Yang Terasing 13
Yang Terasing Karya S H Mintarja Bagian 13
966 Beberapa lamanya mereka berdiam diri. Benturan perasaan telah terjadi didalam dada Nyai Sudati. Namuni bagaimamapun juga sebagai seorang ibu ia tidak akan membiarkah anaknya menjadi korban dan terbunuh karenanya. Karena itulah maka iapun kemudian menarik nafas dalamdalam sambil menggelengkan kepalanya. Katanya "Jangan Kesambi. Janganlah Pikatan dibawa serta didalam kesulitan kalian. Kalian sudah mulai membuat bendungan itu, cobalah mengakhirinya tanpa menyeret orang lain dalam kesulitan" Kesambi menjadi berdebar-debar. Kemudian anak muda itupun menarik nafas dalam-dalam. Seakan-akan semua harapannya telah terbang bersama desah nafasnya yang panjang. "Jadi, bagaimana Nyai?" ia masih ingin meyakinkan pendengarannya. "Jangan kau harapkan lagi Pikatan. Ia tidak berkepentingan dengan bendungan. Dan ia tidak ingin mati tanpa arti" Kesambi akihirnya mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah Nyai. Jika memang itu keputusan Nyai, apaboleh buat. Aku tidak akan dapat memaksa. Betapapun dahsyatnya nama Pikatan, ternyata ia sama sekali tidak berarti bagi Sambi Sari. Meskipun Kini Pikatan kembali ke kampung halamannya, tetapi bagiku Pikatan yang dahulu, yang mempunyai cita-cita setinggi bintang itu, sudah tidak ada lagi. Sudah mati. Baiklah. Kami memang bukan pengecut. Kami akan mempertahankan bendungan itu meskipun kami akan menjadi korban, Betapapun banyaknya anak-anak muda akan terbunuh, namun kami tidak akan gentar. Kami akan bertempur menurut cara kami" Nyai Sudati tidak menjawab. Tetapi wajahnya menunduk dalam-dalam.
967 "Sudahlah Nyai. Kami mohon diri. Mungkin kita tidak akan dapat bertemu kembali. Mungkin besok malam mayatku sudah terdampar dipinggir Kali Kuning. Tetapi aku sudah sedia melakukannya. Barangkali itu lebih baik dari seorang yang mengaku dirinya pahlawan tetapi tidak lebih dari seorang penghuni bilik yang sempit" Mereka terperanjat ketika tiba-tiba saja mereka mendengar Pintu pendapa itu terbanting keras sekali. Ketika serentak mereka berpaling, mereka melihat Pikatan berdiri dengan garangnya dimuka pintu dengan wajah yang merah padam. "Cukup" ia menggeram "kalian telah menghina aku. Dan aku masih cukup memiliki harga diri untuk menantang kalian karena hinaan ini" Kesambi menjdi berdebar-debar. Ternyata Pikatan mendengar pembicaraan itu. Karena itu, maka sejenak ia diam mematung sambil memandang wajah Pikatan yang membara. "Ayo, siapakah diantara kalian yang dapat menandingi Pikatan. Kita buktikan, siapakah yang tidak mempunyai arti bagi tanah kelahiran ini" Betapa debar menggetar didada Kesambi, mamun iapun mempunyai harga diri juga seperti Pikatan. Meskipun ia sadar, bahwa ia tidak memiliki kemampuan apapun, tetapi ia tidak dapat begitu saja merendahkan diri dan berlutut di bawah kaki anak muda yang sombong dan mengasingkan diri itu. Karena itu maka katanya "Pikatan, kau jangan sesumbar disini. Seseorang menunggu kau di bendungan. Ternyata kau tidak mau datang" "Aku tidak peduli. Tetapi aku sama sekali tidak takut dengan siapapun. Aku tidak takut dengan orang yang menyebut dirinya Hantu Bertangan Api itu. Aku tidak takut dengan gurunya sekalipun. Tetapi aku bukan budakmu yang harus melayani kehendakmu. Aku tidak bersangkut paut dengan bendunganmu. Biar saja ia merusak bendungan itu.
968 Baru setelah bendungan itu rusak, aku akan mencarinya dan membunuhnya" "Apa maksudmu" Jadi kau juga senang melihat bendungan itu rusak?" "Bendungan itu adalah bendungan yang tidak akan berarti apa-apa. Hanya Pikatan sajalah yang mengenal Kali Kuning dengan baik. Pikatanlah yang pernah merencanakan membuat bendungan. Karena itu, tidak akan ada orang lain yang dapat melakukannya. Kau tidak. anak-anak muda yang lain tidak dan Wiyatsih yang cengeng itupun tidak" Kami akan mencobanya. Lebih baik mencobanya daripada merasa dirinya mampu tetapi tidak berbuat apa-apa" "Diam kau. Aku dapat membunuhmu" "Aku tidak peduli. Dan aku tidak akan lari Pikatan" sahut Kesambi "pada saatnya aku akan datang jika kau memang ingin membunuhku. Tetapi aku tidak dapat melayani kau sekarang. Besok malam aku akan bertempur lebih dahulu melawan orang yang menamakan diri Hantu Bertangan Api. Jika aku mati, biarlah aku mati di bendungan. Jika aku hidup. biarlah kau membunuhku. Tetapi aku akan lebih berbangga hati jika aku mati di bawah bendungan, jika Kali Kuning mengalirkan air yang kemerah-merahan karena darahku dan darah anak anak muda Sambi Sari" "Gila, itu gila sekali" suara Pikatan menjadi gemetar. "kalian akan menjadi babadan pancing. Kalian akan berserakan menjadi mayat jika kalian mencoba melawan Hantu Bertangan Api" "Apa salahnya" jawab Kesambi "jika memang harus demikian, kami tidak keberatan karena kami sudah bertekad untuk membuat bendungan dengan segala akibatnya. Seperti yang dikatakan oleh Nyai Sudati, kami sudah memulainya dan kami akan mengakhirinya betapapun banyak korbannya.
969 "Kalian memang bodoh" geram Pikatan. "Tetapi kami sudah berbuat sesuatu" "Diam" teriak Pikatan. Wajahnya yang merah menjadi semakin merah "jika kalian masih membuka mulut, akulah yang akan membunuh kalian, bukan Hantu Bertangan Api" "Apakah bedanya?" Kesambi ternyata sudah tidak dapat mengendalikan perasaannya pula "bagiku mati adalah sama saja, siapapun yang membunuhnya. Kau atau Hantu Bertangan Api. Tetapi jika aku boleh memilih, aku akan mati di tepian. Meskipun demikian, jika kau membunuhku sekarang, aku tidak akan lari" "Gila" darah Pikatan telah benar-benar mendidih. Karena itu maka iapun bergeser maju. Namun bersamaan dengan itu, Kesambipun segera meloncat berdiri. Ia sadar, bahwa ia sama sekali tidak akan berarti apa-apa bagi Pikatan. Tetapi iapun sadar, bahwa ia sedang berbuat sesuatu bagi kampung halamannya. Tetapi sebelum Pikatah sempat berbuat sesuatu, Nyai Sudati pun telah meloncat berdiri dan berlari kearahnya. Sambil memeluk anaknya ia berkata dengan suara gemetar "Jangan Pikatan, Jangan. Ia tidak bersalah. Kaupun tidak bersalah. Biarlah kalian memilih jalan kalian masing-masing. Jangan saling bermusuhan, tidak akan ada gunanya. Kesambi datang kerumah ini bukan atas namanya sendiri. Ia mewakili kawan-kawannya, semua anak muda di Sambi Sari. Sedang kaupun telah melakukan sesuatu yang kau yakini. Lakukanlah. Tetapi tidak dengan membunuh Kesambi. Jika kau mau diam. Diamlah. Jika kau keberatan memenuhi permintaan Kesambi, berkeberatanlah Tetapi jangan berbuat apa-apa terhadap anak-anak itu" Terasa degup didada Pikatan menjadi semakin cepat. Tetapi ibunya mendorongnya perlahan-lahan. Betapa garangnya Pikatan, dan betapa tinggi hatinya, tetapi ia tidak
970 dapat melawan dorongan ibunya yang lemah. Selangkah demi selangkah Pikatan mundur dan kemudian didorong perlahanlahah oleh ibunya masuk kedalam. "Beristirahatlah Pikatan" berkata. ibunya dengan suara yang seolah-olah tersangkut di kerongkongannya yang Panas. Pikatan tidak menyahut. Tetapi perlahan-lahan ia melangkah ke biliknya. Nyai Sudatipun kemudian menutup pintu depan. Ketika ia berpaling dilihatnya anak-anak muda itu berdiri dengan tegangnya memandanginya. "Maafkanlah ia" berkata Nyai Sudati dengan nada seorang ibu. Perlahan-lahan ia mendekati anak-anak muda Sambi Sari itu sambil berkata "dan maafkanlah aku. Agaknya kami sudah mempunyai sikap agak berbeda dengan sikap kalian" Kesambi memandang Nyai Sudati sejenak. Namun kemudian ia menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Apaboleh buat. Kami memang harus menyelesaikan kerja kami tanpa mengharap bantuan-siapapun juga. Dan kami akan melakukannya. Kami tidak akan menyesal seandainya mayat kami akan berserakan di tepian dan bendungan itu akhirnya akan rusak juga. Tetapi kami sudah berbuat sesuatu. Itulah yang penting. Dan kami akan mempertahankannya, karena kami berjuang atas keyakinan kami. Dan kami akan menjadi korban-korban dari keyakinan kami itu" Nyai Sudati memandang anak-anak itu dengan tatapanmata yang sayu. Namun iapun kemudian berkata "Apaboleh buat. Kami memang terikat oleh keyakinan kami pula" Kesambi mangangguk-anggukkan kepalanya. Namun kemudian ia berkata "Baiklah Nyai. Aku kira tidak ada gunanya lagi semua pembicaraan. Biarlah aku kembali kepada kawankawanku. Biarlah aku mulai mengatur pertahanan yang dapat kami lakukan atas bendungan itu. Karena besok malam adalah saatnya purnama naik"
971 Nyai Sudati menganggukkan kepalanya. Tetapi terasa matanya menjadi semakin panas. Anak-anak itu masih terlampau muda. Semuda Pikatan, bahkan agak lebih muda sedikit. Dan anak-anak semuda itu harus sudah pasrah diri pada sentuhan maut. Nyai Sudati menarik nafas dalam-dalam. Namun betapa ia beriba hati, namun ia lebih mementingkan anaknya sendiri. Pikatah tidak boleh mati, meskipun ia tidak ingin orang lain mati karenanya. Tetapi jika itu terjadi, apaboleh buat. Demikianlah maka Kesambipun dengan tergesa-gesa dan wajah yang murung meninggalkan rumah Pikatan. Hampir tidak sabar lagi ia ingin segera mengatakannya kepada kawankawannya yang menunggunya di pojok padukuhan. "Apa katanya?" bertanya salah seorang dari kawankawannya itu ketika Kesambi mendekati mereka. Kesambipun kemudian menceriterakan apa yang sudah terjadi. Apa yang dikatakan dan bagaimana sikap Pikatan terhadap mereka. "Sombong sekali" seorang anak muda menggeram "jika kita sudah selesai dengan bendungan itu, kita akan membuat perhitungan. Tentu ia tidak akan mampu melawan kita se Kademangan. Tentu Ki Jagabaya dan Ki Demang akan mendengarkan laporan kita tentang Pikatan yang agaknya memang sudah benar-benar menjadi gila itu" Kesambi tidak menjawab, meskipun didalam hatinya sendiri ia berkata "Jika kita masih tetap hidup. Dan seandainya demikian, maka datang giliran Pikatanlah yang membunuh kita semuanya sesudah Hantu Bertangan Api" "Baiklah kita pergi ke rumah Ki Demang saja sekarang" tiba-tiba salah seorang berkata dengan lantangnya. "Ya. Bukankah kita memang ingin pergi ke rumah Ki Demang dan Ki Jagabaya "sahut Kesambi.
972 Demikianlah maka merekapun segera bersiap untuk pergi ke rumah Ki Demang dan Ki Jagabaya. Namun dalam pada itu, mereka masih menunggu kehadiran Wiyatsih yang tidak berkumpul bersama anak-anak muda itu di sudut padukuhan. "Ia berada di gardu. Panggil saja" berkata salah seorang anak muda. Kesambi ragu-ragu sejenak. "Ya. ia berada di gardu bersama dua orang kawannya yang ingin pergi ke bendungan, tetapi berpapasan dijalan" "Panggiliah" desis Kesambi kepada anak muda itu. Anak muda itu bersungut-sungut. Tetapi iapun berdiri dan pergi ke gardu memanggil Wiyatsih. Sejenak kemudian, anak-anak muda itupun bersama-sama pergi kerumah Ki Demang di Sambi Sari, sehingga kedatangannya telah membuat Ki Demang terkejut karenanya. Juga para bebahu yang kebetulah berada di Kademangan, termasuk Ki Jagabaya. "Kenapa?" bertanya Ki Demang tidak sabar. "Kesambi akan mengatakannya" jawab Wiyatsih. Sejenak kemudian, maka Kesambipun mulai menceriterakan kesulitan yang di hadapinya. Bendungan, Hantu Bertangan Api dan Pikatan. Ki Demang, Ki Jagabaya dan para bebahu yang lainpun mendengarkannya dengan seksama. Kening merekapun mulai berkerut merut, sehingga ketika Kesambi mengakhiri ceriteranya, Ki Demangpun bertanya "Jadi Pikatan berkeberatan untuk bertanggung jawab atas persoalannya dengan orang yang menyebut Hantu Bertangan Api itu?" Kesambi ragu-ragu sejenak. SekiIas ia berpaling kepada Wiyatsih Namun ternyata Wiyatsih sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam.
973 "Begitu?" bertanya Ki Demang kemudian. Kesambi mengangguk sambil menjawab "Ya Ki Demang" "Kita harus memaksanya. Itu adalah persoalannya, bukan persoalan kalian. Karena itu kalian tidak boleh mengorbankan bendungan itu karena Pikatan sekarang menjadi pengecut" Terasa sesuatu menusuk sudut hati Wiyatsih. Tetapi ia harus menahan perasaannya yang tersentuh itu. Adalah kebetulan sekali bahwa Pikatan itu adalah kakaknya, kakak kandungnya. "Bagaimana pendapatmu Kesambi?" bertanya Ki Demang. "Ki Demang" berkata Kesambi "aku sudah menemuinya. ternyata kita tidak akan dapat memaksanya" Kesambi berhenti sejenak, lalu "Sedangkan jika kita memaksanya dan terpaksa kita terlibat dalam suatu perselisihan, maka kita sudah sama saja artinya langsung berkelahi dengan Hantu Bertangan Api itu. Jika kita lebih dahulu berselisih dengan Pikatan, maka pada saat purnama naik, jumlah kita tidak akan lebih dari separuh dari jumlah kita yang sekarang. Sedangkan bendungan itu masih akan rusak juga, karena Pikatan tidak akan datang juga ke bendungan" Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Ternyata Kesambi masih dapat memperhitungkannya dengan kepala dingin. Itulah sebabnya maka Ki Demang itupun menganggukanggukkan kepalanya sambil berkata "Kau benar Kesambi. Jadi, apakah maksudmu kemudian?" "Ki Demang" berkata Kesambi kemudian "kami sudah menentukan tekad untuk mempertahankan bendungan itu, berapa saja kami harus berkorban" "Bagus, kalian adalah anak-anak Sambi Sari yang sudah berubah. Kalian agaknya benar-benar sudah bangun dari tidur nyenyak. BaiK, kami yang tua-tua ini akan membantu kalian. Semua bebahu akan datang ke bendungan pada waktu yang
974 ditentukan. Kami akan berkelahi dipihak kalian, karena bendungan adalah kepentingan kita bersama. Kepentingan Sambi Sari" Kesambi mengerutkan keningnya. Kesanggupan itu sangat membesarkan hatinya sehingga ia berkata "Terima kasih Ki Demang. Bersama Ki Demang dan para bebahu kami mengharap untuk dapat mempertahankan bendungan kami itu" "Besok sebelum kalian berangkat ke bendungan, singgahlah disini. Atau biarlah kalian berkumpul disini. Kita akan berangkat bersama-sama" "Terima kasih Ki Demang, kami akan segera mengumumkannya agar mereka yang tidak ada sekarang dapat mengerti, apa yang akan terjadi besok" "Baik. Katakanlah kepada setiap anak muda di Sambi Sari. Besok para bebahu akan ikut serta dengan mereka, dan tentu saja bersama semua laki-laki yang berani" "Baik Ki Demang. Tetapi sebelumnya aku akan memberitahukan bahwa agaknya Hantu Bertangan Api itu benar-benar seorang yang sakti pilih tanding" "Betapa saktinya seseorang, asal ia masih tetap seorang manusia, maka kekuatan dan kemampuannya pasti terbatas. Jika ia melihat kita semua yang akan datang ke bendungan itu, maka ia pasti akan menjadi ngeri" "Ia adalah seorang perampok ulung" ulang Kesambi. "Apaboleh buat. Siapa yang akan merusak bendungan itu, ia adalah musuh Sambi Sari" Kesambi mengangguk-anggukkan kepalanya. Agaknya rakyat Sambi Sari memang sudah bertekad untuk mempertahankan bendungan yang telah dibuat oleh anakanak muda itu.
975 Namun demikian, satu dua orang dari para bebahu itu mengumpat tidak habis-habisnya. Justeru mereka terlibat didalam usaha mengupah seseorang atau lebih untuk merusak bendungan, tetapi ternyata gagal. "O" mereka berdesah didalam hati "anak-anak ini memang gila. Tentu lebih senang menyerahkan sekedar uang untuk upah orang lain daripada harus turun ke tepian, apalagi dengan kemungkinan mati" Tetapi jika Ki Demang sudah mengatakannya, merekapun tidak berani membantah. Ki Demang akan marah sekali kepada mereka dan menuduh mereka telah berkhianat. Apalagi dalam keadaan yang gawat itu. Karena itu, yang dapat mereka lakukan hanya menangis di dalam hati, Mereka tidak mempunyai pilihan lain daripada pergi ke bendungan dengan kemungkinan yang paling pahit. Setelah mendapat kesanggupan yang membesarkan hati itu, maka anak-anak muda Sambi Sari itupun minta diri. Diluar halaman rumah Kademangan merekapun segera memencar untuk menyampaikan kabar tentang kesediaan Ki Demang untuk membantu anak -anak muda Sambi Sari itu. Sehingga dengan demikian semakin banyak anak-anak muda yang tergugah hatinya dan bersedia ikut pergi ke bendungan besok malam pada saat purnama naik. Malam berikutnya adalah malam yang menegaskan. Malam itu adalah malam terakhir sebelum purnama naik. Besok malam anak-anak muda Sambi Sari yang sebelumnya tidak pernah mempunyai gairah apapun atas tanah kelahiran mereka. malam itu mulai berjaga-jaga. Beberapa gerombol anak-anak muda berserakan di luar padukuhan. Gardu yang hampir roboh itu mulai terisi lagi. Gardu yang hampir tidak pernah disentuh oleh kegiatan pengamanan di malam hari. Hampir dapat dikatakan bahwa sejak Pikatan pergi, Sambi Sari seakan-akan telah kehilangan tulang belulangnya. Tidak
976 ada gairah sama sekali. Malas dan dipengaruhi oleh kekeringan dan kerja yang merampas segenap tenaga untuk mendapat sesuap makanan. Dimalam itu Wiyatsih masih sempat melayani kedua penjaga regolnya berlatih dihalaman samping. Kesempatan itu adalah kesempatan terakhir bagi mereka untuk menggali semua, kemampuan pada diri masing-masing sehingga jika diperlukan besok, mereka dapat bertempur sepenuh kemampuan seperti dimasa petualangan mereka dahulu. Namun satu hal yang tidak dapat mereka dapatkan kembali, ialah kemudaan mereka. Sehingga umur mereka yang semakin tuapun berpengaruh juga, karena umur mereka yang merayap naik itu tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Namun setelah mereka berlatih di malam terakhir, rasarasanya mereka telah menjadi petualangan-petualangan yang disegani kembali. Dengan senjata-senjata mereka yang khusus membuat kedua penjaga regol itu menjadi semakin garang. Menjelang tengah malam, Wiyatsihpun masih juga menemui Puranti. Diceriterakannya perkembangan persoalan bendungan itu dan kesanggupan Ki Demang dan para bebahu Sambi Sari untuk ikut serta mempertahankan bendungan itu karena mereka menyadari betapa tinggi nilai bendungan itu bagi kehidupan mendatang di Sambi Sari. Puranti menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya ayahnya sejenak, lalu katanya "Kita tidak terlepas dari niat mereka mempertahankan bendungan itu. Aku tidak dapat membayangkan, apakah yang akan terjadi, jika para bebahu Kademangan Sambi Sari dan anak-anak mudanya menjadi bagaikan mabuk tuak dan tidak dapat menyesuaikan diri dangan rencana kita" Kiai Pucang Tunggal mengerutkan keningnya. Namun katanya kemudian "Kita akan mencoba. Kita akan menyatukan kepentingan orang banyak. Namun jika tidak ada jalan lain,
977 maka kepentingan orang banyak itulah yang harus mendapat kesempatan lebih besar" Puranti menundukkan kepalanya. Namun kadang-kadang masih juga terasa hatinya bergejolak jika ia mengenangkan apa yang bakal terjadi besok malam di bendungan itu. Malam itu merupakan malam terakhir juga bagi Wiyatsih untuk mempersiapkan dirinya jika keadaan memaksanya untuk bertempur melawan Hantu Bertangan Api. Nanti iapun harus berusaha menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan keadaan. Demikianlah, maka pada malam itu, setelah mereka selesai berlatih, Kiai Pucang Tunggal memberikan pesan-pesan terakhir. Mereka besok tidak akan dapat membicarakan lagi. Mereka besok tinggal melaksanakan semua rencana dengan segala kemungkinan-kemungkinannya. Menjelang fajar, Wiyatsihpun dengan tergesa-gesa pulang ke rumahnya. Namun ia harus berhati-hati, ketika ia melihat lentera di gardu yang hampir tidak pernah lagi dipergunakan itu. "Anak-anak muda itu pasti berjaga-jaga disana" berkata Wiyatsih di dalam hatinya. Karena itulah maka iapun kemudian menghindar mencari jalan lain yang tidak dapat diketahui oleh anak-anak muda yang berada di jalan-jalan di pinggir padukuhan. "Tentu bukan anak-anak muda dari satu padukuhan" desis Wiyatsih. Dan ternyata dugaannya itu benar. Anak-anak muda dari padukuhan lain, bahkan dari induk Kademangan Sambi Sari berada di lempat itu. Dengan berdebar-debar mereka berjaga-jaga menjelang malam yang memang mendebarkan jantung.
978 Namun yang tidak diketahui oleh Wiyatsih, apa yang terjadi di tempat itu, pada saat ia sendiri berada di tepian bersama Puranti dan Kiai Pucang Tunggal. Tanpa diduga-duga, ketika anak-anak muda itu berbaringbaring diatas rerumputan kering, tiba-tiba saja tiga orang telah berdiri diantara mereka, bagaikan hantu saja muncul dari kegelapan. "Bukan main" desis salah seorang dari ketiga orang itu. Kesambi yang ada juga diantara anak-anak muda itupun segera mendekatinya. Ternyata orang itu adalah orang yang pernah dilihatnya di bendungan, sehingga wajahnya tiba tiba menjadi tegang. "Jangan takut" berkata orang itu "aku tidak akan berbuat apa-apa hari ini. Hantu Bertangan Api tidak akan merubah keputusannya jika tidak ada alasan yang memaksa. Dan kali inipun aku tidak akan merubah keputusanku" "Apa maksudmu datang kemari?" berkata Kesambi dengan wajah yang tegang, sedang beberapa orang kawannyapun segera mengerumuninya. "Tidak apa-apa. Aku mendengar bahwa kalian duduk-duduk dipinggir padukuhan ini di bawah cahaya bulan meskipun masih belum sampai pada puncak terangnya, karena baru besok saatnya purnama akan naik. Tetapi cahaya bulan yang sekarangpun nampak-nya sangat memberikan kesegaran bagi anak-anak muda" "Aku bertanya maksud kedatanganmu " desak Kesambi. Hantu Bertangan Api itu tertawa lirih. Kemudian iapun menyahut "Sebenarnya aku senang sekali dapat berbuat seperti kalian. Menikmati masa muda dengan hati yang lapang. Aku sendiri tidak akan pernah mengalaminya karena aku selalu dicengkam oleh ketegangan dan kecemasan. Didalam kehidupanku aku tidak akan mengenal ketenangan
979 dan kedamaian hati. Meskipun aku tidak kekurangan apapun juga, tetapi ternyata semuanya itu hanyalah sekedar untuk kepentingan lahiriah saja. Kesambi tidak segera mengerti maksudnya. Karena itu ia tidak segera menyahut, dan dibiarkannya saja Hantu Bertangan Api itu berbicara terus "Karena itulah aku menjadi iri melihat kehidupan kalian dimasa muda" "Lalu apa maksudmu" Aku bertanya apa maksudmu?" desak Kesambi sekali lagi tanpa mengerti maksud kata-kata Hantu Bertangan Api itu. "Aku ingin memperingatkan kalian, bahwa kalian tidak usah turut campur persoalan kami dengan Pikatan" Kesambi mengerutkan keningnya. "Karena itu, lebih baik kalian besok malam menikmati terangnya bulan purnama di pojok desa seperti ini sambil merebus ketela pohon atau ubi rambat. Alangkah nikmatnya" "Dan kau dengan leluasa merusak bendungan kami?" "Sekedar sebagai peringatan. Kalian tidak berhasil memaksa Pikatan untuk datang" "Jika kau bermaksud agar kami tidak ikut campur didalam persoalan kalian, kenapa kalian menghubungkan kami dengan Pikatan dan bendungan itu akan kalian rusak pula?" "Itu memang sudah aku kehendaki. Kalian jangan mempersoalkannya lagi" "Jadi bagaimana maksudmu" Apakah kalian menyangka bahwa kami adalah budak-budak kalian yang harus tunduk pada perintah kalian, segerombolan orang-orang yang tidak dikenal di padukuhan ini dan sekitarnya" Hantu Bertangan Api tertawa. Katanya "Kalian masih saja tidak mengerti, apa yang sebenarnya kalian hadapi. Baiklah aku berkata berterus terang. Besok sebaiknya kalian tidak
980 usah pergi ke bendungan, jika kalian mencoba mencegah aku merusak bendungan itu dengan kekerasan, maka akibatnya akan kalian sesalkan, bahkan yang masih hidup diantara kalian akan menyesal di sepanjang sisa umurnya" Dan tiba-tiba saja salah seorang dari mereka bertanya "Apa yang akan terjadi di bendungan?" Hantu Bertangan Api memandang anak muda itu sejenak, lalu katanya "Kematian. Kematian yang mengerikan. Jika kalian mencoba mempertahankan bendungan itu, maka yang tidak mau mendengar peringatanku ini akan menjadi mayat di tepian" Terasa bulu anak-anak muda yang mendengarnya itu meremang. Dan Hantu itu berkata terus "Pertimbangkan. Kecuali jika Pikatan datang ke bendungan. Mayat seorang Pikatan akan dapat menggantikan mayat kalian yang akan berserakan di pinggir Kali Kuning, atau bendungan kalian akan berantakan. Kalian dapai memilih. Ketepatan memilih itulah yang perlu kalian bicarakan bersama malam ini agar kalian tidak menyesal" Anak-anak muda itu tidak menjawab. Tetapi gambaran yang lewat didalam angan-angan mereka adalah sangat mengerikan. "Aku akan pergi" berkata Hantu Bertangan Api "aku tidak bergurau. Kalian harus yakin, kenapa aku menyebut diriku Hantu Bertangan Api" Sejenak anak-anak muda itu saling berpandangan. Namun jantung mereka serasa berdenyut ketika mereka melihat Hantu Bertangan Api itu berhenti di sudut gardu. Diamatinya beberapa jenis senjata yang tergolek didalam gardu itu. Sambil berpaling kepada Kesambi ia bertanya "Apakah kalian mengerti, bagaimana caranya mempergunakan senjata semacam ini" Memang senjata berhasil kalian kumpulkan adalah senjata sederhana. Ada tombak yang barangkali
981 peninggalan kakek kalian, pedang, bindi dan bermacammacam jenis yang lain. Tetapi bermain dengan senjata tidaklah semudah mengayunkan cangkul di sawah" Anak-anak muda Sambi Sari itu bagaikan terpesona oleh kekuatan gaib pada Hantu Bertangan Api itu. Apalagi ketika Hantu itu meraih sepotong besi sambil berkata "Senjata ini tentu tidak bernama. Tetapi memang lebih baik mempergunakan sepotong besi daripada tidak sama sekali" Dan yang terjadi kemudian hampir tidak masuk di dalam akal anak-anak muda itu. Hantu Bertangan Api menggenggam sepotong besi itu pada kedua ujungnya Kemudian dengan kekuatan yang tidak dapat dimengerti, perlahan-lahan besi Itu berhasil dilengkungkannya sehingga kedua ujungnya itu hampir bertemu. Sambil menarik nafas dalam-dalam Hantu itu berkata "Aku hanya ingin memperlihatkan, kenapa aku menyebut diriku sendiri Hantu Bertangan Api. Membengkokkan besi ini tentu lebih sulit dari mematahkan lehermu. Siapa yang tidak percaya, aku minta datang mendekat. Dengan satu pukulan tangan kiri, aku dapat mematahkan iga-iga kalian dan membunuh sekaligus" Dada anak-anak muda itu bagaikan menjadi pepat. Tangan Hantu itu benar-benar bukan tangan kebanyakan. Karena tidak ada seorangpun yang bergerak dari tempatnya, maka Hantu itu berkata "Jika kalian masih ingin membuktikannya lagi besok, datanglah ke bendungan. Tubuh kalian yang tersentuh tanganku didalam kemampuanku sepenuhnya akan luluh menjadi debu di tepian" Hantu Bertangan Api itupun kemudian meninggalkan anakanak muda itu tanpa berpaling. Sepeninggal Hantu Bertangan Api itu, anak-anak muda Sambi Sari diluar sadarnya menarik nafas dalam-dalam.
