Miss Cupid 2
Miss Cupid Karya Mia Arsjad Bagian 2
"NGGAK! Lo udah dianter juga udah bagus! Budek nih, ntar gue turunin lo, ya"" ancam Tinka.
"Ka... " "Nggaaaaaaaaakkk... cewek lo rese amat sih" Sekali-sekali naik angkot, 'napa" Gue hari ini mau jalan sama Maya. Gue kan udah sering ngalah. Setiap kali lo nge-date pake mobil gue. Ntar kalo gue nge-date pake apa"" omel Tinka panjang-lebar.
"Ng... emang lo punya pacar"" tanya Dika polos.
"Kalo omong aneh-aneh lagi, lo gue turunin baru tau!"
Akhirnya selama sisa perjalanan ke sekolahnya, Dika cemberut.
Awas tuh si Oik. Bikin Dika jadi kurang ajar. Lagian, Dika bego banget sih" Oik itu kan cewek paling genit, matre, dan nakal se-Jakarta Selatan, rutuk Tinka dalam hati.
Jazz kuning itu melesat lagi menuju sekolah Tinka. Ditekannya tombol ON pada CD player mobilnya. Mengalunlah lagu yang tenar lewat iklan Axe di TV. Tinka berjoget-joget sendiri. Telunjuknya menuding-nuding ke atas dan ke bawah.
Tidak sampai lima belas menit, Tinka sudah sampai di sekolahnya.
"Pagi, Pak Oni..." sapa Tinka ceria ketika memasuki pelataran parkir.
"Wah, si Kuning udah sembuh nih"" balas Pak Oni sambil membantu menginstruksikan Tinka parkir.
"Iya nih. Makanya si Kuning nggak boleh terlalu capek, ntar bisa diopname," ujar Tinka sekenanya.
"Ah, bisa aja."
"Maya udah dateng""
"Udah tuh. hari ini datengnya pagi banget. Tumben."
"Bawa mobil"" Tinka celingukan mencari mobil Maya.
"Nggak tuh, Non. Dianter sopir. Katenye ade bisnis same Non..."
"Tinka." Pak Oni nyengir. "Maap, 'e'-nye kebanyakan, ye""
Tinka tertawa melihat tingkah Pak Oni.
"Udeh eh, Pak One. Saye ke keles dule, ye"" goda Tinka, dan langsung kabur.
Dari kejauhan terlihat kerumunan cewek fans Rocky berjalan bergerombol menuju kelas Tinka. Gila, padahal Rocky di sekolah sudah kembali dengan dandanan Clark Kent yang berkacamata. Tapi berhubung cewek-cewek itu sudah menyaksikan sendiri wujud asli Rocky,
mereka nggak peduli. Tinka melangkah masuk kelas. Pemandangan Rocky dikerumuni cewek sudah mulai biasa. Sandy dan Ray dengan senyum bahagia ikut nimbrung rezeki. Dasar cowok. Sementara Rocky masih dengan segala kecanggungannya.
"Pagi, Tinka," sapa Rocky ketika Tinka melewati mejanya.
"Pagi, Rock. Lagi jumpa fans nih"" Tinka mengedikkan kepala ke arah cewek-cewek di sekitar Rocky.
Rocky cuma bisa tersenyum getir.
"Ya udah. Sukses ya." Tinka ngeloyor pergi.
"Eh... Tinka!" jerit Rocky tiba-tiba.
Langkah Tinka terhenti mendadak. "Apa" Kaget gue."
"Anu... burungnya udah gue kasih nama. Pipi sama Pipo. Lucu, kan"" Dengan sangat gugup tiba-tiba Rocky ngomongin parkit di depan semua orang. Dan itu sangat nggak penting.
Tinka melongo. "Hah"" Cuma itu yang keluar dari mulutnya.
"I-i-i-iya. Pipi-Pipo. Lucu banget. Ma-ma-ma-kannya rakus. Apa t-tuh nama makanannya""
"Milet. Mereka emang rakus. Namanya juga burung," jawab Tinka asal.
Sekarang semua mata menatapnya. Aduuuuuuhhhhhhh... dasar Rocky bego. Cewek-cewek itu memandang sinis ke arah Tinka. Merasa kecolongan. Apa lagi nih kejutan dari Rocky" pikir mereka. Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba membahas burung.
"Rock, demi keamanan kita berdua, gue ke meja gue dulu. Daahhh..." cepat-cepat Tinka kabur dari suasana mencekam yang bikin bulu kuduk berdiri itu.
Maya yang mendengar semuanya, ikut-ikutan bengong. Dia memandang Rocky dan Tinka bergantian.
"Heh, sini lo," tarik Maya saat Tinka melewati bangkunya. Tinka terduduk seketika.
"Maya! Lo tuh, suaranya aja lembut. Narik orang kenceng banget kayak pake tenaga dalem," omel Tinka gemas. Pantatnya sakit didudukkan tiba-tiba di kursi kayu nan keras itu.
"Lo nyembunyiin sesuatu, ya"" Maya menatap mata Tinka sok serius. Meski tetap dengan suara lemah lembutnya.
"Nggak." "Nah, tadi" Pipi, Pipo""
"Gue baru mau cerita. Tapi mulut ember si Rocky itu malah berkoar duluan. Liat akibatnya buat gue. Bisa dikutuk gue sama cewek-cewek ajaib
itu." "Ceritain sekarang dong," pinta Maya.
"Nggak bisa lahhhh. Lo nggak liat tuh cewek-cewek pada mau nerkam gue" Pulang sekolah aja. Kita nongkrong di suatu tempat yang nggak ada mata-matanya. Kalo infonya bocor... wahhhh, bisa rugi gue," Tinka berkoar-koar.
Maya mengangguk setuju. Dalam hati penasaran berat pengen tahu. Burung apa sih yang bikin heboh ini"
Tinka bangkit dari duduknya. Ia mengambil gelas air mineral dari dalam tasnya dan buru-buru meneguknya. Dia jadi tegang sendiri. Cewek-cewek itu masih saja berbisik-bisik dan menatapnya iri.
"Udah ah, May. Gue balik ke bangku gue. Kasian Rio. Hopeless. Ntar bunuh diri, lagi."
Sudah beberapa hari terakhir sejak pertandingan bola, Rio jadi lesu. Gejalanya sama kayak ayam tetangga kena tetelo. Matanya nanar menatap Rocky. Semakin hari semakin nanar. Hobinya sekarang nyanyi lagu-lagu sendu. Apalagi Glenn Fredly. Satu kaset dia hafal. Tinka mungkin perlu ke dokter THT kalau sekali lagi Rio nyanyi satu album non-stop. Kayaknya Rio ngerasa kalau sekarang namanya sudah nyaris terlupakan oleh cewek-cewek. Yang lebih menyedihkan, Maya pujaan hatinya pun cuek-cuek aja.
"Hei! Ngelamun melulu! Kesambet setan lewat lho!" Tinka menepuk pundak Rio.
"Semoga hati Maya sebersih wajahnya yang mulus. Tak tertipu oleh penampilan palsu," tombol ngaconya langsung menyala.
"Gilingan lo, ya"" Tinka mengempas tubuh ke kursi. "Apaan sih, kok nggak jelas gitu""
"Gue berdoa buat cinta sejati gue."
"Panas, ya"" canda Tinka sambil memegang-megang jidat Rio.
"Gue yakin, Maya nggak mungkin tertipu sama penampilan Rocky. Ya,
kan"" Tinka mengangkat bahu. Rasanya nggak enak kalau harus berbohong terlalu banyak pada Rio. Kali ini dia memang betul-betul nggak tahu.
"Kira-kira harapan gue berhasil berapa persen"" Rio masih belum puas.
"Ya tergantung. Lo belajarnya rajin nggak""
"Tinka, lo emang tega sama temen lo yang lagi galau," rintihnya sok puitis.
"Hahahahaahahah... lo jangan hopeless gitu dong. Harapan lo ada... ada... kira-kira... segede bunga kreditan di bank... hahahahahha
ha... " tawa Tinka meledak melihat tampang Rio yang memelas.
"Berapa gede tuh, Ka""
"Ya, nggak tau... belom pernah kredit di bank sih. Nah, emak lo suka kredit, nggak" Kan ibu-ibu kompleks suka iseng."
"Itu mah tukang kreditttt!" Rio histeris sebal.
Tinka masih cekikikan. Rio serius nih.
Sambil mengeluarkan buku-buku pelajarannya, Rio masih terus sibuk menyanyi lagu sendu. Pas banget jadi ikon orang patah hati. Kayaknya tuh tulussss... banget.
"Yo..." panggil Tinka.
"Apa"" "Diem dong. Ntar lo musti biayain gue ke dokter THT. Mau""
Bukannya diem, Rio bernyanyi makin kencang. Mana lagu Glenn nadanya tinggi-tinggi. Suara Rio makin hancur karena sama sekali nggak bisa mencapai suara tinggi. Tinka makin pusing. Masih bagus pengamen jalanan deh. Ini anak sama sekali nggak berbakat di dunia tarik suara, tarik becak mungkin iya.
"Yo... gue masukin lo ke les vokal, ya"" usul Tinka mati gaya. Dia benar-benar nggak tahan lagi.
"Boleh deh, Ka. Tapi maunya yang gurunya Glenn atau Rocky Febrian,
ya"" PLETAK. Sebatang pensil mengenai jidat Rio.
"Dasar! Masih untung ada yang mau ngajarin. Gue udah nggak tahan, tau! Suara lo jelek bangettttttt..." Tinka menutup kupingnya rapat-rapat.
Siang itu macetnya nggak kira-kira. Sudah satu jam Tinka dan Maya maju merayap bersama si Kuning di sekitar Jalan Fatmawati. Niatnya mau ke Citos atau Cilandak Town Square.
"Gila, orang-orang ini pada mau kemana, ya"" keluh Maya mulai nggak sabar. Mana Tinka paling ogah cerita sambil nyetir. Dia kadang-kadang suka sok menegakkan peraturan lalu lintas.
"Pada mau ke Citos juga, kali. Sama kayak kita."
"Ah, masa sih, Ka" Ada acara, ya." Kepanasan bikin Maya jadi bego.
Tinka mendelik sebal. "Ya, nggak lah, May..."
Tiba-tiba terdengar suara cempreng dari jendela. "Aduh! Sialan... ni si Doel anak Betawi asli... jreng, jreng..."
Pengamen yang satu ini aneh juga. Yang lain sibuk nyanyi lagu Dewa kek, Sheila on 7 kek, Peterpan kek. Itu lho, yang lagunya "kutanya malaaaamm... kutanya siaaaaaangg..." Eh, dia malah nyanyiin lagu si Doel. Tinka menoleh ke arah jendela, penasaran sama tampang pengamen nyentrik itu. Tapi... HAH" Tiba-tiba ekspresi Tinka berubah kaget.
"Kenapa, Ka" Kenapa" Pengamennya ngeluarin pisau, ya"" Maya jadi panik. Tangannya langsung merogoh tas, siap-siap mengambil pepper spray.
"Hihihi..." Tinka tiba-tiba cekikikan.
"May, ini mas bibir jontor yang gue ceritain. Yang di bus itu lho... Ternyata orangnya senorak bibirnya," bisik Tinka seolah takut orang itu tahu. Sementara si mas masih terus berteriak-teriak menyanyikan soundtrack Si Doel Anak Sekolahan.
Tinka melirik sekali lagi. Eh, dia senyum dan mengetuk jendela Tinka.
Saking penasarannya, Tinka membuka jendela sedikit, paling cuma selebar satu jari kelingking. "Bentar, koinnya dicari dulu," kata Tinka lewat ventilasi mini itu.
Tahu-tahu dia mendekatkan bibir jontornya ke lubang jendela. Tinka jadi panik. Jangan-jangan bibirnya punya kekuatan mistis. Tangannya siap-siap memencet tombol power window. Kalau berani macam-macam, jepit saja tangan orang itu.
"Eh... Non, Non. Jangan ditutup. Kite kan udah kenal, ye" Waktu di bus, inget kagak"" serunya pada Tinka. Maya kontan cekikikan. Ternyata bukan cuma Tinka yang ingat dia, dia juga ingat Tinka. Hebat.
"Hah" Iya. Terus kenapa"" cetus Tinka judes.
Pede amat ini orang. Pengalaman di bus kan bukannya pengalaman indah. Lagian, siapa juga yang kenal" Cuma se-bus kok dibilang kenal.
"Kagak, Non, maksud Abang... jangan koin doooooong. Pan Abang mau ikutan audisi nih, tau kan idol-idol itu" Liat dong bibir sama suara Abang yang kayak Mick Jagger. Nah... bantuin ongkosnye doooonggg..." rayu si abang norak.
"Ih. Apa hubungannya sama saya""
"Yeee... Neng begimane. Paling nggak, kalo Abang tenar, Neng jadi orang pertama yang Abang ucapin terima kasih dehhhh... di album perdana juga.
Gimane"" Tinka menatap Maya yang mukanya merah berusaha menahan tawa. Ada juga orang senorak ini di dunia nyata. Tangan Maya menyelipkan selembar ribuan ke tangan Tinka.
"Kasih nihhh. .. hihihi.. kali aja bener ntar dia tenar. Kita untung juga," ledek Maya.
Tinka memberikan uang itu lewat celah mini di jendela. "Nih."
"Gitu dong, Neng... doain Abang di medan lage, ye" Biar Abang kembali selamet," katanya sambil ngeloyor pergi dan sebelumnya melambai ala penyanyi dangdut yang baru selesai manggung.
Tawa Maya meledak. Tinka yang baru sadar sama kejadian tadi ikutan ngakak.
Empat puluh lima menit kemudian mereka memasuki pelataran parkir Citos. Kaki Tinka pegal-pegal kelamaan menginjak pedal kopling.
Mereka kemudian duduk di Starbucks Coffee. Dengan lega Tinka melemparkan tubuh ke atas sofa raksasa. "Ahhhhhh... berakhir sudah penderitaan gue."
"Ayo cepet, info, info..." desak Maya nggak sabar.
Tinka dengan gaya profesor menjelaskan dengan ringkas apa saja yang dia dapat kemarin. Semuanya.
"Wah... serius nih, dia tetangga lo""
Tinka mengangguk semangat. "Yoi. Malahan dia bilang mau main-main ke rumah gue. Tapi belum sih, baru rencana."
"Asyiiiiiikk... gue boleh dong, ikutan nimbrung""
"Ya jangan buru-buru nyosor gitu dong, ntar dia kabur. Lo harus ikutin strategi gue, gimana""
"Strateginya""
"Biarin dia agak akrab dulu sama gue... nahhhh... baru lo masuk pelan-pelan. Kalo nggak, ntar dia curiga dong" Gawaaattt..." Tinka sok serius.
Maya yang dasarnya kebelet abis cuma bisa iya-iya saja. Pokoknya dia pengen cepat dekat sama Rocky. Tinka kan profesional, jadi serahkan saja pada ahlinya.
Bibir Tinka monyong menyeruput ice chocolate-nya.
"Ka, kok si Rio nggak diajak" Biasanya kemana pun lo pergi dia ngikut."
"Kok lo nanya-nanya Rio" Lo suka, ya, May""
Maya menatap heran ke arah Tinka. "Lo kenapa sih akhir-akhir ini" Setiap kali gue ngomongin Rio pasti dituduh naksir. Jangan-jangan lo suka sama Rio" Gue nggak naksir kok sama dia, kalo lo serius, gue setuju banget kalian jadian."
"Lho kok jadi lo yang bilang gitu ke gue"" sergah Tinka sebal. "Makanya, jangan aneh-aneh. Jadi, Rio kemana""
Tinka angkat bahu. "Tau ya, mungkin lagi.. "
"Hayo ngaku, lagi apa""
"Lagi latihan nyanyi. Pengen ikutan idol juga. Paling ntar temenan sama si jontor tadi."
Maya percaya aja. "Ka, ni kalo boleh ya, mau dong gue udah bisa dateng sama Rocky di bazar sekolah akhir bulan depaaannn... bisa nggak""
"Wah! Liat aja ntar, pokoknya gue usahain deh. Sebagai mak comblang profesional, gue usahain dehhh... sueeeeerr!" Tinka mengacungkan dua jarinya.
Tinka benar-benar nggak habis pikir. Apa yang bikin Maya jadi kebelet banget sama Rocky" Cewek-cewek itu juga. Masa cuma gara-gara waktu pertandingan sepak bola itu sih" Di sekolah Rocky sama sekali nggak berubah. Kacamatanya, canggungnya sama cewek. Tapi mereka-mereka ini malah menganggap itu salah satu kelebihan Rocky. Misterius. Coba, bela-belain banget, kan" Sandy dan Ray langsung turun pamor. Tapi mereka tampak asyik-asyik saja membantu Rocky. dengan harapan kali aja ada yang kepincut sama mereka.
Tadi siang Dea malah bawa oleh-oleh buat Rocky. katanya hadiah kemenangan. Kue cokelat buatan sendiri. Bentuknya sih lumayan, tapi muka Ray dan Sandy, juga beberapa anak cowok yang ikut mencicipi langsung pucat.
"Kuenya nggak digulain, kali. Hueeeeekk..." kata Obiet waktu itu sambil berlari ke kantin cari minum. Yang lain juga sama.
Tapi Rocky" Dengan segala keramah-tamahan dan sifat terlalu baik hatinya tampak berusaha keras menghabiskan kue bagiannya. Wajahnya sudah pucat seperti mau muntah. Tapi dia tampak nggak tega kalau Dea kecewa. Rocky memang baik sih. Mungkin itu juga ya, kelebihannya"
"Kok ngelamun, Ka""
"Nggak, cuma lagi mikirin strategi selanjutnya."
Ponsel Tinka berbunyi. Ada SMS yang masuk.
Hi there/ Rocky nih, lg dmn" Gw k rmh lo ya" Mau diskusiparkit. Hihihi. Bsn nih nggak ada kerjaan. -Rocky-
Tinka mengerutkan kening. Diliriknya jam dinding raksasa yang tergantung di situ.
"Kenapa" Siapa, Ka"" berondong Maya.
"Rocky." "Haaaaahhhhh""" Yang bener, lo" Liat, liat!"
"Tau nomor HP gue dari mana, lagi" Pasti Nyokap," gerutu Tinka. Mama kadang-kadang suka asal memberi nomor HP Ti
nka ke orang-orang. Apalagi kalau Mama kenal sama orangtuanya.
"Ihhhh... bagus dong, Ka. Bales, bales, bilang 'iya'. Kan buat langkah selanjutnya. Gue pulang naik taksi deehhhhhhh... biar lo cepet sampe rumah," cerocos Maya berapi-api. Gila, ngebet banget nggak sih"
"Iya, iya. Sabaran dikit dong, May. Kayak mau nangkep maling aja," ledeknya.
Rock, gw msh di jln. 1 jam Ig. Gmn" Lo dtg aja dlu. Dika ada di rmh. C u there. -Tinka-
Mereka berdua menghabiskan pesanan mereka dan bergegas pergi. Maya yang pengin cepat-cepat tahu perkembangannya lewat telepon juga buru-buru pulang. Semakin cepat Tinka pulang, semakin cepat ada info.
"Jangan lupa ya, laporan lengkaaaaaappp," sempat-sempatnya Maya menjerit kecil dari jendela taksi.
Di teras rumah, Dika dan Rocky asyik merakit Gundam. Rocky terlihat serius menyusun bagian-bagian kecil robot mini itu.
"Tuhhhh... si pelit pulang," kata Dika sambil manyun.
"Apa lo" Dasar selera rendah," balas Tinka.
"Hai, Ka," sapa Rocky. Poninya menjuntai di atas kacamatanya. Mungkin kalau merakit Gundam juga harus pakai kacamata, ya"
"Udah lama"" tanya Tinka sambil duduk. "Udah dikasih minum belum sama spesies orang utan ini"" tanyanya lagi.
Rocky nyengir. "Baru setengah jam kok."
"Gue udah kasih dia minum, makan, dessert, permen," jawab Dika kesal.
Mama keluar membawa baki minuman.
"Ka, kamu ganti baju dulu gih. Nanti Rocky nggak naksir kamu, bau gitu," ujar mama asal banget. Tinka langsung melotot.
"Mama! Apaan sih" Aku tuh ya, mau bau, mau belum mandi, tetep jadi rebutan," sahut Tinka malu sambil ngeloyor pergi. Ada-ada aja deh mama. Rocky bisa ge-er. Kan gawat.
Ditariknya celana jins selutut dan tank top singlet warna putih dari lemari. Ganti baju, mencuci muka, dan bergegas lari ke bawah. Sebelum Rocky dicekoki yang nggak-nggak sama Mama dan Dika.
"Rock, diskusi parkit apaan""
"Iya nih, gue pengen parkit gue jadi banyak kayak punya lo."
"Ooooo... ya bikinin rumah-rumahan lah, buat bertelur."
"Gue mau liat dong rumah-rumahannya." Rocky berdiri mengajak Tinka ke belakang melihat kandang parkit raksasa cewek itu.
"Ka, gue ke belakang dulu, ya"" pamitnya pada Dika.
"Awas lo, ntar dikurung di dalem kandang sama nenek sihir cepak itu. Hiiii... dijadiin salah satu koleksinya."
Tinka melotot. Dasar kurang ajar.
"Emang lo punya kandang, Rock""
"Ya ntar bikin. Tapi kan gue perlu contoh, Ka."
Tinka menunjuk salah satu dari lima rumah-rumahan kecil dengan lubang bulat yang menggantung. Diambilnya satu dan diserahkannya pada Rocky.
"Nih, bawa pulang aja."
"Bener nih" Kok lo baik banget"" Rocky berbinar-binar.
"Yeeeee... soalnya gue nggak tega parkit gue disana jadi nggak punya rumah. Pasti mereka bakal demo ke gue minta pulang," ujar Tinka tersipu-sipu. Dimasukkannya rumah kecil itu ke kantong plastik hitam.
"Di rumah lo nggak ada pembantu, Ka""
"Lagi pulang, anaknya mau kawin minggu depan."
"Eh, Ka... kita jalan yuk"" kata Rocky tiba-tiba.
"Hah"" "Iyaaa... ini kan malem Minggu. Kita kan pada jomblo, jalan-jalan aja, menikmati kejombloan. Mau, nggak"" tawar Rocky semangat.
Tinka berpikir sesaat. Boleh juga sih, jarang-jarang bisa malam mingguan sama cowok. Kecuali Rio. Tapi dia sih nggak keitung. Habisnya Rio pelit banget, kalau jalan bareng disuruh bayar sendiri-sendiri. Lagian nggak ada ruginya, malah bisa memperlancar misi.
"Oke deh. Kemana""
"Ya liat ntar aja. Ikuti kata hati. Pokoknya tempat yang asyik-asyik deh, jauh dari romantis, gimana""
"Boleeeeeeeehhh... siapa takut""
"Ya udah, gue balik dulu ambil mobil. Lo mandi," kata Rocky.
"Lha, tadi kesini naik apa""
"Becak." Tinka cekikikan. Dasar ajaib.
Rocky pergi setelah berpamitan pada mama dan Dika. Dia juga sudah minta izin pada mama akan mengajak Tinka jalan-jalan. Mama kontan setuju. Mata mama kentara banget supersenang, walaupun berusaha pura-pura biasa aja. Mama pasti kegirangan akhirnya ada juga cowok yang mengajak Tinka malam mingguan, biarpun untuk "menikmati kejombloan" seperti kata Rocky.
"Tinka, cepet mandi sana. Nanti Roc
ky keburu datang, kan nggak enak kalo dia sampe nunggu," suruh mama setelah Rocky pergi.
Tinka cemberut. Kok jadi Mama yang sibuk" Tapi tak urung dia pergi juga ke kamar mandi. Benar juga kalau Rocky sempat nunggu bisa gawat. Nanti mama nemenin sambil ngegosip yang nggak-nggak. Hiiiii... mandi ah.
Tinka membuka shower air hangat. Rambut pendeknya sudah dua hari nggak sempat dicuci, hehe, kan malu kalau Rocky tahu. Bibirnya menyiulkan lagu ciptaan sendiri yang sama sekali nggak jelas nadanya apa, dan pasti mengundang protes Dika yang nggak tahan sama siulan Tinka.
"Kenapa sihhhhhh" Rese banget lo, Kka! Tumbuhkan dong jiwa seni lo..." jerit Tinka, membalas Dika yang berteriak-teriak memintanya berhenti bersiul.
"HAH""" Jiwa seni apaan" Kalo denger siulan lo... yang tumbuh bukan jiwa seni, tapi sakit jiwa!!!" gerutu Dika.
Pintu kamar mandi terbuka. Tinka melangkah keluar dengan rambut dibalut handuk. Dia berlari kecil menuju kamarnya. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul 18.00. Rocky kayaknya tadi nggak bilang deh, mau jemput jam berapa. Tinka bergegas ganti baju, takut Rocky nongol tiba-tiba dia belum siap.
"Pake baju apa ya"" gumamnya. Tinka nggak mau dandan terlalu rapi, mereka kan bukannya mau nge-date. Jalan-jalan menikmati kejombloan nggak bisa dibilang nge-date dong" Tangannya mengobrak-abrik isi lemari karena nggak mau saltum. Bisa berakibat fatal.
Akhirnya ia memilih kemeja stretch bergaya army dan blue jins pas badan dengan lipatan di bawahnya dan agak ngatung. Pakai sandal atau sepatu, ya" Dan pilihan pun jatuh pada sandal tali-tali warna hitam. Sip. Dandanan kayak gini nggak mungkin bikin cowok ge-er. Sentuhan terakhir, gel untuk membuat rambut mencuat.
Tepat pukul 19.00 Rocky nongol dengan mobil raksasanya. Tinka sedang asyik mengunyah sebatang cokelat di depan TV ketika Rocky datang. Dengan gaya supersimpatik cowok itu bertegur sapa dengan mama dan Dika yang ia temui di teras. Dika berhasil membujuk Tinka untuk meminjaminya si Kuning, karena malam ini Tinka dijemput Rocky. Setelah
segala bujuk rayu dan seribu satu syarat, akhirnya Tinka rela meminjamkan si Kuning. Yang jelas bukan demi pacarnya Dika yang menyebalkan itu, tapi buat Dika adik semata wayangnya yang nyaris menghabiskan hari ini dengan rayuan gombal supaya dapat pinjaman mobil.
"Kayaknya gue kelamaan ya, Ka" Lo udah kelaperan, ya"" suara Rocky membuat Tinka terlonjak dan dengan refleks yang sangat nggak penting Tinka menelan bulat-bulat sisa cokelatnya.
"Eghhh... glek. Nggak, nggak... gue cuma ngemil. Bentar, bentar, gue minum dulu..." Tinka berlari ke dapur dengan tampang aneh. Cokelat sialan itu nyangkut di tenggorokan, membuat muka Tinka jadi kayak orang gantung diri. Dalam hati Tinka mengumpat Rocky yang datang tiba-tiba.
Rocky mengikuti langkah Tinka ke dapur. "Ya udah, acara pertama makan deh. Nanti lo pingsan lagi." Rocky tersenyum geli melihat ekspresi Tinka yang berusaha menelan cokelatnya.
Tinka melotot ke arah Rocky. Cowok itu terlihat keren tapi santai. T-shirt berwarna hijau tentara dengan sablon bergambar Jeep dan celana jins belelnya bikin dia kelihatan machooooooo...
"Ready to go"" tanya Rocky.
"Ya ready laaahhhhh..."
Namanya juga malam Minggu. Macet dimana-mana, alhasil Rocky dan Tinka juga terjebak macet. Padahal baru juga lima belas menit keluar dari kompleks.
"Kayak gini kapan nyampenya" Rock, benernya kita mau kemana sih" Duhhhh, gue kok jadi laper beneran ya"" rengek Tinka malu-maluin. Tapi berhubung bukan kencan, nggak perlu jaim dong.
Rocky nyengir. Ini anak memang cuek. Tadi katanya nggak lapar, sekarang paniknya sepanik orang kebelet pipis.
"Kita mau jalan-jalan aja... gue juga belum tau sih. Gimana ntar aja, kalo udah sampe daerah Kota," jawab Rocky.
Tinka meringis. "Bisa makan dulu, nggak" Gue yang bayar dehhhhhh... kalo nunggu sampe daerah Kota gue bisa collaps. Nanti lo dimarahin nyokap gue, terus kita nggak bisa main lagi."
Rayuan Tinka yang asal membuat Rocky ketawa ngakak. Dia benar-benar geli ada cewek kelewat cuek begini, sementara semua cewek yan
g selalu berkerumun di kelasnya jaim abis. Boro-boro minta diajak makan. Ditawari permen sebutir aja, mendadak sesama rival jadi kompak, menjawab dengan
kata "diet". "Rock, bukan waktunya ngakak deh."
"HAHAHAHA..." tawa Rocky tambah keras melihat tampang Tinka yang keki.
"ROCKY!!!!!!!" "Iya, iya. Tuh, tuh, ada warung tenda. Di situ aja, ya"" Rocky menepikan mobilnya di depan warung pecel lele yang ada di dekat situ. Tinka langsung sumringah. Gila, kenapa keroncongan pas saat-saat begini sih" Bikin malu
aja. "Bang, pecel lelenya dua. Nggak pake lama," pesan Tinka.
Si abang mencemplungkan dua lele ke penggorengan superbesar. Saking apinya juga besar, matangnya cepat banget.
"Minum apa"" tanya abang itu sambil meletakkan dua porsi pecel lele di depan Tinka dan Rocky.
"Es jeruk, Bang."
"Nggak ada, Non."
"Jus alpukat""
"Apalagi itu, Non... emang nggak jual."
"Es teh manis deh," putus Tinka kesal.
"Wah, Neng, gula sama esnya lagi habis," jawab si abang ngeselin.
"Bang, jadi adanya apaan"" Tinka bingung campur sebal.
"Teh pahit sama air putih."
"Yeeeeeee... cuma ada itu kenapa nawarin mesen mau minum apa"" sungut Tinka.
"Biar gaya aja," jawab si abang cuek.
"Ya udah, air putih aja," ujar Tinka.
"Saya juga sama," sahut Rocky.
Si abang pergi mencomot dua gelas dan mengisinya dengan air putih hangat. Lagi-lagi Rocky ngakak geli. Matanya sampai berair saking semangatnya tertawa.
Tinka baru sadar kalau dari tadi Rocky gampang banget tertawa, senyum, meledek, jail. Padahal di sekolah, omong aja susaaaaaaah banget.
"Eh, Rocky jangan ketawa melulu, ya. Lagian dari tadi lo gampang banget ketawa. Udah gitu ternyata lo jail juga, ya" Gimana sih" Gue curiga, jangan-jangan lo mengidap split personality lagi. Masa di sekolah beda banget sih"!" semprot Tinka.
Rocky berusaha menghentikan tawa. Ia menyeruput air putihnya.
"Tinka, ada satu hal yang gue nggak ngerti juga. Baru kali ini gue bisa berakrab ria sama cewek sampe selepas ini. Gue punya kelemahan sama cewek. Gue paling nggak bisa dirayu-rayu, dimanja-manjain... pokoknya yang gitu-gitu deh. Gue langsung gugup, nervous. Gue kayaknya punya masalah sama kepercayaan diri gue, selalu nggak pede. Sebenernya dulu sama cowok juga, tapi lama-kelamaan gue bisa juga gampang akrab sama cowok. Karena obrolan gue nyambung," jelas Rocky panjang-lebar. Ia menarik napas panjang, siap-siap melanjutkan ceritanya.
Tinka menatap Rocky sambil mendengarkan dengan serius. Tinka itu bisa sangat serius pada saat-saat dibutuhkan.
"Terus, seumur hidup gue, baru sekali gue punya cewek. Itu pun hasil dijodohin temen gue."
Tinka terkesiap. "Sekarang masih""
Rocky menggeleng. "Nggak. Orang cuma bertahan satu bulan. Dia emang cantik, anggun, dan lain-lain deh. Tapi gue nggak nyambung. Dia juga nggak pernah bisa memulai obrolan yang nyambung. Abis sebulan itu buat diem-dieman. Ih, nggak enak banget. Apalagi kalo udah gitu penyakit nervous gue kambuh. Terus gue kapok deh. Nah, sama lo beda. Gue bisa ngobrol nyambung... eh ehm... dalam artian bukannya.... bukannya-" tiba-tiba Rocky kumat.
"Iya, gue ngerti. Gue juga nggak ge-eran kok," sambar Tinka cepat.
Rocky tampak lega. "Ya gitu deh, maksud gue kayaknya gue akrab sama lo, asyik banget. Biarpun baru sebentar, tapi gue ngerasa banget punya temen," lanjut Rocky.
