Pencarian

Sepasang Ular Naga 38

Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 38


sadar, jika anak panah mereka habis dan mereka harus bertempur
dengan pedang, maka mereka masih harus menilai keadaan apakah
mereka akan dapat bertahan.
Namun setiap kali mereka berusaha untuk menenteramkan hati,
karena jumlah mereka memang lebih banyak.
Tetapi meskipun demikian, orang-orang itu mencoba untuk lebih
berhemat lagi. Mereka kemudian hanya melepaskan anak panah
2292 pada saat-saat tertentu. Jika Empu Baladatu atau pengawalnya siap
untuk menerkam maka anak panah itu telah menyambar dengan
cepatnya. "Cepat" teriak Empu Baaladatu, "jika kalian mampu, hujani kami
dengan anak panah. Jika satu dari anak panah kalian mengenai
kawanku, itu bukannya kalian berhasil, tetapi itu karena kesalahan
kawanku sendiri yang menganggap kalian terlalu bodoh. Ternyata
kalian dapat juga membidik, meskipun kemudian tidak akan berguna
lagi karena kawanku menjadi lebih berhati-hati."
Orang-orang padukuhan itu tidak menjawab. Tetapi mereka
benar-benar menjadi cemas. Satu dua diantara mereka tinggal
mempunyai anak panah tidak lebih dari jari sebuah tangan mereka.
Empu Baladatu yang melihat hal itu menjadi semakin bernafsu.
Sebentar lagi anak panah orang-orang itu tentu akan habis sehingga
akan segera terjadi perang pada jarak jangkau senjata ditangan.
Satu-satu anak panah itu masih meluncur. Semakin berbahaya
anak panah diendong itupun semakin lama menjadi semakin tipis.
Dalam pada itu, ternyata anak panah sendaren yang meraung
diudara bena-benar tidak dapat mencapai padukuhan. Jaraknya
terlalu jauh, melampaui jarak lontaran anak panah.
Tetapi beruntunglah orang-orang yang terlibat dalam kesulitan
itu, bahwa ada seseorang yang sedang bekerja di sawah yang
mendengar bunyi panah sendaren itu. Dengan sadar maka iapun
segera berlari-lari mengambilnya dan membawa kembali
kepadukuhan. Ketika ia bertemu dengan seorang yang lain, dengan suara gagap
berkata, "Aku menemukan anak panah sendaren ini"
Kawannya mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia
bertanya, "Lalu untuk apa?"
"Untuk apa?" orang itu menjadi heran, "bukankah ini berarti
tanda bahaya." 2293 "O. Apakah kau mendengar bunyinya?"
"Ya. panah ini baru saja meraung diudara dan jatuh tidak terlalu
jauh dari aku." "Kau tahu arahnya.?"
"Ya, Dari pinggir hutan"
"Cepat, laporkan kepada petugas ronda hari ini."
Orang itu dengan tergesa-gesa melanjutkan langkahnya. Bahkan
Iapun berlari semakin cepat langsung menuju kebanjar., "Seseorang
diantara para petugas ronda dihari itu mendapatkannya dengan hati
yang berdebar-debar. Dengan saksama ia mendengar keterangan
dari orang yang menemukan panah sendaren itu.
"Tanda bahaya" desisnya
Seorang prajurit yang mendengar pembicaraan itupun mendekat
sambil bertanya, "Apa yang kau dengar?"
"Panah sendaren" jawab orang yang mendengar panah sendaren
itu. Prajurit itu mengerutkan keningnya. Kemudian katanya, "Marilah.
Ikut aku." Orang itupun kemudian dengan singkat telah melaporkan apa
yang didengarnya. Tentang anak panah sendaren dan arah
datangnya. Prajurit yang bertugas meronda hari itupun segera menentukan
sikap. Diperintahkannya dua orang untuk melaporkannya kepada
pemimpin prajurit dipadukuhan itu, sementara dua orang yang lain
langsung menuju kearah anak panah itu meluncur.
"Bawalah isyarat pula" berkata prajurit yang sedang bertugas
hari itu, "jika ada sesuatu yang kurang pada tempatnya, kirimkan
isyarat dengan anak panah sendaren. Biarlah seseorang berada di
sawah untuk menunggu jika anak panah itu benar-benar kau
lontarkan. 2294 Kedua prajurit itu pun segera mempersiapkan diri. Sebuah
pedang melesak di lambung, sementara busur menyilang di
punggung masing-masing. Sejenak kemudian dua ekor kuda pun telah berpacu. Sedang dua
yang lain menuju ke padepokan Empu Sanggadaru karena
pemimpin prajurit Singasari sedang berada di padepokan itu.
Sementara itu, anak panah di tangan orang-orang padukuhan
yang bertemu dengan Empu Baladatu telah hampir habis
seluruhnya. Masih ada satu dua orang yang mensisakan anak panah
mereka untuk saat-saat yang benar-benar gawat. Sementara, yang
lain telah bersiap memegang pedang ditangan.
"Kalian tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi" geram Empu
Baladatu, "saat kematian telah tiba. Kematian yang sangat
mengerikan." Orang-orang itu tidak menjawab. Mereka mulai berpencar
mengambil arah perlawanan masing-masing.
"Ternyata kalian menjadi semakin sigap. He, siapakah yang
mengajari kalian?" Orang-orang itu tidak menjawab. Tetapi merekapun memang
merasa bahwa mereka menjadi semakin cepat menyesuaikan diri
meskipun mereka tidak lagi memperdalam ilmu hitam. Dengan
unsur-unsur gerak yang sebagian besar baru, dilandasi dengan
watak dan sifat-sifat yang baru, mereka siap melakukan perlawanan
terhadap Empu Baladatu. Dalam pada itu, maka kedua orang prajurit yang ditugaskan
untuk .melihat keadaan itupun telah berpacu di bulak persawahan.
Namun mereka tertegun sejenak, ketika mereka melihat dua ekor
kuda melintang dijalan "Kenapa paman tergesa-gesa?" Mahisa Pukat dan Mahisa Murti
lah yang. berada di tengah jalan itu.
Dengan singkat prajurit itu menjelaskan tugasnya.
2295 "Aku ikut" teriak Maliisa Murti.
"Jangan ngger. Ini bukan main-main."
"Aku juga tidak akan main-main"
Kedua prajurit itu saling berpandangan sejenak. Namun salah
seorang dari mereka berkata, "Atas kehendak angger sendiri"
Mahisa Pukat dan Mahisa Murtilah yang kemudian, saling
berpandangan. Namun kemudian Mahisa Murti menyahut, "Baiklah
paman. Atas kehendak dan tanggung jawab, kami sendiri"
"Jika demikian terserahlah kepada angger berdua. Tetapi
agaknya ada sesuatu yang gawat."
"Bukankah lebih baik kita berempat daripada paman hanya
berdua?" tiba-tiba Mahisa Pukat bertanya.
Kedua prajurit itu tidak dapat ingkar, bahwa kedua anak anak
yang masih sangat muda itupun telah memiliki kemampuan olah
kanuragan tidak kalah baiknya dari seorang prajurit pilihan. Itulah
sebabnya, maka keduanya tidak mencegahnya lagi. Bahkan salah
seorang dari mereka berkata, "Jika demikian, marilah. Kita akan
melihat, apa yang telah terjadi"
Keempat orang itu pun kemudian berpacu menuju ke arah yang
ditunjukkan oleh orang yang mendengar anak panah sendaren yang
menemukannya. Mereka tidak akan membiarkan orang yang dalam
kesulitan itu dibiarkan ditelan oleh bahaya.
"Tentu bukan sekedar binatang buas. Mereka membawa
perlengkapan berburu" desis salah seorang dari kedua prajurit itu
sambil berpacu. "Apakah ada orang yang mengetahuinya?"
"Ya. Para petugas hari ini melihat mereka, karena mereka
singgah sebentar digardu penjagaan. Mereka telah mendapat ijin
untuk berburu binatang."
2296 Kawannya tidak menyahut. Dengan wajah yang tegang mereka
mempercepat derap kudanya.
Mendekati arah yang ditunjuk, merekapun memperlambat
perjalanan. Mereka harus berhati-hati menghadapi segala
kemungkinan. Mereka belum tahu pasti, apakah yang telah dihadapi
oleh orang-orang yang sedang berburu itu.
"Mereka berkelompok lebih dari lima orang" desis salah seorang
dari kedua prajurit itu. Yang lain mengangguk-angguk. Jika demikian, maka mereka
benar-benar dalam keadaan yang gawat.
Sementara itu, Empu Baladatu telah berusaha untuk memancing
anak panah yang terakhir dari setiap orang yang ada di sekitarnya.
Kadang-kadang ia menggeram sambil meloncat. Dan dengan
demikian ia berhasil memaksa lawannya untuk melepaskan anak
panahnya. Ketika anak panah yang terakhir telah meluncur dari busurnya,
maka Empu Baladatu pun tertawa berkepanjangan. Di sela-sela
derai tertawanya ia berkata, "Nah, sekarang kalian tinggal
menunggu saat-saat yang paling pahit di dalam hidup kalian.
Orang-orang padukuhan itu tidak menjawab. Namun mereka
sadar, bahwa mereka akan segera sampai pada saat perjuangan
yang berat dan gawat. "Nah, bersiaplah untuk mati. Jika kalian tidak berkeras kepala,
maka kalian akan mengalami suatu masa yang sangat
menyenangkan. Kalian akan mendapat tempaan lahir dan batin,
sehingga pada suatu saat kalian akan kembali kedalam lingkungan
sanak kadang dengan ilmu yang tidak terlawan. Kalian akan menjadi
pemimpin dari padukuhan kalian yang baru." berkata Empu
Baladatu sambil tertawa." tetapi semuanya tinggallah angan-angan.
Kalian telah menyakiti hatiku, sehingga kalian memang harus mati
seorang demi seorang dengan cara yang sangat menyakitkan hati
pula. Bagi kalian sendiri dan bagi siapapun yang akan menemukan
mayat kalian." 2297 Orang-orang itu masih tetap berdiam diri. Tetapi senjata mereka
telah berada di dalam genggaman. Mereka telah meletak kan busur
mereka, karena anak panah yang terakhir telah terlontar.
Sejenak Empu Baladatu memperhatikan orang-orang itu. Ia pun
menyadari, bahwa orang-orang itu menilik s ikapnya, telah mendapat
bimbingan yang lebih baik dalam olah kanuragan. Lebih baik dari
saat mereka ditinggalkannya.
Tetapi Empu Baladatu adalah orang yang memiliki ilmu yang
tinggi. Meskipun orang-orang itu berjumlah tiga kali lipat, namun
mereka tidak akan banyak menyulitkannya bersama seorang
pengawalnya. "Marilah. Kita akan membunuh mereka semuanya" geram Empu
Baladatu. Pengawalnya yang telah tergores luka itu tidak dapat menahan
diri lagi. Dengan serta merta iapun langsung meloncat menyerang.
Dua orang dari orang-orang padukuhan itu menyongsongnya.
Agaknya mereka telah saling berbisik, bagaimana mereka harus
mengahadapi dua iblis berilmu hitam itu, sehingga mereka telah
bersepakat membagi diri. Dua orang harus menghadapi pengawal
Empu Baladatu, sedang yang lain akan menghadapi Empu Baladatu
karena menghadapi Empu Baladatu akan jauh lebih berat daripada
melawan pengawalnya itu. Sejenak kemudian pengawalnya Empu Baladatu telah terlibat
dalam perkelahian yang sengit. Ternyata kedua orang padukuhan
yang telah mendapat bimbingan para prajurit Singasari itu dapat
melawannya dengan baik. Keduanya dapat menempatkan diri
masing-masing sehingga pengawal Empu Baladatu itu tidak segera
dapat menguasainya. Empu Baladatu masih sempat memperhatikan mereka sejenak
namun kemudian iapun menggeram dengan marahnya.
Dipandanginya beberapa orang lain yang sudah siap
menghadapinya dengan pedang terhunus.
2298 "He, kenapa tidak segera kau bunuh saja kedua orang itu?" teriak
Empu Baladatu yang marah.
Pengawalnya menggeram. Iapun kemudian mengerahkan
segenap kemampuannya sehingga kedua orang, lawannya itu mulai
terdesak. Bagaimanapun juga, ternyata kedua orang padukuhan itu masih
belum dapat mengimbangi pengawal Empu Baladatu yang ganas itu.
Beberapa langkah mereka terdesak meskipun mereka telah bekerja
bersama dengan sebaik-baiknya.
Beberapa orang yang lain saling berpandangan. Mereka telah
mempersiapkan diri melawan Empu Baladatu. Tetapi karena kedua
kawannya itu terdesak, maka salah seorang dari merekapun segera
terjun ke dalam perkelahian itu untuk membantu.
Bertiga maka orang-orang padukuhan baru itu agaknya mulai
mendapatkan keseimbangan Pengawal Empu Baladatujtu harus
mengakui, bahwa untuk melawan ketiga orang itu, ia harus
berjuang sekuat tenaganya.
Namun dalam pada itu, Empu Baladatu yang melihat
pengawalnya mendapat perlawanan yang berat, iapun mulai
bergeser. Ia melihat orang-orang lain yang sudah siap melawannya.
Namun bagi Empu Baladatu, jumlah orang-orang itu tidak cukup
banyak untuk mencegah, apa saja yang akan dilakukan.
Sejenak kemudian, maka Empu Baladatu pun maju selangkah
demi selangkah. Ia tertawa ketika melihat lawan-lawannya itu
berpencar. Sambil menyeringai ia bertanya, "He, siapkah yang akan
mati lebih dahulu?" Lawan-lawannya tidak menyahut. Tetapi pedang mereka telah
teracu. "Tangan kalian mulai gemetar" desis Empu Baladatu Tetapi
lawan-lawannya bagikan menjadi bisu. Mereka sama sekali tidak
menyahut. Yang terdengar adalah desah nafas mereka yang
memburu. 2299 Tiba-tiba saja terdengar teriakan Empu Baladatu nyaring. Ia pun
kemudian mulai meloncat menyerang salah seorang dari mereka.
Dengan tergesa-gesa orang itu meloncat menjauh, sementara
kawan-kawannya maju setapak sambil mengacungkan senjata
mereka. Yang terdengar adalah suara tertawa Empu Baladatu yang
menggeletar. Rasa-rasanya suara tertawanya itu telah
menggoncangkan jantung. Bulu tengkuk lawan-lawannya telah meremang, mendengar suara
tertawa itu. Bahkan ketiga orang yang bertempur melawan
pengawal Empu Baladatu itu telah terpengaruh pula olehnya
Seolah-olah suara tertawa itu meneriakkan kidung maut dari
lembah kematian. Senak kemudian Empu Baladatu pun telah benar-benar
bertempur. Lawan-lawannya ternyata segera terdesak. Kedua pisau
belati panjang Empu Baladatu seakan-akan telah berubah menjadi


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpuluh pasang melingkari dirinya dan menyerang beruntun
kesegala arah. Lawan-lawannya yang melihat tata gerak Empu Baladatu men
jadi ngeri. Mereka menyadari bahwa mereka tidak akan dapat
melawannya, betapapun juga mereka berusaha.