982 Sejenak mereka saling berpandangan. Namun sejenak kemudian salah seorang berkata "Mengerikan sekali" "Ya, mengerikan sekali" sahut yang lain. Ketika seseorang mendekati besi yang telah menjadi sebuah lingkaran itu, maka yang lain-lainpun segera mengerumuninya. "Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi" desis seseorang. "Ya bagaimana mungkin" sahut yang lain. Dan tiba-tiba saja seseorang berkata "Lebih baik memaksa Pikatan itu datang ke bendungan" "Ya" beberapa orang menyahut bersama-sama "kita harus memaksanya" Tetapi terdengar diantara mereka suara Kesambi "Tidak. Kita tidak akan dapat memaksanya" "Kenapa?" bertanya beberapa orang anak muda. "Sudah berkali-kali aku katakan. Jika kita memaksa Pikatan, maka sama artinya kita bertempur di tepian. Korbanpun akan berjatuhan di halaman rumah Pikatan itu" Kesambi berhenti sejenak, lalu "bagiku, lebih baik berkelahi dengan orang asing itu sama sekali daripada harus berkelahi dengan kawan sendiri, karena akibatnya tidak akan berbeda" Anak-anak muda itu tidak menjawab lagi. Mereka mulai menyadari kelebihan Pikatan yang berhasil membunuh beberapa orang perampok di rumahnya. Seperti juga Hantu Bertangan Api dengan dua orang pengiringnya, di rumah Pikatan itupun ada dua orang penjaga regol yang memiliki kemampuan jauh lebih besar dari mereka. Keduanya tentu tidak akan tinggal diam seandainya terjadi perkelahian antara Pikatan dengan anak-anak muda yang mencoba memaksanya pergi ke bendungan.
983 Dengan lesu anak-anak muda itupun kemudian duduk di atas tanggul parit. Harapan mereka bagaikan sudah terbang seperti awan di langit, yang ditaburi oleh bintang-bintang yang gemerlapan mengelilingi bulan yang hampir bulat penuh. Namun Kesambi yang mengetahui perasaan anak-anak muda itupun kemudian berkata seakan-akah ditujukan kepada diri sendiri "Memang kita dihadapkan pada suatu tantangan yang berat. Kita kadang-kadang bertanya, apakah nilai bendungan itu sama harganya dengan nilai jiwa kita. Bahkan tidak hanya satu atau dua orang" Anak-anak muda Sambi Sari itu sama sekali tidak menyahut. "Tetapi apakah kita juga tidak berpikir, bahwa bersama dengan para bebahu Kademangan yang sudah menyanggupkan diri untuk ikut mempertahankan bendungan itu, justru kitalah yang akan berhasil menangkap Hantu Bertangan Api itu. Betapa dahsyat kekuatannya, tetapi selagi ia masih bernama manusia, maka kemampuannya itupun pasti akan terbatas. Kita mengenal Ki Jagabaya juga bukan orang kebanyakan. Ki Demang dimasa mudanya adalah seorang yang ditakuti oleh kawan-kawannya. Dan beberapa orang bebahu yang lain yang terpilih diantara rakyat Kademangan ini karena mereka memiliki kelebihan. Memang agaknya kitalah yang dapat disebut tidak mempunyai arti sama sekali bagi kampung halaman. Selagi kita mencoba untuk berbuat sesuatu, dengan membuat bendungan itu, kita sudah dihadapkan pada tantangan yang seakan-akan menyempitkan harapari kita. Terasa sesuatu bergerak dihati anak-anak muda itu. Ki Demang, Ki Jagabaya dan beberapa orang bebahu yang lain. Dan barang tentu beberapa, orang laki-laki yang memiliki kemampuan betapapun kecilnya. "Tetapi kita tidak tahu, berapa jumlah orang-orang Hantu Bertangan Api itu" pertanyaan itu memang tumbuh juga
984 diantara anak-anak muda itu. Namun mereka pasti, bahwa jumlah orang-orang Sambi Sari akan jauh lebih besar dari jumlah para penjahat itu. Wiyatsih baru mengetahui hal itu di pagi harinya. Ketika ia pergi ke pinggir padukuhannya, dilihatnya beberapa orang anak-anak muda masih ada di gardu, termasuk Kesambi. "Lihatlah Wiyatsih" berkata Kesambi "Hantu Bertangan Api itu menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Besi ini dilengkungkannya hanya dengan tangannya" Wiyatsih mengerutkan keningnya. Namun terasa dadanya menjadi berdebar-debar. Bukan karena ia menjadi gentar, tetapi tangannya menjadi gatal untuk melakukan perbuatan serupa Dengan kekuatan jasmaniahnya yang wajar, sudah barang tentu ia tidak akan mampu melakukannya. Bahkan mengangkat dan mengayunkan besi itupula agaknya terasa berat. Tetapi dengan tenaga cadangan yang ada dalam dirinya, yang justru lebih besar dari tenaganya yang tampak sehari-hari, ia ingin mencoba, apakah hanya Hantu Bertangan Api sajalah yang mampu melakukannya. Namun Wiyatsih masih menahan hatinya. Bagi anak-anak muda Sambi Sari ia adalah seorang gadis seperti kawankawannya, meskipun anak-anak Sambi Sari menganggapnya sebagai seorang gadis yang keras kepala, yang menanami sawahnya dimusim paceklik dengan jagung dan menyirami setiap hari dengan air Kuning, untuk meyakinkan, bahwa air Kali Kuning dapat dimanfaatkan. "Kekuatan yang tidak dapat dibayangkan" berkata salah seorang anak muda. Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya. Kekuatan yang luar biasa. Tetapi apakah Ki Demang tidak mampu berbuat demikian?" "Aku tidak mengerti " jawab Kesambi "tetapi aku kira tidak"
985 Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya pula. Agaknya memang demikian. Tidak banyak orang yang dapat berbuat seperti Hantu Bertangan Api, Pikatanpun tidak, karena sebelah tangannya tidak dapat digerakkannya. Tetapi ia tentu mempunyai cara yang lain untuk melakukan pekerjaan serupa. "Sudahlah Wiyatsih" berkata Kesambi kemudian "aku akan pulang dahulu. Aku harus menyiapkan secara jasmaniah perlawanan yang memadai. Tetapi aku harus menyiapkan tekadku. Beberapa orang anak-anak muda di Sambi Sari menjadi ngeri melihat kekuatan Hantu Bertangan Api" "Lalu, apakah kau akan pergi juga ke rumah Ki Demang?" "Ya. Kami akan berkumpul disana sebelum kami berangkat ke bendungan senja nanti" "Baiklah Kesambi. Aku akan pergi juga ke bendungan" "Kau" Kesambi terkejut "jangan Wiyatsih. Berbahaya sekali bagimu. Aku tidak ingin kau terlibat dalam kesulitan ini" "Apakah aku akan membiarkan kalian terbunuh di bendungan, dan aku tidur dengan nyenyaknya di rumah?" "Lalu apakah yang akan kau lakukan di bendungan?" "Aku harus melihat, apa saja yang terjadi. Bahkan seandainya aku harus menjadi korban pula, itu sudah wajar, karena akupun mempunyai cita-cita seperti kalian. Bahkan akulah pendorong utama bagi pembuatan bendungan itu. Jika sekarang terjadi kesulitan, karena bendungan dan karena kakakku, maka aku harus ikut pula mengalami" "Tidak Wiyatsih. Ada beberapa perbedaan. Kami adalah laki-laki sedangkan kau adalah seorang gadis" Terasa dada Wiyatsih berdesir. Ternyata perasaan itu ada disetiap hati laki-laki. Bukan hanya pada Pikatan saja. Setiap laki-laki menganggap bahwa seorang perempuan perlu
986 dikasihani, dilindungi tetapi juga bahwa setiap perempuan tidak boleh memiliki kemampuan dan kelebihan dari laki-laki. Namun dalam pada itu, Wiyatsih masih menahan hatinya sehingga perasaan itu tidak melimpah keluar lewat bibirnya. "Bagi laki-laki Wiyatsih" berkata Kesambi lebih lanjut "takaran terakhir adalah mati. Tetapi lain bagimu. Mungkin Hantu itu tidak akan membunuhmu. Mungkin ia mempunyai maksud-maksud lain yang akan lebih menyiksamu daripada mati" "Tidak Kesambi" jawab Wiyatsih "aku dapat mengakhiri setiap penderitaan itu dengan mati" "Membunuh diri?" Wiyatsih tidak menyahut. "Jangan Wiyatsih. Aku berkeberatan jika kau ingin ikut pergi ke bendungan" suara Kesambi menurun "aku minta, kau tidak pergi. Aku tidak rela melihat kau mengalami perlakuan yang tidak wajar dari Hantu Bertangan Api itu, meskipun seandainya aku sudah mati, dan tinggal rohku sajalah yang manyaksikannya. "Kenapa Kesambi. Kita sudah bekerja bersama-sama selama ini, Kenapa kita tidak mengakhirinya bersama-sama" Kesambi memandang wajah Wiyatsih sejenak. Sesuatu telah membayang didalam hitam matanya. Seakan-akan membayang perasaan yang paling dalam, yang tidak dapat terucapkan. Apalagi disekitannya terdapat beberapa orang kawannya yang berdiri termangu-mangu. Namun tatapan mata itu bagaikan duri yang langsung menyentuh jantung Wiyatsih. Sebagai seorang gadis ia merasakan sesuatu yang lain pada tatapan mata itu. Sehingga ketika pandangan mereka bertemu, Wiyatsih segera menundukkan wajahnya dalam-dalam. Dipandanginya ujung jari kakinya yang bergerak-gerak diatas tanah yang kering.
987 Pada saat yang paling gawat itu, seakan-akan dua buah hati yang selama ini mulai bersentuhan, rasa-rasanya menjadi terikat semakin erat. Keduanya tidak pernah mengatakannya kepada siapapun gejolak perasaan masing-masing. Keduanya tidak pernah menyatakan dengan cara apapun. Tetapi di hati keduanya terasa sentuhan itu semakin dalam. Sejenak keduanya saling berdiam diri. Beberapa orang kawan mereka sama sekali tidak merasakan, betapa kedua hati itu saling bertaut. Mereka hanya menyangka bahwa keduanya sedang merenungi ancaman yang bakal datang malam nanti di bendungan. "Wiyatsih" tiba-tiba saja Kesambi berkata "sudahlah. Pulanglah. Kau tidak usah menghiraukan bendungan itu lagi" Wiyatsih tidak menyahut. Tetapi tatapan matanya sajalah yang kemudian merayapi tanah persawahan yang luas, tetapi karena musim hujan telah lewat, maka tanah-tanahpuh mulai menjadi kering dan rerumputan mulai menjadi kuning. "Aku akan pergi kesawah" berkata Wiyatsih kemudian "sebaiknya kalian, sajalah yang pulang menyiapkan diri" "Untuk apa pergi ke sawah?" Wiyatsih terdiam. "Bukankah tidak ada apa-apa di sawah dimusim begini" Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun katanya kemudian "Aku akan pergi ke Kali kuniing" "Ah. Sebaiknya kau pulang saja Wiyatsih. Pulanglah" Wiyatsih memandang Kesambi sejenak, lalu katanya "Aku akan duduk di gardu ini sejenak. Pulanglah, dan beristirahatlah. Malam nanti adalah saatnya purnama, naik, mungkin kalian harus mempersiapkan diri, menghubungi kawan-kawan kita yang memiliki keberanian untuk pergi ke
988 bendungan malam nanti bersama Ki Demang dan Ki Jagabaya" "Kenapa kau tidak mau pulang?" "Sebentar lagi aku akan pulang" "Hantu itu dapat datang ke tempat ini" "Tetapi tidak disiang hari. Jika ia datang, aku akan berteriak dan orang-orang yang mendengarnya tentu akan datang menolongku" "Apakah artinya orang-orang itu bagi Hantu Bertangan Api" "Jika demikian, dimanapun aku berada, jika ia memerlukan aku, tidak seorangpun dapat mencegahnya, karena kakang Pikatan sama sekali tidak memperdulikan aku lagi" "Pulanglah" "Ya, sebentar lagi aku akan pulang" "Aku menunggumu" Wiyatsih memandang Kesambi sejenak, lalu katanya "Jangan Kesambi Aku, ingin duduk di gardu itu sendiri. Dalam kesendirian, aku ingin berbicara dengan diriku sendiri di dalam `keadaan' seperti ini, apakah yang sebaiknya aku kerjakan. Apakah aku malam nanti akan pergi ke bendungan atau tidak. Atau aku akan berbuat sesuatu yang lain, atau aku hanya akan duduk bertopang dagu saja di gardu ini" "Kenapa tidak kau lakukan di rumahmu saja" "Aku tidak dapat duduk merenung di rumah. Aku harus mengerjakan pekerjan apa saja" Wiyatsih berhenti sejenak, lalu "tetapi rasa-rasanya hatiku menjadi sangat rindu kepada bendungan itu meskipun baru hari ini aku tidak menengoknya karena ancaman Hantu itu malam nanti" "Jangan pergi ke bendungan"
989 Wiyatsih menganggukkan kepalanya. Jawabnya "Ya. Aku memang tidak ingin pergi ke bendungan sekarang. Tetapi aku tidak tahu, apakah malam nanti aku juga tidak akan pergi. Karena itu, tinggalkan aku sendiri di gardu" Kesambi memandang kawan-kawannya sejenak. Tetapi tidak seorangpun yang dapat memberikan pendapatnya, sehingga karena itu maka Kesambipun berkata "Wiyatsih. Hati-hatilah. Kita berada dalam suatu keadaan yang sangat gawat sekarang ini. Mungkin Hantu Bertangan Api itu justru akan datang ke gardu ini" "Akupun akan segera pulang Kesambi. Tetapi biarlah aku menanyakan kepada diri sendiri, apa yang akan aku kerjakan" Kesambi menganggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah. Aku akan pulang dahulu. Jika kau memerlukan kami, kami akan membantumu, apapun yang akan kau kerjakan" Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya saja kawan-kawannya yang kemudian meninggalkan gardu itu pulang ke rumah masing-masing dengan persoalan yang rumit di dalam hati. Bagaimanapun juga disetiap dada merayap keragu-raguan setelah mereka melihat apa yang dilakukan oleh Hantu Bertangan Api itu. Sepeninggal anak-anak muda itu, Wiyatsih duduk merenung di dalam gardu yang miring dan kotor. Gardu yang jarang sekali dipergunakan di malam hari. Di siang hari, gardu itu kadang-kadang masih dipergunakan untuk beristirahat apabila seseorang terlampau lelah bekerja di sawah yang kering, atau tiba-tiba saja kehujanan dimusim basah. Ketika tatapan mata Wiyatsih menyentuh besi yang telah menjadi sebuah gelang yang besar itu, hati Wiyatsih tiba-tiba bergerak. Betapapun ia menahan diri, namun keinginannya untuk melakukan niatnya itu tidak dapat dicegahnya lagi. Karena itu, maka untuk beberapa lamanya ia dicengkam oleh keragu-raguan yang dahsyat. Namun akhirnya sambil
990 menggeretakkan giginya ia berkata "Aku ingin mencobanya. Apa salahnya?" Perlahan-lahan Wiyatsih mengangkat besi itu. Sejenak ia memandang berkeliling, kalau-kalau ada orang yang melihatnya. Namun ternyata disekitar gardu itu tidak terdapat seorangpun. Sepi. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya gelang besi yang besar itu untuk beberapa saat. Kemudian terdengar ia menggeretakkan giginya. Dipusatkannya segenap perasaan dan pikirannya. Dibangkitkannya segenap tenaga cadangan yang ada padanya sesuai dengan ilmu yang telah dikuasainya. Kemudian disalurkannya kekuatan di dalam dirinya itu melalui tangannya. Beberapa saat lamanya wajah Wiyatsih menjadi tegang. Tangannya gemetar oleh kekuatan yang tersalur. Perlahanlahan namun pasti, maka gelang besi itupun mulai terbuka, sehingga sejenak kemudian, sebuah hentakkan telah menarik kedua ujung besi itu, sehingga akhirnya besi itu menjadi lurus kembali. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dilepaskannya kembali kekuatan cadangan yang dibangunkannya itu bersama dengan sebuah desah yang panjang. Wiyatsih meletakkan besi itu kembali. Terasa nafasnya menjadi terengah-engah. Ternyata untuk meluruskan besi yang berbentuk gelang itu telah dicurahkan segenap tenaga dan tenaga cadangan yang ada pada dirinya. "Apakah Hantu Bertangan Api juga telah mempergunakan segenap kekuatan dan kekuatan cadangannya?" ia bertanya kepada diri sendiri.
991 Tetapi Wiyatsihpun sadar, bahwa untuk melengkungkan sepotong besi itu, tentu lebih mudah daripada meluruskannya. Namun demikian, Wiyatsih masih juga harus membuat pertimbangan-pertimbangan yang teliti. Jika seandainya Hantu Bertangan Api mempunyai cadangan kekuatan melampaui kekuatannya, maka ia harus memiliki kelebihan yang lain untuk menutup kekurangan tenaga itu. Yang dapat dibanggakan oleh Wiyatsih didalam hal keseimbangan itu adalah kecepatannya bergerak. Seperti yang dikatakan oleh Kiai Pucang Tunggal, bahwa kecepatannya bergerak hampir tidak ada bedanya lagi dengan Puranti, meskipun waktu yang dipergunakan jauh lebih singkat dari waktu yang perhah dipergunakan oleh Puranti itu. Namun bahwa kemampuan membangkitkan kekuatan di dalam dirinya dan yang ada diluar dirinya, Wiyatsih masih harus menempuh jalan yang jauh. Sejenak Wiyatsih termangu-mangu melihat besi yang sepotong itu. Namun sejanak kemudian iapun segera duduk kembali dibibir gardu itu sambil merenungi sinar matahari di kejauhan. Ternyata setelah beberapa lamanya ia duduk di gardu itu, tidak ada seorangpun yang dilihatnya. Karena itu, maka iapun segera bangkit dan perlahan-lahan ia melangkah menyusur jalan padukuhan, pulang kerumahnya. Sepeninggal Wiyatsih, gardu itu masih tetap sepi. Namun beberapa anak-anak muda yang pulang lebih dahulu menjelang pagi, berjalan dengan malasnya ke gardu itu. Mereka masih ingin mendengar sesuatu. Apalagi jika ada perubahan sikap karena peristiwa semalam, setelah Hantu Bertangan Api itu menunjukkan kekuatannya yang tidak terkira. Beberapa anak-anak muda itu berhenti sejenak di depan gardu. Beberapa orang diantara mereka segera duduk diatas tanggul parit yang sudah tidak mengallr lagi. Dua orang
992 diantara mereka pergi ke gardu diseberang jalan, dan duduk didalamnya. Sejenak mereka berdiam diri. Dada mereka masih saja didebarkan oleh kenangan mereka tentang Hantu Bertangan Api. Bagaimanakah sebaiknya jika malam nanti mereka harus berhadapan dengan hantu itu. Apakah benar-benar mereka harus membunuh diri dan mempertahankan bendungah itu mati-matian sampai orang yang terakhir". Namun dalam pada itu, salah seorang dari mereka tiba-tiba mengerutkan keningnya. Ketika terpandang olehnya sepotong besi di gardu itu, ia menjadi heran. Besi itu kini sudah hampir menjadi lurus kembali seperti sebelum dilengkungkan oleh tangan Hantu Bertangan Api. Dengan ragu-ragu anak muda itu kemudian memungut besi itu sambil berkata "He, bukankah besi inilah kemarin yang dilengkungkan oleh orang yang menyebut dirinya, Hantu Bertangan Api itu?" Kawannya yang ada didalam gardu itupun mengamat-amati besi itu pula. Sambil mengerutkan keningnya ia brekata "Ya. Besi inilah yang kemarin telah menjadi gelang raksasa" "Tetapi kenapa besi ini telah menjadi lurus kembali, bahkan hampir lurus seperti sebelumnya?" Kawannya tidak menyahut. Tetapi iapun menjadi heran pula. Sementara itu kawan-kawannya yang lain, yang duduk diatas tanggul parit yang kering, mendengar pembicaraan itu sehingga merekapun segera mengerumuninya. "Ya, besi inilah yang kemarin hampir menjadi sebuah lingkaran" "Aneh. Tetapi mungkin ada besi yang lain"
993 "Tidak" salah seorang mendesak maju "akulah yang kemarin membawa sepotong besi karena aku tidak mempunyai senjata yang lain. Besi inilah yang semalam dilengkungkan oleh Hantu Bertangan Api itu" Anak-anak muda itu menjadi termangu-mangu. Salah seorang dari mereka berkata "Siapakah yang terakhir meninggalkan gardu ini" "Tidak tahu" jawab yang lain, lalu "ketika aku pulang, Kesambi masih ada disini" "Mungkin Kesambilah yang pulang paling akhir" "Marilah kita pergi ke rumahya. Kita bertanya kepadanya, apakah ia tahu, kenapa besi ini menjadi lurus kembali. Mungkin ia telah membawanya kepada seorang pandai besi, atau barangkali Hantu Bertangan Api itu datang kembali" Kawan-kawannya mengangguk-anggukan kepalanya. Salah seorang dari mereka berkata "Baiklah. Marilah kita membawanya ke rumah Kesambi" Anak-anak muda itupun kemudian pergi beramai-ramai kerumah Kesambi sambil membawa sepotong besi. Orangorang yang melihat mereka menjadi heran. Biasanya anakanak muda itu pergi ke bendungan. Tetapi hari ini mereka hanya berkeliaran saja di sekitar padukuhan. Bahkan sejak malam tadi. Namun beberapa orang diantara mereka sudah mendengar, bahwa akan terjadi sesuatu di bendungan malam nanti. Itulah sebabnya mereka hari ini bersiap-siap. Bahkan Ki Demang dan Ki Jagabayapun telah menyiapkan beberapa orang bebahu dan laki-laki yang dianggapnya akan dapat membantui mereka mempertahankan bendungan itu. Kesambi yang sedang berpakaian sehabis mandi terkejut melihat kedatangan anak-anak muda itu. Anak-anak itu sama sekali tidak berjanji untuk datang ke rumahnya. Sehingga
994 karena itu, maka iapun dengan tergesa-gesa telah menyongsong mereka di halaman. "Ada apa?" dengan berdebar-debar Kesambi bertanya kepada mereka. Salah seorang dari mereka yang memegangi sepotong besi itu mendekat sambil bertanya "Kesambi, apakah kau yang terakhir meninggalkan gardu itu?" Kesambi mengerutkan keningnya, lalu sambil mengangguk ia menjawab "Ya. Akulah yang terakhir meninggalkan gardu itu" "Apakah ada seseorang yang datang atau bahkan Hantu itu kembali lagi?" "Tidak. Tidak ada orang lain yang datang ke gardu" Anak muda itu mengerutkan keningnya. Kemudian sambil menunjukkan sepotong besi itu ia berkata "Lihat, besi ini adalah besi yang semalam menjadi lengkung karena tangan Hantu Bertangan Api itu, dan yang kemudian kita tinggalkan di gardu. Tetapi ketika aku baru saja datang ke gardu itu, aku menemukannya telah menjadi lurus kembali" "He" wajah Kesambi menjadi tegang "jadi siapakah yang telah melakukannya?" Anak-anak muda itu menggeleng. Salah seorang dari mereka berkata "Mungkin Hantu itu kembali lagi" "Tetapi, sepeninggalku di gardu itu masih ada seseorang" "Siapa?" "Wiyatsih" "Wiyatsih" beberapa orang anak muda mengulang hampir berbareng. Salah seorang dari mereka meneruskan "Jika benar hantu itu datang ketika Wiyatsih masih terada disana,
995 mungkin gadis itu telah dibawanya setelah Hantu Bertangan Api itu menunjukkan kekuatannya sekali lagi" Degup jantung Kesambi menjadi semakin cepat. Tiba-tiba saja ia berkata "Kita cari Wiyatsih. Salah seorang dari kalian pergi ke rumahnya. Lihat, apakah ia ada, jika tidak, kita harus segera menemukannya sebelum ia menjadi korban" suara Kesambi segera merendah "aku sudah memperingatkannya. Jika perlu kita akan minta bantuan kepada Ki Demang" Salah seorang dari anak-anak muda itu menyahut "Kenapa bukan kau sendiri saja yang pergi ke rumahnya Kesambi" "Aku masih teringat sikap Pikatan. Jika orang lain yang datang, aku kira persoalannya menjadi lain. Pikatan tidak akan menghiraukan orang lain. Tetapi jika ia melihat aku, maka iapun pasti sudah berprasangka" Dengan demikian, maka salah seorang dari anak-anak muda itupun segera pergi ke rumah Wiyatsih. Dengan hati yang berdebar-debar ia bergegas memotong lewat jalan-jalan sempit. Ketika ia sampai dimuka regol rumah itu, debar hatinya menjadi semakin cepat, seperti anak muda yang datang untuk melamar seorang gadis. Namun rasa-rasanya setitik embun telah menetes di jantungnya yang membara ketika ia melihat Wiyatsih sedang sibuk mengambil daun pisang dengan galah. Perlahan-lahan anak muda itu memasuki regol halaman. Dan perlahan-lahan pula ia memanggil "Wiyatsih" Wiyatsih yang sedang sibuk mengumpulkan daun pisang yang diambilnya, berpaling. Dilihatnya anak muda itu raguragu mendekatinya. "Ada apa?" bertanya Wiyatsih. Anak muda itu ragu-ragu sejenak, namun kemudian katanya "Kami takut kehilangan kau Wiyatsih"
996 "Kenapa?" "Ada sesuatu yang aneh terjadi di gardu" "Apa?" "Tentu Hantu Bertangan Api itu telah datang kembali" "Kenapa?" "Besi yang kemarin dilengkungkannya itu, tiba-tiba telah menjadi lurus kembali" "Eh" Wiyatsih menjadi berdebar-debar. Lalu "Kenapa kalian takut kehilangan aku?" "Menurut Kesambi, kaulah yang terakhir berada di gardu sebelum kami datang. Ketika kami datang ternyata besi itu sudah menjadi lurus kembali, hampir pulih seperti sediakala" Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian "Seperti yang kau lihat, aku masih tetap utuh, Dan aku memang berada di gardu sepeninggal Kesambi. Tetapi aku tidak melihat seorangpun yang datang. Dan aku masih melihat besi itu tetap seperti yang ditunjukkan Kesambi kepadaku, berbentuk gelang" Anak muda itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Jadi, sepeninggalmu, Hantu itu tentu datang lagi. Untunglah bahwa kau sudah pergi. Jika kau masih ada di gardu itu, maka kau tentu akan dibawanya. Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Untunglah" Anak muda itupun kemudian minta diri meninggalkan Wiyatsih yang termangu-mangu. Ternyata besi itu menjadi perhatian anak-anak muda yang datang kemudian. "Mereka tentu mencari-cari, siapakah yang sudah melakukannya" berkata Wiyatsih didalam hatinya.
