Pencarian

Yang Terasing 14

Yang Terasing Karya S H Mintarja Bagian 14


1031 "Nah, Hantu Bertangan Api yang malang. Sekarang menyerahlah. Kau tidak ada gunanya membawa anak buah sebanyak berapapun juga. Karena mereka akan aku tumpas di tepian ini" Hantu Bertangan Api menjadi sangat marah karenanya. Namun justru karena itu, untuk sesaat ia hanya dapat menggeretakkan giginya saja. Dalam pada itu, orang-orang Sambi Sari bagaikan menyaksikan sebuah permainan yang ajaib. Setiap kali mereka diguncang oleh peristiwa yang mengejutkan dan yang tidak dapat mereka mengerti. Di bendungan itu kini ada dua orang gadis yang aneh bagi mereka. Wiyatsih yang mereka kenal sehari-hari, ternyata memiliki sesuatu yang tidak mereka mengerti. Justru kekuatan yang tiada taranya, karena kekuatan Wiyatsih ternyata dapat menyamai kekuatan Hantu bertangain Api. Dan kemudian tiba-tiba muncul lagi seorang gadis lain yang tidak mereka kenal yang agaknya sudah dikenal oleh Hantu Bertangan Api, dan bahkan membuatnya menjadi ragu-ragu. Dalam pada itu, Purantipun kemudian melangkah turun dari tanggul diatas tebing Kali Kuning diikuti oleh dua orang penjaga regol rumah Wiyatsih. "Kau bawa dua orang yang kau anggap dapat mengalahkan aku Puranti?" bertanya Hantu Bertangan Api. "Tidak, Keduanya adalah penjaga regol rumah Wiyatsih. Keduanya adalah bekas dua orang petualang yang namanya pernah menggetarkan daerah ini, menurut ceriteranya, karena aku belum mengenal keduanya sebelumnya. Namun bagaimanapun juga, ia akan menjadi lawan yang tidak terkalahkan bagi orang-orangmu. Disamping bebahu Sambi Sari, bekas perampok yang sudah bertobat dan ingin memperbaiki kedudukannya dimata rakyat Sambi Sari, dan
1032 kini dua orang penjaga regol ini, akan membuat kau berpikir sepuluh kali lagi" "Aku tidak peduli. Aku akan membunuh kalian" lalu tiba-tiba Hantu Bertangan Api berteriak terhadap anak buahnya "bersiaplah kalian. Jangan terpengaruh oleh kicauan kedua perempuan liar ini. Akulah yang akan mengalahkan mereka berdua dan membunuhnya. Tugas kalian adalah cucurutcucurut dari Sambi Sari. Bunuh semua orang yang ada di tepian Kali Kuning" Dan tiba-tiba Wiyatsih berteriak "Termasuk Hantu Bertangan Api" "Gila" dan tiba-tiba saja Hantu Bertangan Api itu meloncat turun. Yang pertama-tama diserangnya justru Wiyatsih, ia mengharap untuk dapat menguasai gadis itu dan menjadikannya perisai. Namun Wiyatsih melihat gelagat itu. Karena itu, tiba-tiba saja ia merenggut kain panjangnya dan ternyata bahwa ia sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Ketika Hantu Bertangan Api meloncat menerkamnya, ia sudah siap untuk mengelakkan diri sambil menarik pedang yang disembunyikan dibawah kain panjangnya. Kegagalan itu membuat Hantu bertangan Api menggeram. Sekali lagi ia berteriak kepada anak buahnya "Hancurkan semua orang yang ada disini" Sejenak kemudian maka anak buah Hantu Bertangan Api itupun mulai bergerak. Dan berbareng dengan itu, Wiyatsihpun berteriak "Nah, orang-orang Sambi Sari. Sekaranglah saatnya bagi kalian untuk menunjukkan, apakah kalian benar-benar akan mempertahankan bendungan ini" Ki Demang yang termangu-mangu seperti terbangun dari mimpi. Meskipun tidak memiliki kelebihan, namun ia pernah belajar mempergunakan senjatanya, sehingga karena itu
1033 sambil mengacukan senjatanya ia berteriak "Ayo, sekarang sudah waktunya. Kita ternyata tidak berdiri sendiri" Para bebahu yang semula ragu-ragu, merasa seakan-akan didorong oleh keharusan dan tanggung jawabnya, menjadi semakin berani dan bahkan. Ki Jagabaya yang seperti Ki Demang, memiliki kemampuan pula mempergunakan tombak pendeknya, segera bergerak maju, disusul oleh beberapa orang yang memang berniat ingin membersihkan namanya dimata rakyat Sambi Sari. Dalam pada itu, kedua penjaga regol di rumah Wiyatsihpun sudah berlari-lari turun. Dengan senjata mereka yang agak lain dari senjata kebanyakan, keduanya justru mulai menyerang orang-orang Hantu Bertangan Api, sementara itu Purantipun telah meloncat mendekati Hantu Bertangan Api. "Wiyatsih" berkata Puranti "lindungilah anak-anak muda Sambi Sari. Aku akan menyelesaikan Hantu Bertangan Api ini" Namun tiba-tiba Wiyatsih berkata lantang "Jangan mulai dengan pertempuran. Ada cara lain yang lebih adil untuk menyelesaikan masalah ini" Semua orang yang mendengar suara Wiyatsih tertegun sejenak. Kedua penjaga regol rumahnyapun tertegun sehingga mereka berloncatan surut. "Kita akan membatasi persoalannya" berkata Wiyatsih kemudian "yang ada disini adalah dua kelompok manusia yang sebenarnya tidak mempunyai kepentingan apapun yang satu dengan yang lain. Persoalan pokoknya adalah karena Hantu Bertangani Api mendendam kakang Pikatan. Karena itu, supaya kedua belah pihak tidak mempertaruhkan korban siasia di dalam persoalan yang sebenarnya, maka sebaiknya yang berkepentingan, sajalah yang akan bertempur malam ini" Semua dada menjadi berdebar-debar. Sebenarnyalah bahwa bagi anak muda Sambi Sari hal itu lebih baik, seperti juga bagi anak buah Hantu Bertangan Api yang mulai ragu-
1034 ragu, apakah mereka akan dapat menguasai sekian banyak lawan, yang diantaranya terdapat orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari mereka sendiri sedang jumlah keseluruhannya, jauh melampaui jumlah mereka. Dalam pada itu Hantu Bertangan Api menggeram "Apa maksudmu Wiyatsih" "Aku akan mewakili kakang Pikatan" berkata Wiyatsih. "Gila" teriak Hantu Bertangan Api. Sementara itu Puranti mengerutkan keningnya. Ternyata Wiyatsih masih belum menyesuaikan diri dengan rencana ayahnya. Sebenarnya ia sendiri tidak sependapat dengan rencana itu, dan bahkan Wiyatsihlah yang telah mendesaknya. Namun agaknya Wiyatsih telah dibakar oleh gejolak perasaannya sendiri. Namun demikian Puranti segera menyahut "Lepaskan orang ini Wiyatsih" Wiyatsih mengerutkan keningnya. Namun terasa tatapan mata Puranti berpengaruh dalam menembus jantungnya. Dalam pada itu Purantipun tidak sampai hati melepaskan Wiyatsih langsung menghadapi Hantu Bertangan Api. Bagaimanapun juga Hantu Bertangan Api sudah mematangkan ilmunya untuk waktu yang lama, sehingga karena itu, maka tentu Wiyatsih masih belum dapat mengimbanginya dengan baik. Selagi Wiyatsih masih termangu-mangu. maka Puranti berkata selanjutnya "Pendapatmu baik Wiyatsih. Bahwa yang berkepentingan adalah Hantu itu dengan Pikatan, sehingga sebaiknya orang-orang lain tidak usah ikut campur. Juga anak buah Hantu Bertangan Api itu tidak usah ikut campur. Tetapi biarlah aku yang mewakili Pikatan, karena aku adalah saudara seperguruannya. Aku wajib menjunjung tinggi nama perguruanku jika Pikatan berhalangan" "Persetan. Majulah kedua-duanya. Aku tidak akan gentar"
1035 "Tidak Hantu Bertangan Api. Aku tidak akan berkelahi bersama-sama. Marilah kita melakukan perang tanding untuk menentukan siapakah yang berhak meninggalkan tepian itu dengan wadagnya, bukah hanya namanya. Taruhannya adalah pengiring kita masing-masing. Jika aku mati, kau dapat berbuat apa saja atas Wiyatsih dan tentu saja atas orangorang Sambi Sari. Tetapi jika kau mati, anak buahmu harus menyerah kepada kami. Kami akan memperlakukan mereka dengan baik, karena sebenarnya mereka bukan sumber dari kejadian ini" Hantu Bertangan Api menjadi marah bukan kepalang. Terdengar giginya gemeretak. Tantangan itu benar-benar telah membakar jantungnya. Tantangan seorang gadis dihadapan sekian banyak orang. "Apakah kau sedang mempertimbangkannya Hantu Bertangan Api" Apakah kau ragu-ragu dan apakah kau mempunyai pendapat lain lagi" Tetapi bagiku, itulah yang seadil-adilnya. karena jika tidak demikian, maka orangmu akan tumpas disini. Wiyatsih akan membunuh mereka semuanya bersama dengan penjaga regolnya yang bersenjata aneh itu, para bebahu Sambi Sari dan beberapa orang perampok yang telah menyadari dirinya sendiri" Sejenak Hantu Bertangan Api itu menjadi tegang. Namuh kemudian, ia menggeram "Apakah kau tidak akan menyesal?" "Tentu tidak. Kita akan melihat, siapakah yang akan mati lebih dahulu. Kau atau aku" "Jika itu keinginanmu, baiklah, Kita akan melakukan perang tanding. Tetapi jangan kau sangka bahwa aku sekarang adalah Hantu Bertangan Api yang ada di Goa Pabelan itu. Aku sekarang mampu meremas kau menjadi debu" "Marilah kita coba" jawab Puranti "Tetapi baiklah kita mengadakan persetujuan. Orang-orang kita masing-masing harus berkumpul disatu pihak, agar tidak terjadi kecurangan
1036 selama kita berdua bertempur. Mereka hanya boleh menonton, dan tidak berbuat apa-apa. Jika seorang saja dari antara mereka melanggar peraturan, maka persetujuan kita batal, dan anak buahmu akan tumpas sama sekali disini" "Persetan" terdengar Hantu Bertangan Api itu menggeram. kemarahannya hampir tidak dapat dikendalikannya lagi sehingga hampir saja ia langsung meloncat menyerangnya sebelum peraturan yang dikehedaki oleh Puranti dipenuhinya. "Nah, marilah kita atur bersama-sama, Biarlah orangorangmu berdiri disatu pihak dan orang-orang Sambi Sari dipihak yang lain" Hantu Bertangan Api yang terpaksa menahan dirinya itupun kemudian berteriak "Penuhi aturan yang dibuatnya. Tetapi kalian akan segera menguasai orang-orang Sambi Sari, karena aku akan segera membunuh gadis liar itu. Kalian dapat berbuat apa saja atas orang-orang Sambi Sari. Membunuh, mencincang atau memotong tangan atau kakinya tanpa membunuhnya. Apa saja. Dan aku akan berbuat serupa terhadap adik Pikatan itu. Iapun agaknya seorang gadis liar seperti Puranti ini" "Jangan menyakiti hatiku" jawab Puranti "biarlah kita bertanding. Jangan, memaki-maki seperti itu. Jika aku tidak berhasil mengendalikan diri, maka kau akan terbunuh segera sebelum kita sempat mengatur orang kita masing-masing" "Lakukan, ayo lakukan" "Aku bukan sebangsa orang berhati ilalang yang mudah terbakar. Aku masih dapat berpikir dengan baik. Karena itu, biarlah mereka mengatur diri" Jawaban Puranti itu benar-benar telah mempengaruhi keadaan. Seakan-akan kata-katanya itu penuh dengan pesona yang tidak terlawan.
1037 Karena itu, maka berangsur-angsur orang-orang Hantu bertangan Api, dan orang-orang Sambi Sari itupun berkumpul dipihaknya masing-masing Diantara mereka adalah arena yang akan dipergunakan oleh Puranti untuk berperang tanding melawan Hantu Bertangan Api itu. Sejenak kemudian maka tampaklah, bahwa jumlah keduanya sama sekali tidak seimbang. Dipihak Sambi Sari berdiri para bebahu, bekas perampok yang telah merelakan diri untuk menebus kesalahan mereka dimasa lalu, anak-anak muda dan diantara mereka terdapat pula Wiyatsih dan kedua penjaga regol rumahnya. "Nah, sekarang perbandingan itu nyata" berkata Puranti. "Aku tidak peduli. Jumlah tidak begitu berpengaruh bagi orang-orangku. Mereka akan dapat membunuh semua orang Sambi Sari dalam sekejap" "Lakukanlah jika aku sudah mati" "Persetan" Keduanyapun kemudian saling berhadapan diarena yang dipagari oleh orang-orang Sambi Sari dan para perampok anak buah Hantu Bertangan Api, diatas pasir tepian Kali Kuning. Sekali Puranti sempat menengadahkan wajahnya. Dilihatnya betapa manisnya bulan tersenyum dilangit yang biru bersih, diantara sehelai mega yang hanyut dalam arus angin yang lembut. Sesaat kemudian, gadis itu sudah berdiri dengan teguhnya berhadapan dengan Hantu Bertangan Api. Sejenak tepian Kali Kuning dicengkam oleh ketegangan. Wiyatsih kadang-kadang hampir tidak dapat menahan dirinya lagi. Iapun disentuh oleh perasaan marah dan harga diri yang kadang-kadang sulit untuk dikendalikannya. Rasa-rasanya ialah yang ingin berdiri di arena itu berhadapan dengan Hantu Bertangan Api.
