Pencarian

Pelangi Dilangit Singosari 18

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 18


Pe-lahan-lahan Akuwu itu meng-angguk2kan kepalanya Katanya - Marilah kita kembali. Aku tidak dapat berbicara sambil berdiri saja disini. Aku harus berbicara dengan Mahisa Agni dalam keadaan yang lebih baik Tidak disini sambil mematung.
Witantra menggigit bibirnya. Hampir saja ia tertawa. Bukankah Akuwu sendiri yang berbuat demikian sehingga ia harus berbicara sambil berdiri tegak seperti patung"
Akuwu Tunggul Ametung itupun kemudian berjalan kembali kegubugnya, Terlampau tergesa-gesa seperti sedang ditunggu oleh suatu keadaan yang terlampau penting untuk segera ditanggapi.
Ternyata orang-orang Panawijen dan para prajurit diperkemahan mereka telah bangun dan telah mulai mempersiapkan diri. Mereka sama sekali tidak mengerti, bahwa Akuwu Tunggul Ametung, Witantra dan Ken Arok pergi menyongsong dua orang berkuda yang ternyata adalah Mahisa Agni dan Kuda-Sempana. Para pengawal Akuwu memang menjadi gelisah ketika dilihatnya, Akuwu tidak ada ditempatnya. Te tapi karena Witantra juga tidak ada, maka mereka menyangka, bahwa Akuwu sedang ber-jalan2 me-lihat2 diantar oleh Witantra. Tetapi bahwa mereka tidak melihat Akuwu pergi, telah membuat mereka menjadi ber-debar2
Tetapi disudut lain orang ber-tanya2 tentang Ken Arok. Kemanakah orang itu pergi"
Beberapa orang menaruh perhatian, tetapi yang lain seolah-olah acuh tidak acuh saja. Adalah kebiasaan Ken Arok untuk pergi kemana saja tanpa diketahui oleh orang lain, sehingga kadang-kadang memang dapat menimbulkan pertanyaan2. Tetapi ia akan segera kembali dan melakukan pekerjaannya, memimpin pembuatan bendungan yang masih belum siap itu.
Tetapi ternyata kali ini, bukan saja Ken Arok yang tidak ada ditempatnya, juga Akuwu Tunggul Ametung dan Witantra.
" Ah, mereka pergi ber-jalan2. Mungkin mereka pergi ketaman yang sebagian telah dirusakkan oleh banjir itu " berkata Kebo Ijo didalam hatinya, kemudian " persetan dengan ketiga orang itu. Seandainya mereka matipun aku tidak akan kehilangan apa2
Kebo Ijo se-olab2 sama sekali tidak berkepentingan sama sekali atas kepergian ketiga orang yang tanpa diketahui oleh seorangpun itu. Namun kemudian ia datang kepada para prajurit pengawal dan hertanya " Kemana Akuwu Tunggul Ametung"
" Kami tidak tahu " sahut salah seorarng prajurit.
" Apakah tidak ada seorangpun yang bertugas ber-jaga2 dimuka gubugnya"
" Ada. " Tetapi kenapa tidak ada seorangpun yang tahu kemana ia pergi. Lalu apakah kerja para pengawal" Seandainya aku tidak bertugas dibendungan ini, dan seandainya aku mendapat tugas untuk mengawalnya, maka aku pasti tahu kemana ia pergi.
Prajurit itu tidak menjawab. Tetapi seorang perwira datang kepada Kebo Ijo dan berkata " Aku sudah mengusutnya. Kenapa tidak seorangpun yang melihat Akuwu pergi.
" Lalu" " Aku akan bertanggung jawab kepada Ki Witantra yang agaknya pergi bersama Akuwu Tunggul Ametung.
" Tetapi kenapa para penjaga tidak melihat mereka keluar dari gubug masing2"
" Para prajurit agaknya merasa terlampau letih. Mereka tidak tertabankan lagi dan jatuh tertidur ditempatnya, seperti seseorang yang kena sirep.
" Dan kau juga tertidur"
" Ya, aku juga tertidur. Dan kaupun tidur juga.
Kebo Ijo mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak menyahut lagi. Pe-lahan-lahan ia melangkahkan kakinya meninggalkan gubug Akuwu yang kosong, namun yang kini justru ditunggui oleh dua orang penjaga.
Ketika dilayangkannya pandangan matanya jauh kepadang Karautan maka yang dilihatnya adalah gerumbul-umbul perdu yang berserakan disana-sini. Gerumbul yang kadang-kadang rimbun meskipun daunnya masih belum terlampau segar, tetapikadang-kadang ada yang kering kerontang, seperti baru saja habis terbakar.
Tiba-tiba Kebo Ijo itu mengerutkan keningnya. Ia melihat beberapa orang berjalan kaki sambil menuntun kuda. Dua ekor kuda diantara lima orang yang berjalan kaki.
" Siapakah mereka itu" - desisnya didalam hati.
Sejenak Kebo Ijo berdiri termangu-mangu. Kemudian dilambaikanrya tangannya memanggil seseorang yang berdiri tidak jauh dari padanya. Katanya -- He, panggil Ki Buyut kemari.
Orang itu segera menyampaikannya kepada Ki Buyut Panawijen yang kemudian dengan tergesa-gesa datang kepadanya.
" Siapakah mereka Ki Buyut" - bertanya Kebo Ijo.
" Ah, matiku sudah tidak cukup jelas untuk melihat sedemikian jauh Barangkali angger segera dapat mengenal mereka.
" Yang berjalan paling depan, pasti Akuwu Tunggul Ametung, yang lain meskipun tidak bcgitu jelas tetapi pasti kakang Witantra dan Ken Arok. Lalu yang menjadi pertanyaan, siapakah kedua orang lain yang menuntun kuda itu"
Ki Buyut yang tua itu mencoba mengerutkan keningnya dan mempertajam pandangan matanya. Tetapi meskipun hari telah menjadi terang, namin ia tidak segera dapat melihat orang-orang yang masih seprrti bintik-bintik yang merayap semakin dekat diantara gerunbul2 yang tumbuh bertebaran disana-sini
Namun semakin lama2 bintik-bintik itu menjadi semakin besar. Semakin lama menjadi semakin jelas Dan Kebo Ijo menjadi semakin yakin bahwa yang berdiri dipaling depan adalah Akuwu Tunggul Ametung. Ia tidak dapat dikelabui lagi oleh langkahnya yang se-akan2 selalu, gelisah. Yang lain benar-benar Witantra dan Ken Arok, yang dicari oleh sementara orang diperkemrahan itu. Dan yang dua kemudian"
Dada Keho Ijo menjadi ber-debar2. Semakin lama wajah-wajah merekapun menjadi semakin jelas Demikian pula kedua orang yang sedang menuntun kuda itupun menjadi semakin jelas pula.
" Kuda " Sempana " desisnya.
" Siapa" - bertanya Ki Buyut dengan serta-merta.
" Kuda-Sempana - jawab Kebo Ijo.
" Kuda-Sempana" - Ki Buyut. mengulangi - apakah Akuwu Tunggul Ametung sudah berhasil menangkapnya"
"- Entahlah - sahut Kebo Ijo.
" Lalu siapakah yang seorang lagi"
Dada Kebo Ijo menjadi semakin ber-debar2. Semakin jelas olehnya bahwa yang seorang itu adalah Mahisa Agni. Ya, Mahisa Agni.
Begitu keras debar jantung ddalam dadanya, sehingga tangannyapun kemudian menjadi gemetar. Hampir tidak da pat dipercayainya, bahwa yang datang itu adalah Kuda-Sempana dan Mahisa Agni.
" Siapakah yang seorang itu ngger" " bertanya Ki Buyut itu pula.
Perlahan-lahan, dalam dada yang berat Kebo Ijo menjawab " Mahisa Agni Ki Buyut. "
" He " Ki Buyut Panawi ly n hampir terlonjak mendengar jawaban itu, sehingga sejenak ia diam dalam kebingungan dan kebimbangan. Namun semakin jelas pula baginya. bahwa orang-orang yang datang itu memang seperti orang-orang yang disebut sebut oleh Kebo Ijo.
" Jadi benar yang satu lagi itu angger Mahisa Agni" " desis Ki Buyut Panawijen dengan suara yang gemetar pula.
Kebo Ijo tidak segera menyahut. Dipandanginya orang-orang yang sedang b-rjilan mendekat itu dengan saksama. Tidak salah lagi, mereka adalah Akuwu Tunggul Ametung, Witantra, Ken Arok, Kuda-Sempana dan yang seorang itu adalah Mahisa Agni.
Walyah Kebo Ijo tiba-tiba menjadi tegang. Dan terdengarlah orang itu bardesis " Anak itu masih tetap hidup. -
Ki Buyat barpaling kepadanya. Wajahnya diwarnai oleh perasaan yang aneh. Kedatangan Mahisa Agni yang tidak disangka2nya itu telah menggoncangkan dadanya. Tetapi ia tidak mengerti, kenapa wajah Kebo Ijo tiba-tiba menjadi tegang. Maka dengan serta merta Ki Buyut itu bertanya"Aku tidak mengerti ngger, bukankah kita memang mengharap angger Mahisa Agni tetap hidup?"
- Oh " Kebo Ijo tergagap " Ya, ya. Kita memang mengharap ia tetap hidup tetap sehat dan tetap seorang yang sombong dan berkepala besar. "
" Aku tidak mengerti ngger. "
Kebo Ijo tidak menjawab. Tatapan matanya masih melekat kepada orang-orang yang berjalan semakin dekat. Dan ia mendengar Ki Buyut berkata " Aku mengharap sekali anak itu pulang. Aku takut kehilangan untuk kedua kalinya.
Anakku telah mati terbunuh. Dibunuh oleh Kuda Sempana. Kemudian aku menpanggap angger Mahisa Agni sebagai anakku sendiri. Kalau terjadi sesuatu, maka aku akan ke hilangan dia. Aku akan kehilangan untuk yang kedua kali nya,
" Ya, ya. Ki Buyut ternyata tidak kehilangan dia. Bahkan anak itu datang sambil membawa Kuda Sempana. Mungkin ia berhasil melepaskan diri dari tangan Kebo sindet sambil menangkap Kuda Sempana sekaligus.
Ki Buyut merasakan nada kata2 Kebo Ijo bukan seperti yang diharapkannya Tetapi ia kemudian tidak menyahut lagi. Kini ia memandangi orang-orang yang datang yang semakin lama menjadi semakin dekat, semakin dekat.
Ki Buyut ternyata tidak dapat menahan kegembiraan hatinya karena kehadiran Mahisa Agni. Ia sama sekali tidak menghiraukan lagi kehadiran Kuda Sempana, yang telah membunuh anaknya. Tetapi kegembiraan hatinya yang meluap itu telah merampas segenap perhatiannia, sehingga tiba-tiba ia meloncat berlari-larian menyongsong Mahisa Agni.
Kcdataneian Mahisa Agni terryata telah menggemparkan perkemahan itu. Sejenak kemudian setiap rr ulut telah menyebut namanya. Dengan serta merta orang-orang Panawidien segera berlari2 an menyongsongnya, menyusul Ki Buyut yarg sudah me .dahului mereka.
Akuwu Tunggul Ametung yang berjalan didepan sekali mengerutkan keningnya melihat orang berlari-lari menyongsongnya. Tetapi segera disadarinya, bahwa bukan dirinyalah yang telah menarik perhatian segenap perghuni perkemahan, terutama orang-orang Panawijen, tetapi Mahisa Agni. Karena itu maka Akuwu itupun kemudian menjadi acuh tidak acuh. Bahkan pe-lahan-lahan ia bergumam " Anak setan itu telah ber hasil menolong dirinya sendiri tanpa pertolonganku. Persetan dengan orang-orang Panawijen yang menjadi gila karena kehadlirannya. Aku tidak peduli lagi.
Akuwu yang ber-sungui2 itu berjalan semakin cepat. Witantra dan Ken Arok tcr-loncat2 dibelakangnya. Sedang beberapa langkah lagi berjalan Mahisa Agni dan Kuda-
Sempana. Tetapi langkah mereka segera terhenti karena Ki Buyut tiba-tiba saja telah mendekap Mahisa Agni yang menjadi sedemikian kurus didalam pandangan mata orang tua itu.
" Ternyata kau sdamat ngger " berkata orang tua itu ter-putus2.
Terasa tenggorokan Mahisa Agnipun menjadi kering. Pe-lahan-lahan ia menjawab - Ya Ki Buyut. Aku sclamat atas perlindungan Yang Maha Agung.
" Sukurlah. Aku selalu berdoa untukmu ngger. Orang-orang Panawijenpun berdoa pula untukmu.
" Terima kasih Ki Buyut. " Tetapi Mahisa Agni tidak dapat berbicara lebih banyak. Kerongkongannya serasa tersumbat dan dadanya serasa menjadi sesak. Apalagi ketika sejenak kemudian ia sudah dikerumuni oleh orang-orang Panawijen yang memandanginya dengan sorot mata yang ber-api2.
Lamat-lamat Mahisa Agni mendengar suara bergeramang diantara mereka " Mahisa Agni telah kembali, Mahisa Agni telah kembali " lalu disusul oleh yang lain " Ia berhasil lolos dari tangan Kebo Sindet " tetapi yang lain berkata " ia menjadi terlampau kurus dan hitam. Wajahnya kering dibakar oleh terik matahari dan punggungnya seolah-olah menjadi matang dipanggang api.
" He " yang lain hampir berteriak " lihat, luka ditubuhnya. Jalur2 senjata telah merobek kulitnya. Belum terlampau kering. Darah masih tampak pada pakaiannya yang kotor dan kumal, meskipun sudah kering.
Yang lain meng-angguk2kan kepala mereka. Mereka melihat jalur luka dibeberapa tempat pada tubuh Mahisa Agni. Luka yang masih baru meskipun sudah tidak mengalir kan darah lagi.
Tetapi belum ada seorangpun yang bertanya tentang luka itu. Hampir setiap mulut mengucapkan selamat atas kedatangannya, dan beberapa orang lagi sudah mulai ber-tanya2 bagaimana ia dapat melepaskan diri dari tangan Kebo Sindet.
" Apakah semalam Akuwu Tunggul Ametung membebaskantnu Agni" " bertanya salah seorang dari orang-orang Panawijen.
Mahisa Agni tidak segera menjawab. Ketika ia mengangkat wajahnya dilihatnya Akuwu Tunggul Amttung menjadi scmakin jauh diikuti oleh Witantra Tetapi ia melihat Ken Arok berdiri termangu-mangu agak jauh dari padanya. Dan sejenak kemudian setelah berpaling beberapa kali, Ken Arok itu aselangkah kembali kepada Mahisa Agni.
Beberapa orang menyibak ketika Ken Arok melangkah mendekati Mahisa Agni. Meskipun mereka telah berjumpa sebelumnya tetapi Ken Arok belum sempat mengucapkan selamat kepadanya. Karena itu maka berkata Ken Arok setelah ia berdiri dimuka Mahisa Agni " Aku mengucapkan selamat Agni.
Ditatapnya wajah Ken Arok tajam2. Ia tahu benar bahwa Ken Arok telah mencoba berusaha untuk menyelamatkannya. Ken Arok telah memycgahnya, pada taat ia terpancing pergi ke Panawijen dan kemudian bersedia memberikan beberapa orang prajurit pilihan untuk mengawaninya. Tetapi ia menolak, dan dengan demikian Ken Arok sendirilah yang pergi menemaninya bersama Empu Gandring.
Karena itu tanpa sesadarnya Mahisa Agni berdesis " Terima kasih Ken Arok.
