Ali Topan Wartawan Jalanan 5
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha Bagian 5
"Dia sudah punya pacar! Nggak bagus kenal-kenalan sama dia! Nanti pacarnya marah, kamu bisa ditembak lho" Pacarnya kan."
"Ya udah kalo nggak mau ngenalin," tukas Ali Topan waktu itu. Dia merasa aneh, kok Pinky ngotot nggak mau ngenalin dia ke Nur Ranti. Apa hubungannya Nur Ranti sudah punya pacar atau udah punya anak kek. Gue kan cuma mau nanya info, bukan mau macem-macem. Anjing nih si Pinky, demikian gerutuan batin Ali Topan.
Maka dia memutuskan untuk mengkontak Nur Ranti tanpa bantuan gadis itu. Nggak pake pinky-pinky-an, demikian tekadnya.
*** Kantin Fakultas Kedokteran Universitas Panca Sakti disesaki mahasiswa dan mahasiswi yang sedang makan. Jaket-jaket biru, T-shirts dengan slogan-slogan mahasiswa, buku-buku tebal, tawa ria renyah dan sendau gurau khas kampus mewarnai suasana. Urakan tapi nggak norak. Semuanya itu merupakan tontonan baru bagi Ali Topan yang duduk di sebuah kursi menanti Nur Ranti. Sudah lebih satu jam ia menanti, tapi mahasiswi
264 itu belum muncul di kantin. Pada waktu datang tadi, ia bertanya kepada encim pemilik kantin dan encim itu berjanji akan menunjukkan secara diam-diam-sesuai permintaan Ali Topan-bila mahasiswi itu datang.
Ali Topan sudah menghabiskan dua gelas teh manis dan sepiring gado-gado. Asbak di mejanya sudah menerima 4 batang rokok yang diisapnya dalam penantian itu. Sudah dua rombongan mahasiswi yang datang dan pergi dari mejanya. Mereka-mahasiswi itu-setiap rombongan terdiri dari tiga orang duduk mengisi tiga kursi yang kosong di meja Ali Topan.
Ali Topan tak tahu bahwa sudah enam mahasiswi- yang semeja dengannya-kesengsem oleh kehadirannya di kantin fakultas.
Ali Topan sudah mulai dirambati rasa kurang enak, ketika akhirnya ia menyadari beberapa mahasiswi berbisik-bisik dan mengikik kecil serta mencuri-curi pandang ke arahnya. Berkali-kaliAli Topan memandang ke arah encim tapi si encim rupanya sedang sibuk melayani pesanan makanan dan minuman untuk para mahasiswa.
Ali Topan kebelet kencing. Ia menaruh sisa rokok dan korek apinya di mejanya sebagai tanda kursi itu "miliknya." Kemudian ia bertanya kepada seorang mahasiswa di mana WC. Mahasiswa itu menunjuk ke arah dalam gedung. "Di dekat laboratorium," kata si mahasiswa itu.
AliTopan berpapasan dengan empat mahasiswi manis-manis ketika mereka amprok. Empat gadis lawan satu Ali Topan! Serrrr...! Tergetar perasaan Ali Topan ketika pandangan matanya amprok dengan tatapan seorang di antara empat mahasiswi itu. Cuma sedetik, bahkan mungkin tak sampai sedetik. Lantas mereka bersirobokan
265 jalan. Empat gadis menuju kantin, Ali Topan menuju
WC. "Anak fakultas mana sih" Teknik ya"" bisik seorang gadis yang ber T-shirts Universiti Malaya.
"Nggak tauk. Kayaknya nggak ada anak teknik sekeren dia. Anak teknik kan tampangnya kayak mesin semua," sahut rekannya yang pakai rok Levi's. Tiga temannya ketawa serempak, terkikih-kikih mendengar joke yang pas itu. Seorang yang memakai kulot coklat dengan kombinasi baju longar sutra krem dengan motif goresan ekspresionis merah bata cuma tersenyum renyah. Sederet giginya yang putih bersih seperti sederetan mutiara di waj
ahnya yang antik. Tatapan mata gadis inilah yang sepersekian detik tadi menggetarkan perasaan romantik di hati anak muda kita.
AliTopan tertegun ketika kembali ke kantin, mendapati kursi-kursi mejanya sudah diduduki keempat gadis tadi. Yang paling menegunkan adalah, si gadis yang menggetarkan hati itu menduduki kursi "miliknya." Sesaat Ali Topan terdiam di pintu kantin. Gadis-gadis tadi serempak melihat ke arahnya. Si gadis yang duduk di kursinya cuma melihat sekilas, kemudian merunduk acuh tak acuh.
Ali Topan berjalan ke kursinya. Tadinya ia bermaksud meminta kembali kursi yang masih menjadi haknya. Serenta dia berada tepat di dekat gadis-gadis itu, niatnya dibatalkan. Soalnya" Si gadis yang duduk di kursinya melihat ke arahnya sekali lagi. Agak lama keduanya bertatapan. Sorot mata mereka seakan bersintuhan lembut sekali, seakan saling membelai dan saling mengikat di dalam simpul tali perasaan yang tak terlukiskan.
Ali Topan tak sedikit pun berusaha menyembunyikan
266 keterpesonaannya memandang si gadis. Wajahnya perpaduan antara garis-garis cantik dengan sapuan manis yang natural. Kedua tulang pipinya menyembul pas menjadikan wajahnya yang bulat telur sungguh mengesankanAlisnya lebat dan asli menghias wajahnya, seperti milik seorang puteri dalam dongeng kanak-kanak. Rambutnya agak ikal, dipotong seperti Putri Caroline, istri Philippe Junot. Bibirnya membentuk keramahan yang sedikit merangsang namun sama sekali jauh dari kesan murahan.
Wah! Dalam majalah hiburan yang banyak memuat bintang film ayu pun, Ali Topan belum pernah menemukan wajah seperti milik gadis yang menduduki kursinya itu.
"Maaf, saya mau mengambil rokok dan korek api saya," kata Ali Topan pada si gadis yang menggetarkan itu, setelah ia tersadar dari detik-detik tak sadar yang baru direngkuhnya.
"Oh!" Si gadis memekik halus. Wajahnya yang coklat muda seperti tembaga, menahan perasaan gugup. "Apakah ini kursi kamu" Maaf, ya," katanya sambil bergegas bangkit.
"Nggak apa-apa, duduk saja. Saya cuma mau ngambil rokok...," tukas Ali Topan dengan "gentle". Si gadis duduk kembali dan. dengan sigap ia mengambilkan rokok dan korek api Ali Topan. Sempat telapak tangan mereka bersentuhan. Disertai senyuman yang hangat sekali dan sepasang mata yang berkejap-kejap menahan likat, anak muda kita seperti tersihir seketika.
"Terima kasih," bisiknya.
"Saya juga terima kasih ya," bisik si gadis itu.
Ali Topan masih menggenggam rokok dan koreknya ketika terpandang olehnya kerjapan mata encim pemilik
267 kantin. Pandangan mata si encim tertuju persis ke gadis yang menakjubkan itu. Srrr! Berdesir lagi hatiAli Topan. Gadis yang dia nantikan, diakah gerangan"
"Kamu mau pesen apa, Ranti"" tegur g adis berT-shirts Universiti Malaya.
"Allah! Memang dialah orangnya!" pekik hati Ali Topan. Riang hatinya menemukan gadis yang dia cari- entah kenapa-menjadi riang berlipat-lipat ganda tatkala tahu gadis itulah orangnya.
"Aku minum aja deh, Dita," sahut sang gadis.
"Gimana sih kamu Ranti, tadi bilang laper, pingin ngebakso, kok sekarang mendadak nggak jadi. Ada apa sih"" tegur gadis bernama Dita itu. Tegurannya seperti seorang kakak terhadap adik yang dimanjakannya. Ali Topan terkesiap ketika mata Dita berubah galak menyapu matanya. Untuk menjaga agar tidak salah tingkah, Ali Topan segera berjalan ke amoy yang bertugas sebagai kasir. Ia membayar makanan dan minumannya. Dan. dalam tempo sepersekian detik, ia memutuskan untuk menegur gadis yang ditunggunya.
Didengarnya Dita menyalak, memesan makanan dan minuman. Ali Topan melirik. Srrr. lagi. Lirikannya amprok dengan lirikan gadis natural itu.
Sesudah menerima uang kembalian, Ali Topan mengempos semangatnya. Kemudian, dengan langkah yakin, dia menghampiri si gadis. Anak muda kita tak peduli betapa Dita dan dua temannya plus sekian pasang mata mahasiswi dan mahasiswa lain mengawasi gerakannya dengan pandangan aneh. Ia berdiri di samping si gadis lalu berkata lirih: "Apakah kamu bernama Nur Ranti" Saya menunggu kamu."
Si gadis tiba-tiba menatapnya dengan waspada.
"Kamu siapa"" tegurnya dengan nada asing.
268 "Saya Ali Topan mmm saya kenalan P
inky. Kalau boleh, saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu."
"Soal apa"" suara si gadis meninggi.
Dan ..., "Eh! Eh! Kalau mau urusan sama Nur Ranti musti minta ijin dulu sama gue ya! Jangan slonong boy begitu caranya!" tegur Dita. Suaranya tandes, nadanya ketus memang, tapi Ali Topan tak melihat tampang nyebelin dari sang penegur. Tampaknya Dita mau main-main.
"Ditaa, apa boleh saya omong-omong dengan Nur Ranti"" tanya Ali Topan dengan tenang. Mak! Si Dita tersipu-sipu.
"Sialan lu, belum kenalan udah tahu nama gue!" kata Dita dengan ketus yang dibikin-bikin. Tapi matanya tak bisa lagi menyembunyikan riang hatinya.
Nur Ranti dan dua temannya lagi tersenyum lebar. Dita merah wajahnya. Dia tak sangka si "slonong boy" itu berani nyeplos begitu.
"Boleh ngoceh, tapi keluarin dulu kartu mahasiswa kamu, biar jelas identitas kamu. Sorry, sekarang banyak mahasiswa palsu." Dita bergaya seperti seorang rakanita memelonco camanya.
Tiba-tiba Ali Topan merasa "neg." Cewek yang namanya Dita dianggapnya kelewatan centil. Tadi sih masih bagus, tapi lama-lama kok nyebelin" Ali Topan merasa tertembak langsung ketika Dita nanya kartu mahasiswa!
"Saya bukan mahasiswa. Saya pengangguran, Mbah!" kata Ali Topan dengan dingin. Matanya menatap tajam, sadis dan meremehkan mahasiswi centil itu. Dita jadi salah tingkah dibegitukan.
"Ranti.'" gumam Dita. Ia berusaha mengalihkan pandangan "mengerikan" itu.
269 Nur Ranti mengerti. "Kamu ada perlu apa sama saya" Mana Pinky"" tegur Nur Ranti. Suaranya yang bening dalam nada "bersahabat" mencairkan rasa"neg"AliTopan pada Dita.
"Saya ingin bicara berdua saja. Bisa""
Nur Ranti nyureng. Ini anak kok nekat amat, mau ngapain sih" Pikirnya. Sekejap Nur Ranti memandang teman-temannya. Mereka memandangnya dengan netral.
"Kalau kamu mau tunggu kami minum, boleh saja. Tapi saya cuma punya waktu sebentar."
"Terima kasih," kata Ali Topan. Ia mengangguk sopan ke arah Nur Ranti, Dita dan dua temannya, kemudian berjalan keluar.
Nur Ranti seakan lupa pada persyaratan yang diajukannya sendiri, ketika Ali Topan duduk di hadapannya. Mulanya, setelah tiga temannya pergi lebih dulu, ia agak was-was pada Ali Topan. Tapi, ketika dengan lembut, Ali Topan menyalami tangannya, kemudian dengan lembut pula menerangkan maksud dan tujuannya, Nur Ranti malah ingin berlama-lama ngobrol! Namun gadis ayu itu bisa menguasai perasaannya. Lagipula ia merasa gerah melihat beberapa mahasiswa dan mahasiswi memandang ke arahnya dengan sinar mata curiga.
Baru sedikit Ali Topan menerangkan maksudnya, Nur Ranti sudah memutus pembicaraan.
"Eh, maaf ya.saya ada perlu lain saat ini," katanya. Kemudian, dengan nada berbisik dia bilang: "Kalau kamu mau, kamu boleh dateng ke rumah saya nanti sore. Komplek MPR Cilandak, Nomer 41 BT."
Tanpa menunggu jawaban, ia segera bangkit dan bergegas meninggalkan kantin itu. Ali Topan merekam alamat si gadis di dalam benaknya. Kemudian ia pun
270 berlalu dari situ. Lain di kampus, lain pula sikap Nur Ranti ketika Ali Topan mengunjunginya di rumahnya. Memakai kulot biru muda dari bahan cunluroy dikombinasikan dengan T-shirts putih dengan lencana Merah-Putih-yang sedang jadi mode di kalangan anak muda-di dada kanannya, Nur Ranti menyambut Ali Topan dengan wajah cerah. Kakinya nyeker, hingga Ali Topan dengan jelas bisa mengagumi bentuk kakinya yang bagus dan betisnya yang indah. Untuk beberapa saat Ali Topan tak mampu bicara apa-apa. Ia seperti tersihir oleh keindahan alamiah yang ditampilkan oleh Nur Ranti. Ayu-cantik-manis dengan tubuh semampai eksotik-sopan, Nur Ranti sungguh menawan segenap sel jiwanya!
Gadis dalam impian, begitu kata hati Ali Topan. Ia kesengsem betul. Dan ... Anna Karenina makin jadi titik yang jauuuh di hatinya.
"Hah, jangan bengong! Kan kamu kesini bukan untuk bengong-bengongan"" goda Nur Ranti.
"Kamu maniiis sekali ya, Ranti," bisik anak muda kita dengan spontan. Kejujuran hatinya tak terbendung lagi.
"Heh! Baru kenal udah ngerayu lagi! Maujadi playboy ya kamu! Aku ngeri sama playboy, tau nggak" Kalau kamu ngerayu lagi, aku usir kamu lho," tegur Nur Ranti.
Ali Topan kaget. "Eh, maaf! Mulut sa ya nih emang suka plas plos. Maaf, ya Ranti. Nggak deh, saya nggak muji lagi. Saya bukan playboy kok!"
Nur Ranti bercekat mendengar kata-kata polos itu. Sekarang dia balik "bengong" merenungkan perkataan tamunya. Mereka berpandangan sesaat, lantas saling tersenyum manis. Hati keduanya sama-sama berdesir.
271 Uuuuh, ada apa sih, kata hati mereka masing-masing.
"Rumah sedang kosong, aku sendirian. Bapak, ibu dan adik-adik pergi ke rumah kakak di Cipulir.Istri kakakku nujuhbulanin sore ini," kata Nur Ranti.
"Kok nggak nimbrung""
"Kan ada janji sama kamu."
"Jadi... saya mengganggu acara kamu dong""
"Mm. kalo dibilang mengganggu ya mengganggu, kalo dibilang nggak mengganggu ya nggak. Kami udah kirim kembang kok!"
"Kami" Kami siapa"" tanya Ali Topan. Terbayang ucapan Pinky bahwa Nur Ranti sudah punya pacar. O, kenapa mendadak timbul rasajelus dan gerah ketika Ranti bilang "kami." Kami siapa"
"Kami ya kami.Aku, adikku dan adikku lagi. Kenapa""
"Oh!" Ali Topan berseri lega. "Siapa sih nama adik-adikmu" Apa manis juga seperti kakak mereka""
"Hm, mulai ngerayu lagi, nih"" dengus Ranti.
"Eit, sorry. Lupa kalo nggak boleh muji," kata Topan sambil menepuk mulutnya sendiri. Ranti ketawa melihatnya. Hatinya memang sudah ketawa sejak bertemu denganAliTopan tadi siang. Secara terus terang, pujian Ali Topan sangat menyenangkan hatinya. Ranti memang sering dipuji para cowok kenalannya, tapi pujian dari Ali Topan rasanya lain. Polos dan. dan pokoknya laen deh.
"Denger nih baik-baik... adikku ada dua. Yang gede namanya Wanti, yang bungsu namanya Ria. Soal manis apa nggak, lihat aja sendiri nanti," kata Ranti, "sekarang mendingan kamu ngomong to the point, apa maksud dan tujuan. Soalnya saya masih banyak kerjaan nih."
Ali Topan segera menerangkan maksud dan tujuannya. Padat, ringkas dan cepat. Tak lupa dia jelaskan posisi
272 yang diambilnya dalam kasus penculikan Markus Karyadi.
"Oooo, jadi kamu mau jadi detektif" Sekaligus jadi wartawan harian jalanan" Uh, hebat amat. Apa kamu jagoan karate""
"Apa hubungannya dengan karate""
"Kan banyak kejadian wartawan dipukuli orang. dan detektif kerjanya juga berantem melulu sama banditbandit."
Ali Topan mikir. "Ah, soal berantem sih nomer dua. Yang penting beresin kerjaan dulu deh.Terus terang saya nggak mikir soal itu, saya cuma mikir enaknya aja. Mudah-mudahan aja saya nggak sampai dipukuli orang."
"Kalo ada yang mau mukulin""
"Ya kita beri lagi."
Ranti merasa senang ketika Ali Topan menyebut kita. Berarti ia diikutsertakan di dalamnya. Mm, ia jengah sendiri memikir hal itu. Belum pernah ada cowok menarik hatinya selama ini. Tapi, kenapa cowok yang satu ini, yang gayanya geradakan, membetot-betot hatinya dalam tempo sesingkat ini"
Tadi siang di kampus, Ranti mati-matian bilang ke Dita bahwa cowok yang hensem ini baru dikenalnya. Dita- sobatnya sejak SMA III dulu-bahkan menuduhnya "mulai main rahasia-rahasiaan." "Kalo emang itu cowok lu, gue sih ikut seneng aja, Ranti. Tapijangan main umpet-umpetan gitu dong," kata Dita tadi siang.
Nur Ranti terbawa lamunan hingga dia kaget ketikaAli Topan memanggil namanya. "Ranti, minta minum dong. Haus nih."
"Ooh, maaf, sampe lupa ngasih minum. Es sirop aja ya, biar cepet." Ranti bergegas ke dalam. Tak lama kemudian
273 ia keluar membawa dua gelas es sirup.
Sesudah membasahi kerongkongannya, mereka bicara soal Nurita lagi.
"Apa yang aku ketahui tentang Mbak Nuri, kan sudah kamu ketahui semua lewat Pinky. Kalo kamu mau lebih jelas, bisa tanya ke Mas Bambang, abangku yang merawat dia dulu. Mungkin dia bisa memberi keterangan yang lebih jelas. Tapi. sebaiknya jangan ke rumahnya, istrinya cemburuan. Apalagi kalo kita nyebut soal Mbak
Nuri." "Baiknya gimana dong""
"Besok saja ke kantornya. Diajadi psikiater Pertamina. Kalo kamu mau, nanti saya telpon dia, minta waktu."
"Terima kasih, Ranti," kata Ali Topan. Dia gembira sekali karena Ranti mau berpartisipasi.
"Saya bisa dapat kabar kapan"" tanya Ali Topan.
"Ranti berpikir. "O ya, gimana ya" Mm... rumah kamu ada tilponnya apa nggak"" tanya Ranti.
"Nggak ada," sahutAli Topan dengan cepat. "Apa saya jemput kamu di kampusmu"
" sambungnya. "Jangan! Jangan ke kampus! Nggak enak ."
"Nggak enak sama siapa""Ali Topan merasajelus lagi.
"Nggak enak sama temen-temen."
"Cowok kamu" Saya minta ijin deh sama dia, biar nggak marah," kata Ali Topan. Agak tersendat.
"Ah, apaan sih cowok-cowokan. Bukan soal itu!"
AliTopan tercenung. Ia sedang memikirkan arti ucapan Ranti.
"Bingung juga ya"" gumam Ranti. "Gini aja deh. Saya besok mbolos kuliah. Kamu jemput saya di sini, sekitar jam sebelas. Kita naik bis ke kantor kakak saya di Jalan Perwira. Jam satu sampai jam dua biasanya kakak saya kosong, makan siang."
274 "Kamu kok sampai mengorbankan kuliah besok" Saya jadi nggak enak nih."
"Nggak apa-apa deh. Demi ." Nur Ranti tak melanjutkan ucapannya.
"Terima kasih, Ranti.," kata Topan dengan haru dan "bahagia." Jika gr-nya tidak meleset, ia merasa seutas simpati diikatkan oleh Ranti ke hatinya.
Mereka ngobrol sampai ayah, ibu dan adik-adik Ranti kembali. Gadis itu memperkenalkan Ali Topan pada keluarganya. Ramah tamah dan wajar sikap kedua orangtua Ranti. Wanti dan Ria yang manis-manis saling
berpandangan dan mengulum senyum "rahasia."
*** Esok harinya, mereka naik bis kota ke kantor pusat Pertamina. Mereka masih harus menunggu kira-kira setengah jam di ruang perpustakaan. Tepat jam satu, Mas Bambang menemui mereka dan mengajak mereka makan siang di restoran Sweet Corner di Jalan Pintu Air. Mas Bambang yang sudah diberi tahu tentang maksud dan tujuan Ali Topan bersikap simpatik. Tapi dia toh tak bisa memberi tambahan info yang berarti mengenai Nurita.
"Secara teori psikologi, Nuri memang sembuh, tapi secara teori cinta, aku tak bisa bilang apa-apa, dik Topan. Bayangkan, seorang perawan ting-ting sedang terbuai di puncak impian cinta. Tiba-tiba badai menghempas-kannya ke lembah kenyataan yang mengerikan. Nuri dihamili, digugurkan lalu ditinggalkan oleh Karyadi! Dia mengatakan tak bakal dapat melupakan lelaki itu. Makanya, cintaku dia tolak. Sejak itu dia tak datang lagi, akupun tak mungkin mengubernya. Terakhir aku tahu ia mengurung diri di rumah pamannya di Jalan Cisadane," kata Mas Bambang pada Ali Topan.
"Apa dia bilang dia menaruh dendam pada Karyadi""
275 tanya Nur Ranti yang ikut nimbrung.
Mas Bambang melihat ke arah adiknya dengan heran. Sejak kapan anak ini mau ikut campur urusan orang" Pikirnya. Yang ia tahu betul, Nur Ranti paling tak suka urusan pribadinya dicampuri orang lain, demikian sebaliknya.
"Dendam dan cintanya jadi satu, Ranti."
"Kira-kira dia punya bakat nekat apa tidak Mas"" tanya Ali Topan yang merasa senang dengan penimbrungan Ranti.
"Apa sih definisi nekat itu""
"Orang melakukan perbuatan yang tidak rasional dengan dorongan emosi yang tak terkekang. Orang nekat tidak memikirkan risiko negatif akibat perbuatannya itu. Yang penting dia berbuat untuk memuaskan emosinya," sahut Ranti dengan lancar.
Mas Bambang melengak. "Kamu tiba-tiba jadi pinter, Ranti. Belajar sama siapa"" katanya dengan senyum dikulum.
"Belajar sama bapak guru," ceplos Ranti dengan manja. Ia merasa Mas Bambang "heran" dan "nyindir" sekaligus.
"Orang nekat itu biasanya karena cinta. Dapet cinta atau kehilangan," ceplos Mas Bambang, "perubahan tingkah lakunya sering mengherankan. Apalagi kalau yang kena cinta itu seorang gadis, perubahannya suka mengagetkan orang!"
Nur Ranti merasa "panas" sekujur wajahnya. Sungguh mati ia merasa disindir habis-habisan oleh abangnya yang lihai itu. Ia merunduk. Cep klakep, kata orang Jawa.
"Contohnya Patricia Hearst. Gadis baik-baik dari keluarga kaya raya diculik teroris. Eee, dia jatuh cinta pada penculiknya. Lantas ikutjadi teroris. Gitu, Ranti...,"
276 kata Mas Bambang yang "paham" perasaan adiknya. Tapi keterangan tambahan itu sudah terlambat. Nur Ranti "no comment" saja. Ia jengah kepada abangnya dan pada dirinya sendiri.
Dua muda-mudi kenalan baru itu pulang naik PPD dari depan Masjid Istiqlal. Ketika menyeberang jalan dari mulut Pintu Air ke depan masjid, Nur Ranti merasa gemetar digandengAli Topan. Digandeng cowok dengan mantap dan polos-menjaganya dari serempetan kendaraan bermotor yang lalu lalang-baru sekali itu dirasakannya. Sun
gguh mati perasaannya mendenyut-denyut tidak keruan.
Turun di terminal Blok M, mereka ganti Metromini jurusan Jalan MPR-Cilandak. Di dalam bis mini Mercedes yang tua, reyot dan apek oleh keringat rakyat itu pun, Nur Ranti merasa sesuatu yang baru. Setiap hari-pergi dan pulang kuliah-ia naik bis mini, duduk berdampingan dengan penumpang lain, ia tak merasa apa-apa. Tapi, duduk dengan teman barunya yang punya nama Ali Topan itu, rasanya lain sekali. Nggak tau apa sebutan perasaannya itu. Terkadang rambut gondrong anak muda itu menyentuh wajahnya. Walaupun bau apek, ia merasa senang deh. Buset, Ranti, ada apa denganmu" Bisik hatinya sepanjang perjalanan.
Ali Topan tidak ngobrol lama di rumah Ranti. Setelah membilang terimakasih, anak muda kita langsung cabut. Ia berjanji menghubungi Ranti "jika ada waktu lowong."
Sore hari,AliTopan ke rumah Robert Oui. Jumpa Pinky di pintu, langsung ia kena tembak sindiran si gadis. "Seneng dong ya, udah bisa ketemu Ranti! Wah bakal ada gossip hangat di Panca Sakti nih!" Siniiis cara bicara Pinky. Ali Topan 'mpet banget, tapi dia sudah memutuskan untuk tidak menggubris cewek "salon" itu. Anak
277 muda kita cuma nyureng sekilas ke Pinky, kemudian "menyibukkan" diri dengan Robert Oui yang sudah menunggunya.
Mereka sepakat untuk menemukan Nurita.
"Rasanya, kunci persoalan ada pada perempuan itu, Pan. Kalau ternyata benar dia yang punya hajat, ini benar-benar suatu surprise dalam dunia perdetektifan Indonesia. Bayangkan, dari teori feeling yang seperti dongeng itu, kita bisa sampai pada pemecahan persoalan. Nyonya dokter itu memang hebat," kata Robert Oui, "jika benar terjawab teka-teki ini karena teorinya, aku akan khusus datang untuk mengucapkan salut dan mengangkat topi untuknya."
Ali Topan merasa itu bukan kata-kata kosong. Seorang detektif profesional-begitu pendapatnya setelah bergaul rapat-dengan kualitas Robert Oui sampai menyatakan salut, itulah sesuatu yang istimewa. Dia pribadi sejak mula memang mengagumi Ny Romeo Sandi Ya kagum pada anggunnya, ya kagum pada otaknya.
Sepulang dari Grogol, ia langsung ke rumah Merdi di Cikini Raya. Merdi-temannya di SMA-anak geng Ce-co-ed, Cewek Cowok Edan yang punya daerah "kekuasaan" di kawasan Cikini dan sebagian Menteng. Ali Topan minta bantuan info tentang Nurita yang pernah tinggal di Jalan Cisadane. Di SMA dulu, Merdi pernah nyombong, dia tahu setiap jidat licin yang ada di daerah Cikini dan Menteng.