1038 Tetapi bagaimanapun juga ada ikatan yang lain antara Puranti dan Wiyatsih Meskipun hubungan mereka sehari-hari seperti dua orang kakak beradik, bahkan mereka tidak pernah menamakan diri mereka guru dan murid, namun hubungan serupa itu sebenarnya memang ada. Wiyatsih tidak akan dapat melepaskan pengakuan bahwa. Purantilah gurunya yang pertama-tama membentuknya menjadi seorang yang memiliki kemampuan olah kanuragan seperti sekarang, meskipun kemudian Kiai Pucang Tunggallah yang telah mematangkannya. "Puranti" berkata Hantu Bertangan Api "kau ternyata sudah pasrah diri untuk mati. Aku mendendammu rangkap seribu. Kau sudah ikut campur di dalam perkelahian yang menentukan di Goa Pabelan. Sekarang kau pulalah yang telah mengganggu rencanaku terhadap Pikatan dan bendungan ini. "Lalu apakah yang dapat kau lakukan terhadap seseorang yang kau dendam rangkap seribu" Apakah ada bedanya dengan orang yang kau dendam hanya rangkap sepuluh?" "Persetan" jawab Hantu Bertangan Api "kau membuat kami gerombolan Hantu Bertangan Api seluruhnya tidak saja kehilangan, Tetapi kau sudah membuat kami sakit dan malu. Itulah yang akan kami lakukan sekarang ini. Kami akan membuat kau sakit dan malu. Kami dapat membuat kau malu dengan seribu cara di hadapan sekian banyak orang, justru karena kau seorang perempuan" Terasa bulu-bulu ditubuh Puranti meremang, seperti juga Wiyatsih. Ternyata mereka adalah gadis yang utuh. Yang dapat disentuh oleh perasaan ngeri mendengar ancaman serupa itu, karena Puranti dan Wiyatsih dapat membayangkan seribu cara yang akan ditempuh itu, justru karena mereka adalah perempuan. Sedang perampok itu tentu tidak akan tahu malu apapun yang akan mereka lakukan.
1039 "Jangan menyesal" teriak Hantu Bertangan Api "aku sudah terlanjur memutuskan. Membuat kau sakit dan malu sebelum kau aku bunuh disini dengan caraku" Puranti menggeretakkan giginya untuk mengusir perasaan kegadisannya. Bahkan kemudian iaputi menggeram sambil menjawab "Apapun yang akan kau lakukan Hantu Bertangan Api, aku sudah siap" "Bagus, aku akan segera mulai" Puranti menarik. nafas dalam-dalam. Seperti yang dikatakan oleh ayahnya, Hantu Bertangan Api ternyata memiliki sepasang senjata di kedua belah lambungnya. "Jika ia berhadapan dengan Pikatan, ia ingin mempergunakan dua senjata itu untuk menekan dan membingungkannya, karena Pikatan hanya memiliki sebelah tangan" berkata Puranti di dalam hatinya. "Bersiaplah" teriak Hantu Bertangan Api. Purantipun segera bersiap. Karena Hantu Bertangan Api masih belum menarik senjatanya, maka iapun masih belum menyentuh hulu pedangnya. Sejenak mereka berhadapan, Ketika Hantu Bertangan Api bergeser selangkah, Puranti justru menekuk lututnya sedikit. Ia menghadap langsung kepada Hantu Bertangan Api itu sambil menyilangkan tangan ke dadanya. Hantu Bertangan Api memandangnya sejenak. Namun betapa sikap itu telah mendebarkan jantungnya, karena ia sadar, bahwa sikap itu adalah sikap seseorang yang percaya kepada diri sendiri tanpa menyombongkan dirinya. Namun Hantu Bertangan Api itu tidak ingin terpengaruh. Tiba-tiba saja ia meloncat ke samping. namun ketika Puranti sedikit bergeser, tiba-tiba Hantu itu langsung menyerang dengan kakinya yang mendatar.
1040 Tetapi serangan itu bukannya serangan yang sebenarnya, karena ketika Puranti bergeser setapak sambil memiringkan tubuhnya, maka Hantu Bertangan Api itupun meloncat maju dan melingkar diatas tumitnya. Sekejap kemudian kakinya yang lain telah berdiri diatas tanah, sedang kakinya yang lainlah yang menyapu dengan derasnya. Sekali lagi Puranti terpaksa menghindar. Namun pada bagian pertama dari perkelaian itu Puranti segera menangkap tata gerak dari lawannya di dalam keadaan tertentu. Kini Hantu Bertangan Api bukan saja percaya kepada tangannya. namun kakinya telah menjadi penting di dalam olah kanuragan. "Suatu perkembangan yang berbahaya" desis Puranti di dalam hatinya "karena dengan demikian maka namanya akan menjadi lengkap. Hantu Bertangan dan berkaki Api" Sementara itu, maka perkelahian itupun menjadi semakin lama semakin dahsyat. Keduanya ternyata memiliki kelincahan yang sama sekali tidak masuk akal. Karena itulah, maka orang-orang Sambi Sari memperhatikan perkelahian itu dengan hati yang berdebar-debar. Bahkan ada diantara mereka yang sama sekali tidak mengerti, apa yang sebenarnya telah terjadi di arena itu. Dengan nafsu yang membakar isi dadanya, Hantu Bertangan Api selalu mencoba untuk mendesak lawannya dan segera mengalahkannya. Namun ternyata ia tidak berhasil sama sekali. Bahkan semakin lama tampak, bahwa di dalam perkelahian tanpa senjata itu, Puranti memiliki beberapa kelebihan. Gadis itu ternyata lebih lincah dan cekatan. Meskipun ayunan serangannya tidak sekuat Hantu Bertangan Api, namun Purantilah yang telah berhasil menyentuh tubuh lawannya. Sedangkan Hantu Bertangan Api sama sekali belum berhasil mengenai lawannya dan apalagi menyakitinya. Puranti sadar bahwa sentuhan tangan orang yang menamakam diri Hantu Bertangan Api itu tentu mempunyai
1041 akibat yang berbahaya. Karena itulah maka ia berusaha agar ia sejauh mungkin menghindarinya atau berusaha sedikit mungkin dikenainya. Namun seperti yang diperhitungkannya ia akan dapat melampaui kecepatan bergerak Hantu Bertangan Api, meskipun dengan pukulan-pukulan yang tidak mematikan. Namun yang satu dua kali itu, lambat laun terasa juga mengganggu sekali bagi Hantu Bertangan Api. Bahkan sekali-sekali terasa pukulan Puranti yang agak menggetarkan tubuhnya. "Jika ia selalu berhasil dengan caranya, maka lambat laun akulah yang akan mati di tepian ini" berkata Hantu Bertangan Api itu di dalam hatinya. Karana itulah, maka ia bertekad untuk segera memaksakan kemenangan atas lawannya, yang disebutnya sebagai seorang gadis liar. Tetapi usahanya itu sia-sia. Bahkan kemudian Hantu itu sadar, bahwa ia akan kehilangan banyak tenaga dan pernafasannya akan segera terganggu. "Gila" teriak Hantu itu "kau ternyata mampu menyempurnakan ilmumu" "Seperti yang kau lihat" sahut Puranti. "Tetapi kau tidak akan terlepas dari tanganku dan tangan anak buahku. Lihatlah, mereka memandangmu seperti memandang buah yang mulai masak" "Curang" teriak Puranti. Hantu Bertangan Api yang mula-mula menjadi bingung, kini menemukan senjata tambahan yang baik. Katanya "Mereka belum pernah melihat seorang gadis yang berloncat-loncatan seperti kau tanpa menghiraukan letak pakaianmu. Dan itu bagi mereka adalah tontonan yang menarik sekali" "Diam, diam" bentak Puranti pula "ternyata kau tidak jantan Hantu Bertangan Api, Kau mempergunakan cara yang
1042 tidak termasuk dalam tata bela diri. Bukan caranya dalam olah kanuragan" Hantu Bertangan Api merasa bahwa ia berhasil. Karena itu maka ia melanjutkan "Teruslah berkelahi dengari cara itu Puranti." "Gila" Wiyatsihpun telah mengumpat, karena ia mengerti perasaan yang mengganggu Puranti "ternyata Hantu Bertangan Api, bukan seorang yang berani menghadapi lawannya sebagaimana aku duga. Ternyata ia tidak lebih dari seorang anak muda cengeng yang jatuh cinta kepada seorang gadis, Tetapi tidak ditanggapi, sehingga dengan susah payah mencari kelemahan-kelemahan yang ada padanya" Wiyatsih berhenti sejenak, lalu "He, Hantu Bertangan Api yang perkasa, kenapa kau tidak meloncat surut sejauh-jauhnya, kemudian berkidung lagu asmaradana saja?" Kata-kata Wiyatsih itu ternyata lebih tajam dari ujung pedang yang manusuk jantung. Betapa kemarahan melonjak di dalam dada Hantu Bertangan Api itu. sehingga ia berteriak "Tutup mulutmu. Setelah aku menyelesaikan Puranti, kau akan mangalami nasib yang lebih jelek" "Apakah kau juga akan menganjurkan anak buahmu melihat aku meloncat-loncat seperti Puranti dan kemudian menyorakinya" "Gila, ternyata kau lebih gila dari Puranti" Wiyatsih tidak menjawab. Kini ia melihat bahwa perkelahian itu sudah mapan pada keadaannya yang wajar. Puranti ternyata sudah berhasil mengatasi gangguan perasaannya sebagai seorang gadis. Apalagi Hantu Bertangan Api yang marah kepada Wiyatsih tidak lagi sempat mempergunakan caranya untuk melemahkah perlawanan Puranti. Karena itu maka perkelaian itupun menjadi semakin seru. Setiap kali serangan Hantu Bertangan Api yang garang, sama sekali tidak berhasil menyentuh lawannya. Bahkan tangan
1043 Purantilah yang semakin sering berhasil menyetuh Hantu Bertangan Api, justru ditempat-tempat yang berbahaya. Akhirnya Hantu Bertangan Api tidak telaten lagi. Ia harus melihat kenyataan bahwa usahanya meningkatkan dirinya selama ini masih belum berhasil melampaui kemampuan dan kecepatan gerak gadis yang dianggapnya sebagai gadis liar itu. "Aku tidak boleh membiarkan diriku kehabisan nafas" berkata Hantu Bertangan Api itu kepada diri sendiri "karena itu sebaiknya aku merujukkan bahwa sebenarnya di dalam usahaku meningkatkan dan menyempurnakan diriku, terutama pada kemampuanku menggunakan senjata" Karena itulah, maka Hantu Bertangan Api itupun kemudian meloncat surut beberapa langkah sambil berkata "Bagus Puranti. Kau masih tetap lincah. Tetapi supaya kerjaku lekas selesai. aku ingin melihat, apakah kau mampu juga bermain pedang" Puranti tertegun sejenak ia melihat kedua tangan Hantu bertangan Api itu sudah bersilang menggenggam kedua hulu pedangnya. "Kau ingin menyelesaikan perkelahian ini dengan senjata?" bertanya Puranti. "Sebenarnya aku ingin menangkapmu hidup-hidup, kemudian aku akan melakukan rencanaku. Tetapi agaknya kau memang mempunyai bekal untuk menyombongkan dirimu, sehingga aku mengambil keputusan untuk menangkapmu dengan cara lain meskipun aku terpaksa melukaimu" Puranti memandang Hantu Bertangan Api itu dengan tajamnya. Ternyata hatinya benar-benar telah terbakar melihat sikap dan kata-kata Hantu Bertangan Api yang menyakitkan hati itu.