997 Dalam pada itu, Kesambi dan kawan-kawannya yang mendengar keterangan anak muda yang menemui Wiyatsih itupun menjadi berlega hati. Namun mereka masih saja dihinggapi oleh perasaan heran yang tiada putus-putusnya. "Siapakah yang telah melakukannya?" pertanyaan itu selalu mengganggu hati mereka. Namun kesimpulan yang dapat mereka dapatkan untuk sementara adalah "Tentu Hantu bertangan, api itu telah datang kembali" Namun dengan demikian, maka anak-anak muda itu menjadi semakin berdebar-debar. Ternyata Hantu Bertangan Api itu benar-benar tidak menghiraukan sama sekali terhadap anak-anak muda Sambi Sari. Baginya anak-anak muda Sambi Sari sama sekali tidak diperhitungkan. Ternyata ia berani berkeliaran di padukuhan ini, malam dan juga siang hari. Tetapi apa boleh buat. Justru Ki Demang dan para kebahu sudah bersedia membantu mereka dan bahkan ikut bertanggung jawab apapun yang akan terjadi, sebab merekapun mungkin sekali akan menjadi korban keganasan Hantu Bertangan Api. "Kita harus benar-benar mempersiapkan diri" berkata Kesambi "kali ini kita akan melakukan tugas yang belum pernah kita lakukan. Mungkin untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya. Namun itu adalah tanggung jawab kita" "Jumlah kita akan jauh lebih banyak dari jumlah mereka" berkata salah seorang anak muda "aku tahu, Ki Demang telah memerintahkan semua bebahu, semua laki-laki yang namanya pernah dikenal oleh rakyat Sambi Sari sebagai orang-orang yang berani dan bahkan Ki Demang sudah menghubungi orang-orang yang selama ini dijauhi oleh rakyat disekitarnya karena mereka dianggap berkelakuan kurang baik" "Kenapa dengan mereka?" bertanya yang lain. "Menurut Ki Demang, mereka akan mendapat kesempatan membersihkan nama mereka, jika mereka ikut berbuat
998 sesuatu malam nanti. Jika tidak, mereka akan tetap terasing dan bahkan Ki Demang akan mengambil langkah-langkah yang lebih tegas bagi mereka" Kesambi mengangguk-anggukkan kepalanya. Dengan demikian ternyata ada beberapa pihak yang akan turun ke tepian malam nanti untuk menyelamatkan bendungan yang pada saat dimulainya banyak mendapat tantangan itu, meskipup ada juga orang yang mengatakan, bahwa yang terjadi itu adalah akibat kutuk dari hantu-hantu penunggu tikungan Kali Kuning. Demikianlah maka sejenak kemudian anak-anak muda itupun minta diri kepada Kesambi. Jika tidak ada perubahan apapun, mereka akan berkumpul di rumah Ki Demang menjelang senja. Tepat pada saat bulan purnama terbit di Timur, mereka harus sudah berada ditepian. Sebenarnyalah bahwa ada juga diantara anak-anak muda itu yang berharap, agar terjadi perubahan. Lebih baik jika niat itu diurungkan. Namun agaknya mereka yang agak kecut hatinya, akan terpaksa juga datang ke bendungan malam nanti, meskipun pada saatnya mereka tidak akan banyak berarti. Maka pada hari itu, seluruh Sambi Sari diliputi oleh ketegangan. Meskipun tampaknya Wiyatsih tidak begitu terpengaruh, namun sebenarnyalah bahwa iapun menjadi tegang pula. Sambil mengisi waktunya di dapur, maka kadang-kadang terselip pula debar yang tajam didalam dadanya. Kadang-kadang diluar sadarnya ia membayangkan apakah yang kira-kira akan terjadi di bendungan itu. Jika kegelisahannya memuncak, maka Wiyatsih itupun pergi kepada kedua penjaga regolnya yang sedang tidak bertugas, di ruang belakang. "Bersiaplah" berkata Wiyatsih
999 Kedua penjaga regol itu mengerutkan keningnya, dan salah seorang dari mereka bertanya "Bukankah nanti malam?" "Ya, nanti malam. Maksudku, kalian dapat mengumpulkan tenaga buat menghadapi orang-orang Hantu Bertangan Api itu nanti malam. Tidurlah, bukankah kalian semalam kurang tidur?" "Aku baru saja bangun" berkata yang tinggi kekuruskurusan. "O" "Tetapi belum makan" sahut yang lain. "Ah kau" desis Wiyatsih "kenapa kau tidak mengambilnya didapur?" Kedua penjaga regol itu tersenyum. Namun rasa-rasanya senyumnya menyimpan kegelisahan yang disembunyikannya. Wiyatsihpun mencoba tersenyum pula. Sambil melangkah pergi ia berkata "Pergilah ke dapur" "Wiyatsih" desis salah seorang dari kedua penjaganya itu "sebaiknya kaupun mempersiapkan dirimu. Kami sudah beristirahat sejak pagi hari. Tetapi aku lihat kau masih saja selalu sibuk, Jangan membiarkan dirimu menjadi lelah sekarang ini. Mungkin seperti yang kau katakan sendiri, kau perlu mengumpulkan tenaga. Kita tidak tahu, betapa banyak tenaga yang akan kita butuhkan nanti malam. Mungkin kita harus bertempur semalam suntuk" Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Terima kasih. Setelah kerjaku ini selesai, aku memang akan tidur sejenak. Aku akan mengumpulkan semua kekuatan. Aku akan makan sebanyak-banyaknya hari ini, agar tenagaku tetap utuh sampai malam nanti"
1000 Kedua penjaga regol itu tidak menyahut lagi. Dipandanginya langkah Wiyatsih sampai hilang disudut dapur. Dalam pakaian seorang gadis, Wiyatsih memang tidak banyak bedanya dengan gadis-gadis yang lain. Tetapi dengan pedang ditangan, ia hampir tidak dapat dibedakan dengan laki-laki yang paling mumpuni sekalipun. Dan itulah kelebihan Wiyatsih. Dalam pada itu, seluruh Kademangan Sambi Sari rasarasanya telah dicengkam oleh debar didalam setiap hati penghuninya. Bahkah orang-orang yang akan pergi menengok tanaman palawija di sawahpun menjadi urung, sehingga jalanjalan menjadi sepi dan rumah-rumah tidak membuka pintunya. Apalagi di bulak-bulak yang panjang. Sambi Sari bagaikan suatu daerah mati yang sangat luas. Hanya orang dari padukuhan lain yang tidak tahu menahu, yang kebetulan lewat di bulak-bulak Sambi Sari sajalah yang tampak satu dua berjalan tergesa-gesa. Orang-orang yang lewat itupun menjadi heran, Sambi Sari memang agak lain dari biasanya. Dalam pada itu, hampir setiap laki-laki di Sambi Sari telah menyiapkan senjata. Terutama anak-anak mudanya dan beberapa orang yang telah dihubungi oleh Ki Demang. Ki Jagabaya yang sudah lama tidak mengambil tombaknya yang tersangkut di dinding, telah membersihkannya dan menimangnimangnya, sehingga isterinya bertanya "Buat apa senjata itu kakang?" "Apakah kau tidak pernah mendengar ceritera tentang Hantu Bertangan Api" Setiap mulut sudah mempersoalkannya" "Yang akan merusak bendungan itu?" "Ya" "Dan apakah yang akan kau lakukan kakang?" "Bukankah aku seorang Jagabaya"
1001 "Tetapi apakah kakang harus pergi ke bendungan malam nanti dan berkelahi melawan penjahat yang akan merusak bendungan itu?" "Itu adalah tugasku, Aku dan Ki Demang bersama beberapa orang bebahu akan berada di bendungan. Betapapun tinggi llmu orang itu, namun ia tidak akan dapat melawan kami se Kademangan "Tetapi merekapun tentu tidak hanya berdua atau bertiga" "Katakanlah mereka berlima, atau sepuluh sama sekali. Mereka tidak akan dapat melawan kami. Jika ada sedikit saja pengalaman kami memegangnya senjata, maka itu sudah cukup membuatnya bingung, karena puluhan ujung senjata akan mengarah ke tengkuknya" Isterinya tidak menyahut. Tetapi rasa-rasanya tugas suaminya kali ini terasa aneh. Sudah lama suaminya tidak pernah mempersoalkan keamanan Kademangan Sambi Sari. Dan tiba-tiba saja Ki Demang dan semua bebahunya akan turun bersama-sama ke tepian Kali Kuning untuk melindungi mainan anak-anak muda itu. Namun ternyata, bahwa apa yang dilakukan oleh anak-anak muda itu telah menggugah hati orang-orang Sambi Sari. Selama ini mereka seakan-akan merupakan keharusan yang tidak dapat menyerahkan diri kepada cengkaman nasib. Kesulitan yang disingkirkan sama sekali. Tetapi dengan kerja ditepian Kali Kuning itu, rasa-rasanya hati sebagan rakyat Sambi Sari menjadi tergugah. Meskipun demikian, bukan saja Nyai Jagabaya, tetapi setiap perempuan yang mengetahui bahwa suaminya akan pergi ke bendungan pada malam hari, menjadi berdebar-debar. Mereka pernah mendengar berbagai ceritera tentang orang yang akan merusak bendungan, bahkan beberapa orang saling berbisik "Kenapa bukan Pikatan sajalah yang dipaksa untuk pergi ke bendungan?"
1002 "Ia akan dibunuh oleh orang yang menyebut dirinya bernama Hantu Bertangan Api itu" "Apa peduliku dengan Pikatan, dan itu tentu lebih baik dari suamiku yang mati" Kawannya berbicara mengangguk-anggukan kepalanya, bagaimanapun juga, jika seseorang sampai pada pilihan yang menyangkut dirinya, tentu ia lebih senang mengorbankan orang lain dari pada dirinya atau keluarganya. Demikianlah, semakin rendah matahari dilangit, Sambi Sari yang sepi itupun menjadi semakin sibuk. Anak-anak muda mulai berjalan hilir mudik sambil menjinjing senjata. Namun ada juga diantara mereka yang justru menutup pintu biliknya rapat-rapat. "Aku tidak mau ikut campur" berkata anak-anak muda yang ketakutan. "Kau benar, ngger" berkata ibunya "bersembunyilah. Tidak ada yang dapat memaksamu untuk pergi ke bendungan" Demikianlah ketika langit menjadi suram, dada anak-anak muda itupun menjadi berdebar-debar. Sebentar lagi mereka akan berkumpul di Kademangan dan bersama-sama akan pergi ke bendungan. Apapun yang akan terjadi di bendungan, mereka sudah siap untuk menghadapinya. Tetapi ternyata bahwa dugaan Kesambi dan Wiyatsih meleset. Yang akan ikut pergi ke bendungan tidak sebanyak yang diharapkan Ternyata anak-anak muda yang semula raguragu, ketika mereka melihat Hantu Bertangan Api melengkungkan besi di gardu, dan kemudian besi itu telah menjadi lurus kembali, justru menjadi semakin ketakutan. Dan mereka termasuk anak-anak muda yang lebih senang bersembunyi di dalam biliknya daripada harus turun ke tepian. --ooo0dw0ooo--
1003 Jilid 13 Meskipun demikian anak-anak muda yang kemudian berkumpul di halaman Ki Demang Sambi Sari cukup banyak. Bersama dengan Ki Demang, Ki Jagabaya dan para bebahu, mereka merupakan sepasukan pengawal Kademangan yang kuat. "Kita segera berangkat" berkata Ki Demang "aku sendiri yang akan memimpin kalian. Betapapun saktinya Hantu Bertangan Api, namun Sambi Sari tidak akan membiarkan dirinya dihinakannya" Namun sebelum mereka berangkat, Ki Demang masih sempat menghidangkan minuman dan makanan sekedarnya sambil berkata "Makanlah. Mudah-mudahan makanan itu dapat menjadi sumber kekuatan. Siapa tahu, kita akan berada di bendungan semalam suntuk" Dan seorang anak muda yang kurus menyahut perlahanlahan sekali "Atau makanan ini akan menjadi makanan kita yang terakhir" "Hush" desah kawan yang berada disampingnya "Hatimu lembut sekali. Tetapi bukan waktunya sekarang ini" Anak muda yang kurus itu tersenyum "Apa begitu?" Kawannya tidak menyahut. Tetapi ia sibuk menyuapi mulutnya dengan makanan yang dihidangkan itu "Biarlah aku menjadi kenyang dahulu" katanya. Dalam pada itu, Kesambi yang kemudian datang juga di halaman Kademangan menjadi cemas. Jika Wiyatsih tetap pada niatnya untuk pergi ke bendungan, maka ia akan menjadi beban yang bukan saja menambah kesulitan, Tetapi
1004 juga merupakan beban yang sangat berat bagi hatinya. Bagaimanapun juga, Kesambi tidak akan dapat ingkar lagi, bahwa sebenarnyalah hatinya telah terikat oleh gadis. itu. Dengan demikian, maka alangkah sakitnya jika ia harus melihat wadag atau rohnya Wiyatsih dibawa oleh Hantu Bertangan Api itu" Tetapi ketika hari menjadi berangsur gelap dan Wiyatsih tidak juga datang ke halaman Kademangan, maka hati Kesambi menjadi agak tenteram. "Kita harus segera berangkat" berkata Ki Demang "sebentar lagi akan datang saatnya purnama itu terbit. Kita harus sudah berada di tepian" Dalam pada itu, selagi anak-anak muda yang berada di halaman Kademangan Sambi Sari bersiap untuk berangkat, dan langsung dipimpin oleh Ki Demang sendiri bersama beberapa orang bebahu maka Purantipun telah mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya. "Sebaiknya rencana kita itu dapat berlangsung sebaikbaiknya puranti "berkata Kiai Pucang Tunggal. Puranti menganggukkan kepalanya. Meskipun tampak diwajahnya bahwa ia tidak begitu senang dengan rencana itu, namun ia sudah menyatakan, bahwa ia akan melakukannya sebaik-baiknya" "Sediakan semuanya yang perlu. Hati-hatilah dengan Hantu bertangah Api itu. Ia dapat mempergunakan senjata rangkap sebaik-baiknya. Karena itu, tangan kirimupun juga perlu harus dapat melindungi dirimu dari senjata rangkap Hantu itu" "Aku membawa pisau belati panjangku ayah" "Baiklah. Aku percaya kepadamu Puranti. Kau sudah hampir mencapai kesempurnaan. Meskipun demikian kau tidak dapat mengabaikan lawan-lawanmu. Kau harus menganggap bahwa
1005 setiap lawan itu cukup berat. Demikian juga dengan Hantu Bertangan Api itu" Puranti mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun katanya kemudian "Mudah-mudahan Wiyatsih tidak mengalami kesulitan. Anak-anak muda Sambi Sari juga telah mempersiapkan diri. Menurut Wiyatsih mereka akan pergi ke bendungan bersama Ki Demang dan para bebahu" Kiai Pucang Tumggal mengangguk-angguk. Memang akan dapat terjadi banyak sekali kemungkinan di bendungan itu, sehingga dengan demikian, mau tidak mau hatinyapun menjadi cemas pula. "Marilah kita pergi. Kita harus melihat semuanya dari permulaan supaya kita tidak menyesal, seandainya terjadi sesuatu" Sementara itu, Wiyatsih dengan gelisah menunggu kesempatan untuk dapat bertemu sekali lagi dengan kakaknya. Di depan rumahnya, kedua penjaga regolnya sudah siap menunggunya. Mereka akan bersama-sama berangkat langsung ke bendungan. "Kakang" Wiyatsih mencoba mengetuk pintu bilik kakaknya "aku ingin berbicara sedikit kakang" Beberapa lamanya Wiyatsih tidak mendengar jawaban. "Kakang" panggil Wiyatsih. Masih belum mendengar jawaban. "Kakang" Wiyatsih mengetuk semakin keras. "Jangan panggil aku..!!" tiba-tiba terdengar kakaknya membentak, lalu "kau masih akan membujuk aku untuk pergi ke bendungan" Aku tahu, hari ini saatnya purnama naik. Tetapi aku tidak akan pergi. Kau dengar"!" "Tidak. Aku tidak akan minta kau pergi kakang"
1006 "Lalu apa keperluanmu?" "Bukalah. Sebentar saja" "Tidak. Aku tidak berkepentingan apapun saat ini" "Kakang, aku masih ingin bertemu dengan kau meskipun hanya sebentar untuk yang terakhir kalinya" Wiyatsih menjadi bingung sejenak. Namun kemudian katanya "Sesuatu menghentak di dada Pikatan, meskipun ia tidak segera mengetahui maksudnya. Namun nada keluhan adiknya itu membuat hatinya tersentuh. Meskipun demikian Pikatan sama sekali tidak menyahut. "Kakang" berkata Wiyatsih" baiklah jika kau tidak ingin membuka pintumu. Aku minita diri. Mungkin aku tidak akan kembali lagi ke rumah ini kakang. Tolong sampaikan pula kepada ibu, karena aku tidak sampai hati mohon diri kepadanya" Gelora di dada Pikatan menjadi semakin bergejolak. Apalagi yang akan dilakukan oleh Wiyatsih itu. Namum Pikatan tidak perlu bertanya karena Wiyatsihpun kemudian berkata "Aku akan pergi ke bendungan kakang. Aku akan mencoba membatalkan usaha Hantu Bertangan Api" "Gila" tiba-tiba Pikatan berteriak. "Sudahlah kakang. Mudah-mudahan aku berhasil. Jika tidak, aku minta diri dan minta maaf barangkali selama ini aku sering menyakiti hatimu" "Jangan gila Wiyatsih "tiba-tiba pintu bilik itu terbuka. Wajah. Pikatan menjadi tegang. Dipandanginya wajah gadis itu seperti hendak ditelannya begitu saja" "Tidak ada jalan lain kakang" "Tidak. Kau tidak boleh pergi ke bendungan"
1007 "Itu adalah satu-satunya jalan yang dapat aku tempuh, Aku pergi bersama beberapa orang anak-anak Sambi Sari" "Gila, kalian sudah gila. Apakah kalian belum pernah mendengar ceritera tentang Hantu Bertangan Api. Mungkin dari gadis liar dari Pucang Tunggal itu?" "Maksudmu Puranti" "Ya. Gadis gila itu" "Aku memang pernah mendengarnya" "Kenapa bukan gadis yang gila itu saja yang mencoba bertahan di bendungan jika ia mampu" "Aku tidak berani memaksanya. Menurut Puranti yang pernah melihat Hantu Bertangan Api itu berlatih dari kejauhan, mengatakan bahwa Hantu Bertangan Api itu ternyata bukan Hantu yang dahulu. Ia kini mendapat kemajuan yang pesat sekali" "Apakah Puranti takut?" "Aku tidak tahu." "Tetapi kau tidak boleh pergi. Jangan sombong Wiyatsih" "Bukan karena aku menyombongkan diri kakang. Tetapi tidak ada jalan lain Akulah yang memaksa anak-anak muda Sambi Sari membuat bendungan itu untuk melanjutkan citacitamu, kau setujui atau tidak. Sekarang, aku harus bertanggung jawab pula atas akibat dari hadirnya bendungan yang masih belum siap itu" "Jangan sebut-sebut namaku. Aku tidak tahu menahu tentang bendungan itu, karena apa yang kalian kerjakan adalah pikiran gila semata-mata" "Baiklah. kakang. Aku tidak akan menyebut nama kakang lagi. Tetapi aku minta diri. Mumpung ibu masih berada di dapur, karena aku tidak akan sampai hati mengatakan
1008 kepadanya, apa yang akan aku lakukan, karena tentu ibu akan sangat bersedih" "Tidak. Kau tidak boleh pergi" "Tidak ada jalan lain kakang" "Tidak, kau dengar" "Aku terpaksa pergi" "Gila. Kau benar-benar berani melawan aku sekarang. Aku berkata bahwa kau tidak boleh pergi" "Aku tidak dapat tinggal di rumah. Aku harus pergi" "Pergi hanya untuk membunuh diri" "Jika terpaksa terjadi demikian, apabolah buat" "O, kau memang keras kepala. Daripada kau mati dibunuh Hantu, Bertangan Api, biarlah aku saja yang membunuhmu" Sejenak Wiyatsih menjadi tegang. Namun kemudian katanya "Jika memang itu yang sebaiknya kau lakukan, apaboleh buat, tetapi aku akan tetap pergi ke bendungan. Disana masih ada beberapa anak muda yang merelakan dirinya untuk mempertahankan bendungan itu apapun akibatnya" "Gila, gila. Kau sudah gila" Yang terdengar kemudian adalah derak pintu bilik Pikatan itu tertutup keras-keras. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Ia bertahan. untuk tidak menangis, Kebiasaan yang sulit sekali ditinggalkannya, karena sejak kecil ia sudah belajar menangis. "Sudahlah kakang. Aku akan pergi" Pikatan tidak menjawab.
1009 "Kakang. Kau memaafkan aku bukan" Jika aku tidak dapat bertemu lagi, semua kesalahanku jangan membebani perjalananku. Masih tidak terdengar jawaban. "Kakang, kakang" Wiyatsih mengetuk pintu itu semakin keras. Namun sama sekali tidak terdengar suara apapun juga. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Kemudian iapun berkata perlahan-lahn "Jangan hiraukan apa yang akan terjadi atasku" Sejenak kemudian, terdengar langkah Wiyatsih menjauhi pintu bilik Pikatan. Namun dalam pada itu, perlahan-lahan pintu itu terbuka setebal jari. Dari sela-sela pintu itu Pikatan mengintip langkah adiknya yang kemudian hilang dibalik pintu pringgitan. "Gila, gila" Pikatan menggeram. Dengan langkah yang gontai ia pergi ke pembaringannya. Dibantingnya dirinya di pinggir pembaringan itu. Dengan kepala tertunduk dalam-dalam ia duduk merenungi keadaannya. Sekali-kali tangan kirinya mengusap keringat di keningnya. "O, anak itu benar-benar telah kehilangan akal. Ia ingin membunuh dirinya di tepian" namun kemudian ia meloncat berdiri sambjl berkata "aku tdak peduli. Aku tidak peduli. Biarlah ia mati dicincang oleh Hantu Bertangan Api, atau diseret kedalam sarangnya sama sekali. Aku tidak bertanggung jawab atas sikapnya yang sombong itu" Pikatan terkejut ketika sekali lagi, ia mendengar pintu biliknya diketuk. Sejenak ia termangu-mangu, namun kemudian ia tidak menghiraukannya lagi. Namun ternyata yang didengarnya bukan lagi suara Wiyatsih,tetapi suara ibunya "Pikatan, apakah yang terjadi?"
1010 "Tidak apa-apa ibu" jawab Pikatan pendek. "Aku mendengar kau marah lagi kepada adikmu. Dimana sekarang Wiyatsih" "Ia ada diluar" "Tidak ada" "Aku tidak tahu" Ibunya tidak bertanya lagi. Iapun kemudian pergi ke pringgitan dan kemudian ke pendapa. Tetapi ia tidak menemukan Wiyatsih. Untunglah bahwa ia tidak melihat ke regol. Ternyata bahwa kedua penjaga regolnyapun tidak ada di tempatnya. Keduanya mengikuti Wiyatsih pergi ke bendungan. Senja menjadi semakin gelap dan langitpun mulai dibayangi oleh cerahnya bulan purnama. Karena itu, maka Wiyatsihpun mempercepat langkahnya sambil berkata kepada kedua penjaga regolnya "Marilah. Pada saat purnama itu naik, semuanya dapat terjadi. Jika anak-anak muda itu sudah ada disana dan Hantu itu mulai bertindak, maka yang terjadi adalah bencana yang tidak terlupakan oleh penduduk Sambi Sari. Kedua penjaga regolnyapun berjalan semakin cepat. Namun salah seorang dari keduanya bertanya "Wiyatsih, jika benar akan terjadi sesuatu, kenapa kau mengenakan pakaian itu meskipun kau membawa pedang dan pisau belati panjang?" "O, aku sembunyikan pedangku" "Aku tidak mengerti" jawab penjaga regol itu. "Aku datang sebagai seorang gadis biasa. Jika terpaksa aku harus bertempur, aku dapat melepaskan kain panjangku, karena aku mengenakan pakaianku yang lain"
1011 Penjaga regol itu tidak menyahut. Namun mereka melihat Wiyatsih berjalan sambil menyingsingkan kain panjangnya tinggi-tinggi. Demikianlah mereka menjadi semakin dekat dengan bendungan. Langit yang samar-samar mulai membayang cerahnya bulan. Di timur bayangan kemerah-merahan menjadi semakin terang diatas punggung hutan yang jauh. Sementara itu Pikatan, duduk kembali di pembaringannya dengan kepala tunduk. Berbagai persoalan bergulat di dalam hatinya. Namun demikian, ia masih tetap tidak beranjak dari tempatnya. Dalam keremangan cahaya langit yang mulai cerah, beberapa orang Sambi Sari berjalan dengan tergesa-gesa pula ke bendungan yang belum selesai itu. Di paling depan adalah Ki Demang dan Ki Jagabaya. Kemudian para bebahu dan yang di belakang mereka adalah anak-anak muda. Mereka membawa senjata apa saja yang mereka dapatkan. Ki Demang membawa sebuah tombak seperti juga Ki Jagabaya. Sedang yang lain ada yang membawa pedang, parang dan jenis-jenis senjata yang lain yang dapat mereka ketemukan. Kesambi yang berjalan dipaling depan diantara anak-anak muda itupun membawa sebilah pedang panjang. Ia memang belum pernah mempergunakan pedang itu, karena ia belum pernah berkelahi sesungguhnya dengan senjata. Ketika ia masih kecil memang ia pernah berkelahi dengan kawan-kawan bermain. Bahkan kadang-kadang ada diantara mereka yang menangis, Bahkan sampai menjelang remaja, iapun masih sering berkelahi diantara kawan-kawanaya. Tetapi berkelahi dengan senjata, mimpipun ia belum pernah. Dengan hati yang berdebar-debar orang-orang Sambi Sari itu mendekati bendungan. Ketika mereka menengadahkan wajah mereka ke langit, maka merekapun mulai melihat cahaya yang bulat merah mulai tumbuh di ujung Timur.
1012 "Bulan sudah terbit " desis seseorang. "Ya itulah bulan purnama" sahut yang lain. Bahkan Ki Demangpun berkata "Kita menginjak saatnya bulan purnama naik. Saat inilah yang dijanjikan oleh Hantu Bertangan Api itu. Dan agaknya Pikatan benar-benar tidak akan datang" "Kita terlambat" desis Ki Jagabaya. "Tidak. Hantu itu tentu akan menunggu sejenak. Ia tidak akan berpegangan teguh pada saat purnama itu terbit. Tetapi yang dimaksudkan tentu malam ini. Malam ini adalah malam teraklir. Ia sudah tidak mau menunggu lebih lama lagi di sini" "Pikatan ternyata sudah menjadi seorang pengecut" desis salah seorang bebahu "jika ia masih tetap jantan, ia tidak akan memaksa kita turun ke tepian dan beberapa korban tentu akan jatuh" "Apa bolehbuat. Kita memang harus bertanggung jawab terhadap seluruh isi Sambi Sari, meskipun kelak kita akan membuat perhitungan tersendiri dengan Pikatan" berkata Ki Demang. "Jika kita masih tetap hidup" potong seorang bebahu yang lain. "Juga apaboleh buat. Jika saatnya mati tiba, meskipun kita bersembunyi di dalam kentongan sekalipun, kita akan mati juga" jawab Ki Demang. Tidak ada seorangpun yang membantahnya. Meskipun demikian hati mereka menjadi semakin berdebar-debar ketika mereka mendekati tepian. Ki Demanglah yang mula-mula berdiri di atas tanggul. Ternyata tepian masih terlalu sepi. Dibawah cahaya bulan yang kemudian mulai mengambang dilangit, mereka tidak melihat seorangpun. Beberapa anak muda yang kemudian
1013 juga berdiri ditanggul menarik nafas dalam-dalam. Bahkan salah seorang dari mereka berkata "Mudah-mudahan Hantu Bertangan Api itu hanya sekedar menakut-nakuti saja" Yang lain tidak menjawab. Tetapi sebenarnyalah bahwa merekapun mengharap demikian. "Marilah kita turun" berkata Ki Demang "hati-hatilah, jangan sampai kita dijebak oleh Hantu yang licik itu. Kita harus tetap merupakan kekuatan yang utuh. Siapa yang takut menghadapi akibat yang paling buruk, tinggallah disini, atau kembali saja ke Kademangan" Tidak seorangpun yang menjawab. "Paling sedikit, separo dari kita semuanya akan mati ditepan. Nah, siapa yang masih belum ingin mati, jangan ikut aku" Betapapun keragu-raguan mencengkam hati, namun anakanak muda itu tidak berniat untuk melangkah surut, karena Ki Demang sendiri ternyata telah bertekad bulat untuk ikut serta mempertahankan bendungan itu. Demikianlah maka iring-iringan itupun kemudian menuruni tebing dan kemudian bertebaran di tepian. Namur tepian itu ternyata masih sepi. "Kitalah yang ternyata harus menunggu" berkata Ki Demang "lihat purnama sudah naik. Kita sudah siap menghadapi segala kemungkinan" Meskipun demikian, sebenarnyalah bahwa setiap dada menjadi berdebar-debar. Tanpa mereka sadari. maka merekapun mendebarkan pandangan mereka berkeliling. Yang tampak di dalam keremangan cahaya bulan. adalah gerumbulgerumbul liar di tebing Kali Kuning seberang menyeberang. Batu-batu padas dan tanggul. Meskipun tampaknya orangorang Sambi Sari itu berdiri tegap di tepian sambil menggenggam senjata, namun sebenarnyalah bahwa mereka
1014 mulai dibayangi oleh peristiwa-peristiwa yang mengerikan. Di dalam angan-angan mereka, seakan-akan dibalik setiap lembar daun itu bersembunyi Hantu Bertangan Api dengan orang-orangnya. Seakan-akan dibalik tanggul itu beberapa pasang mata sedang mengintipnya. Tetapi untuk beberapa lamanya mereka menunggu, sama sekali tidak mereka lihat seorangpun yang datang. "Mereka hanya sekedar menakut-nakuti" berkata Ki Jagabaya untuk memecahkan ketegangan di dalam dadanya" "Ya" sahut seorang anak muda yang dicengkam oleh kecemasan yang luar biasa. Untuk menenteramkan hatinya sendiri, maka iapun berteriak "tidak ada seekor kadalpun disini" "Sst" Kesambi berdesis "jangan berkata begitu. Kita menunggu. Malam ini baru saja mulai. Masih ada waktu yang panjang yang harus kita amati. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu Namun kita tidak boleh lengah" Anak muda yang berteriak itupun mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak menyahut lagi. Namun demikian justru orang lainlah yang berkata "Kita tidak akan menunggu semalam suntuk. Jika ternyata saatnya purnama naik tidak terjadi sesuatu, kita sudah bebas" "Maksudmu" "Janji itu sudah lampau. Purnama sudah naik. Kita tidak tidak terikat lagi" "Kalau kau mau pergi, pergilah" Ki Demanglah yang menjawab "sudah sejak kita masih berada di tanggul, aku sudah menawarkan, siapakah yang akan melangkah surut. Kita akan menunggu disini semalam suntuk. Jika malam ini tidak terjadi sesuatu, maka barulah kita yakin, bahwa orang yang menyebut dirinya Hantu Bertangan Api itu memang hanya sekedar menakut-nakuti saja"
1015 Namun ternyata bahwa sebutan Hantu Bertangan Api itu telah menggetarkan setiap jantung. Bahkan Ki Demang sendiri terkejut karenanya. Seakan-akan sebutan itu telah mendorong mereka mendekati Hantu itu sendiri. Karena itu, orang-orang Sambi Sari itu menjadi tegang. Mereka berdiri di tempatnya seakan-akan membeku. Dengan wajah yang dibayangi oleh keragu-raguan dan bahkan kecemasan mereka memperhatikan setiap bentuk disekitar mereka. Setiap gerak telah membuat jantung mereka bedesir. Dan bahkan ketika selembar daun kering jatuh dari gerumbul di tebing sungai setiap hati telah berdesir tajam sekali. Namun untuk beberapa saat lamanya mereka tidak melihat sesuatu. Meskipun demikian, orang Sambi Sari itu masih tetap mematung di tempat mereka masing-masing Tetapi dalam pada itu, selagi ketegangan mencengkam setiap jantung, tiba-tiba sepinya malam di tepian Kali Kuning itu telah disayat oteh suara tertawa yang bagakan menghentikan denyut nadi. Suara tertawa itu tidak terlampau keras, Tetapi seolah-olah mengumandang disegala arah. Ki Demang bergeser setapak. Dicobanya untuk mengetahui dari mana arah suara tertawa itu, namun ia sama sekali tidak berhasil. Ternyata suara tertawa itu bagaikan merontokkan jantung Mereka yang tidak memiliki keteguhan hati, meresa bahwa nyawa mereka telah berada diujung ubun-ubun. Suara tertawa itu bagaikan suara hantu yang melihat kubaran baru sudah menganga. Ki Demang yang tidak berhasil menentukan arah suara tertawa itu menjadi marah. Karena itu maka iapun segera berteriak "He, siapa kau yang tertawa" Kaukah yang menyebut dirimu Hantu bertangan Api?" Suara tertawa itu masih terdengar berkepanjangan, melingkar-lingkar diantara tebing Kali Kuning.
