Pencarian

Kutukan Bintik Merah 1

Lupus Kutukan Bintik Merah Bagian 1


LUPUS KUTUKAN BINTIK MERAH Ebook by Lheeyaa - OCR by Raynold
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
1 BALADA FOTO PANAS BOIM "KAYAKNYA udah pada tau deh kalo persahabatan Lupus, Gusur, dan Boim itu lebih lengket dari permen karet. Soalnya meski baru di SMU Merah Putih mereka satu sekolah, tapi segala suka dan duka sudah mereka alami bersama. Sampe-sampe pas Gusur misah kelas sendirian sesuai jurusannya dari Lupus dan Boim, secara khusus Gusur minta disatukan lagi kelasnya dengan Lupus dan Boim. Karena rengekan yang terus-menerus itu, akhirnya Kepsek menyetujui. Gimana nggak setuju, kalo saban pagi Gusur selalu baea puisi di depan ruang Kepsek, "Hidup tanpa Lupus dan Boim, bak ikan hidup tanpa air...."
Anak-anak SMU Merah Putih emang seru-seru. Makanya Lulu sama Bule, waktu nggak betah lagi sekolah di SMU Elite gara-gara teror dari Oasa, dengan senang hati pindah ke SMU Merah Putih.
Minggu siang itu, Lupus dan Boim nampak
lagi jalan di gang yang menuju rumah Gusur. Mereka ceritanya udah janjian mau nonton bioskop. Kampung tempat Gusur tinggal memang semarak. Banyak anak singkong berkeliaran, kadang-kadang diselingi kambing dan ayam. Semua begitu membaur. Dari jauh nampak engkong Gusur berjalan terburu-buru dengan wajah berseri-seri.
Begitu lewat di dekatnya, Lupus dan Boim langsung ngagetin Engkong.
"Halo, Kong! Dari mana mau ke mana""
Engkong sampe meloncat saking kagetnya.
"Aje gile! Eh, elo pade... kagak boleh begitu sama orang tue. Kualat lo entar," Engkong mengelus-elus dadanya sambil ngomel-ngomel.
Lupus dan Boim tergelak. "Abis Engkong jalan kayak panser begitu. Nggak ada nengak-nengoknya."
"Aye buru-buru nih. Ada yang mau ngasih warisan."
Lupus kaget. "Warisan dari siapa, Kong" Engkong setua begini masih punya orangtua" Bukannya Engkong yang udah sepantesnya bagi-bagi warisan""
Lupus itu kalo ngomong emang suka ceplas-ceplos dan agak-agak kurang ajar. Pantesan aja Engkong jadi naik pitam. "Sembarang lo. Zaman sekarang orang tua umurnya panjang. Yang bagi warisan ini adalah encing Engkong yang tinggal di Cise' eng. Berhubung dia nggak punya anak, warisannya jatoh ke para keponakannya. Udah ah, entar kesiangan malah nggak kebagian!"
"Tanpa banyak bacot lagi, Engkong langsung pergi meninggalkan Lupus dan Boim. Untung aja saking akrabnya, mereka emang udah biasa bercanda. Jadi soal ledek-ledekan begitu, nggak ngaruh sama hubungan baik mereka.
"Eh, Kong! Si Gusur ada nggak di rumah"" teriak Boim.
"Auk ah, gelap! Cari aja 'ndiri!" Engkong menjawab cuek.
Boim cuma geleng-geleng kepala, lalu ngajak Lupus ngelanjutin jalan ke rumah Gusur.
Di rumahnya, ternyata Gusur masih belum ganti pakaian. Malah dia asyik beres-beres rumah dengan kaos buntung dan celana pendek sambil nyanyi lagu India. Boim dan Lupus jelas sebel. "Gusur, udahan nyanyinya. Anak ayam tetangga udah tiga ekor yang mati."
Gusur kaget, dan menoleh. "Eh, dikau. Bikin kaget!"
"Lo gimana sih, Sur" Janjian nonton kok masih koloran begitu"" ujar Boim.
"Tenanglah dahulu, Im. Daku sudah berjanji dengan Engkong mau membereskan rumah sebelum pergi. Sebenarnya hari ini jadwal piket Engkong, tapi berhubung dia ada urusan penting yang menyangkut masa depan kami berdua, maka daku yang harus ambil alih," ujar Gusur tenang.
Boim mencibir, "Alaah... gue udah tau kok. Engkong lo kan mau dapat warisan!"
"Kok tau" Sudah nyebar ya beritanya" Itulah, Im, sebenarnya daku jadi malas nonton. Lebih baik daku di sini berdoa, agar engkong daku dapet warisan rumah mewah dan mobil BMW Kemudian.... selamat tinggal kemiskinan! Dan daku pun bisa jadi orang kaya. Jangan ngiri ya""
Lupus mengibaskan tangannya. "Udah, nggak usah ngimpi deh, Sur. Mendingan lo mandi sana."
Sambil melangkah enteng, Gusur pergi meninggalkan ruangan.
Boim dan Lupus nunggu sambil duduk di dipan. Iseng aja, Boim melihat album foto yang ada di bawah meja tamu. Itu album foto Gusur yang memuat foto-foto mereka bertiga dari zaman pertama masuk SMU dulu. Dari nyari ikan di kali sampai piknik ke Bali. Boim jadi senyum-senyum sendiri. Ia nggak nyangka kalo si Gu
sur selama ini suka nyimpen foto-foto mereka. Dan di album itu malah ada tulisannya, Lupus, Boim, Gusur adalah sahabat di kala senang dan sengsara.
Pada halaman terakhir, ada foto yang paling mengesankan, saat mereka naik gunung liburan taun lalu. Di puncak gunung, Lupus, Gusur, dan Boim berfoto saling mengangkat kedua tangan, membawa bendera merah-putih.
Boim langsung terkenang saat-saat menggembirakan itu. Saat Boim yang udah kecapekan, terpaksa digendong Gusur sampai ke puncak gunung.
Lupus yang semula cuek, jadi tertarik ikut-ikutan ngeliat album. "Kenapa sih lo senyum-seyum sendiri""
"Eh, iya. Ini foto-foto kita dulu!"
Lupus merebut album itu. Gusur yang muncul sudah berpakaian rapi, juga ikut melihat album foto itu.
"Gue ada ide bagus. Bagaimana kalau kita kemping lagi"" ujar Boim.
"Kemping di mana" Emangnya kita lagi libur"" Gusur keliatan nggak begitu minat.
"Kita kemping di kebon belakang rumah Lupus aja, sambil bakar ayam. Yaa, itung-itung untuk nostalgia mengenang kejadian-kejadian lucu. Setuju" Setuju""
Demi mengenang persahabatan mereka yang selengket permen karet, Lupus dan Gusur pun menyetujui usul Boim. Tanpa persiapan mateng, cuma ngambil ayamnya Lupus, membeli mi instan, dan nyabut beberapa buah singkong, malam harinya mereka langsung kemping di kebon belakang rumah Lupus yang kebetulan rindang. Boim dan Lupus memutar ayam di atas panggangan, sedangkan Gusur asyik mengaduk-aduk mi instan di atas panci.
Malam itu langit sangat cerah. Bintang-bintang bertebaran menghiasi gelapnya langit. Sesekali terlihat bintang jatuh. Saat yang tepat untuk make a wish, katanya. Maka sambil ngipas-ngipas kayu yang membakar ayam yang dipanggang oleh Lupus, Boim menatap ke langit. Dan terkesima.
"Duhai teman-teman, lihatlah bintang-bintang di langit. Yang terus setia menemani malam. Seperti persahabatan kita yang abadi, tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan."
Lupus dan Gusur jadi terpana mendengar kata-kata Boim yang puitis. Mereka menghentikan pekerjaan mereka dan jadi melamun.
"Mami pernah bilang, harta yang berharga di dunia ini adalah sahabat. Gue jadi merasa beruntung, punya sobat-sobat seperti kalian berdua. Biarpun suka nyusahin, tapi gue merasa lebih banyak senangnya," ujar Lupus menimpali.
Gusur mengangguk-angguk. "Daku juga, Pus. Kalau saja bisa daku hitung berapa jumlah ketawa daku dalam hidup, pasti itu karena kalian berdua. Biar kata daku miskin dan rumah daku butut, tapi dengan kalian berdua, daku merasa kaya. Karena daku bisa ngutang dan kalian berdua begitu pengertian."
