Pencarian

Ali Topan Anak Jalanan 2

Ali Topan Anak Jalanan Karya Teguh Esha Bagian 2


"Yaaah, boleh juga. Anak-anaknya suka melucu ya" Kayaknya enak juga suasana di sini," kata Anna.
"Mudah-mudahan kamu betah," kata Maya, "eh, rumah kamu dimana sih"" tambahnya.
"Lho, tadi kan udah saya kasih tau. Lupa""
"Iya, Jalan RRI, nomernya lupa."
"RRI tujuh, nomer delapan puluh delapan!"
"Ooh, iya. Kapan-kapan boleh main dong""
"Boleh saja. ng. iya, iya, boleh.," kata Anna, tampaknya dia agak ragu dengan pembolehannya itu.
Maya tidak sempat menangkap keraguan itu, karena Ali Topan menowel tangannya dari belakang. "Mau bonceng, May" Bobby tuh nawarin. Boncengannya lagi nganggur," kata Ali Topan.
"Ah, takut ah.. Kalian suka ngebut sih," kata Maya.
"Allaaah, som som. Bilang aje ogah naik motor. Ngarti deh, anak orang kaya memang begitu. Maunya Mercy terus," kata Ali Topan.
Maya tak mengerti arah tujuan ucapan Ali Topan. Ia menampakkan wajah bingung. Mercy" Kapan dia punya
85 Mercy" Tapi. Anna yang merasa kena sindir, menoleh ke Ali Topan. Ali Topan langsung mengirimkan senyuman simpatik ke Anna.
"Betul begitu kan, ya Anna"" kata Ali Topan.
Anna Karenina mengernyitkan dahinya. Ia tidak menjawab. Ia memandang Ali Topan dengan tenang dan berani. Ada keanggunan tersendiri dari pandangan Anna yang terasa di hati Ali Topan.
"Ooh iya, kita belum kenalan secara resmi. Nama saya Ali Topan. Saya yang nimpuk kamu dengan kulit rambutan di Blok M kemarin," kata Ali Topan.
"Saya sudah tahu," kata Anna Karenina, "terima kasih atas keterus-terangan kamu," tambahnya. Kemudian ia menoleh ke arah Maya, "Maya saya pulang dulu ya" Saya mau naik Mercy, kamu mau ikut"" kata Anna Karenina dengan wajah anggun.
Maya menggelengkan kepalanya. Anna Karenina berjalan cepat menuju mobil Mercy. Oom Boy melambaikan tangan ke arahnya.
Ali Topan terpaku di tempatnya memandang Anna Karenina yang berjalan dengan mantap. Tap-tup-tap-tup, hentakan langkahAnna di aspal jalan terasa sebagai suatu hentakan aneh di hati Ali Topan. Gaya Anna, yang anggun dan sedikit dingin, merupakan satu keangkuhan yang menghantam perasaan Ali Topan. Biasanya dia yang acuh tak acuh sama perempuan. Kini, dia yang diangkuhi. Dan dia tak mampu bikin apa-apa, kecuali bengong saja.
"Kenapa lu, Pan" Kayak plembungan," kata Gevaert. "Udah deh, repot kalau kita ikutin gaya dia. Cakep, naik Mercy, buset, ayuh dah, cabut kita!" tambahnya. Gevaert langsung menstarter motornya, diikuti Bobby.
Ali Topan tersedar. Dia menghidupkan motornya,
86 diikuti Dudung. Knalpot meledak-ledak suaranya, sampai Maya menutup kuping. Maya tetap menutup kuping, walaupun 4 sekawan itu telah melesat ke depan. Ketika suara knalpot makin lirih, barulah Maya berjalan meninggalkan tempatnya untuk pulang ke rumahnya di Jalan Barito. Dia bi
asa berjalan kaki dari rumah ke sekolah, karenajarak rumahnya ke sekolah hanya sekitar 700 meter. Dia termasuk anak berjiwa sederhana, walaupun ayahnya, Pak Utama yang Kolonel TNI-AD tidak tergolong kelompok masyarakat ekonomi rendah.
Rumah Maya berukuran kecil. Bentuknya seperti rumah di daerah Priangan, tempat asal orangtuanya. Tamannya asri, dipenuhi pohon bunga dan pohon hias yang tidak mahal tapi karena pengaturannya sangat bagus, taman itu tampak enak dipandang mata. Maya adalah anak bungsu keluarga Utama. Tiga kakaknya lelaki semua, Suryana, Permana dan Eddy. Suryana dan Permana sudah menikah, tinggal di mertua masing-masing. Eddy masih kuliah di ITB bagian Geologi dan tinggal di Bandung.
Maya sampai di rumahnya. Nyonya Utama sedang menata makan siang. Maya, seperti kebiasaannya, menemui ibunya lebih dulu untuk memberi kecupan. Ibu dan anak itu bentuknya mirip. Nyonya Utama tampak lebih muda beberapa tahun dari usianya yang 50 tahun.
"Daag, sayang, capek yah" Oooh, anak mamih, tiap harijalan kaki. Kasihan, kasihan... Sebentar mamih bikin minum ya"" kata Nyonya Utama, nadanya penuh dengan kasih sayang.
"Kok pakek kasihan, mih" Nanti Maya jadi manja nih. Jalan kaki kan bikin sehat, lagian uang helicaknya bisa ditabung buat beli sepeda mini," kata Maya. Dia berjalan ke kamarnya.
87 Ibunya tersenyum simpul memandangi Maya. "Anak manis, bagus betul jalan pikirannya," gumam Ny Utama. Ia makin tersenyum dengan penuh kegembiraan ketika suara Maya berkumandang menyanyikan Cingcang-keling, lagu rakyat Sunda.
"Kalau sudah lapar, makan duluan, Maya!" teriak Nyonya Utama.
Maya mengambil celana pendekjeans dan kaos oblong untuk ganti baju sekolahnya, kemudian ia ke kamar mandi, kencing.
Maya keluar dari kamar mandi.
"Maya!" seru Ny Utama.
"Ya, mih. Ada apa, mih""
"Kalau lapar boleh makan duluan. Mamih tunggu papih pulang nanti," kata Nyonya Utama, "mamih bikinkan karedok," tambahnya.
"Asik deh. Tapi mamih makan juga ya, papih kan lama pulangnya."
"Biar deh, mamih tunggu papih saja."
Maya makan ditunggu oleh Nyonya Utama. Keduanya
tampak akrab pertanda komunikasi lancar.
*** Ali Topan cs makan gado-gado di warung Bibi Sexy di sudut jalan Panglima Polim III. Warung gado-gado Bibi Sexy merupakan salah satu tempat kumpul favorit anak-anak muda Kebayoran. Dinamakan Bibi Sexy karena penjual gado-gado memang sexy. Ali Topan yang mulai memberi julukan itu. Bibi sexy, memang sexy orangnya dan sexy juga omongannya. Dia sedikit latah, kemungkinan dia sengaja melatahkan diri -suka menyebut alat kelamin wanita dan lelaki kalau digoda oleh anak-anak muda itu- untuk lebih melariskan dagangannya.
"Nggak nambah"" tanya Bibi Sexy pada Ali Topan cs.
88 "Kalau nambah pakai orangnya sih boleh-boleh saja," jawab Gevaert, "Kalau nambah gado-gadonya, keberatan kita," tambahnya.
"Enak aje ngomongnye, lu kire gua apaan, eh apaan..."
"Prempuan!" kata Bobby.
"Heh heh heh, iye, prempuan.... Ah bisa aje lu, pinter ngomongnye. Di sekolahin sih, ye, jadi pinter ngomongnye," kata Bibi Sexy terkekeh-kekeh..
Bobby tak melayani Bibi Sexy. Dia menoleh ke Ali Topan.
"Pan, diomongin apa lu sama Pak Brotpang," tanya
Bobby. "Dia bilang, kalau gue masih bandel, gua mau dikawinin sama si Anna ..."
"Cuih!" Bobby meludah ke tanah.
"Wah, gua juga mau kalau caranya begitu. Cewek cakep, punya Mercy. Nggak dapet ceweknya, Mercynya pun jadi," kata Gevaert.
"Cuih!" Bobby meludah lagi, seolah-olah jijik mendengar ucapan itu.
"Lu cuah cuih cuah cuih ada apa Bob" Ada piling juga sama Anna ya"" tanya Dudung. Bobby membelalakkan matanya.
"Sama-sama naksir sih boleh aje. Free competition, man!" kata Gevaert. Bobby melengos, Ali Topan cuma tertawa kecil mendengar ucapan Gevaert tadi.
"Tapi syaratnyajuga ada. Demi persatuan dan kesatuan Orde Jalanan, urusan cewek tidak boleh membuat kita pecah," kata Dudung.
"Oh iya, gua setuju itu. Cewek kan paling gampang ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin menunggangi, iye kan. heh heh heh heh.," Gevaert menimpali, "kita harus sopan, tidak boleh main tunggang-tunggangan,"
89 tambahnya. Beberapa anak dari geng lain ikut terkekeh-kekeh mendengar u
capan Gevaert. "Kira-kira siapa ya yang berhasil mempersunting Anna, Vaert"" tanya Dudung.
"Yang berkompetisi siapa dulu" Kalau gua jelas tidak berminat, Anna bukan smaak gua man! Terlalu alim buat gua. Gua berminat sama cewek-cewek yang agresip. Yang bawaannye mau nyontok aje. heh heh heh," kata Gevaert. "Kalau lu, gimana Dung" Gua denger di Kuningan lu sudah ada anak tiga," tambahnya.
"Wa, pitnah tuh," kata Dudung.
"Jadi, tinggal Bobby sama Ali Topan dong. Langsung final. Gua pegang Bobby, lu pegang Ali Topan Dung! Taruhannye sebungkus Dji Sam Soe," kata Gevaert.
"Jadi!" kata Dudung mantap.
Dudung bersalaman dengan Gevaert.
Bobby berpandangan dengan Ali Topan. Keduanya tersenyum.
"Kalau nggak ada rival memang rasanya nggak enak untuk memenangkan perjuangan, Bob," kata Ali Topan, "terima kasih lu mau jadi sparring partnergua," tambahnya. Dia menyalami Bobby dan menjabat tangan temannya. Bobby tersipu-sipu.
"Berhubung kita berdua nggak ikut bertanding, tentu kita nggak usah bayar gado-gado ya Dung" Setuju"" kata Gevaert.
"Oke, oke, gua yang bayar!" Bobby menyela, "berapa semua, Bibi Sexy"" katanya.
"Lima ratus perak," kata Bibi Sexy.
Bobby membayar gado-gado. Ali Topan beranjak ke motornya, diikuti Gevaert dan Dudung.
"Gua langsung pulang, mack," kata Ali Topan.
AliTopan menghidupkan motornya, kemudian berlalu.
90 Dudung mengikutinya. "Nanti malem ngembun kite"" tanya Dudung ketika ia merendengi motor Ali Topan. "Nggak. Gua ada acara khusus," kata Ali Topan.
"Boleh ngikut""
"Nggak!" Ali Topan melambaikan tangannya, lalu menggeblaskan motornya ke depan. Dudung mengerti
isyarat itu. Ia membiarkan Ali Topan pergi.
*** Ali Topan datang ke rumah Maya.
"Assalamualaikum!" serunya.
"Waalaikum salaaaam!" seru Nyonya Utama dari dalam, dan muncul di depan pintu.
"Selamat siang, Tante. Saya ingin bertemu Maya," kata Ali Topan.
"Oooh, saya kira kyai dari mana. Ayoh masuk," kata Nyonya Utama. Ali Topan masuk dan duduk di sebuah kursi malas yang ada di ruang depan itu.
"Mayaaa! Ada tamu!" seru Ny Utama sambil berjalan ke belakang.
Maya muncul di pintu. "Halo, ngapain siang-siang ke sini"" tanya Maya Ali Topan tersenyum. Ia menggoyang-goyangkan kursi malas. Maya mendekatinya.
"Tumben nih. Ada apa, Pan"" tanya Maya. Wajahnya gembira
"Minum dulu, dong baru kita ngomong," kata Ali Topan.
"Oooh kesini cuma mau minta minum" Minum apa"" tanya Maya. "Apa aje deh, air garem juga boleh."
"Oke, oke." Ali Topan tampak melamun ketika Maya datang
91 membawa dua gelas es sirup. "Ini, minumnya boss," kata Maya. "Thank you," kata Ali Topan. Ia langsung mengambil segelas air sirup dan meminumnya.
"Uaaahg! Ali Topan menguak dan memuntahkan air sirup yang telah diminumnya. Maya tertawa terbahak-bahak.
"Gile lu, May. Lu kasih garem beneran," kata Ali Topan. Mulutnya mendecah-decah. Maya makin keras tertawa."Kamu kan minta air garem. Udah bagus dikasih sirup, jadi ada merah-merahnya," kata Maya. "yang ini es sirup asli," tambahnya sambil memberikan gelas yang lain pada Ali Topan. Ali Topan mengambil gelas itu, lalu mencicipinya lebih dulu dengan ujung lidahnya. Terasa manis, ia langsung menenggak es sirup itu.
"Mau lagi"" tanya Maya ketika Ali Topan sudah menghabiskan minumannya.
"Ogah ah," kata Ali Topan.
"Nah. Sekarang boleh ngomong dong. Mau apa ke sini"" tanya Maya. "Langsung aja nih"" "Langsung saja." "Gua mau nanya tentang Anna""
"Naksir"" "Iya."
"Tanya aja langsung sama orangnya. Kan dia yang kamu taksir. Kenapa musti nanya sama saya"" Nada suara Maya kurang enak.
"Begini, May. Kamu kan cewek yang paling baik sama gua. Maka itu gua datang ke sini. Soalnya, kemaren gua bikin setori sama si Anna dan ibunya, sungguh mati gua nggak tau kalau dia bakal masuk kelas kita. Kemaren sih, hati gua udah dag-deg-dug-plas. Sekarang makin deg-deg-plas deh. Tulung tanyain sama Anna, dia dendam
92 nggak sama gua," kata Ali Topan tanpa tedeng aling-aling.
"Komisinya berapa prosen""
"Tin persen," kata Ali Topan, "mau diambil sekarang uang mukanya juga boleh," tambahnya sambil tersenyum.
Dan, Maya paling suka melihat senyuman Ali Topan. Menurut Maya, senyuman Ali Topan
benar-benar senyuman yang sempurna. Mulutnya terbuka sedikit, deretan giginya muncul memberikan kesan sexy dan sorot matanya bagai telaga yang dingin dan dalam sekali. Teduh, demikian penilaian hati Maya jika melihat senyuman Ali Topan.
Sejak kelas satu, Maya sudah mendambakan jadi kekasihAliTopan. IaselalubaikkepadaAliTopan. Maya satu-satunya gadis di sekolah mereka yang dekat dengan Ali Topan. Karena Ali Topan menganggap dia sebagai sahabat.
"Oke deh. Gua bantu lu," kata Maya, "sekarang lu cepat pulang, gua mau tidur siang," tambahnya.
"Gua suka berteman sama lu karena lu cewek yang tegas, May. Terima kasih atas segala bantuan, perhatian dan kebijaksanaan anda," kata Ali Topan. Dia bangkit dan berjalan ke pintu.
"Udah deh, jangan ngobral rayuan disini. Nggak ada yang beli," kata Maya.
"Pamitin sama nyak lu, ya."
Maya mengangguk. Ali Topan menyemplak motornya, berlalu dari situ.
93 TUJUH Esok harinya di sekolah. Ali Topan cs berkumpul di tempat parkir motor. Dudung dan Gevaert bercanda seperti biasa. Ali Topan dan Bobby agak diam. Kompetisi bebas merebut hati Anna rupanya berpengaruh sekali pada hati masing-masing. Bagi Ali, tak ada persoalan, Bobby memang selalu ingin menyaingi dirinya, di bidang apapun. Kemenangan Bobby yang menonjol cuma satu, yakni orangtuanya lebih kaya dari orangtua Ali Topan. Bobby suka memamerkan hal itu, walaupun hanya dalam omongan saja. Ia selalu membanggakan kekayaan ayahnya.
"Ada perkembangan maju, Pan"" Gevaert bertanya. Ali Topan tak menjawab. Gevaert menoleh ke Bobby. "Babe gue mau beli Mercy, Vaert. Yang lebih keren dari Mercy Anna. Gua yang disuruh miara itu Mercy. Terpaksa mulai sekarang gue mau kursus mesin Mercy dong," kata Bobby, "kalau babe lu mau beli apa, Pan"" tambahnya sambil menoleh ke Ali Topan.
"Babe gue mau beli mobil pompa tai, buat nyedot tai yang ada di kepala koruptor-koruptor!" kata Ali Topan, "makanya sejak sekarang lu suruh babe lu ati-ati, Bob. Ntar kepale babe lu yang kesedot, kan nggak lucu," tambahnya.
"Anjing lu!" maki Bobby. Dia melotot padaAli Topan. Tapi yang dipelototi tenang-tenang saja.AliTopanmalah melihat ke arah Maya yang sedang melenggang masuk kelas. Ali Topan bergerak sebat meninggalkan teman-
94 temannya, memburu Maya. "Maya!" Maya menghentikan langkahnya di pintu kelas. Ia menoleh ke Ali Topan yang memburunya.
"Gimana, May"" tanya Ali Topan. Maya hendak menjawab, tapi dibatalkannya. Ali Topan menowel lengan Maya. Maya menowel lenganAli Topan kembali.
"May, gimana, udah ada info"" tanya Ali Topan.
"Itu dia si Anna dateng, gua tanyain dulu ya"" kata Maya. Dia melambai ke Anna yang sedang berjalan ke arah mereka. Ali Topan cengar-cengir saja. Akhirnya dia menowel Maya. ""May, kalau gini caranya biar gua aja deh yang nanya sendiri. Nggak pake perantara-perantaraan lagi," kata Ali Topan.
