Pencarian

Cinta Tidak Merah Jambu 1

Cinta Itu Tidak Merah Jambu Karya Nasi Tim Bagian 1


Cinta Itu (Tidak) Merah Jambu
www.YukNulis.com G. LINI HANAFIAH MARTINA FELESIA HENNY LISTYOWATI RATNA ARIANI DEDE AM SETIADI IKA DS MARTHA LIUMEI FEMIKHIRANA LEVINA WIDYARSA ODE(PETRUS BAYU PUJA MEGA IRAWAN)
FONNY JODIKIN ANGEL LI SHANDRA SYAILENDRA IMELDA WIJAYA PUJI LESTARI GIACINTA HANNA YENNY AUW
ISBN 978 - 979 - 18815 - 3 - 1
Publikasi Pertama (e-book), Februari 2010
diterbitkan oleh: "2010 VIA LATTEA Foundation
kota Harapan Indah blok HL no.8, Bekasi, Indonesia www.via-lattea.org
Eforia, Keliaran, dan Kesintingan
PENGANTAR Bulan Januari 2010. Seorang sesepuh Nuliser, Henny, menyampaikan idenya lewat layanan pesan instan, "Lin, mumpung Valentine masih jauh, mau bikin apa" Aku mau usul bikin sesuatu yang dikeroyok." Hm ... boleh juga. Ide ini kusampaikan pada beberapa sesepuh Nuliser yang kami sebut sebagai "Nasi Tim" (berangkat dari ide tim Nuliser sebagai sesepuh). Tentu saja, dengan gegap-gempita mereka menyambut baik.
Mulailah dirancang urusan teknis keroyokan ini. Lalu, didapatlah ide bahwa kail untuk memancing eforia, keliaran, dan kesintingan karya ini dimulai dari sepenggal kisah yang disertai seting sederhana. Sengaja seting ini hanya sepenggal untuk memberi kesempatan lebih pada imajinasi liar seluruh Nuliser yang terlibat.
Awalnya, saya ragu. Berapa Nuliser yang liar dan sinting seperti saya" Saya sungguh yakin kalau Nuliser lain sebetulnya juga liar, hanya kesempatannya yang kurang. Beberapa Nuliser mengakui bahwa untuk menulis di blog saja mereka tidak yakin untuk liar.
Terkumpul 17 Nuliser-saya, Tina, Henny, Ratna, Dede, Ika, Martha, Femi, Levi, Ode, Fonny, Angel, Shandra, Imelda, Puji, Hanna, Yenny. Demikian banyaknya Nuliser yang antusias, jadwal diubarh, harus dibagi sekian orang per hari. Maka, jadwal giliran menulis dibuat seperti piket: pagi, siang, malam. Mereka memilih sendiri waktu mana yang paling luang. Cerita harus di- copy-paste seluruhnya dan dikirim ke milis agar tidak ada yang terlewat. Secara teori, semua akan berjalan dengan baik. Saya cukup tenang menyambut hari pertama kisah ini dikeroyok sekian banyak orang. Tiba harinya, Senin.
Saya mengirimkan seting dan penggalan awal sebagai prolog kemudian saya
lanjutkan dengan tulisan saya sendiri. Hari-hari awal berjalan dengan sukses! Sejauh ini, tidak ada yang sulit. Menjelang pertengahan, mulai terjadi kekacauan. Beberapa Nuliser tidak taat jadwal tapi tidak mengganggu alur. Okelah. Ini bisa dimaklumi karena kami semua terlalu semangat. Sampai akhir putaran pertama, kekacauan ini terus berlangsung namun tetap tidak mengganggu alur. Sisi baiknya, dalam satu minggu satu putaran bisa selesai. Masih ada dua minggu sampai hari Valentine. Cukup untuk tiga putaran. Minggu kedua, putaran kedua.
Jadwal makin kacau. Bahkan, ada Nuliser yang salah jadwal dan tumpang-tindih alurnya. Terpaksa direvisi sedikit. Ini bisa dimaklumi karena banyaknya jumlah surat-e yang masuk ke kotak surat masing-masing dan membuat bingung bagi yang tidak mengikutinya dengan runut. Saking kacaunya, menjelang akhir putaran kedua ini makin tidak jelas jadwalnya. Tidak hanya itu, Ika terpaksa mengundurkan diri karena komputernya rusak.
Kekacauan ini juga ada baiknya. Semua yang terlibat merasa khawatir jika cerita terlihat berlebihan karena dipaksa untuk panjang. Lalu, diputuskan bahwa cukup dua putaran saja sambil menunggu mungkin Ika bisa kembali bergabung meskipun nyatanya tidak.
Tidak puas sampai di situ. Kesintingan saya tak tertahankan. Bagaimana mengakhiri cerita ini" Saya ingat betul novel anak detektif jaman saya kecil dulu, pilih sendiri petualanganmu. Sambil menunggu selesainya putaran kedua, saya meminta agar setelah Nuliser terakhir menyelesaikan bagiannya, yang lain bisa mengakhiri cerita ini sesuai versi masing-masing. Bedanya, naskah tidak dikirim ke milis tapi ke kotak surat Yuk Nulis! agar tidak ada yang nyontek dan jadi kejutan. Selain ini cukup adil bagi semua yang terlibat, pembaca juga bisa memilih akhir cerita yang paling disuka. Masih ada waktu empat hari untuk melamunkan akhir cerita.
Naskah mulai berdatangan. Saya salah perhitungan. Saking asyik
nya menyunting, saya lupa untuk membuat akhir cerita. Begitu saya harus menyunting akhir cerita Nuliser lain, ini jadi tidak adil. Hanya saya yang tahu di mana celah akhiran yang belum tersentuh. Sudah pasti, saya terpengaruh. Saya sampaikan pada mereka bahwa saya kadung menyunting akhiran yang masuk sementara saya belum membuat. Saya putuskan bahwa saya tidak akan membuat akhiran kisah.
Mengerjakan proyek edan ini bukan hanya bikin mumet tapi juga membuat kami ketagihan. Selalu tidak sabar menunggu kelanjutan cerita yang berasal dari 17 pikiran berbeda. Setiap lanjutan cerita itu datang, bagaimanapun dramatis ceritanya, kami bisa terbahak-bahak menyadari "kok ceritanya jadi begini"".
Lega sekaligus kehilangan setelah naskah ini selesai dikerjakan. Lega karena tidak lagi berkutat dengan jadwal yang kacau tapi kehilangan rasa penasaran akan kelanjutan cerita. Kebersamaan mengeroyok kisah ini cukup membuat kami menjadi akrab. Dari situ terkuak bahwa tulisan ini adalah penggalan kisah hidup 17 penulisnya.
Buku ini sengaja saya sunting dengan tetap menjaga gaya tulisan masing-masing. Buku ini hanya sebagai kesempatan menulis. Kami sadar, buku ini jauh dari sempurna. Tanpa kesempatan, seorang penulis besar tidak akan memulai karir kepenulisannya.
Di "Rumah Kos" Yuk Nulis!-di mana saya dipanggil dengan sebutan "Ibu Kos"-saya memang bukan orang yang murah pujian. Begitulah saya. Kali ini, dengan sepenuh hati, saya katakan bahwa saya sungguh bangga memiliki "Penghuni Kos"-alias Nuliser-seperti mereka!
Terima kasih, sahabat Nuliser semua. Terima kasih pada semua fans Yuk Nulis!. Terima kasih pada keluarga dan semua teman-teman kami. Yang terpenting, terima kasih pada Tuhan YME karena tanpa-Mu karya ini tidak dapat kami persembahkan di hari kasih sayang ini.
Happy Valentine! Selamat mengungkapkan kasih sayangmu pada orang terdekat dan siapa saja. Cinta itu (tidak) merah jambu.
Salam merah jambu, G. Lini Hanafiah Via Lattea Foundation Awalnya ... Terdengar ketukan di pintu. Cantik bergegas membukanya. Terlambat. Ayu yang memang duduk di ruang tamu lebih dulu membukanya. Begitu pintu terbuka, senyum hangat Bagus mengembang lebar. "Hai..." Bagus mengangguk kecil.
"Eh, Bagus. Dari mana"" Cantik menyapa dari ujung ruang tamu.
"Hai, Gus. Yuk masuk." Ayu yang masih memegang gagang pintu bergeser memberi ruang supaya Bagus bisa lewat..
Bagus duduk di dekat pintu. Ayu duduk di sebelahnya. Cantik duduk di ujung. Ketiganya duduk terdiam. Ruang tamu itu ikut salah tingkah.
LINI: "Mau minum, Gus"" Ayu dan Cantik berebut bicara. Cantik yang lebih sigap langsung menambahkan, "Kopi susu ya" Aku buatin" Sebentar ya!" Cantik langsung melesat ke dapur membuat kopi.
Bagus menatap Ayu menikmati senyum malu-malunya. "Kamu baru saja membuka mulut, Cantik kembali dengan secangkir kopi .
TINA: "Nih, kopi susunya. Diminum gih!" Cantik mempersilahkan dengan gaya ceplas-ceplosnya. Tanpa sungkan-sungkan ia menggabungkan diri di antara Bagus dan Ayu. Dengan senyum lebar ia mempersilakan Bagus untuk menikmati kopi susu buatannya.
"Tumben mampir ke rumah, dari mana tadi"" Ayu basa-basi bertanya. Sebenarnya dia sedang sibuk meredakan detak jantungnya yang terasa berpacu lebih kencang dari biasanya. Selalu seperti itu jika ia berhadapan dengan Bagus.
"Dari rumah teman, sekalian saja aku mampir ke sini untuk mengembalikan buku Cantik yang kupinjam minggu lalu daripada lupa." Bagus menjelaskan sambil menghirup kopi susu di hadapannya.
"Pasti buku yang bikin kepala pening!" Ayu tersenyum simpul. Matanya nakal melirik Cantik yang sedang sibuk memegang remote televisi. Mencari-cari saluran Cartoon Network. Bisa ditebak ia sedang mencari-cari film Tom and Jerry kesayangannya.