1044 "Puranti" berkata Hantu Bertangan Api "aku tidak yakin, bahwa kau juga berhasil meningkatkan dirimu di dalam olah senjata. Itulah sebabnya aku tidak segera mempergunakan pedangku, karena sebenarnya aku tidak ingin menyentuh kulitmu dengan ujung pedang. Tetapi karena ternyata kau keras kepala, maka aku terpaksa melukaimu sebelum menghukummu" "Jangan banyak bicara" geram Puranti "kalau kau ingin mempergunakan senjata cepat pergunakan" Mata Hantu Bertangan Api rasa-rasanya menjadi menyala. Dengan serta-merta ia menarik kedua pedangnya bersamasama. Sambil mengacukan pedangnya ia menggeram "Berdoalah untuk yang terakhir kali Puranti" Puranti memandang kedua ujung pedang Hantu Bertangan Api. Ayahnya juga mengatakan, bahwa Hantu Bertangan Api itu telah berusaha untuk menyempurnakan ilmu pedang rangkap. Ia memang benar-benar telah mempersiapkan diri untuk melawan Pikatan justru karena Pikatan hanya Bertangan sebelah. Dengan pedang rangkap Hantu Bertangan Api ingin membuat Pikatan menjadi bingung dan tidak dapat melawan kedua pedangnya dengan sebaik-baiknya. Tetapi ternyata yang dihadapinya kini bukan Pikatan, Tetapi Puranti, yang pada beberapa saat yang lampau memiliki kemampuan-melampaui kemampuan Pikatan. Tetapi kini Hantu bertangan api tidak mempunyai pilihan lain, la memang harus menghadapi Puranti yang tidak disangka-sangkanya berada di tempat itu. "Bersiaplah" berkata Hantu Bertangan Api "kau sedang menghadapi saat terakhir dari hidupmu" Puranti tidak menyahut. Ditatapnya wajah Hantu Bertangan Api yang bagaikan menyala itu. Namun ia sendiri masih berusaha untuk mengendapkan hatinya, meskipun rasarasanya bagaikan mendidih.
1045 "Aku sudah menyetujui rencana ayah" berkata Puranti di dalam hatinya. Dan rencana itulah yang sebenarnya telah menahan hatinya. "Cepat" bentak Hantu Bertangan Api "aku bukan orang yang dapat sabar menunggu. Jika aku sudah siap untuk membunuh maka meskipun kau tidak bersenjata. aku akan tetap membunuhmu. Puranti tidak menyahut. Tetapi tangannyapun kemudian bergerak meraba hulu pedangnya. Sambil memandang kedua ujung pedang Hantu Bertangan Api yang teracu kepadanya, Puranti menarik pedangnya perlahan-lahan. Kemudian tangan kirinyapun menggenggam sebuah pisau belati panjang. Dengan kedua senjatanya itu ia telah siap melawan sepasang pedang Hantu Bertangan Api. "Hem" Hantu Bertangan Api menggeram "kau sudah bersiap dengan sepasang senjata" "Aku sudah tahu bahwa kau mencoba memperdalam penggunaan senjata rangkap untuk melawan Pikatan yang cacat sebelah tangannya. Benar-bebar suatu cara yang licik" "Persetan" jawab Hantu Bertangan Api "ternyata sebelum aku membunuh Pikatan aku harus mencincangmu lebih dahulu. Puranti tidak menjawab, Tetapi ia sudah siap menghadapi segala kemungkinan. Demikianlah sejenak kemudian Hantu Bertangan Api vang sedang marah, segera meloncat menyerang. Kedua senjatanya segera bergerak. Yang sebelah terayun mendatar, sedang yang lain mematuk lurus ke dada Puranti. Tetapi Puranti memang sudah bersiap menghadapi serangan itu. Dengan lincahnya ia bergeser. Dengan pedangnya ia menahan ayunan senjata Hantu Bertangan Api, kemudian dengan pisau belati panjangnya ia memukul pedang
1046 yang terjulur lurus kedadanya sehingga arah senjata itupun berkisar dan sama sekali tidak menyentuh tubuhnya. Namun sejenak kemudian serangan Hantu Bertangan Api itupun datang pula susul menyusul seperti banjir bandang di Kali Kuning. Sepasang senjatanya itu berputaran membingungkan seakan-akan tanpa arah. Bahkan kemudian sepasang pedang itu bagaikan gumpalan awan yang kekuningkuningan memantulkan cahaya bulan bulat bergulung-gulung siap menelan Puranti dengan sepasang senjatanya pula. Setiap orang yang menyaksikan perkelahian itu menjadi berdebar-debar. Ternyata bahwa Hantu Bertangan Api benarbenar mampu mempergunakan sepasang senjata dengan baik, sehingga karena itulah maka Puranti menjadi selalu terdesak karenanya. Setiap kali Puranti harus berloncatan menjauh. Sekali-kali ia berhasil menangkis serangan beruntun dari Hantu bertangan Api itu, namun kemudian ia harus bergeser surut. Hantu Bertangan Api semakin lama menjadi semakin yakin, bahwa dengan senjata rangkapnya ia akan berhasil mendesak Puranti dan bahkan akan menguasainya. Karena itu maka katanya kemudian "Nah, sekarang kau baru mengenal siapakah Hantu Bertangan Api yang sesungguhnya. Kau tentu tidak akan dapat berbuat banyak menghadapi ilmu pedang rangkapku. Aku sudah berlatih begitu lama dan sempurna. Tidak ada seorangpun dimuka bumi ini yang dapat melawan sepasang pedangku. Kau tidak dan apalagi Pikatan yang bertangan sebelah itu" "Jangan sombong "jawab Puranti "kau masih belum berhasil mengalahkan aku" "Sebentar lagi aku memang tidak akan segera membunuhmu. Aku ingin membuatmu yakin lebih dahulu, kemudian membuatmu tidak berdaya, karena aku sudah berjanji untuk membuatmu sakit dan malu sebelum kau mati.
1047 Jika kau kalah, maka tidak akan ada seorangpun yang dapat melawan aku. Wiyatsih juga tidak" "Tetapi jangan sebut-sebut nama Pikatan" berkata Puranti "kau tidak pantas melawannya. Jika kau bangga dengan kemajuanmu yang tidak berarti ini, maka Pikatan sekarang benar-benar orang yang lain dari Pikatan waktu itu. Meskipun ia cacat tangan kanannya, namun dengan tangan kirinya ia dapat membunuhmu tanpa perlawanan yang berarti. "Bohong, bohong" teriak Hantu Bertangan Api, lalu "jika ia mampu berbuat demikian, ia tentu akan datang hari ini, Hari terakhir yang sudah aku janjikan" "Ia tidak akan datang kemari" "Karena ia seorang pengecut" "Tidak. Ia sama sekali bukan pengecut" "Kenapa ia tidak mau datang?" Terasa sesuatu bergetar di dada Puranti. Namun betapapun beratnya, ia berkata sambil sekilas memandang Wiyatsih "Pikatan tidak tahu kalau kau ada disini" "He" sejenak wajah Hantu Bertangan Api menjadi merah membara. Ketegangan di hatinya bagaikan melonjak sehingga hampir diluar sadarnya ia meloncat surut. Ternyata bukan Hantu Bertangan Api itu sajalah yang terkejut. Orang-orang Sambi Saripun terkejut mendengar kata-kata Puranti itu. Sejenak mereka saling berpandangan. Sedang Ki Demang memandang Kesambi dengan sorot mata yang dipenuhi oleh keragu-raguan. "Aneh" desis Kesambi "aku sudah bertemu langsung dengan Pikatan. la tentu tahu. Tidak mungkin bahwa Pikatan tidak mengetahuinya"
1048 Dalam pada itu Puranti berkata selanjutnya "Sebernarnyalah bahwa Wiyatsih tidak pernah mengatakan kepada Pikatan" "Gila, kalian benar-benar gila" "Jangan berteriak begitu keras Hantu Bertangan Api. Kami sudah berbuat sebaik-baiknya buat kepentinganmu. Jika Wiyatsih mengatakannya kepada Pikatan, maka umurmu sudah akan diselesaikannya kemarin, seketika pada saat ia mengetahuinya" "Lalu apa yang kau kerjakan berdua" Kalian benar-benar gadis binal" "Wiyatsih tidak mengatakan kepada Pikatan, karena sebenarnya aku ingin mengetahui apakah Hantu Bertangan Api kini benar-benar sudah mampu melawan Pikatan" "Setan" Hantu Bertangan Api menggeram. Kemarahannya benar-benar tidak dapat dikendalikannya lagi, sehingga dengan garangnya ia meloncat menyerang seperti badai yang melanda tebing pegunungan. Sekali lagi Puranti harus bertahan dengan susah payah. Setiap kali ia terdesak surut. Senjata Hantu Bertangan Api itu benar-benar berbahaya. Kedua senjata di kedua tangannya itu bagaikan berubah menjadi berpuluh-puluh pucuk senjata. Puranti yang terdesak itu semakin lama menjadi semakin jauh surut. Bahkan semakin lama semakin dekat dengan tebing Kali Kuning, sehingga pada suatu saat Puranti benarbenar telah terdesak sehingga punggungnya menyentuh tebing padas. "Nah" geram Hantu Bertangan Api kemudan "apakah kau akan lari" Kau sudah terjepit sekarang, dan kau harus mengalami sakit dan malu di tepian ini" Puranti tidak menjawab. Tetapi sorot matanya bagaikan membayangkan hatinya yang putus asa. Sekali-kali
1049 dipandanginya Wiyatsih yang berdiri di kejauhan dengan termangu-mangu. Beberapa langkah ia bergeser. Tetapi orang-orang Hantu Bertangan Apipun bergerak pula untuk apabila perlu menghalanginya, Namun ternyata bukan hanya Wiyatsih yang bergeser. Para penjaga regol rumahpun bergerak pula diikuti oleh para bebahu, tetapi merekapun segera berhenti ketika Wiyatsihpun berhenti pula. "He orang-orang Sambi Sari" teriak Hantu Bertangan Api "inikah orang yang kau harapkan. Inikah orang yang kau sangka dapat melindungi kalian" Ia akan segera mengalami nasibnya yang buruk. Sakit dan malu di tepian kali Kuning sebelum ia akan mati terbunuh. Tidak seorangpun yang menyahut. Dalam pada itu Puranti berdiri tegak melekat tebing. Senjatanya masih tetap di dalam genggamannya. Pedang ditangan kita dan pisau belati panjangnya ditangan kiri. Namun ia tidak dapat lagi melangkah surut, karena punggungnya sudah menyentuh tebing. Hantu Bertangan Api berdiri bebepa langkah dihadapannya dengan sepasang pedangnya. Sambil mengacungkan kedua senjatanya ia tertawa sambil berkata "Puranti. sekarang cobalah menyombongkan dirimu. Apakah arti sepasang pedangmu yang masih bersilang di dada itu. Jika kau masih berkeras kepala, maka aku dapat mengambil semua tindakan yang aku ingin. Dari yang paling kasar secara jasmaniah sampai yang paling kasar secara rohaniah. Kau mengerti maksudku?" Puranti sama sekali tidak menjawab. Tetapi sepasang senjatanya masih tetap bersilang. Kakinya masih juga merenggang, dan lututnya masih ditekuknya sedikit.
1050 "Kau memang seorang gadis yang binal. berkata Hantu Bertangan Api di sela-sela suara tertawanya "tetapi sebenarnya gadis yang binal sangat menarik perhatian. Huh, sekarang lepaskan senjatamu. lemparkan jauh-jauh dari padamu. Dan kau akan mendapat sedikit keringanan hukuman" Puranti sama sekali tidak bergerak. "Cepat" teriak Hantu Bertangan Api. Puranti masih tetap termangu-mangu. "Cepat lemparkan senjatamu" Puranti menarik nafas dalam-dalam. Dan tiba-tiba saja kedua tanganya yang memegang sepasang senjatanya yang bersila itupun mengendor. Dan semua mata yang memandang menjadi tegang. "Bagus. Lepaskah. Kau sudah membantu aku mengurangi kesibukanku malam ini" "Tetapi kau belum mengalahkan Pikatan" tiba-tiba terdengar suara Puranti. "Aku akan membunuhnya, setelah aku menyelesaikanmu" "Kau tidak akan dapat membunuhnya. Jika kau masih tetap akan membunuhku, maka kau akan mendapat pembalasan dari padanya, "Aku tidak peduli. Aku memang ingin memanggilnya" Puranti termangu-mangu sejenak. Dipandanginya wajah Hantu Bertangan Api itu. Tetapi itu telah dicengkam oleh ketegangan yang memuncak. Semua orang memperhatikan apa yang akan terjadi kemudian. Di dalam cahaya bulan bulat, mereka melihat Puranti berdiri melekat tebing dengan sepasang senjatanya yang sudah mulai merunduk, sedang Hantu
1051 Bertangan Api masih berdiri dengan garangnya sambil menggenggam sepasang pedangnya. Dalam ketegangan itu, yang terdengar hanyalah gemericik aliran Kali Kuning. Di kejauhan terdengar bunyi bilalang yang berderik dengan irama yang teratur. Puranti masih sempat memperhatikan suara bilalang itu. Setiap kali ia menarik nafas dalam-dalam. Dan tiba-tiba saja ia berkata "Hantu Bertangan Api. Kau menang. Tetapi ternyata bahwa aku bukan orang terkuat diperguruanku. Pada suatu saat kau akan berhadapan dengan Pikatan" "Aku siap setiap saat. Ternyata ia tidak berani datang malam ini" "Sudah aku katakan, ia tidak mengerti bahwa kau ada disini Sekarang, jika kau akan membunuhku, lakukanlah" Hantu Bertangan Api memandang Puranti dengan sorot mata hantunya. Namun tiba-tiba ia berteriak "Kau akan mengalami sakit dan malu. Aku tidak akan segera membunuhmu. Aku berharap bahwa Pikatan akan mendengar dari siapapun, bahwa seorang saudara seperguruannya mengalami nasib yang sangat jelek di tepian ini. Mudahmudahan ia masih tetap seorang laki-laki dan berani menghadapi Hantu Bertangan Api" "Jika ia mendengar tentu ia akan datang" "Persetan. Bersiaplah untuk menerima hukumanmu. Lepaskan senjatamu. Cepat" "Kau tentu akan dihukum pula olah Pikatan" "Persetan. Aku memang menantangnya. Aku memang menunggunya disini, kau dengar" Jika ia memang seorang laki-laki, maka ia tentu akan datang, Cepat lepaskan senjatamu"
1052 Suasana yang tegang itu menjadi semakin tegang. Dan Hantu Bertangan Api itu berteriak kepada orang-orangnya "Nah, kalian akan mendapat kesempatan sekarang. Berbuatlah sesuatu untuk melepaskan sakit hati terhadap Puranti. Ia adalah sebab kematian kakakku. Dan karena itulah maka hukumannya harus ditanggungnya" Anak buah Hantu Bertangan Api menjadi ragu-ragu. Namun mereka mendengar Hantu itu berteriak "Cepat. Aku sudah memenangkan perkelahian ini. Kalian dapat. berbuat apa saja. Bukan saja atas Puranti, Tetapi atas semua orang Sambi Sari, termasuk Wiyatsih. Tetapi selesaikan dahulu gadis liar ini. Tiba-tiba seseorang dari anak buahnya bertanya "Apa yang dapat kami lakukan atasnya?" "Sekehendakmulah. Apa saja yang akan kau lakukan untuk membalas sakit dan malu" Beberapa orang mulai bergerak. Namun dalam pada itu Wiyatsihpun melangkah maju tanpa sesadarnya. "Kau tidak boleh ikut campur Wiyatsih. Kami sudah mengucapkan janji sebelum kita bertempur. Jangan berbuat bodoh, yang akan menjerumuskan kau ke dalam keadaan yang serupa dengan Puranti" Ketegangan di tepian itu menjadi semakin memuncak, ketika beberapa orang pengiring Hantu Bertangan Api itu sudah mulai bergerak maju. semua orang bagaikan terhenyak membeku di tempatnya. Sedang Puranti sendiri sama sekali tidak bergeser, meskipun sepasang senjatanya yang merunduk masih tetap digenggamnya. Dalam pada itu, selagi setiap dada dicengkam oleh ketegangan yang memuncak, selagi setiap jantung bergejolak oleh kecemasan yang tiada taranya, tiba-tiba saja tepian itu telah digetarkan oleh suara seseorang dari atas tanggul Kali Kuning. Suara yang untuk beberapa lamanya melingkar-lingkar bagaikan gema yang dilontarkan dari segala arah.