Boim, yang emang paling norak di antara mereka, mulai terisak-isak terharu. "Gue juga, Sur. Dalam hidup gue, gue sebatang kara. Tidak ada siapa-siapa, hanya nyak gue seorang. Tapi kalian berdua hadir menemani gue, sehingga gue nggak ngerasa kesepian.
Gusur mengambil pisau, lalu mengacungkannya ke atas api. Cahaya api memantul dari pisau, dramatis sekali. Lupus dan Boim memandang dengan khidmat.
"Sahabatku... mari kita berjanji bahwa kita selalu akan bersahabat sampai selama-lamanya. Menjadi saudara sedarah. Seperti Winnetou dan Old Shatterhand. Seperti Batman dan Robin. Seperti Tin Tin dan Snowy. Seperti Starky dan Hutch. Seperti Lavern dan Shirley. Seperti Gareng, Petruk, dan Bagong. Seperti the Three Musketeers, All for one, one for all!"
Gusur tiba-tiba menoreh pergelangan tangannya dengan pisau. Darah keluar dari luka tipis. Mereka berpandangan dengan tatapan berarti. Lupus mengambil pisau dari tangan Gusur, sambil takut-takut ia mengiriskan pisau ke tangannya. Darah keluar. Lupus tersenyum sukses. Lupus dan Gusur saling menempelkan pergelangan mereka yang berdarah. Kemudian berpelukan.
"All for one, one for all!"
Boim tidak sabar menunggu gilirannya. Ia mengambil pisau dan menorehkannya ke pergelangan tangannya. Tiba-tiba Boim menjerit kesakitan. Rupanya dia terlalu semangat, banyak sekali darah keluar dari lengannya.
"Aaau! Aduuuh!! Tangan gue... tangan gueee!!!"
Lupus panik, langsung menolong Boim.
"Gusur, ambil lap, Sur!"
Gusur dengan cepat mengambil lap hangat "di dekat ayam bakar. Mereka segera
mengikat luka Boim. Boim meringis-ringis kesakitan.
"Brengsek lo, Sur. Ini gara-gara elo. Sok Indian lo."
"Lho... yang memotong tangan dikau kan dikau sendiri, Im...."
Lupus memeriksa luka Boim. " Gawat, Im. Kayaknya urat nadi lo ada yang kepotong. Darah lo nggak brenti. Lo bisa mati keabisan darah!"
Boim memekik, "Mampus gue!"
Lupus dan Gusur membantu Boim berdiri. Terpaksa kemping mereka batal!
*** "Engkong termenung di atas dipan bututnya. Sebentar kemudian Engkong mondar-mandir melihat ke atas meja. Di atas meja ada sebuah kamera foto. Ternyata, dari warisan encingnya itu, Engkong cuma dapet kamera doang. Encingnya itu dulunya cuma wartawan miskin, yang boro-boro punya emas batangan buat disumbangin ke negara, bisa makan pas tiga kali sehari aja udah untung. Padahal tadinya Engkong udah ngebayangin dapet yang enggak-enggak. Dia udah berharap banget hidupnya bakal berubah setelah dapet warisan itu. Siapa tau, bisa beli rumah di real estate, atau minimal beli kambing. Terus-terang Engkong udah bosen banget idup di gang sempit, bertemankan kandang ayam itu.
Lagi mondar-mandir begitu, tiba-tiba Gusur pulang, abis nganterin Boim ke rumah sakit. Wajahnya nampak letih. Bajunya lusuh, dekil oleh keringat dan darah Boim semalam.
"Dari mana aja lo, Sur" Rumah lo tinggal-tinggal seenak jidat lo!" labrak Engkong.
"Dari kemping, Kong, di kebon belakang rumah si Lupus. Terus nganterin Boim ke rumah sakit."
"Macem-macem aja lo. Kagak bisa nyenengin orang tua sedikit aja."
"Lho, Engkong kok jadi nyolot begitu" Eh iya, dapat warisan apa, Kong" Kita jadi dapat rumah" Atau baby benz""
Engkong mendengus kesal, sambil menunjuk ke atas meja. "Baby benz bau menyan! Tuh, liat apa yang gue dapet!"
Gusur melihat kamera yang ditunjuk Engkong. Dengan antusias dia meraihnya. "Ini bagus, Kong. Ini kamera antik, masih bisa dipakai, lagi. Emangnya encing Engkong itu wartawan, ya""
Engkong mengangguk. "Wartawan zaman dulu. Miskin banget. Nggak ninggalin ape-ape. Si Sarmili lebih apes lagi, dia cuma dapat koran loakan zaman Belanda."
"Wah, itu bisa mahal kalau dijual ke Arsip Nasional, Kong!"
"Sok pinter lo. Mana ada koran bekas yang mahal. Coba deh lo pikir, apa manfaat barang begitu buat kita. Wartawan bukan, tukang potret di Kebon Raya juga bukan. Gue nggak butuh kamera! Gue pengen rumah, tanah, kolam ikan, pohon kelapa, sukur-sukur dapat kambing, sapi...," Engkong mengomel-omel.
Gusur mendekap kamera itu, sambil menepuk-nepuk engkongnya. "Udah deh, Kong, jangan mengeluh. Kamera ini bisa daku manfaatkan untuk menambah penghasilan kita sehari-hari."
Engkong menepis tangan Gusur. "Gue kagak mau tau urusan. Lo gadein aja tuh kamera. Berapa deh dapatnya. Lumayan, buat nambah-nambahin beli beras. Beras lagi naek gila-gilaan sekarang, kita terancam puasa seumur idup!"
Engkong langsung berjalan masuk ke kamarnya. Tapi Gusur seperti nggak peduli sama omongan engkongnya. Ia malah asyik mengamati kamera itu dengan antusias. Berbagai ide muncul di benaknya.
*** "Sejak punya kamera butut itu, Gusur jadi punya hobi baru. Ke mana-mana dia selalu asyik memotret-motret. Apa aja dijadiin objek. Anak kecil sampai nenek peot yang cari kutu, semua dipotret. Cita-citanya langsung berubah, mau jadi fotografer.
"Di sekolah juga begitu. Ketika istirahat, Gusur langsung beraksi di kantin. Anak-anak cewek seperti Lulu, Poppi, dan Inka yang sedang ngerumpi, langsung aja dipotret.
"Cewek-ceweeek! Cheese!"
Poppi, Lulu, dan Inka langsung bengong.
"Eh, elo, Sur. Ngagetin aja.... Kamera baru, ya"" tanya Poppi.
"Foto lagi dong! Tadi Lulu lagi ngedip, Sur," ujar Lulu.
"Gue juga lagi mangap. Sekali lagi, Sur," kata Inka.
Gusur tersenyum jumawa. "Boleh-boleh saja. Ayo, bergaya."
Lulu, Inka, dan Poppi pun bergaya-gaya dengan centil di kantin itu. Sampe anak-anak lain pada ribut, ikutan minta difoto. Saat itu Lupus masuk ke kantin. Gusur pun menjepret ke arah Lupus. Persis seperti fotografer profesional.
Lupus kaget. "Lo dapat kamera dari mana Sur""
"Punya engkong daku. Dari pembagian warisan. Sebenarnya daku disuruh menjual. Tapi sebelum daku jual, dak
u pengen pakai dulu. Kira-kira laku berapa, ya""
Lupus langsung memeriksa kamera itu. Dia kan wartawan, jadi rada-rada ngerti lah! Setelah mengamati agak lama, dia menjawab, "Wah, ini sih kamera model lama, Sur. Palingan juga lima puluh ribu. Mendingan lo pake aja, Sur. Lulu rela kok jadi foto modelnya."
Lulu yang centil itu langsung mengangguk-angguk.
Gusur tercenung. "Yah, daku pikir pun begitu. Kamera ini akan mengubah jalan hidup daku. Daku akan membuat foto-foto spektakuler, foto-foto yang mengabadikan sejarah manusia, foto-foto yang indah bagaikan puisi...."
Pulang sekolah Gusur langsung berniat mamerin tustelnya ke Boim. Hari itu Boim kan emang lagi nggak masuk, akibat insiden pas kemping. Begitu sampe rumah Boim, di ruang tamu ada dua ibu-ibu penjual batik sedang menawarkan kain-kain batik. Nyak Boim lagi menjereng kain-kain batik yang diminatinya. Tanpa ba-bi-bu, langsung aja Gusur memotret mereka bertiga. Nyak Boim dan dua ibu-ibu itu langsung menjerit kaget.