Cantik memang penggemar berat film kartun anak-anak itu. Padahal, ia bukan anak-anak lagi. Seperti Ayu, ia sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang rupawan. Hanya saja, jika Ayu berpenampilan lembut feminin maka Cantik adalah kebalikannya. Bahkan, Mama susah payah menyuruh ganti celana jins belelnya ke bentuk yang lebih baik lagi, minimal ke celana yang lebih bersih begitulah.
"Cerita detektif m ana ada yang nggak bikin pening, Yu"" Cantik menimpali. "Bagusnya ia melatih otak kita untuk bekerja sesuai fungsinya, yaitu: berpikir!" ia menambahkan lagi. Sesekali matanya beralih pandang dari layar televisi ke Bagus dan Ayu.
Bagus hanya tersenyum simpul. Dipandangnya dua gadis kembar di hadapannya dengan tatap keheranan yang tak tersembunyikan. Sungguh makluk Tuhan yang unik. Terutama Ayu, yang diam-diam beberapa bulan terakhir ini menggemuruhkan hatinya.
HENNY: Sudah lama hati Bagus terombang-ambing di antara Si Kembar. Kedua gadis inilah yang mengisi "masa kegelapannya" sekian puluh tahun yang lalu dan perlahan-lahan memberi warna di hatinya. Sejak ayahnya meninggal akibat kecelakaan, Bagus kecil harus beradaptasi untuk hidup di kota asing Jakarta. Ibu Sekar Maryono memutuskan meninggalkan Yogyakarta menuju ibukota demi menghidupi dan membesarkan putra tunggalnya.
"Gus, kenapa" Kopinya kebanyakan"" suara lembut Ayu membuyarkan lamunan Bagus. "Hm ... suara itu selalu membuat hatiku teduh," batin Bagus.
"Sejak kapan aku kebanyakan kasih takaran kopi buat Bagus," sambar Cantik sedikit ketus.
"Eh, nggak kok. Kopi susunya oke, enak. Hm ...seperti biasanya." Bagus berusaha tersenyum. Selalu saja ketenangan hatinya terusik oleh nada suara Cantik yang tegas dan terus terang. Ya, bersama Ayu, Bagus menemukan ketenangan, keteduhan, dan kelembutan. Cantik, bersamanya Bagus berhadapan dengan tantangan, seorang pesaing diskusi yang andal.
* * * RATNA: Sambil menyeruput kopi susu yang masih hangat, Bagus merasakan pula nikmatnya keramahan berada di tengah Si Kembar. Rasanya baru kemarin Bagus memiliki keberanian untuk menyapa makhluk indah berlainan jenis di usianya yang menjelang 25 tahun. Ia tak punya cukup nyali menjalin hubungan serius dengan perempuan selama ini. Semenjak kakinya menginjak Jakarta yang membekas di benaknya hanyalah kerja keras dan keprihatinan. Ia tahu persis bagaimana rasanya berjalan kaki dari rumahnya yang sempit di sekitar Gunung Sahari untuk berangkat ke sekolahnya di belakang Beos, Stasiun Kota.
Ia tahu diri untuk tidak meminta uang saku pada ibunya yang bekerja serabutan dari membuat kue dari pagi buta dan mengerjakan jahitan sampai jauh malam. Dengan kemampuannya membuat kue basah, Bagus berangkat ke sekolah sambil menitipkan serabi, semar mendem, lemper, dan kue mangkok buatan ibunya di beberapa warung yang dilewatinya. Sore hari nanti, ia tinggal mengambil uang dan kue tersisa. Doanya sepanjang hari itu hanya agar hari tidak hujan dan agar kue ibunya habis. Kalau ada yang punya hajat, ibunya sibuk membuat tumpeng. Lumayan, Bagus bisa ikut makan sedikit daging dan telur untuk lauk hari itu.
Bagus tidak punya teman banyak bukan karena ia tidak pandai bergaul tapi ia tidak ingin suatu hari nanti teman-temannya malu berteman dengannya. Ia takut kecewa, ia takut kehilangan teman. Jadi tidak perlulah berteman banyak daripada toh nantinya ia ditinggalkan juga. Berkat ketekunannya berlatih bermain bola, ia terpilih menjadi tim sepak bola sekolah. Sepak bola jugalah yang membuat ia dikenal sebagai bintang sekolah dan akhirnya masuk Sekolah Atlet di Ragunan Pasar Minggu.
* * * "Kok ngelamun sih, Gus"" tanya Ayu dengan lembut. "Mikirin apaan sih"" DEDE:
Bagus tersentak dan gelagapan namun belum sempat dia menata pikiran dan hatinya tiba-tiba suara Cantik terdengar, "Pasti mikirin pertandingan minggu depan ya"" suara Cantik menyelamatkan Bagus dari situasi yang serba salah. "Aku dengar lawanmu minggu depan memang cukup kuat ya. Aku yakin timmu lebih hebat dari mereka," lanjut Cantik dengan bersemangat. Bagus tersenyum lega karena telah terbebas dari keharusan menjawab pertanyaan Ayu yang cukup mengejutkan.
"Makasih Cantik, keyakinanmu pada kehebatan tim kami pasti membuat tim makin semangat." Bagus menepuk tangan Cantik. Sementara, Ayu hanya bisa tersenyum melihat Cantik yang begitu bahagia dan tanpa beban bisa duduk begitu dekat dengan Bagus. Tidak seperti dirinya.
"Gus, pertanyaan ku kok belum dijawab" Tadi ngelamun mikirin apa"" Ayu mengulang pertanyaannya yang belum dijawab Bagus. Bagus tersenyum dan mel
ihat Ayu yang tampak penasaran menunggu jawabannya.
"Aku nggak mikirin apa-apa kok selain pertandingan minggu depan, seperti yang Cantik bilang tadi."
IKA: "Kak Bagus!" Bontot tiba-tiba lari menerobos gadis dan pemuda yang sedang seru-serunya ngobrol itu. "Kak Bagus, kapan datang" Kok Sita ndak dibeli tahu"" Sita-yang biasa dipanggil bontot-merupakan gadis kecil yang terobsesi oleh Bagus. Maklumlah, dia anak bungsu dari empat bersaudara yang keseluruhannya perempuan. Sedari kecil, dia memang ingin punya kakak laki-laki. Kedewasaan Bagus-paling tidak itulah yang dipikirkan Sita-merupakan salah satu alasan Sita menyukainya.
"Bontot, kamu kok belum tidur"" tanya Cantik.
"Kak Cantik jangan panggil bontot dong. Sita kan malu sama Kak Bagus," tentang Sita.
"Sita kenapa malu"" tanya Bagus penasaran.
"Bontot kan jelek didengalnya, Kak. Sita nggak mau," protesnya.
"Tapi kan itu panggilan sayang," sanggah Bagus.
"Sudah, sudah, jangan ribut. Bontot, eh Sita cepat tidur sana. Sudah malam nih. Nanti dimarahin Mama kamu lho," Cantik menengahi.
Bontot, eh ...Sita merengut sambil melengos ke luar, kembali ke rumahnya yang berada di sebelah rumah Ayu dan Cantik. Beberapa detik kemudian, dia kembali lagi ke ruangan itu sambil berlari. Dia berhenti di depan Bagus dan tampaknya ingin mengucapkan sesuatu.
MARTHA: "Ada apa, Sita" Kenapa Sita balik lagi" Ada yang mau Sita bilang ke Kak Bagus"" tanya Bagus dengan lembut.
"Iya Kak, kan Sita belum ucapin selamat malam ke Kak Bagus. Tadi keburu disuruh pulang sama Kak Cantik sih. Kok Kak Cantik yang duduk di sebelah Kak Bagus" Harusnya Kak Ayu dong, kan Kak Bagus pacarnya Kak Ayu," celoteh Sita dengan polosnya.
Suasana hening sejenak. Ayu kaget dengan pernyataan Sita yang tiba-tiba, bertanya dengan lembut ke Sita, "Kenapa Sita bilang begitu""
"Kalena Kak Ayu dan Kak Bagus sama-sama baik ke Sita. Kalau Kak Cantik suka malah-malah sama Sita. Nggak pelnah ajak Sita main," sahut Sita.
"O begitu, ya sudah. Sekarang kan sudah malam, Sita pulang dulu ya, nanti Mama bingung deh nyariin Sita di mana. 'Met malam ya sayang, 'met bobo." Ayu memeluk dan mengecup kening Sita.
Setelah Sita pulang, suasana di ruang itu menjadi hening dan terasa gerah walaupun udara malam itu begitu dingin. Cantik dengan gaya cueknya asyik memencet remotetv, tidak tahu acara mana yang ingin dia tonton sementara Ayu dan Bagus juga menjadi kikuk. Hati Cantik galau mendengar kata-kata Sita tadi. Ingin rasanya dia segera pergi dari situ.
Menyadari suasana yang kurang nyaman akhirnya Bagus pamit pulang.
Setelah Bagus pulang, Cantik segera berlari ke kamar dan mencari buku harian kesayangannya. Buku mungil itulah yang selalu setia menemani dan menjadi curahan hati Cantik. Buku mungil itu juga yang selalu jadi saksi bahwa di balik sikap tomboi dan kemandirian Cantik, ada sepotong hati yang sangat rapuh dan penuh luka.
Cantik tahu dan menyadari kalau dia tidak sepandai dan berpretasi seperti Ayu yang selalu menjadi bintang kelas dari kecil serta selalu menjadi kebanggaan Papa dan Mama. Cantik ingat ketika suatu hari ada relasi Papa yang berkunjung dan dikenalkan ke mereka berdua.
"Ini anakku Ayu, dia selalu menjadi juara dari kecil. Piala-piala itu adalah hadiah ketika Ayu mengikuti berbagai lomba. Terakhir dia mengikuti lomba Olimpiade Fisika dan mendapat juara 1," cerita Papa dengan bangga sambil menunjuk piala yang terpajang rapi di sudut ruangan. "... dan ini Cantik, kembaran Ayu," jelas Papa lagi dengan eksperi datar.