Ken Arek mengerutkan keningnya. Katanya sambil tersenyum " Kenapa kau berterima kasih kepadaku"
Mahisa Agnipun tersenyum pula. " Kau telah berusaha se-baik2nya. Sebelum aku ditangkap oleh kakak beradik iblis Kemundungan itu kau sudah memperingatkan aku. Tetapi aku tidak mendengarkan nasehatku. Agaknya masih lebih menyenangkan apabila aku ditangkap oleh hantu padang Karautan ini dari pada iblis dari Kemundungan.
Ken Arok tertawa pendek, sambil menyahut " Hantu Karautan adalah hantu yang paling baik hati.
Mahisa Agnipun tertawa pula. Sedang orang-orang yang mengerumuni mereka sama sekali tidak mengerti apa yang se dang mereka bicarakan. Mereka dahulu memang pernah mendengar nama bantu Karautan, tetapi mereka belum pernah melihatnya. B.ttkan akhir2 ini hantu itu sudah tidak pernah terdengar lagi. Hanya beberapa anak2 muda pernah dibingungkan oleh orang-orang yang menyebut dirinya hantu Karautan, tetapi ternyata mereka adalah orang-orang yang sudah mereka kenal, menyamar diri dan berbuat aneh2.
Tetapi alis Ken Arok terangkat sedikit ketika tanpa disengaja ia memandangi wajah Kuda-Sempana yang pucat. Bahkan kemudian ia berkata kepadarya " Selanat datang Kuda-Sempana.
Kuda-Sempana tergagap merdergar sapa yang tidak di-sangka2nya itu. D.ustru dengan demikian ia terdiam sejenak. Dipandanginya wajah Ken Arok yang seolah-olah memancarkan perasaan yang aneh terhadapnya. Apalagi ketika disadarinya bahwa semua mata kemudian berpindah kepadanya. Memandanginya dengan penuh pertanyaan didalam didalam setiap hati.
Terasa kcringat dingin mengalir disegenap tubuh Kuda-Sempana itu. Ia melihat dendam yang menyala didalam setiap dada, Orang-orang Panawijen itu seolah-olah telah berubah menjadi orann2 yang liar dan siap untuk menerkamnya dan menyobek tubuhnya menjadi se-walang2.
Tubuh Kida Sempana terasa menjadi gemetar. Ia lebih senang dihukum gantung sekalipun di-alun2 Tumapel dari pada jatuh ketangan orang-orang yang kehilangan akal ini.
Tiba-tiba terdengar suatanya parau bergetar " Jangan, jangan.
Mahisa Agni terkejut mendengar kata2 itu. Ken Arok pun terkejut pula dan orang-orang Panawijen juga menjadi heran.
" Kenapa kau Kuda-Sempana"
Kuia-Sempana tidak segera menjawab. Tetapi didalam kepalanya masih terbayang orang-orang Panawijen itu be-ramai2 mengerumuninya, masinp2 dengan senjata ditangan. Membelah dadanya dan kemudian mencincangnya. la berusaha lari dari Kebo Sindet untuk menghindarkan diri dari kekejam annya. Tetapi ternyata kini ia berada diantara serigala2 liar yang kelaparan.
Ketika Kuda-Sempana sekali lagi mencoba menandangi wajah-wajah orang Panawijen, tampak olehnya ber-puluh2 pasang mata memancarkan dendam kepadanya. Ber-puluh2 mata seolah-olah menyala dan akan membakarnya.
" Jangan, jangan " sekali lagi ia berdesis.
" Kenapa kau Kuda-Sempana" " sekali lagi Mahisa Agni bertanya. Dan orang-orang Panawijen yang mendengarnya menjadi sating berpandangan. Mereka tidak mengerti, apa yang dikatakan oleh Kuda-Sempana itu.
" Oh " desis Kuda-Sempana didalam hatinya " mereka sudah mulai. Mereka sudah saling mengangguk dan memberi tanda untuk mulai mcncincangku.
Kuda-Sempana menjadi semakin ngeri. Kenapa ia tidak mati saja dibunuh Mahisa Agni, dan kenapa ia begitu bodoh untuk ikut serta dengan Mahisa Agni pergi kesarang serigala yang sedang gila ini.
Kuda-Sempana menjadi semakin ketakutan. Dilihatnya mata yang tcrpaku kepadanya itu. Se-pasang2, seolah-olah sudah menyala.
Tiba-tiba Kuda-Sempana itu mclangkah surut dengan tubuh gemetar. Dan tiba-tiba pula tanpa di-sangka2 ia meloncat keatas punggung kudanya. Dengan penuh ketakutan, disentakkannya kendali kudanya sehingga kuda itu melonjak dan berlari kencang2.
Sekejab Mahisa Agni terpaku. Tetapi kemudian melonjaklah didalam hatinya pertanyaan " Apakah ia menjadi terganggu otaknya melihat bayangan kesalahannya yang bertumpuk2 itu pada wajah oracg2 Panawijen"
Namun Mahisa Agni sejenak kemudian menyadari keadaan itu. Iapun segera meloncat diatas punggung kuda yang diambilnya dari Kemundungan. Kuda Kebo Sindet. Dan di pacunya pula kuda itu menyusul Kuda-Sempana.
Ternyata bahwa kuda Kebo Sindet itu adalah kuda yang baik sekali, sehingga Mahisa Agni kemudian berharap, bah wa ia akan dapat segera menyusul Kuda-Sempana yang berpacu seperti orang gila.
" Kuda-Sempana, kenapa kau" " Mabisa Agni mencoba memanggilnya. Tetapi Kuda-Sempana sama sekali tidakberpaling.
" Berhentilah. Kuda-Sempana masih tetap berpacu terus.
" Kenapakah anak itu, desis Mahisa Agni didalam hatinya, ia pasti telah dibayangi oleh dosa2 yang dibawanya. Mudah2an ia tidak menjadi gila.
Mahisa Agnipun kemudian mempercepat derap kaki kudanya. Ia harus segera dapat menyusulnya. Dalam keadaan yang demikian Kuda-Sempana akan dapat menjadi orang yang sangat berbahaya.
Dikejauhan orang-orang Panawijen melihat dua ekor kuda itu berpacu semakin lama semakin jauh dan samar. Tetapi ternyata bahwa Mahisa Agni berhasil mendekati Kuda-Sempana dan berpacu disampingnya. Namun Mabisa Agni itu terkejut bukan buatan ketika tiba-tiba Kuda-Sempana menarik pedang yang tergantung dilambungnya.
Sejenak Mahisa Agni seolah-olah mcmbcku di punggung kudanya yang masih berlari disamping kuda Kuda-Sempana. Sorot matanya memancarkan keheranan dan ke-raguan2an melihat sikap anak muda itu. Namun sejenak kemudian ia telah berhasil menguasai dirinya dan berkata " Kau kehilangan keseimbangan berpikir Kuda-Sempana.
" Persyetan " sahut Kuda-Sempana sambil menggertakkan giginya " Kau membawa ke-tengah2 orang-orang gila itu untuk menjadikan aku pertunjukan yang menyenangkan sekali buat mereka. Kau bawa aku kepada mereka, supaya mereka mendapat kesempatan untuk melepaskan. dendam akan mencincang tubuhku sampai lumat.
" Kau salah paham. " Omong koiong Aku melihat wajah-wajah yang bengis memancarkan dendam sedalam lautan. Mereka be-ramai2 ingin merobek-robek tubuhku melampaui buaya2 kerdil di Kemundungan.
" Mereka sama sekali bukan orarg2 yang sebuas itu.
" Aku mclibat sorot mata ircieka. Aku mendengar mereka ber-bisik2 untuk menciucangku.
" Bagaimana kau dapat mendengar" Kau berdiri agak jauh dari mereka.
" Ya, tetapi aku mendengarnya. Mereka mengira aku tawananmu dan sengaja kau bawa dan kau serahkan kepada mereka.
" Tidak. Seandainya demikian aku tidak akan memberi kesempatan kau membawa pedangmu.
" Itu hanya sebuah pcrmainan yang licik. Kalau aku tahu demikian, maka aku biarkan kau mati dicincang oleh Kebo Sindet. Aku tidak akan memberikan pedangku kepadamu saat itu.
" Kau salah mengerti Kuda-Sempana. Aku akan menjadi jaminan bahwa kau tidak akan diperlakukan demikian.
" Aku tidak mau. Kembalilah kepada mereka. Aku akan mencari jalanku sendiri. Aku akan menentukan nasibku sebagai seorang laki2. Aku tidak perlu perlindunganmu. Aku tidak perlu jaminan orang lain untuk keselamalan diriku. Aku sudah cukup kuat untuk membuat cetitera tentang hidupku sendiri.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Ketika ia berpaling, maka orang" Panawijen sudah tidak tampak lagi. Seolah2 telah bersembunyi dibalik garis batas antara langit dan bumi. Gerumbul-umbul liar telah menebari pandangannya pula.
" Hem - Mahisa Agni berkata didalam hati - aku dapat berbuat sesuatu sekarang setelah orang-orang Panawijen itu tidak melihatnya, supaya tidak menumbuhkan kesan yang kurang baik kepada mereka.
Kedua kuda itu masih saja berpacu, semakin lama semakin jauh. Ditangan kanan Kuda-Sempana tergenggam pedangnya erat2, ee-olah2 ia sedang menyengsorng lawan yang datang dari arah yang berlawanan.
" Kuda-Sempana " terdengar suara Mahisa Agni " cobalah kau berpikir agak tenang. Kau telah dihantui oleh kesalahan2mu sendiri. Tetapi aku bukan orang yang tidak melihat kenyataan tentang dirimu Pergalamanmu telah mengajarkan kepadamu, bahwa kau tidak boleh hanyut dalam arus perasaanmu. Kau harus mencoba berpikir. Keseimbangan antara nalar dan perasaan akan membuatniu menjadi tenang dan tidak terseret oleh arus yang membawamu kesarang hantu semacam iblis Kemundungan itu.
" Kau sendiri terperosok masuk kedalamnya. Belajarlah pada pengalamanmu sendiri.
" Ada perbedaan antara aku dan kau Kuda-Sempana. Aku tidak ingin masuk kedalamnya, karena aku mempunyai sikap yang berlawanan dengan mereka. Tetapi pada saat itu kau mempunyai beberapa persamaan kepentingan meskipun akhirnya kau hampir2 ditelannya. Bahkan gurumu pula.
Kuda-Sempana terdiam sejenak. Tetapi bayangan yang menghantuinya selalu mengikutinya kemana ia pergi. Wajah-wajah orang-orang Panawijen, sorot mata mereka, dan dosa yang tersimpan didalam dirinya. Karena itu maka hatinya justru menjadi bertambah ngeri, sehingga dengan kasarnya ia berkata
" Sekarang apa maumu Agni. Aku tidak mau kembali kepada orang-orang Panawijen yang menjadi liar seliar serigala kelaparan.
" Percayalah kepadaku, Kuda-Sempana. Aku akan men coba berbuat se-baik2nya Aku bukan tidak mengenal terima kasih. Kepadamu dan kepada gurumu.
" Bisa saja kau berkata Agni. Aku tidak dapat melihat hatimu.
" Kau terlalu berprasangka karena wajah-wajah orang Panawijen itu kau anggap sebagai cermin yang dapat menunjukkan segala dosa2mu masa lalu. Tetapi mereka bukan pendendam Mereka akan memaafkannya apabila kau telah benar-benar menyesalinya.
" Omong kosong. Aku tidak akan datang kepada mereka. Aku akan menghadap Akuwu Tumapel, supaya aku digantung saja di-alun2.
" Akuwu Tumapel berada diperkemahan itu pula.
Kuda-Sempana terdiam pula sejenak. Kudanya masih berpacu semakin jauh, dan Mahisa Agni masih berada disampingnya pula. Ia terkejut ketika Kuda-Sempana kemudian mcmbentaknya " Pergi kau. Kembalilah kepada orang-orang Panawijen yang meng-elu2kan kau. Jangan ikuti aku.
" Aku akan membawamu kembali kepada mereka, Kuda-Sempana.
" Tidak. " Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi atasmu apabila kau pergi se-paran2. Mungkin kau dapat menjadi seorang pertapa yang mencoba mcmbersihkan diri dari noda-noda yang melekat ditubuhmu. Tetapi kalau sesuatu sebab telah mendorongmu sekali lagi berluat kesalahan, maka kau akan tersesat semakin jauh dan jauh. Kau tidak akan menemukan lagi, jalan untuk kembali. Karena itu, dengarlah kata2ku. Orang-orang Panawijen tidak akan berbuat apa2.
" Tidak. " Jangan terlampau berkeras hati.
" Cukup. Pergi kan. Jangan mencoba menghalangi aku. Aku akan mencari jalanku sendiri. Aku tidak mau dihinakan dan dibunuh seperti orang merampok macan. 2
" Bukankah kau memhawa pedang" Seandainya demikian, kau akan dapat melawan mereka. Tetapi percayalah bahwa hal itu tidak akan trrjadi.
" Tidak. Mahisa Agni mengerutkan dahinya. Ia menyadi bingung bagaimanakah cara yang se-baik2nya untuk membawa Kuda Sempana itu kembali kepada orang-orang Panawijen atas kehendaknya pula, bukan karena dipaksa dengan kekerasan. Tetapi agaknya Kula-Sempana sudah tidak dapat berpikir lagi. Bayangan2 yang mengerikan telah mcngganggunya dan me-nakut2inya.
Meskipun demikian Mahisa Agni tidak berputus asa. Sekali lagi masih mencoba - Kuda-Sempana. Jangan dipengaruhi oleh rasa bersalah terlampau dalam. Marilah, aku akan menjadi jaminan."
-- Tidak. Tidak, kau dengar " tiba-tiba Kuda-Sempana berteriak. Pandangan matanya menjadi terlampau tajam. Dengan suara parau ia berkata lantang " Kembalilah kau Agni Aku tidak memerlukanmu lagi. Aku tidak memerlukan orang-orang Panawijen itu pula. Aku tahu, kau memancing aku supaya aku berada diantara mereka. Kemudian aku akan menjadi tontonan yang paling mengerikan. Atau bahkan mungkin kau dan orang-orang Panawijen memerlukan tumbal untuk membuat bendungan itu dan menguburku hidup2" Tidak. Aku tidak sebodoh itu. -
" Kau terlampau curiga. "
" Tidak. Pergi kau. "
" Aku tidak akan pergi Kuda-Sempana. Aku akan mengikutimu seterusnya apabila kau tidak mau kembali kepada orang-orang Panawijen. Bukankah kau anak Panawijen, dilahirkan di Panawijen dan dibesarkan di Panawijen pula?"
" Persetan. Aku tidak peduli. Pergi kau. Kalau tidak, maka aku akan memaksamu.
Mahisa A"ni mengerutkan keningnya Dengan sudut matanya ia mamandang ujung pedang Kuda-Sempana yang sudah mulai bergetar.
" Pergi sebelum aku kehilangan kesabaran " teriak Kuda Sempana semakin keras. Suaranya seoiah2 menggelctar memenuhi padang rumput Karautan yang luas itu.
" Tidak " tiba-tiba suara Mahisa Agnipun meninggi.
" Setan kau Agni. Sejak semula aku memang ingin membunuhmu. Kalau kau tidak pergi juga maka kau akan terbunuh disini. Mayatmu akan mengering dibakar oleh matahari, atau akan hancur dicincang oleh snjing2 liar yang berkeliaran dipadang ini dimalam hari."
" Tidak. Aku tidak akan kembali tanpa membawamu. Terdengar Kuda-Sempana menggeram. Tiba-tiba ditariknya kendali kudanya, sehingga kuda itu berhenti. " Kesempatan terakhir bagimu, Agni " geram Kuda-Scnpana " kalau tidak, aku penggal lehermu. Begitu tidak akan ada bedanya lagi. Aku hanya dapat dihukum mati satu kali meskipun aku membunuhmu pula disini.
