Pencarian

Cowok 2

Cowok Karya Kinoysan Bagian 2


"HALO, bisa bicara sama Dion"" "Ada apa, Rhein"" tanyanya langsung to the point.
"Hm, nanti kamu nggak usah ke rumah ya, Yon" Aku mau jalan-jalan sama sobatku. Boleh, kan""
"Why not" Aku juga iagi sibuk buat paper. Terus ... ada iagi""
Heh! Aku seperti tersentak. Kok, sepertinya dia mengusirku" Nggak biasanya Dion seperti itu!
"Rhein, kamu masih di situ, kan"!" teriaknya.
"Ya. Gitu aja deh, Yon!" Kiik. Aku meletakkan gagang telepon ragu-ragu. Kayaknya ada yang nggak beres sama Dion. Tapi Dion kan, bilang dia lagi sibuk bikin paper" Biasanya kan, dia juga paling nggak suka diganggu kalau urusan begituan" Entahlah ____
Malamnya, aku jalan-jalan bareng Kinoy. Cerita-ceritanya yang kocak, membuatku lupa sama Dion. Kinoy tetap Kinoy yang kukenal dulu.
"Hei, lihat, Rhein!" serunya. Aku menoleh. "Apa"" tanyaku heran.
"Nggak apa-apa!"
"Jayus, ah!" "Emang!" jawabnya santai. Dan malam itu, aku bawa sekeranjang penuh rambutan. Hari-hari berlalu. Kinoy bersamaku hampir dua minggu. Dia bisa mengikuti setiap kegiatan di rumahku. Bisa mengimbangi papa main tenis dan catur, juga menyenangkan hati mama dengan
menemaninya mengatur taman dan membawakan bunga gladiol kesukaan mama yang belum ada di taman.
Kinoy udah merebut hati papa dan mama. Juga merebut hatikukah" Dengan canda dan perhatian-perhatiannya yang nyaris tak pernah kudapatkan dari Dion.
Semuanya itu membuatku mau tak mau membandingkan antara Kinoy dan Dion. Kinoy ramah, ceria, enerjik, dan memperlakukanku bagai putri raja. Dia bisa membawa diri, terutama merebut hati papa dan mama.
Sedangkan Dion" Dia pendiam. Nggak begitu ramah dan sulit menyesuaikan diri. Dia nggak suka basket. Dia nggak suka jalan-jalan. Hari-harinya cuma habis untuk berkutat dengan komputer, buku-buku, dan penelitian-penelitian yang membawa namanya berkibar di bidang penelitian ilmiah.
Bahkan selama ini,Dion nggak pernah mengatakan cinta kepadaku. Aku hanya tau kalau dia mencintaiku lewat sikapnya. Dia nggak pernah melirik gadis lain. Bahkan dia akan bertanya dulu apakah aku setuju kalo dia ikut perlombaan di luar kota. Apakah ini bukan sikap yang manis" Bukankah dulu aku menyukainya karena semua itu" Karena dia nggak pernah hura-hura dan nggak mau memamerkan kekayaan orangtuanya"
Ah ... kenapa kini hampir dua minggu Dion tak pernah menghubungiku " Aku benar-benar bingung dan gelisah. Ke-marin
Kinoy mengatakan kalo perasaannya bukan perasaan terhadap sahabat. Dia juga meminta aku menjawabnya sebelum dia kembali ke Bandung.
Apalagi mama juga ngasih lampu hijau kalau aku bareng Kinoy. "Mama tau kamu udah sama Dion. Tapi, Mama juga tau kalau kamu lebih suka sama Kinoy. Hari-hari kamu jadi ceria. Dia memang menyenangkan," kata mama.
Aku diam saja, namun kebingunganku itu membawaku ke rumah Dion.
Seperti biasa, Dion lagi menyirami tanaman di halaman belakang kalau sore. Saking asyiknya, dia nggak menyadari kehadiranku.
"Lho, Rhein"" tanyanya sambil menjajahku duduk. "Ada masalah apa""
"Aku lagi bingung," kataku ragu-ragu.
"Soal Kinoy"" tanyanya tanpa emosi. Aku terbe
liak. "Kamu udah tau, Yon""
"Lho, bukankah temanmu temanku juga, Rhein" Aku dikasih tau Friska," katanya pelan. Tapi, aku merasakan kegetirannya.
"Kamu sayang dia, Rhein" Aku nggak apa-apa lho, kalo kamu milih dia. Aku sayang kamu, Rhein. Dan itu sungguhan, tapi kalo malah ganggu kamu, aku harus gimana lagi" Aku emang gini, nggak bisa beramah tamah sama sekelilingku. Padahal aku pengin banget. Nyatanya sulit!"
"Aku ... aku Kata-kataku seperti tersangkut di tenggorokan.
Kemudian, kuputuskan sama siapa aku harus menjatuhkan pilihan. Kuputuskan untuk
menceritakan semuanya sama Dion, termasuk hatiku yang tergangggu karena kehadiran Kinoy. Air mataku nyaris tumpah, tapi Dion membiarkan saja.
"Maafkan aku, Rhein. Aku memang nggak bisa seperti itu. Tapi, aku akan mencobanya demi kamu," katanya mantap.
Aku menegakkan kepala. "Nggak usah, Von. Aku mengenalmu seperti ini. Aku yakin kamu lebih baik jadi diri sendiri, daripada terpaksa."
"Kamu pikir,aku nggak bisa berubah, Rhein"" tanyanya cepat.
Aku diam. "Aku antar kamu pulang""
"Aku bawa sepeda motor," jawabku.
"Ooo ... hati-hati kalo gitu. Atau kamu masih pengin di sini" Oh ya, sori. Waktu kamu nelepon, aku kasar banget. Soalnya waktu itu Pak Hendri lagi ngasih petunjuk ilmiah, terus kamu nelepon. Buyar deh, semua konsentrasiku," katanya. Aku hanya tersenyum.
"JADI, aku ditolak, nih"" tanya Kinoy setelah mendengar jawaban dariku. Rasanya memang sulit kalo harus ngecewain orang terdekat.
"Bukan begitu, Noy. Aku tetap jadi sahabat
kamu. Bukankah sahabat itu kata yang manis, Noy""
Kinoy tersenyum pelan. "Aku terlambat""
"Kamu akan mendapatkan yang lebih baik dariku." Aku mencoba menghiburnya.
"Well, well, kayaknya sulit, tuh!"
"Kamu aja yang pilih-pilih!" seruku setengah tertawa.
"Masalah serius gini, kamu anggap lelucon"!" katanya setengah mendelik. "Tapi oke deh, kamu tetap adikku, kan" Besok, aku cabut ke Bandung. Kamu mau jalan-jalan lagi"" tanyanya seperti nggak lagi menyimpan kecewa.
Kinoy memang begitu. Kadang dia tertawa kala hatinya duka, kadang dia menangis kala hatinya bahagia.
"Nggak," kataku. "Kamu harus pulang. Ini malam Minggu."
"Oke, jaga diri baik-baik, ya!" katanya terus berpamitan.
Aku mengantarnya. Tetapi ... masih sampai di depan pintu, sesosok bayangan muncul. Dion.
Ya Tuhan, bagaimana ini" Aku nyaris tak bisa berkata apa-apa. Dan aku hampir nggak bisa mempercayainya ....
"Halo Kinoy ...! Udah mau balik, nih" Kapan kembali ke Bandung"" tanya Dion dengan ramah.
"Oh, hai Yon! Besok aku cabut ke Bandung. Jaga adikku baik-baik, ya! Jitak aja kalo nakal," seru Kinoy.
"Kalian mempermainkan aku!" teriakku keras.
"Hahaha ... kamu jangan keliru! Tanya aja sama Dion semuanya," kata Kinoy tanpa menghiraukanku dan terus meninggalkanku.
"Kamu jahat! Kamu jelek! Judes! Suka bohongi orang," kataku sambil memukul-mukul bahu Dion.
"Dengar dulu!" seru Dion masih dengan tertawa.
"Alaaah, kamu tukang bohong!" seruku lagi.
"Nggak, kemarin aku ke rumah Kinoy, terus ngomong baik-baik. Akhirnya keputusannya nunggu kamu. Tadi berarti
Aku hanya bengong sendiri ....
Putus MAKANYA ... aku kan, udah ngingetin. Cari pacar itu besok aja kalo udah mau rampung kuliah.Nggak kayak kamu ini. Masih SMA mikirin pacaran. Terus kalo putus, semua kamu marahin, yang repot siapa"" kata-kata Mbak Andri setengah menasihati. "Diaaam ...!" seruku keras.
Mbak Andri sampai melonjak, saking kagetnya.
"Enakan kayak aku, santai," kata Mbak Andri sambil pergi.
Kalau kupikir, kata Mbak Andri itu memang ada benarnya. Dulu, waktu aku mau pacaran sama Andi, wuih cerewetnya minta ampun. Dengan segala nasihat dan petuahnya, dia bilang mikir dulu. Aku sempat kesel sama Mbak Andri. Kupikir dia iri sama aku. Soalnya, Mbak Andri nggak pernah pacaran sampai kuliah tingkat tiga.
Ternyata, sekarang terbukti omongan Mbak Andri. "Kalau nggak mau patah hati, ya jangan pacaran dulu."
"Andi memang bener-bener gila!" gerutuku
sambil jalan ke kamar. Mungkin kalau dia mau ngaku terus terang, aku nggak bakalan begini.
"OKE, oke, kalau kamu ngajak putus. Tapi bilang dong, kenapa kamu ngajak putus sama aku"" tanyaku kemarin lusa, waktu
Andi ngajak putus. Padahal, nggak ada masalah antara aku dan Andi.
"Pokoknya, aku pengin putus aja. Ntar kamu juga tahu," jawabnya tanpa dosa. Siapa yang nggak bingung dijawab kayak gitu"
"Ada cewek lain, Ndi" Siapa" Bilang aja sekarang. Ntar aku juga nggak bakal ngeganggu kalo kamu emang cinta dia."
"Nggak, Rin!" serunya.
"Lantas apa, dong" Aku punya salah" Yang mana Ngomong, dong!" desakku.
"Pokoknya sekarang kita putus! Titik!" serunya sambil langsung meninggalkan aku.
"Andiii kejarku. Tapi, bel tanda usai istirahat udah berbunyi. Aku terpaksa berbalik menuju kelas. Aku nggak mau disuruh keluar oleh Pak Ardi gara-gara terlambat masuk.
Rasanya, aku sedih banget. Hampir aja aku nangis. Kenapa Andi bisa ngomong gitu sama aku"
"Kenapa, Rin" Bertengkar lagi sama Andi, ya""tanya Inka begitu melihatku sedih.
"Sekarang, aku putus sama dia, In," kataku
pelan. "Beneran, nih" Kalian habis berantem"" "Nggak. Katanya dia pingin putus, In. Tapi entahlah, aku jadi sedih. Aku benar-benar mangkei sama Andi. Putus sih, putus, tapi kenapa aku nggak boleh tau sebabnya""
"Terus, kamu gimana, dong" Kayaknya nggak masuk akal, deh. Pasti kalian salah paham, ya"" tanya Inka lagi.
"Nggak tau, In. Kayaknya Andi jadi benci banget sama aku," kataku pada Inka.
"Jangan gitu.Kamu tanya dulu
baik-baik.Oke"Sekarang konsen pada pelajaran!"