Tinka mengangkat bahu. "Nyantai aja lagi, Rock. Gue emang terkenal asyik kok. Hehehe..." katanya sambil cengengesan.
"Fiuuuuuh... bagus deh," kata Rocky lega sambil beranjak dan merogoh uang dari kantongnya untuk membayar pecel lele.
"Nih, Bang." Abang nyentrik tadi menerima uang Rocky. dengan gaya sok pelayan restoran berkelas, dia membungkukkan badan. "Terima kasih, kembali lagi ya... " katanya norak.
"Iya, nanti kalo Abang udah bisa bikin es jeruk," sahut Tinka, masih keki sama insiden minuman tadi.
Rocky menghidupkan mesin mobilnya. Arus lalu lintas tampak mulai merayap. Lumayan daripada tadi. "Ka, seru-seruan yuk""
"Ngapain" Ngerampok bank" Seru tuh... lagi bokek nih. Hehehe..." "Seru-seruan.... naik Busway
yuk"" usul Rocky.
"Kemana"" "Muter-muter aja, nggak usah turun. Lumayan kan jalan-jalan di Jakarta di malam hari tanpa macet."
"Mobilnya""
Miss Cupid Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Parkir aja di Ratu Plaza. Yuk"" ajak Rocky semangat.
Tinka menimbang-nimbang. Sebenarnya memang hal-hal seperti inilah yang pengen banget dia lakukan bareng teman-temannya. Naik Busway, naik KRL sampe Bogor, ke Taman Mini. Pokoknya hal-hal yang fun dan nggak biasa. Maya sama Rio" Mana mau mereka panas-panasan. Tinka jadi ikut antusias dengan usul Rocky.
"Yuk!" Rocky membelokkan mobilnya ke arah pelataran Ratu Plaza. Dikuncinya setir mobil biar aman.
"Rock, kita titip satpam aja. Biar lebih tenang di jalan. Gimana""
"Emang bisa""
"Bisaaaaaa..." jawab Tinka sambil menghampiri seorang satpam berkumis tebal yang sedang duduk-duduk di posnya.
"Permisi, Pak," sapa Tinka. Bapak tadi mendongak. "Begini Pak, teman saya ini baru datang dari Amerika, tau kan, Pak, Amerika" Nah, dia ini pengen banget ngerasain naik Busway. Bule kan juga ada yang udiknya. Isn't it right, my friend"" kata Tinka sambil mengedipkan sebelah mata pada Rocky, untung dia cepat tanggap dan langsung pura-pura nggak bisa ngomong bahasa Indonesia.
"Oh yes, sir. Can you help us""
Si Bapak bengong nggak ngerti. "Apa, Non""
"Iya, Pak, jadi kita mau titip mobil disini. Tolong jagain ya, Pak" Saya mau nganter dia berpariwisata keliling Jakarta. Bapak juga ikut membantu lho..." Tinka menyelipkan selembar sepuluh ribuan ke tangan satpam itu.
"Wah! Siap, Non.... saya bangga ikut memajukan pariwisata Indonesia. Puas-puasin aja, Non, kendaraannya akan saya awasi dengan tekad membangun bangsa dan meningkatkan keamanan." Pak satpam menjawab semangat sampai-sampai kumisnya bergetar. Mungkin dia terharu ikut membantu turis mancanegara. Hehehe.
"Makasih ya, Pak," jawab Rocky refleks.
"Lho, Non" Itu barusan bisa bilang makasih""
Tinka menginjak kaki Rocky. "Eh... itu doang bisanya. Baru belajar tadi. Ya, kan"" tatap Tinka sambil memberi kode pada Rocky.
"Oh... makasih ya, Pak," ulang Rocky sok bego.
"Tuh kan, cuma bisa itu doang. Itu juga dapet ngafalin tadi, Pak, khusus buat Bapak." Tinka harap-harap cemas. Tapi ternyata satpam yang satu ini memang rada tulalit. Dia jadi semakin bangga karena berpikir "si bule" benar-benar berusaha belajar satu baris kalimat bahasa Indonesia cuma demi dia.
"Wahhhh... tengkyuperimach. Bapak terharu, Non. Bapak bangga melihat kegigihan Non yang juga semangat memajukan pariwisata kita. Non memang anak muda yang bertanggung jawab," pujinya berlebihan.
Tinka meringis. Rocky cuma bisa menahan tawa dan berusaha memasang ekspresi lempeng pura-pura ngerti.
"Oke, Pak, kita cabut dulu, ya. Daaaahhh.." Sebelum Tinka terharu dan ikutan meneteskan air mata, mereka buru-buru pamitan. Dengan gagahnya satpam tadi melambaikan tangan seolah-olah Tinka mau berlaga di medan perang.
Ponsel Tinka berbunyi. "Halo"" "Tinka, gue nih. Maya," kata suara di ujung sana.
Tinka buru-buru memberi isyarat pada Rocky untuk menunggu. Dia bergegas lari ke dekat tiang listrik agak jauh dari Rocky.
"Kenapa, May""
"Lo dimana" Susulin kita gih, kita lagi di PS nih. Mau nonton..."
"Nggak bisa. Gue lagi jalan."
"Lho" Sama siapa, Ka" Kok nggak ngajak gue sama Rio"" rajuk Maya.
"Sama Rocky." "APAAAAAAAAAA""!" jerit Maya melengking. Kuping Tinka langsung berdenging-denging.
"Hus! Jangan kenceng-kenceng. Dia ngajakin gue jalan. Katanya menikmati kejombloan, ya gue mau aja. Lagian kan ini ada untungnya untuk misi lho. Ya nggak""
Maya terdiam sesaat. "Nggg... iya sih. EITS! Tapi lo nggak lagi PDKT juga, kan" Hayo!"
"Ih! Kok jadi curigation gitu sama gue. Udah doong... ntar gue telepon lagi deh. Si Rocky ngeliatin gue melulu nih... ntar dia curiga."
Rocky menatap Tinka dengan pandangan sedikit menyelidik. Tinka jadi makin nggak enak. Jangan-jangan obrolan mereka terdengar. Atau jangan-jangan dia dengar Maya jerit-jerit. Tinka melambai pada Rocky sambil memberi kode "sebentar lagi".
"Eh, Tinka, Tinka, bentar. Pertanyaan terakhir," serbu Maya sebelum
Tinka memutuskan hubungan telepon mereka. "Lo berdua pada mau kemana" Dinner ya"" cecarnya, masih curiga.
"Keliling kota naik Busway!"
"HAH"" "Daaaaaahhhhh... "
KLIK. "Sorry ya..." dengan tampang se-innocent mungkin Tinka nyengir minta maaf. Tapi Rocky santai-santai aja tuh, dia sama sekali nggak terlihat kesal.
"Kecengan""
Dengan gerakan supercepat Tinka menggeleng-geleng kencang saking paniknya. "Nggak. Bukan, bukan..." jawabnya grogi.
"Abis kayaknya panik banget, langsung melesat gitu. Pake acara sembunyi, lagi," selidik Rocky jail. Niat jailnya makin besar karena wajah panik Tinka yang langsung merah padam. Bingung mau jawab apa. "Ya, ya, gue nggak nanya lagi dehhhh. Ntar busnya lewat. Sia-sia kan penyamaran kita tadi."
"Rese. Tadi Maya, tau!" jawab Tinka manyun.
Rocky mengerutkan dahi dan berpikir. "Maya... Maya... Oooo, gue tau. Temen lo yang feminin berat itu"" cerocos Rocky.
Tinka menarik napas diam-diam, Maya memang beruntung banget. Semua cowok tahu dia. Rocky yang katanya grogian dan nggak gampang akrab ini saja bisa ingat dia. Ada sedikit perasaan iri berdesir dalam diri Tinka. Cepat-cepat dia mengembalikan mood-nya.
"Gimana sih" Kan temen sekelas juga, masa pake ngira-ngira gitu. Emang lo belum kenal"" ucap Tinka sok ceria.
"Kayaknya temen cewek sekelas yang gue tau, maksudnya gue kenal, cuma lo sama yang di bangku sekitar gue deh. Itu juga kenal gitu-gitu aja. Trus yang lain-lain itu kan fans gue, jadi mereka yang memperkenalkan diri, gue mana inget sih... hehehe..."
"Idihhhhhhhh... ge-er banget." Tinka menepuk punggung Rocky. Kok jadi bisa bercanda begini sih"
"Iyaaaa... aduh, aduh... tuh, tuh busnya, tuhhh. Yuk, yuk." Mereka melompat masuk ke bus jingga bertuliskan TransJakarta.
"JADI kamu kemana aja tadi malem" Kok pulangnya kucel banget"" tanya mama pagi itu. Tangannya sibuk mengaduk nasi goreng di wajan. Mama memang jago masak, masakan buatan mama semuanya enak. Wangi nasi
goreng tercium kemana-mana. Dika menunggu dengan bibir ditekuk. Mama jadi rada lama masaknya gara-gara ngobrol sama Tinka. Padahal perut Dika sudah berkukuruyuk lebih pagi daripada ayam jantan tetangga yang berisiknya minta ampun.
"Muter-muter Jakarta. Naik Busway," jawab Tinka. Ia ikut membantu mengiris-iris telur dadar yang sudah matang untuk ditaburkan ke atas nasi goreng.
"Dasar kurang kerjaan. Trus mobil raksasanya si Rocky ditaruh di mana""
"Di Ratu Plaza." Tiba-tiba Tinka teringat kejadian lucu setelah mereka selesai naik Busway tadi malam. "Eh, Ma, lucu deh tadi malem. Pak satpam yang aku titipin mobil kocak banget."
Lalu Tinka menceritakan soal pertemuan mereka dan tingkah lucu Pak satpam yang bangga karena ikut memajukan pariwisata itu. "Trus, Ma... pas kita pulang, kan Ratu Plaza-nya dah tutup, jadi tinggal yang jaga secure parking doang. Nah, tau nggak, Ma" Ternyata bapak itu masih nungguin kita di depan mobil Rocky. Pas aku tanya kenapa masih disitu, tau nggak jawabnya apa""
Tinka menarik napas sebentar. "Saya sebagai seorang yang mendapat kepercayaan menjaga keamanan kendaraan turis harus bertanggung jawab. Demi nama Indonesia, demi bangsa kita, Non. Merdeka!!! Saya akan berusaha!" lanjut Tinka sambil menirukan suara bapak-bapak dan mengacung-acungkan mentimun utuh. Soalnya tadi malam si bapak mengacung-acungkan tongkat satpamnya.
"Jail kamu. Kan kasian," protes mama.
"Tuh... liat kan, Ma" Tinka tuh emang berjiwa kriminal," timpal Dika serasa dapat kesempatan meledek Tinka. Sekalian mengingkatkan kalau dia ada disitu. Lagian tadi malam juga dia jalan sama pacarnya, kok nggak ditanya sama sekali"
"Kriminal, kriminal! Emang yang minjemin lo mobil buat kencan sama si cewek bensin itu siapa, hah" Liat aja lo, kalo gue berjiwa kriminal, gue bikin cewek lo dorong mobil. Biar tambah manyun tuh bibirnya."
"Ampun, ampuuuuuunn... kalo soal mobil, ampun deh. Damai, damai. Okeh"" Dia mengacungkan tanda peace dengan jarinya.
Mama geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Tak terasa anak-anaknya sudah besar. Sudah punya pacar, nyetir mobil sendiri, kalo b
ertengkar bisa baikan sendiri.
KRIIIINGGGG... "Tuh, telepon tuhhh... "
"Aku aja, aku aja!" Dika melesat menuju telepon.
"Paling si cewek matre. Cewek matre, cewek matre... ke laut ajeee..."
Mama menyentil hidung Tinka.
"Tiankaaa... buat lo nihhhhhhh..." jerit Dika dari telepon yang ada di ruang tengah. Tinka berlari menghampiri. Ha-ha, pasti Dika keki berat. Kegirangan duluan, mengira ditelepon si cewek bensin.
"Halo"" "... gimana, gimana""
"Hehehehehe. Sabar, sabar, jangan jerit-jerit dong. Rambut gue yang belom kena air bisa tambah berdiri nih."
"Abis pulangnya malem banget. Langsung molor, lagi! Gue kan pengen denger langsung tadi malem. Habis nehhhh kesabaran gue, nggak bisa tidur. Cemburu... hehehe."
"Yeee... lagian gue cuma jalan-jalan naik Busway. Makan pecel lele. Udah. Yang gitu dicemburuin."
"Ada info tambahan nggak""
"Ada donggg... ternyata dia kurang pede. Terutama sama cewek. Jadi lo nggak bisa buru-buru. Nanti kalo gue bilang momennya oke, baru lo beraksi. Sekarang langkah awal, lo besok kenalan dulu sama dia. Ternyata dia tau lo kok," jelas Tinka panjang-lebar.
"Ah,yang bener, Ka" Dia tau gue" Wah.... lo emang tokcer. Nggak percuma jadi sobat lo. Mak comblang profesional sih. Kalo gitu sampe ketemu besok di sekolah, ya""
"Lo nggak mau ke rumah gue hari ini" Gue ada game baru lhooooo..."
"Nggak bisa, Ka. Nyokap gue minta dianterin belanja nih. Mana panas, lagi. Udah ya, Ka"" Maya menutup telepon.
Tinka geli sendiri. Baru kali ini Maya yang sibuk mengejar-ngejar cowok, biasanya cowok yang mati-matian mengejar Maya. Mungkin Rocky memang istimewa ya"
TING TONG. "Ka, buka pintu sekalian ya"" teriak mama ketika bel pintu berbunyi.
Dengan malas-malasan Tinka membuka pintu. Siapa sih, bertamu Minggu-Minggu gini" Begitu membuka pintu, Tinka terbelalak. Rocky berdiri di depan pintu dengan baju olahraga. Badannya berkeringat, rambutnya juga. Tanpa kacamata.
"Rocky"" "Kok kayak sinetron gitu sih reaksinya"" tanggap Rocky geli.
"Darimana lo, banjir keringet gitu" Keran rumah mati ya, trus lo disuruh nimba" Atau lo mau numpang mandi di rumah gue""
Rocky tertawa renyah. "Sialan lo. Ya abis joging laaah... daripada kayak lo, udah jam segini belum mandi."
Seketika Tinka sadar sama penampiilan ajaibnya sendiri. Piama flanel bergambar beruang, rambut acak-acakan. Ihhhhh...
"Siapa, Ka"" suara mama terdengar dari dalam.
"Rocky, Ma... abis nimba."
"Ajak masuk dong. Ajak sarapan, nasi gorengnya udah mateng nih," suara mama terdengar girang.
Mama ada-ada saja, masa mau jodoh-jodohin Tinka. Sama Rocky, lagi. Yang benar saja. Rocky memang baik, asyik, tapi bukan buat dijadiin pacar. Ini kan buat orderannya Maya. Bisnis is bisnis. Time is money. Gitu kata orang bule.
"Masuk, Rock. Lo beruntung-tung... he-he. Nyokap gue baru selesai masak. Eits, jangan-jangan lo mampir gara-gara nyium bau masakan, ya""
"Bukan. Gue dateng pagi-pagi mau mastiin..."
"Mastiin apa" Mastiin masakan nyokap gue enak apa nggak""
"Bukan." "Trus apa""
"Mastiin rambut lo kalo belom mandi tetep berdiri apa nggak," balas Rocky sambil tersenyum puas.
Tinka langsung manyun. "Sekalian aja mastiin kalo pagi burung parkit gue udah bangun apa belum."
Beberapa detik kemudian Mama nongol dari dapur membawa piring tambahan buat Rocky.
"Pagi, Tante," sapa Rocky sambil ber-high five dengan Dika. Benar-benar menantu idaman mertua. Pantas cewek-cewek itu menggila. Apalagi Maya. Tipe suami idaman nih.
"Ayo makan bareng, Rock. Mama kamu gimana""
"Baik, Tan. Mungkin nanti sore mau main ke sini," jawabnya sopan. Dia kelihatan sangat menikmati masakan mama. Mungkin juga lapar, habis dia nambah sampai dua kali. Mama sih senang, masakannya dilahap habis.
"Jangan langsung pulang ya, Rock. Tante lagi bikin puding. Sekalian aja nanti bawa buat di rumah. Tunggu dulu, ya"" Mama berkata sambil siap-siap membereskan piring di meja. Dika sudah menghilang dari tadi. Dandan buat jalan-jalan sama ceweknya.
"Tan, biar aku bantuin." Rocky merapikan piring-piring di depannya. Mam
a makin sumringah. Kalau cewek-cewek itu tahu, bisa histeris mereka. Maya mungkin boleh dikasih tahu, dia kan klien Tinka sekarang. Jadi info sedetail apapun harus diinformasikan dengan tepat, hehehe.
"Sudah, Rock, taruh aja di situ. Ngobrol-ngobrol aja sama Tinka dulu." Mama mengedipkan sebelah mata. Tinka melotot ke arah mama.
"Ke atas aja yuk. Gue ada game baru."
Rocky menguntit langkah Tinka yang dengan cueknya masih tetap dengan setelan belum mandinya.
"Duduk, Rock. Gue ambil camilan dulu ye, biar asyik."
Rocky selonjor di karpet ruang tengah lantai dua. Tangannya membolak-balik majalah musik yang berserakan sambil menunggu Tinka datang membawa makanan kecil dan siap bertarung game baru di Play Station.
"Kamu dari mana, jogingnya lama amat" Nyampe Ancol, ya"" Mami Rocky sedang sibuk menyiram bunga. Akhir-akhir ini maminya lagi tergila-gila berkebun. Halaman kecil di depan rumahnya sudah ramai dengan
berbagai macam bunga sampai pohon palem mini. Belum lagi kolam kecil dan air terjunnya. Kadang-kadang Rocky juga dapat tugas mengurus peliharaan maminya itu. Papi yang enak. Berhubung dia masih ada di Amrik, jadi bebas tugas. Beruntung kalau dia datang, hobi berkebun mami sudah habis masa periodenya.
"Dari rumah Tinka. Abis joging kan lewat, ya Rocky mampir, Mi." Diteguknya segelas besar sirup di meja teras. Tenggorokannya terasa kering banget. Dia jalan kaki dari rumah Tinka.
"Eh, punya Mami tuh," omel mami. "Oh iya, Sandy sama Ray udah nunggu kamu tuh. Kamu ngundang mereka ke sini, kan" Kasian lho, sampe nyasar-nyasar. Ponsel kamu mana sih" Katanya ditelepon nggak bisa."
"Hah" Oh iya. Rocky lupa, Mi. Ponselnya ada di kamar, dimatiin. Lagian joging masa bawa ponsel, kan ribet, Mi. Di mana itu makhluk dua""
"Di kamar kamu. Udah dari tadi lho."
Rocky baru ingat kalau dia mengundang Sandy dan Ray main ke rumahnya. Pasti duo edan itu lagi siap-siap ngamuk. Rocky bergegas berlari menuju kamarnya. Sandy dan Ray terlihat asyik duduk di teras belakang bersama anjing Labrador-nya, Kimba. Kamar Rocky memang langsung tembus ke halaman belakang. Paling asyik buat nongkrong.
"Hi, guys," sapa Rocky disambut timpukan berbagai benda melayang. Mulai dari kaos kaki yang belum dicuci, kain lap jendela, termasuk kaos singlet-nya, ikut beterbangan.
"Dasar monyet buncit! Kita nyasar dua jam, tau! Lagian lo kemana sih" Tadi malem ditelepon ponsel mati, gue kan mau mastiin alamat lo. Udah gitu tadi kita udah jalan, kita telepon lagi nggak bisa juga. Ngerjain orang! Ampir pingsan aja gitu gue...!" Sandy merepet persis petasan cina.
Ray manggut-manggut setuju. Ray orang yang paling nggak bisa ngomel panjang-lebar. Perbendaharaan katanya buat ngomel terlalu sedikit, lebih banyak buat merayu cewek. Tipe cowok gombal sejati yang kalimat "ya dong, Sayang", "kamu udah makan belum""-nya fasih banget.
"Ampun, Bossss... tadi gue abis joging. Mampir ke rumah Tinka. Noh, di ujung jalan belokan pertama. Tadi malem gue abis jadi turis juga sama si Tinka. HP gue dimatiin. Takut kecopetan. Di Busway kan..."
"Weits, weits..." potong Sandy. "Lo abis nge-date sama Tinka si mak comblang" Miss Cupid itu" Tadi lo kunjungan ke mertua" Wahhhh... ternyata ya."
"Hah" Yang bener"" akhirnya Ray gatal buka mulut. Tapi tangannya tetap melempar makanan ke mulut Kimba si labrador raksasa. Kalau diliat-liat jadi mirip ikan paus raksasa dan pelatihnya.
"Gosip banget lo, kayak cewek," semprot Rocky. "Gue bukan nge-date, tau. Orang gue jalan-jalan dalam rangka jomblo. Penyakit grogi gue belum sembuh kok. Eh, tapi tadi lo panggil Tinka apa""
"Mak comblang," jawab Sandy.
"Miss Cupid," Ray ikutan menjawab. "Kenapa, jangan-jangan lo nggak tau"" sambung Ray.
"Tau apa" Nah, kalian berdua udah pernah cerita belum"" Rocky mulai nggak sabar.
Bahunya ditepuk-tepuk Sandy dan Ray bersamaan. Yang satu kanan yang satu kiri. Dengan muka sok serius Sandy menjelaskan, "Rocky my friend, satu sekolaan juga tau kalosi Tinka nan manis dan mungil itu mak comblang paling tenar en tokcer alias manjur bin mujarab. Banyak couple di sekola
h kita jadian berkat jasa si Tinka. Eh, jangan-jangan lo salah satu korbannya"" alis Sandy naik menatap Rocky.
"Bisa juga tu,. Dia kan lagi banyak fans," Ray setuju.
"Ntar, ntar, maksud lo Tinka lagi berusaha ngejodohin gue sama seseorang,
gitu"" Sandy dan Ray mengangguk berbarengan.
"Bisa aja. Dulu yang minta kenalan siapa"" selidik Ray.
"Emmm, dia. Tapi itu juga gara-gara gue duduk di bangkunya dan dia ngusir gue. Lagian waktu itu gue belum punya fans... you know..." Rocky memberi isyarat menunjuk kacamatanya.
Sandy mengusap-usap dagunya yang mulus, tanpa ada setitik bulu pun yang niat tumbuh. Maksudnya biar mirip detektif. "Trus, kok lo tiba-tiba
akrab"" "Soalnya gue tetanggaan, trusss nyokep kite bedue temen lame. Sobet, maleh," jawab Rocky rese.
Tapi Sandy dan Ray sama sekali tidak merasa terganggu. Alias sama sekali nggak ngeh kalau Rocky sedang bercanda. Mereka malah berpandang-pandangan ala bapak-bapak di sinetron waktu menyelidiki anak-anaknya.
"Dia ngenalin lo sama seseorang nggak"" tanya Sandy lagi.
"Nggak tuh, kenalan gue masih itu-itu aja. Belum ada perkembangan. Lo lagi, lo lagi. Emangnya kenapa sih" Kok nanyanya jadi kayak detektif gitu""
"Oh, jelas. Ini perlu diselidiki. Tapi, berarti lo nggak perlu terlalu khawatir dulu, Man... tanda-tanda lo adalah belum ada korban. Kayaknya Tinka beneran nggak ada niat apa-apa, alias akrab sama lo cuma gara-gara faktor tetanggaan. Pastinya dia ngajak lo kenalan jelas cuma gara-gara lo duduk di bangkunya. Atau jangan-jangan dia naksir lo, Man""
BUGH!!!! Bantal berbentuk bola football yang keras mendarat di jidat Sandy.
"Dasar asal! Omong-omong, kok lo nyebut gue korban sih""
"Soalnya, My bro, kita para cowok ini korbannya. Rata-rata klien Tinka itu cewek. Kita apaan coba, kalo bukan korban"" jelas Sandy dengan tampang dakwah.
"Alaaaaahhh... lo sih rela aja kalo jadi korban ginian. Sok jadi korban, kalo ada yang mau langsung nyosor," ledek Ray. Dia beranjak dari kursi teras dan berjalan masuk kamar Rocky. Ditinjunya pelan lengan Rocky. "Cuekin aja si Sandy. Dia cuma sirik doang, kalo Tinka bisa nolong lo sembuh dari masalah PD lo itu. Buktinya lo baik-baik aja jalan sama dia. Pake nge-date di Busway lagi, persis orang udik. Hahaha!"
"Sialan lo!" Rocky melempar tulang-tulangan karet pada Kimba. Anjing hitam itu melompat lincah dengan badan besarnya. Rocky mengambil kaleng kecil dari lemari belajar.
"Apaan tuh""
"Makanan burung. Parkit gue belum makan. Kalo sampe mati, bisa abis gue disidang Tinka."
Rocky berjalan ke luar dan menuju kandang burung yang lumayan besar. Yang punya rumah ini sebelumnya sangat suka burung. Waktu pindah ia menjual semua burung koleksinya. Tinggallah kandang burung raksasa di halaman rumah Rocky. Dulunya kandang itu diisi burung-burung sejenis makaw, rangkong, nuri, dan burung-burung mahal sejenis.
Sandy dan Ray yang penasaran mengintil dari belakang.
"Mana burungnya"" Ray celingukan mencari burung di dalam kandang besar itu.
"Tuh, cuma dua kok."
Setelah merem-melek berusaha menemukan burung parkit Rocky, Sandy akhirnya menemukan tempat dua burung lucu itu bersembunyi.
"Gila! Gue pikir soal parkit yang bikin geger fans lo itu boongan."
" You're in love, Man..." ucap Ray.
"Udahah. Asal aja lo ngomong. Gue baru deket sama Tinka beberapa hari ini, tau!"
"Tapi udah dikasih burung, makan malem, dan jalan-jalan bareng. Pernah denger pepatah love at first sight nggak lo"" cerocos Sandy.
"Jangan mulai ya. Dia anaknya emang asyik kok," bela Rocky.
Ray dan Sandy berpandangan dan tertawa terbahak-bahak. Dasar polos.
"Pokoknya good luck deh..." kata mereka lagi di sela-sela tawanya. Rocky langsung cemberut dan melempar diktat ke arah mereka.
"Jangan ngetawain gue terus lo. Urus tuh cewek-cewek yang suka dateng ke kelas, lo berdua pada naksir, kan" Kok belom ada yang nyangkut sih"" tantang Rocky.
"Cewek-cewek itu kan lagi pada sibuk sama superman-nya. Iya kan, Rocky Kent"" Sandy dan Ray ngakak bareng.
"Kaliaaaaaaannnnnnnn..." dengan sigap Rocky men-smack do
wn kedua temannya. Mereka bertiga pun berguling-guling di lantai.
Dear diary, Rocky ternyata asyik orangnya. Tadi malem kan kita jalan-jalan. Ngerjain satpam! Hehehe! Terus keliling naik Busway!!! Seru deh! Gue enjoy sih, tugas gue juga jadi rada enteng! O iya, tadi Rocky malah main ke sini. Mama yang kegirangan. Huh, kan jadi malu.
Tapi Maya jadi curigaan. Dikit-dikit ngecek. Ngebet banget dia. Hhhh... mana besok gue musti ngenalin dia ke Rocky, lagi. Mencurigakan nggak, ya" Ya sutra... nanti crita-crita lagi.
Bye diary. Tinka asyik mencorat-coret diary-nya. Hari Minggu gini bingung mau ngapain. Rocky pulang, katanya gerah pengen mandi. Padahal tadi mainnya lagi seru. Mau pergi juga nanggung, apalagi ngerjain PR. Hehehe.
Lagi asyik bengong mama mengetuk pintu kamarnya. "Ka""
"Masuk, Ma." Buru-buru Tinka melempar diary kesayangannya ke bawah ranjang.
"Lagi ngapain, Sayang"" tanya mama sambil menyingkap gorden kotak-kotak biru di jendela. Cahaya matahari sore menyusup masuk.
"Justru itu, aku juga bingung mau ngapain. Sejauh ini sih aku lagi ngelamun. Cari inspirasi."
"Wah, kebetulan dong. Mama ada misi buat kamu."
Tinka langsung bingung dan mendadak pucat. "Mama mau dicomblangin" Aku nggak mau! Masa Mama mau ninggalin Papa," sungutnya marah.
Mama tersenyum geli. Mentang-mentang mak comblang, denger kata misi langsung jodoh aja pikirannya. "Hus! Asal kamu!"
"Atau buat temen Mama" Wah, jadi Mama menyebarluaskan reputasiku di kalangan ibu-ibu" Aku nggak bisa ah, Ma... klienku khusus remaja, nggak terima ibu-ibu atau bapak-bapak," cerocos Tinka panik.
Mama malah cekikikan geli. "Lagian, siapa bilang ada ibu-ibu yang mau dicomblangin""
"Tadi katanya... "
"Iya, misi nganterin puding karamel ini dengan selamat ke rumah Tante Tria. Rocky tadi kelupaan. Nanti Mama kasih jatah pudingnya banyak deh buat kamu," mama menatap Tinka minta persetujuan.
"Naik apaan, Ma" Panas gini, si Kuning dibawa Dika nganterin si cewek bensin."
"Jalan aja. Deket, kan" Biasa juga Rocky kesini jalan kaki," usul mama penuh harap.
"Haaaaaahhhh""" Mama tega banget sih""
"Ayo dong, Sayang, Mama upahin dehhhh..." Mama memohon.
Tinka mengesah sambil memasang tampang malas-malasan. "Bener nih" Oke deh, tapi upahnya terserah aku ya" Aku putusin nanti pas capeknya udah kerasa," ujar Tinka sambil cengengesan, jailnya kumat. "Aku ganti baju dulu deh, kali aja di jalan ada cowok ganteng yang nyangkut. Biar Mama nggak panik terus mikirin aku nggak punya pacar," sindirnya sambil berjalan ke lemari pakaian.
"Ih, kamu seleranya abang becak ya" Masa nyari yang nyantol di jalanan"" balas mama.
Tinka mencibir. "Mama jangan gitu... siapa tau lho, Ma, sore ini Robert Pattinson lagi iseng muter-muter kompleks kita sambil joging memperbesar betis, hehehe. Aku jalan dulu ya, Ma... doain anakmu ini, semoga selamat di medan perang. Hehehe."
"Ati-ati. Awas kalo pudingnya gompal."
Tinka menenteng bungkusan plastik berisi puding. Hari ini benar-benar panas, matahari dengan lantang memancarkan sinarnya. Baru jalan sekitar sepuluh meter, T-shirt putih Tinka sudah banjir keringat, rasanya kayak dipanggang di oven (kayak yang udah pernah nyoba dipanggang di oven aja). Rumah Rocky kira-kira lima ratus meter dari rumah Tinka, sebenarnya lumayan jauh juga. Tapi naik becak juga tanggung, mana abang becak di kompleks genit semua. Hiii... mendingan kepanasan jalan kaki daripada digodain tukang becak. Tinka mengusap keringat di dahinya.Tenggorokannya sudah mulai kering kehausan.
"Mbak Tin, teh botol dooooongg..." Tinka berhenti di warung kenalannya. Lidahnya melet-melet kepanasan sementara tangannya mengipas-ngipas kegerahan. Sebotol minuman dingin pasti langsung segaaaarrr...
"Lho, mau kemana toh, Neng Tinka" Kok jalan kaki siang-siang"" tanya Mbak Tin dengan logat Jawa medok sambil menyerahkan botol minuman. "Lagi program diet ya" Bener tuh, Neng, katanya bisa membakar kalori. Tapi ndak takut jadi item"" cerocosnya.
"Glek...glekkk... mmm... ennak ajah. Mbak Tin nggak liat nih, saya pake sendal jepit, muka ditek
uk sepuluh" Mana ada olahraga pake sendal jepit" Ke pasar iya."
"Abis mau kemana toh"" tanyanya masih penasaran.
"Disuruh Mama kesono noh, rumah ujung. Tetangga baru, mana bawa puding berat nan rapuh ini, lagi. Aduuuuuuuhhhhhh... panassssssssss." Tinka mencomot sebotol lagi. Rasanya dia sanggup minum langsung satu kerat. Ini juga gara-gara Dika, awas aja kalau pulang nanti. Tinka mau suruh dia jalan mondar-mandir biar capeknya sama. Diteguknya botol kedua dengan sekali teguk. GLEK.
