Pencarian

Pom Pom Boys 1

Pom-pom Boys Karya Putri Arsy Bagian 1


Pom-Pom Boys Oleh: Putri Arsy Edit & Convert Jar: http://inzomnia.wapka.mobi
Katakan saja dengan cinta...
Daftar isi .Ugun dan Deon .Ayooo.... Sekolah! .Hantuuu" .Pom Pom Boys .Dikerjain .Impian Kecil .Maafin Gue! .Marah Nggak Jelas .Tragedi Celana .Eryn atau Chia" .Misteri Eryn dan Ugun .Gue Nggak Takut .Jebakan Deon .Dinner, Neeeh! .Dilema Banget .Show Time .Poison Chia .Menguak Tabir TERIMA KASIH Huaaah ... akhirnya selesai juga! Alhamdulillah ... aku ucapin waktu selesai nge-print semuanya. Gila, rekor dunia duduk selama dua belas jam di depan komputer buat nyelesain semuanya. Hahaha ... (mimpi kali, yeee ...)!
Pertama, aku ucapin syukur alhamdulillah karena Allah Swt. udah ngasih aku kesehatan en kegigihan. 'Terima kasih ya Allah, telah mendengarkan doa hamba-Mu!" Buat Ayah, Ibu, Intan, Lala, Bibi yang udah banyak ngomentarin dan menyemangati. Truz buat keluarga besar qu. Mbahti, Mbahmis, Om, Tante, Mpung dengan kucurannya, Gita, Vita, para sepupu, dan semuanya yang ada di sekeliling qu, makasih atas dorongannya. Kalo bisa, dorongin terus yaks!!!
Truz, makacih buanget buat keluarga besar Cinta yang udah dengan baik menyambut novel kedua ini. Nggak bosen, kan" Hehehe ... maaph kalo aku selalu membuat repot semuanyah.
Spesialnya bow ... buat barudak "Geuleuh Phamelie" (kapan reuni"), alumni 1-E, anak-anak peng-huni 2 Eph yang udah foto ala supporter MU, Ochiw, Sella, Anin, Pury my seat mate, Dinan, Budhie, Wisdong, Ta', Oke, Okky yang kadang-kadang ngasih inspirasi (jimana"), Dhisa
(D'jadoelers), Ami Dipho (si anak pom-pom yang nggak jelas statusnya), Dwi, None, Ria, crew Raamdhan Punjhabi (Ian, Bams, Once, Cipto, Tukiyeum, Ujang, CS), maafkan scrip sempat tersendat! Mantan SMP 3 yang terus eksis ... Andin, Aa, Annissa, Rie2, Tyaz, Iman, Kurt Cobain, Pimen 7 BAB, Adit yang senasib, Sandra, Detzu, Rama, Irfan, Mumu gila dan seseorang di mana pun kaw berada. Oh, ya, barudak APL pun, untuk kedua kalinya qu me-minta maaf! Jarang kumpul terus, jadi malu....
khususnya buat wali kelas qu, Ibu Tati Fati-mah, yang tanpa hentinya memberikan support dan dorongan agar aku tetap terus menulis dan berkarya. Tak lupa kepada Bunda Emi Yuliaty, Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Bandung, guru-guru yang udah sabar mendidik kami semua, dan pastinya para penghuni 5 di mana pun kau berada. Thank's berat buat semuanya!!!
Makasih supeeer buanyak juga buat kamu-kamu yang udah beli novel kedua qu. Kritik dan sarannya selalu ditunggu, loh! Add my FS ya: lovely_gultz@yahoo.com.
Salam, P 037 AR Ugun dan Deon Kriuk-kriuk ... kriuk-kriuk ...
Apaan, tuh" Yang jelas, bukan bunyi jangkrik lagi diadu atau lagi dijodohin. Bukan juga bunyi bel rumah apalagi telepon, tetapi bunyi perut Ugun yang lagi keroncongan. Badan Ugun emang subur, malah terlewat subur buat ukuran makhluk yang lagi kelaparan. Sepanjang hari ini, Ugun udah ngabisin lima puluh gelas air putih ukuran gelas es campur gede yang biasa dia beli di kantin sekolah.
"Buuu ...! Laper nih, udah tiga belas jam, Ugun makan angin!" keluhnya sambil tiduran di sofa ruang tamunya yang nggak berbentuk lagi.
"Sabar, tunggu pahlawan pulang! Kalo nggak, daripada ngomel-ngomel, mending kamu bantu Ibu nyuci baju!" ucap ibu yang bosan mendengarkan ocehan lapar anak bungsunya.
Ugun anak ketiga dari tiga bersaudara. Mereka bertiga hanya terpaut satu tahun. Meskipun Ugun anak bungsu di keluarganya, berat dan ukuran badan Ugun paling nga-bisin tempat. Ugun dan kakak-kakaknya sekolah di SMA yang sama. Katanya, sekolah mereka termasuk sekolah favorit di kota yang terkenal dengan Gedung Satenya.
Ngedenger perintah ibunya, Ugun lantas berdiri sambil menunjukkan raut wajah yang kesal dan
berontak. "Nyuci baju, Bu" Nggak ada tugas yang lebih mulia lagi, apa""
Sambil terus menggosok baju-baju kotor anaknya, ibu berusia kepala empat itu ngasih saran sama Ugun, hitung-hitung bisa ngelupain kata "lapar" dari mulut Ugun yang udah ngebersihin satu toples kerupuk jengkol.
"Heh, gaul makanya! Tonton tuh, teve! Terus, liat iklan yang ada anak seusia kamu nyuci baju. Udah dia ganteng, terkenal, mau bantuin orangtuanya lagi!"
Tuhan, meskipun beliau cuma lulusan SD, bukalah pikirannya biar nggak jadi korban iklan. Semoga aja ini belum terlambat! pinta Ugun sebagai anak yang mengerti keadaan ibunya.
"Bu yang di teve cuma iklan, bukan kenyataan! Lagian, mana ada anak cowok zaman sekarang mau bantuin ibunya nyuci""
"Ada. Contohnya si Jaki temen TK kamu!" Buseeet, gue disamain sama si Jaki cupu berkacamata tebel itu" Ya jelas BEDA!!! Gue si Anak Gaul yang tau tempat-tempat nongkrong asyik dibandingin sama Jaki, si Anak Rumahan yang hobinya ngelakuin kerjaan rumah! Please, di mana HAM yang gue punya, Bu"
Ternyata, diam nggak selamanya emas. Selama Ugun diam, ibunya terus ngoceh nggak keruan. Semua hal yang nggak perlu, terpaksa dibahas.
"Liat, tuh anak rajin baget, nggak males kayak kamu! Mana pernah dia gengsi nyuci di depan rumah" Ibu-ibu di kompleks ini pada muji temen
kamu!" "Ya udah, Ibu adopsi aja si Jaki, jadiin anak kebanggaan Ibu yang gemar nyuci setiap hari! Beres kan" Ugun bisa bebas!"
Ternyata, Ugun udah panas sama pujian ibu untuk anak tetangganya yang pernah bareng setahun satu sekolahan.
Ibu mulai membilas dua ember pakaian yang dari tadi dia cuci dengan sabun cuci, pengharum cucian, dan omelan tentang cucian.
"Tapi, anak Ibu itu kamu! Ibu ingin, kamu ngikutin kebaikannya, Gun!"
"Anak Ibu bukan cuma Ugun, kan" Ada Mas Apip sama Mbak Rora. Kenapa bukan mereka yang Ibu suruh"!"
Ibu langsung membisu dan nggak ngejawab atau ngebales omelan Ugun yang udah menuju puncak. Lama-lama didiemin, Ugun jadi serbasalah. Mau makan, nasinya habis, lauk pauknya nggak ada sama sekali. Telur, tahu, tempe, bahkan ikan asin sekalipun nggak tercium keberadaannya. Udah beberapa hari ini, ibu Ugun jarang masak, bahkan bisa dibilang amnesia dengan kata masak. Makan sehari-hari aja, harus nunggu bapaknya pulang kerja. Itu pun cuma nasi bungkus yang aromanya udah nggak layak dibilang sedap.
Gara-gara pusing tiga ribu keliling, Ugun mutu-sin keluar dari rumah tipe dua satu. Dengan balutan kaus distro gambar tengkorak ukuran triple X, dipadu celana boxer spesial yang sengaja dijahit tetangganya lantaran nggak ada ukuran yang muat
waktu beli di toko, Ugun jalan ngelilingin kompleksnya yang kelihatan sepi. Maklum hari Minggu, semua orang rata-rata pergi. Entah hanya cuci mata atau sampai cuci baju seperti yang dilakuin ibu Ugun. Target Ugun kali ini adalah silaturahmi ke rumah Deon, si Anak Bandar Minyak, tapi CATET, bukan si Poltak. Cukup jalan beberapa meter, sampailah Ugun di kawasan perumahan mewah.
Neeet... neeetbunyi bel di luar pagar yang menjulang tinggi. Mungkin, rumah Deon delapan kali lipat besarnya daripada rumah Ugun.
Satpam penjaga rumah pun keluar untuk melihat beruang madu yang datang dengan segala bebannya.
"Pak, Deon-nya ada""
Bapak berkumis plus janggut tebal itu mulai me-loading. Matanya terus melihat langit, beda dengan tangannya yang terus ngelus-elus janggut panjangnya yang bisa masuk buku MURI.
"Ada. Baru aja pulang!"
"Oh, saya mau ketemu! Boleh masuk nggak,
nih"" Lagi-lagi, satpam itu berpikir panjang, bahkan kali ini teramat panjang sampai bunyi klakson mobil mama Deon berkumandang.
Jendela mobil merah keluaran terbaru itu terbuka.
"Eh, ada Ugun! Kenapa nggak masuk, Nak"" Benar-benar sosok seorang ibu yang diidamkan.
"Mau Tante, tapi ...." Ugun tersenyum sambil menatap ke arah Pak Satpam.
"Pak, buka gerbang besarnya!" teriak Tante Monik dari dalam mobil. "Sekarang, kamu masuk duluan aja, Gun!"
SATU minggu sudah, Ugun nggak nengokin rumah keduanya ini. Suasananya masih sama, sejuk, nyaman, tenang, dan damai pastinya. Istana Deon benar-benar menakjubkan, jauh ... uh ... uh ... uh kalo Ugun mesti ngebandingin sama ruang tamu di rumahnya yang udah mulai bocor disertai tembok yang gampang diserap air. Saking nganggap rumah sendiri, pembantu di rumah Deon pun akrab sama tuan besar satu ini.
Ugun menapaki satu per satu anak tangga. Baru empat anak tangga dia lewatin, keringet dingin dipadu napas terengah-engah seketika menyerang Ugun. Tapi, Tuhan Mahaadil. Nggak ada satu pun usaha manusia yang sia-sia. Dengan susah payah, Ugun sampai di titik a
man kedua. Dia segera mengetuk pintu kamar yang ditempeli plat mobil D 30 NN.
Tok ... tok ... tok ...! Ugun mengetuk pintu kamar Deon yang ditutup rapat.
"Masuk aja, gue lagi nyari kacamata, nih!"
Ugun hanya mengikuti perintah dari tuan rumah. Kamar idaman itu, kini terlihat lewat mata U-gun yang berwarna cokelat tua. PS 3, komputer Pentium 4 dengan Internet yang bisa dibuka kapan
pun, radio+MP3 didampingi sound system yang menggelegar. Kerennya lagi, home theatre yang nyelip di samping kamarnya.
Sumpah, gue pengin banget jadi anaknya Tante Monik!!! Bisa nggak, ya" tanya Ugun dalam hati.
"Woi, nyari apaan, Bos"!" Ugun yang baru datang, langsung heran sama polah Deon yang niruin binatang berkaki empat.
"Gun, gue nyari kacamata, nih!"
"Ampun deh, emangnya elo buta ya, kalo sehari aja kaca-mata itu ilang"" tanya Ugun.
Deon terus ngeraba-raba sekitarnya. "Kalo elo temen yang baik, cariin kacamata gue!"
"Yon ... Yon gimana kalo besok di hari pertama sekolah elo kayak gini" Ugun De Caprio bisa malu berat! Semua wartawan bakal nyorot gue, nanya-nanya tentang temennya yang cinta mati sama kacamatanya and ..."
"STOOOP ...!" teriakan Deon keluar.
Ugun langsung nyerupain patung Semar yang kelaparan. Sambil menyipitkan mata yang masih nggak jelas, Deon terus meraba-raba. Ugun yang tahu kalo kacamata itu ada di atas komputer, cepet-cepet menyodorkan ke pemiliknya. Secepat kilat, Dion memakainya.
"Ini baru Ugun sobat gue!"
"Emang, tadi elo ngeliat Ugun yang mana""
"Pas kacamata gue ilang, badan elo jadi ramping gitu! Mana proporsional lagi. Gue jadi heran ngeliatnya."
"Ya udah, elo nggak usah pake kacamata aja!"
"ENAK aja! Gue cuman ngehibur elo, kok! Gara-gara sentakan gue yang tadi, hehehe ...."
"Brengsek!" Ugun melempar guling. Deon melempar lemari ... eh, bantal.
Acara duel terjadi. Sang gajah menang melawan sang jerapah. Wah, bisa jadi judul cerita baru, tuh"!