"Kok pada kaget" Kan dipotret!" ujar Gusur sambil nyengir.
Begitu melihat Gusur, nyak Boim langsung manyun. "Sialan lo, Sur. Ampir copot jantung gue. Kirain ada geledek di rumah gue. Sekarang lo jadi tukang foto keliling""
"Nggak, Nyak. Cuma lagi nyoba-nyoba aja. Boim ada, Nyak""
"Tadi sih ada. Mungkin lagi mandi di tempat si Muin. Kamar mandi sini pompanya rusak," jawab nyak Boim cuek, sambil kembali asyik menjereng kain.
""Tangannya gimana, Nyak" Udah sembuh""
"Udah mendingan. Makasih ya, lo ama Lupus nganterin dia ke dokter. Nyak heran, ngapain dia pakai usaha memotong urat nadi. Seperti bintang film Hollywood aja."
Gusur cuma nyengir. Lalu ia pun berjalan ke luar lagi, mencari Boim. Ternyata bener. Boim lagi di kamar mandinya Muin. Dan kamar mandi si Muin itu ternyata hanya sumur pompa yang dikelilingi dinding setinggi leher. Tangan Boim yang diperban tampak teracung ke atas. Kepala Boim nongol pas di leher. Mukanya belepotan busa sabun. Sambil mandi, Boim nyanyi keras-keras.
"Hei, Boim.... My brother, Boim!" panggil Gusur.
Boim menoleh. Begitu melihat Gusur, ia langsung cemberut. Boim masih kesel sama Gusur. "Lo lagi.... Lihat nih, apa nggak pegel mandi begini" Kayak anak sekolahan disetrap!"
Gusur seolah nggak peduli pada kekesalan sahabatnya itu. Ia malah ngomong lagi dengan riangnya, "Im, lihat nih, kamera daku yang baru. Hadiah dari Engkong."
Boim melongok sejenak, lalu tersenyum sinis. "Bagus juga rejeki lo! Eh, tunggu di rumah deh. Gue lagi konsentrasi nih. Entar kamera lo kena air, baru tahu lo."
"Gue tunggu di sini aja, Im. Banyak sekali objek foto yang menarik di sini. Kesederhanaan kampung kota Jakarta, yang kumuh namun romantis."
Tanpa setahu Boim, Gusur pun mengacungkan kameranya ke atas dan memotret Boim dari atas tembok. Jepret! Boim kaget luar biasa.
"Eh, gila lo, Sur. Gue kan lagi bugil!" pekik Boim refleks, menutup itunya.
Gusur tergelak. "Tenang, brother. Kamera ini tidak ada isinya."
"Bo' ong lo!" "Percaya gue, brother! Gue cuma berlatih menekan tombol belaka. Sebaiknya lo teruskan mandinya. Sabun itu sudah hampir jadi kerak di muke lo."
Gusur pergi. Sebenernya Boim masih penasaran. Tapi dia nggak bisa berbuat apa-apa lagi, selain berharap sahabatnya itu nggak berbohong.
*** "Ternyata Gusur emang bohong. Saat itu kameranya emang ada filmnya. Dan dengan penasaran, Gusur tadi langsung mencetak film itu. Ternyata foto bugil si Boim lagi mandi tercetak dengan jelas. Gusur sampe guling-gulingan di kasur saking gelinya ngeliat foto "syur" itu. Dalam foto, nampak si Boim lagi melongo dengan tubuh polos, hanya dihiasi beberapa busa sabun.
"Tiba-tiba saja terlintas pikiran jail. Pikiran itu datang begitu aja. Gusur jadi begitu penasaran pengen masuk sekolah besok paginya. Ia sampai nggak bisa nahan ketawa ngebayangin betapa hebohnya kejadiannya nanti!
Lagi seru-serunya cekikikan sendiri, Engkong masuk ke kamar. Ia heran ngeliat Gusur geli sendiri. Tapi lebih heran lagi ketika kamera butut itu masih dipegang Gusur. "Masih ada tuh barang! Belum laku juga""
"Yang begini susah laku, Kong. Palingan laku lima puluh ribu,
" Gusur berkilah sambil langsung menyembunyikan foto "syur" Boim.
"Kagak napa-napa. Daripada di tangan lo, barang itu bukannya ngasilin duit, malahan morotin duit gue. Beli film lah... cetak lah... Pokoknya jual tuh kamera. Nggak kuat gua miaranya."
Gusur mendengus kesal, "Kambing kali, dipiara. Sabar dong, Kong. Pasti ada hasilnya. Tadi aja daku sudah dapat kenalan cewek-cewek yang mau dipotret. Lama-lama kan mereka bayar. Fotografer profesional sekali motret bisa dibayar jutaan, Kong."
Engkong mengibaskan tangan. "Gue udah bosen sama teori lo. Gue bilang gadein, ya gadein. Kalo lo nggak bisa, sini biar gue yang gadein."
Engkong mau merebut kamera itu dari Gusur, Gusur mempertahankannya dengan sepenuh tenaga. Pegangan Engkong lepas, dan dia terjungkal. Engkong langsung buru-buru bangkit, sambil marah-marah, " Sur, lo lebih cinta sama barang itu dari engkong lo" Tega-teganya lo ngebanting gue."
Engkong pergi sambil merengut dan mengusap-usap pantatnya yang baru mendarat di lantai.
Besoknya, pas semua lagi ngumpul di kantin, Gusur langsung memamerkan foto bugil Boim ke anak-anak. Kontan anak-anak pada berteriak heboh dan histeris. Terutama yang cewek. Ada yang menjerit, tapi tetap melotot ngeliat, tapi ada juga yang langsung perutnya enek dan mo muntah.
Lupus geleng-geleng kepala ngeliat Gusur tega menjual sobatnya demi sebuah kehebohan. Ia langsung menarik tangan Gusur, dan berbisik, "Si Boim tau nggak foto ini""
Gusur menggeleng. "Lo harusnya kasih foto itu buat Boim aja. Masa foto begitu lo pamerin"" saran Lupus.
Gusur tersenyum licik. "Tentu gue bakal ngasih ke Boim. Tapi setelah anak-anak ngasih tanda-tangan dan komentar di belakang foto ini. Sebagai bukti anak-anak udah melihat dengan jelas."
Gusur pun langsung menyodorkan pulpen pada Lupus. Lupus nyengir lalu menandatanganinya. "Lo jail aja!"
Lalu anak-anak lain pun mulai ikut ngasih
komentar dan menandatangani. Gusur tersenyum puas.
Dan niat Gusur bikin kehebohan emang sukses. Selama Boim nggak masuk, foto "syur" itu udah beredar hampir ke semua kelas. Dan foto itu jadi topik pembicaraan di mana-mana.
Si kece Sarah dan Mini, yang jadi primadona SMU itu pun akhirnya ikut-ikutan penasaran pengen ngeliat. "Lupus, katanya ada foto panasnya Boim, ya"" sapa Sarah ketika ketemu Lupus di kantin.
"Lulu kemarin cerita, katanya lo udah liat. Memang panas ya, Pus"" tambah Mini penasaran.
Lupus cuma nyengir. " Ah, gue sih geli ngeliatnya. Tuh ada di Gusur."
Sarah dan Mini lari-lari centil mencari Gusur. "Sur, mana sih, Sur""
Gusur tersenyum bangga. Saat ini dia emang bener-bener jadi very important person. Sampe duet kece Sarah dan Mini aja perlu-perlunya nguber dia. Gusur pun menunjukkan foto itu. Wajah Sarah dan Mini langsung berubah. Mereka saling berpandangan dan tampang mereka seperti menahan muntah.
"Iiih, geli banget! Geli, geli, geli... Gua nggak nyangka, ternyata panu Boim lebih banyak dari yang gua duga...!" jerit Sarah.
Sebaliknya Mini malah minta nambah, "Eh, liat lagi dong, Sur."
"Gusur menolak, "Sori, cuma bisa sekali. Banyak yang ngantri. Mumpung Boim belum masuk. Nanti kita sambut dia dengan foto ini. Ayo, tanda tangan di belakang fotonya."
