Pencarian

Kutukan Bintik Merah 2

Lupus Kutukan Bintik Merah Bagian 2


"Nih, biar mampus!"
Gusur menjerit dan mengambil botol saus yang lain, membalasnya pada Boim. "Rasakan, jelek!"
Mereka berdua perang saus. Yang lain ikut-ikutan, suasana makin gaduh. Lupus dan Poppi merangkak keluar dari kegaduhan itu.
Mereka berpandangan putus asa, sementara kelompok Gusur makin seru berperang saus lawan kelompok Boim.
"Pus, kok bisa jadi begini"" keluh Poppi putus asa.
"Gue juga nggak ngerti, Pop."
Keduanya mengembuskan napas panjang bersamaan.
3 SEKANTONG JENGKOL & GIGI PALSU
"MALAM telah larut. Suasana di rumah Poppi asli berantakan setelah perang saus berakhir. Kebanyakan anak-anak udah pada balik. Sofa, lantai, meja, dan dinding rumah Poppi penuh tumpahan saus. Poppi nggak tau, gimana harus ngejelasin ke mama-papanya kalo besok pagi mereka pulang. Maka malam itu Inka dan Lulu membantu membersihkan. Mereka berdua nyesel banget udah kebawa emosi dan ribut-ribut. Sedang Poppi keliatan begitu putus asa.
"Pop, sori ya. Gue jadi ikutan ngotorin rumah elo," ujar Lulu.
"Gue juga, Pop. Gue nyesel banget, harusnya gue nggak ikut panas," ujar Inka.
Poppi diam saja. Lulu dan Inka memandangi Poppi dengan penuh harapan.
"Ayo, Pop. Kita kan nggak akan musuhan kayak Boim dan Gusur""
Poppi pelan-pelan mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Iya, gue maafin lo berdua. Tapi jangan sekali-kali lagi lo berdua kayak gitu. Itu namanya menyiram bensin pada api. Ya apinya makin besar. Si Boim dan Gusur malah akan makin seru musuhannya, bukannya baekan."
Inka dan Lulu mengangguk-angguk.
"Eh , Pop. Hari Kamis depan kan gue ulang tahun...," ujar Inka tiba-tiba.
"Iya, ya.... Tanggal tujuh, kan" Lo mau rayain di mana""
"Di ballroom Hilton. Nyokap kan dapet complimentary di situ. Elo-elo pada datang, ya" Besok gue bagiin undangannya."
Semua mengangguk. Lalu mulai kerja lagi, dibantuin pembantu Poppi.
*** "Sementara itu Gusur makin asyik dengan kameranya yang udah direparasi. Gusur terus-terusan hunting foto di kampung-kampung. "Kamera tergantung di lehernya. Dia nggak peduli lagi sama Boim. Kadang magrib baru pulang kandang. Engkong jadi suka sebel.
"Ke mana aja sih lo" Gue kira lu udah kesamber geledek. Tiap ari pergi lama amat."
"Daku kan hunting, Kong. Lagi, ngapain sih nyariin terus" Tumben."
"Gue mo nyuruh lo. Sekarang lo mandi dulu biar seger. Udah begitu, lo pergi ke tukang gigi langganan gue yang di pasar Cengkareng. Bilang lo cucunye Engkong, mau ngambil gigi palsu pesenan gue."
Gusur takjub. "Gigi palsu" Sejak kapan Engkong pakai gigi palsu""
"Tuh, kan. Engkong lo pake gigi palsu lo nggak tau. Gigi belakang gue kan palsu semua. Emangnya selama ini gue masih bisa makan gimana caranya" Nih, lihat!" Engkong membuka mulutnya lebar-lebar. Gusur melongokkan kepalanya ke arah mulut Engkong sambil tutup hidung.
"Wah... wah..., Kong. Pantesan Engkong sanggup makan daging alot bagai karet setiap hari. Ternyata itu rahasianya. Kirain pake Pepsodent!"
"Sekarang lo udah tau rahasia gue, terus mau apa" Minggat lo sono! Biar cepet. Gue malam ini mau makan daging semur. Bosen, udah seminggu makan tahu melulu."
Gusur menyimpan kameranya, lalu menyambar handuk dan pergi.
Malam harinya, Boim iseng main ke rumah Lupus. Lupus yang udah putus asa sama sobatnya ini, menyambut dingin. Malah sibuk bikin pe-er. Boim pun duduk di samping Lupus sambil meletakkan kantong plastik item yang sejak tadi ia bawa.
"Bikin pe-er, Pus""
Lupus mengangguk. "Masih musuhan sama Gusur""
""Lupus, please deh.... Jangan lo sebut-sebut nama itu. Gue alergi."
Lupus mendengus. "Sejak lo main sama Kevin, lo jadi aneh, Im. Eh, Im, bawa apa lo" Bau banget." Idung Lupus mengendus-endus.
Boim melirik ke arah plastik hitam yang diletakkannya di atas meja. "Oh, itu... pesenan jengkol nyak gue."
"Bukannya elo yang doyan jengkol""
"Dulu iya, Pus. Sekarang enggak. Setelah gue sadar, gimana dalam pergaulan dengan selebriti, penampilan itu penting. Juga napas, harus selalu segar. Seperti ini, Pus." Boim mengeluarkan semprotan pengharum mulut. Lalu menyemprotkan ke mulutnya, banyak-banyak. Lupus bergidik.
"Lo pasti ikut sekolah kepribadian bareng si Kevin, ya""
"Ah, nggak juga. Kepribadian gue udah oke begini, ngapain lagi sekolah" Eh, gue balik dulu, ya" Ditungguin Nyak!"
Boim ngeloyor begitu aja meninggalkan Lupus. Bungkusan jengkol Boim ketinggalan di meja dekat Lupus. Lupus yang mau ngelanjutin bikin pe-er, mencium sesuatu. Lalu ia melihat bungkusan jengkol Boim yang ketinggalan. Lupus mau memanggil Boim, tapi tu anak udah ilang cepet banget. Lupus males ngejar, soalnya pe-ernya masih banyak yang belum diselesaiin. Akhirnya dia cuma mindahin bungkusan jengkol itu ke sudut meja. Pasti si Boim bakal balik lagi. Kan deket ini rumahnya.
Tak dinyana, nggak lama berselang, malah Gusur yang datang. Ia juga membawa kantong plastik hitam.
"Hai, sobat. Udara di luar cerah sekali. Ngapain dikau meringkuk di sini""
Lupus menoleh. "Eh, elo, Sur. Gue kirain Boim. Barusan tu anak dari sini."
"Boim" Untung daku nggak ketemu!" sahut Gusur dengan ekspresi jijik. "Eh, bikin apaan, sih""
"Pe-er, Sur. Gue paling bego matematika. Jadi gue kudu kerja keras. Lo dari mana, keringatan kayak begitu""
"Dari pasar Cengkareng, mengambil pesanan engkong gue."
Gusur meletakkan bungkusan itu di dekat Lupus. Dia melihat sesuatu di dekat buku Lupus. Ternyata itu undangan ulang tahun Inka. Gusur membacanya.
"Pus, si Inka ulang tahun" Kenapa gue belum dapat undangannya, ya" Apa dia nitipin ke elo""
"Nggak tuh. Coba lo tanya aja sama Inka."
"Ya udah, gue ke rumah Inka dulu, ya."
Gusur bangkit dan pergi. Kantong plastiknya ketinggalan. Baru sedetik, ia kembali la
gi karena teringat kantong plastiknya. Tapi Gusur salah ambil. Ia mengambil kantong plastik Boim, yang sejak tadi nangkring di sudut meja. Gusur terburu-buru, takut malam keburu larut. Nanti Inka udah tidur, lagi! Ia sempat mengendus bau jengkol, tapi Gusur malah mencium kedua belah ketiaknya. Ngecek apa bau atau tidak.
Pas sampe di pagar rumah Lupus, dia bertemu dengan Boim yang mau masuk ngambil plastik bungkusan jengkolnya. Mereka otomatis memalingkan wajah, dan memasang wajah bete. Sekilas Boim melihat bungkusan hitam yang dibawa Gusur. Boim buru-buru masuk ke rumah Lupus.
"Ngapain tuh si ember kemari"" tukas Boim pada Lupus.
Lupus menghela napas, menoleh ke Boim. "Im, gue nggak mau denger lo ngomongin si Gusur dan gue juga udah nggak mau denger si Gusur ngomongin lo. Gue sekarang kehilangan sobat gue, dua-duanya sekaligus."