Mahisa Agnipun kemudian berhenti pula. Dipandanginya mata Kuda-Sempana yang menjadi liar " Mudah2an ia tidak berubah ingatan. " gumamnya didalam hatinya Sementara itu ia masih mendengar Kuda-Sempana berkata " Setiap orang agaknya menunggu kedatanganmu dengan penuh pengharapan. Akuwu sendiri sudah bersedia mencarimu dan mencoba membebaskanmu. Tetapi ternyata kau justru mati disini karena tanganku.
Wajah Mahisa Agnipun menjadi semakin lama semakin tegang. Kecemasan yang sangat telah mendebarkan jantungnya. Agaknya Kuda-Sempana bcnar2 tidak dapat lagi berpikir dengan bening.
" Kuda-Sempana " berkata Mahisa Agni " apakah kau akan membunuh aku"
" Ya. " Apakah kau sudah berpikir dengan baik, dan telah bulat dihatimu untuk melakukannya"
" Ya. Kau tcrlalu memuakkan bagiku Meskipun begitu kau masih mendapat kesempatan terakhir. Pergilah.
Tetapi Mahisa Agni sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Ia masih duduk diam diatas punggung kudanya yang diam pula.
" Pergi. Pergi, pergi se-jauhsnya dari padaku. Cepat. " Kuda-Sempana ber-teriak2 se keras2nya. Suaranya bergetar kesegenap ujung padang. Tetapi Mahisa Agni sama sekali tidak bergerak.
" Setan. Kau benar-benar mau mati - Kuda-Sempana menggeram. Matanya yang liar menjadi semakin liar.
" Jangan. Jangan Kuda Sempana " berkata Mahisa Agni yang mencoba mencegahnya.
Tetapi Kuda-Sempana sudah tidak mendengarnya. Tiba-tiba disentakkannya kudanya dan meloncat berlari. Sedang Kuda Sempana telah siap pula dengan pedangnya, menyerang Mahisa Agni yang masih duduk termangu-mangu.
Sementara itu dipcrkemahan orang-orang Panawijen menjadi bingung. Mereka tidak mengerti, kenapa tiba-tiba saja Kuda Sempana melarikan dirinya dan kemudian dikejar oleh Mahisa Agni. Mereka melihat bahwa Mahisa Agni semakin lama berhasil mendekati Kuda-Sempana. Tetapi kedua ekor kuda yang semakin lama semakin kecil itu kemudian hilang ditelan cakrawala dan gerumbul-umbul kecil yang bertebaran disana-sini. Dan ternyata hal itu telah menumbuhkan kegelisahan pula. Bukan saja diantara orang-orang Panawijen, tetapi juga para prajurit Tumapel.
Ken Arok yang masih berdiri termangu-mangu disamping Ki Buyut Panawijen berpaling ketika terasa pundaknya disentuh orang.
" Bagaimana dengan kedua orang yang memamerkan kecakapannya naik kuda itu " suara itu adalah suara Kebo Ijo.
Ken Arok tidak menjawab. Tetapi ia menarik nafas dalam2.
" Aku tidak tahu, apakah yang terpancang didalam otak mereka. Mereka datang ber-sama-sama. Memamerkan diri, dan kemudian berlari-larian pergi lagi. " berkata Kebo Ijo pula.
" Ah " Ken Arok berdesah dan Ki Buyut Panawijen mengerutkan keningnya yang sudah dikerutkan oleh garis2 ketuaannya.
" Apakah kau dapat mengcrti maksud mereka itu datang" " bertanya Kebo Ijo pula.
" Ada yang tidak wajar telah tcrjadi Kebo Ijo. __ jawab Ken Arok kemudian " aku tidak tahu, kenapa hal itu terjadi. Tetapi tanggapanku agak lain. Mereka sama sekali tidak bermaksud demikian. Mereka sendiri sama sekali tidak pernah merencanakan apa yang telah itu.
Kebo Ijo mengerutkan keningnya. Tetapi kemudian ia tersenyum. Senyum yang penuh prasangka. Sejenak ia tidak berkata apapun selain meng-angguk2. Ditatapnya padang yang luas itu se-akan2 ingin menembus batas langit dan melihat apa yang dilakukan Mahisa Agni dan Kuda-Sempana.
" Hem, tiba-tiba ia menarik nafas dalam2, permainan apakah yang sedang mereka perankan"
Ken Arok tidak menyahut. Tetapi ia berkata " Aku menjadi cemas. Mungkin aku dapat menyusulnya apabila perlu.
" He, Kebo Ijo terperanjat, - apakah kau benar-benar bermaksud demikian.
" Apabila mereka tidak segera kembali.
" Tidak ada gunanya. Kau tidak tahu kemana mereka pergi. Setelah mereka tidak tampak lagi, maka kita disini mengerti, apakah mereka berbelok kekanan atau kekiii atau terus ataupun lagi.
Aku mcngenal padang rumput Karautan seperti aku mengenal rumahku sendiri, jawab Ken Arok " aku mcngenal setiap sudutnya. Dan aku tahu caranya bagaimana menyusul Mahisa Agni dan Kuda-Sempana meskipun aku tidak melihat arah mereka. Bukankah kuda2 mereka meninggalkan jejak" Aku pernah menjadi seorang pencari jejak. Meskipun seandainya sekarang turun hujan, aku akan dapat mengikuti jejaknya sampai keujung langit sekalipuu.
Kebo Ijo mgn-angguk2kan kepalanya. " Ya, aku percaya. Aku percaya kalau kau dapat mengikuti jejaknya. Tetapi dibalik sebuah gerumbul yang lebat kau akan diterkamnya.
Ken Arok mengerutkan keningnya. " Siapa"
" Menurut penilaianku, berkata Kebo ijo kemudian " ternyata Mahisa Agni dan Kuda-Sempana sama sekali belum terlepas dari tangan Kebo Sindet. Mereka datang kemari justru membawa tugas untuk memancingmu. Kau atau Akuwu. Dengan permainannya itu, maka mereka akan disusul. Nah, pada saatnya Kebo Sindet menerkammu dari balik ge-rumbul-umbul liar dan menjadikan kau alat untuk memeras seperti Mahisa Agni.
Ken Arok terdiam sejenak. Tetapi kemudian berkata " Tidak masuk akal. Buat apa Kebo Sindet menangkap aku" Kau barangkali atau Ki Buyut Panawijen" Jalan pikiran mu dipengaruhi oleh sikapmu yang aneh. Kau memandang setiap orang, setiap kejadian dan setiap persoalan dari segiyang paling buruk.
Kebo Ijo menegangkan wajahnya. Tetapi kemudian ia tersenyum pula " Aku senang mendengar penilaianmu atasku.
" Coba katakan, siapakah manusia yang baik didunia ini" Mahisa Agrii,- Akuwu Tunggul Ametung, kakak seperguruanmu sendiri Witantra dan barangkali juga Mahendra. Semua jelek didalam pandanganmu.
Kini Kebo Ijo itu justru tertawa. Katanya " Aku hanya memperingatkan kau supaya kau ber-hati2. Kebo Sindet adalah orang yang paling berbahaya.
" Seandainya benar dugaanmu, bahwa Mahisa Agni telah dijadikan alat oleh Kebo Sindet ber-sama-sama2 dengan Kuda-Sempana untuk memancing aku sekalipun, aku bersedia menghadapinya. Aku sama sekali tidak gentar seandai nya aku bertemu dengan Kebo Sindet dimanapun.
Suara tertawa Kebo Ijo mcngeras. " Kau jangan terlampau sombong. Kau harus mampu membuat perhitungan atas kekuatan seseorang.
" Itu soal lain. Tetapi aku berani bcrhadapan. Apakah kemudian aku akan mati dicincangnya, aku sama sekali tidak peduli.
Suara tertawa Kebo ijo terhenti. Ia melihat wajah Ken Arok menjadi tcgang. Agaknya orang itu berkata ber-sungguh2, sehingga Kebo Ijopun tidak menyahut lagi.
" Meskipun demikian, berkata Ken Arok kemudian " aku tidak akan pergi menyusulnya sekarang. Aku akan menunggu. Apabila ia terlampau lama, barulah akan pergi. Sekarang kita akan melanjutkan kcrja kita. Agaknya kita sudah scdikit terlambat.
Kebo Ijo menarik nafas dalam2. Tetapi ia tidak menyahut. Ia ikut saja diantara orang Panawijen dan para prajurit yang segera kembali keperkemahan dan ber-siap2 untuk pergi kebendungan melanjutkan kerja mereka.
Ki Buyut yang kecemasanpun pergi pula kebendungan meskipun setiap kali diangkatnya wajahnya, dilemparkannya ke-tengah2 padang untuk mencoba melihat seandainya Mahisa Agni kembali ke-tengah2 mereka lagi.
Tetapi sampai matahari merayap semakin tinggi, mereka masih belum melihatnya. Babkan kehadiran Mahisa Agni itupun agaknya seperti scbuah mimpi saja. Datang lalu lenyap, meskipun kesannya masih tinggal didalam angan2.
Ken Arokpun ternyata tidak bekerja dengan tenang. Ia memang merasa heran menanggapi peristivva itu. Mahisa Agni datang membawa Kuda-Sempana. Lalu mereka berkejar-kejaran pergi.
"2 Kuda-Sempana juga membawa pedang, deisnya didalam hati " aku sama sekali tidak mengerti.
Sedang Akuwu yang telah mendapat laporan tentang hal itu tidak pula kalah herannya. Sambil berjalan mondar-mandir didalam gubugnya yang rendah ia bcrgumam ",Anak itu sudah menjadi gila. Keduanya. Kuda-Sempana dan Mahisa Agni. Namun sejenak kemudian Akuwu itu berkata hampir berteriak " Apa bila sebentar lagi mereka tidak datang, siap kan pasukanmu Witantra. Aku akan menyusulnya. Aku menjadi curiga dan tidak menemukan jawabnya. Aku harus mengejar mereka. mencari kemanapun mereka pergi.
Sementara itu dipadang Karautan Kuda-Sempana menyerang Mahisa Agni sc-jadi2nya, tanpa terkendali sama sekali. Pedangnya me-nyambar2 seperti loncatan kilat dilangit. Kudanyapun ternyata kuda yang baik. Seperti garuda diangkasa yang setiap kali menukik. menyambar dengan dahsyatnya. Berputar2 kemudian sekali lagi menyambar tidak hcnti2nya. Mata Kuda-Sempana yang ke-merah2an menjadi kian liar, seperti mata hantu yang kehausan melihat darah yang merah dan segar memancar dari luka.
Mahisa Agni menjadi semakin cemas melihat Kuda-Sempana yang kehilangan akal. Agaknya ia benar-benar terganggu karena cermin yang membayangkan betapa besar kesaiahan yang pernab diperbuatnya atas tanah kelahirannya, Panawijen. Sehingga karena itu maka ia telah kehilangan kesempatan untuk berpikir. Wajah-wajah orang Panawijen yang memancarkan harapan dan kegembiraan .karena kehadiran Mahisa Agni, dalam tangkapan mata Kuda-Sempana, seolah-olah wajah-wajah yang penuh membayangkan dendam dan kebencian kepadanya. Sehingga dengan demikian, Kuda-Sempana telah memilih jalan untuk membunuh diri dari pada jatuh ketangan orang-orang Panawijen yang menurut anggapannya akan memperlakukannya dengan kejam.
Beberapa lama ia berada ditangan Kebo Sindet yang selalu memilih cara yang paling mengerikan untuk membunuh korbannya, sehingga hal itu berpengaruh terlampau dalam didalam benaknya. Ketika ia berhadapan dengan orang-orang Panawijen, maka gambaran2 itu muncul kembali, seolah-olah membayang disetiap wajah. Kebuasan dan kekejaman Kebo Sindet se-akan2 membayang satu2 pada orang-orang Panawijen yang sedang menyambut kedatangan Mahisa Agni itu. Dan Kuda-Sempana menjadi terlampau ngeri.
Kini ia bertempur mati2an tanpa mengendalikan dirinya lagi. Ia memang ingin lepas dari tangan orang-orang Panawijen atau mati dengan menggenggam senjata ditangan. Karena itulah maka ia tidak mau surut.
Dengan ber-teriak2 nyaring Kuda-Sempana mengerahkan segenap kemampuan yang ada padanya. Ilmu yang diterimanya gurunya Empu Sada, dipengaruhi oleh kekasaran dan kebuasan Kebo Sindet, menjadi ilmu yang tampaknya mengerikan sekali. Sekali-sekali tampak kegarangan Empu Sada yang meskipun kadang-kadang licik, namun kemudian dicerminkannya keliaran Kebo Sindet yang sama sekali tidak memperhatikan kesopanan didalam tata perkelahian.
Tetapi Mahisa Agni kini bukan Mahisa Agni yang dahulu pernah juga berkelahi melawan Kuda-Sempana. Mahisa Agni kini telah menjadi jauh lebih masak lahir dan batin. Ilmunya telah benar-benar mengendap meskipun ia masih memerlukan banyak pengalaman. Tempaan batin selama ia berada disarang Kebo Sindetpun telah membuatnya bertambah dewasa dalam menghadapi setiap persoalan. Ternyata Mahisa Agni tidak menjadi seorang anak muda yang kehilangan kediriannya2 seperti yang dikehendaki oleh Kebo Sindet, meskipun pada saat2 itu Mahisa Agni menunjukkan tanda2 yang demikian. Tetapi ternyata Mahisa Agni bahkan menjadi seorang yang matang lahir dan batinnya.
Itulah sebabnya maka dalam menghadapi Kuda-Sem pana itupun ia sama sekali tidak terlampau tergesa-gesa. Dengan penuh pertimbangan ia melayaninya. Kadang-kadang kudanyapun didorongnya untuk berlari surut, kemudian berputar mengimbangi putaran2 kuda Kuda-Sempana. Apabila dengan garangnya Kuda-Sempana menyerangnya, maka Mahisa Agni pun dengan sigapnya mengelak.
Tetapi sedemikian jauh, Mabisa Agni masih berbuat dalam landasan kesadarannya aepenuhnya. Ia tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan seseorang yang kehilangan akal. dan bahkan sedang terganggu jiwanya. Karena itu, maka ia harus berbuat bijaksana.
Itulah sebabnya, maka Mahisa Agni sama sekali tidak melakukan perlawanan dengan bersungguh-sungguh.
Tetapi ternyata Kuda Sempana yang sedang berhati gelap itu merasa semakin lama semakin gelap. Sikap Mahisa Agni ditanggapinya dari sudut yang gelap pula. Sehingga ketika Mahisa Agni masih juga belum melawannya berkelahi ia berteriak " Agni, apakah yang kau tunggu. Jangan terlampau menghina. Ayo, cabut pedangmu dan kita bertempur secara jantan. Aku atau kau yang akan mati terkapar dipadang Karautan ini.
" Apakah itu perlu sekali kita lakukan Kuda Sempana " bertanya Mahisa Agni.
" Kau jangan mencoba melemahkan tekadku. Aku benar-benar berusaba membunuhmu, atau kau yang membunuhku. Kita sudah mulai, dan hanya mautlsh yang dapat menghentikannya. "
" Kau terlampau perasa. Sebaiknya kau mencoba berpikir.
" Tidak ada kesempatan lagi. Sebelum aku menemukan keputusan aku sudah diikat dipinggir bendungan. Mungkin aku akan mengalami hukum picis. Di-robek2 tubuhku pe-lahan-lahan.
