Cinta Tidak Merah Jambu 2
Cinta Itu Tidak Merah Jambu Karya Nasi Tim Bagian 2
LEVI: Sosok lelaki di hadapan Bagus itu segera berbalik dan bergerak secepat kilat. Bagus bergerak ingin meraih lengan Jiwa ... ataukah Raga" Bagus kini tak tahu lagi siapa yang ada di hadapannya. Jiwa, sahabatnya dari kecil yang penuh pengertian, yang telah menggetarkan sudut- sudut hatinya yang paling dalam, atau Raga, alter-ego Jiwa yang dominan dan kasar. Dalam kebingungannya, dilihatnya sosok Jiwa atau Raga semakin mengecil dalam pandangan mata. Bagus tak berdaya. Kakinya seperti terpaku di tanah ketika ia melihat sosok yang ramping bergerak mendahuluinya.
"Raga! Tunggu! Jangan lari, Raga! Tunggu aku, RAGA!"
Jiwa tersentak ketika mendengar jeritan tajam membelah udara, memanggil namanya. Sedetik kemudian sebersit kecewa muncul di hatinya. Suara yang berteriak memanggilnya adalah suara wanita. Bukan suara pria. Bukan Bagus yang dinantinya.
Jiwa terdiam ketika sepasang tangan menggenggam tangannya dan menahan langkahnya. Perlahan dilihatnya wajah Cantik yang berlinang air mata. Jiwa tak mampu berkata-kata.
"Raga, kumohon jangan pergi. Jangan tinggalkan aku."
"Raga, setelah hari-hari yang kita lewati bersama, aku tak mampu lagi berpisah denganmu. Aku mau hari- hari itu terus berlanjut, selamanya tak akan berakhir." Jiwa terhenyak. Dipandangnya Cantik dengan tatapan kosong. "Cantik, aku tidak .. "
"Sstt ... cukup. Tolongjangan bilang apa- apa dulu." Cantik menaruh telunjuknya dengan lembut di bibir Jiwa.
"Aku tahu bukan aku yang ada di hatimu. Kamu pun dulu bukan sosok yang menghuni hatiku. Tapi sandiwara kita ini, segala perhatian dan pernghormatan yang kamu berikan padaku, membuat aku merasa menjadi wanita sejati. Akhirnya mataku terbuka setelah selama ini buta bahwa kamulah yang aku cari. Pertama kalinya aku kini terbebas dari rasa bersalah dan cemburu pada Ayu. Aku kini rela melepas Bagus untuk Ayu karena ada kamu. Kamu lah yang aku mau."
Jiwa semakin pucat. Tangannya terasa dingin di dalam genggaman Cantik.
"Tidak. Tidak. Cantik, ini pasti ada yang salah. Aku tidak mungkin membalas perasaanmu, kamu tahu itu kan" Orang sepertiku tidak ditakdirkan bersamamu."
"LALU BERSAMA SIAPA"!!"
Cantik meradang dan menggenggam tangan Jiwa semakin erat. Jiwa meringis kesakitan.
"Kamu kira kamu ditakdirkan bersama pria idamanmu itu" Kamu kira takdir tak akan lebih keras menentangmu" KAMU KIRA DIA MENCINTAIMU LEBIH
DARI AKU"" "Cukup, Cantik. Maaf aku harus menolakmu. Tapi aku sekarang adalah Jiwa, bukan Raga dan hatiku sudah menjadi milik orang lain."
Di luar dugaan, Cantik mengeluarkan pisau kecil yang tadi digunakan Jiwa dalam sandiwara penyanderaan. Ditempelkannya pisau itu di lehernya sendiri.
"BUKAN!!! Kamu itu Raga. Aku kenal kamu. Kamu Raga, bukan yang lain."
"Cantik, sadarlah. Raga yang kamu cari tidak ada di sini. Sekarang ini adalah Jiwa yang ada di hadapanmu."
"Maka berbohonglah." isak tangis Cantik membuat tangannya yang menodongkan pisau ke lehernya sendiri bergetar.
"Bohonglah padaku, pada dirimu, pada yang lain, dan hiduplah bersamaku. Aku tak keberatan hidup dalam kepura-puraan daripada hidup tanpa dirimu.
Kalau tidak, lebih baik aku MATI!"
PUJI: "Cantik!!!" Ayu dan Bagus berteriak bersamaan sambil berlari mendekati Cantik.
"Bukan seperti ini yang aku mau, Cantik. Kita tak akan terpisahkan bahkan oleh siapa saja. Aku lebih memilihmu daripada siapa pun. Maafkan aku yang selama ini selalu memikirkan diriku sendiri. Tapi, hanya kaulah saudaraku terkasih," Ayu tak kuasa menahan air matanya. Dia tak menyangka peristiwa ini menjadi semakin rumit saja. Bagus yang berdiri di samping Ayu pun merasakan hal yang sama. Segalanya menjadi rumit, membingungkan, dan mengejutkan. Bagaimana pun, semua ini harus diakhiri.
"Cantik, sudahlah. Aku tak akan memilih siapa pun bila ternyata hanya akan menyakiti salah satu dari kalian," Bagus berusaha menenangkan Cantik.
Cantik memandang Bagus dan Ayu bergantian. Akhirnya pandangannya berhenti pada Jiwa. Jiwa terlihat begitu lemah dan kusut. Sangat berbeda dengan penampilannya saat makan malam di taman malam itu. Peristiwa beruntun ini telah menguras seluruh energi Jiwa dan juga energi dirinya sendiri. Perlahan-lahan Cantik menurunkan tangannya yang memegang belati kecil. Hatinya mulai luluh melihat orang-orang yang dikasihinya tampak sangat terpukul dengan peristiwa ini. Tak terkecuali dirinya.
Semua terdiam. Merasakan gejolak hati masing-masing. Sunyi mencekam, suara angin menderu cukup kencang. Terdengar jelas gesekan dedaunan yang dipermainkan angin. Bulan hanya terlihat samar tertutup mendung hitam. Saat itulah tanpa diduga oleh siapa pun, secepat kilat Jiwa bergerak dan merampas belati kecil di tangan Cantik. Cantik yang sedang termangu tak mampu mempertahankan genggaman tangannya. Peristiwa selanjutnya yang terjadi sangat memilukan hati. Cantik menjerit sambil matanya terbelalak melihat peristiwa di hadapannya.
"Arrrggghhh ... " terdengar erangan itu.
Kaki Bagus seketika lemah lunglai.
"Mengapa harus begini"" Ayu berbisik lemah.
Erangan panjang kembali terdengar, sebelum akhirnya sesosok tubuh jatuh ke tanah.
YENNY: "Jiwa!" tiba-tiba terdengar suara seseorang lari mendekat. Bagus, Cantik, dan Ayu terpan
a memandang pemuda itu. Jiwa benar-benar ada dua"
"Jiwa! Bodoh kamu! Kenapa kamu harus lakukan ini! Hei, kalian! Jangan bengong aja! Bantu aku mengangkat Jiwa ke mobil! Kita harus cepat bawa dia ke rumah sakit!" teriak pemuda itu dengan histeris.
Bagus, Cantik, dan Ayu yang masih terkejut melihat kedatangan pemuda itu terlompat kaget dan secepat kilat mengikuti perintahnya.
"Siapa kamu"" tanya Ayu setelah mereka disuruh menunggu di koridor ICU karena dilarang masuk. Bagus dan Cantik terus memperhatikan pemuda itu. Mereka masih terkejut dengan wajah pemuda itu yang sangat mirip dengan Jiwa.
"Aku Raga," jawab pemuda itu. Dia tersenyum lemah memandang mereka yang masih terpana memandangnya.
"Aku saudara kembar Jiwa. Kami sudah terpisah sejak umur empat tahun. Jiwa tidak ingat lagi kalau punya saudara kembar. Aku tidak pernah menyangka kalau dia punya pribadi ganda. Ah!" Tiba-tiba Raga berteriak sambil menutup wajahnya. Dia meninju kepalan tangannya di tembok. Bagus, Cantik, dan Ayu masih tertegun. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan saudara kembar Jiwa. Mungkinkah masih ada setitik harapan buat Jiwa"
HANNA: Ruang ICU itu memiliki jendela kaca yang sengaja dibuat agar keluarga atau teman dekat pasien bisa turut membantu mengawasi keadaan di dalam. Sambil mengobrol, mata mereka tak henti-hentinya mengawasi Jiwa yang masih terbaring lemah dengan beberapa selang di sekitar tubuhnya. Ada selang infus di tangan, alat bantu pernafasan menutupi mulutnya beserta alat untuk mendeteksi detak
jantung. Tiba-tiba Bagus melihat tubuh Jiwa meronta. Kepalanya bergerak-gerak, sepertinya ada yang ingin dia sampaikan. "Hei, lihat. Jiwa sudah sadar!" teriaknya.
Mereka bergegas menghampiri suster jaga. "Suster . suster . Jiwa sudah sadar. Ijinkanlah kami masuk."
"Boleh. Tapi maksimal hanya dua orang yang boleh masuk." Suster tersenyum ramah. Telunjuk Cantik, Ayu, dan Raga langsung mengarah kepada Bagus. Yah, mereka cukup bijaksana. Mereka tahu bahwa ada suatu ikatan batin yang sangat dalam antara Bagus dan Jiwa. Suatu kedekatan hati yang tidak mampu dimengerti namun ada, hanya mereka berdua yang tahu. Oleh sebab itu, Bagus dipersilahkan terlebih dahulu masuk.
Dilepasnya sandal Bagus. Kemudian dikenakannya pakaian steril khusus digunakan di ruang ICU. Dihampirinya tubuh tak berdaya itu dan berdiri di tepi tempat tidur. Didekatkannya mulut Bagus ke telinga Jiwa sambil berujar, "Jiwa ... Jiwa ... ini aku Bagus." Tangan Jiwa digenggamnya erat kemudian diusapnya perlahan-lahan.
Jiwa bereaksi. Kepalanya bergerak ke arah datangnya suara. Matanya perlahan terbuka mendengar ada suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sering hadir di saat hatinya sedang gundah. Suara yang menyejukkan hatinya. Suara lembut Bagus yang selalu tertanam di benaknya. Terlihat mulutnya bergerak namun tak didengarnya suara Jiwa.
"Tenanglah, Jiwa. Kamu selamat tapi kamu harus beristirahat lebih banyak karena kondisimu masih lemah."
Jiwa tersenyum dengan tatapan mata bercampur antara rasa rindu dan gundah. Keadaannya sudah lebih tenang. Dirasakannya usapan tangan Bagus yang mulai menyentuh kepalanya. Usapan lembut yang sangat dirindukannya sejak kecil dari jemari lentik milik ibunya, didapatkannya melalui Bagus. Hanya melalui Bagus dia merasakan arti dikasihi dan dibutuhkan. Jiwa merasakan damai. Matanya tertutup perlahan agar dia bisa lebih merasakan kelembutan ini.
"Ada baiknya juga aku terbaring di sini. Bagus jadi lebih memperhatikan aku," pikirnya. Bibirnya bergerak mengukir sebuah senyum. Senyum kemenangan dari seorang Jiwa.
" " " SEMBILAN VERSI CERITA akhirnya. pilih sendiri versimu! FONNY...48 DEDE...52 FEMI...54 SHANDRA...59 YENNY ...63 MARTHA...67 IMELDA...72 ANGEL...74 RATNA...80 FONNY: Tidak lama setelah senyum kemenangan menghiasi wajahnya, tiba-tiba saja Jiwa sesak nafas. Tarikan nafasnya satu-satu, tak karuan, dan langsung alat pencatat detak jantungnya melonjak turun naik tak beraturan. Bagus langsung panik. Mencoba menggapai alat untuk memanggil suster dengan gerak cepat. Dari luar, Ayu, Cantik, dan Raga melihat kepanikannya. Raga langsung berlari menu
ju ruang jaga dokter mencoba mencari dokter yang ada di hari itu, mencoba menyelamatkan saudara kembarnya. Selagi masih ada kesempatan.
Sementara, Cantik dan Ayu menangis di luar ICU. Seolah menangisi seluruh drama yang terjadi dan terasa melelahkan ini. Mereka saling berpelukan. Tak menyangka kalau kehidupan percintaan mereka akhirnya harus membawa mereka ke kejadian demi kejadian semacam ini. Rangkaian peristiwa tragis yang takkan terlupa sampai kapan pun.
Bagus melihat Jiwa masih berusaha memegang tangannya erat. Namun, pegangan itu semakin melemah. Jiwa tersenyum sambil berbisik pelan, "Terima kasih, Bagus. Kamu sudah jadi sahabat terbaikku selama ini. Aku harus per ... gi Dengan terbata diselesaikannya ucapannya. Jiwa harus pergi untuk selamanya.
"Tidak! Jiwa, kamu harus hidup!" teriak histeris itu membelah keheningan ICU. Bagus tak bisa menerima kenyataan ini. Dalam hitungan detik, Bagus berlari meninggalkan ICU menyisakan kebingungan Ayu, Cantik, dan Raga.
Sejak hari itu, Bagus seolah raib dari kehidupan Si Kembar, Ayu dan Cantik. Entah ke mana. Tak tentu rimbanya.
* * * Enam tahun kemudian. Cantik menggendong seorang bayi mungil dengan tangan yang kurang fasih. Maklum, ini anak pertamanya. Seorang bayi yang lucu, lelaki, diberi nama Lanang. Ayah Si Bayi datang membawakan susu dan menolong Cantik dengan meletakkan beberapa bantal kursi untuk penopang punggungnya agar dia bisa memberikan
48 susu dengan lebih rileks.
"Terima kasih, Raga! Kamu memang suami yang baik," ucap Cantik tulus.
Ayu diam-diam memantau dari kejauhan. Ayu yang sedang ada di dapur membantu memasak untuk acara makan-makan keluarga mereka karena bayi itu genap berumur enam bulan hari ini sekaligus bertepatan dengan ulang tahun Mama. Jadi, semua bersibuk diri mempersiapkan pesta. Makanan melimpah dan enak memenuhi meja makan. Mulai dari mie goreng perlambang panjang umur, pizza, kue tart, bakso udang, pempek Palembang, otak-otak, semua memenuhi meja itu. Ketika Ayu sibuk mengeluarkan gelas plastiknya, tiba-tiba dering telepon berbunyi. Bergema kencang. Langsung Ayu berlari ke arah telepon yang terletak di meja di sudut ruang tamu.
"Halo," sapa Ayu ramah.
Di sana tak terdengar jawaban. Setelah berkata "halo" sebanyak lima kali tanpa jawaban akhirnya Ayu meletakkan gagang telepon. "Aneh," ujarnya membatin.
Telepon kembali berdering untuk kedua kalinya. Masih di meja yang sama. Di sudut ruang tamu. Meja bertaplak kain berwarna ungu itu menjadi meja yang kembali dituju Ayu.
"Halo!" Dengan nada agak kencang kali ini, Ayu kembali mengangkat telepon.
"Yu, ini aku." Ayu diam. Tercekat. Mendengar suara itu. Suara yang sudah lama dia rindukan. Mengisi hari-harinya. Mengisi mimpi-mimpinya. Berharap suatu hari, suara itu akan betul-betul hadir secara nyata.
"Bagus! Ke mana saja kamu"" dia berteriak girang. Spontan. Kegembiraan meluap tak terkendali. Tak perlu ditutupi. Dia memang merindukan Bagus. Tak pernah sedetik pun dia melupakan Bagus. Malah setelah kepergian Bagus, bayangannya semakin kuat mengikuti Ayu ke mana pun dia melangkah.
"Aku di depan rumahmu, Yu. Aku tak tahu ada pesta hari ini. Jadi, aku ragu untuk masuk," jawab Bagus.
"Masuklah! Mengapa kamu ragu" Mereka semua bakal mengerti, Gus!"
49 Diletakkannya telepon dengan buru-buru. Kembali dengan langkah tergesa-gesa dia melangkah ke pintu depan. Membuka pagar berwarna biru cerah. Secerah hatinya yang tiba-tiba mengalami musim semi mendadak. Cinta itu datang dan menyeruak secara tiba-tiba.
Dipeluknya Bagus. "Kamu jahat! Hilang tanpa kabar! Enam tahun lagi, buat aku kuatir saja!" Tangisan Ayu meledak di pelukan Bagus. Diungkapkannya kerinduan, cinta, dan rasa kehilangannya seketika.
"Maafkan aku, Yu .... Begitu banyak yang terjadi, aku merasa perlu pergi untuk menenangkan diriku." Jawab Bagus pelan tanpa melepaskan pelukannya. Malah dia memeluk Ayu semakin erat.
Mereka menyingkir dari pagar. Untung belum banyak yang melihat. Mereka pergi ke taman di samping rumah yang memang luas dan asri itu. Di sudut yang cukup tersembunyi, mereka duduk di bawah pohon. Di sebuah kursi kayu tempat keluarga itu sese
kali duduk dan bersantai.
"Ayu, biar bagaimana pun aku tak bisa melupakanmu. Selama kepergianku, aku selalu ingat kamu. Aku tahu, bahwa Cantik akhirnya menikah dengan Raga. Aku bahagia untuk mereka. Kembali kusadari bahwa cintaku hanyalah kepadamu. Bukan yang lainnya." Ucapannya pelan. Namun Ayu melihat ketulusan 100% di matanya.
Ayu kembali menangis. Terharu. Penantiannya tidak sia-sia. "Aku juga selalu ingat kamu, Gus! Aku tak pernah bisa berhenti memikirkanmu!"
Tanpa menyelesaikan ucapannya, Ayu menangis lagi. Bagus menghapus air matanya. Mengecup keningnya. Memeluknya erat.
Waktu seolah terhenti. Dunia seolah milik mereka berdua saja.
"Ayu . di mana kamu" Udah mau mulai tuh acaranya! Disuruh Mama bantuin. Ayu ... Ayu!" Suara Raga menggema di taman itu. Pelukan mereka terlepas. Raga sudah melihat Bagus dan Ayu di kursi itu. Tercengang. Terkejut. Ekspresi yang sama juga muncul ketika Bagus masuk berpegangan tangan dengan Ayu. Cantik
50 menganga tapi berusaha menenangkan diri. Toh, dia sudah menemukan pria pujaan hatinya. Raga.
"Sekalian hari ini, aku juga mau melamar Ayu. Untuk itulah aku datang kembali dari pelarianku selama ini. Aku tak bisa lari lagi karena sudah terjerat cintamu, Yu!" Secara spontan Bagus berkata jujur disambut tawa seluruh keluarga yang hadir.
Ayu tersipu. Tersenyum malu. Namun, mengangguk setuju. Dia mau ikut Bagus ke mana pun dia pergi. Mau ke Singapura, Malaysia, atau Korea. Mau di Depok, Tangerang, atau Bekasi. Ayu mau, mau, dan mau!
"Ayu, ngomong 'I do' dong!" Mita, sepupu Ayu dan Cantik, tiba-tiba nyeletuk kencang.
Ayu hanya tersenyum. Menganggukkan kepala. Menggenggam tangan Bagus. Banyak hal yang tak perlu diucapkan. Dalam eratnya genggaman tangan Bagus, Ayu berani melangkah menuju masa depan yang telah dia nanti-nantikan sekian lama. Setelah badai menerpa akan tiba waktunya, akan datang suatu hari di mana badai itu reda. Badai itu berlalu. Mereka menyambut hari-hari bahagia. Bahkan ketika badai yang baru akan menyerang, Ayu akan menyambutnya. Bersama Bagus, dia telah mengarungi badai, topan tornado, atau tsunami. Bersama Bagus pula, dia tetapkan hati untuk menyambut badai. Apa pun yang terjadi, asal bersama Bagus.
~ TAMAT ~ 51 DEDE: Bagus memandang Jiwa dengan rasa kasih, kasih seorang sahabat kecil yang saat ini sedang terbaring lemah. Sementara, Jiwa terus bermain dengan pikirannya, bermain dengan kenangan masa kecilnya saat dia sering menghabiskan waktu bersama Bagus. Waktu yang akhirnya hilang ketika mereka menginjak remaja dan perlahan menuju dewasa.