Boim terdiam melihat Lupus yang ngomong serius begitu. Ia mengambil kantong plastik hitam yang tersisa di meja itu dan pergi.
*** "Dengan kesal nyak Boim membanting kantong plastik item yang dibawa anaknya. Padahal saat itu di depannya sudah tersedia nasi yang hangat mengepul. Rupanya nyak Boim sudah mempersiapkan segalanya, tinggal menunggu main menu, yakni jengkol kesayangannya. Boim mengkeret di pojokan.
"Kamu nyuruh Enyak makan gigi palsu, Im"" ujar nyak Boim marah-marah.
"Boim nggak tau, Nyak. Tadi bener isinya jengkol. Si Lupus tuh saksinya. Baunya tadi nyebar ke mana-mana. Sampai si Lupus marah-marah," sahut Boim memelas.
"Enyak nggak mau tau. Ini liat, semua ud"ah siap. Tinggal makan. Kamu datang bawa gigi palsu. Gimana ceritanya""
"Boim bener-bener nggak ngerti, Nyak. Suer."
Boim membuka-buka kantong plastiknya lagi, seperti nggak percaya apa yang diIihat.. "Duh, gigi palsu siapa nih, ya" Datengnya dan mana gue nggak tau!"
Nyak Boim ngambek. Ia langsung berdiri. "Udah, buang aja ke kali!"
Boim mencegah, "Jangan, Nyak. Pasti ada yang punya. Dan siapa tahu, kalo Enyak udah peot, gigi palsu ini kan bisa kepake."
Mendengar penuturan Boim itu, nyak Boim makin naik pitam. "Sekarang Enyak belum peot, dan Enyak pengen jengkol! Sebelum matahari terbit, jengkol Enyak harus ada. Jangan balik, kalo nggak ada jengkol," usir Nyak Boim galak.
Boim memandang Enyak dengan ngeri. Dia mengambil gigi palsu dan memasukkannya kembali ke kantong plastik, lalu beringsut pelan-pelan keluar dari situ.
"Sementara itu di rumah Gusur juga terjadi kehebohan serupa. Engkong uring-uringan sekali mendapatkan cucunya datang dengan membawa jengkol. Padahal ia udah pengen banget melahap semur daging dengan gigi palsunya. Dari tadi air liurnya sudah menetes. Makanya dia kesal sekali. Sementara itu, Gusur bengong memandang jengkol-jengkol di depannya.
"Gusur... Gusur.... Masa lo nggak bisa bedain tukang gigi dan tukang jengkol" Kan tempatnya juga beda, orangnya beda, barang dagangannya beda.... Dasar lo, badan lo gede, tapi otak lo... wah gue nggak tega ngomongnya."
Gusur garuk-garuk kepala. "Ini bukan salah daku, Kong. Daku saja heran kenapa bisa begini. Jin mana yang mengubah gigi menjadi jengkol" Iseng sekali...."
Engkong naik pitam. "Lo nggak usah bawa-bawa jin segala. Lo nggak suka ya kalo engkong lo makan semur daging""
"Bagaimana kalau kita bikin semur jengkol saja, Kong""
"Jangan ngawur. Gigi palsu gue ke mana, Sur" Kalo lo bilang lo udah ambil, itu barang kan pasti kececer. Masa gue harus bikin gigi lagi. Kan mahal, Sur!"
Gusur juga makin bingung. "Gimana dong, Kong""
"Cari sono! Sampe ketemu. Kalo nggak ketemu, lu jangan balik deh. Bisanya nyusahin orang tua melulu," usir Engkong galak.
"Gusur dengan sedih mengumpulkan jengkol-jengkol itu dan memasukkannya kembali ke kantong plastik. Ia pun berjalan menelusuri gang sempit di depan rumahnya. Tiba-tiba Gusur inget sesuatu. Waktu meninggalkan rumah Lupus, dia ngeliat ada kantong plastik item lain di meja Lupus. Jangan-jangan...
Gusur pun buru-buru menuju rumah Lupus.
Saat itu Lupus lagi ngobrol di teras rumahnya, dekat mobil Bule. Bule baru aja selesai nganterin Inka ngebagi-bagiin undangan ke anak-anak, dan nyempetin marnpir di rumah Lupus.
"Kamu harus datang ya... jangan lupa bawa kado. Kalo nggak, bawa angpaw aja deh...," ujar Inka ke Lupus.
"Iya, gue dateng. Tapi tadi si Gusur nanya, kok undangan buat dia nggak lo kasih" Lo sengaja atau lupa sih""
Inka memandang Bule. Bule mengisyaratkan untuk terus-terang aja.
"Sebenernya gue sengaja, Pus. Gue jadi takut ngundang mereka. Gue inget kejadian waktu perang saus itu. Lo kebayang nggak sih, kalo di pesta ulang tahun gue, ada keributan gara-gara mereka"" jelas Inka.
Lupus manggut-manggut mafhum.
"Memang mereka berdua sekarang dieman. Tapi siapa tahu meledak lagi. Maka Inka nggak mau ambil risiko, Pus, soalnya bokap-nyokapnya Inka mau dateng juga, kan repot kalo ada huru-hara. Bisa-bisa kita-kita di-blacklist semua!" tambah Bule.
"Kasian juga sih si Boim ama Gusur. Eh, si Kevin lo undang nggak"" tanya Lupus.
"Nah, itu yang gue bingung. Dia pasti ngajak Boim. Gimana caranya, ya""
"Ya, diem-diem aja ngasihnya. Bilang ke Kevin, jangan ngajak Boim, gitu!" saran Bule.
Lagi ngobrol-ngobrol, tiba-tiba Gusur datang sambil membawa kantong plastik hitam berisi jengkol. Semua langsung menutup hidung, ketika harum jengkol yang semerbak mengisi ruang-ruang idung mereka.
"Gusur... ngapain sih bawa jengkol"" umpat Inka sambil tutup idung.
"Punya hobi yang bikin orang lain seneng dong! Jangan egois. Baunya nggak nahan, nih," tambah Bule ikut-ikutan tutup idung.
Gusur melihat ke Inka. "Eh, daku tadi ke rumah dikau, dikaunya tiada ada. Kok daku tiada diundang ke ultah dikau sih""
Inka terdiarn. Bingung mau jawab. Untung aja saat itu Boim datang dad kejauhan. Gusur langsung buang muka melihat musuhnya itu.
"Sialan, si kutu kupret dateng lagi!"
Boim langsung bicara sama Lupus, "Pus, bungkusan jengkol gue ke mana, ya" Gue heran, tiba-tiba isi bungkusan gue berubah jadi gigi palsu. Geli, kan""
Gusur terkejut. Dia langsung memandang plastik yang dibawa Boim. Lupus juga langung melihat ke arah plastik yang dibawa Gusur.
"Tuh, ketuker sama Gusur," jawab Lupus enteng.
Boim pun kaget, tapi sama sekali nggak sudi ngeliat ke wajah Gusur. Dia sama sekali nggak nganggep ada Gusur di situ.
"Hah" Tolongin ambilin dong, Pus. Gue nggak mau berurusan sama dia," ujar Boim lagi.
Gusur pun ikut-ikutan buang muka. "Ih, dikira daku sudi, apa" Tak lah!"
Lupus angkat bicara, "He, denger. La berdua udah ngerepotin gue banget, hanya gara-gara lo musuhan. Jadi tuker aja sendiri!"
"Tolonglah, Pus. Enyak marah sekali, gue tidak boleh pulang kalau tidak bawa jengkol buat doi. Duit gue udah abis nih, Pus."
Gusur pun ngomong dengan nada sinis, "Hmmm, jadi gigi palsu engkong daku ada di tangan si busuk itu" Tolong ambilin, Pus. Daku pun tiada sudi bersentuhan dengan dia, apalagi harus menatap matanya... ah, daku nggak ku-ku, kawan-kawan."
Lupus diem aja. Nggak meduliin permintaan temen-temennya itu.
Akhirnya dengan sebal, kedua anak itu saling melempar bungkusan. Lupus cuma geleng-geleng kepala. "Buat apa sih lo-lo kayak begitu" Apa lo-lo lupa, All for one, one for all""
Kedua anak itu cuek aja, langsung pada minggat ke rumah masing-masing.
*** "Besok paginya Gusur sudah mencegat Inka di kantin sekolah. Inka biasa sarapan bakwan di situ. Gusur menanyakan kembali pertanyaan yang kemaren sempet tertunda gara-gara Boim dateng. Soal undangan ulang tahunnya.
