Pencarian

De Buron 2

De Buron Karya Maria Jaclyn Bagian 2


"Bohong." Radit mengernyit. Geli. "Ketahuan, ya"" Tapi begitu melihat ekspresi Kimly, senyumnya kembali lenyap. "Kalau kita punya masalah besar, nafsu makan emang biasanya hilang."
Untuk kesekian kalinya Kimly dikejutkan kata-kata cowok itu. Ia baru menyadari, Radit pasti bisa membaca perasaan Kimly karena cowok itu juga mengalami rasa tertekan yang sama ketika dituduh membunuh. Pasti ada kalanya Radit tidak ingin menyentuh makanan sama sekali, lalu mungkin seiring berlalunya waktu, Radit mulai bisa menerima masalahnya dengan sedikit tenang.
Kimly hanya tidak mengira Radit akan memerhatikannya yang belum benar-benar makan sejak kemarin siang. Kimly sendiri lupa kapan ia menyentuh makanan. Rasa sakit hati mengalahkan segala-galanya-termasuk lapar.
*** Lagi-lagi cowok itu memprotes ketika Kimly menyuruhnya masuk ke kamarnya. Raditya mengernyit.
"Di kamar mandi kan dingin...," katanya.
Kimly memutar bola matanya, kemudian melemparkan sehelai selimut ke dada cowok itu. Radit menerimanya setelah nyaris terjungka
l ke belakang dan gelagapan karena mukanya tertutup selimut.
"...dan basah," lanjutnya tidak mau menyerah. Kimly berbalik menghadapinya.
"Emangnya kamu tidur di bak mandi"! Lantainya kan kering!" sungut Kimly.
"Tapi dingin!" balas Radit sambil membelalakkan matanya, merasa kapok setelah tadi pagi mimisan untuk yang kedua kalinya.
Kimly melempar sehelai selimut lagi yang diambil dari ranjang. Untungnya Bi Ima rajin membelikannya selimut, jadi seberapa pun banyaknya Radit meminta, Kimly akan memberikannya dengan segera.
Radit terdiam, namun wajahnya cemberut. Kimly menghela napas. Berjalan menuju lemari es, kemudian melempar beberapa buah pisang ke arah Radit.
"Nih! Kalau-kalau kamu lapar. Sayangnya, selimutnya nggak ada yang motif pisang."
Radit menangkap semuanya dengan mahir walau agak panik.
Kimly mendorong Radit dan mengunci pintu kamar mandi. Kimly menghela napas. Sekarang kamarnya menjadi lenggang. Kosong. Padahal dulu Kimly tidak pernah berpikir seperti itu meskipun selalu tidur sendirian. Apakah Radit sebegitu raksasanya sehingga dapat membuat kamarnya terasa penuh"
Kimly bersandar di pintu kamar mandi, duduk di sana dan memerhatikan seisi kamar. Ruangan itu berbentuk persegi, begitu sederhana, dan bernuansa krem. Hal yang menarik perhatian hanya tumpukan selimut yang membubung di atas ranjang. Selebihnya, barang-barang di dalam kamar tertata rapi. Dinding kamar kosong tanpa pigura, meja-meja tidak ada yang berantakan. Begitu sunyi.
Terdengar siulan-siulan dari dalam kamar mandi, kemudian suara nyanyian.
Darling so there you are With that look on your face
As if you're never hurt As if you're never down Kimly beranjak dari lantai dan segera menyalakan radio. Suara samar cowok itu segera terbungkam sebait lagu yang mengalun indah.
Darling so share with me Your love if you have enough
Your tears if you're holding back
Or pain if that's what it is
(Eyes On Me, Faye Wong) Lagu yang sama" Kimly mematikan radio. Apa semua orang sedang mengolok-oloknya"!
Lagi-lagi hatinya berdenyut. Rasanya amat menyakitkan. Kimly merasa semua orang telah menertawakannya. Mengapa ia harus mendengar lagu dengan lirik semacam itu" Mengapa Radit harus menyanyikannya" Mengapa ia tidak menertawakan Kimly secara terang-terangan saja" Menertawakan betapa malangnya, betapa banyak rasa sakit yang harus ditanggungnya.
Pintu kamar mandi berdebam pelan, seperti ada sesuatu yang membenturnya. Kimly mendongak. Namun pintu tetap tertutup rapat. Sunyi. Cowok itu pasti juga duduk bersandar di pintu kamar mandi.
"Huaaaaaahhh...," cowok itu menguap dengan suara keras kentara sekali disengaja. "Malem-malem begini... pasti enak minum susu hangat, apalagi buat orang yang belum makan dari kemarin!"
Kimly tertegun. Lagi-lagi ia mendongak ke arah pintu yang tertutup, walaupun tahu itu sia-sia karena biar bagaimana pun matanya tidak bisa menembus dengan sekali pandang.
"Kamu ngejek"" tanya Kimly, suaranya meninggi.
"Siapa"" lempar Radit dengan suara kaget yang dibuat-buat.
"Sebenernya apa yang mau kamu omongin sih"" tuntut Kimly mulai kesal.
"Kamu mau saya jawab"" Radit balik bertanya.
"Iya." "Minum susu dulu gih!" desak Radit.
Kimly dongkol. Punya hak apa cowok buronan itu menyuruhnya sesuatu"
Namun Kimly menurut juga. Lagi pula perutnya mulai berbunyi lagi. Kimly segera membuat susu hangat dengan air hangat yang tersedia di dekat lemari esnya. Ia kembali duduk sambil bersandar di pintu kamar mandi, memegangi gelasnya yang mengepul-ngepul. Bau hangat susu membuat perasaanya sedikit tenang.
"Hmmm... enak banget baunya...," gumam Radit dari balik pintu. Cowok itu duduk di posisi yang berlawanan dengan Kimly, hingga suaranya terdengar jelas.
"Yeee..., bohong banget, nggak mungkin kecium, kan"" sanggah Kimly keki, mengecap susunya. Perutnya yang kosong terasa hangat.
"Saya kan nggak bilang mencium baunya. Saya cuma merasakan baunya," balas Radit dengan suara puitis. Bahkan dalam kata-katanya, Kimly dapat merasakan cengiran dan tiga guratan di pipi cowok itu.
"Sok ta u," balas Kimly. Mau tidak mau Kimly tersenyum geli juga.
Cowok yang memunggunginya itu tertawa kecil, menertawakan kekonyolannya sendiri. Tawa yang terdengar ringan. Entah mengapa Kimly merasa itu tawa pertama Radit sejak menjadi buronan dan pelarian. Tanpa sadar Kimly merasa senang mendengarnya.
Nada suara Raditseakan-akan berkata, "Tenang aja, semua bakal beres kalo ada yang namanya Radit di sini!"
"Belakangan ini aku sudah lupa gimana rasanya bahagia," gumam Kimly pelan. Kimly tidak berharap Radit bisa mendengarnya, namun ternyata cowok itu mendengar. Buktinya, Radit berhenti tertawa.
"Aku tau. Kelihatan banget di matamu," jawab Radit lembut.
Kimly jadi menerka-nerka, sudah berapa jauh cowok itu melihat.
"Apa aja yang udah kamu liat di mataku"" tanya Kimly.
Terdengar bunyi "duk" pelan di belakang kepala Kimly. Mungkin Radit mengentakkan kepalanya ke pintu dan bersandar di sana. Walaupun tidak melihat, Kimly dapat membayangkan tatapan Radit yang sedang menerawang ke atas, berusaha mencari jawaban. Jantungnya berdebar semakin keras menunggu jawaban.
"Aku lihat..., sorot matamu penuh kesedihan dan raut wajahmu menunjukkan kamu sedang berusaha menyembunyikan rasa sakit. Dan surat-surat itu..."
"Ng-nggak ada surat! Surat apa" Itu cuma candaan temen-temenku, nggak serius!" sela Kimly segera. Suaranya bergetar. Kimly menyadari kesalahannya dan merasa kesal pada dirinya sendiri karena sudah begitu bodoh terhanyut dalam kata-kata Radit. Seharusnya Kimly tidak membicarakan hal ini terlalu jauh.
Seandainya saat itu Icy melihat Radit di balik punggungnya. Raut cowok itu mengeras. Radit mengembuskan napas pelan. "Candaan" Candaan apa" Kok kamu nggak ketawa...""
** LIMA Love is when I am angry with him
And forgive him in the same time
*** JAKARTA-Kamis, 8 September
KIMLY berjalan di sebuah mall. Lenggang. Begitu sepi. Tidak ada orang di sekitarnya. Tidak ada suara yang terdengar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sejauh mata memandang.
"Halo...," Kimly bergumam pelan, berharap ada seseorang yang akan menyahut, menandakan ia tidak sendirian di sana.
Namun cuma kesunyian yang menjawab panggilannya. Kimly merasa takut. Jantungnya berdebar keras sekali, serasa berdentum-dentum di sekeklilingnya, membuat dinding mall seolah-olah bergetar.
Kimly menoleh ke kanan-kiri, celingukan. Kimly melihat banyak kertas ditempel di dinding-dinding, pintu-pintu kaca, pilar-pilar, dan rak-rak. Semuanya bernada sama, dengan huruf-huruf yang diambil dari Koran atau majalah dan memiliki ukuran yang berbeda-beda.
TinggAlin nino! pErgi lO cEwEk jelek! lO gAk lAyAk buAT sEmuA cOwOk! kE lAuT AjA!
Kata-kata dalam surat itu serasa bergema dalam kepalanya. Serasa ada ratusan orang yang berbicara, menghujatnya, mengiris hatinya dengan pisau steik. Kimly menutup telinga erat-erat. Sekelebat dilihatnya sosok pria dibalik pilar. Mata Kimly membelalak. Kimly tersenyum. Hendak dipanggilnya orang itu. Namun sesosok lain muncul di sebelah pria itu. Wanita. Mereka tampak begitu mesra. Menjijikan.
Di kejauhan Nino melintas dengan muka belepotan kecap manis. Suara tawa mengiringi cowok itu.
Berisik! Berisik! Berisiiiiik!
Kimly menggeleng-gelengkan kepala dengan keras. Ia berteriak-teriak. Namun suara bising itu tidak tidak juga hilang. Dilihatnya Raditya di sudut pintu. Menatap ke arahnya. Berjongkok sambil makan pisang. Pandangannya kosong.
Tak ada air mata yang mengalir di pipi Kimly. Sebagai gantinya, pori-pori tubuhnya mengeluarkan air mata yang begitu deras. Seolah ada sesuatu yang mendorong dari dalam tubuhnya untuk keluar. Perut Kimly bergejolak. Matanya liar memandangi tubuhnya yang seperti plastik bocor dipuluhan tempat.
Segera saja mall dipenuhi air. Semata kaki. Selutut. Sepaha. Seperut. Sebahu. Air mulai membasahi dagunya, kemudian mulut. Kimly berjinjit, namun air terus naik, naik, naik. Napasnya tertahan. Kimly tenggelam. Air itu asin. Matanya pedih. Dadanya mulai perih. Sesak. Kimly perlu udara.
Kimly akan mati. Tidak! Tidak mau! "TIDAAAAAK!" Kimly membuka mata. Ia tereng
ah-engah. Dadanya sesak karena ternyata ia menahan napas sedari tadi. Jantungnya berdebar keras. Keringat mengucur di sekujur tubuhnya. Kimly mengelap dahinya dengan punggung tangannya.
Mimpi. Itu Cuma mimpi. Cuma mimpi. M-I-M-P-I.
"Non! Non nggak apa-apa"" sebuah suara menyentaknya.
Kimly menoleh. Matanya menyipit. Gorden jendela di atas kepala ranjangnya sudah dibuka. Sinar matahari mendesak masuk. Sesaat sinar itu terhalang tubuh besar Bi Ima.
"Bi...," bisik Kimly linglung.
Bi Ima mengguncang-guncang tubuhnya.
"Non! Non nggak apa-apa"" tanya Bi Ima lagi, kawatir.
Kimly mengerjap-ngerjapkan mata. Jantungnya mulai berdetak normal lagi. Ia menelan ludah dan meminum air putih pemberian Bi Ima. Bi Ima mengelap keringat di wajah Kimly dengan handuk kecil.
"Nggak pa-pa, Bi. Cuma mimpi, mimpi buruk," gumam Kimly.
Matanya terpaku pada pintu kamar mandi yang tertutup ia terenyak.
"Bi, Bibi kok bisa masuk ke sini" Tumben...," kata Kimly, takut Bi Ima menemukan Raditya. Sepertinya semalam Kimly lupa mengunci pintu pengap sehingga Bi Ima bisa masuk.
Kerutan di wajah Bi Ima mengendur begitu tahu Kimly baik-baik saja.
"Sekarang sudah jam tujuh, Non. Non telat bangun. Bibi jadi khawatir," jawab Bi Ima. Kimly melihat jam dinding. Benar yang dikatakan Bi Ima.
"Aku nggak usah masuk aja kali ya, Bi. Nggak enak badan," pinta Kimly pelan.