NGGAK sia-sia juga Ugun jalan kaki dari rumahnya demi sesuap nasi. Perut buncit yang hampir meledak lantaran kemasukan angin, sekarang semakin buncit diisi ayam goreng, pepes ikan, rolade, tumis kangkung, sayur kacang, dan sebagai penutupnya sup buah-buahan kesukaannya. Di antara tiga orang itu, hanya Ugun yang terlihat bernafsu sewaktu makan. Semua masakan yang ada di meja, dia tumpahin ke piring gede yang sengaja Ugun pinta. Tante Monik terus ngelirik Ugun dengan tatapan heran.
"Mmm yummi banget! Coba setiap hari gue bisa makan kayak gini
"Pasti elo habisin semua sampai semua orang yang ada di rumah elo nggak kebagian, kan"!" kata Deon yang omongannya selalu nusuk hati setiap orang. "Emang, elo lagi kelaperan, ya""
Ugun yang masih ngunyah apel, hanya cengengesan sendiri. Itu berarti, Deon bisa membaca pikirannya yang penuh dengan segala macam
makanan. DUUU ... UUUT ... BROBOBOOOT ....
Bom si Ugun bau banget! Bom hasil racikan semua makanan yang dia telan. Tante Monik yang sempat menghirupnya, langsung hilang selera makan. Beliau langsung pergi dengan hidung yang terus dijepit jempol dan telunjuknya.
Sementara itu, masih ada satu lawan tangguh yang bertahan di meja makan. Siapa lagi kalo bukan Master Deon yang udah antisipasi bawa masker mulut.
"Bau banget! Makan apa, sih" Gue udah pake masker, bau-nya masih berasa banget!" ucap Deon yang nggak jelas kedengerannya.
"Hehehe .... Sebelum ke rumah elo kan, gue habisin satu toples kerupuk jengkol. Terus pas perjalanan ke rumah elo, gue beli dua puluh telor puyuh! Itung-itung ngemil, hehehe Ugun
tersenyum manis tanpa dosa.
"Yeaaak!" Deon langsung lari ke WC yang nggak jauh dari ruang makan. Untungnya, mamanya udah keluar dengan lega meskipun penuh cucuran air mata. Di sana, Deon muntahin semua makanan dari perutnya, padahal dia baru makan sedikit.
Lima menit udah cukup buat Deon ngebuang semuanya. Sambil jalan ke arah Ugun yang masih "makan" dengan tenang, Deon tutup kembali hidung dan mulutnya dengan masker yang sejak tadi tergantung di lehernya.
"Tenang, tadi udah gue semprot ama pengharum ruangan, kok!"
Perlahan-lahan, Deon membuka masker yang baru aja dipakainya. "Setidaknya, percampuran dua zat ini lebih baik dibandingin t
adi!" Sejenak, suasana hening menyerupai kuburan. Deon terus mainin PDA baru yang dibeliin mamanya kemarin sore.
"Gue sampe lupa, Bos! Kata kakak gue, besok ada promosi ekskul!"
"Wah, asyik tuh, Gun! Udah lama kan, kita kagak hoking-looking mojang Bandung yang cantik-cantik!"
"Yah, enak jadi elo. Udah tajir, lumayan ganteng meskipun nggak pinter. Nah gue""
"Cup-cup-cup ... baby hui! Masih banyak cewek yang seporsi ama elo di sana!" Deon mainin matanya yang disekat kacamata itu. Dengan menirukan gaya salah satu ustaz kondang, Deon menghibur hati sahabatnya yang terkoyak-koyak karena cinta.
Sampai detik ini, Ugun belum nemuin cinta sejatinya yang udah lima belas tahun dicari.
"HAHAHA ... OHOK-OHOK ...." Deon tersedak karena tertawa ngakak.
"Makanya, jangan seenaknya elo ngatain gue! Gitu deh, rasanya."
Lagi-lagi, Ugun nyomot paha ayam yang masih bersisa satu. Padahal niatnya, buah jeruk tadi udah jadi makanan terakhirnya.
Ugun sama Deon akrab banget. Istilahnya, di mana ada gajah, pasti ada si jerapah. Mereka berdua udah sobatan sejak SD. Parahnya, persaha-
batan itu bertahan sampai sekarang. Udah dipastiin kalo Ugun sebagai pihak yang diuntungkan dan Deon yang buntung lantaran jadi korban Ugun setiap kali mereka bersama. Untungnya, dua anak aneh itu sama-sama punya tingkah konyol dan memalukan.
"Jadi, besok bareng ya, Yon"!"
"Siiip! Tapi, kalo bannya gembos, elo yang tanggung jawab! Elo mesti dorong sampe parkiran sekolah!"
"Emangnya, elo bunting" Kok, gue yang mesti tanggung jawab. Lagian, elo seenaknya nyuruh gue yang dorong, mentang-mentang banyak cewek yang ngidolain gue, gitu!"
"Iya, elo emang bunting, tapi kagak lahir-lahir dari dulu! Cewek-cewek emang pada ngidolain elo, tapi semuanya para jompowati bukan jomblowati! Hahaha ...!" Untungnya, untuk kali ini Deon nggak tersedak.
Ayooo ... Sekolah! PuKUL enam teng, semua anggota keluarga Suryo kumpul di meja kotak yang terbuat dari kayu jati asli. Meja itu dikelilingi enam kursi plastik putih sedikit kusam. Empat kursi di antaranya udah ada pemilik tetap.
Cowok dengan berat badan 120 kg itu datang dengan jalan yang mampu menggetarkan seisi rumah. Berasa gempa di pagi hari, deh!
"Pagi, sarapan apaan nih, Bu""
"Terlalu sering gaul sama orang kaya, gini deh, jadinya!" celoteh Mbak Rora di pagi buta.
"Kenapa, sih" Nggak ada undang-undang yang ngelarang kita temenan sama orang tajir, kan"" tanya Ugun kesel.
"Please deh, gue anak IPA bukan IPS! Jadinya, elo tanya sama Mas Apip aja kalo urusan macam gitu," jawab Rora jutek.
Apip yang ngerasa disindir, langsung pura-pura ngecek buku di ranselnya yang udah nggak keruan.
"Mas, emangnya ada, ya""
"Ya nggaklah. Pake logika, dong! Mana ada o-rang miskin dilarang gaul sama orang tajir"!" Beginilah suasana rumah kecil nan padat itu kalo lagi ngumpul di meja makan yang tampak nggak layak. Sebagian bahannya udah dimakan rayap,
apa mungkin rayap itu Ugun" Dia makan kayu-kayu itu sebagai pengganti paha ayam-makanan yang nggak pernah hilang dari otaknya meskipun kena amnesia.
Balik lagi sama perdebatan sengit di pagi hari. Semua anggota keluarga Ugun udah buka suara, kecuali bapak yang masih cool baca koran. Padahal, koran itu udah ketinggalan empat hari.
"Udah ... udah, katanya mau makan"" Ibu yang selesai mandi mulai menghampiri orang-orang yang dicintainya.
"Asy suara Ugun terhenti sewaktu dia melihat makanan yang dibawa ibu. "Jagung rebus""
"Iya, ada macem-macem lho, rasanya! Manis, tinggal pake gula. Asin, campurin mentega. Pedes, cocolin aja ke sambel! Enak, kan""
Ketiga anaknya hanya tersenyum terpaksa. Betapa sengsaranya kehidupan mereka, sampai-sampai sarapan pagi pakai jagung rebus.
"Bu, bisa-bisa, sakit perut nih, kalo sarapannya kayak gini!" Tampaknya, cuma Ugun yang protes dengan dilema sarapan paginya.
"Awww!" jeritnya sewaktu kaki besar itu diinjak salah seorang kakaknya, entah mungkin bapaknya.
"Sudahlah, Jenderal Sudirman saja tidak memikirkan lapar sewaktu perang! Pokoknya, jangan ada yang protes lagi. Bapak yang cari uang buat kalian! Syukur masih bisa makan. Coba anak di pinggir jalan situ kamu tanya, makan jagung se
kalipun susahnya minta ampun!" Baru kali ini
bapak buka suara. Tapi sekalinya buka suara, yang keluar pastinya tokoh pujaannya, JENDERAL SUDIRMAN. Belum lagak bicaranya yang mulai ngikutin lagak seorang jenderal besar yang sukses dalam hidupnya. Saking nge-fansnya sama Jenderal Sudirman, seluruh tembok ruang tamu dipenuhi bingkai gambar atau lukisan tokoh pujaannya. Belum lagi tumpukan buku biografi dan buku-buku lainnya yang ngebahas tentang Jenderal Sudirman. Di antara sekian banyaknya, ada satu hal terparah yang beliau lakukan, bahkan semua anaknya harus merasakan semangat dari jenderal idamannya. Ketiga anaknya mempunyai nama panjang yang ada sambungannya Sudirman.
1. Nafif Sudirman Jaya (Apip)
2. Rora Puteri Sudirman (Ora)
3. Sudirman Rahagung (Ugun) Kurang keren gimana, coba"
Sementara yang lainnya makan jagung rebus dengan rasa masing-masing, Ugun hanya diam dan sesekali ngeliat ke arah jam. Ugun bener-bener nggak berani kalo sampai adu pandang sama bapak.
"Makan, tuh! Anak gendut kayak elo, harusnya nggak milih-milih makanan!" Untuk kesekian kalinya, Mbak Rora yang jutek mulai nyaingin kebawelan ibu.
"Gue lagi nggak mood makan!"
"Iya, karena elo cuma mau makan makanan dari temen elo itu! Udah deh, anak orang kaya di mana-mana sama. Elo jangan berkhayal bareng si Deon. Perbedaannya antara toples sama kaleng kerupuk!"
Untungnya, suara yang Ugun nanti pun ter-
dengar jelas. Tiditit ... diiit .... Cukup dua kali Deon bunyiin klakson mobil modifnya. D 30 NN, plat mobil odysey hitam ceper udah nongkrong di depan gubuk derita Ugun. Ugun menyalami ibu dan bapak tercintanya.
"Pak, ada yang lupa nih, kayaknya!"
"Apa" Kamu mau bekal jagung rebusnya"" Bapak yang mengerti mulai memalingkan topik pembahasan. Bapak yang hanya seorang satpam di salah satu bank swasta dengan obsesinya yang nggak kesampaian sebagai "jenderal" emang lagi dilanda krisis ekonomi dengan gejolak tinggi. Motor bebek hasil cicilan pun terpaksa dijualnya dengan harga yang terbilang jatuh dari harga semula demi membayar uang sekolah Ugun dan kebutuhan sehari-hari. Sejak harga-harga kebutuhan pokok melonjak, kehidupan keluarga besar ini terpaksa harus diperkecil. Termasuk cara bapak membagikan uang saku buat anak-anaknya yang udah susah diatur.
Ugun terus memanyunkan bibirnya yang kering sambil terus berdiri mengharap belas kasihan.
"Itu lho, Pak, kalo mau sesuatu, kita harus punya apa""
"Punya ... usaha toh"\"
"Bukan, Pak! Ugun minta bekel uang sekolah jatah hari ini!"
"Oh, kamu sih, tidak jelas!"
Muka Ugun berbinar-binar, tampaknya bapak baru gajian.
"Nih!" Bapak mengeluarkan uang seribuan, tapi
cuma selembar. Udah dibolak-balik berapa kali pun atau digosok-gosok sampai tipis, uang berwarna hijau itu tetap uang seribuan. Manyun-nya Ugun semakin parah. "Pak, dari SMP sampai sekarang, segitu mulu yang Bapak kasih! BBM aja udah naik, kok, bekel Ugun nggak naik-naik"" tanya Ugun sama bapaknya bertubi-tubi.
Deon sedikit kesal, untuk kedua kalinya dia bunyikan klakson mobil. Diiit... diiit!
Karena ngeliat muka anaknya yang persis bak-pau gosong, bapak ngeliatin isi saku seragam dinasnya yang kosong campur bolong. "Nih, Bapak tambahin lima ratus!"
"Ya, udah, deh! Apa mau dikata, Ugun nggak mau dibilang anak yang memeras atau durhaka sama bapak sendiri! Nanti, malah Ugun disorot media!"
Ugun melangkah untuk mengambil sepatu hitam putihnya yang udah disol berulang kali.
"Gun, tunggu!" Tumben-tumbennya, Mas Apip memanggil Ugun seorang adik yang dia cap tak berguna, hanya mem-bawa sial dan malapetaka.
Ugun menoleh sebagai lambang hormat.
"Bensin motor gue tinggal sedikit, kayaknya nggak nyampe kalo ampe sekolah! Gue nebeng ama temen elo, ya"!"
"Ya, udah! Buruan!"
Mas Apip yang biasanya sedingin gunung es, kini mencair menjadi air Sungai Cikapundung yang belakangan ini penuh oleh sampah yang dibuang masyarakat.
"Yah, berarti Ora pergi sama siapa Mas"" Kakak Ugun yang jutek itu benar-benar panik setengah mati. Jarak antara rumahnya dan sekolah jauh banget, butuh satu jam perjalanan. Belum lagi para angkot yang "gila" ngetem. Tanpa mikirin kegelisahan penumpangnya, sop
ir terus saja diam sampai bangku penuh.
"Pikir aja sendiri, nggak mungkin elo mau ikut temennya si Ugun! Elo alergi sama anak-anak tajir, kan"" jawab Mas Apip.
Ora jadi bingung, nggak tau mesti jawab apa. Berat rasanya kalo prinsip yang beberapa tahun dipegang harus dihancurkan demi sampai ke sekolah.
