apa bila mereka telah berada didalam rumah, maka mereka harus menjergapnja. Mengepung rumah itu supaja mereka tidak lolos, dan menjeret mereka kedalam perkelahian.
"Apakah kalian telah mengerti apa jang akan kalian lakukan " " Djadjar itu bertanja.
Kctiganja meng-angguk2kan kepalanja. Adiknja menjahut " Ja, kami sudah tahu. Dan kami akan melakukan se-baik2nja.
"Hati2. Kuda-Sempana adalah seorang bekas Pelajan Dalam istana jang mendapat kepertjajaannja. Kemampuannja berkelahi tidak kalah dengan seorang pradjurit, bahkan seorang pradjurit pilihan.
Adik Djadjar itu tertawa pendek " Aku sudah tahu, apa jang mampu dilakukan oleh seorang Pelajan Dalam. Aku tahu pula kemampuan seorang pradjurit pilihan sekalipun. Aku sendiri akan dapat menjelesaikannja.
" Tetapi kawannja itu " potong Djadjar jang gemuk.
" Apakah kawan Kuda-Sempana itu mempunjai njawa rangkap tiga " " sahut anak muda jang lain " kita kini telah berempat. Apalagi ditambah dengan beberapa kawan. Betapapun dahsjat orang itu, tetapi ia tidak akan mampu melawan kami. Mungkin seorang lawan seorangpun aku mampu membunuhnja. Tetapi supaja kita jakin bahwa rentjana ini tidak gagal, akan membawa kawan lima orang lagi, sehingga kita berdjumlah sembilan orang.
" Sembilan orang " Djadjar itu mengulangi " Kuda Sempana sendiri memerlukan dua orang untuk dapat mem bunuhnja segera, dan kawannja itu akan dibunuh be-ramai2 oleh tudjuh orang. Bukankah begitu t
"Ber-lebih2an. Tetapi biarlah hatimu mendjadi tenteram " potong adiknja " Kau tahu apa jang dapat lakukan dan jang sering kami lakukan. -
" Ja aku tahu. Kalian terlampau sering berkelahi dan memang mampu untuk melakukannja.
" Nah, apakah ktlian masih mentjemaskan nasib kami atau mentjemaskan nasib Kuda-Sempana dan kawannja "
" Aku pertjaja. Sembilan orang. Kalau kita gagal dengan sembilan orang,2maka baiklah kita ber-sama2 membunuh diri. Kita akan mendjadi sangat malu. " berkata Djadjar jang gemuk itu.
Ketiga anak2 muda itu tertawa. Salah seorang, dari mereka berkata " Djadi kau jakin "
"Aku jakin dihari pertama. Besok untuk membunuh Kuda-Sempana dan kawannja. Tetapi bagaimana dihari kedua. Lusa "
"Berapa orang kau butuhkan "
" Aku belum tahu pasti, siapakah dan berapakah djumlahnja, orang2 jang harus datang untuk menjerahkan tebusan itu. Tetapi besok aku akan minta kepada Permaisuri, bahwa Kuda-Sempana dan kawannja minta supaja mereka menjerahkan uang itu aku sendiri dan hanja satu dua orang pengawal.
" Apa Permaisuri dan Akuwu Tunggul Ametung akan menjetudjuinja " " bertanja adiknja.
" Aku akan berusaha. Aku dapat mengatakan bahwa apabila tidak demikian maka Kuda-Sempana dr.n kawannja itu tidak bersedia membawa Mahisa Agni. karena mereka bertjuriga bahwa orang2 Tumapel akan berbuat tjurang.
Anak2 muda itu meng-angguk2kan kepalanja.
"Kau memang pintar " salah seorang dari mereka bergumam " Mudah2an Permaisuri tjukup bodoh untuk menjetudjuinja.
" Mahisa Agni baginja terlampau berharga.
" Lalu berapa orang kau perlukan " Tiga, atau lima "
"Hus " Djadjar itu berdesis " djangan terlampau memandang ringan persoalan ini. Mungkin Permaisuri menjediakan beberapa orang pradjurit untuk mengawasi serah terima itu.
"Ja, tetapi berapa orang jang kau perlukan" Itu sadja. Aku tidak sempat memikirkan segala matjam persoalannja.
Aku tinggal menjediakan. Sebut sadja. Kalau kau masih perlu mempertimbangkannja, pertimbangkan sadja lebih dahulu didalam kepalamu sebelum kau menjebut djumlahnja.
"Setan alas, geram djadjar itu, " kalian memang terlampau malas. Otak kalian akan 2mendjadi tumpul, setumpul lutut kalian itu.
"Aku tidak sempat. " Baiklah. Aku minta kalian datang ber-sama2 kawan2 kalian sebanjak limabelas orang.
