Radio Jojing 3
Olga 10 Radio Jojing Bagian 3
"Ternyata kamu lebih cerdas dari yang aku kira, Nah!" puji Ismet senus. "Kapan-kapan bantuin jualan siomay, ya""
Bik Inah yang tadinya girang karena dipuji, langsung mendelik. "Ih, nggak nyambung!"
Sementara itu di teras rumah Olga, Somad dan Oom Boy menunggu kedatangan Olga dan Mami dengan penuh harap. Tapi detik demi detik, menit demi menit, bahkan jam demi jam, baik Mami maupun Olga tak kunjung nongol juga!
Kedua lelaki malang itu kini terkantuk-kantuk. Beberapa kali Somad menguap. Begitu juga Oom Boy.
"Buntut-buntutnya, mungkin karena kedinginan, mereka tidur sambil berpelukan kayak Teletubbies....
6. TERORIS (1) "MALAM itu dingin dan sepi. Hujan baru aja berenti. Satu-satunya suara yang kedengeran adalah suara Somad dari radio transistor milik Hik Inah. Itu pun sayup-sayup terdengar dari kamarnya di deket dapur.
"Oke... Buat nemenin pren-pren yang belon bobo, sebuah tembang manis dari. . . mm. . . aduh susah bacanya. Pokoknye dengerin aje, ye!".
Bik Inah emang selalu setia mantengin Radio Jojing 1000 FM. Meskipun malam mulai merangkak dan mata Bik Inah tinggal lima watt, radio kesayangannya masih didekapnya.
Di kamarnya Olga juga udah berkali-kali menguap. Kelopak matanya udah berat banget, padahal belajarnya belom kelar. Buku-buku pelajaran yang belom tuntas dibacanya masih bertebaran di atas meja. Olga mematikan lampu kamar yang terang benderang, dan menggantinya dengan lampu tidur yang temaram.
"Olga tak curiga saat dari arah luar sesosok berbaju hitam meloncati pagar, dan masuk ke halaman rumahnya. Gerakannya gesit sekali.
Begitu Olga merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu, mendadak dari balik jendela kamar muncul sesosok bayangan hitam yang mencoba masuk sambil mengacung-acungkan clurit! Olga terkesiap. Darahnya serasa membeku! Dia lupa menutup jendela, dan terlebih lagi jendela kamarnya tanpa teralis, jadi sosok itu pasti gampang meloncat ke dalam kamar.
Olga langsung menjerit sejadi-jadinya, "H-huuuaaa... h-huaaaa...! T-tolooong, ada m-ma-liiing. . . !"
Bayangan hitam itu ragu-ragu untuk masuk karena teriakan Olga. Tadinya dia ingin membekap Olga, tapi Olga terus teriak. Si maling jadi bingung. Akhirnya si maling urung untuk masuk dan cepat-cepat kabur. Tapi karena gugup, kepalanya sempet kebentur kusen jendela! Topengnya pun lepas. Meski panik, Olga sempat melihat wajah orang itu.
"Aduh!" pekik orang itu seraya mengusap kepalanya yang benjol.
"M-maliiing... m-maliiing... Tolooong!" Olga menjerit-jerit lagi sambil menunjuk-nunjuk orang itu.
Hanya dalam waktu singkat, Mami dan Bik Inah muncul. Bik Inah membawa ulekan dan menenteng radio. Tapi tamu tak diundang itu udah keburu minggat! Lenyap tak berbekas!
""Ada apa, Olga" Ada apa"" tanya Mami ikut panik.
Olga terengah-engah kayak abis dikejar setan. Wajahnya pucet abis!
"Tadi saya denger Non Olga teriak maling deh!" kata Bik Inah sambil celingukan. "Tapi mana malingnya" Biar saya ulek jidatnya!"
Olga nggak bisa jawab sama sekali. Seluruh tubuhnya gemetaran. Keringat dingin mengucur deras. Dia memeluk Mami dan menangis ketakutan. Mami bingung.
"Nggak ada apa-apa," kata Mami, melongok ke luar jendela kamar. "Kamu ngigau, kali. Makanya kalo mo tidur jendelanya ditutup dulu dong! Tolong, Bik, jendelanya!"
"Eh, iya, Bu!" Bik Inah segera menaruh radio plus ulekannya, lalu menutup jendela.
"Tenang aja, Non. Selama ada Bik Inah, semua pasti beres!"
Pada saat yang sama, dari radio Bik Inah masih terdengar suara penyiar bersuara norak. "Oke. Buat kamu yang susah tidur, setelah kita denger lagu tadi, sekarang ada lagu ar en bi.
Tiba-tiba Bik Inah teriak ketakutan. "Huaaaa! Huaaa!"
Olga jadi makin ketakutan dan semakin erat memeluk Mami. Dia mengira pencuri tadi masih ada di situ.
"Ada apa Bik"" seru Mami ikut panik.
Tubuh Bik Inah nempel ke jendela kayak Spiderman. Mukanya pucat. "T-tikus lewat... Hiiii... hiiii... atuuut!"
Mami dan Olga berpandangan, lalu menghela napas kesal.
"Bik Inah gimana sih! Kirain ada apa!" sungut Mami.
Bik Inah yang malu langsung ngeloyor pergi dari kamar Olga, tentu aja setelah menyambar radio transistor dan ulekan andalannya!
"*** "Di kelas, Pak Guru sedang mengumumkan nama anak-anak yang berhak ikut kompetisi matematika nasional tingkat SMU. Anak-anak menunggu penuh harap, terlebih Silvia yang emang nggak pernah mo kalah sama yang laen. Kalo Olga sih biasa-biasa aja. Kepilih syukur, nggak juga nggak apa-apa. Apalagi siang ini dia masih syok oleh kejadian semalem.
Dari kelas lain, yang telah lulus seleksi adalah Winur," kata Pak Guru. "Dan dari kelas ini... yang kepilih adalah... Ol
ga!" Semua mata menoleh ke arah Olga. Sementara yang disebut namanya malah lagi asyik menguap dengan lebarnya. Maklum, semalem kurang tidur. Wina langsung menyikut lengannya.
"Elo, Ol!" bisiknya. Olga tergeragap. Ia jengah ketika menyadari semua mata menoleh ke arahnya sambil tepuk tangan. Termasuk Silvia, yang tatapannya begitu menusuk, tapi minus tepuk tangan.
"Oh, eh, gue, ya"" tanya Olga sambil cengar-cengir.
"Iya!" Wina ikut seneng. "Selamat ya, Ol""
Olga cuma nyengir. "Sementara cadangannya adalah. . . Silvia!" lanjut Pak Guru.
Silvia makin empet! Apalagi ketika namanya disebut, seperti biasa terdengar desahan kecewa dan anak-anak sekelas. Sial banget! Masa gue cuma jadi cadangan" batin Silvia sewot.
"Dan sekarang siapkan selembar kertas untuk ulangan!" kata Pak Guru sambil balik badan untuk ngambil kapur dan nulis soal di papan tulis. Anak-anak mendesah kecewa.
Tapi bagaimanapun juga ulangan tetep berlangsung. Dan Olga mengerjakannya dengan nggak gitu konsen. Maklum, selain ngantuk, tadi malem belajarnya juga belom tuntas. Tapi seasal-asalnya Olga, biasanya dia tetep aja dapet nilai bagus.
Silvia yang belom bisa menerima keputusan itu, komplen ke Kepsek begitu jam istirahat tiba. Dengan gayanya yang sengak, dia menumpahkan uneg-unegnya di ruangan kecil itu. Bahkan dia menolak ketika dipersilakan duduk oleh Pak Kepsek.
"Kenapa saya harus jadi cadangan, Pak" Prestasi belajar saya dan Olga kan tidak jauh berbeda" Kenapa saya selalu dibeda-bedakan" Apa karena dia jadi presenter di TV" Pokoknya saya tidak terima!" Silvia nyerocos tanpa jeda, tanpa titik koma, dan tanpa tanda petik.
Kepala Sekolah tampaknya nggak bisa ngomong. Tapi ketika ia berhasil menemukan kata-kata yang pas, Silvia udah balik badan dan pergi meninggalkan ruangan itu! Nggak sopan bener!
Pak Kepsek cuma ternganga.
Saat itu Olga sedang duduk di kantin bersama Wina. Mereka bukan ngebahas soal kompetisi matematika, tapi malah ngobrolin kejadian semalam.
"Iih, ngeri banget lho, Win. Untung gue belon tidur. Coba kalo udah, ih, nggak kebayang deh!" Olga cerita sambil bergidik.
"Tapi malingnya belon sempet ngambil apa-apa,kan"" tanya Wina ikut berdebar.
"Ya nggaklah. Gue kan langsung teriak! Tu maling langsung kabur. Tapi topengnya lepas dan gue sempat ngeliat wajahnya. Hii, serem!"
"Wah, untung elo nggak diapa-apain," gumam Wina, lalu menyeruput soft drink-nya.
"Eh, ngomong-ngomong, soto minya kok nggak dimakan, Ol""
"Tau deh, Win," keluh Olga. "Selera makan gue lenyap kalo inget kejadian tadi malem!"
Wina cuma cengar-cengir. "Jadi. .. boleh dong buat gue" Daripada mubazir""
Olga nggak jawab, masih tercenung. Tapi Wina udah nggak sabar, dan langsung menyikat soto mi pesenan Olga dengan cueknya.
Tiba-tiba dari arah belakang, muncul Silvia yang menatap tajam ke arah Olga. Tapi Olga maupun Wina sama sekali nggak menyadari kehadiran cewek jutek itu. Silvia duduk dan memesan minuman. Dia sengaja memilih tempat yang nggak jauh dari Olga.
Huh, brengsek! Pokoknya gue nggak rela kalo sampai dia lagi yang kepilih! batin Silvia sambil ngelirik gusar ke arah Olga. Tu anak apa istimewanya sih" batin Silvia lagi. Selaluuu aja dapet keberuntungan! Heran!
"*** "Di ruang kerjanya, Somad lagi asyik nulis sesuatu ketika satpam pribadinya muncul.
"Bos! Ada kabar buruk!" lapor si satpam.
"Semalem rumah Neng Olga kemalingan!"
"Ah, yang bener lo"" Somad terlonjak dari duduknya. "Terus, si sukaan aye nggak kenape-nape, kan""
"Menurut informasi yang aye peroleh, katanya Neng Olga nggak apa-apa. Cuma tu maling hampir aja masuk ke dalem kamar Neng Olga!"
Somad terenyak. "Wah, gila tu maling! Belon kenal gue rupanya!" -
Satpam cuma dengerin sambil merhatiin Somad yang mengepal-ngepalkan tangan.
"Trus... malingnya sekarang ada di mana" Biar kita patahin batang idungnya!"
"Yah, Bos, yang namanya maling pasti udah ngilang. Tapi kita bisa nyelidikin kok. Kita lacak sidik jarinya, pasti tu maling ninggalin jejak, dan dari situ baru deh kita bisa tau siapa sebetulnya tu orang. Apa motifnya" Apa bener-bener murni kriminal" G
itu, Bos," jelas si satpam panjang-lebar, setengah menggurui.
Somad mikir sejenak, lalu menggumam, "Wah, kalo gitu ini kesempatan emas buat gue, buat ngebuktiin ke Neng Olga kalo gue punya maksud baek! Gue mo nolongin dia! Gimana menurut lo, Sofyan Sofyan""
Si satpam mengangguk-angguk setuju.
Somad tersenyum cerah. "Hm, kalo begitu... tolong lo bilangin Bang Nana, biar dia nyiapin mobail radionya. Ntar malem kita siaran langsung dari sono, sekalian gue mau nyelidikin!"
"Oke, Bos!" *** "Di sebuah kafe yang pengunjungnya nggak begitu rame, Silvia duduk berdua dengan seorang lelaki berusia sekitar tiga puluhan. Badan lelaki itu kekar dan kulitnya gelap. Wajahnya sangar, penuh bekas jerawat. Konon kabarnya dia emang preman yang suka disewa buat meneror orang. Tongkrongannya serem deh. Apalagi dia terkenal sebagai tukang palak "di kampungnya. Tapi anehnya, pernah juga dia diketawain korban yang dipalak gara-gara si preman kelewat polos. Ceritanya, pagi-pagi dia mencegat seorang bapak yang mo ngantor.
"Bagi duit!" gertak si preman kasar.
Si bapak cuma menggeleng-geleng. "Nggak ada. Nggak punya, Bang!"
Si preman merangsek maju dengan wajah marah. "Lo nantangin gue" Gue bilang, bagi duit!"
Mendengar suara yang menggelegar itu, si bapak kontan keder juga. "Ta-tapi saya nggak punya duit, Bang! Beneran!"
"Bagi duit!" paksa si preman, tapi mendadak wajahnya berubah memelas. "Buat beli bubur ayam..."
Yeee, preman sih makan bubur!
Entah di mana Silvia nemu preman itu. Yang jelas saat ini mereka berdua tengah terlibat dalam pembicaraan serius!
"Sudahlah, pokoknya saya berani bayar berapa aja. Yang penting, teror dia! Bikin dia takut, kayak kemaren malem itu. Biar dia nggak konsentrasi belajar! Biar nggak lolos ikut seleksi kompetisi matematika!"
"Malam ini"" tanya si lelaki misterius itu setelah meneguk minuman dalam gelas tinggi di depannya.
"Iya, malam ini! Karena besok dia mo ikutan kompetisi, jadi dia pasti belajar! Kalo perlu... culik dia, supaya saya yang berangkat mewakili sekolah nanti!" kata Silvia setengah berbisik dan celingukan, takut ada yang nguping.
"Diculik"" tanya si preman memastikan.
Silvia mengangguk serius. "Kalo udah selesai lomba, balikin lagi!"
Si preman mikir sejenak, dan mengangguk-angguk. "Beres!" katanya, lalu bersendawa keras sekali, sampai Silvia bergidik jijik.
*** "Mobile radio udah parkir di deket rumah Olga. Di tempat strategis di deket pohon rindang, dan mudah untuk mengawasi sekitar.
Bang Nana lagi sibuk nyiapin peralatan untuk siaran langsung.
Saat itu Somad lagi didandanin baju hitam-hitam oleh Sofyan Sofyan. Kayak Ninja... Hatori! Hihihi. Pokoknya item total, dari baju, celana, sepatu, hingga topeng penutup kepala.
"Bang Nana, ente siaran seperti biasa aje," pesen Somad. "Dan jangan lupa, cari lagu barat yang enak!"
"Beres, Bos!" kata Bang Nana seraya nyambungin kabel.
"Eh, ngomong-ngomong kenapa gue harus pake baju item-item gini" Kayak Satria Baja Hitam aje!" Somad baru nyadat ketika memandangi dirinya sendiri. "Kenapa kagak pake baju koboi aja sih" Pake topi, kemeja kotak-kotak, celana jins, sepatu bot, biar kaya sherip! Kan keren""
"Gini, Bos," Sofyan Sofyan berusaha ngasih pengertian. '''Bos kan lagi banyak masalah ama Neng Olga, pastinye dia nggak bakal langsung nerima niat baik Bos untuk menyelidiki maling. Nah, Bos harus menyelidikinya secara diem-diem.. ."
