Sepasang Ular Naga 39
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 39
beberapa orang Akuwu yang sudah siap dengan prajuritnya.
Meskipun demikian, maka Linggapati pun selalu melakukan
pembinaan yang mantap. Dalam kemungkinan masing-masing,
Linggapati juga menganjurkan peningkatan anak buahnya.
Para pengawal padukuhan dan prajurit-prajurit dari para
Akuwu. "Jangan melakukan kegiatan di luar kegiatan yang
sewajarnya dan harus tidak menarik perhatian" perintah
Linggapati. 2362 Sementara itu, petugas-petugas sandi Singasari telah mulai
melihar perkembangan seperti yang memang sedang mereka
cari. Beberapa padukuhan memang melakukan kegiatan yang
meningkat, bahkan di luar kegiatan yang wajar.
Tetapi prajurit Singasari tidak segera mengambil tindakan
yang langsung terhadap mereka. Yang mereka lakukan justru
pengawasan sandi. Mereka ingin melihat perkembangan
kegiatan mereka. Dengan demikian maka prajurit-prajurit Singasari yang
bertugas di daerah-daerah itu nampaknya tidak meningkatkan
pengamatan mereka terhadap daerah pengawasan mereka.
Mereka hanya duduk dan bergurau saja di dalam barak-barak
mereka setiap hari. Hanya sekelompok kecil dari mereka yang
bertugas di depan regol halaman dengan senjata di tangan.
"Mereka hanya menghabiskan beras saja" gumam beberapa
orang anak buah dari sebuah padepokan yang berada di
bawah pengaruh Empu Baladatu.
"Tidak ada yang mereka lakukan di sini. Pada suatu saat
kita akan menyerang dan menumpas mereka" sahut yang lain.
Setiap saat mereka memperbincangkan prajurit Singasari
itu, mereka selalu mentertawakan dengan sikap sombong dan
yakin, hahwa pada suatu saat prajurit-prajurit itu akan mereka
binasakan tanpa dapat memberikan banyak perlawanan.
Tetapi yang tidak mereka lihat, justru prajurit-prajurit sandi
lah yang banyak bekerja dan memberikan laporan-laporan
kepada pemimpin prajurit di barak-barak yang baru dibuka,
yang nampak nya hanya berisi beberapa kelompok kecil
prajurit Singasari yang tidak berbuat apa-apa selain tidur dan
bergurau saja. 2363 Justru karena perhatian orang-orang itu sebagian besar
tertuju kepada prajurit-prajurit yang malas itulah, maka
mereka tidak memperhatikan bahwa orang-orang yang sama
sekali tidak mereka duga, adalah justru orang-orang yang
sangat berbahaya. Sementara itu, salah seorang kepercayaan Empu Baladatu
yang berada di padepokan Empu Purung. di ujung daerah Alas
Pandan dengan sungguh-sungguh mengamati sebuah barak
baru dari prajurit Singasari di seberang lembah yang
berhadapan dengan padepokan itu
"Mereka sengaja mengamat-amati kita" berkata Empu
Purung. "Mungkin sekali" jawab kepercayaan Empu Baladatu yang
sedang berada di padepokan itu.
"Kau harus melaporkannya kepada Empu Baladatu jika kau
kembali kepadanya. Sebenarnya kita sudah siap untuk
bertindak. Barak itu tidak terlalu kuat. Tetapi tentunya tidak
akan di bangun di sana jika prajurit Singasari tidak mencium
jejak kita." Kepercayaan Empu Baladatu mengangguk-angguk. Katanya
Kita tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, lepas dari hubungan
dalam keseluruhan " "Tetapi agaknya waktunya memang sudah masak. Jika kita
menunggu terlalu lama, maka pada suatu saat, merekalah
yang akan mendahului kita."
"Tetapi tidak tergesa-gesa."
Empu Purung di ujung Alas Pandan itu terpaksa menahan
diri Namun ia mulai khawatir bahwa prajurit-prajurit Singasari
2364 itu akan mencium seluruh kegiatannya sehingga mereka
sempat memperkuat diri. "Prajurit yang ada di barak itu tidak lebih dari duapuluh
orang." berkata Empu Purung, "aku tidak tahu, apakah barakbarak
kecil itu ada gunanya. Apalagi dengan prajurit yang
malas. Aku sudah memerintahkan dua orang untuk melihatlihat
dari dekat sambil berbelanja di pasar yang terletak tidak
jauh dari barak itu. Ternyata hanya ada tiga atau empat orang
sajalah di antara mereka yang setiap hari bersiaga di depan
regol, sementara yang lain hampir setiap hari kerjanya hanya
berkeliaran di pasar. Makan dan minum tuak. Namun dengan
demikian pasar itu kini menjadi bertambah ramai."
Kepercayaan Empu Baladatu itu mengangguk-angguk.
Katanya, "Memang kesempatan itu terbuka sekarang. Tetapi
jika kita datang dan menumpas mereka, maka Singasari akan
mengarahkan kekuatannya kepada daerah ini semata-mata,
karena mereka belum melihat bahaya di tempat lain. Tetapi
jika pada suatu saat kita semua bergerak bersama-sama,
maka prajurit Singasari akan terpecah sehingga kekuatannya
akan terbagi. Saat yang demikian itulah yang kita harapkan.
Sementara pasukan induk kita akan memasuki Kota Raja dan
menguasainya." Empu Purung mengangguk-angguk. Katanya, "Aku sudah
memahami. Tetapi kapan waktu itu datang. Aku harap, kita
tidak akan terlalu lama menunggu."
"Kita masih harus melakukan penilaian sekali lagi. Mungkin
di padepokan Empu di sini, semuanya sudah siap. Empu sudah
melatih lebih dari lima orang anak-anak muda yang siap
digerakkan, ditambah dengan beberapa kelompok orang lakilaki
yang meskipun tidak dapat disebut anak muda lagi, tetapi
mereka memiliki tenaga yang masih utuh. Karena itu, maka
2365 duapuluh atau duapuluh lima orang prajrit itu tidak akan dapat
bertahan terlalu lama "
"Pengaruhku sampai kepadukuhan yang jauh. Mereka
menganggap aku seorang yang memiliki kekuatan gaib dan
dapat berbuat apa saja. Dan aku memang dapat
membuktikan, bahwa aku mmpunyai kekuatan melampaui
kekuatan manusia biasa, bukan saja jasmaniah tetapi juga
kekuatan yang tidak kasat mata."
"Aku percaya." "Dan kau akan dapat melihat sendiri, jika aku kehendaki,
maka kekuatan itu akan bertambah-tambah. Tetapi untuk
sementara aku tidak ingin menarik perhatian orang-orang
yang barangkali menaruh dengki. Ternyata di hadapan
padepokanku, meskipun agak jauh, telah berdiri sebuah barak
prajurit Singasari. Yang dalam keadaan sewajarnya tidak akan
berada di tempat itu."
"Mungkin pada suatu saat Empu benar-benar perlu
mengerahkan orang-orang itu "
"Tidak akan sulit. Aku akan memukul isyarat, dan mereka
akan berkumpul. Tidak seorang pun menghendaki gempa
yang dahsyat akan meruntuhkan tebing-tebing jurang dan
menimbuni padukuhan mereka. Dan itu akan terjadi jika
mereka tidak tunduk kepadaku dan melakukan perintahku
meskipun akan berarti bahaya bagi jiwa mereka."
Kepercayaan Empu Baladatu mengangguk-angguk.
Meskipun ia lebih hanyak mempergunakan pedang daripada
kekuatan-kekuatan yang gaib, namun dasar dari ilmu
hitamnya pun gaib pula. Bahkan hampir setiap orang di dalam
padepokan Empu Baladatu menganggap hahwa ada semacam
kekuatan tersembunyi di dalam tubuh Empu Baladatu. Aji yang
2366 sampai saat terakhir belum pernah diunjukkan kepada muridmuridnya,
tetapi yang dengan isyarat pernah dibayangkannya.
"Empu Baladatu tentu mempunyai kekuatan melampaui
Empu Purung" berkata kepercayaan Empu Baladatu itu dalam
hatinya. Namun dalam pada itu Empu Purung seolah-olah sudah
tidak sabar lagi menunggu saat yang ditentukan. Tetapi ia
harus menunggu lagi ketika kepercayaan Empu Baladatu itu
meninggalkan padepokannya untuk menentukan saat-saat
yang ditunggu itu. Saat-saat menunggu itu bagi Empu Purung adalah benarbenar
saat yang menenggangkan. Untuk mengisi waktu, maka
ia pun kemudian mempertebal dasar ilmu anak-anak muda
yang telah dapat dipengaruhinya. Bahkan kemudian menjalar
kepada setiap laki-laki yang tinggal di padukuhan di sekitar
padepokannya. Tidak seorang pun di antara mereka yang berani
menentang Empu Purung. Setiap kata yang diucapkan baginya
merupakan hukum yang tidak boleh dilanggar.
"Jika Empu Purung, marah, maka ia akan dapat memanggil
wabah yanp paling dahsyat. Seluruh isi bumi akan terbunuh
oleh penyakit selain orang-orang yang dikehendakinya."
berkata salah seorang dari padukuhan yang berada di bawah
pengaruhnya. Karena itulah, maka apapun yang harus mereka lakukan,
tanpa dapat mengemukakan alasan apapun, pasti mereka
lakukan, meskipun hal itu dapat mengancam nyawanya
Ketika Empu Purung memanggil setiap laki-laki di sekitar
padepokannya untuk berlatih mempergunakan senjata, maka
berduyun-duyun mereka datang ke padepokan. Satu dua
2367 pembantu Empu Purung yang terpercaya, ikut serta
memberikan latihan-latihan pada kelompok-kelompok kecil di
antara Laki-laki itu. Tetapi anak-anak muda yang berlatih, berada di tangan
Empu Purung sendiri. Merekalah yang akan menjadi inti
kekuatan nya apabila saat yang ditunggunya itu tiba.
Sementara itu, menurut pengamatan Empu Purung,
prajurit-prajurit Singasari yang bertugas di daerah Alas Pandan
itu sama sekali tidak berbuat apa-apa. Mereka sekedar berada
di tempat itu tanpa melakukan apa-apa.
Namun dalam pada itu, laporan yang terperinci tentang
padepokan Empu Purung di ujung Alas Pandan itu telah
berada di Singasari. Padepokan itu , memiliki kekuatan yang
agak menarik perhatian dibandingkan dengan keadaan di
tempat-tempat yang lain yang juga nampak meningkatkan
kegiatannya. Karena itulah maka Singasari menganggap perlu untuk
mengirimkan prajurit yang lebih kuat, tetapi yang tidak segera
dapat dilihat oleh orang-orang di padepokan itu. Sendangkan
tingkah laku para prajurit di barak itu harus dipertahankan
seolah-olah mereka tidak menghiraukan keadaan di sekitarnya
Dalam tugas itulah maka Mahisa Agni telah mengikut
sertakan Mahisa Bungalan yang telah dipanggilnya dari
padukuhan Empu Sanggadaru.
"Tidak banyak lagi yang harus dilakukan di padepokan itu"
berkata Mahisa Agni, "biarlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
tetap berada di sana. Jika kau ingin ikut serta dalam tugas
berikutnya melawan Empu Baladatu atau kekuatan dari
Mahibit, maka ikutlah pergi ke Alas Pandan. Mungkin kau akan
mendapatkan pengalaman baru. Tetapi hati-hatilah, bahwa
2368 yang kau hadapi bukannya kanak-anak. Empu Baladatu pun
telah mendapatkan pengalaman pahit, sedangkan Linggapati
telah kehilangan adiknya."
Mahisa Bungalan mengangguk. Jawabnya, "Terima kasih
atas kesempatan ini paman."
"Kau telah menjadi bagian dari kekuatan prajurit Singasari.
Kedudukanmu telah menggantikan kedudukan ayahmu yang
semakin tua. Meskipun kau bukan seorang prajurit, tetapi kau
telah berbuat seperti dan bahkan melampaui seorang prajurit."
Karena itulah, maka Mahisa Bungalan pun kemudian
merupakan salah seorang dari mereka yang berangsur-angsur
dikirim ke Alas Pandan. Tetapi mereka tidak langsung berada
di dalam lingkungan para prajurit. Hanya lima orang sajalah di
antara mereka yang dengan diam-diam telah berada didalam
barak itu pula, tennasuk Mahisa Bungalan, sehingga dengan
demikian bertambahnya jumlah itu tidak nampak dari mereka
yang berada di luar barak.
Namun dalam pada itu, beberapa orang yang lain telah
terpencar di sekitar padukuhan itu, meskipun mereka harus
berada di tempat-tempat tersembunyi.
Sekelompok kecil prajurit Singasari itu telah membuat
semacam perkemahan di hutan kecil yang terletak di seberang
lain dari sebuah bukit kecil. Perkemahan yang dapat dicapai
dengan lontaran panah sendaren. Jika sesuatu terjadi, maka
yang suaranya dapat didengar dari perkemahan yang
tersembunyi itu. Untuk menghilangkan kejemuan mereka yang berada di
hutan kecil itu, setiap kali di luar penglihatan orang lain, maka
prajurit-prajurit itu selalu bergantian. Beberapa hari mereka
berada di hutan kecil itu, sedangkan beberapa hari kemudian
2369 mereka tinggal di barak. Hanya beberapa orang sajalah yang
tidak mengalami pergantian itu. Pemimpin prajurit di Alas
Pandan, dua orang pengawal kepercayaannya, dan tiga orang
yang mempunyai banyak hubungan dengan orang-orang luar.
Mereka adalah prajurit-prajurit yang melayani kebutuhan
kawan-kawannya, dan selalu berkeliaran di pasar dan
padukuhan-padukuhan. Sementara Mahisa Bungalan ternyata
lebih senang ikut pula berpindah dari baraknya ketempat yang
tersembunyi itu. Tetapi ia tidak mengikuti pembagian waktu
tertentu seperti kawan-kawannya. Ia di perkenankan berada di
mana saja menurut keinginannya sesuai dengan waktu yang
dikehendakinya sendiri. Ternyata cara yang dipergunakan oleh para prajurit, itu
dapat terlepas dari pengamatan Empu Purung. Ia tidak
mengetahui bahwa Singasari sedang mengamatinya dengan
tajamnya. Yang dilihat oleh Empu Purung adalah jumlah prajurit yang
terbatas di dalam barak, yang setiap hari hanyalah duduk
memeluk lutut di gerbang halaman barak mereka, selain yang
bertugas. Bahkan kadang-kadang yang sedang bertugas ikut
pula meletakkan senjata mereka dan duduk sambil bergurau
menunggu saatnya mereka dipanggil untuk makan. ,
"Menjemukan sekali" berkata Empu Purung kepada
pengawalnya, , "meskipun demikian, pada suatu saat mereka
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat membahayakan kita semuanya."
"Kenapa mereka tidak kita hancurkan saja Empu?" bertanya
pengawalnya. "Petugas yang dikirim Empu Baladatu itu terlalu berhatihati.
Ia sedang menghadap Empu Baladatu untuk minta
petunjuk apa yang sebaiknya kita lakukan di sini."
2370 "Kita dapat menyerang dan memusnakan mereka, sehingga
tidak seorang pun yang akan kita biarkan hidup untuk
melaporkan apa yang terjadi. Dengan demikian, maka tidak
akan ada yang mengetahui bahwa kita sudah mulai."
"Tetapi setiap saat tentu ada petugas dari Singasari
menghubungi mereka, atau dalam saat-saat tertentu ada
petugas dari barak itu yang pergi ke Kota Raja untuk
memberikan laporan. Jika mereka tidak datang, maka
Singasari akan membuat suatu perhitungan."
"Jadi kita akan membiarkan saja mereka di barak itu?"
"Kita menunggu perintah Empu Baladatu. Kita akan
bersama-sama bergerak di beberapa tempat, agar kekuatan
Singasari terbagi." Tetapi pengawal-pengawalnya menganggap bahwa
menunggu perintah itu terlalu menjemukan. Mereka sudah
terlalu muak melihat sikap para prajurit itu.
Ternyata beberapa orang anak buah Empu Purung sulit
untuk menjaga diri. Setiap mereka lewat dan berpapasan
dengan satu atau dua orang prajurit di sepanjang jalan
padukuhan, rasa-rasanya mereka tidak tahan lagi.
"Kenapa kita tidak membunuh mereka saja" Jumlah mereka
terlalu sedikit. Dua puluh atau sebanyak-banyaknya dua puluh
lima orang." "Empu Purung masih menunggu perintah Empu Baladatu "
"Kita sebenarnya tidak usah memperdulikannya." Tetapi
seorang yang agak mampu berpikir berkata "Kita tidak boleh
merusak rencana Empu Baladatu dalam keseluruhan "
Kawan-kawannya tidak menjawab. Tetapi sebagai pribadi
mereka sulit untuk mengendalikan diri.
2371 Anak muda yang merasa dirinya mempunyai kelebihan dari
kawan-kawannya, dan mendapat kepercayaan tertinggi dari
Empu Purung di antara kawannya, justru merasa tangannya
sudah terlalu gatal. Dengan nada tinggi ia berkata kepada
kawahnya, "Apa salahnya jika terjadi sentuhan antara pribiadi,
Persoalannya adalah persoalan seorang dengan seorang
Prajurit Singasari tentu menyangka, bahwa persoalannya sama
sekali tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan-persoalan
lain kecuali sekedar perkelahian."
"Tetapi Empu Purung akan marah jika terjadi sesuatu di
luar rencananya." "Kalau masalahnya adalah masalah pribadi, ia tidak akan
berbuat apa-apa." Kawan-kawannya tidak dapat mencegahnya. Anak muda ilu
ingin sekali-kali berkelahi dengan prajurit Singasari dalam soal
pribadi. "Besok aku akan pergi ke pasar di seberang lembah, dekat
barak itu" berkata anak muda itu.
"Untuk apa?" bertanya kawannya.
"Lihat sajalah. Aku akan berkelahi dengan prajurit Singasari.
Tetapi masalahnya adalah masalah pribadi Aku akan membuat
soal apa pun sehingga melibatkan aku dalam perkelahian itu.
Aku akan menjajagi, sampai berapa jauh kemampuan prajuritprajurit
Singasari " Kawan-kawannya menjadi ragu-ragu. Tetapi sebagian dari
mereka justru ingin melihat, apakah yang terjadi dengan
perkelahian itu. "Bagaimana jika prajurit-prajurit yang lain, dan mereka
beramai-ramai memukulimu?"
2372 "Biarkan saja. Itu akan menjadi alasan kita untuk
menyerang mereka di luar persoalan yang dicemaskan oleh
Empu Purung dan Empu Baladatu. Pemimpin prajurit Singasari
akan mengira bahwa yang terjadi adalah benturan pribadipribadi.
tidak menyangkut masalah pemerintahan."
Kawan-kawanya mengangguk-angguk. Bahkan mereka
seakan-akan tidak sabar lagi menunggu sampai esok pagi
Seperti yang dikatakan, maka di keesokan harinya anak
muda itu benar-benar pergi ke pasar. Beberapa orang
kawannya yang ingin melihat peristiwa itu pun pergi juga
meskipun terpisah-pisah. Dengan tidak menduga sama sekali, maka beberapa orang
prajurit Singasari pun pergi juga kepasar. Mereka memerlukan
bahan makan dan kebutuhan mereka sehari-hari. Dan adalah
kebetulan sekali bahwa di antara mereka terdapat Mahisa
Bungalan yang berpakaian seperti prajurit Singasari.
Seperti biasanya prajurit-prajurit itu membeli bahan-bahan
dan keperluan yang lain. Selanjurnya seperti biasa mereka
kadang-kadang melepaskan haus di sebuah warung kecil di
pinggir pasar itu. Di tempat itulah anak muda, murid Empu Purung itu sudah
menunggu untuk menimbulkan persoalan pribadi.
Yang duduk di paling dekat dengan anak muda itu adalah
Mahisa Bungalan yang sama sekali tidak berprasangka.
Minum dan makan di warung kecil, di pinggir di sebuah
padukuhan kecil, mempunyai kenikmatan tersendiri.
Kenikmatan yang tidak dapat ditemui jika mereka berada di
sebuah warung yang besar di Kota Raja.
2373 Itulah sebabnya, prajurit-prajurit itu seakan-akan tidak
melewatkan waktunya untuk singgah barang sebentar, duduk
sambil menghirup minuman hangat di mangkuk.
Namun dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan
mengangkat mangkuknya yang berisi minuman panas, tibatiba
saja siku orang yang duduk di sebelahnya telah
menyentuh tangannya. Demikian tiba-tiba dan kerasnya,
sehingga minuman panas itu tumpah di pakaian Mahisa
Bungalan. Mahisa Bungalan terkejut. Dengan serta merta ia meloncat
berdiri sambil mengibaskan pakaiannya yang basah.
Orang yang duduk di sampingnya memandanginya dengan
wajah tegang. Tiba-tiba saja justru orang itu berkala, "Kau
terlalu banyak tingkah. Untunglah bahwa pakaianmu sendiri
yang basah oleh minuman panas itu."
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Ia sama seka li
tidak menyangka bahwa anak muda yang duduk di
sampingnya itu justru marah kepadanya.
Tetapi Mahisa Bungalan tidak ingin terjadi perselisihan
sehingga karena itu, maka ia pun menyahut, "Maaf Ki Sanak,
aku tidak sengaja. Dan bukankah kau tidak terpercik oleh air
panas dalam mangkuk itu."
"Sekarang tidak. Tetapi nanti kau akan menumpahkan lebih
banyak lagi. Dan kau tentu akan membasahi pakaianku "
"Tentu tidak Ki Sanak. Betapa bodohnya seseorang, ia tidak
akan melakukan kesalahan serupa dalam waktu yang terlalu
pendek." "Persetan" bentak anak muda itu, "jika kau akan minum
lagi, menyingkirlah. Jangan dekat-dekat aku."
2374 Bentaknya itu membuat dada Mahisa Bungalan berdebardebar.
Tetapi ketajaman tangkapan perasaannya membuat
seakan-akan melihat sesuatu yang lain dari sikap kasar itu
saja. Namun justru karena itulah, maka Mahisa Bungalan yang
muda itu berusaha untuk menahan hati dan berkata, "Baiklah.
Aku akan duduk di ujung yang lain."
Kawan-kawannya, para prajurit Singasari tidak mengerti
akan sikap itu. Hampir saja mereka meloncat menerkam anak
muda yang sombong dan deksura itu. Namun sikap Mahisa
Bungalan itu telah mencegahnya, karena mereka pun
mengetahui, siapakah Mahisa Bungalan itu. Sikap itu tentu
bukannya karena Mahisa Bungalan ketakutan. Tetapi tentu
ada sebab yang lain. Ternyata sikap Mahisa Bungalan itu membuat anak muda
yang memancing kemarahanya itu menjadi kecewa dan
bahkan marah. Dengan wajah yang tegang ia berkata, "Kau
jangan mencoba menghina aku. Kau mencoba menumpahkan
minumanmu kepakaianku. Kemudian begitu saja pergi tanpa
minta maaf kepadaku?"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Namun ia masih
mencoba menyabarkan hatinya, "Baiklah Ki Sanak. Akulah
yang minta maaf." Sikap itu sama sekali tidak diduga oleh anak muda murid
Empu Purung itu, sehingga karena itu, justru ia terbungkam
beberapa saat, sementara Mahisa Bungalan telah bergeser
sambil membawa mangkuknya.
"Gila" geram anak muda itu. Ternyata usahanya memancing
kemarahan prajurit Singasari itu tidak berhasil.
2375 Namun dengan demikian ia menyangka bahwa prajurit
Singasari itu secara pribadi takut kepadanya. Itulah sebabnya
maka keinginannya untuk berkelahi justru menjadi semakin
besar. "Aku harus membuatnya marah dan memancing
perkelahian" desisnya di dalam hati.
Ternyata anak muda itu adalah anak muda yang kasar. Ia
tidak sempat memikirkan cara yang lebih baik. Dengan serta
merta, demikian Mahisa Bungalan duduk di tempatnya yaug
baru, anak muda itu langsung menyiramkan minuman di
mangkuknya sendiri ke arah Mahisa Bungalan.
"Kau memuakkan sekali" geram anak muda itu.
Mahisa Bungalan benar-benar terkejut mendapat perlakuan
itu. Karena itu, maka tiba-tiba saja ia menggeretakkan giginya
sambil tegak berdiri. Namun sekali lagi ia menyadari, bahwa tingkah laku anak
muda yang tidak sewajarnya itu harus mendapat penilaian
tersendiri. Karena itulah, maka ketiga kawan-kawan Mahisa Bungalan
hampir saja melangkah kearah anak muda itu, Mahisa
Bungalan berkata, "Persoalan ini adalah persoalanku.
Persoalan pribadi." Anak muda itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
ia menjadi semakin kasar, "Anak gila. Kehadiranmu di warung
ini sudah sangat memuakkan. Sekarang sikapmu menambah
kebencianku kepadamu meskipun aku belum mengenalmu."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar,
bahwa anak muda itu sengaja memancing perkelahian. Tetapi
ia masih belum tahu pasti, apakah sebabnya.
2376 "Ki Sanak." berkata Mahisa Bungalan, "kenapa kau tiba-tiba
saja marah. Kita berada di tempat yang terbuka bagi
siapapun. Termasuk aku."
"Tetapi kau teramat sombong. Kau sangka, bahwa kau Lakilaki
seorang di seluruh Singasari."
"Aku tidak mengerti" desis Mahisa Bungalan. Sikap Mahisa
Bungalan menambah kemarahan orang itu.
Ia sama sekali tidak membayangkan bahwa prajurit
Singasari itu tidak segera berbuat sesuatu yang dapat
menimbulkan benturan kekuatan.
Tetapi ia tidak berhenti berusaha. Bahkan kata-katanya
menjadi semakin kasar, "Pengecut. Apakah kau bukan lakilaki?"
Pertanyaan itu benar-benar telah menyinggung perasaan.
Kawan Mahisa Bungalan yang tidak dapat menahan hati lagi,
telah bersiap untuk berbuat sesuatu. Tetapi Mahisa Bungalan
menggamitnya dan berkata, "Itu adalah persoalanku."
Prajurit itu termangu-mangu. Ia kenal siapakah Mahisa
Bungalan. Namun karena itu pulalah ia kemudian menyadari,
bahwa Mahisa Bungalan hatinya sudah mengendap meskipun
ia masih cukup muda untuk berbuat sekasar anak muda yang
tidak tahu diri itu. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan, "ternyata sikapmu
sudah berlebih-lebihan. Tetapi aku tahu, bahwa kau bukannya
orang yang berbuat kasar kepada setiap orang. Tetapi kau
justru berbuat demikian kepadaku."
Anak muda itu terkejut mendengar kata-kata Mahisa
Bungalan. Rasa-rasanya dadanya tidak tahan lagi melihat
sikap anak muda yang nampaknya tenang sekali itu.
2377 "Ki Sanak" Mahisa Bungalan meneruskan, "ada semacam
kesengajaan yang kau lakukan terhadapku untuk
menimbulkan perselisihan. Kenapa kau mempergunakan cara
yang kasar dan tidak terhormat ini. Jika kau berbisik di
telingaku mengatakan bahwa kau menantangku berkelahi, aku
akan melayanimu. Tetapi kau lebih senang mempergunakan
cara seorang berandal yang liar dan buas"
Justru anak muda itulah yang kemudian tidak dapat
menahan diri. Tangannya segera menyambar gendi berisi air.
Hampir saja gendi itu dilemparkannya kearah Mahisa
Bungalan. Tetapi Mahsa Bungalan, mendahuluinya, "Jangan
kau lemparkan gendi itu. Aku sudah memutuskan untuk
berkelahi. Tetapi tidak di sini."
"Persetan" geram anak muda itu
Mahisa Bungalan berpaling kepada pemilik warung yang
berdiri dengan gemetar. Tidak sepatah kata pun yang dapat
diucapkannya. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan kepada pemilik warung
itu, "aku tidak akan berbuat sesuatu di dalam warungmu ini.
Aku akan keluar dan melayani anak yang ingin berkelahi tanpa
sebab itu di luar." Dengan tenang Mahisa Bungalan pun kemudian melangkah
keluar dan berdiri tegak di muka warung itu.
Beberapa orang yang berada di tempat itu dengan berdebar
berusaha untuk menjauh. Mereka tidak mau terlihat dalam
kesulitan. Anak muda murid Empu Purung itu pun dengan wajah yang
tegang melangkah keluar. Ia sudah berpesan kepada kawankawannya
agar mereka tidak ikut berbuat sesuatu. Jika ia
menang akan perkelahian itu, dan prajurit-prajurit Singasari
2378 kemudian mengeroyoknya, ia pun minta agar kawankawannya
jangan membantunya, "Itu akan menjadi sebab, jika pada suatu saat anak-muda di
Alas Pandan ini datang menyerang barak itu" berkata anak
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muda itu kepada kawan-kawannya.
Sejenak anak muda itu berdiri dengan bertolak pingang di
hadapan Mahisa Bungalan. Dengan garangnya ia berkata,
"Jika kau berjongkok dan minta maaf kepadaku, aku tidak
akan berbuat apa-apa."
Mahisa Bungalan sadar sepenuhnya akan persoalan yang
dihadapinya. Tetapi bagaimanapun juga, kemudaannya masih
juga sangat berpengaruh terhadap keputusan yang
diambilnya. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan, "baiklah kau berterus
terang. Kenapa kau menghendaki perselisihan ini" Agaknya
aku lebih senang mendengar alasanmu yang sebenarnya
daripada sekedar sebab yang dicari-cari seperi i ini."
Anak muda itu menjadi semakin tegang. Namun kemudian
ia membentak, "Kau memuakkan sekali "
"Hanya itu" Atau barangkali kau mempunyai sebab lain
yang memaksamu berbuat demikian?"
Orang itu menggeram" Hanya itu."
Mahisa Bungalan lah yang kemudian menggeretakkan
giginya. Katanya, "Aku tahu. Kau ingin tahu dan menjajagi.
Apakah secara pribadi prajurit Singasari mempunyai
kemampuan berkelahi. Baiklah. Apapun alasanmu, tetapi aku
yakin bahwa itulah tujuanmu. Dan aku tidak berkeberatan
melayanimu. Kau akan melihat imbangan kekuatan antara
kita. 2379 "Ya" teriak anak muda itu, "aku memang ingin melihat.
apakah kau mampu melawan aku."