Biasanya Bi Ima langsung memprotes panjang-lebar jika Kimly mengatakan hal semacam itu. Namun kali ini ia hanya tersenyum kecil memaklumi. Matanya terlihat sedih. Kimly bertanya-tanya dalam hati, apakah pandangan mata seperti itu yang dilihat Raditya dalam sorot matanya"
"Ya sudah. Tapi Non harus sarapan. Bibi bawain ke kamar ya!" Bi Ima telah siap pergi ketika Kimly menarik tangannya.
"Nggak usah deh, Bi, Kimly makan di meja aja. Mama mana""
"Ada di kamar, lagi siap-siap, kalo tuan katanya ada dinas, jadi nggak pulang dari kemarin," jawab Bi Ima, kemudian keluar kamar.
Bayangan ayahnya yang bermesraan dengan wanita lain berkelebat di pikiran Kimly. Kimly merasa mual. Kimly segera turun dari ranjang dan membuka pintu kamar mandi. Kimly menarik Radit keluar. Dinyalakannya keran air.
Kimly memandang bayangan dirinya di kaca. Bawah matanya cekung dan kehitaman. Rambutnya berantakan, basah, dan lembab. Kulit dan bibirnya pucat.
Siapa cewek ini" *** Kimly berpapasan dengan mamanya di meja makan. Wanita itu sedang menikmati kopinya sambil membaca koran. Selintas pikiran iseng menyelinap di kepala Kimly, apa mamanya nge-fans juga sama Radit, ya"
Mama menoleh melihat Kimly muncul.
"Bolos"" tanya mama sambil lalu, kemudian kembali menekuni korannya. Pertanyaan yang terdengar tidak meminta jawaban. Dada Kimly kembali berdenyut sakit.
"Sakit, Ma, mama nggak liat mukaku pucat gini"" balas Kimly pelan. Ia membuat segelas susu untuk mengganjal perutnya yang lapar.
"Oh, maaf. Nggak sadar," sahut mama.
Kimly mengadu gigi bawah dan gigi atasnya sampai terasa sakit.
Bagaimana bisa seorang ibu tidak menyadari anaknya sedang sakit"
"Mama udah mau pergi"" tanya Kimly masih berusaha melanjutkan komunikasi yang terasa tidak menyenangkan itu. Biar bagaimana pun Kimly kan jarang bertemu mamanya. Kimly kangen dengan suara wanita itu.
Kimly memerhatikan raut muka wanita di depannya. Untuk pertama kalinya, Kimly menyadari mamanya terlihat jauh lebih tua daripada saat terakhir kali mereka bertemu. Dan jauh lebih kurus. Tidak ada lagi senyuman yang selalu dilihatnya saat Kimly masih kecil.
"Iyalah, kalo nggak buat apa mama pake baju kayak gini"" jawab mama ketus.
Kimly merasa tertampar. Kimly merasa dimusuhi mamanya. Apakah pernah sekali saja wanita itu menganggap Kimly anaknya"
Dada Kimly terasa sesak. Kimly tidak tahan. Kimly segera beranjak dari kursi, menyenggol gelas susunya hingga tumpah, kemudian berlari pergi dari ruang makan.
*** "DOORRRRR!!!" Pintu pengap tiba-tiba terbuka, membuat Kimly menoleh kaget setengah mati seperti habis melihat hantu. Jantungnya serasa berhenti berdetak dan ia menahan napas sampai wajahnya mem
erah. Kedua sahabatnya tertawa geli melihat ekspresi Kimly, kemudian bergaya-gaya centil di depan pintu.
"Hai haaai!!!" seru mereka ribut.
"Lylla, Ardel!" jerit Kimly kaget. Untung saja saat itu Kimly berada di luar kamarnya, sedang mengambil air putih di dapur. Sahabatnya berhamburan ke pelukan cewek itu sambil menjerit-jerit senang, seakan-akan mereka sudah tidak bertemu selama berpuluh-puluh tahun. Kimly melirik panik ke arah kamarnya yang tertutup.
"Aduuuuh..., Nooon..., sudah lama ya nggak ketemu...!" Bi Ima tiba-tiba keluar dari dapur dengan wajah senang. Lylla dan Ardel menoleh tidak kalah senangnya dan langsung memeluk Bi Ima sambil menjerit-jerit.
Kimly meringis, kemudian segera masuk ke kamar dengan panik. Dilihatnya Radit sedang duduk di tempat favoritnya sambil menikmati pisangnya yang kesepuluh (untunglah, bukannya bingung semua pisangnya habis, Bi Ima malah memuji Kimly karena cewek itu tidak lagi memilih-milih makanan).
Walaupun tadi meninggalkan cowok itu sendirian, Kimly tidak takut ketahuan karena Bi Ima tidak pernah masuk ke kamarnya tanpa sepengetahuannya. Tapi sekarang masalahnya berbeda. Setiap detik Lylla dan Ardel bisa saja tiba-tiba membuka pintu dan masuk.
Kimly segera menarik tangan Radit hingga cowok itu berdiri. Kimly mondar-mandir panik, mencari-cari tempat persembunyian. Nggak mungkin, ngumpet di kamar mandi! Kalau Lylla atau Ardel mau pipis gimana"
Lemari! Lylla dan Ardel tidak akan punya alasan untuk membuka lemari Kimly.
Kimly segera membuka lemari pakaiannya yang luas dan mendorong Radit masuk ke sudut yang pas-pasan sekali dengan tubuh cowok itu. Radit hanya bisa pasrah dengan wajah luar biasa bingung.
"Diem di situ. Jangan bikin suara," perintah Kimly, kemudian menutup pintu dan menguncinya. Kimly bersandar di pintu lemari, menenangkan debar jantungnya yang tidak beraturan.
Tiba-tiba pintu pengap terbuka dan (benar saja) teman-teman Kimly berhamburan masuk dengan berisik. Ardel menjatuhkan diri ke ranjang dan Lylla menyalakan TV.
"Kalian nggak sekolah"" tanya Kimly bingung sekaligus senang karena sahabatnya datang.
"Udah pulang," jawab Lylla dan Ardel kompak.
Kimly melirik jam dan tersadar. Jam 14.00.
BREK! GUBRAK! BRUUUK!!! Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh di dalam lemari pakaian Kimly. Keringat dingin mengalir di keningnya. Matanya terbelalak menanti suara mengaduh Radit, namun untunglah cowok itu penurut, Radit tetap diam. Justru Kimly yang tidak bisa menahan senyum saat membayangkan raut bingung Radit yang kejatuhan barang.
"Apaan sih, Kim" Kok senyum-senyum sendiri" Udah gila lo"" Ardel meneliti raut wajah Kimly.
Kimly segera menurunkan ujung bibirnya dengan panik. "Eh, ng-nggak kok! Siapa yang senyum-senyum sendiri"" jawabnya tergagap.
Gawaaat! "Gue liat kok tadi!" balas Ardel. "Cepetan bilang! Ada apa sih""
Ardel menyerang Kimly dengan jurus kelitikkannya, membuat Kimly tertawa-tawa geli dan terjatuh ke ranjang.
BRAK!! Suara barang jatuh kembali terdengar, kali ini disertai suara orang tercekat. Ardel berhenti memukuli Kimly dengan bantal. Ia menoleh bingung.
"Suara apaan tuh"" tanyanya sambil melongo ke arah Kimly.
Lylla yang sedang duduk di kursi sambil nonton TV (sudah pasti berita kriminal yang akhir-akhir ini masih menjadi favoritnya) ikut-ikutan menoleh. Kimly berhenti tertawa dan tertegun.
Oh-oh... Raditya! "Oh... mmm... ada barang gue yang jatuh di lemari," jawab Kimly, berusaha menampilkan wajah selugu mungkin.
"Bukan yang itu! Ada suara lain!" balas Ardel.
"Ngg... ngg... suara apaan sih"" tanya Kimly gugup. "Perasaan lo aja, kali..."
"Gue juga denger kok, ," Lylla ikut-ikutan. "Mungkin penunggu kamar lo marah karena kita ribut," kata Lylla lagi dengan suara rendah.
"Ap-apaan sih" I-itu tadi suara gue. Iya, suara gue...," balas Kimly.
"Masa sih"" tanya Ardel tidak percaya. "Tapi tadi suaranya lebih berat. Kayak suara cowok!"
Ardel meloncat turun dari ranjang, bergaya ala detektif dan memeriksa setiap sudut kamar. Kimly berusaha tenang sambil mencengkram kunci lemari
di saku celana pendeknya.
Lylla sudah kembali menekuni berita TV. Ia melambai-lambaikan tangan tanpa menoleh. "Eh, eh! Ada berita tentang my raditya, nih!" serunya antusias.
Kimly membayangkan reaksi Radit jika ia mendengar nama panggilan yang diberikan Lylla untuknya. Mungkin cowok itu bakal melahap sebuah pisang sekaligus saking nervous-nya, mengurung diri di kamar mandi saking malunya, atau mungkin saja malah bersikap sok cool padahal hatinya nyaris meledak karena ge-er.
Kimly senyum-senyum sendiri membayangkannya.
Lalu seperti bisa membayangkan senyuman Kimly, Radit berdeham sangat pelan.
"Ekhmm..." Mata Kimly terbelalak. Ardel menoleh cepat. Kimly terjatuh ke atas ranjang saking kagetnya, langsung menirukan suara yang dibuat Radit.
"Ehemmm... eheemmmm... aduuhh... serak nih suara gue!" kata Kimly beralasan.
"Sudah gue duga!" seru Ardel tiba-tiba sambil meloncat ke dekat Kimly.
Jatung Kimly serasa mau copot mendengarnya. "A-apa"" tanyanya gugup.
Suara TV masih bergaung di dekat mereka, "...sudah empat hari buronan berusia tujuh belas tahun itu melarikan diri dan belum ada seorang pun melihatnya..."
Ardel mengguncang-guncang bahu Kimly sambil membelalakkan mata. "kim ,, kim ... elo... elo...."
"Apaaa"" tanya Kimly tidak sabar dengan jantung berdebar-debar sambil ikut-ikutan membelalakan mata.
Jangan-jangan... ketahuan...
Ardel mengecilkan suaranya, "...diincer ninja!"
Seketika itu tawa Kimly meledak. "Apaan sih lo, ""
"Yeee... jangan ketawa lo! Buktinya aja ada kulit pisang di tempat sampah lo! Elo kan nggak suka pisang, kim ! Siapa lagi coba yang makan"" ujar Ardel beranalisis sambil berjalan mondar-mandir.
Kimly terpesona karena Ardel menyadari kulit pisang di tempat sampahnya itu, namun teori tentang ninja benar-benar menggelikan.
"Kemarin Bi Ima main ke kamar, trus boleh dooong gue nawarin pisang di kulkas gue!" ujar Kimly beralasan. "Lagian... emang ninja doyan pisang""
Ardel terlihat kecewa karena teorinya bisa disangkal dengan begitu mulus.
"Lagian ada ninja juga nggak masalah lah! Asal ninjanya nggak iseng aja. Kalo nggak, gue nggak bakal ngizinin dia makan pisang lagi!" seru Kimly keras dengan senyum tersembunyi.
Ardel memerhatikan dirinya.
"Lo kayak ngomong sama orang lain aja deh, kim ! Jangan-jangan elo emang pelihara ninja ya"" tuntut Ardel.
Sebelum sempat mencegah, Ardel mengangkat seprai yang menutupi kolong ranjang dan mengintip di dalamnya. Lagi-lagi dia terlihat kecewa. Diamatinya langit-langit kamar tempat para ninja biasanya bertengger, tapi tentu saja Ardel tidak menemukan apa-apa di sana. Cewek itu kemudian menoleh ke arah Kimly. Begitu melihat pose temannya, sekarang alisnya bertaut.
"Ngapain sih, lo"" tanya Ardel.
Kimly sedang berusaha melindungi lemarinya dengan tangan terentang sambil nyengir lebar.
"Gue pikir lo mau buka lemari gue. lo denger sendiri kan, barang gue jatuh semua. Kalo dibuka pasti berantakan!" sahut Kimly.
ardel mendesah sambil menjatuhkan diri ke tempat tidur. Tampangnya udah capek berlagak jadi detektif. "Iya, iya. Gue juga ogah lo suruh bantu beresin lemari."
Kimly menghembuskan napas lega sambil mengutuki Raditya yang sudah membuatnya panik setengah mati.
Lylla kembali melambai-lambaikan tangan tanpa menoleh. "Beritanya abis. Bosen nih, pergi yuk!" ajaknya.
Ardel tiba-tiba teringat sesuatu. Ia menepuk dahi. "Oh ya ampun! Iya ya! Kita kan kesini mo nyulik elo, kim ! Ayo!" dia meloncat dari ranjang lalu mengamit tangan Kimly kasar.
"Yeee... bahasa lo bikin gue merinding!" desis Kimly mengernyit.
Ardel ngakak. "Makan! Jalan-jalan! Ngeceng! Ngapain kek, terserah elo. Pokoknya yang asyik! Ayo, kim," jawab Lylla yang juga beranjak berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah pintu.
