Pencarian

Ali Topan Wartawan Jalanan 4

Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha Bagian 4


Mobil berhenti, Karyadi turun.
"Tepat pada waktunya," kata Karyadi, "saya baru datang, karena mampir dulu di kantor polisi.Ayo masuk."
Pintu rumah terbuka. Istri Karyadi muncul dengan wajah kuyu. Ia membawa kunci pembuka gembok pintu. Perempuan bule itu tampak patah semangat, memandang Ali Topan sekilas.
'"Thanks, Angie," kata Karyadi. Ia mencium kening istrinya. "Masih ingat dia, Angie"" tanya Karyadi.
Angela memandangAliTopan kemudian mengangguk perlahan. Matanya masih muram.
Ali Topan menyalami nyonya rumah dengan jabat tangan simpati. Ia melihat lingkaran hitam di mata ibu yang kehilangan anak itu.
Karyadi memeluk istrinya, membimbingnya masuk, diikuti Ali Topan.
"Silakan duduk dulu. Saya ke dalam sebentar," kata Karyadi. Ia masuk ke sebuah kamar bersama istrinya.
AliTopan menanti dengan sikap setenang mungkin. Ia sedang mencari akal untuk memperoleh potret keluarga ini. Data berasal dari pembicaraan dengan Karyadi tadi pagi, sudah dicatatnya di dalam buku kecil. Ali Topan bermaksud menurunkan berita penculikan ini secara diam-diam. Ia tahu, Karyadi sedikitpun tak mengira ia menjadi pembantu reporter Ibu Kota. Yang ia tak tahu, alasan apa yang mendorong Karyadi minta tolong
201 padanya. Sepuluh menit kemudian, Karyadi muncul tanpa istrinya. "
Istri saya minta maaf, dia tidak bisa menemani kita. Dia menyampaikan terima kasih atas kesediaan kamu menolong kami," katanya.
Ia duduk di samping Ali Topan. Pandangannya setiap saat tertuju ke kamarnya. Terdengar isak tangis dari kamar itu.
"Saya nggak lama," kata Ali Topan.
Karyadi tersentak. "Ng... gimana ya, saya ingin banyak bicara, tapi..."
"Lain kali saja. Saya mengerti. Toh saya sudah tau rumah ini. Kamu hibur istri kamu saja. Saya berusaha membantu."
"Oh, terima kasih!"
"Saya berusaha membantu dengan cara saya. Setuju"" tanya Ali Topan.
"Terimakasih! Moga-moga kamu bisa menemukan Markus secepat mungkin. Saya percaya kamu punya cara sendiri yang berbeda dengan polisi. Saya kenal anak-anak semacam kamu di Eropa dulu. Kalian kenal setiap sudut kota."
Ali Topan mengusap pipinya, kebiasaan khasnya jika senang hati oleh pujian.
"Boleh pinjam foto Markus" Dan. tolong kasih tau ciri-ciri khasnya kalo ada," kata Ali Topan.
"Sebentar, saya ambilkan."
Karyadi masuk ke sebuah kamar lain, kemudian keluar membawa album foto. Ia mengambil dua buah foto berwarna. Satu foto Markus dalam ukuran kabinet, yang lainnya foto Markus, Angie dan dia sendiri. Foto-foto itu diberikan pada Ali Topan.
Ali Topan mengamati foto-foto itu. Markus berambut
202 pirang, bermata biru muda, wajahnya agak lonjong seperti kebanyakan anak orang bule. Sama sekali tak ada ciri Indonesia di wajahnya.
"Ciri yang khas lainnya apa ya"" tanya Ali Topan.
"Tingginya satu meter persis. Dia suka lalap pete!"
"Mm.apa Markus bisa omong Indonesia""
"Bisa." Ali Topan mengawasi wajah Karyadi dengan seksama. "Mm.kira-kira siapa yang paling mungkin menculik Markus" Maksud saya, apa kamu merasa punya musuh
disini"" Karyadi menggeleng. "Nggak ada! Saya nggak punya musuh! Beberapa famili memang agak tegang dengan keluarga kami. Itu urusan masa lalu, urusan keluarga. Mereka tak suka saya kawin sama Angela. Ibu dan ayah saya ikut dimusuhi oleh oom-oom dan beberapa tante yang tinggal disini."
"Orangtua kamu tinggal dimana""
"Di negeri Belanda."
"Warganegara sana""
Karyadi menggeleng. "Ayah saya bekas Atase Kesenian di Kedutaan Besar kita di Belanda. Sejak pensiun tahun tujuh puluh, ayah dan ibu saya menetap di Belanda."
"Kok nggak pulang ke Indonesia""
"Nggak. Mereka lebih suka tinggal di sana. Soal
politik." "Oh ya"" Karyadi menekap mulutnya. Ia merasa terlalu nyeplos bicara. Ali Topan masih menunggu, tapi Karyadi diam
saja. "Saya rasa cukup. Terima kasih atas keterangannya." "Saya yang harus bilang terima kasih."
203 Ali Topan berdiri. Karyadi menyalaminya. "Saya tunggu kabar, jack."
Ali Topan memberi kode "beres" dengan tangannya, kemudian keluar ruang dengan langkah mantap. Di luar halaman ia melihat sopir taksi sewaan sedang mengkutik-kutik mesin mobil. Ia ingin melihat wajah si sopir, namun terhalang oleh kap mobil. Lagipula sopir itu menunduk, sedang membetulkan sesuatu.
Ali Topan bergegas ke jalan raya. Ia harus segera ke kantor Ibu Kota, untuk mengejar batas waktu yang diberikan G.M.
Jalan Gajah Mada ditempuh dengan dua kali naik bis. Ia sudah berpikir untuk naik taksi, tapi maksud tersebut diurungkannya. Sayang uang, pikirnya.
Jam 13.40 ia sampai di kantor Ibu Kota. Sekretaris Redaksi memberikan pesan dari Redaktur Pelaksana, berisi hasil checking tiga pembantu rumah Karyadi yang ditahan di kepolisian. G.M. menulis pesan singkat:
Topan! Tentang pembantu rumah tangga, ekspose secukupnya. Jangan lupa hanya inisial mereka yang dituliskan. Saya ada meeting di Press Club. Jika selesai, naskahnya kasih ke Sekretaris Redaksi. Kamu ikuti terus perkembangan. Kasusnya menarik! Tapi hati-hati, Topan! Besok pagi jam 8.00 hubungi saya!
G.M. Duapuluh lima menit Topan mengerjakan berita penculikan itu. Beberapa wartawan sinis melihat kesibukannya mengetik di meja Sekretaris Redaksi. Ali Topan tak peduli pada sikap mereka. Beberapa wartawan
204 "asli" memang menunjukkan sikap sinis dan tak bersahabat sejak ia dan Harry diundang khusus oleh Redaktur Pelaksana.
Ia menyerahkan naskah berita dan dua foto Markus kepada Sekretaris Redaksi. "Bahasanya asal gobrek, Mbak. Tapi faktanya kua
t!" "Telat lima menit! Saya musti cepat laporan ke Boss
nih!" Sekretaris Redaksi menghubungi G.M. di Press Club. Lewat telepon ia bacakan tiga lembar naskah berita yang dibuat oleh Ali Topan.
"Edit seperlunya, kasih cap H.L. terus kirim ke percetakan, Hen! Sejam lagi saya kontrol ke sana!" order Redaktur Pelaksana.
"Siap, boss!" Heni meletakkan gagang tilpon. Mulutnya ternganga. Pemberian cap H.L. singkatan Head Line, baru kali ini ia kerjakan. Biasanya Redaktur Pelaksana sendiri yang mencapnya. Cap itu dititipkan kepadanya oleh Redaktur Pelaksana. Pertama kali ia mencap H.L. sebuah berita. Dan, berita itu dibuat olehAliTopan. Iatahubetul, belum ada sebulan anak jalanan itu menjadi reporter lepas Ibu Kota, kartu pengenal pun belum punya, eh beritanya sudah bisa jadi H.L.
205 ENAM BELAS Headline Ibu Kota selanjutnya: "ANAK PENYA-NYI POP DICULIK!" dan sub-judul: "Tiga Pembantu Rumah Ditahan Polisi", diteriakkan oleh para pengecer koran pagi di pelosok-pelosok Jakarta. Berita itu dengan cepat tersebar ke masyarakat dan menjadi bahan obrolan pagi di warung-warung kopi, di terminal-terminal bis, dan di tempat-tempat ngumpul di kampung-kampung.
Berita itu tidak hanya menarik perhatian masyarakat umum, kalangan wartawan Ibu Kota sendiri sempat geger dibuatnya. Yang paling nyap-nyap adalah wartawan-wartawan bagian kriminal. Tak seorang pun di antara mereka mengira bahwa Redaktur Pelaksana menurunkan berita itu sebagai headline! Bukan nilai berita yang bikin mereka penasaran, tapi kebijaksanaan G.M. mereka nilai sangat kontroversial.
Jam 7.30 Sekretaris Redaksi dikerumuni tiga reporter kriminal. Mereka ribut menanyakan kenapa berita itu yang diturunkan, kenapa bukan berita yang mereka buat. Mereka tau persis, yang bikin berita "gila" itu si anak tanggung yang baru kemaren sore belajar jadi reporter!
"Sialan!" gerutu seorang wartawan, "gue tersinggung kalo begini caranya! Ini sih terang-terangan tidak menghargai kerjaan kita! Kenapa bisa begini nih, Hen!"
Heni tak banyak omong. Sejak membubuhkan cap H.L kemaren sore, ia sudah merasa para reporter bakal gaduh!
"Yang jadi boss disini bukan gue! Kalo lu mau protes, tungguin aja Boss. Lu protes sama dia!" Kata Heni.
206 Tiga rekannya terdiam. Mereka tau kebijaksanaan pimpinan tak bisa diprotes. Bukan Ibu Kota tak demokratis, tapi semua wartawan koran ini paham betul, setiap kebijaksanaan pimpinan mereka, entah itu Pemimpin Redaksi ataupun Redaktur Pelaksananya, pasti dengan pertimbangan matang.
"Tuh, boss dateng. Lu protes gih!" Heni menunjuk G.M. yang sedang berjalan masuk dengan wajah anteng.
Tiga wartawan itu serentak mengubah stelan tampang yang rada asem. Ketiga-tiganya menghadapkan muka manis ke arah G.M.
"Selamat pagi, Boss!"
"Selamat pagi.Tumben pagi sudah dateng. Gitu dong!" kata G.M. Ia berhenti sejenak, memperhatikan tampang para anak buahnya. "Sepuluh menit lagi kalian naik ke atas!" instruksinya.
"Siap, Boss!" Heni melengoskan wajah, pura-pura mencari sesuatu di laci mejanya. Mulutnya menggigit saputangan kuatkuat, menahan ketawa yang hampir meledak.
*** Pagi itu di kios Munir, Ali Topan tersenyum riang memandang dua temannya membaca Ibu Kota dengan wajah takjub! Munir tak henti-hentinya mengulang baca headline tersebut, dengan suara keras. Harry tak dapat menyembunyikan kekaguman atas "prestasi" yang dicapai Ali Topan dalam tempo singkat. Ia baru pulang dari Yogya tadi malam.
"Pembuat headline! Dahsyat, Daeng!" cetus Harry.
"Bikin headline mudah, jadi wartawan itu yang sukar," kata Ali Topan, meniru pendapat G.M. dalam buku "Berita" yang dibacanya.
Pukul 7.55 Ali Topan menghubungi G.M. dari pos
207 keamanan pasar. G.M. menginstruksikan untuk tetap mengikuti perkembangan kasus tersebut.
"Ada baiknya kau cek perkembangan di kantor polisi juga.Aku sudah hubungi Pak Supriyadi. Dia bilang sudah pernah kenal kau," kata G.M.
"Dulu ada urusan dikit, Pak."
"Pemimpin Redaksi mengucapkan selamat buat kau."
"Terima kasih."
"Topan! Sejak sekarang kau harus siap tempur! Banyak orang sibuk akibat beritamu itu. Good luck!" "Terima kasih!" Pembicaraan selesai.
AliTopan kembali ke tempat
Munir. Ia mengajak Harry sarapan nasi rames di kantin terminal bis.
Selesai sarapan, keduanya naik bis ke kantor polisi di Jalan Wijaya II. Kapten Supriyadi belum datang. Wakilnya juga belum. Ali Topan dan Harry duduk di bangku tunggu, memperhatikan beberapa polisi lalu lintas di atas Honda 750 mereka, siap untuk bertugas. Beberapa polisi biasa duduk bergerombol di dekat Ali Topan. Dua di antara mereka membaca Ibu Kota, yang lain sibuk memperbincangkan kasus penculikan Markus Karyadi. Seorang agen berpotongan Tekhab-team khusus anti banditisme-paling ramai ditanggapi rekan-rekannya. Ali Topan menandai si Tekhab dari jaket blue jeans, celana Tetrex gelap dan pistol menonjol di pinggang.
"Ini pasti culik endonan. Udah setaon kan nggak ada culik-culikan di daerah kita. Kalo kata gue temuin, gue hajar habis dah culiknya. Bikin repot aje," kata si Tekhab dengan dialek Betawi yang tak bisa menghapus lidah Jawanya yang medok.
"Apa sudah pasti diculik, Bung Bronto. Apa nggak
208 mungkin dimakan anjingnya sendiri. Di Ibu Kota ditulis rumah itu miara anjing herder yang gede. Mungkin anjingnya nggak dikasih makan, dia gegares tuan kecilnya," kata seorang bintara polisi yang berpakaian sempit dan duduk di sebelah Harry. Nama Sakib terbaca di dadanya.
"Ah! Mana ada kejadian anjing makan tuannya sih! Emangnya macan""
Ali Topan tersenyum mendengar jawaban lugas itu.
"Kira-kira menurut Bung Bronto, apa motifpenculikan
ini"" "Ini dia yang lagi saya pikirin, Bung Sakib! Tapi sambil merem saya berani pastikan ini nggak lebih nggak kurang, urusannya duit juga! Bisaaa, pemerasan! Nggak lama sih kebongkar, percaya deh!"
Ali Topan dan Harry memasang mata dan telinga, tertarik mendengar obrolan para polisi itu. Bronto bertubuh kekar, pendek. Punggung tangannya kapalan, tanda khas seorang karateka. Menilik lagaknya, ia seorang yang populer dan dijagokan di kalangan polisi itu.