Mahisa Bungalan justru tersenyum sambil berkata, "Kita
akan mulai. Biarlah kawan-kawanku menjadi saksi, apakah aku
dapat mengimbangi kemampuanmu. Jika tidak, maka kawankawanku
tidak akan ikut terlibat dalam perkelahian ini."
"Persetan. Bersiaplah" anak muda itu menggeretakkan
giginya. Mahisa Bungalan pun segera mempersiapkan dirinya. Anak
muda yang berdiri dihadapannya sudah siap untuk
menyerangnya Dengan penuh perhitungan Mahisa Bungalan mencoba
menilai lawannya. Bagaimanapun juga, ia tidak mau
terperosok ke dalam kelengahan yang dapat membuatnya
menyesal. Karena menurut pertimbangannya, dimanapun
juga, terdapat orang-orang yang memiliki kemampuan yang
tinggi, apakah ia mempergunakan dengan baik atau
sebaliknya. Sejenak keduanya berdiri saling berhadapan. Beberapa
orang prajurit yang datang bersama Mahisa Bungalan herdiri
beberapa langkah daripadanya untuk menyaksikan perkelahian
itu. sementara beberapa orang yang lain berdiri agak jauh
daripadanya. Beberapa orang anak muda murid Empu Purung yang lain
pun memperhatikan peristiswa itu dari jarak yang agak jauh
Mereka mendapat pesan untuk membiarkan saja apa yang
akan terjadi, kecuali jika para prajurit itu hendak membunuh
anak muda yang dengan sengaja ingin menjajagi kemampuan
prajurit-prajurit Singasari itu.
2380 "Jika mereka sekedar memukuli aku, meskipun bersamasama,
biarkan sajalah. Itu akan dapat dijadikan alasan.,
kawan-kawanku datang kebarak membela aku. Tetapi jika
mereka akan membunuhku, terserah kepada kalian." berkata
murid Empu Purung yang ingin menjajagi kemampuan prajurit
Singasari itu. Dalam pada itu, Mahisa Bungalan pun telah bersiap
menghadapi kemungkinan yang akan datang. Sejenak ia
memandang anak muda yang berdiri di hadapannya. Namu
sejenak kemudian ia sudah harus meloncat menghindar
karena anak muda itu sudah mulai menyerangnya dengan
garang. Mahisa Bungalan sempat menilai serangan itu. Sebagai
seorang yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang
tinggi maka ia pun segera mengetahui, bahwa sebenarnyalah
anak muda itu adalah anak muda yang baru saja
mendapatkan beberapa jenis ilmu kanuragan.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Namun jika
anak muda itu menghadapi prajurit Singasari yang baru saja
menyelesaikan pendadaran, mungkin ia masih akan dapat
tertawa. Tetapi yang dihadapi adalah kebetulan sekali
seseorang yang bernama Mahisa Bungalan, anak Mahendra.
Karena serangannya yang pertama gagal, maka anak muda
itu pun segera mengulangi serangannya. Lebih cepat dan lebih
keras. Namun Mahisa Bungalan masih berusaha untuk.
menghindar, agar tidak terjadi benturan kekuatan.
Tetapi sikap Mahisa Bungalan itu telah membuat anak
muda itu semakin marah. Geraknya menjadi semakin cepat
dan mantap, karena ia menyangka bahwa prajurit Singasari itu
hanya mampu meloncat menghindar serangannya
2381 Namun pada serangan ketiga, Mahisa Bungalan bersikap
lain. Ketika anak muda itu meloncat sambil memukul ke arah
dadanya, maka Mahisa Bungalan pun bergeser ke samping. Ia
berhasil menangkap tangan anak muda itu, dan dengan
dorongan kekuatan serangannya sendiri, Mahisa Bungalan
menariknya dalam sebuah putaran. Tetapi pada putaran
berikutnya Mahisa Bungalan telah melepaskan tangan itu,
sehingga anak muda itu pun terlempar beberapa langkah.
Bahkan, putaran itu telah mengganggu perasaan
keseimbangan anak muda itu, sehingga karena itu, maka ia
pun telah terhuyung-huyung dan kemudian terjatuh beberapa
langkah dari Mahisa Bungalan.
Cara Mahisa Bungalan melemparkan lawannya ternyata
telah meledakkan tertawa beberapa orang prajurit Singasari
yang melihat perkelahian itu, meskipun mereka berusaha
menahannya. Apalagi kemudian ternyata Mahisa Bungalan
tidak bersikap sebagai seseorang yang benar-benar berkelahi
dalam permusuhan. Mahisa Bungalan tidak memburu
lawannya yang tertatih-tatih berdiri dan mempergunakan
kesempatan itu untuk menghantamnya dan menjauhkannya
lagi. Ia hanya melangkah perlahan-lahan mendekat dan
kemudian berdiri dengan tenang menunggu lawannya berdiri
tegak. Wajah anak muda itu menjadi merah padam.
Kemarahannya benar-benar telah melonjak sampai ke ubunubun.
Karena itulah maka ia pun segera tegak berdiri dan siap
untuk bertempur dengan segenap kemampuan yang ada
padanya. Mahisa Bungalan telah berdiri tegak, menghadapinya.
Dalam sentuhan-sentuhan yang telah terjadi, maka Mahisa
Bungalan pun segera mengetahui bahwa ia tidak perlu
2382 bersungguh-sungguh menghadapi anak muda itu. Apalagi
Mahisa Bungalan tidak mengetahui latar belakang yang
sesungguhnya, kenapa anak muda itu telah menyerangnya
Sesaat anak muda itu memperbaiki kedudukannya.
Kemudian ia mulai dengan serangan-angannya kembali.
Namun ia sama sekali tidak berhasil menyentuh lawannya.
Bahkan pakaiannya pun tidak.
Mahisa Bungalan dengan sengaja hanya menghindari
serangan anak muda itu saja tanpa membalas menyerang, ia
ingin membiarkan anak muda itu kelelahan dan menghentikan
perlawanannya atas kehendak sendiri.
Seperti yang diperhitungkan Mahisa Bungalan, semakin
lama orang itu pun menjadi semakin lemah. Tetapi sejalan
dengan itu, kemarahanya pun menjadi semakin membakar
hatinya. Ketika tenaganya sudah menjadi jauh susut, sementara
Mahisa Bungalan seakan-akan berkeringat pun belum, apalagi
beberapa orang prajurit Singasari yang menonton perkelahian
itu setiap kali mentertawakannya, maka ia pun telah
kehilangan pengamatan diri. Hampir di luar sadarnya, maka ia
pun telah mencabut pisau helati yang terselip di dalam
sarungnya di punggung. Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Dengan nada
datar ia berkata, "Kau sudah kesurupan. Apakah kau akan
mempergunakan senjata.?"
"Persetan. Aku akan membunuh" geram anak muda itu.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Anak muda
itu. Benar-benar telah menjadi marah sekali
Bersambung ke Jilid 33 2383 Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert : Ki Ayasdewe Proofing/Editing: Arema 2384 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 33 SEMENTARA itu orangorang yang menyaksikan perkelahian itu dari kejauhan
menjadi berdebar-debar. Pisau belati di tangan anak
muda yang seakan-akan telah
menjadi mabuk itu akan dapat menjadi sangat berbahaya. Apalagi di antara orangorang
yang berkerumun di kejauhan itu sama sekali tidak
mengerti dan tidak dapat menilai apa yang lelah terjadi.
Mereka tidak mengerti, Bahwa selama itu Mahisa Bungalan sengaja tidak berbuat apa-apa, selain mengelak. Mereka menyangka bahwa Mahisa Bungalan memang tidak mempunyai
kesempatan untuk membalas serangan yang datang beruntun dan
terus menerus. Tetapi, bagi mereka yang mengerti apa yang sebenarnya telah
terjadi, di antaranya para prajurit Singasari dan beberapa orang
kawan anak muda yang kesurupan itu sendiri justru menjadi
2385 berdebar-debar, bahwa Mahisa Bungalan akan mempergunakan
senjata pula. Namun Mahisa Bungalan sama sekali tidak menarik senjatanya.
Ia masih tetap berdiri dengan tenang menunggu serangan lawannya
yang bakal datang. Sejenak kemudian, anak muda yang sudah bersenjata pisau
belati itu melangkah satu-satu mendekati Mahisa Bungalan yang
telah bersiap. Seperti yang sudah diperhitungkan oleh Mahisa Bungalan, maka
pada suatu saat anak muda murid Empu Purung itu pun lelah
meloncat menerkam. Pisaunya diangkatnya tinggi-tinggi dan
kemudian terayun langsung menusuk bahu Mahisa Bungalan.
Namun seperti yang sudah dilakukannya, maka Mahisa Bungalan
telah menghindarinya. Selangkah ia beringsut sambil memiringkan
tubuhnya. Pisau belati yang terayun itu telah kehilangan sasaran. Namun
anak muda yang marah itu tidak kehilangan akal. Ia telah merubah
arahnya mendatar, sehingga ujungnya pun kemudian menyambar
perut. Tetapi sekali lagi Mahisa Bungalan mengelak. Pisau itu meluncur
pada jarak tidak lebih setapak di depan perut Mahisa Bungalan.
Sementara pisau itu meluncur, maka Mahisa Bungalan pun
segera menangkap pergelangan tangan anak muda itu. Sekali ia
melingkar sambil merendahkan diri, menarik tangan itu di atas
pundaknya dan sambil menghentakkan tangan itu Mahisa Bungalan
mengangkat tubuh anak muda itu dengan pundaknya.
Anak muda itu pun terlempar ke udara. Kakinya berputar dan
kemudian terlempar sementara tangannya masih dalam genggaman
tangan Mahisa Bungalan. Anak muda murid Empu Purung itu bagaikan berputar di udara.
Badannya yang kuat kekar itu bulat-bulat telah jatuh di tanah pada
punggungnya. 2386 Mahisa Bungalan melepaskan tangan anak muda itu. Tetapi anak
muda itu tidak segera dapat bangkit. Sambil menyeringai ia
menekan punggungnya dengan telapak tangannya.
Baru sejenak kemudian, murid Empu Purung itu tertatih-tatih
berdiri sambil mengumpat-umpat. Meskipun punggungnya terasa
sakit, tetapi ia tidak mau melihat kenyataan itu. Dengan wajah yang
merah membara ia masih tetap mengacungkan senjata nya kepada
Mahisa Bungalan. "Anak gila" salah seorang prajurit Singasari justru
membentaknya, "kau masih akan melawan?"
"Persetan" geram anak muda itu, "aku akan membunuhnya."
"Anak yang tidak tahu diri. Kau sangka bahwa kau akan dapat
berbuat sesuatu dengan kegilaanmu itu?"
"Aku akan membunuhmu pula."
"Jangan membuat lelucon semacam itu" desis prajurit yang
seorang lagi "pada suatu saat kami akan kehilangan kesabaran kami
" "Aku tidak memerlukan kesabaranmu. Marilah, majulah bersamasama.
Aku akan membunuhmu semuanya."
"Kau sudah hampir mati" desis prajurit Singasari itu
"Kau yang hampir mati "
Prajurit muda itu tiba-tiba saja tidak dapat mengendalikan
kemarahannya. Selangkah ia meloncat maju. Hampir saja tanganya
meraih tangan murid Empu Purung yang menggenggam senjata itu.
Untunglah bahwa Mahisa Bungalan cepat bergerak dan
mencegahnya. "Jangan marah" desis Mahisa Bungalan.
"Anak itu memang pantas untuk disumbat mulutnya. Dalam
keadaan serupa itu, ia masih saja tetap mengingau "
2387 "Biar sajalah ia berkata apa saja." jawab Mahisa Bungalan.
"Tentu tidak, ia memaki dan mengumpati kami. Kita adalah
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit-prajurit Singasari yang bertugas di sini. Ia tidak boleh
menghina kita yang membawa limpahan kekuasaan Singasari atas
daerah ini." "Setiap orang tidak boleh menghina pihak lain. Anak muda itu
memang tidak boleh menghina siapapun. Tetapi biarlah ia
menyadari kesalahnya itu jika ia sudah mempunyai waktu untuk
mengendapkan perasaannya. Kini ia sedang di bakar oleh
kemarahan dan kekecewaan."
"Tetapi ia tidak boleh berbuat sekehendak hati. Aku dapat
memukulinya sampai mati tanpa urusan apapun juga" desis seorang
prajurit muda. "Tentu tidak" sahut Mahisa Bungalan" justru karena kita seorang
prajurit. Apapun yang kita lakukan harus kita pertanggung
jawabkan. Bukan sebaliknya, bahwa karena kita seorang prajurit,
kita dapat berbuat apa saja."
Prajurit muda itu agaknya tidak dapat mengerti keterangan
Mahisa Bungalan yang juga masih muda. Tetapi seorang prajurit
yang lebih tua menggamitnya sambil berbisik" Jangan diseret oleh
perasaan yang keliru. Dengarlah pendapat Mahisa Bungalan. Ia
adalah Orang yang justru menjadi sasaran kedunguan anak gila itu.
Tetapi ia tetap dapat menguasai perasaan dan tingkah lakunya."
Prajurit muda itu menarik nafas dalam-dalam, seakan-akan ingin
mengendapkan kembali perasaannya yang sudah bergejolak sampai
ke kepala. Dalam pada itu, Mahisa Bungalan melangkah mendekati murid
Empu Purung itu sambil berkata" Cobalah mengerti apa yang telah
terjadi. Jika aku mencegah kawanku menghukummu, bukan karena
aku takut akan akibatnya. Setiap prajurit tidak akan gentar
menghadapi apapun juga. Tetapi kami pun sadar bahwa yang kami
lakukan adalah suatu tindakan yang harus dipertanggung jawabkan.
Nah, sekarang pulanglah. Dan jangan mencoba lagi, agar kau tidak
2388 terperosok ke dalam kesulitan. Aku tahu, kau tentu seorang anak
muda yang baru mendapat latihan-latihan olah kanuragan.
Barangkali kau baru menerima sejenis ilmu yang kau anggap
mumpuni. Tetapi kau harus sadari, tidak ada ilmu yang tidak
terkalahkan. Aku sekarang tidak dapat kau kalahkan. Tetapi tentu
ada orang yang dapat mengalahkan aku. Dan barangkali orangorang
itu justru pada suatu saat kau kalahkan."
Murid Empu Purung yang masih membawa senjata itu
memandang wajah Mahisa Bungalan dengan sorot mata yang
membara. Dan karena sorot mata itulah Mahisa Bungalan merasa
prihatin. Anak muda itu ternyata sama sekali tidak mau mengakui
kesalahan yang telah dilakukannya. Meskipun ia kemudian hanya
berdiri mematung, namun nampak pada matanya, bahwa ia
menyimpan dendam yang membara didalam hati.
"Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan" mungkin saat ini kau masih
dibakar oleh kemarahan. Tetapi aku harap kau cukup dewasa
menanggapi keadaan. Kaulah yang telah mulai membuat persoalan.
Aku tahu, tentu bukannya tanpa maksud. Tetapi kau dapat menilai,
apakah hasil dari tingkahmu yang aneh itu?"
Anak muda itu tidak menyahut. Tetapi senjatanya masih tetap
tergenggam. "Serahkan senjata itu" desis Mahisa Bungalan, "meskipun aku
tahu bahwa kau masih menyimpan senjata serupa dirumahmu.
Bahkan mungkin tidak hanya satu. Dan bahkan mungkin kau juga
menyimpan pedang, tombak dan senjata-senjata yang lain."
Wajah anak itu menjadi semakin membara.
"Serahkan Ki Sanak. Itu adalah suatu pertanda bahwa kau
mengakui kesalahanmu."
Anak muda itu masih tetap berdiri dengan tegang.
Tetapi dengan tenang Mahisa Bungalan melangkah semakin
dekat. 2389 Prajurit-prajurit Singasari yang menyaksikan menjadi tegang
pula. Bagaimanapun juga anak muda itu masih tetap bersenjata.
"Jangan mempersulit diri sendiri" berkata Mahisa Bungalan.
Sejenak anak muda itu memandang Mahisa Bungalan dengan
tatapan mata penuh dendam. Namun tiba-tiba saja ia meloncat
maju dengan garangnya. Dengan sisa tenaganya ia menusuk
lambung Mahisa Bungalan dengan senjatanya.
Yang menyaksikan serangan itu terkejut bukan buatan. Para
prajurit itu pun serentak telah bergeser maju. Merek telah siap
melakukan apa saja menghadapi segenap kemungkinan.
Tetapi, yang mereka lihat kemudian adalah, bahwa Mahisa
Bungalan telah menangkap pergelangan tangan anak muda itu.
Dengan satu pukulan sisi telapak tangannya, maka pisau belati di
tangan anak muda itu telah terlepas.
Ternyata bahwa genggaman tangan Mahisa Bungalan bagaikan
himpitan besi baja di pergelangan tangan anak muda itu. Sambil
menyeringai ia pun menggeliat menahan kesakitan.
"Ambil pisau itu" geram Mahisa Bungalan yang masih mencoba
menahan kemarahan yang hampir tidak terbendung.
"Ambil" bentaknya, "dan serahkan kepadaku. Aku minta kau
menyerahkan senjata itu."
Para prajurit menjadi semakin tidak mengerti tingkah laku Mahisa
Bungalan. Mereka melihat Mahisa Bungalan justru melepaskan anak
muda itu. "Ambil pisau itu dan serahkan kepadaku." wajah Mahisa
Bungalanpun menjadi merah.
Ketika anak muda itu masih belum beranjak dari tempatnya, tibatiba
saja tangan Mahisa Bungalan terayun di wajahnya. Terdengar
anak muda itu berdesah ketika ia terdorong selangkah surut, dan
bahkan kemudian jatuh terlentang ditanah.
2390 Ketika tangannya mengusap mulutnya, maka ia melihat warna
merah dijari-jarinya. "Cepat bangkit dan ambil pisau itu" perintah Mahisa Bungalan
semakin keras. Tiba-tiba wajah anak muda itu menjadi pucat. Mulutnya terasa
betapa sakitnya. Sedangkan darah mengalir semakin deras. Sebuah
giginya telah patah dan justru telah tertelan.
Ketika Mahisa Bungalan melangkah maju, maka dengan tergesagesa
anak muda itu bangkit, betapapun tubuhnya merasa sakit.
Dengan tergesa-gesa pula ia memungut pisau belatinya yang
terjatuh. "Serahkan kepadaku. Atau kau ingin aku benar-benar
membunuhmu?" geram Mahisa Bungalan.
Anak muda itu ragu-ragu. Tetapi ia tidak mendapat kesempatan
untuk berpikir lebih lama. Ketika Mahisa Bungalan bergerak setapak,
maka ia pun dengan serta merta mengacungkan pisaunya.
"Seharusnya kau tidak gila" geram Mahisa Bungalan "aku dapat
kehabisan kesabaran dan membuat wajahmu berubah. Pegang
pisau itu pada tajamnya, dan ulurkan tangkainya."
Anak muda murid Empu Purung itu tidak berani membantah.
Iapun kemudian memegangi pisaunya pada tajamnya dan
mengulurkan tangkaianya kepada Mahisa Bungalan.
"Jadilah pertanda bahwa kau sudah mengakui kesalahan dan
kekalahanmu. Jika kau mengulangi tingkah lakumu yang gila itu,
maka aku atau prajurit Singasari yang lain, akan mengambil sikap
yang barangkali lebih tidak menyenangkan lagi bagimu" berkata
Mahisa Bungalan, "untuk kali ini prajurit-prajurit Singasari masih
dapat menahan diri. Murid Empu Purung itu tidak menjawab
"Sekarang pergilah" geram Mahisa Bungalan.
2391 Anak muda itu melangkah surut. Dengan tegang ia masih tetap
memandang Mahisa Bungalan yang kemudian membentaknya" Pergi
Cepat." Anak muda itupun kemudian dengan tergesa-gesa meninggalkan
Mahisa Bungalan. Sekali-kali ia masih berpaling dengan cemas.
Rasa-rasanya Mahisa Bungalan itu menyusulnya dan menghantam
punggungnya sampai patah.
Tetapi Mahisa Bungalan tidak beranjak dari tempatnya.
Dibiarkannya anak itu pergi meninggalkannya dan kemudian
meninggalkan tempat itu. Beberapa orang kawannya memandanginya dari kejauhan.
Ternyata prajurit Singasari itu tidak beramai-ramai memukulinya.
Bahkan Mahisa Bungalan telah mencegahnya ketika ada seorang
prajurit muda yang hampir kehilangan kesabarannya
Namun dalam pada itu, anak-anak muda, murid Empu Purung itu
dapat melihat bahwa kawannya yang paling mereka banggakan itu
sama sekali tidak berarti apa-apa bagi prajurit Singasari. Dengan
mudah prajurit itu dapat mengalahkannya, bahwa dengan hampir
tidak menitikkan keringat sama sekali, prajurit Singasari itu berhasil
menguasainya mutlak. Tetapi kawan-kawan anak muda yang gagal memancing
persoalan dengan prajurit-prajurit Singasari itu tidak segera
mendapatkannya. Mereka melingkar dan menunggu di balik
padukuhan kecil di seberang bulak sempit.
Namun sementara itu, semuanya yang telah terjadi, ternyata
tidak terlepas dari pengamatan petugas sandi Singasari. Dari
kejauhan seorang petugas sandi telah melihat apa yang terjadi.
Karena itulah, maka iapun selalu mengawasi anak muda yang
kemudian dengan tergesa-gesa pergi meninggalkan Mahisa
Bungalan itu. Dari kejauhan pula, petugas sandi itu dapat melihat, bahwa di
balik padukuhan kecil, beberapa anak muda yang lain telah
2392 menemuinya. Meskipun petugas sandi itu tidak mendengar, tetapi ia
dapat memperhitungkan, bahwa anak muda itu sedang,
menceriterakan apa yang telah dialaminya.
Ketika anak-anak muda itu melanjutkan perjalanan, maka
petugas sandi itu tidak melepaskannya. Ia mengikutinya terus dan
melihat-melihat anak-anak muda itu ternyata menuju kepadepokan
Empu Purung. Tidak banyak kesimpulan yang dapat diambil oleh petugas sandi
itu kecuali dengan demikian ia mengetahui bahwa anak-anak muda
itu memang berasal dari padepokan Empu Purung yang tidak terlalu
jauh letaknya dari barak para prajurit Singasari.
Dalam pada itu, peristiwa itu pun telah didengar pula oleh Empu
Purung. Sebenarnya ia tidak berkeberatan dengan cara yang diambil oleh
muridnya. Tetapi kegagalan itu telah membuatnya menjadi prihatin.
"Jadi kau berhasil memancing perkelahian?" bertanya Empu
Purung. "Ya Empu. Aku telah berkelahi atas namaku sendiri. Maksudku,
aku ingin memancing kemarahan para prajurit itu sehingga mereka
akan memukuli aku beramai-ramai. Itu akan dapat aku jadikan
alasan untuk menyerang barak itu tanpa membawa nama
padepokan ini, karena yang terjadi adalah sekedar benturan antara
anak-anak muda. Tetapi ternyata bahwa prajurit Singasari itu telah
kepanjingan hantu. Jangankan beberapa orang, sedangkan sebuah
pukulan telah membuat aku hampir pingsan.
Empu Purung mengangguk-angguk. Yang telah terjadi dapat
dibuatnya ukuran, bahwa yang telah mereka capai sama sekali
belum berarti apa-apa bagi prajurit-prajurit Singasari.
"Meskipun jumlah kami jauh lebih banyak, tetapi kami tidak
dapat berbuat apa-apa jika kemampuan kami masih saja terbatas
seperti ini" berkata Empu Purung kemudian.
2393 "Ya Empu. Mereka bagaikan mendapat kekuatan dari iblis jawab
anak muda yang mulutnya berdarah itu.
"Baiklah" berkata Empu Purung, "yang kalian dapatkan dari
padaku memang baru sedikit. Tetapi aku tidak cemas. Masih ada
waktu bagi kalian untuk melatih diri lebih baik dan tekun, sambil
menunggu keterangan dari Empu Baladatu.Jangan takut. Jika
dengan kekuatan wadag kita tidak mampu melawan, maka aku akan
membuat mereka menjadi gila, karena sebenarnya aku sendiri akan
dapat membuat mereka tidak berdaya."
Murid-muridnya mengangguk-angguk. Bagi mereka Empu Purung
adalah orang yang luar biasa. Yang mampu meruntuhkan gunung
dan mengeringkan lautan. Itulah sebabnya, maka murid-muridnya pun segera melupakan
apa yang telah terjadi. Anak muda yang tidak berdaya menghadapi
Mahisa Bungalan itu pun kemudian sambil mengangkat dadanya
berkata didalam hati, "Pada suatu saat aku akan datang lagi.
Dengan sebuah sentuhan jari telunjukku, kau akan menjadi debu."
Sejak saat itu, maka murid-murid Empu Purung itu pun dengan
tekun mulai memperdalam ilmunya. Meskipun ilmu kanuragan Empu
Purung sama sekali tidak mengajari mereka dengan ilmunya yang
dahsyat. Tidak mengajari mereka, bagaimana caranya meruntuhkan
gunung dan mengeringkan lautan dengan sentuhan jari.
Meskipun demikian, mereka telah menjadi bangga dengan
kemajuan yang mereka capai dalam olah kanuragan.
Bahkan bukan saja anak-anak muda murid Empu Purung itulah
yang harus meningkatkan ilmunya. Tetapi setiap orang laki-laki yang
berada di bawah pengaruhnya Empu Purungpun telah dengan tekun
berusaha menambah ilmunya, karena mereka pun mendengar
bahwa prajurit-prajurit Singasari memiliki ilmu kanuragan yang
tinggi. Namun setiap kali murid-murid Empu Purung selalu
memperingatkan, agar mereka tidak menjadi cemas. Empu Purung
mempunyai kemampuan yang tidak terbatas.
2394 "Jika kita tidak mampu melawan mereka, maka Empu Purung
akan menggiring mereka dengan ilmunya ke lembah. Kemudian
tebing di sebelah menyebelah pun akan runtuh menimbun tubuh
mereka, sehingga mereka akan menjadi lumat karenanya."
Orang-orang yang berada di bawah pengaruh Empu Purung, itu
menjadi gembira. Mereka berharap bahwa hal itu akan segera
terjadi Dalam pada itu, para petugas sandi dari Singasari yang berhasil
melihat dan mengikuti anak-anak muda murid Empu Purung itupun
mengikuti setiap perkembangan dengan saksama. Mereka selalu
mengawasi latihan-latihan yang diadakan setiap saat. Di padepokan
Empu Purung, di banjar-banjar padukuhan dan hampir disetiap
rumah. "Perkembangan mereka mulai mencapai suatu tingkat yang
berbahaya Ki Lurah" berkata petugas sandi itu kepada pemimpin
prajurit Singasari. Pemimpin prajurit Singasari itu mengangguk-angguk. Beberapa
orang terpenting dari pasukannya segera dipanggilnya untuk
berbicara. Termasuk Mahisa Bungalan.
"Perkembangan yang serupa terjadi dibeberapa tempat" berkata
Mahisa Bungalan" kita harus memperhatikan perkembangan itu
secara menyeluruh." "Ya" sahut pemimpin prajurit Singasari itu" kita tidak dapat
bertindak sendiri." "Apakah kita menunggu mereka berkembang semakin luas?"
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertanya seseorang. "Semua masalah harus kita perhatikan" berkata pemimpin
prajurit itu" jika kita tergesa-gesa bertindak disatu tem pat, maka
hal itu akan merupakan peringatan bagi tempats lain yang
menghadapi persoalan serupa "
2395 "Tetapi ada persoalan lain disini" sahut Mahisa Bungalan" jika
keadaan memang memaksa, kita dapat mengembangkan persoalan
yang membatasi lingkungan yang kecil ini "
"Maksudmu?" "Persoalan diantara kita. Tegasnya, aku dan anak-anak muda
yang telah dengan sengaja memancing persoalan. Jika perlu hal itu
dapat dikembangkan sebagai alasan kita untuk bertindak tanpa
menyentuh persoalan yang sebenarnya dari tugas kita disini."
Pemimpin prajurit itu mencoba melihat kemungkinan yang
dikatakan oleh Mahisa Bungalan. Baginya, cara itu nampaknya
memang akan lebih mempersempit persoalan, seakan-akan yang
terjadi bukannya karena kecurigaan prajurit Singasari terhadap
semakin majunya ilmu orang-orang dipadepokan Empu Purung itu.
Meskipun demikian, pemimpin prajurit Singasari itu masih tetap
berhati-hati. Karena itu maka katanya, "Kita harus membuat
pertimbangan-pertimbangan tersendiri. Tetapi baiklah. Hal ini akan
aku perhatikan. Barangkali akan merupakan pemecahan yang paling
mungkin kita lakukan."
Dengan demikian, maka prajurit-prajurit Singasari itu masih
harus menahan diri. Mereka masih harus tinggal dibarak dengan
cara yang serupa. Namun dibalik bukit, sekelompok prajurit, yang
lain tinggal dalam satu perkemahan yang menjemukan. Terapi
karena mereka membagi waktu sebaik-baiknya. maka kejemuan itu
pun sebagian dapat diatasi.
Sementara pihak Singasari dan mereka yang berada di bawah
pengaruh Empu Baladatu sedang berada dalam satu lingkaran
kecurigaan, maka Linggapati di Mahibit merasa, bahwa usahanya
telah berhasil. Dengan demikian maka ia tinggal menunggu
benturan kekuatan yang akan segera terjadi.
Jika kedua belah pihak telah menjadi parah, maka Linggapati
akan tampil dan berdiri di atas keduanya.
2396 "Baladatu akan hancur oleh prajurit-prajurit Singasari. Dan
prajurit-prajurit Singasari yang menjadi lemah itu akan aku
hancurkan pula bersama para Akuwu yang telah bersedia berdiri di
barisanku" berkata Linggapati kepada dirinya sendiri dengan penuh
kebanggaan. Namun dalam pada itu, Singasari tidak lengah menghadapi
perkembangan keadaan. Meskipun nampaknya para prajurit dan
petugas menurut penglihatan Linggapati hanyalah ditujukan kepada
para pengikut Empu Baladatu, namun karena Mahibit pernah terlibat
dalam hubungan yang erat dengan Empu Baladatu, khususnya saat
mereka menyerang padepokan Empu Sanggadaru, maka kecurigaan
Singasari terhadap Linggapati tidak segera pudar.
Perlahan-lahan namun dengan penuh ketekunan, akhirnya para
petugas sandi berhasil menemukan jejak Linggapati di Mahibit.