Anna mendekati mereka. Ali Topan langsung menyambutnya.
"Selamat pagi, Anna. Gimana, tidurnya enak tadi malem" He he he," kata Ali Topan. Anna Karenina mengernyitkan dahinya.
Mustinya dia marah atau tersinggung kalau ada anak lelaki yang pagi-pagi sudah menyambutnya dengan gurauan 'kasar' itu. Tapi entah kenapa, senyuman Ali Topan mampu mengusap hatinya.
"Oh, baik, selamat pagi," kataAnna. Dia melihat Maya. Maya mengerjapkan mata kepadanya. Ali Topan batuk-batuk kecil.
"Begini, An, waktu itu saya yang nimpuk kamu pakai kulit rambutan, ng..."
"Saya sudah tahu. Lalu kamu mau apa"" kata Anna.
"Nggak sih.. Saya mau nanya, apa kamu dendam sama saya"" kata Ali Topan.
"Saya nggak pernah dendam sama orang. Tapi perbuatan kamu itu nggak bagus. Tau apa nggak"" kata
95 Anna. Dia mencoba untuk marah, tapi Ali Topan melihat sorot mata yang sama sekali gagal untuk marah di mata Anna. Ali Topan tahu, Anna memang tidak marah, tapi gayanya anggun, hingga dia sungkan bersikap macem-macem, seperti kebiasaannya kalau menghadapi gadis-gadis lain.
"Kalau kamu nggak dendam, terima kasih deh," kata Ali Topan.
"Tapi lain kali jangan gitu ya, Ali Topan," kata Anna.
Pada saat ia menyebut namaAli Topan dengan lembut, hati pemilik nama itu terasa seperti dikipasi bidadari. Sejuk betul. Ali Topan
terpaku memandang wajah Anna. Anna Tersenyum, lalu menarik tangan Maya. Mereka masuk kelas.
Suuuiiiiiiiit! Suiiiiiiiiiiiiit! Suitan khas Dudung terdengar nyaring. Ali Topan menoleh. Dudung, Gevaert dan Bobby melihat ke arahnya. Dudung mengacungkan jempol. Gevaert tersenyum. Bobby menekuk wajahnya.
Ali Topan bersiul-siul menunggu ketiga temannya. Ali Topan merangkul Bobby dan masuk kelas. Dudung dan Gevaert berjalan terus menuju kelas mereka.
Bel tanda masuk sekolah berdentang-dentang.
*** Ketika bel usai sekolah berdentang-dentang, Anna bergegas keluar dari kelasnya. Ia ingin menghindari olok-olok yang sudah mulai gencar di kelas maupun di sekolah, tentang dirinya yang langsung dikaitkan dengan Ali Topan. Di dalam kelas Maya memang bilang kalau Ali Topan ada perhatian padanya. Serius, bisik Maya tadi. Ah,Annajadi ngeri mendengarnya.Apa-apaan sih" Baru sehari masuk sekolah sudah ada permainan serius-seriusan. Gawat ah. Makanya Anna cepat-cepat keluar. Ia ingin cepat-cepat ke mobil. Pulang.
96 Ali Topan memang anak nekat. Dia naksir betul sama Anna. Dia ingin bergerak sebat, dan selalu bergerak sebat kalau sudah punya sesuatu keinginan. Ia berjalan cepat menyusul Anna yang hampir sampai di pintu gerbang.
"Karenina!" seruan Ali Topan. Anna menoleh. Siapa memanggilnya Karenina" Ali Topan sudah berdiri di belakangnya.
"Karenina! Ng. kenapa lekas pulang. ng," Ali Topan terbata-bata. Anna Karenina menampilkan pandangan aneh.
"Itu urusan saya," katanya. Ia menatap Ali Topan dengan pandangan tak mengerti, "kenapa kamu mengintil saya terus"" tambahnya.
Ali Topan tertegun. Ia tak bisa menjawab. Ucapan Anna Karenina langsung menyentuh harga dirinya. Tiba-tiba ia sadar bahwa ia terlampau gegabah. Emosional. Tiba-tiba ia merasa malu pada diri sendiri karena menganggap diri terlalu yakin bisa merebut simpatiAnna Karenina. Ia terlalu spontan, terlalu ingin cepat menyodorkan perhatian pada Anna. Ternyata Anna Karenina menyambutnya dengan dingin.
"Ooh, maaf. kalau saya menganggu kamu.," kata Ali Topan. Segera dia berbalik langkah meninggalkan Anna.
Anna tertegun. Ali Topan merupakan makhluk aneh baginya. Apa maunya" Naksir" Serius" Uh! Anna tak mau berpikir apapun. Dia melanjutkan langkah menuju mobil yang sudah ditongkrongi oleh Oom Boy.
"Itu monyet mau apa, An"" tanya Oom Boy dengan dingin. Matanya yang bersinar licik menatap tajam ke mata Anna.
"Nggak apa-apa," kata Anna.
"Nggak mengganggu kau""
97 "Ah, dia anak baik kok."
Oom Boy tercengang. UcapanAnna terasa mengganjal hatinya. Dia merasa cemburu. Dia melihat ke murid-murid sekolah yang berjalan keluar. Di antara mereka tampak Ali Topan cs. Cuih! Oom Boy meludah.
"Oom Boy ngapain sih! Cepetan pulang!" kata Anna. Oom Boy menstarter mobilnya. Kemudian mereka berlalu.
Sampai di rumahnya, Anna Karenina langsung turun. Ia membanting pintu mobil dengan keras.
"Begitu caranya bilang terima kasih ya"" kata Oom Boy dengan dingin. Anna terus berlari ke rumah. Dia selalu muak pada Oom Boy. Perasaan halusnya mengatakan agar ia berhati-hati pada lelaki itu.
Di ruang tengah, Anna melihat ibunya sedang bercakap-cakap dengan seorang tamu. Anna melewati mereka. Ia menyalami mamanya, "Daaahh mama ."
"Anna, kasih salam pada Tante Sun!" kata Ny Surya.
Anna berpaling pada tamu ibunya. Ia menyalami tangan Tante Sun, tamu mamanya bertubuh tinggi besar dan menor dandanannya. Usianya sepantaran dengan Nyonya Surya. Wanita itu memakai gaun terusan cokelat dari bahan mahal. Kalung dan cincinnya gemerlapan. Ia seorang pedagang berlian yang baru menawarkan berlian ke Nyonya Surya. Anna baru pertama kali melihat dia.
"Hm, cantiknya anakmu, Zus. Kalau Agus turut tadi tentu dia senang sekali berkenalan," kata Tante Sun, "Siapa namamu, Nak"" tambahnya.
"Anna Karenina," kata Anna.
"Wajahnya cantik, namanya cantik. Lain kali kau musti saya kenalkan denganAgus. Pasti serasi," katanya. Tante Sun mendesah-desah seakan-akan mengagumi barang antik.Anna tak suka dilihat dengan cara begitu. Ia permisi
98 ke kamarnya. Ia tak mau mendengar omongan yang menrutunya kurang bermutu.Agus"Agus siapa" Kenapa musti kenalan sama dia"
Sorry ya. Kalimat-kalimat itu bergalau sekejap di kepalanya. Dia tak mendengar obrolan ibunya dan Tante Sun jadi beralih ke Agus dan dirinya.
"Agus itu memang anak lelaki yang terlalu memilih teman wanita lho, Zus. Maklum, sekolahnya di London, jadi terbiasa melihat anak perempuan yang genit-genit. Tapi saya kira dia senang sekali bisa berkenalan dengan si Anna. Kalau cocok kita bisa jadi besan kan" Hih hih hih.," kata Tante Sun.
"Waah, Anna masih kecil kok, Mbakyu. Masih sibuk sekolah. Dan anak saya yang satu itu kesayangan bapaknya, jadi agak dipingit, tidak gampang-gampang anak lelaki mendekat," kata Nyonya Surya.
"Lho iya Zus. Punya anak perempuan harus hati-hati, kalau salah langkah bisa kita punya cucu di luar rencana," kata Tante Sun. Ucapannya itu membuat Nyonya Surya terkesiap. Wajahnya merah.
Mereka masih ngobrol beberapa saat. Kemudian Tante Sun permisi pulang karena berkali-kali dilihatnya Nyonya Surya melihat ke arahjam dinding besar di ruang tamu.
"Saya permisi dulu, Zus. Sudah siang," kataTante Sun.
"Lho, kok terburu-buru, Mbakyu"" kata Nyonya Surya, padahal hatinya memang ingin agar tamunya cepat pulang.
"Lain kali saja saya mampir," kata Tante Sun, "dan mengenai berlian itu, tolong deh ditawar-tawarkan,"" tambahnya.
"Iya, Mbakyu. Nanti saya tanyakan pada teman-teman," kata Nyonya Surya. Dia mengantarkan tamunya
99 sampai ke halaman. Begitu mobil tamunya berlalu, seketika itu Nyonya Surya menampilkan wajah tak sedap pada Oom Boy yang berjalan mendekatinya.
"Ada orang kok begitu macamnya ya Boy. Mau main besan-besanan. Dikiranya kalau anaknya lulusan London gampang saja kenalan sama si Anna," kata Ny Surya.
"Siapa sih" Kok lucu dia"" kata Oom Boy.
"Gimana Anna di sekolah"" Kira-kira pergaulannya bagus apa tidak"" Ny Surya balas bertanya. Oom Boy menampilkan mimik aneh.
"Masih ingat anak-anak di Blok M kemarin dulu yang melempar Anna dengan kulit rambutan"" tanya Oom Boy. Ny Surya tampak berpikir. Kemudian ia mengangguk-angguk.
"Kenapa"" tanyanya.
"Kulihat Anna intim sama mereka. Rupa-rupanya mereka satu kelas sama si Anna. Musti hati-hati, Zus. Malah ada satu anak yang menguntit siAnna ketika keluar dari sekolah," kata Oom Boy.
"Siapa"" "Tanya saja sama Anna."
Oom Boy masuk ke dalam kamarnya yang penuh dengan gambar-gambar 'sexy'. Ia sebenarnya tidak punya hubungan dengan keluarga Surya. Ia hanya anak seorang teman keluarga itu. Ayahnya, seorang pedagang di Medan, mengirimkan Boy ke Jakarta untuk kuliah di kedokteran tiga tahun yang lampau.
Resminya, Boy dititipkan pada keluarga Surya. Tapi Boy dikeluarkan dari Sekolah Tinggi Kedokteran karena dua tahun berturut-turut tinggal di tingkat persiapan. Ia tidak kembali ke Medan, tapi tetap tinggal di keluarga Surya dan sudah dianggap keluarga sendiri. Ia diserahi merawat mobil pribadi merangkap sopir!Tapi gaya orang
100 ini melebihi anak kandung Pak Surya. Dia pintar mengambil hati Nyonya Surya, itulah sebabnya.
Anna Karenina itu anak bungsu keluarga Surya. Ika Jelita, kakak satu-satunya, telah menikah dan tinggal bersama suaminya di Depok. Mereka kawin lari karena tidak disetujui oleh Tuan dan Nyonya Surya. Ika Jelita hamil lebih dulu, hal itulah yang menjadikan Tuan dan Nyonya Surya berlaku sangat ketat mengawasi Anna.
Anna melamun di dalam kamarnya. Wajah Ali Topan sangat mengganggunya. Ia mencoba untuk menghapus wajah itu, tapi senyuman yang terlalu memikat memang sulit dihapuskan begitu saja. Anna Karenina merasakan sebuah keanehan. Ia baru bertemu Ali Topan, itupun dimulai dengan peristiwa yang tidak bagus. Tapi kenapa dia tak berhasil sedikitpun untuk bersikap galak, marah dan judes seperti yang dilakukannya pada semua teman lelakinya selama ini"
Di sekolah tadi Ali Topan mengejarnya dan berbicara padanya. Dia melihat sorot mata yang tentu saja bisa dia tangkap apa maknanya. Lagipula Maya telah menyampaikan pesan, Ali Topan naksir padanya. Dan gosip yang mulai ramai di dalam kelas tentang pertaruhan beberapa anak lelaki, termasuk Ali Topan, untuk memacarinya sedikit banyak membuatnya berpikir. Ada juga perasaan bangga, baru dua hari sudah mampu menjadi p
usat perhatian di sekolah, tapi kenapa begitu cepat ya"
"Anna!" teriakan Ny Surya membuyarkan lamunannya. Ia bergegas membuka pintu dan melongok keluar.
"Lagi ganti baju, Ma!" teriaknya. "Kalau sudah, mama tunggu di meja makan!" kata Ny Surya.
"Iya Mama!" 101 Anna menutup pintu kembali. Ia masih sempat melamunkan wajahAliTopan yang tak bisa lepas dari pikirannya. Akhirnya Anna tersenyum pada bayangan itu. Ia menghela nafas, menyesal betul kenapa tadi bersikap dingin pada pemilik wajah itu" Aaaaah, Anna menghela nafas. Dia cepat berganti baju.
Siang itu seperti siang-siang yang telah lalu. Di meja makan Anna Karenina ditanya macam-macam oleh ibunya. BiasanyaAnna merasa muak dengan tanyajawab yang sifatnya semacam "laporan harian" itu, tapi wajah Ali Topan yang simpatik melahirkan kegembiraan di hatinya.Anna Karenina diam-diam merasa ditemani oleh bayangan Ali Topan. Perasaan itu membuat perasaannya
ringan ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan ibunya.
*** Ali Topan cs berada di rumah Gevaert. Mereka sibuk menyerpis motor masing-masing. Gevaert mengerti seluk-beluk mesin motor, lagipula fasilitas berupa oli dan bensin selalu tersedia di rumahnya. Mereka menyerpis motor di garasi. Di teras, ada segerombolan mahasiswi Universitas Panca Sakti sedang repot "belajar". Rasanya mereka tidak bisa belajar sungguh-sungguh, karena Tina dan teman-temannya sering mengikik dan berbisik-bisik mengenai Ali Topan.
"Itu teman Mpok lu ada yang bisa dibawa, Vaert" Kalau ada kita bawa aja ke kamar," kata Bobby, "soalnye gua lagi patah hati nih, maklum aja mack," tambahnya. Ia melirik Ali Topan yang sibuk mengisi oli mesin.
"Yang nganggur sih banyak, Bob, cuman taripnya mahal, mack. No pek ceng!" kata Gevaert. Ucapannya membuat Ali Topan, Bobby dan Dudung tertawa terbahak-bahak. Suara tawa itu terdengar sampai di telinga kawanan mahasiswi di teras. Mereka semua menengok
102 ke garasi. "Jadi lu nyerah sama Topan, Bob" Menang dong gua, Vaert. Sebungkus Dji Sam Soe lu bayar ke gua, Vaert," kata Dudung.
"Nyerah sih kagak, Dung. Kita mengalah sama teman, iya kagak Pan"" kata Bobby.
"Oh, iya. Itu omongan paling bagus yang pernah dengar dari mulut lu, man! Kalah adalah kalah," kata Ali Topan. Dia mengerjapkan mata ke arah Dudung. Dudung datang menyalaminya, diikuti Gevaert.
"Selamat ye" Kalau kawin undang-undang kita ah," kata Gevaert. Ali Topan tersenyum. Stel yakin.
"Lu, nggak nyalamin gua, Bob"" kata Ali Topan, "jadi resmi gitu, biar dada gua lapang betul buat nyatronin si Anna," tambahnya. Dengan senyum kecut Bobby menyalami tangan Ali Topan.
"Ngomong-ngomong, gua besok mau mudik, mack," kata Dudung dengan gaya Sunda tulen. Ia membungkuk pada teman-temannya.
"Asal bawa oleh-oleh, gua doain lu," kata Gevaert.
"Sip. Kita foya-foya deh nanti," kata Dudung, "tapi soal kalah taruhan tetap berlaku, Vaert," tambahnya.
"Jangan kuatir!"
Gevaert merogoh sakunya, mengambil uang Rp 200 yang diberikannya pada Dudung. "Impas, ye"" katanya.
"Sip." Dudung mencium uang itu, lalu memasukkannya ke dalam saku jaketnya.
Dari teras, Tina berteriak ke arah mereka.
"Haaaiiii! Minumnya di siniiiiii!"
"Okeee!," teriak Ali Topan. Dia membereskan kerjanya, lalu mencuci tangan dengan bensin.
"Kita ke sana dulu, ye," kata Bobby.
103 "Lu pilih kelir deh sono," kata Ali Topan. Dia mengakak sekeras-kerasnya. Tiga temannya menyambung dengan ketawa yang tak kalah nyaringnya. Para mahasiswi di teras tidak tahu bahwa ketawa itu cuma ketawa bikinan saja.
Selesai membersihkan tangan, Ali Topan menyusul ke teras. Ia disambut senyum manis dari para mahasiswi.
"Eh, Dita, Mira, Sandra, ini dia orangnya, katanya mau kenalan ...," kata Tina. Dia berpaling ke Ali Topan dan berkata: "Mereka pingin kenalan sama kamu, Pan!"
"Boleh saja, asal ada duitnya," kata Ali Topan sambil menyalami para mahasiswi itu satu per satu.
"Berapa duit"" kata Dita.
"Tergantung jamnya, dan diperhitungkan sewa kamar," kata Gevaert menyela.
"Ih! Omongan adik lu sadis, Tina! Tabok dia Tin!" kata Mira.
Tina menghampiri Gevaert, pura-pura mau memukul kepala adiknya, Gevaert pasang kuda-kuda.
"Eit, kalau lu nabok gua, gua
suruh Dudung nyipok lu ya," kata Gevaert. Tina langsung mundur. Mereka tertawa semua.
Begitulah anak-anak SMA bercanda gembira dengan para mahasiswi. Perbedaan umur tidak menghambat mereka.