"Kira-kira, kalau penculiknya tertangkap, kau apakan dia, Bung Bronto"" tanya rekannya yang berpakaian dinas dengan tanda pangkat balok miring dua buah yang berarti Kopral Satu. Duduknya sejajar denganAli Topan, hingga tak terlihat nama yang tercetak di dadanya.
Bronto mengusap-usap kepalanya. Ketika ia melihat dua anak muda memperhatikan dirinya, ia pun menyenggol gagang pistol yang menyembul dari balik jaketnya.
"Biasanya diapain"" begitu saja jawabnya. Rekan-rekannya tertawa kecil, seakan-akan paham benar dengan jawaban yang bertanya balik itu.
Seorang polisi keluar dari ruang piket menuju ke kantin. Ia melempar senyum ketika lewat di dekat teman-temannya. Ali Topan mengenalinya.
209 "Sssst, Har... itu Pak Gono, Letda Gono... yang nggiring gue dari Depok," bisik Topan pada Harry. "Peristiwa si Anna Karenina tempohari"" Ali Topan mengangguk.
Letda Gono kembali dari kantin sambil mengigit-gigit pembungkus rokok Gudang Garam yang dibelinya. Langkahnya terhenti ketika melihat Ali Topan. Ia menuding Ali Topan diikuti pandangan rekan-rekannya.
"Lho, kok di sini" Ngapain" Bawa kabur cewek lagi, ya"" guraunya.
AliTopan berdiri dan menjabat tangan polisi itu. "Saya kangen sama Pak Gono, makanya saya ke sini lagi," balas Ali Topan.
Letda Gono menepuk-nepuk pundak Ali Topan dan berkata lantang ke arah rekan-rekannya.
"Ini dia yang namanya Ali Topan! Yang bawa kabur cewek sampai ke Depok tempohari!"
Ali Topan risi mendengar omongan itu, apalagi ketika ia melihat wajah-wajah tak sedap memandang ke arahnya.
"Gimana" Apa udah naek pangkat jadi Mayor" Katanya polisi yang nangkep orang pacaran cepet naek pangkat, Pak Gono"" Ali Topan menembakkan sindiran berbisa.
Pak Gono tersipu-sipu kena kik balik.
"Bisa saja kamu...," gerutunya, lantas berjalan kembali ke ruang piket.
Ali Topan mengerjapkan mata ke Harry. Ia tak tahu betapa hati temannya itu kebat-kebit, ngeri mendengar sindiran tajam Ali Topan pada Pak Gono. Ia ngeri polisi itu marah.
"Gawat Daeng.," gumamnya, "cabut aja yuk. Liat tuh, orang-orangnya pada ngawasin lu."
210 Ali Topan melirik ke gerombolan polisi. Mereka memang mengawasinya dengan pandangan aneh. Ia merasa gerah diawasi secara begitu. Ditowelnya lengan Harry. "Gue ma
u cek Pak Supriyadi dulu ya."
Ia berjalan ke ruang piket. Harry mengikutinya.
"Mau nglapor apa lagi nih"" tegur Letda Gono ketika Ali Topan menghadapnya.
"Saya mau menghadap Oom Supriyadi, Pak." Ali Topan sengaja mengeraskan suaranya supaya terdengar sampai ke luar ruang.
Letda Gono membelalak. "Kok Oom sih" Emangnya beliau oom kamu""
AliTopan tersenyum lebar. Harry yang nyalinya meng-kerut, pura-pura mengutak-atik tustelnya di dekat pintu.
"Mau ada perlu apa sih"" tanya Letda Gono.
"Mau nanya soal tiga pembantu rumah yang ditahan di sini karena."
"Penculikan anak kecil itu""
"Iya, Pak!" "Lho, kok kamu. Coba duduk dulu! Apa urusannya sama kamu""
Ali Topan duduk di bangku, berhadapan dengan Letda Gono. Terdorong oleh perasaan bangga seorang muda, ia menceritakan seluruh persoalan pada polisi itu.
"Ooo, jadi kamu sekarang sudah jadi wartawan ya" Tapi... saya nggak percaya kalau kamu yang bikin berita ini," kata Letda Gono sambil mengeluarkan Ibu Kota dari dalam lacinya.
"Jangankan Pak Gono, saya sendiri aja hampir nggak percaya," kata Ali Topan dengan polos. Lucunya, Pak Gono dan dua rekannya yang ada di ruang piket itu, menganggap AliTopan memang main-main dengan ceritanya. Mereka pikir, Ali Topan sedang menggantang asap saja.
211 "Kamu kalau ngarang jangan kebanyakan kuah, ah! Orang Betawi bilang ngebelebeg. Ngarti nggak, ngebe-lebeg. Kalau sayur kebanyakan kuahnya! Saya tahu kamu doyan becanda, Pan. tapi urusan kriminil jangan main-main, dong. Mendingan kamu ngayab aja di jalanan, cari cewek aja.," kata Letda Gono sembari nyengir.
"Ah, Bapak nggak percaya" Bener, Pak! Masa saya becanda sih" Saya mau ketemu sama Pak Supriyadi. Saya kan tau, Pak, urusan apa yang boleh dibecandain dan urusan mana yang serius!" Topan ngotot.
Letda Gono mengulapkan tangannya, menyuruh Ali Topan keluar. "Udah deh! Saya mau kerja nih!"
Ali Topan merasa tak enak digitukan oleh Letda Gono. Wajah yang gelap bersemu tembaga. Gerah rasa hatinya karena disepelekan begitu. Untunglah dia menyadari sikon. Dipaksakannya tersenyum. Ia sendiri tahu persis senyuman itu tak banyak beda dengan seringaian kuda.
"Ya udah deh, saya permisi, Pak Gono," katanya.
"Jangan ngebut di jalanan, ya" sahut Pak Gono asbun.
Mak, Ali Topan merasa di-kik habis. Tanpa bicara ba atau bu lagi, ia mengangkat pantat, lantas ngeloyor. Di pintu seseorang bergegas masuk, hampir menabraknya. Orang itu menengok sekilas, kemudian berjalan acuh tak acuh ke meja Letda Gono. Ali Topan mengenalinya, Pai-min, seorang anak buah Kapten Supriyadi. Sampai di luar halaman kantor polisi, barulah Harry bisa bernapas lega. Tak bosan-bosannya dia memandang Ali Topan, sembari geleng-geleng kepala.
"Gawat kamu, Daeng. Becanda di kandang singa," katanya.
"Abis gue dibecandain duluan, Har! Lu gile, dia kagak percaya kalo gue yang bikin berita! Gue jelasin baek-baek, eh, die bilang kalo ngarang jangan kebanyakan
212 kuah! Pale gile tu plokis!" Ali Topan nyap-nyap.
"Terus elu mau ke mane" Gue mau ngikut" Harry ber-elu-gue-an. Kepalanya tlola-tlolo, kuatir kalau nyap-nyapan Ali Topan yang santer itu terdengar sampai ke kantor polisi. Ali Topan nyengir mendengar Harry tidak ber-aku-kamua-an lagi.
"Kite langsung ke rumah Karyadi aje, Har! Ntar Supriyadi gue call lewat telpon aje."
"Sebetulnya, buat apa sih lu nguber informasi terus, Daeng" Menurut gue,headline lu udah cukup menggemparkan! Buntut-buntutnya biar aje dikerjain sama orang-orang Ibu Kota sendiri. Kita kan cuma reporter lepas. Cari berita yang aman aje deh," kata Harry.
"Udah tanggung, Har! Lagian kita kan dapat support dari G.M. Kalau lu mau cari berita yang aman, lu jadi wartawan majalah Bobo aje."
Mereka berjalan sampai prapatan Blok A, menunggu bis ke jurusan RSF. Beberapa menit kemudian, Gamadi datang. Keduanya naik.
Di depan kompleks Subud mereka turun. Dari situ
berjalan kaki ke arah rumah Karyadi.
*** Sebuah jeep Willys G.P. diparkir di depan rumah Karyadi. Di beranda depan si empunya rumah ber-jeans buntung dan kaos oblong batik sedang omong-omong dengan seseorang yang berpakaian safari coklat muda yang rapi. Angie diam di kursi malas, me
ngelus-elus herdernya. Karyadi mengkeplak-keplakkan Ibu Kota ke kaki kursi rotan yang didudukinya. Roman mukanya
tegang. Karyadi seakan terlonjak dari kursinya ketika Ali Topan dan Harry muncul di pintu pagar. "Itu dia si anak gila!" seru Karyadi sambil menuding
213 Ali Topan dengan korannya. Ali Topan terkesiap mendengar seruan tak sedap itu. Ia berdiri di pintu halaman, tegak dengan gagah. Ditatapnya Karyadi dengan tajam. Roman mukanya jelas menunjukkan perasaan tak sedap oleh makian itu.
Si orang bersafari menggeser duduknya, menengok ke pintu halaman. Dan. ah! Ali Topan terkesiap tatkala melihat wajah orang itu. Walaupun tak memakai baret dan gaya pakaiannya berbeda, tapiAli Topan mengenalinya sebagai orang yang pernah dijumpainya di markas Kodim..
Sekilas matanya bercahaya memandang Ali Topan, kemudian normal kembali, acuh tak acuh.
Karyadi mendekati Ali Topan, roman mukanya kecut. Mereka berhadapan dihalangi pintu halaman yang belum dibuka. Ali Topan hanya bisa berwaspada melihat sikap penyanyi pop yang beda jauh dengan kemaren.
Karyadi meng angkat sebelah kakinya ke pintu, tepat di depan Ali Topan. Sebelah tangannya bertolak pinggang. Dan matanya yang merah, muram bersinar marah, tak sedap 'kali dilihat.
"Kamu lancang bener! Kok kamu nggak bilang-bilang kalau mau memasukkan ke koran! Mustinya kamu bilang dong kalau kamu itu wartawan! Saya kira kan kamu anak jalanan biasa!"
Mendengar omelan keras itu, Ali Topan tak menjawab dengan omongan lagi. Langsung dia beri dua kepretan dan satu kepalan ke wajah Karyadi. Cprot! Cprot" Degh!!
"Ugh!"" Semua terkesima menyaksikan gebrakan si anak muda yang sebat! Karyadi menekap matanya. Angie menekap mulutnya, kaget. Harry melongo. Bahkan si orang bersafari mengernyitkan dahinya. Semua, tak terkecuali
214 anjing herder, melihat ke Ali Topan.
"Adduuuh. adduuuh! Kamu. kamu." Karyadi mengaduh-aduh. Tangan kanannya masih menekap mata, tangan kirinya menuding Ali Topan. Murka betul dia.
"Lu nyolong gua, ya!"
"Mau gue beri lagi lu! Kalo nggak demen, boleh keluar! Keluar lu, babi," hardik Ali Topan.
Karyadi yang murka, tak tinggal diam. Mendadak ia melompat ke depan. Tangan kanannya menghajar wajah Ali Topan. Desh!
Maka, perkelahian yang tak direncanakan itu terjadilah! Ali Topan melompati pintu besi, masuk ke dalam. Langsung ia menyerang Karyadi yang sudah pasang kuda-kuda boksen. Bagh! Bugh! Agh! Degh! Degh! Deshh! Dalam satu gebrakan, Karyadi mukul dua kali, Ali Topan menghajar tiga kali!
"Heeei!" Angie memekik. Ia tampak bingung sekali. Dan. bahaya mengancam Ali Topan karena anjing herder milik tuan rumah mendadak berdiri, kupingnya tegak pertanda siaga penuh.
"Baron!" Angie mengorder anjingnya sambil menunjuk ke leherAliTopan. Si anjing melompat garang.
"Paan! Awaas!" Harry berteriak, panik. Bersamaan dengan itu, ia melemparkan tustelnya sekuat tenaga ke herder yang menganga. Bregh! Pas kena moncong herder garang itu. Sementara itu Ali Topan melayang, melompati pintu besi. Langsung dia menjemba sebuah batu kali besar yang tergolek di dekatnya.
Herder yang tertahan beberapa detik itu hendak melompat pula.
Klick! "Baron! Brenti!"
215 Orang bersafari membentak. Sebuah pistol di genggamannya tertuju kepada si herder. Baron berhenti!
Ketegangan yang senyap! Semua terdiam. Hanya dengus Baron, si anjing herder, mengisi suasana.
Kleck! Orang bersafari mengunci pistolnya kembali, kemudian menyelipkan senjata itu ke pinggang celananya.
"Fuah! Permainan konyol yang nyaris membawa kematian pagi ini, tuan-tuan!" katanya dengan nada berang. Matanya menyipit, menyapu Karyadi dan Ali Topan. Karyadi mengusap-usap matanya yang bengap. Ali Topan membuang batu kali ke tanah. Keduanya memandang penengah itu dengan wajah muram. Si penengah menyapu mereka sekali lagi, kemudian ia mendongak dan melepaskan pandangannya ke langit jernih.
"Saya, Robert Oui, bertahun-tahun bergaul dengan maut, telah mengenal beratus-ratus manusia aneka rupa, tapi baru pagi ini menyaksikan dua manusia kerbau!" katanya. Berdesir kalbu Ali Topan mendengar kata-kata lugas itu.
Robert Oui melirik Ali Topan.
"Tuan-tuan! Singkirkan
lah kedunguan itu dan jadilah beradab kembali! Atau. tak malukah Tuan-tuan pada diri sendiri""
AliTopan merasa betul kata-kata itu ditujukan kepadanya. Perasaannya terasa nyeri. Anehnya, kata-kata tajam itu membuat darahnya surut seketika. Wajah orang itu, wajah yang memancarkan kepolosan dan kejujuran hatinya, serasa milik seorang sahabat.
Karyadi pun tampak tersentuh oleh kata-kata Robert Oui. Ia mengusap-usap matanya yang bengap.
"I'm sorry, Robert," gumamnya. Ia berbalik, berjalan
216 masuk kedalam rumahnya, diikuti istrinya.
Robert Oui memungut tustel Harry yang pecah lensanya. Diusapnya dengan punggung tangannya. "Benda mati yang menjadi korban kegarangan manusia hidup.," gumamnya, seakan pada diri sendiri. Topan dan Harry jelas mendengarnya. Keduanya berpandangan. Mata mereka memancarkan sebuah makna. Respek! Ya, mereka jatuh respek pada Robert Oui yang tenang, berwibawa dan simpatik itu.