Karena bagaimana pun juga, Linggapati tidak dapat berdiam diri. Ia
pun selalu berusaha dapat mengikuti perkembangan di padepokanpadepokan
yang disangkanya telah jatuh kedalam pengaruh Empu
Baladatu. Sambil tersenyum Linggapati atau orang-orang
kepercayaannya menyaksikan barak-barak yang dibuat oleh prajurit
Singasari di beberapa tempat yang dianggapnya perlu.
"Benturan itu tidak akan dapat dihindari lagi" desis Linggapati.
Namun diluar dugaan, maka kegiatan penyelidikannya itu setelah
tertangkap oleh jaringan petugas sandi dari Singasari.
"Orang-orang Mahibit pun berkeliaran terutama di daerah Timur"
para petugas sandi itu melaporkan.
Dengan demikian, maka para perwira tertinggi di Singasari telah
telah berusaha memecahkan keadaan secara keseluruhan.
Mereka telah mengambil kesimpulan, bahwa laporan yang pernah
mereka terima tentang kegiatan Empu Baladatu, justru datangnya
dari Mahibit. Orang-orang di Mahibit ingin melihat pasukan Singasari
berbenturan melawan orang-orang yang terpengaruh oleh Empu
Baladatu. 2397 Karena itulah, maka Singasari pun kemudian dengan hati-hati
berusaha, untuk menguasai persoalannya dalam keseluruhan.
"Kita tidak boleh tergesa-gesa" berkata Mahisa Agni, yang
meskipun sudah menjadi semakin tua, tetapi ia masih tetap seorang
yang berpengaruh di kalangan keprajuritan di Singasari.
Dan ternyata kemudian, bahwa perintah yang keluar dari para
perwira prajurit pun berbunyi senada dengan pendapat Mahisa Agni,
meskipun beberapa orang perwira muda kadang-kadang merasa
terlalu lamban. "Kita menunggu setelah mereka menjadi kuat dan menyerang
kita lebih dahulu" berkata seorang perwira muda.
"Siapakah yang menjadi kuat" Empu Baladatu atau Linggapati?"
"Kedua-duanya."
"Tetapi bagaimana akibatnya jika kita dengan tergesa-gesa
bertindak atas salah satu pihak" Kekuatan kita akan berkurang,
sementara kekuatan Linggapati masih tetap utuh."
"Itu akan lebih baik. Kita bertempur melawan kekuatan terbagi.
Kita hancurkan dahulu Empu Baladatu. Baru kemudian Linggapati.
Tetapi jika harus menghadapi mereka bersama-sama, apalagi
setelah mereka menjadi kuat, maka tugas kita akan terasa berat
sekali." "Tetapi itu lebih baik kita lakukan dengan beradu dada. Setelah
semuanya jelas, kita akan menghadapinya. Tetapi dalam keadaan
seperti sekarang ini, kekuatan Linggapati masih tersembunyi. Jika
kekuatan yang tidak kita ketahui itu ternyata cukup besar dan
menghanam kita dari punggung maka kita akan mengalami
kesulitan pula." Perwira muda itu mencoba untuk mengerti. Tetapi darah
kemudaannya banyak berpengaruh atas segala pertimbangannya.
Meskipun demikian, ia tidak menjawab lagi. Ia tahu, bahwa hal
itu tidak akan dapat diperdebatkan. Jika para pemimpin tertinggi
2398 Singasari memerintahkan untuk bertahan pada keadaan seperti
yang sedang berjalan, maka itu adalah keputusan yang tidak dapat
dirubah-rubahnya menurut selera masing-masing.
Karena itulah, maka para prajurit Singasari terpaksa tetap berada
di tempatnya, meskipun kadang-kadang terasa sangat menjemukan.
Namun sementara itu, para petugas sandi sajalah yang bekerja
dengan tidak mengenal waktu.
Namun dalam pada itu, di luar dugaan Linggapati, sebenarnyalah
prajurit-prajurit Singasari telah membuat beberapa pemusatan
prajurit untuk menghadapinya. Beberapa orang Akuwu yang
mencurigakan tidak luput dari pengamatan Singasari. Karena
Singasari telah menangkap jaringan hubungan para Akuwu itu
dengan Linggapati. "Tugas kita memang berat" berkata para perwira, "di satu pihak
kita harus mengamati setiap padepokan yang di duga mempunyai
sangkut paut dengan Empu Baladatu. Peningkatan yang menyolok
dalam olah kanuragan merupakan pertanda yang dapat dijadikan
pegangan sementara. Namun dalam pada itu, juga kegiatan para
Akuwu yang dalam pengamatan para petugas sandi mengadakan
hubungan dengan Linggapati.
"Jangan sandarkan pada kekuatan para prajurit semata-semata"
berkata para perwira yang sudah berpengalaman, "hadapi kegiatan
di padepokan itu dengan kegiatan serupa di padukuhan sekitarnya.
Demikian juga kegiatan oleh kanuragan di beberapa daerah yang
langsung dilakukan oleh para Akuwu."
Ternyata bahwa perintah itu mendapat sambutan yang baik dari
para pemimpin kelompok di tempat-tempat yang terpencar. Mereka
berusaha untuk membuat hubungan dengan para Buyut di
padukuhan-padukuhan di sekitarnya.
"Kami menawarkan tenaga kami yang seakan-akan sia-sia saja"
berkata seorang prajurit yang seolah-olah sekedar ingin
menghapuskan kejemuan. 2399 Buyut padukuhan di sebelah padepokan yang meningkat kan
kegiatannya, semula sama sekali tidak bercuriga. Jika ada orangorang
dari padukuhan-padukuhan yang termasuk wilayahnya, ikut
serta dalam latihan-latihan di padepokan itu, Ki Buyutpun tidak
menaruh prasangka apa-apa. Menurut pengertiannya, di
padepokan-padepokan memang sering diadakan peningkatan ilmu,
yang kasar dan yang halus. Bahkan sebelumnya ada beberapa
orang Buyut yang justru merasa berterima kasih atas kesempatan
yang diberikan kepada beberapa orang dari padukuhannya untuk
ikut serta mendapatkan ilmu kanuragan.
Namun pengaruh padepokan yang semakin meluas, kadangkadang
memang menjadi persoalan bagi Ki Buyut. Orang-orang
yang berada di bawah pengaruh salah seorang pemimpin
padepokan, seharusnya hanyalah dalam tataran ilmu kanuragan
maupun kajiwan. Tetapi dasar-dasar pemerintahan bagi padukuhan
mereka akan tetap berlaku seperti seharusnya di bawah pimpinan
seorang Buyut. Tetapi kadang-kadang orang-orang yang telah memiliki
kemampuan dan ilmu kanuragan, tidak lagi mau tunduk kepada Ki
Buyut di padukuhannya. Ia lebih dekat dengan pemimpin
padepokannya. Demikian pula padukuhan Alas Pandan yang berada di bawah
bayangan pengaruh Empu Purung.
Ki Buyut kadang-kadang merasa bahwa pengaruhnya sudah jauh
terdesak dari pengaruh Empu Purung dengan cantrik-cantriknya.
Anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan yang, termasuk
wilayah Ki Buyut mulai mengabaikan peraturan-peraturan
seharusnya berlaku. Mereka lebih senang menurut perintah Empu
Purung dari pada Ki Buyut meskipun dalam tata kehidupan di
padukuhannya. Karena itulah ketika Mahisa Bungalan dengan diam-diam datang
kepada Ki Buyut bersama seorang perwira prajurit Singasari dalam
pakaian orang kebanyakan sehingga tidak mudah diketahui, Ki
Buyut telah menyampaikan semuanya yang dirasakannya janggal.
2400 "Apakah prajurit Singasari dapat membantu aku?" bertanya Ki
Buyut. Mahisa Bungalan dan perwira muda itu mengangguk-angguk.
Dengan hati-hati Mahisa Bungalan berkata, "Apakah masih ada
beberapa orang anak-anak muda yang tidak berada di bawah
pengaruh Empu Purung "
"Aku kira masih ada Ki Sanak. Tetapi pada umumnya mereka
adalah anak-anak muda yang tidak mengenal apapun selain langkah
ke sawah dan ladang. Dalam pergaulan sehari-hari mereka sama
sekali tidak memiliki wibawa apapun juga jika berhadapan dengan
anak-anak muda yang sudah mempelajari ilmu kanuragan di
padepokan Empu Purung."
"Apakah diantara anak-anak muda itu pernah timbul
perselisihan." bertanya Mahisa Bungalan.
"Hampir tidak pernah. Anak-anak muda yang tidak memiliki ilmu
kanuragan itu tidak berani membantah, apapun yang di katakan dan
kehendaki oleh mereka yang sering berada di padepokan. Bahkan
mengenai urutan mempergunakan air dari parit yang kurang
mencukupi itu pun, anak-anak muda yang merasa dirinya memiliki
ilmu kanuragan itu, berbuat sekehendak hati mereka. Itulah
sebabnya kadang-kadang tanaman di satu kotak sawah menjadi
layu, sedangkan di sebelahnya nampak subur dan hijau."
"Apakah Ki Buyut pernah berbuat sesuatu?"
"Aku pernah mengumpulkan mereka. Tetapi anak-anak muda
yang berada dibawah pengaruh Empu Purung itu merasa diri
mereka terlalu kuat. Mereka merasa satu dengan anak-anak muda
dari padukuhan yang lain, diluar kekuasaanku. Tetapi Bayut dari
daerah itupun merasa berprihatin seperti aku pula.'"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Ki Buyut.
Kami adalah prajurit Singasari yang mendapat tugas di daerah ini.
Selama ini kami hanya duduk-duduk, makan dan hidup dalam
suasana yang menjemukan."
2401 Perwira muda di sebelah Mahisa Bungalan itu bergeser. Tetapi
ketika ia akan mengucapkan sesuatu, Mahisa Bungalan telah
menggamitnya, sehingga perwira muda itu mengerutkan keningnya
dan mengurungkan kata-kata yang sudah hampir meloncat dari
mulutnya. "Karena itu Ki Buyut" berkata Mahisa Bungalan, "kami ingin
melepaskan kejemuan kami dengan kerja yang barangkali berguna
bagi padukuhan ini "
"Maksud Ki Sanak?"
"Bagaimana jika kami membantu anak-anak muda itu di dalam
kerja dan kehidupan mereka sehari-hari."
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Itu memang
dapat memberikan imbangan atas sikap anak-anak muda yang
merasa dirinya kuat dalam olah kanuragan itu. Tetapi peristiwa itu
hanyalah peristiwa sesaat. Jika kalian di tarik dari daerah ini, maka
yang tinggal adalah dendam. Dendam dari anak-anak yang berada
di bawah pengaruh Empu Purung itu terhadap anak-anak muda
yang selama ini bekerja bersama kalian."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Tetapi katanya
kemudian, "Meskipun demikian Ki Buyut, tetapi sudah barang tentu
Ki Buyut tidak akan dapat membiarkan kepincangan ini terjadi untuk
seterusnya." "Ya. Namun jika mungkin aku ingin mendapatkan, pemecahan
yang lestari. Bukan sekedar penyelesaian sementara, tetapi yang
justru akan menimbulkan kesulitan dikemudian. hari."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ki Buyut ternyata
memang persoalan itu dalam keseluruhan dan bagi masa depan
yang panjang. Sebenarnyalah menurut penilaian Mahisa Bungalan,
Ki Buyut adalah orang yang memiliki kemampuan berpikir. Tetapi ia
tidak sempat melakukannya.
Karena itu, maka menurut perhitungan Mahisa Bungalan, Ki
Buyut akan dapat diajaknya bekerja bersama untuk mengatasi
2402 kesulitan yang dialami oleh anak-anak muda yang justru sejalan
dengan rencananya. Dengan sungguh-sungguh Mahisa Bungalan pun kemudian
bertanya kepada Ki Buyut, "Ki Buyut, apakah jumlah anak-anak
muda yang berada dibawah pengaruh Empu Purung itu cukup
banyak?" "Ya Ki Sanak. Mungkin lebih banyak dari mereka yang tidak
berada dibawah pengaruhnya. Pada umumnya anak-anak muda
senang dengan kebanggaan jasmaniah. Di padepokan Empu Purung
mereka mendapat latihan-latihan olah kanuragan "
"Apakah Ki Buyut mengetahui, apakah maksud Empu Purung
memberikan latihan-latihan itu?"
Ki Buyut menggelengkan kepalanya. Katanya, "Menurut
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pendengaranku mereka tidak mendapat tugas apa-apa dari Empu
Purung." Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa
tentu hanya orang-orang terpenting sajalah yang mengetahui
maksud sebenarnya dari Empu Purung. Seperti yang pernah
didengar oleh petugas sandi Singasari, bahwa sikap Empu Purung
dan beberapa padepokan yang tersebar lainnya, berada dibawah
pengaruh Empu Baladatu. Namun dengan demikian Mahisa Bungalan telah mendapat sedikit
gambaran tentang kehidupan anak-anak muda dipadukuhanpadukuhan
yang berada disekitar padepokan Empu Purung,
sehingga dengan beberapa orang pemimpin prajurit Singasari ia
akan dapat menentukan sikap yang sebaik-baiknya.
Ketika Mahisa Bungalan dan perwira muda itu meninggalkan
rumah Ki Buyut, barulah perwira itu bertanya, "Kenapa tidak
diberitahukan sama sekali maksud kedatangan kita ke tempat ini
dan barangkali kita dapat memberikan sekedar petunjuk dalam olah
kanuragan kepada anak-anak muda itu?"
2403 "Kita belum tahu pasti sikap Ki Buyut yang sebenarnya" berkata
Mahisa Bungalan. Namun setelah di saat lain Mahisa Bungalan bertemu dan
berbicara lagi dengan Ki Buyut, maka yakinlah ia bahwa Ki Buyut
sendiri sama sekali tidak berdiri dipihak Empu Purung meskipun ia
tidak berani menentang sikapnya.
"Ia adalah menusia yang luar biasa. Ia dapat mengeringkan
lautan dan menggugurkan gunung dengan jari telunjuknya" berkata
Ki Buyut, "dan ia dapat membuat seseorang menjadi gila dan
lumpuh tanpa menyentuhnya."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Bagi orang di padukuhanpadukuhan
kecil yang terpisah, kelebihan yang mereka lihat pada
Empu Purung telah cukup untuk membangkitkan dongeng-dongeng
yang dapat mencengkam mereka kedalam pengaruhnya-
"Baiklah Ki Buyut" berkata Mahisa Bungalan, "aku akan berusaha
untuk berbuat sesuatu yang akan dapat berarti bagi padukuhan ini."
"Apa yang akan Ki Sanak lakukan?" '
Mahisa Bungalan masih ragu-ragu. Tetapi kemudian iapun
berkata, "Aku akan memberikan dasar olah kanuragan pula kepada
anak-anak muda yang tidak bersedia menempatkan dirinya dibawah
pengaruh Empu Purung."
"O" tiba-tiba saja Ki Buyut menggeleng, "jadi dengan demikian Ki
Sanak akan mengadu anak-anak muda kami agar saling berkelahi di
antara mereka" Jika mereka masing-masing memiliki ilmu
kanuragan, maka kedua belah pihak akan mempunyai kekuatan
untuk saling mempertahankan diri dan sikap. Yang akan terjadi
kemudian adalah perkelahian yang tidak ada henti-hentinya
dipadukuhan ini. Apakah dengan demikian ke adaan padukuhan ini
akan bertambah baik?"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian,
"Ki Buyut. Imbangan kekuatan memang dapat menimbulkan
bencana. Mungkin akan terjadi benturan kekuatan di antara mereka.
2404 Tetapi tanpa imbangan kekuatan, yang terjadi adalah penindasan
semata-mata. Akan lebih baik jika kita dapat menilai sikap dan
tingkah laku mereka yang mungkin akan dapat memiliki imbangan
kekuatan. Jika mereka yang mengerti arti yang sebenarnya dari
tugas kemanusiaan memiliki kekekuatan yang lebih besar, maka
akan segera terjadi ketenangan di dalam padukuhan ini."
"Tetapi jika sebaliknya" Maka dendam akan bertambah, dan
kesulitanpun akan menjadi-jadi."
"Selama kami berada disini, kami akan selalu mengawasi
perkembangan keadaan. Kami akan berusaha sehingga kekuatan itu
sedikitnya akan berimbang. Biarlah para prajurit yang jemu untuk
sekedar duduk-duduk dan makan sambil bergurau itu mendapat
tugas yang lebih menarik. Membimbing anak-anak muda itu untuk
berlatih dalam olah kanuragan. Tentu para prajurit tidak akan kalah
dari para cantrik di padepokan Empu Purung."
"Tetapi ada satu dua orang anak muda yang langsung berada di
bawah asuhan Empu Purung sendiri. Mereka tentu memiliki ilmu
yang tidak terkalahkan. Bahkan mungkin berada di atas kemampuan
prajurit-prajurit Singasari sendiri." berkata Ki Buyut.
Tetapi Mahisa Bungalan menggeleng, Katanya, "Tidak Ki Buyut.
Bahkan Empu Purung tidak akan dapat mengalahkan pemimpin
kami yang bertugas disini. Jika Empu Purung merasa mampu
mengalahkan, ia tentu sudah berbuat sesuatu. Karena pemimpin
kami pun dapat mengeringkan lautan dan menggugurkan gunung,
bukan saja dengan jarinya, tetapi hanya dengan tatapan matanya."
Ki Buyut tampak ragu-ragu. Namun kemudian ia menarik nafas
sambil berkata, "Terserah kepada kebijaksanaan Ki Sanak."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Dengan susah
payah ia sudah berhasil meyakinkan Ki Buyut, bahwa dengan
memberikan imbangan kekuatan, maka anak-anak muda yang telah
menyadap ilmu di padepokan Empu Purung, apakah dengan
langsung atau lewat cantrik-cantriknya, akan terpaksa
mempertimbangkan tingkah lakunya di padepokannya.
2405 "Ki Buyut" berkata Mahisa Bungalan kemudian, "baiklah aku akan
segera mulai. Pembicaraan ini dapat aku anggap sebagai ijin yang
telah Ki Buyut berikan. Aku akan mengatur saat-saat yang paling
tepat dan menghubungi orang-orang yang mungkin bersedia. Untuk
itu, disaat-saat mendatang, mungkin aku akan sering bertemu
dengan Ki Buyut." "Dan aku akan telibat dalam kesulitan dengan Empu Purung."
desis Ki Buyut. "Dengan diam-diam seperti yang selalu aku lakukan. Tidak ada
orang yang mengetahui bahwa Ki Buyut telah berhubungan dengan
prajurit-prajurit Singasari."
"Semuanya terserah kepada Ki Sanak. Tetapi aku mohon, bahwa
yang akan terjadi adalah ketenangan dan ketenteraman. Bukan
sebaliknya." Mahisa Bugalan mengangguk-angguk. Ia menyanggupi pesan itu.
Katanya, "Aku akan berusaha sebaik-baiknya."
Ternyata bahwa sikap Ki Buyut itu merupakan sikap kebanyakan
tetua padukuhan yang dihubungi oleh prajurit-prajurit Singasari
dibeberapa tempat. Pada umumnya mereka segan terlibat dalam
kesulitan melawan kekuatan yang seakan-akan telah tersusun di
daerah-daerah terpencil yang pengaruhnya sampai kepadukuhanpadukuhan
mereka. Di Alas Pandan Mahisa Bungalan mulai dengan usahanya untuk
menghubungi anak-anak muda yang tidak terlibat dalam kegiatan
Empu Purung. Apakah mereka dianggap kurang memenuhi syarat,
atau dianggap terlampau malas dan lemah, atau dengan alasan
apapun juga, namun yang ternyata kemudian telah tersisih dari
kawan-kawannya yang ikut serta dalam latihan-latihan olah
kanuragan. "Ternyata jumlah mereka masih cukup" berkata Mahisa
Bungalan. "Tetapi sulit untuk memancing keberanian mereka."
2406 "Kita akan melindungi mereka dengan panji-panji kebesaran
prajurit Singasari." desis Mahisa Bungalan, "jika mereka menentang
rencana kita, maka mereka akan berhadapan dengan prajurit
Singasari. Sementara itu, usaha untuk menempa mereka dapat
dilakukan dengan terbuka."
"Kita sudah mulai menantang Empu Purung." berkata salah
seorang perwira. "Aku kira Empu Purung tidak akan bertindak sendiri sebelum
mendapat perintah dari Empu Baladatu."
Para prajurit Singasari itupun sependapat, bahwa mereka akan
melakukannya tanpa bersembunyi lagi. Mereka mempunyai
perhitungan tersendiri tentang Empu Purung. Bahkan seandainya
Empu Purung langsung betindak atas namanya sendiri, maka
prajurit Singasari pun telah siap melawannya.
Di hari-hari berikutnya, maka prajurit Singasaripun mulai
memasuki padukuhan-padukuhan kecil di daerah pengaruh Empu
Purung, Meskipun demikian, mereka tidak dapat berbuat dengan
tergesa-gesa karena kebanyakan anak-anak muda justru menjadi
cemas melihat sikap mereka.
Dengan cara yang paling lunak, maka prajurit-prajurit Singasari
itu pun mulai memperkenalkan diri kepada anak-anak muda yang
menurut petunjuk Ki Buyut tidak termasuk anak-anak muda yang
melibatkan diri dalam menyadapan ilmu di padepokan Empu
Purung, meskipun Ki Buyut sendiri masih belum bersedia
melawannya dendan terbuka, sehingga dengan demikian. maka
hubungan dengan Ki Buyut masih tetap dilakukan dengan diamdiam.
Satu dua orang di antara mereka berhasil dihubungi. Mahisa
Bungalan yang masuk ke padukuhan kecil itu, dapat ber temu
dengan seorang anak muda yang bertubuh kurus dan lemah.
Namun menurut penglihatan Mahisa Bungalan, tatapan mata anak
itu membayangkan betapa kuat hatinya dan betapa teguh
keyakinannya. 2407 "Siapa namamu?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Padon" jawab anak muda itu.
"Kau tidak ikut dalam latihan-latihan di padepokan Empu Purung
itu Padon?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Aku tidak ikut diminta. Mungkin karena aku sakit-sakitan saja
selama ini " "Dan kau menyesal?"
Padon termangu-mangu sejenak. Namun sambil tersenyum
Mahisa Bungalan berkata, "Seharusnya kau mengucap sukur."
"Tetapi aku mengalami banyak kesulitan dari kawan-kawanku itu.
Mereka merampas air yang seharusnya mengairi sawahku. Mereka
merampas padang rumput daerah penggembalaan ternakku dan
masih banyak lagi yang dilakukan justru karena mereka sama sekali
tidak takut mengalami akibat apa pun dari perbuatannya."
"Dan kau terima nasib itu sampai dihari tuamu. Juga anakanakmu
dan cucu-cucumu?"<
Padon mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu se-olah-olah telah
menggugah pertanyaan serupa di dalam hatinya yang paling dalam,
"Ya, apakah demikian?"
"Pikirkan Padon. Nasib masa depanmu dan masa depan
keluargamu akan selalu terancam."
"Lalu apa yang, dapat aku kerjakan "
"Kau masih sakit-sakitan?"
"Ya. Aku memang sakit-sakitan."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Anak-anak yang
tidak ikut serta berlatih ilmu kanuragan di padepokan Empu Purung
adalah anak-anak muda yang sakit-sakitan atau yang dianggap
pengecut. "Kau sudah berusaha mengobati sakitmu?"
2408 Padon menggeleng. Jawabnya, "Tidak ada gunanya. Aku. selalu
merasa tidak berdaya."
"Kau kekurangan bukan saja makanan bagi jasmanimu, tetapi
juga rohanimu. Seseorang, dapat terasa dirinya sakit meskipun ia
sehat." "Tetapi aku benar-benar sakit."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba ia
bertanya, "Seandainya kau sehat, apakah kau juga akan ikut serta
pergi kepadepokan Empu Purung?"
Pertanyaan itu telah membingungkannya.
"Kau tidak usah menyembunyikan sesuatu. Katakan. Aku tidak
berkeberatan atas kedua jenis jawaban yang mungkin kau berikan.
Ya, atau tidak. Aku tidak berkepentingan apakah kau ingin berada di
dalam lingkungan mereka atau tidak."
Padon mash tetap termangu-mangu. Bahkan iapun pernah
mendengar, bahwa salah seorang, kawannya yang berada dida lam
lingkungan, padepokan Empu Purung, bahkan termasuk seorang
anak muda pilihan, telah berkelahi melawan seorang prajurit
Singasari. "Katakanlah sikapmu sendiri Padon" desak Mahisa Bungalan.
Anak muda itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya dengan
jujur, "Memang semula ada keinginanku untuk ikut serta bersama
kawan-kawanku pergi kepadepokan itu di hari-hari tertentu. Dua
atau tiga kali setiap pekan untuk mendapakan latihan-latihan olah
kanuragan. Namun tenagaku ternyata tidak memungkinkan. Ketika
seorang cantrik padepokan itu memilih anak-anak yang,
dianggapnya cukup kuat, aku telah disisihkannya." ia berhenti
sejenak, lalu, "namun kemudan ternyata aku merasa berterima
kasih bahwa aku telah dibebaskan dari kuwajiban tersebut."
"Kenapa?" 2409 "Ternyata mereka yang telah mendapat bimbingan dari
padepokan itu merasa dirinya dapat berbuat apa saja terhadap
orang lain " "Agaknya tidak. Apalagi jika aku merasa diriku telah tersentuh
akibat dari sikap itu. Meskipun demikian aku dan beberapa orang
kawan tidak dapat berbuat apa-apa."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak langsung
menyatakan maksudnya bahwa ia bersedia untuk memberikan
imbangan atas sikap anak-anak muda yang, telah berada didalam
lingkungan Empu Purung itu.
Namun dalam pada itu, kunjungan prajurit Singasari pada anakanak
muda di luar lingkungan Padepokan Empu Purung telah
menumbuhkan kecurigaan mereka. Meskipun mereka belum melihat
sesuatu tindakan yang dapat mengancam kedudukan mereka,
namun agaknya mereka merasa perlu untuk mengambil s ikap.
Karena itulah, maka beberapa orang diantara mereka telah
mendatangi Padon dengan sikap yang kasar.
"Apa yang kau lakukan Padon" Apakah kau sedang merajuk?"
bertanya salah seorang dari mereka. ;
"Aku tidak tahu maksudmu" sahut Padon.
"Kau telah melaporkan kepada prajurit-prajurit Singasari itu
bahwa kami sering mengganggumu. Begitu?"
"Aku tidak mengatakan apapun kepada mereka. Mereka datang
untuk memperkenalkan diri. Dan aku menerima ke datangannya.
Apakah itu salah?" "Jika sekedar seperti yang kau katakan, kau tidak salah. Mungkin
prajurit-prajurit itu sedang membujuk agar kau memberikan buah
jambu kelutuk dipategalanmu kepada mereka. Atau satu dua orang
prajurit itu jatuh cinta kepada adikmu.Tetapi jika kemudian ternyata
bahwa prajurit-prajurit itu mengambil sikap lain, akupun akan
menentukan apa yang, akan kami lakukan terhadapmu."
2410 Padon tidak menjawab. Tetapi ia mulai ragu-ragu. Ia tidak akan
dapat menentang sikap anak-anak muda itu.
Namun selagi Padon dicengkam oleh kebimbangan, tiba tiba saja
Mahisa Bungalan telah datang pula ke rumahnya.
Wajah Padon menjadi merah. Kedatangan Mahisa Bunga lan
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
justru pada saat anak-anak muda itu berada di rumahnya, akan
dapat menimbulkan persoalan yang gawat bagi dirinya.
Ternyata seperti yang diduganya, justru Mahisa Bungalan lah
yang telah memulainya, "Nah anak-anak Empu Purung. Apakah,
kalian telah mencurigai Padon dan mengancamnya?"
Anak-anak muda itu terkejut mendengar pertanyaan Mahisa
Bungalan yang berterus terang itu.
Salah seorang dari mereka menjadi panas dan menjawab dengan
berterus terang pula, "Ya, Kami mencurigai Padon. Mungkin ia telah
memfitnah kami dan memberikan keterangan yang salah terhadap
kalian." Mahisa Bungalan tertawa. Katanya, "Padon tidak pernah
memberikan keterangan apa-apa kepadaku. Justru pengetahuanku
tentang kalian sudah jauh lebih banyak dari Padon Aku pernah
melayani salah seorang dari kalian berkelahi. Dan itu dapat aku
jadikan ukuran tingkah laku kalian." Mahisa Bungalan berhenti
sejenak, lalu, "sekarang, justru akulah yang akan mengancam. Jika
terjadi sesuatu atas Padon, siapa pun yang melakukan, aku akan
minta pertanggungan jawab kalian. Aku adalah prajurit Singasari
yang mempunyai limpahan kekuasaan. Aku dapat bertindak dengan
kekuatan yang ada. Jika perlu, aku dapat memanggil pasukan
segelar sepapan." Anak-anak muda yang berada dalam pengaruh Empu Purung itu
termangu-mangu Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa
menghadapi Mahisa Bungalan
Karena itulah, maka mereka pun kemudian meninggalkan rumah
Padon dengan hati yang bergetar menahan kemarahan
2411 "Empu Purung terlalu lama menunggu" geram salah seorang dari
mereka. "Kita harus melaporkannya kepada Empu Purung." sahut yang
lain lagi. Demikianlah anak-anak muda itu telah bersepakat untuk
menyampaikan sikap Mahisa Bungalan kepada para cantrik dan jika
perlu akan mereka sampaikan kepada Empu Purung sendiri."
Dalam pada itu, selagi anak-anak muda yang tidak termasuk
anak buah Empu Purung itu semakin erat berkenalan dengan
Mahisa Bungalan, maka Empu Purung menjadi semakin gelisah
menghadapi perkembangan keadaan. Sementara itu, anak buahnya
sudah hampir tidak dapat dikendalikan lagi.
Dalam kegelisahan itu, Empu Purung mencoba untuk men cari
hubungan dengan Empu Baladatu. Apakah persiapannya
dipadepokan-padepokan terpencil sudah cukup kuat sehingga
saatnya sudah dekat untuk berbuat sesuatu, mengguncang
kekuasaan Ranggawuni dan Mihasa Cempaka.
Sementara Empu Purung menunggu, maka di Mahibit Linggapati
tidak tinggal diam menghadapi perkembangan keadaan. Ia sudah
melihat dua kekuatan yang seakan-akan sudah saling berhadapan.
