Pencarian

Cinta Buta Penulis Muda 2

Cinta Buta Sang Penulis Muda Karya Bois Bagian 2


dengan adanya pe mahaman agama yang baik dan juga nilai ketakwaan yang baik, maka manusia bisa mengambil keputusan dengan cara yang baik dan benar pula. Pemahaman agama yang baik berguna untuk bahan pertimbangan akal, sedangkan takwa berguna untuk membersihkan nurani. Takwa itu adalah mau mengamalkan semua perbuatan baik (Perintah Tuhan) dan mau menjauhi semua perbuatan buruk (Larangan Tuhan). Akal manusia membutuhkan yang namanya petunjuk, dan petunjuk yang lurus itu adalah Al-Quran dan Hadits.
Pada mulanya akal bertanya, manakah yang terbaik dari ketiga pilihan ini. Lantas akal segera menimbangnya. "Hmm... yang mana ya"" tanya akal bingung. Saat itulah Ego bermain, ia menganjurkan akal untuk memilih berdasarkan kesenangan dunia. Mengetahui itu, Nurani pun tidak tinggal diam, ia menyarankan untuk memilih berdasarkan pertimbangan akhirat. Saat itu Ego dan Nurani bertarung membenarkan pendapatnya masing-masing. Dari pertarungan pendapat antara Ego dan
Nurani itulah, akhirnya akal kembali melakukan penimbangan. Dan disaat itu pula dibutuhkan petunjuk yang berdasarkan kepada Al-Quran dan Hadits.
Jika saat itu nilai ketakwaan manusia masih kurang, maka akal akan lebih condong menuruti ego. Dan jika saat itu nilai ketakwaan manusia baik, maka akal akan lebih condong menuruti nurani. Jika manusia menuruti ego risikonya lebih besar ketimbang menuruti nurani. Sebab jika menuruti ego karena bisikan syetan tentu ia akan celaka, namun jika menuruti ego dan masih dilindungi oleh Tuhan tentu ia masih bisa selamat. Karenanyalah, lebih aman adalah dengan mengikuti nurani. Namun sayangnya, kemampuan nurani dalam upaya memberi petunjuk tergantung kepada kebersihannya. Ia bisa diibaratkan dengan gelas bening yang berisi air jernih yang secara otomatis bisa menjadi kotor. Jernih dan kotornya air dalam gelas tergantung tingkat ketakwaaan seseorang. Semakin tinggi nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin jernih air dalam gelas. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah nilai ketakwaan manusia,
maka akan semakin kotor air dalam gelas. Jika air dalam gelas sangat jernih, maka setitik pasir pun akan mudah terlihat. Namun jika air dalam gelas kotor, maka segenggam batu pun tak mungkin terlihat. Hal ini berlaku untuk semua manusia, baik muslim maupun non muslim. Namun kejernihan nurani non muslim yang baik, masih kalah jauh dengan kejernihan nurani seorang muslim yang baik. Karenanyalah seorang muslim yang nuraninya bersih, ia akan mudah untuk membedakan mana perbuatan baik dan mana yang buruk, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang jujur dan mana yang bohong, mana yang jahat dan mana yang baik. Begitu pun sebaliknya, jika nurani kotor maka dia akan sulit untuk bisa membedakan. Jika sudah begitu, nurani tidak bisa diandalkan untuk memberitahukan akalnya. Hanya Hidayah Allah saja yang bisa menyelamatkan manusia dari nurani yang kotor.
Nah... begitulah proses akal manusia menentukan pilihan. Jika manusia tidak mau menggunakan
akalnya dengan baik dan benar jelas ia akan tersesat. Karenanyalah, jika manusia yakin kalau ia bisa menjadi kaya tanpa menghalalkan berbagai cara dan dengan tujuan yang mulia untuk membantu sesama, maka ia boleh menjadi kaya. Namun jika sebaliknya, maka kaya bukanlah sebuah pilihan yang baik. Begitupun dengan pilihan miskin, jika ia miskin dan menyusahkan orang lain maka pilihan miskin pun bukanlah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya pilihan adalah hidup sederhana, sebab Rasullullah pun memang menganjurkan demikian. Sebaik-baiknya pilihan adalah yang di tengah-tengah. Ketahuilah! Jika suatu saat ia sudah siap menjadi orang kaya, maka ia akan menjadi orang kaya yang bertakwa dan sangat dermawan. Kenapa bisa begitu" Sebab biarpun dia memiliki harta yang berlimpah ruah, ia tetap akan memilih untuk hidup sederhana dan berhaja. Dan secara otomatis harta yang berlebihan itu tentu akan ia hambur-hamburkan untuk tujuan yang mulia. Begitupun jika suatu saat dia sudah siap untuk menjadi orang miskin, maka ia akan menjadi orang
miskin yang zuhud, yang senantiasa bertakwa kepada Allah dan tidak pernah menyusahkan orang lain.
Begitulah takdir. Sebenarnya semua pilihan sama saja. Lantas kenapa semua itu bisa menjadi begitu sulit dan membuat kepala jadi pusing tujuh keliling. Sebab, manusia terkadang memang lebih condong kepada Ego. Seperti yang telah dialami oleh Boy, Lala, dan Indah. Ketiganya dihadapkan dengan berbagai pilihan, dan setelah adanya pertimbangan akal lantas ketiganya bisa mengambil putusan. Lala pun kini sedang bingung. Apakah dia memang harus menghianati sahabatnya sendiri demi kebahagiaannya. Maklumlah, dia kan sudah kepalang basah merestui Indah yang sangat mencintai Boy.
"Duhai Allah... Egoiskah aku jika sampai menghianati sahabatku sendiri. Padahal, aku melakukan itu demi untuk membahagiakan Boy. Berdosakah aku yang telah dipercaya oleh Boy agar bisa membantunya menjadi lebih baik, tapi malah diam saja lantaran ketakutanku akan keegoisan" Duhai Allah. berilah aku petunjuk-Mu agar aku bisa
menemukan jalan keluar yang baik, jalan keluar yang bisa melegakan kami yang terlibat," mohon Lala penuh pengharapan.
Kini Lala tampak memandang ke arah air terjun kecil, yang tanpa henti terus bergemiricik-mengalir jatuh ke kolam ikannya, yang jika di pegunungan sana betul-betul menggambarkan makna cinta sejati, yang dengan kerendahan hati dan ketulusannya memberikan pelayanan kepada mahluk ciptaan Tuhan. "Duhai Allah yang mengusai jiwaku. Karuniakanlah hamba-Mu ini akan makna cinta sejati, cinta yang membuatku senantiasa mau bertakwa kepada-Mu dan tidak pula menghakimi segala rencana-Mu. Jernihkanlah hatiku sehingga aku mampu berserah diri secara total. Dan karena keberserahan itulah aku bisa menjalankan segala takdir-Mu dengan penuh keikhlasan, sehingga aku pun akan senantiasa bersyukur ketika mendapat nikmat dari-Mu dan senantiasa bersabar ketika mendapat ujian dari-Mu.. Amin." ucap Lala yang lagi-lagi memohon pertolongan Allah.
Kini gadis itu berdiri dari duduknya, kemudian melangkah menghampiri setangkai mawar yang mekar begitu indah. "Duhai Mawar. Dulu lahirku indah sepertimu, namun kini telah layu setelah kumbang mengambil nektarku. Namun, aku tak mau gugur sepertimu, yang helai demi helai berjatuhan, tak berharga sama sekali. Duhai Mawar. aku tak sepenuhnya seperti dirimu, yang cuma pasrah menghadapi takdir. Aku adalah manusia yang dikaruniakan akal, yang dengannyalah aku dituntut mencari jalan keluar." Usai berbicara dengan mawar, Lala pun segera melangkah ke kamarnya dan menulis mengenai isi hatinya. Pada saat yang sama, di kediaman Boy. Tok! Tok! Tok! Bakso.! Bakso.! Terdengar penjaja Bakso yang biasa lewat di muka rumah Boy. "In." Lo mo bakso gak, kebetulan gua udah laper nih"" tanya Boy kepada Indah.
"Eng, baksonya enak gak" Pake daging sapi apa daging tikus" Pengawetnya pake formalin gak""
"Wedew...! Lu jangan paranoid gitu dong! Tuh tukang bakso langganan gua. Selain baksonya enak,
dia itu juga seorang pedagang yang bertanggung jawab. Pokoknya dia gak bakal mau deh menzolimi pelanggannya. Gimana, lu mau gak"" "Kalo gitu, aku mau deh."
Mengetahui itu, Boy pun langsung memandang ke arah tukang bakso yang masih mangkal di depan rumahnya. "Mas Bewok! Baksonya dua mangkok, seperti biasa, dan gak pake lama!" teriaknya kemudian. kini pemuda itu sudah kembali berbincang-bincang dengan pacarnya. Membicarakan perihal rencana mereka yang akan segera memproklamirkan hubungan cinta mereka kepada kedua orang tua Indah. Keduanya terus berbincang-bincang, hingga akhirnya bakso yang dipesan tadi kini sudah berada di tangan masing-masing.
"Gimana, In. Enak kan"" tanya Boy kepada Indah.
"Iya, Boy. Aku betul-betul enggak nyangka, kalo bakso keliling ternyata bisa enak juga kayak gini. Ngomong-ngomong, brapa satu porsinya""
Mengetahui pertanyaan itu, tiba-tiba Boy teringat akan sesuatu. "Alamak. gua lupa kalo duit gua udah
abis buat bayar utang tadi pagi. Wah, terpaksa jadi ngutang lagi nih," kata Boy dalam hati.
"Boy. kok kamu diam aja sih"" tanya Indah mengingatkan.
"O... satu porsinya cuma lima ribu kok."
"Wah, murah juga ya. Padahal bakso ini lebih enak daripada yang dijual di kedai bakso langganku."
"Ya, namanya juga bakso keliling. Penjualnya
kan gak perlu bayar sewa tempat segala."
"Iya juga sih. O ya, Boy. Ngomong-ngomong ortu kamu ke mana sih, kok gak pernah keliatan""
"Biasa... Mereka..." Boy menggantung kalimatnya. "Gak jadi deh. Kayaknya lu gak perlu tau deh," lanjutnya kemudian.
"Pelit banget sih kamu, Boy. Masak segitu aja gak boleh tau. Kamu betul-betul bikin aku jadi penasaran. Ayo dong, Boy... Sebenarnya mereka ke mana sih""
"Oke-oke, kalo lu emang mo tau skarang juga gua akan bilang. Eng, begini In... Sebetulnya tuh Bokap gua sibuk ngurusin istri mudanya. Dan nyokap gua sibuk ke pengajian yang kalo gua perhatiin kayaknya
lebih mentingin soal baju seragam, arisan, dan saling pamer perhiasan. Gua bener-bener sebel sama kelakuan ortu gua. Apalagi sama kelakuan nyokap gua. Lu banyangin aja, setiap hari gua kudu makan mi instant lantaran nyokap gua jarang masak. Padahal, gua pengen banget setiap waktu makan masakan nyokap gua yang dengan penuh kasih sayang mo dimasakin buat gua."
"Boy. Kamu tuh manja manget sih. Katanya udah dewasa, tapi kelakuan masih layak anak kecil begitu. Kamu tuh gak boleh gitu, tau!"
"In, ini bukan soal manja atau enggak manja. Ini soal perhatian dan kasih sayang. Lu tau sendiri kan, selama ini gua belon punya pendamping. Gua tuh butuh banget sama yang namanya kasih sayang dan perhatian dari orang yang katanya cinta sama gua. Gua tuh cuma mo buktiin aja, kalo mereka tuh betul-betul cinta dan sayang sama gua. Kalo gua tanya, mereka selalu bilang sayang dan cinta banget sama gua. Tapi anehnya, selama ini mereka malah justru sering nyuekin gua."
"Boy. sebetulnya aku juga sering ngerasa gitu. Malah aku ngerasa ortuku tuh egois banget, pokoknya apa mo mereka ya kudu aku turutin. Kalo enggak, mereka bisa murka banget. Padahal, gak setiap keinginan mereka kudu kita turutin kan. Contohnya ya soal perjodohan itu, yang betul-betul membuatku stress. Masa sih aku mo dijodohin sama orang yang udah punya tiga orang istri. Apa iya aku bisa bahagia sama orang seperti itu""
"Bahagia itu sangat relatif, In. Tergantung gimana orang mo menyikapi. Ada cewek yang kawin sama cowok yang anti poligami, tapi akhirnya dia juga gak bahagia, tapi ada juga cewek yang kawin sama orang yang berpoligami toh dia bisa hidup bahagia. Ya, pokoknya tergantung gimana para pelakunya ngejalanin hidup, mo pake ajaran agama apa enggak."