Robert Oui menghampiri Harry dan menyerahkan tustel itu padanya."Nanti betulkan dik! Barang ini sangat berjasa, toh"" katanya. Harry mengangguk. Mulutnya serasa terkunci, hingga ucapan terimakasih dari hatinya tersendat di kerongkongan.
Robert Oui memalingkan pandangannya keAli Topan.
"Kita bertemu lagi, Mister Ali Topan," tegurnya dengan wajah berbunga senyuman. Ia mengulurkan tangan, menyalami sia anak muda.
"Terima kasih, Anda menyelamatkan nyawa saya.," kata Ali Topan.
"Orang-orang kuat jiwanya selalu besar. Mari masuk. Kita jernihkan persoalan. Sesendok salah paham, jangan sampai merusakkan jamuan persahabatan, Mister." Ia membuka pintu, kemudian menyilakan Ali Topan dan Harry masuk rumah bersamanya. Baron menggeram di tempatnya.
"Jangan menyerang sahabat, Baron!" kata Robert Oui ketika mereka melewati anjing itu.
Karyadi dan istrinya duduk di ruang tengah. Angela diam saja, tapi Karyadi berdiri sambil melayangkan senyum kecil. Ganjelan hati akibat insiden tadi, begitu cepat jernih rupanya.
Ali Topan dan Dirty Harry menyalami Angie pula.
217 "Mau minum apa"" kata Angie. Nadanya datar, tak menunjukkan permusuhan, tak pula persahabatan.
"Air putih saja," kata Ali Topan. Datar pula nadanya.
Angie berjalan ke dapur. Tak lama kemudian ia keluar membawa empat gelas air teh manis. Dengan tenang ia membagi minuman itu di atas meja, kemudian menyingkir ke dalam.
"Minum dulu, tuan-tuan, baru kita bicara," kata Robert Oui, "anda minta air putih, diberi teh manis, tentu paham maknanya toh"" sambungnya sambil memandang Ali Topan. Ia menghirup minumannya, diikuti tuan rumah dan para tetamu.
"Tuan-tuan, kita langsung saja bicara, untuk membuang sesendok kesalahpahaman agar tak menganggu pesta perjamuan sesama sahabat. Baiknya saya mulai dari diri saya dulu, agar tuan-tuan muda ini tidak menyemaikan pertanyaan misterius di ladang hati dan pikiran," katanya dengan kata-kata bersayap yang sejak tadi merupakan gaya bicaranya yang khas. Selanjutnya dengan bahasa orang normal, ia menggelar kisah secara singkat.
Namanya Robert Oui. Pernah bertugas di kepolisian dengan pangkat Mayor. Satu setengah tahun yang lalu ia minta berhenti dari dinas karena alasan prinsip. Ia mencintai profesi dan prinsip polisi sebagai penegak hukum, katanya, tapi ia membenci sementara polisi, rekan-rekannya, bawahan-bawahannya, bahkan atasan-atasannya yang banyak menyeleweng dari prinsip dan jiwa kepolisian. Sebagai orang sipil, kemudian, ia tetap berkeinginan menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran yang sejalan dengan prinsip Tri Batra yang dicintainya.
Ia bergerak sendiri, menjadi seorang detektif partikelir.
218 Orientasinya lebih ke segi ideal seorang detektif untuk memerangi kejahatan daripada upah yang besar. Dengan beberapa rekan sejawat yang masih punya idealisme profesi di kepolisian, ia menjalin hubungan.
"Dan.. .tadi pagi-pagi sekali, dalam koran kesayangan saya, Ibu Kota, saya membaca berita penculikan anak tuan Karyadi. Didorong oleh insting yang sangat kuat yang selalu saya turutkan, saya datang untuk menawarkan bantuan. Ah, ah, ah! Rupanya insting saya itu memang lebih tajam dari rasio saya sendiri. Si pembuat headline yang menggoda hati saya, ternyata se
orang sahabat muda yang belum lama berselang menarik minat saya untuk berkenalan! Ali Topan, nama yang dahsyat, terimalah rasa gembira saya yang tulus.," katanya. "Dan tuan Karyadi, kiranya sudah tiba giliran tuan untuk menggelar kata-kata, menjelaskan duduk perkara mengapa pitam naik ke kepala yangAnda suguhkan pada sobat kita, sang pembuat headline pagi ini!" sambungnya mengakhiri kisah.
Karyadi menghirup tehnya dua tegukan, kemudian memutar-mutar rokok di asbak untuk membuang abunya, lalu memandang para tamunya sekilasan. Tampaknya dia mencari kata yang tepat untuk digelar.
"Mmmm.. .pertama-tama saya minta maaf atas sikap saya yang kasar dan tidak pantas tadi. Tapi saya minta dimengerti, saya dalam keadaan kalut, panik dan bingung. Gila rasanya kehilangan anak. Dan. saya minta tolong Bung Ali Topan. Terus terang kita baru ketemu satu kali, mungkin aneh kenapa saya berani minta tolong. Tapi hampir kepada setiap orang yang saya temui, saya minta tolong menemukan anak saya. Saya berterimakasih sekali ketika bung Topan bilang mau menolong. Yang saya tidak sangka, kamu wartawan!
219 Saya pikir kamu straatjongen biasa. Saya jadi kaget ketika Bung Robert bawa Ibu Kota tadi pagi. Mustinya bung Topan konsultasi dulu sama saya kalau bermaksud mempublikasikan soal ini. Ada dua alasan yang saya keberatan. Pertama, menjaga jangan sampai orang tua saya di Belanda tau soal ini. Ibu saya sangat sayang pada Markus. Dia orangnyajantungan. Kalau dia dengar berita ini, pasti gawat! Dan yang kedua, polisi bilang, segala sesuatu tentang masalah ini harus sepengetahuan polisi," kata Karyadi. Wajahnya muram kembali. Dari dalam kamar terdengar isak-tangis Angie.
Robert Oui melihat ke arahAliTopan. "Nah! Sekarang bagaimana penjelasan anda sendiri"" ia bertanya.
"Tak ada. Semua jelas buat saya."
Robert Oui mendehem"Ya, ya, ya... tapi rasanya perlu menjelaskan mengapa anda membuat berita itu, mister
Ali Topan"" "Saya pikir orang perlu tau, maka saya bikin beritanya. Motifnya saya cuma ingin membantu. Saya nggak pikir kalo berita itu bisa bikin persoalan baru. Orang jantungan atau apa, nggak kepikir oleh saya."
Karyadi tampak meradang lagi.
"Mustinya kamu kan minta ijin dulu sama saya! Kan anak saya hilang, bukan anak kamu!" katanya dengan kalap.
Ali Topan diam saja. Dia menahan diri karena tahu si Karyadi sedang abnormal keadaannya. Tapi dalam batin dia ngomel, kenapa lu kagak cari sendiri aje, ngapain pakek minta tolong orang!
Semua diam. Suara tangis Angie makin santer, memanggil-manggil nama anaknya.
"Ada lagi"" Robert Oui bertanya.
Tak ada yang menjawabnya.
220 "Nah! Kita anggap persoalannya kelar, jernih. Sekarang kita pikir lagi bagaimana mengatur rencana untuk menemukan Markus. Itu yang paling penting!"
Tiga orang lainnya tampak tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Setuju"" ia bertanya lagi.
"Kalo bantuan saya masih dibutuhkan, saya sih oke saja," kata Ali Topan.
"Menurut saya, sebaiknya kita serahkan sama polisi deh. Biar nggak terjadi hal-hal di luar hitungan! Nanti bukan ketemu, malah tambah gawat urusannya!" kata Karyadi. Tampaknya dia masih menyesalkan Ali Topan.
Robert Oui dan Ali Topan berpandangan. Keduanya serasa tau sama tau maksud dan tujuan ucapan itu. Karyadi kurang berminat lagi pada bantuan mereka.
"Tegasnya bagaimana, Tuan Karyadi"" tanya Robert
Oui. "Yah! Kalau masih mau membantu, lapor dulu deh ke polisi. Jadi tidak ada yang ngacak semau-maunya. Begitu jelasnya."
"Saya keberatan dengan syarat anda. Tapi baiknya, kita ambil waktu untuk berpikir lebih tenang. Yang utama kan Markus kembali," kata Robert Oui, "oke, kita permisi dulu adik-adik." Ali Topan dan Dirty Harry berdiri mengikuti Robert Oui.
Menyaksikan penampilan Robert Oui yang hangat, dua anak muda itu pun menganggapnya sebagai kawan. Sedikit "pertanyaan" di benak Ali Topan tentang "latar belakang" si detektif, justru menambah rasa ingin tahunya untuk mempelajari diri kawan baru ini. Maka ia tak ragu-ragu ikut si detektif pergi dengan jip Willys.
Begitu keluar dari mulut gang Tumaritis, sikap dan gaya bicara Robert Oui berubah. Wajahnya cerah gem221


Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bira, bersi ul-siul sambil mengebutkan Jip1944-nya, yang dirawat baik sekali.
Ali Topan yang duduk di depan, mengerjapkan mata ke Harry di belakang. Keduanya tampak gembira dengan kenalan baru yang kini menampilkan lagak berandalan seperti anak muda. Pandai sekali Robert Oui menjalankan komunikasi.
"Ke rokum gout ye"" katanya.
Mak! Ali Topan kena kejut sedikit mendengar omongan prokem keluar dari mulut Robert Oui.
"Ngatri omong prokem, gara" Kalo gara ngatri jangan sewot ye"" kata si detektif lagi.
"Di mokan rokumnye"" sahut Ali Topan sambil senyum.
"Naaa, gokit dong! Rokum gout di Garogol, bah! Gout tinggal sama bokin gout. Ntar ogut kenalin."
"Rokumnya beli pae ngontrak""
"Ngontrak! Dari mokan dokat kalo beli rokum di Betokaw sini, Pan! Untung bokin gout bokis nyokar dokatjuga! Dokter anak-anak die! Kalo punya anak sakit bawa ke bokin gout aje, gratisan deh! Heh heh heh heh..."
Mereka ketawa sepanjang jalan. Harry yang kurang paham bahasa prokem cuma mesam-mesem saja. Robert Oui melihatnya dari kaca spion.
"Eh, siokap sih nokam kawan yang satu, Pan""
"Harry. Panggilannye Dirty Harry!"
"Haa" Dirty Harry Clint Eastwood" Gape dong nembaknye. Boleh kite tes Magnumnye. he he he."
Harry tersipu-sipu. Soalnya dia bangga dengan nama popnya yang diambil dari nama Clint Eastwood dalam film Dirty Harry. Clint Eastwood memang pakai pistol Magnum.
"Pistol gout S and W, Har. Smith and Wesson. Kalo
222 pistol ente pae, Pan"" "Pistol Triple Tree." "Triple Tree" Apaan tuh""
"Pistol Titit!"
Ketiganya meledakkan tawa yang segaaar sekali, sampai orang-orang yang mereka lewati menoleh. Menjelang kandang bis PPD, lalu lintas agak macet.
"Lewat Haji Nawi aje, ye," kata Robert Oui. Ia membelok ke kiri, masuk Jalan Haji Nawi.
Mereka muncul di prapatan Jalan Radio Dalam, Radio Raya dan Jalan Gandaria Raya. Robert Oui terus, membelok ke Jalan Radio Raya.
Jalanan lapang, Robert Oui menancap gas.
*** Dua wanita duduk di serambi ketika mereka sampai. Yang satu, gadis sexy atletis, pakai short jeans dan T-shirts ketat putih dengan logo Universitas Panca Sakti, berdiri dengan kaki telanjang. Senyumnya mempesona. Yang satu lagi, berumur 30-an, duduk di depan meja catur. Perutnya hamil tua. Ia pun tersenyum manis ke arah Robert Oui.
"Manisku, Papa nemu dua teman di jalan," kata Robert Oui. "Pinky, kok nggak kuliah"" sambungnya ke arah gadis yang terpesona memandang Ali Topan!
"Kenalin dulu, Mam! Yang ini Ali Topan, yang itu Dirty Harry. Keduanya anak baik-baik walau tampangnya sedikit lecek."
"Rini Robert," Ny. Robert menyebut namanya ketika bersalaman dengan Topan dan Harry.
Kemudian Pinky! Telapak tangan gadis itu terasa empuk dan hangat dalam genggaman Ali Topan. Wajahnya pun bersemu dadu.
"Kalo Pinky mahasiswi Panca Sakti. Baru saja patah
223 hati," Robert menggoda. Pinky tersipu-sipu. Wajahnya yang tirus makin merah. Matanya sedikit melotot ke Robert Oui.
"Huuu, Oom Robert siaran berita," cetus Pinky. Ia memainkan rambutnya yang ikal sebahu, lantas berjingkat-jingkat masuk kedalam.Ali Topan tak menyembunyikan "bengongnya" melihat betis yang indah dan telapak kaki putih Pinky.
"Heei, ayo silakan masuk, Adik-adik. Maaf, saya sedang asyik nih."
Robert Oui mengecup kening istrinya. "Papa ngobrol dulu di dalam ya, maniskuuu." Lantas ia masuk ke ruang tamu, diikuti Topan dan Harry.
Dari ruang dalam menggema sepotong nyanyian:
Dan kau lilin-lilin kecil
Sanggupkah kau berpijar Sanggupkah kau menyengat, seisi duniaaaa...
"Pink! Ini hari merdu suara kamu!" seru Robert Oui, "apalagi kalau Pinky cepat bawa minuman, makin deh!"
Ali Topan dan Harry tersenyum. Mereka pun hafal lagu pop karangan James Sundah itu. Dan suara Pinky rasanya memang merdu di kuping Ali Topan!
"Dae feeling" Bokis diatur. Gout sponsorin dah...," bisik Robert Oui, "doi gali pat-ar. Batangannye anjen, wakin sama hostes Venus..." Topan dan Harry tersenyum lebar melihat mimik kocak tuan rumahnya.
Pinky datang bawa tiga gelas es sirop.
"Silakan minum," katanya. Ali Topan gemas melihat gadis manis itu menggigit bibirnya sedikit.
"Nggak kemanisan, Pink"" tanya Robert.
"Pas, kok! Udah dicobain duluan," sahu
tnya sambil berjalan masuk.
224 "Sirupnya memang pas, saya takut manisnya kamu ikut masuk ke dalam gelas!" goda Robert Oui.