"Gimana nih, jadinya"" Ugun berlagak bos penentu. Kapan lagi gue merintah makhluk-makhluk itu" pikirnya.
"Biarin deh, lebih baik gue naik angkot atau bus umum! Daripada prinsip gue jatuh di hadapan elo semua!" Ora memalingkan muka dengan penuh kekesalan sambil mengunyah-ngunyah jagung hasil racikannya.
DEON nyopir sambil ngebut. Sepanjang jalan, Apip diam dan memelototi keduanya dengan sangat jengkel. Tanpa harus menempuh perjalanan selama satu jam, mereka bertiga sampai di sekolah.
"Thank's Tanpa basa-basi, Apip langsung
pergi. Anak kelas tiga yang bertubuh tinggi itu langsung diserbu cewek-cewek yang memanggilnya sejak turun dari mobil.
Mas Apip emang punya tampang lumayan dibandingkan Ugun. Banyak yang bilang, Mas Apip mirip sama artis Samuel Rizal. Anak-anak cewek satu kompleksnya sampai temen-temen cewek Ugun yang pernah ngeliat Apip, dijamin keseng-sem bak orang-orang yang terkena pelet atau guna-guna. Kalo emang Mas Apip pakai cara semacam gitu, tuh dukun emang pantes diacungin empat jempol sekaligus! Tapi kalo kenyataannya nggak, ibu Ugun bener-bener pilih kasih. Men-tang-mentang Mas Apip yang lahir pertama, segala jenis makanan mahal ibu lahap demi terbentuknya bayi yang sem-purna.
"Woi, bersihin tuh, air liur elo!" Tanpa disadari, air liur terus Ugun keluarkan dari mulutnya yang dower. Pohon, burung, mobil, bahkan bangkai tikus, turut serta sebagai saksi bisu peluncuran apolo liur amat bau banget milik Ugun gendut.
"Sruuup ...!" Ugun emang cowok gendut terjorok yang pernah singgah di muka bumi. Air liurnya yang netes bukannya dilap atau dibuang ke jalanan, malahan Ugun masukin lagi ke mulut dengan ekspresi orang yang lagi minum-minuman segar penghilang dahaga.
"Yeeeak, ternyata makin banyak koleksi kejorokan yang elo punya, Gun! Sumpah ... elo jorok abis, jijik gue ngeliatnya! Pantes aja cewek-cewek nggak tahan deket-deket ama elo!"
"Bukannya jorok, Yon! Di air liur gue terdapat sisa-sisa kenikmatan makanan waktu di rumah elo! Paha ayam, pepes ikan, tumis kangkung, sup buah, ... betapa lezatnya meskipun bentuknya udah nggak keruan! Sumpah, gue pengin ke rumah elo lagi. Meskipun cuma disediain liuran elo, gue ikhlas buat ngehabisinnya."
Deon yang membayangkan ucapan Ugun, segera mencari tempat aman untuk membuang seluruh isi perutnya. Untung pagi itu suasana sekolah masih lumayan sepi, masih banyak anak malas yang belum datang. Deon bergegas lari ke belakang pohon yang terlihat sunyi. Deon keluarkan kantong plastik hitam bawaannya dan dia curahkan semua isi perutnya yang tak kuasa untuk terus ditampung.
Roti isi daging+keju+telur mata sapi+tomat+ salad yang dia makan tadi pagi, terpaksa terbuang sia-sia di kantong plastiknya.
"Udah, muntahnya"" Ugun pastikan Deon baik-baik saja.
"Iya-iya." Tampaknya, sekarang perut Deon lebih baik dibandingkan tadi, meskipun kedua matanya berkaca-kaca dan mulutnya terlihat belepotan. "Ini, Gun!"
Ugun terheran-heran ketika Deon memberikan kantong plastik isi muntahannya sama Ugun.
"Apaan, Yon"!" Ugun masih penasaran.
"Air liur gue aja mau, masa muntahan isi burger gue pagi tadi elo tolak""
Ugun garuk-garuk rambut. "Yon, air liur tuh
cuman per-umpamaan. Orang gila aja mesti mikir beribu kali buat ngabisin air liur elo yang mana tahan itu!!! Apalagi gue si Makhluk Ganteng Penuh Potensi, mending nggak makan satu tahun, deh ..."
"OOOH ... gue kira, elo punya kelainan!"
Blubuk-blubuk-blubuk! Tak lama, bunyi misterius terdengar di antara keduanya.
"Bunyi apaan lagi tuh, Gun" Ngeri banget gue dengernya, berasa kiamat udah deket!" Deon pastikan kalo ini bukan ulah Ugun.
Ugun terus-terusan ngebelai perutnya yang semakin mem-buncit.
"Elo nggak lagi mau buang bom, kan"" Untuk kesekian kalinya, Deon yakinkan sebelum perutnya benar-benar meledak.
Ugun megang-megang perutnya. Meskipun IQ Deon ren
-dah, setidaknya untuk hal buruk ini dia sangat pintar dan terlewat jenius. Kalo bukan kentut, berarti Ugun belum dapet tumbal buat dimakan.
"Emang, tadi pagi elo belum sarapan"" Ugun menggeleng. "Makan apaan, coba" Ba-yangin ... apa pantes jagung rebus dijadiin sarapan" Yang ada, mecret-mencret gue pas perkenalan nanti!"
"Wow, nyokap elo kreatif banget! Gue mau dong, udah lama gue nggak makan makanan itu."
Ugun yang ngedengernya, lantas memukul-mukul jidat hitamnya. Ternyata, pemikiran Deon sama dengan orang-orang di rumah. Berselera rendah, terlalu pasrah, bahkan nggak punya kreativitas
tinggi dalam mengeksperimen sebuah masakan.
"Ah, elo sama aja, Yon! Gue pengin sesuatu yang enak, biar gue bisa konsentrasi belajar! Ini malah jagung rebus, sekalian aja nggak usah makan!"
"Elo harusnya bersyukur. Coba gue" Tiap pagi mesti sarapan. Kalo nggak, nyokap gue uring-uringan ngomelin gue sambil ngejejalin makanan ke mulut gue. Belum lagi, tiap hari gue pasti disuruh bekel makanan. Inget waktu zaman SMP, kan""
"Hahaha iya! Sekarang, elo masih bawa bekel""
Deon lumayan malu sama pertanyaan Ugun, serasa harga dirinya sebagai anak pengusaha minyak turun drastis.
"Ya udah, kalo elo nggak mau, gue yang habis-
in!" Gubrak, kesalahan fatal ternyata!
Sambil berjalan ke area gerbang sekolah, keduanya masih asyik membahas makanan yang Deon bawa. "Cemerlang! Nih, kotak makan gede spesial buat si Perut Gede!"
SUASANA SMA favorit kedua di Bandung itu, perlahan-lahan mulai penuh dan ramai dipadati makhluk berseragam putih abu-abu. Jalan Bali di samping sekolah mulai disesaki mobil mentereng. Di
samping sekolah, terdapat lapangan kota yang dijadiin tempat nongkrong anak-anak yang nunggu bel masuk berbunyi, meloloskan diri dari aneka pelajaran yang membosankan, kabur dari omelan guru-guru, jadi tempat ngeceng, sampai menjadikan taman sebagai rumah kedua. Semua itu mereka lakuin di Dakega (daerah kekuasaan kelas tiga).
Bukan itu aja, di pinggir jalan pun berdiri sederetan tenda biru yang menjual berbagai makanan berat. Berawal dari bubur ayam spesial, bakso yang nyerupain rudal, bakso tahu jumbo, soto ayam jago, sampai creep's dengan kualitas asli. Masih ada lagi tempat strategis yang diincar anak-anak. Kalo ada yang belum puas makan di tenda biru, bisa juga nambah makan di kantin sekolah yang semarak dengan grafiti-grafiti ekstra gila, hasil karya tangan-tangan berbakat yang sekarang udah pada lulus.
"Dor!!! Remifasolasi, dor!!!" giliran Ugun yang ngagetin Deon.
Tampaknya, Deon terkesima dengan keadaan di sekolah barunya. Begitu sempurna dan sesuai selera. Sekolah mereka emang terkenal sebagai biangnya cewek-cewek cantik. Mulai dari model, penyanyi, penari, aktris, sampai penulis novel, semuanya ada.
"Elo takjub, ya" Gue sih, biasa aja. Harusnya, gue masuk ke sekolah sebelah yang lebih setara sama otak gue!"
"Maksudnya, elo nyindir gue" Mentang-mentang gue masuk bukan karena nilai gue, gitu""""
Ups, seorang Deon marah-marah!
"Oooh bukan gitu, Teman! Gue cuma masih nggak terima aja kenyataan pahit ini. Rasanya masih berbekas banget!" "Terus""
"Tapi, mau ngomong apa kalo bubur nggak bisa balik jadi nasi! Lagian, gue bisa gila-gilaan di sini bareng elo!"
"Asal elo tau, Gun! Gue sekolah di sini ngincer ekskul ama cewek-ceweknya. Selain itu, kita juga bisa terkenal! Hehehe ...."
"Hallah!" Ugun geleng-geleng kepala. "Jadi, itu toh, niat elo""
"Kenapa" Elo nggak suka"!"
"Justru, gue mau bilang ... sama!"
"HAHAHA ...!!!" Tanpa peduli dan malu diliatin senior, mereka terus ngakak buka mulut yang baunya lebih dari tujuh rupa.
Ajaib ...! Satu kata mereka keluarin waktu ngeliat papan jumbo berisikan daftar nama anak kelas satu. Impian pisah kelas yang dinanti-nanti pun pudarlah sudah. Nama keduanya ada dalam satu kelas yang nggak lain kelas sepuluh-sepuluh. Angka cantik, kan"
"Apa ini pertanda jodoh"" "Tau deh, Yon!"
Mereka berdua berangkulan menyerupai anak kembar sial. Setiap kelas yang mereka lewati, pasti dilihat sambil sedikit-sedikit diintip.
Kelas bercat kuning muda yang dipadu hijau
tua cerah, menjadi tempat keduanya kelak berbagi contekan. Semua
bangku udah penuh diduduki penghuninya, kecuali bangku paling depan yang paling dekat dengan guru.
"Sial, Yon! Kita dapet bangku VIP, nih."
Semua mata anak menatap kedua manusia berkepribadian ganda itu. Dari yang cantik, manis, lucu, imut, jelek, buruk rupa, sampai yang nggak punya muka eh nggak lepas-lepasnya menatap Deon feat Ugun.
"Betapa malang nasibku ...." Ugun melantunkan lagu unggulannya kalo kesialan tengah menerpa.
"Udah Gun, elo emang nggak berbakat kok, jadi idola! Boro-boro pada SMS elo, yang ada mereka protes minta elo dieliminasi paling awal!"
"Yaelah, gue cuma menghibur diri! Di antara kesunyian rimba ini ...."
Suasana kelas kembali ramai menyaingi keramaian di Pasar Induk Ciroyom. Entah hal apa yang mereka bicarakan. Yang jelas, bukan Dion atau Ugun namanya kalo nggak buat sebuah sensasi. Mulai dari barisan yang mereka duduki, keduanya berjalan dari bangku ke bangku buat kenalan sama yang lainnya, hitung-hitung sambil nyari gebetan.
Waktu di bangku kesepuluh, mereka mentok soalnya ada cewek yang sombongnya kelewatan. Kalo cantik sih, mending. Nah ini, boro-boro! Buat bilang "can" aja susah, apalagi "tik". Serasa lidah ini berontak dan menolaknya. Keliatannya, dia duduk sendirian atau mungkin lagi nunggu seseorang"
"Sombong banget sih, elo""
"Suka-suka gue!" jawab cewek ketus yang kalo nggak salah bernama Balleryn.
"Yeh, emang situ oke!" balas Ugun dengan sok. Sok bencong tepatnya lagi.
"Udah, sana pergi! Gue nggak butuh elo berdua. Lagian, elo berdua nggak bakalan suka jadi temen gue!"
"Yuuuk!" Deon pergi sambil benerin kacamatanya yang keluaran terbaru. Kacamata kotak bening yang dilapisi bingkai cokelat muda. Ngakunya sih, made in Cina gitu.


Pom-pom Boys Karya Putri Arsy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Acara salam-salaman yang nyerupain suasana Lebaran pun diteruskan. Sampai akhirnya, datanglah seorang wanita muda yang tak lain guru cantik jelita memasuki kelas mereka. Persis Ibu Peri, deh! Guru berjilbab orange motif bunga itu benar-benar mempunyai aura yang kuat. Aura seorang wanita cantik yang mempunyai segalanya, dalam sekejap mampu menarik para cowok di sekitarnya.
Lagi-lagi, air liur Ugun keluar. Tes ... tes ... tes .... Bunyi tetesan mengenai seragam abu-abu bekas kakaknya.
"Hei, kalian berdua, sedang apa"" Dengan rona wajah tenang, Bu Wali Kelas bertanya.
"La ... la ... lagi kenalan, Bu! Biar keharmonisan terjalin di kelas ini. Oh ya, nama Ibu siapa""
Ibu guru cantik itu melemparkan senyum. "Nama Ibu ... Nissya, tapi kalian bisa panggil saya Bu Ninis! Itu, air liurnya"!"
Busyet! Dari jarak beberapa kilo meter, Bu Ni-
nis bisa ngeliat tetesan air menjijikkan itu"""
Ugun lantas mengelapnya dengan handuk basket yang dia jejalkan ke dalam saku celana ukuran anak raksasa. Handuk yang sampe saat ini masih Ugun rawat dengan baik adalah pemberian mantan kecengannya.