1016 "He, kau dengar aku?" teriak Ki Demang. Suara tertawa itu mereda. Kemudian terdengar suara mengumandang "Kau benar. Aku adalah Hantu Bertangan Api" "Bagus" sahut Ki Demang "mendekatlah. Bukankah kau sedang menunggu Pikatan?" "Ya Aku sedang menunggu Pikatan Tetapi bukan kalian" "Pikatan tidak mau datang malam ini" "Kenapa kalian datang kemari?" "Kami tidak dapat membiarkan bendungan yang kami kerjakan dengan susah payah ini akan kalian rusak. Kami datang untuk mempertahankan hak kami" Suara tertawa itu terdengar lagi. Justru lebih keras dari suara tertawa yang mula-mula. Ki Demangpun menjadi semakin marah pula karenanya. Dan iapun berteriak lebih keras lagi untuk mengatasi suara tertawa itu "Diam. Diam. Kami adalah rakyat Sambi Sari yang mempunyai harga diri. Sudah sekian lamanya kami dipanggang diatas tanah kering ini. Dan kini kami mulai menyadari, bahwa dengan bendungan ini Sambi Sari akan menjadi basah dan subur. Karena itu, maka kami akan mempertahankan. bendungan ini. Kami tidak akan membiarkan kalian merusaknya. Betapapun saktinya Hantu Bertangan Api itu, ia tidak akan dapat melawan kami sebanyak ini" "Aku tidak sendiri" berkata Hantu Bertangan Api "meskipun seandainya aku sendiri. aku akan dapat membunuh kalian semuanya. Sudah tentu tidak sekaligus. Aku tahu caranya bagaimana melawan orang sebanyak itu, apalagi orang-orang dungu seperti kalian" Jawaban itu benar-benar menggetarkan setiap jantung. Namun Ki Demang masih menjawab "Omong kosong. Kau
1017 hanya ingin menakut-nakuti kami. Tetapi kami tidak takut. Aku tidak takut, Ki Jagabaya tidak takut dan anak-anak muda Sambi Sari yang dipimpin oleh Kesambi juga tidak takut" Tetapi Hantu Bertangan Api masih saja tertawa. Katanya "Kalian memang orang-orang berani. Tetapi keberanian saja tidak cukup untuk mempertahankan bendungan itu. Selain keberanian, juga kemampuan mempertahakan diri sendiri, karena jika perlu dituntut adanya kekerasan" "Kami sudah siap. Diantara kami terdapat juga bekas-bekas perampok yang ingin memperbaiki namanya di lingkungan masyarakat Sambi Sari. Merekapun mampu berkelahi seperti kalian, Suara tertawa Hantu Bertangan Api bagaikan meledak semakin keras. Katanya "Aku sudah membunuh beberapa orang perampok yang akan mendahului merusak bendungan ini" "Aku tidak percaya" "Kalian tentu menemukan mayatnya" "Tidak seorangpun melihat mayat di tepian ini" Hantu Bertangan Api terdiam sejenak. Namun katanya "Tentu ada yang menyembunyikan, agar anak-anak muda yang sedang menyelesaikan bendungan itu tidak menjadi ketakutan" "Omong kosong" Ki Demang berteriak semakin keras, lalu "sekarang kemarilah. Jangan hanya berteriak sambil bersembunyi" Yang terdengar hanya suara tertawa saja. Katanya "Jika aku benar-benar datang, kalian akan mati ketakutan sebelum aku berbuat apa-apa" "Kau terlampau sombong" sahut Ki Demang.
1018 "Baiklah. Kami akan datang bersama-sama. Kamipun datang dalam jumlah yang cukup, karena kami tahu, kalian akan menjadi gila dan mencoba mempertahankan bendungan ini. Apakah artinya bendungan ini bagi kalian, jika kalian sudah terbunuh di tepian ini" Ki Demang tidak segera menyahut. Dadanya memang tergetar mendengar ancaman itu. Apalagi orang-orang lain. Pertanyaan seperti yang dilontarkan oleh Hantu Bertangan Api itu memang ada di setiap jantung. Apakah gunanya mereka mempertahankan bendungan itu jika mereka akan mati di tepian dan bendungan itu akhirnya akan dirusaknya juga. "Pikirkan baik-baik" berkata Hantu Bertangan Api "jangan melakukan pekerjaan, sia-sia. Apalagi mengorbankan nyawa tanpa arti, karena bendungan yang akan kalian pertahankan itu akhirnya pasti akan hancur pula. Dan Pikatan yang kalian lindungi itu akan mati pula" "Kami tidak melindungi Pikatan" tiba-tiba terdengar suara seseorang bebahu yang sudah mulai gemetar" kami sama sekali tidak berkepentingan dengan Pikatan" "Omong kosong" berkata Hantu itu "jika kalian tidak melindunginya, Pikatan tentu akan datang kemari malam ini" "Kami sudah mencoba memaksanya. Tetapi ia tidak mau" "Dan sekarang kalian lebih baik melawan aku dengan beberapa orang kawanku daripada memaksa Pikatan dengan kekerasan. Apa kau sangka bahwa Pikatan lebih kuat daripada aku" Jika demikian ia tidak akan ketakutan untuk datang ke bendungan ini. Apalagi aku membawa kawan yang cukup banyak" Orang-orang Sambi Sari itu terdiam. Sesuatu mulai membayangi hati mereka sehingga kebimbangan yang memang sudah ada di dalam hati mereka menjadi semakin tebal.
1019 Namun dalam pada itu Kesambi mencoba memulihkan tekad orang-orang Sambi Sari itu dengan berteriak "Sudahlah. Hentikanlah usahamu untuk menakut-nakuti kami. Kau harus sadar, bahwa itu tidak akan ada gunanya. Jika kau mampu membunuh kami, tentu sudah kau lakukan. Tetapi ternyata bahwa kau hanya sekedar berbicara saja. di tempat yang tersembunyi" "Gila" teriak Hantu Bertangan Api "kau membuat aku marah. Sebenarnya aku masih mempunyai pertimbangan lain. Tetapi jika aku benar-benar marah, kalian akan menyesal" "Kami sudah marah sejak lama. Cepat, keluarlah dari persembunyianmu" "Diam" teriak Hantu itu "kalian memang benar-benar ingin aku cincang. Ternyata kalian lebih menarik dari Pikatan. Bersukurlah bahwa Pikatan tidak datang, sehingga aku mendapat kesempatan lebih dahulu untuk membunuh kelincikelinci bodoh. Nah, bersiaplah untuk mati. Seorang demi seorang. Tidak seorangpun akan kami biarkan lolos, karena kalian telah membuat aku marah" Darah anak-anak muda Sambi Sari itu bagaikan semakin lambat mengalir. Tangan mereka menjadi gemetar, dan senjata mereka hampir tidak berarti sama sekali. Genggaman mereka menjadi semakin kendor dan nafas merekapun menjadi terengah-engah sebelum mereka mulai bertempur. Ki Demang dan Kesambi menjadi cemas melihat keadaan itu. Jika mereka benar-benar ketakutan, maka bencana benarbenar akan menimpa bendungan itu dan mereka semuanya. Namun dalam pada itu, selagi orang-orang Sambi Sari dicengkam oleh ketegangan, mereka dikejutkan oleh suara seorang perempuan yang menyobek kebekuan sesaat itu. Dengan lantang orang-orang yang berada di tepian itu mendengar kata-katanya "Jangan mempersoalkan Pikatan. Kini kalian sudah berhadapan dengan anak-anak muda Sambi
1020 Sari. Jika kau masih harus berpikir dua tiga kali untuk menantang Pikatan, maka disini ada berpuluh-puluh Pikatan. Nah, apakah kau masih juga berniat untuk meneruskan usaha merusak bendungan ini" Suara itu benar-benar telah mengejutkan. Hantu Bertangan Apipun terkejut pula. Ketika mereka berpaling, di bawah cahaya bulan purnama mereka melihat seorang gadis berdiri diatas tanggul Kali Kuning. "Wiyatsih" teriak Kesambi "kenapa kau datang juga kemari?" "Sudah aku katakan, aku tidak dapat tinggal diam di rumah sedangkan kalian menghadapi maut di pinggir Kali Kuning. Tetapi jangan cemas. Hantu Bertangan Api ternyata tidak sedahsyat yang dibayangkan. Menurut kakang Pikatan, Hantu Bertangan Api tidak lebih dari seorang perampok cengeng yang tidak memiliki kelebihan apapun. Itulah sebabnya kakang Pikatan tidak mau datang, karena ia tahu, bahwa ia akan dijebaknya dalam perkelahian yang tidak adil, bukankah Hantu itu sudah mengaku bahwa ia tidak datang seorang diri" Nah, itulah sebabnya kakang Pikatan berkeberatan. Menurut kakang Pikatan, gerombolan perampok kecil yang pernah bersembunyi di goa Pabelan itu tentu tidak akan mampu melawan anakanak muda Sambi Sari" "Bohong" teriak Hantu Bertangan Api. "Nah, keluarlah dari persembunyianmu. Aku tahu, kau bersembunyi dibalik gerembul bunga racun itu. Cepat keluarlah bersama-sama dengan anak buahmu. Seorang aku lihat dibalik gerumbul pakis, yang dua orang di balik batu yang besar itu. Aku melihat gerumbul-gerumbul itu bergerak. Yang lain aku tidak tahu, Tetapi ada tiga orang di belakangmu" "Gila" teriak Hantu Bertangan Api.
1021 Wiyatsih yang masih berpakaian seorang gadis itupun segera melangkah turun. Katanya "Aku akan berlindung di belakang anak-anak muda Sambi Sari itu" Hantu Bertangan Api yang sudah diketahui tempatnya oleh Wiyatsih itupun kemudian meloncat keluar. Dipandanginya saja gadis yang berjalan menuruni tebing perlahan-lahan. Namun sejenak kemudian terdengar Hantu itu tertawa "Kau memang seorang gadis yang aneh Wiyatsih. Mungkin karena kau adalah adik Pikatan, sehingga kaupun mempunyai kelebihan dari orang-orang lain. Tetapi kedatanganmu ke tepian ini sangat menyenangkan hatiku. Setelah aku selesai membunuh cucurut-cucurut bodoh itu, aku akan mendapatkan hadiah yang sangat menarik. Kau akan aku bawa serta Wiyatsih" "Tidak mau" "Tentu kau tidak mau. Tetapi bagiku tidak akan ada bedanya. Mau atau tidak mau" "Orang Sambi Sari tentu akan melindungi aku" "Mereka akan aku bunuh semuanya" Wiyatsih berhenti sejenak. Dipandanginya Hantu Bertangan Api yang berdiri di tebing, di sebelah gerumbul bunga racun yang berwama merah. "Kau tidak akan dapat membunuh seorangpun dari mereka Hantu yang sombong" Hantu itu tertawa. Katanya "Marilah kita lihat. Justru karena kau aku bernafsu membunuh semua orang sekaligus. Kemudian akan manyusul Pikatan, sementara bendungan ini akan berserakan. "Aku akah menjadi taruhan. Jika kau menang kali ini, aku tidak akan melawan jika kau akan membawa aku pergi"
1022 "He" Hantu Bertangan Api justru menjadi heran, dan dalam pada itu Kesambi berteriak "Wiyatsih, kau jangan menganggap yang terjadi ini suatu permainan" "Tidak Kesambi. Aku berkata sungguh-sungguh. Jika Hantu Bertangan Api menang, biarlah aku dibawanya. Bukankah itu berarti bahwa kalian telah binasa seluruhnya" Jika masih ada seorangpun yang hidup, Hantu bertangan Api masih belum menang" "Kau tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya Wiyatsih. Kita benar-benar dalam keadaan yang gawat" "Aku tidak yakin. Hantu Bertangan Api hanya dapat berbicara, Tetapi tidak dapat berbuat apa-apa" "Wiyatsih" teriak Hantu Bertangan Api "ternyata kau sangat berbahaya bagi kami. Kau ternyata dengan caramu berusaha untuk meningkatkan ketahanan jiwa orang-orang Sambi Sari, seolah-olah kami memang tidak berarti apa-apa. Tetapi ketahuilah, itu akan membahayakan dirimu sendiri" Tetapi Wiyatsih tertawa. Katanya "Kau jangan mengigau Hantu Bertangan Api. Sudahlah, lakukan apa yang akan kau lakukan. Ki Demang sudah siap menunggumu. Jika kau ingin segera binasa, turunlah dan cobalah bertempur melawan Ki Demang dan Ki Jagabaya. Memang agaknya Ki Demang dan Ki Jagabaya harus bekerja bersama melawanmu. Tetapi selain kau, orang-orangmu tidak akan berarti apa-apa" "Diam" teriak Hantu Bertangan Api. Kemarahannya ternyata telah memuncak sehingga ia berteriak kepada anak buahnya yang bersembunyi di balik segerumbul ilalang "Tangkap gadis itu, dan bawa naik ke atas. Jangan berikan kesempatan mendekati anak-anak muda Sambi Sari. Ia akan dapat menjadi racun bagi pertempuran ini. Ia mampu membangkitkan keberanian meskipun sekedar semu. Tetapi kematian yang tidak terbilang, hanya akan mengotori senjata kami saja"
1023 Tiba-tiba seorang yang bertubuh tinggi tegap meloncat dari balik gerumbul ilalang itu. Dengan garangnya ia berdiri tegak di sebelah Wiyatsih. "Nah Wiyatsih. Jangan menyesal. Kau adalah tawanan kami yang pertama malam ini. Mudah-mudahan Pikatan mendengarnya dan berusaha mengambilmu" "Wiyatsih" Kesambilah yang berteriak. Hampir saja ia meloncat mendekati Wiyatsih, Tetapi Ki Jagabaya sempat menahannya sambil berkata "Hati-hatilah Kesambi. Agaknya mereka benar-benar tidak sedang bergurau" "Tetapi Wiyatsih?" "Kita usahakan nanti. Tetapi jangan tergesa-gesa" "Wiyatsih menganggap persoalan ini seperti permainan anak-anak saja" desis Ki Demang "salahnya sendiri. Tetapi kau jangan mengorbankan dirimu. Setiap usaha harus dipikirkan masak-masak" "Tetapi gadis itu" "Kita akan berusaha" desis Ki Demang. Dalam pada itu Wiyatsih berdiri tegang. Dipandanginya orang yang bertubuh tinggi tegap itu. Lalu katanya "Jangan ganggu aku. Aku akan pergi ke tepian. Aku akan bergabung dengan anak-anak Sambi Sari" Orang bertubuh tinggi tegap itu tiba-tiba saja menjadi ragu-ragu. Sikap Wiyatsih terasa aneh baginya. Gadis itu sama sekali tidak menjadi gemetar atau ketakutan. Tetapi Hantu Bertangan Api berteriak "Tangkap Wiyatsih, dan bawa kemari"
1024 txt oleh http://www.mardias.mywapblog.com
Betapapun keragu-raguan mencengkam dadanya, namun orang bertubuh tinggi itu tidak dapat mengelak. Maka iapun segera melangkah maju mendekati Wiyatsih. "Wiyatsih" teriak Kesambi. Tetapi Wiyatsih masih tetap berdiri di tempatnya. Dipandanginya saja orang bertubuh tinggi tegap itu. Namun agaknya orang itu benar-benar ingin menangkapnya. Namun demikian kedua tangannya terjulur, maka tiba-tiba Wiyatsihlah yang lebih dahulu menyambar tangan orang itu. Dengan satu gerakan yang hampir tidak terlihat, maka tangan itupun telah terpilin kebelakang. Dengan dorongan yang kuat orang yang sama sekali tidak menyangka itu tidak sempat menjaga keseimbangannya. Apalagi ia berdiri di tebing yang miring. Itulah sebabnya maka dorongan tangan Wiyatsih yang kuat telah melemparkannya. Yang terdengar adalah sebuah teriakan yang keras. Meskipun tebing itu tidak begitu tinggi, namun tubuhnya yang terlempar oleh dorongan kekuatan Wiyatsih, dan terjatuh diatas batu-batu di tepian terasa betapa sakitnya, sehingga rasa-rasanya tulang iganya menjadi patah. Yang terjadi itu benar-benar tidak terduga-duga. Karena itulah maka setiap mata telah terbelalak karenanya. dan setiap jantung rasa-rasanya telah berhenti bergetar. Bahkan Hantu Bertangan Apipun bagaikan membeku di tempat nya. Terlebihlebih lagi orang-orang Sambi Sari. Dalam pada itu, Wiyatsih sendiri masih berdiri tegak di tempatnya. Dipandanginya orang yang terbanting jatuh itu sejenak, lalu katanya "Sudah aku katakan, aku tidak mau sebelum Hantu Bertangan Api memenangkan pertentangan ini, tentu saja termasuk aku sendiri" "Gila" teriak Hantu Bertangan Api "jadi kau menantang aku Wiyatsih"
1025 Wiyatsih berpaling. Dipandanginya Hantu Bertangan Api yang menjadi sangat marah. "Bukan aku yang menantangmu. Aku adalah termasuk salah satu dari orang-orang Sambi Sari yang ingin mempertahankan bendungan ini" "Gila" suara Hantu Bertangan Api menjadi gemetar, sementara Wiyatsih seakan-akan tidak menghiraukannya. Dilanjutkannya langkahnya menuruni tebing Kali Kuning. "Nah, bukankah sudah aku katakan" berkata Wiyatsih kemudian "orang-orang yang dibawa oleh Hantu Bertangan Api tidak akan lebih baik dari kita semuanya. Apalagi jumlah kita jauh lebih banyak. Karena itu, jika Hantu Bertangan Api meneruskan niatnya, kita akan membinasakaanya. Bukan kita yang dibinasakan olehnya" Terasa sesuatu menyentuh jantung setiap orang Sambi Sari, yang semula sudah dicengkam oleh ketakutan, tiba-tiba berani mengadahkan dadanya kembali sambil berkata di dalam hatinya" "Bukan main. Apakah Wiyatsih sudah kesurupan hantu Kali Kuning sehingga ia mampu melawan orang itu" Dalam pada itu, Hantu Bertangan Api yang marah berteriak "Wiyatsih, yang terjadi adalah suatu kebetulan, karena orang itu sama sekali tidak menduga bahwa kau akan melawannya. Tetapi jika ia sudah siap, maka kau akan diremukkannya. Orang itu mempunyai kekuatan raksasa" "Orang itukan yang telah melengkungkan sepotong besi di gardu?" bertanya Wiyatsih. "Bukan. Akulah yang telah melakukannya. Dan aku adalah suatu pertanda, bahwa tidak akan ada kekuatan yang dapat mengimbangi kekuatanku" Wiyatsih berhenti sejenak. Sambil berputar kearah Hantu Bertangan Api ia berkata "Benar begitu" Apakah kau tahu
1026 bahwa besi yang kau lengkungkan itu sudah menjadi lurus kembali?" "Aku tidak percaya" Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu katanya kepada orang-orang Sambi Sari "Kalian menjadi saksi. Apakah besi itu kalian bawa kemari?" "Tentu seorang pandai besi" teriak Hantu Bertangan Api "hanya dengan dipanasi besi itu akan lurus kembali" "Tidak. Dengan kekuatan seperti pada saat kau melengkungkannya. Kau tidak percaya" "Siapakah yang melakukannya?" Wiyatsih tidak segera menjawab. Di bawah sinar bulan yang bulat ia dapat melihat Hantu Bertangan Api yang berdiri dengan tegangnya. "Siapa, katakan siapa yang melakukannya?" Namun kini Wiyatsihlah yang tertawa. Nadanya mirip dengan suara tertawa Hantu Bertangan Api itu sendiri, sehingga anak-anak muda Sambi Sari, termasuk para bebahu dan Kesambi merasa bulu-bulunya meremang. Suara tertawa Wiyatsih bagaikan suara tertawa hantu dari balik sebatang pohon randu alas. "Jangan gelisah Hantu Bertangan Api" sahut Wiyatsih yang dengan sengaja memancing kemarahan Hantu Bertangan Api dan mencoba menirukan bagaimana Hantu itu tertawa "kalian tidak usah bertanya lagi, siapa yang dapat melakukannya. Seandainya Pikatan tidak mengasingkan diri, maka jawabannya tidak akan terlalu sukar. Tetapi ternyata Pikatan tidak mau keluar dari biliknya, sehingga tentu ada orang lain yang melakukannya" "Kau, kaukah itu?"
1027 Wiyatsih masih saja tertawa. Semakin lama semakin keras, meskipun akhirnya ia sendiri menjadi ngeri mendengarnya. Dengan sendirinya maka suara tertawa itupun akhirnya berhenti. "Wiyatsih" Hantu Bertangan Api itu menggeram "jika benar kau yang melakukannya, katakanlah" "Apa salahnya?" "Gila. jadi kau yang melakukannya" Kau mampu berbuat demikian?" Wiyatsih tidak menjawab. Tetapi sekali lagi ia tertawa. Namun kali ini ia tidak ingin menakuti dirinya sendiri dengan suara semacam ringkik iblis betina. "Begitulah kira-kira Hantu Bertangan Api" "Setan betina. Pantas kau berani datang ke tepian ini sekarang. Pantas kau tidak mau memaksa Pikatan untuk datang, karena agaknya kau sendiri merasa mampu untuk melawan Hantu bertangan Api" "Bukan begitu. Aku sudah mencoba memaksa kakang Pikatan. Tetapi ia benar-benar tidak bersedia. Apaboleh buat" "Dan kaulah yang akan mati di tepian menggantikan Pikatan?" "Tentu tidak. Aku tidak mau mati. Aku datang untuk mencegah kematian, bukan untuk mematikan diri" Hantu Bertangan Api menggeretakkan giginya, sementara orang-orang Sambi Sari bagaikan dipukau oleh kenyataan yang tidak pernah mereka duga-duga. Bahkan Kesambi seakan-akan tidak percaya kepada pendengarannya sendiri bahwa Wiyatsih ternyata memiliki kelebihan yang tiada taranya dari anak-anak muda Sambi Sari. Bukan saja gadisgadisnya, tetapi juga anak-anak mudanya.
1028 Apalagi kini Wiyatsih berani berdiri berhadapan dengan Hantu Bertangan Api. "Wiyatsih" berkata Hantu Bertangan Api "betapa tingginya ilmu yang kau miliki, namun kau tidak akan dapat menyamai Hantu Bertangan Api. Jika kau melawan, maka akibatnya akan sangat mengerikan bagi kalian dan seluruh rakyat Sambi Sari. Karena itu, kau tidak usah melawan. Menyerahlah" "Bagaimana mungkin aku harus menyerah. Kau akan merusak bendunganku Karena itu aku akan mempertahankannya" "Aku tidak sendiri" "Aku juga tidak sendiri" "Bagus, bagus" teriak Hantu Bertangan Api itu selanjutnya "jika kau memang tidak dapat diajak lagi berbicara, maka akupun. akan melakukan apa yang ingin aku lakukan" "Kami sudah siap" "Bagus" Hantu Bertangan Api itu tiba-tiba mengangkat tangannya sambil berteriak "kita akan segera mulai, kalian tidak usah bersembunyi lagi" Dalam pada itu, di dalam cahaya bulan, tampaklah beberapa orang muncul dari balik gerumbul. Mereka ternyata memencar di beberapa tempat dan di beberapa arah. "Nah Wiyatsih, hitunglah orang-orangku. Mereka adalah orang-orang yang sudah terbiasa berkelahi. Karena itu, baiklah kita berperang tanding, sementara orang-orangku akan menebas rakyat Sambi Sari dan menumpasnya sebelum mereka akan membantu aku menangkap kau hidup-hidup" Wiyatsih tidak segera menjawab. Namun dadanya menjadi berdebar-debar juga. Ternyata orang-orang Hantu Bertangan Api itupun cukup banyak. Lebih dari lima belas orang.
1029 "Gila" berkata Wiyatsih di dalam hatinya. Lalu diluar sadarnya ia mencoba menghitung kekuatan yang ada padanya. Ada enam orang bebahu yang ikut bersamanya. Ada lima orang bekas perampok yang sudah menyerah kepada keadaannya dan tidak pernah melakukan kejahatan lagi karena ancaman Ki Demang. Untuk membersihkan nama mereka, maka merekapun ikut bersama dengan para bebahu mempertahankan bendungan ini. Kemudian ada beberapa puluh anak-anak muda yang sebagian tidak akan dapat berbuat apa-apa. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. "Kami dapat mengimbangi kekuatanmu. Para bebahu dan mereka yang ingin membersihkan namanya, karena mereka juga bekas perampok, sudah dapat menyamai orangorangmu. Kau harus menghitung aku lebih dari satu orang, apalagi melawan orang-orangmu, dan kau harus menghitung dua orang penjaga regol di rumahku dengan bilangan dua kali lipat" "Persetan, aku tidak akan menghitung orang yang tidak ada disini" "Mereka ada disini. Mereka mengantar aku sampai ketanggul" "Aku tidak peduli. Tetapi anak-anak muda Sambi Sari akan menjadi tebasan ilalang. Kemudian kau akan menyesal seumur hidupmu. Ayo, bersiaplah untuk mati" Wiyatsih tidak segera menjawab. Tetapi pandangan matanya mulai menyelusur tanggul. Sejenak kemudian ia menarik nafas dalam-dalam ketika ia melihat sesosok tubuh berdiri diatas tanggul Kali Kuning. "Hantu Bertangan Api" berkata Wiyatsih "ternyata bahwa kau sudah mempunyai seorang gadis yang selalu mengikutimu kemana kau pergi. Seharusnya kau lebih memperhatikan gadismu itu daripada aku. Lihatlah, gadismu kali ini agaknya
1030 merasa cemburu bahwa kau selalu saja berbicara dengan aku, tidak dengan gadismu itu" Hantu Bertangan Api termangu-mangu sejenak, sedang bayangan yang berada di tanggul itu berdesah perlahan-lahan. "Tengoklah, siapakah yang berdiri di belakangmu?" Hantu Bertangan Apipun kemudin berpaling. Dan tiba-tiba saja mulutnya berdesis "Puranti. Iblis betina kau. Kenapa kau berada disini?" "Nah" berkata Wiyatsih "bukankah gadismu menjadi cemburu" "Persetan. Aku bunuh kau sama sekali" Puranti tidak segera menjawab. Ia berpaling ketika dua orang penjaga regol di rumah Wiyatsihpun kemudiari berdiri di sebelahnya. "Jangan marah Hantu Bertangan Api" berkata Puranti "seperti kata Wiyatsih, aku menjadi cemburu. Kenapa selama ini kau seolah-olah selalu mengejar Wiyatsih kemana ia pergi dan seakan-akan melupakan aku" Bukankah Wiyatsih sudah berjanji bersedia untuk menjadi orang kedua" "Persetan, persetan" teriak Hantu Bertangan Api yang merasa kata-kata Puranti itu sebagai suatu penghinaan. Katanya kemudian "Jangan menghina Puranti. Hantu Bertangan Api kini bukan lagi Hantu Bertangan Api sesaat setelah Pikatan datang di goa Pabelan. Aku sekarang sanggup membunuh Pikatan sekaligus bersama Wiyatsih dan kau" suara Hantu itu merendah, lalu "ternyata bukan Wiyatsih yang meluruskan sepotong besi itu, tentu kau" "Bukan" Puranti menggelengkan kepalanya "Wiyatsihlah yang melakukannya. Ia juga mengatakan kepadaku, dan kau harus mempercayainya, karena ia sekarang memiliki ilmu yang cukup kuat untuk membunuhmu" "Persetan"
Gajah Kencana 5 Alexs Wish Karya Elcy Anastasia Sumpah Palapa 1
966 Beberapa lamanya mereka berdiam diri. Benturan perasaan telah terjadi didalam dada Nyai Sudati. Namuni bagaimamapun juga sebagai seorang ibu ia tidak akan membiarkah anaknya menjadi korban dan terbunuh karenanya. Karena itulah maka iapun kemudian menarik nafas dalamdalam sambil menggelengkan kepalanya. Katanya "Jangan Kesambi. Janganlah Pikatan dibawa serta didalam kesulitan kalian. Kalian sudah mulai membuat bendungan itu, cobalah mengakhirinya tanpa menyeret orang lain dalam kesulitan" Kesambi menjadi berdebar-debar. Kemudian anak muda itupun menarik nafas dalam-dalam. Seakan-akan semua harapannya telah terbang bersama desah nafasnya yang panjang. "Jadi, bagaimana Nyai?" ia masih ingin meyakinkan pendengarannya. "Jangan kau harapkan lagi Pikatan. Ia tidak berkepentingan dengan bendungan. Dan ia tidak ingin mati tanpa arti" Kesambi akihirnya mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah Nyai. Jika memang itu keputusan Nyai, apaboleh buat. Aku tidak akan dapat memaksa. Betapapun dahsyatnya nama Pikatan, ternyata ia sama sekali tidak berarti bagi Sambi Sari. Meskipun Kini Pikatan kembali ke kampung halamannya, tetapi bagiku Pikatan yang dahulu, yang mempunyai cita-cita setinggi bintang itu, sudah tidak ada lagi. Sudah mati. Baiklah. Kami memang bukan pengecut. Kami akan mempertahankan bendungan itu meskipun kami akan menjadi korban, Betapapun banyaknya anak-anak muda akan terbunuh, namun kami tidak akan gentar. Kami akan bertempur menurut cara kami" Nyai Sudati tidak menjawab. Tetapi wajahnya menunduk dalam-dalam.