(Bersambung ke jilid 32) Koleksi: Ismoyo Scanning: Arema Convert/proofing: Ayasdewe
Editing/Rechecking: Arema
-oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
2300 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 32 NAMUN perkelahian itu telah dimulai. Tidak ada gunanya lagi untuk memikirkan, apakah mereka
akan menghindar atau akan
mati. Apapun yang akan mereka lakukan, Empu Baladatu telah mengambil keputusan untuk membunuh semua orang yang datang kepadanya dan
pengawalnya. Dengan garangnya Empu Baladatu mendesak lawannya. Namun ia tidak segera mulai membunuh. Ia
ingin memperlihatkan betapa ngerinya bertempur melawannya. Baru setelah lawanlawannya
menjadi cemas dan menyesal ia mulai akan
membunuh mereka seorang demi seorang.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Empu Baladatu
teringat kepada anak panah sendaren yang dilontarkan oleh
salah seorang dari orang-orang padukuhan itu. Karena itu
2301 maka dengan suara yang dalam ia mengeram, "Salah seorang
dari kalian telah melontarkan anak panah sendaren. Sayang,
bahwa hal itu telah mempercepat saat mati kalian, karena jika
ada orang yang mendengarnya, maka mereka akan segera
mempersiapkan bantuan. Mungkin sepasukan prajurit akan
datang atau bahkan seisi padepokan kakang Sanggadaru.
Karena itu aku harus mempercepat kerjaku."
Lawan-lawannya masih tetap berdiam diri. Mereka telah
menjadi basah oleh keringat di segenap tubuhnya. Bahkan
tangan-tangan mereka yang menggenggam pedang pun
menjadi basah oleh keringat pula.
Tetapi pada saat mereka terdesak seakan-akan tidak
melihat lagi jalan keluar dari kematian, arena itu telah
dikejutkan oleh derap beberapa ekor kuda.
Dari kejauhan nampak empat ekor kuda berpacu dengan
kencangnya mendekati arena, perkelahian di pinggir hutan itu.
"Gila" teriak Empu Baladatu. Namun ketika ia melihat hanya
empat orang yang datang, maka ia pun segera berteriak,
"Marilah anak-anak, jika kalian memang ingin mengantarkan
nyawa kalian " Belum lagi gema suaranya terputus, maka terdengar
seseorang mengeluh. Pundaknya telah tertusuk oleh ujung
pisau belati Empu Baladatu. Bahkan terdengar keluhan yang
menyusul hampir di saat yang bersamaan. Dua orang
lawannya ternyata telah terluka.
Empu Baladatu yang marah melihat kedatangan empat ekor
kuda itu, dalam sekejap telah melukai dua orang lawannya.
Meskipun luka itu tidak merenggut nyawa mereka, tetapi
dengan demikian, maka tangan mereka serasa telah menjadi
lumpuh dan tidak berdaya lagi untuk melawan.
2302 Empu Baladatu tidak terhenti dengan keluhan-keluhan itu.
Ia pun segera bersiap untuk menjatuhkan korbannya yang,
lain. Untuk melawan jumlah yang jauh lebih banyak, maka ia
harus menjatuhkan dan melumpuhkannya dahulu sebanyakbanyaknya
sebelum ia mulai mengelupas kulit lawannya
seorang, demi seorang. Namun ternyata bahwa lawan-lawannya tidak menjadi
gemetar ketakutan dan membiarkan senjatanya menghunjam
di dada mereka. Meskipun lawan-lawannya tidak akan
mungkin melukai nya meskipun banya segores, tetapi mereka
masih sempat mengambil jarak untuk mempersiapkan diri
menghadapi kemungkinan yang akan datang dengan
kesadaran sepenuhnya bahwa Empu Baladatu memang tidak
akan dapat mereka lawan. Namun derap kaki kuda itu telah
memberikan harapan kepada mereka untuk menyelamatkan
diri. Kedua prajurit Singasari serta kedua kakak beradik itu
sempat melihat, bagaimana Empu Baladatu melukai lawannya.
Karena itu mereka melecut kuda mereka untuk lebih cepat
mencapai arena perkelahian.
Tetapi sebelum mereka meloncat turun, terdengar lagi
keluhan tertahan dan desah kesakitan. Seorang lawannya lagi
telah terluka cukup parah.
Ketiga lawan Empu Baladatu yang terluka itu tinggal dapat
berdiri sambil menyeringai kesakitan. Mereka hanya dapat
menunggu, dan mungkin menghindar jika Empu Baladatu
menyerang dan membunuh mereka seorang demi seorang.
Namun dalam saat yang gawat itu keempat orang berkuda
itu telah berdiri di sekitar arena perkelahian itu. Mereka masih
sempat mengikat kendali kuda mereka, dan berlari-lari
2303 mendekati Empu Baladatu yang mengeram oleh kemarahan
yang tidak tertahankan. Adalah diluar dugaan, bahwa belum lagi keempat orang itu
mendekat, Empu Baladatu lah yang melenting seperti bilalang,
langsung menyongsong salah seorang prajurit Singasari yang
mendekatinya. Serangan itu benar-benar tidak terduga. Itulah sebabnya,
maka prajurit itu tidak sempat melepaskan diri dari terkaman
Empu Baladatu. Meskipun ia masih sempat berusaha
mengelak, tetapi pisau Empu Baladatu telah berhasil
menyobek kulit, lengannya.
"Gila" teriak Empu Baladatu "kau dapat mengelak he?"
Empu Baladatu kemudian harus bertempur melawan Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat dibantu oleh kedua prajurit Singasari.
Ternyata yang memegang peranan dalam perkelahian itu
justru Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, bukan kedua prajurit
itu. Dalam pada itu, perkelahian di lingkaran pertempuran yang
lain pun masih terjadi dengan serunya. Melawan tiga orang
yang sudah mendapat latihan dari prajurit-prajurit Singasari
pengawal Empu Baladatu memang agak mengalami kesulitan.
Apalagi lawannya yang tiga orang itu, dalam keadaan terdesak
segera menampakkan dasar ilmu kanuragan yang sudah
dimiliki sebelum ia mempelajari ilmu yang lebih mapan dari
para prajurit. Mereka pada saat-saat tertentu menjadi kasar
dan bahkan liar, seperti juga pengawal Empu Baladatu.
Hanya karena kesadarannya untuk tetap mempertahankan
keseimbangan tata geraknya sajalah, maka ketiga orang itu
tidak bertempur dengan buasnya.
2304 Meskipun demikian, pada saat tertentu pengawal Empu
Baladatu itu terkejut, bahwa kekasaran ilmu hitam masih juga
nampak pada ketiga orang lawannya.
Orang-orang yang terluka oleh senjata Empu Baladatu
ternyata sudah tidak mampu lagi untuk berbuat sesuatu.
Mereka terduduk di rerumputan dengan wajah yang tegang.
Sekali-kali mereka menyeringai menahan pedih. Dengan kain
panjangnya mereka berusaha menahan darah yang mengalir
dari luka-lukanya itu. Sementara itu, Mahisa Murti dan. Mahisa Pukat berkelahi
dengan lincahnya dibantu oleh dua orang prajurit Singasari.
Kedua anak muda ternyata mampu bergerak secepat anak
kijang. Mereka berputaran di sekeliling Empu Baladatu, seolaholah
ingin mengejeknya, bahwa mereka pun mampu
bertempur dengan cara yang selalu dipergunakan oleh orangorang
berilmu hitam. "Gila" Empu Baladatu menggeram.
Tetapi kedua anak-anak muda itu memang sangat lincah.
Apalagi di samping mereka masih ada dua orang prajurit yang
memiliki ilmu yang harus diperhitungkan pula.
Karena itulah, maka Empu Baladatu yang dikagumi itu tidak
segera mampu mendesak lawannya. Bahkan kedua anak
Mahendra itu mampu membuat Empu Baladatu kadangkadang
menjadi bingung dan tegang, sementara kedua prajuril
Singasari yang lebih tua dan lebih berpengalaman itu berusaha
menyesuaikan diri meskipun kedua anak muda itu ternyata
mampu bergerak lebih lincah dan cepat.
Dalam pada itu, pengawalnya semakin lama ternyata
menjadi semakin sulit menghadapi ketiga orang itu. Sekali-kali
ia harus meloncat jauh-jauh untuk memperbaiki
2305 kedudukannya. Bahkan kadang-kadang ia harus berlari
beberapa langkah berputaran.
Empu Baladatu melihat kesulitan yang dialami oleh
pengawalnya. Namun ia juga merasa, bahwa tekanan keempat
orang lawannya itu semakin lama menjadi semakin berat
Karena itu, maka tidak ada jalan lain baginya kecuali
dengan secepatnya ia harus berhasil mengurangi jumlah
lawannya. Sambil menggeram Empu Baladatu kemudian mengerahkan
segenap kemampuannya. Jika ia berhasil mengurangi seorang
saja di antara lawannya dengan sebuah hentakan, maka ia
akan segera dapat mengurangi lawan berikutnya dengan leb ih
mudah lagi Tetapi ternyata bahwa keempat lawannya telah
mempersiapkan diri menghadapi saat-saat yang menentukan.
Itulah sebabnya, sesaat setelah mereka melihat perubahan
tata gerak Empu Baladatu, mereka pun telah memencar dan
menyerang, berurutan dari keempat penjuru.
Dengan demikian Empu Baladatu justru menjadi semakin
sibuk. Ternyata Mahisa Murti, Mahisa Pukat dan kedua prajurit
Singasari itu pun telah menghentakkan kekuatan mereka pula
untuk segera mengalahkan Empu Baladatu.
Betapapun Empu Baladatu mengerahkan segenap
kekuatannya, namun ternyata bahwa kemampuannya benarbenar
terbatas. Ia tidak dapat memaksakan kehendaknya atas
kedua anak anak muda dan kedua prajurit Singasari itu.
Mereka berempat sama sekali tidak menjadi gentar dan
terdesak, justru merekalah yang dengan menghentakkan
kekuatan pula dapat mendesak Empu Baladatu seperti ketiga
orang yang melawan pengawalnya itu.
2306 Empu Baladatu menjadi semakin marah. Tetapi ia
dihadapkan pada suatu kenyataan. Itulah sebabnya, maka ia
tidak dapat ingkar. Kenyataan itu terjadi, bahwa ia tidak
mampu mengimbangi kekuatan keempat lawannya, sedang
pengawalnya tidak juga berhasil melawan ketiga orang
padukuhan yang telah menempa diri di bawah pimpinan
prajurit-prajurit dari Singasari.
Untuk beberapa saat lamanya Empu Baladatu masih
berusaha apa yang harus dilakukan untuk mengatasi keempat
lawan-lawannya. Terutama anak-anak muda yang dapat
bergerak selincah burung sikatan itu, sementara pengawalnya
benar-benar telah terdesak dan mengalami kesulitan untuk
mendapatkan jalan keluar.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ternyata tidak sempat lagi
ber-main-main dengan lawan yang garang itu. Mereka benarbeanr
harus mengerahkan segenap kemampuannya. Sekejap
mereka lengah, maka nyawanya akan menjadi tebusan.
Dalam pada itu, kedua prajurit yarig bertempur bersama
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat pun menjadi semakin heran
melihat kedua anak-anak muda itu. Jika semula mereka
menjadi cemas bahwa anak-anak muda itu akan menjadi
beban mereka, ternyata bahwa kedua anak muda itulah yang
lebih banyak menentukan daripada kedua prajurit itu.
Akhirnya sampailah pertempuran itu pada puncaknya. Saatsaat
yang semakin gawat telah benar-benar mengguncangkan
dada Empu Baladatu. "Gila" geram Empu Baladatu "jika aku membawa semua
pengawalku kemari, maka mereka akan segera dapat aku
binasakan " 2307 Tetapi yang terjadi bahwa Empu Baladatu tidak membawa
pengawal-pengawalnya, sehingga Empu Baladatu tidak akan
dapat berbuat seperti yang di angan-angankannya.
Sejenak Empu Baladatu sempat membuat perhitungan. Ke
empat orang yang datang membantu karena mereka
mendengar atau mendapat laporan bahwa sesorang telah
mendengar panah sendaren itu mungkin akan disusul oleh
orang lain pula. Karena itu, maka menurut pertimbangannya, maka tidak
akan ada gunanya lagi ia bertahan. Betapapun juga ia
mengerahkan kemampuannya, ia tidak akan mampu untuk
mengalahkan kedua orang anak muda dan kedua prajurit
Singasari yang bertempur ber-sama-sama itu, meskipun
sebelumnya ia sudah melukai tiga orang lawannya.
Itulah sebabnya, maka tidak ada jalan lain bagi Empu
Baladatu selain menghindarkan diri dari pertempuran, karena
semakin lama ia bertahan, maka keadaan akan menjadi
semakin gawat baginya. Dengan perhitungan yang cermat, maka Empu Baladatupun
kemudian justru mengadakan persiapan untuk menghindar
dari perkelahian. Ketika terdengar ia berteriak nyaring sambil mempersiapkan
sebuah serangan, maka lawan-lawannya menjadi termangumangu.
Mereka menduga bahwa Empu Baladatu akan


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan sesuatu yang mengejutkan dengan mengerahkan
segenap kemampuannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Demikian keempat
lawannya bersiaga sepenuhnya, maka Empu Baladatu itupun
segera meloncat, tidak menyerang, tetapi dengan serta merta
memasuki hutan bersama pengawalnya.
2308 Ketika lawan-lawannya menyadari keadaan, maka
merekapun segera berusaha mengejarnya.
Tetapi Empu Baladatu dan pengawalnya itu seakan telah
hilang di balik dedaunan yang lebat.
Dalam pada itu, ketika lawan-lawan Empu Baladatu sedang
termangu-mangu, terdengar derap kaki dua ekor kuda
sehingga merekapun terkejut karenanya. Dengan serta merta
mereka berlari memburu. Tetapi yang mereka lihat kemudian
adalah Empu Baladatu dengan pengawalnya telah berlari di
atas punggung kudanya meninggalkan arena perkelahian.
"Pengecut" geram Mahisa Pukat.
Tetapi Mahisa Murti menyahut, "Itu adalah sifatnya. Tanpa
sifat itu, maka ia bukannya Empu Baladatu lagi."
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia
berpaling kepada kedua orang prajurit Singasari yang berdiri di
sebelahnya, nampaklah wajah-wajah yang tegang kemarahmarahan.
"Mereka terlepas dari tangan kita" desis salah seorang
prajurit itu, "Itu adalah wajar sekali" jawab Mahisa Murti, "Empu
Baladatu adalah seorang yang memiliki ilmu yang tinggi.
Meskipun barangkali kita dapat bertahan dan melindungi diri
sendiri, namun ia tetap memiliki kelebihan. Ternyata ia mampu
menghindarkan diri dari kemungkinan yang paling buruk
meskipun keadaannya sudah sangat sulit seperti juga
pengawalnya. Kedua prajurit itu tidak menyahut. Namun seakan-akan
mereka berjanji untuk berpaling kepada ketiga orang
2309 padukuhan yang berdiri tegak dengan senjata masing-masing
di tangan. "Tolonglah kawan-kawanmu yang terluka" perintah prajurit
yang seorang. Ketiga orang itu seakan-akan baru menyadari bahwa ketiga
kawannya telah terluka parah.
"Kita akan segera membawanya kembali" berkata salah
seorang dari ketiga orang prajurit itu.