Bagus sibuk dengan kegiatan lain dan seolah melupakan Jiwa, sahabat kecilnya. Bagus sibuk latihan dan pertandingan. Bagus sibuk menemani gadis kembar yang cantik dan baik hati. Bagus sibuk dengan sekolahnya. Bagus sibuk dengan tugasnya. Bagus sibuk dengan hatinya yang selalu bingung tak tahu harus memilih siapa di antara gadis kembar itu. Bagus lupa, ada satu hati yang selama ini tersisihkan. Hati Jiwa yang selalu merasa sakit saat Bagus bercerita mengenai gadis kembar itu. Hati yang selalu kosong saat Bagus berusaha mengisi hati kedua gadis kembar itu. Hati yang menderita saat Bagus berbahagia karena melihat tawa renyah kedua gadis kembar itu.
Bagus terus menggenggam erat tangan Jiwa dan mengelusnya seolah ingin memberikan kekuatan bagi Jiwa untuk bangun dan tersadar dari tidurnya. Suara Bagus terus memanggil nama Jiwa, hembusan napas Bagus di telinga Jiwa seolah tiupan angin yang sejuk dan masuk ke dalam relung hati Jiwa yang selama ini panas. Jiwa membuka mata sejenak hanya untuk melihat terakhir kali wajah Bagus yang selama ini selalu memenuhi pikirannya, wajah yang sangat tenang, mata yang teduh, dan suara yang tegas. Wajah yang akan menemaninya dalam perjalanan panjangnya.
Jiwa menutup matanya kembali dan menghembuskan napasnya untuk terakhir kali. Jiwa pergi di samping orang yang sangat dicintainya. Jiwa pergi dengan hati yang bahagia. Jiwa pergi tanpa tahu bahwa dia memiliki saudara kembar yang selama ini terus mencarinya. Jiwa masih sempat mendengar suara Bagus untuk terakhir kali saat Bagus meneriakkan namanya.
Bagus mengangk at kepala dengan mata berurai air mata. Tanpa dia sadari, ruangan itu telah penuh oleh dokter yang masih berusaha membangunkan Jiwa.
52 Sementara Cantik, Ayu dan Raga tampak gelisah di luar ruangan. Mata mereka telah basah oleh air mata. Selesai sudah, garis itu telah datar, dokter telah menggelengkan kepalanya.
"JIWA!!!" teriakan Bagus membuat Ayu, Cantik dan Raga sadar bahwa mereka telah kehilangan Jiwa.
~ TAMAT ~ 53 FEMI: Bagus memandang wajah Jiwa dengan takjub. Mereka sejenak terdiam. Pelan-pelan Bagus mulai menyeringai, dan terkekeh kecil. Jiwa yang sedari tadi senyum kecil akhirnya melebarkan bibirnya. Semakin melihat reaksi Bagus, Jiwa semakin tak dapat menahan diri untuk ikut tertawa. Tetapi ditahannya karena tubuhnya masih sakit.
"Kamu itu memang beneran gila, Jiwa!!! Hahaha ... hancur!" seru Bagus, kali ini sambil tertawa terbahak-bahak. Sembari Bagus tak dapat menahan tawanya, Jiwa akhirnya tak kuasa juga menepuk-nepuk tempat tidurnya sambil menahan tawa. "Hahaha ... aku pintar kan"" Jiwa masih berusaha menahan sakit akibat tawa. "Kamu itu gila! Gila tahu! Bukan pintar! Gilaaa! Ih, sampai segitu banget sih aktingmu! Gila, aku nyaris copot jantung waktu kamu sampai melukai diri gitu! Idih, Si Raga, saudaramu yang memang gay itu aja nggak akan segitunya kaleee!" Bagus mengucek-ngucek matanya yang mengeluarkan air mata saking merasa lucu.
"Aku kan minta saran sama Raga, Gus. Ya, Raga bilang go ahead! Ya udah deh!" bela Jiwa.
"Iya tapi bisa mati tahu!" sergah Bagus.
"Ya nggak lah! Aku kan tahu mana bagian yang tidak bikin semaput, suster tadi juga aku ajak sekongkol. Tapi buat bayar rumah sakit ini, kamu ya!" seru Jiwa.
"Heh" Ah, beneran kamu itu. Hahaha Bagus tertawa lagi.
Keduanya kembali tertawa sampai akhirnya tersadar kalau Cantik dan Ayu sudah masuk kamar Jiwa. Wajah mereka nampak marah dan kecewa. Cantik yang ekspresif langsung menerjang Bagus seketika, "Heh! Kalian pikir kami ini siapa, hah""" seru Cantik setengah mendorong tubuh Bagus hingga nyaris terjatuh.
Bagus dan Jiwa terkejut. Bagus tak dapat menghindar dari Cantik yang semakin memelototinya dan berusaha mendorongnya hingga ke pojok ruangan.
"Kurang ajar kalian! Mempermainkan perasaan kami, heh"" Cantik semakin beringas sementara Ayu semakin tersedu sedan dan berusaha mencegah Cantik yang seakan ingin menampar Bagus.
54 "Cantik . sabar, Cantik. Jangan, Cantik." Ayu terisak sambil menarik tubuh Cantik agar menjauh dari Bagus. Bagus juga berusaha untuk menahan tangan Cantik yang terus menderanya hingga ke pojokan ruangan.
"Cantik! Dengarkan kami dulu!" seru Bagus. Cantik semakin membabi-buta tetapi kini matanya juga sudah memerah karena menahan air mata. Dilihatnya mata Bagus dan seketika itu perasaan Cantik tumpah dalam air mata.
"Kaaaliaann . jaaahaaat .. " suara Cantik semakin pelan tetapi tetap jelas.
"Dan, kamu Jiwa. Ternyata kamu biang kerok dari semua ini! Aku hanya minta drama ini kita berdua yang mengaturnya! Kenapa semua jadi melenceng nggak karuan! Ternyata kau benar-benar gila! Mempermainkan perasaanku dan Ayu!" jelas Cantik sambil terisak lagi.
Seisi ruangan menjadi diam. Bagus kebingungan dan melihat ke arah Jiwa. Jiwa memandang Bagus dengan air muka yang tak enak. Ayu memeluk Cantik dan mereka sama-sama menangis.
Jiwa akhirnya berusaha berdiri dengan susah payah dan akhirnya hampir tertimpa infus yang nyaris jatuh.
"Jiwaaa!" pekik mereka bertiga. Bagus dengan sigap menegakkan tiang infus. Cantik secara spontan membopong Jiwa. Mereka kembali bersentuhan seperti tatkala Cantik pernah bersama Jiwa di ruangan kecil itu. Ya, ruang di mana mereka tertawa dengan skenario Cantik untuk menarik cinta Bagus. Jiwa banyak menyemangatinya, Jiwa banyak menghiburnya, Jiwa banyak menenangkannya agar tidak membenci Ayu.
Cantik menyadari tidak mudah untuk mengikuti skenario tambahan dari Jiwa yang memposisikan diri sebagai seorang gay akhirnya sekaligus mengecewakan Cantik itu sendiri. Cantik sama sekali tidak sadar bila Jiwa betul-betul mencintai Bagus sementara benih-benih cinta mulai tumbuh dari hati Cantik untuk Jiwa. Tapi kali ini ia harus kemba
li bersaing. Bukan lagi dengan Ayu tetapi dengan Bagus!
"Cantik," panggil Jiwa dengan lembut. Jiwa menggenggam tangan Cantik dengan erat.
"Aku . aku . minta maaf," kata Jiwa lagi. Cantik memandang Jiwa dengan
55 dingin, air matanya masih mengalir. Dengan sesenggukkan Cantik berusaha ingin memaki Jiwa tetapi tak bisa.
"Jiwa, sebenarnya apa yang sedang terjadi antara kamu dan Bagus" Mengapa aku dan Ayu menjadi sakit melihat kalian" Bukankah sebenarnya kisah penculikan ini hanya kita berdua yang tahu. Lalu, kenapa Bagus Cantik tak meneruskan pertanyaannya yang sebenarnya membingungkannya juga.
"Cantik, awalnya memang hanya kita berdua yang tahu. Aku mendukung rencanamu untuk menarik perhatian Bagus agar kamu dapat menarik konsentrasi perasaan Bagus kepadamu," jelas Jiwa.
"Cantik" Kamu"" Ayu yang sedari tadi diam kini mulai menyahut heran dan kesal. Cantik tertunduk, masih menangis.
"Ayu, aku minta maaf! Tapi sebetulnya, semua ini tidak berjalan sesuai dengan rencanaku!" seru Cantik membela diri. Ayu memandang wajah Cantik dengan tatapan kecewa. Melihat itu, Jiwa segera berusaha agar Ayu tidak meneruskan kata-kata kecewanya kepada Cantik.
"Aku yang salah, Ayu. Setelah aku tahu bila Bagus hanya mencintai kamu, aku kasihan dengan Cantik. Aku beberkan semua rencana kami pada Bagus. Bagus akhirnya bersekongkol denganku untuk menarik perhatian kamu. Kamu dan Bagus selalu bersama mencari keberadaan Cantik sehingga kalian jadi dekat. Bagus juga membantuku."
"Bagus" Bantu kamu" Dengan cara apa" Dengan cara menjadi pasanganmu"" Cantik memotong pembicaraan.
"Ya. Semua itu untuk meyakinkan diriku, apakah kau kecewa ketika aku benar-benar seorang gay dan mencintai Bagus. Aku ingin tahu perasaanmu kepadaku, karena . karena . aku . mulai mencintaimu, Cantik," Jiwa berkata pelan tetapi jelas.
Cantik kembali memandang Jiwa dengan wajah keheranan. "Bukannya kamu sudah menolak cintaku"" Cantik bingung. "Hm, ya terpaksa aku menolak dan jadi gila. Agar aku semakin yakin bagaimana perasaanmu. Aku takut, Cantik."
56 "Takut apa"" tanya Cinta kembali bingung.
"Aku takut kamu masih sayang dengan Bagus. Jadi ... jadi aku merasa masih perlu untuk meyakinkan diriku bila kau sudah tidak sayang Bagus karena memang Bagus sudah memutuskan memilih Ayu," jelas Jiwa dengan gamblang.
Cantik melongo, Ayu juga.
"Kamu itu, Bagus! Kamu juga, Jiwa! Kalian ... ah, gila!" Cantik menggeleng-geleng kepala.
"Hm, aku memang gila, Cantik. Bagus sudah mengakuinya tadi tapi semua kegilaan ini untuk kamu. Untuk kamu, Cantik." Jiwa menggenggam jemari Cantik dengan kuat. Cantik tercekat. Ia masih merasa takjub melihat kisah yang bagai komidi putar dalam kehidupan percintaannya.
"Kamu masih sayang aku kan" Aku waktu itu pura-pura menolakmu karena alasan gay, gila. Tapi itulah skenario antara aku dan Bagus. Aku memainkan dua cerita di sini. Satu untuk Bagus dan sesungguhnya satu lagi untuk diriku sendiri. Jadi, kamu mau maafkan aku kan, Cantik"" tanya Jiwa. Cantik masih tetap melongo.
"Kamu, sayang padaku"" tanya Cantik meyakinkan.
"Ya. Sepenuh hati, Cantik," jawab Jiwa tegas. Cantik tak tahu caranya memberi maaf sekarang, itu sudah tak diperdulikannya. Setelah sekian lama perasaannya bergejolak, kali ini ia lega karena Jiwa ternyata mencintainya sejak di rumah penculikan itu. Cantik merebahkan tubuhnya ke dada Jiwa. Jiwa menyambutnya dengan lembut.
"Hei!" seru Bagus.
Mereka semua terkejut. "Sekarang giliran aku dong! Gila kamu, Wa! Memangnya kamu aja yang udah dapat pacar!" protes Bagus.
Bagus lalu melihat wajah Ayu, "Ayu, ehm ... sebenarnya aku tidak seromantis orang gila ini tapi kamu sudah tahu, aku selalu salah tingkah di depan kamu. Itu karena aku takut, takut perasaanmu tidak sama denganku. Sekarang kamu sudah tahu kan" Dari semua ini, aku semakin tahu jika aku sayang sama kamu," jelas Bagus. Kali ini Ayu yang melongo.
57 "Tapi .. " Ayu terdiam dan kelihatan bingung. "Kenapa"" kini Bagus juga ikut bingung dan panik. "Raga"" Ayu semakin bingung.
"Oh, Raga itu memang saudara kembar Jiwa hehehe .... Justru sebenarnya yang gay itu Raga. Tetapi tidak dua kepribadian, itu ha
nya karangan kami saja supaya Jiwa kelihatan gila. Sebenarnya lagi, saat Jiwa menunjukkan ia seorang gay, itu adalah Raga. Raga ikutan dalam kisah ini karena selalu protes saat Jiwa tidak bisa menghayati jiwa seorang gay. Jadi Raga ikut turun tangan membantu Jiwa dan kami bertiga menjadi gila setelah itu. Maaf ya, Ayu," terang Bagus.
Tangis Ayu semakin menjadi setelah mendengar penjelasan Bagus.
"Kamu . kamu .. " Ayu tak dapat menyelesaikan perkataannya lagi ketika Bagus sekonyong-konyong memeluknya dengan erat. Ayu hanya dapat terus menangis, mencari kekuatan dalam diri Bagus yang pernah mempermainkannya tetapi sekaligus meyakinkan perasaan hatinya.
~ TAMAT ~ 58 SHANDRA: Kini Bagus duduk tepat di sebelah Jiwa. Mereka lalu diam. Bagus tak tahu harus memulainya dari mana. Ini sudah terlalu rumit untuk diterima kapasitas otaknya. Pertemuan saat ini hanya diakhiri dengan kebisuan. Sedangkan bagi Jiwa, kehadiran Bagus walau dengan hanya diam sudah lebih dari cukup menenangkannya.
Siang ini Bagus duduk di koridor rumah sakit. Tepat di hadapannya tampak pula Ayu. Tak selang berapa lama muncul Raga dan ikut bergabung dalam keheningan siang ini. Bagus dan Ayu hanya dingin menyambut kedatangan Raga.
Lalu Raga buka suara, "Aku akan membawa Jiwa berobat keluar negeri, ke sebuah tempat di mana dia akan jauh dari semua kenangan-kenangan buruk yang telah menimpanya."
Bagus dan Ayu berpandangan. Mereka masih saja diam tak menanggapi Raga. Bukan tak mau menanggapi tapi sepertinya mereka tak tahu harus menanggapi bagaimana. Saat masih diselimuti keheningan, muncul Cantik. Sama seperti Ayu dan Bagus, Cantik tampak kusut. Satu-satunya yang tampak sedikit tenang menyingkapi kerumitan hubungan ini adalah Raga. Mungkin Raga memang memiliki kelebihan dalam hal itu. Cantik melewati Ayu, Bagus, dan juga Raga. Tanpa basa-basi dan menegur mereka, Cantik langsung saja mengambil baju steril berwarna hijau yang tergantung tak jauh dari papan bertuliskan ICU. Cantik lantas memakainya, melepaskan sepatu, dan masuk. Dalam ruangan itu hanya ada satu pasien lain di ujung ruangan. Cantik sedikit heran mengapa tak tampak satu pun suster jaga di ruangan ini. Cantik berjalan menghampiri Jiwa.
"Jiwa!!!" Cantik berteriak histeris.
Spontan Ayu, Bagus dan Raga berlari ke dalam.
"Suster!!!" teriak mereka hampir bersamaan.
59 Semua serba hitam. Ayu menangis dipelukan Bagus. Cantik terduduk memeluk nisan bertuliskan nama "Jiwa". Hatinya hancur. Ialah penyebab semua kerumitan ini. Egonya yang telah menghancurkan segalanya. Kalau saja ia tak mengajak Jiwa melakukan ide gila ini, mungkin Jiwa masih bersama dengan mereka. Entah bagaimana ia akan melebur rasa bersalahnya. Kini Ayu dan Bagus meninggalkan pemakaman ini. Ayu sempat menarik Cantik dengan lembut. Cantik menggelengkan kepalanya. Ia masih ingin berdiam diri menangisi penyesalan di atas tanah basah berisikan jasad Jiwa. Bagus sebenarnya sangat berat menggerakkan kakinya tapi ia memaksakan diri untuk tidak terlarut di tempat ini.
Hari hampir menjelang petang. Tampak dari kejauhan Raga masih mengawasi. Di luar dugaan Cantik, Raga mengetahui rahasianya dan Jiwa. Ia tahu Cantik lah otak dari semua tragedi drama penculikan itu. Selama ini, Raga membiarkan Jiwa melakukannya. Raga berharap Jiwa dapat mencintai Cantik karena mereka tentu akan sering bersama dan Jiwa dengan sendirinya akan dapat melupakan Bagus. Raga sendiri tak menyangka kejadiaannya akan berakhir seperti ini.
"Nasi sudah menjadi bubur. Jiwa mungkin akan lebih tenang di sana." gumam Raga.
Raga memberanikan diri untuk menghampiri Cantik. "Ehm .. " Raga bersuara.
Cantik menoleh. Ia sedikit terkejut. Raga sangat mirip dengan Jiwa. Seketika Cantik seperti melihat Jiwa berdiri tepat di hadapannya.
"Cantik, ayo kita pulang. Jiwa pasti akan sedih melihatmu seperti ini."
Wajah Cantik masih dipenuhi air mata. Ia hanya menggeleng. Pelan sekali.
"Aku tahu kamu sedih. Aku, Bagus, dan Ayu juga sedih. Biarlah Jiwa tenang. Kita harus kuat."
"Kamu nggak tau, Ra. Kamu nggak tau gimana ngerasa bersalahnya aku. Karena aku, Jiwa ada di sana!" Cantik menunjuk tepat ke ta
nah basah di sampingnya. "Nggak! Nggak ada yang salah. Umur adalah mutlak milik Tuhan. Kamu nggak salah. Nggak ada yang salah! Ayo kita pulang. Sebaiknya kita berdoa semoga
60 Jiwa tenang di sana," Raga memberikan tangannya kepada Cantik. Tiba-tiba saja Cantik merasakan damai mengguyurnya. Ia menghambur ke pelukan Raga. Raga menggapainya. Mereka berpelukan.
"Aku yang merancang .. " tak selesai Cantik mengucapkan kalimatnya, Raga mengarahkan telunjuk dengan pelan ke bibir Cantik.
"Sstt . Jiwa nggak akan suka mendengarnya," ujar Raga lembut.
RIP "JIWA YUDISTIRA"
14 Februari 2010 Cantik mengecup nisan di hadapannya dengan lembut. "Semoga kamu memaafkan aku, Jiwa."
Ia berdiri dan melangkah pergi menjauh. Perlahan Raga memberanikan diri untuk meraih tangan Cantik. Tampak mereka berpegangan tangan berjalan meninggalkan gundukan tanah basah berisi jasad Jiwa.
* * * "Cinta adalah karunia bila kita tahu bagaimana mengatur porsinya tanpa menyakiti siapa pun. Mungkin aku tidak mencintai Bagus. Aku hanya ingin bersaing dengan Ayu. Satu-satunya hal yang berani aku lakukan selama hidupku. Aku bukanlah pemenangnya. Kemenangan tak berkawan dengan kecurangan. Ayu tetap menjadi pemenang dengan kejujuran dan kelembutannya. Harusnya aku belajar dari itu. Ayu tak pernah iri padaku seperti aku iri padanya. Ayu selalu tulus menyayangiku. Ia memang paling layak bersama Bagus. Raga" Mungkin aku akan membuka diri untuknya. Jiwa pasti merestui kami. Maafkan aku, Jiwa. Semoga kamu tenang di sana." Cantik menutup buku hariannya lalu meletakkannya di dalam laci.
"Kak Cantik, ada yang nyari!" teriak Sita.
Cantik setengah berlari keluar dari kamarnya dan Raga telah berdiri tersenyum tak jauh dari Sita yang sedang tersenyum centil memandangi Raga. "Cantik, seperti namanya," ujar Raga.