Hanya sesingkat itukah Papa mengenalkanku ke teman Papa" Hanya sebagai kembaran Ayu tanpa ada embel-embel di belakangnya. Betapa mirisnya hati Cantik, Papa tidak pernah sedikit pun merasa bangga akan dirinya. Kenapa sih Papa dan Mama tidak pernah bangga dengan semua yang sudah aku kerjakan" Bahkan, jabatan ketua OSIS yang pernah aku sandang ketika SMA juga tidak dipedulikan oleh mereka. Usahaku untuk bisa mendapatkan uang saku sendiri dari menulis juga tidak dihargai oleh Papa dan Mama. Memang sih, mereka juga tidak pernah mencemooh atau mengeluarkan kata-kata yang tidak enak tapi mereka juga tidak pernah memujiku wa
laupun mereka tahu kalau tulisan-tulisanku juga sering dimuat di majalah. "Apa salahku, Pa" Apa salahku, Ma"" teriak Cantik dalam hati.
Cantik juga menyadari bahwa semua itu bukan salah Ayu. Ayu selalu baik dan mengalah hahkan Ayu juga sering membela dia ketika Papa dan Mama memarahinya. Hati Ayu memang seputih malaikat. Ya, benar kata Sita kalau Ayu dan Bagus memang pasangan yang serasi. Kehadiranku disini hanya menjadi duri buat mereka.
Tok . tok . tok .. Ketukan pintu membuyarkan lamunan Cantik. Segera dia menghapus air mata yang masih menetes di pipinya dan membasuh muka untuk menghilangkan kesembaban matanya.
FEMI: Cantik membuka pintu dengan tidak bersemangat. Kali ini ia jadi bingung sendiri. Kepalanya celingukan sana sini. Ia yakin bila mendengar ketukan pintu tadi. Walaupun tidak terlalu kencang, jelas itu adalah suara ketukan pintu.
"Siapa nih yang iseng" Sita nih jangan-jangan!" Cantik menduga dalam hatinya sambil menahan dongkol.
"Hei! Iseng amat sih!" seru Cantik dengan suara lumayan keras. Tetap tak terdengar suara apa pun, tak ada tawa cekikikan Sita juga yang biasanya terlontar dari mulutnya bila sukses menggoda Cantik. Cantik jadi penasaran. Dilangkahkan kakinya menuju kamar Ayu sambil berteriak.
"Sita! Jangan main-main kamu ya!"
Masih tak terdengar suara. Diketuknya pintu kamar Ayu dengan suara keras dan berirama cepat. Tetapi tetap tak ada reaksi dari dalam. Cantik gemas, "Ayu! Sita! Aku buka nih ya pintunya! Awas kamu!" ancam Cantik. Biasanya ia cukup sopan untuk tidak membuka kamar kembarannya itu. Tetapi kali ini Cantik merasa entah Sita atau Ayu sudah keterlaluan menggodanya.
"Sita!!!" tangan Cantik membuka pintu yang ternyata tidak terkunci sehingga Cantik terdorong tenaganya sendiri hingga hampir jatuh ke dalam kamar Ayu. Cantik terbengong-bengong. Ternyata Sita dan Ayu memang tidak ada di kamar.
"Gila! Jam segini belum tidur tuh anak!" sahut Cantik ketus.
"Ke mana dia"" gumam Cantik. Tumben Ayu dapat bertahan selarut ini. Biasanya Ayu tidak sekuat dirinya untuk begadang. Cantik merasa janggal seketika. Tangannya masih memegang gagang pintu dan seketika itu ia sadar,
"Pintunya rusak!" pekiknya dalam hati karena terkejut. Ayu dan Sita tidak ada di dalam kamar! Cantik menjadi panik seketika. Ditujunya tangga menuju lantai satu dengan setengah berlari sambil memekik kedua nama itu, "Ayuu! Sitaaa!" masih tak terdengar suara dari keduanya. Cantik hendak menapakkan kakinya ke tangga tetapi tiba-tiba listrik mati seketika.
"Sialan!" seru Cantik dalam gelap. Ruangan di atas ini sama sekali gelap. Cantik berusaha meraba untuk kembali ke kamarnya untuk mengambil senter. Tiba-tiba ...buk!!
Cantik terkejut, ada benda keras yang menghantam bahunya. Cantik jatuh seketika dan tak sadarkan diri.
LEVI: Gelap. Semua gelap. Perlahan Cantik merasa tubuhnya melayang. Begitu ringan. Lepas. Bebas. Hatinya begitu tenang. Lupa akan sesak di dadanya saat melihat Bagus dan Ayu duduk berdampingan. Lupa akan air matanya barusan kala teringat sikap orang tuanya yang berbeda terhadapnya.
Cantik kemudian membuka mata. Dilihatnya wajah kedua orangtuanya. Ya, Cantik yakin itu adalah Papa dan Mama. Walaupun sedikit berbeda, rambut Mama masih panjang dan senyumnya masih mulus tanpa kerutan. Dan Papa, Cantik yakin itu rambut asli Papa yang masih hitam dan tebal. Dicobanya menggerakkan tangannya meraih wajah kedua orang tuanya yang tersenyum kepadanya. Namun, wajah Mama dan Papa bergoyang dan menghilang.
"Ah, tidak! Pa! Ma! Jangan pergi! Jangan tinggalin Cantik!"
Cantik menggeleng ke kiri dan dilihatnya seraut wajah yaitu wajahnya sendiri. Hanya saja, aura yang terpancar sungguh berbeda. Lembut dan menenangkan hati. Tidak, ini bukan wajahnya. Ini wajah Ayu. Hal yang sama terjadi lagi ketika ia berusaha menyentuh wajah Ayu. Wajah Ayu kembali hilang seperti wajah orang tuanya.
Cantik terdiam. Rasa sepi yang dingin kembali muncul dan membuatnya beku perlahan-lahan. Sakit. Cantik menitikkan air mata. Ada cahaya di ujung sana, tepat di ujung pandangan mata Cantik yang buram karena genangan air mata. Tubuhnya melayang dengan cepat ke ara
h cahaya itu. Dilihatnya sesosok pria di sana. Bagus kah itu"
Tubuhnya begitu cepat melesat menuju cahaya diiringi rasa penasarannya yang tumbuh semakin besar. Siapakah sosok di tengah cahaya itu" Ketika cahaya itu makin dekat, Cantik merasakan sesuatu yang dingin menghantam mukanya. Cantik tersedak.
Ia terbangun dengan menggigil. Sekujur tubuh bagian atas dan wajahnya basah kuyup.
* * * ODE: Di dalam kegelapan, di bawah tangga, tubuh Cantik tergeletak tak berdaya. Terlihat samar-samar, seseorang berseragam hitam-hitam, dengan menggunakan cadar di wajahnya, mendekati tubuh Cantik yang tergeletak tak berdaya itu. Seperti menghayati, sosok misterius itu terus memandangi tubuh Cantik yang tergeletak kemudian tangannya mengusap wajah yang seperti sudah tak bernyawa itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tampaknya sosok misterius itu sangat mengagumi Cantik. Cukup lama Sang Misterius memandanginya hingga akhirnya membopong tubuh Cantik dan mengangkatnya entah hendak di bawa ke mana.
Baru saja Sang Misterius hendak melangkahkan kakinya dan keluar melalui jendela rumah, tiba-tiba Ayu datang sambil menenteng obat nyamuk yang baru dibelinya. Alangkah terkejutnya Ayu atas apa yang tengah disaksikan. Kontan saja Ayu langsung berteriak. "Cantik!" obat nyamuk yang digenggam Ayu seketika jatuh. Ayu berusaha menolong namun terlambat. Sang Misterius lebih sigap dengan langsung melompati jendela dan membawa Cantik keluar dari rumah tersebut.
"Tolong.!!!" jerit Ayu kebingungan meminta bantuan sambil berusaha mengejar.
FONNY: Masih dalam kebingungan yang sangat, Ayu terus berteriak minta tolong. Rumah mereka yang gelap itu ternyata hanya satu-satunya yang mati lampu. Di sepanjang jalan yang Ayu lewati ketika membeli obat nyamuk di warung tadi, semua rumah lampunya menyala. Terang-benderang. Awalnya Ayu berpikir mungkin ada sesuatu yang salah atau korslet sehingga rumah mereka kelihatan gelap sendiri. Akhirnya, Ayu sadar bahwa mungkin orang tak dikenal itulah biang keroknya. Papa dan Mama langsung keluar dari kamar mendengar teriakan Ayu. Papa langsung menggapai senter di tempat yang selalu dia sediakan-di tempat khusus-di sebelah tempat tidurnya. Bukan Papa namanya kalau tidak menyiapkan segala sesuatunya dengan sempurna. Papa dan Mama mendekati Ayu dan dengan prihatin menenangkan kekuatirannya. Perlahan Papa menaikkan sakelar utama yang diduga merupakan penyebab matinya lampu mereka. Setelah lampu menyala kembali, Papa hanya melihat air mata di pipi Ayu yang masih berusaha bicara dengan guMaman yang tak terlalu jelas tercampur isak tangis, "Cantik diculik, Pa! Dia dibawa lari orang tak dikenal! Kita harus segera lapor polisi."
Suasana tiba-tiba senyap. Semua bingung namun mereka sadar: mereka harus lakukan sesuatu.
ANGEL: Pagi itu, tepatnya hari Minggu ketika Bagus bertandang ke rumah Si Kembar dengan maksud mengajak Ayu keluar. Ia terkejut menemukan Ayu di ruang tamu dengan mata sembab. Sementara itu, Si Bontot juga tengah menangis.
"Ada apa""
"Kak Bagus!" Si Bontot langsung berlari memeluk Bagus sementara Ayu hanya mendongak. Ekspresi wajahnya tampak suram dan sedih.
"Kenapa kamu menangis"" Bagus memandangi kedua perempuan itu bergantian dengan cemas. "Cantik, mana"" tanyanya tiba-tiba khawatir.
"Kak Cantik diculik orang." Bontot kembali menangis tersedu-sedu.
"Apa"""
Ayu mengangguk lemah dan kemudian menuturkan kisah yang diketahuinya semalam. Bagus hanya diam tak mampu berkata-kata.