"Puji truss," kata Pinky dengan mata berkicap-kicap. Ia bergegas keluar, duduk menemani Nyonya Robert yang asyik bercatur sendiri.
Paviliun Robert Oui kecil. Bagian depan untuk praktek istrinya. Ruang tengah untuk tamu dan tiga rak buku-buku. Satu rak penuh buku kedokteran dan psikologi milik Nyonya Robert, satu rak berisi buku kriminologi dan map-map dokumentasi miliki Robert Oui dan rak ketiga yang lebih kecil berisi buku-buku catur, novel-detektif, tape-deck dan beberapa benda souvenir. Sebuah foto hitam-putih ukuran kabinet terletak di antara benda suvenir itu. Dalam foto itu tampak Robert Oui sedang bersalaman dengan Pak Hoegeng dalam sebuah upacara resmi.
"Itu foto kenangan saya sama Pak Hoegeng semasa beliau masih aktif sebagai Kapolri. Saya anggap beliau guru saya di bidang kepolisian. Beliau benar-benar polisi sejati," kata Robert Oui ketika melihat Ali Topan mengamati foto itu.
"Sekarang kerjanya ngamen melulu di tivi sama Hawaiian Seniornya, kok bisa begitu ya" Kalo ngeliat tampangnya waktu nyanyi, terharu gue,"
"Mukenye sedih mikirin mental lapan anem mantan anak-anak buahnye, Daeng Ali," kata Harry.
Robert Qui heran, "DaengAli" Memangnye ente orang
Bugis"" "Cerokitnye seru," kata Harry
"Kalo Pak Hoegeng masih aktif, rasanya nggak bakal kejadian penyelewengan uang lima miliar di kepolisian, ya Pak Robert," sela Ali Topan.
225 "Persis!" sahut Robert Oui. Wajahnya mendadak berubah geram."Dan. taukah kalian, saya inilah korban pertama kasus penyelewengan uang anggaran kepolisian itu. Sebelum ada rame-rame Opstib, sayalah orang pertama yang mencium ketidakberesan itu. Ketika saya laporkan ke atasan saya, eh malah saya dimarahi, dimaki-maki habis-habisan. Baru kemudian saya tahu makin jelas ada permainan vertikal-horizontal yang melibatkan tak kurang dari seorang deputi Kapolri dan beberapa perwira tinggi lainnya! Wuaah! Kalau ingat perlakuan yang saya terima, hingga saya minta berhenti karena muak, mau saya rasanya jadi tukang tembak jika hukuman mati dijatuhkan pada perwira-perwira polisi bermental bua-jingan itu," kata Robert lagi dengan nada berapi-api.
Kemudian, tanpa diminta, ia menggelar kisah lebih luas lagi soal kasus penyelewengan yang mengguncangkan kepolisian itu. Roberti Oui waktu itu bertugas di Koserse, Mabak. Seorang rekannya yang bertugas sebagai anggota tim audit intern di kepolisian memberi kisikan ketidakberesan itu. Mayor Pol K dipindahkan ke Sorong, Irian Jaya, ketika Kepala Tim Audit-nya tahu bahwa ia membocorkan info ke Robert Oui. Sebelum dipindahkan, Mayor Pol K sempat mengisik Robert Oui agar hati-hati, karena ia diincar oleh apa yang K katakan sebagai jaringan "Rayap-rayap Mabak."
Dua hari setelah K berangkat ke Sorong, seorang perwira bagian logistik berpangkat kolonel menawarkan rumah dinas baru di Kompleks Pondok Karya, sedan Corolla pribadi untuk di-President Taxi-kan, dan sejumlah tunjangan ekstra setiap bulan, dengan syarat agar Robert Oui"bekerja saja seperti biasa, tak usah repot-repot membongkar ketidakberesan di bidang anggaran," katanya.
Robert Oui menolak dengan tegas, bahkan dia laporkan
226 soal itu ke atasannya langsung. Ia dapat keanehan baru, ketika atasannya yang terkenal "galak dan bersemangat" itu justru memberi nasehat agar Robert menerima tawaran manis itu. "Kalau tidak kau terima, kapan lagi kau mimpi dapat rumah dinas yang bisa diatur cicilannya, sedan dan kesejahteraan lebih dari cukup, Mayor!" kata atasannya waktu itu, yang tidak akan pernah dilupakan dan juga dimaafkan oleh perwira polisi idealis bernama
Robert Oui! Ia mencoba bergerak, tapi tak satupun rekan-rekannya mau membantunya, bahkan ada cemoohan "Robert Oui ingin jadi Serpico" dialamatkan kepadanya. Ia bergerak sendiri. Yang paling dia sesalkan cuma satu hal, yakni ketika dengan penuh semangat, keyakinan dan kejujuran, ia menghadap kepada seorang pejabat teras, dan mengadukan halnya, tak lama kemudian ia dipanggil atasannya dan diberi tahu bahwa ia akan dipindahkan ke sebuah pos
terpencil di perbatasan Kalimantan.
Robert Oui menolak, karena ia menganggap keputusan itu tidakfairdan punya motif'penggeseran karena selera pribadi" bukan karena tugas negara. Konsekuensi logisnya, ia minta berhenti dari dinas!
"Sekarang mereka makan tai semua! Opstib bergerak mengaduk-aduk kepolisian! Wibawa para perwira tinggi hancur di mata prajurit dan kepercayaan masyarakat pun makin rusak kepada lembaga kepolisian!" kata Robert Oui berapi-api.
Istrinya masuk sambil tersenyum.
"Seru betul ceritanya, Papa. SiAlekhine sampai kaget," kata Nyonya Robert sambil mengelus perutnya yang besar.
"Ini menceritakan kisah papa dulu pada mereka, biar tahu siapa papa! Mereka kan kenalan baru. Lagipula,
227 anak-anak muda sekarang suka menyamaratakan generasi tua sebagai bejat semua," katanya. "Udah, si Arthur suruh tidur lagi," sambungnya deng an nada kasih ke istrinya. Si istri tersenyum manis sekali, kemudian berjalan keluar lagi.
"Istri saya itu hobinya catur. Di perutnya itu calon anak kami pertama. Kalau lelaki, di mau kasih namaAlekhine, mengambil juara dunia catur dari Rusia. Sedangkan saya mau kasih namaArthur. Tau nggak darimana saya ambil,
Pan"" "Jendral Mac Arthur""
Robert Oui menggeleng. "Sir Arthur Conan Doyle, bossnya Sherlock Holmes. Tau tokoh itu kan""
"Yaah, dulu pernah ketemu di Blok M," sahut Ali Topan. Robert Oui ngakak mendengar guyonan orisinil itu.
Di luar terdengar deruman mobil dan suara beberapa muda-mudi.
"Jadi ngikut, Pink"" teriak seseorang.
"Jadi dong," sahut Pinky.
Pinky berkelebat ke dalam. Keluar lagi ia pakai sandal jepit dan bawa tas plastik.
"Oom Robert, Pinky mau renang sama-sama temen di H.I. Daag," kata Pinky. Ia pura-pura tak peduli pada Ali Topan, tapi ekor matanya toh mengibas si anak jalanan.
"Saya pergi dulu ya. Daah ka. daah kalian!" kata Pinky, agak gugup. Lalu dia berkelebat keluar.
"Daaah!" seru Robert Oui.Topan dan Harry melambaikan tangan.
Sesaat kemudian Pinky dan teman-temannya berangkat.
"Pinky itu keponakan bokin gout," kata Robert dalam bahasa prokem lagi, "doi kuliah di Fakultas Hukum Panca Sakti. Komak sama glintur di sini. Bokapnye
228 petani apel di Batu, Malang. Doi macan ye"" kata Robert
Oui. "Yoi," kata Ali Topan jujur. Sekelebat terbayang senyum Pinky dan bodinya yang memikat, kemudian bayangan Anna Karenina seperti mengawasinya.
Ali Topan mengusap wajahnya. Ia minup es sirup dengan teguk-teguk besar. Senyuman Pinky yang manis serasa menambah manis minumannya.
Beberapa saat kemudian mereka diam. Masing-masing menikmati suasana. Harry dan Topan merasa bahwa Robert Oui teman baru tapi tidak asing.
"Ngomong-ngomong. terus terang nih, gout pengen bikin jaringan plokis partikelir kayak di Hong Kong. Anak-anakjalanan maupun anak sekolah di sana sukarela membantu tugas plokis. Gout coba mraktekin, dan. begitu gout liat lu di Blok M dulu, Pan, instinkgout bilang lu deh member pertamanye!" kata Robert Oui.
Ali Topan baru ngah kini, mengapa orang ini menguntitnya di Blok M dan bersikap simpatik padanya. Diamat-amatinya Robert Oui. Nalurinya mengisiki, bahwa ia boleh mempercayai perkataan orang ini. Tapi memang ada sebuah pertanyaan yang dipendamnya, dan ingin sekali disodorkannya ke teman barunya yang berciri khas itu.
"Mikir pae"" tanya Robert Oui.
"Anu. mm. gout mau nanya, Pak Robert."
"Jangan manggil pak, ah! Ntar cepet tua gue! Robert aje, Pan, lebih antep dan los!"
"Begini, Rob! Gout mau tanya nih. Nama dan tampang lu dae bau cokinnye. Apa emang lua dae turunan cokin""
Robert Oui nyengir. Wajahnya penuh pengertian.
"Emang gue keturunan cokin.Yang asli cokin engkong gue. Doi she Oei. Engkong wakin ame nyonye Belande,
229 dapat anak bokap gout ame dua saudaranye. Bokap gout wakin ame Jokaw dari Semarang, anaknye tige juga. Yang paling keren gout ini, Robert Oui. Kalo engkong gout she-nya Oei pakai huruf o-e-i, gout pake nokam fam gaya Perancis o-u-i. Disebutnya sama, wi, cuman lebih modern yang pakai ejaan Perancis dong. Gitu silsilahnya, Pan!" kata Robert Oui, "oui artinye yes, tapi bukan yes man." "O, gitu to."
"Eh, Pan, biar kate gout dae darah cokin nih, loyalitas kepad
a negara dan bangsa jangan diragukan deh! Tanah air dan tumpah darah gue Indonesia ini! Kata orang she Oui, "jangan kayak bokap-bokap yang di atas noh, yang katanya darahnya tulen, kelakuannya pokay be'eng!"
Ali Topan dan Harry diam. Mereka merenungkan kebenaran di balik kata-kata Robert Oui yang bernada kecewa.
"Kalian masih muda,jacks, tapi kaji deh omongan gout. Jangan bersikap rasialis buta! Rasialisme tak pernah bisa jadi ukuran standar hubungan antar-manusia dalam sebuah negara! Bukan gue mau bilang kita diamkan aje itu cokin-cokin yang doyan main gokil di negara kita, tapi kita musti mikir kritis, gimana menegakkan hukum dan menjalankan peraturan dan undang-undang dengan sebenar-benarnya, seketat-ketatnya. Standarnya musti rasionil. Nah, kalo itu sudah pas, kagak pake kebijak-sanaan-kebijaksanaan, kagak pake famili-familian, nggak pake konco-koncoan, baru bisa kita babat segala benalu dan penyakit yang bikin negara kita mau rubuh ini, sampai ke akar-akarnya!" kata Robert Oui dengan nada serius, "jangan kita di jalanan masih rasialis-rasialisan buta tapi di atas bokap-bokap kite main rangkul-rangkulan ame itu cokin-cokin! Pake akal sehat
230 deh, jacks!" "Ngomong-ngomong, gimane urusan penculikan anak, Rob. Soal politik begitu, gampang laen kali kita bicarain lagi," tukas Ali Topan. Ia merasa omongan detektif itu makin melebar. Bukan tak tertarik soal-soal politik begituan, tapi saat ini ia sedang malas berdiskusi soal itu. Ia justru ingin segera mengatur rencana untuk menemukan kembali Markus Karyadi yang diculik. Robert Oui sadar, maka ia langsung kembali ke pokok masalah"Ooo ya... Soal itu sebetulnya sudah jelas. Karyadi mau agar kita joint dengan polisi. Pendapatmu sendiri gimana, Pan"" kata Robert Oui.
"Terus terang sih, saya penasaran untuk memecahkan persoalan ini. Tapi saya sempat tersinggung oleh sikap Karyadi yang sengak itu. Di atas segalanya, secara normal saya terlibat dalam kasus ini, sebagai orang yang memberitakan di koran. Rasanya nggak fair kalo ninggalin persoalan begitu aja," kata Ali Topan. Ia pun mengingat G.M. yang menunggu perkembangan keadaan.
"Good! Kalau begitu kita putuskan saja untuk tetap
terjun. Oke"" "Oke!"
Robert Oui memandang Harry yang tak berkomentar. Ia menaksir-naksir fungsi Harry. "Dia ikut," kata Ali Topan.
Robert Oui tersenyum. Dalam hati ia memuji ketepatan dugaan Ali Topan terhadap pikirannya. Tapi detektif ini masih tidak yakin sepenuhnya atas kualitas Ali Topan, apalagi Harry. Ia ingin mengetes kebolehan Ali Topan.
"Nah, dari mana kita mulai"" tanyanya.
"Anda yang berpengalaman, anda boleh putuskan, Rob," kata Ali Topan dengan nada "resmi."
231 "Sip!" cetusnya dengan riang sembari mengeluarkan pistolnya dan meletakkan senjata api itu di meja, "sekarang, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kecil, sekadar meyakinkan saya apakah naluri saya sampai hari ini berjalan beres. Soalnya, bidang penyidikan perkara kejahatan yang merupakan lapangan detektif sungguh bukan semacam lapangan sepakbola yang rata. Diperlukan banyak persyaratan bagi siapapun orang yang punya minat untuk bermain-main di atasnya. Boleh saya katakan bahwa kaum detektif, baik partikelir maupun dari lembaga resmi, adalah orang-orang yang mem-borg-kan sembilan puluh proses jiwa dan raganya kepada Malaikat Maut!" kata Robert Oui. Bicaranyajernih,jelas dan sama sekali tidakjenaka. Dua anak muda"calonnya" tidak ngah betapa orang she Oui ini mulai ngetes mental mereka.
Harry gelisah. Matanya bersinar tegang. Degup jantungnya dag dug dag dug.
"Apa.apa saya boleh permisi ke kamar kecil"" gumamnya. Ia mencoba bertenang-tenang, namun jelas suaranya bergetar. Matanya tak lepas-lepas ke arah pistol di atas meja.