Demikianlah, maka ketiga orang yang terluka itu pun segera
mendapat perawatan sementara. Kedua kakak beradik anak
Mahendra itu dengan kedua orang prajurit Singasari telah
memberikan kuda-kuda mereka untuk membawa orang-orang
yang terluka itu. "Pakailah kuda kami" berkata Mahisa Murti, "bawalah
kawan-kawanmu yang terluka. Kami akan berjalan kaki
kembali kepadukuhan. Demikianlah, maka setiap ekor kuda membawa dua beban
di punggungnya. Seorang terluka dan seorang yang
menjagainya Tetapi ternyata kuda-kuda yang legar itu tidak
merasa terlampau berat. Sementara itu, salah seorang dari kedua prajurit itupun
telah mengawal orang-orang itu mendahului kembali
kepadukuhan. Mahisa Murti, Mahisa Pukat dan seorang prajurit Singasari
masih tetap berada di bekas arena pertempuran itu. Mereka
seakan-akan masih ingin melihat, apa saja yang baru terjadi
dan terutama sebelum mereka datang ketempat itu.
Namun mereka tidak menemukan tanda-tanda lain yang
menarik perhatian. 2310 "Marilah" berkata prajurit yang seorang, "kita belum
terlepas sama sekali dari bahaya. Mungkin Empu Baladatu
akan segera kembali dengan, kawan yang lebih banyak."
"Padepokan Empu Baladatu jauh sekali dari tempat ini.
Bagaimana mungkin ia mendapatkan kawan baru untuk
melawan kita di sini?" sahut Mahisa Pukat.
"Siapa tahu. Mungkin kedatangan Empu Baladatu ke daerah
ini tidak hanya berdua saja."
"Jika demikian, dimanakah kawan-kawannya yang lain?"
bertanya Mahisa Murti Prajurit itu mengeleng. Jawabnya, "Kita tidak tahu. Tetapi
kita tidak boleh lengah "
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti mengangguk-angguk.
Mereka pun kemudian bersiap-siap untuk meninggalkan
tempat itu. Namun merekapun segera mengangkat wajahnya ketika
mereka mendengar derap kaki kuda mendekat Tetapi mereka
segera menarik nafas panjang, ketika mereka melihat dari
kejauhan beberapa orang prajurit Singasari berpacu mendekati
daerah itu. "Mereka datang" desis Prajurit Singasari yang berada.
bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
"Kenapa mereka datang kemari" bertanya Mahisa Murti.
"Panah sendaren itu. Seperti aku juga datang kemari
setelah mendengar laporan."
Tetapi mereka sangat terlambat.
"Ketika pemimpin petugas hari ini mendengar laporan
tentang panah sendaren itu, ia telah mengirim kami berdua
2311 untuk mencari arah. Sedangkan orang lain harus segera
melaporkannya kepada pemimpin induk pasukan. Itulah
agaknya maka beberapa orang prajurit langsung dari induk
pasukan mendapat tugas kemari."
"Tetapi mereka telah terlambat "
"Ya" jawab prajurit itu, "seandainya kami berdua di tengah
jalan tidak kebetulan bertemu dengan kalian, maka aku kira
akhir dari pertempuran ini akan sangat jauh berbeda "
"Itu perlu mendapat perhatian. Peristiwa kebetulan tidak
dapat dijadikan pegangan. Seharusnya prajurit-prajurit itu
datang agak awal, sehingga seandainya kami berdua tidak
hadir di tempat ini, kalian, berdua masih tetap hidup."
Prajurit itu mengangguk-angguk. Desisnya, "Suatu
peringatan yang sungguh-sungguh bagi kesiagaan kami."
Sejenak kemudian, maka Mahisa Murti, Mahisa Pukat dan
seorang prajurit itupun menyongsong kedatangan lima orang
prajurit berkuda yang dengan tenang mendekat.
"Mereka tidak nampak tergesa-gesa" berkata Mahisa Murti.
"Mereka tentu sudah berjumpa dengan prajurit yang
mengawal orang-orang yang terluka itu. sehingga mereka
sudah mengetahui apa yang terjadi di sini." sahut Mahisa
Pukat. Mahisa Murti mengangguk-angguk. Tetapi ia nampak
kecewa. Sejenak kemudian kelima orang prajurit itupun segera
meloncat turun dan mendekati kawannya yang termangumangu.
"Aku mengucapkan selamat atas keberhasilanmu" berkata
pemimpin kelompok prajurit itu.
2312 Tetapi prajurit yang baru saja bertempur itu menggeleng.
Jawabnya, "Bukan aku, tetapi kedua anak-anak muda ini."
Pemimpin prajurit itu memandang Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat sambil tersenyum. Mereka mengenal keduanya adalah
anak-anak muda yang memiliki ilmu yang tinggi.
"Kalian juga ikut bersama prajurit Singasari" bertanya
pemimpin kelompok itu "
"Suatu kebetulan" jawab Mahisa Pukat, "dan kalian tidak
boleh mengharapkan kebetulan yang serupa akan selalu
terjadi." Pemimpin kelompok itu mengerutkan keningnya.
"Kau sudah mendengar apa yang terjadi di sini?" bertanya
Mahisa Pukat "Ya. Kami telah bertemu dengan orang-orang yang terluka
itu." "Nah, kalian tentu dapat membayangkan, seandainya kami
berdua tidak ikut serta dengan kedua prajurit itu."
Pemimpin kelompok itu menjadi bingung.
"Nah, pelajarilah keadaan ini. Kelambatan kalian dapat
berarti maut bagi petugas-petugas yang terdahulu."
"Aku tidak mengerti." Jawab pemimpin prajurit itu.
"Aku akan menjelaskan nanti" sahut prajurit yang telah
bertempur melawan Empu Baladatu itu.
Demikianlah setelah mereka berbincang sebentar tentang
arena pertempuran itu dan tentang Empu Baladatu, maka
pemimpin kelompok itupun berkata, "Marilah. Kita Kembali
kepadepokan Empu Sanggadaru Kita dapat membicarakan
persoalannya lebih panjang dan mendalam bersama Empu
2313 Sanggadaru dan Mahisa Bungalan. Juga aku ingin mendengar
penjelasan tentang kelambatanku dan peristiwa yang di sebut
kebetulan itu. Demikianlah maka sekelompok prajurit bersama Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat pun segera meninggakan tempat itu.
Karena kuda ketiga orang yang terdahulu sudah tidak ada lagi,
maka mereka harus kembali kepadukuhan dengan berjalan
kaki." "Pergilah dahulu" berkata Mahisa Pukat kepada prajuritprajurit
berkuda yang datang kemudian.
Pemimpin prajurit itu ragu-ragu. Namun ketika Mahisa Murti
juga mempersilahkannya, maka mereka pun meninggalkan
tempat itu berkuda mendahului, tetapi mereka tidak memacu
kuda mereka karena mereka mempunyai pertimbangani
tersendiri. Mungkin Empu Baladatu memang masih akan
kembali dengan jumlah orang yang lebih banyak, meskipun
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti tidak sependapat.
Ternyata bahwa perhitungan Mahisa Pukat dan Mahisa
Murti itulah yang benar. Empu Baladatu tidak kembali lagi
dengan jumlah orang yang lebih banyak, sehingga dengan
demikian maka perjalanan mereka kembali kepadukuhan tidak
mendapat gangguan. Namun peristiwa itu telah menumbuhkan persoalan yang
perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para
prajurit di Singasari yang mendapat laporan selengkapnya dari
peristiwa yang baru saja terjadi itu.
"Persoalannya tidak terbatas pada padepokan Empu
Sanggadaru" berkata seorang perwira prajurit Singasari, "pada
saatnya persoalan itu tentu akan berkembang."
2314 "Ya" jawab kawannya, "karena itu maka masalah Empu
Baladatu dan orang-orang Mahibit harus ditangani dengan
sungguh-sungguh. Dengan demikian maka persoalan itu telah menjadi salah
satu perhatian dari para pemimpin prajurit di Singasari sebagai
suatu persoalan yang tidak dapat dianggap ringan dengan
sekedar menempatkan sepasukan prajurit di padepokan Empu
Sangggadaru. Untuk mengetahui peristiwa itu dari dekat, maka Mahisa
Agni telah memerlukan datang kepadepokan Empu
Sanggadaru. Dengan demikian ia akan mendapatkan bahan
yang lengkap untuk menentukan sikap berikutnya.
"Ternyata Empu Baladatu masih tetap menyimpan citacitanya
yang barangkali akan dapat meledakkan daerah
Singasari" berkata Mahisa Agni.
"Persoalannya memang tidak begitu sederhana paman"
sahut Mahisa Bungalan, "bukan sekedar terbatas di daerah ini.
jika terjadi sesuatu di sini, agaknya Empu Baladatu hanyalah
mencari kesempatan untuk memperluas daerah pengaruhnya,
sementara rencananya yang besar di hari mendatang akan
berjalan seperti yang dikehendakinya."
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Ia pun menyadari
persoalan yang sedang dihadapinya. Yang nampaknya kecil itu
tentu akan mempunyai kaitan yang panjang.
Sementara itu, selagi beberapa orang pemimpin prajurit
berada di padepokan Empu Sanggadaru, Empu Baladatu telah
meninggalkan bekas padepokan orang-orang yang menyebut
dirinya gerombolan Serigala Purih dan Macan Kumbang, yang
pada saat terakhir telah menemukan jalan hidup yang lebih
baik. 2315 Perjalanan yang gagal itu merupakan pelajaran bagi Empu
Baladatu, bahwa usaha yang akan ditempuhnya itu bukannya
usaha yang, mudah dan dapat dilakukan seperti yang
dikehendakinya. "Mahibit telah bersiap semakin jauh" berkata Empu
Baladatu kepada pengawalnya.
Pengawalnya tidak menyahut. Mereka menyadari, bahwa
Empu Baladatu yang kecewa itu akan mudah sekali
tersinggung jika mereka salah mengucapkan tanggapan.
"Aku harus melihat Mahibit" tiba-tiba saja Empu Baladatu
menggeram. Pengawalnya menjadi cemas. Jika benar-benar demikian,
maka mungkin mereka harus menempuh perjalanan yang
sama berbahayanya. Salah paham antara Empu Baladatu dan
Linggapati dapat terjadi setiap saat. Apalagi nampaknya
Linggapati sudah melangkah lebih jauh dari yang dilakukan
oleh Empu Baladatu. Namun Empu Baladatu kemudian berkata, "Tetapi aku tidak
akan membawa pengawal seorang pun. Satu orang saja di
antara kalian datang bersama kami, maka perjalananku akan
segera diketahui. Apalagi aku tidak akan langsung masuk ke
Mahibit. Aku akan berada di daerah yang agak jauh untuk
mendapatkan sekedar bahan-bahan tentang perkembangan
Mahibit. Mungkin Mahibit dan kita akan maju bersama-sama
meskipun jalan yang ditempuhnya berbeda. Linggapati akan
mempengaruhi beberapa orang pemimpin pemerintahan. Yang
sudah jelas berada di bawah pengaruhnya adalah orang-orang
yang memimpin pemerintahan di Mahibit dan daerah di
sekitarnya dan seorang Akuwu di tlatah Kabonang. Sekarang
mungkin pengaruhnya sudah semakin luas, sehingga aku perlu
menilainya." 2316 Pengawalnya hanya mengangguk-angguk saja Dan Empu
Baladatu pun berkata terus, "Sementara itu aku akan
menempuh cara lain. Aku akan menghubungi beberapa
perguruan. Aku akan mengharapkan bantuan mereka,
meskipun dengan demikian mereka harus mendapatkan


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

imbalan yang cukup. Setidak-tidaknya janji bahwa mereka
akan mendapatkan kekuasaan dan tanah perdikan yang luas
dan memberikan harapan yang memuaskan di hari depan."
Pengawalnya sama sekali tidak dapat mencegah niat Empu
Baladatu. Jika ia mengatakan sesuatu yang lebih banyak
didorong oleh perasaannya sesaat, seharusnya orang lain
hanya sekedar mendengarkannya saja. Baru jika ia sudah
mendapat kesempatan untuk memikirkan niatnya, ia dapat
mendengar pendapat dan pertimbangan orang lain.
Karena itulah maka para pengawal itu akan menunggu
sampai suatu saat Empu Baladatu memperhitungkan lagi
rencananya itu. Tetapi ternyata kali ini Empu Baladatu berpendirian tetap
seperti yang dikatakannya. Ketika mereka kemudian
menempuh jalan kembali kepadukuhannya, Empu Baladatu
seolah-olah telah melupakan niat yang dikatakannya itu,
karena ia tidak menyinggungnya lagi. Bahkan ketika mereka
bermalam di perjalanan, perhatian Empu Baladatu lebih
banyak tertuju kepada binatang buruan untuk makan malam
mereka. Namun ketika mereka sudah sampai di padukuhan, ternyata
Empu Baladatu mengulangi niatnya untuk pergi ke Mahibit
seorang diri. "Apakah itu perlu sekali Empu?" bertanya salah seorang
pengawalnya. 2317 "Bagaimana menurut pertimbanganmu."
"Aku menganggap bahwa lebih baik Empu memperkuat
kedudukan lebih dahulu. Jika Empu berniat menghubungi
beberapa buah perguruan yang dapat diajak berbicara tentang
hal ini maka itu sajalah yang dilakukannya lebih dahulu."
Tetapi Empu Baladatu menggelengkan kepalanya. Katanya,
"Aku akan melakukan keduanya bersama-sama. Aku akan
pergi ke Mahibit untuk mengetahui dan penilai
perkembangannya sekaligus menghubungi beberapa
perguruan yang aku kenal, meskpun perguruan-perguruan itu
mempunyai cacat dan celanya masing-masing. Namun kita
akan dapat memanfaatkan tenaga yang ada pada mereka
untuk mengimbangi usaha Linggapati yang mencari kekuatan
pada orang-orang yang berkuasa di daerah di sekitarnya."
Tidak seorang pun yang dapat menahan Empu Baladatu
Setelah mengadakan beberapa persiapan, maka ia pun benarbenar
berniat meninggalkan padepokannya.
"Jagalah padepokan ini baik-baik. Seperti yang pernah
kalian lakukan, jangan tinggal di padepokan induk selama aku
tidak ada. Bersihkan dan pelihara pedukuhan induk itu dengan
tenaga yang tidak menentukan." pesan Empu Baladatu kepada
murid-muridnya. "Kenapa Empu?" bertanya salah seorang muridnya.
"Kau memang dungu. Bertanyalah kepada orang yang ikut
bersamaku. Orang-orang Singasari mungkin akan datang
setiap saat. Mereka tentu cemas melihat perkembangan
padepokan ini. Apalagi mereka seolah-olah telah digelitik oleh
peristiwa yang baru saja terjadi di padepokan Empu
Sanggadaru." 2318 Para pengawal padepokan itu mengangguk-angguk. Seperti
yang pernah mereka lakukan, maka mereka berada, di tempat
terpencar, sementara orang-orang yang tidak menentukan
sajalah yang tetap berada di padepokan.
Setelah memberikan beberapa pesan, maka Empu Baladatu
pun segera meninggalkan padepokannya. Untuk memberikan
kesan lain rentang dirinya, maka Empu Baladatu sama sekali
tidak mempergunakan pakaian dan kelengkapan seorang
pemimpin sebuah padepokan apalagi yang berilmu hitam.
Tetapi ia mengenakan pakaian sebagai seorang saudagar yang
sedang melakukan perjalanan untuk mengurus kesibukan jual
belinya. Ketika Empu Baladatu meninggalkan padepokannya, Ia
sudah mempunyai beberapa rencana siapa-siapa yang akan
dikunjunginya. Namun seperti yang dikatakannya, sekaligus ia
akan pergi ke Mahibit untuk melihat perkembangan persiapan
Linggapati di saat-saat terakhir.
