Pencarian

3200 Miles Away From Home 5

3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 Bagian 5


"Abaaaaannnnnggg! Aku kangen sama kamu!", sahut Riani sembari memelukku erat. Beberapa kali pula gadisku itu mencium bibirku tanpa ragu di tengah-tengah hiruk pikuk penumpang yang baru tiba dan para penjemput.
"Aku juga kangen banget sama kamu sayang..."
Riani menyadari jika kalimatku agak menggantung. Ia sedikit melonggarkan pelukannya dan menatap wajahku. Terlihat Riani mengharapkanku untuk menyelesaikan kalimatku tadi. Di sisi lain Ji-eun hanya senyum-senyum geli sendiri melihat kami.
"... tapi Mbok ya jangan di sini gitu Ri. Malu nih sama orang rame-rame begini."
Dan terlihat Riani berubah air mukanya dari ekspresi rindu jadi ekspresi malu-malu. Kemudian wajahnya juga mulai kemerahan seiring dengan perubahan ekspresinya tadi.
"So, you must be Riani, right" Let me introduce my self. I'm Ji-eun. It's so nice to see you!" "Oh, hi! I'm Riani. Nice to see you as well. Are you Jojo's friend in Korea"" "Well, actually..."
Kemudian Ji-eun menjelaskan bagaimana kami bisa saling kenal serta tawaranku untuk mengantarnya ke apartemen yang sudah disewanya di daerah Sudirman, Jakarta. Riani terlihat tidak keberatan mengantar Jieun ke apartemennya. Bahkan ia senang karena Ji-eun cukup fasih berbahasa Perancis sebagaimana halnya Riani. Beberapa menit kemudian, kami bertiga akhirnya meluncur dalam mobil sedan milik Riani menuju arah Sudirman. Riani terlihat asyik mengobrol dengan Ji-eun yang duduk di bangku belakang dalam Bahasa Perancis. Sementara aku yang berada di belakang kemudi tengah berjuang mengatasi lalu lintas yang mulai
macet pagi ini. Jakarta, oh Jakarta!
Pada pukul 0845, kami akhirnya tiba di apartemen sewaan Ji-eun. Kami juga turun sejenak untuk memastikan bahwa Ji-eun tidak mendapatkan masalah di situ. Setelah memastikan bahwa semuanya baik-baik saja dan Jieun dapat meluncur dengan mulus menuju lantai tempat kamarnya berada, kami kembali menuju mobil. "Sekarang ke mana nih sayang""
"Ke arah Bandung ya, Bang. Aku udah pesen tempat yang bagus buat kita." "Tempat yang bagus" Kayak apa emang""
"Udah kamu nyetir aja dulu ke sana. Nanti keluar di tol Pasteur. Nanti kalo udah sampe Pasteur bangunin aku biar kita gantian nyetir. Aku mau tidur dulu nih tadi pagi bangun pagi banget buat jemput kamu. Oke""
Well, jika begini aku tidak bisa berkata tidak kepada Riani. Kupacu saja mobil Riani ke arah Bandung. Pada pukul 1130, aku menepi sejenak di sebuah rest area di tol Cipularang untuk beristirahat sejenak dan juga untuk beribadah jumat. Riani kubangunkan untuk memberitahunya bahwa aku hendak beribadah sejenak. Sekitar 40 menit kemudian, aku sudah selesai beribadah dan kembali ke mobil. Riani terlihat masih tertidur setelah kutinggalkan tadi. Tak ingin mengganggunya, aku kembali melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Setibanya di tol Pasteur, Riani kubangunkan dan kami menepi setelah membayar tol. "Mau ke mana sih kita sebenernya""
"Makan dulu ya Bang di jalan Sultan Agung... Abang udah lapar kan"" "Legoh ya" Boleh banget tuh! Kangen juga makan di situ"
Sekitar 20 menit kemudian kami sudah tiba di sebuah rumah makan milik seorang drummer dari sebuah band industrial. Seperti biasa, aku memesan nasi goreng hitam setiap kali ke restoran itu. Riani sendiri memesan menu kangkung pedas mampus kesukaannya. Sensasi orgasmik dari makanan buatan Chef Leon memang sangat khas. Itu yang membuat aku dan Riani selalu menyempatkan diri untuk mampir di tempat ini setiap kali bertandang ke Bandung.
Satu jam kemudian, Riani sudah menjalankan kembali mobilnya menuju daerah Utara Bandung. Aku sendiri tidak terlalu ambil pusing karena efek dari kelelahan dan kekenyangan memaksa sepasang mata ini untuk merapatkan kelopaknya.
"Bang! Bangun Bang! Kita udah sampe nih.", sahut Riani sembari mengguncang-guncangkan tubuhku.
Aku kemudian membuka mataku dan mendapati mobil sudah berada di depan sebuah vila. Dilihat dari kompleks via di sekitarnya, aku menyadari bahwa ini adalah kompleks vila yang terdapat di kompleks pemandian air panas Ciater.
"Yuk Bang kita masuk. Sekalian bantu angkatin tas dan barang-barang bawaan lain ya." "Oke... oke..."
Sambil masih agak mengantuk, kubawa saja tas punggung Riani dan juga beberapa tas plastik. Begitu masuk ke dalam vila, kuletakkan saja barang-barang bawaanku di ruang utama vila satu kamar tersebut. "Bagus banget sayang vilanya. Emang sampe kapan kita tinggal di sini""
Riani kemudian memelukku dari belakang. Hangat mulai terasa di tubuhku yang hanya terbungkus kaos oblong tipis dan celana jeans ini. Namun di dalam terasa panas yang cukup membara. "Sampe minggu siang, Bang. Ga papa kan""
"Minggu siang" Emang mau ngapain aja sih kita di sini sayang""
Riani tidak menjawab pertanyaanku tersebut. Ia melepas pelukannya dan berjalan ke arah depanku kemudian mengambil sesuatu dari dalam plastik yang tadi kubawa.
"Mau ngabisin ini lah Bang...", jawab Riani pada akhirnya dengan wajah bersemu sembari melemparkan kotak putih yang tadi diambilnya dari plastik ke arahku.
Secara refleks kutangkap saja kotak itu.
"Emang ini apa....", kata-kataku terhenti sejenak ketika ketika kulihat kotak putih dengan beberapa hiasan beraneka warna bertuliskan FIESTA PARTY PACK berada dalam genggaman tanganku. Kemudian Riani tanpa ragu menarik tanganku dan menyeretku ke dalam kamar. "Yuk Bang kita mulai abisin. Banyak lho isinya."
Side Story: Belajar Berenang
Somewhere in Switzerland, 12 Oktober 2015: 1630hrs
Aku baru saja menyelesaikan pertemuanku dengan counterpartku di sebuah gedung di kota ini. Cuaca hari ini cukup dingin dibandingkan hari-hari sebelumnya di mana thermometer di jam tanganku menunjukkan angka 10 derajat celcius. Terus terang aku hari ini cukup salah mengantisipasi perkiraan cuaca sehingga hanya mengenakan setelah kemeja-celana panjang dan jas lengkap dengan dasinya sebagaimana pakaianku pada hari-hari sebelumnya. Walhasil, aku merasa cukup kedinginan di tengah cuaca sedingin ini. Belum lagi sesekali angin danau yang menerpaku yang sedang berjalan sendiri ini. Teman-temanku" Mereka sudah kembali ke apartemen sewaan kami lebih awal karena memang aku tadi masih perlu menyelesaikan beberapa urusan dengan counterpartku.
Kenapa di tengah cuaca sedingin ini aku memilih untuk berjalan kembali ke apartemen" Well, jarak apartemen kami ke tempat meeting termasuk jarak yang agak tanggung di mana jika harus menaiki kendaraan agak terlalu dekat, dan agak jauh juga untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Salah satu faktor yang memaksaku untuk memilih berjalan kaki adalah keberadaan sang surya yang terlihat baru bangun dari tidurnya yang agak terlalu panjang. Hari ini sampai dengan pukul tiga sore memang kota ini berawan dan sang surya terlihat malumalu bangkit dari singgasananya. Selepas pukul tiga barulah sang surya terlihat segar untuk menjalankan tugasnya menghangatkan dunia ini.
Namun penilaianku ternyata agak salah. Meskipun Sang Surya sudah menjalankan tugasnya, sang hawa dingin terlihat masih enggan pergi dari atmosfir kota ini. Belum lagi konspirasinya dengan sang bayu yang berasal dari danau luas di depan mataku ini. Konspirasi angin dan hawa dingin ini benar-benar menyiksaku yang sedang berjalan sendirian ini. Sampai pada suatu saat di mana hatiku berubah menjadi hangat sehingga tubuh ringkihku ini merasakan juga kehangatan di dalam hati.
Asus Zenfone 2 milikku bergetar dan terlihat ada permintaan untuk melakukan video call melalui aplikasi skype. Kulihat siapa yang memanggil dan id call menunjukkan nama Wulan.
"Hallo... Assalamualaikum Jo... Apa kabar""
"Wa alaikum salam.. Alhamdulillah sehat nih... Agak dingin aja emang di sini... Keluarga apa kabar" Astro gimana""
"Nah ini dia Jo... Aku mau minta tolong sebentar... Mas Tora baru aja sampe tadi pagi trus ga enak badan gitu... Trus Astro juga susah banget disuruh tidur... Bisa ajak ngobrol Astro bentar gak" Kamu ga sibuk kan"" Aku yang memang sudah cukup kangen dengan darah dagingku itu tanpa ragu-ragu mengatakan:
"Sini sini kasih ke aku... Aku baru kelar meeting kok... Lagian aku juga sedang jalan ke apartemen di samping danau nih... lumayan lah buat kasih liat ke Astro..."
"Well, okay..."
Aku menghentikan sejenak langkahku di sebuah tempat dekat dari air mancur raksasa yang menjadi landmark dari kota ini. Sementara itu di layarku terlihat wajah imut Astro menggantikan wajah Wulan. "Papa Jooooo! Papa Jo lagi di mana""
"Lagi di Swiss Tro. Kan udah Papa kasih tau waktu itu. Kamu kok belom bobok"" "Belom ngantuk. Oh iya... Tante Cantik yang waktu itu foto bareng Papa mana" Kok ga sama Papa sih"" Well, memang Astro benar-benar anakku. Tidak mudah lupa dengan wanita cantik. "Oh, yang itu. Dia ya di rumahnya di Turki lah Tro. Kamu ini genit juga ya" Sama yang cantik aja inget" "Hehehe..."
Kemudian aku melanjutkan perjalananku sembari melanjutkan video call dengan Astro. Aku merasa beruntung bisa berjalan sembari melakukan video call karena bagusnya kualitas koneksi internet di negara ini. Aku masih belum yakin dapat melakukan hal ini di Indonesia. Sembari mengobrol dengan Astro, sesekali aku memperlihatkan pemandangan di sekitarku mulai dari air mancur raksasa, danau yang berair jernih, ikan-ikan, angsa dan bebek yang terlihat bermain-main di danau, bangunan-bangunan bersejarah di tepi danau, dan banyak hal lagi. Terlihat Astro beberapa kali terkagum-kagum melihat pemandangan yang kuperlihatkan dari kamera ponselku. Selain itu ia juga beberapa kali bertanya-tanya mengenai apa yang dilihatnya. Tidak terasa sudah setengah jam kami mengobrol dan Astro sudah terlihat mengantuk. "Astro udah ngantuk ya" Bobo dulu ya" Besok sekolah kan""
"Iya Papa Jo. Tapi janji ya... Ato nanti mau belajar berenang. Kalo udah jago nanti Papa Jo ajak Ato ke sana soalnya Ato mau berenang di danau"
Aku tersenyum mendengar permintaannya.
"Pasti To, pasti! Kalo kamu udah jago berenang, trus pas sekolah nanti nilai kamu bagus pasti Papa Jo ajak ke sini deh!"
"Asiiiiikkk! Ya udah, Ato bobo dulu ya... Dadah Papa Jo... Assalamualaikum!" "Wa alaikum salam!", jawabku sembari memutus sambungan.
Terlihat apartemen sewaan kami sudah terlihat dekat. Kupercepat langkahku ke arah apartemen itu. Angin yang terasa semakin kencang tidak kuhiraukan karena hawa dingin yang menerpa tidak terasa apa-apa dibandingkan hangatnya hatiku sore itu.
Mamaaaaa! Aku Pulang! Part Troix
Jalan menuju Dago Pakar malam itu cukup macet. Maklumlah, malam minggu. Dan sebagaimana biasanya, malam minggu kali ini cukup banyak mobil berplat B yang memenuhi jalan tersebut. Termasuk di antaranya mobil sedan berwarna putih milik Riani. Yang di dalamnya berisi sepasang anak manusia: aku dan Riani. Kami memang baru saja menikmati makan malam di sebuah tempat makan di dekat gerbang utama Universitas Cap Gajah Duduk. Kami yang belum merasa kenyang namun enggan memesan piring kedua memilih untuk melanjutkan acara kami di sebuah warung kopi modern yang banyak terdapat di daerah Dago Pakar. Bang& macet nih& bikin bete aja deh& , seperti biasanya Riani merenggut di saat macet.
Ya abis mau gimana lagi" Orang Jakarta pada doyan ke sini kalo weekend. Kamu juga malah nambah satu populasi mobil plat B di sini. Gimana ga macet"
Riani kemudian memutar-mutar gelombang radio di mobil tersebut. Sekian lama diputar, terlihat Riani tidak terlalu puas dengan lagu-lagu maupun siaran radio yang disiarkan oleh stasiun-stasiun radio Bandung pada saat itu. Namun tidak lama kemudian Riani melihatku dengan tatapan sayu.
Bang... dingin... Mau matiin aja AC-nya" Biarin& Peluk aja&
Spoiler for bebe: Aku kemudian membuka tangan kiriku dan menyambut dirinya yang segera menghambur ke arahku. Tidak berhenti sampai di situ, Riani yang menyadari kondisi lalu lintas yang macet memanfaatkan hal tersebut dengan menghujani leherku dengan kecupan. Sesekali pula ia menarik kepalaku agar bibir kami mobil kami, Riani seolah tidak peduli dengan hal itu. Pelukan dan kecupan bergerak semakin intens. Kaca film mobil Riani yang mencapai level 80% agaknya membuat Riani cukup percaya diri melakukan hal tersebut di tengah kondisi tersebut. Selain itu tangannya juga mulai bergerak dengan perlahan menuju beberapa titik sensitif di tubuhku.
Beberapa kali aku berusaha menghentikan Riani karena mobil ini perlu bergerak sedikit demi sedikit, namun Riani tetap tidak mau menyerah dalam mengerjaiku. Sampai pada satu titik Riani mengarahkan kepalanya ke titik paling sensitif dari tubuhku. Tanpa ampun Riani menghajar titik tersebut dengan memberikan stimulasi oral yang sangat intens. Aku sendiri dibuatnya antara keenakan dan juga malu mengingat posisi kami yang sedang berada di tengah-tengah kemacetan. Dan setelah sekitar sepuluh menit dihujani rangsangan tersebut, akhirnya aku tiba pada satu titik puncak.