" He, sebanjak22 itu " Apakah kita akan berperang melawan Tumapel " Berapa orang pradjurit jang akan ikut kau pada saat penjerahan itu. Berapa " Ada sepuluh orang -atau lebih " Kau menghina kami. Kalau jang datang hanja lima orang, maka lima orang sudah tjukup untuk melawan mereka dan membinasakan. Seorang menurut katamu akan mendjadi Kuda Sempana didalam kegelapan, dan seorang lagi mendjadi kawannja. Sedang jang seorang mendjadi bajangan Mahisa Agni. Tiga orang. Begitu bukan maksudmu " Dengan demikian maka djumlah jang diperlukan se-banjak2nja adalah sepuluh orang dengan kau sendiri.
" Kalian tidak usah ikut berpikir. Otak kalian sudah terlandjur tumpul. Biarlah aku sadja jang memikirkan. Kau hanja tahu djumlah jang aku perlukan. Kau tidak akan tahu darimana aku mendapatkan angka itu. Lima belas orang. Apakah kalian bersedia.
" Setan alas, kaupun setan alas "geram salah seorang dari anak2 muda itu.
" Nah, bagaimana. Apakah diantara kalian tidak ada sedjumlah itu "
" Hem, adik djadjar itu menarik nafas dalam2. Kemudian " Ja, kami sanggupi. Djangankan limabelas Seratuspun akan dapat terkumpul dalam malam ini sebelum matahari muntjul.
"Benar begitu " " bertanja Djadjar itu ragu2. Anak2 muda itu saling berpandangan sedjenak. Mereka
merasakan ke-ragu2an djadjar jang gemuk {itu, se-olah2 djadjar itu kurang mempertjajai mereka. Karena itu maka salah seorang dari mereka berganti bertanja " Kau tidak pertjaja" Apakah kau ingin membuktikan "
" Bukan, bukan karena akU tidak pertjaja. Tetapi baiklah. Aku kira kita tidak memerlukan orang begitu banjak. Lima belas orang sadja. Kalau kalian, kurang jakin, kalian dapat menambah menurut pertimbangan kalian sendiri.
" Kalau kau bertanja tentang pertimbangan kami, maka lima orang sudah tjukup untuk melawan lima belas orang pradjurit seperti jang kau katakan. Apakah kau tidak pertjaja "
" Aku% pertjaja. Tetapi aku memerlukan kejakinan dan kepastian. Itulah sebabnja, maka lebih baik kita kelebihan tenaga daripada kita mengalami kegagalan.
" Lalu apa lagi jang harus kami kerdjakan "
"Tidak ada. Tetapi ingat. Sesudah itu aku akan meninggalkan Tumapel. Kalian sebaiknja ikut aku.
" Buat apa " " Kalian mendjadi pelindungku jang baik, dan kalian pun harus menghindari kedjaran pradjurit2 Tumapel.
" Mereka tidak mengenal kami. Hanja kaulah jang pasti dikenal dan ditjurigai, meskipun kau ber-pura2 berada dipihak mereka. Tetapi kami tidak. Kalau upah kami sudah kau berikan, maka terserahlah kepadamu, kemana aku akan pergi. Aku tidak memperdulikanmu lagi.
" He " Kalian tidak takut kepada pradjurit2 Tumapel "
" Hanja kaulah jang tahu, bahwa kami jang menjerang mereka. Meskipun ada satu dua diantara para pradjurit itu jang masih hidup, tetapi mereka tidak mengenal kami. Kalau pihak istana kemudian tahu, bahwa kami terlihat didalamnja, maka sumbernja adalah kau.
" Setan alas " geram djadjar itu " kalian sudah mulai mengantjam. Tetapi itu mustahil. Aku ingin, aku pun tidak ditjurigai. Aku ingin mendapat kesan bahwa akupun terbunuh diantara pradjurit2 Tumapel jang mati. Dengan demikian tidak akan ada orang jang mentjari aku. Pradjurit2 Tumapel mudahkan mengira bahwa sergapan itu dilakukan oleh oranganja Kuda-Sempana.
" Mudah4an. " desis adik djadjar jang gemuk itu.
" Nah, sekian sadja untuk malam ini Djangan lupa. Kepung rumahku. Kalian harus bersiaga disekitar rumahku sedjak matahari turun. Djangan menunggu malam. Banjak tempat untuk bersembunji. Halaman rumahku tjukup rimbun.
"Aku tahu " djawab salah seorang dari mereka " halaman rumahmu besar2 seperti hutan alang2. Kau seorang djuru taman diistana, tetapi rumahmu sendiri tidak pernah mendapat perawatan. Apalagi halaman dan petaman.
Djuru taman itu tersenjum. Katanja " Sebentar lagi aku akan meninggalkan rumah jang djelek itu. Sekarang aku akan masuk kedalam rumah perdjudian itu. Djangan lupa persetudjuan jang telah kita buat,
" Kau akan ikut berdjudi " " bertanja adiknja.
" Ja- "Kau akan terlambat bangun besok pagi. Kau akaa kehilangan kesempatan bertemu dengan Permaisuri.
Djadjar itu mengerutkan keningnja,
"Lakukanlah dahulu rentjana besarmu ini. Djangan tenggelam dalam perdjudian, sebelum kau berhasil.