Tapi, gimana mungkin aku konsen kaio pikiranku hanya pada Andi"
Ah ... aku menarik napas. Teng ... teng ....
Aku tersentak. Ternyata udah pukul dua. Sekarang nggak ada Andi rasanya sepi. Padahal, biasanya jam segini ngerjain pe-er bareng. Aku benci banget sama Andi. Dia seenaknya mutusin hu-bungan yang udah terjalin manis hampir dua tahun. Kayaknya nggak ada deh, yang berarti bagi dirinya. Lantas, apa sebenarnya arti semua ini"
Rasanya, aku ingin membanting foto Andi. Aku pengin membuang semua yang ada sangkut pautnya sama Andi. Baru mikir begitu, aku jadi nggak pengin melakukannya. Pasti membutuhkan banyak tenaga buat itu. Lihat aja boneka-boneka dari Andi yang hampir memenuhi kamar, foto-fotoku
dengan Andi, tempat pensil, buku-buku. Terus, disket-disket hasil kerja bareng.
Mau dipindahin ke mana semua itu" Gudang" Dibuang" Ah, kapan-kapan aja deh, aku kasih orang kaio udah bosen. Kayaknya, aku masih sayang banget sama Andi!
Biarin deh,semua itu ngingetin soal Andi. Habis ... semua manis terus. Jalan dua tahun sama Andi kayaknya nggak pernah terjadi apa-apa. Jalannya mulus terus, sampai-sampai aku bosen sama dia. Terus, aku tinggalin begitu saja. Iih, jahat ya"
Nyatanya dia juga nggak marah, tetap aja ceria. Dia ngomongin aku kayak nanya. "Kalo keluar kota mbok ya, pamit. Ntar kalo kamu ditemuin cowok lain, yang bingung siapa"" tanyanya pelan tanpa emosi.
Jelas aku merasa tersindir, gara-gara aku ke Malang seminggu tanpa bilang dia. "Iya deh, sori," kataku ringan.
Dia tersenyum. Aku mau nangis kalo gini. Aku punya saf ah apa sama Andi" Apa dia tersinggung sama aku, tapi ogah ngomong" Apa iya" Rasanya nggak ada. Terus, Andi punya cewek lain" Mungkin aja. Dia kan, banyak penggemarnya" Tapi, Andi udah bilang nggak.
Pusing deh, kalo mikirin dia. Tiga hari nggak ketemu aja, aku udah begini kangennya, apalagi kalo seterusnya" Ya ampun Andi, kamu tega banget sih, mutusin aku" Apa kamu nggak tahu
kalo aku sayang banget sama kamu"
"Kamu kuat kan, Rin"" tanya Inka keesokan harinya.
Aku mengangguk pelan. "Aku akan berusaha ngelupain dia," kataku.
"Siiip. Cowok kan, nggak cuma satu"" tanyanya menyemangati.
Iya sih, betul. Tapi, Andi" Ah, Inka kan, nggak ngerti betapa sepinya hidup tanpa Andi. Inka nggak tahu kalo aku mungkin sulit melupakan Andi.
Untung saja aku nggak larut dalam sedih. Lingkungan nggak ngedukung buat sedih. Di sekolah selalu ada Inka yang cerewet dan antisedih. Di rumah" Wow, bakalan jadi bahan ledekan Mbak Andri kalo kebanyakan sedih.
Sekarang, aku nggak sedih lagi.Tapi sungguh,deh! Aku nggak pernah merasa sekangen ini sama Andi. Satu minggu nyaris nggak ketemu sama sekali. Kayaknya dia menghindar terus. Aku nggak tau, kenapa baru sekarang aku kangen sama Andi. Dulu pernah, tapi nggak kayak gini. Mau deh, ak
u dimarah-marahin Andi, asal aku ketemu sama dia. Apa dia mau ketemu aku lagi" Abis, kayaknya dia sengaja menjauhiku ....
Hampir dua minggu aku jarang ketemu Andi. Dan sesekali kalo ketemu, Andi hanya diam, nggak ngomong apa-apa. Aku sedih banget diperlakukan kayak gitu. Mestinya, dia nggak gitu. Putus sih, putus, tapi berteman nggak ada salahnya, kan"
Sekarang sepertinya nggak mungkin lagi Andi kembali ke sini. Biarin, sekarang aku rela, daripada sia-sia. Aku udah niat mau mindahin semua boneka dari Andi ke gudang. Bahkan, foto-foto Andi pun udah kutumpuk jadi satu, tinggal mindahin ke gudang atau membakarnya.
Aku nggak pengin nangis, nyatanya aku tetap nggak bisa. Gimanapun, Andi baik banget sama aku. Aku juga tau kalo dia sayang banget sama aku. Kalo nggak, Andi pasti nggak mau susah-susah nemenin aku ke gunung nyari tanaman langka buat penelitian. Dia nggak bakalan ngebawain boneka-boneka untukku. Dia nggak akan lakuin semuanya kalo dia nggak sayang ....
Tapi, kalo dia tiba-tiba mutusin" Va, mungkin nggak jodoh. Entahlah ... susah deh, ngelupain Andi yang baik banget dan penuh perhatian ....
Suara bel di luar mau nggak mau memaksaku keluar kamar. Aku nggak sempat cuci muka. Pasti bekas air mata masih tampak di pelupuk mataku.
Aku nggak percaya kalo yang ada di hadapanku adalah Andi. Tapi, senyumnya nggak akan pernah membuatku sangsi.
"Ada ... ada apa, An"" tanyaku bingung sekaligus senang atau sedih, aku nggak tahu. Aku merasa begitu bodoh nggak mencuci muka ketika sepasang mata bening Andi menatap mataku. Dia pasti tahu ....
"Habis nangis ya, Rin"" tanyanya pelan.
Aku gelagapan. "Ah, nggak. Tadi habis kena debu," bohongku.
Andi diam saja. Tapi, kemudian .... "Rin, aku kangen katanya. "Boleh aku masuk""
Aku menepuk keningku. "Oh ya, sori. Aku nggak ngajak kamu masuk," kataku lagi. Saking deketnya, biasanya Andi masuk begitu aja. "Bukankah Andi udah mutusin Rin""
"Rin, maafkan akulSebenarnya aku bener-bener bingung. Selama ini, kita kelewat akrab. Aku ragu, sebenarnya aku ini cinta sama kamu atau cuma sebatas sahabat. Terus, aku meng-hin-dari kamu. Dua minggu berlalu, nyatanya aku ka-ngen banget sama kamu. Tersiksa deh, ketemu diem aja. Akhirnya aku tau dan yakin sama pe-ra-saanku. Aku sayang sama kamu."
"Jadi, ceritanya nguji aku, nih"" tanyaku pelan.
"Mungkin. Tapi, sekarang aku yakin sama perasaanku, Rin."
"Oh, ya" Bener""
"He-eh!" serunya.
"Tapi, aku terlanjur sedih. Boneka-boneka dari kamu aku buang semua. Semua pemberianmu udah kubuang."
Dia melonjak dan langsung menuju ruang keluarga. Aku mengikutinya.
"Kamu bohong, Rin!" serunya. Aku tertawa. "Soalnya, aku juga bingung. Mau kubuang, aku masih sayang sama kamu. Kalo nggak dibuang, kamunya udah pergi, bikin sedih aja. Tapi waktu kamu tinggal, aku jadi yakin seperti kamu. Habis, aku kangen juga," kataku terus terang.
"Sungguh"" tanyanya. Aku mengangguk.
"Aku nggak bakalan ninggalin kamu, Rin," serunya.
"Iya, iya, tapi jangan memelas gitu, dong!"seruku. Aku ngeliat kelebat bayang Mbak Andri.Tapi sebelum mendekat, Mbak Andri udah nyeletuk,
"Baikan nih, yeee!" katanya sambil tertawa keras.
Muka Andi merona. Tuh, rasain ...!
Ketika Dia Datang AKU ngedengerin baik-baik tiap omongan Ewing. "Aku sedih banget Rik, sedih!" ujar Ewing. Mukanya keruh banget. "Iya, iya. Aku ngerti. Tapi pikir dong, yang logis. Kalo dia mutusin sepihak, kali aja kamu yang salah sama dia. Selidiki dulu, jangan buru-buru ngomong dia seenaknya aja.
"Udah, Rik. Rasanya aku nggak pernah salah sama dia. Aku udah berusaha agar dia ngerti, tapi nggak pernah berhasil."
"Ngerti apanya, Wing"" tanyaku heran. "Kalo aku bener-bener mencintainya," jawabnya mantap. Lantas, aku tertawa keras.
"Apanya yang lucu, Rik"" tanyanya dengan mendelik.
"Tentu aja, Wing. Mana dia ngerti kalo kamu nggak ngomong ke dia"" tanyaku. Dia menatapku.
"Gini aja deh, kalo kamu niat sungguhan sama dia, katakan aja semuanya. Kalo dia nolak,
itu sih, risiko. Oke""
Ewing langsung ngomong, "Aku udah lakukan itu, Rik. Tapi, dia nggak menjawabnya. Bahkan, terus ninggalin aku begitu saja. Aku bener-bener kecewa. Kamu nggak tahu sih, ras
anya orang patah hati."
Aku tertawa lagi. Apakah orang kayak Ewing mengenai arti kata patah hati" Padahal sudah berulang kali aku mendengar cerita tentang cewek-ceweknya dengan tipe-tipenya. Selama ini, aku nggak pernah mendengar Ewing ngomong patah hati setelah putus sama pacar-pacarnya. Selama itu pula, Ewing nggak pernah menyembunyikan tentang pacarnya.
Tapi, sekarang" Jangankan menyebut namanya, mengatakan inisialnya aja nggak mau.
"Hei, kamu dengar kataku apa nggak"" tanyanya dengan mata melotot.
"Ya, aku dengar. Tapi kalo menurutku, baiknya kamu lupain dia aja. Kamu bisa cari yang lain."
"Aku nggak bisa lupain dia, Rik. Dia kuharapkan jadi pacarku yang terakhir, ternyata aku gagal lagi," keluhnya pelan.
"Itu lebih baik, Ewing," seruku. Dia langsung melotot. "What" Kamu bilang itu lebih baik" Kamu jangan main-main, Rik. Aku baru putus cinta, patah hati. Kamu bilang itu lebih baik" Mana ada orang putus cinta lebih baik" Siapa yang senang patah hati""
"Daripada kamu sakitnya belakangan, lebih baik sekarang, kan"" tanyaku.
Ewing mengangguk ragu-ragu.
"Seandainya dia hanya bersandiwara untuk membuat kamu nggak kecewa, terus dia main di belakang kamu. Gimana" Siapa yang sudi jadi detektif buat ngawasin cewekmu itu punya pacar apa nggak" Nantinya kamu akan lebih kecewa lagi. Harapan yang kamu tanam udah kelewat besar."
"Tapi, mungkin aku nggak bisa ngelupain dia," keluhnya lagi.
"Ah, kamu kok, jadi begini sih, Wing" Nggak biasanya kamu seperti ini. Siapa sih, dia sampai kamu jatuh cinta begini"" tanyaku mulai hilang kesabaran. "Bukankah katamu cewek itu mudah didapat" Ya udah, cari aja yang lain sana!" Aku agak mangkei karena dia tetap seperti itu. Datang - datang kalo lagi ada masalah. Ntar kalo udah punya cewek, lupa deh, sama sahabat sendiri. Coba digitukan terus, apa nggak gondok" Memangnya yang punya masalah cuma dia" Ah, aku sendiri punya banyak masa/ah, gerutuku dalam hati. Tapi, aku selalu saja nggak bisa memarahi dia. Aku nggak bisa mengusir dia meskipun aku merasa bosan dengan cerita-ceritanya. Aku nggak tega kalo ngeliat wajahnya murung ....