1053 "Berhenti. Berhentilah kalian, Jangan dekati gadis itu" Suara itu menggelegar diatas setiap kepala dan rasarasanya bergulung-gulung disetiap dada. Setiap kepalapun kemudian berpaling keatas tanggul. Dengan dada yang berdebaran mereka melihat sesosok tubuh yang berdiri dengan tegapnya, dibawah cahaya bulan purnama yang sedang mengambang di langit. Ditangan kirinya digenggamnya sehelai pedang yang melampaui pedang kebanyakan. "Kakang Pikatan" Wiyatsih berdesis. Hatinya terasa terguncang melihat bayagangan diatas tanggul itu. sehingga diluar sadarnya, terasa matanya menjadi panas dan basah "kau datang kakang" Tetapi tidak seorangpun yang mendengar kata-katanya selain dirinya sendiri. Dalam pada itu, Purantipun menundukkan kepalanya. Ia tidak mau melihat bayangan yang berdiri diatas tebing itu. "Kau hanya berani melawan perempuan cengeng Hantu bertangan Api" berkata bayangan diatas tebing itu "inilah Pikatan jika kau memang laki-laki, ayo, kita berhadapan sebagai laki-laki" Dada Hantu Bertangan Apipun bergetar dengan dahsyatnya kehadiran Pikatan yang justru tidak disangka-sangka itu membuatnya agak bingung sesaat. Namun kemudian iapun menyahut dengan nada yang berat "Pengecut. Aku kira kau tidak berani datang Pikatan. Aku sudah jemu menunggumu. Dan malam ini adalah malam terakhir yang aku berikan kepadamu. Jika kau tidak datang, maka aku akan mengambil sikap sesuai dengan watak dan tabiatku" "Aku tidak peduli" jawab Pikatan. Lalu "Aku sama sekali tidak terikat dengan kepentinganmu dan kepentingan siapa saja"
1054 "Jika kau tidak datang, maka aku akan merusak bendungan ini menuntut korban berlipat ganda atas orang-orang Sambi Sari, termasuk Puranti dan Wiyatsih" "Aku tidak peduli. Aku tidak ada persoalan dan ikatan dengan siapapun. Jika aku datang ke tepian ini karena aku ingin datang. Jika kau mau membunuh dan merusak bendungan itu adalah urusanmu. Aku sama sekali tidak berkepentingan" Hantu Bertangan Api mengerutkan keningnya. Dan Pikatan berkata selanjutnya "Hantu Bertangan Api, aku datang saat ini karena aku ingin datang. Itulah soalnya, sudah aku katakan aku tidak mempunyai sangkut paut dengan siapapun" Hantu Bertangan Api menggeram. Katanya "Kesombonganmu benar-benar menjulang sampai ke langit. Baik, baik. Apapun persoalannya, sekarang kau sudah ada disini. Marilah kita membuat perhitungan atas kekalahan kami di Goa Pabelan itu. Aku sudah mengalahkan gadis binal ini, dan hampir saja aku menjatuhkan hukuman atasnya. Tetapi karena kehadiranmu, semuanya dapat ditunda. Aku memang hanya memerlukan kau, atau tidak ada sangkut pautnya dengan bendungan dan kedua gadis liar itu" "Jangan kau sebut-sebut lagi orang lain, disini kita berdua. Aku dan kau. Hanya itu" "Bagus, apakah kau akan turun ke tepian, atau aku yang harus memanjat tebing?" bertanya Hantu yang menjadi semakin marah. Pikatan tidak menjawab, ia melangkah maju dan berdiri tepat dibibir tebing Kali Kuning. Tiba-tiba saja ia menuruni tebing itu dengan caranya. Ia sama sekali tidak bergeser selangkah demi selangkah pada tebing berbatu padas itu. Tetapi ia begitu saja meloncat dari atas tanggul langsung ke tepian berpasir seperti seekor burung yang terbang dan kemudian hinggap diatas sebatang dahan.
1055 Setiap orang yang melihat caranya menuruni tebing itu menjadi berdebar-debar. Bahkan Hantu Bertangan Apipun mengerutkan keningnya. Namun ketika tampak olehnya pedang Pikatan digenggamnya dengan tangan kiri, maka Hantu itupun menjadi berbesar hati. "Puranti yang Bertangan rangkap itu sama sekali tidak berhasil melawan aku, apalagi Pikatan yang Bertangan sebelah" katanya di dalam hati. "Marilah hantu yang bodoh" berkata Pikatan "kita membuat perhitungan. Aku tidak peduli alasan apapun yang akan kau kemukakan. Bagiku,, aku ingin berkelahi, itu saja. Tidak ada persoalan-persoalan lain" Puranti yang mendengar kata-kata Pikatan itu menarik nafas dalam-dalam. Disaat-saat yang gawat, Pikatan masih tetap Pikatan yang sombong dan merasa dirinya hidup sendiri di dunia ini menghadapi persoalan yang paling sulit yang sebenarnya telah dibuatnya sendiri pula. Dalam pada itu Hantu Bertangan Api menggeram. Darahnya bagaikan mendidih. Dengan garangnya ia berkata "Apapun yang kau katakan, akupun tidak peduli. Akupun berpijak pada kepentinganku. Nah. sekarang bersiaplah Pikatan" Pikatan tidak menjawab. Ia maju selangkah. Sementara beberapa orang tanpa menyadarinya telah melingkari kedua orang yang akan berperang tanding itu. Orang-orang Hantu Bertangan Api yang terpesona itupun telah tidak menghiraukan lagi Puranti yang telah melangkah mendekati dan berdiri disamping Wiyatsih. Ditangannya masih tergenggam sepasang senjata. Dengan jantung yang berdebar-debar diluar sadarnya, Puranti memandang Pikatan hampir tanpa berkedip. Ternyata dibalik kesombongannya, masih juga terbersit sesuatu yang memaksanya untuk datang ke tepian. Ternyata bahwa Pikatan
1056 masih juga tidak sampai hati melepaskan seorang perempuan untuk mati oleh Hantu bertangan Api. Dan disaat yang paling gawat baginya, Pikatan telah menyatakan kehadirannya di tepian ini. Dada Puranti menjadi semakin berdebar-debar. Pikatan yang kemudian berdiri tegak bagaikan sebongkah batu karang itu, bagi Puranti merupakan seorang laki-laki yang paling jantan di muka bumi. Tubuhnya yang tegap, tatapan matanya yang tetap dan tajam hatinya yang keras dan tentu di dalam olah kanuraganpun Pikatan adalah laki-laki yang dapat dibanggakan. "Tidak, tidak" tiba-tiba saja Puranti berusaha untuk mengelak" ia sudah menghina aku, dan aku harus menghina diriku sendiri" Namun bagaimanapun juga ia tidak dapat ingkar, bahwa ia menjadi cemas melihat kedua orang itu sudah mempersiapkan diri untuk berkelahi. Hantu Bertangan Api yang marah itupun sudah siap dengan sepasang pedangnya. Setiap kali pedangnya bergerak, maka ia menjadi semakin yakin, bahwa kelumpuhan tangan kanan Pikatan, tidak akan dapat ditebus dengan kemampuannya menggerakkan pedang dengan tangan kirinya. "Dengan kedua belah tanganmu kau tidak akan. dapat mengalahkan aku sekarang, Pikatan, apalagi dengan sebelah tanganmu" "Tutup mulutmu" sentuhan atas cacinya itu membuat Pikatan semakin marah "kau jangan menyebut cacat seseorang. Kau sendiri memiliki cacat yang tiada taranya. Bukan saja cacat jasmaniah, tetapi cacat rohaniah" "Kau takut melihat kenyataanmu" Hantu Bertangan Api itu tiba-tiba tertawa. Tetapi suara tertawanya itupun segera terputus ketika Pikatan mengayunkan pedangnya, Hanya sekedar mengayunkannya saja tanpa diarahkan kepada
1057 lawannya. Namun ternyata desing pedang itu telah menggetarkan dada Hantu Bertangan Api. Bukan saja Hantu Bertangan Api, Tetapi baik Puranti rnaupun Wiyatsih menjadi berdebar-debar juga. Mereka tidak dapat menjajagi kemampuan yang sebenarnya dari kekuatan tangan kiri Pikatan. Puranti memang sering melihat Pikatan berlatih, Tetapi sekedar dari kejauhan, sehingga ia tidak dapat menilai dengan pasti, kekuatan anak muda itu yang sebenarnya. Ternyata kini Pikatan telah menunjukkan kekuatannya yang meskipun belum sepenuhnya, Tetapi telah menggetarkan setiap jantung orang yang melihatnya. "Hantu Bertangan Api" berkata Pikatan "marilah kita segera mulai. Mumpung bulan bulat. Lihat, bulan mulai berkalang. Dan itu adalah pertanda bahwa di tepian ini akan ada sesosok mayat terkapar. Aku atau kau" Hantu Bertangan Api menggeram. Selangkah lagi ia mendekat. Ia sudah memperhitungkan masak-masak, bahwa kelemahan Pikatan ada di bagian kanan, karena tangan kanannya yang lumpuh. Dengan demikian maka seranganserangannya justru harus dititik beratkan pada bagian kanan itu. Sejenak kemudian tepian itu sekali lagi dicengkam oleh sepi yang tegang. Diantara beberapa orang yang berdiri tegang dua orang yang menggenggam senjata saling berhadapan dalam nada kemarahan yang meluap-luap. Hantu Bertangan Api yang telah dibakar nafsunya yang hampir meledakkan dadanya itupun maju semakin mendekat. Pedangnya mulai bergerak-gerak dan sejenak kemudian, dengan derasnya ia meloncat maju sambil menjulurkan pedangnya langsung ke dada Pikatan. Tetapi Pikatan sadah mempersiapkan diri. Dengan tangkasnya ia bergeser dan menangkis serangan pedang
1058 ditangan kanan dan memukulnya kesamping tubuhnya. Namun. dengan demikian bagian kanan tubuhnya menjadi terbuka, justru karena tangan kanannya yang cacat. Dengan tangkasnya Hantu Bertangan Api itu menyerang dengan tangan kirinya, mendatar menembus kekosongan bagian kanan tubuh Pikatan. Namun hal yang demikian itu memang sudah diperhitungkan pula oleh Pikatan. Sekali lagi ia bergeser dan melingkar sehingga pedang Hantu Bertangan Api sama sekali tidak menyentuhnya. Disaat berikutnya Pikatan tidak membiarkan dirinya untuk selalu diserang. Sesaat kemudian maka dengan garangnya iapun berganti menyerang. Bukan saja kecepatannya bergerak yang mengagumkan orang-orang yang menyaksikannya. Tetapi ternyata bahwa tenaga Pikatan itupun tiada terduga kuatnya. Setiap sentuhan senjata, terasa tangan Hantu Bertangan Api itu bergetar. Tetapi Hantu Bertangan Api selalu mempergunakan kelemahan tangan kanan Pikatan. Serangannya datang beruntun seperti banjir. Sekali-sekali ia memandng senjata Pikatan kebagian kiri tubuhnya untuk kemudian menyerang dengan dahsyat ke lambung kanannya. Kedua senjata Hantu Bertangan Api itu bagikan segulung awan yang keputih-putihan di dalam kuningnya cahaya bulan purnama yang cerah di langit. Namun yang kemudian telah dilingkari oleh cahaya berwarna putih, semakin lama menjadi semakin nyata. "Bulan berkalang dilangit" desah Wiyatsih di dalam hati. Seperti yang dikatakan oleh Pikatan, maka hampir pasti akan ada kematian di tepian Kali Kuning. Pikatan sendiri atau Hantu Bertangan Api. Perkelahian yang terjadi antara kedua laki-laki itu semakin menjadi semakin dahsyat. Mereka saling menyerang dan
1059 saling menghindar. Setiap kali terdengar senjata mereka beradu, sepercik bunga Api memancar bagaikan menyentuh setiap hati. Hantu Bertangan Api ternyata benar-benar memiliki kemampuan bermain senjata rangkap. Dan seperti yang selalu dilakukan, serangannya agak berat disebelah kanan bagian tubuh Pikatan. Puranti dan Wiyatsih yang mengerti cara yang dipergunakan oleh Hantu Bertangan Api menjadi berdebardebar. Merekapun sadar bahwa kelemahan Pikatan itu adalah kelemahan yang berbahaya berhadapan dengan sepasang senjata Hantu bertangan Api. Tetapi seperti orang lain menyadari, maka Pikatan adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya. Justru karena tangan kanannya cacat, maka ia merasa perlu untuk menaruh perhatiannya pada bagian tubuhnya yang lemah itu. Dengan demikian, maka sejak Pikatan berusaha menempa dirinya, ia memang sudah memperhitungkannya, Karena itulah, maka diluar pengetahuan orang lain, latihan-latihan yang dilakukannya selama ini untuk menyempurnakan diri, sebagian memang ditekankan pada kelemahan yang disadarinya itu. Ketika ia kemudian bertemu dengan Hantu Bertangan Api, maka Pikatan sebenarnya sama sekali sudah tidak terkejut lagi. Dengan penuh kesadaran ia sudah memperhitungkan bahwa Hantu bertangan Api akan menekankan seranganserangannya pada bagian tubuhnya yang lemah. Namun justru karena itulah maka pertahanan Pikatan dibagian kanan tubuhnya melampaui perhatiannya yang lebih besar, sejak ia membajakan dirinya. Itulah sebabnya, maka setiap usaha Hantu Bertangan Api untuk menembus kelemahan Pikatan itu selalu gagal. Ia tidak menyangka bahwa gerakan Pikatan justru diberatkan pada bagian kanan tubuhnya meskipun ia mempergunakan tangan kirinya.