"Waduh, gue belum pernah tau perempuan yang na-manye Nurita di daerah sini, Pan. Licin apa kagak jidat dia orang" Kalo jidatnya bruntelan sih, jelas gue kagak kenal, Pan," kata Merdi.
"Percuma lu ngaku jadi lurah Menteng-Cikini, Mer!
278 Segitu aje kemampuan lu. Brenti aje deh dari UI lu," cetus Ali Topan. Setelah lulus SMA, Merdi meneruskan ke Teknik Sipil UI.
"Soal begini jangan bawa-bawa nama UI lu, Pan," canda Merdi, "entar deh gue calling cee-qyu kambrat-kambrat gue. Lu emang paling bokis dari dulu, Pan. Gimana tuh urusan bokin lu si Anna! Kalo udah janda boleh lu rojer ke gue. He he he ..."
"Bokin apaan" Bokapnya kuper begitu, dibayarin be-rape juta gue masih ogah jadi anak mantunya," sodokAli Topan, "kalo lu berminat, susul gih ke Singapur. Die udah di sonoh."
"Ke Singapur" Ngapain""
"Pengen nglamar jadi sekretarisnya Lee Kuan Yew 'kali."
"Wah, berat urusannya kalo udah gitu." Keduanya ketawa renyah.
Ali Topan diberi janji oleh Merdi untuk menyelidiki Nurita dan keluarga pamannya. "Besok malem, gue ke rumah lu, Pan."
"Jangan! Gue udah cabut dari rumah. Gue aje deh ke sini," kata Ali Topan. Merdi mengantarkannya dengan motor sampai Tosari.
Pakai PPD, Ali Topan ke Kebayoran.
*** Info dari Merdi-esok malamnya-agak seronok.
"Yang namanya Nurita memang pernah ngetem di rumah oomnya itu, Pan. Tapi sekarang dia ngilang. Ooomnya udah lapor polisi. Mereka sekarang sibuk nyari."
Ali Topan melaporkan info itu ke rumah Robert Oui. Hal-hal yang berurusan dengan polisi memang ditekel oleh Rob.
279 "Ogut dan Harry mau ngider dulu ke kampung-kampung nyari berita Agustusan buat rubrik Rakyat Jalanan," kata Ali Topan.
280 SEMBILAN BELAS Suatu hari menjelang tanggal 17 Agustus 1978, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-33, kios-kios bunga dan kios-kios ikan hias di seputar danau Blok C dihisai bendera-bendera dan kertas-kertas merah dan putih. Begitu pula rumah-rumah dan jalanan di sekitarnya. Seorang pedagang bendera dan tiang-tiang bambu yang dicat merah putih mangkal di pengkolan Jalan Mendawai dan Jalan Lamandau Tiga, berseberangan dengan kios Oji.
Sejak pagi hingga siang hari Oji dan Sura sibuk menyerut dan menghaluskan lima batang pohon pinang pesanan orang kaya di seberang kiosnya.
Ia pun telah menyiapkan lemak sapi dan oli bekas bewarna hitam untuk melumuri batang-batang pohon pinang tersebut yang akan dipakai untuk lomba panjat pinang, yang di pucuknya nanti akan dipasangi lingkaran dan belahan batang-batang bambu yang nantinya akan digantungi baju-baju, celana-celana, radio transistor murahan, rokok, termos, dan berbagai barang lainnya yang akan diperlombakan oleh rakyat di lapangan kecil yang terletak di prapatan jalan Lamandau Raya dan Jalan Sungai Pawan sekitar delapan ratus meter sebelah utara dari kios Oji.
Usai mandi dari sumur, Ali Topan ke luar dari bedengnya mau makan di warteg. Ia berdiri sejenak melihat Oji dan Sura sedang mengampelas batang-batang pinang.
"Mau ke mane, Pan"" tanya Oji sambil terus bekerja.
281 "Mau keme," kata Ali Topan.
Besok lu ngikut lomba manjat pu'un pinang, ye" Lu 'kan udah jadi warga Blok C," kata Oji. "Lumayan hadiahnya, Pan. Katanye ade bungkusan duitnye. Lime rebu katanye."
"Kate siape""
"Kate panitienye."
"Biar seratus rebu gua ogah," kata Ali Topan.
Oji menghentikan pengampelasannya, melihat aneh ke Ali Topan.
"Seratus rebu" Lu kagak mau" Emangnye kenape"" tanya Oji.Ali Topan memandangi Oji dan batang-batang pinang .
"Ji! Elu tuh kan tukang kembang."
"Iye. Terus kenape""
"Lu 'kan kudunye sayang ame pu'unan.."
"La iyak, Pan! Gimane gue kagak sayang... gue rawat banget pu'un-pu'un kembang di kebon gue..."
"Lantas kenape lu tebangin pu'un-pu'un pinang itu. Perlunya ape""
Oji duduk di batang pinang dan memandangAliTopan.
"Lhah"" Emangnye lu kagak tau ape" Batang pinang ini 'kan bakal lomba panjat besok. Besok tanggal 17 Agustus, Paan... Hari Kemerdekaan! Kita 'kan kudu ngerayaain...," kata Oji sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah-olah Ali Topan itu anak bodo yang kagak ngarti uusan. "Lu kagak punya nasionalisme sih," lanjutnya menggerutu.
"Apaan"" Ali opan tersenyum.
"Aah... udah ah! Kalo lu mau keme, keme aje. Pu'un pinang cuman lima aje lu ributin... Setaon sekali, Paan, setaon sekali... "
"Kalo perayaannye se Indonesia, berapa pohon pinang
282 yang ditebang, Ji""
Oji tertegun. "Iya juga, yak" Itungan lu ampe ke sono, Pan. Jauuh..," kata Oji. "Tapi kalo kagak gue kerjain entar dibilang kagak punya kesadaran pembangunan... "
"Pembangunan model monyet-monyetan kagak perlu disadarin, Ji..." kata Ali Topan sambil berjalan menyebrangi jalanan.
*** Perayaan Hari Kemerdekaan pada keesokan harinya di lapangan itu memang ramai. Berbagai permainan dilombakan untuk orang-orang dewasa dan anak-anak. Ada lomba balap karung untuk ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anakAda lomba makan kerupuk, lomba mengambil uang-uang logam di seputar jeruk Bali yang kulitnya dilumuri jelaga. Ada adu panco dan tarik tambang untuk bapak-bapak. Ada lomba lari membawa sendok berisi kelereng untuk anak-anak. Dan berbagai lomba lainnya yang umumnya diikuti oleh rakyat jelata. Orang-orang gedongan cuma jadi panitia dan penonton saja.
Puncak acara yang ditunggu rakyat kecil maupun orang-orang gedongan adalah lomba memanjat, lomba meniti, dan lomba bergelayutan pada batang pinang yang telah dilumuri lemak sapi dan oli mesin.
Rakyat -peserta, penonton dan penjual makanan rakyat- yang memenuhi jalanan sekitar lapangan itu bersorak sorai ketika panitia lomba memanggil kelompok-kelompok peserta yang telah mendaftar sebagai peseta. Tiap kelompok terdiri dari lima orang. Mereka bercelana pendek, tak pakai baju.
Ali Topan berdiri di bawah pohon mangga dengan rumah di ujung jalan Sungai Pawan. Di sekitarnya berdiri seorang muda bercelana sport yang pada baju k
aosnya memakai lencana panitia. Beberapa bapak gedongan
283 tampak bergembira. Omongan mereka diselipi bahasa Inggris. Seorang wartawan foto dan seorang wartawati tulis Majalah Beritaberdiri dengan gaya sok di depanAli Topan.
Ali Topan yang berpakaian jalanan tampak beda dengan orang-orang 'alus' tersebut. Ia acuh tak acuh memandangi kelompok-kelompok peserta yang mengitari pinang yang di pucuknya berbendera merah putih. Hadiah-hadiah lomba bergelantungan di bawah bendera itu.
Jam 10.30 WIB terdengar pengumuman lewat pengeras suara.
"Saudara-sudara sebangsa setanah air! Sebagaimana apa yang telah ditetapkan oleh panitia, sebelumnya kita memulai dengan apa kita punya acara menyambut hari kemerdekaan proklamasi tujuh belasAgustus yang ketiga puluh tiga! Yang mana telah menjadi keramat daripada kita semua segenap rakyat dan bangsa daripada Negara Kesatuan Reublik Indonesia! Yang berajazz... kan Pancasila dan Undang-Undang Dasar seribu sembilan ratus empat puluh lima! Maka dengan semangat daripada pembangunan nasional dan manusia seutuhnya! Dengan ini atas nama ketua panitia dan beserta segenap bapak-bapak yang telah menyumbangkan daripada moral dan materialnya! Maka... " Pidato ketua panitia itu terhenti karena mikrofonnya korslet!
Wajahnya yang bersemangat tampak kesal di panggung tepi jalan. Beberapa kali ia mengetok-ketok mikrofon dengan totokan jarinya dan berhalo-halo dengan mulutnya yang monyong. Tapi mikrofon itu tetap korslet! Dua petugas berpakaian tentara Jepang dan menyoren samurai dari kayu tampak sibuk memeriksa perabotan sistem suara di bawah panggung.
284 Rakyat segera bereaksi. Ada yang menggerutu, ada yang berteriak dan ada yang tertawa-tawa sambil bercanda bersama mereka.
Ketua panitia mengusap keringat di wajah dan lehernya. Lalu ia maju dua langkah dan berpidato lagi tanpa pengeras suara.
"Maka sebagai bangsa yang besar! Bangsa Pejuang! Dengan berlandaskan daripada tekad dan semangat mensukseskan pembangunan nasional! Maka! Sebelum kita memulai acara yang ditunggu-tunggu ini! Yaitu lomba acara panjat batang pinang! Maka saudara-saudara! Mari kita sekalian sebagai bangsa yang besar! Memekikkan kata Mer! De! Kaaa!!" teriaknya sambil menggepalkan tinju ke angkasa.
" Merdekaaaa!! " sambut rakyat.
" Sekali merdekaa tetap merdekaa!! "
" Merdekaaa! " " Hiduup Negara Kesatuan Republik Indonesiaaa! " " Hiduuuup!! "
" Hiduup pembangunan nasional!! "
" Hiduup! " " Hiduup Orde Baruuu!! "
" Hiduuupp!! " Ketua Panitia tampak tersengal-sengal. Ia berjalan kembali ke tempatnya berdiri semula didepan mikrofon.
" Waaah... capek juga saya...," celotehanya terdengar melalui pengeras suara yang sudah normal lagi. Orang itu kaget. Rakyat tertawa.
"Eh! Maaf! Saya nggak tahu kalau loadspikernya sudah hidup...," katanya. Rakyat tertawa lagi. Lalu, Ketua Panitia itu, meminta bendera merah- putih ke seorang berpakaian tentara Jepang.
Ia mengetok-ketok mikrofon lagi. Thuk! Thuk! Thuk!
285 Lalu ia ngablak lagi sambil mengibarkan bendera.
"Kalau saya menghitung pada hitungan tiga! Maka dengan ini! Atas nama Ketua Panitia! Saya menyatakan
Satuu! " " Huuuu! " rakyat peserta yang berjumlah dua puluh orang berseru dan langsung menyerbu batang pohon pinang dan berebut memeluk dan berusaha memanjat batang pinang bergaris tengah sekitar 60 cm yang licin kehitaman itu!
Mereka saling berebut memanjat dengan cara menginjak bahu dan kepala peserta lainnya yang berjubel dipangkal batang pinang.
Para penonton bertepuk-tangan dan bersorak-sorai serta tertawa terpingkal-pingkal bila ada peserta yang merosot dari batang pinang karena ditarik oleh peserta lainnya..
Ali Topan tak ikut bertepuk-tangan atau bersorak-sorak. Ia diam memandangi rakyat yang saling dorong, saling angkat, saling sikut, saling tarik dan saling injak diseputar batang pinang. Ia pun mengamati betapa girangnya orang-orang kelas menengah di sekitarnya bersorak-sorai dan terbahak-bahak melihat rakyat berlumuran oli hitam!
Sampai akhirnya, setelah pergulatan berlangsung sekitar dua puluh menit, ada seorang rakyat yang berhasil dinaikan atau menaiki rakyat lainnya hingga ia dapat men
ggapai batang-batang bambu pada lingkaran penggantung hadiah-hadiah. Ia yang bertubuh sangat kurus dengan tulang-tulang iga menonjol di balik kulitnya yang berlepotan lemak dan oli hitam segera mengambilli transistor, celana jeans, termos dan sepatu. Yap lalu ia lemparkan ke bawah disertai sorak-sorai dan tepuk- tangan para penonton.
286 Dua rakyat lagi berhasil menyusul dia, dan segera mengambili hadiah-hadiah yang tersisa..
" Ritus " perayaan HUT RI ke-33 di lapangan situ adalah: si rakyat kurus mencopot bendera merah-putih dari bambu kecil di puncak batang pinang, dan melambai-lambaikan bendera itu sambil berteriak : " Merdeka! Merdeka! Merdekaaa!" seruan itu disambut tepuk-tangan dan sorak-sorai serta teriakan merdeka! merdeka! merdekaa!sambil mengepalkan tinju oleh para penonton dan rakyat lainnya. Kecuali Ali Topan.
Tiga orang rakyat yang memenangkan lomba itu turun satu persatu dengan cara merosot ke bawah..
Kemudian mereka membagi-bagi hadiah pada sesama rakyat yang tampak kelelahan..
AliTopan masih berdiri dengan wajah muram di bawah pohon mangga. Ia manunggu Harry. Ia melihat dua orang wartawan majalah Berita memotret dan mewawancarai orang-orang kelas menengah di sekitarnya. Yang memotret laki-laki, yang wawancara perempuan rada cakep.
Ooh, acara ini berlangsung sukses. Seperti anda saksikan sendiri.. warga atau hm... rakyat.. yang kita bilang the low income people antusias sekali, " kata seseorang.
" Ya ya ya... Kita perlu toh bersosial begini, bergabung bersama mereka untuk menunjukkan kesetiakawanan sosial kita..," kata seorang lainnya. Dan beberapa komentar lainnya yang bagus-bagus..
Tiba-tiba dua wartawan itu mendekati Ali Topan. Si wartawan foto langsung memotret dia. Ali Topan menatap tajam dua wartawan itu..
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Kalau anda, Dik.. apa komentar anda tentang acara perayaan HUT Kemardekaan yang baru berlangsung
287 disini"" tanya si wartawati.
" Anda nanya ke saya"!" tanya balik Ali Topan.
" Ya! Anda mewakili generasi muda.. Apa komentar atau tanggapan anda tentang perayaan Agustusan ini"""
" Caur!" kata Ali Topan sambil mempertajam pandangannya. Dua wartawan itu heran. Demikian pula bapak-bapak disekitarnya..
" Caur" Apa itu" tanya si wartawati.Sambil bersiap menulis komentar Ali Topan.
"Caur itu ancur!" kataAliTopan. Jawaban itu membuat dua wartawan dan bapak-bapak kelas menengah di situ makin heran.
"Istilah apa caur itu"" tanya si wartawati.
"Bahasa Prokem," kata Ali Topan.
"Ooh... Kami belum tahu," kata si wartawati." Tapi mengapa anda bilang ancur" Bapak-bapak ini bilang bagus, sukses," lanjutnya.
"Anda 'kan nanya komentar saya" Nah, saya berpendapat hanya orang-orang yang kurang beradab yang mengatakan acara monyet-monyetan ini bagus!" kata Ali Topan.
"Waah! Itu sudah menyinggung saya! kata seorang bapak.TapiAli Topan tak memperdulikan diri.AliTopan tampak serius. Harry datang.
"Itu anak siapa sih" Omongannya ngaco! Nggak usah diminta komentarnya, BungWartawan!" celoteh seorang lainnya.
"Tapi ini menarik," sahut si wartawati. Ia mencatat komentar Ali Topan. "Boleh tahu nama anda"" "Saya rakyat," kata Ali Topan. "Nama anda.. "
"Ali Topan." 288 "Kembali ke tanggapan anda tadi, mengapa anda berpendapat begitu"" tanya si wartawati. Bapak-bapak dan Ibu-ibu di sekitarnya bermuka masam. Dan menggerutu. Tapi mereka tak mau pergi. Mereka ingin mendengar jawaban Ali Topan.
"Tadi pagi saya menegur Oji, kawan saya yang mengerjakan batang-batang pinang itu. Penebangan pohon-pohon pinang atau kelapa yang masih produktif itu suatu tindakan bodoh. Kalau di sini saja lima batang pohon ditebang, berapa jumlahnya pohon yang ditebang di seluruh Indonesia"" kataAliTopan. Si wartawati cepat mencatat omongan Ali Topan.
"Itu ada kaitannya dengan perusakan lingkungan ya"" tanya si wartawati.
"Itu sudah merusak! Bukan cuma ada kaitannya... gimana sih Anda"" kata Ali Topan.
"Okey, okey.. Tadi anda mengatakan hanya orang-orang yang kurang beradab. Jelasnya gimana"" si wartawati nyengir.
"Dia yang tidak beradab! cetus seorang bapak.
"Acara lomba ini 'kan cuma setahun sekali! Kita sebagai bangsa besar kan harus menghargai jasa pah
lawan-pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia! Sok tau amat sih anda!" seorang ibu muda yang potongannya seperti wanita karir yang suka selingkuh mencela Ali Topan.
Tapi Ali Topan tetap tenang.
"Apakah anda tidak berpikir bahwa acara lomba ini perlu untuk menghibur rakyat jelata"" tanya si wartawati
lagi. "Saya berpikir tidak begitu. Kalau mau menghibur rakyat, anda catat! kalau kita mau menghibur rakyat, membahagiakan rakyat jelaga, didiklah rakyat, ajari
289 rakyat secara benar! Dan nggak usah minta bayaran ke rakyat jelaga itu." kata Ali Topan.
"Rakyat jelata.. " si wartawati menyela, maksudnya mau mengoreksi.
"Rakyat jelaga! Atau... rakyat jalata yang dilumuri oli dan jelaga hingga mirip monyet-monyetan." kata Ali Topan.
"Hai! Kamu siapa sih kok ngomongnya sembarangan! Kamu warga erte erwe berapa"!" hardik Ketua Panitia yang tadi berpidato.
Ali Topan menatap oknum itu. " Saya warga negara Indonesia.. " katanya.
Sorot matanya beringas menatap mata oknum itu. "Kamu ngomong aja belepotan di panggung tadi, sekarang sok galak lagi! Sekali lagi lu ngebacot gua gamparin lu!" kata Ali Topan.
"Daeng Ali.." Harry memanggil Ali Topan. Ia memegang tangan Ali Topan yang sudah terangkat hendak menggampar muka Ketua Panitia yang kaya monyet itu.
Oknum itu tampak pucat. Perlahan tapi pasti dia berjalan meninggalkan tempat itu. Bapak-bapak dan ibu-ibu yang tadi ngomel pun bubar dari situ.
"Saya akan kutip komentar anda. Satu pertanyaan lagi... jadi... menurut Anda acara-acara perayaaan HUT Kemerdekaan semacam ini harus dihentikan"" tanya si wartawati.
"Ya! Dan diganti dengan acara-acara yang mencerdaskan dan memajukan jiwa raga seluruh rakyat Indonesia yang selama ini dibikin goblok dan dibikin melarat oleh para bandit yang berselubung slogan dan doktrin pembangunan," kata Ali Topan.
"Keras sekali pernyataaan Anda," kata si wartawati.
290 "Kenyataannya memang begitu. Saya ngomong apa adanya," kata Ali Topan. "Kalau Anda takut memuat itu di majalah Anda, ya nggak ngapah-ngapah... " lanjutnya sambil senyum.
"Kami cuma reporter. Keputusan memuat atau tidaknya ditentukan dalam rapat redaksi."
Ali Topan makin melebarkan senyumnya. Pandangan matanya nakal sekali ke wartawati tulis yang tersipu-sipu.
"Pertanyaan terakhir, menurut anda, acara pengganti monyet-monyetan itu apa"" tanya si wartawati.
"Tiap bulan Agustus, sebulan penuh, di tiap RT dan RW semua warga ngumpul untuk mengevaluasi kemunduran atau kemajuan tiap warga selama setahun. Gimana usaha dagangnya, gimana pendidikan anak-anaknya, gimana kesehatannya keluarganya, dan sebagainya. Dan dibahas, atau diselidiki apakah ada warga yang jadi maling, copet, tukang gusur tanah rakyat, tukang tilep, tukang sogok, koruptor, dan sebagainya," kata Ali Topan.
"Wah, gagasan bagus ini. Ideal sekali," kata si wartawati.
"Kalau bagus Anda suruh saja rapat redaksi memuat hasil wawancara Anda ini sebagai laporan utama," kata Ali Topan sambil mengedipkan matanya ke si wartawati, yang tak menyembunyikan pandangan syuurnya ke Ali Topan.
"Udahan dulu ya. Terima kasih nih..," kata si wartawati." Mm..boleh tau nggak.. alamat Anda""
"Di tepi danau kecil di sono," kata Ali Topan sambil menunjuk kearah danau Blok C.
"Okey ya. Kapan-kapan aku main ke sana.. " kata si wartawati. Lalu berlari ke temannya yang sudah
291 menghidupkan mesin motornya di dekat lapangan acara monyet-monyetan tadi..
"Wetengku luwe, Daeng.. Keme dulu, yo," kata Harry.
"Keme di warteg Gandaria jae, Har. Di sono dae semur jengkol sama ikan pindang gorengnya," kata Ali Topan.
Dua wartawan jalanan itu berjalan santai menyusuri jalan Sungai Pawan yang menurun ke arah Barat. Lalu mereka membelok ke kanan ke arah Mayestik. Terus berjalan melewati Pasar Loak di Taman Puring. Di ujung taman itu mereka membelok ke kiri, dan berjalan terus sekitar lima ratus meter, hingga sampai di Warung Tegal Mas Sukir, tempat Ali Topan biasa ngutang sejak SMA dulu.
*** "Kira-kira mereka akan muat apa enggak hasil wawancara dengan lu, Daeng"" tanya Harry disela-sela makan.
"Dimuat paling sekalimat. Itu pun yang menurut mereka tidak berbahaya,"
kata Ali Topan sambil mengkletus cabe rawit.
"Yang berbahaya yang bagaimana""
"Yang bagaimana, ya" Ya karena mereka memakai cara pandang pejabat pemerintah yang takut menghadapi kenyataan akibat kebobrokan mereka sendiri, maka apa-apa yang berbahaya menurut pemerintah y a ditelen bulet-bulet nggak pake dikunyah lagi oleh para pejabat pers," kata Ali Topan.
"Mereka 'kan majalah besar. Kok begitu Daeng""
"Yaah... Har... Namanya juga orang dagang. Makin besar majalahnya, makin kecit nyalinya. Tau kecit, nggak" Kecilnya kecil, ampir-ampir kagak punya nyali," kata Ali Topan. "Makin tinggi oplah majalah atau suratkabar di negeri kita ini, makin rendah moral dan
292 sikap kewartawanan mereka."
"Kok begitu, Daeng""
"Kok begitu, kok begitu! Elu inih gimanah" Masih kagak ngarti juga!" kata Ali Topan berdialek Jakarta pinggiran. "Tunggu! Gue abisin jengkol dulu. Entar gue jelasin."
Usai makan mereka masih bercakap-cakap. Mas Sukir, pemilik warteg, yang badannya tinggi besar ikut mendengarkan.
"Sampe di mana tadi"" tanya Ali Topan.
"Soal moral dan sikap kewartawanan," kata Harry.
Ali Topan menghisap rokoknya. "Gue kan dipinjemin buku-buku kewartawanan oleh GM, Har. Ogut baca semua. Selain itu, ogut beli buku-buku bekas di Pasar Senen dan di Kramat Raya. Khususnya buku-buku tentang kewartawanan di Amerika. Kenapa Amerika" Karena pers di sini 'kan berkiblat ke Amerika. Nah, kata para penulis buku-buku itu, pers atau press itu harus didasari moral yang tinggi. Bebas menyiarkan berita apa saja, kalau untuk kepentingan publik," AliTopan mengok ke Mas Sukir. "Mas Sukir, jangan nguping aje. Tambahin aernya," kata Ali Topan.
"Aer putih"" tanya Mas Sukir.
"Aer jernih ! Aer putih entar lu pakein tepung sagu...," kataAli Topan. Mas Sukir ketawa heh heh heh heh lantas menuang air jernih dari teko plastik ke gelas Ali Topan.
"Kalo denger lu ngomong, lama-lama gue bisa jadi pinter, Pan," kata Mas Sukir." Ke mana aja sih, kok lama baru kemari lagi" Apa sudah ada semur jengkol yang lebih top""
"Yaah elu, Mas... lu kagak tau apa, gue udah minggat dari rumah babe gue. Sekarang gue mesti nyari duit sendiri. Sibuk gue. Lagi belajar jadi wartawan. Doain aje
293 ye, biar gue sama si Harry ini sukses!" kata Ali Topan, lalu ia menenggak habis air jernihnya, dan memberikan uang Rp 1.000 ke Mas Sukir. "Kurang lebihnya lu catet, tuh." Lalu ia menengok ke Harry. "Cabut, Har."
294 DUA PULUH 18 Agustus 1978 pagi. Ali Topan berbagi tugas dengan Harry. Harry
mengantar artikel bertajuk "Monyet-monyetan" yang ia ketik tadi malam di Gelanggang Bulungan.
"Ogut ke Robert Oui," kata Ali Topan.
Penculikan Markus Karyadi masih gelap. Kodak Metro Jaya sudah pula turun tangan, menyebar teke ke lima penjuru kota dan daerah sekitarnya. Bogor dan Bandung pun sudah pula diubleg-ubleg dengan bantuan Kodak Langlang Buana.
Robert Oui sudah memberi kisikan pada pihak polisi bahwa kemungkinan besar ada hubungan antara hilangnya Markus dengan lenyapnya Nurita.Tapi, sejauh itu, polisi cuma selewatan saja menanggapi teori itu. Mungkin karena beberapa oknum sentimen dan antipati pada Robert Oui, maka pemikiran Robert Oui kurang digubris. Polisi lebih percaya pada teori mereka sendiri, bahwa penculikan Markus Karyadi bermotif pemerasan. Pihak polisi berangkat dari pemikiran bahwa ada sindikat penjahat yang khusus bergerak di bidang penculikan dan pemerasan, yang jadi dalang. Maka mereka pun menghubungi para "langganan" maksudnya residivis untuk mencari info, kalangan mana yang bikin ulah. Hasilnya nol.
"Padahal, laporan hilangnya Nurita pun sudah masuk ke kantor polisi, tapi mereka bilang bahwa Nurita juga korban penculikan. Memang, sebaiknya kita bergerak sendiri, Pan," kata Robert Oui. "Jika ada motif
295 pemerasan, kan penculik sudah menjalin kontak, apa per telepon apa per surat ancaman, untuk minta uang tebusan. Sampai sekarang nggak ada sepotong pun tanda ke arah itu," kata Robert lagi.
Sesungguhnya Robert Oui dan Ali Topan pun sudah mulai macet menangani perkara ini. Semua teman, relasi dan saudara Nurita yang kiranya pernah berhubungan dengan perempuan itu sudah dimintai inform
asi, tapi hasilnya belum menggembirakan. Kasus itu serasa teka-teki silang. Beberapa kotak sudah terisi jawaban, tapi beberapa lainnya masih kosong.