"Tetapi, semuanya nggak berlaku di depan kamu," katanya dengan pandangan menghunjam, memandang lurus ke bola mataku. Giiaaa
"Soalnya, aku ini sahabatmu. Makanya, aku nggak pengin kamu main-main terus. Cari cewek ya, yang bener! Jangan seenaknya sendiri. Iya sih,
dengan ketampananmu, kamu bisa ngedapetinnya. Tapi kalo kamu kayak gitu terus, bakalan susah deh, kamu dapat cewek yang setia," kataku
"Makanya, setelah ini kamu jangan suka janji-janji sama cewek. Lebih baik terus terang aja! Biar nggak nyakitin semua."
"Iya deh, iya.Kamu persis nenek-nenek cerewet. Tapi kalo nggak denger suara kamu, kangen juga nih," katanya santai.
"Alaaah, dasar tukang ngibul!" seruku. Dia tertawa.
"Oke, deh. Aku pulang dulu!" serunya. "Eh, besok kujemput ke sekolahmu, ya"" tanyanya sambil meraih kotak di meja.
"Hei, kamu jangan macam-macam! Pasaranku bisa turun kalo jalan sama kamu!!!11 teriakku. Tapi, Ewing cuma senyum, nggak menanggapi.
Aku masih berdiri di depan pagar waktu mobilnya lenyap di pertigaan jalan.
JALANAN mulai sepi, tapi yang namanya Ewing belum juga kelihatan batang hidungnya. Payah! Pasti ada rapat OSIS dulu. Dia emang membingungkan. Suka gonta-ganti pacar, tapi reputasinya segudang. Ketua OSIS, pelajar teladan, juara karate, renang, bintang lapangan, dan duh ...
entah apa lagi prestasinya. Belum lagi kegiatan modelingnya di dunia yang penuh glamour. Aku heran, entah gimana dia bisa membagi waktunya sehingga satu sama lain kegiatannya nggak keteteran.
"Hei, ngelamun aja! Udah lama nunggu" Sori deh, KIR dulu. Ayo, cepet naik!
Tanpa dikomando, aku segera naik ke mobilnya.
"Langsung pulang aja deh, Wing! Tugasku banyak. Enak kalo jadi kayak kamu. Pinter bagi waktu. Kalo kayak aku gini, sepertinya susah, deh. Mana otakku nggak sehebat kamu lagi!" seruku.
Dia malah tertawa. "Kamu pikir, aku nggak pengin kayak kamu" Malam Minggu daripada buat pemotretan, lebih enak jalan-jalan. Refreshing."
"Lho, itu kan,udah refreshing" Nggak setiap orang bisa terjun ke sana"" tanyaku nggak mengert
i. "Kamu pikir, bisa seenaknya"" tanyanya lagi.
"Ya nggak tahu.Aku nggak pernah ngeliat, kok," kataku.
"Ya,mungkin orang ngelihat aku anak yang paling bahagia ya, Rik" Semuanya ada pada diriku. Semua menganggap aku nggak usah berbuat banyak buat mencapai sesuatu," ucapnya pelan.
Aku nggak ngerti ke mana arah pembicaraannya.
"Ya, iya. Kamu bisa ngedapetinnya dengan gampang, Wing. Perhatian, penghargaan, dan penghormatan. Bahkan cewek pun bisa kamu
dapetin dengan mudah!" seruku tajam. Entah kenapa, kali ini aku kayak marah sama dia.
"Cewek" Ehm, barangkali. Tapi nyatanya, aku nggak bisa mendapatkanmu dengan mudah! Kamu tetep keras kepala, Rik. Kamu sama sekali nggak berperasaan kepadaku. Sama sekali! Kamu pikir, selama ini aku menggunakan seluruh waktuku dalam kegiatan buat apa" Popularitas" Kebanggaan" Bukan!" Tiba-tiba, dia menghentikan mobilnya.
Rasanya, aku ingin marah sama Ewing. Enak aja dia ngatain aku nggak berperasaan sama sekali. Apakah selama ini waktuku yang disita buat ngedengerin ceritanya bukan merupakan sikapku yang berperasaan menjaganya"
"Kamu marah padaku, Rik"" tanyanya. Aku menatapnya penuh selidik. Apa yang sebenarnya ada di benak Ewing"
"Ewing, kalo kamu menjemputku tapi hanya untuk mengajakku bertengkar, turunin aku di sini!"
"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Rik!" serunya nggak mau kalah.
Aku mengerutkan kening. "Pertanyaan apa""
"Rik, tidakkah kamu menyadari kalo aku menggunakan seluruh waktuku dalam kegiatan ini karena aku ingin melupakanmu""
"Melupakan aku, Wing" Ada apa emangnya"" tanyaku bener-bener bodoh. Mestinya aku ngerti apa yang dimaksudkan.
"Apa aku harus mengatakan kalo aku cinta sama kamu, Rik"" tanyanya dengan memaksa aku menghadapkan wajah padanya.
"Kamu egois, Ewing! Sungguh egois!" teriakku marah."Enak aja kamu ngomong kayak gitu. Aku juga punya perasaan, Wing. Sikapmu sungguh menyakiti hatiku. Selama ini, kamu nggak pernah ngasih kesempatan padaku buat ngomong. Kamu hanya bercerita semuanya tentang kamu. Sekarang, gimana mungkin kamu ngertiin aku"" tanyaku nyaris menangis.
Ya, Ewing nggak pernah tau semuanya. Betapa dulu aku menginginkan Ewing mengatakan itu kepadaku. Tapi, nyatanya Ewing nggak pernah mengatakan itu. Keraguan selalu ikuti perjalananku dengan Hans. Ditambah, sikap Hans yang juga semaunya sendiri, membuatku kian terjepit. Betapa Hans cemburu sama Ewing, sampai kemudian keputusan jalan sendiri-sendiri terpaksa aku ambil. Hans memang telah pergi. Namun, sakit dan trauma yang dia tinggalkan. Kenapa baru kini Ewing mengatakannya"
"Ngertiin kamu" Bukankah kamu yang keras kepala tetap nggak ngerti dengan semuanya, Rik"" tanyanya berbalik.
"Wing, aku mungkin keliru.Aku pernah mengharapkan kamu. Tapi, kamu nggak pernah nyoba minta aku cerita. Sekarang, aku nggak lagi punya perasaan khusus sama kamu. Entah kenapa. Maafin aku, Wing!"
Ewing menatapku. "Kenapa kamu nggak pernah mengatakannya, Rik""
"Mengatakan"" tanyaku penuh tekanan. "Kamu pikir, aku sempat menganalisis kamu" Kamu
sahabatku, Wing. Aku berusaha keras nggak merusak persahabatan itu. Apalagi setelah aku tahu kamu juga punya pacar. Semua pacarmu cantik, nggak kayak aku. Kayaknya, aku juga nggak bakalan bisa ngikutin gerak kamu yang serba dinamis. Udahlah, Wing! Kenapa kita harus masalahin ini""
"Apakah kamu ingin aku berhenti dari semua kegiatanku, Rik""
"Oh, tidak. Bukan begitu, Wing!" seruku kaget.
"Aku nggak bermaksud begitu."
"Erik,dengarkan! Aku memang ingin mendapatkan yang lebih cantik dari kamu. Tapi ... perasaanku, Rik .... Aku nggak bisa menipunya."
"Tapi, kenapa kamu selalu membuatku cemburu"" tanyaku.
"Cemburu"" tanyanya dengan heran. "Jadi, selama ini kamu berpura-pura, Rik""
"Siapa pun, apalagi cewek kayak aku akan marah dan cemburu ngeliat ulahmu itu, Wing. Tapi, itu dulu, kok. Sekarang aku nggak cemburu. Ka-mu jadi pacar siapa pun, aku nggak marah."
"Rik, aku sungguhan! Aku ingin kepastian dari kamu!"
"Apakah semua perhatianku selama ini nggak cukup, Wing"" tanyaku tanpa menoleh.
Kayaknya, aku nggak mungkin lagi berkelit dari Ewing. Aku kenal siapa Ewing. Jadi, percuma berbohong.
"Jadi"" tanya Ew
ing keras, kemudian tersenyum manis sekali. "Jadi boleh dong, aku ngisi hati kamu""
Aku tersenyum. "Begitulah kamu, Wing." "Apa""
"Ya, meskipun kamu suka petualangan, suka asyik sama kegiatanmu, tapi hatimu
"Aneh, kan" Kamu pikir, aku nggak sadar pribadiku" Aku juga sadar kalo sering berontak marah, terus disalahin, padahal aku juga tahu kalo salah," katanya kalem.
"Kamu janji nggak akan buat aku sedih lagi kan, Wing"" tanyaku sambil menatapnya.
"Aku nggak janji, Rik. Kalo aku salah, ingetin, ya!" pintanya.
"Lantas, pacar-pacarmu""
"Aku nggak pernah pacaran sama mereka. Mereka aja yang ge-er dikasih perhatian dikit."
"Kamu mainin perasaanku!" seruku.
"Nggak, kok," jawabnya ringan.
"Sialan! Sekarang, anterin aku pulang!"
"Bilang dulu kamu sayang sama Ewing!"
"Anterin aku pulang, atau aku turun di sini"!"
"Oke, oke. Aku anterin kamu pulang. Aku cuma bercanda, kok."
"Kamu bener-bener sialan!"
"Yang penting kamu cinta, kan""
Aku diam. Terserah mau bilang apa. Ketika datang nanti, pasti dia nggak bawa masalah-masalahnya lagi. Ternyata, keangkuhan itu akhirnya pecah juga.
Saat Berjumpa UDAH beberapa hari ini, sikap Dhea terasa asing bagiku. Maunya diem melulu. Kalo ditanya, bilangnya cuma nggak apa-apa. Diajak ke kantin, ogah. Diajak ke toko buku, ogah. Wah, payah! Apalagi diajak pergi kursus bareng. Pokoknya, dia menghidar terus.
Aku sendiri yang kelabakan. Kupikir-pikir, rasanya aku juga nggak punya salah sama dia. Lantas, apa yang bikin dia pakai aksi kayak gitu" Rasanya prihatin deh, ngeliat sobat sendiri bawaannya gelisah aja. Tapi, kali ini ingin aku diemin. Ntar juga baikan dan dia mau cerita lagi semuanya. Kali aja dia lagi suntuk gara-gara mobilnya nggak dipasangin AC sama ortunya. Ya, mungkin aja.
Tapi anehnya, sampai tiga hari, Dhea masih aja menampakkan wajah murung. Bawaannya menyendiri dan cuek. Malah, kadang-kadang dia main game watch di dalam kelas walaupun lagi ada guru. Aku udah memperingatinya berkali-kali agar nggak main game watch di kelas waktu guru ngajar, tapi Dhea nggak peduli.
"Biarin aja, punyaku sendiri, kok," ujarnya. "Enakan di luar main sepuasnya," katanya santai. Dia tetep aja main game watch. Sampai akhirnya ketahuan Bu Ninik dan disuruh keluar kelas selama jam pelajaran Fisika.