Kamu tadi ngajaknya ngopi kok jadi malah minum yang lain sih Sayang"
Enakan itu kamu tau daripada kopi, Bang. Kamu juga keenakan kan barusan" Sampe merem melek gitu. Ya enak sih... Tapi mbok ya jangan di tengah-tengah macet begini kenapa" Kalo ada yang liat gimana" Ngasih rejeki visual Bang
Sekitar empat puluh menit kemudian akhirnya kami tiba di sebuah kedai kopi dengan bentuk rumah yang posisinya agak masuk ke dalam area Dago Pakar. Riani yang tadi sempat menelepon kedai kopi ini sebelum kami bergerak dari tempat makan kami langsung berbicara dengan seorang pelayan di situ dan tidak begitu lama ia menarik tanganku ke tempat yang sudah dipesannya: Salah satu tempat paling pojok dan nyaman di kedai kopi ini. Sepertinya aku tahu apa keinginan Riani kali ini terutama setelah melihat model tempat yang dipesannya adalah model lesehan.
Benar saja. Ketika kami sudah sampai di tempat tersebut dan memesan pesanan kami, Riani kembali menempel tubuhku dengan erat. Hal ini jadi sedikit mengingatanku dengan Khali khususnya ketika kami menghabiskan waktu kami di Boryeong.
Sayang, kok udah nempel lagi kayak gini sih" Malu ah nanti kalo pelayannya dateng.
Biarin aja sih Bang. Biar pelayannya tau kalo aku kangen banget sama Abangku yang ganteng ini soalnya udah lama banget gak ketemu. Lagian kan dingin Bang. Enak tau nempel-nempel begini
Beberapa menit kemudian, pesanan kami datang. Dan Riani masih tidak melepaskan pelukannya dari tubuhku seolah ingin membuktikan kata-katanya tadi. Sejurus kemudian, atau tepatnya ketika pelayan sudah meninggalkan tempat kami, Riani sedikit meneguk capuccino pesanannya tanpa melepaskan dekapannya.
Spoiler for bebe: Bang, coklat panas pesenan Abang udah pake susu blom" Kurang enak lho kalo ga pake susu. , goda Riani sembari mengarahkan tanganku ke salah satu titik sensitif di tubuhnya.
Segera saja atmosfir tempat tersebut jadi memanas sepanas gairah kami berdua yang perlahan-lahan mulai naik. Tanpa melepaskan dekapannya, Riani kembali menghujaniku dengan kecupan sembari terus mengarahkan sepasang tanganku untuk menstimulasi titik-titik sensitif di tubuhnya. Aku yang kali ini cukup percaya diri dengan tempat kami yang memang mojok dan sangat jarang dilewati orang akhirnya memilih untuk mengikuti permainan Riani. Sepenanakan nasi kemudian Riani terlihat mencapai klimaksnya. Dan seperti halnya Khali, Riani termasuk tipe yang agak berisik jika sudah mencapai klimaks sehingga harus kubungkam mulutnya dengan kecupanku.
Abaaaaang.... Enak banget... Abisin yuk minumannya trus pulang. Kita kan musti ngabisin fiestanya sampe besok. Masih ada sekitar seperempatnya lagi tuh Bang.
Keesokan siangnya sekitar jam 11, aku keluar dari kamar mandi setelah kami pada akhirnya menggunakan potongan fiesta terakhir untuk sebuah permainan yang membara di kamar mandi. Aku segera memakai pakaianku dan membereskan barang-barang yang perlu kami bawa kembali ke Jakarta. Riani sendiri belum keluar dari kamar mandi. Aku memilih untuk berbaring di ranjang untuk menunggunya mengingat tenagaku sepertinya habis untuk melayani Riani dua setengah hari belakangan ini. Wanita itu memang sangat tinggi gairahnya. Kadang-kadang aku jadi membandingkan dirinya dengan Khali yang juga bergairah tinggi. Dan ketika memikirkan hal tersebut, aku dengan sukses tertidur.
Bang, bangun Bang. Yuk kita pulang. Biar aku aja yang nyetir. Kamu kayaknya masih lemes gitu. Mending nanti lanjut di mobil aja tidurnya
Yang bikin aku lemes begini siapa ya Sayang"
Hehehehe... Abis enak tau ngerjain pacarku ini... Apalagi kalo pacarku bales ngerjain juga... Pada sore hari, sekitar pukul 1630, akhirnya kami tiba di rumahku. Terlihat orang tuaku yang lagi duduk-duduk santai di teras agak heran melihat mobil Riani berhenti di depan rumahku. Dan wajah mereka terlihat lebih kaget lagi melihat siapa yang kemudian turun dari mobil ini.
Assalamualaikum! Ma! Pa! Aku pulaaaaannggg!
Wa alaikum salam! Kok pulang begini ga ngasih tau orang rumah sih" Ngagetin orang rumah aja. , sambut Papaku.
Emang kamu ini anak Papa banget Jo , sambut Ibuku yang kemudian memberikan pelukan.
Yup. Ada alasan kenapa Mama menyebutku anak Papa. Atau mungkin jika mau lebih lengkap lagi juga sebagai cucu dari Kakek. Yaitu kebiasaan tidak memberitahu orang rumah ketika pulang dari tempat yang jauh dan tiba-tiba muncul begitu saja di depan rumah sendirian tanpa memberi kabar terlebih dulu. Aku masih ingat Kakek dahulu melakukannya ketika pulang dari ibadah haji di sekitar tahun 1990an dan juga Papa yang melakukan hal serupa ketika pulang dinas sekitar setahun dari Australia. Tanpa ada kabar, tanpa pemberitahuan akan pulang, tiba-tiba sosok kami muncul begitu saja di depan rumah. Dan kali ini aku dengan sukses mengulangi pencapaian Ayah dan Kakek.
Dan tidak seberapa lama, Johan, adikku yang besar pulang dari rumah temannya dan kaget juga melihat keberadaanku di rumah.
Masya Allah! Sore-sore begini udah ada penampakan! Ini Bang Jo beneran apa ada Jin menyerupai Bang Jo nih"!
Hae Gaes! Secara umum summer break-ku di tanah air ini menyenangkan. Aku dengan sukses membuat beberapa orang temanku di sini terkaget-kaget dengan kehadiranku yang begitu tiba-tiba tanpa ada pembertahuan sebelumnya.
Misalnya saja Toro. Programmer satu ini terlihat belum lama bangun dari tidurnya ketika aku sedang iseng mengunjungi rumahnya siang itu. Toro yang pada dasarnya tinggal di sebuah paviliun kecil dan terpisah dari rumahnya terlihat masih sangat mengantuk dan hanya mengenakan sarung dan singlet putih. Ia terlihat berjalan dengan lemas dari dalam kamarnya menuju sebuah bale-bale di teras rumah utama ketika aku baru saja tiba di rumahnya. Toro bangun siang" Sudah cukup biasa bagi dirinya yang memang sering mendapat shift kerja malam hari untuk maintenance jaringan sebuah provider telekomunikasi. Tor... bangun Tor... Kucing tetangga ane bangun siang mulu jadi jomblo seumur hidup Tor...
Toro terlihat begitu lambat bereaksi atas keisenganku barusan. Terlihat matanya dibukanya dengan berat. Sekali dibuka matanya. Kemudian ditutup lagi. Kemudian dibuka lagi. Kali ini dibukanya sepasang kelopak matanya sampai terbelalak.
Jojo! Ini beneran eluh"!
Iyalah beneran gua! Cuci muka sanah! Bau iler tau gak lu"
Toro hanya nyengir saja dan berlalu ke dalam kamarnya yang terletak hanya sekitar lima tombak dari dari balebale tempatnya terkantuk-kantuk barusan. Beberapa jurus kemudian Ia sudah keluar dari kamarnya dengan wajah lebih segar dan kali ini sudah memakai kaos biru dengan sarung tetap menutupi bagian bawah tubuhnya.
Kapan nyampe lu Jo" Gile deh ga pake ngabar-ngabarin tau-tau ada di depan rumah aja. Udah semacam Bourne aja luh.
Well, Jonathan Bourne doesn t sound bad, Tor
Haisshhh& . Kampret lah& Jadi udah dari kapan ente di sini" Sampe Indonesia apa sampe rumah ane"
Emang beda ye" Menurut ente" ... Ane udah mendarat sih dari jumat kemaren Tor. Kalo ke rumah sih ya baru hari minggunya. Lha terus ente ngabur ke mana dulu"
Aku tidak menjawabnya dan hanya cengar-cengir menyebalkan saja. Bentar... bentar... Jangan-jangan... Sama Riani ya"
Bingo! Bangsyaaaattttt! Bikin ngiri aja ente! Salah sendiri jomblo!
Setelah itu kami mengobrol ngalor-ngidul sembari menikmati makan siang yang disediakan Ibunya Toro. Tidak lupa aku juga sedikit beramah-tamah dengan Ibunya Toro yang memang sudah dikenal anggota geng kami sejak dulu. Kemudian juga kami langsung membicarakan rencana untuk buka puasa bersama minggu depan mumpung aku masih berencana untuk menghabiskan pekan pertama bulan puasa ini di tanah air.
Tidak lama setelah itu kami memohon diri dari rumah Toro dan berpisah di tengah jalan. Toro pergi ke kantornya untuk masuk kerja shift malam sementara aku" Ke kantor lamaku untuk memberikan sedikit kejutan untuk teman-teman di kantor lama. Dan waktunya memang tepat.
Aku tiba di kantor ketika divisiku sedang melakukan rapat internal. Rekan-rekan sekantorku sedang memperhatikan arahan Ibu Kepala Divisiku yang sedang mempresentasikan target pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu dekat ini. Dan sebagaimana biasanya, rekan-rekan sekantor hanya memperhatikan arahan Ibu Kepala Divisi saja tanpa memberi masukan atau setidaknya komentar terhadap arahan tersebut. Terus terang reputasiku di kantor dulu termasuk agak unik karena aku termasuk staf yang mbeling, alias agak kritis dan cenderung suka melawan terhadap senior maupun atasan. Namun demikian, sebagian besar rekan sekantor maupun atasanku cenderung menyukai pembawaanku yang demikian karena mereka sering menganggap hal yang demikian seringkali memberikan dimensi lain dalam menyelesaikan isu-isu substantif dalam menangani pekerjaan di kantor tersebut.
"Jadi buat isu yang ini, kemungkinan counterpart kita dari Philippines mau ambil referensi dari kerja sama mereka yang udah ada dengan pihak Amerika Serikat. Gimana" Bisa kita terima usulan dari Philippines itu"", tanya Ibu Kadiv kepada rekan-rekan sekantorku.
Dan reaksinya memang sebagaimana yang sudah diperkirakan: semua orang kantor dokem jae alias diam saja. Dan hal ini terus terang merangsang sifat iseng dan kritisku itu.
"Maaf interupsi Bu, tapi apa benar kemungkinan usulan dari Philippine itu cocok buat kita secara teknis" Kemampuan kita dengan counterpart Amerika beda jauh lho. Sebaiknya coba diperhitungkan lagi kapasitas kita kalo mau terima proposal itu.", celetukku dengan suara sedang dari arah pintu ruang rapat. Sontak saja seisi ruangan itu mengalihkan pandangannya ke arahku. Termasuk Ibu Kadiv.
"Jo! Kamu kapan dateng"! Pas banget kamu datengnya di rapat soal isu ini! Ayo sini gabung rapat! Pas banget kan ini kerjaan dulu kamu yang pegang!"
Niatnya ke kantor buat kasih kejutan, malah disuruh ikutan rapat. Brengsek betul!
Beberapa hari kemudian, giliran kantor jurusan tempatku kuliah dulu yang kuberi kejutan. Aku masih ingat sebelum aku pulang dari Korea, aku menyempatkan diri untuk chatting dengan salah satu juniorku yang berkarir sebagai dosen di jurusan tersebut. Kebetulan, si junior ini, sebut saja Bemby, termasuk junior yang agak polos dan seringkali menjadi objek keisenganku semasa kuliah dulu.
Aku masih ingat ketika chatting waktu itu aku mengaku-aku hanya diberikan tiket one-way ketika akan berangkat ke Korea dan ada kemungkinan aku akan direkrut untuk melakukan infiltrasi negara tetangga melalui perbatasan di sebelah Utara. Dan terlihat bagaimana polosnya si Bemby ini ketika ia membalas chattinganku saat itu dengan cukup serius dan menanyakan sampai level cukup teknis mengenai bagaimana infiltrasi akan kulakukan. Bagaimana aku membalas pertanyaannya" Well, kebetulan pada saat itu aku sedang membaca juga mangascan 20th century boys tepat pada chapter di mana Ocho melakukan penyusupan ke salah satu fasilitas milik Tomodachi. Dengan cukup detail kujawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan merujuk pada mangascan yang kubaca. Terlihat Bemby sangat antusias menerima jawabanku dan pada saat chatting kami berakhir ia sempat menyampaikan semoga berhasil dan harap jaga keselamatan diri.
Dan tebak siapa yang pertama kali kutemui ketika menjejakkan kaki kembali di kantor jurusan" Yak, betul. Bemby! Dan wajahnya saat itu aku masih ingat betul ketika melihatku kembali di kantor jurusan. Mirip-mirip lah dengan wajah orang melihat penampakan makhluk halus.
"Jojo! Kok udah di sini aja"! Gimana caranya lu bisa survive dari Pyong Yang"!", tanyanya dengan suara kencang.
Saking kencangnya suaranya, sampai seorang dosen, sebut saja Mas Yadi, yang juga menjabat sebagai ketua jurusan keluar dari kantornya untuk melihat apa yang terjadi. Ia sendiri akhirnya cukup maklum ketika melihatku di kantor itu.
"Jojo, Jojo... Masih aja kamu iseng kayak gitu... Sekarang kamu apain lagi si Bemby"",sahut Mas Yadi sambil geleng-geleng kepala.
Segera saja kupeluk beliau mengingat beliau adalah salah satu dosen yang paling dekat denganku di jurusan. Kami pun segera beramah tamah sembari bercanda-canda. Mas Yadi bahkan tertawa terbahak-bahak ketika aku menceritakan latar belakang bagaimana Bemby bisa berseru keras seperti tadi.
"Bem, jadi lu seriusan percaya sama Jojo"! Ya ampun Bem, kamu ini umurnya berapa sih masih bisa dikibulin kayak gitu"!"
Aku dan Mas Yadi hanya tertawa-tawa saja sementara wajah Bemby terlihat bersemu ditertawai oleh kami.
"Kamu juga Jo. Dari dulu ga kapok-kapok ngerjain si Bemby ini. Untung ga sampe kayak dulu waktu kamu bisa-bisanya bikin dia ngebrowsing Miyabi waktu presentasi di depan kelas."