Somad mengernyitkan alisnya, mikir bentar, lalu bergumam, "Oh, gitu. Ehem, ya udah! Gue udah kagak sabar nih, nyelidikin rumah Neng Olga!"
Tanpa buang waktu, Somad langsung melangkah. Si satpam panik dan buru-buru mencegah, "Eh, jangan sekarang, Bos! Tunggu Neng Olga tidur dulu!"
Somad memandang kecewa ke arah satpam pribadinya. "Yaaah, kalo dia udah tidur, dia nggak bakalan bisa ngeliat kepahlawanan gue dong""
"Sabar, Bos, sabaaar. Kita bergerak secara gerilya dulu. Oke""
Somad menghela napas, dan akhirnya mengangguk setuju. Padahal dalam ati dia udah nggak sabar banget!
Tapi saat itu Olga emang belum tidur. Dia masih asyik membaca buku pelajaran di kamarnya, buat persia
pan kompetisi matematika besok. Bik Inah sengaja dipaksa nemenin Olga, soalnya tu anak trauma sama kejadian kemaren. Dia nggak mau sendirian di kamarnya malam-malam begini.
Selagi Olga serius belajar, diam-diam Bik Inah nyetel radionya.
"Bik, radionya kecilin dikit dong. Olga nggak konsen nih!" pinta Olga sambil meringis.
Serba salah juga sih. Soalnya di satu sisi dia butuh Bik Inah, tapi di sisi laen sebenernya dia terganggu juga kalo caranya begini. Untung Bik Inah penuh pengertian, mau mengecilkan volume radionya. Tapi biar begitu, masih terdengar juga siaran Radio Jojing di telinga Olga. Suara serak-serak sember itu adalah suara Bang Nana.
"Yes, jumpa lagi dengan Radio Jojing Ceceng FM, yang malam ini sengaja siaran khusus karena Bos kita lagi punya misi besaaar!"
Olga ngapalin rumus sambil menyumpal kedua lubang telinganya pake kapas. Bik Inah menowel bahu Olga.
"Emangnya ulangan apa lagi sih, Non""
Olga menghela napas, berusaha sabar. Dicabutnya kapas di telinganya. "Kenapa, Bik""
"Ulangan apaan""
"Oh, mm, ini bukan sembarang ulangan, Bik. Besok ada kompetisi matematika antar pelajar tingkat nasional," jelas Olga, lalu masang kapas kembali dan sibuk membaca buku di pangkuannya.
"Ooo, begitu." Bik Inah mengangguk-angguk, lalu nguping radionya lagi.
""Oke, pren, pendengar setie Radio Jojing Ceceng FM, kita sekarang berada di kawasan Jalan Kicau, kompleks Bunga Indah!" oceh Bang Nana.
Bik Inah terlonjak kaget dari duduknya, lalu menjawil lengan Olga lagi. Olga yang terus-terusan terganggu jadi sebel memandang Bik Inah.
"Ya ampun, Biiik! Apa lagi siiih"" Olga mulai gemas, kapas di kupingnya dicabutnya lagi. Tapi Bik Inah malah melebarkan matanya.
"Eh, Non, yang disebut penyiar ini kok kayak daerah rumah kita, ya" Rumah kita kan Jalan Kicau, kompleks Bunga Indah!" Bik Inah memberi tahu.
Olga yang nggak ngedengerin siaran jadi bingung. "Maksudnya""
"Uh, Non Olga sih. Makanya dengerin bentar," sungut Bik Inah. "Barusan penyiarnya bilang, sekarang dia lagi ada di kawasan Jalan Kicau, kompleks Bunga Indah, begitu!"
Olga mengerutkan kening, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada-ada aja nih si Bibik, batinnya. Tapi tak urung suara Bang Nana terpaksa dia dengerin.
"Salam buat semuanya dari Bang Udin, tukang rokok yang mangkal di tikungan."
"Tuh kan, Non! Bener, kan" Tukang rokok yang mangkal dekat rumah kita itu kan namanya Bang Udin!" Bik Inah memekik tertahan.
"Aduh, Bibiiik! Saya jadi nggak bisa belajar nih!" keluh Olga sedih, menatap Bik Inah. "Bibik saya suruh tidur di sini buat nemenin saya. Bukannya malah ngeganggu saya belajar!
"Iya, maaf, Non." Bik Inah takut juga digertak Olga kayak gitu. "Tapi yang jelas, jendela sudah saya kunci, Non. Bahkan Bibik udah bikin air sagu kentel yang ditaburin bulu-bulu ayam, Non! Wuah, pasti kalo maling itu datang lagi, dia bakalan kapok deh!"
"Ya udah." Olga bangkit dan menaruh bukunya. "Eh, Bik, Olga ngantuk nih."
Olga menyambar selimut tebelnya dan merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu. "Olga tidur duluan, ya" Bibik belakangan aja. Kalo Olga udah ngorok, baru Bibik boleh tidur."
"Oke, nggak masalah. Kan Bibik ditemenin penyiar ini."
"Awas lho, kalo Bibik tidur duluan!" ancem Olga, lalu memejamkan kedua matanya.
"Tenang aje!" Pada saat bersamaan, Somad yang berpakaian serba hitam mulai memanjat pagar rumah Olga. Tapi ketika Somad udah memanjat, tiba-tiba muncul sebuah mobil Kijang. Somad yang lagi tegang nggak terlalu merhatiin mobil itu. Kijang itu diparkir tak jauh dari depan rumah Olga.
Di kamar Olga, Bik Inah masih asyik mendengarkan siaran Radio Jojing. Mendadak telinganya menangkap suara kelotak-kelotek "dari balik jendela. Bik Inah terkesiap. Buru-buru dia membangunkan Olga yang baru aja terlelap.
Olga spontan melek dengan paniknya. "Ada apa, Bik" Ada apa""
"A-ada suara!" bisik Bik Inah sambil pasang mata. "Tapi tenang aja, Non. Bibik mo ambil pentungan! Biar rasa tuh maling!"
Bik Inah berjingkat-jingkat ke dekat jendela, dan siap dengan pentungan di tangan. Yang dimaksud pentungan sama Bik Inah adalah stik golf war
isan Papi. Olga terduduk di tempat tidurnya dengan tegang, menunggu apa yang bakal terjadi. Sebenernya dia pengin teriak minta tolong. Tapi konyol juga rasanya. Masa belom terbukti ada apa-apa, udah heboh duluan" Tapi suara kelotak-kelotek itu makin keras. Bik Inah yang ternyata cukup gagah berani, membuka jendela pelan-pelan untuk melihat. Dan ternyata di sana ada sesosok bayangan hitam!
Spontan Bik Inah menyiramkan air sagu. campur bulu-bulu ayam ke arah sosok hitam itu. Dan tanpa ampun, sosok hitam itu dipentunginya dengan keras, sampai orang itu kesakitan dan akhirnya lari tunggang-langgang!
Auww! Aduh! Ampuuun!" teriak Somad keras-keras. Bik Inah terkejut, seperti mengenali suara itu. Somad lari seraya membuang topengnya. Ia menoleh sejenak ke arah Bik Inah sambil nangis kesakitan. Bik Inah bisa "ngeliat dengan jelas wajah Somad yang babak belur!
"Hah" I-itu kan si sompret"" gumamnya sambil mengucek-ucek mata untuk meyakinkan.
Sementara Olga teriak sejadi-jadinya,
"Mamiii, tolooong...!"
"*** "Dalam perjalanan pulang, Somad tampak bonyok. Benjol di sana-sini. Sebagian bulu ayam masih nempel di wajah dan punggungnya. Lucu banget, kayak ayam abis dikuliti.
"Aduuuh, aduuuh!" Somad mengerang sambil megangin kedua pipinya. Giginya serasa mo copot! Sepanjang jalan dia terus mengaduh kesakitan. Satpam dan Bang Nana cuma bisa memandang prihatin.
"Kenapa bisa jadi begini, Bos"" tanya Bang Nana ati-ati.
"Ah, udah deh!" seru Somad sebel, lalu nengok ke satpam. "Gara-gara elo nih, gue jadi begini!"
Satpam cuma bisa nunduk takut-takut, nggak berani ngebantah.
"Bos, siaran langsungnye mo diterusin, nggak"" Bang Nana berusaha menengahi. Tapi Somad makin manyun.
"Udah, udah, kita pulang aja!"
"Sori, Bos, aye nggak nyangka kalo bos bakalan begini," ucap si satpam nyesel sambil meremas-remas jarinya, kayak anak gadis minta dikawinin.
"Huh, pokoknya besok gue harus ketemu langsung ama dia, dan gue harus jelasin kejadian sesungguhnya!" kata Somad geram.
"Heran, susah amat sih ketemu Olga!"
Bang Nana dan Sofyan Sofyan cuma lirik-lirikan, nggak berani ngasih komentar apa-apa.
"*** "Bik Inah sendirian di kamar Olga. Ya, Olga yang ketakutan jadi ngungsi ke kamar Mami. Dia merasa lebih aman tidur di sana malam ini.
"Ayolah, Mi. Masa Mami tega membiarkan anak tunggal Mami yang manis ini ketakutan sepanjang malam" Apalagi besok Olga mo ikut lomba! Boleh ya, Mi, malam ini Olga tidur di kamar Mami"" rengek Olga tadi setelah kejadian Somad babak belur. Dan meskipun nggak nyaksiin langsung kejadian mengerikan itu, Mami akhirnya mengangguk setuju.
Bik Inah yang urat takutnya udah putus, cuek-cuek aja waktu disuruh Mami berjaga di kamar Olga. Dia malah seneng, soalnya bisa tidur-tiduran di ranjang yang empuk sambil dengerin Radio Jojing! Gimana nggak asyik" Mana kamar Olga ber-AC, lagi!
"Kini Bik Inah mencari-cari gelombang siaran Radio J ojing, tapi udah nggak ada. Bik Inah kecewa. Eh, tapi... kok kayaknya ada suara aneh" Maksudnya, kayak orang lagi marah-marah, gitu! Bik Inah nempelin kupingnya di radio, pengin tau lebih jelas.
"Bang Nana juga kelewatan! Udah tau aye ngaduh-ngaduh kesakitan, bukannya ditolongin dulu kek, ini malah tetep cuek siaran! Huh, emangnya enak, dipentungin kayak gitu""
Ya ampun, rupanya Bang Nana lupa matiin mikrofon. Pantes aja suara kemarahan Somad tersiar ke seantero Jakarta!
"Eh, kok penyiarnya diomelin sih"" Bik Inah keheranan. Tapi belom tuntas keheranannya, mendadak suara radio itu hilang, senyap. Mungkin Bang Nana mulai sadar akan mikrofonnya.
"Lho, mana nih suaranya" Wah, jangan-jangan udah abis" Tapi kok cara ngabisin siarannya kayak begitu, nggak pake basa-basi!" protes Bik Inah sebel, lalu mematikan radionya. Kemudian dia meletakkan radio kesayangan itu di atas meja belajar Olga. Selanjutnya, bak putri duyung, Bik Inah tiduran di atas ranjang Olga.
"Hh, kasihan Non Olga, acara belajarnya jadi terganggu. Sekarang dia tidur di kamar maminya. Mudah-mudahan aja dia bisa belajar di sana," gumam Bik Inah sambil memejamkan mata. "Tapi, ada hikmahnya juga nih ke
jadian maling tadi. Aku yang pembantu jadi bisa tidur di tempat tidur empuk begini, hihihi! Kapan lagi""
Dan Bik Inah pun menarik selimut hingga menutupi seluruh wajah dan tubuhnya. Dalam sekejap dia udah tertidur pulas. Kebiasaan tidurnya emang begitu, selalu menyelimuti tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Apalagi di kamar sedingin ini, ber-AC gini, mana tahan dia kalo nggak pake selimut"
Tak lama kemudian jendela kamar itu terbuka. Bik Inah yang mulai ngorok nggak terusik sedikit pun. Mendadak muncul bayangan hitam, tinggi besar! Bayangan itu masuk, lalu mematikan lampu kamar sehingga gelap gulita, dan mendekati ranjang. Tanpa cek ulang, sosok hitam yang ternyata teroris bayaran Silvia itu membekap mulut Bik Inah. Ya, si teroris sama sekali nggak tau bahwa yang dibekap adalah Bik Inah, bukan Olga.
Lalu ia membopong tubuh Bik Inah yang lumayan berat dan membawanya keluar. Bik Inah yang kelelahan plus ngantuk, sama sekali nggak terbangun. Mimpinya malah makin seru: dia jadi Cinderella yang sedang digendong sang Pangeran Tampan! Makanya dalam tidurnya, Bik Inah senyam-senyum sendiri.
Kemudian si teroris mendekat ke mobil Kijang yang terparkir di dekat situ. Cepat-cepat ia membaringkan tubuh Bik Inah di jok belakang. Setelah beres, ia bergegas melajukan kendaraannya, meninggalkan tempat itu. Sambil mengemudi, terbayang di benaknya berlembar-lembar uang dari Silvia. Ia terkekeh puas!
"7. TERORIS (2) "MALAM makin larut. Di sebuah jalan yang sepi, VW Combi yang dikemudikan Somad mulai ajrut-.ajrutan. Ketiga penumpang di dalamnya jadi panik ketika akhirnya mobil itu bener-bener berhenti alias ngadat! Di tengah jalan pula!
"Aduh, kenapa bisa mogok begini'"" Somad makin bete.
"Wah, Bos, ada kabelnya yang putus, kali," Bang Nana mengira-ngira. Sementara Sofyan Sofyan masih diem, takut salah bertindak lagi.
"Hu-uh! Sialnya kok nggak ada abisnya sih!" maki Somad pada dirinya sendiri. "Badan gue gatel nih! Pengin buru-buru mandi!"
Satpam yang ngeliat penampilan Somad jadi nggak tahan pengin ngikik. Abis, Somad jadi kayak anggota Silver Boys-nya Tata Dado pake bulu-bulu ayam gitu. Begitu ngeliat wajah satpam, Somad jadi mendelik dan menggertak, "Kenapa lo, liat-liat""
Satpam kaget dan langsung nginyem.
""Sabar dong, Bos," bujuk Bang Nana. "Aye keluar dulu, ye" Mo ngecek mesin."
"Ya udah, buruan!" seru Somad emosi. Gimana nggak emosi" Udah gagal ketemu Olga, capek, bau, gatel, benjol-benjol pula!
Ketika Bang Nana turun untuk membuka kap mesin, sebuah mobil Kijang hendak lewat. Kijang itu milik. si teroris yang menculik Bik Inah!