Djadjar itu meng-angguk2kan kcpalanja " Kau pintar djuga. Baiklah aku pulang. Tetapi hati2, kalau kalian gagal, kita ber-sama akan digantung di-alun2 Tumapel, mendjadi tontonan meskipun dihari pertama kalian berhasil membunuh Kuda-Sempana dan kawannja itu.
"Djangan takut. Djadjar itu meng-angguk2kan kcpalanja. Sedjenak dipan danginja ketiga anak muda itu ber-ganti2, sc-olah2 ingin melihat kekuatan jang tersimpan didalam diri mereka.
Djadjar itu terkedjut ketika tiba2 sadja salah seorang dari ketiga anak2 muda itu bertanja " Kau masih tetap ragu2 "
"Tidak, tidak. Aku sudah tidak ragu2 lagi.
"Apakah kau ingin membuktikan aku mentjabut pohon sembodja itu.
" Tidak, tidak, aku sudah pertjaja.
" Atau melontjati atap regol halaman ini"
" Tidak, tidak. Aku sudah pertjaja.
Anak2 muda itu tertawa. " Baiklah " desis salah seorang dari mereka " akupun pertjaja bahwa kau djuga mampu melakufcannja. Sekarang pulanglah, dan tidurlah dengan njenjak.
"Baiklah " djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja. Lalu minta diri kepada anak2 muda itu.
Diperdjalanan pulang, djadjar itu kadang2 tersenjum seorang diri. Terbajang kemenangannjajangakan terdjadi besok. Wadjah jang beku sebeku majat itu tidak akan dapat mengganggunja lagi. Mata jang memantjar seperti bara dalam kebekuan wadjah itu tidak akan membuatnja kehilangan akal lagi.
Ketika djadjar itu kemudian berbaring dipemberingannja, maka senjum itu masih djuga membajang diwadjahnja, Sedjenak kemudian djuru taman jang gemuk itu telah tertidur dibelai oleh mimpi jang menjenangkan sekali.
Ketika matahari mendjenguk dari balik pebukitan diudjung Timur, djadjar itu telah berdjalan dengan tergesa-gesa keistana. Djarak itu terasa terlampau djauh. Ia ingin segera bertemu dengan Permaisuri dan menipunja. Membohonginja. Tetapi jang akan dilakukan bukan sekedar menipu dan berbohong, .tetapi sesudah menipu dan bohong, jang akan dilakukan adalah pembunuhan. Pembunuhan jang kedji tanpa memikirkan akibat dan pertanggungan djawab atas perbuatannja itu.
Ketika ia melewati regol2 halaman istana, regol luar kemudian regol dalam dan regol petamanan, djadjar itu sama sekali sudah tidak sempat berpaling kepada para pendjaga. Ia berdjalan sadja dengan tergesa-gesa seolah-olah regol itu segera akan ditutup. Para pendjaga jang melihatnja saling ber pandangan sedjenak. Lalu mereka tersenjum. Para pradjurit itu telah mendengar tjeritera tentang djuru taman jang mereka sangka telah mendjadi gila,
"Tetapi ia tidak berbahaja - desis salah seorang pradjurit.
"E, siapa bilang - sahut jang lain - hampir sadja ia berkelahi dengan kedua kawannja jang lain.
" Itulah, ia tidak berbahaja. Ia masih sempat merasa takut melawan kedua kawannja, seperti kedua kawannja jang ragu2, sehingga perkelahian itu mendjadi urung. Kalau djadjar itu mendjadi benar2 gila dan berbahaja, maka ia tidak akan terlalu banjak bitjara. Mungkin kedua kawannja itu telah dikelewangnja.
" Kasian - desis jang lain - tetapi apakah kegilaannja itu tidak membahajakan Permaisuri.
" Tidak. Terhadap Permaisuri ia benar2 takut. Sekali dua kali ia dipanggil. Ia menundukkan kepalanja hampir mentjium tanah.
Jang lain meng-angguk2kan kepalanja. Mereka memandangi djadjar jang berdjalan tergesa gesa itu sampai hilang dibalik dinding2 jang tinggi.
Djadjar itu sendiri segera pergi kepetaman. Tetapi ia mendjadi kctjewa ketika ia belum melihat Permaisuri berada dipetaman itu.
"Aku harus menunggu. O, hampir gila aku dibuatnja. Menunggu adalah pekerdjaan jang mendjemukan sekali. Menunggu dan menunggu itulah jang akan membuatku gila.
Kali ini djadjar jang gemuk itu tidak mau menunggu dibawah pohon sawo ketjik. Ia merasa tersiksa duduk bersandar pohon jang besar dan rindang itu. Ia ingin melewatkan waktunja dengan kesibukan, agar ia tidak merasakan kedjemuan jang mengojak dadanja.
Djadjar jang gemuk itu segera mengambil alat2nja. Tjangkul dan sebuah parang. Dengan nafas ter-engah2 ia mengaduk tanah untuk mentjoba menjiangi tanaman. Tetapi karena hatinja tidak berada dipekerdjaannja, maka pekerdjaannjapun tidak dapat dilakukannja dengan baik.