'Temen saya emang punya kebiasaan gitu, Bu! Harap maklum!" balas Deon yang sama-sama terpesona.
"Ya, sudah! Kalian kembali ke bangku masing-masing!" "Beres, Bu!"
Keduanya kontan berlari segesit mungkin, ca-per di depan Wali Kelas.
TERNYATA, ada persaingan sengit antara Ugun dan Deon dua orang calon ketua murid kelas sepuluh-sepuluh. Jumlah suara keduanya sama besar, sama kuat, sama adil. Tapi, kalo dipikir-pikir lagi, kayaknya ada satu orang yang nggak nyum-bangin suara. Jumlah murid di kelas itu sebanyak 43 siswa, kertas gulungan yang terkumpul cuma 42. Nah, lho!!!
"Ah, pasti Bu Guru yang belum ngasih suara!" tebak Deon.
Spontan, Ugun menjitak kepala Deon yang sedikit lebih kecil dari ukuran kepalanya. "Bu guru nggak
mungkin ngasih suara, dodol! Pasti si jutek itu yang belum ngasih suaranya!" Dengan gaya di sinetron-sinetron, Ugun menunjuk ke arah cewek yang dari tadi menunduk. Entah pusing, malu, marah, kesal, atau apalah alasannya, Ugun muak melihat tingkah lakunya yang lain dibandingin dengan cewek yang selama ini dikenalnya.
"Gue"" Cewek ketus nan misterius itu menunjuk dirinya.
"Tuh kan, Bu! Dari awal masuk, dia emang udah berlagak. Wajar kalo anak-anak ogah nemenin dia!"
Ibu Ninis yang mendengar semuanya, lantas tersenyum dan berjalan mendekati cewek berkawat gigi itu.
"Jangan menilai orang
sebelum kamu mengenalnya. Siapa nama kamu, Sayang""
"Balleryn." Masih dengan juteknya, dia menjawab.
"Boleh Ibu panggil kamu, Eryn"" Dia mengangguk, seolah-olah Bu Ninis penolongnya.
"Sekarang, siapa yang kamu pilih""
Eryn menatap kedua manusia bodoh yang mengharapkan belas kasihnya. Mata keduanya melemah, berharap Eryn menyebut nama salah satu di antara mereka.
"Kalian berdua janji, nggak bakalan berantem cuma karena masalah pemilihan KM ini""
"Nggak, kita sih, asyik-asyik aja!" Sambil tos, Ugun dan Deon menunjukkan kekompakan yang sudah lama terbina.
"Yang kurus!" "Deon, maksud elo"" ulang Ugun.
"Iya, nggak mungkin elo, kan"" balas Eryn pe-
des. Setelah terpilih KM, wakil KM, sekretaris, bendahara, dan pengurus kelas X-10; Bu Ninis memerintahkan untuk menu-lis-kan-nya di papan tulis dan setiap anak yang mendapat jabatan berdiri di depan kelas.
ORGANIGRAM KELAS X-10 WALI KELAS : Dra. Nissya Raista
KETUA MURID : Deon WAKIL KETUA MURID : Ungun
SEKRETARIS : Pury BENDAHARA : Ochie SIE. ABSENSI : Dhisa SIE. KEBERSIHAN :Anin SIE. KEAMANAN : Okky SIE. OLAHRAGA : Abi SIE. KESENIAN : Sella Hantuuu" Teng-tong-tong-teng ...! Bunyi bel pertanda jam pulang. Sekarang, udah jalan tiga hari Ugun dan Deon memakai seragam putih abu-abu. Mereka berdua kecewa berat gara-gara pemilihan ekskul yang niatnya mereka tonton kemarin diundur entah sampai kapan.
"Gun, jimana sih, elo"" tanya Deon yang terbiasa mengganti bunyi "G" jadi "J". Intinya, Deon nggak bisa nyebutin huruf "G". Maklum, konon katanya, papa Deon yang raja minyak itu keturunan Jerman, jadi secara otomatis lidah Deon terbawa-bawa gaya papanya.
"Jimana-jimana apanya"! Duh, elo masih nggak bisa ngomong "G", ya" Ampun!!!"
"Itu loh, kekecewaan kita yang kemaren!"
"Oh, masalah promosi ekskul" Gue juga nggak tahu. Nipu banget tuh kakak gue. Mesti gue tuntut ke meja hijau!"
"Apaan sih, elo, Gun" Makin lama, elo makin ngelantur jadinya!"
Kedua cowok yang namanya mulai dikenal seniornya, kembali melangkah menuju gerbang hijau yang sudah terbuka lebar mengantarkan kepulangan mereka ke rumah masing-masing.
"Woi, Yon! Sebentar, tunggu!" teriak Ugun
yang gemar memutarbalikkan kata-kata.
Dengan mimik terkaget-kaget, Deon ikuti langkah Ugun yang seolah-olah mencium aroma sedapnya sepiring makanan.
Bwt Adlq2 keLaS saToE, nTaR keLaR sEkoLaH ke DAKEGA yaKz!!! AdA pRoMoSi eXuL tuWh Jdi JaNgaN saMpE nGGaK, LhO!!!
Kurang lebih, itulah isi pengumuman yang banyak dikeru-bungin anak kelas satu. Spontan, keduanya bertatapan senang dan semangat.
"Ayo, Gun! Gue pengin dapet tempat VIP, nih!"
"Eit tunggu, gue kebelet nih, Yon!"
"Buruan deh, jangan lama-lama! Kalo nggak, gue tinggalin."
Lima belas menit setelah bom Ugun meledak ...
"LAMA banget" Gue yang nunggu aja ampe berkarat!"
"Gila Yon, gue juga nggak tau kenapa belakangan ini gue sering banget ke belakang! Mungkin, ini jalan yang Tuhan kasih supaya badan gue ngecilin."
Deon yang nggak terima, lantas mukul-mukul buntelan kasur yang Ugun bawa tiap harinya. "Ngecilin dari mana" Dari menara Petronas sambil pake sedotan, gitu""
"Terserah elo, deh! Gue sih, nerima aja elo mau ngatain apa."
Rasanya, makin hari, Ugun makin kurang percaya diri. Kulit badaknya mulai mengikis seiring berjalannya waktu.
"Awww ... TRAK-TRAK!!!"
Tiba-tiba, Ugun dan Deon merinding. Di pertengahan lorong yang gelap dan sepi, terdengar jelas jeritan cewek yang sama sekali nggak mereka kenal. Menurut gosip yang beredar, sekolah mereka udah lumayan tua. Parahnya lagi, ada yang bilang kalo sekolah ini dihuni seorang cewek yang dulunya ma-ti bunuh diri di sekolah, cuma gara-gara ortunya nggak nye-tujuin hubungannya sama cowoknya.
"Guuun ... elo denger, nggak""
"Denger, Yon!" "Kok, gue jadi merinding, sih""
"Sama ... malahan gue mau pingsan nih, lama-lama!"
Sambil tengok kanan, tengok kiri, lirik kanan, lirik kiri; Ugun dan Deon terus berpegangan. Keduanya bertahan untuk keluar dari lorong yang panjang- nya kurang lebih enam atau sepuluh meter. Tapi, langkah mereka terhenti waktu melihat sesosok cewek berambut panjang, berbaju putih, lagi ngesot mirip suster ngesot. Cewek itu meraba-r
aba sekitarnya, menunjukkan bahwa dia lagi mengambil sesuatu.
"Hantuuu!" Hanya kata itu yang kuasa mereka keluarkan.
Kedua kaki mereka menjadi kaku dan lemas.
Kalo bisa milih, Ugun nggak mau kalo harus mati sia-sia karena takut dimakan hantu. Beda sama Deon yang terus berdoa, berharap ada yang menolong mereka.
"Kalian, siapa"" tanya cewek "hantu" itu.
"Gun, masa ada sih, hantu di siang bolong""
"Iya, gue juga heran!"
"Gimana kalo kita cari arah suara itu, siapa tau cewek cantik yang minta tolong sama kita"!"
"Sundel bolong, maksud elo" Ogah ah, kalo kita kudu nyari tau asal suara tuh cewek!"
"Oke, kalo nggak mau, elo sendirian aja di sini!"
Tumben, minum obat apa si Deon tadi ma-lem" Kok, bisa nekat gini" pikir Ugun.
"Yon ... Yon! Gue ikut elo, deh!" Ugun mengejar Deon.
Pencarian asal suara cewek misterius itu dilanjutkan. Pikiran tentang promosi ekskul sudah hilang di benak keduanya yang penasaran.
"Kalian masih ada di sana nggak" Bisa bantuin gue"!" Cewek itu semakin jelas saja. Kalopun dia hantu penghuni sekolah, bahasanya kok, gaul banget!
"Ayo, Gun, bentar lagi elo bakalan liat bidadari, bisik Deon yang terus mengeluarkan keringat dingin. Kini, tinggal lima langkah lagi muka cewek misterius itu terlihat. Tapi ... tapi cewek itu terus nunduk dengan rambutnya yang terurai. Suasana semakin mencekam.
"UAAA ...!" "Ampun ... ampun ... Mbah, ampunin kami berdua. Kami nggak maksud ngeganggu!" Kontan, Ugun dan Deon menunduk sambil meminta maaf.
"HAHAHA ...! Elo berdua payah!!!" tawa puas bernada serak cewek itu.
Kalo ini suaranya, nggak heran, nggak bukan, dan dijamin nggak salah kalo Balleryn pemiliknya. Cewek jutek yang sempat mereka sangka sebagai salah satu keturunan bangsa lain di luar manusia biasa. Cewek yang doyan menyendiri di kelas ini emang patut dicurigai serta diikuti. Mulai dari tampangnya yang sengak alias kurang bersahabat, kebiasaannya menunduk sepanjang hari, kegemarannya diem dalam artian sangat jarang ngomong, marah-marah sama orang yang ngajak dia ngobrol, bahkan sekadar nyapa dia.
"Heh, dasar! Bisa-bisanya ngagetin orang di siang bolong!" Ugun yang tersadar, lantas berdiri dan marah-marah.
"Dasar cewek aneh! Gue kira, suster ngesot itu emang ada, nggak taunya ...."
"Lagian, kalian berdua payah banget jadi cowok. Masa ada hantu siang-siang" Kalo emang ada, mereka semua bakalan takut ngeliat tampang elo berdua yang pantes ditakutin sama mereka. Termasuk gue!" Selesai ngomel-ngomel, Eryn ngambil kedua tongkat yang sejak tadi tergeletak di samping tangannya. Tongkat setinggi dada yang terbuat dari melamin itu biasanya dipakai oleh orang-orang yang kakinya cacat.
Melihat kenyataan itu, sedikit rasa iba mulai
bersemi dan bermekaran di hati Ugun dan Deon. Cewek yang selama ini mereka pikir aneh-aneh, ternyata seorang gadis cacat yang punya semangat sekolah melebihi semangat mereka yang anggota tubuhnya masih berfungsi dengan baik dan benar. Apalagi badan Ugun yang serba berlebihan.
Diulurkannya tangan kanan kedua anak berseragam lusuh itu.
"Makasih, ternyata elo berdua baik!" tutur Eryn sewaktu Ugun dan Deon mulai membantunya berdiri. "Maaf deh, kalo selama ini gue jutek sama kalian berdua!" Meskipun minta maaf, nadanya itu masih persis ketika dia nyentak-nyentak atau marah-marah.
"Nggak apa-apa, kok. Kita sih, dibawa asyik aja!" hardik Deon sambil melirik Ugun yang masih tersentuh dengan keadaan Eryn.
"Yoi ... tenang aja, Ryn!"
Entah telat atau nggak, mereka baru menyadari kecantikan Eryn. Cewek ini memiliki wajah bening yang sungguh pantas buat dijadiin pemandangan segar tiap harinya.
Eryn menyisipkan rambut panjangnya di belakang telinga. Rambut yang sempat membuat takut Ugun dan Deon itu terlihat kusut, kusam, dan terlihat kurang terurus.
"Sekarang, elo berdua tau siapa gue. Ya, gue cewek cacat yang nggak bisa apa-apa selain marah-marah sama orang! Sebenernya, gue udah nggak punya semangat hidup apalagi semangat buat sekolah. Gue cuma bisa ngerepotin semua
orang! Hiks ... hiks Pantas aja, setiap pagi, dia selalu datang paling awal, bahkan sebelum penjaga sekolah datang untuk membukakan pintu setiap kelasny
a. Lain halnya ketika pulang, Eryn selalu paling akhir melangkahkan kaki meninggalkan pintu gerbang.
Ugun dan Deon memapahnya sampai duduk di koridor depan kelas. Mungkin, sehabis duduk, dia bisa nyeritain semuanya itu secara lengkap dan lugas, tanpa embel-embel menangis yang menimbulkan banjir dadakan. Setelah sedikit tenang, Eryn melanjutkan ceritanya.
"Sebelum cacat, gue sempet jadi model sekaligus balerina. Selain itu, gue juga sempet jadi anggota cheerleader SMP. Saat itu, gue ngerasa dunia bener-bener sempurna! Gue punya banyak temen. Gue punya hal yang nggak semua orang punya. Tepat jam sebelas malem setahun lalu, gue pulang dari pemotretan majalah. Saat itu, kondisi gue lagi nggak vit. Mata gue pun udah nggak kuat lagi buat ngeliat. Tiba-tiba aja, dari arah depan ada mobil dengan kecepatan tinggi hampir nabrak mobil gue. Untuk ngehindarinnya, gue belokin setir dan
"Dan, apa Ryn"" Ugun mulai terbawa suasana. Handuk yang setiap hari dia bawa pun terkena basahnya derasan air mata seorang buaya.