Karena itulah, maka ia pun memperluas jaring-jaringnya. Berbeda
dengan Empu Baladatu yang mencari kekuatan kepada kawankawannya
yang berada di padepokan-padepokan dan
menyelenggarakan perguruan ilmu kanuragan, maka Linggapati
masih saja sibuk dengan para Akuwu dan pemimpin pemerintahan
yang lain. Ia merasa kuat dengan dukungan para kesatria dan para
pemimpin di daerah para Akuwu. Dengan demikian, maka pengawal
dan prajurit dari daerah seorang Akuwu yang berada dibawah
pengaruhnya, akan merupakan kekuatan yang tidak kalah besarnya
dari kekuatan para cantrik dipadepokan-padepokan.
Untuk mengikat para Akuwu menghormati wibawanya, Linggapati
telah bekerja bersama dengan beberapa orang Senapati yang
tersingkir pada masa kekuasaan Tohjaya runtuh. Para Senapati yang
2412 sekedar dicengkam oleh perasaan dendam dan kebencian karena
mereka telah kehilangan kedudukan dan jabatan mereka.
Dengan licik Linggapati berhasil memikat hati para Akuwu di
sekitar Kota Raja, sehingga seakan-akan kota raja Singasari telah
terkepung meskipun masih belum nampak sama sekali, karena para
Akuwu dan kekuatannya masih berusaha untuk menahan diri seperti
juga para pemimpin padepokan
Namun di luar sadarnya, semua tingkah laku para Akuwu itu
mendapat pengamatan yang saksama dari para petugas sandi dari
Singasari. Meskipun demikian Singasari masih tetap menganggap
bahwa saatnya masih harus ditunggu untuk bertindak.
Tetapi dalam pada itu, para akuwu mulai tertarik melihat
kegiatan padepokan-padepokan yang harus mereka awasi.
Padepokan-padepokan itu seakan-akan telah menghisap setiap lakilaki.
bukan saja anak-anak muda untuk memberikan latihan-latihan
kanuragan. Sementara prajurit-prajurit Singasari telah siap pula
diberbagai tempat untuk mengawasi mereka.
"Bagaimanapun juga, perkembangan kekuatan mereka
mencemaskan" para Akuwu mulai membicarakannya dengan para
pemimpin pemerintahan yang lain.
"Serahkan mereka kepada prajurit Singasari. Biarlah kekuatan
mereka dibenturkan kepada kekuatan Singasari. Kita akan
menemukan reruntuhan di atas tebaran mayat di segala penjuru.
Dan kita akan bangkit dan berdiri diatas bangkai bangkai itu."
Para Akuwu yang mulai ragu-ragu mencoba menghibur diri,
bahwa mereka masih mempunyai cukup kekuatan. Bahwa prajurit
mereka masih tetap patuh dan siap berbuat apa saja.
Demkianlah, maka kekuatan yang ada di Singasari itupun telah
saling mengintai. Masing-masing dalam jalurnya yang menjelujur
sampai ke daerah-daerah terpencil.
2413 Laporan tentang hal itu agaknya telah menarik perhatian
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka, sehingga ia memerlukan
mengadakan pembicaraan khusus dengan Mahisa Agni.
"Paman" berkata Ranggawuni, "perkembangan keadaan itu telah
mencemaskan sekali. Bukan karena aku tidak percaya akan
kemampuan prajurit Singasari, tetapi dengan mengutamakan
kekuatan senjata, maka penyelesaian yang demi kian akan
menghisap kurban yang tidak terhitung jumlahnya"
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Jawabnya, "Sebenarnyalah
demikian tuanku. Sebenarnyalah mencemaskan "
"Jadi menurut paman, apakah yang sebaiknya aku lakukan
untuk.mengatasi persoalan ini" Aku tahu bahwa Singasari telah siap
dengan prajurit-prajuritnya di daerah-daerah terpencil yang akan
sanggup menghadapi Empu Baladatu maupun Linggapati yang
berhasil mempengaruhi beberapa orang, pemimpin pemerintahan di
daerah para Akuwu. Tetapi apakah hal itu merupakan penyelesaian
yang paling bijaksana" Bahkan seandainya kita dapat menumpas
mereka sampai orang terakhir?"
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.
"Paman" tiba-tiba Ranggawuni berdesis, "Aku ingin melihat
sendiri, apakah yang telah tumbuh di beberapa tempat itu benarbenar
merupakan bahaya bagi Singasari."
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Ia tidak berkeberatan atas
rencana kedua anak muda yang sedang memimpin pemerintahan
Singasari. Namun dengan demikian, maka perjalanan ke duanya
akan memerlukan perlindungan khusus.
Seperti yang diduga oleh Mahisa Agni, maka keduanya tidak ingin
mengadakan perjalanan resmi sebagai seorang Maharaja dengan
pengawal pasukan segelar sepapan. Tetapi keduanya lebih senang
menempuh perjalanan yang tidak diketahui oleh siapapun juga
kecuali orang-orang terpenting dan terpercaya.
2414 Setelah dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan masak,
maka mulailah kedua orang itu dengan perjalanannya. Tetapi
mereka tidak hanya berdua. Mahisa Agni dan Witantra pergi
bersama mereka, sementara Mahendra telah pula di panggil untuk
merambas jalan. "Kau bukan seorang prajurit" berkata Mahisa Agni, "dan kau
adalah seorang pedagang yang pernah menjelajahi tempat-tempat
yang jauh. Karena itu, kau diharap untuk mendahului setiap
perjalanan kami." Mahendra tersenyum. Jawabnya" Bagaimana cara yang harus
aku lakukan dalam tugas ini "
"Kita akan menentukan tujuan pertama, Kau sudah harus datang
ketempat itu. Baru kemudian kami menyusul. Di tempat itu, kita
akan merundingkan kemana kau harus pergi lagi mendahului
perjalanan kami. Dengan demikian maka kita akan menempuh
perjalanan yang mungkin panjang."
"Baiklah. Jika tugas itu memang dibebankan kepadaku."
Tetapi Mahendra tidak ingin pergi seorang diri. Agar ia tidak
kesepian diperjalanan, maka kedua anaknya yang muda telah
dipanggilnya untuk menyertai perjalanannya.
"Yang pertama adalah tempat kedudukan Mahisa Bungalan"
berkata Mahendra, "aku sudah lama tidak bertemu dengan anakku
itu." "Baiklah" jawab Mahisa Agni, "kami tidak berkeberatan. Kami
dapat mulai dengan tempat yang manapun juga. Tetapi tidak
Mahibit dan padepokan Empu Baladatu sendiri."
Demikianlah, maka sasaran yang pertama kali akan dilihat oleh
Ranggawuni dan Mahesa Cempaka adalah daerah yang berada di
bawah pengaruh Empu Purung di daerah Alas Pandan.
Kedatangan Mahendra bersama kedua anaknya di daerah kecil
itu tidak menarik perhatian, karena mereka datang sebagai
pedagang. Dengan kebiasaannya, Mahendra berhasil meyakinkan
2415 orang-orang di daerah terpencil itu, bahwa ia memang seorang
pedagang keliling. Bahkan Mahendra pun benar-benar telah
memanfaatkan perjalanannya dalam kemungkinan memperluas
daerah perdagangannya pula.
"Kami adalah orang-orang yang mengkhususkan diri dalam
perdagangan pusaka, wesi aji dan batu-batu bertuah" berkata
Mehendra kepada orang-orang yang dijumpainya dipadukuhan yang
berada di bawah pengaruh padepokan Empu Purung itu.
Memang tidak banyak orang yang menaruh perhatian terhadap
barang-barang yang diperdagangkan oleh Mahendra. Apalagi di
daerah yang tidak begitu besar seperti daerah Alas Pandan. Namun
demikian ada juga satu dua orang yang, tertarik kepadanya.
Atas ijin Ki Buyut Mahendra telah bermalam di banjar padukuhan.
Kepada satu dua orang yang datang menjumpainya, Mahendra telah
menunjukkan beberapa jenis keris dan patrem, tuweg dan luwuk.
Tetapi selain jenis-jenis pusaka, juga beberapa jenis batu bertuah.
Akik berbagai jenis dan warna. Bukan saja batu-batu akik yang
mempunyai tuah tertentu, tetapi juga batu-batu yang menarik
warna dan bentuknya. Bahkan agaknya Ki Buyut pun telah tertarik pula setelah ia
mendengar dari orang-orang yang telah melihat kumpulan barang
yang dibawa oleh Mahendra itu.
"Kami bersedia membeli dan menjual" berkata Mahendra,
"karena itu, jika Ki Buyut memerlukan, silahkan. Tetapi jika ada
barang-barang Ki Buyut dan penghuni padukuhan ini yang tidak
memerlukan lagi, kami sanggup membelinya."
Ki Buyut mengangguk-angguk. Katanya, "kami senang sekali
melihat barang-barang ini. Tentu saja kami ingin memiliki barang
satu dua. Tetapi kami adalah orang-orang miskin."
"Ah" Mahendra tertawa, "barang-barang kami bukanya barangbarang
yang mahal." "Sayang sekali" desis Ki Buyut.
2416 "Tidak apa Ki Buyut. Kami sudah berterima kasih bahwa kami
boleh tinggal di banjar ini barang satu dua hari Kami memang
sedang menunggu kawan-kawan pedagang yang berkeliling seperti
kami bertiga. Jika Ki Buyut tidak berkeberatan, apabila mereka tidak
ingkar janji, biarlah mereka tinggal di s ini bersama kami barang satu
dua malam." Ki Buyut menggeleng. Katanya, "Tentu tidak Ki Sanak. Asal
mereka datang dengan maksud baik, kami tentu tidak akan
berkeberatan." Mahendra tersenyum. Jawabnya, "Tentu kami tidak akan berani
berbuat jahat disini. Bukankah di sini banyak anak-anak muda yang
memiliki kemampuan yang tinggi dalam olah kanuragan" Apalagi di
sini juga banyak terdapat prajurit-prajurit Singasari?"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Meskipun kepalanya
terangguk-angguk namun agaknya ada sesuatu yang memberati
perasa annya. "Justru karena itu Ki Sanak" tiba-tiba saja Ki Buyut berdesis.
"Kenapa Ki Buyut?" bertanya Mahendra.
Ki Buyut termangu sejenak. Namun kemudian katanya dengan
nada yang dalam, "Kehadiran kekuatan-kekuatan di daerah ini telah
membuat aku menjadi bersedih. Anak-anak muda itu telah
mendapat tuntutan langsung dari Empu Purung sendiri. Bahkan satu
dua yang dianggapnya terkuat telah mendapat tuntunan langsung
dari Empu Purung sendiri. Sementara itu hadir kekuatan lain di
daerah ini. Prajuriti Singasari yang menularkan kemampuannya
kepada anak-anak muda yang lain."
Mahendra mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti, kenapa Ki
Buyut itu nampak murung. Dengan hadirnya dua kekuatan yang
berlawanan itu, maka padukuhan itu terasa seolah-olah sedang
dipanggang dalam api ketegangan.
2417 "Ki Buyut" bertanya Mahendra kemudian, "apakah dengan
hadirnya kekuatan-kekuatan itu telah pernah terjadi sesuatu yang
tidak dikehendaki?" Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Yang kecil-kecil
sudah sering terjadi. Bahkan mereka saling mengancam dan
mendendam. Apakah dengan demikian hati orang tua ini tidak selalu
cemas dan berdebar-debar. Seakan-akan padukuhan ini telah basah
oleh minyak. Setiap saat api yang kecil sekalipun akan dapat
mengobarkan api yang dapat membakar kami semuanya menjadi
abu " Mahendra termangu-mangu. Lalu katanya, "Ki Buyut. Manakah
yang lebih baik. Kekuatan itu hanya ada disatu pihak, atau berada
dikedua belah pihak yang dapat memberikan imbangan bagi
kekuatan yang pertama.?"
Ki Buyut memandang Mahendra sejenak. Lalu katanya, "Bagiku Ki
Sanak. Lebih baik padukuhan ini tidak dijamah oleh kekasaran olah
kanuragan seperti itu dipihak manapun juga. Kenapa kita harus
mempergunakan dan menyiapkan kekuatan jasmaniah" Bukankah
kita dianugerahi oleh Yang Maha Agung, kemampuan rasa dan pikir
yang dapat kita pergunakan untuk menyusun masyarakat yang lebih
baik daripada selalu dibayangi oleh dendam dan kebencian"
Bukankah setiap persoalan akan dapat kita bicarakan, kita timbang
buruk dan baiknya. Kemudian kita terapkan dalam susunan
kehidupan yang sesuai dengan keadaan padukuhan ini.?"
Mahendra menarik nafas panjang. Ia dapat mengerti
sepenuhnya, betapa jernihnya pendapat Ki Buyut yang tua itu.
Dengan sedih ia harus menyaksikan anak-anak padukuhannya saling
bermusuhan
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ki Sanak" berkata Ki Buyut itu pula, "memang mungkin kita
saling berbeda sikap dan pendirian. Tetapi kita bukannya titah yang
tidak mempunyai nalar budi. Kita dapat berbicara menimbang buruk
dan baik. Jika kita mengatakan buruk dan baik, maka itu adalah
buruk dan baik bagi kita semuanya. Bukan sekedar buruk dan baik
2418 bagi seseorang, satu pihak atau sekelompok orang-orang tertentu.
Tetapi baik bagi kita semua."
Mahendra mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja ia
bertanya, "Bagaimanakah jika tidak diketemukan suatu kesepakatan
tentang yang baik dan buruk itu Ki Buyut?"
Ki Buyut mengerutkan keningnya. Sejenak ia memandang
Mahendra dengan ragu-ragu. Namun kemudian dengan ragu-ragu
pula ia bertanya "Bukankah Ki Sanak seorang pedagang?"
"Ya. Aku seorang pedagang."
"Ki Sanak tentu sudah beribu kali mengalami, bahwa yang terbaik
dalam suatu sentuhan antara manusia adalah suatu persetujuan. Ki
Sanak mempunyai barang atau ingin membeli sesuatu dari orang
lain. Yang terjadi adalah penawaran dan permintaan. Jika saling
bertemu antara dua kepentingan, maka jual beli itupun terjadi. Jika
tidak, maka terjadilah persetujuan lain. Jual beli itu dibatalkan. Nah,
bukankah tidak terjadi kekerasan" Jika salah satu pihak
memaksakan kehendaknya, maka yang terjadi adalah benturan
kekuatan." Mahendra mengangguk-angguk. Jawabnya, "Ki Buyut benar.
Yang terjadi adalah suatu persetujuan. Tetapi Ki Buyut, pada suatu
saat, persetujuan yang demikian tidak terjadi. Dan pada umumnya
memang tidak disebut sebagai jual beli. Tetapi terjadi adalah
perampasan oleh suatu kekuatan."
"Itu menunjukkan tinggi rendah martabat kita sebagai manusia Ki
Sanak. Jika harus terjadi demikian atas kita, maka kita memang
tidak dapat berbuat apa-apa, seperti seekor rusa yang berhadapan
dengan seekor harimau yang garang. Kita berhadapan, bahkan
berdoa, agar kita dapat mempertahankan, bahkan meningkat
martabat kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat sikap yang
damai memancar dari sikap dan kata-kata Ki Buyut. Tetapi, pada
suatu saat, betapa hatinya hancur oleh kenyataan, bahwa manusia
yang diharapkannya itu tidak terdapat didalam padukuhannya. Yang
2419 ada adalah benturan kekuatan dan kekerasan, sehingga di antara
penghuni padukuhannya, seakan-akan tidak ada lagi kebijaksanaan.
Tidak ada lagi keluruhan hati untuk saling memberi dan menerima.
Tetapi Mahendra. tidak bertanya Lebih banyak lagi. Ia sadar
bahwa demikian hati Ki Buyut tentu akan menjadi semakin pahit
melihat kenyataan yang dihadapinya.
Namun di luar dugaan, maka tiba-tiba saja Ki Buyut itupun
berkata, "Ki Sanak. Tetapi sikap yang telah menodai martabat
manusia itu masih saja terjadi disini. Di padukuhan ini. Mudahmudahan
tidak terjadi pada saat Ki Sanak ada di sini."
Mahendra menjadi berdebar-debar. Tetapi ia menyembunyikan
perasaan itu dibalik senyumnya.
Ki Buyut pun kemudian menyadari bahwa pembicaraan tentang
hal itu tidak terlalu menarik. Karena itu maka iapun kemudian,
kembali pada niatnya. Melihat-lihat yang dibawa oleh Mahendra dan
mendengar penjelasannya tentang berbagai macam barang, wesi aji
dan batu-batu bertuah lainnya.
"Ki Sanak" berkata Ki Buyut kemudian, "barang-barangmu
memang sangat menarik. Mudah-mudahan Ki Sanak mendapatkan
rejeki cukup dengan cara yang Ki Sanak lakukan sekarang, "
"Terima kasih Ki Buyut. Dan terima kasih atas kesempatan yang
Ki Buyut berikan kepadaku untuk tinggal di Banjar dan kawankawanku
yang masih akan datang besok atau lusa."
"Tetapi Ki Sanak. Yang dapat aku berikan adalah sekedar tempat.
Selain tempat aku tidak dapat berikan."
"Cukup Ki Buyut. Sudah terlalu cukup. Di sini banyak kesempatan
bagi kami mendapatkan makan dan minum."
"O" Ki Buyut cepat-cepat memotong, "maksudku bukan tentang
makan dan minum. Kamipun mempunyai kelebihan sekedar untuk
menjamu Ki Sanak sekarang dan kawan-kawan Ki Sanak yang bakal
datang" Ki Buyut berhenti sejenak, lalu, "yang aku maksud adalah,
bahwa kami tidak dapat melindungi Ki Sanak jika terjadi sesuatu
2420 karena kami di s ini masih belum dapat jangankan mengembangkan,
bahkan, sekedar mempertahankan martabat manusia yang ada."
Mahendra menarik nafas. Namun katanya, "Daerah ini cukup
tenang, Ki Buyut. Aku harap, tidak akan terjadi sesuatu disini."
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Sesuatu nampak
memberati wajahnya. Namun iapun kemudian minta diri sambil
berkata, "Aku akan kembali Ki Sanak. Batu-batumu sangat menarik
perhatian. Aku ingin memiliki barang satu atau dua butir "
"Silahkan Ki Buyut. Aku akan sangat berterima kasih."
Sepeninggal Ki Buyut, Mahisa Pukat dan Mahisa Murti berbisik
ditelinga ayahnya, seakan-akan masih ada orang yang ada di
sekitarnya, "Apakah itu berarti bahwa keadaan dipadukuhan ini
gawat?" Mahendra menarik nafas. Jawabnya, "Mungkin. Dan Ki Buyut
menjadi sangat bersedih atas peristiwa itu. Sikap damai Ki Buyut
seharusnya dapat memancarkan ketenangan di padukuhannya.
Namun pengaruh dari luar padukuhan, dalam hal ini hadirnya para
cantrik padepokan Empu Purung telah menumbuhkan ketegangan."
"Juga prajurit-prajurit Singasari menurut penilaian Ki Buyut" desis
Mahisa Pukat. Mahendra mengangguk-angguk. Katanya, "Aku dapat mengerti
perasaan Ki Buyut. Tetapi sudah tentu bahwa kita tidak akan dapat
membiarkan tindakan sewenang-wenang terjadi tanpa hambatan
apapun juga." "Agaknya Ki Buyut pun dengan hati yang berat telah
memperingatkan kita" gumam Mahisa Murti.
Mahendra mengangguk-angguk. Nampaknya Ki Buyut memang
menjadi cemas, bahwa orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dan mengetahui bahwa Mahendra membawa berbagai macam
pusaka dan batu yang berharga, akan melakukan tindakan yang
tidak sewajarnya. 2421 "Mudah-mudahan mereka tidak melakukannya" desis Mahendra,
"sebab dengan demikian tentu akan timbul benturan kekerasan.
Kami tidak akan menyerahkan barang-barang kami sehingga kami
harus mempertaruhkannya. Jika keributan itu di dengar oleh
prajurit-prajurit Singasari, maka akan terjadi perkelahian yang
semakin luas sehingga Ki Buyut pun akan menjadi semakin sedih
karenanya." Mahisa Pukat dan Mahisa Murti mengangguk-angguk. Dan
Mahendra pun berkata selanjutnya, "Karenanya itu jangan berbuat
sesuatu yang dapat menarik perhatian mereka. Yang sudah terlanjur
diketahui oleh banyak orang, biarlah diketahui Mudah-mudahan
tidak menimbulkan rangsang buruk bagi anak-anak muda yang
berada di bawah pengaruh Empu Purung itu."
Karena itulah, maka Mahisa Pukat dan Mahisa Murti telah
berusaha mengekang diri sendiri. Betapa inginnya ia berkeliaran
sampai ke tempat para prajurit Singasari, menjumpai kakaknya
Mahisa Bungalan dengan segera, namun ayahnyalah yang
mencegahnya. "Apakah kita tidak akan menjumpai mereka?" bertanya Mahisa
Pukat. "Biarlah kakakmu datang kemari."
"Apakah ia mengetahui bahwa kita datang" Ayah tidak menyebut
nama ayah yang sebenarnya kepada siapapun juga disini."
"Tetapi kehadiran seorang pedagang wesi aji dan batu-batu
bertuah tentu akan menarik perhatiannya, karena ayahnya juga
seorang pedagang barang-barang tersebut."
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti mengangguk-angguk. Mereka
mengerti maksud ayahnya. Dan merekapun memperhitungkan
seperti perhitungan ayahnya itu pula.
Ternyata bahwa dugaan Mahendra tidak salah. Mahisa Bungalan
yang juga mendengar berita tentang kedatangan saudagar wesi aji
dan batu-batu bertuah, menjadi sangat tertarik.
2422 "Kau percaya bahwa pusaka-pusaka yang dijual oleh penjual
pusaka itu benar-benar bertuah?" bertanya seorang kawannya
ketika Mahisa Bungalan minta diri untuk menemui saudagar itu."
"Aku baru akan melihat."
"Kau akan ditipunya. Pedagang-pedagang seperti orang itu
sangat pandai membujuk dan kemudian memaksamu membayar
barang-barang yang dibawanya dengan harga yang tinggi."
Mahisa Bungalan menarik nafas. Ayahnya juga seorang pedagang
wesi aji dan batu-batu bertuah.
Tetapi ia harus membiarkannya kawannya itu berbicara terus,
meskipun hatinya menjadi agak jengkel karenanya.
"Jika kau tidak percaya, pergilah. Orang itu akan menunjukkan
sebilah keris yang sudah agak lama direndamnya dalam air, dan
mengotorinya dengan warangan. Ia akan menyebut kerisnya
dengan berbagai macam nama dan berbagai macam jenis pamor."
berkata kawan Mahisa Bungalan itu.
Namun akhirnya Mahisa Bungalan menjawab, "Kau sangka aku
tidak mengetahui serba sedikit tentang wesi aji" Tidak seorangpun
dapat menipu aku. Jika benar-benar pedagang itu penipu, maka ia
tidak akan lebih pandai daripadaku mengenali wesi aji dan batubatu
bertuah." Kawan Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Namun
kemudian katanya, "Jika kau akan pergi juga, pergilah. Tetapi hatihatilah."
Akhirnya Mahisa Bungalan pun pergi ke banjar padukuhan. Ia
ingin melihat, siapakah orang yang menyebut dirinya pedagang batu
bertuah dan wesi aji itu.
Belum lagi ia naik kependapa banjar, ia sudah melihat dua orang
anak muda yang siap berlari menyongsongnya. Tetapi ayahnya
telah menggamitnya dan memberinya isyarat agar keduanya tetap
duduk di tempatnya. 2423 "Hem" gumam Mahisa Bungalan hatinya, "benar-benar ayah "
Dengan hati yang berdebar-debar Mahisa Bungalan naik ke
pendapa. Kemudian iapun duduk di atas tikar dihadapan Mahendra
sambil tersenyum. Katanya, "Agaknya benar-benar ayah yang
datang kemari bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat."
"Ya" desis Mahendra, "aku mendapat tugas khusus dari Tuanku
Ranggawuni dan tuanku Mahisa Cempaka."
"Tugas penting?"
"Aku harus merambas jalan. Keduanya akan datang dalam satu
hari ini." "Dengan tanda kebesaran kerajaan Singasari?" Mahendra
menggeleng., "Tidak. Ia datang dalam penyamaran "
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian sambil
bergumam ia memandang kehalaman, "Berbahaya. Dengan siapa
keduanya akan datang?"
"Pamanmu Mahisa Agni dan Witantra."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya, "Apakah prajurit
Singasari di daerah ini harus dipersiapkan menghada pi segala
kemungkinan yang dapat terjadi?"
"Tidak. Itu tidak perlu Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu "
Mahisa Bungalan termenung sejenak. Namun kemudian iapun
bergumam, "Mudah-mudahan. Tetapi daerah ini sekarang menjadi
daerah yang cukup gawat."
Mahendra mengangguk-angguk. Katanya, "Aku mengerti. Tetapi
tidak selalu terjadi sesuatu. Mudah-mudahan kali ini tidak ter jadi."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk- Katanya, "Mudahaan.
Tetapi jika terjadi sesuatu. prajurit-prajurit ini dapat disiapkan dalam
waktu yang singkat."
"Sebenarnya sudah lama aku ingin mengunjungi kakang" berkata
Mahisa Murti, "tetapi ayah tidak memperbolehkan."
2424 Mahisa Bungalan tersenyum. Katanya, "Ayah tahu, bahwa aku
tentu akan datang " "Dan kakang benar-benar datang" sahut Mahisa Pukat.
"Tetapi kawanku mencegahku" berkata Mahisa Bungalan pula
"Kenapa?" Mahisa Bungalan tersenyum. Dengan singkat dikatakannya
pendapat kawannya tentang seorang pedagang wesi aji dan batubatu
bertuah. Mahendra tertawa pula berkepanjangan. Katanya, "Memang ada
seseorang yang berbuat seperti itu. Tetapi aku kira aku berusaha
menghindarinya, sehingga karena itu, orang-orang yang sudah
pernah berhubungan dengan aku dapat mengerti, bahwa
daganganku adalah barang-barang yang baik."
Sementara itu, maka Mahisa Bungalan pun kemudian
memberikan gambaran tentang keadaan di padukuhan itu. Orangorang
yang sudah jatuh kedalam pengaruh Empu Purung, yang
menurut perhitungan Mahisa Bungalan berada di bawah pengaruh
Empu Baladatu." "Aku akan berhati-hati" berkata Mahendra, "bersama Mahisa Agni
dan kakang Witantra mudah-mudahan tuanku Ranggawuni dan
Mahisa Cempaka tidak mengalami sesuatu."
Demikianlah Mahisa Bungalan tidak terlalu lama berada di banjar.
Ia pun kemudian kembali ke barak sambil membawa sebutir batu
berwarna hijau bening. Tetapi seakan-akan batu itu merupakan
sebuah lautan yang maha kecil, dengan taman laut didalamnya.
Lumut yang menjalar berbelit-belit diantara warna-warna batu
karang. Demikian ia memasuki baraknya, kawannya yang sejak semula
mencegahnya bertanya, "Apa yang kau dapatkan dari pedagang
itu?" "Batu Sangga Bumi" Apakah tuahnya seperti aji Sangga Bumi" :"
2425 "Tidak ada tuahnya. Pedagang itu mengatakan, bahwa tidak ada
tuahnya sama sekali."
"Jadi apa?" "Warnanya yang bagus sekali. Seperti dasar lautan dengan
taman lautnya yang indah "
Kawannya mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia
bertanya, "Pedagang itu tidak menipumu?"
"Pedagang yang satu ini tidak. Ia berkata sebenarnya, juga
tentang batu akik Sangga Bumi. Tidak ada tuah dan kasiatnya.
Tetapi rupanya sangat menarik "
Kawan Mahisa Bungalan itu termangu-mangu sejenak. SeoIaholah
ia tidak percaya, bahwa pedagang batu itu mengatakan dengan
jujur bahwa batu akiknya yang dinamainya Sanggabumi itu tidak
bertuah. Sebelum ia mengatakan sesuatu, Mahisa Bungalan telah
menunjukkan batu akik yang semula disimpannya pada kantong ikat
pinggangnya. "Inilah batu itu."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kawannya menerima batu itu. Ketika ia menerawang isi nya,
maka dengan kagum ia bergumam, "Benar-benar batu akik yang
bagus sekali. Meskipun batu ini tidak bertuah, tetapi harganya tentu
mahal sekali." "Ya. Mahal sekali" sahut Mahisa Bungalan.
"Berapa kau beli batu akik ini?" bertanya kawannya.
"Timang emasku."
"He" kawannya terbelalak, "jadi batu ini kau tukar dengan timang
emasmu?" "Ya " 2426 "Gila. Betapapun mahalnya, tetapi batu ini tentu tidak bernilai
sebesar timang emas. Bahkan sepersepuluh pun tidak"
"Kau memang bodoh sekali" sahut Mahisa Bungalan, "akik ini
diambil dari pemiliknya dengan nilai seekor kuda jantan berwarna
putih mulus " "O" orang itu memegang dahinya, "apa kataku, kau sudah
ditipunya. Ia memang mengatakan dengan jujur, bahwa batu akik
ini tidak bertuah. Tetapi ia telah menipumu dari segi yang lain jika
dikatakannya bahwa batu ini senilai seekor kuda jantan berwarna
putih mulus." "He?" wajah Mahisa Bungalan. jadi tegang, "apakah nilai batu ini
tidak sebesar itu?" "Tentu tidak." "O" Mahisa Bungalan pun memegang, dahinya pula seperti
kawannya, "aku sudah ditipunya."
Namun kemudian ia berkata, "Tetapi aku tidak menyesal. Aku
senang sekali kepada batu akik ini. Dan aku sudah jemu kepada
timang emasku " Kawannya mengerutkan keningnya. Kemudian iapun bergumam
kepada diri sendiri, "Kau memang bodoh. Lain kali aku akan ikut
pergi bersamamu. Aku akan membuktikan bahwa aku akan
mendapatkan batu akik yang jauh lebih bagus dari batu akikmu
dengan harga yang jauh lebih murah dari pendok emasmu."
"Tidak ada batu yang lebih bagus dari batu akikku." sahut Mahisa
Bungalan Kawannya tidak menjawab lagi. Sambil menyerahkan batu akik
itu kembali, maka iapun berkata, "Aku akan membuktikannya,
bahwa aku lebih pandai daripadamu "
Mahisa Bungalan tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab lagi.