967 "Sudahlah Nyai. Kami mohon diri. Mungkin kita tidak akan dapat bertemu kembali. Mungkin besok malam mayatku sudah terdampar dipinggir Kali Kuning. Tetapi aku sudah sedia melakukannya. Barangkali itu lebih baik dari seorang yang mengaku dirinya pahlawan tetapi tidak lebih dari seorang penghuni bilik yang sempit" Mereka terperanjat ketika tiba-tiba saja mereka mendengar Pintu pendapa itu terbanting keras sekali. Ketika serentak mereka berpaling, mereka melihat Pikatan berdiri dengan garangnya dimuka pintu dengan wajah yang merah padam. "Cukup" ia menggeram "kalian telah menghina aku. Dan aku masih cukup memiliki harga diri untuk menantang kalian karena hinaan ini" Kesambi menjdi berdebar-debar. Ternyata Pikatan mendengar pembicaraan itu. Karena itu, maka sejenak ia diam mematung sambil memandang wajah Pikatan yang membara. "Ayo, siapakah diantara kalian yang dapat menandingi Pikatan. Kita buktikan, siapakah yang tidak mempunyai arti bagi tanah kelahiran ini" Betapa debar menggetar didada Kesambi, mamun iapun mempunyai harga diri juga seperti Pikatan. Meskipun ia sadar, bahwa ia tidak memiliki kemampuan apapun, tetapi ia tidak dapat begitu saja merendahkan diri dan berlutut di bawah kaki anak muda yang sombong dan mengasingkan diri itu. Karena itu maka katanya "Pikatan, kau jangan sesumbar disini. Seseorang menunggu kau di bendungan. Ternyata kau tidak mau datang" "Aku tidak peduli. Tetapi aku sama sekali tidak takut dengan siapapun. Aku tidak takut dengan orang yang menyebut dirinya Hantu Bertangan Api itu. Aku tidak takut dengan gurunya sekalipun. Tetapi aku bukan budakmu yang harus melayani kehendakmu. Aku tidak bersangkut paut dengan bendunganmu. Biar saja ia merusak bendungan itu.
968 Baru setelah bendungan itu rusak, aku akan mencarinya dan membunuhnya" "Apa maksudmu" Jadi kau juga senang melihat bendungan itu rusak?" "Bendungan itu adalah bendungan yang tidak akan berarti apa-apa. Hanya Pikatan sajalah yang mengenal Kali Kuning dengan baik. Pikatanlah yang pernah merencanakan membuat bendungan. Karena itu, tidak akan ada orang lain yang dapat melakukannya. Kau tidak. anak-anak muda yang lain tidak dan Wiyatsih yang cengeng itupun tidak" Kami akan mencobanya. Lebih baik mencobanya daripada merasa dirinya mampu tetapi tidak berbuat apa-apa" "Diam kau. Aku dapat membunuhmu" "Aku tidak peduli. Dan aku tidak akan lari Pikatan" sahut Kesambi "pada saatnya aku akan datang jika kau memang ingin membunuhku. Tetapi aku tidak dapat melayani kau sekarang. Besok malam aku akan bertempur lebih dahulu melawan orang yang menamakan diri Hantu Bertangan Api. Jika aku mati, biarlah aku mati di bendungan. Jika aku hidup. biarlah kau membunuhku. Tetapi aku akan lebih berbangga hati jika aku mati di bawah bendungan, jika Kali Kuning mengalirkan air yang kemerah-merahan karena darahku dan darah anak anak muda Sambi Sari" "Gila, itu gila sekali" suara Pikatan menjadi gemetar. "kalian akan menjadi babadan pancing. Kalian akan berserakan menjadi mayat jika kalian mencoba melawan Hantu Bertangan Api" "Apa salahnya" jawab Kesambi "jika memang harus demikian, kami tidak keberatan karena kami sudah bertekad untuk membuat bendungan dengan segala akibatnya. Seperti yang dikatakan oleh Nyai Sudati, kami sudah memulainya dan kami akan mengakhirinya betapapun banyak korbannya.
969 "Kalian memang bodoh" geram Pikatan. "Tetapi kami sudah berbuat sesuatu" "Diam" teriak Pikatan. Wajahnya yang merah menjadi semakin merah "jika kalian masih membuka mulut, akulah yang akan membunuh kalian, bukan Hantu Bertangan Api" "Apakah bedanya?" Kesambi ternyata sudah tidak dapat mengendalikan perasaannya pula "bagiku mati adalah sama saja, siapapun yang membunuhnya. Kau atau Hantu Bertangan Api. Tetapi jika aku boleh memilih, aku akan mati di tepian. Meskipun demikian, jika kau membunuhku sekarang, aku tidak akan lari" "Gila" darah Pikatan telah benar-benar mendidih. Karena itu maka iapun bergeser maju. Namun bersamaan dengan itu, Kesambipun segera meloncat berdiri. Ia sadar, bahwa ia sama sekali tidak akan berarti apa-apa bagi Pikatan. Tetapi iapun sadar, bahwa ia sedang berbuat sesuatu bagi kampung halamannya. Tetapi sebelum Pikatah sempat berbuat sesuatu, Nyai Sudati pun telah meloncat berdiri dan berlari kearahnya. Sambil memeluk anaknya ia berkata dengan suara gemetar "Jangan Pikatan, Jangan. Ia tidak bersalah. Kaupun tidak bersalah. Biarlah kalian memilih jalan kalian masing-masing. Jangan saling bermusuhan, tidak akan ada gunanya. Kesambi datang kerumah ini bukan atas namanya sendiri. Ia mewakili kawan-kawannya, semua anak muda di Sambi Sari. Sedang kaupun telah melakukan sesuatu yang kau yakini. Lakukanlah. Tetapi tidak dengan membunuh Kesambi. Jika kau mau diam. Diamlah. Jika kau keberatan memenuhi permintaan Kesambi, berkeberatanlah Tetapi jangan berbuat apa-apa terhadap anak-anak itu" Terasa degup didada Pikatan menjadi semakin cepat. Tetapi ibunya mendorongnya perlahan-lahan. Betapa garangnya Pikatan, dan betapa tinggi hatinya, tetapi ia tidak
970 dapat melawan dorongan ibunya yang lemah. Selangkah demi selangkah Pikatan mundur dan kemudian didorong perlahanlahah oleh ibunya masuk kedalam. "Beristirahatlah Pikatan" berkata. ibunya dengan suara yang seolah-olah tersangkut di kerongkongannya yang Panas. Pikatan tidak menyahut. Tetapi perlahan-lahan ia melangkah ke biliknya. Nyai Sudatipun kemudian menutup pintu depan. Ketika ia berpaling dilihatnya anak-anak muda itu berdiri dengan tegangnya memandanginya. "Maafkanlah ia" berkata Nyai Sudati dengan nada seorang ibu. Perlahan-lahan ia mendekati anak-anak muda Sambi Sari itu sambil berkata "dan maafkanlah aku. Agaknya kami sudah mempunyai sikap agak berbeda dengan sikap kalian" Kesambi memandang Nyai Sudati sejenak. Namun kemudian ia menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Apaboleh buat. Kami memang harus menyelesaikan kerja kami tanpa mengharap bantuan-siapapun juga. Dan kami akan melakukannya. Kami tidak akan menyesal seandainya mayat kami akan berserakan di tepian dan bendungan itu akhirnya akan rusak juga. Tetapi kami sudah berbuat sesuatu. Itulah yang penting. Dan kami akan mempertahankannya, karena kami berjuang atas keyakinan kami. Dan kami akan menjadi korban-korban dari keyakinan kami itu" Nyai Sudati memandang anak-anak itu dengan tatapanmata yang sayu. Namun iapun kemudian berkata "Apaboleh buat. Kami memang terikat oleh keyakinan kami pula" Kesambi mangangguk-anggukkan kepalanya. Namun kemudian ia berkata "Baiklah Nyai. Aku kira tidak ada gunanya lagi semua pembicaraan. Biarlah aku kembali kepada kawankawanku. Biarlah aku mulai mengatur pertahanan yang dapat kami lakukan atas bendungan itu. Karena besok malam adalah saatnya purnama naik"
971 Nyai Sudati menganggukkan kepalanya. Tetapi terasa matanya menjadi semakin panas. Anak-anak itu masih terlampau muda. Semuda Pikatan, bahkan agak lebih muda sedikit. Dan anak-anak semuda itu harus sudah pasrah diri pada sentuhan maut. Nyai Sudati menarik nafas dalam-dalam. Namun betapa ia beriba hati, namun ia lebih mementingkan anaknya sendiri. Pikatah tidak boleh mati, meskipun ia tidak ingin orang lain mati karenanya. Tetapi jika itu terjadi, apaboleh buat. Demikianlah maka Kesambipun dengan tergesa-gesa dan wajah yang murung meninggalkan rumah Pikatan. Hampir tidak sabar lagi ia ingin segera mengatakannya kepada kawankawannya yang menunggunya di pojok padukuhan. "Apa katanya?" bertanya salah seorang dari kawankawannya itu ketika Kesambi mendekati mereka. Kesambipun kemudian menceriterakan apa yang sudah terjadi. Apa yang dikatakan dan bagaimana sikap Pikatan terhadap mereka. "Sombong sekali" seorang anak muda menggeram "jika kita sudah selesai dengan bendungan itu, kita akan membuat perhitungan. Tentu ia tidak akan mampu melawan kita se Kademangan. Tentu Ki Jagabaya dan Ki Demang akan mendengarkan laporan kita tentang Pikatan yang agaknya memang sudah benar-benar menjadi gila itu" Kesambi tidak menjawab, meskipun didalam hatinya sendiri ia berkata "Jika kita masih tetap hidup. Dan seandainya demikian, maka datang giliran Pikatanlah yang membunuh kita semuanya sesudah Hantu Bertangan Api" "Baiklah kita pergi ke rumah Ki Demang saja sekarang" tiba-tiba salah seorang berkata dengan lantangnya. "Ya. Bukankah kita memang ingin pergi ke rumah Ki Demang dan Ki Jagabaya "sahut Kesambi.
972 Demikianlah maka merekapun segera bersiap untuk pergi ke rumah Ki Demang dan Ki Jagabaya. Namun dalam pada itu, mereka masih menunggu kehadiran Wiyatsih yang tidak berkumpul bersama anak-anak muda itu di sudut padukuhan. "Ia berada di gardu. Panggil saja" berkata salah seorang anak muda. Kesambi ragu-ragu sejenak. "Ya. ia berada di gardu bersama dua orang kawannya yang ingin pergi ke bendungan, tetapi berpapasan dijalan" "Panggiliah" desis Kesambi kepada anak muda itu. Anak muda itu bersungut-sungut. Tetapi iapun berdiri dan pergi ke gardu memanggil Wiyatsih. Sejenak kemudian, anak-anak muda itupun bersama-sama pergi kerumah Ki Demang di Sambi Sari, sehingga kedatangannya telah membuat Ki Demang terkejut karenanya. Juga para bebahu yang kebetulah berada di Kademangan, termasuk Ki Jagabaya. "Kenapa?" bertanya Ki Demang tidak sabar. "Kesambi akan mengatakannya" jawab Wiyatsih. Sejenak kemudian, maka Kesambipun mulai menceriterakan kesulitan yang di hadapinya. Bendungan, Hantu Bertangan Api dan Pikatan. Ki Demang, Ki Jagabaya dan para bebahu yang lainpun mendengarkannya dengan seksama. Kening merekapun mulai berkerut merut, sehingga ketika Kesambi mengakhiri ceriteranya, Ki Demangpun bertanya "Jadi Pikatan berkeberatan untuk bertanggung jawab atas persoalannya dengan orang yang menyebut Hantu Bertangan Api itu?" Kesambi ragu-ragu sejenak. SekiIas ia berpaling kepada Wiyatsih Namun ternyata Wiyatsih sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam.
973 "Begitu?" bertanya Ki Demang kemudian. Kesambi mengangguk sambil menjawab "Ya Ki Demang" "Kita harus memaksanya. Itu adalah persoalannya, bukan persoalan kalian. Karena itu kalian tidak boleh mengorbankan bendungan itu karena Pikatan sekarang menjadi pengecut" Terasa sesuatu menusuk sudut hati Wiyatsih. Tetapi ia harus menahan perasaannya yang tersentuh itu. Adalah kebetulan sekali bahwa Pikatan itu adalah kakaknya, kakak kandungnya. "Bagaimana pendapatmu Kesambi?" bertanya Ki Demang. "Ki Demang" berkata Kesambi "aku sudah menemuinya. ternyata kita tidak akan dapat memaksanya" Kesambi berhenti sejenak, lalu "Sedangkan jika kita memaksanya dan terpaksa kita terlibat dalam suatu perselisihan, maka kita sudah sama saja artinya langsung berkelahi dengan Hantu Bertangan Api itu. Jika kita lebih dahulu berselisih dengan Pikatan, maka pada saat purnama naik, jumlah kita tidak akan lebih dari separuh dari jumlah kita yang sekarang. Sedangkan bendungan itu masih akan rusak juga, karena Pikatan tidak akan datang juga ke bendungan" Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Ternyata Kesambi masih dapat memperhitungkannya dengan kepala dingin. Itulah sebabnya maka Ki Demang itupun menganggukanggukkan kepalanya sambil berkata "Kau benar Kesambi. Jadi, apakah maksudmu kemudian?" "Ki Demang" berkata Kesambi kemudian "kami sudah menentukan tekad untuk mempertahankan bendungan itu, berapa saja kami harus berkorban" "Bagus, kalian adalah anak-anak Sambi Sari yang sudah berubah. Kalian agaknya benar-benar sudah bangun dari tidur nyenyak. BaiK, kami yang tua-tua ini akan membantu kalian. Semua bebahu akan datang ke bendungan pada waktu yang
974 ditentukan. Kami akan berkelahi dipihak kalian, karena bendungan adalah kepentingan kita bersama. Kepentingan Sambi Sari" Kesambi mengerutkan keningnya. Kesanggupan itu sangat membesarkan hatinya sehingga ia berkata "Terima kasih Ki Demang. Bersama Ki Demang dan para bebahu kami mengharap untuk dapat mempertahankan bendungan kami itu" "Besok sebelum kalian berangkat ke bendungan, singgahlah disini. Atau biarlah kalian berkumpul disini. Kita akan berangkat bersama-sama" "Terima kasih Ki Demang, kami akan segera mengumumkannya agar mereka yang tidak ada sekarang dapat mengerti, apa yang akan terjadi besok" "Baik. Katakanlah kepada setiap anak muda di Sambi Sari. Besok para bebahu akan ikut serta dengan mereka, dan tentu saja bersama semua laki-laki yang berani" "Baik Ki Demang. Tetapi sebelumnya aku akan memberitahukan bahwa agaknya Hantu Bertangan Api itu benar-benar seorang yang sakti pilih tanding" "Betapa saktinya seseorang, asal ia masih tetap seorang manusia, maka kekuatan dan kemampuannya pasti terbatas. Jika ia melihat kita semua yang akan datang ke bendungan itu, maka ia pasti akan menjadi ngeri" "Ia adalah seorang perampok ulung" ulang Kesambi. "Apaboleh buat. Siapa yang akan merusak bendungan itu, ia adalah musuh Sambi Sari" Kesambi mengangguk-anggukkan kepalanya. Agaknya rakyat Sambi Sari memang sudah bertekad untuk mempertahankan bendungan yang telah dibuat oleh anakanak muda itu.
975 Namun demikian, satu dua orang dari para bebahu itu mengumpat tidak habis-habisnya. Justeru mereka terlibat didalam usaha mengupah seseorang atau lebih untuk merusak bendungan, tetapi ternyata gagal. "O" mereka berdesah didalam hati "anak-anak ini memang gila. Tentu lebih senang menyerahkan sekedar uang untuk upah orang lain daripada harus turun ke tepian, apalagi dengan kemungkinan mati" Tetapi jika Ki Demang sudah mengatakannya, merekapun tidak berani membantah. Ki Demang akan marah sekali kepada mereka dan menuduh mereka telah berkhianat. Apalagi dalam keadaan yang gawat itu. Karena itu, yang dapat mereka lakukan hanya menangis di dalam hati, Mereka tidak mempunyai pilihan lain daripada pergi ke bendungan dengan kemungkinan yang paling pahit. Setelah mendapat kesanggupan yang membesarkan hati itu, maka anak-anak muda Sambi Sari itupun minta diri. Diluar halaman rumah Kademangan merekapun segera memencar untuk menyampaikan kabar tentang kesediaan Ki Demang untuk membantu anak -anak muda Sambi Sari itu. Sehingga dengan demikian semakin banyak anak-anak muda yang tergugah hatinya dan bersedia ikut pergi ke bendungan besok malam pada saat purnama naik. Malam berikutnya adalah malam yang menegaskan. Malam itu adalah malam terakhir sebelum purnama naik. Besok malam anak-anak muda Sambi Sari yang sebelumnya tidak pernah mempunyai gairah apapun atas tanah kelahiran mereka. malam itu mulai berjaga-jaga. Beberapa gerombol anak-anak muda berserakan di luar padukuhan. Gardu yang hampir roboh itu mulai terisi lagi. Gardu yang hampir tidak pernah disentuh oleh kegiatan pengamanan di malam hari. Hampir dapat dikatakan bahwa sejak Pikatan pergi, Sambi Sari seakan-akan telah kehilangan tulang belulangnya. Tidak
976 ada gairah sama sekali. Malas dan dipengaruhi oleh kekeringan dan kerja yang merampas segenap tenaga untuk mendapat sesuap makanan. Dimalam itu Wiyatsih masih sempat melayani kedua penjaga regolnya berlatih dihalaman samping. Kesempatan itu adalah kesempatan terakhir bagi mereka untuk menggali semua, kemampuan pada diri masing-masing sehingga jika diperlukan besok, mereka dapat bertempur sepenuh kemampuan seperti dimasa petualangan mereka dahulu. Namun satu hal yang tidak dapat mereka dapatkan kembali, ialah kemudaan mereka. Sehingga umur mereka yang semakin tuapun berpengaruh juga, karena umur mereka yang merayap naik itu tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Namun setelah mereka berlatih di malam terakhir, rasarasanya mereka telah menjadi petualangan-petualangan yang disegani kembali. Dengan senjata-senjata mereka yang khusus membuat kedua penjaga regol itu menjadi semakin garang. Menjelang tengah malam, Wiyatsihpun masih juga menemui Puranti. Diceriterakannya perkembangan persoalan bendungan itu dan kesanggupan Ki Demang dan para bebahu Sambi Sari untuk ikut serta mempertahankan bendungan itu karena mereka menyadari betapa tinggi nilai bendungan itu bagi kehidupan mendatang di Sambi Sari. Puranti menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya ayahnya sejenak, lalu katanya "Kita tidak terlepas dari niat mereka mempertahankan bendungan itu. Aku tidak dapat membayangkan, apakah yang akan terjadi, jika para bebahu Kademangan Sambi Sari dan anak-anak mudanya menjadi bagaikan mabuk tuak dan tidak dapat menyesuaikan diri dangan rencana kita" Kiai Pucang Tunggal mengerutkan keningnya. Namun katanya kemudian "Kita akan mencoba. Kita akan menyatukan kepentingan orang banyak. Namun jika tidak ada jalan lain,
977 maka kepentingan orang banyak itulah yang harus mendapat kesempatan lebih besar" Puranti menundukkan kepalanya. Namun kadang-kadang masih juga terasa hatinya bergejolak jika ia mengenangkan apa yang bakal terjadi besok malam di bendungan itu. Malam itu merupakan malam terakhir juga bagi Wiyatsih untuk mempersiapkan dirinya jika keadaan memaksanya untuk bertempur melawan Hantu Bertangan Api. Nanti iapun harus berusaha menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan keadaan. Demikianlah, maka pada malam itu, setelah mereka selesai berlatih, Kiai Pucang Tunggal memberikan pesan-pesan terakhir. Mereka besok tidak akan dapat membicarakan lagi. Mereka besok tinggal melaksanakan semua rencana dengan segala kemungkinan-kemungkinannya. Menjelang fajar, Wiyatsihpun dengan tergesa-gesa pulang ke rumahnya. Namun ia harus berhati-hati, ketika ia melihat lentera di gardu yang hampir tidak pernah lagi dipergunakan itu. "Anak-anak muda itu pasti berjaga-jaga disana" berkata Wiyatsih di dalam hatinya. Karena itulah maka iapun kemudian menghindar mencari jalan lain yang tidak dapat diketahui oleh anak-anak muda yang berada di jalan-jalan di pinggir padukuhan. "Tentu bukan anak-anak muda dari satu padukuhan" desis Wiyatsih. Dan ternyata dugaannya itu benar. Anak-anak muda dari padukuhan lain, bahkan dari induk Kademangan Sambi Sari berada di lempat itu. Dengan berdebar-debar mereka berjaga-jaga menjelang malam yang memang mendebarkan jantung.
978 Namun yang tidak diketahui oleh Wiyatsih, apa yang terjadi di tempat itu, pada saat ia sendiri berada di tepian bersama Puranti dan Kiai Pucang Tunggal. Tanpa diduga-duga, ketika anak-anak muda itu berbaringbaring diatas rerumputan kering, tiba-tiba saja tiga orang telah berdiri diantara mereka, bagaikan hantu saja muncul dari kegelapan. "Bukan main" desis salah seorang dari ketiga orang itu. Kesambi yang ada juga diantara anak-anak muda itupun segera mendekatinya. Ternyata orang itu adalah orang yang pernah dilihatnya di bendungan, sehingga wajahnya tiba tiba menjadi tegang. "Jangan takut" berkata orang itu "aku tidak akan berbuat apa-apa hari ini. Hantu Bertangan Api tidak akan merubah keputusannya jika tidak ada alasan yang memaksa. Dan kali inipun aku tidak akan merubah keputusanku" "Apa maksudmu datang kemari?" berkata Kesambi dengan wajah yang tegang, sedang beberapa orang kawannyapun segera mengerumuninya. "Tidak apa-apa. Aku mendengar bahwa kalian duduk-duduk dipinggir padukuhan ini di bawah cahaya bulan meskipun masih belum sampai pada puncak terangnya, karena baru besok saatnya purnama akan naik. Tetapi cahaya bulan yang sekarangpun nampak-nya sangat memberikan kesegaran bagi anak-anak muda" "Aku bertanya maksud kedatanganmu " desak Kesambi. Hantu Bertangan Api itu tertawa lirih. Kemudian iapun menyahut "Sebenarnya aku senang sekali dapat berbuat seperti kalian. Menikmati masa muda dengan hati yang lapang. Aku sendiri tidak akan pernah mengalaminya karena aku selalu dicengkam oleh ketegangan dan kecemasan. Didalam kehidupanku aku tidak akan mengenal ketenangan
979 dan kedamaian hati. Meskipun aku tidak kekurangan apapun juga, tetapi ternyata semuanya itu hanyalah sekedar untuk kepentingan lahiriah saja. Kesambi tidak segera mengerti maksudnya. Karena itu ia tidak segera menyahut, dan dibiarkannya saja Hantu Bertangan Api itu berbicara terus "Karena itulah aku menjadi iri melihat kehidupan kalian dimasa muda" "Lalu apa maksudmu" Aku bertanya apa maksudmu?" desak Kesambi sekali lagi tanpa mengerti maksud kata-kata Hantu Bertangan Api itu. "Aku ingin memperingatkan kalian, bahwa kalian tidak usah turut campur persoalan kami dengan Pikatan" Kesambi mengerutkan keningnya. "Karena itu, lebih baik kalian besok malam menikmati terangnya bulan purnama di pojok desa seperti ini sambil merebus ketela pohon atau ubi rambat. Alangkah nikmatnya" "Dan kau dengan leluasa merusak bendungan kami?" "Sekedar sebagai peringatan. Kalian tidak berhasil memaksa Pikatan untuk datang" "Jika kau bermaksud agar kami tidak ikut campur didalam persoalan kalian, kenapa kalian menghubungkan kami dengan Pikatan dan bendungan itu akan kalian rusak pula?" "Itu memang sudah aku kehendaki. Kalian jangan mempersoalkannya lagi" "Jadi bagaimana maksudmu" Apakah kalian menyangka bahwa kami adalah budak-budak kalian yang harus tunduk pada perintah kalian, segerombolan orang-orang yang tidak dikenal di padukuhan ini dan sekitarnya" Hantu Bertangan Api tertawa. Katanya "Kalian masih saja tidak mengerti, apa yang sebenarnya kalian hadapi. Baiklah aku berkata berterus terang. Besok sebaiknya kalian tidak
980 usah pergi ke bendungan, jika kalian mencoba mencegah aku merusak bendungan itu dengan kekerasan, maka akibatnya akan kalian sesalkan, bahkan yang masih hidup diantara kalian akan menyesal di sepanjang sisa umurnya" Dan tiba-tiba saja salah seorang dari mereka bertanya "Apa yang akan terjadi di bendungan?" Hantu Bertangan Api memandang anak muda itu sejenak, lalu katanya "Kematian. Kematian yang mengerikan. Jika kalian mencoba mempertahankan bendungan itu, maka yang tidak mau mendengar peringatanku ini akan menjadi mayat di tepian" Terasa bulu anak-anak muda yang mendengarnya itu meremang. Dan Hantu itu berkata terus "Pertimbangkan. Kecuali jika Pikatan datang ke bendungan. Mayat seorang Pikatan akan dapat menggantikan mayat kalian yang akan berserakan di pinggir Kali Kuning, atau bendungan kalian akan berantakan. Kalian dapai memilih. Ketepatan memilih itulah yang perlu kalian bicarakan bersama malam ini agar kalian tidak menyesal" Anak-anak muda itu tidak menjawab. Tetapi gambaran yang lewat didalam angan-angan mereka adalah sangat mengerikan. "Aku akan pergi" berkata Hantu Bertangan Api "aku tidak bergurau. Kalian harus yakin, kenapa aku menyebut diriku Hantu Bertangan Api" Sejenak anak-anak muda itu saling berpandangan. Namun jantung mereka serasa berdenyut ketika mereka melihat Hantu Bertangan Api itu berhenti di sudut gardu. Diamatinya beberapa jenis senjata yang tergolek didalam gardu itu. Sambil berpaling kepada Kesambi ia bertanya "Apakah kalian mengerti, bagaimana caranya mempergunakan senjata semacam ini" Memang senjata berhasil kalian kumpulkan adalah senjata sederhana. Ada tombak yang barangkali
981 peninggalan kakek kalian, pedang, bindi dan bermacammacam jenis yang lain. Tetapi bermain dengan senjata tidaklah semudah mengayunkan cangkul di sawah" Anak-anak muda Sambi Sari itu bagaikan terpesona oleh kekuatan gaib pada Hantu Bertangan Api itu. Apalagi ketika Hantu itu meraih sepotong besi sambil berkata "Senjata ini tentu tidak bernama. Tetapi memang lebih baik mempergunakan sepotong besi daripada tidak sama sekali" Dan yang terjadi kemudian hampir tidak masuk di dalam akal anak-anak muda itu. Hantu Bertangan Api menggenggam sepotong besi itu pada kedua ujungnya Kemudian dengan kekuatan yang tidak dapat dimengerti, perlahan-lahan besi Itu berhasil dilengkungkannya sehingga kedua ujungnya itu hampir bertemu. Sambil menarik nafas dalam-dalam Hantu itu berkata "Aku hanya ingin memperlihatkan, kenapa aku menyebut diriku sendiri Hantu Bertangan Api. Membengkokkan besi ini tentu lebih sulit dari mematahkan lehermu. Siapa yang tidak percaya, aku minta datang mendekat. Dengan satu pukulan tangan kiri, aku dapat mematahkan iga-iga kalian dan membunuh sekaligus" Dada anak-anak muda itu bagaikan menjadi pepat. Tangan Hantu itu benar-benar bukan tangan kebanyakan. Karena tidak ada seorangpun yang bergerak dari tempatnya, maka Hantu itu berkata "Jika kalian masih ingin membuktikannya lagi besok, datanglah ke bendungan. Tubuh kalian yang tersentuh tanganku didalam kemampuanku sepenuhnya akan luluh menjadi debu di tepian" Hantu Bertangan Api itupun kemudian meninggalkan anakanak muda itu tanpa berpaling. Sepeninggal Hantu Bertangan Api itu, anak-anak muda Sambi Sari diluar sadarnya menarik nafas dalam-dalam.