Suasana tetap meriah sampai mereka pulang ke rumah masing-masing. Ali Topan agak terhibur juga oleh suasana itu. Tapi setelah pulang dari rumah Gevaert, ketika dia seorang diri mengendarai motornya, dia merasa muram lagi. Wajah Anna Karenina dan ucapannya yang dingin membuatnya gelisah.
104 DELAPAN Dudung langsung berangkat ke Kuningan, Jawa Barat, siang hari itujuga. Ia naik motor dari rumah Gevaert, sendiri. Ia sampai di rumah orangtuanya di Kuningan, malam hari lepas Isya'. Ayahnya, Haji Akhmad Mubaraq, ibunya, dan Romlah adiknya baru selesai sholat Isya' ketika ia datang.
Haji Akhmad Mubaraq, Nyi Haji dan Romlah sangat gembira melihat Dudung. Bagi mereka, Dudung adalah harapan di masa depan. Bukan dari segi materi, karena Haji Akhmad Mubaraq termasuk petani kaya di Kuningan. Dudung lebih merupakan harapan untuk memperoleh simbol 'anak sekolahan' yang bisa mengangkat nama keluarga di kalangan orang sedesa. Oleh sebab itu, segala apapun yang diminta Dudung dengan alasan 'untuk keperluan sekolah' selalu di-ACC oleh orangtuanya.
"Jadi uangmu sudah habis, sekarang perlu uang lagi, Dung" Banyak juga ongkos anak sekolah di Jakarta ya. Tapi jangan kuatir, abah akan kasih terus supaya sekolah Dudung berhasil, dan Dudung bisa jadi orang pinter. Abah bangga kalau punya anak yang jadi mahasiswa. Bukan begitu, Fat...'" kata Haji Akhmad ketika Dudung mengemukakan maksudnya. Yang dimaksudkannya 'Fat' adalah ibu Dudung yang bernama Sitti Fatima.


Ali Topan Anak Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sip deh,Abah! Pokoknya percaya sama Dudung. Pasti Dudung sukses bawa ijajah buatAbah dan Mamah," kata Dudung. Dia stil yakin dan bersemangat sekali.
"Tapi Dudung harus sering kasih kabar ke Abah dan
105 Amak, biar kami di sini tahu keadaan Dudung di Jakarta. Mamah suka kangen kalau Dudung lama tak memberi kabar," kata ibu Dudung.
"Romlah sih nggak perlu surat Kang Dudung, tapi Si Rofiqoh, anak Pak Lurah itu yang suka nanya Kang Dudung terus. Rofiqoh takut kalau Kang Dudung kawin sama orang Jakarta," kata Romlah.
Dudung mengangguk-angguk mendengarkan ucapan ayah, ibu dan adiknya. Rofiqoh, Rofiqoh, kata hatinya. Rofiqoh itu nama gadis manis yang jadi pacaranya semasa di Sekolah Dasar. Rasanya ia dulu begitu terpikat oleh Rofiqoh, malah dulu ia pernah berjanji untuk kawin dengannya. Tapi urusan masa lalu. Sejak dia kenal Jakarta, dan mulai berpikir ala anak-anak Jakarta serta melihat gadis-gadis Jakarta yang sexy, kenangan akan Rofiqoh jadi luntur.
"Kang Dudung sudah punya pacar di Jakarta"" Pertanyaan Romlah menyadarkannya.
"Yaaah, banyak cewek yang naksir Kang Dudung di Jakarta, tapi Kang Dudung masih mikir-mikir, Om," kata Dudung. Ia panggil adiknya dengan Om saja.
"Artis-artis, ya Kang"" tanya Romlah.
"Macem-macem, Om. Ada bintang pilem, ada penyanyi, ada anak jendral, banyak deh."
"AstaghfiruIIaaaah. Betul begitu, Dung" Lain kali ajak kemari, Abah mau lihat," kata Haji Akhmad. Istrinya membelalakkan mata. Pak Haji Akhmad tertawa terkekeh-kekeh.
"Ayo dong, Bah, duitnya. Dudung perlu banyak nih. Buat bayar ujian, buat beli blu-jins danjajan sama teman-teman Dudung. Kan nggak enak kalau Dudung terus-terusan dijajanin sama anak-anak. Malu, masa anak Haji Akhmad Mubaraq ditraktir melulu," kata Dudung. Ia
106 mengajuk hati ayahnya. "Asal jangan maen perempuan, Dung. Haraam itu," kata Haji Akhmad. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan mengambil uang ke dalam kamarnya. Tak lama ia keluar lagi dan memberikan segumpal uang kertas pada anaknya. "Dengar Dung, uang ini harus dipakai secara manfaat, jangan dibuat maen perempuan atau maen judi. Abah dengar Jakarta sekarang jadi kota perempuan jahat dan tempat orang maenjudi. Paham"" kata HajiAkhmad.
"Dudung paham, bah," kata Dudung. Ia menerima uang itu dan memasukkan ke saku jaket blue-jeans-nya.
"Mustinya nginep barang semalem, Dung, Mamah, Abah dan Om masih sono," kata ibunya. Dalam bahasa Kuningan, 'sono' artinya rindu.
"Wah, besok Dudung mesti masuk sekolah. K
an bukan hari libur. Nanti kalau libur deh, Dudung ajak teman-teman Dudung nginep disini. Sekarang Dudung langsung balik ke Jakarta saja, biar nggak kemaleman di jalan,"" kata Dudung.
"Nggak capek, Dung" Nanti kalau capek bisa masuk angin. Nanti jatuh di jalanan," kata mamahnya.
NyiAkhmad menghampiri anaknya. Diusapnya kepala Dudung dengan lembut. Dudung mencium tangan mamahnya. "Jangan khawatir Mamah. Dudung pakai jaket blu-jins, angin takut masuk ke dalam badan," kata Dudung. Mak, abah dan Romlah tersenyum mendengar ucapan Dudung.
"Jadi langsung ke Jakarta" Ati-ati Dung. Abah dan Mamah doakan," kata abahnya.
"Jangan lupa sholat, juga ngajinya, biar Allah tetap melindungi Dudung," kata Nyi Akhmad. Dia mengusap kepala anaknya. Dudung memeluk ibunya, kemudian mencium pipi ibunya seperti gaya anak Jakarta mencium
107 pipi-mami mereka. Nyi Akhmad mengusap pipi yang baru dicium anaknya. Geli rasanya dicium dengan cara begitu.
"Kok, diusap, Mah"" tanya Romlah.
"Abis nyiumnya kayak orang Belanda, Mamah jadi geli," kata Nyi Akhmad.
"Bukan kayak orang Belanda, Mah, itu ciuman gaya Kebayoran. Belanda udah kagak ada di sana, yang ada orang Amerika," kata Dudung. Ia melepaskan pelukan mamahnya, lalu pergi ke abahnya yang memandangnya dengan sorot mata bangga. Dudung menunduk di depan abahnya, lalu mencium tangan sang abah sekali lagi. Haji Akhmad mengusap-usap rambut Dudung yang gondrong. Mulutnya membaca A-Fatihah.
"Selamet kau Nak.," katanya.
"Berkat doa Abah dan Mamah," kata Dudung. Kemudian ia menoleh ke Romlah. Romlah datang mendekatinya.
"Kang Dudung, Om mau dicium pipi," kata Romlah. Ia mengangsurkan pipinya. Dudung mencium pipi sang adik. Cup! Romlah senang betul, dia membayangkan dirinya seperti anak gadis Kebayoran Baru yang lincah dan hangat.
"Kalau datang lagi bawain Lepis yang kancingnya enam belas, Kang Dudung," kata Romlah. Dudung tersenyum.
"Jangankan kancing enam belas, Lepis yang kancingnya enam lusin juga Kang Dudung bawain buat Om.Tapi Om jangan nakal-nakal ya," kata Dudung. Nasehatnya persis nasehat anak Gedongan di Kebayoran. Romlah mengangguk-angguk. Ia merasa bangga punya kakak Dudung. Gayanya sekarang keren betul. Jaket stelan blu-jins dengan celananya. Kacamata hitam yang melongok
108 dari dalam kantung jaket menambah kegagahan kakaknya itu.
"Permisi Abah, Mamah, Dudung pergi. Ayuh, Om," kata Dudung. Lalu ia berjalan keluar diantarkan oleh adik, abah dan emaknya.
Dudung menyemplak sepeda motornya. Dia memakai kacamata hitam, kemudian mengaca di kaca spion. Mesin motor dihidupkannya. Suara knalpot menderu-deru karena Dudung sengaja memainkannya seperti gaya pembalap motor.
Dengan membaca Bismillah, Dudung memasukkan gigi satu motornya. Motor berjalan perlahan. Romlah, abah dan mamahnya melambaikan tangan. Dudung membalas lambaian mereka. Gigi dua dimasukkannya, motor melaju ke depan. Beberapa gadis tetangganya memandang Dudung dengan penuh kekaguman dari halaman rumah mereka masing-masing. Dudung tersenyum pada mereka. Gigi tiga dimasukkannya. Lantas dia ngebut ke depan, lenyap dari pandangan mata gadis-gadis yang kagum itu.
109 SEMBILAN Esok harinya, usai jam sekolah.
Anna berjalan bersama Maya, keluar dari pintu gerbang sekolah. Anna menggamit tangan Maya.
"Maya, besok malam kamu datang ya ke rumah saya. Ada pesta kecil. Bisa datang ya"" kata Anna.
"Pesta apa, An"" tanya Maya.
"Saya ulang tahun. Pesta kecil-kecilan kok. Datang ya. Dan.," Anna ragu-ragu meneruskan ucapannya. Ia menyimpan senyum kecil di sudut bibirnya.
"Ada apa"" tanya Maya.
Oom Boy membunyikan klakson mobil tanda agar Anna segera datang. Anna Karenina tidak menggubris isyarat itu. Dia menyentuh lengan Maya dan berkata lirih, "Ng. kalau Ali Topan mau datang juga boleh. Tolong bilang ya, Anna mengundang dia dan juga Bobby, Dudung serta Gevaert...." Wajah Anna agak merah waktu mengatakan hal itu. Tapi segera Maya mengangguk dan berkata iya.
Entah kenapa, Maya suka sekali mendengar Anna mengundang Ali Topan. Dia merasa punya satu berita yang sangat eksklusif buat Ali Topan.Selama ini dia mengambil sikap diam-diam sebagai 'mak comblang' bagi
pembangunan cinta Anna Karenina dan Ali Topan. Kini ada undangan itu, Maya merasa percomblangannya mulai menampakkan hasilnya.
Maya merasaAli Topan memang jatuh hati keAnna. Ia tahu diri, karena merasa cintanya hanya sepihak ke Ali Topan. Ia memilih tetap jadi sahabat Ali Topan. Maya
110 seorang gadis yang realistis dan siap berkorban untuk kebahagiaan Ali Topan. Karena ia tahu di balik keberandalan dan kejeniusannya, Ali Topan tidak bahagia karena kebrengsekan orangtuanya. Ali Topan pernah bilang itu kepadanya.
Anna Karenina berlari kecil menuju Mercedesnya, karena dari belakang tampak Ali Topan cs menuntun motor masing-masing menuju pintu gerbang.
Oom Boy langsung menggelindingkan Mercy-nya. Sekilas matanya melirik ganas ke arah Ali Topan cs. Cuih! Oom Boy meludah ke jalanan. Dalam bayangannya dia meludahi muka Ali Topan. Anna Karenina melengos ke arah lain. Ia benci betul melihat kelakuan Oom Boy yang menjijikkan itu.
Maya tersenyum kecil ke arah Ali Topan cs yang mendekatinya.
"Ada apa senyam-senyum gini ari, May" Udah gila lu!" kata Gevaert, "nanti kucium baru rasa kau," tambahnya.
"Ih!" Maya memekik. Wajahnya yang penuh senyum mendadak berubah masam. Dia memandang tajam ke arah Gevaert.
"Vaet! Sok aksi lu! Kayak yang kecakepan aja!" kata Maya. Gevaert bukan marah, justru tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, gitu dong jadi cewek. Kalau dikatain cowok jangan kalah gertak, katain lagi, lebih sadis lebih nikmat," kata Gevaert.
Sekali lagi Maya menampakkan wajahnya yang garang. Dia melotot ke arah Gevaert. Dia ingin meninju muka Gevaert, anak Indo yang suka konyol itu. Di matanya, Gevaert tak pernah beres. Selalu berusaha membuat lelucon, sialnya lelucon Gevaert tak pernah
111 kena baginya. Entah karena keadaannya yang tidak mengizinkan, entah karena dia sebal pada Gevaert.
Maya tak pernah tahu bahwa Gevaert diam-diam naksir padanya. Tapi Gevaert cuma berani naksir di dalam hati. Dia merasa malu kalau ada yang tahu bahwa dia naksir Maya. Ia pun tak mengungkapkan perasaan yang ia pendam itu ke taman-temannya.Tapi Maya merasakan getaran itu...
"Doo dooo, kalau cemberut gitu makin manis aje, May. Ntar gua tukarin ayam lu. Tampang kayak lu bisa laku lima ayam negeri tambah telor dua kilo," kata Gevaert. Ali Topan, Bobby dan Dudung tertawa serempak mendengar lelucon Gevaert. Tapi Maya gusar betul. Tanpa banyak cingcong, Maya melayangkan tangan kirinya. Plaar! Muka Gevaert ditamparnya. Gevaert terkejut, demikian juga Ali Topan, Bobby, Dudung dan beberapa anak lain yang menyaksikan peristiwa itu. Bahkan Maya sendiri pun terkejut melihat "hasil karya"-nya. Wajah Gevaert yang putih bertanda lima jarinya.
Tapi aneh. Gevaert tak marah. Ia justru tersenyum manis ke arah Maya, walaupun dia tetap mengusap-usap wajahnya. Tak seorangpun menduga betapa bahagia hati Gevaert saat itu. Tamparan Maya, di depan umum, dirasakan sebagai ungkapan kasih sayang.
Maya cepat reda dari kegusarannya. Wajahnya tampak menyesal.
"Kamu sih, Vaert, suka bikin panas orang. Siang-siang begini becanda. Mending kalau lucu," kata Maya. Tapi wajahnya menyunggingkan senyuman. Gevaert merasakan senyuman itu sebagai obat. "Kamu jangan marah beneran dong. Kan saya cuma becanda aja. Sorry deh, May," kata Gevaert.
"Saya juga sorry deh," kata Maya. Wajahnya berubah
112 manis kembali. Dia memandang Ali Topan yang tersenyum simpul. Maka iapun ingat pesan Anna untuk Ali Topan.
"Eh, Topan kamu diundang ke rumahAnna besok malam. Dia ulang tahun," kata Maya, "Bobby, Dudung dan Gevaert juga diundang," tambahnya. Ali Topan kaget.
"Nggak salah denger, May"" Apa" Coba tolong diulang sekali lagi"" kata Ali Topan.
"Warta berita cukup sekali. Yuk daah...," kata Maya. Ia lalu berjalan meninggalkan Ali Topan cs.
"Maya!" seru Ali Topan.
Tapi Maya tidak menggubris seruan itu. Maya berjalan terus. Ali Topan langsung mengejar Maya dengan motornya. Ia merendengi jalan Maya.
"Sorry deh, Maya. Tapijangan cepet tersinggung dong. Lu kan temen gua yang paling baik," kata Ali Topan mengajuk hati Maya.
"Kamu sih suka nggak mau percaya omongan orang. Udah bagus dikasih kabar, eh masih nggak percaya.
Terserah deh," kata Maya. Ia terus berjalan.
Yihuuuuuuuuy! Ali Topan memekikkan perasaan gembiranya.
"Trims, Maya, trims. Pokoknya jasa lu gua ukir di dalam hati seumur hidup," kataAliTopan. Maya tersenyum.
"Emang kerajinan perak diukir-ukir," katanya. Ia mempercepat jalannya. Ali Topan melambaikan tangan ke arah sobat-sobatnya.
Yihuuuuui! Ali Topan memainkan gas motornya, si motor langsung mencelat ke depan. Bobby dan Dudung segera mengejarnya. Gevaert merendengi Maya.
"Maya, mau gua boncengin"" kata Gevaert dengan lembut. Maya menoleh.
"Terima kasih deh. Gua senang jalan kaki."
113 "Oke deh, gua jalan dulu ya" Ati-ati Maya," kata Gevaert.
"Iya. Lu juga ati-ati..." kata Maya. Dia langsung memacu motornya, menyusul tiga temannya ke arah utara. Maya memandangi Gevaert
sampai lenyap bersama motornya.
*** Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Ali Topan sudah datang di sekolah. Tidak seperti biasanya, Ali Topan duduk di bangkunya. Beberapa teman yang datang agak heran melihat "keluar-biasaan" Ali Topan.
"Tumben lu datang pagi dan duduk di kelas, Pan. Udah sadar"" kata Ridwan, ketua kelasnya.
"Sadar sih dari dulu gua sadar. Cuma terus terang nih, sejak gua punya bini, bangun gua subuh teruuuus, Wan," kata Ali Topan.
"Siapa bini lu"" seorang teman menyela. Di sekolah memang sudah santer gosip tentangAliTopanjatuh cinta sama Anna Karenina, tapi si teman tadi sekadar iseng bertanya, mungkin sekaligus untuk mentes Ali Topan.
"Masa lu kagak tahu siapa bini gua"" kata Ali Topan.
Tepat pada saat Ali Topan selesai berkata, Anna Karenina muncul di pintu kelas. Anna tersenyum pada Ali Topan dan teman-temannya yang lain.
"Selamat pagi!" kata Anna pada mereka.
"Selamat pagi, bidadari," Ridwan, ketua kelas membalasnya.
Ridwan mengerjapkan mata ke arah Anna Karenina. Kerjapan mata itu membuatAnna tersipu-sipu.Ali Topan langsung menengok ke Ridwan. Ridwan mengerjap pula ke arahnya.