Ardel menarik paksa tangan Kimly dan mengikuti Lylla.
"Gue belom ganti baju!" seru Kimly.
"Ya udah, cepetan! Satu setengah detik!" balas Ardel. "...dimulai dari..., SEKARANG!"
"Yeee... emangnya The Flash!"
"Kita tunggu di mobil ya, kim !" kata Lylla.
Kimly mengangguk, kemudian pintu ditu
tup. Akhirnya... Sebenarnya Kimly merasa bersalah karena telah membohongi teman-temannya. Namun saat ini cuma itu yang bisa Kimly lakukan. Entah gimana reaksi teman-temannya kalau mereka melihat Radit yang sekarang terkurung di lemari bajunya. Rahasia adalah rahasia. Itulah prinsip Kimly. Makanya Kimly menganggap diam adalah pilihan terbaik.
Kimly segera membuka pintu lemari. Matanya terbelalak, wajahnya memerah begitu melihat keadaan Radit. Barang-barang yang jatuh berserakan di lantai bukan apa-apa dibandingkan pemandangan memalukan yang dilihatnya ini.
Radit dengan wajah bengong, berdiri diam di atas lemari. Di kepala dan bahunya sudah bersarang beberapa bra dan celana dalam Kimly yang jatuh dari rak. Cowok itu sekarang tampak seperti pencuri pakaian dalam. Muka Kimly serasa terbakar. Kimly segera menarik benda-benda itu dari tubuh Radit. Namun salah satu tali bra nyangkut di kepala Radit dan mencekik cowok itu.
OH-MY-GOD. *** ENAM Love is when I am angry with him
And forgive him in the same time
*** JAKARTA-Masih Kamis, 8 September
KIMLY puas luar biasa. Puas. Puas. Puas.
Ia menghabiskan bakso kuahnya, bakmi pangsitnya, segelas es teh manis, dan segunung es campur berwarna pink yang amat lezat. Kedua temannya kontan memelototi Kimly dengan heran.
"Laper, kim "" tanya Ardel heran.
"He-eh!" jawab Kimly sambil menikmati esnya.
"Nggak makan berapa abad, Kim"" sambung Lylla lebay.
"Mmmmm... tadi pagi nggak sarapan," balas Kimly sambil tetap menunduk tidak tergiur candaan Lylla. Ia teringat percakapan singkat dengan ibunya yang kacau dan sesaat esnya terasa pahit.
"Susu"" tanya Lylla lagi. Teman-temannya sudah tahu Kimly tidak bisa kalu tidak minum susu setiap pagi.
Kimly menggeleng sebagai jawaban. Kedua temannya bertatapan. Kimly menghabiskan suapan terakhir esnya yang sudah mencair, kemudian bersandar pada kursi sambil bernapas lega sambil mengelus-elus perutnya.
"Huuuaaaahhh... kenyaaaaaang...," desah Kimly lepas dengan nada puas.
"Kim, lo ada masalah"" tanya Ardel tiba-tiba berubah serius. Ia menurunkan tangan yang tadi mengganjal dagunya dan menatap Kimly dalam-dalam.
Kimly tertegun. Masalah" Di kepalanya berkelebat bayangan Nino, surat kaleng di lacinya, ayahnya..., ibunya..., lalu cowok buronan itu..., kemudian ia teringat lagu yang dinyanyikan Radit.
I know you need a friend Someone you can talk to Kimly mendongak, menatap kedua temannya, kemudian menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Nggak kok! Kalian bingung kenapa gue nggak masuk sekolah" Jadi gini ceritanya, kemarin tuh gue masuk angin gara-gara telat makan. Jadi hari ini gue nggak enak badan. Tapi sekarang udah sembuh kok!" kata Kimly menjelaskan.
Alasan itu setengah benar, walau sebenarnya bukan karena telat makan, melainkan tidak makan. Namun tentu saja Kimly tidak akan bilang begitu pada teman-temannya.
Ardel dan Lylla tanpak kecewa dengan penjelasan itu, namun mau tidak mau mereka harus percaya karena Kimly tidak berkata apa-apa lagi. Kimly bukan cewek yang bisa dipaksa jika sudah memutuskan tidak akan menceritakan masalahnya pada siapa pun. Walau begitu, baik Lylla mau pun Ardel tahu Kimly sedang punya masalah yang lebih besar daripada sekadar telat makan.
Siapa pun bisa melihat perubahan pada wajah Kimly beberapa hari belakangan ini. tidak, sebenarnya bukan baru-baru ini mereka menyadarinya. Tak lama sejak Kimly jadian dengan Nino, kadang-kadang cewek itu tanpak melamun sendiri dengan wajah sedih. Kimly pasti sedang menghadapi masalah dengan penggemar Nino yang agresif.
Keduanya juga curiga kali ini bukan itu saja yang sedang menghantui pikiran Kimly. Ia tanpak semakin kurus dan kehilangan senyum lepas yang biasanya selalu terlihat di wajahnya. Sinar matanya yang indah sekarang meredup dan samar-samar tanpak sedih. Mungkin ada masalah lain yang lebih berat dari sekadar diganggu penggemar Nino. Lylla dan Ardel penasaran, tapi mereka ingin Kimly sendiri yang menceritakannya. Lagi pula sorot mata Kimly menunjukkan ia belum siap bercerita. Mungkin suatu saat nanti, Kimly
bisa membukakan hatinya pada mereka.
Kimly merasa tidak enak karena kebisuan yang muncul di antara mereka. Ia melonjak berdiri. "Pesen makanan buat dibawa pulang ah!" serunya, kemudian menghampiri bapak pemilik warung.
"Pak, pesen bakmi ayam dua, nggak pake kuah," ujar Kimly, kemudian berjalan menuju tukang gorengan di dekat mereka. "Pak, pisang goreng sepuluh ya!"
Lylla dan Ardel melongo memerhatikan Kimly.
"Buat siapa, Kim"" tanya mereka serempak.
Kimly menoleh dan mengerling. "Oom ninja di rumah gue!" candanya gak penting.
Lylla dan Ardel tertawa kecil, walau sebenarnya penasaran.
"Serius ah!" seru Ardel.
Kimly tertawa garing. "Buat orang rumah!"
*** Setelah makan, mereka jalan-jalan di took kaset. TV di dalam toko tampak sedang memutar video clip. Ketika menunggu kedua temannya (Lylla sedang mencari kaset baru Josh Groban dan Ardel sedang mendengarkan CD Hoobastank di pojok ruangan), Kimly iseng menonton video clip itu. Ia menatap pria di layar TV dan merasa pria itu mirip seseorang, namun tidak tahu siapa. Kimly memanggil-manggil Lylla untuk mendekat.
"Shill, perhatiin vokalis Goo Goo Dolls deh! Mirip seseorang, nggak"" Lylla memerhatikan TV dengan seksama, kemudian menggeleng.
"Enggak ah! emangnya mirip siapa"" Lylla balik bertanya.
Kimly mengedikkan bahu. "Nggak tau, makanya gue nanya elo. Tapi gue ngerasa dia mirip seseorang. Siapa ya"" Kimly bertanya-tanya sendiri pada dirinya, namun bermenit-menit berlalu tanpa dia menemukan jawaban.
Seorang pelayan-yang sedari tadi tanpak memerhatikan Kimly-menghampiri cewek itu dan menawarkan poster Goo Goo Dolls. Kimly tersenyum lebar dan segera membelinya di kasir.
*** Kimly turun dari mobil Lylla sambil membawa bungkusan makanan untuk Radit. Ia berpapasan dengan ayahnya di depan pintu rumah. Ini kali pertama Kimly bertemu ayahnya setelah kejadian motel yang menjijikkan itu.
"Baru pulang"" tanya ayah sambil tersenyum.
Bahkan sekarang Kimly tidak berani lagi menatap wajah ayahnya. Berhadap-hadapan seperti ini pun rasanya sangat enggan. Kimly ingin ayah segera pergi saja. Kimly jijik dengan ayahnya. Kimly berusaha tidak memuntahkan makanannya setiap kali teringat pada wanita penyihir itu. Hatinya kembali terasa sakit.
"Abis makan bareng temen-tem-"
"Oh!" Ayah menepuk kepala Kimly. "Ya sudah, Ayah kerja dulu ya! Hari ini lembur."
Ayah mengecup pipi Kimly, kemudian berlalu.
Bahkan kata-katanya tidak didengarkan sampai selesai.
Apa aku tidak dicintai lagi"
Apa memang tidak ada yang mencintaiku"
***

De Buron Karya Maria Jaclyn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu sudah pukul enam, jadi langit pun sudah gelap. Ketika memasuki kamar, Kimly terlonjak begitu menyalakan lampu kamar dan menemukan Radit sedang duduk di tempatnya yang biasa. Menatapnya.
"Kamu ngapain di sana"" seru Kimly kaget.
Radit nyengir, memperlihatkan tiga pasang gurat itu lagi di pipinya. Entah mengapa senyum itu terlihat lucu dan membuat jantung Kimly berdebar-debar. Tapi mungkin debaran itu disebabkan karena kekagetannya barusan, bukan karena perasaan lain.
"Nungguin kamu," balas Radit.
Kimly melengkungkan bibir. "Dasar! Bikin kaget aja! Nih ambil!"
Diberikannya bungkusan makanan itu pada Radit. Cowok itu segera mengambilnya dengan pandangan senang, membukannya, dan melahap bakmi ayam itu.
Kimly meletakkan dompetnya di meja dan menemukan sepucuk surat yang masih tertutup rapat. Ia kaget dan langsung merenggut surat itu. Dipandanginya Radit dengan tatapan curiga. Cowok itu menoleh dan memerhatikan Kimly dengan ekspresi polos sambil mengunyah bakminya.
"Apa"" tanya cowok itu.
"Kamu lihat"" Kimly balas bertanya sambil menyembunyikan surat itu di belakang tubuhnya.
"Lihat apa"" Radit melongo, namun Kimly tidak memperlihatkan surat itu padanya. "Surat""
"Iya. Kamu lihat"" ulang Kimly tidak sabar.
Raditya menggeleng. Kimly menghela napas lega. Dibawanya surat itu ke ranjang, kemudian ia memerhatikan amplop tanpa nama pengirim itu. Kimly meraih handphone-nya. Akhir-akhir ini tidak ada SMS dari Nino. Bukan karena cowok itu lupa, tapi karena Kimly memang tidak me
ngiriminya SMS. Nino memang tidak pernah berinisiatif mengirimi Kimly SMS kalau Kimly tidak mengiriminya duluan.
"Kenapa nggak dibuang aja sih"" tanya Radit pelan. Ia meremas bungkus bakmi ayamnya yang pertama dan membuka bukusan yang kedua.
Kimly menoleh. Tertegun. "Dibuang"" tanyanya.
"Iya. Isi suratnya nggak asyik, kan"" Raditmemandang mata Kimly.
Kimly membuang muka. Oke. Cowok itu sudah tahu.
Dan Radit akan menjadi satu-satunya orang yang tahu soal ini. kimly tidak perlu bertanya dari mana Radit tahu. Kimly teringat kejadian ketika isi lacinya tumpah ruah dan Radit membantunya memasukkan kembali semua surat kaleng (yang sudah diterima Kimly sejak ia pacaran dengan Nino) ke laci.
Mungkin Kimly memang membutuhkan teman untuk bicara, karena toh Radit sudah mengetahui garis besar masalahnya. Apalagi Radit orang asing yang hanya menumpang tempatnya sebentar. Mereka tidak saling mengenal dengan dekat dan Radit pasti akan langsung melupakan cerita Kimly yang tidak penting baginya ini.
Kimly duduk memeluk kaki di ranjang sambil memandangi surat di depannya itu.
"Aku... aku merasa hubunganku sama Nino serasa bagaikan mimpi. Pacaran sama cowok populer di sekolah... siapa sih yang nggak mau" Rasanya seperti berada di atas awan kalau melihat senyumnya, apalagi waktu Nino manggil namaku dari jauh. Kadang-kadang aku malah masih nggak percaya Nino itu pacarku."
Kimly menelan ludah. Ia melirik ke arah Radit untuk melihat wajah bosan cowok itu, namun Radit tanpak memerhatikan Kimly dengan semangat, mendengar kata per kata. Kimly merasa senang, karena kalaupun Radit tidak tertarik, setidaknya cowok itu tidak menunjukkan secara terang-terangan.
"Surat kaleng itu yang ngejatuhin aku balik ke tanah. Nyadarin aku kalo mimpi indah nggak akan selamanya bertahan. Jadi, kapan pun aku harus siap kehilangan Nino. Karena mungkin suatu saat nanti Nino juga akan pergi, dan mimpi itu cuma akan jadi mimpi."
Kimly terdiam. Raditya memandanginya. "Cinta itu membahagiakan, bukan malah menyakiti. Kalau seperti ini, sama aja kamu nyakitin diri sendiri," kata Radit pelan.
Kimly mendongak dan memandangi Radit . Ia menemukan sinar teduh dalam mata cowok itu. Sama sekali tidak tampak ejekan di dalamnya. Kimly menjadi agak tenang.