Berkat semangat pantang menyerah dan rasa penasaran saja yang membuat Robert Oui dan Ali Topan tetap bertahan. Untuk merelakskan pikiran, mereka berjalan-jalan keliling kota tanpa tujuan dan menyambangi beberapa tempat anak muda mangkal. Kerja maksimal yang dibuatnya adalah membuat berita "hilangnya" Nurita di harian ibu Kota. Berita kecil dua kolom lengkap dengan foto hasil wawancara dengan paman Nurita. Wawancara itu dikerjakannya sesudah dapat info dari Merdi tempohari.
Hari-hari Agustus berlari cepat. Beberapa peristiwa pribadi yang menggembirakan menyela celah kehidupan mereka. Istri Robert Oui melahirkan seorang bayi lelaki. Sesuai konsensus, si jabang bayi itu dinamai Arthur Alekhine.
Tiap hari, jam delapan lewat enam menit, Ali Topan menelepon Mbok Yem untuk mengetahui keadaan mamanya. Ali Topan yang menentukan waktu untuk menelepon itu, agar MbokYem sendiri yang mengangkat telepon. Karena pernah dua kali ia menelepon yang menerima ayahnya dan Windy. Ayahnya langsung memutuskan sambungan ketika mendengar suara "hallo"
296 Ali Topan; sedangkan Windy langsung mencela Ali Topan hangga Ali Topan yang memutuskan sambungan.
Ali Topan menelepon dari telepon umum di kios ikan hias "Ikan Cupang" yang berhadapan dengan gereja Katolik, dua puluh langkah dari kios Oji.
"Mamamu sedang tidur. Papamu kemarin ke Kalimantan, katanya... Mbak Windymu main film lagi katanya, jam enam tadi dijemput mobil film," kata Mmbok Yem. "Kamu ke sini saja, Naak.. "
Jam sembilan lewat empat menit Ali Topan sampai di rumah ayahnya. Ia menengok mamanya yang sedang tidur di kamar, mengambil buku syair Bob Dylan, lalu ia ngobrol sebentar dengan Mbok Yem.
"Mbok, aku sudah kerja," kata Ali Topan.
"Kerja apa"" tanya mbok Yem.
"Jadi wartawan, Mbok... "
"Alhamdulillah. Bisa kuliah dong..."
"Entar aja," kata Ali Topan. "Aku pulang dulu, mbok. Nih aku kasih duit. Bagi-bagi sama staf yang lain," kata Ali Topan. Ia memberikan uang Rp 1000 ke Mbok Yem yang diterima dengan senang hati.
"Lekas masuk kuliah ya, Nak," kata mbokYem sambil mengusap kepala Ali Topan.
"Entar aja kalau aku sudah putus asa... ha ha ha," kata Ali Topan. Lalu ia mengecup pipi ibu angkatnya itu, dan
cabut lagi dari rokum bokapnya.
*** Memasuki 2 September 1978, muncul perkembangan baru. Ada info dari seorang anggota IDA dr Bornok Simanjuntak yang berpraktek di Jalan Guntur. Ia mengkontak dr Romeo Sandi. Ia menaruh curiga pada seorang perempuan yang datang untuk minta resep kemarin sore.
297 "Dia bilang untuk anaknya yang sakit panas, batuk dan pilek," kata dr Bornok ketika Ali Topan dan Robert Oui menemui esok sorenya, di antara kesibukan dr Bornok melayani pasiennya.
"Dokter memberi resep itu"" tanya Robert Oui.
"Tidak dong! Saya tidak mau sembarangan ngasih resep. Saya suruh wanita itu kembali lagi membawa anaknya. Dia menyanggupi, tapi sampai saat ini ia tidak datang lagi. Waktu itu pasien saya ramai, jadi saya tidak sempat melayaninya lama-lama. Baru malam harinya saya terpikir pada masalah penculikan itu. Siapa tau ada hubungannya, iya kan""
"Masih ingat wajah dan potongan perempuan itu, dokter"" tanya Ali Topan.
"Cantik, wajahnya di-make-up tebal, tapi matanya muram. Tubuhnya kurus tapi sexy. Rok dan blus-nya dari batik kelas mahal, tapi tampak kusut dan agak kotor, seperti belum dicuci beberapa hari."
"Orangnya seperti ini"" tanya Ali Topan sambil menunjukkan sebuah foto Nurita yang dia dapat dari Pak Rakhmat Sutansah, paman Nurita yang di Jalan Cisadane itu.
Dr Bornok Simanjuntak memperhatikan foto itu sekejap.
"Ya dia orangnya...," katanya.
Ali Topan dan Robert Oui berpandang-pandangan. Jawaban dr Bornok serasa hujan deras di tengah musim kemarau yang terik. Sejuk, menyegarkan pikiran. Kotak teka-teki sudah hampir penuh terisi.
"Sebaiknya kami tunggu sampai anda selesai praktek, dokter, kemungkinan besar wanita itu akan datang lagi," kata Robert Oui.
Dr Bornok setuju dan mempersilakan keduanya
298 menunggu di antara ibu-ibu yang mem
bawa anak mereka di ruang tunggu.
Pukul 19.40. Tinggal dua ibu dengan bayi mereka. "Rasanya oknum itu nggak muncul, Rob," kata Ali Topan.
"Tunggu sebentar. Sabar. Kalau mau jadi detektifyang baik harus sabar, Pan, seperti kesabaran orang mancing ikan. Kalo nggak sabar, gimana dapet ikan gede"" Robert Oui menyabarkan "asisten"-nya.
Pukul dua puluh kurang dua puluh, pasien terakhir pulang. Dr Bornok dan PakTisna, mantri suntiknya sudah mulai mengemasi alat-alat mereka. Biasanya mereka tutup pukul dua puluh.
Pukul 19.45 dr Bornok keluar dari ruang prakteknya, menemui dua detektif kita.
"Bagaimana, tuan-tuan"" tegurnya
"Hm, rasanya dia memang tidak muncul," jawab Robert Oui. "Baiklah, dokter, kami kembali esok sore. Mungkin wanita itu membawa anaknya ke dukun," Robert Oui menggamit Ali Topan. Keduanya pamit, meninggalkan tempat itu.
Setengah menit sesudah jip yang ditumpangi Robert Oui dan Ali Topan meninggalkan tempat praktek dr Bornok Simanjuntak, sebuah Corolla 73 kuning berhenti di tempat itu. Seorang wanita langsing berpakaian hitam dengan syal biru muda turun dari mobil itu, diikuti seorang lelaki bertubuh kekar menggendong seorang bocah cilik. Mereka bergegas masuk ke tempat praktek dr Bornok. Wajah dr Bornok melongok dari pintu setengah terbuka, melihat ke arah mereka. Dokter setengah baya itu tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya melihat wanita pendatang itu. Nurita, gumamnya. Si wanita tegak dengan wajah dingin-pucat
299 menatapnya. "Selamat malam. Saya datang lagi, dokter. Tolong obati anak saya," kata wanita yang memang Nurita adanya.
Sekejap dr Bornok tertegun. Tatapan dingin dan wajah pucat Nurita serta pandangan serem lelaki penggendong bocah kecil kulit putih berambut pirang, membuatnya bergidik. Secara refleks dr Bornok menengok mantri suntiknya yang sedang membereskan ruang.
Segera dr Bornok memberi suntikan anti kejang. Dahi Markus dikompresnya dengan alkohol murni untuk menurunkan panasnya.
Pertolongan pertama itu sebenarnya sudah cukup mengamankan Markus Karyadi, tapi dr Bornok sempat berpikir untuk "menjebak" Nurita. Dia memberi resep berupa vitamin dengan pikiran menghubungi polisi saat Nurita menukarkan resep tersebut.
"Semenit saja terlambat, anak ini tidak tertolong lagi," kata dr Bornok sambil mengawasi Nurita. Uh! Meremang bulu kuduk dr Bornok melihat sepasang mata Nurita bercahaya dan senyuman aneh terukir di sudut-sudut bibirnya.
"Mati" Hih hih hik.," ucap Nurita sambil tertawa ringih yang sangat menyeramkan. Bolpen terjatuh dari tangan dr Bornok bahna seramnya. Merinding sekujur tubuhnya. Pak Tisna dengan sigap mencengkam lengan majikannya.
"Lebih baik kalian segera mengambil obat di apotik! Anak itu harus segera kalian beri minum obatnya!" ucap Pak Tisna dengan lantang.
" Hih hihik... hihihhik... mati" Hihihihik.. .Anak yang ganteng ini harus mati" Hihihik. kasihan kalau mati" Hihik hihihihik.," seperti orang mabuk Nurita tertawa
300 ringih. Mulutnya tertawa tapi matanya nyalang seperti mata ular sanca. Misterius, menyeramkan.
Mendadak tawanya terhenti. Ekspresi wajahnya netral seperti orang baru tersadar dari sebuah mimpi yang menyeramkan. Terburu-buru ia membuka tas tangannya, mengeluarkan selembar uang Rp 100 lalu diberikan kepada dr Bornok.
"Ini ongkosnya, Dokter!" ucapnya dengan lantang.
Terbengong-bengong dr Bornok melihat uang Rp 100 itu. Tapi dilihatnya wajah Nurita serius. Ia menyentuh jari Nurita, sebagai tanda menolak "bayaran istimewa" itu. Maksudnya, ia tak sudi dibuat obyek senda-gurau wanita yang dianggapnya tidak waras itu.Tapipenolakan itu justru membuat Nurita meradang.
"Ambil uang ini, Dokter! Ambil!" hardik Nurita deng an wajah berang. Sambil tersenyum pahit, dr Bornok mengambil uang itu dari tangan Nurita."Sebaiknya Anda segera pergi ke apotik. Jika terlalu lama, apotik tutup," kata dr Bornok tawar. "ApotikWalas, dekat sini, resep itu bisa diobatkan ke sana," sambungnya lagi. Suara dr Bornok bernada pasrah.
Tanpa bilang apa-apa lagi, Nurita berkelebat menyusul pengantarnya yang lebih dulu ke mobil. Tak lama kemudian terdengar mesin Corolla dihidupkan, lalu mengge-blas perg
i. "Ooooh," keluh dr Bornok sambil menjatuhkan tubuhnya yang terasa lunglai ke kursinya. Matanya tercenung memandang Pak Tisna, mulutnya terkunci tak mengeluarkan kata-kata.
"Kita harus segera lapor polisi, Dokter!" ucapan Pak Tisna menyadarkan dr Bornok dari cekaman perasaannya. Kesadarannya itu mendorong bergerak sebat. Diambilnya buku telepon besar, mencari nomer
301 polisi untuk keperluan darurat! Dengan singkat dr Bornok melaporkan peristiwa yang dialaminya.
"Tetap di tempat, Dokter! Kami segera datang! Dan sebuah mobil patroli lain segera menuju ke Apotik Guntur!" kata polisi yang menerima tilponnya.
Dr Bornok bernafas lega. Gagang tilpon diletakkannya pelahan-lahan di induknya.
"Pak Tisna." Ucapan dr Bornok terpotong oleh suara denyitan ban yang berhenti di jalan. Wajah dr Bornok tegang kembali. Pak Tisna pun demikian pula hal-nya. Suara langkah kaki berat mendekati pintu. Dr Bornok pucat. Pak Tisna bergeser ke sampingnya, menjaga segala kemungkinan.
"Selamat malam, Dokter...," suara seorang lelaki memecah sunyi. Kemudian pintu diketuk orang, dan dibuka dari luar.
WajahAli Topan tersenyum renyah tersembul di pintu!
Aaaah! Bikin kaget saja kamu!" cetus dr Bornok.
"Maaf, dok! Saya kehilangan buku catatan. Apakah tertinggal disini"" kataAliTopan dengan sopan. Senyum renyah anak muda kita mendadak sirna ketika ia melihat wajah dr Bornok dan Pak Tisna yang tegang.
"Cepaaat! Mereka datang ke sini! Baru saja mereka pergi! Ke Apotik Walas! Cepat susul ke sana! Cepaat!" teriak dr Bornok Ali Topan tertegun.
"Siapa, Dokter""
"Itu! Wanita itu dan anak kecil yang hilang! Cepaat nanti mereka keburu pergi lagi! Mereka pakai mobil!"
"Ke. ke mana mereka dokter.," tergagap AliTopan.
"Apotik Walas di ujung jalan ini!"
Tanpa bilang ba atau bu lagi, Ali Topan melompat balik dan berlari ke Robert Oui yang menunggu di dalam jip.
"Cepat ke Apotik Walas, Rob! Mereka ke sana!"
302 "Nurita"" tanya Robert Oui. "Ya!"
Langsung Robert Oui menancap gas. Seperti terbang, kendaraan itu diarahkan ke tempat sasaran.
Nurita yang duduk di jok belakang dengan Markus Karyadi di pangkuannya sangat terkejut melihat sebuah jip berhenti dengan kasar di samping kendaraannya. Begitu cepat Robert Oui dan AliTopan lompat turun dari jip, langsung membuka pintu Corolla. Wanita itu tampak gugup. Ia peluk Markus erat-erat!
"Semua sudah berakhir, Nurita!" kata Robert Oui. Lengannya rapat ke pinggang, siap siaga mencabut Smith & Wesson. Kemudian dengan sigap ia menggerayangi tubuh Nurita, memeriksa kemungkinan wanita itu bersenjata. Tas tangan Nurita diambilnya, digeledah lantas dikembalikan lagi.
Mata Ali Topan menangkap gerakan sesosok lelaki bergegas keluar dari dalam apotik. Sosok itu tertegun melihat Corollanya ditongkrongi dua orang.
Sosok itu-sopir Corolla-bergerak untuk lari! Dengan sebat Ali Topan mengejarnya.
"Jangan lari! Nanti saya tembak!" seru Robert Oui. S&W sudah tergenggam di tangannya.
Tapi si orang itu tetap berlari. Ali Topan menyusulnya. Dengan gerakan berani, Ali Topan menomprok lelaki itu dari belakang, hingga keduanya sama-sama terguling. Bagh! Tendangan keras lelaki itu dengan dahsyat menghajar wajahAli Topan! Anak muda kita terpental ke belakang. Lelaki itu bangkit lagi, dan bergerak untuk lari lagi.
Melupakan rasa sakit, Ali Topan otomatis bangkit kemudian mengejar lelaki itu. Baru dua langkah si orang itu berlari, sebuah tendangan bergaya Arie Haan menghantam belakang dengkulnya. Tumbanglah lelaki itu! Ten303
dangan kedua dari anak muda kita menyapu wajah lelaki itu. Bagh! Bagaikan bola FIFA kepala orang itu terdongkrak! Pingsan saja dianya!
Para pegawai apotik dan beberapa pembeli obat serta tukang-tukang becak berkerumun menyaksikan "pertempuran" itu.
"Ringkus dia, Pan! Tali ada di dalam jip!" seru Robert Oui.AliTopan menyentuh wajah orang pingsan itu, sesudah yakin tak berkutik, anak muda kita bergegas ke jip, mengambil tali.
Baru saja selesai mengikat kaki orang pingsan itu, terdengar sirene mengaung-ngaung. Polisi datang dengan Volvo dan VW kodok.
Beberap petugas melompat keluar dengan senjat a"siap tempur."
"Semua sudah rapi, Kep!" s
eru Robert Oui kepada seorang Kapten Polisi yang baru datang.
"Heh" Mayor Robert! Sselammat mallamm!" kata kapten itu sambil menghampiri Robert Oui. Tiga anak buahnya "mengepung" Ali Topan yang sedang mengusap-usap wajahnya yang kena tendang tadi.
Dengan singkat Robert Oui memberi penjelasan kepada Kapten Suroso-pemimpin polisi-polisi itu. Langsung Kapten Suroso-rada kikuk-mentekel persoalan itu.
Nurita dan lelaki yang pingsan dibawa langsung ke Kodak, sedangkan Markus Karyadi diantarkan oleh Ali Topan dan seorang polisi ke Rumah Sakit Cipto Mangun-kusumo. Robert Oui menyusul kemudian, bawa obat dari apotik dan dr Bornok Simanjuntak yang dijemputnya kemudian.
Dr Bornok sukarela menunggui Markus Karyadi yang segera dirawat oleh seorang dokter ahli di Bagian Anak,
304 sedangkan Robert Oui dan Ali Topan menunggang jip dengan santai menuju Markas Besar KomdakVII Metro-jaya, untuk didengar keterangan mereka-sebagai orang-orang yang "menangkap" penculik Markus Karyadi.
Empat polisi dalam sebuahVW meluncur dengan gesit di Jalan Raya Sudirman, menuju ke arah Kebayoran. Mereka bertugas memberi kabar kepada keluarga Karyadi.
305 DUA PULUH SATU Beberapa hari kemudian, jam sebelas hari Jumat, di terminal bis Grogol. Ali Topan dan Nur Ranti duduk sebangku di sebuah biskota jurusan Blok M. Mahasiswi manis itu baru pulang kuliah, dijemput oleh anak muda kita. Si mahasiswi manis kita bawa tas berisi buku-buku, berpakaian kulot-pakaian yang dikenakannya ketika jumpa anak muda kita pertama kali-tampak sangat terpelajar dan makin manis oleh bunga-bunga senyum di sudut-sudut bibirnya. Sebentar-sebentar ia memandangi si anak muda kita yang makin tampan saja dengan rambut lemas habis dikeramas- jatuh di pundaknya. Seragam jeans Levi's yang sudah berminggu-minggu belum dicuci, tak mengurangi ketampanan anak muda kita.
Satu persatu kursi biskota diduduki orang, tapi sopir bis masih anteng-antengan menunggu penumpang lebih sesak lagi.
Seorang pengecer koran bertampang Medan naik dengan dua lembar koran Ibu Kota edisi pagi tadi. Sambil menjentik-jentikkan telunjuknya ke koran, ia berteriak lantang. "Penculik Markus Karyadi, anak penyanyi pop telah di-Komdak-kan, Pak! Penculiknya seorang wanita sexy yang diduga sakit jiwa! Baca! Baca beritanya, Pak. Cuma lima puluh perak sazaa!"
Dua lembar korannya laku disambar dua penumpang di kursi depan. Pengecer koran itu menepuk kedua belah tangannya yang kosong, lantas melompat turun dari bis kota.
306 Nur Ranti mencubit lengan Ali Topan dengan mesra. Anak muda kita-si pembuat berita itu-menekan telapak tangan kiri si mahasiswi manis dengan telapak tangan kanannya yang kokoh. Mesra sekali deh!
Sopir dan kondektur naik, karena penumpang bis kota mereka sudah mencukupi target, kursi-kursi sudah penuh dengan penumpang yang berdiri sudah pula berjejer di lorong bis-dari depan sampai belakang-seperti tentara.
Biskota merangkak dari terminal. Di jalan raya, sopirnya menancap gas dan kondekturnya menarik ongkos dari para penumpang.
Ali Topan hendak mengambil uang Rp 100 dari kantong jaket bututnya, ketikajari lentik Nur Ranti menjawil lengannya. Dua buah karcis mahasiswa seharga Rp 30 diberikan kepadanya oleh sang gadis. Ali Topan memberikan karcis itu kepada kondektur yang rada bersungut-sungut menerimanya.
Para mahasiswa memang dapat karcis khusus Rp 30 per lembar untuk sekali jalan. Hal itu adalah pelaksanaan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta. Rakyat biasa-wa-laupun lebih miskin dari para mahasiswa-tidak memperoleh kebijaksanaan yang istimewa tersebut. Rakyat biasa kudu bayar penuh Rp 50 jauh-dekat!
Aneh sekali, tidak ada satu orang pun yang protes atas terjadinya ketidakadilan itu! Mungkin karena ketidakadilan itu mengenakkan para mahasiswa, maka para pemuda harapan bangsa tersebut diam-diam saja, karena sebagian mahasiswa-yang sempat menjadi tokoh brutal, kemudian "dipenguasakan" -menganut peribahasa pop yang membilang "diam itu emas."
Biskota digeber oleh sopirnya, walaupun stiker segede baki yang berbunyi: "Sesama biskota dilarang saling
307 mendahului" lengket di kaca depan dan belakang kendaraan umum ters
ebut. Suara orang-orang ngobrol mendengung seperti lebah yang naik berahi. Tapi sepanjang perjalanan, Ali Topan dan Nur Ranti tak sepatah kata pun bicara melalui mulut. Kali ini, bibir mereka cuma diberi tugas untuk tersenyum-senyum, sedangkan tugas untuk bicara banyak diberikan kepada mata dan hati mereka.
"Walah! Walah! Gawat maning! Sapa sing dobol kiye yo! Nangjero bis nganggo kentut barang!Walah!Walah! Ambune kecut koyo asem kawakyo! Gawaat, gawaat! Kiye nek dudu entute copet wis mesti bapake maling..." omelan seseorang terdengar lantang.
Gerrrrrrrrrrrr!! Semua penumpang, tak terkecuali Ali Topan dan Nur Ranti meledakkan tawa mendengar cep-losan dialek Banyumasan dari bagian belakang biskota. Seorang perempuan setengah baya yang negoceh itu meludah cah cih cuh ke lantai. Selendang batiknya dikibas-kibaskan di depan hidungnya. Wajahnya gusar sekali.
Para penumpang masih cengar-cengir ketika turun satu per satu di terminal Blok M.
"Ah cukup aha ketawanya! Jangan dihabis-habisin sekarang ya" Disimpen buat hari-hari nanti ...," kata Nur Ranti kepada Ali Topan. Suara dan tarikan wajahnya lembut tapi cukup berpengaruh. Hingga Ali Topan cepat dapat mengontrol emosinya.
"Buat hari-hari nanti"" tanya Ali Topan.
"Mm mmh." Ranti menggumam tanpa memandang.
Ali Topan menangkap tangan gadis manis itu. Digenggamnya erat-erat. Si gadis manda saja. Cowok ini, geradakan, kasar, jeans-nya kumel bau apek lagi, tapi. tapi... tapi kenapa dirinya begitu kesengsem sejak perte308
muan pertama mereka" Demikian kata hati Nur Ranti sambil berjalan bergandengan tangan menyeberangi jalan, menyusuri trotoar.
Lho, seharusnya mereka berhenti di terminal Metromini yang bersebelahan dengan terminal bis-bis besar. Seharusnya mereka naik Metromini ke juruan MPR-Cilandak. Biasanya, Nur Ranti naik bis mini itu, turun di pengkolan dekat rumahnya, berjalan kaki beberapa puluh meter dan sampai di rumah tepat pada waktu yang tertentu. Sendiri!
Mengapa kali ini, dia tak berhenti di terminal Metromini" Mengapa tak naik bis itu agar segera sampai di rumah" Mengapa malah bergandengan tangan dengan erat dengan seorang wartawan jalanan yang bernama Ali Topan itu" Padahal belum pernah sekalipun Ranti mau digandeng-ah, jangankan digandeng, berjalan berendengan saja dengan seorang cowok, ogah selalu-me-ngapa enak saja tangannya ditangkap, telapak tangannya ditempelkan ke telapak tangan dia, lalu dibawajalan kaki entah ke mana" Nurut lagi! Uhu, Ranti, Ranti, kena apa kamu hari ini" Kata hatinya.
Gadis manis itu menengok ke penggandengnya. Yang ditengok malah acuh tak acuh melihat ke gedung Deplu Iskandarsyah yang mereka lewati.
"Topaaan," bisik si gadis.
"Hmm"" "Kamu mau mengajak aku jalan ke mana"" "Kamu maunya ke mana""
"Pulang!" "Di mana rumah kita"" gurau Ali Topan. "Di ujung duniaaa!" sahut Ranti. "Ayo kita ke ujung duniaaa!" seru Ali Topan sambil menarik tangan si gadis agar berjalan cepat ke depan.
309 Langkah-langkah kakiAliTopan terlalu cepat untuk Ran-ti. Gadis manis itu terpaksa setengah berlari agar "tidak terseret" oleh Ali Topan.
Tingkah laku gradakan macam ini belum pernah dirasakannya, bahkan dalam mimpi sekalipun. Tak sepatah keluhan pun terucap dari celah bibirnya yang segar dan basah itu.
Ranti merasa hatinya yang berbentuk daun waru sudah tercuri olehAli Topan.Apapun perlakuan yang diperbuat oleh si pencuri hatinya itu, rasanya dia bisa terima dengan pasrah.
Ada 100 langkah Ranti "dites" begitu oleh Ali Topan. Lalu berhenti mendadak. Nafas Ranti ngos-ngosan, wajahnya memerah, taapi mata dan bibirnya tetap manis. Tersenyum menantang. Menggemaskan.
"Kok brenti"" goda si gadis.
"Nantang, eh"" kataAliTopan sambil melotot-lototkan matanya.
"Gara! Gara nantang! Kalo lu jokul sih ogut bokel!" cetus Ranti dengan kalem. Mak!
Tampang Ali Topan tampak seperti orang bodo bahna kaget mendengar Ranti berbahasa prokem itu.
"Kamu, kamuuuu," gumamnya sambil menunjuk si gadis yang berjalan di sampingnya dengan senyum simpul dan wajah riang.
Sulit sekali Ali Topan menahan kegemasan hatinya. Ia betul-betul gemas pada gadis ini. Ingin rasanya saat ini mereka berdua ada
di tengah padang rumput yang luas menghijau. Ingin direbahkannya si gadis ke padang rumput, lantas dikecupinya mata, cuping hidung, pipi kanan-kiri dan... dan sepasang bibir yang indah menantang itu. Ingin betul ia mengalami saat menyenangkan seperti itu. Demikian indah khayalan anak muda kita.
310 "Ranti"" "Hm-hmm""
"Kapan-kapan kita pergi ke sebuah padang rumput yang luas dan hijau yang terletak di lembah Seribu Bunga di kaki Bukit Taliputri, mau""
Ranti mesem mendengar kata-kata panjang itu.
"Kamu mabok ya""
"Iya nih. Jalan sama kamu rasanya mabok hati saya, Ranti. Ranti" Dengar, Ranti"" kata anak muda kita dengan suara makin lembut.
Ranti menatap anak muda kita dengan mata polosnya. Di mata itu tercermin seberkas cinta. Sekilas, kemudian si gadis merunduk. Pandangannya mengarah ke pinggir jalan yang mereka lalui.
*** Kembangnya cinta seperti kembangnya bunga. Bermula dari kosong, tersintuh kemesraan, kemudian berwangi keindahan. Angin pagi dan matahari berlaku sebagai kawan, yang menyemarakkan cinta dengan bunga-bunga kasih sayang. Musim yang lewat" Gugur dan tersisihkan. Menjadi pupuk penyubur bagi citanya cinta hari ini.
Ali Topan dan Nur Ranti. telah saling cinta. Si gadis memetik serbuk cinta dari nuraninya dan menaburkan benih-benih indah itu di persemaian nurani si anak jalanan yang memang lagi kosong. Soal waktu yang singkat tak jadi masalah, soal pertemuan pandang beberapa kejap bukan pula hambatan. Keduanya merasa begitu klop bagai lagu Michelle dengan syairnya. Cocok dan serasi dah. Yang wadon ayu dan manis, yang laki anak ganteng dan keren, persis banget kayak sepasang kekasih di pilem-pilem roman. Ibarat prangko sama amplop, sekali dijilat lengket terus.