982 Sejenak mereka saling berpandangan. Namun sejenak kemudian salah seorang berkata "Mengerikan sekali" "Ya, mengerikan sekali" sahut yang lain. Ketika seseorang mendekati besi yang telah menjadi sebuah lingkaran itu, maka yang lain-lainpun segera mengerumuninya. "Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi" desis seseorang. "Ya bagaimana mungkin" sahut yang lain. Dan tiba-tiba saja seseorang berkata "Lebih baik memaksa Pikatan itu datang ke bendungan" "Ya" beberapa orang menyahut bersama-sama "kita harus memaksanya" Tetapi terdengar diantara mereka suara Kesambi "Tidak. Kita tidak akan dapat memaksanya" "Kenapa?" bertanya beberapa orang anak muda. "Sudah berkali-kali aku katakan. Jika kita memaksa Pikatan, maka sama artinya kita bertempur di tepian. Korbanpun akan berjatuhan di halaman rumah Pikatan itu" Kesambi berhenti sejenak, lalu "bagiku, lebih baik berkelahi dengan orang asing itu sama sekali daripada harus berkelahi dengan kawan sendiri, karena akibatnya tidak akan berbeda" Anak-anak muda itu tidak menjawab lagi. Mereka mulai menyadari kelebihan Pikatan yang berhasil membunuh beberapa orang perampok di rumahnya. Seperti juga Hantu Bertangan Api dengan dua orang pengiringnya, di rumah Pikatan itupun ada dua orang penjaga regol yang memiliki kemampuan jauh lebih besar dari mereka. Keduanya tentu tidak akan tinggal diam seandainya terjadi perkelahian antara Pikatan dengan anak-anak muda yang mencoba memaksanya pergi ke bendungan.
983 Dengan lesu anak-anak muda itupun kemudian duduk di atas tanggul parit. Harapan mereka bagaikan sudah terbang seperti awan di langit, yang ditaburi oleh bintang-bintang yang gemerlapan mengelilingi bulan yang hampir bulat penuh. Namun Kesambi yang mengetahui perasaan anak-anak muda itupun kemudian berkata seakan-akah ditujukan kepada diri sendiri "Memang kita dihadapkan pada suatu tantangan yang berat. Kita kadang-kadang bertanya, apakah nilai bendungan itu sama harganya dengan nilai jiwa kita. Bahkan tidak hanya satu atau dua orang" Anak-anak muda Sambi Sari itu sama sekali tidak menyahut. "Tetapi apakah kita juga tidak berpikir, bahwa bersama dengan para bebahu Kademangan yang sudah menyanggupkan diri untuk ikut mempertahankan bendungan itu, justru kitalah yang akan berhasil menangkap Hantu Bertangan Api itu. Betapa dahsyat kekuatannya, tetapi selagi ia masih bernama manusia, maka kemampuannya itupun pasti akan terbatas. Kita mengenal Ki Jagabaya juga bukan orang kebanyakan. Ki Demang dimasa mudanya adalah seorang yang ditakuti oleh kawan-kawannya. Dan beberapa orang bebahu yang lain yang terpilih diantara rakyat Kademangan ini karena mereka memiliki kelebihan. Memang agaknya kitalah yang dapat disebut tidak mempunyai arti sama sekali bagi kampung halaman. Selagi kita mencoba untuk berbuat sesuatu, dengan membuat bendungan itu, kita sudah dihadapkan pada tantangan yang seakan-akan menyempitkan harapari kita. Terasa sesuatu bergerak dihati anak-anak muda itu. Ki Demang, Ki Jagabaya dan beberapa orang bebahu yang lain. Dan barang tentu beberapa, orang laki-laki yang memiliki kemampuan betapapun kecilnya. "Tetapi kita tidak tahu, berapa jumlah orang-orang Hantu Bertangan Api itu" pertanyaan itu memang tumbuh juga
984 diantara anak-anak muda itu. Namun mereka pasti, bahwa jumlah orang-orang Sambi Sari akan jauh lebih besar dari jumlah para penjahat itu. Wiyatsih baru mengetahui hal itu di pagi harinya. Ketika ia pergi ke pinggir padukuhannya, dilihatnya beberapa orang anak-anak muda masih ada di gardu, termasuk Kesambi. "Lihatlah Wiyatsih" berkata Kesambi "Hantu Bertangan Api itu menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Besi ini dilengkungkannya hanya dengan tangannya" Wiyatsih mengerutkan keningnya. Namun terasa dadanya menjadi berdebar-debar. Bukan karena ia menjadi gentar, tetapi tangannya menjadi gatal untuk melakukan perbuatan serupa Dengan kekuatan jasmaniahnya yang wajar, sudah barang tentu ia tidak akan mampu melakukannya. Bahkan mengangkat dan mengayunkan besi itupula agaknya terasa berat. Tetapi dengan tenaga cadangan yang ada dalam dirinya, yang justru lebih besar dari tenaganya yang tampak sehari-hari, ia ingin mencoba, apakah hanya Hantu Bertangan Api sajalah yang mampu melakukannya. Namun Wiyatsih masih menahan hatinya. Bagi anak-anak muda Sambi Sari ia adalah seorang gadis seperti kawankawannya, meskipun anak-anak Sambi Sari menganggapnya sebagai seorang gadis yang keras kepala, yang menanami sawahnya dimusim paceklik dengan jagung dan menyirami setiap hari dengan air Kuning, untuk meyakinkan, bahwa air Kali Kuning dapat dimanfaatkan. "Kekuatan yang tidak dapat dibayangkan" berkata salah seorang anak muda. Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya. Kekuatan yang luar biasa. Tetapi apakah Ki Demang tidak mampu berbuat demikian?" "Aku tidak mengerti " jawab Kesambi "tetapi aku kira tidak"
985 Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya pula. Agaknya memang demikian. Tidak banyak orang yang dapat berbuat seperti Hantu Bertangan Api, Pikatanpun tidak, karena sebelah tangannya tidak dapat digerakkannya. Tetapi ia tentu mempunyai cara yang lain untuk melakukan pekerjaan serupa. "Sudahlah Wiyatsih" berkata Kesambi kemudian "aku akan pulang dahulu. Aku harus menyiapkan secara jasmaniah perlawanan yang memadai. Tetapi aku harus menyiapkan tekadku. Beberapa orang anak-anak muda di Sambi Sari menjadi ngeri melihat kekuatan Hantu Bertangan Api" "Lalu, apakah kau akan pergi juga ke rumah Ki Demang?" "Ya. Kami akan berkumpul disana sebelum kami berangkat ke bendungan senja nanti" "Baiklah Kesambi. Aku akan pergi juga ke bendungan" "Kau" Kesambi terkejut "jangan Wiyatsih. Berbahaya sekali bagimu. Aku tidak ingin kau terlibat dalam kesulitan ini" "Apakah aku akan membiarkan kalian terbunuh di bendungan, dan aku tidur dengan nyenyaknya di rumah?" "Lalu apakah yang akan kau lakukan di bendungan?" "Aku harus melihat, apa saja yang terjadi. Bahkan seandainya aku harus menjadi korban pula, itu sudah wajar, karena akupun mempunyai cita-cita seperti kalian. Bahkan akulah pendorong utama bagi pembuatan bendungan itu. Jika sekarang terjadi kesulitan, karena bendungan dan karena kakakku, maka aku harus ikut pula mengalami" "Tidak Wiyatsih. Ada beberapa perbedaan. Kami adalah laki-laki sedangkan kau adalah seorang gadis" Terasa dada Wiyatsih berdesir. Ternyata perasaan itu ada disetiap hati laki-laki. Bukan hanya pada Pikatan saja. Setiap laki-laki menganggap bahwa seorang perempuan perlu
986 dikasihani, dilindungi tetapi juga bahwa setiap perempuan tidak boleh memiliki kemampuan dan kelebihan dari laki-laki. Namun dalam pada itu, Wiyatsih masih menahan hatinya sehingga perasaan itu tidak melimpah keluar lewat bibirnya. "Bagi laki-laki Wiyatsih" berkata Kesambi lebih lanjut "takaran terakhir adalah mati. Tetapi lain bagimu. Mungkin Hantu itu tidak akan membunuhmu. Mungkin ia mempunyai maksud-maksud lain yang akan lebih menyiksamu daripada mati" "Tidak Kesambi" jawab Wiyatsih "aku dapat mengakhiri setiap penderitaan itu dengan mati" "Membunuh diri?" Wiyatsih tidak menyahut. "Jangan Wiyatsih. Aku berkeberatan jika kau ingin ikut pergi ke bendungan" suara Kesambi menurun "aku minta, kau tidak pergi. Aku tidak rela melihat kau mengalami perlakuan yang tidak wajar dari Hantu Bertangan Api itu, meskipun seandainya aku sudah mati, dan tinggal rohku sajalah yang manyaksikannya. "Kenapa Kesambi. Kita sudah bekerja bersama-sama selama ini, Kenapa kita tidak mengakhirinya bersama-sama" Kesambi memandang wajah Wiyatsih sejenak. Sesuatu telah membayang didalam hitam matanya. Seakan-akan membayang perasaan yang paling dalam, yang tidak dapat terucapkan. Apalagi disekitannya terdapat beberapa orang kawannya yang berdiri termangu-mangu. Namun tatapan mata itu bagaikan duri yang langsung menyentuh jantung Wiyatsih. Sebagai seorang gadis ia merasakan sesuatu yang lain pada tatapan mata itu. Sehingga ketika pandangan mereka bertemu, Wiyatsih segera menundukkan wajahnya dalam-dalam. Dipandanginya ujung jari kakinya yang bergerak-gerak diatas tanah yang kering.
987 Pada saat yang paling gawat itu, seakan-akan dua buah hati yang selama ini mulai bersentuhan, rasa-rasanya menjadi terikat semakin erat. Keduanya tidak pernah mengatakannya kepada siapapun gejolak perasaan masing-masing. Keduanya tidak pernah menyatakan dengan cara apapun. Tetapi di hati keduanya terasa sentuhan itu semakin dalam. Sejenak keduanya saling berdiam diri. Beberapa orang kawan mereka sama sekali tidak merasakan, betapa kedua hati itu saling bertaut. Mereka hanya menyangka bahwa keduanya sedang merenungi ancaman yang bakal datang malam nanti di bendungan. "Wiyatsih" tiba-tiba saja Kesambi berkata "sudahlah. Pulanglah. Kau tidak usah menghiraukan bendungan itu lagi" Wiyatsih tidak menyahut. Tetapi tatapan matanya sajalah yang kemudian merayapi tanah persawahan yang luas, tetapi karena musim hujan telah lewat, maka tanah-tanahpuh mulai menjadi kering dan rerumputan mulai menjadi kuning. "Aku akan pergi kesawah" berkata Wiyatsih kemudian "sebaiknya kalian, sajalah yang pulang menyiapkan diri" "Untuk apa pergi ke sawah?" Wiyatsih terdiam. "Bukankah tidak ada apa-apa di sawah dimusim begini" Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun katanya kemudian "Aku akan pergi ke Kali kuniing" "Ah. Sebaiknya kau pulang saja Wiyatsih. Pulanglah" Wiyatsih memandang Kesambi sejenak, lalu katanya "Aku akan duduk di gardu ini sejenak. Pulanglah, dan beristirahatlah. Malam nanti adalah saatnya purnama, naik, mungkin kalian harus mempersiapkan diri, menghubungi kawan-kawan kita yang memiliki keberanian untuk pergi ke
988 bendungan malam nanti bersama Ki Demang dan Ki Jagabaya" "Kenapa kau tidak mau pulang?" "Sebentar lagi aku akan pulang" "Hantu itu dapat datang ke tempat ini" "Tetapi tidak disiang hari. Jika ia datang, aku akan berteriak dan orang-orang yang mendengarnya tentu akan datang menolongku" "Apakah artinya orang-orang itu bagi Hantu Bertangan Api" "Jika demikian, dimanapun aku berada, jika ia memerlukan aku, tidak seorangpun dapat mencegahnya, karena kakang Pikatan sama sekali tidak memperdulikan aku lagi" "Pulanglah" "Ya, sebentar lagi aku akan pulang" "Aku menunggumu" Wiyatsih memandang Kesambi sejenak, lalu katanya "Jangan Kesambi Aku, ingin duduk di gardu itu sendiri. Dalam kesendirian, aku ingin berbicara dengan diriku sendiri di dalam `keadaan' seperti ini, apakah yang sebaiknya aku kerjakan. Apakah aku malam nanti akan pergi ke bendungan atau tidak. Atau aku akan berbuat sesuatu yang lain, atau aku hanya akan duduk bertopang dagu saja di gardu ini" "Kenapa tidak kau lakukan di rumahmu saja" "Aku tidak dapat duduk merenung di rumah. Aku harus mengerjakan pekerjan apa saja" Wiyatsih berhenti sejenak, lalu "tetapi rasa-rasanya hatiku menjadi sangat rindu kepada bendungan itu meskipun baru hari ini aku tidak menengoknya karena ancaman Hantu itu malam nanti" "Jangan pergi ke bendungan"
989 Wiyatsih menganggukkan kepalanya. Jawabnya "Ya. Aku memang tidak ingin pergi ke bendungan sekarang. Tetapi aku tidak tahu, apakah malam nanti aku juga tidak akan pergi. Karena itu, tinggalkan aku sendiri di gardu" Kesambi memandang kawan-kawannya sejenak. Tetapi tidak seorangpun yang dapat memberikan pendapatnya, sehingga karena itu maka Kesambipun berkata "Wiyatsih. Hati-hatilah. Kita berada dalam suatu keadaan yang sangat gawat sekarang ini. Mungkin Hantu Bertangan Api itu justru akan datang ke gardu ini" "Akupun akan segera pulang Kesambi. Tetapi biarlah aku menanyakan kepada diri sendiri, apa yang akan aku kerjakan" Kesambi menganggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah. Aku akan pulang dahulu. Jika kau memerlukan kami, kami akan membantumu, apapun yang akan kau kerjakan" Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya saja kawan-kawannya yang kemudian meninggalkan gardu itu pulang ke rumah masing-masing dengan persoalan yang rumit di dalam hati. Bagaimanapun juga disetiap dada merayap keragu-raguan setelah mereka melihat apa yang dilakukan oleh Hantu Bertangan Api itu. Sepeninggal anak-anak muda itu, Wiyatsih duduk merenung di dalam gardu yang miring dan kotor. Gardu yang jarang sekali dipergunakan di malam hari. Di siang hari, gardu itu kadang-kadang masih dipergunakan untuk beristirahat apabila seseorang terlampau lelah bekerja di sawah yang kering, atau tiba-tiba saja kehujanan dimusim basah. Ketika tatapan mata Wiyatsih menyentuh besi yang telah menjadi sebuah gelang yang besar itu, hati Wiyatsih tiba-tiba bergerak. Betapapun ia menahan diri, namun keinginannya untuk melakukan niatnya itu tidak dapat dicegahnya lagi. Karena itu, maka untuk beberapa lamanya ia dicengkam oleh keragu-raguan yang dahsyat. Namun akhirnya sambil
990 menggeretakkan giginya ia berkata "Aku ingin mencobanya. Apa salahnya?" Perlahan-lahan Wiyatsih mengangkat besi itu. Sejenak ia memandang berkeliling, kalau-kalau ada orang yang melihatnya. Namun ternyata disekitar gardu itu tidak terdapat seorangpun. Sepi. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya gelang besi yang besar itu untuk beberapa saat. Kemudian terdengar ia menggeretakkan giginya. Dipusatkannya segenap perasaan dan pikirannya. Dibangkitkannya segenap tenaga cadangan yang ada padanya sesuai dengan ilmu yang telah dikuasainya. Kemudian disalurkannya kekuatan di dalam dirinya itu melalui tangannya. Beberapa saat lamanya wajah Wiyatsih menjadi tegang. Tangannya gemetar oleh kekuatan yang tersalur. Perlahanlahan namun pasti, maka gelang besi itupun mulai terbuka, sehingga sejenak kemudian, sebuah hentakkan telah menarik kedua ujung besi itu, sehingga akhirnya besi itu menjadi lurus kembali. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dilepaskannya kembali kekuatan cadangan yang dibangunkannya itu bersama dengan sebuah desah yang panjang. Wiyatsih meletakkan besi itu kembali. Terasa nafasnya menjadi terengah-engah. Ternyata untuk meluruskan besi yang berbentuk gelang itu telah dicurahkan segenap tenaga dan tenaga cadangan yang ada pada dirinya. "Apakah Hantu Bertangan Api juga telah mempergunakan segenap kekuatan dan kekuatan cadangannya?" ia bertanya kepada diri sendiri.
991 Tetapi Wiyatsihpun sadar, bahwa untuk melengkungkan sepotong besi itu, tentu lebih mudah daripada meluruskannya. Namun demikian, Wiyatsih masih juga harus membuat pertimbangan-pertimbangan yang teliti. Jika seandainya Hantu Bertangan Api mempunyai cadangan kekuatan melampaui kekuatannya, maka ia harus memiliki kelebihan yang lain untuk menutup kekurangan tenaga itu. Yang dapat dibanggakan oleh Wiyatsih didalam hal keseimbangan itu adalah kecepatannya bergerak. Seperti yang dikatakan oleh Kiai Pucang Tunggal, bahwa kecepatannya bergerak hampir tidak ada bedanya lagi dengan Puranti, meskipun waktu yang dipergunakan jauh lebih singkat dari waktu yang perhah dipergunakan oleh Puranti itu. Namun bahwa kemampuan membangkitkan kekuatan di dalam dirinya dan yang ada diluar dirinya, Wiyatsih masih harus menempuh jalan yang jauh. Sejenak Wiyatsih termangu-mangu melihat besi yang sepotong itu. Namun sejanak kemudian iapun segera duduk kembali dibibir gardu itu sambil merenungi sinar matahari di kejauhan. Ternyata setelah beberapa lamanya ia duduk di gardu itu, tidak ada seorangpun yang dilihatnya. Karena itu, maka iapun segera bangkit dan perlahan-lahan ia melangkah menyusur jalan padukuhan, pulang kerumahnya. Sepeninggal Wiyatsih, gardu itu masih tetap sepi. Namun beberapa anak-anak muda yang pulang lebih dahulu menjelang pagi, berjalan dengan malasnya ke gardu itu. Mereka masih ingin mendengar sesuatu. Apalagi jika ada perubahan sikap karena peristiwa semalam, setelah Hantu Bertangan Api itu menunjukkan kekuatannya yang tidak terkira. Beberapa anak-anak muda itu berhenti sejenak di depan gardu. Beberapa orang diantara mereka segera duduk diatas tanggul parit yang sudah tidak mengallr lagi. Dua orang
992 diantara mereka pergi ke gardu diseberang jalan, dan duduk didalamnya. Sejenak mereka berdiam diri. Dada mereka masih saja didebarkan oleh kenangan mereka tentang Hantu Bertangan Api. Bagaimanakah sebaiknya jika malam nanti mereka harus berhadapan dengan hantu itu. Apakah benar-benar mereka harus membunuh diri dan mempertahankan bendungah itu mati-matian sampai orang yang terakhir". Namun dalam pada itu, salah seorang dari mereka tiba-tiba mengerutkan keningnya. Ketika terpandang olehnya sepotong besi di gardu itu, ia menjadi heran. Besi itu kini sudah hampir menjadi lurus kembali seperti sebelum dilengkungkan oleh tangan Hantu Bertangan Api. Dengan ragu-ragu anak muda itu kemudian memungut besi itu sambil berkata "He, bukankah besi inilah kemarin yang dilengkungkan oleh orang yang menyebut dirinya, Hantu Bertangan Api itu?" Kawannya yang ada didalam gardu itupun mengamat-amati besi itu pula. Sambil mengerutkan keningnya ia brekata "Ya. Besi inilah yang kemarin telah menjadi gelang raksasa" "Tetapi kenapa besi ini telah menjadi lurus kembali, bahkan hampir lurus seperti sebelumnya?" Kawannya tidak menyahut. Tetapi iapun menjadi heran pula. Sementara itu kawan-kawannya yang lain, yang duduk diatas tanggul parit yang kering, mendengar pembicaraan itu sehingga merekapun segera mengerumuninya. "Ya, besi inilah yang kemarin hampir menjadi sebuah lingkaran" "Aneh. Tetapi mungkin ada besi yang lain"
993 "Tidak" salah seorang mendesak maju "akulah yang kemarin membawa sepotong besi karena aku tidak mempunyai senjata yang lain. Besi inilah yang semalam dilengkungkan oleh Hantu Bertangan Api itu" Anak-anak muda itu menjadi termangu-mangu. Salah seorang dari mereka berkata "Siapakah yang terakhir meninggalkan gardu ini" "Tidak tahu" jawab yang lain, lalu "ketika aku pulang, Kesambi masih ada disini" "Mungkin Kesambilah yang pulang paling akhir" "Marilah kita pergi ke rumahya. Kita bertanya kepadanya, apakah ia tahu, kenapa besi ini menjadi lurus kembali. Mungkin ia telah membawanya kepada seorang pandai besi, atau barangkali Hantu Bertangan Api itu datang kembali" Kawan-kawannya mengangguk-anggukan kepalanya. Salah seorang dari mereka berkata "Baiklah. Marilah kita membawanya ke rumah Kesambi" Anak-anak muda itupun kemudian pergi beramai-ramai kerumah Kesambi sambil membawa sepotong besi. Orangorang yang melihat mereka menjadi heran. Biasanya anakanak muda itu pergi ke bendungan. Tetapi hari ini mereka hanya berkeliaran saja di sekitar padukuhan. Bahkan sejak malam tadi. Namun beberapa orang diantara mereka sudah mendengar, bahwa akan terjadi sesuatu di bendungan malam nanti. Itulah sebabnya mereka hari ini bersiap-siap. Bahkan Ki Demang dan Ki Jagabayapun telah menyiapkan beberapa orang bebahu dan laki-laki yang dianggapnya akan dapat membantui mereka mempertahankan bendungan itu. Kesambi yang sedang berpakaian sehabis mandi terkejut melihat kedatangan anak-anak muda itu. Anak-anak itu sama sekali tidak berjanji untuk datang ke rumahnya. Sehingga
994 karena itu, maka iapun dengan tergesa-gesa telah menyongsong mereka di halaman. "Ada apa?" dengan berdebar-debar Kesambi bertanya kepada mereka. Salah seorang dari mereka yang memegangi sepotong besi itu mendekat sambil bertanya "Kesambi, apakah kau yang terakhir meninggalkan gardu itu?" Kesambi mengerutkan keningnya, lalu sambil mengangguk ia menjawab "Ya. Akulah yang terakhir meninggalkan gardu itu" "Apakah ada seseorang yang datang atau bahkan Hantu itu kembali lagi?" "Tidak. Tidak ada orang lain yang datang ke gardu" Anak muda itu mengerutkan keningnya. Kemudian sambil menunjukkan sepotong besi itu ia berkata "Lihat, besi ini adalah besi yang semalam menjadi lengkung karena tangan Hantu Bertangan Api itu, dan yang kemudian kita tinggalkan di gardu. Tetapi ketika aku baru saja datang ke gardu itu, aku menemukannya telah menjadi lurus kembali" "He" wajah Kesambi menjadi tegang "jadi siapakah yang telah melakukannya?" Anak-anak muda itu menggeleng. Salah seorang dari mereka berkata "Mungkin Hantu itu kembali lagi" "Tetapi, sepeninggalku di gardu itu masih ada seseorang" "Siapa?" "Wiyatsih" "Wiyatsih" beberapa orang anak muda mengulang hampir berbareng. Salah seorang dari mereka meneruskan "Jika benar hantu itu datang ketika Wiyatsih masih terada disana,
995 mungkin gadis itu telah dibawanya setelah Hantu Bertangan Api itu menunjukkan kekuatannya sekali lagi" Degup jantung Kesambi menjadi semakin cepat. Tiba-tiba saja ia berkata "Kita cari Wiyatsih. Salah seorang dari kalian pergi ke rumahnya. Lihat, apakah ia ada, jika tidak, kita harus segera menemukannya sebelum ia menjadi korban" suara Kesambi segera merendah "aku sudah memperingatkannya. Jika perlu kita akan minta bantuan kepada Ki Demang" Salah seorang dari anak-anak muda itu menyahut "Kenapa bukan kau sendiri saja yang pergi ke rumahnya Kesambi" "Aku masih teringat sikap Pikatan. Jika orang lain yang datang, aku kira persoalannya menjadi lain. Pikatan tidak akan menghiraukan orang lain. Tetapi jika ia melihat aku, maka iapun pasti sudah berprasangka" Dengan demikian, maka salah seorang dari anak-anak muda itupun segera pergi ke rumah Wiyatsih. Dengan hati yang berdebar-debar ia bergegas memotong lewat jalan-jalan sempit. Ketika ia sampai dimuka regol rumah itu, debar hatinya menjadi semakin cepat, seperti anak muda yang datang untuk melamar seorang gadis. Namun rasa-rasanya setitik embun telah menetes di jantungnya yang membara ketika ia melihat Wiyatsih sedang sibuk mengambil daun pisang dengan galah. Perlahan-lahan anak muda itu memasuki regol halaman. Dan perlahan-lahan pula ia memanggil "Wiyatsih" Wiyatsih yang sedang sibuk mengumpulkan daun pisang yang diambilnya, berpaling. Dilihatnya anak muda itu raguragu mendekatinya. "Ada apa?" bertanya Wiyatsih. Anak muda itu ragu-ragu sejenak, namun kemudian katanya "Kami takut kehilangan kau Wiyatsih"
996 "Kenapa?" "Ada sesuatu yang aneh terjadi di gardu" "Apa?" "Tentu Hantu Bertangan Api itu telah datang kembali" "Kenapa?" "Besi yang kemarin dilengkungkannya itu, tiba-tiba telah menjadi lurus kembali" "Eh" Wiyatsih menjadi berdebar-debar. Lalu "Kenapa kalian takut kehilangan aku?" "Menurut Kesambi, kaulah yang terakhir berada di gardu sebelum kami datang. Ketika kami datang ternyata besi itu sudah menjadi lurus kembali, hampir pulih seperti sediakala" Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian "Seperti yang kau lihat, aku masih tetap utuh, Dan aku memang berada di gardu sepeninggal Kesambi. Tetapi aku tidak melihat seorangpun yang datang. Dan aku masih melihat besi itu tetap seperti yang ditunjukkan Kesambi kepadaku, berbentuk gelang" Anak muda itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Jadi, sepeninggalmu, Hantu itu tentu datang lagi. Untunglah bahwa kau sudah pergi. Jika kau masih ada di gardu itu, maka kau tentu akan dibawanya. Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Untunglah" Anak muda itupun kemudian minta diri meninggalkan Wiyatsih yang termangu-mangu. Ternyata besi itu menjadi perhatian anak-anak muda yang datang kemudian. "Mereka tentu mencari-cari, siapakah yang sudah melakukannya" berkata Wiyatsih didalam hatinya.