"Aku takut, Gus .. " kata Ayu lirih di antara isakannya. "Aku takut Cantik tak kembali lagi ... " Seluruh tubuh Ayu bergetar. Ia terlihat begitu sedih dan putus asa kehilangan saudara kembarnya itu. Pastil berat baginya tiba-tiba kehilangan seseorang yang selama ini telah menjadi bagian dari dirinya. Ya, mereka tak pernah terpisahkan sedari kecil. Meski terkadang mereka bertengkar karena tidak sepaham atau karena perbedaan sifat mereka, bagi Ayu, Cantik selalu menjadi bagian yang terpenting dari hidupnya. Tak pernah dibayangkannya kejadian buruk seperti ini menimpa Cantik dan memisahkan mereka.
Bagus menggenggam tangan Ayu dan mencoba membisikkan ka
ta-kata penghiburan. Bertiga, mereka berbagi kesedihan untuk seseorang yang sama-sama mereka sayangi.
"Sudah lapor ke polisi""
Ayu mengangguk. "Papa dan Mama masih di kantor polisi sejak semalam. Tapi belum ada kabar apa pun tentang Ayu. Tadi tim dari kepolisian juga sudah datang meneliti tempat ini."
"Kalau begitu kita doakan saja. Semoga Cantik baik-baik saja di mana pun sekarang dia berada dan semoga Cantik cepat kembali," kata Bagus.
"Sita juga ingin Kak Cantik cepat kembali." Bola mata Bontot berair.
Bagus mengangguk seraya mengelus kepala Bontot. "Ya, Kak Bagus tahu. Kak Cantik juga pasti tahu Sita rindu sama Kak Cantik."
Di tempat yang berbeda, Cantik terbangun dengan kepala yang berat dan pening. Ia merasa telah tidur berhari-hari. Yang membuatnya terkejut, ia berada dalam sebuah kamar tidur yang mewah dan kosong serta tidak berjendela. Ia sama sekali tak mengenali tempat itu. Di mana dirinya" Mengapa dia bisa berada di sana" Cantik berusaha mengingat-ingat. Namun ia tak dapat mengingat dengan jelas. Kepalanya terasa semakin sakit ketika ia memaksakan dirinya mengingat.
Ia kemudian turun dari tempat tidur, menuju ke satu-satunya pintu yang ada di kamar itu. Ia mulai ketakutan. Tangannya gemetar ketika memutar pegangan pintu. Tidak seperti yang dikiranya, pintu itu tidak terkunci. Dengan mudahnya ia dapat membuka pintu itu.
Ketika ia membuka pintu itu ...
SHANDRA: Cantik menemukan banyak sekali foto-fotonya terpajang. Foto yang bahkan ia sendiri lupa kapan dan di mana. Mata Cantik menyapu seisi ruangan. Namun tak ia temukan seorang pun di sana. Yang ia lihat hanya sebuah ruangan bercat hitam penuh dengan foto-fotonya. Dadanya berdegup kencang.
"Apa-apaan ini"" gumamnya dalam hati.
"Kalau memang harus masuk dan menjadi tokoh sebuah cerita film, ini bukan cerita film tentang psikopat yang aku mau. Ah, awas saja. Kalau aku tahu siapa pelakunya akan aku kasih dia pelajaran," Cantik mulai mengumbar sumpah serapah.
Cantik lalu menghampiri pintu yang terletak di ujung ruangan. Ia coba membukanya. Tapi pintu itu terkunci, begitu pula dengan jendela yang terletak di seberangnya dan pada saat yang bersamaan seseorang dari belakang membekap hidung Cantik dan lagi-lagi Cantik merasa gelap.
Ini sudah hari ketiga semenjak Cantik hilang. Siang ini Bagus sedang termenung sambil menyeruput segelas es jeruk di kantin lapangan tempatnya berlatih untuk pertandingan nanti. Tampak piring makanan yang hanya tersentuh seperempat
saja. "Gus!" Seseorang memanggil namanya.
Bagus menoleh dan ternyata Jiwa sudah ada tepat di sebelahnya. Jiwa adalah sahabat Bagus sejak kecil. Mereka tumbuh dewasa bersama. Ketika Bagus masih tinggal di Yogyakarta, mereka sekolah di sekolah yang sama. Bahkan ketika Bagus dan keluarga hijrah ke ibukota, tanpa sengaja Bagus sekolah di sekolah yang sama pula dengan Jiwa. Bagi Bagus, Jiwa bukan hanya sahabatnya tapi sudah seperti kakak untuknya. Jiwa juga anak tunggal sama seperti Bagus. Bedanya, Jiwa lahir dari keluarga yang sangat-sangat berkecukupan. Bagus yang tak punya banyak teman sangat menyayangi Jiwa, begitu pula sebaliknya. Karir Bagus sebagai atlet pun atas bantuan Jiwa baik secara material maupun spiritual.
"Hei," Bagus menyahut sapaan sahabatnya.
"Kamu kenapa" Nggak biasanya makan nggak habis"" tanya Jiwa.
Bagus diam. "Gus, ditanya kok diam aja!" Jiwa sedikit meninggi. Sudah beberapa hari ini ia melihat Bagus berbeda.
Bagus menghela nafasnya dan memberanikan diri untuk mulai bercerita.
"Temanku diculik Wa, tiga hari yang lalu, namanya Cantik."
Jiwa yang sedang meminum es jeruk milik Bagus tersedak. Spontan Bagus menoleh.
IMELDA : "Cantik" Salah satu dari Si Kembar yang sering kamu ceritakan padaku itu"" tanya Jiwa. Dia menjadi gelisah. Keringat dingin membasahi punggungnya. Mukanya sedikit pucat.
"Iya, Cantik yang itu," sambung Bagus tanpa mempedulikan perubahan raut wajah Jiwa, "mereka sudah seperti adik bagiku. Di mana ya dia sekarang" Bagaimana keadaannya" Uh, semoga dia tidak apa-apa."
Waktu seolah berhenti sejenak. Dua sahabat itu sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Kita ke rumahnya aja yuk
, kamu mau menemaniku nggak"" tanya Bagus memecah suasana tegang.
"Wah, maaf, Gus. Aku masih ada tugas yang harus kuselesaikan. Tapi kabari aku ya, kalau ada berita mengenainya," timpal Jiwa sambil bergegas meninggalkan Bagus tanpa memberinya kesempatan untuk menjawab. Bagus mengangkat alisnya heran melihat sikap Jiwa yang tidak seperti biasa. Bayangan mengenai Cantik membuatnya tidak berlama-lama berpikir. Tanpa menghabiskan es jeruknya, dia segera menuju ke rumah Si Kembar.
Cantik kembali terbangun di kamar tidur mewah itu. Pembaringannya dipenuhi kelopak mawar merah. Senandung musik klasik mengalun lembut memasuki telinganya. Matanya terasa sangat berat dibuka, kepalanya masih pening. Beberapa lilin cantik tertata rapi pada meja kecil di sudut ruangan. Tampak gaun yang sangat indah terlampir di sana. Dengan keheranan, dia berusaha berdiri sambil berpegangan pada pinggiran ranjang. Hatinya berdegup kencang. Dengan agak sempoyongan, Cantik berjalan mendekatinya. Disentuhnya gaun tersebut. Lembut sekali.
Hei, ada sepucuk surat di dekatnya. Dia mengambil surat tadi. "Buat belahan jiwaku, Cantik."
Tanpa bisa menahan rasa penasaran, Cantik segera membukanya. Dibacanya perlahan dengan jantung berdegup kencang.
Sejak lama kukagumi dirimu
Matamu yang indah, senyummu yang menawan
Rambut panjangmu yang hitam legam
Bulan pun tak sanggup menyaingi kemolekanmu
Selama ini ku hanya dapat memandangmu dari jauh Bayangmu selalu ada dalam hatiku Berharap suatu hari kau kan berada dalam pelukku Merajut hari kita bersama
Malam ini akhirnya kita bisa berdua
Gaun itu kusediakan khusus untukmu
Semoga kau menyukainya, aku yakin ukurannya pas denganmu Semua yang kau perlukan ada di meja rias
Jam 19 tepat, pelayanku akan menjemputmu Bersiaplah menemui pangeranmu Kita akan makan malam di bawah sinar rembulan Kutunggu kau, wahai pujaan hatiku
Dari pengagum rahasiamu, AJ
Tangan Cantik terasa lemas, bibirnya masih bergetar usai membaca surat tadi. "AJ ... siapa dia"" Dia menoleh ke meja rias di dekatnya. Semua perlengkapan rias sudah disediakan di sana, termasuk parfum kesukaannya. Cantik menggelengkan kepalanya dengan keras, dia ingin terbangun dari mimpi panjang yang mencekam ini. Suasana tetap sama saat dia kembali membuka matanya. Digigitnya bibirnya dengan keras. Uh, rasa asin terasa di lidah. Ini memang nyata. Benar-benar nyata. "Mau tak mau aku harus menemui AJ. Oh Tuhan, kuatkan hatiku."
PUJI: Dengan kebulatan tekad, Cantik merapikan dirinya. Gaun berwarna merah hati yang telah disediakan terlihat sangat cocok membalut tubuh Cantik. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai begitu saja. Wajahnya hanya disapu bedak tipis tanpa riasan lainnya. Namun tak bisa dielakkan, kecantikan alami Cantik terpancar jelas.
Setelah selesai merapikan dirinya, Cantik duduk di pinggir ranjang menghadap ke arah pintu. Cantik meremas-remas tangannya, menunggu detik-detik yang menegangkan. Cantik ingin menunjukkan ketegaran walaupun rasa takut nyata menyelimuti hatinya.
Beberapa saat kemudian, samar-samar terdengar langkah-langkah kaki mendekat. Semakin lama semakin jelas. Hati Cantik semakin berdebar, "Aku harus berani ." bisik Cantik dalam hati.
Setelah mengetuk pintu kamar dua kali, sesosok wanita tua berambut putih dengan kacamata tebal muncul di pintu kamar. Wanita itu tersenyum ramah di antara kerut-kerut wajahnya. Cantik tak membalas senyum itu, matanya terpaku pada wajah ibu tua. Dalam hati, Cantik merasa pernah bertemu dengan wajah itu, "Tapi di mana ya"" batin Cantik penuh tanda tanya.
"Wah, Genduk Cantik sekali. Pantas ..." ibu tua itu buru-buru menutup mulutnya tak hendak meneruskan ucapannya. Agaknya dia tidak ingin mengucapkan nama seseorang. Hati Cantik semakin penasaran.