"Aku tidak akan bersembunyi-sembunyi di Mahibit" berkata
Empu Baladatu kepada diri sendiri, "aku akan muncul di jalanjalan
kota. Aku adalah saudagar yang kaya, yang sedang
melihat-melihat apakah di Mahibit ada barang-barang yang,
dapat aku ambil dan aku perdagangkan. Jika sikapku cukup
menyolok, maka Linggapati tentu akan segera mengenalku
lewat orang-orangnya yang aku yakin, tentu bertebaran di
segala sudut " Namun Empu Baladatu pun masih juga harus
memperhitungkan, bahwa ia akan bertemu dengan pihak lain
yang tentu ada juga di Mahibit. Para petugas sandi dari
Singasari. Tetapi Empu Baladatu sudah mempunyai rencana, Ia akan
berada selalu di sekitar tempat-tempat yang pernah
2319 dipergunakan oleh Linggapati. Padepokan tanpa pintu yang
sudah ditinggalkan akan merupakan tempat yang paling baik
untuk menarik perhatian orang-orang Linggapati yang tentu
masih selalu mengawasinya.
Namun Empu Baladatu pun menyadari bahaya yang dapat
terjadi atas dirinya. Jika Linggapati menentukan sikap lain,
maka mungkin akan merupakan bencana baginya.
Tetapi setiap kali Empu Baladatu menggeleng sambil
berkata kepada diri sendiri, "Linggapati tidak akan mengambil
sikap yang dapat mengganggu rencananya. Ia lebih senang
melihat suasana seakan-akan tenang dan damai, sementara ia
berhasil menyusun kekuatan betapapun lambatnya.
Agaknya perjuangan Linggapati benar-benar diperhitungkan
sampai dua keturunan, sampai saatnya anaknya dapat
mengambil alih pimpinan dan kemudian sekaligus mengambil
alih kekuasaan Singasari."
Demikianlah Empu Baladatu berniat untuk pertama-tama
pergi ke Mahibit sebelum ia menghubungi beberapa buah
perguruan. Ia ingin mengetahui apakah yang sudah dilakukan
oleh Linggapati sampai saat terakhir, karena menurut
perhitungan Empu Baladatu, meskipun nampaknya Linggapati
tidak berbuat apa-apa, namun ia pasti sudah menambah
kekuatannya sesuai dengan caranya. Kegagalannya untuk
bersama Empu Baladatu menghancurkan padepokan Empu
Sanggadaru, merupakan pengalaman yang harus selalu
diperhitungkan untuk setiap langkahnya kemudian.
Seperti yang direncanakan maka Empu Baladatu pun
berusaha untuk menarik perhatian orang-yang dianggapnya
sedang mengawasinya, terutama di sekitar bekas padepokan
Linggapati. Bekas padepokannya yang tertua, dan bekas
2320 padepokannya yang baru, yang ditinggalkannya setelah ia
gagal menghancurkan padepokan Empu Sanggadaru.
"Para petugas sandi dari Singasari tentu tidak akan
berkeliaran di tempat-tempat yang sudah tidak dipergunakan
lagi ini" berkata Empu Baladatu kepada diri sendiri
Ternyata bahwa usahanya itu berhasil. Agaknya salah
seorang petugas sandi dari Mahibit telah melihatnya dan
menyampaikan kepada Linggapati yang tempatnya tidak
diketahui oleh Empu Baladatu.
Linggapati yang mendapat laporan bahwa Empu Baladatu
berada di Mahibit segera mengambil sikap. Sebelum ia
menjumpainya, maka seperti yang pernah dilakukannya, maka
tanpa setahu Empu Baladatu, Linggapati sendiri telah
mengamatinya. "Ia kali ini seorang diri" berkata Linggapati kepada
pengawalnya yang melihatnya Empu Baladatu pertama kali.
"Ya. Sejak aku menjumpainya, ia memang hanya seorang
diri." "Ia tentu ingin bertemu dengan aku"
"Ya." "Bawalah ia ke bangsal tiga. Aku akan berada di sana. Aku
tidak akan menerimanya di padepokan, karena aku masih
belum dapat mempercayainya sepenuhnya. Ia sampai hati
menghancurkan saudara kandungnya sendiri meskipun gagal.
Apalagi terhadap orang lain."
Pengawal Linggapati mengangguk. Ia pun minta diri untuk
membawa Empu Baladatu ke bangsal yang ditandainya
dengan urutan tiga. 2321 Empu Baladatu sama sekali tidak menunjukkan keraguraguan.
Ia pun segera mengikuti orang yang mengajaknya
menuju Ke pinggir kota, ke sebuah rumah yang tidak begitu
besar meskipun nampak terawat rapi.
"Bagus sekali" desis Empu Baladatu, "rumah siapakah ini?"
"Salah sebuah rumah Linggapati "
Empu Baladatu mengangguk-angguk. Ia tidak bertanya
lebih jauh. Jawaban orang itu tentu jawaban yang sebenarnya,
meskipun ia iahu pasti, bahwa rumah Linggapati tentu lebih
dari sepuluh buah. Tidak seorang pun mengetahui, di suatu
saat ia sedang berada di mana. Belum lagi terhitung
padepokanannya. "Silahkan Empu menunggu. Sebentar lagi Linggapati tentu
akan datang." Empu Baladatu mengangguk.
Seperti yang dikatakan oleh orang yang membawanya,
maka sejenak kemudian seseorang dalam pakaian sederhana
memasuki halaman rumah itu. Ketika ia melihat Empu
Baladatu sudah duduk di pendapa, maka ia pun kemudian
tersenyum sambil berkata, "Apakah Empu sudah lama
menunggu?" Empu Baladatu pun tersenyum pula. Ketika Linggapati naik
kependapa maka Empu Baladatu menjawah, "Kau tentu tahu
pasti, kapan aku naik ke pendapa bangsalmu ini."
"Sebuah pondok yang sederhana. Sekedar untuk mencukupi
kebutuhan. Melindungi panas di siang hari, menghindari hujan
di musim basah." "Jangan menyebutnya seperti kebanyakan orang yang
selalu lamis. Katakan saja, rumah ini adalah salah satu tempat
2322 untuk mengelabui orang-orang yang mencarimu. Mungkin
prajurit Singasari. Tetapi mungkin juga petugas-petugas sandi
kakang Sanggadaru." Linggapati tertawa. Katanya, "Baiklah. Sebut saja seperti
sebutan yang kau kehendaki itu. Aku tidak berkeberatan.
Tetapi lebih dari itu, Empu dapat tinggal di rumah ini menurut
kebutuhan. Aku tahu bahwa Empu tidak begitu senang
berbicara di tengah sawah, di simpang tiga atau di pojok
padukuhan. Karena itu, aku sekarang menerima Empu di
rumah ini betapapun sederhananya."
"Terima kasih. Sikapmu menunjukkan, bahwa kau menjadi
semakin mempercayai aku "
Linggapati tertawa. Katanya, "Bahkan kau datang seorang
diri itu pun suatu sikap yang menguntungkan, bagimu
sekarang. Kau tidak terlalu mencurigakan aku seperti aku tidak
terlalu mencurigai kau lagi."
"Mudahkan selanjutnya hubungan di antara kita menjadi
bertambah baik. Jarak yang ada akan menjadi semakin sempit
" Linggapati tertawa semakin keras. Katanya, "Kita akan
berbicara besok atau nanti, setelah kau beristirahat. Sekarang,
lepaskan lelahmu dan tinggallah seperti di rumah sendiri."
Empu Baladatu tersenyum. Tetapi ia tidak tenggelam dalam
sikap yang baik dan ramah. Bagaimanapun juga ia harus tetap
berhati-hati, karena Linggapati bukannya seorang yang dapat
dipercaya sepenuhnya. Namun kemudian ternyata bahwa Linggapati tidak bersedia
untuk mengadakan pembicaraan segera. Ia masih
mempersilahkan tamunya 2323 "Beristirahatlah. Marilah aku antarkan kau memasuki rumah
ini." Empu Baladatu tidak menolak. Ia pun kemudian masuk ke
dalam rumah itu dan oleh Linggapati ia pun diantar langsung
ke dalam biliknya. "Inilah bilikmu Beristirahatlah. Di sini ada beberepa orang
pelayan. Jika kau memerlukani sesuatu, mintalah kepada
pelayan-pelayan itu."
"Terima kasih."
"Sekarang aku akan pergi dahulu. Nanti aku akan datang
lagi dan berbicara tentang hubungan kita. Bukankah kita tidak
tergesa-gesa." Empu Baladatu terpaksa mengangguk. Jawabnya, "Ya. Aku
tidak tergesa-gesa."
Ketika kemudian Linggapati meninggalkannya, Empu
Baladatu duduk termangu-mangu di dalam rumah itu. Rumah
yang baginya cukup baik dan memberikan suasana yang
segar. Di halaman pohon bunga tumbuh dengan suburnya.
Sementara beberapa buah sangkar tergantung di batang
pohon-pohon yang rendah. Empu Baladatu mengerutkan keningnya ketika seorang
pelayan datang kepadanya sambil membawa minuman panas
dan beberapa potong makanan. Sambil meletakkan minuman
dan makanan itu di amben ruang tengah pelayan itu berkata,
"Silahkan Empu mencicipinya."
"Terima kasih" jawab Empu Baladatu. Sepeninggal pelayan
itu, maka Empu Baladatu pun kemudian menghadapi minuman
dan makanan itu dengan ragu-ragu. Tetapi ia adalah orang
yang memiliki ilmu yang cukup untuk mengetahui, apakah
2324 minuman dan makanan itu beracun. Sehingga karena itulah,
maka ia pun kemudian mengangkat mangkuk minumannya
dan mencium asapnya. Demikian juga beberapa potong
makanan itu. Ia menarik nafas dalam-dalam. Menurut pengamatannya,
makanan dan minuman itu sama sekali tidak
membahayakannya, sehingga ia pun kemudian minum dan
makan secukupya. "Penerimaan yang sangat ramah" katanya kepada diri
sendiri, "aku tidak tahu, apakah Linggapati benar-benar
seramah ini. Menerima aku di rumah yang baik, memberikan
jamuan dan bahkan beberapa orang pelayan untuk melayani


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku di rumah ini. Mudah-mudahan setelah melampaui malam
pertama aku masih akan dapat bangun dan melihat matahari
terbit. Oleh berbagai macam pikiran itulah maka ketika kemudian
malam tiba, Empu Baladatu justru menjadi semakin berhatihati.
Ia tidak segera melepaskan pakaiannya dan berbaring di
pembaringan di dalam biliknya
"Apakah Linggapati tidak akan datang berbicara malam ini?"
ia bertanya kepada diri sendiri.
Namun ternyata bahwa lewat sirep lare, Linggapati
memasuki ruang tengah rumah itu.
"Apakah kau belum tidur?" ia bertanya.
Empu Baladatu yang keluar dari biliknya pun kemudian
duduk di amben di ruang tengah bersama Linggapati.
"Aku menunggumu. Aku ingin berbicara tentang masa
depan perjuanganmu."
"Kenapa?" 2325 "Aku ingin menyesuaikan diri "
Linggapati tertawa Katanya, "Apakah kau masih ingin
melanjutkan niatmu." Aku mengira bahwa kau akhir-akhir ini
sudah menarik diri. Kegagalan mutlak itu agaknya telah
membuatmu menjadi jera."
"Aku akan berjalan terus sampai saatnya maut
menghentikannya" jawab Empu Baladatu.
Linggapati tertawa semakin keras. Katanya, "Kau memang
keras hati. Tetapi hanya orang-orang yang keras hati sajalah
yang pada suatu saat dapat mencapai cita-citanya. Mereka
yang mudah patah di tengah tidak akan dapat berbuat sesuatu
bagi masa depan." "Jangan memuji. Aku ingin bertanya, bagaimanakah dengan
kau sekarang." "Empu Baladatu" jawah Linggapati, "sejak semula aku
sudah memutuskan untuk tidak terlalu tergesa-gesa. Aku ingin
sampai pada suatu saat, dimana aku yakin bahwa
perjuanganku pasti berhasil."
"Aku tahu. Agaknya kau akan menumpukan keberhasilanmu
pada keturunanmu. Dan itu pun tidak keliru. Aku juga
mempertimbangkannya demikian. Anakku yang ada di
padukuhan kakeknya akan menjadi pewaris dari perjuanganku
yang barangkali tidak akan selesai sepanjang umurku."
Linggapati mengerutkan kerungnya. Lalu, "Kau dapat
melihat rencana perjuangan yang akan aku tempuh dalam
jangka yang panjang."
"Ya. Tetapi aku pun tahu bahwa kau maju terus. Nah, aku
ingin mengetahui, sampai dimanakah langkahmu sekarang.
2326 Jika kau bersikap jujur, maka aku akan dapat menyesuaikan
diriku dengan jujur pula "
Tetapi sekali lagi Linggapati tertawa. Bahkan ia bertanya,
"Sampai dimanakah pengertian, jujur menurut kau?"
Pertanyaan Linggapati itu mengejutkan Empu Baladatu. Ia
sama sekali tidak mengira, bahwa Linggapati akan bertanya
demikian kepadanya. Namun Empu Baladatu itu pun kemudian tertawa pula
sambil menjawab, "Kau Memang penuh prasangka. Tetapi
baiklah aku mengartikannya dengan pengertian yang aku
kehendaki. Jujur maksudku, mengatakan sesuai dengan
kenyataannya." Linggapati tertawa semakin keras. Jawabnya, "Jadi aku
harus mengatakan kepadamu, bahwa aku mempunyai
kekuatan yang besarnya hampir sebesar kekuatan Singasari di
Kota Rajanya. Ditambah dengan empat daerah yang
diperintah oleh empat orang Akuwu. Pengaruh yang besar dari
salah seorang pendukungku di seluruh daerah pantai Utara.
Dan yang mulai aku rintis adalah pengaruh yang tidak dapat
dicegah lagi di istana Singasari sendiri."
Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Namun ia pun
kemudian tertawa. Katanya, "Apakah kau sudah
mengatakannya dengan jujur?"
Linggapati tidak dapat menahan gelak ketawanya.
Jawabnya, "Aku sudah mengatakan jujur. Sejujurnya. Tinggal
hatimu sendiri. Jika kau percaya kepadaku, kau tentu tidak
akan curiga. Dan kau akan menganggap aku benar-benar
jujur. Tetapi jika kau menaruh curiga dan tidak percaya, kau
akan menganggapku tidak jujur."
2327 Empu Baladatu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Agaknya perjalananku tidak berhasil. Kau masih tetap
menganggap penting untuk merahasiakan kekuatanmu yang
sebenarnya. Meskipun demikian, aku pernah mendapat
keterangan, bahwa kau memang sudah berhasil
mempengaruhi seorang Akuwu untuk ikut serta dalam
gerakanmu." "Tidak hanya seorang" jawah Linggapati, "tetapi itu
tergantung tanggapanmu "
Empu Baladatu menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar bahwa
Linggapati sengaja membuatnya kebingungan sehingga ia
tidak akan dapat mengambil kesimpulan yang benar terhadap
ceriteranya. "Tetapi Empu" berkata Linggapati, "Jangan marah.Aku
memang tidak dapat memberimu kepuasan. Aku sudah
mengatakan sesuai dengan kebenaran. Tetapi agaknya kau
tidak percaya. Meskipun demikian, kau jangan marah Aku
masih mengharap kau tinggal untuk beberapa saat lamanya di
rumah ini " "Terima kasih. Aku memang masih akan minta ijin, agar aku
dapat tinggal untuk beberapa lamanya. Aku sedang dalam
perjalanan dagangku. Aku sedang mencari barang-barang besi
aji." "He?" Linggapati mengerutkan keningnya, "kau berkata
sebenarnya?" "Ya. Itulah penghidupanku sekarang di samping bertani.