Malahan, dia juga kena hukuman Pak Dino gara-gara nggak ngerjain pe-er Matematika. Akhirnya, Dhea berdiri di depan kelas dan ditertawakan teman-teman.
Begitu bel tanda pulang, Dhea langsung cabut duluan. Tanpa nungguin aku selesai beres-beres buku. Begitu aku selesai, aku langsung mengejar Dhea.
Waduh,dia pake mobii, gimana aku bisa ngejar" Apa motorku dibiarin di parkiran SM A 1 sendirian "
Cepet-cepet kukejar dia, tapi aku kehilangannya.Ternyata, Dhea nggak pulang ke rumah. Ada apa sebenarnya sama Dhea" Macem-macem pertanyaan memenuhi jidat yang udah panas mikir terus-terusan. Dhea ... Dhea ... kenapa kamu nggak mau ngomong"
TOKO buku Nusa Indah lumayan ramai di sore hari. Biasalah, malem Minggu. Aku datang ke sini cuma iseng nyari buku-buku bagus. Daripada
bengong sendirian di rumah. Repotnya, anak tunggal emang kayak gini. Ke mana-mana sendirian. Coba kalo punya sodara, pasti seru!
Basanya sih, ke mana-mana sama Dhea. Tapi pas Dhea lagi ngambek kayak gini, terpaksa harus jalan sendirian.
Aku baru saja membuka lembaran buku Berpikir dan Berjiwa Besar ketika seseorang menepuk bahuku. Aku menoleh kaget.
"Sendirian aja"" tanya seseorang yang ternyata Sandy, mantan cowokku yang sekarang tampak lebih gagah dibandingkan setahun lalu. Ya, hampir setahun aku nggak jalan bareng dia dan nggak pernah ketemu dengannya.
"Something wrong with me"" tanyanya ketika aku masih memandangnya.
Ah ya,ternyata aku berlebihan memandangnya. Sandy, seandainya kamu tau aku menyesali semua yang udah terjadi ....
"Ah, maaf. Aku agak pangling sama kamu. Kamu tambah gagah, tapi juga gemukan dikit. Gimana kabarmu"" tanyaku sambil terus membuka lembar buku yang tadi aku ambil dari tempat buku.
"Oh, ya" Aku tambah gemuk, nih" Kalo gitu, perlu diet, ya"" tanyanya dengan tertawa yang khas dan penuh pesona. "Biasalah Frid, aku stres mikirin kehilangan k
amu," katanya dengan lugas. Polos seperti waktu-waktu yang lalu. Dia masih saja menganggapku seperti yang lalu.
"Ah, jangan diungkit-ungkit lagi. Ngapain harus stres, San"" tanyaku menyembunyikan warna lain di
hatiku. "Pacar kamu mana"" tanyaku mengalihkan perhatian.
Cowok kayak Sandy banyak banget penggemarnya. Dulu, mungkin aku cewek yang beruntung ngedapetin Sandy. Tapi, mungkin juga gara-gara sama konyolnya, sama-sama anak tunggal yang pada nggak mau ngalah, keras kepala, akhirnya hubungan kami berantakan. Padahal, cinta itu masih ada di hatiku. Dan aku yakin, Sandy pun masih mempunyai cinta itu. Tapi, apa boleh buat"
Meskipun kadang-kadang hatiku masih dijalari rasa kangen pada sosok tampan di hadapanku.
"Kamu melamun, Frid"" tanyanya dengan sinar mata yang sulit kuketahui maknanya. Aku tergagap sejenak.
"Mengingat saat-saat manis kita,San. Boleh, kan" Kita juga tetep teman" Oh iya, mana pacar kamu" Aku pengin kenal sama dia."
Sandy tersenyum."Kamu memang baik banget, Frid. Kapan-kapan aku kenalin sama kamu, deh! Mungkin kamu juga udah kenal. Dhea Ambarsanti namanya. Sekelas sama kamu, kan"" katanya nyaring banget.
Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak. Dhea" Ya Tuhan, apakah ini ujian untukku" Mantan cowok terkasih ini sekarang menjadi miiik Dhea"
"Oh, ya" Dia cantik sekali. Kamu emang serasi sama dia. Dan, kamu akan terkejut kalo kukatakan aku menahan kalimatku.
Biarlah semua bebanku lepas. Kebahagiaan itu
adanya hanya dari hati nurani yang bersih. Jadi, kenapa aku harus mencari-cari alasan buat nggak bahagia "


Cowok Karya Kinoysan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengatakan apa, Frid"" tanyanya antusias. Aku tersenyum sejenak. "Dia sahabatku. Dan, aku seneng banget kalo dia jadi pacar kamu. Kamu mau menjaganya dengan baik"" pintaku pada Sandy.
"Jadi...""
"Ya. Tapi kok, sekarang nggak bareng""tanyaku agak heran. Apa ada hubungannya sama kemurungan Dhea akhir-akhir ini" Mungkinkah mereka lagi berantem" Ah, mudah-mudahan mereka bisa lebih deket.
Sandy diam beberapa saat. "Ya, ini yang aku bingungkan, Frid. Dhea nggak ngomong ada apa. Ngomongnya, hari ini dia nggak mau diganggu. Katanya lagi ada masalah pribadi."
"Dia nggak bilang"" tanyaku. "Kamu nggak pancing agar dia ngomong""
"Udah, tapi dia tetep nggak mau bilang. Besok, aku mau ke Brumbun sama dia. Mau ikut, Frid"" tawarnya.
"Thanks a lot," jawabku. "Eh, kamu mau beli apa" Aku udah dapat nih, bukunya."
Dia menggeleng. "Cuma puter-puter. Eh, tadi ngeliat mobil kamu di depan. Lantas, aku turun. Kangen, nih," katanya dengan tawa yang ceria.
Aku tersenyum melihatnya,kemudian berjalan ke arah kasir.
"Frida, makan malam, yuk!" tawarnya. "Cari ayam goreng, ya"" tanyaku.
"Duh, masih hafal kesukaanku, ya"" tanyanya dengan binar mata yang indah. Betapa aku menyenangi binar indah mata itu.
"Mau, ya""
"Ayo!" jawabku sambil terus berjalan menuju tempat parkir.
Makan malam bareng Sandy terasa menyenangkan. Tuhan, aku nggak ingin menumbuhkan asa-asa yang pernah ada di hatiku. Kini, aku harus sadar siapa Sandy. Tuhan, tolong bantulah aku.
MALAM itu, aku baru saja menghidupkan komputer. Banyak cerita yang ingin kutuangkan dalam tulisan dan dikirimin ke majalah. Rasanya seneng banget kalo dimuat.
Tok! Tok! Tok! Aku tersentak kaget. Tok! Tok! Tok! Pintu diketok lagi. Sekarang malah lebih keras. Cepat-cepat kubuka pintu. Mama masih menunggu di depan pintu. "Ada telepon tuh, dari Dhea." Kulirik jam dindingku. Pukul sebelas lewat tujuh menit. Mau ngapain dia nelepon malem-malem gini"
"Halo Frida, sori ngeganggu bentar. Kamu udah tidur, ya""
"Belum, nih. Ada apa sih, malem-malem
nelepon"" "Hm ... aku cuma mau ngomong "Oh ya, soal apa""
"Tapi, kamu janji nggak akan marah, ya"!"
"Iiih ...!" teriakku agak kesal. Udah malem-malem nelepon, masih berbelit-belit. "Kalo mau ngomong, ngomong aja! Kenapa aku harus marah segala" Ayo dong, cepetan!"
"Tapi...." "Ah, udah, deh. Kamu bilang tapi lagi, teleponnya kututup. Cepetan ngomongnya!"
"Iya, iya. Aku cuma mau ngomong soal Sandy."
Sandy" Baru aja sore tadi aku ngobrol sama Sandy dan tau kalo Dhea sekarang pacar Sandy. Sekarang, Dhea mau ngasih tau aku.
"Kamu masih di sana, kan"!" teriak Dhea d
ari seberang sana membuyarkan lamunanku. "Masih ingat Sandy pacar kamu, kan""
"Iya, iya. Dulu pacar, sekarang mantan. Ada apa sama dia""
"Kemarin dia ngajak makan di Chicks Fried Chicken."
"Wah, asyik, dong!" Hanya itu yang keluar dari mulutku secara spontan. Seterusnya, Dhea banyak bercerita tentang Sandy. Vang nganterin beli buku, beli kaset, dan nonton film.
"Ehm, kalo aku pacaran sama Sandy," katanya di akhir ceritanya, "Kamu nggak marah, kan""
Aku masih diam. Nggak sulit menjawab pertanyaan Dhea. Sandy itu siapaku" Hubunganku
dengannya udah putus setahun lalu. Kenapa aku harus marah" Mestinya, aku malah seneng kalau pada akhirnya sahabatku yang cantik itu dapat pacar, meskipun calon pacarnya itu dulu adalah cowok terkasih yang memiliki cinta dan hatiku. Va, mungkin Dhea memang punya lebih banyak kelebihan dibandingkan aku. Ah ....
DI kamar, aku kembali duduk di depan monitor komputer yang tetap menyala. Aku pengin melanjutkan membuat cerita. Tapi anehnya, meski berjam-jam aku duduk, tak sebaris pun yang aku tulis. Berkali-kali pikiranku diganggu oleh sosok Sandy dan Dhea.
Ya, sekarang aku yakin. Besok, Dhea pasti udah kembali jadi Dhea sahabatku yang menyenangkan. Dia akan kembali ceria. Mungkin dia merasa bersalah karena udah merebut Sandy dari sisiku.
Ah, kalo sore tadi aku nggak ketemu Sandy, entah gimana aku harus ngomong sama Dhea. Biarlah hanya Tuhan yang tau, bahwa di sudut hatiku masih ada cinta untuk Sandy.
Gara - gara Ramalan KASIHANI saya...." Kudengar suara teriakan dari depan. Aku segera beranjak keluar. Kulihat seorang nenek di depan pintu ruang tamu rumah Ugo.
"Non kasihani saya .../'katanya lagi. Seorang nenek tua dengan pakaian kusut dan kumal. Tapi anehnya, mata nenek tua itu masih tampak awas dan tajam. Aku merogoh saku celana. Uang ribuan kertas dua lembar kuberikan kepadanya.
"Ini, Nek," kataku. Tapi, tiba-tiba tangan ku ditariknya. Kemudian, telapak tanganku dibuka.
"Ehm, kelas berapa"" tanyanya.
"Kelas tiga, Nek," jawabku setengah ragu-ragu.
"Sekolah yang rajin biar pinter. Tiap hari belajar ngaji, pulang setengah delapan. Sama guru jangan membantah. Setelah sekolah, nanti langsung dapat kerja. Suaminya konglomerat tinggal di Jakarta, orangnya juga manis seperti anak ini. Andeng-andeng di atas mulut itu .... Siapa yang nggak tertarik" Duh ... duh katanya sambil
tertawa dan langsung meninggal-kan-ku. Aku hanya bisa bengong. Ya, apa sih, artinya ramaian dari seorang pengemis tua itu" Masa sih, di zaman modern ini percaya begitu saja sama ramaian "
Aku nggak tau kalo waktu itu Ugo juga ikut memerhatikan apa yang dikatakan pengemis tua itu. Tanpa sadar, aku hanya geleng-geleng. "Ada-ada saja!" seruku.
Ugo malah memandangku. Nyaris tanpa kedip. Aku sampai tak enak sendiri.
"Tahi lalat di atas mulut, siapa yang nggak tertarik," katanya.