"Gue nggak tau apa yang terjadi. Gue udah di rumah sakit dengan kaki yang divonis cacat seumur hidup
"Hik ... hiks ... hiks ...." Sekarang, giliran Deon
yang meneteskan air mata dengan deras. Kacamata barunya terpaksa dilepas untuk menghindari penga-ratan global.
"Sejak itu, gue nggak mau semua orang tau peristiwa yang gue alamin. Impian gue dan nyokap gue hancur hari itu juga. Gue takut orang-orang ngejauhin gue cuma gara-gara gue cacat! Hiks ... hiks ...."
"Wah, kalo gue tau siapa orangnya, gue habisin dia sekarang juga!!!" Ugun ngeluarin jurus kepalan nasi timbel kegemarannya. Sayang, nasi timbelnya tanpa tahu, tempe, ayam goreng, timun, daun singkong, dan pastinya sambal ekstra pedas. "Bukan hanya itu, gue suruh dia gantiin kakinya buat elo, eh ... tapi emang bisa gitu, ya"!"
"I ... iya, Ryn! Elo bisa ngandelin kita berdua,
kok." Entah pura-pura atau kenyataan, yang jelas, saat itu juga Eryn tersenyum kepada keduanya meskipun giginya ditahan kawat biru muda. Hebat, salut buat kedua cowok ini! Ampyuuun!
"Eh, sampe lupa, Gun! Kita mau nonton promosi ekskul tea\" Ingat Deon yang sudah menggebu-gebu sejak tadi.
"Oooh, iya!" Ugun menepuk keningnya. "Ryn, ikut kita, yuk!"
Eryn menjawab dengan gelengan kepala.
"Kenapa" Kan, bisa ngeceng-ngeceng gitu" Hehehe ...!"
Dasar, Deon nggak punya otak sama perasaan! "Boro-boro mau ngeceng, yang ada gue dile-
dekin mereka, kali!" jawab Eryn.
"Ampun, deh! Pokoknya, kalo hal itu sampe terjadi, orang itu bakalan berurusan sama gue!" Ugun sang Hero memberi obralan janji yang belum tentu bisa dia tepati.
"Emang, elo berani, Gun""
"Ya ... ya ... kenapa nggak" Makanya, ayo dong, Ryn!"
Mungkin, karena bosan atau kesal ditarik-tarik Ugun, Eryn pun menyerah dan mengiyakan permintaan keduanya untuk ikut ke Dakega yang udah penuh anak baru.
Dengan tatapan aneh ditambah heran, anak-anak lainnya terus menatap Eryn yang pernah jadi putri sekolah plus idola sewaktu SMP. Ada sebagian anak yang mengolok-olok dan menertawakannya. Sebagian ada pula yang iba dan sedih melihatnya.
"Emang, sekolah kita nerima siswa cacat, ya"" celetuk orang yang bener-bener nggak punya perasaan.
"Tuh kan, semua orang ngolok-olok gue. Udah deh, gue pulang aja!" Eryn memutar badannya.
"Nggak! Elo mesti tetep di sini. Elo mesti nun-jukin kalo elo kuat ngadepin segalanya. Contohnya gue yang suka diolok-olok sama semua orang lantaran gue punya perut nyaingin gajah, tapi ... gue kuat ngedenger semuanya. Gue syukuri apa yang udah Tuhan kasih ke gue!"
Cieeeh ...si Ugun keren banget! Sejak kapan ya, dia bisa setegar itu" Dapet kata-kata dari sinetron mana tuh, Mas" Deon sedikit sadar bahwa
selama ini ejekannya sempat nyakitin hati Ugun.
"Gue coba, Gun. Mudah-mudahan, gue bisa kayak elo!"
Pencarian lahan kosong pun mereka teruskan.
Dakega secara otomatis disulap habis menyaingi stadion yang hampir setiap minggunya dijejali bobotoh PERSIB. Lapangan yang biasa dipakai anak-anak bermain sepak bola atau basket itu tiba-tiba saja terhalangi oleh panggung mini yang sedemikian rupa mereka bangun di bagian tengah. Panggung dengan dekorasi bertema
"Welcome to Junior". Panggung ini didekor dengan background ekskul-ekskul yang akan unjuk gigi di hadapan anak kelas satu.
Acara semacam ini emang sengaja mereka persembahkan di setiap tahun ajaran baru. Tujuannya semata-mata memper-kenalkan beraneka ekskul yang ada di sekolah. Mulai dari ekskul drama, dekor, cheer's, pom-pom, rohis, KIR, keamanan, basket, dan masih banyak ekskul lainnya yang turut serta mengisi acara ini. Selain itu, acara ini pun dapat dijadikan ajang minta maaf senior ketika MOS berlangsung. Satu hal lagi yang paling penting bahkan teramat penting, acara ini diharapkan dapat membangkitkan rasa silaturahmi dan kebersamaan antartiga generasi sekaligus.
"Gun ... Gun ... Gun ...!" Deon menepuk pundak Ugun.
"Apaan, sih" Gue lagi konsen, nih!" jawab Ugun tanpa menoleh sedikit pun.
"Tuh, liat kakak elo si Apip!"
Mendengar ocehan Deon, Ugun menengok ke arah Apip.
"Gun, apa bener itu kakak, elo"!" Dari nada bicara Eryn, jelas sudah kalo dia nggak percaya. "Iya, dia emang kakak pertama gue! Kenapa"" "Keren ...."
Apip emang salah satu anggota ekskul keamanan, bahkan dia menjabat sebagai wakil ketua ekskul. Apip emang bangga dengan ekskulnya. Butuh perjuangan dan pengorbanan selama penyeleksian calon anggotanya. Bagi Apip, selain dapat terkenal, dia pun berkuasa di sekolah. Asyik banget!
"Eh, Gun! Kok, elo nggak mirip sama kakak elo""
Oooh ... pertanyaan semacam itu yang paling dibenci Ugun. Kalo boleh jujur, hingga detik ini, Ugun nggak tau jawabannya. Bahkan, ibunya sendiri bungkam untuk menjawab tanda tanya besar yang terus berputar di atas kepalanya.
"Gue juga sama-sama nggak tahu. Jangan tanyain itu sama gue!"
Lama-lama, kejutekan Eryn melebur menjadi kegenitan. Eryn merapatkan jarak duduknya dan terus menyimak wajah Ugun yang merona-rona, meskipun tidak jelas warnanya. Melihat reaksi semacam ini, Ugun bingung dan serbasalah untuk merespons kelakuan konyol teman barunya.
"Elo kenapa""
Eh, yang ada malah Eryn cengengesan sendiri. "Titipin salam gue, dong! Yah, Guuun ...," pinta Eryn dengan wajah memelas.
"Kalo gue inget," jawab Ugun singkat,
Pom-Pom Boys JAM silver Deon nunjukin pukul 14.00, tapi acara "Welcome to Junior" belum juga dimulai. Rora yang menjadi seksi acara merangkap MC, sedikit terlihat kacau. Make-up yang udah dia poles di mukanya secara berlebihan, perlahan-lahan luntur oleh keringat yang terus bercucuran menyaingi hujan tadi malam. Baju yang superjadul namun tetep keren, sepatu berhak alias high heels, kacamata jengkol, rambut berponi, wuiiih ... bukan Rora kalo nggak diteliti banget.
"Rasanya, gue kenal lagi tuh, Gun!" Siapa lagi kalo bukan Deon yang melontarkan kata-kata jenis menyindir, mengolok, dan menjatuhkan.
"Udah deh, itu kakak gue yang kedua."
"Uuups!" Deon yang didukung Eryn, menutup mulut mereka. Semakin takjublah keduanya dengan keeksisan kakak seorang Ugun.
Tampaknya, emang nasib sial selalu menyertai Ugun. Mulai dari tampangnya yang pas-pasan, bentuk tubuhnya yang serba berlebihan, kelegaman kulit hitam yang sulit diputihkan, kehidupan yang kurang mengenakkan, dan olok-olokan dari semua golongan. Tragis! Walopun gitu, Ugun bukanlah tipe cowok yang menerima segalanya dengan lapang dada yang luasnya menyaingi lapangan Gasibu. Dari
kedua kakaknya, hanya Ugun yang mempunyai prestasi membanggakan. Berawal dari Olimpiade Matematika, Fisika, Kimia, sampai balap makan kerupuk, mi, puding, keju, bahkan makan cabe pernah Ugun ikuti.
"Penampilan pertama bakalan dibuka sama anak-anak band!"
"Yeee ...!" Semua penggemar musik berteriak histeris.
Setelah band unjuk gigi, anak-anak drama, basket, karate, pers, dan apalah itu namanya mulai bermunculan. Tak lama, anak-anak berkaus hitam dan muka datar datang mengisi panggung perlahan-lahan. Siapa lagi kalo bukan pasukan keamanan. Menurut kabar yang beredar, ekskul ini setiap tahun-nya selalu mendapat respons terbanyak dibandingkan dengan yang lainnya.
Usai tegang-tegangan, Rora mengumumkan bahwa anak-anak cheer's akan tampil. Cewek-cewek berkulit mulus itu datang dengan seragam mini kebanggaan mereka. Dengan pom-pom putih di kedua tangannya,
aksi mereka semakin memukau penonton yang berebutan duduk paling depan, teristimewa Deon dan Ugun. Spontan, Deon merekamnya dengan HP terbarunya.
Cheer's bubar, penonton pun ikut berhamburan keluar. Acara kembali dilanjutkan. Ekskul dekor, drama, bola, dan masih banyak lagi, sampai yang terakhir sebagai penutup adalah ....
"Apa" Pom-pom"" Deon dan Ugun berpandangan. Berulang kali, mereka menoleh ke arah
panggung. Sampai-sampai, Ugun dan Deon mengundang tawa anak-anak.
"Pom-pom ... pom-pom ... pom-pom ... boooys!" Teriak-an bass bercampur sopran yang mereka keluarkan.
Anak-anak pom-pom tampil dengan kemeja ala 1980-an yang dipadu kaus oblong berwarna norak, celana ekstra kedodoran, sepatu Adidas keluaran terbaru, rambut mohawk, dan tak lupa kacamata jengkol, dbdwbr (dengan bentuk dan warna beraneka ragam).
"Ah, ini sih, kayak boysband aja!" keluh Ugun yang terlihat kecewa atas penampilan mereka. Tapi, setelah tahan ala cowok usai, dua belas cowok itu membalikkan badan dan membuka satu per satu pakaian mereka. Selama proses itu, suasana kembali semarak, bahkan melebihi kemarakan ketika cheer's tampil.
"Plis, Gun! Nekat abiiis tuh orang!" Deon yang menyaksikan kegilaan kakak kelasnya, terus berteriak-teriak. Mungkin bangga, kagum, atau apalah, hanya Deon dan Tuhan yang tahu.
Tiga orang cewek pun datang. Kalo nggak salah, mereka manajernya. Baju-baju keren yang udah pom-pom boys lucuti itu, ketiganya masukkan ke kantong hitam besar yang menyerupai karung.
"Tidak, Marissol!" kilah Ugun kepada Deon yang lagi-lagi merekam adegan-adegan yang baginya menakjubkan.
"Eh, gue Deon. Bukan Marissol!"
Sementara itu, Eryn hanya dijadikan sebagai
patung hiasan yang siap dipindahkan kapan pun mereka berdua kehendaki.
Rok ketat supermini, tanktop pink bertabrakan hijau tosca, rambut gondong yang dikuncir dua dengan pita bunga, bandana bertuliskan DORA, eye shadow yang kelewat norak, lipstik merah nan menyilaukan mata, pom-pom yang udah nggak berupa, dan parahnya lagi stocking putih yang bolong digigit kecoa. Emang bener pom-pom boys tuh gila!!! Itulah keadaan mereka yang terus mengundang tawa.
"Hei boys ... hei girls ...!" Kurang lebih, begitulah bunyi-bunyi yel ala pria-pria yang kepriaannya masih diragukan.
Atraksi berikutnya yang teramat memukau ketika mereka melakukan salto dan sebagai puncaknya, mereka membuat sebuah piramid yang menjulang. Sampai-sampai, ketinggian pohon yang berada di area Dakega bisa mereka raih.
"Yeeeaaah!" Tepukan dan teriakan puas yang penonton berikan untuk ekskul penutup.
"Perhatian buat semuanya! Gue Chia anak sebelas lima. Gue ngejabat manajer pom-pom. Buat para cowok bernyali besar yang pengin ikutan, harap isi formulir yang disediain. Trus, buat ceweknya yang mau jadi manajer cowok-cowok ini, bisa isi formulir atau temuin gue aja di kelas. Inget! Pom-pom bukan ekskul banci yang kalian pikir! Buktinya, anak-anak pom-pom banyak yang jadi atlet dan pastinya bakal jadi idola cewek-cewek di sekolah! Oke, gue tunggu elo semua jadi anggota!"
celoteh cewek berambut panjang yang terus mengunyah permen karet dan meniupnya sampe menyaingi kepalanya.