Sementara itu, Inka yang paling nggak tegaan mulai resah melihat tingkah Gusur yang makin merajalela. "Lupus, apa nggak sebaiknya lo bicara sama Gusur. Bilangin, kasian dong sama Boim. Masa dia mau nyambut Boim dengan acara ngasih foto itu" Kan malu, Pus."
Lupus cuma ngangkat alis. "Biarin aja. .Gue, Boim, dan Gusur udah biasa bercanda kayak begitu. Si Boim nggak bakalan kenapa-napa kok. Dia kan muka tembok dan rasa humornya tinggi buanget."
Inka menghela napas. Nggak yakin. Bercanda sih bercanda, tapi ini menurutnya udah keterlaluan.
Besoknya ternyata Boim udah masuk sekolah. Pergelangan tangannya masih diperban. Untuk mempercantik penampilan, Boim memakai sarung tangan sebelah, seperti Michael Jackson waktu kena luka bakar. Pas jalan di sepanjang koridor, setiap cewek yang berpapasan langsung cekikikan menahan geli sambil menegur. Jelas dong tu cewek pada geli, soalnya kan mereka udah ngeliat foto
"syur" Boim. Boim yang nggak tau duduk persoalannya, semula heran. Tapi pas dipikir-pikir, dia langsung ge-er. Dikira tu cewek pada kagum sama dia gara-gara pake sarung tangan kayak si Jacko.
"Boim pun langsung membusungkan dada bangga. Jalannya dibikin tambah gagah. Bakat playboy-nya mencuat lagi. Hatinya menggumam, "Heran, makin lama gue kok makin menebar kharisma aja!"
Cewek-cewek itu makin tertawa cekikikan dan meninggalkan Boim. Boim melangkah dengan percaya diri masuk ke kelas. Saat itu kelas udah lumayan rame. Spontan aja si Boim langsung menyapa dengan wajah ceria, "Halo, semua!"
Semua menoleh, dan langsung memekik. Dengan gagah, Boim melempar tasnya di bangku, lalu berputar dengan gaya Jacko. Cewek-cewek makin terperangah. Soalnya baru aja semenit yang lalu mereka ngeliat foto bugil Boim yang dipamerin sama Gusur.
"Kenapa" Pada surprised" Pada kangen gue nggak masuk"" ujar Boim penuh percaya diri.
Anak-anak langsung pada senyum-senyum. Dada Boim serasa hendak meledak. Ia merasa bagaikan superstar. Lupus langsung nyamperin Boim. "Im, lo udah sembuh""
"Seperti yang lo lihat. Malah dengan pake sarung tangan ini, gue merasa kharisma gue bertambah dua kali lipat. Lihat tuh cewek-cewek, dari tadi senyum sama gue. Pantesan aja si Jacko demen pake sarung tangan, ternyata emang bawa hoki."
Belum lagi Lupus sempet ngejawab, duet kece Sarah dan Mini masuk ke kelas, khusus menegur Boim. Padahal mereka berasal dari kelas sebelah.
"Boim! Lo keren, deh! Cool! Top!" Sarah mengacungkan jempolnya.
Idung Boim makin mekar. "Makasih! Makasih! Seharusnya kalian menyadari itu dari dulu."
Sarah dan Mini pun keluar kelas sambil senyum-senyum. Boim tambah ge-er.
"Aduh, ngimpi apa gue ya, Pus""
Lupus garuk-garuk kepala. "S-sebetulnya..."
Saat itulah Gusur yang baru aja menjajakan foto bugil itu ke kelas lain, masuk sambil tetap memegang foto dan membawa tustel kesayangannya. Gusur agak kaget ngeliat Boim udah masuk. Spontan, dia langsung menyapa,
"Boim, my brother! Akhirnya kita bisa bersama lagi. Gue sudah kangen sekali."
Gusur memeluk Boim hangat. Boim mah dingin-dingin aja. Perhatian Boim malah terpusat pada foto penuh coretan tanda tangan di baliknya yang dipegang Gusur. "Foto apaan tuh, Sur""
Gusur cuma menggeleng, dan buru-buru menyembunyikannya. "Oh, bukan apa-apa. Hanya sedikit kejutan."
"Liat, dong!" Gusur malah menggeleng dan melarikan diri. Boim penasaran dan mengejarnya. Mereka berkejar-kejaran di kelas. Anak-anak sekelas langsung pada nonton. Lupus menyuruh mereka berhenti. Gusur masih tertawa-tawa mempermainkan Boim. Akhirnya Boim berhasil menerkam Gusur di bangku belakang dan merebut foto dari tangan Gusur. Betapa kagetnya dia begitu melihat foto dirinya sedang mandi. Wajah Boim berubah. Sementara Gusur masih tertawa-tawa.
"Hehehe... jangan kaget. Di baliknya ada tanda tangan orang-brangyang sudah menyaksikannya,Im. Selamat datang, Im. My brother!"
Anak-anak sekelas diam dengan tegang.
Mereka menunggu reaksi Boim. Tiba-tiba Boim bangkit dan ngamuk. "Lo jangan nyebut gue brother! Tega-teganya lo sama gue! Belum luka gue sembuh, lo udah mengkhianati persahabatan kita."
Gusur tercekat. Wajahnya langsung pias. Ia sama sekali nggak menduga reaksi Boim seperti itu. "Im... kok elo... begitu" Pus... Lupus..." Gusur berusaha minta bantuan Lupus.
Lupus pun masih terpana karena kaget.
"Gue nggak nyangka. Lo bo'ong sama gue. Katanya waktu itu nggak ada filmnya. Sekarang semua orang udah tahu rahasia tubuh gue!" jerit Boim.
Boim siap-siap menerkam. Gusur berusaha menenangkan, "Im, kok dikau kehilangan rasa humor" Ini kan cuma untuk meramaikan suasana."
"Lo jahat! Gue kan malu, Sur."
"Yah, daku minta maaf deh. Sori, daku tiada tau dikau bakal ngamuk begini."
""Kagak bisa. Gue nggak bisa maafin lo. Gara-gara kamera sialan." Boim menyambar kamera yang lagi dipegang Gusur. Gusur memandangi dengan waswas.
"Im... jangan apa-apain kamera gue. Itu harta gue satu-satunya," ujar Gusur memelas.
"Bodo ah. Gue harus balas perbuatan lo."
Boim mengangkat kamera itu tinggi-tinggi dan berlagak mau membantingnya. Gusur men
jerit, "Jangan, Im. Gue mohon, jangaaan! Itu jualan engkong gue!"
Lupus mau menolong. Ia memegang tangan Boim, tapi Boim langsung mendorongnya. "Lo jangan ikut-ikut dulu, Pus. Gue mangkel banget nih. Coba lo yang diginiin, foto lo yang sangat pribadi, disebar-sebarkan ke mass media. Pantesan banyak paparazzi yang dipukulin selebriti. Atau dibanting kameranya!"
Bersamaan dengan kalimatnya, Boim membanting kamera Gusur ke lantai. Gusur menjerit pilu, langsung memungut kameranya yang ancur berantakan. "Kamera gueee!!! Rusaaak!"
"Biar mampus lo!" kutuk Boim.
Gusur bangkit dengan marah dan mau menghajar Boim. Lupus dan anak-anak sekelas langsung melerai mereka.
2 PERANG SAUS "DARI sejak jadi cewek Lupus, sampe pulang dari luar negeri karena ikut program pertukaran pelajar, Poppi memang selalu terpilih jadi ketua. Kini cewek jangkung yang berwajah tegas itu pagi-pagi udah masuk kelas dan sedang mengatur jadwal piket bulanan di kelasnya. Poppi memang terkenal tegas dan keras. Disiplinnya tinggi, ditambah otak yang encer. Ada yang nuduh, Lupus putus sama Poppi karena Lupus-nya minder sama kepinteran Poppi. Padahal sebetulnya Poppi seneng sama kepolosan Lupus yang kadang bikin dia ketawa itu.
Karena kelebihan Poppi itu, makanya dia dipilih terus oleh guru wali kelas untuk jadi ketua kelas. Nggak peduli cowok atau cewek, kalo salah pasti kena damprat. Lupus juga sering kena.