"Boy. aku boleh tanya gak" Sendainya kelak kamu punya istri, kamu mo milih monogami apa poligami""
"Itu sangat tergantung sama situasi... Jika gua kawin, dan istri gua ternyata mandul, atau ada perkara lain yang mengharuskan gua supaya kawin lagi. Maka, mo gak mo gua kudu kawin lagi. Kenapa" Sebab, gua punya cita-cita, yaitu pengen punya investasi anak-anak yang shaleh dan juga mo menegakkan agama Allah. Perlu lu tau, In. Mo poligami juga gak segampang keliatannya, butuh pertimbangan yang betul-betul mateng dan juga alasan yang betul-betul tepat. Maklum aja, yang namanya manusia itu punya banyak kekurangan, dan kesalahan mengambil putusan sangat mungkin terjadi. Karena itulah, jika suatu saat nanti gua emang mampu dan harus berpoligami, apa salahnya. Namun kalo enggak, ngapain juga maksaain diri. Tujuan utama sih mo berinverstasi dan menegakkan agama Allah, tapi kalo tujuan mulia itu justru bikin gua berdosa lantaran gak sanggup memenuhi syarat poligami, mendingan enggak deh."
"Boy. kira-kira kamu mampu gak""
"Mana gua tau. Gua kan bukan Tuhan yang tau soal masa depan gua." "Kira-kira aja, Boy."
"In, gua ini juga bukan paranormal yang bisa ngira-ngira."
"Wah, repot juga kalo gitu." "Kok repot""
"Iya, Boy. kamu itu susah banget diprediksi." "Udah deh, mending kita ngomong yang lain aja ya!"
Indah pun setuju dengan usul itu, lantas keduanya segera melanjutkan perbincangan dengan topik yang berbeda, hingga akhirnya bakso mereka pun habis tak tersisa. Kini Boy tampak sedang mengembalikan mangkok kosong yang sejak tadi sudah ditunggu oleh pemiliknya. Dan setelah berbincang sejenak dengan Mas Bewok, Boy pun segera kembali menemui Indah dan melanjutkan perbicangan mereka.
Bagian 4 Tekek ..! "Kaya" Tekek...! "Miskin" Tekek...!
"Kaya" Tekek. ! "Miskin" Tekek.! "Kaya" Tekek.! "Miskin," ucap Boy dalam hati seraya berharap sang Tokek bersuara kembali. Namun setelah di tunggu, ternyata sang Tokek tak jua bersuara. "Wedew. Kok gak bunyi lagi sih," kata Boy cemas. "Ayo dong, Tokek! Bunyi sekali lagi aja, please...!" pinta Boy berharap.
Mendengar itu, sang Tokek tetap bungkam. Maklumlah, saat itu dia mengira si Boy justru menyuruhnya diam. Padahal, semula dia sudah mau bersuara sekali lagi.
"Duuuh. kok miskin sih" Dasar tokek sialan," maki Boy dalam hati. "Ah, gua gak mo percaya sama yang begitu-gitu. Emangnya Tokek yang nentuin gua kayak apa enggak. Kalo gua sampe percaya, sama aja gua udah nyekutuin Tuhan."
Begitulah Boy, dengan mudahnya dia bisa menghilangkan rasa tidak enak di hatinya dengan langsung mengingat Tuhan. Andai saja tadi si Tokek bersuara sesuai dengan keinginannya, tentu dia tidak akan bicara begitu, dia pasti akan senang dan mempercayai mitos itu begitu saja. Padahal, dia tahu kalau percaya dengan hal yang seperti itu adalah syirik. Seperti halnya juga ketika dia percaya atau tidak percaya dengan ramalan bintang, jika zodiaknya sedang diramalkan jelek dia pasti tidak mau percaya, tapi kalau zodiaknya itu sedang diramalkan bagus dia pasti langsung senang tanpa perlu mengkhawatirkan macam-macam.
"Hah, udah jam segitu," kata Boy terkejut ketika melihat jam di komputernya sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB. "Gawat... besok pagi gua kan harus nganter Indah. Kalo sampe begadang lagi, dia pasti ngambek lantaran gua gak tepat waktu. Tapi, cerpen yang lagi gua tulis ini harus selesai sekarang juga, sebab besok kan udah hari terakhir. Kalo gak buru-buru dikirim bisa gawat. Duuh. gimana ya"" tanya
Boy seraya berpikir keras. "Ah, masa bodolah. Biarin aja Indah ngambek, minta putus juga gak apa-apa, yang penting gua bisa ikutan lomba. Lagi pula, mana berani dia mutusin gua, calon mantu kesayangan ortunya. Kalo dia mutusin gua, itu artinya dia harus mau dikawinin sama lelaki beristri tiga itu."
Setelah berpikir begitu, Boy pun kembali melanjutkan cerpennya yang tinggal sedikit. Dan setelah menyelesaikan halaman terakhir, pemuda itu segera melakukan pengeditan. Hingga akhirnya dia bisa menyelesaikan cerpen itu ketika azan subuh sudah berkumandang. "Huff... Beres," kata Boy lega seraya merenggangkan persendiannya yang terasa kaku. Setelah menyimpan cerpennya ke dalam flash disk, pemuda itu lantas mematikan komputernya. Kini dia sedang berkaca, memperhatikan air mukanya yang tampak lusuh. Sejenak diperhatikannya bola matanya yang memerah karena lelah, juga sehelai uban yang tumbuh di kepalanya. "Duh, uban lagi." keluhnya seraya mencabut uban itu hingga ke akarnya. Diperhatikannya uban itu dengan penuh
kecemasan, menyadari kalau dirinya sudah semakin bertambah usia. Begitulah Boy, suka sekali mendramatisasi sesuatu yang sebetulnya normal dan wajar-wajar saja menjadi sesuatu yang mencemaskannya. Maklumlah, setiap kali dia menemukan uban di kepalanya, dia langsung menghubungkan dengan umurnya yang dirasa terus berkurang. Di mana kesempatan untuk hidup normal di dunia ini hanya tinggal beberapa puluh tahun lagi, dan itu juga berdasarkan hitungan untuk orang yang betul-betul menjaga kesehatan. Sedang dia, yang selama ini hidup tidak sehat tentu akan lebih cepat dari itu. Pada ulang tahun kemarinnya saja, dia sempat sedih. Padahal, teman sebayanya yang juga berulang tahun justru merayakannya dengan penuh kegembiraan, bahkan teman-temannya yang mengaku mencintainya pun turut berbahagia dengan menceplokkan telor dan manaburkan terigu di atas kepalanya. Dan teman-temannya yang tidak ngeh terhadap nasib orang lain yang sedang kelaparan itu kemudian ditraktir makan di sebuah restoran cepat
saji. Maklumlah, teman Boy itu memang seorang pemuda yang baik dan seakan tak punya dosa. Sedangkan Boy, yang justru merasa sering berbuat dosa betul-betul merasa tidak pantas untuk merayakannya, apalagi dengan cara seperti itu. Dia lebih suka merenungi perjalanan hidupnya yang kebanyakan telah disia-siakan dan bertekad untuk bisa memperbaikinya di rentang sisa umurnya kini.
"Duhai Alla h. Aku betul-betul cemas. Apakah dengan umur yang tinggal sedikit ini aku mampu mempersiapkan bekal untuk di akhirat nanti" Sedangkan hingga hari ini, aku belum juga menyiapkan investasi anak yang shaleh walau seorang pun, yang kelak sangat kuharapkan bisa menolongku seandainya Engkau memanggilku di dalam kekurangan. Duhai Allah. Haruskah aku mengaku pada Indah kalau sebenarnya aku telah mencintainya, dan mengakui kalau selama tiga bulan ini aku tidak pernah menganggapnya sebagai pacar boongan" Namun, hingga kini aku masih ragu. Apakah kelak aku bisa hidup bahagia bersamanya,
bersama wanita yang belum baik agamanya itu" Duhai Allah... berilah aku petunjuk-Mu... Amin..." ucap Boy seraya melangkah untuk bersuci.
Pada saat yang sama, di sebuah kamar yang tertata rapi. Lala tampak sedang menunaikan sholat Subuh. Usai sholat, wanita itu tampak duduk bersimpuh memohon kepada Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Lama wanita itu bersimpuh, memohon dengan linangan air mata, bahkan hingga bias cahaya mentari menerobos masuk kamarnya dia masih juga belum bergeming. "Duhai Allah. setelah kumencoba merenungi perjalanan hidupku, setelah kumencoba untuk menggali hikmah yang tersembunyi, dan setelah kumencoba menyelami rahasia takdir-Mu. Kini aku mulai bisa memahami, kalau sebenarnya aku hanyalah secuil media-Mu guna menguak keberadaan-Mu, menguak sedikit ilmu-Mu, dan menguak tabir penciptaan atas semua makhluk ciptaan-Mu. Duhai Allah. Berilah aku kekuatan, berilah aku ketabahan, dan berilah aku kesabaran
untuk menjalani semua takdir-Mu. Amin...," ucap Lala seraya bersiap-siap untuk kembali menghadap Tuhannya.
Di kediaman Boy, dering telepon terdengar berkali-kali. Saat itu, Boy yang baru saja ngelayap tampak jengkel dibuatnya. "Duuh, brengsek. siapa sih yang nelepon pagi-pagi begini," keluh Boy seraya melangkah ke ruang tengah. "Waalaikum... iya ini aku sendiri. Siapa ya""
"Ini aku, Boy... Indah. Eng, Kamu baru bangun
tidur ya"" "Baru bangun tidur jidad lu jenong. Gua tuh lagi ngelayap mo tidur. Gara-gara lu pala gua jadi pusing nih,"
"Apa""" Baru mo tidur. Kamu ini gimana sih, katanya mo nganterin aku ke rumah Om Rahman. Kok malah mo tidur sih."
"Gua semalam begadang, In. Jadi sekarang gua ngantuk banget. Gua jemput lu pukul 9.00 aja ya""
"Apa""" Pukul sembilan. Kamu itu gimana sih, Boy. Sepupuku kan nikahnya pukul sembilan, masak
sih kita berangkat pukul sembilan. Pokoknya aku gak mo tau. Biar gimana juga, kamu harus sudah sampai di rumahku pukul delapan."
"Duuh, In. lu tuh gak pengertian banget sih. Gua tuh ngantuk banget. Apa lu seneng kalo gua masuk rumah sakit gara-gara gak konsen bawa motor""
"Kamu tuh yang udah gak pengertian dan gak bertanggung jawab. Udah tau pagi-pagi kudu nganter aku, eh kamunya malah begadang. Dasar."
"In, lu nyadar gak sih kalau gua tuh cuma pacar boongan lu" Lu tuh gak usah nuntut seolah gua ini pacar beneran lu!"
"Tapi, Boy. kamu kan udah janji."
"Janji." Waktu itu kan aku bilang Insya Allah."
"Boy... kata Lala, Insya Allah itu 99% janji."
"Iya, gua juga tau." saat itu Boy langsung menceritakan perihal cerpen yang harus segera diselesaikannya.
"Ya udah kalo emang begitu, biar aku brangkat sendiri aja."
"Ngambeeeek." "Au ah lap. tidur lagi aja sana biar puas!" Prekkk!!! Tut,,, Tut.. Tut.
"Duh, Indah betulan ngambek. Heran... padahal selama ini dia cuma nganggap gua pacar boongan, tapi kalo gua rasa-rasa. kayaknya gak begitu. Bahkan setiap kali gua pengen tau soal cowok pujaan rahasianya, dia tuh selalu berusaha berkelit. Seolah-olah dia emang gak mampu nunjukin ke gua kalo cowok itu emang betul-betul ada. Hmm. jika dugaan gua bener. Berarti." Entah kenapa, tiba-tiba saja mata Boy yang semula ngantuk mendadak segar kembali. Saat itu juga dia buru-buru mandi dan berdandan dengan sangat rapi, kemudian dengan terburu-buru pula dia segera memacu sepeda motornya. Dan setengah jam kemudian, akhirnya dia tiba di rumah Indah dengan selamat.
"Assalam.!" ucap Boy seraya mengetuk pintu rumah Indah.
Tak lama kemudian. "Bo-Boy. ka-kamu mo datang juga," kata Indah hampir tak mempercayainya.