Dari jarak beratus-ratus kilometer, Deon bisa ngeliat inner beauty kakak kelasnya. Meskipun dandanannya brutal dan asal-asalan, Deon yakin kalo cewek ini patut buat jadi pengisi kekosongan hidupnya.
"SUMPAH, keren abis tuh pom-pom. Gimana kalo kita ikutan"! Langka banget, deh!"
"Iya sih, tapi ...." Deon ragu ketika mereka melewati jalan yang mengingatkannya akan sesuatu. Kejadian yang sempat membuatnya trauma dan mengurung diri selama satu minggu di kamar.
"Halo! Elo kenapa, sih"" Ugun menghalangi pandangan temannya yang melamun. "Sadar dong, lampunya udah hijau. Elo mau digebukin sama sopir-sopir lain yang udah ngelaksonin itu"" Untung, sebagai asisten, Ugun selalu ada ketika dibutuh-kan.
"Kok, gue jadi inget sesuatu gini!" Pas sadar, Deon meng-injak gas mobilnya dengan tenaga yang masih tersisa.
"Sesuatu apaan"" goda Ugun sambil sedikit menyenggol.
"Nggak tau deh, lagian elo pengin tau aja urusan gue!"
"Jangan bilang ... elo terbayang-bayang wajah manajer pom-pom tadi,
kan"" Godaan maut Ugun semakin menjadi-jadi.
"Manajer itu!" Kontan Deon menepisnya dengan nada bicaranya yang tinggi. "Hehehe ... Kok, tau, sih""
"GUE GETOH! Tapi, inget! Kita liat siapa yang dia pilih""
"Boleh. Siapa takut kalo elo yang jadi lawan gue! Kecil urusannya ...."
"Jangan sok, deh. Nggak selamanya cewek cuma ngeliat tampang atau harta elo doang, Yon!"
"Emang, apa yang bisa elo banggain" Perut gentong!"
"Nih!" Tunjuk Ugun kepada otot-ototnya yang menirukan gaya Popeye sehabis makan bayam ketika melawan Brutus.
"Cuma, itu"" Kesekian kalinya, Deon meremehkan Ugun. Dasar, mentang-mentang anak orang kaya!
BROOOT ... BROOOT ... BROBOOOT!
Sumpah, kentut Ugun wangi bunga lavender banget. Tapi yang bunganya udah kena kotoran ayam, habis itu masuk ke got yang penuh dengan sampah, habis itu ada seseorang yang memungutnya dan mendaur ulangnya menjadi aroma terapi.
Deon yang sempat ngehirupnya langsung mual-mual. Parahnya, Deon lagi-lagi harus memuntahkan isi makan siangnya.
"Gimana, masih kurang"" tanya Ugun ke arah Deon yang memasukkan wajahnya ke dalam
kantong plastik bawaannya setiap saat ketika berjalan dengan Ugun.
"Uooo ... uooo ... uooo ... grrrh ...!" Dengan wajah pucat dan mata berair, Deon menatap Ugun dalam-dalam. "Cukup Gun, gue salut ama elo! Sekarang juga, ELO ANGKAT KAKI DARI MOBIL GUE! BAUUUU BANGET, TAU!"
Hari itu, mobil Deon terpaksa harus dicuci u-lang. Bau kentut Ugun nggak bakalan hilang selama tiga hari lebih kalo cuma dicuci biasa. Percuma juga Deon ganti jok dengan kulit asli.
DI rumah, tepatnya di kamar, persisnya lagi di atas ranjang, Ugun merenungkan segala macam ekskul yang nantinya akan jadi sumber ketenarannya di sekolah. Selain itu, ekskul pun dapat dijadikan ajang pencarian pasangan bagi siapa saja para high quality jomblo. Berbagai pilihan terbuka lebar, namun yang menentukan tetaplah hati nurani dan pikiran. Dengan niat besar, Ugun membuat deretan ekskul yang udah lolos dari seleksinya.
"Basket, drama, taekwondo, keamanan, atau pom-pom"" ucapnya berulang kali pada diri sendiri. "Duh, gue mesti pilih apaan"" Sekarang malah rambutnya yang diacak-acak, sampai-sampai, semua ketombe dan kutu bertebaran di atas bantal-
nya. "Kenapa kamu nggak milih band aja, Gun!" Nggak lama, suara sedikit bindeng itu terdengar masuk ke kamarnya yang persis kapal Titanic ketika menabrak gunung es. Ugun yang berperan sebagai Jack, dengan leluasa menghancurkan isi-isinya.
"Duh Ibu ... ngagetin aja. Gimana coba kalo U-gun punya penyakit jantung. Apa Ibu rela kalo harus kehilangan Ugun sekarang""
"Ck-ck-ck. Ya nggak, Gun. Keluarga kita nggak ada bakat punya penyakit macam begituan! Lagian, cuma orang berduit aja yang bisa ngalaminnya. Ibu sih, ogah ...."
Ibu pun perlahan-lahan mendekati putra bungsunya yang terus tiduran di kasur. Tak lama, tangannya memijat-mijat betis anaknya yang mirip ubi cilembu. Seketika, rasa pegal Ugun hilang. Dia nikmati setiap pijatan ibunya. Ibu emang selalu mengerti tabiat Ugun. Meskipun sering membantah, dia tau apa saja yang harus dilakukan.
"Ibu mau apa, sih" Kok, tumben nyambung-nyambung!"
"Mau bantu kamu milih yang tadi itu! Eks ... eks ... apa sih, susah gitu namanya"" "Ekskul, Ibuku Sayang."
"Loh, bukannya itu nama es kesukaan kamu waktu SD""
"Aduh, Buuu. Kalo itu sih, es bul-bul!"
"Ibu cuman ngetes kamu, Gun."
Terserah Ibulah, gue udah pusing ngedenger-innya! batin Ugun yang amat tersiksa. Sesaat
suasana hening, pijatan ibu masih berasa di kakinya. Olesan balsem yang kini menyerap ke dalam lapisan kulitnya, semakin membuat nyaman kaki Ugun.
"Gimana masukan Ibu tadi""
"Apa, band" Megang apa coba Ugun di band" Aneh-aneh aja."
"Ya banyak. Kecrekan, kabel, lam ...."
"Udah, ah. Ugun tuh, nggak punya bakat di bidang musik! Toh yang bapak ajarin dari kecil cuma taktik perang, cara ngelawan musuh, gimana membela diri, atau buat obat-obatan dari daun-daun liar yang ada di kebun seberang. Lain sama temen-temen Ugun yang basic-nya udah jelas. Mulai dari dilesin nyanyi, mainin alat musik, ngegambar, beda banget kan, Bu""
"Gun, ya jelas beda. Mereka semua punya dana lebih. Nah, kalo kita"
Kalopun Ibu bisa, Ibu pasti ngelakuin apa aja yang kamu minta!"
Ugun sedikit tersentuh mendengarnya.
"Ya udah, terserah kamu mau ngelakuin apa juga. Kamu sendiri yang ngejalaninnya." Akhirnya, ibu bisa ngerti juga. "Tapi kalo bisa, kamu ikutin jejak si Jaki. Mamanya bilang, dia ikut ekskul KIR sama DKM. Dia hebat, kan""
"Tau ah, Ibu hobinya ngebandingin Ugun sama dia! Jujur, Ugun nggak suka dibandingin. Ugun capek ngedengernya. Kalo gini caranya, Ugun nggak akan pernah bisa jadi diri Ugun sendiri! Sekarang, usia Ugun 16 tahun. Ugun udah bisa nentuin apa aja yang harus dilakuin." Ugun yang
aslinya kesel abis, langsung bergerak cepat turun dari kasur dan menjauhi ibunya yang hanya diam menyaksikan tingkah kekanak-kanakannya.
"Asal kamu tau, Ibu ngelakuin ini semua demi kamu."
Time goes by so slowly Time goes by so slowly
Every little thing that you say or do
I'm hung up I'm hung up on you Waiting for your call Baby night and say I'm fed up I'm tired waiting for you
Deon yang sedang terbang di awan-awan malam pun terjatuh begitu saja, ketika lagu Hang Up dari Madonna yang tadi siang di-bluetooth teman sekelas terdengar melencing di telinga. Dengan volume penuh, suara idolanya itu terdengar jelas sampai ke rumah tetangga dan warga sekitar. Bahkan, yang lagi ronda sekalipun.
"Siapa nih, yang SMS malem-malem gini, tumben gue dibutuhin!"
Nggak lama, nama 3RyNz_kl_s muncul dengan jelas. Tepat pukul sebelas malem, dia SMS.
Nie gw, Yon.. lo blm tdr, kan"
Nggak! Entah kenapa, setiap kali Eryn di
dekatnya atau apa pun yang ada hubungannya dengan dia, perasaan aneh itu selalu muncul begitu saja.
Emng knp" Lo sndr knp blm tdr! Kilat, ekspres, cepet abis! Pokoknya, sederet kata yang ngungkapin kekuatan jempol kidal Eryn membalas SMS.
Gw emng tdr mlm! Rasa2nya ga biasa kl hr gn dah mimpi, crt2 yuu... :)
Beberapa detik kemudian, SMS Deon pun sampai di inbox HP Eryn. Ini semua semata-mata menunjukkan bahwa dia pantang dikalahkan seseorang, apalagi cewek.
Crt pa" Trsrh lo az, asl jgn mcm2, ha lOx
Untuk kali ini, sedikit lebih lama Eryn ngebales SMS Deon.
Kay gw prnh liat lo, dmn n kpn ya" Atw gw slh kli. Yon, mo msk exul apa"


Pom-pom Boys Karya Putri Arsy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

DEG ... DEG ... DEG .... Kurang lebih, kayak gitu bunyi nada jantung Deon kalo di mikrofon. Lagi-lagi, Deon nggak ngerti sama dirinya. Deon merasa dirinya dikejar-kejar gulungan ombak yang kederasannya menyaingi tragedi tsunami.
Msa"! Slh kli, tmpng kren ky gw mang bnyk yg niru. Gw msh ga taw, pnginnya sih, pom2!
Ternyata, episode SMS keduanya berlangsung sampe pukul 12 malam. Lima ribu rupiah sudah, mereka keluarkan.
Wow, lo jg bs nari ya" Gw dkung bgt deh, pst u Ntar lo jd idola. Klo gw, ikt pa ya"
Sejenak, Deon berpikir keras, padahal saat itu matanya udah cekung dan berwarna merah.
Cheer's taw MD, lo pst sexy bgt! Lo jg sneng nari, jd tunggu pa lg! Hbt kan ide gw"
Oh, nol Kesalahan besar udah Deon lakuin dengan nyebutin nama ekskul yang paling impossible buat Eryn ikutin. Meskipun ditunggu-tunggu sampai azan subuh menggema, Eryn nggak bakalan pernah ngebales SMS. Deon bener-bener
nggak nyadar. Eryn udah terlanjur sakit hati dan sempat mengikis-ngikis impiannya dulu. Semoga aja Eryn bisa maafin Deon.
Dikerjain "GUN, kok, tadi malem si Eryn nggak ngebales SMS gue, sih"" tanya Deon sama Ugun waktu lagi di kafe mini yang belum lama ini dibuka. Kafe yang nggak jauh dari sekolah, menyedia-kan menu-menu makanan Jepang. Dengan desain tirai putih sebagai atap kafe dan sedikit ornamen-ornamen berbau Jepang di dalam dan di luar kafe, sudah cukup membuat para pengun-jung nyaman dan menikmati makanan.
"Abis kali, pulsanya!" timpal Ugun sambil mengemut permen loli temuannya di kolong bangku. Permen loli yang aneh, rasanya kadang asem, manis, kecut, asin, pedas, pahit banget, bahkan nggak berasa.
"Nggak mungkin. Kalopun habis, pasti dia pamitan dulu di SMS terakhirnya!"
"Hmmm ...." Ugun tampak berpikir panjang.
"Kira-kira, kenapa""
Sejenak, keduanya lupa akan masalah Deon dengan Eryn. Chiken katsu dan orange float pilihan Ugun, nasi kare beserta milk shake kegemaran Deon datang. Kini, mejanya udah diisi makana
n. Aroma kedua makanan itu langsung mengikat hidung dua orang lapar yang tak sempat menikmati indahnya jam istirahat. Maklum, tadi mereka sibuk ngerjain
pe-er kimia. "Enak ya, Yon "Iya, lidah gue yang kepanasan aja nggak mau berhenti!"
Kelezatan masakan Jepang udah membawa keduanya pergi berlibur ke Negeri Sakura.
"Tuh, gue jadi keasyikan. Sampai-sampai, gue lupa sama masalah si Eryn."
"Coba, gue liat HP elo. Siapa tau Detektif Co-nan bisa memecahkannya!"
"Conan" Yang ada, elo itu kompan!"
Deon menuruti Ugun yang terus mengunyah makanan. Meskipun terbilang amatiran, Deon yakin kalo cita-cita Ugun sejak kecil itu bisa terwujud. Setidaknya, ada sedikit titik cerah yang terpancar dalam kegigihannya mengerjakan suatu tugas.
"Yon, bukannya gue gaptek, ya! Tapi, tombol-tombol di HP elo banyak banget. Mana tempat mesagge-nya" Lagi pula, gue takut salah mencet
"Halah, suka pura-pura. Kalo gaptek bilang aja. Sini, gue tunjukkin! Elo juga mesti perhatiin, gue nggak mau dikira temen yang tega.
