Cinta Tak Semudah Kata 3
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi Bagian 3
87 "Arrgh! Sial kenapa giliran aku punya tugas malah bannya kempos lagi! Hirrrgh! Siapa yang mau bantuin aku buat ganti coba"!" "Intro, Panah Asmara by Afgan" "Hallo"" Panggilan itu diangkat. "Assalamualaikum Ami.."" "Waalaikum salam. Farish!" "Iya, ada dimana sekarang""
"Aku lagi perjalanan mau ke puskesmas. Tapi ban ku kempos aku gak bisa jalan
Farish." "Kamu ada ban serep""
"Ada, tapi percuma juga kan aku gak kuat mau pasang sendiri..." "Tunggu aja disana, sms alamatnya sama aku. Aku segera kesana sekarang." "Makasih Farish..." "Sama -sama..."
Tit........ Music play... Sambil menanti kedatangan Farish, mengisi waktu kosong yang sepi sendirian. Sambil berlalu tembang Mimpi milik Anggun C Sasmi beradu merdu dalam mobilnya. Dalam hitam gelap malam, Ku berdiri melawan sepi Di sini di pantai ini, Telah terkubur sejuta kenangan Di hempas keras gelombang, Dan tertimbun batu karang Yang tak kan mungkin dapat terulang, Wajah putih pucat pasi Tergores luka di hati, Matamu membuka kisah kasih asmara yang telah ternoda, Hapuskan semua khayalan Lenyapkan satu harapan, Kemana lagi harus mencari Kau sandarkan sejenak beban diri, Kau taburkan benih kasih Hanyalah emosi, Melambung jauh terbang tinggi Bersama mimpi, Terlelap dalam lautan emosi Setelah aku sadar diri, Kau tlah jauh pergi Tinggalkan mimpi yang tiada bertepi, Kini hanya rasa rindu Merasuk di dada, Serasa sukma melayang pergi Terbawa arus kasih membara, Tok tok tok!! Matanya membuka,
"Astaga!" Ami terkejut. Sepertinya ia terlelap saat menanti Farish untuk datang. Pintunya dibuka dan ia keluar dari dalam. "Sudah lama sekali aku menunggumu pak montir.. " Goda Ami.
"Maaf tadi ada yang masih aku harus selesaikan."
Ami tersenyum. "Mana ban serepnya""
88 "Hey tunggu. Kamu serius mau jadi montir buat gantiin ban mobilku"" "Iya, kenapa""
Cukup menarik. "Aku kira kamu akan datang dengan orang suruhan atau montir sungguhan."
"Selagi aku bisa aku gak akan minta tolong sama siapapun. Sudah mana peralatannya""
Semuanya tersedia di bagasi belakang. Tanpa banyak bicara Farish dengan energinya memutar tuas melepas empat velg cukup membuat Ami ternganga dan takjub.
"Mana mobilmu"" "Aku ja
lan kaki." "Jalan kaki" Dari kota kesini jauh. Kamu jalan kaki"" Matanya terbelak.
"Kerjaanku daerah sini. Kebetulan banget ya."
"Hm... dunia emang sangat sempit."
"Sempit sekali." Jawab Farish tersenyum.
"Kau tahu"" Tanya Ami yang duduk di trotoar dekat Farish.
"Apa"" "Tidak ada..." Jawabnya sendiri sambil senyum -senyum. Terus ia melanjutkan layangan pikirannya.
Andai saja jika Aim yang ada untuk mengganti ban mobil ini, mungkin aku tidak akan membiarkan gadis centil itu dekat -dekat dengan Aimku. Karena aku tahu Aim rela berkorban untukku. Tapi sayangnya sejak kabar pertunangan itu dia tak pernah menyantuni aku dengan sempurna seperti dulu. Tak sedikitpun memperdulikan aku.
Farish menolehinya sejenak kemudian kembali lagi dengan ban mobil. Perlahan getaran gugup kembali muncul merasakan dua pasang mata di belakangnya terus mengintai dengan senyum.
"Ada yang salah Ami""
"Tidak, kenapa""
"Terus kenapa kamu mandangi aku terus dari tadi""
Ami tersenyum. "Tidak, aku hanya membayangkan jika orang lain yang mengganti ban itu. Bukan kamu..."
Senyumnya melayu. Pasti orang lain yang kamu fikir itu Aim. Sahutnya membatin. Ternyata Farish terlalu ge -er dikiranya Ami akan terpesona dengan kemampuannya mengganti ban mobil. Tapi tidak, semua orang bisa melakukan itu. Hanya saja, keperduliannya yang tidak bisa sama.
"Aku haus..." Ami melongo mencari warung minuman daerah sekitar. "Aku mau cari air dulu. Kau mau""
"Bolehlah..." "Okay..." Kemudian Ami pergi meninggalkan Farish dengan mobilnya hanya
berdua. 89 Di jauh sana" Di dalam perjalan sebuah mobil civic hitam milik Aim bersama seorang gadis yang tak lain Inez, si Gadis centil calon tuangannya. Sebuah perjalanan yang membosankan tak seperti biasa pasangan itu hanya diam kaku tak berkata. Apalagi Inez yang setiap katanya hanya dibentak oleh Aim.
"Sayang, dua tahun kita berhubungan tapi baru kali ini aku lihat kamu itu semarah ini. Sejak semalam kau itu berubah seratus delapan puluh derajat." Ujar Inez tak tahan dengan kesunyian perjalanan panjangnya.
"Aku bilang jangan bicara apapun. Aku gak mau membahas itu!" Tegas Aim.
"Kau berubah! Sebenarnya kau itu kenapa sih" Bilang kalau memang ada yang salah sama aku!" Bentak Inez agak berteriak.
"Cukup!" Bentak Aim yang tak kuat lagi. "Sadar"! Sejak mesin mobil ini hidup aku tak sedikitpun punya waktu untuk menghentikan omonganmu! Kau itu terlalu banyak omong!!"
"Bram"! Kenapa kau" Biasanya kau itu selalu merespon dan gak pernah bosan dengan aku."
"Tapi aku sadar sekarang kalau kau itu.. "
"Apa"! Aku apa"!"
"Sudah hentikan aku sedang tak ingin berbicara denganmu!" Teriak Aim kasar.
Pandangannya beralih seketika saat melihat sebuah mobil jazz hitam persis seperti milik Ami tengah berhenti dipinggir jalan. Memastikan ia tengok dari kaca spion diatas ternyata yang tengah parkir itu benar mobil milik Ami. Seketika Aim membanting stirnya. Ia pun segera turun menghampir mobil Ami.
"Ngapain loe disini"!" Aim terkejut melihat Farish yang telah selesai mengganti ban mobil kembali memasukkan peralatan kedalam bagasi.
Kepalanya dikeluarkan. "Ibrahim..." Panggilnya santai.
"Mana Ami"! Ada urusan apa loe sama mobilnya"!" Todong Aim.
"Bannya kempos, tadi dia minta tolong sama gue." Sembari Farish menutup pintu bagasinya.
"Mana dia""
Farish tersenyum simpul. "Perduli amat loe cari dia" Bukannya loe"" "Jangan cari masalah sama gue! Mana Ami"!" "Gue gak tau." Jawab Farish santai. "Loe!" Aim geram.
Farish tersenyum lebar dan melipat dua tangannya. "Loe cemburu sama gue
ya"" "Gue cemburu"!" Aim tertawa. "Haha, gue cemburu sama loe"! Kepedean loe!"
"Kalau bukan cemburu ngapain loe tanya -tanya Ami segitu sewotnya sama gue"! Hello Ibrahim, ini bukan sekali dua kali ya.. loe kira gue gak tahu kalau loe itu sakit hati lihat gue deket -deket sama Ami, ha""
90 "Sialan loe!" "Gue atau loe yang sialan" Sudahlah, dia cuma sepuluh juta. Gue gak butuh -butuh amat koq. Ntar malem gue balikin.."
"Maaf aku lama, warungnya lumayan jauh..." Ami kembali dengan dua botol air mineral di tangannya. Ia terkejut saat melihat di depannya ternyata Aim.
"Bannya sudah selesai. Kamu
bisa jalan lagi sekarang."
"Makasih..." Botol itu diberikan pada Farish. Rupa Ami kembali tegang.
"Okay makasih Ami. Aku pulang dulu."
"Tunggu sebentar Farish." Tahan Ami yang sudah merasa tak nyaman lagi. "Ngapain kau disini"" Tanya Ami pada Aim.
"Kebetulan aku lewat lihat mobilmu parkir aku pikir kamu butuh bantuan tapi sudah ada orang ini..."
"Terimakasih, tapi kau gak usah memperdulikan aku lagi. Selagi aku mampu aku gak akan minta bantuanmu, aku gak akan merepotkanmu."
Aim diam tak menjawab Ami.
Mereka bertiga diam tak berucap sekatapun.
Tak mau berlama -lama menanti Aim yang sedang menemui Ami, Inez turut turun dan menghampiri Aim.
"Sayang!" Panggil Inez pada Aim.
Semua menolehi panggilan manja Inez. Sekarang, berkumpullah empat manusia yang sedih dengan perasaanya masing -masing.
"Waw, gak nyangka kita bisa ketemu disini ya, kak"" Sapa Inez pada Ami. Ami memaksa senyumnya. "Iya Inez..."
Sementara Aim dan Farish mereka bedua hanya beradu mata tajam tanpa berucap.
"Maaf, aku masih harus kembali kuliah. Farish kunci mobilnya masih ada sama kamu kan""
"Ini..." Farish hendak mengembalikan kunci mobil Ami.
"Udah kamu aja yang nyetir aku gak kuat, capek..." Pinta Ami tersenyum penuh
arti. "Tapi Ami""
"Kami berdua pamit dulu. Aim, Inez..." Tandas Ami meninggalkan mereka masuk ke mobil.
Sedang Farish tetap berdiri dengan sebuah kunci mobil di tangannya.
"Inez. Perlu kamu tahu, ada yang salah dengan pacarmu ini. Dia mencintai Ami bukan kamu..." Kata Farish tersenyum nyinyir memandang Aim. Dikabarkan pada Inez agar Aim semakin kesal padanya. Kemudian ia pergi masuk mobil.
Diluar dugaan, Inez terbelak mendengar kabar dari Farish. "Itu bener"" Tanya Inez menatap tajam Aim.
91 Aim tak menggubris pertanyaan Inez, ditinggalnya gadis centil itu kembali masuk kedalam mobil.
Delapan belas,,, Aku sakit, hati ini perih melihat Aim datang bersama Inez perempuan centil itu. Dia tak pernah merasakan sakitnya aku yang selalu menginginkan dia hanya untuk aku. Aku tak boleh menangis untuk orang yang tak pernah memperdulikan tangisanku. Aku tak boleh menangis, tak boleh membuang air mataku, aku tak ingin menangis, tak mau menangis, jangan menangis Ami! Jangan! Jangan menangis Ami!
Aku tak kuat, sungguh tak kuat menahan air mataku agar tak jatuh. Tetesan air itu perlahan membasahi pipiku.
"Ami kamu menangis"" Tanya Faris yang konsentrasinya beralih pada aku yang menangis di sampingnya.
"Jangan hiraukan aku Farish..." Suaraku mulai serak.
"Tapi kenapa Ami""
"Sudahlah, aku tidak mau menceritakan hal memalukan ini sama kamu." "Tidak ada hal yang memalukan Ami. Apa dia yang membuatmu menangis semalam""
Aku mengangguk. "Kamu terlalu mencintai dia Ami..."
"Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang. Mungkin lama -lama aku lebih baik mati saja..."
"Jangan Ami. Jangan sampai itu terjadi. Karena kamu bisa menjadi orang yang paling merugi."
"Aku gak perduli lagi Rish. Selama ini aku mencintai orang yang entah ia bersungguh -sungguh atau tidak atas cintanya sendiri sama aku."
Pembicaraan itu terus berlanjut hingga ketepian pantai wisata yang menjadi tempat berawalnya pertemanan mereka berdua.
Farish kembali dengan dua buah kelapa muda yang baru ia beli di warung belakang.
"Makasih..." Farish duduk di sebelah Ami. "Lebih tenang"" Ami tersenyum. "Ya, lebih baik..."
Nafasnya di tarik dan di hembuskan perlahan. "Hidup itu kenapa harus dipersulit dengan urusan cinta ya, Ami""
"Aku tidak tahu."
"Tapi Ami, aku pikir masalah yang kau temui setidaknya gak seperti masalah punya temanku yang aku pikir itu masalah super aneh buat aku..."
"Masalah aneh""
92 "Ya jadi masalahnya gini. Dia itu jatuh cinta sama saudaranya sendiri." "Saudara sendiri maksudnya""
"Kan Ibunya nikah lagi gitu. Trus suaminya si Ibu nih punya anak gitu..." "Tiri maksudmu""
"Iya." "Trus"" Perlahan aku penasaran dengan masalah yang Farish ceritakan, sepertinya cerita itu tidak akan jauh beda dengan ceritaku.
"Ya mereka menikah. Ya namanya saling cinta nih yaa.. "
"Terus"" "Nikah punya anak."
"Terus"" "Terus terakhir aku denger kabar katanya mereka mau cerai."
"Kenapa"" "Aku gak tau pastinya,
tapi temen -temen yang cerita katanya gara -gara, ah biasa lah mungkin si anak nih susah diatur sampei -sampei orang tuanya gak terima kalau dimarahi jadi pusing deh urusannya. Anak sama orang tua sama -sama tengkaran."
Ternyata masalahnya benar tak jauh berbeda dengan yang aku alami sekarang. Bedanya hanya anak ayah dan anak ibu tiri menikah, dan sekarang yang jadi masalah adalah urusan rumah tangga yang bikin mau cerai. Dan orang tua mereka juga ikut -ikutan masalah anaknya, jadi keluarga yang awalnya harmonis mau hancur juga ngikutin masalah anaknya"! Masya'ALLAH, jadi teringat penjelasan pak Amin dulu. Aneh -aneh saja...
Tapi itu semua apa juga berhubungan dengan haramnya hubungan mereka yang mengharuskan keduanya tidak bersama" Apa itu adalah teguran bagi mereka karena Tuhan tidak mengizinkan"
"Ami"" "Ah iya"" "Kenapa""
"Enggak." Aku menggeleng. "Kamu tahu hubungan mereka itu dilarang""
"Apanya"" "Antara anak tiri yang menikah itu."
"Hmm, aku sih gak tahu pastinya. Tapi aku pikir yaa tentu aja Ami. Barangkali semua orang pasti tahu dengan itu. Bayangkan aja, aku rasa kita sama aja udah jatuh cinta sama saudara sendiri. Iya gak""
Aku tersenyum. "Iya sih. Tapi aku juga tahu dalam kandungan surah An nisa itu tidak ada penjelasan bahwa menikahi saudara tiri itu haram. Jadi aku kira itu boleh, tapinya lagi aku pernah membaca kalau hubungan itu dilarang karena... akh aku lupa. Pastinya dijelaskan kalau tidak boleh, sekarang aku malah bingung."
"Bingung itu sama dengan ragu""
93 "Kalau hal ini pasti bikin ragu lah..."
"Kalau begitu, sebaiknya... 'MuhAuntyd Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.'" Jelasnya bak seorang ustad yang sangat fasih dan mengerti benar dengan ilmu agamanya.
Aku ternganga mendengarnya. Kali ini aku benar -benar tak menyangka di zaman sekarang ini masih ada pemuda gaul dan keren yang hafal dengan hadits.
"Jadi, kalau sudah menemui hal seperti ini, antara jelas dan tidak jelas berarti meragukan sebaiknya ditinggal saja. Karena mungkin itu akan menyesatkan."
Aku tercengang menatapnya.
"Ami"" Aku masih saja tak sadarkan diri sampai tangannya berterbangan di hadapanku.
"Ah iya..." "Kamu kenapa""
Hanya tersenyum, aku mulai kagum padanya. "Aku gak papa..."
"Jadi"" "Jadi aku harus menghindari itu agar aku tidak sesat dan berusaha untuk bisa menerima semuanya."
"Menerima apa""
"Ah nggak..." Elakku. Aku merasa tenang sekarang, ini pertama kalinya aku merasa setenang ini saat aku sedang menghadapi masalah yang sama. "Farish..." Panggilku sembari menatapnya.
"Iya..." "Aku suka sama kamu..."
"U'huk U'huk!!!" Faris yang sedang minum air kelapanya tersedak.
"Jangan ge-er." Aku tersenyum memandangnya.
"Ah bukannya ge-er, tapi kenapa kamu koq bilang gitu""
"Yaa, aku hanya suka punya teman baik seperti kamu. Aku kagum melihat orang muda yang sangat fasih dengan lafadz arabnya. Kamu hebat, dan makasih atas semua budi baik kamu sama aku, dan aku tidak sanggub membalas semua budi baikmu."
Farish tersenyum. "Kamu jangan gitu. Kan aku ini temen kamu..." "Sungguh beruntung perempuan yang akan mendampingi kamu kelak." "Ami, ayo dong jangan sampai segitunya..."
"Aku sungguh Farish. Kamu baik, kamu ramah, tenang, perduli, dan jujur... siapa sih yang tidak akan merasa beruntung menjadi pasanganmu" Aku saja sudah sangat senang punya teman sepertimu."
"Ami, sekali lagi aku minta nih. Jangan muji aku segitunya entar yang ada telingaku lebar bahkan lebih lebar dari telinga gajah."
94 Aku tersenyum dan tertawa kecil. "Sungguh..."
"Terimakasih banyak sekali atas semua pujianmu itu sangat membuat aku merasa lebih percaya diri."
"Baguslah kalau begitu..." "Tapi boleh aku tanya Ami""
"Silahkan..." "Kalau kamu begitu memuji aku, kamu bilang perempuan yang dapatkan aku adalah beruntung bagaimana dengan kamu sendiri" Apa lelaki yang mendapatkan kamu beruntung""
"Tidak. Tidak ada yang akan beruntung mendapatkan aku. Karena aku tidak
akan memberi mereka apapun..."
"Kenapa"" "Kau tahu, sempat aku berfikir kalau aku bisa melupakan orang yang aku cintai hanya dengan beralih pada lelaki lain. Tapi aku salah bahkan sangat salah. Aku tidak bisa memberikan sedikitpun perhatian lebihku pada mereka. Karena setiap aku akan melakukannya aku hanya terbayang satu orang saja dan itu dia."
Farish tersenyum berat, rautnya sangat jelas menunjukkan kekecewaan. "Satu pertanyaan yang harus kamu tanyakan pada dirimu sendiri. Sampai kapan kamu akan terus terlalut dalam kekecewaan" Berganti hati, itu perlu..."
"Aku tidak tahu. Sudahlah aku tidak bisa memikirkan sekarang."
"Tapi kamu harus mulai memikirkan itu sekarang." Nadanya memang tak membentak tapi aku tahu betul Farish sedang marah. Ia nampak gelisah tak setenang biasanya.
Aku coba terus memandangnya, merasa heran dengan Farish yang memalingkan mukanya seperti marah.
"Kalau kamu tidak mau menyesal karena sudah mengharapkan cinta seorang yang salah."
"Maksudmu"" Tanyaku semakin curiga.
"Aku tidak bermaksud. Aku hanya mengingatkan mu saja lah. Kau harus tahu kalau lelaki itu tidak mencintai kamu sedikitpun. Dia hanya main -main sama perasaanmu..."
"Kamu tahu itu dari mana""
"Orang bodohpun tahu sikap seperti itu sudah jelas -jelas menunjukkan kalau tidak ada cinta sedikitpun!"
Aku tercekat mendengar nada bicara Farish. Cukup membuatku terkejut dengan nada bicaranya yang terdengar kasar di telingaku barusan. Sebenarnya aku tidak tahu kenapa dia sampai semarah itu menekankan kata -katanya.
"Terimakasih..." Aku bernafas lepas. "Maaf kalau masalahku membuatmu marah."
"Marah" Kenapa aku harus marah""
95 "Ya kamu marah. Nada bicara kamu terdengar berbeda agak kasar. Aku tahu kamu marah. Maaf kalau selama ini aku hanya memikirkan tentang aku sendiri tanpa mengerti kamu yang sudah mulai bosan dengan semua yang menimpaku."
"Ami, aku tidak..."
"Gak papa kalau memang kamu ingin aku membahas yang lain bilang saja. Aku tidak akan marah. Maafkan aku Farish..."
"Ami..." Aku tersenyum. "Sudah terlalu siang, sebentar lagi pasti sore. Aku harus pulang."
Pulang aku mengantarkan Farish pada sebah gudang tertutup yang dijaga
satpam. Aku semakin penasaran saja dibuatnya, ia tak pernah mau bilang dimana dia
bekerja. Tapi aku mau berusaha untuk mengenali dia sendiri. Aku tidak mau
membuatnya marah lagi karena harus mengurus masalahku yang monotone. ***
Sembilan belas,,, Hari ini hari yang sangat sepi sekali dirumah Ami yang cukup sangat besar untuk dirinya seorang. Mondar -mandir, keluar kedalam tidak ada kerjaan yang penting yang bisa ia lakukan.
"Bikin apa Ma""
"Bikin pastel..." Jawab Mama singkat. Mama sangat sibuk sendiri jadi tak terlalu menghiraukan keberadaan Ami.
Kemudian ia memutuskan kembali saja ke kamar. Melentangkan tubuh yang nyaris patah karena terlalu capek sekali seharian. Memasang earphone dan aktivkan mudus radio di hapenya.
"Okay, nih Rona akan putterin lagu yang udah di request sama Farish barusan salamnya special untuk Amita Rorai. Moga aja dia pas lagi dengerin aja nih ya Farish... Ami, u shuld change to other one..."
'Intro Ami tercekat, Lagu untukku" Seksama aku dengarkan makna setiap bait yang terucap. Aku bayangkan kata -kata itu langsung terlontar dari mulutnya. Satu persatu telah kuhapus, Cerita lalu di antara engkau dan aku Dua hati ini pernah percaya, Seribu mimpi tanpa ragu tanpa curiga Ku tak ingin lagi, Menunggu, menanti
Harapan tuk hidupkan cinta yang telah mati, Ku tak ingin coba Hanya tuk kecewa (Ku telah kecewa), Lelah ku bersenyum lelah ku bersandiwara Aku ingin pergi, Dan berganti hati
Satu persatu telah kuhapus, Nada dan lagu yang dulu kucipta untukmu Rasa yang dulu pernah ada, Kini berdebu terbelenggu dusta dan noda
96 Kini ku sadari diri ini, Ingin berganti hati Cinta yang tlah pergi, Harus berganti hati Harus ku ganti hatiku kini, Ini harus ku ganti Tak perlu ini lagi harus berganti...
Tak hanya Ami sajalah tentu yang mendengar siaran radio Vanganza 91.3 Fm. Seluruh kota tahu dan mendengar, seperti halnya tiga manusia lain yang teribat dalam kisah ini. Farish, Ibrahim, dan Inez.
"Ami, aku hanya bi sa berharap dan berdoa kau bisa melupakan Ibrahim dan mencari hati yang jauh lebih pantas untuk engkau cintai." Farish kembali melanjutkan pekerjaannya yang terhenti sesaat.
"Siapa Ami Rish"" Tanya Ibu yang tak sengaja melihat anaknya tersenyum berat menatap layar laptop.
Farish berbalik kilat. "Ibu" Bukan siapa -siapa Bu.."
"Jangan bohong kamu. Ibu mendengar radio barusan. Apa sudah menemukan gadisnya""
Farish tersenyum malu dengan ucapan Ibu. "Belum Bu... Ibu tenang saja. Aku tidak mau terlalu terburu -buru untuk mencari pasangan Bu. Aku ingin gadis itu benar -benar melihat hatiku..."
Ibu tersenyum. "Ibu serahkan semuanya sama kamu. Ibu yakin pilihan kamu adalah yang terbaik nak..."
"Terimakasih Bu..."
Kemudian Faris memeluk Ibunya yang pasti sangat dicintainya.
Lalu" Bagaimana dengan Inez dan Ibrahim yang sedang menikmati makan malam saat cafe juga tengah mendengarkan siaran radio yang sama"
Wajah lelaki itu memucat, ia benar -benar takut Ami akan berganti hatinya tak akan memperdulikan dirinya lagi. Hidangan steak sapi yang terhitung mahal dan sangat lezat tak lagi dipandang.
"Kita pulang saja sekarang." Ajaknya sudah semakin tak selera berlama -lama dengan Inez.
"Kenapa" Steakmu saja belum habis."
"Sudah aku sudah tak selera."
"Karena di radio tadi""
"Sudahlah Inez! Hargai aku, aku ingin pulang sekarang. Kalau kamu masih mau disini ya sudah aku saja yang pulang sendiri!"
"Bram! Bisa gak sih jangan hanya memikirkan dirimu sendiri, ha"!!"
"Sudah aku tidak mau berdebat denganmu!" Tandas Aim meninggalkan Inez sendiri di meja.
Tak mau tertinggal Inez terpaksa ikut Aim kembali pulang.
Bib bib bub bab! Sms menyela siaran radionya.
97 "Aku tunggu di tempat kita biasanya sekarang juga." Itu pesan dari Aim.
Jantungnya menjedut, tak menyangka Aim akan mengajaknya kembali datang ketempat yang sudah tak ia inginkan lagi. Tak lekas ia membalas pesan itu, kali ini hatinya menggusar penuh keraguan.
Semua bait -bait itu sesungguhnya memang untuk aku. Tidak bisa aku elakkan aku sangat merindukannya, aku ingin bertemu denganya dan bilang bahwa aku sangat mencintai dia. Aku inginkan dia secara baik -baik tanpa pertengkaran lagi. Tapi, seperti apa yang dibilang Farish bahwa dia hanya memainkan perasaanku dan tidak ada cinta sedikitpun untukku, aku tak boleh menemuinya. Tapi aku sangat, sangat, sangat dan sangat merindukannya. Aku putuskan untuk menemuinya...
Aku kuatkan kakiku berjalan menyusuri pinggiran trotoar menuju tempat yang sangat penuh dengan kisah cinta tersembunyi antara aku dan dia. Rasanya kembali mata ini ingin sekali membuang air sebanyak -banyaknya. Apalagi saat aku melihat Aim tengah duduk sendiri di bawah naungan pohon besar menanti kedatanganku.
"Maaf membuatmu menunggu lama..." Sapaku tetap berdiri di belakangnya.
Bergegas ia terjaga dan menghadapku. Ia langsung menyambar tubuhku dengan sebuah pelukan yang sangat hangat dan erat aku rasa. "Jangan pernah berhenti mencintai aku Ami. Apapun yang terjadi."
Setetes air akhirnya jatuh juga. Aku tak sanggub melepas pelukan ini. Aku juga tak ingin berhenti untuk mencintai dia, tapi apa dayaku mencintaimu hanya akan menjadi rasa sakit yang tidak akan pernah ada obatnya untukku.
"Ami aku mohon sama kamu. Aku rela kalau aku harus pergi dari acara pertunangan nanti Ami. Aku akan tinggalkan Inez, aku akan pergi sama kamu Ami."
"Jangan!" Aku melepas pelukan itu. "Jangan pernah melakukan hal bodoh seperti itu. Janjilah jangan pernah mempermalukan orang tuamu dan keluargamu di depan semua orang..."
"Maafkan aku Ami, atas semua yang sudah aku lakukan sama kamu. Aku sadar, satu hal yang mengisi indah dalam hatiku cuma kamu bukan Inez atau yang lainnya." Katanya menggenggam erat kedua tanganku.
Ya Tuhan, benarkah apa yang ia katakan" Apa secuil cinta masih tersisa di dalam hatinya untukku"
"Benarkah"" Tanyaku berlinangan air mata. "Benar kau cinta sama aku" Seperti aku yang sangat cintai kau""
Aim mengangguk cepat. Tatapan matanya mengisyaratkan cinta yang memang tulus hadir dari lubuk hatinya paling dalam. Aku percaya rasa itu memang ada untukku, dan aku sangat percaya dia cintai aku
bukan Inez atau yang lainnya.
"Aku tahu, perasaan kita ini sama. Merasa sakit melihat orang yang kita cintai sedang bersanding dengan orang lain. Semua sudah sangat terlambat bang.