"Kalau kamu menyayangi seseorang, kamu nggak harus bersama dia untuk menjadi bahagia. Walaupun kalian berpisah, kamu pasti akan bahagia kalau melihatnya bahagia. Aku rasa caramu menjadi bahagia salah, karena yang aku lihat, kamu nambahin luka bukan malah mengurangi luka," kata Radit lagi.
Kimly tertegun mendengar kata-kata Radit. Kata-kata itu bukan hanya masuk akal, tapi juga menyadarkan dirinya. Tapi Kimly belum mau kehilangan Nino. Jadi apa yang harus dilakukannya" Oke, Nino memang kadang-kadang tidak punya perasaan. Tapi biar bagaimana pun Kimly sangat menyukainya.
Keheningan di antara mereka membuat Kimly gugup. Untung Radit segera menyadari ini dan langsung berkutat kembali dengan bungkus makanan.
"Pisang goreng!" serunya girang seperti anak kecil. Ia segera melahap pisang itu dengan wajah bahagia.
Kimly tersenyum melihat ulah konyol cowok buronan itu.
"Suka banget, sih"" kata Kimly heran.
Radit mendongak sambil tersenyum kecil.
"Di rumahku ada pohon pisang gede yang buahnya banyaaaak banget. Dulu waktu kami sekeluarga kelaperan karena nggak punya uang, pisang-pisang dari pohon itu yang mengganjal perut kami. Rasanya manis. Enak banget. Setelah makan, semua pasti tersenyum bahagia, walau pun kami tetep harus hemat-hemat makannya. Sejak itu aku nganggep pisang sebagai buah kebahagiaan. The end!"
Kimly terdiam. Ia tidak bisa percaya begitu saja kata-kata Radit tentang pisang sebagai buah kebahagiaan. Kesusahan hidup tidak semudah itu bisa diselesaikan oleh sesisir atau dua sisir pisang. Tapi seandainya pisang bisa membuat keluarganya tersenyum bahagia seperti enam tahun yang lalu, Kimly bersumpah akan membeli semua pisang di dunia.
Kimly tiba-tiba teringat pada poster yang tadi dibelinya. Diambilnya poster itu, kemudian membuka gulungannya. Kimly mema
ndangi pria di poster itu lagi. Padahal dulu Kimly tidak benar-benar mengagumi wajah vokalis Goo Goo Dolls itu. Namun entah mengapa sekarang minatnya tergugah dan Kimly menyukai garis-garis tegas wajah John Rzeznik.
Kimly berusaha mengingat-ingat lagi, tapi tidak menemukan seraut wajah pun yang menyerupai John Rzeznik. Lalu mengapa sampai sekarang ia masih merasa pria itu mirip seseorang ya"
Kimly membawa poster itu ke tembok, kemudian menempelkannya dengan selotip. Setelah itu ia mengagumi hasil tempelannya. Satu-satunya poster sekaligus hiasan di dinding kamarnya.
Radit mendongak. Ikutan memerhatikan poster itu.
"Kamu juga suka, Kim""
Kimly tertegun dan menoleh. "Apa"" tanyanya.
Radit berdiri. Tubuhnya menjulang di sebelah Kimly. Kimly baru menyadari dirinya hanya setinggi bibir Radit.
Cowok itu lebih tinggi dari Nino....
Radit memegangi dagu dengan ekspresi berpikir sambil menatap poster itu.
"Banyak orang yang nge-fans sama mereka," kata Radit.
Kimly menoleh ke arah Radit. Jantungnya seolah melompat. Kimly menoleh ke arah John Rzeznik, kemudian ke arah Radit, ke arah John lagi perlahan, kemudian ia menyadari sesuatu.
Ternyata mirip Radit! Sebenarnya sih... tidak terlalu mirip juga.
Wajah John dan Radit berbeda. Tapi entah mengapa waktu tadi Kimly melihat John Rzeznik di video clip Iris, ada sesuatu dari diri penyanyi itu yang mengingatkan Kimly pada Radit. Mungkin di sana John terlihat seperti cowok yang tahu segalanya namun memilih diam, persis seperti Radit.
Radit menoleh ke arah Kimly dan bergaya persis seperti John Rzeznik di poster. Cowok itu nyengir lebar, lagi-lagi mengguratkan tiga pasang garis wajah di masing-masing pipinya.
"Gimana"" tanya Radit.
"Apa"" Kimly balik bertanya.
"Aku mirip si John"" ulang Radit.
Kimly salah tingkah. "Ng-nggak kok! Mirip dari mananya" Dasar ge-er!" canda Kimly gugup.
Mirip, dit . Mirip bangetttt....
Radit memandangi Kimly, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Oh. Nggak mirip, ya"" gumamnya lagi.
Radit kemudian mengedikkan bahu, duduk dengan cuek, dan menyantap pisang goreng lagi. Semua orang akan berpikir kemiripannya dengan John Rzeznik bukanlah sesuatu yang lebih penting daripada memakan pisang goreng.
*** Kimly mengutak-atik angka di buku catatannya dan bertambah bingung. Sekarang kepalanya benar-benar pusing. Padahal sudah pukul sebelas malam, tapi PR-nya belum selesai dikerjakan. Radit sedang menonton TV dan duduk di tempat biasa. Di depan TV. Cowok itu tertawa-tawa.
"Huuuhhh... Radit nggak punya perasaan!" gerutu Kimly.
Radit menoleh dan nyengir, memperlihatkan tiga pasang garis wajah yang lucu itu.
"Nggak mau nonton" Lucu, lho!" tawar Radit.
Kimly memandanginya dengan jengkel, kemudian kembali menekuni PR matematika-nya di meja belajar.
"Orang lagi pusing malah diajak nonton TV!" Kimly menggores-gores kertas coretannya dengan malas. Kemudian bayangan gelap menutupinya. Angka-angka yang sebelumnya terlihat menjadi gelap dan tidak terbaca.
Kimly mendongak. Jantungnya mendadak berdebar cepat. Wajah Radit ada tepat di atasnya, cowok itu kini memandangi soal di meja Kimly dengan wajah serius.
"Ooohhh... soal ini... begini..."
Radit mengambil pensil di tangan Kimly dan segera mencoret-coret kertas kosong dengan rumus-rumus dan jawaban. Tangannya bergerak cepat, seperti sudah amat mahir menjawab soal rumit semacam itu. Namun bukan itu yang membuat Kimly salah tingkah setengah mati. Tubuh Radit sekarang serasa menyelimuti dirinya dari belakang. Walaupun Radit menjaga jarak, suara napas cowok itu tetap jelas di telinga Kimly.
Kimly mengerjap-ngerjapkan mata. Ia menahan napas. Keringat dingin mulai mengucur deras di keningnya. Napasnya tersendat. Jantungnya berdebar cepat sekali.
"Selesai!" seru Radit akhirnya. Ia menjauh dari Kimly, membuat cewek itu menarik napas lega. Debaran jantungnya mulai bisa teratasi sekarang.
"Kamu kenapa, Kim" Kok mukamu merah semua"" tanya Radit heran.
"Nggak pa-pa, kok. Makasih ya!" Kimly mengelak. Tidak mungkin ia mengaku tanpa sadar
sudah setengah mati menahan napas saking gugupnya.
Radit tersenyum. Lagi-lagi guratan itu terlihat. Cowok itu mematikan TV dan berjalan ke kamar mandi.
"Udah malem. Waktunya tidur," ujarnya.
Betapa kagetnya Kimly ketika dilihatnya Radit tengah berdiri di kamar mandi, menanti pintu dikunci dari luar. Padahal kemarin cowok itu masih memberontak setengah mati karena harus tidur di dalam sana.
Kimly menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Terdengar siulan Radit dari dalam kamar mandi. Suara air mengucur.
Kimly mengambil surat kaleng hari ini yang belum dibukanya. Ia segera membaca surat kaleng itu.
nggAk tAu mAlU! kElAmAAn mImpI lO yE!
Terdengar ketukan dari dalam kamar mandi pelan.
"Apa"" Kimly mengalihkan perhatian dari surat kaleng di tangannya.
"Makasih ya," kata Radit dengan suara bergema.
"Buat apa"" tanya Kimly heran.
"Semuanya. Terutama pisang gorengnya," cowok itu terdiam, "...dan ceritamu..."
Kata-kata terakhir cowok itu terdengar menggantung, seakan ada kata-kata yang diucapkan di dalam hati. Mungkin Radit merasa berterima kasih karena Kimly sudah menceritakan perasaannya, ini kan berarti Kimly sudah percaya padanya.
Kimly tersenyum. Wajahnya memerah lagi. Kali ini bukan karena menahan napas. Matanya terpaku pada poster berisi tiga personel band yang tadi dibelinya.
"Dasar John Rzeznik gadungan..."
*** TUJUH Love is when bananas taste great
After he said so *** KIMLY celingak-celinguk di antara kepala-kepala di depannya. Ia tersenyum sumringah begitu dilihatnya Ardel dan Lylla duduk di pojok taman. Cewek itu segera menghampiri kedua sobatnya. Ardel tanpak membelakangi dirinya, sedangkan Lylla asyik berkutat dengan bacaan di pangkuannya. Kimly menebak-nebak, mungkin itu koran terbaru yang lagi mengumbar cerita tentang cowok buronan pecinta pisang itu.
"Haaaiii!!!" seru Kimly sambil menepuk bahu Ardel.
Kedua temannya menoleh. Ardel tersenyum, sedangkan Lylla kembali membaca walau sebelah tangannya menepuk-nepuk lantai kosong di sebelahnya, menyuruh Kimly duduk di sana. Kimly menurut.
"Hepi banget lo, Kim"!" ujar Ardel sambil meneliti wajah Kimly.
Wajah Kimly memerah. Ia berusaha menyembunyikan senyumnya. "Biasa aja kok!" balasnya sambil menggeleng-geleng kepala.
"Apanya yang biasa aja" Biasanya kan lo murung terus!" cecar Ardel sambil mencubit pelan tangan Kimly.
Kimly mengelak dan tertawa. "Lagi seneng aja!" ujarnya.
Entah mengapa ia memang sedang ingin tertawa hari ini. Apalagi setiap teringat cerita Radit tentang pisang sebagai buah kebahagiaan. Tanpaknya cerita itu begitu terngiang-ngiang di kepalanya. Kimly mulai membayangkan apa yang sedang Radit lakukan sekarang, setelah dibebaskan dari kurungannya. Biasanya ketika Kimly pergi sekolah, Raditya selalu mendekam di kamar mandi. Namun cewek itu merasa Radit tidak akan membuat masalah jika dibiarkan berkutat di dalam kamarnya yang terkunci.
Lagipula siapa sih yang betah mendekam di kamar mandi 18 jam sehari" Kimly tidak mau dirinya diberi penghargaan karena membuat seorang buronan menjadi gila karena disekap terus di kamar mandi.
Dia lagi ngapain yaaa..."
Mungkin sekarang cowok itu sedang berkeliaran di kamar Kimly (Kimly sudah mengunci semua laci dan lemari), membaca-baca majalah yang terletak di sudut lemari, atau menonton TV dengan volume kecil. Yang pasti dalam khayalan Kimly selalu ada pisang di tangan Radit.
Membayangkan hal itu Kimly cekikikan sendiri, membuat alis Ardel naik sebelah. Kimly segera mengalihkan perhatian ke Lylla. Ternyata yang sedang dibaca cewek itu bukan koran, melainkan majalah gosip yang akhir-akhir ini ditinggalkannya karena ia sibuk membaca koran. Ternyata Lylla sudah kembali ke habitatnya yang dulu.
"Nggak baca koran lagi, lyll"" tanya Kimly menyembunyikan senyum.
"Hm," balas Lylla tidak mengalihkan pandangan dari majalah.
"Yeee nih anak, bukannya ngejawab!" gerutu Kimly manyun. Ia mulai melancarkan jurusnya, "Lylla, La, La, La, La, La, La, La, La..."
Kontan Lylla merasa terganggu dan mendongak jengkel.
"Hah" Apaan sih" Suara lo
aneh, tau nggak! Jangan ganggu dulu dong, Kim, lagi seru nih!" omel Lylla.
"Berita tentang apa sih" Cowok buronan lagi"" tanya Kimly ingin tahu. Ia melongo memerhatikan majalah yang terbalik.
Ada foto besar cowok yang memakai kemeja tidak dikancing. Senyumnya sok manis dan gayanya sok keren. Tangan cowok itu memeluk tubuhnya sendiri dan raut wajahnya tampak berusaha menggoda siapa pun yang melihatnya.
Kimly mengernyit geli. Apa Radit pernah foto kayak gitu"
Kalau benar itu Radit, Kimly sudah memutuskan untuk memanggil polisi begitu ia pulang. Kimly tidak mau tinggal dengan cowok bergaya jijay seperti itu.
"Basi lo, Kim!" Ardel menepuk tangan Kimly.
Kimly melongo. Tampaknya ia sudah ketinggalan berita lagi. Lylla menatapnya dengan ekspresi prihatin.