Si teroris membunyikan klakson berkali-kali dengan nggak sabar, untuk minta lewat. Soalnya mobil Somad bener-bener menghalangi jalan. Somad kaget, tapi serta-merta punya akal juga. Dia segera turun dari mobil dan mendekati mobil Kijang itu. Tadinya si teroris udah sebel dan senewen banget. Dia takut korban penculikannya keburu bangun. Tapi begitu ngeliat Somad yang masih memakai pakaian hitam-hitam dan di sekujur tubuhnya ada bulu-bulu putih, si teroris terperanjat. Apalagi si teroris juga masih memakai kostum hitam-hitam.
"Assalamualaikum, Bang," ucap Somad sopan. "Sori, mobil aye mogok! Bisa tolongin benerin, nggak""
Si teroris menatap bete ke arah Somad. "Dipinggirin dulu dong! Dorong kek. Gue mau lewat nih!"
Tapi dasar Somad emang suka iseng. Secara nggak sengaja dia ngelongok ke jendela dan sempet ngeliat ke arah jok belakang. Somad terkesiap ketika ada tubuh terbungkus selimut dan bergerak-gerak sambil mengerang-erang.
"Eh, apaan tuh"" tanya Somad kenceng dengan intonasi kayak Jaja Miharja. Jarinya menunjuk, sebelah matanya terpejam. Maklum, dia penggemar berat Kuis Dangdut!
Mendengar pertanyaan spontan itu, si teroris jadi gugup. Dia pengin melarikan mobilnya, tapi jalannya kehalang VW Combi Somad.
"T-t-tolooong!" terdengar suara Bik Inah yang terbangun. Susah payah dia mo teriak karena mulutnya disumpal kain dan kedua tangannya diikat. Udah gitu, seluruh tubuhnya yang gendut ditutupin selimut. Aduh, pokoknya kesiksa abis deh! Pengap, gerah...
"K-k ok... bisa ngomong"" Somad makin keheranan, merhatiin Bik Inah yang bergerak-gerak kayak ulet. Si teroris mendesah keras. Tapi Somad cuek, nanya-nanya terus.
"Eh, kayaknya gue kenal suara tu orang. Siape, ye"" gumam Somad dengan dahi berkerut.
Si teroris kesel nggak ketulungan. Dia nggak ngejawab, tapi langsung memundurkan mobilnya dan berusaha balik arah. Sementara Bik Inah terus-terusan minta tolong!
Pada saat yang sama, mesin mobil Somad nyala kembali. Somad langsung berinisiatif untuk mengejar mobil Kijang yang mencurigakan itu. Dia mencatat nomor polisi mobil itu, lalu berlari ke arah mobilnya sendiri. Mobil Kijang udah keburu menjauh. Tapi Somad yang penasaran nekat ingin mengejar dengan mobilnya.
"Bang Nanaaa, kita uber, Bang!" teriaknya sambil meloncat naik. Bang Nana nyaris ketinggalan. Untung dengan gesit dia bisa meloncat ke batik setir dan tancap gas melajukan VW Combi itu.
Akhirnya terjadilah kejar-kejaran seru kayak adegan di film-film laga. Cuma bedanya yang ini nggak diringi sound effect.
Mobil Kijang mulai keliatan kembali. Somad yakin bakalan bisa nyusul. Dia nggak boleh lepas! tekad Somad.
"Gila!" kata Somad penasaran sambil terus mikir. "Tadi kayak suara pembantunye Neng Olga! Wah, ngapain tu orang nyulik pembantu! Jangan-jangan mau diekspor ke Arab, dijadiin TKW!"
Bang Nana makin semangat menekan gas.
"Cepetan, Bang, ntar tu mobil keburu ngilang!" jerit Somad. Satpam yang duduk di jok belakang dan diem aja dari tadi, kini berusaha ikut menyemangati. Tapi berhubung dia takut buka mulut, akhirnya dia cuma bertepuk tangan.
"Eh, kalo gitu kita bisa sambil siaran langsung nih!" kata Somad yang mendadak dapet ide. Ia lalu nengok ke Sofyan Sofyan. "Coba deh, tolong siapin miknye."
Dengan gesit si satpam menuruti perintah bosnya. Detik berikutnya, mulailah si Somad siaran laporan pandangan mata tentang pengejaran mobil Kijang tersebut.
"Oke, para pendengar setia Radio Jojing Ceceng FM, malam ini kita bikin siaran langsung! Kita lagi ngebuntutin sebuah mobil Kijang item B 2077 yang kita curigain! Kenapa kita curiga" Karena waktu kita mau minta tolong, eh dia malah kabur! Nggak sopan, kan" Eh, maksudnya... mencurigakan, kan" Dan agar sua sana uber-uberan ini makin asyik, nyok sama-sama kita dengerin lagu," oceh Somad dengan jantung mpot-mpotan. Abis, siarannya terguncang-guncang gitu. Maklum, jalanan yang dilewati banyak yang berlubang.
Si satpam memencet tombol dengan gugup. Saking gugupnya, dia sampai nggak sadar kalo yang diputer malah lagu anak-anak, lagunya Cindy Cenora.
Aku.. .cinta rupiah! Walau dolar di mana-mana....
Somad menoleh dan melotot ke arah Sofyan Sofyan! Lagu sama adegannya kagak matching banget!
Mobil Kijang berhasil ngebut hingga ninggalin mobil Somad. Si teroris berbelok masuk ke sebuah rumah kosong yang ada garasinya.
Begitu mobil itu masuk garasi, si teroris cepat-cepat nutup rolling door-nya. Jadi ketika mobil Somad lewat Somad nggak bisa menemukannya.
"Mobil Somad berhenti di depan rumah itu. Somad kecewa.
"Waduh, ke mana tu mobil"" tanya Bang Nana seraya celingukan. "Cepet amat ngilangnya""
"Yah, pendengar sekalian... ternyata kita kehilangan jejak nih."
Abis ngomong begitu, Somad cepet-cepet matiin mikrofon dan menoleh putus asa ke Bang Nana yang terengah-engah.
"Gimana nih, Bang" Mo diterusin kagak" Badan aye makin gatel nih!" tanyanya lemes. Bang Nana cuma angkat bahu. "Terserah Bos aja."
Somad menyandarkan punggungnya ke jok mobil sambil menggerutu. Bang Nana nyari akal, tapi buntu juga. Eh tiba-tiba si satpam nyeletuk, "Bos, saya mo turun bentar. Idung saya mencium sesuatu nih!"
"Alaaah, lagak lo kayak anjing pelacak aja!" Somad meremehkan.
Si satpam nggak peduli, nekat turun dari mobil. Bang Nana dan Somad membiarkan, sambil istirahat sebentar di dalam mobil. Sesekali mereka berdua ngelongok ke luar jendela, pengin liat apa yang dilakukan Sofyan Sofyan.
Di jalan, si satpam ngeliat jejak roda mobil Kijang, karena sebelumnya mobil itu melewati jalan becek. Si satpam tau mobil itu masuk ke dalam rumah kosong tadi, tapi dia cep
at-cepat masuk lagi ke dalam mobil
""Eh, apaan sih yang lo liat" Gocapan lo jatoh"" ledek Somad. Bang Nana mencibir.
Tapi muka si satpam bener-bener serius!
"Bukan, Bos! Saya ngeliat jejak roda mobil itu. Dan... jangan bilang-bilang ye, tu mobil masuk ke rumah itu!" Si satpam berbicara penuh tekanan, sambil nunjuk ke arah rumah kosong di depan mereka.
Somad dan Bang Nana terlonjak dari duduknya.
"Hah, yang bener lo"" Somad nggak nyangka anak buahnya pinter juga.
"Kalo gitu langsung kita gerebek aja, Bos!" Bang Nana nggak sabar.
"Jangan dulu, Bos!" sergah Sofyan Sofyan. "Kita justru harus belagak nggak tau kalo dia masuk ke rumah ini. Kita pulang aja, tapi besok kita ke sini lagi."
Somad dan Bang Nana melongo, nggak ngeh dengan jalan pikiran si satpam.
"Kan Bos tadi bilang, yang diculik pembantunye Neng Olga," jelas satpam yang seolah ngerti pertanyaan di benak Somad dan Bang Nana. "Nah, besok kita cek dulu ke rumah Neng Olga, apa bener pembantunye ngilang" Kalo bener, baru kita bebasin tu pembantu. Kalo perlu, Neng Olga kita ajak aja sekalian."
Somad mikir bentar, lalu ngangguk-ngangguk sambil megangin janggut.
"Eh, iya ya! Hebat juga otak lo!" cetus "Somad girang. "Jadi, berarti gue punya kesempatan lagi buat nemuin Neng Olga dan jadi pahlawan di mata Neng Olga!"
Kemudian Somad ngasih tanda mo siaran lagi. "Oke, pendengar setie. Kita udahin dulu siaran kita dalam rangka nguber mobil si penculik. Soalnya tu mobil udah ngilang dan kita nggak tau ke mana larinye! Eit, tapi jangan lupa, besok kite ketemu lagi. Pokoknye... jangan lupa panteng terus Jojing Ceceng FM! Dan inilah sebagai lagu terakhir kite.:.!"
Abis muterin lagu, mobil Somad berbalik, dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Somad sama sekali nggak tau, ternyata dari jendela rumah kosong itu, si teroris sedang mengintip. Dia senang ngeliat mobil Somad pergi.
*** "Pagi harinya terjadi kehebohan di rumah Olga! Mami yang mo nyuruh Bik Inah ke pasar jadi keheranan karena nggak berhasil nemuin Bik Inah di sudut mana pun!
"Ke mana sih Bik Inah" Semalam kan tidur di kamar kamu"" tanya Mami menatap Olga.
Olga cuek, ngambil segelas air putih dan meneguknya hingga ludes. .
"Lagi lari pagi kali, Mi," sahutnya enteng. "Trus dia ngobrol deh di warung Bang Udin! Biasaaa, Bik Inah kan emang suka kegenitan begitu."
Mami yang nggak puas akhirnya pergi ke kamar Olga. Olga membuntuti sambil nenteng anduk. Kemudian Mami memeriksa jendela kamar yang tidak terkunci.
"Jendela kamar kamu emang sengaja nggak dikunci, ya"" tanya Mami dengan dahi berkerut.
"Ah, nggak!" kitah Olga. "Selalu dikunci Bik Inah kok"
Mami terkesiap! "Jangan-jangan..."
"M-maksud Mami, m-maling itu semalam datang lagi"" Olga menebak dengan gugup.
Mami mengangguk cepat dengan wajah pucat.
"T-tapi Bik Inah semalam bilang bahwa maling itu ternyata si Somad. Cowok itu kan emang nekat, dia pasti berusaha mencari jalan apa aja biar bisa ketemu Olga, Mi! Jadi sebenarnya maling itu nggak ada!" jelas Olga panjang-lebar, meskipun kini dia juga mulai nggak seratus persen yakin.
"Kalo begitu Bik Inah ke mana dong"" gumam Mami tercenung. Olga berusaha mikir. Ia berharap dugaan Mami salah.
"Abis lari pagi, ngobrol di warung Bang Udin, langsung belanja ke pasar, terus kenalan ama tukang sayur yang ganteng, terus ngobrol deh! Kan Bik Inah orangnya gatelan, Mi," cerocos Olga mulai ngaco.
Belom sempet Mami ngebahas, tiba-tiba dari luar terdengar suara salam. Olga dan Mami saling pandang, kemudian bergegas menemui pemilik suara itu.
Saat Olga membuka pintu ruang tamu, dia kaget luar biasa. Somad si bujang lapuk sedang berdiri sambil berusaha tersenyum semanis mungkin. Bau minyak nyong-nyong yang menyengat menyebar ke seluruh ruangan. Olga sampai nutup idung pake anduk yang sejak tadi tersampir di pundaknya.
"Halo, Neng Olga. Apa kabar" Udah lama ya nggak ketemu"" sap a Somad. Olga dan Mami kaget setengah mati. Mereka cepet-cepet mau masuk lagi tapi Somad berusaha menahan mereka.
"Eit, eit, tunggu sebentar! Ada kabar penting soal Bik Inah nih!" seru Somad, membuat
Olga 10 Radio Jojing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mami d an Olga balik badan. "Eh, Sompret, kenapa dengan Bik Inah" Hah, ada apa" Kamu culik, ya" Saya telepon polisi lho!" ancem Mami. "Olga, cepet hubungin polisi! Ternyata Bik Inah diculik si Sompret!"
Olga ngangguk, Somad jadi panik!
"Eh, bukan, bukan saya yang nyulik, tapi orang lain! Kalo nggak percaya, tuh tanya sama satpam saya!" Somad menunjuk ke arah mobilnya yang diparkir nggak jauh dari rumah Olga.
Mata Mami dan Olga mengikuti arah telunjuk Somad.
"Jadi, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk ngajak Neng Olga ngebebasin si Bik Inah itu..."
Mami jadi ragu, antara percaya dan nggak. "Tapi Olga mau ikut kompetisi," kata Mami.
Olga mengangguk-angguk. Wajah Somad yang tadinya semangat, seketika berubah kecewa.
"Ya, kalo hari ini nggak bisa juga nggak apa-apa. Besok saya ke sini lagi."
Olga terenyak, memandang Mami. "Tapi, Mi, kalo bener Bik Inah diculik, Bik Inah kan kasian, Mi."
Mami menggigit bibir. Ati Somad mulai girang.
"Cuma masalahnya... ini rekayasa kamu, kan"" lanjut Olga sambil natap Somad tajem.
"Ya ampun, Neng Ol, kita kan kenal udah lama. Masa Abang boong"" erang Somad dituduh kayak gitu. "Semalem Abang ngeliat dengan mata kepala sendiri, Bik Inah diikat di dalam mobil. Sebenernya semalem Abang pengin ngebebasin dia, tapi Abang sengaja nyari waktu yang tepat buat nunjukin kesungguhan Abang bahwa selama ini Abang..."
"Ya udah, kalo begitu ayo kita cepet berangkat," potong Olga, males ngedengerin pidato Somad. Abis ujung-ujungnya udah bisa ditebak!
"Mami ikut, ya"" pinta Mami ke Olga.
"Mami nggak usah, Mami jaga rumah aja," cegah Olga.
""Tapi nanti karnu..."
"Tenang, Mi, Olga bisa jaga diri kok!"
"Terus kompetisi matematika itu bagaimana""
"Abis dari sana Olga langsung ke sekolah. Mudah-mudahan nggak telat."
Wajah Somad langsung cerah. "Iya, Tante, eh, Bu! Nanti ke sekolah biar aye sekalian yang anterin. Aye udah punya mobil kok!"
"Ya udah,. saya rnandi sebentar, Bang!"
Olga lari ke kamar mandi, cibang-cibung kilat. Sornad nunggu di teras dengan dada berdebar-debar. Aduuuh, akhirnya gue kesampaian juga bareng Neng Olga! Mudah-mudahan peristiwa ini bisa membuat hubungan gue jadi mudah, jadi nyambung! .
