Imajinatta 1
Imajinatta Karya Mia Arsjad Bagian 1
Imajinatta Mia Arsjad _Satu_ "Aku cinta banget sama kamu, Natta. Selama ini aku selalu mandangin kamu diam-diam. Merhatiin kamu dari jauh. Kamu mau kan jadi pacarku"" Mata tajam Ditto menatap lurus ke mata Natta. Jantung Natta langsung bermambo cha cha cha... Mati akuuuuu...
Natta membalas tatapan Ditto dengan memasang wajah seimut mungkin. Siapa juga yang nggak mau jadi pacar Ditto" Pangeran impiannya sepanjang masa. Eh, nggak sepanjang masa sih, maksudnya sejak hampir dua tahun lalu waktu dia masuk SMA 1234 Bandung ini. Natta menarik napas panjang. Masa depan cerah sudah di depan mata. Dia akan menjawab, "Aku... aku... aku... ma... ma..."
"MATI! Mati! Eh mati!" pekikan Inna membuyarkan lamunan Natta.
Natta melirik judes. Baru juga mau nerima cinta Ditto. "Ck! Apaan sih"!" omel Natta sebal. Tadi kan dia hampir aja dapat "ciuman pertama"-nya.
Sambil merengut Inna mengelap-ngelap roknya yang ketumpahan Cola akibat menabrak punggung Natta tadi. Kayaknya ini udah yang kesejuta ribu kali deh Inna menabrak punggung Natta gara-gara sahabatnya itu ngerem mendadak. "Kebiasaan sih berhenti mendadak! Basah nih rok gue," sungut Inna. "Ada apa sih"" Lalu ia menjawab pertanyaannya sendiri waktu melihat Ditto yang berjalan ke arah mereka dari ruang guru. "Yaaah... pasti ngelamun lagi nih. Berkhayal lagi... gara-gara liat Ditto, kan"" tebak Inna tepat sasaran.
Dara si kutu buku dan Kinkin si oriental yang hobi nyanyi ikut mengangguk-angguk. Untung mereka berada dalam jarak aman, jadi mereka nggak tabrakan beruntun.
Natta nyengir. Inna yang amat sangat mengenal Natta banget tahu persis kebiasaan Natta yang dalam waktu sepersekian detik bisa tiba-tiba berada di "dunia lain" dalam khayalannya. "Gue baru aja mo nerima cintanya, dodol! Buyar deh." Natta mengembuskan napas pelan. Sementara Ditto semakin dekat. "Kayaknya kali ini Ditto bener-bener mo nyamperin kita deh. Tuh, arah jalannya bener-bener ke sini," bisik Natta sambil mengatur ritme jantungnya yang makin heboh. Siapa tahu kali ini dream comes true alias mimpi jadi kenyataan. Natta bakal bersyukur banget kalau akhirnya dia punya pacar. Dari SMP semua kecengannya kabur waktu tahu dikecengin Natta. Cap "aneh", "tukang mimpi", "agak-agak kurang sesetrip" sudah menempel sejak Natta SMP. Waktu SD sih belum. Kalau anak SD melamun sampe melantur sih masih wajar. Lewat dari SD"! I'm sorry goodbye deh.
Ya ampun! Tuh, kan! Betul, kan! Bener, kan! Tuh, kan, tuh, kan! Natta mendadak panik waktu Ditto mengangkat tangan dan melambai ke arah mereka sambil mengucapkan "hai" tanpa suara. Natta tersenyum lebar sok akrab membalas lambaian Ditto. Ternyata yang ada dalam khayalannya betul! Mereka memang nggak saling kenal, tapi Ditto memerhatikan dia diam-diam. Yes! Yes!
Ditto semakin dekat. Langkahnya semakin cepat. Kayaknya dia nggak sabar pengin cepat-cepat menghampiri Natta.
Natta harus menyapa Ditto duluan! Hitung-hitung balasan buat Ditto yang melambai duluan di depan orang banyak tadi. "Hai, Dit..."
"Hai, ..." Ik" IKut" IK-i" Lho" Emangnya mereka sekarang ada di keraton Yogyakarta apa pake bahasa Jawa segala! IKan"! IKat"! Kok IK siiihhh"!
Terasa Inna menyikut pinggang Natta. "Maksudnya Oik..." bisik Inna membaca pikiran Natta.
Oik! Oik" Oh ya, Oik, si cantik ketua kelas 2D. Setelah mengendus-endus ala marmut, Natta semakin yakin memang ada Oik di sekitar mereka-tepatnya di belakang mereka-dari wangi parfumnya yang muahaaal ituuu... Gosipnya salah satu faktor dia terpilih jadi ketua kelas ya karena kekayaan orangtuanya. Agak-agak asas manfaat dari teman-teman sekelasnya (termasuk wali kelasnya), tapi Oik hepi-hepi aja karena berasa penting. Huh!
Klarifikasi: Tadi Ditto melambai dengan semangat ke arah Oik. OIK. Bukan Natta. Bukan IKan bukan juga IKut atau IKat. Rasa-rasanya Natta jadi lemas. Matanya refleks menerawang. Ngelamun lagi deh tuh.
"Eh, nama kamu Natta, kan"" Ditto yang sedang serius ngobrol sama Oik mendadak nyuekin Oik dan menatap Natta.
Natta mengangguk pelan. "Aku Ditto..." Natta tersenyum super duper manis. "Kamu udah
tahu namaku kan tadi"" jawabnya sok flirting alias genit.
Ditto menoleh cepat ke arah Oik. "Ik, lo duluan deh ke ruang OSIS. Gue pengin ngobrol dulu sama..." Ditto menatap Natta lembut. "Natta..."
Ahhh, cara Ditto mengucapkan nama Natta seperti dewa memanggil...
"Toge!" Toge"! Oh, ternyata Inna ngatain dia toge. Nggak ada ledekan yang lebih keren, apa" Toge. Apa nama sayur-mayur bakal booming jadi bahan ledekan" Sebenar lagi dia bisa dipanggil brokoli, pete, atau daun bawang dong"! "Ngelamun lagi kan, lo" Masih lanjut aja terus satu episode," kata Inna sambil menyeret tangan Natta.
"Berharap kan boleh. Mimpi itu penyemangat manusia buat menggapai masa depan, tau!"
"Keblinger tau, mimpi melulu," sahut Kinkin.
"Ya kalo kebanyakan mimpi kayak lo, masa depannya RSJ!" Tangan Inna terus menyeret Natta menjauh dari Ditto dan Oik sebelum kepala Natta bikin skenario baru. Kejadian apa pun bisa jadi satu episode drama, sinetron, atau film layar lebar di kepala Natta. "Mendingan kita ke kantin lagi. Minuman gue tumpah semua. Diminum aja belum. Gue masih haus, gila."
Natta nurut aja. Bukan sekali Inna ngomel-ngomel dan ngeledek Natta soal hobi dan sifat anehnya. Dikatain segala macem sama Inna, Natta nggak akan pernah marah. Dia tahu banget Inna cuma bercanda. Inna itu orang yang paling care sedunia pada Natta. Nggak peduli Natta aneh. Nggak peduli Natta suka berkhayal dan bengong mendadak, Inna selalu ada di samping Natta sejak mereka masih kelas 6 SD. Inna itu sahabat pertama Natta. Sampai akhirnya mereka ketemu Dara dan Kinkin waktu SMP. Jadi deh geng mereka ini.
Biarpun Inna galak, judes, suka marah-marah, biarpun Natta kadang-kadang cemburu karena Inna punya banyak teman lain, persahabatan mereka tetap jalan. Cuma karena semakin lama Inna semakin supel, gaul, dan cantik, Natta cuma bisa berdoa semoga tak sekali pun tebersit di kepala Inna untuk meninggalkan Natta. Dara dan Kinkin juga. Biarpun nggak sesupel Inna, mereka punya banyak teman lain. Di mata Natta, selain dunia khayalannya, dunianya bersama Inna, Dara, dan Kinkin adalah yang paling menyenangkan dalam hidupnya.
"Nih!" Fanta dibungkus kantong plastik disodorkan Inna ke arah Natta. Padahal Natta nggak minta dibeliin. "Daripada lo ngelamun lagi, mendingan minum nih," perintahnya galak.
Natta tersenyum dramatis. Tuh kan, Inna memang sahabat sejati. "Makasih ya..." Beruntung banget Natta punya seseorang kayak Inna.
"Seribu lima ratus." Inna menengadahkan tangan.
Hah"! Ralat! Nggak sejati-sejati banget sih! Pelitnya amit-amit. Seribu lima ratus aja minta ganti.
"Kirain gratis." Natta manyun merogoh sakunya, mengeluarkan seribuan lecek dan lima ratusan karatan dari kantongnya. "Nih!"
"Nggak ada yang gratis di zaman sekarang ini, darling," sahut Inna sebelum ngeloyor sambil cekikikan.
Sambil manyun Natta mengikuti langkah Inna.
+ + + _Dua_ "AYAH, Ibu, Natta berangkat, ya..." pamit Natta sambil mendorong pelan piring sarapannya.
"Hmm..." gumam Ayah cuek dari balik korannya.
Ibu malah lebih parah. Cuma melirik lalu melenggang ke kamar sambil menekan-nekan tombol telepon nirkabel, menelepon Bu Indro. Ketahuan dari kalimat pertamanya, "Halo Jeung Indro... ini Marini... iya... iya... pasti dooong..." suaranya menghilang di balik pintu. Pasti arisan lagi.
Natta sih sudah biasa dicuekin begini sama Ayah dan Ibu. Tepatnya sih sejak dia kelas 5 SD. Hubungan keluarga mereka memang agak aneh. Ayah dan Ibu bersikap dingin satu sama lain. Dulu Natta nggak ngerti kenapa. Akhirnya Natta ngerti juga. Natta ingat keluarga mereka pernah kaya Nantaa waktu usaha batu bara ayahnya sukses. Waktu itu, keluarganya terasa akrab dan harmonis. Ayah pengusaha sukses. Istri cantiknya yang hobi belanja selalu senang karena bebas membeli apa pun yang dia mau. Sampai akhirnya usaha ayahnya ambruk akibat salah satu stafnya korupsi dan membawa kabur uang perusahaan. Klien-klien nggak percaya lagi, harta benda mereka banyak disita buat menghindarkan Ayah dari penjara, hingga akhirnya beginilah kehidupan keluarga Natta sekarang.
Menenga h. Tak kekurangan, tapi juga tidak berlebihan kayak dulu. Dengan sisa tabungan Ayah, mereka membangun usaha toko onderdil motor dan tempat cuci motor. Sementara Ibu masih pengin hidup mewah seperti dulu. Ibu sibuk arisan sana-sini, cari usaha ini-itu: MLM, jualan segala macem demi mendapatkan kemewahan lagi, biarpun lebih banyak gagalnya. Sementara Ayah kayaknya sudah nggak terlalu peduli. Dia tenang-tenang saja mengurus usahanya. Begitulah, hubungan Ayah dan Ibu pun mendingin begitu saja.
Dampaknya buat Natta, dia juga ikut dicuekin. Begitu juga Nanta abangnya. Kayaknya buat Nanta rumah cuma tempat transit. Kadang pulang kadang nggak. Makanya nggak heran kan kenapa Natta "betah" banget di dunia angan-angannya" Natta nggak bisa menyebut keluarganya broken home karena memang bukan. Dia nggak pernah disiksa ataupun diperlakukan kasar. Ayah-Ibu juga selalu ada waktu di rumah kok, biarpun Ayah sibuk ngurusin toko dan Ibu sibuk dengan acaranya sendiri. Tapi itu sama sekali jauh dari bayangan Natta tentang keluarga harmonis. Mungkin keluarganya cuma aneh...
"Sayang, nanti siang kita makan siang bareng ya, sesudah kamu pulang sekolah" Ibu bakal masak tumis cumi pake cabe ijo kesukaan kamu. Jangan telat ya"" Ibu tersenyum superhangat.
Dengan senyum lebar Natta sungkem pada Ibu. "Pasti, Bu, pasti. Aku nggak sabar nih pengin makan cumi cabe ijo. Pasti enak banget deh."
"Ayah juga jadi pengin buru-buru pulang kerja," celetuk Ayah. "Selain cumi, Ayah juga nggak tahan nih jauh-jauh dari Ibu," goda Ayah genit.
Ibu tersenyum malu-malu. "Ihhh, Ayah. Malu dong di depan Natta."
Lalu mereka tertawa bahagia ala iklan keluarga piknik sambil makan mi instan di atas meja bertaplak kotak-kotak.
"Lho, masih di sini" Katanya mau berangkat sekolah"" teguran Ibu membuyarkan khayalan Natta. Khayalan favorit Natta sepanjang masa. Setiap pagi, Natta tak pernah melewatkan mengkhayal episode keluarga bahagia dalam berbagai versi.
Natta buru-buru menyambar tasnya. "Ini juga mo pergi kok. Aku tadi..."
"Ngelamun lagi" Masih muda kerjaannya ngelamun melulu. Dari dulu kebiasaannya kok nggak hilang-hilang. Kamu ini kan udah kelas dua SMA."
Eh, Ibu kok malah ngomel" Padahal dulu Ibu selalu bilang lucu setiap kali Natta melantur ngalor-ngidul berkhayal standar soal pangeran berkuda putih. Yaaahhhh, waktu itu Natta masih SD siiihhh...
"Aku pergi, Bu..."
"Eh, Natta. Sebentar... tunggu, tunggu, kamu tunggu di sini, jangan pergi dulu." Ibu melangkah ke kamar.
Ngapain ya Ibu" Kayaknya ada yang mau diambil, pikir Natta menduga-duga.
Ibu masuk ke kamar, lalu tak lama keluar dengan membawa kado yang dibungkus lucu. Pitanya bagus banget. Pasti Ibu bungkusnya di konter bungkus kado yang terkenal dengan bahan-bahan recycle""-nya.
"Apaan tuh, Bu"" tanya Natta semangat.
Ibu tersenyum penuh arti. "Ini kado ulang tahunmu yang telat. Maaf ya, Sayang, pas hari H-nya Ibu malah nggak ngasih kamu kado. Soalnya Ibu bingung milih kado yang tepat. Setelah nyari-nyari, akhirnya Ibu nemu ini. Ibu yakin kamu pasti suka," Ibu menyodorkan bungkusan itu pada Natta.
"Isinya apa nih, Bu"" Penasaran banget rasanya. Pasti isinya superkeren!
"Kamu pasti suka. Isinya..."
"...tagihan listrik."
Lho" Kok tagihan listrik sih" Sejak kapan tagihan listrik masuk daftar kado ulang tahun" Hhh... sadar, Natta! Sadar! Lagi-lagi khayalan buyar tepat pada saat hampir punDit skenarionya. Seperti biasa.
"Bisa, kan"" tanya Ibu.
"Bisa apa, Bu""
Ibu geleng-geleng. "Kamu nggak dengerin Ibu" Pulang sekolah, kamu tolong bayar tagihan listrik di bank. Bisa, kan""
Oh, cuma bayar tagihan listrik. "Itu sih keciiil, Bu..."
"Nih uangnya." Ibu menyodorkan amplop berisi uang.
"Natta pergi dulu ya, Bu."
"Ehhh, Bu Kusnadi. Iya, Bu, jadi... jadi..." Ibu malah menjawab telepon dari Bu Kusnadi. Ibu-ibu arisan ini bukan ibu-ibu sembarangan lho. Demi mempertahankan gengsi, Ibu menjaga baik-baik hubungannya dengan para ibu dari kelas atas, teman-temannya pada masa jaya. Satu lagi alasan Ibu untuk terus menjaring koneksi. Begitu katanya.
*** Ditto menendang! Ditto bertahan! Ditto melompat! Ditto kereeen!!!
"Gelisah banget sih" Bukannya lo emang pengin banget liat Ditto tanding karate"" teriak Inna di kuping Natta. Hiruk-pikuk pendukung Ditto bikin mereka harus ngobrol teriak-teriak.
Natta menggoyang-goyangkan kakinya sampai-sampai kucir kudanya ikut berdisko ke kanan-kiri. Kacamatanya juga melorot beberapa kali. Andai aja nggak dianggap aneh, sebetulnya Natta itu gadis berkacamata yang manis. Hidungnya bangir, alis tebal, rambut hitam dan lurus. Manis. "Ini jam berapa sih" Ditto keren banget, yaaa..."
Inna mendelik. Kalimatnya kok nggak nyambung. "Jam dua. Kenapa""
"Masih lama nggak, ya""
Mata Inna melotot takjub. "Lo udah nggak betah liat Ditto"!"
Natta menggeleng cepat. "Bukan! Bukan! Bukan!"
"Terus"" Dara yang nggak jelas apa tujuannya ke sini (masa lagi nonton tanding karate tapi malah duduk serius sambil baca buku nggak jelas setebal bantal kursi) ikut nyeletuk.
"Gue harus bayar listrik. Biasa, Nyokap." Natta menarik sedikit kertas tagihan listrik hingga menyembul dari tasnya.
"Naek"" Kali ini Kinkin sok perhatian.
Natta memutar bola matanya memandang Kinkin dengan tatapan memangnya-naik apa-lagi. "Ya angkot lah! Masa naek gajah bleduk."
"Nanya aja wajar, kali!" balas Kinkin sambil langsung ber-hmm-hmm-hmm nyanyiin entah lagu apa.
Natta manyun. "Habis... pertanyaan lo-eh, gimana dong" Gue masih pengin nonton Ditto sampe selesai nih." Natta berpikir keras. Ibu bisa ngamuk kalau listrik mati cuma gara-gara dia nonton karate jadi nggak bayar listrik. Tanggung jawab keluarga nih.
Sebagai anak yang bertanggung jawab, Natta harus sukses mengemban tugasnya sebagai utusan Ibu membayar tagihan listrik. Jangan sampe listrik rumah diputus. Bisa gawat dong. Oke, tugas rumah tangga lebih penting. Dia harus meninggalkan pertandingan karate ini.
Natta beranjak dari duduknya.
"Lho, mo ke mana lo"" Inna melirik heran.
"Bayar listrik."
"NATTA!" Suara itu... OHHH... Ditto dengan kostum karatenya berdiri di depan dinding tribun. Badannya masih berkeringat karena habis bertarung satu ronde tadi. "Kamu mo ke mana""
"Eng... bayar listrik." Ugh! Bego! O'on! Jawaban jujur yang nggak elite banget. Habis gimana dong"!
"Duduk, Nat. Aku pengin kamu nonton pertandinganku sampe selesai. Kamu penyemangat aku, Nat." Ahhh... so sweet...
"Tapi..." Ditto melompat ke atas tribun, menghampiri Natta, lalu menempelkan telunjuknya di bibir Natta. "Nanti aku anter kamu bayar listrik. Naik motorku. Kita nikmati angin sore sambil boncengan."
Mauuu... Mau! Mau! Mau! "Aku... aku mau..."
"Heh! Kenapa lo senyum-senyum sendiri"" Inna menepuk bahu Natta yang lagi cengar-cengir sendiri.
"Hehehe..." Natta malah cengengesan. Udah keberapa juta kali ya Natta ketangkep basah sama Inna lagi terbang ke awang-awang kayak gini" Bikin skenario sendiri di kepalanya, skenario yang indah-indah sesuai kemauannya yang bisa bikin Natta senyam-senyum sendiri.
Inna cuma geleng-geleng. Sobatnya ini memang ajaib. Tapi Inna sayang kok sama sahabatnya yang unik ini. Buat Inna itu bakat. Nggak segampang itu kan, nyiptain skenario sendiri" "Urusan listrik, woi, gimana urusan listrik""
Plok! Natta menepuk jidatnya. "Iya, ya. Gue belum mutusin. Bayar listriknya jauh, lagi. Kalo nggak berangkat sekarang bisa-bisa keburu tutup."
Inna memutar bola matanya gemas. "Ya udah, cabut sana bayar listrik."
"Tapi pengin nonton Ditto."
"Jangan plin-plan dong jadi orang. Rugi tau, jadi orang plin-plan," celetuk Dara.
"Sok tua lo, Ag. Kebanyakan baca pantat kursi sihhh."
Dara mencibir sebal. *** Natta mengempaskan pantatnya di kursi taman yang warna kayunya mulai pudar. Akhirnya dia memutuskan bayar listrik. Daripada Ibu murka"""
Taman ini tempat favorit Natta. Nama taman ini sama dengan nama institut terkenal di Bandung karena masih berada di kompleks kampus itu. Tamannya teduh, adem, dengan pohon-pohon besar dan rindang. Masih ada burung-burung liar beterbangan yang berkicau-kicau hingga rasanya tambah adem aja.
Letak tamannya aga k ke bawah. Di jalan atasnya ada wisata naik kuda. Kalau Sabtu-Minggu ramenya minta ampun.
Anyway, sekali lagi ini adalah tempat favorit Natta. Tempat pastinya ya kursi ini. Di sini dia sukaaa banget duduk-duduk sambil menikmati angin dan kicauan burung sambil... berimajinasi, tentunya. Nggak ada yang ganggu. Nggak ada interupsi-interupsi nggak penting.
"Hhhh..." Natta mengembuskan napas pelan. Tangannya meraih ponsel dari dalam tas. "Halo" Inna... gimana, Ditto menang nggak"" Sebelum pergi bayar listrik tadi, dia sudah mewanti-wanti Inna supaya nggak beranjak dan nonton pertandingan itu sampai selesai.
"Kapan sih Ditto kalah"" jawab Inna ogah-ogahan. "Si Dara pake cabut ke perpus, lagi. Gue sendirian aja di sini nontonin kecengan orang," sambungnya sinis.
Natta manyun. "Ihh... kok gitu sih" Kinkin mana""
"Latihan nyanyi laaah. Hari ini ke mana lagi dia selain latihan nyanyi" Mengingat dia pengin banget jadi the next Indonesian Idol."
"Ya udah, ya udah. Makasih ya, Inna. You're the best friend ever deh. Ever ever forever," Nantau Natta garing. "Tapi Ditto menang, kan""
"Iya, iya, dia menang. Lo di mana sih""
Ups. "Nggg... gue di... di... baru aja balik bayar listrik. Mo ke rumah," bohong Natta. Ini tempat rahasia Natta. Nggak ada satu pun orang yang tahu Natta sering numpang mengkhayal di sini. Bukannya Natta nggak percaya sama teman-temannya, tapi... yaaa Natta pengin aja punya tempat rahasianya sendiri.
Inna mendengus pelan. "Yah, payah. Tadinya gue mo ngajak lo makan bakso."
Mata Natta berbinar demi mendengar kata "bakso". Kalau Inna menyebut kata sandi bakso, tujuannya pasti bakso Dit Udin. Enak tak ada dua. "Hah" Lo mo nraktir bakso""
"Ya nggak lah. Lo yang traktir."
"Lho, kok gue"" tukas Natta heran.
Tok... tok... Inna terdengar mengetuk-ngetuk ponselnya. Kalau mereka ketemu langsung pasti jidat Natta yang kena sasaran diketok. "Halooo... gue nungguin pertandingan karatenya Ditto sampe selesei, gituuu... inget, darling, nggak ada yang gratis di dunia ini."
Dasar Inna! "Pelit! Masa gitu aja bayar""
"Pelit pangkal kaya. Tanya aja papanya Kinkin." Inna cekikikan. Papa Kinkin memang pelitnya minta ampun. Padahal kaya Nantaa bergelimang harta.
"Udah ah. Pulsa gue bisa abis nih ngobrol nggak penting," dumel Natta.
Inna malah ngakak. "Tuh kaaan, lo juga peliiit!"
Tanpa ba-bi-bu Natta memutuskan telepon. Dasar Inna gila.
Natta menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Menatap ke atas. Pasti seru banget kalau Natta ternyata peri cantik yang bisa berkomunikasi dengan burung-burung yang beterbangan itu...
"Burung cantik, sampein salamku buat Ditto, pangeranku di dunia manusia, ya."
Burung cantik itu terbang mendekat dan berputar-putar di atas kepala Natta yang menengadah menatap sayapnya yang indah. Sambil terus mengepaDitn sayapnya yang indah, burung itu menjawab...
Prot! "Ihhh! Burung nyebelin! Kalo mau ngebom di WC burung dong!" Dengan panik Natta mengelap hidungnya yang kejatuhan bom burung.
+ + + _Tiga_ Pas! Sepatu itu begitu pas di kaki Natta. Itu memang sepatunya. Sepatunya yang lepas waktu malam itu dia buru-buru pulang setelah berdansa dengan Pangeran Ditto. Ternyata Ditto begitu cinta padanya sampai mengutus pengawalnya mencarinya ke seluruh negeri.
Natta-lah Cinderella abad ini. Yang bakal pulang menuju istana dengan kereta kudanya yang indah.
Maunyaaa... "GIMANA, Mbak" Pas, ya""
Dapno. Natta menatap name tag di dada pelayan toko yang membantunya memakai sepatu yang dia coba.
"Pas. Saya beli yang ini, Mas." Hhh... rasanya sebel deh kembali ke kenyataan, menyadari adegan sebenarnya dari skenario Cinderella-abad-ini tadi adalah Natta sedang mencoba sepatu di department store dibantu pelayan toko bernama Dapno.
Dapno mengangguk sambil memasuDitn sepatu pilihan Natta ke dusnya. Ayah katanya dapat orderan bagus, jadi Natta dapat uang saku tambahan. Kebetulan dia lagi pengin banget sepatu lucu yang sudah lama dia incar ini. Akhirnya kebeli juga.
"Sepatunya saya taruh di kassa satu ya, Mbak. Yang sebelah situ," kata Dapno,
menunjuk kassa di dekat eskalator.
Natta mengangguk. "Makasih." Lalu sibuk celingukan. Mana sih mereka" Katanya lihat-lihat sepatu juga, tapi kok menghilang" Huh. Bukannya bantu ngasih pendapat soal sepatu pilihan Natta. Mendingan bayar dulu deh. Natta bangkit dari kursi kecil tempat dia mencoba sepatu.
"Lho, udahan beli sepatunya"" ujar Inna yang tiba-tiba nongol.
"Kalian dari mana siiiih" Udah gue beli deh. Padahal mo nanya dulu bagus apa nggak."
Dara mendongak sedikit dari komik yang dia baca. (Bayangin! Baca sambil jalan di mall! Dasar beneran Godmother of kutu-kutu buku!) "Pilihan kan akhirnya ada di tangan lo sendiri, Nat." Hah! Jawaban yang terlalu datar.
*** "Sampe dibikin kayak sayembara gitu lho!" kata Kinkin semangat dengan mulut penuh salad. Akhirnya mereka nongkrong di Pizza Hut buat makan siang. Pesen paket hemat yang bisa patungan dan dimakan rame-rame dengan harga yang miring semiring-miringnya.
Kinkin semangat banget ngomongin soal sekolah mereka bakal ikutan Festival Film Indie Pelajar. Di sekolah katanya lagi heboh penulisan naskah dilempar ke umum, dijadiin semacam sayembara menulis. Semua boleh ikut. Tiga naskah terpilih akan difilmkan dan diikutsertakan dalam Festival Film Indie Pelajar dengan biaya ditanggung sekolah. Si pemenang berhak menerima lima puluh persen hadiahnya kalau menang. Tapi sebelumnya sudah dapat hadiah dari sekolah dulu sebagai pemenang sayembara menulis naskah.
"Oh ya" Kok lo tau sih"" tanya Inna penasaran.
Kinkin memutar bola matanya, memberi isyarat plis-deh. "Makanya, baca mading dooong. Mading segede dinding gitu dilewat gitu aja nggak dibaca."
"Ya iya lah segede dinding. Namanya aja majalah dinding," celetuk Dara nggak penting. Bikin Kinkin makin mendelik sebal. "Kalo segede kasur majalah kasur. Kalo segede upil majalah upil."
"Anyway, pengumumannya ada di situ. Emangnya dari mana lagi seisi sekolah tau" TV swasta"" Kinkin geleng-geleng. Payah banget sih temen-temennya ini. "Lo kan kutu buku, Ag, masa nggak baca mading"" sindirnya, masih keki.
Dara mendongak sedikit. "Kan kutu buku. Bukan kutu dinding."
Hihihihihi! Dara itu keliatannya aja serius. Padahal bisa nyeletuk-nyeletuk nggak jelas kayak gitu. Dianya aja nggak sadar itu lucu. Cuma mendelik heran waktu orang lain cekikikan geli. Aneh.
Kinkin geleng-geleng lagi putus asa. "Yaaa, pokoknya gitu deh. Pokoknya ada di mading kalau itu naskah dijadiin sayembara. Siapa aja boleh ikut."
"Terus dapet apa"" Natta menggigit pizzanya.
Mata Kinkin berkilat-kilat bangga. Serasa paling hebat karena jadi satu-satunya yang tahu soal informasi ini. "Pertama, lo bakal dapet piagam dan piala dari sekolah."
"Oooh..." Natta, Inna, dan Dara ber-ooh malas. Biasa banget hadiahnya.
Kinkin nggak terima cuma di-ooh-in begitu. "Heh! Jangan oooh dulu, masih ada lagi. Buat masing-masing pemilik naskah yang terpilih bakal dapet hadiah uang lima ratus ribu."
"Hah" Serius"" sambar Inna cepat. Secara dia kan pelit dan mata duitan.
Natta melirik antusias. "Oh ya"" Kalau dapat lima ratus ribu, dia bisa beli tuh sweter rajut lucu yang dia lihat di Rumah Mode waktu itu. Harganya 125 ribu. Sisanya kan masih banyak.