"Pokoknya, nggak. Gue nggak mau ambil risiko," putus Inka tegas.
"Dikau tiada adil, Nka. Itu namanya dikau tiada menganut asas praduga tak bersalah!" ujar Gusur.
"Duh, gue nggak ngerti tuh...." Inka cuek melahap bakwannya, tanpa menawari Gusur sepotong pun. Padahal pandangan mata Gusur sudah ke bakwan Inka terus.
"Daku jamin, daku tiada akan rnembuat keributan. Begini saja, kurung saja daku di dapur, ikat tubuh daku agar tiada bisa keluar. Asalkan dekat dengan persediaan makanan, daku rela tidak ikut acara pesta," saran Gusur..
Inka menggeleng. " Andai kata gue ngundang lo, gue pengen lo ikut pesta, ikut gembira. Tapi berhubung lo dengan Boim selalu ribut, lo berdua kita blacklist. Sebelum lo berdua baekan jangan harap ikut acara bareng kita-kita."
Gusur nampak putus asa. Ia kes
el banget. Lalu sambil geleng-geleng kepala, ia berkata dengan nada tertekan, "Inka, ini tawaran daku terakhir. Dikau boleh sandera engkong daku, asal daku bisa ikut pesta...!"
"Inka mencibir lalu meninggalkan Gusur di kantin. Gusur bingung.
Sementara di koridor kelas, Poppi sedang mengejar Kevin yang berjalan eepat ke arah kelas. "Vin, ini ada undangan dari Inka buat lo. Dia ulang tahun hari Kamis besok."
Kevin menghentikan langkah, menoleh.
"Inka ulang tahun""
Kevin mengulurkan tangannya mau mengambil undangan. Poppi menariknya kembali.
"Tapi dengan syarat... lo jangan bawa si Boim. Soalnya Boim dan Gusur di-blacklist untuk acara-acara pesta. Karena mereka bisa ngundang perkelahian masal."
Dengan senyum enteng, Kevin merebut undangan dari tangan Pappi. "Kalo soal itu sih gampang. Daripada gue bawa Boim, mendingan gue bawa temen-temen selebriti gue."
Kevin lalu membaca undangan Inka. Dia terkagum-kagum. "Wow! Di ballroom Hilton. Pesta yang hebat, gue pasti datang!"
Poppi pergi meninggalkan Kevin. Belum nyampe kelas, Boim muncul dari belakang memanggil Poppi, " Pop, gue denger-denger Inka ulang tahun, ya" Gue kok belum dapet undangan" Inka-nya mana""
Poppi menggeleng. "Cari aja sendiri. Gue juga nggak tau apa-apa kok soal undangan!"
Boim yang hendak pergi lagi mencari Inka, saat itu melihat Inka yang baru dari kantin, berjalan bergegas ke kelas. Boim langsung menghadang. "Hai, Inka. Lo ultah, ya" Kok gue nggak diundang, sih""
Inka berjalan lurus aja. "Lo dan Gusur nggak boleh datang ke pesta gue. No way!"
Boim menjajari langkah Inka. "Kok gitu, sih" Jahat lo, Nka."
Inka berhenti, bertolak-pinggang dan memandang ke arah Boim tajam. "Lebih jahat mana daripada lo dengan Gusur ntar berkelahi di pesta gue""
Boim kaget. Lalu berusaha meyakinkan Inka, "Suer, Nka. Gue nggak akan ribut. Soalnya pas Kamis itu kebetulan nyak gue pergi ke Ciamis, nginep di rumah kakak iparnya yang bikin pesta kawinan. Jadi gue di rumah sendirian! Kan daripada kesepian, mending gue dateng ke ultah lo!"
"Enggak bisa!!!" Inka euek aja meninggalkan Boim.
Boim naik pitam. "Dasar pada jahat lo semua!!!!"
Saat itu Kevin kebetulan baru keluar dari kelas, mau minum di kantin. Begitu ngeliat Boim, Kevin mau menghindar, tapi keburu udah diseret sama Boim. "Vin, Kamis malam entar lo temenin gue di rumah, ya" Nyak gue ke Ciamis, gue sendirian jaga rumah. Gue ngeri. Itu kan pas malem Jumat kliwon. Daerah rumah gue kan bekas kuburan. Jadi lo temenin gue, ya" Lo kan temen gue."
Kevin hanya senyum, dan menyembunyikan undangan pesta Inka yang ada di tangannya, "Beres. Kita kan friends."
Boim tersenyum puas. *** "Hari yang dinanti anak-anak SMU Merah Putih pun datang. Kamis malam, saat pesta ultah Inka yang meriah di Hilton. Bule yang baru jadian sama Inka, berdandan paling heboh. Pake acara nyewa tuksedo pesta segala. Dan pesta itu emang diramalkan bakal jadi pesta paling meriah sepanjang tahun ini di mata anak-anak SMU Merah Putih. Hampir semua cowok-cewek keren di SMU itu diundang. Nggak ketinggalan si duet kece Sarah dan Mini. Tamara Bleszynski yang katanya masih sodara jauh sama Inka dikabarkan bakal datang juga. Aduh, siapa yang nggak pengen ikutan pesta, tuh"
Tapi di malam yang sama, Kevin si selebriti kapiran itu malah sedang menemani Boim di rumahnya yang agak-agak reyot. Kevin datang membawakan Boim buku-buku cerita untuk dibaca-baca. Tapi bukannya buku humor yang segar, ini malah buku-buku horor koleksi Kevin. Dari cerita tentang Vampire sampe Spawn. Padahal saat itu malam Jumat Kliwon.
"Lo harus baca yang ini, Im. Ini paling serem. Kuntilanak di Malam Jumat Kliwon. Eh, sekarang kan malam Jumat" Pas nih," saran Kevin.
"Lo jangan nakut-nakutin gue dong." Boim bergidik.
"Justru suasana begini yang paling pas buat baea buku horor. Seru, lagi! Apalagi rumah lo kan bekas kuburan, ya""
"Ah, gue bo ong, kok!" Boim berusaha menghibur diri.
"Nggak, bener. Gue udah cek kok ke orang yang sejak dulu tinggal di daerah sini. Makanya, dulu harganya agak murah. Kalo nggak, mana mungkin kebeli sama nyak lo" Dulu waktu zaman Jepang, di sini katany
a tempat pembantaian," ungkap Kevin.
"Ngaco lo. Gosip!" Boim mulai lirik kanan-kiri.
"Eh, nggak percaya ya udah!"
Saat itu petir menggelegar. Boim langsung meloncat kaget. Sebentar lagi ujan.
Beberapa meter dari situ, di jalanan, nampak Gusur sedang melenggang di sepanjang gang sempit. Ia melangkah tak tau tujuan, ke mana kaki membawanya pergi. Terus terang ia ngerasa suntuk banget di rumah. Mana Engkong lagi rapat pemilihan RT di kelurahan. Lama banget, lagi. Ditambah lagi sakit hatinya nggak diundang ke pesta meriahnya Inka, yang mungkin nggak bakal terulang setiap sepuluh tahun sekali di sejarah idupnya yang pas-pasan itu. Kapan lagi bisa makan enak, kalo bukan di pesta hotel berbintang"
Gusur makin suntuk, hatinya kosong, kesepian, dan makin berjalan tak tentu arah! Dalam hatinya ia bernyanyi, "Jangan ditanya, ke mana aku pergi..."
*** "Hujan mulai turun rintik-rintik. Boim memandang ke luar jendela. Ke jalan depan rumahnya yang pas-pasan buat lewat satu mobil. Saat itu, di tengah rinai hujan, ia melihat ada sosok gendut yang berlari-lari kecil ke gardu hansip kosong dekat rumahnya, untuk berteduh. Tapi karena di luar gelap, Boim tak mengenali siapa yang berlari-Iari itu. Dan hujan pun turun makin lebat.
Kevin masih menemani. Boim dengan membaca cerita-cerita horor, sambil sesekali menengok jam.
"Sukurin, ujan! Baru tau rasa! Moga-moga aja pestanya sepi. Ya, nggak, Vin"" maki Boim penuh kesirikan.
Tak ada jawaban. Boim berbalik, dan ternyata Kevin sudah tidak ada di situ. Boim jadi rada takut. Bunyi petir menggelegar. Boim langsung berteriak. Di saat yang sama, sosok yang tadi dilihat Boim sedang berteduh di pos hansip kosong, yang ternyata adalah Gusur itu, juga berteriak ngeri. Kaget oleh bunyi petir. Dia baru sadar kalo saat itu ia berada di dekat rumah Boim.