"Wah... ke rumahnya Mas Rocky, ya"" tiba-tiba Mbak Tin antusias. Sampe-sampe konde raksasanya lepas saking hebatnya gerakan nongol dari pintu warungnya. Tinka suka heran, Mbak Tin ini masih lumayan muda-tiga puluhan deh, tapi tiap hari pakai kondeeeee melulu. Konde raksasa pula, kayaknya beraaaaaaat banget. Kadang-kadang Tinka suka ikut pegel
lihat Mbak Tin dengan semangat empat lima bersama konde di kepalanya setiap hari. Mbak Tin pasti menang kalau ada olimpiade angkat konde, hehehe. Terus, kok sempet-sempetnya dia kondean tiap hari. Sementara jam setengah enam pagi warungnya udah buka. Jadi, bayangin jam berapa dia harus bangun, mandi, dandan, terus pake konde.
"Emangnya si Mbak kenal""
"Ya ndak sih, Neng... tapi Mbak Tin tau. Lha wong cowok guanteng gitu. Yo cepet tenarnya. Omong-omong, Neng Tinka" Hayoooo, mau kencan, ya""" Waduh, selamat ya, Neng, padahal Mbak Tin juga kesengem lho," kata Mbak Tin semangat banget mengguncang-guncang bahu Tinka heboh.
"Ih, asal! Saya ini disuruh nganter puding sama Mama. Mana ada sih, Mbak, orang nge-date ceweknya jalan kaki sampe banjir keringet kayak abis kecebur empang" Harusnya cowoknya yang jemput, kali," sungut Tinka sambil terus menyeka keringatnya yang bercucuran. Untung rumah Rocky tinggal kira-kira seratus meter lagi. Kalo lebih jauh, Tinka bisa pulang naik ambulans. Kakinya serasa sebesar talas Bogor. Apa yang lebih sadis daripada jalan kaki siang bolong di Jakarta" Belum lagi kalau nanti tiba-tiba Rocky betul-betul ge-er. Tidaaaaaaakkkkk...
"Wah, jadi Rocky belum punya pacar dong"" Mendadak Mbak Tin kegirangan.
"Mana tau!" "Naaaaaahhh... gimana kalo si Mbak aja yang nganter pudingnya ke rumah Mas Rocky"" usul Mbak Tin. Tampangnya ngotot banget, penuh harap.
"Trus aku""
"Neng Tinka tolong jagain warung saya sebentar. Gimana""
Tinka melotot. Dasar centil. "Ihhh... nggak mau ah. Lagian tinggal deket, ntar saya salamin aja deh ke Mas Rocky, ya"" Tinka membayar minumannya dan buru-buru ngeloyor pergi sebelum Mbak Tin lebih maksa lagi. Hihihi, lucu juga si Rocky punya fans. Mbak Tin, lagi. Dia kan terkenal suka mengejar-ngejar cowok kompleks. Dulu Obiet, sepupu Tinka yang datang dari Jogja juga kena dikejar-kejar Mbak Tin. Malah waktu Obiet mau pulang ke Jogja, entah tau dari mana, Mbak Tin datang ke rumah khusus buat ngasih segudang oleh-oleh buat Obiet. Pastinya semua oleh-oleh itu barang dari warungnya. Mulai dari kerupuk kanji, air mineral, biskuit, pokoknya banyak. Karena nggak enak, terpaksa Obiet bawa. Jadilah Obiet mirip orang mudik Lebaran.
"Bener ya, Neeeeenggg... salam buat Mas Rocky. Dari Zus Tiiiiiiinnnnnnn... " jerit Mbak Tin dari kejauhan. Tinka kabur sambil mengangguk kencang-kencang dan terus cekikikan.
Rumah Rocky besar dan artistik. Tipikal rumah zaman sekarang, bergaya minimalis dengan kombinasi tembok dan kayu. Di halamannya terdapat taman bunga yang tertata rapi dan rindang oleh pohon-pohon hias. Asri. Tinka jadi ingat angan-angannya yang ingin punya rumah bergaya modern seperti itu. Ditekannya bel yang terpasang di tembok garasi. Tak lama keluar seorang lelaki setengah baya, pembantu Rocky.
"Cari siapa, Neng"" tanyanya sopan.
"Emmm... Rocky-nya ada, Mang"" Tinka masih sibuk kipas-kipas dengan telapak tangannya. Rasanya panas hari itu belum habis-habis. Wajah Tinka sudah merah padam.
"Masuk, Neng. Den Rocky-nya ada di dalem."
"Tante Tria"" tanya Tinka agar ia tidak terkesan datang mencari Rocky.
"Ibu ada, Neng. Sedang di ruang tamu, nonton TV." Lelaki itu membukakan pintu pagar. Kimba berlari-lari keluar menghampiri Tinka sa
mbil menggoyang-goyangkan ekor penuh semangat. Kalau diperhatikan, Kimba agak-agak mirip Rocky. mungkin benar ya kata orang, binatang peliharaan cenderung mirip tuannya. Tinka masuk lewat pintu depan rumah Rocky.
Makin ke dalam rumah Rocky terlihat semakin indah. Tante Tria memang berjiwa seni. Patung-patung kayu dan hiasan-hiasan etnis dan unik tertata rapi di sekitar teras yang sejuk. Saat memasuki ruang depan, terpajang foto keluarga berukuran besar. Disitu Rocky masih kecil, mukanya lucu banget. Di sampingnya ada foto Rocky yang dipigura, sedang berdiri gagah di samping Jeep Willis yang penuh lumpur. Sepertinya habis offioad. Lalu ada foto cewek berambut panjang yang cantik. Mungkin adik atau kakak Rocky.
"Sore, Tante... " Tinka menyapa canggung. Tante Tria sedang asyik duduk di depan TV.
"Eh... Tinka. Sini, sini, masuk. Duuuhhh... tumben. Naik apa"" Tante Tria menepuk-nepuk sofa mengajak Tinka duduk di sebelahnya.
"Jalan kaki, Tan," jawab Tinka sambil meringis. Andai Tante tau perjuanganku sampai sini, kata Tinka dalam hati sambil tetap tersenyum manis.
"Hah" Panas-panas begini" Aduh. Pasti haus, ya" Mau minum apa""
"Nggak usah, Tan, aku baru aja mampir ke warung Mbak Tin. Ini, Mama titip puding karamel. Dijamin mulus deh, Tan, tadi aku jalannya pelan-pelan ala peragawati."
"Aduhhhh.. repot-repot. Makasih ya, Sayang. Oh, itu Rocky di kamar, ke sana aja. Kamar Rocky tembus ke belakang kok."
"Eh, anu, aku mau langsung pulang kok, Tante," tolak Tinka halus. Mengetuk kamar Rocky" Ya ampun!
"Lho, jangan gitu dong. Masa nggak ketemu Rocky dulu," rayu Tante Tria.
Tinka yang tadinya mau pamit, dengan malas-malasan berjalan ke kamar Rocky. Bisa gawat kalau Rocky sampai ge-er. Diketuknya pintu kayu kamar Rocky.
"Masuuuuuuuukkkk... " terdengar jawaban dari dalam kamar.
"Hai, Rock." "Tinka"" Rocky yang sedang berguling-guling di kasur langsung bangun.
"Cieeeeeeehhhh... baru juga bentar. Udah kangen ya, sampe disusulin ke rumah"" suara Sandy tiba-tiba terdengar di balik pintu, lalu dia masuk disusul Ray di belakangnya.
"Heh! Kutu kembar, pada ngapain di sini"" Tinka ikutan kaget, serasa tertangkap basah.
"Masuk, Ka, masuk." Rocky melempar "barang-barang cowok" yang berserakan di kasur.
Nggak perlu lama-lama bercanggung ria, Tinka langsung cuek duduk di pinggiran kasur. "Lagi pada baca buku porno, ya"" selidiknya jail.
"Enak aja. Kita lelaki suci, tau!" jawab Ray.
"Hehehehe... model kayak lo-lo gini suci" Suci Susilowati, kali," cetusnya sambil melempar bantal ke arah Ray.
"Ih... kok kaos kaki ada di dalem buku sihhhh""""" teriak Tinka saat melihat buku terbuka yang ada di atas tempat tidur.
"Emmmm, pembatas buku gue ilang." Rocky garuk-garuk kepala malu.
Ponsel Tinka tiba-tiba berbunyi. Diliriknya layar HP-nya, nomor tak dikenal. Dia berharap semoga yang menelepon calon klien. Sejak semua cewek naksir Rocky, udah lama dia nggak dapat orderan.
"Halo"" "Halo, ini Tinka"" sahut suara di seberang sana.
"Iya, siapa nih"" Tinka meletakkan telunjuknya di depan bibir, menyuruh tiga cowok itu diam.
"Emmm....ini Zevana. Gue anak IPA 1. Tapi kayaknya sih lo nggak kenal gue deh," jawabnya.
"Mmm... gue tau elo sih. Tapi, lo pasti perlu bantuan gue ya""
"Lho, kok tau""
"Tau dooonggg... gue kan udah pro banget. Siapa orangnya" Gue bisa bantu asal jangan..." Tinka langsung berhenti bicara. Rocky, Sandy, Ray terlihat menguping penasaran. Dia mengurungkan niat untuk menyebut-nyebut nama Rocky.
"Asal jangan apa"" tanya Zevana ingin tahu.
"Nggak, nggak. Siapa, siapa" Sebut aja."
"Ro-ro," Zevana terbata-bata.
Miss Cupid Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jantung Tinka berdegup kencang, pasti Ro-Rocky lagi. Hancur sudah harapannya dapat order tambahan.
"Rozak," ucap Zevana.
"Haaaaahhhhh" Siapa"" Tinka mengorek-ngorek kupingnya nggak percaya. Takut salah dengar.
"Rozak. Rozak, anak IPA 2. Tau, kan"" Zevana menjawab malu-malu.
Siapa yang nggak kenal Rozak" Cowok teraneh seantero sekolah, berasa paling gaya. Rambutnya keriting kelimis disisir ke belakang. Celana cut bray, atasan ketat, dan r
ambut kelimisnya yang mungkin perlu sebotol gel berefek basah setiap harinya. Hiiii... si Zevana apa nggak salah" Tapi Zevana nggak kalah nyentrik sih, maksudnya nggak kalah aneh. Rambut dipotong bob sekuping, poni rata, plus anting bulet raksasa segede ban sepeda, belum lagi kacamata kucingnya. Aduh. Lagian buat apa dipikirin, yang penting dapet job. Nggak masalah, malah mereka bisa jadi pasangan tenar di sekolah, saking sama-sama anehnya.
"Gue terima deh, Zev," jawab Tinka mantap.
"Asyiiiiikkkkkkk... lo mau apa, Ka""
"Hehe... gampang deh, besok kita ketemu di sekolah. Gue mikir dulu."
"Jangan mahal-mahal ya," ucap Zevana sebelum menutup telepon.
Tinka cengar-cengir sendiri. Senangnya. Akhirnya ada juga yang nggak naksir Rocky. Biarpun nekat namanya kalau Zevana ikut naksir Rocky.
"Siapa sih" Udahannya kok lo jadi cengengesan gitu"" Sandy penasaran.
"Cihuuuuuyyyyyy... akhirnya klien gue dateng lagi!" Tinka mengepalkan tangannya tinggi-tinggi ke udara.
"Hah, jadi bener ya, Ka, kalo lo punya usaha mak comblang"" tanya Rocky sambil melempar sebatang cokelat ke arah Tinka. Hup... langsung ditangkap.
"Iya, emang lo belum tau"" Tinka membusungkan dada. "Gue paling top, lho... " katanya bangga.
"Oh ya" Kok dapet klien satu aja girang banget"" tanyanya lagi sambil duduk disamping Tinka yang asyik cengar-cengir sendiri karena kegirangan.
"Gara-gara lo! Tau nggak, sejak aksi Superman lo, ngelepas kacamata trus tiba-tiba jadi jago main bola, semua cewek minta dicomblangin sama lo. Sampe-sampe gue punya daftar waiting list-nya, tau. Merugikan sekali tuhhhhh!!!" omelnya panjang-lebar.
Rocky terbengong-bengong karena tidak tahu-menahu. Mana Tinka ngomong sambil ngunyah cokelat, omongannya makin nggak jelas.
"Tapi lo mau deket sama gue sekarang bukan gara-gara lo lagi terima order, kan"" pertanyaan Rocky membuat Tinka terdiam sesaat.
"Bukan..." gelengnya pelan.
HARI ini Tinka dijemput Maya, karena dia memaksa Tinka harus bersamanya dari pagi sampai pulang sekolah. Rasa penasaran Maya sudah tidak bisa dibendung. Ia ingin mendengar laporan dari "detektif swasta"""nya mengenai info yang didapat, sedetail-detailnya. Makanya Tinka disandera. Maya sudah hafal kebiasaan Tinka yang suka kabur kalau sedang tidak mood cerita.
"Aduuuuhh.. gini nih kalo dijemput Maya, lama bangetttttt. Mana aku piket lagi. Bisa disemprot sama si kutu buku nih!" Tinka bergidik membayangkan Bastian, ketua kelasnya yang aneh abis. Kerjaannya ngomel, dandanannya kuno, giginya pake kawat, pokoknya hopeless banget deh. Satu-satunya kebanggaan hidupnya ya cuma jadi ketua kelas. Kebayang, kan, gimana tingkahnya saking merasa berkuasa" Dan Tinka kebagian sial dapat jatah piket berdua dia. Kutukan.
"Makanya, Ka, lo pinjemin deh si Kuning sama gue. Pasti Tuhan membalas perbuatan baik lo. Tring! Maya jadi cepet dateng, gimana"" Dika berusaha merayu Tinka yang demi balas dendam karena kemaren terpaksa berjalan kaki, menyembunyikan kunci mobil kesayangannya. Tujuannya ya cuma satu, supaya Dika nggak bisa pinjem.
"Nggak!!! Lo jangan coba-coba ngerayu gue, ya. Gue mendingan disemprot si Bastian daripada bikin cewek bensin lo itu seneng! Wee!" Tinka menjulurkan lidah. Dia benar-benar kesal. Oik, pacar Dika itu memang nggak tahu diri. Apalagi Tinka tahu pasti reputasi cewek satu itu, playgirl kelas teri dari sekolah tetangga. Umurnya lebih tua daripada Dika, dia seangkatan sama Tinka. Malah banyak cowok yang ngatain dia "piala bergilir" saking parahnya reputasi yang dia sandang. Tinka tahu pasti, Dika sudah menghabiskan banyak uang buat cewek bensin itu: uang tabungan, uang jajan, malah Dika sering minta dan minjem uang sama Tinka atau mama. Dalam hati Tinka sebenarnya nggak terima adiknya diperlakukan seperti itu.
"Ka, gimana kalo lo putusin si Oik itu, trus lo pake jasa mak comblang gue" Gue jamin gue cariin yang oke! GRATIS. Daripada gue sering-sering ngerelain mobil gue didudukin sama dia."
Dika tampak tersinggung dengan perkataan Tinka, pasalnya dia serius suka sama pacarnya itu. Selain itu dia merasa bangga karena bis
a jadian sama Oik, si kakak kelas yang cantik itu. Biarpun dia harus mati-matian menguras kantongnya untuk permintaan-permintaan Oik.
"Kok lo gitu sih, Ka" Oik emang punya reputasi jelek, tapi dia lagi berusaha berubah kok," ucap Dika sambil berpamitan pada mama, yang hanya bisa angkat bahu. Mama juga sebal setengah mati sama cewek satu itu. Dika-nya aja yang cinta buta sampe nggak sadar.
Tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil Maya memanggil Tinka. Dengan gerakan secepat Speedy Gonzales, Tinka mencium tangan mama dan melesat keluar. Dia malas banget kalau harus diomeli Bastian yang selalu gerimis waktu bicara. Belum lagi pidato panjangnya. Disambarnya sepotong roti goreng di piring. Lalu dengan gerakan lanjutan yang superlincah, Tinka membuka pintu BMW Maya.
"Tancap, May!" katanya begitu duduk dan memasang sabuk pengaman.
"Buru-buru amat sih""
"Heh, gue bisa batalin orderan lo kalo sampe hari ini gue diujanin si Bastian. Gue baru cuci rambut!" ancam Tinka. Demi mendengar nama Bastian, Maya langsung tancap gas. Dia juga pernah sekelompok sama Bastian. Gerimisnya" Aihhhh... perlu payung buat nangkal deh.
"Gimana, Ka"" tanya Maya ragu-ragu sambil terus menginjak gas.
"Lo jangan agresif, ya" Pokoknya hari ini lo sok tenang aja, berlagak nggak sengaja kalo misalnya gue ajak lo gabung ngobrol. Dan, jangan norak! Apalagi kecentilan. Tunggu kode dari gue."
"Bener,ya" Kodenya jangan aneh-aneh, ntar gue nggak ngerti, lagi. Lo tau sendiri gue bego dalam urusan kode dan persandian. Masa lo lupa, waktu SD ujian pramuka gue yang lulus cuma ujian nyanyi sama masak doang." Maya jadi cemas.
"Nggak lah, emangnya lagi perang apa, pake sandi rumput" Pokoknya lo ngerti deh."
"Eh, by the way, Ka, kita nggak jemput Rio""
"Dia udah duluan, tadi gue telepon. Katanya dia mau nyontek PR Bastian. Kan Bastian pasti dateng pagi. Gue heran, emang tulisan di kertas Bastian masih kebaca, ya" Kan udah keujanan" Hihii." Tinka cekikikan sendiri. Rio memang selalu datang pagi buta kalau ada PR yang belum selesai, apalagi yang dia anggap susah. Dia rela naik metromini pagi-pagi demi cepat sampai sekolah.
Gerbang sekolah tampak mulai ramai. Tinka berlari turun sebelum Maya selesai parkir. Menunggu Maya parkir sama saja menarik bibir monyong si Bastian buat nyemprot gratis. Lama banget sih! Maya memang punya masalah serius soal markirin mobil. Sampai-sampai sering kali Maya yang nyetir, Tinka yang markirin. Aneh banget, kan"
Dikelas, Bastian sudah merengut sambil menatap jam digital di tangannya. Dalam otaknya sudah memikirkan hukuman dan sederet pidato panjang jika Tinka datang terlambat, lima menit saja. Raut wajahnya langsung berubah begitu melihat Tinka muncul. Antara lega dan kecewa karena pidatonya tidak bisa disampaikan.
"Hhebuat khamu. Akhirnya dhattang jugha," katanya, menghujani benda-benda di depannya. Tinka cuma bisa meringis geli. Jijik banget sih ini orang.
"Iya dong, sedia payung sebelum hujan. Apa tugas gue""
"Tholong yah, tapplakhnya diganthi..."
Taplak meja Bu Dini memang sudah mulai kucel. Tinka merogoh bungkusan dalam tasnya. Dia memang sudah berencana mengganti taplak itu. Ditatanya meja Bu Dini dengan rapi. Vas bunga kesayangan Bu Dini juga tak luput dari perhatian. Kali aja Bu Dini jadi rada baik kalau melihat taplak barunya.
"Gileeeee... berhasil nih, ngerayu si Bastian sampe dipenjemin PR," Tinka menjawil Rio yang menyalin PR Bastian dengan serius. Bibirnya maju-mundur, entah serius atau nggak ngerti isi PR-nya. Hehe.
"Perjuangan nih, gue musti dengerin pidato rencana program-program doi kalo kepilih jadi ketua kelas lagi. Males banget, kan" Kayak presiden aja, pake kampanye."
Tinka duduk di bangkunya dengan antusias. "Emang apaan programnya""
"Salah satunya, jam piket dimajuin sejam. Supaya kelas bener-bener bersih dari sampah dan bakteri."
"Ya dia bakterinya. Tuh yang muncrat-muncrat. Berarti dia harus memusnahkan diri sendiri, hihihi." Tinka cekikikan geli. Bisa-bisanya orang seancur Bastian terpilih jadi ketua kelas. Mungkin waktu itu anak-anak sekelas lagi rabu
n ayam, jadi Bastian sama Keke yang pintar dan rajin itu kelihatan mirip.
"Tinka." Bahu Tinka ditepuk dari belakang. Ternyata Rocky baru datang. Kacamatanya dengan setia bertengger di hidung "bangir"nya, tercium samar-samar wangi parfum Kenzo yang macho, sampai Tinka sempat terbengong-bengong.
"Hey you, duduk, duduk. Tuh di bangku depan gue aja. Yang punya tempat pasti telat kok."
Rocky menarik bangku di depan Tinka dan memutarnya hingga mereka duduk berhadapan.Wangi parfum Rocky semakin membius hidung. Rio malah sampe merem-melek kayak lagi joget dangdut di kawinan.
"Rock, kenalin nih secara resmi. Ini Rio, dia temen sebangku gue yang paling bawelsedunia. Parkit-parkit bisa putus asa trus mengundurkan diri jadi parkit kalo ketemu dia. Kalah ribut. Dan yang paling penting, dia cowok paling memesona dan gaya seantero sekolah. Jadi, kalo ada pikiran menyaingi Rio dalam soal gaya, lupain aja deh. Hehehe."
Rio mengulurkan tangannya malu-malu. Biarpun malu diumbar "kekerenannya" sama Tinka, tapi hatinya juga bangga. Biar Rocky tau, cowok paling oke di sekolah itu ya cuma Rio.
"Rio," katanya sok cool.
"Rocky." Tinka membelalakkan mata ke arah Maya, memberi kode untuk cepat datang ke bangkunya. Maya langsung dengan semangat berjalan ke arah Tinka. Dibawanya sebuah buku untuk dijadikan alasan.
"Ka, gue liat nomor lima dong," kata Maya akting.
Tinka menyodorkan bukunya. "Oh iya, Rocky, ini Maya. One of the most wanted girl."
Rocky menjawab tangan Maya yang tersipu-sipu malu. Terlihat sekilas Rocky memerhatikan Maya. Cowok mana sih yang nggak kagum sama Maya"
"Hai," Maya menjawab malu-malu.
Tinka melirik Rio yang kelihatan panik melihat Maya pujaan hatinya tersipu-sipu sama cowok lain.
"Rock, fans lo mana""
"Belum jamnya, lima menit lagi juga dateng. Makanya gue kabur."
Lama-lama Rocky mulai terbiasa dengan Rio dan Maya. Kecanggungannya mulai hilang, apalagi Maya dan Rio orang yang supel. Tapi paling utama, Tinka tidak pernah habis akal mencairkan suasana. Obrolan apa pun jadi seru kalau ada Tinka. Mereka berempat jadi asyik tertawa-tawa dan cekikikan. Sesekali Rocky mencoba melucu. Dia terlihat menikmati mengobrol bersama teman-teman barunya. Fans-fansnya menatap iri, tapi cuma bisa gigit jari, karena bodyguard Rocky, Sandy dan Ray, menghalangi mereka yang ingin menghampiri Rocky di meja Tinka. Alasannya, ada rapat penting antar koordinator bendera dan kapten tim. Ih! Memangnya apa hubungannya"
Akhirnya mereka berempat berencana nongkrong di kafe sore itu. Yang pasti semua menyambut gembira. Apalagi Tinka. Ini kemajuan besar untuk Maya. Artinya, kasus bisa cepat selesai, bonus cepat dituai. Hehehe. Sukseeeeeeesssss.
Tinka bergegas menuju kelas Rozak Sebelum pulang dia harus membereskan satu kasus dulu, alias kasusnya Zevana si nyentrik. Di depan kelasnya Rozak sedang asyik bersandar sambil memandangi cewek-cewek yang hilir mudik. Sesekali ia mengusap rambut klimisnya yang amit-amit. Tinka sempat mau mundur melihat betapa noraknya makhluk satu itu. Bisa-bisa dikira Tinka yang ada hati, dia kan ge-er-an banget.
"Rozak!" panggil Tinka kencang.
Dengan gaya slow motion Rozak menoleh dan langsung sumringah begitu melihat siapa yang memanggil.
"Halo, Gadissss, ada yang bisa Abang bantu"" katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Iiiiiih! Dan itu bikin beberapa orang yang ada disitu tertawa geli, malah ada yang bergidik ngeri.
"Kenalin, gue Tinka." Dengan ragu-ragu Tinka mengulurkan tangan. Zevana harus bayar mahal nih, calonnya benar-benar diluar dugaan noraknya. Rozak membalas uluran Tinka dan menjabatnya erat. Terlalu erat dan kelamaan.
"Ohhh... saya tau siapa Anda, Manisssss, tapi ada apa gerangan wanita mungil nan cantik ini datang jauh-jauh ke sini" Apakah panggilan hati"" katanya norak.
Tinka jadi merinding. Nggak tahan.
"Aduh, udah deh. Gue kesini bawa pesen." Tinka to the point, malas berlama-lama berhadapan dengan Rozak. Setiap detik semakin norak. Kalau kasus ini gagal, biarin deh. "Lo tinggal jawab aja."
"Pesan apa itu" Boleh Abang tahu"" katanya samb
il terus mengedip-ngedipkan mata bergantian kiri-kanan. Lebih kelihatan kayak orang cacingan daripada merayu.
"Zevana, tau kan, Zevana" Anak kelas sebelah lo itu, dia suka sama lo. Gimana" Dia jatuh cinta-ta. Mau nggak"" cerocos Tinka buru-buru.
Sementara itu Zevana mengintip di balik pintu kelas. Dalam hati terheran-heran. Kok tembak langsung gitu" Yang ia dengar Tinka biasanya menerapkan strategi-strategi pendekatan dulu. Jarang banget ada kasus yang diselesaikan dalam satu hari. Nggak pernah ada, malah. Minimal seminggu. Hatinya berharap-harap cemas.
Rozak tiba-tiba diam terpaku, bibirnya agak mangap. Persis adegan waktu sinetron habis dan ada tulisan "bersambung". Freeze. Tinka jadi panik, kenapa lagi" Jangan-jangan Rozak syok denger nama Zevana, jangan-jangan orang aneh nggak mau sama orang aneh. Waduh!
"Helloooooooo..."""" Tinka melambai-lambaikan tangan di depan mata Rozak. Lagi-lagi persis adegan sinetron, dia tersadar dari lamunan.
"Apa"" Idih! Tapi tak urung Tinka mengulang kata-katanya tadi. Sudut matanya menangkap keberadaan Zevana yang masih deg-degan di balik pintu. Rozak malah bengong lagi. Ya ampun! Mau sampai berapa lama nih" Tinka menepuk bahu Rozak.
"Woy! Sadar dong. Apa jawabannya" Suka" Nggak suka" Diterima" Ditolak"" cecar Tinka.
Rozak menyisir rambutnya yang kelimis dengan jari. "Ternyata dunia ini sempit," gumamnya sok puitis.
"HAH"" Pengen rasanya Tinka menjambak segelintir rambut yang setia menjuntai di dahi Rozak dengan gemas. Dari tadi rasanya mereka nggak nyambung-nyambung. "Apa hubungannya sih"" omel Tinka kesal.
Sekarang Rozak memasukkan tangannya ke saku celana sambil bersandar ke tembok. Satukakinya disilangkan. Pokoknya amit-amit. "Yaaaaah, buktinya, ternyata Zeva sang pujaan hati juga punya perasaan yang sama," katanya sambil menatap ke atas. Ihhhhhh!
"Maksudnya diterima"" desak Tinka tak sabar.
"Bilang sama Zevana. I love you, too..."
Tangan Tinka nyaris menjitak bibir jontor Rozak. Bilang gitu aja muternya kemana-mana. "Bilang dong dari tadi," sungutnya.
Rozak malah memetik setangkai bunga lalu menyerahkannya pada Tinka. "Ini buat Zeva. Nanti sore ditunggu di taman sekolah."
Sambil cemberut Tinka mengambil bunga itu, lalu buru-buru pergi. Sebelum Rozak bertingkah lebih aneh lagi.
Wajah Zevana yang dari tadi panik kelihatan sumringah melihat Tinka datang.
"Nih." Tinka menyodorkan bunga di tangannya.
"Buat gue"" katanya takjub.
"Yaiyalaaaaahhh, buat siapa lagi" Katanya ditunggu di taman sekolah nanti sore. Sukses, ya""
"Ya ampun,... makasih yaaaaaaa," katanya sambil menciumi bunga yang sama sekali nggak wangi itu.
"Nih," Zevana menyelipkan amplop yang lumayan tebal ke saku seragam Tinka. Semalam akhirnya Tinka minta dikasih uang cash aja. Soalnya lagi butuh duit hehehe.
"Makasih. Selamat menempuh hidup baru," goda Tinka.
"Peseeeeeen, peseeeeeen, gue yang traktir," suara cempreng Tinka berkoar di salah satu sudut Coffee Bean sore itu. Amplop selipan dari Zevana ternyata isinya banyak juga. Mata Tinka nyaris mencelat keluar waktu merobek amplop pink yang diberikan Zevana. Rupanya cewek itu bener-bener kesengsem sama Rozak, sampai dia rela menyerahkan uang tunai enam ratus ribu rupiah untuk jasanya. Tinka yakin banget, seratus ribu dari uang itu dimasukkan ke amplop mendadak. Mungkin tadinya Monik cuma ingin membayar lima ratus ribu saja, tapi berhubung Tinka tadi siang sukses berat, dia memasukkan dua lembar puluhan ribu, plus ribuan-ribuan, dan uang receh yang bikin amplop pink itu jadi berat.
"Wuihhhhhh, tumben ibu satu ini. Baru dapet arisan ya, Jeng"" sambar Rio. Matanya sampai juling saking semangatnya membaca menu yang menggantung di neon box di atas bar.
"Bener nih"" Maya sok-sok nggak yakin, tapi matanya cermat menatap bermacam-macam kue di dalam etalase. "Berarti gue boleh beli cheese-cake"" tanyanya penuh harap.
Rocky cuma senyam-senyum. Dia tampak begitu menikmati keakraban ketiga teman barunya itu. Tinka yang cuek, Maya yang feminin, dan Rio yang hobi tebar pesona. Semuanya berbeda. Tapi mereka selalu
terlihat kompak. "Rocky jangan bengong aja! Kesambet setan gembul lho, baru tau. Mau apaan" Mumpung gue lagi rajin beramal." Tinka menyikut lengan Rocky.
"Pesenin gue yang sama kayak lo deh. Gue pengen tau, gimana sih selera mak comblang kita ini"" goda Rocky sambil berbalik mencari tempat duduk. Tangannya dengan sigap membawakan baki pesanan Maya.
Maya tambah terpesona dan sempat terlena, berdiri mematung dengan noraknya. Rio memanyunkan bibir sampai kadar kemanyunan paling tinggi. Bibirnya jadi persis Pinokio. Bedanya, Pinokio kalau bohong hidungnya tambah panjang. Rio kalau ngambek bibirnya tambah panjang. Apa sih kerennya Rocky dibandingkan dia"
Tinka membawa dua gelas besar ice chocolate kesukaannya dan dua potong carrot ca&e.Sesuai permintaan, dia memesan menu yang sama untuk Rocky. Dengan susah payah Tinka membawa bakinya ke tempat duduk mereka.
Ia bersungut-sungut, "Gitu ya, Rocky, kalo Maya lo langsung sigap kayak polisi patroli. Giliran gue bawa baki segede papan surfing gini lo cuek aja! Mana ini pesenan lo juga. Mulai berani ya nggak tau diri, haaaaahhh... "
Tinka merengut dan terkekeh-kekeh karena tak kuat menahan tawa. Dipukul-pukulnya Rocky dengan gaya silat. Rocky ikut tertawa-tawa kecil. Dari sudut matanya Tinka melihat Maya tersipu-sipu. Tapi sejurus kemudian kok dia terlihat cemburu, ya"
"Jadi ceritanya si Zevana udah punya lekong neeeeeeeh"" Rio membuka obrolan gossip sambil sok meniru gaya banci. Vanilla latte-nya diaduk-aduk dengan semangat. Ting-tang-ting-ting bunyi sendok kecil beradu dengan kaca gelas berisiknya minta ampun.
"Iya dong, ekspres! Bayarannya aja enam ratus reboooooo..." Tinka kegirangan. "Gue masih bisa belanja nihhhh...."
"Gimana kalo di Bandung"" celetuk Rocky.
Tinka menatap Rocky heran. "Di Bandung apanya""
'Apanya" Ya belanjanya," jawab Rocky.
Tinka, Rio, dan Maya berpandang-pandangan. Kenapa nih anak, nyeletuk kok jauh-jauhamat sampai ke Bandung.
"Woi! Kalian kok jadi kayak flamingo sih" Gue serius. Lo mau nggak ikut gue ke Bandung, Ka" Kakak gue yang kuliah di Amrik, minta dikirimin foto-foto Paris van Java, katanya buat skripsi. Nyokap lo pasti boleh deh. Lo tau sendiri nyokap kita sobatan," Rocky menjelaskan.