Plop. Amazingly Dara juga menutup komiknya mendengar kata "duit". "Lumayan juga ya, bisa beli Harry Potter terbaru. Buat koleksi. Nggak puas deh kalo cuma pinjeman." Buku lagi, buku lagi! Udah baca dari minjem masih pengin punya.
Hidung Kinkin kembang-kempis bangga karena berasa menyampaikan info yang penting nggak tanggung-tanggung. Lima ratus ribu gitu lho! "Jangan pada histeris ya. Masih ada lagi," katanya sok misterius.
"MASIH ADA LAGI"" seru Natta, Inna, dan Dara heboh. Apa lagi yang lebih heboh daripada hadiah lima ratus ribu yang keluar dari kas sekolah" Hehehe, sekolah kan biasanya pelit. Jarang bagi-bagi duit, yang ada malah mintain duit.
"Coba tebak"" dengan nggak penting Kinkin melempar tebak-tebakan yang semua orang nggak mungkin bisa. Nyebelin banget.
Yang lain menggeleng nggak sabar.
"Nggak usah sok tebak-tebak berhadiah deh," omel Inna.
"Bukannya teba k-tebak buah manggis, ya"" celetuk Dara o'on.
Inna langsung melotot. Dara nyengir.
"Kalo naskah kita kepilih, kita bakal..."
"Bakal apa"" desak Inna galak.
"Bakal..." "Bakal apa sih, De" Jangan bikin orang deg-degan deh. Bakal diangkat mantu sama Kepala Sekolah"" Natta bersungut sebal sekaligus ngeri. Terbayang Jokjay, anak Kepala Sekolah yang rada-rada aneh. Hobinya ngaca dan ngelap kacamata. Celananya ketat. Hidungnya berminyak. Jokjay singkatan dari Joko Jijay, bukan joke jayus kayak istilah yang sering dipake orang-orang. Pokoknya dia nggak kayak anak Kepsek!
Kinkin bergidik. "Ya nggak lah, Nat! Bukan itu!"
"Ya habis apa dong, Kinkinaaaa"" Inna makin nafsu.
Kinkin manyun menatap Inna. "Kita bakal jadi sutradaranya!"
WHAT"! SUTRADARA"!
"Kebayang nggak sih" Kita yang nentuin siapa pemainnya. Casting! Wuih! Terus ngarahin semua adegan, setting, semuanya! Yang paling asyik, kita bisa milih semua cowok Ditep di sekolah. Hahaha! Nat, lo bisa milih si Ditto. Pasti jadi akrab. Secara pemain pasti butuh banget dooong sama sutradaranya. Gue bisa pilih si Randy hihihi... Kita bisa ajak mereka latihan di rumah. Yang pasti kita jadi tenar. Kita bakal jadi orang penting di sekolah. Kalo sanggup dan ngerasa pede bisa akting, jadi pemeran juga boleh!" repet Kinkin berapi-api. Dia memang naksir berat sama Randy. Tapi Randy udah punya pacar. Bukan Kinkin namanya kalau menyerah begitu aja. Pantesan aja dia berapi-api. Tujuan utamanya pasti Randy!
"Gue sih pengin duitnya," gumam Inna.
Dara mengangguk. "Gue juga..."
Natta melamun... Ditto menepuk bahu Natta pelan. "Nat, pulang bareng, ya"" kata Ditto sambil menyejajarkan langkahnya dengan Natta.
Pipi Natta pink tersipu-sipu. Lalu mengangguk pelan. Padahal dalam hatinya mengangguk-angguk liar saking girangnya diajak pulang bareng sama Ditto. Natta betul-betul bersyukur naskahnya terpilih di sayembara menulis di sekolahnya itu. "Tapi aku harus..."
"Bayar listrik"" tebak Ditto menggoda.
"Ihhh... Ditto," rajuk Natta genit. "Aku harus bilang temen-temenku dulu, tauuu... aku kan janji pulang sama mereka."
Senyum Ditto maniiis banget. Sweet. Sweet. Sweeeet... "Oke. Bilang sama mereka ya, aku mo latihan sama kamu. Sebagai pemeran utama kan aku harus maksimal. Latihan langsung sama sutradaranya. Terus, aku juga mau... ngapelin kamu."
Ihhhhhh!!! "Aku mau dua-duanya!" pekik Natta tiba-tiba.
"Dua-duanya apa" Aku siapa"" Kinkin yang berdiri di sebelah Natta kaget bercampur heran.
Natta meringis malu. "Hehehe, nggak, maksud gue, gue sih mau dua-duanya. Duitnya mau, jadi sutradara juga. Dua-duanya kan penting... ya, nggak""
Muka Kinkin berubah jail. "Pasti tadi mikirin Ditto, ya" Tadi lagi berduaan sama Ditto di alam lamunan lo yang liar itu" Ya, kan" Ya, kan""
"Apaan sih"" sungut Natta dengan muka merah padam. Tanpa ampun ketiga temannya ngakak. Sadis. Tak memikirkan perasaan orang. Huh!
Inna mengangkat tangan, instruksi supaya semua mulut monyong teman-temannya berhenti ketawa. "Oke, oke, jadi kita semua ikutan lomba naskah itu, ya" Gimana""
"SETUJU!" pekik mereka kompak sambil saling tos.
Inna mengangkat tangan lagi. "Eh, tunggu, tunggu, kalo ada yang menang, siapa pun di antara kita, seratus ribu harus disisihkan buat nraktir, ya" Di kantin aja."
Semua mengangguk setuju. "Kita kepeKinkinn banget sih. Emangnya seisi sekolah ini cuma kita yang bakal ikut" Festival Film Indie, gituuu..." celetuk Dara.
Kinkin melotot. "Jangan pesimis dooong. Bisa aja, kan" Siapa tau. Namanya juga lomba, siapa pun bisa menang."
Berbagai cerita berdatangan ke kepala Natta. Tokoh apa ya, yang pas buat Ditto"
_Empat_ HARINYA cari inspirasi. Minggu, gitchu! Libuuurrr...
Natta merapikan rambutnya yang dikucir buntut kuda. Dia siap tempur hari ini. T-shirt dengan lengan digulung bergambar hidung babi, celana jins selutut, dan sandal teplek. Tak lupa tas selempang yang setia menemani. Isinya cuma kertas, kotak pensil, dompet, dan HP. Hari ini dia akan serius menjalankan rencana mencari inspirasi untuk naskah film.
"Ke mana, N at"" Natta menoleh kaget. "Kakak" Kok ada di rumah"" Selalu aja surprise rasanya kalau melihat Nanta ada di rumah. Kaget sekaligus senang. Plus penasaran juga. Pengiiin banget nanya ke mana dia kalao nggak di rumah.
"Ada perlu," jawab Natta sambil memasuDitn sebatang cokelat yang baru saja dia putusin harus dibawa ke tasnya. Buat ngemil.
Alis Nanta naik sesenti. "Gaya banget. Perlu apa sih" Paling pacaran."
Natta berjalan menuju pintu dan berhenti di depan Nanta yang masih melongok. "Nggak punya pacar."
Alis Nanta berkerut. "Masa siiih" Bo'ong banget. Ada perlu apa lagi sih anak seumur kamu" Pacaran pastinya nomor satu."
Dengan kesal Natta mendorong Nanta yang menghalangi jalannya. "Makanya pulang! Adiknya punya pacar atau nggak aja nggak tau!" semburnya galak, lalu bergegas pergi meninggalkan Nanta yang bingung dan nggak berani memanggil Natta supaya jangan pergi dulu. Sebenarnya dia pengin ngobrol, tapi Natta keburu menghilang.
*** Lho" Siapa tuh" Natta menyipitkan mata. Ada cowok yang duduk di kursinya. Yah, kursi taman sih. Tapi kan Natta selalu duduk di situ. Selama ini nggak ada tuh yang berminat duduk di sana karena letaknya di pojok. Tersembunyi, kurang pemandangan, dan terlalu dekat dengan pohon. Mungkin salah satu faktornya orang-orang takut ketimpa pohon. Kan bisa mati tuh.
Cowok itu diam waktu Natta mendekat. Nggak bergeser sedikit pun dari duduknya yang terlalu di tengah.
Setelah beberapa detik Natta ragu-ragu, akhirnya dia buka mulut juga. Niatnya hari ini nggak boleh gagal gitu aja cuma gara-gara ada yang duduk di tengah-tengah kursi kesayangannya. "Bisa geser dikit, nggak"" kata Natta akhirnya.
Hening. Cowok itu cuma menatap lurus ke depan.
Budek, kali! Udah pake piama, budek pula! rutuk Natta dalam hati begitu sadar cowok itu duduk di taman umum cuma pake piama garis-garis. Kemungkinan besar dia belum mandi. Huh! Bisa ganggu konsentrasi nih! "Ehem! Ehem! Mas...!"
Diam. "MAS!" "Eh!" cowok itu terlonjak kaget kayak terbangun dari mimpi. Masa tidur melotot" rutuk Natta lagi, kayak dia sendiri bukan jago ngelamun aja. "Ada apa""
Natta memutar matanya gemas. "Bisa geser dikit, nggak" Saya juga mo duduk. Biasanya saya duduk di sini," kata Natta seolah menandai wilayah. Seperti kucing yang pipis di tempat-tempat yang dianggap teritorialnya.
Dengan gugup cowok itu menggeser duduknya. Panik ada cewek nggak dikenal galak begitu. "Oh, maaf ya, saya nggak denger tadi. Saya lagi..."
"Ngelamun"" potong Natta sok asyik.
Ada senyum tipis di bibir cowok itu.
Natta duduk di samping si piama garis-garis. Ugh! Kayaknya bakalan kurang sukses nih. Mana bisa cari inspirasi dengan tenang kalau ada orang tak dikenal duduk di sebelahnya begini" Natta kan perlu konsentrasi, ketenangan, keheningan... Natta mencoba memejamkan matanya. Maksudnya biar fokus.
Natta memandang sekelilingnya...
Dia ada di negeri dongeng. Padang rumput yang hijau membentang luaaas banget. Persis seperti yang Natta lihat di film kesukaan Ayah, Sound of Music. Film jadul yang isinya nyanyi melulu. Tapi Natta supersuka padang rumputnya.
Drap... drap... drap... Seekor kuda mendekat. Di atasnya ada pangeran yang wajahnya Natta belum bisa lihat jelas karena tertimpa cahaya matahari.
Semakin dekat jelaslah wajahnya...
Ditto! Pangeran Ditto! "Oh... Pange-" AAAAAHHHHH!!!! Kok pake piama"! Kok jubahnya seprai"
Natta mengerjap-ngerjapkan matanya kesal. Masa pangeran pake piama" Piama garis-garis, lagi, kayak... SET! Natta menoleh kesal ke arah cowok yang duduk di sebelahnya tadi.
Si cowok lempeng-lempeng aja. Asyik bengong sendiri. Padahal Natta menatap galak, segalak bulldog rabies karena si cowok inilah yang sukses mengacaukan imajinasinya dengan piama garis-garisnya yang sangat tidak pantas tampil di depan umum! Diam-diam Natta melirik pergelangan tangan si cowok. Cari-cari kali ada penengnya. Bisa aja kan dia orang gila yang kabur dari RSJ"
Buk! Natta membanting tasnya ke pangkuannya dengan kesal. Rencananya hari ini kayaknya gagal total. Rupanya kesebalannya melihat bang
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ku kesayangannya diduduki orang aneh yang nggak minggir waktu dia datang telah sukses mengacaukan mood Natta. Dan imajinasinya.
"Kamu lagi marah""
Natta melirik judes. Ya, muarrrah banget! Gara-gara kamu! jawab Natta dalam hati. Tapi yang bisa ditangkap si cowok cuma dengusan setan neraka.
"Zaman sekarang kayaknya nggak ada ya manusia yang bebas dari masalah," gumam cowok itu, lebih kayak ngomong sendiri, tapi terlalu keras sampai Natta bisa mendengarnya. "Cuma ada yang berat, ada yang nggak. Ada yang bisa selesai, ada juga yang nggak," lanjutnya.
Natta menilik si cowok yang asyik ngomong sendiri sambil menatap lurus ke depan itu diam-diam. Penasaran banget, apa iya nggak ada penengnya" Kayaknya dia "agak-agak" deh. Apa Natta lari aja, ya"
"Aku Kenzi." Tiba-tiba dia menoleh dan mengulurkan tangannya pada Natta.
Natta membalas uluran tangannya ragu-ragu, tepatnya sih ketakutan. Menurut apa yang dia dengar dari orang-orang, andaikata Kenzi ini betul-betul orang gila, Natta nggak boleh melakukan gerakan tiba-tiba. Seperti kabur tunggang-langgang terompol-ompol. Dia harus tetap tenang dan pergi pelan-pelan. "Shi... Natta..." suara Natta tercekik di kerongkongan. Nyalinya menciut kayak kerupuk melempem. Tapi buat ukuran orgil lepas, tangan Kenzi halus amat.
Kenzi tersenyum. Natta baru sadar, untuk ukuran orang gila, Kenzi terlalu bersih. Kulitnya putih bersih buat ukuran cowok yang nggak gila sekalipun. Bukannya orang gila item-item" Kenzi terlalu rapi. Rambutnya kayaknya tercukur rapi ala Takuya Kimura, biarpun pagi ini kayaknya dia baru bangun tidur. Orang gila nggak mungkin cukuran, kan" Lagian biasanya rambutnya gimbal bau. Rambut Kenzi jelas nggak bau. Kenzi terlalu... terlalu... apa ya" Terlalu ganteng buat orang gila. Hidungnya bangir, alisnya tegas, matanya dalam... yaaah, sayang aja kalo ganteng-ganteng gila. Nama kamu bagus. Kamu suka nyiram bunga di depan rumah""
"Eh"" "Natta... nyiram bunga. Pake Nattang""
Natta bengong. "Eng..."
"Selang maksudnya. Lupain aja, aku cuma bercanda."
Oh. Garing. "Ah!" Natta memekik pelan.
"Kenapa"" "Anu, sori ya, Kenzi, aku... aku harus pergi. Ada perlu." Semoga Kenzi nggak ngamuk, semoga Kenzi nggak ngamuk, doa Natta dalam hati. Biarpun jelas indikasi Kenzi itu gila ternyata sangat minim-kecuali berkeliaran pake piama di depan umum-tetap aja kan nggak bisa yakin seratus persen. Kemungkinan itu selalu ada.
Semoga... "Oke. Hati-hati ya di jalan." Senyum Kenzi mengembang. "Wejangannya" barusan kayaknya datang dari dasar hati yang paling dalam. Natta jadi nggak enak. Mungkin dia suuzan alias berprasangka buruk. Oke, tapi tetep Natta harus hati-hati. Mereka kan nggak kenal-oke kenal-tapi baru sekitar satu jam kurang.
"Oke. Sampe ketemu." Ugh! Ngapain juga bilang sampe ketemu. Kayak kepengin ketemu lagi aja.
*** Inna lagi makan malam keluarga. Kinkin les nyanyi sama teman gerejanya yang katanya ganteng banget kayak Rain yang bintang Korea itu. Buat Kinkin yang namanya kecengan harus lebih dari satu. Biar kalau yang satu gagal masih ada yang lain. Jadi selain Randy, ada Jonathan si guru nyanyi, terus masih ada si Ramadhan, ketua Karang Taruna kompleksnya, yang pasti bakal ditentang habis keluarga Kinkin karena bukan warga keturunan dan beda agama pula. Masih ada lagi Steven. Yang ini Kinkin belum kenal tapi dia sering joging melewati depan rumah Kinkin. Dan menurut info dari Bik Yayah, pembantunya, nama cowok itu Steven, tetangga baru mereka di rumah besar di ujung jalan.
Oke, oke, jadi hari ini yang available alias kosong buat dicurhatin cuma Dara. Biarpun Natta yakin pas dia menekan nomor telepon, Dara pasti-ngapain lagi-selain baca buku.
"...gagal total rencana gue, Ag, buat cari inspirasi hari ini. Gara-gara cowok aneh yang bisa jadi ternyata gila itu," tutup Natta berapi-api di akhir curhatannya tentang hari ini. Dengan semangat Natta menceritakan kejadian di taman tadi. Tentunya setting-nya diubah. Natta nggak ngebocorin tempat rahasianya, dia bilang dia lagi duduk-duduk di Taman Lansia di Cisangkuy. Toh sama-sama taman. T
api bukan taman yang sebenarnya. Natta kan udah bertekad, taman itu harus tetap jadi tempat rahasianya.
"Lo yang aneh, tau." Idih! Kok Dara malah bilang gitu" Bukannya prihatin.
"Lho kok gitu sih"" Natta bersungut tak terima.
"Iya lah. Kok yakin amat lo nuduh tu cowok kemungkinan gila. Imajinasi lo aja tuh seperti biasa terlalu liar. Terlalu meluas nggak keruan. Jadi deh mengkhayal yang nggak-nggak. Aneh, padahal gue yang kutu buku, tapi lo yang suka berimajinasi gila-gilaan."
Natta manyun. "Yeee... itu sih bukan imajinasi gue, Ag. Jelas-jelas kok. Masa dia pake piama di tempat umum begitu""
"Bisa aja kan dia habis beli sarapan dan duduk-duduk dulu. Lo tau sendiri hari Minggu taman-taman di Bandung penuh tukang jajanan. Termasuk di situ."
Deg! Iya juga ya. Natta terdiam sejenak.
"Tapi dia kayak nggak mandi gitu," Natta masih ngotot.
Dara membuang napas pelan. "Belum mandi, maksud lo" Ya iya lah. Kalo udah mandi mana mungkin dia pake piama. Mungkin dia tinggal dekat situ. Cuma beli sarapan aja sih nggak usah mandi dulu, kali."
Natta terdiam lagi. Betul juga nih Dara. Kok dia mendadak jadi analis andal gini" Tapi... tapi... "Ntar dulu-bengong, ngomong sambil natap lurus ke depan, gue dateng nggak nyadar, nggak geser... hayo, dia nggak fokus, kan"" Natta nggak rela disalahin dan terus ngotot, berjuang demi ego. Hidup!
"Cuma dua kemungkinannya," cetus Dara. "Dia masih ngantuk. Atau dia tukang ngelamun. Kayak lo," tembaknya langsung ke sasaran. "Ada juga kemungkinan ketiga. Dia gejala budek."
Skak mat! Natta memutar otak cari jawaban. "Ehhh, Ag, kalo dia tinggal di dekat situ, kok gue nggak pernah liat""
"Nattaaa!" pekik Dara histeris. "Sejak kapan lo jadi penjaga taman"! Sejak kapan lo jadi petugas sensus"!"
Iya ya, mungkin betul kata Dara. Imajinasinya aja yang terlalu liar. Orang ngantuk dibilang gila. Masa orang beli sarapan pake piama Natta sangka nggak waras" Natta jadi agak nggak enak sama si Kenzi tadi. Semoga pas Natta ke taman lagi bisa sekali aja ketemu si Kenzi buat minta maaf. "Ya udah deh, Ag. Gue mo sholat Magrib. Ntar kalo gue ketemu dia lagi gue minta maaf udah nyangka dia gila."
Dara cekikikan. "Alah, gaya lo, Nat. Paling juga lo diem. Terus ngelamun deh. Ngebayangin minta maaf, tapi nggak minta maaf beneran."
"Enak aja! Liat aja kalo gue ketemu dia lagi."
"Bener"" tantang Dara.
"Bener." Sekali lagi berjuang demi ego! Menerima tantangan bodoh! Hidup!
"Oke deh. Bye, Natta. Inget lo yang tadi nantang. Besok gue umumin ke anak-anak."
"Bye." Klik. *** Natta melenggang menuju kamar mandi di ruang tengah. Kayaknya Ayah juga baru selesai sholat. Buktinya sudah dengan santai nonton TV sambil pake sarung. Ibu lagi asyik menata meja makan. Dari plastik-plastik di atas meja, pasti Ibu seperti biasa bungkus masakan arisan.
"Kakak mana, Yah"" Natta teringat Nanta yang tadi pagi kena semprot karena usil ikut campur ursannya. Sok tau sih. Sekarang Natta jadi agak menyesal. Ngobrol sedikit kayaknya nggak asyik. Dia kangen juga sama Nanta.
Ayah menatap Natta heran. "Nanta""
"Iya. Tadi Kakak pulang, kan""
Ayah menatap Ibu. Ibu menggeleng. "Nggak tahu. Ibu nggak ketemu."
Ayah menatap Natta lagi. "Ayah juga nggak ketemu. Gimana sih tuh anak, pulang kok nggak ketemu Ayah sama Ibu."
Wah, salah ngomong nih. Kok Natta kayak habis nyulut api" "Engg, ya udah, Yah, Natta mo wudhu."
Dari kamar mandi Natta bisa dengar Ayah dan Ibu berdebat soal Nanta.
Hhh... padahal dia pikir hari ini bisa makan malam dengan keluarga lengkap. Ngapain sih Nanta pulang tadi" Masa cuma mau usil begitu doang" Kalau tahu malah bikin Ayah-Ibu kesel, mendingan Natta nggak nanya deh tadi. Suasana makan malam pasti suram nih.
*** "Ya Allah, jadikan keluargaku selalu saling menyayangi. Semoga naskahku bisa cepat jadi dan menang di sayembara itu. Dan ya Allah, maafin aku karena nuduh orang gila sembarangan."
Natta mengusap muka mengakhiri doanya. Setelah melipat mukena, Natta beranjak menuju meja makan. Sesuram apa pun suasana makan malam nanti, dia tetap pengin maka
n bersama di meja itu. Dia bangga punya ayah dan ibu yang selalu mengajaknya makan di meja makan sama-sama. Rasanya sama seperti keluarga "normal" lainnya.
+ + + _Lima_ Nama: ANatta Zahrantiara Panggilan: Natta Kelas: 2A Jabatan di kelas: - (tidak ada)
Jabatan di OSIS: - (tidak ada juga)
Prestasi di dunia menulis: - (belum ada)
"LIMA belas ribu."
Duuuh... Ditto jangan ngeliatin Natta terus doong. Kan jadi salting. Nggak enak sama yang lain. Masa dadah-dadah sambil lempar sun jauh gitu. Ya ampuuun. Kan maluuu...
Natta menatap malu-malu Ditto yang duduk sama teman-temannya di belakang meja administrasi OSIS.
Aduh, Ditto... kamu keren banget. Sekeren...
"Lima belas ribu!" suara judes nan cempreng membuyarkan lamunan Natta yang langsung berangan-angan begitu melihat sosok Ditto ada di situ. Nggak bisa distop! Refleeeks! Namanya juga cinta terpendam.
Natta gelagapan. "Eh, oh iya, ini, Teh." Natta menyerahkan uang dua puluh ribu. Si Teteh judes sambil cemberut kayak tikus mondok menyodorkan kembalian lima ribu.
Ternyata mendaftar sayembara naskah itu nggak gratis. Peserta harus daftar ke OSIS dan bayar lima belas ribu. Huh! Dasar sekolah nggak mau rugi. Padahal yang menang nanti cuma satu. Kalau yang daftarnya aja sebanyak ini, masa dari sekian banyak pendaftar kali lima belas ribu hadiahnya cuma lima ratus ribu"! Payah.
Omong-omong, karena Ditto anggota OSIS, nggak heran dia ada di situ. Dia lagi asyik ngobrol sama teman-temannya di belakang meja administrasi, dengan sukses langsung bikin Natta berkhayal kayak tadi. Habis Ditto yang ganteng ada depan muka, lagi tertawa-tawa lepas gitu. Tapi yang nyebelin, ngapain si Oik di situ" Dasar kecentilan.
"Kalo ngelamun melulu gitu, gimana naskahnya mo selese tepat waktu"" Sempet-sempetnya si Teteh judes ngeledek Natta. Dasar barbar!
"Permisi, Teh, makasih," Natta langsung pamit, malas ngeladenin. Lagian Inna, Dara, dan Kinkin sudah selesai daftar dan nunggu di luar. Mereka kan belum ke kantin. Bisa gawat kalau belum isi perut. Habis ini pelajaran kimia! Otak mereka pasti nggak kuat kalau nggak makan dulu.
*** "Katanya lo ketemu cowok"" Inna menyikut Natta pelan. Biar pelan tapi sukses bikin potongan bakwan yang tadinya lurus menuju mulut Natta berbelok ngepot tiba-tiba. "Ditep nggak""
Pasti Dara nih yang ngember. "Cowok nggak penting. Kayak orang gila gitu."
"Ditep nggaaaak"" desak Inna nggak peduli. Pertanyaannya apa, jawabannya apa.
Natta memutar bola matanya bosan lalu hap! buru-buru melahap bakwannya sebelum disenggol Inna lagi. Senggolan kedua biasanya lebih kenceng. Bukan cuma belok, tapi potongan bakwan itu bisa mental ke Planet Pluto. "Nyam... yah... hmmm... lumayan."
"Sama Ditto"" Kinkin bertanya usil.
Natta melotot. "Jangan bandingin sama Ditto dong!"
"Ya Ditepan mana" Gue juga nggak nyuruh lo naksir cowok itu. Siapa namanya, Nat""
"Kenzi." "Hmmm... Kenzi. Dari namanya kerenan Kenzi daripada Ditto (bukannya unikan Ditto" :D)-secara nama lho ya. Gue cuma minta jawaban realistis." Kinkin sok diplomatis. Kayaknya mereka bertiga lagi kompakan ngerjain Natta. Soalnya mereka tahu banget Natta itu bukan tipe cewek yang gampang "mengingat" cowok kecuali Ditto. Tapi kan si Kenzi ini diingat karena ngeselin! Biarpun Natta ingat persis mukanya yang... yang... ganteng itu. Hehehe.
Natta menelan bakwannya gemas. "Beda tipe lah!"
Mereka malah ngakak. "Berarti Diteeepp!" teriak Kinkin penuh kemenangan.
Bodo ah! Natta menyeruput es jeruknya. Nyebelin semua. Nggak ngalamin imajinasi buyar siiiihh! Naskah itu kan penting untuk kemajuan hubungannya sama Ditto-kalau menang.
"Ehh, ehh, lo punya saingan berat ya, Nat"" tiba-tiba Inna bisik-bisik.
"Ha"" "Tuh." Inna mngediDitn dagu ke arah pintu masuk kantin. Ditto dan... OIK! Huh!
Dara mengintip dari balik bukunya. "Mereka kayak pacaran aja, ya""
Hah"! Pengin banget Natta mencolok lubang hidung Dara pakai sumpit mie ayam Kinkin. Tak lupa dicelupin dulu ke sambel biar pedes. Komentarnya bikin mental orang drop aja.
"Bisa jadi tuh!" Kinkin ikut-i
kutan. Masa Natta harus mencolok empat lubang hidung sekaligus! Komentar mereka bukan komentar support seorang teman tuh! Menjatuhkan mental! "Sok tau ah... mereka itu sama-sama anggota OSIS." Natta menghibur diri sendiri. Pokoknya Ditto tetap pangerannya! Bukan pangeran Oik!
Inna mencibir. "Masa cuma temen OSIS tapi mesra gitu! Kayaknya mereka akhir-akhir ini sering bareng deh, iya nggak sih"" Inna minta persetujuan yang lain.
Yang lain ngangguk pula! Ya wajar aja sih jalan berdua, bisa aja kan Ditto ngajak Oik jalan berdua soalnya dia mau...
"Aku mau ngenalin Oik ke kamu, Nat..." Ditto berdiri di samping meja Natta dengan Oik mengekor di belakangnya.
Ada apa ya" "Berkali-kali aku bilang aku udah punya pacar, Oik selalu ngotot. Aku mau ngenalin dia langsung sama kamu, Nat."
Oik melotot. Menggeleng-geleng sendiri gaya orang gila berhalusinasi.
Rambutnya juga kayaknya agak berdiri.
"Ngelamun lagiii... terima kenyataan, Natta, si Oik memang lagi deket sama pangeran negeri dongeng lo itu. Tuh liat!" Inna menjawil Natta yang mulai berangan-angan.
Dengan berat hati Natta menatap Ditto yang membawakan minuman dingin buat Oik yang duduk manis di kursi kantin. Dasar perempuan pemalas! Masa minuman aja minta diambilin" Emangnya dia kurang kalsium sampe tulangnya nggak kuat kalo disuruh jalan beli teh botol"! Kayak nenek keriput aja. Cewek manja menye-menye kayak gitu bagusnya di-
Natta berlari liar sambil mendengus dan berteriak, "HIAAAT!"
Lalu dengan jurus monyet lompat dari pohon jambu menerjang Oik yang asyik bermanja-manja kege-eran diambilin minum sama Ditto.
"Cewek pemalassss!!! Kalo mo minum, AMBIL AJA SENDIRI!! Jangan nyuruh-nyuruh Dittoaaa!!!" pekik Natta histeris.
BRET! Jambak rambutnya. NGEK! Pencet hidungnya biar kehabisan napas.
DUK! Tendang tulang keringnya biar pincang!
BREEET! JAMBAK LAGIIIII!!!
"Nat! NAT!" Kinkin panik menepuk-nepuk bahu Natta. "Kenapa lo" Jangan kerasukan dong! Kan nular!"
Ngaco. "Masa iya sih selera Ditto serendah itu"" sahut Natta sinis.
Inna, Kinkin, dan Dara kontan melongo.