311
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Memasuki minggu ketiga sesudah penangkapan Nurita dan "sopirnya" diApotik Walas, oleh Robert Oui dan Ali Topan, Markus Karyadi sudah berada di dekepan maminya yang asli. Mami culiknya, alias Nurita di-gep. Demikian pula sopir taksi "gelap" yang menurut pemeriksaan pendahuluan berfungsi sebagai orang upahannya yang melaksanakan penculikan itu. Nurita belum bisa diperiksa, karena penyakit syarafnya kumat. Ia diam-mem-bisu, mojok di sel khusus yang diperuntukkan baginya.
Bambang, eks psikiaternya yang khusus pula didatangkan belum berhasil menormalkan sarap Nurita. Perempuan itu tidak mau bicara apa-apa. Hasil maksi yang diperoleh Bambang cuma membujuk Nurita makan dan minum setelah ia mogok pada hari-hari pertama. Karyadi dan istrinya sebenarnya tak hendak menuntut apa-apa. Mereka sudah gembira Markus kembali. Tapi pihak polisi tak bisa melepaskan Nurita begitu saja tanpa melalui prosedur resmi.
Betapapun keluarga Nurita memohon pembebasan dengan alasan perempuan itu "sakit jiwa" pihak kepolisian tetap tidak mau memberikan kebijaksanaan. Bahkan pihak keluarga Nurita sempat kena gebrak ketika mereka berusaha menyuap polisi. Sejak kasus penyelewengan uang bermilyar-milyar rupiah di kepolisian yang melibatkan tak kurang seorang Deputi Kapolri, aparat kepolisian lebih ketat dan sensitif dalam soal-soal begituan.
Yang manis adalah sikap Ali Topan dan Robert Oui. Begitu persoalan ditangani polisi resmi, keduanya lantas mundur ke belakang layar lagi. Mereka tak mau dipublikasikan oleh pers Jakarta yang berlomba memuat kasus penculikan itu dengan huruf-huruf besar. BahkanAli Topan minta pada G.M. agar tugas selanjutnya ditekel oleh
312 wartawan Ibu Kota yang khusus menggarap bidang kriminal. "Bagi-bagi tugas, Pak! Kelak, jika ada kasus yang lain, saya garap lagi. Sementara ini, biar saya garap berita Rakyat Jalanan seperti biasa. Biar lebih santai!" kata Ali Topan pada G.M. Redaktur Pelaksana yang arif itu memahaminya.
Menurut penuturan Arsad, sopir taksi gelap yang jadi kaki tangan Nurita, terungkaplah cara bagaimana mereka menculik Markus Karyadi. Kisahnya mirip sandiwara anak-anak. Nurita adalah langganan taksi gelap Arsad. Sopir itu sering mengantarkan Nurita ke hotel-hotel dan tempat lain jika Nurita-yang tanpa setahu keluarganya menjadi wanita P-ada janji dengan lelaki P yang memakainya. Mereka jadi intim, terutama sejak Nurita membuka'kisah pahitnya'pad
aArsad. Sopir itu menaruh kasihan pada langganannya. Dan diam-diam menaruh minat pula. Lelaki yang sudah punya anak tiga itu sempat pula diberi jatah oleh Nurita, hingga makin "lengketlah" dia pada langganannya. Sampai Karyadi muncul di majalah-majalah hiburan.
"Sejak saat itu Nurita menunjukkan gejala abnormal. Beberapa kali ia minta diantarkan untuk menemui Kar-yadi, tapi dibatalkan begitu mobil sampai di dekat rumah kontrakan penyanyi itu. Hampir setiap hari kami menguntit Karyadi. Setiap kali saya bertukar mobil dengan kawan-kawan saya, dan kami menyamar hingga Karyadi tidak tahu penguntitan itu. Makin hari jiwa Nurita makin goncang. Pernah dia bermaksud nekat menikam Karyadi, tapi tak pernah dilaksanakannya. Rupanya ia begitu dendam sekaligus cinta pada orang yang pernah menodainya itu. Hingga hari itu, taksi saya mengalami kerusakan mesin sedangkan mobil kawan-kawan dipakai semua.
313 "Nurita sudah bulat tekadnya untuk mendatangi Kar-yadi. Belum lagi masuk rumahnya, kami melihat Markus bermain sendiri di depan rumahnya. Suasana sekitar sepi. Nurita, menyuruh saya menculik anak itu. Saya seperti orang bodo, mau menuruti perintahnya. Dengan tenang saya angkut Markus lalu kami bawa. Kami sekap di sebuah villa di daerah Cipayung. Villa itu milik seorang Cina yang dipinjamkan kepada seorang pejabat tinggi Departemen Keuangan yang menjadi langganan Nurita. Pada saat-saat Bapak itu datang, Markus disembunyikan di gudang. Saat bapak itu pulang, Markus dikeluarkan lagi. Sampai akhirnya anak itu sakit dan kami bawa ke dr Bornok.," demikian sebagian penuturan Arsad.
Alamat dr Bornok Simanjuntak diperoleh Nurita dari buku tilpon "Halaman Kuning."
Sementara menunggu Nurita "normal" kembali, Arsad terpaksa nginep di dalam bui. Dua orang dokter jiwa kepolisian yang memeriksa Nurita sama-sama berpendapat bahwa perempuan itu memang terganggu jiwanya. Mereka sepakat mengirimkan Nurita ke Rumah Sakit Jiwa untuk perawatan khusus.
314 DUA PULUH DUA Di Gorogol, Jakarta Barat pergunjingan di kalangan mahasiswa Panca Sakti sehubungan dengan percintaan Nur Ranti danAliTopan nyaris menyaingi pergunjingan mengenai bekas rektor mereka yang terlibat dalam kasus penyelewengan uang bermilyar-mil-yar rupiah di kepolisian RI. Begitu cepat menyebar dari mulut ke mulut. Banyak mahasiswa yang diam-diam "patah hati" ketika melihat fakta gadis yang paling disenangi di kampus mereka disamber "oknum luar kampus". Mereka yang gigit jari itu adalah oknum-oknum yang diam-diam menaksir Nur Ranti.
Anak-anak Panca Sakti rada bingung, gadis kembang kampus Panca Sakti itu kok bisa-bisanya jatuh hati pada Ali Topan yang bermodalkan jauh-dekat Rp 50! Padahal banyak mahasiswa yang beken sebagai play boy kampus yang berkilauan dengan Honda Civic, Peugeot, Corolla, Volvo bahkan Mercedes, tak berhasil menaklukkan sang gadis. Perdebatan-perdebatan kecil menyemarakkan suasana kampus elite itu. Ada yang bilang Nur Ranti diguna-gunai, dipelet, dijampi-jampi oleh Ali Topan. Dan lain sebagainya. Namun satu fakta yang tak bisa mereka bantah, diam-diam maupun secara terbuka, yakni wajah yang hensem dan tongkrongan yang sedap dari Ali Topan memang sangat keren.
Pada suatu Jumat siang, Ali Topan menjemput Nur Ranti di kampusnya. Ali Topan memakai T-shirts bergaris merah-putih model tukang sate Madura. T-shirts itu dibelinya Rp 1.100,- di pasar Grogol, langsung dia
315 pakai. Jaket Levi's buntungnya dia masukkan ke dalam tas plastik. Dengan menenteng tas plastik itu, Ali Topan masuk kampus Panca Sakti, menemui Ranti yang pas ngumpul dengan sobat-sobatnya di kantin. Disaksikan sobat-sobat itu dan beberapa mahasiswa lainnya, mereka bergandengan tangan mesra keluar kampus.
Di dalam bis menuju Kebayoran, Nur Ranti mesam-mesem memandangi kaos oblong pacarnya.
"Baru beli nih, masih bau toko," kata Ali Topan, "murah, ceng it."
Nur Ranti diam saja. Ia mengerti berapa duit ceng it itu, karena teman-teman kuliahnya banyak yang amoy. Ranti diam karena rada "serem" melihat kaos strip merah-putih itu. Kayak kaos tukang sate ayam begitu, baru beli langsung dipake lagi, gawat ini cowok, demik
ian Ranti membatin. "Kenapa sih diem aja"" Kasih komentar dong. Bagus apa jelek aku pakai kaos ini""
"Soal kamunya sih, pakai baju model apa aja, tetep cakep orangnya. Jangan ge-er lho. Cuma kaos yang ini rada serem aku lihatnya," kata Nur Ranti terus terang.
"Serem gimana""
"Kalo boleh terus terang sih, kaosnya rada norak," sahut Ranti, "tapi jangan marah ya"" "Noraknya di mana""
"Yang suka pake kaos strip merah-putih kan tukang sate. Kalo kamu pake itu, orang-orang bisa bingung, jualan sate kok nggak ada pikulannya," tukas Nur Ranti sambil tersenyum.
"Biarin deh. Kamu liat deh, nanti saya bikin populer kaos beginian. Merah-putih kan warna paling bagus di Indonesia."
Ali Topan meremas jari Ranti, mengusap-usap ujung
316 jemari sang gadis. Biarpun bis penuh sesak, terasa lapang bagi mereka.
"Omong-omong, si Pinky kelihatan sewot sama saya. Dia bahkan bilang ke Dita, katanya saya merebut kamu dari tangannya. Ih! Amit-amit saya merebut pacar orang!"
Ali Topan ngikik. Soalnya Ranti menggerundelkan 'amit-amit' dengan gemas.
"Ketawa lagi, bukannya mikir!" kata Ranti ketus. Ketusnya ketus manja. Garing di kuping, tapi renyah di dada.
"Pinky, Pinky... pokay banget itu anak. Nggak usah digubris dia, Ranti...," kata Topan, "yang penting kan saya nggak ada apa-apa sama dia. Saya kan ada apa-apanya cuma sama kamu," sambungnya dengan mesra. Kemesraan kata-kata itu masih ditambah dengan cubitan kecil di telapak tangan, bikin syuur hati Nur Ranti.
"Ranti, nanti malem saya ada acara. Pesta kecil di rumah dokter Romeo Sandi. Kamu bisa ikut"" tanya Ali Topan.
"Pesta apa""
"Robert Oui yang bikin acara. Syukuran sehabis menyelesaikan tugas sekalian merayakan kelahiran anaknya."
"Kok di rumah dokter Romeo""
"Sebagai penghargaan kepada Ny Romeo. Berkat pemikiran dia yang cemerlang hingga penculikan Markus Karyadi cepat selesai."
"Mm ... kali ini kamu pergi sendiri sajaya. Saya banyak tugas sih. Ada beberapa catatan yang harus saya salin. Lain kali deh, kita pergi sama-sama. Saya ikut gembira bersama kamu."
"Selalu"" 317 "Selalu," bisik Ranti. Matanya memancarkan kemesraan. Jemarinya mengelus lengan Ali Topan.
Pesta kecil di rumah dr Romeo Sandi semarak suasananya. Robert Oui datang sendiri.AliTopan bersama Harry. G.M. pun datang bersama istrinya. Tuan dan nyonya rumah mengundang beberapa teman dekat mereka.
Acara makan malam dilanjutkan ngobrol sampai jam sebelas malam.
*** Esoknya-Sabtu petang-Ali Topan datang ke rumah Nur Ranti. Anak muda kita menikmati suasana yang nyaman. Dia tak tahu persis, apakah setiap anak muda merasakan suasana nyaman ketika mereka berkunjung ke rumah pacar masing-masing. Yang dia tahu, waktu berpacaran denganAnna Karenina tempo hari, rasa nyamannya bercampur deg-deg-an.
Berpacaran dengan Anna, nyaman dan indah ketika berdua, bercampur rasa tak enak karena diteror oleh pihak ketiga berupa ayah dan ibu siAnna. Belum lagi intrik dan fitnah dari manungsa Oom Boy itu. Bersama Anna, dia backstreet Main kucing-kucingan dan tikus-tikusan. Seru sih seru, sampai ada acara minggat ke Depok dan digusur teke ke kantor polisi pula, tapi buntutnya toh cemplang, terbukti dengan kepergian Anna ke Singapur.
Sedangkan Nur Ranti" Walaupun pacarannya masih baru, tapiAli Topan dapat merasakan perbedaan suasana. Lebih tenang, lebih terbuka, lebih intelek dan intim. Nur Ranti lebih berpikiran dewasa dan mateng dibandingkan Anna Karenina. Keluarganya pun lebih intelek dan toleran. Entah itu basa basi, entah dari 'sononya', keluarga Nur Ranti-ayah dan ibunya-bersikap biasa. Tidak istimewa ramah, tidak pula istimewa sangar.
318 Kehadiran Ali Topan mereka anggap kehadiran seorang teman anaknya, seperti teman-teman Ranti selama ini. Datang, ngobrol, pamit, datang, ngobrol, pamit, begitu. Apakah mereka naik mobil, motor atau jalan kaki, tak berbeda penerimaan ayah dan ibu Ranti. Itu urusan Ranti, dan mereka cukup memberi kebebasan bergaul bagi anak-anak gadis mereka.
Rumah Ranti mungil, bangunannya bergaya Spanyol. Halaman depannya seluas kira-kira 50 meter pesegi, dibikin taman yang bagus sekali. Rumpun palem merah di sudut bergabung dengan r
umpun melati yang semerbak harum mewangi. Rumput Peking seperti permadani memberi kesan segar sepanjang hari.
AliTopan ngobrol dengan Ranti di dekat rumput palem merah. Lampu taman yang menyorot ke rumpun palem itu, terhalang oleh rumpun melati dan tanaman hias lainnya hingga tak langsung ke wajah mereka. Siaran Radio Prambors sayup sampai dari radio di kamar Ranti. Suasana begitu dibilang syahdu di kalbu sepsang kekasih baru itu.
Ali Topan baru selesai menggelar riwayat hidup singkatnya. Tentang ibunya, bapaknya, Dudung, Bobby, Gevaert dan Anna Karenina!
"Riwayat kamu banyak sedihnya ya," kata Ranti, penuh simpati, "mengapa kamu ceritakan semua pada aku"" Ranti meng-aku-kan dirinya dengan manja.
"Supaya kamu tau dong, terutama bagian-bagian yang jelek dan rusak-rusak dari saya. Daripada kamu denger dari orang lain, kan lebih enak denger langsung dari saya."
"Lalu . untuk apa kamu ceritakan semua ini pada
aku"" Ali Topan tak segera menjawab. Diamatinya wajah
319 Ranti: mulutnya yang agak lebar digantungi dagu yang bagus, bertahta di rahang kuat pertanda orang keras hati. Sepasang matanya seperti kelinci punya, berbinar segar dan manja. Dengan alis indah yang belum pernah dicukur, cantiknya seperti mengandung magnit.
"Ngapain sih liat aku begitu. Serem ah!" cetus Ranti. Cetusan itu lebih karena grogi daripada tak senang. Justru karena senang dan bahagia, Ranti jadi grogi. Jangankan berhadapan muka dengan muka, membayangkan wajah Ali Topan di dalam kamar sendiri saja, Ranti suka grogi.
"Kamu tanya apa""
"Aku serem diliatin begitu."
"Kalu di-sun serem apa nggak""
"Ih! Ranti terpekik. Pernyataan langsung itu walaupun nadanya bercanda, tetap bermakna serius baginya. Si polos ini tak menyangka begitu cepat proses percintaan membelit dirinya. Seperti mimpi, kata syair lagu pop. Begitu mendadak, hatinya ditaklukkan. Dan si penakluk yang gagah ini, yang muncul dari dunia lain, pembawaannya dahsyat, menggetarkan. Belum pernah ada cowok yang berani berterus-terang seperti dia, dalam ucapan maupun perbuatan.
"Ranti..." bisikAli Topan, "apakah kata-kata saya terlalu kasar untukmu" Apakah kamu tersinggung dan marah oleh sikap saya""
Ranti menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin dia bisa tersinggung atau marah pada sang penakluk ini" Andaikan orang lain, tentu dia akan bilang kasar, karena memang demikian kenyataannya. Mengelus-elus jari, mencubiti telapak tangan, bicara balk-blakan... memang penampilan yang jauh dari lemah lembut. Justru karena Ali Topan yang memiliki kekasaran itu, dia malah terpikat! Sejak pertama kali hatinya berdesir, di kantin
320 fakultasnya, sejak saat itu pula-tanpa sadar-dia sudah bersiap melukisi kanvas hatinya yang kosong dengan warna warni pribadi Ali Topan.
"Rantiii.," bisik Ali Topan. Lebih lembut, lebih mesra.
"Apaaa," bisik Ranti dengan hati berdebar.
"Apakah rasa sayang itu perlu diucapkan""
Hati Ranti makin bergetar, getaran itu mengalir ke ujung jemarinya, ke telapak tangannya, ke segenap pori-pori perasaannya. Dalam hati ia memekik, aku tahu sayang, aku tahu, ucapkanlah kata-kata sayang untukku.
"Nur Ranti.aku sayang sama kamu."
Oo! Oo! Ooooooo!! Rasa bahagia menghangatkanjiwa sang gadis manis. Rasa bahagia menggelegak dalam dada, mengalir ke permukaan kulit, berbinar di mata kelincinya. Berkejap-kejap mata yang indah itu.
"Buat sobat-sobat yang sedang mesra-mesraan di mana saja, Prambors ucapkan salam paling hangat dan paling mesra buat kalian. Semoga kalian miliki malam-malam yang lebih indah dan hari-hari yang semanis anggur... selalu...," suara penyiar Radio Prambors Rassisonia terdengar jelas. Lantas terdengar suara adik-adik Ranti cekikikan. Rupanya mereka yang membesarkan bunyi radio itu.
Nur Ranti dan dan Ali Topan tersenyum oleh "gangguan" itu. Perasaan mereka saling membelai, hati mereka saling berkasih mesra. Detik demi detik merambat pelan tapi pasti, penuh getar-getar cinta.
"Ranti sayaaaang."
Sang gadis menatap Ali Topan. Berbinar, berbinar matanya. Kemudian redup, meredup, mereduuup. Lantas
321 terpejam. Hangatnya bibir Ali Topan menyentuh bibirnya terasa bagai mimpi yang sangaaaa
aaaaaat indah. Angin malam Semerbak wangi bunga Dalam hening khayalan asmara
Nyanyian Chrisye yang dipancarkan oleh Prambors serasa khusus ditulis Eros untuk mereka.
"Eh, udah..., nanti dilihat adik-adikku," kata Nur Ranti sambil mendorong lembut wajah Ali Topan.
"Maaf, Ranti... aku terhanyut," bisik Ali Topan.
"Aku juga 'yang'..." bisik Ranti.
Lalu mereka saling memandang lagi. Mata mereka bicara, mengungkapkan segala rasa. Salah satu rasa itu adalah rasa terbelah yang tiba-tiba. Antara Anna Karenina dan Nur Ranti.
"Anna. eh. Ranti," bisik Ali Topan. Ranti marah! Matanya marah! Wajahnya marah! Lalu ia berdiri dan berlari masuk ke dalam rumah. Ali Topan terdiam. Lalu ia berjalan pulang.
*** Ali Topan menghisap rokok di dalam kamarnya. Jam weker di rak dinding menunjukkan 01.01 dinihari. Sepi. Ia berfikir tentang percintaannya dengan Nur Ranti yang makin nyata Sabtu malam tadi, ketika ia mengecup bibir gadis indah itu di beranda rumahnya.
Ali Topan merasa gembira namun ia belum yakin apakah dirinya telah sungguh-sunguh bahagia. Mengapa" Perjalanan masih panjang. Panjang dan berliku-liku.
Ia mengambil selembar kertas dan bolpen dari rak buku. Dan mengungkapkan perasaan dan kilasan-kilasan
322 pemikiran yang bergerak dalam batinnya.
Tentang Perjalanan Itu Ada terasa dalam kalbuku Jalan panjang dan berlikuliku Seperti dalam mimpi malam hari Yang 'ku tak tahu ujungnya.
Gadisku... Aku ingin bersamamu Lewat jalan itu
Tapi aku tak tahu apakah kau akan tabah menemani ku.
Selama ini aku merasa sendiri dan merintih dalam batinku Tak banyak orang tahu betapa sepi diriku.
Ya, aku coba bertahan. Selalu... Segala duka 'ku simpan di sini: di relung hatiku
Semua rindu ku pendam di sini : di ruang nuraniku.
Banyak jalan di dunia ini
Yang membahagiakan hanya satu
Apakah engkau sependapat denganku "
Ada sesuatu yang bergolak Rasa gelisah
323 dan dahagaku Pada apa yang bernama Cinta Tak hanya di antara kita...
ALITOPAN ANAK JALANAN Rumah Di Tepi Danau Kecil, 1978
*** Plung! Suara benda jatuh ke dalam air danau, menge-luarkanAliTopan dari ruang kreativitasnya. Sambil tetap menggenggam bolpennya, ia bangkit dan melangkah ke pintu itu, memandangi malam tanpa bulan dan mendengar keresekan kelelawar di sela-sela dedaunan.
Ia melangkah ke tepi danau dan mendengar gita malam dalam kesunyian. Sosok, wajah, senyuman dan sepasang mata ceria Nur Ranti berkilasan dalam benaknya. Dan... kepingan-kepingan kenangan tentang Anna Karenina bergerak di antara kilasan-kilasan bayangan Nur Ranti.
Lalu... sosok-sosok lainnya. Mamanya. Papanya. Mbok Yem. Windy. Maya. Gevaert. Daeng Hasan. Munir. Oji. Cut Mina. dokter Romeo. Harry. GM. Kolonel Sinaga. Robert Oui... Lalu ke Anna Karenina, Nur Ranti dan dirinya sendiri dalam berbagai peristiwa dukanya.
Ali Topan menarik nafas berat dan mengeluarkannya. Ia seperti melihat dirinya sedang berjalan, dan terus berjalan pada suatu jalan kesunyian. Ia merasa kasihan pada dirinya yang sedang berjalan itu ke suatu tujuan yang terasa jauh.
Di balik punggung dirinya itu ia seperti melihat wajahnya yang sawo matang, berdebu. Dan sepasang matanya yang mengungkapkan duka. Sepasang mata itu berlinangan airmata...
324 Malam hitam. Langit kelam tanpa bulan.
Angin dingin mengusap kulit dan ambut gondrongnya yang lebat. Sayup-sayup terdengar suara harmonika dari arah jalan Lamandau III. Harry pulang ngamen dari Pasar Kaget, katanya dalam hati.
Segera ia usap pelupuk mata dan pipinya yang dibasahi airmata. Suara harmonika semakin mendekat mengalunkan lagu Blowin 'in The Windkarya Bob Dylan.
Baris-baris syair protes lagu folk era 1960-an yang merintih tajam, menggugat, menggetarkan dan berhasil mengguncangkan "kemapanan" dan kemunafikan para politikus dan jenderal-jenderalAmerika Serikat itu hadir dalam batinnya :
How many roads must a man walk down
before you call him a man"
How many seas must a white dove sail
before she sleeps in the sand"
Yes,'n'how many times must the cannon balls fly
before they're forever banned"
The answer, my friend, is blowin' in the wind The answer is blowin' in the wind.
How many years can a mountain exist
b efore it's washed to the sea"
Yes, 'n' how many years can some people exist
before they're allowed to be free"
Yes, 'n 'howmany times must a man turn his head
and pretend he just doesn 't see"
325 The answer, my friend, is blowin' in the wind The answer is blowin' in the wind
Yes, 'n' how many times must a man look up before he can see the sky" Yes, 'n 'how many ears must one man have before he can hearpeople cry"
SELESAI KAMUS PREMAN ALI TOPAN Istilah di kalangan kaum preman, maling, copet tukang jambret,
garong, rampok, tukang todong, pembunuh, dan narapidana yang
terhormat itu. Aawing, laming = maling Bbabi = Toyota bais = habis baok = mabok Baon = Ambon ba'ur = kabur, melarikan diri
beceng = pistol begokin = begini begokit = begitu Bekokas = Bekasi Betokaw = Betawi birut= ribut boil, bolim, kebo = mobil
boat, pun, bedak, setan, puti= morphine bokay = bayar boket = becak bokis = bisa bokul = beli bokap = bapak bokin = bini bi-u = ibu bioskop = tivi brokap = berapa brokis= brengsek C-cabut, gerpi = pergi ca'ur= hancur celokan= celana cerokit= cerita cokab= cari cokin= cina cokip, casbrino = cipok, sun,
congki= konci Ddas= ada daon, ijo, gele, nisan = marijuana, ganja Dapang= Padang deglo= bongkar rumah dendeng= jemuran pakaian depek= pendek doi, doski = dia dokat = duwit, uang dokir= dari Ees-pe= spion FFatima = Fiat Ggacip= hansip gajah = jendral gatut= takut gara= tidak gep, gepang= pegang glintur/ gintur= tidur godfather = Kapolri gokil = gila gomba = cina kaya gool= masuk penjara gm.(gambar mata) = persenan,
komisi grepe = grayang gris simon (grerr pang silang
327 monas) = parkir di sekitar
silang monas go'ut, ogut = gue, saya JJakarta bekelir = teriakan napi
bebas dari penjara Jabu = baju Ja'ing = anjing Ja'im = orang bloon Jembre = jambret Jengkol, tudu = tudu = arloji
jipem= pinjem ji so kam = dji sam soe jokan = janda jokal = jalan jokaw= Jawa jokul = jual jutu = tuju K-Kasmar = Makasar katro = orang udik kaman, keme, komak= makan
klabang, koblak= belakang
kim = emas, perhiasan klokur = keluar kodu = duit, uang kokat= kota kokay = kaya kokar, koro, oskar = rokok
kokit= kita kompas, repes = peras (uang)
kongen, habrus, ngokis, teje =
bersenggama kosbun = bunting, hamil Llacep, macan= cewe cakep
laket = lelokat = laki lamem= malem lebi = beli lebon= belon, belum lilis = jip willys lokap, lokar= lari
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lokim = lima lube= bule MMedokur= Madura Menokad = Manado mokai= judi mokat = mati moltan= mana mokal = malu monon= homoseksulal N-na'ak = anak ne'ak = enak ne'em = enam nembak = makan minum di warung tidak bayar ngebom = nipu atau berbuat
kejahatan kelas kakap nokam = nama nokas= nasi nibla = nimpah nyadong, keme= makan nyayur= dapat rejeki/hasil besar
nokis = nisan Ppanla = delapan pae= ape, apa pai = api pegokal= pegawai penjokar = penjara pentokar,lango, lalat ijo=tentara
plokis = polisi pokad= pada pokay = payah pokes = pesta pokis = piso 328 poskul= pulang prokem = preman, kaum rimba hijau Ssamuk = masuk sedokur,sedoker = saudara
sejut, satu D = sejuta sekubus = sebungkus sembokay = sembahyang sembokil= sembilan sendokal, gabus = sendal sendokir = sendiri senjokat = senjata sepokat = sepatu sepokul = sepuluh seton = seribu setokep = seratus setabang= sebatang siokap = siapa si mas = pegawai negeri simbah = dukun klenik sokat = satu sokam-sokam = sama-sama soker = serang suim luan = musin hujan TTabak, kores = Batak te-e = ente, kamu tengsin = ketangkap basah
toket = tetek, buah dada tokim = timpa, tikem, tusuk
tokap = empat tokig = tiga trimkokas = terima kasih tu'ang, ko'ut = utang tukang bola = tukang copet
Uubi = granat Wwakin= kawin watu, tokau = tau wece= cewek tamat Dewi Ular 1 Pendekar Rajawali Sakti 133 Tengkorak Hitam Pendekar Patung Emas 22
"Dia sudah punya pacar! Nggak bagus kenal-kenalan sama dia! Nanti pacarnya marah, kamu bisa ditembak lho" Pacarnya kan."