Gusur melihat bayangan Boim di balik gorden rumahnya. Boim ada di rumahnya! Tapi Gusur tak mau menghampiri.
Di dalam rumahnya, Boim masih mencari-cari Kevin. Ia mulai ketakutan. "Kevin! Kevin!"
Saat kilat menyambar sesosok tubuh muncul dari pintu dapur. Blar!!! Boim menutup matanya karena silau. Ternyata, Kevin sudah muncul dengan baju pesta lengkap dan trendy, rambut disisir rapi, pokoknya top. Undangan di tangan kanan, handphone di tangan kiri.
Boim kaget. Ia tak menyangka tas yang tadi dibawa Kevin ternyata berisi baju pesta yang udah dia siapin!
"Lo... lo mau ke mana"" tanya Boim.
"Mau ke pestanya Inka," jawab Kevin tenang.
Boim melongo. "Terus, gue...""
"Lo nggak bisa ikut. Soalnya, syarat dari Inka, gue boleh pesta asal nggak bawa elo. Jadi nanti teman gue yang sesama model itu nyamperin ke sini pake mobil."
"Terus, gue..."" Boim makin memelas.
"Lo jaga rumah sendirian. Tuh, gue udah bawain buku baeaan horor, hehehe...."
Sementara di pos hansip, demi melihat ada sosok lain di rumah Boim, Gusur jadi penasaran. Ia pun berlari kecil ke teras rumah Boim, ingin tau ada siapa di rumah Boim, dan berusaha menguping pembicaraan. Ia pun bersembunyi di bawah jendela, lalu mengintip ke dalam. Dilihatnya Boim lagi adu argumen dengan Kevin. "Lo ninggalin gue sendirian" Lo tega, Vin" Katanya lo temen gue. Gue udah nemenin lo ke mana-mana... potret iklan-lah... dan gue nggak kasih tau ke anak-anak bahwa lo cuma dipotret kakinya doang! Tapi masa sekarang lo nggak mau nemenin" gue""
Kevin tersenyum tenang, lalu berujar, "Sori, Im. Sebagai kaum selebriti, gue nggak bisa dong tinggal di sini, sementara di sana ada pesta.... Kaum selebriti itu tempatnya di pesta-pesta hotel, bukan bermalam Jumat di tanah bekas kuburan ini."
Boim makin gusar. "Ih, tega amat lo! Pakai acara nakut-nakutin, lagi!"
Gusur yang masih menguping pembicaraan dua anak itu, tiba-tiba terkejut mendengar ada mobil berhenti di depan rumah Boim dan mengklakson keras. Gusur buru-buru ngumpet di balik semak-semak, bak garong kepergok hansip. Ternyata yang datang itu mobil teman Kevin yang hendak menjemput. Tak lama kemudian nampak Kevin bergegas keluar dari rumah Boim, hendak pergi ke pesta. Boim menahan sambil menyusul keluar dan memegang tangan Kevin, "Vin... jangan pergi, dong. Gu
e takut!" Kevin tetap ngotot pergi, Boim menariknya. Handphone Kevin jatuh. Boim memungut, dan memperhatikan handphone itu. Barulah Boim tahu, bahwa handphone itu palsu. Mainan yang dijual di lampu merah. Boim langsung berujar sinis, "Ih, ini kan handphone mainan. Jadi selama ini, lo bawa-bawa handphone mainan""
Dengan marah campur malu, Kevin merebut handphone dari tangan Boim. "Awas kalo lo cerita-cerita. Ini kan salah satu gaya hidup selebriti. Sementara nunggu duit buat beli yang asli, gue pake ini dulu."
Boim langsung kesal. "Lo emang palsu, Vin. Persahabatan lo juga palsu. Jauh mendingan si Gusur daripada elo. Dia miskin, tapi dia baik. Nggak sok "k"aya kayak lo. Si Gusur itu solider, nggak akan pernah ninggalin gue seperti ini."
Di semak-semak, Gusur kaget mendengar pengakuan Boim. Gusur terharu.
"Tapi gue nggak pernah nyebarin potret bugil temen gue...," ujar Kevin membela diri.
"Dia kan bereanda. Gue percaya, dia nggak ada maksud jahat ke gue," bela Boim.
"Nah, sekarang lo belain dia. Gimana sih" Katanya musuhan...."
"Sebenernya gue nggak pernah benci sama si Gusur. Dia kan sobat gue... hampir separuh umur gue, gue abisin sama si Lupus, sama Gusur. Gue selalu bareng sama mereka. Mancing di Kali Kepa, sampai piknik ke Bali. Kami udah sepakat dengan darah, one for all, all for one... Kayak three musketeers!"
"Temen Kevin yang di mobil nglakson lagi.
"Vin, buruan, udah malem nih! Ntar ketinggalan pesta, lagi! Mana mobil gue susah banget masuk gang sempit begini. Lo sih minta dijemput di sini! Gue yang susah! Punya temen milih-milih dong, yang bonafide dikit, kek! Rumah kok di gang sempit!" seru teman Kevin dari mobil dengan sengaknya.
Boim tersinggung, langsung mengusir Kevin, "Pergi lo sono! Gue benci sama lo. Sok borju! Nggak setia kawan! Bilang sama temen lo, kalo ngomong di kampung orang ati-ati!"
Kevin langsung ngacir menuju mobil temennya. Dan mereka langsung pergi.
Sepeninggal Kevin, Boim mengkeret lagi melihat sepinya suasana. Dia melihat ke kiri-ke kanan. Takut kalau ada hantu. Boim langsung masuk ke rumahnya. Buku-buku horor dilemparkannya jauh-jauh.
Sementara di semak-semak, Gusur menangis terharu. Ia baru merasakan kembali tulusnya persahabatan Boim.
Saat itu petir kembali menyambar. Gusur meloncat kaget dan tanpa sadar langsung ikutan masuk ke rumah Boim. Boim jelas kaget ngeliat Gusur tiba-tiba muneul di belakangnya.
Dikira ada setan. Baru Boim mau buka mulut, tiba-tiba petir menggelegar lagi. Gusur dan Boim kaget setengah mati, mereka langsung berpelukan.
"Boim..., my brother!!!" pekik Gusur.
""Oh, Gusur, sobat gue!" pekik Boim.
Gusur dan Boim berpelukan sambil menangis terharu.
*** "Pesta telah usai. Lupus yang semobil bareng temen-temennya minta diantar dulu ke rumah Boim dan Gusur. Soalnya tadi Lupus sempet ngebungkusin makanan buat kedua sobatnya itu. Di samping itu, terus terang dia pengen tau nasib Boim yang Home Alone itu. Nyaknya kan lagi ke Ciamis. Poppi dan Lulu yang juga ikut di mobil Bule itu juga iseng pengen nengokin si Boim.
Mobil Bule memasuki gang sempit rumah Boim. Hujan sudah reda. Halaman rumah Boim masih basah karena hujan. Pas sampai depan rumah, mereka langsung pada turun.
"Jangan-jangan si Boim udah mati ketakutan," ujar Lupus.
"Eh, tapi lampu rumahnya nyala, tuh! Jendelanya juga masih terbuka...," ujar Bule.
Mereka buru-buru mau mengintip. Dari dalam terdengar tawa dua orang sahabat, Boim dan Gusur. Lupus kaget, lalu mengintip. Di dalam, Boim dan Gusur sedang asyik main kartu remi. Mereka tampak akrab, penuh canda. Boim lagi dijepit idungnya pake jepitan jemuran, sedang Gusur lagi jongkok sambil cekakak-cekikik. Lupus, Poppi, Lulu, dan Bule saling berpandangan, bengong. Apa yang telah terjadi"
Saat itu dari radio Boim terdengar lagu Queen, Friends Will Be Friends....
4 OVERWEIGHT "MENDADAK senyum Lulu jadi lebar hari itu. Lama-lama senyumnya makin lebar. Makin lebar. Makin lebar. Dan makin lebaaar. Akhirnya senyum itu lebih lebar dari pintu kamar mandi. Bosen senyum yang lebar-lebar, Lulu lalu loncat-loncat sembari tertawa kegirangan. Kemudian mena
ri sambil nyanyi keras-keras.
Mendengar suara-suara ribut begitu, Mami yang lagi sibuk mengkalkulasi penghasilan katering, menongolkan kepalanya dari dapur. Disusul Lupus dan Kelik. Mereka heran memperhatikan tingkah Lulu yang aneh bin ajaib.