"Maksud lo" Cewek itu kan cantik, anggota OSIS, ketua kelas, tajir, supel. Bukannya selera Ditto yang malah ketinggian"" repet Inna sadis.
Natta mencibir. "Tapi kan dia genit."
Kinkin menatap Natta heran. "Bukannya cowok malah suka cewek genit""
Ugh! Nggak bisa nggak! Natta memang harus berjuang ekstra keras untuk bisa "kelihatan" sama Ditto. Naskah itu harus jadi! Tapi dia kok malah nggak ada ide ya"
_Enam_ HARI Selasa. Hari ini nggak ada kegiatan apa-apa. Tadinya Natta pengin jalan-jalan sih. Tapi Inna katanya mo cari kado buat mama, kakak, dan adiknya. Kinkin katanya sih mau berkunjung ke rumah Steven si tetangga baru. Bik Yayah sudah berikrar mo membantu misi Kinkin dengan membuat kue buat hantaran, sok-sok sambutan tetangga. Dara" Dia bilang mo ke perpustakaan kota, ada buku yang dia mo baca-DI PERPUSTAKAAN-bukan dibawa pulang. Males amat Natta ikut. Buku yang dia suka cuma komik dan TeenLit.
Jadi... ke mana lagi kalo nggak ke taman rahasianya"
Natta melenggang menuju bangku favoritnya. Udara tetap terasa dingin walaupun sekarang masih siang. Pulang sekolah Natta langsung ke sini. Masih pakai seragamnya yang rada bau matahari. Di tasnya juga ada bakso tahu di kotak styrofoam dari kantin. Buat makan siang. Kalo pulang dulu dia pasti kesorean.
Kosong! Untung kosong. Nggak ada lagi si cowok pengganggu.
Natta siap-siap mengeluarkan bakso tahunya. Makan dulu lebih enak kali ya. Perut kenyang konsentrasi lebih gampang.
"Nyam..." Enak banget. Soalnya ikan asli sih. Nggak kayak bakso tahu lain yang kebanyakan tepung. Hihihihi, mumpung nggak ada orang, lucu juga kali, bergaya Bondan Winarno yang sering dia lihat di acara kuliner TV. "Hmmm... rasanya mak-"
"Apa kabar""
"Nyus"" Natta melotot kaget. Bukan kaget ding. Malu. Kepergok Kenzi.
"Aku boleh duduk di sini""
Ugh!!! Ngapain sih dia nongol lagi"! Tapi Natta teringat janjinya pada teman-temannya. Dia bakalan minta maaf kalo ketemu Kenzi lagi. "Boleh... bangku
nya juga bukan punyaku kok."
Kenzi tersenyum manis. Kali ini dia pake... celana pendek dan T-shirt dilapisi jaket adidas dengan setrip tiganya yang jadi trademark. "Masih inget aku""
HIH! Menghina! Memangnya Natta nenek pikun konKinkinn apa" Baru juga dua hari lalu. Ya nggak mungkin lah Natta udah lupa. Apalagi pertemuan mereka begitu "mengesankan". Natta mendelik. "Ya masih lah. Emangnya tampangku kayak orang pikun, ya""
Kenzi malah tersenyum manis lagi. "Makasih ya," katanya tulus.
Serrr!!! Darah Natta berdesir. Mukanya memerah. Dia jadi nggak enak udah sejudes itu sama Kenzi. Jawaban Kenzi betul-betul bikin Natta malu sendiri.
"Terusin aja makannya. Aku nggak ganggu, kan""
Natta menatap bakso tahunya dengan nggak nafsu.
"Jangan jadi nggak nafsu makan, ya" Kamu baru pulang sekolah, kan" Harus makan lho. Atau biar deh aku pergi dulu aja sampe kamu selesai makan." Kenzi siap-siap beranjak.
"Eh, jangan!!" pekik Natta nggak enak. Lalu lagi-lagi malu sendiri. "Maksudnya, nggak usah. Nggak papa kok. Ini kan bukan bangkuku. Kamu duduk aja. Aku makan."
Kenzi mengangguk senang. "Oke."
Nyam... Nyam... nyam... Glek... Natta makan dalam diam dengan perasaan nggak enak. Rasanya gimanaaa gitu makan sambil diliatin orang. Tapi Natta lapar. Lagian kan Natta yang duluan datang ke sini.
Karena pengin cepet selesai, Natta menambah kecepatan makannya dari macet di lampu merah jadi ngebut. Nyam nyam nyam... nyam nyam nyam... "Ohok! Ohok! Ekhhh!!!" Malapetaka apa lagi yang datang"! Kenapa tiba-tiba keselek tahu isi siomay! Natta panik menggapai-gapai tasnya. Rasanya dia bawa air. Duh! Gini nih kalo makan buru-buru. Akibat ngunyah asal-asalan, potongan masih gede ketelen juga! Aduh! "EHK! EHK!" HAH! NGGAK ADA! Natta nggak bawa minum!!! Di mana martabat keluarganya bakal ditaruh kalau Natta mati keselek siomay" pikirnya-seperti biasa-hiperbolis.
LHA! Dasar cowok gila! Dia malah berdiri, mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ya ampun! Ternyata dia beneran gila! Sekarang Natta mau dibunuh! Ya Tuhan, mati keselek siomay sama digebuk orang gila" Ibuuuu...
Buk! Ohok! Tuingg! Siomay sial itu mental keluar. Menembak bagaikan meriam. Natta bernapas lega. Ternyata Kenzi cuma mau nolongin dia menepuk punggungnya. Fiuuuuhhh...
"Uhuk... uhuk..." Natta masih terbatuk-batuk kecil. Pengalaman keselek yang mengerikan.
"Kamu perlu minum." Kenzi menatap prihatin.
"Aku nggak bawa. Lupa."
Kenzi beranjak. "Bentar."
Tak lama dia balik lagi dengan sebotol Aqua di tangan. Rupanya dia beli minuman. Cepet banget. kayaknya dia lari, buktinya napasnya ngos-ngosan gila-gilaan sampai keringat bercucuran. Kayak habis lari ke Bogor aja. "Hhh... hhh... ini... hhh... mi...num... hhh... hhh... dulu..." katanya sambil terengah-engah menyodorkan minuman pada Natta.
Kebingungan, Natta menerima botol Aqua-nya. Nih orang beli minum di mana sih" Apa jangan-jangan dia malak terus kabur" "Makasih."
Kenzi tak menjawab. Dia bersandar sambil berusaha mengatur napas.
Natta diam menunggu napas Kenzi kembali normal. Ternyata dia baik juga. Natta jadi agak semakin yakin dia bukan orang gila. Mungkin bener kata Dara waktu itu.
"Kamu udah enakan" Nggak ada lagi yang nyangkut di tenggorokan"" akhirnya Kenzi ngomong lagi. Kayaknya dia nggak jadi mati setelah tadi kayaknya habis lari-lari ke Wonosobo (hehehe lebih jauh lagi).
Natta menatap Kenzi heran. "Harusnya aku yang nanya. Kamu nggak papa" Kamu dapet malak, ya" Kok kayaknya habis lari edan-edanan gitu""
Kenzi cuma nyengir. "Namanya juga pertolongan pertama. Aku pernah ikut PMR lho. Kamu bisa bercanda juga. Kirain cuma bisa galak doang."
Natta diam. Wah, mulai sok akrab nih. Harus jaga jarak. Bahaya. "Eh, kayaknya aku harus cabut nih... takut kesorean sampe rumah."
Natta memutuskan untuk pergi aja. Dia baru dua kali ketemu Kenzi. Belum bisa dong cowok itu disebut baik" Mereka kan belum kenal betul. Ketemunya juga di tempat kayak gini. Nolongin keselek sekali belum bisa disebut "teman". Kali aja dia takut kalau Natta mati keselek di sini dia yang ditu
duh. Bisa aja, kan" Jadi lebih baik jaga jarak deeeh... Lagian Natta juga bukan tipe cewek yang suka asal-asal kenalan sama orang. Nggak aman.
Mata Kenzi yang dalam menyipit (bukannya emang udah sipit" :D). "Ke sini cuma buat makan""
Ngng... "Gitu deh," jawab Natta nanggung.
"Oke, sampe ketemu, Natta."
Natta cuma nyengir garing. Lalu melangkah pergi. Dia harus bisa jaga diri. Soalnya zaman sekarang ini kan banyak orang gil-YA AMPUN! Natta berhenti mendadak. Lalu ia berbalik dan berjalan cepat kembali ke arah Kenzi.
Melihat Natta balik lagi dengan langkah terburu-buru, Kenzi bertanya-tanya dalam hati. Ada yang ketinggalan, kali ya"
"Ada yang ketinggalan""
Natta menggeleng cepat. Janji adalah janji! Dan dia sudah menerima tantangan teman-temannya. Janji adalah kepercayaan dan harus dilaksanakan! Pesan almarhum kakek Natta, janji itu utang. Sekalipun orang yang dijanjiin nggak tahu, Tuhan melihat kita menepati janji kita atau nggak. Semua nasihat bijak Kakek bisa dibilang salah satu panduan hidup Natta. "Aku mo minta maaf sama kamu," kata Natta cepat. Supercepat. Sampe nggak jelas ngomong apa. Ah! Yang penting kan udah ngomong.
Kenzi bengong. "Apa""
Busyet! Dia pake acara nggak denger, lagi. Masa harus diulang" Tadi aja udah males banget. Oke, oke... nggak sah namanya kalo dia nggak denger. "Aku minta maaf."
Alis Kenzi berkerut heran. "Minta maaf" Soal""
Nah ini dia bagian yang paling berisiko. Masa harus dijelasin" Minta maaf aja tanpa harus ngasih alasan nggak boleh, ya" Jawab "iya" aja apa susahnya sih" "Soalnya... ngng..."
Duh! Kenzi jangan ngeliatin Natta kayak penasaran banget gitu dong! Makin nggak enak nih mau bilang...
"Waktu pertama ketemu aku..."
"Ya"" "Akuuu... aku nyangka kamu orang gila," kata Natta sama cepatnya kayak minta maafnya yang pertama.
Dwing! Muka Kenzi kelihatan kaget. Konyol banget. Mungkin ini pertama kali dalam hidupnya dikatain gila. Atau dia betul-betul gila dan kaget karena ketahuan. Waduh! Kalau alasan kedua, Natta harus siap-siap ambil langkah seribu maling kepergok ngembat BH ibu RT nih.
"Hahahaha!" Nah lho! Kenzi malah ngakak! Beneran gila nih kayaknya. Salah langkah nih.
"Kenzi..." desis Natta ketakutan.
"Hihihi, kamu... kamu betulan nyangka aku gila""
Natta mengangguk takut-takut.
Kenzi menghabiskan sisa tawanya. Lalu menepuk-nepuk dadanya sendiri. Mungkin selain gila, dia juga King Kong. "Oke... hihi... oke... ehem... kenapa" Kenapa kamu nyangka aku gila""
Natta menjawab jujur. Piama, melamun, bla... bla... bla...
"Aku tinggal deket sini. Cuma lagi jalan-jalan pagi. Males mandi." Satu poin buat Dara!
"Aku emang hobi ngelamun-bukan ngelamun sih benernya, tapi berkhayal. Apalagi di tempat tenang kayak gini." Dua poin buat Dara! "Kayaknya kamu juga, ya""
Satu poin lagi Natta bener-bener kalah telak. Apa jawabannya untuk ngomong ngalor-ngidul sambil menatap lurus ke depan itu" Meracau, ya"
"Aku cerewet, ya" Sori ya, kadang emang suka kebanyakan ngomong. Kebanyakan nonton film drama, kali. Tapi emang bener kan zaman sekarang semua orang punya masalah""
Semua poin buat Dara! Huh!
Natta terdiam, bingung mau ngapain.
"Oke," jawab Natta pendek. "Makanya sori. Aku... pergi dulu. Kamu maafin aku, kan""
Kenzi mengangkat bahu. "Yah, lagian kalo kamu nggak ngomong juga aku nggak tau," jawab Kenzi cekikikan.
Dia nggak mungkin gila, ujar Natta dalam hati. "Oke. Bye." Natta langsung lari. Gara-gara gengsi nih sampe harus bela-belain malu kayak gini. Huh! Awas aja Dara! Awassssss!
+ + + _Tujuh_ "AHAHAHAHA... OHOOK... EHHHKKK..." Inna yang sedang asyik-asyiknya ngakak tiba-tiba kayak dicekik kuntilanak lewat. "EHHHK... EHK..." Pasti baksonya ketelen, duga Natta. Siapa suruh lagi makan bakso urat segede tinju malah ngakak ngetawain orang.
JEDOTTT! Kinkin kejedot meja. Lagian... ketawanya heboh banget sambil ngangguk-ngangguk, akhirnya bungkam karena kepalanya sukses membentur meja.
"HAHAHAHAHA!!!"
Semua itu khayalan Natta aja. Nyatanya teman-temannya masih aja tuh asyik ketawa ngakak tanpa amp
un. Nggak ada yang nelen bakso segede tinju, nggak ada yang kejedot meja. Yang ada mereka lagi ngakak puas ngetawain Natta. Kinkin dan Inna, tepatnya. Dara memang cuma senyam-senyum sambil terus memegang bukunya. Tapi secara nggak langsung dialah pemenang medali emas. Halooo... kata-kata dia soal Kenzi kan semua betul-tul-tul-tul!
Tanpa perlu ketawa ngakak juga Natta tahu pasti si nenek moyangnya kutu buku ini sudah ketawa ngakak dengan tampang penuh kemenangan dalam hati. Huh.
Hari ini Natta betul-betul jadi bahan bulan-bulanan gara-gara cerita pertemuannya dengan Kenzi, juga tentang kenekatannya minta maaf.
"Udah makan siomay dari kantin sekolah, keselek sampe ampir mati, lagi! Hahahahaha!" Dengan menyebalkan Inna mengulang cerita Natta.
NYESEEEEEL setengah mati Natta nyeritain bagian dia keselek siomay. Ya habis gimana dong, Natta pengin banget nyeritain soal keheroikan Kenzi yang "menghajar" punggungnya sampai siomay terkutuk itu mental keluar, plus lari entah ke mana untuk beliin minum. Terpaksa bagian keselek itu ikut dalam cerita.
"Namanya juga orang keselek! Nggak usah hiperbolis gitu deh ketawanya." Natta jadi sebel. "Kayak belum pernah keselek aja lo seumur hidup."
Kinkin mencibir. "Yeee... dia sensi. Gue keselek juga di rumah. nggak pake malu. Makanya, kalo makan jangan sambil ngelamun," tuduh Kinkin.
Natta mendelik kesal. "Eh, siapa juga yang ngelamun" Gue kan udah bilang, gue jadi serba nggak enak makannya gara-gara dia duduk di sebelah gue gitu. Jadinya gue makan buru-buru."
Dara mengintip dari balik bukunya yang tebal dan berjudul ngng... nggak jelas itu. "Lo salah tingkah" Emang lo naksir" Katanya dia gila."
Dweweeeng! Celetukan asal ala Dara. Natta melotot, lalu menoyor jidat Dara gemas. "Naksir dari kecamatan Rusia Selatan"!"
"Bukannya dari Hong Kong" Lagian emangnya ada kecamatan Rusia Selatan"!" oceh Dara nyebelin.
"Lo tuh yang asal, sembarangan aja lo ngomong naksir. Makanya jadi kecamatan Rusia Selatan, soalnya nggak mungkin! Gimana mungkin gue naksir orang yang gue sangka orang gila"" repet Natta.
Inna menepuk bahu Natta. "Santai dong, Nat... kok jadi sensitif gitu" Emang bener pertanyaan Dara. Ngapain juga lo salah tingkah."
Ini lagi ikut-ikutan. "Yang bilang gue salah tingkah siapa"! Gue bilang kan gue serba nggak enak, serbasalah makan diliatin kayak gitu. Jadi pengin buru-buru cepet selesei makannya." Setengah mati Natta membela diri.
"Tapi ternyata dia nggak gila, kan"! Ditaksir juga sah, kali," sambung Kinkin dengan tampang tanpa dosa. Kayaknya hari ini mereka kompak banget jadiin Natta badut Ancol dadakan. Diketawain habis-habisan.
"Iya, emang. Tapi gue ini tipe setia. Ditto ya Ditto. Masa gue ngelepas Ditto gara-gara gue naksir cowok yang nggak jelas juntrungannya."
"Kayak Ditto jelas aja," gumam Inna bikin keki.
Natta diam dan mengunyah baksonya. Kalo diladenin mereka bakal tambah gila-gilaan. Lagian kantin mulai sepi. Tanda bel masuk bakal segera menjerit-jerit nih. Kalo nggak buru-buru ngehabisin baksonya, bisa-bisa rugi dan menyiksa. Menyiksa banget kalo ntar di dalem kelas kebayang-bayang bakso yang masih nyisa di mangkuk. Hehehe. Lagian dosa. Nanti baksonya nangis. Kan katanya nasi jangan disisain, nanti nangis. Bakso juga, kali. Kan sama-sama bangsa makanan. Secara ngeri aja gitu kalo beneran pada nangis.
*** Sepatu siapa nih" Natta menatap sepasang sepatu kanvas belel di depan pintu.
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam..." Teh Ipah, pembantu Natta, menjawab sambil membukakan pintu. Teh Ipah nggak datang tiap hari. Cuma dua hari sekali. Masak untuk dua hari, terus ditaruh di kulkas. Kalau mau makan tinggal manasin aja.
"Ada siapa, Teh""
"Itu Kang Nanta."
Alis Natta berkerut. "Kakak pulang lagi"" rasanya aneh Nanta pulang lebih dari seminggu sekali.
"Iya. Tuh ada di kamar." Teh Ipah melanjutkan menyapu ruang tengah.
Tok tok tok. "Kak..."
Tak ada jawaban. Tok tok tok. "Kak. Kakak..."
Ceklek. Nanta membukakan pintu. "Natta"" suaranya serak.
"Kakak sakit"" Natta menatap Nanta heran. Matanya ben
gkak, mukanya aneh, hidungnya juga kayaknya ingusan. Mengerikan. Refleks Natta mundur dua langkah karena takut ketularan.
Nanta berdeham-deham. "Ehm... eng, flu, biasa lah," jawab Nanta dengan suara parau.
"Mo minum obat, Kak" Aku ada..."
Nanta menggeleng. "Nggak. Ehem... nggak usah. Kakak cukup tidur aja. Ehem... egh... ada apa, Nat""
Natta menatap kakaknya iba. Pasti di luar sana dia nggak ada yang ngurus sampe ceking begini. Giliran flu baru pulang. "Nggak, aku cuma pengin ketemu aja. Kaget Kakak pulang."
Nanta diam. "Kak, aku bikinin sup, ya" Biar enakan badannya. Ya"" Rasanya ada perasaan senang punya anggota keluarga yang perlu diperhatiin. Ayah sama Ibu sih udah nggak mungkin. Mereka kan supermandiri dan sibuk.
Tangan kurus Nanta malah mengucek-ngucek rambut Natta. "Nggak usah. Makasih. Kayaknya aku lagi nggak sanggup makan deh. Ehm, hem... aku harus tidur nih."
Natta menatap kakaknya khawatir. "Tenggorokannya nggak enak banget ya, Kak" Ato aku bikinin teh jahe aja, ya" Biar tenggorokannya enak. Mau, ya""
Nanta tersenyum tipis. "Nanti aja. Kakak tidur dulu ya""
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Natta menatap kakaknya agak kecewa. Tapi demi melihat kakaknya yang kayaknya sudah kepayahan, Natta mengangguk. "Ya udah. Kakak tidur aja dulu. Nanti sore deh aku bikinin."
"Oke. Makasih. Kakak tidur dulu ya""
Natta mengangguk lagi. Ceklek. Nanta mengunci pintu dari dalam.
Bruak!!! Suara benda jatuh. Kayaknya Kakak saking pusingnya sampe nabrak sesuatu di kamar sana. Padahal barang di kamarnya sedikit banget. Nabrak apa ya dia" Natta cuma geleng-geleng.
*** Natta nggak tahan lagi. Dia harus ngomong. "Yah, Ibu, Kakak nggak diajakin makan"" Natta menatap orangtuanya bergantian. Dia dan Teh Ipah udah ngasih tau Kakak ada di kamar. Ayah sama Ibu cuma bilang iya. Sekarang, makan malam Kakak nggak nongol masa nggak dipanggil juga" Padahal mereka sudah setengah jalan makan malam. Natta juga tadi bilang Kakak sakit flu berat dan sampai sekarang belum keluar kamar atau makan sama sekali. Cuek sih cuek, tapi kadang-kadang Ayah sama Ibu suka kelewat cuek deh.
Ayah menusuk perkedel dari piring saji. "Dia nggak laper mungkin, Nat. Anak laki-laki sebesar kakakmu itu kalo laper ya pasti cari makan," jawab Ayah.
"Ntar malah ngambek, lagi, kalo disuruh-suruh. Ntar disangka dianggap anak kecil," tambah Ibu. Kalau yang beginian aja pada kompak. Padahal sehari-hari jarang ngomong.
"Tapi kan Kakak sakit, Bu. orang sakit kan kalo nggak dipaksa suka nggak mau makan."
Ayah memandang Ibu, lalu beralih menatap Natta. "Ya kamu panggil aja sana."
Huh! Dari tadi juga Natta pengin manggil Kakak. Tapi kan tunggu kesadaran mereka dulu. Masa anaknya yang jarang pulang, lagi sakit, nggak mau makan didiemin aja"
Tok tok tok! "Kak... Kakak..."
Hening. Tok tok tok! "Kakaaak... kata Ayah makaaan yuuuk..."
Ceklek. Wih! Tampang Nanta makin kusut. Sekarang bibirnya kelihatan jeding alias bengkak. Kakak flu apa habis tinju sih" "Hih. Kakak yakin cuma flu biasa""
"Ehmm... ehem... ha""
"Kakak yakin, Kakak cuma flu biasa" Kayaknya parah deh, Kak, ngaca deh. Ke dokter gih," cerocos Natta panik.
Nanta menjambak-jambak rambutnya sendiri sambil terus berdeham-deham dengan suaranya yang parau. Mengerikan. Kayak suara tokoh film yang sedang dalam transisi menjadi manusia serigala. "Enggh... nggak papa. Flu biasa. Kecapean juga kayaknya."
Natta menatap penuh selidik, nggak percaya. "Ya udah, makanya sekarang Kakak harus makan. Ayo, Kak, semua udah di meja makan," paksa Natta.
"Tapi..." "Kakak! Kakak tuh harus makan!" perintah Natta.
Dengan terpaksa akhirnya Nanta nurut dan mengikuti langkah Natta ke meja makan.
Ayah dan Ibu tetap meneruskan makannya waktu Nanta datang. Nggak ada sapaan apa kabar, nanya dari mana aja. Mereka cuma terus makan. Menikmati yang ada di piring masing-masing.
Nanta duduk di samping Natta. Di bawah cahaya lampu meja makan muka Nanta semakin kelihatan mengerikan. Tampangnya betul-betul masuk kategori tampang yang seharusnya ada di ICU. Tapi kok kayaknya Ayah sama Ibu nggak ngeh ya
tampang anak laki-lakinya itu udah kayak zombie" Tinggal keliling kompleks aja sambil mencekik semua orang yang lewat, jadi deh zombie beneran.
"Nih, Kak, piringnya. Kakak mo makan apa" Biar aku yang ambilin ya, Kakak kan pasti masih pusing," pancing Natta supaya Ayah dan Ibu ngeh Nanta udah kayak maling kolor digebukin massa.
Ayah dan Ibu cuma diem. Well, Ayah bergerak sih. Menyodorkan mangkuk nasi supaya lebih dekat. Tapi sama sekali nggak melontarkan pertanyaan soal tampang Nanta yang babak belur karena serangan virus flu itu.
"Kalo bersin ditutup lho, Nanta. Virus tuh. Nanti adikmu ketularan," kata Ibu.
WHAAAT"! Kok gitu sih komentar Ibu" Natta tahu maksud Ibu baik dan benar. Tapi kan yang harus dikhawatirkan sekarang Nanta, bukan Natta.
Hhh... Natta nyerah deh. Ayah sama Ibu memang cuek. Coba aja mereka dulunya nggak pernah jadi orang kaya. Mungkin nggak kayak gini. Ayah nggak perlu merasa bersalah, Ibu nggak perlu mati-matian mempertahankan status soal mereka di mata orang-orang. Toh orang-orang itu juga nggak peduli.
Nanta makan sedikit banget. Kayaknya flunya yang megaberat itu bikin dia eneg melihat semua makanan di meja. Setiap satu sendok masuk ke mulutnya mukanya kayak dikentutin gajah yang bauuu banget. Mau muntah. Natta jadi khawatir. Jangan-jangan Nanta disuruh makan bukannya sembuh malah tambah sakit.
*** Bete! Makan malam tadi bikin bete. Padahal jarang-jarang mereka makan dengan anggota keluarga lengkap begitu. Tapi berlalu begitu aja. Malah berakhir dengan Nanta muntah-muntah di kamar mandi berkat dipaksa makan sama Natta.
Ibu cuma menyuruh Natta mengantarkan sebutir obat flu sama minyak gosok buat Nanta. Harusnya kan Ibu sendiri yang nganter sambil ngecek keadaannya. Kalo ngajak ke dokter sih susah. Nanta orangnya ngotot, kalo nggak mau ya nggak mau. Kecuali kepalanya digetok pake ulekan sampe pingsan, langsung aja diangkut ke RS. Itu bisa. Tapi kan nggak mungkin.
"Hhhh..." Natta mengembuskan napas pelan. Seenggaknya orangtuanya masih lengkap, nggak berantem atau lempar-lemparan barang kayak cerita-cerita keluarga broken home yang sering dia dengar.
+ + + _Delapan_ "PASS, Nat! Paaasss!!!" teriak Inna sambil melambai-lambai. Minta bola basket di tangan Natta cepat-cepat dioper ke dia.
Enak aja Inna ngomong. Memangnya kalo dia jadi Natta dia mau nekat melempar bola dan bersentuhan dengan... IHHH! Kenapa juga guru olahraga edan itu punya ide permainan basket campuran" Kenapa juga tim mereka harus melawan tim yang beranggotakan si Mansyur, manusia paling malas mandi sedunia ini" Kambing aja minder kalo ketemu dia. Baunya amit-amit. Ya ketek, ya kaki, belum lagi kalo dia lupa gosok gigi. Belum lagi mukanya yang berminyak. IHHH! Mana suka banget makan pete. Katanya dia manusia alam yang hobi hidup di alam liar alias kemping dan pecinta alam. Tapi bukan berarti nggak mandi, kaaaan"! Monyet aja mandi.
"Hahaha!" tawa si cowok alam menggelegar. Lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi sampai Natta bisa mencium semilir bau keteknya yang spektakuler.
"PASSS, SHIIIIILL!" teriak Inna heboh.
Ughhhh... Gimana ya caranya"! "Ya ampun! Beruang madu!" pekik Natta sambil menoleh ke arah pintu aula.
Secara dia punya insting pecinta alam, Mansyur refleks menoleh. "Mana"!"
PASSS! "Tangkep, VIII!"
Set! Mansyur merasa tertipu tapi masih penasaran. "Di mana""
"Di hutan laaaah... masa di terminaal" Emang kenek"" Natta buru-buru lari. Blo'on banget sih.
Gimana lagi dong" Natta nggak berbakat olahraga. Dan dia nggak mau kena salam tempel keteknya Mansyur. Hiii!-AH!-Ada Ditto di pinggir lapangan! Ya ampun, dia keren banget pake baju olahraga. Ditto pake apa aja emang keren siiih. Bikin orang terpesona... terpana... melamun...
Natta berlatih penuh semangat mengejar bola. Dia harus mencetak skor. harus!
"Passs, Viii!" posisi Natta pas banget nih buat lay up Timnya bisa menang.
Seeetttt! Bola itu melayang dari tangan Inna menuju Natta.
HAP! Tertangkap. Satu... dua... tiga... LAY UP! Dan SKOOOR! Lompatan Natta si jago basket betul-betul tinggi dan spe
ktakuler. "ADUH!" pekik Natta kesakitan. Posisi mendaratnya betul-betul salah. Pergelangan kakinya keseleo. Natta pun nyungsep, eh jatuh terjerembap.
Ohhh... cring, cring, cring, cahaya berkilauan mengelilingi Ditto yang berlari heroik ke arah Natta. Raut mukanya tampak hiper khawatir melihat Natta yang meringis kesakitan.
"AWAAAASSS!!!" Suara Ditto berteriak kencang. Dengan slow motion Natta menoleh ke arah Ditto. Apa mimpinya jadi kenyataan" Kalo nggak kenapa Ditto berlari kencang ke arahnya dengan muka panik" Seperti mau menyelamatkan Natta dari...
DUNG!!! "Natta!!!" pekik Inna. Dara dan Kinkin yang duduk di pinggir lapangan ikut memekik heboh melihat bola oranye bergaris-garis itu mendarat di jidat Natta dengan bunyi dung yang mengerikan.
Natta terduduk pusing. Busyet deh! Siapa yang ngelempar bola ke jidatnya" Kenceng banget! Pembunuhan secara nggak langsung! Pasti dia sekarang gegar otak berat. Aduh! Aduuuh!!! Sambil puyeng Natta roboh memegang jidatnya yang nyut-nyutan.