"Habis. ambekan l u tadi udah bikin gua jadi kepikiran. Jadi, kepaksa deh gua dateng juga. O ya, ngomong-ngomong bonyok pada ke mana, kok sepi""
"Boy, kok kamu pikun sih. Kan aku udah bilang, kalo mereka udah berangkat duluan. Mereka tuh udah dari kemarin menginap di rumahnya On Rahman. Kalo mereka masih di sini, ngapain juga aku minta di anterin sama kamu. Mending ikut bonyok naik mobil ketimbang harus naik motor sama kamu. O ya, Boy. Sebetulnya tadi tuh aku sempet bingung, soalnya aku gak tau angkutan umum yang ke sana. Tapi untunglah, akhirnya kamu mo datang juga. Kalo enggak, gak tau deh gimana aku sampai ke sana."
"O. pantes tadi lu di telepon marah banget. Ya udah, kalo gitu ayo kita berangkat skarang."
"Sebentar ya, Boy," kata Indah seraya melangkah masuk. Dan tak lama kemudian, gadis itu sudah kembali dengan menenteng sebuah tas kecil merah jambu. "Yuk, Boy!" ajaknya kemudian.
Kini kedua muda-mudi itu sudah dalam perjalanan, saat itu Indah tampak memeluk pinggang Boy dengan erat sekali. Secara naluri, Boy betul-betul senang dengan perlakuan Indah yang demikian, namun di lain sisi batinnya justru merasa tersiksa. Sepertinya dia memang harus segera menikahi Indah, sebab kalau tidak dia khawatir dirinya akan kian terlena oleh kelezatan semu yang sebetulnya hanya sementara.
Malam harinya sekitar pukul delapan, Boy dan Indah sudah kembali pulang. Kini mereka sedang berbincang-bincang di ruang tamu rumah Indah yang terasa sangat nyaman. Seperti itulah yang biasa mereka lakukan dalam rangka pacaran boongan, menunjukkan kepada orang tua Indah kalau mereka itu memang betul-betul pacaran. Ya ngobrol berdua, saling tukar pikiran, dan terkadang saling berpandangan. Namun, malam ini agak sedikit berbeda. Orang tua Indah yang masih menginap di rumah Om Rahman membuat Indah berani sekali duduk dekat Boy. Padahal, biasanya mereka duduk
saling berjauhan, dan dalam pengawasan orang tua. Maklumlah, orang tua Indah termasuk orang yang taat agama dan cukup moderat, mereka tidak melarang anaknya pacaran asal dengan catatan, hubungan itu serius dan akan dibawa ke jenjang pernikahan, tidak berduaan di tempat sepi, apalagi kalau sampai duduk saling berdekatan dan berpegangan tangan, mereka sangat melarang keras. Orang tua Indah percaya, hukum pacaran pada dasarnya boleh, namun sewaktu-waktu bisa berubah menjadi haram jika sudah mengarah ke perzinahan. Kata orang tua Indah, sebetulnya pacaran itu adalah latihan jatuh cinta, latihan memahami sifat dan karakter orang lain, dan latihan menganggap lawan jenis adalah teman yang menyenangkan. Dan perkara seperti itu sangat baik untuk perkembangan jiwa, sehingga lelaki dan perempuan bisa memahami kodratnya masing-masing secara alamiah. Pacaran juga bisa mendongkrak kecerdasan emosional, sebab ketika berpacaran akan timbul berbagai kejadian yang bisa memicu terjadinya hubungan emosional, yang jika
disikapi dengan benar akan meningkatkan kecerdasan emosional itu sendiri. Dan masih banyak lagi sebetulnya hal positif yang bisa dipetik dari pacaran yang bertanggung jawab. Begitulah kedua orang tua Indah mempunyai pemikiran sehingga mereka tak mau bersikap terlalu ketat.
"Boy.. di sekitar mata kamu kok kotor banget sih. Aku bersihin ya," kata Indah seraya mengambil tissue dan membersihkan kotoran yang melekat akibat dari perjalan bermotor tadi. Bukan hanya sekitar mata, tapi juga seluruh wajah dan bahkan sampai ke lehernya. Diperlakukan begitu, Boy pun merasa betul-betul diperhatikan. Usapan lembut di wajahnya terasa betul-betul meresap ke jiwa, bahkan dia kian terlena ketika jemari Indah menyiap sebagian rambutnya, yang dirasakan seperti membelai dengan penuh kasih sayang.
"Nah, skarang kamu udah gak rebek lagi, Boy..." kata indah seraya tersenyum tipis.
"Sekitar mata lu juga kotor, In. Gua bersihin juga ya," kata Boy seraya mengambil tissue dan mulai
membersihkan wajah Indah sama persis seperti yang telah dilakukan Indah tadi.
Saat membersihkan itulah Boy bisa memperhatikan setiap bagian wajah Indah dengan lebih seksama. Keduanya alisnya yang hitam dan tipis, matanya yang bening, hidungnya yang mancung, bibirnya y
ang bak delima merekah, dan lain sebagainya. Pokoknya setiap bagian wajah Indah diperhatikan dengan begitu seksama, dan dari jarak yang begitu dekatnya, tampak halus dan mulus, sampai-sampai urat kebiruan yang ada dagunya pun terlihat dengan begitu jelas. Pada saat yang sama, Indah pun sedang memperhatikan wajah Boy. Saat itu diperhatikannya beberapa bekas luka kecil yang semakin memperkuat karakter Boy sebagai seorang lelaki yang pemberani, kemudian dilanjutkan dengan memperhatikan bibirnya yang tipis, hidungnya yang mancung, dan kedua bola matanya yang bening, yang saat itu sedang menari-nari memperhatikan setiap bagian wajahnya, di atas kedua mata itu tampak alis Boy yang tebal dan hitam pekat. Ketika pandangan
Indah kembali memperhatikan mata Boy, saat itulah mereka saling berpadangan. Dan seketika itu pula keduanya merasakan sensasi berjuta rasa, penuh dengan nuansa keindahan dan juga kebahagiaan, bagai menyaksikan panorama indah di atas hamparan bunga yang harum semerbak sambil menikmati lezatnya makanan yang mengundang selera, juga penuh dengan hasrat bergelora yang bak beat techno ajeb ajeb. Sungguh, saat itu naluri primitif keduanya seakan tak bisa dicegah, menuntut gejolak dan dorongan biologis agar segera diberikan haknya. Kian lama, tuntutan itu semakin menggila, membuat keduanya kian terlena dan akhirnya melupakan norma yang ada.
"Boy... kamu kenapa"" tanya Indah yang melihat Boy tertunduk dengan kedua tangan yang meremas-remas rambutnya.
"In. Akhirnya yang gua takutin kejadian juga. Sungguh, gua betul-betul nyesel udah ngikutin kemauan elo."
"Boy. barusan kan kita cuma ciuman. Kamu tuh gak perlu nyesel kayak gitu. Ciuman itu kan hal yang wajar, Boy. Sebuah ungkapan kalau kita emang saling mencintai."
"Saling mencintai.""
"Iya, Boy. kamu tuh gak usah boong, kalo sebenarnya kamu mencintai aku, iya kan" Ngaku aja, Boy! Sebab, aku bisa ngerasain itu ketika ciuman tadi. Sungguh, ciuman kamu itu bukanlah ciuman nafsu seorang lelaki semata, namun juga ciuman yang dilandasi oleh cinta dan kasih sayang."
"In, lu betul kalau gua emang cinta sama lu. Dan skarang pun gua udah semakin yakin kalo kita emang saling mencintai. Tapi sayangnya, cita kita itu cinta
buta." "Cinta buta, Boy""
"Ya, kita saling mencintai karena cinta buta. Sebab, cinta sejati adalah atas dasar cinta kita kepada Tuhan. Jika itu emang cinta sejati, enggak mungkin kita mau menodainya dengan perbuatan yang justru di benci Tuhan. Barusan kita udah berani ciuman tanpa
ikatan suci yang semestinya. Ketahuilah In, kalau cinta buta adalah peluang syetan untuk menjerumuskan kita. Karena itulah, jika lu emang betul-betul cinta sama gua, sebaiknya kita segera kawin. Semoga dengan begitu, cinta kita yang semula karena cinta buta bisa berubah menjadi cinta sejati."
"Ta-tapi, Boy. aku belum siap berumah tangga. Kamu sendiri aja belum punya kerjaan tetap, apa nantinya kita akan hidup bahagia, Boy""
"Kini semua terserah pada putusan lu, In. Pokoknya yang jelas, gua gak mau kalo sampe kejadian masa lalu yang menimpa gua terulang lagi. Soalnya, dulu ketika gua punya pacar, setiap hari selalu bergelut dengan dosa. Ciuman, pelukan, dan bermanja-manja tanpa ada yang menghalangi. Bila enggak ngelakuin itu, kepala gua bisa pusing tujuh keliling, suntuk, bete, dan masih banyak lagi. Rasanya emang susah banget buat keluar dari candu yang begitu membuai. Terus terang, manusia kayak gua emang susah banget pacaran tanpa ngelakuin itu, perbuatan yang emang udah bagaikan candu. Apalagi
saat itu cewek gua selalu ngasih kesempatan, alhasil syetan pun berhasil membuat kami terpedaya, dan akhirnya lu tau sendiri kan."
"Iya, Boy. emang susah banget buat ngungkapin rasa cinta dan sayang kita tanpa ngelakuin perbuatan kayak begitu. Kalo kedua belah pihak gak mampu lagi nahan diri, bisa-bisa. ya bakal kecebur juga."
"Karena itulah, In. Gua harap lu mau nerima lamaran gua. Dan lu gak perlu khawatir kalo kita gak akan bahagia. Percayalah, In.! Kalo kita emang berniat baik, Insya Allah. Tuhan tentu akan ngasih jalan buat kita."
"Tapi Boy, aku belum siap jadi seorang ibu. Kamu tau kan,
ngurus anak itu gak gampang."
"In, perlu lu tau. Banyak perempuan awalnya juga ngerasa begitu. Namun karena mereka berani mencoba, pada akhirnya mereka bisa juga menjadi seorang ibu yang baik. Karena itulah, jika lu emang mau belajar dari teori yang ada, mau belajar dari pengalaman orang lain, dan juga mau belajar dari
pengalaman lu sendiri, Isya Allah suatu saat nanti lu juga bakal menjadi seorang ibu yang baik." "Tapi, Boy..."
"Udah ah, gua gak mau denger alasan lu lagi. Pokoknya apa pun itu, gak akan bisa ngerubah keputusan gua. Skarang gua kasih waktu seminggu buat lu mikir, jika udah jatoh tempo lu belon juga ngasih jawaban terpaksa kita putus."
Saat itu Indah cuma bisa menangis, mengeluarkan senjata andalannya yang selama ini selalu berhasil membuat Boy mengalah. "Duuuh, lu jangan nangis dong, In!"
"Abis. aku gak tau lagi gimana caranya supaya kamu bisa ngertiin aku," kata Indah terisak.
Saat itu, Boy ingin sekali mendekapnya, membelainya, dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Namun karena saat itu dia masih mampu mempertahankan jubah keimanannya, niat itu pun segera diurungkan. "Oke.. oke... lupaian aja ultimatum gua barusan. Tapi, lu harus janji. gak akan pernah lagi ngasih kesempatan sama gua buat ngelakuin hal kayak tadi. Mulai sekarang kita harus bertekad untuk pacaran dengan penuh tanggung jawab, dan jika kita sampe ngelakuin perbuatan yang mendekati zinah, kita harus segera kawin. Gimana...""
Mengetahui itu, Indah segera mengangguk, saat itu jelas sekali tampak pada wajahnya sebuah ekspresi kegembiraan yang amat sangat. Melihat itu, lagi-lagi di dalam diri Boy timbul dorongan yang begitu kuat. Saat itu dia ingin sekali menghapus air mata Indah yang masih saja meleleh, kemudian mencium keningnya mesra, dan segera mendekapnya penuh kehangatan. Namun, lagi-lagi Boy berhasil menghalau dorongan itu.
"Nah, kalo gitu udah dong nangisnya...!" pinta Boy dengan nada lembut.
Saat itu juga Indah langsung menghapus air matanya, kemudian mencoba untuk tersenyum manis.
"In. gua pulang sekarang ya, soalnya udah malem nih."
"Boy, sebaiknya kamu nginap aja!"
"Apa" Nginap...""