Namun jang dilakukan itu telah mengherankan kedua -kawannja jang datang kemudian. Sambil berbisik mereka berkata " He, ia telah mau bekerdja.
Tetapi mereka mendjadi terperandjat " O, pohon kembang gambir itu akan mati kalau ia berbuat demikian. Itu sama sekali tidak menjiangi, tetapi menebas akar2nja sampai habis. - desis salah seorang dari mereka.
" Biar sadjalah. - berkata jang lain.
Kedua djadjar jang lain itu kemudian sama sekali tidak menghiraukannja lagi. Merekapun segera bekerdja ditempat jang lain. Disudut-sudut petamanan. Memotong daun2 jang kuning, dan mentjabut rerumputan liar jang tumbuh disana sini, diantara tanaman bunga2an jang sedang semarak.
Tetapi ternjata bukan Djadjar jang gemuk itu sadja jang gelisah. Ternjata Permaisuripun telah diganggu oleh kegelisahannja. Ia ingin segera mendengar keterangan Djadjar jang gemuk itu, apakah Kebo Sindet bersedia membawa Mahisa Agni. Kalau Kebo Sindet itu bersedia, maka berdjalanlah rentjana Akuwu Tunggul Ametung, meskipun tidak djudjur sepenuhnja. Tetapi terhadap orang2 seperti itu, Akuwu Tunggul Ametung memang perlu bertindak untuk mentjegah perbuatan jang serupa di-masa2 mendatang. Tetapi apabila Kebo Sindet menolak, Akuwu masih mempunjai waktu untuk menentukan sikapnja.
Karena kegelisahan itulah maka Ken Dedespun hari ini telah mengedjutkan para emban dan emban pemomongnja jang setia. Meskipun hari masih terlampau pagi, tetapi Ken Dedes telah bersiap turun ketaman untuk bertemu dengan Djadjar jang gemuk itu.
Tetapi keheranan para emban tidak setadjam kedua kawan Djadjar jang gemuk itu. Para emban tahu, bahwa Permaisuri gedang dirisaukan oleh orang2 jang telah mengambil Mahisa Agni dan menjembunjikannja. Sedang para djuru taman tidak mengerti apa jang sebenarnja terdjadi.
Keheranan mereka memuntjak. ketika mereka melihat Permaisuri turun ketaman djauh lebih tjepat dari kebiasaannja. Kedua Djadjar itu tidak dapat mengerti, apakah jang sebenarnja telah terdjadi. Apalagi ketika Permaisuri langsung memanggil Djadjar jang gemuk jang dengan gelisahnja mengisi waktunja dengan segala matjam pekerdjaan jang tidak berarti, bahkan kadang2 membuat beberapa matjam tanaman mendjadi laju.
Ketika Djadjar jang gemuk itu menghadap Permaisurii maka dadanja serasa akan bengkah. Ber-djidjal2 persoalan jang akan dikatakannja ber-sama2. Tetapi djustru karena itu, maka mulutnja masih sadja terbungkam.
"Bagaimana djuru taman" - bertanja Ken Dedes langsung pada persoalannja - apakah kau sudah bertemu dengan Kebo Sindet dan mengatakan pesanku kemarin.
Djadjar itu membungkuk dalam2, djawabnja gemetar " Hamba Tuanku, hamba telah bertemu dan menjampaikan pesan Tuan Puteri kepadanja.
" Apa katanja" - Ken Dedes hampir tidak sabar lagi menunggu Djadjar itu membuka mulutnja.
" Tuanku - Djadjar itu mentjoba mengatur nafasnja jang ter-engah2 i hamba telah mehjampaikannja dan menjaran kannja untuk dapat mengerti maksud Tuan Puteri.
" Ja, lalu bagaimana djawabnja"
" Tuan Puteri, ampun, ternjata Kebo Sindet, kawan Kuda-Sempana itu dapat mengerti. Ia dapat menerima pesan itu dengan beberapa sjarat pula.
" Apakah sjarat itu"
" Tuanku. Ampunkan hamba. Sama sekali bukan maksud hamba untuk melakukannja, tetapi se-mata2 atas pesan Kebo Sindet itu.
" Ja, katakanlah. Katakanlah selengkapnja.
Djadjar jang gemuk itu menelan ludahnja. Ditenangkannja dadanja jang bergelora. Supaja ia tidak salah lidah, maka diaturnja kata demi kata se-baik2nja didalam kepalanja.
" Katakanlah djadjar - Permaisuri ternjata sudah tidak sabar lagi.
" Ampun Tuanku. Kebo Sindet itu memberikan suatu sjarat, seperti djuga Tuanku memberikan suatu sjarat. Karena orang2 Tumapel jang sudah dikenalnja adalah hamba, tetapi ini sama sekali bukan maksud hamba sendiri Tuanku, maka Kebo Sindet itu minta hambalah jang membawa uang tebusan itu. Selain itu Tuanku, Kebo Sindet mengharap, agar tidak terlalu banjak pengawalan. Djika demikian kepertjajaan Kebo Sindet akan turun. Pengawalan pradjurit atas barang2 itu djangan lebih dari tiga orang termasuk hamba sendiri.