"Lo ngelamun apaan sih"! Bolanya ditangkep pake tangan dooong! Jangan pake jidat!!! Gue kan udah teriak-teriak! Maen basket jangan bengong! BAHAYA, TAU! jidat lo sakit, nggak!" Pusing, nggak" Mual-mual, nggak" NAT! NAT! Jawab dooong! Lo bisa berdiri, kan"" repet Inna galak campur panik. Iya lah, siapa yang nggak panik temannya terjengkang setelah menangkap bola basket yang dia lempar dengan jidatnya"
Sementara badannya diguncang-guncang Inna dan kupingnya nyaris budek spontan gara-gara Inna terus merepet histeris memekik-mekik kayak burung beo disundut obor, Natta malah melamun menatap ke arah...
"LO LIAT APAAN SIH"!" teriak Inna nggak sabar dan langsung mengikuti arah pandangan Natta.
Ditto. Pantesan aja! Pantesan juga pandangan mata Natta nanar dan sedih begitu. Kayak tatapan anak tiri yang habis dijitak, disiram, diulek, dan dicaci maki ibu tirinya yang kejam dan bermaskara tebal plus bibir menor di sinetron-sinetron. Ternyata Ditto, yang dengan ge-ernya dipikir Natta pasti neriakin dia dan berlari panik juga mau nolongin dia, berniat nolongin Oik yang sedang melenggang anggun melewati belakang ring basket yang sejajar dengan tempat Natta berdiri. Ehhh, beruntung banget ada Natta, tu bola terhenti perjalanannya menuju Oik di jidat Natta.
Pada saat yang sama jidat Natta dihajar bola, Ditto malah menangkap bahu Oik dan dengan gerakan superhero "menyelematkan" Oik menjauh dari situ. Sekarang mereka berdua lagi saling menatap malu-malu. HUUUUHH! Sementara Natta yang pusing terjengkang malah diteror teriakan nenek sihir Inna.
Dara dan Kinkin berlarian ke arah Natta yang dikerumunin orang. Termasuk Mansyur. Ngapain sih si Mansyur ikut ngerubung juga" Huh!
"Ayo ke pinggir lapangan." Kinkin memberi kode pada Dara dan Inna supaya memapah Natta ke kursi di tepi lapangan basket.
Kinkin menyodorkan sekotak jus pada Natta. "Lo ngapain coba, ngelamun di tengah lapangan" Lo tau nggak kalo tu bola dari besi, lo udah mati," katanya ngawur. Tim Dara dan Kinkin sudah selesai main. Makanya mereka bersantai-santai di pinggir lapangan. Asal banget sih" Kalo bola basket dari besi Michael Jordan juga males, kali, maen basket.
"Meriam, kali," celetuk Dara sambil merogoh-rogoh tasnya. Pasti cari buku.
"HHHH!" Pusiiing deh dengerin perempuan-perempuan cerewet ini. "Udah ah, gue mo merem! Pusing." Natta manyun sambil langsung merem menikmati nyut-nyutan di kepalanya.
*** "Mendingan lo lupain deh si Ditto. Udah jelas banget dia naksir Oik." Inna meletaDitn nampan berisi sirup di meja kayu. "Realistis aja lah!"
Mereka berempat punya tempat nongkrong favorit. Di banding mal, bioskop, yang ini jauh lebih asyik: atap rumah Inna.
Rumah Inna bergaya rumah-rumah di Amerika sana, beratap rata. Ada tangga naik dari lantai dua menuju atap yang sebenarnya difungsikan buat tempat menjemur itu. Mereka mengangkut kursi pantai yang dengan niat mereka beli buat duduk-duduk di atas. Rumah Inna yang dikelilingi pohon-pohon besar membuat halaman loteng terasa teduh dan berangin. Asyik banget deh. Belum lagi pemandangannya langsung
menghadap jalan. Natta menyeruput sirupnya. "Baru naksir kan belum tentu jadian. Waktu dulu inget, nggak" Lo naksir berat sama Adin, eh lo malah jadian sama Figo. Hayo" Belum tentu juga Oik nerima," sangkal Natta.
Kinkin mendelik. "Lo buta ya, Nat" Oik nggak nerima" Jelas-jelas gitu lho, Nat, Oik juga naksir berat sama Ditto."
Natta angkat bahu. "Mereka pasti jadian," gumam Dara dari balik buku tebalnya dengan mulut penuh bola kukus buatan mama Inna.
"Kalo Tuhan mengizinkan," sambung Natta. "Belum tentu diizinkan, kan""
Inna, Dara, dan Kinkin berpandang-pandangan. Memang segitu istimewanya si Ditto sampe Natta tak sanggup pindah ke lain hati"
_Sembilan_ HARI ini entah kenapa Natta sengaja membawa dua bungkus mie ayam ke taman rahasianya. Percaya atau nggak, Natta bawa dua bungkus karena satu lagi dia siapkan buat KENZI. Antisipasi kalau cowok itu ada di taman juga seperti beberapa kali sebelumnya.
Naksir" Ya nggak lah! sangkal Natta semangat. Memang nggak kok! Dia cuma nggak mau makan sendirian lagi kalau ternyata di taman ada Kenzi. Tapi... Natta memang agak berharap Kenzi ada di situ. Entah kenapa. Yang jelas, bukan perasaan naksir atau apa. Dia cuma pengin aja ketemu Kenzi lagi. As a friend. Kayaknya Kenzi orangnya baik.
Semakin dekat ke bangku favoritnya, langkah Natta semakin pelan.
Dari balik pohon Natta mulai bisa melihat bangku kesayangannya. Dan...
KENZI ADA!!! Cowok berkulit putih pucat itu duduk sendirian sambil menengadah dengan mata terpejam. Hari ini dia pakai celana panjang. Natta jadi ragu. Ke sana nggak, ya" Apa iya dia nggak terlalu cepat menilai"! Belum tentu Kenzi "sebaik" itu. Bisa aja dia sengaja baik buat memancing Natta. Menjebak Natta karena tahu Natta sering ke sini... jangan-jangan... NATTA, STOP!!! Imajinasinya meliar lagi.
Natta mendekat. Kayaknya Kenzi nggak sadar Natta datang. Dia tetap bersandar sambil tengadah dengan mata terpejam. Kayaknya tenaaang banget. Ngapain sih dia" Tidur" Bangunin nggak, ya" Ngng... akhirnya Natta duduk pelan-pelan tanpa membangunkan Kenzi. Kayaknya nggak sopan, mereka kan belum kenal betul.
"Lho" Natta"" Tiba-tiba Kenzi melek.
"Eh... hehehe... sori, sori, kebangun, ya" Asyik banget tidurnya." Natta cengengesan.
Jemari Kenzi merapikan rambutnya. "Tidur" Hahaha... siapa yang tidur""
Natta mengerutkan alis. "Lha, tadi""
Kenzi tertawa lebar. "Kayak orang tidur, ya" Nggak, lagi. Aku lagi ngebayangin..."
Alis Natta berkerut lagi. "Ngebayangin apa""
"Seru aja, dari sini kedengeran suara langkah kaki kuda. Ngebayangin kalo kita lagi ada di negeri dongeng kerajaan-kerajaan gitu. Kayak film-film Disney. Kayaknya seru. Aku lagi lari-lari naik kuda di padang rumput liat-liat pemandangan." Kenzi berhenti ngoceh dan melirik Natta yang bengong. "Eh, sori. Bingung, ya" Jangan disangka gila lagi, ya" Aku emang hobi mengkhayal kayak gitu. Ngebayangin sesuatu yang nggak mungkin, yang indah-indah... hehehe..."
Natta diam. "Halo"" Telapak tangan Kenzi melambai-lambai di depan mata Natta.
"Hah"" "Kamu kenapa" Tenang aja, aku beneran nggak gila kok. Kadang aku merasa nyaman aja ngebayangin sesuatu sesuai kemauanku. Dunia yang nggak mungkin ada."
"Bukan, bukan gitu, tapi..." Kamu sama banget kayak aku, sambung Natta dalam hati. Dia betul-betul nggak percaya ada orang yang punya kebiasaan yang sama kayak dia. Maksudnya, halooo, berapa banyak sih orang yang suka berkhayal tiba-tiba tentang suatu hal" Imajinasi yang suka hiperbolis" Jangan-jangan Kenzi menyelidiki kebiasaan Natta dan pura-pura di depan Natta" Trik para penculik.
Tapi buat apa" Natta bukan anak orang kaya buat dimintain tebusan.
Menarik perhatian Natta" Hah! pemikiran orang ge-er tuh namanya. memangnya dia Hillary Duff!
"Numpang makan lagi"" selidik Kenzi, menatap bungkusan di tangan Natta.
Natta mendelik. "Hah""
Dengan muka konyol Kenzi menunjuk bungkusan Natta. "Pasti makanan, kan""
Oh iya, ya. Mie ayam. Gimana dong" Kasihin nggak, ya" Ugh! Kok hari ini hidup Natta penuh dengan pertanyaan sih" Tadi dia sendiri yang niat bawa dua b
ungkus karena Kenzi. Sekarang"! Oke! Oke! "Nih..." Natta menyodorkan mangkuk styrofoam tertutup pada Kenzi.
"Apa nih" Kok""
"Aku punya dua. Buat kamu aja satu," kata Natta sok cuek.
Ada pancaran senang di mata Kenzi. Kayaknya dia kege-eran deh.
"Tadi temenku nitip. Tau-tau dia malah pulang duluan, jadinya mie ayamnya nggak kebawa. Aku juga nggak segembul itu, kali, ngabisin dua mangkuk." Dengan berbagai cara Natta ngeles supaya Kenzi jangan sampai menyangka dia memang sengaja beli dua.
Kenzi tetap senyam-senyum. "Makasih ya. Kirain emang beliin buat aku," katanya kalem seperti membaca pikiran Natta. Huh!
"Ya nggak mungkin lah. Emangnya aku tau kamu ada di sini"" Rasanya muka Natta merah padam nih. Panas banget rasanya. Ketahuan nggak, ya"
Akhirnya Natta makan mie ayam bareng Kenzi. Kayaknya dia suka banget deh. Apa laper banget" Makannya lahap selahap-lahapnya kayak baru pertama kali dalam hidupnya makan mie ayam.
"Mie ayamnya enak. Beli di mana"" tanya Kenzi setelah mangkuknya bersih.
"Di sekolah. Biasa aja ah. Nggak istimewa. Emang kamu nggak pernah makan yang lebih enak""
Kenzi menggeleng. Kurang gaul! kata Natta dalam hati. Mie ayam sekolahnya kan biasa banget. Enakan juga mie ayam Mang Jujun yang rame banget itu. Mie-nya kenyal, kuahnya kentalnya pas, bumbu ayamnya enak banget, terus...
"Kamu rajin ya ke sini" Kayaknya lama sebelum aku ke sini, kamu udah sering ke sini, ya""
Natta mengangguk. "Dan ini bangku favoritku. Tenang, teduh..."
Kenzi tersenyum. "Langsung jadi bangku favoritku begitu aku pertama kali ke sini," potong Kenzi.
Natta diam. Kenapa dia jadi berakrab ria sama Kenzi"
"Kamu pulang sekolah langsung ke sini, apa nggak dicariin"" Kenzi menatap Natta yang masih berputih abu-abu ria. "Ada ekskul""
"Nggak. Nggak ada ekskul," ujar Natta tanpa menjawab pertanyaan pertama Kenzi. Nggak mungkin dia ngomong sama cowok yang baru dia kenal ini bahwa Ibu dan Ayah cuek-cuek aja. Itu mah sama aja bongkar aib keluarga ke orang tak dikenal dong.
Kayaknya Kenzi ngeh Natta nggak mau ngomong soal itu.
"Ke sini cuma numpang makan" Kayaknya waktu pertama ketemu kamu, ada yang mau kamu kerjain deh di sini."
Natta melirik. "Sok tau."
"Waktu itu kamu bawa kertas sama bolpoin. Muka serius. kayaknya mau ngerjain sesuatu yang penting."
Iya! Naskah itu! Supaya bisa lebih deket sama Ditto. Gimana mungkin aku dapat inspirasi kalau ternyata sekarang bangku rahasianya sudah punya penghuni lain" Aku kan perlu ketenangan, sahut Natta dalam hati.
"Ini tempat rahasiaku lho." Entah kenapa, bukannya menjawab soal naskah, Natta malah dengan o'onnya membocorkan rahasia yang bahkan sahabat-sahabatnya sendiri pun nggak tahu. Pikir Natta, toh percuma juga nyembunyiin hal itu dari Kenzi. Cowok itu kan juga sering ke sini. Kenzi nggak kenal sama teman-temannya, jadi kemungkinan dia membocorkan pada mereka juga nol persen.
Kenzi malah tertawa kecil. Jangan-jangan dia ketawa karena mikir tempat rahasia kok di tempat umum begini!
"Kamu kok ketawa""
Kenzi menarik napas. "Percaya nggak""
Mata Natta menyipit. "Ini juga aku putusin jadi tempat rahasiaku sejak pertama kali aku ke sini," kata Kenzi.
Wah! Kayaknya Kenzi betul-betul aneh deh! Kok bisa-bisanya dia nyama-nyamain Natta terus"! "Kamu penguntit, ya"" Natta menggeser duduknya dengan muka ketakutan.
Kali ini Kenzi ngakak. "Dulu orang gila, sekarang penguntit, nggak sekalian aja kamu bilang aku agen FBI yang lagi nyamar""
"Habisnya..." Kenzi menatap Natta mantap. "Kalo ini tempat rahasia kamu, berarti kamu merasa tenang dan nyaman kan, ada di sini" Sama, aku juga ke sini karena alasan itu. Di sini aku merasa tenang, nyaman. Rahasia. Nggak ada yang bisa nyari aku ke sini, karena nggak ada yang tau."
Natta bergeser makin jauh. "Kamu... pembunuh bayaran"" desis Natta terbata-bata.
Tuing! Muka Kenzi berubah tolol menatap Natta tak percaya. "Kamu ini penuh imajinasi apa curigaan sih" Masa kayak aku gini disebut pembunuh bayaran" Mo bunuh pake apa... pake... pi-"
"JANGAN BERGERAK! Kalo kamu berani ngel
uarin senjata kamu, aku bakal teriak. Kamu bakal diserang orang seisi taman dan semua tukang kuda," ancam Natta ketakutan waktu Kenzi merogoh tasnya. Ternyata dugaannya benar, ada yang nggak beres soal Kenzi.
Kenzi menatap Natta bingung. "Kamu pikir aku mau ngeluarin senjata""
"Jangan berani-berani. Aku betul-betul bakal teriak!" ancam Natta serius. Lututnya mulai gemetaran. Duhhh... kok taman sepi banget hari ini"! Dia butuh bantuan manusia!!! Bukan burung merpati gendut berbulu kucel yang mondar-mandir sambil matuk-matuk semua yang bisa dipatuk.
Kenzi mengangkat tangannya yang tadi siap merogoh tasnya. "Tenang, Nat, tenang... aku nggak punya senjata. Nih ya aku ambil pelan-pelan, kalo bener senjata kamu boleh teriak deh."
Natta melotot. "Terus kamu mo ngeluarin apa" Kamu buronan polisi, ya""
Kayaknya tadi Kenzi mo ketawa tapi nggak jadi karena melihat tampang Natta yang serius. Bisa-bisa cewek ini teriak betulan. Dan Kenzi nggak mau digebukin cuma gara-gara mau ngeluarin...
"PISANG"" pekik Natta melihat pisang berukuran sedang di tangan Kenzi.
"Gimana caranya bunuh orang pake pisang" Dijejelin sampe orangnya mati keselek" Hihihihi..."
Natta mematung salting. Siapa sih yang nyangka seorang cowok yang duduk-duduk di taman merogoh tasnya buat ngeluarin PISANG! Tapi yang ada di tangan Kenzi sekarang memang betul-betul pisang. Iya, pisang! Dengan ragu-ragu Natta kembali duduk dan menatap Kenzi dengan tatapan aneh. "Lo nggak ke mana-mana bawa pisang, kan""
Kenzi nyengir. "Ya nggak sih..."
Oooo... "Kadang apel, pir, jeruk..."
HAH" Dia selalu bawa buah-buahan di tasnya" Apa dia sejenis anak mami yang selalu dibekalin buah-buahan sama maminya" "Kamu vegetarian" Eh, tapi tadi kamu makan mie ayam."
Kenzi tersenyum lucu. "Nggak, aku suka aja makan buah. Hidup sehat."
"Oh. Mie ayam tadi nggak sehat tuh." Natta jadi bingung sendiri mo ngomong apa. Berarti tadi Natta sukses dong meracuni "hidup sehat" Kenzi dengan membuat dia makan mie ayam bersaus kental warna merah yang belum tentu terbuat dari tomat.
"Balance, kan"" kata Kenzi. "Tenang aja, Nat. Hidup sehat bukan berarti nggak makan enak."
"Ken, kamu masih sekolah" Maksudku..."
"Umurku berapa"" tebak Kenzi.
Natta mengangguk. "Aku baruuu aja pindah ke sini dari Bogor. Sebetulnya aku asli Bandung. Cuma kemaren-kemaren papaku dinas di Jakarta. Sekarang minta dipindahin ke Bandung. Pulang kampung. Enak. Kalo di sini ada apa-apa minta tolong aja ke saudara. Aku mungkin di atas kamu setahun. Aku kelas tiga. Mo ujian nih. Hehehe..."
"Sekolah kamu di mana""
Kenzi kelihatan kaget. Mungkin aneh, kali, ada cewek agresif nanya-nanya begini. Habis Natta penasaran. Karena secara nggak langsung kan selama ini Kenzi udah tau tentang Natta. "Di SMA 333."
"Wah, jauh banget... rumah kamu di daerah sini, terus kamu sekolah di SMA 333""
"Tau tuh, papaku yang masukin aku ke situ. Kayaknya karena dia alumnus situ. Biar turun-temurun, kali."
"Oh." Lagi-lagi oh. Tampaknya Natta harus benar-benar berhenti mencurigai Kenzi dan mikir yang bukan-bukan tentang cowok ini. Lagian kalo cowok itu orang jahat, ngapain juga terus-terusan mengincar mangsa yang sama" Mendingan cari korban lain kan, daripada mengincar korban kayak Natta" Udah cerewet, curigaan, hiperbolis-tipe yang bisa bikin repot penjahat.
Mungkin nggak masalah juga Natta cerita sama Kenzi soal naskah itu. Siapa tau Kenzi bisa bantu. Secara cowok itu juga suka berimajinasi dan berkhayal, sangat mungkin dia juga bisa bantuin Natta bikin naskah itu. "Kenzi..."
"Ya"" jawab Kenzi sambil sekilas melirik jam tangannya. Tiba-tiba matanya melotot, mukanya panik. "YA AMPUN!"
"Kenapa"" "Aduh! Sial! Darurat nih! Kalo telat bisa gawat!" Mukanya ketakutan. Tanpa menunggu jawaban Natta, Kenzi bangkit dan berlari buru-buru. Sampe segitunya. Tahu-tahu, seolah teringat sesuatu, Kenzi berhenti mendadak dan menoleh ke arah Natta. "Aku bakal ada di sini hari Selasa, Kamis, Sabtu, Minggu." Lalu dia melesat pergi.
Natta bengong. Ge-er banget tuh cowok! Kesannya Natta bakal ke sini denga
n niat ketemu lagi sama dia. Kalo sudah tau jadwalnya begitu, justru Natta malah lebih enak mengatur jadwal kapan bangku ini kosong.
"Hhh..." Natta menghela napas. Baru aja mo minta tolong dia malah mendadak pergi. Jangan-jangan Kenzi itu anggota Power Rangers" Siapa tau...
"Kenzi..." suara gadis manis bernama Natta itu memanggil namanya pelan.
Kenzi menoleh, sekilas sempat melirik jam di tangannya. Ya ampun! Panggilan darurat. Keadaan gawat... para Ranger diminta berkumpul! Kota diserang monster kecoak WC! "Ya ampun! Aku harus segera pergi! ada keadaan darurat!" Kenzi bangkit dari tempat duduknya, padahal kelihatannya cewek manis bernama Natta itu ingin mengatakan sesuatu.
Kenzi berlari cepat. Tapi kemudian langkahnya terhenti. Tatapan cewek itu mengganggu pikirannya. Apa yang sebenarnya mau dia katakan" Kenzi menoleh dan menatap Natta yang masih duduk di bangku taman. menatap kepergiannya dengan bingung. "Selasa, Kamis, Sabtu, Minggu, aku selalu ada di sini." Entah kenapa Kenzi membocorkan jadwal patroli Ranger-nya di taman ini. Dia berharap cewek itu mau datang lagi saat Kenzi di sini dan mengatakan apa yang dia mau katakan tadi.
Natta diam. Tak menjawab.
Kenzi melesat pergi. Mencari tempat sepi di balik rerimbunan pohon yang agak-agak bau pesing. Lalu... SET! SAT! SET-SET berubah! Jins dan T-shirt""-nya menghilang entah ke mana, berganti baju ketat berwarna mencolok dan bermotif nggak-banget lengkap dengan topengnya. POWER RANGER!!!
"Hihihihi..." Natta nggak tahan untuk nggak cekikikan sendiri gara-gara khayalan aneh ini. Power Ranger, gitu. Hari gini"!
Telepon Inna ahhh... "Halo"" jawab Inna di seberang sana.
"Vi, ternyata Kenzi itu Power Ranger."
"HAH"!" Hihihihihihi... + + + _Sepuluh_ KEADAAN Nanta kayaknya sudah pulih. Dia kelihatan segar bugar, nggak kayak waktu terserang flu gawat waktu itu. Hari ini dia kelihatan lahap menyantap nasi uduk yang dibeli Teh Ipah dalam perjalanannya ke sini. Teh Ipah itu perhatian banget. Sering banget dia membelikan makanan-makanan enak buat sarapan. Serabi, nasi uduk, ketan bakar, dan lain-lain.
"Udah sembuh, Kak"" Natta membuka bungkusan nasi uduk jatahnya.
"Ehm... lumayan."
"Kayaknya tenggorokannya masih agak nggak enak, ya"" Hmmm... teri, telur dadar, sambal. Pas banget. Natta memandang isi bungkusan nasi uduknya.
Nanta mengangguk. "Ayah udah pergi, ya"" Tahu-tahu Ibu nongol dari dalam kamar. Sudah dandan rapi dengan semilir wangi parfum ke mana-mana. sepagi ini udah dandan begitu, mau ke mana ya"
"Udah, Bu, tadi pagi. Katanya mau ambil stok barang," jawab Teh Ipah yang baru datang dari dapur sambil membawa nampan berisi teh manis hangat.
Ibu ngedumel nggak jelas. "Bukannya nungguin. Padahal Ibu pengin ikut sampe rumah Bu Aan."
"Ibu udah bilang sama Ayah"" tanya Natta.
"Ya nggak. Tapi kan mana Ibu tau Ayah bakal berangkat pagi-pagi buta begitu. Pasti pas Ibu di kamar mandi." Ya ampun! Ayah dan ibunya ini betul-betul sudah nggak komunikasi lagi, ya" Kenapa juga Ibu nggak bilang sama Ayah tadi malam kalo emang mau nebeng Ayah" Separah itu ya masalah komunikasi mereka" "Terpaksa panggil taksi deh. Pah, panggilin taksi ya di depan""
Teh Ipah mengangguk lalu bergegas pergi.
"Ibu mo ke mana sih" Rapi banget. Arisan lagi"" Kelihatan banget Ibu hari ini dandan habis-habisan. Kayaknya ada acara penting. Kalaupun arisan kayaknya bukan arisan biasa deh.
"Ke Tasikmalaya."
"Hah" Jauh banget, Bu, arisannya," komentar Natta terheran-heran.
Nanta cuma diam mendengarkan obrolan mereka. Karena jarang ketemu Ibu dan Ayah, kayaknya Nanta susah berakrab-akrab pada orangtuanya seperti Natta. Padahal dia tahu buat Natta juga susah. Biarpun selalu ada di rumah, Natta juga jarang ngobrol sama orangtua mereka. Kadang Nanta kasihan melihat adiknya ini. Dia betul-betul berusaha menganggap keluarga mereka normal.
Ibu duduk di sebelah Natta. "Ini bukan arisan, Nat. Kamu doain aja Ibu berhasil. Kalo ini sukses, kita bisa kayak dulu lagi," kata Ibu antusias.
"Emang Ibu mo ngapain ke Tasikmalaya" Bisnis""
"Semacam itulah. Ada pertemuan. Kamu tau Tante Aan, kan" Sepupunya Tante Aan ikut bisnis MLM. Udah banyak yang sukses lho, sampe punya Jaguar dan rumah mewah dalam waktu singkat. Belum lagi jalan-jalan keluar negeri gratis kalo pangkat kita udah tinggi. Hari ini ada presentasinya. Ibu sama Tante Aan downliner-nya sepupunya Tante Aan itu. Pokoknya prospek cerah deh. Kita tinggal cari-cari anggota baru," cerocos Ibu semangat.
Mulai deh Ibu mimpi lagi. Sampe jauh-jauh nyamperin ke Tasikmalaya. Cari uang kan nggak segitu gampangnya. Lagian apa itu yang paling penting buat Ibu" Kembali kaya Nantaa kayak dulu. Huh. Harusnya dengan keadaan keluarga mereka seperti ini mereka jadi lebih solid, kan" Ini kok malah jadi pada sibuk sendiri.
"Nasi uduknya nih, Bu." Natta menyodorkan bungkusan nasi uduk.
"Duh, nggak usah deh. Di sana pasti disediain makanan kok. Tuh taksinya dateng. Ya udah ya... Nanta, kamu udah sembuh"" Masih inget juga Ibu sama Nanta.
Nanta mengangguk. "Tuh kan kata Ibu juga apa. Flu aja sih nggak usah dibesar-besarin. Cuma perlu istirahat."
Lalu Ibu pun pergi. *** "EH! EH! HEI!" Inna menyikut Natta. "Kayaknya dia manggil kita deh."
Rasanya kepala Natta berdenyut-denyut saking kesenangan. Apa betul Ditto manggil mereka" Atau manggil dia"! OMG! Mimpi jadi kenyataan!
Ditto berlari kecil ke arah mereka. BENAR! Kali ini tak salah lagi!!! Yes! Yes! Yes!!!
"Hai..." sapa Ditto sambil dengan keren abis mengusap rambutnya. Natta betul-betul terpana.
"Ada apa ya"" tembak Inna to the point.
Uh, Inna nih. Manis-manis dong sama Ditto. Bisa gawat seribu watt dong kalo Ditto takut sama Inna. Nanti dia nggak jadi PDKT ke aku, pikir Natta ge-er abis.
Ditto garuk-garuk kepala canggung. "Eng, gini..."
Natta menatap Ditto terpana. Terpana... terpana...
Pipi Ditto kelihatan memerah dan cowok itu salah tingkah abis. Kayaknya dia grogi berat.
Natta tertunduk malu nggak sanggup memandang mata Ditto.
"Sebenarnya aku... anu... gini..."
Inna menatap Ditto nggak sabar. "Ada apa sih""
Tiba-tiba sekeliling mereka berubah jadi negeri dongeng kerajaan. Natta bagai Cinderella dengan gaun lusuhnya. Ditto sang pangeran berdiri canggung di depannya. Agak melenceng dari cerita Cinderella asli, yang ini Cinderella-nya punya geng. Ada babu Dara, babu Inna, dan babu Kinkin.
"Natta... maukah kamu..." tangan Pangeran Ditto terulur... "jadi permaisuriku""
Ohhhh... apakah ini mimpi"! Pangeran Ditto memintaku jadi permaisurinya"!
"Gimana" Mau nggak"" Suara Ditto di dunia nyata membuyarkan lamunan Natta. Tunggu... tunggu... apa tadi katanya" Mau nggak" Ditto nanya mau nggak"
Mata Natta berbinar. Apa pun yang ditawarkan dan mungkin saja betul-betul meminta Natta jadi permaisuri-secara Natta sibuk melamun dan melayang ke alam khayalannya sampe nggak tau tadi Ditto ngomong apa-demi kentang goreng bumbu balado kesukaan Natta dan demi bakpao isi kacang ijo yang enak banget itu, tentu aja Natta... "Iya, iya, mau," jawab Natta cepat tanpa pikir-pikir lagi.
Kenapa Inna, Dara, dan Kinkin melotot kayak burung hantu keselek jambu gitu, ya" Kok mereka kayak nggak setuju gitu sih"! Haloooo... ini fenomena abad ini, kaliii... DITTO MINTA SESUATU DARI NATTA... eh, kita berempat, maksudnya.
Ditto tersenyum senang. Dan penuh terima kasih (ini sih perasaan Natta aja, kali.) "Wahhh... makasih banget ya, ngng..."
"Natta," jawab Natta cepat karena Ditto kayaknya nggak tahu namanya. Hiks.
"Oh iya, Natta. Makasih banyak lho, gue terbantu banget. Banget! Ini kertas-kertasnya. Tolong, ya""
Natta melongo menerima tumpukan kertas dari Ditto. Kertas apaan nih" "Eh... anu..." dengan dongo Natta menatap Inna, Dara, dan Kinkin minta pertolongan. Mereka malah saling pandang sambil geleng-geleng sok asyik. Ugh!!!