997 Dalam pada itu, Kesambi dan kawan-kawannya yang mendengar keterangan anak muda yang menemui Wiyatsih itupun menjadi berlega hati. Namun mereka masih saja dihinggapi oleh perasaan heran yang tiada putus-putusnya. "Siapakah yang telah melakukannya?" pertanyaan itu selalu mengganggu hati mereka. Namun kesimpulan yang dapat mereka dapatkan untuk sementara adalah "Tentu Hantu bertangan, api itu telah datang kembali" Namun dengan demikian, maka anak-anak muda itu menjadi semakin berdebar-debar. Ternyata Hantu Bertangan Api itu benar-benar tidak menghiraukan sama sekali terhadap anak-anak muda Sambi Sari. Baginya anak-anak muda Sambi Sari sama sekali tidak diperhitungkan. Ternyata ia berani berkeliaran di padukuhan ini, malam dan juga siang hari. Tetapi apa boleh buat. Justru Ki Demang dan para kebahu sudah bersedia membantu mereka dan bahkan ikut bertanggung jawab apapun yang akan terjadi, sebab merekapun mungkin sekali akan menjadi korban keganasan Hantu Bertangan Api. "Kita harus benar-benar mempersiapkan diri" berkata Kesambi "kali ini kita akan melakukan tugas yang belum pernah kita lakukan. Mungkin untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya. Namun itu adalah tanggung jawab kita" "Jumlah kita akan jauh lebih banyak dari jumlah mereka" berkata salah seorang anak muda "aku tahu, Ki Demang telah memerintahkan semua bebahu, semua laki-laki yang namanya pernah dikenal oleh rakyat Sambi Sari sebagai orang-orang yang berani dan bahkan Ki Demang sudah menghubungi orang-orang yang selama ini dijauhi oleh rakyat disekitarnya karena mereka dianggap berkelakuan kurang baik" "Kenapa dengan mereka?" bertanya yang lain. "Menurut Ki Demang, mereka akan mendapat kesempatan membersihkan nama mereka, jika mereka ikut berbuat
998 sesuatu malam nanti. Jika tidak, mereka akan tetap terasing dan bahkan Ki Demang akan mengambil langkah-langkah yang lebih tegas bagi mereka" Kesambi mengangguk-anggukkan kepalanya. Dengan demikian ternyata ada beberapa pihak yang akan turun ke tepian malam nanti untuk menyelamatkan bendungan yang pada saat dimulainya banyak mendapat tantangan itu, meskipup ada juga orang yang mengatakan, bahwa yang terjadi itu adalah akibat kutuk dari hantu-hantu penunggu tikungan Kali Kuning. Demikianlah maka sejenak kemudian anak-anak muda itupun minta diri kepada Kesambi. Jika tidak ada perubahan apapun, mereka akan berkumpul di rumah Ki Demang menjelang senja. Tepat pada saat bulan purnama terbit di Timur, mereka harus sudah berada ditepian. Sebenarnyalah bahwa ada juga diantara anak-anak muda itu yang berharap, agar terjadi perubahan. Lebih baik jika niat itu diurungkan. Namun agaknya mereka yang agak kecut hatinya, akan terpaksa juga datang ke bendungan malam nanti, meskipun pada saatnya mereka tidak akan banyak berarti. Maka pada hari itu, seluruh Sambi Sari diliputi oleh ketegangan. Meskipun tampaknya Wiyatsih tidak begitu terpengaruh, namun sebenarnyalah bahwa iapun menjadi tegang pula. Sambil mengisi waktunya di dapur, maka kadang-kadang terselip pula debar yang tajam didalam dadanya. Kadang-kadang diluar sadarnya ia membayangkan apakah yang kira-kira akan terjadi di bendungan itu. Jika kegelisahannya memuncak, maka Wiyatsih itupun pergi kepada kedua penjaga regolnya yang sedang tidak bertugas, di ruang belakang. "Bersiaplah" berkata Wiyatsih
999 Kedua penjaga regol itu mengerutkan keningnya, dan salah seorang dari mereka bertanya "Bukankah nanti malam?" "Ya, nanti malam. Maksudku, kalian dapat mengumpulkan tenaga buat menghadapi orang-orang Hantu Bertangan Api itu nanti malam. Tidurlah, bukankah kalian semalam kurang tidur?" "Aku baru saja bangun" berkata yang tinggi kekuruskurusan. "O" "Tetapi belum makan" sahut yang lain. "Ah kau" desis Wiyatsih "kenapa kau tidak mengambilnya didapur?" Kedua penjaga regol itu tersenyum. Namun rasa-rasanya senyumnya menyimpan kegelisahan yang disembunyikannya. Wiyatsihpun mencoba tersenyum pula. Sambil melangkah pergi ia berkata "Pergilah ke dapur" "Wiyatsih" desis salah seorang dari kedua penjaganya itu "sebaiknya kaupun mempersiapkan dirimu. Kami sudah beristirahat sejak pagi hari. Tetapi aku lihat kau masih saja selalu sibuk, Jangan membiarkan dirimu menjadi lelah sekarang ini. Mungkin seperti yang kau katakan sendiri, kau perlu mengumpulkan tenaga. Kita tidak tahu, betapa banyak tenaga yang akan kita butuhkan nanti malam. Mungkin kita harus bertempur semalam suntuk" Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Terima kasih. Setelah kerjaku ini selesai, aku memang akan tidur sejenak. Aku akan mengumpulkan semua kekuatan. Aku akan makan sebanyak-banyaknya hari ini, agar tenagaku tetap utuh sampai malam nanti"
1000 Kedua penjaga regol itu tidak menyahut lagi. Dipandanginya langkah Wiyatsih sampai hilang disudut dapur. Dalam pakaian seorang gadis, Wiyatsih memang tidak banyak bedanya dengan gadis-gadis yang lain. Tetapi dengan pedang ditangan, ia hampir tidak dapat dibedakan dengan laki-laki yang paling mumpuni sekalipun. Dan itulah kelebihan Wiyatsih. Dalam pada itu, seluruh Kademangan Sambi Sari rasarasanya telah dicengkam oleh debar didalam setiap hati penghuninya. Bahkah orang-orang yang akan pergi menengok tanaman palawija di sawahpun menjadi urung, sehingga jalanjalan menjadi sepi dan rumah-rumah tidak membuka pintunya. Apalagi di bulak-bulak yang panjang. Sambi Sari bagaikan suatu daerah mati yang sangat luas. Hanya orang dari padukuhan lain yang tidak tahu menahu, yang kebetulan lewat di bulak-bulak Sambi Sari sajalah yang tampak satu dua berjalan tergesa-gesa. Orang-orang yang lewat itupun menjadi heran, Sambi Sari memang agak lain dari biasanya. Dalam pada itu, hampir setiap laki-laki di Sambi Sari telah menyiapkan senjata. Terutama anak-anak mudanya dan beberapa orang yang telah dihubungi oleh Ki Demang. Ki Jagabaya yang sudah lama tidak mengambil tombaknya yang tersangkut di dinding, telah membersihkannya dan menimangnimangnya, sehingga isterinya bertanya "Buat apa senjata itu kakang?" "Apakah kau tidak pernah mendengar ceritera tentang Hantu Bertangan Api" Setiap mulut sudah mempersoalkannya" "Yang akan merusak bendungan itu?" "Ya" "Dan apakah yang akan kau lakukan kakang?" "Bukankah aku seorang Jagabaya"
1001 "Tetapi apakah kakang harus pergi ke bendungan malam nanti dan berkelahi melawan penjahat yang akan merusak bendungan itu?" "Itu adalah tugasku, Aku dan Ki Demang bersama beberapa orang bebahu akan berada di bendungan. Betapapun tinggi llmu orang itu, namun ia tidak akan dapat melawan kami se Kademangan "Tetapi merekapun tentu tidak hanya berdua atau bertiga" "Katakanlah mereka berlima, atau sepuluh sama sekali. Mereka tidak akan dapat melawan kami. Jika ada sedikit saja pengalaman kami memegangnya senjata, maka itu sudah cukup membuatnya bingung, karena puluhan ujung senjata akan mengarah ke tengkuknya" Isterinya tidak menyahut. Tetapi rasa-rasanya tugas suaminya kali ini terasa aneh. Sudah lama suaminya tidak pernah mempersoalkan keamanan Kademangan Sambi Sari. Dan tiba-tiba saja Ki Demang dan semua bebahunya akan turun bersama-sama ke tepian Kali Kuning untuk melindungi mainan anak-anak muda itu. Namun ternyata, bahwa apa yang dilakukan oleh anak-anak muda itu telah menggugah hati orang-orang Sambi Sari. Selama ini mereka seakan-akan merupakan keharusan yang tidak dapat menyerahkan diri kepada cengkaman nasib. Kesulitan yang disingkirkan sama sekali. Tetapi dengan kerja ditepian Kali Kuning itu, rasa-rasanya hati sebagan rakyat Sambi Sari menjadi tergugah. Meskipun demikian, bukan saja Nyai Jagabaya, tetapi setiap perempuan yang mengetahui bahwa suaminya akan pergi ke bendungan pada malam hari, menjadi berdebar-debar. Mereka pernah mendengar berbagai ceritera tentang orang yang akan merusak bendungan, bahkan beberapa orang saling berbisik "Kenapa bukan Pikatan sajalah yang dipaksa untuk pergi ke bendungan?"
1002 "Ia akan dibunuh oleh orang yang menyebut dirinya bernama Hantu Bertangan Api itu" "Apa peduliku dengan Pikatan, dan itu tentu lebih baik dari suamiku yang mati" Kawannya berbicara mengangguk-anggukan kepalanya, bagaimanapun juga, jika seseorang sampai pada pilihan yang menyangkut dirinya, tentu ia lebih senang mengorbankan orang lain dari pada dirinya atau keluarganya. Demikianlah, semakin rendah matahari dilangit, Sambi Sari yang sepi itupun menjadi semakin sibuk. Anak-anak muda mulai berjalan hilir mudik sambil menjinjing senjata. Namun ada juga diantara mereka yang justru menutup pintu biliknya rapat-rapat. "Aku tidak mau ikut campur" berkata anak-anak muda yang ketakutan. "Kau benar, ngger" berkata ibunya "bersembunyilah. Tidak ada yang dapat memaksamu untuk pergi ke bendungan" Demikianlah ketika langit menjadi suram, dada anak-anak muda itupun menjadi berdebar-debar. Sebentar lagi mereka akan berkumpul di Kademangan dan bersama-sama akan pergi ke bendungan. Apapun yang akan terjadi di bendungan, mereka sudah siap untuk menghadapinya. Tetapi ternyata bahwa dugaan Kesambi dan Wiyatsih meleset. Yang akan ikut pergi ke bendungan tidak sebanyak yang diharapkan Ternyata anak-anak muda yang semula raguragu, ketika mereka melihat Hantu Bertangan Api melengkungkan besi di gardu, dan kemudian besi itu telah menjadi lurus kembali, justru menjadi semakin ketakutan. Dan mereka termasuk anak-anak muda yang lebih senang bersembunyi di dalam biliknya daripada harus turun ke tepian. --ooo0dw0ooo--
1003 Jilid 13 Meskipun demikian anak-anak muda yang kemudian berkumpul di halaman Ki Demang Sambi Sari cukup banyak. Bersama dengan Ki Demang, Ki Jagabaya dan para bebahu, mereka merupakan sepasukan pengawal Kademangan yang kuat. "Kita segera berangkat" berkata Ki Demang "aku sendiri yang akan memimpin kalian. Betapapun saktinya Hantu Bertangan Api, namun Sambi Sari tidak akan membiarkan dirinya dihinakannya" Namun sebelum mereka berangkat, Ki Demang masih sempat menghidangkan minuman dan makanan sekedarnya sambil berkata "Makanlah. Mudah-mudahan makanan itu dapat menjadi sumber kekuatan. Siapa tahu, kita akan berada di bendungan semalam suntuk" Dan seorang anak muda yang kurus menyahut perlahanlahan sekali "Atau makanan ini akan menjadi makanan kita yang terakhir" "Hush" desah kawan yang berada disampingnya "Hatimu lembut sekali. Tetapi bukan waktunya sekarang ini" Anak muda yang kurus itu tersenyum "Apa begitu?" Kawannya tidak menyahut. Tetapi ia sibuk menyuapi mulutnya dengan makanan yang dihidangkan itu "Biarlah aku menjadi kenyang dahulu" katanya. Dalam pada itu, Kesambi yang kemudian datang juga di halaman Kademangan menjadi cemas. Jika Wiyatsih tetap pada niatnya untuk pergi ke bendungan, maka ia akan menjadi beban yang bukan saja menambah kesulitan, Tetapi
1004 juga merupakan beban yang sangat berat bagi hatinya. Bagaimanapun juga, Kesambi tidak akan dapat ingkar lagi, bahwa sebenarnyalah hatinya telah terikat oleh gadis. itu. Dengan demikian, maka alangkah sakitnya jika ia harus melihat wadag atau rohnya Wiyatsih dibawa oleh Hantu Bertangan Api itu" Tetapi ketika hari menjadi berangsur gelap dan Wiyatsih tidak juga datang ke halaman Kademangan, maka hati Kesambi menjadi agak tenteram. "Kita harus segera berangkat" berkata Ki Demang "sebentar lagi akan datang saatnya purnama itu terbit. Kita harus sudah berada di tepian" Dalam pada itu, selagi anak-anak muda yang berada di halaman Kademangan Sambi Sari bersiap untuk berangkat, dan langsung dipimpin oleh Ki Demang sendiri bersama beberapa orang bebahu maka Purantipun telah mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya. "Sebaiknya rencana kita itu dapat berlangsung sebaikbaiknya puranti "berkata Kiai Pucang Tunggal. Puranti menganggukkan kepalanya. Meskipun tampak diwajahnya bahwa ia tidak begitu senang dengan rencana itu, namun ia sudah menyatakan, bahwa ia akan melakukannya sebaik-baiknya" "Sediakan semuanya yang perlu. Hati-hatilah dengan Hantu bertangah Api itu. Ia dapat mempergunakan senjata rangkap sebaik-baiknya. Karena itu, tangan kirimupun juga perlu harus dapat melindungi dirimu dari senjata rangkap Hantu itu" "Aku membawa pisau belati panjangku ayah" "Baiklah. Aku percaya kepadamu Puranti. Kau sudah hampir mencapai kesempurnaan. Meskipun demikian kau tidak dapat mengabaikan lawan-lawanmu. Kau harus menganggap bahwa
1005 setiap lawan itu cukup berat. Demikian juga dengan Hantu Bertangan Api itu" Puranti mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun katanya kemudian "Mudah-mudahan Wiyatsih tidak mengalami kesulitan. Anak-anak muda Sambi Sari juga telah mempersiapkan diri. Menurut Wiyatsih mereka akan pergi ke bendungan bersama Ki Demang dan para bebahu" Kiai Pucang Tumggal mengangguk-angguk. Memang akan dapat terjadi banyak sekali kemungkinan di bendungan itu, sehingga dengan demikian, mau tidak mau hatinyapun menjadi cemas pula. "Marilah kita pergi. Kita harus melihat semuanya dari permulaan supaya kita tidak menyesal, seandainya terjadi sesuatu" Sementara itu, Wiyatsih dengan gelisah menunggu kesempatan untuk dapat bertemu sekali lagi dengan kakaknya. Di depan rumahnya, kedua penjaga regolnya sudah siap menunggunya. Mereka akan bersama-sama berangkat langsung ke bendungan. "Kakang" Wiyatsih mencoba mengetuk pintu bilik kakaknya "aku ingin berbicara sedikit kakang" Beberapa lamanya Wiyatsih tidak mendengar jawaban. "Kakang" panggil Wiyatsih. Masih belum mendengar jawaban. "Kakang" Wiyatsih mengetuk semakin keras. "Jangan panggil aku..!!" tiba-tiba terdengar kakaknya membentak, lalu "kau masih akan membujuk aku untuk pergi ke bendungan" Aku tahu, hari ini saatnya purnama naik. Tetapi aku tidak akan pergi. Kau dengar"!" "Tidak. Aku tidak akan minta kau pergi kakang"
1006 "Lalu apa keperluanmu?" "Bukalah. Sebentar saja" "Tidak. Aku tidak berkepentingan apapun saat ini" "Kakang, aku masih ingin bertemu dengan kau meskipun hanya sebentar untuk yang terakhir kalinya" Wiyatsih menjadi bingung sejenak. Namun kemudian katanya "Sesuatu menghentak di dada Pikatan, meskipun ia tidak segera mengetahui maksudnya. Namun nada keluhan adiknya itu membuat hatinya tersentuh. Meskipun demikian Pikatan sama sekali tidak menyahut. "Kakang" berkata Wiyatsih" baiklah jika kau tidak ingin membuka pintumu. Aku minita diri. Mungkin aku tidak akan kembali lagi ke rumah ini kakang. Tolong sampaikan pula kepada ibu, karena aku tidak sampai hati mohon diri kepadanya" Gelora di dada Pikatan menjadi semakin bergejolak. Apalagi yang akan dilakukan oleh Wiyatsih itu. Namum Pikatan tidak perlu bertanya karena Wiyatsihpun kemudian berkata "Aku akan pergi ke bendungan kakang. Aku akan mencoba membatalkan usaha Hantu Bertangan Api" "Gila" tiba-tiba Pikatan berteriak. "Sudahlah kakang. Mudah-mudahan aku berhasil. Jika tidak, aku minta diri dan minta maaf barangkali selama ini aku sering menyakiti hatimu" "Jangan gila Wiyatsih "tiba-tiba pintu bilik itu terbuka. Wajah. Pikatan menjadi tegang. Dipandanginya wajah gadis itu seperti hendak ditelannya begitu saja" "Tidak ada jalan lain kakang" "Tidak. Kau tidak boleh pergi ke bendungan"
1007 "Itu adalah satu-satunya jalan yang dapat aku tempuh, Aku pergi bersama beberapa orang anak-anak Sambi Sari" "Gila, kalian sudah gila. Apakah kalian belum pernah mendengar ceritera tentang Hantu Bertangan Api. Mungkin dari gadis liar dari Pucang Tunggal itu?" "Maksudmu Puranti" "Ya. Gadis gila itu" "Aku memang pernah mendengarnya" "Kenapa bukan gadis yang gila itu saja yang mencoba bertahan di bendungan jika ia mampu" "Aku tidak berani memaksanya. Menurut Puranti yang pernah melihat Hantu Bertangan Api itu berlatih dari kejauhan, mengatakan bahwa Hantu Bertangan Api itu ternyata bukan Hantu yang dahulu. Ia kini mendapat kemajuan yang pesat sekali" "Apakah Puranti takut?" "Aku tidak tahu." "Tetapi kau tidak boleh pergi. Jangan sombong Wiyatsih" "Bukan karena aku menyombongkan diri kakang. Tetapi tidak ada jalan lain Akulah yang memaksa anak-anak muda Sambi Sari membuat bendungan itu untuk melanjutkan citacitamu, kau setujui atau tidak. Sekarang, aku harus bertanggung jawab pula atas akibat dari hadirnya bendungan yang masih belum siap itu" "Jangan sebut-sebut namaku. Aku tidak tahu menahu tentang bendungan itu, karena apa yang kalian kerjakan adalah pikiran gila semata-mata" "Baiklah. kakang. Aku tidak akan menyebut nama kakang lagi. Tetapi aku minta diri. Mumpung ibu masih berada di dapur, karena aku tidak akan sampai hati mengatakan
1008 kepadanya, apa yang akan aku lakukan, karena tentu ibu akan sangat bersedih" "Tidak. Kau tidak boleh pergi" "Tidak ada jalan lain kakang" "Tidak, kau dengar" "Aku terpaksa pergi" "Gila. Kau benar-benar berani melawan aku sekarang. Aku berkata bahwa kau tidak boleh pergi" "Aku tidak dapat tinggal di rumah. Aku harus pergi" "Pergi hanya untuk membunuh diri" "Jika terpaksa terjadi demikian, apabolah buat" "O, kau memang keras kepala. Daripada kau mati dibunuh Hantu, Bertangan Api, biarlah aku saja yang membunuhmu" Sejenak Wiyatsih menjadi tegang. Namun kemudian katanya "Jika memang itu yang sebaiknya kau lakukan, apaboleh buat, tetapi aku akan tetap pergi ke bendungan. Disana masih ada beberapa anak muda yang merelakan dirinya untuk mempertahankan bendungan itu apapun akibatnya" "Gila, gila. Kau sudah gila" Yang terdengar kemudian adalah derak pintu bilik Pikatan itu tertutup keras-keras. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Ia bertahan. untuk tidak menangis, Kebiasaan yang sulit sekali ditinggalkannya, karena sejak kecil ia sudah belajar menangis. "Sudahlah kakang. Aku akan pergi" Pikatan tidak menjawab.
1009 "Kakang. Kau memaafkan aku bukan" Jika aku tidak dapat bertemu lagi, semua kesalahanku jangan membebani perjalananku. Masih tidak terdengar jawaban. "Kakang, kakang" Wiyatsih mengetuk pintu itu semakin keras. Namun sama sekali tidak terdengar suara apapun juga. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. Kemudian iapun berkata perlahan-lahn "Jangan hiraukan apa yang akan terjadi atasku" Sejenak kemudian, terdengar langkah Wiyatsih menjauhi pintu bilik Pikatan. Namun dalam pada itu, perlahan-lahan pintu itu terbuka setebal jari. Dari sela-sela pintu itu Pikatan mengintip langkah adiknya yang kemudian hilang dibalik pintu pringgitan. "Gila, gila" Pikatan menggeram. Dengan langkah yang gontai ia pergi ke pembaringannya. Dibantingnya dirinya di pinggir pembaringan itu. Dengan kepala tertunduk dalam-dalam ia duduk merenungi keadaannya. Sekali-kali tangan kirinya mengusap keringat di keningnya. "O, anak itu benar-benar telah kehilangan akal. Ia ingin membunuh dirinya di tepian" namun kemudian ia meloncat berdiri sambjl berkata "aku tdak peduli. Aku tidak peduli. Biarlah ia mati dicincang oleh Hantu Bertangan Api, atau diseret kedalam sarangnya sama sekali. Aku tidak bertanggung jawab atas sikapnya yang sombong itu" Pikatan terkejut ketika sekali lagi, ia mendengar pintu biliknya diketuk. Sejenak ia termangu-mangu, namun kemudian ia tidak menghiraukannya lagi. Namun ternyata yang didengarnya bukan lagi suara Wiyatsih,tetapi suara ibunya "Pikatan, apakah yang terjadi?"
1010 "Tidak apa-apa ibu" jawab Pikatan pendek. "Aku mendengar kau marah lagi kepada adikmu. Dimana sekarang Wiyatsih" "Ia ada diluar" "Tidak ada" "Aku tidak tahu" Ibunya tidak bertanya lagi. Iapun kemudian pergi ke pringgitan dan kemudian ke pendapa. Tetapi ia tidak menemukan Wiyatsih. Untunglah bahwa ia tidak melihat ke regol. Ternyata bahwa kedua penjaga regolnyapun tidak ada di tempatnya. Keduanya mengikuti Wiyatsih pergi ke bendungan. Senja menjadi semakin gelap dan langitpun mulai dibayangi oleh cerahnya bulan purnama. Karena itu, maka Wiyatsihpun mempercepat langkahnya sambil berkata kepada kedua penjaga regolnya "Marilah. Pada saat purnama itu naik, semuanya dapat terjadi. Jika anak-anak muda itu sudah ada disana dan Hantu itu mulai bertindak, maka yang terjadi adalah bencana yang tidak terlupakan oleh penduduk Sambi Sari. Kedua penjaga regolnyapun berjalan semakin cepat. Namun salah seorang dari keduanya bertanya "Wiyatsih, jika benar akan terjadi sesuatu, kenapa kau mengenakan pakaian itu meskipun kau membawa pedang dan pisau belati panjang?" "O, aku sembunyikan pedangku" "Aku tidak mengerti" jawab penjaga regol itu. "Aku datang sebagai seorang gadis biasa. Jika terpaksa aku harus bertempur, aku dapat melepaskan kain panjangku, karena aku mengenakan pakaianku yang lain"
1011 Penjaga regol itu tidak menyahut. Namun mereka melihat Wiyatsih berjalan sambil menyingsingkan kain panjangnya tinggi-tinggi. Demikianlah mereka menjadi semakin dekat dengan bendungan. Langit yang samar-samar mulai membayang cerahnya bulan. Di timur bayangan kemerah-merahan menjadi semakin terang diatas punggung hutan yang jauh. Sementara itu Pikatan, duduk kembali di pembaringannya dengan kepala tunduk. Berbagai persoalan bergulat di dalam hatinya. Namun demikian, ia masih tetap tidak beranjak dari tempatnya. Dalam keremangan cahaya langit yang mulai cerah, beberapa orang Sambi Sari berjalan dengan tergesa-gesa pula ke bendungan yang belum selesai itu. Di paling depan adalah Ki Demang dan Ki Jagabaya. Kemudian para bebahu dan yang di belakang mereka adalah anak-anak muda. Mereka membawa senjata apa saja yang mereka dapatkan. Ki Demang membawa sebuah tombak seperti juga Ki Jagabaya. Sedang yang lain ada yang membawa pedang, parang dan jenis-jenis senjata yang lain yang dapat mereka ketemukan. Kesambi yang berjalan dipaling depan diantara anak-anak muda itupun membawa sebilah pedang panjang. Ia memang belum pernah mempergunakan pedang itu, karena ia belum pernah berkelahi sesungguhnya dengan senjata. Ketika ia masih kecil memang ia pernah berkelahi dengan kawan-kawan bermain. Bahkan kadang-kadang ada diantara mereka yang menangis, Bahkan sampai menjelang remaja, iapun masih sering berkelahi diantara kawan-kawanaya. Tetapi berkelahi dengan senjata, mimpipun ia belum pernah. Dengan hati yang berdebar-debar orang-orang Sambi Sari itu mendekati bendungan. Ketika mereka menengadahkan wajah mereka ke langit, maka merekapun mulai melihat cahaya yang bulat merah mulai tumbuh di ujung Timur.
1012 "Bulan sudah terbit " desis seseorang. "Ya itulah bulan purnama" sahut yang lain. Bahkan Ki Demangpun berkata "Kita menginjak saatnya bulan purnama naik. Saat inilah yang dijanjikan oleh Hantu Bertangan Api itu. Dan agaknya Pikatan benar-benar tidak akan datang" "Kita terlambat" desis Ki Jagabaya. "Tidak. Hantu itu tentu akan menunggu sejenak. Ia tidak akan berpegangan teguh pada saat purnama itu terbit. Tetapi yang dimaksudkan tentu malam ini. Malam ini adalah malam teraklir. Ia sudah tidak mau menunggu lebih lama lagi di sini" "Pikatan ternyata sudah menjadi seorang pengecut" desis salah seorang bebahu "jika ia masih tetap jantan, ia tidak akan memaksa kita turun ke tepian dan beberapa korban tentu akan jatuh" "Apa bolehbuat. Kita memang harus bertanggung jawab terhadap seluruh isi Sambi Sari, meskipun kelak kita akan membuat perhitungan tersendiri dengan Pikatan" berkata Ki Demang. "Jika kita masih tetap hidup" potong seorang bebahu yang lain. "Juga apaboleh buat. Jika saatnya mati tiba, meskipun kita bersembunyi di dalam kentongan sekalipun, kita akan mati juga" jawab Ki Demang. Tidak ada seorangpun yang membantahnya. Meskipun demikian hati mereka menjadi semakin berdebar-debar ketika mereka mendekati tepian. Ki Demanglah yang mula-mula berdiri di atas tanggul. Ternyata tepian masih terlalu sepi. Dibawah cahaya bulan yang kemudian mulai mengambang dilangit, mereka tidak melihat seorangpun. Beberapa anak muda yang kemudian
1013 juga berdiri ditanggul menarik nafas dalam-dalam. Bahkan salah seorang dari mereka berkata "Mudah-mudahan Hantu Bertangan Api itu hanya sekedar menakut-nakuti saja" Yang lain tidak menjawab. Tetapi sebenarnyalah bahwa merekapun mengharap demikian. "Marilah kita turun" berkata Ki Demang "hati-hatilah, jangan sampai kita dijebak oleh Hantu yang licik itu. Kita harus tetap merupakan kekuatan yang utuh. Siapa yang takut menghadapi akibat yang paling buruk, tinggallah disini, atau kembali saja ke Kademangan" Tidak seorangpun yang menjawab. "Paling sedikit, separo dari kita semuanya akan mati ditepan. Nah, siapa yang masih belum ingin mati, jangan ikut aku" Betapapun keragu-raguan mencengkam hati, namun anakanak muda itu tidak berniat untuk melangkah surut, karena Ki Demang sendiri ternyata telah bertekad bulat untuk ikut serta mempertahankan bendungan itu. Demikianlah maka iring-iringan itupun kemudian menuruni tebing dan kemudian bertebaran di tepian. Namur tepian itu ternyata masih sepi. "Kitalah yang ternyata harus menunggu" berkata Ki Demang "lihat purnama sudah naik. Kita sudah siap menghadapi segala kemungkinan" Meskipun demikian, sebenarnyalah bahwa setiap dada menjadi berdebar-debar. Tanpa mereka sadari. maka merekapun mendebarkan pandangan mereka berkeliling. Yang tampak di dalam keremangan cahaya bulan. adalah gerumbulgerumbul liar di tebing Kali Kuning seberang menyeberang. Batu-batu padas dan tanggul. Meskipun tampaknya orangorang Sambi Sari itu berdiri tegap di tepian sambil menggenggam senjata, namun sebenarnyalah bahwa mereka
1014 mulai dibayangi oleh peristiwa-peristiwa yang mengerikan. Di dalam angan-angan mereka, seakan-akan dibalik setiap lembar daun itu bersembunyi Hantu Bertangan Api dengan orang-orangnya. Seakan-akan dibalik tanggul itu beberapa pasang mata sedang mengintipnya. Tetapi untuk beberapa lamanya mereka menunggu, sama sekali tidak mereka lihat seorangpun yang datang. "Mereka hanya sekedar menakut-nakuti" berkata Ki Jagabaya untuk memecahkan ketegangan di dalam dadanya" "Ya" sahut seorang anak muda yang dicengkam oleh kecemasan yang luar biasa. Untuk menenteramkan hatinya sendiri, maka iapun berteriak "tidak ada seekor kadalpun disini" "Sst" Kesambi berdesis "jangan berkata begitu. Kita menunggu. Malam ini baru saja mulai. Masih ada waktu yang panjang yang harus kita amati. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu Namun kita tidak boleh lengah" Anak muda yang berteriak itupun mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak menyahut lagi. Namun demikian justru orang lainlah yang berkata "Kita tidak akan menunggu semalam suntuk. Jika ternyata saatnya purnama naik tidak terjadi sesuatu, kita sudah bebas" "Maksudmu" "Janji itu sudah lampau. Purnama sudah naik. Kita tidak tidak terikat lagi" "Kalau kau mau pergi, pergilah" Ki Demanglah yang menjawab "sudah sejak kita masih berada di tanggul, aku sudah menawarkan, siapakah yang akan melangkah surut. Kita akan menunggu disini semalam suntuk. Jika malam ini tidak terjadi sesuatu, maka barulah kita yakin, bahwa orang yang menyebut dirinya Hantu Bertangan Api itu memang hanya sekedar menakut-nakuti saja"
1015 Namun ternyata bahwa sebutan Hantu Bertangan Api itu telah menggetarkan setiap jantung. Bahkan Ki Demang sendiri terkejut karenanya. Seakan-akan sebutan itu telah mendorong mereka mendekati Hantu itu sendiri. Karena itu, orang-orang Sambi Sari itu menjadi tegang. Mereka berdiri di tempatnya seakan-akan membeku. Dengan wajah yang dibayangi oleh keragu-raguan dan bahkan kecemasan mereka memperhatikan setiap bentuk disekitar mereka. Setiap gerak telah membuat jantung mereka bedesir. Dan bahkan ketika selembar daun kering jatuh dari gerumbul di tebing sungai setiap hati telah berdesir tajam sekali. Namun untuk beberapa saat lamanya mereka tidak melihat sesuatu. Meskipun demikian, orang Sambi Sari itu masih tetap mematung di tempat mereka masing-masing Tetapi dalam pada itu, selagi ketegangan mencengkam setiap jantung, tiba-tiba sepinya malam di tepian Kali Kuning itu telah disayat oteh suara tertawa yang bagakan menghentikan denyut nadi. Suara tertawa itu tidak terlampau keras, Tetapi seolah-olah mengumandang disegala arah. Ki Demang bergeser setapak. Dicobanya untuk mengetahui dari mana arah suara tertawa itu, namun ia sama sekali tidak berhasil. Ternyata suara tertawa itu bagaikan merontokkan jantung Mereka yang tidak memiliki keteguhan hati, meresa bahwa nyawa mereka telah berada diujung ubun-ubun. Suara tertawa itu bagaikan suara hantu yang melihat kubaran baru sudah menganga. Ki Demang yang tidak berhasil menentukan arah suara tertawa itu menjadi marah. Karena itu maka iapun segera berteriak "He, siapa kau yang tertawa" Kaukah yang menyebut dirimu Hantu bertangan Api?" Suara tertawa itu masih terdengar berkepanjangan, melingkar-lingkar diantara tebing Kali Kuning.