"Ah, maafkan saya orang tua yang cerewet hehe .. Mari Genduk ikut saya ke taman. Semuanya sudah disiapkan."
Tanpa sepatah kata pun, Cantik mengikuti langkah perempuan tua itu. Mereka berjalan menuruni tangga hingga tiba di sebuah ruangan yang cukup besar. Agaknya ruangan itu adalah ruang tamu sebab Cantik melihat seperangkat sofa mewah berwarna merah hati senada gaun yan
g dikenakannya. Sambil berjalan, mata Cantik tak henti-henti memperhatikan ruangan itu. Hingga matanya terbelalak ketika melihat sebuah piala di atas meja kecil di sudut ruangan. Jarak Cantik dengan meja itu cukup dekat sehingga dia bisa melihat piala itu dengan jelas.
"Bukankah itu piala ... piala yang diperebutkan dalam pertandingan sepak bola tim Bagus minggu depan" Kenapa piala itu ada di sini" Rumah siapa ini"" batin Cantik terheran-heran. Keningnya berkerut menandakan otaknya sedang berpikir keras.
Ah, mereka akhirnya sampai juga di taman itu. Hati Cantik berdesir lembut melihat sebuah meja bulat berwarna putih di tengah taman. Dua lilin menyala ditemani seikat mawar merah dalam sebuah vas mungil di tengah meja. Beberapa hidangan telah tersedia lengkap dengan dua gelas anggur merah. Aroma melati segar menusuk hidung ketika mereka sampai di taman itu. Saat Cantik mendongakkan kepalanya ke atas, dia melihat bulan yang hampir purnama melengkapi indahnya taman. Mau tak mau Cantik harus mengakui, pengagum misteriusnya ini sangat romantis.
"Genduk, tunggu sebentar di sini ya .. " Si ibu tua segera membalikkan tubuhnya dan masuk kembali ke dalam rumah.
Tinggallah Cantik seorang diri. Desir angin yang lembut dan jerit jangkrik di kejauhan membuat hati Cantik menjadi lemah. Kesendirian itu mencekam hatinya. Cantik ingin sekali kembali ke rumahnya yang nyaman. Air matanya saling berdesakkan ingin membasahi matanya yang indah hitam legam. Tetapi sekuat tenaga Cantik berusaha menahan tangisnya. "Aku harus kuat .. " bisik Cantik meneguhkan hatinya sendiri.
Tiba-tiba satu usapan yang lembut menyentuh bahu Cantik. Cantik terkesiap. Cepat-cepat dibalikkan tubuhnya. Mata Cantik seketika terbelalak, mulutnya terbuka mengeluarkan jeritan tertahan dan tanpa diminta kakinya melangkah mundur.
"Selamat malam Cantik, maafkan aku karena harus dengan cara seperti ini kita bertemu."
HANNA: Senyuman itu, tatapan mata dan cara dia memandang terlihat begitu mesra dan penuh cinta. Suatu sikap yang sering Cantik rindukan dari seorang Bagus di alam bawah sadar yang tidak pernah didapatkan.
Mestinya Cantik merasa bahagia ada seseorang yang begitu menginginkan dirinya. Mestinya Cantik merasa bangga bahwa bukan hanya Ayu yang bisa menjadi idola banyak orang. Dirinya mampu membuat seseorang begitu tergila-gila padanya. Namun tidak melalui cara seperti ini. Cara yang membuat dirinya menggigil dan sangat ketakutan.
Rasa itu tidak Cantik perlihatkan. Dalam ketakutan, logikanya masih bisa berfungsi dengan baik. Dengan segera Cantik dapat menguasai keadaan dan berujar sambil sedikit bergetar, "Ji . Ji . wa" Kamukah itu""
"Siapa Jiwa" Aku tidak mengenalnya. Pacarmukah"" Pemuda itu terlihat begitu marah karena ada nama lain yang diingat oleh Cantik.
Diamati kembali wajah itu. Dalam benaknya Cantik sangat yakin bahwa yang berdiri di hadapannya adalah Jiwa, sahabat Bagus sejak kecil. Namun sikapnya malam ini sangat berbeda. Dia tidak sama seperti Jiwa yang sudah dikenalnya sejak lama. Seorang Jiwa yang ramah dan sangat melindungi lawan jenis.
"Bukan. Aku belum pernah punya pacar."
Wajah itu nampak begitu gembira mendengar jawaban Cantik. Dia lebih berani mendekati Cantik sambil mengambil gelas yang berisi anggur merah. Satu diserahkan kepada Cantik dan satu lagi untuk dirinya.
"Mari kita rayakan pertemuan indah kita sepanjang malam ini," ujarnya sambil tertawa keras.
Cantik ikut tertawa sambil mengangkat gelas itu. "Ayo, kita habiskan minuman ini kemudian kita santap hidangan ini. Aku lapar sekali." Cantik bergegas duduk dan pura-pura sibuk dengan hidangan di atas meja.
"Ya Tuhan, tunjukkan aku pintu keluar," doanya dalam hati. Matanya sesekali mengamati keadaaan sekeliling dan berharap menemukan tempat untuk melarikan diri namun tidak didapatkannya.
Di kejauhan terdengar suara musik mengalun merdu. Loving You dari Kenny G yang dimainkan melalui keyboard. Lagu itu terdengar begitu sendu. Seakan-akan mewakili Si pemain musiknya.
"Boleh aku bertanya" Siapa ya yang main musik indah malam-malam seperti
ini"" YENNY: Lagu itu menenangkan Cantik dan memberinya kek
uatan baru. Lagu itu lagu kesukaannya. Setiap ada masalah, lagu itu yang selalu membuatnya tenang. Sekarang ketakutannya hilang. Tiba-tiba terlintas jurus-jurus pencak silat yang pernah dia pelajari dari kakeknya. Cantik mengumpulkan kekuatannya. Cantik tahu makhluk di depannya ini sangat romantis tapi dia paling tidak suka dipaksa apalagi dengan cara kasar seperti ini.
Masih dengan gaya pura-puranya, dia mengulang pertanyaannya, "Siapa ya yang main musik indah malam-malam seperti ini""
Wajah itu nampak sangat kesal. Jawabnya dengan sedikit ketus, "Kenapa kamu harus memusingkan siapa yang memainkan lagu itu" Bukankah lagu ini lagu kesukaanmu""
"Alamak! Tuhan, lagu kesukaanku pun dia tahu! Siapakah dia ini"" teriak Cantik dalam hati.
Tiba-tiba lagu itu berhenti. Dengan kesal, pemuda itu masuk dan terdengar teriakannya. Mungkinkah dia memarahi pemain musik itu"
Dengan cepat Cantik memeriksa kelilingnya lagi. Mungkin ada pintu ataupun celah yang tadi tidak sempat dia perhatikan yang bisa dia pakai untuk melarikan diri. Cepat! Cepat! Cari!
Dengan kekuatan baru, Cantik berjalan mengelilingi taman itu. Saat mendekati ruangan yang dimasuki pemuda itu, dia mendengar pembicaraan pemuda itu dengan seseorang. Mereka sepertinya lagi berdebat tentang dia.
"Cukup! Cukup sudah kamu melakukan itu!"
"Cukup bagaimana" Cantik belum mengenal keseluruhan diriku. Apakah kamu mau menyaingiku" Apakah kamu juga mencintainya""
Saat Cantik melongok ke dalam, hatinya langsung plash. Dia melihat pemuda itu seakan-akan berbicara di depan cermin.
* * * "Gus, ada apa"" tanya Ayu bingung melihat Bagus memandang ponselnya dengan wajah aneh. Seperti melihat hantu di situ.
"Yu, saya tahu Cantik ada di mana," jawab Bagus dengan gembira. "Kamu tahu" Kamu dapat SMS dari mana""
LINI: "SMS" Aku nggak dapat SMS. Cuma lagi ngecek pulsa." Bagus mengantongi lagi ponselnya.
"Bagus!! Ini urusan serius! Kamu pikir ini dagelan ya"""
"Lho" Kalau ini dagelan, dari awal aku sudah ketawa-ketawa dan nggak repot nyari Cantik ke mana-mana."
"Aaarrgghh .. " Ayu kehabisan akal.
"Tenang dulu, Yu. Emang kalau kamu emosi, masalahnya selesai" Duduk dulu. Tarik napas, jangan lupa dibuang. Kalau disimpan nanti masuk angin." Ayu menahan tawa.
"Tuh kan, hidungnya kembang-kempis. Jangan suka nahan ketawa, nggak baik buat kesehatan. Nanti kentut lho!"
Dug! "Ih, aku bilang jangan nahan ketawa bukan nyuruh mukul. Kamu itu, suka salah memaknai kalimat perintah deh." Bagus meringis sambil memegangi lengannya.
"Kemarin aku lewat rumah besar di pinggir danau itu. Ingat nggak, waktu aku ajak kamu jalan-jalan pas gerimis itu""
"Waktu kelilingan nggak jelas dan nyasar itu""
"Iya. Kemarin di jendela atas rumah besar itu aku lihat ada gadis mirip Cantik. Tadinya nggak yakin tapi lihat kebiasaannya gigit kuku kok beneran Cantik. Saking merhatikan gadis di jendela itu hampir aku nabrak kambing."
TINA: "Wah, pantesan aroma badanmu waktu itu nggak jauh-jauh dari kambing. Rupanya abis meluk kambing!" Ayu terkekeh geli tanpa bisa ditahan.
"Hampir Yu, hampir! Belum kesampaian sih meluknya. Untung keburu pegangan pagar!" Bagus menjelaskan dengan mimik muka susah ditebak, antara serius dan main-main.
"Sudah, sudah! Kita ini lagi sedih atau lagi nonton ketoprak humor sih" Dari tadi cengengesan melulu!" Ayu mencoba mengalihkan suasana. Kalau dituruti bisa-bisa perutnya meledak karena kebanyakan tertawa. Itulah yang ia suka dari Bagus. Selalu bisa membuatnya tertawa lepas dan tanpa beban.