Boulevard Revenge 7 Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Senja Di Himalaya 4
beberapa orang Akuwu yang sudah siap dengan prajuritnya.
Meskipun demikian, maka Linggapati pun selalu melakukan
pembinaan yang mantap. Dalam kemungkinan masing-masing,
Linggapati juga menganjurkan peningkatan anak buahnya.
Para pengawal padukuhan dan prajurit-prajurit dari para
Akuwu. "Jangan melakukan kegiatan di luar kegiatan yang
sewajarnya dan harus tidak menarik perhatian" perintah
Linggapati. 2362 Sementara itu, petugas-petugas sandi Singasari telah mulai
melihar perkembangan seperti yang memang sedang mereka
cari. Beberapa padukuhan memang melakukan kegiatan yang
meningkat, bahkan di luar kegiatan yang wajar.
Tetapi prajurit Singasari tidak segera mengambil tindakan
yang langsung terhadap mereka. Yang mereka lakukan justru
pengawasan sandi. Mereka ingin melihat perkembangan
kegiatan mereka. Dengan demikian maka prajurit-prajurit Singasari yang
bertugas di daerah-daerah itu nampaknya tidak meningkatkan
pengamatan mereka terhadap daerah pengawasan mereka.
Mereka hanya duduk dan bergurau saja di dalam barak-barak
mereka setiap hari. Hanya sekelompok kecil dari mereka yang
bertugas di depan regol halaman dengan senjata di tangan.
"Mereka hanya menghabiskan beras saja" gumam beberapa
orang anak buah dari sebuah padepokan yang berada di
bawah pengaruh Empu Baladatu.
"Tidak ada yang mereka lakukan di sini. Pada suatu saat
kita akan menyerang dan menumpas mereka" sahut yang lain.
Setiap saat mereka memperbincangkan prajurit Singasari
itu, mereka selalu mentertawakan dengan sikap sombong dan
yakin, hahwa pada suatu saat prajurit-prajurit itu akan mereka
binasakan tanpa dapat memberikan banyak perlawanan.
Tetapi yang tidak mereka lihat, justru prajurit-prajurit sandi
lah yang banyak bekerja dan memberikan laporan-laporan
kepada pemimpin prajurit di barak-barak yang baru dibuka,
yang nampak nya hanya berisi beberapa kelompok kecil
prajurit Singasari yang tidak berbuat apa-apa selain tidur dan
bergurau saja. 2363 Justru karena perhatian orang-orang itu sebagian besar
tertuju kepada prajurit-prajurit yang malas itulah, maka
mereka tidak memperhatikan bahwa orang-orang yang sama
sekali tidak mereka duga, adalah justru orang-orang yang
sangat berbahaya. Sementara itu, salah seorang kepercayaan Empu Baladatu
yang berada di padepokan Empu Purung. di ujung daerah Alas
Pandan dengan sungguh-sungguh mengamati sebuah barak
baru dari prajurit Singasari di seberang lembah yang
berhadapan dengan padepokan itu
"Mereka sengaja mengamat-amati kita" berkata Empu
Purung. "Mungkin sekali" jawab kepercayaan Empu Baladatu yang
sedang berada di padepokan itu.
"Kau harus melaporkannya kepada Empu Baladatu jika kau
kembali kepadanya. Sebenarnya kita sudah siap untuk
bertindak. Barak itu tidak terlalu kuat. Tetapi tentunya tidak
akan di bangun di sana jika prajurit Singasari tidak mencium
jejak kita." Kepercayaan Empu Baladatu mengangguk-angguk. Katanya
Kita tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, lepas dari hubungan
dalam keseluruhan " "Tetapi agaknya waktunya memang sudah masak. Jika kita
menunggu terlalu lama, maka pada suatu saat, merekalah
yang akan mendahului kita."
"Tetapi tidak tergesa-gesa."
Empu Purung di ujung Alas Pandan itu terpaksa menahan
diri Namun ia mulai khawatir bahwa prajurit-prajurit Singasari
2364 itu akan mencium seluruh kegiatannya sehingga mereka
sempat memperkuat diri. "Prajurit yang ada di barak itu tidak lebih dari duapuluh
orang." berkata Empu Purung, "aku tidak tahu, apakah barakbarak
kecil itu ada gunanya. Apalagi dengan prajurit yang
malas. Aku sudah memerintahkan dua orang untuk melihatlihat
dari dekat sambil berbelanja di pasar yang terletak tidak
jauh dari barak itu. Ternyata hanya ada tiga atau empat orang
sajalah di antara mereka yang setiap hari bersiaga di depan
regol, sementara yang lain hampir setiap hari kerjanya hanya
berkeliaran di pasar. Makan dan minum tuak. Namun dengan
demikian pasar itu kini menjadi bertambah ramai."
Kepercayaan Empu Baladatu itu mengangguk-angguk.
Katanya, "Memang kesempatan itu terbuka sekarang. Tetapi
jika kita datang dan menumpas mereka, maka Singasari akan
mengarahkan kekuatannya kepada daerah ini semata-mata,
karena mereka belum melihat bahaya di tempat lain. Tetapi
jika pada suatu saat kita semua bergerak bersama-sama,
maka prajurit Singasari akan terpecah sehingga kekuatannya
akan terbagi. Saat yang demikian itulah yang kita harapkan.
Sementara pasukan induk kita akan memasuki Kota Raja dan
menguasainya." Empu Purung mengangguk-angguk. Katanya, "Aku sudah
memahami. Tetapi kapan waktu itu datang. Aku harap, kita
tidak akan terlalu lama menunggu."
"Kita masih harus melakukan penilaian sekali lagi. Mungkin
di padepokan Empu di sini, semuanya sudah siap. Empu sudah
melatih lebih dari lima orang anak-anak muda yang siap
digerakkan, ditambah dengan beberapa kelompok orang lakilaki
yang meskipun tidak dapat disebut anak muda lagi, tetapi
mereka memiliki tenaga yang masih utuh. Karena itu, maka
2365 duapuluh atau duapuluh lima orang prajrit itu tidak akan dapat
bertahan terlalu lama "
"Pengaruhku sampai kepadukuhan yang jauh. Mereka
menganggap aku seorang yang memiliki kekuatan gaib dan
dapat berbuat apa saja. Dan aku memang dapat
membuktikan, bahwa aku mmpunyai kekuatan melampaui
kekuatan manusia biasa, bukan saja jasmaniah tetapi juga
kekuatan yang tidak kasat mata."
"Aku percaya." "Dan kau akan dapat melihat sendiri, jika aku kehendaki,
maka kekuatan itu akan bertambah-tambah. Tetapi untuk
sementara aku tidak ingin menarik perhatian orang-orang
yang barangkali menaruh dengki. Ternyata di hadapan
padepokanku, meskipun agak jauh, telah berdiri sebuah barak
prajurit Singasari. Yang dalam keadaan sewajarnya tidak akan
berada di tempat itu."
"Mungkin pada suatu saat Empu benar-benar perlu
mengerahkan orang-orang itu "
"Tidak akan sulit. Aku akan memukul isyarat, dan mereka
akan berkumpul. Tidak seorang pun menghendaki gempa
yang dahsyat akan meruntuhkan tebing-tebing jurang dan
menimbuni padukuhan mereka. Dan itu akan terjadi jika
mereka tidak tunduk kepadaku dan melakukan perintahku
meskipun akan berarti bahaya bagi jiwa mereka."
Kepercayaan Empu Baladatu mengangguk-angguk.
Meskipun ia lebih hanyak mempergunakan pedang daripada
kekuatan-kekuatan yang gaib, namun dasar dari ilmu
hitamnya pun gaib pula. Bahkan hampir setiap orang di dalam
padepokan Empu Baladatu menganggap hahwa ada semacam
kekuatan tersembunyi di dalam tubuh Empu Baladatu. Aji yang
2366 sampai saat terakhir belum pernah diunjukkan kepada muridmuridnya,
tetapi yang dengan isyarat pernah dibayangkannya.
"Empu Baladatu tentu mempunyai kekuatan melampaui
Empu Purung" berkata kepercayaan Empu Baladatu itu dalam
hatinya. Namun dalam pada itu Empu Purung seolah-olah sudah
tidak sabar lagi menunggu saat yang ditentukan. Tetapi ia
harus menunggu lagi ketika kepercayaan Empu Baladatu itu
meninggalkan padepokannya untuk menentukan saat-saat
yang ditunggu itu. Saat-saat menunggu itu bagi Empu Purung adalah benarbenar
saat yang menenggangkan. Untuk mengisi waktu, maka
ia pun kemudian mempertebal dasar ilmu anak-anak muda
yang telah dapat dipengaruhinya. Bahkan kemudian menjalar
kepada setiap laki-laki yang tinggal di padukuhan di sekitar
padepokannya. Tidak seorang pun di antara mereka yang berani
menentang Empu Purung. Setiap kata yang diucapkan baginya
merupakan hukum yang tidak boleh dilanggar.
"Jika Empu Purung, marah, maka ia akan dapat memanggil
wabah yanp paling dahsyat. Seluruh isi bumi akan terbunuh
oleh penyakit selain orang-orang yang dikehendakinya."
berkata salah seorang dari padukuhan yang berada di bawah
pengaruhnya. Karena itulah, maka apapun yang harus mereka lakukan,
tanpa dapat mengemukakan alasan apapun, pasti mereka
lakukan, meskipun hal itu dapat mengancam nyawanya
Ketika Empu Purung memanggil setiap laki-laki di sekitar
padepokannya untuk berlatih mempergunakan senjata, maka
berduyun-duyun mereka datang ke padepokan. Satu dua
2367 pembantu Empu Purung yang terpercaya, ikut serta
memberikan latihan-latihan pada kelompok-kelompok kecil di
antara Laki-laki itu. Tetapi anak-anak muda yang berlatih, berada di tangan
Empu Purung sendiri. Merekalah yang akan menjadi inti
kekuatan nya apabila saat yang ditunggunya itu tiba.
Sementara itu, menurut pengamatan Empu Purung,
prajurit-prajurit Singasari yang bertugas di daerah Alas Pandan
itu sama sekali tidak berbuat apa-apa. Mereka sekedar berada
di tempat itu tanpa melakukan apa-apa.
Namun dalam pada itu, laporan yang terperinci tentang
padepokan Empu Purung di ujung Alas Pandan itu telah
berada di Singasari. Padepokan itu , memiliki kekuatan yang
agak menarik perhatian dibandingkan dengan keadaan di
tempat-tempat yang lain yang juga nampak meningkatkan
kegiatannya. Karena itulah maka Singasari menganggap perlu untuk
mengirimkan prajurit yang lebih kuat, tetapi yang tidak segera
dapat dilihat oleh orang-orang di padepokan itu. Sendangkan
tingkah laku para prajurit di barak itu harus dipertahankan
seolah-olah mereka tidak menghiraukan keadaan di sekitarnya
Dalam tugas itulah maka Mahisa Agni telah mengikut
sertakan Mahisa Bungalan yang telah dipanggilnya dari
padukuhan Empu Sanggadaru.
"Tidak banyak lagi yang harus dilakukan di padepokan itu"
berkata Mahisa Agni, "biarlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
tetap berada di sana. Jika kau ingin ikut serta dalam tugas
berikutnya melawan Empu Baladatu atau kekuatan dari
Mahibit, maka ikutlah pergi ke Alas Pandan. Mungkin kau akan
mendapatkan pengalaman baru. Tetapi hati-hatilah, bahwa
2368 yang kau hadapi bukannya kanak-anak. Empu Baladatu pun
telah mendapatkan pengalaman pahit, sedangkan Linggapati
telah kehilangan adiknya."
Mahisa Bungalan mengangguk. Jawabnya, "Terima kasih
atas kesempatan ini paman."
"Kau telah menjadi bagian dari kekuatan prajurit Singasari.
Kedudukanmu telah menggantikan kedudukan ayahmu yang
semakin tua. Meskipun kau bukan seorang prajurit, tetapi kau
telah berbuat seperti dan bahkan melampaui seorang prajurit."
Karena itulah, maka Mahisa Bungalan pun kemudian
merupakan salah seorang dari mereka yang berangsur-angsur
dikirim ke Alas Pandan. Tetapi mereka tidak langsung berada
di dalam lingkungan para prajurit. Hanya lima orang sajalah di
antara mereka yang dengan diam-diam telah berada didalam
barak itu pula, tennasuk Mahisa Bungalan, sehingga dengan
demikian bertambahnya jumlah itu tidak nampak dari mereka
yang berada di luar barak.
Namun dalam pada itu, beberapa orang yang lain telah
terpencar di sekitar padukuhan itu, meskipun mereka harus
berada di tempat-tempat tersembunyi.
Sekelompok kecil prajurit Singasari itu telah membuat
semacam perkemahan di hutan kecil yang terletak di seberang
lain dari sebuah bukit kecil. Perkemahan yang dapat dicapai
dengan lontaran panah sendaren. Jika sesuatu terjadi, maka
yang suaranya dapat didengar dari perkemahan yang
tersembunyi itu. Untuk menghilangkan kejemuan mereka yang berada di
hutan kecil itu, setiap kali di luar penglihatan orang lain, maka
prajurit-prajurit itu selalu bergantian. Beberapa hari mereka
berada di hutan kecil itu, sedangkan beberapa hari kemudian
2369 mereka tinggal di barak. Hanya beberapa orang sajalah yang
tidak mengalami pergantian itu. Pemimpin prajurit di Alas
Pandan, dua orang pengawal kepercayaannya, dan tiga orang
yang mempunyai banyak hubungan dengan orang-orang luar.
Mereka adalah prajurit-prajurit yang melayani kebutuhan
kawan-kawannya, dan selalu berkeliaran di pasar dan
padukuhan-padukuhan. Sementara Mahisa Bungalan ternyata
lebih senang ikut pula berpindah dari baraknya ketempat yang
tersembunyi itu. Tetapi ia tidak mengikuti pembagian waktu
tertentu seperti kawan-kawannya. Ia di perkenankan berada di
mana saja menurut keinginannya sesuai dengan waktu yang
dikehendakinya sendiri. Ternyata cara yang dipergunakan oleh para prajurit, itu
dapat terlepas dari pengamatan Empu Purung. Ia tidak
mengetahui bahwa Singasari sedang mengamatinya dengan
tajamnya. Yang dilihat oleh Empu Purung adalah jumlah prajurit yang
terbatas di dalam barak, yang setiap hari hanyalah duduk
memeluk lutut di gerbang halaman barak mereka, selain yang
bertugas. Bahkan kadang-kadang yang sedang bertugas ikut
pula meletakkan senjata mereka dan duduk sambil bergurau
menunggu saatnya mereka dipanggil untuk makan. ,
"Menjemukan sekali" berkata Empu Purung kepada
pengawalnya, , "meskipun demikian, pada suatu saat mereka
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat membahayakan kita semuanya."
"Kenapa mereka tidak kita hancurkan saja Empu?" bertanya
pengawalnya. "Petugas yang dikirim Empu Baladatu itu terlalu berhatihati.
Ia sedang menghadap Empu Baladatu untuk minta
petunjuk apa yang sebaiknya kita lakukan di sini."
2370 "Kita dapat menyerang dan memusnakan mereka, sehingga
tidak seorang pun yang akan kita biarkan hidup untuk
melaporkan apa yang terjadi. Dengan demikian, maka tidak
akan ada yang mengetahui bahwa kita sudah mulai."
"Tetapi setiap saat tentu ada petugas dari Singasari
menghubungi mereka, atau dalam saat-saat tertentu ada
petugas dari barak itu yang pergi ke Kota Raja untuk
memberikan laporan. Jika mereka tidak datang, maka
Singasari akan membuat suatu perhitungan."
"Jadi kita akan membiarkan saja mereka di barak itu?"
"Kita menunggu perintah Empu Baladatu. Kita akan
bersama-sama bergerak di beberapa tempat, agar kekuatan
Singasari terbagi." Tetapi pengawal-pengawalnya menganggap bahwa
menunggu perintah itu terlalu menjemukan. Mereka sudah
terlalu muak melihat sikap para prajurit itu.
Ternyata beberapa orang anak buah Empu Purung sulit
untuk menjaga diri. Setiap mereka lewat dan berpapasan
dengan satu atau dua orang prajurit di sepanjang jalan
padukuhan, rasa-rasanya mereka tidak tahan lagi.
"Kenapa kita tidak membunuh mereka saja" Jumlah mereka
terlalu sedikit. Dua puluh atau sebanyak-banyaknya dua puluh
lima orang." "Empu Purung masih menunggu perintah Empu Baladatu "
"Kita sebenarnya tidak usah memperdulikannya." Tetapi
seorang yang agak mampu berpikir berkata "Kita tidak boleh
merusak rencana Empu Baladatu dalam keseluruhan "
Kawan-kawannya tidak menjawab. Tetapi sebagai pribadi
mereka sulit untuk mengendalikan diri.
2371 Anak muda yang merasa dirinya mempunyai kelebihan dari
kawan-kawannya, dan mendapat kepercayaan tertinggi dari
Empu Purung di antara kawannya, justru merasa tangannya
sudah terlalu gatal. Dengan nada tinggi ia berkata kepada
kawahnya, "Apa salahnya jika terjadi sentuhan antara pribiadi,
Persoalannya adalah persoalan seorang dengan seorang
Prajurit Singasari tentu menyangka, bahwa persoalannya sama
sekali tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan-persoalan
lain kecuali sekedar perkelahian."
"Tetapi Empu Purung akan marah jika terjadi sesuatu di
luar rencananya." "Kalau masalahnya adalah masalah pribadi, ia tidak akan
berbuat apa-apa." Kawan-kawannya tidak dapat mencegahnya. Anak muda ilu
ingin sekali-kali berkelahi dengan prajurit Singasari dalam soal
pribadi. "Besok aku akan pergi ke pasar di seberang lembah, dekat
barak itu" berkata anak muda itu.
"Untuk apa?" bertanya kawannya.
"Lihat sajalah. Aku akan berkelahi dengan prajurit Singasari.
Tetapi masalahnya adalah masalah pribadi Aku akan membuat
soal apa pun sehingga melibatkan aku dalam perkelahian itu.
Aku akan menjajagi, sampai berapa jauh kemampuan prajuritprajurit
Singasari " Kawan-kawannya menjadi ragu-ragu. Tetapi sebagian dari
mereka justru ingin melihat, apakah yang terjadi dengan
perkelahian itu. "Bagaimana jika prajurit-prajurit yang lain, dan mereka
beramai-ramai memukulimu?"
2372 "Biarkan saja. Itu akan menjadi alasan kita untuk
menyerang mereka di luar persoalan yang dicemaskan oleh
Empu Purung dan Empu Baladatu. Pemimpin prajurit Singasari
akan mengira bahwa yang terjadi adalah benturan pribadipribadi.
tidak menyangkut masalah pemerintahan."
Kawan-kawanya mengangguk-angguk. Bahkan mereka
seakan-akan tidak sabar lagi menunggu sampai esok pagi
Seperti yang dikatakan, maka di keesokan harinya anak
muda itu benar-benar pergi ke pasar. Beberapa orang
kawannya yang ingin melihat peristiwa itu pun pergi juga
meskipun terpisah-pisah. Dengan tidak menduga sama sekali, maka beberapa orang
prajurit Singasari pun pergi juga kepasar. Mereka memerlukan
bahan makan dan kebutuhan mereka sehari-hari. Dan adalah
kebetulan sekali bahwa di antara mereka terdapat Mahisa
Bungalan yang berpakaian seperti prajurit Singasari.
Seperti biasanya prajurit-prajurit itu membeli bahan-bahan
dan keperluan yang lain. Selanjurnya seperti biasa mereka
kadang-kadang melepaskan haus di sebuah warung kecil di
pinggir pasar itu. Di tempat itulah anak muda, murid Empu Purung itu sudah
menunggu untuk menimbulkan persoalan pribadi.
Yang duduk di paling dekat dengan anak muda itu adalah
Mahisa Bungalan yang sama sekali tidak berprasangka.
Minum dan makan di warung kecil, di pinggir di sebuah
padukuhan kecil, mempunyai kenikmatan tersendiri.
Kenikmatan yang tidak dapat ditemui jika mereka berada di
sebuah warung yang besar di Kota Raja.
2373 Itulah sebabnya, prajurit-prajurit itu seakan-akan tidak
melewatkan waktunya untuk singgah barang sebentar, duduk
sambil menghirup minuman hangat di mangkuk.
Namun dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan
mengangkat mangkuknya yang berisi minuman panas, tibatiba
saja siku orang yang duduk di sebelahnya telah
menyentuh tangannya. Demikian tiba-tiba dan kerasnya,
sehingga minuman panas itu tumpah di pakaian Mahisa
Bungalan. Mahisa Bungalan terkejut. Dengan serta merta ia meloncat
berdiri sambil mengibaskan pakaiannya yang basah.
Orang yang duduk di sampingnya memandanginya dengan
wajah tegang. Tiba-tiba saja justru orang itu berkala, "Kau
terlalu banyak tingkah. Untunglah bahwa pakaianmu sendiri
yang basah oleh minuman panas itu."
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Ia sama seka li
tidak menyangka bahwa anak muda yang duduk di
sampingnya itu justru marah kepadanya.
Tetapi Mahisa Bungalan tidak ingin terjadi perselisihan
sehingga karena itu, maka ia pun menyahut, "Maaf Ki Sanak,
aku tidak sengaja. Dan bukankah kau tidak terpercik oleh air
panas dalam mangkuk itu."
"Sekarang tidak. Tetapi nanti kau akan menumpahkan lebih
banyak lagi. Dan kau tentu akan membasahi pakaianku "
"Tentu tidak Ki Sanak. Betapa bodohnya seseorang, ia tidak
akan melakukan kesalahan serupa dalam waktu yang terlalu
pendek." "Persetan" bentak anak muda itu, "jika kau akan minum
lagi, menyingkirlah. Jangan dekat-dekat aku."
2374 Bentaknya itu membuat dada Mahisa Bungalan berdebardebar.
Tetapi ketajaman tangkapan perasaannya membuat
seakan-akan melihat sesuatu yang lain dari sikap kasar itu
saja. Namun justru karena itulah, maka Mahisa Bungalan yang
muda itu berusaha untuk menahan hati dan berkata, "Baiklah.
Aku akan duduk di ujung yang lain."
Kawan-kawannya, para prajurit Singasari tidak mengerti
akan sikap itu. Hampir saja mereka meloncat menerkam anak
muda yang sombong dan deksura itu. Namun sikap Mahisa
Bungalan itu telah mencegahnya, karena mereka pun
mengetahui, siapakah Mahisa Bungalan itu. Sikap itu tentu
bukannya karena Mahisa Bungalan ketakutan. Tetapi tentu
ada sebab yang lain. Ternyata sikap Mahisa Bungalan itu membuat anak muda
yang memancing kemarahanya itu menjadi kecewa dan
bahkan marah. Dengan wajah yang tegang ia berkata, "Kau
jangan mencoba menghina aku. Kau mencoba menumpahkan
minumanmu kepakaianku. Kemudian begitu saja pergi tanpa
minta maaf kepadaku?"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Namun ia masih
mencoba menyabarkan hatinya, "Baiklah Ki Sanak. Akulah
yang minta maaf." Sikap itu sama sekali tidak diduga oleh anak muda murid
Empu Purung itu, sehingga karena itu, justru ia terbungkam
beberapa saat, sementara Mahisa Bungalan telah bergeser
sambil membawa mangkuknya.
"Gila" geram anak muda itu. Ternyata usahanya memancing
kemarahan prajurit Singasari itu tidak berhasil.
2375 Namun dengan demikian ia menyangka bahwa prajurit
Singasari itu secara pribadi takut kepadanya. Itulah sebabnya
maka keinginannya untuk berkelahi justru menjadi semakin
besar. "Aku harus membuatnya marah dan memancing
perkelahian" desisnya di dalam hati.
Ternyata anak muda itu adalah anak muda yang kasar. Ia
tidak sempat memikirkan cara yang lebih baik. Dengan serta
merta, demikian Mahisa Bungalan duduk di tempatnya yaug
baru, anak muda itu langsung menyiramkan minuman di
mangkuknya sendiri ke arah Mahisa Bungalan.
"Kau memuakkan sekali" geram anak muda itu.
Mahisa Bungalan benar-benar terkejut mendapat perlakuan
itu. Karena itu, maka tiba-tiba saja ia menggeretakkan giginya
sambil tegak berdiri. Namun sekali lagi ia menyadari, bahwa tingkah laku anak
muda yang tidak sewajarnya itu harus mendapat penilaian
tersendiri. Karena itulah, maka ketiga kawan-kawan Mahisa Bungalan
hampir saja melangkah kearah anak muda itu, Mahisa
Bungalan berkata, "Persoalan ini adalah persoalanku.
Persoalan pribadi." Anak muda itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
ia menjadi semakin kasar, "Anak gila. Kehadiranmu di warung
ini sudah sangat memuakkan. Sekarang sikapmu menambah
kebencianku kepadamu meskipun aku belum mengenalmu."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar,
bahwa anak muda itu sengaja memancing perkelahian. Tetapi
ia masih belum tahu pasti, apakah sebabnya.
2376 "Ki Sanak." berkata Mahisa Bungalan, "kenapa kau tiba-tiba
saja marah. Kita berada di tempat yang terbuka bagi
siapapun. Termasuk aku."
"Tetapi kau teramat sombong. Kau sangka, bahwa kau Lakilaki
seorang di seluruh Singasari."
"Aku tidak mengerti" desis Mahisa Bungalan. Sikap Mahisa
Bungalan menambah kemarahan orang itu.
Ia sama sekali tidak membayangkan bahwa prajurit
Singasari itu tidak segera berbuat sesuatu yang dapat
menimbulkan benturan kekuatan.
Tetapi ia tidak berhenti berusaha. Bahkan kata-katanya
menjadi semakin kasar, "Pengecut. Apakah kau bukan lakilaki?"
Pertanyaan itu benar-benar telah menyinggung perasaan.
Kawan Mahisa Bungalan yang tidak dapat menahan hati lagi,
telah bersiap untuk berbuat sesuatu. Tetapi Mahisa Bungalan
menggamitnya dan berkata, "Itu adalah persoalanku."
Prajurit itu termangu-mangu. Ia kenal siapakah Mahisa
Bungalan. Namun karena itu pulalah ia kemudian menyadari,
bahwa Mahisa Bungalan hatinya sudah mengendap meskipun
ia masih cukup muda untuk berbuat sekasar anak muda yang
tidak tahu diri itu. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan, "ternyata sikapmu
sudah berlebih-lebihan. Tetapi aku tahu, bahwa kau bukannya
orang yang berbuat kasar kepada setiap orang. Tetapi kau
justru berbuat demikian kepadaku."
Anak muda itu terkejut mendengar kata-kata Mahisa
Bungalan. Rasa-rasanya dadanya tidak tahan lagi melihat
sikap anak muda yang nampaknya tenang sekali itu.
2377 "Ki Sanak" Mahisa Bungalan meneruskan, "ada semacam
kesengajaan yang kau lakukan terhadapku untuk
menimbulkan perselisihan. Kenapa kau mempergunakan cara
yang kasar dan tidak terhormat ini. Jika kau berbisik di
telingaku mengatakan bahwa kau menantangku berkelahi, aku
akan melayanimu. Tetapi kau lebih senang mempergunakan
cara seorang berandal yang liar dan buas"
Justru anak muda itulah yang kemudian tidak dapat
menahan diri. Tangannya segera menyambar gendi berisi air.
Hampir saja gendi itu dilemparkannya kearah Mahisa
Bungalan. Tetapi Mahsa Bungalan, mendahuluinya, "Jangan
kau lemparkan gendi itu. Aku sudah memutuskan untuk
berkelahi. Tetapi tidak di sini."
"Persetan" geram anak muda itu
Mahisa Bungalan berpaling kepada pemilik warung yang
berdiri dengan gemetar. Tidak sepatah kata pun yang dapat
diucapkannya. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan kepada pemilik warung
itu, "aku tidak akan berbuat sesuatu di dalam warungmu ini.
Aku akan keluar dan melayani anak yang ingin berkelahi tanpa
sebab itu di luar." Dengan tenang Mahisa Bungalan pun kemudian melangkah
keluar dan berdiri tegak di muka warung itu.
Beberapa orang yang berada di tempat itu dengan berdebar
berusaha untuk menjauh. Mereka tidak mau terlihat dalam
kesulitan. Anak muda murid Empu Purung itu pun dengan wajah yang
tegang melangkah keluar. Ia sudah berpesan kepada kawankawannya
agar mereka tidak ikut berbuat sesuatu. Jika ia
menang akan perkelahian itu, dan prajurit-prajurit Singasari
2378 kemudian mengeroyoknya, ia pun minta agar kawankawannya
jangan membantunya, "Itu akan menjadi sebab, jika pada suatu saat anak-muda di
Alas Pandan ini datang menyerang barak itu" berkata anak
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muda itu kepada kawan-kawannya.
Sejenak anak muda itu berdiri dengan bertolak pingang di
hadapan Mahisa Bungalan. Dengan garangnya ia berkata,
"Jika kau berjongkok dan minta maaf kepadaku, aku tidak
akan berbuat apa-apa."
Mahisa Bungalan sadar sepenuhnya akan persoalan yang
dihadapinya. Tetapi bagaimanapun juga, kemudaannya masih
juga sangat berpengaruh terhadap keputusan yang
diambilnya. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan, "baiklah kau berterus
terang. Kenapa kau menghendaki perselisihan ini" Agaknya
aku lebih senang mendengar alasanmu yang sebenarnya
daripada sekedar sebab yang dicari-cari seperi i ini."
Anak muda itu menjadi semakin tegang. Namun kemudian
ia membentak, "Kau memuakkan sekali "
"Hanya itu" Atau barangkali kau mempunyai sebab lain
yang memaksamu berbuat demikian?"
Orang itu menggeram" Hanya itu."
Mahisa Bungalan lah yang kemudian menggeretakkan
giginya. Katanya, "Aku tahu. Kau ingin tahu dan menjajagi.
Apakah secara pribadi prajurit Singasari mempunyai
kemampuan berkelahi. Baiklah. Apapun alasanmu, tetapi aku
yakin bahwa itulah tujuanmu. Dan aku tidak berkeberatan
melayanimu. Kau akan melihat imbangan kekuatan antara
kita. 2379 "Ya" teriak anak muda itu, "aku memang ingin melihat.
apakah kau mampu melawan aku."