Sementara Lulu-nya sendiri nggak nyadar kalo lagi diperhatiin. Mami memberi isyarat bertanya pada Lupus. Dijawab oleh Lupus dengan mengangkat bahu. Artinya Lupus samaan nggak taunya. Lalu Mami menoleh ke Kelik.
"Lik, Lulu kenapa"" tanya Mami.
"Menurut Mami kenapa""
"Idih kamu, ditanya kok malah nanya"" "semprot Mami sebel. Saking sebelnya Mami lalu menyuruh Kelik mendekati Lulu.
"Ayo, Lik, cari tau dengan jarimu!"
"Ih, Mami, kayak iklan halaman kuning aja!"
"Eh, ayo jalanin aja. Banyak omong kamu!" semprot Mami. Kelik ketakutan, lalu mendekati Lulu. Mengamat-amati Lulu sambil memicingkan matanya. Persis pemburu mau nembak burung.
Nggak lama kemudian Kelik mendekati Mami lagi untuk melaporkan hasil pandangan matanya.
"Kayaknya Lulu lagi jatuh cinta, Mi."
"Jatuh cinta" Impossible! Mustahil! Nggak mungkin! Waktu jadian sama Bule, Devon, atau mantan-mantannya dulu, Lulu juga nggak histeris begitu," sangkal Mami yang tau betul tabiat Lulu dalam soal yang satu itu.
"Jangan-jangan Lulu lo guna-guna, Lik"" serobot Lupus asal tuduh.
Di luar dugaan, tuduhan Lupus ternyata bikin Mami histeris bak nenek-nenek kesundut rokok.
"Astaga, Lik, jadi Lulu kamu guna-guna""
"Tenang, Mi, tenang.... Jangan mudah termakan hasutan Mas Lupus. Masa sih saya tega guna-gunain Mbak Lulu. Lagian, kalau ketauan Srintil, saya bisa repot!"
"Srintal-Srintil. Srintal-Srintil. Siapa itu Srintil"" tanya Mami galak.
Kelik lari ke arah gorden, menutupi sebagian mukanya. Dengan gaya penari India, Kelik lalu menjawab pertanyaan Mami sambil tersipu malu, "D-dia penjaga warteg di pangkalan ojek, Mi. Tapi saya sukaaa banget. Apalagi anaknya jinak-jinak merpati. Dari jauh mesam-mesem terus. Tapi pas saya mau ngebon kopi, dia manyun!"
"Sebodo, ah. Mo manyun, kek. Mo menyan, kek. Yang penting gue cuman pengen tau, kenapa Lulu jadi begitu!" semprot Lupus.
"Mami juga nggak tertarik sama yang namanya Srintil."
Kelik tersenyum plong. "Ya baguslah. Kalo Mami sampai tertarik sama Srintil, bukan cuma saya yang repot. Tapi..."
Kelik belum sempat merapikan omongannya, Lupus sudah keburu menyodok perutnya pakai sikut.
"Permisi, Mi, Mas Lupus, saya ke belakang dulu. Mo nabung!" kata Kelik yang mendadak perutnya jadi mules. Dan tanpa menunggu jawaban dari Mami, Kelik sudah ngacir ke belakang sambil memegangi perutnya.
Sementara itu Lulu masih terus menari sambil nyanyi. Cuma aja gerakannya udah mulai melambat, kecapekan.
"Perlu ganti batre lagi, Lu"" tawar Lupus polos.
"Hus, Lupus!" Mami membentak Lupus, sambil mendekati Lulu. "Kamu kenapa sih, Lu, kok girang amat"" tanya Mami akhirnya, dengan nada lembut.
Lulu mendadak menghentikan tingkah anehny". Menoleh pada Mami dan Lupus, lalu tersenyum lebar.
"Barusan Lulu ditelepon Adi KLa, Mi. Dia ngajakin ketemu di Kafe Mila," jawab Lulu semangat sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Persis anak-anakan Jawa.
Mami dan Lupus saling pandang.
"Adi siapa"" tanya Mami nggak paham.
"Aduh, Mami, masa nggak kenal Adi KLa Project, yang suka main keyboard""
Mami mengangguk paham. Sekarang giliran Lupus yang ngoceh, "Lantas Devon mau kamu apain, Lu" Kamu tendang" Aduh saya"g, jangan begitu dong. Devon kan udah baik banget sama keluarga kita," kata Lupus.
"Mami juga ikutan nggak enak kalo kamu sampe putusin dia, Lu...."
"Iya, Lu, kamu kan tau banget mami sering ngelecein Devon bawa oleh-oleh tiap kali dia mau ngapel kamu ke sini," ujar Lupus menimpali ucapan Mami.
Lulu menatap bingung ke arah Mami dan Lupus. Nggak lama Lulu cekikikan sendiri, persis kuntilanak dapat lotre. Mami dan Lupus jelas tambah sebel.
"Mami, Lupus, tenang aja. Lulu nggak sedikit pun punya niat mutusin Devon. Dan Lulu nggak bakal selingkuh sama Adi. Soalnya..."
"Soalnya kenapa, Lu"" kejar Mami semangat.
"Soalnya Adi nggak mau selingkuh sama Lulu...." .
"Uuuu...," teriak Mami kecewa, persis penonton lay
ar tancep yang mendadak diguyur ujan.
"Ah, tapi nggak apa deh kamu janjian sama Adi di kafe. Cuma Mami perlu tau dulu, si Adi itu anaknya gimana" Punya surat kelakuan baik dari kepolisian nggak""
"Dia anak band, Mi. Selebriti," jawab Lupus.
Mami melongo. "Apa itu selebriti""
"Yah, sebangsa orang top-lah...," jelas Lupus singkat.
Dasar Mami, begitu nyadar Adi orang top, sikapnya jadi kecentilan banget. "O ya, Adi orang top, ya" Kenapa nggak kamu suruh dateng ke sini aja, Lu" Kenapa ketemunya mesti di kafe""
"Nyari praktisnya aja, Mi. Kalo ke kafe, Adi udah tau jalannya. Kalo ke sini, belum tau. Maklum deh, Mi, rumah kita kan di dalam gang. Bisa-bisa dia nyasar ke kamar mandi orang...."
"Yah, pokoknya gimana baiknya ajalah, Lu. Yang penting kamu bisa deket sama Adi," tukas Mami dengan mata berbinar-binar. Lulu me"sem, lalu berbalik jalan ke kamarnya dengan riang.
"Ah, nggak nyesel Mami ngelahirin kamu, Lu. Sebentar lagi kamu bakal jadi selebriti. Bakal jadi orang top sedunia," gumam Mami seraya menghela napas lega.
Lupus yang sebel liat tingkah maminya, kontan berteriak panik, "Nyadar, Mi, nyadar...."


Lupus Kutukan Bintik Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** "Kesebelan Lupus temyata terbawa sampai kafe. Gimana nggak sebel, coba, kalo gara-gara mau ketemu Adi aja, Lulu jadi top banget. Mila, Inka, Bule, Kevin pada semangat merubungi Lulu.
"Lu, ntar gue dikenalin juga, ya"" pinta Mila tanpa tedeng aling-aling.
"Beres!" jawab Lulu bangga.
"Lu, ntar fotoin gue sama Adi, ya...," kali ini Inka yang memohon.
"Itu bisa diatur...."
Bule dan Kevin nggak mau ketinggalan. Mereka menyodorkan kaset KLa Project ke Lulu.
"Buat apaan, nih"" tanya Lulu heran.
"Tolong mintain tanda tangan Adi, Lu...," Kevin menjawab penuh harap.
"Oooh, itu sih kecil...," jawab Lulu seraya menyaut kaset yang disodorkan Bule dan Kevin.
""Baru mo ketemu Adi aja, hebohnya udah kayak gitu. Apalagi kalo bener-bener jadi selebriti. Ambruk kali ni, kafe!" sungut Lupus mengekspresikan perasaannya yang sirik berat. Boim dan Devon yang waktu itu ada di bar sama-sama Lupus, nggak tahan buat nggak mengornentari sungutan Lupus.
"Sinis amat, Pus. Apa lo nggak suka punya adik selebriti"" tukas Devon.
"Kalo Lulu ngetop, elo kan ikut ngetop juga, Pus. Paling nggak bisa jadi modal buat kenalan sama cewek sele yang cakep-cakep," Boim nimpalin.