Selesai mandi dan dandan, Olga pamit pada Mami. Mami ngasih wejangan macem-macem. Kayaknya dia khawatir sekali akan keselamatan Olga kalo bareng Somad.
Selanjutnya Olga dan Somad menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Tadinya di jok depan ada satpam dan Bang Nana, tapi kemudian mereka disuruh pindah ke belakang.
Dengan sopan Somad membukakan pintu untuk Olga.
Dan ketika Olga duduk, dia melihat interior mobil yang sangat luar biasa. Ada mikrofon untuk siaran, ada mixer, speaker. Olga sempat berdecak kagum tapi pura-pura nggak takjub. Bukannya apa-apa, takut Somad makin ngelunjak!
"Sebelum nyalain mesin Somad menoleh ke arah Bang Nana. "Tolong siapin miknya, Bang, buat Neng Ol siaran..."
Olga melongo. "Si-siaran"" .
Somad mengangguk mantap sambil melajukan rnobilnya. Dan seperti biasa, sebelum bergerak jauh, mobil itu menabrak tong sampah di depan rumah Olga, membuat Mami menjerit kaget!
*** "Di rumah kosong itu, si teroris baru bangun dari tidurnya dan hendak melihat hasil culikannya semalam.
Bik Inah udah setengah pingsan saking tersiksanya. Kelewatan tu penculik! Masa semaleman tangan Bik Inah dibiarkan terikat dan mulutnya tersumpal! .
Dengan tubuh sempoyongan karena masih ngantuk, si teroris mendekat dan mencoba membuka selimut yang menyelubungi tubuh Bik Inah. Dan ketika selimut itu dibuka, betapa kagetnya si teroris karena di dalamnya bukan Olga.
"Sejuta topan badai!" pekik si teroris. "Siapa kamu" Pantesan berat banget..."
Sementara Bik Inah masih megap-megap kayak ikan mujaer!
"Aduh, dasar semprul kowe! Yen aku mati, piye"" maki Bik Inah dengan mata melotot.
Si teroris masih terpana Bik Inah cuma bisa ngegerutu.
"*** "Silvia udah siap dengan seragam sekolah. Ketika dia berkaca dan meratakan bedak di wajahnya mendadak HP-nya berbunyi. Silvia bergegas menyambar. Dia udah menduga, pasti si teroris bayarannya yang nelepon.
"Halo" Bos, aduh, maap-maap! Saya salah culik!" ujar si teroris di seberang dengan suara antara takut dan tengsin. Silvia melotot selebar-lebarnya.
"Maksud kamu apa sih" Saya nggak ngerti..."
"Mm, ng, orang yang saya culik, ternyata... bukan Olga! Kayaknya sih pembantunya. Orangnya gendut, sutra tuing pula!"
"Apa" Udah tua" Aduh, kamu kok goblok banget sih"" jerit Silvia gemas seraya mondar-mandir di kamarnya. Kayaknya cewek itu mulai stres. Kakinya mengentak-entak dan wajahnya panik.
"Abis dia tidur di kamar Olga nyelimutin seluruh tubuhnya dari ujung kaki sampe ujung rambut. Langsung aja saya samber. Eh, nggak taunya..."
"Ah, udah, udah! Pokoknya saya nggak mau denger yang aneh-aneh lagi. Kamu udah saya bayar mahal, jadi wajar kalo saya nuntut kamu kerja profesional!" potong Silvia.
"Oke, oke, saya jamin tidak akan tercium oleh pihak berwajib, saya akan lepaskan dia," kata si teroris. "Dan saya janji, saya pasti bisa mendapatkan Olga!"
Klik! Tanpa mendengarkan penjelasan si teroris, Silvia memutuskan hubungan telepon.
Sang teroris yang menelepon Silvia dari sebuah wartel, segera balik lagi ke rumah kosong tempat Bik Inah disekap.
Tapi alangkah kagetnya si teroris karena Bik Inah udah lenyap! Ya, rupanya Bik Inah berhasil melepas ikatannya dan saat itu mau kabur lewat jendela belakang. Si teroris mendengar suara kelotak-kelotek, makanya dia buru-buru menghambur ke belakang.
"Hoi, jangan lari kamu!" teriak teroris ketika Bik Inah udah hinggap di jendela kayak burung kakaktua. Bik Inah kaget dan nekat meloncat ke luar jendela sambil berteriak sekuat tenaga, "Huaaa... tolooong...!"
""*** "Somad masih bersama Olga di dalam mobil VW Combi. Olga agak ngambek gara-gara tadi sempet dipaksa siaran. Tentu aja Olga nolak mentah-mentah! Kini mulutnya manyun, rnatanya mendelik ke arah Somad
"Bang, bisa cepetan dikit, nggak" Soalnya saya harus cepet sampai sekolah nih. Saya harus kumpul dulu di sana sebelum sama-sama berangkat ke Senayan!"
"Oke, Neng Ol, jangan kuatir," sahut Somad sambil nambah kecepatan. Sebenernya dia maunya dilama-lamain, biar bisa terus berduaan sama Olga. Tapi Olga bolak-balik ngeliat jam tangannya dengan gundah.
Somad bener-bener ngebut. Akibatnya kini Olga yang ketakutan, soalnya Somad bawa mobilnya kacau banget! Zig-zag, gitu. Olga berdoa dalam hati tanpa putus-putus. Lebih gilanya lagi, saat lagi menahan takut begitu, Somad pakai nawarin siaran segala.
"Neng Ol nggak mau coba siaran""
"Ng... makasih deh! Lain kali aja. Tadi kan udah saya bilang, saya lagi stres berat."
"Bener ya""
Olga mengangguk, dalam hati sebel setengah mati. Sementara di jok belakang Bang Nana dan satpam saling lirik sambil nahan senyum.
""*** "Bik Inah sedang berusaha lari menghindari kejaran teroris. Tau-tau dia nyampe di sebuah kebon. Bik Inah menerjang rerimbunan pohon pisang, sampai bajunya robek! Sementara si teroris terus mengancam agar Bik Inah berhenti.
Bik Inah terus lari dan loncat pagar. Sial banget, roknya nyangkut! Tapi dia terus berusaha, sampai akhirnya tiba di sebuah jalan dan menyetop angkot lewat.
"Huh, brengsek! Mendingan gue bunuh sekalian tu orang! Bikin susah aja!" maki teroris sewot yang mulai susah payah mengejarnya. Akhirnya si teroris memutuskan kembali ke rumah kosong dan mengambil mobilnya.
*** "Bi" Inah berhasil tiba di rumah Olga dengan baju compang-carnping. Ngeliat kondisinya yang mengenaskan, Mami menyambutnya dengan histeris.
"Ya ampun, Bibiiik! Apa yang telah terjadi" Bibik teh dari mana, sampai awut-awutan begini"" cecar Mami, memandangi Bik Inah dari atas sampai bawah. Bik Inah menjelaskan dengan terengah-engah.
"Saya diculik sama orang jahat, Bu!"
"Yang namanya penculik ya pasti jahat atuuuh... Tapi kamu nggak apa-apa, kan" Kok bajunya sampai begini" Jangan-jangan kamu..."
"Saya tau, pasti Ibu menyangka saya diperkosa, kan"" sela Bik Inah cepat, lalu mencibir. "Tidak akan! Saya akan pertahankan kehormatan saya, kalau perlu dia yang saya perkosa!"
"Hush! Kamu ini kok bicaranya ngelantur gitu."
" "Abis, saya emosi, Bu! Huh, untung saya ber
hasil melarikan diri. Dan untungnya lagi, bukan Non Olga yang diculik. Coba kalo Non Olga.. ."
Marni mendadak teringat anak semata wayangnya. "Olga" Ya Allah, Olgaaaa!"
Bik Inah melongo mendengar Mami teriak.
"Lho, lho, Non Olga kenapa"" tanyanya bloon.
"Tadi dia diajakin si sompret itu untuk ngebebasin kamu dari tangan si penculik. Waduh," ujar Mami cemas, "jangan-jangan Olga nanti diapa-apain.. ."
"Hah" Si sompret berhasil ngajakin Non Olga"" Bik Inah nggak abis pikir. Sementara Mami udah mo nangis.
*** "Mobil Somad tiba di depan rumah kosong tempat si teroris mangkal. Dengan gaya detektif-ditemani Sofyan Sofyan dan Bang Nana-ia mengendap-endap masuk ke dalam rumah itu. Dengan perasaan ngeri Olga menunggu di luar. Sesekali ia melirik jam tangannya. Aduh, gimana nih" Udah mo telat...
Tak lama kemudian Somad keluar sambil ngomel-ngomel ke arah Satpam. Olga nguping.
"Pegimane sih lo" Katanya semalam masuk kemari""
"Eh, bener, Bos!" Satpam berusaha ngeyakinin, sampai ngangkat dua jari segala. "Liat aja nih jejak rodanye! Buat ape sih saya boong""
Bang Nana yang lagi nunduk tiba-tiba menemukan sebuah tali bekas mengikat tangan Bik Inah. Ia terkesiap.
"Eh iya, bener, Bos! Ini iketannya masih ada!" serunya.
Somad merampas tali itu. Mukanya masih kesel. " Iya, tapi sekarang orangnya ke mana" Si penculiknya juga nggak ada!" omelnya sewot.
Olga yang penasaran mendengar ribut-ribut itu, bergegas turun dan mendekat.
"Eh, ini ada apa" Mana Bik Inah-nya"" tanyanya seraya celingukan. Somad jadi nggak enak ati, takut dituduh macem-macem.
"Ehem, begini, Neng, semalam... setelah Abang ngejar-ngejar mobil si penculik, satpam Abang bilang kalo mobil si penculik masuk ke rumah ini," kata Somad susah payah. "Tapi ternyata... sekarang nggak ada! Makanye Abang juga bingung..."
Olga memandang Somad tanpa berkedip. Sorot matanya keliatan marah banget. Somad sampai salah tingkah. Olga mikir sejenak, kemudian berlari meninggalkan Somad sambil bersungut -sungut.
Somad nggak mampu mencegahnya!
Di jalan raya Olga menyetop taksi. "Ngebut, Pak!" perintah Olga, lalu menyebutkan alamat sekolahnya.
"Pak sopir cengar-cengir. "Gimana mo ngebut, Neng" Jalanan macet gini."
Sambil menatap jalan raya yang mulai padat, Olga ngomel-ngomel sendiri, "Huh, brengsek! Dasar perjaka butut!"
Si sopir taksi yang rupanya emang masih bujangan, langsung noleh ke belakang dengan wajah tersinggung.
"Eh, Neng! Ati-ati ya kalo ngomong" Masa jalanan yang macet, saya yang dikata-katain" Gini-gini saya udah punya calon, Neng! Bulan depan juga bakal saya kawinin!"
Olga terperanjat dan nyembah-nyembah. "Aduh, aduh, sori, Pak! Saya nggak bermaksud ngatain Bapak. Saya lagi kesel sama temen saya. Suerrr!"
Sopir taksi menelan ludah, dan kembali konsen ke jalan.
Akhirnya Olga cuma bisa mengutuki Somad dalam hati. Huh, pasti dia merekayasa cerita ini! Lagian kenapa gue percaya dan mau ikut pergi ke rumah kosong itu sih" Pasti Bik Inah sekarang udah ada di rumah.
Olga lalu ngelirik jam tangannya. Kacau! Telat deh! pikirnya panik. Mana taksi ini jalannya kayak siput. Eh, tapi bukan salah taksinya deng! Soalnya jalanan emang macet total!
Akhirnya setelah melewati perjuangan panjang, taksi berhenti juga di depan pintu gerbang sekolah. Setelah menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan, Olga turun dan berlari.
Dia nggak sempet lagi ngeliat argometer.
"Neeeng, kuraaang nih!" teriak si sopir kenceng.
" Alaa cuma kurang dikit aja! Relain deh!" balas Olga sambil berusaha membuka pintu gerbang. Untung belom dikunci!
Tapi... suasana sekolah kok udah sepi" Di ujung koridor Pak Kepsek berdiri terpaku. Wajahnya penuh kemarahan. Apalagi begitu melihat Olga.
Serta-merta Olga menghampiri dan menyapa sopan, "Pagi, Pak. Yang lain sudah berangkat, ya" Kira-kira saya masih bisa ikut, tidak""
Pak Kepsek menghela napas. Kentara sekali dia sebel ngeliat Olga. "Kamu tau kan, setiap anak yang dipilih akan mengharumkan nama sekolah" Dan kamu orang yang dipilih untuk mengharumkan nama sekolah ini di arena cerdas cermat tingkat nasional itu. Kalau ngg
ak bisa, coba bilang dari kemarin, biar pihak sekolah bisa mencari gantinya. Tapi kok kamu malah baru datang, heh""
"Jadi... jadi saya terlambat, Pak"" tanya Olga seolah nggak percaya. Matanya menatap lurus ke Pak Kepsek.
"Bukannya terlambat lagi, sekolah kita diskualifikasi, dianggap tidak serius mengikuti kompetisi ini!" Pak Kepsek menjelaskan dengan geram. "Kamu tau, Pak Menteri yang membuka acara tersebut. Dan betapa malunya sekolah kita gara-gara kamu!"
Olga terhenyak. Aliran darahnya serasa terhenti. "Tap-tapi, Pak, saya..."
"Sudah, ikut saya!" Pak Kepsek memotong penjelasan Olga.
"Eh, saya mo diajak makan ya, Pak"" tanya Olga polos seraya membuntuti Pak Kepsek.
"Enak aja! Mau dikasih surat peringatan!"
Olga pun langsung lemes. Sama lemesnya dengan Somad yang gagal menarik simpati gadis pujaannya! Kini bujang lapuk itu mengemudikan mobil seenak udelnya. Makin ngaco, jalannya zig-zag, hingga banyak yang kesenggol dan memaki-maki Somad.
Somad mendengarkan lagu Koes Plus yang berjudul Kujemu dalam mobilnya!
Kujemu dengan hidupku... Yang penuh liku-liku ... Kurasa berat, kurasa beraaat... beban hidupku!
Somad nanar menatap lurus ke depan, lalu teriak sekenceng-kencengnya, "Brengseeek! Udah ada di tangan lepas lagi!"
Saking kencengnya tu teriakan, mobil jadi serasa bergetar. Satpam dan Bang Nana cuma nahan napas, keder juga ngeliat kemarahan Somad.
"Elo juga sih," semprot Somad sambil menuding idung Sofyan Sofyan, "pake bilang ngumpet di rumah kosong segala! Taunya nihil!"
" Sori. Bos... sori."
Somad berulang kali mendesah, mencoba mengusir kegalauan di hatinya....