98 Pertunangan itu tinggal sepuluh hari lagi. Kita ini tidak boleh egois, kita harus pikirkan orang tua kita..."
"Ami..." Aim membelai lembut wajahku. Tetesan -tetesan air bening perlahan disekanya lembut. Kemudian ia kembali memelukku dengan eratnya.
Malamku terlewati dengan sedih dan bahagia karena aku menemuinya tanpa pertengkaran lagi. Aman, damai dan tenang, aku rasa semua indah seindah langit malam yang cerah bertabur bintang dan bulan purnama.
Tapi, indahnya malam bagai mimpi buruk bagi Farish yang tak sengaja telah melihat Ami dan Aim bersama malam itu. Setetes air mata yang tak pernah dijatuhkan olehnya kini harus jatuh tanpa tertahan. Ia kecewa dan sakit, seperti saat Ami melihat Aim tengah bersama Inez.
Dua puluh,,, Pagi yang cerah... Aku kembali menyeret kakiku menuju meja makan menemui Mama dan Ayah yang telah lebih dulu menyantap sarapan pagi. Nampaknya dua kakakku sedang pergi, mereka hanya tinggal kak Emma sedang menyuapi anaknya yang hendak berangkat sekolah.
Aku membuka kulkas seperti biasa berharap menemukan sepotong cake. "Chesse cakenya masih ada""
"Sudah habis..." Jawab Mama. "Terus Imnan gimana"" Tanya Mama serius pada
Ayah. "Ya Imnan kaget, pas yang sampai di tensi itu waktu Ami kesana, settres dianya." Jelas Ayah.
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lho" Emangnya ngomongin apa koq sampai bawa -bawa aku. "Napa kak"" Tanyaku sambil menuang segelas air.
"Ibrahim minta dibatalkan tungangannya."
Bhuerrrr!!!!! Seketika air yang aku teguk tersembur dan aku tersedak. "U'huk, u'huk!!Uhuk!!!" dan terus terbatuk hingga aku kehilangan suara saja rasanya tak kuat untuk bicara.
"Ami"!" Ayah, Mama dan kak Emma mereka sangat heran dengan tersedaknya
aku. "Aku gak papa..." Elakku yang masih terbatuk -batuk. Perlahan aku tarik nafas dan membuanganya beraturan, Syukur tak lama hanya tinggal rasa perih sedikit di dada tapi aku tidak terbatuk -batuk lagi.
"Duh pasti ada yang tidak beres itu sama Ibrahim."
"Ya akhirnya seperti itu."
"Memangnya kenapa koq mau di tunda Yah"" Tanyaku penasaran.
99 "Imnan bilangnya katanya Ibrahim merasa tidak siap. Tapi gak tahu Ibrahimnya sendiri." Jelas Ayah yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Kalau kata Mama nih, pasti Ibrahim itu bukan karena tidak siap. Tapi dia itu sedang sennang pada orang lain."
Aku terhenyak, jantungku kembali berdebar dan aku benar -benar sangat takut. Semalam aku bertemu dengan Aim yang ada dia memang bilang ingin menghentikan semuanya. Tapi kenapa justru dalam semalam ia nekat begini"! Sekarang nyawaku benar -benar terancam. Oh GOD kenapa harus sampai sejauh ini""!
"Coba Ayah tanyakan sama Ibrahim kenapa dia minta ditunda. Sapa tahu dia mau mengaku, toh rencana pertunangan itu kan idenya Imnan sendiri dulu sama Armand dan Vivi."
"Jangan!" Sahutku kembali mengejutkan Ayah dan Mama.
"Apanya jangan Ami""
Argh! Aku menggeleng cepat. Aku sungguh tidak aman sekarang, sebaiknya aku pergi dari hadapan Ayah dan Mama sebelum tingkahku semakin membuat mereka curiga.
GOD! Kenapa jadi begini"" Aku tak tenang terus mondar -mandir seperti setrika pakaian yang terus aja kusut. Aim! Kau sudah gila! Benar -benar gila! Aku tidak mau pertunangan itu batal ataupun kacau sedikit saja gara -gara aku. Mau aku taruh mana mukaku ha"! Cinta sih cinta tapi gak gini juga lah! Sekarang aku bener -bener gak tahu harus kemana lagi. Aim... bisahkah sejenak kau itu tidak membuat aku terancam ha"!
Aim... Aim... Aim... Gak gini juga aku sampai -sampai tidak bisa konsentrasi dengan semua tugas -tugasku di klinik. Bagaimana kalau Ayah bertemu dengan Aim" Bagaimana kalau Ayah benar -benar bertanya pada Aim" Bagaimana kalau Aim benar -benar mengakui" Bagaimana kalau Aim bilang kalau ini semua karena aku" Lalu ayah marah" Dan aku akan mati dipenggal olehnya karena aku telah memalukan keluargaku di depan semua orang!
"Gak!" Teriakku seketika.
Memalukan! Tanpa alasan aku berteriak dihadapan semua orang, disangkanya pasti aku orang gila. Aku hanya
tersenyum menanggapi beberapa pasang mata yang sedang antre duduk di hadapanku.
Tak enak juga kalau aku terus begini. Aku putuskan segera temui dia, dan...
"Jangan pikir kalau kamu bilang semuanya sama Ayahku atau Mamamu sediri urusannya akan selesai!" Tegasku kasar padanya.
"Ami" Kenapa lagi kamu""
100 "Cukup! Aku gak mau punya urusan sama kamu! Dan aku gak mau mendengar pertunanganmu batal hanya karena kamu gak siap atau kamu tengah cinta sama orang
lain!" "Kenapa"!"
"Jangan kira aku akan terpesona, senang, bahagia, karena kamu sudah melakukan itu semua!"
"Tapi Ami"!"
"Hidup ini bukan seperti sinetron yang bisa semudah itu berakhir tanpa masalah lagi dan tanpa omongan orang. Kau sadarkan kalau kita ini berbeda dari orang -orang pada umumnya" Kita punya komunitas sendiri, cara hidup kita juga berbeda, cara pikir orang -orang kita berbeda. Kau ingin keluarga kita jadi terkenal tiba -tiba karena satu masalah memalukan ini"!"
"Ami itu tidak akan terjadi."
"Sudah aku gak mau denger apapun lagi! I wish this is the last for us! This is the
end of all!" Tandasku kemudian kembali keluar dari mobilnya.
GOD, jangan sampai apa yang aku pkirkan terjadi begitu saja, aku tidak
sanggub! *** Ku buka laptopku, connect to internet. Sejenak aku ingin menenangkan diri dari ancaman Aim tadi pagi. Seperti biasa juga facebook jadi alasan pertama kenapa aku suka bermain internet. Facebook ku sangat ramai dengan makhluk maya. Itu membuatku cukup terhibur.
Wah ada satu permintaan teman teranyata. Siapa ya" Klik!
'Farish Rawahi' Sepertinya aku kenal dengan rupa ini, siapa yaa" Akh! Dasar Ami pikun! Itukan Farish yang sudah jadi tempat sampahku, maksudnya tempat curhat. Ternyata dia baru nemuin aku langsung di fb.
'Approve' "Ami...!" Teriak Mama dari luar memanggilku.
"Iya..." Sahutku juga membalas teriakannya.
Segera aku disconnect, dan temui Mama di luar.
"Ada apa Ma"" Aku temui Mama yang sedang mengelap meja dapur.
"Kamu disuruh Ayah antarkan pastel ke sana..."
"Kesana mana Ma""
"Kerumah Mamamu itu.. "
Omg! Perasaan tadi pagi aku sudah bertengkar, sepertinya sebentar lagi aku akan bertengkar. "Kenapa harus aku Ma""
"Ya siapa lagi, kakakmu gak ada yang mau." "Kalau gitu aku juga gak mau ah Ma..." "Ami" Koq gitu sih"!" Alis Mama bersatu.
101 Aku menunduk. "Maaf. Tapi aku malas Ma..."
"Cuma sebentar saja nanti langsung balik lah dak usah lama -lama..." Aku hanya bisa diam dan menurut perintah Mama. Ma... seandainya Mama tahu yang sebenarnya... "Pastelnya mana Ma"" Aku tolehi semua keadaan.
Mama beralih pada sebuah dus kue yang ada di atas kulkas. "Udah ini bawa saja, hati hati..."
Sesuai perintah aku langsung antarkan kue pastel ke rumah Mami tiriku tersayang. Ah malas aku! Semoga aja nanti aku gak bertemu Aim lagi, kalau tidak pasti lain urusan jadinya.
Wez, wiz, wuz...! Delivery sampai...
Tok tok tok!! Dan pintu berwarna putih besar itu terbuka. Sudah ku duga! Sesuai yang aku takutkan. Aim yang ada dihadapan mukaku sekarang.
"Mama lagi keluar." Kabar lelaki yang ada di hadapanku itu.
Aku memberikan kotak pastel padanya. "Ini dari Mamaku. Udah makasih!" Aku cepat berbalik.
"Ami tunggu napa ah!" Aim menarik tanganku.
"Apa lagi" Aku cuma disuruh antar itu gak ada yang lain."
"Kamu gak mau ketemu sama aku""
"Gak! Kita itu gak perlu ketemu selain acara keluarga. Udah ah!" Aku buang tangannya.
"Ami kamu koq gitu sama aku""
"Seharusnya aku udah begini sama kau dari dulu bukan baru sekarang! Kau itu cuma abang aku dan gak akan pernah lebih dari itu. Udah ah! Ini yang terakhir kalinya aku lihat kau begini sama aku!"
"Tapi Ami"!"
"Apa lagi"! Udah, udah, dan Udah! Kebanyakan bilang udah aku!" Aku segera pergi dari hadapannya. Aku gak mau dia tahan -tahan aku lagi.
Aku langsung kembali kerumah, mengurung diri dalam kamar. Aku berusaha tenangkan diri dan berfikir secara sehat. Tanpa godaan tanpa gangguan emosi, aku ingin berfikir jernih sesuai perasaanku sendiri.
Kali ini aku semakin enggan bertemu dengan dia. Memangnya kenapa" Apa aku hanya kesal saja sama dia ya, karena hari pertunangannya semakin dekat dan aku merasa terancam dengan jiwanya yang stress me
mikirkan pembatalan tunangan itu"
Aku tak bisa bayangkan kalau pertunangan itu benar -benar dibatalkan. Mami dan Ayah yang malu, bukan Ayah dia yang malu. Yang orang tahu Ibrahim Imran itu anak didikan Ayahku, Bilal Rorai. Walau hati kecilku sedikit menginginkan pertunangan itu batal, tapi juga aku tidak mau membuat malu orang tuaku. Sudahlah aku tak tahu harus gimana sekarang.
102 Aku kembali pulang dan melanjutkan facebookku lagi. Wah! Ada satu pesan, dari Farish ternyata.
'Makasih udah di confirm, salam kenal ya...:D' Pesannya.
Bikin aku pengen ngakak aja anak ini, ah dia itu seperti yang baru kenal saja denganku.
'Siapa ya" gak kenal tuh...' Aku membalas pesannya.
Baru beberapa detik setelah mengKlik tombol kirim, eh dia udah nongol via chat sama aku.
'Hey..' Sapanya duluan. 'Hey juga, salam kenal"' 'Hehe, iya :D' 'Apa kabar nih"' 'Baik, kamu"'
'Alhamdulillah aku baik sekali.' 'Syukur deh.'
'Seharian ini gak nongol di depan muka aku, tumben"' 'Aku lagi gak ada di kota.' Alisku mengernyit. 'Maksudnya"' 'Aku lagi keluar kota Ami...:P' 'Owh.. napa gak pamit"'
'Tadinya mau pamit tapi kamu sibuk sama oranglain.'
'Siapa"' 'Cowok yang punya mobil civic hitam tadi pagi.'
Ah, Aim maksudnya. Tadi pagi aku memang sangat dikacaukan sama anak itu dan aku tidak sempat memikirkan hal lain. 'Maaf ya..' 'Gak papa..'
'& 'Sampai kapan perginya"' 'Insya'ALLAH lima hari.' 'Lama yaa...'
'Gak sih, itu sebentar, aku pernah pergi lebih lama dari itu. Sebulan, dua bulan pernah.'
':o.. Lama Amat"' 'Napa kamu kangen yaa"'
'Hmm. enggak lah.. ' 'Kangen juga gak papa koq.. ".'
'& 'Eh, udah dulu yaa, ada kerjaan ni.' 'Ok, bye take cere.' 'Makasih u2.. &
103 Offline... Dan aku sendiri sepi malam ini...
Dua puluh satu,,, "Seratus, delapan puluh.. " Aku melepas stetoskop. Dan membuka ikatan tensi meter. "Banyak -banyak istirahat aja ibu ya, jangan lupa vitaminnya diminum gak boleh telat."
"Bayinya Bu""
"Alhamdulillah bayinya sehat. Tapi masih terus asupan gizi yaa.. " "Iya, Terimakasih ya bu..." "Sama -sama Ibu..."
Seorang perempuan yang sedang hamil tujuh bulan itu bersalaman denganku dan keluar.
"Misi Bu Ami..."" Sapa seorang satpam yang hanya muncul sebagian tubuhnya dari balik pintu.
"Iya ada apa Pak""
Masuklah kemudian satpam itu. "Saya mau kasih ini Bu.. " Alisku seketika mengernit. Sebuah paket kotak berukuran tanggung berwarna coklat dikirim lewat pos dan ditujukan padaku. "Dari siapa Pak"" "Kurang tahu Bu." "Hmm well, makasih pak..." "Mari Bu..." Satpam itu keluar.
'Kepada Amita Rorai' benar itu untuk aku. Tapi dari siapa aku bolak -balik tidak ada pengirimnya.
Sudahlah aku sisihkan paket itu dulu, masih banyak pasien yang antri untuk diperiksa.
Hmmm... hari yang melelahkan akhirnya aku bisa pulang juga. Aku letakkan paket itu di kursi sebelahku dan aku melanjutkan menyetir pulang. Sesekali aku lihat paket itu, siapa yang mengirimnya ya" Selama ini aku tidak pernah mendapat paket yang misterius dan sebesar ini.
Sambil lalu aku ingin membukanya sendiri sambil menikmati panasnya siang yang terik dengan sebuah es kelapa muda di tepian pantai yang biasanya aku lalui bersama Farish. Sayang sekali dia tidak ada disini sekarang, seandainya dia bisa temani aku membuka paket ini, mungkin akan lebih seru.
Sudahlah aku tak bettah lama -lama memandang kotak yang sangat membikin aku penasaran ini.
Perlahan dan sangat hati -hati aku melepas isolasi yang merekatkan sampul bungkusan. Di balik kotak coklat terbungkus kertas Koran, di balik kertas Koran terbungkus kertas coklat, dibalik kertas coklat terbungkus kertas biru yang mengkilap.
104 Dan dibalik kertas biru itu ada kotak putih dan itu yang terakhir. Aku tersenyum, Masya'ALLAH aku lupa hari ini aku ulang tahun!
Hahahaha!!!!! Tulisan Happy birth day pada amplop yang tertempel di atas kotak berwarna putih itu mengingatkan aku hari ini. Lekas aku lihat isinya. "Dear Ami...
Selamat ulang tahun, maaf aku hanya bisa memberimu ini. Aku harap kau suka dengan apa yang aku berikan. Semoga apa yang kau impikan terkabul semua sesuai harapanmu yang terbaik.
Farish Rawahi" Aku senang, sangat senang, ini pertama ka
linya dihari ulang tahunku mendapat kejutan yang sangat mengejutkan aku. Sangat tidak aku duga itu bukan dari siapa -siapa, malah Farish yang aku kenal baru sebulanan ini.
Dalam kotak itu ada jacket kaos yang tebal dan lembut berwarna biru dongker yang bagus sekali, dan dua ikat rambut berbulu berwarna coklat dan biru dongker juga. Sepertinya ia kenal sekali diriku suka menggunakan jaket saat keluar malam dan selalu mengikat rambutku setiap hari.
Farish, rasanya sekarang juga aku ingin sekali bertemu denganmu, sayangnya kamu masih tiga hari lagi untuk pulang. Sepertinya aku mulai merindukanmu...
"Nummber you are calling is not active, please try again in a view minute."
Rupanya dia sibuk sekarang, aku sms saja, semoga dia bisa membaca smsku
nanti. "Farish! Terimakasih atas hadiahnya, aku sangat senang dan amat sangat senang sekali. Ah, rasanya aku benar -benar tidak bisa mengungkapkan rasa bagahiaku sekarang. Terimakasih Farish."
Hmmm... "Ami"" Sapa Mama saat aku masuk rumah.
Aku mendekat dan menyalami Mama. "Iya Ma..."
"Kamu dapat apa sampai sesenang itu sepertinya""
"Aku"" Senyumku semakin melebar. "Aku entahlah Ma aku sangat senang hari
ini." "Dapat hadiah ulang tahun dari siapa hayo"""
Aku tertawa kecil. "Ah Mama koq tahu aku dapat hadiah""
"Kalau bukan hadiah apa coba kotak yang kamu bawa itu"" Mama meliriki kotak yang aku jinjing sebelah tangan.
Aku tertawa. "Haha! Maa..." Aku memeluk Mama sungguh bahagia.
"Hey hey hey... kenapa anak Mama yang satu ini ya"" Mama melepas pelukanku yang nyaris mengajaknya berdansa. "Sini sini sini. Ayo kamu harus cerita dapat hadiah dari siapa""
105 Aku duduk bersma Mama di sofa. "Dari temanku yang sedang ada di luar kota
Ma..." "Siapa"" "Ah tidak Ma, aku tidak akan bilang siapa sama Mama..." "Bukan pacarmu kan"" "Ah Mama, bukan lah..."
"Terus apa yang bikin kamu senang sampai segitunya""
"Aku gak pernah menyangka, berteman saja aku belum genap sebulan Ma sama dia. Tapi dia sudah tahu segalanya tentang aku, hari ulang tahunku, warna kesenanganku, ah semuanya Ma..."
"Dia punya perhatian lebih, tentu dia menginginkan kamu Ami..."
"Gak lah Ma..."
"Dengar, kamu mungkin tidak cintai orang itu, tapi kamu sudah mendapat kasih sayang tulus dari orang itu." Mungkin" Entahlah... Saat aku mulai terlelap dalam tidur... 'Panah Asmara by Afgan'
Mataku terjaga! Siapa yang telpon aku jam segini malam" Aku lihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas. Sementara hapeku terus berdendang, aku raih di nacase.
'Farish"' Akupun tersenyum heran.
"Hallo"" Jawabku.
"Assalamualaikum..." "Waalaikum salam..." "Belum tidur Ami""
Aku tersenyum, bohong dulu ah! "Belum..." "Ngapain sampai jam segini belum tidur"" "Kan aku ditelponin sama kamu sekarang. Yaa belum tidur..." Terdengar disana Farish tengah tertawa kecil. "Kamu bangun gara -gara aku telpon ya""
"Hem... mungkin""
"Maaf ya sudah ganggu kamu."
"Gak papa. Aku senneng koq."
"Ha" Senneng aku telponin walau malam -malam""
Aduh! Kebawa perasaan deh. "Gak, maksudnya..."
"Udah, gak papa koq."
Sunyi... "Farish..." "Iya""
"Terimakasih atas hadiahnya yaa""
106 "Sama -sama. Apa kamu suka" Maaf aku cuma bisa kasih itu sama kamu. Aku gak tahu harus kasih apa. Maaf ya"""
"Sudah ada yang ingat akan ulang tahun aku aja sudah senneng banget Rish. Apalagi sampai kejutan lewat pos."
"Ukurannya pas""
Aku membalikkan posisi tidurku. "Pas banget. Aku bener -bener senneng banget Rish hari ini, aku senneng dan gak bisa diungkapin dengan kata -kata. Terimakasih yaa, aku gak tahu mau bales apa sama kamu."
"Jangan mikir gitu terus dong Ami. Selama aku bisa buat kamu seneng aja aku juga dah senneng."
"Hirh... so sweet deh..."
Panjang -panjangin ngobrol gak penting di telpon sama Farish, gak kerasa juga
hampir menghabiskan waktu yang namanya tengah malam. Saking lamanya, aku muter
tempat tidur sampai tiga kali. Hihihi, keasyikan deh... ***
Dua puluh dua,,, "Nanti Malam ada pertemuan keluarga Armand dan Vivi." Kabar Ayah. Masalah itu lagi. Aku tetap diam dengan hidangan sarapanku. "Anak -anak ikut juga sekalian." Lanjut Ayah.
"Maaf Ayah, Ami gak bisa ikut. Nant
i malam ada undangan teman Ami mau
nikah." "Mama juga dak mau ikutan."
"Kenapa"" "Ayah masih tanya kenapa"!" Mama menaikkan nadanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi sama Mama tapi kali ini pembahasan tentang pertungan Aim sepertinya mulai membosankan dan tak mengundang selera. "Ya sudah tak usah mengangkat nada seperti itu."
Mama diam. Sementara aku memilih untuk kembali ke kamar dan bersiap berangkat ke klinik.
Suasana klinik yang sangat menghiburku. Terharu, lucu, dan terkadang jantungku turut berdebar saat berperang menyelamatkan satu nyawa yang akan lahir kedunia. Melihat perut -perut yang membundar seperti semangka, sungguh aku merasa lucu dan sedikit aneh. Terkadang aku berfikir, bagaimana jika aku seperti itu ya" Perutku membundar dan katanya itu sangat berat sekali. Hmm... menikah dan punya anak nantinya, itu adalah impian semua manusia yang ada di muka bumi ini. Termasuk juga aku, memiliki keturunan yang baik dari sepasang orang tua yang baik.
"Terimakasih Bu bidan..."
"Sama -sama Ibu, jangan lupa diminum obatnya.."
"Iya..." 107 "Semoga lahirnya gampang ya Ibu..."
"Aminn.. " Akh.. akhirnya pasien terakhir selesai. Aku tarik sedikit lengan bajuku menengoki jam tangan sudah pukul empat tepat. Saatnya pulang, untung saja aku masih magang, kalau aku sudah jadi bidan sungguhan mungkin jam segini aku masih harus berkeliling di rumah sakit.
Kembali aku pulang kerumah.
"Assalamualaikum..." Salamku sembari menutup kembali pintu rumah. "Waalaikum salam..." Sahut Mama.
Tak ada suara lain yang menjawab salamku, rupanya semua orang sudah pergi untuk makan malam pertemuan dua keluarga yang akan berbesan sebentar lagi. Aku temui Mama yang sedang bersantai di depan tivi sendiri. Aku menyalaminya. "Yang lain sudah berangkat Ma"" "Iya, baru aja..."
"Pantes seppi." Aku melepas tasku dan duduk dekat Mama.
"Nanti malam kamu mau ke udangan temanmu jadi""
Aku tersenyum sambil menggeleng. "Aku cuma alasan aja Ma sama Ayah."
"Alasan" Ngapain""
"Aku males mau ke sana. Apalagi ketemu dengan orang -orang disana. Membosankan."
"Apalagi Mama..."
Aku tersenyum berat. Ku peluk Mama yang duduk di sampingku ini. Ma, maafkan Ami. Seandainya saja Mama tahu yang sebenarnya mungkin Mama tidak akan memaafkan Ami.
"Kamu kenapa Ami"" Mama heran dengan sikapku.
"Tidak apa -apa, Ami hanya kangen sekali ingin memeluk Mama..."
Mama tersenyum, iapun berbalik memelukku.
Aku benar -benar butuh perlindungan dari Mama. Ma, semakin detik -detik jam itu berlalu, semakin hatiku sakit membayangkan acara makan malam itu sungguh sempurna dengan dua pasangan calon suami -isteri yang sangat berbahagia dengan senyum mereka.
Aku duduk di kamar menatap kosong ke luar jendela. Hanya langit hitam, dan bintang bertaburan sangat indah yang jadi saksi perihnya hatiku malam ini. Ya Tuhan apa yang bisa aku lakukan" Sungguh aku tak kuat menahan rasa cinta yang terlalu besar aku berikan padanya.
Setetes demi tetes air bening mulai jatuh dan membasahi mukaku. Sungguh aku ingin berteriak pada dunia pertunangan itu tak boleh terjadi. Aim hanya untukku saja!
"Ami"" Panggil Mama yang menemukan aku dari balik pintu kamar yang terbuka.
108 Lekas aku menyeka air mataku, aku tak ingin Mama tahu aku menangis. "Iya Ma"" Aku berbalik.
"Kamu kenapa Nak"" Mama menghampiri aku dan duduk dekatku. Aku menggeleng berat. "Tidak Ma.. "
"Jangan bohong kamu. Mama tahu kamu sedang punya masalah. Rupamu berbeda tak seceria saat kamu mendapat hadiah dari kawanmu kemarin."
Aku memaksakan senyumku. Iya hanya Farish yang membuatku tersenyum, tapi aku tak sedikitpun cintai dia.
"Ada apa nak" Cerita saja sama Mama." Desak Mama yang semakin merasa curiga dengan keadaanku.
Aku menatap penuh pilu wajah Mama. Tetes air mata kembali terjatuh dan semakin menderas.
"Ami" Kamu kenapa Nak"" Cemas Mama.
Aku seketika memeluk Mama dengan sangat erat dan menangis dalam peluknya.
"Ami bilang Mama nak kamu kenapa"!" Desakan Mama membuat aku semakin menangis.
Haruskah aku melakukan pengakuan atas semua perasaanku yang aku sembunyikan selama bertahun -tahun ini" Ya Tuhan, aku tak ingin membuat Mama kecewa dengan semua kelakuan
ku. Mama mengusapku yang masih bersimpuh dihadapannya. Wajah Mama sudah berat dengan rasa takutnya atas pengakuanku nanti. Aku sungguh tak tega melihat wajahnya.
"Ami minta maaf yang banyak sama Mama..." Aku semakin berderaikan air
mata. "Kamu itu anak Mama, tanpa kamu minta, pasti Mama akan selalu memaafkan kamu nak. Ayo cerita apa yang sampai membuat kamu jadi seperti ini" Tolong jangan bikin Mama gelisah Ami..."
Tatapan mata Mama membuat aku berat untuk tidak lekas menceritakan semua yang terjadi. Tapi aku juga tak ingin membuat Mama shock dengan pengakuanku yang esktrim ini. Seumur hidupku, inilah masalah terumit yang aku alami.
Tarik nafas, hembuskan. Tuhan, berilah kekuatan pada Mama untuk mendengar semua ceritaku yang aku yakini ini pasti menyakitkan di hati Mama.
"Ma.. " Panggilku dengan isak tangis.
"Katakan nak..."
"Ami sedang jatuh cinta Ma..."
Mama diam, tak lekas menjawab pernyataanku. "Sama siapa Ami" Siapa lelaki itu Ami"! Apa yang sudah dia lakukan sampai kamu seperti ini Ami"!"
"Aku sudah jatuh cinta Ma. Dan dia..." Aku benar -benar tak sanggub mengatakannya pada Mama. "Maafkan Ami Ma..." Tangisku meledak. Aku peluk Mama
109 dengan erat kembali. Ya Tuhan beri aku kekuatan mengatakannya pada Mama. Dan buat Mama mampu menahaan kekecewaan yang sudah aku perbuat ini.
"Siapa Ami" Bilang sama Mama"! Siapa lelaki itu Ami"!"
Aku masih saja tak kuat menjawab pertanyaan Mama.
"Jangan pernah katakan kalau lelaki itu adalah Ibrahim, Ami..." Terka Mama yang kecurigaannya memuncak.
Perlahan aku hanya bisa mengangguk memastikan terkaan Mama itu adalah
benar. Seperti yang ku duga, Mama benar sangat terkejut mengetahui yang sebenarnya terjadi. Tapi tak setetespun air jatuh dari kedua mata Mama. Mama hanya menyesalkan semua yang terjadi. Ia tak bisa berkata apapun untukku. Maafkan aku Mama, derai air mata Mama adalah duka mendalam buatku. Apa yang harus aku lakukan sekarang" Ya Tuhan, segeralah engkau beri aku dan Mama ketenangan.
"Dia hanyalah anak dari istri Ayahmu dengan suaminya dulu." Mama tak sedikitpun menolehi aku yang bersimpuh dengan derai tangis dihadapannya.
Aku tak bisa membendung isak tangisku sedikitpun. Setelah delapan tahun memendam perasaan, setelah cukup jauh menjalani hubungan yang indah, kali ini semua harus kandas akibat pertunangan yang tinggal beberapa hari lagi.