"Bukan apa-apa, Boy... Soalnya bahaya pulang malam-malam begini. Apa lagi belum lama ini ada kejadian perampasan sepeda motor, dan korbannya tewas dengan cara yang amat tragis. Boy... terus terang aku betul-betul khawatir kalo hal itu juga akan menimpa kamu."
"Gak, In. sekali enggak tetap enggak. Mengertilah, In. gua tuh gak mau membuka peluang kepada syetan untuk menjerumuskan kita, walau apa pun alasannya. Lebih baik gua mati ketimbang harus membuka peluang kepada syetan. Udalah In. lu tuh gak perlu khawatir, mending lu doain gua agar bisa tiba di rumah dengan selamat. Insya Allah. dengan begitu Tuhan akan selalu ngelindungin gua. Udah ya, In. gua pulang," kata Boy seraya beranjak menuju menuju ke sepeda motornya. Pada saat yang sama, Indah tampak melangkah untuk membukakan pintu gerbang.
"Bye, In. Assalam."
"Walaikum...," ucap Indah seraya memperhatikan kepergian Boy.
Lama juga gadis itu mematung di depan gerbang rumahnya, merasa begitu kehilangan orang yang dicintainya. Apalagi jika dia mengingat saat berciuman tadi, sungguh dia sangat merindukan Boy agar senantiasa bisa berada di sisinya.
Esok siangnya, setelah mentari bergulir ke barat. Boy tampak sedang bersantai di depan rumahnya. Duduk di kursi teras, memandangi seekor kupu-kupu raja yang sedang memamerkan keindahan sayapnya, bertengger di atas sehelai daun sirsak yang tumbuh di halaman rumah. Sambil terus memandangi keindahan itu, pikiran Boy terus melayang, mengingat kembali kejadian semalam yang kini membuatnya betul-betul tidak nyaman. Bagaimana tidak, setiap kali dia teringat akan hal itu, setiap kali itu pula dia ingin mengulanginya lagi dan lagi.
"Duhai Allah. hilangkanlah segala pikiran sesat yang ada di kepalaku ini, sungguh kini aku telah kembali terjerat oleh cinta yang membutakan. Duhai Allah. lindungilah aku dari cinta buta ini, cinta yang seharusnya tidak aku jalani. Sungguh aku tak mengira, kalau kesombonganku akan keimanan ternyata telah membuatku terjerumus ke dalam perang
kap syetan. Semula kupikir aku mampu mengendalikan diri, namun ternyata aku masih begitu mudahnya melepaskan baju keimananku. Duhai Allah. bagaimana caranya agar aku bisa melepaskan diri dari cinta buta ini" Sedangkan kini aku tak kuasa lagi untuk menyakiti perasaan orang yang begitu aku cintai, orang yang begitu aku sayangi. Duhai Allah. aku betul-betul mengkhawatirkan hal ini. Bagaimana jika kekasihku itu tak mampu lagi menepati janjinya, bagaimana jika dia terus diperalat oleh syetan untuk memperdayaiku. Sungguh. hanya pertolongan-Mu-lah yang bisa menyelamatkan aku. Duhai Allah. Berilah aku petunjuk-Mu, berilah aku kekuatan untuk berani mengambil sikap, dan berilah
aku kemampuan untuk selalu berada di jalan-Mu. Amin."
"Assalam...!" ucap seseorang tiba-tiba.
Boy yang mendengar ucapan itu spontan menjawab dan segera melempar pandangannya ke asal suara. "Hmm... mo apa orang munafik itu datang kemari" Dasar manusia gak berperasaan, tega-teganya dia membuka aib saudaranya sendiri," gerutu Boy dalam hati seraya menghampiri orang itu dan segera membukakan pintu gerbang untuknya.
"Ahlan wa sahlan, Boy." sapa orang itu meyindir seraya mengajak Boy cipika-cipiki. "Maapin gue ya, Boy. Kalo selama ini gue udah gak mo nemuin lo lagi," ucap orang itu tulus seraya melepaskan pelukannya.
Setelah di perlakukan begitu, hati Boy yang semula panas membara entah kenapa tiba-tiba berubah menjadi begitu sejuk. Pada saat itu dia betul-betul merasakan kalau orang itu adalah sahabatnya yang baik dan tak sepantasnya jika dia sampai membencinya.
"Udalah, Ris. Gua paham kok, lu bisa sampe tega ngebongkar kartu gua sama Lala itu karena lu khilaf. Iya kan""
"Apa, Boy" Gue ngebongkar kartu elo. Kartu yang mana" Perasaan selama ini gue gak pernah buka kartu elo sama Lala," jelas Haris dengan kening berkerut.
"Ja-jadi bukan lu yang ngomong ke Lala kalo gua udah gak suci lagi""
"Astagfirullah.! Boy. Boy. Perlu elo tau, biarpun selama ini gue kesel sama elo, tapi gue gak akan pernah mo buka aib elo. Sebab kalo gue sampe ngelakui itu, sama juga dengan ngebuka aib gue sendiri."
"Hmm. kalo emang bukan lu. Jadi, siapa dong" Kan cuma lu yang tau semua rahasia gua."
"Demi Allah, Boy. ngapain sih gue boong."
Mendengar itu, Boy langsung percaya. Sungguh saat itu dia tidak berani meragukan orang yang sudah bersumpah atas nama Tuhan. "Baiklah, Ris. Gua
percaya, ternyata emang bukan lu orangnya. Kalo bukan lu itu artinya." "Artinya apa, Boy""
"Itu artinya gua sendiri yang udah ngaku ke dia."
"Aneh. kok bisa begitu""
"Gak aneh, Ris. Sebab, waktu itu gua pasti salah tangkep omongan Lala. Gua pikir dia udah tau kalo gua udah gak suci lagi, tapi ternyata." Saat itu Boy langsung mengajak Haris duduk di kursi teras dan segera menceritakan kejadian ketika dia bertemu dengan Lala waktu itu.
"Be-berarti, La-Lala udah gak suci lagi"" tanya Haris dengan air muka yang tampak prihatin.
"Ya, kini gua yakin banget. Sebab, rasanya emang gak mungkin jika dia masih suci sampai bicara begitu. Sungguh, gua bener-bener gak nyangka kalo tokoh utama yang ada di cerita si Lala itu ternyata dia sendiri. O ya, Ris. Ngomong-ngomong, lu mo minum apa. Kopi apa teh""
"Gak usah repot-repot, Boy. Air bening aja," jawab Haris yang kini sudah terlatih untuk tidak salah
kaprah. Maklumlah, dulu dia juga pernah bernasib seperti Indah, berhasil dikerjai oleh Boy. Namun saat itu Haris tak seberuntung Indah, waktu dia sempat disediakan air tajin-bekas cucian beras Ibunya Boy.
Tak lama kemudian, Boy sudah melangkah ke belakang. Dan setelah menyediakan air bening untuk Haris, mereka pun segera kembali berbincang-bincang. Mereka terus berbincang-bincang seputar realita kehidupan, hingga akhirnya mereka kembali terjerat di dalam perdebatan yang tak sehat. Perdebatan yang kini sudah membuat hati keduanya mengeras seperti batu, tak ada yang mau mengalah, tetap kekeh mempertahankan pendapatnya masing-masing. Sama persis seperti yang sudah mereka lakukan beberapa bulan yang lalu, yang membuat keduanya terpaksa jadi marahan.
"Boy, lo tuh keras kepala banget sih. Udah jelas hukuman sebat 100 kali dan diasingk
an selama setahun itu gak perlu lulakuin. Sebab, waktu itu lu belum mengerti perihal hukuman itu. Dan menurut gue, tobatan nasuha yang udah lu lakuin itu lebih dari
cukup. Lagi pula, siapa coba yang pantes buat mengeksekusinya," kata Haris seraya mengeluarkan dalil yang menguatkan pendapatnya.
Boy pun tidak mau kalah, dia segera mengeluarkan dalil yang juga menguatkan pendapatnya, yaitu hadits perihal pelayan yang berzinah dengan majikannya. "Perlu lu tau, Ris. Dalam hadits itu, anak yang berzina itu juga enggak tau perihal hukuman sebat. Jangankan anak itu, orang tuanya aja juga enggak tau. Tapi, pada kenyataanya anak itu tetap harus menjalani hukumannya. Dan saat itu jelas sekali bahwa enggak ada hal lain yang bisa ngebayarnya, buktinya seratus ekor kambing dan hamba perempuan itu harus dibalikin."
Mengetahui itu, Haris pun segera menyerang balik dengan dalil dan argumen yang lebih jitu. Dan lagi-lagi Boy kembali menyerangnya dengan dalil dan argumen yang tak kalah jitu. Hingga akhirnya, "Cukup Ris. Dari tadi kayak lu cuma muter-muter aja. Lu itu emang udah jadi syetan, Ris."
"Apa, Boy""" Gue syetan. Eh, Boy... denger ya. Justru saat ini elo udah terpedaya sama syetan. Karena itulah elo masih aja ngotot dengan pendapat loe yang dangkal itu, dan sekarang malah menuduh gue sebagai syetan."
"Emang begitu kenyataannya, lu itu emang syetan yang berusaha mempengaruhi gua agar gak ngejalanin hukuman itu."
"Cukup, Boy. Lo itu emang teka dan udah bikin gue betul-betul jengkel. Males sebetulnya gue debat sama loe."
"ya udah, kalo emang begitu. Gua juga udah males denger omongan lu lagi. Udalah, mending sekarang lu pulang aja! Dari pada nantinya lu gua bikin babak belur," usir Boy dengan raut wajah yang menampakkan kemarahannya.
"Astagfirullah...!" ucap Haris tiba-tiba, berusaha meredam gejolak amarah yang kini sedang meledak-ledak. "Boy. maapin gue ya kalo kata-kata gue tadi udah menyinggung perasaan elo. Sungguh gue gak nyangka, kalo niat gue yang mau ngebantu elo supaya
gak terlalu mikirin soal hukuman itu, ternyata justru bikin loe semakin berkeras. Boy. kini gua gak akan ngalangin niat loe itu lagi. Percayalah, Boy. kini gua sadar, kalau sebetulnya gue gak pantes nentuin keyakinan loe itu bener apa enggak. Wallahu alam... Kini gue gak mo debat masalah itu lagi. Biar semuanya gue kembaliin sama diri loe sendiri, terserah gimana menurut keyakinan loe."
Mengetahui semua itu, hati Boy pun seketika dingin kembali. Sungguh dia tidak menyangka kalau Haris ternyata mampu mengendalikan dirinya, dan hal itu sungguh membuatnya Boy menjadi iri. "Gua betul-betul salut dan iri sama lu, Ris. Ternyata... skarang lu udah bebeberapa langkah lebih maju dari gua."
"Udalah Boy, itu karena gue lagi berusaha supaya gak jadi orang yang sok tau. Terus terang, gue gak mau jika sampe maksain nilai kemanusiaan gue pada orang lain. Sebab gue sadar, kalo manusia itu cuma wajib nyampein kebenaran dan harus belajar hidup dari kesalahan dan kekurangan manusia lain. Ketahuilah, bahwa setiap menusia itu punya pemikiran
dan sudut pandang yang berbeda. Karenanya itulah, gue berusaha buat menghormatinya. Dan gue juga akan selalu berusaha enggak benci sama orang yang berbeda pendapat sama gue, namun gue justru harus mencintainya dengan segala kepedulian sejati gue, walaupun itu bisa aja membuat hati gue miris. Pokoknya, selama gue udah bisa nyampein pendapat gue, itu udah lebih dari cukup. Kini gue udah sepenuhnya menyadari kalo kehidupan gue di dunia ini adalah untuk mengenal Tuhan dan menghamba pada-Nya. Bukan buat menghakimi manusia lain yang gue sendiri gak mungkin tau tujuan dan pola pikirnya. Sebab, hanya Tuhanlah, Zat yang Maha Tahu Segalanya. Biarlah Tuhan aja yang jadi hakim mutlak, yang pantes nentuin salah benernya seseorang. Sebab, jika gue sampe menghakimi manusia lain, apalagi sampai membencinya, itu berarti gue udah ngerusak nilai kemanusiaan gue sendiri. Sebab, nilai kemanusiaan itu hanya dapat dibina dengan mencintai, dan bukan dengan membenci. Karena itulah gue akan selalu berusaha neladanin Rasulullah
yang dengan rasa cintanya justru mau n
gedoain orang-orang yang telah menzolimi dan membencinya agar kembali ke jalan yang lurus."