"Selesai tamat Sang Pembantai 2 Dewa Linglung 23 Buronan Dari Mataram Tiga Dara Pendekar 22
"Ternyata kamu lebih cerdas dari yang aku kira, Nah!" puji Ismet senus. "Kapan-kapan bantuin jualan siomay, ya""
Bik Inah yang tadinya girang karena dipuji, langsung mendelik. "Ih, nggak nyambung!"
Sementara itu di teras rumah Olga, Somad dan Oom Boy menunggu kedatangan Olga dan Mami dengan penuh harap. Tapi detik demi detik, menit demi menit, bahkan jam demi jam, baik Mami maupun Olga tak kunjung nongol juga!
Kedua lelaki malang itu kini terkantuk-kantuk. Beberapa kali Somad menguap. Begitu juga Oom Boy.
"Buntut-buntutnya, mungkin karena kedinginan, mereka tidur sambil berpelukan kayak Teletubbies....
6. TERORIS (1) "MALAM itu dingin dan sepi. Hujan baru aja berenti. Satu-satunya suara yang kedengeran adalah suara Somad dari radio transistor milik Hik Inah. Itu pun sayup-sayup terdengar dari kamarnya di deket dapur.
"Oke... Buat nemenin pren-pren yang belon bobo, sebuah tembang manis dari. . . mm. . . aduh susah bacanya. Pokoknye dengerin aje, ye!".
Bik Inah emang selalu setia mantengin Radio Jojing 1000 FM. Meskipun malam mulai merangkak dan mata Bik Inah tinggal lima watt, radio kesayangannya masih didekapnya.
Di kamarnya Olga juga udah berkali-kali menguap. Kelopak matanya udah berat banget, padahal belajarnya belom kelar. Buku-buku pelajaran yang belom tuntas dibacanya masih bertebaran di atas meja. Olga mematikan lampu kamar yang terang benderang, dan menggantinya dengan lampu tidur yang temaram.
"Olga tak curiga saat dari arah luar sesosok berbaju hitam meloncati pagar, dan masuk ke halaman rumahnya. Gerakannya gesit sekali.
Begitu Olga merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu, mendadak dari balik jendela kamar muncul sesosok bayangan hitam yang mencoba masuk sambil mengacung-acungkan clurit! Olga terkesiap. Darahnya serasa membeku! Dia lupa menutup jendela, dan terlebih lagi jendela kamarnya tanpa teralis, jadi sosok itu pasti gampang meloncat ke dalam kamar.
Olga langsung menjerit sejadi-jadinya, "H-huuuaaa... h-huaaaa...! T-tolooong, ada m-ma-liiing. . . !"
Bayangan hitam itu ragu-ragu untuk masuk karena teriakan Olga. Tadinya dia ingin membekap Olga, tapi Olga terus teriak. Si maling jadi bingung. Akhirnya si maling urung untuk masuk dan cepat-cepat kabur. Tapi karena gugup, kepalanya sempet kebentur kusen jendela! Topengnya pun lepas. Meski panik, Olga sempat melihat wajah orang itu.
"Aduh!" pekik orang itu seraya mengusap kepalanya yang benjol.
"M-maliiing... m-maliiing... Tolooong!" Olga menjerit-jerit lagi sambil menunjuk-nunjuk orang itu.
Hanya dalam waktu singkat, Mami dan Bik Inah muncul. Bik Inah membawa ulekan dan menenteng radio. Tapi tamu tak diundang itu udah keburu minggat! Lenyap tak berbekas!
""Ada apa, Olga" Ada apa"" tanya Mami ikut panik.
Olga terengah-engah kayak abis dikejar setan. Wajahnya pucet abis!
"Tadi saya denger Non Olga teriak maling deh!" kata Bik Inah sambil celingukan. "Tapi mana malingnya" Biar saya ulek jidatnya!"
Olga nggak bisa jawab sama sekali. Seluruh tubuhnya gemetaran. Keringat dingin mengucur deras. Dia memeluk Mami dan menangis ketakutan. Mami bingung.
"Nggak ada apa-apa," kata Mami, melongok ke luar jendela kamar. "Kamu ngigau, kali. Makanya kalo mo tidur jendelanya ditutup dulu dong! Tolong, Bik, jendelanya!"
"Eh, iya, Bu!" Bik Inah segera menaruh radio plus ulekannya, lalu menutup jendela.
"Tenang aja, Non. Selama ada Bik Inah, semua pasti beres!"
Pada saat yang sama, dari radio Bik Inah masih terdengar suara penyiar bersuara norak. "Oke. Buat kamu yang susah tidur, setelah kita denger lagu tadi, sekarang ada lagu ar en bi.
Tiba-tiba Bik Inah teriak ketakutan. "Huaaaa! Huaaa!"
Olga jadi makin ketakutan dan semakin erat memeluk Mami. Dia mengira pencuri tadi masih ada di situ.
"Ada apa Bik"" seru Mami ikut panik.
Tubuh Bik Inah nempel ke jendela kayak Spiderman. Mukanya pucat. "T-tikus lewat... Hiiii... hiiii... atuuut!"
Mami dan Olga berpandangan, lalu menghela napas kesal.
"Bik Inah gimana sih! Kirain ada apa!" sungut Mami.
Bik Inah yang malu langsung ngeloyor pergi dari kamar Olga, tentu aja setelah menyambar radio transistor dan ulekan andalannya!
"*** "Di kelas, Pak Guru sedang mengumumkan nama anak-anak yang berhak ikut kompetisi matematika nasional tingkat SMU. Anak-anak menunggu penuh harap, terlebih Silvia yang emang nggak pernah mo kalah sama yang laen. Kalo Olga sih biasa-biasa aja. Kepilih syukur, nggak juga nggak apa-apa. Apalagi siang ini dia masih syok oleh kejadian semalem.
Dari kelas lain, yang telah lulus seleksi adalah Winur," kata Pak Guru. "Dan dari kelas ini... yang kepilih adalah... Ol
ga!" Semua mata menoleh ke arah Olga. Sementara yang disebut namanya malah lagi asyik menguap dengan lebarnya. Maklum, semalem kurang tidur. Wina langsung menyikut lengannya.
"Elo, Ol!" bisiknya. Olga tergeragap. Ia jengah ketika menyadari semua mata menoleh ke arahnya sambil tepuk tangan. Termasuk Silvia, yang tatapannya begitu menusuk, tapi minus tepuk tangan.
"Oh, eh, gue, ya"" tanya Olga sambil cengar-cengir.
"Iya!" Wina ikut seneng. "Selamat ya, Ol""
Olga cuma nyengir. "Sementara cadangannya adalah. . . Silvia!" lanjut Pak Guru.
Silvia makin empet! Apalagi ketika namanya disebut, seperti biasa terdengar desahan kecewa dan anak-anak sekelas. Sial banget! Masa gue cuma jadi cadangan" batin Silvia sewot.
"Dan sekarang siapkan selembar kertas untuk ulangan!" kata Pak Guru sambil balik badan untuk ngambil kapur dan nulis soal di papan tulis. Anak-anak mendesah kecewa.
Tapi bagaimanapun juga ulangan tetep berlangsung. Dan Olga mengerjakannya dengan nggak gitu konsen. Maklum, selain ngantuk, tadi malem belajarnya juga belom tuntas. Tapi seasal-asalnya Olga, biasanya dia tetep aja dapet nilai bagus.
Silvia yang belom bisa menerima keputusan itu, komplen ke Kepsek begitu jam istirahat tiba. Dengan gayanya yang sengak, dia menumpahkan uneg-unegnya di ruangan kecil itu. Bahkan dia menolak ketika dipersilakan duduk oleh Pak Kepsek.
"Kenapa saya harus jadi cadangan, Pak" Prestasi belajar saya dan Olga kan tidak jauh berbeda" Kenapa saya selalu dibeda-bedakan" Apa karena dia jadi presenter di TV" Pokoknya saya tidak terima!" Silvia nyerocos tanpa jeda, tanpa titik koma, dan tanpa tanda petik.
Kepala Sekolah tampaknya nggak bisa ngomong. Tapi ketika ia berhasil menemukan kata-kata yang pas, Silvia udah balik badan dan pergi meninggalkan ruangan itu! Nggak sopan bener!
Pak Kepsek cuma ternganga.
Saat itu Olga sedang duduk di kantin bersama Wina. Mereka bukan ngebahas soal kompetisi matematika, tapi malah ngobrolin kejadian semalam.
"Iih, ngeri banget lho, Win. Untung gue belon tidur. Coba kalo udah, ih, nggak kebayang deh!" Olga cerita sambil bergidik.
"Tapi malingnya belon sempet ngambil apa-apa,kan"" tanya Wina ikut berdebar.
"Ya nggaklah. Gue kan langsung teriak! Tu maling langsung kabur. Tapi topengnya lepas dan gue sempat ngeliat wajahnya. Hii, serem!"
"Wah, untung elo nggak diapa-apain," gumam Wina, lalu menyeruput soft drink-nya.
"Eh, ngomong-ngomong, soto minya kok nggak dimakan, Ol""
"Tau deh, Win," keluh Olga. "Selera makan gue lenyap kalo inget kejadian tadi malem!"
Wina cuma cengar-cengir. "Jadi. .. boleh dong buat gue" Daripada mubazir""
Olga nggak jawab, masih tercenung. Tapi Wina udah nggak sabar, dan langsung menyikat soto mi pesenan Olga dengan cueknya.
Tiba-tiba dari arah belakang, muncul Silvia yang menatap tajam ke arah Olga. Tapi Olga maupun Wina sama sekali nggak menyadari kehadiran cewek jutek itu. Silvia duduk dan memesan minuman. Dia sengaja memilih tempat yang nggak jauh dari Olga.
Huh, brengsek! Pokoknya gue nggak rela kalo sampai dia lagi yang kepilih! batin Silvia sambil ngelirik gusar ke arah Olga. Tu anak apa istimewanya sih" batin Silvia lagi. Selaluuu aja dapet keberuntungan! Heran!
"*** "Di ruang kerjanya, Somad lagi asyik nulis sesuatu ketika satpam pribadinya muncul.
"Bos! Ada kabar buruk!" lapor si satpam.
"Semalem rumah Neng Olga kemalingan!"
"Ah, yang bener lo"" Somad terlonjak dari duduknya. "Terus, si sukaan aye nggak kenape-nape, kan""
"Menurut informasi yang aye peroleh, katanya Neng Olga nggak apa-apa. Cuma tu maling hampir aja masuk ke dalem kamar Neng Olga!"
Somad terenyak. "Wah, gila tu maling! Belon kenal gue rupanya!" -
Satpam cuma dengerin sambil merhatiin Somad yang mengepal-ngepalkan tangan.
"Trus... malingnya sekarang ada di mana" Biar kita patahin batang idungnya!"
"Yah, Bos, yang namanya maling pasti udah ngilang. Tapi kita bisa nyelidikin kok. Kita lacak sidik jarinya, pasti tu maling ninggalin jejak, dan dari situ baru deh kita bisa tau siapa sebetulnya tu orang. Apa motifnya" Apa bener-bener murni kriminal" G
itu, Bos," jelas si satpam panjang-lebar, setengah menggurui.
Somad mikir sejenak, lalu menggumam, "Wah, kalo gitu ini kesempatan emas buat gue, buat ngebuktiin ke Neng Olga kalo gue punya maksud baek! Gue mo nolongin dia! Gimana menurut lo, Sofyan Sofyan""
Si satpam mengangguk-angguk setuju.
Somad tersenyum cerah. "Hm, kalo begitu... tolong lo bilangin Bang Nana, biar dia nyiapin mobail radionya. Ntar malem kita siaran langsung dari sono, sekalian gue mau nyelidikin!"
"Oke, Bos!" *** "Di sebuah kafe yang pengunjungnya nggak begitu rame, Silvia duduk berdua dengan seorang lelaki berusia sekitar tiga puluhan. Badan lelaki itu kekar dan kulitnya gelap. Wajahnya sangar, penuh bekas jerawat. Konon kabarnya dia emang preman yang suka disewa buat meneror orang. Tongkrongannya serem deh. Apalagi dia terkenal sebagai tukang palak "di kampungnya. Tapi anehnya, pernah juga dia diketawain korban yang dipalak gara-gara si preman kelewat polos. Ceritanya, pagi-pagi dia mencegat seorang bapak yang mo ngantor.
"Bagi duit!" gertak si preman kasar.
Si bapak cuma menggeleng-geleng. "Nggak ada. Nggak punya, Bang!"
Si preman merangsek maju dengan wajah marah. "Lo nantangin gue" Gue bilang, bagi duit!"
Mendengar suara yang menggelegar itu, si bapak kontan keder juga. "Ta-tapi saya nggak punya duit, Bang! Beneran!"
"Bagi duit!" paksa si preman, tapi mendadak wajahnya berubah memelas. "Buat beli bubur ayam..."
Yeee, preman sih makan bubur!
Entah di mana Silvia nemu preman itu. Yang jelas saat ini mereka berdua tengah terlibat dalam pembicaraan serius!
"Sudahlah, pokoknya saya berani bayar berapa aja. Yang penting, teror dia! Bikin dia takut, kayak kemaren malem itu. Biar dia nggak konsentrasi belajar! Biar nggak lolos ikut seleksi kompetisi matematika!"
"Malam ini"" tanya si lelaki misterius itu setelah meneguk minuman dalam gelas tinggi di depannya.
"Iya, malam ini! Karena besok dia mo ikutan kompetisi, jadi dia pasti belajar! Kalo perlu... culik dia, supaya saya yang berangkat mewakili sekolah nanti!" kata Silvia setengah berbisik dan celingukan, takut ada yang nguping.
"Diculik"" tanya si preman memastikan.
Silvia mengangguk serius. "Kalo udah selesai lomba, balikin lagi!"
Si preman mikir sejenak, dan mengangguk-angguk. "Beres!" katanya, lalu bersendawa keras sekali, sampai Silvia bergidik jijik.
*** "Mobile radio udah parkir di deket rumah Olga. Di tempat strategis di deket pohon rindang, dan mudah untuk mengawasi sekitar.
Bang Nana lagi sibuk nyiapin peralatan untuk siaran langsung.
Saat itu Somad lagi didandanin baju hitam-hitam oleh Sofyan Sofyan. Kayak Ninja... Hatori! Hihihi. Pokoknya item total, dari baju, celana, sepatu, hingga topeng penutup kepala.
"Bang Nana, ente siaran seperti biasa aje," pesen Somad. "Dan jangan lupa, cari lagu barat yang enak!"
"Beres, Bos!" kata Bang Nana seraya nyambungin kabel.
"Eh, ngomong-ngomong kenapa gue harus pake baju item-item gini" Kayak Satria Baja Hitam aje!" Somad baru nyadat ketika memandangi dirinya sendiri. "Kenapa kagak pake baju koboi aja sih" Pake topi, kemeja kotak-kotak, celana jins, sepatu bot, biar kaya sherip! Kan keren""
"Gini, Bos," Sofyan Sofyan berusaha ngasih pengertian. '''Bos kan lagi banyak masalah ama Neng Olga, pastinye dia nggak bakal langsung nerima niat baik Bos untuk menyelidiki maling. Nah, Bos harus menyelidikinya secara diem-diem.. ."