Tapi Tinka benar-benar bingung. Kenapa Rocky yang pendiam dan grogian di sekolah bisa berubah drastis jadi supel dan menyenangkan kalau jauh dari kerumunan orang" Tinka melirik ke arah Maya dan Rio. Sekarang mereka mulai adu manyun karena merasa tidak masuk dalam daftar yang diajak Rocky. Tinka jadi nggak enak hati. Istilahnya mereka bertiga ini sudah sepaket. Ngajak satu berarti ngajak semua. Traktir satu traktir semua, jatuh satu ketawa semua. Hehehe.
"Maya sama Rio ikut aja sekalian. Biar rame, gimana""
Ide itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Entah karena melihat Maya dan Rio manyun atau karena ia berpikir dengan begitu misinya akan lebih cepat berhasil. Tinka sempat kaget waktu ada perasaan senang saat mendengar hanya dia yang diminta Rocky ikut saat pertama tadi.
"Kenapa nggak" Gue seneng kalo bisa rame-rame. Kalo gitu kalian bertiga urus aja perizinan ortu, berangkatnya masih minggu depan kok. Gue nggak mau dibilang nyulik anak orang, apalagi yang itu..." Rocky menunjuk Tinka sambil cengengesan. Tinka langsung manyun. Elastisitas bibirnya kayaknya kualitas impor deh. Canggih bangetttttt... bisa monyong sepuluh sentimeter.
"Nginep, nggak"" tanya Maya.
"Nggak lah. Kita pergi Minggu subuh, balik malem, kalo ada waktu gue pengennya bisa ke Tangkuban Perahu, Garut, tempat-tempat wisata gitu deh, kan seru." ujar Rocky.
"Oooo..." suara Maya terdengar kecewa.
"Lho, emangnya kenapa" Lo mau nginep" Emangnya lo ada perlu juga di Bandung""
"Hah" Nggak kok..." Padahal Maya mau banget nginep. Paling nggak kesempatan dia PDKT kan tambah banyak. Siapa tau aja Rocky mau diajak jalan-jalan romantis di Braga berduaan. Biarpun sekarang Braga nggak kayak dulu, tapi kan lumayan. Sepupunya juga pasti dengan senang hati menerima mereka menginap di rumahnya di daerah Dago atas nan dingin dan penuh kafe romantis itu.
" Tapi intinya lo bisa ikut, kan"" Sambil menyeruput ice chocolate, Rocky bertanya lagi pada Maya yang masih sibuk tersipu-sipu. Berlagak malu-malu kucing gitu.
Maya menatap Tinka sekilas dan mengangguk mantap. Ini kesempatan besar. Bagaimanapun caranya dia harus ikut. "Gue pengen banget ikut.
Duh, Bandung, gitu lho. Gue kan pengen ngiter-ngiter factory outlet. Cukup, kan, ya waktunya""
"Huuuuuu, belanja melulu," ledek Tinka.
Rocky girang banget dapat tiga orang buat nemenin dia berangkat ke Bandung nanti. Semangat offroad-nya kambuh lagi. Sejak dapat perintah ke Bandung dia sudah berangan-angan pengen menjelajah tempat-tempat yang asyik buat adventure. Garut lah, Tangkuban Perahu lah, Kawah Putih lah.
Akhirnya diputuskan setelah mengambil foto di kawasan Braga, mereka langsung start berpetualang. Tinka yang memang punya kegemaran sama sangat antusias menanggapi Rocky. Rio, berhubung cuma ngerti kata "jalan-jalan", mengiyakan kemana pun itu. Maya, yang memang dasarnya cuma punya tujuan belanja dan dekat-dekat Rocky juga hanya mengangguk-angguk basa-basi.
Akhirnya mereka sampai di rumah Maya setelah tadi mengantar Rio terlebih dahulu.
"Gue duluan ye. Thanks a lot lhooo... sering-sering aja lo dapet orderan dari Zevana. Hehe."
"Dah, Maya... " Rocky dan Tinka melambaikan tangan.
Akhirnya tinggal mereka berdua di mobil raksasa Rocky.
"Asyik juga lo, Ka, sekali order bisa dapet segitu banyak. Gue mau deh jadi asisten lo," ujar Rocky. Matanya tetap menatap lurus ke depan. Sesekali tangannya memindahkan tuner radio.
"Wah, kayaknya sekarang gue belum butuh tuh. Bisa rugi gue kalo musti bayar asisten. Tapi lo gue pertimbangkan jadi pegawai pertama gue deh, kalo kantor gue udah buka," ujar Tinka sombong.
Rocky mengerutkan alis. "Kantor apa""
"Kantor biro jodoh profesional gue. Kan cita-cita gue punya birjod bertaraf internasional. Kali aja tercipta ras-ras baru manusia dari birjod gue."
Rocky tertawa melihat ekspresi serius Tinka yang menerawang, seolah-olah sedang membicarakan soal rudal scud model baru. "Asal jangan lo masukin si Rio jadi bibit unggul aja..." Rocky langsung ngakak begitu ingat tampang Rio. Dasar sadis.
"Kalo menurut lo, Maya gimana"" tanya Tinka tiba-tiba.
Ada sedikit keterkejutan di wajah Rocky mendengar kata-kata Tinka. "Ya... Maya ya gitu. Feminin dan sebagainya, dan sebagainya..." jawabnya berusaha sesantai mungkin. "Emang kenapa, kok jadi nanya Maya" Bukannya kita lagi ngomongin spesiesnya Rio""
"Ya, nanya aja. Kali aja penggabungan Maya sama Rio bisa bagus," jawab Tinka asal. Ternyata memang Maya itu magnet. Nggak ada cowok yang tidak mengakui kecantikannya, paling tidak kefemininannya. Kadang-kadang Tinka iri. Anyway, dia jadi punya rencana besar buat Maya.
"Turun dulu yuk," ajak Tinka begitu mobil berhenti di depan rumahnya. "Gue ada game baru. Upeti dari Dika waktu dia minjem si Kuning. Lagian, lo bisa bilang sama nyokap gue perjuangan gue nganter puding. Kali aja gue dapet bonus atau penghargaan sabuk emas. Hehe. Yuk."
Rocky menurut. Dimatikannya mesin mobil dan mengunci ganda setir. Dia memang paling suka main di rumah Tinka. Rasanya nyaman, bebas, asyik.
"Mama!!! Gadis kecil cantik jelita pulang nih, bawa carrot cake lhooo..."
Mama muncul dari dapur. Bajunya belepotan adonan kue warna-warni. Nggak salah lagi, pasti Mama lagi bereksperimen. "Asyiikkkk... Mama juga lagi laper nih. Mang Uman lewat, tapi tinggal gerobaknya doang, baksonya ludes. Masa makan bakso nggak pake bakso, bukan bakso kan namanya"" Mama nyerocos nggak jelas. "Eh... ada Rocky. Masuk, masuk."
"Iya, Tan. Wah, lagi bikin kue nih""
Mama mengangguk senang. Senang Rocky makin sering mampir ke rumah.
"Rock, mending lo ikut gue ke atas sekarang. Ntar gawat kalo lo sempet dijejelin kue eksperimen, belum terjamin kadar keenakannya." Tinka menarik tangan Rocky. Mama cuma senyam-senyum penuh arti. Dasar Tinka.
"Nyokap lo asyik, ya"" Rocky duduk di atas sofa lipat di depan TV. Sementara Tinka menghidupkan PS 2 nya. "Omong-omong Dika mana""
"Nggak usah tanya-tanya Dika deh,
sebel gue. Paling dia jalan sama si cewek bensin, pake mobil gue, lagi. Ughhhh... kalo nggak inget malu, pengen gue pitakinkepalanya. Pitakin, pitakin!" ujar Tinka geram.
"Kenapa nggak lo kasih tau sih, Ka""
"Udahhhhh. Dika nggak mau denger. Dia lagi cinta buta, gue yang merana." Tinka memencet-mencet tombol. Jagoan ceweknya mulai mengeluarkan jurus-jurus ajaib menghantam jagoan jabrik Rocky.
"Hei, curang, curang." Rocky panik. "Ka, pengen banget gue naik kereta listrik ke mana kek, atau itu, Ka, gue juga pengen banget terjun payung," kata Rocky tanpa mengalihkan pandangan dari TV.
"Terjun payung" Wah, gue juga pengen. Naik kereta listrik juga pengen. Malah gue bercita-cita lho, jalan-jalan jauh nggak usah bawa mobil, naik bus aja, gitu. Backpacker. Pengen nyoba, kayaknya asyik. Cuma gue nggak ada temen. Gue mau banget, Rock. Yuk, kapan-kapan"" Tinka antusias menyambut ajakan Rocky.
"Serius nih" Asyik banget tuh, Ka, gue juga nggak dapet temen buat kayak gitu. Lo emang unik, ya" Kayak gue. Pokoknya musti jadi lho, Ka. Gue pengen banget." Lalu mereka berdua kembali sibuk dengan jagoan-jagoannya di layar. Sejuta rencana seru terlontar sore itu. keduanya seperti menemukan partner yang klop.
SENENG banget rasanya duduk di balik setir si Kuning lagi. Setelah tadi . pagi bangun subuh-subuh buat membersihkan si Kuning dari jejak-jejak Oik, Tinka lega banget sudah bisa ngepot sana ngepot sini di perjalanan menuju sekolah. Hari ini giliran Rocky minta nebeng ke sekolah. Tadi pagi-pagi dia menelepon HP Tinka dan minta tolong dijemput. Katanya tiba-tiba pagi itu mobil raksasanya mau dipinjem mamanya untuk membeli bunga. Mobil mamanya sudah dua hari masuk bengkel.
"Gue nggak enak nih, masa cewek yang nyetir," kata Rocky di kursi depan penumpang. Tinka menolak ketika Rocky menawarkan diri untuk menyetir.
"Kenapa musti nggak enak" Kan emansipasi. Lagian gue kangen sama si Kuning."
Rocky cuma mengangkat bahu pasrah. Tinka mana bisa dibantah.
Pelataran parkir tampak mulai penuh, tapi tempat favorit Tinka tetap kosong. Pak Oni dengan galak mengusir mobil lain yang mencoba parkir di tempat itu. Setiap hari ada saja yang mencoba. Padahal semua orang sudah tahu, Pak Oni tidak akan memberikan tempat itu pada orang lain selain Tinka. Keren, kan"
"Tengkyu, Pak Onii.... titip ye."
"Siap, Non! Wah, tumben nih cowok atu nggak bawa buldosernye," katanya lucu. "Eh, Non. Pak Oni mau dong order buat anak Pak Oni, nyang ini juga boleh."
"Hahahahha... nyang ini mah udeh laku, Pak. Ntar ye, nyang lain aje, aye jamin kagak kaleh kualitasnyeeeee..." Tinka ngakak sambil menyeret Rocky sebelum Pak Oni makin ngalor-ngidul. Pak Oni emang semangat banget buat ngejodohin putri semata wayangnya sama salah satu siswa di sekolah Tinka. Padahal anaknya itu masih kelas satu SMP.
"Aduuuhhhh... penganten baru berdua aja nih kemana-mana. Mesraaaaaa..." suara Sandy tiba-tiba menyambut. Rocky langsung melotot di balik kacamatanya. Mukanya memerah karena Sandy berteriak di depan orang banyak. Ibarat radio butut, tombol volumenya udah jebol. Makanya biar diutak-atik tetap kencang dan nggak bisa pelan. Alias BERISIK BANGET!
"Gue bekep pake kaos kaki nggak dicuci lima abad baru tau! Suka asal lo ya, gue nebeng gara-gara mobil Nyokap masuk bengkel, tau!" Rocky berkata geram sambil melompat ke arah Sandy dan mencekik lehernya sampai megap-megap mirip ikan mas koki.
"Ampun, Bang, ampuuuuun, uhuk, uhuk, gue masih pengen iduuuuuppp..." Sandy berkata kocak. Matanya dijuling-julingin.
Tinka terdiam. Apakah Rocky malu dibilang pacaran dengannya" Sampai segitunya. Sambil melangkah menuju kelas, Tinka celingukan mencari sosok Maya. Biasanya kalau ada maunya Maya selalu rela datang pagi-pagi, kadang mengorbankan diri tidak mem-blow dry rambut. Pengorbanan apaan, rambut Maya asli nggak ngaruh di-blow atau nggak. Teteeeeeep bagus dan lurussss. Rocky masih asyik bergulat dengan Sandy, disaksikan fans-fansnya yang terkagum-kagum. Benar dugaan Tinka, Maya sudah duduk manis di bangkunya, tampak bergosip seru dengan Rio sambil cekikikan. Sebe
lah tangannya sibuk merapikan rambut dengan sisir raksasa andalannya.
"Morning, tante-tante... pagi-pagi udah arisan nih"" Dibantingnya tas selempang biru langitnya ke atas meja.
"Tante, tante. Mau jidat lo benjol, ya"" Rio merengut.
"Kok lama sih, Ka"" Maya cemberut. Dia nggak sabar pengen menyampaikan kabar gembira.
"Si Rocky mandinya lama. Mana sepanjang jalan sibuk melulu pengen nyetir," jawabnya santai. Tinka nggak sadar mata kedua sobatnya melotot karena kaget. Apalagi Maya.
"... curang banget sihhhhh!!!!!!! Kok berangkat bareng Rocky nggak bilang-bilang" Kan gue bisa ikut," rengeknya.
"Ngapain lo ikut" Emang lo ada perlu sama Rocky"" timpal Rio yang terheran-heran melihat Maya semangat empat lima ngomongin Rocky. "Kok lo semangat banget sih"" kali ini Rio melirik Tinka penuh tanda tanya. Dia yakin betul Tinka tahu sesuatu yang dia nggak tahu.
Maya terheran-heran. Rio langsung menginterogasi mirip polisi lalu lintas sedang menilang pelanggar lampu merah. Tinka melotot ke arah Rio. Bisa gawat kalau Maya sekarang tahu soal Rio yang naksir berat padanya. Wah, bisa berabe. "Kok lo nanyanya kayak satpam" Emang kalo ketemu Rocky harus pas ada tugas doang"" balas Maya, membuat Rio langsung bungkam.
"Hayooooo... ngomongin gue ya"" tiba-tiba Rocky nongol dengan cueknya. Fans-fansnya sibuk kasak-kusuk. Rocky tiba-tiba jadi supel kalau ada diantara Tinka, Maya dan Rio. Jelas aja yang lain pada iri. Seperti biasa, Sandy dan Ray menjaga jarak para fans Rocky sambil curi-curi kesempatan. Lumayaaaaaaannnnn...
Dan suara berikut ini nyaris membuat Tinka ngamuk. "Ihhh, gue heran, tahu nggak, si Tinka pake apaan sihhhh""" Rocky bisa nempel gitu, ati-ati lho, Rock, ntar kena pelet!" suara Agni yang sok manja itu benar-benar bikin Tinka merutuk dalam hati, dasar kurang ajar. Belum lagi cewek-cewek kecentilan lainnya ikut-ikutan.
Tinka berdiri dari kursinya. Matanya melotot. Maya dan Rio nyaris pingsan karena kaget melihat Tinka berdiri tiba-tiba seperti itu.
"Eh, nenek centil! Jangan asal ngomong, ya. Lo tuh yang mukanya kayak dukun, kenapa lo pake make up menor gitu" Takut ketahuan umur lo udah lebih dari seratus tahun, ya"" cerocos Tinka sadis.
Setelah puas dia duduk kembali dan ber-tos ria dengan Maya dan Rio. Rocky terbengong-bengong. Saking malunya, Agni langsung berlari ke luar. Malunya tambah hebat gara-gara seisi kelas geger jadi suporter Tinka. Saat melihat keadaan kacau, cewek-cewek lainnya ikut kabur dari kelas Tinka. Daripada dibikin malu juga.
"Sadis lo, Ka," gumam Rocky. "Tapi top abis, Ka, kali aja besok Agni kapok ke sini. Gue bener-bener pengen libur dari dia... parfumnya itu, Ka... aduhhhhhhhh, gue nggak tahan," sambung Rocky sambil ber-tos ria.
Tinka mengangguk-angguk senang.
Bel berbunyi nyaring. Rocky buru-buru berlari menuju bangkunya. "/ can't wait. Hari kita pergi ke Bandung," bisik Rocky sambil berlalu.
Seperti biasa, aksi kedip sebelah mata yang keren dan fenomenal itu nggak ketinggalan. Dibalas Tinka dengan acungan jempol dan anggukan mantap ala Kotaro Minami di Kesatria Baja Hitam RX.
"Ka, ntar sore gue ke rumah lo, ya" Nyusun strategi buat di Bandung gitu, biar jalan-jalannya jadi makin oke, trus gue tanpa ba-bi-bu lagi langsung deh
ke FO... hehehehehe. Trussss, sepatu transparannya cepat jadi milik lo. Ya, nggak"" kata Maya saking ngebetnya.
Tinka mengangguk pasrah. Jujur aja, saking asyiknya hari-harinya bersama Rocky, dia sampai belum punya rencana apa-apa buat Maya. Kerja keras nih, pulang sekolah dia harus mikirin strategi buat Maya sebelum dia datang ke rumahnya. Rasa-rasanya kok sekarang Tinka nggak begitu pengen sepatu transparan itu, ya"
Tinka menyeret Rocky. dia harus buru-buru pulang gara-gara Maya ngotot harus punya planning besar pas di Bandung nanti.
"Kenapa sih, Ka" Aduh. Kebelet pipis, ya" Laper" Aduh, aduh," Rocky berteriak-teriak bingung.
"Udahhhh, diem aja. Kalo mau nebeng jangan berisik, gue ada urusan penting, URGENT. Urusan profesi gue. Ini menyangkut sikap profesional dan reputasi gue sebagai Miss Cupid," kata Tinka nggak j
elas. Berhubung Rocky bingung dan emang mau nebeng, jadi dia pasrah aja.
Tiba-tiba langkah Tinka berhenti mendadak. Akibatnya Rocky menabrak punggung Tinka dan dua-duanya hampir terjungkal karena nggak seimbang. "Duh! Kok ngerem mendadak sih" Tabrakan beruntun deh," gerutu Rocky. Dia membenarkan letak kacamatanya yang melorot karena hampir saja kepalanya juga menabrak kepala Tinka. Bisa benjol.
Tinka menatap tajam ke arah pelataran parkir di depan lapangan basket. Napasnya mendengus-dengus marah, mukanya merah padam. Tiba-tiba cengkeraman Tinka di lengan Rocky mengencang. "Adudududuh! Lo kenapa sihhhh" Kok jadi aneh gini" Ada apa sih" Liat setan, ya" Wah... jangan-jangan lo punya indra keenam," ucap Rocky nggak penting. Matanya ikut ditajam-tajamkan menatap arah pandangan Tinka.
"Kurang ajar!" bentak Tinka tiba-tiba.
"Hah" Ka, kenapa sih" Sorry... sorry... gue cuma bercanda, lagi." Rocky panik, takut salah omong. Lagi PMS, kali. Kata teman-temannya yang berpengalaman, cewek emang suka aneh kalau lagi PMS. Rocky juga nggak tahu PMS itu apa. Bukan Palang Merah Sekolah kan, ya"
"Gue nggak marah sama lo! Tuh liat!" Tinka menunjuk ke arah Debo, salah satu mantan pacar Maya, yang sedang mengobrol mesra sama seorang cewek cantik.
"Debo" Emangnya kenapa, Ka" Dia selingkuh sama cewek itu" Kok lo nggak bilang sih lo pacaran sama dia"" tiba-tiba Rocky jadi naik darah.
"Bukan, bego! Itu Oik. Pacar Dika. Bener, kan, emang dasar cewek nggak bener!"
Debo dan Oik terlihat mesra. Sesekali tangan Oik mencubit manja pinggang Debo. Benar-benar kurang ajar. Tinka heran, bisa-bisanya Dika nggak pernah curiga. Reputasi Oik kan sudah tenar dimana-mana.
"Kayaknya lo bener-bener musti ngomong sama Dika deh. Kasian, lagi, Ka, dia kan adik lo," Rocky berkata sambil menggandeng tangan Tinka menuju mobil. Kalau berlama-lama melihat adegan itu, bisa-bisa Tinka mengamuk.
Tinka tahu itu, tapi masalahnya nggak segampang itu. Dika pasti nggak percaya kalau nggak melihat langsung. Dia harus cari cara untuk membuka mata Dika. Dia nggak rela adiknya dipermainkan cewek macam Oik. "Biar gue pikirin caranya," kata Tinka singkat.
Dalam perjalanan pulang sekolah itu akhirnya mereka lebih banyak diam. Rocky dan Tinka dongkol berat. Dia nggak mau mencoba-coba mengganggu konsentrasi Tinka yang tampak berpikir keras. Malah, waktu Rocky turun dari mobil Tinka kelihatannya nggak sadar. Dia langsung tancap gas pulang.
Begitu sampai rumah, harum ayam goreng memenuhi ruangan. Tinka mengendus-endus, dia sudah lapar berat. Biasanya pulang sekolah Tinka mampir ke gerobak Mas Didi buat beli tahu isi kesukaannya. Lumayan buat ganjal perut selama perjalanan. Tapi tadi" Perut Tinka tiba-tiba kenyang begitu melihat Oik dan Debo. Dilemparnya tas ke atas sofa. Rumah masih sepi, pasti Dika belum pulang.
"Ma, aku pulang duluan ya" Laper nihhhhhh...."
"Iyaaaaa. Nanti Mama nyusul. Bentar lagi nih, lagi bilas piring."
Tinka mencomot dua potong ayam. Dengan lahap Tinka menyantap ayam gorengnya. Biarpun lagi marah, porsi makannya tetap saja banyak. Tak lama kemudian Mama datang dari dapur. Di tangannya ada semangkuk sayur asem.
"Nih sayur asemnya," Mama meletakkan mangkuk sayur di atas meja. Tinka langsung menyendok sayur asem ke piringnya. Mama juga ikut makan.
"Ma, Dika belum pulang""
Mama menggeleng. "Belum tuh. Katanya mau jalan dulu sama Oik. Tadi dia telepon. Kenapa""
"Nggak." "Kamu kok kusut amat sih, Ka"" tanya mama. Bibirnya menahan senyum melihat anaknya makan sambil cemberut.
"Tau ah, Ma," sungutnya.
Mama lalu diam. Biasanya kalau Tinka sudah seperti itu, lebih baik mama diam dulu. Biasanya juga nanti Tinka akhirnya buka mulut dan cerita karena nggak tahan pengen cerita. Tepatnya pengin ngamuk-ngamuk. Benar dugaan mama, tak lama kemudian Tinka buka mulut.
"Ma." "Kenapa"" "Kayaknya Dika nggak bisa kita biarin terus pacaran sama Oik deh," kata Tinka akhirnya.
"Memangnya kenapa"" alis mama berkerut heran. Nggak biasanya Tinka ikut campur urusan Dika sedalam ini.
Tinka memonyongkan bibir. "Si Oik itu nggak
bener, Ma! Reputasi dia emang udah jelek kok. Tadi aja, Ma, aku liat dia di sekolahku, sama Debo! Mana mesra, lagi!" omel Tinka berapi-api.
Mama menghela napas. Dalam hati dia senang karena Tinka ternyata perhatian juga pada adik semata wayangnya. Mama lalu mengusap kepala Tinka.
"Iya, Mama ngerti. Kamu kan juga tahu Mama nggak suka sama Oik. Tapi kita nggak bisa nyuruh Dika putus begitu aja. Dia bisa tersinggung lho, disangkanya kita bersekongkol, lagi. Dia harus tahu sendiri," nasihat mama bijak.
Tinka mengangguk. "Iya sih, Ma. Nanti aku cari cara deh." Tinka menjentikkan jarinya.
Mama tersenyum lagi. "Gitu dooooong. Trus kamu sama Rocky gimana""
"IHHHHHH, Mama..."
Maya berlari-lari menuju kamar Tinka. Dari dalam terdengar musik Safri Duo yang mengentak-entak. Maya tersenyum geli. Pasti Tinka lagi jingkrak-jingkrak sendiri. Dia tahu banget sobatnya ini kadang-kadang suka kumat sintingnya. Kalau lagi kumat, dia jingkrak-jingkrak di atas kasur sambil menghadap kaca. Berpura-pura lagi show. Kayaknya dulu Tinka pengin jadi Idola Cilik. Maya membuka pintu mendadak. Betul saja, Tinka lagi berjingkrak-jingkrak di atas kasur. Guling mini berbentuk ulat bulu sukses alih profesi jadi mike, di jidatnya terikat ikat kepala berwarna oranye cerah. Belum lagi tank top oranye dan jins selutut robek-robek. Nge-rock abisssssss. Agak sedikit mirip orang gila sih.
"Mayaaaaaa! Ngetok dulu dong! Buat apa ada pintu!!!!!" jerit Tinka histeris karena malu tertangkap basah.
"Ya buat masuk lahhhhhhh," jawab Maya cuek dan langsung merebahkan tubuh di kasur. Tangannya kemudian meraih boneka berbentuk gigi yang bertengger di atas kasur, lalu melemparnya ke Tinka. "Sadar woi, kalo gila beneran kasian keluarga lo," kata Maya usil. Boneka-boneka Tinka bentuknya memang ajaib. Yang paling ajaib ya yang bentuk gigi ini. Apa lucunya coba, boneka berbentuk gigi"
Tinka mematikan musik. "Rese lo."
"Hehehehe, gue udah nggak sabar nih, Ka. Bisa nggak sih gue jadian pas di Bandung""
"Tergantung... "
"Tergantung apa""
"Tergantung keadaannya ntar. Mmm," Tinka bergumam, "gini aja. Gimana ntar gue kasih tau lo kalo pas ada momen yang tepat" Tapi itu artinya, lo musti nyatain sendiri, nggak pake bantuan si mbah. Hehe.
Berarti lo harus nyusun kata-kata. Inget lho, jangan sampe bikin Rocky kabur. Lo tau sendiri, dia kan grogian sama cewek," ucap Tinka panjang-lebar.
Maya berpikir. "Gue bisa nggak, ya""
"Bisa! Lo pasti bisa. Nggak ada yang bikin lo nggak pede, kan" Waktu itu Rocky juga ngakuin lo cantik, berarti dia normal kayak cowok-cowok lain. Kalo dia bilang Agni cakep, lo baru boleh nggak pede. Hehehe, susah kan nyaingin Agni. Bibir lo musti dimajuin dulu, gini nih," Tinka memajukan bibirnya, berakting monyong.
Maya terkikik geli. Mungkin Agni terinspirasi bibir Angelina Jolie yang dower itu. Tapi bibir Agni lebih mirip bibir king kong diplastikin. Hihihi, jahat ya"
"Aduuuhhh, gue bener-bener suka Rocky nih. Dia tuh unik banget. Jarang lho ada cowok kayak dia. Bener kata lo, Ka, agak-agak kayak Superman gitu, double personality, tapi dua-duanya keren." Mata Maya menerawang. Kayaknya Rocky betul-betul bikin Maya kelimpungan. Jarang-jarang dia naksir cowok, biasanya juga dia yang dikejar-kejar cowok.
Sambil mengeluarkan sebatang cokelat dari kulkas mininya, Tinka bertanya, "Kok lo kayaknya segitunya sama Rocky" Kenapa sih, apa istimewanya" Perasaan gue, dulu semua cewek-termasuk lo-cuek banget sama dia. Boro-boro fans yang ngerubungin kayak sekarang, cewek yang ngomong sama dia perasaan cuma gue deh," ungkap Tinka penasaran. Tapi suwer! Dia benar-benar penasaran. Cuma gara-gara satu hari kompetisi sepak bola, tiba-tiba Rocky si invisible jadi tenar mendadak. Kenapa sih orang-orang itu"
"Aduhhh, nggak tau deh, Ka. Waktu dia lepas kacamatanya, trus jadi kapten, wuiiiihhhh... macho banget! Lo liat sendiri dong, dia jadi misterius gitu. Di sekolah kutu buku pendiam, tapi ternyata macho beraaaaaaatttttt. Gitu deh, Ka. Gue nggak bisa menjelaskan dengan kata-kata," rentet Maya dengan semangat. Biarpun semangat, suara
Maya tetap saja lemah lembut, gemulai mendayu-dayu.
Sama saja. Semua cewek juga pikirannya sama kayak Maya. Tinka sebenarnya nggak suka alasan Maya itu, kok kayaknya orang dinilai dari fisiknya doang" Itu juga alasan Tinka menolak semua yang mengorder Rocky waktu itu. sebenarnya dia harusnya menolak Maya juga, tapi Maya sahabatnya. Jarang-jarang Maya minta tolong soal cinta-cintaan. Padahal sebelum Rocky dengan hebohnya melepas kacamata, Tinka sudah dekat sama Rocky.
"Yeeee, sama aja dong lo sama Agni dan Dea. Berarti kalo ternyata Rocky pembunuh bayaran, lo tetep mau dong"" tanya Tinka asal.
Maya manyun. "Nggak gitu juga dong, Ka, masa iya gue mau sama pembunuh bayaran. Hiiii..." Maya melahap potongan cokelatnya. Tinka kadang-kadang cuma asal ngomong, tapi nggak jarang omongan asalnya itu mengena banget. Tanpa terasa pipi Maya memerah. Tinka ada benarnya
juga sih.
Miss Cupid Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kata lo cuma gara-gara dia lepas kacamata trus main bola. Nggak ada hubungannya sama kepribadian dong"" balas Tinka nyelekit.
Bibir Maya makin manyun. Tinka ini kenapa sih, kok tiba-tiba jadi nyinyir" "Kuno ah! Lagian, masa di sekolah kita ada pembunuh bayaran sih" Yang
nggak-nggak aja." "Ya siapa tau."
Maya menggeser posisi duduknya lebih dekat Tinka. Tangan Maya meraih kedua bahu Tinka dan memutar badannya hingga mereka berhadapan. Maya menatap Tinka lurus-lurus, persis adegan dalam film-film drama remaja. "Tinka, tapi lo pasti bantuin gue, kan, ntar, kalo ada apa-apa"" tanyanya serius.
"Ih! Kok adegannya jadi norak gini sih" Ya pasti gue tolongin lahhhhh, gue akan berjuang sampai titik darah penghabisan deh. Gue juga pengen banget lo berhasil, May. Ini kemajuan buat lo, baru pertama lo bener-bener suka cowok. Nahhh, gue kan sobat terbaik nomor satu sedunia, plus mak comblang profesional paling tokcer tingkat nasional. Jangan khawatir, dijamin halal."
Mata Maya berbinar senang. Tinka memang paling bisa diandalin. Lalu mereka ber-tos ria. "Demi suksesnya misi mencari cinta Maya. Tos!!!"
Di luar pintu, Rocky mengurungkan niatnya mengetuk kamar Tinka. Dia tadinya mau ngobrolin soal rencana-rencana serunya sama Tinka. Dia nggak tahu Maya sudah lebih dulu datang, dan mereka sekarang sedang asyik ngomongin dia. Rocky lebih kaget lagi mendengar isi obrolannya, sama sekali nggak nyangka dan sedikit pun nggak curiga waktu Tinka tiba-tiba selalu menyelipkan Maya dalam obrolan dan kegiatan mereka. Memang nggak salah Tinka menyebut dirinya mak comblang profesional. Cewek super kayak Maya aja minta tolong sama dia. Rocky bergegas menjauhi kamar Tinka, takut mereka tiba-tiba keluar.
"Lho, mau kemana, udah ketemu Tinka"" Mama memergoki Rocky yang berbalik pulang.
"Nggak, Tan, belum. Kayaknya besok aja deh. Tinka sama Maya lagi ngobrol masalah cewek," Rocky berkelit.
"Mau Tante panggilin""
"Nggak, usah, nggak usah. Nggak penting-penting banget kok, Tan. Atau Rocky tunggu aja deh ya, sambil nemenin Tante," putus Rocky akhirnya.
"Ya udah, boleh juga. Sini yuk, Tante mau bikin roti goreng. Mau nggak"" Mama menggandeng tangan Rocky ke dapur. "Kata Tinka, hari Minggu mau pada ke Bandung, ya"" Mama mencelup roti tawar ke adonan telur dan susu. Wanginya semerbak di dapur.
"Iya, Tan. Boleh, kan""
"Bolehhhhh, kalau sama Rocky boleh. Bawain Tante oleh-oleh, ya"" goda mama.
"Siiipp! Eh, Tan, Maya emang sering kesini, ya" Kok kayaknya minggu-minggu lalu sejak aku sering main ke sini nggak pernah ada"" tanya Rocky menyelidik.
Mama tersenyum. "Emang ada bisnis, ya, Tan""
"Bisnis apa" Kamu ini ada-ada aja. Maya emang kadang-kadang suka main ke sini, mereka berdua kan teman deket. Kadang-kadang si Rio juga ke sini kok," jawab mama diplomatis.