61 "Ih, apaan sih! Yuk buruan daripada nanti Sita ngiler ngeliat kamu." Cantik menarik tangan Raga.
Raga tertawa sambil berteriak, "Happy Valentine, Sita!"
~ TAMAT ~ 62 YENNY: Setelah Bagus keluar, Raga masuk menjenguk Jiwa.
"Jiwa .. " panggil Raga. "Maafkan Kak Raga, Jiwa. Kak Raga tidak
punya keberanian memaksa Tante Dilla membawamu juga. Maafkan Kak Raga. Seandainya Kak Raga punya keberanian, kejadian ini pasti tidak akan terjadi. Maafkan Kak Raga."
Tak terasa air mata Raga jatuh menyentuh tangan Jiwa. Jiwa yang sebenarnya tidak ingin bertemu dengan Raga dan kesal saat Bagus keluar, padahal dia ingin Bagus selamanya ada di samping menjaganya, tapi setelah mendengar mendengar kata-kata Raga dan air mata itu membasahi tangannya, hatinya tergerak. Perlahan-lahan Jiwa membuka matanya.
"Kak Raga, jangan merasa bersalah. Bukan salah Kakak. Maafkan Jiwa juga, Kak. Jiwa sampai lupa pada Kakak. Mama .. " Jiwa tidak bisa meneruskan kata-katanya.
Ingatan ke masa lalunya perlahan-lahan muncul lagi. Ingat perlakuan Mama. Ingat bagaimana Kak Raga membelanya setiap hajaran Mama dan bagaimana Kak Raga yang menerima paling banyak pukulan Mama. Tapi setelah Kak Raga pergi, penyiksaan Mama berlipat ganda. Kerinduan akan Kak Raga untuk membela dan melindunginya pada saat itu sangat besar. Dan entah kapan, ingatan akan Kak Raga perlahan-lahan menghilang dan dia punya kekuatan untuk menghadapi Mama sendirian. Kemudian Mama masuk RSJ, dia tetap tidak bisa mengingat kalau dia masih mempunyai saudara kembar. Perhatian Papa dan kemudian Bagus muncul, sangat menguasai hidupnya sampai Kak Raga muncul saat dia melakukan sandiwara penculikan Cantik.
Sekarang, kerinduan pada Kak Raga kembali muncul perlahan-lahan terutama saat Kak Raga menasihatinya akan dampak sandiwara ini serta perhatian dan kasih sayang pada saat dia di rumah sakit.
Dalam kesunyian malam hari di rumah sakit, Jiwa banyak memikirkan Bagus dan Kak Raga tentu juga Si Kembar yang manis itu. Awalnya Jiwa kesal melihat perhatian si Kembar tapi lama kelamaaan dinikmatinya juga perhatian mereka
63 terutama si Ayu yang sangat lembut padanya. Mereka tidak menunjukkan sedikit pun rasa jijik setelah mengetahui dia menyukai Bagus. Bahkan, sekarang Jiwa merasa punya keluarga yang lengkap lagi.
Dia teringat kembali percakapan dia dengan Ayu
di pinggir kolam air mancur di taman rumah sakit.
"Yu, boleh tanya""
"Tanya apa"" jawab Ayu sambil menendang-nendang kakinya di air kolam.
"Kenapa kamu begitu baik padaku. Padahal, yah kamu tahu sendiri setelah kejadian ini. Selain itu, kamu sepertinya menjauh dari Bagus. Apa kamu tidak suka lagi padanya" Atau, karena Cantik""
Ayu langsung menghentikan gerakan kakinya dan balik menghadap ke Jiwa.
"Dengar baik-baik, ya, Jiwa. Ini yang kesekian kalinya, aku menjawab pertanyaanmu. Aku sayang kamu seperti aku menyayangi Bagus. Kalian adalah teman dan saudaraku. Cantik adalah saudaraku yang paling kusayang. Aku tidak mau lagi mendengar pertanyaanmu itu, mungkin kamu tidak percaya dengan perkataanku. Aku tahu, dulu aku memang suka pada Bagus tapi sekarang aku hanya menganggap dia saudaraku. Titik!"
"Aku tidak ingin mengganggapmu sebagai teman dan saudaraku," Jiwa menghentikan perkataannya saat melihat alis mata Ayu naik, "tapi aku ingin lebih dari itu." Jiwa tersenyum melihat Ayu tertunduk malu.
Hari ini tanggal 14 Pebruari, Cantik dan Ayu sudah siap-siap tunggu jemputan. Cantik yang tidak pernah merias wajah, hari ini sangat cantik sesuai namanya. Dia memakai gaun dan merias sampai-sampai Papa tertegun memandangnya.
"Pa, jangan lihat Cantik seperti itu dong. Cantik malu nih," rajuk Cantik.
64 "Papa tidak pernah sadar punya dua malaikat di rumah ini. Ah, sini Papa peluk. Papa tidak tahu bagaimana memuji kecantikan kedua malaikatku yang manis dan cantik ini. Anak kebanggaan Papa. Papa sayang kalian."
Cantik sempat tertegun saat mendengar kata-kata Papa yang terakhir dan pelukan Papa yang erat. Cantik balas memeluk Papa dan menikmatinya.
"Ternyata Papajuga bangga padaku. Aku telah salah sangka selama ini. Maafkan aku, Papa," ucap Cantik dalam hati.
"Cantik juga sayang Papa," bisik Cantik di telinga Papanya.
"Kamu cantik sekali malam ini," kata Bagus saat mereka telah memesan makanan di restoran favorit mereka. Mereka berempat sudah sepakat untuk merayakan hari Valentine di situ.
"Hei, Gus, jangan memuji Cantik di depanku dong!" tegur Ayu pura-pura ketus. "Aku cemburu, tahu!"
"Kamu juga cantik, Yu," timpal Jiwa. "Tapi kalau tidak cemberut gitu."
Dug! "Awas kamu, Jiwa!" Ayu memperlihatkan muka jeleknya dan menjulurkan lidah saat melihat Jiwa menertawainya.
"Hei! Kalian berdua kenapa, dari tadi bisik-bisik terus"" tanya Ayu ke Bagus dan Jiwa.
"Iya. Bikin bete, tahu!" sahut Cantik ketus.
"Wah, Gus, ada yang ngambek tuh. Lebih baik sekarang aja ya."
"Sekarang apanya"" tanya Ayu penasaran.
"Kami mau pesan minuman dulu."
"Pesan minuman kok mesti bisik-bisik."
Bagus dan Jiwa hanya tersenyum. Mereka langsung memanggil pelayan.
"Hei, kok pelayannya langsung bawakan jus jeruk kesukaanku"" tanya Ayu heran saat melihat pelayan meletakkan jus jeruk di depan Ayu.
Cinta Itu Tidak Merah Jambu Karya Nasi Tim di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Minumlah!" kata Jiwa dengan lembut. "Aku yang pesankan khusus buatmu."
Ayu memandang dengan bingung wajah Jiwa. "Ada sesuatu pada Jiwa. Apa dia kembali jadi Raga"" tanya Ayu dalam hati dengan gemuruh penuh resah ketakutan.
65 Agar Jiwa tidak marah, Ayu cepat-cepat minum orange juicenya.
"Hei! Apa I ..." Ayu mengangkat sesuatu dari dalam gelasnya. "... cincin!" Dengan terkejut Ayu memandang Jiwa.
Jiwa langsung mengambil cincin itu dari tangan Ayu.
"Yu, selama aku sakit sampai hari ini, perhatianmu telah menggugah aku. Ternyata, di dunia ini bukan hanya Bagus yang bisa memberiku perhatian, memberiku kasih sayang tapi ada satu malaikat yang telah mengajariku banyak hal, memberiku perhatian, belaian dan kasih sayang. Yu, aku tidak tahu, apa kamu juga menyukaiku seperti aku menyukaimu. Maukah kamu terima cincinku ini" Jika kamu masih ragu-ragu, aku masih tetap ingin kamu menerima cincin ini. Kalau aku belum pantas menjadi sandinganmu, setidak-tidaknya cincin ini bisa sebagai ungkapan terima kasihku padamu. Jadi, aku mohon terimalah cincin ini."
Hari ini adalah hari yang paling indah buat Ayu. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Saat Jiwa memasangkan cincin itu di jarinya, dia hanya bisa menangis bahagia. Sekarang dia bisa mendapatkan Jiwa sepenuhnya. Tidak ada lagi yang namanya Raga. Teri
ma kasih, Tuhan. ~ TAMAT ~ 66 MARTHA: Plok! Raga terkejut ketika ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. Raga menoleh dan mendapati seorang lelaki tua dengan wajah cemas sedang memandanginya.Hm . mau apa lelaki tua itu datang ke sini" Apakah dia tidak takut perusahaan rugi dengan meninggalkan pekerjaannya" Raga ingin sekali mengeluarkan amarah yang sekian lama terpendam untuk membuat lelaki tua itu sadar bahwa selama ini dia sudah menelantarkan anak dan istrinya. Dengan sekuat tenaga, Raga berusaha menahan emosi karena dia sadar kalau sekarang mereka ada di rumah sakit dan keselamatan Jiwa lebih penting dari apa pun.
"Bagaimana keadaan Jiwa, Raga" Apakah dia sudah dapat melewati masa kritisnya"" tanya lelaki tua itu pelan.
"Jiwa sudah siuman, Pak. Sekarang sedang bersama Bagus di dalam," kata Raga sambil menunjuk ke dalam ruang ICU.
"Bagus" Siapa Bagus" Mengapa dia yang ada di dalam dan bukannya kamu saudara kembarnya yang mendampingi Jiwa"" Lelaki tua itu kembali bersuara dengan pelan.
"Bagus itu belum selesai Raga menjelaskan ketika lelaki tua itu sudah mengayunkan langkahnya masuk ke ruang ICU dan mengenakan pakaian steril yang tergantung di dalam lemari.
"Jiwa, kamu tidak apa-apa, Nak" Bagaimana keadaan kamu sekarang" Mengapa semua ini bisa terjadi"" Lelaki tua itu tak menghiraukan kehadiran Bagus di situ.
"Aku baik-baik saja, Pak. Bapak tidak perlu khawatir karena sudah ada Bagus yang akan menjaga dan merawat aku, bukan begitu Bagus"" Tanya Jiwa dengan suara mesra ke Bagus.
Bagus hanya menganggukan kepala tanpa dapat mengeluarkan suara melihat pengharapan besar yang terpancar dari mata Jiwa. Jantungnya berdegup kencang menyadari bahwa Jiwa begitu mencintainya. Di sisi lain, dia juga harus berusaha bersikap wajar di depan lelaki tua yang ada di depannya.
"Kenalkan, saya Bagus, Pak. Saya sahabat Jiwa dari kecil. Biasanya saya hanya
67 melihat foto Bapak di rumah Jiwa, sekarang saya bisa berhadapan langsung dengan Bapak." Bagus memberi salam.
Lelaki tua itu menoleh ke arah Bagus dan seketika raut wajah yang penuh kekhawatiran itu berubah menjadi pias selama beberapa detik sehingga Bagus maupun Jiwa tidak menyadari adanya perubahan pada wajahnya. Lelaki tua itu menyambut uluran tangan Bagus dan tersenyum.
"Siapa nama lengkap kamu, Nak" Di mana rumahmu"" tanya lelaki tua itu dengan ramah.
Kemudian terjadi perbincangan yang akrab antara lelaki tua dan Bagus, sejenak mereka lupa kalau saat ini mereka sedang ada di dalam ruang ICU dengan Jiwa yang terbaring tak berdaya.
"Biarlah mereka melupakan aku, aku sudah cukup senang karena ternyata Bapak antusias dengan kehadiran Bagus di sini. Bebanku sudah berkurang satu sekarang, aku harus menyusun langkah selanjutnya untuk mengetahui isi hati Bagus yang sesungguhnya. Apakah dia juga memiliki perasaan yang sama denganku" Masih dapatkan aku merasakan belaian lembutnya setelah aku keluar dari rumah sakit nanti" Ataukah, Bagus akan menjauhiku"" Jiwa menghela nafas panjang mengingat masih ada ketidakpastian yang ingin segera dia ungkap.
Satu bulan kemudian. 'Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Bapak bohong kan dengan semua cerita ini" Nggak mungkin, Pak. Nggak mungkin aku dan Bagus kakak adik. Saudaraku hanya satu yaitu Raga. Bilang sekarang Pak kalau Bapak bohong dengan yang barusan Bapak bilang. Bilang ke Jiwa Pak kalau semua ini hanya skenario Bapak untuk menjauhkan Jiwa dari Bagus!" geram Jiwa sambil mengepalkan tangannya.
"Bapak tidak bohong, Jiwa. Bapak berkata yang sesungguhnya, memang itulah yang terjadi. Maafkan Bapak, Jiwa. Maafkan Bapak, Raga. Kalian boleh membenci Bapak karena Bapak memang layak untuk dibenci dan Bapak sudah melakukan
68 kesalahan yang fatal," desah lelaki tua itu pelan. Diusapnya air mata yang menetes di pipi yang mulai keriput. Hilang sudah kekerasan di wajahnya, hilang sudah kewibawaannya sebagai komisaris di salah satu perusahaan besar di Jakarta.
Jiwa segera mengambil kunci mobil dan melarikan mobilnya dengan kencang. Kalut. Jiwa tidak tahu harus kemana. Yang pasti, dia merasa muak dengan lelaki tua yang mengaku sebagai Bapaknya tadi. Hanc
ur hatinya mendengar pengakuan Bapak tadi. Dalam ketidakpastian, mobil Jiwa memasuki rumah kedua gadis kembar.
"Hai, Jiwa. Sudah lama kamu nggak ke sini. Ada angin apakah yang membawa langkahmu ke sini"" canda Cantik begitu melihat Jiwa turun dari mobil.
"Jiwa, apa yang terjadi denganmu" Mengapa wajahmu kusut begitu" Dan, matamu bengkak, Jiwa. Maukah kau bercerita padaku, Jiwa"" Cantik menggenggam tangan Jiwa setelah mereka duduk di sudut teras.
Jiwa merasakan ada kekuatan yang memasuki dirinya dalam genggaman tangan Cantik. Kelembutan dan kehangatan Cantik menyejukkan hati Jiwa yang belakangan terasa kering.
"Tahukah kamu Cantik, kalau ternyata aku dan Bagus adalah kakak-adik" Bapak barusan bercerita tadi kalau dulu Bapak pernah menghamili Ibu Bagus. Ibu Bagus pernah kerja di rumah kami. Hari itu Ibu sedang menunggui nenek di rumah sakit ketika malamnya Bapak pulang dengan mabuk-mabukan. Terjadilah peristiwa yang memalukan itu, Bapak menghamili Ibu Bagus. Bapak mau bertanggung jawab sebenarnya tetapi Ibu tidak mau dimadu. Akhirnya, Ibu Bagus pergi dengan diam-diam tanpa sepatah kata pun. Sejak saat itu, Ibu membenci Bapak. Ibu tidak pernah bisa memaafkan Bapak tetapi Ibu juga terlalu mencintai Bapak sehingga Ibu tidak pernah bisa marah ke Bapak. Kami lah yang menjadi korban pelampiasan marah Ibu. Kasihan Ibu, terlalu lama memendam semua rasa itu hingga akhirnya nggak kuat dan masuk ke rumah sakit jiwa. Aku benci sama Bapak, Cantik.Dia membuat Ibuku sakit, dia menelantarkan Bagus dan Ibunya, membuat Bagus tidak pernah merasakan kasih sayang Bapak kandungnya dari dia kecil. Dia juga yang memisahkan aku dan Bagus sekarang. Hatiku sakit, Cantik. Pikiran aku terasa
69 penuh, aku ga tau lagi apa yang harus kulakukan sekarang karena bagaimanapun dia adalah Bapakku," Jiwa menyudahi ceritanya dengan pandangan kosong.
"Jiwa, boleh aku memelukmu" Menangislah kalau kamu ingin menangis, Jiwa, Kalau itu bisa membuatmu merasa lega. Aku akan selalu ada untuk menguatkanmu." Cantik memeluk Jiwa.
Jiwa menangis di pelukan Cantik, menangis tanpa suara. Tiba-tiba Jiwa merasakan kehangatan, hatinya yang selama ini kering dan kurangnya kasih sayang seorang Ibu terasa menjadi sejuk. Jiwa merasakan ketenangan yang belum pernah dia rasakan dalam pelukan Cantik. Jiwa merenggangkan pelukannya dan menatap wajah Cantik.
"Cantik, kamu sudah tahu banyak tentang aku kan" Kamu sudah mengenal aku, kamu sudah tahu tentang keluarga dan kehidupanku, tentang kelamnya hidupku. Maukah kamu mendampingi aku, Cantik" Bersediakah kamu mengisi ruang kosong di hatiku dan membantu aku bangkit dari keterpurukanku" Maukah kamu .. "
Jari telunjuk Cantik membungkam mulut Jiwa sehingga Jiwa tidak dapat meneruskan kalimatnya.
"Kamu nggak perlu bilang apa-apa lagi, Jiwa. Aku akan selalu mendampingi kamu. Aku akan selalu ada buat kamu. Aku akan menjadi pelita buatmu dan aku akan menjadi tongkat yang membantu kamu untuk berdiri saat kamu jatuh," bisik Cantik perlahan. Dipandanginya Jiwa dengan penuh kasih. Digenggamnya tangan Jiwa dengan lembut dan dibawanya tangan itu ke dadanya.
"Kamu akan selalu ada di sini sampai kapan pun. Bahkan, sekali pun kamu tidak mau menerima aku, aku akan tetap menyediakan ruang itu untuk kamu. Kamu sangat berarti buatku. Aku mencintai kamu. Aku selalu bawa kamu dalam setiap doaku dan selalu menyebutmu dalam setiap mimpiku. Tidak tahukah kamu, betapa sebagian besar memoriku sudah penuh dengan namamu. Hatiku pedih waktu aku tahu kalau di hati kamu hanya ada Bagus dan bukan aku. Tetapi, aku hanya bisa diam karena buat aku bukan perasaanku yang penting. Aku ingin melihat kamu bahagia, nggak peduli dengan siapa kamu bersanding walaupun aku harus membiarkan air mataku jatuh setiap hari menanti untuk membuka hati
70 kamu buat aku. Aku tetap mencintai kamu."
Jiwa tak kuasa membendung air matanya melihat ketulusan cinta Cantik. Ditariknya Cantik ke dalam pelukannya, dibenamkannya kepala Cantik ke dadanya. Mereka berpelukan cukup lama untuk mengeluarkan semua rasa yang ada hingga mereka tidak menyadari kalau mereka sudah dikelilingi oleh orang-orang yang
mereka cintai. ~ TAMAT ~ 71 IMELDA : Bagus tak mampu menahan rasa haru. Satu ruang di hatinya dipenuhi kelegaan luar biasa melihat keadaan Jiwa. Desir aneh mewarnai sebagian ruang itu, "Hei, what's going on iki" Kok"" Tiba-tiba rasa sedih luar biasa menguasainya, air mata mulai berlinang jatuh satu persatu di pipi.
"Jangan pernah berbuat bodoh seperti kemarin lagi! Aku tak mau kehilangan dirimu." Dibawanya tangan Jiwa ke pipi sambil diciumnya lembut.
Dia menyambung, "Aku tak peduli apa kata dunia tapi kurasa aku juga mempunyai perasaan yang sama denganmu. Setelah apa yang kita lewati beberapa hari terakhir, aku baru menyadarinya. Cepatlah kau sembuh. Kita akan pergi. Jauh dari sini. Pergi ke tempat yang tiada seorang pun mengenal kita, Jiwa. Aku sungguh tak sanggup kehilanganmu." Jiwa membuka matanya perlahan. Hatinya sungguh berbunga. Ternyata gayung bersambut, apa yang dirasakannya selama ini tak bertepuk sebelah tangan. Dia tak perlu berpura-pura lagi, dia hanya perlu menjadi dirinya.