" Kau terlampau berprasangka. --
" Kau memancingku. Ayo, kita bertempur. -
Tandang Kuda Sempana ternyata semakin lama menjadi semakin liar. Ia sama sekali tidak mau mempergunakan otaknya. Bahkan didalam perkelahian itupun Kuda Sempana sama sekali sudah tidak mempertimbangkan lagi cara2 yang dipergunakan. Unsur2 geraknya sama sekali tidak dipikirkannya.
Sebenarnyalah bahwa ia telah berputus asa. Ia memang merasa bahwa ia tidak akan dapat mengalahkan Mahisa Agni. Tetapi ia tidak mau menyerah dan dibawa kembali kepada orang-orang Panawijen yang disangkanya akan melepaskan dendam dan kebencian mereka.
Mahisa Agnipun semakin cemas melihat sikap Kuda-Sempana itu. Wajahnya menjadi semakin cemas melihat sikap Kuda-Sempana itu. Wajahnya menjadi tegang, dan kadang-kadang terbersit didalam hatinya untuk membawa Kuda Sempana dengan kekerasan. Tetapi apabila demikian, maka Kuda-Sempana akan merasa semakin ngeri. Dalam keadaan demikian, ia dapat berbuat diluar dugaan. Setiap kemungkinan akan dipergunakannya untuk mencoba membunuh diri, menghindarkan diri dari kemungkinan mati dengan mati dengan cara yang paling tidak disenanginya.
Sementara itu matahari sudah menjadi semakin tinggi. Sedang sama sekali belum ada tanda2 bahwa Kuda-Sempana akan dapat mengerti. Semakin banyak keringat membasahi tubuhnya, maka agaknya iapun menjadi semakin liar dan buas.
" Aku tidak akan dapat terus-menerus meladeni orang yang terganggu jiwanya ini, berkata Mahisa Agni didalam hatinya " aku harus menemukan suatu cara untuk menjinakkannya. Tetapi apabila tidak mungkin, apaboleh buat. Kuda-Sempana akan menjadi sangat berbahaya didalam ke gilaannya.
Dengan demikian maka Mahisa Agni kemudian tidak saja hanya lelalu menghindari serangan Kuda-Sempana, tetapi iapun kemudian mulai raengganggu lawannya pula. Sekali-sekali ia menangkis dan menyerangnya meskipun tidak menentukan akhir dari perkelahian itu. Mahisa Agni memang ingin membuat Kuda-Sempana semakin bernafsu dan kemudian akan menjadi kelelahan.
" Mudah2an ia kemudian dapat mempergunakan otaknya, berkata Mahisa Agni didalam hatinya.
Demikianlah maka Kuda-Sempana bertempur semakin sengit Dikerahkan segenap kemampuan yang ada padanya. Keringatnya yang mengalir semakin deras, se-akan2 terperas dari tubuhnya.
Tetapi senjatanya sama sekali tidak mampu menyentuh Mahisa Ayni. Apa lagi melukainya. Karena itu maka hatinya menjadi semakin bingung dan pepat. Bayangan2 yang mengerikan semakin lama semakin mencengkamnya dalam ketakutan.
" Ayo Agni. Kenapa kau ragu-ragu. Aku laki2 juga seperti kau. Kalau aktu tidak mampu membunuhmu, bunuhlah aku.
Tetapi Mahisa Agni tidak menjawab. Sekali-sekali disentuhnya tubuh Kuda-Sempana. Kadang-kadang agak keras sehingga Kuda-Sempana merasakan akibat dari sentuhan2 itu. Sakit. Dan perasaan sakit itu semakin banyak menyengat tubuhnya. Hampir disegala tempat.
Namun dengan demikian Kuda-Sempana menjadi semakin bernafsu. Bctapapun juga, ia tidak mau menyerab. Ia harus berkelahi sampai selesai. Dibunuh atau membunuh.
Karena itu, maka setelah ia tidak berhasil melawan Mahisa Agni dengan kewajaran ilmunya, maka dalam kegelapan hati, dikerahkannya segenap kemampuan lahir dan batinnya. Dibangunkannya ilmunya yang paling tinggi dalam tatarannya. Aji pamungkasnya. Disalurkannya segenap getaran didalam dirinya, semua cadangan kekuatannya yang tersimpan didalam tubuhnya, kedaiam tangannya yang menggenggam pedang.
Dada Mahisa Agni berdesir melihat sikap itu. Ia kenal, bahwa dengan demikian Kuda-Sempana sudah sampai kepada puncak ilmunya. Sehingga dengan serta-merta Mahisa Agni berteriak " Jangan Kuda-Sempana, jangan.
Tetapi hati yang gelap itu menjadi semakin gelap. Meskipun Kuda-Sempana mendengarnya. tetapi ia sama sekali tidak menghiraukannya. Sehingga akhirnya ia telah sampai pada puncak kekuatannya.
Sejenak Mahisa Agni menjadi termangu-mangu. Bagaimana ia harus melawannya" la tahu, betapa kekuaian aji itu. Tetapi kesempurnaan didalam pengucapannya, mereka berada dalam tingkatan yang jauh berbeda. Mahisa Agni telah mencapai tingkat sejajar dengan Empu Sada sendiri, meskipun masih diperlukan pengetrapan yang lebih mantap. Tetapi ia telah mampu melawan kekuatan aji yang dilepaskan oleh Kebo Sindet, meskipun senjatanyalah yang pada saat itu tidak berhasil bertahan karena benturan dua kekuatan yang luar biasa dabsyatnya, meskipun pedangnya waktu itu tidak kalah kuatnya dengan pedang yang dipergunakan oleh Kuda-Sempana kini, yang diambilnya dari kumpulan senjata yang ber-puluh2 jumlahnya didalam sarang Kebo Sindet.
" Kekuatan kami saat itu hampir berimbang " desis nya " sehingga aku dan Kebo Sindet masing2 tidak mengalami bencana didalam diri masing2 yang dapat menentukan hidup mati kami Tetapi sekarang apakah Kuda-Sempana tidak akan terganggu oleh benturan itu"
Dalam keragu-raguan Mahisa Agni melihat Kuda-Sempana telah mempersiapkan dirinya. Kini ia telah mulai meluncur diatas punggung kudanya, menyerangnya berlambaran aji tertingginya.
Dada Mahisa Agni menjadi semakin ber-debar2 Tiba-tiba ditariknya kendali kudanya Dilarikannya kudanya menghindari serangan Kuda-Sempana.
" He, jangan lari pengecut " tariak Kuda-Sempana. Tetapi Mahisa Agni tidak mempedulikannya. Dipacunya kudanya semikin cepat, sementara Kuda-Sempana mengejarnya dengan penuh nafsu.
Ternyata Mahisa Agni tidak berlari jauh. Ia hanya memutar kemudian me-lingkar2.
" Agni, marilah kita bertempur secara jantan. Tanggon sebagai laki2. Jangan berlari-larian. - teriak Kuda-Sempana sambil mengacungkan pedangnya.
Mahisa Agni tidak menjawab. Tetapi ia masih terus melarikan kudanya ber-putar2.
" He, apakah kau sudah gila" " teriak Kuda-Sempana pula.
Mahisa Agni tersenyum didalam hati. Memang orang yang terganggu jiwanya dapat saja menyebut orang lain seolah-olah menjadi gila. Tetapi orang itu tidak sempat menilik kedalam dirinya sendiri.
" Berhenti. Berhenti.
Mahisa Agni tidak menghiraukannya. Bahkan kadang-kadang diperlambatnya kudanya, namun kemudian dipercepatnya. Ia menyadari bahwa kuda yan,y dipergunakan agak lebih baik dari Kuda-Sempana.
Sikap Mahisa Agni ternyata membuat Kuda-Sempana menjadi semakin gila. Hatinya yang pepat menjadi semakin pepat. Ia benar-benar sudah tidak dapat membedakan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak Sedemikian hatinya disaput oleh kekelaman, sehingga tidak dilihatnya lagi cara yang dapat dipergunakan ya untuk menyerang Mahisa Agni, selain satu2nya yang dapat dilakukannya. Melontarkan pedang kearahnya.
Dan ternyata Kuda-Sempana yang sedang kegelapan itu mempergunakan cara itu. Dengan penuh kemarahan, dengan kekuatan aji pemungkasnya, maka dilontarkannya pedangnya kearah Mahisa Agni yang masih ber-putar2 disekitarnya. Ternyata lontaran pedang yang dilambari oleh kekuatan yang dahsyat itu, benar-benar mengagumkan. Seperti tatit yang meloncat dilangit, pedangnya meluncur dengan kecepatan yang tidak ter-duga2, mengarah langsung keleher Mahisa Agni.
Mahisa Agni terkejut melihat lontaran itu. Kekuatan aji Kuda-Sempana didorong oleh kecepatan berlari kudanya, ternyata telah menimbulkan kekuatan yang luar biasa.
Dan kekuatan yang luar biasa itu telah diungkapkan oleh lontaran pedangnya mengarah Mahisa Agni.
Tetapi Mahisa Agni kini telah memiliki ilmu yang cukup untuk menanggapi keadaan itu. Dengan kecepatan yang luar biasa pula, Mahisa Agni membungkukkan badannya melekat pada punggung kudanya, sehingga tepat pada saatnya, pedang Kuda-Sempana terbang diatasnya. Kalau ia terlambat sekejap saja, maka ujung pedang itu pasti sudah melobangi tubuhnya.
Kuda-Sempana memandangi senjatanya yang berlari diatas tubuh Mahisa Agni itu dengan dada yang ber-debar2. Apalagi ketika ia melihat bahwa ia sama sekali tidak berhasil melukai Mahisa Agni, apa lagi menjatuhkannya, agaranak muda itu tidak selalu mengejarnya meskipun seandainya tidak mematikannya. Tetapi ternyata bahwa pedangnya sama sekali tidak menyentuh sasarannya.
Kuda-Sempana menggeretakkan giginya ketika ia melihat Mahisa Agni kemudian tegak kembali diatas punggung kudanya sambil msnarik nafas dalam2. Sejenak kemudian terdengar suara Mahisa Agni " Kuda-Sempana. Kau benartelah menjadi mata gelap. Apakah kau sadari apa yang telah kau lakukan"
" Aku sadar sepenuhnya " jawab Kuda-Sempana.
" Bagaimana kalau pedang itu mengenai sasarannya dan aku jatuh terkapar, mati dipadang Karautan ini"
" Sudah menjadi keputusanku. Kau atau aku.
" Kuda-Sempana - berkata Mahisa Agni " aku sudah bersusah payah berusaha membebaskan diri dari tangan Kebo Sindet karena aku masih ingin hidup. Aku masih ingin melihat bendungan dipadang Karautan itu dapat mengangkat air ke sawah2. Aku masih ingin melihat hamparan tanah persawahan yang hijau diatas padang yang sclama ini kering kerontang, untuk menggantikan padukuban Panawijen yang menjadi kuning ke merah2an seperti habis terhakar.
" Aku tidak peduli. -- Mungkin kau tidak akan mempedulikan keinginan2ku itu. Tetapi kau sebagai anak Panawijen, yang dilahirkan dan dibesarkan ditanah itu, apakah kau tidak mempunyai keinginan serupa dengan aku.
" Aku sudah terasing dari tanah ini. Aku sudah terasing dari orang-orang Panawijen. Wajah-wajah mereka menunjukkan kebencian dan kemarahan. Bahkan dendam. Buat apa aku kembali2 kepada mereka dengan keinginan2 yang cengeng seperti keirginanmu itu" Aku tidak mau. Aku bukan anak2 lagi yang masih selalu merindukan perlindungan biyung.
" Bukan itu soalnya Kuda-Sempana. Soalnya karena kau sudah merasa berbuat salah. Jangan kau hantui hatimu sendiri dengan kesalahan2 itu. Kalau ka upada suatu saat tidak berani mengakhiri keadaan ini, maka kau akan terdorong semakin lama semakin jauh. Tetapi kalau kau berani memutuskan, bahwa sekarang adalah saatnya untuk kembali dan menyesali semua kesalahan itu, maka untuk seterusnya kau akan terlepas dari padanya.
" Jangan membujuk aku.
" Tidak. Aku tidak sedang membujukmu. Aku tahu, kaupun tidak sadang merajuk seperti anak2 yang kecewa. Tetapi kau sedang ketakutan. Takut melihat bayanganmu sendiri. Bayangan yang penuh dengan noda. Mabisa Agni berhenti sejenak, lalu " Tetapi kesalahanmu kini adalah, bahwa kau memandang setiap orang dengan sudut pandangan yang buram. Kau aaggap bahwa setiap orang selalu menyimpan dendam didalam hatinya.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Cukup. Kau jangan membual Agni. Aku bukan anak2 yang dapat kau tipu dengan muslihat itu.
" Terserahlah kepadamu. Tetapi dengar, Kuda-Sempana. Seandainya orang-orang Panawijen itu menyimpan dendam didalam hati, maka akulah yang paling mendendammu. Aku mengalami bencana yang jauh lebih dahsyat dari yang mereka alami. Aku menghayati betapa pahitnya hidup ditangan orang-orang gila seperti Kebo Sindet dengan segala macam rencananya.
" Karena itulah maka kau mendendamku sampai ke-ujung ubun2. Karena itulah maka kau selalu mengejarku sampai saat ini untuk menjerumuskan aku kedalam bencana yang paling dahsyat. Kau ingin melihat aku dicincang oleh orang-orang Panawijen atau dihukum picis diterik matahari padang yang kering, atau dikubur hidup2 untuk dijadikan tumbal bendungan yang masih belum siap itu.
" Itulah yang aku maksud Kuda-Sempana. Kau meman dang semua orang dari segi itu. Dari segi yang gelap. Teta pi kau melupakan sifat2 orang-orang Panawijen. Kau memang terlalu lama terpisah dari pada mereka. Tetapi percayalah, mereka bukan mendendam dan bukan orang-orang buas yang senang melihat darah. Apalagi melihat kekejaman yang melampaui batas. Bahkan seandainya bukum picis itu benar-benar ada, maka seandainya orang-orang Panawijen berkesempatan untuk menyaksikan, mereka pasti akan pingsan ber-sama-sama.
Kuda-Sempana mengerutkan keningnya. Tetapi tiba-tiba ia berteriak - Tetapi tidak demikian dengan prajurit-prajurit Tumapel. Sudah lama mereka bekerja dipadang Karautan. Sudah lama mereka tidak melihat darah. Dan mereka akan mendapat umpan. Aku.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Katanya " Begitu kah sifat prajurit-prajurit Tumapel menurut tangkapanmu"
Kuda-Sempana tidak segera menyahut. Tetapi ditatapnya mata Mahisa Agni dengan tajamnya. Sekilas merambat dihatinya, setitik air yang bening. Tetapi sejenak kemudian ia berteriak pula - Omong kosong. Lihat, betapa dari sepasang matamu memancar dendam dan kebencian tiada taranya. Ayo, bersiaplah. Kita lanjutkan perkelahian ini sampai salah seorang dari kita mati. Kalau kau masih tetap memaksaku kembali kepada serigala2 kelaparan itu, maka ayolah. Kau atau aku.
Dada Mahisa Agni menjadi semakin ber-dehar2. Wajah Kuda-Sempana menjadi semakin liar. Maskipun kini ia sudah tidak bersenjaia, tetapi agaknya ia benar-benar ingin bertempur sampai mati.
Sejenak Mahisa Agni duduk dalam kebimbangan. Ditatapnya saja mata Kuda-Sempana yang liar itu. Namun ketika Kuda-Sempana telah bersap untuk menyerangnya, maka Mahisa Agni itupun segera mempersiapkan dirinya pula
Tetapi tiba-tiba terbersit suatu pikiran yang dianggapnya baik untuk menundukkan Kuda-Sempana.