"Astaga!" seruku. "Kamu kok, gitu sih, ngomongnya" Cemburu ya, kalo ada orang lihat" Apa kamu nggak percaya sama Nuki""
Ugo diam saja. Dia masih memandangku. Aku mencoba tersenyum sama Ugo. Cemburu kan, boleh-boleh aja"!
"Percayalah, Nuki nggak akan berpaling dari kamu, kalo kamu sendiri bisa dipercaya dan jagain Nuki dengan baik. Oke"" kataku terus meninggalkanya.
Dua hari, tiga hari kemudian, nggak terjadi apa-apa antara aku dan Ugo. Aku sendiri udah ngelupain soal ramalan nenek tua itu.
Malam Minggu ... DI mana pun tempatnya, kalo malem Minggu banyak anak muda yang keluar dari rumahnya. Entah itu ngapel ke pacar, nonton rame-rame, jalan bareng sama sohib-sohib, atau sekadar nongkrong, windows shopping, dan cuci mata. Apalagi malem Minggu ini terang bulan. Cuaca sangat cerah. Nggak ada angin, nggak ada mendung.
Sore itu juga, aku keluar bareng Ugo, nyari udara segar dengan jalan-jalan saja. Ketika sampai di depan bioskop, seorang cowok yang lagi jalan bareng teman-temannya nyeletuk, "Aduh, manisnya! Andeng-andeng di atas bibir itu membuatku tertarik," katanya yang ditujukan padaku terdengar sungguh-sungguh. Namanya aja malem Minggu, kupikir itu udah biasa kalau ada cowok yang suka godain cewek. Aku hanya diam dan nggak menanggapi.
Tapi, Ugo langsung naik darah. "Ap
a kamu bilang" Kamu nantang saya, ya" Apa nggak tau kalo dia lagi jalan sama pacarnya"" tanya Ugo dengan posisi siap berantem.
Aku sendiri kaget melihatnya,nggak pernah aku melihat Ugo seemosi kali itu. Aku berusaha menghalangi niatnya.
"Go, udahiJangan bikin keributan," seruku sambil menyeretnya pergi.
"Yeee emang gue pikirin" Salah sendiri, punya cewek cakepnya selangit. Bikin ngiri," seru cowok yang bertopi putih dan disambut tawa teman-temannya.
Ugo udah mau nekat menantang duel mereka, dan aku sekuat mungkin menahannya.
"Udahlah, mereka hanya iseng. Jangan dimasukin hati!" seruku.
"Nuki, aku nggak suka kamu bersikap terlalu manis sama cowok-cowok kayak gitu!" seru Ugo.
"Aku nggak bersikap terlalu manis. Mereka hanya iseng, lupakanlah," kataku mencoba menenangkannya.
"Tetapi, nyatanya" Kenapa mereka selalu godain kamu" Aku nggak suka!" serunya.
"Mereka juga punya mata, Go! Ya, mungkin aja mereka iseng gitu tanpa ada niat ngeganggu. Jadi, biarin aja. Kita anggap angin lalu dan hadapi dengan kepala dingin aja. Oke"" tanyaku mencoba menenangkannya lagi.
"Gimana bisa kalo aku melihatnya sendiri" Aku cemburu. Dan, aku nggak suka itu!" serunya.
Aku diam, nggak tau kenapa Ugo jadi sensitif kayak gitu.
"Nuki, aku nggak pengin kehilangan kamu," katanya sungguh-sungguh.
Aku menatapnya sekilas. "Aku juga nggak pengin kehilangan kamu, Go," kataku pelan.
Ugo menatapku, kemudian tersenyum tipis. "Maafin tadi, ya
Aku tersenyum. Berarti, dia udah sadar kesalahannya. Kemudian, aku dan Ugo nerusin jalan-jalan.
"Ain, Dik! Tahi lalat di atas bibirnya manis banget! Jangan diilangin ya, Dik! Saya mau lho, jadi
pacar Adik," seru seorang cowok yang tengah berjalan dengan seorang cewek ABG, mungkin adiknya.
"Wah, Mas ini naksir, ya" Kontrak dulu sama kakaknya!" seru Ugo sambil menarik tanganku, agak kasar.
"Waduh, marah nih, yeee" Kakaknya galak banget. Mana laku tuh, adik manisnya"!" seru cowok itu seraya tertawa.
Aku nggak memedulikan hal yang sebenarnya bikin kuping rada panas itu.
"Ugojangan cepet-cepet,dong! Rileks dikit kenapa, sih" Apa kamu bertengkar lagi sama mantan cewekmu" Apa ada yang ngajakin kamu balik lagi, terus kamu melampiaskan ke aku" Katakan aja, Go!" seruku sambil menarik kakiku mundur agar nggak diseret-seret Ugo lagi.
Ugo langsung berhenti melangkah. Dia melepaskan cekalan tangannya di tanganku. Matanya agak memerah.
"Nuki, kamu jangan nuduh sembarangan. Itu masa lalu!" serunya agak marah.
"Sori, aku tahu itu. Tapi, ulahmu kali ini kataku belum selesai.
"Aku nggak suka kamu punya andeng-andeng di atas bibir," serunya tiba-tiba.
"Apaaa ...T' teriakku kaget.
"Hilangkan saja, atau hubungan kita putus sampai sini"!" serunya terus meninggalkanku begitu saja.
"Ya ampun! Apa-apaan kamu ini, Ugo""
teriakku sambil berusaha mengejar langkah Ugo.
Dasar apes! Ternyata, Ugo langsung nggak kelihatan batang hidungnya. Mungkin aja dia dapat boncengan temannya atau naik taksi. Sialan!
Aku balik lagi dan nendang tiang listrik yang kutemui. Uuuh, sakit juga, ya"
"Hei,cewek! Ngapain tuh tiang listrik ditendang""tanya seorang cowok yang tiba-tiba udah di sampingku. Bodinya tinggi atletis. Berwajah putih imut-imut.
"Aku lagi bete," jawabku seenaknya.
"Marahan sama pacar"" tanyanya.
"Baru putus malah." Dia tertawa nyaring. Menunjukkan lesung pipitnya. Seneng juga ngeliatnya.
"Sama, dong!" serunya.
"Ah, kamu ini nyama-nyamain aja!"
"Nggak, / swear1." serunya sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya. Aku lantas tertawa.
"Namamu siapa"" tanyaku kemudian.
"Aldi. Kamu""
"Nuki." "Wah, senang berkenalan denganmu. Kamu manis sekali, apalagi tahi lalat di atas bibir kamu.
Pasti pacar kamu juga keren banget, ya"" tanyanya.
"Nggak juga, sih. Masih kerenan kamu, kok. Ya ... pacar kamu itu yang bego mutusin kamu," kataku seenaknya.
"Aku yang mutusin, kok," katanya santai.
"Haaah" Kamu" Berarti, kamu jahat juga, ya""
"Nggak. Soalnya dua bulan yang lalu, aku diramal orang. Katanya, aku akan jadi konglomerat, tinggal di Jakarta. Istrinya juga cantik dan punya andeng-andeng di atas bibir," ceritanya. "Kalau pacarku itu nggak punya andeng-andeng di atas
bibir, kenapa harus aku pertahan-in" Kan, lebih baik milih mutusin dia dan cari yang punya andeng-andeng di atas bibir. Biar jadi konglomerat nantinya," serunya.
Tiba-tiba, aku ngeri dengan cowok cakep ini. Tampan sih, tampan, tapi kali aja rada "miring". Cuma ramalan aja dianggap dan dipercaya kayak gitu! Ramalan kan, karangan orang. Kalo lagi seneng, ya ngomongnya baik-baik, tapi kalo lagi nggak beres, paling-paling merahin kuping.
"Kamu kokjadi diam, sih" Gimana kalo kamu aja sekarang yang jadi pacar aku" Kamu sesuai dengan cewek yang aku cari. Lagian, kamu juga cantik!" serunya.
"Surprise! Tapi, aku udah punya pacar, kok."
"Katanya udah putus""
"Ah, bercanda. Cuma lagi nggak ketemuan aja. Yuk, Aldi, aku balik dulu. Senang kenalan sama kamu!" seruku, terus berbalik dan meninggalkannya. Masih sempat kudengar kata cowok itu. "Sampai jumpa!"
Giiaaa ...! Giiaaa ...! Nenek perama/ itu memang bikin kacau. Wah, jangan-jangan, Ugo juga udah diramal nenek tua itu dan terpengaruh ramalannya" Wah, susah!
Aku segera membuka HP. Tapi, aku nggak punya
pulsa. Akhirnya, aku cepat-cepat jalan pulang. Aku mesti jelasin semuanya sama Ugo. Ini bener-bener konyol.
"Eh, kamu kenapa, sih" Kok, buru-buru banget kayak dikejar setan"" tegur mama ketika aku berpapasan dengannya di ruang tengah. Aku cuma tersenyum dan cepet-cepet menuju meja telepon.
Sial! Telepon rumah Ugo masih nada sibuk. Nelepon siapa sih, lama banget"
"Selamat malam"" kata seseorang dari seberang sana.
"Ugo, ya""
"Oooh, kamu. Ada apa, nih""
"Ehm, Go. Aku mau tanya, apa kamu juga pernah diramal nenek tua pengemis itu"" tanyaku. Nggak ada jawaban.
"Go, jawablah!"
"Pernah." "Kamu percaya"" tanyaku heran. "Apa aja yang dikatakannya tentang kamu""
"Aku memang pernah diramal nenek tua itu. Makanya, aku benci ngeliat kamu punya andeng-andeng di atas bibir. Katanya, kalo pacarku kayak gitu, ntar aku nggak bisa jadi dokter," katanya pelan.
"Oooh ... terus, kamu termakan dan percaya begitu aja" Lalu, kamu cari gara-gara buat mutusin aku" Gitu, Go""
"Emang sih, tapi sebenernya aku sayang banget sama kamu. Diam-diam, aku bangga juga ba-nyak yang suka sama kamu, berarti aku
beruntung banget dapet kamu," katanya. "Tadi Aldi nelepon. Katanya kamu nggak gampang dirayu. Nggak gampangan!"
Aku sedikit mengerutkan kening. "Aldi" Oh. Cowok yang berlesung pipit itu, ya" Hei, aku hampir aja jatuh cinta sama dia. Dia siapa kamu""
"Sepupu dari bude. Aku sempet cerita ramalan itu ke Aldi. Terus, dia cuma ketawa. Dia cuma tau soal kamu dari ceritaku dan foto yang kutunjukkan padanya. Tapi katanya, dia mau gantiin aku kalo aku mutusin kamu. Terus, dia tetep jamin aku belum tentu jadi dokter," katanya panjang lebar.
Aku masih diam dan mikir-mikir.
"Nuki ...!" "Ya"" "Kamu mau maafin aku,kan" Sori deh, bener!Aku memang salah. Habis, nenek tua itu ngomongnya ngeyakinin banget."
"Ya, pokoknya nggak kamu ulangi lagi!"
"He-eh." "Janji"" "Iya, aku janji. Bener!"
"Oke-lah, tapi hubungan kita tetep putus, ya" Hahaha tawaku agak keras sebelum menutup telepon. Ugo, Ugo, kamu itu aneh-aneh aja! Masa ramalan kayak gitu aja dipercaya"! Wah, ternyata ramalan tuh sering bikin kacau, ya""
Penjual Kartu KARIN nggak nyangka, Yugo bisa marah banget padanya. Karin emang salah,tapi ia bener-bener lupa! Karin bener-bener nggak sadar kartu-kartu yang udah disiapin itu akhirnya tertinggal di rumah. Sampai ia nggak tahu apa yang harus dikatakan sama Yugo.