Dan Anto yang pagi itu baru melangkah masuk ke kelas, langsung aja dipanggil, "Anto! Ini jadwal piket buat besok. Kamu piket bareng Kevin besok, jadi jangan kabur seusai pelajaran. Bersihin kelas sebelum dan seusai pelajaran. Datang sebelum anak-anak yang lain datang, dan jangan lupa bawa taplak meja guru plus vas kembang. Kembangnya harus yang asli, jangan plastik. Bilang juga, lusanya Boim" dan Gusur yang piket. Suruh datang pagi-pagi banget! Bawa taplak meja guru dan kembang!"
Anto meneliti jadwal piket itu, lalu mengernyitkan dahi. " Pop, apa lo nggak salah" Boim dan Gusur kenapa dibarengin""
"Lho, apa yang salah" Mereka kan selalu bareng"" tukas Poppi.
"Apa lo nggak lihat mereka berantem kemarin" Mereka kan lagi musuhan!"
"Musuhan" Masa sih" Berantem gara-gara foto si Boim yang amit-amit itu... terus musuhan" Lo gosip aja kali! Pus... Lupus! Sini deh!"
Lupus yang sejak tadi udah ada di pojok lagi bikin pe-er matematika, meletakkan pulpen dan menghampiri mereka. Saat itu Utari datang bersamaan dengan Kevin.
"Idih, masa nggak percaya sama gue" Gue denger sendiri, Boim bilang, seumur idup dia nggak akan ngomongan lagi sama Gusur. Bener kan, Pus"" ujar Anto ngotot.
Lupus mengangguk-angguk. "Iya, gue denger. Tapi gue nggak yakin. Boim kan memang bacotnya gede. Dia kalo emosi, selalu asal ngomong. Tapi si Gusur sendiri..."
Kevin yang ngikutin pembicaraan tiba-tiba nyela-dari kantongnya nongol kepala dan antena handphone (sebenernya handphone mainan), yang sengaja banget ditongol-tongolin-,
"Pop, gue kapan piketnya" Lo sekarang harus kasih jadwal minimal seminggu sebelumnya. Karena sejak gue jadi finalis coverbay, gue banyak kegiatan foto atau syuting." .
"Uh belagu amat. Jangan motong cerita dong. Lagi rame nih. Terus, Pus, gimana.... Mereka bener-bener musuhan"" tukas Utari.
Kevin dicuekin. Yang lain tetap bergosip tentang Boim dan Gusur.
"Mana mungkin musuhan" Sekarang kan bukan zaman kayak waktu kita SD dulu," tandas Poppi.
"Eh, siapa tahu" Amerika dan Irak aja bisa musuhan. Padahal mereka kan bukan anak SD"" ujar Utari.
"Itu mah perang... beda! Ada politik-politik-nya, ini kan Boim ama Gusur!" .
"Udah analisa lo berdua ngaco. Kita denger Lupus, dong! Dia kan sobat kentel mereka."
Lupus mendehem, lalu mulai bicara lagi, "Gue kenal sama Boim dan Gusur sebelum elo-elo nongol di dunia ini. Soal mereka, jangan ditanya lagi. Mereka memang begitu. Sering banget berantem. Tapi selalu baekan lagi. Kami bertiga sudah berjanji dengan darah, akan selalu bersahabat sampai dunia kiamat!"
"Semua anak langsung mengangguk-angguk. Paham.
"Jadi soal Boim dan Gusur jangan kuatir, Pop. Mereka pasti udah baekan. Udah lah, masalah begini aja diributin. P
e-er gue belum kelar, tuh!" Lupus siap-siap balik ke mejanya.
Begitu mereka mau bubar, dari pintu datanglah Gusur dan Boim bersamaan.
"Nah! Lihat, kan" Percaya kan lo semua sekarang"" cetus Lupus tersenyum penuh kemenangan sambil menunjuk ke pintu. Semua anak menoleh ke pintu. Tapi Lupus ternyata salah. Sebab saat itu juga Gusur dan Boim saling berpandangan, dan itulah awal pertengkaran lanjutan mereka.
"Apa lo liat-liat"" bentak Boim.
"Siapa yang liat dikau" Daku tiada melihat!" balas Gusur.
"Jangan nantang lo. Lo mau gue banting kayak kamera butut lo itu"" tantang Boim.
Gusur langsung panas. "Dikau cari perkara sama daku" Tau diri dong! Bilamana badan dikau yang kurus en penuh panu itu bisa membanting daku yang gemuk ini" Kalau body dikau seperti Ade Rai sih boleh."
"Pokoknya gue empet ngeliat lo! Pengkhianat!"
Selagi Boim dan Gusur bertengkar dengan tidak habis-habisnya, semua anak memandang Lupus yang ucapannya 100% salah. Sementara wajah Anto penuh kemenangan, Lupus cengengesan.
*** "Pas pulang sekolah, Boim langsung negosiasi ke Poppi soal jadwal piket. Wajahnya serius, kayak pembantu mau pamit pulang kampung.
"Poppi, please... gue mohon. Gue nggak mau piket bareng si Gusur. Gue bisa emosi. Gue masih kesel banget sama dia. Masa tega-teganya dia menyebarkan foto gue dalam keadaan tidak utuh begitu...."
"Im, Gusur kan bercanda. Ke mana sih rasa humor lo"" Poppi meneoba mendamaikan.
"Itu bercanda yang keterlaluan, Pop. Soalnya ini menyangkut reputasi gue. Yang paling gue nggak terima, dia ngeliatin foto itu ke cewek-cewek satu sekolahan ini. Padahal... siapa tahu di antara mereka ada cewek yang seharusnya jadi jodoh gue. Begitu ngeliat foto itu, dia batalin niat. Iya, nggak""
Poppi tersenyum geli. "Lo futuristis amat, Im. Tapi boleh deh. Gue juga nggak mau kelas gue berantakan gara-gara elo berdua berkelahi. Sementara lo cooling down dulu, lo piket bareng Kevin, ya""
Boim diem bentar. Nggak langsung ngejawab.
"Kevin" Sebenemya gue juga rada empet sama itu anak. Sejak masuk finalis coverboy, jadi banyak lagunya. Padahal cuma finalis doang. Tapi nggak apa deh, daripada sama Gusur."
Poppi mengangguk-angguk. "Oke Thanks, Im. Next!"
Ternyata pas Boim meninggalkan Poppi, Gusur yang udah dari tadi nungguin waktunya untuk curhat ke ketua kelasnya itu, langsung datang menghadap.
"Lo" pasti nggak mau piket bareng Boim, kan"" tebak Poppi.
"Apa pun daku lakukan. Asal pisahkan diriku dari pangeran kegelapan itu. Daku bisa stres, konsentrasi daku pecah, dan prestasi daku menurun."
"Atau biar beres, gimana kalo masalah lo gue laporin ke wali kelas""
Gusur langsung kaget. "Wah, jangan kejam begttu, Poppi. Daku masih betah sekolah di sini. Bagaimana kalo Boim aja yang dikau laporkan""
Boim yang sedari tadi ikut nguping, langsung protes, "Jangan, jangan, Pop. Mendingan dia aja yang dilaporin! Orangnya males, tukang nyontek! Suka bawa pulang kapur berwarna! Gue janji bakal rajin, Pop!"
Gusur langsung naik pitam. "Enak saja dikau ngomong. Justru dikau yang orangnya histeris. Kamera daku saja bisa dikau banting, apalagi gelas minum Bu Guru!!!"
Poppi langsung melerai, "Udah! Udah! Udah! "Nggak ada yang gue laporin! pokoknya lo" berdua tetap piket, dan gue pisahin. Oke" Pokoknya, gue nggak mau kelas gue ancur gara-gara lo berdua. Janji"" .
Sambil mengangguk, Gusur dan Boim berpandangan penuh kebencian.
Dan permusuhan di antara Boim dan Gusur pun sudah mulai masuk ke taraf gawat....