Murid-muridku bertambah banyak, sedang tanah persawahan
kurang memberikan hasil yang baik. Dengan
memperdagangkan pusaka berupa apapun juga, ternyata aku
mendapat keuntungan yang baik."
2328 Linggapati tertawa pula. Justru semakin keras. Jawabnya,
"Tentu kau mendapat keuntungan yang pantas, karena kau
mendapatkan barang-barang itu dengan tanpa membayar, dan
kau minta orang lain membeli dengan harga yang sangat
tinggi "Bagaimana mungkin?" bertanya Empu Baladatu
"Kau datang kepada seseorang yang memiliki pusaka yang
berharga. Kau membelalakan matamu sambil mengancam.
Maka kau berhasil memiliki pusaka itu. Sedangkan di saat lain,
kau hentikan seorang saudagar di tengah jalan. Kau tunjukkan
pusaka itu dan kau memberikan harga di luar perhitungan
nalar. Jika ia tidak mau membayar, kali juga membelalakkan
matamu. Maka jual beli itu pun jadilah "
Wajah Empu Baladatu menjadi merah sesaat. Tetapi ia
masih mencoba tersenyum sambil berkata, "Sudahlah
Linggapati. Berhentilah menyinggung perasaanku. Meskipun
aku tidak akan berbuat apa-apa, karena aku sekarang seorang
diri, tetapi sebaliknya kita berbicara dengan baik."
Linggapati mengangguk-angguk. Katanya, "Maaf Empu. Kau
memang seorang perasa. Seperti seorang perempuan, kau
mudah tersinggung. Tetapi baiklah. Aku tidak akan
menyinggung perasaanmu lagi. Tetapi aku minta maaf, bahwa
aku tidak dapat memberikan banyak keterangan kepadamu
tentang diriku dan tentang Mahibit. Pada saatnya, jika aku
sudah merasa kuat dan benar-benar akan bangkit, aku akan
memberitahukan kepadamu. Bukan karena aku tidak percaya
kepadamu, tetapi Singasari mempunyai sejuta telinga. Seolaholah
di setiap dinding rumah, di setiap lembar daun terdapat
telinganya." Empu Baladatu tidak dapat memaksa. Namun ia berkata,
"Terserah kepadamu. Tetapi sementara ini, aku pun
2329 menyusun, kekuatanku. Jika kau mencari dukungan kekuatan
pada segi pemerintahan, aku berhubungan dengan
padepokan-padepokan yang tersebar di seluruh daerah
Singasari." "Bagus sekali. Pada suatu saat kekuatan kita akan
bergabung. Namun sementara ini, biarlah kita bekerja sendirisendiri.
Mungkin hasilnya akan menjadi jauh lebih baik dari
pada jika kita mulai sekarang sudah saling memperhitungkan
kekuatan di antara kita."
Empu Baladatu mengangguk-angguk. Namun katanya,
"Tetapi aku hampir tidak telaten mengikuti caramu. Mungkin
kau meletakkan batas keberhasilanmu pada anakmu."
Linggapati tertawa. Dipandanginya Empu Baladatu sejenak.
Lalu jawabnya, "Tepat Empu. Bahkan aku tidak membatasi
keberhasilan pada keturunan pertama. Mungkin kedua atau
ketiga. Jika mungkin aku berhasil dalam segi penguasaan
lahiriah. Namun masih diperlukan waktu untuk menguasai
Singasari keseluruhan dalam arti mutlak. Lahir dan batinnya.
Kekuasaan pemerintahannya dan penguasaan jiwanya."
Empu Baladatu menarik nafas dalam-dalam. la sama sekali
tidak mempunyai cara untuk mendesaknya. Bahkan seakanakan
ia sudah diharapkan pada suatu sikap, bahwa Linggapati
akan terjalan sendiri. Jika Empu Baladatu ingin mengikutnya di
belakang, maka Linggapati tidak berkeberatan. Tetapi ia sama
sekali tidak memberi kesempatan kepada Empu Baladatu
untuk berjalan bersama di sisinya.
Tetapi Empu Baladatu bukannya orang lemah hati. Justru
karena itu, maka telah bangkit semacam janji di dalam
hatinya, "Jika aku dapat menunjukkan kekuatan, maka
Linggapati tidak akan dapat menganggap aku sekedar sebagai
seorang yang tidak berdaya, sekedar ingin menumpang mukti
2330 pada usahanya yang besar. Aku harus menunjukkan
kepadanya, bahwa aku adalah Empu Baladatu yang Agung
dan dihormati." Namun Empu Baladatu tidak mendesak lagi. Bahkan ketika
kemudian Linggapati berbicara tentang hal yang lain, ia pun
menanggapinya. Ia tidak ingin dianggap seolah-olah dengan
merintih mohon dibelas kasihani.
"Aku harus tidak mengacuhkannya lagi, apa saja yang
dilakukan oleh Linggapati, seperti Linggapati tidak
mengacuhkan aku lagi" berkata Empu Baladatu di dalam
hatinya. Sebenarnyalah karena Empu Baladatu tidak mendesak sama
sekali, Linggapati pun justru mulai membuat pertimbangan
tersendiri. Ia mengharap Empu Baladatu dengan gelisah
mendesaknya dan memaksanya untuk mengatakan sesuatu.
Sementara ia harus tetap bertahan sambil tersenyum.
Namun Linggapati pun mencoba untuk tidak
menghiraukannya. Dicobanya untuk seakan-akan tidak ada
sesuatu di dalam hatinya, berbicara tentang bermacammacam
hal yang tidak ada hubungannya dengan kunjungan
Empu Baladatu. "Kedatanganku sama sekali tidak ada artinya" berkata Empu
Baladatu di dalam hati. Tetapi ia bertekad untuk melanjutkan
perjalanannya menemui beherapa orang yang di kenalnya.
Tanpa menghiraukan lagi, apakah ia seorang penjahat atau
bukan. Empu Baladatu yang sudah terlanjur menyatakan untuk
bermalam itu pun benar-benar telah bermalam di rumah itu,
meski pun ia terpaksa tidak dapat melepaskan diri dari
2331 kesiagaan. Dengan curiga ia memeriksa biliknya, pintunya dan
setiap sudutnya. Dengan hati-hati pula ia memasang selarak dan
memperhatikan apakah selarak itu benar-benar dapat
menanahan pintu itu jika dibuka dari luar.
Ketika, ia yakin bahwa tidak ada yang mencurigakan, ia pun
kemudian meneliti pembaringannya.
Sambil menarik nafas dalam-dalam, Empu Baladatu pun
kemudian membaringkan diri. Tetapi senjatanya tidak juga
terpisah dari sisinya. Empu Baladatu bermalam tidak lebih dari semalam. Ia pun
minta diri kepada Linggapati, ketika matahari mulai terbit
"Sepagi ini Empu?" bertanya Linggapati.
"Ya. Aku tidak boleh terlalu lama berada di sini."
"Kenapa?" bertanya Linggapati.
"Aku membuat kau sibuk. Semalam kau harus kembali
kepersembunyianmu. Pagi-pagi ini kau harus datang lagi
karena kau mempunyai seorang tamu di sini "
Linggapati tertawa. Jawabnya, "Itu sudah menjadi
kewajibanku. Sebenarnya aku dapat saja tidur di sini tanpa
rasa takut dan cemas, justru di sini ada Empu Baladatu. Tidak
ada orang yang akan dapat menggangguku karena aku
mempunyai seorang kawan yang dapat dipercaya."
Empu Baladatu tertawa. Jawabnya, "Ceritera yang menarik.
Tetapi ternyata bahwa kau tidak ada di rumah ini semalam."
"Ya. Dan bukankah Empu dapat tidur nyenyak."
2332 "Ya. Meskipun aku harus tetap berhati-hati, jika pada suatu
saat ada orang yang salah duga. Orang yang sebenarnya
mencarimu, tetapi menemukan aku di sini."
Linggapati tertawa. Katanya kemudian, "Sebenarnya aku
berharap Empu lebih lama berada di rumah ini."
Suatu permintaan yang menyenangkan meskipun sekedar
memenuhi kelajiman., "Maaf, aku harus meneruskan
perjalanan." Linggapati tidak menahan Empu baladatu lebih lama. Ia
tahu bahwa Empu Baladatu telah menjadi kecewa. Tetapi ia
tidak tahu pasti, apakah yang sebenarnya tersimpan di dalam
hatinya. Nampaknya Empu Baladatu tidak mengacuhkannya
lagi. Tidak mengacuhkan persiapan-persiapan yang telah
dilakukan. "Apakah ia yakin pula akan kekuatannya." pertanyaan itu
pun mulai mengganggu Linggapati.
Maka dalam pada itu, Linggapati pun mulai berpikir untuk
mengetahui kekuatan Empu Baladatu yang sebenarnya
sebelum ia memperhitungkan langkah selanjutnya.
Tetapi Linggapati memang tidak tergesa-gesa. Ia
memperhitungkan semua langkahnya dengan hati-hati dan


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati yang jernih. Kematian adiknya merupakan pelajaran yang
sangat berharga baginya dan suatu noda hitam bagi
perjuangannya yang panjang.
Sementara itu Empu Baladatu mulai perjalanannya yang
panjang mengunjungi beberapa orang yang dikenalnya dalam
dunia perguruan. Orang-orang yang tinggal di padepokan
terpencil dan seakan-akan telah menyediakan hidupnya bagi
ilmu yang dibinanya. Ilmu yang dianggap memiliki
kemampuan yang dapat merubah tataran hidup manusia
2333 menghadapi alam di sekitarnya, dan menghadapi manusia
sendiri. Bagi mereka, ilmu kanuragan adalah segala-galanya.
Mula-mula Empu Baladatu agak bimbang, kemana ia harus
pergi lebih dahulu. Namun kemudian ia memutuskan untuk
pergi ke tempat yang jauh, pergi ke ujung sebelah Timur dari
tanah ini. Empu Baladatu mempunyai seorang kawan yang dikenalnya
dengan baik di saat-saat lampaunya. Meskipun Empu Baladatu
tidak mengetahui dengan pasti, apa yang dilakukannya di saat
terakhir, tetapi ia masih mempunyai harapan bahwa
kedatangannya akan disambut baik.
Namun sekilas terbayang, tingkah laku kakaknya yang sama
sekali tidak dapat diharapkannya.
"Tetapi Ajar Srenti tentu bersikap lain. Ia seorang yang
sangat baik kepadaku. Memiliki kemampuan yang. tidak kalah
dengan kakang Empu Sanggadaru dan sudah tentu memiliki
jumlah murid dan pengikut yang cukup banyak." berkata
Empu Baladatu kepada diri sendiri. Lalu, "Apalagi letak
padepokannya yang jauh, memungkinkan untuk bergerak
lebih leluasa, sehingga pada saatnya tentu akan mengejutkan
Mahibit dan Singasari."
Empu Baladatu pun kemudian memacu kudanya.
Perjalanannya cukup panjang. Tetapi sebagai seorang yang
sudah terlalu sering merantau maka ia sama sekali tidak
merasa canggung. Apalagi ia cukup membawa bekal bagi
perjalanannya. Meskipun bekalnya itu berasal dari usahanya
yang mempergunakan cara-cara yang kurang baik.
"Setelah Ajar Srenti aku akan singgah di padepokan Empu
Driyasana. Orang kasar itu tentu senang sekali mengalami
2334 peristiwa-peristiwa yang dapat memanaskan darahnya. Dan
salah satu usaha yang akan dapat memberikan harapan bagi
masa depan sekaligus dapat mendidihkan darah adalah
menyingkirkan kedua anak muda yang menguasai tahta
sekarang ini." Demikianlah, Empu Baladatu sudah menyusun beberapa
orang yang sudah dikenalnya dalam urutan kunjungannya.
Memang mungkin satu dua di antara mereka akan menolak.
Teapi sebagian besar tentu akan sependapat. Ia dapat
menyusun kalimat yang mungkin akan dapat menyentuh hati,
sekaligus menghadapkan mereka kepada Mahibit yang sudah
bersiap-siap lebih dahulu.
Linggapati tentu akan merasa wajib untuk memperhatikan
kegiatanku di hari-hari mendatang. Ialah yang akan datang
kepadaku dan minta untuk membuat imbangan kekuatan
sebelum bersama-sama menghancurkan Singasari. Tetapi jika
ia tetap keras kepala, maka aku tidak akan bekerja bersama
dengan orang-orang Mahibit. Bahkan jika perlu, Mahibit harus
dibersihkan lebih dahulu sebelum Singasari."
Namun Empu Baladatu kemudian menundukkan kepalanya.
Ia tidak dapat ingkar akan kekuatan Mahibit yang masih di
selubungi oleh rahasia itu. Dalam suatu saat, Mahibit dapat
mengirimkan sejumlah orang kepadanya, meskipun
nampaknya di padepokan Linggapati tidak terdapat seorang
pun. Apalagi kini, pengaruhnya di kalangan para pemimpin di
daerah di sekitarnya menjadi semakin maju.
Namun dalam pada itu, semua tingkah laku dari kedua
golongan itu tidak lepas dari pengawasan para petugas sandi
dari Singasari. Meskipun kadang-kadang mereka kehilangan
2335 jejak pemimpin-pemimpinnya, tetapi setiap perkembangan
dapat mereka ikuti sebaik-baiknya.
Tetapi agaknya kepergian Empu Baladatu yang hanya
seorang diri itu dapat lolos dari pengawasan para petugas
sandi di sekitar padepokannya, sehingga para petugas itu
tidak membuat perhitungan kemana perginya, dan
memberitahukan lebih dahulu kedaerah yang akan dituju.
Itulah sebabnya, maka ia dapat pergi ke ujung Timur tanah
ini tanpa pengawasan, sedangkan para petugas sandi sama
sekali tidak menduganya. Perjalanan Empu Baladatu merupakan perjalanan yang
cukup makan waktu. Tetapi ia tidak peduli. Ia ingin bertemu
dengan kawannya di paling ujung. Kemudian di perjalanan
kembali ia akan singgah pula di beberapa orang yang
dikenalnya dengan baik tetapi yang sudah agak lama tidak
bertemu. "Mudahkan perjalananku tidak sia-sia seperti kedatanganku
di Mahibit" berkata Empu Baladatu kepada diri sendiri.
Tanpa canggung sama sekali ia bermalam di sepanjang
perjalanannya dimanapun juga. Ditengah hutan, di ujung
bulak, atau di lapangan rumput sekalipun.
Akhirnya Empu Baladatu pun mulai mendekati daerah ujung
Timur yang masih lebih tipis penghuninya dari daerah di
sekitar Kota Raja. Padukuhannya tersebar agak jauh dan
penghuninya nampak lebih jarang. Namun demikian, karena
daerah itu sangat luas, maka sekelompok lingkungan meliputi
daerah yang luas pula. Demikian pula padepokan yang dihuni oleh Ajar Srenti.