Sementara itu Kuda-Sempana telah mulai pula dengan serangannya. Meskipun tanpa senjata, tetapi Mahisa Agni terpaksa menghindarinya. Ia masih berusaha untuk tidak membuat benturan2 dengan Kuda-Sempana supaya tidak terjadi sesuatu pada tubuhnya. Namun Kuda-Sempana sama sekali sudah tidak dapat memperhitngkau lagi.
Mahisa Agni yang sedang memikirkan suatu cara untuk menguasai lawannya itu hanyalah selalu mencoba menghin dar. Ber-putai2 dan me-lingkar2 saja. Didalam kepalanya bergolaklah suatu pikiran yang meskipun tidak dikehendaki tetapi agaknya dapat menolong keadaan. Kuda-Sempana ternyata menjadi kebilangan pertimbangan karna didorong oleh rasa takut dan cemas akan nasibnya. Bukan karena ia takut mati, tetapi ia tidak mau diperlakukan dengan cara yang mengerikan. Sebab menurut gambaran2 didalam otaknya, orang-orang Panawijen akan melepaskan dendam yang tersimpan didalam hati mereka dengan cara yang hampir setiap saat ditemuinya didalam sarang Kebo Sindet.
" Aku harus membuat imbangan " desis Mahisa Agni didalam hatinya " aku harus sedikit menyombongkan diri. Biarlah untuk saat2 seperti ini.
Mahisa Agni mengangkat wajahnya ketika ia mendengar Kuda-Sempana mem-bentak2 " Ayo Mahisa Agni. Tunjukkanlah kejantananmu. Jangan hanya selalu mengbindar saja. Dimanakah keberanianmu yang kau banggakan selama ini"
Mahisa Agni mengerutkan keningnya. Sekali ia harus menghindar dan berputar, sementara Kuda-Sempana sedang memperbaiki keadaannya, karena kudanya terdorong beberapa langkah.
" Kuda-Sempana " berkata Mabisa Agni kemudian " Apakah kau sudah benar-benar siap untuk bertempur melawan aku"
Kuda-Sempana terkejut mendengcr pertanyaan itu, sehingga dengan serta-merta ia menjawab - Apakah kau sudah menjadi buta, atau kehilangan dasar pengamatan" Kau lihat, aku sudah siap untuk berbuat apapun.
Tiba" Mahisa Agni tertawa Kuda Sempana sekali lagi terperanjat mendengar suara tertawa itu. Meskipun pe-lahan-lahan, tetapi sangat menyakitkan hati. Hampir sepanjang perkenalannya dengan Mahisa Agni, ia belum pernah mendengar dan melihat Mahisa Agni tertawa seperti itu.
" Jangan bergurau Kuda-Sempana " berkata Mahisa Agni kemudian " bersiaplah. Aku akan segera mulai.
Terdengar Kuda-Sempana menggeram - Aku sudah siap. Siap untuk membunuh atau dihunuh.
" Apakah kau benar-benar ingin melawan aku"
" Persetan. Cepat, mulailah.
" Kuda-Sempana. Aku benar-benar akan mulai apabila kau benar-benar telah siap pula. Beradalah dalam kemungkinan yang se-tinggi2nya. Kau segera akan melawan Mahisa Agni.
Wajah Kuda-Sempana menjadi semakin marah. " Kau terlalu sombong, pembual. Ayo berbuatlah sesuatu. Jangan hanya berbicara tanpa ujung dan pangkal. Kalau kau ingin mempergurakan pedangmu, pergunakanlah.
Telinga Kuda-Sempana menjadi semakin sakit ketika ia mendengar sekali lagi Mahisa Agni tertawa. Lebih menyakitkan hati " Kuda Sempana. Jangan terlampau bernafsu. Sebaiknya kau melihat dirimu lebih dahulu. Siapkah yang kau hadapi sekarang.
Terasa dada Kuda-Sempana berdesir. Dan ia mendengar Mahisa Agni berkata " Apabila kau menganggap bahwa orang-orang Panawijen ingin melepaskan dendamnya dengan perbuatan yang aneh2, maka tanpa orang lain, tanpa bantuan orang-orang Panawijen dan prajurit-prajurit Tumapel, akupun dapat berbuat demikian atasmu. Ingat, aku telah berhasil membunuh Kebo Sindet meskipun tidak langsung. Aku telah dapat menempatkan diriku ditempat yang sejajar dengan Kebo Sindet. Aku berterima kasih bahwa kau telah memberikan pedang itu. Namun saat itu Kebo Sindetpun bersenjata pula. Nah, apa katamu nentang diriku 2 Apakah kau masih menantang Mahisa Agni untuk berkelahi"
Terasa dada Kuda-Sempana seolah-olah menjadi retak karenanya. Sebuah himpitan perataan telah melanda jantungnya. Kata2 itu benar-benar suatu penghinaan baginya. Sehingga dengan suara bergetar ia menjawab " Aku tidak peduli, apakah kau telah dapat menempatkan dirimu sejajar dengan Kebo Sindet atau tidak, tetapi ternyata bahwa kau tidak berani bertempur melawan aku sekarang.
Dan suara tertawa Mahisa Agni yang menyakitkan hati itu terdengar lagi " Memang ada perasaan segan padaku untuk berkelahi melawan kau, Kuda-Sempana Aku pasti hanya akan merasa seperti anak2 yang sedang sekedar ber-main2. Permainan yang tnenjemukan.
" Cukup - teriak Kuda-Sempana - kau sudah cukup banyak mengh:na aku Agni. Sekarang ayo kita mulai. Cepat. Kalau tidak, melawan atau tidak melawan, aku akan membunuhmu.
" Tunggu " berkata Mahisa Agni " kalau kau mampu lakukanlah. Tetapi ingat, bahwa aku telah berhasil mengalahkan Kebo Sindet. Aku tidak akan berkeberatan kalau kau selalu mendesakku. Aku akan segera berbuat sesuatu. Tetapi kaupun harus ingat, bahwa aku bukan Kebo Sindet. Aku adalah seorang anak Panawijen.
Kuda-Sempana mengerutkan keningnya. Dan Mahisa Agni berkata seterusnya " Aku adalah anak Panawijen yang paling dahsyat mengalami akibat dari perbuatanmu. Nah. kau akan dapat membayangkan, apakah yang kira2 dapat aku lakukan atasmu. Aku pernah berada bersamamu didalam sarang iblis itu, sehingga aku dapat mengerti berbagai macam cara yang dipergunakan oleh Kebo Sindet. Bukankah itu yang kau cemaskan, apabila kau berada di-tengah2 orang-orang Panawijen"
Kuda-Sempana tidak segera menjawab. Kepalanya menjadi semakin tegang, dan otot2 dikeningnya bermunculan le-olah2 akan meledak.
" Atau -- berkata Mahisa Agni - aku dapat membuatmu tidak berdaya, tetapi tidak membunuhmu. Aku dapat membawamu kepada orang-orang Panawijen yang kau sangka akan membunuhmu dengan cara yang kau takuti itu.
Dada Kuda-Sempana berdentangan semakin keras mendengar kata2 Mahisa Agni itu. Ketakutan, kecemasan dan kemarahan bercampur baur didalam dirinya. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikan kenyataan yang diakuinya didalam hati nya, bahwa sebenarnyalah bahwa Mahisa Agni akan mampu berbuat demikian adabila dikehendaki.
Karena itu maka perasaan ngeri yang sangat telah merambati jantungnya.
Namun Kuda-Sempana ternyata menjadi semakin berputus asa. Ia tidak dapat membuat pertimbangan2 lagi. Kini ia benar-benar ingin membunuh dirinya. Berkelahi dan mati. Tetapi kematian itu akan lebih baik daripada mati ditangan orang-orang Panawijen.
Sebelum Mahisa Agni sempat berbicara lagi. maka Kuda-Sempana sudah menyerangnya pula. Semakin lama semakin dahsyat. Dan sekali lagi Mahisa Agni harus melayaninya, seperti melayani adik tesrayang yang sedang bermain kejar2an.
" Apakah kau tidak mengcrti maksudku Kuda-Sempana" " bertanya Mahisa Agni.
Kuda-Sempana tidak menjawab. Ia menyerang semakin garang, sehingga Mahisa Agnipun menjadi semakin sibuk menghindarinya.
Tetapi akhirnya Mahisa Agni sampai pada puncak permainannya. Ia ingin segera menghentikan solah Kuda-Sempana. Dengan demikian maka Mahisa Agni kemudian tidak membiarkan dirinya terus-menerus menghindar dan menjauh. Pada saatnya, maka Mahisa Agnipun segera mengatnbil peranan.
Ketika Kuda-Sempana dengan garangnya menyerang Mahisa Agni seperti seekor elang menyambar mangsanya, maka dengan gerak yang tidak kalah cepatnya Mahisa Agni menghindar. Tetapi yang sama sekali tidak ter-duga2 oleh Kuda-Sempana, tiba-tiba saja Mahisa Agni itu menyerangnya. Serangan itu dengan tiba-tiba dan terlampau cepat bagi Kuda-Sempana, sehingga ia tidak mampu untuk menghindarkan diri. Bahkan ia sama sekali tidas mendapat kesempatan untuk menangkis. Yang terasa olehnya kemudian adalah sentuan ibu jari tangan Mahisa Agni dipunggungr.ya. Dua kali. Disebelah menyebelah tulang punggungnya.
Meskipun sentuhan itu tidak terlampau keras, tetapi terasa sekujur tubuh Kuda-Sempana menggigil. Sejenak dua darinya, bahwa sentuhan2 itu tepat mengenai bintik-bintik syaraf nya. Dua dari padanya telah tersentuh oleh tangan Mahisa Agni sehingga tidak bekereya sewajarnya. Terasa kemudian kepala Kuda-Sempana menjadi pening, dan se-olah" ia kehilangan syaraf keseimbangannya. Terasa Padang Karautan itu berputar, semakin lama semakin cepat. Bahkan kemudian kudanya dan dirinya sendiri ikut pula berputar. Dengan gerak naluriah, maka ia menarik kekang kudanya dengan sisa2 tenaganya yang masih ada sehingga kudanya berhenti. Tetapi putaran yang semakin cepat itu masih terasa membelit dirinya, sehingga Kuda-Sempana harus memejamkan matanya. Meskipun demikian, ia masih merasakan se-akan2 tubuhnya telah hanyut dalam suatu arus pusaran dari air yarg terhisap kedalam bumi dengan derasnya.
Sejenak Kuda-Sempana masih dapat bertahan. Tetapi sejenak kemudian ia telah benar-benar kehilangan keseimbangan, sehingga tiba-tiba tubuhnya menjadi miring. Ia tidak dapat lagi tetap duduk diatas punggung kudanya, karena ia sudah tidak dapat menguasai keseimbangan dirinya lagi.
Kuda-Sempana masih tetap sadar ketika ia terdorong kesamping dan jatuh dari atas punggung kuda itu. Tetapi ia merasa pula bahwa seseorang telah menahannya dan kemudian menariknya. Sesaat Kuda Sempana membuka mata nya. Dalam putaran yang semakin cepat ia melihat Mahisa
Agni melatakkannya bsrbaring diatas rerumputan yang ke-kuning2an meskipun tanah dibawahnya telah menjadi basah.
" Lepaskan lepaskan ia berteriak. Dengan marahnya Kuda-Seiipana berasaha untuk bangkit. Tetapi sekali lagi ia terjatuh karena tanah tempatnya berpijak seolah-olah berputar semakin cepat.
" Jangan mencoba bangun Kuda-Sempana - berkata Mahisa Agni.
" Persetan. Ayo, bunuhlah aku.
" Dengan pedang"
" Terserah kepadamu.
" Tidak. Aku tidak akan me membunuhmu. Akan aku biarkan saja kau disini. Bila terik matahari membara dilangit, kau akan kepanasan, tetapi bila hujan yang lebat turun, kau akan kedinginan. Itu akan terjadi terus-menerus sebelum anjing2 liar menemukanmu disini Aku tidak tahu, manakah yang lebih buas, anjing2 liar itu atau buaya2 kerdil di-rawa2 Kemundungan.
" Setan " Kuda-Sempana mengumpat " ayo, bunuh aku.
" Ya, aku memang sedang membunuhmu. Tetapi tidak dengan ujung pedang. Aku mempunyai caraku sendiri.
" Pengecut, pengkhianat. Ternyata kau lebih jahat dari Kebo Sindet.
"- Mungkin. Mungkin aku lebih jahat dari Kebo Sindet. Tetapi aku kira orang-orang Panawijen itu tidak akan berbuat begitu atasmu.
Terdengar Kuda-Sempana menggeram Tetapi ia tidak dapat membuka matanya Ia masih merasa dirinya berputar. Sambil meng-umpat2 ia memegang kedua belah keningnya dengan teiapak tangannya. Tetapi ia tidak dapat menolong dirinya. Syaraf keseimbangannya ternyata sedang terganggu.
Tiba-tiba Kuda-Sempana merasa sentuhan pada punggungnya. Ia merasakan urutan yang menyelusur sisi tulang belakangnya Kemudian sebuah tekanan yang keras sehingga terasa punggungnya menjadi sakit sekali.
" Patahkan. Patahkan punggungku " ia berteriak " berbuatlah sekehendak hatimu. Tetapi bunuhlah aku secepatnya.
Tidak terdengar jawaban. Tetapi terasa sesuatu merayapi kepalanya. Kemudian pe-lahan-lahan terasa kepalanya tidak berputar lagi, sehingga sedikit demi sedikit ia membuka matanya.
" Duduklah " terdengar suara Mabisa Agni " buka matamu. Kau sudah baik.
Kuda-Sempana membuka matanya pe-lahan-lahan. Dilihatnya Mahisa Agni berdiri disampingnya. Meskipun kepalanya masih terlampau pening, tetapi padang Karautan itu sudah tidak berputaran lagi.
Sesaat Kuda-Sempana membeku, duduk diatas rerumputan. Digelengkannya kepalanya dan dipijitnya keningnya. Perasaan pening itu masih mengganggu. Tetapi pe-lahan-lahan menjadi semakin berkurang. Ketika ia kemudian berpaling di lihatnya Mahisa Agni telah duduk disampingnya.
Tiba-tiba isi dadanya meluap kembali. Dengan serta-merta ia meloncat berdiri Meskipun kepalanya masih terasa pening namun ia berkata " Kenapa tidak kau bunuh saja aku Agni, Sekarang aku sudah mampu lagi berkelahi melawanmu. Ayo, atau kaulah yang akan aku bunuh.
Mahisa Agni masih tetap duduk ditempatnya. Dipandanginya Kuda-Sempana dengan tenangnya. Kemudian terdengar ia berkata per -lahan2 - duduklah Kuda-Sempana.
" Tidak. Aku akan bertempur sampai mati.
" Jangan terlampau keras kepala. Kau sebenarnya sudah menyadari keadaanmu. Tetapi kau mencoba untuk bertahan pada pendirianmu.
Kuda-Sempana tidak segera menyahut. Ditatapnya wajah Mahisa Agni tajam2. Hatinya berdesir ketika ia mendengar
Mahisa Agni berkata " Lihat Kuda-Sempana, itu pedangmu yang kau lemparkau kepadaku. Ambillah, mungkir kau masih memerlukannya.
Kuda-Sempana masih berdiri ditempatnya. Perasaan aneh telah menjaleri dadanya, sehingga sejenak ia terpaku diam.
" Ambillah, dan duduklah. Aku ingin berbicara. Dengan mulut, tidak dengan pedang.
Kuda-Sempana sama sekali tidak bergerak. Tidak beranjak dan tidak menyahut.
" Kau masih belum mempercayainya. Jangan kau takut2i hatimu dengan soal2 yang kau buat2 didalam kepalamu sendiri. Kau buat bayangan2 yang menakutkan dan kemudian kau sendiri menjadi ketakutan karenanya. Kau reka2 didalam angan"mu sesuatu yang mengerikan. Tetapi kemudian kau percayai angan2 itu se-olaha benar-benar akan terjadi.