Jurus Tanpa Bentuk 4 Tiga Dalam Satu 02 Bintang Malam Dendam Tokoh Buangan 1
Imajinatta Mia Arsjad _Satu_ "Aku cinta banget sama kamu, Natta. Selama ini aku selalu mandangin kamu diam-diam. Merhatiin kamu dari jauh. Kamu mau kan jadi pacarku"" Mata tajam Ditto menatap lurus ke mata Natta. Jantung Natta langsung bermambo cha cha cha... Mati akuuuuu...
Natta membalas tatapan Ditto dengan memasang wajah seimut mungkin. Siapa juga yang nggak mau jadi pacar Ditto" Pangeran impiannya sepanjang masa. Eh, nggak sepanjang masa sih, maksudnya sejak hampir dua tahun lalu waktu dia masuk SMA 1234 Bandung ini. Natta menarik napas panjang. Masa depan cerah sudah di depan mata. Dia akan menjawab, "Aku... aku... aku... ma... ma..."
"MATI! Mati! Eh mati!" pekikan Inna membuyarkan lamunan Natta.
Natta melirik judes. Baru juga mau nerima cinta Ditto. "Ck! Apaan sih"!" omel Natta sebal. Tadi kan dia hampir aja dapat "ciuman pertama"-nya.
Sambil merengut Inna mengelap-ngelap roknya yang ketumpahan Cola akibat menabrak punggung Natta tadi. Kayaknya ini udah yang kesejuta ribu kali deh Inna menabrak punggung Natta gara-gara sahabatnya itu ngerem mendadak. "Kebiasaan sih berhenti mendadak! Basah nih rok gue," sungut Inna. "Ada apa sih"" Lalu ia menjawab pertanyaannya sendiri waktu melihat Ditto yang berjalan ke arah mereka dari ruang guru. "Yaaah... pasti ngelamun lagi nih. Berkhayal lagi... gara-gara liat Ditto, kan"" tebak Inna tepat sasaran.
Dara si kutu buku dan Kinkin si oriental yang hobi nyanyi ikut mengangguk-angguk. Untung mereka berada dalam jarak aman, jadi mereka nggak tabrakan beruntun.
Natta nyengir. Inna yang amat sangat mengenal Natta banget tahu persis kebiasaan Natta yang dalam waktu sepersekian detik bisa tiba-tiba berada di "dunia lain" dalam khayalannya. "Gue baru aja mo nerima cintanya, dodol! Buyar deh." Natta mengembuskan napas pelan. Sementara Ditto semakin dekat. "Kayaknya kali ini Ditto bener-bener mo nyamperin kita deh. Tuh, arah jalannya bener-bener ke sini," bisik Natta sambil mengatur ritme jantungnya yang makin heboh. Siapa tahu kali ini dream comes true alias mimpi jadi kenyataan. Natta bakal bersyukur banget kalau akhirnya dia punya pacar. Dari SMP semua kecengannya kabur waktu tahu dikecengin Natta. Cap "aneh", "tukang mimpi", "agak-agak kurang sesetrip" sudah menempel sejak Natta SMP. Waktu SD sih belum. Kalau anak SD melamun sampe melantur sih masih wajar. Lewat dari SD"! I'm sorry goodbye deh.
Ya ampun! Tuh, kan! Betul, kan! Bener, kan! Tuh, kan, tuh, kan! Natta mendadak panik waktu Ditto mengangkat tangan dan melambai ke arah mereka sambil mengucapkan "hai" tanpa suara. Natta tersenyum lebar sok akrab membalas lambaian Ditto. Ternyata yang ada dalam khayalannya betul! Mereka memang nggak saling kenal, tapi Ditto memerhatikan dia diam-diam. Yes! Yes!
Ditto semakin dekat. Langkahnya semakin cepat. Kayaknya dia nggak sabar pengin cepat-cepat menghampiri Natta.
Natta harus menyapa Ditto duluan! Hitung-hitung balasan buat Ditto yang melambai duluan di depan orang banyak tadi. "Hai, Dit..."
"Hai, ..." Ik" IKut" IK-i" Lho" Emangnya mereka sekarang ada di keraton Yogyakarta apa pake bahasa Jawa segala! IKan"! IKat"! Kok IK siiihhh"!
Terasa Inna menyikut pinggang Natta. "Maksudnya Oik..." bisik Inna membaca pikiran Natta.
Oik! Oik" Oh ya, Oik, si cantik ketua kelas 2D. Setelah mengendus-endus ala marmut, Natta semakin yakin memang ada Oik di sekitar mereka-tepatnya di belakang mereka-dari wangi parfumnya yang muahaaal ituuu... Gosipnya salah satu faktor dia terpilih jadi ketua kelas ya karena kekayaan orangtuanya. Agak-agak asas manfaat dari teman-teman sekelasnya (termasuk wali kelasnya), tapi Oik hepi-hepi aja karena berasa penting. Huh!
Klarifikasi: Tadi Ditto melambai dengan semangat ke arah Oik. OIK. Bukan Natta. Bukan IKan bukan juga IKut atau IKat. Rasa-rasanya Natta jadi lemas. Matanya refleks menerawang. Ngelamun lagi deh tuh.
"Eh, nama kamu Natta, kan"" Ditto yang sedang serius ngobrol sama Oik mendadak nyuekin Oik dan menatap Natta.
Natta mengangguk pelan. "Aku Ditto..." Natta tersenyum super duper manis. "Kamu udah
tahu namaku kan tadi"" jawabnya sok flirting alias genit.
Ditto menoleh cepat ke arah Oik. "Ik, lo duluan deh ke ruang OSIS. Gue pengin ngobrol dulu sama..." Ditto menatap Natta lembut. "Natta..."
Ahhh, cara Ditto mengucapkan nama Natta seperti dewa memanggil...
"Toge!" Toge"! Oh, ternyata Inna ngatain dia toge. Nggak ada ledekan yang lebih keren, apa" Toge. Apa nama sayur-mayur bakal booming jadi bahan ledekan" Sebenar lagi dia bisa dipanggil brokoli, pete, atau daun bawang dong"! "Ngelamun lagi kan, lo" Masih lanjut aja terus satu episode," kata Inna sambil menyeret tangan Natta.
"Berharap kan boleh. Mimpi itu penyemangat manusia buat menggapai masa depan, tau!"
"Keblinger tau, mimpi melulu," sahut Kinkin.
"Ya kalo kebanyakan mimpi kayak lo, masa depannya RSJ!" Tangan Inna terus menyeret Natta menjauh dari Ditto dan Oik sebelum kepala Natta bikin skenario baru. Kejadian apa pun bisa jadi satu episode drama, sinetron, atau film layar lebar di kepala Natta. "Mendingan kita ke kantin lagi. Minuman gue tumpah semua. Diminum aja belum. Gue masih haus, gila."
Natta nurut aja. Bukan sekali Inna ngomel-ngomel dan ngeledek Natta soal hobi dan sifat anehnya. Dikatain segala macem sama Inna, Natta nggak akan pernah marah. Dia tahu banget Inna cuma bercanda. Inna itu orang yang paling care sedunia pada Natta. Nggak peduli Natta aneh. Nggak peduli Natta suka berkhayal dan bengong mendadak, Inna selalu ada di samping Natta sejak mereka masih kelas 6 SD. Inna itu sahabat pertama Natta. Sampai akhirnya mereka ketemu Dara dan Kinkin waktu SMP. Jadi deh geng mereka ini.
Biarpun Inna galak, judes, suka marah-marah, biarpun Natta kadang-kadang cemburu karena Inna punya banyak teman lain, persahabatan mereka tetap jalan. Cuma karena semakin lama Inna semakin supel, gaul, dan cantik, Natta cuma bisa berdoa semoga tak sekali pun tebersit di kepala Inna untuk meninggalkan Natta. Dara dan Kinkin juga. Biarpun nggak sesupel Inna, mereka punya banyak teman lain. Di mata Natta, selain dunia khayalannya, dunianya bersama Inna, Dara, dan Kinkin adalah yang paling menyenangkan dalam hidupnya.
"Nih!" Fanta dibungkus kantong plastik disodorkan Inna ke arah Natta. Padahal Natta nggak minta dibeliin. "Daripada lo ngelamun lagi, mendingan minum nih," perintahnya galak.
Natta tersenyum dramatis. Tuh kan, Inna memang sahabat sejati. "Makasih ya..." Beruntung banget Natta punya seseorang kayak Inna.
"Seribu lima ratus." Inna menengadahkan tangan.
Hah"! Ralat! Nggak sejati-sejati banget sih! Pelitnya amit-amit. Seribu lima ratus aja minta ganti.
"Kirain gratis." Natta manyun merogoh sakunya, mengeluarkan seribuan lecek dan lima ratusan karatan dari kantongnya. "Nih!"
"Nggak ada yang gratis di zaman sekarang ini, darling," sahut Inna sebelum ngeloyor sambil cekikikan.
Sambil manyun Natta mengikuti langkah Inna.
+ + + _Dua_ "AYAH, Ibu, Natta berangkat, ya..." pamit Natta sambil mendorong pelan piring sarapannya.
"Hmm..." gumam Ayah cuek dari balik korannya.
Ibu malah lebih parah. Cuma melirik lalu melenggang ke kamar sambil menekan-nekan tombol telepon nirkabel, menelepon Bu Indro. Ketahuan dari kalimat pertamanya, "Halo Jeung Indro... ini Marini... iya... iya... pasti dooong..." suaranya menghilang di balik pintu. Pasti arisan lagi.
Natta sih sudah biasa dicuekin begini sama Ayah dan Ibu. Tepatnya sih sejak dia kelas 5 SD. Hubungan keluarga mereka memang agak aneh. Ayah dan Ibu bersikap dingin satu sama lain. Dulu Natta nggak ngerti kenapa. Akhirnya Natta ngerti juga. Natta ingat keluarga mereka pernah kaya Nantaa waktu usaha batu bara ayahnya sukses. Waktu itu, keluarganya terasa akrab dan harmonis. Ayah pengusaha sukses. Istri cantiknya yang hobi belanja selalu senang karena bebas membeli apa pun yang dia mau. Sampai akhirnya usaha ayahnya ambruk akibat salah satu stafnya korupsi dan membawa kabur uang perusahaan. Klien-klien nggak percaya lagi, harta benda mereka banyak disita buat menghindarkan Ayah dari penjara, hingga akhirnya beginilah kehidupan keluarga Natta sekarang.
Menenga h. Tak kekurangan, tapi juga tidak berlebihan kayak dulu. Dengan sisa tabungan Ayah, mereka membangun usaha toko onderdil motor dan tempat cuci motor. Sementara Ibu masih pengin hidup mewah seperti dulu. Ibu sibuk arisan sana-sini, cari usaha ini-itu: MLM, jualan segala macem demi mendapatkan kemewahan lagi, biarpun lebih banyak gagalnya. Sementara Ayah kayaknya sudah nggak terlalu peduli. Dia tenang-tenang saja mengurus usahanya. Begitulah, hubungan Ayah dan Ibu pun mendingin begitu saja.
Dampaknya buat Natta, dia juga ikut dicuekin. Begitu juga Nanta abangnya. Kayaknya buat Nanta rumah cuma tempat transit. Kadang pulang kadang nggak. Makanya nggak heran kan kenapa Natta "betah" banget di dunia angan-angannya" Natta nggak bisa menyebut keluarganya broken home karena memang bukan. Dia nggak pernah disiksa ataupun diperlakukan kasar. Ayah-Ibu juga selalu ada waktu di rumah kok, biarpun Ayah sibuk ngurusin toko dan Ibu sibuk dengan acaranya sendiri. Tapi itu sama sekali jauh dari bayangan Natta tentang keluarga harmonis. Mungkin keluarganya cuma aneh...
"Sayang, nanti siang kita makan siang bareng ya, sesudah kamu pulang sekolah" Ibu bakal masak tumis cumi pake cabe ijo kesukaan kamu. Jangan telat ya"" Ibu tersenyum superhangat.
Dengan senyum lebar Natta sungkem pada Ibu. "Pasti, Bu, pasti. Aku nggak sabar nih pengin makan cumi cabe ijo. Pasti enak banget deh."
"Ayah juga jadi pengin buru-buru pulang kerja," celetuk Ayah. "Selain cumi, Ayah juga nggak tahan nih jauh-jauh dari Ibu," goda Ayah genit.
Ibu tersenyum malu-malu. "Ihhh, Ayah. Malu dong di depan Natta."
Lalu mereka tertawa bahagia ala iklan keluarga piknik sambil makan mi instan di atas meja bertaplak kotak-kotak.
"Lho, masih di sini" Katanya mau berangkat sekolah"" teguran Ibu membuyarkan khayalan Natta. Khayalan favorit Natta sepanjang masa. Setiap pagi, Natta tak pernah melewatkan mengkhayal episode keluarga bahagia dalam berbagai versi.
Natta buru-buru menyambar tasnya. "Ini juga mo pergi kok. Aku tadi..."
"Ngelamun lagi" Masih muda kerjaannya ngelamun melulu. Dari dulu kebiasaannya kok nggak hilang-hilang. Kamu ini kan udah kelas dua SMA."
Eh, Ibu kok malah ngomel" Padahal dulu Ibu selalu bilang lucu setiap kali Natta melantur ngalor-ngidul berkhayal standar soal pangeran berkuda putih. Yaaahhhh, waktu itu Natta masih SD siiihhh...
"Aku pergi, Bu..."
"Eh, Natta. Sebentar... tunggu, tunggu, kamu tunggu di sini, jangan pergi dulu." Ibu melangkah ke kamar.
Ngapain ya Ibu" Kayaknya ada yang mau diambil, pikir Natta menduga-duga.
Ibu masuk ke kamar, lalu tak lama keluar dengan membawa kado yang dibungkus lucu. Pitanya bagus banget. Pasti Ibu bungkusnya di konter bungkus kado yang terkenal dengan bahan-bahan recycle""-nya.
"Apaan tuh, Bu"" tanya Natta semangat.
Ibu tersenyum penuh arti. "Ini kado ulang tahunmu yang telat. Maaf ya, Sayang, pas hari H-nya Ibu malah nggak ngasih kamu kado. Soalnya Ibu bingung milih kado yang tepat. Setelah nyari-nyari, akhirnya Ibu nemu ini. Ibu yakin kamu pasti suka," Ibu menyodorkan bungkusan itu pada Natta.
"Isinya apa nih, Bu"" Penasaran banget rasanya. Pasti isinya superkeren!
"Kamu pasti suka. Isinya..."
"...tagihan listrik."
Lho" Kok tagihan listrik sih" Sejak kapan tagihan listrik masuk daftar kado ulang tahun" Hhh... sadar, Natta! Sadar! Lagi-lagi khayalan buyar tepat pada saat hampir punDit skenarionya. Seperti biasa.
"Bisa, kan"" tanya Ibu.
"Bisa apa, Bu""
Ibu geleng-geleng. "Kamu nggak dengerin Ibu" Pulang sekolah, kamu tolong bayar tagihan listrik di bank. Bisa, kan""
Oh, cuma bayar tagihan listrik. "Itu sih keciiil, Bu..."
"Nih uangnya." Ibu menyodorkan amplop berisi uang.
"Natta pergi dulu ya, Bu."
"Ehhh, Bu Kusnadi. Iya, Bu, jadi... jadi..." Ibu malah menjawab telepon dari Bu Kusnadi. Ibu-ibu arisan ini bukan ibu-ibu sembarangan lho. Demi mempertahankan gengsi, Ibu menjaga baik-baik hubungannya dengan para ibu dari kelas atas, teman-temannya pada masa jaya. Satu lagi alasan Ibu untuk terus menjaring koneksi. Begitu katanya.
*** Ditto menendang! Ditto bertahan! Ditto melompat! Ditto kereeen!!!
"Gelisah banget sih" Bukannya lo emang pengin banget liat Ditto tanding karate"" teriak Inna di kuping Natta. Hiruk-pikuk pendukung Ditto bikin mereka harus ngobrol teriak-teriak.
Natta menggoyang-goyangkan kakinya sampai-sampai kucir kudanya ikut berdisko ke kanan-kiri. Kacamatanya juga melorot beberapa kali. Andai aja nggak dianggap aneh, sebetulnya Natta itu gadis berkacamata yang manis. Hidungnya bangir, alis tebal, rambut hitam dan lurus. Manis. "Ini jam berapa sih" Ditto keren banget, yaaa..."
Inna mendelik. Kalimatnya kok nggak nyambung. "Jam dua. Kenapa""
"Masih lama nggak, ya""
Mata Inna melotot takjub. "Lo udah nggak betah liat Ditto"!"
Natta menggeleng cepat. "Bukan! Bukan! Bukan!"
"Terus"" Dara yang nggak jelas apa tujuannya ke sini (masa lagi nonton tanding karate tapi malah duduk serius sambil baca buku nggak jelas setebal bantal kursi) ikut nyeletuk.
"Gue harus bayar listrik. Biasa, Nyokap." Natta menarik sedikit kertas tagihan listrik hingga menyembul dari tasnya.
"Naek"" Kali ini Kinkin sok perhatian.
Natta memutar bola matanya memandang Kinkin dengan tatapan memangnya-naik apa-lagi. "Ya angkot lah! Masa naek gajah bleduk."
"Nanya aja wajar, kali!" balas Kinkin sambil langsung ber-hmm-hmm-hmm nyanyiin entah lagu apa.
Natta manyun. "Habis... pertanyaan lo-eh, gimana dong" Gue masih pengin nonton Ditto sampe selesai nih." Natta berpikir keras. Ibu bisa ngamuk kalau listrik mati cuma gara-gara dia nonton karate jadi nggak bayar listrik. Tanggung jawab keluarga nih.
Sebagai anak yang bertanggung jawab, Natta harus sukses mengemban tugasnya sebagai utusan Ibu membayar tagihan listrik. Jangan sampe listrik rumah diputus. Bisa gawat dong. Oke, tugas rumah tangga lebih penting. Dia harus meninggalkan pertandingan karate ini.
Natta beranjak dari duduknya.
"Lho, mo ke mana lo"" Inna melirik heran.
"Bayar listrik."
"NATTA!" Suara itu... OHHH... Ditto dengan kostum karatenya berdiri di depan dinding tribun. Badannya masih berkeringat karena habis bertarung satu ronde tadi. "Kamu mo ke mana""
"Eng... bayar listrik." Ugh! Bego! O'on! Jawaban jujur yang nggak elite banget. Habis gimana dong"!
"Duduk, Nat. Aku pengin kamu nonton pertandinganku sampe selesai. Kamu penyemangat aku, Nat." Ahhh... so sweet...
"Tapi..." Ditto melompat ke atas tribun, menghampiri Natta, lalu menempelkan telunjuknya di bibir Natta. "Nanti aku anter kamu bayar listrik. Naik motorku. Kita nikmati angin sore sambil boncengan."
Mauuu... Mau! Mau! Mau! "Aku... aku mau..."
"Heh! Kenapa lo senyum-senyum sendiri"" Inna menepuk bahu Natta yang lagi cengar-cengir sendiri.
"Hehehe..." Natta malah cengengesan. Udah keberapa juta kali ya Natta ketangkep basah sama Inna lagi terbang ke awang-awang kayak gini" Bikin skenario sendiri di kepalanya, skenario yang indah-indah sesuai kemauannya yang bisa bikin Natta senyam-senyum sendiri.
Inna cuma geleng-geleng. Sobatnya ini memang ajaib. Tapi Inna sayang kok sama sahabatnya yang unik ini. Buat Inna itu bakat. Nggak segampang itu kan, nyiptain skenario sendiri" "Urusan listrik, woi, gimana urusan listrik""
Plok! Natta menepuk jidatnya. "Iya, ya. Gue belum mutusin. Bayar listriknya jauh, lagi. Kalo nggak berangkat sekarang bisa-bisa keburu tutup."
Inna memutar bola matanya gemas. "Ya udah, cabut sana bayar listrik."
"Tapi pengin nonton Ditto."
"Jangan plin-plan dong jadi orang. Rugi tau, jadi orang plin-plan," celetuk Dara.
"Sok tua lo, Ag. Kebanyakan baca pantat kursi sihhh."
Dara mencibir sebal. *** Natta mengempaskan pantatnya di kursi taman yang warna kayunya mulai pudar. Akhirnya dia memutuskan bayar listrik. Daripada Ibu murka"""
Taman ini tempat favorit Natta. Nama taman ini sama dengan nama institut terkenal di Bandung karena masih berada di kompleks kampus itu. Tamannya teduh, adem, dengan pohon-pohon besar dan rindang. Masih ada burung-burung liar beterbangan yang berkicau-kicau hingga rasanya tambah adem aja.
Letak tamannya aga k ke bawah. Di jalan atasnya ada wisata naik kuda. Kalau Sabtu-Minggu ramenya minta ampun.
Anyway, sekali lagi ini adalah tempat favorit Natta. Tempat pastinya ya kursi ini. Di sini dia sukaaa banget duduk-duduk sambil menikmati angin dan kicauan burung sambil... berimajinasi, tentunya. Nggak ada yang ganggu. Nggak ada interupsi-interupsi nggak penting.
"Hhhh..." Natta mengembuskan napas pelan. Tangannya meraih ponsel dari dalam tas. "Halo" Inna... gimana, Ditto menang nggak"" Sebelum pergi bayar listrik tadi, dia sudah mewanti-wanti Inna supaya nggak beranjak dan nonton pertandingan itu sampai selesai.
"Kapan sih Ditto kalah"" jawab Inna ogah-ogahan. "Si Dara pake cabut ke perpus, lagi. Gue sendirian aja di sini nontonin kecengan orang," sambungnya sinis.
Natta manyun. "Ihh... kok gitu sih" Kinkin mana""
"Latihan nyanyi laaah. Hari ini ke mana lagi dia selain latihan nyanyi" Mengingat dia pengin banget jadi the next Indonesian Idol."
"Ya udah, ya udah. Makasih ya, Inna. You're the best friend ever deh. Ever ever forever," Nantau Natta garing. "Tapi Ditto menang, kan""
"Iya, iya, dia menang. Lo di mana sih""
Ups. "Nggg... gue di... di... baru aja balik bayar listrik. Mo ke rumah," bohong Natta. Ini tempat rahasia Natta. Nggak ada satu pun orang yang tahu Natta sering numpang mengkhayal di sini. Bukannya Natta nggak percaya sama teman-temannya, tapi... yaaa Natta pengin aja punya tempat rahasianya sendiri.
Inna mendengus pelan. "Yah, payah. Tadinya gue mo ngajak lo makan bakso."
Mata Natta berbinar demi mendengar kata "bakso". Kalau Inna menyebut kata sandi bakso, tujuannya pasti bakso Dit Udin. Enak tak ada dua. "Hah" Lo mo nraktir bakso""
"Ya nggak lah. Lo yang traktir."
"Lho, kok gue"" tukas Natta heran.
Tok... tok... Inna terdengar mengetuk-ngetuk ponselnya. Kalau mereka ketemu langsung pasti jidat Natta yang kena sasaran diketok. "Halooo... gue nungguin pertandingan karatenya Ditto sampe selesei, gituuu... inget, darling, nggak ada yang gratis di dunia ini."
Dasar Inna! "Pelit! Masa gitu aja bayar""
"Pelit pangkal kaya. Tanya aja papanya Kinkin." Inna cekikikan. Papa Kinkin memang pelitnya minta ampun. Padahal kaya Nantaa bergelimang harta.
"Udah ah. Pulsa gue bisa abis nih ngobrol nggak penting," dumel Natta.
Inna malah ngakak. "Tuh kaaan, lo juga peliiit!"
Tanpa ba-bi-bu Natta memutuskan telepon. Dasar Inna gila.
Natta menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Menatap ke atas. Pasti seru banget kalau Natta ternyata peri cantik yang bisa berkomunikasi dengan burung-burung yang beterbangan itu...
"Burung cantik, sampein salamku buat Ditto, pangeranku di dunia manusia, ya."
Burung cantik itu terbang mendekat dan berputar-putar di atas kepala Natta yang menengadah menatap sayapnya yang indah. Sambil terus mengepaDitn sayapnya yang indah, burung itu menjawab...
Prot! "Ihhh! Burung nyebelin! Kalo mau ngebom di WC burung dong!" Dengan panik Natta mengelap hidungnya yang kejatuhan bom burung.
+ + + _Tiga_ Pas! Sepatu itu begitu pas di kaki Natta. Itu memang sepatunya. Sepatunya yang lepas waktu malam itu dia buru-buru pulang setelah berdansa dengan Pangeran Ditto. Ternyata Ditto begitu cinta padanya sampai mengutus pengawalnya mencarinya ke seluruh negeri.
Natta-lah Cinderella abad ini. Yang bakal pulang menuju istana dengan kereta kudanya yang indah.
Maunyaaa... "GIMANA, Mbak" Pas, ya""
Dapno. Natta menatap name tag di dada pelayan toko yang membantunya memakai sepatu yang dia coba.
"Pas. Saya beli yang ini, Mas." Hhh... rasanya sebel deh kembali ke kenyataan, menyadari adegan sebenarnya dari skenario Cinderella-abad-ini tadi adalah Natta sedang mencoba sepatu di department store dibantu pelayan toko bernama Dapno.
Dapno mengangguk sambil memasuDitn sepatu pilihan Natta ke dusnya. Ayah katanya dapat orderan bagus, jadi Natta dapat uang saku tambahan. Kebetulan dia lagi pengin banget sepatu lucu yang sudah lama dia incar ini. Akhirnya kebeli juga.
"Sepatunya saya taruh di kassa satu ya, Mbak. Yang sebelah situ," kata Dapno,
menunjuk kassa di dekat eskalator.
Natta mengangguk. "Makasih." Lalu sibuk celingukan. Mana sih mereka" Katanya lihat-lihat sepatu juga, tapi kok menghilang" Huh. Bukannya bantu ngasih pendapat soal sepatu pilihan Natta. Mendingan bayar dulu deh. Natta bangkit dari kursi kecil tempat dia mencoba sepatu.
"Lho, udahan beli sepatunya"" ujar Inna yang tiba-tiba nongol.
"Kalian dari mana siiiih" Udah gue beli deh. Padahal mo nanya dulu bagus apa nggak."
Dara mendongak sedikit dari komik yang dia baca. (Bayangin! Baca sambil jalan di mall! Dasar beneran Godmother of kutu-kutu buku!) "Pilihan kan akhirnya ada di tangan lo sendiri, Nat." Hah! Jawaban yang terlalu datar.
*** "Sampe dibikin kayak sayembara gitu lho!" kata Kinkin semangat dengan mulut penuh salad. Akhirnya mereka nongkrong di Pizza Hut buat makan siang. Pesen paket hemat yang bisa patungan dan dimakan rame-rame dengan harga yang miring semiring-miringnya.
Kinkin semangat banget ngomongin soal sekolah mereka bakal ikutan Festival Film Indie Pelajar. Di sekolah katanya lagi heboh penulisan naskah dilempar ke umum, dijadiin semacam sayembara menulis. Semua boleh ikut. Tiga naskah terpilih akan difilmkan dan diikutsertakan dalam Festival Film Indie Pelajar dengan biaya ditanggung sekolah. Si pemenang berhak menerima lima puluh persen hadiahnya kalau menang. Tapi sebelumnya sudah dapat hadiah dari sekolah dulu sebagai pemenang sayembara menulis naskah.
"Oh ya" Kok lo tau sih"" tanya Inna penasaran.
Kinkin memutar bola matanya, memberi isyarat plis-deh. "Makanya, baca mading dooong. Mading segede dinding gitu dilewat gitu aja nggak dibaca."
"Ya iya lah segede dinding. Namanya aja majalah dinding," celetuk Dara nggak penting. Bikin Kinkin makin mendelik sebal. "Kalo segede kasur majalah kasur. Kalo segede upil majalah upil."
"Anyway, pengumumannya ada di situ. Emangnya dari mana lagi seisi sekolah tau" TV swasta"" Kinkin geleng-geleng. Payah banget sih temen-temennya ini. "Lo kan kutu buku, Ag, masa nggak baca mading"" sindirnya, masih keki.
Dara mendongak sedikit. "Kan kutu buku. Bukan kutu dinding."
Hihihihihi! Dara itu keliatannya aja serius. Padahal bisa nyeletuk-nyeletuk nggak jelas kayak gitu. Dianya aja nggak sadar itu lucu. Cuma mendelik heran waktu orang lain cekikikan geli. Aneh.
Kinkin geleng-geleng lagi putus asa. "Yaaa, pokoknya gitu deh. Pokoknya ada di mading kalau itu naskah dijadiin sayembara. Siapa aja boleh ikut."
"Terus dapet apa"" Natta menggigit pizzanya.
Mata Kinkin berkilat-kilat bangga. Serasa paling hebat karena jadi satu-satunya yang tahu soal informasi ini. "Pertama, lo bakal dapet piagam dan piala dari sekolah."
"Oooh..." Natta, Inna, dan Dara ber-ooh malas. Biasa banget hadiahnya.
Kinkin nggak terima cuma di-ooh-in begitu. "Heh! Jangan oooh dulu, masih ada lagi. Buat masing-masing pemilik naskah yang terpilih bakal dapet hadiah uang lima ratus ribu."
"Hah" Serius"" sambar Inna cepat. Secara dia kan pelit dan mata duitan.
Natta melirik antusias. "Oh ya"" Kalau dapat lima ratus ribu, dia bisa beli tuh sweter rajut lucu yang dia lihat di Rumah Mode waktu itu. Harganya 125 ribu. Sisanya kan masih banyak.