Meskipun padepokan itu agak terpisah dari padukuhan yang
tersebar agak jauh, namun pengaruhnya pun meliputi putaran
2336 yang jauh pula, sehingga jumlah orang yang berada di bawah
pengaruhnya pun cukup banyak.
Empu Baladatu yang sudah sering merantau sejak usia
mudanya, seolah-olah mempunyai ingatan pengenalan yang
sangar tajam, sehingga ia tidak akan melupakan apa yang
pernah dilihatnya walaupun hanya sekali dan sudah terjadi di
saat yang lama sekali. Demikian pula Empu Baladatu tidak melupakan jalur jalan
menuju kepadepokan Ajar Srenti. Meskipun setiap kali ia harus
mengingat-ingat, namun pepohonan hutan yang masih belum
pernah disentuh tangan, masih dapat dikenalnya dengan baik
sehingga ia dapat menemukan jalan sempit menuju
kepadepokan yang dicarinya.
Dengan demikian, perjalanan Empu Baladatu itu merupakan
permulaan dari goncangan yang akan terasa di beberapa
tempat yang dikunjunginya kemudian. Ia mulai menyebarkan
racun yang akan menggoncang ketenangan dan keteguhan
pemerintahan yang dipimpin oleh kedua anak-anak muda yang
seakan-akan lahir dibekali oleh kebijaksanaan dari kandungan.
Kedatangan Empu Baladatu di padepokan Ajar Srenti benarbenar
telah mengejutkannya. Hampir di luar dugaan, bahwa
Empu Baladatu akan berkunjung di padepokan yang terpencil
di tempat yang jauh itu. Karena itulah, maka dengan tergesa-gesa Ajar Srenti sendiri
menyambut kedatangan Empu Baladatu. Seorang cantriknya
berlari-lari menerima kendali kudanya dan mengikatnya di
halaman. "Bukankah yang datang Empu Baladatu?" bertanya Ajar
Srenti dengan nada suaranya yang tinggi.
2337 Empu Baladatu tersenyum. Yang berdiri di hadapannya
adalah seorang yang bertubuh tinggi, tidak terlalu besar dan
mulai ditumbuhi oleh rambut yang ke-putih-putihan di
kepalanya. "Apakah kau tidak dapat mengenal aku lagi dengan baik?"
bertanya Empu Baladatu. "Tentu aku masih mengenalmu meskipun ada perubahan
yang mulai membayang di wajahmu. Kau mulai meningkat
menjadi tua seperti aku."
"Ya. Dan setiap orang akan mengalaminya "
Ajar Srenti tertawa. Katanya kemudian, "Marilah.
Kedatanganmu tidak terduga-duga. Jika sehari ini burung
prenjak berkicau di sisi kanan pendapa padepokanku, aku
sama sekali tidak teringat kepadamu. Aku kira, aku akan
menerima tamu orang lain. Tetapi ternyata yang datang
adalah sahabat lama yang berasal dari tempat yang jauh
sekali." Kedunya pun kemudian segera naik kependapa. Mereka
saling menanyakan keselamatan masing-masing selama
mereka tidak bertemu. Agaknya Empu Baladatu cukup bersabar untuk tidak segera
menyampaikan niat kedatangannya. Ia masih harus
mengamati, apakah kira-kira Ajar Srenti dapat mengerti
maksudnya, atau justru bersikap lain sama sekali
Ajar Srenti yang tidak tahu tentang maksud kunjungan
Empu Baladatu itu pun sebenarnya bertanya-tanya pula di
dalam hati. Ia sudah menduga bahwa tentu ada maksud yang
penting Karena Empu Baladatu yang berasal dari jauh itu,
telah memerlukan menempuh perjalanan yang. panjang unruk
menjumpainya. 2338 Tetapi Ajar Srenti tidak menanyakannya, ia menunggu saja
sampai saatnya Empu Baladatu mengatakan maksudnya.
Di hari yang pertama Empu Baladatu berada di padepokan
Ajar Srenti, ia sama sekali tidak menyinggung-nyinggung
kepentingannya. Ia masih dapat menahan diri untuk
berbincang tentang beberapa soal yang menyangkut
perkembangan padepokan terpencil itu.
"Jadi sudah berapa tahun kau berada di sini " bertanya
Empu Baladatu, "bukankah saat aku datang kemari lima tahun
yang lalu, kau baru membuka padepokan ini?"
Ajar Srenti mengerutkan keningnya. Sementara Empu
Baladatu berkata selanjutnya, "Maksudku, bahwa lima tahun
yang lalu, kau berhasil mendesak pengaruh orang yang
menguasai padepokan ini."
Ajar Srenti menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Sudahlah. Jangan kau sebut-sebut yang telah lampau.
Kadang-kadang aku jadi ragu-ragu, apakah aku akan dapat
menerima kenangan itu sebagai masa lampauku "
"O, kenapa tidak" Kau sekarang telah berhasil membangun
padepokan ini menjadi jauh lebih baik dari masa-masa yang
lampau, apalagi sebelum kau berada di tempat ini."
"Ya." "Sejak kau mulai memanjat ke jenjang keberhasilanmu
sekarang, maka yang lampau itu akan selalu menjadi
pendorong bagimu. Tidak semua orang yang tersisih selalu
akan hidup dalam keterasingan." Empu Baladatu berhenti
sejenak, lalu, "kau dapat berbangga, bahwa kau, seorang
buruan yang akan mengalami hukuman pancung, berhasil
sampai di suatu tempat yang jauh dan memegang pengaruh
sebesar pengaruh mu sekarang "
2339 "Ah" desis Ajar Srenti, "apakah kenangan itu merupakan
kenangan yang baik" Lima tahun yang lalu, ketika kau datang
ketempat ini, kau masih meragukan, bahwa pada suatu saat
aku akan kambuh lagi dan hidup seperti masa lalu Itu. Namun
aku berusaha untuk menghindar dari keadaan itu meskipun
aku bukan orang yang benar-benar dapat menjadi orang yang
bersih sarna sekali."
Empu Baladatu tertawa. Katanya, "Aku keliru. Waktu lima
tahun banyak membawa perubahan. Tetapi tidak dengan
prajurit-prajurit Singasari. Mereka akan selalu mengingatmu
sebagai seorang buruan. Kejahatan yang kau lakukan,
mungkin tidak akan terlalu nampak jelas jika itu justru terjadi
di Kota Raja Tetapi di tempat lain, justru nampak terlampau
besar." Ajar Srenti mengerutkan keningnya. Dipandanginya wajah
Empu Baladatu dengan tajamnya. Dengan nada yang, dalam
ia bertanya, "Apakah maksudmu sebenarnya Empu "
Empu Baladatu tertawa. Katanya, "Tidak apa-apa. Aku
hanya akan mengagumimu. Sekarang kedudukanmu menjadi
kuat dan orang-orang Singasari tidak akan berani dengan
begitu saja datang memburumu di tempat ini."
"Katakan. Kau tentu mempunyai maksud tertentu Kau
mengenal aku sebagai seorang buruan yang seharusnya
menjalani hukuman pancung karena aku telah membunuh
suami isteri terkutuk, yang kebetulan adalah keluarga seorang
bangsawan. Apakah kau sekarang menjadi seorang petugas
sandi yang dengan sengaja datang untuk menangkapku"
Kenapa tidak kau lakukan lima tahun yang lalu, ketika kau
datang ke tempat ini,dan kedudukanku belum sekuat
sekarang?" 2340 "Ah, jangan salah sangka. Apakah tampangku sekarang
seperti tampang seorang prajurit?" Empu Baladatu memotong,
"sebenarnyalah bahwa aku kini mengalami nasib yang sama
seperti yang kau alami. Aku pun seorang buruan, karena aku
telah melakukan kejahatan. Aku telah bertengkar dengan
kakak kandungku. Teapi dalam pertengkaran itu terlibat anak
buahku dan cantrik kakang Sanggadaru. Tetapi prajurit
Singasari tidak adil. Akulah yang dianggapnya bersalah, dan
akulah yang kemudian menjadi seorang buruan."
Ajar Srenti memandangnya dengan curiga., "Apakah kau
tidak percaya?" bertanya Empu Baladatu.
"Aku tidak tahu" jawab Ajar Srenti, "apakah aku harus
mempercayaimu atau tidak."
Empu Baladatu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Aku
minta kau percaya. Aku sudah berjalan sangat jauh."
"Kau akan bersembunyi di sini?"
"Tidak. Aku tidak sedang bersembunyi."
"Jadi, kenapa kau datang kepadepokanku yang sangat jauh
ini?" "Aku akan membalas dendam. Aku akan menghancurkan
prajurit Singasari "
Ajar Srenti menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Mana
mungkin hal itu dapat dilakukan. Singasari mempunyai
pasukan yang kuat. Bukan saja di kota Raja, tetapi di setiap


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat, prajurit Singasari selalu dapat menguasai keadaan "
"Mungkin jika aku berdiri sendiri. Kau berdiri sendiri. Kebo
Ranu berdiri sendiri. Dan yang lain-lain berdiri sendiri "
"Maksudmu?" 2341 "Kita dapat bergabung dalam satu kekuatan. Kita akan
dapat melepaskan diri dari himpitan perasaan, bahwa kita
adalah orang buruan "
Ajar Srenti termangu-mangu sejenak Namun katanya
kemudian, "Apakah aku sekarang di sini masih harus juga
merasa diriku orang buruan?"
"Mungkin dalam saat-saat seperti ini kau dapat melupakan
bahwa kau adalah orang buruan. Tetapi pada suatu saat kau
akan merasa bahwa kau memang seorang yang masih di cari "
Ajar Srenti memandang Empu Baladatu dengan tajamnya.
Lalu katanya, "Kau ingin melibatkan aku ke dalam
persoalanmu?" Empu Baladatu mengerutkan, keningnya. Namun ia pun
kemudian tertawa, "Kau berprasangka. Tetapi baiklah. Aku
memang harus mengakui bahwa aku ingin melibatkan bukan
saja kau. Tetapi juga orang-orang lain yang mempunyai
kedudukan yang, sulit seperti aku. Bahkan mereka yang tidak
pun akan aku coba untuk mengajak mereka menumbangkan
pemerintahan Singasari yang sekarang dengan segala macam
cara." "Kenapa kau berkeinginan untuk menumbangkan
kekuasaan kedua anak-anak muda itu Empu?" bertanya Ajar
Srenti. "Keduanya sama sekali tidak dapat menempatkan diri dalam
kedudukannya. Apakah kau merasakan keadilan itu?"
Ajar Srenti tiba-tiba saja tersenyum. Katanya, "Memang
aneh. Kadang-kadang kita didorong oleh suatu keinginan
tanpa menghiraukan pengamatan kita atas keadaan di
sekeliling kita. Aku menyadari bahwa kau merasa terancam
karena kau orang buruan seperti aku. Itulah yang benar."
2342 "Kau menanggap begitu?"
"Ya. Tetapi aku juga tidak menutup kemungkinan, bahwa
kadang-kadang kita diterbangkan oleh angan-angan yang
melambung. Seperti angan-anganmu untuk mengalahkan
Singasari " "Sikapmu asing bagiku."
Ajar Srenti menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian,
"Katakan saja bahwa kau telah didera oleh suatu keinginan
untuk mendesak kamukten Kerajaan Singasari sekarang.
Suatu keinginan yang sebenarnya gila. Aku tidak dapat
membayangkan jalan pikiranmu, bahwa pada suatu saat kau
ingin menjadi raja di Singasari."
"Sama sekali bukan sesuatu yang mustahil. Sri Rajasa
adalah seorang Akuwu Tumapel sebelum ia menjadi seorang
Maharaja. Dan ia seorang petualang dan bahkan seorang
buruan sebelum ia menjadi seorang Akuwu."
"Mimpimu terlalu buram. Kau kira bahwa semuanya itu
terjadi dengan sendirinya" Ken Arok adalah keturunan Dewa
Brahma, Itulah soalnya."
Empu Baladatu tertawa. Jawabnya, "Kau percaya bahwa
Ken Arok itu putera Dewa Brahma yang mencegat ibunya saat
ia pergi kesawah menyusul suaminya?"
Ajar Srenti ragu-ragu. Empu Baladatu masih tertawa. Ia memandang Ajar Srenti
yang termangu-mangu. Katanya kemudian, "Sudahlah. Jangan
kau pikirkan lagi Ken Arok. Aku hanya memberikan sekedar
bandingan, bahwa kita pun akan dapat menjadi seorang,
Maharaja jika kita menginginkannya."
2343 Tetapi Ajar Srenti masih menggeleng, "Bukan sekedar
menginginkannya. Tetapi masih banyak persoalan-persoalan
yang diselesaikan." "Kita sedang mencari jalan untuk menyelesaikan persoalan
itu " Ajar Srenti termangu-mangu.
"Aku tidak tergesa-gesa. Pikirkanlah. Selama itu aku akan
tinggal di padepokanmu. Setiap pagi aku dapat melihat pantai
di ujung Timur. Melihat matahari terbit di atas gelombang
yang lembut." Ajar Srenti tidak menjawab.
Seperti yang dikatakannya, maka Empu Baladatu pun
tinggal untuk beberapa hari di padepokan Ajar Srenti. Hampir
setiap hari ia mempersoalkan Singasari meskipun ia selalu
menjaga agar kata-katanya justru tidak menjemukan.
Dengan demikian, maka seolah-olah Empu Baladatu dapat
memberikan keyakinan bahwa usahanya bukannya usaha yang
mustahil. Perjuangan yang panjang akan dapat memberikan
hasil yang diharapkan. "Empu" berkata Ajar Srenti akhirnya,, "ceriteramu dapat
mempengaruhi aku. Juga ancaman-ancamanmu bahwa pada
suatu saat padepokan ini tentu dikepung dan dihancurkan oleh
prajurit-prajurit Singasari, meskipun aku curiga bahwa kaulah
yang akan menyampaikan keterangan tentang aku kepada
mereka." "Ah. Aku tidak gila" jawab Empu Baladatu, "tentu aku tidak
akan melakukannya meskipun seandainya kau tidak
sependapat dengan aku dalam hal perjuangan ini "
2344 "Ya. Mungkin tidak. Tetapi baiklah aku mempersiapkan diri.
Pengaruhku cukup luas di daerah terpencil ini. Aku dapat
mengadakan persiapan-persiapan yang matang. Sementara
aku mulai bermimpi untuk menjadi seorang Akuwu di daerah
ini. atau bahkan menjadi seorang raja yang berkuasa di
daerah Timur. Meskipun sebenarnya aku akan menjadi segan
untuk memanggilmu Sri Maharaja di Singasari."
Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Namun ia pun
kemudian tertawa, "Bukan kedudukan sebagai seorang
Maharaja yang terpenting bagiku. Tetapi pemerintahan
Singasari yang berwajah lain dari sekarang."
"Yang prajurit-prajuritnya semuanya memiliki ilmu yang
bersumber pada kekuatan hitam seperti orang-orang di
padepokanmu yang kini jumlahnya tentu menjadi semakin
bertambah-tambah." Empu Baladatu tersenyum. Jawabnya, "Terima kasih Tetapi
kelak akan terbukti bahwa aku tidak sebodoh yang kau
sangka. Juga bukan seorang yang sekedar didorong oleh
ketamakan dan kekerdilan sikap."