Ketua kelas itu jelas menggoda Ali Topan. Ali Topan cuma bisa senyam-senyum sendiri. Dia yang biasa
114 'paling rame' di dalam kelas, bahkan di sekolah, seakan-akan tak bisa berkutik. Hatinya berdenyut lebih keras.
Dari rumah dia sudah berniat untuk menyalami Anna Karenina. Dia sudah mengatur gaya dan mimik yang paling baik dan paling simpatik pada saat mengucapkan selamat ulang tahun. Itu didorong oleh kepercayaan bahwa pesan yang disampaikan Maya tentang undangan dari Anna, benar-benar pesan asli. Tapi dia jadi sangsi ketika melihat Anna Karenina masuk ke dalam kelas dengan sikap yang biasa, sikap yang sedikit acuh tak acuh.
Anna tak memberikan salam khusus untuknya. Ia mengucapkan selamat pagi pada Ridwan, Rudi, Dodo dan teman-teman lainnya, tapi sedikitpun tak memberi perhatian khusus padanya. Padahal Ali Topan sudah menyiapkan diri sejak tadi malam untuk menyambut hari ini. Ternyata hari ini tidak sesuai dengan harapan hari kemarinnya. Ali Topan tidak tahan dengan situasi galau yang melingkupinya. Pikirannya dipenuhi sesuatu yang tidak enak.
Dia jadi curiga, apakah Maya sengaja mempermainkannya" Apakah Maya mengirim pesan palsu" Rasanya tidak mungkin. Maya tahu, bahkan seluruh manusia di sekolah ini tahu bahwa seorang yang punya nama Ali Topan tidak pernah bisa dipermainkan! Aneh. Aneh. Aneh.
Otak Ali Topan dipenuhi kata-kata itu. Jangankan mengucapkan selamat pagi, melirikpun tidak dia, padahal jelas-jelas dia melewati bangku Ali Topan. Huh! Keangkuhan model begini baru seumur hidup dirasakannya. Biasanya dia yang selalu mengambil inisiatif dalam situasi macam apapun. Kini dia nyata-nyata dipermainkan situasi di luar dirinya. Ali Topan gelisah!
Bobby masuk ke dalam kelas. Dudung dan Gevaert
115 yang bersamaan datang ke sekolah melongok dari pintu kelas. Bobby berjalan ke bangkunya dan menaruh tasnya di atas meja. Kelas III Pal ada dua kelas. Ali Topan dan Bobby di kelas III Pal 1, Dudung dan Gevaert di kelas III
Pal 2. "Tumben lu, pagi-pagi udah nongol, Pan. Pantesan kagak nyamper gua.Tau begitu kan nggak gua tungguin," kata Bobby. Dia melirik ke Ali Topan, lalu melirik Anna Karenina yang sibuk membersihkan bangkunya.
"Udah lupa sama kawan," Gevaert berkata
dari pintu. Ali Topan makin gelisah. Teman-temannya bercanda, tapi rasanya gurauan mereka merupakan sindiran yang kena betul ke hatinya yang sedang gelisah.
Ali Topan berdiam diri. Wajahnya agak tegang. Dudung dan Gevaert melihat wajah yang tegang itu. Mereka tahu gelagat. PastiAliTopan sedang serius, sebab dia biasanya paling ramai dalam setiap pertemuan, di mana saja dan kapan saja. Dudung menowel Gevaert. "Ayo dulu, Vaert. Ntar aja kita tanya urusan si Topan," kata Dudung. Gevaert mengangguk.
"Oke bunga-bunga harapan bangsa... Selamat belajar, semoga sukses," kata Gevaert. Omongannya serius, tapi nadanya bercanda. Ali Topan berdiam diri. Dia sedang sibuk menekan kegelisahannya.
Maya datang. Ali Topan langsung memandang tajam ke arahnya.
"Hai, apa kabar"" sapa Maya. Ia berjalan mendekati Ali Topan, hendak terus ke bangkunya di bagian belakang. Ali Topan semakin mempertajam pandangan matanya. Maya kaget dipandang dengan cara begitu.
"Eh, kamu kenapa sih"" tanya Maya. Ia berhenti di depan Ali Topan. Ali Topan menatap Maya.
Ali Topan penasaran. Semalam ia menghubungi Maya
116 lewat telepon, ingin mendapat penegasan tentang undangan ulang tahunAnna, tapi Maya tak di rumah. Bukan ia tak percaya, tapi ia ingin Maya menceritakan secara rinci adegan dialo g Anna Anna ketika menyampaikan undangan lisan itu. Dan minta tolong agar Maya memintakan undangan tertulis. Maya nggak mau. MakaAli Topan agak marah kepada dia. Maya juga jadi kesal ke Ali Topan.
Maya yang merasa tidak ada apa-apa balas menatap Ali Topan. Keduanya berpandangan.
"Maya! Sini dong!" seru Anna Karenina. Ia tak cuma berseru.Anna Karenina menghampiri bangkuAli Topan. Anna tersenyum pada Maya. Dan ia tersenyum juga pada Ali Topan.
"Ada apa sih" Kok diem-dieman"" kata Anna.
"Nggak tau nih. Salah makan kali dia, pagi-pagi udah melototin gua," kata Maya. Berani betul gadis ini. Ali Topan sampai kaget mendengar ucapannya. Secara refleks dia bangkit dari duduknya. Wajahnya tegang betul. Dia cuma mendengus, kemudian berjalan keluar kelas. Maya danAnna berpandangan. Bobby dan teman-teman lain menyaksikan adegan itu dengan heran.
"Ada apa sih, dia Bob" Kok kayaknya marah sama gua"" tanya Maya. Bobby cuma mengangkat bahunya. Maya memandang Anna, kemudian dia berjalan ke bangkunya.Anna Karenina mengikutinya dari belakang.
"May," bisikAnna, "saya jadi takut mau kasih ini sama dia," tambahnya. Anna memperlihatkan sebuah amplop yang diselipkan di sebuah buku yang dibawanya. Maya memandang Anna.
"Kamu kasih saja langsung ke dianya," bisik Maya. Anna Karenina menggelengkan kepalanya.
"Saya malu, May," bisik Anna.
117 "Malu" Emang kamu nggak pake baju, pake malu segala," gumam Maya. "Ayo deh, kita keluar. Kamu kasih dia deh buru-buru," tambahnya. Maya menarik tangan Anna Karenina. Mereka keluar kelas.
Ali Topan sedang duduk sendiri menyender pilar di ujung Barat sekolah. Maya dan Anna melihatnya. Ali Topan melirik sekilas ke arah mereka, lalu dia membuang pandangannya ke arah lain.
"Pssst, kamu kasih sendiri deh. Cepetan," bisik Maya.
"Ah malu, ah. Kita berdua dong," bisikAnna Karenina.
"Kalau malu ya udah!" Maya berkata dengan nada gemas. Anna juga kaget mendengar nada gemas itu. Dia memandangi Maya.
"Gimana dong"" katanya.
"Terserah deh. Tapi jelas kalau kamu nggak undang langsung dia, dia nggak bakalan mau dateng. Kamu belum kenal adat dia sih," kata Maya. Dia membalikkan badan, hendak masuk kembali ke dalam kelas.
"Kamu tunggu di sini dong. Ya"" kata Anna. Dia berjalan cepat dan langsung menuju Ali Topan.
Ali Topan mendengar kedatangannya, tapi sedikitpun tidak menengok. Dalam hati kecilnya merasa, pastiAnna dan Maya keluar mengandung maksud tertentu pada dirinya. Tapi dia sudah terlanjur 'tersinggung' dan membangun prasangka buruk pada gadis-gadis itu. Dia berprasangka Maya dan Anna punya rencana aneh, semacam permainan yang sukar diduga. Dan dia tak bernafsu untuk ikut dalam permainan itu.
Anna Karenina berhenti di samping Ali Topan. Ali Topan menggosok-nggosok sepatunya yang berdebu dengan telapak tangannya. Sama sekali dia tidak menengok ke atas, walaupun ujung sepatu Anna
tampak jelas di sampingnya. Malah mau rasanya dia menggaet
118 betis si Anna dan menjatuhkan gadis itu supaya tahu bahwa Ali Topan tidak bisa 'dipermainkan'.
"Haiiii," suara lembut meluncur dari bibir Anna Karenina. Ali Topan mendengar teguran itu. Hatinya sedikit bergetar. Tapi dia tetap berusaha untuk berdiam diri. Dia merasa kurang percaya bahwa teguran itu berasal dari Anna.
"Ali Topan. kamu kok diam saja" Kenapa"" suara lembut Anna Karenina memasuki telinganya. Sungguh menyejukkan.
Perasaan Ali Topan kembali tergetar. Perlahan, sangat perlahan, dia menengadah. Sepasang matanya memandang ke atas dan berlabuh di wajah manisAnna Karenina. Sepasang mata gadis itu bersinar lembut, hangat, bibirnya separuh terbuka menyungging seulas senyum yang polos. Seketika buyarlah segala kemelut di dalam hatiAli Topan. Tatapan mata Anna Karenina mengusir segala prasangka yang ada di kepalanya.
"Haaaaiiii," bisik Ali Topan, "kamu panggil saya"" tambahnya. Anna Karenina mengangguk. Ali Topan segera berdiri.
"Kamu sedang apa"" bisik Anna.
"Sedang melamun""
"Melamun apa sih""
"Melamunkan kamu," kata Ali Topan tegas.
Anna Karenina tersentak oleh jawaban yang mantap itu. Wajahnya bersemu dadu. Dia jengah. Ia menunduk. Mulutnya serasa terkunci. Kemudian ia menengadah kembali, memandang Ali Topan. Wajah yang selalu membayang dan senyuman yang selalu dilamunkannya kini berada di dekatnya.
Sorot mataAli Topan terasa meluluhkan semangatnya. Maka hati gadis manis itupun tergetar. Getaran itu
119 mengalir ke jari-jari tangannya dan membuat buku yang dipegangnya turut tergetar. Sebuah amplop jatuh dari dalam buku itu. Ali Topan bergerak sebat memungut amplop itu dan diberikannya pada Anna.
"Itu untuk kamu," bisik Anna.
"Dari siapa"" tanyaAliTopan.Anna Karenina tak perlu menjawab lagi karena Ali Topan membaca namanya di amplop itu sebagai alamat yang dituju danAnna Karenina sebagai si pengirim. Ali Topan membuka mulutnya, hendak mengucapkan terima kasih. Namun Anna Karenina sudah membalikkan diri dan berjalan cepat menuju kelas.
Bel tanda masuk berdentang-dentang.
Ali Topan melihat amplop itu dan memasukkannya ke dalam sakunya. Iapun berjalan menuju kelas. Langkahnya mantap, walaupun banyak anak yang memandang ke arahnya. Ia tak peduli.
*** Jam pertama Ilmu Kimia. Ali Topan tak punya minat mengikuti pelajaran itu. Dia ingin agar semua pelajaran cepat berlalu. Saku bajunya terasa berat seperti berisi batu. Sebentar-sebentar dia meraba sakunya untuk mencek apakah surat dari Anna masih ada, apa sudah lenyap. Dia ingin segera membuka amplop dan membaca surat berharga itu. Apa sih isinya"
Ketika Pak Hartanto sedang menuliskan rumus-rumus Kimia di papan tulis, secepat kilat Ali Topan mengambil surat dari sakunya. Bobby melirik kepadanya. Ali Topan menutupi mulut dengan jari telunjuk, isyarat agar Bobby diam-diam saja. Pelahan tapi pasti, Ali Topan membuka sampul surat yang ditutup dengan sedikit perekat plastik. Dia ambil kertas surat hijau dan membuka lipatannya.
120 Jakarta, 1 Agustus 1978 Ali Topan Yang....
Kamu datang ke rumah saya nanti malam ya Teman-teman kamu juga boleh datang Hari ini saya ulang tahun
Anna Karenina p.s. Nggak usah bawa kado deh.
Pokoknya datang saja jam 19.30 tepat.
Isi surat cukup pendek, tapi sangat menggoncangkan perasaan! Tangan kirinya yang memegang surat itu bergetar.
"Lu ngapain sih, kayak orang mabok aja," gumam Bobby. AliTopantersadar. Iacepatmelipatkembali surat kertas hijau itu. Sebelum dimasukkannya ke dalam amplop, diciumnya surat itu dengan mesra.
"Lu kenapa, Pan"" gumam Bobby lagi. Disikutnya lengan Ali Topan. Ali Topan cuma menjawab dengan sebuah senyuman. Ia memasukkan surat itu ke dalam sakunya kembali.
Pak Hartanto mulai memberikan pelajaran. Murid-murid menyimak dengan baik, kecuali Ali Topan dan Anna Karenina. Kedua remaja itu merasa g erah di dalam kelas. Pikiran mereka tidak penuh berkonsentrasi ke Ilmu Kimia. Mereka sibuk dengan lamunan masing-masing.
Jam-jam pelajaran berikutnya, mereka tetap tidak bisa berkonsentrasi secara penuh. Saat bel berdentang-dentang tanda usai sekolah, barulah hati keduanya me
rasa lega. 121 Anna Karenina keluar kelas lebih dulu. Dia berjalan cepat menuju mobilnya. Oom Boy sudah siap di belakang stir. Tanpa banyak pernik lagi Oom Boy menghidupkan mesin mobil dan langsung menancap gas. Mercedes itu seakan-akan melonjak meninggalkan tempat parkirnya.
Ali Topan dikelilingi tiga sobatnya di tempat parkir motor. Ia baru saja memberitahu mereka tentang undangan dari Anna.
"Dia bilang sih nggak usah bawa kado, tapi mana enak kita datang nggak bawa kado" Gengsi kita, man! Gua pikir-pikir... gimana nih kalau kita patungan, sorang berapa kek, buat beli kado yang rada pantes," kata Ali Topan.
"Yeee, enak banget lu. Lu yang punya minat masa kita musti ikut repot"" kata Bobby, "kalau emang nggak ada duit, nggak usah gengsi-gengsian deh," tambahnya.
Ali Topan sudah mengira Bobby pasti bersikap demikian. Bobby manusia pelit dan paling pintar mencari alasan untuk menutupi sifatnya itu.
"Menurut lu gimana Vaert"" tanya Ali Topan.
"Gua sih lagi bokek, mack. Jadi percuma gua kasih pendapat. Gua bilang oke, gua nggak bisa patungan. Gua bilang nggak oke, sulit juga, soalnya kita kan satu geng. Jadi gua abstain deh," kata Gevaert, "Tapi menurut gua sih, Anna ogah dibawain kado, kalau kita bawain juga nanti dia tersinggung kan jadi repot," tambahnya.
Ali Topan tampak berpikir. Dia tidak menanyai Dudung sebab dia tahu Dudung pasti berkata oke, apapun yang dia ajukan. Dia tahu sifat Dudung, sifat anak desa yang polos. Apalagi Dudung baru pulang mudik, pasti duitnya banyak. Tapi Ali Topan tak ingin mengganggu Dudung. Dia berpikir, ada benarnya juga perkataan Bobby -walaupun pahit-kalau nggak punya duit
122 nggak usah gengsi-gengsian!
"Oke deh! Kita jalan," kata Ali Topan, "nanti malam ngumpul di rumah Gevaert jam tujuh ya"" tambahnya. Ketiga temannya berkata iya.
Mereka langsung pulang ke rumah masing-masing, tanpa banyak bicara. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Yang jelas, terasa ada suasana baru memasuki kehidupan persahabatan mereka. Selama ini mereka seakan-akan menganggap bahwa dunia ini hanya berisi 4 manusia, tapi kini ada seorang gadis memasuki dunia mereka. Masing-masing lalu menyadari situasi itu, situasi yang mulai berubah, tapi mereka tidak tahu apakah ia berubah baik atau buruk bagi persahabatan mereka berempat.
*** Mbok Yem sedang bercakap-cakap dengan Windy, kakak perempuan Ali Topan, ketika Ali Topan masuk ke dalam kamarnya.
"Hei!" seru Windy.
"Hei!" seruAliTopan sambil melemparkan tas sekolah ke tempat tidurnya. Windy mendekatinya, lalu memeluk Ali Topan dan mencium pipi si adik.
"Apa kabar nih" Kangen gua, Pan. Mbok Yem bilang lu suka ngayab terus, jarang ada di rumah. Gimana sekolah lu" Beres" Terusin deh sekolah, jangan males. Sekolah itu penting buat masa depan. Kalau orang nggak sekolah itu bisa susah hidupnya. Lu nggak mau jadi tukang-minta kan"" kata Windy. Dia selalu begitu, artinya selalu banyak memberi nasehat kapan saja, di mana saja.
Ali Topan hafal sikap kakaknya itu. Suka sekali memberi nasehat pada orang lain. Ali Topan suka bosan dengan nasehat Windy yang itu ke itu melulu, yang bagi
123 Ali Topan hal itu tak lebih dan tak kurang sebagai 'over kompensasi' dari jiwa Windy yang tidak stabil.
"Tumben lu inget ini rumah" Gue kira lu nggak mau balik lagi ke sini," kata Ali Topan. Windy diam saja.
"Gua kangen sama lu," kata Windy.
"Kalau kangen, lu bawa aja foto gua," kata Ali Topan. Dia tersenyum. Windy ikut tersenyum. Mereka sama-sama maklum bahwa senyuman mereka bersifat seadanya.
"Jeruk peresnya habis. Minum air es saja Den Bagus"" Mbok Yem menyela.
"Ya, Mbok," kata Ali Topan sambil menepuk bahu Mbok Yem.
"Mama ke mana sih" Masih belum insap juga ya" Kapan sih mama dan papa insap ya, Pan"" gumamWindy setelah Mbok Yem keluar kamar.