Ayu, Cantik, dan Raga melihat adegan tersebut dari luar kaca dengan saling berpandangan. Mereka kebingungan apa yang telah terjadi. Ayu tampak pucat pasi, berjuta pertanyaan bermunculan di kepalanya. Rasanya sakit sekali. Dia menggelengkan kepalanya tak percaya. Bagus yang selama ini dicintainya memperlakukan makhluk sejenis dengan begitu mesra. Tak pernah sekali pun Bagus memandangnya semesra itu. Dia ingin lenyap ditelan bumi, dunianya hancur. Tak sanggup . sungguh tak sanggup dia memandang adegan mesra di depan matanya.
"Lebih baik aku pergi walau dengan hati yang patah. Aku berhak mendapat lelaki yang lebih baik darinya, yang benar-benar hanya mencintaiku sepenuh hati. Biar waktu yang menyembuhkan luka ini." Dengan diam-diam dia meninggalkan Cantik dan Raga.
"Jeruk kok makan jeruk," gerutu Cantik, "aku jijik melihatnya. Huh!"
"Kita cari kopi aja yuk, ada kafe yang nyaman banget di dekat sini. Aku ngantuk," katanya dengan cuek seperti biasa.
"Aku ingin mendengar kisahmu, pasti lebih seru daripada dua jeruk itu!" tanpa
72 peduli digandengnya tangan Raga yang masih bengong dengan mesra meninggalkan ruangan berbau obat itu. Dia sudah siap dengan petualangan baru di depan mata.
~ TAMAT ~ 73 ANGEL: Ketenangan Jiwa ternyata hanya bertahan selama ia berada di kamar ICU. Ketika ia dipindahkan ke kamar biasa, tim dari kepolisian telah menunggu dirinya. Cantik mencoba meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia tak ingin menuntut Jiwa namun pihak kepolisian tetap melanjutkan penyelidikan selama orang tua Cantik belum bersedia menarik tuntutan terhadap Jiwa.
Cantik akhirnya menangis setelah berjam-jam berusaha membujuk orang tuanya yang tetap bersikeras mengajukan tuntutan terhadap Jiwa karena mereka khawatir peristiwa penculikan anak mereka akan terulang kembali. Tak ada jalan lain lagi bagi Cantik selain mengakui semuanya.
"Papa dan Mama tak bisa menuntut Jiwa karena kalau itu kalian lakukan berarti Cantik harus menemani Jiwa masuk penjara."
"Apa maksudmu" Kamu mau menemani orang sakit itu ke penjara" Papa tak mengerti, setelah penculikan dan kamu hampir dibunuhnya, sekarang kamu balik membela dia dan ingin menemani dia ke penjara""" Suara Papa terdengar menggelegar, campuran antara rasa stres beberapa hari ini yang belum sirna atas hilangnya Cantik dengan rasa bingung atas kelakuan Cantik yang seharian minta pengampunan untuk Jiwa. "Bukan itu, Pa."
"Lalu apa"" kini Mama yang angkat bicara.
"Cantik bukan mau membela Jiwa tapi kalau sampai Jiwa harus masuk penjara, Cantik memang harus menemaninya karena Cantik yang menyuruh Jiwa menculik
Cantik." "Apaaa""" hampir bersamaan Papa, Mama dan Ayu terpekik dengan wajah kaget tak terkira.
Cantik mengangguk dengan kepaa tertunduk, tak berani menatap keluarganya
itu. "Jangan asal bicara kamu hanya karena kamu ingin membela Jiwa," tuduh Papa dengan sengit.
"Cantik gak asal bicara, Pa. Sumpah, Cantik yang menyuruh Jiwa menculik
74 Cantik!" Papa menatap Cantik dengan wajah pucat seperti baru saja melihat hantu lewat. Tak bisa percaya anak gadisnya yang cantik itu yang merencanakan penculikan atas dirinya se
ndiri" Edan! Akhirnya Cantik mengisahkan rencana penculikan yang diaturnya sendiri. Juga mengenai ide penculikan itu karena selain dia ingin tahu perasaan Bagus pada dirinya, dia pun ingin Bagus memilih dirinya, bukan Ayu.
Papa menggeleng-geleng tak percaya.
"Cantik, Cantik ... demi seorang lelaki kamu melakukan semua ini" Kamu sadar kamu telah membuat kami semua khawatir dan takut bila ternyata terjadi sesuatu pada dirimu""
Cantik kembali tertunduk dalam.
"Dan pada Ayu, saudaramu sendiri, begitu teganya kamu melakukan semua ini hanya karena kamu tak mau Bagus bersama Ayu"" cecar Papa masih dengan kemarahan.
"Ya, Cantik. Kamu tahu betapa khawatir dan sedihnya Ayu ketika kamu diculik" Seandainya kamu bisa tahu perasaan Ayu, kamu mungkin akan malu telah berbuat seperti ini hanya karena persaingan untuk mendapatkan cinta seorang lelaki," Mama ikut mencecar.
"Ya, Ayu memang selalu yang terbaik!" Cantik tiba-tiba mengangkat wajahnya yang memerah. "Ayu yang baik, Ayu yang pintar, Ayu yang nomor satu! Dan, aku selalu menjadi Cantik yang buruk, yang tidak tahu aturan, yang jelek, yang bodoh, yang salah!"
Papa dan Mama tertegun mendengar kata-kata Cantik yang sarat kemarahan. "Itu tidak benar, Can..." bantah Ayu.
"Tidak! Itu benar! Kau selalu yang terbaik, yang terhebat!" Cantik menuding Ayu dengan telunjuknya. "Dan, aku muak menjadi bayang-bayangmu. Aku benci menjadi kembaranmu!"
"Cantik!" Papa syok.
"Itu benar!" Kali ini Cantik mulai menangis. "Papa dan Mama tidak pernah
75 tahu betapa tersiksanya Cantik selama ini hidup dalam bayang-bayang Ayu. Di mata Papa dan Mama hanya ada Ayu. Selalu Ayu yang terhebat. Selalu Ayu yang menjadi panutan dan kebanggaan kalian. Sementara aku, selalu terpuruk di belakang tanpa pernah bisa menjadi seperti Ayu!"
"Cantik Mama ikut menangis. Wanita itu mendekat, meraih tangan Cantik, "Itu tidak benar, Nak
"Kalau itu tidak benar, lalu mengapa selama ini kalian hanya selalu memuji Ayu" Mengapa kalian hanya selalu menyisakan teguran untuk Cantik" Mengapa aku merasa tidak dicintai oleh kalian seperti kalian begitu mencintai Ayu""""
Ayu terisak mendengar kata-kata Cantik. Ia tak mampu berkata-kata. Hatinya sedih dan terkejut mendengar pengakuan saudara kembarnya itu. Tak pernah disangkanya Cantik begitu tersiksa selama ini. Terkadang Ayu memang merasakan ketidaksukaan Cantik terhadapnya. Namun Ayu tak pernah menyangka kebencian itu begitu dalam karena hati Cantik yang terluka dikarenakan oleh kehadiran dirinya sebagai kembaran Cantik. Ia tak menyangka bahwa takdir sebagai kembar ini malah menghadirkan masalah bagi Cantik. Ayu tak pernah mengira Cantik begitu iri padanya. Padahal Ayu pun sering merasa iri pada Cantik. Cantik yang punya teman segudang, Cantik yang pandai bergaul, Cantik yang lebih diberi kebebasan oleh Papa dan Mama. Cantik yang selalu bisa menyuarakan keinginannya.
"Ayu itu saudaramu bukan saingan atau musuhmu," Papa mencoba mengingatkan.
Cantik menatap Ayu masih dengan kemarahan sementara air matanya masih terus mengalir.
"Kalau selama ini Papa dan Mama telah bersikap yang meninggalkan kesan salah pada dirimu, maafkan kami," suara Papa melunak. "Sungguh, kami tidak pernah tidak mencintaimu sebesar cinta kami pada Ayu."
Kali ini Cantik tersedu. Mama memeluknya dari samping, mengelus-elus punggung anak gadisnya itu.
"Iya, Nak. Yang dikatakan Papa itu benar. Kami selalu mencintaimu. Kalian berdua selalu punya tempat yang sama di hati kami."
76 "Maafkan aku, Can," ujar Ayu seraya ikut memeluk Cantik, "kalau selama ini aku telah membuatmu tidak bahagia dan merasa tersingkirkan. Aku tidak pernah sengaja berbuat seperti itu. Aku menyayangimu. Sangat menyayangimu karena kita adalah saudara kembar. Dari perut Mama kita sudah bersama-sama."
"Mungkin Papa dan Mama yang selama ini salah. Terkadang kami lupa bahwa kalian hanya memiliki wajah yang sama dan memiliki sifat yang berbeda karena kalian memang dua pribadi bukan satu. Karena itu Papa dan Mama sering menjadi membanding-bandingkan antara kamu dan Ayu. Maafkan kami ya, Nak."
Cantik melepaskan pelukan Mama dan Ayu, menatap Papanya dengan mata
sembab dan merah. Kemarahan di hatinya telah mereda. Mendengar pengakuan tulus dari orang-orang yang dicintainya itu kini ia merasa tenang. Semua prasangka buruk dan kekecewaan yang telah bertahun-tahun menggerogoti jiwanya kini bisa dibuangnya semua.
"Maafkan Cantik juga ya, Pa, Ma, Yu," seraya menoleh pada ketiganya bergantian, "Cantik telah membuat kalian khawatir dengan skenario penculikan yang menimbulkan kekacauan."
"Sudahlah. Ambil hikmahnya saja, Nak. Kalau tidak ada penculikan ini, kami selamanya tak akan tahu perasaanmu dan mungkin kamu akan selamanya merasa tidak bahagia dan tidak dicintai."
"Jadi, bagaimana dengan Jiwa"" tanya Cantik tiba-tiba dengan wajah was-was, takut bila papanya masih bersikeras menuntut Jiwa.
"Kalau sesuai dengan ceritamu, Jiwa harusnya seorang korban. Hanya saja dia juga tetap bersalah karena mendukung rencana penculikanmu. Tapi sudahlah, masalah ini tidak perlu diperpanjang lagi. Besok Papa ke kantor polisi menarik tuntutan kemarin."
Cantik menghambur memeluk papanya dengan erat. Air matanya kembali berlinang namun kali ini air mata bahagia.
77 Si Kembar Ayu dan Cantik kembali rukun dan damai bahkan mereka menjadi semakin akrab karena segala kesalahpahaman dan penyakit hati telah disembuhkan. Sementara itu, Bagus tak lagi muncul di dekat mereka. Tanpa perlu mendapat penjelasan dari Ayu ataupun Cantik, sebenarnya Bagus telah merasakan persaingan antara saudara kembar itu yang disebabkan oleh dirinya. Bagus akhirnya memilih mundur, tak memikirkan atau memilih satu pun dari kedua kembar itu demi kelanggengan persaudaraan mereka. Tampaknya kedua gadis cantik itupun setuju dan maklum dengan sikapnya.
Lalu bagaimana dengan Jiwa" Sekeluarnya dari rumah sakit, Jiwa tak bisa mempercayai kehadiran Raga, kembarannya yang telah terpisah sejak kecil darinya. Saat pertama kali melihat Raga, Jiwa langsung berteriak dan berusaha berlari menjauh. Ia mengira Raga adalah sosok yang ada dalam dirinya yang selama ini hanya berbentuk suara-suara aneh dalam kepalanya, yang kini menjelma keluar menjadi sosok manusia, yang datang untuk mengambil alih tempatnya sebagai Jiwa. Itu membuatnya ketakutan setengah mati. Akibatnya, Jiwa menjadi stres dan depresi hebat. Membuatnya harus dirawat kembali di rumah sakit kemudian dipindahkan ke rumah sakit jiwa. Ia selalu berteriak ketakutan, menangis, meronta-ronta sehingga Raga tak berani mendekatinya lagi. Tinggal Bagus yang mengunjunginya secara teratur karena bagaimanapun juga Bagus merasa kasihan pada sahabatnya itu. Lagipula, tak ada lagi sanak keluarga Jiwa yang tersisa selain ibunya yang juga berada di rumah sakit jiwa dan Raga yang dianggap seperti hantu oleh Jiwa.
Sesekali Raga datang menemui Bagus, mencari tahu bagaimana keadaan kembarannya itu. Raga merasa sangat sedih melihat kondisi Jiwa karena masa kecilnya yang penuh dengan kekerasaan dan penderitaan menyebabkannya menjadi manusia berkepribadian ganda yang labil dan mencintai sesama jenis. Bukan itu saja, kini Jiwa terganggu jiwanya. Kadang Raga berharap seandainya dulu ia tidak terpisah dengan Jiwa mungkin kini mereka berdua akan memiliki hidup bahagia dan memiliki pasangan masing-masing dalam keadaan normal. Apalagi yang mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Cerita hidup mereka telah terukir
78 tak bisa diubah kembali. Kini, ia hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Jiwa dan tetap sabar berharap suatu hari nanti Jiwa dapat kembali sehat dan menerimanya sebagai saudara kembarnya yang telah hilang selama ini.
Akhir kisah, tidak ada percintaan dua sejoli yang menjadi happy ending. Baik itu sejoli yang berbeda jenis kelamin maupun yang berkelamin sama. Hanya ada kisah cinta tak sampai. Namun, selain kisah cinta tak sampai, sebenarnya cerita ini juga berkisah tentang cinta orang tua kepada anak-anaknya, cinta saudara kembar kepada kembarannya, dan juga kisah cinta seorang sahabat kepada sahabatnya. Cinta tulus yang tak berpamrih dan tak bersyarat.
Cinta memang ada di mana-mana, dan ada pada siapa saja. Selamat hari Valentine!
~ TAMAT ~ 79 RATNA: Mata Jiwa tidak berani menatap Bagus, ia sudah tidak punya kekua
tan untuk menghadapi penolakan Bagus. Sudah terlalu lama ia memendam perasaan ini. Semua gerak-gerik diperhitungkan dengan amat hati-hati agar Bagus tidak menyadari betapa ia merindukan Bagus dalam setiap sisi kehidupannya. Sudah habis pula tenaganya sampai Jiwa tidak mampu lagi menyembunyikannya. Ia keluarkan semua isi hatinya. Ia tahu itulah akhir dari segalanya.
Bagus dengan lembut menyentuh lengannya, "Sstt ... Jiwa, sudah bangun" Aku di sini, yang lain menunggu di luar tidak sabar juga ingin bertemu denganmu. Jangan pikirkan macam-macam dulu. Aku cuma ingin lihat kamu sembuh, ingin lihat kamu bisa tertawa dan tersenyum lagi. Kita semua ingin melihat kamu cepat pulih. Aku juga yang lain akan bergantian menemanimu di sini. Kamu tidak akan dibiarkan sendiri. Apalagi Raga, dia juga sangat mencemaskanmu. Ayahmu sudah dalam perjalanan. Tadi saat kuhubungi sedang mencari tiket dari Melbourne untuk dapat pesawat pertama berangkat ke Jakarta. Tenanglah, kamu dikelilingi orang-orang yang mengasihimu. Tidak ada yang senang kamu menderita dan sakit seperti ini. Janji ya, kamu mau kan, mau sembuh kan""
Air mata Jiwa menetes mengalir, ia merasakan begitu tulus dan hangat sapaan Bagus. Bagus betul, kenapa selama ini ia selalu merasa sebatang kara" Begitu banyak teman-teman yang sayang padanya, Papanya pun sebenarnya sangat mencintainya. Raga, yang akhirnya bisa dipertemukan kembali, ternyata sungguh-sungguh belahan jiwanya. Ia bisa mengetahui persis apa isi hatinya bahkan sebelum Jiwa mengucapkannya. Raga laksana cermin hati dan pikirannya. Kenapa aku begitu rapuh" Aku harus sembuh, aku tidak ingin membuat orang-orang yang mengasihiku ini bersedih hati. Aku harus sembuh. Jiwa menatap mata Bagus dalam-dalam sambil memegang tangannya, "Terima kasih Bagus, kamu menyadarkanku bahwa aku berharga, masih ada orang-orang yang ingin melihatku bahagia. Aku mau sembuh."
* * * 80 Sambil menyeruput kopi susunya, Bagus menatap Cantik yang duduk di hadapannya. Minggu lalu, mereka mengantarkan Jiwa bersama Raga dan Ayahnya. Usahanya di bidang disain interior sangat berkembang. Bidang itu pulalah yang diminati Jiwa dan Raga sehingga mereka bersepakat untuk mengembangkan bakat dan sekaligus menemani sang ayah yang sering kesepian di Melbourne.
Hari ini mereka mengantarkan Ayu bersama rombongan kesenian yang akan mempromosikan kebudayaan Indonesia ke berbagai negara di Eropa. Perjalanan dua bulan ini sungguh ditunggu Ayu, di sanalah ia menjadi pengawal duta kesenian bangsa. Selain sebagai penari andal, dengan kemampuan manajemen yang luar biasa, Ayu ditunjuk sebagai ketua delegasi yang dipercaya mengurus kebutuhan seluruh rombongan yang berjumlah hampir 80 orang. Wuih ... di balik kelembutannya, memang Ayu ini seorang yang andal. Tidak ada masalah sulit di tangannya. Ayu pun menyadari bahwa dengan kepergiannya paling tidak ia bisa memberi ruang bagi dirinya pribadi. Hidup memang harus memilih dan kadang pilihan itu tidak selalu sesuai dengan harapannya. Keberhasilan delegasi kebudayaan ini jauh lebih penting bagi Ayu oleh karenanya Ayu memilih mengundurkan diri dan mengijinkan Bagus melangkah bersama Cantik. Ayu menyadari Cantik sudah terlalu menderita, ia selalu berada di bawah bayang-bayang Ayu. Semuanya menjadi semakin jelas saat Ayu membongkar gudang saat mencari peralatan menarinya. Ia menemukan buku harian Ayu saat mereka masih SMA. Ayu menangis membacanya karena setiap piala yang didapatnya membuat goresan tersendiri di hati Cantik. Sudah cukuplah itu semua, Ayu tidak ingin lagi menyakiti hati kembarannya.Ayu ingin melihat senyuman Cantik mengembang di kemudian hari. Senyuman yang tulus, senyuman dari orang yang dikasihinya.
Bagus meraih tangan Cantik, ia tidak bisa lagi menahan perasaannya selama ini. Ia telah mendapatkan kekuatan tambahan tadi malam. Di malam terakhirnya, Ayu mengajaknya bertemu di Kedai Kopi setelah jam kantor. Secara pribadi, Ayu berpamitan pada Bagus. Bukan hanya berpamitan karena ia akan keliling Eropa untuk sekian lama tapi ia juga meminta Bagus untuk menjaga Cantik selama ia
81 tidak ada. Ayu pernah menyatakan cinta
nya pada Bagus dan ia mengakui bahwa kali ini ia juga ingin membahagiakan kembarannya. Bagus nyaris tidak bisa berkata-kata, Ayu begitu tegar-ia mampu menguasai perasaannya. Bagus tahu Ayu pasti berat untuk melakukannya tapi Ayu dengan tulus meminta Bagus untuk berterus terang pada Cantik.
"Akhirnya tinggal kita berdua, aku tidak bisa lagi menahannya lebih lama. Cantik, kejadian yang ada akhir-akhir ini membuatku semakin menyadari bahwa engkaulah yang kutunggu dan kucari selama ini. Tidak cukup hanya dengan persahabatan yang telah kita bina sekian lama. Aku ingin hubungan kita lebih mendalam lagi. Aku mencintaimu, sungguh. Dari lubuk hatiku, hanya engkaulah seorang matahariku. Maukah engkau memberikanku kesempatan untuk menjadi pendampingmu""
Cantik tidak dapat menahan deburan hatinya, matanya terbelalak tidak menyangka Bagus akan menyatakannya. Sambil memegang cangkir berisi kopi susu di hadapannya, Cantik melirik pelan ke kiri dan kanan memandang banyaknya pengunjung di Kedai Kopi. Ia memandang sekitarnya sambil berbisik pada Bagus, "Semoga tidak ada laki-laki lain menjadi sainganku."