Jejak Di Balik Kabut 23 Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga 32
"NGGAK! Lo udah dianter juga udah bagus! Budek nih, ntar gue turunin lo, ya"" ancam Tinka.
"Ka... " "Nggaaaaaaaaakkk... cewek lo rese amat sih" Sekali-sekali naik angkot, 'napa" Gue hari ini mau jalan sama Maya. Gue kan udah sering ngalah. Setiap kali lo nge-date pake mobil gue. Ntar kalo gue nge-date pake apa"" omel Tinka panjang-lebar.
"Ng... emang lo punya pacar"" tanya Dika polos.
"Kalo omong aneh-aneh lagi, lo gue turunin baru tau!"
Akhirnya selama sisa perjalanan ke sekolahnya, Dika cemberut.
Awas tuh si Oik. Bikin Dika jadi kurang ajar. Lagian, Dika bego banget sih" Oik itu kan cewek paling genit, matre, dan nakal se-Jakarta Selatan, rutuk Tinka dalam hati.
Jazz kuning itu melesat lagi menuju sekolah Tinka. Ditekannya tombol ON pada CD player mobilnya. Mengalunlah lagu yang tenar lewat iklan Axe di TV. Tinka berjoget-joget sendiri. Telunjuknya menuding-nuding ke atas dan ke bawah.
Tidak sampai lima belas menit, Tinka sudah sampai di sekolahnya.
"Pagi, Pak Oni..." sapa Tinka ceria ketika memasuki pelataran parkir.
"Wah, si Kuning udah sembuh nih"" balas Pak Oni sambil membantu menginstruksikan Tinka parkir.
"Iya nih. Makanya si Kuning nggak boleh terlalu capek, ntar bisa diopname," ujar Tinka sekenanya.
"Ah, bisa aja."
"Maya udah dateng""
"Udah tuh. hari ini datengnya pagi banget. Tumben."
"Bawa mobil"" Tinka celingukan mencari mobil Maya.
"Nggak tuh, Non. Dianter sopir. Katenye ade bisnis same Non..."
"Tinka." Pak Oni nyengir. "Maap, 'e'-nye kebanyakan, ye""
Tinka tertawa melihat tingkah Pak Oni.
"Udeh eh, Pak One. Saye ke keles dule, ye"" goda Tinka, dan langsung kabur.
Dari kejauhan terlihat kerumunan cewek fans Rocky berjalan bergerombol menuju kelas Tinka. Gila, padahal Rocky di sekolah sudah kembali dengan dandanan Clark Kent yang berkacamata. Tapi berhubung cewek-cewek itu sudah menyaksikan sendiri wujud asli Rocky,
mereka nggak peduli. Tinka melangkah masuk kelas. Pemandangan Rocky dikerumuni cewek sudah mulai biasa. Sandy dan Ray dengan senyum bahagia ikut nimbrung rezeki. Dasar cowok. Sementara Rocky masih dengan segala kecanggungannya.
"Pagi, Tinka," sapa Rocky ketika Tinka melewati mejanya.
"Pagi, Rock. Lagi jumpa fans nih"" Tinka mengedikkan kepala ke arah cewek-cewek di sekitar Rocky.
Rocky cuma bisa tersenyum getir.
"Ya udah. Sukses ya." Tinka ngeloyor pergi.
"Eh... Tinka!" jerit Rocky tiba-tiba.
Langkah Tinka terhenti mendadak. "Apa" Kaget gue."
"Anu... burungnya udah gue kasih nama. Pipi sama Pipo. Lucu, kan"" Dengan sangat gugup tiba-tiba Rocky ngomongin parkit di depan semua orang. Dan itu sangat nggak penting.
Tinka melongo. "Hah"" Cuma itu yang keluar dari mulutnya.
"I-i-i-iya. Pipi-Pipo. Lucu banget. Ma-ma-ma-kannya rakus. Apa t-tuh nama makanannya""
"Milet. Mereka emang rakus. Namanya juga burung," jawab Tinka asal.
Sekarang semua mata menatapnya. Aduuuuuuhhhhhhh... dasar Rocky bego. Cewek-cewek itu memandang sinis ke arah Tinka. Merasa kecolongan. Apa lagi nih kejutan dari Rocky" pikir mereka. Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba membahas burung.
"Rock, demi keamanan kita berdua, gue ke meja gue dulu. Daahhh..." cepat-cepat Tinka kabur dari suasana mencekam yang bikin bulu kuduk berdiri itu.
Maya yang mendengar semuanya, ikut-ikutan bengong. Dia memandang Rocky dan Tinka bergantian.
"Heh, sini lo," tarik Maya saat Tinka melewati bangkunya. Tinka terduduk seketika.
"Maya! Lo tuh, suaranya aja lembut. Narik orang kenceng banget kayak pake tenaga dalem," omel Tinka gemas. Pantatnya sakit didudukkan tiba-tiba di kursi kayu nan keras itu.
"Lo nyembunyiin sesuatu, ya"" Maya menatap mata Tinka sok serius. Meski tetap dengan suara lemah lembutnya.
"Nggak." "Nah, tadi" Pipi, Pipo""
"Gue baru mau cerita. Tapi mulut ember si Rocky itu malah berkoar duluan. Liat akibatnya buat gue. Bisa dikutuk gue sama cewek-cewek ajaib
itu." "Ceritain sekarang dong," pinta Maya.
"Nggak bisa lahhhh. Lo nggak liat tuh cewek-cewek pada mau nerkam gue" Pulang sekolah aja. Kita nongkrong di suatu tempat yang nggak ada mata-matanya. Kalo infonya bocor... wahhhh, bisa rugi gue," Tinka berkoar-koar.
Maya mengangguk setuju. Dalam hati penasaran berat pengen tahu. Burung apa sih yang bikin heboh ini"
Tinka bangkit dari duduknya. Ia mengambil gelas air mineral dari dalam tasnya dan buru-buru meneguknya. Dia jadi tegang sendiri. Cewek-cewek itu masih saja berbisik-bisik dan menatapnya iri.
"Udah ah, May. Gue balik ke bangku gue. Kasian Rio. Hopeless. Ntar bunuh diri, lagi."
Sudah beberapa hari terakhir sejak pertandingan bola, Rio jadi lesu. Gejalanya sama kayak ayam tetangga kena tetelo. Matanya nanar menatap Rocky. Semakin hari semakin nanar. Hobinya sekarang nyanyi lagu-lagu sendu. Apalagi Glenn Fredly. Satu kaset dia hafal. Tinka mungkin perlu ke dokter THT kalau sekali lagi Rio nyanyi satu album non-stop. Kayaknya Rio ngerasa kalau sekarang namanya sudah nyaris terlupakan oleh cewek-cewek. Yang lebih menyedihkan, Maya pujaan hatinya pun cuek-cuek aja.
"Hei! Ngelamun melulu! Kesambet setan lewat lho!" Tinka menepuk pundak Rio.
"Semoga hati Maya sebersih wajahnya yang mulus. Tak tertipu oleh penampilan palsu," tombol ngaconya langsung menyala.
"Gilingan lo, ya"" Tinka mengempas tubuh ke kursi. "Apaan sih, kok nggak jelas gitu""
"Gue berdoa buat cinta sejati gue."
"Panas, ya"" canda Tinka sambil memegang-megang jidat Rio.
"Gue yakin, Maya nggak mungkin tertipu sama penampilan Rocky. Ya,
kan"" Tinka mengangkat bahu. Rasanya nggak enak kalau harus berbohong terlalu banyak pada Rio. Kali ini dia memang betul-betul nggak tahu.
"Kira-kira harapan gue berhasil berapa persen"" Rio masih belum puas.
"Ya tergantung. Lo belajarnya rajin nggak""
"Tinka, lo emang tega sama temen lo yang lagi galau," rintihnya sok puitis.
"Hahahahaahahah... lo jangan hopeless gitu dong. Harapan lo ada... ada... kira-kira... segede bunga kreditan di bank... hahahahahha
ha... " tawa Tinka meledak melihat tampang Rio yang memelas.
"Berapa gede tuh, Ka""
"Ya, nggak tau... belom pernah kredit di bank sih. Nah, emak lo suka kredit, nggak" Kan ibu-ibu kompleks suka iseng."
"Itu mah tukang kreditttt!" Rio histeris sebal.
Tinka masih cekikikan. Rio serius nih.
Sambil mengeluarkan buku-buku pelajarannya, Rio masih terus sibuk menyanyi lagu sendu. Pas banget jadi ikon orang patah hati. Kayaknya tuh tulussss... banget.
"Yo..." panggil Tinka.
"Apa"" "Diem dong. Ntar lo musti biayain gue ke dokter THT. Mau""
Bukannya diem, Rio bernyanyi makin kencang. Mana lagu Glenn nadanya tinggi-tinggi. Suara Rio makin hancur karena sama sekali nggak bisa mencapai suara tinggi. Tinka makin pusing. Masih bagus pengamen jalanan deh. Ini anak sama sekali nggak berbakat di dunia tarik suara, tarik becak mungkin iya.
"Yo... gue masukin lo ke les vokal, ya"" usul Tinka mati gaya. Dia benar-benar nggak tahan lagi.
"Boleh deh, Ka. Tapi maunya yang gurunya Glenn atau Rocky Febrian,
ya"" PLETAK. Sebatang pensil mengenai jidat Rio.
"Dasar! Masih untung ada yang mau ngajarin. Gue udah nggak tahan, tau! Suara lo jelek bangettttttt..." Tinka menutup kupingnya rapat-rapat.
Siang itu macetnya nggak kira-kira. Sudah satu jam Tinka dan Maya maju merayap bersama si Kuning di sekitar Jalan Fatmawati. Niatnya mau ke Citos atau Cilandak Town Square.
"Gila, orang-orang ini pada mau kemana, ya"" keluh Maya mulai nggak sabar. Mana Tinka paling ogah cerita sambil nyetir. Dia kadang-kadang suka sok menegakkan peraturan lalu lintas.
"Pada mau ke Citos juga, kali. Sama kayak kita."
"Ah, masa sih, Ka" Ada acara, ya." Kepanasan bikin Maya jadi bego.
Tinka mendelik sebal. "Ya, nggak lah, May..."
Tiba-tiba terdengar suara cempreng dari jendela. "Aduh! Sialan... ni si Doel anak Betawi asli... jreng, jreng..."
Pengamen yang satu ini aneh juga. Yang lain sibuk nyanyi lagu Dewa kek, Sheila on 7 kek, Peterpan kek. Itu lho, yang lagunya "kutanya malaaaamm... kutanya siaaaaaangg..." Eh, dia malah nyanyiin lagu si Doel. Tinka menoleh ke arah jendela, penasaran sama tampang pengamen nyentrik itu. Tapi... HAH" Tiba-tiba ekspresi Tinka berubah kaget.
"Kenapa, Ka" Kenapa" Pengamennya ngeluarin pisau, ya"" Maya jadi panik. Tangannya langsung merogoh tas, siap-siap mengambil pepper spray.
"Hihihi..." Tinka tiba-tiba cekikikan.
"May, ini mas bibir jontor yang gue ceritain. Yang di bus itu lho... Ternyata orangnya senorak bibirnya," bisik Tinka seolah takut orang itu tahu. Sementara si mas masih terus berteriak-teriak menyanyikan soundtrack Si Doel Anak Sekolahan.
Tinka melirik sekali lagi. Eh, dia senyum dan mengetuk jendela Tinka.
Saking penasarannya, Tinka membuka jendela sedikit, paling cuma selebar satu jari kelingking. "Bentar, koinnya dicari dulu," kata Tinka lewat ventilasi mini itu.
Tahu-tahu dia mendekatkan bibir jontornya ke lubang jendela. Tinka jadi panik. Jangan-jangan bibirnya punya kekuatan mistis. Tangannya siap-siap memencet tombol power window. Kalau berani macam-macam, jepit saja tangan orang itu.
"Eh... Non, Non. Jangan ditutup. Kite kan udah kenal, ye" Waktu di bus, inget kagak"" serunya pada Tinka. Maya kontan cekikikan. Ternyata bukan cuma Tinka yang ingat dia, dia juga ingat Tinka. Hebat.
"Hah" Iya. Terus kenapa"" cetus Tinka judes.
Pede amat ini orang. Pengalaman di bus kan bukannya pengalaman indah. Lagian, siapa juga yang kenal" Cuma se-bus kok dibilang kenal.
"Kagak, Non, maksud Abang... jangan koin doooooong. Pan Abang mau ikutan audisi nih, tau kan idol-idol itu" Liat dong bibir sama suara Abang yang kayak Mick Jagger. Nah... bantuin ongkosnye doooonggg..." rayu si abang norak.
"Ih. Apa hubungannya sama saya""
"Yeee... Neng begimane. Paling nggak, kalo Abang tenar, Neng jadi orang pertama yang Abang ucapin terima kasih dehhhh... di album perdana juga.
Gimane"" Tinka menatap Maya yang mukanya merah berusaha menahan tawa. Ada juga orang senorak ini di dunia nyata. Tangan Maya menyelipkan selembar ribuan ke tangan Tinka.
"Kasih nihhh. .. hihihi.. kali aja bener ntar dia tenar. Kita untung juga," ledek Maya.
Tinka memberikan uang itu lewat celah mini di jendela. "Nih."
"Gitu dong, Neng... doain Abang di medan lage, ye" Biar Abang kembali selamet," katanya sambil ngeloyor pergi dan sebelumnya melambai ala penyanyi dangdut yang baru selesai manggung.
Tawa Maya meledak. Tinka yang baru sadar sama kejadian tadi ikutan ngakak.
Empat puluh lima menit kemudian mereka memasuki pelataran parkir Citos. Kaki Tinka pegal-pegal kelamaan menginjak pedal kopling.
Mereka kemudian duduk di Starbucks Coffee. Dengan lega Tinka melemparkan tubuh ke atas sofa raksasa. "Ahhhhhh... berakhir sudah penderitaan gue."
"Ayo cepet, info, info..." desak Maya nggak sabar.
Tinka dengan gaya profesor menjelaskan dengan ringkas apa saja yang dia dapat kemarin. Semuanya.
"Wah... serius nih, dia tetangga lo""
Tinka mengangguk semangat. "Yoi. Malahan dia bilang mau main-main ke rumah gue. Tapi belum sih, baru rencana."
"Asyiiiiiikk... gue boleh dong, ikutan nimbrung""
"Ya jangan buru-buru nyosor gitu dong, ntar dia kabur. Lo harus ikutin strategi gue, gimana""
"Strateginya""
"Biarin dia agak akrab dulu sama gue... nahhhh... baru lo masuk pelan-pelan. Kalo nggak, ntar dia curiga dong" Gawaaattt..." Tinka sok serius.
Maya yang dasarnya kebelet abis cuma bisa iya-iya saja. Pokoknya dia pengen cepat dekat sama Rocky. Tinka kan profesional, jadi serahkan saja pada ahlinya.
Bibir Tinka monyong menyeruput ice chocolate-nya.
"Ka, kok si Rio nggak diajak" Biasanya kemana pun lo pergi dia ngikut."
"Kok lo nanya-nanya Rio" Lo suka, ya, May""
Maya menatap heran ke arah Tinka. "Lo kenapa sih akhir-akhir ini" Setiap kali gue ngomongin Rio pasti dituduh naksir. Jangan-jangan lo suka sama Rio" Gue nggak naksir kok sama dia, kalo lo serius, gue setuju banget kalian jadian."
"Lho kok jadi lo yang bilang gitu ke gue"" sergah Tinka sebal. "Makanya, jangan aneh-aneh. Jadi, Rio kemana""
Tinka angkat bahu. "Tau ya, mungkin lagi.. "
"Hayo ngaku, lagi apa""
"Lagi latihan nyanyi. Pengen ikutan idol juga. Paling ntar temenan sama si jontor tadi."
Maya percaya aja. "Ka, ni kalo boleh ya, mau dong gue udah bisa dateng sama Rocky di bazar sekolah akhir bulan depaaannn... bisa nggak""
"Wah! Liat aja ntar, pokoknya gue usahain deh. Sebagai mak comblang profesional, gue usahain dehhh... sueeeeerr!" Tinka mengacungkan dua jarinya.
Tinka benar-benar nggak habis pikir. Apa yang bikin Maya jadi kebelet banget sama Rocky" Cewek-cewek itu juga. Masa cuma gara-gara waktu pertandingan sepak bola itu sih" Di sekolah Rocky sama sekali nggak berubah. Kacamatanya, canggungnya sama cewek. Tapi mereka-mereka ini malah menganggap itu salah satu kelebihan Rocky. Misterius. Coba, bela-belain banget, kan" Sandy dan Ray langsung turun pamor. Tapi mereka tampak asyik-asyik saja membantu Rocky. dengan harapan kali aja ada yang kepincut sama mereka.
Tadi siang Dea malah bawa oleh-oleh buat Rocky. katanya hadiah kemenangan. Kue cokelat buatan sendiri. Bentuknya sih lumayan, tapi muka Ray dan Sandy, juga beberapa anak cowok yang ikut mencicipi langsung pucat.
"Kuenya nggak digulain, kali. Hueeeeekk..." kata Obiet waktu itu sambil berlari ke kantin cari minum. Yang lain juga sama.
Tapi Rocky" Dengan segala keramah-tamahan dan sifat terlalu baik hatinya tampak berusaha keras menghabiskan kue bagiannya. Wajahnya sudah pucat seperti mau muntah. Tapi dia tampak nggak tega kalau Dea kecewa. Rocky memang baik sih. Mungkin itu juga ya, kelebihannya"
"Kok ngelamun, Ka""
"Nggak, cuma lagi mikirin strategi selanjutnya."
Ponsel Tinka berbunyi. Ada SMS yang masuk.
Hi there/ Rocky nih, lg dmn" Gw k rmh lo ya" Mau diskusiparkit. Hihihi. Bsn nih nggak ada kerjaan. -Rocky-
Tinka mengerutkan kening. Diliriknya jam dinding raksasa yang tergantung di situ.
"Kenapa" Siapa, Ka"" berondong Maya.
"Rocky." "Haaaaahhhhh""" Yang bener, lo" Liat, liat!"
"Tau nomor HP gue dari mana, lagi" Pasti Nyokap," gerutu Tinka. Mama kadang-kadang suka asal memberi nomor HP Ti
nka ke orang-orang. Apalagi kalau Mama kenal sama orangtuanya.
"Ihhhh... bagus dong, Ka. Bales, bales, bilang 'iya'. Kan buat langkah selanjutnya. Gue pulang naik taksi deehhhhhhh... biar lo cepet sampe rumah," cerocos Maya berapi-api. Gila, ngebet banget nggak sih"
"Iya, iya. Sabaran dikit dong, May. Kayak mau nangkep maling aja," ledeknya.
Rock, gw msh di jln. 1 jam Ig. Gmn" Lo dtg aja dlu. Dika ada di rmh. C u there. -Tinka-
Mereka berdua menghabiskan pesanan mereka dan bergegas pergi. Maya yang pengin cepat-cepat tahu perkembangannya lewat telepon juga buru-buru pulang. Semakin cepat Tinka pulang, semakin cepat ada info.
"Jangan lupa ya, laporan lengkaaaaaappp," sempat-sempatnya Maya menjerit kecil dari jendela taksi.
Di teras rumah, Dika dan Rocky asyik merakit Gundam. Rocky terlihat serius menyusun bagian-bagian kecil robot mini itu.
"Tuhhhh... si pelit pulang," kata Dika sambil manyun.
"Apa lo" Dasar selera rendah," balas Tinka.
"Hai, Ka," sapa Rocky. Poninya menjuntai di atas kacamatanya. Mungkin kalau merakit Gundam juga harus pakai kacamata, ya"
"Udah lama"" tanya Tinka sambil duduk. "Udah dikasih minum belum sama spesies orang utan ini"" tanyanya lagi.
Rocky nyengir. "Baru setengah jam kok."
"Gue udah kasih dia minum, makan, dessert, permen," jawab Dika kesal.
Mama keluar membawa baki minuman.
"Ka, kamu ganti baju dulu gih. Nanti Rocky nggak naksir kamu, bau gitu," ujar mama asal banget. Tinka langsung melotot.
"Mama! Apaan sih" Aku tuh ya, mau bau, mau belum mandi, tetep jadi rebutan," sahut Tinka malu sambil ngeloyor pergi. Ada-ada aja deh mama. Rocky bisa ge-er. Kan gawat.
Ditariknya celana jins selutut dan tank top singlet warna putih dari lemari. Ganti baju, mencuci muka, dan bergegas lari ke bawah. Sebelum Rocky dicekoki yang nggak-nggak sama Mama dan Dika.
"Rock, diskusi parkit apaan""
"Iya nih, gue pengen parkit gue jadi banyak kayak punya lo."
"Ooooo... ya bikinin rumah-rumahan lah, buat bertelur."
"Gue mau liat dong rumah-rumahannya." Rocky berdiri mengajak Tinka ke belakang melihat kandang parkit raksasa cewek itu.
"Ka, gue ke belakang dulu, ya"" pamitnya pada Dika.
"Awas lo, ntar dikurung di dalem kandang sama nenek sihir cepak itu. Hiiii... dijadiin salah satu koleksinya."
Tinka melotot. Dasar kurang ajar.
"Emang lo punya kandang, Rock""
"Ya ntar bikin. Tapi kan gue perlu contoh, Ka."
Tinka menunjuk salah satu dari lima rumah-rumahan kecil dengan lubang bulat yang menggantung. Diambilnya satu dan diserahkannya pada Rocky.
"Nih, bawa pulang aja."
"Bener nih" Kok lo baik banget"" Rocky berbinar-binar.
"Yeeeee... soalnya gue nggak tega parkit gue disana jadi nggak punya rumah. Pasti mereka bakal demo ke gue minta pulang," ujar Tinka tersipu-sipu. Dimasukkannya rumah kecil itu ke kantong plastik hitam.
"Di rumah lo nggak ada pembantu, Ka""
"Lagi pulang, anaknya mau kawin minggu depan."
"Eh, Ka... kita jalan yuk"" kata Rocky tiba-tiba.
"Hah"" "Iyaaa... ini kan malem Minggu. Kita kan pada jomblo, jalan-jalan aja, menikmati kejombloan. Mau, nggak"" tawar Rocky semangat.
Tinka berpikir sesaat. Boleh juga sih, jarang-jarang bisa malam mingguan sama cowok. Kecuali Rio. Tapi dia sih nggak keitung. Habisnya Rio pelit banget, kalau jalan bareng disuruh bayar sendiri-sendiri. Lagian nggak ada ruginya, malah bisa memperlancar misi.
"Oke deh. Kemana""
"Ya liat ntar aja. Ikuti kata hati. Pokoknya tempat yang asyik-asyik deh, jauh dari romantis, gimana""
"Boleeeeeeeehhh... siapa takut""
"Ya udah, gue balik dulu ambil mobil. Lo mandi," kata Rocky.
"Lha, tadi kesini naik apa""
"Becak." Tinka cekikikan. Dasar ajaib.
Rocky pergi setelah berpamitan pada mama dan Dika. Dia juga sudah minta izin pada mama akan mengajak Tinka jalan-jalan. Mama kontan setuju. Mata mama kentara banget supersenang, walaupun berusaha pura-pura biasa aja. Mama pasti kegirangan akhirnya ada juga cowok yang mengajak Tinka malam mingguan, biarpun untuk "menikmati kejombloan" seperti kata Rocky.
"Tinka, cepet mandi sana. Nanti Roc
ky keburu datang, kan nggak enak kalo dia sampe nunggu," suruh mama setelah Rocky pergi.
Tinka cemberut. Kok jadi Mama yang sibuk" Tapi tak urung dia pergi juga ke kamar mandi. Benar juga kalau Rocky sempat nunggu bisa gawat. Nanti mama nemenin sambil ngegosip yang nggak-nggak. Hiiiii... mandi ah.
Tinka membuka shower air hangat. Rambut pendeknya sudah dua hari nggak sempat dicuci, hehe, kan malu kalau Rocky tahu. Bibirnya menyiulkan lagu ciptaan sendiri yang sama sekali nggak jelas nadanya apa, dan pasti mengundang protes Dika yang nggak tahan sama siulan Tinka.
"Kenapa sihhhhhh" Rese banget lo, Kka! Tumbuhkan dong jiwa seni lo..." jerit Tinka, membalas Dika yang berteriak-teriak memintanya berhenti bersiul.
"HAH""" Jiwa seni apaan" Kalo denger siulan lo... yang tumbuh bukan jiwa seni, tapi sakit jiwa!!!" gerutu Dika.
Pintu kamar mandi terbuka. Tinka melangkah keluar dengan rambut dibalut handuk. Dia berlari kecil menuju kamarnya. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul 18.00. Rocky kayaknya tadi nggak bilang deh, mau jemput jam berapa. Tinka bergegas ganti baju, takut Rocky nongol tiba-tiba dia belum siap.
"Pake baju apa ya"" gumamnya. Tinka nggak mau dandan terlalu rapi, mereka kan bukannya mau nge-date. Jalan-jalan menikmati kejombloan nggak bisa dibilang nge-date dong" Tangannya mengobrak-abrik isi lemari karena nggak mau saltum. Bisa berakibat fatal.
Akhirnya ia memilih kemeja stretch bergaya army dan blue jins pas badan dengan lipatan di bawahnya dan agak ngatung. Pakai sandal atau sepatu, ya" Dan pilihan pun jatuh pada sandal tali-tali warna hitam. Sip. Dandanan kayak gini nggak mungkin bikin cowok ge-er. Sentuhan terakhir, gel untuk membuat rambut mencuat.
Tepat pukul 19.00 Rocky nongol dengan mobil raksasanya. Tinka sedang asyik mengunyah sebatang cokelat di depan TV ketika Rocky datang. Dengan gaya supersimpatik cowok itu bertegur sapa dengan mama dan Dika yang ia temui di teras. Dika berhasil membujuk Tinka untuk meminjaminya si Kuning, karena malam ini Tinka dijemput Rocky. Setelah
segala bujuk rayu dan seribu satu syarat, akhirnya Tinka rela meminjamkan si Kuning. Yang jelas bukan demi pacarnya Dika yang menyebalkan itu, tapi buat Dika adik semata wayangnya yang nyaris menghabiskan hari ini dengan rayuan gombal supaya dapat pinjaman mobil.
"Kayaknya gue kelamaan ya, Ka" Lo udah kelaperan, ya"" suara Rocky membuat Tinka terlonjak dan dengan refleks yang sangat nggak penting Tinka menelan bulat-bulat sisa cokelatnya.
"Eghhh... glek. Nggak, nggak... gue cuma ngemil. Bentar, bentar, gue minum dulu..." Tinka berlari ke dapur dengan tampang aneh. Cokelat sialan itu nyangkut di tenggorokan, membuat muka Tinka jadi kayak orang gantung diri. Dalam hati Tinka mengumpat Rocky yang datang tiba-tiba.
Rocky mengikuti langkah Tinka ke dapur. "Ya udah, acara pertama makan deh. Nanti lo pingsan lagi." Rocky tersenyum geli melihat ekspresi Tinka yang berusaha menelan cokelatnya.
Tinka melotot ke arah Rocky. Cowok itu terlihat keren tapi santai. T-shirt berwarna hijau tentara dengan sablon bergambar Jeep dan celana jins belelnya bikin dia kelihatan machooooooo...
"Ready to go"" tanya Rocky.
"Ya ready laaahhhhh..."
Namanya juga malam Minggu. Macet dimana-mana, alhasil Rocky dan Tinka juga terjebak macet. Padahal baru juga lima belas menit keluar dari kompleks.
"Kayak gini kapan nyampenya" Rock, benernya kita mau kemana sih" Duhhhh, gue kok jadi laper beneran ya"" rengek Tinka malu-maluin. Tapi berhubung bukan kencan, nggak perlu jaim dong.
Rocky nyengir. Ini anak memang cuek. Tadi katanya nggak lapar, sekarang paniknya sepanik orang kebelet pipis.
"Kita mau jalan-jalan aja... gue juga belum tau sih. Gimana ntar aja, kalo udah sampe daerah Kota," jawab Rocky.
Tinka meringis. "Bisa makan dulu, nggak" Gue yang bayar dehhhhhh... kalo nunggu sampe daerah Kota gue bisa collaps. Nanti lo dimarahin nyokap gue, terus kita nggak bisa main lagi."
Rayuan Tinka yang asal membuat Rocky ketawa ngakak. Dia benar-benar geli ada cewek kelewat cuek begini, sementara semua cewek yan
g selalu berkerumun di kelasnya jaim abis. Boro-boro minta diajak makan. Ditawari permen sebutir aja, mendadak sesama rival jadi kompak, menjawab dengan
kata "diet". "Rock, bukan waktunya ngakak deh."
"HAHAHAHA..." tawa Rocky tambah keras melihat tampang Tinka yang keki.
"ROCKY!!!!!!!" "Iya, iya. Tuh, tuh, ada warung tenda. Di situ aja, ya"" Rocky menepikan mobilnya di depan warung pecel lele yang ada di dekat situ. Tinka langsung sumringah. Gila, kenapa keroncongan pas saat-saat begini sih" Bikin malu
aja. "Bang, pecel lelenya dua. Nggak pake lama," pesan Tinka.
Si abang mencemplungkan dua lele ke penggorengan superbesar. Saking apinya juga besar, matangnya cepat banget.
"Minum apa"" tanya abang itu sambil meletakkan dua porsi pecel lele di depan Tinka dan Rocky.
"Es jeruk, Bang."
"Nggak ada, Non."
"Jus alpukat""
"Apalagi itu, Non... emang nggak jual."
"Es teh manis deh," putus Tinka kesal.
"Wah, Neng, gula sama esnya lagi habis," jawab si abang ngeselin.
"Bang, jadi adanya apaan"" Tinka bingung campur sebal.
"Teh pahit sama air putih."
"Yeeeeeee... cuma ada itu kenapa nawarin mesen mau minum apa"" sungut Tinka.
"Biar gaya aja," jawab si abang cuek.
"Ya udah, air putih aja," ujar Tinka.
"Saya juga sama," sahut Rocky.
Si abang pergi mencomot dua gelas dan mengisinya dengan air putih hangat. Lagi-lagi Rocky ngakak geli. Matanya sampai berair saking semangatnya tertawa.
Tinka baru sadar kalau dari tadi Rocky gampang banget tertawa, senyum, meledek, jail. Padahal di sekolah, omong aja susaaaaaaah banget.
"Eh, Rocky jangan ketawa melulu, ya. Lagian dari tadi lo gampang banget ketawa. Udah gitu ternyata lo jail juga, ya" Gimana sih" Gue curiga, jangan-jangan lo mengidap split personality lagi. Masa di sekolah beda banget sih"!" semprot Tinka.
Rocky berusaha menghentikan tawa. Ia menyeruput air putihnya.
"Tinka, ada satu hal yang gue nggak ngerti juga. Baru kali ini gue bisa berakrab ria sama cewek sampe selepas ini. Gue punya kelemahan sama cewek. Gue paling nggak bisa dirayu-rayu, dimanja-manjain... pokoknya yang gitu-gitu deh. Gue langsung gugup, nervous. Gue kayaknya punya masalah sama kepercayaan diri gue, selalu nggak pede. Sebenernya dulu sama cowok juga, tapi lama-kelamaan gue bisa juga gampang akrab sama cowok. Karena obrolan gue nyambung," jelas Rocky panjang-lebar. Ia menarik napas panjang, siap-siap melanjutkan ceritanya.
Tinka menatap Rocky sambil mendengarkan dengan serius. Tinka itu bisa sangat serius pada saat-saat dibutuhkan.
"Terus, seumur hidup gue, baru sekali gue punya cewek. Itu pun hasil dijodohin temen gue."
Tinka terkesiap. "Sekarang masih""
Rocky menggeleng. "Nggak. Orang cuma bertahan satu bulan. Dia emang cantik, anggun, dan lain-lain deh. Tapi gue nggak nyambung. Dia juga nggak pernah bisa memulai obrolan yang nyambung. Abis sebulan itu buat diem-dieman. Ih, nggak enak banget. Apalagi kalo udah gitu penyakit nervous gue kambuh. Terus gue kapok deh. Nah, sama lo beda. Gue bisa ngobrol nyambung... eh ehm... dalam artian bukannya.... bukannya-" tiba-tiba Rocky kumat.
"Iya, gue ngerti. Gue juga nggak ge-eran kok," sambar Tinka cepat.
Rocky tampak lega. "Ya gitu deh, maksud gue kayaknya gue akrab sama lo, asyik banget. Biarpun baru sebentar, tapi gue ngerasa banget punya temen," lanjut Rocky.