"Ya udah kalo nggak mau ngenalin," tukas Ali Topan waktu itu. Dia merasa aneh, kok Pinky ngotot nggak mau ngenalin dia ke Nur Ranti. Apa hubungannya Nur Ranti sudah punya pacar atau udah punya anak kek. Gue kan cuma mau nanya info, bukan mau macem-macem. Anjing nih si Pinky, demikian gerutuan batin Ali Topan.
Maka dia memutuskan untuk mengkontak Nur Ranti tanpa bantuan gadis itu. Nggak pake pinky-pinky-an, demikian tekadnya.
*** Kantin Fakultas Kedokteran Universitas Panca Sakti disesaki mahasiswa dan mahasiswi yang sedang makan. Jaket-jaket biru, T-shirts dengan slogan-slogan mahasiswa, buku-buku tebal, tawa ria renyah dan sendau gurau khas kampus mewarnai suasana. Urakan tapi nggak norak. Semuanya itu merupakan tontonan baru bagi Ali Topan yang duduk di sebuah kursi menanti Nur Ranti. Sudah lebih satu jam ia menanti, tapi mahasiswi
264 itu belum muncul di kantin. Pada waktu datang tadi, ia bertanya kepada encim pemilik kantin dan encim itu berjanji akan menunjukkan secara diam-diam-sesuai permintaan Ali Topan-bila mahasiswi itu datang.
Ali Topan sudah menghabiskan dua gelas teh manis dan sepiring gado-gado. Asbak di mejanya sudah menerima 4 batang rokok yang diisapnya dalam penantian itu. Sudah dua rombongan mahasiswi yang datang dan pergi dari mejanya. Mereka-mahasiswi itu-setiap rombongan terdiri dari tiga orang duduk mengisi tiga kursi yang kosong di meja Ali Topan.
Ali Topan tak tahu bahwa sudah enam mahasiswi- yang semeja dengannya-kesengsem oleh kehadirannya di kantin fakultas.
Ali Topan sudah mulai dirambati rasa kurang enak, ketika akhirnya ia menyadari beberapa mahasiswi berbisik-bisik dan mengikik kecil serta mencuri-curi pandang ke arahnya. Berkali-kaliAli Topan memandang ke arah encim tapi si encim rupanya sedang sibuk melayani pesanan makanan dan minuman untuk para mahasiswa.
Ali Topan kebelet kencing. Ia menaruh sisa rokok dan korek apinya di mejanya sebagai tanda kursi itu "miliknya." Kemudian ia bertanya kepada seorang mahasiswa di mana WC. Mahasiswa itu menunjuk ke arah dalam gedung. "Di dekat laboratorium," kata si mahasiswa itu.
AliTopan berpapasan dengan empat mahasiswi manis-manis ketika mereka amprok. Empat gadis lawan satu Ali Topan! Serrrr...! Tergetar perasaan Ali Topan ketika pandangan matanya amprok dengan tatapan seorang di antara empat mahasiswi itu. Cuma sedetik, bahkan mungkin tak sampai sedetik. Lantas mereka bersirobokan
265 jalan. Empat gadis menuju kantin, Ali Topan menuju
WC. "Anak fakultas mana sih" Teknik ya"" bisik seorang gadis yang ber T-shirts Universiti Malaya.
"Nggak tauk. Kayaknya nggak ada anak teknik sekeren dia. Anak teknik kan tampangnya kayak mesin semua," sahut rekannya yang pakai rok Levi's. Tiga temannya ketawa serempak, terkikih-kikih mendengar joke yang pas itu. Seorang yang memakai kulot coklat dengan kombinasi baju longar sutra krem dengan motif goresan ekspresionis merah bata cuma tersenyum renyah. Sederet giginya yang putih bersih seperti sederetan mutiara di waj
ahnya yang antik. Tatapan mata gadis inilah yang sepersekian detik tadi menggetarkan perasaan romantik di hati anak muda kita.
AliTopan tertegun ketika kembali ke kantin, mendapati kursi-kursi mejanya sudah diduduki keempat gadis tadi. Yang paling menegunkan adalah, si gadis yang menggetarkan hati itu menduduki kursi "miliknya." Sesaat Ali Topan terdiam di pintu kantin. Gadis-gadis tadi serempak melihat ke arahnya. Si gadis yang duduk di kursinya cuma melihat sekilas, kemudian merunduk acuh tak acuh.
Ali Topan berjalan ke kursinya. Tadinya ia bermaksud meminta kembali kursi yang masih menjadi haknya. Serenta dia berada tepat di dekat gadis-gadis itu, niatnya dibatalkan. Soalnya" Si gadis yang duduk di kursinya melihat ke arahnya sekali lagi. Agak lama keduanya bertatapan. Sorot mata mereka seakan bersintuhan lembut sekali, seakan saling membelai dan saling mengikat di dalam simpul tali perasaan yang tak terlukiskan.
Ali Topan tak sedikit pun berusaha menyembunyikan
266 keterpesonaannya memandang si gadis. Wajahnya perpaduan antara garis-garis cantik dengan sapuan manis yang natural. Kedua tulang pipinya menyembul pas menjadikan wajahnya yang bulat telur sungguh mengesankanAlisnya lebat dan asli menghias wajahnya, seperti milik seorang puteri dalam dongeng kanak-kanak. Rambutnya agak ikal, dipotong seperti Putri Caroline, istri Philippe Junot. Bibirnya membentuk keramahan yang sedikit merangsang namun sama sekali jauh dari kesan murahan.
Wah! Dalam majalah hiburan yang banyak memuat bintang film ayu pun, Ali Topan belum pernah menemukan wajah seperti milik gadis yang menduduki kursinya itu.
"Maaf, saya mau mengambil rokok dan korek api saya," kata Ali Topan pada si gadis yang menggetarkan itu, setelah ia tersadar dari detik-detik tak sadar yang baru direngkuhnya.
"Oh!" Si gadis memekik halus. Wajahnya yang coklat muda seperti tembaga, menahan perasaan gugup. "Apakah ini kursi kamu" Maaf, ya," katanya sambil bergegas bangkit.
"Nggak apa-apa, duduk saja. Saya cuma mau ngambil rokok...," tukas Ali Topan dengan "gentle". Si gadis duduk kembali dan. dengan sigap ia mengambilkan rokok dan korek api Ali Topan. Sempat telapak tangan mereka bersentuhan. Disertai senyuman yang hangat sekali dan sepasang mata yang berkejap-kejap menahan likat, anak muda kita seperti tersihir seketika.
"Terima kasih," bisiknya.
"Saya juga terima kasih ya," bisik si gadis itu.
Ali Topan masih menggenggam rokok dan koreknya ketika terpandang olehnya kerjapan mata encim pemilik
267 kantin. Pandangan mata si encim tertuju persis ke gadis yang menakjubkan itu. Srrr! Berdesir lagi hatiAli Topan. Gadis yang dia nantikan, diakah gerangan"
"Kamu mau pesen apa, Ranti"" tegur g adis berT-shirts Universiti Malaya.
"Allah! Memang dialah orangnya!" pekik hati Ali Topan. Riang hatinya menemukan gadis yang dia cari- entah kenapa-menjadi riang berlipat-lipat ganda tatkala tahu gadis itulah orangnya.
"Aku minum aja deh, Dita," sahut sang gadis.
"Gimana sih kamu Ranti, tadi bilang laper, pingin ngebakso, kok sekarang mendadak nggak jadi. Ada apa sih"" tegur gadis bernama Dita itu. Tegurannya seperti seorang kakak terhadap adik yang dimanjakannya. Ali Topan terkesiap ketika mata Dita berubah galak menyapu matanya. Untuk menjaga agar tidak salah tingkah, Ali Topan segera berjalan ke amoy yang bertugas sebagai kasir. Ia membayar makanan dan minumannya. Dan. dalam tempo sepersekian detik, ia memutuskan untuk menegur gadis yang ditunggunya.
Didengarnya Dita menyalak, memesan makanan dan minuman. Ali Topan melirik. Srrr. lagi. Lirikannya amprok dengan lirikan gadis natural itu.
Sesudah menerima uang kembalian, Ali Topan mengempos semangatnya. Kemudian, dengan langkah yakin, dia menghampiri si gadis. Anak muda kita tak peduli betapa Dita dan dua temannya plus sekian pasang mata mahasiswi dan mahasiswa lain mengawasi gerakannya dengan pandangan aneh. Ia berdiri di samping si gadis lalu berkata lirih: "Apakah kamu bernama Nur Ranti" Saya menunggu kamu."
Si gadis tiba-tiba menatapnya dengan waspada.
"Kamu siapa"" tegurnya dengan nada asing.
268 "Saya Ali Topan mmm saya kenalan P
inky. Kalau boleh, saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu."
"Soal apa"" suara si gadis meninggi.
Dan ..., "Eh! Eh! Kalau mau urusan sama Nur Ranti musti minta ijin dulu sama gue ya! Jangan slonong boy begitu caranya!" tegur Dita. Suaranya tandes, nadanya ketus memang, tapi Ali Topan tak melihat tampang nyebelin dari sang penegur. Tampaknya Dita mau main-main.
"Ditaa, apa boleh saya omong-omong dengan Nur Ranti"" tanya Ali Topan dengan tenang. Mak! Si Dita tersipu-sipu.
"Sialan lu, belum kenalan udah tahu nama gue!" kata Dita dengan ketus yang dibikin-bikin. Tapi matanya tak bisa lagi menyembunyikan riang hatinya.
Nur Ranti dan dua temannya lagi tersenyum lebar. Dita merah wajahnya. Dia tak sangka si "slonong boy" itu berani nyeplos begitu.
"Boleh ngoceh, tapi keluarin dulu kartu mahasiswa kamu, biar jelas identitas kamu. Sorry, sekarang banyak mahasiswa palsu." Dita bergaya seperti seorang rakanita memelonco camanya.
Tiba-tiba Ali Topan merasa "neg." Cewek yang namanya Dita dianggapnya kelewatan centil. Tadi sih masih bagus, tapi lama-lama kok nyebelin" Ali Topan merasa tertembak langsung ketika Dita nanya kartu mahasiswa!
"Saya bukan mahasiswa. Saya pengangguran, Mbah!" kata Ali Topan dengan dingin. Matanya menatap tajam, sadis dan meremehkan mahasiswi centil itu. Dita jadi salah tingkah dibegitukan.
"Ranti.'" gumam Dita. Ia berusaha mengalihkan pandangan "mengerikan" itu.
269 Nur Ranti mengerti. "Kamu ada perlu apa sama saya" Mana Pinky"" tegur Nur Ranti. Suaranya yang bening dalam nada "bersahabat" mencairkan rasa"neg"AliTopan pada Dita.
"Saya ingin bicara berdua saja. Bisa""
Nur Ranti nyureng. Ini anak kok nekat amat, mau ngapain sih" Pikirnya. Sekejap Nur Ranti memandang teman-temannya. Mereka memandangnya dengan netral.
"Kalau kamu mau tunggu kami minum, boleh saja. Tapi saya cuma punya waktu sebentar."
"Terima kasih," kata Ali Topan. Ia mengangguk sopan ke arah Nur Ranti, Dita dan dua temannya, kemudian berjalan keluar.
Nur Ranti seakan lupa pada persyaratan yang diajukannya sendiri, ketika Ali Topan duduk di hadapannya. Mulanya, setelah tiga temannya pergi lebih dulu, ia agak was-was pada Ali Topan. Tapi, ketika dengan lembut, Ali Topan menyalami tangannya, kemudian dengan lembut pula menerangkan maksud dan tujuannya, Nur Ranti malah ingin berlama-lama ngobrol! Namun gadis ayu itu bisa menguasai perasaannya. Lagipula ia merasa gerah melihat beberapa mahasiswa dan mahasiswi memandang ke arahnya dengan sinar mata curiga.
Baru sedikit Ali Topan menerangkan maksudnya, Nur Ranti sudah memutus pembicaraan.
"Eh, maaf ya.saya ada perlu lain saat ini," katanya. Kemudian, dengan nada berbisik dia bilang: "Kalau kamu mau, kamu boleh dateng ke rumah saya nanti sore. Komplek MPR Cilandak, Nomer 41 BT."
Tanpa menunggu jawaban, ia segera bangkit dan bergegas meninggalkan kantin itu. Ali Topan merekam alamat si gadis di dalam benaknya. Kemudian ia pun
270 berlalu dari situ. Lain di kampus, lain pula sikap Nur Ranti ketika Ali Topan mengunjunginya di rumahnya. Memakai kulot biru muda dari bahan cunluroy dikombinasikan dengan T-shirts putih dengan lencana Merah-Putih-yang sedang jadi mode di kalangan anak muda-di dada kanannya, Nur Ranti menyambut Ali Topan dengan wajah cerah. Kakinya nyeker, hingga Ali Topan dengan jelas bisa mengagumi bentuk kakinya yang bagus dan betisnya yang indah. Untuk beberapa saat Ali Topan tak mampu bicara apa-apa. Ia seperti tersihir oleh keindahan alamiah yang ditampilkan oleh Nur Ranti. Ayu-cantik-manis dengan tubuh semampai eksotik-sopan, Nur Ranti sungguh menawan segenap sel jiwanya!
Gadis dalam impian, begitu kata hati Ali Topan. Ia kesengsem betul. Dan ... Anna Karenina makin jadi titik yang jauuuh di hatinya.
"Hah, jangan bengong! Kan kamu kesini bukan untuk bengong-bengongan"" goda Nur Ranti.
"Kamu maniiis sekali ya, Ranti," bisik anak muda kita dengan spontan. Kejujuran hatinya tak terbendung lagi.
"Heh! Baru kenal udah ngerayu lagi! Maujadi playboy ya kamu! Aku ngeri sama playboy, tau nggak" Kalau kamu ngerayu lagi, aku usir kamu lho," tegur Nur Ranti.
Ali Topan kaget. "Eh, maaf! Mulut sa ya nih emang suka plas plos. Maaf, ya Ranti. Nggak deh, saya nggak muji lagi. Saya bukan playboy kok!"
Nur Ranti bercekat mendengar kata-kata polos itu. Sekarang dia balik "bengong" merenungkan perkataan tamunya. Mereka berpandangan sesaat, lantas saling tersenyum manis. Hati keduanya sama-sama berdesir.
271 Uuuuh, ada apa sih, kata hati mereka masing-masing.
"Rumah sedang kosong, aku sendirian. Bapak, ibu dan adik-adik pergi ke rumah kakak di Cipulir.Istri kakakku nujuhbulanin sore ini," kata Nur Ranti.
"Kok nggak nimbrung""
"Kan ada janji sama kamu."
"Jadi... saya mengganggu acara kamu dong""
"Mm. kalo dibilang mengganggu ya mengganggu, kalo dibilang nggak mengganggu ya nggak. Kami udah kirim kembang kok!"
"Kami" Kami siapa"" tanya Ali Topan. Terbayang ucapan Pinky bahwa Nur Ranti sudah punya pacar. O, kenapa mendadak timbul rasajelus dan gerah ketika Ranti bilang "kami." Kami siapa"
"Kami ya kami.Aku, adikku dan adikku lagi. Kenapa""
"Oh!" Ali Topan berseri lega. "Siapa sih nama adik-adikmu" Apa manis juga seperti kakak mereka""
"Hm, mulai ngerayu lagi, nih"" dengus Ranti.
"Eit, sorry. Lupa kalo nggak boleh muji," kata Topan sambil menepuk mulutnya sendiri. Ranti ketawa melihatnya. Hatinya memang sudah ketawa sejak bertemu denganAliTopan tadi siang. Secara terus terang, pujian Ali Topan sangat menyenangkan hatinya. Ranti memang sering dipuji para cowok kenalannya, tapi pujian dari Ali Topan rasanya lain. Polos dan. dan pokoknya laen deh.
"Denger nih baik-baik... adikku ada dua. Yang gede namanya Wanti, yang bungsu namanya Ria. Soal manis apa nggak, lihat aja sendiri nanti," kata Ranti, "sekarang mendingan kamu ngomong to the point, apa maksud dan tujuan. Soalnya saya masih banyak kerjaan nih."
Ali Topan segera menerangkan maksud dan tujuannya. Padat, ringkas dan cepat. Tak lupa dia jelaskan posisi
272 yang diambilnya dalam kasus penculikan Markus Karyadi.
"Oooo, jadi kamu mau jadi detektif" Sekaligus jadi wartawan harian jalanan" Uh, hebat amat. Apa kamu jagoan karate""
"Apa hubungannya dengan karate""
"Kan banyak kejadian wartawan dipukuli orang. dan detektif kerjanya juga berantem melulu sama banditbandit."
Ali Topan mikir. "Ah, soal berantem sih nomer dua. Yang penting beresin kerjaan dulu deh.Terus terang saya nggak mikir soal itu, saya cuma mikir enaknya aja. Mudah-mudahan aja saya nggak sampai dipukuli orang."
"Kalo ada yang mau mukulin""
"Ya kita beri lagi."
Ranti merasa senang ketika Ali Topan menyebut kita. Berarti ia diikutsertakan di dalamnya. Mm, ia jengah sendiri memikir hal itu. Belum pernah ada cowok menarik hatinya selama ini. Tapi, kenapa cowok yang satu ini, yang gayanya geradakan, membetot-betot hatinya dalam tempo sesingkat ini"
Tadi siang di kampus, Ranti mati-matian bilang ke Dita bahwa cowok yang hensem ini baru dikenalnya. Dita- sobatnya sejak SMA III dulu-bahkan menuduhnya "mulai main rahasia-rahasiaan." "Kalo emang itu cowok lu, gue sih ikut seneng aja, Ranti. Tapijangan main umpet-umpetan gitu dong," kata Dita tadi siang.
Nur Ranti terbawa lamunan hingga dia kaget ketikaAli Topan memanggil namanya. "Ranti, minta minum dong. Haus nih."
"Ooh, maaf, sampe lupa ngasih minum. Es sirop aja ya, biar cepet." Ranti bergegas ke dalam. Tak lama kemudian
273 ia keluar membawa dua gelas es sirup.
Sesudah membasahi kerongkongannya, mereka bicara soal Nurita lagi.
"Apa yang aku ketahui tentang Mbak Nuri, kan sudah kamu ketahui semua lewat Pinky. Kalo kamu mau lebih jelas, bisa tanya ke Mas Bambang, abangku yang merawat dia dulu. Mungkin dia bisa memberi keterangan yang lebih jelas. Tapi. sebaiknya jangan ke rumahnya, istrinya cemburuan. Apalagi kalo kita nyebut soal Mbak
Nuri." "Baiknya gimana dong""
"Besok saja ke kantornya. Diajadi psikiater Pertamina. Kalo kamu mau, nanti saya telpon dia, minta waktu."
"Terima kasih, Ranti," kata Ali Topan. Dia gembira sekali karena Ranti mau berpartisipasi.
"Saya bisa dapat kabar kapan"" tanya Ali Topan.
"Ranti berpikir. "O ya, gimana ya" Mm... rumah kamu ada tilponnya apa nggak"" tanya Ranti.
"Nggak ada," sahutAli Topan dengan cepat. "Apa saya jemput kamu di kampusmu"
" sambungnya. "Jangan! Jangan ke kampus! Nggak enak ."
"Nggak enak sama siapa""Ali Topan merasajelus lagi.
"Nggak enak sama temen-temen."
"Cowok kamu" Saya minta ijin deh sama dia, biar nggak marah," kata Ali Topan. Agak tersendat.
"Ah, apaan sih cowok-cowokan. Bukan soal itu!"
AliTopan tercenung. Ia sedang memikirkan arti ucapan Ranti.
"Bingung juga ya"" gumam Ranti. "Gini aja deh. Saya besok mbolos kuliah. Kamu jemput saya di sini, sekitar jam sebelas. Kita naik bis ke kantor kakak saya di Jalan Perwira. Jam satu sampai jam dua biasanya kakak saya kosong, makan siang."
274 "Kamu kok sampai mengorbankan kuliah besok" Saya jadi nggak enak nih."
"Nggak apa-apa deh. Demi ." Nur Ranti tak melanjutkan ucapannya.
"Terima kasih, Ranti.," kata Topan dengan haru dan "bahagia." Jika gr-nya tidak meleset, ia merasa seutas simpati diikatkan oleh Ranti ke hatinya.
Mereka ngobrol sampai ayah, ibu dan adik-adik Ranti kembali. Gadis itu memperkenalkan Ali Topan pada keluarganya. Ramah tamah dan wajar sikap kedua orangtua Ranti. Wanti dan Ria yang manis-manis saling
berpandangan dan mengulum senyum "rahasia."
*** Esok harinya, mereka naik bis kota ke kantor pusat Pertamina. Mereka masih harus menunggu kira-kira setengah jam di ruang perpustakaan. Tepat jam satu, Mas Bambang menemui mereka dan mengajak mereka makan siang di restoran Sweet Corner di Jalan Pintu Air. Mas Bambang yang sudah diberi tahu tentang maksud dan tujuan Ali Topan bersikap simpatik. Tapi dia toh tak bisa memberi tambahan info yang berarti mengenai Nurita.
"Secara teori psikologi, Nuri memang sembuh, tapi secara teori cinta, aku tak bisa bilang apa-apa, dik Topan. Bayangkan, seorang perawan ting-ting sedang terbuai di puncak impian cinta. Tiba-tiba badai menghempas-kannya ke lembah kenyataan yang mengerikan. Nuri dihamili, digugurkan lalu ditinggalkan oleh Karyadi! Dia mengatakan tak bakal dapat melupakan lelaki itu. Makanya, cintaku dia tolak. Sejak itu dia tak datang lagi, akupun tak mungkin mengubernya. Terakhir aku tahu ia mengurung diri di rumah pamannya di Jalan Cisadane," kata Mas Bambang pada Ali Topan.
"Apa dia bilang dia menaruh dendam pada Karyadi""
275 tanya Nur Ranti yang ikut nimbrung.
Mas Bambang melihat ke arah adiknya dengan heran. Sejak kapan anak ini mau ikut campur urusan orang" Pikirnya. Yang ia tahu betul, Nur Ranti paling tak suka urusan pribadinya dicampuri orang lain, demikian sebaliknya.
"Dendam dan cintanya jadi satu, Ranti."
"Kira-kira dia punya bakat nekat apa tidak Mas"" tanya Ali Topan yang merasa senang dengan penimbrungan Ranti.
"Apa sih definisi nekat itu""
"Orang melakukan perbuatan yang tidak rasional dengan dorongan emosi yang tak terkekang. Orang nekat tidak memikirkan risiko negatif akibat perbuatannya itu. Yang penting dia berbuat untuk memuaskan emosinya," sahut Ranti dengan lancar.
Mas Bambang melengak. "Kamu tiba-tiba jadi pinter, Ranti. Belajar sama siapa"" katanya dengan senyum dikulum.
"Belajar sama bapak guru," ceplos Ranti dengan manja. Ia merasa Mas Bambang "heran" dan "nyindir" sekaligus.
"Orang nekat itu biasanya karena cinta. Dapet cinta atau kehilangan," ceplos Mas Bambang, "perubahan tingkah lakunya sering mengherankan. Apalagi kalau yang kena cinta itu seorang gadis, perubahannya suka mengagetkan orang!"
Nur Ranti merasa "panas" sekujur wajahnya. Sungguh mati ia merasa disindir habis-habisan oleh abangnya yang lihai itu. Ia merunduk. Cep klakep, kata orang Jawa.
"Contohnya Patricia Hearst. Gadis baik-baik dari keluarga kaya raya diculik teroris. Eee, dia jatuh cinta pada penculiknya. Lantas ikutjadi teroris. Gitu, Ranti...,"
276 kata Mas Bambang yang "paham" perasaan adiknya. Tapi keterangan tambahan itu sudah terlambat. Nur Ranti "no comment" saja. Ia jengah kepada abangnya dan pada dirinya sendiri.
Dua muda-mudi kenalan baru itu pulang naik PPD dari depan Masjid Istiqlal. Ketika menyeberang jalan dari mulut Pintu Air ke depan masjid, Nur Ranti merasa gemetar digandengAli Topan. Digandeng cowok dengan mantap dan polos-menjaganya dari serempetan kendaraan bermotor yang lalu lalang-baru sekali itu dirasakannya. Sun
gguh mati perasaannya mendenyut-denyut tidak keruan.
Turun di terminal Blok M, mereka ganti Metromini jurusan Jalan MPR-Cilandak. Di dalam bis mini Mercedes yang tua, reyot dan apek oleh keringat rakyat itu pun, Nur Ranti merasa sesuatu yang baru. Setiap hari-pergi dan pulang kuliah-ia naik bis mini, duduk berdampingan dengan penumpang lain, ia tak merasa apa-apa. Tapi, duduk dengan teman barunya yang punya nama Ali Topan itu, rasanya lain sekali. Nggak tau apa sebutan perasaannya itu. Terkadang rambut gondrong anak muda itu menyentuh wajahnya. Walaupun bau apek, ia merasa senang deh. Buset, Ranti, ada apa denganmu" Bisik hatinya sepanjang perjalanan.
Ali Topan tidak ngobrol lama di rumah Ranti. Setelah membilang terimakasih, anak muda kita langsung cabut. Ia berjanji menghubungi Ranti "jika ada waktu lowong."
Sore hari,AliTopan ke rumah Robert Oui. Jumpa Pinky di pintu, langsung ia kena tembak sindiran si gadis. "Seneng dong ya, udah bisa ketemu Ranti! Wah bakal ada gossip hangat di Panca Sakti nih!" Siniiis cara bicara Pinky. Ali Topan 'mpet banget, tapi dia sudah memutuskan untuk tidak menggubris cewek "salon" itu. Anak
277 muda kita cuma nyureng sekilas ke Pinky, kemudian "menyibukkan" diri dengan Robert Oui yang sudah menunggunya.
Mereka sepakat untuk menemukan Nurita.
"Rasanya, kunci persoalan ada pada perempuan itu, Pan. Kalau ternyata benar dia yang punya hajat, ini benar-benar suatu surprise dalam dunia perdetektifan Indonesia. Bayangkan, dari teori feeling yang seperti dongeng itu, kita bisa sampai pada pemecahan persoalan. Nyonya dokter itu memang hebat," kata Robert Oui, "jika benar terjawab teka-teki ini karena teorinya, aku akan khusus datang untuk mengucapkan salut dan mengangkat topi untuknya."
Ali Topan merasa itu bukan kata-kata kosong. Seorang detektif profesional-begitu pendapatnya setelah bergaul rapat-dengan kualitas Robert Oui sampai menyatakan salut, itulah sesuatu yang istimewa. Dia pribadi sejak mula memang mengagumi Ny Romeo Sandi Ya kagum pada anggunnya, ya kagum pada otaknya.
Sepulang dari Grogol, ia langsung ke rumah Merdi di Cikini Raya. Merdi-temannya di SMA-anak geng Ce-co-ed, Cewek Cowok Edan yang punya daerah "kekuasaan" di kawasan Cikini dan sebagian Menteng. Ali Topan minta bantuan info tentang Nurita yang pernah tinggal di Jalan Cisadane. Di SMA dulu, Merdi pernah nyombong, dia tahu setiap jidat licin yang ada di daerah Cikini dan Menteng.