~ TAMAT ~ 82 SELESAI tamat Pedang Asmara 4 Goosebumps - 2000 7 Burung Gagak Bertuah Bumi Cinta 1
LEVI: Sosok lelaki di hadapan Bagus itu segera berbalik dan bergerak secepat kilat. Bagus bergerak ingin meraih lengan Jiwa ... ataukah Raga" Bagus kini tak tahu lagi siapa yang ada di hadapannya. Jiwa, sahabatnya dari kecil yang penuh pengertian, yang telah menggetarkan sudut- sudut hatinya yang paling dalam, atau Raga, alter-ego Jiwa yang dominan dan kasar. Dalam kebingungannya, dilihatnya sosok Jiwa atau Raga semakin mengecil dalam pandangan mata. Bagus tak berdaya. Kakinya seperti terpaku di tanah ketika ia melihat sosok yang ramping bergerak mendahuluinya.
"Raga! Tunggu! Jangan lari, Raga! Tunggu aku, RAGA!"
Jiwa tersentak ketika mendengar jeritan tajam membelah udara, memanggil namanya. Sedetik kemudian sebersit kecewa muncul di hatinya. Suara yang berteriak memanggilnya adalah suara wanita. Bukan suara pria. Bukan Bagus yang dinantinya.
Jiwa terdiam ketika sepasang tangan menggenggam tangannya dan menahan langkahnya. Perlahan dilihatnya wajah Cantik yang berlinang air mata. Jiwa tak mampu berkata-kata.
"Raga, kumohon jangan pergi. Jangan tinggalkan aku."
"Raga, setelah hari-hari yang kita lewati bersama, aku tak mampu lagi berpisah denganmu. Aku mau hari- hari itu terus berlanjut, selamanya tak akan berakhir." Jiwa terhenyak. Dipandangnya Cantik dengan tatapan kosong. "Cantik, aku tidak .. "
"Sstt ... cukup. Tolongjangan bilang apa- apa dulu." Cantik menaruh telunjuknya dengan lembut di bibir Jiwa.
"Aku tahu bukan aku yang ada di hatimu. Kamu pun dulu bukan sosok yang menghuni hatiku. Tapi sandiwara kita ini, segala perhatian dan pernghormatan yang kamu berikan padaku, membuat aku merasa menjadi wanita sejati. Akhirnya mataku terbuka setelah selama ini buta bahwa kamulah yang aku cari. Pertama kalinya aku kini terbebas dari rasa bersalah dan cemburu pada Ayu. Aku kini rela melepas Bagus untuk Ayu karena ada kamu. Kamu lah yang aku mau."
Jiwa semakin pucat. Tangannya terasa dingin di dalam genggaman Cantik.
"Tidak. Tidak. Cantik, ini pasti ada yang salah. Aku tidak mungkin membalas perasaanmu, kamu tahu itu kan" Orang sepertiku tidak ditakdirkan bersamamu."
"LALU BERSAMA SIAPA"!!"
Cantik meradang dan menggenggam tangan Jiwa semakin erat. Jiwa meringis kesakitan.
"Kamu kira kamu ditakdirkan bersama pria idamanmu itu" Kamu kira takdir tak akan lebih keras menentangmu" KAMU KIRA DIA MENCINTAIMU LEBIH
DARI AKU"" "Cukup, Cantik. Maaf aku harus menolakmu. Tapi aku sekarang adalah Jiwa, bukan Raga dan hatiku sudah menjadi milik orang lain."
Di luar dugaan, Cantik mengeluarkan pisau kecil yang tadi digunakan Jiwa dalam sandiwara penyanderaan. Ditempelkannya pisau itu di lehernya sendiri.
"BUKAN!!! Kamu itu Raga. Aku kenal kamu. Kamu Raga, bukan yang lain."
"Cantik, sadarlah. Raga yang kamu cari tidak ada di sini. Sekarang ini adalah Jiwa yang ada di hadapanmu."
"Maka berbohonglah." isak tangis Cantik membuat tangannya yang menodongkan pisau ke lehernya sendiri bergetar.
"Bohonglah padaku, pada dirimu, pada yang lain, dan hiduplah bersamaku. Aku tak keberatan hidup dalam kepura-puraan daripada hidup tanpa dirimu.
Kalau tidak, lebih baik aku MATI!"
PUJI: "Cantik!!!" Ayu dan Bagus berteriak bersamaan sambil berlari mendekati Cantik.
"Bukan seperti ini yang aku mau, Cantik. Kita tak akan terpisahkan bahkan oleh siapa saja. Aku lebih memilihmu daripada siapa pun. Maafkan aku yang selama ini selalu memikirkan diriku sendiri. Tapi, hanya kaulah saudaraku terkasih," Ayu tak kuasa menahan air matanya. Dia tak menyangka peristiwa ini menjadi semakin rumit saja. Bagus yang berdiri di samping Ayu pun merasakan hal yang sama. Segalanya menjadi rumit, membingungkan, dan mengejutkan. Bagaimana pun, semua ini harus diakhiri.
"Cantik, sudahlah. Aku tak akan memilih siapa pun bila ternyata hanya akan menyakiti salah satu dari kalian," Bagus berusaha menenangkan Cantik.
Cantik memandang Bagus dan Ayu bergantian. Akhirnya pandangannya berhenti pada Jiwa. Jiwa terlihat begitu lemah dan kusut. Sangat berbeda dengan penampilannya saat makan malam di taman malam itu. Peristiwa beruntun ini telah menguras seluruh energi Jiwa dan juga energi dirinya sendiri. Perlahan-lahan Cantik menurunkan tangannya yang memegang belati kecil. Hatinya mulai luluh melihat orang-orang yang dikasihinya tampak sangat terpukul dengan peristiwa ini. Tak terkecuali dirinya.
Semua terdiam. Merasakan gejolak hati masing-masing. Sunyi mencekam, suara angin menderu cukup kencang. Terdengar jelas gesekan dedaunan yang dipermainkan angin. Bulan hanya terlihat samar tertutup mendung hitam. Saat itulah tanpa diduga oleh siapa pun, secepat kilat Jiwa bergerak dan merampas belati kecil di tangan Cantik. Cantik yang sedang termangu tak mampu mempertahankan genggaman tangannya. Peristiwa selanjutnya yang terjadi sangat memilukan hati. Cantik menjerit sambil matanya terbelalak melihat peristiwa di hadapannya.
"Arrrggghhh ... " terdengar erangan itu.
Kaki Bagus seketika lemah lunglai.
"Mengapa harus begini"" Ayu berbisik lemah.
Erangan panjang kembali terdengar, sebelum akhirnya sesosok tubuh jatuh ke tanah.
YENNY: "Jiwa!" tiba-tiba terdengar suara seseorang lari mendekat. Bagus, Cantik, dan Ayu terpan
a memandang pemuda itu. Jiwa benar-benar ada dua"
"Jiwa! Bodoh kamu! Kenapa kamu harus lakukan ini! Hei, kalian! Jangan bengong aja! Bantu aku mengangkat Jiwa ke mobil! Kita harus cepat bawa dia ke rumah sakit!" teriak pemuda itu dengan histeris.
Bagus, Cantik, dan Ayu yang masih terkejut melihat kedatangan pemuda itu terlompat kaget dan secepat kilat mengikuti perintahnya.
"Siapa kamu"" tanya Ayu setelah mereka disuruh menunggu di koridor ICU karena dilarang masuk. Bagus dan Cantik terus memperhatikan pemuda itu. Mereka masih terkejut dengan wajah pemuda itu yang sangat mirip dengan Jiwa.
"Aku Raga," jawab pemuda itu. Dia tersenyum lemah memandang mereka yang masih terpana memandangnya.
"Aku saudara kembar Jiwa. Kami sudah terpisah sejak umur empat tahun. Jiwa tidak ingat lagi kalau punya saudara kembar. Aku tidak pernah menyangka kalau dia punya pribadi ganda. Ah!" Tiba-tiba Raga berteriak sambil menutup wajahnya. Dia meninju kepalan tangannya di tembok. Bagus, Cantik, dan Ayu masih tertegun. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan saudara kembar Jiwa. Mungkinkah masih ada setitik harapan buat Jiwa"
HANNA: Ruang ICU itu memiliki jendela kaca yang sengaja dibuat agar keluarga atau teman dekat pasien bisa turut membantu mengawasi keadaan di dalam. Sambil mengobrol, mata mereka tak henti-hentinya mengawasi Jiwa yang masih terbaring lemah dengan beberapa selang di sekitar tubuhnya. Ada selang infus di tangan, alat bantu pernafasan menutupi mulutnya beserta alat untuk mendeteksi detak
jantung. Tiba-tiba Bagus melihat tubuh Jiwa meronta. Kepalanya bergerak-gerak, sepertinya ada yang ingin dia sampaikan. "Hei, lihat. Jiwa sudah sadar!" teriaknya.
Mereka bergegas menghampiri suster jaga. "Suster . suster . Jiwa sudah sadar. Ijinkanlah kami masuk."
"Boleh. Tapi maksimal hanya dua orang yang boleh masuk." Suster tersenyum ramah. Telunjuk Cantik, Ayu, dan Raga langsung mengarah kepada Bagus. Yah, mereka cukup bijaksana. Mereka tahu bahwa ada suatu ikatan batin yang sangat dalam antara Bagus dan Jiwa. Suatu kedekatan hati yang tidak mampu dimengerti namun ada, hanya mereka berdua yang tahu. Oleh sebab itu, Bagus dipersilahkan terlebih dahulu masuk.
Dilepasnya sandal Bagus. Kemudian dikenakannya pakaian steril khusus digunakan di ruang ICU. Dihampirinya tubuh tak berdaya itu dan berdiri di tepi tempat tidur. Didekatkannya mulut Bagus ke telinga Jiwa sambil berujar, "Jiwa ... Jiwa ... ini aku Bagus." Tangan Jiwa digenggamnya erat kemudian diusapnya perlahan-lahan.
Jiwa bereaksi. Kepalanya bergerak ke arah datangnya suara. Matanya perlahan terbuka mendengar ada suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sering hadir di saat hatinya sedang gundah. Suara yang menyejukkan hatinya. Suara lembut Bagus yang selalu tertanam di benaknya. Terlihat mulutnya bergerak namun tak didengarnya suara Jiwa.
"Tenanglah, Jiwa. Kamu selamat tapi kamu harus beristirahat lebih banyak karena kondisimu masih lemah."
Jiwa tersenyum dengan tatapan mata bercampur antara rasa rindu dan gundah. Keadaannya sudah lebih tenang. Dirasakannya usapan tangan Bagus yang mulai menyentuh kepalanya. Usapan lembut yang sangat dirindukannya sejak kecil dari jemari lentik milik ibunya, didapatkannya melalui Bagus. Hanya melalui Bagus dia merasakan arti dikasihi dan dibutuhkan. Jiwa merasakan damai. Matanya tertutup perlahan agar dia bisa lebih merasakan kelembutan ini.
"Ada baiknya juga aku terbaring di sini. Bagus jadi lebih memperhatikan aku," pikirnya. Bibirnya bergerak mengukir sebuah senyum. Senyum kemenangan dari seorang Jiwa.
" " " SEMBILAN VERSI CERITA akhirnya. pilih sendiri versimu! FONNY...48 DEDE...52 FEMI...54 SHANDRA...59 YENNY ...63 MARTHA...67 IMELDA...72 ANGEL...74 RATNA...80 FONNY: Tidak lama setelah senyum kemenangan menghiasi wajahnya, tiba-tiba saja Jiwa sesak nafas. Tarikan nafasnya satu-satu, tak karuan, dan langsung alat pencatat detak jantungnya melonjak turun naik tak beraturan. Bagus langsung panik. Mencoba menggapai alat untuk memanggil suster dengan gerak cepat. Dari luar, Ayu, Cantik, dan Raga melihat kepanikannya. Raga langsung berlari menu
ju ruang jaga dokter mencoba mencari dokter yang ada di hari itu, mencoba menyelamatkan saudara kembarnya. Selagi masih ada kesempatan.
Sementara, Cantik dan Ayu menangis di luar ICU. Seolah menangisi seluruh drama yang terjadi dan terasa melelahkan ini. Mereka saling berpelukan. Tak menyangka kalau kehidupan percintaan mereka akhirnya harus membawa mereka ke kejadian demi kejadian semacam ini. Rangkaian peristiwa tragis yang takkan terlupa sampai kapan pun.
Bagus melihat Jiwa masih berusaha memegang tangannya erat. Namun, pegangan itu semakin melemah. Jiwa tersenyum sambil berbisik pelan, "Terima kasih, Bagus. Kamu sudah jadi sahabat terbaikku selama ini. Aku harus per ... gi Dengan terbata diselesaikannya ucapannya. Jiwa harus pergi untuk selamanya.
"Tidak! Jiwa, kamu harus hidup!" teriak histeris itu membelah keheningan ICU. Bagus tak bisa menerima kenyataan ini. Dalam hitungan detik, Bagus berlari meninggalkan ICU menyisakan kebingungan Ayu, Cantik, dan Raga.
Sejak hari itu, Bagus seolah raib dari kehidupan Si Kembar, Ayu dan Cantik. Entah ke mana. Tak tentu rimbanya.
* * * Enam tahun kemudian. Cantik menggendong seorang bayi mungil dengan tangan yang kurang fasih. Maklum, ini anak pertamanya. Seorang bayi yang lucu, lelaki, diberi nama Lanang. Ayah Si Bayi datang membawakan susu dan menolong Cantik dengan meletakkan beberapa bantal kursi untuk penopang punggungnya agar dia bisa memberikan
48 susu dengan lebih rileks.
"Terima kasih, Raga! Kamu memang suami yang baik," ucap Cantik tulus.
Ayu diam-diam memantau dari kejauhan. Ayu yang sedang ada di dapur membantu memasak untuk acara makan-makan keluarga mereka karena bayi itu genap berumur enam bulan hari ini sekaligus bertepatan dengan ulang tahun Mama. Jadi, semua bersibuk diri mempersiapkan pesta. Makanan melimpah dan enak memenuhi meja makan. Mulai dari mie goreng perlambang panjang umur, pizza, kue tart, bakso udang, pempek Palembang, otak-otak, semua memenuhi meja itu. Ketika Ayu sibuk mengeluarkan gelas plastiknya, tiba-tiba dering telepon berbunyi. Bergema kencang. Langsung Ayu berlari ke arah telepon yang terletak di meja di sudut ruang tamu.
"Halo," sapa Ayu ramah.
Di sana tak terdengar jawaban. Setelah berkata "halo" sebanyak lima kali tanpa jawaban akhirnya Ayu meletakkan gagang telepon. "Aneh," ujarnya membatin.
Telepon kembali berdering untuk kedua kalinya. Masih di meja yang sama. Di sudut ruang tamu. Meja bertaplak kain berwarna ungu itu menjadi meja yang kembali dituju Ayu.
"Halo!" Dengan nada agak kencang kali ini, Ayu kembali mengangkat telepon.
"Yu, ini aku." Ayu diam. Tercekat. Mendengar suara itu. Suara yang sudah lama dia rindukan. Mengisi hari-harinya. Mengisi mimpi-mimpinya. Berharap suatu hari, suara itu akan betul-betul hadir secara nyata.
"Bagus! Ke mana saja kamu"" dia berteriak girang. Spontan. Kegembiraan meluap tak terkendali. Tak perlu ditutupi. Dia memang merindukan Bagus. Tak pernah sedetik pun dia melupakan Bagus. Malah setelah kepergian Bagus, bayangannya semakin kuat mengikuti Ayu ke mana pun dia melangkah.
"Aku di depan rumahmu, Yu. Aku tak tahu ada pesta hari ini. Jadi, aku ragu untuk masuk," jawab Bagus.
"Masuklah! Mengapa kamu ragu" Mereka semua bakal mengerti, Gus!"
49 Diletakkannya telepon dengan buru-buru. Kembali dengan langkah tergesa-gesa dia melangkah ke pintu depan. Membuka pagar berwarna biru cerah. Secerah hatinya yang tiba-tiba mengalami musim semi mendadak. Cinta itu datang dan menyeruak secara tiba-tiba.
Dipeluknya Bagus. "Kamu jahat! Hilang tanpa kabar! Enam tahun lagi, buat aku kuatir saja!" Tangisan Ayu meledak di pelukan Bagus. Diungkapkannya kerinduan, cinta, dan rasa kehilangannya seketika.
"Maafkan aku, Yu .... Begitu banyak yang terjadi, aku merasa perlu pergi untuk menenangkan diriku." Jawab Bagus pelan tanpa melepaskan pelukannya. Malah dia memeluk Ayu semakin erat.
Mereka menyingkir dari pagar. Untung belum banyak yang melihat. Mereka pergi ke taman di samping rumah yang memang luas dan asri itu. Di sudut yang cukup tersembunyi, mereka duduk di bawah pohon. Di sebuah kursi kayu tempat keluarga itu sese
kali duduk dan bersantai.
"Ayu, biar bagaimana pun aku tak bisa melupakanmu. Selama kepergianku, aku selalu ingat kamu. Aku tahu, bahwa Cantik akhirnya menikah dengan Raga. Aku bahagia untuk mereka. Kembali kusadari bahwa cintaku hanyalah kepadamu. Bukan yang lainnya." Ucapannya pelan. Namun Ayu melihat ketulusan 100% di matanya.
Ayu kembali menangis. Terharu. Penantiannya tidak sia-sia. "Aku juga selalu ingat kamu, Gus! Aku tak pernah bisa berhenti memikirkanmu!"
Tanpa menyelesaikan ucapannya, Ayu menangis lagi. Bagus menghapus air matanya. Mengecup keningnya. Memeluknya erat.
Waktu seolah terhenti. Dunia seolah milik mereka berdua saja.
"Ayu . di mana kamu" Udah mau mulai tuh acaranya! Disuruh Mama bantuin. Ayu ... Ayu!" Suara Raga menggema di taman itu. Pelukan mereka terlepas. Raga sudah melihat Bagus dan Ayu di kursi itu. Tercengang. Terkejut. Ekspresi yang sama juga muncul ketika Bagus masuk berpegangan tangan dengan Ayu. Cantik
50 menganga tapi berusaha menenangkan diri. Toh, dia sudah menemukan pria pujaan hatinya. Raga.
"Sekalian hari ini, aku juga mau melamar Ayu. Untuk itulah aku datang kembali dari pelarianku selama ini. Aku tak bisa lari lagi karena sudah terjerat cintamu, Yu!" Secara spontan Bagus berkata jujur disambut tawa seluruh keluarga yang hadir.
Ayu tersipu. Tersenyum malu. Namun, mengangguk setuju. Dia mau ikut Bagus ke mana pun dia pergi. Mau ke Singapura, Malaysia, atau Korea. Mau di Depok, Tangerang, atau Bekasi. Ayu mau, mau, dan mau!
"Ayu, ngomong 'I do' dong!" Mita, sepupu Ayu dan Cantik, tiba-tiba nyeletuk kencang.
Ayu hanya tersenyum. Menganggukkan kepala. Menggenggam tangan Bagus. Banyak hal yang tak perlu diucapkan. Dalam eratnya genggaman tangan Bagus, Ayu berani melangkah menuju masa depan yang telah dia nanti-nantikan sekian lama. Setelah badai menerpa akan tiba waktunya, akan datang suatu hari di mana badai itu reda. Badai itu berlalu. Mereka menyambut hari-hari bahagia. Bahkan ketika badai yang baru akan menyerang, Ayu akan menyambutnya. Bersama Bagus, dia telah mengarungi badai, topan tornado, atau tsunami. Bersama Bagus pula, dia tetapkan hati untuk menyambut badai. Apa pun yang terjadi, asal bersama Bagus.
~ TAMAT ~ 51 DEDE: Bagus memandang Jiwa dengan rasa kasih, kasih seorang sahabat kecil yang saat ini sedang terbaring lemah. Sementara, Jiwa terus bermain dengan pikirannya, bermain dengan kenangan masa kecilnya saat dia sering menghabiskan waktu bersama Bagus. Waktu yang akhirnya hilang ketika mereka menginjak remaja dan perlahan menuju dewasa.