"Kenapa ini bisa terjadi Ami""
"Ma, Maafkan Ami. Ami tahu benar Ami salah..."
"Akhirnya yang Mama takutkan benar terjadi sekarang. Kamu sudah jatuh cinta pada orang yang sangat salah."
aku tak bisa berkata apapun lagi.
"Jangan pernah kamu memikirkan anak itu lagi! Dia tak pantas buatmu." Kalimat terakhir Mama ditekan kuat. "Mama tak mau hilangkan kebaikannya. Anak itu memang baik, dia sopan, sangat menghargai pada kamu dan Mama sendiri juga. Tapi tidak, tidak Mama tidak akan pernah mau. Apalagi sekarang" Dia sudah berkumpul dengan orang sesamanya."
"Maafkan Ami Ma..."
"Mama bersyukur masih menemukan kabar ini saat dia akan bersanding dengan orang lain."
"Ma..." "Kamu lihat siapa garis keturunannya" Siapa Ibunya" Siapa Ayahnya juga"" "Iya Ma, Aku sangat mengerti.."
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ibunya adalah seorang wanita yang sangat dibenci oleh keluargamu. Aunty -Auntymu, pamanmu, bahkan Mamamu sendiri saat ini. Kamu memang boleh bersanding dengan dia, bahkan saat ini juga jika Mama mau, Mama bisa menyuruh pertuangan itu untuk dibatalkan. Tapi tidak, lelaki itu tidak pantas buat kamu. Pikirkan selanjutnya" Selama ini Mama memang diam dengan keadaan orang itu dengan Mama sendiri, tapi tidak Mama mengharapkan orang itu akan datang dan pergi sesukanya
110 kerumah ini. Tidak nak... sampai kapanpun, Mama tidak akan pernah menerima kehadiran wanita itu apalagi sebagai besan Mama."
"Ma aku tak pernah berfikir sampai sejauh itu."
"Dan kamu sekarang harus memikirkan itu. Cinta mau dibawa kemana lagi selain ke pernikahan yang sah""
"Aku tahu Ma, tapi aku sangat menyesalkan karena aku tahu dia tengah berbohong padaku. Aku sangat sakit mengetahui semua ini terjadi Ma."
"Kamu tidak usah menyesal seperti itu. Percuma, penyesalan seperti itu hanya akan menyakiti hati. Sudah, peras
aan cinta itu adalah berkah, karunia Tuhan yang diberikan pada hamba -hambanya. Semua orang berhak cintai siapapun."
Aku memeluk Mama dengan erat. Menceritakan sebagian isi hatiku sangatlah membuat perasaan dan fikiranku jauh lebih tenang. Walau kisah tersembunyi hanya akan menjadi penyakit yang tidak akan pernah ada obatnya.
"Lupakan dia, berusahalah terus Nak..." Tandas Mama tanpa menolehi aku dibelakangnya.
Kemudian Mama terus keluar dan menutup pintu kamarku. Ma maafkan Ami yang telah mengecewakan Mama...
Dua puluh tiga,,, Klung! Klung! Aku menolehi laptopku yang sedang modus online. Rupanya ada satu chat messege. Aku selesaikan dulu menyusun lembaran -lembaran kertas berserakan diatas kasur yang harus aku serahkan pada dosen besok. Setelah selesai, baru aku kembali pada layar internet dunia mayaku.
Offline 'Farish : Assalamualaikum'
Aku tersenyum, ternyata anak itu lagi. Sudah dua hari ini dia tak telpon maupun sms aku. Sepertinya dia sedang sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya yang sampai saat ini aku juga gak tahu dia kerja apa sebenarnya. Dia hanya mendengarkan aku tanpa mengizinkan aku mendengarkan tentang dirinya. Itu yang membuat aku susah juga untuk cari tahu dia itu anak siapa sih sebenarnya.
Sayangnya dia sudah keburu offline, mungkin terlalu lama juga menunggu aku menyelesaikan tugas -tugasku dulu.
'Waalaikum salam' Aku membalasnya. Susudah itu aku melanjutkan lagi tugas -tugas yang tadi.
Hooowwwaaayyy!!! Mataku sudah gak kuat lagi mau terus melebar menatap cahaya warna dari layar kompi. Aku toleh kebelakang melihat jam di dinding ternyata masih jam setengah sepuluh malam.
Klung! Klung! 111 Chat messege lagi. 'Masih online ni"'
Kembali aku tersenyum dan segera membalasnya. <-'Iya, kamu juga"' ->'Iya' ->'Sepi ni'
<-'"sibuk amat ya sekarang"' ->'Hehe iya'
->'Kamu sendiri juga kan"' <-'"'
->'Bsok aku pulang.' <-'Oo..' ->'Koq O sih"' <-'Hmm.. U deh.. :D' ->':D,'
->'besok ada acara"' <-'Kenapa"'
->'Gakpapa, Tanya aja.' <-'mau ajak aku keluar ya"' ->'kalau kamu mau n bisa tentunya'
Senyumanku semakin lebar. Aku sangat senang jika Farish mengajakku keluar rumah. Entahlah aku tidak tahu kenapa, yang aku tahu hanya merasa senang, tenang dan tidak kesepian berada di dekatnya.
<-'okelah mumpung aku lagi malas juga dirumah. Kesepian'
->'terus"' <-'nabrak!' ->'maksudnya kita ketemunya gimana"' <-'aku tunggu kamu di...' ->'dimana"' <-'tahu rumahku"' ->'nggak.dimana"'
<-'aku tunggu di ujung perempat jalan dekat kantor polisi ya"' ->'tapi aku gak mau di penjara ya.. '
<-'ha! Lucu. Ya gak lah. Jam tujuh tepat tunggu aku ya gak pake tellat... awas!' ->'okay!'
<-'Well, tidur dulu yaa, dah malem ngantuk. see u tomorrow' ->Ok, have nice dream...' <-'Thanks, u too Farish' 'Amita Rorai going offline'
112 Selesai dulu urusan dengan dunia maya. Aku benahkan diriku untuk bersiap tidur. Gosok gigi, cuci muka, cuci kaki, krim malam pencerah kulit, sisiran rambut, hmm... apa lagi ya" Aku kira itu udah semua, langsung aja aku merebahkan diri di atas tempat tidur spiral yang kalau gerak dikit eh goyang semuanya.
Mata sudah terpejam dan aku lelap dalam tidur dan mimpi indah. Mimpi indah mimpi tentang dia, Aim, mimpi aku sedang bersamanya sungguh bahagia. Berkeliling berjalan di taman yang sangat indah dengan aroma bunga harum, dan berkuntum -kuntum bunga mawar yang ia berikan padaku dengan penuh senyuman.
Dhor! Dhor! Dhor! Aku terbangun sangat terkejut. Aku lihat jendela kamarku dibaliknya ada bayangan hitam yang terus membuat kegaduhan mengetuk dengan keras. Apa itu Maling"! Tapi mana ada maling yang bikin berisik, yang ada cari mati dia.
Walau aku sungguh sangat takut tapi aku coba berusaha memberanikan diri untuk membuka gorden dan melihat siapa yang ada dibaliknya.
"Astaughfirullahal adim! Aim"!" Kagetku saat melihat dibalik jendela adalah
Aim. Dari mana anak itu bisa memanjat hingga kamarku"! Lekas aku membukakan jendela.
"Kamu ngapain"!"
"Ami.. " Aim malah masuk kamarku dan dia memelukku dengan sangat erat
sekali. "Apa yang terjadi bang""
"Ami tolong aku. Aku tak ingin pertunangan itu terjadi. Aku tidak mau, Inez itu tidak men
cintai aku, dia tidak aku cintai! Hanya kamu Ami, aku hanya mau tunangan dan menikah sama kamu Ami!"
"Sebenarnya apa yang terjadi bang" Kenapa tiba -tiba abang datang kesini"" Aku semakin bingung saja dibuatnya.
"Ami tolong bilang pada Mamamu kalau ini semua tidak boleh terjadi. Aku ini hanya untukkmu Ami..." Ia melepas pelukannya dan memegang erat dua tanganku. "Aku mohon Ami. Buatlah kisah kita indah hingga akhir Ami..."
"Tapi"" "Aku mohon Ami..."
"Percuma kamu memohon begitu pada Ami. Dia itu tidak akan pernah kembali padamu lagi..." Ujar seorang lelaki dengan santai.
Aku berbalik melihat tempat tidurku. Siapa dia"! Dia seorang lelaki memungkurkan badan tidur di kasur yang sama dengan aku"
"Siapa kau"!" Bentak Aim padanya. "Siapa dia Ami"!"
Aku menggeleng penuh takut dan heran. "Aku, aku, aku aku tidak tahu siapa
dia." 113 Aim menggandeng tanganku. "Ikutlah denganku, kita akan pergi jauh berdua sayang..."
Aku yang sangat takut dengan lelaki tak jelas itu gelap mata aku menekatkan diri untuk ikut bersama Ibrahim. Entah aku tidak perduli Aim akan membawa aku kemana yang penting aku merasa aman bersamanya.
Akupun ikuti Aim yang melewati jendela.
"Tunggu!" Lelaki itu kembali menghentikan kami.
Aku dan Aim hanya menoleh tanpa bicara. Sangat tak aku sangka lelaki yang ada dihadapan kami adalah Farish"!
Dia tersenyum simpul dan perlahan mengangkat tangan kirinya dengan sebuah pistol mengarah tepat pada Aim disebelahku.
Dor! Astaughfirullahal adim! Mataku terbuka, aku rasa kaku dan sakit di sekujur tubuhku seperti semut menyerubungi dari ujung kaki hingga kepalaku. Bulir -bulir keringat sudah seperti air yang menghujani seluruh tubuh, hingga aku rasa sangat basah pada bagian bantal kepala hingga punggung yang aku tiduri.
Astaughfirullahal adim! Kenapa mimpiku sangat buruk seperti itu" Ya Tuhan, apa yang terjadi pada dua orang lelaki yang sangat dekat pengaruhnya dengan ku" Lindungi keduanya Tuhan, aku tidak ingin menyakiti salah seorangpun dari mereka.
Semoga itu hanya sekedar bunga tidur yang akan berlalu di hembus angin...
*** Hari ini hari sabtu! Saatnya libur!
Week end yang harus menyenangkan. Yaa memang gak harus weekend aja sih hari yang menyenangkan. Kemarin" Besok" Bahkan besok lusa" Yaa tentu harus lebih menyenangkan dari hari ini. Hemm...
Aku punya planning hari ini. Berhubung aku suka masak dan membuat kue, jadi aku putuskan untuk berbelanja dulu ke toko.
"Hari ini yang masak Ami!" Seruku pada seisi rumah saat sedang santai habis sarapan. Yang tidak santai sih cuma kak Emma karena anaknya masih harus masuk sekolah. Dan Ayah juga, hari ini jusrtu jadi hari yang sangat menyibukkan. Sibuk akan undangan kawan -kawan untuk jamuan sarapan, makan siang, dan makan malam. Week end!
"Mau masak apa kamu"" Tanya Kak Hani yang tadi pagi -pagi sekali baru sampai dari luar kota.
"Hmmm..." Mama mendekat. "Hari ini keluarganya ngumpul semua lengkap. Emma, Sita,
Hani..." "Ya sudah aku hari ini gak jadi masaknya."
"Kenapa"" 114 "Masaknya bikin orang satu rumah aku takut gak sesuai selera entar." "Ya masak aja deh sendiri -sendiri. Kamu ya buat kamu, kakak ya buat suami kakak, Hani buat suaminya sendiri juga, Mama buat Ayah, kak Emma buat anaknya
deh..." "Yang ada dapur jadi dapur umum kak..." Goda kak Hani yang tak setuju dengan ide kak Sita. Maklum dia gak terlalu suka masak, jadi yang sekiranya langsung makan aja gak usah repot -repot. Apalagi sekarang dia sudah jadi seperti tamu dirumahnya sendiri.
"Haduh repot amat cuma mau masak. Sudah Mama aja yang mau masak, kalau mau bantuin silahkan, kalau enggak ya sudah menjauh saja biar gak disuruh bantuin." Sela Mama.
Kami semua tertawa melihat ekspresi Mama yang suka pusing kalau semua anaknya masuk dapur dengan imaginasi resep masakan masing -masing. Soalnya yang ada dapur ancur berantakan abis, lain lagi kalau udah tengkaran urusan cuci piring dan perabot. Huh capek deh...
Karena Mama yang memutuskan untuk masak, sementara aku putuskan sendiri untuk bikin cake. Kali ini judulnya cheese cake coklat. Hmm... nemmu ressep dimana ya aku" Hehe Imaginasi...
Abis belanja, langsung pakai celem
ek turun dapur. Semua bekerja hari ini. Sudah hampir sejam lebih kiranya aku Mama dan kakak -kakakku berendam dalam dapur. Untung aja rumah besar dapurnya juga besar, yaa setidaknya gak berjejal lah.. Saatnya makan siang semua sudah sedia di tempat makan. Termasuk Ayah yang ternyata membatalkan janji demi berkumpul bersama anak -anak, menantu dan cucu -cucunya hari ini.
Sayangnya... "Ibrahim kapan Yah tunangannya"" Tanya Kak Hani yang lupa kalau pertunangan itu tinggal dua hari lagi. Harinya hari senin yang sangat aku ingat. "Senin lusa.." Jawab Ayah.
Akh kenapa harus ada pertanyaan itu" Aku jadi hilang selera untung saja makananku sudah habis.
"Ibrahim tidak minta ditunda lagi"" Lanjut lontaran pertanyaan dari Mama. Entah apa maksudnya Mama bertanya begitu pada Ayah.
"Ya sepertinya tetap. Tapi Ayah tanya dia hanya bilang tidak siap."
"Dari mana sih awalnya koq tiba -tiba Imnan minang anak Armand" Siapa namanya itu""
"Inez." Sahutku kilat.
"Iya..." Mama membenarkan.
"Itu kata Imnan pernah cerita dulu..."
'Intro Panah Asmara' Semua beralih sejenak pada bunyi hapeku.
115 Aku lihat itu dari Farish. "Aku angkat telpon dulu..." Permisiku pasti dengan senyuman. Menyingkir jauh agar tidak ada yang dengar pembicaraan yang seru dengan dia. Hehe, aku kenapa jadi begini ya""
"Hallo"" "Assalamualaikum Ami...""
"Waalaikum salam Farish...""
"Hemmm, sedang apa""
"Aku lagi ngumpul sama seluruh keluargaku."
"Wah maaf aku pasti mengganggu."
"Tidak, tidak, tidak..."
"Hemm, tadinya aku cuma mau bilang kalau aku sudah sampai di kota."
"Syukur deh kalau gitu."
"Oh ya nanti malam tetap jadi kan""
"Pasti bos!" "Oke deh. Makasih ya Ami." "Sama -sama Farish..." "Assalamualaikum..."" "Waalaikum salam...."
Tit..... ! Terus aku membatalkan niatku untuk kembali ke meja makan. Mendingan aku siapin cake yang mau aku kasih sama Farish nanti. Kira -kira dia mau gak ya sama cake buatanku"
Gagang pintuku berputar dan terbuka.
"Ami!" Bentak Kak Emma yang muncul dari baliknya.
Aku langsung menoleh dan tersenyum padanya. "Apa kak""
"Apa, Apa kamu ini! Dari tadi dipanggilin nyahut ah! Dikirain tidur, eh dak taunya malah senyum senyum sendiri!" Ocehnya memarahi aku.
"Ye maap, aku gak dengar kakak..."
"Gak denger orang dari tadi yang tereak! Udah di panggil Ayah tuh!" kabarnya marah -marah.
Aku langsung kantongi kembali handphoneku dan pergi menemui Ayah yang sedang duduk dengan semangkuk serbat pencuci mulut setelah makan seperti biasa di meja makan.
"Ayah panggil aku"" Aku berdiri dihapan Ayah yang meneguk kopinya. "Adin mau ulangan besok, katanya mau belajar sama kamu sebentar lagi." "Sebentar lagi"" Mataku melebar. Sebentar lagi sore, berarti. "Sore ini Yah""
"Iya..." Aduh, belajarnya sampai kapan" Aku kan udah punya janji sama Farish gimana kalau sampai lebih dari jam tujuh" Haduh! Ayah ada -ada aja ah. "Dimana Ayah""
116 "Terserah kamu saja, kalau di sini biar Ibrahim saja yang antar. Ya kalau mau kesana terserah kamu dah..."
Haduh, kalau Adin yang kesini bisa -bisa lebih lama lagi. "Biar Ami yang kesana saja Ayah..."
"Ya sudah nanti setengah empat saja.. "
"Baik Ayah." Aduh memang ada -ada saja kalau jadi guru dadakan seperti aku. Giliran ada pr, ulangan, ujian semester, aku yang harus urus tuh anak. Mana Mami sama dua abangnya tuh"! Gak guna ah! Dua abang itu selalu sibuk dengan urusannya sendiri, yang Fajrin sibuk nguberin cewek buat jadi calon isteri, yang satu bingung buat ngebatalin pertunangannya. Sih Mami nih, sibuk mikirin dua anaknya yang mulai
semakin menjadi Gilanya! Aerrghh!!! Jangan sampai aku ikut -ikutan gila!
*** Dua puluh empat,,, Susahnya! Kenapa harus aku yang mengajar Adin! Mau aku apakan diriku kalau sampai aku bertemu dengan Aim"! Huh!
OH GOD! Jantungku semakin berdebar dan aku benar -benar sangat gugup. Tangan mulai berkeringat, gemetar sudah sampai suara. Aku yakin pasti tahu aku akan datang ke rumahnya dan dia pasti memanfaatkan kedatangan aku. Oh Aim! Menyingkirlah dari hadapanku.
Bismillahirrohmanirrohim...
Tok tok tok! Aku ketuk pintu rumah Aim dengan keras. Sebenarnya karena aku gugup jadi aku tidak bisa mengendalikan gerak t
anganku. Akhirnya pintunya segera di buka, dan lagi Aim yang bukakan untukku, sangat sesuai dengan yang aku takutkan.
"Adin mana"!" Ketusku.
"Baru datang bukannya salam malah langsung tanya Adin." "Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh! Udah!" "Waalaikum salam. Masuk, Adin ada di dalam..." Jawabnya melangkah kembali ke dalam rumah.
Aku mengekor dibelakangnya. "Mana Mama sama Fajrin"" "Ngapain cari abang"" Jawabnya kesal.
"Salah aku cari abangmu ha"! Sudah lama tak jumpa salah juga nanti kalau aku tanya kabar dia"!" Kataku membentaknya kasar. Ya TUHAN aku semakin sensitive saja rasanya. Semakin mudah untuk emosi dan naik darah dibuatnya.
"Salah! Aku tak suka!"
Aku menatapnya tajam, dikiranya aku ini akan beralih pada abangnya apa"! "Kau"! SINTING!"
"Apa" Sinting" Kau lebih sinting!"
117 "Kau itu yang sinting!"
"Kau!" "Kau!" "Kau itu..!"
Terus saling melempar umpatan tanpa henti hingga.
"Woy"! Abang ni sama kakak kenapa sih"!" Sela Adin yang muncul ditengah -tengah kami.
Seketika kami berhenti dan malu tentunya pada bocah itu. "Darimana aja kamu"" Aim mengalihkan kegentingan perang mulut kami. "Aku sudah nungguin di meja belakang bang!" "Terus kamu ngapain kesini""
"Ya aku mau lihat kak Ami apa sudah datang, lagian kakak sama Abang dari tadi berisik tahu!" Tegas Adin.
Dasar begok! Yang mulai perang siapa ha"! Aku menatapi Aim sinis. "Sudah ayo cepetan kalau mau belajar. Kakak masih banyak urusan!" Tekanku pada Aim bukan pada Adin yang aku ajak bicara.
Beralih ruangan, aku, Adin dan seekor Aim yang ikut aja nimbrung. Ah sungguh sial aku! Masa aku harus ngajari bocah kelas enam SD berdua sama Aim!
"Mau apa kau tetep disini""
"Aku" Mau disini" Suka -suka aku dong, ini kan rumahku.. " Kau itu! Akhirnya aku lebih memilih untuk diam.
Adin konsentrasi dengan pelajarannya, sementara Aim mengepungku dengan sejuta intaian matanya. Argh...Aim! Resah dan gelisah seperti seorang yang sedang sakit ambeyen aku tidak tenang duduk di kursi yang emmpuk ini. Seperti duri yang terus menusuk -nusuk, kursi inipun tak senang atas keberadaan ku. Oh my GOD! Kapan pengajaran ini akan berakhir"
Sesekali aku lihat jam tanganku yang tak segera menunjukkan jam tujuh. Beristirahat sejenak menunaikan sholat mangrib kemudian melanjut lagi tugas mengajar sebagai guru panggilan yang musiman, kalau pas ada ulangan dan peEr!
"Kamu itu kenapa sih dari tadi aku lihat cuma jam terus yang ditengokin"!" Tegur Aim yang tak tahan juga memperhatikan sikapku gelisah.
"Terserah aku lah..." Jawabku ketus tak memperhatikan mukanya.
"Kamu itu kenapa sih Mi" Ditanya baik malah jawabnya ketus."
"Suruh siapa tanya -tanya aku"" Mataku menyipit melihatnya.
"Kamu berubah sekarang! Kamu kenapa" Apa yang bikin kamu berubah ha"!"
"Kamu tanya yang bikin aku berubah gini apa"! Masih tanya ha"!"
"Kalau pertunangan itu yang kamu maksud, okay aku minta maaf! Tapi gak gini juga kamu harus bersikap sama aku kan""
"Udah percuma aku bersikap gini gitu lagi sama kamu, gak ngaruh sama hubungan kita."
118 Gak sadar aku dan Aim malah cekcok di depan Adin yang sedang belajar.
"Abang sama kakak ini kenapa sih koq bertengkar terus dari tadi"!" Sela Adin yang menggaruk -garuk kepalanya kebigungan.
"Adin, kakak minta maaf. Belajar kita sampai disini aja. Kalau kamu masih ada yang ingin ditanyakan, tanyakan aja sama Abangmu itu. Kakak harus pergi ada janji penting. Harus tepat waktu." Aku bereskan barang -barangku dan lekas mencangklongkan tas sambil tergesa -gesa melangkah keluar.
"Ami! Mau kemana kamu"!" Aim mengekor terus dibelakangku, mengikuti aku hingga aku berada tepat di samping mobil.
Ia meraih tanganku tapi langsung aku hempas begitu saja. "Tunggu aku bilang!"
"Mau apa lagi"!"
"Kamu mau kemana"! Urusanmu belum selesai sama Adin!" "Adin atau kau yang memang sengaja ingin menahan aku ha"!" Aim diam tak menjawab. Aku rasa aku benar dia hanya alasan agar aku bisa datang kerumahnya. Bodoh!
"Sudahlah, aku bilang aku ada janji!"
"Janji" Janji sama siapa"! Jangan menghindar begitu kamu! Jangan bilang kalau kamu janji sama sama si Brengsek itu, iya"!"
"Dia punya nama bukan Si Brengsek! Lagian
bukan urusanmu aku punya janji sama siapa! Aku juga gak ngindar" Yang ada aku benci ada di hadapanmu lagi!" Tandasku. Aku lekas masuk ke mobil dan swing pergi melarikan diri darinya.
Sial! Kenapa aku harus bertemu dengan orang seperti dia di dunia ini"! Kenapa
aku"! Kenapa aku sangat marah dan benci padahal aku sangat menyayanginya"! ***
Jam tanganku sudah menunjukkan jam tujuh lewat lima belas. Argh! Ini gara -gara Aim yang terus berlama -lama menahan aku hingga aku harus terlambat. Bukannya aku yang harusnya datang lebih dulu malah Farish yang aku buat menunggu lama.
Aku parkirkan mobil di tempat parkir umum yang disediakan khusus setiap malam minggu. Taulah malam minggu orang berduyun -duyun berkumpul di pusat kota untuk menyaksikan berbagai pertunjukan olahraga setiap minggunya. Yaa memang sih tidak hanya tujuan nonton, tapi kencan, atau entahlah aku tidak tahu. Lalu tujuanku" Tujuanku jalan -jalan merayakan hari ulang tahunku yang sudah lewat beberapa hari lalu bersama Farish.
"Farish!" Aku menyapa seorang lelaki yang sedang bersandar pada dinding toko menanti kedatanganku. Lekas aku menghampirinya.
Farish menoleh kearahku. "Ami akhirnya kamu datang juga..." Katanya tanpa rupa yang marah padaku bahkan ia tetap tersenyum.
"Ampun Farish, bukannya aku yang tunggu kamu malah aku yang bikin kamu tunggu aku lama..."
119 "Gak usah segitunya, baru dua puluh menitan lah..."
"Dua puluh menit kamu bilang baru" Kamu itu terlalu baik Farish..."
"Ah udah, jangan dibahas lagi." Farish menatapku dari ujung kaki hingga
kunciran rambutku. "Wah, udah langsung kepakai nih..."
Aku tersenyum. "Iya dong, masuk daftar barang favoritku nih. Makasih ya..."" Farish tersenyum, sedikit pujianku membuat rupanya tersipu. "Sama -sama.
Kita jalan yuk..." "Kemana"" "Mau bakso""
"Boleh..." Aku setuju saja dengan dia. Kebetulan sekali perutku lapar setelah hampir tiga jam berhadapan dengan Aim tadi.
Tempat makan penuh kenangan. Kenapa harus bakso di ujung jalan yang jadi tempat kami sekarang" Aku jadi ingat saat Aim selalu bayarin baksoku dulu. Saat aku dan dia tertawa lepas, saat pulang sekolah aku berjanji untuk bertemu, dan saat terakhir aku mengetahui siapa dia sebenarnya. Walau itu hanya sebulan tapi sudah sangat penuh dengan kenangan. 'Teflon" Telfon!' Aim, andai saja kamu bukan anak Mami, aku pasti akan bilang sama Ayah dan Mama.
"Wey!" Faris menggertak aku yang sedang melayang.
"Ah! Apa"" Aku terbangun.
"Kamu kenapa" Ngelamun.. mikirin sesuatu""
Aku tersenyum menggeleng. "Enggak..."
"Hmmm. Aku gak yakin.. " Liriknya curiga.
"Jujur aja, ini tempat aku suka nongkrong dulu pas SMa..."
"Oh ya"" "Iya, pulang sekolah, sore hari, dating malam sama Aim..."
"Aim"" Aku keceplosan, yaa sudahlah sekalian aja. "Namanya Ibrahim, dia abang tiriku. Dia yang sering ketemu aku, waktu pas gantiin ban mobil waktu itu." "Gak pacaran kan sama dia""
Aku terkejut dengan pertanyaannya. Kenapa dia bisa berkata seperti itu"
"Maksud kamu""
"Ah maaf, aku hanya teringat saja pada teman ku yang pernah aku ceritakan sama kamu waktu itu. Yaa maksud aku kamu, jangan sampai seperti itu lah ..." Aku tersenyum. "Perntanyaanmu salah.. " "Salah" Yang bennner apa"" "'Gak sampai nikah kan sama dia"'.. " "Aha iya barangkali yaa" Terus jawabannya apa"" "Aku jawab, enggak..." "Kenapa bisa jadi gitu""
"Aku lupa dari mana awal semuanya bisa jadi sampai sejauh ini."
120 "Jauh sampai mana""
"Sampai aku seperti orang linglung hanya karena satu kata 'Cinta'. Aku tidak bisa lihat orang lain yang jauh lebih bagus dari dia. Dan aku berusaha semampuku agar aku bisa terus mendapatkan dia dan restu orang tuaku. Selama setahun aku mencari tahu tetang halal tidaknya hubungan kami. Semuanya... dan sekarang rasanya aku hancur saat menemukan dia kembali dengan gadis centil itu. Yaa walau Ayah dan Ibu aku tidak tahu sampai sejauh itu."
"Kalau dia benar abangmu, setahu aku sepertinya dia itu akan menikah ya""
Aku tersenyum berat. "Lebih tepanya bertunangan dulu."
"Ya." Farish menarik nafas dan membuangnya lega. "Aku tahu betul bagaimana sakitnya melihat orang yang kita cintai tengah bersama orang lain. Ta
pi bisa apalagi""
"Kamu pernah jatuh cinta""
Farish mengangguk. "Iya, bahkan sekarang aku sedang jatuh cinta." "Semoga nasip cintamu tidak seperti aku."