Bagus kembali memasang tampang serius. "Balik kepada gadis di jendela yang kubilang mirip Cantik tadi. Kamu percaya kalau itu Cantik, Yu""


Cinta Itu Tidak Merah Jambu Karya Nasi Tim di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ayu terdiam. Ia berusaha mengingat-ingat sesuatu. Yang ia tahu, Cantik memang punya kebiasaan menggigit kuku kalau lagi cemas dan gugup tapi kembarannya itu bukan tipe orang yang cengeng apalagi sok melankolis mesti nampang di jendela sambil gigit-gigit kuku. Kalau itu Cantik, sudah pasti ia akan berusaha memanjat jendela untuk kabur tanpa harus gigit-gigit kuku dulu. Minimal ia akan berteriak sekencang-kencangnya untuk meminta pertolongan orang yang lalu lalang di pinggir danau. Bukanka
h rumah besar itu juga tidak terlalu terpencil sekali letaknya"
"Antara iya dan tidak, Gus! Masalahnya, mengapa Cantik masih sempat gigit-gigit kuku di jendela, ya" Itu bukan tipe Cantik banget gitu lho! Kalau itu dia, pasti akan cepat mencari jalan untuk kabur. Untuk urusan panjat memanjat kan Cantik jagonya. Ingat nggak, kalau dia adalah atlet senam dulu pada jaman masih sekolah" Lagipula otaknya kan otak detektif. Mirip banget dengan buku-buku yang biasa dibacanya. Nggak mungkinlah otaknya macet pada saat situasi genting begini. Jadi kurang yakin juga aku. Kecuali .. " kalimat Ayu mengambang.
"Kecuali apa"" Bagus penasaran. Tanpa sadar diguncang-guncangnya pundak Ayu. Tangannya mencengkeram dan membuat gadis itu meringis kesakitan.
HENNY: "Kecuali gadis itu bukan Cantik, hanya mirip Cantik." Ayu menjelaskan dengan suara ngambang.
"Ah, aku jadi bingung. Gini aja deh Yu, kita mulai aja mencari keberadaan Cantik dari rumah besar di pinggir danau itu, gimana"" Bagus menatap Ayu menunggu jawaban.
DEDE: "Hm .. " gumam Ayu tampak mengerutkan dahinya.
"Halah Yu, apa lagi yang ditunggu" Kita harus bergegas supaya tidak terlambat!" Heg! Dada Bagus tiba-tiba terasa sesak saat menyadari ucapannya sendiri. Ayu mendongak dengan mata terbelalak. Bagus yang selalu membuatnya tertawa tiba-tiba menyadarkan betapa gentingnya keadaan saat ini.
"Terlambat apa, Gus" Apa maksudmu"" teriak Ayu histeris. Bagus menyadari bahwa Ayu tidak setegar Cantik. Ayu sangat rapuh dan halus beda dengan Cantik yang tegar dan kuat.
"Maaf Yu, aku cuma kuatir dan aku tahu kamu juga sangat kuatir terhadap keselamatan Cantik. Jadi, rasanya kita harus bergegas menemukan Cantik. Kita bisa minta bantuan saat kita menuju ke rumah danau itu." Hilang sudah semua kekonyolan Bagus. Kini dia tampak sangat serius dan terluka.
"Begitu dalamnya kah perasaanmu terhadap Cantik, Gus"" desah Ayu sakit.
Diraihnya tangan Bagus yang terasa dingin dan mulailah mereka menyusuri jalan menuju rumah besar di pinggir danau. Bagus mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi beberapa orang untuk mengabarkan keberadaan kami. Tanpa kami sadari tangan kami saling menggenggam erat seolah ingin saling menguatkan.
RATNA: Bagus masih juga merasa gamang setiap kali berada di antara Si Kembar. Terombang-ambing perasaannya antara kedua gadis manis yang serupa tapi sangat berbeda karakternya. Lelaki mana yang tidak bangga bisa diapit dua wanita cantik begini. Tapi Bagus juga ragu kalau tidak bisa dikatakan takut menghadapi kenyataan. Ayu yang lembut dan berpembawaan tenang diam-diam sering terlihat mencuri pandang pada Bagus. Beberapa kali Bagus melihat rona merah saat ia menangkap Ayu yang sedang memperhatikannya. Beberapa waktu lalu Bagus beradu pandang dengan Ayu saat mereka sedang menonton Oprah Winfrey Show. Kemudian kemarin saat Bagus sedang membaca buku Cantik yang baru dibelinya, ia beradu pandang dengan Ayu yang segera pura-pura sibuk memeriksa SMS masuk. Walaupun belum berpengalaman bergaul dengan perempuan tapi insting pejantannya mengatakan bahwa Ayu memang memberi perhatian istimewa seperti membuatkan minuman setiap kedatangan Bagus.
Lain sekali dengan Cantik, terbuka dan kadang sedikit ketus kalau tidak bisa dikatakan tegas. Prinsipnya kuat dan bisa tahan berdebat berjam-jam. Bagus mengagumi kecerdasan Cantik dan merasakan mendapat teman diskusi yang menyenangkan. Tapi apakah Bagus memiliki kemampuan untuk memutuskan memilih Cantik dan meninggalkan Ayu" Ah, belum seberani itu rasanya. Bagus lebih baik tidak kehilangan keduanya. Biarlah ia simpan dalam-dalam perasaannya daripada ia harus menyakiti seorang sahabat apalagi saudara dari orang yang dikasihinya.
Bukan pilihan mudah tapi juga memang belum harus diputuskan. Bagus menghela nafas yang terasa makin berat. Dijalaninya jalan setapak dengan galau sambil bertanya dalam hati: apa maksud Ayu menggenggam tangannya" Ah, sudahlah. Yang penting sekarang harus menemukan Cantik.
Tercium aroma pinus yang segar sejak hujan tadi sore yang turun membasahi dataran sekitar danau. Temaram senja mulai merona tapi pemandangan indah tepi danau
tidak mampu mengusik kegalauan hati Bagus.
Diam-diam ia ambil ponsel dan diintipnya di antara temaram bayangan deretan pohon pinus. Beberapa menit lalu ia mendapat SMS dari nomor yang tidak dikenalnya, "Jangan ganggu belahan jiwaku!" Siapa yang tahu nomor ini" Bagus tak habis pikir. Ponsel ini hanya digunakan untuk akses internet, tidak ada yang tahu karena memang ia tidak pernah memberitahukan siapa pun.
Bagus langsung teringat nomor yang diberikan Kapolsek AKP Teguh tadi pagi. Ia berpesan untuk menyampaikan informasi apa pun yang Bagus dapat karena Sang Kapolsek menduga adanya penculikan dengan modus sakit hati atau balas dendam. Ya, Bagus ingat juga tidak ada tanda-tanda kekerasan di semua pintu dan jendela. Berarti memang dilakukan oleh orang yang sangat dekat. Tapi siapa" Apa ada yang marah dengan gadis secantik Cantik" Atau, sebenarnya Bagus lah target yang dituju"
Sirr ... terkesiap darah Bagus, panas terasa di wajahnya. Jangan-jangan memang Bagus yang menjadi sasaran karena ia dekat dengan Cantik"
Tapi, laki-laki mana yang sampai begitu tega menculik Cantik" Lagi pula teman laki-laki Cantik juga banyak dan pasti banyak yang juga mengagumi Cantik" Ah, sudahlah. Bagus cepat-cepat meneruskan SMS yang diterimanya disertai nomor Si pengirim dan waktu diterimanya SMS itu.
Ayu tertegun saat melihat Bagus yang tiba-tiba berhenti dan melepaskan genggaman tanggannya. Bagus terlihat panik membuat dan mengirim SMS. "Ada apa, Gus" Apa ada info baru"" tanya Ayu.
FEMI: "Tidak ada, Ayu. Ini ada yang salah SMS." Bagus berusaha untuk terlihat tenang.
"Ayu sebaiknya tidak tahu dulu tentang SMS ini. Nanti kalau dia panik, aku lagi yang pusing."
Ayu kembali menggenggam tangan Bagus. "Aku takut Cantik ada apa-apa." "Cantik, dia wanita yang bisa menjaga diri, Yu. Cantik juga wanita pintar, dia pasti juga mencari jalan keluar." Bagus menenangkan. Tiba-tiba Ayu menghempaskan tangan Bagus. "Ayu" Kenapa"" tanya Bagus bingung.
"Ya, Cantik memang segalanya!" Ayu gusar. Bagus semakin bingung melihat Ayu yang tiba-tiba ngambek. Ayu terdiam kemudian terisak.
"Maaf, aku hanya bingung. Sebenarnya aku cemas tapi aku juga cemburu." "Cemburu" Ayu, dia saudaramu." Bagus bingung. "Iyaaa!!! Tapi dia juga sainganku!" Ayu masih terisak.
Bagus bengong melihat Ayu sambil keheranan mendengar tutur kata Ayu yang begitu lugas.
"Ayu, aku . aku .. "
ODE: "Aku apa"""" Ayu memotong kalimat Bagus. "Sebenarnya, sudah sejak dulu Gus. Setiap kali kamu berkunjung ke rumah, aku selalu menahan perasaanku ini. Benar yang kamu katakan tadi, Cantik memang saudaraku dan karena hal itulah selama ini aku mencoba menjaga hubungan kami dengan selalu berusaha untuk mengalah karena aku tahu Gus, aku tahu bahwa sesungguhnya Cantik juga menaruh hati kepadamu."
Dalam keheningan sekitar danau tersebut, Ayu terisak diiringi dengan air matanya yang berjatuhan membasahi pipinya. Sementara Bagus hanya terdiam sambil menatap wajah Ayu yang bersimbah air mata dan tak tahu harus berbuat apa. Ayu memalingkan arah. Membelakangi Bagus, mencoba menyembunyikan wajahnya yang semakin pilu.
Cukup lama keduanya terdiam. Hanya derik jangkrik dan dinginnya malam yang terasa pada saat itu. Ayu mengusap air matanya, mencoba mengembalikan keayuan wajahnya. Berusaha tegar dan tak ingin berlarut-larut.
Ayu kembali berbalik arah, menghadap kepada Bagus dan seperti hendak melanjutkan uneg-unegnya lagi. Benar saja, sambil menatap wajah Bagus, Ayu kembali berbicara, "Gus, mungkin . mungkin aku memang .. "
Belum selesai Ayu berbicara, tiba-tiba dari arah rumah besar di seberang danau terdengar teriakan suara seorang laki-laki.