Bagus sibuk dengan kegiatan lain dan seolah melupakan Jiwa, sahabat kecilnya. Bagus sibuk latihan dan pertandingan. Bagus sibuk menemani gadis kembar yang cantik dan baik hati. Bagus sibuk dengan sekolahnya. Bagus sibuk dengan tugasnya. Bagus sibuk dengan hatinya yang selalu bingung tak tahu harus memilih siapa di antara gadis kembar itu. Bagus lupa, ada satu hati yang selama ini tersisihkan. Hati Jiwa yang selalu merasa sakit saat Bagus bercerita mengenai gadis kembar itu. Hati yang selalu kosong saat Bagus berusaha mengisi hati kedua gadis kembar itu. Hati yang menderita saat Bagus berbahagia karena melihat tawa renyah kedua gadis kembar itu.
Bagus terus menggenggam erat tangan Jiwa dan mengelusnya seolah ingin memberikan kekuatan bagi Jiwa untuk bangun dan tersadar dari tidurnya. Suara Bagus terus memanggil nama Jiwa, hembusan napas Bagus di telinga Jiwa seolah tiupan angin yang sejuk dan masuk ke dalam relung hati Jiwa yang selama ini panas. Jiwa membuka mata sejenak hanya untuk melihat terakhir kali wajah Bagus yang selama ini selalu memenuhi pikirannya, wajah yang sangat tenang, mata yang teduh, dan suara yang tegas. Wajah yang akan menemaninya dalam perjalanan panjangnya.
Jiwa menutup matanya kembali dan menghembuskan napasnya untuk terakhir kali. Jiwa pergi di samping orang yang sangat dicintainya. Jiwa pergi dengan hati yang bahagia. Jiwa pergi tanpa tahu bahwa dia memiliki saudara kembar yang selama ini terus mencarinya. Jiwa masih sempat mendengar suara Bagus untuk terakhir kali saat Bagus meneriakkan namanya.
Bagus mengangk at kepala dengan mata berurai air mata. Tanpa dia sadari, ruangan itu telah penuh oleh dokter yang masih berusaha membangunkan Jiwa.
52 Sementara Cantik, Ayu dan Raga tampak gelisah di luar ruangan. Mata mereka telah basah oleh air mata. Selesai sudah, garis itu telah datar, dokter telah menggelengkan kepalanya.
"JIWA!!!" teriakan Bagus membuat Ayu, Cantik dan Raga sadar bahwa mereka telah kehilangan Jiwa.
~ TAMAT ~ 53 FEMI: Bagus memandang wajah Jiwa dengan takjub. Mereka sejenak terdiam. Pelan-pelan Bagus mulai menyeringai, dan terkekeh kecil. Jiwa yang sedari tadi senyum kecil akhirnya melebarkan bibirnya. Semakin melihat reaksi Bagus, Jiwa semakin tak dapat menahan diri untuk ikut tertawa. Tetapi ditahannya karena tubuhnya masih sakit.
"Kamu itu memang beneran gila, Jiwa!!! Hahaha ... hancur!" seru Bagus, kali ini sambil tertawa terbahak-bahak. Sembari Bagus tak dapat menahan tawanya, Jiwa akhirnya tak kuasa juga menepuk-nepuk tempat tidurnya sambil menahan tawa. "Hahaha ... aku pintar kan"" Jiwa masih berusaha menahan sakit akibat tawa. "Kamu itu gila! Gila tahu! Bukan pintar! Gilaaa! Ih, sampai segitu banget sih aktingmu! Gila, aku nyaris copot jantung waktu kamu sampai melukai diri gitu! Idih, Si Raga, saudaramu yang memang gay itu aja nggak akan segitunya kaleee!" Bagus mengucek-ngucek matanya yang mengeluarkan air mata saking merasa lucu.
"Aku kan minta saran sama Raga, Gus. Ya, Raga bilang go ahead! Ya udah deh!" bela Jiwa.
"Iya tapi bisa mati tahu!" sergah Bagus.
"Ya nggak lah! Aku kan tahu mana bagian yang tidak bikin semaput, suster tadi juga aku ajak sekongkol. Tapi buat bayar rumah sakit ini, kamu ya!" seru Jiwa.
"Heh" Ah, beneran kamu itu. Hahaha Bagus tertawa lagi.
Keduanya kembali tertawa sampai akhirnya tersadar kalau Cantik dan Ayu sudah masuk kamar Jiwa. Wajah mereka nampak marah dan kecewa. Cantik yang ekspresif langsung menerjang Bagus seketika, "Heh! Kalian pikir kami ini siapa, hah""" seru Cantik setengah mendorong tubuh Bagus hingga nyaris terjatuh.
Bagus dan Jiwa terkejut. Bagus tak dapat menghindar dari Cantik yang semakin memelototinya dan berusaha mendorongnya hingga ke pojok ruangan.
"Kurang ajar kalian! Mempermainkan perasaan kami, heh"" Cantik semakin beringas sementara Ayu semakin tersedu sedan dan berusaha mencegah Cantik yang seakan ingin menampar Bagus.
54 "Cantik . sabar, Cantik. Jangan, Cantik." Ayu terisak sambil menarik tubuh Cantik agar menjauh dari Bagus. Bagus juga berusaha untuk menahan tangan Cantik yang terus menderanya hingga ke pojokan ruangan.
"Cantik! Dengarkan kami dulu!" seru Bagus. Cantik semakin membabi-buta tetapi kini matanya juga sudah memerah karena menahan air mata. Dilihatnya mata Bagus dan seketika itu perasaan Cantik tumpah dalam air mata.
"Kaaaliaann . jaaahaaat .. " suara Cantik semakin pelan tetapi tetap jelas.
"Dan, kamu Jiwa. Ternyata kamu biang kerok dari semua ini! Aku hanya minta drama ini kita berdua yang mengaturnya! Kenapa semua jadi melenceng nggak karuan! Ternyata kau benar-benar gila! Mempermainkan perasaanku dan Ayu!" jelas Cantik sambil terisak lagi.
Seisi ruangan menjadi diam. Bagus kebingungan dan melihat ke arah Jiwa. Jiwa memandang Bagus dengan air muka yang tak enak. Ayu memeluk Cantik dan mereka sama-sama menangis.
Jiwa akhirnya berusaha berdiri dengan susah payah dan akhirnya hampir tertimpa infus yang nyaris jatuh.
"Jiwaaa!" pekik mereka bertiga. Bagus dengan sigap menegakkan tiang infus. Cantik secara spontan membopong Jiwa. Mereka kembali bersentuhan seperti tatkala Cantik pernah bersama Jiwa di ruangan kecil itu. Ya, ruang di mana mereka tertawa dengan skenario Cantik untuk menarik cinta Bagus. Jiwa banyak menyemangatinya, Jiwa banyak menghiburnya, Jiwa banyak menenangkannya agar tidak membenci Ayu.
Cantik menyadari tidak mudah untuk mengikuti skenario tambahan dari Jiwa yang memposisikan diri sebagai seorang gay akhirnya sekaligus mengecewakan Cantik itu sendiri. Cantik sama sekali tidak sadar bila Jiwa betul-betul mencintai Bagus sementara benih-benih cinta mulai tumbuh dari hati Cantik untuk Jiwa. Tapi kali ini ia harus kemba
li bersaing. Bukan lagi dengan Ayu tetapi dengan Bagus!
"Cantik," panggil Jiwa dengan lembut. Jiwa menggenggam tangan Cantik dengan erat.
"Aku . aku . minta maaf," kata Jiwa lagi. Cantik memandang Jiwa dengan
55 dingin, air matanya masih mengalir. Dengan sesenggukkan Cantik berusaha ingin memaki Jiwa tetapi tak bisa.
"Jiwa, sebenarnya apa yang sedang terjadi antara kamu dan Bagus" Mengapa aku dan Ayu menjadi sakit melihat kalian" Bukankah sebenarnya kisah penculikan ini hanya kita berdua yang tahu. Lalu, kenapa Bagus Cantik tak meneruskan pertanyaannya yang sebenarnya membingungkannya juga.
"Cantik, awalnya memang hanya kita berdua yang tahu. Aku mendukung rencanamu untuk menarik perhatian Bagus agar kamu dapat menarik konsentrasi perasaan Bagus kepadamu," jelas Jiwa.
"Cantik" Kamu"" Ayu yang sedari tadi diam kini mulai menyahut heran dan kesal. Cantik tertunduk, masih menangis.
"Ayu, aku minta maaf! Tapi sebetulnya, semua ini tidak berjalan sesuai dengan rencanaku!" seru Cantik membela diri. Ayu memandang wajah Cantik dengan tatapan kecewa. Melihat itu, Jiwa segera berusaha agar Ayu tidak meneruskan kata-kata kecewanya kepada Cantik.
"Aku yang salah, Ayu. Setelah aku tahu bila Bagus hanya mencintai kamu, aku kasihan dengan Cantik. Aku beberkan semua rencana kami pada Bagus. Bagus akhirnya bersekongkol denganku untuk menarik perhatian kamu. Kamu dan Bagus selalu bersama mencari keberadaan Cantik sehingga kalian jadi dekat. Bagus juga membantuku."
"Bagus" Bantu kamu" Dengan cara apa" Dengan cara menjadi pasanganmu"" Cantik memotong pembicaraan.
"Ya. Semua itu untuk meyakinkan diriku, apakah kau kecewa ketika aku benar-benar seorang gay dan mencintai Bagus. Aku ingin tahu perasaanmu kepadaku, karena . karena . aku . mulai mencintaimu, Cantik," Jiwa berkata pelan tetapi jelas.
Cantik kembali memandang Jiwa dengan wajah keheranan. "Bukannya kamu sudah menolak cintaku"" Cantik bingung. "Hm, ya terpaksa aku menolak dan jadi gila. Agar aku semakin yakin bagaimana perasaanmu. Aku takut, Cantik."
56 "Takut apa"" tanya Cinta kembali bingung.
"Aku takut kamu masih sayang dengan Bagus. Jadi ... jadi aku merasa masih perlu untuk meyakinkan diriku bila kau sudah tidak sayang Bagus karena memang Bagus sudah memutuskan memilih Ayu," jelas Jiwa dengan gamblang.
Cantik melongo, Ayu juga.
"Kamu itu, Bagus! Kamu juga, Jiwa! Kalian ... ah, gila!" Cantik menggeleng-geleng kepala.
"Hm, aku memang gila, Cantik. Bagus sudah mengakuinya tadi tapi semua kegilaan ini untuk kamu. Untuk kamu, Cantik." Jiwa menggenggam jemari Cantik dengan kuat. Cantik tercekat. Ia masih merasa takjub melihat kisah yang bagai komidi putar dalam kehidupan percintaannya.
"Kamu masih sayang aku kan" Aku waktu itu pura-pura menolakmu karena alasan gay, gila. Tapi itulah skenario antara aku dan Bagus. Aku memainkan dua cerita di sini. Satu untuk Bagus dan sesungguhnya satu lagi untuk diriku sendiri. Jadi, kamu mau maafkan aku kan, Cantik"" tanya Jiwa. Cantik masih tetap melongo.
"Kamu, sayang padaku"" tanya Cantik meyakinkan.
"Ya. Sepenuh hati, Cantik," jawab Jiwa tegas. Cantik tak tahu caranya memberi maaf sekarang, itu sudah tak diperdulikannya. Setelah sekian lama perasaannya bergejolak, kali ini ia lega karena Jiwa ternyata mencintainya sejak di rumah penculikan itu. Cantik merebahkan tubuhnya ke dada Jiwa. Jiwa menyambutnya dengan lembut.
"Hei!" seru Bagus.
Mereka semua terkejut. "Sekarang giliran aku dong! Gila kamu, Wa! Memangnya kamu aja yang udah dapat pacar!" protes Bagus.
Bagus lalu melihat wajah Ayu, "Ayu, ehm ... sebenarnya aku tidak seromantis orang gila ini tapi kamu sudah tahu, aku selalu salah tingkah di depan kamu. Itu karena aku takut, takut perasaanmu tidak sama denganku. Sekarang kamu sudah tahu kan" Dari semua ini, aku semakin tahu jika aku sayang sama kamu," jelas Bagus. Kali ini Ayu yang melongo.
57 "Tapi .. " Ayu terdiam dan kelihatan bingung. "Kenapa"" kini Bagus juga ikut bingung dan panik. "Raga"" Ayu semakin bingung.
"Oh, Raga itu memang saudara kembar Jiwa hehehe .... Justru sebenarnya yang gay itu Raga. Tetapi tidak dua kepribadian, itu ha
nya karangan kami saja supaya Jiwa kelihatan gila. Sebenarnya lagi, saat Jiwa menunjukkan ia seorang gay, itu adalah Raga. Raga ikutan dalam kisah ini karena selalu protes saat Jiwa tidak bisa menghayati jiwa seorang gay. Jadi Raga ikut turun tangan membantu Jiwa dan kami bertiga menjadi gila setelah itu. Maaf ya, Ayu," terang Bagus.
Tangis Ayu semakin menjadi setelah mendengar penjelasan Bagus.
"Kamu . kamu .. " Ayu tak dapat menyelesaikan perkataannya lagi ketika Bagus sekonyong-konyong memeluknya dengan erat. Ayu hanya dapat terus menangis, mencari kekuatan dalam diri Bagus yang pernah mempermainkannya tetapi sekaligus meyakinkan perasaan hatinya.
~ TAMAT ~ 58 SHANDRA: Kini Bagus duduk tepat di sebelah Jiwa. Mereka lalu diam. Bagus tak tahu harus memulainya dari mana. Ini sudah terlalu rumit untuk diterima kapasitas otaknya. Pertemuan saat ini hanya diakhiri dengan kebisuan. Sedangkan bagi Jiwa, kehadiran Bagus walau dengan hanya diam sudah lebih dari cukup menenangkannya.
Siang ini Bagus duduk di koridor rumah sakit. Tepat di hadapannya tampak pula Ayu. Tak selang berapa lama muncul Raga dan ikut bergabung dalam keheningan siang ini. Bagus dan Ayu hanya dingin menyambut kedatangan Raga.
Lalu Raga buka suara, "Aku akan membawa Jiwa berobat keluar negeri, ke sebuah tempat di mana dia akan jauh dari semua kenangan-kenangan buruk yang telah menimpanya."
Bagus dan Ayu berpandangan. Mereka masih saja diam tak menanggapi Raga. Bukan tak mau menanggapi tapi sepertinya mereka tak tahu harus menanggapi bagaimana. Saat masih diselimuti keheningan, muncul Cantik. Sama seperti Ayu dan Bagus, Cantik tampak kusut. Satu-satunya yang tampak sedikit tenang menyingkapi kerumitan hubungan ini adalah Raga. Mungkin Raga memang memiliki kelebihan dalam hal itu. Cantik melewati Ayu, Bagus, dan juga Raga. Tanpa basa-basi dan menegur mereka, Cantik langsung saja mengambil baju steril berwarna hijau yang tergantung tak jauh dari papan bertuliskan ICU. Cantik lantas memakainya, melepaskan sepatu, dan masuk. Dalam ruangan itu hanya ada satu pasien lain di ujung ruangan. Cantik sedikit heran mengapa tak tampak satu pun suster jaga di ruangan ini. Cantik berjalan menghampiri Jiwa.
"Jiwa!!!" Cantik berteriak histeris.
Spontan Ayu, Bagus dan Raga berlari ke dalam.
"Suster!!!" teriak mereka hampir bersamaan.
59 Semua serba hitam. Ayu menangis dipelukan Bagus. Cantik terduduk memeluk nisan bertuliskan nama "Jiwa". Hatinya hancur. Ialah penyebab semua kerumitan ini. Egonya yang telah menghancurkan segalanya. Kalau saja ia tak mengajak Jiwa melakukan ide gila ini, mungkin Jiwa masih bersama dengan mereka. Entah bagaimana ia akan melebur rasa bersalahnya. Kini Ayu dan Bagus meninggalkan pemakaman ini. Ayu sempat menarik Cantik dengan lembut. Cantik menggelengkan kepalanya. Ia masih ingin berdiam diri menangisi penyesalan di atas tanah basah berisikan jasad Jiwa. Bagus sebenarnya sangat berat menggerakkan kakinya tapi ia memaksakan diri untuk tidak terlarut di tempat ini.
Hari hampir menjelang petang. Tampak dari kejauhan Raga masih mengawasi. Di luar dugaan Cantik, Raga mengetahui rahasianya dan Jiwa. Ia tahu Cantik lah otak dari semua tragedi drama penculikan itu. Selama ini, Raga membiarkan Jiwa melakukannya. Raga berharap Jiwa dapat mencintai Cantik karena mereka tentu akan sering bersama dan Jiwa dengan sendirinya akan dapat melupakan Bagus. Raga sendiri tak menyangka kejadiaannya akan berakhir seperti ini.
"Nasi sudah menjadi bubur. Jiwa mungkin akan lebih tenang di sana." gumam Raga.
Raga memberanikan diri untuk menghampiri Cantik. "Ehm .. " Raga bersuara.
Cantik menoleh. Ia sedikit terkejut. Raga sangat mirip dengan Jiwa. Seketika Cantik seperti melihat Jiwa berdiri tepat di hadapannya.
"Cantik, ayo kita pulang. Jiwa pasti akan sedih melihatmu seperti ini."
Wajah Cantik masih dipenuhi air mata. Ia hanya menggeleng. Pelan sekali.
"Aku tahu kamu sedih. Aku, Bagus, dan Ayu juga sedih. Biarlah Jiwa tenang. Kita harus kuat."
"Kamu nggak tau, Ra. Kamu nggak tau gimana ngerasa bersalahnya aku. Karena aku, Jiwa ada di sana!" Cantik menunjuk tepat ke ta
nah basah di sampingnya. "Nggak! Nggak ada yang salah. Umur adalah mutlak milik Tuhan. Kamu nggak salah. Nggak ada yang salah! Ayo kita pulang. Sebaiknya kita berdoa semoga
60 Jiwa tenang di sana," Raga memberikan tangannya kepada Cantik. Tiba-tiba saja Cantik merasakan damai mengguyurnya. Ia menghambur ke pelukan Raga. Raga menggapainya. Mereka berpelukan.
"Aku yang merancang .. " tak selesai Cantik mengucapkan kalimatnya, Raga mengarahkan telunjuk dengan pelan ke bibir Cantik.
"Sstt . Jiwa nggak akan suka mendengarnya," ujar Raga lembut.
RIP "JIWA YUDISTIRA"
14 Februari 2010 Cantik mengecup nisan di hadapannya dengan lembut. "Semoga kamu memaafkan aku, Jiwa."
Ia berdiri dan melangkah pergi menjauh. Perlahan Raga memberanikan diri untuk meraih tangan Cantik. Tampak mereka berpegangan tangan berjalan meninggalkan gundukan tanah basah berisi jasad Jiwa.
* * * "Cinta adalah karunia bila kita tahu bagaimana mengatur porsinya tanpa menyakiti siapa pun. Mungkin aku tidak mencintai Bagus. Aku hanya ingin bersaing dengan Ayu. Satu-satunya hal yang berani aku lakukan selama hidupku. Aku bukanlah pemenangnya. Kemenangan tak berkawan dengan kecurangan. Ayu tetap menjadi pemenang dengan kejujuran dan kelembutannya. Harusnya aku belajar dari itu. Ayu tak pernah iri padaku seperti aku iri padanya. Ayu selalu tulus menyayangiku. Ia memang paling layak bersama Bagus. Raga" Mungkin aku akan membuka diri untuknya. Jiwa pasti merestui kami. Maafkan aku, Jiwa. Semoga kamu tenang di sana." Cantik menutup buku hariannya lalu meletakkannya di dalam laci.
"Kak Cantik, ada yang nyari!" teriak Sita.
Cantik setengah berlari keluar dari kamarnya dan Raga telah berdiri tersenyum tak jauh dari Sita yang sedang tersenyum centil memandangi Raga. "Cantik, seperti namanya," ujar Raga.
61 "Ih, apaan sih! Yuk buruan daripada nanti Sita ngiler ngeliat kamu." Cantik menarik tangan Raga.