Kuda-Sempana masih mematung.
" Ambillah pedangmu. Cepat. Kuda-Sempana masih belum bergerak.
" Kenapa kau masih diam" Apakah kepalamu masih pening atau bahkan se-akan2 masih berputaran.
Tanpa sesadarnya Kuda-Sempana menggeleng.
" Nah, kalau begitu, ambil pedangmu. Kuda-Sempana tidak menyadari, pengaruh apakah yang telah menggerakkannya mclangkah kearah pedangnya yang terletak ditanah. Ia berpaling dengan penuh keragu-raguan, kemudian membungkuk memungut pedangnya itu. Dengan ragu-ragu disarungkannya pedangnya pada wrangkanya.
Mahisa Agni yang masih duduk ditempatnya menarik nafas dalam2. Ternyata atas kehendaknya sendiri Kuda-Sempana telah tnenyarungkan pedangnya. Dengan demikian ia berharap bahwa ia untuk selanjutnya akan dapat berbicara dengan baik.2 Tetapi untuk sesaat Mahisa Agni masih berdiam diri ditempatnya. Dipandanginya saja Kuda-Sempana yang kemudian melangkah pe-lahan-lahan kearahnya.
" Duduklah " berkata Mabisa Agni kemudian.
" Tidak " jawab Kuda-Sempana. Tetapi suaranya telah menjadi lemah " aku masih ingin bertempur.
" Duduklah " ulang Mahisa Agni. Ternyata kata2nya itu mengandung perbawa yang kuat, yang tidak terlawan oleh Kuda-Sempana dalam keadaannya itu. Karena itu, maka seolah-olah tanpa dikehendakinya sendiri, iapun pe-lahan-lahan meletakkan dirinya, duduk beberapa langkah dari Mahisa Agni.
" Kuda-Sempana " berkata Mahisa Agni " maaf, bahwa aku telah membuatmu kehilangan keseimbangan. Bukan maksudku untuk menyakitimu, tetapi aku hanya ingin berbuat demikian sebagai pengantar pembicaraan Kau tidak dapat mendengarkan kata2ku tanpa sedikit tekanan. Tetapi percayalah bahwa hal itu tidak akan mengganggumu2 untuk seterusnya.
Kuda-Sempana tidak menyahut. Tetapi tiba-tiba kepalanya menunduk.
" Kau terlampau jauh berprasangka atas erang2 Panawijen. Aku tahu, bahwa kau ternyata telah di-kejar2 oleh perasaan bersalah. Tetapi dengarlah aku, bahwa orang-orang Panawijen tidak akan berbuat apa2 atasmu. Aku akan menjelaskan kepada mereka, bahwa kau telah menyesali segala kesalahan itu. Bahwa keadaanmu telah membuat kau terbangun dari mimpi yang buruk itu.
" Kau menjebakku " sahut Kuda Sempana meskipun sudah tidak terlampau garang.
" Buat apa aku menjebakmu" Kalau aku mau, aku dapat berbuat apa saja atasmu. Karena itu aku terpaksa membuatmu kehilangan keseimbangan. Maksudku, supaya kau sadari, bahwa aku dapat berbuat seperti yang kau angan2kan itu tanpa membujukmu, kemudian menangkapmu be-ramai2. Aku sendiri mampu melakukannya. Melumpuhkan kau, mengikatmu dibelakang kudaku dan menyeretmu kepada orang-orang Panawijen itu untuk ber-sama-sama mencincang mu. Tetapi aku tidak melakukannya. Masihkah kau menganggap bahwa aku sedang membujukmu" Masihkah kau menganggap bahwa karena aku tidak mampu menangkapmu sendiri, lalu aku menjebakmu diantara orang-orang Panawijen dan prajurit-prajurit Tumapel"
Kuda-Sempan tidak segera menjawab. Pe-lahan-lahan pikirannya mulai bekerja kembali, meskipun harus dituntun setapak demi setapak oleh Mahisa Agni. Tetapi sejenak kemudian tumbuhlah peng&kuan didalam diri Kuda-Sempana bahwa Mahisa Agni itu berkata sebenarnya. Ia dapat berbuat seperti yang dikatakannya. Tetapi ia tidak berbuat demikian.
Dalam kediamannya ia mendengar suara Mahisa Agni
" Marilah. Berdirilah. Kita kembali kepada orang-orang Panawijen yang pasti sedang dihadapkan pada suatu teka-teki tentang diri kita.
Sekali lagi Kuda-Sempana didorong oleh suatu kekuatan yang tidak dimengertinya, membawanya berdiri dan melang kah kearah kudanya yang sedang asyik makan rumput. Dan sejenak kemudian keduanya telah berada dipunggung kuda masing2, yang berlari kembali keperkemahan orang-orang Panawijen dan prajurit-prajurit Tumapel.
o O o YANG BERGUGURAN. Betapa beratnya, namun Kuda-Sempana akhirnya dapat diterima juga oleh orang-orang Panawijen dan Prajurit-prajurit Tumapel atas tanggung jawab Mahisa Agni. Meskipun dengan mem-bentak2 dan ber-teriaks namun Akuwu Tunggul Ametungpun memaafkannya pula. Tetapi untuk sementara Kuda-Sempana diserahkan kepada Ken Arok dan Mahisa Agni, supaya diawasinya. Dan untuk sementara Kuda-Sempana harus tetap berada dipadang Karautan ber-sama-sama dengan Ken Arok dan orang-orang Panawijen.
" Kau tidak dapat berada kembali dilingkungan istana
" berkata Akuwu Tunggul Ametung.
Kuda-Sempana menundukkan kepalanya dalam2. Dalam sekali. Pe-lahan-lahan ia menyahut " Hamba berterima kasih sekali bahwa Tuanku tidak menggantung hamba di-alun2. Dimanapun hamba akan diletakkan hamba tidak akan berkeberatan.
Kuda-Sempana yang sudah agak lama tidak bergaul de ngan Akuwu terkejut ketika tiba-tiba Akuwu berteriak " Apa hakmu untuk berkeberatan he"
Kuda-Sempana menjadi gelisah. Tetapi dicobanya untuk meng ingat2 sifat2 Akuwu Tunggul Ametung, pada saat ia masih berada di istana.
" Kau tidak punya hak sama sekali untuk berkata begitu. Kau memang harus menjalani setiap perintahku.
" Hamba Tuanku " jawab Kuda-Sempana.
Akuwu Tunggul Ametung meng-anggukskan kepalanya sambil me-raba2 dagunya. Kemudian kepada Mahisa Agni ia berkata " Bagaimana dengan kau"
" Hamba tinggal dipadang ini Tuanku " jawab Mahisa Agni.
" Tetapi kau harus pergi ke istana. Terserah kepadamu. Sehari atau dua hari, supaya adikmu percaya, bahwa kau masih hidup. Supaya ia menjadi agak tenteram dan tidak selalu dicengkam oleh kegelisahan dan kebingungan. Kegelisahannya adalah kegelisahanku. Dan kegelisahanku adalah kegelisahan seluruh Tumapel.
Mahisa Agni termenung sejenak. Ia dapat mengerti, betapa Ken Dedes selalu gelisah memikirkannya. Ia adalah satu2nya orang yang masih dianggap keluarganya. Tetapi bagaimanakah dengan dirinya sendiri"
" Bagaimana" " desak Akuwu Tunggul Ametung " aku marnerlukanmu. Untuk kepentingan adikmu.
Akhirnya Mahisa Agni tidak dapat menolak lagi. Sambil membungkukkan kepalanya da!am2 ia menjawab " Hamba akan menurut segala perintah Tuanku. Hamba akan ikut serta keistana untuk sehari atau dua hari. Selebihnya hamba akan tinggal didekat bendungan ini, bendungan yang masih harus diselesaikan ini.
" Untuk selanjutnya terserah kepadamu. Besok kita berangkat. Kembali ke Tumapel. Kuda-Sempana tinggal di sini. Untuk sementara aku serahkan kepada Ken Arok selama Mahisa Agni berada di Tumapel. Untuk seterusnya orang itu menjadi tanggung jawab kalian berdua. Apakah kalian mengerti"
Keduanya hampir bersatnaan menjawab " Hamba Tuanku.
" Baik " berkata Akuwu itu selanjutnya " tetapi taman itu harus segera siap pula. Setelah Mahisa Agni berada kembali disini, maka kau mendapat kesempatan lebih banyak Ken Arok. Kecuali perhitunganmu terhadap banjir yang setiap saat dapat melanda bendungan itu, maka taman; itupun harus mendapat perhatian pula Disini sekarang ada Ken Arok, Mahisa Agni dan Kebo Ijo.
Sekali lagi hampir bersamaan Ken Arok dan Mahisa Agni menjawab " Hamba Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanya. Dilihatnya Kebo Ijo duduk disudut rtiangan itu pula. Tetapi kepalanya menunduk dalam2. Karena itu Akuwu tidak melihat, bahwa anak bengal itu sedang menahan senyumnya kuat2. Baginya semua itu terasa terlampau menggelikan.
Sesaat kemudian kepada Witantra Akuwu berkata " Besok, pada pagi2 hari kita berangkat kembali ke Tumapel. Siapkan orang-orangmu.
Kini Witantralah yang menjawab sambil mengangguk " Hamba Tuanku.
Pembicaraan itupun segera beraccir. Masing2 pergi kepada kuwajibannya. Tetapi ternyata matahari telah menjadi terlampau rendah dan sesaat kemudian hilang dibalik garis batas diujung Barat. Ketika Mahisa Agni mengangkat wajahnya, dilihatnya awan yang kelabu mengambarg dilangit pe-lahan-lahan hanyut oleh arus angin padang yang basah.
" Mudah2an tidak turun hujan lebat " desisnya.
Selangkah2 ia berjalan menuju kebendungan. Orang-orang Panawijen dan para prajurit Tumapel telah beristirahat. Untuk sementara mereka tidak lagi bekerja siarg dan malam sejak bendungan itu dilanda banjir. Mereka seolah-olah memerlukan waktu beristirahat sehari dua hari setelah me meras seluruh tenaga dan ketegangan perasaan yang memuncak. Tetapi disiang hari, mereka bekerja dengan sepenuh tenaga pula, sehingga bendungan itu sudah memiliki alat pengaman yang lebih banyak, setelah banjir yang pertama meemberi mereka petunjuk2 letak kelemahannya.
Ketika Mahisa Agni berada diujung bendungan, terasa hatinya berdesir. Bendungan yang dahulu hanya ada didalam angan2nya, yang pada saat ia meninggalkan tempat itu masih belum berbentuk, kini benar-benar telah ada. Bendungan itu benar-benar telah berwujud. Bahkan bendungan itu telah lulus pada ujiannya yang pertama.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Diedarkannya pandangan matanya berkeliling. Meskipun senja menjadi semakin samar, namun ia masih dapat melihat jalur2 yang menggores padang Karautan itu. Susukan induk yang menjelujur ke-tengah2 padang dan akan menumpahkan airnya di sendang buatan, didalam taman yang dikehendaki oleh Akuwu Tunggul Ametung. Kemudian parit2 yang menyelusur seperti akar pepohonan didalam tanah. Kotak2 sawah dengan pematang2nya.
Semuanya itu telah membuat dada Mahisa Agni seolah2 mengembang.
Karena itu maka sejenak ia berdiri mematung. Dipandanginya alam yang terbentang dihadapannya. Alam yang luas, yang baru mulai dijamah oleh tangan manusia.
" Mudah2au kami berhasil, - desis Mabisa Agni - mudah2an apa yang kami lakukan ini dibenarkan oleh Yang Maha Agung.
Ketika kemudian angin yang lembut mengusap keringnya, maka Mahisa Agnipun mengusap wajahnya. Terasa udara yang dingin menyusup sampai kepembuluh darahnya.
Didalam dadanya berdesir suatu kebanggan dan harapan yang tidak terkira, karena bendungan yang kini tinggal mengetrapkan penyelesaian yang terakhir dan merampungkan jalur2 pengaman apabila banjir datang terlalu deras Impian yang dahulu tersimpan didalam hatinya itu kini telah hampir berwujud. Sekian lama ia berada didalam kungkungan iblis Kemundungan, tetapi sekian lama pekerjaan ini berjalan terus.
Tepat pada saatnya ia berhasil melepaskan diri, bendung an ini telah sampai pada penyelesaian terakhir.
Apalagi apabila diujung susukan induk ini kelak akan dibangun sebuah taman. Maka daerah ini, yang dahulu merupakan jantung padang Karautan yang jarang diambah oleh manusia, kelak pasti akan menjadi suatu padepokan yang subur dan semakin- lama akan menjadi semakin ramai.
Betapa angan2 yang dipenuhi oleh harapan itu mencengkam dada Mahisa Agni, sehingga untuk sejenak ia merenung ditempatnya.
Baru ketika terasa gerimis kecil menyentuh tubuhnya Mahisa Agni menya iari dirinya. Ditengadahkan wajahnya dan dilihatnya langit yang hitam.
" Hujan - desisnya - Mudah2an banjir tidak datang terlampau keras.
Mahisa Agni masih mendengar deru air yang masih agak deras mengalir disungai yang telah dibatasi oleh bendungan itu. Tetapi dalam kegelapan malam Mahisa Agni tidak dapat melihat, betapa keruh dan betapa banyak sesungguhnya air yang tertahan diatas bendungan itu.
Karena gerimis menjadi semakin deras, maka Mahisa Agnipun segera meninggalkan bendungan itu kembali kedalam gubugnya. Pe-lahan-lahan ia bergumam didalam dirinya " Besok aku harus ikut bersama Akuwu ke Tumapel. Mudah2an tidak terlampau lama berada disana. Aku ingin menunggui bagaimana bendungan ini terselesaikan.
Begitu asyik Mahisa Agni bergelut dengan angan"nya, sehingga ia tidak melihat seseorang berdiri diujung perkemah an. Mahisa Agni berjalan bebera langkah dimuka orang itu, tetapi Mahisa Agni yang berjalan sambil menunduk itu tidak melihatnya.
Baru ketika orang itu terbatuk kecil, langkah Mahisa Agni tertegun. Dipalingkannya wajahnya, dan dilihatnya seseorang berdiri acuh tidak acuh.
" Kau Kebo Ijo " sapa Mahisa Agni;
" Kebo Ijo berpaling. Desisnya " Darimana kau Mahisa Agni"
" Aku melihat bendungan itu Kebo Ijo. Ternyata aku menjadi sangat berterima kasih, bahwa selama aku tidak ada disini, orang-orang Panawijen dan prajurit-prajurit Tumapel telah menyelesaikannya.
Kebo Ijo mengerutkan keningnya. Dan sesaat kemudian Mahisa Agni menjadi tcrkejut karena Kebo Ijo tiba-tiba saja tertawa. Katanya " Kenapa kau berterima kasih kepada kami semua yang selama ini bekerja tidak mengenal lelah, siang dan malam, npalagi ketika banjir yang pertama itu melanda bendungan yang belum siap benar itu. Akuwu sendiri telah banyak sekali berbuat untuk mcnyelamatkannya, bahkan menyelamatkan Ken Arok sendiri.
" Justru karena itulah aku sangat berterima kasih " jawab Mahisa Agni.
Suara tertawa Kebo Ijo mengeras. Katanya " Aneh sekali. Apakah hakmu untuk menyatakan terima kasih kepada kami.