Somad mengernyitkan alisnya, mikir bentar, lalu bergumam, "Oh, gitu. Ehem, ya udah! Gue udah kagak sabar nih, nyelidikin rumah Neng Olga!"
Tanpa buang waktu, Somad langsung melangkah. Si satpam panik dan buru-buru mencegah, "Eh, jangan sekarang, Bos! Tunggu Neng Olga tidur dulu!"
Somad memandang kecewa ke arah satpam pribadinya. "Yaaah, kalo dia udah tidur, dia nggak bakalan bisa ngeliat kepahlawanan gue dong""
"Sabar, Bos, sabaaar. Kita bergerak secara gerilya dulu. Oke""
Somad menghela napas, dan akhirnya mengangguk setuju. Padahal dalam ati dia udah nggak sabar banget!
Tapi saat itu Olga emang belum tidur. Dia masih asyik membaca buku pelajaran di kamarnya, buat persia
pan kompetisi matematika besok. Bik Inah sengaja dipaksa nemenin Olga, soalnya tu anak trauma sama kejadian kemaren. Dia nggak mau sendirian di kamarnya malam-malam begini.
Selagi Olga serius belajar, diam-diam Bik Inah nyetel radionya.
"Bik, radionya kecilin dikit dong. Olga nggak konsen nih!" pinta Olga sambil meringis.
Serba salah juga sih. Soalnya di satu sisi dia butuh Bik Inah, tapi di sisi laen sebenernya dia terganggu juga kalo caranya begini. Untung Bik Inah penuh pengertian, mau mengecilkan volume radionya. Tapi biar begitu, masih terdengar juga siaran Radio Jojing di telinga Olga. Suara serak-serak sember itu adalah suara Bang Nana.
"Yes, jumpa lagi dengan Radio Jojing Ceceng FM, yang malam ini sengaja siaran khusus karena Bos kita lagi punya misi besaaar!"
Olga ngapalin rumus sambil menyumpal kedua lubang telinganya pake kapas. Bik Inah menowel bahu Olga.
"Emangnya ulangan apa lagi sih, Non""
Olga menghela napas, berusaha sabar. Dicabutnya kapas di telinganya. "Kenapa, Bik""
"Ulangan apaan""
"Oh, mm, ini bukan sembarang ulangan, Bik. Besok ada kompetisi matematika antar pelajar tingkat nasional," jelas Olga, lalu masang kapas kembali dan sibuk membaca buku di pangkuannya.
"Ooo, begitu." Bik Inah mengangguk-angguk, lalu nguping radionya lagi.
""Oke, pren, pendengar setie Radio Jojing Ceceng FM, kita sekarang berada di kawasan Jalan Kicau, kompleks Bunga Indah!" oceh Bang Nana.
Bik Inah terlonjak kaget dari duduknya, lalu menjawil lengan Olga lagi. Olga yang terus-terusan terganggu jadi sebel memandang Bik Inah.
"Ya ampun, Biiik! Apa lagi siiih"" Olga mulai gemas, kapas di kupingnya dicabutnya lagi. Tapi Bik Inah malah melebarkan matanya.
"Eh, Non, yang disebut penyiar ini kok kayak daerah rumah kita, ya" Rumah kita kan Jalan Kicau, kompleks Bunga Indah!" Bik Inah memberi tahu.
Olga yang nggak ngedengerin siaran jadi bingung. "Maksudnya""
"Uh, Non Olga sih. Makanya dengerin bentar," sungut Bik Inah. "Barusan penyiarnya bilang, sekarang dia lagi ada di kawasan Jalan Kicau, kompleks Bunga Indah, begitu!"
Olga mengerutkan kening, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada-ada aja nih si Bibik, batinnya. Tapi tak urung suara Bang Nana terpaksa dia dengerin.
"Salam buat semuanya dari Bang Udin, tukang rokok yang mangkal di tikungan."
"Tuh kan, Non! Bener, kan" Tukang rokok yang mangkal dekat rumah kita itu kan namanya Bang Udin!" Bik Inah memekik tertahan.
"Aduh, Bibiiik! Saya jadi nggak bisa belajar nih!" keluh Olga sedih, menatap Bik Inah. "Bibik saya suruh tidur di sini buat nemenin saya. Bukannya malah ngeganggu saya belajar!
"Iya, maaf, Non." Bik Inah takut juga digertak Olga kayak gitu. "Tapi yang jelas, jendela sudah saya kunci, Non. Bahkan Bibik udah bikin air sagu kentel yang ditaburin bulu-bulu ayam, Non! Wuah, pasti kalo maling itu datang lagi, dia bakalan kapok deh!"
"Ya udah." Olga bangkit dan menaruh bukunya. "Eh, Bik, Olga ngantuk nih."
Olga menyambar selimut tebelnya dan merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu. "Olga tidur duluan, ya" Bibik belakangan aja. Kalo Olga udah ngorok, baru Bibik boleh tidur."
"Oke, nggak masalah. Kan Bibik ditemenin penyiar ini."
"Awas lho, kalo Bibik tidur duluan!" ancem Olga, lalu memejamkan kedua matanya.
"Tenang aje!" Pada saat bersamaan, Somad yang berpakaian serba hitam mulai memanjat pagar rumah Olga. Tapi ketika Somad udah memanjat, tiba-tiba muncul sebuah mobil Kijang. Somad yang lagi tegang nggak terlalu merhatiin mobil itu. Kijang itu diparkir tak jauh dari depan rumah Olga.
Di kamar Olga, Bik Inah masih asyik mendengarkan siaran Radio Jojing. Mendadak telinganya menangkap suara kelotak-kelotek "dari balik jendela. Bik Inah terkesiap. Buru-buru dia membangunkan Olga yang baru aja terlelap.
Olga spontan melek dengan paniknya. "Ada apa, Bik" Ada apa""
"A-ada suara!" bisik Bik Inah sambil pasang mata. "Tapi tenang aja, Non. Bibik mo ambil pentungan! Biar rasa tuh maling!"
Bik Inah berjingkat-jingkat ke dekat jendela, dan siap dengan pentungan di tangan. Yang dimaksud pentungan sama Bik Inah adalah stik golf war
isan Papi. Olga terduduk di tempat tidurnya dengan tegang, menunggu apa yang bakal terjadi. Sebenernya dia pengin teriak minta tolong. Tapi konyol juga rasanya. Masa belom terbukti ada apa-apa, udah heboh duluan" Tapi suara kelotak-kelotek itu makin keras. Bik Inah yang ternyata cukup gagah berani, membuka jendela pelan-pelan untuk melihat. Dan ternyata di sana ada sesosok bayangan hitam!
Spontan Bik Inah menyiramkan air sagu. campur bulu-bulu ayam ke arah sosok hitam itu. Dan tanpa ampun, sosok hitam itu dipentunginya dengan keras, sampai orang itu kesakitan dan akhirnya lari tunggang-langgang!
Auww! Aduh! Ampuuun!" teriak Somad keras-keras. Bik Inah terkejut, seperti mengenali suara itu. Somad lari seraya membuang topengnya. Ia menoleh sejenak ke arah Bik Inah sambil nangis kesakitan. Bik Inah bisa "ngeliat dengan jelas wajah Somad yang babak belur!
"Hah" I-itu kan si sompret"" gumamnya sambil mengucek-ucek mata untuk meyakinkan.
Sementara Olga teriak sejadi-jadinya,
"Mamiii, tolooong...!"
"*** "Dalam perjalanan pulang, Somad tampak bonyok. Benjol di sana-sini. Sebagian bulu ayam masih nempel di wajah dan punggungnya. Lucu banget, kayak ayam abis dikuliti.
"Aduuuh, aduuuh!" Somad mengerang sambil megangin kedua pipinya. Giginya serasa mo copot! Sepanjang jalan dia terus mengaduh kesakitan. Satpam dan Bang Nana cuma bisa memandang prihatin.
"Kenapa bisa jadi begini, Bos"" tanya Bang Nana ati-ati.
"Ah, udah deh!" seru Somad sebel, lalu nengok ke satpam. "Gara-gara elo nih, gue jadi begini!"
Satpam cuma bisa nunduk takut-takut, nggak berani ngebantah.
"Bos, siaran langsungnye mo diterusin, nggak"" Bang Nana berusaha menengahi. Tapi Somad makin manyun.
"Udah, udah, kita pulang aja!"
"Sori, Bos, aye nggak nyangka kalo bos bakalan begini," ucap si satpam nyesel sambil meremas-remas jarinya, kayak anak gadis minta dikawinin.
"Huh, pokoknya besok gue harus ketemu langsung ama dia, dan gue harus jelasin kejadian sesungguhnya!" kata Somad geram.
"Heran, susah amat sih ketemu Olga!"
Bang Nana dan Sofyan Sofyan cuma lirik-lirikan, nggak berani ngasih komentar apa-apa.
"*** "Bik Inah sendirian di kamar Olga. Ya, Olga yang ketakutan jadi ngungsi ke kamar Mami. Dia merasa lebih aman tidur di sana malam ini.
"Ayolah, Mi. Masa Mami tega membiarkan anak tunggal Mami yang manis ini ketakutan sepanjang malam" Apalagi besok Olga mo ikut lomba! Boleh ya, Mi, malam ini Olga tidur di kamar Mami"" rengek Olga tadi setelah kejadian Somad babak belur. Dan meskipun nggak nyaksiin langsung kejadian mengerikan itu, Mami akhirnya mengangguk setuju.
Bik Inah yang urat takutnya udah putus, cuek-cuek aja waktu disuruh Mami berjaga di kamar Olga. Dia malah seneng, soalnya bisa tidur-tiduran di ranjang yang empuk sambil dengerin Radio Jojing! Gimana nggak asyik" Mana kamar Olga ber-AC, lagi!
"Kini Bik Inah mencari-cari gelombang siaran Radio J ojing, tapi udah nggak ada. Bik Inah kecewa. Eh, tapi... kok kayaknya ada suara aneh" Maksudnya, kayak orang lagi marah-marah, gitu! Bik Inah nempelin kupingnya di radio, pengin tau lebih jelas.
"Bang Nana juga kelewatan! Udah tau aye ngaduh-ngaduh kesakitan, bukannya ditolongin dulu kek, ini malah tetep cuek siaran! Huh, emangnya enak, dipentungin kayak gitu""
Ya ampun, rupanya Bang Nana lupa matiin mikrofon. Pantes aja suara kemarahan Somad tersiar ke seantero Jakarta!
"Eh, kok penyiarnya diomelin sih"" Bik Inah keheranan. Tapi belom tuntas keheranannya, mendadak suara radio itu hilang, senyap. Mungkin Bang Nana mulai sadar akan mikrofonnya.
"Lho, mana nih suaranya" Wah, jangan-jangan udah abis" Tapi kok cara ngabisin siarannya kayak begitu, nggak pake basa-basi!" protes Bik Inah sebel, lalu mematikan radionya. Kemudian dia meletakkan radio kesayangan itu di atas meja belajar Olga. Selanjutnya, bak putri duyung, Bik Inah tiduran di atas ranjang Olga.
"Hh, kasihan Non Olga, acara belajarnya jadi terganggu. Sekarang dia tidur di kamar maminya. Mudah-mudahan aja dia bisa belajar di sana," gumam Bik Inah sambil memejamkan mata. "Tapi, ada hikmahnya juga nih ke
jadian maling tadi. Aku yang pembantu jadi bisa tidur di tempat tidur empuk begini, hihihi! Kapan lagi""
Dan Bik Inah pun menarik selimut hingga menutupi seluruh wajah dan tubuhnya. Dalam sekejap dia udah tertidur pulas. Kebiasaan tidurnya emang begitu, selalu menyelimuti tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Apalagi di kamar sedingin ini, ber-AC gini, mana tahan dia kalo nggak pake selimut"
Tak lama kemudian jendela kamar itu terbuka. Bik Inah yang mulai ngorok nggak terusik sedikit pun. Mendadak muncul bayangan hitam, tinggi besar! Bayangan itu masuk, lalu mematikan lampu kamar sehingga gelap gulita, dan mendekati ranjang. Tanpa cek ulang, sosok hitam yang ternyata teroris bayaran Silvia itu membekap mulut Bik Inah. Ya, si teroris sama sekali nggak tau bahwa yang dibekap adalah Bik Inah, bukan Olga.
Lalu ia membopong tubuh Bik Inah yang lumayan berat dan membawanya keluar. Bik Inah yang kelelahan plus ngantuk, sama sekali nggak terbangun. Mimpinya malah makin seru: dia jadi Cinderella yang sedang digendong sang Pangeran Tampan! Makanya dalam tidurnya, Bik Inah senyam-senyum sendiri.
Kemudian si teroris mendekat ke mobil Kijang yang terparkir di dekat situ. Cepat-cepat ia membaringkan tubuh Bik Inah di jok belakang. Setelah beres, ia bergegas melajukan kendaraannya, meninggalkan tempat itu. Sambil mengemudi, terbayang di benaknya berlembar-lembar uang dari Silvia. Ia terkekeh puas!
"7. TERORIS (2) "MALAM makin larut. Di sebuah jalan yang sepi, VW Combi yang dikemudikan Somad mulai ajrut-.ajrutan. Ketiga penumpang di dalamnya jadi panik ketika akhirnya mobil itu bener-bener berhenti alias ngadat! Di tengah jalan pula!
"Aduh, kenapa bisa mogok begini'"" Somad makin bete.
"Wah, Bos, ada kabelnya yang putus, kali," Bang Nana mengira-ngira. Sementara Sofyan Sofyan masih diem, takut salah bertindak lagi.
"Hu-uh! Sialnya kok nggak ada abisnya sih!" maki Somad pada dirinya sendiri. "Badan gue gatel nih! Pengin buru-buru mandi!"
Satpam yang ngeliat penampilan Somad jadi nggak tahan pengin ngikik. Abis, Somad jadi kayak anggota Silver Boys-nya Tata Dado pake bulu-bulu ayam gitu. Begitu ngeliat wajah satpam, Somad jadi mendelik dan menggertak, "Kenapa lo, liat-liat""
Satpam kaget dan langsung nginyem.
""Sabar dong, Bos," bujuk Bang Nana. "Aye keluar dulu, ye" Mo ngecek mesin."
"Ya udah, buruan!" seru Somad emosi. Gimana nggak emosi" Udah gagal ketemu Olga, capek, bau, gatel, benjol-benjol pula!
Ketika Bang Nana turun untuk membuka kap mesin, sebuah mobil Kijang hendak lewat. Kijang itu milik. si teroris yang menculik Bik Inah!