Raga tertawa sambil berteriak, "Happy Valentine, Sita!"
~ TAMAT ~ 62 YENNY: Setelah Bagus keluar, Raga masuk menjenguk Jiwa.
"Jiwa .. " panggil Raga. "Maafkan Kak Raga, Jiwa. Kak Raga tidak
punya keberanian memaksa Tante Dilla membawamu juga. Maafkan Kak Raga. Seandainya Kak Raga punya keberanian, kejadian ini pasti tidak akan terjadi. Maafkan Kak Raga."
Tak terasa air mata Raga jatuh menyentuh tangan Jiwa. Jiwa yang sebenarnya tidak ingin bertemu dengan Raga dan kesal saat Bagus keluar, padahal dia ingin Bagus selamanya ada di samping menjaganya, tapi setelah mendengar mendengar kata-kata Raga dan air mata itu membasahi tangannya, hatinya tergerak. Perlahan-lahan Jiwa membuka matanya.
"Kak Raga, jangan merasa bersalah. Bukan salah Kakak. Maafkan Jiwa juga, Kak. Jiwa sampai lupa pada Kakak. Mama .. " Jiwa tidak bisa meneruskan kata-katanya.
Ingatan ke masa lalunya perlahan-lahan muncul lagi. Ingat perlakuan Mama. Ingat bagaimana Kak Raga membelanya setiap hajaran Mama dan bagaimana Kak Raga yang menerima paling banyak pukulan Mama. Tapi setelah Kak Raga pergi, penyiksaan Mama berlipat ganda. Kerinduan akan Kak Raga untuk membela dan melindunginya pada saat itu sangat besar. Dan entah kapan, ingatan akan Kak Raga perlahan-lahan menghilang dan dia punya kekuatan untuk menghadapi Mama sendirian. Kemudian Mama masuk RSJ, dia tetap tidak bisa mengingat kalau dia masih mempunyai saudara kembar. Perhatian Papa dan kemudian Bagus muncul, sangat menguasai hidupnya sampai Kak Raga muncul saat dia melakukan sandiwara penculikan Cantik.
Sekarang, kerinduan pada Kak Raga kembali muncul perlahan-lahan terutama saat Kak Raga menasihatinya akan dampak sandiwara ini serta perhatian dan kasih sayang pada saat dia di rumah sakit.
Dalam kesunyian malam hari di rumah sakit, Jiwa banyak memikirkan Bagus dan Kak Raga tentu juga Si Kembar yang manis itu. Awalnya Jiwa kesal melihat perhatian si Kembar tapi lama kelamaaan dinikmatinya juga perhatian mereka
63 terutama si Ayu yang sangat lembut padanya. Mereka tidak menunjukkan sedikit pun rasa jijik setelah mengetahui dia menyukai Bagus. Bahkan, sekarang Jiwa merasa punya keluarga yang lengkap lagi.
Dia teringat kembali percakapan dia dengan Ayu
di pinggir kolam air mancur di taman rumah sakit.
"Yu, boleh tanya""
"Tanya apa"" jawab Ayu sambil menendang-nendang kakinya di air kolam.
"Kenapa kamu begitu baik padaku. Padahal, yah kamu tahu sendiri setelah kejadian ini. Selain itu, kamu sepertinya menjauh dari Bagus. Apa kamu tidak suka lagi padanya" Atau, karena Cantik""
Ayu langsung menghentikan gerakan kakinya dan balik menghadap ke Jiwa.
"Dengar baik-baik, ya, Jiwa. Ini yang kesekian kalinya, aku menjawab pertanyaanmu. Aku sayang kamu seperti aku menyayangi Bagus. Kalian adalah teman dan saudaraku. Cantik adalah saudaraku yang paling kusayang. Aku tidak mau lagi mendengar pertanyaanmu itu, mungkin kamu tidak percaya dengan perkataanku. Aku tahu, dulu aku memang suka pada Bagus tapi sekarang aku hanya menganggap dia saudaraku. Titik!"
"Aku tidak ingin mengganggapmu sebagai teman dan saudaraku," Jiwa menghentikan perkataannya saat melihat alis mata Ayu naik, "tapi aku ingin lebih dari itu." Jiwa tersenyum melihat Ayu tertunduk malu.
Hari ini tanggal 14 Pebruari, Cantik dan Ayu sudah siap-siap tunggu jemputan. Cantik yang tidak pernah merias wajah, hari ini sangat cantik sesuai namanya. Dia memakai gaun dan merias sampai-sampai Papa tertegun memandangnya.
"Pa, jangan lihat Cantik seperti itu dong. Cantik malu nih," rajuk Cantik.
64 "Papa tidak pernah sadar punya dua malaikat di rumah ini. Ah, sini Papa peluk. Papa tidak tahu bagaimana memuji kecantikan kedua malaikatku yang manis dan cantik ini. Anak kebanggaan Papa. Papa sayang kalian."
Cantik sempat tertegun saat mendengar kata-kata Papa yang terakhir dan pelukan Papa yang erat. Cantik balas memeluk Papa dan menikmatinya.
"Ternyata Papajuga bangga padaku. Aku telah salah sangka selama ini. Maafkan aku, Papa," ucap Cantik dalam hati.
"Cantik juga sayang Papa," bisik Cantik di telinga Papanya.
"Kamu cantik sekali malam ini," kata Bagus saat mereka telah memesan makanan di restoran favorit mereka. Mereka berempat sudah sepakat untuk merayakan hari Valentine di situ.
"Hei, Gus, jangan memuji Cantik di depanku dong!" tegur Ayu pura-pura ketus. "Aku cemburu, tahu!"
"Kamu juga cantik, Yu," timpal Jiwa. "Tapi kalau tidak cemberut gitu."
Dug! "Awas kamu, Jiwa!" Ayu memperlihatkan muka jeleknya dan menjulurkan lidah saat melihat Jiwa menertawainya.
"Hei! Kalian berdua kenapa, dari tadi bisik-bisik terus"" tanya Ayu ke Bagus dan Jiwa.
"Iya. Bikin bete, tahu!" sahut Cantik ketus.
"Wah, Gus, ada yang ngambek tuh. Lebih baik sekarang aja ya."
"Sekarang apanya"" tanya Ayu penasaran.
"Kami mau pesan minuman dulu."
"Pesan minuman kok mesti bisik-bisik."
Bagus dan Jiwa hanya tersenyum. Mereka langsung memanggil pelayan.
"Hei, kok pelayannya langsung bawakan jus jeruk kesukaanku"" tanya Ayu heran saat melihat pelayan meletakkan jus jeruk di depan Ayu.
Cinta Itu Tidak Merah Jambu Karya Nasi Tim di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Minumlah!" kata Jiwa dengan lembut. "Aku yang pesankan khusus buatmu."
Ayu memandang dengan bingung wajah Jiwa. "Ada sesuatu pada Jiwa. Apa dia kembali jadi Raga"" tanya Ayu dalam hati dengan gemuruh penuh resah ketakutan.
65 Agar Jiwa tidak marah, Ayu cepat-cepat minum orange juicenya.
"Hei! Apa I ..." Ayu mengangkat sesuatu dari dalam gelasnya. "... cincin!" Dengan terkejut Ayu memandang Jiwa.
Jiwa langsung mengambil cincin itu dari tangan Ayu.
"Yu, selama aku sakit sampai hari ini, perhatianmu telah menggugah aku. Ternyata, di dunia ini bukan hanya Bagus yang bisa memberiku perhatian, memberiku kasih sayang tapi ada satu malaikat yang telah mengajariku banyak hal, memberiku perhatian, belaian dan kasih sayang. Yu, aku tidak tahu, apa kamu juga menyukaiku seperti aku menyukaimu. Maukah kamu terima cincinku ini" Jika kamu masih ragu-ragu, aku masih tetap ingin kamu menerima cincin ini. Kalau aku belum pantas menjadi sandinganmu, setidak-tidaknya cincin ini bisa sebagai ungkapan terima kasihku padamu. Jadi, aku mohon terimalah cincin ini."
Hari ini adalah hari yang paling indah buat Ayu. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Saat Jiwa memasangkan cincin itu di jarinya, dia hanya bisa menangis bahagia. Sekarang dia bisa mendapatkan Jiwa sepenuhnya. Tidak ada lagi yang namanya Raga. Teri
ma kasih, Tuhan. ~ TAMAT ~ 66 MARTHA: Plok! Raga terkejut ketika ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. Raga menoleh dan mendapati seorang lelaki tua dengan wajah cemas sedang memandanginya.Hm . mau apa lelaki tua itu datang ke sini" Apakah dia tidak takut perusahaan rugi dengan meninggalkan pekerjaannya" Raga ingin sekali mengeluarkan amarah yang sekian lama terpendam untuk membuat lelaki tua itu sadar bahwa selama ini dia sudah menelantarkan anak dan istrinya. Dengan sekuat tenaga, Raga berusaha menahan emosi karena dia sadar kalau sekarang mereka ada di rumah sakit dan keselamatan Jiwa lebih penting dari apa pun.
"Bagaimana keadaan Jiwa, Raga" Apakah dia sudah dapat melewati masa kritisnya"" tanya lelaki tua itu pelan.
"Jiwa sudah siuman, Pak. Sekarang sedang bersama Bagus di dalam," kata Raga sambil menunjuk ke dalam ruang ICU.
"Bagus" Siapa Bagus" Mengapa dia yang ada di dalam dan bukannya kamu saudara kembarnya yang mendampingi Jiwa"" Lelaki tua itu kembali bersuara dengan pelan.
"Bagus itu belum selesai Raga menjelaskan ketika lelaki tua itu sudah mengayunkan langkahnya masuk ke ruang ICU dan mengenakan pakaian steril yang tergantung di dalam lemari.
"Jiwa, kamu tidak apa-apa, Nak" Bagaimana keadaan kamu sekarang" Mengapa semua ini bisa terjadi"" Lelaki tua itu tak menghiraukan kehadiran Bagus di situ.
"Aku baik-baik saja, Pak. Bapak tidak perlu khawatir karena sudah ada Bagus yang akan menjaga dan merawat aku, bukan begitu Bagus"" Tanya Jiwa dengan suara mesra ke Bagus.
Bagus hanya menganggukan kepala tanpa dapat mengeluarkan suara melihat pengharapan besar yang terpancar dari mata Jiwa. Jantungnya berdegup kencang menyadari bahwa Jiwa begitu mencintainya. Di sisi lain, dia juga harus berusaha bersikap wajar di depan lelaki tua yang ada di depannya.
"Kenalkan, saya Bagus, Pak. Saya sahabat Jiwa dari kecil. Biasanya saya hanya
67 melihat foto Bapak di rumah Jiwa, sekarang saya bisa berhadapan langsung dengan Bapak." Bagus memberi salam.
Lelaki tua itu menoleh ke arah Bagus dan seketika raut wajah yang penuh kekhawatiran itu berubah menjadi pias selama beberapa detik sehingga Bagus maupun Jiwa tidak menyadari adanya perubahan pada wajahnya. Lelaki tua itu menyambut uluran tangan Bagus dan tersenyum.
"Siapa nama lengkap kamu, Nak" Di mana rumahmu"" tanya lelaki tua itu dengan ramah.
Kemudian terjadi perbincangan yang akrab antara lelaki tua dan Bagus, sejenak mereka lupa kalau saat ini mereka sedang ada di dalam ruang ICU dengan Jiwa yang terbaring tak berdaya.
"Biarlah mereka melupakan aku, aku sudah cukup senang karena ternyata Bapak antusias dengan kehadiran Bagus di sini. Bebanku sudah berkurang satu sekarang, aku harus menyusun langkah selanjutnya untuk mengetahui isi hati Bagus yang sesungguhnya. Apakah dia juga memiliki perasaan yang sama denganku" Masih dapatkan aku merasakan belaian lembutnya setelah aku keluar dari rumah sakit nanti" Ataukah, Bagus akan menjauhiku"" Jiwa menghela nafas panjang mengingat masih ada ketidakpastian yang ingin segera dia ungkap.
Satu bulan kemudian. 'Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Bapak bohong kan dengan semua cerita ini" Nggak mungkin, Pak. Nggak mungkin aku dan Bagus kakak adik. Saudaraku hanya satu yaitu Raga. Bilang sekarang Pak kalau Bapak bohong dengan yang barusan Bapak bilang. Bilang ke Jiwa Pak kalau semua ini hanya skenario Bapak untuk menjauhkan Jiwa dari Bagus!" geram Jiwa sambil mengepalkan tangannya.
"Bapak tidak bohong, Jiwa. Bapak berkata yang sesungguhnya, memang itulah yang terjadi. Maafkan Bapak, Jiwa. Maafkan Bapak, Raga. Kalian boleh membenci Bapak karena Bapak memang layak untuk dibenci dan Bapak sudah melakukan
68 kesalahan yang fatal," desah lelaki tua itu pelan. Diusapnya air mata yang menetes di pipi yang mulai keriput. Hilang sudah kekerasan di wajahnya, hilang sudah kewibawaannya sebagai komisaris di salah satu perusahaan besar di Jakarta.
Jiwa segera mengambil kunci mobil dan melarikan mobilnya dengan kencang. Kalut. Jiwa tidak tahu harus kemana. Yang pasti, dia merasa muak dengan lelaki tua yang mengaku sebagai Bapaknya tadi. Hanc
ur hatinya mendengar pengakuan Bapak tadi. Dalam ketidakpastian, mobil Jiwa memasuki rumah kedua gadis kembar.
"Hai, Jiwa. Sudah lama kamu nggak ke sini. Ada angin apakah yang membawa langkahmu ke sini"" canda Cantik begitu melihat Jiwa turun dari mobil.
"Jiwa, apa yang terjadi denganmu" Mengapa wajahmu kusut begitu" Dan, matamu bengkak, Jiwa. Maukah kau bercerita padaku, Jiwa"" Cantik menggenggam tangan Jiwa setelah mereka duduk di sudut teras.
Jiwa merasakan ada kekuatan yang memasuki dirinya dalam genggaman tangan Cantik. Kelembutan dan kehangatan Cantik menyejukkan hati Jiwa yang belakangan terasa kering.
"Tahukah kamu Cantik, kalau ternyata aku dan Bagus adalah kakak-adik" Bapak barusan bercerita tadi kalau dulu Bapak pernah menghamili Ibu Bagus. Ibu Bagus pernah kerja di rumah kami. Hari itu Ibu sedang menunggui nenek di rumah sakit ketika malamnya Bapak pulang dengan mabuk-mabukan. Terjadilah peristiwa yang memalukan itu, Bapak menghamili Ibu Bagus. Bapak mau bertanggung jawab sebenarnya tetapi Ibu tidak mau dimadu. Akhirnya, Ibu Bagus pergi dengan diam-diam tanpa sepatah kata pun. Sejak saat itu, Ibu membenci Bapak. Ibu tidak pernah bisa memaafkan Bapak tetapi Ibu juga terlalu mencintai Bapak sehingga Ibu tidak pernah bisa marah ke Bapak. Kami lah yang menjadi korban pelampiasan marah Ibu. Kasihan Ibu, terlalu lama memendam semua rasa itu hingga akhirnya nggak kuat dan masuk ke rumah sakit jiwa. Aku benci sama Bapak, Cantik.Dia membuat Ibuku sakit, dia menelantarkan Bagus dan Ibunya, membuat Bagus tidak pernah merasakan kasih sayang Bapak kandungnya dari dia kecil. Dia juga yang memisahkan aku dan Bagus sekarang. Hatiku sakit, Cantik. Pikiran aku terasa
69 penuh, aku ga tau lagi apa yang harus kulakukan sekarang karena bagaimanapun dia adalah Bapakku," Jiwa menyudahi ceritanya dengan pandangan kosong.
"Jiwa, boleh aku memelukmu" Menangislah kalau kamu ingin menangis, Jiwa, Kalau itu bisa membuatmu merasa lega. Aku akan selalu ada untuk menguatkanmu." Cantik memeluk Jiwa.
Jiwa menangis di pelukan Cantik, menangis tanpa suara. Tiba-tiba Jiwa merasakan kehangatan, hatinya yang selama ini kering dan kurangnya kasih sayang seorang Ibu terasa menjadi sejuk. Jiwa merasakan ketenangan yang belum pernah dia rasakan dalam pelukan Cantik. Jiwa merenggangkan pelukannya dan menatap wajah Cantik.
"Cantik, kamu sudah tahu banyak tentang aku kan" Kamu sudah mengenal aku, kamu sudah tahu tentang keluarga dan kehidupanku, tentang kelamnya hidupku. Maukah kamu mendampingi aku, Cantik" Bersediakah kamu mengisi ruang kosong di hatiku dan membantu aku bangkit dari keterpurukanku" Maukah kamu .. "
Jari telunjuk Cantik membungkam mulut Jiwa sehingga Jiwa tidak dapat meneruskan kalimatnya.
"Kamu nggak perlu bilang apa-apa lagi, Jiwa. Aku akan selalu mendampingi kamu. Aku akan selalu ada buat kamu. Aku akan menjadi pelita buatmu dan aku akan menjadi tongkat yang membantu kamu untuk berdiri saat kamu jatuh," bisik Cantik perlahan. Dipandanginya Jiwa dengan penuh kasih. Digenggamnya tangan Jiwa dengan lembut dan dibawanya tangan itu ke dadanya.
"Kamu akan selalu ada di sini sampai kapan pun. Bahkan, sekali pun kamu tidak mau menerima aku, aku akan tetap menyediakan ruang itu untuk kamu. Kamu sangat berarti buatku. Aku mencintai kamu. Aku selalu bawa kamu dalam setiap doaku dan selalu menyebutmu dalam setiap mimpiku. Tidak tahukah kamu, betapa sebagian besar memoriku sudah penuh dengan namamu. Hatiku pedih waktu aku tahu kalau di hati kamu hanya ada Bagus dan bukan aku. Tetapi, aku hanya bisa diam karena buat aku bukan perasaanku yang penting. Aku ingin melihat kamu bahagia, nggak peduli dengan siapa kamu bersanding walaupun aku harus membiarkan air mataku jatuh setiap hari menanti untuk membuka hati
70 kamu buat aku. Aku tetap mencintai kamu."
Jiwa tak kuasa membendung air matanya melihat ketulusan cinta Cantik. Ditariknya Cantik ke dalam pelukannya, dibenamkannya kepala Cantik ke dadanya. Mereka berpelukan cukup lama untuk mengeluarkan semua rasa yang ada hingga mereka tidak menyadari kalau mereka sudah dikelilingi oleh orang-orang yang
mereka cintai. ~ TAMAT ~ 71 IMELDA : Bagus tak mampu menahan rasa haru. Satu ruang di hatinya dipenuhi kelegaan luar biasa melihat keadaan Jiwa. Desir aneh mewarnai sebagian ruang itu, "Hei, what's going on iki" Kok"" Tiba-tiba rasa sedih luar biasa menguasainya, air mata mulai berlinang jatuh satu persatu di pipi.
"Jangan pernah berbuat bodoh seperti kemarin lagi! Aku tak mau kehilangan dirimu." Dibawanya tangan Jiwa ke pipi sambil diciumnya lembut.
Dia menyambung, "Aku tak peduli apa kata dunia tapi kurasa aku juga mempunyai perasaan yang sama denganmu. Setelah apa yang kita lewati beberapa hari terakhir, aku baru menyadarinya. Cepatlah kau sembuh. Kita akan pergi. Jauh dari sini. Pergi ke tempat yang tiada seorang pun mengenal kita, Jiwa. Aku sungguh tak sanggup kehilanganmu." Jiwa membuka matanya perlahan. Hatinya sungguh berbunga. Ternyata gayung bersambut, apa yang dirasakannya selama ini tak bertepuk sebelah tangan. Dia tak perlu berpura-pura lagi, dia hanya perlu menjadi dirinya.