Robert Oui melirik sekilas."Silahkan," katanya sambil menunjuk ke ruang belakang. Harry berjalan stel gagah, tapi mata sang detektif sempat melihat dengkul Harry bergoyang karena gemetar.
"Mau kencing juga"" tanya Robert Oui ke Ali Topan. Si anak muda menangkap sinisme yang halus.
"Ada syarat seorang detektif tidak boleh punya hobi kencing jika menghadapi persoalan," sahutnya dengan kalem.
Kini Robert Oui me lengak. Tajam betul anak ini, pikirnya. Ia tertarik untuk mengetes lebih lanjut, menurut
232 metodenya sendiri. "Apakah kamu takut mati"" tanyanya. "Apakah Anda pernah ketemu mati itu"" "Mengapa tanya""
"Soalnya saya tidak tahu, apakah saya takut atau tidak jika ketemu mati itu." "Oh ya" Apa kamu berani hidup"" "Sampai hari ini ya!"
Robert Oui makin kagum. Anak muda yang dihadapinya benar-benar khas. Ia berani memastikan bahwa nalurinya beres.
"Kira-kira, apa kamu tega membunuh orang""
Ali Topan yang sudah merasa pertanyaan Robert Oui "ada apa-apanya" sudah pula bersiap menjawab plas-plos.
"Alasannya""
"Kalau orang itu seorang penjahat"" "Apa kejahatannya""
"Merampok, memperkosa dan membunuh korbannya." Robert Oui menatap tajam-tajam wajah Ali Topan. Ia ingin sekali melihat kedipan mata yang paling kecil pun, yang menandakan si anak muda gentar atau perasaan semacam itu.Yang dilihatnya cuma wajah yang polos dan dua bola mata yang menyembunyikan kegelian.
"Bagaimana""
"Kenapa si korban itu mau dirampok, diperkosa dan dibunuh"" sahut Ali Topan dengan gaya Pendekar Bodoh, seorang tokoh dalam buku silat yang pernah dibacanya.
Cukup sudah! Ledakan tawa Robert Oui tak tertahankan lagi. Ia tertawa sekeras-kerasnya. Geli dan kagum campur jadi satu.
233 Harry datang dengan wajah pongo. Robert Oui segera menghentikan tawanya. "Udah kelar kencingnya" Wesenya disiram apa
nggak"" "Disiram dong," kata Harry dengan suara berat. Dia menyangka tuan rumah mentertawakan dirinya. Wajahnya berubah merah. Memandang Ali Topan, matanya mengajak segera pergi.
"Nah, teman-teman obrolan kita yang ngelantur sudah cukup rasanya. Mungkin ada pertanyaan"" kata Robert
Oui. "Mm. saya mau tanya. Menurut pengalaman anda di kepolisian dulu, berapa lama polisi boleh menahan orang yang belum terbukti bersalah dalam suatu kasus kejahatan, Rob"" tanya Ali Topan.
"Oh! Menurut kenyataan, apa yang saya lihat, soal itu sih bisa sesuka hati yang nahan."
"Lebih dari duapuluh empat jam""
"Bisa berbulan-bulan malah. Kenapa""
"Jika orang itu terbukti tidak bersalah, apa dia bisa menuntut""
"Oh bisa! Tapi. seingat saya belum pernah ada kejadian begitu. Jangankan tahanan kiriminil biasa, orang-orang yang ditahan karena politik yang jelas ngerti hukum sekalipun bungkam saja selepas dari tahanan, sedangkan mereka tidak terbukti bersalah.
"Satu lagi, siapa sebenarnya yang berhak menentukan salah atau tidaknya seseorang""
"Pengadilan!" sahut Robert Oui, "dan di bidang Ilmu Hukum dikenal asas presumption of innocence. Pernah dengar istilah itu""
"Rasanya pernah saya baca di koran. tapi saya lupa lagi artinya."
234 "Seseorang dianggap tidak bersalah, sebelum dibuktikan kesalahannya oleh pengadilan."
"Prakteknya gimana"" tanya Topan, berkura-kura dalam perahu. Robert ngah pancingan itu.
"Kamu toh sudah tahu, kalau di negeri ini ada satu dalil yang populer. Praktek boleh menyimpang dari teori!" cetusnya. "Saya ingat seorang teman saya di dalam dinas dulu. Pangkatnya Mayor dan sempat ditakuti oleh kaum penjahat Jakarta pada awal karirnya, waktu itu sebagai salah satu boss Tekhab. Ia bilang, yang penting untuk seorang anggota Tekhab ada tiga hal: mahir menembak, punya IQ tinggi dan patuh pada atasan. Saya koreksi syarat ketiga, kepatuhan seorang polisi kepada atasannya dengan catatan sang atasan juga patuh kepada disiplin korps, peraturan dan undang-undang! Jika atasan kita menyeleweng, lantas kita tetap patuh, itu namanya kepatuhan kebo!" kisah Robert Oui lagi
"Yang terjadi kemudian mirip sandiwara. Saya menentang atasan-atasan saya yang menyeleweng, dengan akibat saya berhenti dari dinas. Dan teman saya itu, yang sangat patuh pada atasan, enam bulan yang lalu berhenti pula dari dinas, alasannya capek. Saya dapat info dia tenang-tenang mengurus kebun cengkeh seluas delapan hektar di daerah Sukabumi, hasil kerjanya selama dua tahun!"
Ck ck ck, decak Ali Topan. "Pensiunan Mayor Polisi saja mampu memiliki delapan hektar cengkeh hasil dua tahun dinasnya, bagaimana jendral-jendralnya ya""
"Tidak semua jendral polisi begitu, Pan. Hanya sebagian saja."
"Sebagian besar"" ujar Topan denga
n nada bercanda. Robert Oui angkat bahu. "Entah berapa gelintir perwira yang berkarakter di kepolisian sekarang ini," keluhnya.
235 Senyum pahit di bibirnya.
Mereka berbicara sampai saat makan siang tiba. Robert Oui dan istrinya sendiri yang melayani tamu-tamu mereka, dengan masakan siap makan yang tersedia di dapur. Pinky yang memasak semua itu, kata Ny. Robert.
Beberapa saat seusai makan, Ali Topan dan Harry pamit. Mereka pergi ke kantor harian Ibu Kota untuk menemui G.M. melaporkan perkembangan situasi.
"Di jaman sekarang, antara wartawan dengan detektif hampir baur teknik kerjanya. Bedanya, detektif bersenjatakan pistol sedangkan wartawan bersenjatakan kamera dan tape-recorder. Kisah Bob Woodward dan Carl Bernstein dari Washington Post yang berhasil membongkar Skandal Watergate hingga mengakibatkan jatuhnya Presiden Amerika, adalah prestasi dahsyat di bidang kewartawanan dunia, sekaligus merupakan kisah nyata super detektifyang paling menggemparkan dunia!" kata G.M. "Kalian hati-hati saja. Sedapat mungkin aku
bantu." Ali Topan lega mendengar support G.M.
Dari Ibu Kota ia mengajak Harry ke RSF. Ia ingin mengundang percikan-percikan ide untuk memecahkan perkara Markus Karyadi.
236 TUJUH BELAS Siang itu Ali Topan menelpon ke rumah papanya. Mbok Yem yang menerima. "Tadi dari rumah sakit. Mbok yang nganterin. Dokternya ngasih obat penenang. Sekarang mama tidur sehabis minum obat," kata Mbok Yem.
"Kamu tadi ditanyakan sama suster Mina dan dokter Romeo," lanjutnya. Usai mendapat informasi itu Ali Topan ke RSF. Ia menemui Cut Mina. Perawat itu mengabarkan kedatangannya ke dokter Romeo.
"Ali Topan ditunggu dokter Romeo di kamarnya. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan," kata Cut Mina ketika Ali Topan sedang merenung-renung di lapangan golf siang itu. Pesan yang disampaikan oleh perawat itu memutuskan jaringan pikiran yang dijalinnya untuk memecahkan kasus penculikan yang sedang dihadapinya. Dengan kepala sedikit pening-karena belum menemukan kunci persoalan-ia bangkit dari lamunannya lalu berjalan gontai ke kantor dokter Romeo.
"Selamat siang, Dik Topan! Muram amat kelihatannya..."' tegur dokter yang ramah itu dari kursinya yang mewah. Ia menyilakan Ali Topan duduk di depannya.
Udara sejuk dari pendingin udara mengusir sebagian rasa pening anak muda kita. "Dokter memanggil saya," tanyanya.
"Iya, ngobrol iseng saja," sahutnya sembari senyum ramah seperti biasa, "minum yoghurt ya""
Keramahan Pak Dokter, kata-katanya yang rileks, pendingin udara dan segelas yoghurt di atas meja, begitu
237 segar, membangkitkan semangat baru. Punya ayah yang perhatian seperti dia, alangkah bahagia anak-anaknya, demikian pikirnya sambil memandang lekat ke wajah dokter Romeo.
"Ada soal apa, Pak Dokter"" Tentang ibu saya"" tanyanya.
"Yaah antara lain tentang ibu Dik Topan. Maksud saya, luka-luka fisik beliau sembuh. Cuma soal psikisnya, ibu Dik Topan dapat shock cukup hebat rupanya... sehingga mentalnya belum bisa cepat-cepat pulih seperti semula."
"Shock mental apa, dok""
"Istilahnya, depresive psychosis. Tekanan batin gitu deh. Kasihan, Dik. Musti banyak dibantu nih. Dik Topan deh yang lebih sabar dan lebih memperhatikan beliau ya. Maksud saya. beliau perlu dihibur dengan penuh kasih sayang. supaya lambat laun bisa melupakan peristiwa itu. Maksud saya."
"Saya tahu, Pak Dokter," gumam Ali Topan. Suaranya tersendat. Ia bilang saya tahu Pak Dokter, saya tahu Pak Dokter, tapi rasanya ia tak tahu persis apa yang hendak dilakukannya. Dadanya terasa sesak oleh perasaan yang bergalau. Perasaan yang sangat kering, seperti musim kemarau panjang di padang hatinya. Ah, dokter, dokter yang baik, tahukah betapa hati ini merindukan siraman hujan untuk menyuburkan persemaian kasih sayang yang dirindukan.
"Dik Topan." Si anak muda tersentak. Namun ia diam saja. Matanya memandang tapi serasa tak melihat sosok di depannya. Perasaannya sedang terbantai oleh kerinduan dan kekecewaan sekaligus. Wajah ibu dan ayahnya bergantian datang membayang, disusul oleh Tommy dan perempuan gendak ayahnya. Matanya menyipit, jiwanya
238 meronta-ronta ingin mengusir bayangan yang selam
a ini membuat hari-harinya hampa.
Ia tercenung bagai patung ketika Dokter Romeo Sandi bangkit pelahan dan berjalan ke arahnya. Dokter itu menepuk bahunya dengan sikap kebapakan. Ia merasakan itu, seperti mimpi. O, mengapa bukan tangan ayahnya yang menepuk bahu ini" Mengapa bukan kelembutan ibunya yang menghangati jiwanya pada saat-saat yang penuh kepahitan"
"Dik Topan. Minum dulu yoghurtnya, biar seger. Adik harus gagah dong, seperti Pak Dokter," bisik Pak Dokter, "Oom sudah paham semua. nggak usah sedih. Oom pasti bantu."
Tuhan! Jerit hatinya. Tuhanku! Berikan cahaya-Mu! Jeritan jiwa itu yang mengguntur dari nurani, berhasil memanggil kesadarannya lagi. Walaupun dada masih terasa pengap, namun pikiran lebih segar. Kesadaran akan diri dan sekelilingnya berangsur datang.
Yoghurt direguknya. Habis separuh gelas. Kemudian ia taruh kembali gelas itu di atas meja. Celemot yoghurt di bibirnya diusapnya dengan punggung tangan.
Dokter Romeo Sandi menepuk-nepuk belakang lehernya. Ia paham, si anak muda berhasil menguasai perasaannya.
"Terima kasih, Pak Dokter.," bisik Ali Topan. Haru sekali.
"Yaah, sama-sama Dik Topan. Pokoknya apa yang saya bisa bantu, saya bantu deh. Jangan sungkan-sungkan sama saya. Bukan Dik Topan saja, kawan-kawan saya banyak tuh anak-anak muda. Yang tukang minumlah, nyopetlah, udah deh, segala macem. Syukur alhamdullilah, semua akhirnya sadar. Kalau Dik Topan sih, jauuuh dibandingkan dengan mereka.
239 "Terus terang, bukan saya mengada-ada, rasanya saya belum pernah ketemu anak muda yang begitu berbakti memperhatikan ibunya yang sakit seperti Dik Topan. Betul deh! Saya ikut bangga, Dik!" ujar dokter Romeo. Ia duduk ke kursinya kembali. Dari dalam tas dinasnya ia mengambil kaleng cerutu tipis yang segera dibukanya.
"Cobain cerutu, Dik Topan. Ini cerutu Willem Two, long panatellas. Oleh-oleh kawan dari Singapur. Katanya sih sedaaap. Kita cobain sama-sama."
Ali Topan mengambil sebatang cerutu yang panjang langsing terbungkus kertas kaca itu. Dibukanya pembungkus bening itu dengan jalan menarik pita kecil merah jambu yang melingkar di ujung cerutu itu. Dokter Romeo mencium-cium cerutunya. Mimiknya lucu sekali. Ia mengapikan cerutu Ali Topan lebih dulu, baru kemudian menyulut cerutunya.
Aaaagh. Dokter Romeo menghirup cerutunya dengan nikmatnya, seolah-olah kepalanya tidak berisi satupun persoalan yang rumit. Enteng-enteng saja semuanya, seenteng asap cerutu yang berkepul-kepul memenuhi ruang. Ali Topan tersedak pada hisapan pertama, karena tak biasa. Asap cerutu itu memang gurih baunya, tapi pahit di lidahnya.
"Kalu belum biasa memang begitu, Dik Topan. Tapi kalau sudah nyandu, wah! Semua pikiran kusut rasanya hilang deh. Jenis cerutu ini memang khas, biasa diisep oleh bankir-bankir di Eropa. Kalau Onassis dan Churchill lain lagi, model cerutunya segede jempol kaki, yang kata orang sekali isep harga asepnya go pek. He he he."