"Waduh, gue belum pernah tau perempuan yang na-manye Nurita di daerah sini, Pan. Licin apa kagak jidat dia orang" Kalo jidatnya bruntelan sih, jelas gue kagak kenal, Pan," kata Merdi.
"Percuma lu ngaku jadi lurah Menteng-Cikini, Mer!
278 Segitu aje kemampuan lu. Brenti aje deh dari UI lu," cetus Ali Topan. Setelah lulus SMA, Merdi meneruskan ke Teknik Sipil UI.
"Soal begini jangan bawa-bawa nama UI lu, Pan," canda Merdi, "entar deh gue calling cee-qyu kambrat-kambrat gue. Lu emang paling bokis dari dulu, Pan. Gimana tuh urusan bokin lu si Anna! Kalo udah janda boleh lu rojer ke gue. He he he ..."
"Bokin apaan" Bokapnya kuper begitu, dibayarin be-rape juta gue masih ogah jadi anak mantunya," sodokAli Topan, "kalo lu berminat, susul gih ke Singapur. Die udah di sonoh."
"Ke Singapur" Ngapain""
"Pengen nglamar jadi sekretarisnya Lee Kuan Yew 'kali."
"Wah, berat urusannya kalo udah gitu." Keduanya ketawa renyah.
Ali Topan diberi janji oleh Merdi untuk menyelidiki Nurita dan keluarga pamannya. "Besok malem, gue ke rumah lu, Pan."
"Jangan! Gue udah cabut dari rumah. Gue aje deh ke sini," kata Ali Topan. Merdi mengantarkannya dengan motor sampai Tosari.
Pakai PPD, Ali Topan ke Kebayoran.
*** Info dari Merdi-esok malamnya-agak seronok.
"Yang namanya Nurita memang pernah ngetem di rumah oomnya itu, Pan. Tapi sekarang dia ngilang. Ooomnya udah lapor polisi. Mereka sekarang sibuk nyari."
Ali Topan melaporkan info itu ke rumah Robert Oui. Hal-hal yang berurusan dengan polisi memang ditekel oleh Rob.
279 "Ogut dan Harry mau ngider dulu ke kampung-kampung nyari berita Agustusan buat rubrik Rakyat Jalanan," kata Ali Topan.
280 SEMBILAN BELAS Suatu hari menjelang tanggal 17 Agustus 1978, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-33, kios-kios bunga dan kios-kios ikan hias di seputar danau Blok C dihisai bendera-bendera dan kertas-kertas merah dan putih. Begitu pula rumah-rumah dan jalanan di sekitarnya. Seorang pedagang bendera dan tiang-tiang bambu yang dicat merah putih mangkal di pengkolan Jalan Mendawai dan Jalan Lamandau Tiga, berseberangan dengan kios Oji.
Sejak pagi hingga siang hari Oji dan Sura sibuk menyerut dan menghaluskan lima batang pohon pinang pesanan orang kaya di seberang kiosnya.
Ia pun telah menyiapkan lemak sapi dan oli bekas bewarna hitam untuk melumuri batang-batang pohon pinang tersebut yang akan dipakai untuk lomba panjat pinang, yang di pucuknya nanti akan dipasangi lingkaran dan belahan batang-batang bambu yang nantinya akan digantungi baju-baju, celana-celana, radio transistor murahan, rokok, termos, dan berbagai barang lainnya yang akan diperlombakan oleh rakyat di lapangan kecil yang terletak di prapatan jalan Lamandau Raya dan Jalan Sungai Pawan sekitar delapan ratus meter sebelah utara dari kios Oji.
Usai mandi dari sumur, Ali Topan ke luar dari bedengnya mau makan di warteg. Ia berdiri sejenak melihat Oji dan Sura sedang mengampelas batang-batang pinang.
"Mau ke mane, Pan"" tanya Oji sambil terus bekerja.
281 "Mau keme," kata Ali Topan.
Besok lu ngikut lomba manjat pu'un pinang, ye" Lu 'kan udah jadi warga Blok C," kata Oji. "Lumayan hadiahnya, Pan. Katanye ade bungkusan duitnye. Lime rebu katanye."
"Kate siape""
"Kate panitienye."
"Biar seratus rebu gua ogah," kata Ali Topan.
Oji menghentikan pengampelasannya, melihat aneh ke Ali Topan.
"Seratus rebu" Lu kagak mau" Emangnye kenape"" tanya Oji.Ali Topan memandangi Oji dan batang-batang pinang .
"Ji! Elu tuh kan tukang kembang."
"Iye. Terus kenape""
"Lu 'kan kudunye sayang ame pu'unan.."
"La iyak, Pan! Gimane gue kagak sayang... gue rawat banget pu'un-pu'un kembang di kebon gue..."
"Lantas kenape lu tebangin pu'un-pu'un pinang itu. Perlunya ape""
Oji duduk di batang pinang dan memandangAliTopan.
"Lhah"" Emangnye lu kagak tau ape" Batang pinang ini 'kan bakal lomba panjat besok. Besok tanggal 17 Agustus, Paan... Hari Kemerdekaan! Kita 'kan kudu ngerayaain...," kata Oji sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah-olah Ali Topan itu anak bodo yang kagak ngarti uusan. "Lu kagak punya nasionalisme sih," lanjutnya menggerutu.
"Apaan"" Ali opan tersenyum.
"Aah... udah ah! Kalo lu mau keme, keme aje. Pu'un pinang cuman lima aje lu ributin... Setaon sekali, Paan, setaon sekali... "
"Kalo perayaannye se Indonesia, berapa pohon pinang
282 yang ditebang, Ji""
Oji tertegun. "Iya juga, yak" Itungan lu ampe ke sono, Pan. Jauuh..," kata Oji. "Tapi kalo kagak gue kerjain entar dibilang kagak punya kesadaran pembangunan... "
"Pembangunan model monyet-monyetan kagak perlu disadarin, Ji..." kata Ali Topan sambil berjalan menyebrangi jalanan.
*** Perayaan Hari Kemerdekaan pada keesokan harinya di lapangan itu memang ramai. Berbagai permainan dilombakan untuk orang-orang dewasa dan anak-anak. Ada lomba balap karung untuk ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anakAda lomba makan kerupuk, lomba mengambil uang-uang logam di seputar jeruk Bali yang kulitnya dilumuri jelaga. Ada adu panco dan tarik tambang untuk bapak-bapak. Ada lomba lari membawa sendok berisi kelereng untuk anak-anak. Dan berbagai lomba lainnya yang umumnya diikuti oleh rakyat jelata. Orang-orang gedongan cuma jadi panitia dan penonton saja.
Puncak acara yang ditunggu rakyat kecil maupun orang-orang gedongan adalah lomba memanjat, lomba meniti, dan lomba bergelayutan pada batang pinang yang telah dilumuri lemak sapi dan oli mesin.
Rakyat -peserta, penonton dan penjual makanan rakyat- yang memenuhi jalanan sekitar lapangan itu bersorak sorai ketika panitia lomba memanggil kelompok-kelompok peserta yang telah mendaftar sebagai peseta. Tiap kelompok terdiri dari lima orang. Mereka bercelana pendek, tak pakai baju.
Ali Topan berdiri di bawah pohon mangga dengan rumah di ujung jalan Sungai Pawan. Di sekitarnya berdiri seorang muda bercelana sport yang pada baju k
aosnya memakai lencana panitia. Beberapa bapak gedongan
283 tampak bergembira. Omongan mereka diselipi bahasa Inggris. Seorang wartawan foto dan seorang wartawati tulis Majalah Beritaberdiri dengan gaya sok di depanAli Topan.
Ali Topan yang berpakaian jalanan tampak beda dengan orang-orang 'alus' tersebut. Ia acuh tak acuh memandangi kelompok-kelompok peserta yang mengitari pinang yang di pucuknya berbendera merah putih. Hadiah-hadiah lomba bergelantungan di bawah bendera itu.
Jam 10.30 WIB terdengar pengumuman lewat pengeras suara.
"Saudara-sudara sebangsa setanah air! Sebagaimana apa yang telah ditetapkan oleh panitia, sebelumnya kita memulai dengan apa kita punya acara menyambut hari kemerdekaan proklamasi tujuh belasAgustus yang ketiga puluh tiga! Yang mana telah menjadi keramat daripada kita semua segenap rakyat dan bangsa daripada Negara Kesatuan Reublik Indonesia! Yang berajazz... kan Pancasila dan Undang-Undang Dasar seribu sembilan ratus empat puluh lima! Maka dengan semangat daripada pembangunan nasional dan manusia seutuhnya! Dengan ini atas nama ketua panitia dan beserta segenap bapak-bapak yang telah menyumbangkan daripada moral dan materialnya! Maka... " Pidato ketua panitia itu terhenti karena mikrofonnya korslet!
Wajahnya yang bersemangat tampak kesal di panggung tepi jalan. Beberapa kali ia mengetok-ketok mikrofon dengan totokan jarinya dan berhalo-halo dengan mulutnya yang monyong. Tapi mikrofon itu tetap korslet! Dua petugas berpakaian tentara Jepang dan menyoren samurai dari kayu tampak sibuk memeriksa perabotan sistem suara di bawah panggung.
284 Rakyat segera bereaksi. Ada yang menggerutu, ada yang berteriak dan ada yang tertawa-tawa sambil bercanda bersama mereka.
Ketua panitia mengusap keringat di wajah dan lehernya. Lalu ia maju dua langkah dan berpidato lagi tanpa pengeras suara.
"Maka sebagai bangsa yang besar! Bangsa Pejuang! Dengan berlandaskan daripada tekad dan semangat mensukseskan pembangunan nasional! Maka! Sebelum kita memulai acara yang ditunggu-tunggu ini! Yaitu lomba acara panjat batang pinang! Maka saudara-saudara! Mari kita sekalian sebagai bangsa yang besar! Memekikkan kata Mer! De! Kaaa!!" teriaknya sambil menggepalkan tinju ke angkasa.
" Merdekaaaa!! " sambut rakyat.
" Sekali merdekaa tetap merdekaa!! "
" Merdekaaa! " " Hiduup Negara Kesatuan Republik Indonesiaaa! " " Hiduuuup!! "
" Hiduup pembangunan nasional!! "
" Hiduup! " " Hiduup Orde Baruuu!! "
" Hiduuupp!! " Ketua Panitia tampak tersengal-sengal. Ia berjalan kembali ke tempatnya berdiri semula didepan mikrofon.
" Waaah... capek juga saya...," celotehanya terdengar melalui pengeras suara yang sudah normal lagi. Orang itu kaget. Rakyat tertawa.
"Eh! Maaf! Saya nggak tahu kalau loadspikernya sudah hidup...," katanya. Rakyat tertawa lagi. Lalu, Ketua Panitia itu, meminta bendera merah- putih ke seorang berpakaian tentara Jepang.
Ia mengetok-ketok mikrofon lagi. Thuk! Thuk! Thuk!
285 Lalu ia ngablak lagi sambil mengibarkan bendera.
"Kalau saya menghitung pada hitungan tiga! Maka dengan ini! Atas nama Ketua Panitia! Saya menyatakan
Satuu! " " Huuuu! " rakyat peserta yang berjumlah dua puluh orang berseru dan langsung menyerbu batang pohon pinang dan berebut memeluk dan berusaha memanjat batang pinang bergaris tengah sekitar 60 cm yang licin kehitaman itu!
Mereka saling berebut memanjat dengan cara menginjak bahu dan kepala peserta lainnya yang berjubel dipangkal batang pinang.
Para penonton bertepuk-tangan dan bersorak-sorai serta tertawa terpingkal-pingkal bila ada peserta yang merosot dari batang pinang karena ditarik oleh peserta lainnya..
Ali Topan tak ikut bertepuk-tangan atau bersorak-sorak. Ia diam memandangi rakyat yang saling dorong, saling angkat, saling sikut, saling tarik dan saling injak diseputar batang pinang. Ia pun mengamati betapa girangnya orang-orang kelas menengah di sekitarnya bersorak-sorai dan terbahak-bahak melihat rakyat berlumuran oli hitam!
Sampai akhirnya, setelah pergulatan berlangsung sekitar dua puluh menit, ada seorang rakyat yang berhasil dinaikan atau menaiki rakyat lainnya hingga ia dapat men
ggapai batang-batang bambu pada lingkaran penggantung hadiah-hadiah. Ia yang bertubuh sangat kurus dengan tulang-tulang iga menonjol di balik kulitnya yang berlepotan lemak dan oli hitam segera mengambilli transistor, celana jeans, termos dan sepatu. Yap lalu ia lemparkan ke bawah disertai sorak-sorai dan tepuk- tangan para penonton.
286 Dua rakyat lagi berhasil menyusul dia, dan segera mengambili hadiah-hadiah yang tersisa..
" Ritus " perayaan HUT RI ke-33 di lapangan situ adalah: si rakyat kurus mencopot bendera merah-putih dari bambu kecil di puncak batang pinang, dan melambai-lambaikan bendera itu sambil berteriak : " Merdeka! Merdeka! Merdekaaa!" seruan itu disambut tepuk-tangan dan sorak-sorai serta teriakan merdeka! merdeka! merdekaa!sambil mengepalkan tinju oleh para penonton dan rakyat lainnya. Kecuali Ali Topan.
Tiga orang rakyat yang memenangkan lomba itu turun satu persatu dengan cara merosot ke bawah..
Kemudian mereka membagi-bagi hadiah pada sesama rakyat yang tampak kelelahan..
AliTopan masih berdiri dengan wajah muram di bawah pohon mangga. Ia manunggu Harry. Ia melihat dua orang wartawan majalah Berita memotret dan mewawancarai orang-orang kelas menengah di sekitarnya. Yang memotret laki-laki, yang wawancara perempuan rada cakep.
Ooh, acara ini berlangsung sukses. Seperti anda saksikan sendiri.. warga atau hm... rakyat.. yang kita bilang the low income people antusias sekali, " kata seseorang.
" Ya ya ya... Kita perlu toh bersosial begini, bergabung bersama mereka untuk menunjukkan kesetiakawanan sosial kita..," kata seorang lainnya. Dan beberapa komentar lainnya yang bagus-bagus..
Tiba-tiba dua wartawan itu mendekati Ali Topan. Si wartawan foto langsung memotret dia. Ali Topan menatap tajam dua wartawan itu..
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Kalau anda, Dik.. apa komentar anda tentang acara perayaan HUT Kemardekaan yang baru berlangsung
287 disini"" tanya si wartawati.
" Anda nanya ke saya"!" tanya balik Ali Topan.
" Ya! Anda mewakili generasi muda.. Apa komentar atau tanggapan anda tentang perayaan Agustusan ini"""
" Caur!" kata Ali Topan sambil mempertajam pandangannya. Dua wartawan itu heran. Demikian pula bapak-bapak disekitarnya..
" Caur" Apa itu" tanya si wartawati.Sambil bersiap menulis komentar Ali Topan.
"Caur itu ancur!" kataAliTopan. Jawaban itu membuat dua wartawan dan bapak-bapak kelas menengah di situ makin heran.
"Istilah apa caur itu"" tanya si wartawati.
"Bahasa Prokem," kata Ali Topan.
"Ooh... Kami belum tahu," kata si wartawati." Tapi mengapa anda bilang ancur" Bapak-bapak ini bilang bagus, sukses," lanjutnya.
"Anda 'kan nanya komentar saya" Nah, saya berpendapat hanya orang-orang yang kurang beradab yang mengatakan acara monyet-monyetan ini bagus!" kata Ali Topan.
"Waah! Itu sudah menyinggung saya! kata seorang bapak.TapiAli Topan tak memperdulikan diri.AliTopan tampak serius. Harry datang.
"Itu anak siapa sih" Omongannya ngaco! Nggak usah diminta komentarnya, BungWartawan!" celoteh seorang lainnya.
"Tapi ini menarik," sahut si wartawati. Ia mencatat komentar Ali Topan. "Boleh tahu nama anda"" "Saya rakyat," kata Ali Topan. "Nama anda.. "
"Ali Topan." 288 "Kembali ke tanggapan anda tadi, mengapa anda berpendapat begitu"" tanya si wartawati. Bapak-bapak dan Ibu-ibu di sekitarnya bermuka masam. Dan menggerutu. Tapi mereka tak mau pergi. Mereka ingin mendengar jawaban Ali Topan.
"Tadi pagi saya menegur Oji, kawan saya yang mengerjakan batang-batang pinang itu. Penebangan pohon-pohon pinang atau kelapa yang masih produktif itu suatu tindakan bodoh. Kalau di sini saja lima batang pohon ditebang, berapa jumlahnya pohon yang ditebang di seluruh Indonesia"" kataAliTopan. Si wartawati cepat mencatat omongan Ali Topan.
"Itu ada kaitannya dengan perusakan lingkungan ya"" tanya si wartawati.
"Itu sudah merusak! Bukan cuma ada kaitannya... gimana sih Anda"" kata Ali Topan.
"Okey, okey.. Tadi anda mengatakan hanya orang-orang yang kurang beradab. Jelasnya gimana"" si wartawati nyengir.
"Dia yang tidak beradab! cetus seorang bapak.
"Acara lomba ini 'kan cuma setahun sekali! Kita sebagai bangsa besar kan harus menghargai jasa pah
lawan-pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia! Sok tau amat sih anda!" seorang ibu muda yang potongannya seperti wanita karir yang suka selingkuh mencela Ali Topan.
Tapi Ali Topan tetap tenang.
"Apakah anda tidak berpikir bahwa acara lomba ini perlu untuk menghibur rakyat jelata"" tanya si wartawati
lagi. "Saya berpikir tidak begitu. Kalau mau menghibur rakyat, anda catat! kalau kita mau menghibur rakyat, membahagiakan rakyat jelaga, didiklah rakyat, ajari
289 rakyat secara benar! Dan nggak usah minta bayaran ke rakyat jelaga itu." kata Ali Topan.
"Rakyat jelata.. " si wartawati menyela, maksudnya mau mengoreksi.
"Rakyat jelaga! Atau... rakyat jalata yang dilumuri oli dan jelaga hingga mirip monyet-monyetan." kata Ali Topan.
"Hai! Kamu siapa sih kok ngomongnya sembarangan! Kamu warga erte erwe berapa"!" hardik Ketua Panitia yang tadi berpidato.
Ali Topan menatap oknum itu. " Saya warga negara Indonesia.. " katanya.
Sorot matanya beringas menatap mata oknum itu. "Kamu ngomong aja belepotan di panggung tadi, sekarang sok galak lagi! Sekali lagi lu ngebacot gua gamparin lu!" kata Ali Topan.
"Daeng Ali.." Harry memanggil Ali Topan. Ia memegang tangan Ali Topan yang sudah terangkat hendak menggampar muka Ketua Panitia yang kaya monyet itu.
Oknum itu tampak pucat. Perlahan tapi pasti dia berjalan meninggalkan tempat itu. Bapak-bapak dan ibu-ibu yang tadi ngomel pun bubar dari situ.
"Saya akan kutip komentar anda. Satu pertanyaan lagi... jadi... menurut Anda acara-acara perayaaan HUT Kemerdekaan semacam ini harus dihentikan"" tanya si wartawati.
"Ya! Dan diganti dengan acara-acara yang mencerdaskan dan memajukan jiwa raga seluruh rakyat Indonesia yang selama ini dibikin goblok dan dibikin melarat oleh para bandit yang berselubung slogan dan doktrin pembangunan," kata Ali Topan.
"Keras sekali pernyataaan Anda," kata si wartawati.
290 "Kenyataannya memang begitu. Saya ngomong apa adanya," kata Ali Topan. "Kalau Anda takut memuat itu di majalah Anda, ya nggak ngapah-ngapah... " lanjutnya sambil senyum.
"Kami cuma reporter. Keputusan memuat atau tidaknya ditentukan dalam rapat redaksi."
Ali Topan makin melebarkan senyumnya. Pandangan matanya nakal sekali ke wartawati tulis yang tersipu-sipu.
"Pertanyaan terakhir, menurut anda, acara pengganti monyet-monyetan itu apa"" tanya si wartawati.
"Tiap bulan Agustus, sebulan penuh, di tiap RT dan RW semua warga ngumpul untuk mengevaluasi kemunduran atau kemajuan tiap warga selama setahun. Gimana usaha dagangnya, gimana pendidikan anak-anaknya, gimana kesehatannya keluarganya, dan sebagainya. Dan dibahas, atau diselidiki apakah ada warga yang jadi maling, copet, tukang gusur tanah rakyat, tukang tilep, tukang sogok, koruptor, dan sebagainya," kata Ali Topan.
"Wah, gagasan bagus ini. Ideal sekali," kata si wartawati.
"Kalau bagus Anda suruh saja rapat redaksi memuat hasil wawancara Anda ini sebagai laporan utama," kata Ali Topan sambil mengedipkan matanya ke si wartawati, yang tak menyembunyikan pandangan syuurnya ke Ali Topan.
"Udahan dulu ya. Terima kasih nih..," kata si wartawati." Mm..boleh tau nggak.. alamat Anda""
"Di tepi danau kecil di sono," kata Ali Topan sambil menunjuk kearah danau Blok C.
"Okey ya. Kapan-kapan aku main ke sana.. " kata si wartawati. Lalu berlari ke temannya yang sudah
291 menghidupkan mesin motornya di dekat lapangan acara monyet-monyetan tadi..
"Wetengku luwe, Daeng.. Keme dulu, yo," kata Harry.
"Keme di warteg Gandaria jae, Har. Di sono dae semur jengkol sama ikan pindang gorengnya," kata Ali Topan.
Dua wartawan jalanan itu berjalan santai menyusuri jalan Sungai Pawan yang menurun ke arah Barat. Lalu mereka membelok ke kanan ke arah Mayestik. Terus berjalan melewati Pasar Loak di Taman Puring. Di ujung taman itu mereka membelok ke kiri, dan berjalan terus sekitar lima ratus meter, hingga sampai di Warung Tegal Mas Sukir, tempat Ali Topan biasa ngutang sejak SMA dulu.
*** "Kira-kira mereka akan muat apa enggak hasil wawancara dengan lu, Daeng"" tanya Harry disela-sela makan.
"Dimuat paling sekalimat. Itu pun yang menurut mereka tidak berbahaya,"
kata Ali Topan sambil mengkletus cabe rawit.
"Yang berbahaya yang bagaimana""
"Yang bagaimana, ya" Ya karena mereka memakai cara pandang pejabat pemerintah yang takut menghadapi kenyataan akibat kebobrokan mereka sendiri, maka apa-apa yang berbahaya menurut pemerintah y a ditelen bulet-bulet nggak pake dikunyah lagi oleh para pejabat pers," kata Ali Topan.
"Mereka 'kan majalah besar. Kok begitu Daeng""
"Yaah... Har... Namanya juga orang dagang. Makin besar majalahnya, makin kecit nyalinya. Tau kecit, nggak" Kecilnya kecil, ampir-ampir kagak punya nyali," kata Ali Topan. "Makin tinggi oplah majalah atau suratkabar di negeri kita ini, makin rendah moral dan
292 sikap kewartawanan mereka."
"Kok begitu, Daeng""
"Kok begitu, kok begitu! Elu inih gimanah" Masih kagak ngarti juga!" kata Ali Topan berdialek Jakarta pinggiran. "Tunggu! Gue abisin jengkol dulu. Entar gue jelasin."
Usai makan mereka masih bercakap-cakap. Mas Sukir, pemilik warteg, yang badannya tinggi besar ikut mendengarkan.
"Sampe di mana tadi"" tanya Ali Topan.
"Soal moral dan sikap kewartawanan," kata Harry.
Ali Topan menghisap rokoknya. "Gue kan dipinjemin buku-buku kewartawanan oleh GM, Har. Ogut baca semua. Selain itu, ogut beli buku-buku bekas di Pasar Senen dan di Kramat Raya. Khususnya buku-buku tentang kewartawanan di Amerika. Kenapa Amerika" Karena pers di sini 'kan berkiblat ke Amerika. Nah, kata para penulis buku-buku itu, pers atau press itu harus didasari moral yang tinggi. Bebas menyiarkan berita apa saja, kalau untuk kepentingan publik," AliTopan mengok ke Mas Sukir. "Mas Sukir, jangan nguping aje. Tambahin aernya," kata Ali Topan.
"Aer putih"" tanya Mas Sukir.
"Aer jernih ! Aer putih entar lu pakein tepung sagu...," kataAli Topan. Mas Sukir ketawa heh heh heh heh lantas menuang air jernih dari teko plastik ke gelas Ali Topan.
"Kalo denger lu ngomong, lama-lama gue bisa jadi pinter, Pan," kata Mas Sukir." Ke mana aja sih, kok lama baru kemari lagi" Apa sudah ada semur jengkol yang lebih top""
"Yaah elu, Mas... lu kagak tau apa, gue udah minggat dari rumah babe gue. Sekarang gue mesti nyari duit sendiri. Sibuk gue. Lagi belajar jadi wartawan. Doain aje
293 ye, biar gue sama si Harry ini sukses!" kata Ali Topan, lalu ia menenggak habis air jernihnya, dan memberikan uang Rp 1.000 ke Mas Sukir. "Kurang lebihnya lu catet, tuh." Lalu ia menengok ke Harry. "Cabut, Har."
294 DUA PULUH 18 Agustus 1978 pagi. Ali Topan berbagi tugas dengan Harry. Harry
mengantar artikel bertajuk "Monyet-monyetan" yang ia ketik tadi malam di Gelanggang Bulungan.
"Ogut ke Robert Oui," kata Ali Topan.
Penculikan Markus Karyadi masih gelap. Kodak Metro Jaya sudah pula turun tangan, menyebar teke ke lima penjuru kota dan daerah sekitarnya. Bogor dan Bandung pun sudah pula diubleg-ubleg dengan bantuan Kodak Langlang Buana.
Robert Oui sudah memberi kisikan pada pihak polisi bahwa kemungkinan besar ada hubungan antara hilangnya Markus dengan lenyapnya Nurita.Tapi, sejauh itu, polisi cuma selewatan saja menanggapi teori itu. Mungkin karena beberapa oknum sentimen dan antipati pada Robert Oui, maka pemikiran Robert Oui kurang digubris. Polisi lebih percaya pada teori mereka sendiri, bahwa penculikan Markus Karyadi bermotif pemerasan. Pihak polisi berangkat dari pemikiran bahwa ada sindikat penjahat yang khusus bergerak di bidang penculikan dan pemerasan, yang jadi dalang. Maka mereka pun menghubungi para "langganan" maksudnya residivis untuk mencari info, kalangan mana yang bikin ulah. Hasilnya nol.
"Padahal, laporan hilangnya Nurita pun sudah masuk ke kantor polisi, tapi mereka bilang bahwa Nurita juga korban penculikan. Memang, sebaiknya kita bergerak sendiri, Pan," kata Robert Oui. "Jika ada motif
295 pemerasan, kan penculik sudah menjalin kontak, apa per telepon apa per surat ancaman, untuk minta uang tebusan. Sampai sekarang nggak ada sepotong pun tanda ke arah itu," kata Robert lagi.
Sesungguhnya Robert Oui dan Ali Topan pun sudah mulai macet menangani perkara ini. Semua teman, relasi dan saudara Nurita yang kiranya pernah berhubungan dengan perempuan itu sudah dimintai inform
asi, tapi hasilnya belum menggembirakan. Kasus itu serasa teka-teki silang. Beberapa kotak sudah terisi jawaban, tapi beberapa lainnya masih kosong.