Kemudian setelah itu, barulah kakanda Tuanku, Mahisa Agni akan ditinggalkan ditempatnja.-
Ken Dedes mengerutkan keningnja. Tuntutan Kebo Sindet itu ternjata tjukup berat. Ken Dedes telah mendengar bahwa Kebo Sindet adalah orang pilih tanding. Orang jang memiliki banjak kelebihan dari kebanjakan orang. Karena itu, hitungan jang dipesankan adalah hitungan jang terlampau berbahaja. Dua orang pradjurit.
Tetapi Ken Dedes tidak ingin membuat sesuatu keputusan. Ia akan menjampaikannja sadja kepada Akuwu Tunggul Ametung. Biarlah Akuwu Tunggul Ametunglah jang mengambil keputusan. Masih ada waktu sehari lagi besok.
Sedjenak kemudian Permaisuri itu bertanja lagi - Apakah Kebo Sindet sudah menentukan tempat penjerahan itu"--
Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja. Djawabnja - Sudah Tuanku. Kebo Sindet mohon penjerahan itu dilakukan diudjung djalan raja jang membelah kota ini, Tepat diperbatasan. Diluar gapura kota.
Ken Dedes menarik nafas. Gapura itu terletak mendjorok agak ke-tengah2 bulak. Adalah sulit bagi Akuwu Tunggul Ametung untuk menjiapkan pasukan jang tersembunji. Meskipun demikian, hal inipun akan diserahkannja kepada Akuwu Tunggul Ametung. Hal jang serupa itu, Akuwu pasti lebih memahaminja daripada dirinja.
Tetapi bahwa Kebo Sindet telah sedia memenuhi sjaratjang diberikan oleh Akuwu Tunggul Ametung, dengan membawa Mahisa Agni sebagai sjarat penjerahan itu, telah memberinja sedikit ketenteraman. Kemungkinan untuk membebas kan kakaknja itu dari tangan Kebo Sindet mendjadi lebih besar. Karena itu, maka kini Permaisuri mendjadi demikian tergesa2 untuk bertemu dengan Akuwu Tunggul Ametung. Ia tidak ingin bertjengkerama ditaman. Karena itu, maka segera ia berdiri dan berkata kepada emban2nja 2- Aku akan kembali keistana.
Para emban dapat merasakan, betapa kegelisahan jang sangat telah mentjengkam dada Permaisuri itu. Ia hampir2 tidak sempat lagi memikirkan dirinja sendiri. Apalagi achir2 ini.
Segenap perasaan dan pikirannja terikat kepada persoalan kakaknja Mahisa Agni.
Tetapi ketika Permaisuri itu baru sadja melangkah, terdengar djadjar jang gemuk itu bertanja " Bagaimana Tuanku, apakah Tuanku bersedia "
Ken Dedes termenung sedjenak. Ia tidak dapat memutuskan sendiri. Ia harus bertemu dengan Akuwu Tunggul Ametung lebih dahulu.
"Besok aku beri tahukan itu kepadamu djadjar.
" Ampun Tuanku. Hamba mendapat pesan, bahwa hari ini hamba harus mendapat keputusan. Kalau tidak, maka semua pembitjaraan akan dianggap batal.
Kening Permaisuri itu tampak berkerut. Ia tidak mau kehilangan kesempatan lagi. Karena itu maka djawabnja tanpa memikirkan akibatnja " Ja. Aku terima. Tetapi aku harus menjampaikannja kepada Akuwu Tunggul Ametung. Kalau ternjata ada perubahan, maka aku akan memberitahukan kepadamu.
"Tetapi hamba harus mendapat kepastian Tuanku.
Sekali lagi Ken Dedes ter-mangu2 Lalu katanja " Ja, aku setudjui.
Djadjar itu menundukkan kepalanja dalam2. Dengan hormatnja ia menjembah " Hamba Tuanku. Hamba tinggal menjampaikan semua pesan dan kesanggupan Tuanku kepada Kebo Sindet itu.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Ja, katakanlah. Besok permintaan itu akan dipenuhi.
" Hamba Tuanku. Besok pada saat matahari telah terbenam. Hendaklah Tuanku memerintahkan hamba untuk pergi bersama dua orang pradjurit, untuk menjampaikan tebusan itu diluar gapura kota.
" Ja. " sahut Ken Dedes pendek.
Permaisuri itupun kemudian dengan ter-gesa2 meninggalkan petamanan. Ia segera ingin menghadap Akuwu Tunggul Ametung untuk menjampaikan hasil pembitjaraan itu.
Tetapi alangkah ketjewa hati Permaisuri itu ketika ternjata Akuwu Tunggul Ametung baru berada dipaseban depan. Dihadap oleh beberapa tetua pemerintahan dan pemimpin pradjurit. Karena itu maka Permaisuri itu masih harus menunggu sampai pembitjaraan itu selesai. Dan dengan demikian maka ia harus berada didalam biliknja dalam kegelisahan jang sangat.