Plop. Amazingly Dara juga menutup komiknya mendengar kata "duit". "Lumayan juga ya, bisa beli Harry Potter terbaru. Buat koleksi. Nggak puas deh kalo cuma pinjeman." Buku lagi, buku lagi! Udah baca dari minjem masih pengin punya.
Hidung Kinkin kembang-kempis bangga karena berasa menyampaikan info yang penting nggak tanggung-tanggung. Lima ratus ribu gitu lho! "Jangan pada histeris ya. Masih ada lagi," katanya sok misterius.
"MASIH ADA LAGI"" seru Natta, Inna, dan Dara heboh. Apa lagi yang lebih heboh daripada hadiah lima ratus ribu yang keluar dari kas sekolah" Hehehe, sekolah kan biasanya pelit. Jarang bagi-bagi duit, yang ada malah mintain duit.
"Coba tebak"" dengan nggak penting Kinkin melempar tebak-tebakan yang semua orang nggak mungkin bisa. Nyebelin banget.
Yang lain menggeleng nggak sabar.
"Nggak usah sok tebak-tebak berhadiah deh," omel Inna.
"Bukannya teba k-tebak buah manggis, ya"" celetuk Dara o'on.
Inna langsung melotot. Dara nyengir.
"Kalo naskah kita kepilih, kita bakal..."
"Bakal apa"" desak Inna galak.
"Bakal..." "Bakal apa sih, De" Jangan bikin orang deg-degan deh. Bakal diangkat mantu sama Kepala Sekolah"" Natta bersungut sebal sekaligus ngeri. Terbayang Jokjay, anak Kepala Sekolah yang rada-rada aneh. Hobinya ngaca dan ngelap kacamata. Celananya ketat. Hidungnya berminyak. Jokjay singkatan dari Joko Jijay, bukan joke jayus kayak istilah yang sering dipake orang-orang. Pokoknya dia nggak kayak anak Kepsek!
Kinkin bergidik. "Ya nggak lah, Nat! Bukan itu!"
"Ya habis apa dong, Kinkinaaaa"" Inna makin nafsu.
Kinkin manyun menatap Inna. "Kita bakal jadi sutradaranya!"
WHAT"! SUTRADARA"!
"Kebayang nggak sih" Kita yang nentuin siapa pemainnya. Casting! Wuih! Terus ngarahin semua adegan, setting, semuanya! Yang paling asyik, kita bisa milih semua cowok Ditep di sekolah. Hahaha! Nat, lo bisa milih si Ditto. Pasti jadi akrab. Secara pemain pasti butuh banget dooong sama sutradaranya. Gue bisa pilih si Randy hihihi... Kita bisa ajak mereka latihan di rumah. Yang pasti kita jadi tenar. Kita bakal jadi orang penting di sekolah. Kalo sanggup dan ngerasa pede bisa akting, jadi pemeran juga boleh!" repet Kinkin berapi-api. Dia memang naksir berat sama Randy. Tapi Randy udah punya pacar. Bukan Kinkin namanya kalau menyerah begitu aja. Pantesan aja dia berapi-api. Tujuan utamanya pasti Randy!
"Gue sih pengin duitnya," gumam Inna.
Dara mengangguk. "Gue juga..."
Natta melamun... Ditto menepuk bahu Natta pelan. "Nat, pulang bareng, ya"" kata Ditto sambil menyejajarkan langkahnya dengan Natta.
Pipi Natta pink tersipu-sipu. Lalu mengangguk pelan. Padahal dalam hatinya mengangguk-angguk liar saking girangnya diajak pulang bareng sama Ditto. Natta betul-betul bersyukur naskahnya terpilih di sayembara menulis di sekolahnya itu. "Tapi aku harus..."
"Bayar listrik"" tebak Ditto menggoda.
"Ihhh... Ditto," rajuk Natta genit. "Aku harus bilang temen-temenku dulu, tauuu... aku kan janji pulang sama mereka."
Senyum Ditto maniiis banget. Sweet. Sweet. Sweeeet... "Oke. Bilang sama mereka ya, aku mo latihan sama kamu. Sebagai pemeran utama kan aku harus maksimal. Latihan langsung sama sutradaranya. Terus, aku juga mau... ngapelin kamu."
Ihhhhhh!!! "Aku mau dua-duanya!" pekik Natta tiba-tiba.
"Dua-duanya apa" Aku siapa"" Kinkin yang berdiri di sebelah Natta kaget bercampur heran.
Natta meringis malu. "Hehehe, nggak, maksud gue, gue sih mau dua-duanya. Duitnya mau, jadi sutradara juga. Dua-duanya kan penting... ya, nggak""
Muka Kinkin berubah jail. "Pasti tadi mikirin Ditto, ya" Tadi lagi berduaan sama Ditto di alam lamunan lo yang liar itu" Ya, kan" Ya, kan""
"Apaan sih"" sungut Natta dengan muka merah padam. Tanpa ampun ketiga temannya ngakak. Sadis. Tak memikirkan perasaan orang. Huh!
Inna mengangkat tangan, instruksi supaya semua mulut monyong teman-temannya berhenti ketawa. "Oke, oke, jadi kita semua ikutan lomba naskah itu, ya" Gimana""
"SETUJU!" pekik mereka kompak sambil saling tos.
Inna mengangkat tangan lagi. "Eh, tunggu, tunggu, kalo ada yang menang, siapa pun di antara kita, seratus ribu harus disisihkan buat nraktir, ya" Di kantin aja."
Semua mengangguk setuju. "Kita kepeKinkinn banget sih. Emangnya seisi sekolah ini cuma kita yang bakal ikut" Festival Film Indie, gituuu..." celetuk Dara.
Kinkin melotot. "Jangan pesimis dooong. Bisa aja, kan" Siapa tau. Namanya juga lomba, siapa pun bisa menang."
Berbagai cerita berdatangan ke kepala Natta. Tokoh apa ya, yang pas buat Ditto"
_Empat_ HARINYA cari inspirasi. Minggu, gitchu! Libuuurrr...
Natta merapikan rambutnya yang dikucir buntut kuda. Dia siap tempur hari ini. T-shirt dengan lengan digulung bergambar hidung babi, celana jins selutut, dan sandal teplek. Tak lupa tas selempang yang setia menemani. Isinya cuma kertas, kotak pensil, dompet, dan HP. Hari ini dia akan serius menjalankan rencana mencari inspirasi untuk naskah film.
"Ke mana, N at"" Natta menoleh kaget. "Kakak" Kok ada di rumah"" Selalu aja surprise rasanya kalau melihat Nanta ada di rumah. Kaget sekaligus senang. Plus penasaran juga. Pengiiin banget nanya ke mana dia kalao nggak di rumah.
"Ada perlu," jawab Natta sambil memasuDitn sebatang cokelat yang baru saja dia putusin harus dibawa ke tasnya. Buat ngemil.
Alis Nanta naik sesenti. "Gaya banget. Perlu apa sih" Paling pacaran."
Natta berjalan menuju pintu dan berhenti di depan Nanta yang masih melongok. "Nggak punya pacar."
Alis Nanta berkerut. "Masa siiih" Bo'ong banget. Ada perlu apa lagi sih anak seumur kamu" Pacaran pastinya nomor satu."
Dengan kesal Natta mendorong Nanta yang menghalangi jalannya. "Makanya pulang! Adiknya punya pacar atau nggak aja nggak tau!" semburnya galak, lalu bergegas pergi meninggalkan Nanta yang bingung dan nggak berani memanggil Natta supaya jangan pergi dulu. Sebenarnya dia pengin ngobrol, tapi Natta keburu menghilang.
*** Lho" Siapa tuh" Natta menyipitkan mata. Ada cowok yang duduk di kursinya. Yah, kursi taman sih. Tapi kan Natta selalu duduk di situ. Selama ini nggak ada tuh yang berminat duduk di sana karena letaknya di pojok. Tersembunyi, kurang pemandangan, dan terlalu dekat dengan pohon. Mungkin salah satu faktornya orang-orang takut ketimpa pohon. Kan bisa mati tuh.
Cowok itu diam waktu Natta mendekat. Nggak bergeser sedikit pun dari duduknya yang terlalu di tengah.
Setelah beberapa detik Natta ragu-ragu, akhirnya dia buka mulut juga. Niatnya hari ini nggak boleh gagal gitu aja cuma gara-gara ada yang duduk di tengah-tengah kursi kesayangannya. "Bisa geser dikit, nggak"" kata Natta akhirnya.
Hening. Cowok itu cuma menatap lurus ke depan.
Budek, kali! Udah pake piama, budek pula! rutuk Natta dalam hati begitu sadar cowok itu duduk di taman umum cuma pake piama garis-garis. Kemungkinan besar dia belum mandi. Huh! Bisa ganggu konsentrasi nih! "Ehem! Ehem! Mas...!"
Diam. "MAS!" "Eh!" cowok itu terlonjak kaget kayak terbangun dari mimpi. Masa tidur melotot" rutuk Natta lagi, kayak dia sendiri bukan jago ngelamun aja. "Ada apa""
Natta memutar matanya gemas. "Bisa geser dikit, nggak" Saya juga mo duduk. Biasanya saya duduk di sini," kata Natta seolah menandai wilayah. Seperti kucing yang pipis di tempat-tempat yang dianggap teritorialnya.
Dengan gugup cowok itu menggeser duduknya. Panik ada cewek nggak dikenal galak begitu. "Oh, maaf ya, saya nggak denger tadi. Saya lagi..."
"Ngelamun"" potong Natta sok asyik.
Ada senyum tipis di bibir cowok itu.
Natta duduk di samping si piama garis-garis. Ugh! Kayaknya bakalan kurang sukses nih. Mana bisa cari inspirasi dengan tenang kalau ada orang tak dikenal duduk di sebelahnya begini" Natta kan perlu konsentrasi, ketenangan, keheningan... Natta mencoba memejamkan matanya. Maksudnya biar fokus.
Natta memandang sekelilingnya...
Dia ada di negeri dongeng. Padang rumput yang hijau membentang luaaas banget. Persis seperti yang Natta lihat di film kesukaan Ayah, Sound of Music. Film jadul yang isinya nyanyi melulu. Tapi Natta supersuka padang rumputnya.
Drap... drap... drap... Seekor kuda mendekat. Di atasnya ada pangeran yang wajahnya Natta belum bisa lihat jelas karena tertimpa cahaya matahari.
Semakin dekat jelaslah wajahnya...
Ditto! Pangeran Ditto! "Oh... Pange-" AAAAAHHHHH!!!! Kok pake piama"! Kok jubahnya seprai"
Natta mengerjap-ngerjapkan matanya kesal. Masa pangeran pake piama" Piama garis-garis, lagi, kayak... SET! Natta menoleh kesal ke arah cowok yang duduk di sebelahnya tadi.
Si cowok lempeng-lempeng aja. Asyik bengong sendiri. Padahal Natta menatap galak, segalak bulldog rabies karena si cowok inilah yang sukses mengacaukan imajinasinya dengan piama garis-garisnya yang sangat tidak pantas tampil di depan umum! Diam-diam Natta melirik pergelangan tangan si cowok. Cari-cari kali ada penengnya. Bisa aja kan dia orang gila yang kabur dari RSJ"
Buk! Natta membanting tasnya ke pangkuannya dengan kesal. Rencananya hari ini kayaknya gagal total. Rupanya kesebalannya melihat bang
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ku kesayangannya diduduki orang aneh yang nggak minggir waktu dia datang telah sukses mengacaukan mood Natta. Dan imajinasinya.
"Kamu lagi marah""
Natta melirik judes. Ya, muarrrah banget! Gara-gara kamu! jawab Natta dalam hati. Tapi yang bisa ditangkap si cowok cuma dengusan setan neraka.
"Zaman sekarang kayaknya nggak ada ya manusia yang bebas dari masalah," gumam cowok itu, lebih kayak ngomong sendiri, tapi terlalu keras sampai Natta bisa mendengarnya. "Cuma ada yang berat, ada yang nggak. Ada yang bisa selesai, ada juga yang nggak," lanjutnya.
Natta menilik si cowok yang asyik ngomong sendiri sambil menatap lurus ke depan itu diam-diam. Penasaran banget, apa iya nggak ada penengnya" Kayaknya dia "agak-agak" deh. Apa Natta lari aja, ya"
"Aku Kenzi." Tiba-tiba dia menoleh dan mengulurkan tangannya pada Natta.
Natta membalas uluran tangannya ragu-ragu, tepatnya sih ketakutan. Menurut apa yang dia dengar dari orang-orang, andaikata Kenzi ini betul-betul orang gila, Natta nggak boleh melakukan gerakan tiba-tiba. Seperti kabur tunggang-langgang terompol-ompol. Dia harus tetap tenang dan pergi pelan-pelan. "Shi... Natta..." suara Natta tercekik di kerongkongan. Nyalinya menciut kayak kerupuk melempem. Tapi buat ukuran orgil lepas, tangan Kenzi halus amat.
Kenzi tersenyum. Natta baru sadar, untuk ukuran orang gila, Kenzi terlalu bersih. Kulitnya putih bersih buat ukuran cowok yang nggak gila sekalipun. Bukannya orang gila item-item" Kenzi terlalu rapi. Rambutnya kayaknya tercukur rapi ala Takuya Kimura, biarpun pagi ini kayaknya dia baru bangun tidur. Orang gila nggak mungkin cukuran, kan" Lagian biasanya rambutnya gimbal bau. Rambut Kenzi jelas nggak bau. Kenzi terlalu... terlalu... apa ya" Terlalu ganteng buat orang gila. Hidungnya bangir, alisnya tegas, matanya dalam... yaaah, sayang aja kalo ganteng-ganteng gila. Nama kamu bagus. Kamu suka nyiram bunga di depan rumah""
"Eh"" "Natta... nyiram bunga. Pake Nattang""
Natta bengong. "Eng..."
"Selang maksudnya. Lupain aja, aku cuma bercanda."
Oh. Garing. "Ah!" Natta memekik pelan.
"Kenapa"" "Anu, sori ya, Kenzi, aku... aku harus pergi. Ada perlu." Semoga Kenzi nggak ngamuk, semoga Kenzi nggak ngamuk, doa Natta dalam hati. Biarpun jelas indikasi Kenzi itu gila ternyata sangat minim-kecuali berkeliaran pake piama di depan umum-tetap aja kan nggak bisa yakin seratus persen. Kemungkinan itu selalu ada.
Semoga... "Oke. Hati-hati ya di jalan." Senyum Kenzi mengembang. "Wejangannya" barusan kayaknya datang dari dasar hati yang paling dalam. Natta jadi nggak enak. Mungkin dia suuzan alias berprasangka buruk. Oke, tapi tetep Natta harus hati-hati. Mereka kan nggak kenal-oke kenal-tapi baru sekitar satu jam kurang.
"Oke. Sampe ketemu." Ugh! Ngapain juga bilang sampe ketemu. Kayak kepengin ketemu lagi aja.
*** Inna lagi makan malam keluarga. Kinkin les nyanyi sama teman gerejanya yang katanya ganteng banget kayak Rain yang bintang Korea itu. Buat Kinkin yang namanya kecengan harus lebih dari satu. Biar kalau yang satu gagal masih ada yang lain. Jadi selain Randy, ada Jonathan si guru nyanyi, terus masih ada si Ramadhan, ketua Karang Taruna kompleksnya, yang pasti bakal ditentang habis keluarga Kinkin karena bukan warga keturunan dan beda agama pula. Masih ada lagi Steven. Yang ini Kinkin belum kenal tapi dia sering joging melewati depan rumah Kinkin. Dan menurut info dari Bik Yayah, pembantunya, nama cowok itu Steven, tetangga baru mereka di rumah besar di ujung jalan.
Oke, oke, jadi hari ini yang available alias kosong buat dicurhatin cuma Dara. Biarpun Natta yakin pas dia menekan nomor telepon, Dara pasti-ngapain lagi-selain baca buku.
"...gagal total rencana gue, Ag, buat cari inspirasi hari ini. Gara-gara cowok aneh yang bisa jadi ternyata gila itu," tutup Natta berapi-api di akhir curhatannya tentang hari ini. Dengan semangat Natta menceritakan kejadian di taman tadi. Tentunya setting-nya diubah. Natta nggak ngebocorin tempat rahasianya, dia bilang dia lagi duduk-duduk di Taman Lansia di Cisangkuy. Toh sama-sama taman. T
api bukan taman yang sebenarnya. Natta kan udah bertekad, taman itu harus tetap jadi tempat rahasianya.
"Lo yang aneh, tau." Idih! Kok Dara malah bilang gitu" Bukannya prihatin.
"Lho kok gitu sih"" Natta bersungut tak terima.
"Iya lah. Kok yakin amat lo nuduh tu cowok kemungkinan gila. Imajinasi lo aja tuh seperti biasa terlalu liar. Terlalu meluas nggak keruan. Jadi deh mengkhayal yang nggak-nggak. Aneh, padahal gue yang kutu buku, tapi lo yang suka berimajinasi gila-gilaan."
Natta manyun. "Yeee... itu sih bukan imajinasi gue, Ag. Jelas-jelas kok. Masa dia pake piama di tempat umum begitu""
"Bisa aja kan dia habis beli sarapan dan duduk-duduk dulu. Lo tau sendiri hari Minggu taman-taman di Bandung penuh tukang jajanan. Termasuk di situ."
Deg! Iya juga ya. Natta terdiam sejenak.
"Tapi dia kayak nggak mandi gitu," Natta masih ngotot.
Dara membuang napas pelan. "Belum mandi, maksud lo" Ya iya lah. Kalo udah mandi mana mungkin dia pake piama. Mungkin dia tinggal dekat situ. Cuma beli sarapan aja sih nggak usah mandi dulu, kali."
Natta terdiam lagi. Betul juga nih Dara. Kok dia mendadak jadi analis andal gini" Tapi... tapi... "Ntar dulu-bengong, ngomong sambil natap lurus ke depan, gue dateng nggak nyadar, nggak geser... hayo, dia nggak fokus, kan"" Natta nggak rela disalahin dan terus ngotot, berjuang demi ego. Hidup!
"Cuma dua kemungkinannya," cetus Dara. "Dia masih ngantuk. Atau dia tukang ngelamun. Kayak lo," tembaknya langsung ke sasaran. "Ada juga kemungkinan ketiga. Dia gejala budek."
Skak mat! Natta memutar otak cari jawaban. "Ehhh, Ag, kalo dia tinggal di dekat situ, kok gue nggak pernah liat""
"Nattaaa!" pekik Dara histeris. "Sejak kapan lo jadi penjaga taman"! Sejak kapan lo jadi petugas sensus"!"
Iya ya, mungkin betul kata Dara. Imajinasinya aja yang terlalu liar. Orang ngantuk dibilang gila. Masa orang beli sarapan pake piama Natta sangka nggak waras" Natta jadi agak nggak enak sama si Kenzi tadi. Semoga pas Natta ke taman lagi bisa sekali aja ketemu si Kenzi buat minta maaf. "Ya udah deh, Ag. Gue mo sholat Magrib. Ntar kalo gue ketemu dia lagi gue minta maaf udah nyangka dia gila."
Dara cekikikan. "Alah, gaya lo, Nat. Paling juga lo diem. Terus ngelamun deh. Ngebayangin minta maaf, tapi nggak minta maaf beneran."
"Enak aja! Liat aja kalo gue ketemu dia lagi."
"Bener"" tantang Dara.
"Bener." Sekali lagi berjuang demi ego! Menerima tantangan bodoh! Hidup!
"Oke deh. Bye, Natta. Inget lo yang tadi nantang. Besok gue umumin ke anak-anak."
"Bye." Klik. *** Natta melenggang menuju kamar mandi di ruang tengah. Kayaknya Ayah juga baru selesai sholat. Buktinya sudah dengan santai nonton TV sambil pake sarung. Ibu lagi asyik menata meja makan. Dari plastik-plastik di atas meja, pasti Ibu seperti biasa bungkus masakan arisan.
"Kakak mana, Yah"" Natta teringat Nanta yang tadi pagi kena semprot karena usil ikut campur ursannya. Sok tau sih. Sekarang Natta jadi agak menyesal. Ngobrol sedikit kayaknya nggak asyik. Dia kangen juga sama Nanta.
Ayah menatap Natta heran. "Nanta""
"Iya. Tadi Kakak pulang, kan""
Ayah menatap Ibu. Ibu menggeleng. "Nggak tahu. Ibu nggak ketemu."
Ayah menatap Natta lagi. "Ayah juga nggak ketemu. Gimana sih tuh anak, pulang kok nggak ketemu Ayah sama Ibu."
Wah, salah ngomong nih. Kok Natta kayak habis nyulut api" "Engg, ya udah, Yah, Natta mo wudhu."
Dari kamar mandi Natta bisa dengar Ayah dan Ibu berdebat soal Nanta.
Hhh... padahal dia pikir hari ini bisa makan malam dengan keluarga lengkap. Ngapain sih Nanta pulang tadi" Masa cuma mau usil begitu doang" Kalau tahu malah bikin Ayah-Ibu kesel, mendingan Natta nggak nanya deh tadi. Suasana makan malam pasti suram nih.
*** "Ya Allah, jadikan keluargaku selalu saling menyayangi. Semoga naskahku bisa cepat jadi dan menang di sayembara itu. Dan ya Allah, maafin aku karena nuduh orang gila sembarangan."
Natta mengusap muka mengakhiri doanya. Setelah melipat mukena, Natta beranjak menuju meja makan. Sesuram apa pun suasana makan malam nanti, dia tetap pengin maka
n bersama di meja itu. Dia bangga punya ayah dan ibu yang selalu mengajaknya makan di meja makan sama-sama. Rasanya sama seperti keluarga "normal" lainnya.
+ + + _Lima_ Nama: ANatta Zahrantiara Panggilan: Natta Kelas: 2A Jabatan di kelas: - (tidak ada)
Jabatan di OSIS: - (tidak ada juga)
Prestasi di dunia menulis: - (belum ada)
"LIMA belas ribu."
Duuuh... Ditto jangan ngeliatin Natta terus doong. Kan jadi salting. Nggak enak sama yang lain. Masa dadah-dadah sambil lempar sun jauh gitu. Ya ampuuun. Kan maluuu...
Natta menatap malu-malu Ditto yang duduk sama teman-temannya di belakang meja administrasi OSIS.
Aduh, Ditto... kamu keren banget. Sekeren...
"Lima belas ribu!" suara judes nan cempreng membuyarkan lamunan Natta yang langsung berangan-angan begitu melihat sosok Ditto ada di situ. Nggak bisa distop! Refleeeks! Namanya juga cinta terpendam.
Natta gelagapan. "Eh, oh iya, ini, Teh." Natta menyerahkan uang dua puluh ribu. Si Teteh judes sambil cemberut kayak tikus mondok menyodorkan kembalian lima ribu.
Ternyata mendaftar sayembara naskah itu nggak gratis. Peserta harus daftar ke OSIS dan bayar lima belas ribu. Huh! Dasar sekolah nggak mau rugi. Padahal yang menang nanti cuma satu. Kalau yang daftarnya aja sebanyak ini, masa dari sekian banyak pendaftar kali lima belas ribu hadiahnya cuma lima ratus ribu"! Payah.
Omong-omong, karena Ditto anggota OSIS, nggak heran dia ada di situ. Dia lagi asyik ngobrol sama teman-temannya di belakang meja administrasi, dengan sukses langsung bikin Natta berkhayal kayak tadi. Habis Ditto yang ganteng ada depan muka, lagi tertawa-tawa lepas gitu. Tapi yang nyebelin, ngapain si Oik di situ" Dasar kecentilan.
"Kalo ngelamun melulu gitu, gimana naskahnya mo selese tepat waktu"" Sempet-sempetnya si Teteh judes ngeledek Natta. Dasar barbar!
"Permisi, Teh, makasih," Natta langsung pamit, malas ngeladenin. Lagian Inna, Dara, dan Kinkin sudah selesai daftar dan nunggu di luar. Mereka kan belum ke kantin. Bisa gawat kalau belum isi perut. Habis ini pelajaran kimia! Otak mereka pasti nggak kuat kalau nggak makan dulu.
*** "Katanya lo ketemu cowok"" Inna menyikut Natta pelan. Biar pelan tapi sukses bikin potongan bakwan yang tadinya lurus menuju mulut Natta berbelok ngepot tiba-tiba. "Ditep nggak""
Pasti Dara nih yang ngember. "Cowok nggak penting. Kayak orang gila gitu."
"Ditep nggaaaak"" desak Inna nggak peduli. Pertanyaannya apa, jawabannya apa.
Natta memutar bola matanya bosan lalu hap! buru-buru melahap bakwannya sebelum disenggol Inna lagi. Senggolan kedua biasanya lebih kenceng. Bukan cuma belok, tapi potongan bakwan itu bisa mental ke Planet Pluto. "Nyam... yah... hmmm... lumayan."
"Sama Ditto"" Kinkin bertanya usil.
Natta melotot. "Jangan bandingin sama Ditto dong!"
"Ya Ditepan mana" Gue juga nggak nyuruh lo naksir cowok itu. Siapa namanya, Nat""
"Kenzi." "Hmmm... Kenzi. Dari namanya kerenan Kenzi daripada Ditto (bukannya unikan Ditto" :D)-secara nama lho ya. Gue cuma minta jawaban realistis." Kinkin sok diplomatis. Kayaknya mereka bertiga lagi kompakan ngerjain Natta. Soalnya mereka tahu banget Natta itu bukan tipe cewek yang gampang "mengingat" cowok kecuali Ditto. Tapi kan si Kenzi ini diingat karena ngeselin! Biarpun Natta ingat persis mukanya yang... yang... ganteng itu. Hehehe.
Natta menelan bakwannya gemas. "Beda tipe lah!"
Mereka malah ngakak. "Berarti Diteeepp!" teriak Kinkin penuh kemenangan.
Bodo ah! Natta menyeruput es jeruknya. Nyebelin semua. Nggak ngalamin imajinasi buyar siiiihh! Naskah itu kan penting untuk kemajuan hubungannya sama Ditto-kalau menang.
"Ehh, ehh, lo punya saingan berat ya, Nat"" tiba-tiba Inna bisik-bisik.
"Ha"" "Tuh." Inna mngediDitn dagu ke arah pintu masuk kantin. Ditto dan... OIK! Huh!
Dara mengintip dari balik bukunya. "Mereka kayak pacaran aja, ya""
Hah"! Pengin banget Natta mencolok lubang hidung Dara pakai sumpit mie ayam Kinkin. Tak lupa dicelupin dulu ke sambel biar pedes. Komentarnya bikin mental orang drop aja.
"Bisa jadi tuh!" Kinkin ikut-i
kutan. Masa Natta harus mencolok empat lubang hidung sekaligus! Komentar mereka bukan komentar support seorang teman tuh! Menjatuhkan mental! "Sok tau ah... mereka itu sama-sama anggota OSIS." Natta menghibur diri sendiri. Pokoknya Ditto tetap pangerannya! Bukan pangeran Oik!
Inna mencibir. "Masa cuma temen OSIS tapi mesra gitu! Kayaknya mereka akhir-akhir ini sering bareng deh, iya nggak sih"" Inna minta persetujuan yang lain.
Yang lain ngangguk pula! Ya wajar aja sih jalan berdua, bisa aja kan Ditto ngajak Oik jalan berdua soalnya dia mau...
"Aku mau ngenalin Oik ke kamu, Nat..." Ditto berdiri di samping meja Natta dengan Oik mengekor di belakangnya.
Ada apa ya" "Berkali-kali aku bilang aku udah punya pacar, Oik selalu ngotot. Aku mau ngenalin dia langsung sama kamu, Nat."
Oik melotot. Menggeleng-geleng sendiri gaya orang gila berhalusinasi.
Rambutnya juga kayaknya agak berdiri.
"Ngelamun lagiii... terima kenyataan, Natta, si Oik memang lagi deket sama pangeran negeri dongeng lo itu. Tuh liat!" Inna menjawil Natta yang mulai berangan-angan.
Dengan berat hati Natta menatap Ditto yang membawakan minuman dingin buat Oik yang duduk manis di kursi kantin. Dasar perempuan pemalas! Masa minuman aja minta diambilin" Emangnya dia kurang kalsium sampe tulangnya nggak kuat kalo disuruh jalan beli teh botol"! Kayak nenek keriput aja. Cewek manja menye-menye kayak gitu bagusnya di-
Natta berlari liar sambil mendengus dan berteriak, "HIAAAT!"
Lalu dengan jurus monyet lompat dari pohon jambu menerjang Oik yang asyik bermanja-manja kege-eran diambilin minum sama Ditto.
"Cewek pemalassss!!! Kalo mo minum, AMBIL AJA SENDIRI!! Jangan nyuruh-nyuruh Dittoaaa!!!" pekik Natta histeris.
BRET! Jambak rambutnya. NGEK! Pencet hidungnya biar kehabisan napas.
DUK! Tendang tulang keringnya biar pincang!
BREEET! JAMBAK LAGIIIII!!!
"Nat! NAT!" Kinkin panik menepuk-nepuk bahu Natta. "Kenapa lo" Jangan kerasukan dong! Kan nular!"
Ngaco. "Masa iya sih selera Ditto serendah itu"" sahut Natta sinis.
Inna, Kinkin, dan Dara kontan melongo.