AliTopan terpaksa nyengir mendengar lelucon itu. Dia pikir, di Jakarta mungkin cuma dokter Romeo satu-satunya dokter yang paling unik. Orangnya gaya, jabatannya tinggi, terkenal, tapi los sekali berkawan de240
ngan anak muda. Ia hangat sekali, tapi tetap ada wibawa. Dan yang paling penting dia bukan homoseksual seperti oom-oom abnormal yang mulai banyak di Blok M.
"Mikir apa lagi, DikTopan. Bagi-bagi dong sama Oom, jangan dipendam sendiri itu pikiran. Kita stil kawan aje deh," kata dr Romeo.
"Mikir banyak soal, Oom," kata Ali Topan sejujurnya. Tanpa sadar, ia telah masuk ke dalam pola "komunikasi" yang diciptakan secara sangat halus oleh dr Romeo, untuk menenangkan jiwanya. Ia tak tahu bahwa dr Romeo sudah mengumpulkan informasi tentang siapa dan bagaimana keadaan diri dan lingkungan dekatnya dari beberapa sumber. Dokter yang berjiwa sosial dan sudah sering berhasil membantu memecahkan problem anak-anak muda Kebayoran ini, begitu terkesan pada dirinya, dan bertekad untuk membantunya.
"Mikir banyak soal" Heh heh heh heh... Banyak mana sih dibandingkan problem yang dihadapi oleh Pak Tjokropranolo ngurus kota Jakarta ini""
Ali Topan mengernyitkan dahinya. Ia sedang mikir, apa hubungannya denga
n problem yang dihadapi Tjokropranolo" Tentu saja dia tak mengerti, bahwa dr Romeo sekadar membuat perbandingan yang berat sebelah itu, untuk menumbuhkan kepercayaan diri Ali Topan, bahwa masih ada orang yang punya problem yang jauh lebih besar dari dirinya.
"Saya sama Pak Tjokropranolo takeran problemnya laen, Pak Dokter. Kecuali kalo sekarang nih, saya jadi gubernur juga, baru bisa dipake takeran yang sama. Problem dia problem pejabat, sedangkan saya problem anak jalanan."
"Ha ha ha betul juga. Memang cerdas Dik Topan ini," kata dokter dengan letupan tawa yang spontan.Ali Topan
241 merasa suka dengan pujian tak langsung itu. Dan. hatinya makin terbuka untuk berdialog, hal yang memang diharapkan oleh dr Romeo.
Syahdan, ketika ia merasa bahwa anak muda di depannya sudah menggeser problem dirinya, langsung saja dr Romeo menggelar riwayatnya tanpa diminta, untuk lebih membuka pintu komunikasi. Ia berkisah bahwa ia orang Banten, ayahnya seorang ulama yang sudah meninggal dunia digranat Belanda pada masa perang. Terdorong oleh nafsu membalas dendam, pada umur 9 tahunan ia ikut bersama pejuang-pejuang Jawa Barat melawan Belanda.
Ia sempat mencicipi perang 6 jam diYogya, dan dengan beberapa temannya yang sepantaran, berhasil menaruh bom di sebuahjembatan yang dilalui dua buah truk tentara Belanda di kali Kresek. Misi mereka berhasil gemilang. Jembatan terbelah oleh bom dan dua truk Belanda seisinya nyungsep ke kali. Dengan tangannya sendiri, Romeo kecil membedah perut lima tentara penjajah yang sedang sekarat di tebing kali.
"Saya dulu buas dan ganas, Dik Topan! Betul-betul nekat karena dendam. Nggak ada perasaan jeri sama sekali!" kata dr Romeo, mengenangkan masa lalunya. "Kebuasan saya mereda setelah pada suatu malam saya bermimpi didatangi oleh seorang tua. Beliau seperti menyuruh saya berhenti menjadi pembunuh."
"Dahsyat!" "Ketika perang selesai saya disuruh milih mau terus aktif dalam ketentaraan atau mau tugas belajar. Saya pilih sekolah kedokteran, sampai jadi. Kalau saya inget-inget, rasanya kayak mimpi buruk saja masa perjuangan dulu, Dik Topan.Yaah, saya bersyukur semuanya sudah lewat. Mohon sama Tuhan, jangan sampai deh ada perang lagi
242 dinegara kita. Sengsara semua, Dik!"
Ali Topan tercenung oleh kisah itu. Ia percaya pada cerita dr Romeo. Tiba-tiba ia merasa kecil berhadapan dengan pak dokter yang pada umur 9 tahunan sudah membedah perut 5 tentara Belanda! Sedangkan dirinya" Sudah berumur 18 tahun dan belum punya prestasi yang menggetarkan dada. Bikin headlined Ah! G.M. pun bilang, bikin berita gampang, jadi wartawan sukar!
Lagipula dia belum tahu persis, belum sadar persis, apa mau jadi wartawan betul-betul atau iseng-iseng" Jadi detektif"Wah! Dorongan ke dunia wartawan dan detektif seperti main-main saja. Ketemu Harry, G.M, lalu nulis berita kejahatan, dimuat, terus keterusan sampai lahir kisahheadlineyang lahir dari tangannya itu! Kayak main-main, kok serius. Kalau serius, kok gampang banget"
Demikian juga pendektektifan. Ketemu Karyadi, ketemu Robert Oui, lantas diajakjadi detektif! Buset dah! Kok kayak anak kecil main indian-indianan" Apa dia mampu jadi wartawan yang benar-benar wartawan kelak, dia belum yakinApa dia mampujadi detektifyang benar-benar detektif, dia pun belum yakin. Semuanya seperti sudah disediakan untuknya, pada saat dia sedang kelimpungan mengurus dirinya sendiri.
Lantas dr Romeo Sandi. Kok orang ini baik betul kepadanya" Terbuka. Ramah. Berhasrat membantu. Ah! Dalam bulan-bulan akhir ini, muncul soal plus dan minus berturut-turutan. SoalAnna Karenina, soal ayahnya, soal ibunya di rumah sakit, semua hal-hal minus! Di pihak lain, Munir, Oji, Harry, G.M, Robert Oui dan Dr Romeo Sandi serta Cut Mina yang baik hati, mereka semua masuk ke tumpukan plus! Masih ada Dudung dan Gevaert, walaupun berjauhan, tapi plus dalam batin.
"Pak Dokter termasuk pahlawan yang hebat juga ya,"
243 kata Ali Topan, "saya salut deh."
"Ukuran kepahlawanan dilihat dari sudut mana, Dik Topan"" tanya dr Romeo sambil tersenyum. Senyumannya lebih bersifat rasa gembira karena Ali Topan mulai aktif berdialog dibandingkan
rasa bangga atas pujian itu.
"Pak Dokter sudah pernah membunuh tentara musuh dalam umur semuda itu. Saya umur 9 tahun masih suka main kyu-kyu sama abang-abang becak."
"Wah, situasi dan kondisinya berbeda, Dik. Lagipula, pahlawan itu bukan cuma tentara yang pernah membunuh musuh. Tau kan arti kata pahlawan" Orang melakukan perbuatan berpahala. Ada pahlawan tanah air, ada pahlawan agama, ada pahlawan kemanusiaan. Dan yang beken sekarang, pahlawan pembangunan."
"Kalau saya." "Dik Topan termasuk pahlawan lho! Sungguh! Saya bukan omong asal bikin senang hati saja. Saya lihat dik Topan telaten menunggu ibu yang sedang sakit. Itu kan termasuk pahlawan rumah tangga. Nilai kepahlawanannya."
"Aaah! Saya bukan seorang anak rumah yang baik, Pak Dokter. Saya sebetulnya." Ali Topan merunduk, ingat ikhwal keluarganya.
Dokter Romeo memasang kuping lebih tajam. Ia ingin mendengar pengakuan si anak muda tentang dirinya. Tapi Ali topan tak meneruskan kalimatnya.
"Dik Topan." Pelahan Ali Topan menengadah.
"Kalau memang bersifat rahasia pribadi yang besar, nggak usah cerita pada Oom," kata Dr Romeo, "tapi kalau dik Topan ada kesukaran, apa saja, setiap saat Oom bersedia membantu. Insya Allah Oom usahakan bisa membantu," sambungnya. Kata-katanya adalah pancingan.
244 "Nggak! Nggak! Tak ada rahasia, pak dokter! Kalau toh itu rahasia, itu sudah menjadi rahasia umum! Siapa sih anak Kebayoran yang nggak tahu brengseknya keluarga saya" Bapak saya tukang maen cabo, ibu saya."
"Pssst! Stop! Saya nggak mau denger yang itu!" tukas dr Romeo. Ia merinding mendengar pembukaan diri yang tanpa tedeng aling-aling itu!
Dada Ali Topan turun naik menahan emosi. Akhirnya dia berhasil mengendalikan diri. Bayangan kelabu rumahnya digusurnya dari pikiran. Kini ia menghadapi dr Romeo dengan lebih rasional. Sosok di depannya itu begitu antuasias menawarkan bantuan. Bantuan dalam bentuk apa"
Yang jelas dan pasti, ia mendengar ucapan Pak Dokter, beliau tak mau mendengar hal-hal buruk tentang ibu dan ayahnya. Itu pertanda yang baik. Sebab, banyak orang justru paling doyan mendengar aib orang lain. Pak Dokter orang baik, itu kesimpulan yang dirumuskannya. Kenapa tidak bicara masalah lain, soal profesi yang hendak ditekuninya, misalnya. Mungkin Pak dokter bisa memberi pandangan.
Didorong oleh pikiran tersebut ditambah lagi oleh dorongan batin yang muncul tiba-tiba dengan sangat kuat, sejenis perasaan hati yang sering menggelegak di dadanya untuk bicara atau berbuat pada suatu saat- semacam instink-Ali Topan bermaksud meminta pendapat dan pandangan dr Romeo tentang "karier" baru sebagai reporter dan detektif partikelir yang dijalaninya.
Dengan singkat tapi jelas Ali Topan menceritakan masalah tersebut kepada dr Romeo Sandi yang penuh perhatian mendengarkannya.
"Bukan main! Saya makin kagum pada Anda, Dik


Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

245 Topan! Sungguh!" ucap dr Romeo sesudah Ali Topan bercerita singkat. Pujiannya itu sungguh spontan dan tidak palsu. "Saya yakin, Dik Topan bakal jadi orang besar jika benar-benar mampu menjalankan dua misi yang dahsyat itu! Kewartawanan dan penegak hukum! Itu bidang-bidang pekerjaan yang memerlukan mental dan fisik yang kuat, Dik Topan.
"Mm... bagaimana kalau saya mengusulkan kita tunda dulu pembicaraan kita. Saya selesaikan sedikit urusan dinas sekarang, dan nanti malam kita sambung lagi di rumah saya.Terus terang saya perlu memikirkan masalah itu sebelum memberi saran dan pendapat. Oke""
"Baik, Pak Dokter."
"Sudah tau kan alamat rumah saya di Simprug"" "Yang ada di kartu nama tempohari"" "Yak! Sekitar jam delapan kita jumpa"" "Ya, Oom! Terimakasih sebelumnya." "Sama-sama!"
Ali Topan pamit. Dokter Romeo membukakan pintu
untuknya. Wajah keduanya berseri-seri.
*** Jam delapan kurang sepuluh malam harinya, AliTopan sampai di Simprug, sebuah kampung yang mungkin paling spektakuler di kawasan Kebayoran Lama, bahkan di DKI Jakarta. Lokasinya sekitar satu kilometer dari Senayan. Rumah-rumahnya bukan main! Besar dan megah dengan arsitektur rupa-rupa! Ali Topan pernah mendengar kabar burung bahwa sebuah rumah di Sim-prug itu mencapai harga Rp 400 juta. Kini ia saksikan dengan
matanya sendiri, kabar itu rasanya memang hinggap di atas kenyataan.
Rumah dr Romeo Sandi terletak dua blok dari Perumahan Pertamina yang merupakan kompleks utama
246 di kawasan Simprug situ. Rumah besar berhalaman luas dengan taman teratur itu nyaris meragukan Ali Topan apa benar itu milik dr Romeo-seorang dokter dan bukan seorang pejabat korup-jika pak dokter yang budiman itu tidak mengawe-awenya dari beranda ketikaAli Topan berdiri termangu di depan pintu halaman.
"Masuuuk, Dik Topaaan!" seru dr Romeo. Di sisinya berdiri seorang wanita semampai dengan senyum secerah bulan.
Ali Topan membuka grendel pintu besi, lalu berjalan menemui tuan rumahnya.
"Ini, Mam, dik Ali Topan yang papa ceritakan," kata Dr Romeo. "Kenalkan istri saya, Dik Topan." Ali Topan menyalami tangan nyonya rumah yang berwajah tirus dan amat charming.
"Tante cantik ya, Oom," puji Ali Topan. Pujian polosnya itu sangat komunikatif. Nyonya rumah membelalak, bibirnya dikembangi senyum. Suaminya tertawa gembira.
"Tuh, Mam, dipuji tuh," ucap dr Romeo sambil menyorong tamu mudanya masuk ke ruang dalam.
"Kalau tante masih gadis, bisa pingsan dapat pujian langsung dari anak muda seganteng kamu, Dik Topan. Terima kasih, ya," tukas Ny Romeo.
Dokter Romeo mengajak anak muda kita duduk di sebuah sofa. Istrinya menyetel cassete-deck. Lagu Words karya The Bee Gees dinyanyikan oleh Elvis Presley mengisi kesejukan ruang ber-AC. Beberapa saat Ali Topan tercenung, kesengsem penataan ruang yang nyeni. Matanya menjelajahi ruang. Mebel antik, vas bunga dari porselen berisi tiga tangkai anggrek, karpet empuk coklat tua yang serasi dengan tembok berwarna beige, jam dinding bundar dari perak, lukisan besar dua ekor kuda
247 yang sedang pacaran dan beberapa barang lain yang menunjukkan selera tinggi, memasuki lensa matanya. Sebuah foto keluarga dengan dua anak lelaki kecil di atas meja kecil.
Nyonya rumah keluar membawa nampan berisi dua cangkir Ovaltine dan stoples kecil keripik singkong.
"Silakan, Dik...," Ny Romeo menaruh suguhan, lantas kembali lagi ke dalam.
Ali Topan tersadar dari keterpesonaannya. dr Romeo senyum-senyum.
"Rumah Pak Dokter bagus sekali." cetus Ali Topan.
"Terima kasih," kata pak dokter sambil tertawa senang. "Istri saya ikut ngobrol, nggak apa-apa kan"" katanya lagi.