Mengetahui itu, Boy pun bertekad untuk mengikuti jejak Haris. Kini dia tidak mau lagi menjadikan pendapatnyalah yang paling benar, namun dia akan berusaha menyelami pendapat orang lain dan berusaha menyaringnya berdasarkan pendapatnya sendiri yang tak menyimpang dari Al-Quran dan Al-Hadits sehingga kelak bisa didapat pemahaman baru yang mencerahkan. "O ya, Ris. Ngomong-ngomong, lu mau kan nolongin gua mecahin masalah pribadi gua."
"Tentu aja, Boy. Kalo elo emang percaya sama gue, dan ternyata gue emang bisa ngebantu loe, kenapa enggak. Eng, emangnya masalah apa sih"" Saat itu, Boy langsung menceritakan masalah cinta butanya yang kini sudah kembali mengganggu pikirannya. Dan setelah mengetahui perkara itu, Haris pun segera mengemukakan pendapatnya, "Eng,,, begini, Boy. Perkara kayak begitu emang gak
gampang buat dipecahin. Sebab, emang dibutuhin keberanian, kesabaran, dan kebesaran hati buat nerima apa pun yang bakal terjadi. Kalo elo emang ngerasa hubungan itu bakal menuju kepada kemungkaran, dan elo juga ngerasa gak mampu ngelindungin diri loe, sebaiknya loe itu emang harus berani mengambil sikap tegas, yaitu segera ngawinin Indah atau memutuskannya. Perkara elo bakal nyakitin Indah itu emang udah risiko dia, dan elo eggak perlu ngerasa bersalah, walau dia akan bunuh diri sekalipun. Jika hal itu sampe terjadi tentu akan nyakitin banget, tapi emang begitulah kebenaran, terkadang bikin kita ngerasa enggak berperikemanusiaan, kejam, dan menuduh ketentuan Tuhan itu enggak adil. Ketahuilah...! Sesungguhnya apa yang menurut kita baik, belum tentu baik di mata Tuhan, begitu juga sebaliknya. Karena itulah, kita dituntut agar bisa mengambil putusan berdasarkan hati nurani yang sesuai sama keinginan Tuhan, bukan berdasarkan sama keinginan pribadi kita. Dan kita bisa membedakan itu dengan berpedoman pada Al-
Quran dan Hadits Rasul. Dan dalam kasus loe, udah jelas kan gimana hukumnya cinta buta itu. Trus untuk apa lagi elo pertahanin. Mending elo segera temui Lala. Bukankah elo bilang dia itu cinta banget sama elo, dan dia menolak loe waktu itu lantaran dia mengira loe masih suci. Gue rasa, kini gak ada lagi alasan Lala buat menolak lamaran loe. Bukankah elo bedua emang udah gak suci lagi."
Setelah mendengar semua itu, Boy pun tampak merenung, memikirkan semua yang telah dikatakan Haris. Hingga akhirnya, dia pun mau menuruti anjuran Haris untuk segera menemui Lala.
Bagian 5 Ding Dong...! Ding Dong...! Ding Dong...! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.! Ding Dong.!
Jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Saat itu, di atas single bed yang empuk, seorang pemuda tampak merenung. Dialah Boy yang kini sedang merenungi putusan berat yang akan diambilnya. Sebuah putusan yang menurut akal sehatnya sangat kejam, tidak manusiawi, dan tidaklah adil. "Hmm. gimana mungkin gua bisa mutusin Indah. Waktu gua ultimatum aja dia udah nangis, gimana kalau dia betul-betul gua putusin. Gak mustahil kalau nantinya dia bakal bunuh diri. Indah adalah pemuja rahasia gua, tentu cintanya udah
dalam banget. Sebetulnya Indah itu cewek yang baik, tapi sayangnya dia belum paham akan arti kehidupan. Dia hanyalah salah satu korban pemikiran, korban pemikiran para kaum materialis yang udah mencuci otaknya sejak dia masih kanak-kanak. Gimana enggak, waktu masih kecil dia udah dicekokin dengan mainan Barbie, yang dengan segala atribut materialistisnya berhasil menciptakan image kalau wanita cantik itu adalah wanita yang mempesona, tampil dengan berbagai atributnya yang wah. Dan setelah Indah pandai membaca, yang dibaca pun berbagai bahan bacaan yang membuat pola pikirnya lebih mengedepankan nilai materialistis, dimana kebahagiaan dan kepuasan hidup cuma bisa dicapai dengan materi. Bacaannya sekarang aja masih seputar gaya hidup materialistis, yaitu berbagai majalah yang lebih mengedepankan nilai-nilai materialisme. Da
ri soal fashion hingga ke pola makan, bahkan sampai ke pergaulan bebas yang menyimpang.
Hmm. sesungguhnya Indah menjadi seperti itu bukanlah kesalahannya semata, tapi lebih kepada kebijakan pemerintah yang enggak mampu melindunginya, yang atas nama "demokrasi" dan "HAM" terus membiarkan pencucian otak yang menyesatkan itu. Selama ini Indah terpaksa mengikuti derasnya arus kehidupan materialistis yang udah menjadi trend, dimana jika melawan arus maka kehidupannya akan terasa susah dan enggak menyenangkan, bahkan bisa membuat dirinya merasa asing dan terbelakang. Tentu minder rasanya jika punya HP hitam putih, sedang di sebelahnya orang asyik memijit-mijit HP full color dengan suaranya yang terdengar tiga dimensi. Padahal tuh HP sama-sama bisa buat ngobrol dan SMS-an. Malah ada seorang anak SMP yang menjual kehormatannya demi mendapatkan HP terbaru yang paling lengkap fasilitasnya, padahal tuh fasilitas juga gak pernah dipake. Kalaupun dipake paling juga buat yang enggak-enggak. Gengsi. itulah sebuah pertanda kalau orang sudah dihinggapi oleh penyakit
materialistis. Orang membeli sesuatu bukan lagi karena kebutuhannya yang mendesak, namun lebih kepada gengsi dan untuk menyombongkan diri. Tentu bangga rasanya jika punya HP full color yang bersuara tiga dimensi, sedang di sebelahnya orang tampak minder memijit-mijit HP hitam putihnya. Sungguh. Banyak uang yang terbuang percuma atas nama gengsi, padahal masih banyak orang yang makan saja harus mengais sampah dulu, layaknya seperti kucing kelaparan. Sungguh sebuah kesenjangan sosial yang memprihatinkan, tercipta karena ulah kaum materialis yang akan terus mencuci otak manusia agar lebih mencintai materi. Seandainya Indah dapat memahami surat Al An'aam 32, tentu dia tidak akan menjadi seperti itu.
Duhai Allah. Berat rasanya jika aku harus menyakiti Indah, yang selama ini kutahu hanyalah sebagai korban pencucian otak. Apalagi jika dia sampai bunuh diri, tentu akan sangat membebani perasaanku. Sungguh anjuran Haris itu sangat menyesatkan dan tak layak kuturuti, sebab Indah
memang belum siap menikah, apalagi dengan orang sepertiku yang belum mapan. Sungguh hal itu tidak bisa kusepelekan begitu saja, sebab tidak mustahil jika nantinya Indah memang akan bunuh diri. Duhai Allah... sepertinya aku memang harus mengalah demi orang yang kucintai itu, sepertinya aku memang harus berani mengambil risiko terlibat kepada hal yang syubhat. Mengalah bukan berarti kalah, sebab aku bisa membalik keadaan dikemudian hari. Duhai Allah, berikanlah aku kesabaran, berilah aku kekuatan dalam menjalani ujian ini. Amin." ucap Boy seraya melanjutkannya dengan doa untuk tidur.
Tampaknya Boy sudah begitu terpedaya oleh cinta butanya, sampai-sampai dia mencari pembenaran untuk berani terlibat di dalam hal yang syubhat. Pemikirannya bukan hanya berpedoman kepada nilai-nilai humanisme, namun juga sudah berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Padahal, jelas sekali Al-Quran dan AL-Hadits sudah memperingati untuk meninggalkan hal yang syubat itu. Begitulah jika manusia sudah berani memahami sebuah ayat dan hadits dengan
tanpa pertimbangan yang matang, seenak nafsunya dia mencari pembenaran dengan tanpa mempedulikan konteks lain yang lebih utama. Padahal sejatinya, kepeduliannya itu bukan berarti harus terlibat di dalamnya.
Sungguh, keyakinan Boy yang semula kuat kini mulai goyah, dan itu semua karena dampak dari cinta butanya, yang dengan perlahan namun pasti, kini mulai menyeretnya mengikuti arus. Memang benar apa yang dipikirkannya, memang benar apa yang dikatakannya, namun sayangnya dia tak menyadari kalau kepeduliannya itu justru bisa menjerumuskan dirinya sendiri. Sejak Boy mencintai Indah, cita-citanya yang mulia perlahan mulai bergeser. Kini tujuan utamanya menulis bukanlah lagi untuk berdakwah, melainkan menjadikannya sebagai sumber pendapatan yang bisa mengisi pundi-pundi uangnya, sekalipun itu harus mengorbankan idealismenya dengan tunduk kepada selera pasar. Dan agar bisa lebih cepat mapan, dia pun berniat menjalankan MLM-nya yang dulu sempat ditinggalkan, sekalipun itu
harus dijalankan dengan tanpa memp
edulikan etika yang islami, yang dengan janji manis membuai merahasiakan rintangan yang ada. Dengan kata lain, kini dia mulai berani menghalalkan berbagai cara yang dia sendiri sangat menentangnya. Tidak mengapa, katanya. Sebab, dia punya satu kata andalan guna bisa menentramkan hatinya, kata itu adalah "darurat", satu kata yang sangat mempuni guna membelenggu hukum atas nama keterpaksaan. Sungguh begitu mudahnya Boy mengatasnamakan keterpaksaan, padahal dia sendiri belum melaksanakan anjuran Haris. Begitulah jika manusia sudah berani mengambil putusan bukan berdasarkan hukum, melainkan hanya berdasarkan praduga dan rekaan yang dia sendiri belum menjalaninya.
Pagi harinya, Boy tampak begitu bersemangat hendak menulis novel terbarunya. Novel ringan yang ditujukan untuk mereka yang malas berpikir,
menceritakan tentang kehidupan anak remaja sehari-hari, berisi tentang perkara jatuh cinta, patah hati, persahabatan, permusuhan, dan konflik keluarga. Pesan moral berdasarkan sudut pandang humanisme yang berketuhanan, psikologi ringan tanpa beban. Maklumlah, kini dia menyadari kalau remaja sekarang adalah korban-korban pencucian otak yang tidak menyadari kalau dirinya telah dibodohi. Pola pikirnya pun masih dangkal, hanya memikirkan perkara materi yang sebetulnya semu. Karenanyalah mereka lebih menggandrungi perihal yang sifatnya mimpi dan khayalan. Prilakunya pun penuh dengan kepura-puraan bak wayang yang bergerak menuruti kemauan sang Dalang, walau siapa pun dalangnya. Padahal hakikinya, manusia itu harus menjadi khalifah yang memahami tujuan hidup, dan menjalankan misinya sesuai dengan keinginan Sang Pencipta.
Kini Boy tampak mulai menulis bagian pertamanya, menceritakan tentang seorang cowok yang baru menyadari dirinya jatuh cinta. Bahan ceritanya diambil
dari pengalaman pribadi yang dimodifikasi seenak fantasinya.
Kring...! Kring...! Kring...! "Duuuh... telepon lagi. Pasti deh itu dari pemuja rahasia. Dasar gak punya kerjaan. Emangnya enak apa ditelepon melulu, mana gak penting lagi. Mentang-mentang gua ganteng, trus dia bisa senaknya neleponin gua terus. Ah, masa bodolah... pokoknya gua gak mau angkat, biar yang lain aja yang angkat tuh telepon. Dia gak tau kali kalo gua lagi sibuk blajar, soalnya besok kan gua mo ulangan. Tuh kan, lupa deh... Hmmm... sampe dimana tadi ya"" Jekky tampak garuk-garuk kepala yang emang banyak kutunya, lantas spontan melihat ke luar jendela yang saat itu mulai senja. Seketika darah pemuda itu berdesir, dilihatnya seorang cewek kece tampak melintas dengan anggunnya. "Wow...! Makin hari Shifa makin tambah kece aja" Kenapa ya, kok setiap kali gua liat dia perasan gua jadi gak karuan kayak gini. Hmm... jangan-jangan gua udah jatuh cinta. Tapi, masa sih gua bisa jatuh cinta sama cewek berjilbab kayak dia. Padahal, gua kan gak suka
sama cewek yang sok alim gitu," kata Jekky memikirkan cewek di seberang jendela tadi.