Dan kami bertiga langsung tertawa keras saja begitu mengingat kejadian konyol empat tahun lalu itu.
Tawa kami bertiga mereda sekitar seperjamuan teh kemudian, tepatnya ketika terdengat seseorang datang ke kantor jurusan tersebut. Mas Har sejenak menyuruh orang tadi menunggu sebentar di ruang tunggu karena pada saat itu kami bertiga sedang berada di ruang kerja Mas Yadi. Kemudian Mas Yadi berbicara sejenak padaku tentang orang yang akan melakukan bimbingan skripsi dengannya saat itu.
"Pas banget kamu dateng sekarang Jo. Ini ada mahasiswa bimbingan lagi nulis tentang Perbatasan Korea Utara-Selatan. Mungkin kamu bisa kasih sedikit pandangan kamu soal isu ini. Apalagi kamu kan pernah bilang ke Bemby kalo pernah infiltrasi ke Utara."
"Okelah Mas, saya coba bantu semampunya."
"Jangan kaget ya Jo pas ketemu doi nanti", bisik Bemby kepadaku.
Terdengar beberapa langkah mendekat ke arahku dari belakang. Dari suaranya terdengar langkah kaki sepatu berhak cukup tinggi.
"Ayok Rin, sini. Langsung duduk aja di sebelah senior kamu yang baru dateng dari Korea ini.", kata Mas Yadi mempersilakan mahasiswi tadi duduk di kursi kosong di sebelahku.
Segera saja kursi di sebelahku diduduki seorang gadis yang terlihat menarik itu. Dan aku lebih kaget lagi ketika ia menolehkan wajahnya ke arahku.
"Khali"!" Side Story: The Ozawa Theory
Di Sebuah Kampus di Dekat Tapal Batas Kota Jakarta, Oktober 2007
Di kelas itu terdapat seorang dosen pria berusia awal 50-an, seorang asisten yang belum genap 21 tahun dan 20 orang mahasiswa yang berusia tidak begitu jauh berbeda dengan si asisten. Beberapa malah berusia lebih tua dari si asisten. Sang Dosen, yang diketahui biasa dipanggil dengan Mas Yadi, membuka pertemuan siang itu dengan pengantar mengenai konsep-konsep dasar mengenai globalisasi dengan pendekatan dua teori dari dua orang akademisi yang dua-duanya kebetulan memiliki darah Jepang: Francis Fukuyama dan Kenichi Ohmae. Setelah sekitar 40 menit memberikan pengantar dengan cukup menarik sebagaimana gaya khas dari Mas Yadi, beliau kemudian memanggil asisten dosen untuk mata kuliah itu yang kebetulan orangnya cukup cool dan menarik. Aku.
Spoiler for Don't read!: Okeh! Yang mau nimpuk ane silakan!
"Jo, siapa yang hari ini presentasi soal Ohmae dan Fukuyama""
Aku yang sudah memegang paper untuk presentasi hari itu kemudian menunjuk seorang mahasiswa yang bertampang polos yang kemudian diketahui bernama Bemby.
"Bemby Mas. Ini papernya udah ada di saya."
"Ayo Bem sini. Mau presentasi pake power point kah" Atau cerita-cerita aja di depan"", tanya Mas Yadi. "Power point aja Mas. Udah saya siapin kok. Tinggal sambungin aja paling laptop saya ke infocusnya."
"Oke! Silakan. Nanti dari presentasinya Bemby kita diskusi lebih dalem lagi soal konsepnya Fukuyama dan Ohmae ya... Jangan ragu-ragu kalo mau sanggah atau kritisi materi presentasinya si Bemby ini. Keaktifan di kelas ini saya nilai tinggi lho."
Para peserta kelas kemudian langsung memfokuskan diri kepada Bemby yang akan melakukan presentasi di depan.
"Jo, kamu sebagai asisten tolong bantu nilai ya. Kamu nilai presenternya juga temen-temennya yang aktif. Kamu juga kalo misalnya mau ikutan tanya-tanya silakan aja biar kelasnya lebih hidup." "Siap Mas!"
Sejurus kemudian Bemby sudah siap dan memulai presentasinya saat itu. Dan ketika presentasi sudah dimulai, Mas Yadi berpindah ke kursi kosong di sebelahku agar dapat menyimak presentasi dengan lebih baik.
"Selamat siang teman-teman, hari ini saya akan mempresentasikan beberapa temuan saya atas konsep globalisasi dari Ohmae dan Fukuyama..."
Terlihat pria berkulit sawo matang asal Purwokerto itu cukup bersemangat dan berantusias tinggi dalam memberikan presentasi. Terlihat sekali jika orang ini sangat menguasai materi yang ia presentasikan. Tiba-tiba Mas Yadi menjelang presentasi akan berakhir berbisik padaku.
"Ni orang kayaknya lucu nih kalo nanti dikerjain." "Seriusan Mas" Kalo mau mah nanti bisa lah saya kerjain pas udah agak sepi." Mas Yadi hanya tersenyum simpul dan mengangguk.
Segera setelah Bemby mengakhiri sesi presentasinya, para peserta satu-persatu mengacungkan tangannya untuk memberikan pertanyaan maupun pendapat terhadap presentasi yang telah disajikan oleh Bemby. Sesi diskusi itu sendiri cukup seru karena cukup banyak pendapat yang diberikan oleh para peserta kelas baik yang setuju maupun menolak pendapat Bemby mengenai Ohmae dan Fukuyama. Sesekali aku dan Mas Yadi juga ikut meramaikan sesi diskusi dengan beberapa pendapat yang kami ajukan.
Setelah lewat 90 menit, terlihat kelas mulai kembali sepi karena sudah tidak ada lagi peserta kelas yang ingin mengajukan pertanyaan maupun pendapat. Dan tiba-tiba aku teringat bisikan iseng dari Mas Yadi tadi serta karakteristik si presenter ini. Tanpa banyak berpikir lagi, aku mengacungkan tanganku untuk memberikan pertanyaan.
"Terakhir nih Bem. Kan kita hari ini udah bahas banyak banget soal konsep globalisasi dari dua orang pemikir yang dua-duanya kebetulan keturunan Jepang. Nah, aku pernah iseng baca sekilas seorang lagi yang cukup pakar soal globalisasi. Orangnya keturunan Jepang juga."
"Oh ya" Kok aku gak pernah denger ya Mas Jo" Emang siapa namanya"", balas Bemby. "Ozawa. Miyabi Ozawa."
Segera saja Mas Yadi dan banyak dari peserta di kelas memandang padaku dengan penuh fokus. Sejenak mereka juga melihat kembali ke Bemby dan, seperti dikomando, mereka semua dengan kompak menahan tawa mereka seolah mengerti dengan maksud isengku.
"Miyabi Ozawa yah Mas Jo" Coba saya google dulu sebentar ya..."
Dan tidak sampai sejurus kemudian Bemby mengutak-atik laptopnya yang mana laptop tersebut masih tersambung dengan infocus yang juga masih menyala. Dibukanya website google.com dan diketiknya nama Miyabi Ozawa di entry pencarian.
And the rest is history. Dalam sekejap kelas meledak penuh tawa dan meninggalkan Bemby sebagai satu-satunya orang yang tersipu malu karena tidak sadar dikerjai oleh asisten dosen. Dan juga pada derajat tertentu oleh dosen dan temanteman ssekelasnya.
"Jojooooooo! Tega bener loooooo!" Compact Version a.k.a. Bonsai Khali"!
Khali itu siapa Mas" Nama saya Karin, Mas. Angkatan 2008
Oh... Karin toh. Ada temen saya mirip sama kamu soalnya. Cuma temen saya ini orang Mongolia. Makanya saya agak kaget juga liat kamu barusan. Tak kirain temen saya itu ada di Indonesia sini.
Aku perhatikan lebih lanjut mahasiswi bernama Karin ini. Bentuk dasar wajahnya serta kontur tubuhnya sangat mirip dengan Khali. Hanya saja dalam skala lebih kecil karena tingginya yang hanya sekitar 160 cm. Mungkin Karin adalah Khali versi compact atau portable. Atau mungkin jika Khali dibonsai maka hasilnya adalah Karin. Selain itu juga perbedaan jelas ada pada bahasa yang digunakannya.
Trus temen Mas itu namanya Khali ya"
Aku hanya mengangguk saja.
Kalo Mas sendiri siapa"
Eh, aku blom kenalin diri ya" Aku Jonathan. Panggil aja Jojo. Angkatan 2004*.
Spoiler for *: Iya... angkatan 2004... jadi pada tau deh perkiraan umur ane berapa...
Jadi Jojo ini asdos legendaris yang pernah saya ceritain ke kamu Rin& , lengkap Mas Yadi.
Oh& Jadi Mas Jojo ini asdos yang dulu pernah ngerjain Mas Bemby buat ngebrowsing Miyabi pas presentasi itu ya"
Wah... udah selegendaris itu ya"
Yah, sama legendarisnya lah dengan cerita Mas Jojo yang rela nunggu sampe tengah malem di kampus buat nungguin paper akhir seorang mahasiswa yang harus nungguin bapaknya di rumah sakit. Wah, yang itu mah gak segitunya, Rin. Kamu sendiri angkatan 2008 cepet banget udah mau nulis skripsi aja.
Resminya sih mulai semester depan Jo. Tapi emang dasarnya si Karin ini agak ambisius jadi udah mulai konsultasi informal sama saya skarang , jawab Mas Yadi.
Lho... Sekarang udah boleh nulis di semester 7" , balasku. Banyak yang berubah sejak negara api menyerang Jo... , jawab Bemby. Maksud loh"
Waktu kamu lulus ada perubahan kurikulum di sini Jo. Makanya si Karin ini bisa mulai nulis di semester 7. , terang Mas Yadi.
Iya Mas Jo. Aku juga tertolong banget sama kurikulum baru ini. Kalo aku bisa cepet lulus kan aku bisa konsen sama karir modellingku. Makanya aku mau mulai nulis skripsi semester depan.
Model toh. Not so surprising lah.
Jadi udah sejauh mana progress kamu Rin" Coba sini cerita sama saya. Mumpung lagi ada Jojo juga di sini. Sekarang dia sedang S2 di Anam University, Korea. Sedikit banyak dia pasti bisa bantu-bantu proses penulisan kamu lah.
Wah... Pas banget nih kalo gitu!
Selama sekitar tiga kali masa penanakan nasi kami berempat larut dalam proses diskusi di ruang kerja Mas Yadi. Dari proses tersebut terlihat bagaimana ambisiusnya Karin untuk soal skripsi ini, kedalaman pengetahuan Bemby atas konsep-konsep dasar serta kesabaran Mas Yadi untuk menjadi penengah proses diskusi. Aku sendiri lebih banyak memberikan masukan ketika memang dirasa perlu saja. Kemudian sebelum kami semua berpisah, Karin sempat menanyakan kontakku dan kuberikan saja alamat emailku.
Keesokan harinya, aku yang baru saja menjemput Riani dari tempat kerjanya menyempatkan diri untuk makan malam di sebuah restoran bakmi di daerah Sentul. Sedang enak-enaknya menikmati mie ayam, tiba-tiba ada seseorang mencolekku dari belakang.
Mas.. Mas Jojo kan" , tanya orang itu.
Begitu kubalik badanku ternyata orang itu yang mencolekku. Karin" Kok bisa ada di sini"
Hehehe... Rumahku kan emang di Sentul Mas. Mas Jo kok bisa makan di sini"
Biasa lah... Abis jemput Ibu Negara dari kantornya trus dia bilang mau makan di sini. Dan beginilah akhirnya. Oh iya, kenalin ini Riani.
Wajah Karin agak sedikit berubah ketika Riani kuperkenalkan kepadanya. Riani sendiri sebagaimana biasanya, ramah saat kuperkenalkan. Dan dengan polosnya ia kemudian berkata:
Rin, kamu ada keturunan Korea atau Mongol gak sih" Kok kamu mirip banget sama...
Temennya Mas Jojo yang namanya Khali ya" Mas Jojo udah cerita kemarin Mbak pas ketemu di jurusan. Gak ada tuh Mbak setau aku sih. Kalo keturunan Chinese sih emang masih ada ya. Emang Khali semirip apa sih sama aku"
Segera kukeluarkan ponselku dan kubuka galeri foto yang ada di dalamnya. Kemudian kupilih salah satu foto Khali dari sudut tertentu yang mana menunjukkan sisi wajah Khali yang sangat mirip dengan Karin. Wah, ini mah doppleganger kamu, Rin. , seru Riani.
Doppleganger dalam skala lebih besar, tepatnya. Soalnya Khali termasuk tinggi orangnya. Hampir setinggi aku lah. , sambungku.
Pasti cantik banget ya Mas" Trus dia ikut modeling juga gak"
Kalo cantik ya relative lah. Setauku dia bukan model tuh. Entahlah kalo di Mongol sana.
Pada akhirnya kami bertiga menikmati makanan kami di meja yang sama. Dan kemudian jadi berempat setelah Kevin, pacar Karin, datang belakangan dan ikut makan juga bersama kami di meja yang sama.
Seminggu kemudian, di sebuah pusat perbelanjaan di pusat kegiatan bisnis di ibu kota, aku bersama temanteman satu gengku tengah berbuka puasa bersama di sebuah restoran yang terdapat di sana. Suasana jelas meriah karena pasangan kami masing-masing juga diajak juga ke acara itu. Belum lagi teman-teman yang dekat dengan kami seperti Wulan juga ikut serta dalam acara tersebut. Sayangnya pada saat itu Tora sedang ada acara lain sehingga tidak dapat ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Tapi kejutannya bukan di situ. Kejutan pertama ada ketika aku hendak menyelesaikan pembayaran di kasir. Seorang gadis dengan penampakan punggung yang sepertinya tidak asing sedang mengantri di depanku. Dan ketika ia membalik badan, akhirnya kuketahui bahwa gadis itu adalah Karin.
"Halo Mas Jo!" "Eh... Kamu Rin... Kayaknya kita blom lama ketemu ya"" "Iya Mas. Jodoh kali kita..."
"Heh"" "Jo, siapa nih Jo" Kenalin dong kalo ada kenalan bening kayak gini...", sambar Toro, seorang pengidap jomblo akut, yang tiba-tiba berada di sampingku.
Dan akhirnya kukenalkan juga kedua orang itu. Dan sebagaimana sudah kuperkirakan, Toro langsung kecewa begitu Kevin yang ternyata ada di restoran itu juga kemudian menghampiri Karin yang bertemu lagi denganku.
Kejutan kedua datang ketika aku dan Riani akan pulang. Kami berjalan melewati sebuah cafe di pusat perbelanjaan tersebut ketika seseorang memanggilku. Lalu kami berdua menghentikan langkah kami dan mencari-cari orang yang barusan memanggil namaku.
"Here! Here!", sahut suara dari arah kananku.
Ternyata yang memanggilku adalah temanku dari Yaman, Faisal. "My God! I've never expected seeing you here ya akhi!"