"Go, maafin, ya! Aku bener-bener lupa. Apa perlu aku anterin undangannya ke rumahmu"" tanya Karin hati-hati.
"Nggak perlu! Kamu buang aja sekalian! Nih, uangnya!" sentak Yugo sambil menghambur-kan uang ke muka Karin, di depan teman-teman.
DHUAR ! Rasanya, muka Karin lebih sakit daripada ditampar. Ia merasa terhina banget sama ulah Yugo. Kata-kata yang ingin diucapkan, ditelannya kembali. Walaupun hatinya sungguh sakit dengan ulah Yugo. Matanya terasa panas. Nggak pernah seumur hidupnya merasa terhina banget seperti hari ini. Namun, Karin bukanlah sosok lemah yang
cengeng.Dia nggak mau dedikasinya hancur lantaran masalah sepele. Biarlah Yugo melakukan apa yang dia mau. Itu hakn
ya, Karin emang salah. "Kamu nggak marah sama Yugo kan, Rin" Dia memang gitu. Ntar juga baikan lagi. Akhir-akhir ini, dia memang sensitif banget. Ya, gara-gara putus sama pacarnya itu," kata Ade setengah berbisik.
Karin menggeleng. "Nggak, emang aku yang salah, De," jawab Karin. Pelajaran di kelas Karin tetap berjalan, sementara insiden antara Karin dan Yugo belum juga usai.
"Udahlah, Jo! Aku nggak suka! Dibayar berapa sih, kamu sampai rajin promosiin dia""
"Nggak promosi, Go. Dengerin, kamu ini sahabatku. Aku ngomong ini, soalnya dia cocok sama kamu," ujar Jonathan sabar.
"Cocok" Cocok gundulmu itu, ya" Denger, Bung! Denger! Apa yang bisa dibanggakan dari cewek macam dia" Sori, kebetulan dia sepupumu. Cewek dekil! Huh, pura-pura jual kartu. Emangnya cukup apa, sekolah cuma dari jual kartu" Hahaha ... makanya, sepatu buluknya itu tetap dipakai. Paling-paling, nggak kuat beli. Sampai aku heran, kok berani-beraninya dia sekolah di lingkungan elite ini kalo sepatu satu aja udah bulukan!" sungut Yugo.
"Go, aku peringatkan sekali lagi! Kamu jangan ungkit-ungkit soal itu. Apa kamu pikir ini juga sekolah moyangmu, heh" Ingat, aku bisa patahin lehermu kalo kamu jelek-jelekin Karin. Padahal kamu suka, kan""
"Suka apanya" Heh, cewek gitu mana ngerti
soal diskotek, soal nonton film bagus" Apa yang menarik""
"Kalo nggak suka, ya udah. Jangan jelek-jelekin Karin melulu! Sebenarnya dia cocok sama kamu. Mumpung dia masih sendiri. Dia cantik," kata Jo.
"Ya buat kamu aja!" balas Yugo sambil masuk rumahnya di kawasan elite itu. Jonathan hanya mengangkat bahu.
Yugo kesal banget. Brengsek juga! Emangnya dikasih apa sih, sampai dia ngotot mempromosikan si cewek dekii itu" Dia emang dekil. Sepatu kets-nya aja udah bulukan. Bajunya nggak pernah ganti. Rapi sih, rapi tapi kalo warnanya kusam, ya bikin sebel. Dan tasnya juga cuma tu , itu aja. Nggak pernah ganti. Jelas aja, mana kuat dia beli barang-barang mahal kayak gitu"
Hm, kalo bukan gara-gara Mbak Deo, aku nggak bakalan mau ngajak ngomong cewek dekil itu.
Bego! Ngapain mikirin cewek itu" Masa bodoh! Yugo menatap langit-langit kamarnya. Rupanya, baya ngan Karin nggak mau enyah dari benaknya. Malah, makin lekat dalam ingatannya. Ya, sebenarnya dia cukup cantik. Mata teduh yang kadang-kadang berpendar indah, senyum yang nyaris sempurna. Sosok langsing dengan rambut berekor kuda. Belum lagi otaknya yang cukup cerdas, tahun kemarin dia jadi juara umum.
Ya Tuhan, apa-apaan aku ini" Yugo bangkit lagi dari tempat tidurnya. Dengan lesu, dia melangkah menuju dapur. Entah mengapa, ada sedikit sesal mengingat kejadian di kelas tadi. Pasti
cewek itu sakit hati, pikirnya. Tapi ... terserah. Dia nggak ingin baikan sama tuh cewek. Coba kalau nggak gara-gara Mbak Deo nitip kartu undangan ke Karin, kira-kira dia juga nggak bakalan ngajak ngomong cewek itu.
Dipikir-pikir, Vogo yang egois. Baru kali ini Karin salah sama dia. Dan, Karin pun udah minta maaf. Eh, dia yang nggak terima.
Kring ... kring .... Bunyi telepon membuyarkan lamunan Yugo. Setengah kesal, dia beranjak ke ruang tamu.
"Halo Suaranya terdengar ketus.
"Ya,haio. Maaf Pak, bisa bicara dengan Yugo""suava dari seberang sana terdengar lembut, namun penuh ketegasan.
"Ya, ini dengan Yugo. Ini siapa"" tanya Yugo masih ketus. Siafan, aku disangka orang tua. Namun, ia khawatir pemilik suara dari seberang itu. Jangan-jangan ....
"Oh, kamu sendiri, Go" Ini aku, Karin. Aku mau minta maaf sekali lagi, Go. Aku emang salah. Kamu mau maafin aku, kan" Aku nelepon kamu, khawatir kamu nggak ada. Biasanya orang kayak kamu supersibuk, ya" Go, kamu maafin aku. Halo ... halo ... kamu masih di situ, kan" Kok, diam aja" Kamu sakit"" tanya Karin beruntun.
"Eh, iya, iya.Aku masih dengar, kok," jawab Yugo gugup banget. Busyet tuh cewek. Suaranya lembut banget. Gila! Sampai aku gugup kayak gini! Yugo ngomel-ngomel dalam hati. Kemarahan yang ingin ia tumpahkan sama cewek dekil ini hilang
entah ke mana. Padahal, ia udah beren-cana memaki habis-habisan tuh cewek. Bukan cuma lantaran kartu undangan itu, tapi juga balas dendam atas kekonyolan Jonathan yang selalu mempromosikan
Karin. Sementara dia, udah nunjukin rasa antipatinya.
"Syukurlah, aku pikir kamu udah pingsan. Oke deh, udah dulu, ya" Bentar lagi aku ke rumahmu, mau nganter pesenan."
Yugo gelagapan. Degup jantungnya pun semakin cepat. Ia nggak tahu kenapa. Seolah-olah suara lembut milik Karin udah membiusnya, bikin dia kayak orang bodoh yang nggak tahu apa-apa.
"Boleh, kan" Dari tadi kok, kamu diam aja" Kamu marah sama aku, ya""
"Iya ... iya, boleh," jawab Yugo terputus-putus. Aku musti ngomong apa kalo ketemu cewek itu" Padahal, aku udah mempermalukan cewek itu di hadapan teman-temannya. Mau ditaruh di mana mukaku "
"Baiklah. Makasih. Udah dulu, ya"!"
Klik. Hubungan terputus. Yugo bengong di depan meja telepon.
Apa yang harus aku lakukan" Aku kok, benar-benar sial hari ini! Kedatangan tamu cewek dekil. Coba kalau si Pena, wah aku nggak bakalan gugup kayak gini.
Sementara Yugo, masih sibuk menenangkan degup jantungnya yang makin tak menentu, bel rumah berbunyi. Yugo bener-bener kaget ngelihat Karin di depan pagarnya. Di sampingnya ada sebuah BMW
putih metalik terparkir. Milik siapa" Karin" It's impossible!
"Oh, maaf. Aku nggak berniat pamer mobil ini. Kebetulan mobil mama lagi nganggur, jadi aku pakai ke sini. Bener deh, aku nggak niat pamer," kata Karin agak gugup.
Bukannya Yugo nggak tau kebenaran kata-kata Karin itu. Tapi, justru itu membuatnya seperti tertonjok. Karin seperti menyindir dirinya. Dan sekarang, yang dihadapi bukan Karin yang dijumpai di sekolah. Dari pakaian yang dikenakannya, ia dapat menilai sendiri berapa harganya. Dan mobil itu, duh, dia benar-benar tak bisa membandingkan.
"Go, aku nganterin kartu pesanan kamu," kata Karin seolah mengingatkan Yugo kalo Karin masih di hadapannya.
"Oh ya, aku lupa. Masuk dulu, yuk!" tawarnya masih tergagap.
"Makasih Go,tapi aku buru-buru.Aku nggak bisa ngobrol lama-lama," katanya seperti menyesal. "Hm, ini pesanan kamu, Go. Tolong jumlahnya diperiksa. Kalau kurang, kamu bisa menghubungi alamat ini." Karin ngasih satu kartu nama sebelum akhirnya ninggalin rumah Yugo.
Yugo hanya bisa mengangguk dan nggak bisa ngomong apa-apa. Ya, Karin seperti tengah me-main-kan sandiwara itu. Ataukah karena dia yang terlalu rendah hati"
Yugo merasa malu dengan semuanya.Dia seperti tersindir dengan
kesombongan-kesombongannya selama ini. Ya, kenapa harus dengan cewek itu diriku merasa nggak berdaya"
Yugo merasa lebih tertonjok lagi ketika membaca kartu nama Karin. Jalan Melati 28. Ya, dia ingat betul, itu rumah Pak Hendratmo, pemilik dan direktur utama PT. Arga Mas. Papanya bekerja di salah satu kantor cabangnya. Duh, apa jadinya kalo Karin melaporkan ulahku sama papanya" Lalu, memecat papaku "
Gak Semuanya kelas IIIPA-1 ... MURID baru. Kelas riuh sekali. Suara suit-suitan terdengar ramai. Apalagi begitu tau murid baru itu cewek, cakep lagi! Pantes, mulut-mulut usil makin banyak.
Namanya Keke, asal Bandung. Terus, masih banyak lagi yang dikatakannya. Dia juga dengan senang hati menjawab pertanyaan dan gurauan teman-teman barunya. Mengesankan banget kalo dia cewek berwawasan luas.
Kalo semua cowok nyoba nyari perhatian Keke, Yudi malah cuek nggak ngegubris. Dia acuhin aja perkenalan si Mojang Priangan itu.
"Oh ya, dari tadi saya udah cerita banyak. Sekarang gantian dong, yang cerita. Siapa yang mau"" tanya Keke.
Tapi, semua pada ogah untuk cerita. Penghuni IPA-1 hanya mau ngenalin namanya masing-masing.
"Lha, yang duduk di depan itu namanya siapa"" tanya Keke sambil tersenyum manis.
"Liat aja buku absensi nomor lima puluh!" katanya terus keluar.
"Yeee kamu kok, ketus gitu sih, Yud"! Gak baik!" seru Simon. Tapi, Yudi cuma mencibir.
Usai perkenalan, Pak Agus langsung bicara, "Baiklah, itu tadi teman baru kalian. Kalo masih belum puas, bisa dilanjutkan waktu istirahat nanti.