Ali Topan heran. Tumben Windy mengkritik papa dan mama mereka. Selama ini Windy tak peduli. Ia sibuk dengan urusannya sendiri dengan teman-temannya yang nggak jelas.
"Aaaah, biar aja deh, Win. Mau insap kek, mau kagak kek, mereka sendiri yang mikul dosanya. Rasanya lucu kalau kita ngasih nasehat sama orangtua kita, iya kagak""
"Tapi kan kita jadi malu
sama orang-orang lain. Gua jadi nggak ngarti apa maunya sih mama dan papa begitu. Kerdil amat jiwa mereka ya""
Mbok Yem masuk membawa segelas air es.
Ali Topan meminum air es itu, setengah gelas. Sisanya diberikan pada Windy. Windy meminum air itu. Mbok Yem keluar kamar, dia mengerti bahwa lebih baik dia tidak hadir di saat kakak beradik itu sedang ''berbicara''.
"Soal mau sih emang malu. Tapi keadaannya runyam begini lantas kita mau apa" Gua kan ribut melulu sama
124 Papa. Ntar kebanyakan ribut gua kuwalat lagi. Mendingan cari idup sendiri-sendiri deh, Win," kata Ali Topan.
"Nggak begitu dong. Mereka kan orang tua kita. Kalau mereka khilaf, kan kita yang ngasih tahu."
"Kalau ember bocor kena dibikin betul, kalau mental orang yang bocor kan susah nyoldernya. Menurut gua sih, emang sekarang lagi jamannya orangtua jadi rusak. Bukan cuma orangtua kita, Win, orangtua temen-temen guajuga kebanyakan rusak semua. Udahjamannya," kata Ali Topan.
Ali Topan mencopot sepatunya, kemudian mencopot pakaiannya di depanWindy. Windy memandang adiknya dengan sorot mata sedih. Si adik ini suka kasar dan plas-plos omongannya, tapi kebanyakan benar dan logis.
"Lu mau pergi lagi"" tanya Windy ketika dilihatnya Ali Topan membuka lemari dan mengeluarkan baju dan celana jeans.
"Nanti malem gua pergi," jawab Ali Topan.
"Ke mane""
"Ke rumah cewek."
"Siapa cewek lu" Ceritain dong."
"Lu kira gua pengarang yang suka cerita perkara cewek. Pokoknya cewek gua tampangnya kayak Mercy, bukan kayak oplet, Win," kata Ali Topan sambil ketawa. Windy ketawa juga.
"Anak jendral siapa" Biasanya yang tampang Mercy kan anak jendral," kata Windy, berolok-olok. Ali Topan mengakak. Kemudian dia diam tiba-tiba. Ia memandang Windy.
"Win, gua mau tanya. Kalau cewek ulang tahun itu pantesnya dikasih kado apa sih"" tanyanya. Windy berpikir. "Dia punya hobi apa"" tanya Windy.
125 "Gua bukan tanya kesukaannya, gua tanya apa yang pantes. Gua baru kenal tiga hari mana gua tahu apa yang dia suka. Yang gua tahu dia suka naik Mercy. Kalau gua turuti kesukaannya kan gawat! Yang umum deh, yang murah tapi dia bisa seneng, kita beliin apa ya Win""
"Kita" Kita siapa""
Ali Topan tersenyum. "Begini. Lu susah betul nangkep omongan gua. Gua mau beli kembang buat cewek, tapi gua nggak punya duit, jadi gua minta duit sama lu. Ha ha ha."
Ali Topan memeluk kakaknya. Windy meronta-ronta.
"Lepasin ah! Badan lu bau tuh!" teriak Windy.
Tapi Ali Topan tak mau melepaskan dekapannya.
"Kalau lu kasih duit baru gua lepasin," kataAli Topan.
"Iyaaaa... " Ali Topan melepaskan pelukannya sambil tertawa-tawa. Windy meninju perut adiknya. Dia membuka tas, mengeluarkan Rp 3.000.
"Lu beliin kembang nih. Kalau lu naksir bener sama cewek itu lu beli'in kembang mawar, kalau lu nggak naksir lu beli'in kembang plastik," kata Windy.
"Sip." Ali Topan menerima uang itu.
"Tapi jangan lupa," kataWindy sambil berjalan keluar.
"Apa"" "Jangan lupa nulis di kartu ulang tahun, kalau duit buat beli kembang itu dari Mpok lu!" seru Windy. Ali Topan tertawa sekeras-kerasnya.
Sehabis makan siang bersama Windy, Ali Topan pergi membeli bunga di pasar bunga Blok B. Penjual bunga disuruhnya mengantar bunga itu secepatnya ke alamat Anna Karenina.
126 Jam 18.30. Ali Topan sudah rapi. Ia memakai celana jeans krem dan baju kotak-kotak kecil warna merah. Rambutnya yang gondrong sudah dikeramasinya waktu mandi, kini hampir kering.
AliTopan menyisir rambutnya di depan cermin. Jarang sekali dia menyisir rambut. Untuk Anna Karenina, dia spesial menyisir rambut. Selesai menyisir rambut, ia masih berdiri di depan cermin. Malam ini dia sedikit genit, memperhatikan segala segi wajah dan dandanannya. Setelah dirasanya cukup keren, ia bersiap keluar kamar. Jam 19.00 harus sudah berkumpul dengan Bobby, Gevaert dan Dudung untuk berangkat bersama ke rumah Anna.
Mbok Yem muncul di depan pintu kamar. Tangannya menggenggam kalung rantai perak milikAli Topan yang ketinggalan di kamar mandi. Kalung itu diberikannya pada Ali Topan.
"Terima kasih, Mbok. Hampir aku lupa," kata Ali Topan. Ia langsung memakai kalung itu, tapi tiba-tiba kalung itu diloloskannya
kembali. Ia mengamati kalung perak yang dulu dibelinya dengan harga murah dari seorang tukang loak. Sudah lebih dari dua tahun kalung itu dipakainya.
"Ada apa Den Bagus"" tanya MbokYem ketika melihat Ali Topan berpikir-pikir.
"Ah, nggak, nggak apa-apa," kata Ali Topan. Ia masuk ke kamarnya lagi. Dicarinya sebuah amplop dan dirobeknya sehelai kertas dari sebuah buku tulisnya. Ali Topan menuliskan sesuatu di kertas itu, lalu memasukkan kertas dan kalung ke dalam amplop. Direkatkannya amplop itu dengan perekat plastik, lalu ditulisinya amplop itu: Untuk Anna Karenina dari Ali Topan. Amplop dimasukkannya ke dalam saku bajunya,
127 kemudian ia keluar kamar.


Ali Topan Anak Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mbok, aku berangkat ya," katanya, "bilangin juga pada Windy," tambahnya. Mbok Yem mengangguk.
Ali Topan berangkat dari rumah dengan hati gembira. Sepanjang jalan ia tersenyum manis sendiri. Ia memberikan sesuatu yang istimewa untuk Anna Karenina. Semoga Anna menerimanya dengan senang hati, demikian kata hati Ali Topan.
Ia tidak mengepot-ngepotkan motornya malam ini. Ia sangat berlaku sopan di jalanan.
128 SEPULUH Jam 22.00 di rumah Anna. Sudah banyak orang datang di pesta ulang tahun Anna. Ada yang tua, ada remaja dan ada juga anak-anak kecil. Undangan itu terdiri dari famili keluarga Surya, relasi dekat dan teman-teman baik Anna.
Upacara meniup lilin dan menyanyikan lagu Panjang Umur belum dimulai, karena yang punya hajat sedang menunggu beberapa undangan. Yang ditunggu itu, tamu penting bagi Tuan Surya, yaitu seorang wiraswastawan muda yang baru tumbuh, tokoh dari salah satu grup pengusaha di Jakarta. Ia seorang wanita muda bernama Tiara, putri seorang pejabat tinggi yang punya pengaruh besar di pemerintahan. Tiara itu bukan teman Anna, melainkan relasi ayahnya yang diberi undangan khusus untuk hadir.
Jam 20.10 manusia yang bernama Tiara itu belum tampak juga. Hampir semua tamu sudah merasa tidak sabar untuk menyantap hidangan yang sudah 'menantang' di atas meja makan. Beberapa tamu mulai main gosip, terutama orang-orang tua dari geng famili keluarga Surya. Ibu-ibu dan tante-tante sudah sama-sama repot berbisik-bisik, yang menurut istilah Jawa itu disebut 'ngrasanf. Tapi wajah mereka bisa kelihatan berseri-seri walaupun sesungguhnya bisik-bisik mereka berisi sindiran pada yang punya hajat.
Anna Karenina sendiri tampak gelisah. Beberapa temannya sudah langsung bertanya, kenapa acara belum dimulai. Anna cuma bilang bahwa ada tamu yang
129 ditunggu. Ketika jam 20.13 Tiara tidak muncul, Tuan Surya mengambil keputusan untuk memulai acara. Segera ia memanggil Anna Karenina untuk berdiri di depan 17 batang lilin yang ditancapkan pada sebuah kue tarcis.
Pak Surya sendiri yang memimpin acara. Ia bertepuk-tepuk tangan seperti orang memanggil ayam-ayam piaraan. Dan, para tetamu itupun datang bergerombol mengelilingi meja upacara. Oom Boy menyalakan lilin ulang tahun. Seseorang sudah siap dengan alat pemotret.
Suasana hening. Pak Surya berpidato.
Ia pidato tentang ini dan itu yang ada hubungannya dengan kelahiran Anna. Iapun memimpin doa untuk kebaikan Anna Karenina.
Ketika ia hendak sampai pada akhir doanya, deruman suara motor terdengar memasuki halaman rumah. Keheningan suasana terganggu sesaat. Para hadirin sempat menoleh ke arah halaman. Mereka melihat 4 sosok manusia mematikan mesin motor. Pak Surya menutup doanya. Amin. Para hadirin beramin-amin pula. Begitu selesai, Pak Surya bertepuk tangan sekali lagi dan meminta para hadirin bersama-sama menyanyikan lagu Panjang Umur. Maka merekapun bernyanyilah.
Empat penunggang motor yang baru datang adalahAli Topan, Bobby, Gevaert dan Dudung. Mereka langsung masuk ke dalam dan langsung menuju kerumunan orang yang bernyanyi. Ali Topan cs menganggukkan kepala kepada orang-orang yang memandangi mereka dengan sorot mata bertanya-tanya. Anna tersenyum ke AliTopan. Wajah gadis manis itu berseri-seri.
Lagu selesai, Anna meniup lilin. Para hadirin bertepuk tangan. Tuan dan Ny Surya menciumi pipi Anna, kemudian para tetamu bergantian menyatakan selamat
130 hari ulang tahun dengan cara masing-masing. Ada yang cuma menyalami tanganAnna, ada p
ula yang ikut-ikutan mencium pipi Anna.
Ali Topan berjalan menghampiri Anna, diikuti oleh tiga sahabatnya. Anna cepat-cepat melepaskan genggaman tangan seorang famili yang menyalaminya.
"Haai, kirain nggak dateng..."" Anna berbasa-basi.
"Dateng dong, masa diundang nggak dateng," kataAli Topan, "Ng... selamat ulang tahun Anna, semoga panjang umur dan... bahagia," tambahnya. Ia menyalami Anna dengan hangat sekali. Wajah Ali Topan berseri-seri. Anna pun demikian pula. Keduanya nyaris lupa bahwa di sekitar mereka banyak manusia lain yang memperhatikan dengan pandangan bertanya-tanya, kalau tidak ada seseorang berdehem dengan sengaja. Oom Boy yang berdehem itu.
"Terima kasih ya, bunganya baguuus sekali, Anna senang sekali deh," kata Anna. Ia melepaskan genggaman tangan Ali Topan. Tapi Ali Topan tidak segera beranjak untuk memberikan giliran teman-temannya mengucapkan selamat pada Anna. Ali Topan mengambil amplop dari kantungnya dan memberikannya pada Anna.
"Ini untuk kamu, An," kata Ali Topan.
"Apa sih" Kok repot-repot"" kata Anna, "terima kasih ya," kata Anna. Ia menerima pemberian Ali Topan. Di-timang-timangnya amplop berisi kalung itu, lalu dira-banya dengan jarinya. Wajahnya tampak senang sekali.
"Kamu simpan baik-baik ya," bisik Ali Topan, lalu dia undur ke belakang. Bobby, Dudung dan Gevaert berturut-turut menyalami Anna.
Ali Topan melihat ke sekitarnya. Tuan dan Ny Surya berdiri memperhatikannya. Ny Surya berbisik-bisik pada
131 suaminya. Kelihatan sekali sorot mata Ny Surya tidak senang melihat kehadiran Ali Topan. Ali Topan menghampiri ayah dan ibu Anna. Ia mengulurkan tangan pada Tuan Surya.
"Selamat untuk Anna, Oom," kata Ali Topan. Tuan Surya mengangguk dan menjabat tangan Ali Topan. Ia menggumamkan terima kasih yang tidak jelas terdengar di telingaAliTopan.AliTopanmenyalamiNyonya Surya dengan mengucapkan selamat pula untuk Anna, tapi Nyonya Surya tidak segera menyambut uluran tangan Ali Topan. Nyonya Surya menatap mata Ali Topan kemudian dia memperhatikan Ali Topan dari atas ke bawah.
Oom Boy berdehem di sebelahnya. Nyonya Surya dan Ali Topan sama-sama melirik ke arah Oom Boy. Ali Topan melihat sinisme yang terang-terangan di wajah Oom Boy. Ia merasa suasana yang tidak enak. Cepat ia melihat ke arah Nyonya Surya. Tangannya masih diulurkan untuk menyalami Nyonya Surya. Nyonya Surya menyentuh sedikit tangan Ali Topan kemudian cepat-cepat menarik tangannya, seolah-olah jijik menyentuh tangan itu.
"Kamu yang ada di Blok M waktu itu ya," kata Ny Surya. Pandangan matanya dingin. Beberapa tetamu melihat adegan yang kaku itu.
"Iya, Tante.," kata Ali Topan. Ah, suasana sungguh tidak enak bagi Ali Topan. Dia merasa bahwa kehadirannya tidak disukai oleh Nyonya Surya. Dia maklum.Anna Karenina juga maklum akan situasi yang tidak enak itu. Hatinya berdebar-debar. Semua orang di ruang itu memusatkan pandangan pada Ali Topan.
Untunglah Tuan Surya bertindak bijaksana. Dia mene-pukkan tangannya lalu berkata keras-keras pada para
132 hadirin, menyilakan makan.
Nyonya Surya membuang muka dari pandangan Ali Topan. Dia segera berjalan meninggalkan Ali Topan. Nyonya Surya ikut menyilakan para tetamu.
Suasana kaku berubah luwes dan gembira kembali. Para tetamu tidak lagi memperhatikan Ali Topan. Anna Karenina menghampiri Ali Topan yang tegak berdiri.
"Hey, ayo dong makan...," kata Anna dengan lembut. WajahAliTopan tampak tegang. Ia tidak tersenyum pada Anna. Anna merasakan ketegangan itu. Ia menunduk. Ada kesedihan merambati hatinya.
Bobby, Dudung dan Gevaert datang. Bobby menyentuh lengan Anna. "Kok kue ulang tahunnya nggak dipotong, An"" kata Bobby.
"Buat disimpan tahun depan ya"" kata Gevaert.
Dua kalimat itu mampu menyadarkan Ali Topan dan Anna. Keduanya tersenyum. Ali Topan menyentuh lengan Anna. "Sorry, Anna," bisik Ali Topan. Kemudian mengajak Anna dan teman-temannya. Matanya redup.
Hidangan di meja berlimpah ruah. Ada ayam panggang, ayam goreng, sambal goreng ati dan pete, sop sarang burung, bakmi, ayam goreng, capcay, sate Madura, dan banyak lagi jenis makanan yang tampak sangat sedap. Tapi Ali Topan cuma mengambil seperempat p
iring nasi putih, sesendok acar ketimun dan bawang merah serta sayap ayam goreng.
"Kok sedikit makannya" Ayo, jangan malu-malu," seorang tante berwajah ramah menegur Ali Topan. Ali Topan melirik padanya. Ia tersenyum singkat pada Ali Topan dan mengerjapkan matanya dengan genit. Ali Topan tak menggubris kerjapan mata sembrono itu. Ia berjalan ke tempat minum, mengambil segelas air the dingin, lalu berjalan menuju halaman. Ali Topan duduk
133 di bawah lampu taman. "Kok sedikit sekali makannya. Takut gemuk ya, Pan," seorang gadis menyapanya. Ali Topan menengok.
"Hai, Maya. Gua kira siapa lu" Gua lagi kagak napsu makan nih," kataAli Topan. Maya duduk disampingnya. Bobby, Dudung dan Gevaert datang beruntun.
"Hai." "Hai." "Hai."
Mereka berhai-hai-an. "Makanannye sih enak-enak, tapi gua nggak napsu banget ye," kata Ali Topan. Ia menyendok nasi dan menyuapkannya ke mulut Maya yang sedang mangap. Maya terperanjat, tapi nasi suapanAli Topan begitu tepat masuk ke dalam mulutnya.
Maya memekik. Nasi tumpah dari mulutnya.AliTopan dan kawan-kawannya tertawa. Maya memukul lengan Ali Topan.
"Sialan deh, ih," kata Maya. Toh mulutnya tersenyum. "Abis mulut lu nganggur, jadi gua suapin deh lu," kata Ali Topan.
"Badung lu nggak kira-kira deh," kata Maya sembari membersihkan mulutnya dengan saputangan.
Anna datang. Wajahnya sedih. Ia berdiri di dekat Ali Topan, matanya redup.
"Kamu marah ya," katanya.
"Siapa"" tanya Ali Topan.
"Kamu." "Marah sama siapa"" "Sama mama saya."
"Ah, nggak. Mama kamu kan yang marah pada saya," kata Ali Topan. Ia mendongak. Dilihatnya wajah Anna. Ah, mata gadis itu berkaca-kaca.