Lupus mencibir. Lalu mengkonter serangan dari para sahabatnya itu, "Yailah, Im, baru kenalan sama cewek cakep aja, bangga. Gue, biar kata cuma anak sekolahan, kenalan selebriti gue juga nggak kurang-kurang. Gue kan sering wawancara sama mereka."
Lagi seru-serunya anak-anak itu berdebat kusir, tiba-tiba telepon berdering. Suaranya seperti peluit kereta api yang mau masuk stasiun. Mila buru-buru mengangkat.
"Halo, Kafe Mila di sini." Mila bengong sebentar, lalu panik. "Astaga, Lu, Luuu.... Ini Adi KLa, Luuu! Dia nelepon!"
Lulu yang lagi asyik ngebersihin kuku jempolnya, jadi kaget. Dan setelah kaget, panik. Setelah panik, ia buru-buru menyambar telepon yang disodorin Mila. Setelah menyambar telepon, Lulu pun ngomong dengan penuh semangat.
""Halo, Adi, ya" Kok nggak jadi dateng" Oh, lagi rekaman. Trus, trus gimana""
Selagi Lulu ngoceh, Devon meninggalkan Lupus dan Boim. Lalu bergabung dengan Lulu. Tingkah Devon diikuti yang lainnya. Nggak lama Lulu menutup telepon rapat-rapat. Yang lain jadi penasaran minta diceritain.
"Apa katanya, Lu"" tanya Devon polos.
Lulu mengulum senyum. Lalu menjerit semangat, persis anak balita kejepit pintu.
"Dengar baik-baik ya, Sodara-sodara. Saya nggak akan mengulangi sampai dua kali. Kata Adi, ada produser rekaman yang tertarik sama suara saya."
Yang mendengar informasi Lulu kontan terperanjat. Sebagian percaya. Sebagian nggak. Sebagian lagi antara percaya dan nggak.
"Syukur deh, Lu, akhirnya cita-cita lo kesampean. Lo kan emang udah lama pengen jadi penyanyi," puji Devon.
Lulu tersenyum senang. "Tapi jangan salah paham dulu, ya. Suara Lulu emang mau direkam, tapi bukan buat album. Melainkan buat jingle iklan," jelas Lulu lagi.
"Buat jingle iklan"" tanya Devon agak-agak kecewa.
"Bener. Tapi Lulu malah lebih suka. Soalnya iklan
kan tiap menit nongol di tivi."
"Tapi kalo iklannya pake kartun, gimana"" Lulu mikir sebentar mendengar pertanyaan Devon barusan.
"Nggak apa, yang penting orang-orang bisa tetap denger suara merdu Lulu. Terus, ada lagi informasi penting, nih!"
"Apa"" sambut anak-anak serentak.
"Karena kebetulan produser jingle-nya tinggal di Bandung, jadi Lulu harus rekaman di Bandung!"
Mendengar penjelasan Lulu, anak-anak pun tersenyum-senyum senang. Mila dan Inka langsung memeluk Lulu. Bule juga memanfaatkan kesempatan itu buat memeluk Lulu, tapi langsung dikepret Inka.
"Tenang, Sodara-sodara, tenang," jerit Lulu mencoba menguasai anak-anak yang tiba-tiba jadi rese. "Lulu yang mau rekaman ke Bandung, kenapa kalian yang jadi pada histeris""
"Soalnya kita mo nganter kamu ke Bandung, Lu. Boleh, kan"" tanya Bule mewakili teman-temannya.
Lulu tersenyum. "Boleh aja, yang penting ongkosnya kalian tanggung sendiri."
"Horeee...!" anak-anak kontan menjerit histeris menyambut keterangan Lulu.
Puas teriak-teriak, Kevin keluar dari kerumunan, dan langsung nyamperin Lupus dan Boim yang cuma memandang peristiwa tadi dari bar.
"Kita pada mo ke Bandung nih, kalian ikut
nggak"" tukas Kevin membuka percakapan. Lalu anak itu menyentuh HP-nya yang berdering lembut. "Eh, bentar ya, gue kudu ngebatalin janji-janji bisnis dulu demi nganter Lulu ke Bandung...."
Kevin menyingkir ke pojok kafe. Lupus dan Boim saling pandang, lalu memperhatikan Kevin dengan tatapan aneh. Keduanya lantas cengengesan.
"Kasian tu anak, ngomong sendirian...," komentar Lupus.
"Iya, padahal orang-orang udah pada tau kalo itu HP palsu. Kok dia masih nekat...," timpal Boim.
"Ya, itulah akibatnya kalo orang udah jadi korban gengsi...," sambut Lupus lagi.
Tapi Kevin yang dikomentarin sedemikian rupa cuek bebek. Ia tetap berbicara di HP-nya yang ternyata... palsu, seperti kata Boim.
Puas ngomentarin Kevin, Lupus jadi ingat lagi sama Lulu.
"Dipikir-pikir, hebat juga ya Lulu, ada yang mau nawarin nyanyi. Gue kira tuh anak karier nyanyinya cuma abis di kamar mandi doang."
Tiba-tiba Boim menggumam sendiri, "Gue kudu ngebatalin acara malam ini."
Lupus terperangah. "Kali ini cewek malang mana lagi yang lo kadalin, Im""
"Sialan lo, Pus. Malem ini gue janji mo nraktir Gusur nonton."
""Gue nggak salah denger kan, Im""
"Nggak. Dan gue juga nggak salah ucap."
"Peristiwa ngeri macam apa yang lo alamin sampe mo ngajak nonton Gusur, Im""
"Gue cuman kasian aja sama si Gusur. Sebab sejak peristiwa tustelnya yang ancur itu, tu anak jadi banyak bengong. Gue ngeri tu anak mati mendadak. Tapi yah, apa boleh buat, sekarang terpaksa gue batalin niat gue...."
"Bagus, berarti lo masih waras," kata Lupus sambil tersenyum.
"Tapi sebagai gantinya, gue mau ngajak Gusur ke Bandung nganter Lulu. Transportasi sama akomodasinya gue yang tanggung. Pasti si Gusur lebih suka."
Selesai ngomong, Boim langsung meninggalkan Lupus, yang terbengong-bengong keheranan.
*** "Teras dipenuhi koper-koper gede, dan travelling bag yang gendut-gendut laksana Gusur. Mami dan Lupus kecapekan, duduk di antara tumpukan koper. Sementara Lulu mondar-mandir keluar masuk rumah mengangkuti barang-barang. Lulu muncul lagi di teras, mikir apalagi yang harus dia bawa. Mami nggak tahan, lalu menarik tangan Lulu yang sudah mau masuk lagi.
"Udah, Lu, udah. Ke Bandung cuman bebe
rapa hari, tapi bawaan kamu kayak mau pindah rumah aja."
"Kali Lulu emang mo pindah, Mi. Biasanya kan penyanyi Bandung yang pada hijrah ke Jakarta. Lulu malah pindah ke Bandung. Bagus. Kan balanced," ujar Lupus.
Dikomentarin begitu sama Lupus, Lulu kontan cemberut.
"Siapa yang mo pindah! Ini semua buat jaga-jaga. Soalnya Lulu kan nggak tau, mesti berapa lama di Bandung. Adi nggak bilang, dan nggak ikut, lagi."
Selesai ngomel, Lulu langsung nyebeng. Siap-siap mau nangis. Mami menarik kepala Lulu, dan mengusap-usapnya.
"Mami ngerti problem kamu, Lu. Makanya Mami sama Lupus nemenin kamu."
"Malah Devon, Mila, Inka, Bule, Gusur, Boim, Kevin gue denger juga mo nemenin lo. Pokoknya bedol desa, deh!" timpal Lupus.
Lulu menatap Lupus kesel.
"Kok lo sinis, sih" Gue nggak minta mereka nganter. Mereka yang maksa pengen ikut! Kalo lo nggak ikut, gue juga nggak rugi."
"Lagian siapa yang pengen ikut. Mami aja yang maksa gue ikut buat ngawal elo!" sambut Lupus.
Lulu makin keki. "Gue nggak butuh pengawal! Udah ada Devon."
""Justru ada Devon, elo butuh pengawal. Biar bisa ngawasin elo berdua."
Lulu mau membalas. Tapi Mami yang sejak tadi diam, akhirnya nggak tahan lagi.
"Kok jadi pada ribut" Mami masih segar bugar, kalian udah bertengkar terus. Gimana kalo nanti Mami nggak ada""
Dibentak begitu Lupus dan Lulu terperangah. Akhirnya mereka jadi nggak enak hati sendiri. Keduanya pun diam.