Berkat semangat pantang menyerah dan rasa penasaran saja yang membuat Robert Oui dan Ali Topan tetap bertahan. Untuk merelakskan pikiran, mereka berjalan-jalan keliling kota tanpa tujuan dan menyambangi beberapa tempat anak muda mangkal. Kerja maksimal yang dibuatnya adalah membuat berita "hilangnya" Nurita di harian ibu Kota. Berita kecil dua kolom lengkap dengan foto hasil wawancara dengan paman Nurita. Wawancara itu dikerjakannya sesudah dapat info dari Merdi tempohari.
Hari-hari Agustus berlari cepat. Beberapa peristiwa pribadi yang menggembirakan menyela celah kehidupan mereka. Istri Robert Oui melahirkan seorang bayi lelaki. Sesuai konsensus, si jabang bayi itu dinamai Arthur Alekhine.
Tiap hari, jam delapan lewat enam menit, Ali Topan menelepon Mbok Yem untuk mengetahui keadaan mamanya. Ali Topan yang menentukan waktu untuk menelepon itu, agar MbokYem sendiri yang mengangkat telepon. Karena pernah dua kali ia menelepon yang menerima ayahnya dan Windy. Ayahnya langsung memutuskan sambungan ketika mendengar suara "hallo"
296 Ali Topan; sedangkan Windy langsung mencela Ali Topan hangga Ali Topan yang memutuskan sambungan.
Ali Topan menelepon dari telepon umum di kios ikan hias "Ikan Cupang" yang berhadapan dengan gereja Katolik, dua puluh langkah dari kios Oji.
"Mamamu sedang tidur. Papamu kemarin ke Kalimantan, katanya... Mbak Windymu main film lagi katanya, jam enam tadi dijemput mobil film," kata Mmbok Yem. "Kamu ke sini saja, Naak.. "
Jam sembilan lewat empat menit Ali Topan sampai di rumah ayahnya. Ia menengok mamanya yang sedang tidur di kamar, mengambil buku syair Bob Dylan, lalu ia ngobrol sebentar dengan Mbok Yem.
"Mbok, aku sudah kerja," kata Ali Topan.
"Kerja apa"" tanya mbok Yem.
"Jadi wartawan, Mbok... "
"Alhamdulillah. Bisa kuliah dong..."
"Entar aja," kata Ali Topan. "Aku pulang dulu, mbok. Nih aku kasih duit. Bagi-bagi sama staf yang lain," kata Ali Topan. Ia memberikan uang Rp 1000 ke Mbok Yem yang diterima dengan senang hati.
"Lekas masuk kuliah ya, Nak," kata mbokYem sambil mengusap kepala Ali Topan.
"Entar aja kalau aku sudah putus asa... ha ha ha," kata Ali Topan. Lalu ia mengecup pipi ibu angkatnya itu, dan
cabut lagi dari rokum bokapnya.
*** Memasuki 2 September 1978, muncul perkembangan baru. Ada info dari seorang anggota IDA dr Bornok Simanjuntak yang berpraktek di Jalan Guntur. Ia mengkontak dr Romeo Sandi. Ia menaruh curiga pada seorang perempuan yang datang untuk minta resep kemarin sore.
297 "Dia bilang untuk anaknya yang sakit panas, batuk dan pilek," kata dr Bornok ketika Ali Topan dan Robert Oui menemui esok sorenya, di antara kesibukan dr Bornok melayani pasiennya.
"Dokter memberi resep itu"" tanya Robert Oui.
"Tidak dong! Saya tidak mau sembarangan ngasih resep. Saya suruh wanita itu kembali lagi membawa anaknya. Dia menyanggupi, tapi sampai saat ini ia tidak datang lagi. Waktu itu pasien saya ramai, jadi saya tidak sempat melayaninya lama-lama. Baru malam harinya saya terpikir pada masalah penculikan itu. Siapa tau ada hubungannya, iya kan""
"Masih ingat wajah dan potongan perempuan itu, dokter"" tanya Ali Topan.
"Cantik, wajahnya di-make-up tebal, tapi matanya muram. Tubuhnya kurus tapi sexy. Rok dan blus-nya dari batik kelas mahal, tapi tampak kusut dan agak kotor, seperti belum dicuci beberapa hari."
"Orangnya seperti ini"" tanya Ali Topan sambil menunjukkan sebuah foto Nurita yang dia dapat dari Pak Rakhmat Sutansah, paman Nurita yang di Jalan Cisadane itu.
Dr Bornok Simanjuntak memperhatikan foto itu sekejap.
"Ya dia orangnya...," katanya.
Ali Topan dan Robert Oui berpandang-pandangan. Jawaban dr Bornok serasa hujan deras di tengah musim kemarau yang terik. Sejuk, menyegarkan pikiran. Kotak teka-teki sudah hampir penuh terisi.
"Sebaiknya kami tunggu sampai anda selesai praktek, dokter, kemungkinan besar wanita itu akan datang lagi," kata Robert Oui.
Dr Bornok setuju dan mempersilakan keduanya
298 menunggu di antara ibu-ibu yang mem
bawa anak mereka di ruang tunggu.
Pukul 19.40. Tinggal dua ibu dengan bayi mereka. "Rasanya oknum itu nggak muncul, Rob," kata Ali Topan.
"Tunggu sebentar. Sabar. Kalau mau jadi detektifyang baik harus sabar, Pan, seperti kesabaran orang mancing ikan. Kalo nggak sabar, gimana dapet ikan gede"" Robert Oui menyabarkan "asisten"-nya.
Pukul dua puluh kurang dua puluh, pasien terakhir pulang. Dr Bornok dan PakTisna, mantri suntiknya sudah mulai mengemasi alat-alat mereka. Biasanya mereka tutup pukul dua puluh.
Pukul 19.45 dr Bornok keluar dari ruang prakteknya, menemui dua detektif kita.
"Bagaimana, tuan-tuan"" tegurnya
"Hm, rasanya dia memang tidak muncul," jawab Robert Oui. "Baiklah, dokter, kami kembali esok sore. Mungkin wanita itu membawa anaknya ke dukun," Robert Oui menggamit Ali Topan. Keduanya pamit, meninggalkan tempat itu.
Setengah menit sesudah jip yang ditumpangi Robert Oui dan Ali Topan meninggalkan tempat praktek dr Bornok Simanjuntak, sebuah Corolla 73 kuning berhenti di tempat itu. Seorang wanita langsing berpakaian hitam dengan syal biru muda turun dari mobil itu, diikuti seorang lelaki bertubuh kekar menggendong seorang bocah cilik. Mereka bergegas masuk ke tempat praktek dr Bornok. Wajah dr Bornok melongok dari pintu setengah terbuka, melihat ke arah mereka. Dokter setengah baya itu tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya melihat wanita pendatang itu. Nurita, gumamnya. Si wanita tegak dengan wajah dingin-pucat
299 menatapnya. "Selamat malam. Saya datang lagi, dokter. Tolong obati anak saya," kata wanita yang memang Nurita adanya.
Sekejap dr Bornok tertegun. Tatapan dingin dan wajah pucat Nurita serta pandangan serem lelaki penggendong bocah kecil kulit putih berambut pirang, membuatnya bergidik. Secara refleks dr Bornok menengok mantri suntiknya yang sedang membereskan ruang.
Segera dr Bornok memberi suntikan anti kejang. Dahi Markus dikompresnya dengan alkohol murni untuk menurunkan panasnya.
Pertolongan pertama itu sebenarnya sudah cukup mengamankan Markus Karyadi, tapi dr Bornok sempat berpikir untuk "menjebak" Nurita. Dia memberi resep berupa vitamin dengan pikiran menghubungi polisi saat Nurita menukarkan resep tersebut.
"Semenit saja terlambat, anak ini tidak tertolong lagi," kata dr Bornok sambil mengawasi Nurita. Uh! Meremang bulu kuduk dr Bornok melihat sepasang mata Nurita bercahaya dan senyuman aneh terukir di sudut-sudut bibirnya.
"Mati" Hih hih hik.," ucap Nurita sambil tertawa ringih yang sangat menyeramkan. Bolpen terjatuh dari tangan dr Bornok bahna seramnya. Merinding sekujur tubuhnya. Pak Tisna dengan sigap mencengkam lengan majikannya.
"Lebih baik kalian segera mengambil obat di apotik! Anak itu harus segera kalian beri minum obatnya!" ucap Pak Tisna dengan lantang.
" Hih hihik... hihihhik... mati" Hihihihik.. .Anak yang ganteng ini harus mati" Hihihik. kasihan kalau mati" Hihik hihihihik.," seperti orang mabuk Nurita tertawa
300 ringih. Mulutnya tertawa tapi matanya nyalang seperti mata ular sanca. Misterius, menyeramkan.
Mendadak tawanya terhenti. Ekspresi wajahnya netral seperti orang baru tersadar dari sebuah mimpi yang menyeramkan. Terburu-buru ia membuka tas tangannya, mengeluarkan selembar uang Rp 100 lalu diberikan kepada dr Bornok.
"Ini ongkosnya, Dokter!" ucapnya dengan lantang.
Terbengong-bengong dr Bornok melihat uang Rp 100 itu. Tapi dilihatnya wajah Nurita serius. Ia menyentuh jari Nurita, sebagai tanda menolak "bayaran istimewa" itu. Maksudnya, ia tak sudi dibuat obyek senda-gurau wanita yang dianggapnya tidak waras itu.Tapipenolakan itu justru membuat Nurita meradang.
"Ambil uang ini, Dokter! Ambil!" hardik Nurita deng an wajah berang. Sambil tersenyum pahit, dr Bornok mengambil uang itu dari tangan Nurita."Sebaiknya Anda segera pergi ke apotik. Jika terlalu lama, apotik tutup," kata dr Bornok tawar. "ApotikWalas, dekat sini, resep itu bisa diobatkan ke sana," sambungnya lagi. Suara dr Bornok bernada pasrah.
Tanpa bilang apa-apa lagi, Nurita berkelebat menyusul pengantarnya yang lebih dulu ke mobil. Tak lama kemudian terdengar mesin Corolla dihidupkan, lalu mengge-blas perg
i. "Ooooh," keluh dr Bornok sambil menjatuhkan tubuhnya yang terasa lunglai ke kursinya. Matanya tercenung memandang Pak Tisna, mulutnya terkunci tak mengeluarkan kata-kata.
"Kita harus segera lapor polisi, Dokter!" ucapan Pak Tisna menyadarkan dr Bornok dari cekaman perasaannya. Kesadarannya itu mendorong bergerak sebat. Diambilnya buku telepon besar, mencari nomer
301 polisi untuk keperluan darurat! Dengan singkat dr Bornok melaporkan peristiwa yang dialaminya.
"Tetap di tempat, Dokter! Kami segera datang! Dan sebuah mobil patroli lain segera menuju ke Apotik Guntur!" kata polisi yang menerima tilponnya.
Dr Bornok bernafas lega. Gagang tilpon diletakkannya pelahan-lahan di induknya.
"Pak Tisna." Ucapan dr Bornok terpotong oleh suara denyitan ban yang berhenti di jalan. Wajah dr Bornok tegang kembali. Pak Tisna pun demikian pula hal-nya. Suara langkah kaki berat mendekati pintu. Dr Bornok pucat. Pak Tisna bergeser ke sampingnya, menjaga segala kemungkinan.
"Selamat malam, Dokter...," suara seorang lelaki memecah sunyi. Kemudian pintu diketuk orang, dan dibuka dari luar.
WajahAli Topan tersenyum renyah tersembul di pintu!
Aaaah! Bikin kaget saja kamu!" cetus dr Bornok.
"Maaf, dok! Saya kehilangan buku catatan. Apakah tertinggal disini"" kataAliTopan dengan sopan. Senyum renyah anak muda kita mendadak sirna ketika ia melihat wajah dr Bornok dan Pak Tisna yang tegang.
"Cepaaat! Mereka datang ke sini! Baru saja mereka pergi! Ke Apotik Walas! Cepat susul ke sana! Cepaat!" teriak dr Bornok Ali Topan tertegun.
"Siapa, Dokter""
"Itu! Wanita itu dan anak kecil yang hilang! Cepaat nanti mereka keburu pergi lagi! Mereka pakai mobil!"
"Ke. ke mana mereka dokter.," tergagap AliTopan.
"Apotik Walas di ujung jalan ini!"
Tanpa bilang ba atau bu lagi, Ali Topan melompat balik dan berlari ke Robert Oui yang menunggu di dalam jip.
"Cepat ke Apotik Walas, Rob! Mereka ke sana!"
302 "Nurita"" tanya Robert Oui. "Ya!"
Langsung Robert Oui menancap gas. Seperti terbang, kendaraan itu diarahkan ke tempat sasaran.
Nurita yang duduk di jok belakang dengan Markus Karyadi di pangkuannya sangat terkejut melihat sebuah jip berhenti dengan kasar di samping kendaraannya. Begitu cepat Robert Oui dan AliTopan lompat turun dari jip, langsung membuka pintu Corolla. Wanita itu tampak gugup. Ia peluk Markus erat-erat!
"Semua sudah berakhir, Nurita!" kata Robert Oui. Lengannya rapat ke pinggang, siap siaga mencabut Smith & Wesson. Kemudian dengan sigap ia menggerayangi tubuh Nurita, memeriksa kemungkinan wanita itu bersenjata. Tas tangan Nurita diambilnya, digeledah lantas dikembalikan lagi.
Mata Ali Topan menangkap gerakan sesosok lelaki bergegas keluar dari dalam apotik. Sosok itu tertegun melihat Corollanya ditongkrongi dua orang.
Sosok itu-sopir Corolla-bergerak untuk lari! Dengan sebat Ali Topan mengejarnya.
"Jangan lari! Nanti saya tembak!" seru Robert Oui. S&W sudah tergenggam di tangannya.
Tapi si orang itu tetap berlari. Ali Topan menyusulnya. Dengan gerakan berani, Ali Topan menomprok lelaki itu dari belakang, hingga keduanya sama-sama terguling. Bagh! Tendangan keras lelaki itu dengan dahsyat menghajar wajahAli Topan! Anak muda kita terpental ke belakang. Lelaki itu bangkit lagi, dan bergerak untuk lari lagi.
Melupakan rasa sakit, Ali Topan otomatis bangkit kemudian mengejar lelaki itu. Baru dua langkah si orang itu berlari, sebuah tendangan bergaya Arie Haan menghantam belakang dengkulnya. Tumbanglah lelaki itu! Ten303
dangan kedua dari anak muda kita menyapu wajah lelaki itu. Bagh! Bagaikan bola FIFA kepala orang itu terdongkrak! Pingsan saja dianya!
Para pegawai apotik dan beberapa pembeli obat serta tukang-tukang becak berkerumun menyaksikan "pertempuran" itu.
"Ringkus dia, Pan! Tali ada di dalam jip!" seru Robert Oui.AliTopan menyentuh wajah orang pingsan itu, sesudah yakin tak berkutik, anak muda kita bergegas ke jip, mengambil tali.
Baru saja selesai mengikat kaki orang pingsan itu, terdengar sirene mengaung-ngaung. Polisi datang dengan Volvo dan VW kodok.
Beberap petugas melompat keluar dengan senjat a"siap tempur."
"Semua sudah rapi, Kep!" s
eru Robert Oui kepada seorang Kapten Polisi yang baru datang.
"Heh" Mayor Robert! Sselammat mallamm!" kata kapten itu sambil menghampiri Robert Oui. Tiga anak buahnya "mengepung" Ali Topan yang sedang mengusap-usap wajahnya yang kena tendang tadi.
Dengan singkat Robert Oui memberi penjelasan kepada Kapten Suroso-pemimpin polisi-polisi itu. Langsung Kapten Suroso-rada kikuk-mentekel persoalan itu.
Nurita dan lelaki yang pingsan dibawa langsung ke Kodak, sedangkan Markus Karyadi diantarkan oleh Ali Topan dan seorang polisi ke Rumah Sakit Cipto Mangun-kusumo. Robert Oui menyusul kemudian, bawa obat dari apotik dan dr Bornok Simanjuntak yang dijemputnya kemudian.
Dr Bornok sukarela menunggui Markus Karyadi yang segera dirawat oleh seorang dokter ahli di Bagian Anak,
304 sedangkan Robert Oui dan Ali Topan menunggang jip dengan santai menuju Markas Besar KomdakVII Metro-jaya, untuk didengar keterangan mereka-sebagai orang-orang yang "menangkap" penculik Markus Karyadi.
Empat polisi dalam sebuahVW meluncur dengan gesit di Jalan Raya Sudirman, menuju ke arah Kebayoran. Mereka bertugas memberi kabar kepada keluarga Karyadi.
305 DUA PULUH SATU Beberapa hari kemudian, jam sebelas hari Jumat, di terminal bis Grogol. Ali Topan dan Nur Ranti duduk sebangku di sebuah biskota jurusan Blok M. Mahasiswi manis itu baru pulang kuliah, dijemput oleh anak muda kita. Si mahasiswi manis kita bawa tas berisi buku-buku, berpakaian kulot-pakaian yang dikenakannya ketika jumpa anak muda kita pertama kali-tampak sangat terpelajar dan makin manis oleh bunga-bunga senyum di sudut-sudut bibirnya. Sebentar-sebentar ia memandangi si anak muda kita yang makin tampan saja dengan rambut lemas habis dikeramas- jatuh di pundaknya. Seragam jeans Levi's yang sudah berminggu-minggu belum dicuci, tak mengurangi ketampanan anak muda kita.
Satu persatu kursi biskota diduduki orang, tapi sopir bis masih anteng-antengan menunggu penumpang lebih sesak lagi.
Seorang pengecer koran bertampang Medan naik dengan dua lembar koran Ibu Kota edisi pagi tadi. Sambil menjentik-jentikkan telunjuknya ke koran, ia berteriak lantang. "Penculik Markus Karyadi, anak penyanyi pop telah di-Komdak-kan, Pak! Penculiknya seorang wanita sexy yang diduga sakit jiwa! Baca! Baca beritanya, Pak. Cuma lima puluh perak sazaa!"
Dua lembar korannya laku disambar dua penumpang di kursi depan. Pengecer koran itu menepuk kedua belah tangannya yang kosong, lantas melompat turun dari bis kota.
306 Nur Ranti mencubit lengan Ali Topan dengan mesra. Anak muda kita-si pembuat berita itu-menekan telapak tangan kiri si mahasiswi manis dengan telapak tangan kanannya yang kokoh. Mesra sekali deh!
Sopir dan kondektur naik, karena penumpang bis kota mereka sudah mencukupi target, kursi-kursi sudah penuh dengan penumpang yang berdiri sudah pula berjejer di lorong bis-dari depan sampai belakang-seperti tentara.
Biskota merangkak dari terminal. Di jalan raya, sopirnya menancap gas dan kondekturnya menarik ongkos dari para penumpang.
Ali Topan hendak mengambil uang Rp 100 dari kantong jaket bututnya, ketikajari lentik Nur Ranti menjawil lengannya. Dua buah karcis mahasiswa seharga Rp 30 diberikan kepadanya oleh sang gadis. Ali Topan memberikan karcis itu kepada kondektur yang rada bersungut-sungut menerimanya.
Para mahasiswa memang dapat karcis khusus Rp 30 per lembar untuk sekali jalan. Hal itu adalah pelaksanaan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta. Rakyat biasa-wa-laupun lebih miskin dari para mahasiswa-tidak memperoleh kebijaksanaan yang istimewa tersebut. Rakyat biasa kudu bayar penuh Rp 50 jauh-dekat!
Aneh sekali, tidak ada satu orang pun yang protes atas terjadinya ketidakadilan itu! Mungkin karena ketidakadilan itu mengenakkan para mahasiswa, maka para pemuda harapan bangsa tersebut diam-diam saja, karena sebagian mahasiswa-yang sempat menjadi tokoh brutal, kemudian "dipenguasakan" -menganut peribahasa pop yang membilang "diam itu emas."
Biskota digeber oleh sopirnya, walaupun stiker segede baki yang berbunyi: "Sesama biskota dilarang saling
307 mendahului" lengket di kaca depan dan belakang kendaraan umum ters
ebut. Suara orang-orang ngobrol mendengung seperti lebah yang naik berahi. Tapi sepanjang perjalanan, Ali Topan dan Nur Ranti tak sepatah kata pun bicara melalui mulut. Kali ini, bibir mereka cuma diberi tugas untuk tersenyum-senyum, sedangkan tugas untuk bicara banyak diberikan kepada mata dan hati mereka.
"Walah! Walah! Gawat maning! Sapa sing dobol kiye yo! Nangjero bis nganggo kentut barang!Walah!Walah! Ambune kecut koyo asem kawakyo! Gawaat, gawaat! Kiye nek dudu entute copet wis mesti bapake maling..." omelan seseorang terdengar lantang.
Gerrrrrrrrrrrr!! Semua penumpang, tak terkecuali Ali Topan dan Nur Ranti meledakkan tawa mendengar cep-losan dialek Banyumasan dari bagian belakang biskota. Seorang perempuan setengah baya yang negoceh itu meludah cah cih cuh ke lantai. Selendang batiknya dikibas-kibaskan di depan hidungnya. Wajahnya gusar sekali.
Para penumpang masih cengar-cengir ketika turun satu per satu di terminal Blok M.
"Ah cukup aha ketawanya! Jangan dihabis-habisin sekarang ya" Disimpen buat hari-hari nanti ...," kata Nur Ranti kepada Ali Topan. Suara dan tarikan wajahnya lembut tapi cukup berpengaruh. Hingga Ali Topan cepat dapat mengontrol emosinya.
"Buat hari-hari nanti"" tanya Ali Topan.
"Mm mmh." Ranti menggumam tanpa memandang.
Ali Topan menangkap tangan gadis manis itu. Digenggamnya erat-erat. Si gadis manda saja. Cowok ini, geradakan, kasar, jeans-nya kumel bau apek lagi, tapi. tapi... tapi kenapa dirinya begitu kesengsem sejak perte308
muan pertama mereka" Demikian kata hati Nur Ranti sambil berjalan bergandengan tangan menyeberangi jalan, menyusuri trotoar.
Lho, seharusnya mereka berhenti di terminal Metromini yang bersebelahan dengan terminal bis-bis besar. Seharusnya mereka naik Metromini ke juruan MPR-Cilandak. Biasanya, Nur Ranti naik bis mini itu, turun di pengkolan dekat rumahnya, berjalan kaki beberapa puluh meter dan sampai di rumah tepat pada waktu yang tertentu. Sendiri!
Mengapa kali ini, dia tak berhenti di terminal Metromini" Mengapa tak naik bis itu agar segera sampai di rumah" Mengapa malah bergandengan tangan dengan erat dengan seorang wartawan jalanan yang bernama Ali Topan itu" Padahal belum pernah sekalipun Ranti mau digandeng-ah, jangankan digandeng, berjalan berendengan saja dengan seorang cowok, ogah selalu-me-ngapa enak saja tangannya ditangkap, telapak tangannya ditempelkan ke telapak tangan dia, lalu dibawajalan kaki entah ke mana" Nurut lagi! Uhu, Ranti, Ranti, kena apa kamu hari ini" Kata hatinya.
Gadis manis itu menengok ke penggandengnya. Yang ditengok malah acuh tak acuh melihat ke gedung Deplu Iskandarsyah yang mereka lewati.
"Topaaan," bisik si gadis.
"Hmm"" "Kamu mau mengajak aku jalan ke mana"" "Kamu maunya ke mana""
"Pulang!" "Di mana rumah kita"" gurau Ali Topan. "Di ujung duniaaa!" sahut Ranti. "Ayo kita ke ujung duniaaa!" seru Ali Topan sambil menarik tangan si gadis agar berjalan cepat ke depan.
309 Langkah-langkah kakiAliTopan terlalu cepat untuk Ran-ti. Gadis manis itu terpaksa setengah berlari agar "tidak terseret" oleh Ali Topan.
Tingkah laku gradakan macam ini belum pernah dirasakannya, bahkan dalam mimpi sekalipun. Tak sepatah keluhan pun terucap dari celah bibirnya yang segar dan basah itu.
Ranti merasa hatinya yang berbentuk daun waru sudah tercuri olehAli Topan.Apapun perlakuan yang diperbuat oleh si pencuri hatinya itu, rasanya dia bisa terima dengan pasrah.
Ada 100 langkah Ranti "dites" begitu oleh Ali Topan. Lalu berhenti mendadak. Nafas Ranti ngos-ngosan, wajahnya memerah, taapi mata dan bibirnya tetap manis. Tersenyum menantang. Menggemaskan.
"Kok brenti"" goda si gadis.
"Nantang, eh"" kataAliTopan sambil melotot-lototkan matanya.
"Gara! Gara nantang! Kalo lu jokul sih ogut bokel!" cetus Ranti dengan kalem. Mak!
Tampang Ali Topan tampak seperti orang bodo bahna kaget mendengar Ranti berbahasa prokem itu.
"Kamu, kamuuuu," gumamnya sambil menunjuk si gadis yang berjalan di sampingnya dengan senyum simpul dan wajah riang.
Sulit sekali Ali Topan menahan kegemasan hatinya. Ia betul-betul gemas pada gadis ini. Ingin rasanya saat ini mereka berdua ada
di tengah padang rumput yang luas menghijau. Ingin direbahkannya si gadis ke padang rumput, lantas dikecupinya mata, cuping hidung, pipi kanan-kiri dan... dan sepasang bibir yang indah menantang itu. Ingin betul ia mengalami saat menyenangkan seperti itu. Demikian indah khayalan anak muda kita.
310 "Ranti"" "Hm-hmm""
"Kapan-kapan kita pergi ke sebuah padang rumput yang luas dan hijau yang terletak di lembah Seribu Bunga di kaki Bukit Taliputri, mau""
Ranti mesem mendengar kata-kata panjang itu.
"Kamu mabok ya""
"Iya nih. Jalan sama kamu rasanya mabok hati saya, Ranti. Ranti" Dengar, Ranti"" kata anak muda kita dengan suara makin lembut.
Ranti menatap anak muda kita dengan mata polosnya. Di mata itu tercermin seberkas cinta. Sekilas, kemudian si gadis merunduk. Pandangannya mengarah ke pinggir jalan yang mereka lalui.
*** Kembangnya cinta seperti kembangnya bunga. Bermula dari kosong, tersintuh kemesraan, kemudian berwangi keindahan. Angin pagi dan matahari berlaku sebagai kawan, yang menyemarakkan cinta dengan bunga-bunga kasih sayang. Musim yang lewat" Gugur dan tersisihkan. Menjadi pupuk penyubur bagi citanya cinta hari ini.
Ali Topan dan Nur Ranti. telah saling cinta. Si gadis memetik serbuk cinta dari nuraninya dan menaburkan benih-benih indah itu di persemaian nurani si anak jalanan yang memang lagi kosong. Soal waktu yang singkat tak jadi masalah, soal pertemuan pandang beberapa kejap bukan pula hambatan. Keduanya merasa begitu klop bagai lagu Michelle dengan syairnya. Cocok dan serasi dah. Yang wadon ayu dan manis, yang laki anak ganteng dan keren, persis banget kayak sepasang kekasih di pilem-pilem roman. Ibarat prangko sama amplop, sekali dijilat lengket terus.