1016 "He, kau dengar aku?" teriak Ki Demang. Suara tertawa itu mereda. Kemudian terdengar suara mengumandang "Kau benar. Aku adalah Hantu Bertangan Api" "Bagus" sahut Ki Demang "mendekatlah. Bukankah kau sedang menunggu Pikatan?" "Ya Aku sedang menunggu Pikatan Tetapi bukan kalian" "Pikatan tidak mau datang malam ini" "Kenapa kalian datang kemari?" "Kami tidak dapat membiarkan bendungan yang kami kerjakan dengan susah payah ini akan kalian rusak. Kami datang untuk mempertahankan hak kami" Suara tertawa itu terdengar lagi. Justru lebih keras dari suara tertawa yang mula-mula. Ki Demangpun menjadi semakin marah pula karenanya. Dan iapun berteriak lebih keras lagi untuk mengatasi suara tertawa itu "Diam. Diam. Kami adalah rakyat Sambi Sari yang mempunyai harga diri. Sudah sekian lamanya kami dipanggang diatas tanah kering ini. Dan kini kami mulai menyadari, bahwa dengan bendungan ini Sambi Sari akan menjadi basah dan subur. Karena itu, maka kami akan mempertahankan. bendungan ini. Kami tidak akan membiarkan kalian merusaknya. Betapapun saktinya Hantu Bertangan Api itu, ia tidak akan dapat melawan kami sebanyak ini" "Aku tidak sendiri" berkata Hantu Bertangan Api "meskipun seandainya aku sendiri. aku akan dapat membunuh kalian semuanya. Sudah tentu tidak sekaligus. Aku tahu caranya bagaimana melawan orang sebanyak itu, apalagi orang-orang dungu seperti kalian" Jawaban itu benar-benar menggetarkan setiap jantung. Namun Ki Demang masih menjawab "Omong kosong. Kau
1017 hanya ingin menakut-nakuti kami. Tetapi kami tidak takut. Aku tidak takut, Ki Jagabaya tidak takut dan anak-anak muda Sambi Sari yang dipimpin oleh Kesambi juga tidak takut" Tetapi Hantu Bertangan Api masih saja tertawa. Katanya "Kalian memang orang-orang berani. Tetapi keberanian saja tidak cukup untuk mempertahankan bendungan itu. Selain keberanian, juga kemampuan mempertahakan diri sendiri, karena jika perlu dituntut adanya kekerasan" "Kami sudah siap. Diantara kami terdapat juga bekas-bekas perampok yang ingin memperbaiki namanya di lingkungan masyarakat Sambi Sari. Merekapun mampu berkelahi seperti kalian, Suara tertawa Hantu Bertangan Api bagaikan meledak semakin keras. Katanya "Aku sudah membunuh beberapa orang perampok yang akan mendahului merusak bendungan ini" "Aku tidak percaya" "Kalian tentu menemukan mayatnya" "Tidak seorangpun melihat mayat di tepian ini" Hantu Bertangan Api terdiam sejenak. Namun katanya "Tentu ada yang menyembunyikan, agar anak-anak muda yang sedang menyelesaikan bendungan itu tidak menjadi ketakutan" "Omong kosong" Ki Demang berteriak semakin keras, lalu "sekarang kemarilah. Jangan hanya berteriak sambil bersembunyi" Yang terdengar hanya suara tertawa saja. Katanya "Jika aku benar-benar datang, kalian akan mati ketakutan sebelum aku berbuat apa-apa" "Kau terlampau sombong" sahut Ki Demang.
1018 "Baiklah. Kami akan datang bersama-sama. Kamipun datang dalam jumlah yang cukup, karena kami tahu, kalian akan menjadi gila dan mencoba mempertahankan bendungan ini. Apakah artinya bendungan ini bagi kalian, jika kalian sudah terbunuh di tepian ini" Ki Demang tidak segera menyahut. Dadanya memang tergetar mendengar ancaman itu. Apalagi orang-orang lain. Pertanyaan seperti yang dilontarkan oleh Hantu Bertangan Api itu memang ada di setiap jantung. Apakah gunanya mereka mempertahankan bendungan itu jika mereka akan mati di tepian dan bendungan itu akhirnya akan dirusaknya juga. "Pikirkan baik-baik" berkata Hantu Bertangan Api "jangan melakukan pekerjaan, sia-sia. Apalagi mengorbankan nyawa tanpa arti, karena bendungan yang akan kalian pertahankan itu akhirnya pasti akan hancur pula. Dan Pikatan yang kalian lindungi itu akan mati pula" "Kami tidak melindungi Pikatan" tiba-tiba terdengar suara seseorang bebahu yang sudah mulai gemetar" kami sama sekali tidak berkepentingan dengan Pikatan" "Omong kosong" berkata Hantu itu "jika kalian tidak melindunginya, Pikatan tentu akan datang kemari malam ini" "Kami sudah mencoba memaksanya. Tetapi ia tidak mau" "Dan sekarang kalian lebih baik melawan aku dengan beberapa orang kawanku daripada memaksa Pikatan dengan kekerasan. Apa kau sangka bahwa Pikatan lebih kuat daripada aku" Jika demikian ia tidak akan ketakutan untuk datang ke bendungan ini. Apalagi aku membawa kawan yang cukup banyak" Orang-orang Sambi Sari itu terdiam. Sesuatu mulai membayangi hati mereka sehingga kebimbangan yang memang sudah ada di dalam hati mereka menjadi semakin tebal.
1019 Namun dalam pada itu Kesambi mencoba memulihkan tekad orang-orang Sambi Sari itu dengan berteriak "Sudahlah. Hentikanlah usahamu untuk menakut-nakuti kami. Kau harus sadar, bahwa itu tidak akan ada gunanya. Jika kau mampu membunuh kami, tentu sudah kau lakukan. Tetapi ternyata bahwa kau hanya sekedar berbicara saja. di tempat yang tersembunyi" "Gila" teriak Hantu Bertangan Api "kau membuat aku marah. Sebenarnya aku masih mempunyai pertimbangan lain. Tetapi jika aku benar-benar marah, kalian akan menyesal" "Kami sudah marah sejak lama. Cepat, keluarlah dari persembunyianmu" "Diam" teriak Hantu itu "kalian memang benar-benar ingin aku cincang. Ternyata kalian lebih menarik dari Pikatan. Bersukurlah bahwa Pikatan tidak datang, sehingga aku mendapat kesempatan lebih dahulu untuk membunuh kelincikelinci bodoh. Nah, bersiaplah untuk mati. Seorang demi seorang. Tidak seorangpun akan kami biarkan lolos, karena kalian telah membuat aku marah" Darah anak-anak muda Sambi Sari itu bagaikan semakin lambat mengalir. Tangan mereka menjadi gemetar, dan senjata mereka hampir tidak berarti sama sekali. Genggaman mereka menjadi semakin kendor dan nafas merekapun menjadi terengah-engah sebelum mereka mulai bertempur. Ki Demang dan Kesambi menjadi cemas melihat keadaan itu. Jika mereka benar-benar ketakutan, maka bencana benarbenar akan menimpa bendungan itu dan mereka semuanya. Namun dalam pada itu, selagi orang-orang Sambi Sari dicengkam oleh ketegangan, mereka dikejutkan oleh suara seorang perempuan yang menyobek kebekuan sesaat itu. Dengan lantang orang-orang yang berada di tepian itu mendengar kata-katanya "Jangan mempersoalkan Pikatan. Kini kalian sudah berhadapan dengan anak-anak muda Sambi
1020 Sari. Jika kau masih harus berpikir dua tiga kali untuk menantang Pikatan, maka disini ada berpuluh-puluh Pikatan. Nah, apakah kau masih juga berniat untuk meneruskan usaha merusak bendungan ini" Suara itu benar-benar telah mengejutkan. Hantu Bertangan Apipun terkejut pula. Ketika mereka berpaling, di bawah cahaya bulan purnama mereka melihat seorang gadis berdiri diatas tanggul Kali Kuning. "Wiyatsih" teriak Kesambi "kenapa kau datang juga kemari?" "Sudah aku katakan, aku tidak dapat tinggal diam di rumah sedangkan kalian menghadapi maut di pinggir Kali Kuning. Tetapi jangan cemas. Hantu Bertangan Api ternyata tidak sedahsyat yang dibayangkan. Menurut kakang Pikatan, Hantu Bertangan Api tidak lebih dari seorang perampok cengeng yang tidak memiliki kelebihan apapun. Itulah sebabnya kakang Pikatan tidak mau datang, karena ia tahu, bahwa ia akan dijebaknya dalam perkelahian yang tidak adil, bukankah Hantu itu sudah mengaku bahwa ia tidak datang seorang diri" Nah, itulah sebabnya kakang Pikatan berkeberatan. Menurut kakang Pikatan, gerombolan perampok kecil yang pernah bersembunyi di goa Pabelan itu tentu tidak akan mampu melawan anakanak muda Sambi Sari" "Bohong" teriak Hantu Bertangan Api. "Nah, keluarlah dari persembunyianmu. Aku tahu, kau bersembunyi dibalik gerembul bunga racun itu. Cepat keluarlah bersama-sama dengan anak buahmu. Seorang aku lihat dibalik gerumbul pakis, yang dua orang di balik batu yang besar itu. Aku melihat gerumbul-gerumbul itu bergerak. Yang lain aku tidak tahu, Tetapi ada tiga orang di belakangmu" "Gila" teriak Hantu Bertangan Api.
1021 Wiyatsih yang masih berpakaian seorang gadis itupun segera melangkah turun. Katanya "Aku akan berlindung di belakang anak-anak muda Sambi Sari itu" Hantu Bertangan Api yang sudah diketahui tempatnya oleh Wiyatsih itupun kemudian meloncat keluar. Dipandanginya saja gadis yang berjalan menuruni tebing perlahan-lahan. Namun sejenak kemudian terdengar Hantu itu tertawa "Kau memang seorang gadis yang aneh Wiyatsih. Mungkin karena kau adalah adik Pikatan, sehingga kaupun mempunyai kelebihan dari orang-orang lain. Tetapi kedatanganmu ke tepian ini sangat menyenangkan hatiku. Setelah aku selesai membunuh cucurut-cucurut bodoh itu, aku akan mendapatkan hadiah yang sangat menarik. Kau akan aku bawa serta Wiyatsih" "Tidak mau" "Tentu kau tidak mau. Tetapi bagiku tidak akan ada bedanya. Mau atau tidak mau" "Orang Sambi Sari tentu akan melindungi aku" "Mereka akan aku bunuh semuanya" Wiyatsih berhenti sejenak. Dipandanginya Hantu Bertangan Api yang berdiri di tebing, di sebelah gerumbul bunga racun yang berwama merah. "Kau tidak akan dapat membunuh seorangpun dari mereka Hantu yang sombong" Hantu itu tertawa. Katanya "Marilah kita lihat. Justru karena kau aku bernafsu membunuh semua orang sekaligus. Kemudian akan manyusul Pikatan, sementara bendungan ini akan berserakan. "Aku akah menjadi taruhan. Jika kau menang kali ini, aku tidak akan melawan jika kau akan membawa aku pergi"
1022 "He" Hantu Bertangan Api justru menjadi heran, dan dalam pada itu Kesambi berteriak "Wiyatsih, kau jangan menganggap yang terjadi ini suatu permainan" "Tidak Kesambi. Aku berkata sungguh-sungguh. Jika Hantu Bertangan Api menang, biarlah aku dibawanya. Bukankah itu berarti bahwa kalian telah binasa seluruhnya" Jika masih ada seorangpun yang hidup, Hantu bertangan Api masih belum menang" "Kau tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya Wiyatsih. Kita benar-benar dalam keadaan yang gawat" "Aku tidak yakin. Hantu Bertangan Api hanya dapat berbicara, Tetapi tidak dapat berbuat apa-apa" "Wiyatsih" teriak Hantu Bertangan Api "ternyata kau sangat berbahaya bagi kami. Kau ternyata dengan caramu berusaha untuk meningkatkan ketahanan jiwa orang-orang Sambi Sari, seolah-olah kami memang tidak berarti apa-apa. Tetapi ketahuilah, itu akan membahayakan dirimu sendiri" Tetapi Wiyatsih tertawa. Katanya "Kau jangan mengigau Hantu Bertangan Api. Sudahlah, lakukan apa yang akan kau lakukan. Ki Demang sudah siap menunggumu. Jika kau ingin segera binasa, turunlah dan cobalah bertempur melawan Ki Demang dan Ki Jagabaya. Memang agaknya Ki Demang dan Ki Jagabaya harus bekerja bersama melawanmu. Tetapi selain kau, orang-orangmu tidak akan berarti apa-apa" "Diam" teriak Hantu Bertangan Api. Kemarahannya ternyata telah memuncak sehingga ia berteriak kepada anak buahnya yang bersembunyi di balik segerumbul ilalang "Tangkap gadis itu, dan bawa naik ke atas. Jangan berikan kesempatan mendekati anak-anak muda Sambi Sari. Ia akan dapat menjadi racun bagi pertempuran ini. Ia mampu membangkitkan keberanian meskipun sekedar semu. Tetapi kematian yang tidak terbilang, hanya akan mengotori senjata kami saja"
1023 Tiba-tiba seorang yang bertubuh tinggi tegap meloncat dari balik gerumbul ilalang itu. Dengan garangnya ia berdiri tegak di sebelah Wiyatsih. "Nah Wiyatsih. Jangan menyesal. Kau adalah tawanan kami yang pertama malam ini. Mudah-mudahan Pikatan mendengarnya dan berusaha mengambilmu" "Wiyatsih" Kesambilah yang berteriak. Hampir saja ia meloncat mendekati Wiyatsih, Tetapi Ki Jagabaya sempat menahannya sambil berkata "Hati-hatilah Kesambi. Agaknya mereka benar-benar tidak sedang bergurau" "Tetapi Wiyatsih?" "Kita usahakan nanti. Tetapi jangan tergesa-gesa" "Wiyatsih menganggap persoalan ini seperti permainan anak-anak saja" desis Ki Demang "salahnya sendiri. Tetapi kau jangan mengorbankan dirimu. Setiap usaha harus dipikirkan masak-masak" "Tetapi gadis itu" "Kita akan berusaha" desis Ki Demang. Dalam pada itu Wiyatsih berdiri tegang. Dipandanginya orang yang bertubuh tinggi tegap itu. Lalu katanya "Jangan ganggu aku. Aku akan pergi ke tepian. Aku akan bergabung dengan anak-anak Sambi Sari" Orang bertubuh tinggi tegap itu tiba-tiba saja menjadi ragu-ragu. Sikap Wiyatsih terasa aneh baginya. Gadis itu sama sekali tidak menjadi gemetar atau ketakutan. Tetapi Hantu Bertangan Api berteriak "Tangkap Wiyatsih, dan bawa kemari"
1024 txt oleh http://www.mardias.mywapblog.com
Betapapun keragu-raguan mencengkam dadanya, namun orang bertubuh tinggi itu tidak dapat mengelak. Maka iapun segera melangkah maju mendekati Wiyatsih. "Wiyatsih" teriak Kesambi. Tetapi Wiyatsih masih tetap berdiri di tempatnya. Dipandanginya saja orang bertubuh tinggi tegap itu. Namun agaknya orang itu benar-benar ingin menangkapnya. Namun demikian kedua tangannya terjulur, maka tiba-tiba Wiyatsihlah yang lebih dahulu menyambar tangan orang itu. Dengan satu gerakan yang hampir tidak terlihat, maka tangan itupun telah terpilin kebelakang. Dengan dorongan yang kuat orang yang sama sekali tidak menyangka itu tidak sempat menjaga keseimbangannya. Apalagi ia berdiri di tebing yang miring. Itulah sebabnya maka dorongan tangan Wiyatsih yang kuat telah melemparkannya. Yang terdengar adalah sebuah teriakan yang keras. Meskipun tebing itu tidak begitu tinggi, namun tubuhnya yang terlempar oleh dorongan kekuatan Wiyatsih, dan terjatuh diatas batu-batu di tepian terasa betapa sakitnya, sehingga rasa-rasanya tulang iganya menjadi patah. Yang terjadi itu benar-benar tidak terduga-duga. Karena itulah maka setiap mata telah terbelalak karenanya. dan setiap jantung rasa-rasanya telah berhenti bergetar. Bahkan Hantu Bertangan Apipun bagaikan membeku di tempat nya. Terlebihlebih lagi orang-orang Sambi Sari. Dalam pada itu, Wiyatsih sendiri masih berdiri tegak di tempatnya. Dipandanginya orang yang terbanting jatuh itu sejenak, lalu katanya "Sudah aku katakan, aku tidak mau sebelum Hantu Bertangan Api memenangkan pertentangan ini, tentu saja termasuk aku sendiri" "Gila" teriak Hantu Bertangan Api "jadi kau menantang aku Wiyatsih"
1025 Wiyatsih berpaling. Dipandanginya Hantu Bertangan Api yang menjadi sangat marah. "Bukan aku yang menantangmu. Aku adalah termasuk salah satu dari orang-orang Sambi Sari yang ingin mempertahankan bendungan ini" "Gila" suara Hantu Bertangan Api menjadi gemetar, sementara Wiyatsih seakan-akan tidak menghiraukannya. Dilanjutkannya langkahnya menuruni tebing Kali Kuning. "Nah, bukankah sudah aku katakan" berkata Wiyatsih kemudian "orang-orang yang dibawa oleh Hantu Bertangan Api tidak akan lebih baik dari kita semuanya. Apalagi jumlah kita jauh lebih banyak. Karena itu, jika Hantu Bertangan Api meneruskan niatnya, kita akan membinasakaanya. Bukan kita yang dibinasakan olehnya" Terasa sesuatu menyentuh jantung setiap orang Sambi Sari, yang semula sudah dicengkam oleh ketakutan, tiba-tiba berani mengadahkan dadanya kembali sambil berkata di dalam hatinya" "Bukan main. Apakah Wiyatsih sudah kesurupan hantu Kali Kuning sehingga ia mampu melawan orang itu" Dalam pada itu, Hantu Bertangan Api yang marah berteriak "Wiyatsih, yang terjadi adalah suatu kebetulan, karena orang itu sama sekali tidak menduga bahwa kau akan melawannya. Tetapi jika ia sudah siap, maka kau akan diremukkannya. Orang itu mempunyai kekuatan raksasa" "Orang itukan yang telah melengkungkan sepotong besi di gardu?" bertanya Wiyatsih. "Bukan. Akulah yang telah melakukannya. Dan aku adalah suatu pertanda, bahwa tidak akan ada kekuatan yang dapat mengimbangi kekuatanku" Wiyatsih berhenti sejenak. Sambil berputar kearah Hantu Bertangan Api ia berkata "Benar begitu" Apakah kau tahu
1026 bahwa besi yang kau lengkungkan itu sudah menjadi lurus kembali?" "Aku tidak percaya" Wiyatsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu katanya kepada orang-orang Sambi Sari "Kalian menjadi saksi. Apakah besi itu kalian bawa kemari?" "Tentu seorang pandai besi" teriak Hantu Bertangan Api "hanya dengan dipanasi besi itu akan lurus kembali" "Tidak. Dengan kekuatan seperti pada saat kau melengkungkannya. Kau tidak percaya" "Siapakah yang melakukannya?" Wiyatsih tidak segera menjawab. Di bawah sinar bulan yang bulat ia dapat melihat Hantu Bertangan Api yang berdiri dengan tegangnya. "Siapa, katakan siapa yang melakukannya?" Namun kini Wiyatsihlah yang tertawa. Nadanya mirip dengan suara tertawa Hantu Bertangan Api itu sendiri, sehingga anak-anak muda Sambi Sari, termasuk para bebahu dan Kesambi merasa bulu-bulunya meremang. Suara tertawa Wiyatsih bagaikan suara tertawa hantu dari balik sebatang pohon randu alas. "Jangan gelisah Hantu Bertangan Api" sahut Wiyatsih yang dengan sengaja memancing kemarahan Hantu Bertangan Api dan mencoba menirukan bagaimana Hantu itu tertawa "kalian tidak usah bertanya lagi, siapa yang dapat melakukannya. Seandainya Pikatan tidak mengasingkan diri, maka jawabannya tidak akan terlalu sukar. Tetapi ternyata Pikatan tidak mau keluar dari biliknya, sehingga tentu ada orang lain yang melakukannya" "Kau, kaukah itu?"
1027 Wiyatsih masih saja tertawa. Semakin lama semakin keras, meskipun akhirnya ia sendiri menjadi ngeri mendengarnya. Dengan sendirinya maka suara tertawa itupun akhirnya berhenti. "Wiyatsih" Hantu Bertangan Api itu menggeram "jika benar kau yang melakukannya, katakanlah" "Apa salahnya?" "Gila. jadi kau yang melakukannya" Kau mampu berbuat demikian?" Wiyatsih tidak menjawab. Tetapi sekali lagi ia tertawa. Namun kali ini ia tidak ingin menakuti dirinya sendiri dengan suara semacam ringkik iblis betina. "Begitulah kira-kira Hantu Bertangan Api" "Setan betina. Pantas kau berani datang ke tepian ini sekarang. Pantas kau tidak mau memaksa Pikatan untuk datang, karena agaknya kau sendiri merasa mampu untuk melawan Hantu bertangan Api" "Bukan begitu. Aku sudah mencoba memaksa kakang Pikatan. Tetapi ia benar-benar tidak bersedia. Apaboleh buat" "Dan kaulah yang akan mati di tepian menggantikan Pikatan?" "Tentu tidak. Aku tidak mau mati. Aku datang untuk mencegah kematian, bukan untuk mematikan diri" Hantu Bertangan Api menggeretakkan giginya, sementara orang-orang Sambi Sari bagaikan dipukau oleh kenyataan yang tidak pernah mereka duga-duga. Bahkan Kesambi seakan-akan tidak percaya kepada pendengarannya sendiri bahwa Wiyatsih ternyata memiliki kelebihan yang tiada taranya dari anak-anak muda Sambi Sari. Bukan saja gadisgadisnya, tetapi juga anak-anak mudanya.
1028 Apalagi kini Wiyatsih berani berdiri berhadapan dengan Hantu Bertangan Api. "Wiyatsih" berkata Hantu Bertangan Api "betapa tingginya ilmu yang kau miliki, namun kau tidak akan dapat menyamai Hantu Bertangan Api. Jika kau melawan, maka akibatnya akan sangat mengerikan bagi kalian dan seluruh rakyat Sambi Sari. Karena itu, kau tidak usah melawan. Menyerahlah" "Bagaimana mungkin aku harus menyerah. Kau akan merusak bendunganku Karena itu aku akan mempertahankannya" "Aku tidak sendiri" "Aku juga tidak sendiri" "Bagus, bagus" teriak Hantu Bertangan Api itu selanjutnya "jika kau memang tidak dapat diajak lagi berbicara, maka akupun. akan melakukan apa yang ingin aku lakukan" "Kami sudah siap" "Bagus" Hantu Bertangan Api itu tiba-tiba mengangkat tangannya sambil berteriak "kita akan segera mulai, kalian tidak usah bersembunyi lagi" Dalam pada itu, di dalam cahaya bulan, tampaklah beberapa orang muncul dari balik gerumbul. Mereka ternyata memencar di beberapa tempat dan di beberapa arah. "Nah Wiyatsih, hitunglah orang-orangku. Mereka adalah orang-orang yang sudah terbiasa berkelahi. Karena itu, baiklah kita berperang tanding, sementara orang-orangku akan menebas rakyat Sambi Sari dan menumpasnya sebelum mereka akan membantu aku menangkap kau hidup-hidup" Wiyatsih tidak segera menjawab. Namun dadanya menjadi berdebar-debar juga. Ternyata orang-orang Hantu Bertangan Api itupun cukup banyak. Lebih dari lima belas orang.
1029 "Gila" berkata Wiyatsih di dalam hatinya. Lalu diluar sadarnya ia mencoba menghitung kekuatan yang ada padanya. Ada enam orang bebahu yang ikut bersamanya. Ada lima orang bekas perampok yang sudah menyerah kepada keadaannya dan tidak pernah melakukan kejahatan lagi karena ancaman Ki Demang. Untuk membersihkan nama mereka, maka merekapun ikut bersama dengan para bebahu mempertahankan bendungan ini. Kemudian ada beberapa puluh anak-anak muda yang sebagian tidak akan dapat berbuat apa-apa. Wiyatsih menarik nafas dalam-dalam. "Kami dapat mengimbangi kekuatanmu. Para bebahu dan mereka yang ingin membersihkan namanya, karena mereka juga bekas perampok, sudah dapat menyamai orangorangmu. Kau harus menghitung aku lebih dari satu orang, apalagi melawan orang-orangmu, dan kau harus menghitung dua orang penjaga regol di rumahku dengan bilangan dua kali lipat" "Persetan, aku tidak akan menghitung orang yang tidak ada disini" "Mereka ada disini. Mereka mengantar aku sampai ketanggul" "Aku tidak peduli. Tetapi anak-anak muda Sambi Sari akan menjadi tebasan ilalang. Kemudian kau akan menyesal seumur hidupmu. Ayo, bersiaplah untuk mati" Wiyatsih tidak segera menjawab. Tetapi pandangan matanya mulai menyelusur tanggul. Sejenak kemudian ia menarik nafas dalam-dalam ketika ia melihat sesosok tubuh berdiri diatas tanggul Kali Kuning. "Hantu Bertangan Api" berkata Wiyatsih "ternyata bahwa kau sudah mempunyai seorang gadis yang selalu mengikutimu kemana kau pergi. Seharusnya kau lebih memperhatikan gadismu itu daripada aku. Lihatlah, gadismu kali ini agaknya
1030 merasa cemburu bahwa kau selalu saja berbicara dengan aku, tidak dengan gadismu itu" Hantu Bertangan Api termangu-mangu sejenak, sedang bayangan yang berada di tanggul itu berdesah perlahan-lahan. "Tengoklah, siapakah yang berdiri di belakangmu?" Hantu Bertangan Apipun kemudin berpaling. Dan tiba-tiba saja mulutnya berdesis "Puranti. Iblis betina kau. Kenapa kau berada disini?" "Nah" berkata Wiyatsih "bukankah gadismu menjadi cemburu" "Persetan. Aku bunuh kau sama sekali" Puranti tidak segera menjawab. Ia berpaling ketika dua orang penjaga regol di rumah Wiyatsihpun kemudiari berdiri di sebelahnya. "Jangan marah Hantu Bertangan Api" berkata Puranti "seperti kata Wiyatsih, aku menjadi cemburu. Kenapa selama ini kau seolah-olah selalu mengejar Wiyatsih kemana ia pergi dan seakan-akan melupakan aku" Bukankah Wiyatsih sudah berjanji bersedia untuk menjadi orang kedua" "Persetan, persetan" teriak Hantu Bertangan Api yang merasa kata-kata Puranti itu sebagai suatu penghinaan. Katanya kemudian "Jangan menghina Puranti. Hantu Bertangan Api kini bukan lagi Hantu Bertangan Api sesaat setelah Pikatan datang di goa Pabelan. Aku sekarang sanggup membunuh Pikatan sekaligus bersama Wiyatsih dan kau" suara Hantu itu merendah, lalu "ternyata bukan Wiyatsih yang meluruskan sepotong besi itu, tentu kau" "Bukan" Puranti menggelengkan kepalanya "Wiyatsihlah yang melakukannya. Ia juga mengatakan kepadaku, dan kau harus mempercayainya, karena ia sekarang memiliki ilmu yang cukup kuat untuk membunuhmu" "Persetan"
Gajah Kencana 5 Alexs Wish Karya Elcy Anastasia Sumpah Palapa 1