"Raditya tuh berita lama! Berita barunya... Cakka! Cakep, khaaaaannn..."" seru Lylla genit. Membalik dan menghadapkan majalahnya ke Kimly.
"Bangeeett!!!" balas Ardel tidak kalah centilnya.
Kimly tertegun. Di hadapannya ada foto cowok dalam negeri berwajah manis. Ternyata melihatnya terbalik jauh lebih keren. Tawa Kimly meledak.
"Siapa lagi tuh"" tanyanya.
"Ya ampun, Kim... dia tuh model yang lagi naik daun sekarang!" seru Ardel, merasa tersinggung karena pujaannya tidak menarik minat Kimly sama sekali, bahkan malah ditertawakan.
"Namanya siapa" Cakka" Kenapa nggak CaKatrol aja sekalian" Huahahahahahaha...," tawa Kimly membuncah. Mau tidak mau kedua temannya tertawa juga mendengar candaan Kimly.
"Jayus lo!" balas Lylla. "Cakep-cakep gini disamain sama katrol!"
"Menurut gue sih, masih mendingan de buron, kali! Masih kecowok-cowokan, mirip John Rzeznik walaupun suka makan pis-" Kimly segera tersadar dan mendekap mulutnya. "Ups!"
Gawat! Salah bicara lagi! Teman-temannya langsung bertatapan sambil tersenyum nakal.
"Naaah ya, Kimly... mulai bikin cerita khayalan lagi tentang Raditya gue, ya" mirip John Rzeznik" Dia itu vokalis Goo Goo Dolls, kan" Wah! Wah! Wah! Pantesan kemarin lo beli posternya Goo Goo Dolls...," goda Lylla.
"Mirip dari mananya sih, Kim" Nggak ada mirip-mirip ah! elo ngarang cerita lagi, ya" secret admirer-nya Raditya nih, ceritanya"" goda Ardel sambil cengengesan dengan muka minta ditampol.
Wajah Kimly sudah seperti hangus terbakar.
"Ng-nggak! Gue nggak nge-fans sama Radit!" sanggah Kimly keras.
"CIEEEE... RADIT, LHO!" seru kedua temannya kompak.
Kimly menutup mukanya dengan tangan. Lagi-lagi ia salah bicara.
"Ehem... ehem..."
"Suit suit..." "Cintaku bersemi di hati ini... aku hanyalah gadis biasa, dan ups... DIA BURONAN! Ooohhh... buronanku... dag-dig-dug bunyinya. Kau menggasak hatiku...," Lylla membuat puisi spontan yang sangat norak sambil bergaya dramatis yang kelihatan sekali dibuat-buat.
Ardel terkikik geli. Kimly menunduk. Kepalanya semakin terbenam di antara kakinya. "Udah ah! apa-apaan sih"!" jeritnya dengan suara bergetar karena malu.
Lylla dan Ardel terdiam sebentar, kemudian semakin keras tertawa. Dalam hati mereka senang. Kimly sudah terlihat ceria lagi.
*** Dari kejauhan seorang cowok berlari menghampiri Kimly dana meneriakkan namanya. Kimly menoleh. Ia mengira Kimly akan tersenyum manis begitu melihat cowok itu, namun ternyata ia merasa biasa-biasa saja.
"Hai," sapa Nino sambil tersenyum manis.
Kimly baru menyadari satu hal pada diri Nino, ternyata senyum cowok itu tidak berbeda jauh dengan senyum si Cakka. Walaupun Kimly menyangkal keras-keras, hatinya tetap saja berkata ia jauuuuuh lebih menyukai cengiran Radit. Senyuman Nino terasa seperti senyuman palsu yang diberikan Cakka demi profesinya.
Kimly merasa telah mengkhianati Nino. Kimly memikirkan cowok lain bahkan saat Nino sedang berada di dekatnya seperti itu. Namun bayangan Radit tak kunjung hilang.
"Hai!" balas Kimly juga tersenyum manis.
Aneh... ke mana bunga-bunga di hatinya yang dulu bermekarang setiap kali ia berhadapan dengan Nino"
"Hari Sabtu kamu datang, kan"" tembak Nino langsung.
Betapa dinginnya cowok ini. sudah sejak hari Rabu mereka tidak bertemu, tapi dia bahkan ti
dak menanyakan kabar Kimly. Nino memang selalu begitu. Dulu Kimly terlalu sibuk terpesona pada Nino, tapi sekarang sikap dingin Nino terlihat amat jelas di matanya sehingga tak mungkin Kimly tidak melihatnya.
Kimly mengerjapkan mata, bingung. "Sori. Kamu ngomongin apa sih""
Nino memperlihatkan ekprsi tidak percaya dengan wajah mengejek. "Hari Sabtu, Kim! Hari Sabtu! Besok!" ujarnya dengan suara meninggi.
"Aku nggak ngerti. Emangnya hari Sabtu ada apa"" tanya Kimly lagi, semakin merasa seperti orang bodoh.
Nino terlihat tidak sabar.
"Kamu nggak tau" Nggak tau" Tolong dong, Kimly! Kamu satu-satunya orang yang nggak tau apa yang bakal terjadi hari Sabtu, selain si Dongki!" ledak Nino. Ia terlihat sangat tersinggung dan menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkin kamu lebih pantes pacaran sama Dongki!" katanya pelan, kemudian berbalik dan pergi.
"Nino!" panggil Kimly, namun cowok itu hanya melambaikan tangan yang menandakan ia sudah malas berbicara dengan Kimly.
Kimly memerhatikan punggung Nino yang menjauh. Ia terluka.
Dongki (yang diplesetin dari dongkey) adalah nama julukan untuk cowok nerd supernerd yang kerjaannya mendekam di perpustakaan terus. Terang saja cowok semacam itu tidak akan tahu apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi di dunia nyata. Tapi Kimly, ia kan tinggal di sekeliling masyarakat modern. Sungguh memalukan memang, jika disamakan dengan Dongki mengenai pengetahuan tentang imformasi terbaru.
Wajah Kimly seketika itu terlihat sangat sedih. Bertambah lagi alasan mengapa ia harus putus dari Nino. Kimly membayangkan sosok cewek pengirim surat kaleng itu. Cewek itu pasti sudah tahu apa yang akan terjadi, apalagi kalau menyangkut Nino. Kimly merasa amat kecil. Kimly memang tidak pernah pantas berpacaran dengan Nino.
*** Keceriaan tadi pagi yang dibawa Kimly ke sekolah raib begitu saja. Radit memerhatikan wajahnya lekat-lekat ketika Kimly masuk ke kamarnya-yang tetap bersih dan rapi seperti pagi tadi ketika ia pergi.
"Kenapa"" tanya cowok itu.
Kimly meletakkan tasnya di meja dan duduk di pinggir ranjang. Ia menggeleng.
Radit beranjak berdiri dari tempatnya yang biasa. Kemudian duduk di lantai di depan Kimly.
"Nino"" tebaknya.
Kimly menoleh. Pertanyaan "Dari mana cowok itu tahu"" mengganjal di lidahnya. Kimly sedang malas berbicara. Ia merasa sebal pada dirinya sendiri.
Kenapa sih akhir-akhir ini ia jadi melankolis banget" Padahal dulu ia paling jago menyembunyikan perasaannya dari siapa pun. Sekarang Kimly merasa begitu lemah dan tak berdaya, apalagi jika ditatap mata milik cowok buronan yang tak ada hubungan dengannya.
"Salah paham""
Kenapa sih cowok itu selalu selalu selalu serba tahu"
Kimly mengelak. Ia menarik ujung bibirnya dan tersenyum lebar ke arah Radit. Disembunyikannya kesedihan rapat-rapat dalam hati, seperti biasa.
"Nggak ada apa-apa kok! Cuma sedih tadi nggak bisa ngerjain ulangan," jawabnya.
Radit mengangkat sebelah alis.
Pasti tidak percaya! "Ulangan apa"" tanya cowok itu.
Kimly merasa Raditya sedang mengetes dirinya.
"Mat," jawab Kimly pendek. Sebenarnya tadi di sekolah ia memang ulangan matematika dan tidak bisa mengerjakannya. Jadi ia tidak berbohong. Tapi tentu saja kesedihannya bukan karena itu.
Radit berdiri dari lantai, kemudian segera berjalan menuju meja belajar Kimly. Wajahnya terlihat khawatir.
"Yang mana yang nggak bisa" Mau diajarin" Semalem masih belum ngerti, ya"" tanyanya khawatir.
Hah"! Radit percaya!
Hati Kimly mendadak hangat mendengar kata-kata cowok itu. Kimly tertegun. Bagaimana bisa cowok sepolos dan sebaik ini dituduh pembunuh sadis yang mencabut nyawa orang dengan bruntal"
Senang karena perhatian Radit sekaligus rahasia hatinya tidak jadi ketahuan, Kimly mengambil buku matematika-nya. Ia membentangkan buku di meja dan duduk di kursi kosong di sebelah Radit. Seperti semalam, cowok itu terasa begitu dekat dengannya dan lagi-lagi membuat jantung Kimly berdebar keras. Di tengah-tengah pelajaran, Radit tiba-tiba terdiam dan memandangi Kimly.
"Kamu alergi sama Mat, ya" Semalem muka kamu ju
ga merah pas ngerjain PR!" ujar Raditya khawatir.
Kimly terkesiap. Lagi-lagi ia menahan napas tanpa sadar. Gara-gara kamu, tau!
"Enggak kok! Cuma kepanasan...," jawab Kimly sambil berpura-pura mengipas-ngipas dengan buku tipis. Padahal tangannya sudah dingin saking gugupnya.
Kenapa sih suara Radit terdengar keren di telinga Kimly" Begitu mendebarkan seperti suara penyiar Prambors malam favorit Kimly. Jangan-jangan sepenarnya Radit si penyiar"! Apalagi cowok itu tahu banyak tentang lagu-lagu. Setiap hari ada saja yang ia nyanyikan, bahkan ada pula lagu yang tidak dikenal Kimly.
"Kamu bukan penyiar radio, kan"" tebak Kimly waswas. Ia mundur dan menoleh kearah Radit dengan dahi berkerut penasaran.
Raditya tertawa renyah. Tawa yang mirip penyiar itu. Di pipinya kembali muncul tiga pasang guratan lucunya, membuat Kimly bertanya-tanya apakah penyiar radio itu juga memiliki guratan lucu seperti kumis kucing jika tertawa.
"Bukan! Bukan!" balasnya.
Namun bagi Kimly kata-katanya lebih terdengar seperti elakan.
"Bohong!" "Bener! Aku kan nggak pernah bohong!"
Radit mengacungkan dua jarinya ke udara sambil menampilkan ekspresi sungguh-sungguh. Kimly melemparkan bantal ke wajahnya, kemudian tawa cewek itu berderai-derai.
Padahal Kimly tidak pernah tertawa selepas ini jika bersama Nino....
*** Kimly memandangi handphone-nya dengan sedih. Sudah berkali-kali ia mengirimi Nino SMS untuk minta maaf, tetapi cowok itu tidak juga membalas. Ketika ditelepon, tidak ada yang mengangkat.
Nino pasti sudah benar-benar marah padanya. Kimly amat merasa bersalah. Ia sangat berharap handphone-nya berbunyi lalu mendengar suara ceria cowoknya yang mengatakan kesalahannya sudah dimaafkan, kemudian akan didengarnya penjelasan tentang rencana hari Sabtu besok. Mungkin di antara percakapan mereka, Nino akan menyelipkan kata-kata sayang.
Namun tampaknya itu semua mustahil. Nino kan cowok yang gengsinya supergede, apalagi cowok itu tipe orang yang sangat menjaga harga diri. Mana mau ia menelepon Kimly duluan padahal ia tidak merasa bersalah sama sekali. Bahkan kalaupun ia merasa bersalah, Kimly ragu cowok itu akan meneleponnya.
Sayup-sayup terdengar suara lagu dari radio yang dinyalakan Kimly.
Dan karena sesuatu Dan itu pun salahku Tak dapat kauterima Kau pun berlalu (Lagu Sendu, Audy) Untung saat itu Raditya sedang mandi (kali ini yang terdengar adalah siulan lagu soundtrack Doraemon di sela-sela suara pancuran air), jadi cowok itu tidak bisa melihat raut sedih di wajah Kimly.
Tidak lama kemudian, suara pancuran air berhenti. Kimly mengambil pir dari dalam kulkas dan memotongnya, kemudian ia kembali duduk di ranjang dan berpura-pura membaca majalah. Namun handphone-nya tetap tergeletak di sebelahnya, jadi kalau ada SMS masuk...
PIP PIIP PIIIP.... Pintu kamar mandi terbuka. Radit keluar dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Kimly yang terduduk waspada sambil memelototi handphone di tangan. Wajahnya terlihat bersemangat. Segera dibacanya SMS yang masuk.
Kimyy! Gw beli majalah baru! Edisi khusus CAKKA bo!
Asyik! Asyik! Asyik! Ganteng banget! Top abis!