"Hei, jangan lari kamu!"
Bagus dan Ayu seketika terkejut dan langsung mencari asal suara tersebut. Benar saja, suara itu berasal tak jauh dari rumah besar itu. Samara-samar terlihat seorang lelaki yang sedang mengejar seorang gadis.
"Hei!! Kembali!! Jangan lari kamu!!" Sambil terus mengejar, lelaki itu kembali berteriak.
FONNY: "Stop!!! Berhenti!!! Jangan lari lagi atau rasakan akibatnya!!!" Teriakan kencang Si Lelaki memecah suasana hening yang mendominasi dari tadi di sekitar danau
itu. Bayangan kedua orang itu semakin mendekat. Semakin jelas bahwa yang berlari adalah: CANTIK! Dengan tersengal-sengal, Cantik berlari kencang menghampiri Ayu dan Bagus. Baru saja semakin mendekat ke arah mereka berdua, tiba-tiba pria yang dari tadi mengejar Cantik sudah terlanjur menangkapnya tanpa memberikan kesempatan kepada Cantik untuk berlari lagi. Dia menangkap pergelangan tangan Cantik dan dipuntirnya tangan kanan itu ke belakang. Tangan satunya menodongkan sebilah pisau ke leher Cantik. Cantik tak berkutik. Tak mampu lagi bergerak. Risikonya adalah lehernya yang mulus akan terlukai oleh pisau tersebut. Pisau yang memang tidak panjang tetapi nampak cukup tajam.
"Jangan mendekat. Kalian berdua jangan coba-coba dekati Cantik apalagi menyelamatkannya. Dia milikku. Hanya dia belahan jiwaku seorang. Dia harus kumiliki hari ini sampai selamanya. Kalian tak perlu merebutnya dariku. Takkan kubiarkan itu semua terjadi. Dia milikku, hanya milikku!"
Tatapan mengerikan keluar dari pria itu. Sinis, ketakutan, berpadu dengan amarah karena datangnya Ayu dan Bagus yang diduga akan menyelamatkan Cantik.
Cantik mulai menangis ketakutan. Ayu juga. Dia yang sudah menangis dari tadi kembali tak mampu menahan jatuhnya air mata. Kali ini, dia merasa cemas karena Cantik dalam kondisi berbahaya. Diancam oleh orang yang nampaknya "setengah gila", terganggu jiwanya.
"Jiwa, lepaskan dia," kata Bagus pelan tapi tegas sekali nada suaranya itu.
"Siapa itu Jiwa" Aku tak kenal dia! Pergi kalian, Cantik hanya milikku!" Pria itu yang wajahnya persis seperti Jiwa masih menyimpan amarah dan tak mau melepas Cantik. Malah dia semakin mendekatkan pisau itu ke leher Cantik.
"Kalau kalian tak mau pergi juga, kalian akan lihat sendiri akibatnya!" ancamnya
lagi. Tiba-tiba terdengar derap langkah di belakang Bagus dan Ayu.
ANGEL: Spontan Ayu dan Bagus menoleh ke belakang. Bagus mengira kiriman bantuan dari kepolisian telah datang. Ternyata, sekelompok laki-laki berpakaian seadanya berjumlah enam orang mendekat dengan wajah-wajah ingin tahu. Mereka adalah warga yang sedang ronda.
"Ada apa"" tanya salah satu yang lebih tua dengan mata tertumbuk pada Jiwa yang sedang memegang pisau.
"Ng Bagus jadi serba salah, antara ingin menjelaskan dan tidak. Matanya bergantian ke arah wajah Jiwa dan Bapak itu. Ia takut bila Jiwa tiba-tiba nekad setelah ia membuka mulut.
"Pergi kalian semua!" usir Jiwa dengan suara garang dan mata merah menyala. "Jangan ikut campur! Ini bukan urusan kalian!"
"Maaf, Pak. Mungkin sebaiknya bapak-bapak pulang saja. Ini masalah keluarga, saya yakin bisa kami selesaikan dengan baik-baik." Bagus berusaha meyakinkan mereka agar meninggalkan tempat itu. Tampaknya mereka tak mempercayai kata-kata Bagus. Mereka bahkan sibuk berbisik-bisik.
"Bapak lihat kondisinya sudah tidak baik lagi, Nak. Ada apa" Coba diceritakan, mungkin Bapak bisa membantu""
Bagus tersenyum kecut. Seandainya saja semudah itu. Seandainya saja Jiwa bisa diajak bicara. Ia bahkan merasa tidak mengenal laki-laki di depan sana itu. Jiwa yang dikenalnya tidak pernah memiliki perangai semenakutkan itu.
"Kalian tidak dengar" Pulang kalian! Ini wilayahku! Ini tempatku! Jangan ikut campur urusan yang terjadi di sini!" teriak Jiwa lagi sambil menarik tubuh Cantik mundur perlahan. Cantik masih menangis namun tak terdengar lagi suara tangisannya.
Tiba-tiba Bapak yang bersarung itu maju ke depan. "Nak, letakkan dulu pisaunya. Semua bisa kita bicarakan baik-baik. Kalau memang ada masalah keluarga .. "
"Aaa!!!" Kalimat Si Bapak terputus dengan teriakan Ayu. Semua mata tertuju tegang pada Jiwa. Dari leher Cantik menetes darah segar.
"Sepatah kata lagi dari siapa saja, kuiris daging perempuan ini dalam-dalam!"
"JIWA!!!" Bagus berteriak tak dapat menahan kemarahannya. Ia berusaha mendesak maju dengan wajah merah padam. Ayu mencoba menahan tangannya dan membuat Ayu hampir saja ikut terseret. Ayu tertegun melihat luapan kemarahan Bagus. Inikah tanda cinta Bagus pada Cantik" Cinta yang tak memerlukan pernyataan lewat kata-kata lagi. Ekspresi marah dan terluka Bagus langsung muncul begitu saja dan t
ak bisa dikontrolnya ketika melihat Cantik dilukai. Tiba-tiba ada rasa perih yang menusuk-nusuk hati Ayu.
Sama dengan Ayu, Cantik tertegun. Di samping itu, tiba-tiba ada bahagia menyusup di hatinya melihat ekspresi Bagus tadi.
Berbeda dengan Jiwa, ia malah tertawa terbahak-bahak.
"Kamu marah gadismu kulukai" Itu memang yang ingin aku lakukan. Itu memang yang ingin aku tunjukkan di hadapanmu. Menghabisi perempuan tak berguna ini! Perempuan yang selama ini memenuhi isi kepalamu itu!"
Langkah Bagus terhenti. Ia tiba-tiba menjadi bingung. Kata-kata Jiwa terdengar aneh.
"Apa maksudmu" Aku kira kamu mencintai Cantik" Mengapa kamu malah tega melukainya""
"Aku"" Mencintai perempuan ini"""" Jiwa tertawa keras. Tawanya terdengar menakutkan, seperti seorang gila yang baru saja lepas dari kurungan. "Tapi tadi kamu bilang
"Aku hanya bersandiwara, tolol! Kalian semua bodoh! Terutama kamu!" Jiwa mendekatkan mulutnya di wajah Cantik. "Kamu yang paling bodoh! Mengira aku jatuh cinta dan tergila-gila padamu. Kamu pikir dirimu siapa""""
Cantik tiba-tiba bergidik. Tadi dia sempat meragukan kalau Jiwa akan membunuhnya karena ia berpikir laki-laki itu tak mungkin akan membunuhnya bila ia mencintainya. Namun kini setelah mendengar apa yang dikatakan Jiwa, tubuhnya langsung gemetar, merasa bahaya kini ada di hadapannya. Namun, kalau Jiwa tidak mencintainya lalu mengapa"
"Kalau kamu tak mencintainya, lalu mengapa kamu menculiknya"" tanya Bagus tak mengerti.
Jiwa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bagus, Bagus .... Mengapa sampai sekarang kamu tetap buta" Aku menculiknya karena perempuan ini selamanya akan menjadi penghalang bagiku untuk bersama-sama dengan orang yang aku cintai."
Ayu, Bagus, dan Cantik sama-sama tak menduga kata-kata yang dilontarkan Jiwa. Mereka sama-sama terpaku bingung.
"Orang yang kamu cintai"" desis Cantik. "Siapa""""
Tiba-tiba tangan Jiwa teracung ke depan. "Dia. Dia orang yang selama ini aku cintai."
Ayu dan Bagus terpaku menatap tudingan tangan Bagus. Bagus menatap Ayu. Jiwa mencintai Ayu"""
"Tapi Bagus menolehkan kepalanya dari Ayu, baru saja akan protes ketika matanya kembali tertumbuk pada jari telunjuk Jiwa. Dia baru tersadar penuh, seperti ditampar dengan tamparan terkeras yang langsung memutarbalikkan seisi dunianya. Ternyata jari Jiwa bukan tertuju ke arah Ayu, tapi lurus tepat ke arahnya.
Huh! SHANDRA: "Aku"" kata Bagus.
Tiba-tiba Jiwa membalikkan badannya dan berlari. Ia berlari sekencang-kencangnya.
"Jiwaaa!!! Tunggu!!!" teriak Bagus.
Bagus berlari mengejar Jiwa. Sementara, Ayu berjalan, menghampiri dan memeluk saudara kembarnya. Ayu memeluk Cantik. Air matanya berlinang deras. Kali ini, Cantik menangis. Mungkin ini adalah kali pertama Cantik menangis di hadapan Ayu.
Di tempat yang lain, Bagus masih tampak berlari mengejar Jiwa. Nafas Jiwa yang semakin tersengal karena lelah bercampur asmara pun akhirnya terjatuh. Bagus berhasil mengejar Jiwa. Kini Jiwa tepat berada di hadapannya.
"Jiwa! Apa-apaan ini" Jiwa, jawab Jiwa!"
"Gus, maafkan aku. Maafkan aku, Gus. Maafkan aku."
Kini Jiwa mulai menangis. Hal yang pertama pula ia lakukan di hadapan sahabatnya.
Bagus lalu memukul Jiwa. "Pukul aku Gus, pukul! Aku memang pantas mendapatkannya. Aku memang pantas."