"Saya juga ingin dengar cerita yang hebat, Dik Topan.," kata Ny Romeo dari ruang dalam dengan suara merdu. Ia berdiri dengan senyum charming-nya, menanti persilaan dari tamunya.
"Cerita apa sih, Tante... cerita saya cerita anak broken home," kata Ali Topan.
"Putra-putranya ke mana, Tante""
"Mereka sedang jalan-jalan di kompleks sama bibi pembantu."
Beberapa masalah ringan populer tentang film, musik dan cuaca jernih mereka percakapkan sebelum maksud dan tujuan pertemuan sore yang sebenarnya.
"Saya sudah pikir-pikir mengenai rencana Dik Topan itu, dan saya dapat simpulkan bahwa kedua bidang pekerjaan itu boleh dijalankan Dik. asal memang dik Topan sendiri yakin dan mantep." Dr Romeo membuka obrolan inti: "jika keyakinan dan kemantepan itu kuat, sisanya tinggal masalah teknik dan keberuntungan saja."
AliTopan merenungkan ucapan dr Romeo: keyakinan,
248 kemantepan, teknik dan keberuntungan. "Gimana"" tanya dr Romeo.
"Terus terang, Pak Dokter, dalam soal headline yang saya buat, unsur keberuntungan paling banyak ada. Keberuntungan, atau kebetulan. yang jelas, awalnya saya cuma iseng-iseng mengikuti jalan yang ditempuh teman saya, Harry, untuk mencari uang sebagai reporter amatir harian Ibu Kota. Saya sendiri kaget sesudah menyadari betapa hebatnya sebuah berita. Belum habis kejutan itu, datang tawaran Robert Oui itu. Ngajak jadi detektif! Buset! Kayak main-mainan aja, Pak Dokter."
"Hidup memang begitu, Dik Topan. Buat sebagian orang main-mainan, buat yang lain serius-seriusan."
Ali Topan teringat kata-kata Munir di Pasar Kaget malam itu. Jangan gentar, jangan cengeng, jangan melanggar hukum.
Nyonya Romeo Sandi duduk tenang sebagai pendengar yang baik. Matanya tak menyembunyikan perasaan kagum dan simpati kepada anak jalanan itu. Anak muda kali ini punya keistimewaan, fisik maupun pembawaannya. G
ayanya urakan, tapi daya tarik pribadi yang terpancar dari sepasang mata magnetis dan kata-kata tangkas-tegas yang mengalir dari mulut berbibir acuh tak acuh itu sangat mempesona.Akan banyak gadis remaja dan wanita-wanita setengah tua yang dengan mudahjatuh hati dan mabuk kep ayang kepada anak muda kontemporer itu.
Banyak anak muda masa kini yang berwajah bagus, necis dan "sopan-santun" tapi ia merasakan suatu perbedaan menyolok antara mereka dengan anak muda bernama Ali Topan yang berpakaian non-challant ini. Ketampanan Ali Topan tegas menunjukkan sifat dan sikap jantan yang kuat, sedangkan anak-anak muda lain
249 kebanyakan kebanci-bancian. Diam-diam ia membayangkan, gadis model apa yang beruntung jadi pasangan anak muda keren ini.
"Kalau langsung bicara masalahnya, bagaimana Pak Dokter" Terus terang, saya bingung mau memulai dari mana untuk memecahkan soal penculikan itu. Tadinya saya pikir gampang kayak filmMannixditivi... eh, nggak taunya ruwet banget."
"Namanya juga film Dik Topaaan. lakonnya sudah diatur semua oleh penulis skenario. heh heh heh.," cetus dr Romeo. "Iya apa nggak, Mam," sambungnya sambil melihat ke arah istrinya. Anggukan lembut sang istri menjawabnya.
"Apa Pak Dokter punya ide"" tanya Ali Topan dengan nada tak sabar. Robert Oui, G.M, headline di koran Ibu Kotayang dibuatnya, tiga pembantu rumah Karyadi yang ditahan polisi dan wajah Markus yang lucu, tiba-tiba terbayang dalam benaknya, susul menyusul. Semua itu merupakan dorongan yang kuat untuk bergerak cepat. Jadi dia enggan bertele-tele.
Ia datang ke rumah dr Romeo bukan mau ngobrol tak keruan, pikirnya.Ada dorongan dari dalam dirinya untuk bertindak aktif. Dia nekat dan penasaran... Itu motifyang paling kuat. Ia merasa bertanggung jawab secara moral untuk membekuk penculik Markus dan membebaskan bocah cilik itu, apapun risikonya! Sejak awal, nalurinya mendorongnya untuk melibatkan diri. Samar-samar dia yakin, ia bakal berhasil.
"Ada ide, Mam"" dr Romeo bertanya ke istrinya. Sebelum menjawab, Ny Romeo berjalan ke cassete-deck, mengganti Elvis Presley dengan Everly Brothers. Born to Loose dari Don & Phil Everly memberi suasana lebih sendu.
250 "Ide"" tanya Ny Romeo dengan gaya hati-hati sekali.
Ali Topan meneguk ovaltine-nya, untuk mengerem ketidaksabaran yang mengais-ngais hatinya.
Ny Romeo memandangnya dengan gaya dan sorot mata bintang film Barat. Antara acuh tak acuh, hati-hati dan anggun.AliTopan berdebar"menonton" gaya seperti itu. Ia buru-buru menyulut rokok dan mengisapnya cepat-cepat.
"Ide" Ada. ada ide. tapi saya tidak tahu apa ide itu cocok atau tidak untuk dijalankan," gumamnya. Di luar dugaan Ali Topan, nyonya rumah yang bergaya "lady" itu mengambil sebatang JPS dari atas meja, menyulut dan mengisapnya dengan kalem.
Ali Topan mulai merasakan suatu keanehan. Kenapa dr Romeo menanyakan ide pada istrinya" Dan istrinya stel yakin betul" Ide apaan, sih, pikirnya.
"Dik Topan, istri saya ini penggemar buku-buku Agatha Christie. Terus terang, saya bercerita perkara yang dihadapi Dik Topan. Pulang dari rumah sakit siang tadi, saya berdiskusi dengan beliau, dan. beliau memang mendapatkan suatu ide yang bagus. Itu alasan, kenapa saya minta waktu untuk mikir tadi siang. Sebenarnya, tantelah yang saya andalkan. Paham"" kata dokter Romeo.
Oooo, baru sekarangAliTopan ngah! Begitu toh duduk persoalannya" Kini dia langsung menancap konsentrasi ke arah beliau-nyonya rumah yang "wah" itu. Kini dia melihat dan merasakan, kecerdasan yang tajam dan meyakinkan tersorot dari sepasang mata indah si beliau.
"Boleh saya tahu ide itu Tante"" tanya Ali Topan dengan lembuuut sekali.
"Oooh boleh, sangat boleh.," sahut Ny Romeo dengan kelembutan yang menyejukkan.
251 Kemudian dengan kata-kata panjang ia memaparkan ide yang "dikarangnya" menjadi sebuah perencanaan untuk memecahkan perkara penculikan Markus Karyadi.
"Pertama saya ingin mengucapkan selamat dan semoga saya tidak lupa berdoa agar Dik Topan senantiasa mendapatkan keselamatan dalam langkah-langkah besar dalam hidup hidup Adik. Dua bidang pekerjaan yang entah kebetulan entah tidak, telah adik pilih memang s
eperti impian. Artinya, profesi jurnalis dan penegak hukum, indah dalam impian tapi belum tentu dalam kenyataan. Dua-duanya berlandaskan idealisme, dua-duanya menuntut daya imajinasi yang kuat, tapi dua-duanya pula harus didasarkan pada data dan fakta!" kata Ny Romeo. Kelembutannya sebagai wanita anggun mendadak jadi kuat oleh ketangkasannya berbicara. Ali Topan kagum.
"Jika Dik Topan belum mengerti, mungkin pada suatu saat kelak mengerti apa yang saya maksudkan. Nah, saya mau langsung saja memaparkan teori yang saya reka-reka berdasarkan informasi dari suami saya mengenai perkara penculikan itu. Seharusnya, menurut buku-buku yang pernah saya baca, orang tidak dibenarkan membuat teori dengan data yang bersifat seperti kicauan burung itu. Namun saya percaya pada apa yang dikatakan suami saya, dan suami saya juga percaya penuh pada Dik Ali Topan. Jadi, walaupun tidak langsung, saya anggap informasi itu punya beberapa kebenaran.," Ny Romeo menghentikan ucapannya. Matanya menatap tajam ke AliTopan.Yangdipandangmenatapbalik, sorotmatanya mencerminkan semangat dan pengertian.
"Mikir apa"" kata Ny Romeo dengan nada manis. Ali Topan tersenyum, tak kalah manis.
"Saya mikir...seharusnya yang jadi detektif itu
tante." 252 "Tuuh, tuuh, pujiannya nggak habis-habis, Mam," tukas dr Romeo dengan gembira. Ia gembira mendengar istrinya sangat antusias kali ini. Biasanya, menghadapi "teman-teman mudanya" yang lain, sang istri cuma menanggapi biasa saja.
"Pujiannya jujur kok, Pap.," kata Ny Romeo.
Ah! Ali Topan senang sekali mendengar dialog suami-istri yang hangat itu. Dadanya terasa hangat, turut merasakan keharmonisan mereka. Bahagia sekali.
"Saya teruskan ya Dik... Saya mulai dari fakta. Faktanya, ada seorang anak kecil hilang. Namanya Markus Karyadi. Ayahnya penyanyi pop yang baru datang dari Jerman. Ibunya seorang Jerman bernama Angela. Mereka baru beberapa bulan di Indonesia. Konon, kata Karyadi mereka tai mempunyai musuh. Tiga pembantu rumah tangga mereka meringkuk di tahanan polisi karena disangka ada hubungan dengan hilangnya korban, atau paling tidak, mereka seharusnya tahu dan oleh karenanya diharuskan bertanggung jawab" Benar begitu, Dik
Topan"" "Ya! Benar!"
"Kemudian saya tiba pada apa yang disebut motif kejahatan. Artinya, setiap kejahatan selalu punya motif ter-tentuAda motifingin membalas dendam, ada motifingin mendapat keuntungan material dan lain sebagainya. Seorang penjahat, melakukan kejahatannya, langsung atau tidak langsung didorong oleh satu atau lebih interest atau kepentingan, begitu deh kesimpulan gampangnya. Nah, dalam perkara hilangnya Markus Karyadi sampai detik ini yang namanya motif itu sama sekali belum jelas. Paling tidak, belum ada bukti kongkrit, apa bocah itu hilang diculik atau dimakan genderuwo atau nyasar ke sarang macan atau dan atau lain lagi."
253 Ali Topan ketawa geli mendengar kata-kata lucu itu. Pandai sekali wanita ini, pikirnya. Pandai mereka-reka teori dan pandai pula menghanyutkan orang dengan kata-katanya. Selera humornya pun tinggi pula. Pakai rayuan apa dr Romeo dulu berhasil memperistri perempuan istimewa ini"
"Yang terakhir, soal teknik kejahatan. Jika memang benar si korban hilang diculik orang, sampai detik ini saya cuma bisa menduga bahwa penculiknya memakai teknik ala UFO. Tau UFO, Dik""
" Unidentified flying object alias Gatotkaca," sahut anak muda kita dengan humor yang menggigit pula. Ny Romeo dan suaminya tertawa.
"Sekarang kita mau apa" Atau lebih tepatnya kita mau mulai dari titik mana untuk menerangkan perkara ini"" tanya Ny Romeo melemparkan kembali problem kepada Ali Topan.
Anak muda kita mengerti, si nyonya ingin nge-tes intelegensinya. Secara jujur saja, kali ini ia merasa bodo betul-betul. Belum bisa mikir apa-apa. Yang dia punya cuma feeling. Seorang anak kecil hilang di kota Jakarta yang luas dan keruh, hilang seperti ditelan bumi.Informasi lainnya belum ada. Dari mana dia harus mulai" Tapi dia merasa penasaran jika hanya berdiam diri tanpa bikin apa-apa. Lagipula, headline yang dibuatnya membuat perasaannya sebagai satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab untu
k menerangkan perkara ini. Dia merasa ada di titik yang tak mungkin kembali, yang dalam bahasa Inggrisnya dibilang "the point of no return""
"Kita mulai dari feeling," gumamnya spontan. Seperti ada orang yang mendorong ucapan itu keluar, seperti bukan kesadarannya sendiri.
254 Tak dinyana Ny Romeo tersenyum lebar.
"Ya! Dari feeling! Atau lebih tepatnya lagi dari intuisi kita. Seperti orang tersesat dalam suatu tempat asing yang gelap gulita, maka feeling atau naluri kita yang biasanya menunjukkan jalan keluar. Nah, feelinganda bagaimana, Dik Topan"" kata Ny Romeo.
Gelo! Ceplosan gue pas betul! Tapi gue diuber lagi sama tante yang cerdas ini, pikir Ali Topan. Kini dia memusatkan perhatian.
'"Feeling saya... atau naluri saya mengatakan bahwa Markus Karyadi memang hilang diculik orang."
"Lalu"" Macet! Feeling Ali Topan macet sampai disitu. Ia tak punya gambaran tentang motif si penculik.
"Baru sampai di situ saja, Tante .. "
Ny Romeo memandang suaminya. "Gimana, Papa""
"Teruskan saja," kata suaminya. Dia lebih mengambil sikap sebagai penonton atau pendengar saja.
"Dik Topan sudah menyelidik orang yang bernama
Karyadi itu"" Ali Topan menggeleng. "Dalam setiap kejahatan, setiap orang dianggap mungkin melakukan kejahatan, sebelum ada petunjuk yang pasti.Tiga pembantu rumahtangga yang ditahan itu kena ciduk pertama kali, mungkin karena mereka orang-orang kecil yang tak berdaya. DiAmerika, menurut buku-buku yang saya baca, polisi hanya dapat menahan tersangka kejahatan paling lama dua puluh empat jam. Jika si tersangka terbukti bersalah, bisa ditahan lebih lama, tapi jika tidak terbukti, harus dilepaskan. Apakah dia sopir taksi atau anak kepala kepolisian federal sekalipun, sama kedudukannya di depan hukum. Tapi di Indonesia memang lain. Orang-orang kecil yang tak
255 berdaya dan tak punya beking, cenderung dianiaya."