"Well, you know Yemen is not really safe at the time being. Since I've secured my family here why don't I just visiting them for the summer break" And you know the fasting time here is kinda shorter than in Korea. That's why I think I should just go to this place."
Faisal memang benar. Puasa di Jakarta relatif tidak terlalu berat karena waktunya relatif pendek. Puasa dimulai dari sekitar pukul 0400 dan selesai sekitar 1800. Di Korea" Dimulai dari pukul 0300 sampai dengan 1900! Belum lagi faktor-faktor lain yang membuat ibadah puasa di Korea lebih berat daripada di Jakarta. Itulah salah satu alasan kenapa aku memilih untuk menghabiskan seminggu pertamaku puasa di tanah air ketimbang di tanah ginseng.
Oh iya, mungkin di antara kamu ada yang penasaran dengan faktor-faktor lain yang membuat puasa di Korea lebih berat. Well, nantikan saja di apdetan berikutnya dari cerita ini!
Kembali ke Negeri Ginseng
Tidak terasa liburanku di tanah air selesai. Aku kembali ke negeri ginseng tepat pada awal hari kedelapan pada bulan puasa tahun itu. Semasa liburan itu aku benar-benar memanfaatkan waktuku sebaik-baiknya mulai dari bertemu dengan contact person dari lembaga pelatihan di mana di Korea aku terlibat dalam suatu proyek pelatihan, bertemu dan berkonsultasi dengan teman-teman kantor lama, bertemu dengan teman-teman sepermainan dan juga teman-teman kuliah, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan keluarga, dan tentu saja bisa sesering mungkin menghabiskan waktu dengan Riani. Aku masih ingat pada saat itu aku menggunakan sebagian uang tabunganku selama di Korea untuk membelikan console game untuk adik-adikku sebagai hiburan khususnya selama bulan puasa ini. Selain itu aku juga masih ingat bagaimana sehari sebelum kembalinya aku ke Korea, Riani menceritakan bahwa dirinya akan pindah untuk sementara ke Surabaya setelah lebaran atas perintah dari Bosnya di kantor.
Kepindahan yang ke depannya melahirkan plot yang sangat dinamis dalam hubungan antara aku dengan Riani.
Kali ini Riani tidak ikut mengantarkanku ke bandara. Ia mengaku bahwa ketika terakhir kali mengantarku ke bandara ia menangis sepanjang perjalanan pulang. Mungkin terlalu berat baginya berpisah dengan orang yang tersayang di anjungan keberangkatan di bandara. Entah kenapa aku pun hingga saat ini tidak terlalu menyukai anjungan keberangkatan di bandara manapun karena aura perpisahan yang selalu dihasilkannya. Walhasil, saat itu hanya keluargaku yang mengantarkanku ke bandara untuk kembali berpisah.
Kami berangkat pada pukul 0600. Jadi pada hari itu setelah kami beribadah subuh berjamaah aku bersiap-siap untuk berangkat ke bandara. Tepat pada pukul 0830, burung besi Boeing 777-900 milik maskapai Garuda Indonesia kembali membawaku meninggalkan negeri tempat kelahiranku menuju negeri tempat tinggalku sementara yang berjarak 3200 mil tersebut.
Perjalanan dari Cengkareng-Incheon saat itu cukup menyenangkan bagiku karena aku tidak terlalu merasakan lamanya perjalanan sejauh 3200 mil tersebut. Perjalanan yang menyenangkan meskipun aku pada saat itu memilih untuk tetap menjalankan ibadah puasa. Tidak. Perjalanan tersebut justru menyenangkan karena aku tetap memilih untuk beribadah puasa. Mungkin ada dari kamu yang mengetahui mengapa aku bilang perjalanan tersebut menyenangkan" Betul sekali! Aku tidur sepanjang perjalanan! Belum lagi kenyataan bahwa pesawat yang kutumpangi saat itu termasuk kosong dan dua kursi yang berada di sebelahku kosong membuatku berpikir bahwa sepertinya Tuhan hendak mempermudah ibadah puasaku hari itu dengan memberikan kondisi agar aku dapat tidur nyaris di sepanjang perjalanan. Mungkin ini kemudahan yang diberikan Tuhan. Sebelum aku harus menghadapi kenyataan bahwa berpuasa di negeri ginseng akan jadi sangat berat!
Pesawat yang kutumpangi akhirnya berhasil mendarat dengan mulus di Incheon international Airport pada pukul 1715. Lima belas menit kemudian aku berhasil menyelesaikan urusan imigrasi dan juga bagasi sehingga dapat keluar dari anjungan kedatangan.
Tidak ada yang menjemputku kali ini. Ini artinya aku tidak dapat menikmati hangatnya aura anjungan kedatangan. Terus terang pada saat itu aku sedikit mengharapkan Khali atau siapapun dari empat betina dapat menyambut kedatanganku di sini. Tapi apa mau dikata" Mereka semua baru akan tiba sekitar akhir bulan ini. Khali mungkin paling cepat kembali di mana ia akan tiba pada esok lusa. Hal ini juga berarti aku harus berjalan sendiri menenteng barang-barang bawaanku dari bandara menuju asramaku. Dan kali ini aku memilih untuk menggunakan kereta bawah tanah untuk membawaku dari bandara ini.
Sebelum aku berjalan menuju stasiun kereta, aku menyalakan pemutar musik di ponselku dan secara random pemutar musik tersebut memutar lagu yang sedikit banyak mengingatkanku akan Khali yang akan tiba esok lusa. Yup. Tembang klasik dari duo Kubik asal Bandung: M.A.T.E.L.
Well, sepertinya aku harus menjemputnya di sini esok lusa.
Begitu aku masuk ke badan kereta, di sini mulai terasa godaan puasa di negeri ini yang sebenarnya. Aku mengecek aplikasi petunjuk waktu beribadah dan mendapati untuk hari ini puasa akan berakhir pada pukul 1945. Yang mana artinya masih lebih dari dua jam lagi dari saat ini. Kemudian aku baru sadar satu hal ketika aku melihat di sekitar: saat ini musim panas di Korea. Ini artinya hanya satu: pameran tungkai mulus di manamana. Gratis! Astagfirullah!
Jika saja saat ini bukan bulan puasa tentunya aku akan dengan senang hati menikmati pemandangan gratis tersebut. Namun karena ini bulan puasa dan aku sebisa mungkin menjaga pahala puasaku maka aku perlu memfokuskan diri pada hal lain. Akhirnya aku mencoba memfokuskan diri untuk melihat monitor yang menayangkan iklan di atas bangku yang tepat berada di seberang tempat dudukku. Tetapi apa yang kulihat di monitor tersebut" Ini pasti konspirasi kelas tinggi!
Di monitor tersebut ditayangkan iklan es krim merek Ha*gen-Da*s yang terkenal itu. Terlihat dengan jelas bagaimana lembutnya tekstur dari es krim coklat tersebut serta nuansa kelezatan yang entah bagaimana bisa tercitrakan secara visual dengan sangat sempurna. Lebih jauh bahkan iklan tersebut sepertinya hendak menyuapi es krim yang disajikan dalam iklan tersebut ke dalam mulutku yang mana akan menghasilkan sensasi dingin, lembut dan manis serta meresap dengan sempurna di seluruh penjuru rongga mulutku sebelum akhirnya bergerak menuju kerongkonganku. Hampir saja air liurku terbit dengan hanya melihat iklan tersebut sebelum aku sadar dengan satu hal: aku sedang puasa. Dan akhirnya dilema pun terjadi!
Aku jika melihat monitor tersebut tentunya akan sulit untuk mempertahankan puasaku, sementara jika aku menggerakkan mataku ke bawah monitor tersebut maka mataku akan bertemu dengan sekelompok gadis Korea berumur 20an dengan bentuk tubuh sempurna dengan bagian tubuh yang tersedia untuk dinikmati secara visual dengan cuma-cuma. Pernahkah kamu mengalami dilema yang cukup berat seperti ini"!
Pada akhirnya aku mencoba untuk memejamkan mata saja untuk menghindari hal yang tidak kuinginkan pada saat ini namun mungkin akan sangat kuinginkan pada saat yang lain. Namun sialnya, baru beberapa menit kupejamkan mataku, ternyata kereta yang kunaiki ini sudah akan sampai di stasiun tempatku harus transit dan berganti trayek kereta. Dan sesuatu yang lebih brengsek lagi terjadi di stasiun ini!
Pernah dengar sebuah kue khas Korea bernama Delimanjoo" Kue ini pernah tersedia di salah satu mal besar di Jakarta. Kue ini rasanya sebenarnya cenderung biasa saja. Namun yang khas dari kue ini adalah wanginya yang sangat manis dan menggugah selera. Wangi dari kue ini yang tentunya menarik para pembeli untuk mengkonsumsinya. Dan celakanya stasiun tempatku transit ini merupakan salah satu tempat pembelian kue Delimanjoo terbesar di seluruh Seoul!
Walhasil, begitu aku menjejakkan kakiku di stasiun tersebut wangi pertama yang tercium adalah wangi Delimanjoo. Manisnya wangi kue tersebut tentunya sangat menggoda diriku yang sedang berpuasa. Aku yang sadar dengan hal tersebut secara refleks segera menahan nafas demi menjaga puasaku. Akibatnya aku terpaksa harus berjalan sejauh 300 meter sembari menyeret koperku menuju kereta yang berikutnya yang harus kutumpangi dengan menahan nafas. Aku baru bisa bernafas kembali setelah pintu kereta tersebut tertutup dan mulai bergerak meninggalkan stasiun jahanam tersebut.
Pada pukul 1925 akhirnya aku berhasil tiba di asrama. Secara tidak sengaja aku bertemu dengan Huda yang terlihat baru saja selesai berolah raga di gym.
Selamat datang kembali Jo! Pas banget ente dateng jam segini soalnya bentar lagi buka nih. Gimana Jakarta" Kok ente keliatannya lemes banget Jo"
Hahhhhhhh... Puasa di sini berat bener ya Da"
Spoiler for next: Dan tanpa kusadari, tidak begitu jauh dari tempatku bertemu dengan Huda tersebut ada sosok berambut merah sedang melihatku yang sedang ngos-ngosan.
Side Story: Permission from Her 23 Oktober 2015
Malam itu ponselku bergetar dalam perjalanan kembaliku dari tempat kerja. Getaran ini agak sedikit berbeda dengan getaran ponsel ketika panggilan masuk maupun pesan masuk. Aku yang hafal dengan karakter getaran ini faham jika ada pesan masuk untukku melalui aplikasi kakao talk. Dan jika ada pesan masuk melalui aplikasi buatan Korea ini, kemungkinan besar pesan ini berasal dari si Gadis Pembawa Kebahagiaan.
Dan benar saja, layar ponselku menunjuk nama si Gadis Pembawa kebahagiaan tersebut. Jujur saja, kebiasaanku berhubungan dengannya melalui aplikasi yang didominasi warna kuning ini sejak akhir 2011-lah satu-satunya alasan mengapa aku tetap mempertahankan keberadaan aplikasi tersebut di ponselku.
Satu hal lagi yang membuatku tersenyum cukup lebar ketika melihat pesan masuk darinya adalah saat itu aku merasakan bahwa saat itu merupakan saat yang tepat untuk memberi beberapa kabar gembira kepadanya. Yup, senyum yang lebar. Sampai aku sedikit melupakan jika aku pada saat itu masih berada di bus transjakarta yang cukup disesaki penumpang.
Quote: Dia (D): Hi Jo! How is it going"
Aku (A): Fine. Thank you. How about you" Is it getting better there after the bombing incident"
D: Of course I m fine. And it s getting better here after the bombing. We can just do our businesses as usual. By the way, are you busy recently" I haven t heard anything from you.
A: Come on, the last time I contacted you was last Tuesday. It s not that long. Missing me already, eh"
D: Hehehe& guilty as charged. I really hope you can visit me again like several days ago Jo. Or possibly I can have my way there.
A: Just wait for the right moment. I believe it will come. By the way, you re contacting me at the very right moment.
D: What is it" Kemudian aku mengabarkan sebuah kabar gembira kepadanya. Dan balasan darinya sangat menggambarkan betapa ia ikut bergembira dengan adanya kabar tersebut. Beberapa kali pula ia menyebutkan betapa beruntungnya diriku.
Quote: A: Tesekurler! And actually there is one more thing that I would like to tell you. Actually I would like to ask for your permission as well.
D: My permission" What for" What is it about actually"
A: I m planning to write a story about my time in Korea. Of course this story would also mention about you since you are the integral part of my life at that time.
D: Are you planning to publish it"
A: Well, not really. I ll just post it in an internet forum.
D: Basically I don t mind. But you have to understand that I m kinda worry about my privacy.
A: I do have the same concern, actually. That s why I keep my anonymity under a false name. I plan to use anonymous names for you and other characters in the story as well. I even have created some anonymous names for the campuses that I mention in the story. The only real name I use in the story is the name of the cities.
D: Well, that would be fine then.
A: Thank you very much. Well, I think I ve gotta go now. This bus is getting closer to my destination.
D: So you re on your way from work"
A: Bingo! D: Ahahahaha& Don t forget for the dinner then. Good luck with your story. And congratulations again for you. I m really happy for you!
A: Thanks again! Bye! D: Bye! Please contact me again tomorrow if you have time!
A: Sure! Tidak sampai sepeminuman teh kemudian, bus yang kutumpangi berhasil mencapai halte tujuanku. Tanpa terlalu bersusah payah aku dapat keluar dari bus tersebut dan melanjutkan perjalananku menuju tempat tinggalku yang sudah sangat dekat dengan berjalan kaki. Dan kali ini aku berjalan dengan senyum lebar terpampang di bibirku. Senyum yang sama saat aku tadi mendapatkan pesan dari dia yang dulu pernah berambut merah itu.
Huda s Story Tidak lama setelah aku menjejakkan kakiku kembali ke kamarku yang sudah lebih dari dua minggu tidak kutinggali, terdengar bel dari pintu mansionku. Dengan agak malas aku langkahkan kakiku menuju pintu tersebut karena memang tidak ada pilihan lain saat itu. Yup, Saddam dan dua penghuni mansion lainnya tidak terlihat jejak keberadaannya di sini.
Pintu yang agak berat itu terbuka dan dapat kulihat wajah Huda tersenyum ramah dan kemudian ia menunjukkan sebotol jus jeruk kepadaku.
Sebentar lagi buka, Jo. Yuk kita buka bareng! Sori nih cuma bisa bawa ginian doang.
Ga papa Da. Ane juga bersyukur banget ada temen yang mau nemenin buka puasa di hari pertama puasa ane di sini. Sumpah berat banget Da!
Hyahahahaha! Welcome to Korea Jo! Asal tau aja, gua juga baru mulai olah raga lagi baru hari ini doang. Kemaren-kemaren mah ngebo seharian. Tidur abis subuh jam setengah empatan, bangun bentar siang buat dzuhur, trus lanjut tidur lagi sampe jam limaan. Abis itu baru deh siap-siap buka.
wah, kayaknya gua bakal jadiin elu suri tauladan nih selama bulan puasa ini.