Bagus melepaskan cengkraman tangannya dari kerah baju Jiwa. Bagus membalikkan badanya dan pergi menjauhi Jiwa. Hati Bagus hancur. Air mata Bagus turun bercampur dengan amarah. Bagus terluka karena laki-laki yang selama ini dianggapnya saudara, kakak, dan sahabat ternyata mencintainya. Mencintainya dengan hasrat. Mencintai tidak seperti yang diharapkannya. Mencintai yang salah.
Jiwa masih diam dan tertunduk. Diingatnya kejadian beberapa hari yang lalu saat Cantik meneleponnya dan mengajaknya untuk bertemu. Ia masih sangat ingat sekali saat itu Jakarta sedang turun hujan. Mereka berbincang sambil minum kopi di kedai kopi kesukaan Cantik di bilangan Kemang.
"Cantik. Kamu yakin akan ini"" Cantik mengangguk.
"Tolong aku Wa, pleaseee..."
Cantik menggenggam tangan Jiwa. Kini Jiwa mengangguk.
Keesokan harinya Jiwa masih ingat, saat itu Ia memarkirkan mobilnya agak jauh da
ri rumah Cantik. Dipakainya beberapa atribut serba hitam. Jiwa menghela nafas panjang.
"Kamu memang pantas mendapatkannya Cantik. Hanya kamu yang bisa membuat hari-hari Bagus menjadi berwarna. Kamu ceria, cerdik, pandai, dan kamu kuat. Kamu pasti bisa mengimbangi sifat Bagus yang labil, kurang percaya diri dan terlalu berhati-hati. Apa jadinya kalau kamu harus kehilangan lagi kekuatanmu karena Bagus akhirnya bersama Ayu. Aku terlalu mencintaimu untuk bisa mengalah dan melakukan ini," gumam Jiwa.
Jiwa beranjak meninggalkan mobilnya. Tepat di depan rumah Cantik, Jiwa memakai topeng berwarna hitam yang sedari tadi ada di tangannya.
"Oh .. " batin Jiwa kini. "Mengapa sore hari itu aku bukannya menasihati Cantik untuk memilih cara lebih mudah dari ini. Cara yang pada akhirnya tidak menyakiti siapa-siapa. Cinta memang rumit. Cinta hanya transportasi manusia menuju pesakitan," batin Jiwa lagi.
Jiwa masih ingat betapa girangnya Cantik drama karena penculikan yang diaturnya berjalan dengan mulus. Selama perjalanan, ia membayangkan ia disekap di ruangan penuh dengan fotonya. Surat cinta dari penggemar misteriusnya. Jiwa di balik kemudinya melirik Cantik. Cantik masih tersenyum-senyum sendiri membayangkan ia akan berdiri di depan jendela dengan siluet kebiasaanya menggigit kuku dan ..
IMELDA: Sudah kepalang basah, drama ini harus terus berlanjut. Jiwa tak henti-hentinya menyalahkan dirinya, "Kenapa aku tidak dapat menguasai emosiku"" Dia terlalu larut dalam situasi, membuatnya tidak bisa menahan diri keceplosan menyerukan suara hatinya. "Bodohnya aku. Sekarang pasti Bagus akan membenciku. Uh! Dia akan makin membenciku kalau mengetahui persekongkolanku dengan Cantik. Bagus tidak boleh tahu. Tidak!" berbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya. Digelengkannya kepala keras-keras, suara-suara itu tidak mau hilang. andai Raga ada di sini ..
Tidak tahu sejak kapan Jiwa mulai merasakan getaran aneh di hati saat berdekatan dengan Bagus. Adik yang tidak pernah dia punya karena dia anak tunggal. Banyak lawan jenis yang suka padanya tapi tidak ada yang menimbulkan perasaan yang berbeda seperti yang dirasakannya ke Bagus. Awalnya hanya saling memperhatikan, saling menceritakan kegiatan mereka sehari-hari, banyak kesamaan hobi, kegemaran akan musik. Bagus selalu membuatnya kagum dengan keuletan dan kegigihannya menghadapi hidup. Berbeda sekali dengan dirinya yang anak tunggal dan hidup serba berkecukupan. Tidak pernah menemui kesulitan untuk mendapatkan yang diinginkan.
Lama-lama hati Jiwa serasa terbakar saat Bagus menceritakan tentang teman-teman wanitanya terutama tentang Si Kembar. Dia ingin Bagus selalu ada untuknya. Api amarah bercampur asmara yang tidak kesampaian membuatnya merasa ingin membunuh seseorang. Bantal bulu angsa di ranjangnya sudah berganti ke sekian puluh kali karena robek dan hancur, digigit, ditikam ribuan kali dengan pisau dapur pencacah daging yang diam-diam diambilnya dari dapur. Jiwa membayangkannya sebagai perempuan-perempuan sialan itu. Perempuan-perempuan sok manis, kegenitan, seperti musang berbulu domba. Tidak berbeda dengan Ibunya.
Jiwa ingat malam-malam penuh siksaan saat dia kecil. Ibunya yang cantik, sangat lembut, baik luar biasa saat Bapak berada di dekatnya akan berubah menjadi monster mengerikan saat Bapak tidak di rumah. Suara-suara di kepala perempuan itu menyuruhnya menyiksaJiwa untuk melampiaskan kekesalan, kesepian ditinggal suami yang sangat jarang ada waktu untuk keluarga. Bapak selalu bekerja, bekerja, dan bekerja. Cambukan, pukulan, cubitan selalu menjadi makanan sehari-harinya. Begitu pandai perempuan itu memilih tempat pukulan yang tidak akan terlihat langsung oleh Bapak. Di saat-saat penuh luka, ketakutan yang amat sangat, Raga akan muncul. Dia yang akan menghadapi Ibu tanpa rasa takut.
Sampai suatu hari Si Jahanam itu berusaha mengakhiri hidupnya dengan mengoyak nadi di tangan. Percobaan bunuh diri itu tak berhasil. Sejak saat itu dia mematung tanpa mengenali siapa pun sehingga dirawat di RS Jiwa sampai sekarang. Bapak tidak menikah lagi, dia benar-benar mencurahkan kasih sayangnya ke Jiwa dem
i menebus rasa bersalah di hatinya.
Bagus yang masih dipenuhi amarah masih mengomel, "Kamu memang bajingan,
Jiwa!" Tiba-tiba Jiwa menyeringai, mukanya yang sayu berubah menjadi beringas. "Jiwa tak ada di sini. Dia terlalu lemah untuk berada di sini. Dia selalu merepotkan, aku harus selalu menggantikannya untuk mengatasi masalah yang dia buat," katanya geram.
Bagus sangat kaget, suara dan tingkah laku Jiwa berubah sangat drastis. Dia tak mengenalnya sama sekali. "Siapa kamu"" tanya Bagus. "Aku Raga."
MARTHA : "Raga" Siapa Raga" Kamu jangan main-main denganku, Jiwa. Kamu itu Jiwa, bukan Raga. Sudah cukup semua kemunafikan kamu selama ini, jangan kamu tambah lagi dengan kebohongan. Aku sudah muak dengan semua ini!" Bagus bersuara tinggi karena tidak dapat menahan emosi.
"Hahaha ... kamu salah, Bagus. Aku Raga. R ... A ... G ... A ... Aku kembaran Jiwa Ryang selama ini menghilang. Tetapi, aku tidak pernah benar-benar menghilang dari kehidupan Jiwa karena aku tahu Jiwa begitu rapuh, dia perlu seseorang yang bisa mengerti dan melindungi dia. Hati Jiwa terlalu lembut untuk kamu sakiti, Bagus. Dia menemukan sosok yang selama ini dia cari dalam pribadi kamu. Dari jauh aku selalu mengamati Jiwa, tidakkah kamu tahu dan merasakan kalau selama ini dia selalu berkorban dan mencoba membuat kamu bahagia" Di mana nurani kamu, Bagus" Di mana kepekaan kamu. Selama ini, kamu begitu egois dengan menceritakan semua cewek-cewek yang mengelilingi kamu tanpa kamu pernah mau melihat ada kesakitan yang terpancar dari mata Jiwa. Kamu terlalu sibuk dengan perasaan dan keinginan kamu hingga kamu melupakan pribadi Jiwa. Jawab aku Bagus, pernahkah Jiwa menceritakan kepedihannya selama ini" Pernahkah ada orang lain yang berkorban sebesar itu buat kamu selain Jiwa"" geram Raga sambil mengguncang-guncang pundak Bagus.
Bagus terdiam tanpa bisa berkata apa pun. "Kacau! Semua kacau! Bertahun-tahun aku bersahabat dengan Jiwa tetapi aku tidak pernah sadar kalau Jiwa punya perasaan lain terhadapku. Persahabatan yang selama ini berjalan mulus dan tidak pernah ada keributan. Benarkah aku seegois itu" Bukankah sikap aku wajar sebagai seorang sahabat"" berbagai pertanyaan muncul dalam benak Bagus di tengah kebingungannya menghadapi kenyataan yang memporakporandakan pikirannya.
Tiba-tiba ada rasa aneh dalam hati Bagus. Ada getar-getar aneh yang selama ini dia abaikan dan selalu dia pendam. Getar-getar yng muncul dari alam bawah sadarnya. Jiwanya seakan melayang setelah mengetahui kalau Jiwa juga mencintainya. Perasaan yang selama ini dia pendam dan tutup rapat-rapat karena tidak ingin ada seorang pun yang mengetahuinya. Perasaan yang selama ini Bagus alihkan ke dua gadis kembar itu.
"Raga, tolong katakan di mana Jiwa sekarang" Aku harus menemuinya," tanya Bagus dengan suara pelan.
"Untuk apa kamu menemuinya" Untuk membuat dia sakit" Untuk mengatakan kalau kamu hanya menganggap dia sahabat" Nggak perlu kamu lakukan itu semua Bagus karena kamu tidak akan penah bisa menemuinya lagi." Raga berkata dengan suara kering yang tidak dapat ditahannya.
Pendekar Bayangan Setan 12 Pendekar Mabuk 028 Bandar Hantu Malam Misteri Lukisan Tengkorak 2
^