Si teroris membunyikan klakson berkali-kali dengan nggak sabar, untuk minta lewat. Soalnya mobil Somad bener-bener menghalangi jalan. Somad kaget, tapi serta-merta punya akal juga. Dia segera turun dari mobil dan mendekati mobil Kijang itu. Tadinya si teroris udah sebel dan senewen banget. Dia takut korban penculikannya keburu bangun. Tapi begitu ngeliat Somad yang masih memakai pakaian hitam-hitam dan di sekujur tubuhnya ada bulu-bulu putih, si teroris terperanjat. Apalagi si teroris juga masih memakai kostum hitam-hitam.
"Assalamualaikum, Bang," ucap Somad sopan. "Sori, mobil aye mogok! Bisa tolongin benerin, nggak""
Si teroris menatap bete ke arah Somad. "Dipinggirin dulu dong! Dorong kek. Gue mau lewat nih!"
Tapi dasar Somad emang suka iseng. Secara nggak sengaja dia ngelongok ke jendela dan sempet ngeliat ke arah jok belakang. Somad terkesiap ketika ada tubuh terbungkus selimut dan bergerak-gerak sambil mengerang-erang.
"Eh, apaan tuh"" tanya Somad kenceng dengan intonasi kayak Jaja Miharja. Jarinya menunjuk, sebelah matanya terpejam. Maklum, dia penggemar berat Kuis Dangdut!
Mendengar pertanyaan spontan itu, si teroris jadi gugup. Dia pengin melarikan mobilnya, tapi jalannya kehalang VW Combi Somad.
"T-t-tolooong!" terdengar suara Bik Inah yang terbangun. Susah payah dia mo teriak karena mulutnya disumpal kain dan kedua tangannya diikat. Udah gitu, seluruh tubuhnya yang gendut ditutupin selimut. Aduh, pokoknya kesiksa abis deh! Pengap, gerah...
"K-k ok... bisa ngomong"" Somad makin keheranan, merhatiin Bik Inah yang bergerak-gerak kayak ulet. Si teroris mendesah keras. Tapi Somad cuek, nanya-nanya terus.
"Eh, kayaknya gue kenal suara tu orang. Siape, ye"" gumam Somad dengan dahi berkerut.
Si teroris kesel nggak ketulungan. Dia nggak ngejawab, tapi langsung memundurkan mobilnya dan berusaha balik arah. Sementara Bik Inah terus-terusan minta tolong!
Pada saat yang sama, mesin mobil Somad nyala kembali. Somad langsung berinisiatif untuk mengejar mobil Kijang yang mencurigakan itu. Dia mencatat nomor polisi mobil itu, lalu berlari ke arah mobilnya sendiri. Mobil Kijang udah keburu menjauh. Tapi Somad yang penasaran nekat ingin mengejar dengan mobilnya.
"Bang Nanaaa, kita uber, Bang!" teriaknya sambil meloncat naik. Bang Nana nyaris ketinggalan. Untung dengan gesit dia bisa meloncat ke batik setir dan tancap gas melajukan VW Combi itu.
Akhirnya terjadilah kejar-kejaran seru kayak adegan di film-film laga. Cuma bedanya yang ini nggak diringi sound effect.
Mobil Kijang mulai keliatan kembali. Somad yakin bakalan bisa nyusul. Dia nggak boleh lepas! tekad Somad.
"Gila!" kata Somad penasaran sambil terus mikir. "Tadi kayak suara pembantunye Neng Olga! Wah, ngapain tu orang nyulik pembantu! Jangan-jangan mau diekspor ke Arab, dijadiin TKW!"
Bang Nana makin semangat menekan gas.
"Cepetan, Bang, ntar tu mobil keburu ngilang!" jerit Somad. Satpam yang duduk di jok belakang dan diem aja dari tadi, kini berusaha ikut menyemangati. Tapi berhubung dia takut buka mulut, akhirnya dia cuma bertepuk tangan.
"Eh, kalo gitu kita bisa sambil siaran langsung nih!" kata Somad yang mendadak dapet ide. Ia lalu nengok ke Sofyan Sofyan. "Coba deh, tolong siapin miknye."
Dengan gesit si satpam menuruti perintah bosnya. Detik berikutnya, mulailah si Somad siaran laporan pandangan mata tentang pengejaran mobil Kijang tersebut.
"Oke, para pendengar setia Radio Jojing Ceceng FM, malam ini kita bikin siaran langsung! Kita lagi ngebuntutin sebuah mobil Kijang item B 2077 yang kita curigain! Kenapa kita curiga" Karena waktu kita mau minta tolong, eh dia malah kabur! Nggak sopan, kan" Eh, maksudnya... mencurigakan, kan" Dan agar sua sana uber-uberan ini makin asyik, nyok sama-sama kita dengerin lagu," oceh Somad dengan jantung mpot-mpotan. Abis, siarannya terguncang-guncang gitu. Maklum, jalanan yang dilewati banyak yang berlubang.
Si satpam memencet tombol dengan gugup. Saking gugupnya, dia sampai nggak sadar kalo yang diputer malah lagu anak-anak, lagunya Cindy Cenora.
Aku.. .cinta rupiah! Walau dolar di mana-mana....
Somad menoleh dan melotot ke arah Sofyan Sofyan! Lagu sama adegannya kagak matching banget!
Mobil Kijang berhasil ngebut hingga ninggalin mobil Somad. Si teroris berbelok masuk ke sebuah rumah kosong yang ada garasinya.
Begitu mobil itu masuk garasi, si teroris cepat-cepat nutup rolling door-nya. Jadi ketika mobil Somad lewat Somad nggak bisa menemukannya.
"Mobil Somad berhenti di depan rumah itu. Somad kecewa.
"Waduh, ke mana tu mobil"" tanya Bang Nana seraya celingukan. "Cepet amat ngilangnya""
"Yah, pendengar sekalian... ternyata kita kehilangan jejak nih."
Abis ngomong begitu, Somad cepet-cepet matiin mikrofon dan menoleh putus asa ke Bang Nana yang terengah-engah.
"Gimana nih, Bang" Mo diterusin kagak" Badan aye makin gatel nih!" tanyanya lemes. Bang Nana cuma angkat bahu. "Terserah Bos aja."
Somad menyandarkan punggungnya ke jok mobil sambil menggerutu. Bang Nana nyari akal, tapi buntu juga. Eh tiba-tiba si satpam nyeletuk, "Bos, saya mo turun bentar. Idung saya mencium sesuatu nih!"
"Alaaah, lagak lo kayak anjing pelacak aja!" Somad meremehkan.
Si satpam nggak peduli, nekat turun dari mobil. Bang Nana dan Somad membiarkan, sambil istirahat sebentar di dalam mobil. Sesekali mereka berdua ngelongok ke luar jendela, pengin liat apa yang dilakukan Sofyan Sofyan.
Di jalan, si satpam ngeliat jejak roda mobil Kijang, karena sebelumnya mobil itu melewati jalan becek. Si satpam tau mobil itu masuk ke dalam rumah kosong tadi, tapi dia cep
at-cepat masuk lagi ke dalam mobil
""Eh, apaan sih yang lo liat" Gocapan lo jatoh"" ledek Somad. Bang Nana mencibir.
Tapi muka si satpam bener-bener serius!
"Bukan, Bos! Saya ngeliat jejak roda mobil itu. Dan... jangan bilang-bilang ye, tu mobil masuk ke rumah itu!" Si satpam berbicara penuh tekanan, sambil nunjuk ke arah rumah kosong di depan mereka.
Somad dan Bang Nana terlonjak dari duduknya.
"Hah, yang bener lo"" Somad nggak nyangka anak buahnya pinter juga.
"Kalo gitu langsung kita gerebek aja, Bos!" Bang Nana nggak sabar.
"Jangan dulu, Bos!" sergah Sofyan Sofyan. "Kita justru harus belagak nggak tau kalo dia masuk ke rumah ini. Kita pulang aja, tapi besok kita ke sini lagi."
Somad dan Bang Nana melongo, nggak ngeh dengan jalan pikiran si satpam.
"Kan Bos tadi bilang, yang diculik pembantunye Neng Olga," jelas satpam yang seolah ngerti pertanyaan di benak Somad dan Bang Nana. "Nah, besok kita cek dulu ke rumah Neng Olga, apa bener pembantunye ngilang" Kalo bener, baru kita bebasin tu pembantu. Kalo perlu, Neng Olga kita ajak aja sekalian."
Somad mikir bentar, lalu ngangguk-ngangguk sambil megangin janggut.
"Eh, iya ya! Hebat juga otak lo!" cetus "Somad girang. "Jadi, berarti gue punya kesempatan lagi buat nemuin Neng Olga dan jadi pahlawan di mata Neng Olga!"
Kemudian Somad ngasih tanda mo siaran lagi. "Oke, pendengar setie. Kita udahin dulu siaran kita dalam rangka nguber mobil si penculik. Soalnya tu mobil udah ngilang dan kita nggak tau ke mana larinye! Eit, tapi jangan lupa, besok kite ketemu lagi. Pokoknye... jangan lupa panteng terus Jojing Ceceng FM! Dan inilah sebagai lagu terakhir kite.:.!"
Abis muterin lagu, mobil Somad berbalik, dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Somad sama sekali nggak tau, ternyata dari jendela rumah kosong itu, si teroris sedang mengintip. Dia senang ngeliat mobil Somad pergi.
*** "Pagi harinya terjadi kehebohan di rumah Olga! Mami yang mo nyuruh Bik Inah ke pasar jadi keheranan karena nggak berhasil nemuin Bik Inah di sudut mana pun!
"Ke mana sih Bik Inah" Semalam kan tidur di kamar kamu"" tanya Mami menatap Olga.
Olga cuek, ngambil segelas air putih dan meneguknya hingga ludes. .
"Lagi lari pagi kali, Mi," sahutnya enteng. "Trus dia ngobrol deh di warung Bang Udin! Biasaaa, Bik Inah kan emang suka kegenitan begitu."
Mami yang nggak puas akhirnya pergi ke kamar Olga. Olga membuntuti sambil nenteng anduk. Kemudian Mami memeriksa jendela kamar yang tidak terkunci.
"Jendela kamar kamu emang sengaja nggak dikunci, ya"" tanya Mami dengan dahi berkerut.
"Ah, nggak!" kitah Olga. "Selalu dikunci Bik Inah kok"
Mami terkesiap! "Jangan-jangan..."
"M-maksud Mami, m-maling itu semalam datang lagi"" Olga menebak dengan gugup.
Mami mengangguk cepat dengan wajah pucat.
"T-tapi Bik Inah semalam bilang bahwa maling itu ternyata si Somad. Cowok itu kan emang nekat, dia pasti berusaha mencari jalan apa aja biar bisa ketemu Olga, Mi! Jadi sebenarnya maling itu nggak ada!" jelas Olga panjang-lebar, meskipun kini dia juga mulai nggak seratus persen yakin.
"Kalo begitu Bik Inah ke mana dong"" gumam Mami tercenung. Olga berusaha mikir. Ia berharap dugaan Mami salah.
"Abis lari pagi, ngobrol di warung Bang Udin, langsung belanja ke pasar, terus kenalan ama tukang sayur yang ganteng, terus ngobrol deh! Kan Bik Inah orangnya gatelan, Mi," cerocos Olga mulai ngaco.
Belom sempet Mami ngebahas, tiba-tiba dari luar terdengar suara salam. Olga dan Mami saling pandang, kemudian bergegas menemui pemilik suara itu.
Saat Olga membuka pintu ruang tamu, dia kaget luar biasa. Somad si bujang lapuk sedang berdiri sambil berusaha tersenyum semanis mungkin. Bau minyak nyong-nyong yang menyengat menyebar ke seluruh ruangan. Olga sampai nutup idung pake anduk yang sejak tadi tersampir di pundaknya.
"Halo, Neng Olga. Apa kabar" Udah lama ya nggak ketemu"" sap a Somad. Olga dan Mami kaget setengah mati. Mereka cepet-cepet mau masuk lagi tapi Somad berusaha menahan mereka.
"Eit, eit, tunggu sebentar! Ada kabar penting soal Bik Inah nih!" seru Somad, membuat
Olga 10 Radio Jojing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mami d an Olga balik badan. "Eh, Sompret, kenapa dengan Bik Inah" Hah, ada apa" Kamu culik, ya" Saya telepon polisi lho!" ancem Mami. "Olga, cepet hubungin polisi! Ternyata Bik Inah diculik si Sompret!"
Olga ngangguk, Somad jadi panik!
"Eh, bukan, bukan saya yang nyulik, tapi orang lain! Kalo nggak percaya, tuh tanya sama satpam saya!" Somad menunjuk ke arah mobilnya yang diparkir nggak jauh dari rumah Olga.
Mata Mami dan Olga mengikuti arah telunjuk Somad.
"Jadi, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk ngajak Neng Olga ngebebasin si Bik Inah itu..."
Mami jadi ragu, antara percaya dan nggak. "Tapi Olga mau ikut kompetisi," kata Mami.
Olga mengangguk-angguk. Wajah Somad yang tadinya semangat, seketika berubah kecewa.
"Ya, kalo hari ini nggak bisa juga nggak apa-apa. Besok saya ke sini lagi."
Olga terenyak, memandang Mami. "Tapi, Mi, kalo bener Bik Inah diculik, Bik Inah kan kasian, Mi."
Mami menggigit bibir. Ati Somad mulai girang.
"Cuma masalahnya... ini rekayasa kamu, kan"" lanjut Olga sambil natap Somad tajem.
"Ya ampun, Neng Ol, kita kan kenal udah lama. Masa Abang boong"" erang Somad dituduh kayak gitu. "Semalem Abang ngeliat dengan mata kepala sendiri, Bik Inah diikat di dalam mobil. Sebenernya semalem Abang pengin ngebebasin dia, tapi Abang sengaja nyari waktu yang tepat buat nunjukin kesungguhan Abang bahwa selama ini Abang..."
"Ya udah, kalo begitu ayo kita cepet berangkat," potong Olga, males ngedengerin pidato Somad. Abis ujung-ujungnya udah bisa ditebak!
"Mami ikut, ya"" pinta Mami ke Olga.
"Mami nggak usah, Mami jaga rumah aja," cegah Olga.
""Tapi nanti karnu..."
"Tenang, Mi, Olga bisa jaga diri kok!"
"Terus kompetisi matematika itu bagaimana""
"Abis dari sana Olga langsung ke sekolah. Mudah-mudahan nggak telat."
Wajah Somad langsung cerah. "Iya, Tante, eh, Bu! Nanti ke sekolah biar aye sekalian yang anterin. Aye udah punya mobil kok!"
"Ya udah,. saya rnandi sebentar, Bang!"
Olga lari ke kamar mandi, cibang-cibung kilat. Sornad nunggu di teras dengan dada berdebar-debar. Aduuuh, akhirnya gue kesampaian juga bareng Neng Olga! Mudah-mudahan peristiwa ini bisa membuat hubungan gue jadi mudah, jadi nyambung! .