"Maksud lo" Cewek itu kan cantik, anggota OSIS, ketua kelas, tajir, supel. Bukannya selera Ditto yang malah ketinggian"" repet Inna sadis.
Natta mencibir. "Tapi kan dia genit."
Kinkin menatap Natta heran. "Bukannya cowok malah suka cewek genit""
Ugh! Nggak bisa nggak! Natta memang harus berjuang ekstra keras untuk bisa "kelihatan" sama Ditto. Naskah itu harus jadi! Tapi dia kok malah nggak ada ide ya"
_Enam_ HARI Selasa. Hari ini nggak ada kegiatan apa-apa. Tadinya Natta pengin jalan-jalan sih. Tapi Inna katanya mo cari kado buat mama, kakak, dan adiknya. Kinkin katanya sih mau berkunjung ke rumah Steven si tetangga baru. Bik Yayah sudah berikrar mo membantu misi Kinkin dengan membuat kue buat hantaran, sok-sok sambutan tetangga. Dara" Dia bilang mo ke perpustakaan kota, ada buku yang dia mo baca-DI PERPUSTAKAAN-bukan dibawa pulang. Males amat Natta ikut. Buku yang dia suka cuma komik dan TeenLit.
Jadi... ke mana lagi kalo nggak ke taman rahasianya"
Natta melenggang menuju bangku favoritnya. Udara tetap terasa dingin walaupun sekarang masih siang. Pulang sekolah Natta langsung ke sini. Masih pakai seragamnya yang rada bau matahari. Di tasnya juga ada bakso tahu di kotak styrofoam dari kantin. Buat makan siang. Kalo pulang dulu dia pasti kesorean.
Kosong! Untung kosong. Nggak ada lagi si cowok pengganggu.
Natta siap-siap mengeluarkan bakso tahunya. Makan dulu lebih enak kali ya. Perut kenyang konsentrasi lebih gampang.
"Nyam..." Enak banget. Soalnya ikan asli sih. Nggak kayak bakso tahu lain yang kebanyakan tepung. Hihihihi, mumpung nggak ada orang, lucu juga kali, bergaya Bondan Winarno yang sering dia lihat di acara kuliner TV. "Hmmm... rasanya mak-"
"Apa kabar""
"Nyus"" Natta melotot kaget. Bukan kaget ding. Malu. Kepergok Kenzi.
"Aku boleh duduk di sini""
Ugh!!! Ngapain sih dia nongol lagi"! Tapi Natta teringat janjinya pada teman-temannya. Dia bakalan minta maaf kalo ketemu Kenzi lagi. "Boleh... bangku
nya juga bukan punyaku kok."
Kenzi tersenyum manis. Kali ini dia pake... celana pendek dan T-shirt dilapisi jaket adidas dengan setrip tiganya yang jadi trademark. "Masih inget aku""
HIH! Menghina! Memangnya Natta nenek pikun konKinkinn apa" Baru juga dua hari lalu. Ya nggak mungkin lah Natta udah lupa. Apalagi pertemuan mereka begitu "mengesankan". Natta mendelik. "Ya masih lah. Emangnya tampangku kayak orang pikun, ya""
Kenzi malah tersenyum manis lagi. "Makasih ya," katanya tulus.
Serrr!!! Darah Natta berdesir. Mukanya memerah. Dia jadi nggak enak udah sejudes itu sama Kenzi. Jawaban Kenzi betul-betul bikin Natta malu sendiri.
"Terusin aja makannya. Aku nggak ganggu, kan""
Natta menatap bakso tahunya dengan nggak nafsu.
"Jangan jadi nggak nafsu makan, ya" Kamu baru pulang sekolah, kan" Harus makan lho. Atau biar deh aku pergi dulu aja sampe kamu selesai makan." Kenzi siap-siap beranjak.
"Eh, jangan!!" pekik Natta nggak enak. Lalu lagi-lagi malu sendiri. "Maksudnya, nggak usah. Nggak papa kok. Ini kan bukan bangkuku. Kamu duduk aja. Aku makan."
Kenzi mengangguk senang. "Oke."
Nyam... Nyam... nyam... Glek... Natta makan dalam diam dengan perasaan nggak enak. Rasanya gimanaaa gitu makan sambil diliatin orang. Tapi Natta lapar. Lagian kan Natta yang duluan datang ke sini.
Karena pengin cepet selesai, Natta menambah kecepatan makannya dari macet di lampu merah jadi ngebut. Nyam nyam nyam... nyam nyam nyam... "Ohok! Ohok! Ekhhh!!!" Malapetaka apa lagi yang datang"! Kenapa tiba-tiba keselek tahu isi siomay! Natta panik menggapai-gapai tasnya. Rasanya dia bawa air. Duh! Gini nih kalo makan buru-buru. Akibat ngunyah asal-asalan, potongan masih gede ketelen juga! Aduh! "EHK! EHK!" HAH! NGGAK ADA! Natta nggak bawa minum!!! Di mana martabat keluarganya bakal ditaruh kalau Natta mati keselek siomay" pikirnya-seperti biasa-hiperbolis.
LHA! Dasar cowok gila! Dia malah berdiri, mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ya ampun! Ternyata dia beneran gila! Sekarang Natta mau dibunuh! Ya Tuhan, mati keselek siomay sama digebuk orang gila" Ibuuuu...
Buk! Ohok! Tuingg! Siomay sial itu mental keluar. Menembak bagaikan meriam. Natta bernapas lega. Ternyata Kenzi cuma mau nolongin dia menepuk punggungnya. Fiuuuuhhh...
"Uhuk... uhuk..." Natta masih terbatuk-batuk kecil. Pengalaman keselek yang mengerikan.
"Kamu perlu minum." Kenzi menatap prihatin.
"Aku nggak bawa. Lupa."
Kenzi beranjak. "Bentar."
Tak lama dia balik lagi dengan sebotol Aqua di tangan. Rupanya dia beli minuman. Cepet banget. kayaknya dia lari, buktinya napasnya ngos-ngosan gila-gilaan sampai keringat bercucuran. Kayak habis lari ke Bogor aja. "Hhh... hhh... ini... hhh... mi...num... hhh... hhh... dulu..." katanya sambil terengah-engah menyodorkan minuman pada Natta.
Kebingungan, Natta menerima botol Aqua-nya. Nih orang beli minum di mana sih" Apa jangan-jangan dia malak terus kabur" "Makasih."
Kenzi tak menjawab. Dia bersandar sambil berusaha mengatur napas.
Natta diam menunggu napas Kenzi kembali normal. Ternyata dia baik juga. Natta jadi agak semakin yakin dia bukan orang gila. Mungkin bener kata Dara waktu itu.
"Kamu udah enakan" Nggak ada lagi yang nyangkut di tenggorokan"" akhirnya Kenzi ngomong lagi. Kayaknya dia nggak jadi mati setelah tadi kayaknya habis lari-lari ke Wonosobo (hehehe lebih jauh lagi).
Natta menatap Kenzi heran. "Harusnya aku yang nanya. Kamu nggak papa" Kamu dapet malak, ya" Kok kayaknya habis lari edan-edanan gitu""
Kenzi cuma nyengir. "Namanya juga pertolongan pertama. Aku pernah ikut PMR lho. Kamu bisa bercanda juga. Kirain cuma bisa galak doang."
Natta diam. Wah, mulai sok akrab nih. Harus jaga jarak. Bahaya. "Eh, kayaknya aku harus cabut nih... takut kesorean sampe rumah."
Natta memutuskan untuk pergi aja. Dia baru dua kali ketemu Kenzi. Belum bisa dong cowok itu disebut baik" Mereka kan belum kenal betul. Ketemunya juga di tempat kayak gini. Nolongin keselek sekali belum bisa disebut "teman". Kali aja dia takut kalau Natta mati keselek di sini dia yang ditu
duh. Bisa aja, kan" Jadi lebih baik jaga jarak deeeh... Lagian Natta juga bukan tipe cewek yang suka asal-asal kenalan sama orang. Nggak aman.
Mata Kenzi yang dalam menyipit (bukannya emang udah sipit" :D). "Ke sini cuma buat makan""
Ngng... "Gitu deh," jawab Natta nanggung.
"Oke, sampe ketemu, Natta."
Natta cuma nyengir garing. Lalu melangkah pergi. Dia harus bisa jaga diri. Soalnya zaman sekarang ini kan banyak orang gil-YA AMPUN! Natta berhenti mendadak. Lalu ia berbalik dan berjalan cepat kembali ke arah Kenzi.
Melihat Natta balik lagi dengan langkah terburu-buru, Kenzi bertanya-tanya dalam hati. Ada yang ketinggalan, kali ya"
"Ada yang ketinggalan""
Natta menggeleng cepat. Janji adalah janji! Dan dia sudah menerima tantangan teman-temannya. Janji adalah kepercayaan dan harus dilaksanakan! Pesan almarhum kakek Natta, janji itu utang. Sekalipun orang yang dijanjiin nggak tahu, Tuhan melihat kita menepati janji kita atau nggak. Semua nasihat bijak Kakek bisa dibilang salah satu panduan hidup Natta. "Aku mo minta maaf sama kamu," kata Natta cepat. Supercepat. Sampe nggak jelas ngomong apa. Ah! Yang penting kan udah ngomong.
Kenzi bengong. "Apa""
Busyet! Dia pake acara nggak denger, lagi. Masa harus diulang" Tadi aja udah males banget. Oke, oke... nggak sah namanya kalo dia nggak denger. "Aku minta maaf."
Alis Kenzi berkerut heran. "Minta maaf" Soal""
Nah ini dia bagian yang paling berisiko. Masa harus dijelasin" Minta maaf aja tanpa harus ngasih alasan nggak boleh, ya" Jawab "iya" aja apa susahnya sih" "Soalnya... ngng..."
Duh! Kenzi jangan ngeliatin Natta kayak penasaran banget gitu dong! Makin nggak enak nih mau bilang...
"Waktu pertama ketemu aku..."
"Ya"" "Akuuu... aku nyangka kamu orang gila," kata Natta sama cepatnya kayak minta maafnya yang pertama.
Dwing! Muka Kenzi kelihatan kaget. Konyol banget. Mungkin ini pertama kali dalam hidupnya dikatain gila. Atau dia betul-betul gila dan kaget karena ketahuan. Waduh! Kalau alasan kedua, Natta harus siap-siap ambil langkah seribu maling kepergok ngembat BH ibu RT nih.
"Hahahaha!" Nah lho! Kenzi malah ngakak! Beneran gila nih kayaknya. Salah langkah nih.
"Kenzi..." desis Natta ketakutan.
"Hihihi, kamu... kamu betulan nyangka aku gila""
Natta mengangguk takut-takut.
Kenzi menghabiskan sisa tawanya. Lalu menepuk-nepuk dadanya sendiri. Mungkin selain gila, dia juga King Kong. "Oke... hihi... oke... ehem... kenapa" Kenapa kamu nyangka aku gila""
Natta menjawab jujur. Piama, melamun, bla... bla... bla...
"Aku tinggal deket sini. Cuma lagi jalan-jalan pagi. Males mandi." Satu poin buat Dara!
"Aku emang hobi ngelamun-bukan ngelamun sih benernya, tapi berkhayal. Apalagi di tempat tenang kayak gini." Dua poin buat Dara! "Kayaknya kamu juga, ya""
Satu poin lagi Natta bener-bener kalah telak. Apa jawabannya untuk ngomong ngalor-ngidul sambil menatap lurus ke depan itu" Meracau, ya"
"Aku cerewet, ya" Sori ya, kadang emang suka kebanyakan ngomong. Kebanyakan nonton film drama, kali. Tapi emang bener kan zaman sekarang semua orang punya masalah""
Semua poin buat Dara! Huh!
Natta terdiam, bingung mau ngapain.
"Oke," jawab Natta pendek. "Makanya sori. Aku... pergi dulu. Kamu maafin aku, kan""
Kenzi mengangkat bahu. "Yah, lagian kalo kamu nggak ngomong juga aku nggak tau," jawab Kenzi cekikikan.
Dia nggak mungkin gila, ujar Natta dalam hati. "Oke. Bye." Natta langsung lari. Gara-gara gengsi nih sampe harus bela-belain malu kayak gini. Huh! Awas aja Dara! Awassssss!
+ + + _Tujuh_ "AHAHAHAHA... OHOOK... EHHHKKK..." Inna yang sedang asyik-asyiknya ngakak tiba-tiba kayak dicekik kuntilanak lewat. "EHHHK... EHK..." Pasti baksonya ketelen, duga Natta. Siapa suruh lagi makan bakso urat segede tinju malah ngakak ngetawain orang.
JEDOTTT! Kinkin kejedot meja. Lagian... ketawanya heboh banget sambil ngangguk-ngangguk, akhirnya bungkam karena kepalanya sukses membentur meja.
"HAHAHAHAHA!!!"
Semua itu khayalan Natta aja. Nyatanya teman-temannya masih aja tuh asyik ketawa ngakak tanpa amp
un. Nggak ada yang nelen bakso segede tinju, nggak ada yang kejedot meja. Yang ada mereka lagi ngakak puas ngetawain Natta. Kinkin dan Inna, tepatnya. Dara memang cuma senyam-senyum sambil terus memegang bukunya. Tapi secara nggak langsung dialah pemenang medali emas. Halooo... kata-kata dia soal Kenzi kan semua betul-tul-tul-tul!
Tanpa perlu ketawa ngakak juga Natta tahu pasti si nenek moyangnya kutu buku ini sudah ketawa ngakak dengan tampang penuh kemenangan dalam hati. Huh.
Hari ini Natta betul-betul jadi bahan bulan-bulanan gara-gara cerita pertemuannya dengan Kenzi, juga tentang kenekatannya minta maaf.
"Udah makan siomay dari kantin sekolah, keselek sampe ampir mati, lagi! Hahahahaha!" Dengan menyebalkan Inna mengulang cerita Natta.
NYESEEEEEL setengah mati Natta nyeritain bagian dia keselek siomay. Ya habis gimana dong, Natta pengin banget nyeritain soal keheroikan Kenzi yang "menghajar" punggungnya sampai siomay terkutuk itu mental keluar, plus lari entah ke mana untuk beliin minum. Terpaksa bagian keselek itu ikut dalam cerita.
"Namanya juga orang keselek! Nggak usah hiperbolis gitu deh ketawanya." Natta jadi sebel. "Kayak belum pernah keselek aja lo seumur hidup."
Kinkin mencibir. "Yeee... dia sensi. Gue keselek juga di rumah. nggak pake malu. Makanya, kalo makan jangan sambil ngelamun," tuduh Kinkin.
Natta mendelik kesal. "Eh, siapa juga yang ngelamun" Gue kan udah bilang, gue jadi serba nggak enak makannya gara-gara dia duduk di sebelah gue gitu. Jadinya gue makan buru-buru."
Dara mengintip dari balik bukunya yang tebal dan berjudul ngng... nggak jelas itu. "Lo salah tingkah" Emang lo naksir" Katanya dia gila."
Dweweeeng! Celetukan asal ala Dara. Natta melotot, lalu menoyor jidat Dara gemas. "Naksir dari kecamatan Rusia Selatan"!"
"Bukannya dari Hong Kong" Lagian emangnya ada kecamatan Rusia Selatan"!" oceh Dara nyebelin.
"Lo tuh yang asal, sembarangan aja lo ngomong naksir. Makanya jadi kecamatan Rusia Selatan, soalnya nggak mungkin! Gimana mungkin gue naksir orang yang gue sangka orang gila"" repet Natta.
Inna menepuk bahu Natta. "Santai dong, Nat... kok jadi sensitif gitu" Emang bener pertanyaan Dara. Ngapain juga lo salah tingkah."
Ini lagi ikut-ikutan. "Yang bilang gue salah tingkah siapa"! Gue bilang kan gue serba nggak enak, serbasalah makan diliatin kayak gitu. Jadi pengin buru-buru cepet selesei makannya." Setengah mati Natta membela diri.
"Tapi ternyata dia nggak gila, kan"! Ditaksir juga sah, kali," sambung Kinkin dengan tampang tanpa dosa. Kayaknya hari ini mereka kompak banget jadiin Natta badut Ancol dadakan. Diketawain habis-habisan.
"Iya, emang. Tapi gue ini tipe setia. Ditto ya Ditto. Masa gue ngelepas Ditto gara-gara gue naksir cowok yang nggak jelas juntrungannya."
"Kayak Ditto jelas aja," gumam Inna bikin keki.
Natta diam dan mengunyah baksonya. Kalo diladenin mereka bakal tambah gila-gilaan. Lagian kantin mulai sepi. Tanda bel masuk bakal segera menjerit-jerit nih. Kalo nggak buru-buru ngehabisin baksonya, bisa-bisa rugi dan menyiksa. Menyiksa banget kalo ntar di dalem kelas kebayang-bayang bakso yang masih nyisa di mangkuk. Hehehe. Lagian dosa. Nanti baksonya nangis. Kan katanya nasi jangan disisain, nanti nangis. Bakso juga, kali. Kan sama-sama bangsa makanan. Secara ngeri aja gitu kalo beneran pada nangis.
*** Sepatu siapa nih" Natta menatap sepasang sepatu kanvas belel di depan pintu.
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam..." Teh Ipah, pembantu Natta, menjawab sambil membukakan pintu. Teh Ipah nggak datang tiap hari. Cuma dua hari sekali. Masak untuk dua hari, terus ditaruh di kulkas. Kalau mau makan tinggal manasin aja.
"Ada siapa, Teh""
"Itu Kang Nanta."
Alis Natta berkerut. "Kakak pulang lagi"" rasanya aneh Nanta pulang lebih dari seminggu sekali.
"Iya. Tuh ada di kamar." Teh Ipah melanjutkan menyapu ruang tengah.
Tok tok tok. "Kak..."
Tak ada jawaban. Tok tok tok. "Kak. Kakak..."
Ceklek. Nanta membukakan pintu. "Natta"" suaranya serak.
"Kakak sakit"" Natta menatap Nanta heran. Matanya ben
gkak, mukanya aneh, hidungnya juga kayaknya ingusan. Mengerikan. Refleks Natta mundur dua langkah karena takut ketularan.
Nanta berdeham-deham. "Ehm... eng, flu, biasa lah," jawab Nanta dengan suara parau.
"Mo minum obat, Kak" Aku ada..."
Nanta menggeleng. "Nggak. Ehem... nggak usah. Kakak cukup tidur aja. Ehem... egh... ada apa, Nat""
Natta menatap kakaknya iba. Pasti di luar sana dia nggak ada yang ngurus sampe ceking begini. Giliran flu baru pulang. "Nggak, aku cuma pengin ketemu aja. Kaget Kakak pulang."
Nanta diam. "Kak, aku bikinin sup, ya" Biar enakan badannya. Ya"" Rasanya ada perasaan senang punya anggota keluarga yang perlu diperhatiin. Ayah sama Ibu sih udah nggak mungkin. Mereka kan supermandiri dan sibuk.
Tangan kurus Nanta malah mengucek-ngucek rambut Natta. "Nggak usah. Makasih. Kayaknya aku lagi nggak sanggup makan deh. Ehm, hem... aku harus tidur nih."
Natta menatap kakaknya khawatir. "Tenggorokannya nggak enak banget ya, Kak" Ato aku bikinin teh jahe aja, ya" Biar tenggorokannya enak. Mau, ya""
Nanta tersenyum tipis. "Nanti aja. Kakak tidur dulu ya""
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Natta menatap kakaknya agak kecewa. Tapi demi melihat kakaknya yang kayaknya sudah kepayahan, Natta mengangguk. "Ya udah. Kakak tidur aja dulu. Nanti sore deh aku bikinin."
"Oke. Makasih. Kakak tidur dulu ya""
Natta mengangguk lagi. Ceklek. Nanta mengunci pintu dari dalam.
Bruak!!! Suara benda jatuh. Kayaknya Kakak saking pusingnya sampe nabrak sesuatu di kamar sana. Padahal barang di kamarnya sedikit banget. Nabrak apa ya dia" Natta cuma geleng-geleng.
*** Natta nggak tahan lagi. Dia harus ngomong. "Yah, Ibu, Kakak nggak diajakin makan"" Natta menatap orangtuanya bergantian. Dia dan Teh Ipah udah ngasih tau Kakak ada di kamar. Ayah sama Ibu cuma bilang iya. Sekarang, makan malam Kakak nggak nongol masa nggak dipanggil juga" Padahal mereka sudah setengah jalan makan malam. Natta juga tadi bilang Kakak sakit flu berat dan sampai sekarang belum keluar kamar atau makan sama sekali. Cuek sih cuek, tapi kadang-kadang Ayah sama Ibu suka kelewat cuek deh.
Ayah menusuk perkedel dari piring saji. "Dia nggak laper mungkin, Nat. Anak laki-laki sebesar kakakmu itu kalo laper ya pasti cari makan," jawab Ayah.
"Ntar malah ngambek, lagi, kalo disuruh-suruh. Ntar disangka dianggap anak kecil," tambah Ibu. Kalau yang beginian aja pada kompak. Padahal sehari-hari jarang ngomong.
"Tapi kan Kakak sakit, Bu. orang sakit kan kalo nggak dipaksa suka nggak mau makan."
Ayah memandang Ibu, lalu beralih menatap Natta. "Ya kamu panggil aja sana."
Huh! Dari tadi juga Natta pengin manggil Kakak. Tapi kan tunggu kesadaran mereka dulu. Masa anaknya yang jarang pulang, lagi sakit, nggak mau makan didiemin aja"
Tok tok tok! "Kak... Kakak..."
Hening. Tok tok tok! "Kakaaak... kata Ayah makaaan yuuuk..."
Ceklek. Wih! Tampang Nanta makin kusut. Sekarang bibirnya kelihatan jeding alias bengkak. Kakak flu apa habis tinju sih" "Hih. Kakak yakin cuma flu biasa""
"Ehmm... ehem... ha""
"Kakak yakin, Kakak cuma flu biasa" Kayaknya parah deh, Kak, ngaca deh. Ke dokter gih," cerocos Natta panik.
Nanta menjambak-jambak rambutnya sendiri sambil terus berdeham-deham dengan suaranya yang parau. Mengerikan. Kayak suara tokoh film yang sedang dalam transisi menjadi manusia serigala. "Enggh... nggak papa. Flu biasa. Kecapean juga kayaknya."
Natta menatap penuh selidik, nggak percaya. "Ya udah, makanya sekarang Kakak harus makan. Ayo, Kak, semua udah di meja makan," paksa Natta.
"Tapi..." "Kakak! Kakak tuh harus makan!" perintah Natta.
Dengan terpaksa akhirnya Nanta nurut dan mengikuti langkah Natta ke meja makan.
Ayah dan Ibu tetap meneruskan makannya waktu Nanta datang. Nggak ada sapaan apa kabar, nanya dari mana aja. Mereka cuma terus makan. Menikmati yang ada di piring masing-masing.
Nanta duduk di samping Natta. Di bawah cahaya lampu meja makan muka Nanta semakin kelihatan mengerikan. Tampangnya betul-betul masuk kategori tampang yang seharusnya ada di ICU. Tapi kok kayaknya Ayah sama Ibu nggak ngeh ya
tampang anak laki-lakinya itu udah kayak zombie" Tinggal keliling kompleks aja sambil mencekik semua orang yang lewat, jadi deh zombie beneran.
"Nih, Kak, piringnya. Kakak mo makan apa" Biar aku yang ambilin ya, Kakak kan pasti masih pusing," pancing Natta supaya Ayah dan Ibu ngeh Nanta udah kayak maling kolor digebukin massa.
Ayah dan Ibu cuma diem. Well, Ayah bergerak sih. Menyodorkan mangkuk nasi supaya lebih dekat. Tapi sama sekali nggak melontarkan pertanyaan soal tampang Nanta yang babak belur karena serangan virus flu itu.
"Kalo bersin ditutup lho, Nanta. Virus tuh. Nanti adikmu ketularan," kata Ibu.
WHAAAT"! Kok gitu sih komentar Ibu" Natta tahu maksud Ibu baik dan benar. Tapi kan yang harus dikhawatirkan sekarang Nanta, bukan Natta.
Hhh... Natta nyerah deh. Ayah sama Ibu memang cuek. Coba aja mereka dulunya nggak pernah jadi orang kaya. Mungkin nggak kayak gini. Ayah nggak perlu merasa bersalah, Ibu nggak perlu mati-matian mempertahankan status soal mereka di mata orang-orang. Toh orang-orang itu juga nggak peduli.
Nanta makan sedikit banget. Kayaknya flunya yang megaberat itu bikin dia eneg melihat semua makanan di meja. Setiap satu sendok masuk ke mulutnya mukanya kayak dikentutin gajah yang bauuu banget. Mau muntah. Natta jadi khawatir. Jangan-jangan Nanta disuruh makan bukannya sembuh malah tambah sakit.
*** Bete! Makan malam tadi bikin bete. Padahal jarang-jarang mereka makan dengan anggota keluarga lengkap begitu. Tapi berlalu begitu aja. Malah berakhir dengan Nanta muntah-muntah di kamar mandi berkat dipaksa makan sama Natta.
Ibu cuma menyuruh Natta mengantarkan sebutir obat flu sama minyak gosok buat Nanta. Harusnya kan Ibu sendiri yang nganter sambil ngecek keadaannya. Kalo ngajak ke dokter sih susah. Nanta orangnya ngotot, kalo nggak mau ya nggak mau. Kecuali kepalanya digetok pake ulekan sampe pingsan, langsung aja diangkut ke RS. Itu bisa. Tapi kan nggak mungkin.
"Hhhh..." Natta mengembuskan napas pelan. Seenggaknya orangtuanya masih lengkap, nggak berantem atau lempar-lemparan barang kayak cerita-cerita keluarga broken home yang sering dia dengar.
+ + + _Delapan_ "PASS, Nat! Paaasss!!!" teriak Inna sambil melambai-lambai. Minta bola basket di tangan Natta cepat-cepat dioper ke dia.
Enak aja Inna ngomong. Memangnya kalo dia jadi Natta dia mau nekat melempar bola dan bersentuhan dengan... IHHH! Kenapa juga guru olahraga edan itu punya ide permainan basket campuran" Kenapa juga tim mereka harus melawan tim yang beranggotakan si Mansyur, manusia paling malas mandi sedunia ini" Kambing aja minder kalo ketemu dia. Baunya amit-amit. Ya ketek, ya kaki, belum lagi kalo dia lupa gosok gigi. Belum lagi mukanya yang berminyak. IHHH! Mana suka banget makan pete. Katanya dia manusia alam yang hobi hidup di alam liar alias kemping dan pecinta alam. Tapi bukan berarti nggak mandi, kaaaan"! Monyet aja mandi.
"Hahaha!" tawa si cowok alam menggelegar. Lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi sampai Natta bisa mencium semilir bau keteknya yang spektakuler.
"PASSS, SHIIIIILL!" teriak Inna heboh.
Ughhhh... Gimana ya caranya"! "Ya ampun! Beruang madu!" pekik Natta sambil menoleh ke arah pintu aula.
Secara dia punya insting pecinta alam, Mansyur refleks menoleh. "Mana"!"
PASSS! "Tangkep, VIII!"
Set! Mansyur merasa tertipu tapi masih penasaran. "Di mana""
"Di hutan laaaah... masa di terminaal" Emang kenek"" Natta buru-buru lari. Blo'on banget sih.
Gimana lagi dong" Natta nggak berbakat olahraga. Dan dia nggak mau kena salam tempel keteknya Mansyur. Hiii!-AH!-Ada Ditto di pinggir lapangan! Ya ampun, dia keren banget pake baju olahraga. Ditto pake apa aja emang keren siiih. Bikin orang terpesona... terpana... melamun...
Natta berlatih penuh semangat mengejar bola. Dia harus mencetak skor. harus!
"Passs, Viii!" posisi Natta pas banget nih buat lay up Timnya bisa menang.
Seeetttt! Bola itu melayang dari tangan Inna menuju Natta.
HAP! Tertangkap. Satu... dua... tiga... LAY UP! Dan SKOOOR! Lompatan Natta si jago basket betul-betul tinggi dan spe
ktakuler. "ADUH!" pekik Natta kesakitan. Posisi mendaratnya betul-betul salah. Pergelangan kakinya keseleo. Natta pun nyungsep, eh jatuh terjerembap.
Ohhh... cring, cring, cring, cahaya berkilauan mengelilingi Ditto yang berlari heroik ke arah Natta. Raut mukanya tampak hiper khawatir melihat Natta yang meringis kesakitan.
"AWAAAASSS!!!" Suara Ditto berteriak kencang. Dengan slow motion Natta menoleh ke arah Ditto. Apa mimpinya jadi kenyataan" Kalo nggak kenapa Ditto berlari kencang ke arahnya dengan muka panik" Seperti mau menyelamatkan Natta dari...
DUNG!!! "Natta!!!" pekik Inna. Dara dan Kinkin yang duduk di pinggir lapangan ikut memekik heboh melihat bola oranye bergaris-garis itu mendarat di jidat Natta dengan bunyi dung yang mengerikan.
Natta terduduk pusing. Busyet deh! Siapa yang ngelempar bola ke jidatnya" Kenceng banget! Pembunuhan secara nggak langsung! Pasti dia sekarang gegar otak berat. Aduh! Aduuuh!!! Sambil puyeng Natta roboh memegang jidatnya yang nyut-nyutan.