1060 Dengan demikian maka perkelahian diantara mereka semakin lama menjadi semakin meningkat. Setiap dada mereka yang menyaksikan perkelahian itupun menjadi berdebar-debar. Pasir tepian Kali Kuliing itu bagaikan telah diaduk dangan bajak-bajak raksasa. Serangan-serangan mereka yang tidak mengenai sasarannya dan menyentuh batu-batu padas tebing bagaikan meruntuhkan tanggul. Sedangkan batu-batu tepian yang tersentuh kaki mereka yang berloncatan itu bagaikan daun-daun kering yang diamuk badai. Berterbangan kesegala arah. Itulah sebabnya, maka mereka yang mengerumuni perkelahian itupun dengan sendirinya memencar. Mereka tidak ingin kepala mereka terbentur batu-batu yang berterbangan itu, dan pasir yang bertebaran seperti percikan air yang mengeras dalam butiran-butiran yang hitam. Demikianlah perkelahian itu benar-benar semakin lama menjadi semakin dahsyat. Keduanya benar-benar telah mempersiapkan diri masing-masing untuk menghadapi saatsaat yang menentukan ini. Namun, beberapa lamanya perkelahian ini sudah berlangsung, Hantu Bertangan Api sama sekali tidak berhasil menembus kelemahan dibagian kanan tubuh Pikatan. Karena itulah, maka ia harus menyadari, bahwa sebenarnyalah bahwa bagian kanan tubuh Pikatan tidak merupakan sebuah kelemahan baginya, ternyata bahwa. serangannya sama sekali tidak menghasilkan apa-apa. Dan kesadaran itulah kemudian yang memaksa Hantu Bertangan Api untuk melepaskan usahanya lewat bagian kanan tubuh Pikatan. Hantu Bertangan Api itupun kemudian memandang Pikatan sebagai lawan seutuhnya. Keseluruhannya. Ia ternyata tidak dapat menganggap cacat tangan kanan Pikatan itu sebagai suatu kesempatan. Tetapi Pikatan ternyata mempunyai caranya sendiri untuk menghadapi sepasang pedangnya.
1061 Semakin lama maka perkelahian itupun menjadi semakin cepat. Masing-masing telah mengerahkan segenap kemampuan yang mereka miliki. Mereka tidak dapat menahan diri lagi sehingga semua kemampuan merekapun telah tercurah. Namun dengan demikian, maka lambat laun, nafas merekapun mulai mengalir semakin cepat. Tangan mereka menjadi basah oleh keringat dan tenaga merekapun menjadi semakin berkurang. Kekuatan yang tiada taranya dari tangan Hantu Bertangan Api dan yang telah berhasil melengkungkan sepotong besi, ternyata tidak mampu menembus kekuatan Pikatan yang tidak kalah dahsyatnya. Yang tampak meloncat adalah bunga-bunga Api yang keputih-putihan. Dalam saat-saat yang semakin tegang, keduanya sudah tidak begitu tepat lagi mengendalikan senjata masing-masing. Serangan-serangan mereka menjadi semakin lemah, namun masih tetap berbahaya. Itulah sebabnya, maka keduanya masih harus tetap memeras tenaga betapapun mereka menyadari bahwa tenaga mereka menjadi semakin susut. Hantu Bertangan Api yang dibakar oleh kemarahan yang meluap-luap itupun tidak melepaskan niatnya sama sekali, ia harus berhasil membunuh Pikatan, apapun caranya. Dengan segenap kemampuan yang ada ia berusaha untuk membingungkan Pikatan dengan sepasang pedangnya. Ujung pedangnya yang bagaikan kilat yang berterbangan mengitari tubuh. lawannya itu, semakin lama rasa-rasanya memang semakin dekat dengan kulit Pikatan. Didalam luapan kemarahan yang tiada taranya, Hantu bertangan Api masih sempat menghentakkan kemampuan yang ada padanya, dengan sebuah serangan yang tiada
1062 terduga-duga. Kedua pedangnya bergerak bersama dengan sasaran yang berbeda. Pikatan berdesir melihat serangan itu. Ia terpaksa menangkis salah sebuah dari kedua pedang itu, sedang untuk menghindari yang lain, ia meloncat selangkah kesamping. Namun Hantu bertangan Api masih mempergunakan kesempatan yang tampak memberikan kemungkinan untuk mendesak lawannya. Sebuah serangan berikutnya telah menyusul, semakin cepat dan beruntun, SH Mintardja Yang Terasing Jilid 13-Bab 03Pikatan terpaksa meloncat sekali lagi. Tetapi Hantu Bertangan Api berhasil memancing senjata Pikatan untuk menahan sebuah pedangnya, sedang pedangnya yang lain menyambar dengan cepatnya kearah dada kanannya. Dengan kecepatan yang sama Pikatan berhasil menghindarkan dirinya dari serangan yang beruntun itu. Meskipun ia hanya mempergunakan sebilah pedang, namun ia masih selalu berhasil menghindarkan dirinya dari setiap sentuhan pedang lawannya, bahkan kemudian ia berhasil menyerang kembali dengan kekuatannya yang luar biasa, sehingga justru Pikatanlah telah mendesak lawannya. Senjata yang besar itu berdesing dengan dahsyatnya, seperti sekumpulan lebah yang sedang marah. Kemarahan yang tiada tertanggungkan rasa-rasanya telah meretakkan dada Hantu Bertangan Api, Karena itulah maka hatinya menjadi gelap. Ia seakan-akan telah kehilangan sifatsifat kejantannya. Ketika serangan Pikatan datang beruntun dan mendesaknya ke tebing Kali Kuning, tiba-tiba saja diluar dugaan, Hantu Bertangan Api telah dengan cepatnya mengayunkan kakinya menghamburkan pasir yang kehitamhitaman kearah wajah Pikatan.
1063 Benar-benar suatu kecurangan yang tidak dapat dimaafkan. Sepercik pasir agaknya telah masuk kedalam mata Pikatan, hingga sesaat Pikatan kehilangan keseimbangannya, justru karena ia sama sekali tidak menyangka bahwa akan terjadi demikian. Pada saat itu Hantu Bertangan Api berusaha mempergunakan kesempatan. Dengan sebuah loncatan ia menyerang dada Pikatan dengan pedangnya. Tetapi serangan yang tergesa-gesa, serta gerakan naluriah yang dilakukan oleh Pikatan pada saat terakhir, ternyata telah menolong jantung Pikatan. Namun demikian ia terdorong kesamping ketika tusukan pedang Hantu Bertangan Api itu menyentuh pundaknya. Yang terdengar adalah desis tertahan, justru pada saat Pikatan memejamkan matanya. Berbareng dengan itu, hampir bersamaan Puranti dan Wiyatsih berteriak bersama. Dan hampir bersamaan pula mereka meloncat maju menyerang Hantu Bertangan Api itu. Mereka tidak ingin melihat Pikatan sekali lagi ditusuk dengan pedang tanpa perlawanan, karena matanya sedang terpejam. Hantu Bertangan Api yang sebenarnya, memang ingin. menyelesaikan. Pikatan dengan sebuah tusukan yang mematikan pada saat Pikatan kebingungan, terpaksa mengurungkan niatnya. Dua buah pedang hampir bersamasama telah mematuk tubuhnya. Pedang Puranti dan Wiyatsih. "Kau curang Hantu gila" teriak Wiyatsih "ternyata namamu sama sekali tidak seimbang dengan sifatmu" Hantu Bertangan Api tidak menyahut. Kedua gadis itupun sangat berbahaya baginya, jika kedua-duanya marah dan bertempur bersama-sama. Karena itu, maka iapun berusaha mempertahankan dirinya dari serangan keduanya.
1064 Dalam pada itu Pikatan masih didalam kebingungan. la tidak dapat mengusap matanya dengan tangan kananya yang lumpuh, sehingga jika ia akan membersihkan matanya itu dengan tangan kirinya, ia harus meletakkan pedangnya. "Lakukanlah" teriak Wiyatsih yang melihat kakaknya raguragu "bersihkan pasir itu. Aku dapat menahannya untuk bebeberapa lama bersama Puranti" Sejenak Pikatan justru tertegun, ternyata kedua gadis itulah menolong jiwanya meskipun lawannnya telah berbuat curang. Dan ia tidak mau ditolong oleh perempuan yang manapun. Puranti yang lebih dewasa dari Pikatan. agaknya melihat keragu-raguan itu. Untuk beberapa saat iapun ragu-ragu. Tetapi akhirnya ia berhasil memaksa dirinya sendiri untuk mengatasi harga dirinya dan berkata "Kakang Pikatan, cepat sebelum kami berdua mati" Pikatan yang masih memejamkan matanya, masih termangu-mangu Sejenak. Tetapi ketika ia sekali mendengar suara Puranti, hatinya tersentuh juga. Apalagi kemudian Wiyatsihpun berkata "Kakang Pikatan, cepatlah. Di dekatmu ada air Kali Kuning, air yang dapat membersihkan penghidupan bagi kita" Pikatan seperti orang yang terbangun dari tidurnya yang dicengkam oleh mimpi buruk. Beberapa langkah ia maju sehingga kakinya menyentuh air Kali Kusing. Dengan sertamerta ia berjongkok sambil meletakkan pedangnya. Dengan tangan kirinya ia mencuci matanya yang penuh dengan pasir. Pada saat itu, orang-orang Hantu Bertangan Api bergerak justru kareha Pikatan meletakkan pedangnya. Namun kedua penjaga regol rumah Pikatan itupun berloncatan diikuti oleh bebahu dan anak-anak muda Sambi Sari. Dengan demikian maka orang-orang Hantu Bertangan Api itupun menjadi raguragu.