Ugun terus merhatiin guru besar Deon yang ah li dalam setiap teknologi baru. Maklumlah, mama dan papanya selalu mendukung keinginannya untuk menjadi penemu.
"Tau gitu sih, kecil!" tunjuk Ugun ke arah kelingkingnya yang mirip kapur papan tulis.
Dari inbox yang Ugun baca, nggak ada satu masalah berarti yang ditemui. Kemudian my folders.
Yang ada hanyalah beragam ucapan nggak penting. Sama halnya di draft yang kosong. Tapi di sent item, Ugun membaca sesuatu hal penting. Di sinilah letak tragedi kemarahan Eryn sama Deon.
"Nah ini ... letaknya!"
"Letak apa""
"Coba deh, elo baca SMS yang elo kirim, terus elo hayati dan elo resapi sampai mati!"
Deon merebut HP-nya yang terus digenggam Ugun. Bahkan, sebentar lagi bakalan dia telan lantaran belum kenyang dengan porsi pesanannya.
"Busyeeet, kok, gue bisa-bisanya ngirim kalimat SMS kayak gini! Gimana dong, Gun" Bantuin gue! Ntar kalo dia nuntut gue, terus gue dipenjara, gimana" Apa kata fans gue" Mereka pasti bakal kecewa berat, Gun!"
"Sadar, Yon! Lama-lama, elo jadi gila, sih" Elo terlalu berlebihan, tau"!"
"Iya, ya" Buat apa gue takut cuma gara-gara masalah kecil ini."
"Makanya, kalo mau ngomong, pikir-pikir dulu, terus cerna sampai lembut, habis itu keluarin deh, dari bawah!" Ugun terlihat menahan sesuatu. Mukanya terlihat setitik agak merah, badannya pun terus-menerus bergerak menyaingi vibrator. Duuut duuut .... Bunyi kentut Ugun yang pelan, ibarat musik, dia lagi mainin aliran slow,
"Tumben nggak nyaring dan nggak bau""
"Iya, dong. Meskipun kentut adalah hidup gue, tapi kita mesti tau tempat! Misalnya, di rumah elo yang gede, luas nan sepi. Berarti, gue bebas
ngeluarinnya tanpa rasa waswas atau malu. Lain dengan di sini, udah mah outdor, banyak orang, eh ... ada cewek cantik di sana!" tunjuk jari manis Ugun ke arah meja paling depan. Meja yang dikelilingi lima cewek berseragam ketat dan mini.
"Chia Gun! Chia CHIA ... CHI ...!" teriak Deon heboh.
Ugun langsung membungkamnya dengan tangan, me-nyeru-pai tangan gorila kebanyakan makan pisang. "Kampring banget! Tau diri dikit, dong!" Ugun sok bijaksana banget. Sayang, saat itu Ugun cuma pakai seragam kumal. Coba kalo dia pakai jas hitam lengkap dengan kemeja dan dasi panjang para pengusaha sukses. Dijamin deh, orang ngira kalo Deon bawa papanya ke sekolah.
Keduanya komat-kamit kompak sebelum mendekati kelima cewek itu.
"Misi ...." Sumpah, kedua makhluk gaib itu nekat abis!
"Pada mau ngapain" Kita nggak butuh kuli! Apalagi bentuknya angka sepuluh!" Siapa lagi kalo bukan Rachia Nandrinadhea.
"Hahaha .... Chia, elo kejam banget!"
"Lucu, ya""
"Iya! Buat gue, itu lucu. Kenapa elo berdua" Nggak suka, hah"!"
"Kenapa sih, elo sensi banget ama kita" Kalo lagi 'dapet', jangan uring-uringan sama semua orang, dong!" Kali ini, Deon membuka mulut.
"Nggak sopan banget elo jadi adik kelas! Mending, sekarang juga kalian pergi!"
"Ayo, Yon, nggak ada gunanya ngomong sama tong kosong! Yang ada, capek hati doang dapetnya."
Dengan tas ransel kotak-kotak yang dibelinya di Gede Bage, Ugun menarik tangan Deon yang nggak ada seperempatnya dari tangan Ugun.
"Hei-hei ... kalian b
erdua!" panggil waiter cowok.
"Apa, Mas""
"Ini kok, uangnya kurang" Mana recehan logam semua ...." Feeling nggak enak, Deon rasakan. Rasanya, dia udah membayar jatah makannya ke kasir.
"Gun, elo bayar berapa, sih"" "Harusnya 15.000, tapi cuma ada 1.500," jawab Ugun.
"Hehehe ...." Ugun malu dengan keadaannya yang terus ditertawakan Chia CS. Meskipun semuanya menutup mulut mereka dengan jari, tetap saja mimik dan ekspresi penuh tawa mereka terlihat jelas oleh Ugun.
"Bilang, dong, dari tadi kalo elo nggak punya duit, malah jadi malu-maluin banget! Di depan Chia, gitu
"Ya, sori. Ntar lagi, kalo kita makan-makan di kafe, gue bilang ama elo! Biar elo yang bayarin semua makanan gue."
"Pokoknya, nggak ada lagi makan-makan di kafe. Makan di kantin atau warteg aja elo nggak sanggup bayar!" Deon ning-galin Ugun seorang diri.
Siapa tau aja, dengan taktik yang diiringi sia-
sat semacam ini, Ugun bisa tersadar dengan jumlah uang yang ada di saku seragam sekolahnya setiap hari. Setidaknya, Ugun bisa kurangi hasrat makannya yang tinggi. Selain itu, Ugun pun bisa lebih mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan selama ini kepadanya.
SATU minggu berikutnya, Dakega tetap dibanjiri anak-anak kelas satu. Khususnya, mereka yang bersemangat dan ambisi dalam bersosialisasi. Semua jajaran ekskul beken, menjadikan lapangan itu sebagai tempat kumpul sebelum tahap penyeleksian terlaksana. Biasanya, ekskul seperti drama, ke-amanan, dekor, dan pom-pom udah dipilih siswa baru jauh hari ketika masih SMP. Dengan membuat sebuah absen berjalan, para anggota senior dapat memantau siapa saja siswa yang benar-benar niat menjadi calon penerus mereka kelak.
Sesuai tradisi, tiap siswa wajib memperkenalkan diri di depan publik. Begitupun dengan Ugun dan Deon. Rabu ini, setelah dua puluh dua orang memperkenalkan diri, mereka mendapat giliran terakhir. Parahnya, Deon dan Ugun yang menjadi maskot. Nama mereka paling sering dipanggil.
"Nama gue ...."
"GUE!!!" potong Chia sembari melotot dan membludakkan permen karet racikannya.
Deon terpaksa mengulangi ucapannya. "Nama saya Deondra, tapi cukup dipanggil Deon aja. Gue ... maksudnya ... saya dari kelas 10-X, asal sekolah SMP Cakrawala."
"Motivasi elo ikut ekskul ini, apa""
Busyeeet ... ini nggak ada dalam naskah tadi pagi! Jawab apaan" Gue bukan seorang pujangga yang pintar ngerangkai kata-kata. Emangnya, si Ugun, apa" Otak aneh yang selalu tersedia rangkaian kata-kata buaya"
"Apaan motivasi, elo"!" bentak Chia.
"Saya harus mikirin jawabannya dulu. Ntar kalo salah, malah nggak enak sama semuanya."
"Udah satu menit, nih. Perasaan, cuma elo doang calon anggota yang bingung sama motivasi!" desak Chia.
"Motivasinya ... pengin terkenal dan punya nama di sekolah!" jawab Deon lantang.
"HUUU!!!" balas semua yang mendengarnya.
"Selain itu, motivasi saya juga pengin deketin seseorang yang nggak tau gimana sifatnya!" jawab Deon dengan gaya seorang gengster kawakan. Kerah diangkat, seragam dilipat, celana kedodoran. Gile bener!!! Tapi sayang, kacamatanya itu yang jadi penghalang kegagahannya selama ini.
"CIEEE! Siapa, tuh"" goda semua anak yang menyimak.
"Siapa aja yang ngerasa 'high quality jomblo'V "Wah, si Otong, dong!" Untuk kedua kalinya, Chia mempermalukan Deon. "Eh coba dong, elo kasih sedikit gerakan gila buat nunjukkin kalo elo
pantes buat diterima!"
Setelah berpikir sebentar, Deon mendapat ide gerakan yahud. Deon pun ngebor ala Inul diiringi tebaran senyum dan kedipan matanya yang langsung mengundang tawa. Alhasil, tepukan nan semarak diterimanya. Dengan harunya, disertai sedikit tetesan air mata, Deon bangga.
"Sejak kapan kita butuh anggota penyakit a-yan""
"HAHAHA ...!!!"
Kini, giliran Bang Narji versi remaja beraksi. Dengan tam-pang bakpau batoknya, Ugun berdiri paling tengah. Belum ngomong aja, muka Ugun udah bisa ngundang tawa.
"Buruan, jangan banyak gaya!"
"Ehm ... ehm ...! Saya punya nama Rahagung, tapi karena muka saya terlalu imut, lucu, cute, baby face, meng-gemaskan, menggelikan, bahkan sering memuakkan, anak-anak lebih enjoy manggil saya Ugun Ganteng!"
"HUUU ...!!!" reaksi yang ngedenger.
"Sabar-sabar, saya masih
di sini, kok! Kalo mau minta tanda tangan, bisa belakangan!" Ugun ganti posisi berdirinya. Dengan tangan yang dimasukkan ke saku, Ugun melanjutkan, "Masalah asal mula SMP beserta kelas mananya saya idem sama dia, kalo mau tau sih, kita udah sobatan!"
"Pantesan, dua sahabat yang ancur lebur!"
"Ada yang mau nanya status nggak" Jarang-jarang Ugun de Caprio jumpa pers, lho!" Anak-anak semakin lama menahan tawa. Sesekali, ada
seseorang yang melempari Ugun dengan gulungan kertas atau gelas plastik bekas.
"Nggak niat, deh. Gue juga udah bisa nebak kalo elo jomblo forever, kan""
"Eit, bilang siapa"!" Kembali, kebiasaannya membalikkan kata-kata Ugun. "Boong banget gosip itu. Buktinya, tiap jalan, banyak yang manggil-manggil saya!"
"Iya. Kalo nggak orang gila, pasti nenek-nenek, kan" Atau mungkin, orang-orang yang nagih utang. Iya, kan""
Muke gila, kata-kata Chia dalem banget. Cantik-cantik, doyannya nyela orang.
"HAHAHA ...!!!" tawa semua yang ada di situ.
"Sekarang, kita semua minta elo split]"
Apa, split" Coba ulangi! Mereka nyuruh gue split" Lebih baik, gue disuruh nyanyi, joget-joget, nangis, makan jagung rebus, diceramahin seharian, disuruh debat pakai bahasa Inggris, atau apa aja asal jangan gerakan itu! Kesannya nyindir banget. Mentang-mentang badan gue paling gede ....
Deon sendiri yang ada di sampingnya, terus-terusan tertawa. Baginya, ini pembalasan setimpal untuk seorang pengkhianat kelas hiu seperti Ugun. Seenaknya aja dia tertawa ketika semua mata menertawakan ngebor ala Deon .
"Split"""" Sambil mengalihkan suasana, Ugun mengulangi perintah seniornya.
"Iya, elo bisa nggak" Gerakan itu salah satu syarat utama anggota pom-pom."
Ugun lantas mengangguk semangat. Apa jadi-
nya kelak, Ugun terima dengan kelapangan dada.
"Satu ... dua ... tiga ...!" aba-aba para suporter,
Ugun mulai mengambil posisi. Kedua kakinya diperlebar ke depan dan belakang. Pelan-pelan, Ugun turun dan mencoba merapat dengan bumi. Sesaat, dua saat, Ugun selamat dari ancaman-ancaman yang sewaktu-waktu datang menghadang.
"Aw ... aw ... aw ...!" Semua orang yang menontonnya terus berdoa, semoga si Ndut ini baik-baik saja. Tidak ada satu derita di balik celana abu-abunya.
BREEEK-BREK-BREBEK! Bunyi jahitan celana U-gun yang terlepas. Dengan jari-jari kurang lebih seluas 10 cm. Semua mata langsung terfokus. Sialnya, aib itu sempat dipotret oleh Deon dan anak-anak Pers. Untung ada tas dan sweter hitam yang dapat mengatasinya meskipun hanya sesaat.
"HAHAHA ... HAHAHA ...!"
"Buruan pergi, Yon! Aduh ... gue nggak tau lagi muka gue masih ada apa nggak! Baru kali ini, gue ngerasa punya malu."
Tanpa disadari Ugun, aib kegagalan split-nya itu tersebar dari mulut ke mulut teman satu angkatannya.
Impian Kecil Sejak pembagian formulir kemarin, Deon jadi nggak bisa tidur nyenyak setiap malam. Dalam benak dan mimpinya, hanya formulir itu yang tergambar.
"Ya, gue mesti minta tanda tangan mama hari ini juga!" tekadnya menyaingi tekad seorang ksatria.
Dituruninya semua anak tangga. Sampai-sampai, acara terpeleset pun harus diterimanya. "Aduuuh ...!" jerit Deon waktu dia sadar kalo terpeleset itu benar-benar sakit.
Tak lama, mamanya yang mendengar jeritan anak semata wayangnya langsung keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan balutan daster bermotif batik, mama Deon memastikan anaknya dalam kondisi baik-baik saja.
"Duh, kamu kenapa" Nggak hati-hati, sih!"