134 "Hei, kenapa"" kata Ali Topan. Ia berdiri perlahan.
WajahAnna tampak sedih dan muram. Matanya makin berkaca-kaca. Ali Topan tiba-tiba merasa iba. Dan tiba-tiba pula ia mengusap airmata yang menetes di pipiAnna dengan tangannya.
"Kamujangan nangis," bisikAli Topan. Lembut sekali.
Anna terhisak. Ia mengusap airmata dengan saputangan.
"Aaaaah, saya cengeng ya," kata Anna. Seketika ia tersenyum. Ali Topan juga tersenyum. Bobby, Dudung dan Gevaert pun pura-pura tidak melihat adegan itu. Maya, yang tidak tahu persoalan di dalam rumah, terheran-heran.
"Kamu masuk deh, layani tamu-tamu yang lain," kata Ali Topan. Anna mengangguk. Ia menyentuh tangan Ali Topan, lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Maya
mengikutinya dari belakang.
*** Ali Topan makan dengan cepat. Nasi putih tak lagi dikunyahnya secawajar, demikian juga sayap ayam goreng. Dia cepat menyelesaikan makannya, lalu meminum air teh dingin.Teman-temannya malah asyik menikmati makanan mereka ketika Ali Topan mulai merokok. Ia tak banyak berbicara dan bercanda walaupun sahabat-sahabatnya mencoba untuk membuat lelucon-lelucon. Ali Topan lebih senang menikmati rokoknya, karena rokok itu terasa membebaskan dirinya dari ketegangan dan rasa sumpek yang membuat hatinya gelisah.
Ia gelisah karena sikap ayah dan ibu Anna yang kaku dan dingin. Ia tahu alasan Nyonya Surya kenapa bersikap seperti itu, tapi ia toh merasa sikap demikian itu terlalu berlebih-lebihan.Tapi iapun merasa, di pihaknya sendiri, bahwa kelakuannya tempo hari melempar kulit rambutan
135 juga berlebih-lebihan. "Busyet!" katanya tiba-tiba.
"Memang busyet!" sahut Gevaert, tanpa tahu juntrungan kenapa tiba-tibaAli Topan menyebutkan kata itu.AliTopanjadi tersenyum pahit. Ia memandangi wajah tiga temannya yang asyik menyantap makanan.
'"Don 't put until tomorrow what you can do today," kata Dudung. Tanpa juntrungan.
"Apa artinya"" tanya Gevaert.
"Teu, nyaho" kata Dudung berbahasa Sunda.
"Kalau gua tau artinya," kata Bobby, "jangan biarkan mereka lapar," tambahnya. Lalu mengakak sekeras-kerasnya. Gevaert dan Dudung mengikik-ngikik. Lucu betul.TapiAliTopancumatersenyum dingin. Diasedang kesal karena rasa gelisah makin mendesaknya.
"He, kalau ketawa jangan keras-keras! Tau sopan sedikit, Bung!" seseorang membentak. Suaranya serius.
Ali Topan cs menengok ke arah suara itu. Oom Boy! Ia berdiri di dekat mobil di halaman yang agak gelap. Rupanya sejak tadi ia memperhatikan Ali Topan cs.
"Pssst. Tukang parkirnya marah-marah," kata Gevaert.
" Udah, diem aje, mack. Jangan cari ribut," kata Dudung.
Ali Topan setuju sekali dengan ucapan Dudung. Ia membuang pandangan dari Oom Boy yang masih melotot.
"Tongkrongan selangit, mack. Kita jadi geli," bisik
Bobby. "Kalau ketemu di jalanan kita gebukin aja rame-rame, biar nyaho," kata Dudung.
Ali Topan melihat ke arah teman-temannya.
"Cepetan deh makan, kita cabut buru-buru. Gua merasa sebagai tamu yang tidak disukai, mack. Kalau bukan
136 pestaAnna sih, gua obrak-abrik ini pesta," kataAliTopan.
Bobby, Dudung dan Gevaert buru-buru menyelesaikan makan mereka, lalu buru-buru minum.
"Langsung cabut nih, Boss"" tanya Dudung.
"Mau ngapain lagi di sini"" jawab Ali Topan.
"Ayoh dah. Perut kenyang emang nggak enak diajak ribut," kata Bobby. Ia berdiri merendengi Ali Topan. Dudung dan Gevaert pun segera berdiri. Mereka menunggu komando Ali Topan.
"Kita datang tampak muka, pergi tampak punggung," kata Ali Topan. Suaranya berwibawa.
Anna Karenina tidak bisa berkata apa-apa ketika Ali Topan berpamitan. Soalnya Ali Topan langsung minta diri pada ayah dan ibunya. Anna sedih, tapi iapun maklum akan situasi.
"Jangan tersinggung ya, An," kata Ali Topan. Anna Karenina diam saja. Ia mencengkam lengan Maya yang setia menemaninya.
Ali Topan cs segera pergi.
Pesta ulang tahun tetap berjalan.
Dan airmata seorang gadis berlinangan.
*** Hari sudahjauh malam. Pesta sudah lama selesai.Anna Karenina menelungkupkan kepalanya di meja di dalam kamarnya. Ia menangis. Tangannya menggenggam kalung dari Ali Topan. Kado-kado yang lain berserakan di lantai di dekat lemari pakaiannya.
Kedatangan Ali Topan cs menjadikan ibunya marah. Tadi Anna dimarahi di depan beberapa tamu, walaupun mereka famili, yang ikut-ikutan "menasihati" supaya jangan bergaul dengan anak jalanan. Anna sebal betul, sedih betul. Untung teman-temannya sudah pulang ketika "peristiwa" itu terjadi, kalau tidak ia bisa malu sekali.
137 Teman-temannya pasti akan mengatakan bahwa ibunya kolot, udik, kampungan dan sebagainya.
Anna mengusap airmatanya. Kalung perak dari Ali Topan diusapnya. Kartu ucapan selamat dibacanya berulang-ulang. Semakin dibacanya, semakin ringan perasaan hatinya. Kalung perak diciuminya dengan mesra, didekapnya erat-erat, lalu diciuminya berulang-ulang, akhirnya kalung itu dipakainya. "Terima kasih, sayang," bisiknya. Airmatanya masih menitik. Dan wajah Ali Topan yang punya senyuman khas, terbayang-bayang. Anna ingin sekali Ali Topan ada didekatnya, mengusap airmatanya dan menghibur hatinya.
Anna Karenina melamun terus sampai jauh malam. Kado-kado yang menumpuk di dekat lemari tak dibukanya. Ia merasa bahagia sekaligus sedih pada hari ulang tahun kali ini. Bukan karena ia menginjak usia 17 yang menandakan masa dewasanya sebagai gadis, tapi lebih istimewa lagi karena di dalam hatinya kini ada seseorang, Ali Topan, yang dengan caranya sendiri masuk ke dalam hati itu dan bersemayam di dalamnya.
Akhirnya Anna tertidur dihimbau lamunannya. Ia bermimpi. Indah sekali impiannya. Di sebuah padang rumput ia berlari-lari kecil. Ali Topan menemaninya.
Mereka bernyanyi-nyanyi. *** Keesokan harinya di sekolah, Anna kecewa. Ali Topan tidak masuk sekolah. Ditanyakannya pada Maya, tapi Maya tidak tahu ke manaAli Topan. Bobby, Dudung dan Gevaert pun cuma memandanginya dengan dingin ketika ia mencoba bertanya tentang Ali Topan. Anna merasa teman-temanAliTopan bersikap kaku dan acuh tak acuh.
"Ada apa nanya-nanya Ali Topan, emang dia punya utang sama lu"" kata Bobby dengan nada yang sinis
138 sekali. Anna menggigit bibirnya. Perasaannya tidak keruan mendengar perkataan itu. Untung ada Maya yang seakan-akan tahu perasaannya dan mau menemani sepanjang waktu.
Hari berikutnya, Ali Topan tetap tidak masuk sekolah.
139 SEBELAS Ali Topan dengan rambut kusut, wajah muram dan blue-jeans lusuh berdiri di kios majalah yang terletak di samping toko sepatu Bata di Blok M.
Munir, pemuda Medan, pemilik kios itu memperhatikan
Ali Topan. "Nggak sekolah kau, Pan"" tanya Munir dalam aksen Bataknya yang kental. Ali Topan memandang Munir, acuh tak acuh.
"Lu sendiri sekolah apa kagak" Sok pake nanya-nanya gua
lagi," kata Ali Topan.
"Ah, pukimak kau lah," kata Munir mengeluarkan 'makian' gaya Medan.
"Kau yang pukimak, lah," kata Ali Topan. Munir menyeringai. Ia tidak marah karena sudah akrab betul dengan lagak Ali Topan.
"Kau habis begadang ya" Tampang kau kusut 'kali, ah," kata Munir.
"Lu ngoceh aje dari tadi, Nir. Makan pepaya tadi pagi"" kata Ali Topan.
"Kalau makan pepaya kenapa memangnya""
"Kayak burung kutilang, kalau dikasih pepaya ngoceh terus sepanjang hari," kata Ali Topan. Munir tertawa.
Seorang anak penjaja rokok dipanggil oleh Ali Topan.
"Dji Sam Soe tiga batang, Bang," kata Ali Topan. Ia memberikan Rp 100 pada penjaja rokok.
Ali Topan memberikan sebatang Dji Sam Soe pada Munir, yang sebatang disulutnya, sisanya diselipkannya di tempat biasa.
140 "Kalau udah gua kasih rokok, boleh dong gua lihat-lihat majalah, Nir"" kata Ali Topan. "Biasanya kau main comot saja, nggak pakai kasih
rokok." AliTopan menjumput/Ve wsweek kemudian ia berjalan ke tangga dan duduk di situ. Tanpa menghiraukan orang lalu-lalang, Ali Topan membalik-balik majalah berbahasa Inggris itu.
*** Maya baru pulang dari sekolah dan mampir di kios Munir siang itu.
"Bang, Gadis yang baru sudah terbit"" tanya Maya.
"Sudah," kata Munir. Ia mengambil Majalah Gadis dan membungkusnya, kemudian diberikan pada Maya.
"Apalagi"" tanya Munir.
Maya tak menjawab. Ia sedang mengamati Ali Topan yang sedang asyik membaca Newsweek. Pelan-pelan Maya mendekati Ali Topan.
"Heh!" Maya berseru sambil menepuk bahuAliTopan. Ali Topan kaget, secara refleks tangannya menangkap tangan Maya.
"Eh, lu May!" Ali Topan melepaskan cekalannya. Ia berdiri segera.
"Ngapain lu"" tanya Ali Topan.
"Ngapain" Kamu yang ngapain di sini. Udah dua hari mbolos, ih, nggak merasa ya, ada yang patah hati," kata Maya.
"Eh, ada juga yang bisa kau bikin patah hati, Pan. Playboy pulak kau rupanya," Munir menyela. Ali Topan membelalakkan matanya."Lujangan ikut nimbrung, ah," kata Ali Topan. Ia menaruh Newsweek di tempatnya, kemudian menggamit lengan Maya. Maya segera mengikuti Ali Topan.
141 "Hoi! Bayar dulu majalahnya!" Munir berteriak.
"Oh iya, hampir lupa," kata Maya. Ia berbalik dengan wajah tersipu-sipu, lalu bergegas membayar majalah yang dibelinya, kemudian cepat berjalan menyusul Ali Topan. Munir menggeleng-gelengkan kepalanya memandang Ali Topan dan Maya yang berjalan pergi.
"Gila. Tampang Si Topan kusut begitu masih bisa bikin anak gadis mabuk kepayang. Boleh juga dia," gumam Munir.
"Itu namanya tampang kusut yang berbobot, Bang," sahut Erwin, anak Medan penjual mainan plastik yang berdagang di dekat kios Munir.
Ali Topan dan Maya berhenti di depan sebuah toko buku. Mereka pura-pura melihat buku-buku yang dipajang di dalam etalase.
"Gimana kabar sekolahan, Maya"" bisik Ali Topan.
"Kabar sekolahan atau kabar Anna Karenina"" Maya menggoda.AliTopan tersenyum manis mendengar godaan itu. Maya juga tersenyum, namun matanya memandang Ali Topan secara aneh.
"Gua lagi kumel ya" Lu malu dilihat orang bersama gua, May"" tanya Ali Topan.
"Ssssshhhh... bukan gitu. Lu kayaknya makin kumal makin cakep kok," kata Maya. Ali Topan menyikut lengan Maya.
"Ceritain kabar sekolahan dong. Gua lagi nggak enak pikiran nih, jadi gua cuti dua hari."
"Kalau saya kasih sesuatu, besok kamu cuti terus sampai setahun ya""
"Mau kasih duit lu""
Maya tersenyum lagi. Kemudian ia membuka tas sekolahnya dan mengambil sepucuk surat dari celah-celah buku. Surat itu diberikannya pada Ali Topan.
142 "Nih baca. Dari kekasihmu."
Ali Topan ternganga. Ia hampir tak mempercayai pendengarannya. Mimpikah" Mimpikah dia" Maya memberikan surat itu.
"Udah jangan bengong!" kata Maya.
"Dari dia" Surat dari dia" Betul nih May"" Ali Topan tergagap-gagap.
"Kalau bukan dari dia, lalu dari siapa" Emangnya pacarmu ada berapa biji"" Kata Maya, "tadi di kelas dia nulis surat ini dan minta tolong pada saya untuk menyampaikan ke kamu. Saya pikir, kamu saya telpon dari rumah supaya mengambil surat titipan kilat itu. Eh, kebetulan kamu di sini, jadi lebih bagus lagi, saya nggak usah capek-capek nelpon kamu," tambahnya.
"Oooo... ooo... ooo..." Ali Topan cuma bi
sa o, o, o, o saja mendengar omongan Maya yang beruntun itu. Ia bahkan lupa mengucapkan terima kasih pada Maya, padahal Maya kelihatannya menunggu ucapan itu.
"Terima kasih ya," kata Maya. Ali Topan melengak.
"Duilah, kok kamu yang bilang terima kasih. Saya dong, terima kasih, terima kasih, terima kasiiiih, Maya yang maniiiiis," kata Ali Topan.
"Uuh, merayu lagi. Udah deh saya mau pulang," kata Maya, "besok mbolos lagi ya," tambahnya. Maya bergerak meninggalkan tempat itu. Ali Topan mencekal lengannya.
"Kalau saya nggak nganter kamu pulang itu namanya nggak lucu dong, Maya. Anak cakep jalan sendiri, nanti diculik orang jahat kan Kebayoran rugi," kata Ali Topan. Percuma Maya meronta-ronta, AliTopan tetap mencekal lengannya dan membawanya ke tempat parkir motor.
"Tapi kamujangan ngebut dong. Saya takut kalau kamu ngebut," kata Maya ketika ia duduk diboncengan motor.
143 "Beres deh. Apa saja yang kamu minta hari ini, asal jangan minta duit, saya usahakan untuk memenuhinya," kata Ali Topan.
"Tumben ngomongnya pakai tata bahasa Indonesia yang baik. Saya-kamu saya-kamu-an. Biasanya lu-gue lu-gue-an," kata Maya.
Ali Topan tertawa gembira. Mayapun ikut merasakan kegembiraan temannya yang eksentrik itu. Sepanjang jalan ke rumah Maya, Ali Topan tanya perihal Anna. Maya tak banyak cerita. Ia hanya mengatakan bahwa Anna tampak sedih.
"Kamu baca saja suratnya, kan lebih sip," kata Maya.
"Nanti dong, sambil naik motor mana bisa baca surat" Nanti jatuh, dengkul kamu lecet kan saya musti ganti. Kalau di toko ada dengkul palsu, kalau langka kan saya dituntut oleh orangtua kamu," kata Ali Topan dengan nada lucu. Maya mengikik geli. Ia senang sekali mendengar Ali Topan bisa berbicara dengan tatabahasa yang baik. Sepanjang jalan, Maya tersenyum sendiri.
Mereka sampai di depan rumah Maya. Maya melompat turun.
"Nggak usah mampir ya," kata Maya.
"Ngapain mampir, nanti dikasih makan kan nggak enak," kata Ali Topan bergurau. "Oke deh ya, terima kasih sekali lagi," tambahnya. Ia menggeblas motornya,
berlalu. Maya berlari-lari kecil masuk ke rumahnya.
*** Ali Topan menghentikan motornya di bawah pohon Mahoni di Jalan Limau yang sepi. Ia buru-buru -buru membuka sampul surat dan membaca isinya.
Ali Topan Sayang.... Anna sangat menyesal atas peristiwa pada malam
144 ulang tahun Anna. Anna mengerti jika kamu dan teman-teman kamu tersinggung atas perlakuan orang tua saya yang sadis dan kejam. Anna minta maaf ya " Mau kan kamu memberi maaf Anna"
Surat ini Anna kirimkan via Maya, karena Anna belum berani datang ke rumah kamu. Nggak apa-apa ya "
Oh iya, kalung pemberian kamu baguus sekali. Anna sudah memakainya dan akan Anna pakai selalu.
Terima kasih atas kebaikan kamu. Semoga TuhanYang Maha Esa membalas kebaikan kamu dengan cinta kasih. Sekian dulu.
Salam dari Anna Karenina.
p.s. Anna ingin kamu besok masuk sekolah ya.
Ali Topan menghembuskan nafas panjang pertanda kelegaan hatinya. Surat itu dibacanya sekali lagi, seolah-olah tidak percaya bahwaAnna menulis surat yang begitu manis isinya. Diciumnya surat itu berulang-ulang, tepat pada tanda tangan Anna.
"Anna sayang. besok saya masuk deh.,"katanya pada dirinya sendiri.