1065 Hantu Bertangan Api sendiri mengumpat tidak habishabisnya. Ternyata bahwa kedua gadis itu benar-benar seperti kijang. Mereka berloncatan dengan cepatnya. Namun setiap saat Puranti selalu berbisik ditelinga Wiyatsih "Beri kesempatan Pikatan sekali lagi." Wiyatsih menyadari arti kata-kata Puranti itu, sehingga untuk selanjutnya, keduanya hanya berusaha untuk menahan Hantu itu saja tanpa berusaha untuk membunuhnya. Namun demikian ternyata bahwa Puranti dan Wiyatsih bersama sama, benar-benar telah membuat Hantu Bertangan Api agak gugup. Keduanya adalah gadis yang lincah dan terlatih mempergunakan senjatanya, apalagi Puranti sendiri menggenggam senjata rangkap. Sesaat kemudian, Pikatan telah berhasil membersihkan matanya. Ia mulai dapat melihat lagi cahaya bulan bulat di langit yang terpantul di wajah air Kali Kuning. Namun demikian, perlahan-lahan terasa sesuatu bagaikan menggigit pundak kanannya. Ketika ia meraba pundak itu dengan tangan kirinya, terasa sesuatu menghangati telapak tangannya. Di dalam cahaya bulan ia melihat telapak tangannya itu menjadi merah. Darah. Pikatan menggeram. Darahnya ternyata telah meleleh dari luka di pundaknya itu, sehingga dengan demikian, kemarahan yang tiada taranya telah mengguncang jantungnya. Dengan tangan yang gemetar ia memungut pedangnya yang diletakkan diatas pasir tepian. Kemudian tiga kali pedang itu dihunjamkannya ke pasir tepian, seolah-olah ia sedang mencoba ketajaman pedangnya yang besar itu. Sesaat kemudian Pikatan telah berdiri tegak memandang Hantu Bertangan Api yang sedang bertempur melawan Puranti dan Wiyatsih. la melihat bahwa kedua gadis itu benar-benar
1066 gadis yang lincah. Tetapi ia tidak melihat bahwa keduanya akan berhasil mengalahkan Hantu bertangan Api. Karena itu, maka iapun maju perlahan-lahah. Sorot matanya bagaikan bara yang menyala. Hantu Bertangan Api baginya adalah orang yang harus dimusnahkan. Licik dan tidak mengenal nilai-nilai kejantanan. la dapat berbuat apa saja untuk mencapai maksudnya. Beberapa langkah dari arena perkelahian itu, Pikatan berhenti sejenak. Dipandanginya Hantu itu dengan tajamnya. Kemudian Puranti dan Wiyatsih berganti-ganti. Hampir diluar sadarnya, maka Pikatan itupun berkata "Menyingkirlah. Biarlah aku yang menyelesaikannya" Puranti sempat memandang Pikatan sejenak. Wajah itu baginya benar-benar meyakinkan. Tatapan matanya yang menyala dan kerut di dahinya dalam bayangan cahaya bulan bulat, menyatakan betapa tekad yang bergejolak di dalam dadanya untuk memusnahkan Hantu Bertangan Api itu. Karena itu Pikatan sudah mapan, Purantipun berdesjs "Lepaskan lawanmu Wiyatsih" Wiyatsih dan Purantipun kemudian meloncat menjauh meskipun disaat terakhir Hantu itu masih berusaha menyerangnya, "Hantu Bertangan Api" Pikatan menggeram dengan nada yang dalam "ternyata kau benar-benar seorang yang licik dan curang. Untunglah kau tidak segera dapat membunuhku dengan kecuranganmu itu sehingga aku masih sempat melawanmu" "Apakah kau sangka bahwa kau tidak licik. Dalam kesulitan kau suruh perempuan perempuan cengeng itu untuk melawanku., Tentu aku tidak dapat berbuat banyak terhadap perempuan.
1067 Tetapi Pikatan menggeleng. Katanya "Tidak. Aku tidak menyuruhnya berbuat apa-apa. Tetapi jika ia melawanmu, itu sama sekali bukan suatu bantuan apapun terhdapku. Keduanya hanya menahanmu sejenak, selagi aku mencuci mataku yang penuh dengan pasir. Karena itu keduanya sama sekali tidak mempengaruhi perkelahian kita" Hantu bertangan Api menggeram. Ia tidak menyahut lagi. Dengan serta merta iapun menyerang Pikatan dengan garangnya. Tetapi Pikatan sudah siap menghadapinya. Meskipun pundaknya yang terluka masih juga terasa pedih, Tetapi luka itu tidak banyak berpengaruh atas tenaganya. Demikianlah mereka berdua segera terlibat kembali dalam perkelahian yang sengit. Hantu Bertangan Api yang sudah berhasil melukai Pikatan, berusaha untuk menambah kemenangan yang sudah dicapainya. Dalam pada itu, karena tenaga yang diperasnya, darah di pundak Pikatan itupun bagaikan terdorong semakin banyak meleleh dari luka yang meskipun tidak begitu dalam. Namun darah itu semakin lama akan dapat mempengaruhi kekuatan Pikatan yang memang sudah mulai susut. Ternyata Pikatan menyadarinya pula. Selain kemarahan yang sudah membakar dadanya, iapun sempat memperhitungkan setiap kemungkinan yang akan terjadi atas dirinya apabila darahnya semakin banyak mengalir dari lukanya. Karena itulah, maka iapun mulai mengerahkan bukan saja tenaganya. Tetapi ia berusaha untuk membuat perhitungan yang tepat dalam perkelahian itu. la tidak mau ditelan oleh perasaannya yang sedang dibakar kemarahan, Tetapi ia harus membuat perhitungan sebaik-baiknya untuk dapat mengalahkan Hantu yang bersenata rangkap itu.
1068 Demikianlah, maka tata gerak Pikatan itupun justru menjadi semakin mapan tanpa mengurangi tekanan-tekanan yang justru menjadi semakin mantap. Berbeda dengan Hantu Bertangan Api, maka ia justru menjadi semakin gelisah. Luka Pikatan tampaknya sama sekali tidak mempengaruhinya, ayunan pedang Pikatan yang besar itu masih saja berdesing, justru semakin keras. Dalam benturan yang keras, terasa tangan Hantu itu bergetar. Pikatan yang mengerahkan segenap kekuatannya berusaha untuk menyakiti pergelangan tangan lawannya dengan benturan yang keras. Dan ternyata usahanya itu tampaknya akan berhasil. Karena itulah maka Pikatan, menjadi semakin bernafsu. Setiap kali ia mengayunkan pedangnya sekeras-kerasnya dalam jarak yang pendek, sehingga Hantu Bertangan Api tidak sempat menghindar, tetapi harus menangkisnya dengan senjatanya pula, Dengan demikiah, maka semakin lama menjadi semakin jelas, bahwa setelah menempa diri beberapa lamanya, dibakar oleh dendam yang menyala di dalam hatinya, Hantu Bertangan Api telah terbentur pada kemampuan Pikatan yang telah meningkat pula. Meskipun semula Pikatan sama sekali tidak memikirkan dendam Hantu Bertangan Api, namun kini ia telah mempergunakan kemampuannya yang telah jauh meningkat itu untuk melawannya. Semula Pikatan berlatih sekedar didorong oleh harga dirinya untuk dapat menyamai kemampuan Puranti, yang menurut pikirannya hanya seorang perempuan saja. Harga diri yang berlebih-lebihan. dan kekecewaan yang mendalamlah yang telah membawanya setiap malam ketepian Kali Kuning, justru di tempat yang tidak pernah disentuh kaki orang lain. Dan kini, ternyata bahwa kemampuan Pikatan yang hanya bertangan sebelah itu masih berada diatas kemampuan Hantu Bertangan Api. Perhitungan Hantu itu kini ternyata salah sama sekali. Ia menyangka bahwa Pikatan yang mengasingkan diri
1069 itu sama sekali tidak berbuat apa-apa. Apalagi dengan cacat tangan kanannya. Tetapi ternyata yang dijumpainya adalah Pikatan yang benar-benar memiliki kemampuan yang jauh berbeda. Dengan cacatnya, Pikatan justru telah membuat tangan kirinya memiliki kemampuan yang luar biasa, yang tidak diduganya sama sekali Dalam kesulitan itu, Hantu Bertangan Api telah kehilangan segenap kejantanannya. Sifatnya yang licik dan curang, tidak lagi disembunyikannya. Itulah sebabnya, maka ia masih berusaha untuk mencoba sekali lagi menaburkan pasir kemata Pikatan. Tetapi Pikatan menjadi cukup waspada. Ia tidak berbuat kesalahan serupa, sehingga karena itu, ketika pasir itu terpercik kematanya, ia sama sekali tidak terkejut, Dipalingkannya wajahnya sesaat, tanpa melepaskan kewaspadaan, karena pada saat itu, Hantu Bertangan Api tentu akan segera menyerang. Dugaan Pikatan itu benar. Ketika pasir itu terpercik. iapun meloncat menyerang dengan garangnya. Kedua ujung pedangnya terasa ke sasaran yang berbeda. Perhitungan Pikatan membuatnya tidak memejamkan mata, Tetapi sekedar berpaling, karena ia masih sempat melihat sekilas serangan itu datang. Dengan tangkasnya Pikatan meloncat kesamping sambi memukul salah satu dari kedua pedang Hantu itu dengan segenap kekuatan yang ada padanya. Ternyata dalam keadaan yang tergesa-gesa dan keraguraguan atas hasil usahanya, maka serangan Hantu itupun kurang mapan. Tangkisan Pikatan yang disertai dengan kekuatan yang masih ada padanya, ternyata cukup kuat untuk melemparkan satu dari sepasang pedang Hantu Bertangan Api itu.
1070 Terdengar desis tertahan. Terasa tangkai pedangnya seakan-akan telah menyengat pergelangannya, sehingga pedang itu terlepas dari tangan kiri Hantu Bertangan Api. Hantu bertangain Api yang kehilangan sebuah pedangnya itu melangkah surut. Sambil menggeretakkan giginya ia memandang Pikatan yang berdiri tegak dengan garangnya. Dipandanginya Hantu Bertangan Api itu dengan sorot matanya yang bagaikan menyala. "Kau tidak akan dapat berbuat banyak lagi" geram Pikatan "karena itu, barangkali lebih baik bagimu untuk menyerah saja" "Persetan" sahut Hantu itu "aku masih sanggup membunuhmu. Bahkan semua orang Sambi Sari yang ada di tepian" Pikatan yang masih berdiri itu berkata pula "Jika kau menyerah, aku akan menyerahkan kau kepada prajurit yang berwenang mengurusimu. Aku sendiri tidak akan mengambil sikap karena itu memang bukan wewenangku, meskipun kau sudah melukai aku" "Jangan mimpi Pikatan, akulah yang akan membunuhmu" Pikatan tidak berkata apapun lagi. Selangkah ia maju. Namun justru Hantu Bertangan Apilah yang menyerangnya lebih dahulu. Ternyata Hantu itu benar-benar telah ditelan oleh kemarahan yang tidak terkendali. Pedangnya yang terlepas dari tangannya membuat hatinya semakin terbakar. Ia berusaha untuk mendesak Pikatan agar ia berhasil memungut pedangnya kembali. Tetapi ternyata bahwa Pikatan benar-benar seperti batu karang yang tidak goyah oleh badai yang betapapun dahsyatnya. Apalagi kini Hantu itu tinggal menggenggam sebuah saja dari sepasang pedangnya.
1071 Karena itu, maka Hantu Bertangan Api tidak banyak dapat berbuat dalam usahanya untuk mengalahkan Pikatan. Karena itu maka iapun mencoba berusaha dengan cara lain. Ia ingin memecah perhatian Pikatan dan kemudian mencari kesempatan untuk menghunjamkan pedangnya. Karena itu tanpa memikirkan akibat yang dapat terjadi atas anak buahnya, Hantu itupun kemudian berteriak "Hei, jangan tidur saja. Bunuh semua orang Sambi Sari. Aku sendirilah yang akan membunuh Pikatan" Teriakan itu telah menggema menggetarkan tepian di bawah tebing Kali Kuning. Namun demikiah, ternyata anak buahnya masih saja raguragu. Tidak seorangpun yang segera berbuat sesuatu untuk melaksanakan perintah itu. Hantu Bertangan Api mengumpat dengan kasarnya karena anak buahnya tidak segera berbuat sesuatu. Karena itu, maka sekali lagi ia berteriak "Cepat. Binasakan mereka. Hancurkan bendungan dan kemudian cincang mayat Pikatan" Anak buah Hantu Bertangan Api itupun kemudian menjadi yakin akan pendengaran mereka. Hantu Bertangan Api memang memerintahkan mereka untuk menyerang orangorang Sambi Sari. Bagi anak buah Hantu Bertangan Api, perintah itu tidak dapat dipertimbangkan lagi. Mereka harus melaksanakannya apapun yang akan terjadi. Dengan demikian, maka merekapun segera mempersiapkan diri untuk segera melakukan tugas itu, meskipun dengan raguragu. Namun sekali lagi mereka tertegun. Selagi mereka mulai bergerak, Puranti dan Wiyatsih sudah meloncat di hadapan mereka, disusul oleh dua orang penjaga regol rumahnya. "Apakah kalian benar-benar sudah bosan hidup" suara Puranti terdengar sangat berat, meskipun diucapkan oleh seorang gadis "kalian tidak akan dapat berbuat banyak.