Farish menatap wajahku lekat dengan senyum. "Semoga saja. Walau aku tahu benar orang yang aku cintai tidak sedikitpun cinta sama aku."
"Darimana kamu tahu" Apa kamu udah bilang sama cewek itu""
"Enggak, tapi aku lihat sendiri dengan mata kepalaku. Saat itu malam sebelum keberangkatanku ke luar kota. Tadinya aku ingin berpamitan, tapi aku lihat dia sedang berdua menghabiskan malam indah mereka bersama."
Aku tersenyum simpul. "Padahal dia sangat beruntung mendapat cinta kamu,
Rish." "Entahlah.. " Jantungku tiba -tiba berdetak kencang merasakan tatapan Farish padaku sungguh tajam dan tak beralih. Aku mulai risih dengan pandangannya, itu membuatku sangat gugub.
Aku mengalihkan pandanganku. "Aku gak tahu harus menghiburmu gimana. Soalnya aku juga punya masalah persis seperti mu. Bahkan mungkin yang lebih pusing, dia terus menghantui aku membuat perasaanku gundah dan ragu. Membuat aku terus menginginkan dia tanpa berfikir kenyataan yang akan terjadi sebentar lagi."
"Aku tahu, karena kamu selalu membuang air matamu buat dia. Tapi satu yang pasti kamu harus kuat, yakinkan kalau kamu bisa hidup tanpa dia. Mungkin dia tidak pantas buatmu. Kamu terlalu baik, sedang dia buruk sekali."
"Dia tidak buruk, tapi dia sangat buruk..."
Farish tersenyum. "Sudah sabar aja ya... semoga kamu bisa dapatkan penggantinya lebih cepat dan jauh lebih baik darinya. Berganti hati"" Farish menanti senyumku.
Dan aku membalas dengan senyum manisku yang cukup maut. "Tapi aku masih amat sangat sedih Farish..."
"Memangnya kenapa""
121 "Aku kecewa dan sangat sedih karena besok lusa dia akan bertunangan dengan perempuan centil yang namanya Inez itu.."
"Tuh kan belum apa -apa sudah dikatain centil."
"Dia emang centil! Bahkan aku bilang ganjen!" Emosiku kembali tebakar penuh nafsu amarah.
"Ami koq gitu sih""
"Maaf, tapi aku bener -bener gak suka sama anak itu. Bicaranya, pakaiannya, jalannya, gimana aku tidak bilang dia ganjen coba"! Dia emang genit, centil, pokoknya aku gak suka sama dia!"
Farish malah tersenyum geli melihat aku yang emosi sendiri.
"Kalau kamu lihat seperti itu. Lalu kenapa Aimmu itu mau tunangan sama dia""
Aku menggeleng pelan, menaik turunkan bahuku pertanda tak tahu.
"Kalau kamu gak tahu, ya kamu rugi dong."
"Rugi kenapa""
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu berarti gak tahu apa dia juga tengah merasakan seperti yang kamu rasakan sama dia."
"Aku gak tahu, tapi aku rasa iya. Dia bilang kalau dia itu cinta sama aku. Satu kesalahannya yang amat sangat menyakiti aku sekarang..."
"Apa"" "Hari senin besok lusa, dia akan bertunangan dengan perempuan centil itu, sementara dia masih terus bersikap manis sama aku. Setiap kali aku berusaha menghindar, dia terus muncul di hadapan aku. Awalnya aku memang tak harapkan dia, tapi kenapa sejak aku tahu dia adalah abangku justru aku makin gila dibuatnya." Mataku mulai berkaca -kaca lagi. Ah Ami angan menangisi dia lagi dong!
"Kalau dia memang cinta sama kamu, harusnya dia berani batalkan pertunangan mereka."
"Tidak! Dia juga pernah bilang sama aku, tapi aku sangat melarangnya. Kau tahu sendiri kalau sebangsa kita ini sulit untuk tidak membicarakan masalah orang. Dan aku gak mau bikin keluargaku malu gara -gara masalah konyol begini."
Ia menghela nafas panjang. "Ya. Aku gak bisa lakukan apapun untuk bantu kamu. Aku gak tau kalau aku juga berada di posisi yang sama seperti kamu. Tolong jangan nangis, aku paling gak tega lihat perempuan nangis..." Pintanya dengan tatapan penuh iba.
Aku mengusap mataku, aku kembali menyendok sesuap bakso untukku. Aku tersenyum padanya, aku juga gak mau bikin dia merasa iba sama aku. Well kami alihkan tema perbincangan kearah yang lain. Hingga akhirnya dua mangkuk bakso tandas juga.
Aku antar Farish pulang karena kebetulan aku yang bawa mobil dan dia hanya jalan kaki. Dia itu senang sekali jalan kaki, padahal aku tahu jarak dari pusat kota ke rumahnya cukup jauh, empat kilo meter lumayan lah.
122 Mobil menyamping dan berhenti. "Terimakasih atas tumpangannya no
na manis..." Aku tersenyum. "Yang mana rumahmu"" "Pastinya yang ada disebelahku sekarang."
Aku ternganga, jadi tebakanku waktu itu benar. "Jadi waktu itu tebakanku benar kan" Kau anak juragan mangga"" Aku tertawa kecil. Sekarang aku tahu, ternyata Farish masih anaknya kerabat Ayah. Aku tahu betul siapa dia. Ternyata dia anak Uncle Fawwad Rawahi yang punya anak tiga, kakak Farish yang ada di luar negeri, dan seorang adik perempuan. Aku memang tidak pernah melihat dia dan dua saudaranya, tapi aku tahu orang tuanya.
"Waktu itu aku kaget banget kamu tahu aku dari mana. Eh ternyata kamu cuma nebak aja."
"Aku nebak abisnya mukamu mirip sama mangga..." Aku lanjutkan tawaku, Farishpun juga turut menertawai dirinya sendiri. "Sungguh mukaku mirip mangga"" "Hmmm, lonjong seperti mangga..." "Ami, kau tega..."
"Ah maaf -maaf, jangan marah pak..."
Farish tersenyum. "Sudah ah aku keluar dulu..."
Aku kembali tukar posisi dengan Farish.
"Farish tunggu ada yang lupa!" Segera aku masuk mobil dan ambil hal penting yang telah aku buat susah payah tadi siang. Aku ambil kotak kue yang aku bawa dan memberikannya pada Farish.
"Apa ini"""
"Cup cake buatan aku. Cobain yaa""
"Makasih Ami. Harusnya kau tak perlu repot -repot kasih aku."
"Aku hanya ingin belajar bikin kue." Aku tersenyum. "Farish boleh aku tanya
satu hal"" "Silahkan aja."
"Pernahkah terlintas dipikranmu, bagimana nanti jika kita bersanding dengan seorang yang tidak kita cintai""
Kembali Farish bernafas berat. "Aku hanya akan melihat seberapa besar kasih sayang yang dia berikan padaku. Karena cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi aku yakin kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini."
Aku menarik senyum. "Sebelum kamu pergi, boleh aku bilang sesuatu sama kamu"" Pintanya.
"Silahkan..." "Cinta itu hanya sekali seumur hidup, tapi cinta tak akan selalu membawa kebahagiaan. Cinta itu tak semudah kata C I N T A-nya, apapun yang terjadi, aku hanya
123 bisa berdoa yang terbaik buat kamu. Semoga kamu menemukan pengganti lain yang jauh lebih baik dari dia yang bisa cintai kamu sepenuh hati..." Katanya dengan senyuman.
"Terimakasih..." Aku membalasnya dengan senyuman.
Kembali aku dalam mobil dan lekas pulang kembali ke rumah.
Farish, kau itu sangat baik. Seandainya saja orang yang aku cintai adalah kamu
betapa bahagianya aku mendapatkan lelaki sesempurna kamu. Hanya saja aku sudah
terlanjur memilih Aim untuk bertahan di hati aku. Akankah aku bisa dapat orang yang
baik sepertimu Farish" Atau aku hanya terlalu berharap mendapatkannya" Aku tidak
tahu kenapa Farish begitu perduli pada ku. Sampai saja dia memberi peringatan yang
memang harus aku... Ah! Whatever makasih Farish for your whises to me. ***
Dua puluh lima,,, Hari ini aku harus mengurus keuangan kuliah, sayang sekali hari ini hari minggu, aku tak bisa pergi ke bank melainkan hanya dapat transfer uang langsung pada seorang temanku.
Wah, antrian yang sangat panjang. Sekampung pada mau transfer duit ya" Duh! Aku males kalau antriannya sepanjang sungai bengawan solo begini.
Sungguh kebetulan sekali aku bertemu dengan Farish yang baru saja keluar dari pintu ATM.
"Farish"" Aku menyapanya yang tertunduk serius dengan buku tabungan yang aku rasa pasti miliknya.
"Ah, Ami..." Sahutnya tersenyum padaku.
Aku terkejut melihat wajah Farish yang tertempel plaster dan beberapa noda biru. Semalam dia masih baik -baik saja aku mengantarkan sampai rumah. "Kamu kenapa""
"Aku gak papa..."
"Biru"" "Ah..." Farish malah tersenyum.
"Abis berantem sama siapa sampai segitu banyak memarnya"" "Gak penting lah..." Elaknya, aku tahu dia berbohong pasti terjadi sesuatu semalam.
"Gak penting gimana kamu ini. Wajah kamu itu bengep, pasti itu sakit kan. Siapa sih yang tega berbuat seperti ini sama kamu" Yaa memang aku gak tahu urusan kamu sama orang itu. Semalam kamu masih baik -baik aja Farish."
"Udah biasa ajalah, aku gak papa koq, jangan berlebihan begitu."
"Kamu itu kenapa sih"!"
"Tenang aja, aku gak papa, koq kamu yang segitu khawatirnya sama aku sih""
124 "Farish, kamu itu memang terlalu baik ya. Ini b
ukan masalah berlebihan atau enggak, masalahnya ini muka kamu sekarang kelihatan jellek banget tahuu...!!" Kesalku seraya bergurau.
Farish malah tertawa. "Ketawa aja terus!!"
"Mukaku tambah mirip sama mangga""
"Lucu!" Aku tak tertawa sedikitpun.
"Okay. Maaf, tapi kamu gak usah seperti itu lah. Aku ini kan bukan apa -apamu, lagian ini juga salah aku koq..."
"Hem! Iya sih..."
"Ya udah, aku pamit duluan ya..." "Udah selesai urusannya""
"Iya..." Aku tersenyum. "Iya, hati -hati..." Pesanku.
Hah! Farish, dia pergi lebih dulu dan aku sendirian tanpa teman sekarang. Aku heran padanya, seperti yang sedang punya masalah sama preman saja dia. Benar -benar membuat aku sangat curiga dan penasaran bertumpuk -tumpuk. Siapa yang tega memukulnya hingga memar seperti itu" Atau jangan -jangan preman yang waktu itu" Haha! Sudahlah...
'Intro panah Asmara' Hapeku berbunyi. Wah ada Mami yang telpon. "Assalamualaikum Ami..." Katanya dari jauh sana. "Waalaikum salam Ma. Ada apa""
"Mama mau minta tolong kamu temani Ibrahim cari sepatu ya, kebetulan Mama sekarang gak bisa carikan. Mau minta tolong sama kakak kamu sedang antarkan anaknya sekolah katanya..." Pintanya.
Ah! Tubuhku seketika melemas rasanya. Apa yang harus aku lakukan" Aku tidak mungkin menolak permintaan Mami, yang ada Ayah marah sama aku. Tapi aku juga gak mau ketemu lagi dengan Aim.
"Ami, kamu bisa kan" Bantu Mama ya..."
"Iya Ma, Ami bisa. Sebentar lagi Ami kesana..."
"Gak usah, biar Ibrahim saja yang menjemput kamu katanya..."
Ah harus apa aku sekarang" Setiap kali ingin menghindar selalu ada saja hal yang bikin kita ketemu lagi. Itu bikin hatiku tersiksa, kenapa harus temani dia beli sepatu itu pasti untuk seserahan sama si centil Inez itu!
Tanpa jawab apapun aku langsung matikan telpon. Batal ke ATM segera aku pulang. Kenapa aku gak bisa bilang tidak"!
Belum berbelok masuk kehalaman rumah mobil civicnya sudah stay di depan. Aim, kamu itu bikin aku gila! Aku gak mau kita terus seperti ini. Tapi apa dayaku, hati kecilku juga masih inginkan kamu. Aku sayangi kamu. Kalau saja kamu bukan abangku,
125 aku akan hentikan rencana pertunangan kamu dari awal. Aku tak sanggub menatapnya lagi. Aku sungguh tak mau bertemu lama -lama dengan dia, karena itu hanya akan meperdalam lukaku.
Tangannya menyentuh tanganku. "Jangan diam begitu..." Katanya memulai pembicaraan dalam mobil.
Aku tentu lekas menarik tanganku kembali. "Gak ada yang harus kita bicarakan, so aku diam!" Aku masih saja ketus padanya.
"Ami, jangan..." Katanya terhenti saat hapenya berdering telpon. Dia angkat telpon, sepertinya aku yakin dari Inez. Suaranya dikecilkan, entah apa maunya. Aku gak perduli lagi. Tak terlalu lama berdialog dengan telponya. Ia kembali denganku. "Barusan Inez yang telpon..." Katanya padaku.
"Lalu" Apa urusanku""
"Cemburu""
"Jangan gila! Aku ini adikmu sendiri sekarang. Mau cemburu atau tidak itu tidak ada artinya lagi sekarang!"
"Sampai kapan kamu mau terus anggab aku ini abang kamu Ami"! Aku ini cinta sama kamu! Dan aku juga tahu kau itu cinta sama aku! Tapi kamu selalu bersikap begini sama aku. Aku bosan!"
"Selamanya!" Tegasku.
"Ami!" Bentaknya balik padaku.
"Aku memang cinta sama kau, tapi bukan begini juga jalan kita!" Aku tekuk bibir bawahku, rasanya aku tak kuat menahan air yang hendak keluar dari mata akibat bentakannya. "Kau tahu, aku sudah temukan hukum yang pasti untuk hubungan kita yang seharusnya memang gak pernah ada."
"Sekarang aku gak mau bicarakan tentang hukum apapun!" Bentaknya kasar padaku. "Tolong mengerti aku! Okay sekarang kita memang gak akan bisa sama -sama lagi selamanya, tapi aku hanya minta satu hal sama kamu. Jangan bikin aku gila dengan semua sikap kamu sama aku yang selalu menghindar dengan sikap yang kasar. Sadarkah kamu" Setiap pertemuan kita tidak pernah bebas dari percekcokan yang tidak jelas kenapa masalahnya! Aku bosan Ami! Besok aku akan bertunangan dengan Inez, dan itu hanya tinggal hari ini saja. Mengerti aku! Aku gak siap dengan semuanya..." Jelasnya dengan penuh emosi, rupanya menyedih dan tetesan air matapun jatuh percuma dari kedua matanya.
"Lalu sekarang"! Kena
pa gadis centil itu bisa sampai kesini dan menjadi calon tunanganmu"! Kalau bukan kau yang inginkan ini semua gak akan terjadi!"
Aim diam tak menjawab pertanyaanku.
"Aku gak akan percaya dengan kata -kata cintamu itu! Kalau kau itu memang cinta sama aku harusnya tidak ada pertunangan itu, tidak ada si centil Inez, tidak ada sepatu, tidak ada kain, tidak ada seserahan! Sadar Aim aku gak bisa kau bohongi lagi!"
126 Putaran roda mobil pelan -pelan berhenti, menyingkir dari keramaian lalu -lalang kendaraan yang lain. Rupanya ia benar -benar emosi tak bisa mengendalikan jalanan lagi.
"Aku tahu aku salah!" Nafas ditarik dan dihembuskan keras. "Okay! Aku akui, aku salah dan sekarang aku sadar. Awalnya aku memang main -main, aku kira aku bisa melupakan kamu dengan mencari sesosok perempuan yang cantik, ceria dan baik seperti Inez. Aku kira dia akan menjadi seorang yang memberikan keceriaan padaku. Tapi kenyataannya aku salah, dia tak lebih dari gadis kecil yang cerewet, manja, dan suka membuatku kesal. Sangat berbeda denganmu Ami..."
"Dengan semua penjelasanmu, aku tetap tidak percaya..."
Aim menoleh seketika menghadapku. "Ami"!"
"Maaf, aku tidak bisa lagi percaya sama kau."
"Apa yang akan membuat kamu percaya" Kamu ingin aku bener -bener menghentikan pertunangan itu ha"!"
"Setelah apa yang udah kamu lakukan dari dulu hingga detik ini, aku semakin yakin kalau kau itu hanya main -main."
"Siapa yang sudah mencuci otakmu seperti itu Ami" Mana Ami yang aku kenal selalu percaya sama aku ha"! Yang selalu perduli sama aku ha"!"
Aim, sungguh maafkan aku. Aku tetap percayai kamu, hanya tak mungkin aku membuatmu membatalkan pertunangan itu. Aku tidak menginginkan dirinya kembali lagi mendapatkan belaian dan kasih sayang dariku lagi. Seperti apa yang dikatakan Farish aku harus kuat dan bisa bertahan, menunjukkan kalau aku tak butuh padanya. Bisa hidup tanpa dia, tanpa tangis untuknya lagi.
"Kamu sadar apa yang udah kamu katakan sama aku Ami"" Setetes Air matanya jatuh dihadapanku. Aku tak pernah melihat tetesan air bening dari dua matanya jatuh untukku seperti itu.
Tanpa terasa akupun turut meneteskan air mataku. "Aku sadar."
"Sekali lagi kamu bilang seperti itu sama aku, berarti kamu ingin aku mati.
Iya"!" Aku diam tak menjawab lelaki itu.
Kemudian Aim keluar dari mobil dan ia berdiri di tepi jalan. Tingkahnya cukup membuatku takut, aku takut yang dikatakannya benar. Langsung aku mengikutinya keluar dari mobil dan berdiri tepat dibelakangnya.
Lagi -lagi aku goyah, perasaanku lebih kuat dari niatku untuk tidak menyantuninya dengan senyum dan cinta lagi. Aku sentuh punggungnya, dan ia berbalik menghadapku.
Maafkan aku, harusnya dari awal aku berusaha mengerti kamu tidak terus bersedih dan emosi dengan perasaanku sendiri. Maafkan aku, seharusnya aku bisa membuatmu tenang walau tak ada aku lagi disisi mu.
127 "Gak ada seorangpun yang bisa mengerti perasaanku sekarang. Sekalipun Inez yang setiap katanya selalu bilang 'Aku mengerti kamu' Bulshit! Aku gak suka sama dia! Kalau saja bukan karena Mama yang minta aku dengan tangisnya, aku gak akan pernah mau menerima semuanya..." Lanjut Aim yang semakin kesal dengan pikirannya sendiri.
Ternyata aku sudah tak perhatikan dia. Hanya membingungkan pikiranku sendiri. Aim izinkan aku temani kau sehari saja...
"Aku gak tahu harus apalagi sekarang. Aku marah, aku benci, aku menyesali kenapa semua ini harus menimpa aku. Tapi aku tidak biasa berbuat apapun."
Aku tak menjawab apapun bicaranya. Yang aku lakukan hanya memeluknya dengan erat agar ia yakin bahwa aku ada untuknya. Perdulikan dia, dan mengerti keadaannya saat ini. Aku membelai lembut punggungnya, berharap dia bisa mendapatkan keadaan yang lebih tenang bersamaku.
"Abang... maafkan aku."
"Ami..." Panggilnya lemah tak mampu untuk berucap lagi.
"Izinkan aku temani abang hari ini..."
Aim mememlukku erat. "Tolong aku Ami..."
Akan aku tolong kau semampu diriku melakukan yang terbaik untukmu.
Kalian tahu" Kami berdua tak pergi untuk membeli sepatu untuk sang Cinderella centil. Justru kami berdua menghabiskan waktu bersama di tempat yang dulu sering kami kun
jungi. Merilis ulang memori masa lalu yang hanya akan tinggal kenangan. Ya TUHAN ampuni aku yang masih di mabuk cinta dengannya... aku hanya inginkan yang terbaik untuknya. Tak ada beban, tak ada ragu, tak ada marah, tak ada kecewa lagi..
Pantai biru jadi tujuan akhir kami yang sudah setengah hari berada di luar rumah. Ini pertama kalinya aku berjalan berdua di pasir pantai dengan seorang Ibrahim Imran yang aku sayangi.
Aku menghentikan langkahku dan merapikan rambutku yang terus terhembus angin. "Bagaimana keadaanmu sekarang""
"Aku jauh lebih baik Ami. Terimakasih sayang..." Jawabnya penuh lega.
"Baguslah..." "Kamu sendiri gimana""
"Well sangat lebih baik sekarang..." Jawabku dengan senyuman.
Aku pandangi semua yang ada dihadapanku. Laut biru, buih ombak, langit dan kepulan awan putih bagai kapas yang berterbangan di langit. Sungguh indah, orang -orang berwisata memanikan air -air, melawan ombak dengan boatnya. Aroma air asin jernih tiada tandingan, lain lagi dengan angin pantai yang sejak tadi meniup rambutku hingga sedikit terlepas dari ikatannya.
Berjalan menyusuri kembali pinggiran pantai bersama Aim yang terus merangkulku. Hingga mataku terhenti pada satu titik, seorang lelaki yang tengah
128 duduk sendiri di bawah pohon. Menggenggam pasir dan membuangnya perlahan hingga bulir -bulir pasir tertiup angin pantai.
Aku rasa itu terlihat seperti Farish. "Tunggu sebentar..."
"Mau kemana""
"Sebentar saja..."
Aku berjalan mendekat pada lelaki yang aku kira itu Farish. Dan ternyata benar. "Farish..." Sapaku.
"Ami"!" Nampaknya ia sangat terkejut dengan kehadiranku. Berdiri dan mengebaskan bajunya yang kotor dengan pasir. "Ngapain disini sendiri""
"Aku memang sering disini sendiri koq. Kamu sendiri""
Tersenyum padanya, kemudian aku berbalik melambaykan tangan pada Aim yang masih stay dibelakang. "Aku sama dia..." Kataku dengan bangga.
"Owh..." Aim datang. "Apa""
"Kenalin, dia Farish teman baikku. Kemarin -kemarin pas ketemu suasanya lagi gak enak jadi aku belum sempat kenalkan kalian satu sama lain."
Aim menjulurkan tangannya. "Ibrahim..." Katanya dengan wajah yang tak bersahabat.
"Farish..." Katanya.
Jabatan tangan lekas dilepas mereka. Entah kenapa aku merasa aneh, melihat dua rupa yang tidak akur rasanya. Seperti bisu, mereka tidak saling berbasa -basi satu sama lain. Mungkin Aim merasa cemburu karena selama ini aku sangat dekat dengan dia, tapi Farish sendiri tak sedikitpun berusaha mencairkan suasana yang mulai menegang.
"Kenapa"" Tanyaku pada Aim yang masih diam.
"Gak papa..." "Well Ami, aku harus pergi dulu ada yang..."
"Kemana"" Aku memotong katanya.
"Kalau dia mau pergi ya biar pergi saja lah Mi."
Farish pergi tanpa kata lagi pada kami. Entah ada apa dengan keduanya. Gak mungkin Aim bersikap kaku seperti itu pada seorang yang baru ia kenal. "Abang gak kenal kan sama dia"" Tanyaku yang mulai curiga. "Maksud pertanyaan kamu itu apa"" "Ya aku hanya tanya saja bang..." "Kalau aku kenal dia ngapain juga aku kenalan lagi ha""
Memang, tapi entahlah aku masih merasa aneh dengan keduanya.
*** Dua puluh enam,,, 129 Ya TUHAN, hatiku kembali dirundung kegelisahan. Setelah sehari aku melalui pagi dan siang bersama Aim, aku memang merasa senang dan tenang. Tapi aku tidak akan selamanya merasa tenang dan senang. Suatu hari nanti perasaan rindu mendalam pasti akan datang seperti hari -hari kemarin. Aku tak akan bisa menguasai diriku untuk berhenti merindukan dia. Sementara aku sudah tak berhak apa -apa atasnya lagi, bahkan mungkin memilikinya adalah suatu hal yang tabu.
Besok malam adalah tepat hari yang membahagiakan dua keluarga, keluarga Inez dan Mami Imnan. Dan akan menjadi duka mendalam seumur hidupku, pertunangan Aim dan Inez. Aku sungguh tak sanggup rasanya melihat tawa senyum bahagia semua orang dirumah ini. Mereka semua tengah bersibuk dengan kotak -kotak berwarna hijau, yang katanya warna kesukaan Inez.
Pakaian, kain, selendang, bunga, sepatu, dan semua di tata rapih dalam kotak -kotak yang sudah disiapkan. Dan semua tertata rapih dengan pita hijau sangat cantik. Bolehkah seserahan ini jadi milikku"
Aku pergi keluar, cari udara segar untuk tenangkan pikiranku yang semakin menggalau tak karuan. Berkeliling sekitar kompleks perumahannya. Akankah aku bisa melupakan semua dan mendapatkan yang jauh lebih baik dari ini" Kalau saja bukan karena Ayah dan Mama, aku berani pastikan semua ini akan tidak akan pernah berjalan sesuai kehendak mereka.
Bangku panjang menghadap lapangan hijau yang di kumpuli orang -orang yang mengejar satu bola, menjadi tempat peristirahatanku sejenak. Sungguh mereka bodoh mengejar satu bola yang tidak akan memberikan sebuah kepastian hidup. Dan aku sama seperti mereka, yang telah bodoh untuk bertahan mengejar yang sudah tidak pasti untukku.
"Sendirian kak"" Sapa Inez yang datang mengejutkan aku. Aku tersenyum simpul padanya. "Iya..."
Inez duduk disampingku. "Barusan aku habis jalan -jalan sama Bang Bram. Kebetulan aku lihat kakak disini, jadi aku minta dia turunin aku." "Owh..." Sahutku biasa saja.
Ia menghela nafas panjang. "Seandainya aja pertunangan ini gak pernah ada..." Aku terhenyak mendengar sebaris kalimat yang terlontar dari mulutnya. "Maksud kamu"!"
"Yaa, ngapain aku harus menikah dengan seorang yang gak aku cintai sama sekali coba."""
"Kamu"!" Semakin aku terbelak mendengarnya.
"Aku cuma cinta sama MANTAN pacarku kak." Satu kata ditekannya kuat -kuat. "Aku punya kenangan terindah... "
"Ha"! Apa kamu bilang"!"
"Iya kak, aku cinta sama pacar aku."
130 Aku terbelak. "Gampang kamu bilang gitu Inez"! Gila kamu ya"! Kalau kamu cinta sama pacar kamu, kenapa gak dari awal kamu bilang sama orang tua kamu untuk batalkan semua"! Hey! Besok kamu itu mau tunangan sama Ibrahim, jangan main -main kamu. Semua sudah siap sekarang! Jangan bikin orang sakit hati gara -gara kamu. Terutama Aim yang udah kamu mainkan seperti ini!"
Inez tersenyum simpul. "Kakak pikir cuma mereka saja" Bang Bram aja yang akan sakit hati gitu" Jangan kira aku gak sakit hati juga kak!"
"Yang tersakiti dengan sikapmu seperti ini lebih banyak! Jangan enteng begitu kamu ngomong Inez!!"
"Yang enteng itu siapa" Yang ada aku yang berat kalau harus menikah sama seorang yang selalu menyakiti hati aku..."
"Kamu yang nyakitin Aim!" Bentakku memotong katanya. Aku mulai terpancing emosi melihat gelagat bicara anak ini.
"Bodoh! Yang ada aku lebih sakit lagi hatinya karena di tinggal untuk perempuan lain!" Katanya menyindirku.
Sungguh sialan perempuan ini. Tapi aku baru sadar kalau ternyata omongan tadi yang dimaksud Aim bukan dirinya. "Kalau saja dia bukan abang tiri aku, kita disini gak perlu kehadiran kamu! Karena aku sendiri yang akan berdampingan dengan dia! Bukan kamu ataupun perempuan lainnya!"
"Ha"! Yakin benar kakak..." Katanya dengan senyuman di sudut bibirnya sinis.