Duduk mereka pun udah nggak sebangku lagi. Boim pindah ke bangkunya Kevin, dan Anto ngungsi ke bangku Gusur. Kalo berpapasan, mereka saling buang muka. Pas udah jauh, baru dipungut lagi tu muka. Semua anak kelas itu nggak menyangka, Gusur dan Boim yang dulunya lengket terus, ternyata "bisa musuhan juga. Kalo udah gini, yang paling pusing adalah Lupus. Soalnya dia salah satu anggota dari three musketeers "tu. Dan dia "yang diarepin anak-anak untuk bisa mendamaikan dua anak yang berseteru itu. Kalo nggak, apa dong gunanya bersumpah, all for one, one for all"
Makanya pas sekolah udah bubaran, Lupus mencoba melobi ke Boim, untuk segera me
ngadakan gencatan senjata. Lupus bagai Bill Clinton yang merasa harus mendamaikan Israel dan Palestina. Untuk itu, Lupus terpaksa keluar modal nraktir Boim makan bakso di kantin. "Im, coba lo pikirin lagi. Apa gunanya sih musuhan" Kita jadi nggak bisa jalan bareng lagi kayak dulu."
"Sambil makan bakso, Boim menyahut, "Kali ini beda, Pus. Ini menyangkut harga diri, reputasi, dan masa depan gue."
"Apanya yang beda" Biasanya juga lo berantem, tapi baekan lagi," desak Lupus.
"Yah, gue sih mau aja baekan, asal si Gusur minta maaf duluan," ujar Boim sambil mengusap mulutnya.
"Dia udah minta maaf, tapi kameranya malah lo banting. Kan dia jadi ngamuk dong."
"Emang sih, gue juga nyesel nggak bisa nahan emosi...." Tiba-tiba Boim bangkit. "Eh, Pus, bentar ya. Gue mau nelepon encing gue. Ada pesen nyak gue yang perlu gue sampein!"
Lupus mengangguk. Menghela napas. Lalu ngabisin baksonya.
Sepeninggal Boim, tak dinyana si Gusur lewat dan melihat Lupus di kantin. Gusur nyamperin Lupus. "Pus! Ngapain dikau sendirian di kantin""
"Gue nggak sendirian, gue sama si Boim."
Wajah Gusur langsung berubah. "Boim" Mana dia ""
Lupus menunjuk ke arah telepon umum.
"Kalau begitu, daku cabut dulu ah. Daku malas bertemu dengan anak brutal itu."
"Eh, bentar, Sur. Dia mau minta maaf, dia pengen baekan," tahan Lupus.
Gusur menahan langkahnya. "Ah, yang benar" Daku tiada pernah melihat penyesalan dalam wajahnya."


Lupus Kutukan Bintik Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saat itu Boim nggak jadi nelepon, karena semua telepon umum di dekat situ mati. Boim balik lagi ke kantin. Tapi demi melihat ada Gusur, Boim bersembunyi mencuri dengar percakapan mereka.
"Sur, lo masa sih nggak kenal sama Boim" Dia kan memang anaknya rada norak. Suka beringasan. Seneng cari perhatian. Suka ngejailin orang, tapi marah kalo dijailin...," ujar Lupus.
"Betul, Pus, Boim orangnya nggak fair. Dan omongannya suka gombal...," tambah Gusur.
Boim jelas geram mendengar omongan Lupus dan Gusur itu. Dia mengepalkan tinju dan langsung pergi dari situ. "Sialan, gue dikata-katain!"
Padahal Lupus sedang berusaha mendamaikan mereka. "Tapi hati si Boim itu sebenarnya lembut dan baik hati. Dia juga setia kawan luar biasa. Kalau kita butuh sesuatu, dia pasti siap menolong. Mana ada teman sebaik si Boim""
Gusur mengangguk-angguk setuju. Gusur sebetulnya udah mau baekan, tapi saat itu Boim udah keburu pergi dan nggak mendengar lanjutan percakapan mereka yang penuh pujian terhadapnya. Boim malah panas hatinya, dan berjalan cepat di trotoar. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. Boim menoleh. Kevin tersenyum lebar, melebihi lebar wajahnya. Handphone nongol di kantongnya.
"Hai, Boim! Apa kabar, man""
"Boim ketemu Kevin, bak musafir di gurun ketemu oasis. Langsung bisa untuk memuaskan dahaga. "Gue lagi suntuk, Vin. Gue nggak percaya, ternyata Lupus dan Gusur bersekongkol ngata-ngatain gue. Apa itu yang namanya sobat" All for one, one for all""
"Mereka ngata-ngatain lo" Itu bukan sobat sejati namanya. Tapi lo kalem aja, Im. Sekarang, lo ikut gue aja. Lo akan gue ajak bergaul dengan para selebriti."
Boim langsung tertarik. "Beneran""
"Yo-i! Kalo bergaul sama kelasnya Gusur dan Lupus, mana bisa lo berkembang" Gue baru aja ditelepon Nadya."
"Nadya mana"" tanya Boim bloon.
"Nadya mana lagi... Nadya Hutagalung, so pasti! Dia mau ngajak gue jadi VJ di MTV."
Boim terperangah. Mulutnya sampe menganga.
"Yo-i, man. Asoi coi geboi, man!" gaya Kevin makin nyebelin.
"Wah, asyik banget ya.... Suer deh, gue mau ikut lo. Kenal-kenalin gue sama mereka, ya"" pinta Boim.
"Itu sih kecil. Lo baru tau kalo kebanyakan temen-temen gue sele semua""
"Sele" Sele apa" Sele pisang""
"Ah, dogol. Sele tuh selebriti, tau!"
"Oooo..." Boim manggut-manggut. Lalu ia melihat handphone yang nongol di kantong "belakang Kevin. "Eh, Vin. Ngomong-ngomong, gue pinjem handphone lo dong. Tadi semua telepon umum rusak. Gue mo nelepon sodara nyak gue."
Kevin langsung panik, soalnya itu kan handphone mainan. Buat gaya-gayaan doang. Langsung aja dia berkilah, "Sori, Im. Baterenya abis. Abis Nadya tadi nelepon dari Singapore. Lama banget. Maklum, udah lama nggak ngobrol."
Boim manggut-manggut. Saat itu Lupus dan Gusur muncul. Lupus langsung nyamperin, tapi Gusur menahan diri. Akhirnya tangan Gusur ditarik-tarik sama Lupus. "Boim...lo ke mana aja sih" Cepet ngomong sama Gusur.... Nih, mumpung Gusurnya ada."
Boim menoleh sinis ke Gusur. "Ngomong" Ngomong apa" Mulai sekarang gue nggak mau lagi bergaul sama elo-elo. Gue sekarang udah punya sobat yang lebih baek dari lo berdua."
Boim merangkul pundak Kevin. Kevin hanya senyum-senyum.
Lupus bengong, sedang Gusur jelas sebal. "Gimana sih, Pus" Kenapa dia jadi makin sok""
Boim memandang Gusur dengan sinis, lalu berkata ketus, "Eh, jelek! Jangan harap gue mau minta maaf sama elo! Gue suka banget kamera lo rusak, sukurin! Dan elo, Pus, gue minta lo jangan memihak antara Gusur atau gue."
Wajah Gusur langsung merah. Tangannya udah gatel mau mukul Boim. Lupus buru-buru menahan. "Im, lo kenapa jadi gitu" Katanya elo mau..."
"Udah deh, gue dan Kevin masih banyak urusan."
Boim dan Kevin meninggalkan Lupus yang masih bengong melihat tingkah Boim.
Sedang Gusur belingsatan sendiri.
*** "Siang masih bolong, tapi Gusur udah nangis bombai, bersimpuh dengan bercucuran air mata buaya di kaki engkongnya, agar Engkong mau mengucurkan dana untuk perbaikan kameranya. Terus-terang sejak kameranya ancur dibanting si Boim, hati Gusur pun ikutan ancur. Ia sudah menaruh harapan besar untuk masa depannya pada kamera itu. Gusur sudah bulat bercita-cita ingin menjadi fotografer. Tapi cita-citanya itu kandas di tangan Boim. Tak ada jalan lain, selain minta uang untuk ongkos mereparasi kamera itu.
Meski tadi udah dibilang kameranya ancur, tapi sebetulnya itu cuma gaya bahasa yang dilebih-lebihin aja. Hiperbola. Karena setelah nanya ke tukang servis, tukang itu sanggup membetulkan kamera Gusur dengan imbalan hanya Rp 50.000,- Jadi, nggak terlalu parah rusaknya. Makanya saat ini Gusur mengemis ke Engkong. Tapi dari tadi Engkong lempeng aja wajahnya. Ia cuma melirik ke kamera antik itu dengan kesal.
"Please... please, Kong.... Daku ingin memperbaiki kamera itu. Hanya lima puluh ribu saja, Kong."