1072 Jumlah kalian sama sekali tidak mencukupi untuk melawan kami yang berlipat" Tetapi sekali lagi Hantu Bertangan Api berteriak "Cepat. Bunuh mereka" Namun suaranya itupun terputus ketika ujung pedang Pikatan ternyata telah berhasil menyentuh tubuhnya. Meskipun hanya segores kecil di lengan, namun yang segores kecil itu benar-benar telah mengejutkan Hantu Bertangan Api. Itulah sebabnya maka iapun kemudian tidak sempat memperhatikan lagi apa yang akan dilakukan oleh anak buahnya meskipun ia masih berteriak sekali lagi tanpa dapat berpaling "Bunuh, bunuh mereka" Iapun kemudian benar-benar terdiam karena pedang Pikatan yang berat itu sekali lagi menyentuhnya. Dan kali ini pergelangan tangan kirinya. "Anak setan" ia bergumam. "Kaulah yang menyebut dirimu hantu" sahut Pikatan Hantu Bertangan Api tidak menyahut. Dikerahkannya sisa tenaganya yang ada. Namun Pikatanpun ternyata telah sampai ke puncak usahanya untuk mengalahkan lawannya. Jika ia tidak segera berhasil, maka ia justru akan kehabisan tenaga, dan barangkali yang terjadi justru sebaliknya. Itulah sebabnya, maka Pikatanpun justru menjadi semakin garang disaat tenaganya menjadi semakin susut. Dalam pada itu, maka orang-orang Hantu Bertangan Api yang merasa tidak mempunyai alasan apapun untuk tidak melakukan perintah itu, telah bergerak kembali, Merekapun segera berpencar. Senjata mereka yang telanjang telah siap untuk meluncur menikam lawan tepat di jantung. Dalam pada itu para bebahu Sambi Sari, orang-orang yang namanya telah cacat, tetapi ingin memperbaikinya kembali dan anak-anak muda Sambi Saripun segera mempersiapkan diri mereka pula.
1073 "Jangan membunuh diri" teriak Puranti. Tetapi anak buah Hantu Bertangan Api lebih takut kepada hantu itu daripada kepada Puranti, karena itulah mereka tidak menghiraukan perintah Puranti itu sama sekali. Ketika salah seorang dari mereka meloncat menyerang, maka yang lainpun segera memutar senjata mereka pula. Puranti tidak berhasil mencegah mereka. Yang dapat dilakokan kemudian adalah melakukan perlawanan, Tetapi juga sekaligus melindungi anak-anak muda Sambi Sari yang belum pernah memegang apalagi bertempur dengan senjata. Karena itulah, maka Wiyatsih dan Purantipun segera berpencar pula, demikian juga kedua penjaga regol di rumah Wiyatsih itu. Diantara mereka kemudian adalah para bebahu dan orang-orang yang memiliki sedikit pengalaman di dalam olah senjata. Namun yang sedikit itu ternyata mempunyai arti yang cukup. Setidak-tidaknya mereka dapat bertahan menghadapi seorang. Apalagi disamping mereka, anak-anak muda Sambi Sari ternyata bagaikan tergugah keberaniannya meskipun mereka hampir tidak dapat berbuat apa-apa, namun sekalisekali jika mereka mengayunkan senjata, berhasil memecah perhatian anak buah Hantu Bertangan Api. Ternyata bahwa perlawanan anak buah Hantu itu dapat dibatasi. Puranti dan Wiyatsih ternyata dapat mengikat masing-masing lebih dari seorang lawan. Dengan demikian, maka anak-anak muda Sambi Sari yang belum berpengalaman itu, masih juga agak terlindung dari senjata anak buah Hantu itu. Meskipun demikian, ketika perkelahian itu menjadi riuh, seolah-olah perang brubuh, Pikatan tidak dapat menahan diri untuk mengikutinya meskipun hanya sekilas. Namun yang sekilas itu ternyata dapat dimanfaatkan oleh Hantu Bertangan Api sebaik-baiknya. Dengan kecepatan yang hampir tidak
1074 dapat dimengerti, Hantu Bertangan Api itu menyerang langsung ke leher, justru pada saat kepala lawannya berpaling. Namun Pikatan masih dapat melihat serangan itu, itulah sebabnya ia masih sempat menghindarkan diri meskipun tidak sempurna Ternyata bahwa ujung pedanya masih juga berhasil menyentuh keningnya. Hanya seujung rambut, karena Pikatan segera menarik kepalanya. Tetapi ternyata bahwa dikening itu terasa darahnya meleleh di pipinya. Kemarahan Pikatan yang semakin memuncak itu telah membakar hatinya untuk mengambil keputusan, membunuh Hantu Bertangan Api itu. Namun demikian, Pikatan tidak ingin memburunya. Ia justru menunggu Hantu itu menyerang. Yang ditunggunya itupun segera datang. Ketika sekali lagi ia memandang perkelahian yang ribut di tepian, Hantu Bertangan Api ingin mengulangi hasil yang telah didapatnya itu. Dengan garangnya, maka sekali lagi ia meloncat. Kali ini pedangnya mengarah kepada lawannya. Serangan itulah yang ditunggu oleh Pikatan. Karena itu, maka iapun telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Ketika ia melihat pedang lawannya terjulur, maka iapun segera merendahkan dirinya. la menangkis serangan Hantu Bertangan Api itu justru dari arah dalam dan memukul pedang Hantu itu dengan sekuat-kuatnya. Ternyata bahwa kekuatan Pikatan yang sudah dipersiapkan itu adalah kekuatan yang luar biasa, ditambah lagi, serangan Hantu yang datang dengan tergesa-gesa, sehingga ketika terjadi benturan pedang Hantu terlempar beberapa langkah dari padanya. Ternyata kemarahan Pikatan sudah tidak dapat dikendalikannya lagi. Ketika ia melihat pedang lawannya terlepas dari tangan, maka iapun segera meloncat maju
1075 menyerang dengan garangnya. Kali ini pedangnya terjulur lurus kepada Hantu Bertangan Api. Hantu Bertangan Api yang termangu-mangu karena sengatan perasaan pedih ditelapak tangannya, serta karena senjatanya yang tinggal satu-satunya itu telah terlepas dari tangan, ia masih sempat melihat ujung pedang Pikatan yang dengan kecepatan yang luar biasa menerkamya. Betapapun juga, dengan gerak naluriah Hantu bertangan Api itu masih mencoba menghindarinya dengan loncatan panjang ke samping. Ternyata bahwa usahanya untuk menghindari tusukan pedang Pikatan itu berhasil. Tetapi serangan berikutnya adalah ayunan pedang mendatar yang telah merobek lambung Hantu Bertangan Api itu. Terdengar suaranya mengerang tertahan. Sekilas ia melihat wajah Pikatan yang tegang dan mengerikan. Ternyata bahwa kali inipun ia tidak berhasil melepaskan dendamnya atas kematian saudara laki-lakinya. Meskipun sudah beberapa lama ia menyempurnakan ilmunya, namua ia tidak dapat mengimbangi kepesatan kemajuan Pikatan yang meskipun satu tangannya sudah cacat. Sejenak Hantu Bertangan Api masih dapat mempertahankan kedua kakinya berdiri diatas pasir tepian. Dipandanginya saja Pikatan yang kini berdiri tegak seperti batu karang. "Kau berhasil Pikatan" desih Hantu Bertangan Api "ternyata tangan kirimu mampu menggantikan tangan kananmu yang cacat" Pikatan memandangi Hantu itu pula. Dengan tegang ia berkata "Menyerahlah. Kau sudah terluka dan agaknya lukamu kali ini sangat parah" Hantu Bertangan Api itu menyeringai menahan sakit. Lalu jawabnya "Ya, lukaku parah. Tetapi aku tidak akan dapat kau
1076 tangkap dan kau serahkan kepada prajurit Demak atau kepada siapapun" "Kenapa?" Tiba-tiba saja terdengar suara tertawa Hantu Bertangan Api itu. Katanya kemudian disela-sela suara tertawanya "Lukaku memang parah. Jika kau berhasil menangkap aku hidup dan kau serahkan hidup" "Jika kau menyerah kau akan diobati" "Kau menghina aku. Setelah aku diobati, maka jika aku sembuh, aku akan digantung dialun-alun" Pikatan tidak dapat menjawab. Memang kemungkinan itu dapat terjadi. Dan karena Pikatan berdiri saja temangu-mangu, maka Hantu Bertangan Api yang sudah hampir tidak berdaya lagi itu masih berkata "Pikatan, ternyata aku keliru. Aku kira cacat ditangan kananmu itu telah melumpuhkanmu. Ternyata tangan kirimu masih sanggup melawan ilmu pedang rangkapku yang aku kira tidak ada duanya dimuka bumi ini" Pikatan masih belum menjawab. Diperhatikannya saja Hantu Bertangan Api itu, yang sejenak kemudian menjadi terhuyung-huyung. "Pikatan" desis Hantu Bertangan Api itu "kau menang" Pikatan maju selangkah ketika ia melihat hantu itu terjatuh pada lututnya, ia masih mencoba bertahan dengan kedua tangannya. Tetapi ternyata ia tidak berhasil. Karena itulah maka iapun kemudian terjatuh terlentang diatas pasir tepian. Anak buahnya yang melihat Hantu Bertangan Api itu jatuh terkulai, seakan-akan telah kehilangan segenap kekuatannya. Apalagi mereka masih harus berhadapan dengan Puranti, Wiyatsih dan tentu kemudian dengan Pikatan. Karena itu,
1077 perkelahian yang ribut itu tidak berlangsung lama. Anak buah Hantu Bertangan Api itupun kemudian menyerahkan diri mereka sebelum mereka berhasil menyakiti seorangpun, meskipun ada juga satu dua anak muda yang sudah tergores senjata. Tetapi luka itu sama sekali tidak berbahaya. Dalam pada itu, Hantu Bertangan Api itupun menjadi semakti parah. Nafasnya menjadi tersengal-sengal. Perlahan-lahah Pikatan mendekatinya. Kemudian iapun berjongkok disamping hantu yang sudah lemah itu. Dengan suara yang terputus-putus ia berkata "Kau memang seorang laki-laki Pikatan" Suara Hantu itu terputus. Masih ada terdengar ia berdesis namun sudah tidak jelas lagi. Sejenak kemudian, maka Hantu Bertangan Api itupun menghembuskan nafasnya yang penghabisan di pasir tepian Kali Kuning sebelum ia benar-benar merusak bendungan yang telah dibangun oleh anak-anak muda Sambi Sari. Pikatan menarik nafas dalam-dalam. Tiba-tiba saja, ketika ia memandang wajah mayat yang beku itu, terasa sesuatu berdesir di dalam dadanya. Kata-kata terakhir Hantu Bertangan Api itu telah menyentuh perasaannya. Sebenarnyalah bahwa ia seorang laki-laki. Ia masih mempunyai kemampuan yang cukup meskipun ia sudah tidak dapat mempergunakan tangan kanannya. Kelumpuhan itu sama sekali bukan penghalang bagi kemajuannya didalam olah kanuragan, sehingga ia masih tetap dapat mengalahkan Hantu Bertangan Api yang telah mencoba meningkatkan ilmunya dan menguasai ilmu pedang rangkap sebaik-baiknya Pikatan menjadi termangu-mangu sejenak. la masih bersimpuh di samping mayat Hantu bertangah Api. Ternyata bahwa sesuatu telah terjadi di dalam diri Pikatan justru setelah ia berhasil mengalahkan Hantu Bertangan Api itu.