Pendekar Baju Putih 5 Dewa Linglung 15 Orang Orang Lapar Kisah Si Bangau Putih 16
87 "Arrgh! Sial kenapa giliran aku punya tugas malah bannya kempos lagi! Hirrrgh! Siapa yang mau bantuin aku buat ganti coba"!" "Intro, Panah Asmara by Afgan" "Hallo"" Panggilan itu diangkat. "Assalamualaikum Ami.."" "Waalaikum salam. Farish!" "Iya, ada dimana sekarang""
"Aku lagi perjalanan mau ke puskesmas. Tapi ban ku kempos aku gak bisa jalan
Farish." "Kamu ada ban serep""
"Ada, tapi percuma juga kan aku gak kuat mau pasang sendiri..." "Tunggu aja disana, sms alamatnya sama aku. Aku segera kesana sekarang." "Makasih Farish..." "Sama -sama..."
Tit........ Music play... Sambil menanti kedatangan Farish, mengisi waktu kosong yang sepi sendirian. Sambil berlalu tembang Mimpi milik Anggun C Sasmi beradu merdu dalam mobilnya. Dalam hitam gelap malam, Ku berdiri melawan sepi Di sini di pantai ini, Telah terkubur sejuta kenangan Di hempas keras gelombang, Dan tertimbun batu karang Yang tak kan mungkin dapat terulang, Wajah putih pucat pasi Tergores luka di hati, Matamu membuka kisah kasih asmara yang telah ternoda, Hapuskan semua khayalan Lenyapkan satu harapan, Kemana lagi harus mencari Kau sandarkan sejenak beban diri, Kau taburkan benih kasih Hanyalah emosi, Melambung jauh terbang tinggi Bersama mimpi, Terlelap dalam lautan emosi Setelah aku sadar diri, Kau tlah jauh pergi Tinggalkan mimpi yang tiada bertepi, Kini hanya rasa rindu Merasuk di dada, Serasa sukma melayang pergi Terbawa arus kasih membara, Tok tok tok!! Matanya membuka,
"Astaga!" Ami terkejut. Sepertinya ia terlelap saat menanti Farish untuk datang. Pintunya dibuka dan ia keluar dari dalam. "Sudah lama sekali aku menunggumu pak montir.. " Goda Ami.
"Maaf tadi ada yang masih aku harus selesaikan."
Ami tersenyum. "Mana ban serepnya""
88 "Hey tunggu. Kamu serius mau jadi montir buat gantiin ban mobilku"" "Iya, kenapa""
Cukup menarik. "Aku kira kamu akan datang dengan orang suruhan atau montir sungguhan."
"Selagi aku bisa aku gak akan minta tolong sama siapapun. Sudah mana peralatannya""
Semuanya tersedia di bagasi belakang. Tanpa banyak bicara Farish dengan energinya memutar tuas melepas empat velg cukup membuat Ami ternganga dan takjub.
"Mana mobilmu"" "Aku ja
lan kaki." "Jalan kaki" Dari kota kesini jauh. Kamu jalan kaki"" Matanya terbelak.
"Kerjaanku daerah sini. Kebetulan banget ya."
"Hm... dunia emang sangat sempit."
"Sempit sekali." Jawab Farish tersenyum.
"Kau tahu"" Tanya Ami yang duduk di trotoar dekat Farish.
"Apa"" "Tidak ada..." Jawabnya sendiri sambil senyum -senyum. Terus ia melanjutkan layangan pikirannya.
Andai saja jika Aim yang ada untuk mengganti ban mobil ini, mungkin aku tidak akan membiarkan gadis centil itu dekat -dekat dengan Aimku. Karena aku tahu Aim rela berkorban untukku. Tapi sayangnya sejak kabar pertunangan itu dia tak pernah menyantuni aku dengan sempurna seperti dulu. Tak sedikitpun memperdulikan aku.
Farish menolehinya sejenak kemudian kembali lagi dengan ban mobil. Perlahan getaran gugup kembali muncul merasakan dua pasang mata di belakangnya terus mengintai dengan senyum.
"Ada yang salah Ami""
"Tidak, kenapa""
"Terus kenapa kamu mandangi aku terus dari tadi""
Ami tersenyum. "Tidak, aku hanya membayangkan jika orang lain yang mengganti ban itu. Bukan kamu..."
Senyumnya melayu. Pasti orang lain yang kamu fikir itu Aim. Sahutnya membatin. Ternyata Farish terlalu ge -er dikiranya Ami akan terpesona dengan kemampuannya mengganti ban mobil. Tapi tidak, semua orang bisa melakukan itu. Hanya saja, keperduliannya yang tidak bisa sama.
"Aku haus..." Ami melongo mencari warung minuman daerah sekitar. "Aku mau cari air dulu. Kau mau""
"Bolehlah..." "Okay..." Kemudian Ami pergi meninggalkan Farish dengan mobilnya hanya
berdua. 89 Di jauh sana" Di dalam perjalan sebuah mobil civic hitam milik Aim bersama seorang gadis yang tak lain Inez, si Gadis centil calon tuangannya. Sebuah perjalanan yang membosankan tak seperti biasa pasangan itu hanya diam kaku tak berkata. Apalagi Inez yang setiap katanya hanya dibentak oleh Aim.
"Sayang, dua tahun kita berhubungan tapi baru kali ini aku lihat kamu itu semarah ini. Sejak semalam kau itu berubah seratus delapan puluh derajat." Ujar Inez tak tahan dengan kesunyian perjalanan panjangnya.
"Aku bilang jangan bicara apapun. Aku gak mau membahas itu!" Tegas Aim.
"Kau berubah! Sebenarnya kau itu kenapa sih" Bilang kalau memang ada yang salah sama aku!" Bentak Inez agak berteriak.
"Cukup!" Bentak Aim yang tak kuat lagi. "Sadar"! Sejak mesin mobil ini hidup aku tak sedikitpun punya waktu untuk menghentikan omonganmu! Kau itu terlalu banyak omong!!"
"Bram"! Kenapa kau" Biasanya kau itu selalu merespon dan gak pernah bosan dengan aku."
"Tapi aku sadar sekarang kalau kau itu.. "
"Apa"! Aku apa"!"
"Sudah hentikan aku sedang tak ingin berbicara denganmu!" Teriak Aim kasar.
Pandangannya beralih seketika saat melihat sebuah mobil jazz hitam persis seperti milik Ami tengah berhenti dipinggir jalan. Memastikan ia tengok dari kaca spion diatas ternyata yang tengah parkir itu benar mobil milik Ami. Seketika Aim membanting stirnya. Ia pun segera turun menghampir mobil Ami.
"Ngapain loe disini"!" Aim terkejut melihat Farish yang telah selesai mengganti ban mobil kembali memasukkan peralatan kedalam bagasi.
Kepalanya dikeluarkan. "Ibrahim..." Panggilnya santai.
"Mana Ami"! Ada urusan apa loe sama mobilnya"!" Todong Aim.
"Bannya kempos, tadi dia minta tolong sama gue." Sembari Farish menutup pintu bagasinya.
"Mana dia""
Farish tersenyum simpul. "Perduli amat loe cari dia" Bukannya loe"" "Jangan cari masalah sama gue! Mana Ami"!" "Gue gak tau." Jawab Farish santai. "Loe!" Aim geram.
Farish tersenyum lebar dan melipat dua tangannya. "Loe cemburu sama gue
ya"" "Gue cemburu"!" Aim tertawa. "Haha, gue cemburu sama loe"! Kepedean loe!"
"Kalau bukan cemburu ngapain loe tanya -tanya Ami segitu sewotnya sama gue"! Hello Ibrahim, ini bukan sekali dua kali ya.. loe kira gue gak tahu kalau loe itu sakit hati lihat gue deket -deket sama Ami, ha""
90 "Sialan loe!" "Gue atau loe yang sialan" Sudahlah, dia cuma sepuluh juta. Gue gak butuh -butuh amat koq. Ntar malem gue balikin.."
"Maaf aku lama, warungnya lumayan jauh..." Ami kembali dengan dua botol air mineral di tangannya. Ia terkejut saat melihat di depannya ternyata Aim.
"Bannya sudah selesai. Kamu
bisa jalan lagi sekarang."
"Makasih..." Botol itu diberikan pada Farish. Rupa Ami kembali tegang.
"Okay makasih Ami. Aku pulang dulu."
"Tunggu sebentar Farish." Tahan Ami yang sudah merasa tak nyaman lagi. "Ngapain kau disini"" Tanya Ami pada Aim.
"Kebetulan aku lewat lihat mobilmu parkir aku pikir kamu butuh bantuan tapi sudah ada orang ini..."
"Terimakasih, tapi kau gak usah memperdulikan aku lagi. Selagi aku mampu aku gak akan minta bantuanmu, aku gak akan merepotkanmu."
Aim diam tak menjawab Ami.
Mereka bertiga diam tak berucap sekatapun.
Tak mau berlama -lama menanti Aim yang sedang menemui Ami, Inez turut turun dan menghampiri Aim.
"Sayang!" Panggil Inez pada Aim.
Semua menolehi panggilan manja Inez. Sekarang, berkumpullah empat manusia yang sedih dengan perasaanya masing -masing.
"Waw, gak nyangka kita bisa ketemu disini ya, kak"" Sapa Inez pada Ami. Ami memaksa senyumnya. "Iya Inez..."
Sementara Aim dan Farish mereka bedua hanya beradu mata tajam tanpa berucap.
"Maaf, aku masih harus kembali kuliah. Farish kunci mobilnya masih ada sama kamu kan""
"Ini..." Farish hendak mengembalikan kunci mobil Ami.
"Udah kamu aja yang nyetir aku gak kuat, capek..." Pinta Ami tersenyum penuh
arti. "Tapi Ami""
"Kami berdua pamit dulu. Aim, Inez..." Tandas Ami meninggalkan mereka masuk ke mobil.
Sedang Farish tetap berdiri dengan sebuah kunci mobil di tangannya.
"Inez. Perlu kamu tahu, ada yang salah dengan pacarmu ini. Dia mencintai Ami bukan kamu..." Kata Farish tersenyum nyinyir memandang Aim. Dikabarkan pada Inez agar Aim semakin kesal padanya. Kemudian ia pergi masuk mobil.
Diluar dugaan, Inez terbelak mendengar kabar dari Farish. "Itu bener"" Tanya Inez menatap tajam Aim.
91 Aim tak menggubris pertanyaan Inez, ditinggalnya gadis centil itu kembali masuk kedalam mobil.
Delapan belas,,, Aku sakit, hati ini perih melihat Aim datang bersama Inez perempuan centil itu. Dia tak pernah merasakan sakitnya aku yang selalu menginginkan dia hanya untuk aku. Aku tak boleh menangis untuk orang yang tak pernah memperdulikan tangisanku. Aku tak boleh menangis, tak boleh membuang air mataku, aku tak ingin menangis, tak mau menangis, jangan menangis Ami! Jangan! Jangan menangis Ami!
Aku tak kuat, sungguh tak kuat menahan air mataku agar tak jatuh. Tetesan air itu perlahan membasahi pipiku.
"Ami kamu menangis"" Tanya Faris yang konsentrasinya beralih pada aku yang menangis di sampingnya.
"Jangan hiraukan aku Farish..." Suaraku mulai serak.
"Tapi kenapa Ami""
"Sudahlah, aku tidak mau menceritakan hal memalukan ini sama kamu." "Tidak ada hal yang memalukan Ami. Apa dia yang membuatmu menangis semalam""
Aku mengangguk. "Kamu terlalu mencintai dia Ami..."
"Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang. Mungkin lama -lama aku lebih baik mati saja..."
"Jangan Ami. Jangan sampai itu terjadi. Karena kamu bisa menjadi orang yang paling merugi."
"Aku gak perduli lagi Rish. Selama ini aku mencintai orang yang entah ia bersungguh -sungguh atau tidak atas cintanya sendiri sama aku."
Pembicaraan itu terus berlanjut hingga ketepian pantai wisata yang menjadi tempat berawalnya pertemanan mereka berdua.
Farish kembali dengan dua buah kelapa muda yang baru ia beli di warung belakang.
"Makasih..." Farish duduk di sebelah Ami. "Lebih tenang"" Ami tersenyum. "Ya, lebih baik..."
Nafasnya di tarik dan di hembuskan perlahan. "Hidup itu kenapa harus dipersulit dengan urusan cinta ya, Ami""
"Aku tidak tahu."
"Tapi Ami, aku pikir masalah yang kau temui setidaknya gak seperti masalah punya temanku yang aku pikir itu masalah super aneh buat aku..."
"Masalah aneh""
92 "Ya jadi masalahnya gini. Dia itu jatuh cinta sama saudaranya sendiri." "Saudara sendiri maksudnya""
"Kan Ibunya nikah lagi gitu. Trus suaminya si Ibu nih punya anak gitu..." "Tiri maksudmu""
"Iya." "Trus"" Perlahan aku penasaran dengan masalah yang Farish ceritakan, sepertinya cerita itu tidak akan jauh beda dengan ceritaku.
"Ya mereka menikah. Ya namanya saling cinta nih yaa.. "
"Terus"" "Nikah punya anak."
"Terus"" "Terus terakhir aku denger kabar katanya mereka mau cerai."
"Kenapa"" "Aku gak tau pastinya,
tapi temen -temen yang cerita katanya gara -gara, ah biasa lah mungkin si anak nih susah diatur sampei -sampei orang tuanya gak terima kalau dimarahi jadi pusing deh urusannya. Anak sama orang tua sama -sama tengkaran."
Ternyata masalahnya benar tak jauh berbeda dengan yang aku alami sekarang. Bedanya hanya anak ayah dan anak ibu tiri menikah, dan sekarang yang jadi masalah adalah urusan rumah tangga yang bikin mau cerai. Dan orang tua mereka juga ikut -ikutan masalah anaknya, jadi keluarga yang awalnya harmonis mau hancur juga ngikutin masalah anaknya"! Masya'ALLAH, jadi teringat penjelasan pak Amin dulu. Aneh -aneh saja...
Tapi itu semua apa juga berhubungan dengan haramnya hubungan mereka yang mengharuskan keduanya tidak bersama" Apa itu adalah teguran bagi mereka karena Tuhan tidak mengizinkan"
"Ami"" "Ah iya"" "Kenapa""
"Enggak." Aku menggeleng. "Kamu tahu hubungan mereka itu dilarang""
"Apanya"" "Antara anak tiri yang menikah itu."
"Hmm, aku sih gak tahu pastinya. Tapi aku pikir yaa tentu aja Ami. Barangkali semua orang pasti tahu dengan itu. Bayangkan aja, aku rasa kita sama aja udah jatuh cinta sama saudara sendiri. Iya gak""
Aku tersenyum. "Iya sih. Tapi aku juga tahu dalam kandungan surah An nisa itu tidak ada penjelasan bahwa menikahi saudara tiri itu haram. Jadi aku kira itu boleh, tapinya lagi aku pernah membaca kalau hubungan itu dilarang karena... akh aku lupa. Pastinya dijelaskan kalau tidak boleh, sekarang aku malah bingung."
"Bingung itu sama dengan ragu""
93 "Kalau hal ini pasti bikin ragu lah..."
"Kalau begitu, sebaiknya... 'MuhAuntyd Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.'" Jelasnya bak seorang ustad yang sangat fasih dan mengerti benar dengan ilmu agamanya.
Aku ternganga mendengarnya. Kali ini aku benar -benar tak menyangka di zaman sekarang ini masih ada pemuda gaul dan keren yang hafal dengan hadits.
"Jadi, kalau sudah menemui hal seperti ini, antara jelas dan tidak jelas berarti meragukan sebaiknya ditinggal saja. Karena mungkin itu akan menyesatkan."
Aku tercengang menatapnya.
"Ami"" Aku masih saja tak sadarkan diri sampai tangannya berterbangan di hadapanku.
"Ah iya..." "Kamu kenapa""
Hanya tersenyum, aku mulai kagum padanya. "Aku gak papa..."
"Jadi"" "Jadi aku harus menghindari itu agar aku tidak sesat dan berusaha untuk bisa menerima semuanya."
"Menerima apa""
"Ah nggak..." Elakku. Aku merasa tenang sekarang, ini pertama kalinya aku merasa setenang ini saat aku sedang menghadapi masalah yang sama. "Farish..." Panggilku sembari menatapnya.
"Iya..." "Aku suka sama kamu..."
"U'huk U'huk!!!" Faris yang sedang minum air kelapanya tersedak.
"Jangan ge-er." Aku tersenyum memandangnya.
"Ah bukannya ge-er, tapi kenapa kamu koq bilang gitu""
"Yaa, aku hanya suka punya teman baik seperti kamu. Aku kagum melihat orang muda yang sangat fasih dengan lafadz arabnya. Kamu hebat, dan makasih atas semua budi baik kamu sama aku, dan aku tidak sanggub membalas semua budi baikmu."
Farish tersenyum. "Kamu jangan gitu. Kan aku ini temen kamu..." "Sungguh beruntung perempuan yang akan mendampingi kamu kelak." "Ami, ayo dong jangan sampai segitunya..."
"Aku sungguh Farish. Kamu baik, kamu ramah, tenang, perduli, dan jujur... siapa sih yang tidak akan merasa beruntung menjadi pasanganmu" Aku saja sudah sangat senang punya teman sepertimu."
"Ami, sekali lagi aku minta nih. Jangan muji aku segitunya entar yang ada telingaku lebar bahkan lebih lebar dari telinga gajah."
94 Aku tersenyum dan tertawa kecil. "Sungguh..."
"Terimakasih banyak sekali atas semua pujianmu itu sangat membuat aku merasa lebih percaya diri."
"Baguslah kalau begitu..." "Tapi boleh aku tanya Ami""
"Silahkan..." "Kalau kamu begitu memuji aku, kamu bilang perempuan yang dapatkan aku adalah beruntung bagaimana dengan kamu sendiri" Apa lelaki yang mendapatkan kamu beruntung""
"Tidak. Tidak ada yang akan beruntung mendapatkan aku. Karena aku tidak
akan memberi mereka apapun..."
"Kenapa"" "Kau tahu, sempat aku berfikir kalau aku bisa melupakan orang yang aku cintai hanya dengan beralih pada lelaki lain. Tapi aku salah bahkan sangat salah. Aku tidak bisa memberikan sedikitpun perhatian lebihku pada mereka. Karena setiap aku akan melakukannya aku hanya terbayang satu orang saja dan itu dia."
Farish tersenyum berat, rautnya sangat jelas menunjukkan kekecewaan. "Satu pertanyaan yang harus kamu tanyakan pada dirimu sendiri. Sampai kapan kamu akan terus terlalut dalam kekecewaan" Berganti hati, itu perlu..."
"Aku tidak tahu. Sudahlah aku tidak bisa memikirkan sekarang."
"Tapi kamu harus mulai memikirkan itu sekarang." Nadanya memang tak membentak tapi aku tahu betul Farish sedang marah. Ia nampak gelisah tak setenang biasanya.
Aku coba terus memandangnya, merasa heran dengan Farish yang memalingkan mukanya seperti marah.
"Kalau kamu tidak mau menyesal karena sudah mengharapkan cinta seorang yang salah."
"Maksudmu"" Tanyaku semakin curiga.
"Aku tidak bermaksud. Aku hanya mengingatkan mu saja lah. Kau harus tahu kalau lelaki itu tidak mencintai kamu sedikitpun. Dia hanya main -main sama perasaanmu..."
"Kamu tahu itu dari mana""
"Orang bodohpun tahu sikap seperti itu sudah jelas -jelas menunjukkan kalau tidak ada cinta sedikitpun!"
Aku tercekat mendengar nada bicara Farish. Cukup membuatku terkejut dengan nada bicaranya yang terdengar kasar di telingaku barusan. Sebenarnya aku tidak tahu kenapa dia sampai semarah itu menekankan kata -katanya.
"Terimakasih..." Aku bernafas lepas. "Maaf kalau masalahku membuatmu marah."
"Marah" Kenapa aku harus marah""
95 "Ya kamu marah. Nada bicara kamu terdengar berbeda agak kasar. Aku tahu kamu marah. Maaf kalau selama ini aku hanya memikirkan tentang aku sendiri tanpa mengerti kamu yang sudah mulai bosan dengan semua yang menimpaku."
"Ami, aku tidak..."
"Gak papa kalau memang kamu ingin aku membahas yang lain bilang saja. Aku tidak akan marah. Maafkan aku Farish..."
"Ami..." Aku tersenyum. "Sudah terlalu siang, sebentar lagi pasti sore. Aku harus pulang."
Pulang aku mengantarkan Farish pada sebah gudang tertutup yang dijaga
satpam. Aku semakin penasaran saja dibuatnya, ia tak pernah mau bilang dimana dia
bekerja. Tapi aku mau berusaha untuk mengenali dia sendiri. Aku tidak mau
membuatnya marah lagi karena harus mengurus masalahku yang monotone. ***
Sembilan belas,,, Hari ini hari yang sangat sepi sekali dirumah Ami yang cukup sangat besar untuk dirinya seorang. Mondar -mandir, keluar kedalam tidak ada kerjaan yang penting yang bisa ia lakukan.
"Bikin apa Ma""
"Bikin pastel..." Jawab Mama singkat. Mama sangat sibuk sendiri jadi tak terlalu menghiraukan keberadaan Ami.
Kemudian ia memutuskan kembali saja ke kamar. Melentangkan tubuh yang nyaris patah karena terlalu capek sekali seharian. Memasang earphone dan aktivkan mudus radio di hapenya.
"Okay, nih Rona akan putterin lagu yang udah di request sama Farish barusan salamnya special untuk Amita Rorai. Moga aja dia pas lagi dengerin aja nih ya Farish... Ami, u shuld change to other one..."
'Intro Ami tercekat, Lagu untukku" Seksama aku dengarkan makna setiap bait yang terucap. Aku bayangkan kata -kata itu langsung terlontar dari mulutnya. Satu persatu telah kuhapus, Cerita lalu di antara engkau dan aku Dua hati ini pernah percaya, Seribu mimpi tanpa ragu tanpa curiga Ku tak ingin lagi, Menunggu, menanti
Harapan tuk hidupkan cinta yang telah mati, Ku tak ingin coba Hanya tuk kecewa (Ku telah kecewa), Lelah ku bersenyum lelah ku bersandiwara Aku ingin pergi, Dan berganti hati
Satu persatu telah kuhapus, Nada dan lagu yang dulu kucipta untukmu Rasa yang dulu pernah ada, Kini berdebu terbelenggu dusta dan noda
96 Kini ku sadari diri ini, Ingin berganti hati Cinta yang tlah pergi, Harus berganti hati Harus ku ganti hatiku kini, Ini harus ku ganti Tak perlu ini lagi harus berganti...
Tak hanya Ami sajalah tentu yang mendengar siaran radio Vanganza 91.3 Fm. Seluruh kota tahu dan mendengar, seperti halnya tiga manusia lain yang teribat dalam kisah ini. Farish, Ibrahim, dan Inez.
"Ami, aku hanya bi sa berharap dan berdoa kau bisa melupakan Ibrahim dan mencari hati yang jauh lebih pantas untuk engkau cintai." Farish kembali melanjutkan pekerjaannya yang terhenti sesaat.
"Siapa Ami Rish"" Tanya Ibu yang tak sengaja melihat anaknya tersenyum berat menatap layar laptop.
Farish berbalik kilat. "Ibu" Bukan siapa -siapa Bu.."
"Jangan bohong kamu. Ibu mendengar radio barusan. Apa sudah menemukan gadisnya""
Farish tersenyum malu dengan ucapan Ibu. "Belum Bu... Ibu tenang saja. Aku tidak mau terlalu terburu -buru untuk mencari pasangan Bu. Aku ingin gadis itu benar -benar melihat hatiku..."
Ibu tersenyum. "Ibu serahkan semuanya sama kamu. Ibu yakin pilihan kamu adalah yang terbaik nak..."
"Terimakasih Bu..."
Kemudian Faris memeluk Ibunya yang pasti sangat dicintainya.
Lalu" Bagaimana dengan Inez dan Ibrahim yang sedang menikmati makan malam saat cafe juga tengah mendengarkan siaran radio yang sama"
Wajah lelaki itu memucat, ia benar -benar takut Ami akan berganti hatinya tak akan memperdulikan dirinya lagi. Hidangan steak sapi yang terhitung mahal dan sangat lezat tak lagi dipandang.
"Kita pulang saja sekarang." Ajaknya sudah semakin tak selera berlama -lama dengan Inez.
"Kenapa" Steakmu saja belum habis."
"Sudah aku sudah tak selera."
"Karena di radio tadi""
"Sudahlah Inez! Hargai aku, aku ingin pulang sekarang. Kalau kamu masih mau disini ya sudah aku saja yang pulang sendiri!"
"Bram! Bisa gak sih jangan hanya memikirkan dirimu sendiri, ha"!!"
"Sudah aku tidak mau berdebat denganmu!" Tandas Aim meninggalkan Inez sendiri di meja.
Tak mau tertinggal Inez terpaksa ikut Aim kembali pulang.
Bib bib bub bab! Sms menyela siaran radionya.
97 "Aku tunggu di tempat kita biasanya sekarang juga." Itu pesan dari Aim.
Jantungnya menjedut, tak menyangka Aim akan mengajaknya kembali datang ketempat yang sudah tak ia inginkan lagi. Tak lekas ia membalas pesan itu, kali ini hatinya menggusar penuh keraguan.
Semua bait -bait itu sesungguhnya memang untuk aku. Tidak bisa aku elakkan aku sangat merindukannya, aku ingin bertemu denganya dan bilang bahwa aku sangat mencintai dia. Aku inginkan dia secara baik -baik tanpa pertengkaran lagi. Tapi, seperti apa yang dibilang Farish bahwa dia hanya memainkan perasaanku dan tidak ada cinta sedikitpun untukku, aku tak boleh menemuinya. Tapi aku sangat, sangat, sangat dan sangat merindukannya. Aku putuskan untuk menemuinya...
Aku kuatkan kakiku berjalan menyusuri pinggiran trotoar menuju tempat yang sangat penuh dengan kisah cinta tersembunyi antara aku dan dia. Rasanya kembali mata ini ingin sekali membuang air sebanyak -banyaknya. Apalagi saat aku melihat Aim tengah duduk sendiri di bawah naungan pohon besar menanti kedatanganku.
"Maaf membuatmu menunggu lama..." Sapaku tetap berdiri di belakangnya.
Bergegas ia terjaga dan menghadapku. Ia langsung menyambar tubuhku dengan sebuah pelukan yang sangat hangat dan erat aku rasa. "Jangan pernah berhenti mencintai aku Ami. Apapun yang terjadi."
Setetes air akhirnya jatuh juga. Aku tak sanggub melepas pelukan ini. Aku juga tak ingin berhenti untuk mencintai dia, tapi apa dayaku mencintaimu hanya akan menjadi rasa sakit yang tidak akan pernah ada obatnya untukku.
"Ami aku mohon sama kamu. Aku rela kalau aku harus pergi dari acara pertunangan nanti Ami. Aku akan tinggalkan Inez, aku akan pergi sama kamu Ami."
"Jangan!" Aku melepas pelukan itu. "Jangan pernah melakukan hal bodoh seperti itu. Janjilah jangan pernah mempermalukan orang tuamu dan keluargamu di depan semua orang..."
"Maafkan aku Ami, atas semua yang sudah aku lakukan sama kamu. Aku sadar, satu hal yang mengisi indah dalam hatiku cuma kamu bukan Inez atau yang lainnya." Katanya menggenggam erat kedua tanganku.
Ya Tuhan, benarkah apa yang ia katakan" Apa secuil cinta masih tersisa di dalam hatinya untukku"
"Benarkah"" Tanyaku berlinangan air mata. "Benar kau cinta sama aku" Seperti aku yang sangat cintai kau""
Aim mengangguk cepat. Tatapan matanya mengisyaratkan cinta yang memang tulus hadir dari lubuk hatinya paling dalam. Aku percaya rasa itu memang ada untukku, dan aku sangat percaya dia cintai aku
bukan Inez atau yang lainnya.
"Aku tahu, perasaan kita ini sama. Merasa sakit melihat orang yang kita cintai sedang bersanding dengan orang lain. Semua sudah sangat terlambat bang.
98 Pertunangan itu tinggal sepuluh hari lagi. Kita ini tidak boleh egois, kita harus pikirkan orang tua kita..."
"Ami..." Aim membelai lembut wajahku. Tetesan -tetesan air bening perlahan disekanya lembut. Kemudian ia kembali memelukku dengan eratnya.