"Lo pikir gue pohon duit, ape" Dulu lo bilang kameranya bakal laku lima puluh ribu, sekarang lo minta ongkos reparasi lima puluh ribu. Malah gue jadi tekor!" tolak Engkong.
"Ini kan kecelakaan, Kong. Mana belum sempat diasuransikan, lagi...." .
"Asuransi" Lo aja yang segede dosa begitu kagak gue asuransikan, gue yang udah bangkot begini juga kagak pake yang namenye asuransi... apalagi kamera!"
Gusur mulai menarik-narik sarung Engkong. "Ayolah, Kong. Daku ingin merintis karier jadi fotografer. Daku in gin mengembangkan bakat daku yang selama ini terpendam...."
Engkong memandang Gusur dengan sinis.
"Ngembang apaan" Gue liat badan lo aja yang makin berkembang!"
"Kong, ini bukan forum untuk mencela daku. Tapi daku rela dicela, asal dana itu mengucur. Please..., Kong. Please!"
Melihat sarungnya udah makin melorot ditarik-tarik Gusur, Engkong makin sebel dan pengen segera menyudahi drama menyedihkan ini. Dengan dongkol setengah mati, Ia merogoh kantongnya dan mengeluarkan selembar uang Senyum Presiden. Gusur langsung mencelat kegirangan, ia meloncat-loncat bahagia. Gusur mencium pipi Engkong, tapi Engkong berkelit jijay.
*** "Pagi-pagi sekali, Gusur udah masuk kelas. Ia giliran piket bareng Anto. Tapi berhubung Anto lagi sakit, terpaksa Gusur piket sendirian. Melap-lap meja, nyapu, masangin taplak meja dan vas bunga. Lagi sibuk-sibuknya dia nyapu lantai, tiba-tiba aja datang Boim dan Kevin.
Boim sepertinya sudah ketularan gaya Kevin yang sok selebriti. Kevin melenggang kangkung, sementara Boim membawakan tas Kevin. Resmilah Boim jadi asisten pribadi Kevin. Boim juga bawa sekantong plastik kacang kulit.
"Jadi kapan pemotretannya, Vin"" tanya Boim sambil tak melirik sedikit pun ke arah Gusur yang sedang menyapu sudut kelas.
"Rabu sore. Iklan kaus kaki. Dari ratusan orang yang ikut casting, hanya gue yang kepilih. Asyik nggak, tuh"" jawab Kevin jumawa.
"Asyik banget. Gue kapan-kapan ikutan casting dong, Vin."
"Makanya, lo ikut gue aja. Biar lo terbiasa dulu dengan perg
aulan dunia selebriti. Jadinya nggak canggung, Im."
Boim memekik, "Bener juga. Sekarang gue baru sadar, kalo selama ini pergaulan gue sempit sekali." Boim melirik Gusur, Gusur melengos buang muka.
Lalu Boim dan Kevin duduk di kursi sambil mengangkat kaki ke atas meja. Sambil makan kacang kulit, mereka ngobrol. Kurang ajarnya, mereka seenaknya aja membuang kulit kacang di lantai yang udah disapu Gusur. Gusur jelas belingsatan. Tapi baru aja dia mau marah, Boim udah ngomong keras, "Hei, ini lantainya kotor! Siapa ya yang piket""
Gusur menahan amarah. Karena dia emang lagi piket. Dengan wajah kesal, Gusur mendekat dan menyapu lantai. Tapi Boim semakin menjadi-jadi. Ia melempar-lempar kulit kacang ke seluruh ruangan kelas. Kevin ikut-ikutan.
Beberapa murid yang baru datang ikut kena lempar. Anak-anak itu sebel dan membalas lemparan kacang Boim. Seluruh ruang kelas pun akhirnya penuh dengan dengan lemparan kacang-kacang di udara. Gusur memandang semuanya dengan putus asa. "Heh, berhenti... berhenti... Gue bisa kena marah si Poppi, nih!!!"
Poppi yang saat itu baru datang bareng Lupus, langsung kaget setengah mati melihat kelas dalam keadaan berantakan. "Hei, hei! Kalian apa-apaan, sih" Bentar lagi kan masuk. Gusur" Gimana bisa begini" Lo piketnya yang bener, dong!"
Semua anak berhenti sambit-menyambit. Terakhir sebuah kulit kaeang jatuh tepat di rambut Poppi.
"Gue udah ngebersihin, tapi tu si jelek yang buang-buang kulit kacang!" Gusur menuding ke arah Boim.
"Yeee, kan bukan cuma gue. Anak-anak yang lain juga ikutan nyambit!" balas Boim.
"Tapi kan lo duluan yang mulai!" Gusur ngotot.
"Ud"ah, udah! Gusur, pokoknya lo cepet bersihin. "Lo kan piket! Lo mau dipanggil ke ruang wali kelas"" tandas Poppi.
Dengan penuh dendam, Gusur pun menyapu kelas yang kotor. Boim dan Kevin tersenyum penuh kemenangan. Lupus cuma geleng-geleng kepala, dan nyamperin Boim di bangkunya. "Im, kenapa sih lo kemaren" Kok lo malah pergi" Gue nggak ngerti deh. Lo mau masalah lo beres nggak""
Boim tersenyum sinis. "Masalah" Gue punya masalah apa""
"Nggak usah berlagak bodo. Kita lagi ngomongin masalah lo dengan Gusur," ujar Lupus kesal.
"Ya""elah.... itu sih bukan masalah. Gue nggak mikirin lagi. Ya, nggak, Kevin"" Boim melirik ke Kevin.
Kevin mengangguk-angguk. "Boim sekarang gue ajak-ajak ngeliat pemotretan iklan, majalah... Biar buka wawasan dikit. Siapa tahu bisa di-casting...."
""Boim" Lo mau jadi foto model"" Lupus seakan tak percaya.
"Lusa gue ikut Kevin pemotretan iklan kaos kaki. Dan sori aja, kalo entar gue lebih ngetop. Pus, sementara ini gue bakalan sibuk. Gue mau buka wawasan. Mau memperluas pergaulan. Kevin bakal ngenalin gue ke kaum sele."
Lupus merasa sahabatnya ini udah jauh berbeda. Udah mulai keluar jalur, nggak sadar diri. Lupus pun menghela napas dan berlalu.
"Terserah deh. Moga-moga lo sukses."
Belum jauh Lupus melangkah, Boim udah teriak lagi, "Kalo lo mau minta tanda tangan gue, mendingan sekarang, Pus. Mungkin entaran gue nggak punya waktu."
Boim dan Kevin ketawa-ketawa berdua, lalu ber-gimme five.
*** "Perang antara Boim dan Gusur emang udah makin nggak bisa ditolerir lagi. Kayak Irak sama Amerika, tinggal nunggu bisul meletus aja. Lupus sampai putus asa, nggak tau lagi gimana bisa mendamaikan dua pihak yang bertikai itu. Lupus merasa persahabatan mereka bertiga sudah berakhir. Foto-foto mereka bertiga yang dipajang di cermin di kamar, malah bikin Lupus makin sedih aja. Tapi bukan Lupus namanya, kalo nggak pantang mundur. Lupus terus mengupayakan berbagai cara agar kedua sohibnya itu bisa berdamai. Demi untuk kebaikan bersama, Lupus pun datang ke rumah Poppi mengutarakan niatnya.
"Lo kan selama ini kita anggap sebagai pemimpin. Lo ketua kelas. Semua anak kelas kita segen sama lo. Jadi cuma lo harapan gue...," ujar Lupus setelah membeberkan reneananya.
"Tapi, gimana sih maksud lo" Gue harus ngadain pesta perdamaian di rumah gue, gitu" Trus gue undang semua anak kelas kita untuk mendamaikan Boim dan Gusur, gitu""
Lupus mengangguk. "Tepat! Seperti Clinton mengundang Netanyahu dan Arafat. Lo jadi sponsor. Soaln
ya, rumah lo kan paling gede. Lo kan paling kaya. Dan lo adalah ketua kelas. Jadi lo bertanggung jawab dong ama masalah anak buah!"
Poppi menimbang-nimbang. Untuk ngadain pesta, apa pun alasannya, kayaknya buat dia emang nggak masalah. Mama-papanya pasti setuju aja. Mereka kan sering pergi ke Singapore, ngurusin bisnis hotelnya Papa. Dan sekali-sekali berkorban untuk anak buah emang nggak ada salahnya, sih. Akhirnya Poppi menyanggupi.