Deon mencoba berdiri, memastikan kalo tulang ekornya tidak cedera. Intinya, dia nggak mesti pergi ke dokter hanya gara-gara sakit terjatuh.
"Gimana kalo Mama panggilin dokter""
"Nggak usah. Kalo udah dua menit, sakitnya i-lang sendiri, kok!"
"Duh, tapi Mama bener-bener khawatir, Sayang. Mama takut kalo kamu sampai kenapa-napa. Ini semua amanat papa kamu!"
Hati Deon lantas tersayat-sayat. Deon masih bertanya-tanya mengapa perpisahan itu terjadi saat dirinya belum mengerti apa arti kasih sayang kedua orangtua. Sejak kecil, Deon hanya merasakan kasih sayang neneknya yang kini sudah tiada.
Dulu, baginya kasih sayang itu tak berarti apa-apa. Cukup setetes perhatian, sesendok kekayaan, dan seteguk kemewahan, dapat menjadik
an secangkir kasih sayang yang dia idamkan. Tapi, lain soal ketika Deon lihat betapa miskinnya keluarga yang selama ini dia miliki. Kasih sayang orangtuanya pun tidaklah sanggup dia beli dengan uang tabungannya yang berjumlah puluhan ribu dollar AS. Baik papa atau mama, hanya me-mentingkan kebutuhan jasmani semata tanpa menoleh sedikit pun hancurnya rohani yang Deon miliki.
Untung ada Ugun yang selalu hadir di setiap kegun-dahannya. Walaupun hanya mendengarkan cerita-cerita tentang bapak, ibu, dan kedua kakaknya yang terbilang aneh, Deon sudah merasa dirinya masuk menjadi salah satu anggota mereka.
"Udah kok, Ma. Deon udah nggak ngerasain apa-apa! Mama udah ngejalanin amanat papa dengan baik buat ngejaga Deon, Mama yang sekarang udah lain dengan yang dulu ...."
"Makasih, ya!" Mamanya meneteskan air mata.
"Tapi, Deon minta sama Mama ...."
"Apa, Sayang"" Mama menghapus linangan air mata yang meluncur di pipi Ugun. "Kamu mau modif mobil lagi""
Deon menggeleng. "Eeeuuuh ... mobil baru yang lebih canggih plus motor keluaran baru yang waktu itu kamu tunjukin ke Mama""
Untuk kedua kalinya, Deon menggeleng.
"Oh, uang jajan dinaikin dua kali lipat dari biasanya, kan"" "Bukan juga!"
"Terus, barang semacam apa yang kamu mau" Apa barang itu nggak ada di Indonesia" Bilang aja, Mama pasti kabulin semuanya!"
"Bukan barang ataupun uang yang Deon minta dari Mama. Deon cuma mau Mama bisa nganggap Deon layaknya anak SMA. Mama harus bisa ngertiin posisi Deon sekarang. Deon nggak mau terlalu dimanja kayak anak TK. Deon nggak mau dianggap anak kecil terus! Deon malu sama anak-anak lainnya. Mereka bilang, Deon anak manja yang nggak bisa lepas dari kelonan mamanya setiap malem. Gimana kalo Mama yang jadi Deon""
Mama merangkul putra tercintanya. "Mama nggak tau harus dari mana mulainya. Dari kecil, kamu diasuh sama nenek. Mama bener-bener nggak pernah tau perkembangan kamu waktu kecil. Yang Mama tau sekarang, kamu udah tumbuh besar. Udah lima belas tahun. Udah bukan anak kecil yang nggak butuh lagi kemanjaan. Tapi, sampai kapan pun, Mama akan tetap lakuin ini buat kamu. Semua ini adalah cara Mama minta maaf sama kamu, Yon! Mama bener-bener nyesel pernah nyia-nyiain kamu. Mama ingin nunjukkin cuma kamu yang Mama
sayang." "Deon udah maafin Mama, kok! Deon juga sayang sama Mama! Cuma Mama keluarga Deon satu-satunya sekarang! Tanpa Mama, mungkin Deon nggak berarti apa-apa. Maafin Deon ya, Ma"" Hiks... hiks.
"Ma, sampai lupa ...," ucap Deon tiba-tiba.
"Lupa apa""
"Ini, baca sendiri." Deon menyodorkan sebuah formulir pink.
"Formulir, apa"" Wanita cantik yang sempat menjadi model itu mulai membuka kertas yang sedari tadi digenggam Deon.
FORMULIR PENDAFTARAN POM-POM BOYS
NAMA : ...............................
ASAL SEKOLAH : ...............................
KELAS : ...............................
ALAMAT RUMAH : ...............................
TELEPON/HP : ...............................
TTL : ...............................
TINGGI BADAN : ...............................
HOBI : ...............................
MOTIVASI : ...............................
TTD ORANG TUA ..... TTD CALON ANGGOTA ..... "APA"! KAMU MAU IKUTAN EKSKUL POM-POM BOYS""
Baru kali ini, bapak tercinta berteriak-teriak sampai vas bunga kesayangan ibu pecah. Biasa aja deh, Pak!
"Iya. Ugun pengin ikutan pom-pom, Pak!"
"Emang, pom-pom itu ekskul apa"" bisik bapak persis di depan wajah Ugun. GUBRAK!!!
Dasar Bapak! Dikira marah-marah tadi lantaran ngerti istilah pom-pom! Arti pom-pom sendiri Bapak nggak tau. Parah ... parah! Bapaknya siapa, sih"
"Pom-pom itu ekskul para banci, Pak! Mereka semua kerjaannya cuma nari-nari dengan baju seksi kayak cewek! Cengar-cengir kayak orang gila, terus jadi bahan tawaan orang yang nonton." Mbak Rora terlihat puas berhasil menjatuhkan nama pom-pom di hadapan bapak.
"Selain itu, pom-pom ngeluarin uang banyak setiap tampilnya. Belum lagi, anak-anaknya se
"CUKUP!!! Kenapa sih, Mbak" Segala yang Ugun lakuin pasti salah. Mbak sama kayak ibu. Selalu aja ngom ...."
"Kamu mulai berani ya, Gun!" Ibu yang lagi ngu-lek di dapur, datang untuk ikut serta mengadili Ugun si
Terdakwa. Dengan ulekan di tangan kanan dan pisau daging di tangan kiri, semakin membuat ciut nyali Ugun untuk menyerang.
"Berani apa sih, Bu" Ugun cuma nggak mau ekskul yang Ugun pilih dijatuhin. Lagian, pom-pom bukan ekskul banci seperti yang orang-orang bilang." Bapak terus memainkan kumis baplangnya.
Sejujurnya, pria tinggi bertubuh tegap itu masih belum mengerti pokok pembicaraan yang anak-anaknya perdebatkan. Mendengar istilah pom-pom aja baru kali ini, bagaimana bapak Ugun harus memahaminya. Pekerjaan berat, perekonomian lemah, dan tingginya biaya sekolah ketiga anaknya udah cukup menyita sebagian kesantaian yang seharusnya beliau nikmati. Tujuh hari berturut-turut, beliau memakai seluruh tenaganya untuk mencari uang. Oleh karena itu, bapak bangga memiliki anak seperti mereka. Anak zaman sekarang cara berpikirnya sudah jauh ke depan dan selalu terlihat kritis. Lain dengan bapaknya dulu, waktu "ABG", no perdebatan dan no ekskul tentunya. Yang penting, HIDUP JENDERAL SUDIRMAN!!!
Tak lama, dengan celana jins amburadul yang sengaja dipotong plus bolong-bolong, ditambah kaus oblong dengan sablonan salah satu partai besar, Apip masuk dari balik pintu. Aroma rokok dan minuman tercium jelas di hidung Ugun yang sempat dilewatinya. Dasar kakak tak berguna, selalu melakukan hal itu setiap harinya!
Emang payah cewek-cewek yang hanya melihatnya sepintas! Bisa-bisanya, tuh cewek berebutan buat jadi pacarnya. Padahal, kalo aibnya kebongkar, boro-boro rebutan jadi cewek-nya, buat berteman aja ogah. Mana ada coba yang mau sama anak bodoh tak berotak, jarang shalat, kerjanya ngerokok sama minum, pamer kekuatan, suka malakin temen, hobi taruhan, utang di mana-mana"!
Gimana kalo bapak dan ibu tau, si Apip bisa
ancur! "Ya, udah, Pak. Sekarang, tanda tanganin formulir ini!"
"Kenapa kamu tidak ikut ekskul kakakmu, Gun"" "Eee ... euuu ...."
"Kenapa" Karena batin elo batin banci. Atau, mungkin elo ngincer manajernya"" semprot Mbak Rora sambil melirik Apip yang serius membaca tabloid Bola.
Mendengar kata manajer pom-pom disebut-sebut, Apip tersinggung. "Kenapa ngebahas manajer pom-pom""
"Nggak apa-apa. Cuma ada yang mau PDKT gitu ceritanya," jelas Mbak Rora. "Pak, pokoknya jangan izinin dia ikut pom-pom! Ekskul itu sama sekali nggak ada unsur kepahlawanannya, nggak ada unsur Jenderal Sudirman-nya, Pak! Masa Bapak mau kalo nantinya penerus Bapak lemah, payah ..."
"Sudah-sudah! Semakin lama, Bapak pusing mendengar-kan perdebatan kalian bertiga."
"Jadi, Bapak mau nandatanganin formulir ini""
"NGGAK!" "Tapi, Pak "Ingat Gun, kalopun kamu mau ... ikutin jejak kakakmu itu! Mengerti""
Mas Apip dan Mbak Rora yang terlihat puas pun saling beradu tangan dan merasa menang.
"Rasain, lo!" olok mereka.
Kenapa sih, mereka berdua benci banget sama gue" Gue ngerasa jadi adik tiri. Semua yang gue lakuin pasti salah. Nggak ibu, nggak bapak,
semuanya sama. Nggak ada satu pihak pun yang ngebela. Kenapa gue harus kayak gini" Meskipun fisik gue sehat, tapi batin gue terasa sekarat. Siapa pun, bantu gue keluar dari kejamnya dunia ini, bela gue dari ketidakadilan ini!
Karena merasa tenggorokannya kering, Ugun menyeruput gelas besar berisi air hitam kegemaran bapaknya.
"OHOK ... OHOK ... OHOOOK Ugun tersedak. "Pahit! Mau-maunya bapak minum air macam gini! Yeaks ...!"
BURUNG-BURUNG berkicauan, matahari pun perlahan-lahan terbit dan mencerahkan suasana hati kedua cowok yang memiliki nasib kurang beruntung. Maksudnya, Ugun dan Deon nggak berhasil ngedapetin tanda tangan orangtua masing-masing. Meskipun 1001 cara udah dikerahkan, namun apa daya, bumi pun terguncang menghancurkan seluruh isinya. BLEDAAAK!!! Begitu pula dengan hancurnya impian kecil mereka untuk menarik perhatian Chia yang jadi idola cowok-cowok.
"Ssst, Gun! Si Eryn masih marah tuh ama gue. Gimana, dong""
"Meneketehe. Elo sendiri yang bisa nyelesain-nya. Elo yang memulai, kan""
"Takyuuut, Gun. Elo tau kan, betapa juteknya dia. Inget waktu pertama masuk! Sebagai sahabat gue, harusnya elo ikut ngebantuin!"
"Boleh, asal ...."
"Traktir, nebeng pulang, makan bekel gue tiap hari, nginep di rumah gue sepuasnya,
main PS semau elo, apa aja deh, yang elo mau bilang."
"Gue pengin cinta!!!"
Deon menutup wajah Ugun dengan plastik bekas roti keju.
"Sirik aja lo!" ujar Ugun.
"Daripada elo karung beras" Udah ah, nggak a-da waktu nih, buat calon pengusaha bersantai-santai di saat perusaha-annya dilanda masalah," lagak Deon.
"Santaiii. Kayak lagu Rhoma Irama, tuh!" gurau Ugun sambil menggoyangkan pinggulnya ke arah kanan, kiri, depan, dan belakang.
"Garing, basi, jijik, dan pastinya norak abis!"
"Cup ... cup ... cup ...!" Ugun menghibur Deon layaknya bayi raksasa. "Nangning-ningnang-ningnung-nangning-ningnangningnung!" Bukannya diam, Ugun malah niruin iklan HP.
"Buruan, elo samperin dia, terus jelasin semuanya sampai tuntas-tas-tas-tasss!" perintah Deon.
MASA gue harus ngedeketin macan" Mana macannya lagi kelaperan. Bisa jadi mangsa empuk, nih! Emang semena-mena banget si Deon, tapi nggak apa-apa deh, kalo keinginan gue terkabul!
Langkah Ugun melambat. Kursi yang ditujunya makin dekat. Eryn terlihat serius membaca buku. Rambut panjang Eryn dikepang menyerupai kelabang raksasa. Kedua penyangga kaki yang dia bawa, sengaja disenderkan di samping kursi kosong yang tak berpenghuni. Sejak Ugun dan Deon tahu kelumpuhan kakinya, Eryn udah nggak malu lagi berjalan dengan keadaannya di hadapan anak-anak sekolah. Meskipun ejekan dan sindiran datang silih berganti, Eryn menerima dengan lapang dada. Eryn sadar betul bahwa masih banyak saudaranya di luar sana yang memiliki nasib lebih buruk darinya.
Maya Misteri Dunia 4 Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Dendam Mahesa Lanang 2
^