Hehe. Cuma mo kasi tw itu sih. Abis bingung mw bagi senengnya k siapa=D
Sender: Lylla Sent: 20:34:37, 09/12 Bahu Kimly menurun kecewa. Ternyata Lylla. Bukan Nino, orang yang sedang diharapkannya saat ini. kimly melemparkan handphone-nya begitu saja ke bantal. Ia kembali mengambil buah kesayangannya dan memakannya, bersikap seolah-olah tidak terjadi apa pun.
Raditya mengangkat kedua alisnya. Memerhatikan Kimly lekat-lekat.
Kimly tahu cowok itu pasti menyadari sesuatu. Namun Kimly tidak mau memperlihatkan seolah-olah ia tahu Radit tahu.
"Tau nggak apa gunanya surprise," tanya Radit sambil lalu.
Kimly mendongak. Radit sudah duduk lagi ditempatnya biasa sambil membaca majalah.
"Apa"" Kimly balas bertanya.
"Buat bikin kejutan." Radit mendongak dan nyengir. Lagi-lagi guratan itu.
Kimly mengira-ngira apakah John Rzeznik punya guratan lucu semacam itu.
Kimly melempat sebuah pisang kearah Radit. Pisang itu menge
nai dahi cowok itu dan jatuh ke pangkuannya. Bukannya marah, Radit malah terlihat gembira.
"Asyik! Makasih!" Radit segera mengupas kulit pisang dan melahapnya. Setelah mendramatisir keadaan dengan memberikan jeda singkat, Radit akhirnya melanjutkan kata-katanya, "Sebenernya bukan itu aja fungsi surprise."
"Terus" Buat bikin kita sakit jantung"" canda Kimly.
"Ada lagi yang lain."
"Apa" Mm... buat bikin suasana jadi romantis""
Radit tersenyum. Pisangnya sudah habis. Ia beranjak berdiri dan membuang kulit pisang ke tempat sampah di sudut ruangan. Kemudian cowok itu menghampiri Kimly dan duduk di kursi. ia tersenyum misterius.
"Ada lagi. Buat minta maaf."
Kimly tertegun. Meminta maaf" Tiba-tiba saja sebuah ide muncul di kepalanya. Kimly terlonjak senang. Wajahnya sumringah. Jantungnya mendadak berdebar-debar saking bersemangatnya.
Kimly akan mencari tahu tentang acara besok! Kemudian ia akan datang mengejutkan Nino!
Kimly segera mengirim SMS untuk Lylla.
Skalian beli yg edisi KATROL gk" =P
Btw sabtu ada apa sih" Jelasin donk.
Ktnggln info lg neh! Recipient: Lylla Sent 21:43:25, 09/12 Begitu di handphone-nya muncul tanda send, Kimly merasa amat puas. Ia menikmati buah kesayangannya lagi dengan lebih bersemangat. Sekarang pirnya terasa lebih manis.
Kimly memandangi cowok yang sedang menunduk sambil membaca majalah itu. Pandangan Raditya tampak kosong dan sedih. Ah, tapi mungkin hanya perasaan Kimly saja.
Kimly tidak habis piker apa jadinya dia jika tidak ada Raditya. Cowok itu memang benar-benar penolong.
"Dit..." Radit menoleh. "Mau""

De Buron Karya Maria Jaclyn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kimly menyodorkan piring berisi buah pirnya, buah yang selama ini tidak pernah mau dibaginya dengan siapa pun, apa pun yang terjadi.
Radit terlihat kaget. "Boleh""
Kimly mengangguk, membuat Radit tersenyum dan mengambil sepotong. Dipandanginya pir itu, seakan-akan ia sedang memegang sesuatu yang sama berharganya dengan emas.
"Dimakan dong!" ujar Kimly heran.
"Nggak apa-apa"" tanya Radit masih sangsi.
Kimly mengangguk lagi. "Iya. Makanya di makan dong! mungkin kamu orang pertama dan terakhir yang aku kasih pir lho!"
Balasan dari Lylla datang sesudah itu. Kimly segera membukanya dengan tidak sabar.
IFKIMYYYY!!! Awas lo besok di sekolah! _
Anyway, sabtu ada lomba band. Masa lo gk tau" Cowok lo kan ikut!
Sender: Lylla Sent: 21:51:10, 09/12 Kimly tertegun. Oh, lomba band yang itu!ternyata Kimly tidak ketinggalan berita banget, sebenarnya Kimly sudah pernah mendengar tentang lomba band yang akan diikuti sekolahnya. Namun ia tidak menyangka acara itu akan diadakan hari Sabtu ini.
Kimly teringat percakapan Nino dengan teman bandnya pada hari insiden pizza-dan-kecap-manis itu terjadi. Kimly baru sadar sekarang, ternyata waktu itu mereka sedang membicarakan acara ini. dan sesuai saran teman Nino, cowok itu bermaksud mengajak Kimly menonton mereka bermain.
Pantas saja Nino marah. Kalau pacar yang baik, pasti akan tahu jadwal-jadwal manggung cowoknya. Apalagi kalu cowoknya ini akan tampil di perlombaan sekolah.
"Kim...," terdengar namanya dipanggil. Kimly menoleh.
Dilihatnya Radit sudah berada di dalam kamar mandi, menanti dikurung. Sebenarnya berat hati Kimly untuk melakukannya. Ia sudah sangat percaya pada buronan itu. Namun suara hatinya menyuruh Kimly berjaga-jaga biar bagaimanapun juga. Alhasil, Kimly mengunci pintu kamar mandinya.
Kimly menjatuhkan tubuh hingga telentang di tempat tidur dan memandangi langit-langit kamar, menyusun rencana kejutan untuk Nino. Tanpa sepengetahuan cowoknya itu, ia akan datang. Nino pasti akan terkejut dan senang dengan kedatangannya, memaafkan Kimly, dan mengenalkan Kimly pada semua temannya.
Kimly mematikan radio, siap-siap tidur. Terdengar sayup-sayup suara nyanyian dari dalam kamar mandi.
I'm in the mood for love Simply because you're near me
Funny but when you're near me
I'm in mood for love (I'm in The Mood for Love, The Chimes)
Kimly cekikikan sendiri. Ia mengenali lagu yang dinyanyikan Radit. Kimly sering mendengar oomnya menyetel lagu it
u kalau Kimly berkunjung ke rumahnya. Benar-benar lagu jadul. Ternyata selera Radit dalam musik memang unik banget.
Lagu itu sebenarnya ceria, namun entah mengapa Radit menyanyikannya dengan sedih. Apakah cowok itu teringat pada pacar yang ditinggalkannya" Memikirkan Radit punya pacar, entah mengapa Kimly merasa aneh. Hatinya berdesir ngeri. Ia segera mengalihkan pikirannya.
Besok. Ya, besok Kimly akan memberi kejutan untuk Nino. Kimly akan membuat semua orang menyadari ia sebenarnya pantas menjadi pacar cowok popular anggota band sekolahnya itu.
*** DELAPAN Love is when I don't want to lock the door
As I believe in him with all my heart
*** JAKARTA-Sabtu, 10 September
KIMLY memandangi dirinya di kaca kamar mandi. Untunglah semalam tidurnya nyenyak, sehingga wajahnya terlihat lebih segar. Ia memberi make-up tipis pada wajahnya dengan sangat hati-hati, agar penampilannya hari itu sempurna.
Setelah selesai make-up, dengan riang Kimly membuka pintu kamar mandi dan keluar. Radit yang sedang menyapu lantai (ia bosan menonton TV dan membaca majalah, jadi cowok itu mencari kegiatan lain) menoleh dan membeliak. Ia segera membuang muka dengan wajah memerah.
"Apa-apaan sih kamu"!" tandasnya.
Kimly tertegun. "Kenapa" Make-up-ku ketebelan, ya"" tanyanya heran. Kimly merasa wajahnya tidak terlalu berlebihan. Tapi kenapa reaksi Radit seperti itu"
Radit tidak menjawab. Tanpa menoleh, ia menunjuk kearah Kimly. Kimly menunduk, memerhatikan dirinya. Beberapa saat ia terdiam.
"AAAAAAA...!!!"
Kimly menjerit, kemudian masuk lagi ke kamar mandi dan mengempaskan pintunya. Wajahnya memanas seperti roti panggang dan jantungnya serasa mau copot dari rongganya.
Kimly hanya memakai handuk!!!
Bagaimana Kimly bisa lupa memakai baju dan seenaknya keluar hanya dengan sehelai handuk" Kimly tidak bisa membayangkan jika ikatan handuknya tidak kuat dan malah melorot dengan mulus di depan mata Radit.
Kimly segera memakai bajunya yang tertinggal di gantungan. Semua ini gara-gara kebiasaannya keluar kamar mandi hanya dengan handuk, bahkan pernah tidak berpakaian sama sekali karena handuknya baru dicuci dan ia lupa mengambil yang baru di lemari. Tapi itu kan waktu Kimly sedang sendirian!
Sekarang Kimly malah melakukannya di depan orang lain. Lebih parahnya lagi, orang itu Radit. Padahal Kimly ingin Radit menjadi orang terakhir yang melihatnya hanya berselimutkan sehelai handuk.
Kimly tetap mendekam di kamar mandi walaupun ia sudah berpakaian lengkap. Ia tidak tahu apa tanggapan Radit terhadap dirinya. Mungkin cowok itu akan menertawakannya atau apa lah. Yang jelas, Kimly merasa luar biasa malu.
Tapi tidak mungkin dong, Kimly mengurung diri di kamar mandi terus. Apalagi sebentar lagi Kimly akan pergi untuk menonton Nino sekaligus memberikan kejutan padanya.
Kimly menarik napas dalam-dalam, kemudian membuka pintu perlahan-lahan. Dilihatnya Radit tengah berdiri di tempat tadi, namun tanpa sapu di tangan. Cowok itu sedang memandang ke luar jendela sambil bernyanyi pelan. Suaranya sih tidak seindah John Rzeznik, si penyuara asli lagu itu, tapi kalau mengutip istilah juri-juri kontes nyanyi di TV, feel-nya dapat.
And I don't want to go home right now
And all I can taste is this moment
And all I can breathe is your life
'Cause sooner on later it's over
... Radit terdiam. Menoleh kearah Kimly sekilas. Lalu kembali memandang langit.
"Mendung...," gumamnya, seolah-olah yang baru saja terjadi tadi hal yang biasa.
Kimly tertegun. Lagi-lagi Radit mengejutkannya. Cowok itu memang lain daripada yang lain.
Raditya menoleh, teringat cerita Kimly semalam tentang lomba band yang akan diikuti Nino. "Lomba band-nya di mana""
"Di sekolah," jawab Kimly. "Tau sekolahku, kan""
Radit mengangguk. "Kok kamu nggak sekolah""
"Hari Sabtu libur."
"Ooohh...." Radit terdiam sebentar. "Jangan lupa bawa payung ya! Kayaknya mau hujan!"
Kimly ikut-ikutan melongo memandang jendela. Langit di sela-sela pepohonan dan tembok tinggi tampak cerah. Hanya ada beberapa gumpal awan kelabu.
"Ah, kayaknya nggak hujan deh! Cerah gitu! Males ah bawa payung. Berat," tolak Kimly.
"Tapi nanti kalo hujan gimana pulangnya""
"Kalo hujan, kamu anterin payung aja, ya"!" canda Kimly sambil meringis.
Radit membulatkan matanya. Ia tampak menganggap serius gurauan Kimly. "Bener boleh"" tanyanya antusias. Ia terlihat mengibakan sekali, begitu mendambakan alam terbuka yang sudah seminggu ini tidak dirasakannya.
"Tapi sayangnya cuma bercanda. Kamu nggak boleh keluar! Nanti kalo ada yang ngenalin gimana" Bisa-bisa aku ikut dipenjara gara-gara nyembunyiin buronan!" ujar Kimly tegas.
Radit bersandar pada dinding dan merosot duduk. Wajahnya tertekuk. Raditya terlihat seperti anak kecil yang sedang ngambek. Kimly tersenyum dan memberikan sesisir pisang dari dalam lemari es. Namun itu juga tidak membuat Radit senang. Kimly menghela napas.
Abis, mau gimana lagi"
*** Kimly sampai di sekolah jam sepuluh. Lapangan yang terlihat kosong itu sekarang sudah disulap menjadi sangat meriah. Di kiri-kanan jalan masuk sudah berdiri stan-stan kecil yang berwarna-warni dan ditempeli berbagai macam iklan-permen, minuman, snack. Di tengah lapangan dibangun panggung megah. Hati Kimly melonjak begitu melihat panggung itu. Tidak dapat dipercaya Nino, pacarnya, akan pentas di panggung sekeren dan sebesar itu! Padahal 24 jam yang lalu Kimly masih belum tahu apa yang akan cowok itu lakukan hari ini.
Pengunjung sudah banyak berdatangan. Kimly mengenali beberapa wajah yang sering dilihatnya di sekolah, namun sebagian besar adalah anak-anak sekolah lain yang datang untuk melihat wakil sekolah mereka bernyanyi.