Mahisa Bungalan justru tersenyum sambil berkata, "Kita
akan mulai. Biarlah kawan-kawanku menjadi saksi, apakah aku
dapat mengimbangi kemampuanmu. Jika tidak, maka kawankawanku
tidak akan ikut terlibat dalam perkelahian ini."
"Persetan. Bersiaplah" anak muda itu menggeretakkan
giginya. Mahisa Bungalan pun segera mempersiapkan dirinya. Anak
muda yang berdiri dihadapannya sudah siap untuk
menyerangnya Dengan penuh perhitungan Mahisa Bungalan mencoba
menilai lawannya. Bagaimanapun juga, ia tidak mau
terperosok ke dalam kelengahan yang dapat membuatnya
menyesal. Karena menurut pertimbangannya, dimanapun
juga, terdapat orang-orang yang memiliki kemampuan yang
tinggi, apakah ia mempergunakan dengan baik atau
sebaliknya. Sejenak keduanya berdiri saling berhadapan. Beberapa
orang prajurit yang datang bersama Mahisa Bungalan herdiri
beberapa langkah daripadanya untuk menyaksikan perkelahian
itu. sementara beberapa orang yang lain berdiri agak jauh
daripadanya. Beberapa orang anak muda murid Empu Purung yang lain
pun memperhatikan peristiswa itu dari jarak yang agak jauh
Mereka mendapat pesan untuk membiarkan saja apa yang
akan terjadi, kecuali jika para prajurit itu hendak membunuh
anak muda yang dengan sengaja ingin menjajagi kemampuan
prajurit-prajurit Singasari itu.
2380 "Jika mereka sekedar memukuli aku, meskipun bersamasama,
biarkan sajalah. Itu akan dapat dijadikan alasan.,
kawan-kawanku datang kebarak membela aku. Tetapi jika
mereka akan membunuhku, terserah kepada kalian." berkata
murid Empu Purung yang ingin menjajagi kemampuan prajurit
Singasari itu. Dalam pada itu, Mahisa Bungalan pun telah bersiap
menghadapi kemungkinan yang akan datang. Sejenak ia
memandang anak muda yang berdiri di hadapannya. Namu
sejenak kemudian ia sudah harus meloncat menghindar
karena anak muda itu sudah mulai menyerangnya dengan
garang. Mahisa Bungalan sempat menilai serangan itu. Sebagai
seorang yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang
tinggi maka ia pun segera mengetahui, bahwa sebenarnyalah
anak muda itu adalah anak muda yang baru saja
mendapatkan beberapa jenis ilmu kanuragan.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Namun jika
anak muda itu menghadapi prajurit Singasari yang baru saja
menyelesaikan pendadaran, mungkin ia masih akan dapat
tertawa. Tetapi yang dihadapi adalah kebetulan sekali
seseorang yang bernama Mahisa Bungalan, anak Mahendra.
Karena serangannya yang pertama gagal, maka anak muda
itu pun segera mengulangi serangannya. Lebih cepat dan lebih
keras. Namun Mahisa Bungalan masih berusaha untuk.
menghindar, agar tidak terjadi benturan kekuatan.
Tetapi sikap Mahisa Bungalan itu telah membuat anak
muda itu semakin marah. Geraknya menjadi semakin cepat
dan mantap, karena ia menyangka bahwa prajurit Singasari itu
hanya mampu meloncat menghindar serangannya
2381 Namun pada serangan ketiga, Mahisa Bungalan bersikap
lain. Ketika anak muda itu meloncat sambil memukul ke arah
dadanya, maka Mahisa Bungalan pun bergeser ke samping. Ia
berhasil menangkap tangan anak muda itu, dan dengan
dorongan kekuatan serangannya sendiri, Mahisa Bungalan
menariknya dalam sebuah putaran. Tetapi pada putaran
berikutnya Mahisa Bungalan telah melepaskan tangan itu,
sehingga anak muda itu pun terlempar beberapa langkah.
Bahkan, putaran itu telah mengganggu perasaan
keseimbangan anak muda itu, sehingga karena itu, maka ia
pun telah terhuyung-huyung dan kemudian terjatuh beberapa
langkah dari Mahisa Bungalan.
Cara Mahisa Bungalan melemparkan lawannya ternyata
telah meledakkan tertawa beberapa orang prajurit Singasari
yang melihat perkelahian itu, meskipun mereka berusaha
menahannya. Apalagi kemudian ternyata Mahisa Bungalan
tidak bersikap sebagai seseorang yang benar-benar berkelahi
dalam permusuhan. Mahisa Bungalan tidak memburu
lawannya yang tertatih-tatih berdiri dan mempergunakan
kesempatan itu untuk menghantamnya dan menjauhkannya
lagi. Ia hanya melangkah perlahan-lahan mendekat dan
kemudian berdiri dengan tenang menunggu lawannya berdiri
tegak. Wajah anak muda itu menjadi merah padam.
Kemarahannya benar-benar telah melonjak sampai ke ubunubun.
Karena itulah maka ia pun segera tegak berdiri dan siap
untuk bertempur dengan segenap kemampuan yang ada
padanya. Mahisa Bungalan telah berdiri tegak, menghadapinya.
Dalam sentuhan-sentuhan yang telah terjadi, maka Mahisa
Bungalan pun segera mengetahui bahwa ia tidak perlu
2382 bersungguh-sungguh menghadapi anak muda itu. Apalagi
Mahisa Bungalan tidak mengetahui latar belakang yang
sesungguhnya, kenapa anak muda itu telah menyerangnya
Sesaat anak muda itu memperbaiki kedudukannya.
Kemudian ia mulai dengan serangan-angannya kembali.
Namun ia sama sekali tidak berhasil menyentuh lawannya.
Bahkan pakaiannya pun tidak.
Mahisa Bungalan dengan sengaja hanya menghindari
serangan anak muda itu saja tanpa membalas menyerang, ia
ingin membiarkan anak muda itu kelelahan dan menghentikan
perlawanannya atas kehendak sendiri.
Seperti yang diperhitungkan Mahisa Bungalan, semakin
lama orang itu pun menjadi semakin lemah. Tetapi sejalan
dengan itu, kemarahanya pun menjadi semakin membakar
hatinya. Ketika tenaganya sudah menjadi jauh susut, sementara
Mahisa Bungalan seakan-akan berkeringat pun belum, apalagi
beberapa orang prajurit Singasari yang menonton perkelahian
itu setiap kali mentertawakannya, maka ia pun telah
kehilangan pengamatan diri. Hampir di luar sadarnya, maka ia
pun telah mencabut pisau helati yang terselip di dalam
sarungnya di punggung. Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Dengan nada
datar ia berkata, "Kau sudah kesurupan. Apakah kau akan
mempergunakan senjata.?"
"Persetan. Aku akan membunuh" geram anak muda itu.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Anak muda
itu. Benar-benar telah menjadi marah sekali
Bersambung ke Jilid 33 2383 Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert : Ki Ayasdewe Proofing/Editing: Arema 2384 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 33 SEMENTARA itu orangorang yang menyaksikan perkelahian itu dari kejauhan
menjadi berdebar-debar. Pisau belati di tangan anak
muda yang seakan-akan telah
menjadi mabuk itu akan dapat menjadi sangat berbahaya. Apalagi di antara orangorang
yang berkerumun di kejauhan itu sama sekali tidak
mengerti dan tidak dapat menilai apa yang lelah terjadi.
Mereka tidak mengerti, Bahwa selama itu Mahisa Bungalan sengaja tidak berbuat apa-apa, selain mengelak. Mereka menyangka bahwa Mahisa Bungalan memang tidak mempunyai
kesempatan untuk membalas serangan yang datang beruntun dan
terus menerus. Tetapi, bagi mereka yang mengerti apa yang sebenarnya telah
terjadi, di antaranya para prajurit Singasari dan beberapa orang
kawan anak muda yang kesurupan itu sendiri justru menjadi
2385 berdebar-debar, bahwa Mahisa Bungalan akan mempergunakan
senjata pula. Namun Mahisa Bungalan sama sekali tidak menarik senjatanya.
Ia masih tetap berdiri dengan tenang menunggu serangan lawannya
yang bakal datang. Sejenak kemudian, anak muda yang sudah bersenjata pisau
belati itu melangkah satu-satu mendekati Mahisa Bungalan yang
telah bersiap. Seperti yang sudah diperhitungkan oleh Mahisa Bungalan, maka
pada suatu saat anak muda murid Empu Purung itu pun lelah
meloncat menerkam. Pisaunya diangkatnya tinggi-tinggi dan
kemudian terayun langsung menusuk bahu Mahisa Bungalan.
Namun seperti yang sudah dilakukannya, maka Mahisa Bungalan
telah menghindarinya. Selangkah ia beringsut sambil memiringkan
tubuhnya. Pisau belati yang terayun itu telah kehilangan sasaran. Namun
anak muda yang marah itu tidak kehilangan akal. Ia telah merubah
arahnya mendatar, sehingga ujungnya pun kemudian menyambar
perut. Tetapi sekali lagi Mahisa Bungalan mengelak. Pisau itu meluncur
pada jarak tidak lebih setapak di depan perut Mahisa Bungalan.
Sementara pisau itu meluncur, maka Mahisa Bungalan pun
segera menangkap pergelangan tangan anak muda itu. Sekali ia
melingkar sambil merendahkan diri, menarik tangan itu di atas
pundaknya dan sambil menghentakkan tangan itu Mahisa Bungalan
mengangkat tubuh anak muda itu dengan pundaknya.
Anak muda itu pun terlempar ke udara. Kakinya berputar dan
kemudian terlempar sementara tangannya masih dalam genggaman
tangan Mahisa Bungalan. Anak muda murid Empu Purung itu bagaikan berputar di udara.
Badannya yang kuat kekar itu bulat-bulat telah jatuh di tanah pada
punggungnya. 2386 Mahisa Bungalan melepaskan tangan anak muda itu. Tetapi anak
muda itu tidak segera dapat bangkit. Sambil menyeringai ia
menekan punggungnya dengan telapak tangannya.
Baru sejenak kemudian, murid Empu Purung itu tertatih-tatih
berdiri sambil mengumpat-umpat. Meskipun punggungnya terasa
sakit, tetapi ia tidak mau melihat kenyataan itu. Dengan wajah yang
merah membara ia masih tetap mengacungkan senjata nya kepada
Mahisa Bungalan. "Anak gila" salah seorang prajurit Singasari justru
membentaknya, "kau masih akan melawan?"
"Persetan" geram anak muda itu, "aku akan membunuhnya."
"Anak yang tidak tahu diri. Kau sangka bahwa kau akan dapat
berbuat sesuatu dengan kegilaanmu itu?"
"Aku akan membunuhmu pula."
"Jangan membuat lelucon semacam itu" desis prajurit yang
seorang lagi "pada suatu saat kami akan kehilangan kesabaran kami
" "Aku tidak memerlukan kesabaranmu. Marilah, majulah bersamasama.
Aku akan membunuhmu semuanya."
"Kau sudah hampir mati" desis prajurit Singasari itu
"Kau yang hampir mati "
Prajurit muda itu tiba-tiba saja tidak dapat mengendalikan
kemarahannya. Selangkah ia meloncat maju. Hampir saja tanganya
meraih tangan murid Empu Purung yang menggenggam senjata itu.
Untunglah bahwa Mahisa Bungalan cepat bergerak dan
mencegahnya. "Jangan marah" desis Mahisa Bungalan.
"Anak itu memang pantas untuk disumbat mulutnya. Dalam
keadaan serupa itu, ia masih saja tetap mengingau "
2387 "Biar sajalah ia berkata apa saja." jawab Mahisa Bungalan.
"Tentu tidak, ia memaki dan mengumpati kami. Kita adalah
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit-prajurit Singasari yang bertugas di sini. Ia tidak boleh
menghina kita yang membawa limpahan kekuasaan Singasari atas
daerah ini." "Setiap orang tidak boleh menghina pihak lain. Anak muda itu
memang tidak boleh menghina siapapun. Tetapi biarlah ia
menyadari kesalahnya itu jika ia sudah mempunyai waktu untuk
mengendapkan perasaannya. Kini ia sedang di bakar oleh
kemarahan dan kekecewaan."
"Tetapi ia tidak boleh berbuat sekehendak hati. Aku dapat
memukulinya sampai mati tanpa urusan apapun juga" desis seorang
prajurit muda. "Tentu tidak" sahut Mahisa Bungalan" justru karena kita seorang
prajurit. Apapun yang kita lakukan harus kita pertanggung
jawabkan. Bukan sebaliknya, bahwa karena kita seorang prajurit,
kita dapat berbuat apa saja."
Prajurit muda itu agaknya tidak dapat mengerti keterangan
Mahisa Bungalan yang juga masih muda. Tetapi seorang prajurit
yang lebih tua menggamitnya sambil berbisik" Jangan diseret oleh
perasaan yang keliru. Dengarlah pendapat Mahisa Bungalan. Ia
adalah Orang yang justru menjadi sasaran kedunguan anak gila itu.
Tetapi ia tetap dapat menguasai perasaan dan tingkah lakunya."
Prajurit muda itu menarik nafas dalam-dalam, seakan-akan ingin
mengendapkan kembali perasaannya yang sudah bergejolak sampai
ke kepala. Dalam pada itu, Mahisa Bungalan melangkah mendekati murid
Empu Purung itu sambil berkata" Cobalah mengerti apa yang telah
terjadi. Jika aku mencegah kawanku menghukummu, bukan karena
aku takut akan akibatnya. Setiap prajurit tidak akan gentar
menghadapi apapun juga. Tetapi kami pun sadar bahwa yang kami
lakukan adalah suatu tindakan yang harus dipertanggung jawabkan.
Nah, sekarang pulanglah. Dan jangan mencoba lagi, agar kau tidak
2388 terperosok ke dalam kesulitan. Aku tahu, kau tentu seorang anak
muda yang baru mendapat latihan-latihan olah kanuragan.
Barangkali kau baru menerima sejenis ilmu yang kau anggap
mumpuni. Tetapi kau harus sadari, tidak ada ilmu yang tidak
terkalahkan. Aku sekarang tidak dapat kau kalahkan. Tetapi tentu
ada orang yang dapat mengalahkan aku. Dan barangkali orangorang
itu justru pada suatu saat kau kalahkan."
Murid Empu Purung yang masih membawa senjata itu
memandang wajah Mahisa Bungalan dengan sorot mata yang
membara. Dan karena sorot mata itulah Mahisa Bungalan merasa
prihatin. Anak muda itu ternyata sama sekali tidak mau mengakui
kesalahan yang telah dilakukannya. Meskipun ia kemudian hanya
berdiri mematung, namun nampak pada matanya, bahwa ia
menyimpan dendam yang membara didalam hati.
"Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan" mungkin saat ini kau masih
dibakar oleh kemarahan. Tetapi aku harap kau cukup dewasa
menanggapi keadaan. Kaulah yang telah mulai membuat persoalan.
Aku tahu, tentu bukannya tanpa maksud. Tetapi kau dapat menilai,
apakah hasil dari tingkahmu yang aneh itu?"
Anak muda itu tidak menyahut. Tetapi senjatanya masih tetap
tergenggam. "Serahkan senjata itu" desis Mahisa Bungalan, "meskipun aku
tahu bahwa kau masih menyimpan senjata serupa dirumahmu.
Bahkan mungkin tidak hanya satu. Dan bahkan mungkin kau juga
menyimpan pedang, tombak dan senjata-senjata yang lain."
Wajah anak itu menjadi semakin membara.
"Serahkan Ki Sanak. Itu adalah suatu pertanda bahwa kau
mengakui kesalahanmu."
Anak muda itu masih tetap berdiri dengan tegang.
Tetapi dengan tenang Mahisa Bungalan melangkah semakin
dekat. 2389 Prajurit-prajurit Singasari yang menyaksikan menjadi tegang
pula. Bagaimanapun juga anak muda itu masih tetap bersenjata.
"Jangan mempersulit diri sendiri" berkata Mahisa Bungalan.
Sejenak anak muda itu memandang Mahisa Bungalan dengan
tatapan mata penuh dendam. Namun tiba-tiba saja ia meloncat
maju dengan garangnya. Dengan sisa tenaganya ia menusuk
lambung Mahisa Bungalan dengan senjatanya.
Yang menyaksikan serangan itu terkejut bukan buatan. Para
prajurit itu pun serentak telah bergeser maju. Merek telah siap
melakukan apa saja menghadapi segenap kemungkinan.
Tetapi, yang mereka lihat kemudian adalah, bahwa Mahisa
Bungalan telah menangkap pergelangan tangan anak muda itu.
Dengan satu pukulan sisi telapak tangannya, maka pisau belati di
tangan anak muda itu telah terlepas.
Ternyata bahwa genggaman tangan Mahisa Bungalan bagaikan
himpitan besi baja di pergelangan tangan anak muda itu. Sambil
menyeringai ia pun menggeliat menahan kesakitan.
"Ambil pisau itu" geram Mahisa Bungalan yang masih mencoba
menahan kemarahan yang hampir tidak terbendung.
"Ambil" bentaknya, "dan serahkan kepadaku. Aku minta kau
menyerahkan senjata itu."
Para prajurit menjadi semakin tidak mengerti tingkah laku Mahisa
Bungalan. Mereka melihat Mahisa Bungalan justru melepaskan anak
muda itu. "Ambil pisau itu dan serahkan kepadaku." wajah Mahisa
Bungalanpun menjadi merah.
Ketika anak muda itu masih belum beranjak dari tempatnya, tibatiba
saja tangan Mahisa Bungalan terayun di wajahnya. Terdengar
anak muda itu berdesah ketika ia terdorong selangkah surut, dan
bahkan kemudian jatuh terlentang ditanah.
2390 Ketika tangannya mengusap mulutnya, maka ia melihat warna
merah dijari-jarinya. "Cepat bangkit dan ambil pisau itu" perintah Mahisa Bungalan
semakin keras. Tiba-tiba wajah anak muda itu menjadi pucat. Mulutnya terasa
betapa sakitnya. Sedangkan darah mengalir semakin deras. Sebuah
giginya telah patah dan justru telah tertelan.
Ketika Mahisa Bungalan melangkah maju, maka dengan tergesagesa
anak muda itu bangkit, betapapun tubuhnya merasa sakit.
Dengan tergesa-gesa pula ia memungut pisau belatinya yang
terjatuh. "Serahkan kepadaku. Atau kau ingin aku benar-benar
membunuhmu?" geram Mahisa Bungalan.
Anak muda itu ragu-ragu. Tetapi ia tidak mendapat kesempatan
untuk berpikir lebih lama. Ketika Mahisa Bungalan bergerak setapak,
maka ia pun dengan serta merta mengacungkan pisaunya.
"Seharusnya kau tidak gila" geram Mahisa Bungalan "aku dapat
kehabisan kesabaran dan membuat wajahmu berubah. Pegang
pisau itu pada tajamnya, dan ulurkan tangkainya."
Anak muda murid Empu Purung itu tidak berani membantah.
Iapun kemudian memegangi pisaunya pada tajamnya dan
mengulurkan tangkaianya kepada Mahisa Bungalan.
"Jadilah pertanda bahwa kau sudah mengakui kesalahan dan
kekalahanmu. Jika kau mengulangi tingkah lakumu yang gila itu,
maka aku atau prajurit Singasari yang lain, akan mengambil sikap
yang barangkali lebih tidak menyenangkan lagi bagimu" berkata
Mahisa Bungalan, "untuk kali ini prajurit-prajurit Singasari masih
dapat menahan diri. Murid Empu Purung itu tidak menjawab
"Sekarang pergilah" geram Mahisa Bungalan.
2391 Anak muda itu melangkah surut. Dengan tegang ia masih tetap
memandang Mahisa Bungalan yang kemudian membentaknya" Pergi
Cepat." Anak muda itupun kemudian dengan tergesa-gesa meninggalkan
Mahisa Bungalan. Sekali-kali ia masih berpaling dengan cemas.
Rasa-rasanya Mahisa Bungalan itu menyusulnya dan menghantam
punggungnya sampai patah.
Tetapi Mahisa Bungalan tidak beranjak dari tempatnya.
Dibiarkannya anak itu pergi meninggalkannya dan kemudian
meninggalkan tempat itu. Beberapa orang kawannya memandanginya dari kejauhan.
Ternyata prajurit Singasari itu tidak beramai-ramai memukulinya.
Bahkan Mahisa Bungalan telah mencegahnya ketika ada seorang
prajurit muda yang hampir kehilangan kesabarannya
Namun dalam pada itu, anak-anak muda, murid Empu Purung itu
dapat melihat bahwa kawannya yang paling mereka banggakan itu
sama sekali tidak berarti apa-apa bagi prajurit Singasari. Dengan
mudah prajurit itu dapat mengalahkannya, bahwa dengan hampir
tidak menitikkan keringat sama sekali, prajurit Singasari itu berhasil
menguasainya mutlak. Tetapi kawan-kawan anak muda yang gagal memancing
persoalan dengan prajurit-prajurit Singasari itu tidak segera
mendapatkannya. Mereka melingkar dan menunggu di balik
padukuhan kecil di seberang bulak sempit.
Namun sementara itu, semuanya yang telah terjadi, ternyata
tidak terlepas dari pengamatan petugas sandi Singasari. Dari
kejauhan seorang petugas sandi telah melihat apa yang terjadi.
Karena itulah, maka iapun selalu mengawasi anak muda yang
kemudian dengan tergesa-gesa pergi meninggalkan Mahisa
Bungalan itu. Dari kejauhan pula, petugas sandi itu dapat melihat, bahwa di
balik padukuhan kecil, beberapa anak muda yang lain telah
2392 menemuinya. Meskipun petugas sandi itu tidak mendengar, tetapi ia
dapat memperhitungkan, bahwa anak muda itu sedang,
menceriterakan apa yang telah dialaminya.
Ketika anak-anak muda itu melanjutkan perjalanan, maka
petugas sandi itu tidak melepaskannya. Ia mengikutinya terus dan
melihat-melihat anak-anak muda itu ternyata menuju kepadepokan
Empu Purung. Tidak banyak kesimpulan yang dapat diambil oleh petugas sandi
itu kecuali dengan demikian ia mengetahui bahwa anak-anak muda
itu memang berasal dari padepokan Empu Purung yang tidak terlalu
jauh letaknya dari barak para prajurit Singasari.
Dalam pada itu, peristiwa itu pun telah didengar pula oleh Empu
Purung. Sebenarnya ia tidak berkeberatan dengan cara yang diambil oleh
muridnya. Tetapi kegagalan itu telah membuatnya menjadi prihatin.
"Jadi kau berhasil memancing perkelahian?" bertanya Empu
Purung. "Ya Empu. Aku telah berkelahi atas namaku sendiri. Maksudku,
aku ingin memancing kemarahan para prajurit itu sehingga mereka
akan memukuli aku beramai-ramai. Itu akan dapat aku jadikan
alasan untuk menyerang barak itu tanpa membawa nama
padepokan ini, karena yang terjadi adalah sekedar benturan antara
anak-anak muda. Tetapi ternyata bahwa prajurit Singasari itu telah
kepanjingan hantu. Jangankan beberapa orang, sedangkan sebuah
pukulan telah membuat aku hampir pingsan.
Empu Purung mengangguk-angguk. Yang telah terjadi dapat
dibuatnya ukuran, bahwa yang telah mereka capai sama sekali
belum berarti apa-apa bagi prajurit-prajurit Singasari.
"Meskipun jumlah kami jauh lebih banyak, tetapi kami tidak
dapat berbuat apa-apa jika kemampuan kami masih saja terbatas
seperti ini" berkata Empu Purung kemudian.
2393 "Ya Empu. Mereka bagaikan mendapat kekuatan dari iblis jawab
anak muda yang mulutnya berdarah itu.
"Baiklah" berkata Empu Purung, "yang kalian dapatkan dari
padaku memang baru sedikit. Tetapi aku tidak cemas. Masih ada
waktu bagi kalian untuk melatih diri lebih baik dan tekun, sambil
menunggu keterangan dari Empu Baladatu.Jangan takut. Jika
dengan kekuatan wadag kita tidak mampu melawan, maka aku akan
membuat mereka menjadi gila, karena sebenarnya aku sendiri akan
dapat membuat mereka tidak berdaya."
Murid-muridnya mengangguk-angguk. Bagi mereka Empu Purung
adalah orang yang luar biasa. Yang mampu meruntuhkan gunung
dan mengeringkan lautan. Itulah sebabnya, maka murid-muridnya pun segera melupakan
apa yang telah terjadi. Anak muda yang tidak berdaya menghadapi
Mahisa Bungalan itu pun kemudian sambil mengangkat dadanya
berkata didalam hati, "Pada suatu saat aku akan datang lagi.
Dengan sebuah sentuhan jari telunjukku, kau akan menjadi debu."
Sejak saat itu, maka murid-murid Empu Purung itu pun dengan
tekun mulai memperdalam ilmunya. Meskipun ilmu kanuragan Empu
Purung sama sekali tidak mengajari mereka dengan ilmunya yang
dahsyat. Tidak mengajari mereka, bagaimana caranya meruntuhkan
gunung dan mengeringkan lautan dengan sentuhan jari.
Meskipun demikian, mereka telah menjadi bangga dengan
kemajuan yang mereka capai dalam olah kanuragan.
Bahkan bukan saja anak-anak muda murid Empu Purung itulah
yang harus meningkatkan ilmunya. Tetapi setiap orang laki-laki yang
berada di bawah pengaruhnya Empu Purungpun telah dengan tekun
berusaha menambah ilmunya, karena mereka pun mendengar
bahwa prajurit-prajurit Singasari memiliki ilmu kanuragan yang
tinggi. Namun setiap kali murid-murid Empu Purung selalu
memperingatkan, agar mereka tidak menjadi cemas. Empu Purung
mempunyai kemampuan yang tidak terbatas.
2394 "Jika kita tidak mampu melawan mereka, maka Empu Purung
akan menggiring mereka dengan ilmunya ke lembah. Kemudian
tebing di sebelah menyebelah pun akan runtuh menimbun tubuh
mereka, sehingga mereka akan menjadi lumat karenanya."
Orang-orang yang berada di bawah pengaruh Empu Purung, itu
menjadi gembira. Mereka berharap bahwa hal itu akan segera
terjadi Dalam pada itu, para petugas sandi dari Singasari yang berhasil
melihat dan mengikuti anak-anak muda murid Empu Purung itupun
mengikuti setiap perkembangan dengan saksama. Mereka selalu
mengawasi latihan-latihan yang diadakan setiap saat. Di padepokan
Empu Purung, di banjar-banjar padukuhan dan hampir disetiap
rumah. "Perkembangan mereka mulai mencapai suatu tingkat yang
berbahaya Ki Lurah" berkata petugas sandi itu kepada pemimpin
prajurit Singasari. Pemimpin prajurit Singasari itu mengangguk-angguk. Beberapa
orang terpenting dari pasukannya segera dipanggilnya untuk
berbicara. Termasuk Mahisa Bungalan.
"Perkembangan yang serupa terjadi dibeberapa tempat" berkata
Mahisa Bungalan" kita harus memperhatikan perkembangan itu
secara menyeluruh." "Ya" sahut pemimpin prajurit Singasari itu" kita tidak dapat
bertindak sendiri." "Apakah kita menunggu mereka berkembang semakin luas?"
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertanya seseorang. "Semua masalah harus kita perhatikan" berkata pemimpin
prajurit itu" jika kita tergesa-gesa bertindak disatu tem pat, maka
hal itu akan merupakan peringatan bagi tempats lain yang
menghadapi persoalan serupa "
2395 "Tetapi ada persoalan lain disini" sahut Mahisa Bungalan" jika
keadaan memang memaksa, kita dapat mengembangkan persoalan
yang membatasi lingkungan yang kecil ini "
"Maksudmu?" "Persoalan diantara kita. Tegasnya, aku dan anak-anak muda
yang telah dengan sengaja memancing persoalan. Jika perlu hal itu
dapat dikembangkan sebagai alasan kita untuk bertindak tanpa
menyentuh persoalan yang sebenarnya dari tugas kita disini."
Pemimpin prajurit itu mencoba melihat kemungkinan yang
dikatakan oleh Mahisa Bungalan. Baginya, cara itu nampaknya
memang akan lebih mempersempit persoalan, seakan-akan yang
terjadi bukannya karena kecurigaan prajurit Singasari terhadap
semakin majunya ilmu orang-orang dipadepokan Empu Purung itu.
Meskipun demikian, pemimpin prajurit Singasari itu masih tetap
berhati-hati. Karena itu maka katanya, "Kita harus membuat
pertimbangan-pertimbangan tersendiri. Tetapi baiklah. Hal ini akan
aku perhatikan. Barangkali akan merupakan pemecahan yang paling
mungkin kita lakukan."
Dengan demikian, maka prajurit-prajurit Singasari itu masih
harus menahan diri. Mereka masih harus tinggal dibarak dengan
cara yang serupa. Namun dibalik bukit, sekelompok prajurit, yang
lain tinggal dalam satu perkemahan yang menjemukan. Terapi
karena mereka membagi waktu sebaik-baiknya. maka kejemuan itu
pun sebagian dapat diatasi.
Sementara pihak Singasari dan mereka yang berada di bawah
pengaruh Empu Baladatu sedang berada dalam satu lingkaran
kecurigaan, maka Linggapati di Mahibit merasa, bahwa usahanya
telah berhasil. Dengan demikian maka ia tinggal menunggu
benturan kekuatan yang akan segera terjadi.
Jika kedua belah pihak telah menjadi parah, maka Linggapati
akan tampil dan berdiri di atas keduanya.
2396 "Baladatu akan hancur oleh prajurit-prajurit Singasari. Dan
prajurit-prajurit Singasari yang menjadi lemah itu akan aku
hancurkan pula bersama para Akuwu yang telah bersedia berdiri di
barisanku" berkata Linggapati kepada dirinya sendiri dengan penuh
kebanggaan. Namun dalam pada itu, Singasari tidak lengah menghadapi
perkembangan keadaan. Meskipun nampaknya para prajurit dan
petugas menurut penglihatan Linggapati hanyalah ditujukan kepada
para pengikut Empu Baladatu, namun karena Mahibit pernah terlibat
dalam hubungan yang erat dengan Empu Baladatu, khususnya saat
mereka menyerang padepokan Empu Sanggadaru, maka kecurigaan
Singasari terhadap Linggapati tidak segera pudar.
Perlahan-lahan namun dengan penuh ketekunan, akhirnya para
petugas sandi berhasil menemukan jejak Linggapati di Mahibit.