Malamku terlewati dengan sedih dan bahagia karena aku menemuinya tanpa pertengkaran lagi. Aman, damai dan tenang, aku rasa semua indah seindah langit malam yang cerah bertabur bintang dan bulan purnama.
Tapi, indahnya malam bagai mimpi buruk bagi Farish yang tak sengaja telah melihat Ami dan Aim bersama malam itu. Setetes air mata yang tak pernah dijatuhkan olehnya kini harus jatuh tanpa tertahan. Ia kecewa dan sakit, seperti saat Ami melihat Aim tengah bersama Inez.
Dua puluh,,, Pagi yang cerah... Aku kembali menyeret kakiku menuju meja makan menemui Mama dan Ayah yang telah lebih dulu menyantap sarapan pagi. Nampaknya dua kakakku sedang pergi, mereka hanya tinggal kak Emma sedang menyuapi anaknya yang hendak berangkat sekolah.
Aku membuka kulkas seperti biasa berharap menemukan sepotong cake. "Chesse cakenya masih ada""
"Sudah habis..." Jawab Mama. "Terus Imnan gimana"" Tanya Mama serius pada
Ayah. "Ya Imnan kaget, pas yang sampai di tensi itu waktu Ami kesana, settres dianya." Jelas Ayah.
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lho" Emangnya ngomongin apa koq sampai bawa -bawa aku. "Napa kak"" Tanyaku sambil menuang segelas air.
"Ibrahim minta dibatalkan tungangannya."
Bhuerrrr!!!!! Seketika air yang aku teguk tersembur dan aku tersedak. "U'huk, u'huk!!Uhuk!!!" dan terus terbatuk hingga aku kehilangan suara saja rasanya tak kuat untuk bicara.
"Ami"!" Ayah, Mama dan kak Emma mereka sangat heran dengan tersedaknya
aku. "Aku gak papa..." Elakku yang masih terbatuk -batuk. Perlahan aku tarik nafas dan membuanganya beraturan, Syukur tak lama hanya tinggal rasa perih sedikit di dada tapi aku tidak terbatuk -batuk lagi.
"Duh pasti ada yang tidak beres itu sama Ibrahim."
"Ya akhirnya seperti itu."
"Memangnya kenapa koq mau di tunda Yah"" Tanyaku penasaran.
99 "Imnan bilangnya katanya Ibrahim merasa tidak siap. Tapi gak tahu Ibrahimnya sendiri." Jelas Ayah yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Kalau kata Mama nih, pasti Ibrahim itu bukan karena tidak siap. Tapi dia itu sedang sennang pada orang lain."
Aku terhenyak, jantungku kembali berdebar dan aku benar -benar sangat takut. Semalam aku bertemu dengan Aim yang ada dia memang bilang ingin menghentikan semuanya. Tapi kenapa justru dalam semalam ia nekat begini"! Sekarang nyawaku benar -benar terancam. Oh GOD kenapa harus sampai sejauh ini""!
"Coba Ayah tanyakan sama Ibrahim kenapa dia minta ditunda. Sapa tahu dia mau mengaku, toh rencana pertunangan itu kan idenya Imnan sendiri dulu sama Armand dan Vivi."
"Jangan!" Sahutku kembali mengejutkan Ayah dan Mama.
"Apanya jangan Ami""
Argh! Aku menggeleng cepat. Aku sungguh tidak aman sekarang, sebaiknya aku pergi dari hadapan Ayah dan Mama sebelum tingkahku semakin membuat mereka curiga.
GOD! Kenapa jadi begini"" Aku tak tenang terus mondar -mandir seperti setrika pakaian yang terus aja kusut. Aim! Kau sudah gila! Benar -benar gila! Aku tidak mau pertunangan itu batal ataupun kacau sedikit saja gara -gara aku. Mau aku taruh mana mukaku ha"! Cinta sih cinta tapi gak gini juga lah! Sekarang aku bener -bener gak tahu harus kemana lagi. Aim... bisahkah sejenak kau itu tidak membuat aku terancam ha"!
Aim... Aim... Aim... Gak gini juga aku sampai -sampai tidak bisa konsentrasi dengan semua tugas -tugasku di klinik. Bagaimana kalau Ayah bertemu dengan Aim" Bagaimana kalau Ayah benar -benar bertanya pada Aim" Bagaimana kalau Aim benar -benar mengakui" Bagaimana kalau Aim bilang kalau ini semua karena aku" Lalu ayah marah" Dan aku akan mati dipenggal olehnya karena aku telah memalukan keluargaku di depan semua orang!
"Gak!" Teriakku seketika.
Memalukan! Tanpa alasan aku berteriak dihadapan semua orang, disangkanya pasti aku orang gila. Aku hanya
tersenyum menanggapi beberapa pasang mata yang sedang antre duduk di hadapanku.
Tak enak juga kalau aku terus begini. Aku putuskan segera temui dia, dan...
"Jangan pikir kalau kamu bilang semuanya sama Ayahku atau Mamamu sediri urusannya akan selesai!" Tegasku kasar padanya.
"Ami" Kenapa lagi kamu""
100 "Cukup! Aku gak mau punya urusan sama kamu! Dan aku gak mau mendengar pertunanganmu batal hanya karena kamu gak siap atau kamu tengah cinta sama orang
lain!" "Kenapa"!"
"Jangan kira aku akan terpesona, senang, bahagia, karena kamu sudah melakukan itu semua!"
"Tapi Ami"!"
"Hidup ini bukan seperti sinetron yang bisa semudah itu berakhir tanpa masalah lagi dan tanpa omongan orang. Kau sadarkan kalau kita ini berbeda dari orang -orang pada umumnya" Kita punya komunitas sendiri, cara hidup kita juga berbeda, cara pikir orang -orang kita berbeda. Kau ingin keluarga kita jadi terkenal tiba -tiba karena satu masalah memalukan ini"!"
"Ami itu tidak akan terjadi."
"Sudah aku gak mau denger apapun lagi! I wish this is the last for us! This is the
end of all!" Tandasku kemudian kembali keluar dari mobilnya.
GOD, jangan sampai apa yang aku pkirkan terjadi begitu saja, aku tidak
sanggub! *** Ku buka laptopku, connect to internet. Sejenak aku ingin menenangkan diri dari ancaman Aim tadi pagi. Seperti biasa juga facebook jadi alasan pertama kenapa aku suka bermain internet. Facebook ku sangat ramai dengan makhluk maya. Itu membuatku cukup terhibur.
Wah ada satu permintaan teman teranyata. Siapa ya" Klik!
'Farish Rawahi' Sepertinya aku kenal dengan rupa ini, siapa yaa" Akh! Dasar Ami pikun! Itukan Farish yang sudah jadi tempat sampahku, maksudnya tempat curhat. Ternyata dia baru nemuin aku langsung di fb.
'Approve' "Ami...!" Teriak Mama dari luar memanggilku.
"Iya..." Sahutku juga membalas teriakannya.
Segera aku disconnect, dan temui Mama di luar.
"Ada apa Ma"" Aku temui Mama yang sedang mengelap meja dapur.
"Kamu disuruh Ayah antarkan pastel ke sana..."
"Kesana mana Ma""
"Kerumah Mamamu itu.. "
Omg! Perasaan tadi pagi aku sudah bertengkar, sepertinya sebentar lagi aku akan bertengkar. "Kenapa harus aku Ma""
"Ya siapa lagi, kakakmu gak ada yang mau." "Kalau gitu aku juga gak mau ah Ma..." "Ami" Koq gitu sih"!" Alis Mama bersatu.
101 Aku menunduk. "Maaf. Tapi aku malas Ma..."
"Cuma sebentar saja nanti langsung balik lah dak usah lama -lama..." Aku hanya bisa diam dan menurut perintah Mama. Ma... seandainya Mama tahu yang sebenarnya... "Pastelnya mana Ma"" Aku tolehi semua keadaan.
Mama beralih pada sebuah dus kue yang ada di atas kulkas. "Udah ini bawa saja, hati hati..."
Sesuai perintah aku langsung antarkan kue pastel ke rumah Mami tiriku tersayang. Ah malas aku! Semoga aja nanti aku gak bertemu Aim lagi, kalau tidak pasti lain urusan jadinya.
Wez, wiz, wuz...! Delivery sampai...
Tok tok tok!! Dan pintu berwarna putih besar itu terbuka. Sudah ku duga! Sesuai yang aku takutkan. Aim yang ada dihadapan mukaku sekarang.
"Mama lagi keluar." Kabar lelaki yang ada di hadapanku itu.
Aku memberikan kotak pastel padanya. "Ini dari Mamaku. Udah makasih!" Aku cepat berbalik.
"Ami tunggu napa ah!" Aim menarik tanganku.
"Apa lagi" Aku cuma disuruh antar itu gak ada yang lain."
"Kamu gak mau ketemu sama aku""
"Gak! Kita itu gak perlu ketemu selain acara keluarga. Udah ah!" Aku buang tangannya.
"Ami kamu koq gitu sama aku""
"Seharusnya aku udah begini sama kau dari dulu bukan baru sekarang! Kau itu cuma abang aku dan gak akan pernah lebih dari itu. Udah ah! Ini yang terakhir kalinya aku lihat kau begini sama aku!"
"Tapi Ami"!"
"Apa lagi"! Udah, udah, dan Udah! Kebanyakan bilang udah aku!" Aku segera pergi dari hadapannya. Aku gak mau dia tahan -tahan aku lagi.
Aku langsung kembali kerumah, mengurung diri dalam kamar. Aku berusaha tenangkan diri dan berfikir secara sehat. Tanpa godaan tanpa gangguan emosi, aku ingin berfikir jernih sesuai perasaanku sendiri.
Kali ini aku semakin enggan bertemu dengan dia. Memangnya kenapa" Apa aku hanya kesal saja sama dia ya, karena hari pertunangannya semakin dekat dan aku merasa terancam dengan jiwanya yang stress me
mikirkan pembatalan tunangan itu"
Aku tak bisa bayangkan kalau pertunangan itu benar -benar dibatalkan. Mami dan Ayah yang malu, bukan Ayah dia yang malu. Yang orang tahu Ibrahim Imran itu anak didikan Ayahku, Bilal Rorai. Walau hati kecilku sedikit menginginkan pertunangan itu batal, tapi juga aku tidak mau membuat malu orang tuaku. Sudahlah aku tak tahu harus gimana sekarang.
102 Aku kembali pulang dan melanjutkan facebookku lagi. Wah! Ada satu pesan, dari Farish ternyata.
'Makasih udah di confirm, salam kenal ya...:D' Pesannya.
Bikin aku pengen ngakak aja anak ini, ah dia itu seperti yang baru kenal saja denganku.
'Siapa ya" gak kenal tuh...' Aku membalas pesannya.
Baru beberapa detik setelah mengKlik tombol kirim, eh dia udah nongol via chat sama aku.
'Hey..' Sapanya duluan. 'Hey juga, salam kenal"' 'Hehe, iya :D' 'Apa kabar nih"' 'Baik, kamu"'
'Alhamdulillah aku baik sekali.' 'Syukur deh.'
'Seharian ini gak nongol di depan muka aku, tumben"' 'Aku lagi gak ada di kota.' Alisku mengernyit. 'Maksudnya"' 'Aku lagi keluar kota Ami...:P' 'Owh.. napa gak pamit"'
'Tadinya mau pamit tapi kamu sibuk sama oranglain.'
'Siapa"' 'Cowok yang punya mobil civic hitam tadi pagi.'
Ah, Aim maksudnya. Tadi pagi aku memang sangat dikacaukan sama anak itu dan aku tidak sempat memikirkan hal lain. 'Maaf ya..' 'Gak papa..'
'& 'Sampai kapan perginya"' 'Insya'ALLAH lima hari.' 'Lama yaa...'
'Gak sih, itu sebentar, aku pernah pergi lebih lama dari itu. Sebulan, dua bulan pernah.'
':o.. Lama Amat"' 'Napa kamu kangen yaa"'
'Hmm. enggak lah.. ' 'Kangen juga gak papa koq.. ".'
'& 'Eh, udah dulu yaa, ada kerjaan ni.' 'Ok, bye take cere.' 'Makasih u2.. &
103 Offline... Dan aku sendiri sepi malam ini...
Dua puluh satu,,, "Seratus, delapan puluh.. " Aku melepas stetoskop. Dan membuka ikatan tensi meter. "Banyak -banyak istirahat aja ibu ya, jangan lupa vitaminnya diminum gak boleh telat."
"Bayinya Bu""
"Alhamdulillah bayinya sehat. Tapi masih terus asupan gizi yaa.. " "Iya, Terimakasih ya bu..." "Sama -sama Ibu..."
Seorang perempuan yang sedang hamil tujuh bulan itu bersalaman denganku dan keluar.
"Misi Bu Ami..."" Sapa seorang satpam yang hanya muncul sebagian tubuhnya dari balik pintu.
"Iya ada apa Pak""
Masuklah kemudian satpam itu. "Saya mau kasih ini Bu.. " Alisku seketika mengernit. Sebuah paket kotak berukuran tanggung berwarna coklat dikirim lewat pos dan ditujukan padaku. "Dari siapa Pak"" "Kurang tahu Bu." "Hmm well, makasih pak..." "Mari Bu..." Satpam itu keluar.
'Kepada Amita Rorai' benar itu untuk aku. Tapi dari siapa aku bolak -balik tidak ada pengirimnya.
Sudahlah aku sisihkan paket itu dulu, masih banyak pasien yang antri untuk diperiksa.
Hmmm... hari yang melelahkan akhirnya aku bisa pulang juga. Aku letakkan paket itu di kursi sebelahku dan aku melanjutkan menyetir pulang. Sesekali aku lihat paket itu, siapa yang mengirimnya ya" Selama ini aku tidak pernah mendapat paket yang misterius dan sebesar ini.
Sambil lalu aku ingin membukanya sendiri sambil menikmati panasnya siang yang terik dengan sebuah es kelapa muda di tepian pantai yang biasanya aku lalui bersama Farish. Sayang sekali dia tidak ada disini sekarang, seandainya dia bisa temani aku membuka paket ini, mungkin akan lebih seru.
Sudahlah aku tak bettah lama -lama memandang kotak yang sangat membikin aku penasaran ini.
Perlahan dan sangat hati -hati aku melepas isolasi yang merekatkan sampul bungkusan. Di balik kotak coklat terbungkus kertas Koran, di balik kertas Koran terbungkus kertas coklat, dibalik kertas coklat terbungkus kertas biru yang mengkilap.
104 Dan dibalik kertas biru itu ada kotak putih dan itu yang terakhir. Aku tersenyum, Masya'ALLAH aku lupa hari ini aku ulang tahun!
Hahahaha!!!!! Tulisan Happy birth day pada amplop yang tertempel di atas kotak berwarna putih itu mengingatkan aku hari ini. Lekas aku lihat isinya. "Dear Ami...
Selamat ulang tahun, maaf aku hanya bisa memberimu ini. Aku harap kau suka dengan apa yang aku berikan. Semoga apa yang kau impikan terkabul semua sesuai harapanmu yang terbaik.
Farish Rawahi" Aku senang, sangat senang, ini pertama ka
linya dihari ulang tahunku mendapat kejutan yang sangat mengejutkan aku. Sangat tidak aku duga itu bukan dari siapa -siapa, malah Farish yang aku kenal baru sebulanan ini.
Dalam kotak itu ada jacket kaos yang tebal dan lembut berwarna biru dongker yang bagus sekali, dan dua ikat rambut berbulu berwarna coklat dan biru dongker juga. Sepertinya ia kenal sekali diriku suka menggunakan jaket saat keluar malam dan selalu mengikat rambutku setiap hari.
Farish, rasanya sekarang juga aku ingin sekali bertemu denganmu, sayangnya kamu masih tiga hari lagi untuk pulang. Sepertinya aku mulai merindukanmu...
"Nummber you are calling is not active, please try again in a view minute."
Rupanya dia sibuk sekarang, aku sms saja, semoga dia bisa membaca smsku
nanti. "Farish! Terimakasih atas hadiahnya, aku sangat senang dan amat sangat senang sekali. Ah, rasanya aku benar -benar tidak bisa mengungkapkan rasa bagahiaku sekarang. Terimakasih Farish."
Hmmm... "Ami"" Sapa Mama saat aku masuk rumah.
Aku mendekat dan menyalami Mama. "Iya Ma..."
"Kamu dapat apa sampai sesenang itu sepertinya""
"Aku"" Senyumku semakin melebar. "Aku entahlah Ma aku sangat senang hari
ini." "Dapat hadiah ulang tahun dari siapa hayo"""
Aku tertawa kecil. "Ah Mama koq tahu aku dapat hadiah""
"Kalau bukan hadiah apa coba kotak yang kamu bawa itu"" Mama meliriki kotak yang aku jinjing sebelah tangan.
Aku tertawa. "Haha! Maa..." Aku memeluk Mama sungguh bahagia.
"Hey hey hey... kenapa anak Mama yang satu ini ya"" Mama melepas pelukanku yang nyaris mengajaknya berdansa. "Sini sini sini. Ayo kamu harus cerita dapat hadiah dari siapa""
105 Aku duduk bersma Mama di sofa. "Dari temanku yang sedang ada di luar kota
Ma..." "Siapa"" "Ah tidak Ma, aku tidak akan bilang siapa sama Mama..." "Bukan pacarmu kan"" "Ah Mama, bukan lah..."
"Terus apa yang bikin kamu senang sampai segitunya""
"Aku gak pernah menyangka, berteman saja aku belum genap sebulan Ma sama dia. Tapi dia sudah tahu segalanya tentang aku, hari ulang tahunku, warna kesenanganku, ah semuanya Ma..."
"Dia punya perhatian lebih, tentu dia menginginkan kamu Ami..."
"Gak lah Ma..."
"Dengar, kamu mungkin tidak cintai orang itu, tapi kamu sudah mendapat kasih sayang tulus dari orang itu." Mungkin" Entahlah... Saat aku mulai terlelap dalam tidur... 'Panah Asmara by Afgan'
Mataku terjaga! Siapa yang telpon aku jam segini malam" Aku lihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas. Sementara hapeku terus berdendang, aku raih di nacase.
'Farish"' Akupun tersenyum heran.
"Hallo"" Jawabku.
"Assalamualaikum..." "Waalaikum salam..." "Belum tidur Ami""
Aku tersenyum, bohong dulu ah! "Belum..." "Ngapain sampai jam segini belum tidur"" "Kan aku ditelponin sama kamu sekarang. Yaa belum tidur..." Terdengar disana Farish tengah tertawa kecil. "Kamu bangun gara -gara aku telpon ya""
"Hem... mungkin""
"Maaf ya sudah ganggu kamu."
"Gak papa. Aku senneng koq."
"Ha" Senneng aku telponin walau malam -malam""
Aduh! Kebawa perasaan deh. "Gak, maksudnya..."
"Udah, gak papa koq."
Sunyi... "Farish..." "Iya""
"Terimakasih atas hadiahnya yaa""
106 "Sama -sama. Apa kamu suka" Maaf aku cuma bisa kasih itu sama kamu. Aku gak tahu harus kasih apa. Maaf ya"""
"Sudah ada yang ingat akan ulang tahun aku aja sudah senneng banget Rish. Apalagi sampai kejutan lewat pos."
"Ukurannya pas""
Aku membalikkan posisi tidurku. "Pas banget. Aku bener -bener senneng banget Rish hari ini, aku senneng dan gak bisa diungkapin dengan kata -kata. Terimakasih yaa, aku gak tahu mau bales apa sama kamu."
"Jangan mikir gitu terus dong Ami. Selama aku bisa buat kamu seneng aja aku juga dah senneng."
"Hirh... so sweet deh..."
Panjang -panjangin ngobrol gak penting di telpon sama Farish, gak kerasa juga
hampir menghabiskan waktu yang namanya tengah malam. Saking lamanya, aku muter
tempat tidur sampai tiga kali. Hihihi, keasyikan deh... ***
Dua puluh dua,,, "Nanti Malam ada pertemuan keluarga Armand dan Vivi." Kabar Ayah. Masalah itu lagi. Aku tetap diam dengan hidangan sarapanku. "Anak -anak ikut juga sekalian." Lanjut Ayah.
"Maaf Ayah, Ami gak bisa ikut. Nant
i malam ada undangan teman Ami mau
nikah." "Mama juga dak mau ikutan."
"Kenapa"" "Ayah masih tanya kenapa"!" Mama menaikkan nadanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi sama Mama tapi kali ini pembahasan tentang pertungan Aim sepertinya mulai membosankan dan tak mengundang selera. "Ya sudah tak usah mengangkat nada seperti itu."
Mama diam. Sementara aku memilih untuk kembali ke kamar dan bersiap berangkat ke klinik.
Suasana klinik yang sangat menghiburku. Terharu, lucu, dan terkadang jantungku turut berdebar saat berperang menyelamatkan satu nyawa yang akan lahir kedunia. Melihat perut -perut yang membundar seperti semangka, sungguh aku merasa lucu dan sedikit aneh. Terkadang aku berfikir, bagaimana jika aku seperti itu ya" Perutku membundar dan katanya itu sangat berat sekali. Hmm... menikah dan punya anak nantinya, itu adalah impian semua manusia yang ada di muka bumi ini. Termasuk juga aku, memiliki keturunan yang baik dari sepasang orang tua yang baik.
"Terimakasih Bu bidan..."
"Sama -sama Ibu, jangan lupa diminum obatnya.."
"Iya..." 107 "Semoga lahirnya gampang ya Ibu..."
"Aminn.. " Akh.. akhirnya pasien terakhir selesai. Aku tarik sedikit lengan bajuku menengoki jam tangan sudah pukul empat tepat. Saatnya pulang, untung saja aku masih magang, kalau aku sudah jadi bidan sungguhan mungkin jam segini aku masih harus berkeliling di rumah sakit.
Kembali aku pulang kerumah.
"Assalamualaikum..." Salamku sembari menutup kembali pintu rumah. "Waalaikum salam..." Sahut Mama.
Tak ada suara lain yang menjawab salamku, rupanya semua orang sudah pergi untuk makan malam pertemuan dua keluarga yang akan berbesan sebentar lagi. Aku temui Mama yang sedang bersantai di depan tivi sendiri. Aku menyalaminya. "Yang lain sudah berangkat Ma"" "Iya, baru aja..."
"Pantes seppi." Aku melepas tasku dan duduk dekat Mama.
"Nanti malam kamu mau ke udangan temanmu jadi""
Aku tersenyum sambil menggeleng. "Aku cuma alasan aja Ma sama Ayah."
"Alasan" Ngapain""
"Aku males mau ke sana. Apalagi ketemu dengan orang -orang disana. Membosankan."
"Apalagi Mama..."
Aku tersenyum berat. Ku peluk Mama yang duduk di sampingku ini. Ma, maafkan Ami. Seandainya saja Mama tahu yang sebenarnya mungkin Mama tidak akan memaafkan Ami.
"Kamu kenapa Ami"" Mama heran dengan sikapku.
"Tidak apa -apa, Ami hanya kangen sekali ingin memeluk Mama..."
Mama tersenyum, iapun berbalik memelukku.
Aku benar -benar butuh perlindungan dari Mama. Ma, semakin detik -detik jam itu berlalu, semakin hatiku sakit membayangkan acara makan malam itu sungguh sempurna dengan dua pasangan calon suami -isteri yang sangat berbahagia dengan senyum mereka.
Aku duduk di kamar menatap kosong ke luar jendela. Hanya langit hitam, dan bintang bertaburan sangat indah yang jadi saksi perihnya hatiku malam ini. Ya Tuhan apa yang bisa aku lakukan" Sungguh aku tak kuat menahan rasa cinta yang terlalu besar aku berikan padanya.
Setetes demi tetes air bening mulai jatuh dan membasahi mukaku. Sungguh aku ingin berteriak pada dunia pertunangan itu tak boleh terjadi. Aim hanya untukku saja!
"Ami"" Panggil Mama yang menemukan aku dari balik pintu kamar yang terbuka.
108 Lekas aku menyeka air mataku, aku tak ingin Mama tahu aku menangis. "Iya Ma"" Aku berbalik.
"Kamu kenapa Nak"" Mama menghampiri aku dan duduk dekatku. Aku menggeleng berat. "Tidak Ma.. "
"Jangan bohong kamu. Mama tahu kamu sedang punya masalah. Rupamu berbeda tak seceria saat kamu mendapat hadiah dari kawanmu kemarin."
Aku memaksakan senyumku. Iya hanya Farish yang membuatku tersenyum, tapi aku tak sedikitpun cintai dia.
"Ada apa nak" Cerita saja sama Mama." Desak Mama yang semakin merasa curiga dengan keadaanku.
Aku menatap penuh pilu wajah Mama. Tetes air mata kembali terjatuh dan semakin menderas.
"Ami" Kamu kenapa Nak"" Cemas Mama.
Aku seketika memeluk Mama dengan sangat erat dan menangis dalam peluknya.
"Ami bilang Mama nak kamu kenapa"!" Desakan Mama membuat aku semakin menangis.
Haruskah aku melakukan pengakuan atas semua perasaanku yang aku sembunyikan selama bertahun -tahun ini" Ya Tuhan, aku tak ingin membuat Mama kecewa dengan semua kelakuan
ku. Mama mengusapku yang masih bersimpuh dihadapannya. Wajah Mama sudah berat dengan rasa takutnya atas pengakuanku nanti. Aku sungguh tak tega melihat wajahnya.
"Ami minta maaf yang banyak sama Mama..." Aku semakin berderaikan air
mata. "Kamu itu anak Mama, tanpa kamu minta, pasti Mama akan selalu memaafkan kamu nak. Ayo cerita apa yang sampai membuat kamu jadi seperti ini" Tolong jangan bikin Mama gelisah Ami..."
Tatapan mata Mama membuat aku berat untuk tidak lekas menceritakan semua yang terjadi. Tapi aku juga tak ingin membuat Mama shock dengan pengakuanku yang esktrim ini. Seumur hidupku, inilah masalah terumit yang aku alami.
Tarik nafas, hembuskan. Tuhan, berilah kekuatan pada Mama untuk mendengar semua ceritaku yang aku yakini ini pasti menyakitkan di hati Mama.
"Ma.. " Panggilku dengan isak tangis.
"Katakan nak..."
"Ami sedang jatuh cinta Ma..."
Mama diam, tak lekas menjawab pernyataanku. "Sama siapa Ami" Siapa lelaki itu Ami"! Apa yang sudah dia lakukan sampai kamu seperti ini Ami"!"
"Aku sudah jatuh cinta Ma. Dan dia..." Aku benar -benar tak sanggub mengatakannya pada Mama. "Maafkan Ami Ma..." Tangisku meledak. Aku peluk Mama
109 dengan erat kembali. Ya Tuhan beri aku kekuatan mengatakannya pada Mama. Dan buat Mama mampu menahaan kekecewaan yang sudah aku perbuat ini.
"Siapa Ami" Bilang sama Mama"! Siapa lelaki itu Ami"!"
Aku masih saja tak kuat menjawab pertanyaan Mama.
"Jangan pernah katakan kalau lelaki itu adalah Ibrahim, Ami..." Terka Mama yang kecurigaannya memuncak.
Perlahan aku hanya bisa mengangguk memastikan terkaan Mama itu adalah
benar. Seperti yang ku duga, Mama benar sangat terkejut mengetahui yang sebenarnya terjadi. Tapi tak setetespun air jatuh dari kedua mata Mama. Mama hanya menyesalkan semua yang terjadi. Ia tak bisa berkata apapun untukku. Maafkan aku Mama, derai air mata Mama adalah duka mendalam buatku. Apa yang harus aku lakukan sekarang" Ya Tuhan, segeralah engkau beri aku dan Mama ketenangan.
"Dia hanyalah anak dari istri Ayahmu dengan suaminya dulu." Mama tak sedikitpun menolehi aku yang bersimpuh dengan derai tangis dihadapannya.
Aku tak bisa membendung isak tangisku sedikitpun. Setelah delapan tahun memendam perasaan, setelah cukup jauh menjalani hubungan yang indah, kali ini semua harus kandas akibat pertunangan yang tinggal beberapa hari lagi.