Ngaco lu Jo! Buat beberapa hari pertama mah ga papa lah. Tapi jangan keterusan atuh. Produktip dikit napa"
Produktip gimana maksud lu" Lagian siang-siang gua kudu ngapain" Kuliah baru mulai pas idul fitri. Kudu jalan-jalan" Males banget deh. Selain panas banget, pemandangannya ngeganggu puasa banget! Paha mulus di mana-mana gitu!


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Well, once again, welcome to Korea, Jo. No, to be more precise: welcome to Korean Summer, Jo! &
Segitunya lu Jo. Oh iya, akhir minggu ini gua mau wisuda nih. Eh... Jadi lu udah kelar" Trus rencana lu gimana abis ini"
Iya, udah kelar. Yang lulus semester ini selain gua ada Rio sama Irul juga. Dari kita bertiga sih baru gua sama Irul yang udah pasti segera bakal balik ke Jakarta. Maklumlah udah dikejar-kejar orang kantor lama buat balik lagi. Kalo Rio sih ditahan sama Profesornya buat bantu-bantu proyekannya di sini. Profesornya janjiin buat bantu cari S3 buat doi di Amrik kalo Rio mau bantu-bantu proyeknya at least sampe setahun ke depan. Jadi lu mau balik ke Indonesia, Da" Wah... Seneng dong bisa kumpul lagi sama istri! Tanpa kuduga Huda hanya menanggapi pernyataan terakhirku dengan datar saja. yah, begitulah Jo. BTW, bawa apa aja lu dari Indonesia"
Pertanyaan Huda tersebut bersamaan waktunya dengan suara adzan maghrib dari aplikasi di ponselku. Alhamdulillah... , sahut kami bersamaan.
Segera saja kami menikmati sebotol jus jeruk serta dua kotak peppero coklat yang Huda bawa. Selanjutnya kami ibadah magrib bersama sebelum mempersiapkan makan malam.
Pas banget nih makan malem pas ane dibekelin rendang lumayan banyak buat bulan puasa ini sama nyokap
Rendang" Mantap Jo! Okelah, sini biar gua masak nasinya. Sekalian gua bikin cream soup deh biar ada sayurnya.
Okelah, biar ane keluarin dulu rendangnya. Sekalian beresin barang-barang gua lah. Sip! Ntar kalo udah beres gua kabarin lu lagi.
Sepenanakan nasi dan sepeminuman teh kemudian, Huda mendatangiku di kamar yang baru saja selesai membereskan barang-barang bawaanku.
Da, lu panasin dulu nih rendangnya di microwave. Ntar ane nyusul segera. Mau mandi dulu bentar. Oke Jo! Kayaknya enak nih rendang&
Sepeminuman teh kemudian, aku sudah berada di dapur bersama dekat kamarku. Di situ terlihat pemandangan seseorang dengan brutalnya menikmati nasi dengan rendang dalam jumlah besar. Terlihat remah-remah rendang serta beberapa butir nasi terserak secara brutal di luar piring nasi yang sedang dinikmati oleh Huda.
Sori Jo, makan duluan. Enak bener sumpah ini rendang. Pas gua lagi laper banget pula.
Laper sih laper Da. Tapi mbok ya makannya kalem gitu. Lu kayak manusia neanderthal gini makannya. Brutal!
Abis gimana Jo" Enak banget sumpah ini rendang bikinan nyokap lu. Gua nambah lagi ya& eh.. eh.. eh.. itu buat jatah selama bulan puasa ini tauk!
Udah, ntar gua traktir buka puasa deh... sekalian ntar gua traktir jalan ke Busan buat farewell gua... Janji ya traktirannya"
Iya... Trus pas ntar ane udah balik ke Jakarta bisa kan ente minta nyokap bikinin rendang lagi buat ane" Tidak lama kemudian kami berdua lanjut menikmati makan malam nasi, rendang plus cream soup buatan Huda. Selanjutnya kami membereskan segala kekacauan yang diakibatkan oleh kebrutalan kami dalam makan. Maklumlah, baru saja seharian berpuasa. Lagipula kami punya jurus pamungkas jika kedapatan baru saja melakukan sesuatu yang agak memalukan: mengaku sebagai orang Malaysia.
Misalnya saja pada waktu terburu-buru di jalan sehingga tidak dapat menunggu sampai lampu untuk penyeberang jalan menyala hijau, cukup sering kami mengaku sebagai orang Malaysia jika ada warga setempat yang melihat kelakuan kami. Atau jika kami sedang makan sembari mengobrol dengan suara agak berisik di tempat makan atau ketika sedang piknik, lagi-lagi kami akan mengaku sebagai warga negara Malaysia jika ada warga setempat yang melihat kami.
Kondisi pada saat itu tidak jauh berbeda. Suasana meja makan di dapur umum yang sangat kotor tersebut sempat dilihat oleh salah seorang penghuni yang berkulit putih khas Kaukasian. Tentu saja ia ketika melintas dapur tersebut melihat kami dengan segala kekacauan yang kami perbuat. Huda menyadari si bule tersebut melintas, dengan santainya berkata agak keras:
Please pardon us, We re Malaysians!
Aku hanya dapat tertawa geli saja melihat kelakuan Huda yang barusan.
Setelah beres segala kekacauan tersebut, kami kemudian memutuskan untuk beribadah isya berjamaah dan dilanjutkan dengan tarawih. Setelah tarawih inilah kami kemudian lanjut berbincang-bincang lagi mengenai cukup banyak hal. Sampai ketika pembahasan masuk mengenai sesuatu yang agak personal, yaitu masalah asmara, perbincangan kami jadi agak sedikit menghangat. Dan aku pun teringat bagaimana perubahan sikap Huda ketika tadi sedikit kusinggung soal istrinya.
"Jadi gimana hubungan lu sama cewek yang ciuman sama lu di lobby waktu itu" Bukannya lu juga udah punya cewek ya di Jakarta""
"Khali" Itu mah bukan cewek gua Da. Emang sih kita deket dan sering jalan bareng. Dan dia juga emang ada rasa ke gua. Tapi gimana ya" Gua ke dia cenderung ga ada rasa. Dan emang gua ga ada rasa ke dia lebih karena gua masih terikat sama yang di Jakarta. Mungkin kalo gua ke sini pas masih jomblo, gua udah jadian kali sama dia."
"Playboy juga lu, Jo."
"Sori, ane ga bermaksud demikian. BTW, lu sendiri gimana"" Huda hanya menarik napas dalam dan sedikit mengalihkan pandangannya. "Sori... Gua nanyain sesuatu yang salah ya""
"Ga Jo. Ga sama sekali. Emang soal ini akhirnya kudu gua ceritain juga. Cuma masalah waktu aja." "..."
"Jadi gini... Gampangnya gua dulu nikahin istri gua yang sekarang ini ga terlalu niat sama sekali." "Lhah... Gimana ceritanya bisa begitu""
"Jadi dulu gua pernah pacaran sama seorang cewek. Lama banget sampe sekitar lima tahunan. Bahkan kita udah niatin buat tunangan trus nikah. Tapi suatu saat kita ribut sama sesuatu yang sebenernya remeh. Tapi gara-gara itu kita akhirnya putus dan batalin semua rencana kita. Mana ane waktu itu udah mau ngedaftarin rencana nikahan gua ke kantor pula. Yang terpukul banget sih nyokapnya si cewek ini. Makanya kalo ketemu gua sampe sekarang dia suka agak sedih dan sering juga nyebutin kalo dulu gua udah hampir jadi mantunya." "Nah, pas ngedaftarin & nyabut rencana pernikahan ane tadi itu, ane banyak berhubungan dengan seorang pegawai HRD di kantor gua. Dia juga keliatan agak kaget waktu gua nyabut rencana itu. Dan dia mulai banyak tanya-tanya soal batalnya rencana itu. Dan di situ kita mulai deket. Tapi satu hal yang perlu lu tau Jo, gua sama sekali ga ada niat buat jadiin dia pacar walaupun gua tau dia orangnya cakep banget." "Bentar... jangan-jangan ni cewek..."
"Iya Jo... Suatu saat pas kita lagi ngobrol berdua, gua yang sekalian curhat abis putus entah gimana caranya kelepasan ngomong: yang jelas gua bakalan nikahin cewek yang cirinya blablabla... detailnya gua gak begitu inget juga sih..."
"..." "Dan entah gimana juga, tau-tau itu cewek kayak nembak gini: 'jadi lu mau nikahin gua Da"'" "Lha lha lha.... kok jadi gitu sih Da"!"
"Nah kan... Lebih gebleknya lagi waktu itu gua nge-iya-in aja" "Anjir! epic ini mah!"
"Singkat kata... akhinya gua nikah sama doi. Tapi ya gitu... setelah nikah gua baru sadar kalo gua sama dia sebenernya ga cocok. Gua masih agak konservatif di mana sebaiknya istri gua sebaiknya ada di rumah pas gua pulang kerja trus ngurusin gua. Lha bini gua ini malah seringnya pulang lebih malem dari gua. Emang sih workloadnya gede di kantor. Trus juga doi cenderung cuek gitu. Bisa nih kalo ga diingetin seminggu ga ngehubungin gua sama sekali even via bbm ataupun sms. Gua tau reputasinya dia di kantor dia bagus banget karena ga pernah main mata sama orang kantor atau counterparts. Tapi ya itu, masak sama suami sendiri juga cuek gitu. Makanya gua jadi mikir-mikir lagi buat lanjutin pernikahan ini atau nggak."
"Lu ada rencana bubaran gitu Da""
"Ya kalo kondisinya ga membaik pas gua balik nanti, mungkin itu akan jadi keputusan terberat yang harus gua ambil, Jo."
Sejurus kemudian percakapan kami terhenti. Hanya ada diam di antara kami berdua. Aku masih agak kaget dengan cerita Huda barusan. Huda pun seperti memberikanku waktu untuk kaget tadi. Namun tidak begitu lama, Huda memecah keheningan lagi.
"Nah, Jo. Buat lu yang belum nikah, mungkin pikir-pikir lagi rencana lu ke depan. Apalagi lu kayak ada dilema antara pilih yang di sana atau yang di sini."
Aku hanya tersenyum pahit mendengarnya.
"Dan kemungkinan yang di sini kayaknya bakal nambah lagi Jo." "Nambah gimana, maksud lu Da""
"Tadi sore pas di lobby gua sekilas ngeliat ada cewek ngeliatin lu Jo." "Ngeliatin gua gimana, Da""
"Ya tadinya dia jalan dari lift mau ke luar, trus ngeliat lu ngobrol sama gua sambil ngos-ngosan gitu trus dia berhenti gitu."
"Ngeliatin lu kali, Da"
"Kurang tau juga ya. Tapi kalo liat matanya sih kayaknya ngeliatin lu, Jo." "Gak ngerti ah, ane. Orangnya gimana emang""
"Cakep banget Jo. Kayaknya orang Eropa gitu deh. Udah gitu yang gua inget dia kayak pake sejenis bandana gitu trus rambutnya warna merah gitu deh. Kenal lu sama anak sini yang berambut merah"" "Nggak tuh, Da. Salah liat kali tu anak."
"Well, kalo gua jadi lu sih ga bakal gua lepas tu cewek Jo. Tapi kalo disuruh milih antara doi sama si cewek Mongol itu ya bakal puyeng juga sih."
The Red Haired Girl Hari itu hari ketiga belas bulan puasa, atau hari keenamku kembali di negeri ginseng ini. Belakangan ini aku lebih banyak mencontoh kehidupan yang diceritakan oleh Huda sebelum kedatanganku kembali: begadang sepanjang malam dan baru tidur setelah subuh kemudian bangun di sore hari. Selain itu seminggu belakangan ini juga sepertinya tidak terlalu banyak yang bisa kuceritakan. Paling hanya menjemput Khali di hari ketiga di bandara serta menghadiri wisuda Huda kemarin sebelum jumatan. Tidak ada yang spesial ketika aku menjemput Khali. Memang ia mengajakku bersenang-senang ketika bertemu kembali, namun aku terpaksa menolaknya dengan alasan aku sedang berpuasa. Ia terlihat agak kecewa, namun dia dapat menerimanya. Belakangan Khali malah beberapa kali menjadi alarmku agar bangun di sore hari untuk bersiap-siap untuk berbuka. Selain itu ia juga beberapa kali menemaniku makan malam setelah berbuka puasa. Tentu saja beberapa temanku yang juga berpuasa seperti Saddam, Huda dan terkadang Rara juga beberapa kali ikut makan malam bersama kami.
Kemarin pada saat menghadiri wisuda Huda, mungkin ada sedikit hal konyol yang bisa diceritakan. Jadi pada saat itu keluarga Huda termasuk istrinya sama sekali tidak hadir di acara tersebut. Sebagai sahabat terdekat, akhirnya hanya aku dan Rara yang menghadiri acara tersebut. Terlihat Huda cukup gagah dibalut toga khas Anam-dae berwarna merah-hitam tersebut. Setelah Huda berfoto-foto dengan teman-teman kuliahnya tentu saja Huda berfoto dengan aku serta Rara. Di sini kekonyolan yang belakangan kami sadari terjadi. Entah bagaimana ceritanya, foto Huda berdua saja bersamaku ada lebih banyak ketimbang dengan foto Huda dengan teman-temannya yang lain. Selain itu ada beberapa ekspresi wajah kami yang diambil pada saat yang kurang tepat sehingga mengesankan kemesraan kami berdua. Tentu saja kesan yang timbul adalah aku adalah pendamping wisuda Huda pada saat itu. Yuk!
Satu hari setelah hari wisuda Huda, sebagaimana biasanya aku baru mulai bangun pada waktu menjelang ashar atau sekitar jam 4 sore. Hari itu aku ingat bahwa Irul mengundangku untuk farewell sebelum dia kembali ke tanah air. Masih setengah mengantuk aku memaksa diriku untuk melangkah ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Cukup segar juga air wudhunya dan membuatku sedikit lebih berniat sholat ashar. Namun apa dikata yang namanya orang puasa dengan durasi 16,5 jam plus libur musim panas membuat gravitasi kasur jadi sangat besar saat itu.
Kemudian ada telepon masuk. "Halo Jo, udah bangun"" Ternyata Rara di ujung sana. "udah, baru aja beres ashar"
"sori nih Jo, nanti lu langsung aja ketemu sama Irul di itaewon yah. Jadi ketemu di sana jam 7an gitu. Gw mau jalan sama Mei dan Isni blanja kenang-kenangan buat irul dulu. Gw tau lu pasti males kalo diajak blanja apalagi sama cewe-cewe rempong kayak kita"
"hyahahaha... Tuh ngerti... Ane ambil hikmahnya ajah... Jadi punya waktu dua jam lebih buat lanjutin ibadah..."