1078 Sementara itu, Ki Demang Sambi Sari dan beberapa orang bebahu, serta kedua penjaga regol rumah Wiyatsih telah berhasii menguasai sepenuhnya anak buah Hantu Bertangan Api yang telah melepaskan senjata mereka. Sedangkan Puranti dan Wiyatsih perlahan-lahan melangkah mendekati Pikatan yang masih berjongkok di samping mayat Hantu bertangan Api. Sejenak keduanya termangu-mangu. Tetapi mereka masih belum menegur Pikatan yang sedang merenungi mayat itu. Dalam pada itu, Pikatan tidak saja sedang merenungi mayat Hantu Bertangan Api itu. Tetapi sebenarnya ia juga merenungi dirinya sendiri. Terngiang kata-kata Wiyatsih pada saat ia berangkat ke tepian. Seakan-akan Wiyatsih itu minta diri untuk mati kepadanya. Hampir saja Pikatan melepaskan adiknya itu untuk berbuat sekehendak hatinya. Ia sama sekali tidak peduli, apa yang akan terjadi di tepian. Namun bagaimanapun juga sesuatu telah mendesaknya di dalam rongga dadanya. Setiap kali terbayang di dalam kepalanya saat itu, Wiyatsih yang kecil dan manja. Wiyatsih yang mengasihinya dan dikasihinya, Wiyatsih yang sering didukungnya apabila gadis kecil itu menangis. Dan yang menurut pendengarannya, Wiyatsih yang kadang-kadang duduk saja di tepian Kali Kuning memandang kearah jalan ketika ia pergi meninggalkan pedukuannya, seakan akan menuggu kapan ia pulang kembali. Tetapi ia pulang membawa cacat di tangannya, Pikatah nenarik nafas dalam-dalam. Ternyata bahwa kesombongan yang tumbuh justru karena cacatnya, tidak dapat menahannya untuk menyusul adik satu-satunya itu. Adik yang sebenarnya sangat dikasihinya. Itulah sebabnya ia melihat apa yang terjadi di tepian itu. Ketika ia melihat Puranti berada di tepian itu pula, hampir saja ia meninggalkannya. Tetapi ternyata bahwa Puranti telah
1079 terdesak terus oleh Hantu Bertangan Api. Bahkan sampai saatnya Puranti tersudut pada tebing Kali Kuning Sebenarnyalah Pikatan tidak percaya bahwa Puranti tidak mampu melawan Hantu Bertangan Api. Namun tanggapannya atas kekalahan Puranti itu membuat hatinya menjadi kisruh waktu itu, sehingga nampir diluar sadarnya ia telah menyatakan kehadirannya kepada Hantu Bertangan Api. Kini Pikatan sadar, bahwa ada sesuatu yang sebenarnya tersangkut dihatinya. Kini sambil berjongkok disamping mayat Hantu Bertangan Api, ia melihat, bahwa kesombongannya hampir membinasakan hari depannya. Dan kini ia sadar, bahwa harga dirinya sebagai laki-laki yang pilih tanding, yang tidak mau kalah dari seorang perempuan itu sama sekali tidak berarti. Ternyata bahwa Puranti telah bersedia merendahkan dirinya dan memberi kesempatan kepadanya untuk mengalahkan Hantu Bertangan Api. Sejenak Pikatan masih dicengkam oleh gejolak perasaannya. Dan sejenak kemudian terdengar suara Wiyatsih "Kakang" Pikatan berpaling. Dilihatnya Wiyatsih berdiri di belakangnya sedang di sampingnya Puranti berdiri tegak sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Perlahan-lahan Pikatan berdiri. "Kau sudah menyelamatkan jiwaku, kakang. Kau juga telah menyelamatkan jiwa Puranti dan kau telah menyelamatkan jiwa orang-orang Sambi Sari" berkata Wiyatsih. Pikatan menarik nafas dalam-dalam. Dalam sekali Sejenak dipandanginya Puranti yang tunduk. Sekali lagi sepercik kesadaran melonjak dikepala Pikatan. Sebenarnyalah bahwa Puranti tidak dapat dikalahkan oleh Hantu bertangan Api. Pikatan mengetahui dengan pasti, bahwa Puranti dengan sengaja telah menunjukkan seakan-
1080 akan ia tidak dapat melawan Hantu Bertangan Api itu. Namun jika Puranti tidak memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri yang kuat, ia tidak akan berani melibatkan dirinya pada tebing Kali Kuning. Puranti tentu memiliki kemampuan yang jauh lebih baik dari Hantu Bertangan Api, sehingga apabila tidak ada orang lain yang bertindak, maka ia masih akan dapat membela dirinya sendiri meskipun dalam keadaan yang sangat sulit itu. Sudah barang tentu bahwa Puranti tidak akan membiarkan dirinya mati di tepian itu. Namun meskipun ada dorongan untuk tersinggung lagi, tetapi Pikatan kini mencoba melihatnya dari sudut yang lain. Dengan demikian, Pikatan melihat suatu kenyataan, betapa Puranti telah mengorbankan harga dirinya. Betapa Puranti telah dengan bersungguh-sungguh ingin berdamai dengan dirinya, Dan itulah yang membuat hati Pikatan menjadi tersentuh oleh kelembutan hati seorang gadis. Seorang gadis yang sebenarnya sudah lama sekali tersangkut dihatinya, yang selama ini telah dibayangi oleh kesombongan dan harga diri yang berlebih-lebihan. "Kakang" terdengar lagi suara Wiyatsih "kami ingin mengucapkan terima kasih kepadamu" Pikatan mengangkat wajahnya. Dilihatnya bulan bulat di langit. Bulan purnama. "Wiyatsih" berkata Pikatan "akulah yang harus minta maaf kepadamu dan kepada Puranti. Aku tahu, bahwa Puranti memiliki kemampuan yang berlipat ganda dari padaku. Tetapi kesombongankulah yang mendorong aku, seolah-olah aku dapat menyelamatkan jiwanya" "Ah" Wiyatsih menjadi cemas. Rasa-rasanya harga diri Pikatan masih saja berkecamuk di dalam hatinya. Tetapi Pikatan meneruskan "Tetapi kini aku memandangnya dari segi yang lain. Aku minta maaf kepadamu Wiyatsih, dan aku juga minta maaf atas sikapku selama ini kepadamu Puranti"
1081 Sesuatu berdesir dihati kedua gadis itu. Pengakuan yang tiba-tiba itu membuat mereka terdiam. Bahkan tanpa mereka sadari terasa sesuatu menghangati pelupuk mata mereka. Dalam keadaan itu, mereka sama sekali tidak dapat melawan perasaan mereka, perasaan seorang gadis. Sesaat kedua gadis itu berpandangan. Namun sesaat kemudian Wiyatsih yang melepaskan senjata langsung meloncat memeluk Puranti. Diluar sadar, keduanya telah menangis. Pikatan kini menundukkan kepalanya. Sesuatu bergejolak didalam dadanya. Namun kini ia tidak dapat ingkar lagi, apakah yang sebenarnya ada di dalam dirinya. Sikapnya dan perasaannya serta ucapannya terhadap Puranti, gadis anak gurunya di Pucang Tunggal. Ki Demang yang melihat hal itu dari kejauhan menjadi termangu. Ia tidak mengerti, gejolak perasaan anak-anak muda itu. Karena itu, perlahan-lahan ia mendekatinya. "Apakah yang sudah terjadi?" ia bertanya. Wiyatsih dan Puranti mengusap air mata mereka dengan lengan bajunya. Dan Wiyatsihlah yang menjawab "Kami sedang mengucapkan terima kasih kami kepada kakang Pikatan" Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Bukankah kita sudah terlepas dari bahaya" " "Ya, Ki Demang" sahut Wiyatsih. Ki Demangpun mendekati Pikatan. Ditatapnya anak muda itu sejenak, lalu "Aku atas nama Kademangan Sambi Sari dan seluruh rakyatnya, mengucapkan terima kasih kepadamu Pikatan" "Aku tidak berbuat apa-apa disini Ki Demang"
1082 "Tanpa kau, mungkin pertempuran akan berlangsung lain. Bahkan tentu akan jatuh korban dari lingkungan kami. Dan korban ini akan menodai pembuatan bendungan ini. Tetapi ternyata semuanya sudah berakhir" Pikatan menundukkan kepalanya. "Selama ini kami merasa kehilangan kau. Mudah-mudah kau akan berada lagi di tengah-tengah kami di dalam segala kegiatan kami di Kademangan ini Pikatan" Pikatan menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian "Aku akan mencoba Ki Demang. Selama ini aku merasa rendah diri karena cacatku. Tetapi aku terlalu sombong untuk mengakui cacat di tubuhku ini, sehingga barangkali aku telah berbuat sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Kademangan ini" Ki Demang tertawa. Katanya "Lupakanlah. Sekarang marilah kita pulang. Besok kita kuburkan Hantu Bertangan Api itu" Demikianlah, maka orang-orang yang ada di tepian itupun berangsur-angsur naik ke atas tanggul sambil membawa tawanan dan mayat Hantu bentangan Api. Sejenak kemudian tepian itupun menjadi sepi. Tidak ada seorangpun lagi yang ada selain brunjung-brunjung yang bisu dan air yang gemercik. Namun sebenarnyalah masih ada dua orang yang sudah melampaui pertengahan umurnya duduk diatas sebuah batu di dalam kegelapan bayangan rumpun perdu. Mereka menatap orang-orang yang menghilang seorang demi seorang dan vang kemudian sepi. "Apakah kau akan membela muridmu?" bertanya yang seorang. Seorang yang lain menggelengkan kepalanya Katanya "Akhirnya aku nemutuskan untuk merelakannya. Aku sudah berusaha untuk mencegahnya. Sejak pertemuan kita terakhir,
1083 ketika Pikatan mulai menjadi cacat, setelah muridku yang tua terbunuh, aku memang memikirkan kata-katamu waktu itu. Waktu yang panjang memang sempat memhubungkan jiwaku dengan Yang Maha Esa. Tetapi aku tidak berhasil meyakinkan Hantu yang muda itu, yang telah dibakar oleh dendam yang tiada taranya" Orang yang pertama mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu "Jadi apakah yang akan kau lakukan?" "Kembali kepadepokan. Aku akan mencoba dengan sisa umurku untuk mendapatkan murid yang baru yang akan aku bimbing menurut arah jalan yang lain dari murid-muridku yang lalu, mudah-mudahan umurku masih sempat memberi kesempatan kepadaku" "Kau akan berhasil. Mudah-mudahan pengalamanmu akan membantumu" Orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Anakku sudah mengakhiri hidupnya yang selalu dibayangi oleh dendam dan kebencian. Tetapi itu bukan salahnya sepenuhnya, Barangkali kau akan menyalahkan aku pula, karena akulah yang membimbingnya selama ini. Dan akupun tidak akan ingkar bahwa aku telah bersalah. Aku akan mencoba memperbaikinya meskipun aku menjadi semakin tua. Ternyata selama ini aku sudah bermain-main dengan roda dipinggir jurang. Ketika roda itu menggelinding dengan derasnya, aku tidak dapat lagi mengejar dan apalagi menghentikannya, sehingga akhirnya roda itu pecah membentur batu padas" "Mudah-mudahan kau berhasil" "Aku minta kau berdoa untukku" "Aku akan berdoa" Keduanyapun kemudian berpisah. Yang seorang adalah guru Hantu Bertangan Api, pergi dengan penyesalan atas
1084 masa lampaunya, karenai langsung atau tidak langsung, ia telah menjerumuskan angkatan mudanya ke dalam kehancuran. Sedang yang lain adalah Kiai Pucang Tunggal masih sempat mengucap sukur kepada ALLAH Yang Maha Penyayang, bahwa usahanya telah berhasil. Bukan saja menyelamatkan bendungan dan orang-orang Sambi Sari, Tetapi usahanya untuk mempertemukan hati kedua muridnya telah mendapat berkahnya pula. Demikianlah, maka di hari berikutnya, orang-orang Sambi Sari masih sibuk membicarakan malam Purnama itu, Mereka masih sibuk mengurus para tawanan dan menguburkan korban-korban. Namun di hari berikutnya, maka bendungan itu menjadi semakin ramai, yang terjadi itu merupakan cambuk bagi setiap orang di Sambi Sari. Bendungan itu ternyata hampir saja menelan korban anak-anak terbaik dari Kademangan itu, namun untunglah bahwa itu tidak terjadi. Orang-orang kaya tidak ada lagi yang menentang pembuatan bendungan itu, dan demikian juga ibu Wiyatsih. Apalagi kini di rumahnya telah bertambah seorang penghuni lagi. Puranti. Ia tidak kembali lagi ke Cangkring meskipun ia masih sering mengunjungi ibu angkatnya yang masih saja memanggilnya Suntrut. Malam purnama yang tegang itu tidak akan pernah dilupakannya. Setiap kali purnama naik, maka rasa-rasanya hatinya tersentuh lagi oleh kenangan itu. Dan rasa-rasanya ia menjadi semakin dekat dengan Pikatan. Demikianlah, hari-hari yang merambat membuat Sambi Sari semakin baik. Bendungan itupun mendekati akhirnya ketika air sudah mulai naik. Dan rasa-rasanya semuanya menjadi cerah setelah masa-masa yang asing sudah lampau. Yang kemudian terasing adalah Tanjung yang lemah hati. Tetapi anak-anak muda Sambi Sari tidak mengasingkannya. Bahkan Wiyatsihpun tidak.
1085 Namun pada suatu saat Kesambi berbisik di telinga Wiyatsih "Bagaimana dengan kita, Wiyatsih" "Ah. Kau. Apa maksudmu?" "Maksudku, kau adalah seorang gadis yang memiliki kelebihan dari orang kebanyakan" "Ah. Aku bersedia melupakan ilmu itu." "Tetapi jika pada suatu saat kau marah, leherkulah yang akan kau tekuk seperti sepotong besi itu" "Ah tentu" tanpa sadarnya tangan Wiyatsih mencubit lengan Kesambi. Tanpa disadarinya kekuatannya telah tersalur di jari-jarinya, sehingga tiba-tiba saja lengan Kesambi menjadi merah memar oleh cubitan yang sangat kuat. "O" teriak Wiyatsih "aku tidak sengaja. Aku tidak sengaja" Kesambi menyeringai sejenak, namun iapun kemudian tersenyum meskipun lengannya terasa pedih. Dengan demikian, tidak ada lagi yang menggelisahkan hati anak-anak muda di Sambi Sari. Mereka berharap bahwa pada masa yang akan datang, Sambi Sari akan membangun lumbung padi yang lebih besar dan lebih baik. Bendungan Kali Kuning adalah ujud dari kesungguhan hati mereka untuk membangun kampung halaman, dan untuk memberikan warisan bagi keturunan mereka kelak, bahwa mereka telah berbuat sesuatu, bukan sekedar pamrih pribadi, tetapi untuk suatu tujuan yang lebih besar" Dan Pikatan tidak lagi selalu berada di biliknya, Tetapi ia adalah salah seorang yang berdiri di depan.
Tamat 5 April 1974 Brisingr 8 Trio Detektif 11 Misteri Tengkorak Berbicara Kutukan Bintik Merah 1
^