"Ya udah. Tapi lo atur semua rencana. Lo undang semua anak-anak. Gue cuma nyediain tempat dan konsumsi!"
"Sip, deh!!!" Lupus langsung melonjak girang, dan mencium pipi Poppi.
"Poppi tercekat, lalu memegang pipinya. Udah lama dia nggak disun pipi sama Lupus. Poppi jadi nostalgia lagi.
Begitulah, Lupus segera menghubungi semua anak-anak kelasnya untuk datang malam Minggu di pestanya Poppi.
Yang pertama dikontak adalah Gusur dan Boim.
"Gusur, lo harus datang malam Minggu nanti di pestanya Poppi, ya" Ada makan-makannya. Soalnya Poppi mau ngadain selametan terpilihnya dia jadi ketua kelas teladan!"
"Pasti, Pus. Daku pasti datang. Di mana ada makanan, di sana ada daku," jawab Gusur.
Di tempat terpisah, Lupus juga mengundang Boim.
"Im, lo kudu dateng, ya""
"Sebentar, gue liat jadwal gue dulu. Hm, malem Minggu ini kayaknya sih kosong...," ujar Boim.
Lupus mengangguk puas. Lalu mengundang anak-anak yang lain.
Inka yang heran sama acara yang terkesan mendadak itu, berbisik pada Lupus, "Sebetulnya ada acara apa sih, Pus" Emang ada pemilihan ketua kelas teladan""
"Nggak. Sebetulnya ini acara perdamaian Gusur dan Boim. Lo sama Lulu boleh dateng, kok!" undang Lupus.
"Bule juga diajak ya, Pus""
Lupus mengangguk. "Sementara saat itu Boim langsung pergi nganterin Kevin pemotretan buat iklan kaos kaki. Di studio foto yang mereka datangi itu ada layar besar, ada payung-payung, dan ada kursi panjang. Kamera sudah mejeng, lampu-lampu sudah berdiri. Beberapa teknisi mengatur pemotretan. Ada yang menyiapkan properti berupa kaus kaki. Seorang cewek, nama-nya Metha, yang menjadi koordinator pemotretan, melihat kedatangan Boim dan Kevin.
Boim masih bengong melihat suasana sekitarnya.
"Ssst..., Im. Tuh, Mbak Metha datang," bisik Kevin.
"Siapa"" Boim nggak paham.
Tapi Metha keburu menghampiri. "Halo, Kevin, ya" Tunggu sebentar, kita masih ngeset dulu."
"Ya, Mbak Metha. Kenalin nih teman Kevin, Boim."
Boim menyalami Metha dengan mantap. Metha cuma tersenyum sekilas, lalu sibuk lagi mengatur anak buahnya.
Kevin dengan langkah lebar mengejar Metha. "Eh, Mbak... apa saya nggak di-make up""
"Make up" Oh, nggak perlu tuh."
Kevin heran. "Kok nggak make up" Nanti kalau kulit saya kelihatan berminyak gimana" Image saya kan bisa rusak, Mbak""
Mbak Metha hanya tersenyum saja. "Nanti yang dipotret cuma kaki kamu doang kok. Mukanya nggak keliatan. Kan iklan kaos kaki!"
Kevin melongo. Boim terbengong.
"*** "Pas malam Minggu, semua anak satu kelas itu ngumpul di rumah Poppi. Boim dan Gusur sudah dikonfirmasi dan menyatakan kesediaan mereka untuk datang. Tapi sampe jam delapan malam itu, belum keliatan batang idung Gusur dan Boim. Padahal kedua anak itulah yang paling ditunggu. Lupus jadi gelisah, takut kedua sobatnya itu tau rencana rahasianya dan membatalkan datang. Sementara Poppi, Lulu, Inka, Bule, Kevin, dan beberapa anak lainnya sudah asyik makan kue sambil ngobrol.
"Gue nggak yakin mereka bakal baekan. Soalnya, yang namanya memaafkan itu harus berasal dari hati mereka masing-masing," ujar Inka sambil makan risoles pake saos.
Lupus menggeleng, meski hatinya kurang yakin. "Gue kenal mereka udah lama banget. Gue tau, sebenarnya mereka dua-duanya pengen baekan. Tapi dua-duanya sama-sama gengsi."
"Ah, kalo gue jadi Boim, gue sampai sekarang masih marah. Abis, Gusur kali ini jailnya keterlaluan," Lulu mulai membela Boim.
Pendapat Lulu langsung ditentang oleh Bule, "Menurut gue, si Boim yang kelewat melebih-lebihkan. Dia sendiri biasanya bisa lebih jail dari itu, kenapa harus marah kalo sekali-sekali dijailin orang""
Inka yang emang naksir Bule itu segera berpindah ke dekat Bule. "Gue setuju sama Bu
le. Ini bukan salah Gusur. Malah Gusur yang jadi korban. Harusnya si Boim yang ngebetulin kameranya Gusur. Soalnya kan Gusur anak miskin, dan kamera itu adalah satu-satunya warisan dari encing engkongnya. Boim rugi secara moril, tapi Gusur rugi moril dan materiil."
Lulu mulai panas sama Inka. Dia langsung nyolot membela Boim lagi, "Ah, elo, Nka. Nggak punya pendirian. Kemarin lo ikutan gue, sekarang Lo ikutan Bule. Apa sih mau lo""
Inka malah memegang lengan Bule dengan mesra.
Kevin bangkit, lalu mendekati Lulu. "Iya, gue sebenernya setuju sama Lulu. Yang cari gara-gara duluan kan si Gusur. Coba dia nggak iseng motret. Kan nggak bakal begini."
Melihat teman-temannya pada panas semua, Lupus langsung menengahi, "Eh, gue jadi bingung, nih. Kok kita jadi ikutan ribut."
"Kita nggak ribut, Pus. Kita kah lagi adu argumen!" cetus Lulu.
Dan saat itu Gusur datang. Bule dan Inka langsung menyambut Gusur. Sedetik kemudian, Boim datang. Lulu dan Kevin langsung menyambut Boim.
Boim dan Gusur jelas bingung langsung disambut pengikut masing-masing. "Apa-apaan, sih""
"Boim, lo harus minta maaf sama Gusur!" ujar Inka.
Lulu langsung melarang, "Jangan, Im. Si Gusur yang harus minta maaf dulu. Eh, Gusur. Lo kan yang cari gara-gara duluan."
Gusur mendengus, "Daku sudah minta maaf, tapi dia malah merusak kamera daku. Berarti dia yang harus minta maaf, bahkan maaf tidak cukup. Dia harus bayar kerugian daku, lima puluh ribu rupiah!"
"Jangan mau, Im. Jangan. Ingat, kerugian lo gara-gara foto itu, adalah kerugian moril. Lady Di almarhumah aja pernah nuntut ganti rugi satu juta poundsterling, gara-gara ulah paparazzi jail kayak Gusur, yang motret Lady Di yang lagi berjemur di pantai. Berarti, elo yang seharusnya menuntut Gusur," ujar Lulu berapi-api.
"Tapi Boim kan bukan Lady Di...," kilah Bule.
"Bener, lo bukan orang ngetop!" tambah Inka.
Lupus dan Poppi berpandangan. Mereka heran, yang bertengkar jadi banyak. "Halo... halo... kok semua jadi ikutan ribut" Eh, dengerin dong. Ini kan malam perdamaian."
"Poppi dan Lupus dicuekin. Semua tetap ngotot ngomong dan saling membalas.
"Biar bukan Lady Di juga, Boim kan manusia.... Coba foto bugil lo beredar, lo kan pasti marah."
"Nggak, gue nggak marah. Gue bangga."
"Dasar, norak lo!"
Suasana pesta itu jadi gaduh. Semua saling ejek. Boim, didampingi Lulu dan Kevin, beradu mulut dengan Gusur, yang didampingi Inka dan Bule. Perdebatan berlangsung panas dan semua anak jadi pada teriak-teriak. Suasana tambah panas, ketika Boim menyambar botol saus plastik di meja dan menyemprotkannya ke kaus Gusur.
Raja Naga 7 Bintang 1 Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk Pendekar Laknat 12
^