"Kenapa ini bisa terjadi Ami""
"Ma, Maafkan Ami. Ami tahu benar Ami salah..."
"Akhirnya yang Mama takutkan benar terjadi sekarang. Kamu sudah jatuh cinta pada orang yang sangat salah."
aku tak bisa berkata apapun lagi.
"Jangan pernah kamu memikirkan anak itu lagi! Dia tak pantas buatmu." Kalimat terakhir Mama ditekan kuat. "Mama tak mau hilangkan kebaikannya. Anak itu memang baik, dia sopan, sangat menghargai pada kamu dan Mama sendiri juga. Tapi tidak, tidak Mama tidak akan pernah mau. Apalagi sekarang" Dia sudah berkumpul dengan orang sesamanya."
"Maafkan Ami Ma..."
"Mama bersyukur masih menemukan kabar ini saat dia akan bersanding dengan orang lain."
"Ma..." "Kamu lihat siapa garis keturunannya" Siapa Ibunya" Siapa Ayahnya juga"" "Iya Ma, Aku sangat mengerti.."
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ibunya adalah seorang wanita yang sangat dibenci oleh keluargamu. Aunty -Auntymu, pamanmu, bahkan Mamamu sendiri saat ini. Kamu memang boleh bersanding dengan dia, bahkan saat ini juga jika Mama mau, Mama bisa menyuruh pertuangan itu untuk dibatalkan. Tapi tidak, lelaki itu tidak pantas buat kamu. Pikirkan selanjutnya" Selama ini Mama memang diam dengan keadaan orang itu dengan Mama sendiri, tapi tidak Mama mengharapkan orang itu akan datang dan pergi sesukanya
110 kerumah ini. Tidak nak... sampai kapanpun, Mama tidak akan pernah menerima kehadiran wanita itu apalagi sebagai besan Mama."
"Ma aku tak pernah berfikir sampai sejauh itu."
"Dan kamu sekarang harus memikirkan itu. Cinta mau dibawa kemana lagi selain ke pernikahan yang sah""
"Aku tahu Ma, tapi aku sangat menyesalkan karena aku tahu dia tengah berbohong padaku. Aku sangat sakit mengetahui semua ini terjadi Ma."
"Kamu tidak usah menyesal seperti itu. Percuma, penyesalan seperti itu hanya akan menyakiti hati. Sudah, peras
aan cinta itu adalah berkah, karunia Tuhan yang diberikan pada hamba -hambanya. Semua orang berhak cintai siapapun."
Aku memeluk Mama dengan erat. Menceritakan sebagian isi hatiku sangatlah membuat perasaan dan fikiranku jauh lebih tenang. Walau kisah tersembunyi hanya akan menjadi penyakit yang tidak akan pernah ada obatnya.
"Lupakan dia, berusahalah terus Nak..." Tandas Mama tanpa menolehi aku dibelakangnya.
Kemudian Mama terus keluar dan menutup pintu kamarku. Ma maafkan Ami yang telah mengecewakan Mama...
Dua puluh tiga,,, Klung! Klung! Aku menolehi laptopku yang sedang modus online. Rupanya ada satu chat messege. Aku selesaikan dulu menyusun lembaran -lembaran kertas berserakan diatas kasur yang harus aku serahkan pada dosen besok. Setelah selesai, baru aku kembali pada layar internet dunia mayaku.
Offline 'Farish : Assalamualaikum'
Aku tersenyum, ternyata anak itu lagi. Sudah dua hari ini dia tak telpon maupun sms aku. Sepertinya dia sedang sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya yang sampai saat ini aku juga gak tahu dia kerja apa sebenarnya. Dia hanya mendengarkan aku tanpa mengizinkan aku mendengarkan tentang dirinya. Itu yang membuat aku susah juga untuk cari tahu dia itu anak siapa sih sebenarnya.
Sayangnya dia sudah keburu offline, mungkin terlalu lama juga menunggu aku menyelesaikan tugas -tugasku dulu.
'Waalaikum salam' Aku membalasnya. Susudah itu aku melanjutkan lagi tugas -tugas yang tadi.
Hooowwwaaayyy!!! Mataku sudah gak kuat lagi mau terus melebar menatap cahaya warna dari layar kompi. Aku toleh kebelakang melihat jam di dinding ternyata masih jam setengah sepuluh malam.
Klung! Klung! 111 Chat messege lagi. 'Masih online ni"'
Kembali aku tersenyum dan segera membalasnya. <-'Iya, kamu juga"' ->'Iya' ->'Sepi ni'
<-'"sibuk amat ya sekarang"' ->'Hehe iya'
->'Kamu sendiri juga kan"' <-'"'
->'Bsok aku pulang.' <-'Oo..' ->'Koq O sih"' <-'Hmm.. U deh.. :D' ->':D,'
->'besok ada acara"' <-'Kenapa"'
->'Gakpapa, Tanya aja.' <-'mau ajak aku keluar ya"' ->'kalau kamu mau n bisa tentunya'
Senyumanku semakin lebar. Aku sangat senang jika Farish mengajakku keluar rumah. Entahlah aku tidak tahu kenapa, yang aku tahu hanya merasa senang, tenang dan tidak kesepian berada di dekatnya.
<-'okelah mumpung aku lagi malas juga dirumah. Kesepian'
->'terus"' <-'nabrak!' ->'maksudnya kita ketemunya gimana"' <-'aku tunggu kamu di...' ->'dimana"' <-'tahu rumahku"' ->'nggak.dimana"'
<-'aku tunggu di ujung perempat jalan dekat kantor polisi ya"' ->'tapi aku gak mau di penjara ya.. '
<-'ha! Lucu. Ya gak lah. Jam tujuh tepat tunggu aku ya gak pake tellat... awas!' ->'okay!'
<-'Well, tidur dulu yaa, dah malem ngantuk. see u tomorrow' ->Ok, have nice dream...' <-'Thanks, u too Farish' 'Amita Rorai going offline'
112 Selesai dulu urusan dengan dunia maya. Aku benahkan diriku untuk bersiap tidur. Gosok gigi, cuci muka, cuci kaki, krim malam pencerah kulit, sisiran rambut, hmm... apa lagi ya" Aku kira itu udah semua, langsung aja aku merebahkan diri di atas tempat tidur spiral yang kalau gerak dikit eh goyang semuanya.
Mata sudah terpejam dan aku lelap dalam tidur dan mimpi indah. Mimpi indah mimpi tentang dia, Aim, mimpi aku sedang bersamanya sungguh bahagia. Berkeliling berjalan di taman yang sangat indah dengan aroma bunga harum, dan berkuntum -kuntum bunga mawar yang ia berikan padaku dengan penuh senyuman.
Dhor! Dhor! Dhor! Aku terbangun sangat terkejut. Aku lihat jendela kamarku dibaliknya ada bayangan hitam yang terus membuat kegaduhan mengetuk dengan keras. Apa itu Maling"! Tapi mana ada maling yang bikin berisik, yang ada cari mati dia.
Walau aku sungguh sangat takut tapi aku coba berusaha memberanikan diri untuk membuka gorden dan melihat siapa yang ada dibaliknya.
"Astaughfirullahal adim! Aim"!" Kagetku saat melihat dibalik jendela adalah
Aim. Dari mana anak itu bisa memanjat hingga kamarku"! Lekas aku membukakan jendela.
"Kamu ngapain"!"
"Ami.. " Aim malah masuk kamarku dan dia memelukku dengan sangat erat
sekali. "Apa yang terjadi bang""
"Ami tolong aku. Aku tak ingin pertunangan itu terjadi. Aku tidak mau, Inez itu tidak men
cintai aku, dia tidak aku cintai! Hanya kamu Ami, aku hanya mau tunangan dan menikah sama kamu Ami!"
"Sebenarnya apa yang terjadi bang" Kenapa tiba -tiba abang datang kesini"" Aku semakin bingung saja dibuatnya.
"Ami tolong bilang pada Mamamu kalau ini semua tidak boleh terjadi. Aku ini hanya untukkmu Ami..." Ia melepas pelukannya dan memegang erat dua tanganku. "Aku mohon Ami. Buatlah kisah kita indah hingga akhir Ami..."
"Tapi"" "Aku mohon Ami..."
"Percuma kamu memohon begitu pada Ami. Dia itu tidak akan pernah kembali padamu lagi..." Ujar seorang lelaki dengan santai.
Aku berbalik melihat tempat tidurku. Siapa dia"! Dia seorang lelaki memungkurkan badan tidur di kasur yang sama dengan aku"
"Siapa kau"!" Bentak Aim padanya. "Siapa dia Ami"!"
Aku menggeleng penuh takut dan heran. "Aku, aku, aku aku tidak tahu siapa
dia." 113 Aim menggandeng tanganku. "Ikutlah denganku, kita akan pergi jauh berdua sayang..."
Aku yang sangat takut dengan lelaki tak jelas itu gelap mata aku menekatkan diri untuk ikut bersama Ibrahim. Entah aku tidak perduli Aim akan membawa aku kemana yang penting aku merasa aman bersamanya.
Akupun ikuti Aim yang melewati jendela.
"Tunggu!" Lelaki itu kembali menghentikan kami.
Aku dan Aim hanya menoleh tanpa bicara. Sangat tak aku sangka lelaki yang ada dihadapan kami adalah Farish"!
Dia tersenyum simpul dan perlahan mengangkat tangan kirinya dengan sebuah pistol mengarah tepat pada Aim disebelahku.
Dor! Astaughfirullahal adim! Mataku terbuka, aku rasa kaku dan sakit di sekujur tubuhku seperti semut menyerubungi dari ujung kaki hingga kepalaku. Bulir -bulir keringat sudah seperti air yang menghujani seluruh tubuh, hingga aku rasa sangat basah pada bagian bantal kepala hingga punggung yang aku tiduri.
Astaughfirullahal adim! Kenapa mimpiku sangat buruk seperti itu" Ya Tuhan, apa yang terjadi pada dua orang lelaki yang sangat dekat pengaruhnya dengan ku" Lindungi keduanya Tuhan, aku tidak ingin menyakiti salah seorangpun dari mereka.
Semoga itu hanya sekedar bunga tidur yang akan berlalu di hembus angin...
*** Hari ini hari sabtu! Saatnya libur!
Week end yang harus menyenangkan. Yaa memang gak harus weekend aja sih hari yang menyenangkan. Kemarin" Besok" Bahkan besok lusa" Yaa tentu harus lebih menyenangkan dari hari ini. Hemm...
Aku punya planning hari ini. Berhubung aku suka masak dan membuat kue, jadi aku putuskan untuk berbelanja dulu ke toko.
"Hari ini yang masak Ami!" Seruku pada seisi rumah saat sedang santai habis sarapan. Yang tidak santai sih cuma kak Emma karena anaknya masih harus masuk sekolah. Dan Ayah juga, hari ini jusrtu jadi hari yang sangat menyibukkan. Sibuk akan undangan kawan -kawan untuk jamuan sarapan, makan siang, dan makan malam. Week end!
"Mau masak apa kamu"" Tanya Kak Hani yang tadi pagi -pagi sekali baru sampai dari luar kota.
"Hmmm..." Mama mendekat. "Hari ini keluarganya ngumpul semua lengkap. Emma, Sita,
Hani..." "Ya sudah aku hari ini gak jadi masaknya."
"Kenapa"" 114 "Masaknya bikin orang satu rumah aku takut gak sesuai selera entar." "Ya masak aja deh sendiri -sendiri. Kamu ya buat kamu, kakak ya buat suami kakak, Hani buat suaminya sendiri juga, Mama buat Ayah, kak Emma buat anaknya
deh..." "Yang ada dapur jadi dapur umum kak..." Goda kak Hani yang tak setuju dengan ide kak Sita. Maklum dia gak terlalu suka masak, jadi yang sekiranya langsung makan aja gak usah repot -repot. Apalagi sekarang dia sudah jadi seperti tamu dirumahnya sendiri.
"Haduh repot amat cuma mau masak. Sudah Mama aja yang mau masak, kalau mau bantuin silahkan, kalau enggak ya sudah menjauh saja biar gak disuruh bantuin." Sela Mama.
Kami semua tertawa melihat ekspresi Mama yang suka pusing kalau semua anaknya masuk dapur dengan imaginasi resep masakan masing -masing. Soalnya yang ada dapur ancur berantakan abis, lain lagi kalau udah tengkaran urusan cuci piring dan perabot. Huh capek deh...
Karena Mama yang memutuskan untuk masak, sementara aku putuskan sendiri untuk bikin cake. Kali ini judulnya cheese cake coklat. Hmm... nemmu ressep dimana ya aku" Hehe Imaginasi...
Abis belanja, langsung pakai celem
ek turun dapur. Semua bekerja hari ini. Sudah hampir sejam lebih kiranya aku Mama dan kakak -kakakku berendam dalam dapur. Untung aja rumah besar dapurnya juga besar, yaa setidaknya gak berjejal lah.. Saatnya makan siang semua sudah sedia di tempat makan. Termasuk Ayah yang ternyata membatalkan janji demi berkumpul bersama anak -anak, menantu dan cucu -cucunya hari ini.
Sayangnya... "Ibrahim kapan Yah tunangannya"" Tanya Kak Hani yang lupa kalau pertunangan itu tinggal dua hari lagi. Harinya hari senin yang sangat aku ingat. "Senin lusa.." Jawab Ayah.
Akh kenapa harus ada pertanyaan itu" Aku jadi hilang selera untung saja makananku sudah habis.
"Ibrahim tidak minta ditunda lagi"" Lanjut lontaran pertanyaan dari Mama. Entah apa maksudnya Mama bertanya begitu pada Ayah.
"Ya sepertinya tetap. Tapi Ayah tanya dia hanya bilang tidak siap."
"Dari mana sih awalnya koq tiba -tiba Imnan minang anak Armand" Siapa namanya itu""
"Inez." Sahutku kilat.
"Iya..." Mama membenarkan.
"Itu kata Imnan pernah cerita dulu..."
'Intro Panah Asmara' Semua beralih sejenak pada bunyi hapeku.
115 Aku lihat itu dari Farish. "Aku angkat telpon dulu..." Permisiku pasti dengan senyuman. Menyingkir jauh agar tidak ada yang dengar pembicaraan yang seru dengan dia. Hehe, aku kenapa jadi begini ya""
"Hallo"" "Assalamualaikum Ami...""
"Waalaikum salam Farish...""
"Hemmm, sedang apa""
"Aku lagi ngumpul sama seluruh keluargaku."
"Wah maaf aku pasti mengganggu."
"Tidak, tidak, tidak..."
"Hemm, tadinya aku cuma mau bilang kalau aku sudah sampai di kota."
"Syukur deh kalau gitu."
"Oh ya nanti malam tetap jadi kan""
"Pasti bos!" "Oke deh. Makasih ya Ami." "Sama -sama Farish..." "Assalamualaikum..."" "Waalaikum salam...."
Tit..... ! Terus aku membatalkan niatku untuk kembali ke meja makan. Mendingan aku siapin cake yang mau aku kasih sama Farish nanti. Kira -kira dia mau gak ya sama cake buatanku"
Gagang pintuku berputar dan terbuka.
"Ami!" Bentak Kak Emma yang muncul dari baliknya.
Aku langsung menoleh dan tersenyum padanya. "Apa kak""
"Apa, Apa kamu ini! Dari tadi dipanggilin nyahut ah! Dikirain tidur, eh dak taunya malah senyum senyum sendiri!" Ocehnya memarahi aku.
"Ye maap, aku gak dengar kakak..."
"Gak denger orang dari tadi yang tereak! Udah di panggil Ayah tuh!" kabarnya marah -marah.
Aku langsung kantongi kembali handphoneku dan pergi menemui Ayah yang sedang duduk dengan semangkuk serbat pencuci mulut setelah makan seperti biasa di meja makan.
"Ayah panggil aku"" Aku berdiri dihapan Ayah yang meneguk kopinya. "Adin mau ulangan besok, katanya mau belajar sama kamu sebentar lagi." "Sebentar lagi"" Mataku melebar. Sebentar lagi sore, berarti. "Sore ini Yah""
"Iya..." Aduh, belajarnya sampai kapan" Aku kan udah punya janji sama Farish gimana kalau sampai lebih dari jam tujuh" Haduh! Ayah ada -ada aja ah. "Dimana Ayah""
116 "Terserah kamu saja, kalau di sini biar Ibrahim saja yang antar. Ya kalau mau kesana terserah kamu dah..."
Haduh, kalau Adin yang kesini bisa -bisa lebih lama lagi. "Biar Ami yang kesana saja Ayah..."
"Ya sudah nanti setengah empat saja.. "
"Baik Ayah." Aduh memang ada -ada saja kalau jadi guru dadakan seperti aku. Giliran ada pr, ulangan, ujian semester, aku yang harus urus tuh anak. Mana Mami sama dua abangnya tuh"! Gak guna ah! Dua abang itu selalu sibuk dengan urusannya sendiri, yang Fajrin sibuk nguberin cewek buat jadi calon isteri, yang satu bingung buat ngebatalin pertunangannya. Sih Mami nih, sibuk mikirin dua anaknya yang mulai
semakin menjadi Gilanya! Aerrghh!!! Jangan sampai aku ikut -ikutan gila!
*** Dua puluh empat,,, Susahnya! Kenapa harus aku yang mengajar Adin! Mau aku apakan diriku kalau sampai aku bertemu dengan Aim"! Huh!
OH GOD! Jantungku semakin berdebar dan aku benar -benar sangat gugup. Tangan mulai berkeringat, gemetar sudah sampai suara. Aku yakin pasti tahu aku akan datang ke rumahnya dan dia pasti memanfaatkan kedatangan aku. Oh Aim! Menyingkirlah dari hadapanku.
Bismillahirrohmanirrohim...
Tok tok tok! Aku ketuk pintu rumah Aim dengan keras. Sebenarnya karena aku gugup jadi aku tidak bisa mengendalikan gerak t
anganku. Akhirnya pintunya segera di buka, dan lagi Aim yang bukakan untukku, sangat sesuai dengan yang aku takutkan.
"Adin mana"!" Ketusku.
"Baru datang bukannya salam malah langsung tanya Adin." "Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh! Udah!" "Waalaikum salam. Masuk, Adin ada di dalam..." Jawabnya melangkah kembali ke dalam rumah.
Aku mengekor dibelakangnya. "Mana Mama sama Fajrin"" "Ngapain cari abang"" Jawabnya kesal.
"Salah aku cari abangmu ha"! Sudah lama tak jumpa salah juga nanti kalau aku tanya kabar dia"!" Kataku membentaknya kasar. Ya TUHAN aku semakin sensitive saja rasanya. Semakin mudah untuk emosi dan naik darah dibuatnya.
"Salah! Aku tak suka!"
Aku menatapnya tajam, dikiranya aku ini akan beralih pada abangnya apa"! "Kau"! SINTING!"
"Apa" Sinting" Kau lebih sinting!"
117 "Kau itu yang sinting!"
"Kau!" "Kau!" "Kau itu..!"
Terus saling melempar umpatan tanpa henti hingga.
"Woy"! Abang ni sama kakak kenapa sih"!" Sela Adin yang muncul ditengah -tengah kami.
Seketika kami berhenti dan malu tentunya pada bocah itu. "Darimana aja kamu"" Aim mengalihkan kegentingan perang mulut kami. "Aku sudah nungguin di meja belakang bang!" "Terus kamu ngapain kesini""
"Ya aku mau lihat kak Ami apa sudah datang, lagian kakak sama Abang dari tadi berisik tahu!" Tegas Adin.
Dasar begok! Yang mulai perang siapa ha"! Aku menatapi Aim sinis. "Sudah ayo cepetan kalau mau belajar. Kakak masih banyak urusan!" Tekanku pada Aim bukan pada Adin yang aku ajak bicara.
Beralih ruangan, aku, Adin dan seekor Aim yang ikut aja nimbrung. Ah sungguh sial aku! Masa aku harus ngajari bocah kelas enam SD berdua sama Aim!
"Mau apa kau tetep disini""
"Aku" Mau disini" Suka -suka aku dong, ini kan rumahku.. " Kau itu! Akhirnya aku lebih memilih untuk diam.
Adin konsentrasi dengan pelajarannya, sementara Aim mengepungku dengan sejuta intaian matanya. Argh...Aim! Resah dan gelisah seperti seorang yang sedang sakit ambeyen aku tidak tenang duduk di kursi yang emmpuk ini. Seperti duri yang terus menusuk -nusuk, kursi inipun tak senang atas keberadaan ku. Oh my GOD! Kapan pengajaran ini akan berakhir"
Sesekali aku lihat jam tanganku yang tak segera menunjukkan jam tujuh. Beristirahat sejenak menunaikan sholat mangrib kemudian melanjut lagi tugas mengajar sebagai guru panggilan yang musiman, kalau pas ada ulangan dan peEr!
"Kamu itu kenapa sih dari tadi aku lihat cuma jam terus yang ditengokin"!" Tegur Aim yang tak tahan juga memperhatikan sikapku gelisah.
"Terserah aku lah..." Jawabku ketus tak memperhatikan mukanya.
"Kamu itu kenapa sih Mi" Ditanya baik malah jawabnya ketus."
"Suruh siapa tanya -tanya aku"" Mataku menyipit melihatnya.
"Kamu berubah sekarang! Kamu kenapa" Apa yang bikin kamu berubah ha"!"
"Kamu tanya yang bikin aku berubah gini apa"! Masih tanya ha"!"
"Kalau pertunangan itu yang kamu maksud, okay aku minta maaf! Tapi gak gini juga kamu harus bersikap sama aku kan""
"Udah percuma aku bersikap gini gitu lagi sama kamu, gak ngaruh sama hubungan kita."
118 Gak sadar aku dan Aim malah cekcok di depan Adin yang sedang belajar.
"Abang sama kakak ini kenapa sih koq bertengkar terus dari tadi"!" Sela Adin yang menggaruk -garuk kepalanya kebigungan.
"Adin, kakak minta maaf. Belajar kita sampai disini aja. Kalau kamu masih ada yang ingin ditanyakan, tanyakan aja sama Abangmu itu. Kakak harus pergi ada janji penting. Harus tepat waktu." Aku bereskan barang -barangku dan lekas mencangklongkan tas sambil tergesa -gesa melangkah keluar.
"Ami! Mau kemana kamu"!" Aim mengekor terus dibelakangku, mengikuti aku hingga aku berada tepat di samping mobil.
Ia meraih tanganku tapi langsung aku hempas begitu saja. "Tunggu aku bilang!"
"Mau apa lagi"!"
"Kamu mau kemana"! Urusanmu belum selesai sama Adin!" "Adin atau kau yang memang sengaja ingin menahan aku ha"!" Aim diam tak menjawab. Aku rasa aku benar dia hanya alasan agar aku bisa datang kerumahnya. Bodoh!
"Sudahlah, aku bilang aku ada janji!"
"Janji" Janji sama siapa"! Jangan menghindar begitu kamu! Jangan bilang kalau kamu janji sama sama si Brengsek itu, iya"!"
"Dia punya nama bukan Si Brengsek! Lagian
bukan urusanmu aku punya janji sama siapa! Aku juga gak ngindar" Yang ada aku benci ada di hadapanmu lagi!" Tandasku. Aku lekas masuk ke mobil dan swing pergi melarikan diri darinya.
Sial! Kenapa aku harus bertemu dengan orang seperti dia di dunia ini"! Kenapa
aku"! Kenapa aku sangat marah dan benci padahal aku sangat menyayanginya"! ***
Jam tanganku sudah menunjukkan jam tujuh lewat lima belas. Argh! Ini gara -gara Aim yang terus berlama -lama menahan aku hingga aku harus terlambat. Bukannya aku yang harusnya datang lebih dulu malah Farish yang aku buat menunggu lama.
Aku parkirkan mobil di tempat parkir umum yang disediakan khusus setiap malam minggu. Taulah malam minggu orang berduyun -duyun berkumpul di pusat kota untuk menyaksikan berbagai pertunjukan olahraga setiap minggunya. Yaa memang sih tidak hanya tujuan nonton, tapi kencan, atau entahlah aku tidak tahu. Lalu tujuanku" Tujuanku jalan -jalan merayakan hari ulang tahunku yang sudah lewat beberapa hari lalu bersama Farish.
"Farish!" Aku menyapa seorang lelaki yang sedang bersandar pada dinding toko menanti kedatanganku. Lekas aku menghampirinya.
Farish menoleh kearahku. "Ami akhirnya kamu datang juga..." Katanya tanpa rupa yang marah padaku bahkan ia tetap tersenyum.
"Ampun Farish, bukannya aku yang tunggu kamu malah aku yang bikin kamu tunggu aku lama..."
119 "Gak usah segitunya, baru dua puluh menitan lah..."
"Dua puluh menit kamu bilang baru" Kamu itu terlalu baik Farish..."
"Ah udah, jangan dibahas lagi." Farish menatapku dari ujung kaki hingga
kunciran rambutku. "Wah, udah langsung kepakai nih..."
Aku tersenyum. "Iya dong, masuk daftar barang favoritku nih. Makasih ya..."" Farish tersenyum, sedikit pujianku membuat rupanya tersipu. "Sama -sama.
Kita jalan yuk..." "Kemana"" "Mau bakso""
"Boleh..." Aku setuju saja dengan dia. Kebetulan sekali perutku lapar setelah hampir tiga jam berhadapan dengan Aim tadi.
Tempat makan penuh kenangan. Kenapa harus bakso di ujung jalan yang jadi tempat kami sekarang" Aku jadi ingat saat Aim selalu bayarin baksoku dulu. Saat aku dan dia tertawa lepas, saat pulang sekolah aku berjanji untuk bertemu, dan saat terakhir aku mengetahui siapa dia sebenarnya. Walau itu hanya sebulan tapi sudah sangat penuh dengan kenangan. 'Teflon" Telfon!' Aim, andai saja kamu bukan anak Mami, aku pasti akan bilang sama Ayah dan Mama.
"Wey!" Faris menggertak aku yang sedang melayang.
"Ah! Apa"" Aku terbangun.
"Kamu kenapa" Ngelamun.. mikirin sesuatu""
Aku tersenyum menggeleng. "Enggak..."
"Hmmm. Aku gak yakin.. " Liriknya curiga.
"Jujur aja, ini tempat aku suka nongkrong dulu pas SMa..."
"Oh ya"" "Iya, pulang sekolah, sore hari, dating malam sama Aim..."
"Aim"" Aku keceplosan, yaa sudahlah sekalian aja. "Namanya Ibrahim, dia abang tiriku. Dia yang sering ketemu aku, waktu pas gantiin ban mobil waktu itu." "Gak pacaran kan sama dia""
Aku terkejut dengan pertanyaannya. Kenapa dia bisa berkata seperti itu"
"Maksud kamu""
"Ah maaf, aku hanya teringat saja pada teman ku yang pernah aku ceritakan sama kamu waktu itu. Yaa maksud aku kamu, jangan sampai seperti itu lah ..." Aku tersenyum. "Perntanyaanmu salah.. " "Salah" Yang bennner apa"" "'Gak sampai nikah kan sama dia"'.. " "Aha iya barangkali yaa" Terus jawabannya apa"" "Aku jawab, enggak..." "Kenapa bisa jadi gitu""
"Aku lupa dari mana awal semuanya bisa jadi sampai sejauh ini."
120 "Jauh sampai mana""
"Sampai aku seperti orang linglung hanya karena satu kata 'Cinta'. Aku tidak bisa lihat orang lain yang jauh lebih bagus dari dia. Dan aku berusaha semampuku agar aku bisa terus mendapatkan dia dan restu orang tuaku. Selama setahun aku mencari tahu tetang halal tidaknya hubungan kami. Semuanya... dan sekarang rasanya aku hancur saat menemukan dia kembali dengan gadis centil itu. Yaa walau Ayah dan Ibu aku tidak tahu sampai sejauh itu."
"Kalau dia benar abangmu, setahu aku sepertinya dia itu akan menikah ya""
Aku tersenyum berat. "Lebih tepanya bertunangan dulu."
"Ya." Farish menarik nafas dan membuangnya lega. "Aku tahu betul bagaimana sakitnya melihat orang yang kita cintai tengah bersama orang lain. Ta
pi bisa apalagi""
"Kamu pernah jatuh cinta""
Farish mengangguk. "Iya, bahkan sekarang aku sedang jatuh cinta." "Semoga nasip cintamu tidak seperti aku."