Sementara itu, djadjar gemuk jang masih tinggal ditaman, hampir2 tidak dapat menguasai dirinja. Hampir2 ia benar2 mendjadi gila Ia merasa bahwa sampai saat ini rentjananja berdjalan lantjar. Permaisuri jang gelisah itu dengan mudah dapat ditipunja. Kalau benar besok ia mendapat tugas untuk menjampaikan tebusan itu bersama hanja dua orang pradjurit, maka semuanja akan berlangsung dengan mudahnja. Dua orang pradjurit itu akan dibunuhnja bersama adik dan kawan2nja. Majatnja akan ditinggalkan sadja diga pura kota. Akuwu Tunggul Ametung pasti menjangka, bahwa Kebo Sindet telah berchianat. Tetapi Kebo Sindet sendiri malam nanti harus sudah binasa bersama Kuda Sempana. Kebo Sindet harus sudah mati, sehingga tidak akan dapat mengganggu penjerahan besok.
Djadjar itu ter-senjum2 sendiri. Kini ia jakin bahwa ia akan berhasil. Berhasil mendapatkan tebusan tiga pengadeg perhiasan seorang Permaisuri Akuwu jang kaja raja.
"Heh, nasibku akan segera berubah - desisnja.
Ketika kemudian dua orang kawannja djuru taman lewat disampingnja, ia sama sekali tidak mau berpaling. Ia merasa bahwa kedua orang itu sama sekali bukan sepadannja. Keduanja adalah orang2 jang bernasib djelek untuk sepandjang hidupnja.
"Aku akan memiliki tanah jang luas, rumah jang besar dan kekajaan jang melimpah-limpah. - ia masih berangan -hanja orang2 jang bodoh jang bertahan pada nasibnja jang djelek. Hanja penakut jang malas jang sama sekali tidak berani dan tidak mau berbuat apa2, nasibnja akan selalu malang.
Tiba2.djadjar itu mengerutkan keningnja. Teringat olehnja usahanja untuk menghindari pertemuan dengan Kebo Sindet hari ini. Ia harus pulang sebelum waktunja. Kalau ia pulang terlambat, Kebo Sindet pasti akan menunggunja, atau mengawasi pintu regol dari kedjauhan kemudian meng ikutinja, dan mengedjutkannja ditengah djalan.
" Sekarang akulah jang harus menentukan tempat per temuan - katanja didalam hati - aku harus pulang djauh sebelum waktunja. Aku akan menunggu kedua orang itu dirumah. Kalau mereka menunggu aku agak djauh diluar regol halaman ini, dan mendjelang sendja aku masih djuga belum keluar, mereka pasti akan mentjariku dirumah.
Djadjar itu segera membasahi dirinja. Ia tidak akan menunggu lebih lama lagi. Semakin tjepat akan mendjadi semakin baik. Ia akan pulang, djauh sebelum waktunja, sebelum Kebo Sindet dan Kuda Sempana menungguinja dari kedjauhan.
Tetapi djadjar itu tidak merasa perlu minta diri kepada kedua kawannja. Kini ia merasa bahwa kedua orang itu su dah bukan kawannja lagi. Karena itu, ia sama sekali tidak merasa perlu untuk berbitjara dengan mereka.
Sedjenak kemudian dengan ter-gesa2 djadjar itu berdjalan meninggalkan taman. Masih djauh dari waktu jang seharusnja Matahari baru sampai dipuntjak langit. Dan panasnja serasa, menghundjam diubun-ubun. 2
Tetapi djadjar itu sama sekali tak menghiraukannja. Ia melangkah semakin tjepat. Dilaluinja djalan2 jang tidak pernah dilewatinja. Njidat lewat halaman2 jang kosong, di-sela2 rumpun2 bambu liar. Kemudian melontjati parit dan pagar2 batu jang terlampau tinggi.
" Aku harus segera sampai kerumah, geramnja sebelum setan alasan itu menjusulku. Kalau mereka tidak tahu, bahwa aku sudah pulang, maka mereka pasti menungguku sampai hari hampir gelap. Barulah mereka akan mentjariku kerumah. Sementara itu anak2 gila itu telah bersiap menjergapnja dan menjeretnja kelubang kubur.
Djadjar itu tertawa sendiri. Kakinja masih melangkah de ngan tjepatnja, melemparkan debu jang putih.
Ketika djadjar itu sampai kerumahnja, maka ia mendapatkan kebanggaan baru kepada dirinja. Ia bangga bahwa perhitungannja kali ini ternjata benar. Kebo Sindet masih belum sempat, menungguinja di-djalan2 atau dimana sadja jang dihendakinja, karena Kebo Sindet selalu menganggap bahwa djadjar itu pulang pada saat matahari turun di-Barat.