Boy terus menulis dan menulis, karakter yang bernama Jekky dilakonkan dengan seenak dengkulnya. Hingga akhirnya, dia pun kebelet pipis. Sementara itu di tempat berbeda, Indah tampak baru saja selesai membaca majalah CG. "Huaahh...! Ngatuk," ucap Indah seraya merenggangkan persendiannya. Pada saat itu, dikejauhan sayur-sayup terdengar azan zuhur yang berkumandang. "Wah, udah waktunya makan siang nih," kata Indah seraya bergegas ke meja makan.
Kini gadis itu tampak mengambil sedikit nasi dengan lauk jengkol balado ala Batavia. Begitulah Indah, yang selama ini sering mengaku pada temannya tidak pernah makan jengkol, tapi kalau di rumah ternyata jengkol itu merupakan menu favoritnya. Enak katanya, legit dan gurih. Usai menikmati santap siang dengan lauk kegemarannya, Indah pun segera meneguk segelas air soda, kemudian bergegas ke kamar mandi untuk sikat gigi
dan berkumur air kopi. Memang begitulah yang dilakukan Indah setiap habis makan jengkol, tujuannya adalah agar mulut dan pipisnya tidak bau jengkol. Sebuah resep turun-temurun yang katanya sangat ampuh. Benarkah begitu" Entahlah... penulis juga tidak tahu. Sungguh kebiasaan aneh yang penulis sendiri malas untuk mengujinya.
"Mmm. skar anglah saatnya untuk tidur siang," kata Indah seraya melangkah ke kamar dan merebahkan diri.
"In, kamu udah sholat"" tanya Ibunya yang tiba-tiba saja sudah berada di ambang pintu.
"Duuh, kenapa sih Mami nanyain soal itu melulu."
"Mami tuh cuma ngingetin, In. Habis kalau tidak begitu, khawatirnya kamu lupa. Selama ini Mami sudah membiarkanmu tidak sholat karena Mami menganggapmu sudah dewasa, yang mana tidak perlu lagi disuruh-suruh. Tapi sekarang, kamu itu kan sudah jadi pacarnya Boy. Bagaimana coba, kalau orang tuanya Boy tahu kamu itu tidak pernah sholat,
bisa-bisa mereka tidak jadi besan sama keluarga kita lantaran tahu calon menantunya tidak taat agama."
"Jangan khawatir, Mam. Tadi juga, aku tuh baru kelar sholat. Udah ya Mam, skarang tuh aku mau tidur siang dulu."
"Ya, sudah. Jangan lupa, sholat ashar jangan sampai kelewatan."
"Iya, Mam." kata Indah seraya memperhatikan kepergian ibunya. Saat itu dia betul-betul merasa jengkel dengan kebiasaan baru ibunya yang sering mengingatkannya untuk sholat. "Huh, sebel... Ibadah apaan cuma tunggang-tungging begitu, gak ada gunanya. Hal kayak begitu kan cuma ritualnya orang-orang bodoh yang gak punya kerjaan. Padahal, ibadah yang utama itu kan mempelajari ilmu pengetahuan, sehingga dengan begitu terciptalah peradaban maju yang bisa mensejahterakan umat manusia. Buktinya, skarang ini manusia bisa hidup enak dan lebih baik lantaran jasa orang-orang yang mengutamakan ilmu pengetahuan. Pantes aja orang Islam gak pernah maju-maju, itu semua karena
mereka telah salah mengartikan perintah sholat. Padahal di Al-Quran gak ada satu pun ayat yang ngajarin supaya sholat dengan cara tunggang-tungging begitu. Cara begitu cuma ada di hadits yang belum tentu benar keasliannya."
Begitulah Indah, yang isi kepalanya sudah diracuni, sehingga dia hanya mampu menggali sebatas itu, yaitu sebatas kesejahteraan umat manusia di dunia, yang tak lain dan tak bukan hanyalah soal materi. Padahal sejatinya, manusia itu diharapkan untuk mampu menggali lebih dalam lagi, yaitu meliputi seluruh ciptaan Allah, baik yang nyata maupun yang gaib. Sesungguhnya, ibadah ritual yang diajarkan Rasulullah adalah sarana untuk penyucian jiwa, sehingga manusia mampu menggali luasnya ilmu Allah bukan berdasarkan panca indra saja, melainkan juga dengan mata batinnya. Hingga akhirnya dia pun bisa mengenal Tuhan dan bisa menyadari hakikat tujuan diciptakannya. Pada suatu hari nanti, akan ada manusia yang bisa mengungkap hal itu dengan sebenar-benarnya. Dialah Al Mahdi, seorang manusia
biasa (bukan rasul) yang akan mengajarkan hakikat kebenaran sejati. Kemunculannya adalah pertanda sudah dekatnya hari Kiamat. Al Mahdi adalah bukti bahwa Allah telah menciptakan manusia beserta alam semesta bukanlah untuk main-main, dan karenanyalah setelah kemunculannya, Allah SWT akan segera mengantarkan manusia untuk kembali kepada-Nya, yaitu dengan mendatangkan hari kiamat setelah menghadirkan masa keemasan Islam. Sebuah periode masa akhir zaman, dimana umat manusia akan mengalami zaman perdamaian, keamanan, kebahagian, dan kesejahteraan terbesar yang dikenal sebagai Masa Keemasan.
Allah SWT berfirman, Ad Dukhaan 38. Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Al Mu'minuun 115. Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami"
"In, Indah...! Ada temanmu, nih. Si Lala..!" teriak sang Ibu memberitahu.
Mengetahui itu, Indah yang baru saja ngelayap terpaksa bangun dan bergegas menemui sahabatnya. Dan setelah cipika-cipiki, keduanya pun segera duduk di kursi teras, menceritakan peristiwa yang selama ini mereka alami. "Apa""" Kamu udah jadi pacar Boy"" tanya Lala dengan keterkejutan yang amat sangat,
"Lho, kok kamu terkejut gitu sih, La. Biasa aja lagi, bukankah kamu juga yang bilang kalau dia akan sangat mencintaiku."
"Memang sih. Tapi, kok mau ya dia pacaran sama kamu. Bukankah dia itu orang yang anti pacaran."
"Ya, mulanya sih dia mo ngajak aku langsung kawin. Tapi karena saat ini aku emang belum si
ap, akhirnya dia mo ngertiin juga. Sungguh dia itu emang cowok yang pengertian banget."
Dalam hati, Lala benar-benar kecewa. "Hmm... aku betul-betul enggak nyangka kalau Indah gak menepati janjinya, dan Boy pun mau aja menuruti kemauannya."
"O ya, La. Ngomong-ngomong, apa kamu udah nulis novel baru"" tanya Indah membuyarkan pikiran
Lala. "Eng, udah sih. Tapi, baru kelar 45 persen. Maklum aja, belakangan ini aku emang lagi gak konsen nulis."
"Emm. ngomong-ngomong, temanya soal apa""
"Masih soal perzinahan dan busana muslimah yang sempurna."
"O, jadi masih soal kayak begitu. Eh, La. Sekali-kali, bikin dong novel yang bertema emansipasi dan keseteraan gender. Menceritakan cewek seperti aku, yang dengan kegigihannya menuntut ilmu hingga akhirnya sukses dalam berkarir, yaitu bisa menjadi pemimpin perusahaan yang beromset milyaran dan menciptakan banyak lapangan kerja."
"Dan dia akan menjadi perawan tua karena banyak lekaki yang minder mendekatinya. Dan setelah berumah tangga kehidupan rumah tangganya pun akan hancur berantakan. Begitu kan"" tanya Lala menambahkan.
"Ya enggak begitu, La. Dia akan kawin pada usia yang tepat, dan kehidupan rumah tangganya akan menjadi sangat harmonis."
"Mimpi. Emangnya gampang sukses dalam waktu singkat. Seandainya dia emang bisa kawin pada usia yang tepat, emangnya gampang buat seorang istri bisa menjalankan dua peran sekaligus, tentu salah satunya ada yang mesti dikorbankan. Dan gak gampang pula buat suami yang punya istri seperti itu, butuh kesabaran yang tinggi dan nilai keimanan yang kuat. Kalo enggak, bisa-bisa suaminya selingkuh dan melakukan perzinahan. Maklumlah, siklus biologis laki-laki dan perempuan itu kan beda banget, laki-laki emang lebih cepet kangen ketimbang perempuan. Coba aja lu renungin! Gimana suami gak selingkuh jika istri lagi dibutuhin, eh dia malah sibuk rapat diluar kota, apalagi jika sampai rapat ke luar negeri. Gak kebayang deh, gimana dongkolnya suami kalo lagi pas kangen-kangennya istri gak ada di rumah. Dan Kalo udah punya anak, maka anak-anaknya pun harus sabar dan kuat imannya. Kalo enggak, dia bisa
jadi anak yang kurang perhatian yang akhirnya melampiaskannya dengan narkoba dan pergaulan bebas yang menyimpang.
Hmm. kini aku ngerti kenapa kamu gak siap kawin sama Boy. Selain Boy itu masih belum mapan, ternyata kamu juga punya cinta-cita mo jadi wanita karir. Pantes aja orang tuamu buru-buru mo ngawinin kamu sama pria beristri tiga itu, sebab mereka khawatir kamu bakal jadi perawan tua. Kasian juga si Boy, harus menunggu sampai berapa lama hingga kamu sukses."
"Percaya deh, La. Itu bukan mimpi, dan aku pasti bisa mewujudkannya tanpa harus menjadi perawan tua, dan kelak bisa membina rumah tangga dengan harmonis."
"Ya udah kalo kamu emang punya keyakinan begitu. Kalo aku sih mending jadi ibu rumah tangga, yang kalo ada waktu luang bisa iseng-iseng nulis novel atau iseng-iseng bikin industri rumah tangga. Jika kegiatan itu terbukti enggak mengganggu kepentingan keluarga, tentunya bisa kuteruskan.
Namun jika ternyata mengganggu, ya tinggal dihentikan saja. Pokoknya kepentingan rumah tangga itu harus lebih kuutamakan. O ya, ngomong-ngomong kapan kamu akan buka usaha""
"Gak lama lagi, La. Kalo kursus kepemimpinan dan kepribadianku udah kelar."
Kedua wanita itu terus berbincang-bincang hingga akhirnya Lala pamit pulang ketika waktu sudah menjelang ashar.
Beberapa hari kemudian, Boy menerima sepucuk surat dari Lala. Sungguh dia tidak menyangka kalau wanita itu mau menulis surat untuknya. "Hmm... ini surat apa ya"" tanya boy penasaran. Lantas dengan segera pemuda itu pun segera membaca isinya.
Dear, Boy! Assalam... Langsung aja ya. Hihihi...! Aku masih inget banget waktu pertama kali kita kenalan. Waktu itu kita satu bis, duduk berdampingan di kursi yang sama. Kamu yang saat itu lagi nge-drug dengan polosnya mengaku, kalo kamu tuh suka padaku. Hihihi,,,! Saat itu kamu tuh lucu banget. Sok PD gitu, trus banyak ngibulnya lagi. Semula aku tuh sempet takut juga duduk sama kamu, namun setelah aku tau kalau kamu itu baik akhirnya aku gak takut lagi. Saat itu aku betul-betu
l prihatin, kenapa ya orang sebaik kamu bisa terjerumus kayak gitu. Karena penasaran, aku pun memutuskan untuk berteman dengan kamu, hingga akhirnya kita bisa menjadi teman yang akrab. Terus terang, dari kebiasaan kamu yang suka mabuk-mabukan, akhirnya menginspirasikanku untuk menulis beberapa cerpen dengan tema narkoba. Hingga pada suatu ketika, dari salah satu cerpen itulah akhirnya kamu sadar kalau perbuatan kamu itu salah. Trus terang, aku gak nyangka kalau cerpenku itu bisa
membuat kamu sadar. Dan sejak itulah, aku baru menyadari kalau tulisanku ternyata bisa juga mempengaruhi orang yang membacanya. Hingga akhirnya aku pun merasa tertantang untuk menulis tema lainnya, yang barangkali aja bisa juga berdampak positif kepada pembacanya. Salah satu tema yang kuangkat adalah perkara hijab. Namun anehnya, dari sekian banyak cerpen yang kutulis gak satu pun yang berhasil membuat teman-temanku tergerak hatinya.