Tinka mengangkat bahu. "Nyantai aja lagi, Rock. Gue emang terkenal asyik kok. Hehehe..." katanya sambil cengengesan.
"Fiuuuuuh... bagus deh," kata Rocky lega sambil beranjak dan merogoh uang dari kantongnya untuk membayar pecel lele.
"Nih, Bang." Abang nyentrik tadi menerima uang Rocky. dengan gaya sok pelayan restoran berkelas, dia membungkukkan badan. "Terima kasih, kembali lagi ya... " katanya norak.
"Iya, nanti kalo Abang udah bisa bikin es jeruk," sahut Tinka, masih keki sama insiden minuman tadi.
Rocky menghidupkan mesin mobilnya. Arus lalu lintas tampak mulai merayap. Lumayan daripada tadi. "Ka, seru-seruan yuk""
"Ngapain" Ngerampok bank" Seru tuh... lagi bokek nih. Hehehe..." "Seru-seruan.... naik Busway
yuk"" usul Rocky.
"Kemana"" "Muter-muter aja, nggak usah turun. Lumayan kan jalan-jalan di Jakarta di malam hari tanpa macet."
"Mobilnya""
Miss Cupid Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Parkir aja di Ratu Plaza. Yuk"" ajak Rocky semangat.
Tinka menimbang-nimbang. Sebenarnya memang hal-hal seperti inilah yang pengen banget dia lakukan bareng teman-temannya. Naik Busway, naik KRL sampe Bogor, ke Taman Mini. Pokoknya hal-hal yang fun dan nggak biasa. Maya sama Rio" Mana mau mereka panas-panasan. Tinka jadi ikut antusias dengan usul Rocky.
"Yuk!" Rocky membelokkan mobilnya ke arah pelataran Ratu Plaza. Dikuncinya setir mobil biar aman.
"Rock, kita titip satpam aja. Biar lebih tenang di jalan. Gimana""
"Emang bisa""
"Bisaaaaaa..." jawab Tinka sambil menghampiri seorang satpam berkumis tebal yang sedang duduk-duduk di posnya.
"Permisi, Pak," sapa Tinka. Bapak tadi mendongak. "Begini Pak, teman saya ini baru datang dari Amerika, tau kan, Pak, Amerika" Nah, dia ini pengen banget ngerasain naik Busway. Bule kan juga ada yang udiknya. Isn't it right, my friend"" kata Tinka sambil mengedipkan sebelah mata pada Rocky, untung dia cepat tanggap dan langsung pura-pura nggak bisa ngomong bahasa Indonesia.
"Oh yes, sir. Can you help us""
Si Bapak bengong nggak ngerti. "Apa, Non""
"Iya, Pak, jadi kita mau titip mobil disini. Tolong jagain ya, Pak" Saya mau nganter dia berpariwisata keliling Jakarta. Bapak juga ikut membantu lho..." Tinka menyelipkan selembar sepuluh ribuan ke tangan satpam itu.
"Wah! Siap, Non.... saya bangga ikut memajukan pariwisata Indonesia. Puas-puasin aja, Non, kendaraannya akan saya awasi dengan tekad membangun bangsa dan meningkatkan keamanan." Pak satpam menjawab semangat sampai-sampai kumisnya bergetar. Mungkin dia terharu ikut membantu turis mancanegara. Hehehe.
"Makasih ya, Pak," jawab Rocky refleks.
"Lho, Non" Itu barusan bisa bilang makasih""
Tinka menginjak kaki Rocky. "Eh... itu doang bisanya. Baru belajar tadi. Ya, kan"" tatap Tinka sambil memberi kode pada Rocky.
"Oh... makasih ya, Pak," ulang Rocky sok bego.
"Tuh kan, cuma bisa itu doang. Itu juga dapet ngafalin tadi, Pak, khusus buat Bapak." Tinka harap-harap cemas. Tapi ternyata satpam yang satu ini memang rada tulalit. Dia jadi semakin bangga karena berpikir "si bule" benar-benar berusaha belajar satu baris kalimat bahasa Indonesia cuma demi dia.
"Wahhhh... tengkyuperimach. Bapak terharu, Non. Bapak bangga melihat kegigihan Non yang juga semangat memajukan pariwisata kita. Non memang anak muda yang bertanggung jawab," pujinya berlebihan.
Tinka meringis. Rocky cuma bisa menahan tawa dan berusaha memasang ekspresi lempeng pura-pura ngerti.
"Oke, Pak, kita cabut dulu, ya. Daaaahhh.." Sebelum Tinka terharu dan ikutan meneteskan air mata, mereka buru-buru pamitan. Dengan gagahnya satpam tadi melambaikan tangan seolah-olah Tinka mau berlaga di medan perang.
Ponsel Tinka berbunyi. "Halo"" "Tinka, gue nih. Maya," kata suara di ujung sana.
Tinka buru-buru memberi isyarat pada Rocky untuk menunggu. Dia bergegas lari ke dekat tiang listrik agak jauh dari Rocky.
"Kenapa, May""
"Lo dimana" Susulin kita gih, kita lagi di PS nih. Mau nonton..."
"Nggak bisa. Gue lagi jalan."
"Lho" Sama siapa, Ka" Kok nggak ngajak gue sama Rio"" rajuk Maya.
"Sama Rocky." "APAAAAAAAAAA""!" jerit Maya melengking. Kuping Tinka langsung berdenging-denging.
"Hus! Jangan kenceng-kenceng. Dia ngajakin gue jalan. Katanya menikmati kejombloan, ya gue mau aja. Lagian kan ini ada untungnya untuk misi lho. Ya nggak""
Maya terdiam sesaat. "Nggg... iya sih. EITS! Tapi lo nggak lagi PDKT juga, kan" Hayo!"
"Ih! Kok jadi curigation gitu sama gue. Udah doong... ntar gue telepon lagi deh. Si Rocky ngeliatin gue melulu nih... ntar dia curiga."
Rocky menatap Tinka dengan pandangan sedikit menyelidik. Tinka jadi makin nggak enak. Jangan-jangan obrolan mereka terdengar. Atau jangan-jangan dia dengar Maya jerit-jerit. Tinka melambai pada Rocky sambil memberi kode "sebentar lagi".
"Eh, Tinka, Tinka, bentar. Pertanyaan terakhir," serbu Maya sebelum
Tinka memutuskan hubungan telepon mereka. "Lo berdua pada mau kemana" Dinner ya"" cecarnya, masih curiga.
"Keliling kota naik Busway!"
"HAH"" "Daaaaaahhhhh... "
KLIK. "Sorry ya..." dengan tampang se-innocent mungkin Tinka nyengir minta maaf. Tapi Rocky santai-santai aja tuh, dia sama sekali nggak terlihat kesal.
"Kecengan""
Dengan gerakan supercepat Tinka menggeleng-geleng kencang saking paniknya. "Nggak. Bukan, bukan..." jawabnya grogi.
"Abis kayaknya panik banget, langsung melesat gitu. Pake acara sembunyi, lagi," selidik Rocky jail. Niat jailnya makin besar karena wajah panik Tinka yang langsung merah padam. Bingung mau jawab apa. "Ya, ya, gue nggak nanya lagi dehhhh. Ntar busnya lewat. Sia-sia kan penyamaran kita tadi."
"Rese. Tadi Maya, tau!" jawab Tinka manyun.
Rocky mengerutkan dahi dan berpikir. "Maya... Maya... Oooo, gue tau. Temen lo yang feminin berat itu"" cerocos Rocky.
Tinka menarik napas diam-diam, Maya memang beruntung banget. Semua cowok tahu dia. Rocky yang katanya grogian dan nggak gampang akrab ini saja bisa ingat dia. Ada sedikit perasaan iri berdesir dalam diri Tinka. Cepat-cepat dia mengembalikan mood-nya.
"Gimana sih" Kan temen sekelas juga, masa pake ngira-ngira gitu. Emang lo belum kenal"" ucap Tinka sok ceria.
"Kayaknya temen cewek sekelas yang gue tau, maksudnya gue kenal, cuma lo sama yang di bangku sekitar gue deh. Itu juga kenal gitu-gitu aja. Trus yang lain-lain itu kan fans gue, jadi mereka yang memperkenalkan diri, gue mana inget sih... hehehe..."
"Idihhhhhhhh... ge-er banget." Tinka menepuk punggung Rocky. Kok jadi bisa bercanda begini sih"
"Iyaaaa... aduh, aduh... tuh, tuh busnya, tuhhh. Yuk, yuk." Mereka melompat masuk ke bus jingga bertuliskan TransJakarta.
"JADI kamu kemana aja tadi malem" Kok pulangnya kucel banget"" tanya mama pagi itu. Tangannya sibuk mengaduk nasi goreng di wajan. Mama memang jago masak, masakan buatan mama semuanya enak. Wangi nasi
goreng tercium kemana-mana. Dika menunggu dengan bibir ditekuk. Mama jadi rada lama masaknya gara-gara ngobrol sama Tinka. Padahal perut Dika sudah berkukuruyuk lebih pagi daripada ayam jantan tetangga yang berisiknya minta ampun.
"Muter-muter Jakarta. Naik Busway," jawab Tinka. Ia ikut membantu mengiris-iris telur dadar yang sudah matang untuk ditaburkan ke atas nasi goreng.
"Dasar kurang kerjaan. Trus mobil raksasanya si Rocky ditaruh di mana""
"Di Ratu Plaza." Tiba-tiba Tinka teringat kejadian lucu setelah mereka selesai naik Busway tadi malam. "Eh, Ma, lucu deh tadi malem. Pak satpam yang aku titipin mobil kocak banget."
Lalu Tinka menceritakan soal pertemuan mereka dan tingkah lucu Pak satpam yang bangga karena ikut memajukan pariwisata itu. "Trus, Ma... pas kita pulang, kan Ratu Plaza-nya dah tutup, jadi tinggal yang jaga secure parking doang. Nah, tau nggak, Ma" Ternyata bapak itu masih nungguin kita di depan mobil Rocky. Pas aku tanya kenapa masih disitu, tau nggak jawabnya apa""
Tinka menarik napas sebentar. "Saya sebagai seorang yang mendapat kepercayaan menjaga keamanan kendaraan turis harus bertanggung jawab. Demi nama Indonesia, demi bangsa kita, Non. Merdeka!!! Saya akan berusaha!" lanjut Tinka sambil menirukan suara bapak-bapak dan mengacung-acungkan mentimun utuh. Soalnya tadi malam si bapak mengacung-acungkan tongkat satpamnya.
"Jail kamu. Kan kasian," protes mama.
"Tuh... liat kan, Ma" Tinka tuh emang berjiwa kriminal," timpal Dika serasa dapat kesempatan meledek Tinka. Sekalian mengingkatkan kalau dia ada disitu. Lagian tadi malam juga dia jalan sama pacarnya, kok nggak ditanya sama sekali"
"Kriminal, kriminal! Emang yang minjemin lo mobil buat kencan sama si cewek bensin itu siapa, hah" Liat aja lo, kalo gue berjiwa kriminal, gue bikin cewek lo dorong mobil. Biar tambah manyun tuh bibirnya."
"Ampun, ampuuuuuunn... kalo soal mobil, ampun deh. Damai, damai. Okeh"" Dia mengacungkan tanda peace dengan jarinya.
Mama geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Tak terasa anak-anaknya sudah besar. Sudah punya pacar, nyetir mobil sendiri, kalo b
ertengkar bisa baikan sendiri.
KRIIIINGGGG... "Tuh, telepon tuhhh... "
"Aku aja, aku aja!" Dika melesat menuju telepon.
"Paling si cewek matre. Cewek matre, cewek matre... ke laut ajeee..."
Mama menyentil hidung Tinka.
"Tiankaaa... buat lo nihhhhhhh..." jerit Dika dari telepon yang ada di ruang tengah. Tinka berlari menghampiri. Ha-ha, pasti Dika keki berat. Kegirangan duluan, mengira ditelepon si cewek bensin.
"Halo"" "... gimana, gimana""
"Hehehehehe. Sabar, sabar, jangan jerit-jerit dong. Rambut gue yang belom kena air bisa tambah berdiri nih."
"Abis pulangnya malem banget. Langsung molor, lagi! Gue kan pengen denger langsung tadi malem. Habis nehhhh kesabaran gue, nggak bisa tidur. Cemburu... hehehe."
"Yeee... lagian gue cuma jalan-jalan naik Busway. Makan pecel lele. Udah. Yang gitu dicemburuin."
"Ada info tambahan nggak""
"Ada donggg... ternyata dia kurang pede. Terutama sama cewek. Jadi lo nggak bisa buru-buru. Nanti kalo gue bilang momennya oke, baru lo beraksi. Sekarang langkah awal, lo besok kenalan dulu sama dia. Ternyata dia tau lo kok," jelas Tinka panjang-lebar.
"Ah,yang bener, Ka" Dia tau gue" Wah.... lo emang tokcer. Nggak percuma jadi sobat lo. Mak comblang profesional sih. Kalo gitu sampe ketemu besok di sekolah, ya""
"Lo nggak mau ke rumah gue hari ini" Gue ada game baru lhooooo..."
"Nggak bisa, Ka. Nyokap gue minta dianterin belanja nih. Mana panas, lagi. Udah ya, Ka"" Maya menutup telepon.
Tinka geli sendiri. Baru kali ini Maya yang sibuk mengejar-ngejar cowok, biasanya cowok yang mati-matian mengejar Maya. Mungkin Rocky memang istimewa ya"
TING TONG. "Ka, buka pintu sekalian ya"" teriak mama ketika bel pintu berbunyi.
Dengan malas-malasan Tinka membuka pintu. Siapa sih, bertamu Minggu-Minggu gini" Begitu membuka pintu, Tinka terbelalak. Rocky berdiri di depan pintu dengan baju olahraga. Badannya berkeringat, rambutnya juga. Tanpa kacamata.
"Rocky"" "Kok kayak sinetron gitu sih reaksinya"" tanggap Rocky geli.
"Darimana lo, banjir keringet gitu" Keran rumah mati ya, trus lo disuruh nimba" Atau lo mau numpang mandi di rumah gue""
Rocky tertawa renyah. "Sialan lo. Ya abis joging laaah... daripada kayak lo, udah jam segini belum mandi."
Seketika Tinka sadar sama penampiilan ajaibnya sendiri. Piama flanel bergambar beruang, rambut acak-acakan. Ihhhhh...
"Siapa, Ka"" suara mama terdengar dari dalam.
"Rocky, Ma... abis nimba."
"Ajak masuk dong. Ajak sarapan, nasi gorengnya udah mateng nih," suara mama terdengar girang.
Mama ada-ada saja, masa mau jodoh-jodohin Tinka. Sama Rocky, lagi. Yang benar saja. Rocky memang baik, asyik, tapi bukan buat dijadiin pacar. Ini kan buat orderannya Maya. Bisnis is bisnis. Time is money. Gitu kata orang bule.
"Masuk, Rock. Lo beruntung-tung... he-he. Nyokap gue baru selesai masak. Eits, jangan-jangan lo mampir gara-gara nyium bau masakan, ya""
"Bukan. Gue dateng pagi-pagi mau mastiin..."
"Mastiin apa" Mastiin masakan nyokap gue enak apa nggak""
"Bukan." "Trus apa""
"Mastiin rambut lo kalo belom mandi tetep berdiri apa nggak," balas Rocky sambil tersenyum puas.
Tinka langsung manyun. "Sekalian aja mastiin kalo pagi burung parkit gue udah bangun apa belum."
Beberapa detik kemudian Mama nongol dari dapur membawa piring tambahan buat Rocky.
"Pagi, Tante," sapa Rocky sambil ber-high five dengan Dika. Benar-benar menantu idaman mertua. Pantas cewek-cewek itu menggila. Apalagi Maya. Tipe suami idaman nih.
"Ayo makan bareng, Rock. Mama kamu gimana""
"Baik, Tan. Mungkin nanti sore mau main ke sini," jawabnya sopan. Dia kelihatan sangat menikmati masakan mama. Mungkin juga lapar, habis dia nambah sampai dua kali. Mama sih senang, masakannya dilahap habis.
"Jangan langsung pulang ya, Rock. Tante lagi bikin puding. Sekalian aja nanti bawa buat di rumah. Tunggu dulu, ya"" Mama berkata sambil siap-siap membereskan piring di meja. Dika sudah menghilang dari tadi. Dandan buat jalan-jalan sama ceweknya.
"Tan, biar aku bantuin." Rocky merapikan piring-piring di depannya. Mam
a makin sumringah. Kalau cewek-cewek itu tahu, bisa histeris mereka. Maya mungkin boleh dikasih tahu, dia kan klien Tinka sekarang. Jadi info sedetail apapun harus diinformasikan dengan tepat, hehehe.
"Sudah, Rock, taruh aja di situ. Ngobrol-ngobrol aja sama Tinka dulu." Mama mengedipkan sebelah mata. Tinka melotot ke arah mama.
"Ke atas aja yuk. Gue ada game baru."
Rocky menguntit langkah Tinka yang dengan cueknya masih tetap dengan setelan belum mandinya.
"Duduk, Rock. Gue ambil camilan dulu ye, biar asyik."
Rocky selonjor di karpet ruang tengah lantai dua. Tangannya membolak-balik majalah musik yang berserakan sambil menunggu Tinka datang membawa makanan kecil dan siap bertarung game baru di Play Station.
"Kamu dari mana, jogingnya lama amat" Nyampe Ancol, ya"" Mami Rocky sedang sibuk menyiram bunga. Akhir-akhir ini maminya lagi tergila-gila berkebun. Halaman kecil di depan rumahnya sudah ramai dengan
berbagai macam bunga sampai pohon palem mini. Belum lagi kolam kecil dan air terjunnya. Kadang-kadang Rocky juga dapat tugas mengurus peliharaan maminya itu. Papi yang enak. Berhubung dia masih ada di Amrik, jadi bebas tugas. Beruntung kalau dia datang, hobi berkebun mami sudah habis masa periodenya.
"Dari rumah Tinka. Abis joging kan lewat, ya Rocky mampir, Mi." Diteguknya segelas besar sirup di meja teras. Tenggorokannya terasa kering banget. Dia jalan kaki dari rumah Tinka.
"Eh, punya Mami tuh," omel mami. "Oh iya, Sandy sama Ray udah nunggu kamu tuh. Kamu ngundang mereka ke sini, kan" Kasian lho, sampe nyasar-nyasar. Ponsel kamu mana sih" Katanya ditelepon nggak bisa."
"Hah" Oh iya. Rocky lupa, Mi. Ponselnya ada di kamar, dimatiin. Lagian joging masa bawa ponsel, kan ribet, Mi. Di mana itu makhluk dua""
"Di kamar kamu. Udah dari tadi lho."
Rocky baru ingat kalau dia mengundang Sandy dan Ray main ke rumahnya. Pasti duo edan itu lagi siap-siap ngamuk. Rocky bergegas berlari menuju kamarnya. Sandy dan Ray terlihat asyik duduk di teras belakang bersama anjing Labrador-nya, Kimba. Kamar Rocky memang langsung tembus ke halaman belakang. Paling asyik buat nongkrong.
"Hi, guys," sapa Rocky disambut timpukan berbagai benda melayang. Mulai dari kaos kaki yang belum dicuci, kain lap jendela, termasuk kaos singlet-nya, ikut beterbangan.
"Dasar monyet buncit! Kita nyasar dua jam, tau! Lagian lo kemana sih" Tadi malem ditelepon ponsel mati, gue kan mau mastiin alamat lo. Udah gitu tadi kita udah jalan, kita telepon lagi nggak bisa juga. Ngerjain orang! Ampir pingsan aja gitu gue...!" Sandy merepet persis petasan cina.
Ray manggut-manggut setuju. Ray orang yang paling nggak bisa ngomel panjang-lebar. Perbendaharaan katanya buat ngomel terlalu sedikit, lebih banyak buat merayu cewek. Tipe cowok gombal sejati yang kalimat "ya dong, Sayang", "kamu udah makan belum""-nya fasih banget.
"Ampun, Bossss... tadi gue abis joging. Mampir ke rumah Tinka. Noh, di ujung jalan belokan pertama. Tadi malem gue abis jadi turis juga sama si Tinka. HP gue dimatiin. Takut kecopetan. Di Busway kan..."
"Weits, weits..." potong Sandy. "Lo abis nge-date sama Tinka si mak comblang" Miss Cupid itu" Tadi lo kunjungan ke mertua" Wahhhh... ternyata ya."
"Hah" Yang bener"" akhirnya Ray gatal buka mulut. Tapi tangannya tetap melempar makanan ke mulut Kimba si labrador raksasa. Kalau diliat-liat jadi mirip ikan paus raksasa dan pelatihnya.
"Gosip banget lo, kayak cewek," semprot Rocky. "Gue bukan nge-date, tau. Orang gue jalan-jalan dalam rangka jomblo. Penyakit grogi gue belum sembuh kok. Eh, tapi tadi lo panggil Tinka apa""
"Mak comblang," jawab Sandy.
"Miss Cupid," Ray ikutan menjawab. "Kenapa, jangan-jangan lo nggak tau"" sambung Ray.
"Tau apa" Nah, kalian berdua udah pernah cerita belum"" Rocky mulai nggak sabar.
Bahunya ditepuk-tepuk Sandy dan Ray bersamaan. Yang satu kanan yang satu kiri. Dengan muka sok serius Sandy menjelaskan, "Rocky my friend, satu sekolaan juga tau kalosi Tinka nan manis dan mungil itu mak comblang paling tenar en tokcer alias manjur bin mujarab. Banyak couple di sekola
h kita jadian berkat jasa si Tinka. Eh, jangan-jangan lo salah satu korbannya"" alis Sandy naik menatap Rocky.
"Bisa juga tu,. Dia kan lagi banyak fans," Ray setuju.
"Ntar, ntar, maksud lo Tinka lagi berusaha ngejodohin gue sama seseorang,
gitu"" Sandy dan Ray mengangguk berbarengan.
"Bisa aja. Dulu yang minta kenalan siapa"" selidik Ray.
"Emmm, dia. Tapi itu juga gara-gara gue duduk di bangkunya dan dia ngusir gue. Lagian waktu itu gue belum punya fans... you know..." Rocky memberi isyarat menunjuk kacamatanya.
Sandy mengusap-usap dagunya yang mulus, tanpa ada setitik bulu pun yang niat tumbuh. Maksudnya biar mirip detektif. "Trus, kok lo tiba-tiba
akrab"" "Soalnya gue tetanggaan, trusss nyokep kite bedue temen lame. Sobet, maleh," jawab Rocky rese.
Tapi Sandy dan Ray sama sekali tidak merasa terganggu. Alias sama sekali nggak ngeh kalau Rocky sedang bercanda. Mereka malah berpandang-pandangan ala bapak-bapak di sinetron waktu menyelidiki anak-anaknya.
"Dia ngenalin lo sama seseorang nggak"" tanya Sandy lagi.
"Nggak tuh, kenalan gue masih itu-itu aja. Belum ada perkembangan. Lo lagi, lo lagi. Emangnya kenapa sih" Kok nanyanya jadi kayak detektif gitu""
"Oh, jelas. Ini perlu diselidiki. Tapi, berarti lo nggak perlu terlalu khawatir dulu, Man... tanda-tanda lo adalah belum ada korban. Kayaknya Tinka beneran nggak ada niat apa-apa, alias akrab sama lo cuma gara-gara faktor tetanggaan. Pastinya dia ngajak lo kenalan jelas cuma gara-gara lo duduk di bangkunya. Atau jangan-jangan dia naksir lo, Man""
BUGH!!!! Bantal berbentuk bola football yang keras mendarat di jidat Sandy.
"Dasar asal! Omong-omong, kok lo nyebut gue korban sih""
"Soalnya, My bro, kita para cowok ini korbannya. Rata-rata klien Tinka itu cewek. Kita apaan coba, kalo bukan korban"" jelas Sandy dengan tampang dakwah.
"Alaaaaahhh... lo sih rela aja kalo jadi korban ginian. Sok jadi korban, kalo ada yang mau langsung nyosor," ledek Ray. Dia beranjak dari kursi teras dan berjalan masuk kamar Rocky. Ditinjunya pelan lengan Rocky. "Cuekin aja si Sandy. Dia cuma sirik doang, kalo Tinka bisa nolong lo sembuh dari masalah PD lo itu. Buktinya lo baik-baik aja jalan sama dia. Pake nge-date di Busway lagi, persis orang udik. Hahaha!"
"Sialan lo!" Rocky melempar tulang-tulangan karet pada Kimba. Anjing hitam itu melompat lincah dengan badan besarnya. Rocky mengambil kaleng kecil dari lemari belajar.
"Apaan tuh""
"Makanan burung. Parkit gue belum makan. Kalo sampe mati, bisa abis gue disidang Tinka."
Rocky berjalan ke luar dan menuju kandang burung yang lumayan besar. Yang punya rumah ini sebelumnya sangat suka burung. Waktu pindah ia menjual semua burung koleksinya. Tinggallah kandang burung raksasa di halaman rumah Rocky. Dulunya kandang itu diisi burung-burung sejenis makaw, rangkong, nuri, dan burung-burung mahal sejenis.
Sandy dan Ray yang penasaran mengintil dari belakang.
"Mana burungnya"" Ray celingukan mencari burung di dalam kandang besar itu.
"Tuh, cuma dua kok."
Setelah merem-melek berusaha menemukan burung parkit Rocky, Sandy akhirnya menemukan tempat dua burung lucu itu bersembunyi.
"Gila! Gue pikir soal parkit yang bikin geger fans lo itu boongan."
" You're in love, Man..." ucap Ray.
"Udahah. Asal aja lo ngomong. Gue baru deket sama Tinka beberapa hari ini, tau!"
"Tapi udah dikasih burung, makan malem, dan jalan-jalan bareng. Pernah denger pepatah love at first sight nggak lo"" cerocos Sandy.
"Jangan mulai ya. Dia anaknya emang asyik kok," bela Rocky.
Ray dan Sandy berpandangan dan tertawa terbahak-bahak. Dasar polos.
"Pokoknya good luck deh..." kata mereka lagi di sela-sela tawanya. Rocky langsung cemberut dan melempar diktat ke arah mereka.
"Jangan ngetawain gue terus lo. Urus tuh cewek-cewek yang suka dateng ke kelas, lo berdua pada naksir, kan" Kok belom ada yang nyangkut sih"" tantang Rocky.
"Cewek-cewek itu kan lagi pada sibuk sama superman-nya. Iya kan, Rocky Kent"" Sandy dan Ray ngakak bareng.
"Kaliaaaaaaannnnnnnn..." dengan sigap Rocky men-smack do
wn kedua temannya. Mereka bertiga pun berguling-guling di lantai.
Dear diary, Rocky ternyata asyik orangnya. Tadi malem kan kita jalan-jalan. Ngerjain satpam! Hehehe! Terus keliling naik Busway!!! Seru deh! Gue enjoy sih, tugas gue juga jadi rada enteng! O iya, tadi Rocky malah main ke sini. Mama yang kegirangan. Huh, kan jadi malu.
Tapi Maya jadi curigaan. Dikit-dikit ngecek. Ngebet banget dia. Hhhh... mana besok gue musti ngenalin dia ke Rocky, lagi. Mencurigakan nggak, ya" Ya sutra... nanti crita-crita lagi.
Bye diary. Tinka asyik mencorat-coret diary-nya. Hari Minggu gini bingung mau ngapain. Rocky pulang, katanya gerah pengen mandi. Padahal tadi mainnya lagi seru. Mau pergi juga nanggung, apalagi ngerjain PR. Hehehe.
Lagi asyik bengong mama mengetuk pintu kamarnya. "Ka""
"Masuk, Ma." Buru-buru Tinka melempar diary kesayangannya ke bawah ranjang.
"Lagi ngapain, Sayang"" tanya mama sambil menyingkap gorden kotak-kotak biru di jendela. Cahaya matahari sore menyusup masuk.
"Justru itu, aku juga bingung mau ngapain. Sejauh ini sih aku lagi ngelamun. Cari inspirasi."
"Wah, kebetulan dong. Mama ada misi buat kamu."
Tinka langsung bingung dan mendadak pucat. "Mama mau dicomblangin" Aku nggak mau! Masa Mama mau ninggalin Papa," sungutnya marah.
Mama tersenyum geli. Mentang-mentang mak comblang, denger kata misi langsung jodoh aja pikirannya. "Hus! Asal kamu!"
"Atau buat temen Mama" Wah, jadi Mama menyebarluaskan reputasiku di kalangan ibu-ibu" Aku nggak bisa ah, Ma... klienku khusus remaja, nggak terima ibu-ibu atau bapak-bapak," cerocos Tinka panik.
Mama malah cekikikan geli. "Lagian, siapa bilang ada ibu-ibu yang mau dicomblangin""
"Tadi katanya... "
"Iya, misi nganterin puding karamel ini dengan selamat ke rumah Tante Tria. Rocky tadi kelupaan. Nanti Mama kasih jatah pudingnya banyak deh buat kamu," mama menatap Tinka minta persetujuan.
"Naik apaan, Ma" Panas gini, si Kuning dibawa Dika nganterin si cewek bensin."
"Jalan aja. Deket, kan" Biasa juga Rocky kesini jalan kaki," usul mama penuh harap.
"Haaaaaahhhh""" Mama tega banget sih""
"Ayo dong, Sayang, Mama upahin dehhhh..." Mama memohon.
Tinka mengesah sambil memasang tampang malas-malasan. "Bener nih" Oke deh, tapi upahnya terserah aku ya" Aku putusin nanti pas capeknya udah kerasa," ujar Tinka sambil cengengesan, jailnya kumat. "Aku ganti baju dulu deh, kali aja di jalan ada cowok ganteng yang nyangkut. Biar Mama nggak panik terus mikirin aku nggak punya pacar," sindirnya sambil berjalan ke lemari pakaian.
"Ih, kamu seleranya abang becak ya" Masa nyari yang nyantol di jalanan"" balas mama.
Tinka mencibir. "Mama jangan gitu... siapa tau lho, Ma, sore ini Robert Pattinson lagi iseng muter-muter kompleks kita sambil joging memperbesar betis, hehehe. Aku jalan dulu ya, Ma... doain anakmu ini, semoga selamat di medan perang. Hehehe."
"Ati-ati. Awas kalo pudingnya gompal."
Tinka menenteng bungkusan plastik berisi puding. Hari ini benar-benar panas, matahari dengan lantang memancarkan sinarnya. Baru jalan sekitar sepuluh meter, T-shirt putih Tinka sudah banjir keringat, rasanya kayak dipanggang di oven (kayak yang udah pernah nyoba dipanggang di oven aja). Rumah Rocky kira-kira lima ratus meter dari rumah Tinka, sebenarnya lumayan jauh juga. Tapi naik becak juga tanggung, mana abang becak di kompleks genit semua. Hiii... mendingan kepanasan jalan kaki daripada digodain tukang becak. Tinka mengusap keringat di dahinya.Tenggorokannya sudah mulai kering kehausan.
"Mbak Tin, teh botol dooooongg..." Tinka berhenti di warung kenalannya. Lidahnya melet-melet kepanasan sementara tangannya mengipas-ngipas kegerahan. Sebotol minuman dingin pasti langsung segaaaarrr...
"Lho, mau kemana toh, Neng Tinka" Kok jalan kaki siang-siang"" tanya Mbak Tin dengan logat Jawa medok sambil menyerahkan botol minuman. "Lagi program diet ya" Bener tuh, Neng, katanya bisa membakar kalori. Tapi ndak takut jadi item"" cerocosnya.
"Glek...glekkk... mmm... ennak ajah. Mbak Tin nggak liat nih, saya pake sendal jepit, muka ditek
uk sepuluh" Mana ada olahraga pake sendal jepit" Ke pasar iya."
"Abis mau kemana toh"" tanyanya masih penasaran.
"Disuruh Mama kesono noh, rumah ujung. Tetangga baru, mana bawa puding berat nan rapuh ini, lagi. Aduuuuuuuhhhhhh... panassssssssss." Tinka mencomot sebotol lagi. Rasanya dia sanggup minum langsung satu kerat. Ini juga gara-gara Dika, awas aja kalau pulang nanti. Tinka mau suruh dia jalan mondar-mandir biar capeknya sama. Diteguknya botol kedua dengan sekali teguk. GLEK.