"Lo ngelamun apaan sih"! Bolanya ditangkep pake tangan dooong! Jangan pake jidat!!! Gue kan udah teriak-teriak! Maen basket jangan bengong! BAHAYA, TAU! jidat lo sakit, nggak!" Pusing, nggak" Mual-mual, nggak" NAT! NAT! Jawab dooong! Lo bisa berdiri, kan"" repet Inna galak campur panik. Iya lah, siapa yang nggak panik temannya terjengkang setelah menangkap bola basket yang dia lempar dengan jidatnya"
Sementara badannya diguncang-guncang Inna dan kupingnya nyaris budek spontan gara-gara Inna terus merepet histeris memekik-mekik kayak burung beo disundut obor, Natta malah melamun menatap ke arah...
"LO LIAT APAAN SIH"!" teriak Inna nggak sabar dan langsung mengikuti arah pandangan Natta.
Ditto. Pantesan aja! Pantesan juga pandangan mata Natta nanar dan sedih begitu. Kayak tatapan anak tiri yang habis dijitak, disiram, diulek, dan dicaci maki ibu tirinya yang kejam dan bermaskara tebal plus bibir menor di sinetron-sinetron. Ternyata Ditto, yang dengan ge-ernya dipikir Natta pasti neriakin dia dan berlari panik juga mau nolongin dia, berniat nolongin Oik yang sedang melenggang anggun melewati belakang ring basket yang sejajar dengan tempat Natta berdiri. Ehhh, beruntung banget ada Natta, tu bola terhenti perjalanannya menuju Oik di jidat Natta.
Pada saat yang sama jidat Natta dihajar bola, Ditto malah menangkap bahu Oik dan dengan gerakan superhero "menyelematkan" Oik menjauh dari situ. Sekarang mereka berdua lagi saling menatap malu-malu. HUUUUHH! Sementara Natta yang pusing terjengkang malah diteror teriakan nenek sihir Inna.
Dara dan Kinkin berlarian ke arah Natta yang dikerumunin orang. Termasuk Mansyur. Ngapain sih si Mansyur ikut ngerubung juga" Huh!
"Ayo ke pinggir lapangan." Kinkin memberi kode pada Dara dan Inna supaya memapah Natta ke kursi di tepi lapangan basket.
Kinkin menyodorkan sekotak jus pada Natta. "Lo ngapain coba, ngelamun di tengah lapangan" Lo tau nggak kalo tu bola dari besi, lo udah mati," katanya ngawur. Tim Dara dan Kinkin sudah selesai main. Makanya mereka bersantai-santai di pinggir lapangan. Asal banget sih" Kalo bola basket dari besi Michael Jordan juga males, kali, maen basket.
"Meriam, kali," celetuk Dara sambil merogoh-rogoh tasnya. Pasti cari buku.
"HHHH!" Pusiiing deh dengerin perempuan-perempuan cerewet ini. "Udah ah, gue mo merem! Pusing." Natta manyun sambil langsung merem menikmati nyut-nyutan di kepalanya.
*** "Mendingan lo lupain deh si Ditto. Udah jelas banget dia naksir Oik." Inna meletaDitn nampan berisi sirup di meja kayu. "Realistis aja lah!"
Mereka berempat punya tempat nongkrong favorit. Di banding mal, bioskop, yang ini jauh lebih asyik: atap rumah Inna.
Rumah Inna bergaya rumah-rumah di Amerika sana, beratap rata. Ada tangga naik dari lantai dua menuju atap yang sebenarnya difungsikan buat tempat menjemur itu. Mereka mengangkut kursi pantai yang dengan niat mereka beli buat duduk-duduk di atas. Rumah Inna yang dikelilingi pohon-pohon besar membuat halaman loteng terasa teduh dan berangin. Asyik banget deh. Belum lagi pemandangannya langsung
menghadap jalan. Natta menyeruput sirupnya. "Baru naksir kan belum tentu jadian. Waktu dulu inget, nggak" Lo naksir berat sama Adin, eh lo malah jadian sama Figo. Hayo" Belum tentu juga Oik nerima," sangkal Natta.
Kinkin mendelik. "Lo buta ya, Nat" Oik nggak nerima" Jelas-jelas gitu lho, Nat, Oik juga naksir berat sama Ditto."
Natta angkat bahu. "Mereka pasti jadian," gumam Dara dari balik buku tebalnya dengan mulut penuh bola kukus buatan mama Inna.
"Kalo Tuhan mengizinkan," sambung Natta. "Belum tentu diizinkan, kan""
Inna, Dara, dan Kinkin berpandang-pandangan. Memang segitu istimewanya si Ditto sampe Natta tak sanggup pindah ke lain hati"
_Sembilan_ HARI ini entah kenapa Natta sengaja membawa dua bungkus mie ayam ke taman rahasianya. Percaya atau nggak, Natta bawa dua bungkus karena satu lagi dia siapkan buat KENZI. Antisipasi kalau cowok itu ada di taman juga seperti beberapa kali sebelumnya.
Naksir" Ya nggak lah! sangkal Natta semangat. Memang nggak kok! Dia cuma nggak mau makan sendirian lagi kalau ternyata di taman ada Kenzi. Tapi... Natta memang agak berharap Kenzi ada di situ. Entah kenapa. Yang jelas, bukan perasaan naksir atau apa. Dia cuma pengin aja ketemu Kenzi lagi. As a friend. Kayaknya Kenzi orangnya baik.
Semakin dekat ke bangku favoritnya, langkah Natta semakin pelan.
Dari balik pohon Natta mulai bisa melihat bangku kesayangannya. Dan...
KENZI ADA!!! Cowok berkulit putih pucat itu duduk sendirian sambil menengadah dengan mata terpejam. Hari ini dia pakai celana panjang. Natta jadi ragu. Ke sana nggak, ya" Apa iya dia nggak terlalu cepat menilai"! Belum tentu Kenzi "sebaik" itu. Bisa aja dia sengaja baik buat memancing Natta. Menjebak Natta karena tahu Natta sering ke sini... jangan-jangan... NATTA, STOP!!! Imajinasinya meliar lagi.
Natta mendekat. Kayaknya Kenzi nggak sadar Natta datang. Dia tetap bersandar sambil tengadah dengan mata terpejam. Kayaknya tenaaang banget. Ngapain sih dia" Tidur" Bangunin nggak, ya" Ngng... akhirnya Natta duduk pelan-pelan tanpa membangunkan Kenzi. Kayaknya nggak sopan, mereka kan belum kenal betul.
"Lho" Natta"" Tiba-tiba Kenzi melek.
"Eh... hehehe... sori, sori, kebangun, ya" Asyik banget tidurnya." Natta cengengesan.
Jemari Kenzi merapikan rambutnya. "Tidur" Hahaha... siapa yang tidur""
Natta mengerutkan alis. "Lha, tadi""
Kenzi tertawa lebar. "Kayak orang tidur, ya" Nggak, lagi. Aku lagi ngebayangin..."
Alis Natta berkerut lagi. "Ngebayangin apa""
"Seru aja, dari sini kedengeran suara langkah kaki kuda. Ngebayangin kalo kita lagi ada di negeri dongeng kerajaan-kerajaan gitu. Kayak film-film Disney. Kayaknya seru. Aku lagi lari-lari naik kuda di padang rumput liat-liat pemandangan." Kenzi berhenti ngoceh dan melirik Natta yang bengong. "Eh, sori. Bingung, ya" Jangan disangka gila lagi, ya" Aku emang hobi mengkhayal kayak gitu. Ngebayangin sesuatu yang nggak mungkin, yang indah-indah... hehehe..."
Natta diam. "Halo"" Telapak tangan Kenzi melambai-lambai di depan mata Natta.
"Hah"" "Kamu kenapa" Tenang aja, aku beneran nggak gila kok. Kadang aku merasa nyaman aja ngebayangin sesuatu sesuai kemauanku. Dunia yang nggak mungkin ada."
"Bukan, bukan gitu, tapi..." Kamu sama banget kayak aku, sambung Natta dalam hati. Dia betul-betul nggak percaya ada orang yang punya kebiasaan yang sama kayak dia. Maksudnya, halooo, berapa banyak sih orang yang suka berkhayal tiba-tiba tentang suatu hal" Imajinasi yang suka hiperbolis" Jangan-jangan Kenzi menyelidiki kebiasaan Natta dan pura-pura di depan Natta" Trik para penculik.
Tapi buat apa" Natta bukan anak orang kaya buat dimintain tebusan.
Menarik perhatian Natta" Hah! pemikiran orang ge-er tuh namanya. memangnya dia Hillary Duff!
"Numpang makan lagi"" selidik Kenzi, menatap bungkusan di tangan Natta.
Natta mendelik. "Hah""
Dengan muka konyol Kenzi menunjuk bungkusan Natta. "Pasti makanan, kan""
Oh iya, ya. Mie ayam. Gimana dong" Kasihin nggak, ya" Ugh! Kok hari ini hidup Natta penuh dengan pertanyaan sih" Tadi dia sendiri yang niat bawa dua b
ungkus karena Kenzi. Sekarang"! Oke! Oke! "Nih..." Natta menyodorkan mangkuk styrofoam tertutup pada Kenzi.
"Apa nih" Kok""
"Aku punya dua. Buat kamu aja satu," kata Natta sok cuek.
Ada pancaran senang di mata Kenzi. Kayaknya dia kege-eran deh.
"Tadi temenku nitip. Tau-tau dia malah pulang duluan, jadinya mie ayamnya nggak kebawa. Aku juga nggak segembul itu, kali, ngabisin dua mangkuk." Dengan berbagai cara Natta ngeles supaya Kenzi jangan sampai menyangka dia memang sengaja beli dua.
Kenzi tetap senyam-senyum. "Makasih ya. Kirain emang beliin buat aku," katanya kalem seperti membaca pikiran Natta. Huh!
"Ya nggak mungkin lah. Emangnya aku tau kamu ada di sini"" Rasanya muka Natta merah padam nih. Panas banget rasanya. Ketahuan nggak, ya"
Akhirnya Natta makan mie ayam bareng Kenzi. Kayaknya dia suka banget deh. Apa laper banget" Makannya lahap selahap-lahapnya kayak baru pertama kali dalam hidupnya makan mie ayam.
"Mie ayamnya enak. Beli di mana"" tanya Kenzi setelah mangkuknya bersih.
"Di sekolah. Biasa aja ah. Nggak istimewa. Emang kamu nggak pernah makan yang lebih enak""
Kenzi menggeleng. Kurang gaul! kata Natta dalam hati. Mie ayam sekolahnya kan biasa banget. Enakan juga mie ayam Mang Jujun yang rame banget itu. Mie-nya kenyal, kuahnya kentalnya pas, bumbu ayamnya enak banget, terus...
"Kamu rajin ya ke sini" Kayaknya lama sebelum aku ke sini, kamu udah sering ke sini, ya""
Natta mengangguk. "Dan ini bangku favoritku. Tenang, teduh..."
Kenzi tersenyum. "Langsung jadi bangku favoritku begitu aku pertama kali ke sini," potong Kenzi.
Natta diam. Kenapa dia jadi berakrab ria sama Kenzi"
"Kamu pulang sekolah langsung ke sini, apa nggak dicariin"" Kenzi menatap Natta yang masih berputih abu-abu ria. "Ada ekskul""
"Nggak. Nggak ada ekskul," ujar Natta tanpa menjawab pertanyaan pertama Kenzi. Nggak mungkin dia ngomong sama cowok yang baru dia kenal ini bahwa Ibu dan Ayah cuek-cuek aja. Itu mah sama aja bongkar aib keluarga ke orang tak dikenal dong.
Kayaknya Kenzi ngeh Natta nggak mau ngomong soal itu.
"Ke sini cuma numpang makan" Kayaknya waktu pertama ketemu kamu, ada yang mau kamu kerjain deh di sini."
Natta melirik. "Sok tau."
"Waktu itu kamu bawa kertas sama bolpoin. Muka serius. kayaknya mau ngerjain sesuatu yang penting."
Iya! Naskah itu! Supaya bisa lebih deket sama Ditto. Gimana mungkin aku dapat inspirasi kalau ternyata sekarang bangku rahasianya sudah punya penghuni lain" Aku kan perlu ketenangan, sahut Natta dalam hati.
"Ini tempat rahasiaku lho." Entah kenapa, bukannya menjawab soal naskah, Natta malah dengan o'onnya membocorkan rahasia yang bahkan sahabat-sahabatnya sendiri pun nggak tahu. Pikir Natta, toh percuma juga nyembunyiin hal itu dari Kenzi. Cowok itu kan juga sering ke sini. Kenzi nggak kenal sama teman-temannya, jadi kemungkinan dia membocorkan pada mereka juga nol persen.
Kenzi malah tertawa kecil. Jangan-jangan dia ketawa karena mikir tempat rahasia kok di tempat umum begini!
"Kamu kok ketawa""
Kenzi menarik napas. "Percaya nggak""
Mata Natta menyipit. "Ini juga aku putusin jadi tempat rahasiaku sejak pertama kali aku ke sini," kata Kenzi.
Wah! Kayaknya Kenzi betul-betul aneh deh! Kok bisa-bisanya dia nyama-nyamain Natta terus"! "Kamu penguntit, ya"" Natta menggeser duduknya dengan muka ketakutan.
Kali ini Kenzi ngakak. "Dulu orang gila, sekarang penguntit, nggak sekalian aja kamu bilang aku agen FBI yang lagi nyamar""
"Habisnya..." Kenzi menatap Natta mantap. "Kalo ini tempat rahasia kamu, berarti kamu merasa tenang dan nyaman kan, ada di sini" Sama, aku juga ke sini karena alasan itu. Di sini aku merasa tenang, nyaman. Rahasia. Nggak ada yang bisa nyari aku ke sini, karena nggak ada yang tau."
Natta bergeser makin jauh. "Kamu... pembunuh bayaran"" desis Natta terbata-bata.
Tuing! Muka Kenzi berubah tolol menatap Natta tak percaya. "Kamu ini penuh imajinasi apa curigaan sih" Masa kayak aku gini disebut pembunuh bayaran" Mo bunuh pake apa... pake... pi-"
"JANGAN BERGERAK! Kalo kamu berani ngel
uarin senjata kamu, aku bakal teriak. Kamu bakal diserang orang seisi taman dan semua tukang kuda," ancam Natta ketakutan waktu Kenzi merogoh tasnya. Ternyata dugaannya benar, ada yang nggak beres soal Kenzi.
Kenzi menatap Natta bingung. "Kamu pikir aku mau ngeluarin senjata""
"Jangan berani-berani. Aku betul-betul bakal teriak!" ancam Natta serius. Lututnya mulai gemetaran. Duhhh... kok taman sepi banget hari ini"! Dia butuh bantuan manusia!!! Bukan burung merpati gendut berbulu kucel yang mondar-mandir sambil matuk-matuk semua yang bisa dipatuk.
Kenzi mengangkat tangannya yang tadi siap merogoh tasnya. "Tenang, Nat, tenang... aku nggak punya senjata. Nih ya aku ambil pelan-pelan, kalo bener senjata kamu boleh teriak deh."
Natta melotot. "Terus kamu mo ngeluarin apa" Kamu buronan polisi, ya""
Kayaknya tadi Kenzi mo ketawa tapi nggak jadi karena melihat tampang Natta yang serius. Bisa-bisa cewek ini teriak betulan. Dan Kenzi nggak mau digebukin cuma gara-gara mau ngeluarin...
"PISANG"" pekik Natta melihat pisang berukuran sedang di tangan Kenzi.
"Gimana caranya bunuh orang pake pisang" Dijejelin sampe orangnya mati keselek" Hihihihi..."
Natta mematung salting. Siapa sih yang nyangka seorang cowok yang duduk-duduk di taman merogoh tasnya buat ngeluarin PISANG! Tapi yang ada di tangan Kenzi sekarang memang betul-betul pisang. Iya, pisang! Dengan ragu-ragu Natta kembali duduk dan menatap Kenzi dengan tatapan aneh. "Lo nggak ke mana-mana bawa pisang, kan""
Kenzi nyengir. "Ya nggak sih..."
Oooo... "Kadang apel, pir, jeruk..."
HAH" Dia selalu bawa buah-buahan di tasnya" Apa dia sejenis anak mami yang selalu dibekalin buah-buahan sama maminya" "Kamu vegetarian" Eh, tapi tadi kamu makan mie ayam."
Kenzi tersenyum lucu. "Nggak, aku suka aja makan buah. Hidup sehat."
"Oh. Mie ayam tadi nggak sehat tuh." Natta jadi bingung sendiri mo ngomong apa. Berarti tadi Natta sukses dong meracuni "hidup sehat" Kenzi dengan membuat dia makan mie ayam bersaus kental warna merah yang belum tentu terbuat dari tomat.
"Balance, kan"" kata Kenzi. "Tenang aja, Nat. Hidup sehat bukan berarti nggak makan enak."
"Ken, kamu masih sekolah" Maksudku..."
"Umurku berapa"" tebak Kenzi.
Natta mengangguk. "Aku baruuu aja pindah ke sini dari Bogor. Sebetulnya aku asli Bandung. Cuma kemaren-kemaren papaku dinas di Jakarta. Sekarang minta dipindahin ke Bandung. Pulang kampung. Enak. Kalo di sini ada apa-apa minta tolong aja ke saudara. Aku mungkin di atas kamu setahun. Aku kelas tiga. Mo ujian nih. Hehehe..."
"Sekolah kamu di mana""
Kenzi kelihatan kaget. Mungkin aneh, kali, ada cewek agresif nanya-nanya begini. Habis Natta penasaran. Karena secara nggak langsung kan selama ini Kenzi udah tau tentang Natta. "Di SMA 333."
"Wah, jauh banget... rumah kamu di daerah sini, terus kamu sekolah di SMA 333""
"Tau tuh, papaku yang masukin aku ke situ. Kayaknya karena dia alumnus situ. Biar turun-temurun, kali."
"Oh." Lagi-lagi oh. Tampaknya Natta harus benar-benar berhenti mencurigai Kenzi dan mikir yang bukan-bukan tentang cowok ini. Lagian kalo cowok itu orang jahat, ngapain juga terus-terusan mengincar mangsa yang sama" Mendingan cari korban lain kan, daripada mengincar korban kayak Natta" Udah cerewet, curigaan, hiperbolis-tipe yang bisa bikin repot penjahat.
Mungkin nggak masalah juga Natta cerita sama Kenzi soal naskah itu. Siapa tau Kenzi bisa bantu. Secara cowok itu juga suka berimajinasi dan berkhayal, sangat mungkin dia juga bisa bantuin Natta bikin naskah itu. "Kenzi..."
"Ya"" jawab Kenzi sambil sekilas melirik jam tangannya. Tiba-tiba matanya melotot, mukanya panik. "YA AMPUN!"
"Kenapa"" "Aduh! Sial! Darurat nih! Kalo telat bisa gawat!" Mukanya ketakutan. Tanpa menunggu jawaban Natta, Kenzi bangkit dan berlari buru-buru. Sampe segitunya. Tahu-tahu, seolah teringat sesuatu, Kenzi berhenti mendadak dan menoleh ke arah Natta. "Aku bakal ada di sini hari Selasa, Kamis, Sabtu, Minggu." Lalu dia melesat pergi.
Natta bengong. Ge-er banget tuh cowok! Kesannya Natta bakal ke sini denga
n niat ketemu lagi sama dia. Kalo sudah tau jadwalnya begitu, justru Natta malah lebih enak mengatur jadwal kapan bangku ini kosong.
"Hhh..." Natta menghela napas. Baru aja mo minta tolong dia malah mendadak pergi. Jangan-jangan Kenzi itu anggota Power Rangers" Siapa tau...
"Kenzi..." suara gadis manis bernama Natta itu memanggil namanya pelan.
Kenzi menoleh, sekilas sempat melirik jam di tangannya. Ya ampun! Panggilan darurat. Keadaan gawat... para Ranger diminta berkumpul! Kota diserang monster kecoak WC! "Ya ampun! Aku harus segera pergi! ada keadaan darurat!" Kenzi bangkit dari tempat duduknya, padahal kelihatannya cewek manis bernama Natta itu ingin mengatakan sesuatu.
Kenzi berlari cepat. Tapi kemudian langkahnya terhenti. Tatapan cewek itu mengganggu pikirannya. Apa yang sebenarnya mau dia katakan" Kenzi menoleh dan menatap Natta yang masih duduk di bangku taman. menatap kepergiannya dengan bingung. "Selasa, Kamis, Sabtu, Minggu, aku selalu ada di sini." Entah kenapa Kenzi membocorkan jadwal patroli Ranger-nya di taman ini. Dia berharap cewek itu mau datang lagi saat Kenzi di sini dan mengatakan apa yang dia mau katakan tadi.
Natta diam. Tak menjawab.
Kenzi melesat pergi. Mencari tempat sepi di balik rerimbunan pohon yang agak-agak bau pesing. Lalu... SET! SAT! SET-SET berubah! Jins dan T-shirt""-nya menghilang entah ke mana, berganti baju ketat berwarna mencolok dan bermotif nggak-banget lengkap dengan topengnya. POWER RANGER!!!
"Hihihihi..." Natta nggak tahan untuk nggak cekikikan sendiri gara-gara khayalan aneh ini. Power Ranger, gitu. Hari gini"!
Telepon Inna ahhh... "Halo"" jawab Inna di seberang sana.
"Vi, ternyata Kenzi itu Power Ranger."
"HAH"!" Hihihihihihi... + + + _Sepuluh_ KEADAAN Nanta kayaknya sudah pulih. Dia kelihatan segar bugar, nggak kayak waktu terserang flu gawat waktu itu. Hari ini dia kelihatan lahap menyantap nasi uduk yang dibeli Teh Ipah dalam perjalanannya ke sini. Teh Ipah itu perhatian banget. Sering banget dia membelikan makanan-makanan enak buat sarapan. Serabi, nasi uduk, ketan bakar, dan lain-lain.
"Udah sembuh, Kak"" Natta membuka bungkusan nasi uduk jatahnya.
"Ehm... lumayan."
"Kayaknya tenggorokannya masih agak nggak enak, ya"" Hmmm... teri, telur dadar, sambal. Pas banget. Natta memandang isi bungkusan nasi uduknya.
Nanta mengangguk. "Ayah udah pergi, ya"" Tahu-tahu Ibu nongol dari dalam kamar. Sudah dandan rapi dengan semilir wangi parfum ke mana-mana. sepagi ini udah dandan begitu, mau ke mana ya"
"Udah, Bu, tadi pagi. Katanya mau ambil stok barang," jawab Teh Ipah yang baru datang dari dapur sambil membawa nampan berisi teh manis hangat.
Ibu ngedumel nggak jelas. "Bukannya nungguin. Padahal Ibu pengin ikut sampe rumah Bu Aan."
"Ibu udah bilang sama Ayah"" tanya Natta.
"Ya nggak. Tapi kan mana Ibu tau Ayah bakal berangkat pagi-pagi buta begitu. Pasti pas Ibu di kamar mandi." Ya ampun! Ayah dan ibunya ini betul-betul sudah nggak komunikasi lagi, ya" Kenapa juga Ibu nggak bilang sama Ayah tadi malam kalo emang mau nebeng Ayah" Separah itu ya masalah komunikasi mereka" "Terpaksa panggil taksi deh. Pah, panggilin taksi ya di depan""
Teh Ipah mengangguk lalu bergegas pergi.
"Ibu mo ke mana sih" Rapi banget. Arisan lagi"" Kelihatan banget Ibu hari ini dandan habis-habisan. Kayaknya ada acara penting. Kalaupun arisan kayaknya bukan arisan biasa deh.
"Ke Tasikmalaya."
"Hah" Jauh banget, Bu, arisannya," komentar Natta terheran-heran.
Nanta cuma diam mendengarkan obrolan mereka. Karena jarang ketemu Ibu dan Ayah, kayaknya Nanta susah berakrab-akrab pada orangtuanya seperti Natta. Padahal dia tahu buat Natta juga susah. Biarpun selalu ada di rumah, Natta juga jarang ngobrol sama orangtua mereka. Kadang Nanta kasihan melihat adiknya ini. Dia betul-betul berusaha menganggap keluarga mereka normal.
Ibu duduk di sebelah Natta. "Ini bukan arisan, Nat. Kamu doain aja Ibu berhasil. Kalo ini sukses, kita bisa kayak dulu lagi," kata Ibu antusias.
"Emang Ibu mo ngapain ke Tasikmalaya" Bisnis""
"Semacam itulah. Ada pertemuan. Kamu tau Tante Aan, kan" Sepupunya Tante Aan ikut bisnis MLM. Udah banyak yang sukses lho, sampe punya Jaguar dan rumah mewah dalam waktu singkat. Belum lagi jalan-jalan keluar negeri gratis kalo pangkat kita udah tinggi. Hari ini ada presentasinya. Ibu sama Tante Aan downliner-nya sepupunya Tante Aan itu. Pokoknya prospek cerah deh. Kita tinggal cari-cari anggota baru," cerocos Ibu semangat.
Mulai deh Ibu mimpi lagi. Sampe jauh-jauh nyamperin ke Tasikmalaya. Cari uang kan nggak segitu gampangnya. Lagian apa itu yang paling penting buat Ibu" Kembali kaya Nantaa kayak dulu. Huh. Harusnya dengan keadaan keluarga mereka seperti ini mereka jadi lebih solid, kan" Ini kok malah jadi pada sibuk sendiri.
"Nasi uduknya nih, Bu." Natta menyodorkan bungkusan nasi uduk.
"Duh, nggak usah deh. Di sana pasti disediain makanan kok. Tuh taksinya dateng. Ya udah ya... Nanta, kamu udah sembuh"" Masih inget juga Ibu sama Nanta.
Nanta mengangguk. "Tuh kan kata Ibu juga apa. Flu aja sih nggak usah dibesar-besarin. Cuma perlu istirahat."
Lalu Ibu pun pergi. *** "EH! EH! HEI!" Inna menyikut Natta. "Kayaknya dia manggil kita deh."
Rasanya kepala Natta berdenyut-denyut saking kesenangan. Apa betul Ditto manggil mereka" Atau manggil dia"! OMG! Mimpi jadi kenyataan!
Ditto berlari kecil ke arah mereka. BENAR! Kali ini tak salah lagi!!! Yes! Yes! Yes!!!
"Hai..." sapa Ditto sambil dengan keren abis mengusap rambutnya. Natta betul-betul terpana.
"Ada apa ya"" tembak Inna to the point.
Uh, Inna nih. Manis-manis dong sama Ditto. Bisa gawat seribu watt dong kalo Ditto takut sama Inna. Nanti dia nggak jadi PDKT ke aku, pikir Natta ge-er abis.
Ditto garuk-garuk kepala canggung. "Eng, gini..."
Natta menatap Ditto terpana. Terpana... terpana...
Pipi Ditto kelihatan memerah dan cowok itu salah tingkah abis. Kayaknya dia grogi berat.
Natta tertunduk malu nggak sanggup memandang mata Ditto.
"Sebenarnya aku... anu... gini..."
Inna menatap Ditto nggak sabar. "Ada apa sih""
Tiba-tiba sekeliling mereka berubah jadi negeri dongeng kerajaan. Natta bagai Cinderella dengan gaun lusuhnya. Ditto sang pangeran berdiri canggung di depannya. Agak melenceng dari cerita Cinderella asli, yang ini Cinderella-nya punya geng. Ada babu Dara, babu Inna, dan babu Kinkin.
"Natta... maukah kamu..." tangan Pangeran Ditto terulur... "jadi permaisuriku""
Ohhhh... apakah ini mimpi"! Pangeran Ditto memintaku jadi permaisurinya"!
"Gimana" Mau nggak"" Suara Ditto di dunia nyata membuyarkan lamunan Natta. Tunggu... tunggu... apa tadi katanya" Mau nggak" Ditto nanya mau nggak"
Mata Natta berbinar. Apa pun yang ditawarkan dan mungkin saja betul-betul meminta Natta jadi permaisuri-secara Natta sibuk melamun dan melayang ke alam khayalannya sampe nggak tau tadi Ditto ngomong apa-demi kentang goreng bumbu balado kesukaan Natta dan demi bakpao isi kacang ijo yang enak banget itu, tentu aja Natta... "Iya, iya, mau," jawab Natta cepat tanpa pikir-pikir lagi.
Kenapa Inna, Dara, dan Kinkin melotot kayak burung hantu keselek jambu gitu, ya" Kok mereka kayak nggak setuju gitu sih"! Haloooo... ini fenomena abad ini, kaliii... DITTO MINTA SESUATU DARI NATTA... eh, kita berempat, maksudnya.
Ditto tersenyum senang. Dan penuh terima kasih (ini sih perasaan Natta aja, kali.) "Wahhh... makasih banget ya, ngng..."
"Natta," jawab Natta cepat karena Ditto kayaknya nggak tahu namanya. Hiks.
"Oh iya, Natta. Makasih banyak lho, gue terbantu banget. Banget! Ini kertas-kertasnya. Tolong, ya""
Natta melongo menerima tumpukan kertas dari Ditto. Kertas apaan nih" "Eh... anu..." dengan dongo Natta menatap Inna, Dara, dan Kinkin minta pertolongan. Mereka malah saling pandang sambil geleng-geleng sok asyik. Ugh!!!
Jurus Tanpa Bentuk 4 Tiga Dalam Satu 02 Bintang Malam Dendam Tokoh Buangan 1