Karena bagaimana pun juga, Linggapati tidak dapat berdiam diri. Ia
pun selalu berusaha dapat mengikuti perkembangan di padepokanpadepokan
yang disangkanya telah jatuh kedalam pengaruh Empu
Baladatu. Sambil tersenyum Linggapati atau orang-orang
kepercayaannya menyaksikan barak-barak yang dibuat oleh prajurit
Singasari di beberapa tempat yang dianggapnya perlu.
"Benturan itu tidak akan dapat dihindari lagi" desis Linggapati.
Namun diluar dugaan, maka kegiatan penyelidikannya itu setelah
tertangkap oleh jaringan petugas sandi dari Singasari.
"Orang-orang Mahibit pun berkeliaran terutama di daerah Timur"
para petugas sandi itu melaporkan.
Dengan demikian, maka para perwira tertinggi di Singasari telah
telah berusaha memecahkan keadaan secara keseluruhan.
Mereka telah mengambil kesimpulan, bahwa laporan yang pernah
mereka terima tentang kegiatan Empu Baladatu, justru datangnya
dari Mahibit. Orang-orang di Mahibit ingin melihat pasukan Singasari
berbenturan melawan orang-orang yang terpengaruh oleh Empu
Baladatu. 2397 Karena itulah, maka Singasari pun kemudian dengan hati-hati
berusaha, untuk menguasai persoalannya dalam keseluruhan.
"Kita tidak boleh tergesa-gesa" berkata Mahisa Agni, yang
meskipun sudah menjadi semakin tua, tetapi ia masih tetap seorang
yang berpengaruh di kalangan keprajuritan di Singasari.
Dan ternyata kemudian, bahwa perintah yang keluar dari para
perwira prajurit pun berbunyi senada dengan pendapat Mahisa Agni,
meskipun beberapa orang perwira muda kadang-kadang merasa
terlalu lamban. "Kita menunggu setelah mereka menjadi kuat dan menyerang
kita lebih dahulu" berkata seorang perwira muda.
"Siapakah yang menjadi kuat" Empu Baladatu atau Linggapati?"
"Kedua-duanya."
"Tetapi bagaimana akibatnya jika kita dengan tergesa-gesa
bertindak atas salah satu pihak" Kekuatan kita akan berkurang,
sementara kekuatan Linggapati masih tetap utuh."
"Itu akan lebih baik. Kita bertempur melawan kekuatan terbagi.
Kita hancurkan dahulu Empu Baladatu. Baru kemudian Linggapati.
Tetapi jika harus menghadapi mereka bersama-sama, apalagi
setelah mereka menjadi kuat, maka tugas kita akan terasa berat
sekali." "Tetapi itu lebih baik kita lakukan dengan beradu dada. Setelah
semuanya jelas, kita akan menghadapinya. Tetapi dalam keadaan
seperti sekarang ini, kekuatan Linggapati masih tersembunyi. Jika
kekuatan yang tidak kita ketahui itu ternyata cukup besar dan
menghanam kita dari punggung maka kita akan mengalami
kesulitan pula." Perwira muda itu mencoba untuk mengerti. Tetapi darah
kemudaannya banyak berpengaruh atas segala pertimbangannya.
Meskipun demikian, ia tidak menjawab lagi. Ia tahu, bahwa hal
itu tidak akan dapat diperdebatkan. Jika para pemimpin tertinggi
2398 Singasari memerintahkan untuk bertahan pada keadaan seperti
yang sedang berjalan, maka itu adalah keputusan yang tidak dapat
dirubah-rubahnya menurut selera masing-masing.
Karena itulah, maka para prajurit Singasari terpaksa tetap berada
di tempatnya, meskipun kadang-kadang terasa sangat menjemukan.
Namun sementara itu, para petugas sandi sajalah yang bekerja
dengan tidak mengenal waktu.
Namun dalam pada itu, di luar dugaan Linggapati, sebenarnyalah
prajurit-prajurit Singasari telah membuat beberapa pemusatan
prajurit untuk menghadapinya. Beberapa orang Akuwu yang
mencurigakan tidak luput dari pengamatan Singasari. Karena
Singasari telah menangkap jaringan hubungan para Akuwu itu
dengan Linggapati. "Tugas kita memang berat" berkata para perwira, "di satu pihak
kita harus mengamati setiap padepokan yang di duga mempunyai
sangkut paut dengan Empu Baladatu. Peningkatan yang menyolok
dalam olah kanuragan merupakan pertanda yang dapat dijadikan
pegangan sementara. Namun dalam pada itu, juga kegiatan para
Akuwu yang dalam pengamatan para petugas sandi mengadakan
hubungan dengan Linggapati.
"Jangan sandarkan pada kekuatan para prajurit semata-semata"
berkata para perwira yang sudah berpengalaman, "hadapi kegiatan
di padepokan itu dengan kegiatan serupa di padukuhan sekitarnya.
Demikian juga kegiatan oleh kanuragan di beberapa daerah yang
langsung dilakukan oleh para Akuwu."
Ternyata bahwa perintah itu mendapat sambutan yang baik dari
para pemimpin kelompok di tempat-tempat yang terpencar. Mereka
berusaha untuk membuat hubungan dengan para Buyut di
padukuhan-padukuhan di sekitarnya.
"Kami menawarkan tenaga kami yang seakan-akan sia-sia saja"
berkata seorang prajurit yang seolah-olah sekedar ingin
menghapuskan kejemuan. 2399 Buyut padukuhan di sebelah padepokan yang meningkat kan
kegiatannya, semula sama sekali tidak bercuriga. Jika ada orangorang
dari padukuhan-padukuhan yang termasuk wilayahnya, ikut
serta dalam latihan-latihan di padepokan itu, Ki Buyutpun tidak
menaruh prasangka apa-apa. Menurut pengertiannya, di
padepokan-padepokan memang sering diadakan peningkatan ilmu,
yang kasar dan yang halus. Bahkan sebelumnya ada beberapa
orang Buyut yang justru merasa berterima kasih atas kesempatan
yang diberikan kepada beberapa orang dari padukuhannya untuk
ikut serta mendapatkan ilmu kanuragan.
Namun pengaruh padepokan yang semakin meluas, kadangkadang
memang menjadi persoalan bagi Ki Buyut. Orang-orang
yang berada di bawah pengaruh salah seorang pemimpin
padepokan, seharusnya hanyalah dalam tataran ilmu kanuragan
maupun kajiwan. Tetapi dasar-dasar pemerintahan bagi padukuhan
mereka akan tetap berlaku seperti seharusnya di bawah pimpinan
seorang Buyut. Tetapi kadang-kadang orang-orang yang telah memiliki
kemampuan dan ilmu kanuragan, tidak lagi mau tunduk kepada Ki
Buyut di padukuhannya. Ia lebih dekat dengan pemimpin
padepokannya. Demikian pula padukuhan Alas Pandan yang berada di bawah
bayangan pengaruh Empu Purung.
Ki Buyut kadang-kadang merasa bahwa pengaruhnya sudah jauh
terdesak dari pengaruh Empu Purung dengan cantrik-cantriknya.
Anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan yang, termasuk
wilayah Ki Buyut mulai mengabaikan peraturan-peraturan
seharusnya berlaku. Mereka lebih senang menurut perintah Empu
Purung dari pada Ki Buyut meskipun dalam tata kehidupan di
padukuhannya. Karena itulah ketika Mahisa Bungalan dengan diam-diam datang
kepada Ki Buyut bersama seorang perwira prajurit Singasari dalam
pakaian orang kebanyakan sehingga tidak mudah diketahui, Ki
Buyut telah menyampaikan semuanya yang dirasakannya janggal.
2400 "Apakah prajurit Singasari dapat membantu aku?" bertanya Ki
Buyut. Mahisa Bungalan dan perwira muda itu mengangguk-angguk.
Dengan hati-hati Mahisa Bungalan berkata, "Apakah masih ada
beberapa orang anak-anak muda yang tidak berada di bawah
pengaruh Empu Purung "
"Aku kira masih ada Ki Sanak. Tetapi pada umumnya mereka
adalah anak-anak muda yang tidak mengenal apapun selain langkah
ke sawah dan ladang. Dalam pergaulan sehari-hari mereka sama
sekali tidak memiliki wibawa apapun juga jika berhadapan dengan
anak-anak muda yang sudah mempelajari ilmu kanuragan di
padepokan Empu Purung."
"Apakah diantara anak-anak muda itu pernah timbul
perselisihan." bertanya Mahisa Bungalan.
"Hampir tidak pernah. Anak-anak muda yang tidak memiliki ilmu
kanuragan itu tidak berani membantah, apapun yang di katakan dan
kehendaki oleh mereka yang sering berada di padepokan. Bahkan
mengenai urutan mempergunakan air dari parit yang kurang
mencukupi itu pun, anak-anak muda yang merasa dirinya memiliki
ilmu kanuragan itu, berbuat sekehendak hati mereka. Itulah
sebabnya kadang-kadang tanaman di satu kotak sawah menjadi
layu, sedangkan di sebelahnya nampak subur dan hijau."
"Apakah Ki Buyut pernah berbuat sesuatu?"
"Aku pernah mengumpulkan mereka. Tetapi anak-anak muda
yang berada dibawah pengaruh Empu Purung itu merasa diri
mereka terlalu kuat. Mereka merasa satu dengan anak-anak muda
dari padukuhan yang lain, diluar kekuasaanku. Tetapi Bayut dari
daerah itupun merasa berprihatin seperti aku pula.'"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Ki Buyut.
Kami adalah prajurit Singasari yang mendapat tugas di daerah ini.
Selama ini kami hanya duduk-duduk, makan dan hidup dalam
suasana yang menjemukan."
2401 Perwira muda di sebelah Mahisa Bungalan itu bergeser. Tetapi
ketika ia akan mengucapkan sesuatu, Mahisa Bungalan telah
menggamitnya, sehingga perwira muda itu mengerutkan keningnya
dan mengurungkan kata-kata yang sudah hampir meloncat dari
mulutnya. "Karena itu Ki Buyut" berkata Mahisa Bungalan, "kami ingin
melepaskan kejemuan kami dengan kerja yang barangkali berguna
bagi padukuhan ini "
"Maksud Ki Sanak?"
"Bagaimana jika kami membantu anak-anak muda itu di dalam
kerja dan kehidupan mereka sehari-hari."
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Itu memang
dapat memberikan imbangan atas sikap anak-anak muda yang
merasa dirinya kuat dalam olah kanuragan itu. Tetapi peristiwa itu
hanyalah peristiwa sesaat. Jika kalian di tarik dari daerah ini, maka
yang tinggal adalah dendam. Dendam dari anak-anak yang berada
di bawah pengaruh Empu Purung itu terhadap anak-anak muda
yang selama ini bekerja bersama kalian."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Tetapi katanya
kemudian, "Meskipun demikian Ki Buyut, tetapi sudah barang tentu
Ki Buyut tidak akan dapat membiarkan kepincangan ini terjadi untuk
seterusnya." "Ya. Namun jika mungkin aku ingin mendapatkan, pemecahan
yang lestari. Bukan sekedar penyelesaian sementara, tetapi yang
justru akan menimbulkan kesulitan dikemudian. hari."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ki Buyut ternyata
memang persoalan itu dalam keseluruhan dan bagi masa depan
yang panjang. Sebenarnyalah menurut penilaian Mahisa Bungalan,
Ki Buyut adalah orang yang memiliki kemampuan berpikir. Tetapi ia
tidak sempat melakukannya.
Karena itu, maka menurut perhitungan Mahisa Bungalan, Ki
Buyut akan dapat diajaknya bekerja bersama untuk mengatasi
2402 kesulitan yang dialami oleh anak-anak muda yang justru sejalan
dengan rencananya. Dengan sungguh-sungguh Mahisa Bungalan pun kemudian
bertanya kepada Ki Buyut, "Ki Buyut, apakah jumlah anak-anak
muda yang berada dibawah pengaruh Empu Purung itu cukup
banyak?" "Ya Ki Sanak. Mungkin lebih banyak dari mereka yang tidak
berada dibawah pengaruhnya. Pada umumnya anak-anak muda
senang dengan kebanggaan jasmaniah. Di padepokan Empu Purung
mereka mendapat latihan-latihan olah kanuragan "
"Apakah Ki Buyut mengetahui, apakah maksud Empu Purung
memberikan latihan-latihan itu?"
Ki Buyut menggelengkan kepalanya. Katanya, "Menurut
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pendengaranku mereka tidak mendapat tugas apa-apa dari Empu
Purung." Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa
tentu hanya orang-orang terpenting sajalah yang mengetahui
maksud sebenarnya dari Empu Purung. Seperti yang pernah
didengar oleh petugas sandi Singasari, bahwa sikap Empu Purung
dan beberapa padepokan yang tersebar lainnya, berada dibawah
pengaruh Empu Baladatu. Namun dengan demikian Mahisa Bungalan telah mendapat sedikit
gambaran tentang kehidupan anak-anak muda dipadukuhanpadukuhan
yang berada disekitar padepokan Empu Purung,
sehingga dengan beberapa orang pemimpin prajurit Singasari ia
akan dapat menentukan sikap yang sebaik-baiknya.
Ketika Mahisa Bungalan dan perwira muda itu meninggalkan
rumah Ki Buyut, barulah perwira itu bertanya, "Kenapa tidak
diberitahukan sama sekali maksud kedatangan kita ke tempat ini
dan barangkali kita dapat memberikan sekedar petunjuk dalam olah
kanuragan kepada anak-anak muda itu?"
2403 "Kita belum tahu pasti sikap Ki Buyut yang sebenarnya" berkata
Mahisa Bungalan. Namun setelah di saat lain Mahisa Bungalan bertemu dan
berbicara lagi dengan Ki Buyut, maka yakinlah ia bahwa Ki Buyut
sendiri sama sekali tidak berdiri dipihak Empu Purung meskipun ia
tidak berani menentang sikapnya.
"Ia adalah menusia yang luar biasa. Ia dapat mengeringkan
lautan dan menggugurkan gunung dengan jari telunjuknya" berkata
Ki Buyut, "dan ia dapat membuat seseorang menjadi gila dan
lumpuh tanpa menyentuhnya."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Bagi orang di padukuhanpadukuhan
kecil yang terpisah, kelebihan yang mereka lihat pada
Empu Purung telah cukup untuk membangkitkan dongeng-dongeng
yang dapat mencengkam mereka kedalam pengaruhnya-
"Baiklah Ki Buyut" berkata Mahisa Bungalan, "aku akan berusaha
untuk berbuat sesuatu yang akan dapat berarti bagi padukuhan ini."
"Apa yang akan Ki Sanak lakukan?" '
Mahisa Bungalan masih ragu-ragu. Tetapi kemudian iapun
berkata, "Aku akan memberikan dasar olah kanuragan pula kepada
anak-anak muda yang tidak bersedia menempatkan dirinya dibawah
pengaruh Empu Purung."
"O" tiba-tiba saja Ki Buyut menggeleng, "jadi dengan demikian Ki
Sanak akan mengadu anak-anak muda kami agar saling berkelahi di
antara mereka" Jika mereka masing-masing memiliki ilmu
kanuragan, maka kedua belah pihak akan mempunyai kekuatan
untuk saling mempertahankan diri dan sikap. Yang akan terjadi
kemudian adalah perkelahian yang tidak ada henti-hentinya
dipadukuhan ini. Apakah dengan demikian ke adaan padukuhan ini
akan bertambah baik?"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian,
"Ki Buyut. Imbangan kekuatan memang dapat menimbulkan
bencana. Mungkin akan terjadi benturan kekuatan di antara mereka.
2404 Tetapi tanpa imbangan kekuatan, yang terjadi adalah penindasan
semata-mata. Akan lebih baik jika kita dapat menilai sikap dan
tingkah laku mereka yang mungkin akan dapat memiliki imbangan
kekuatan. Jika mereka yang mengerti arti yang sebenarnya dari
tugas kemanusiaan memiliki kekekuatan yang lebih besar, maka
akan segera terjadi ketenangan di dalam padukuhan ini."
"Tetapi jika sebaliknya" Maka dendam akan bertambah, dan
kesulitanpun akan menjadi-jadi."
"Selama kami berada disini, kami akan selalu mengawasi
perkembangan keadaan. Kami akan berusaha sehingga kekuatan itu
sedikitnya akan berimbang. Biarlah para prajurit yang jemu untuk
sekedar duduk-duduk dan makan sambil bergurau itu mendapat
tugas yang lebih menarik. Membimbing anak-anak muda itu untuk
berlatih dalam olah kanuragan. Tentu para prajurit tidak akan kalah
dari para cantrik di padepokan Empu Purung."
"Tetapi ada satu dua orang anak muda yang langsung berada di
bawah asuhan Empu Purung sendiri. Mereka tentu memiliki ilmu
yang tidak terkalahkan. Bahkan mungkin berada di atas kemampuan
prajurit-prajurit Singasari sendiri." berkata Ki Buyut.
Tetapi Mahisa Bungalan menggeleng, Katanya, "Tidak Ki Buyut.
Bahkan Empu Purung tidak akan dapat mengalahkan pemimpin
kami yang bertugas disini. Jika Empu Purung merasa mampu
mengalahkan, ia tentu sudah berbuat sesuatu. Karena pemimpin
kami pun dapat mengeringkan lautan dan menggugurkan gunung,
bukan saja dengan jarinya, tetapi hanya dengan tatapan matanya."
Ki Buyut tampak ragu-ragu. Namun kemudian ia menarik nafas
sambil berkata, "Terserah kepada kebijaksanaan Ki Sanak."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Dengan susah
payah ia sudah berhasil meyakinkan Ki Buyut, bahwa dengan
memberikan imbangan kekuatan, maka anak-anak muda yang telah
menyadap ilmu di padepokan Empu Purung, apakah dengan
langsung atau lewat cantrik-cantriknya, akan terpaksa
mempertimbangkan tingkah lakunya di padepokannya.
2405 "Ki Buyut" berkata Mahisa Bungalan kemudian, "baiklah aku akan
segera mulai. Pembicaraan ini dapat aku anggap sebagai ijin yang
telah Ki Buyut berikan. Aku akan mengatur saat-saat yang paling
tepat dan menghubungi orang-orang yang mungkin bersedia. Untuk
itu, disaat-saat mendatang, mungkin aku akan sering bertemu
dengan Ki Buyut." "Dan aku akan telibat dalam kesulitan dengan Empu Purung."
desis Ki Buyut. "Dengan diam-diam seperti yang selalu aku lakukan. Tidak ada
orang yang mengetahui bahwa Ki Buyut telah berhubungan dengan
prajurit-prajurit Singasari."
"Semuanya terserah kepada Ki Sanak. Tetapi aku mohon, bahwa
yang akan terjadi adalah ketenangan dan ketenteraman. Bukan
sebaliknya." Mahisa Bugalan mengangguk-angguk. Ia menyanggupi pesan itu.
Katanya, "Aku akan berusaha sebaik-baiknya."
Ternyata bahwa sikap Ki Buyut itu merupakan sikap kebanyakan
tetua padukuhan yang dihubungi oleh prajurit-prajurit Singasari
dibeberapa tempat. Pada umumnya mereka segan terlibat dalam
kesulitan melawan kekuatan yang seakan-akan telah tersusun di
daerah-daerah terpencil yang pengaruhnya sampai kepadukuhanpadukuhan
mereka. Di Alas Pandan Mahisa Bungalan mulai dengan usahanya untuk
menghubungi anak-anak muda yang tidak terlibat dalam kegiatan
Empu Purung. Apakah mereka dianggap kurang memenuhi syarat,
atau dianggap terlampau malas dan lemah, atau dengan alasan
apapun juga, namun yang ternyata kemudian telah tersisih dari
kawan-kawannya yang ikut serta dalam latihan-latihan olah
kanuragan. "Ternyata jumlah mereka masih cukup" berkata Mahisa
Bungalan. "Tetapi sulit untuk memancing keberanian mereka."
2406 "Kita akan melindungi mereka dengan panji-panji kebesaran
prajurit Singasari." desis Mahisa Bungalan, "jika mereka menentang
rencana kita, maka mereka akan berhadapan dengan prajurit
Singasari. Sementara itu, usaha untuk menempa mereka dapat
dilakukan dengan terbuka."
"Kita sudah mulai menantang Empu Purung." berkata salah
seorang perwira. "Aku kira Empu Purung tidak akan bertindak sendiri sebelum
mendapat perintah dari Empu Baladatu."
Para prajurit Singasari itupun sependapat, bahwa mereka akan
melakukannya tanpa bersembunyi lagi. Mereka mempunyai
perhitungan tersendiri tentang Empu Purung. Bahkan seandainya
Empu Purung langsung betindak atas namanya sendiri, maka
prajurit Singasari pun telah siap melawannya.
Di hari-hari berikutnya, maka prajurit Singasaripun mulai
memasuki padukuhan-padukuhan kecil di daerah pengaruh Empu
Purung, Meskipun demikian, mereka tidak dapat berbuat dengan
tergesa-gesa karena kebanyakan anak-anak muda justru menjadi
cemas melihat sikap mereka.
Dengan cara yang paling lunak, maka prajurit-prajurit Singasari
itu pun mulai memperkenalkan diri kepada anak-anak muda yang
menurut petunjuk Ki Buyut tidak termasuk anak-anak muda yang
melibatkan diri dalam menyadapan ilmu di padepokan Empu
Purung, meskipun Ki Buyut sendiri masih belum bersedia
melawannya dendan terbuka, sehingga dengan demikian. maka
hubungan dengan Ki Buyut masih tetap dilakukan dengan diamdiam.
Satu dua orang di antara mereka berhasil dihubungi. Mahisa
Bungalan yang masuk ke padukuhan kecil itu, dapat ber temu
dengan seorang anak muda yang bertubuh kurus dan lemah.
Namun menurut penglihatan Mahisa Bungalan, tatapan mata anak
itu membayangkan betapa kuat hatinya dan betapa teguh
keyakinannya. 2407 "Siapa namamu?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Padon" jawab anak muda itu.
"Kau tidak ikut dalam latihan-latihan di padepokan Empu Purung
itu Padon?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Aku tidak ikut diminta. Mungkin karena aku sakit-sakitan saja
selama ini " "Dan kau menyesal?"
Padon termangu-mangu sejenak. Namun sambil tersenyum
Mahisa Bungalan berkata, "Seharusnya kau mengucap sukur."
"Tetapi aku mengalami banyak kesulitan dari kawan-kawanku itu.
Mereka merampas air yang seharusnya mengairi sawahku. Mereka
merampas padang rumput daerah penggembalaan ternakku dan
masih banyak lagi yang dilakukan justru karena mereka sama sekali
tidak takut mengalami akibat apa pun dari perbuatannya."
"Dan kau terima nasib itu sampai dihari tuamu. Juga anakanakmu
dan cucu-cucumu?"<
Padon mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu se-olah-olah telah
menggugah pertanyaan serupa di dalam hatinya yang paling dalam,
"Ya, apakah demikian?"
"Pikirkan Padon. Nasib masa depanmu dan masa depan
keluargamu akan selalu terancam."
"Lalu apa yang, dapat aku kerjakan "
"Kau masih sakit-sakitan?"
"Ya. Aku memang sakit-sakitan."
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Anak-anak yang
tidak ikut serta berlatih ilmu kanuragan di padepokan Empu Purung
adalah anak-anak muda yang sakit-sakitan atau yang dianggap
pengecut. "Kau sudah berusaha mengobati sakitmu?"
2408 Padon menggeleng. Jawabnya, "Tidak ada gunanya. Aku. selalu
merasa tidak berdaya."
"Kau kekurangan bukan saja makanan bagi jasmanimu, tetapi
juga rohanimu. Seseorang, dapat terasa dirinya sakit meskipun ia
sehat." "Tetapi aku benar-benar sakit."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba ia
bertanya, "Seandainya kau sehat, apakah kau juga akan ikut serta
pergi kepadepokan Empu Purung?"
Pertanyaan itu telah membingungkannya.
"Kau tidak usah menyembunyikan sesuatu. Katakan. Aku tidak
berkeberatan atas kedua jenis jawaban yang mungkin kau berikan.
Ya, atau tidak. Aku tidak berkepentingan apakah kau ingin berada di
dalam lingkungan mereka atau tidak."
Padon mash tetap termangu-mangu. Bahkan iapun pernah
mendengar, bahwa salah seorang, kawannya yang berada dida lam
lingkungan, padepokan Empu Purung, bahkan termasuk seorang
anak muda pilihan, telah berkelahi melawan seorang prajurit
Singasari. "Katakanlah sikapmu sendiri Padon" desak Mahisa Bungalan.
Anak muda itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya dengan
jujur, "Memang semula ada keinginanku untuk ikut serta bersama
kawan-kawanku pergi kepadepokan itu di hari-hari tertentu. Dua
atau tiga kali setiap pekan untuk mendapakan latihan-latihan olah
kanuragan. Namun tenagaku ternyata tidak memungkinkan. Ketika
seorang cantrik padepokan itu memilih anak-anak yang,
dianggapnya cukup kuat, aku telah disisihkannya." ia berhenti
sejenak, lalu, "namun kemudan ternyata aku merasa berterima
kasih bahwa aku telah dibebaskan dari kuwajiban tersebut."
"Kenapa?" 2409 "Ternyata mereka yang telah mendapat bimbingan dari
padepokan itu merasa dirinya dapat berbuat apa saja terhadap
orang lain " "Agaknya tidak. Apalagi jika aku merasa diriku telah tersentuh
akibat dari sikap itu. Meskipun demikian aku dan beberapa orang
kawan tidak dapat berbuat apa-apa."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak langsung
menyatakan maksudnya bahwa ia bersedia untuk memberikan
imbangan atas sikap anak-anak muda yang, telah berada didalam
lingkungan Empu Purung itu.
Namun dalam pada itu, kunjungan prajurit Singasari pada anakanak
muda di luar lingkungan Padepokan Empu Purung telah
menumbuhkan kecurigaan mereka. Meskipun mereka belum melihat
sesuatu tindakan yang dapat mengancam kedudukan mereka,
namun agaknya mereka merasa perlu untuk mengambil s ikap.
Karena itulah, maka beberapa orang diantara mereka telah
mendatangi Padon dengan sikap yang kasar.
"Apa yang kau lakukan Padon" Apakah kau sedang merajuk?"
bertanya salah seorang dari mereka. ;
"Aku tidak tahu maksudmu" sahut Padon.
"Kau telah melaporkan kepada prajurit-prajurit Singasari itu
bahwa kami sering mengganggumu. Begitu?"
"Aku tidak mengatakan apapun kepada mereka. Mereka datang
untuk memperkenalkan diri. Dan aku menerima ke datangannya.
Apakah itu salah?" "Jika sekedar seperti yang kau katakan, kau tidak salah. Mungkin
prajurit-prajurit itu sedang membujuk agar kau memberikan buah
jambu kelutuk dipategalanmu kepada mereka. Atau satu dua orang
prajurit itu jatuh cinta kepada adikmu.Tetapi jika kemudian ternyata
bahwa prajurit-prajurit itu mengambil sikap lain, akupun akan
menentukan apa yang, akan kami lakukan terhadapmu."
2410 Padon tidak menjawab. Tetapi ia mulai ragu-ragu. Ia tidak akan
dapat menentang sikap anak-anak muda itu.
Namun selagi Padon dicengkam oleh kebimbangan, tiba tiba saja
Mahisa Bungalan telah datang pula ke rumahnya.
Wajah Padon menjadi merah. Kedatangan Mahisa Bunga lan
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
justru pada saat anak-anak muda itu berada di rumahnya, akan
dapat menimbulkan persoalan yang gawat bagi dirinya.
Ternyata seperti yang diduganya, justru Mahisa Bungalan lah
yang telah memulainya, "Nah anak-anak Empu Purung. Apakah,
kalian telah mencurigai Padon dan mengancamnya?"
Anak-anak muda itu terkejut mendengar pertanyaan Mahisa
Bungalan yang berterus terang itu.
Salah seorang dari mereka menjadi panas dan menjawab dengan
berterus terang pula, "Ya, Kami mencurigai Padon. Mungkin ia telah
memfitnah kami dan memberikan keterangan yang salah terhadap
kalian." Mahisa Bungalan tertawa. Katanya, "Padon tidak pernah
memberikan keterangan apa-apa kepadaku. Justru pengetahuanku
tentang kalian sudah jauh lebih banyak dari Padon Aku pernah
melayani salah seorang dari kalian berkelahi. Dan itu dapat aku
jadikan ukuran tingkah laku kalian." Mahisa Bungalan berhenti
sejenak, lalu, "sekarang, justru akulah yang akan mengancam. Jika
terjadi sesuatu atas Padon, siapa pun yang melakukan, aku akan
minta pertanggungan jawab kalian. Aku adalah prajurit Singasari
yang mempunyai limpahan kekuasaan. Aku dapat bertindak dengan
kekuatan yang ada. Jika perlu, aku dapat memanggil pasukan
segelar sepapan." Anak-anak muda yang berada dalam pengaruh Empu Purung itu
termangu-mangu Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa
menghadapi Mahisa Bungalan
Karena itulah, maka mereka pun kemudian meninggalkan rumah
Padon dengan hati yang bergetar menahan kemarahan
2411 "Empu Purung terlalu lama menunggu" geram salah seorang dari
mereka. "Kita harus melaporkannya kepada Empu Purung." sahut yang
lain lagi. Demikianlah anak-anak muda itu telah bersepakat untuk
menyampaikan sikap Mahisa Bungalan kepada para cantrik dan jika
perlu akan mereka sampaikan kepada Empu Purung sendiri."
Dalam pada itu, selagi anak-anak muda yang tidak termasuk
anak buah Empu Purung itu semakin erat berkenalan dengan
Mahisa Bungalan, maka Empu Purung menjadi semakin gelisah
menghadapi perkembangan keadaan. Sementara itu, anak buahnya
sudah hampir tidak dapat dikendalikan lagi.
Dalam kegelisahan itu, Empu Purung mencoba untuk men cari
hubungan dengan Empu Baladatu. Apakah persiapannya
dipadepokan-padepokan terpencil sudah cukup kuat sehingga
saatnya sudah dekat untuk berbuat sesuatu, mengguncang
kekuasaan Ranggawuni dan Mihasa Cempaka.
Sementara Empu Purung menunggu, maka di Mahibit Linggapati
tidak tinggal diam menghadapi perkembangan keadaan. Ia sudah
melihat dua kekuatan yang seakan-akan sudah saling berhadapan.