" Ia pasti akan datang kerumah ini - desis djadjar jang gemuk itu - tetapi nanti setelah matahari turun. Ia kini pasti menunggu aku lebih dahulu, agak djauh diluar regol. Tetapi aku tidak akan muntjul sampai matahari terbenam. Nah, sekarang orang berwadjah majat itu baru ia tahu, bahwa ia tidak dapat berbuat sekehendaknja atasku. Hari ini akulah jang menentukan tempat pertemuan.
Tetapi meskipun demikian djadjar itu masih djuga di ganggu oleh kegelisahan. Kalau Kebo Sindet itu datang ter lampau tjepat sebelum anak2 gila itu ada disekitar rumah ini, maka rentjananja masih djuga belum akan berdjalan dengan baik.
"Kalau orang2 itu datang terlampau tjepat, aku berusa ha menahannja dengan segala matjam tjara. " katanja didalam hati " mungkin aku dapat ber-pura2 merebus air, atau baru mandi atau baru apa sadja. Tetapi rhudah2an mereka datang setelah sendja.
Bagi djadjar jang sedang menunggu sendja itu, terasa matahari berdjalan terlampau malas. Waktu jang hanja setapak demi setapak madju itu terasa djauh lebih lama dari hari2 biasa.
"Oh " djadjar itu mengeluh " aku hampir mati karena menunggu2 dan menunggu. Kali ini matahari sengadja mempermainkan aku. Setan alas.
Tetapi betapa terasa lambannja, namun matahari semakin lama mendjadi semakin rendah diudjung Barat. Sinarnja mendjadi semakin redup dan memerah seperti darah. Saat2 jang bagi djadjar jang gemuk itu sangat mendebarkan. Sebentar lagi ia akan terlibat dalam suatu tindakan jang berbahaja dan menentukan. Namun taruhannja tjukup besar. Njawa atau tiga pengadeg perhiasan Permaisuri Akuwu Tumapel.
"Seberapa kekuatan kedua orang itu - desisnja - aku pertjaja 2kepada anak2 muda itu. Berkelahi adalah pekerdjaan mereka se-hari2. Mereka bukan sekedar orang2 liar jang tidak berarti. Tetapi mereka berguru pula untuk mempeladjari ilmu berkelahi. Sembilan orang akan hadir disini nanti, untuk membunuh jang dua orang itu. Meskipun keduanja bernjawa rangkap, tetapi keduanja tidak akan mampu melepaskan dirinja. Dua orang dari anak2 muda itu mampu memetjah batu dengan tangannja, sedang adikku mampu mematikan kesadaran seseorang dengan ketukan2 pada tubuhnja. Namun bagaimanapun djuga, dada djadjar itu mendjadi semakin berdebar-debar.
Haripun semakin lama mendjadi semakin suram, sedjalan dengan dada djadjar jang gemuk itu, jang mendjadi semakin berdentangan.
Dalam pada itu Kebo Sindet dan Kuda-Sempana masih berdiri sadja seperti patung didalam bajangan dedaunan jang rimbun agak djauh dari regol istana. Seperti dugaan djadjar jang gemuk, maka Kebo Sindet selalu mengawasi regol itu. Setiap kali ia melihat djadjar jang gemuk itu keluar dan memilih djalan, maka ia pun segera mendahuluinja dan menemuinja di-tempat2 jang mereka kehendaki. Tetapi kali ini mereka telah terlampau lama menunggu, namun djadjar jang gemuk itu belum djuga keluar dari halaman istana.
"Waktunja untuk pulang telah lama lampau " desis Kebo Sindet.
Kuda-Sempana tidak mendjawab dan sama sekali tidak menggerakkan kepalanja.
"Apakah ia dapat melepaskan diri dari pengawasanku" - Kebo Sindet meneruskan.
Tetapi Kuda-Sempana masih tetap berdiam diri.
"Orang jang bodoh itu tidak akan dapat lepas lagi dari tanganku - geram Kebo Sindet - mungkin ia akan mengchianati aku. Tetapi itu tidak akan dapat terdjadi. Aku akan mengedjarnja sampai keudjung bumi. " Kebo Sindet berhenti sedjenak lalu " Kalau ia telah menerima tebusan itu dan berusaha melarikannja, maka ia akan mengalami nasib jang paling djelek dari mereka jang pernah mendjadi korbanku.
Kuda Sempana masih tetap dalam kediamannja.
Kebo Sindetpun kemudian terdiam. Ia menjesal bahwa ia terlambat datang. Dan sekali lagi ia menggeram - Djadjar itu pasti pulang djauh sebelum waktunja, supaja ia sendiri jang dapat menentukan dimana kita akan bertemu. Baiklah kali ini aku mengalah. Aku akan datang kerumahnja, menanjakan keputusan terachir. Besok adalah hari jang terachir menurut ketentuanku Kalau besok persoalan ini masih belum selesai, mungkin aku akan mengambil keputusan jang akan sangat menjakitkan hati bagi Permaisuri jang kikir itu, atau bahkan mengedjutkannja dan menjesalinja.