Selesai mandi dan dandan, Olga pamit pada Mami. Mami ngasih wejangan macem-macem. Kayaknya dia khawatir sekali akan keselamatan Olga kalo bareng Somad.
Selanjutnya Olga dan Somad menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Tadinya di jok depan ada satpam dan Bang Nana, tapi kemudian mereka disuruh pindah ke belakang.
Dengan sopan Somad membukakan pintu untuk Olga.
Dan ketika Olga duduk, dia melihat interior mobil yang sangat luar biasa. Ada mikrofon untuk siaran, ada mixer, speaker. Olga sempat berdecak kagum tapi pura-pura nggak takjub. Bukannya apa-apa, takut Somad makin ngelunjak!
"Sebelum nyalain mesin Somad menoleh ke arah Bang Nana. "Tolong siapin miknya, Bang, buat Neng Ol siaran..."
Olga melongo. "Si-siaran"" .
Somad mengangguk mantap sambil melajukan rnobilnya. Dan seperti biasa, sebelum bergerak jauh, mobil itu menabrak tong sampah di depan rumah Olga, membuat Mami menjerit kaget!
*** "Di rumah kosong itu, si teroris baru bangun dari tidurnya dan hendak melihat hasil culikannya semalam.
Bik Inah udah setengah pingsan saking tersiksanya. Kelewatan tu penculik! Masa semaleman tangan Bik Inah dibiarkan terikat dan mulutnya tersumpal! .
Dengan tubuh sempoyongan karena masih ngantuk, si teroris mendekat dan mencoba membuka selimut yang menyelubungi tubuh Bik Inah. Dan ketika selimut itu dibuka, betapa kagetnya si teroris karena di dalamnya bukan Olga.
"Sejuta topan badai!" pekik si teroris. "Siapa kamu" Pantesan berat banget..."
Sementara Bik Inah masih megap-megap kayak ikan mujaer!
"Aduh, dasar semprul kowe! Yen aku mati, piye"" maki Bik Inah dengan mata melotot.
Si teroris masih terpana Bik Inah cuma bisa ngegerutu.
"*** "Silvia udah siap dengan seragam sekolah. Ketika dia berkaca dan meratakan bedak di wajahnya mendadak HP-nya berbunyi. Silvia bergegas menyambar. Dia udah menduga, pasti si teroris bayarannya yang nelepon.
"Halo" Bos, aduh, maap-maap! Saya salah culik!" ujar si teroris di seberang dengan suara antara takut dan tengsin. Silvia melotot selebar-lebarnya.
"Maksud kamu apa sih" Saya nggak ngerti..."
"Mm, ng, orang yang saya culik, ternyata... bukan Olga! Kayaknya sih pembantunya. Orangnya gendut, sutra tuing pula!"
"Apa" Udah tua" Aduh, kamu kok goblok banget sih"" jerit Silvia gemas seraya mondar-mandir di kamarnya. Kayaknya cewek itu mulai stres. Kakinya mengentak-entak dan wajahnya panik.
"Abis dia tidur di kamar Olga nyelimutin seluruh tubuhnya dari ujung kaki sampe ujung rambut. Langsung aja saya samber. Eh, nggak taunya..."
"Ah, udah, udah! Pokoknya saya nggak mau denger yang aneh-aneh lagi. Kamu udah saya bayar mahal, jadi wajar kalo saya nuntut kamu kerja profesional!" potong Silvia.
"Oke, oke, saya jamin tidak akan tercium oleh pihak berwajib, saya akan lepaskan dia," kata si teroris. "Dan saya janji, saya pasti bisa mendapatkan Olga!"
Klik! Tanpa mendengarkan penjelasan si teroris, Silvia memutuskan hubungan telepon.
Sang teroris yang menelepon Silvia dari sebuah wartel, segera balik lagi ke rumah kosong tempat Bik Inah disekap.
Tapi alangkah kagetnya si teroris karena Bik Inah udah lenyap! Ya, rupanya Bik Inah berhasil melepas ikatannya dan saat itu mau kabur lewat jendela belakang. Si teroris mendengar suara kelotak-kelotek, makanya dia buru-buru menghambur ke belakang.
"Hoi, jangan lari kamu!" teriak teroris ketika Bik Inah udah hinggap di jendela kayak burung kakaktua. Bik Inah kaget dan nekat meloncat ke luar jendela sambil berteriak sekuat tenaga, "Huaaa... tolooong...!"
""*** "Somad masih bersama Olga di dalam mobil VW Combi. Olga agak ngambek gara-gara tadi sempet dipaksa siaran. Tentu aja Olga nolak mentah-mentah! Kini mulutnya manyun, rnatanya mendelik ke arah Somad
"Bang, bisa cepetan dikit, nggak" Soalnya saya harus cepet sampai sekolah nih. Saya harus kumpul dulu di sana sebelum sama-sama berangkat ke Senayan!"
"Oke, Neng Ol, jangan kuatir," sahut Somad sambil nambah kecepatan. Sebenernya dia maunya dilama-lamain, biar bisa terus berduaan sama Olga. Tapi Olga bolak-balik ngeliat jam tangannya dengan gundah.
Somad bener-bener ngebut. Akibatnya kini Olga yang ketakutan, soalnya Somad bawa mobilnya kacau banget! Zig-zag, gitu. Olga berdoa dalam hati tanpa putus-putus. Lebih gilanya lagi, saat lagi menahan takut begitu, Somad pakai nawarin siaran segala.
"Neng Ol nggak mau coba siaran""
"Ng... makasih deh! Lain kali aja. Tadi kan udah saya bilang, saya lagi stres berat."
"Bener ya""
Olga mengangguk, dalam hati sebel setengah mati. Sementara di jok belakang Bang Nana dan satpam saling lirik sambil nahan senyum.
""*** "Bik Inah sedang berusaha lari menghindari kejaran teroris. Tau-tau dia nyampe di sebuah kebon. Bik Inah menerjang rerimbunan pohon pisang, sampai bajunya robek! Sementara si teroris terus mengancam agar Bik Inah berhenti.
Bik Inah terus lari dan loncat pagar. Sial banget, roknya nyangkut! Tapi dia terus berusaha, sampai akhirnya tiba di sebuah jalan dan menyetop angkot lewat.
"Huh, brengsek! Mendingan gue bunuh sekalian tu orang! Bikin susah aja!" maki teroris sewot yang mulai susah payah mengejarnya. Akhirnya si teroris memutuskan kembali ke rumah kosong dan mengambil mobilnya.
*** "Bi" Inah berhasil tiba di rumah Olga dengan baju compang-carnping. Ngeliat kondisinya yang mengenaskan, Mami menyambutnya dengan histeris.
"Ya ampun, Bibiiik! Apa yang telah terjadi" Bibik teh dari mana, sampai awut-awutan begini"" cecar Mami, memandangi Bik Inah dari atas sampai bawah. Bik Inah menjelaskan dengan terengah-engah.
"Saya diculik sama orang jahat, Bu!"
"Yang namanya penculik ya pasti jahat atuuuh... Tapi kamu nggak apa-apa, kan" Kok bajunya sampai begini" Jangan-jangan kamu..."
"Saya tau, pasti Ibu menyangka saya diperkosa, kan"" sela Bik Inah cepat, lalu mencibir. "Tidak akan! Saya akan pertahankan kehormatan saya, kalau perlu dia yang saya perkosa!"
"Hush! Kamu ini kok bicaranya ngelantur gitu."
" "Abis, saya emosi, Bu! Huh, untung saya ber
hasil melarikan diri. Dan untungnya lagi, bukan Non Olga yang diculik. Coba kalo Non Olga.. ."
Marni mendadak teringat anak semata wayangnya. "Olga" Ya Allah, Olgaaaa!"
Bik Inah melongo mendengar Mami teriak.
"Lho, lho, Non Olga kenapa"" tanyanya bloon.
"Tadi dia diajakin si sompret itu untuk ngebebasin kamu dari tangan si penculik. Waduh," ujar Mami cemas, "jangan-jangan Olga nanti diapa-apain.. ."
"Hah" Si sompret berhasil ngajakin Non Olga"" Bik Inah nggak abis pikir. Sementara Mami udah mo nangis.
*** "Mobil Somad tiba di depan rumah kosong tempat si teroris mangkal. Dengan gaya detektif-ditemani Sofyan Sofyan dan Bang Nana-ia mengendap-endap masuk ke dalam rumah itu. Dengan perasaan ngeri Olga menunggu di luar. Sesekali ia melirik jam tangannya. Aduh, gimana nih" Udah mo telat...
Tak lama kemudian Somad keluar sambil ngomel-ngomel ke arah Satpam. Olga nguping.
"Pegimane sih lo" Katanya semalam masuk kemari""
"Eh, bener, Bos!" Satpam berusaha ngeyakinin, sampai ngangkat dua jari segala. "Liat aja nih jejak rodanye! Buat ape sih saya boong""
Bang Nana yang lagi nunduk tiba-tiba menemukan sebuah tali bekas mengikat tangan Bik Inah. Ia terkesiap.
"Eh iya, bener, Bos! Ini iketannya masih ada!" serunya.
Somad merampas tali itu. Mukanya masih kesel. " Iya, tapi sekarang orangnya ke mana" Si penculiknya juga nggak ada!" omelnya sewot.
Olga yang penasaran mendengar ribut-ribut itu, bergegas turun dan mendekat.
"Eh, ini ada apa" Mana Bik Inah-nya"" tanyanya seraya celingukan. Somad jadi nggak enak ati, takut dituduh macem-macem.
"Ehem, begini, Neng, semalam... setelah Abang ngejar-ngejar mobil si penculik, satpam Abang bilang kalo mobil si penculik masuk ke rumah ini," kata Somad susah payah. "Tapi ternyata... sekarang nggak ada! Makanye Abang juga bingung..."
Olga memandang Somad tanpa berkedip. Sorot matanya keliatan marah banget. Somad sampai salah tingkah. Olga mikir sejenak, kemudian berlari meninggalkan Somad sambil bersungut -sungut.
Somad nggak mampu mencegahnya!
Di jalan raya Olga menyetop taksi. "Ngebut, Pak!" perintah Olga, lalu menyebutkan alamat sekolahnya.
"Pak sopir cengar-cengir. "Gimana mo ngebut, Neng" Jalanan macet gini."
Sambil menatap jalan raya yang mulai padat, Olga ngomel-ngomel sendiri, "Huh, brengsek! Dasar perjaka butut!"
Si sopir taksi yang rupanya emang masih bujangan, langsung noleh ke belakang dengan wajah tersinggung.
"Eh, Neng! Ati-ati ya kalo ngomong" Masa jalanan yang macet, saya yang dikata-katain" Gini-gini saya udah punya calon, Neng! Bulan depan juga bakal saya kawinin!"
Olga terperanjat dan nyembah-nyembah. "Aduh, aduh, sori, Pak! Saya nggak bermaksud ngatain Bapak. Saya lagi kesel sama temen saya. Suerrr!"
Sopir taksi menelan ludah, dan kembali konsen ke jalan.
Akhirnya Olga cuma bisa mengutuki Somad dalam hati. Huh, pasti dia merekayasa cerita ini! Lagian kenapa gue percaya dan mau ikut pergi ke rumah kosong itu sih" Pasti Bik Inah sekarang udah ada di rumah.
Olga lalu ngelirik jam tangannya. Kacau! Telat deh! pikirnya panik. Mana taksi ini jalannya kayak siput. Eh, tapi bukan salah taksinya deng! Soalnya jalanan emang macet total!
Akhirnya setelah melewati perjuangan panjang, taksi berhenti juga di depan pintu gerbang sekolah. Setelah menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan, Olga turun dan berlari.
Dia nggak sempet lagi ngeliat argometer.
"Neeeng, kuraaang nih!" teriak si sopir kenceng.
" Alaa cuma kurang dikit aja! Relain deh!" balas Olga sambil berusaha membuka pintu gerbang. Untung belom dikunci!
Tapi... suasana sekolah kok udah sepi" Di ujung koridor Pak Kepsek berdiri terpaku. Wajahnya penuh kemarahan. Apalagi begitu melihat Olga.
Serta-merta Olga menghampiri dan menyapa sopan, "Pagi, Pak. Yang lain sudah berangkat, ya" Kira-kira saya masih bisa ikut, tidak""
Pak Kepsek menghela napas. Kentara sekali dia sebel ngeliat Olga. "Kamu tau kan, setiap anak yang dipilih akan mengharumkan nama sekolah" Dan kamu orang yang dipilih untuk mengharumkan nama sekolah ini di arena cerdas cermat tingkat nasional itu. Kalau ngg
ak bisa, coba bilang dari kemarin, biar pihak sekolah bisa mencari gantinya. Tapi kok kamu malah baru datang, heh""
"Jadi... jadi saya terlambat, Pak"" tanya Olga seolah nggak percaya. Matanya menatap lurus ke Pak Kepsek.
"Bukannya terlambat lagi, sekolah kita diskualifikasi, dianggap tidak serius mengikuti kompetisi ini!" Pak Kepsek menjelaskan dengan geram. "Kamu tau, Pak Menteri yang membuka acara tersebut. Dan betapa malunya sekolah kita gara-gara kamu!"
Olga terhenyak. Aliran darahnya serasa terhenti. "Tap-tapi, Pak, saya..."
"Sudah, ikut saya!" Pak Kepsek memotong penjelasan Olga.
"Eh, saya mo diajak makan ya, Pak"" tanya Olga polos seraya membuntuti Pak Kepsek.
"Enak aja! Mau dikasih surat peringatan!"
Olga pun langsung lemes. Sama lemesnya dengan Somad yang gagal menarik simpati gadis pujaannya! Kini bujang lapuk itu mengemudikan mobil seenak udelnya. Makin ngaco, jalannya zig-zag, hingga banyak yang kesenggol dan memaki-maki Somad.
Somad mendengarkan lagu Koes Plus yang berjudul Kujemu dalam mobilnya!
Kujemu dengan hidupku... Yang penuh liku-liku ... Kurasa berat, kurasa beraaat... beban hidupku!
Somad nanar menatap lurus ke depan, lalu teriak sekenceng-kencengnya, "Brengseeek! Udah ada di tangan lepas lagi!"
Saking kencengnya tu teriakan, mobil jadi serasa bergetar. Satpam dan Bang Nana cuma nahan napas, keder juga ngeliat kemarahan Somad.
"Elo juga sih," semprot Somad sambil menuding idung Sofyan Sofyan, "pake bilang ngumpet di rumah kosong segala! Taunya nihil!"
" Sori. Bos... sori."
Somad berulang kali mendesah, mencoba mengusir kegalauan di hatinya....
"Selesai tamat Sang Pembantai 2 Dewa Linglung 23 Buronan Dari Mataram Tiga Dara Pendekar 22