"Wah... ke rumahnya Mas Rocky, ya"" tiba-tiba Mbak Tin antusias. Sampe-sampe konde raksasanya lepas saking hebatnya gerakan nongol dari pintu warungnya. Tinka suka heran, Mbak Tin ini masih lumayan muda-tiga puluhan deh, tapi tiap hari pakai kondeeeee melulu. Konde raksasa pula, kayaknya beraaaaaaat banget. Kadang-kadang Tinka suka ikut pegel
lihat Mbak Tin dengan semangat empat lima bersama konde di kepalanya setiap hari. Mbak Tin pasti menang kalau ada olimpiade angkat konde, hehehe. Terus, kok sempet-sempetnya dia kondean tiap hari. Sementara jam setengah enam pagi warungnya udah buka. Jadi, bayangin jam berapa dia harus bangun, mandi, dandan, terus pake konde.
"Emangnya si Mbak kenal""
"Ya ndak sih, Neng... tapi Mbak Tin tau. Lha wong cowok guanteng gitu. Yo cepet tenarnya. Omong-omong, Neng Tinka" Hayoooo, mau kencan, ya""" Waduh, selamat ya, Neng, padahal Mbak Tin juga kesengem lho," kata Mbak Tin semangat banget mengguncang-guncang bahu Tinka heboh.
"Ih, asal! Saya ini disuruh nganter puding sama Mama. Mana ada sih, Mbak, orang nge-date ceweknya jalan kaki sampe banjir keringet kayak abis kecebur empang" Harusnya cowoknya yang jemput, kali," sungut Tinka sambil terus menyeka keringatnya yang bercucuran. Untung rumah Rocky tinggal kira-kira seratus meter lagi. Kalo lebih jauh, Tinka bisa pulang naik ambulans. Kakinya serasa sebesar talas Bogor. Apa yang lebih sadis daripada jalan kaki siang bolong di Jakarta" Belum lagi kalau nanti tiba-tiba Rocky betul-betul ge-er. Tidaaaaaaakkkkk...
"Wah, jadi Rocky belum punya pacar dong"" Mendadak Mbak Tin kegirangan.
"Mana tau!" "Naaaaaahhh... gimana kalo si Mbak aja yang nganter pudingnya ke rumah Mas Rocky"" usul Mbak Tin. Tampangnya ngotot banget, penuh harap.
"Trus aku""
"Neng Tinka tolong jagain warung saya sebentar. Gimana""
Tinka melotot. Dasar centil. "Ihhh... nggak mau ah. Lagian tinggal deket, ntar saya salamin aja deh ke Mas Rocky, ya"" Tinka membayar minumannya dan buru-buru ngeloyor pergi sebelum Mbak Tin lebih maksa lagi. Hihihi, lucu juga si Rocky punya fans. Mbak Tin, lagi. Dia kan terkenal suka mengejar-ngejar cowok kompleks. Dulu Obiet, sepupu Tinka yang datang dari Jogja juga kena dikejar-kejar Mbak Tin. Malah waktu Obiet mau pulang ke Jogja, entah tau dari mana, Mbak Tin datang ke rumah khusus buat ngasih segudang oleh-oleh buat Obiet. Pastinya semua oleh-oleh itu barang dari warungnya. Mulai dari kerupuk kanji, air mineral, biskuit, pokoknya banyak. Karena nggak enak, terpaksa Obiet bawa. Jadilah Obiet mirip orang mudik Lebaran.
"Bener ya, Neeeeenggg... salam buat Mas Rocky. Dari Zus Tiiiiiiinnnnnnn... " jerit Mbak Tin dari kejauhan. Tinka kabur sambil mengangguk kencang-kencang dan terus cekikikan.
Rumah Rocky besar dan artistik. Tipikal rumah zaman sekarang, bergaya minimalis dengan kombinasi tembok dan kayu. Di halamannya terdapat taman bunga yang tertata rapi dan rindang oleh pohon-pohon hias. Asri. Tinka jadi ingat angan-angannya yang ingin punya rumah bergaya modern seperti itu. Ditekannya bel yang terpasang di tembok garasi. Tak lama keluar seorang lelaki setengah baya, pembantu Rocky.
"Cari siapa, Neng"" tanyanya sopan.
"Emmm... Rocky-nya ada, Mang"" Tinka masih sibuk kipas-kipas dengan telapak tangannya. Rasanya panas hari itu belum habis-habis. Wajah Tinka sudah merah padam.
"Masuk, Neng. Den Rocky-nya ada di dalem."
"Tante Tria"" tanya Tinka agar ia tidak terkesan datang mencari Rocky.
"Ibu ada, Neng. Sedang di ruang tamu, nonton TV." Lelaki itu membukakan pintu pagar. Kimba berlari-lari keluar menghampiri Tinka sa
mbil menggoyang-goyangkan ekor penuh semangat. Kalau diperhatikan, Kimba agak-agak mirip Rocky. mungkin benar ya kata orang, binatang peliharaan cenderung mirip tuannya. Tinka masuk lewat pintu depan rumah Rocky.
Makin ke dalam rumah Rocky terlihat semakin indah. Tante Tria memang berjiwa seni. Patung-patung kayu dan hiasan-hiasan etnis dan unik tertata rapi di sekitar teras yang sejuk. Saat memasuki ruang depan, terpajang foto keluarga berukuran besar. Disitu Rocky masih kecil, mukanya lucu banget. Di sampingnya ada foto Rocky yang dipigura, sedang berdiri gagah di samping Jeep Willis yang penuh lumpur. Sepertinya habis offioad. Lalu ada foto cewek berambut panjang yang cantik. Mungkin adik atau kakak Rocky.
"Sore, Tante... " Tinka menyapa canggung. Tante Tria sedang asyik duduk di depan TV.
"Eh... Tinka. Sini, sini, masuk. Duuuhhh... tumben. Naik apa"" Tante Tria menepuk-nepuk sofa mengajak Tinka duduk di sebelahnya.
"Jalan kaki, Tan," jawab Tinka sambil meringis. Andai Tante tau perjuanganku sampai sini, kata Tinka dalam hati sambil tetap tersenyum manis.
"Hah" Panas-panas begini" Aduh. Pasti haus, ya" Mau minum apa""
"Nggak usah, Tan, aku baru aja mampir ke warung Mbak Tin. Ini, Mama titip puding karamel. Dijamin mulus deh, Tan, tadi aku jalannya pelan-pelan ala peragawati."
"Aduhhhh.. repot-repot. Makasih ya, Sayang. Oh, itu Rocky di kamar, ke sana aja. Kamar Rocky tembus ke belakang kok."
"Eh, anu, aku mau langsung pulang kok, Tante," tolak Tinka halus. Mengetuk kamar Rocky" Ya ampun!
"Lho, jangan gitu dong. Masa nggak ketemu Rocky dulu," rayu Tante Tria.
Tinka yang tadinya mau pamit, dengan malas-malasan berjalan ke kamar Rocky. Bisa gawat kalau Rocky sampai ge-er. Diketuknya pintu kayu kamar Rocky.
"Masuuuuuuuukkkk... " terdengar jawaban dari dalam kamar.
"Hai, Rock." "Tinka"" Rocky yang sedang berguling-guling di kasur langsung bangun.
"Cieeeeeeehhhh... baru juga bentar. Udah kangen ya, sampe disusulin ke rumah"" suara Sandy tiba-tiba terdengar di balik pintu, lalu dia masuk disusul Ray di belakangnya.
"Heh! Kutu kembar, pada ngapain di sini"" Tinka ikutan kaget, serasa tertangkap basah.
"Masuk, Ka, masuk." Rocky melempar "barang-barang cowok" yang berserakan di kasur.
Nggak perlu lama-lama bercanggung ria, Tinka langsung cuek duduk di pinggiran kasur. "Lagi pada baca buku porno, ya"" selidiknya jail.
"Enak aja. Kita lelaki suci, tau!" jawab Ray.
"Hehehehe... model kayak lo-lo gini suci" Suci Susilowati, kali," cetusnya sambil melempar bantal ke arah Ray.
"Ih... kok kaos kaki ada di dalem buku sihhhh""""" teriak Tinka saat melihat buku terbuka yang ada di atas tempat tidur.
"Emmmm, pembatas buku gue ilang." Rocky garuk-garuk kepala malu.
Ponsel Tinka tiba-tiba berbunyi. Diliriknya layar HP-nya, nomor tak dikenal. Dia berharap semoga yang menelepon calon klien. Sejak semua cewek naksir Rocky, udah lama dia nggak dapat orderan.
"Halo"" "Halo, ini Tinka"" sahut suara di seberang sana.
"Iya, siapa nih"" Tinka meletakkan telunjuknya di depan bibir, menyuruh tiga cowok itu diam.
"Emmm....ini Zevana. Gue anak IPA 1. Tapi kayaknya sih lo nggak kenal gue deh," jawabnya.
"Mmm... gue tau elo sih. Tapi, lo pasti perlu bantuan gue ya""
"Lho, kok tau""
"Tau dooonggg... gue kan udah pro banget. Siapa orangnya" Gue bisa bantu asal jangan..." Tinka langsung berhenti bicara. Rocky, Sandy, Ray terlihat menguping penasaran. Dia mengurungkan niat untuk menyebut-nyebut nama Rocky.
"Asal jangan apa"" tanya Zevana ingin tahu.
"Nggak, nggak. Siapa, siapa" Sebut aja."
"Ro-ro," Zevana terbata-bata.
Miss Cupid Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jantung Tinka berdegup kencang, pasti Ro-Rocky lagi. Hancur sudah harapannya dapat order tambahan.
"Rozak," ucap Zevana.
"Haaaaahhhhh" Siapa"" Tinka mengorek-ngorek kupingnya nggak percaya. Takut salah dengar.
"Rozak. Rozak, anak IPA 2. Tau, kan"" Zevana menjawab malu-malu.
Siapa yang nggak kenal Rozak" Cowok teraneh seantero sekolah, berasa paling gaya. Rambutnya keriting kelimis disisir ke belakang. Celana cut bray, atasan ketat, dan r
ambut kelimisnya yang mungkin perlu sebotol gel berefek basah setiap harinya. Hiiii... si Zevana apa nggak salah" Tapi Zevana nggak kalah nyentrik sih, maksudnya nggak kalah aneh. Rambut dipotong bob sekuping, poni rata, plus anting bulet raksasa segede ban sepeda, belum lagi kacamata kucingnya. Aduh. Lagian buat apa dipikirin, yang penting dapet job. Nggak masalah, malah mereka bisa jadi pasangan tenar di sekolah, saking sama-sama anehnya.
"Gue terima deh, Zev," jawab Tinka mantap.
"Asyiiiiikkkkkkk... lo mau apa, Ka""
"Hehe... gampang deh, besok kita ketemu di sekolah. Gue mikir dulu."
"Jangan mahal-mahal ya," ucap Zevana sebelum menutup telepon.
Tinka cengar-cengir sendiri. Senangnya. Akhirnya ada juga yang nggak naksir Rocky. Biarpun nekat namanya kalau Zevana ikut naksir Rocky.
"Siapa sih" Udahannya kok lo jadi cengengesan gitu"" Sandy penasaran.
"Cihuuuuuyyyyyy... akhirnya klien gue dateng lagi!" Tinka mengepalkan tangannya tinggi-tinggi ke udara.
"Hah, jadi bener ya, Ka, kalo lo punya usaha mak comblang"" tanya Rocky sambil melempar sebatang cokelat ke arah Tinka. Hup... langsung ditangkap.
"Iya, emang lo belum tau"" Tinka membusungkan dada. "Gue paling top, lho... " katanya bangga.
"Oh ya" Kok dapet klien satu aja girang banget"" tanyanya lagi sambil duduk disamping Tinka yang asyik cengar-cengir sendiri karena kegirangan.
"Gara-gara lo! Tau nggak, sejak aksi Superman lo, ngelepas kacamata trus tiba-tiba jadi jago main bola, semua cewek minta dicomblangin sama lo. Sampe-sampe gue punya daftar waiting list-nya, tau. Merugikan sekali tuhhhhh!!!" omelnya panjang-lebar.
Rocky terbengong-bengong karena tidak tahu-menahu. Mana Tinka ngomong sambil ngunyah cokelat, omongannya makin nggak jelas.
"Tapi lo mau deket sama gue sekarang bukan gara-gara lo lagi terima order, kan"" pertanyaan Rocky membuat Tinka terdiam sesaat.
"Bukan..." gelengnya pelan.
HARI ini Tinka dijemput Maya, karena dia memaksa Tinka harus bersamanya dari pagi sampai pulang sekolah. Rasa penasaran Maya sudah tidak bisa dibendung. Ia ingin mendengar laporan dari "detektif swasta"""nya mengenai info yang didapat, sedetail-detailnya. Makanya Tinka disandera. Maya sudah hafal kebiasaan Tinka yang suka kabur kalau sedang tidak mood cerita.
"Aduuuuhh.. gini nih kalo dijemput Maya, lama bangetttttt. Mana aku piket lagi. Bisa disemprot sama si kutu buku nih!" Tinka bergidik membayangkan Bastian, ketua kelasnya yang aneh abis. Kerjaannya ngomel, dandanannya kuno, giginya pake kawat, pokoknya hopeless banget deh. Satu-satunya kebanggaan hidupnya ya cuma jadi ketua kelas. Kebayang, kan, gimana tingkahnya saking merasa berkuasa" Dan Tinka kebagian sial dapat jatah piket berdua dia. Kutukan.
"Makanya, Ka, lo pinjemin deh si Kuning sama gue. Pasti Tuhan membalas perbuatan baik lo. Tring! Maya jadi cepet dateng, gimana"" Dika berusaha merayu Tinka yang demi balas dendam karena kemaren terpaksa berjalan kaki, menyembunyikan kunci mobil kesayangannya. Tujuannya ya cuma satu, supaya Dika nggak bisa pinjem.
"Nggak!!! Lo jangan coba-coba ngerayu gue, ya. Gue mendingan disemprot si Bastian daripada bikin cewek bensin lo itu seneng! Wee!" Tinka menjulurkan lidah. Dia benar-benar kesal. Oik, pacar Dika itu memang nggak tahu diri. Apalagi Tinka tahu pasti reputasi cewek satu itu, playgirl kelas teri dari sekolah tetangga. Umurnya lebih tua daripada Dika, dia seangkatan sama Tinka. Malah banyak cowok yang ngatain dia "piala bergilir" saking parahnya reputasi yang dia sandang. Tinka tahu pasti, Dika sudah menghabiskan banyak uang buat cewek bensin itu: uang tabungan, uang jajan, malah Dika sering minta dan minjem uang sama Tinka atau mama. Dalam hati Tinka sebenarnya nggak terima adiknya diperlakukan seperti itu.
"Ka, gimana kalo lo putusin si Oik itu, trus lo pake jasa mak comblang gue" Gue jamin gue cariin yang oke! GRATIS. Daripada gue sering-sering ngerelain mobil gue didudukin sama dia."
Dika tampak tersinggung dengan perkataan Tinka, pasalnya dia serius suka sama pacarnya itu. Selain itu dia merasa bangga karena bis
a jadian sama Oik, si kakak kelas yang cantik itu. Biarpun dia harus mati-matian menguras kantongnya untuk permintaan-permintaan Oik.
"Kok lo gitu sih, Ka" Oik emang punya reputasi jelek, tapi dia lagi berusaha berubah kok," ucap Dika sambil berpamitan pada mama, yang hanya bisa angkat bahu. Mama juga sebal setengah mati sama cewek satu itu. Dika-nya aja yang cinta buta sampe nggak sadar.
Tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil Maya memanggil Tinka. Dengan gerakan secepat Speedy Gonzales, Tinka mencium tangan mama dan melesat keluar. Dia malas banget kalau harus diomeli Bastian yang selalu gerimis waktu bicara. Belum lagi pidato panjangnya. Disambarnya sepotong roti goreng di piring. Lalu dengan gerakan lanjutan yang superlincah, Tinka membuka pintu BMW Maya.
"Tancap, May!" katanya begitu duduk dan memasang sabuk pengaman.
"Buru-buru amat sih""
"Heh, gue bisa batalin orderan lo kalo sampe hari ini gue diujanin si Bastian. Gue baru cuci rambut!" ancam Tinka. Demi mendengar nama Bastian, Maya langsung tancap gas. Dia juga pernah sekelompok sama Bastian. Gerimisnya" Aihhhh... perlu payung buat nangkal deh.
"Gimana, Ka"" tanya Maya ragu-ragu sambil terus menginjak gas.
"Lo jangan agresif, ya" Pokoknya hari ini lo sok tenang aja, berlagak nggak sengaja kalo misalnya gue ajak lo gabung ngobrol. Dan, jangan norak! Apalagi kecentilan. Tunggu kode dari gue."
"Bener,ya" Kodenya jangan aneh-aneh, ntar gue nggak ngerti, lagi. Lo tau sendiri gue bego dalam urusan kode dan persandian. Masa lo lupa, waktu SD ujian pramuka gue yang lulus cuma ujian nyanyi sama masak doang." Maya jadi cemas.
"Nggak lah, emangnya lagi perang apa, pake sandi rumput" Pokoknya lo ngerti deh."
"Eh, by the way, Ka, kita nggak jemput Rio""
"Dia udah duluan, tadi gue telepon. Katanya dia mau nyontek PR Bastian. Kan Bastian pasti dateng pagi. Gue heran, emang tulisan di kertas Bastian masih kebaca, ya" Kan udah keujanan" Hihii." Tinka cekikikan sendiri. Rio memang selalu datang pagi buta kalau ada PR yang belum selesai, apalagi yang dia anggap susah. Dia rela naik metromini pagi-pagi demi cepat sampai sekolah.
Gerbang sekolah tampak mulai ramai. Tinka berlari turun sebelum Maya selesai parkir. Menunggu Maya parkir sama saja menarik bibir monyong si Bastian buat nyemprot gratis. Lama banget sih! Maya memang punya masalah serius soal markirin mobil. Sampai-sampai sering kali Maya yang nyetir, Tinka yang markirin. Aneh banget, kan"
Dikelas, Bastian sudah merengut sambil menatap jam digital di tangannya. Dalam otaknya sudah memikirkan hukuman dan sederet pidato panjang jika Tinka datang terlambat, lima menit saja. Raut wajahnya langsung berubah begitu melihat Tinka muncul. Antara lega dan kecewa karena pidatonya tidak bisa disampaikan.
"Hhebuat khamu. Akhirnya dhattang jugha," katanya, menghujani benda-benda di depannya. Tinka cuma bisa meringis geli. Jijik banget sih ini orang.
"Iya dong, sedia payung sebelum hujan. Apa tugas gue""
"Tholong yah, tapplakhnya diganthi..."
Taplak meja Bu Dini memang sudah mulai kucel. Tinka merogoh bungkusan dalam tasnya. Dia memang sudah berencana mengganti taplak itu. Ditatanya meja Bu Dini dengan rapi. Vas bunga kesayangan Bu Dini juga tak luput dari perhatian. Kali aja Bu Dini jadi rada baik kalau melihat taplak barunya.
"Gileeeee... berhasil nih, ngerayu si Bastian sampe dipenjemin PR," Tinka menjawil Rio yang menyalin PR Bastian dengan serius. Bibirnya maju-mundur, entah serius atau nggak ngerti isi PR-nya. Hehe.
"Perjuangan nih, gue musti dengerin pidato rencana program-program doi kalo kepilih jadi ketua kelas lagi. Males banget, kan" Kayak presiden aja, pake kampanye."
Tinka duduk di bangkunya dengan antusias. "Emang apaan programnya""
"Salah satunya, jam piket dimajuin sejam. Supaya kelas bener-bener bersih dari sampah dan bakteri."
"Ya dia bakterinya. Tuh yang muncrat-muncrat. Berarti dia harus memusnahkan diri sendiri, hihihi." Tinka cekikikan geli. Bisa-bisanya orang seancur Bastian terpilih jadi ketua kelas. Mungkin waktu itu anak-anak sekelas lagi rabu
n ayam, jadi Bastian sama Keke yang pintar dan rajin itu kelihatan mirip.
"Tinka." Bahu Tinka ditepuk dari belakang. Ternyata Rocky baru datang. Kacamatanya dengan setia bertengger di hidung "bangir"nya, tercium samar-samar wangi parfum Kenzo yang macho, sampai Tinka sempat terbengong-bengong.
"Hey you, duduk, duduk. Tuh di bangku depan gue aja. Yang punya tempat pasti telat kok."
Rocky menarik bangku di depan Tinka dan memutarnya hingga mereka duduk berhadapan.Wangi parfum Rocky semakin membius hidung. Rio malah sampe merem-melek kayak lagi joget dangdut di kawinan.
"Rock, kenalin nih secara resmi. Ini Rio, dia temen sebangku gue yang paling bawelsedunia. Parkit-parkit bisa putus asa trus mengundurkan diri jadi parkit kalo ketemu dia. Kalah ribut. Dan yang paling penting, dia cowok paling memesona dan gaya seantero sekolah. Jadi, kalo ada pikiran menyaingi Rio dalam soal gaya, lupain aja deh. Hehehe."
Rio mengulurkan tangannya malu-malu. Biarpun malu diumbar "kekerenannya" sama Tinka, tapi hatinya juga bangga. Biar Rocky tau, cowok paling oke di sekolah itu ya cuma Rio.
"Rio," katanya sok cool.
"Rocky." Tinka membelalakkan mata ke arah Maya, memberi kode untuk cepat datang ke bangkunya. Maya langsung dengan semangat berjalan ke arah Tinka. Dibawanya sebuah buku untuk dijadikan alasan.
"Ka, gue liat nomor lima dong," kata Maya akting.
Tinka menyodorkan bukunya. "Oh iya, Rocky, ini Maya. One of the most wanted girl."
Rocky menjawab tangan Maya yang tersipu-sipu malu. Terlihat sekilas Rocky memerhatikan Maya. Cowok mana sih yang nggak kagum sama Maya"
"Hai," Maya menjawab malu-malu.
Tinka melirik Rio yang kelihatan panik melihat Maya pujaan hatinya tersipu-sipu sama cowok lain.
"Rock, fans lo mana""
"Belum jamnya, lima menit lagi juga dateng. Makanya gue kabur."
Lama-lama Rocky mulai terbiasa dengan Rio dan Maya. Kecanggungannya mulai hilang, apalagi Maya dan Rio orang yang supel. Tapi paling utama, Tinka tidak pernah habis akal mencairkan suasana. Obrolan apa pun jadi seru kalau ada Tinka. Mereka berempat jadi asyik tertawa-tawa dan cekikikan. Sesekali Rocky mencoba melucu. Dia terlihat menikmati mengobrol bersama teman-teman barunya. Fans-fansnya menatap iri, tapi cuma bisa gigit jari, karena bodyguard Rocky, Sandy dan Ray, menghalangi mereka yang ingin menghampiri Rocky di meja Tinka. Alasannya, ada rapat penting antar koordinator bendera dan kapten tim. Ih! Memangnya apa hubungannya"
Akhirnya mereka berempat berencana nongkrong di kafe sore itu. Yang pasti semua menyambut gembira. Apalagi Tinka. Ini kemajuan besar untuk Maya. Artinya, kasus bisa cepat selesai, bonus cepat dituai. Hehehe. Sukseeeeeeesssss.
Tinka bergegas menuju kelas Rozak Sebelum pulang dia harus membereskan satu kasus dulu, alias kasusnya Zevana si nyentrik. Di depan kelasnya Rozak sedang asyik bersandar sambil memandangi cewek-cewek yang hilir mudik. Sesekali ia mengusap rambut klimisnya yang amit-amit. Tinka sempat mau mundur melihat betapa noraknya makhluk satu itu. Bisa-bisa dikira Tinka yang ada hati, dia kan ge-er-an banget.
"Rozak!" panggil Tinka kencang.
Dengan gaya slow motion Rozak menoleh dan langsung sumringah begitu melihat siapa yang memanggil.
"Halo, Gadissss, ada yang bisa Abang bantu"" katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Iiiiiih! Dan itu bikin beberapa orang yang ada disitu tertawa geli, malah ada yang bergidik ngeri.
"Kenalin, gue Tinka." Dengan ragu-ragu Tinka mengulurkan tangan. Zevana harus bayar mahal nih, calonnya benar-benar diluar dugaan noraknya. Rozak membalas uluran Tinka dan menjabatnya erat. Terlalu erat dan kelamaan.
"Ohhh... saya tau siapa Anda, Manisssss, tapi ada apa gerangan wanita mungil nan cantik ini datang jauh-jauh ke sini" Apakah panggilan hati"" katanya norak.
Tinka jadi merinding. Nggak tahan.
"Aduh, udah deh. Gue kesini bawa pesen." Tinka to the point, malas berlama-lama berhadapan dengan Rozak. Setiap detik semakin norak. Kalau kasus ini gagal, biarin deh. "Lo tinggal jawab aja."
"Pesan apa itu" Boleh Abang tahu"" katanya samb
il terus mengedip-ngedipkan mata bergantian kiri-kanan. Lebih kelihatan kayak orang cacingan daripada merayu.
"Zevana, tau kan, Zevana" Anak kelas sebelah lo itu, dia suka sama lo. Gimana" Dia jatuh cinta-ta. Mau nggak"" cerocos Tinka buru-buru.
Sementara itu Zevana mengintip di balik pintu kelas. Dalam hati terheran-heran. Kok tembak langsung gitu" Yang ia dengar Tinka biasanya menerapkan strategi-strategi pendekatan dulu. Jarang banget ada kasus yang diselesaikan dalam satu hari. Nggak pernah ada, malah. Minimal seminggu. Hatinya berharap-harap cemas.
Rozak tiba-tiba diam terpaku, bibirnya agak mangap. Persis adegan waktu sinetron habis dan ada tulisan "bersambung". Freeze. Tinka jadi panik, kenapa lagi" Jangan-jangan Rozak syok denger nama Zevana, jangan-jangan orang aneh nggak mau sama orang aneh. Waduh!
"Helloooooooo..."""" Tinka melambai-lambaikan tangan di depan mata Rozak. Lagi-lagi persis adegan sinetron, dia tersadar dari lamunan.
"Apa"" Idih! Tapi tak urung Tinka mengulang kata-katanya tadi. Sudut matanya menangkap keberadaan Zevana yang masih deg-degan di balik pintu. Rozak malah bengong lagi. Ya ampun! Mau sampai berapa lama nih" Tinka menepuk bahu Rozak.
"Woy! Sadar dong. Apa jawabannya" Suka" Nggak suka" Diterima" Ditolak"" cecar Tinka.
Rozak menyisir rambutnya yang kelimis dengan jari. "Ternyata dunia ini sempit," gumamnya sok puitis.
"HAH"" Pengen rasanya Tinka menjambak segelintir rambut yang setia menjuntai di dahi Rozak dengan gemas. Dari tadi rasanya mereka nggak nyambung-nyambung. "Apa hubungannya sih"" omel Tinka kesal.
Sekarang Rozak memasukkan tangannya ke saku celana sambil bersandar ke tembok. Satukakinya disilangkan. Pokoknya amit-amit. "Yaaaaah, buktinya, ternyata Zeva sang pujaan hati juga punya perasaan yang sama," katanya sambil menatap ke atas. Ihhhhhh!
"Maksudnya diterima"" desak Tinka tak sabar.
"Bilang sama Zevana. I love you, too..."
Tangan Tinka nyaris menjitak bibir jontor Rozak. Bilang gitu aja muternya kemana-mana. "Bilang dong dari tadi," sungutnya.
Rozak malah memetik setangkai bunga lalu menyerahkannya pada Tinka. "Ini buat Zeva. Nanti sore ditunggu di taman sekolah."
Sambil cemberut Tinka mengambil bunga itu, lalu buru-buru pergi. Sebelum Rozak bertingkah lebih aneh lagi.
Wajah Zevana yang dari tadi panik kelihatan sumringah melihat Tinka datang.
"Nih." Tinka menyodorkan bunga di tangannya.
"Buat gue"" katanya takjub.
"Yaiyalaaaaahhh, buat siapa lagi" Katanya ditunggu di taman sekolah nanti sore. Sukses, ya""
"Ya ampun,... makasih yaaaaaaa," katanya sambil menciumi bunga yang sama sekali nggak wangi itu.
"Nih," Zevana menyelipkan amplop yang lumayan tebal ke saku seragam Tinka. Semalam akhirnya Tinka minta dikasih uang cash aja. Soalnya lagi butuh duit hehehe.
"Makasih. Selamat menempuh hidup baru," goda Tinka.
"Peseeeeeen, peseeeeeen, gue yang traktir," suara cempreng Tinka berkoar di salah satu sudut Coffee Bean sore itu. Amplop selipan dari Zevana ternyata isinya banyak juga. Mata Tinka nyaris mencelat keluar waktu merobek amplop pink yang diberikan Zevana. Rupanya cewek itu bener-bener kesengsem sama Rozak, sampai dia rela menyerahkan uang tunai enam ratus ribu rupiah untuk jasanya. Tinka yakin banget, seratus ribu dari uang itu dimasukkan ke amplop mendadak. Mungkin tadinya Monik cuma ingin membayar lima ratus ribu saja, tapi berhubung Tinka tadi siang sukses berat, dia memasukkan dua lembar puluhan ribu, plus ribuan-ribuan, dan uang receh yang bikin amplop pink itu jadi berat.
"Wuihhhhhh, tumben ibu satu ini. Baru dapet arisan ya, Jeng"" sambar Rio. Matanya sampai juling saking semangatnya membaca menu yang menggantung di neon box di atas bar.
"Bener nih"" Maya sok-sok nggak yakin, tapi matanya cermat menatap bermacam-macam kue di dalam etalase. "Berarti gue boleh beli cheese-cake"" tanyanya penuh harap.
Rocky cuma senyam-senyum. Dia tampak begitu menikmati keakraban ketiga teman barunya itu. Tinka yang cuek, Maya yang feminin, dan Rio yang hobi tebar pesona. Semuanya berbeda. Tapi mereka selalu
terlihat kompak. "Rocky jangan bengong aja! Kesambet setan gembul lho, baru tau. Mau apaan" Mumpung gue lagi rajin beramal." Tinka menyikut lengan Rocky.
"Pesenin gue yang sama kayak lo deh. Gue pengen tau, gimana sih selera mak comblang kita ini"" goda Rocky sambil berbalik mencari tempat duduk. Tangannya dengan sigap membawakan baki pesanan Maya.
Maya tambah terpesona dan sempat terlena, berdiri mematung dengan noraknya. Rio memanyunkan bibir sampai kadar kemanyunan paling tinggi. Bibirnya jadi persis Pinokio. Bedanya, Pinokio kalau bohong hidungnya tambah panjang. Rio kalau ngambek bibirnya tambah panjang. Apa sih kerennya Rocky dibandingkan dia"
Tinka membawa dua gelas besar ice chocolate kesukaannya dan dua potong carrot ca&e.Sesuai permintaan, dia memesan menu yang sama untuk Rocky. Dengan susah payah Tinka membawa bakinya ke tempat duduk mereka.
Ia bersungut-sungut, "Gitu ya, Rocky, kalo Maya lo langsung sigap kayak polisi patroli. Giliran gue bawa baki segede papan surfing gini lo cuek aja! Mana ini pesenan lo juga. Mulai berani ya nggak tau diri, haaaaahhh... "
Tinka merengut dan terkekeh-kekeh karena tak kuat menahan tawa. Dipukul-pukulnya Rocky dengan gaya silat. Rocky ikut tertawa-tawa kecil. Dari sudut matanya Tinka melihat Maya tersipu-sipu. Tapi sejurus kemudian kok dia terlihat cemburu, ya"
"Jadi ceritanya si Zevana udah punya lekong neeeeeeeh"" Rio membuka obrolan gossip sambil sok meniru gaya banci. Vanilla latte-nya diaduk-aduk dengan semangat. Ting-tang-ting-ting bunyi sendok kecil beradu dengan kaca gelas berisiknya minta ampun.
"Iya dong, ekspres! Bayarannya aja enam ratus reboooooo..." Tinka kegirangan. "Gue masih bisa belanja nihhhh...."
"Gimana kalo di Bandung"" celetuk Rocky.
Tinka menatap Rocky heran. "Di Bandung apanya""
'Apanya" Ya belanjanya," jawab Rocky.
Tinka, Rio, dan Maya berpandang-pandangan. Kenapa nih anak, nyeletuk kok jauh-jauhamat sampai ke Bandung.
"Woi! Kalian kok jadi kayak flamingo sih" Gue serius. Lo mau nggak ikut gue ke Bandung, Ka" Kakak gue yang kuliah di Amrik, minta dikirimin foto-foto Paris van Java, katanya buat skripsi. Nyokap lo pasti boleh deh. Lo tau sendiri nyokap kita sobatan," Rocky menjelaskan.