Kali ini Kuda-Sempana berpaling. Ia tahu benar, bahwa Kebo Sindet telah kehilangan sisa2 kesabarannja. Ia memelihara Mahisa Agni dengan harapan jang se-olah2 tidak akan dapat didapatkannja. Karena itu, ia akan merasa tidak berguna lagi untuk membiarkan Mahisa Agni hidup lebih lama lagi.
Kuda-Sempana sendiri tidak tahu, bagaimanakah tang gapan perasaannja atas persoalan itu. Ia tidak tahu, apakah ia bergembira apakah ketjewa. Jang dapat dirasakannja adalah djantungnja berdebar semakin tjepat.
" Kalau kali ini gagal, maka aku akan berbuat langsung menurut tjaraku - Kebo. Sindet masih menggeram. Tetapi wadjahnja jang beku masih tetap beku seperti majat.
" Apakah kau mengira bahwa djadjar itu masih berada didalam taman" - bertanja Kebo Sindet kemudian.
Kuda Sempana menggelengkan kepalanja - Tidak - djawabnja pendek.
" Ja, aku sependapat. Djadjar itu pasti sudah pulang. Kebo Sindet berdesis " mari kita lihat kerumahnja. Kalau malam ini ia tidak pulang, itu berarti ia telah berchianat. Ia telah menerima tebusan itu, tetapi tidak diserahkannja kepadaku, dan berusaha menghindarkan dirinja. " Kebo Sindet berhenti sedjenak. Lalu katanja " Seandainja tidak, biarlah ia hari ini merasa menang karena aku mentjarinja dirumabnja. Biarlah ia merasa menang dengan kemenangannja. Kesenangannja jang terachir. Sebab umur Djadjar itu pun tinggal sehari besok. Diserahkan atau tidak diserahkan tebusan itu, Djadjar itu besok akan mati. Kalau ia menerima tebusan dan menjerahkannja kepadaku, ia akan mati supaja. ia tidak terlampau banjak menuntut. Kalau ia gagal iapun akan mati pula, karena ia telah menelan waktuku sepekan ini.
Kuda-Sempana mengerutkan keningnja. Djadjar itupun bernasib djelek. Berhasil atau tidak berhasil, ia akan dibunuh oleh Kebo Sindet dengan alasan apapun. Tetapi hal itu sudah diduga pula oleh Kuda-Sempana. Setiap orang jang tidak berguna lagi bagi Kebo Sindet setelah mereka mengadakan hubungan matjam apapun, pasti akan dibunuhnja. Ia menjadari bahwa kelak akan sampai djuga saatnja, ia sendiri, Kuda-Sempana akan dibunuh djuga oleh Kebo Sindet itu. Tetapi Kuda-Sempana sendiri sama sekali sudah tidak menghiraukannja. Hidup baginja se-olah22 telah berhenti. Ia memang sudah mati dalam hidupnja.
Sekali lagi Kuda-Sempana berpaling ketika ia mendengar Kebo Sindet berkata " Marilah kita pergi kerumah Djadjar gila itu. Aku ingin melihat ia mengangkat dadanja atas kemenangannja kali ini, supaja aku besok puas mentjekiknja.
Tetapi Kuda-Sempana tidak mendjawab. Ia berdjalan sadja dibelakang Kebo Sindet jang melangkah pTgi.
Djadjar jang gemuk itu, jang menunggu Kebo Sindet dirumahnja, masih djuga selalu ditjengkam oleh kegelisahan. Sekali2 ia mendjengukkan kepala keluar pintu. Sekali2 ia berdjalan hilir mudik dihalamannja.
Ia menarik nafas dalam2 ketika ia melihat disudut halaman rumah seberang, seorang anak muda duduk dibawah pohon jang rindang. Anak muda itu adalah adiknja.
Djadjar itu mcng-angguk2kan kepalanja. Ketika ia mengangkat wadjahnja, maka dilihatnja sinar2 merah dilangit mendjadi semakin redup. Bajangan pepohonan mendjadi semakin samar, karena sinar sendja jang semakin suram.
" Anak2 itu sudah ada disekitar halaman rumah ini " katanja didalam hati. Djadjar itu kemudian tersenjum sendiri. " Kasihan Kuda-Sempana dan orang jang berwadjah majat itu. Mudah2an njawanja tidak mendjadi hantu jang selalu menggangguku kelak.
Djadjar itu tertawa sendiri. Lambat, tetapi semakin lama mendjadi semakin keras, sehingga suara ketawanja mengedjutkannja sendiri.
Ketika djadjar itu sadar akan dirinja, maka ketawanjapun segera berhenti. Ia masih harus menunggu Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Ia masih harus menjelesaikan pekerdjaan jang besar ini. Kalau ia berhasil malam ini dengan lantjar, maka besukpun mudah2an akan lantjar pula. Membinasakan pradjurit2 jang mengawalnja untuk menjerahkan perhiasan sebagai tebusan Mahisa Agni.
Api Di Bukit Menoreh 6 Wiro Sableng 111 Hantu Langit Terjungkir Pedang Kiri Pedang Kanan 5
^