"Yaaa, Bapak kata Arga kecewa.
Semua tertawa. "Oh ya, Keke, kalau menemui kesulitan pelajaran, bisa minta bantuan sama Yudi atau Fera. Mereka siswa terbaik di sini," kata Pak Agus setengah promosi.
"Huuu minta aku aja, Ke. Keenakan Yudi kalo gitu. Tul nggak, teman-teman"" teriak Andre yang memang paling seneng godain cewek cantik.
Yud i udah balik lagi ke kelas. Mendengar semuanya, dia hanya diam. Sepertinya, dia memang sengaja menjaga jarak sama Keke.
"YUDI, aku minta bantuan, nih. Soal satu ini kok, sulit banget"" tanya Keke suatu hari.
"Oh, maaf, Ke! Aku ada urusan di ruang guru. Minta bantuan Fera aja, ya"" katanya terus pergi keluar.
Keke tak dapat memaksa. Di waktu lain, Yudi juga menolak permintaan Keke ngajarin satu soal matematika.
"Sori, Ke. Bukannya aku nggak mau bantu, tapi bener deh, aku harus pulang secepat mungkin. Ibuku lagi sakit," kata Yudi.
Yudi memang sengaja menghindar. Dia nggak mau berteman sama Keke. Keke sendiri nggak habis pikir, kenapa Yudi seolah begitu membencinya. Seolah Keke menemukan sesuatu yang disembunyikan Yudi tiap kali ia mencoba menatap mata Yudi.
Di rumah, Yudi begitu kesal. Kesal sekaligus marah. Kemarahan, kebencian, luka yang hampir kering, kini mencuat lagi. Mengapa luka ini lebih lebar dan menyakitkan sejak Keke hadir"
Yudi mengeluh pelan dalam hati. Sebenarnya, dia nggak berhak memperlakukan Keke seperti itu. Keke nggak bersalah. Tetapi, luka ini" Kenapa harus menganga lagi"
"Yudi, sori ya, kalo selama ini aku meng-ganggu kamu terus. Tapi untuk kali ini, aku minta bantuan kamu ngerjain pe-er kimia. Boleh minta alamat kamu" Nanti biar aku yang ke sana. Terserah kapan kamu ada waktunya," kata Keke menjajari langkah Yudi.
"Tapi, Ke kata Yudi tersendat.
"Please, Yud. Sekali ini aja," kata Keke memohon.Yudi diam sejenak. "Baiklah, rumahku di Jalan Mangga 12. Aku tunggu jam empat sore."
"Oke, aku akan datang," kata Keke senang.
Di rumah, Yudi langsung mengerjakan pe-ernya.Tapi sengaja hanya dibuat satu yang betul dari kelima soal itu. Dia nggak ingin Keke kembali hadir. Dia nggak ingin mengingat semuanya ....
Begitu Keke datang sore harinya, Yudi udah siap dengan alasannya lagi.
"Keke, ini bukunya. Kamu bawa pulang aja. Atau kamu kerjakan di sini juga nggak apa-apa, tapi saya nggak bisa nemenin kamu, soalnya barusan dapet telepon, aku harus ke rumah Om Danu."
Keke nggak bisa ngomong apa-apa, hanya memandang Yudi. Yudi bukannya nggak tau, tapi cuma pura-pura.
"Baiklah, aku pulang dulu. Bukunya aku bawa, besok aku balikin di kelas," kata Keke pelan, kemudian langsung pulang.
Yudi nganterin Keke ke pintu pagar sambil tertawa dalam hati. Yudi membayangkan betapa besok lusa kelasnya akan heboh. Yudi Setia Indra, si bintang pelajar dapat nilai dua untuk kimia. Dan Keke, betapa kasihan sekali dikerjain. Tapi, Yudi nggak peduli.
"Yud, bukunya udah aku kumpilin. Kamu emang pintar. Pantas jadi bintang pelajar."
"Thanks," katanya tipis. Tapi, dalam hati dia mengumpat. Dasar anak bodoh!
Yudi siap-siap nerima kekagetan gurunya. Yudi dapat nilai dua" Yudi ngebayangin hal itu. Ia pun nyiapin argumennya.
"Anak-anak, kalian udah bisa nangkap
pelajaran dengan baik. Pe-er kalian cukup bagus. Yudi sama Keke dapat nilai seratus. Rupanya, pemikiran mereka hampir sama. Kalian patut menirunya," kata Pak Yakub, guru Kimia
"Hah"" Yudi nyaris tak percaya.
"Kenapa sih, kamu"" tanya Dion."Kamu dapet seratus kan, udah biasa, Yud!"
Yudi nggak bersuara, kini perhatiannya tak lepas dari gadis yang bernama Keke. Kalo dia bisa ngerjain soal itu dengan benar, pasti dulu dia juga murid pintar di sekolahnya. Lantas, kenapa dia terus mengejarku untuk mengajarinya" Menunjukkan siapa dirinya" Atau sebenarnya mau menguji kemampuanku "
Istirahat... "Keke, kenapa kamu benerin pe-erku"" tanya
Yudi. "Ah, cuma gitu aja. Aku kan, nggak betah ngeliat pekerjaan salah. Sebenernya, aku pengin belajar bareng sama kamu. Tuker pikiran, terutama pada pelajaran Matematika. Siapa tau dapet nambah kesiapan aku ngadepin olimpiade Matematika di Singapura nanti," kata Keke seperti tanpa sadar. "Oh, maksudku, cuma pengin belajar bareng," ralatnya buru-buru.
"Olimpiade Matematika"" tanya Yudi.
Keke merasa nggak enak. "Nggak kok, Yud," kata Keke berusaha meralat. Meskipun begitu, kini Yudi nggak bisa nganggap Keke sembarangan. Dulu aja dirinya nggak lolos. Kalau Keke bisa, berarti Keke teman juga rival yang nggak bisa dianggap enteng.
"Oh ya, Ke. Thanks, tugasku dikerjain.Soa
lnya, aku emang kurang teliti," kata Yudi akhirnya. Keke tersenyum manis.
"Kalau aku boleh tau, kenapa kamu seperti menghindari aku"" tanya Keke pelan.
Yudi menatap Keke sekilas. Desir-desir halus menyentuh keheningan nuraninya. Ia nggak tau, apakah itu milik Dhea, gadis yang mengkhianati-nya, ataukah milik Keke"
"Panjang ceritanya, Ke," kata Yudi pelan. "Dulu, aku punya cewek. Wajah dan segalanya nyaris mirip kamu. Aku sayang banget sama dia. Tapi, dia ninggalin aku dengan alasan yang dibuat-buat. Terus terang, aku sakit hati sampai sekarang. Dipikirnya aku ini apa, Ke" Padahal, dulunya dia kayak kamu. Ngejar-ngejar aku dengan cara minta diajarin belajar. Huh, aku nggak bisa ngilangin sakit hatiku. Makanya, waktu kamu hadir, luka itu kayak menganga lagi. Aku jadi benci sama kamu. Aku males deket-deket sama kamu, soalnya aku nggak mau nginget-inget lagi. Tapi sekarang aku sadar, kok.
Kamu bukan dia, walaupun kalian mirip satu sama lain," cerita Yudi panjang lebar.
Keke menatap Yudi. Sekarang dia tau kenapa.
Dia juga nggak bisa nyalahin Yudi. Toh, itu urusannya sendiri.
"Nyatanya, aku nggak seperti itu kan, Yud"" tanya Keke.
"Nggak. Aku salah sama kamu," kata Yudi pelan.
"Nggak juga. Malah sekarang, kita bisa belajar bareng buat ngasih yang terbaik buat sekolah kita, kan"!" tantang Keke.


Cowok Karya Kinoysan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu sungguhan, Ke"" tanya Yudi. Keke mengangguk pasti. "Yaaap!" Yudi tersenyum lepas. Keke pun tersenyum. Mereka berjalan beriringan menuju kelas. Sesekali, mereka bertatapan dan tersenyum.
Di hati Yudi, bersemi sejuta angan. Akankah aku memiliki cinta Keke" Ataukah nanti akan berakhir seperti cintaku sama Dhea" Meninggalkan diriku setelah memberikan cintanya" Entahlah ....
Tiga Dara TIGA cewek cantik ini ke mana-mana selalu bersama-sama. Usia mereka sebaya, rumah mereka juga berdekatan. Dan yang jelas, mereka satu sekolah, satu kelas dan satu bangku. Persahabatan mereka terjalin sejak balita. Lama banget, ya oE
Persahabatan tiga cewek ini sering bikin iri cewek-cewek lain. Tau nggak, kenapa" Selain mereka itu kece dan jadi primadona sekolah, otak mereka juga bisa diandalkan. Saking sama pintarnya, guru nggak bisa ngebedain mana yang harus jadi juara satu. Akhirnya, jadilah mereka semua juara satu ....
Wah, nggak rugi dong, sobatan kayak gitu! Tapi,kali ini ketiga cewek cantik ini pada suntuk banget! Biar lagi suntuk, mereka tetap aja cantik. Udah dari sononya kali, ya !
Mereka lagi suntuk berat lantaran undangan ulang tahun dari temannya, si Dhea. Lho, kenapa"
Iya sih, cuma undangan ultah. Tapi
embel-embelnya itu, lho! Buat Arin&doi, buat Bea&doi, buat Inka&doi. Ditambah pas ngasih undangan-nya, Dhea malah ngomong gini, "Bener ya, kalian kutunggu di ultahku. Jangan lupain doinya, karena undangannya buat berdua. Sampai ketemu."
Nah, ketiga cewek ini makin nggak berkutik. Datang sih pasti, tapi siapa pasangannya" Dan ini pasti ngorbanin perjanjian mereka yang nggak pacaran dulu sebelum kuliah.
"Gimana nih, Rin" Coba kalo aku punya kakak cowok, pasti gampang ngajakin pura-pura jadian. Kalo kayak gini" Bakalan nggak dateng, nih," keluh Bea.
"Kamu pikir, aku nggak bingung apa" Mentang-mentang udah punya gebetan, Dhea nyuruh orang ngajak gebetannya," sungut Arin nggak mau kalah.
"Terus, nasib kita gimana" Masa kita nggak dateng" Kasihan Dhea, kan"" sela Inka.
"Ya gimana" Aku bingung, nih," timpal Arin lagi. "Daripada kayak gini, kita cari aja cowok buat nemenin kita. Toh, nggak harus pacar. Udah itu, kita jalan sendiri lagi," usul Arin sambil membenahi poninya yang bergerak-gerak ditiup angin.
"Ngawur kamu! Aku nggak mau asal comot aja. Kalo yang kamu ajak kege-eran, terus nempel aja, siapa yang bingung"" sergah Inka.
"Lantas gimana, dong" Kita punya waktu lima hari buat mutusin datang atau nggak ke pesta Dhea," kata Bea. "Sambil kita nyari orang yang
sesuai selera kita. Gimana"
"Janji kita"" Inka mengingatkan.
"Ah, don't worry1. Kita cuma nyari gebetan buat ultah Dhea. Abis itu, kita gol Oke"" kata Bea lagi.
Arin dan Inka manggut-manggut setuju, meskipun di pikiran mereka juga waswas. Gimana kaio sampai keterusan"
"Oke, aku setuju sama kamu
, Be. Tujuan kita nyari gebetan, biar bisa dateng di pesta ultah Dhea. Bukan buat ngorbanin janji kita," Arin menyetujui lebih dulu.