Mahisa Agni terdiam. Sepasang matanya memancarkan berbagai pertanyaan yang bergolak didalam dadanya. Ia sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan Kebo Ijo. Namun sejenak kemudian ia mendengar Kebo Ijo itu berkata lebih lanjut " Mahisa Agni, kau yang sama sekali tidak ikut berbuat apapun atas bendungan itu, jangan terlampau ikut berbangga karenanya. Apalagi kau merasa bahwa se-akan2 kaulah yang berhak untuk disebut sebagai pahlawan. Kau mungkin merasa bahwa bendungan itu bendunganmu, sehingga kau merasa wajib dan berhak berterima kasih kepada kami. " Kebo Ijo itu berhenti sejenak, lalu " Tetapi ketahuilah, bahwa bendungan itu bukan bendunganmu. Bendungan itu adalah milik kami yang telah bekerja mati2an. Sekarang kau datang kedalam lingkungan kami Akulah yang lebih berhak mengucapkan terima kasih kepadamu, seandainya kau mau membantu meskipun sekedar melemparkan sebongkah batu disaat terakhir. Itupun barangkai tidak dapat kau lakukan. Bukankah kau besok harus pergi ke Tumapel bersama Akuwu untuk menengok adikmu yang terlampau manja itu" Nah, tinggallah di Tumapel sepekan atau sebulan. Datanglah kemari apabila bendungan itu telah selesai. Tetapi ingat, jangan mengucapkan terima kaiih kepadaku Setela kau tidak mempunyai sangkut paut dengan bendungan ini.
Terasa dada Mahisa Agni berdesir. Wajahnya sekilas dijalari oleh warna merah. Tanpa sesadarnya dilayangkannya pandangan matanya berkeliling. Sepi. Tak ada seorangpun yang tampak. Tetapi Mahisa Agni tidak tahu, apakah orang-orang yang berada didalam gubug itu sudah tidur atau masih bangun dan mendengar percakapan itu.
" Nah " berkata Kebo Ijo " sekarang tidurlah. Jangan kau hiraukan lagi bendungan itu. Ia telah tumbuh tanpa kau. Dan ia akan siap pula tanpa bantuanmu,
Terasa goresan didada Mahisa Agni menjadi semakin dalam. Bahkan kemudian timbul pertanyaan didalam hatinya " Apakah demikian anggapan setiap orang yang berada di perkemahan ini" Apakah mereka menganggap bahwa aku sama sekali tidak berarti lagi bagi mereka, karena aku tidak ikut serta berbuat banyak" Apakah demikian pula anggapan orang-orang Panawijen"
Setitik keringat dingin mengembun dikening Mahisa Agni. Namun ia masih saja berdiam diri dalam kenangan seribu macam pertanyaan.
Kebo Ijo melihat kebimbangan didalam sikap Mahisa Agni Agaknya kata2nya berhasil menusuk langsung kedalam hati anak rati da itu. Maka timbullah kegembiraan dihati Kebo Ijo yang aneh itu. Ia memang bertabiat demikian. Dan tabiatnya itulah yang telah mendorongnya kedalam perbuatan2 yang berbahaya bagi dirinya.
Karena Mahisa Agni tidak menjawab, maka berkata Kebo Ijo itu " Apa lagi yang kau tunggu Agni. Pergilah tidur. Kau dapat menganyam angan2, bahwa kau besok akan bertemu dengan adikmu yang kini telah menjadi seorang permaisuri Kau akan ikut merasakan kamukten yang didapatkannya. Nah, nikmatilah. Tetapi jangan menyinggung tentang bendungan ini.
Mahisa Agni masih tetap berdiam diri. Terasa pergolakan didalam dadanya menjadi semakin keras.
" Tetapi sambutan orang-orang Panawijen itu begitu baik kepadaku. Bahkan prajurit-prajurit Tumapelpun bersikap baik " berkata Mahisa Agni didalam hatinya.
" Jangan bersedih " berkata Kebo Ijo seterusnya " kau memang lebih baik berada di Tumapel. Nunut kamukten yang didapatkan oleh adikmu dengan modal parasnya yang cantik.
"- Cukup - tiba-tiba Maltha Agni memotong - kau boleh menghina aku dengan cara apapun, tetapi jangan menghina orang lain yang kau sangkut pautkan dengan aku. Sikapmu itu sejak dahulu memuakkan sekali bagiku. Mungkin kau benar, bahwa aku memang tidak dapat ikut berbangga dengan bendungan itu. Tetapi seandainya aku berbangga di dalam hati, itu adalah hakku, karena aku ikut serta meletakkan dasar bagi terbangunnya bendungan ini. Akulah yang memilih tempat, membuat rencananya dan memulainya Tetapi aku tidak akan memperhitungkannya seperti seseorang yang meminjamkan jasanya kepada orang lain. Dihargai atau tidak dihargai, diakui atau tidak diakui itu sama sekali bukan urusanku dan bukan tujuanku. Siapapun yang membangun bendungan ini, aku tidak peduli. Tetapi aku merasa bersenang hati bahwa orang-orang Panawijen akan mendapat tempat dan ruangan baru untuk hidup.
Tetapi yang sangat memuakkan adalah caramu menghina aku dan keluargaku. Kau sebut2 nama Ken Dedes dengan cara yang sangat menyakitkan hati,
Dada Mahisa Agni berguncang ketika justru ia mendengar Kebo Ijo tertawa " Apakah kau menjadi sakit hati karenanya" Aku mengatakan yang sebenarnya. Sama sekali bukan ceritera yang aku hisap dari ujung ibu jari kakiku. Bukankah Akuwu mengambil Ken Dedes dari Kuda Sempana. dan Sempana mengambilnya karena ia cantik"
Terasa dada Mahisa Agni hergetar, Tetapi justru dengan demikian ia menyadari keadannya sepenuhnya. Karena itu maka iapun menarik nafas dalam2 seolah-olah hendak mengendapkan segala macam perasaan yang membakar dadanya. Kini ia sadar se-sadar2nya bahwa Kebo Ijo sengaja membuatnya marah. Ia tidak tahu, apakah maksud anak muda itu. Tetapi bukanlah sebaiknya untuk melayaninya Seandainya demikian, maka pasti akan timbul keributan, justru pada saat Akuwu Tunggul Ametung ada diperkemahan itu, dan justru setelah ia datang, sehingga kesan tentang dirinya past! akan menjadi kurang baik. Pasti ada orang yang menganggap bahwa setelah diperkemahan itu ada Mahisa Agni, maka timbullah suatu bentrokan diantara mereka Karena itu, maka Mahisa Agni itupun berusaha untuk menahan hatinya kuat2. Dianggapnya ia tidak mendengar apapun Dianggapnya suara Kebo Ijo itu seperti bunyi desir angin didedaunan.
Dengan demikian, maka Mahisa Agni tidak mau mendengarkannya lagi. Ia ingin meninggalkannya dan pergi kegubug yang disediakan untuknya bersama beberapa orang lain. Tetapi ketika baru saja kakinya melangkah ia mendengar Kebo Ijo itu tertawa lagi " He, kemana" Tidur" Baiklah. Tetapi sekali lagi, jangan mimpi tentang gelar pahlawan karena kau berhasil membuat bendungan. Lebih baik kau bermimpi tentang adikmu yang berhasil menjerat hati Akuwu karena kecantikannya. Kebo Ijo berhenti sejenak " He, adikmu memang cantik. Itulah sebabnya kalang Marendra pernah menjadi gila dan berkelahi dengan kau diluar padukuhanmu karena kau mengaku bakal suami gadis itu.
Kata2 itu benar-benar menyakitkan hati. Seandainya Mahisa Agni masih belum mendapatkan kemantapan tentang dirinya dan berhasil mengalahkan Kebo Sindet, maka Kebo Ijo pasti sudah diterkamnya. Tetapi kini sikapnya menjadi lain. Ia tidak menyerangnya. Ditabankannya kemarahan didalam hati nya. Namun terdengar giginya bergemeretak.
Tetapi tiba-tiba mereka berdua, Mahisa Agni dan Kebo Ijo terkejut krtika tiba-tiba mereka mendengar dari balik perkemahan seseorang berkata " Kau sudah menjadi gila Kebo Ijo.
Ketika mereka berpaling, mereka melihat Witantra berdiri disudut sebuah gubug yang pendek " Apakah kau sadari apa yang kau katakan. Aku mendengar sebagian besar dari kata2mu. Aku sengaja membiarkannya karena aku ingin tahu, bagaimanakah sikapmu sebenarnya. Dan kini aku melihatnya. Witantra berhenti sejenak, lalu " sebagai seorang pengawal bahkan yang diserahi tanggung jawab atas keselamatan, tubuh dan namanya, aku menganggap bahwa kau sudah sepantasnya mendapat hukuman. Kau telah menghina Tuan Putri Ken Dedes.
Kebo Ijo sejenak menjadi pucat. Tetapi sejenak kemudian ia tersenyum " Aku hanya bergurau kakang.
" Tidak, kau tidak sedang bergurau. Aku dapat membedakan nada yang sama sekali bukan bergurau. - Witantra memotong " tetapi sebagai seorang tua aku akan berbuat lain. Aku masih melihat kemungkinan yang baik dihari depanmu yang panjang. Karena itu, aku minta, supaya kau cabut kata2mu supaya kesalahanmu dimaafkan. Dan kau harus minta maaf pula kepada Mahisa Agni. Lakukanlah.
Sepercik warna merah membayang diwajah Kebo Ijo. Ia tidak menyangka bahwa ada orang lain yang mendengar kata2nya, apalagi kakak seperguruannya yang gubugnya jauh berada diujung lain.
Karena itu untuk sejenak ia berdiri saja mematung. Agaknya kakaknya itu mendengar seluruh pembicaraannya. Dan kakaknya tidak percaya bahwa ia hanya sekedar bergurau saja. Namun yang tidak di-sangka2 oleh Kebo Ijo, adalah bahwa kakaknya itu menyuruhnya untuk mencabut kata2nya dan minta kepada Mahisa Agni.
Karena Kebo Ijo masih berdiam diri, maka Witantra itu berkata pula " Lakukanlah Kebo Ijo, Hukuman itu terlampau ringan buatmu,
Tetapi Kebo Ijo tidak segera berbuat sesuatu. Wajahnya yang pucat, kemudian ke-merah2an, kini menjadi tegang,
" Apakah kau tidak bersedla" Tidak ada jawaban.
Namun sekali lagi mereka terkejut ketika mereka mendengar seseorang berkata " Kebo Ijo, sebaiknya kau tinggalkan kebiasaanmu yang buruk itu.
Serentak mereka berpaling, dan segera mereka melihat siapakah yang berbicara itu. Ken Arok.
" Sudah beberapa kali aku nasehatkan, jangan membuat soal2 yang tidak perlu.
Wayah Kebo Ijo menjadi semakin tegang. Dan ia mendengar Witantra berkata semakin keras pula " Lakukan lah. Kau harus mencabut kata2mu dihadapanku, pimpinan pengawal Akuwu Tunggul Ametung dan kini ada dua saksi. Kemudian kau harus minta kepada Mahisa Agni.
Kebo Ijo kini berdiri gemetar. Ia tidak membayangkan bahwa hal serupa itu akan mungkin dilakukannya. Sejenak ia dicengkam oleh kebimbangan. Tetapi menilik sorot mata kakak scperguruannya, ia tidak dapat ber-main2 lagi. Kakaknya itu agaknya benar-benar marah kepadanya. Apalagi kini telah hadir pula Ken Arok, yang ternyata mendengar pula pembicaraannya.
" Lakukanlah Kebo Ijo, terdengar suara Ken Arok " bukan suatu penghinaan bagimu. Tetapi dengan demikian kau akan selalu teringat, bahwa sikapmu yang demikian itu sama sekali tidak menguntungkan bagimu dan bagi siapapun juga. Kaupun harus ingat, bagaimana kau untuk pertama kali berada ditempat ini. Belum sehari kau sudah menumbuhkan persoalan. Sekarang, kedatangan Mahisa Agni kau songsong dengan sikapmu yang aneh itu.
Wajah Kebo Ijo menjadi semakin tegang. Setitik keringat dingin merentul didahinya.
" Lakukanlah, berkata Witantra. Ia nampak ber-sungguh-sungguh.
Tetapi yang terdengar kemudian adalah suara Mahisa Agni " Kebo Ijo. Kalau kakakmu menghendaki kata2mu itu dicabut, cabutlah. Tetapi bahwa kau hatus minta maaf kepadaku hal itu tidak perlu kau ucap2an dengan kata2, tetapi asal pengakuan bersalah itu telah tumbuh didalam hatimu, sebenarnya telah cukup bagiku.
Kebo Ijo berpaling sejenak. Dipandanginya wajah Mahisa Agni. Sekilas tampak perubahan pada wajah itu, tetapi Mahisa Agni sama sekali tidak tahu, apakah yang bergolak didalam dada Kebo Ijo, sehingga terungkap pada perubahan wajah itu. Namun sejenak kemudian Kebo Ijo itu menundukkan wajahnya.
Witantra dan Ken Arok merasakan sentuhan yang lembut didalam hati mereka. Pernyataan Mahisa Agni itu benar-benar telah menumbuhkan perasaan hormat didalam diri mereka. Sehingga dengan demikian, maka sejenak mereka terdiam.
Padang Karautan itupun kemudian menjadi sunyi. Suara bilalang terdengar ber-sahut2an dikejauhan. Sekali-sekali terasa angin yang lembut mengusap wajah-wajah mereka yang tegang.
Sejenak kemudian terdengar suara Witantra " Kebo Ijo, kau benar-benar harus menyadari keadaan dirimu. Memang sulit untuk mencari kesempatan seperti yang diberikan oleh Mahisa Agni kepadamu. Tetapi kau harus benar-benar mengakui didalam hatiniu, bahwa kau telah berbuat salah. Sekarang katakanlah, bahwa kau telah mencabut ucapanmu tentang Tuan Puteri. Dan katakanlah didalam hatimu seperti yang dimaksudkan oleh Mahisa Agni, bahwa kau menyesali perbuatanmu.
Kebo Ijo mengangkat wajahnya. Dipandanginya kakak seperguruannya, Ken Arok dan Mahisa Agni ber-ganti2. Te tapi ia sadar, bahwa kakaknya memang sedang ber-sungguh2 Karena itu, maka tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan, kecuali memenuhi perintah kakaknya itu.
" Katakanlah Kebo Ijo " deiak Witantra.
Kebo Ijo menelan ludahnya, lalu katanya - Aku cabut kata2ku tentang Tuanku Permaisuri itu kakang. Aku memang tidak ber-sungguh2 bermaksud demikian.
" Ber-sungguh2 atau tidak, tetapi sudah berapa puluh kali aku memperingatkan, jagalah mulutmu. Mulutmu akan dapat menjerumuskan kau kedalam suatu keadaan yang paling parah Mulutmu dan sikapmu. Aku menyayangkannya, bukan saja karena kau adik seperguruanku, tetapi lebih dari pada itu adalah hari depanmu sendiri,
Kebo Ijo mengangguk " Ya kakang.
" Untunglah Mahisa Agni bersikap terlampau baik2 Kalau tidak, maka kau harus berlutut dihadapannya dan minta maaf kepadanya Karena sebenarnyalah bahwa Mahisa Agni berhak untuk merasa ikut serta membangun bendungan itu, meskipun selama ini ia tidak dapat ikut melakukannya.
" Bukan sekedar ikut serta membangun " potong Ken Arok " tetapi sebenarnya bahwa Mahisa Agnilah yang membuat bendungan itu. Tanpa Mahisa Agni, tidak ada seorang pun yang meng-angan2kan bahwa di-tengah2 padang Karautan dapat dibangun sabuah bendungan yang akan meruhah sekaligus wajah dari padang ini. Kini sudah terbayang sebuah pedukuhan, meskipun masih samar2 karena pepohonan yang ditanam masih terlampau muda. Tetapi pedukuhan itu sudah dapat kita gambarkan. Pedukuhan yang dikelilingi oleh sawah dan ladang. Pategalan dan kebun2 yang subur. Kemudian sebuah petamanan yang terbesar di Tumapel. Semua itu adalah karena Mahisa Agni bertekad untuk menemukan ruang hidup yang baru bagi orang-orang Panawijen,
Witantra meng-angguk2kan kepalanya. Ia sependapat sepenuhnya dengan kata2 Ken Arok itu.