"mau lanjutin tidur ye" Dasar keboooo! Pokoknya setengah tujuh lu udah kudu jalan dari dorm! Nyalain alarm lu!"
"Siap nyah!" Yak! Kalo udah begini emang hukum yang berlaku terhadap kekuatan gravitasi kasur adalah: resistance is futile. Mari lanjut beribadah!
Jam 1815 alarm di handphone berbunyi. Langsung saja aku meluncur ke kamar mandi dan mengusir sisa-sisa kantuk melalui siraman air hangat. Sekitar 10 menit di dalam, aku lalu keluar kamar mandi dan berpapasan dengan tetangga sebelah kamar, si Saddam.
"Wanna go around, Jo""
"Yup. My friend Irul gonna come back for good therefore he would like to treat us some dinner. Wanna join""
"Nah. I'll have dinner with my middle eastern friends around here. Please extend my regards towards Irul, okay""
"Sure!" Tidak begitu lama, aku langsung turun bukit ke arah stasiun. Karena takut telat, aku berjalan agak cepat sampai dapat menyusul seorang gadis berambut merah yang sepertinya sedang berjalan ke stasiun juga. Gadis itu tiba-tiba agak menoleh sedikit ke arahku dan aku pun secara refleks senyum ke arahnya. Dan ketika kulihat wajahnya.... Ini pasti bukan manusia! Manusia tidak mungkin punya komposisi hidung, warna kulit, mata, telinga, bibir dan juga rambut yang sesempurna ini! Dan waktu terasa melambat ketika aku melintasinya serta melihat wajah elok tersebut.
Namun aku tidak bisa terpesona terlalu lama karena aku harus mengejar kereta ke Itaewon. Segera kuarahkan kembali pandanganku ke depan dan kupercepat langkahku.
Begitu tiba di stasiun, ternyata kereta baru akan tiba 5 menit lagi. Sambil menunggu aku pun duduk di tempat duduk yang ada di peron. Dan tidak lama setelah itu...
"Can I sit here"", ternyata gadis berambut merah yang tadi kususul di jalan.
Aku terlalu terpesona melihatnya. "not allowed, eh""
"no... it's alright... it's alright... you can sit here of course" "Thank you"
"Do you live in the dorm"" tanyaku coba mulai pembicaraan "Yes. I live on the 5th floor"
"Oh... Mine is on the 3rd" "Azra"
"excuse me""
"My name's Azra. I'm Turkish. What about you""
"Jonathan. But please call me Jojo. or Jo to make it simpler. I'm Indonesian." "Indonesian" I thought that you're a Thai atau Pinoy!"
"You're the 66th person that thought I'm not Indonesian." "Really" So what did they think about your nationality""
"Many. Started from China, Brunei, Vietnam, India, Tamil, Samoa... Even the last time I had a conversation with a Malaysian guy, he mistook me as a Malaysian until 10 minutes. I know it was my bad since I spoke Malay language to him"
Dan dia langsung tertawa lepas sampai kemudian kereta yang ditunggu datang. Di dalam kereta kita duduk sebelahan lagi.
"So where are you heading for, Jo""
"Itaewon. I'll have ifthar and dinner with Indonesian friends." "Ifthar" You're a muslim""
"Yup. I understand that my name sounds like a non-muslim name. Even some middle-eastern friends a bit surprised when I told them that I'm a muslim."
"That's right. Do you know how did you end up with that name""
Dan tentu saja kuceritakan lagi hal yang pernah kuceritakan kepada Saddam dan Geng Timur Tengah sewaktu berkenalan dulu.
Kemudian aplikasi YM di hapeku berbunyi.
Quote: Riani: buka puasa di mana hari ini sayang"
J: di Itaewon nih. Irul mau farewell sekalian. Kalo kamu di mana"
R: aku mau ke GI nih... Temen-temen SMA ku mau buka bareng.
J: ooo sama temen-temen... Jangan sampe clbk lho...
R: ga janjiiii J: whaaaatttt" R: "Your lover"" "Pardon""
"Did you chat with your lover" Your face was a bit changed when you looked at your phone." "Well, sort of"
"oh...", tanggapnya singkat. Dan raut wajahnya sedikit berubah.
Tidak lama kemudian, kereta sampai di stasiun itaewon. Ternyata dia sama-sama mau menuju arah masjid juga karena janjian dengan temannya di sana. Begitu keluar stasiun, ternyata jalan trotoar yang perlu kami lewati entah mengapa sedang penuh luar biasa.
Wajahnya terlihat agak khawatir melihat kondisi jalan tersebut. Gak lama kemudian tangan kananku dipegangnya.
"Sorry for holding your hand like this. I afraid to get lost here. You know I've been here barely a week. I still not remember clearly the way to the mosque."
Aku cuma mengangguk saja. Lumayan lah... Rejeki anak soleh.
Begitu trotoar yang ramai itu sudah dilewati, entah kenapa pegangannya pada tanganku tidak dilepasnya. Aku pun tidak sadar akan hal itu karena kami terus berjalan sambil ngobrol. Sampai kemudian di dekat gerbang area masjid.
"Oi Jo!", ternyata Irul yang memanggilku.
Teriakan itu menyadarkanku kalo tangan kananku masih dipegang Azra. Refleks aku memberikan isyarat pada Azra agar pegangannya dilepas. Untungnya dia mengerti. Lalu aku berjalan agak cepat ke arah Irul. "Siapa tuh Jo" Cakep banget."
"sama-sama anak dorm. Baru juga kenalan tadi. Dari Turki doi, belom ada seminggu di sini." "Berbahaya juga ente, baru kenalan udah gandeng-gandengan..."
"One does not simply resists my charm, Bro" "bangke lah!"
Kemudian Azra melewati kami berdua sambil tersenyum manis.
"Yuk masuk ke dalem dulu. Abis magriban baru cabut. Mei, Isni & Rara udah pada di dalem katanya "oke"
Di dalam kompleks masjid sudah terdapat beberapa kelompok orang dengan latar belakang beraneka ragam. Aku lihat beberapa orang yang kukenal di berbagai kelompok tersebut seperti Muneef, mahasiswa Pakistan yang naksir Rara, Yeon-chol, si Korea muslim yang sudah cukup banyak membantuku di awal masa tinggalku di Seoul, serta yang cukup mengagetkan adalah Murod, yang juara minum makgeolli sewaktu MT. Tentu saja aku dan Irul memilih berkumpul dengan rekan-rekan kami dari Indonesia. Irul terlihat sekali memanfaatkan waktu menunggu magrib alias ngabuburit ini untuk pamitan dengan komunitas Indonesia di sini.
Beberapa menit menjelang adzan, beberapa orang pengurus masjid membagikan takjil kepada orang-orang di kompleks tersebut. Tepat ketika adzan berkumandang, semua orang sudah mendapatkan jatahnya dan kami pun berbuka bersama.
Sekitar 30 menit kemudian, atau tepatnya setelah selesai solat magrib, aku, Irul, Mei, Isni, dan Rara 'kabur' dari kompleks masjid menuju restoran Turki di pinggir jalan utama Itaewon.
"Cuma kita berlima aja nih Rul"", tanyaku ketika tiba di restoran.
"nggak. Nanti Tiwi, Yudis, Anda sama pasangan homo Rio & Iman bakal nyusul kok cuma ngajak segitu doang Rul"
maklumlah, owe punya dana telbataaasss. Jangan samain sama ente yang beasiswanya makmur sejahtera loh jinawi Jo. Lagian kalo yang sekampus udah ada event terpisah dua hari lalu
Kami lalu mulai memesan makanan kemudian lanjut mengobrol sembari menunggu pesanan datang. Sekitar 10 menit kemudian, lima orang yang menyusul akhirnya tiba. Dan tanpa disangka di belakang mereka menyusul sekelompok pemuda seumuran kami. Dari nada bicaranya sepertinya mereka berasal dari Turki. Dan... Yak! Tebakanku benar, mereka dari Turki. Ada Azra di antara mereka. Dan ketika Azra melewati meja kami...
Hi Jo! Halo guys! halloooo... , jawab teman-temanku bebarengan.
Dan sebagaimana mudahnya ditebak, aku jadi objek interogasi teman-temanku. Mereka menanyakan mulai dari nama sampai dengan hubungannya denganku. Untungnya proses interogasi itu selesai dengan sendirinya ketika pesanan datang.
Selesai makan kami lanjut ngobrol-ngobrol sejenak. Kira-kira 15 menit kemudian Rara mengajak aku pulang duluan. Kami pun pamitan dan aku sendiri berjanji akan mengantar Irul ke bandara lusa. Di perjalanan dari restoran ke stasiun...
Jojo... Wait for me! Aku menoleh. Ternyata Azra yang memanggilku. Ia lalu berlari ke arah kami dan tanpa kuduga ia meraih lengan kananku.
Hi, I'm Azra. I'm a student at the Anam-dae. Oh Hi. I'm Rara. Anam-dae student as well.
Aku merasa kurang nyaman sama Azra yang gelendotan. Aku coba menggoyangkan tanganku agar Azra mau melepasnya. Untungnya dia mengerti dan melepas pegangannya.
Di kereta Rara bertanya padaku.
Jo, udah lu apain aja ni anak" Masa iya baru kenal udah lengket banget doi sama lu"
Lu pikir gua ngerti" Tadi pas mau ke masjid sih ane ga keberatan dipegangin begitu gara-gara itaewon tadi rame banget & doi takut nyasar. Yang gua ga nyangka itu kalo sampe keterusan kayak tadi! Kalo Riani sampe tau gimana nih Jo"
Please Ra, please... Gua ga mau ada perang dunia jarak jauh. Gua masih liat Riani sebagai masa depan gua Iya, iya gua ngerti kok, hehehe
Are you guys talking about me" , tiba-tiba Azra bertanya Nope, not really.
We didn't. We just talked about Jojo's girlfriend. Somehow I see her resemblance on you. Really" , sahutnya dengan mata berbinar.
Yah, gua udah nahan-nahan biar ga kasih harapan sama doi, malah ente yang ngobral harapan Rara cuma tertawa saja mendengar omonganku. Kami bertiga lalu lanjut mengobrol sampai tak terasa tiba di stasiun tujuan. Kami lalu berpisah di mana Rara menuju kontrakannya sedangkan aku dan Azra naik bus menuju asrama.
Begitu di atas bus, kami duduk bersebelahan. Dan lagi-lagi ia memegang lenganku. Bahkan kali ini kepalanya disenderkan ke bahuku.
"Azra, please. We just know each other today and I feel a bit inconvenient with your acts like this." "Inconvenient" So sorry for that. You know I feel so much comfortable and protected when I held your hands. Don't ask me why since I haven't got the answer until now. And well, I just feel kinda addicted with that comfort feeling."
"But you know my status, right" I don't want any trouble because of this."
"I understand. I'll bear the risk and be responsible for it. But I'm still allowed to hold your arms or hands right"" "Do what you want to do. But I'll keep your words on responsibility."
"Sure!" "And one more thing: don't expect too much from me."
Azra hanya mengangguk sembari tersenyum manis. Ia pun kembali memegangi lenganku sampai kami tiba di asrama.
When She meets Her Malam itu, masih pada malam yang sama setelah aku makan malam perpisahan dengan Irul, aku yang baru saja sampai di kamar langsung saja menyalakan laptopku dan sebagaimana biasa langsung mengakses beberapa situs termasuk di antaranya facebook dan email. Setelah beberapa menit berselancar di dunia maya, aku baru sadar jika aku belum beribadah Isya. Sejenak kutinggalkan saja laptopku dalam keadaan menyala beserta seluruh tampilan aplikasinya. Beberapa menit kutinggalkan, kulihat ada satu permintaan pertemanan baru. Kucoba ku-klik permintaan tersebut dan terlihat ada permintaan pertemanan dari gadis itu. Azra.
Well, memang tadi dalam perjalanan dari Itaewon antara aku, Azra dan Rara sedikit berbagi tentang akun media sosial kami. Mengingat pada zaman itu memang media sosial, khususnya facebook, sedang cukup ramai dan cukup jujur dalam memberikan informasi. Terus terang aku tidak terlalu menyangka Azra akan menambahku dalam daftar pertemanannya secepat ini. Tapi buat apa kuambil pusing" Lebih baik kuterima saja sekalian mempelajari lebih lanjut mengenai gadis manis yang baru saja kukenal ini.
Hal yang pertama kulihat" Tentu saja profile picturenya. Terlihat dirinya pada profile picture tersebut sedang memegang beberapa buah jeruk dengan latar belakang di depan rumah dengan suasana pedesaan. Sepertinya foto tersebut diambil di negara asalnya. Dan di foto tersebut ia terlihat sangat cantik dengan kemeja birunya serta rok panjang berwarna hitam. Tetapi sungguh yang membuatnya luar biasa di foto tersebut adalah senyuman serta matanya yang berbinar ceria.
Kucoba iseng melihat seluruh album fotonya, cukup banyak fotonya sedang berjalan-jalan dengan berbagai latar. Mulai dari pedesaan, kota, gedung sekolah, kantor, pertokoan, pegunungan, gurun, sampai pada beberapa tempat seperti stasiun dan bandara. Namun senyum khasnya seolah tidak pernah absen dari fotofoto tersebut. Memang ada beberapa fotonya yang tidak menunjukkan wajah yang tidak tersenyum, melainkan foto wajah konyolnya ketika ia bercanda bersama teman-temannya. Selain itu warna rambutnya di berbagai foto banyak yang tidak sama. Sebagian besar memang terlihat warna rambutnya yang merah. Namun di beberapa foto terdapat juga foto dirinya dengan rambut hitam dan bahkan ada juga yang menunjukkan dirinya berambut pirang. Aku menduga memang warna rambut aslinya adalah merah.
Hal lain yang juga kusadari saat itu adalah tidak ada foto dirinya yang mengenakan pakaian yang agak terbuka alias seksi. Semua fotonya selalu menunjukkan dirinya dalam pakaian sopan. Ada beberapa fotonya yang menunjukkan dirinya dalam t-shirt lengan pendek, tetapi selalu saja ia memakai extra sleeves di bawah lengan t-shirt tersebut. Pada poin ini aku berpikir sepertinya memang dia gadis baik-baik yang tidak terlalu suka macam-macam. Benar saja ketika kemudian aku cek profile dirinya, terkesan dirinya adalah anak yang dapat dengan luwes bergaul namun bisa menjaga dirinya dari hal-hal yang agak terlarang. Aku pun teringat jika aku belum pernah melihat fotonya berdua saja dengan seorang laki-laki, kecuali ketika ia berfoto dengan kakaknya. Well, sepertinya ia memang gadis baik-baik. Atau mungkin, malah gadis yang belum 'melihat dunia'.
Tidak begitu lama, terdengar saatu notifikasi masuk. Ternyata itu adalah notifikasi chat facebook. Dan, benar saja, itu adalah chat dari Azra.