Kebanyakan pengunjung datang berombongan, sehingga Kimly merasa sangat risi sendirian di sana. Cewek itu mencari-cari teman-temannya yang tidak terlihat sama sekali di antara keriuhan pengunjung.
Acara sudah dimulai, namun Kimly belum juga menemukan teman-temannya. Kimly sudah berjalan mondar-mandir di antara stan-stan, tapi tetap saja Lylla dan Ardel tidak kelihatan batang hidungnya.
Apa mereka tidak datang, ya"
Band-band dari sekolah lain sudah mulai bermain, menyanyikan lagu-lagu yang berdentum-dentum dan kadang-kadang memekakkan telinga.
"Naaaaahhh... gimana bandnya" Keren, kan"" suara MC berkumandang melepas penampilan sebuah band. "Weis... tunggu-tunggu!! Abis ini nggak kalah keren! Cewek-ceweeeeek..."
Para makhluk yang merasa dirinya cewek jejeritan tiada ampun-kecuali Kimly tentu saja.
Norak! "Wooow!!! Semangat sekaleee...," tanggap si MC berpakaian nyentrik itu-sarung tangan jala berwarna oranye, rambut jabrik bersepuh ungu, baju full colour, dan sepatu bot perak yang dililit rantai. Sambil mengernyit Kimly sampai tidak habis pikir di meja MC itu bisa mendapatkan sepatu bot norak seperti itu.
Cewek-cewek menjerit lagi. Kimly menutup telinganya dengan kesal.
Biasa aja dong! Tapi apa daya" Siapa juga yang bisa mendengar suara hati Kimly" Kalaupun mereka tahu Kimly kesal, mana mereka peduli sih"
Si MC jejingkrakan di panggung. Kimly setengah berharap panggung itu akan jebol sehingga makhluk norak itu akan kejeblos. Tapi panitia acara pasti sangat tidak ingin hal itu terjadi sehingga mereka mempersiapkan panggung dengan sangat kokoh dan baik adanya. Bahkan ketika kaki si MC menghantam panggung, lantai kayunya berderak pun tidak!
"Naah... band yang satu ini juga bakal bikin kalian jejeritan, sekaligus buat cuci mata bagi para jomblooo!!!" lolongnya di mike, yang segera disambut cewek-cewek yang histeris.
MC norak itu bertambah semangat dan mondar-mandir di panggung sambil melambai-lambaikan tangannya yang dihiasi gelang karet berwarna-warni. Penampilannya yang nyentrik itu membuat acara ini malah terlihat seperti pesta Halloween.
"Wooohooo... semangat sekaleeee...," komentarnya, membuat teriakan semakin keras membahana ke segala pelosok lapangan.
Penonton-terutama para cewek-meneriakkan yel-yel yang berbeda sehingga suasana benar-benar memekakkan telinga. Bahkan orang-orang yang berada di stan-stan pun berbondong-bondong mendekati panggung dengan wajah heran.
MC norak itu tertawa gar ing. "GFC mana suaranyaaaaa""""
Ia mendorong mike-nya, membuat Kimly kaget karena ternyata para cewek masih bisa memekik lebih keras lagi. Si MC nyengir, kemudian berputar ala ballerina dan keluar panggung, digantikan band Nino yang masuk dari segala penjuru panggung dengan dramatis, membuat nyaris semua tangan melambai-lambai bersemangat ke udara. Musik segera terdengar, tidak kalah keras dengan jeritan penonton.
Jantung Kimly berdebar keras. Napasnya tertahan. Ia membuka mata lebar-lebar, sama sekali tidak ingin melewatkan gerak-gerik Nino. Kimly tahu benar, Nino yang dilihatnya setiap hari memang selalu cakep. Tapi Nino yang sekarang berdiri di panggung, memainkan gitar listriknya dengan lihai, dan bernyanyi itu benar-benar sanggup menyihir setiap cewek yang datang ke tempat ini.
Kimly terpaku melihatnya. Apa jadinya kalau sampai sekarang ia masih mendekam di kamar, tidak tahu apa yang terjadi hari ini" untunglah ada Raditya yang memberikan pencerahan di saat yang tepat.
Nino melompat-lompat di panggung, menepukkan tangan di atas kepala, dan mengajak penonton ikut bernyanyi bersama vokalis band mereka yang baru: cewek pengirim surat kaleng itu. Gaya mereka persis seperti pemain band professional.
Kimly mengerjapkan mata. Ia terbelalak. Wajah Nino berubah menjadi wajah Radit. Radit sedang melompat-lompat di panggung, diiringi suara penonton yang bersorak-sorai. Cowok itu memakai jas panjang dan celana kulit hitam. Keren banget! Persis John Rzeznik! Jantung Kimly sampai berdebar tidak karuan, napasnya sesak.
Tapi kenapa Radit ada di situ"
Kimly mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya. Raditya menghilang. Yang ada hanyalah Nino yang masih bermain gitar sambil bernyanyi penuh semangat.
Bagaimana bisa Kimly memikirkan Radit di saat seperti ini"
Bagaimana bisa Kimly mengira Nino itu Radit "
Bagaimana bisa Radit lebih mendebarkan hati daripada Nino"
*** GLUDUK GLUDUK.... Kimly menengadah dan tersentak. Awan kelabu menyelimuti tempat itu. Benar kata Radit, sepertinya hujan akan turun. Kimly menyesal kenapa tadi ia tidak menuruti saran Radit. Apa sekarang cowok itu akan datang mengantarkan payung untunknya" Tapi Radit pasti tidak akan sebodoh itu, menampakkan dirinya di depan ratusan pengunjung demi payung (apalagi itu perbuatan yang sebenarnya sia-sia karena kini setitik air sudah jatuh ke hidung Kimly, menandakan bahwa sebelum Radit datang, kemungkinan besar Kimly sudah basah kuyup).
Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Kimly dari belakang. Kimly menoleh dengan antusias. Nino. Namun ternyata bukan. Ternyata yang menegurnya teman Nino yang dulu pernah Kimly temui di kantin.
"Surat buat lo," katanya singkat, kemudian pergi sebelum Kimly sempat berterima kasih.
Kimly segera membuka secarik kertas kecil terlipat itu.
Sekarang, di taman belakang.
Kimly mengenali tulisan itu. Ternyata Nino tidak melupakannya. Nino memanggilnya!
Kimly segera berjalan dengan bersemangat ke taman belakang. Ia berusaha menyeruak di antara pengunjung. Hujan turun rintik-rintik sekarang, membuat semua orang mulai panik dan sibuk mencari tempat berlindung. Stan-stan yang tadi di bawah tenda mulai ramai dan sesak oleh manusia yang berlagak melihat-lihat padahal sedang berniat berteduh. Semakin menuju taman belakang, pengunjung semakin sedikit.
Tiba-tiba Kimly melihat sosok Nino di antara pepohonan. Cowok itu tampak sedang tertawa-tawa. Entah siapa yang berada di sebelahnya, wajah orang itu terhalang pohon.
Kimly semakin mendekati mereka. Napasnya tertahan. Sekarang Kimly dapat melihatnya. Orang di sebelah Nino itu cewek pengirim surat kaleng.
Ah, mereka kan sama-sama anak band! Pasti mereka hanya berteman akrab!
Kimly berusaha meyakinkan diri. Tapi mereka terlihat amat mesra. Nino membelai lembut rambut cewek itu dan yang dibelai tampak sangat senang. Nino merapatkan kepalanya ke cewek pengirim surat kaleng itu. Bibir mereka bersentuhan.
Kimly membeku. Hatinya kembali terluka. Kimly jijik melihatnya. Ia mual. Ingin sekali ia mengeluarkan isi perutnya, sekaligus hatinya yang terasa sakit l
uar biasa. Kimly dikhianati lagi! Dulu papanya, sekarang Nino....
Jadi karena inikah Nino memanggilnya"
Jahat banget. Ternyata Nino masih belum bisa memaafkannya dan sekarang membalas dendam.
Kepala Kimly mendadak pening. Matanya mengabur. Mungkin juga karena derasnya hujan yang sekarang sudah membasahi pakaiannya.
Kimly berbalik untuk pergi. Kalau Nino bermaksud membuatnya menangis dan menyembah-nyembah untuk mendapatkan cintanya lagi, Nino salah besar. Kimly tidak akan pernah menangis. Tidak ada yang bisa membuatnya menangis, sekalipun Nino.
Tiba-tiba seseorang menghalangi jalannya. Kimly mendongak. Matanya terbelalak.
"Radit!" Bisa-bisanya ia berhalusinasi!
Namun bayangan Radit yang memegang payung tampak begitu nyata. Ternyata dia memang berada di hadapan Kimly sekarang. cowok itu memakai topi Kimly yang menutupi sebagian wajahnya. Bajunya basah kuyup. Tapi cowok itu tampak tidak peduli. Ia memandangi Kimly dengan ekpresi sulit terbaca. Prihatin, sedih, sakit hati... entahlah.
Begitu Kimly memandang wajah Radit, rasa sakit kembali menyerangnya sampai-sampai cewek itu tidak bisa menerka-nerka apakah hatinya masih bisa mengalami rasa yang lebih sakit lagi daripada ini.
"Gimana..."" bisiknya.
"Pintu nggak dikunci. Aku menyelinap keluar. Satpam nggak masuk hari ini. aku keliling-keliling mencari kamu...," jawab Radit pelan dengan suara berat.
Kimly berlari melewati Radit. Ia ingin hilang dari tempat itu. Ia ingin pergi ke dunia tak berpenghuni, yang tidak akan membuatnya mengalami pengkhianatan lagi.
Sayup-sayup masih terdengar dengungan lagu What Makes A Man-nya Westlife dari loudspeaker yang bekumandang di sela-sela suara hujan....
Event as tears fill my eyes
I swear I wont't cry Ya, aku tidak akan menangis! Tidak akan pernah....
Kimly berlari keluar dari sekolahnya. Napasnya memburu. Ia sulit menghirup udara di tengah derasnya hujan. Dadanya sakit. Namun Kimly tetap berlari sekuat tenaga, sampai akhirnya kakinya terasa kaku, seaka-akan Kimly tidak akan bisa berlari lagi seumur hidup.
Kimly berdiam di pinggir jalan yang sepi, lama sekali. Pikirannya kosong. Ia sendiri tidak tahu apa masih bisa berpikir dengan jernih atau tidak. Sudah terlalu banyak yang menyerangnya, menusuk dari belakang. Kimly tidak tahu apakah darah hasil tusukan itu masih tersisa untuk aliran kehidupan dalam dirinya atau tidak.
Seseorang tiba-tiba meletakkan kedua tangannya di bahu Kimly dari belakang. Kimly merasakan gesekan rambut yang basah di antara tengkuk dan punggungnya. Kimly menggigit bibir bawahnya keras-keras, sampai mati rasa. Ia berusaha mengabaikan hatinya yang terus meronta-ronta.
Kimly tidak lemah, Kimly masih akan bertahan kalau hanya karena ini....
"Kamu ini kenapa, sih" Sok tegar, sok cuek, sok kuat... padahal aku tahu, hatimu rapuh. Mau sampai kapan kamu pasang topeng itu"!" desak Radit. Suaranya bergumam lirih di telinga Kimly.
Kimly benci Raditya. Kenapa cowok ini selalu selalu selalu selalu selalu tahu apa yang dirasakan Kimly"
Kenapa" Tapi Kimly sudah lupa menangis. Lupa caranya menangis. Sejak hubungan orangtuanya mendingin. Sejak mereka tak lagi menyayangi Kimly seperti sebelumnya. Sejak mereka hidup untuk pekerjaan. Sejak Kimly belajar untuk berpura-pura tegar seperti sekarang. Sudah lama sekali Kimly lupa bagaimana rasanya menitikkan air mata. Sudah enam tahun.
Kimly tersenyum. Tepatnya, memaksakan diri untuk tersenyum.
"Lucu ya, dulu waktu aku liat papa di motel, hujan juga turun, kayak hari ini. seakan-akan langit menangis buat aku setiap kali aku dikhianati...," kata Kimly dengan suara ceria yang dipaksakan. Radit membisu. Kimly jadi merasa cowok itu memberinya waktu untuk bicara.
"Aku udah berusaha jadi orang yang pantas. Tapi apa boleh buat kalo orang lain nggak bisa menerimanya. Mereka selalu ingin lebih dan lebih. Aku udah berjalan cepat, tapi mereka pikir itu belum cukup. Aku berlari, tapi mereka bilang lariku lambat. Mereka nggak peduli meski aku udah terseok-seok dan jatuh berkali-kali. Mereka nggak pernah mau peduli...." Ki
mly mengedikkan bahu. Merasa lemah, namun tak mampu melakukan apa-apa.