"Baiklah Empu. Aku akan membantumu. Aku akan
mempersiapkan padepokan ini. Namun kelanjutannya, aku
akan menunggu semua pesan-pesanmu."
Ternyata bahwa perjalanan Empu Baladatu yang jauh itu
tidak sia-sia. Setelah Empu Baladatu yakin bahwa Ajar Srenti
tidak sekedar berpura-pura, maka Empu Baladatu pun merasa
bahwa yang dicarinya di tempat itu sudah didapatkannya.
Karena itulah, maka ia pun minta diri untuk melanjutkan
perjalanannya, menemui kawan-kawannya yang lain.
2345 Dari ujung sebelah Timur, Empu Baladatu merambat ke
Barat. Satu-satu kawan-kawannya dihubunginya. Namun tidak
semuanya memberikan hasil seperti yang diharapkan
Meskipun demikian, Empu Baladatu menilai bahwa
perjalanannya bukan berarti tidak berhasil. Beberapa orang
kawan kawannya menyatakan bersedia bekerja bersamanya,
meskipun sebagian dari mereka adalah orang-orang yang
berdunia hitam seperti Empu Baladatu.
"Pada suatu saat aku akan mengirimkan orang-orangku
serentak kepada mereka yang dapat mengerti perjuanganku"
berkata Empu Baladatu, "kita bersama-sama di tempat kita
masing-masing akan mengadakan suatu gerakan serentak.
Dengan demikian maka Singasari akan merasa bahwa seluruh
negeri telah menjadi goyah. Jika di mana-mana terjadi
kekacauan, maka orang-orang Singasari akan merasa
memerlukan perlindungan. Singasari tentu tidak akan
mempunyai orang yang cukup untuk mengatasi semua
goncangan sekaligus. Selama itu kita dapat mempermainkan
mereka dengan gerakan yang berpindah-pindah.
"Kami menunggu rencanamu" hampir semuanya
menyerahkan persolannya kepada Empu Baladatu
Dengan bangga maka Empu Baladatu pun kemudian
menempuh perjalanan kembali. Ia tidak dapat menahan
keinginannya untuk menyombongkan diri kepada Linggapati,
bahwa sebenarnyalah ia sudah memiliki kekuatan yang
seimbang, bahkan melampaui kekuatan Linggapati.
Dengan cara yang sama pada saat ia berangkat, maka ia
pun berhasil menjumpai orang Mahibit itu. Dan seperti saat ia
berangkat, maka ia pun mendapat tempat yang sama.
2346 "Menarik sekali" berkata Linggapati ketika Empu Baladatu
bahwa perjalanannya membuat hubungan dengan kawankawannya
telah berhasil tanpa menyebutkan siapa saja yang
pernah di hubunginya, "pada saatnya kita akan dapat bergerak
hersama-sama." Empu Baladatu tersenyum. Katanya, "Aku sedang
mempersiapkan diri. Aku berharap bahwa kau menyesuaikan
diri dengan perkembangan sikapku."
Linggapati mengerutkan keningnya. Bahkan wajahnya
kemudian menjadi tegang. Dengan nada datar ia bertanya,
"Jadi maksudmu, kau menentukan segala-galanya, dan aku
harus menyesuaikan semua rencana dan kegiatanku"
"Ya. Karena kekuatankulah yang akan menentukan masa
depan Singasari." Linggapati kemudian justru tertawa. Katanya, "Menggelikan
sekali. Empu memang pandai bergurau, sehingga Empu telah
bergurau dengan rencana Empu sendiri."
"Aku berkata sesungguhnya. Bahwa akulah yang kelak akan
menentukan segala-galanya."
"Jadi Empu yakin sekali?"
"Tentu. Aku yakin sekali."
Linggapati pun tertawa pula. Semakin keras. Katanya,
"Baiklah Empu. Kita akan melihat, siapakah sebenarnya yang
berkuasa untuk menentukan masa depan. Mungkin Empu
Baladatu. Tetapi mungkin juga aku. Meskipun demikian,
baiklah sekarang kita tidak usah mempersoalkannya lebih
dahulu. Biarlah perkembangan keadaan nanti membuktikan,
siapakah yang akan berkuasa kelak. Namun bukankah kita
tidak melupakan bahwa kita akan bekerja bersama?"
2347 Empu Baladalu mengangguk-angguk. Jawabnya, "Ya. Kita
akan bekerja bersama. Aku hanya sekedar memberikan
gambaran, kekuatan tersebar dari ujung sampai keujung."
"Ujung jangkauanmu. Bukankah begitu Empu"
Empu Baladatu mengerutkan keningnya- Tetapi kemudian
ia menjawab, "Begitulah setidak-tidaknya. Tetapi yang paling
baik bagi kita, seperti yang kau katakan, kita akan melihat
perkembangan keadaan "
"Ya." Sahut Linggapati, "agaknya Empu memang harus
melihat keadaan. Bukan saja keadaan di dalam lingkungan
Singasari sendiri. Tetapi juga hubungan Singasari dengan
kekuatan-kekuatan di sekitarnya "
"Maksudmu?" "Kau sangka bahwa yang akan kita hadapi hanyalah
sekedar kekuatan Singasari?"
"Jadi apa?" "Kita harus memperhitungkan perkembangan hubungan
Singasari dengan dunia di luar kita. Kita harus mulai melihat
kenyataan, bahwa kita pernah melihat sebuah kapal yang
tidak kita kenal merapat di pesisir."
"Kau melihat?" "Aku sendiri tidak Tetapi aku pernah mendengar berita dari
orang yang melihatnya dan orang yang dapat aku percaya. Di
lain kesempatan, kapal yang lain telah berlabuh. Sementara
beberapa orang raja yang termasuk kekuasaan Singasari telah
mulai berhubungan dengan dunia luar, maka Kediri pun sudah
berbenah pula." "Kediri" Apakah Kediri masih mempunyai kekuatan untuk
bangkit?" 2348 "Itulah kelemahanmu. Kau hanya melihat dirimu sendiri dan
aku. Tetapi seharusnya kau melihat segala-galanya. Kediri
agaknya mempunyai perhitungan yang sama dengan kita.
Mereka tidak akan bertindak tergesa-gesa. Tetapi Kediri akan
menunggu satu dua keturunan lagi."
"Persetan. Kau hanya mencoba menakut-nakuti aku."
Linggapati tersenyum. Jawabnya, "Sebenarnya aku sama
sekali tidak ingin menakut-nakuti. Tetapi ketahuilah, bahwa
jalan pikiranmu memang terlalu sempit. Kau tidak
memperhatikan apapun juga kecuali nafsumu untuk merebut
kekuasaan di Singasari. Seandainya kau berhasil, maka yang
akan kau capai bukannya apa-apa. Tetapi sekedar saling
berbunuhan di antara kita, karena kekuasaanmu sebentar lagi
tentu akan segera pudar. Apakah itu karena bangkitnya Kediri,
atau bangkitnya kekuasaan di pesisir dan hadirnya orang
asing, atau karena kekuatanmu yang kau hentakkan sekaligus
untuk merebut Kota Raja telah menjadi rapuh, sementara
pengaruhmu sama sekali tidak berakar."
Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Tetapi kemudian ia
berkata, "Pikiranmu terlampau berbelit-belit. Itulah agaknya
kau bergerak terlalu lambat. Kau memperhitungkan hal-hal
yang tidak akan terjadi. Kemungkinan-kemungkinan yang kecil
sekali telah kau lihat berlipat kali besarnya. Namun semuanya
itu hanya sekedar menunjukkan kekerdilanmu."
Linggapati menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya,
"Kau memang seorang yang berani. Berilmu dan mempunyai
kekuatan yang besar. Tetapi kau adalah orang yang picik.
Hubungan kenegaraan bukannya sekedar bubungan kekuatan
antara dua belah pihak di sekitar Kota Raja."
"Kekuatanku tersebar di seluruh Singasari. Aku mengerti
bahwa Kota Raja tidak menentukan segala-galanya. ."
2349 "Bagus. Tetapi huhungan Singasari dengan lingkungan
pemerintahan di bawahnya. Raja-raja yang berada di bawah
pengaruhnya dan hubungan Singasari dengan kekuatan di luar
lingkungannya." "Aku tidak peduli. Aku sudah mempunyai gambaran


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersendiri tentang Singasari dan kekuatannya di daerah-daerah
terpencil. Aku akan menguasainya dan menggoncangkannya
sehingga pada suatu saat, kekuasaan itu akan roboh. Jika kau
tidak berusaha menyesuaikan diri, maka kau pun akan tergilas
oleh kekuasaan baru yang akan tumbuh di atas negeri ini.
Demikian juga Kediri dan raja-raja kecil yang tersebar di
daerah-daerah kecil pula sampai pada kekuasaan para
Akuwu." "Mimpimu indah sekali, seperti mimpi seorang anak muda di
malam purnama." "Persetan." Linggapati mengerutkan keningnya. Namun ia pun
kemudian tertawa sambil berkata, "Kau bukan seorang
pemimpin pemerintahan. Tetapi kau adalah seorang pemimpin
sekelompok orang yang haus akan darah dan kekuasaan, "
"Apapun yang kau sebut bagiku, aku tidak akan ingkar.
Tetapi lihatlah, jika kau tidak berusaha menyesuaikan dirimu,
maka kau akan tergilas oleh kekuasaanku kelak."
Linggapati tertawa semakin keras. Katanya, "Baiklah Empu.
Aku akan berusaha untuk menyesuaikan diri."
Jawaban itu benar-benar telah membingungkan Empu
Baladatu. Namun, ia tidak bertanya lebih banyak. Ia mengerti,
meskipun kurang pasti, bahwa Linggapati adalah orang yang
licik. Orang, yang dapat mengatakan apa saja yang sama
sekali tidak sesuai dengan kehendaknya yang sebenarnya,
2350 bahkan bertentangan dengan yang sebenarnya akan
dilakukannya. Senyum dan tertawanya bagi Empu Baladatu mengandung
seribu macam arti. Kadang-kadang memberikan harapan,
namun kadang-kadang terasa mencekik lehernya sehingga
nafasnya bagaikan tersumbat. Bahkan kadang-kadang
dirasakannya bagaikan tusukan racun ular yang paling
berbahaya. Karena itulah, Empu Baladatu menjadi sangat sulit untuk
menilai Linggapati dan kekuatan Mahibit yang sebenarnya.
Namun demikian, ia sudah berketetapan hati untuk melangkah
terus, apapun yang akan dilakukan oleh Linggapati.
Setelah bermalam lagi semalam di tempat itu, maka Empu
Baladatu pun kemudian minta diri untnk kembali
kepadepokannya. Ia harus segera mulai menyusun diri. Bukan
ia yang harus menyesuaikan diri dengan rencana Linggapati,
tetapi Linggapati lah yang harus menyesuaikan diri dengan
rencananya. Di perjalanan kembali, Empu Baladatu selalu mencoba
melihat apakah yang sebaiknya dilakukan. Baginya, Empu
Sanggadaru masih tetap merupakan duri di dalam daging.
Apalagi ternyata bahwa orang-orang dari padepokan Serigala
Putih dan Macan Kumbang telah berada di bawah pengaruh
Empu Sanggadaru dan prajurit dari Singasari-
"Mereka sudah mendapatkan latihan-latihan yang
nampaknya semakin lama akan menjadi semakin baik" berkata
Empu Baladatu kepada diri sendiri. Namun kemudian
terbayang kekuatan yang tersebar yang sudah berjanji untuk
ikut serta membantunya jika saatnya sudah tiba.
2351 Ternyata bahwa Empu Baladatu tidak puas dengan
perjalanannya yang searah. Ia masih ingin melanjutkan
perjalanannya ke arah yang lain untuk menghubungi beberapa
nama yang sudah dikenalnya, untuk meyakinkan dirinya
sendiri, bahwa kedudukannya semakin bertambah kuat.
Sepeninggal Empu Baladatu, Linggapati pun mempunyai
rencananya sendiri. Seperti yang dikatkannya, maka sambil
tersenyum ia bergumam kepada diri sendiri, "Aku memang
harus menyesuaikan diri "
Linggapati benar-benar berusaha untuk menyesuaikan diri.
Ia justru mengambil keuntungan dengan tingkah laku Empu
Baladatu. Setelah membicarakannya dengan beberapa orang
pemimpin pasukannya, maka Linggapati mengambil
kesimpulan untuk menyampaikan rencana Empu Baladatu
kepada semua pengikutnya.
Tetapi bunyi pesan Linggapati ternyata berbeda sekali
dengan tanggapan Empu Baladatu, atas kesediaan Linggapati
untuk menyesuaikan diri. Linggapati ternyata telah memberikan pesan kepada semua
pengikutnya di beberapa tempat yang berpencar agar mereka
justru berdiam diri menghadapi pergolakan keadaan yang
mungkin akan ditimbulkan oleb Empu Baladatu. Bahkan
Linggapati memberikan perintah kepada semua pengikutnya
agar mereka melaporkan kepada prajurit Singasari atau para
Akuwu dan pemimpin pemerintahan yang ada. Dengan
demikian maka akan terjadi benturan-benturan kekerasan
antara kekuatan yang berpihak kepada Empu Baladatu dan
kekuatan Singasari, sehingga keduanya akan mengalami
susutnya kekuatan. Selebihnya, Singasari tidak akan
mencurigainya bergerak lagi sepeninggal adiknya jika yang
nampak oleh mereka adalah kekuatan Empu Baladatu.
2352 Pesan Linggapati itu tersebar sejalan dengan pesan Empu
Baladatu yang isinya justru berlawanan. Empu Baladatu
berpesan agar orang-orang yang sudah bersedia
membantunya segera menyiapkan kekuatan. Mereka harus
menghimpun pasukan sebanyak-banyaknya. Mengadakan
latihan-latihan tersembunyi dan bila saatnya datang, mereka
harus menumbuhkan pergolakan-, sehingga kekuatan
Singasari akan, terpencar.
"Pada saat yang demikian, maka Kota Raja akan menjadi
lemah. Aku akan datang dan merebut tahta dari tangan kedua
anak-anak muda yang masih belum hilang ingusnya." berkata
Empu Baladata kepada diri sendiri.
Ternyata bahwa kedua pesan lewat jalur yang berbeda itu
pun telah diterima dengan. sungguh-sungguh. Orang-orang
yang ternyata telah menyediakan diri bekerja bersama Empu
Baladatu pun segera mulai mempersiapkan orang-orangnya.
Mereka menghimpun anak-anak muda yang berada di bawah
pengaruhnya, dan memberikan latihan-latihan kepada mereka,
bagaimana mereka harus mempergunakan pedang.
"Ilmu semacam itu perlu bagi kalian. Latihan-latihan yang
sudah kalian terima ternyata maju selambat siput merambat di
atas batu. Kalian harus lebih bersungguh-sungguh, agar
perkembangan ilmu itu menjadi semakin cepat, meskipun
seandainya ilmu itu tidak akan kalian pergunakan sama
sekali." Berkata para pemimpin padepokan yang telah bersedia
menerima pengaruh Empu Baladatu.
Hampir serentak maka beberapa padepokan yang tersebar
telah seakan-akan bangkit dari tidurnya yang panjang. Mereka
memanggil anak-anak muda dari padukuhan di sekitarnya.
Padukuhan yang berada di bawah pengaruhnya.
2353 Dengan berbagai macam janji mereka telah memberikan
banyak harapan bagi masa depan anak-anak muda itu,
sehingga dengan demikian, banyak di antara mereka yang
tidak mengerti apa yang sebaliknya harus mereka lakukan.