"Ayo pada salaman...," pinta Mami kemudian.
"Nggak mau, Mi...." ujar Lupus.
Mami tersentak. "Nggak mau gimana""
"Ntar kalo Lupus rukun sama Lulu, Mami meninggal, lagi...," jawab Lupus polos.
"Jangan ngaco kamu, Pus. Memutarbalikkan omongan Mami," Mami misuh-misuh.
Lupus cuma cengengesan. Saat itu Devon terbit bersama gerombolan kafe. Mila, Bule, Inka, Kevin, Gusur, dan Boim.
"Tuh, Devon sama anak-anak dateng!" tunjuk Lulu.
Devon dan gerombolannya masuk. Mereka langsung cekikikan melihat bawaan Lulu yang segunung banyaknya.
"Lo ngamuk, Lu. Masa bawaan satu rumah diangkutin"" ledek Devon.
"Atau berantem lagi sama Lupus" Sampe-sampe lo melarikan harta gono-gini ke Bandung"" timpal Mila.
"Nggak lucu, ah! Ini bukan cuma bawaan gue, tapi ada juga punya Mami sama Lupus. Mereka kan pada mo ikut...," Lulu kontan menyangkal ledekan Mila.
Lupus langsung berkomentar, "Betul, barang-barang itu selain punya Lulu, ada juga punya gue sama Mami...."
Lulu lega dengan komentar Lupus yang bernada mendukung itu.
"Tapi, bawaan gue sama Mami cuma satu hand-bag kecil. Sisanya punya calon selebriti," kata Lupus menyambung kalimatnya.
Lulu langsung cemberut abis.
"Sialan lo, Pus!" maki Lulu.
Yang lain cekikikan. Supaya Lulu jangan tambah panik, Mami memberi isyarat agar rombongan cepat berangkat. Tapi Devon yang mobilnya akan dipake buat ngangkut rombongan ke Bandung, mendadak puyeng.
"Kenapa, Von"" tanya Mami.
"Gimana ya" Kayaknya nggak bisa semuanya ikut mobil," jawab Devon dengan perasaan nggak enak.
"Nggak bisa. Pokoknya barang Lulu nggak ada yang boleh ditinggal!" Lulu belum apa-apa udah protes duluan.
"Jangan salah paham, Lu. Maksud gue yang nggak bisa dibawa tuh anak-anak. Bukan barang lo," jelas Devon.
Lulu tersenyum lega. "Oooh, gue kirain..."
"Makanya jangan punya pikiran ngeres dulu," cibir Lupus.
"Biarin, suka-suka gue dong!" sungut Lulu.
"Eh, udah jangan ribut lagi," Mami lagi-Iagi menengahi. "Hm, kalo emang nggak bisa ngangkut semua, ya udah Mami nggak ikut aja."
Tapi Lulu buru-buru meneegah, "Nggak bisa. Mami harus ikut. Kalo mau ada yang ditinggal, kenapa nggak Lupus aja. Biar deh Lulu relain."
"Lo sentimen amat ya sama gue," sungut Lupus.
Lulu cuek. 5 CALON SELEBRITI "AKHIRNYA mereka jadi juga berangkat ke Bandung. Tapi cuma Lulu, Mami, dan Lupus yang naik mobil Devon. Selebihnya naik kereta api. Itu pun nyaris ditolak oleh petugas PJKA.
"Kenapa"" tanya Mila heran.
"Di kereta tidak boleh membawa binatang peliharaan!" jawab petugas PJKA sambil menunjuk Gusur dan Boim. Kedua anak itu jelas misuh-misuh. Tapi untung dengan sedikit sogokan, Mila berhasil meyakinkan petugas PJKA bahwa Gusur dan Boim yang ikut serta dengan mereka bukan binatang piaraan. Gusur dan Boim pun boleh ikut.
Menjelang malam, mobil yang dikendarai Devon tiba lebih dulu di Bandung. Mereka langsung menuju ke sebuah penginapan kecil, mungil tapi mahal. Selesai menaruh barang-barang di penginapan, mereka melepas lelah di Yoghurt Cisangkuy yang terkenal di Bandung. Tapi Mami lebih milih istirahat di hotel.
Di Yoghurt Cisangkuy, Lupus, Devon, dan Lulu memilih makan di bagian luar restoran. Lulu dan Devon asyik ngobrol mesra. Sementara Lupus mulai jelalatan cuci mata. Seorang cewek manis muncul dari bagian dalam restoran, lalu terlibat obrolan seru dengan teman-temannya. Lupus mulai memfokuskan diri pada cewek manis itu. Mendadak cewek itu berpaling ke arah Lupus, dan menghadiahkan sesungging senyum
legit. Lupus kege-eran, lalu balas tersenyum. Sesaat cewek itu bicara lagi dengan temannya. Temannya menoleh ke arah Lupus. Nggak lama kemudian cewek itu melangkah ringan menuju Lupus. Lupus kontan berbunga-bunga. Dengan gaya gentel, Lupus berdiri menyambut. Tapi ternyata cewek itu bukan menuju ke Lupus, melainkan dengan gerakan spontan langsung memeluk Devon yang masih seru ngobrol sama Lulu. Devon jelas grogi. Lulu blingsatan saking cemburunya. Lupus bengong.
"Dev, jahat lo. Ke Bandung nggak bilang-bilang!" pekik cewek itu histeris.
"Eh, Tamara, apa kabar"" sambut Devon sambil berusaha keras melepaskan pelukan cewek bernama Tamara itu.
Tamara melepas pelukannya, dan ikut duduk bergabung. Dia tersenyum manis pada Lulu dan Lupus. Lulu manyun. Lupus salah tingkah. Lalu dengan cueknya, Tamara pun mengajak kenalan Lulu dan Lupus. Lulu menyambut dingin. Tapi Lupus semangat.
"Belakangan ketahuan kalau Tamara bekas cewek Devon, dulu waktu SMP. Tapi Devon nggak tahan, gara-gara Tamara terlalu mengekang dan peneemburu berat. Akhirnya mereka putus secara baik-baik di pengadilan negeri. Biar resmi.
Tapi cerita itu nggak membuat Lulu percaya. Akibatnya Lulu cemberut terus. Dan di dalam mobil menuju hotel, Lulu langsung memuntahkan semua kekesalannya pada Devon. Sesudah itu, Lulu menyambungnya dengan tangis memilukan.
"Lu, please, jangan siksa gue begini," ratap Devon memohon. Tapi Lulu yang sudah telanjur sakit hati nggak peduli. Malah tangisnya makin keras. Lupus yang semobil dengan mereka jadi serba salah.
Sesampai di hotel, ternyata rumbongan Gusur dan Boim sudah sampai di situ. Mereka menunggu dengan membawa berkarung-karung blue jeans dari Cihampelas. Rupanya begitu turun dari kereta, mereka langsung menuju Cihampelas. Dan memborong semua jeans yang ada di situ. Sampai-sampai pembeli lain protes, karena kehabisan stok.
Begitu turun dari mobil, Lulu langsung menubruk Mila untuk menumpahkan semua emosinya. Anak-anak heran. Kevin sambil ngomel-ngomel mendekati Devon dan Lupus.
"Harusnya gue yang gitu. Dalam satu jam gue miskin mendadak!" pekik Kevin. Kevin yang asli asal Bandung itu rupanya ditodong anak-anak untuk menraktir beli blue jeans. Lupus yang dilapori berita sedih itu, bukannya prihatin, malah ngakak abis-abisan. Kevin jadi makin mangkel.
Gusur dan Boim yang bosen liat Lulu nangis, ikut-ikutan nyamperin Lupus.
"Lulu kenapa, Pus""
Lupus nggak berkomentar. Cuma ekor matanya melirik Devon yang sejak tadi cuma diam.
Boim paham. "O, jadi Devon yang bikin Lulu nangis""
"Kalau dikau sudah tak sayang pada Lulu, sudah tak cinta, katakan saja sejujurnya...," kata Gusur emosi mirip syair lagu cengeng. Devon cemberut menatap Gusur dan Boim, lalu pergi menjauh. Kevin buru-buru menguntit Devon.
"Von, lo ada duit nggak" Gue pinjem dong," ratap Kevin mengutarakan niatnya, seraya melirik ke arah Lulu untuk mengambil hati Devon. "Lo tenang aja, Von. Temen preman gue di Bandung segudang. Ntar deh gue suruh mereka menghajar orang yang bikin Lulu nangis."