Quote:A: Evening Jo! J: Hi Az! Evening too! A: No sleeping yet"
J: Nah... I plan to stay awake tonight. I feel kinda worried for missing the shahur time tomorrow. A: Hehehe... me as well...
Kemudian aku lanjut berselancar di beberapa situs dan tentu saja mengunduh beberapa film. Yah, namanya juga memanfaatkan kecepatan internet level dewa di negara ini.
Sedang asyik-asyiknya berselancar, tiba-tiba ada notifikasi chat lainnya masuk. Kali ini yahoo messenger. Quote:R: Abang sayaaaaaang! :*
J: Rianiku sayaaaaaang! :*
R: Blom tidur Bang" Udah malem kan di sana"
J: Iya. Udah jam 11an. Kalo tidur takut kebablasan nih sayang. Jam 3-an udah subuh gitu di sini. R : Hooo&
J: Kamu sendiri" R: Baru sampe rumah lagi nih. J: Trus gimana tadi bukbernya"
R: lumayan seru lah Bang. Banyak juga temen-temen lama yang udah lama banget ga ada kabar trus tiba-tiba ada aja gitu.
J: Wah! Seru banget tuh kedengerannya. R: Begitulah.
J: Trus Eko dateng" R: Ada.
J: Trus kamu ngobrol-ngobrol kangen sama dia ya" Apa kabar doi"
R: Yeeeeee& si Abang cemburu nih ceritanya" Ga lah. Tadi ngobrol sepintas aja. Lagian dia bawa tunangannya tadi.
J: Tunangan" R: Iya Bang. Katanya dua minggu setelah lebaran mau nikahan gitu. Jadi emang sekalian nyebar undangan sih tadi.
J: Wah, jadi ngiri euy. R: Ih si Abang! Udah sana kelarin dulu S2-nya! Nanti kalo udah ada ijazah, pas ngelamar aku tunjukin itu ijazah biar lamarannya diterima sama orang tuaku!
J: Heh"! R: Kemudian ada jeda sekitar 10 menit di antara chat tersebut. Setelah itu kemudian Riani kembali menghubungiku.
Quote:R: Bang, Azra temen Abang ya"
J: Iya. Kita juga baru kenalan sore tadi sih" Kok kamu tau" Kamu iseng ngecek recent friendku ya" R: Bukan gitu Bang...
J: Jadi" R: Dia nge-add aku barusan di facebook.
J: Dafuq"! Apa maunya gadis ini"
Quote:R: Trus kita juga barusan chatting Bang. J: Heh"!
R: Orangnya kayaknya lucu ya" Ramah pula.
J: Kalo ramah sih iya. Tapi aku juga baru kenalan sore ini lho sama dia.
R: Iya aku tau. Kamu udah ngomong itu tadi. Dia juga cerita soal itu barusan. Trus ada lagi Bang... J: Apa lagi"
R: Dia bilang aku beruntung banget punya kamu. Gitu. J: Kok kayaknya rada deja vu yah"
R: Iya Bang! Dia kayaknya orang kesekian yang ngomong gitu ke aku! Dulu Wulan... trus Sarah... Trus blom lama ini Khali... dan barusan aja Azra...
J: Bentar... bentar... Khali"
R: iya Bang. Temen abang yang dari Mongol itu. J: Gimana caranya kamu chat sama dia"
R: Pas kapan gitu dia add YM-ku. Ya mulai saat itu kita lumayan sering chatting via YM.
J: Kok gak ada yang cerita gini sama aku sih& Gak kamu, gak dia juga& s R: Yeeeee& biarin aja kali& Lagian omongan kita kebanyakan girls talk& Abang mah ga boleh tau& J: zzzzzz& ..
Kemudian hampir selama satu jam kami menghabiskan waktu dengan chatting. Sampai kemudian Riani merasa mengantuk dan pamit untuk beristirahat malam. Aku sendiri masih meneruskan berselancar di dunia maya.
Pada pukul 0100, tiba-tiba terdengar lagi notifikasi facebook chat. Ternyata Azra kembali mengirimkanku pesan.
Quote:A: Jo, I m gonna cook rice with sliced beef for shahur. Do you want some" J: Why not"
A: But can you please do a favor for me" J: such as"
A: Actually I have got no rice at all. Can you please provide the rice"
Kumaha ieu teh" Bilangnya mah mau ngajak makan tapi ga punya nasi& Tapi ya berhubung niatnya baik dan memasak nasi termasuk mudah karena aku punya rice cooker, kenapa tidak" Kemudian aku teringat satu hal. Quote:J: Provide the rice" Well, no problem for me.
A: Yaaaayyyy! J: But I have another proposal. A: I m listening
J: Can I invite one more friend to join us" He s Indonesian just like me and he lives here as well. A: Sure!
J: Great! A: Ok. Meet me at two at the basement floor. I m gonna prepare the beef for you guys. J: OK! See you later Az!
Sepertinya asyik juga orangnya si gadis berambut merah ini. Dan sepertinya aku perlu menghubungi Huda sekarang untuk mengajaknya sahur bersama.
Sebentar. Sepertinya Huda pernah bercerita padaku tentang gadis berambut merah. Tapi apa ya" Kok aku lupa"!
When She Meets Her Part Deux
Dini hari itu akhirnya aku hanya sahur berdua saja dengan Azra. Tadi Huda kutelepon dan ternyata ia menginap di tempat Topa malam ini setelah menghadiri acara pernikahan teman kuliahnya di daerah Shinchon. Yah, mungkin memang ditakdirkan seperti ini pagi ini. Aku hanya berdua saja dengan Si rambut Merah itu.
Bagaimana teman-teman muslimku yang lain seperti Geng Timur Tengah" Well, aku tak pernah bertemu mereka saat sahur. Mereka selalu makan malam dua kali yaitu pertama setelah magrib dan yang kedua menjelang tengah malam lalu tidur hingga pukul 4. Kemudian mereka bangun untuk ibadah subuh dan sebagian dari mereka melanjutkan tidur jika memang tidak ada aktivitas lagi.
Pada pukul 2 aku tiba di lantai basement asrama. Ketika aku melangkah keluar dari lift, terdengar lift sebelah yang memang hanya bisa diakses oleh para penghuni lantai 5 & 6. Terlihat sesosok perempuan setinggi 168cm berambut merah yang diikat ekor kuda membawa food container berukuran sedang berisi daging sapi yang sudah dipotong-potong serta dua buah food container mungil yang sepertinya berisi saus. Terlihat juga adanya kantong plastik hitam berukuran sedang dalam jinjingan lengan kirinya.
Wajah manisnya terlihat tersenyum dan terlihat agak bersemu begitu melihatku yang sudah sedikit lebih awal tiba di basement tersebut. Aku yang melihatnya agak kerepotan membawa tiga buah food containers tanpa bicara langsung mengambil dua buah food container kecil berisi saus tersebut dan membawanya ke ruangan tempat kami bisa menikmati hidangan tersebut bersama-sama: ruang nonton TV.
Di pojokan ruang tersebut terdapat sebuah sofa yang cukup cozy dan di depan sofa tersebut juga terdapat meja setinggi lutut. Kuletakkan saja wadah nasi serta dua buah food containers berisi saus tersebut di atas meja tadi. Hanya selang hitungan detik, Azra ikut menaruh food container berisi daging yang dibawanya dan membukanya secara perlahan.
Tercium dengan cukup kuat bau dari daging yang sudah diolah dengan beberapa macam sayuran seperti jagung serut, buncis, kacang polong dan bawang. Sepertinya ada aroma minyak zaitun juga dari masakan buatan Azra tersebut. Terlihat juga selapis tipis asap dari makanan tersebut yang menandakan bahwa masakan ini memang baru saja matang sebelum disajikan di sini. Efeknya padaku jelas saja: komplikasi perut keroncongan yang disertai dengan mulai menyingsingnya air liur dari sudut bibirku.
Azra terlihat menahan tawa ketika melihat perubahan wajahku tersebut. Starving already, Jo" Give me a minute, okay"
Aku hanya tersenyum mendengarnya dan mencoba mengendalikan air liurku agar tidak bergerak di luar kendaliku lagi.
Gadis Turki itu kemudian mengeluarkan sepasang piring plastik berukuran besar beserta dua pasang sendokgarpu dari kantong plastik yang tadi dijinjingnya bersama dengan food containers. Sejurus kemudian ia membagi nasi dari wadah nasi yang kubawa ke dua buah piring yang tadi disiapkan. Terlihat nasi di satu piring agak lebih banyak ketimbang nasi di piring yang lain. Kemudian dituangkannya daging masakannya dari food container ke dalam piring-piring tersebut sama banyak. Terakhir dituangkannya saus-saus tersebut ke atas daging yang tadi dituangnya ke piring. Namun kulihat saus tersebut terlihat berbeda di mana salah satu saus terlihat lebih pekat daripada yang lainnya. Saus pekat tersebut dituangkannya ke piring dengan nasi lebih banyak. Saus lainnya yang tidak begitu pekat dituangkannya ke piring dengan nasi lebih sedikit. Tentu saja aku agak heran dengan hal tersebut.
Azra, what are the differences between the sauce you poured to this plate and the others"
Well, actually I made the sauces a bit different on its spiciness. This one is less spicy than the other one , jawab Azra sembari menunjuk piring dengan nasi lebih sedikit.
And this one, the spicier, is yours. , lanjut Azra sembari memberikan piring dengan nasi lebih banyak kepadaku.
Oh, thanks. But how do you know I like it spicy" I ll tell you later. Just enjoy your food for now.
Kami kemudian menikmati makanan tersebut. Dan terus terang saja aku sangat menikmati makanan tersebut. Dagingnya cukup empuk dan sepertinya bumbu yang digunakan dapat meresap dengan sempurna ke dalam daging tersebut. Selain itu sayuran yang digunakan untuk memasak juga sepertinya tetap terasa segar saat kunikmati. Satu-satunya kelemahan mungkin saus yang tadi dibilangnya pedas itu ternyata masih kurang pedas untuk ukuranku. Well, Rara& You ve got a serious competitor here.
So how was it" Great! That was really great! How did you make it" Is it Turkish food" Honestly no. It was simply my experiment. And thank God the experiment was successful. So I was a guinea pig for your experiment, then.
Azra hanya tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapanku barusan.
But I have to admit that was a great success. It was bloody delicious, Az. Congratulations.
Gadis itu berhenti tertawa dan tanpa kuduga sepasang tangan yang dihiasi jemari lentik itu menggenggam tanganku dengan hangat. Kemudian matanya terlihat berbinar menatap mataku.
Really" Aku hanya mengangguk sembari tersenyum tulus kepadanya. Dan secara instan sepasang pipinya yang putih itu secara gradual berubah jadi pink.
Thank you very much for the compliment, Jo. And one more think, Az&
uh huh& How do you know I like it spicy" And why did you give me more rice"
Kali ini ia menarik sepasang tangannya yang tadi menggenggam tanganku dan menggunakannya untuk menutupi mulutnya yang terlihat sedang menahan tawa.
How come you couldn t answer that easy question, Jo"
Easy question" What did you mean with easy quest& wait a minute& wait a minute& Yup. I have to thank Riani for that.
So you girls had chat last night"! I didn t think about it!
Yup, I had a chat with that lucky girl, Jo. She was a very nice girl. Suits you very well.
Kemudian kami lanjut mengobrol sembari minum jus dan air yang kami dapatkan dari vending machine di lantai tersebut. Entah bagaimana caranya aku sepertinya mudah saja mengobrol dengan gadis ini. Nyaris tidak ada dead air dalam percakapan kami. Aku seakan lupa jika aku baru mengenal gadis ini dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Sepertinya aku sudah mengenalnya selama 10 tahun saja.
Dan satu hal juga yang kusadari belakangan, bahwa ini pertama kalinya aku bisa mengobrol dengan sangat lancar dengan lawan jenis yang belum lama kukenal. Bahkan jika aku ingat, aku baru bisa mengobrol dengan lancar dengan Riani dulu setelah pertemuan ketiga kami.
Bagaimana dengan Khali" Well, aku harus berterima kasih pada vodka yang dulu dicampur dengan kopi sehingga aku bisa dekat dengan Khali di masa awal perkenalan kami.
Kali ini sangat berbeda. Aku bisa mengobrol dengan sangat lancar dengan Azra. Tanpa bantuan alkohol. Entah jika Azra membubuhkan bahan tambahan di masakan dagingnya tersebut.
Tanpa terasa, aplikasi adzan di ponselku memberitahu jika waktu subuh sudah tiba. Kami kemudian membereskan segala kekacauan yang kami timbulkan tadi. Kemudian kami berjalan berbarengan ke arah lift untuk kembali menuju kamar kami masing-masing.
Thanks again for the food, Az. That was bloody great! You re welcome, Jo. BTW, any plan for today s ifthar or dinner" Nope. Why"
Can we go out to have dinner somewhere" , tanyanya dengan pipi mulai bersemu. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum untuk menjawabnya.
OK! I ll let you know later. See you later Jo!
See you later Az! When She Meets Her Part Troix
Sebagaimana biasanya, aku hari itu tidur seharian dan baru benar-benar beraktivitas pada saat menjelang sore hari. Dan sebagaimana biasanya juga, Khali meneleponku sore itu sebagai alarm bagiku untuk memulai aktivitas.
Good afternoon, Jo! Wake up! Wake up! Hi Khal! Thank you so much for waking me up! With pleasure, Jo. Any plan for today"
Plan for today" Wait& lemme remember& , jawabku sembari mengumpulkan nyawa .
Kemudian terdengar ada nada pesan masuk pada ponselku. Terlihat sebuah pesan masuk dari Azra untuk memberitahuku tempat di mana kami akan makan malam.
Well, Khal. Actually a friend of mine asked me to have some dinner tonight at an Uzbek restaurant near the Anam Junction. Fancy to join" I believe she wouldn t mind if you could join us. And honestly I plan to ask Huda to join us as well.
I ll be glad to join you guys! , jawabnya dengan nada antusias. Okay, then. I ll let her know about this.
Okay Jo! Catch you later!
Kemudian kukabari Huda mengenai rencanaku ini melalui pesan singkat. Agak lama tidak ada balasan, akhirnya masuk juga balasan darinya. Ia juga menyetujui untuk bergabung dengan kami. Segera saja kukabari Azra mengenai dua kawanku yang berniat untuk bergabung tersebut. Dan sebagaimana kuprediksi, dia tidak keberatan sama sekali.
Pada pukul 2000, tepat setelah aku beribadah magrib, aku segera meluncur ke lobby asrama. Di sana rupanya sudah menunggu Huda dan Khali. Keduanya tersenyum ketika melihatku keluar dari lift. So, shall we move now Jo" , tanya Huda.
Nope. We ve gotta wait for my friend. She lives here as well, actually. She lives here" Who is she" , tanya Khali.
Belum lagi kujawab pertanyaannya, lift yang terletak tidak jauh dari tempat kami berkumpul terbuka. Dan dari lift tersebut keluar sesosok gadis berambut merah yang tersenyum gembira begitu melihatku di sini. Hi Guys! , sapa Azra ramah.