Karena itulah, maka ia pun memperluas jaring-jaringnya. Berbeda
dengan Empu Baladatu yang mencari kekuatan kepada kawankawannya
yang berada di padepokan-padepokan dan
menyelenggarakan perguruan ilmu kanuragan, maka Linggapati
masih saja sibuk dengan para Akuwu dan pemimpin pemerintahan
yang lain. Ia merasa kuat dengan dukungan para kesatria dan para
pemimpin di daerah para Akuwu. Dengan demikian, maka pengawal
dan prajurit dari daerah seorang Akuwu yang berada dibawah
pengaruhnya, akan merupakan kekuatan yang tidak kalah besarnya
dari kekuatan para cantrik dipadepokan-padepokan.
Untuk mengikat para Akuwu menghormati wibawanya, Linggapati
telah bekerja bersama dengan beberapa orang Senapati yang
tersingkir pada masa kekuasaan Tohjaya runtuh. Para Senapati yang
2412 sekedar dicengkam oleh perasaan dendam dan kebencian karena
mereka telah kehilangan kedudukan dan jabatan mereka.
Dengan licik Linggapati berhasil memikat hati para Akuwu di
sekitar Kota Raja, sehingga seakan-akan kota raja Singasari telah
terkepung meskipun masih belum nampak sama sekali, karena para
Akuwu dan kekuatannya masih berusaha untuk menahan diri seperti
juga para pemimpin padepokan
Namun di luar sadarnya, semua tingkah laku para Akuwu itu
mendapat pengamatan yang saksama dari para petugas sandi dari
Singasari. Meskipun demikian Singasari masih tetap menganggap
bahwa saatnya masih harus ditunggu untuk bertindak.
Tetapi dalam pada itu, para akuwu mulai tertarik melihat
kegiatan padepokan-padepokan yang harus mereka awasi.
Padepokan-padepokan itu seakan-akan telah menghisap setiap lakilaki.
bukan saja anak-anak muda untuk memberikan latihan-latihan
kanuragan. Sementara prajurit-prajurit Singasari telah siap pula
diberbagai tempat untuk mengawasi mereka.
"Bagaimanapun juga, perkembangan kekuatan mereka
mencemaskan" para Akuwu mulai membicarakannya dengan para
pemimpin pemerintahan yang lain.
"Serahkan mereka kepada prajurit Singasari. Biarlah kekuatan
mereka dibenturkan kepada kekuatan Singasari. Kita akan
menemukan reruntuhan di atas tebaran mayat di segala penjuru.
Dan kita akan bangkit dan berdiri diatas bangkai bangkai itu."
Para Akuwu yang mulai ragu-ragu mencoba menghibur diri,
bahwa mereka masih mempunyai cukup kekuatan. Bahwa prajurit
mereka masih tetap patuh dan siap berbuat apa saja.
Demkianlah, maka kekuatan yang ada di Singasari itupun telah
saling mengintai. Masing-masing dalam jalurnya yang menjelujur
sampai ke daerah-daerah terpencil.
2413 Laporan tentang hal itu agaknya telah menarik perhatian
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka, sehingga ia memerlukan
mengadakan pembicaraan khusus dengan Mahisa Agni.
"Paman" berkata Ranggawuni, "perkembangan keadaan itu telah
mencemaskan sekali. Bukan karena aku tidak percaya akan
kemampuan prajurit Singasari, tetapi dengan mengutamakan
kekuatan senjata, maka penyelesaian yang demi kian akan
menghisap kurban yang tidak terhitung jumlahnya"
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Jawabnya, "Sebenarnyalah
demikian tuanku. Sebenarnyalah mencemaskan "
"Jadi menurut paman, apakah yang sebaiknya aku lakukan
untuk.mengatasi persoalan ini" Aku tahu bahwa Singasari telah siap
dengan prajurit-prajuritnya di daerah-daerah terpencil yang akan
sanggup menghadapi Empu Baladatu maupun Linggapati yang
berhasil mempengaruhi beberapa orang, pemimpin pemerintahan di
daerah para Akuwu. Tetapi apakah hal itu merupakan penyelesaian
yang paling bijaksana" Bahkan seandainya kita dapat menumpas
mereka sampai orang terakhir?"
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.
"Paman" tiba-tiba Ranggawuni berdesis, "Aku ingin melihat
sendiri, apakah yang telah tumbuh di beberapa tempat itu benarbenar
merupakan bahaya bagi Singasari."
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Ia tidak berkeberatan atas
rencana kedua anak muda yang sedang memimpin pemerintahan
Singasari. Namun dengan demikian, maka perjalanan ke duanya
akan memerlukan perlindungan khusus.
Seperti yang diduga oleh Mahisa Agni, maka keduanya tidak ingin
mengadakan perjalanan resmi sebagai seorang Maharaja dengan
pengawal pasukan segelar sepapan. Tetapi keduanya lebih senang
menempuh perjalanan yang tidak diketahui oleh siapapun juga
kecuali orang-orang terpenting dan terpercaya.
2414 Setelah dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan masak,
maka mulailah kedua orang itu dengan perjalanannya. Tetapi
mereka tidak hanya berdua. Mahisa Agni dan Witantra pergi
bersama mereka, sementara Mahendra telah pula di panggil untuk
merambas jalan. "Kau bukan seorang prajurit" berkata Mahisa Agni, "dan kau
adalah seorang pedagang yang pernah menjelajahi tempat-tempat
yang jauh. Karena itu, kau diharap untuk mendahului setiap
perjalanan kami." Mahendra tersenyum. Jawabnya" Bagaimana cara yang harus
aku lakukan dalam tugas ini "
"Kita akan menentukan tujuan pertama, Kau sudah harus datang
ketempat itu. Baru kemudian kami menyusul. Di tempat itu, kita
akan merundingkan kemana kau harus pergi lagi mendahului
perjalanan kami. Dengan demikian maka kita akan menempuh
perjalanan yang mungkin panjang."
"Baiklah. Jika tugas itu memang dibebankan kepadaku."
Tetapi Mahendra tidak ingin pergi seorang diri. Agar ia tidak
kesepian diperjalanan, maka kedua anaknya yang muda telah
dipanggilnya untuk menyertai perjalanannya.
"Yang pertama adalah tempat kedudukan Mahisa Bungalan"
berkata Mahendra, "aku sudah lama tidak bertemu dengan anakku
itu." "Baiklah" jawab Mahisa Agni, "kami tidak berkeberatan. Kami
dapat mulai dengan tempat yang manapun juga. Tetapi tidak
Mahibit dan padepokan Empu Baladatu sendiri."
Demikianlah, maka sasaran yang pertama kali akan dilihat oleh
Ranggawuni dan Mahesa Cempaka adalah daerah yang berada di
bawah pengaruh Empu Purung di daerah Alas Pandan.
Kedatangan Mahendra bersama kedua anaknya di daerah kecil
itu tidak menarik perhatian, karena mereka datang sebagai
pedagang. Dengan kebiasaannya, Mahendra berhasil meyakinkan
2415 orang-orang di daerah terpencil itu, bahwa ia memang seorang
pedagang keliling. Bahkan Mahendra pun benar-benar telah
memanfaatkan perjalanannya dalam kemungkinan memperluas
daerah perdagangannya pula.
"Kami adalah orang-orang yang mengkhususkan diri dalam
perdagangan pusaka, wesi aji dan batu-batu bertuah" berkata
Mehendra kepada orang-orang yang dijumpainya dipadukuhan yang
berada di bawah pengaruh padepokan Empu Purung itu.
Memang tidak banyak orang yang menaruh perhatian terhadap
barang-barang yang diperdagangkan oleh Mahendra. Apalagi di
daerah yang tidak begitu besar seperti daerah Alas Pandan. Namun
demikian ada juga satu dua orang yang, tertarik kepadanya.
Atas ijin Ki Buyut Mahendra telah bermalam di banjar padukuhan.
Kepada satu dua orang yang datang menjumpainya, Mahendra telah
menunjukkan beberapa jenis keris dan patrem, tuweg dan luwuk.
Tetapi selain jenis-jenis pusaka, juga beberapa jenis batu bertuah.
Akik berbagai jenis dan warna. Bukan saja batu-batu akik yang
mempunyai tuah tertentu, tetapi juga batu-batu yang menarik
warna dan bentuknya. Bahkan agaknya Ki Buyut pun telah tertarik pula setelah ia
mendengar dari orang-orang yang telah melihat kumpulan barang
yang dibawa oleh Mahendra itu.
"Kami bersedia membeli dan menjual" berkata Mahendra,
"karena itu, jika Ki Buyut memerlukan, silahkan. Tetapi jika ada
barang-barang Ki Buyut dan penghuni padukuhan ini yang tidak
memerlukan lagi, kami sanggup membelinya."
Ki Buyut mengangguk-angguk. Katanya, "kami senang sekali
melihat barang-barang ini. Tentu saja kami ingin memiliki barang
satu dua. Tetapi kami adalah orang-orang miskin."
"Ah" Mahendra tertawa, "barang-barang kami bukanya barangbarang
yang mahal." "Sayang sekali" desis Ki Buyut.
2416 "Tidak apa Ki Buyut. Kami sudah berterima kasih bahwa kami
boleh tinggal di banjar ini barang satu dua hari Kami memang
sedang menunggu kawan-kawan pedagang yang berkeliling seperti
kami bertiga. Jika Ki Buyut tidak berkeberatan, apabila mereka tidak
ingkar janji, biarlah mereka tinggal di s ini bersama kami barang satu
dua malam." Ki Buyut menggeleng. Katanya, "Tentu tidak Ki Sanak. Asal
mereka datang dengan maksud baik, kami tentu tidak akan
berkeberatan." Mahendra tersenyum. Jawabnya, "Tentu kami tidak akan berani
berbuat jahat disini. Bukankah di sini banyak anak-anak muda yang
memiliki kemampuan yang tinggi dalam olah kanuragan" Apalagi di
sini juga banyak terdapat prajurit-prajurit Singasari?"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Meskipun kepalanya
terangguk-angguk namun agaknya ada sesuatu yang memberati
perasa annya. "Justru karena itu Ki Sanak" tiba-tiba saja Ki Buyut berdesis.
"Kenapa Ki Buyut?" bertanya Mahendra.
Ki Buyut termangu sejenak. Namun kemudian katanya dengan
nada yang dalam, "Kehadiran kekuatan-kekuatan di daerah ini telah
membuat aku menjadi bersedih. Anak-anak muda itu telah
mendapat tuntutan langsung dari Empu Purung sendiri. Bahkan satu
dua yang dianggapnya terkuat telah mendapat tuntunan langsung
dari Empu Purung sendiri. Sementara itu hadir kekuatan lain di
daerah ini. Prajuriti Singasari yang menularkan kemampuannya
kepada anak-anak muda yang lain."
Mahendra mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti, kenapa Ki
Buyut itu nampak murung. Dengan hadirnya dua kekuatan yang
berlawanan itu, maka padukuhan itu terasa seolah-olah sedang
dipanggang dalam api ketegangan.
2417 "Ki Buyut" bertanya Mahendra kemudian, "apakah dengan
hadirnya kekuatan-kekuatan itu telah pernah terjadi sesuatu yang
tidak dikehendaki?" Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Yang kecil-kecil
sudah sering terjadi. Bahkan mereka saling mengancam dan
mendendam. Apakah dengan demikian hati orang tua ini tidak selalu
cemas dan berdebar-debar. Seakan-akan padukuhan ini telah basah
oleh minyak. Setiap saat api yang kecil sekalipun akan dapat
mengobarkan api yang dapat membakar kami semuanya menjadi
abu " Mahendra termangu-mangu. Lalu katanya, "Ki Buyut. Manakah
yang lebih baik. Kekuatan itu hanya ada disatu pihak, atau berada
dikedua belah pihak yang dapat memberikan imbangan bagi
kekuatan yang pertama.?"
Ki Buyut memandang Mahendra sejenak. Lalu katanya, "Bagiku Ki
Sanak. Lebih baik padukuhan ini tidak dijamah oleh kekasaran olah
kanuragan seperti itu dipihak manapun juga. Kenapa kita harus
mempergunakan dan menyiapkan kekuatan jasmaniah" Bukankah
kita dianugerahi oleh Yang Maha Agung, kemampuan rasa dan pikir
yang dapat kita pergunakan untuk menyusun masyarakat yang lebih
baik daripada selalu dibayangi oleh dendam dan kebencian"
Bukankah setiap persoalan akan dapat kita bicarakan, kita timbang
buruk dan baiknya. Kemudian kita terapkan dalam susunan
kehidupan yang sesuai dengan keadaan padukuhan ini.?"
Mahendra menarik nafas panjang. Ia dapat mengerti
sepenuhnya, betapa jernihnya pendapat Ki Buyut yang tua itu.
Dengan sedih ia harus menyaksikan anak-anak padukuhannya saling
bermusuhan
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ki Sanak" berkata Ki Buyut itu pula, "memang mungkin kita
saling berbeda sikap dan pendirian. Tetapi kita bukannya titah yang
tidak mempunyai nalar budi. Kita dapat berbicara menimbang buruk
dan baik. Jika kita mengatakan buruk dan baik, maka itu adalah
buruk dan baik bagi kita semuanya. Bukan sekedar buruk dan baik
2418 bagi seseorang, satu pihak atau sekelompok orang-orang tertentu.
Tetapi baik bagi kita semua."
Mahendra mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja ia
bertanya, "Bagaimanakah jika tidak diketemukan suatu kesepakatan
tentang yang baik dan buruk itu Ki Buyut?"
Ki Buyut mengerutkan keningnya. Sejenak ia memandang
Mahendra dengan ragu-ragu. Namun kemudian dengan ragu-ragu
pula ia bertanya "Bukankah Ki Sanak seorang pedagang?"
"Ya. Aku seorang pedagang."
"Ki Sanak tentu sudah beribu kali mengalami, bahwa yang terbaik
dalam suatu sentuhan antara manusia adalah suatu persetujuan. Ki
Sanak mempunyai barang atau ingin membeli sesuatu dari orang
lain. Yang terjadi adalah penawaran dan permintaan. Jika saling
bertemu antara dua kepentingan, maka jual beli itupun terjadi. Jika
tidak, maka terjadilah persetujuan lain. Jual beli itu dibatalkan. Nah,
bukankah tidak terjadi kekerasan" Jika salah satu pihak
memaksakan kehendaknya, maka yang terjadi adalah benturan
kekuatan." Mahendra mengangguk-angguk. Jawabnya, "Ki Buyut benar.
Yang terjadi adalah suatu persetujuan. Tetapi Ki Buyut, pada suatu
saat, persetujuan yang demikian tidak terjadi. Dan pada umumnya
memang tidak disebut sebagai jual beli. Tetapi terjadi adalah
perampasan oleh suatu kekuatan."
"Itu menunjukkan tinggi rendah martabat kita sebagai manusia Ki
Sanak. Jika harus terjadi demikian atas kita, maka kita memang
tidak dapat berbuat apa-apa, seperti seekor rusa yang berhadapan
dengan seekor harimau yang garang. Kita berhadapan, bahkan
berdoa, agar kita dapat mempertahankan, bahkan meningkat
martabat kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat sikap yang
damai memancar dari sikap dan kata-kata Ki Buyut. Tetapi, pada
suatu saat, betapa hatinya hancur oleh kenyataan, bahwa manusia
yang diharapkannya itu tidak terdapat didalam padukuhannya. Yang
2419 ada adalah benturan kekuatan dan kekerasan, sehingga di antara
penghuni padukuhannya, seakan-akan tidak ada lagi kebijaksanaan.
Tidak ada lagi keluruhan hati untuk saling memberi dan menerima.
Tetapi Mahendra. tidak bertanya Lebih banyak lagi. Ia sadar
bahwa demikian hati Ki Buyut tentu akan menjadi semakin pahit
melihat kenyataan yang dihadapinya.
Namun di luar dugaan, maka tiba-tiba saja Ki Buyut itupun
berkata, "Ki Sanak. Tetapi sikap yang telah menodai martabat
manusia itu masih saja terjadi disini. Di padukuhan ini. Mudahmudahan
tidak terjadi pada saat Ki Sanak ada di sini."
Mahendra menjadi berdebar-debar. Tetapi ia menyembunyikan
perasaan itu dibalik senyumnya.
Ki Buyut pun kemudian menyadari bahwa pembicaraan tentang
hal itu tidak terlalu menarik. Karena itu maka iapun kemudian,
kembali pada niatnya. Melihat-lihat yang dibawa oleh Mahendra dan
mendengar penjelasannya tentang berbagai macam barang, wesi aji
dan batu-batu bertuah lainnya.
"Ki Sanak" berkata Ki Buyut kemudian, "barang-barangmu
memang sangat menarik. Mudah-mudahan Ki Sanak mendapatkan
rejeki cukup dengan cara yang Ki Sanak lakukan sekarang, "
"Terima kasih Ki Buyut. Dan terima kasih atas kesempatan yang
Ki Buyut berikan kepadaku untuk tinggal di Banjar dan kawankawanku
yang masih akan datang besok atau lusa."
"Tetapi Ki Sanak. Yang dapat aku berikan adalah sekedar tempat.
Selain tempat aku tidak dapat berikan."
"Cukup Ki Buyut. Sudah terlalu cukup. Di sini banyak kesempatan
bagi kami mendapatkan makan dan minum."
"O" Ki Buyut cepat-cepat memotong, "maksudku bukan tentang
makan dan minum. Kamipun mempunyai kelebihan sekedar untuk
menjamu Ki Sanak sekarang dan kawan-kawan Ki Sanak yang bakal
datang" Ki Buyut berhenti sejenak, lalu, "yang aku maksud adalah,
bahwa kami tidak dapat melindungi Ki Sanak jika terjadi sesuatu
2420 karena kami di s ini masih belum dapat jangankan mengembangkan,
bahkan, sekedar mempertahankan martabat manusia yang ada."
Mahendra menarik nafas. Namun katanya, "Daerah ini cukup
tenang, Ki Buyut. Aku harap, tidak akan terjadi sesuatu disini."
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Sesuatu nampak
memberati wajahnya. Namun iapun kemudian minta diri sambil
berkata, "Aku akan kembali Ki Sanak. Batu-batumu sangat menarik
perhatian. Aku ingin memiliki barang satu atau dua butir "
"Silahkan Ki Buyut. Aku akan sangat berterima kasih."
Sepeninggal Ki Buyut, Mahisa Pukat dan Mahisa Murti berbisik
ditelinga ayahnya, seakan-akan masih ada orang yang ada di
sekitarnya, "Apakah itu berarti bahwa keadaan dipadukuhan ini
gawat?" Mahendra menarik nafas. Jawabnya, "Mungkin. Dan Ki Buyut
menjadi sangat bersedih atas peristiwa itu. Sikap damai Ki Buyut
seharusnya dapat memancarkan ketenangan di padukuhannya.
Namun pengaruh dari luar padukuhan, dalam hal ini hadirnya para
cantrik padepokan Empu Purung telah menumbuhkan ketegangan."
"Juga prajurit-prajurit Singasari menurut penilaian Ki Buyut" desis
Mahisa Pukat. Mahendra mengangguk-angguk. Katanya, "Aku dapat mengerti
perasaan Ki Buyut. Tetapi sudah tentu bahwa kita tidak akan dapat
membiarkan tindakan sewenang-wenang terjadi tanpa hambatan
apapun juga." "Agaknya Ki Buyut pun dengan hati yang berat telah
memperingatkan kita" gumam Mahisa Murti.
Mahendra mengangguk-angguk. Nampaknya Ki Buyut memang
menjadi cemas, bahwa orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dan mengetahui bahwa Mahendra membawa berbagai macam
pusaka dan batu yang berharga, akan melakukan tindakan yang
tidak sewajarnya. 2421 "Mudah-mudahan mereka tidak melakukannya" desis Mahendra,
"sebab dengan demikian tentu akan timbul benturan kekerasan.
Kami tidak akan menyerahkan barang-barang kami sehingga kami
harus mempertaruhkannya. Jika keributan itu di dengar oleh
prajurit-prajurit Singasari, maka akan terjadi perkelahian yang
semakin luas sehingga Ki Buyut pun akan menjadi semakin sedih
karenanya." Mahisa Pukat dan Mahisa Murti mengangguk-angguk. Dan
Mahendra pun berkata selanjutnya, "Karenanya itu jangan berbuat
sesuatu yang dapat menarik perhatian mereka. Yang sudah terlanjur
diketahui oleh banyak orang, biarlah diketahui Mudah-mudahan
tidak menimbulkan rangsang buruk bagi anak-anak muda yang
berada di bawah pengaruh Empu Purung itu."
Karena itulah, maka Mahisa Pukat dan Mahisa Murti telah
berusaha mengekang diri sendiri. Betapa inginnya ia berkeliaran
sampai ke tempat para prajurit Singasari, menjumpai kakaknya
Mahisa Bungalan dengan segera, namun ayahnyalah yang
mencegahnya. "Apakah kita tidak akan menjumpai mereka?" bertanya Mahisa
Pukat. "Biarlah kakakmu datang kemari."
"Apakah ia mengetahui bahwa kita datang" Ayah tidak menyebut
nama ayah yang sebenarnya kepada siapapun juga disini."
"Tetapi kehadiran seorang pedagang wesi aji dan batu-batu
bertuah tentu akan menarik perhatiannya, karena ayahnya juga
seorang pedagang barang-barang tersebut."
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti mengangguk-angguk. Mereka
mengerti maksud ayahnya. Dan merekapun memperhitungkan
seperti perhitungan ayahnya itu pula.
Ternyata bahwa dugaan Mahendra tidak salah. Mahisa Bungalan
yang juga mendengar berita tentang kedatangan saudagar wesi aji
dan batu-batu bertuah, menjadi sangat tertarik.
2422 "Kau percaya bahwa pusaka-pusaka yang dijual oleh penjual
pusaka itu benar-benar bertuah?" bertanya seorang kawannya
ketika Mahisa Bungalan minta diri untuk menemui saudagar itu."
"Aku baru akan melihat."
"Kau akan ditipunya. Pedagang-pedagang seperti orang itu
sangat pandai membujuk dan kemudian memaksamu membayar
barang-barang yang dibawanya dengan harga yang tinggi."
Mahisa Bungalan menarik nafas. Ayahnya juga seorang pedagang
wesi aji dan batu-batu bertuah.
Tetapi ia harus membiarkannya kawannya itu berbicara terus,
meskipun hatinya menjadi agak jengkel karenanya.
"Jika kau tidak percaya, pergilah. Orang itu akan menunjukkan
sebilah keris yang sudah agak lama direndamnya dalam air, dan
mengotorinya dengan warangan. Ia akan menyebut kerisnya
dengan berbagai macam nama dan berbagai macam jenis pamor."
berkata kawan Mahisa Bungalan itu.
Namun akhirnya Mahisa Bungalan menjawab, "Kau sangka aku
tidak mengetahui serba sedikit tentang wesi aji" Tidak seorangpun
dapat menipu aku. Jika benar-benar pedagang itu penipu, maka ia
tidak akan lebih pandai daripadaku mengenali wesi aji dan batubatu
bertuah." Kawan Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Namun
kemudian katanya, "Jika kau akan pergi juga, pergilah. Tetapi hatihatilah."
Akhirnya Mahisa Bungalan pun pergi ke banjar padukuhan. Ia
ingin melihat, siapakah orang yang menyebut dirinya pedagang batu
bertuah dan wesi aji itu.
Belum lagi ia naik kependapa banjar, ia sudah melihat dua orang
anak muda yang siap berlari menyongsongnya. Tetapi ayahnya
telah menggamitnya dan memberinya isyarat agar keduanya tetap
duduk di tempatnya. 2423 "Hem" gumam Mahisa Bungalan hatinya, "benar-benar ayah "
Dengan hati yang berdebar-debar Mahisa Bungalan naik ke
pendapa. Kemudian iapun duduk di atas tikar dihadapan Mahendra
sambil tersenyum. Katanya, "Agaknya benar-benar ayah yang
datang kemari bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat."
"Ya" desis Mahendra, "aku mendapat tugas khusus dari Tuanku
Ranggawuni dan tuanku Mahisa Cempaka."
"Tugas penting?"
"Aku harus merambas jalan. Keduanya akan datang dalam satu
hari ini." "Dengan tanda kebesaran kerajaan Singasari?" Mahendra
menggeleng., "Tidak. Ia datang dalam penyamaran "
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian sambil
bergumam ia memandang kehalaman, "Berbahaya. Dengan siapa
keduanya akan datang?"
"Pamanmu Mahisa Agni dan Witantra."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya, "Apakah prajurit
Singasari di daerah ini harus dipersiapkan menghada pi segala
kemungkinan yang dapat terjadi?"
"Tidak. Itu tidak perlu Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu "
Mahisa Bungalan termenung sejenak. Namun kemudian iapun
bergumam, "Mudah-mudahan. Tetapi daerah ini sekarang menjadi
daerah yang cukup gawat."
Mahendra mengangguk-angguk. Katanya, "Aku mengerti. Tetapi
tidak selalu terjadi sesuatu. Mudah-mudahan kali ini tidak ter jadi."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk- Katanya, "Mudahaan.
Tetapi jika terjadi sesuatu. prajurit-prajurit ini dapat disiapkan dalam
waktu yang singkat."
"Sebenarnya sudah lama aku ingin mengunjungi kakang" berkata
Mahisa Murti, "tetapi ayah tidak memperbolehkan."
2424 Mahisa Bungalan tersenyum. Katanya, "Ayah tahu, bahwa aku
tentu akan datang " "Dan kakang benar-benar datang" sahut Mahisa Pukat.
"Tetapi kawanku mencegahku" berkata Mahisa Bungalan pula
"Kenapa?" Mahisa Bungalan tersenyum. Dengan singkat dikatakannya
pendapat kawannya tentang seorang pedagang wesi aji dan batubatu
bertuah. Mahendra tertawa pula berkepanjangan. Katanya, "Memang ada
seseorang yang berbuat seperti itu. Tetapi aku kira aku berusaha
menghindarinya, sehingga karena itu, orang-orang yang sudah
pernah berhubungan dengan aku dapat mengerti, bahwa
daganganku adalah barang-barang yang baik."
Sementara itu, maka Mahisa Bungalan pun kemudian
memberikan gambaran tentang keadaan di padukuhan itu. Orangorang
yang sudah jatuh kedalam pengaruh Empu Purung, yang
menurut perhitungan Mahisa Bungalan berada di bawah pengaruh
Empu Baladatu." "Aku akan berhati-hati" berkata Mahendra, "bersama Mahisa Agni
dan kakang Witantra mudah-mudahan tuanku Ranggawuni dan
Mahisa Cempaka tidak mengalami sesuatu."
Demikianlah Mahisa Bungalan tidak terlalu lama berada di banjar.
Ia pun kemudian kembali ke barak sambil membawa sebutir batu
berwarna hijau bening. Tetapi seakan-akan batu itu merupakan
sebuah lautan yang maha kecil, dengan taman laut didalamnya.
Lumut yang menjalar berbelit-belit diantara warna-warna batu
karang. Demikian ia memasuki baraknya, kawannya yang sejak semula
mencegahnya bertanya, "Apa yang kau dapatkan dari pedagang
itu?" "Batu Sangga Bumi" Apakah tuahnya seperti aji Sangga Bumi" :"
2425 "Tidak ada tuahnya. Pedagang itu mengatakan, bahwa tidak ada
tuahnya sama sekali."
"Jadi apa?" "Warnanya yang bagus sekali. Seperti dasar lautan dengan
taman lautnya yang indah "
Kawannya mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia
bertanya, "Pedagang itu tidak menipumu?"
"Pedagang yang satu ini tidak. Ia berkata sebenarnya, juga
tentang batu akik Sangga Bumi. Tidak ada tuah dan kasiatnya.
Tetapi rupanya sangat menarik "
Kawan Mahisa Bungalan itu termangu-mangu sejenak. SeoIaholah
ia tidak percaya, bahwa pedagang batu itu mengatakan dengan
jujur bahwa batu akiknya yang dinamainya Sanggabumi itu tidak
bertuah. Sebelum ia mengatakan sesuatu, Mahisa Bungalan telah
menunjukkan batu akik yang semula disimpannya pada kantong ikat
pinggangnya. "Inilah batu itu."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kawannya menerima batu itu. Ketika ia menerawang isi nya,
maka dengan kagum ia bergumam, "Benar-benar batu akik yang
bagus sekali. Meskipun batu ini tidak bertuah, tetapi harganya tentu
mahal sekali." "Ya. Mahal sekali" sahut Mahisa Bungalan.
"Berapa kau beli batu akik ini?" bertanya kawannya.
"Timang emasku."
"He" kawannya terbelalak, "jadi batu ini kau tukar dengan timang
emasmu?" "Ya " 2426 "Gila. Betapapun mahalnya, tetapi batu ini tentu tidak bernilai
sebesar timang emas. Bahkan sepersepuluh pun tidak"
"Kau memang bodoh sekali" sahut Mahisa Bungalan, "akik ini
diambil dari pemiliknya dengan nilai seekor kuda jantan berwarna
putih mulus " "O" orang itu memegang dahinya, "apa kataku, kau sudah
ditipunya. Ia memang mengatakan dengan jujur, bahwa batu akik
ini tidak bertuah. Tetapi ia telah menipumu dari segi yang lain jika
dikatakannya bahwa batu ini senilai seekor kuda jantan berwarna
putih mulus." "He?" wajah Mahisa Bungalan. jadi tegang, "apakah nilai batu ini
tidak sebesar itu?" "Tentu tidak." "O" Mahisa Bungalan pun memegang, dahinya pula seperti
kawannya, "aku sudah ditipunya."
Namun kemudian ia berkata, "Tetapi aku tidak menyesal. Aku
senang sekali kepada batu akik ini. Dan aku sudah jemu kepada
timang emasku " Kawannya mengerutkan keningnya. Kemudian iapun bergumam
kepada diri sendiri, "Kau memang bodoh. Lain kali aku akan ikut
pergi bersamamu. Aku akan membuktikan bahwa aku akan
mendapatkan batu akik yang jauh lebih bagus dari batu akikmu
dengan harga yang jauh lebih murah dari pendok emasmu."
"Tidak ada batu yang lebih bagus dari batu akikku." sahut Mahisa
Bungalan Kawannya tidak menjawab lagi. Sambil menyerahkan batu akik
itu kembali, maka iapun berkata, "Aku akan membuktikannya,
bahwa aku lebih pandai daripadamu "
Mahisa Bungalan tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab lagi.
Boulevard Revenge 7 Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Senja Di Himalaya 4