"Kalo kamu mau bantu, coba sekarang jawab. Apa salahku" Apa yang udah aku lakuin sampai semua membenciku" Apa salahku sampai ayah pun nggak menginginkanku lagi"""
"Kata orang, menjadi diri sendiri adalah hal yang terbaik. Aku menjadi diriku sendiri. Tapi Nino nggak suka. Aku juga selalu menjadi diriku sendiri di depan ayah. Tapi ayah juga nggak suka. Mama juga nggak suka. Nggak ada yang suka padaku yang apa adanya. Jadi apa lagi yang harus aku lakuin""
Emosi dalam diri Kimly meluap-luap. Hatinya sesak. Ia kesal. Ia marah pada semua orang. Kenapa tidak ada yang memahami dirinya" Kenapa pula Radit harus berada di sini, membuatnya merasakan keinginan untuk dicintai yang begitu besar"
Radit tidak berkata apa-apa. Dia membenamkan tubuh Kimly dalam dekapannya. Semakin lama semakin erat. Hangat, walaupun hujan air dingin itu semakin deras.
Aneh... rasanya beban berat di hati Kimly menjadi lebih ringan. Hatinya menghangat. Ia merasa dilindungi, tidak pernah ditinggalkan....
Sudah berapa lama ya, Kimly tidak pernah mengalami perasaan seperti ini" Rasanya sudah lama sekali, bertahun-tahun.... Bahkan Kimly sudah lupa kapan terakhir kali ada orang yang memeluknya dan mengatakan sayang .
Perlahan-lahan mata Kimly terpejam.
Capek.... Kimly ingin tidur tenang... kalau bisa, tidak pernah bangun lagi.
*** Kimly terusik. Ia membuka matanya yang sembap pelan-pelan. Kepalanya masih sakit dan berdenyut-denyut. Pandangannya kabur. Tubuhnya pegal sekali, seperti habis berlari ratusan meter. Ia merasa lelah dan... lembap. Kimly tersadar seketika.
Ternyata ia sudah berada di atas ranjangnya yang basah karena rembesan air dari bajunya. Kimly menoleh. Ia melihat Raditya di pinggir ranjang. Wajahnya tampak aneh di kegelapan.
"A-a-aku...," Radit tergagap, tampak gugup.
Di tengah kepeningan Kimly yang amat sangat, cewek itu melihat benda yang dipegang Radit. Pakaiannya.
Kontan, Kimly meraba tubuhnya, kemudian bernapas lega. Cowok itu ternyata tidak melucuti pakaiannya. Berarti yang dipegang Radit baju bersih. Pasti cowok itu berniat mengganti baju Kimly.
Kimly merebut baju bersih di tangan Radit yang segera berdiri, ia terhuyung-huyung berjalan ke kamar mandi. Cewek itu membuka semua pakaiannya, kemudian memakai baju kering.
Kimly duduk di tutup kloset. Perasaannya aneh sekali.
Kenapa di sini panas banget sih"
Siapa yang matiin AC"
Kepalanya sakit sekali. Saking sakitnya sampai terasa begitu ringan.
Kimly memejamkan mata dan terhuyung jatuh menabrak bak.
*** Kimly mengigau dalam tidurnya. Ia melihat bibir Nino begitu besar seperti bibir gempal wanita penyihir itu. Wajah Nino mendekat. Bibirnya monyong. Matanya liar.
"Tidaak... tidaaak...," bisik Kimly, berusaha mundur. Namun ia tersudut ke tembok.
Nino semakin mendekat... mendekat....
Air liurnya membasahi lantai....
Menjijikkan! "Pergi! Pergiiiii!!!" rintih Kimly lemah. Tidak bisa berteriak.
Namun bibir itu semakin maju... Maju....
"AAAAAA!" Sebuah tangan menangkap tangannya. Menggenggan erat. Bayang-bayang Nino retak, pecah, dan jatuh berkeping-keping ke lantai. Keresahan Kimly menghilang seketika, seperti sihir. Kehangatan menjalar ke tubuh Kimly, seakan-akan tangan besar itu mampu memeluk tubuh Kimly.
Kimly merasa aman. Andai selamanya Kimly dapat seperti ini...
SEMBILAN Love is when I love him Even if never never realizes it
*** SUARA-SUARA gaduh membangunkan Kimly. Kepalanya terasa penuh dan berat. Matanya sulit dibuka, bengkak, dan terasa lengket. Dahinya berdenyut-denyut sakit sekali. Kimly mengusap mata dengan sebelah tangannya, kemudian membukanya pelan-pelan. Sinar matahari membutakannya, membuat cewek itu mengerjap-ngerjapkan mata.
Ada seseorang di sisi ranjang. Sedang menatap dirinya. Namun Kimly tidak bisa melihat wajahnya, karena orang itu membelakangi sinar matahari. Silau sekali.
Radit..." Orang itu menjatuhkan kepala di sisi tubuh Kimly yang masih terbaring. Tangannya yang gemetaran merangkul pin
ggang Kimly. "Oooohhh..., Nooon, Non sudah sadar" Tenang ya, Non... tenang saja... nggak ada lagi yang bisa mencelakai Non Kimly...," isak orang itu.
Bukan Radit. "Bi... Im...ma..."" bisik Kimly serak. Dia bangkit dan duduk di tepi ranjang dengan bingung.
Kimly menoleh ke arah pintu adem yang terbuka lebar. Masih setengah sadar, Kimly melihat banyak orang di halaman rumahnya. Semua berpakaian cokelat. Di antara mereka hanya satu orang yang berpakaian biru gelap, sewarna kaus Radit sewaktu mereka pertama kali bertemu.
Kimly masih tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ia terlihat linglung. Kepalanya yang terus berdenyut membuatnya sulit berpikir.
"A-apa...""
"Tenang, Non... pembunuh itu sudah ditangkap... dia tidak sempat apa-apain Non Kimly...," ujar Bi Ima sambil mengelus rambut Kimly. Wajahnya tampak khawatir.
Butuh waktu tiga detik bagi Kimly untuk mencerna kata-kata Bi Ima.
Pembunuh" Ditangkap" Kimly membelalakkan mata. Ia memperjelas pandangannya ke luar kamar.
Polisi! Dan... "RADIT!!!" Jantung Kimly berdebar kencang. Ia berusaha turun dari ranjang dan berlari ke pintu. Namun tangan Bi Ima lebih dulu menahannya.
"Non Kimly... tenang, Non! Non lagi sakit... tubuh Non panas...," tahan Bi ima.
Dia nggak bersalah! Radit nggak bersalah!!!
Kimly memberontak di pelukan Bi Ima. Tangannya menggapai-gapai kosong ke depan. Kimly panik luar biasa. Seandainya saja tubuhnya tidak selemah ini, ia pasti akan lolos dari Bi Ima dengan mudah.
"Ja-jangan! Radit bukan pembunuh! Bukaann! Jangan ditangkap!" jerit Kimly histeris.
Sosok polisi-polisi itu nyaris menghilang dari taman. Radit menoleh. Wajahnya kaget melihat Kimly. Radit terlihat begitu sedih, namun tiga guratan itu muncul. Radit tersenyum dan menggeleng pelan. Memohon agar Kimly jangan mengejarnya.
Kemudian ia meghilang. "RADITTTTT...!!!!!!!!"
Kenapa cowok itu masih bisa tersenyum"
Kenapa senyumnya begitu menyayat hati"
Kenapa dia harus pergi"
Kimly menyerah di pelukan Bi Ima. Ia diliputi kesedihan luar biasa. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin, menjeritkan Radit bukan pembunuh sampai suaranya habis. Tidak mungkin seorang Radit membunuh! Radit orang paling paling paling baik yang pernah Kimly temui.
Kalau cowok itu memang jahat, dia bisa menyerang Kimly kapan saja dia mau, dia pasti sudah menyandera Kimly dan memberontak karena makanan yang diberikan Kimly hanyalah pisang, pisang, dan pisang. Cowok itu punya kesempatan seminggu ini untuk menjahatinya.
Kalau cowok itu jahat, dia tidak mungkin mau menyapu lantai dan membersihkan kamar mandi, tidak mungkin juga menawarkan diri untuk dikurung di dalam kamar mandi. Membawakan Kimly payung ke tempat penuh orang dan membuat dirinya dikenali....
Kalau cowok itu jahat, tidak mungkin pelukannya terasa begitu hangat, tidak mungkin ia mau bersedih untuk Kimly.
Tidak mungkin Kimly membutuhkannya saat ini....
*** Kimly terbangun lagi beberapa jam kemudian. Kamarnya terasa sangat sepi. Gordennya ditutup sehingga suasana kamarnya menjadi remang-remang dan sejuk. Kimly melihat jam beker di meja sebelah ranjangnya. Jam 12.00. pantas saja perutnya keroncongan.
Kimly menoleh ke kamar mandi yang tertutup. Radit pasti kelaparan juga. Untung cowok itu tidak menggedor-gedor pintu minta makan. Kimly tersenyum, kemudian bangun dari tempat tidur dan berjalan untuk membuka pintu kamar mandi.
Tidak digembok.... Kamar mandi kosong. Kimly tertegun.
Seketika ia tersadar. Radit sudah ditangkap polisi.
Kimly duduk di kaki ranjang, menatap wajah John Rzeznik yang sedang tersenyum menatapnya. Pandangannya menerawang.
Kemudian pintu kamar terbuka tanpa diketuk. Kimly menoleh dan mendapati kedua temannya berdiri dengan wajah khawatir. Lylla menghambur memeluk Kimly.
"Kim..., lo nggak apa-apa, kan"" suara Lylla gemetar.
Kimly membalas pelukan Lylla. Kimly berusaha bersikap ceria. "Hai! Hai! Kangen ya sama gue" gue nggak pa-pa kok! Beneran deh!"
Ardel menutup pintu. Wajahnya terlihat tegang. Ardel berjalan ke hadapan Kimly dan mengulur
kan nampan makanan yang dibawanya.
"Kim, kita tuh temen bukan, sih"" tanyanya datar, suaranya terdengar menuntut. Kimly terenyak.
"Of course! Kita kan best friend!" jawab Kimly kaget.
Lylla sudah melepas pelukan Kimly dan duduk di sebelah cewek itu. Ardel terlihat gusar.
"Tapi menurut gue, lo nggak nganggep kita sebagai teman selamanya! Kenapa sih, Kim, semuanya harus disembunyiin" Kenapa lo nggak cerita" Kita khawatir sama lo. Kita tau lo sedang ada masalah. Dan gue yakin sekarang lo nggak baik-baik aja!" kata Ardel keras. "Cerita dong, Kim. Jangan disimpen sendiri. We're here for you..."
Kimly tertunduk. Perasaan bersalah menyergapnya. Kimly melihat ke mana saja kecuali ke mata kedua teman baiknya.
Matanya terhenti ke poster di dinding. Tadi Kimly tidak memerhatikan poster itu dengan jelas, namun sekarang Kimly menemukan tulisan di poster itu. Tampaknya tulisan itu ditulis dengan spidol permanen oleh Radit. (Siapa lagi")
There are times when a women has to say what's on her mind
Event though she know how much it's gonna hurt
(Torn Between Two Lovers, Mary McGregor)
Kimly menghela napas dan memandang teman-temannya. Sepertinya memang sudah terlanjur banyak yang Kimly sembunyikan dari semua orang.
"Ceritanya panjang banget...," katanya sambil tersenyum.
Ardel dan Lylla terlonjak senang. Ardel segera duduk di sisi Kimly yang lain, siap mendengarkan.
"Hari ini waktu kita cuma buat lo, Kim! Begadang pun nggak masalah!" ujar Lylla bersemangat. Kimly semakin mengembangkan senyumnya.
Kimly memang benar-benar bodoh. Bisa-bisanya Kimly menyembunyikan semuanya dari Lylla dan Ardel. Bisa-bisanya waktu itu ia kecewa karena mendapat SMS dari Lylla, bukannya Nino. Bisa-bisanya ia menyalahkan semua orang. Padahal di sini ada orang-orang yang selalu menyayanginya. Bi Ima, Lylla, Ardel...
Kenapa Kimly harus berjuang sendiri"
"Oke! Jadi-"

De Buron Karya Maria Jaclyn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eits, tunggu dulu!" tahan Lylla.
Kimly mematung. Mulutnya terbuka siap bercerita.
"Apa lagi, Lyll"" tanya Ardel tidak sabar sambil tertawa geli melihat Kimly yang tidak bergerak.
Perut Kimly mendadak berbunyi.
"Nah! Itu dia!" seru Lylla. "Ceritanya sambil makan ya, Kim!"
Kimly tertawa dan mulai melahap makanannya.
*** Ardel mendadak berdiri sambil mengepalkan tinjunya. Surat-surat kaleng yang ditumpahkan Kimly ke ranjang berserakan.
"Nino brengsek banget, Kim! Waktu itu gue sama Lylla baru keluar dari toilet, tiba-tiba ngeliat ada cowok celingak-celinguk kayak anak nyasar. Dia ganteng bangettt jadi gue seret Lylla buat ngikutin dia, siapa tau bisa kenalan. Ajaibnya, kita sampai di taman belakang dan ngeliat elo. Di sana juga ada Nino yang berdiri agak jauh," kata Ardel menggebu-gebu.
Naga Sakti Sungai Kuning 14 Animorphs - 10 Menyelamatkan Kristal Android Harpa Iblis Jari Sakti 16
^