311
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Memasuki minggu ketiga sesudah penangkapan Nurita dan "sopirnya" diApotik Walas, oleh Robert Oui dan Ali Topan, Markus Karyadi sudah berada di dekepan maminya yang asli. Mami culiknya, alias Nurita di-gep. Demikian pula sopir taksi "gelap" yang menurut pemeriksaan pendahuluan berfungsi sebagai orang upahannya yang melaksanakan penculikan itu. Nurita belum bisa diperiksa, karena penyakit syarafnya kumat. Ia diam-mem-bisu, mojok di sel khusus yang diperuntukkan baginya.
Bambang, eks psikiaternya yang khusus pula didatangkan belum berhasil menormalkan sarap Nurita. Perempuan itu tidak mau bicara apa-apa. Hasil maksi yang diperoleh Bambang cuma membujuk Nurita makan dan minum setelah ia mogok pada hari-hari pertama. Karyadi dan istrinya sebenarnya tak hendak menuntut apa-apa. Mereka sudah gembira Markus kembali. Tapi pihak polisi tak bisa melepaskan Nurita begitu saja tanpa melalui prosedur resmi.
Betapapun keluarga Nurita memohon pembebasan dengan alasan perempuan itu "sakit jiwa" pihak kepolisian tetap tidak mau memberikan kebijaksanaan. Bahkan pihak keluarga Nurita sempat kena gebrak ketika mereka berusaha menyuap polisi. Sejak kasus penyelewengan uang bermilyar-milyar rupiah di kepolisian yang melibatkan tak kurang seorang Deputi Kapolri, aparat kepolisian lebih ketat dan sensitif dalam soal-soal begituan.
Yang manis adalah sikap Ali Topan dan Robert Oui. Begitu persoalan ditangani polisi resmi, keduanya lantas mundur ke belakang layar lagi. Mereka tak mau dipublikasikan oleh pers Jakarta yang berlomba memuat kasus penculikan itu dengan huruf-huruf besar. BahkanAli Topan minta pada G.M. agar tugas selanjutnya ditekel oleh
312 wartawan Ibu Kota yang khusus menggarap bidang kriminal. "Bagi-bagi tugas, Pak! Kelak, jika ada kasus yang lain, saya garap lagi. Sementara ini, biar saya garap berita Rakyat Jalanan seperti biasa. Biar lebih santai!" kata Ali Topan pada G.M. Redaktur Pelaksana yang arif itu memahaminya.
Menurut penuturan Arsad, sopir taksi gelap yang jadi kaki tangan Nurita, terungkaplah cara bagaimana mereka menculik Markus Karyadi. Kisahnya mirip sandiwara anak-anak. Nurita adalah langganan taksi gelap Arsad. Sopir itu sering mengantarkan Nurita ke hotel-hotel dan tempat lain jika Nurita-yang tanpa setahu keluarganya menjadi wanita P-ada janji dengan lelaki P yang memakainya. Mereka jadi intim, terutama sejak Nurita membuka'kisah pahitnya'pad
aArsad. Sopir itu menaruh kasihan pada langganannya. Dan diam-diam menaruh minat pula. Lelaki yang sudah punya anak tiga itu sempat pula diberi jatah oleh Nurita, hingga makin "lengketlah" dia pada langganannya. Sampai Karyadi muncul di majalah-majalah hiburan.
"Sejak saat itu Nurita menunjukkan gejala abnormal. Beberapa kali ia minta diantarkan untuk menemui Kar-yadi, tapi dibatalkan begitu mobil sampai di dekat rumah kontrakan penyanyi itu. Hampir setiap hari kami menguntit Karyadi. Setiap kali saya bertukar mobil dengan kawan-kawan saya, dan kami menyamar hingga Karyadi tidak tahu penguntitan itu. Makin hari jiwa Nurita makin goncang. Pernah dia bermaksud nekat menikam Karyadi, tapi tak pernah dilaksanakannya. Rupanya ia begitu dendam sekaligus cinta pada orang yang pernah menodainya itu. Hingga hari itu, taksi saya mengalami kerusakan mesin sedangkan mobil kawan-kawan dipakai semua.
313 "Nurita sudah bulat tekadnya untuk mendatangi Kar-yadi. Belum lagi masuk rumahnya, kami melihat Markus bermain sendiri di depan rumahnya. Suasana sekitar sepi. Nurita, menyuruh saya menculik anak itu. Saya seperti orang bodo, mau menuruti perintahnya. Dengan tenang saya angkut Markus lalu kami bawa. Kami sekap di sebuah villa di daerah Cipayung. Villa itu milik seorang Cina yang dipinjamkan kepada seorang pejabat tinggi Departemen Keuangan yang menjadi langganan Nurita. Pada saat-saat Bapak itu datang, Markus disembunyikan di gudang. Saat bapak itu pulang, Markus dikeluarkan lagi. Sampai akhirnya anak itu sakit dan kami bawa ke dr Bornok.," demikian sebagian penuturan Arsad.
Alamat dr Bornok Simanjuntak diperoleh Nurita dari buku tilpon "Halaman Kuning."
Sementara menunggu Nurita "normal" kembali, Arsad terpaksa nginep di dalam bui. Dua orang dokter jiwa kepolisian yang memeriksa Nurita sama-sama berpendapat bahwa perempuan itu memang terganggu jiwanya. Mereka sepakat mengirimkan Nurita ke Rumah Sakit Jiwa untuk perawatan khusus.
314 DUA PULUH DUA Di Gorogol, Jakarta Barat pergunjingan di kalangan mahasiswa Panca Sakti sehubungan dengan percintaan Nur Ranti danAliTopan nyaris menyaingi pergunjingan mengenai bekas rektor mereka yang terlibat dalam kasus penyelewengan uang bermilyar-mil-yar rupiah di kepolisian RI. Begitu cepat menyebar dari mulut ke mulut. Banyak mahasiswa yang diam-diam "patah hati" ketika melihat fakta gadis yang paling disenangi di kampus mereka disamber "oknum luar kampus". Mereka yang gigit jari itu adalah oknum-oknum yang diam-diam menaksir Nur Ranti.
Anak-anak Panca Sakti rada bingung, gadis kembang kampus Panca Sakti itu kok bisa-bisanya jatuh hati pada Ali Topan yang bermodalkan jauh-dekat Rp 50! Padahal banyak mahasiswa yang beken sebagai play boy kampus yang berkilauan dengan Honda Civic, Peugeot, Corolla, Volvo bahkan Mercedes, tak berhasil menaklukkan sang gadis. Perdebatan-perdebatan kecil menyemarakkan suasana kampus elite itu. Ada yang bilang Nur Ranti diguna-gunai, dipelet, dijampi-jampi oleh Ali Topan. Dan lain sebagainya. Namun satu fakta yang tak bisa mereka bantah, diam-diam maupun secara terbuka, yakni wajah yang hensem dan tongkrongan yang sedap dari Ali Topan memang sangat keren.
Pada suatu Jumat siang, Ali Topan menjemput Nur Ranti di kampusnya. Ali Topan memakai T-shirts bergaris merah-putih model tukang sate Madura. T-shirts itu dibelinya Rp 1.100,- di pasar Grogol, langsung dia
315 pakai. Jaket Levi's buntungnya dia masukkan ke dalam tas plastik. Dengan menenteng tas plastik itu, Ali Topan masuk kampus Panca Sakti, menemui Ranti yang pas ngumpul dengan sobat-sobatnya di kantin. Disaksikan sobat-sobat itu dan beberapa mahasiswa lainnya, mereka bergandengan tangan mesra keluar kampus.
Di dalam bis menuju Kebayoran, Nur Ranti mesam-mesem memandangi kaos oblong pacarnya.
"Baru beli nih, masih bau toko," kata Ali Topan, "murah, ceng it."
Nur Ranti diam saja. Ia mengerti berapa duit ceng it itu, karena teman-teman kuliahnya banyak yang amoy. Ranti diam karena rada "serem" melihat kaos strip merah-putih itu. Kayak kaos tukang sate ayam begitu, baru beli langsung dipake lagi, gawat ini cowok, demik
ian Ranti membatin. "Kenapa sih diem aja"" Kasih komentar dong. Bagus apa jelek aku pakai kaos ini""
"Soal kamunya sih, pakai baju model apa aja, tetep cakep orangnya. Jangan ge-er lho. Cuma kaos yang ini rada serem aku lihatnya," kata Nur Ranti terus terang.
"Serem gimana""
"Kalo boleh terus terang sih, kaosnya rada norak," sahut Ranti, "tapi jangan marah ya"" "Noraknya di mana""
"Yang suka pake kaos strip merah-putih kan tukang sate. Kalo kamu pake itu, orang-orang bisa bingung, jualan sate kok nggak ada pikulannya," tukas Nur Ranti sambil tersenyum.
"Biarin deh. Kamu liat deh, nanti saya bikin populer kaos beginian. Merah-putih kan warna paling bagus di Indonesia."
Ali Topan meremas jari Ranti, mengusap-usap ujung
316 jemari sang gadis. Biarpun bis penuh sesak, terasa lapang bagi mereka.
"Omong-omong, si Pinky kelihatan sewot sama saya. Dia bahkan bilang ke Dita, katanya saya merebut kamu dari tangannya. Ih! Amit-amit saya merebut pacar orang!"
Ali Topan ngikik. Soalnya Ranti menggerundelkan 'amit-amit' dengan gemas.
"Ketawa lagi, bukannya mikir!" kata Ranti ketus. Ketusnya ketus manja. Garing di kuping, tapi renyah di dada.
"Pinky, Pinky... pokay banget itu anak. Nggak usah digubris dia, Ranti...," kata Topan, "yang penting kan saya nggak ada apa-apa sama dia. Saya kan ada apa-apanya cuma sama kamu," sambungnya dengan mesra. Kemesraan kata-kata itu masih ditambah dengan cubitan kecil di telapak tangan, bikin syuur hati Nur Ranti.
"Ranti, nanti malem saya ada acara. Pesta kecil di rumah dokter Romeo Sandi. Kamu bisa ikut"" tanya Ali Topan.
"Pesta apa""
"Robert Oui yang bikin acara. Syukuran sehabis menyelesaikan tugas sekalian merayakan kelahiran anaknya."
"Kok di rumah dokter Romeo""
"Sebagai penghargaan kepada Ny Romeo. Berkat pemikiran dia yang cemerlang hingga penculikan Markus Karyadi cepat selesai."
"Mm ... kali ini kamu pergi sendiri sajaya. Saya banyak tugas sih. Ada beberapa catatan yang harus saya salin. Lain kali deh, kita pergi sama-sama. Saya ikut gembira bersama kamu."
"Selalu"" 317 "Selalu," bisik Ranti. Matanya memancarkan kemesraan. Jemarinya mengelus lengan Ali Topan.
Pesta kecil di rumah dr Romeo Sandi semarak suasananya. Robert Oui datang sendiri.AliTopan bersama Harry. G.M. pun datang bersama istrinya. Tuan dan nyonya rumah mengundang beberapa teman dekat mereka.
Acara makan malam dilanjutkan ngobrol sampai jam sebelas malam.
*** Esoknya-Sabtu petang-Ali Topan datang ke rumah Nur Ranti. Anak muda kita menikmati suasana yang nyaman. Dia tak tahu persis, apakah setiap anak muda merasakan suasana nyaman ketika mereka berkunjung ke rumah pacar masing-masing. Yang dia tahu, waktu berpacaran denganAnna Karenina tempo hari, rasa nyamannya bercampur deg-deg-an.
Berpacaran dengan Anna, nyaman dan indah ketika berdua, bercampur rasa tak enak karena diteror oleh pihak ketiga berupa ayah dan ibu siAnna. Belum lagi intrik dan fitnah dari manungsa Oom Boy itu. Bersama Anna, dia backstreet Main kucing-kucingan dan tikus-tikusan. Seru sih seru, sampai ada acara minggat ke Depok dan digusur teke ke kantor polisi pula, tapi buntutnya toh cemplang, terbukti dengan kepergian Anna ke Singapur.
Sedangkan Nur Ranti" Walaupun pacarannya masih baru, tapiAli Topan dapat merasakan perbedaan suasana. Lebih tenang, lebih terbuka, lebih intelek dan intim. Nur Ranti lebih berpikiran dewasa dan mateng dibandingkan Anna Karenina. Keluarganya pun lebih intelek dan toleran. Entah itu basa basi, entah dari 'sononya', keluarga Nur Ranti-ayah dan ibunya-bersikap biasa. Tidak istimewa ramah, tidak pula istimewa sangar.
318 Kehadiran Ali Topan mereka anggap kehadiran seorang teman anaknya, seperti teman-teman Ranti selama ini. Datang, ngobrol, pamit, datang, ngobrol, pamit, begitu. Apakah mereka naik mobil, motor atau jalan kaki, tak berbeda penerimaan ayah dan ibu Ranti. Itu urusan Ranti, dan mereka cukup memberi kebebasan bergaul bagi anak-anak gadis mereka.
Rumah Ranti mungil, bangunannya bergaya Spanyol. Halaman depannya seluas kira-kira 50 meter pesegi, dibikin taman yang bagus sekali. Rumpun palem merah di sudut bergabung dengan r
umpun melati yang semerbak harum mewangi. Rumput Peking seperti permadani memberi kesan segar sepanjang hari.
AliTopan ngobrol dengan Ranti di dekat rumput palem merah. Lampu taman yang menyorot ke rumpun palem itu, terhalang oleh rumpun melati dan tanaman hias lainnya hingga tak langsung ke wajah mereka. Siaran Radio Prambors sayup sampai dari radio di kamar Ranti. Suasana begitu dibilang syahdu di kalbu sepsang kekasih baru itu.
Ali Topan baru selesai menggelar riwayat hidup singkatnya. Tentang ibunya, bapaknya, Dudung, Bobby, Gevaert dan Anna Karenina!
"Riwayat kamu banyak sedihnya ya," kata Ranti, penuh simpati, "mengapa kamu ceritakan semua pada aku"" Ranti meng-aku-kan dirinya dengan manja.
"Supaya kamu tau dong, terutama bagian-bagian yang jelek dan rusak-rusak dari saya. Daripada kamu denger dari orang lain, kan lebih enak denger langsung dari saya."
"Lalu . untuk apa kamu ceritakan semua ini pada
aku"" Ali Topan tak segera menjawab. Diamatinya wajah
319 Ranti: mulutnya yang agak lebar digantungi dagu yang bagus, bertahta di rahang kuat pertanda orang keras hati. Sepasang matanya seperti kelinci punya, berbinar segar dan manja. Dengan alis indah yang belum pernah dicukur, cantiknya seperti mengandung magnit.
"Ngapain sih liat aku begitu. Serem ah!" cetus Ranti. Cetusan itu lebih karena grogi daripada tak senang. Justru karena senang dan bahagia, Ranti jadi grogi. Jangankan berhadapan muka dengan muka, membayangkan wajah Ali Topan di dalam kamar sendiri saja, Ranti suka grogi.
"Kamu tanya apa""
"Aku serem diliatin begitu."
"Kalu di-sun serem apa nggak""
"Ih! Ranti terpekik. Pernyataan langsung itu walaupun nadanya bercanda, tetap bermakna serius baginya. Si polos ini tak menyangka begitu cepat proses percintaan membelit dirinya. Seperti mimpi, kata syair lagu pop. Begitu mendadak, hatinya ditaklukkan. Dan si penakluk yang gagah ini, yang muncul dari dunia lain, pembawaannya dahsyat, menggetarkan. Belum pernah ada cowok yang berani berterus-terang seperti dia, dalam ucapan maupun perbuatan.
"Ranti..." bisikAli Topan, "apakah kata-kata saya terlalu kasar untukmu" Apakah kamu tersinggung dan marah oleh sikap saya""
Ranti menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin dia bisa tersinggung atau marah pada sang penakluk ini" Andaikan orang lain, tentu dia akan bilang kasar, karena memang demikian kenyataannya. Mengelus-elus jari, mencubiti telapak tangan, bicara balk-blakan... memang penampilan yang jauh dari lemah lembut. Justru karena Ali Topan yang memiliki kekasaran itu, dia malah terpikat! Sejak pertama kali hatinya berdesir, di kantin
320 fakultasnya, sejak saat itu pula-tanpa sadar-dia sudah bersiap melukisi kanvas hatinya yang kosong dengan warna warni pribadi Ali Topan.
"Rantiii.," bisik Ali Topan. Lebih lembut, lebih mesra.
"Apaaa," bisik Ranti dengan hati berdebar.
"Apakah rasa sayang itu perlu diucapkan""
Hati Ranti makin bergetar, getaran itu mengalir ke ujung jemarinya, ke telapak tangannya, ke segenap pori-pori perasaannya. Dalam hati ia memekik, aku tahu sayang, aku tahu, ucapkanlah kata-kata sayang untukku.
"Nur Ranti.aku sayang sama kamu."
Oo! Oo! Ooooooo!! Rasa bahagia menghangatkanjiwa sang gadis manis. Rasa bahagia menggelegak dalam dada, mengalir ke permukaan kulit, berbinar di mata kelincinya. Berkejap-kejap mata yang indah itu.
"Buat sobat-sobat yang sedang mesra-mesraan di mana saja, Prambors ucapkan salam paling hangat dan paling mesra buat kalian. Semoga kalian miliki malam-malam yang lebih indah dan hari-hari yang semanis anggur... selalu...," suara penyiar Radio Prambors Rassisonia terdengar jelas. Lantas terdengar suara adik-adik Ranti cekikikan. Rupanya mereka yang membesarkan bunyi radio itu.
Nur Ranti dan dan Ali Topan tersenyum oleh "gangguan" itu. Perasaan mereka saling membelai, hati mereka saling berkasih mesra. Detik demi detik merambat pelan tapi pasti, penuh getar-getar cinta.
"Ranti sayaaaang."
Sang gadis menatap Ali Topan. Berbinar, berbinar matanya. Kemudian redup, meredup, mereduuup. Lantas
321 terpejam. Hangatnya bibir Ali Topan menyentuh bibirnya terasa bagai mimpi yang sangaaaa
aaaaaat indah. Angin malam Semerbak wangi bunga Dalam hening khayalan asmara
Nyanyian Chrisye yang dipancarkan oleh Prambors serasa khusus ditulis Eros untuk mereka.
"Eh, udah..., nanti dilihat adik-adikku," kata Nur Ranti sambil mendorong lembut wajah Ali Topan.
"Maaf, Ranti... aku terhanyut," bisik Ali Topan.
"Aku juga 'yang'..." bisik Ranti.
Lalu mereka saling memandang lagi. Mata mereka bicara, mengungkapkan segala rasa. Salah satu rasa itu adalah rasa terbelah yang tiba-tiba. Antara Anna Karenina dan Nur Ranti.
"Anna. eh. Ranti," bisik Ali Topan. Ranti marah! Matanya marah! Wajahnya marah! Lalu ia berdiri dan berlari masuk ke dalam rumah. Ali Topan terdiam. Lalu ia berjalan pulang.
*** Ali Topan menghisap rokok di dalam kamarnya. Jam weker di rak dinding menunjukkan 01.01 dinihari. Sepi. Ia berfikir tentang percintaannya dengan Nur Ranti yang makin nyata Sabtu malam tadi, ketika ia mengecup bibir gadis indah itu di beranda rumahnya.
Ali Topan merasa gembira namun ia belum yakin apakah dirinya telah sungguh-sunguh bahagia. Mengapa" Perjalanan masih panjang. Panjang dan berliku-liku.
Ia mengambil selembar kertas dan bolpen dari rak buku. Dan mengungkapkan perasaan dan kilasan-kilasan
322 pemikiran yang bergerak dalam batinnya.
Tentang Perjalanan Itu Ada terasa dalam kalbuku Jalan panjang dan berlikuliku Seperti dalam mimpi malam hari Yang 'ku tak tahu ujungnya.
Gadisku... Aku ingin bersamamu Lewat jalan itu
Tapi aku tak tahu apakah kau akan tabah menemani ku.
Selama ini aku merasa sendiri dan merintih dalam batinku Tak banyak orang tahu betapa sepi diriku.
Ya, aku coba bertahan. Selalu... Segala duka 'ku simpan di sini: di relung hatiku
Semua rindu ku pendam di sini : di ruang nuraniku.
Banyak jalan di dunia ini
Yang membahagiakan hanya satu
Apakah engkau sependapat denganku "
Ada sesuatu yang bergolak Rasa gelisah
323 dan dahagaku Pada apa yang bernama Cinta Tak hanya di antara kita...
ALITOPAN ANAK JALANAN Rumah Di Tepi Danau Kecil, 1978
*** Plung! Suara benda jatuh ke dalam air danau, menge-luarkanAliTopan dari ruang kreativitasnya. Sambil tetap menggenggam bolpennya, ia bangkit dan melangkah ke pintu itu, memandangi malam tanpa bulan dan mendengar keresekan kelelawar di sela-sela dedaunan.
Ia melangkah ke tepi danau dan mendengar gita malam dalam kesunyian. Sosok, wajah, senyuman dan sepasang mata ceria Nur Ranti berkilasan dalam benaknya. Dan... kepingan-kepingan kenangan tentang Anna Karenina bergerak di antara kilasan-kilasan bayangan Nur Ranti.
Lalu... sosok-sosok lainnya. Mamanya. Papanya. Mbok Yem. Windy. Maya. Gevaert. Daeng Hasan. Munir. Oji. Cut Mina. dokter Romeo. Harry. GM. Kolonel Sinaga. Robert Oui... Lalu ke Anna Karenina, Nur Ranti dan dirinya sendiri dalam berbagai peristiwa dukanya.
Ali Topan menarik nafas berat dan mengeluarkannya. Ia seperti melihat dirinya sedang berjalan, dan terus berjalan pada suatu jalan kesunyian. Ia merasa kasihan pada dirinya yang sedang berjalan itu ke suatu tujuan yang terasa jauh.
Di balik punggung dirinya itu ia seperti melihat wajahnya yang sawo matang, berdebu. Dan sepasang matanya yang mengungkapkan duka. Sepasang mata itu berlinangan airmata...
324 Malam hitam. Langit kelam tanpa bulan.
Angin dingin mengusap kulit dan ambut gondrongnya yang lebat. Sayup-sayup terdengar suara harmonika dari arah jalan Lamandau III. Harry pulang ngamen dari Pasar Kaget, katanya dalam hati.
Segera ia usap pelupuk mata dan pipinya yang dibasahi airmata. Suara harmonika semakin mendekat mengalunkan lagu Blowin 'in The Windkarya Bob Dylan.
Baris-baris syair protes lagu folk era 1960-an yang merintih tajam, menggugat, menggetarkan dan berhasil mengguncangkan "kemapanan" dan kemunafikan para politikus dan jenderal-jenderalAmerika Serikat itu hadir dalam batinnya :
How many roads must a man walk down
before you call him a man"
How many seas must a white dove sail
before she sleeps in the sand"
Yes,'n'how many times must the cannon balls fly
before they're forever banned"
The answer, my friend, is blowin' in the wind The answer is blowin' in the wind.
How many years can a mountain exist
b efore it's washed to the sea"
Yes, 'n' how many years can some people exist
before they're allowed to be free"
Yes, 'n 'howmany times must a man turn his head
and pretend he just doesn 't see"
325 The answer, my friend, is blowin' in the wind The answer is blowin' in the wind
Yes, 'n' how many times must a man look up before he can see the sky" Yes, 'n 'how many ears must one man have before he can hearpeople cry"
SELESAI KAMUS PREMAN ALI TOPAN Istilah di kalangan kaum preman, maling, copet tukang jambret,
garong, rampok, tukang todong, pembunuh, dan narapidana yang
terhormat itu. Aawing, laming = maling Bbabi = Toyota bais = habis baok = mabok Baon = Ambon ba'ur = kabur, melarikan diri
beceng = pistol begokin = begini begokit = begitu Bekokas = Bekasi Betokaw = Betawi birut= ribut boil, bolim, kebo = mobil
boat, pun, bedak, setan, puti= morphine bokay = bayar boket = becak bokis = bisa bokul = beli bokap = bapak bokin = bini bi-u = ibu bioskop = tivi brokap = berapa brokis= brengsek C-cabut, gerpi = pergi ca'ur= hancur celokan= celana cerokit= cerita cokab= cari cokin= cina cokip, casbrino = cipok, sun,
congki= konci Ddas= ada daon, ijo, gele, nisan = marijuana, ganja Dapang= Padang deglo= bongkar rumah dendeng= jemuran pakaian depek= pendek doi, doski = dia dokat = duwit, uang dokir= dari Ees-pe= spion FFatima = Fiat Ggacip= hansip gajah = jendral gatut= takut gara= tidak gep, gepang= pegang glintur/ gintur= tidur godfather = Kapolri gokil = gila gomba = cina kaya gool= masuk penjara gm.(gambar mata) = persenan,
komisi grepe = grayang gris simon (grerr pang silang
327 monas) = parkir di sekitar
silang monas go'ut, ogut = gue, saya JJakarta bekelir = teriakan napi
bebas dari penjara Jabu = baju Ja'ing = anjing Ja'im = orang bloon Jembre = jambret Jengkol, tudu = tudu = arloji
jipem= pinjem ji so kam = dji sam soe jokan = janda jokal = jalan jokaw= Jawa jokul = jual jutu = tuju K-Kasmar = Makasar katro = orang udik kaman, keme, komak= makan
klabang, koblak= belakang
kim = emas, perhiasan klokur = keluar kodu = duit, uang kokat= kota kokay = kaya kokar, koro, oskar = rokok
kokit= kita kompas, repes = peras (uang)
kongen, habrus, ngokis, teje =
bersenggama kosbun = bunting, hamil Llacep, macan= cewe cakep
laket = lelokat = laki lamem= malem lebi = beli lebon= belon, belum lilis = jip willys lokap, lokar= lari
Ali Topan Wartawan Jalanan Karya Teguh Esha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lokim = lima lube= bule MMedokur= Madura Menokad = Manado mokai= judi mokat = mati moltan= mana mokal = malu monon= homoseksulal N-na'ak = anak ne'ak = enak ne'em = enam nembak = makan minum di warung tidak bayar ngebom = nipu atau berbuat
kejahatan kelas kakap nokam = nama nokas= nasi nibla = nimpah nyadong, keme= makan nyayur= dapat rejeki/hasil besar
nokis = nisan Ppanla = delapan pae= ape, apa pai = api pegokal= pegawai penjokar = penjara pentokar,lango, lalat ijo=tentara
plokis = polisi pokad= pada pokay = payah pokes = pesta pokis = piso 328 poskul= pulang prokem = preman, kaum rimba hijau Ssamuk = masuk sedokur,sedoker = saudara
sejut, satu D = sejuta sekubus = sebungkus sembokay = sembahyang sembokil= sembilan sendokal, gabus = sendal sendokir = sendiri senjokat = senjata sepokat = sepatu sepokul = sepuluh seton = seribu setokep = seratus setabang= sebatang siokap = siapa si mas = pegawai negeri simbah = dukun klenik sokat = satu sokam-sokam = sama-sama soker = serang suim luan = musin hujan TTabak, kores = Batak te-e = ente, kamu tengsin = ketangkap basah
toket = tetek, buah dada tokim = timpa, tikem, tusuk
tokap = empat tokig = tiga trimkokas = terima kasih tu'ang, ko'ut = utang tukang bola = tukang copet
Uubi = granat Wwakin= kawin watu, tokau = tau wece= cewek tamat Dewi Ular 1 Pendekar Rajawali Sakti 133 Tengkorak Hitam Pendekar Patung Emas 22