Rasanya tak puas-puasnya Ali Topan mencium dan memandangi tanda tangan Anna, tapi ia jadi malu hati karena ada dua orang lewat memperhatikannya dengan pandangan aneh serta lucu. Ali Topan cepat-cepat memasukkan surat itu ke dalam kantongnya, kemudian berlalu meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya, Ali Topan bersiul-siul gembira. Baru pertama kali dalam "sejarah" hidupnya, Ali Topan menerima surat cinta, untung dia tidak gila akibat gempa kegembiraan yang melanda kalbunya.
Sampai di rumah, ia langsung masuk kamar dan
145 mengunci pintu. Radio yang selama ini berfungsi sebagai teman dalam kamar tidak disentuhnya. Ia menghempaskan diri ke tempat tidur dan senyam senyum sendirian. Bantal dipeluknya dan diciumnya berkali-kali.
Sejenak kem udian ia sudah melompat dari tempat tidur dan berjalan mondar mandir di dalam kamarnya. Ia ber-cermin dan berbicara dengan wajahnya di dalam cermin. Ia tersenyum ia tertawa-tawa kec
il. Anak jalanan yang begitu brutal bisa juga dibikin bingung oleh sebuah surat cinta. Anna. Anna. Anna. Anna. Anna. Berkali-kali mulutnya menggumamkan nama gadis yang telah membuat hatinya goncang.
Tak lama ia sudah meninggalkan cermin itu. Ia duduk di lantai menghadapi meja kecil di sisi tempat tidur. Sebuah kertas yang dirobeknya dari buku tulis terhampar di meja itu. Bolpen di tangan kanannya Ia mencoba menulis surat balasan untuk Anna, tapi ia repot memperoleh kata-kata yang dianggapnya cocok menyuarakan perasaannya. Ia ingin romantis dalam surat, tapi kalimat-kalimat yang telah ditulisnya terasa begitu romantis seperti rayuan orang-orang cengeng. Ia merasa geli dan malu hati sendiri ketika membaca kalimat-kalimat 'cintanya'. Berkali-kali ia ganti kertas, berkali-kali ia menulis suratdan berkali-kali pula ia meremas kertas itu dan membuangnya ke bawah tempat tidur.
"Wah lama-lama buku gua habis dong, An...," gumamnya. Dan ia kaget ketika gumaman itu di dengarnya sendiri. Akhirnya, ia menguatkan hati. Ditulisnya sebuah surat, hampir tanpa berfikir lagi, dan ia tak mau membaca surat itu karena takut batal lagi. Begitu selesai menandatangani surat cintanya, ia melipat kertas surat dan mencari amplop. Tapi amplop merupakan barang yang belum pernah ada didalam daftar barang-barang inventarisnya,
146 karena ia tak pernah merasa memerlukan benda itu.
Di dalam kamar ayah dan ibunya pasti ada benda itu, tapi Ali Topan malas mengambilnya. Akhirnya surat itu cuma dia tutup dengan pita rekat plastik lalu diselipkannya surat itu ke dalam sebuah buku.
Suara langkah Mbok Yem terdengar. Ali Topan cepat menghidupkan radio.
"Den Bagus, Den Bagus!," MbokYem memanggil dari luar karena pintu kamar dikunci oleh Ali Topan.
Ali Topan membukakan pintu. "Kalau manggil raden-radenan lagi gua nggak mau jawab, Mbok. Serius nih," kata Ali Topan.
"Habis Mbok harus manggil apa" Tuan muda"" tanya Mbok Yem.
"Panggil Gus Topan, gitu."
"Ooh, gituuu. iya deh Den Bagus, eh, Gus Topan. he he," kata Mbok Yem, "ngapain pintu dikunci""
"Nggak ngapa-ngapain," kataAli Topan. Ia kembali ke mejanya, mengambil buku berisi surat cintanya.
"Mau ke mana" Makan dulu deh,"kata Mbok Yem.
"Aku pergi sebentar.,"kata Ali Topan. Ia berjalan ke ruang depan.
Ibunya keluar dari pintu kamar.
"Hallo. mau ke mana anak mama""sapa Ny. Amir.
Ali Topan memandang ibunya. Wajah ibunya agak pucat, rambutnya semrawut dan seputar matanya cekung.
"Mama sakit"" tanya Ali Topan. Ny. Amir tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Ali Topan menatap mata ibunya. Nyonya Amir melengos. Mereka berpandangan lagi,tapi dua pasang mata mereka hanya merefleksikan getaran kosong dan asing dari hati masing-masing.
"Ali pergi dulu, Ma.,"kata Ali Topan. Ia berlalu dari
147 hadapan ibunya. "Mau ke mana kau"" tanya Nyonya Amir.
"Mau ke rumah Maya," kataAli Topan sambil berjalan keluar.
Nyonya Amir menghela napas. Ia mengerti kenapa anaknya bersikap acuh tak acuh kepadanya.
Deruman suara motor Ali Topan terdengar bagaikan deruman singa yang sedang marah. NyonyaAmir terdiam di tempatnya. Ia menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya.
Di depan pintu kamar Ali Topan, Mbok Yem berdiri memperhatikannya.
Maya hendak tidur siang ketika Ali Topan datang ke rumahnya.
"Ngapain" Saya mau tidur siang nih," kata Maya.
"Mau titip surat buat. si dia," kata Ali Topan, "sorry mengganggu ya," tambahnya. Ali Topan memberikan buku berisi surat kepada Maya. Maya tersenyum menerimanya.
"Rajinjuga sih. Isinya rayuan melulu ya"" Maya menggoda. Ali Topan tersipu-sipu.
"Nggak tau deh Maya. Mau dibilang rayuan kek, cetusan hati nurani kek, atau rintihan dan ratapan yang cengeng, terserah deh. Gua juga nggak tahu apa namanya," kata Ali Topan, "Gi deh, tidur siang biar awet muda. Dan terima kasih ya atas kebaikan kamu," tambahnya. Ali Topan permisi pulang. Maya masih menggodanya: "Eh, titipan kilat kan musti ada ongkos kirimnya, Pan"" Ali Topan merandek dan berpaling
"Titipan surat cinta ongkosnya berupa cipokan, mau"" katanya.
"Ih,enak aja lu!" kata Maya sambil meringis. Dan ia makin meringis ketika Ali Topan mengirimkan ciuman
148 ja rak jauh via tangan kanan yang dikecupnya. Maya melengos. Ali Topan tertawa senang, dan segera berlalu karena Ny. Utama muncul dari dalam rumah.
"Teman kamu yang satu itu lucu juga, tapi lucunya berbahaya, Maya. Jangan-jangan kamu jatuh cinta sama dia," kata Ny. Utama.
"Maunya sih jatuh cinta, Mama. Tapi dia sudah ada yang punya.," kata Maya.
"Jadi kamu patah hati dong"" Nyonya Utama menggoda anaknya.


Ali Topan Anak Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, nggak juga, emangnya hati Maya dari kayu.," kata Maya, "dia kemari mau titip surat buat kekasihnya.," tambahnya sambil menunjukkan buku berisi surat Ali Topan.
Keduanya tertawa kecil, lalu berpelukan, masuk ke dalam rumah, seperti dua orang sahabat yang manis...
149 DUA BELAS Esok harinya di sekolah. Maya memberikan titipan dari Ali Topan kepada Anna Karenina. "Nih, balasan dari dia," kata Maya. "Oh ya" Terima kasih Maya," kata Anna. Ia cepat memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Hatinya berdebar-debar. Ia ingin segera membaca surat balasan itu, tapi beberapa teman yang baru datang lewat di sisi bangkunya. "Kamu ke rumahnya"" tanya Anna. "Ih, gengsi dong. Saya ketemu dia di blok-M, tampangnya kusut banget, begitu saya kasih surat kamu tampangnya jadi berseri-seri seperti penyanyi pop di layar tivi," kata Maya sambil senyum.Anna mencubit lengan Maya. "Dia masuk apa tidak hari ini"" tanya Anna. "Nggak tahu, emangnya saya ibunya apa yang musti tahu segala urusan dia," jawab Maya. Wajah Anna Kare-nina bersemu dadu karena godaan itu.
Bel sekolah berdentang. Jam pertama hari itu adalah jam yang paling tidak disukai oleh murid-murid, yaitu "pembinaan budi pekerti" oleh Ibu Dewi. Ali Topan memberi sebutan "pendidikan over acting" untuk jam pelajarannya.
Ibu Dewi masuk ke dalam kelas. Ia memakai pakaian yang selalu mengikuti mode dan mahal, sesuatu yang tidak cocok dengan jabatannya sebagai pembina budi pekerti. Dandanan wajahnya pun, yang ditandai dengan gincu menyala, bedak tebal, bulu mata palsu sangat membantu pandangan negatif murid-murid terhadap dirinya.
150 Pertama kali Ibu Dewi melihat ke arah bangku Ali Topan. Tak pernah sekalipun ia melihatAli Topan siap di tempatnya ketika ia masuk. Kalau tidak kesiangan, sampai hampir habis jam pembinaannya, pastiAli Topan tidak masuk. Dan ia tak habis mengerti kenapa murid yang satu itu begitu berani terbuka menantangnya.
"Dia ke mana"" tanya Ibu Dewi pada Boby.
"Saya tidak tahu, Bu," jawab Boby.
Itu adalah tanyaj awab yang rutin, semacam pendahuluan untuk acara 'pidato' muluk-muluk tentang budi pekerti, sopan santun, moral baik dan buruk serta lain-lain dongengan lagi.
Biasanya, kalau adaAliTopan, selalu saja ada peristiwa yang lucu dibuatnya, yang menguap keraslah, yang berlagak mengantuk, atau jatuhnya setumpukan buku ke lantai. Bahkan pernah ada seekor tikus got berlari kian kemari di dalam kelas dan mengakibatkan kelas geger, anak-anak perempuan naik semua ke atas bangku mereka, bahkan Ibu Dewi lari terbirit-birit ke luar sampai terkencing-kencing. Dugaan kuat Ali Topan yang membuat ulah, tapi dugaan itu tak bisa dibuktikan, akhirnya dibekukan.
Ali Topan bangun tidur pada pukul 7.23 wib. Selesai mandi pada pukul 7.31 wib, ia segera mengenakan busana hariannya, jeans bluwek dan kemeja batik cap Dua Bedil. Seharusnya busana serag am SMA Bulungan bukanjeans bluwek, dan batik cap Dua Bedil, tapi celana biru muda dengan baju batik Keris. Ali Topan selalu merasa gerah kalau memakai seragam sebagai yang ditentukan oleh Kepala Sekolah. Oleh karena itu, ditambah catatan yang hampir setiap hari dicatat oleh ibu-ibu dan bapak-bapak guru sehubungan dengan kelakuannya yang "bebas-ak-tif," maka nilai budi pekertiAliTopan tidak pernah bagus.
151 Tanpa sarapan pagi, Ali Topan berangkat ke sekolah pada pukul 7.44. Ia mengendarai motornya sebagaimana anak-anak muda J akarta yang sedang puber, yaitu ngebut. Seringkali ia ditangkap polisi lalu lintas karena penge-butannya, tapi sering kali pula ia dibebaskan karena polisi diberinya alasan yang masuk akal. Ia selalu mengatakan, ketika ditanya kenapa ngebut, bahwa ia hanya mencontoh adegan ngebut di dalam film luar dan dalam negeri.
"Kalau Bapak ingin agar saya berhenti ngebut, coba Bapak larang adegan ngebut di film-film itu," demikian katanya senantiasa. Ketika polisi-polisi itu menunjukkan gejala "perdamaian di bawah tangan", Ali Topan suka juga membual, dengan mengatakan dia anak jenderal. Secara psikologis dia tahu, berdasarkan pengalaman orang lain, polisi-polisi itu agak ngeri jika ada seseorang remaja mengaku anak jenderal. Tapi pernah juga sekali tempo dia membentur "batu", ketika seorang polisi lalulintas tidak peduli apa yang ia bualkan, danAli Topan kena "tilang" di Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang terletak di kampung Slipi.
Dia memang jagoan mengendarai motor. Dalam tempo 3 menit dia sudah sampai di Jalan Wijaya II. Ia suka mengambil jalan memutar ke sekolahnya yang terletak di Jalan Mahakam, untuk menikmati tikungan-tikungan kecil yang terdapat di situ. Pada saat ia menikung dari Jalan Wijaya II ke arah Panglima Polim Tiga, ban motornya mendadak kempes. Ali Topan menghentikan motornya dan memeriksa ban depan yang kempes. Ia mendapati sebuah paku besar menancap di ban motornya.
"Sialan, lu anak siapa sih paku! Nggak disekolahin ya sama bapak lu! Pagi-pagi begini bikin kempes ban motor gua!" AliTopanmenggerutu. Iaberusahamencabutpaku itu, tapi tidak bisa, karena paku itu menancap dan
152 bengkok di dalam ban. Dengan wajah kesal Ali Topan menuntun motornya ke arah tukang tambal ban yang membuka bengkel di ujung Jalan Panglima Polim Tiga.
"Pagi-pagi sudah kena musibah rupanya..." kata tukan tambal ban seorang muda asal Medan.
"Iya. Musibah gua kan rejeki lu, Bang! Bisa banget lu omong musibah-musibahan," jawab Ali Topan. Dia memarkir motornya di depan tukang bengkel yang tersipu-sipu mendengar kata-katanya.
"Kena paku rupanya" Di mana"" kata tukang tambal ban.
"Di Bandung!," sahut Ali Topan, "gua tinggal ini motor, nanti siang gua ambil," tambahnya sembari melemparkan kunci motor pada tukang tambal ban yang bengong itu tanpa banyak pernik, Ali Topan berjalan pergi, menyambung perjalanannya.
Ali Topan berjalan kaki dengan santai. Ia bersiul-siul gembira. Kedua buah tangannya berada didalam saku jeans. Indah sekali pagi, nyaman sekali hatinya.
Seorang pengendara motor dari arah belakang berhenti di dekatnya. Dia Teddy, anak kelas I-7. "Eh, tumben jalan kaki, Pan. Ke mana motor lu"" tanya Teddy, "udah telat nih. Lu naik deh," tambahnya.
"Hei, lu Ted. Ban motor gue pecah kena paku. Yuk , gua nebeng dah," kata Ali Topan. Dia membonceng Teddy.
Sampai di sekolahAli Topan melompat turun. "Terima kasih, Ted," kata Ali Topan, kemudian ia segera berlari menuju kelasnya. Teddy menuntun motornya ke tempat parkir.
Ali Topan sampai di depan kelas, tapi dia tidak langsung masuk. Dia berdiri di dekat pilar di depan kelas. Suara Ibu Dewi membuatnya enggan masuk, namun
153 perasaannya ingin betul masuk ke dalan untuk melihat Anna.
Di dalam kelas, Ibu Dewi mulai "berdakwah". Murid-murid segera diam. Memperhatikannya.
"Anak-anak, hari ini Ibu akan menerangkan satu masalah yang menyangkut tatacara pergaulan kaum muda. Masalah ini sangat penting agar kalian bisa menjadi pelajar teladan. Judul masalah sudah Ibu pilihkan, yaitu Bagaimana Memperoleh Manfaat Dari Pergaulan. Sungguh, hal ini penting bagi kalian, karena anak-anak muda jaman sekarang sedang menjadi perhatian kaum pendidik dan masyarakat akibat makin hari makin tinggi angka kenakalan remaja di Jakarta," kata Ibu Dewi. Ia berkata dengan suara nyaring dan mimiknya selalu khas, gerak kelopak mata dan bibir yang genit seperti penyiar tivi serta tangan yang selalu menjentik-jentik debu kapur yang jatuh ke busananya.
Murid-murid diam, tapi sebagian besar pikiran mereka bukan kepada masalah yang sedang dibicarakan melainkan kepada gerak kelopak mata dan bibir Ibu Dewi, yang sok anggun itu.
"Mengerti kalian"" tanya Ibu Dewi. Murid-murid serempak mengatakan pengertian mereka. Ibu Dewi tampak suka dengan jawaban yang serempak itu. Ia melirik ke murid-murid di barisan belakang, kemudian menuliskan "ceramahnya."
Anna Karenina mengambil surat dari Ali Topan, lalu ditaruhnya di bawah tas sekolah yang ditaruhnya di atas meja.
Ketika Ibu Dewi sedang asyik menulis teori-teori pergaulan, ia mempergunakan kesempatan itu untuk membaca surat dari Ali Topan. Begitu Ibu Dewi selesai menulis dan mulai berbicara lagi, Anna segera mendongak, melihat ke arah Ibu Dewi. Hal itu dilakukannya
154 berulangkali. Rupanya Ibu Dewi sempat melihat sikap Anna itu, namun ia pura-pura tidak tahu.
"Jadi, yang paling penting di dunia ini, adalah budi pekerti, sebab, seperti kata pepatah, manusia boleh pandai seperti profesor, tapi kalau dia tidak punya budi pekerti, maka ia tidak ada arti sama sekali bagi masyarakat. Mengerti anak-anak"" kata Ibu Dewi.
"Mengertiiiiii!" sahut murid-murid, serempak.
Anna Karenina cuma menggumam saja, ia tidak berminat untuk ikut-ikutan berteriak seperti teman-temannya yang serempak menyambut pernyataan Ibu Dewi.
Ibu Dewi berbalik menghadap papan tulis lagi. Ia menuliskan sesuatu, tapi tiba-tiba ia berbalik menghadap ke arah para murid. Tepat pada saat itu Anna Karenina sedang mengangkat tasnya, menarik kertas surat dariAli Topan.
"Hei, kamu! Sedang bikin apa kamu"" kata Ibu Dewi. Tangannya menunjukAnna Karenina yang terkejut mendengar tegurannya. Secara refleks Anna menyimpan kembali surat dari Ali Topan ke bawah tasnya. Wajahnya tampak gugup sekali. Ia tidak menjawab.