Farish menatap wajahku lekat dengan senyum. "Semoga saja. Walau aku tahu benar orang yang aku cintai tidak sedikitpun cinta sama aku."
"Darimana kamu tahu" Apa kamu udah bilang sama cewek itu""
"Enggak, tapi aku lihat sendiri dengan mata kepalaku. Saat itu malam sebelum keberangkatanku ke luar kota. Tadinya aku ingin berpamitan, tapi aku lihat dia sedang berdua menghabiskan malam indah mereka bersama."
Aku tersenyum simpul. "Padahal dia sangat beruntung mendapat cinta kamu,
Rish." "Entahlah.. " Jantungku tiba -tiba berdetak kencang merasakan tatapan Farish padaku sungguh tajam dan tak beralih. Aku mulai risih dengan pandangannya, itu membuatku sangat gugub.
Aku mengalihkan pandanganku. "Aku gak tahu harus menghiburmu gimana. Soalnya aku juga punya masalah persis seperti mu. Bahkan mungkin yang lebih pusing, dia terus menghantui aku membuat perasaanku gundah dan ragu. Membuat aku terus menginginkan dia tanpa berfikir kenyataan yang akan terjadi sebentar lagi."
"Aku tahu, karena kamu selalu membuang air matamu buat dia. Tapi satu yang pasti kamu harus kuat, yakinkan kalau kamu bisa hidup tanpa dia. Mungkin dia tidak pantas buatmu. Kamu terlalu baik, sedang dia buruk sekali."
"Dia tidak buruk, tapi dia sangat buruk..."
Farish tersenyum. "Sudah sabar aja ya... semoga kamu bisa dapatkan penggantinya lebih cepat dan jauh lebih baik darinya. Berganti hati"" Farish menanti senyumku.
Dan aku membalas dengan senyum manisku yang cukup maut. "Tapi aku masih amat sangat sedih Farish..."
"Memangnya kenapa""
121 "Aku kecewa dan sangat sedih karena besok lusa dia akan bertunangan dengan perempuan centil yang namanya Inez itu.."
"Tuh kan belum apa -apa sudah dikatain centil."
"Dia emang centil! Bahkan aku bilang ganjen!" Emosiku kembali tebakar penuh nafsu amarah.
"Ami koq gitu sih""
"Maaf, tapi aku bener -bener gak suka sama anak itu. Bicaranya, pakaiannya, jalannya, gimana aku tidak bilang dia ganjen coba"! Dia emang genit, centil, pokoknya aku gak suka sama dia!"
Farish malah tersenyum geli melihat aku yang emosi sendiri.
"Kalau kamu lihat seperti itu. Lalu kenapa Aimmu itu mau tunangan sama dia""
Aku menggeleng pelan, menaik turunkan bahuku pertanda tak tahu.
"Kalau kamu gak tahu, ya kamu rugi dong."
"Rugi kenapa""
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu berarti gak tahu apa dia juga tengah merasakan seperti yang kamu rasakan sama dia."
"Aku gak tahu, tapi aku rasa iya. Dia bilang kalau dia itu cinta sama aku. Satu kesalahannya yang amat sangat menyakiti aku sekarang..."
"Apa"" "Hari senin besok lusa, dia akan bertunangan dengan perempuan centil itu, sementara dia masih terus bersikap manis sama aku. Setiap kali aku berusaha menghindar, dia terus muncul di hadapan aku. Awalnya aku memang tak harapkan dia, tapi kenapa sejak aku tahu dia adalah abangku justru aku makin gila dibuatnya." Mataku mulai berkaca -kaca lagi. Ah Ami angan menangisi dia lagi dong!
"Kalau dia memang cinta sama kamu, harusnya dia berani batalkan pertunangan mereka."
"Tidak! Dia juga pernah bilang sama aku, tapi aku sangat melarangnya. Kau tahu sendiri kalau sebangsa kita ini sulit untuk tidak membicarakan masalah orang. Dan aku gak mau bikin keluargaku malu gara -gara masalah konyol begini."
Ia menghela nafas panjang. "Ya. Aku gak bisa lakukan apapun untuk bantu kamu. Aku gak tau kalau aku juga berada di posisi yang sama seperti kamu. Tolong jangan nangis, aku paling gak tega lihat perempuan nangis..." Pintanya dengan tatapan penuh iba.
Aku mengusap mataku, aku kembali menyendok sesuap bakso untukku. Aku tersenyum padanya, aku juga gak mau bikin dia merasa iba sama aku. Well kami alihkan tema perbincangan kearah yang lain. Hingga akhirnya dua mangkuk bakso tandas juga.
Aku antar Farish pulang karena kebetulan aku yang bawa mobil dan dia hanya jalan kaki. Dia itu senang sekali jalan kaki, padahal aku tahu jarak dari pusat kota ke rumahnya cukup jauh, empat kilo meter lumayan lah.
122 Mobil menyamping dan berhenti. "Terimakasih atas tumpangannya no
na manis..." Aku tersenyum. "Yang mana rumahmu"" "Pastinya yang ada disebelahku sekarang."
Aku ternganga, jadi tebakanku waktu itu benar. "Jadi waktu itu tebakanku benar kan" Kau anak juragan mangga"" Aku tertawa kecil. Sekarang aku tahu, ternyata Farish masih anaknya kerabat Ayah. Aku tahu betul siapa dia. Ternyata dia anak Uncle Fawwad Rawahi yang punya anak tiga, kakak Farish yang ada di luar negeri, dan seorang adik perempuan. Aku memang tidak pernah melihat dia dan dua saudaranya, tapi aku tahu orang tuanya.
"Waktu itu aku kaget banget kamu tahu aku dari mana. Eh ternyata kamu cuma nebak aja."
"Aku nebak abisnya mukamu mirip sama mangga..." Aku lanjutkan tawaku, Farishpun juga turut menertawai dirinya sendiri. "Sungguh mukaku mirip mangga"" "Hmmm, lonjong seperti mangga..." "Ami, kau tega..."
"Ah maaf -maaf, jangan marah pak..."
Farish tersenyum. "Sudah ah aku keluar dulu..."
Aku kembali tukar posisi dengan Farish.
"Farish tunggu ada yang lupa!" Segera aku masuk mobil dan ambil hal penting yang telah aku buat susah payah tadi siang. Aku ambil kotak kue yang aku bawa dan memberikannya pada Farish.
"Apa ini"""
"Cup cake buatan aku. Cobain yaa""
"Makasih Ami. Harusnya kau tak perlu repot -repot kasih aku."
"Aku hanya ingin belajar bikin kue." Aku tersenyum. "Farish boleh aku tanya
satu hal"" "Silahkan aja."
"Pernahkah terlintas dipikranmu, bagimana nanti jika kita bersanding dengan seorang yang tidak kita cintai""
Kembali Farish bernafas berat. "Aku hanya akan melihat seberapa besar kasih sayang yang dia berikan padaku. Karena cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi aku yakin kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini."
Aku menarik senyum. "Sebelum kamu pergi, boleh aku bilang sesuatu sama kamu"" Pintanya.
"Silahkan..." "Cinta itu hanya sekali seumur hidup, tapi cinta tak akan selalu membawa kebahagiaan. Cinta itu tak semudah kata C I N T A-nya, apapun yang terjadi, aku hanya
123 bisa berdoa yang terbaik buat kamu. Semoga kamu menemukan pengganti lain yang jauh lebih baik dari dia yang bisa cintai kamu sepenuh hati..." Katanya dengan senyuman.
"Terimakasih..." Aku membalasnya dengan senyuman.
Kembali aku dalam mobil dan lekas pulang kembali ke rumah.
Farish, kau itu sangat baik. Seandainya saja orang yang aku cintai adalah kamu
betapa bahagianya aku mendapatkan lelaki sesempurna kamu. Hanya saja aku sudah
terlanjur memilih Aim untuk bertahan di hati aku. Akankah aku bisa dapat orang yang
baik sepertimu Farish" Atau aku hanya terlalu berharap mendapatkannya" Aku tidak
tahu kenapa Farish begitu perduli pada ku. Sampai saja dia memberi peringatan yang
memang harus aku... Ah! Whatever makasih Farish for your whises to me. ***
Dua puluh lima,,, Hari ini aku harus mengurus keuangan kuliah, sayang sekali hari ini hari minggu, aku tak bisa pergi ke bank melainkan hanya dapat transfer uang langsung pada seorang temanku.
Wah, antrian yang sangat panjang. Sekampung pada mau transfer duit ya" Duh! Aku males kalau antriannya sepanjang sungai bengawan solo begini.
Sungguh kebetulan sekali aku bertemu dengan Farish yang baru saja keluar dari pintu ATM.
"Farish"" Aku menyapanya yang tertunduk serius dengan buku tabungan yang aku rasa pasti miliknya.
"Ah, Ami..." Sahutnya tersenyum padaku.
Aku terkejut melihat wajah Farish yang tertempel plaster dan beberapa noda biru. Semalam dia masih baik -baik saja aku mengantarkan sampai rumah. "Kamu kenapa""
"Aku gak papa..."
"Biru"" "Ah..." Farish malah tersenyum.
"Abis berantem sama siapa sampai segitu banyak memarnya"" "Gak penting lah..." Elaknya, aku tahu dia berbohong pasti terjadi sesuatu semalam.
"Gak penting gimana kamu ini. Wajah kamu itu bengep, pasti itu sakit kan. Siapa sih yang tega berbuat seperti ini sama kamu" Yaa memang aku gak tahu urusan kamu sama orang itu. Semalam kamu masih baik -baik aja Farish."
"Udah biasa ajalah, aku gak papa koq, jangan berlebihan begitu."
"Kamu itu kenapa sih"!"
"Tenang aja, aku gak papa, koq kamu yang segitu khawatirnya sama aku sih""
124 "Farish, kamu itu memang terlalu baik ya. Ini b
ukan masalah berlebihan atau enggak, masalahnya ini muka kamu sekarang kelihatan jellek banget tahuu...!!" Kesalku seraya bergurau.
Farish malah tertawa. "Ketawa aja terus!!"
"Mukaku tambah mirip sama mangga""
"Lucu!" Aku tak tertawa sedikitpun.
"Okay. Maaf, tapi kamu gak usah seperti itu lah. Aku ini kan bukan apa -apamu, lagian ini juga salah aku koq..."
"Hem! Iya sih..."
"Ya udah, aku pamit duluan ya..." "Udah selesai urusannya""
"Iya..." Aku tersenyum. "Iya, hati -hati..." Pesanku.
Hah! Farish, dia pergi lebih dulu dan aku sendirian tanpa teman sekarang. Aku heran padanya, seperti yang sedang punya masalah sama preman saja dia. Benar -benar membuat aku sangat curiga dan penasaran bertumpuk -tumpuk. Siapa yang tega memukulnya hingga memar seperti itu" Atau jangan -jangan preman yang waktu itu" Haha! Sudahlah...
'Intro panah Asmara' Hapeku berbunyi. Wah ada Mami yang telpon. "Assalamualaikum Ami..." Katanya dari jauh sana. "Waalaikum salam Ma. Ada apa""
"Mama mau minta tolong kamu temani Ibrahim cari sepatu ya, kebetulan Mama sekarang gak bisa carikan. Mau minta tolong sama kakak kamu sedang antarkan anaknya sekolah katanya..." Pintanya.
Ah! Tubuhku seketika melemas rasanya. Apa yang harus aku lakukan" Aku tidak mungkin menolak permintaan Mami, yang ada Ayah marah sama aku. Tapi aku juga gak mau ketemu lagi dengan Aim.
"Ami, kamu bisa kan" Bantu Mama ya..."
"Iya Ma, Ami bisa. Sebentar lagi Ami kesana..."
"Gak usah, biar Ibrahim saja yang menjemput kamu katanya..."
Ah harus apa aku sekarang" Setiap kali ingin menghindar selalu ada saja hal yang bikin kita ketemu lagi. Itu bikin hatiku tersiksa, kenapa harus temani dia beli sepatu itu pasti untuk seserahan sama si centil Inez itu!
Tanpa jawab apapun aku langsung matikan telpon. Batal ke ATM segera aku pulang. Kenapa aku gak bisa bilang tidak"!
Belum berbelok masuk kehalaman rumah mobil civicnya sudah stay di depan. Aim, kamu itu bikin aku gila! Aku gak mau kita terus seperti ini. Tapi apa dayaku, hati kecilku juga masih inginkan kamu. Aku sayangi kamu. Kalau saja kamu bukan abangku,
125 aku akan hentikan rencana pertunangan kamu dari awal. Aku tak sanggub menatapnya lagi. Aku sungguh tak mau bertemu lama -lama dengan dia, karena itu hanya akan meperdalam lukaku.
Tangannya menyentuh tanganku. "Jangan diam begitu..." Katanya memulai pembicaraan dalam mobil.
Aku tentu lekas menarik tanganku kembali. "Gak ada yang harus kita bicarakan, so aku diam!" Aku masih saja ketus padanya.
"Ami, jangan..." Katanya terhenti saat hapenya berdering telpon. Dia angkat telpon, sepertinya aku yakin dari Inez. Suaranya dikecilkan, entah apa maunya. Aku gak perduli lagi. Tak terlalu lama berdialog dengan telponya. Ia kembali denganku. "Barusan Inez yang telpon..." Katanya padaku.
"Lalu" Apa urusanku""
"Cemburu""
"Jangan gila! Aku ini adikmu sendiri sekarang. Mau cemburu atau tidak itu tidak ada artinya lagi sekarang!"
"Sampai kapan kamu mau terus anggab aku ini abang kamu Ami"! Aku ini cinta sama kamu! Dan aku juga tahu kau itu cinta sama aku! Tapi kamu selalu bersikap begini sama aku. Aku bosan!"
"Selamanya!" Tegasku.
"Ami!" Bentaknya balik padaku.
"Aku memang cinta sama kau, tapi bukan begini juga jalan kita!" Aku tekuk bibir bawahku, rasanya aku tak kuat menahan air yang hendak keluar dari mata akibat bentakannya. "Kau tahu, aku sudah temukan hukum yang pasti untuk hubungan kita yang seharusnya memang gak pernah ada."
"Sekarang aku gak mau bicarakan tentang hukum apapun!" Bentaknya kasar padaku. "Tolong mengerti aku! Okay sekarang kita memang gak akan bisa sama -sama lagi selamanya, tapi aku hanya minta satu hal sama kamu. Jangan bikin aku gila dengan semua sikap kamu sama aku yang selalu menghindar dengan sikap yang kasar. Sadarkah kamu" Setiap pertemuan kita tidak pernah bebas dari percekcokan yang tidak jelas kenapa masalahnya! Aku bosan Ami! Besok aku akan bertunangan dengan Inez, dan itu hanya tinggal hari ini saja. Mengerti aku! Aku gak siap dengan semuanya..." Jelasnya dengan penuh emosi, rupanya menyedih dan tetesan air matapun jatuh percuma dari kedua matanya.
"Lalu sekarang"! Kena
pa gadis centil itu bisa sampai kesini dan menjadi calon tunanganmu"! Kalau bukan kau yang inginkan ini semua gak akan terjadi!"
Aim diam tak menjawab pertanyaanku.
"Aku gak akan percaya dengan kata -kata cintamu itu! Kalau kau itu memang cinta sama aku harusnya tidak ada pertunangan itu, tidak ada si centil Inez, tidak ada sepatu, tidak ada kain, tidak ada seserahan! Sadar Aim aku gak bisa kau bohongi lagi!"
126 Putaran roda mobil pelan -pelan berhenti, menyingkir dari keramaian lalu -lalang kendaraan yang lain. Rupanya ia benar -benar emosi tak bisa mengendalikan jalanan lagi.
"Aku tahu aku salah!" Nafas ditarik dan dihembuskan keras. "Okay! Aku akui, aku salah dan sekarang aku sadar. Awalnya aku memang main -main, aku kira aku bisa melupakan kamu dengan mencari sesosok perempuan yang cantik, ceria dan baik seperti Inez. Aku kira dia akan menjadi seorang yang memberikan keceriaan padaku. Tapi kenyataannya aku salah, dia tak lebih dari gadis kecil yang cerewet, manja, dan suka membuatku kesal. Sangat berbeda denganmu Ami..."
"Dengan semua penjelasanmu, aku tetap tidak percaya..."
Aim menoleh seketika menghadapku. "Ami"!"
"Maaf, aku tidak bisa lagi percaya sama kau."
"Apa yang akan membuat kamu percaya" Kamu ingin aku bener -bener menghentikan pertunangan itu ha"!"
"Setelah apa yang udah kamu lakukan dari dulu hingga detik ini, aku semakin yakin kalau kau itu hanya main -main."
"Siapa yang sudah mencuci otakmu seperti itu Ami" Mana Ami yang aku kenal selalu percaya sama aku ha"! Yang selalu perduli sama aku ha"!"
Aim, sungguh maafkan aku. Aku tetap percayai kamu, hanya tak mungkin aku membuatmu membatalkan pertunangan itu. Aku tidak menginginkan dirinya kembali lagi mendapatkan belaian dan kasih sayang dariku lagi. Seperti apa yang dikatakan Farish aku harus kuat dan bisa bertahan, menunjukkan kalau aku tak butuh padanya. Bisa hidup tanpa dia, tanpa tangis untuknya lagi.
"Kamu sadar apa yang udah kamu katakan sama aku Ami"" Setetes Air matanya jatuh dihadapanku. Aku tak pernah melihat tetesan air bening dari dua matanya jatuh untukku seperti itu.
Tanpa terasa akupun turut meneteskan air mataku. "Aku sadar."
"Sekali lagi kamu bilang seperti itu sama aku, berarti kamu ingin aku mati.
Iya"!" Aku diam tak menjawab lelaki itu.
Kemudian Aim keluar dari mobil dan ia berdiri di tepi jalan. Tingkahnya cukup membuatku takut, aku takut yang dikatakannya benar. Langsung aku mengikutinya keluar dari mobil dan berdiri tepat dibelakangnya.
Lagi -lagi aku goyah, perasaanku lebih kuat dari niatku untuk tidak menyantuninya dengan senyum dan cinta lagi. Aku sentuh punggungnya, dan ia berbalik menghadapku.
Maafkan aku, harusnya dari awal aku berusaha mengerti kamu tidak terus bersedih dan emosi dengan perasaanku sendiri. Maafkan aku, seharusnya aku bisa membuatmu tenang walau tak ada aku lagi disisi mu.
127 "Gak ada seorangpun yang bisa mengerti perasaanku sekarang. Sekalipun Inez yang setiap katanya selalu bilang 'Aku mengerti kamu' Bulshit! Aku gak suka sama dia! Kalau saja bukan karena Mama yang minta aku dengan tangisnya, aku gak akan pernah mau menerima semuanya..." Lanjut Aim yang semakin kesal dengan pikirannya sendiri.
Ternyata aku sudah tak perhatikan dia. Hanya membingungkan pikiranku sendiri. Aim izinkan aku temani kau sehari saja...
"Aku gak tahu harus apalagi sekarang. Aku marah, aku benci, aku menyesali kenapa semua ini harus menimpa aku. Tapi aku tidak biasa berbuat apapun."
Aku tak menjawab apapun bicaranya. Yang aku lakukan hanya memeluknya dengan erat agar ia yakin bahwa aku ada untuknya. Perdulikan dia, dan mengerti keadaannya saat ini. Aku membelai lembut punggungnya, berharap dia bisa mendapatkan keadaan yang lebih tenang bersamaku.
"Abang... maafkan aku."
"Ami..." Panggilnya lemah tak mampu untuk berucap lagi.
"Izinkan aku temani abang hari ini..."
Aim mememlukku erat. "Tolong aku Ami..."
Akan aku tolong kau semampu diriku melakukan yang terbaik untukmu.
Kalian tahu" Kami berdua tak pergi untuk membeli sepatu untuk sang Cinderella centil. Justru kami berdua menghabiskan waktu bersama di tempat yang dulu sering kami kun
jungi. Merilis ulang memori masa lalu yang hanya akan tinggal kenangan. Ya TUHAN ampuni aku yang masih di mabuk cinta dengannya... aku hanya inginkan yang terbaik untuknya. Tak ada beban, tak ada ragu, tak ada marah, tak ada kecewa lagi..
Pantai biru jadi tujuan akhir kami yang sudah setengah hari berada di luar rumah. Ini pertama kalinya aku berjalan berdua di pasir pantai dengan seorang Ibrahim Imran yang aku sayangi.
Aku menghentikan langkahku dan merapikan rambutku yang terus terhembus angin. "Bagaimana keadaanmu sekarang""
"Aku jauh lebih baik Ami. Terimakasih sayang..." Jawabnya penuh lega.
"Baguslah..." "Kamu sendiri gimana""
"Well sangat lebih baik sekarang..." Jawabku dengan senyuman.
Aku pandangi semua yang ada dihadapanku. Laut biru, buih ombak, langit dan kepulan awan putih bagai kapas yang berterbangan di langit. Sungguh indah, orang -orang berwisata memanikan air -air, melawan ombak dengan boatnya. Aroma air asin jernih tiada tandingan, lain lagi dengan angin pantai yang sejak tadi meniup rambutku hingga sedikit terlepas dari ikatannya.
Berjalan menyusuri kembali pinggiran pantai bersama Aim yang terus merangkulku. Hingga mataku terhenti pada satu titik, seorang lelaki yang tengah
128 duduk sendiri di bawah pohon. Menggenggam pasir dan membuangnya perlahan hingga bulir -bulir pasir tertiup angin pantai.
Aku rasa itu terlihat seperti Farish. "Tunggu sebentar..."
"Mau kemana""
"Sebentar saja..."
Aku berjalan mendekat pada lelaki yang aku kira itu Farish. Dan ternyata benar. "Farish..." Sapaku.
"Ami"!" Nampaknya ia sangat terkejut dengan kehadiranku. Berdiri dan mengebaskan bajunya yang kotor dengan pasir. "Ngapain disini sendiri""
"Aku memang sering disini sendiri koq. Kamu sendiri""
Tersenyum padanya, kemudian aku berbalik melambaykan tangan pada Aim yang masih stay dibelakang. "Aku sama dia..." Kataku dengan bangga.
"Owh..." Aim datang. "Apa""
"Kenalin, dia Farish teman baikku. Kemarin -kemarin pas ketemu suasanya lagi gak enak jadi aku belum sempat kenalkan kalian satu sama lain."
Aim menjulurkan tangannya. "Ibrahim..." Katanya dengan wajah yang tak bersahabat.
"Farish..." Katanya.
Jabatan tangan lekas dilepas mereka. Entah kenapa aku merasa aneh, melihat dua rupa yang tidak akur rasanya. Seperti bisu, mereka tidak saling berbasa -basi satu sama lain. Mungkin Aim merasa cemburu karena selama ini aku sangat dekat dengan dia, tapi Farish sendiri tak sedikitpun berusaha mencairkan suasana yang mulai menegang.
"Kenapa"" Tanyaku pada Aim yang masih diam.
"Gak papa..." "Well Ami, aku harus pergi dulu ada yang..."
"Kemana"" Aku memotong katanya.
"Kalau dia mau pergi ya biar pergi saja lah Mi."
Farish pergi tanpa kata lagi pada kami. Entah ada apa dengan keduanya. Gak mungkin Aim bersikap kaku seperti itu pada seorang yang baru ia kenal. "Abang gak kenal kan sama dia"" Tanyaku yang mulai curiga. "Maksud pertanyaan kamu itu apa"" "Ya aku hanya tanya saja bang..." "Kalau aku kenal dia ngapain juga aku kenalan lagi ha""
Memang, tapi entahlah aku masih merasa aneh dengan keduanya.
*** Dua puluh enam,,, 129 Ya TUHAN, hatiku kembali dirundung kegelisahan. Setelah sehari aku melalui pagi dan siang bersama Aim, aku memang merasa senang dan tenang. Tapi aku tidak akan selamanya merasa tenang dan senang. Suatu hari nanti perasaan rindu mendalam pasti akan datang seperti hari -hari kemarin. Aku tak akan bisa menguasai diriku untuk berhenti merindukan dia. Sementara aku sudah tak berhak apa -apa atasnya lagi, bahkan mungkin memilikinya adalah suatu hal yang tabu.
Besok malam adalah tepat hari yang membahagiakan dua keluarga, keluarga Inez dan Mami Imnan. Dan akan menjadi duka mendalam seumur hidupku, pertunangan Aim dan Inez. Aku sungguh tak sanggup rasanya melihat tawa senyum bahagia semua orang dirumah ini. Mereka semua tengah bersibuk dengan kotak -kotak berwarna hijau, yang katanya warna kesukaan Inez.
Pakaian, kain, selendang, bunga, sepatu, dan semua di tata rapih dalam kotak -kotak yang sudah disiapkan. Dan semua tertata rapih dengan pita hijau sangat cantik. Bolehkah seserahan ini jadi milikku"
Aku pergi keluar, cari udara segar untuk tenangkan pikiranku yang semakin menggalau tak karuan. Berkeliling sekitar kompleks perumahannya. Akankah aku bisa melupakan semua dan mendapatkan yang jauh lebih baik dari ini" Kalau saja bukan karena Ayah dan Mama, aku berani pastikan semua ini akan tidak akan pernah berjalan sesuai kehendak mereka.
Bangku panjang menghadap lapangan hijau yang di kumpuli orang -orang yang mengejar satu bola, menjadi tempat peristirahatanku sejenak. Sungguh mereka bodoh mengejar satu bola yang tidak akan memberikan sebuah kepastian hidup. Dan aku sama seperti mereka, yang telah bodoh untuk bertahan mengejar yang sudah tidak pasti untukku.
"Sendirian kak"" Sapa Inez yang datang mengejutkan aku. Aku tersenyum simpul padanya. "Iya..."
Inez duduk disampingku. "Barusan aku habis jalan -jalan sama Bang Bram. Kebetulan aku lihat kakak disini, jadi aku minta dia turunin aku." "Owh..." Sahutku biasa saja.
Ia menghela nafas panjang. "Seandainya aja pertunangan ini gak pernah ada..." Aku terhenyak mendengar sebaris kalimat yang terlontar dari mulutnya. "Maksud kamu"!"
"Yaa, ngapain aku harus menikah dengan seorang yang gak aku cintai sama sekali coba."""
"Kamu"!" Semakin aku terbelak mendengarnya.
"Aku cuma cinta sama MANTAN pacarku kak." Satu kata ditekannya kuat -kuat. "Aku punya kenangan terindah... "
"Ha"! Apa kamu bilang"!"
"Iya kak, aku cinta sama pacar aku."
130 Aku terbelak. "Gampang kamu bilang gitu Inez"! Gila kamu ya"! Kalau kamu cinta sama pacar kamu, kenapa gak dari awal kamu bilang sama orang tua kamu untuk batalkan semua"! Hey! Besok kamu itu mau tunangan sama Ibrahim, jangan main -main kamu. Semua sudah siap sekarang! Jangan bikin orang sakit hati gara -gara kamu. Terutama Aim yang udah kamu mainkan seperti ini!"
Inez tersenyum simpul. "Kakak pikir cuma mereka saja" Bang Bram aja yang akan sakit hati gitu" Jangan kira aku gak sakit hati juga kak!"
"Yang tersakiti dengan sikapmu seperti ini lebih banyak! Jangan enteng begitu kamu ngomong Inez!!"
"Yang enteng itu siapa" Yang ada aku yang berat kalau harus menikah sama seorang yang selalu menyakiti hati aku..."
"Kamu yang nyakitin Aim!" Bentakku memotong katanya. Aku mulai terpancing emosi melihat gelagat bicara anak ini.
"Bodoh! Yang ada aku lebih sakit lagi hatinya karena di tinggal untuk perempuan lain!" Katanya menyindirku.
Sungguh sialan perempuan ini. Tapi aku baru sadar kalau ternyata omongan tadi yang dimaksud Aim bukan dirinya. "Kalau saja dia bukan abang tiri aku, kita disini gak perlu kehadiran kamu! Karena aku sendiri yang akan berdampingan dengan dia! Bukan kamu ataupun perempuan lainnya!"
"Ha"! Yakin benar kakak..." Katanya dengan senyuman di sudut bibirnya sinis.
Pendekar Baju Putih 5 Dewa Linglung 15 Orang Orang Lapar Kisah Si Bangau Putih 16