Ayu, Cantik, dan Raga melihat adegan tersebut dari luar kaca dengan saling berpandangan. Mereka kebingungan apa yang telah terjadi. Ayu tampak pucat pasi, berjuta pertanyaan bermunculan di kepalanya. Rasanya sakit sekali. Dia menggelengkan kepalanya tak percaya. Bagus yang selama ini dicintainya memperlakukan makhluk sejenis dengan begitu mesra. Tak pernah sekali pun Bagus memandangnya semesra itu. Dia ingin lenyap ditelan bumi, dunianya hancur. Tak sanggup . sungguh tak sanggup dia memandang adegan mesra di depan matanya.
"Lebih baik aku pergi walau dengan hati yang patah. Aku berhak mendapat lelaki yang lebih baik darinya, yang benar-benar hanya mencintaiku sepenuh hati. Biar waktu yang menyembuhkan luka ini." Dengan diam-diam dia meninggalkan Cantik dan Raga.
"Jeruk kok makan jeruk," gerutu Cantik, "aku jijik melihatnya. Huh!"
"Kita cari kopi aja yuk, ada kafe yang nyaman banget di dekat sini. Aku ngantuk," katanya dengan cuek seperti biasa.
"Aku ingin mendengar kisahmu, pasti lebih seru daripada dua jeruk itu!" tanpa
72 peduli digandengnya tangan Raga yang masih bengong dengan mesra meninggalkan ruangan berbau obat itu. Dia sudah siap dengan petualangan baru di depan mata.
~ TAMAT ~ 73 ANGEL: Ketenangan Jiwa ternyata hanya bertahan selama ia berada di kamar ICU. Ketika ia dipindahkan ke kamar biasa, tim dari kepolisian telah menunggu dirinya. Cantik mencoba meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia tak ingin menuntut Jiwa namun pihak kepolisian tetap melanjutkan penyelidikan selama orang tua Cantik belum bersedia menarik tuntutan terhadap Jiwa.
Cantik akhirnya menangis setelah berjam-jam berusaha membujuk orang tuanya yang tetap bersikeras mengajukan tuntutan terhadap Jiwa karena mereka khawatir peristiwa penculikan anak mereka akan terulang kembali. Tak ada jalan lain lagi bagi Cantik selain mengakui semuanya.
"Papa dan Mama tak bisa menuntut Jiwa karena kalau itu kalian lakukan berarti Cantik harus menemani Jiwa masuk penjara."
"Apa maksudmu" Kamu mau menemani orang sakit itu ke penjara" Papa tak mengerti, setelah penculikan dan kamu hampir dibunuhnya, sekarang kamu balik membela dia dan ingin menemani dia ke penjara""" Suara Papa terdengar menggelegar, campuran antara rasa stres beberapa hari ini yang belum sirna atas hilangnya Cantik dengan rasa bingung atas kelakuan Cantik yang seharian minta pengampunan untuk Jiwa. "Bukan itu, Pa."
"Lalu apa"" kini Mama yang angkat bicara.
"Cantik bukan mau membela Jiwa tapi kalau sampai Jiwa harus masuk penjara, Cantik memang harus menemaninya karena Cantik yang menyuruh Jiwa menculik
Cantik." "Apaaa""" hampir bersamaan Papa, Mama dan Ayu terpekik dengan wajah kaget tak terkira.
Cantik mengangguk dengan kepaa tertunduk, tak berani menatap keluarganya
itu. "Jangan asal bicara kamu hanya karena kamu ingin membela Jiwa," tuduh Papa dengan sengit.
"Cantik gak asal bicara, Pa. Sumpah, Cantik yang menyuruh Jiwa menculik
74 Cantik!" Papa menatap Cantik dengan wajah pucat seperti baru saja melihat hantu lewat. Tak bisa percaya anak gadisnya yang cantik itu yang merencanakan penculikan atas dirinya se
ndiri" Edan! Akhirnya Cantik mengisahkan rencana penculikan yang diaturnya sendiri. Juga mengenai ide penculikan itu karena selain dia ingin tahu perasaan Bagus pada dirinya, dia pun ingin Bagus memilih dirinya, bukan Ayu.
Papa menggeleng-geleng tak percaya.
"Cantik, Cantik ... demi seorang lelaki kamu melakukan semua ini" Kamu sadar kamu telah membuat kami semua khawatir dan takut bila ternyata terjadi sesuatu pada dirimu""
Cantik kembali tertunduk dalam.
"Dan pada Ayu, saudaramu sendiri, begitu teganya kamu melakukan semua ini hanya karena kamu tak mau Bagus bersama Ayu"" cecar Papa masih dengan kemarahan.
"Ya, Cantik. Kamu tahu betapa khawatir dan sedihnya Ayu ketika kamu diculik" Seandainya kamu bisa tahu perasaan Ayu, kamu mungkin akan malu telah berbuat seperti ini hanya karena persaingan untuk mendapatkan cinta seorang lelaki," Mama ikut mencecar.
"Ya, Ayu memang selalu yang terbaik!" Cantik tiba-tiba mengangkat wajahnya yang memerah. "Ayu yang baik, Ayu yang pintar, Ayu yang nomor satu! Dan, aku selalu menjadi Cantik yang buruk, yang tidak tahu aturan, yang jelek, yang bodoh, yang salah!"
Papa dan Mama tertegun mendengar kata-kata Cantik yang sarat kemarahan. "Itu tidak benar, Can..." bantah Ayu.
"Tidak! Itu benar! Kau selalu yang terbaik, yang terhebat!" Cantik menuding Ayu dengan telunjuknya. "Dan, aku muak menjadi bayang-bayangmu. Aku benci menjadi kembaranmu!"
"Cantik!" Papa syok.
"Itu benar!" Kali ini Cantik mulai menangis. "Papa dan Mama tidak pernah
75 tahu betapa tersiksanya Cantik selama ini hidup dalam bayang-bayang Ayu. Di mata Papa dan Mama hanya ada Ayu. Selalu Ayu yang terhebat. Selalu Ayu yang menjadi panutan dan kebanggaan kalian. Sementara aku, selalu terpuruk di belakang tanpa pernah bisa menjadi seperti Ayu!"
"Cantik Mama ikut menangis. Wanita itu mendekat, meraih tangan Cantik, "Itu tidak benar, Nak
"Kalau itu tidak benar, lalu mengapa selama ini kalian hanya selalu memuji Ayu" Mengapa kalian hanya selalu menyisakan teguran untuk Cantik" Mengapa aku merasa tidak dicintai oleh kalian seperti kalian begitu mencintai Ayu""""
Ayu terisak mendengar kata-kata Cantik. Ia tak mampu berkata-kata. Hatinya sedih dan terkejut mendengar pengakuan saudara kembarnya itu. Tak pernah disangkanya Cantik begitu tersiksa selama ini. Terkadang Ayu memang merasakan ketidaksukaan Cantik terhadapnya. Namun Ayu tak pernah menyangka kebencian itu begitu dalam karena hati Cantik yang terluka dikarenakan oleh kehadiran dirinya sebagai kembaran Cantik. Ia tak menyangka bahwa takdir sebagai kembar ini malah menghadirkan masalah bagi Cantik. Ayu tak pernah mengira Cantik begitu iri padanya. Padahal Ayu pun sering merasa iri pada Cantik. Cantik yang punya teman segudang, Cantik yang pandai bergaul, Cantik yang lebih diberi kebebasan oleh Papa dan Mama. Cantik yang selalu bisa menyuarakan keinginannya.
"Ayu itu saudaramu bukan saingan atau musuhmu," Papa mencoba mengingatkan.
Cantik menatap Ayu masih dengan kemarahan sementara air matanya masih terus mengalir.
"Kalau selama ini Papa dan Mama telah bersikap yang meninggalkan kesan salah pada dirimu, maafkan kami," suara Papa melunak. "Sungguh, kami tidak pernah tidak mencintaimu sebesar cinta kami pada Ayu."
Kali ini Cantik tersedu. Mama memeluknya dari samping, mengelus-elus punggung anak gadisnya itu.
"Iya, Nak. Yang dikatakan Papa itu benar. Kami selalu mencintaimu. Kalian berdua selalu punya tempat yang sama di hati kami."
76 "Maafkan aku, Can," ujar Ayu seraya ikut memeluk Cantik, "kalau selama ini aku telah membuatmu tidak bahagia dan merasa tersingkirkan. Aku tidak pernah sengaja berbuat seperti itu. Aku menyayangimu. Sangat menyayangimu karena kita adalah saudara kembar. Dari perut Mama kita sudah bersama-sama."
"Mungkin Papa dan Mama yang selama ini salah. Terkadang kami lupa bahwa kalian hanya memiliki wajah yang sama dan memiliki sifat yang berbeda karena kalian memang dua pribadi bukan satu. Karena itu Papa dan Mama sering menjadi membanding-bandingkan antara kamu dan Ayu. Maafkan kami ya, Nak."
Cantik melepaskan pelukan Mama dan Ayu, menatap Papanya dengan mata
sembab dan merah. Kemarahan di hatinya telah mereda. Mendengar pengakuan tulus dari orang-orang yang dicintainya itu kini ia merasa tenang. Semua prasangka buruk dan kekecewaan yang telah bertahun-tahun menggerogoti jiwanya kini bisa dibuangnya semua.
"Maafkan Cantik juga ya, Pa, Ma, Yu," seraya menoleh pada ketiganya bergantian, "Cantik telah membuat kalian khawatir dengan skenario penculikan yang menimbulkan kekacauan."
"Sudahlah. Ambil hikmahnya saja, Nak. Kalau tidak ada penculikan ini, kami selamanya tak akan tahu perasaanmu dan mungkin kamu akan selamanya merasa tidak bahagia dan tidak dicintai."
"Jadi, bagaimana dengan Jiwa"" tanya Cantik tiba-tiba dengan wajah was-was, takut bila papanya masih bersikeras menuntut Jiwa.
"Kalau sesuai dengan ceritamu, Jiwa harusnya seorang korban. Hanya saja dia juga tetap bersalah karena mendukung rencana penculikanmu. Tapi sudahlah, masalah ini tidak perlu diperpanjang lagi. Besok Papa ke kantor polisi menarik tuntutan kemarin."
Cantik menghambur memeluk papanya dengan erat. Air matanya kembali berlinang namun kali ini air mata bahagia.
77 Si Kembar Ayu dan Cantik kembali rukun dan damai bahkan mereka menjadi semakin akrab karena segala kesalahpahaman dan penyakit hati telah disembuhkan. Sementara itu, Bagus tak lagi muncul di dekat mereka. Tanpa perlu mendapat penjelasan dari Ayu ataupun Cantik, sebenarnya Bagus telah merasakan persaingan antara saudara kembar itu yang disebabkan oleh dirinya. Bagus akhirnya memilih mundur, tak memikirkan atau memilih satu pun dari kedua kembar itu demi kelanggengan persaudaraan mereka. Tampaknya kedua gadis cantik itupun setuju dan maklum dengan sikapnya.
Lalu bagaimana dengan Jiwa" Sekeluarnya dari rumah sakit, Jiwa tak bisa mempercayai kehadiran Raga, kembarannya yang telah terpisah sejak kecil darinya. Saat pertama kali melihat Raga, Jiwa langsung berteriak dan berusaha berlari menjauh. Ia mengira Raga adalah sosok yang ada dalam dirinya yang selama ini hanya berbentuk suara-suara aneh dalam kepalanya, yang kini menjelma keluar menjadi sosok manusia, yang datang untuk mengambil alih tempatnya sebagai Jiwa. Itu membuatnya ketakutan setengah mati. Akibatnya, Jiwa menjadi stres dan depresi hebat. Membuatnya harus dirawat kembali di rumah sakit kemudian dipindahkan ke rumah sakit jiwa. Ia selalu berteriak ketakutan, menangis, meronta-ronta sehingga Raga tak berani mendekatinya lagi. Tinggal Bagus yang mengunjunginya secara teratur karena bagaimanapun juga Bagus merasa kasihan pada sahabatnya itu. Lagipula, tak ada lagi sanak keluarga Jiwa yang tersisa selain ibunya yang juga berada di rumah sakit jiwa dan Raga yang dianggap seperti hantu oleh Jiwa.
Sesekali Raga datang menemui Bagus, mencari tahu bagaimana keadaan kembarannya itu. Raga merasa sangat sedih melihat kondisi Jiwa karena masa kecilnya yang penuh dengan kekerasaan dan penderitaan menyebabkannya menjadi manusia berkepribadian ganda yang labil dan mencintai sesama jenis. Bukan itu saja, kini Jiwa terganggu jiwanya. Kadang Raga berharap seandainya dulu ia tidak terpisah dengan Jiwa mungkin kini mereka berdua akan memiliki hidup bahagia dan memiliki pasangan masing-masing dalam keadaan normal. Apalagi yang mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Cerita hidup mereka telah terukir
78 tak bisa diubah kembali. Kini, ia hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Jiwa dan tetap sabar berharap suatu hari nanti Jiwa dapat kembali sehat dan menerimanya sebagai saudara kembarnya yang telah hilang selama ini.
Akhir kisah, tidak ada percintaan dua sejoli yang menjadi happy ending. Baik itu sejoli yang berbeda jenis kelamin maupun yang berkelamin sama. Hanya ada kisah cinta tak sampai. Namun, selain kisah cinta tak sampai, sebenarnya cerita ini juga berkisah tentang cinta orang tua kepada anak-anaknya, cinta saudara kembar kepada kembarannya, dan juga kisah cinta seorang sahabat kepada sahabatnya. Cinta tulus yang tak berpamrih dan tak bersyarat.
Cinta memang ada di mana-mana, dan ada pada siapa saja. Selamat hari Valentine!
~ TAMAT ~ 79 RATNA: Mata Jiwa tidak berani menatap Bagus, ia sudah tidak punya kekua
tan untuk menghadapi penolakan Bagus. Sudah terlalu lama ia memendam perasaan ini. Semua gerak-gerik diperhitungkan dengan amat hati-hati agar Bagus tidak menyadari betapa ia merindukan Bagus dalam setiap sisi kehidupannya. Sudah habis pula tenaganya sampai Jiwa tidak mampu lagi menyembunyikannya. Ia keluarkan semua isi hatinya. Ia tahu itulah akhir dari segalanya.
Bagus dengan lembut menyentuh lengannya, "Sstt ... Jiwa, sudah bangun" Aku di sini, yang lain menunggu di luar tidak sabar juga ingin bertemu denganmu. Jangan pikirkan macam-macam dulu. Aku cuma ingin lihat kamu sembuh, ingin lihat kamu bisa tertawa dan tersenyum lagi. Kita semua ingin melihat kamu cepat pulih. Aku juga yang lain akan bergantian menemanimu di sini. Kamu tidak akan dibiarkan sendiri. Apalagi Raga, dia juga sangat mencemaskanmu. Ayahmu sudah dalam perjalanan. Tadi saat kuhubungi sedang mencari tiket dari Melbourne untuk dapat pesawat pertama berangkat ke Jakarta. Tenanglah, kamu dikelilingi orang-orang yang mengasihimu. Tidak ada yang senang kamu menderita dan sakit seperti ini. Janji ya, kamu mau kan, mau sembuh kan""
Air mata Jiwa menetes mengalir, ia merasakan begitu tulus dan hangat sapaan Bagus. Bagus betul, kenapa selama ini ia selalu merasa sebatang kara" Begitu banyak teman-teman yang sayang padanya, Papanya pun sebenarnya sangat mencintainya. Raga, yang akhirnya bisa dipertemukan kembali, ternyata sungguh-sungguh belahan jiwanya. Ia bisa mengetahui persis apa isi hatinya bahkan sebelum Jiwa mengucapkannya. Raga laksana cermin hati dan pikirannya. Kenapa aku begitu rapuh" Aku harus sembuh, aku tidak ingin membuat orang-orang yang mengasihiku ini bersedih hati. Aku harus sembuh. Jiwa menatap mata Bagus dalam-dalam sambil memegang tangannya, "Terima kasih Bagus, kamu menyadarkanku bahwa aku berharga, masih ada orang-orang yang ingin melihatku bahagia. Aku mau sembuh."
* * * 80 Sambil menyeruput kopi susunya, Bagus menatap Cantik yang duduk di hadapannya. Minggu lalu, mereka mengantarkan Jiwa bersama Raga dan Ayahnya. Usahanya di bidang disain interior sangat berkembang. Bidang itu pulalah yang diminati Jiwa dan Raga sehingga mereka bersepakat untuk mengembangkan bakat dan sekaligus menemani sang ayah yang sering kesepian di Melbourne.
Hari ini mereka mengantarkan Ayu bersama rombongan kesenian yang akan mempromosikan kebudayaan Indonesia ke berbagai negara di Eropa. Perjalanan dua bulan ini sungguh ditunggu Ayu, di sanalah ia menjadi pengawal duta kesenian bangsa. Selain sebagai penari andal, dengan kemampuan manajemen yang luar biasa, Ayu ditunjuk sebagai ketua delegasi yang dipercaya mengurus kebutuhan seluruh rombongan yang berjumlah hampir 80 orang. Wuih ... di balik kelembutannya, memang Ayu ini seorang yang andal. Tidak ada masalah sulit di tangannya. Ayu pun menyadari bahwa dengan kepergiannya paling tidak ia bisa memberi ruang bagi dirinya pribadi. Hidup memang harus memilih dan kadang pilihan itu tidak selalu sesuai dengan harapannya. Keberhasilan delegasi kebudayaan ini jauh lebih penting bagi Ayu oleh karenanya Ayu memilih mengundurkan diri dan mengijinkan Bagus melangkah bersama Cantik. Ayu menyadari Cantik sudah terlalu menderita, ia selalu berada di bawah bayang-bayang Ayu. Semuanya menjadi semakin jelas saat Ayu membongkar gudang saat mencari peralatan menarinya. Ia menemukan buku harian Ayu saat mereka masih SMA. Ayu menangis membacanya karena setiap piala yang didapatnya membuat goresan tersendiri di hati Cantik. Sudah cukuplah itu semua, Ayu tidak ingin lagi menyakiti hati kembarannya.Ayu ingin melihat senyuman Cantik mengembang di kemudian hari. Senyuman yang tulus, senyuman dari orang yang dikasihinya.
Bagus meraih tangan Cantik, ia tidak bisa lagi menahan perasaannya selama ini. Ia telah mendapatkan kekuatan tambahan tadi malam. Di malam terakhirnya, Ayu mengajaknya bertemu di Kedai Kopi setelah jam kantor. Secara pribadi, Ayu berpamitan pada Bagus. Bukan hanya berpamitan karena ia akan keliling Eropa untuk sekian lama tapi ia juga meminta Bagus untuk menjaga Cantik selama ia
81 tidak ada. Ayu pernah menyatakan cinta
nya pada Bagus dan ia mengakui bahwa kali ini ia juga ingin membahagiakan kembarannya. Bagus nyaris tidak bisa berkata-kata, Ayu begitu tegar-ia mampu menguasai perasaannya. Bagus tahu Ayu pasti berat untuk melakukannya tapi Ayu dengan tulus meminta Bagus untuk berterus terang pada Cantik.
"Akhirnya tinggal kita berdua, aku tidak bisa lagi menahannya lebih lama. Cantik, kejadian yang ada akhir-akhir ini membuatku semakin menyadari bahwa engkaulah yang kutunggu dan kucari selama ini. Tidak cukup hanya dengan persahabatan yang telah kita bina sekian lama. Aku ingin hubungan kita lebih mendalam lagi. Aku mencintaimu, sungguh. Dari lubuk hatiku, hanya engkaulah seorang matahariku. Maukah engkau memberikanku kesempatan untuk menjadi pendampingmu""
Cantik tidak dapat menahan deburan hatinya, matanya terbelalak tidak menyangka Bagus akan menyatakannya. Sambil memegang cangkir berisi kopi susu di hadapannya, Cantik melirik pelan ke kiri dan kanan memandang banyaknya pengunjung di Kedai Kopi. Ia memandang sekitarnya sambil berbisik pada Bagus, "Semoga tidak ada laki-laki lain menjadi sainganku."
~ TAMAT ~ 82 SELESAI tamat Pedang Asmara 4 Goosebumps - 2000 7 Burung Gagak Bertuah Bumi Cinta 1