Ibu Dewi menghampiri Anna. Para murid yang lain langsung memusatkan perhatian mereka ke arahAna dan Ibu Dewi.
Ibu Dewi membalik tasAnna dan mengambil surat dari bawah tas itu. "Apa ini"" tanya Ibu Dewi.
Anna Karenina tidak menjawab . Wajahnya pias. Ibu Dewi membaca surat Ali Topan itu. Wajahnya berubah sinis. Ia mengangkat surat itu, lalu membaca isi surat dengan suaranya yang nyaring. Anna Karenina cuma bengong saja. Perasaannya sangat risau sekali.
"Wah, wah, wah .Surat cinta dari kekasih. Bukan
155 main romantisnya.," Ibu Dewi dengan sinis, "Kekasihku yang rupawan, aku merindukanmu siang dan malam, apakah engkau begitu pula"" tambahnya. Anna Karenina tersentak. Surat Ali Topan tidak begitu bunyinya. Ibu Dewi mengada-ada. Segera Anna menundukkan kepala karena Ibu Dewi memandangnya dengan bengis.
Di luar, Ali Topan merasa tegang. Ia mendengar suara Ibu Dewi yang sedang marah kepada Anna. Dan ia tahu Ibu Dewi mengada-ada dengan pembacaan surat yang tidak cocok dengan surat yang ditulisnya untuk Anna. 'ApakahAnna mendapat surat dari orang lain"' demikian pikirnya. Maka ia menunggu perkembangan selanjutnya. Ia waspada.
Di dalam kelas Ibu Dewi berkacak pinggang di depan Anna.Anna tetap merunduk. Murid-murid lainnya diam.
"Hei! Inilah contoh anak yang baik sekali kelakuannya," kata Ibu Dewi sinis. "Ada guru menerangkan pelajaran di depan kelas, dia asyik membaca surat cinta dari kekasihnya!" tambahnya.
Anna Karenina merunduk terus.
Ibu Dewi menyentuh dagu Anna, lalu mengangkat dagu itu, hingga Anna terpaksa menengadah, memandangnya.
"Kamu murid baru di sini ya! Coba berdiri di depan kelas!" kata Ibu Dewi. Anna Karenina berdiri, perlahan, lalu berjalan di depan kelas. Ia merasa telah membuat kesalahan, oleh sebab itu ia pasrah menerima hukuman apapun. Ibu Dewi menggenggam surat rampasannya. Ia menghampiri Anna, dan berdiri di depan Anna.
"Hei, Kamu ke sini untuk belajar atau untuk cari pacar"" tanya Ibu Dewi.
Anna tidak menjawab. Ia melihat surat yang di
156 genggam Ibu Dewi. Yang tak habis dipikirnya, kenapa Ibu Dewi membaca surat tidak sesuai dengan tulisan aslinya"
Ibu Dewi memandangnya dengan tajam, kemudian ia berpaling ke arah murid-murid yang lain.
"Hai, kalian kiranya ingin mendengarkan pembacaan surat cinta, bukan"" katanya. Murid-murid tak ada yang menjawab. Maya dan Boby berpandangan. Keduanya mengangkat bahu.
Ibu Dewi memberikan surat rampasannya pada Anna.
"Kau, bacalah! Supaya semua teman tahu bagaimana hebatnya pacarmu yang bernama Ali Topan itu merangkai kalimat cinta!," kata Ibu Dewi.
Di luar kelas, Ali Topan tersentak mendengar namanya disebut. Sudah pasti, sudah pasti surat yang ditulisnya untuk Anna yang jadi perkara. Tanpa pikir dua kali, Ali Topan melangkah masuk ke dalam kelas. Wajahnya tegang, pandangannya matanya menyapu seluruh kelas, lalu hinggap di w
ajah Ibu Dewi. Ditatapnya mata Ibu Dewi. Kemarahan terbayang diwajahnya.
"Ini dia pahlawan cinta kita!," Ibu Dewi berseru, "hei, kau baca surat itu!, serunya lagi, pada Anna Karenina. Anna tergetar. Ia memandang Ali Topan dan Ali Topan juga memandangnya. Tiba-tiba Ali Topan mengulurkan tangannya, meminta surat itu.
"Biar saya yang membacanya, An," katanya.
Anna memberikan surat itu. Ibu Dewi membelalakkan matanya. Menghadapi Ali Topan selalu membuatnya kehilangan akal. Karena itu ia selalu memunculkan kemarahan dan sinisme yang galak.
"Ibu Dewi, karena saya yang membuat surat ini, saya kira lebih tepat jika saya yang membacanya...," kataAli Topan.
157 "Boleh juga, Bung!" kata Ibu Dewi.
Tanpa banyak pernik, Ali Topan membaca suratnya.
Anna Karenina Yang Manis!
Saya senang sekali menerima suratmu. Saya tiba-tiba jadi bersemangat dan hidup terasa tidak suram lagi. Rasanya, baru pertama kali dalam sejarah hidup saya sampai hari ini, saya menerima perhatian yang menakjubkan. Surat Anna saya bawa ke manapun saya pergi. Setiap saat saya ingin membacanya. Nah, sekian dulu. Oh ya, soal saran kamu supaya saya rajin sekolah, itu gampang diatur. Terima kasih.
Ali Topan Ali Topan selesai membaca suratnya. Ia memberikan surat itu kembali pada Anna. Teman-temannya ada yang tertawa mengikik mendengar Ali Topan membaca surat. Tapi tak ada yang berani mengeluarkan cemoohan. Teman-teman sudah kenal Ali Topan. Mereka respek padanya. Respek campur ngeri.
"Sekarang kamu yang baca," kata Ibu Dewi padaAnna. Anna, Ali Topan dan murid-murid lainnya terkejut. Mereka menganggap Ibu Dewi keterlaluan. Lagipula, yang menjadi pertanyaan anak-anak, kenapa bunyi Ibu Dewi lain dengan bunyi Ali Topan mengenai surat itu" Apakah Ibu Dewi mengada-ada tadi"
"Saya kan sudah membaca, Ibu Dewi"" tanya Ali Topan. Nadanya lembut.
"Kalau saya suruh dia baca kamu mau apa"Atau kalau saya mau sobek-sobek surat kamu, lantas kamu mau apa"" kata Ibu Dewi. Ia berpaling ke Anna. "Ke sinikan surat itu!," katanya.
158 Anna memberikan surat itu. Ibu Dewi merobek-robek surat itu dengan tenang dan membuang robekan kertas itu tepat kena wajahAliTopan dan berhamburan ke lantai. Beberapa potongan menempel di baju dan tas sekolahnya.
Kelas dicekam sunyi. Semuanya menunggu reaksi Ali Topan. Mereka memastikan, Ali Topan naik pitam. Kali ini mereka salah duga. Ali Topan mampu menekan emosinya. Perlahan ia membungkuk, berjongkok memunguti robekan kertas suratnya. Dikumpulkannya robekan kertas itu di tangan kirinya, kemudian ia berdiri lagi. Dia berikan robekan surat pada Anna Karenina, kemudian ia berpaling ke Ibu Dewi.
"Terima kasih atas kebijaksanaan Ibu," kataAli Topan. Kata-katanya merendah, tapi nadanya dingin betul.
"Saya tidak butuh terima kasih kamu!," kata Ibu Dewi.
Ali Topan tersenyum. "Boleh kami duduk, Ibu"" katanya. Tenang. "Kamu menghina saya ya"" kata Ibu Dewi.
"Tidak." "Tapi sikap kamu kurang pantas! Kamu sok jago. Keluar kamu! Saya muak melihat tampangmu! Sana! Ke
luar!" "Jangan begitu dong, Bu. Masa saya mau sekolah disuruh keluar" Itu kan kurang bijaksana namanya," kata Ali Topan.
"Kamu selalu membantah!Anak berengsek!" kata Ibu Dewi.
Dia berjalan ke meja, mengambil tasnya, lalu keluar cepat-cepat. Wajahnya geram betul.
AliTopan menarik tanganAnna, mengajaknya kembali ke bangkunya.
"Wan, sorry kalau gue bikin kacau lagi," kataAliTopan
159 pada Ridwan, ketua kelasnya.
"Sorry sih sorry, Pan. Tapi gua ini yang repot. Mendingan lu aja jadi ketua kelas, soalnya guru-guru kan tahunya gua terus. Gua udah capek dipanggil ke kantor, katanya gua nggak becus memimpin kelas," kata Ridwan.
"Boleh aja gue jadi ketua kelas, tapi pakai syarat. Kalau kita boleh pakai busana yang sedikit nyentrik dan merokok di dalam kelas, oke saja. Lu bilang deh ke Pak Broto," kata Ali Topan. Tentu saja teman temannya tertawa. Grrr. Suasana jadi segar lagi.
Di Kantor Direktur Sekolah. Pak Broto Panggabean mendengar "laporan" Ibu Dewi. Seperti biasanya, Ibu Dewi mendramatisir laporannya dengan airmata yang meleleh dipipinya.
Pak Broto Panggabean memanggil sekretarisnya.
"Hadi, Ali Topan suruh menghada
p," kata Pak Broto. "Ya, Pak," kata Hadi. Dia berjalan cepat ke luar. "Anak setan itu kok nggak bosen dipanggilin terus. Gua aja yang disuruh manggil udah bosen. Dia dia juga," gumam Hadi pada dirinya sendiri.
Hadi sampai di kelas, berdiri di depan pintu sambil cengar cengir. Dia melambai ke arah Ali Topan.
"Hallo Boss. Urusan biasa dah!" kata Hadi. Murid-murid ketawa.
"Biasa apaan"" kata Ali Topan.
"Dipanggil Godfather" kata Hadi.
"Eh, bego ! God itu nggak ber-father dan father itu bukan God," kata Ali Topan. "Lu bilangin ke Pak Brotpang... jadi Direktur Sekolah kok kerjaannya manggil-manggil murid sih. Apa nggak ada kerjaan lain yang lebih bermanfaat buat pembangunan"" kata Ali Topan. Grrrrrrrrrr lagi teman temannya.
"Saya nggak tahu. Nanti saja tanya yang
160 bersangkutan," kata Hadi, "Sekarang ayo dah, kita ke sono, daripada... daripada... " tambahnya.
Ali Topan berjalan keluar kelas diiringi komentar jahil yang ke luar dari mulut teman-teman kelasnya. Anna Karenina tidak ikut berkomentar. Dia menundukkan kepalanya. Maya juga diam.
Ali Topan menghadap Pak Broto Panggabean.
"Selamat Pagi, Pak," kata Ali Topan.
"Iya. Pagi pagi kau bikin perkara lagi. Ini Ibu Dewi melaporkan kelakuan kau yang brengsek. Dan, pelajaran terhenti. Itu berarti kau bikin rugi teman teman kau yang lain," kata Pak Broto Panggabean.
Ali Topan diam saja. Percuma menjawab, sebab jawabannya akan sama seperti jawaban pada setiap kali dipanggil Pak Broto. Pak Broto Panggabean mengusap-usap kumisnya yang tebal.
"Aku sudah capek marah-marah. Kau rupanya punya adat eksentrik ya. Semakin hebat dimarahi semakin hebat berengsek kau! Nah, tadi Ibu Dewi melapor, katanya kau pacaran di dalam kelas. Main surat cinta dengan Anna, murid baru itu. Nah, Ibu Dewi minta supaya kita bikin pertemuan antara kau, Anna, orang tua kau dan orangtua Anna dengan kami di sini. Kau menghadap lagi besok pagi jam delapan," kata Pak Broto Panggabean.
Ali Topan keluar dengan wajah lesu, tanpa permisi pada Pak Broto. Ibu Dewi ditengokpun tidak olehnya. Jalannya rada loyo. Dia memikirkan kegawatan esok hari. Sudah jelas urusan bakal jadi meriah.
Dia membayangkan wajah ibu Anna yang non-kom-promis itu, wajah ayahAnna yang rada acuh, sopir Mercy yang namanya Oom Boy dengan tampang klimis yang menjijikkan. Wajah tiga manusia aneh itu akan bertemu dengan wajah Ibu Dewi yang sinisnya bukan kepalang,
161 wajah Pak Broto Panggabean yang rada blo'on. Amit-amit deh. Dan dia membayangkan Anna Karenina bakal ketakutan menghadapi orangtua-orangtua yang aneh itu.
Membayangkan Anna, dia menggeplak jidatnya sendiri. Sampai di depan kelas Ali Topan masih menggeplak-geplak jidatnya sendiri. Kusut pikirannya.
Ali Topan masuk ke dalam kelasnya. Teman temannya memandang padanya.
"Gimana, Pan""tanya Bobby.
"Prihatin, mek!," sahutnya. Dia menghampiri Anna Karenina, dan berdiri di depan gadis manis yang merasa sebagai gadis paling apes di seluruh dunia.
"An! Besok orang tua kamu bakal disuruh datang oleh penguasa sekolah ini. Orangtua saya juga di panggil, tapi jelas mereka nggak bakal datang. Besok kita berdua bakal diadili di depan orang-orang tua itu. Saya harap kamu tabah," kata Ali Topan. Suaranya cukup keras sehingga anak anak lain bisa mendengarnya.
"Bakalan seru dong, Pan. Kalau perlu kite rubuhin aje sekolahan kagak berbobot ini," Wandi, anak betawi asli mencuap.
"Iya, Pan kita culik sekalian Pak Broto dan Ibu Dewi. Kite ceburin ke Bina Ria biar dimakanjaws!" kata I Soen, peranakan Cina-Sunda yang duduk sebangku dengan Ridwan. Teman teman sekelas, termasuk Ali Topan & Anna tertawa mendengar leluconnya.
"Apa lu kate"" kata Bobby, "dimakan jaws" Udah pinter ngomong Inggris lu, Cina!" tambahnya dalan nada bergurau.
"Pejajaran lu, Bob. Gue bukan Cina, gue orang Sunda tau" Sekali lagi lu ngatain gue Cina, gue embat lu," kata I Soen. Tampangnya dibikin seperti orang marah.
"Sorry boy, /belum tau. Tapi kalau lu mau jual sih, gue
162 beli embatan lu," kata Bobby. Tampangnya distel serius.
"Ah, kagak, gua becanda aja, Bob," kata I Soen, lalu ia melihat Ali Topan dan berkata, "jadi gimana Boss" You atur de
h, / folloW" Ali Topan yang sedang prihatin tertawa ketawa ha-ha-hi-hi mendengar celotehan I Soen. Anna Karenina juga tertawa terpingkal pingkal. Mereka lupa sejenak pada 'musibah' yang menimpa diri mereka.
Kelas menjadi gaduh oleh suara ketawa bebas-aktif yang spontan ke luar dari mulut seluruh murid di situ. Humor demi humor yang ditimpa komentar 'asbun' merupakan obat mujarab pengusir hati yang gundah.
Di tengah tengah keriuhan suasana, Hadi datang membawa instruksi khusus dari Pak Direktur. Isi instruksi itu pendek tapi tegas: kelas III Paspal 1 distrap, tidak boleh memperoleh pelajaran hari itu. Murid murid harus tetap di kelas, tidak boleh ke luar tanpa izin langsung dari direktur.
"Jangankan distrap sehari, sebulanjuga kita masih oke. Dia pikir kita sedih kali, padahal sih gembira betul hati kita," kata I Soen.
Ali Topan meminta maaf kepada teman-temannya atas keterlibatan mereka karena perbuatannya. Seperti biasanya, teman-temannya mengerti, karena hanya pengertian itu yang bisa mereka berikan kepada sesama teman.
Saat pulang, Ali Topan mengantar Anna ke gerbang sekolah.
"Anna, apa pikiranmu soal urusan besok"" tanya Ali Topan. Anna memandang sayu pada Ali Topan, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata tidak tahu.
"Kamu merasa takut"" tanya Ali Topan. Anna menggeleng.
"Kamu merasa kecewa pada saya""
163 "Mungkin!" sahut Anna Karenina.
Ali Topan terkesima mendengar jawaban itu. Ia memandang Anna dengan tajam. Tapi Anna menunduk saja. Bahkan gadis itu mempercepat jalannya langsung menuju Mercy yang sudah menunggu.
Ketika Mercy disopiri Oom Boy bergerak meninggalkan gedung sekolahnya, Anna melirik sekejap ke arah Ali Topan yang berdiri dengan aksi di pintu gerbang. Dua tangannya masuk ke kantong celana dan pandangan matanya gagah sekali. Anna Karenina tidak tahu kalau gaya yang keren itu ditampilkan Ali Topan untuk menutupi perasaan hatinya yang terpukul oleh jawaban Anna.
"Mungkin"" gumam Ali Topan. Lantas ia tersenyum sendirian. Ia menarik napas berat, lalu berbalik langkah, berjalan menuju tempat parkir motor. Bobby, Dudung dan Gevaert menunggu di situ.
"Gimana, Pan"" tanya Gevaert.
"Mungkin," sahut Ali Topan. Ia menghidupkan motornya, lalu meninggalkan tempat parkir, diikuti teman temannya.
164 TIGA BELAS Pagi hari di rumah Anna. Oom Boy baru datang dari mengantar Anna ke sekolah. Ia masuk ke ruang tengah, memperhatikan Nyonya Surya yang sedang merawat pohon pohon kerdil. Tuan Surya membaca Kompas di kursi rotan di dekat istrinya. Keduanya asyik dengan kesibukan masing masing.
Oom Boy menyiulkan lagu "Bujangan " Koes Plus dengan gaya norak. Dia membayangkan dirinya seperti Murry penyanyi di layar Televisi Republik Indonesia alias TVRI. Tuan Surya tak memberi reaksi apa apa, tapi Nyonya Surya tersenyum kecil dan menegur Boy, "Gembira betul kau hari ini, Boy."
Pedang Naga Kemala 15 My Silly Engagement Karya Dewi Sartika Pendekar Super Sakti 23
^