"Kita harus membangun masa depan sesuai dengan
keinginan kita sendiri" berkata salah seorang pemimpin
padepokan kepada anak-anak muda itu.
Namun dalam pada itu, di luar sadar mereka, beberapa
orang dengan teliti sedang mengamati berkembangan mereka.
Orang-orang yang berada di bawah jalur perintah Linggapati.
"Pada saatnya mereka mulai dengan rencana mereka maka
kita harus memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas kepada
para prajurit Singasari" berkata salah seorang dari mereka
kepada kawannya. Kawannya tersenyum. Jawabnya, "Kita melihat dua ke
kuatan yang akan saling menggempur. Meskipun prajurit
Singasari tentu akan dapat mengatasi mereka, tetapi prajurit
Singasari itu tentu akan memberikan korban yang banyak
sekali " Yang lain tertawa. Katanya, "Rencana yang manis sekali.
Setelah prajurit Singasari itu seolah-olah terluka parah, kita
akan datang dengan kekuatan yang segar menggulung
mereka dari satu tempat ketempat yang lain."
Mereka tertawa seolah-olah mereka relah mulai meraih
kemenangan demi kemenangan.
Untuk meyakinkan diri, maka Empu Baladatu pun setiap kali
memerlukan untuk melihat-lihat kekuatan yang berkembang di
padepokan-padepokan yang berpencaran. Dengan bangga ia
melihat anak-anak muda telah meningkatkan kemampuan
mereka setapak demi setapak.
2354 "Kita harus memelihara hubungan terus menerus" ber kata
Empu Baladatu, "jika kalian ragu-ragu karena petugaspetugasku
belum datang dalam saat-saat yang kalian
perlukan, maka kalian wajib mengirimkan orang-orang
terpercaya kepadaku. Ketempat yang sudah aku tentukan."
Dan para pemimpin padepokan itu pun mentaatinya. Pada
saat-saat tertentu mereka mengirimkan orang-orangnya ke
tempat yang ditunjuk oleh Empu Baladatu. Namun seperti
Linggapati, ia tetap merahasiakan tempatnya yang
sebenarnya. "Tetapi orang-orang yang datang ke tempat itu haruslah
orang-orang yang sudah menyediakan diri untuk mati" berkata
Empu Baladatu kepada para pemimpin kelompok, "siapa yang
tertangkap dalam perjalanan menuju ke tempat yang sudah
ditentukan itu, harus membunuh dirinya. Jika tekanan
beberapa orang yang menangkap mereka dari pihak manapun
juga tidak teratasi, sehingga mulut sudah akan mengucapkan
pengakuan, maka dengan penuh tanggung jawab dan
kesadaran, maka racun yang tersedia harus ditelannya. ,"
Meskipun kemungkinan itu terjadi, tetapi ada juga di antara
orang-orang padukuhan yang bersedia melakukan tugas untuk
menghubungi induk mereka di tempat yang sudah ditentukan
oleh Empu Baladatu dengan beberapa butir racun di dalam
kantong ikat pinggang mereka. Mereka seolah-olah menjadi
bangga dengan tugas itu. Kematian merupakan sesuatu yang
sama sekali tidak menakutkan lagi.
Tetapi di samping tugas-tugas mereka yang telah
ditentukan, maka sebagian dari mereka, adalah orang-orang
yang berjalan, di jalan yang sesat di kehidupan mereka seharihari.
Dalam tugas-tugas tertentu, mereka pun sama sekali
2355 tidak meninggalkan pekerjaan mereka. Merampok dan
menyamun. "Kalian akan menjadi prajurit-prajurit pilihan dengan
pangkat dan jabatan yang tinggi" pemimpin-pemimpin mereka
selalu memberikan janji.,
Tetapi yang terbayang di angan-angan para perampok itu
bukannya kewajiban seorang pemimpin prajurit yang
bertanggung jawab, tetapi yang mereka dambakan adalah
kesempatan untuk menyalah gunakan wewenang mereka.
Dengan kekuasaan yang ada mereka dapat lebih banyak
berbuat sesuai dengan kebiasaan mereka. Merampok dan
menyamun dengan cara yang lebih terhormat, karena
kemenangan yang akan mereka capai dengan melawan
pemerintahan Singasari akan memberikan hak kepada mereka
untuk memangku pangkat dan jabatan yang tinggi.
Ternyata Empu Baladatu sama sekali tidak berkeberatan
terhadap sikap dan perbuatan orang-orangnya. Bahkan
kadang-kadang ia justru membenarkan perbuatan itu.
Para prajurit Singasari yang mencium jejak mereka akan
menganggap bahwa mereka adalah perampok-perampok dan
penyamun-penyamun yang tidak mempunyai kepentingan lain
kecuali mendapatkan harta kekayaan orang lain dengan cara
yang paling keji. "Lebih baik mereka ditangkap dan diadili sebagai seorang
perampok daripada mereka harus diperas keterangannya
mengenai rencana mereka yang dikaitkan dengan rencana
besar dalam keseluruhan" berkata Empu Baladatu kepada para
pemimpin padepokan yang berada di hawah pengaruhnya.
Para pemimpin padepokan itu pun dapat menerima jalan
pikiran Empu Baladatu dan sekaligus mendapat bekal bagi
2356 usaha mereka yang bakal datang. Usaha yang akan
memberikan kesempatan yang menyenangkan sekali di masa
depan. Itulah sebabnya, maka para pemimpin padepokan itu jus
tru mengajukan, agar perbuatan mereka dapat menjadi
selubung. Namun jangan terjerat justru karena persoalan itu.
Sementara itu, selain hubungan yang terus menerus antara
orang-orang yang terpengaruh oleh Empu Baladatu, ternyata
hubungan yang serupa telah terjadi pula di antara orangorang
yang terpengaruh oleh kekuasaan yang samar dari
Linggapati. Seperti Empu Baladatu, maka Linggapati pun
secara terus menerus melihat perkembangan keadaan di
beberapa bagian dari Singasari. Namun yang mereka lakukan
justru pengawasan atas segala kegiatan Empu Baladatu
Namun di beberapa bagian Linggapati mengalami kesulitan.
Ia tidak selalu mengetahui letak padepokan yang sedang
mengadakan kegiatan untuk mempersiapkan kekuatan
mereka. Juga Linggapati tidak selalu mengetahui, siapa saja
yang telah dihubungi oleh Empu Baladatu.
Meskipun demikian, sebagian dari kekuatan Empu Baladatu
telah terawasi oleh orang-orang Linggapati, justru karena
kesalahan Empu Baladatu sendiri, yang tidak dapat menahan
kebanggaannya dan mengatakannya kepada Linggapati.
Kesadaran akan kesalahan itu baru datang kemudian. Ia
mulai merasa seakan-akan setiap saat berpuluh pasang mata
sedang mengintainya dan mengintai seluruh gerakannya.
"Gila" katanya kepada diri sendiri, "agaknya Linggapati tidak
sejujur yang aku sangka."
Namun Empu Baladatu pun harus menyalahkan kepada
dirinya pula. Tentu ia tidak akan dapat mengharapkan orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
2357 orang yang jujur di dalam tindakan-tindakan yang tidak
sejalan dengan ketentuan darma seorang kesatria itu.
Untuk mengurangi kemungkinan yang tidak dikehendaki,
maka Empu Baladatu telah memerintahkan kepada orangorang
yang berada di bawah pengaruhnya untuk menjauhkan
diri dari pengawasan siapapun juga. Mereka harus benarbenar


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menilik setiap orang yang ikut serta di dalamnya.
"Untuk mencapai cita-cita yang luhur, maka setiap orang
harus diuji kesetiaannya" pesan Empu Baladatu kepada setiap
pemimpin padepokan yang berpihak kepadanya.
Tetapi dalam pada itu, sejalan dengan usaha orang-orang
Empu Baladatu untuk menghilangkan jejak mereka, maka
prajurit Singasari mulai mencium usaha peningkatan ilmu dari
beberapa kelompok anak-anak muda untuk tujuan yang
kurang sewajarnya. Beberapa orang prajurit Singasari telah menerima beberapa
petunjuk dari orang-orang yang tidak dikenal, bahwa di
beberapa bagian dari wilayah Singasari sedang diancam oleh
bahaya yang akan dapat meledak setiap saat.
Mula-mula prajurit Singasari tidak terlalu mudah untuk
mempercayainya. Namun setelah para petugas sandi
mengadakan beberapa pengamatan yang lebih cermat dari
sebelumnya, maka berita yang sampai kepada para prajurit
atu bukannya berita bohong semata-mata.
Meskipun demikian, prajurit sandi Singasari harus bertindak
dengan hati-hati. Laporan yang tidak diketahui asalnya itu pun
telah menumbuhkan kecurigaan bagi mereka, sehingga
kesimpulan para pemimpin prajurit Singasari untuk sementara
adalah, tentu ada pihak-pihak yang sedang bersaing. Apapun
tujuan mereka dengan peningkatan ilmu itu.
2358 Pihak yang merasa cemas melihat perkembangan ilmu
pihak yang lain telah dengan sengaja menyampaikan laporan
itu kepada prajurit Singasari, agar para prajurit dapat
mengambil tindakan terhadap mereka.
Ternyata bahwa laporan itu akhirnya merambat dan
menjadi pembicaraan yang penting bagi para pemimpin
puncak para prajurit di Singasari.
Mahisa Agni yang ikut pula membicarakan masalahnya,
segera menghubungkan hal itu dengan kegiatan Empu
Baladatu. Laporan dari padepokan Empu Sanggadaru
memberikan imbangan atas laporan yang telah sampai
kepimpinan puncak prajurit Singasari itu.
"Masih harus diselidiki, pihak yang manakah yang telah
memberikan laporan itu. Aku berpendapat, bahwa Empu
Baladatu dan Linggapati tidak lagi dapat berjalan seiring
setelah kegagalan mereka di padepokan Empu Sanggadaru
itu." berkata Mahisa Agni
Para pemimpin yang lain pun sependapat. Tentu salah satu
pihak dari keduanya telah menyampaikan laporan itu dengan
terselubung kepada prajurit Singasari.
"Kita tidak boleh memusatkan perhatian kita kepada salah
satu pihak. Sementara ini kita, seoah-olah menerima laporan
itu dengan wantah, sehingga pihak yang lain, yang
memberikan laporan itu mengira bahwa kita telah terjebak
kedalam perangkapnya, dan kita telah memusatkan perhatian
kita kepada satu pihak saja, sementara kita harus dengan
bersungguh-sungguh menilai pihak yang lain." Mahisa Agni
meneruskan. 2359 Prajurit Singasari untuk sementara bersepakat, bahwa
pihak-pihak yang harus mendapat pengawasan yang paling
tajam adalah Empu Baladatu dan Linggapati.
"Tetapi kegiatan yang meningkat itu terjadi di beberapa
bagian dari wilayah ini dan tersebar di tempat yang
nampaknya satu sama lain berjauhan dan tidak mempunyai
hubungan." berkata seorang perwira yang menerima laporan
langsung dari pihak yang tidak dikenal.
"Semuanya perlu penyelidikan yang saksama" sahut
seorang Senapati, "namun justru tempat tersebar dalam
hubungan kegiatan yang serupa itulah yang menarik perhatian
" Perwira itu niengangguk-angguk. Ia mengerti, bahwa
penilaiannya harus dilihat dari beberapa segi yang nampaknya
tidak berkaitan sama sekali.
Dengan demikian, maka jalur ketiga telah tersalur antara,
pimpinan prajurit Singasari dengan petugas-petugasnya yang
tersebar. Dengan cermat dan rahasia, para petugas sandi
prajurit Singasari sedang menyelidiki, apakah sebenarnya yang
telah terjadi. Demikian cermatnya tugas yang dilakukan, sehingga pihakpihak
yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melihat,
bahwa kegiatan petugas-petugas sandi Singasari telah
meningkat. Linggapati yang merasa pernah mengirimkan laporan
tersembunyi tentang kegiatan Empu Baladatu pun merasa
heran, bahwa seakan-akan tidak ada perhatian sama sekali. Ia
tidak melihat petugas-petugas yang hilir mudik dan perondaperonda
prajurit Singasari yang bertambah.
2360 "Apakah laporanku tidak sampai ketelinga pimpinan prajurit
Singasari atau pimpinan prajurit Singasari menganggap
laporan itu sekedar sebuah ceritera ngaya wara." gumam
Linggapati setiap kali. Tetapi laporan terakhir dari orang-orang Linggapati
membuatnya agak berdebar hati. Dibeberapa tempat ia
melibat, prajurit Singasari telah membuka pemusatanpemusatan
baru bagi prajuritprajuritnya meskipun
kelihatannya jauh lebih kecil dari yang diharapkannya.
"Namun agaknya perhatian itu mulai tumbuh di dalam
lingkungan mereka" berkata Linggapati kepada seorang
pengawalnya "Mudah-mudahan mata mereka segera terbuka, bahwa
telah tumbuh sebuah kekuatan yang akan dapat mengganggu
ketenteraman Singasari." berkata pengawalnya.
Dengan hati-hati Linggapati mengamati perkembangan
kesiagaan prajurit-prajurit Singasari. Meskipun kesiagaan itu
masih dianggap jauh dari mencukupi, namun ia menganggap
bahwa keterangannya yang dibisikkan lewar jalur tertutup
kepada prajurit Singasari telah menyentuh pendengaran
mereka. "Mungkin mereka masih belum percaya "
Dalam pada itu, Singasari memang telah meningkatkan
kesiagaan prajuritnya di beberapa tempat, tetapi tanpa
menumbuhkan kegelisahan. Tidak banyak orang yang
memperhatikannya. Hanya orang-orang yang berkepentingan
seperti Linggapati dan anak buahnya sajalah yang dengan
tajam melihat dan mengikuti perkembangan itu dengan
saksama. 2361 Tetapi ada satu yang lepas dari pengamatan Linggapati.
Justru karena Linggapati terlalu mengharap bahwa prajurit
Singasari mempertajam pengawasannya terhadap padepokanpadepokan
yang tersebar di daerah yang luas, maka ia sendiri
menjadi lengah, bahwa petugas-petugas sandi semakin
banyak berkeliaran di Mahibit.
Sampai saat-saat terakhir Linggapati masih merasa bahwa
pengawasan prajurit Singasari semata-mata ditujukan kepada
kegiatan yang meningkat dari orang-orang yang berpihak
kepada Empu Baladatu Tetapi ternyata bahwa Linggapati adalah orang yang dapat
menahan diri dan bersabar hati untuk melakukan rencananya.
Meskipun ia merasa berpacu dengan Empu Baladatu, namun ia
tidak tergesa-gesa memerintahkan orang-orang yang berada
dibawah pengaruhnya untuk memperkuat diri. Yang dilakukan
dengan diam-diam adalah memperluas pengaruhnya terhadap
beberapa orang pemimpin. Beberapa orang Buyut yang sudah
memiliki kekuatan pengawalan pada padukuhannya.
Seandainya para pengawal itu meningkatkan latihan-latihan
mereka, maka kegiatan itu tidak akan begitu menyolok, karena
yang dilakukan seolah-olah memang sudah seharusnya
demikian. Bahkan dengan licik ia berhasil menghubungi
Pisau Terbang Li 8 Pendekar Harpa Emas Karya Rajakelana Warisan Iblis 2
^