Ali Topan teringat Robert Oui. Detektif Partikelir itu mengatakan hal seperti itu.
"Untuk apa kita perlu menyelidiki latar belakang kehidupan Karyadi"" tanya Ali Topan.
"Untuk mencari latar belakang perkara ini. Mungkin ada hubungan antara masa lalunya dengan penculikan anaknya. Paham, Dik Topan""
"Saya belum bisa menangkap, Tante."
"Pihak yang paling terkena kan ayah dan ibu si Markus toh" Ibunya, orang Jerman itu, punya masa lalu di Jerman dan baru pertama ke Indonesia. Jadi, jika ada pihak lain yang punya dendam atau ingin merugikannya, ada di Jerman sana. Sedangkan Karyadi orang Indonesia, pernah punya masa lalu di sini, jadi kemungkinannya lebih besar. Mengerti""
"Jadi . hilangnya Markus mungkin ada hubungan dengan masa lalu ayahnya sebelum ke luar negeri""
"Itu salah satu kemungkinan. Mungkin masih banyak kemungkinan yang lain. Dan jangan lupa, teori ini kita dasarkan semata-mata dari rekaan, analisa. Ini berarti, bisa benar, bisa ngawur sama sekali."
Kini Ali Topan mengerti. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Nah, itu lho ide dari teori saya, DikTopan. Jika cocok, boleh dikembangkan, jika tak cocok, yaah, lupakan saja.," kata Ny Romeo.
"Jadi menurut Tante, kemungkinan Karyadi punya musuh pada masa lalu yang ingin membalas dendam sekarang"" tanya Ali Topan. Dengan begitu, ia menunjukkan selera yang cocok dengan "teori" si nyonya.
"Itu cuma kemungkinan saja. Tak ada salahnya kan
256 menyelidiki segala sesuatu yang mungkin ada hubungannya dengan kasus ini""
Yak!Ali Topan merasa paham dengan teori Ny Romeo Sandi. Wajahnya tampak puas. Matanya bersinar-sinar pertanda kagum pada wanita "hebat" itu.
"Saya coba kembangkan, Tante. Terimakasih," ucapnya. Ia menoleh ke arah Dr Romeo yang tenang mengisap cerutu Willem II. Sepasang mata Pak Dokter tak menyembunyikan rasa bangga kepada istrinya.
"Jika teorinya kena, hebatnya pangkat dua," sahut pak dokter. "Nah, kita ngobrol yang lain yang enteng-enteng deh. Kalo kelewat serius, bisa cepet tua, Dik Topan," sambungnya sambil menyodorkan cerutu pada anak muda kita.Ali Topan menolak cerutu itu. Ia menunjuk ke JPS milik Ny Romeo. "Kalau boleh saya merokok JPS saja," katanya, "Jin Pulang Subuh," lanjutnya.
"Silakan, silakan," kata Ny Romeo. Nyonya budiman itu menjumputkan seb
atang rokoknya untuk Ali Topan, sembari ngakak bersama suaminya.
"Lucu,kamu!" cetusnya.
"Sebelum saya lupa, mungkin tak ada salahnya kita mengontak IDA, Papa."
"Oke, nanti papa yang kontakkan," sahut Dr Romeo.
"Ida" Ida siapa Tante"" tanya Ali Topan.
"Ikatan DokterAnak. Menurut pikiran saya, jika benar si Markus diculik, kemungkinan besar si penculik bisa repot oleh satu soal, anak yang diculik itu jatuh sakit karena tekanan kejiwaan yang dialaminya. Alamat yang tepat kan dokter anak-anak. Di Jakarta ini ada berapa ratus dokter anak-anak" Lewat organisasi mereka, kan lebih mudah mengusut jejak si penculik jika satu saat dia atau mereka benar-benar memerlukan seorang dokter untuk si Markus."
257 Sekali lagi Ali Topan mengakui keberlianan otak Ny Romeo. "Prima, Tante!" pujinya.
"Primadona Suci" Hih hih hih," cetus Ny Romeo, "jangan terlalu banyak memuji, nanti melayang ke langit kalau saya nggak kuat," ucapnya lagi. Namun ia tak menutupi keriangan hati oleh pujian jujur anak muda kita. Rasa kewanitaannya tergetar oleh pancaran kejantanan Ali Topan...
Selanjutnya mereka berbincang-bincang ringan soal gadis-gadis cantik zaman sekarang, kisah pacaran suami-istri itu pada masa lalu, dan urusan pop lainnya.Walaupun baru kenal, Ali Topan merasakan keintiman dalam hatinya.
Setelah merasa cukup ngobrol, Ali Topan cabut.
258 DELAPAN BELAS Eesok harinya, Ali Topan menyampaikan teori Ny Romeo ke Robert Oui. Detektif itu sangat tertarik sekaligus mendukung "teori" tersebut. "Paling tidak, sebagai alternatif pertama yang masuk akal, bisa kita kembangkan," katanya. Ia berjanji untuk menyelidiki masa lalu Karyadi untuk "menyempurnakan" teori tersebut.
Kemudian Ali Topan ke Ibu Kota. G.M pun tertarik dan mendukung "teori" sederhana tersebut. "Sederhana, nyaris naif, tapi tak bisa disangkal bahwa teori Nyonya Romeo Sandi itu mengandung hal-hal yang masuk akal," katanya, "untuk eksperimenmu tak ada salahnya." Secara material pun, wartawan senior itu mendukungAli Topan. Ia berjanji mengusahakan dana-dalam batas-batas yang mungkin-untuk kelancaran "tugas" wartawan jalanannya yang berbakat itu.
Sesudah itu, hari-hari "perburuan" pun berlangsung!
Dari Dr Romeo Sandi masuk data informasi bahwa IDA siap berpartisipasi. Organisasi itu memberikan daftar nama anggotanya yang tersebar di 5 wilayah kota Jakarta dan berjanji untuk memberikan info lebih lanjut jika terjadi hal-hal yang terasa "aneh" dengan pasien mereka. Sebaliknya, IDA memperoleh beberapa ratus eksemplar Ibu Kota yang memuat berita utama yang dibuat Ali Topan. Suratkabar itu dikirimkan ke setiap anggota IDA agar lebih jelas memahami persoalan dan bisa mengenali wajah si korban.
Dari Robert Oui pun masuk info yang
259 menggembirakan mengenai masa lalu Karyadi! Penyanyi pop itu bernama lengkap Karyadi Purbanegara. Ayahnya, Kosasih Purbanegara diplomat senior. Mereka berasal dari Bogor. Famili Purbanegara termasuk famili besar dan terkenal di Jawa Barat. Karyadi anak sulung. Adiknya dua orang, lelaki dan perempuan. Yang lelaki bernama Karyana, si bungsu perempuan bernama Karnasih.
Pada usia 15 tahun, Karyadi dan adik-adiknya turut ke Wina, Austria, karena ayahnya bertugas di kedutaan negeri itu. Karyadi, pemuda badung, berbeda dengan adiknya yang termasuk "anak baik-baik" dan patuh pada orang tua. Dua adiknya lancar sekolah, sedangkan Karyadi putus dan jadi berandal bersama anak-anak Indonesia yang kacau balau. Ia lebih suka bertualang, menjelajahi kota-kota besar Eropa. Berfoya-foya dan bikin skandal macem-macem.
Beberapa kali ia membuat skandal yang memalukan bahkan membahayakan nama baik dan kehormatan ayahnya. Pernah ditangkap polisi di sana karena mengisap marijuana dan menyimpan obat-obat bius, pernah pula diadukan oleh seorang pelacur dan digebuki oleh tukang-tukang pukul pelacur itu karena "habis asoi-asoian tapi tak mau bayar."
"Ck! Ck! Ck! Darimana dapat info begituan, Rob"" tanya Ali Topan.
"Dari beberapa sumber, antara lain dari mulut Karyadi sendiri waktu saya tanya," sahut Robert Oui., "dan masih ada lagi yang lebih eksklusif!"
"Apa"" "Umur tujuh belas tahun, ia dikirim pul
ang oleh ayahnya. Tapi di sinipun ia bikin skandal, lebih tepat love-affair yang cukup gawat. Gawatnya itu bukan buat
260 dia tapi buat si perempuan yang konon jadi pacarnya waktu itu. Dia pernah meniduri seorang perempuan sampai hamil, tapi kemudian kehamilan itu digugurkan secara ilegal, di Sukabumi. Nama perempuan itu Nurita. Karyadi kumpul setahun penuh dan berjanji mengawininya. Menurut kabar, Nurita jatuh hati betul pada penyanyi pop itu. Sampai pada suatu hari, dengan tenang Karyadi terbang kembali ke Eropa, tanpa pesan pada Nurita. Dari sana ia cuma mengirim selembar kartu pos bergambar kepada Nurita. Ia memutuskan hubungan dengan gadis malang itu. Nurita langsung shock dan bahkan sempat dirawat oleh psikiater selama berbulan-bulan akibat pengkhianatan Karyadi."
"Ck! Ck! Ck! Kalo yang ini info dari mana, Rob"" tanya Ali Topan takjub.
"Info dari sumber lain. Info ini boleh dibilang berkah, boleh juga dibilang kebetulan, Pan! Yang kasih info itu seorang mahasiswi Kedokteran Panca Sakti. Dia teman Pinky, namanya Nur Ranti. Nur Ranti itu adik sang psikiater yang merawat Nurita. Dia tahu banyak soal Nurita setelah ditinggalkan Karyadi. Abangnya-si psikiater itu-rupanya begitu simpati sampai akhirnya jatuh cinta pada Nurita. Tapi Nurita tak dapat melupakan Karyadi, entah cinta Karyadi entah pengkhianatannya yang tak bisa dia lupakan.Yang jelas dia menampik cinta sang psikiater!"
"Buset! Kayak cerita film aja, Rob! Dahsyat juga kelakuan tokoh kita itu, Rob! Rasa-rasanya teori Ny Romeo sudah mulai berbentuk nih!"
"Ogut pikirjuga begokit, Pan! Kalo mau habis-habisan, masih ada lagi info tentang orang rusak itu."
"Gelar aje, Rob, gelaaar," sahut Ali Topan.
"Rupanya, di samping punya darah gile, tokoh kita itu
261 juga punya darah seniman. Entah gimana ceritanya, ia diterima kembali oleh ayahnya di Wina. Terus dia ambil kursus musik dan bergaul dengan musisi di sana. Sampai akhirnya dia sukses dan dapet nama sebagai penyanyi pop di Eropa sana. Buntut-buntutnya, doi kokaw sama perempuan bule dan punya anak yang namanya Markus
Karyadih!" AliTopan ngikik mendengar tekanan"h" ketika Robert Oui menyebut "Karyadih" dengan dialek Sunda. "Terus...dae lagi""
"Terus kite yang dikerjain sampe pusing nyari anaknye!"
Begitulah hasil penyelidikan Robert Oui yang "disampaikan" kepada Ali Topan. Dia menambahkan bahwa Nurita menghilang dari rumah pamannya di Jalan Cisadane, Jakarta Pusat tempat ia "dititipkan" oleh orangtuanya. Kini keluarganya sibuk mencari-cari Nurita.
Nyonya Romeo Sandi dan suaminya gembira mendengar informasi yang positif itu, ketika Ali Topan menghubungi mereka.
"Jika ternyata teori Tante benar-benar pas, saya kasih bintang deh, Tante," kata anak muda kita kepada Ny Romeo.
"Bintang apa""
"Bintang penghargaan dari prop Coca Cola." "Emoh aku! Kalau kamu petikkan bintang betulan dari
langit ke tujuh sih, Tante mau."
*** Kemudian perburuan dilanjutkan!
Robert Oui dan "asistennya" membagi tugas. Rob menggarap Karyadi, kantor polisi dan sumber-sumber lain, Ali Topan menggarap sumber dari Nur Ranti. Dari
262 dua wilayah itu, mereka membuat titik pertemuan di Nurita. Sementara itu, Harry tak bisa 24 jam penuh menemani Ali Topan. Ia memburu berita kota yang rutin dan "menggarap" babu-babu langganannya.
Yang agak di luar dugaan, Pinky dengan sukarela "menawarkan" jasa untuk menemani Ali Topan "jika dibutuhkan."
"Ati-ati doi jato cinte sama lu, Pan,!" canda Robert
Oui. Ali Topan cukup paham. Rasanya memang Pinky menampakkan gejala orang minta perhatian, tapi anak muda kita yang baru berpisah dengan Anna Karenina berhati-hati untuk tidak "gampang-gampang" kesandung! Walaupun ia akui Pinky seorang gadis yang menarik hati.
Dibandingkan dengan Anna Karenina, kemolekan Pinky berbeda. Ali Topan menandai, sejak dia sering ke rumah Robert Oui, Pinky tampak lebih "in" dalam berpakaian maupun berdandan. Walah, padahal Ali Topan lebih sreg pada gadis yang natural. Tapi dia tak berkomentar. Cuma membatin saja.
Pinky membentuk alisnya seperti bulan sabit, mem-blow rambutnya, pakai bayangan mata, merah-merah pipi, dan baju-baju dari butik, did
iamkannya saja. Tak pernah sedikitpun dia komentari. Padahal, Pinky setengah mati mengharapkan pujian atau sepatah komentar deh dari Ali Topan. Sering Pinky menawarkan berenang bersama-sama di Hotel Indonesia atau Hotel Borobudur, main ice-skating di Senayan, main bowling, makan seafood diYun Nyan yang kesohor "ngilerin" tapi Ali Topan menolaknya dengan tenang.
Lama-lama anak muda kita membaui semacam "pembelian perhatian" atau cara menarik perhatian
263 berbau material dari Pinky. Sungguh mati dia tak suka yang macam begitu! Ia tinggalkan rumah dan harta papanya yang melimpah karena bukan itu yang ia butuhkan.
Satu hal yang pernah dia minta pada Pinky, yakni minta dikenalkan dengan mahasiswi yang bernama Nur Ranti, untuk keperluan informasi. Tapi Pinky berbelit-belit, yang inilah yang itulah, pokoknya dia seperti menghalangi. Pinky tak memberi tahu alamat si gadis yang bernama Nur Ranti itu, dan dia pun tak mau membawa Nur Ranti ke rumah Robert Oui untuk berkenalan dengan Ali Topan.
Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara 8 Pendekar Mabuk 062 Misteri Malaikat Palsu Pedang Kayu Harum 15
^