Sedang Kebo Ijo sama sekali tidak menyahut; la masih menundukkan kepalanya. Hanya kadang-kadang ia mencoba memandang Mahisa Agni dengan sudut matanya. Tetapi sesaat kemudian matanya telah hinggap kembali pada rerumputan yang basah dibawah kakinya.
Kebo Ijo itu berpaling kearah kakaknya ketika ia mendengar kakaknya berkata - Pergilah ketempatmu. Tidurlah. Untuk seterusnya kau harus ber-hati2. Besok aku dan Mahisa Agni harus mengikuti Akuwu kembali keistana. Sepeninggalku kau jangan membuat persoatan yang dapat mempersulit kedudukanmu sendiri.
Kebo Ijo tidak menyahut, Tetapi iapun tidak segera beranjak dari tempatnya,
Tetapi Witantra tidak rnempedulikannya lagi. Bahkan ia sendirilah yang kemudian melangkah pergi sambil berkata " Akupun akan tidur, supaya besok aku tidak terlambat bangun.
Witantra dan Ken Arokpun segera pergi pula meninggalkan Kebo Ijo yang masih berdiri tegak ditempatnya. Mahisa Agni yang ingin beristirahat itupun segera melangkahkan kakinya pula. Tetapi langkahnya tertegun ketika ia melihat Kebo Ijo berjalan kearahnya. Tetapi agaknya Kebo Ijo itu tidak ingin berjalan bersamanya. Ketika melampauinya, maka terdengar ia berdesis " Kau menjadi besar kepala mendengar pujian2 itu bukan Agni. Dan kau merasa dirimu pahlawan dari keluhuran budi dengan sikapmu yang ber-pura2, agar aku tidak usah minta maaf kepadamu. Suatu ketika kau pasti akan menyesal karenanya.
Tetapi Mahisa Agni tidak sempat untuk menjawab. Kebo Ijo ternyata melangkah terus dengan tergesa-gesa dan hilang dibalik dinding2 gubug yang bertebaran.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Ternyata bahwa dugaannya tentang anak itu keliru. Ketika Witantra menasehatinya, dilihatnya anak muda itu menundukkan kepalanya. Te tapi ternyata bukan karena pengertiannya atau penyesalannya atas kesalahannya, Ia berbuat demikian se-mata2 sekedar menyenangkan hati kakak seperguruacnya itu. Namun agaknya justru tumbuh dendam didalam dadanya.
" Hem " Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Tetapi kemudian hal itu tidak dihiraukannya lagi tentang dirinya sendiri. Tetapi ia justru mencemaskan hubungan Kebo Ijo dengan Kuda-Sempana, Kuda-Sempana yang baru melangkah setapak demi setapak meninggalkan dunianya yang kelam, apa bila ia terbentur kepada sikap Kebo Ijo yang gila2an itu, maka kemungkinan2 yang tidak diharapkan dapat terjadi. Kuda-Sempana akan menjadi liar lagi dan terjerumus semakin dalam kedunia yang gelap pekat.
" Aku harus memberitahukannya kepada Ken Arok besok sebelum aku pergi, sapaya persoalan ini mcndapat perhatiannya " gumam Mahisa Agni itu kepada diri sendiri.
Sesaat kemudian, maka Mahisa Agnipun telah berbaring didalam gubugnya. Beberapa orang yang telah berada didalamnya, telah tidur dengan nyenyaknya. Mereka ternyata masih merasa terlampau lelah sejak mereka berkelahi dengan banjir yang melanda bendungan mereka. Sedang bahaya serupa masih akan datang setiap saat apabila hujan turun di ujung sungai.
Dihari berikutnya, Akuwu Tunggul Ametung benar-benar meninggalkan padang Karautan bersama pengawal2nya dan Mahisa Agni. Sebelum mereka berangkat, Mahisa Agni memerlukan menyampaikan pesannya tentang Kuda-Sempana dan kemungkinan2 yang dapat terjadi karena sikap Kebo Ijo.
Ketika serombongan kuda yang membawa Akuwu Tunggul Ametung dan pengiringnya sudah berderap menjauh, maka Kebo Ijo yang berdiri disamping Ken Arok pada saat mereka melepas rombongan itu pergi, segera saja berbisik " Hem, aku berbangga melihat rombongan itu.
Ken Arok berpaling. Sambil mengerutkan dahinya ia bertanya " Kenapa"
" Bukankah mereka; bermaksud menangkap Kebo Sindet" " dests Kebo Ijo.
" Kebo Sindet seorang diri telah berhasil menggegerkan seluruh Tumapel. Bahkan Akuwu Tunggul Ametung memerlukanpergi sendiri untuk menangkapnya.
Ken Arok tidak menyahut. Ketika ia melayangkan pandangan matanya ia masih melirat kuda2 itu yang semakin jauh. Seperti noda-noda yang ke-hitam2an bergerak-gerak dibawah langit yang biru, diatas hamparan padang rumput yang luas.
Tetapi Ken Arok itu berpaling ketika mendengar Kebo Ijo tertawa pendek " Akuwu adalah seorang yang luar biasa. Tetapi untuk menangkap seorang Kebo Sindet, ia terpaksa membawa sepasukan kecil prajurit-prajurit pilihan. Bahkan kaupun akan dibawanya pula.
Ken Arok menarik nafas dalam2. Katanya " Akuwu masih belum yakin bahwa Kebo Sindet hanya seorang diri saja. Mungkin ia mempunyai beberapa orang kawan didalam sarangnya. Itulah sebabnya Akuwu membawa beberapa orang prajurit bersamanya.
Kebo Ijo tertawa pula. Sambil meng-angguk2kan kepalanya ia berkata " Mungkin. Mungkin pula demikian. Tetapi itupun menggelikan. Apakah yang dapat dilakukan oleh prajurit-prajurit sandinya" Apakah mereka tidak menyelidiki lebih dahulu, apakah dan siapakah yang akan mereka hadapi"
" Tentu sudah dilakukan, jawab Ken Arok " tetapi agaknya Akuwu kali ini tergesa-gesa.
" Karena desakan isterinya yang cantik itu, gumam Kebo Ijo " Ternyata gadis Panawijen itu benar-benar membahayakan Akuwu sendiri. Ia tidak tahu bahaya yang dapat mengancam Akuwu. Ia hanya menuruti suara perasaannya saja, agar Mahisa Agni segera dilepaskan. Tetapi ia tidak mempertimbangkan segi2 yang lain. Sedang Akuwupun telah benar-benar jatuh dibawah telapak kaki perempuan itu. He, apakah kau pernah mendengar dongeng bahwa Akuwu telah memasrahkan seluruh Tumapel kepada Ken Dedes sesaat sebelum mereka kawin. Maksudku, pada saat Akuwu membujuk perempuan itu untuk menjadi psamaisurinya.
" Ah, ceritera itu tidak penting bagiku. Keduanya sama saja. Warisannya akan jatuh ketangan putera atau puteri mereka ber-sama-sama. Bukankah sama saja" Apakah keturunannya itu akan menerima dari ayah atau ibunya"
Kebo Ijo mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun tertawa. Dipandanginya bintik-bintik yang semakin lama menjadi semakin kecil di-tengah2 padang yang luas Itu. Sejenak kemudian ia meng-angguk2kan kepalanya.
Tiba-tiba ia berdesis diantara suara tertawanya " He, apakah yang sedang kau renungkan"
Ken Arok berpaling. Jawabnya " Tidak ada. Aku tidak sedang merenungkan apr.2.
" Bohong. Pandangan matanya tampak mengambang terlampau jauh. Apakah kau sedang berpikir tentang hak atas Tumapel yang kini telah berada ditangan Ken Dedes dengan suka-rela atas kehendak Akuwu Tunggul Ametung"
" Buat apa aku memikirkannya" Sudah aku katakan bahwa hal itu tidak berpengaruh apapun.
Kebo Ijo tertawa semakin keras. Katanya " Apakah kau sudah pernah melihat Ken Dedes"
Ken Arok mengerutkan keningnya. - Apakah kau sedang mengigau"
" Tidak. Aku bertanya kepadamu, apakah kau sudah pernah melihat Ken Dedes.
" Tentu sudah. " Dari dekat dan untuk waktu yang lama" Bukankah kau berada dalam kesatuan yang lain dari Pengawal Istana" Hem, aku agaknya mendapat kesempatan menyaksikannya lebih dekat, Gadis itu memang cantik. Sayang, aku sudah beristeri Kalau belum ... " Kebo Ijo berhenti sejenak. Dipalingkannya wajahnya. Ketika tidak ada orang yang berdiri terlampau dekat dihelakacgnya ia berbisik " Kalau belum, aku akan membunuh Tunggul Ametung. Aku kawini Permaisuri itu. Aku akan mendapat seorang isteri yang sangat cantik dan sekaligus akan mendapat keturunan yang akan memiliki Tumapel.
" Tutup mulutmu " tiba-tiba Ken Arok membentak. Wajahnya menjadi semburat merah. Katanya kemudian " Mulutmu memang terlampau jelek Kebo Ijo. Ingat, bahwa aku dapat berbuat banyak karena aku mendengar kata2mu itu. Aku dapat melaporkannya kepada Witantras pimpinan pengawal. Apabila perlu, maka persoalan ini dapat sampai kepada Akuwu sendiri, dan kau tahu apakah hukumannya" Kau dapat dihukum mati karenanya.
Kebo Ijo tiba-tiba tersentak. Dahinya menjadi berkerut-merut. Lalu katanya " Ah. Jangan begitu. Kau sangka aku berkata ber-sungguh2.
" Aku tahu bahwa kau sekedar bergurau. Tetapi kau harus selalu ingat pesan kakak seperguruanmu. Jagalah mulutmu, supaya kau tidak digantung tanpa sebab.
" Dan bukankah hal itu sama sekali tidak terjadi" Akuwu Tunggul Ametung tidak mati terbunuh dan aku tidak mengawini isterinya"
" Tetapi bagaimana kalau orang menuduhmu, bahwa kau sedang merencanakannya. Dan kau dihukum karena merencanakan pembunuhan atas Tuanku Akuwu Tunggul Ametung, dengan tujuan merebut kekuasaan yang ada ditangannya dengan kekerasan.
" Omong kosong. Hanya orang gila yang akan menuduh aku berbuat demikian.
" Bukan orang gila. Kaulah yang gila. Untunglah bahwa hanya aku yang mendengar sendau guraumu yang gila ini. Kalau ada orang lain maka kemungkinannya akan dapat berbeda. Untuk seterusnya kau harus selalu ingat kepada pesan2 Witantra. Mulutmu akan dapat menyeretmu dalam kesulitan.
Kebo Ijo tidak segera menjawab. Matanya kini menatap bintik-bintik yang telah mulai hilang dikejauhan, dibayangi oleh gerumbul-umbul liar yang tumbuh bertebaran dipadang Karautan itu.
" Ingat Kebo Ijo " desis Ken Arok " bukan orang gila yang menuduhmu, bahwa suatu ketika kau akan melaku kannya. Tetapi orang-orang yang justru mempunyai otak yang baik, yang mencari kesempatan dan ingin menjerumuskan kau kedalam kesulitan. Tidak semua orang baik kepadamu atau kepadaku atau kepada siapapun. Dipadang Karautan ini hampir setiap orang mengenal tabiatmu. Mulutmu terlampau besar dan kau mempunyai sifat yang me-ledak2, bahkan kadang-kadang tidak terkendali. Kau ingat apa yang kau katakan kepada Mahisa Agni semalam. Mahisa Agni, betapapun juga adalah ipar tuanku Akuwu Tunggul Ametung. Ingat hal itu.
Kebo Ijo masih terbungkam. Namun wajahnya kini menjadi tegang. Beberapa orang yang berdiri agak jauh dari mereka, melihat wajah-wajah yang tegang itu. Tetapi mereka tidak mendengar apa yang sedang mereka percakapkan.
Sejenak Ken Arokpun berdiam diri pula. la benai2 menyesali sikap Kebo Ijo itu, mesktpun Ken Arok sendiri meragukan penyesalan didalam hati Kebo Ijo. Mungkin Kebo Ijo kini sedang mengumpatinya didalam hatinya. Tetapi adalah kuwajibannya untuk membcrikan peribgatan2 kepadanya. Bahkan Ken Arok itu berkata didalam hatirca - Kalau perlu aku dapat berbuat lebih keras, justru untuk kebaikan Kebo Ijo sendiri.
Ken Arokpun kini dapat menyadari, mengapa Mahisa Agni memerlukan berpesan kepadanya, supaya ia mengawasi lebih banyak hubungan aritara Kebo Ijo dan Kuda-Sermpana . Mereka ber-sama-sama berada dipadang Karautan dalam satu perkemahan. Mereka pasti akan sering bertermu dan bahkan berbicara. Hal2 yang tidak dikehendaki akan dapat timbul. Sifat Kebo Ijo yang me-ledak2 dan Kuda-Sempana yang sedang diguncang oleh keadaan, akan mudah sekali berbenturan.
Sesaat kemudian tiba" Ken Arok itu berkata " Marilah. Kita masih mempunyai banyak pekerjaan. Bendungan itu belum selesai benar. Kita masih harus mcngerjakan penyelesaiannya.
" Kenapa bukan Mahisa Agni yang menyelesaikan" " sahut Kebo Ijo acuh tidak acuh.
" Kau sudah mulai lagi" " desis Ken Arok.
" Oh " tiba-tiba sja Kebo Ijo itu tertawa. " Baiklah, marilah kita bekerja.
Ken Arok menarik nafas dalam2. Terlampau sulit untuk menguasai sifat Kebo Ijo. Tetapi ia bertekad untuk sedikit demi sedikit merubah sifat itu. Ken Arok meiasa sayang, bah wa hari depan Kebo Ijo akan terganggu oleh sifatnya sendiri yang kurang terkendali.
Ken Arok dan Kebo Ijo itupun segera pergi kepekerjaan mereka, setelah mereka tidak dapat lagi melihat rumbongan Akuwu Tunggul Ametung. Ber-sama-sama dengan orang-orang Panawijen dan para prajurit Tumapel, mereka pergi ketempat pekerjaan masing2. Ada yang pergi kebendungan, kesusukan induk, parit2 dan taman serta sendang buatan. Beberapa orang yang lain menggali parit2 pengaman disekitar bendungan, untuk mengurangi tekanan air apabila diperlukan.
Ken Arok sendiri selalu mondar-mandir dari satu tempat ketempat yang lain. Ia berusaha untuk melihat semua segi yang sedang dikerjakan supaya tidak terjadi kesalahan, sehingga pekerjaan itu akan terpaksa diulangi. Dengan demikian mereka akan kehilangan waktu dan tenaga.
Sedang Kebo Ijopun selalu berbuat serupa. Seperti Ken Arok ia berpindah dari satu sudut kesudut yang lain. Sebenarnya ia cukup cakap melakukan pekerjaannya. Ia mengerti apa yang seharusnya dilakukan. Tetapi yang sulit baginya, adalah mengendalikan diri, menahan mulutnya dan sifat2nya yang sombong. Sehingga tanggapan orang-orang Panawijen dan para prajurit kepadanya jauh berbeda dengan tanggapan mereka terhadap Ken Arok.
Menembus Lorong Maut 3 Golok Halilintar Karya Khu Lung Babi Ngesot 2
^