Hmm... apa yang salah ya" Tanyaku waktu itu. Setelah membandingkannya dengan cerpen bertema narkoba yang membuatmu tersadar akhirnya aku menemukan jawaban, kalau apa yang kutulis itu memang mempunyai latar belakang yang berbeda. Waktu aku menulis tema narkoba, motifasiku adalah kepedulian kepada orang-orang sepertimu yang telah menjadi korban salah pergaulan, dan aku pun saat itu juga bukan seorang pemakai. Latar belakang berbeda itulah yang membuatku tersadar kenapa tema soal hijab itu tidak berpengaruh. Ternyata, motifasiku
menulis tema hijab itu adalah atas dasar kesombongan, dan aku pun tidak pernah mengamalkan apa yang kutulis itu. Padahal Allah sangat membenci orang yang demikian.
44. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat) " Maka tidaklah kamu berpikir"
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut di atas (S.2: 44) tentang kaum Yahudi Madinah yang pada waktu itu berkata kepada mantunya, kaum kerabatnya dan saudara sesusunya yang telah masuk agama Islam: "Tetaplah kamu pada agama yang kamu anut (Islam) dan apa-apa yang diperintahkan oleh Muhammad, karena perintahnya benar." Ia menyuruh orang lain berbuat baik, tapi dirinya sendiri tidak mengerjakannya.
Ayat ini (S. 2: 44) sebagai peringatan kepada orang yang melakukan perbuatan seperti itu.
(Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan ats-Tsalabi dari al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Ash Shaff 2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan"


Cinta Buta Sang Penulis Muda Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ash Shaff 3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Karena itulah, akhirnya aku memutuskan untuk berubah, yaitu dengan menjadikan tulisanku sebagai nasihat untukku, dan aku pun segera mengamalkan apa yang sudah kutulis itu. Alhamdulillah,,, akhirnya tulisanku bisa juga berdampak positif kepada mereka yang membacanya, sebab teman-temanku yang dulu menolak akhirnya mau juga mengikuti jejakku. Kini hanya tinggal Indah saja yang belum mengenakannya, dan itu karena dia tidak ikhlas ketika membaca cerpen-cerpenku. Padahal syarat untuk diterimanya kebenaran adalah harus sama-sama ikhlas, baik yang menerima maupun yang menyampaikan. Selama ini Indah bukannya merenungi cerpen-cerpenku, tapi dia
malah menjadikannya sebagai bahan perdebatan untuk menyerangku. Namun begitu, aku berusaha untuk tetap sabar hingga kelak dia mau merenungi apa yang telah kusampaikan.
Boy... kamu mau tau kenapa aku menulis mengenai pengalamanku itu. Sebab, aku begitu sayang dan cinta padamu. Ketahuilah! Kalau kini kau sudah menjadi orang yang munafik. Buktinya, apa yang sudah kau tulis ternyata tidak kau amalkan. Kau mengajak orang untuk tidak pacaran, tapi kau sendiri justru pacaran. Aku mohon. Segeralah nikahi Indah! Jika Indah tidak mau, segeralah putuskanlah dia. Ketahuilah! Aku merestui niat Indah yang mau menjadikanmu pacar boongan karena aku percaya kalau kamu itu adalah cowok yang anti pacaran, yang akan langsung menikahi gadis yang kaucintai. Tapi ternyata, kamu telah begitu mengecewakan aku. Sungguh aku tidak mendug
a, semula kupikir kau itu orang yang memegang teguh prinsip. Tapi ternyata, kamu itu seorang yang masih labil dan mudah sekali terpedaya bisikan syetan. Buktinya, sekarang kamu
malah melakukan perbuatan yang dulu begitu kautentang. Boy... sekali lagi aku mohon. Segeralah nikahi Indah atau kamu putuskan dia! Jika kamu sudah menikah dengan Indah, aku doakan semoga kalian bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Amin...
O ya, Boy... Dalam surat ini aku juga ingin memberitahumu bahwa aku akan segera menjalani hukumanku. Sebab, aku merasa taubatku belumlah diterima selama aku belum menjalani hukuman itu. Karenanyalah, aku mohon doa darimu agar aku bisa menjalaninya dengan tabah. Satu lagi permintaanku, Boy. Aku mohon kau mau merenungkan surat berikut: An Nisaa' 16. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Akhir kata, maafkanlah segala kelancangan dan kekhilafanku selama ini, baik yang sengaja kulakukan
maupun yang tidak. O ya, terima kasih karena selama ini kamu sudah menjadi temanku yang baik, dan aku pun berharap kiranya kita akan selalu tetap seperti itu.
Wassalam... Lala Usai membaca surat itu, Boy pun langsung merenung. Sungguh dia tidak menduga kalau Lala pun menganjurkan untuk segera menikahi Indah atau memutuskannya, sama persis seperti yang dianjurkan Haris. Lama dia merenungkan hal itu hingga akhirnya dia memutuskan untuk kembali membicarakan masalah itu dengan Indah.
Css... css... css...! "Nah udah wangi," kata Boy seraya meletakkan botol minyak wanginya di atas lemari. Lantas dengan bersemangat pemuda itu
segera melaju ke rumah Indah. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh akhirnya dia tiba juga di rumah kekasihnya. Kini pemuda itu sudah duduk berhadapan dengan Indah dan segera membicarakan perkara surat Lala.
"Apa""" Lala menganjurkanmu begitu"" tanya Indah dengan alis merapat.
"Ya, dan yang menganjurkan begitu bukan cuma Lala. Tapi juga Haris, sahabat terbaik gua."
"Boy mereka itu orang-orang yang sirik sama hubungan kita. Apa lagi si Lala, dia itu pasti mau merebut kamu dariku. Dia menganjurkanmu mengultimatumku karena dia tahu, hal itu emang bagai buah simalakama buatku. Huh, dasar cewek munafik. Dulu dia pura-pura begitu merelakan kamu untukku, tapi sekarang dia malah mau merebutnya."
"In, lu tu bicara apa" Lala bukanlah orang yang kayak gitu. Perlu lu tau, dia bicara begitu karena dia peduli sama gua yang kini emang udah terjerat sama cinta buta. Lagi pula, dia pasti gak bakal mau kawin sama gua."
"Apa""" Lala gak bakal mau. Lho, emangnya kenapa.."" tanya Indah bingung.
"Sebab, dia mau menjalani hukuman itu. Dan itu artinya, dia akan ngerasa enggak pantes kawin sama cowok pezina kayak gua."
"Be-benarkah begitu""
Boy mengangguk "Hmm... Baguslah kalau begitu. Jika dia emang cewek yang konsisten, tentu dia akan kekeh sama prinsipnya yang begitu mempersoalkan status."
"In." kata Boy tiba-tiba. "Skarang kayaknya gua kudu brani mengambil putusan. Lu mau kita segera kawin, apa lu mau gua putusin. Terus-terang, gua gak mau punya istri wanita karir, dan kayaknya gua juga gak sangup kalo mesti nunggu lu sampe sukses."
Kedua muda-mudi itu terus memperbincangkan hal itu, hingga akhirnya Indah menangis karena tak kuasa memberikan jawaban. Sungguh sebuah jawaban yang menyulitkan, di satu sisi dia tidak mau jika cita-citanya berakhir begitu saja, dan di lain sisi dia juga tidak mau jika sampai kehilangan Boy. Saat itu Boy hampir saja
terpengaruh, namun karena dia sudah mempersiapkan diri akhirnya dia bisa tegar juga menghadapinya. Kini pemuda itu sudah mohon diri dan sedang melaju dengan sepeda motornya.
Dalam perjalanan, pemuda itu terus dihantui perasaan bersalah, bahkan dia sempat membayangkan berbagai peristiwa yang mungkin terjadi. Namun, lagi-lagi dia berusaha untuk tegar, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mampir ke rumah Lala.
Setibanya di sana, Boy tampak begitu kecewa. Sungguh dia ti
dak menyangka kalau Lala ternyata sudah hijrah ke Aceh-sebuah tempat yang diharapkan bisa menjadi tempat pelaksanakan eksekusinya. Lantas dengan segala perasan yang bercampur-baur tak karuan, pemuda itu pun segera memacu sepeda motornya dengan kecepatan yang sangat tinggi demi melampiaskan segala kegundahan di hatinya.
Esok harinya, ketika Boy sedang merenung di teras rumahnya, Haris sengaja datang menemuinya. Rupanya pemuda itu ingin memberikan dukungan atas putusan berat yang sudah diambil oleh sahabatnya, juga ingin membantunya agar tidak sampai mengalami goncangan jiwa karena merasa berdosa. "Udalah, Boy... yang loe lakuin itu udah betul. Emang gak enak rasanya mutusin orang yang kita cintai, apa lagi kalo cewek itu udah dalem banget cintanya. Tapi biarpun begitu, pasti ada hikmah yang bisa kita petik untuk kedepannya. Coba deh lu renungin ayat berikut:
At Taubah 24. Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Karenanyalah, seharusnya elo itu senang karena udah mampu ngelepasin diri dari cinta buta. Dan mengenai perkara Lala, itu semua terserah putusan loe. Boy... jika loe emang mau menikahi Lala. Kayaknya emang gak ada cara lain. Mau gak mau, elo juga harus menjalani hukuman itu. Dengan begitu, status loe tentu akan kembali sama dengan dia, dan itu artinya dia gak mungkin bisa menolak lamaran elo. Dan setelah menikah, elo bedua Insya Allah bisa bahagia di dalam pengasingan nanti," saran Haris yang kini sudah betul-betul bisa menghormati keyakinan sahabatnya.
Boy dan Haris terus berbincang-bincang dengan penuh keakraban. Hingga akhirnya percakapan mereka terputus karena telepon di rumah Boy yang terus berdering. "Bentar ya, Ris!" pinta Boy seraya bergegas masuk.
Tak lama kemudian, pemuda itu sudah kembali dengan derai air mata yang membasahi pipi, kemudian duduk di tempat semula tanpa berkata
sepatah kata pun, hanya terdengar isak tangis yang terdengar begitu memilukan.
"Loe kenapa, Boy"" tanya Haris prihatin.
"I-Indah, Ris. Di-dia." Boy tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Saat itu derai air matanya tampak kian bertambah deras.
"Di-Dia kenapa, Boy"" tanya Haris masih meragukan dugaan di hatinya.
"Di-dia udah gak ada, Ris. Di-dia udah pergi untuk selama-lamanya." jelas Boy sambil terus terisak.
"Innalillah.!" ucap Haris dengan mata yang kini tampak berkaca-kaca. Saat itu dia betul-betul shock karena anjurannya ternyata telah membawa sebuah petaka. Ingin rasanya dia menyalahkan dirinya sendiri, namun akhirnya dia memahami kalau semua itu memang sudah kehendak Tuhan, yang tentunya bisa menjadi hikmah untuk mereka yang mau berpikir. Bukankah anjurannya itu dalam rangka memerangi kemungkaran, yaitu agar Boy bisa memerangi hawa nafsunya agar bisa lepas dari jerat cinta butanya.
Al Baqarah 216. Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
"Ris. A-apa yang gua takutin akhirnya kejadian juga. "
"Udalah, Boy. Lu tuh harus sabar. Semua itu emang udah takdir Tuhan yang gak bisa dibantah."
"Ta-tapi gua merasa berdosa, Ris. Su-sungguh gua betul-betul gak nyangka, ka-kalo gua sampe dua kali ngalamin kejadian kayak gini. Ris ketahuilah. Gua tuh udah cinta dan sayang banget sama Indah. Dan gu-gua bener-bener sedih kalo dia meninggal dengan cara kayak begitu. Gu-gua gak sanggup ngebayangin gimana dia akan tambah menderita di alam sana."
"Boy. Gue bisa ngerasain gimana pedihnya perasaan elo. Terus terang, emang sedih banget
rasanya kalo orang yang kita cintai, orang yang kita sayangi terpaksa harus menderita di alam sana. Tapi, apakah dengan ngerasa ber
dosa dan larut dalam kesedihan yang mendalam lantas Indah akan diampuni dosanya. Gak akan, boy. Cuma amal perbuatannyalah yang bisa membantunya. Baginda Rasulullah pun gak bisa berbuat apa-apa ketika paman beliau yang begitu dicintainya harus meninggal dalam keadaan enggak beriman. Menyedihkan memang, tapi begitulah kehidupan.
Ketahuilah, Boy.! Life is a game, begitu kata para programmer luar negeri. Begitu pun Allah SWT berfirman.