Hi Az! , jawabku. So, that was you! , sahut Khali.
Jo, ini mah cewek yang gua ceritain ke lu waktu itu. , celetuk Huda yang tentunya memancing pandangan kagetku ke arahnya.
Halo Khal! I never thought that you know Jojo as well
Well, he s one of my closest friends here, Az. I won t survive until this point if it s not because of him. Come on. Don t be exaggerative like that, Khal. , responsku. That s true, Jo. My life here would be different without you. , elak Khali.
Guys, I haven t been introduced here. Can you please& , potong Huda yang merasa tersisih dalam perdebatan kami yang tidak penting barusan.
Oops, sorry. Well, Az. This is my Indonesian friend, Huda. He supposed to join us at our shahur earlier today. But, well&
Hi, Huda. I m Azra Halo! My name is Huda
Well, can we just continue on our way there" I m starving already. , potongku. Yes, Sir!
Selama perjalanan ke restoran tersebut, aku lebih banyak berbicara dengan Huda. Huda sendiri menceritakan kembali Azra sebagai gadis berambut merah yang menurutnya memandangiku dari kejauhan pada saat aku tiba di lobby asrama pada hari aku kembali dari Jakarta. Terus terang saja aku sedikit kurang percaya mendengarnya. Kemudian kutolehkan wajahku ke arah kedua gadis yang berjalan agak di belakang kami tersebut.
Melihatku menoleh ke belakang, dua gadis itu memberikan senyum terbaik mereka kepadaku. Senyum menawan dari wajah oriental yang saat itu dihiasi raga terbungkus outfit casual yang tidak mampu menutupi bentuk asli tubuh indah itu, dikombinasikan dengan senyum tulus dari wajah cantik Caucasian berambut merah yang saat itu pemilik senyumnya dilapisi pakaian yang agak tertutup yang tidak mampu menutupi aura keanggunannya. Sepertinya aku dapat melihat surga hanya dari menolehkan wajahku ke belakang seperti ini. Bayangkan saja!


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gua entah kenapa setuju banget sih kalo misalnya lu akhirnya jadi sama Azra, Jo. Kayaknya lu beda aja gitu ngeliat dia dibandingin sama cara lu ngeliat temen-temen cewek yang lain. Even sama Khali. , sahut Huda yang membuyarkan lamunan sesaatku tentang kedua gadis itu.
Bentar... bentar... Jadi lu setuju kalo gua akhirnya sama dia Da" Huda hanya mengangguk.
Lha gua kan masih punya cewek di Jakarta sana! Gua mau serius sama dia pula!
Ya itu sih terserah elu yang mau ngejalaninnya. Tapi ya gua ngerasa chemistry antara lu sama Azra ada banget.
Are you guys talking about me" , potong Azra yang entah bagaimana caranya sudah berada dekat sekali di belakangku.
Naaaahhhh... We just talked about Jojo s girlfriend in Jakarta. Ah, Riani. She s such a lucky girl to have him.
So you already know her. Somehow I can see her resemblance in you, Az. Really" , tanyanya antusias.
Da& Udah deh& Lu jadi kayak Rara juga ngomong kayak gitu... Tuh, kan& Even Rara aja setuju sama gua, Jo!
Sementara itu agak di belakang sana terlihat olehku Khali tersenyum agak masam.
Tidak lama setelah itu, kami berempat tiba di restoran yang dimaksud. Beruntung pada saat itu kami langsung mendapat tempat duduk karena biasanya restoran tersebut sangat ramai pada jam seperti ini.
Aku duduk di bangku agak pojok. Azra segera duduk di kursi kosong di sebelahku. Khali terlihat sedikit kaget melihat gerak cepat Azra tadi. Namun ia langsung menguasai dirinya dan menempati kursi kosong di seberangku. Adapun Huda terlihat memaklumi hal tersebut dan menempati kursi kosong tersisa.
Kemudian kami memesan makanan setelah beberapa saat berkutat dengan menu yang disediakan. Dari menu yang kami pesan, terlihat bahwa kami akan makan besar malam ini. Dan benar saja, begitu makanan datang terlihat bahwa kami memang akan makan besar malam ini. Namun tetap saja aku menyadari ada sesuatu yang kurang.
Can I get extra chilli pepper please" , pinta Azra kepada seorang waiter yang masih berada di meja kami tersebut.
Tepat sekali dengan apa yang kurasakan kurang. Begitu bubuk cabe tambahan itu datang, Azra langsung memberikannya kepadaku sembari tersenyum malu-malu. Huda yang melihatnya hanya tersenyum simpul sementara Khali meneguk sebagian bir yang tadi dipesannya.
Sambil makan, kami membicarakan cukup banyak hal. Azra dan Huda terlihat sangat santai dengan obrolan tersebut sementara Khali terlihat agak lepas kendali. Mungkin akibat dari segelas besar bir yang sudah tandas diminumnya.
Dan akhirnya sampai pada satu titik di mana Khali bercerita tentang mantannya yang pada akhirnya menghubunginya kembali. Aku terus terang agak kaget mendengarnya. Tetapi aku coba bereaksi dengan kalem dengan menanyakannya apa rencana Khali dengan kondisi tersebut. Khali hanya menggelengkan kepalanya sembari sedikit mengangkat bahunya yang menandakan belum mengetahui apa yang perlu ia lakukan.
Tepat setelah aku mendengar jawaban tersebut, aku memohon diri untuk menuntaskan panggilan alam di toilet. Aku cukup ingat pada saat itu antrean di toilet agak panjang sehingga membutuhkan waktu hampir 10 menit untukku menuntaskan panggilan alam ini. Sekembalinya aku ke meja, terlihat tiga orang lainnya sudah bersiap-siap pergi sehingga aku pun mau tak mau harus ikut bersiap juga.
Setibanya di luar, Khali tanpa basa-basi langsung menggelayut di lengan kananku. Azra terlihat agak kaget dengan hal tersebut. Namun terihat Huda menepuk pundaknya seolah ingin mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Azra terlihat mengerti akan hal tersebut dan mulai berjalan di depan untuk kembali ke asrama. Huda hanya melihat padaku dan Khali sejenak untuk kemudian mengangkat bahunya dan kemudian berjalan di samping Azra agak di depan. Aku dan Khali kemudian berjalan mengikuti mereka kembali ke asrama.
Perjalanan kami kembali ke asrama sangatlah sepi. Nyaris tidak ada perbincangan antara kami berempat. Bahkan Azra sama sekali tidak menolehkan wajahnya kepadaku yang berjalan sedikit di belakangnya.
Setibanya kami kembali di asrama, akhirnya Azra menolehkan wajahnya ke arahku. Terlihat wajahnya seperti sedang menahan air mata. Dan pipi putihnya terlihat memerah. Namun demikian ia masih sanggup menahan Khali yang berjalan agak terhuyung setelah melepas pelukannya dari tanganku. Lebih dari itu, bahkan ia merangkul Khali untuk berjalan bersama memasuki lift. Sebelum pintu lift tertutup, aku sepintas masih dapat melihat senyum yang agak dipaksakan dari Khali dan Azra kepadaku. Huda yang sedari tadi menyaksikan apa yang terjadi kemudian merangkulku. Ngobrol dulu yuk di bawah Jo... , ajaknya dengan sangat bersahabat.
Aku hanya mengangguk saja untuk menyetujui ajakan tersebut. Kemudian segera saja kami melangkah ke basement.
Lu tau gak Jo" Tadi pas lu ke WC, tu cewek dua ngomonginnya cuma lu doang. Mereka kayak pamer gitu siapa yang tau lebih banyak soal lu
Heh"! Terus Aku Kudu Piye"
"Heh"!", tanyaku tidak percaya dengan ucapan Huda barusan.
"Iya Jo. Mereka kayak ngadu siapa yang paling banyak tau soal elu gitu. Mulai dari makanan kesukaan, kapan lu jadian sama Riani, sampe gimana lu ngiler dibahas semua tadi. Emang sih mereka ngomongnya masih pada baik-baik tadi itu. Tapi ya gua udah ngerasa aura persaingannya."
"Anjir lah! Itu dua cewek maunya apa sih" Gua udah dari awal kasih tau ke mereka kalo gua masih pacaran sama Riani dan akan serius sama dia. Gak ngerti gua Da!"
"Terus lu kan selama ini deket ga cuma sama mereka aja. Kalo yang gua denger dari Rara lu juga deket sama tiga cewek lain di kampus. Sering jalan bareng pula langsung berlima..."
"Nah itu dia pertanyaan gua juga Da... Khali gak pernah kayak gitu sama tiga cewek lainnya. Tapi entah kenapa kok sama si Azra ini beda ya""
"Tadi tuh gua blom selesai ngomong, Jo. Jangan dipotong dulu napa" Jadi gini ya Jo..."
Aku coba mendengarkan baik-baik pendapat Huda. Sebelumnya kutahan dulu Huda agar tidak berbicara dahulu karena aku ingin membeli soda sebagai teman mengobrol kami dari vending machine di lantai tersebut. Segera kuayunkan sekaleng chilsung cider ke arah Huda sebagai tanda ia dapat memulai kembali omongannya.
"Terima kasih banyak Jo! Bisa gua mulai lagi nih ya"" Aku hanya mengangguk sembari meneguk lotte milkis.
"Jadi kalo menurut gua pribadi, cara lu ngeliat Azra kayaknya agak beda sama ngeliat Khali, Jo.
"Beda gimana Da" Gua ga ngerasa bedain Azra sama cewek lainnya ah. Yang special itu cuma Riani aja buat gua."
"Gini... Gua ngerasa lu kalo ngeliat Azra kayak ada perasaan gimana gitu... Kayaknya pandangan lu ke dia kayak pandangan yang nunggu itu cewek buat ngeluarin semua kata-kata dan bahasa tubuh lainnya... Lebih hangat gitu..."
"..." "Nah... Yang kayak gitu ga pernah gua temuin kalo lu ngomong sama Khali dan sepertinya sama cewek lainnya. Mungkin sama Riani aja lu bisa kayak gitu selain sama Azra."
"..." "Sekarang coba jujur deh sama gua. Gua jamin 100% ini off the record. Ada gak sih yang beda antara Azra dengan cewek-cewek lain yang deket sama lu di sini""
"Musti jujur ya""
Huda hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Well, lu tau gak gua baru kenal sama Azra sejak kapan"" "Seminggu" Lima hari""
"Salah. Baru sekitar 24 jam lebih dikit."
"Gak mungkin banget Jo! Baru kenal sesingkat itu tapi udah tau banyak soal lu"!" "Nah kan... Dia juga udah temenan sama Riani di facebook dan mereka udah chat lumayan banyak." "Speechless gua, Jo"
"Tapi poinnya bukan itu Da. Oke gua akuin gua sedikit banyak emang ngerasa cara gua ngeliat Azra agak beda sama Khali. Bener kata lu tadi soal gua selalu nunggu satu-persatu kata yang keluar dari mulutnya. Tapi jujur aja itu udah di luar kesadaran gua. Bener juga yang lu bilang sore tadi kayaknya emang ada chemistry antara gua sama Azra. Gua yang baru kenal sebentar ini sama dia entah kenapa rasanya kayak gua itu kenal dia dari sejak bocah."
"Nah kan... Ya kalo gua jadi Khali sih ya wajar aja gua akan bersikap kayak tadi." "Trus aku kudu piye iki Mas Hudaaaaaa""
"Najis lu Jo!" "Eh seriusan gua bingung ini Da! Belom lagi gua udah niat mau serius sama Riani. Rencana gua begitu kuliah gua kelar ya gua mau ngelamar Riani."
"Lu cerita kayak gitu ke gua malah bikin gua tambah bingung tau gak Jo"" "Anjirlah! Malah ga ada solusi ginih..."
Huda hanya tertawa saja mendengar gerutuanku. Dan tidak begitu lama akupun ikut tertawa mengikutinya. "Ya udahlah. Kita ngomongin yang lain aja gimana""
"Hayuklah... Pusing gua ngomongin cewek terus... Bahas apa nih"" "Rencana kita jelajah Daejeon-Busan lah. Gua udah ngajak Mei, Rara & Bedul nih."
"Yakin nih bulan puasa gini mau jelajah. Terus ada Bedul pula. Ente yakin tu anak bakal kuat ikutan jelajah gini" Kayaknya tu anak rada ringkih gimana gitu."
"Yah ane percaya kata sohibnya aja, si Irul. Dia sih bilangnya Bedul ga seringkih keliatannya kok. Terus anggep aja perjalanan ini bakal jadi perjalanan menguji ketahanan fisik dan mental kita di bulan puasa ini." "Anjis lah! Spiritually ngehe banget lu kedengerannya."
"Bolehlah ngehe dikit. Anggep aja masa-masa gua ngehe terakhir sebelum balik lagi ke Indonesia."
Dan kami berdua kemudian membahas rencana kami tersebut dengan santai sembari becanda. Sesekali kami menghubungi Rara, Mei dan Bedul untuk menanyakan persetujuan mereka terhadap rencana yang kami buat. Dan secara umum mereka tidak keberatan sama sekali dengan rencana tersebut.
Lewat tengah malam, obrolan kami terinterupsi oleh panggilan masuk pada ponselku. Begitu kulihat ternyata Azra yang meneleponku dan menawariku untuk sahur bersama lagi. Telepon tersebut pada saat itu ku-loud speaker agar dapat terdengar oleh Huda dan Huda menyetujui tawaran tersebut dengan syarat kami berdua yang menyiapkan masakannya. Mendengar hal tersebut, terdengar nada senang dari Azra dan tidak lama kemudian panggilan tersebut diakhiri.
"Kita yang nyiapin Da" Emang mau masak apaan lu"" "Masak" Lu mau" Gua sih males, Jo."
"Ya gua juga males kali. Terus mau sahur apaan nih"" "Ya ke GS* lah beli nasi kotak"
Spoiler for *: GS = Nama sebuah Convenience Store di dekat dorm
"Sianjir seriusan lu""
"Iya, nih duitnya. Jalan gih sono ke GS. Beli apa aja lah buat gua asal ga pake babi. Trus minumnya beliin jus jeruk aja buat gua. Kalo ada kembalian buat lu aja. Gua mau video call sama bini gua dulu." Numpang Makan di Daejeon
Pagi itu tidak ada yang spesial. Sebagaimana dibicarakan pada chapter sebelumnya, akhirnya kami menikmati sahur dengan nasi kotak yang kami beli di GS. Untungnya Azra sudah menyiapkan salad buah untuk menemani makan sahur kami. Well, jadi agak sedikit berwarna lah sahur kami saat itu. Dan entah kenapa aku semakin melihat bagaimana Azra memiliki potensi yang baik untuk menjadi istri. Ah... Sepertinya pikiranku jadi ke mana-mana.
Neraka Kematian 2 Dewa Arak 09 Pendekar Tangan Baja Hijaunya Lembah Hijaunya 31
^