Tapi bukan simpati yang didapat Kevin, melainkan sebuah tonjokan Devon yang langsung mengenai matanya. Selesai menonjok, Devon pergi. Kevin bengong sambil memegangi mata kanannya yang merona merah.
*** "Mami keluar dari kamar mandi penginapan, lalu duduk di depan kaea rias. Berdandan. Nggak lama kemudian Lulu masuk sambil mengompres-ngompres matanya yang bengkak bekas nangis pakai es batu. Lulu duduk di tepi tempat tidur. Mami yang sudah tau Lulu lagi berseteru sama Devon, paham. "Kamu belum mandi, Lu" Ayo cepet mandi! Nggak enak ditungguin Devon!" bujuk Mami.
Tapi Lulu menjawab galak, "Biar dia nunggu sampe jompo!"
"Kamu jangan begitu, Lu. Orang kalo udah minta maaf, wajib kita maafkan. Dan menurut Mami, Devon nggak salah-salah amat."
"Yang anak Mami siapa, sih" Kok Mami malah ngebelain Devon"" bentak Lulu.
Mami buru-buru meletakkan telunjuknya di bibir dengan posisi vertikal. "Aduh, Lu, jangan jerit-jerit. Kasian ntar mereka bangun!" tukas Mami seraya menunjuk Mila dan Inka yang masih ngorok di ranjang.
"Biarin, biarin kaget sekalian!" bentak Lulu nggak peduli.
"Eh, anak Mami, kok jadi ngadat begini"" tanya Mami heran.
Dan Lulu yang sudah kerasukan arwah preman Tanah Abang itu makin buas. Dia menarik bed cover yang menutupi Mila dan Inka, lalu menyentakkannya dengan gerakan kasar. Mami terpekik. Mila dan Inka geragapan bangun.
"Mami berusaha menenangkan Mila dan Inka, "Pagi, anak-anak. Enak ya tidurnya""
"Tadinya sih Mila tidur enak serasa piknik di taman bunga. Eh, tiba-tiba jatuh ke jurang," jawab Mila.
"Gue juga, Mil, lagi enak-enak berjemur di pantai, mendadak digigit ikan hiu," sambung Inka.
Mami melirik Lulu yang cemberut memegangi tepi selimut.
"Pada bangun deh! Kalo nggak, gue bikin mimpi kalian jadi kenyataan!" bentak Lulu.
Mila dan Inka tentu aja kaget. Tapi sebelum mereka bereaksi banyak, Lulu bergegas keluar kamar. Mila dan Inka saling pandang. Bingung. Lalu menatap Mami dengan pandangan bertanya.
"Maklumin Lulu, ya. Lulu lagi nervous, cemas mo rekaman...," jelas Mami sambil tersenyum.
Lalu kedua anak itu disuruh mandi. Mila dan Inka nurut. Mereka mandi bareng, biar cepet. Sedang Lulu baru mandi setelah diguyur air satu ember.
Menjelang siang mereka berangkat pakai mobil Devon. Semua anak ikut. Kecuali Lupus, Gusur, dan Boim yang punya acara sendiri. Dandanan Lulu yang ngejreng, bikin anak-anak yang ikut ngantar jadi heran.
"Nggak salah tuh Lulu" Dia kan cuma mau ketemu sama Oom Bob, bukannya show"" bisik Devon pada Bule.
"Yah, mungkin biar produser yakin kalo Lulu emang pantes diorbitkan jadi selebriti," jawab Bule sekenanya.
Devon bengong. Mami menepuk bahu Devon. Menyadarkan. Devon menyeringai, lalu membukakan pintu buat Mami. Yang lain ikut masuk mobil. Mobil Devon pun bergerak meninggalkan penginapan.
Tapi di perjalanan Devon dibikin bingu"g, sebab Kevin sebagai navigasi selalu menunjuk arah yang salah. Sehingga mobil terus-terusan melewati jalan yang sama. Semua orang kesal pada Kevin. Di daerah pertokoan sekitar BIP, Mila dan Inka akhirnya minta turun.
"Stop di sini, Von, gue sama Inka mau shopping dulu!" pinta Mila.
"Iya, Von, stop dulu deh! Daftar belanjaan gue masih banyak!"
Terpaksa Devon menepikan mobilny". Mila dan Inka bersiap turun. Mendadak Mami menjerit antusias, "Mami ikut, ya" Mami ingat belum punya oleh-oleh buat Tante Euis. Boleh ya, Mami ikut""
Inka dan Mila manggut-manggut.
"Lho, Mami kan janji mo nganter Lulu"" protes Lulu manyun.
"Iya, sekarang kan kamu cuma mau ketemu sama produsernya, belum rekaman," jawab Mami seraya mencolot keluar. Disusul Mila dan Inka. Bule yang masih tenang-tenang di dalam mobil, diseret Inka turun. Kemudian mereka bergegas ke arah pusat pertokoan.
Sementara di mobil tinggal ada Kevin, Devon, Bule, dan Lulu yang melanjutkan perjalanan dengan perasaan gondok.
Untung sebelum siang, mereka sampai juga dl Restoran Kintamani. Di situlah Lulu berjanji ketemu sama Oom Bob. Di dalam restoran Lulu celingukan mencari-cari Oom Bob. Maklumlah, Lulu memang belum pernah ketemu sama Oom Bob. Apalagi saat itu pengunjung restoran berjubel. Jadi susah juga mengenali muka Oom Bob.
"Aduh, tadi Oom Bob bilang kalo dalam sepuluh menit kita nggak dateng, dia langsung cabut. Ada meeting penting, katanya...," tukas Lulu gelisah.
Kevin memeriksa arlojinya. "Kita cuma telat dua belas menit. Masa sih ditinggal"" kata Kevin kemudian.
"Kita tanya pelayan aja!" usul Devon.
"Jangan, Von, kita harus bikin kesan akrab. Seolah-olah kita udah kenal dia," tolak Kevin. "Sekarang kita liat aja, siapa yang kira-kira pantes jadi Oom Bob,"
Menanggapi usul Devon, Lulu langsung mengedarkan pandangannya ke ruang restoran. Matanya tertumbuk pada seorang eksekutif muda yang tengah duduk gelisah.
"Feeling Lulu sih dia," putus Lulu akhirnya.
""Tapi biar lebih pasti, lebih baik kita tanya pelayan, Lu," Devon meneoba usul lagi.
Kali ini Lulu menurut. Devon lalu bertanya pada seorang pelayan yang kebetulan lewat di depannya.
"Mas, Pak Bob duduk di mana ya""
"Kalau yang Adik maksud Oom Bob produser rekaman, itu dia orangnya!" jawab si pelayan sambil menunjuk ke arah Oom Bob.
Tapi pada saat yang sama, Oom Bob menunduk untuk mengambil age
ndanya yang jatuh, sehingga telunjuk si pelayan tepat mengarah ke eksekutif muda.
"Betul, kan, feling gue tepat. Yuk ke sana!" pekik Lulu girang.
Lulu, Devon, dan Kevin bergegas menghampiri si eksekutif muda. Mereka berpapasan dengan seorang lelaki gendut setengah botak, yang berjalan tergesa meninggalkan restoran. Dialah Oom Bob yang asli.
"Oom Bob ya" Saya Lulu, yang mo rekaman jingle di tempat Oom," sapa Lulu seraya men- julurkan tangannya begitu sampai di depan eksekutif muda itu.
Si eksekutif muda menatap Lulu heran. Lalu tersenyum kaku. Devon langsung ikut menjabat tangan eksekutif muda itu.
"Kalian tau saya dari mana"" tanya si eksekutif muda.
"Adi yang bilang. Oom katanya mau ngerekam suara saya buat jingle iklan."
"Si eksekutif muda mengangguk-angguk belagu.
"Tapi ada yang perlu diluruskan. Sebetulnya kita baru ingin membuat master. Jadi untuk semua itu Adik harus keluar dana empat juta," tukas si eksekutif muda kemudian.Lulu mendelik.
"Empat juta" Buat apa, Oom""
"Untuk sewa studio, biaya pemeliharaan alat, honor musisi, dan ongkos administrasi. Yah, ini hanya persyaratan standar. Dan kalo sudah berhasil dipasarkan, dijamin uang Adik bakal kembali utuh. Bahkan bertambah dengan keuntungan hasil rekaman."
Pendekar Harpa Emas 2 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Hamukti Palapa 6
^