Bea tersenyum. "Gimana sama kamu, Inka" Masa kamu nggak dateng" Yang ngundang ketua Osis, nih," kata Bea setengah membujuk. "Ini juga demi sobatan kita, In. Coba gimana pertanya-an Dhea, kalo aku sama Arin dateng, terus kamu nggak" Wah, kita bakal dicap nggak kompak. Padahal, aku ngganggap kamu sama Arin sodara sendiri. Iya, kan"" tanya Bea pada Inka.
"Oke, aku ikut, deh." Akhirnya Inka setuju.
"Jadi"" tanya Bea lagi.
"So ...i" kata mereka hampir berbareng.
Satu masalah udah beres. Mereka tinggal mutusin sendiri, sama siapa mereka dateng ke ultah Dhea. Sebenernya, nggak susah kalo mereka mau nyari. Siapa yang nggak seneng jalan bareng cewek-cewek kece kayak Bea, Arin, atau Inka"
SUASANA di supermarket Candi,rame banget.Arin tergesa-gesa masuk ke supermarket. Dia memburu waktu supaya nggak telat nyampe rumah.
Saking terburu-burunya, Arin nabrak seorang cowok yang bawa belanjaan cukup banyak. Barang-barangnya jatuh berceceran. Arin bukan main terkejutnya.
"Eh, maaf, maaf, Mas! Saya bener-bener nggak sengaja," kata Arin dengan melebarkan senyum.
"Oh, nggak apa-apa. Tapi, lain kali hati-hati," katanya ramah dan mulai mungutin barang-barangnya.
"Saya bener-bener nggak sengaja, Mas. Lagi buru-buru," kata Arin lagi. Mau nggak mau, dia juga harus bantuin masukin barang-barang yang berceceran ke kantongnya. Pikirannya mulai berubah, dia mulai tertarik sama cowok keren itu.
"Nama saya Diko," kata cowok itu tiba-tiba.
"Saya Arin" "Rumahnya"" tanya Diko lagi. Batin Arin bersorak. "Mau nggak, kita tukeran kartu nama"" tanya Arin lagi.
"Siiip!" Diko ngeluarin dompetnya dan ngambil satu kartu nama, dituker sama punya Arin. Diko ngamatin alamat yang tertera di kartu nama Arin.
"Well, kebetulan besok aku mau ke daerah ini. Boleh mampir"" tanyanya sambil memandang Arin dengan lembut. Di hati Arin, timbul berjuta warna, wajahnya memerah karena tersipu.
Diko menyadari. "Maaf, kalo saya lancang. Lupain aja!"
Tidak, tidak. Besok mau mampir jam bera-pa"" tanya Arin tiba-tiba. Ia berhasil menguasai perasaannya.
"Oh, sekitar jam empat. Bisa nggak""
"Saya tunggu!" kata Arin. Hatinya berbunga. Sementara Diko, merasakan ada yang lain di sudut hatinya.
"Yuk, saya duluan," kata Diko. "Terima kasih bantuannya," katanya lagi sambil menatap Arin sekilas.
Duh, beningnya mata itu, batin Arin.
DI sebuah kolam renang, Inka ketemu sama cowok yang menarik hatinya. Cowok berbadan atletis itu bernama Diki. Inka sempet ngobrol lama sama dia. Bahkan, Inka sama Diki udah tukeran kartu nama dan foto. Akhirnya, mereka udah janjian dateng ke pesta ultah Dhea. Diki mau jadi pasangan Inka ke pesta Dhea!
Terus, gimana sama Bea"
Bea masih enak-enakan di rumah. Dia nggak mau dibikin pusing sama undangan Dhea. Tapi, dia udah punya inceran, yaitu temen barunya di kursus bahasa Prancis. Dan, telepon pun berdering ....
"Halooo ...T' "Ini Bea, kan""
"Wow, Dika. Ada apa, nih" Kok, kayaknya penting banget"" tanya Bea sambil menenangkan hatinya yang berbunga-bunga.
"Be, aku iagi bingung nih. Sabtu sore kamu ada acara, nggak"" suara di seberang sana terdengar ragu-ragu.
"Kalo misalnya nggak ada"" tanya Bea dengan perasaan nggak menentu.
"Ehm, eh, anu suaranya gugup banget.
"Kamu mau bilang apa, sih" Ngomong yang jelas, dong! Mana aku ngerti kalo kamu cuma bilang gitu"" tanya Bea lembut.
"Iya nih, Be. Dari dulu, aku pemalu banget. Sebenernya pengin banget ngomong, tapi belum bisa."
"Tapi kan, sama aku" Kamu pasti bisa, hanya butuh waktu."
"Makasih, kamu baik banget," kata Dika. Dika nggak tahu kalo wajah Bea memerah.
"Bea, kaio aku minta kamu jadi pasanganku ke pesta uitah temanku, gimana" Aku ... aku nggak punya pacar, Bea
"Ultah siapa" Emang, musti berdua"" tanya Bea menyelidik. Soalnya, dia juga harus dateng ke ultah Dhea. Gimana kaio waktunya bentrok"
"Undangan Dhea, yang diundang harus dateng sama pasangannya. Aku nggak pengin ngecewain dia. Bisa kan, Bea"" tanya Dika lembut. Oh, siapa sangka!
"Oke, tapi aku minta foto kamu. Boleh nggak"" "Bener"
Kamu bisa" Kujemput jam tujuh Sabtu besok, ya" Fotonya nanti aku anterin." "Makasih ya, Dik."
"He-eh. Aku juga makasih, kamu bener-bener baik. Udah dulu, ya"" "He-eh."
KEESOKAN harinya, tiga cewek yang lagi bingung nyari pasangan, nggak nyeritain apa-apa. Mereka seolah ingin menyimpan privacy-nya.
Baru keesokannya lagi, Arin nyerita tentang pengalamannya, kemudian nunjukin foto Diko pada Inka dan Bea.
"Hah"" teriak Inka kaget. "Ini kan, foto Diki" Jangan-jangan, aku kena tipu"" Inka kaget, terus ngeluarin sebuah foto dari dompetnya.
"Nah, lihat! Sama, kan"" Inka sewot.
"Lho" Ini Dika! Apa-apaan sih, kalian"" kata Bea gusar.
"Apanya"" tanya Arin dan Inka barengan. "Kalian ngerebut Dika, ya"!" teriak Bea lebih geram.
"Malah,aku bingung ngeliat foto calon pasangan kita, jangan-jangan kita dikibulin. Kita kan, nggak tahu apa-apa soal ini. Tapi ... swear, aku nggak ngerti semua ini," kata Arin.
"Iya nih, aku juga bingung, Rin. Tapi, aku
punya usul. Gimana kalo kita undang dia di suatu tempat" Nah, nanti kita bisa buktiin. Orang ini ngibulin kita atau emang beda orang, gimana""
"Ya, gimana kalo besok kita undang dia jam tiga di rumahku"" usul Arin.
"Ntar aja Rin, besok aku les," sela Inka.
"Oke, kita lihat nanti," kata Arin. Sekitar pukul tiga kurang, Diko dateng ke rumah Arin. Arin seneng banget. Nggak lama kemudian, Inka dateng bareng Diki, disusul Bea bareng Dika. Waktu itu, Diko masih ada di taman belakang sama Arin.
Dika yang tau Diki dateng, jadi bingung. "Ngapain kamu ke sini, Ki"" tanyanya.
"Kamu sendiri ngapain"" balas Diki. Inka dan Bea berpandangan.
Belum sempet Diki ngejelasin, Diko dan Arin keluar.
"Lho, kenapa kalian pada ke sini"" tanya Diko pada Diki dan Dika.
"Kalian kok, udah pada kenal"" tanya Arin heran. Ketiga cowok yang di depannya persis banget. Mereka sulit dibedakan.
"Ini sodara kembarku. Ini temen-temenmu yang diceritain itu, ya"" tanya Diko sambil memandang Inka dan Bea.
"Jadi"!" Inka heran. "Kenapa kita bisa begini"" tanyanya dengan tersenyum.
"Kita jadian aja. Nanti jadinya berenam," gurau Diki. Lirikannya ditujukan ke Inka, tapi Inka pura-pura nggak tahu. Hatinya aja yang senang, begitu juga Arin sama Bea.
Kinoysan adalah nama pena i"^^''fl'* "
Ari Wulandari. Penulis jia r "*"Jtf*f
kelahiran Tulungagung, 11 Ca^tt^^^ *\ : " Januari 1973, lulusan Sastra Ur \f- " ' *' Indonesia UGM yang sekarang ^J*"* (f'/
bekerja sebagai script editor \ff[
Multivision Plus Jakarta ini, emang seneng nulis sejak
kecil. Cerpen-cerpennya pernah dimuat di berbagai media,seperti Gadis, Kawanku, Aneka, Hai, Gaui, Jelita, dan lain-lain. Sempet juga cerpen-cerpennya berbahasa Jawa menghiasi majalah Penjebar Semangat, Jaya Baya, Djaka Lodang, dan lain-lain. Penulis juga pernah meraih Juara II Lomba Nasional Gemar Baca Tulis
Tingkat Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Klub Perpustakaan Indonesia Pusat tahun 1999. Novel-novel karyanya antara lain: Duo Tajir (Media Pressindo, Yogyakarta, 2DD5), Ketika Berjumpa (MU3, Jakarta, 2DD5), Lho ... Kok Kamu" (Grasindo, Jakarta, 2DD5), Pacar Sobatku (Media Pressindo, Yogyakarta, 2DD5), Lentera Dini Hari (AK Group, Yogyakarta, 2DD5), Cari Siapa" (AK Group, Yogyakarta, 2DD5), Boulevard (AK Group, Yogyakarta, 2DDS), Pokoknya Aku Suka Kamu (Grasindo, Jakarta, 2DD4), Karena A-ku Menge(AK Group, Yogyakarta, 2DD5), Cari Siapa" (AK Group, Yogyakarta, 2DD5), Boulevard (AK Group, Yogyakarta, 2DDS), Pokoknya Aku Suka Kamu (Grasindo, Jakarta, 2DD4), Karena Aku Mengenalmu (AK Group, Yogyakarta, 2DD3), Ketika
Merpati Terbang Rendah (AK Group, Yogyakarta, 2DD3), Kusapa Kau Dengan Cinta (AK Group, Yogyakarta, 2DD3), Renaisans (AK Group,Yogyakarta, 2DD2), Maria Zaitun (Media Pressindo, Yogyakarta, 2DD2), dan Metamorfosis (HGW, Yogyakarta, 2DD2).
Dua cergam anak-anak yang diterbitkan Adi-cita Karya Nusa, Yogyakarta: Asai Muia Tari Pattudu (2DD5) dan Si Parkit: Raja Parakeet (2DD3).
Penulis juga menerjemahkan beberapa buku, seperti Oiiver Twist karya Charles Dickens; Tom Sawyer, Detective karya Mark Twain; Tom Sawyer Abroad karya Mark Twain; Jungle Books karya Rudyard Kipling; Muslim in the Margin:
Political Responses to the Presences of Islam in Western Europe karya W.A.R. Shadid and P.S. van Koningsveld (eds.); Great Expectation karya Charles Dickens; David Copperfield karya Charles Dickens
tamat Petualangan Enam Napoleon 1 Lembah Patah Hati Lembah Beracun Karya Khu Lung Pendekar Lembah Naga 9
^