Al Ankabuut 64. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Al Hadiid 20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Bukhari Muslim Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Sesungguhnya Nabi s.a.w bersabda: Ya Allah! Tidak ada kehidupan yang kekal sama sekali kecuali kehidupan di Akhirat. Maka ampunkanlah orang-orang Ansar dan Muhajirin
Boy... seandainya Indah bisa memahami hal itu, tentu dia enggak akan mau menyerah kalah begitu aja. Bukankah permainan di dunia ini gampang, hanya mengenai takwa yang misinya juga udah jelas ada di dalam Al-Quran. Score-nya pun ada, yaitu pahala dan dosa, yang kelak akan menjadi penentu kita kalah
atau menang. Kalau menang kita akan dihadiahkan surga, dan kalau kalah tentu akan dihadiahkan neraka. Karena itulah, seharusnya apapun yang terjadi di dalam permainan takwa ini dapat dinikmati dengan tanpa beban sama sekali, kala suka ia akan bersyukur dan kala duka ia akan bersabar. Karenanyalah, apa yang dilakukan Indah itu seharusnya tidak perlu terjadi. Coba aja loe pikir, untuk apa ngerasa begitu kehilangan dan berputus asa terhadap sesuatu yang cuma bagian dari permainan. Seandainya Indah menyadari kalau elo itu cuma karakter semu, juga perkara cintanya yang juga semu, dan semua apapun yang dimilikinya adalah semu. Tentulah dia bisa menikmati permainan yang diciptakan Allah SWT ini dengan sebaik-baiknya, yaitu berusaha meraih kemenangan dengan cara bertakwa kepada Allah SWT. Karenanyalah, sebagai gamer sejati seharusnya dia itu berusaha untuk menang, yaitu dengan mengumpulkan point pahala sebanyak mungkin.
Perlu loe tau, Boy... Seorang gamer pemula alias masih cupu, sebetulnya bisa dengan mudah mengumpulkan point pahala sesuai dengan tingkatan levelnya. Misalkan ada seorang gamer pemula yang menemukan benda berbahaya di jalan, seperti duri, paku, beling, dan lain sebagainya. Karena khawatir bisa membahayakan gamer lain, lantas dia segera menyingkirkannya dengan niat mendapatkan pahala dari Allah SWT. Dan dari usahanya itu, tentu dia akan mendapat point pahala. Apalagi jika dia mau mengajarkan hal itu kepada temannya, tentu dia juga akan mendapat point pahala jika temannya itu mau melakukan perbuatan yang diajarkannya itu. Dan jika temannya itu mengajarkannya lagi kepada temannya yang lain, dan temannya itu juga melakukan perbuatan baik itu, maka dia akan mendapatkan point pahala yang sama seperti orang itu. Itulah yang dinamakan investasi ilmu, layaknya matrix MLM saja. Intinya adalah, semua perbuatan baik yang dilakukan dan diniatkan semata-mata mendapat pahala dari Allah, maka ia akan mendapatkan point pahala. Baik
itu perbuatan ringan hingga sampai ke perbuatan yang mengorbankan jiwa raga. Begitupun dengan perbuatan jahat, akan mendapat point dosa, apalagi jika sampai mengajarkannya kepada orang lain, maka dia udah berinvestasi ilmu untuk meningkatkan point dosanya. Misalkan ada seorang artis yang mempertontonkan auratnya, lantas dia dicontoh oleh seorang penggemarnya. Dan setiap kali si penggemar mempertontonkan auratnya, maka si artis akan mendapatkan point dosa sama seperti yang di
dapatkan oleh penggemarnya. Sebab, secara enggak langsung si artis udah mengajarkan hal itu kepada para penggemarnya. Beruntung jika si artis mau segera bertobat, sehingga investasi dosanya bisa segera terhapus. Kalo enggak, bisa-bisa tuh point dosa terus mengalir tanpa dia sadari. Rugi banget kan"
Al Baqarah 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. (Sedangkan Ilmu adalah harta yang tak ternilai harganya).
Bukhari Muslim 448 Diriwayatkan daripada Abdullah bin Mas'ud r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Tidak boleh iri hati kecuali terhadap dua perkara iaitu terhadap seseorang yang dikurniakan oleh Allah harta kekayaan tapi dia memanfaatkannya untuk urusan kebenaran (kebaikan). Juga seseorang yang diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah lalu dia memanfaatkannya (dengan kebenaran) serta mengajarkannya kepada orang lain.
Karenanyalah, hanya gamer bodohlah yang memainkan permainan dengan tidak serius alis cuma main-main, dia tidak mau mengumpulkan point pahala tapi justru mengumpulkan point dosa yang justru bisa
membuatnya kalah. Gamer sejati adalah gamer yang produktif yang gak mau menyia-nyiakan waktunya begitu aja. Dengan penuh semangat dia akan berusaha mengumpulkan point pahala sesuai dengan tingkatan levelnya.
Al Baqarah 148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Al An'aam 70. Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan senda gurau[486], dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia
menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.
[485]. Yakni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.
[486]. Arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan agama itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar main-main dan tidak sungguh-sungguh.
Karenanyalah, gamer sejati akan berusaha untuk mengumpulkan point pahala dengan bersungguh-sungguh, baik dengan jalan ibadah ritual (menjalin hubungan dengan Allah SWT), maupun secara sosial (menjalin hubungan dengan sesama gamer). Dan hanya gamer yang bersahadatlah yang akan mendapat point pahala, yaitu gamer yang mengakui Allah sebagai Tuhannya, dan Muhammad SAW sebagai rasul utusan-Nya.
Al Furqaan 23. Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan[1062], lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.
[1062]. Yang dimaksud dengan amal mereka disini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia Amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah karena mereka tidak beriman.
Menurut gue, Indah itu bukanlah seorang gamer yang bodoh, tapi dia cuma enggak tau aja kalau dia itu seorang gamer. Karenanyalah dia menyangka kalau kehidupan ini benar-benar nyata, padahal hakikatnya hanyalah sebuah permainan. Sebab, hanya akhiratlah kehidupan yang sebenarnya. Untuk lebih mudah memahami ini, coba deh sekali-kali loe main game online jenis MMORPG. Bayangin kalau dunia kita adalah akhirat, dan permainan game online itu adalah dunia kita sekarang. L
oe tentu akan menemukan makna sejati dari sebuah permainan. Lo bisa liat, gimana para gamer sejati begitu getolnya meningkatkan level karakternya, point demi point dikumpulkan dengan bersusah payah agar level karakternya bisa naik. Kenapa kita enggak
menjadikannya seperti itu, berusaha menaikkan level karakter kita dengan mengumpulkan point pahala sebanyak mungkin. Sehingga di akhirat kelak kita bisa berbangga hati karena berhasil membuat karakter kita masuk hall of fame alias masuk di dalam urutan daftar rangking terbaik.
Nah, Boy.. karena semua ini cuma permainan, janganlah elo terlalu bersedih terhadap sesuatu yang udah terjadi, sebab semua itu emang udah jadi ketentuan Allah.
Al Hadiid 22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Al Hadiid 23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
Al Hadiid 24. (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Karenanyalah, gue harap loe sekarang udah bisa lebih tenang. Indah adalah seorang muslimah, mungkin aja dia udah pernah berinvestasi ilmu yang bermanfaat, sehingga point pahala yang didapat Insya Allah bisa meringankan dosa-dosanya. Percayalah kalau Allah SWT itu Maha Adil, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Biarlah kita serahkan semua ini kepada-Nya, yaitu dengan berprasangka baik. Boy... kalau apa yang dilakukan Indah itu emang bukan kesalahannya semata, tentulah Allah tidak akan menghukumnya dengan semena-mena.
Karenanyalah, kita enggak usah terlalu mikirin apa yang sebetulnya tidak kita ketahui, biarlah Allah saja
yang menentukan semua itu menurut kebijaksanaanNya. Dan semoga kejadian ini bisa jadi pelajaran buat elo, agar jangan main-main lagi terhadap sesuatu yang subhat."
Usai mendengarkan penjelasan Haris yang panjang lebar itu, akhirnya Boy bisa menjadi lebih tenang. Dia pun bertekad untuk lebih giat lagi mengumpulkan point pahala, yang diyakini kelak akan meningkatkan level karakternya, kalau bisa sampai sekelas wali. Ya, itu kalau bisa... Tapi kalau memang tidak bisa alias tidak mampu, paling dia hanya akan menjadi orang awam yang baik saja. Karenanyalah, tanpa keraguan sedikit pun di hatinya, Boy pun berniat untuk segera hijrah ke Aceh demi menjalani hukumannya dan kemudian segera menikahi Lala.
Setahun kemudian, Haris tampak sedang menyaksikan berita hangat di televisi. Saat itu dia begitu prihatin menyaksikan berita tentang bom yang
lagi-lagi meledak di depan sebuah club malam di Bali. Berita tentang bom bali 3 itu sungguh membuatnya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang muslim begitu tega melakukan hal itu. "Hmm. apa sebenarnya motifasi pelaku hingga sampe nekad begitu, apa mungkin dia udah putus asa dengan keadaan sekarang yang emang sulit diperbaiki. Jika dia emang melakukan itu karena putus asa, jelas tindakannya itu adalah perbuatan bunuh diri yang dilaknat Allah. Jika dibandingkan dengan konsep bom bunuh diri yang sering terjadi di Palestina tentu aja beda banget. Orang palestina melakukan itu karena ingin membela negara, dan dia melakukan itu bukan karena putus asa, melainkan berkorban jiwa raga demi kemerdekaan, sehingga tindakan bunuh diri yang dilakukannya bukanlah bunuh diri, melainkan perjuangan guna meraih kemerdekaan. Merdeka atau syahid fisabilillah. Tapi. Jika pelaku bom bali 3 itu ternyata mempunyai motifasi memerangi kemungkaran, dan dia melakukan itu bukan karena putus asa, melainkan karena kepedulian sejatinya,
apakah tindakannya itu dikategorikan bunuh diri" Entahlah... tampaknya hanya Tuhan sajalah yang tau.
Kalo gue sendiri sih gak tega ngilangin nyawa manusia yang gak tahu-menahu demi untuk tujuan
yang mulia. Gue masih meyakini pemahaman yang dulu diajarin sama guru gue, yaitu selama air masih bisa buat memadamkan api sebaiknya jangan menggunakan api untuk memadamkan api. Kecuali jika air emang udah enggak mampu lagi memadamkan api, barulah api yang terkendali boleh digunakan untuk memadamkan api. Untuk saat ini, gue sendiri lebih memilih berjuang melalui perang pemikiran yang islami dan juga lewat perang kebudayaan yang islami. Insya Allah, dengan begitu orang akan tergerak hatinya untuk bersama-sama memperbaiki sistem pemerintahan di negeri ini menjadi lebih baik.
Bukankah kita ini bangsa yang berdemokrasi dan menjunjung tinggi HAM" Tapi, kenapa umat muslim yang jumlahnya mayoritas tidak diberikan haknya untuk bisa sepenuhnya melaksanakan keyakinannya,
yaitu bisa menjalankan ajaran agamanya dengan secara total" Sungguh... sungguh... sungguh... mengherankan. Tanya kenapaaa""
Haris terus mengikuti perkembangan berita itu, hingga akhirnya dia terhenyak ketika melihat tayangan si pelaku dan beberapa orang korban yang sebelumnya sempat terekam oleh kamera jarak jauh seorang wisatawan. "Bo-Boy..." ucap Haris dengan air mata yang tiba-tiba saja meleleh. Sungguh pemuda itu tidak menyangka kalau sahabatnya harus menemui ajal dengan cara yang mengenaskan seperti itu.
Siapa sebetulnya yang patut disalahkan atas terjadinya peristiwa itu" Pelakunyakah, organisasinyakah, rakyat negeri inikah, atau pemerintah negeri ini" Mungkin yang patut disalahkan adalah pemerintah dan rakyat negeri ini, sebab bom itu adalah dampak dari ketidakmampuan pemerintah dan rakyat ini dalam menegakkan kebenaran. Wallahu alam...
SELESAI Assalam.... Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya. Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman mau memberikan nasihat dan meluruskannya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin... Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail bangbois@yahoo.com
Wassalam... Peace [ Cerita ini ditulis tahun 2006-2007 ]
Convert Jar: inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Misteri Rumah Berdarah 5 Lima Sekawan Harta Karun Di Galiung Kencana Setan Gila Lereng Ungaran 2
^