Tapi Tinka benar-benar bingung. Kenapa Rocky yang pendiam dan grogian di sekolah bisa berubah drastis jadi supel dan menyenangkan kalau jauh dari kerumunan orang" Tinka melirik ke arah Maya dan Rio. Sekarang mereka mulai adu manyun karena merasa tidak masuk dalam daftar yang diajak Rocky. Tinka jadi nggak enak hati. Istilahnya mereka bertiga ini sudah sepaket. Ngajak satu berarti ngajak semua. Traktir satu traktir semua, jatuh satu ketawa semua. Hehehe.
"Maya sama Rio ikut aja sekalian. Biar rame, gimana""
Ide itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Entah karena melihat Maya dan Rio manyun atau karena ia berpikir dengan begitu misinya akan lebih cepat berhasil. Tinka sempat kaget waktu ada perasaan senang saat mendengar hanya dia yang diminta Rocky ikut saat pertama tadi.
"Kenapa nggak" Gue seneng kalo bisa rame-rame. Kalo gitu kalian bertiga urus aja perizinan ortu, berangkatnya masih minggu depan kok. Gue nggak mau dibilang nyulik anak orang, apalagi yang itu..." Rocky menunjuk Tinka sambil cengengesan. Tinka langsung manyun. Elastisitas bibirnya kayaknya kualitas impor deh. Canggih bangetttttt... bisa monyong sepuluh sentimeter.
"Nginep, nggak"" tanya Maya.
"Nggak lah. Kita pergi Minggu subuh, balik malem, kalo ada waktu gue pengennya bisa ke Tangkuban Perahu, Garut, tempat-tempat wisata gitu deh, kan seru." ujar Rocky.
"Oooo..." suara Maya terdengar kecewa.
"Lho, emangnya kenapa" Lo mau nginep" Emangnya lo ada perlu juga di Bandung""
"Hah" Nggak kok..." Padahal Maya mau banget nginep. Paling nggak kesempatan dia PDKT kan tambah banyak. Siapa tau aja Rocky mau diajak jalan-jalan romantis di Braga berduaan. Biarpun sekarang Braga nggak kayak dulu, tapi kan lumayan. Sepupunya juga pasti dengan senang hati menerima mereka menginap di rumahnya di daerah Dago atas nan dingin dan penuh kafe romantis itu.
" Tapi intinya lo bisa ikut, kan"" Sambil menyeruput ice chocolate, Rocky bertanya lagi pada Maya yang masih sibuk tersipu-sipu. Berlagak malu-malu kucing gitu.
Maya menatap Tinka sekilas dan mengangguk mantap. Ini kesempatan besar. Bagaimanapun caranya dia harus ikut. "Gue pengen banget ikut.
Duh, Bandung, gitu lho. Gue kan pengen ngiter-ngiter factory outlet. Cukup, kan, ya waktunya""
"Huuuuuu, belanja melulu," ledek Tinka.
Rocky girang banget dapat tiga orang buat nemenin dia berangkat ke Bandung nanti. Semangat offroad-nya kambuh lagi. Sejak dapat perintah ke Bandung dia sudah berangan-angan pengen menjelajah tempat-tempat yang asyik buat adventure. Garut lah, Tangkuban Perahu lah, Kawah Putih lah.
Akhirnya diputuskan setelah mengambil foto di kawasan Braga, mereka langsung start berpetualang. Tinka yang memang punya kegemaran sama sangat antusias menanggapi Rocky. Rio, berhubung cuma ngerti kata "jalan-jalan", mengiyakan kemana pun itu. Maya, yang memang dasarnya cuma punya tujuan belanja dan dekat-dekat Rocky juga hanya mengangguk-angguk basa-basi.
Akhirnya mereka sampai di rumah Maya setelah tadi mengantar Rio terlebih dahulu.
"Gue duluan ye. Thanks a lot lhooo... sering-sering aja lo dapet orderan dari Zevana. Hehe."
"Dah, Maya... " Rocky dan Tinka melambaikan tangan.
Akhirnya tinggal mereka berdua di mobil raksasa Rocky.
"Asyik juga lo, Ka, sekali order bisa dapet segitu banyak. Gue mau deh jadi asisten lo," ujar Rocky. Matanya tetap menatap lurus ke depan. Sesekali tangannya memindahkan tuner radio.
"Wah, kayaknya sekarang gue belum butuh tuh. Bisa rugi gue kalo musti bayar asisten. Tapi lo gue pertimbangkan jadi pegawai pertama gue deh, kalo kantor gue udah buka," ujar Tinka sombong.
Rocky mengerutkan alis. "Kantor apa""
"Kantor biro jodoh profesional gue. Kan cita-cita gue punya birjod bertaraf internasional. Kali aja tercipta ras-ras baru manusia dari birjod gue."
Rocky tertawa melihat ekspresi serius Tinka yang menerawang, seolah-olah sedang membicarakan soal rudal scud model baru. "Asal jangan lo masukin si Rio jadi bibit unggul aja..." Rocky langsung ngakak begitu ingat tampang Rio. Dasar sadis.
"Kalo menurut lo, Maya gimana"" tanya Tinka tiba-tiba.
Ada sedikit keterkejutan di wajah Rocky mendengar kata-kata Tinka. "Ya... Maya ya gitu. Feminin dan sebagainya, dan sebagainya..." jawabnya berusaha sesantai mungkin. "Emang kenapa, kok jadi nanya Maya" Bukannya kita lagi ngomongin spesiesnya Rio""
"Ya, nanya aja. Kali aja penggabungan Maya sama Rio bisa bagus," jawab Tinka asal. Ternyata memang Maya itu magnet. Nggak ada cowok yang tidak mengakui kecantikannya, paling tidak kefemininannya. Kadang-kadang Tinka iri. Anyway, dia jadi punya rencana besar buat Maya.
"Turun dulu yuk," ajak Tinka begitu mobil berhenti di depan rumahnya. "Gue ada game baru. Upeti dari Dika waktu dia minjem si Kuning. Lagian, lo bisa bilang sama nyokap gue perjuangan gue nganter puding. Kali aja gue dapet bonus atau penghargaan sabuk emas. Hehe. Yuk."
Rocky menurut. Dimatikannya mesin mobil dan mengunci ganda setir. Dia memang paling suka main di rumah Tinka. Rasanya nyaman, bebas, asyik.
"Mama!!! Gadis kecil cantik jelita pulang nih, bawa carrot cake lhooo..."
Mama muncul dari dapur. Bajunya belepotan adonan kue warna-warni. Nggak salah lagi, pasti Mama lagi bereksperimen. "Asyiikkkk... Mama juga lagi laper nih. Mang Uman lewat, tapi tinggal gerobaknya doang, baksonya ludes. Masa makan bakso nggak pake bakso, bukan bakso kan namanya"" Mama nyerocos nggak jelas. "Eh... ada Rocky. Masuk, masuk."
"Iya, Tan. Wah, lagi bikin kue nih""
Mama mengangguk senang. Senang Rocky makin sering mampir ke rumah.
"Rock, mending lo ikut gue ke atas sekarang. Ntar gawat kalo lo sempet dijejelin kue eksperimen, belum terjamin kadar keenakannya." Tinka menarik tangan Rocky. Mama cuma senyam-senyum penuh arti. Dasar Tinka.
"Nyokap lo asyik, ya"" Rocky duduk di atas sofa lipat di depan TV. Sementara Tinka menghidupkan PS 2 nya. "Omong-omong Dika mana""
"Nggak usah tanya-tanya Dika deh,
sebel gue. Paling dia jalan sama si cewek bensin, pake mobil gue, lagi. Ughhhh... kalo nggak inget malu, pengen gue pitakinkepalanya. Pitakin, pitakin!" ujar Tinka geram.
"Kenapa nggak lo kasih tau sih, Ka""
"Udahhhhh. Dika nggak mau denger. Dia lagi cinta buta, gue yang merana." Tinka memencet-mencet tombol. Jagoan ceweknya mulai mengeluarkan jurus-jurus ajaib menghantam jagoan jabrik Rocky.
"Hei, curang, curang." Rocky panik. "Ka, pengen banget gue naik kereta listrik ke mana kek, atau itu, Ka, gue juga pengen banget terjun payung," kata Rocky tanpa mengalihkan pandangan dari TV.
"Terjun payung" Wah, gue juga pengen. Naik kereta listrik juga pengen. Malah gue bercita-cita lho, jalan-jalan jauh nggak usah bawa mobil, naik bus aja, gitu. Backpacker. Pengen nyoba, kayaknya asyik. Cuma gue nggak ada temen. Gue mau banget, Rock. Yuk, kapan-kapan"" Tinka antusias menyambut ajakan Rocky.
"Serius nih" Asyik banget tuh, Ka, gue juga nggak dapet temen buat kayak gitu. Lo emang unik, ya" Kayak gue. Pokoknya musti jadi lho, Ka. Gue pengen banget." Lalu mereka berdua kembali sibuk dengan jagoan-jagoannya di layar. Sejuta rencana seru terlontar sore itu. keduanya seperti menemukan partner yang klop.
SENENG banget rasanya duduk di balik setir si Kuning lagi. Setelah tadi . pagi bangun subuh-subuh buat membersihkan si Kuning dari jejak-jejak Oik, Tinka lega banget sudah bisa ngepot sana ngepot sini di perjalanan menuju sekolah. Hari ini giliran Rocky minta nebeng ke sekolah. Tadi pagi-pagi dia menelepon HP Tinka dan minta tolong dijemput. Katanya tiba-tiba pagi itu mobil raksasanya mau dipinjem mamanya untuk membeli bunga. Mobil mamanya sudah dua hari masuk bengkel.
"Gue nggak enak nih, masa cewek yang nyetir," kata Rocky di kursi depan penumpang. Tinka menolak ketika Rocky menawarkan diri untuk menyetir.
"Kenapa musti nggak enak" Kan emansipasi. Lagian gue kangen sama si Kuning."
Rocky cuma mengangkat bahu pasrah. Tinka mana bisa dibantah.
Pelataran parkir tampak mulai penuh, tapi tempat favorit Tinka tetap kosong. Pak Oni dengan galak mengusir mobil lain yang mencoba parkir di tempat itu. Setiap hari ada saja yang mencoba. Padahal semua orang sudah tahu, Pak Oni tidak akan memberikan tempat itu pada orang lain selain Tinka. Keren, kan"
"Tengkyu, Pak Onii.... titip ye."
"Siap, Non! Wah, tumben nih cowok atu nggak bawa buldosernye," katanya lucu. "Eh, Non. Pak Oni mau dong order buat anak Pak Oni, nyang ini juga boleh."
"Hahahahha... nyang ini mah udeh laku, Pak. Ntar ye, nyang lain aje, aye jamin kagak kaleh kualitasnyeeeee..." Tinka ngakak sambil menyeret Rocky sebelum Pak Oni makin ngalor-ngidul. Pak Oni emang semangat banget buat ngejodohin putri semata wayangnya sama salah satu siswa di sekolah Tinka. Padahal anaknya itu masih kelas satu SMP.
"Aduuuhhhh... penganten baru berdua aja nih kemana-mana. Mesraaaaaa..." suara Sandy tiba-tiba menyambut. Rocky langsung melotot di balik kacamatanya. Mukanya memerah karena Sandy berteriak di depan orang banyak. Ibarat radio butut, tombol volumenya udah jebol. Makanya biar diutak-atik tetap kencang dan nggak bisa pelan. Alias BERISIK BANGET!
"Gue bekep pake kaos kaki nggak dicuci lima abad baru tau! Suka asal lo ya, gue nebeng gara-gara mobil Nyokap masuk bengkel, tau!" Rocky berkata geram sambil melompat ke arah Sandy dan mencekik lehernya sampai megap-megap mirip ikan mas koki.
"Ampun, Bang, ampuuuuun, uhuk, uhuk, gue masih pengen iduuuuuppp..." Sandy berkata kocak. Matanya dijuling-julingin.
Tinka terdiam. Apakah Rocky malu dibilang pacaran dengannya" Sampai segitunya. Sambil melangkah menuju kelas, Tinka celingukan mencari sosok Maya. Biasanya kalau ada maunya Maya selalu rela datang pagi-pagi, kadang mengorbankan diri tidak mem-blow dry rambut. Pengorbanan apaan, rambut Maya asli nggak ngaruh di-blow atau nggak. Teteeeeeep bagus dan lurussss. Rocky masih asyik bergulat dengan Sandy, disaksikan fans-fansnya yang terkagum-kagum. Benar dugaan Tinka, Maya sudah duduk manis di bangkunya, tampak bergosip seru dengan Rio sambil cekikikan. Sebe
lah tangannya sibuk merapikan rambut dengan sisir raksasa andalannya.
"Morning, tante-tante... pagi-pagi udah arisan nih"" Dibantingnya tas selempang biru langitnya ke atas meja.
"Tante, tante. Mau jidat lo benjol, ya"" Rio merengut.
"Kok lama sih, Ka"" Maya cemberut. Dia nggak sabar pengen menyampaikan kabar gembira.
"Si Rocky mandinya lama. Mana sepanjang jalan sibuk melulu pengen nyetir," jawabnya santai. Tinka nggak sadar mata kedua sobatnya melotot karena kaget. Apalagi Maya.
"... curang banget sihhhhh!!!!!!! Kok berangkat bareng Rocky nggak bilang-bilang" Kan gue bisa ikut," rengeknya.
"Ngapain lo ikut" Emang lo ada perlu sama Rocky"" timpal Rio yang terheran-heran melihat Maya semangat empat lima ngomongin Rocky. "Kok lo semangat banget sih"" kali ini Rio melirik Tinka penuh tanda tanya. Dia yakin betul Tinka tahu sesuatu yang dia nggak tahu.
Maya terheran-heran. Rio langsung menginterogasi mirip polisi lalu lintas sedang menilang pelanggar lampu merah. Tinka melotot ke arah Rio. Bisa gawat kalau Maya sekarang tahu soal Rio yang naksir berat padanya. Wah, bisa berabe. "Kok lo nanyanya kayak satpam" Emang kalo ketemu Rocky harus pas ada tugas doang"" balas Maya, membuat Rio langsung bungkam.
"Hayooooo... ngomongin gue ya"" tiba-tiba Rocky nongol dengan cueknya. Fans-fansnya sibuk kasak-kusuk. Rocky tiba-tiba jadi supel kalau ada diantara Tinka, Maya dan Rio. Jelas aja yang lain pada iri. Seperti biasa, Sandy dan Ray menjaga jarak para fans Rocky sambil curi-curi kesempatan. Lumayaaaaaaannnnn...
Dan suara berikut ini nyaris membuat Tinka ngamuk. "Ihhh, gue heran, tahu nggak, si Tinka pake apaan sihhhh""" Rocky bisa nempel gitu, ati-ati lho, Rock, ntar kena pelet!" suara Agni yang sok manja itu benar-benar bikin Tinka merutuk dalam hati, dasar kurang ajar. Belum lagi cewek-cewek kecentilan lainnya ikut-ikutan.
Tinka berdiri dari kursinya. Matanya melotot. Maya dan Rio nyaris pingsan karena kaget melihat Tinka berdiri tiba-tiba seperti itu.
"Eh, nenek centil! Jangan asal ngomong, ya. Lo tuh yang mukanya kayak dukun, kenapa lo pake make up menor gitu" Takut ketahuan umur lo udah lebih dari seratus tahun, ya"" cerocos Tinka sadis.
Setelah puas dia duduk kembali dan ber-tos ria dengan Maya dan Rio. Rocky terbengong-bengong. Saking malunya, Agni langsung berlari ke luar. Malunya tambah hebat gara-gara seisi kelas geger jadi suporter Tinka. Saat melihat keadaan kacau, cewek-cewek lainnya ikut kabur dari kelas Tinka. Daripada dibikin malu juga.
"Sadis lo, Ka," gumam Rocky. "Tapi top abis, Ka, kali aja besok Agni kapok ke sini. Gue bener-bener pengen libur dari dia... parfumnya itu, Ka... aduhhhhhhhh, gue nggak tahan," sambung Rocky sambil ber-tos ria.
Tinka mengangguk-angguk senang.
Bel berbunyi nyaring. Rocky buru-buru berlari menuju bangkunya. "/ can't wait. Hari kita pergi ke Bandung," bisik Rocky sambil berlalu.
Seperti biasa, aksi kedip sebelah mata yang keren dan fenomenal itu nggak ketinggalan. Dibalas Tinka dengan acungan jempol dan anggukan mantap ala Kotaro Minami di Kesatria Baja Hitam RX.
"Ka, ntar sore gue ke rumah lo, ya" Nyusun strategi buat di Bandung gitu, biar jalan-jalannya jadi makin oke, trus gue tanpa ba-bi-bu lagi langsung deh
ke FO... hehehehehe. Trussss, sepatu transparannya cepat jadi milik lo. Ya, nggak"" kata Maya saking ngebetnya.
Tinka mengangguk pasrah. Jujur aja, saking asyiknya hari-harinya bersama Rocky, dia sampai belum punya rencana apa-apa buat Maya. Kerja keras nih, pulang sekolah dia harus mikirin strategi buat Maya sebelum dia datang ke rumahnya. Rasa-rasanya kok sekarang Tinka nggak begitu pengen sepatu transparan itu, ya"
Tinka menyeret Rocky. dia harus buru-buru pulang gara-gara Maya ngotot harus punya planning besar pas di Bandung nanti.
"Kenapa sih, Ka" Aduh. Kebelet pipis, ya" Laper" Aduh, aduh," Rocky berteriak-teriak bingung.
"Udahhhh, diem aja. Kalo mau nebeng jangan berisik, gue ada urusan penting, URGENT. Urusan profesi gue. Ini menyangkut sikap profesional dan reputasi gue sebagai Miss Cupid," kata Tinka nggak j
elas. Berhubung Rocky bingung dan emang mau nebeng, jadi dia pasrah aja.
Tiba-tiba langkah Tinka berhenti mendadak. Akibatnya Rocky menabrak punggung Tinka dan dua-duanya hampir terjungkal karena nggak seimbang. "Duh! Kok ngerem mendadak sih" Tabrakan beruntun deh," gerutu Rocky. Dia membenarkan letak kacamatanya yang melorot karena hampir saja kepalanya juga menabrak kepala Tinka. Bisa benjol.
Tinka menatap tajam ke arah pelataran parkir di depan lapangan basket. Napasnya mendengus-dengus marah, mukanya merah padam. Tiba-tiba cengkeraman Tinka di lengan Rocky mengencang. "Adudududuh! Lo kenapa sihhhh" Kok jadi aneh gini" Ada apa sih" Liat setan, ya" Wah... jangan-jangan lo punya indra keenam," ucap Rocky nggak penting. Matanya ikut ditajam-tajamkan menatap arah pandangan Tinka.
"Kurang ajar!" bentak Tinka tiba-tiba.
"Hah" Ka, kenapa sih" Sorry... sorry... gue cuma bercanda, lagi." Rocky panik, takut salah omong. Lagi PMS, kali. Kata teman-temannya yang berpengalaman, cewek emang suka aneh kalau lagi PMS. Rocky juga nggak tahu PMS itu apa. Bukan Palang Merah Sekolah kan, ya"
"Gue nggak marah sama lo! Tuh liat!" Tinka menunjuk ke arah Debo, salah satu mantan pacar Maya, yang sedang mengobrol mesra sama seorang cewek cantik.
"Debo" Emangnya kenapa, Ka" Dia selingkuh sama cewek itu" Kok lo nggak bilang sih lo pacaran sama dia"" tiba-tiba Rocky jadi naik darah.
"Bukan, bego! Itu Oik. Pacar Dika. Bener, kan, emang dasar cewek nggak bener!"
Debo dan Oik terlihat mesra. Sesekali tangan Oik mencubit manja pinggang Debo. Benar-benar kurang ajar. Tinka heran, bisa-bisanya Dika nggak pernah curiga. Reputasi Oik kan sudah tenar dimana-mana.
"Kayaknya lo bener-bener musti ngomong sama Dika deh. Kasian, lagi, Ka, dia kan adik lo," Rocky berkata sambil menggandeng tangan Tinka menuju mobil. Kalau berlama-lama melihat adegan itu, bisa-bisa Tinka mengamuk.
Tinka tahu itu, tapi masalahnya nggak segampang itu. Dika pasti nggak percaya kalau nggak melihat langsung. Dia harus cari cara untuk membuka mata Dika. Dia nggak rela adiknya dipermainkan cewek macam Oik. "Biar gue pikirin caranya," kata Tinka singkat.
Dalam perjalanan pulang sekolah itu akhirnya mereka lebih banyak diam. Rocky dan Tinka dongkol berat. Dia nggak mau mencoba-coba mengganggu konsentrasi Tinka yang tampak berpikir keras. Malah, waktu Rocky turun dari mobil Tinka kelihatannya nggak sadar. Dia langsung tancap gas pulang.
Begitu sampai rumah, harum ayam goreng memenuhi ruangan. Tinka mengendus-endus, dia sudah lapar berat. Biasanya pulang sekolah Tinka mampir ke gerobak Mas Didi buat beli tahu isi kesukaannya. Lumayan buat ganjal perut selama perjalanan. Tapi tadi" Perut Tinka tiba-tiba kenyang begitu melihat Oik dan Debo. Dilemparnya tas ke atas sofa. Rumah masih sepi, pasti Dika belum pulang.
"Ma, aku pulang duluan ya" Laper nihhhhhh...."
"Iyaaaaa. Nanti Mama nyusul. Bentar lagi nih, lagi bilas piring."
Tinka mencomot dua potong ayam. Dengan lahap Tinka menyantap ayam gorengnya. Biarpun lagi marah, porsi makannya tetap saja banyak. Tak lama kemudian Mama datang dari dapur. Di tangannya ada semangkuk sayur asem.
"Nih sayur asemnya," Mama meletakkan mangkuk sayur di atas meja. Tinka langsung menyendok sayur asem ke piringnya. Mama juga ikut makan.
"Ma, Dika belum pulang""
Mama menggeleng. "Belum tuh. Katanya mau jalan dulu sama Oik. Tadi dia telepon. Kenapa""
"Nggak." "Kamu kok kusut amat sih, Ka"" tanya mama. Bibirnya menahan senyum melihat anaknya makan sambil cemberut.
"Tau ah, Ma," sungutnya.
Mama lalu diam. Biasanya kalau Tinka sudah seperti itu, lebih baik mama diam dulu. Biasanya juga nanti Tinka akhirnya buka mulut dan cerita karena nggak tahan pengen cerita. Tepatnya pengin ngamuk-ngamuk. Benar dugaan mama, tak lama kemudian Tinka buka mulut.
"Ma." "Kenapa"" "Kayaknya Dika nggak bisa kita biarin terus pacaran sama Oik deh," kata Tinka akhirnya.
"Memangnya kenapa"" alis mama berkerut heran. Nggak biasanya Tinka ikut campur urusan Dika sedalam ini.
Tinka memonyongkan bibir. "Si Oik itu nggak
bener, Ma! Reputasi dia emang udah jelek kok. Tadi aja, Ma, aku liat dia di sekolahku, sama Debo! Mana mesra, lagi!" omel Tinka berapi-api.
Mama menghela napas. Dalam hati dia senang karena Tinka ternyata perhatian juga pada adik semata wayangnya. Mama lalu mengusap kepala Tinka.
"Iya, Mama ngerti. Kamu kan juga tahu Mama nggak suka sama Oik. Tapi kita nggak bisa nyuruh Dika putus begitu aja. Dia bisa tersinggung lho, disangkanya kita bersekongkol, lagi. Dia harus tahu sendiri," nasihat mama bijak.
Tinka mengangguk. "Iya sih, Ma. Nanti aku cari cara deh." Tinka menjentikkan jarinya.
Mama tersenyum lagi. "Gitu dooooong. Trus kamu sama Rocky gimana""
"IHHHHHH, Mama..."
Maya berlari-lari menuju kamar Tinka. Dari dalam terdengar musik Safri Duo yang mengentak-entak. Maya tersenyum geli. Pasti Tinka lagi jingkrak-jingkrak sendiri. Dia tahu banget sobatnya ini kadang-kadang suka kumat sintingnya. Kalau lagi kumat, dia jingkrak-jingkrak di atas kasur sambil menghadap kaca. Berpura-pura lagi show. Kayaknya dulu Tinka pengin jadi Idola Cilik. Maya membuka pintu mendadak. Betul saja, Tinka lagi berjingkrak-jingkrak di atas kasur. Guling mini berbentuk ulat bulu sukses alih profesi jadi mike, di jidatnya terikat ikat kepala berwarna oranye cerah. Belum lagi tank top oranye dan jins selutut robek-robek. Nge-rock abisssssss. Agak sedikit mirip orang gila sih.
"Mayaaaaaa! Ngetok dulu dong! Buat apa ada pintu!!!!!" jerit Tinka histeris karena malu tertangkap basah.
"Ya buat masuk lahhhhhhh," jawab Maya cuek dan langsung merebahkan tubuh di kasur. Tangannya kemudian meraih boneka berbentuk gigi yang bertengger di atas kasur, lalu melemparnya ke Tinka. "Sadar woi, kalo gila beneran kasian keluarga lo," kata Maya usil. Boneka-boneka Tinka bentuknya memang ajaib. Yang paling ajaib ya yang bentuk gigi ini. Apa lucunya coba, boneka berbentuk gigi"
Tinka mematikan musik. "Rese lo."
"Hehehehe, gue udah nggak sabar nih, Ka. Bisa nggak sih gue jadian pas di Bandung""
"Tergantung... "
"Tergantung apa""
"Tergantung keadaannya ntar. Mmm," Tinka bergumam, "gini aja. Gimana ntar gue kasih tau lo kalo pas ada momen yang tepat" Tapi itu artinya, lo musti nyatain sendiri, nggak pake bantuan si mbah. Hehe.
Berarti lo harus nyusun kata-kata. Inget lho, jangan sampe bikin Rocky kabur. Lo tau sendiri, dia kan grogian sama cewek," ucap Tinka panjang-lebar.
Maya berpikir. "Gue bisa nggak, ya""
"Bisa! Lo pasti bisa. Nggak ada yang bikin lo nggak pede, kan" Waktu itu Rocky juga ngakuin lo cantik, berarti dia normal kayak cowok-cowok lain. Kalo dia bilang Agni cakep, lo baru boleh nggak pede. Hehehe, susah kan nyaingin Agni. Bibir lo musti dimajuin dulu, gini nih," Tinka memajukan bibirnya, berakting monyong.
Maya terkikik geli. Mungkin Agni terinspirasi bibir Angelina Jolie yang dower itu. Tapi bibir Agni lebih mirip bibir king kong diplastikin. Hihihi, jahat ya"
"Aduuuhhh, gue bener-bener suka Rocky nih. Dia tuh unik banget. Jarang lho ada cowok kayak dia. Bener kata lo, Ka, agak-agak kayak Superman gitu, double personality, tapi dua-duanya keren." Mata Maya menerawang. Kayaknya Rocky betul-betul bikin Maya kelimpungan. Jarang-jarang dia naksir cowok, biasanya juga dia yang dikejar-kejar cowok.
Sambil mengeluarkan sebatang cokelat dari kulkas mininya, Tinka bertanya, "Kok lo kayaknya segitunya sama Rocky" Kenapa sih, apa istimewanya" Perasaan gue, dulu semua cewek-termasuk lo-cuek banget sama dia. Boro-boro fans yang ngerubungin kayak sekarang, cewek yang ngomong sama dia perasaan cuma gue deh," ungkap Tinka penasaran. Tapi suwer! Dia benar-benar penasaran. Cuma gara-gara satu hari kompetisi sepak bola, tiba-tiba Rocky si invisible jadi tenar mendadak. Kenapa sih orang-orang itu"
"Aduhhh, nggak tau deh, Ka. Waktu dia lepas kacamatanya, trus jadi kapten, wuiiiihhhh... macho banget! Lo liat sendiri dong, dia jadi misterius gitu. Di sekolah kutu buku pendiam, tapi ternyata macho beraaaaaaatttttt. Gitu deh, Ka. Gue nggak bisa menjelaskan dengan kata-kata," rentet Maya dengan semangat. Biarpun semangat, suara
Maya tetap saja lemah lembut, gemulai mendayu-dayu.
Sama saja. Semua cewek juga pikirannya sama kayak Maya. Tinka sebenarnya nggak suka alasan Maya itu, kok kayaknya orang dinilai dari fisiknya doang" Itu juga alasan Tinka menolak semua yang mengorder Rocky waktu itu. sebenarnya dia harusnya menolak Maya juga, tapi Maya sahabatnya. Jarang-jarang Maya minta tolong soal cinta-cintaan. Padahal sebelum Rocky dengan hebohnya melepas kacamata, Tinka sudah dekat sama Rocky.
"Yeeee, sama aja dong lo sama Agni dan Dea. Berarti kalo ternyata Rocky pembunuh bayaran, lo tetep mau dong"" tanya Tinka asal.
Maya manyun. "Nggak gitu juga dong, Ka, masa iya gue mau sama pembunuh bayaran. Hiiii..." Maya melahap potongan cokelatnya. Tinka kadang-kadang cuma asal ngomong, tapi nggak jarang omongan asalnya itu mengena banget. Tanpa terasa pipi Maya memerah. Tinka ada benarnya
juga sih.
Miss Cupid Karya Mia Arsjad di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kata lo cuma gara-gara dia lepas kacamata trus main bola. Nggak ada hubungannya sama kepribadian dong"" balas Tinka nyelekit.
Bibir Maya makin manyun. Tinka ini kenapa sih, kok tiba-tiba jadi nyinyir" "Kuno ah! Lagian, masa di sekolah kita ada pembunuh bayaran sih" Yang
nggak-nggak aja." "Ya siapa tau."
Maya menggeser posisi duduknya lebih dekat Tinka. Tangan Maya meraih kedua bahu Tinka dan memutar badannya hingga mereka berhadapan. Maya menatap Tinka lurus-lurus, persis adegan dalam film-film drama remaja. "Tinka, tapi lo pasti bantuin gue, kan, ntar, kalo ada apa-apa"" tanyanya serius.
"Ih! Kok adegannya jadi norak gini sih" Ya pasti gue tolongin lahhhhh, gue akan berjuang sampai titik darah penghabisan deh. Gue juga pengen banget lo berhasil, May. Ini kemajuan buat lo, baru pertama lo bener-bener suka cowok. Nahhh, gue kan sobat terbaik nomor satu sedunia, plus mak comblang profesional paling tokcer tingkat nasional. Jangan khawatir, dijamin halal."
Mata Maya berbinar senang. Tinka memang paling bisa diandalin. Lalu mereka ber-tos ria. "Demi suksesnya misi mencari cinta Maya. Tos!!!"
Di luar pintu, Rocky mengurungkan niatnya mengetuk kamar Tinka. Dia tadinya mau ngobrolin soal rencana-rencana serunya sama Tinka. Dia nggak tahu Maya sudah lebih dulu datang, dan mereka sekarang sedang asyik ngomongin dia. Rocky lebih kaget lagi mendengar isi obrolannya, sama sekali nggak nyangka dan sedikit pun nggak curiga waktu Tinka tiba-tiba selalu menyelipkan Maya dalam obrolan dan kegiatan mereka. Memang nggak salah Tinka menyebut dirinya mak comblang profesional. Cewek super kayak Maya aja minta tolong sama dia. Rocky bergegas menjauhi kamar Tinka, takut mereka tiba-tiba keluar.
"Lho, mau kemana, udah ketemu Tinka"" Mama memergoki Rocky yang berbalik pulang.
"Nggak, Tan, belum. Kayaknya besok aja deh. Tinka sama Maya lagi ngobrol masalah cewek," Rocky berkelit.
"Mau Tante panggilin""
"Nggak, usah, nggak usah. Nggak penting-penting banget kok, Tan. Atau Rocky tunggu aja deh ya, sambil nemenin Tante," putus Rocky akhirnya.
"Ya udah, boleh juga. Sini yuk, Tante mau bikin roti goreng. Mau nggak"" Mama menggandeng tangan Rocky ke dapur. "Kata Tinka, hari Minggu mau pada ke Bandung, ya"" Mama mencelup roti tawar ke adonan telur dan susu. Wanginya semerbak di dapur.
"Iya, Tan. Boleh, kan""
"Bolehhhhh, kalau sama Rocky boleh. Bawain Tante oleh-oleh, ya"" goda mama.
"Siiipp! Eh, Tan, Maya emang sering kesini, ya" Kok kayaknya minggu-minggu lalu sejak aku sering main ke sini nggak pernah ada"" tanya Rocky menyelidik.
Mama tersenyum. "Emang ada bisnis, ya, Tan""
"Bisnis apa" Kamu ini ada-ada aja. Maya emang kadang-kadang suka main ke sini, mereka berdua kan teman deket. Kadang-kadang si Rio juga ke sini kok," jawab mama diplomatis.
Jejak Di Balik Kabut 23 Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga 32