Cahaya Bertasbih 3
Cahaya Bertasbih Karya Suffynurcahyati Bagian 3
dan sungguh, ini bukan Sabriana Cahaya yang ia kenal. kemana perginya gadis hyperaktif itu" yang dilihat di cermin saat ini adalah Sabriana Cahaya yang lembut. yang kalem. dan anggun pastinya.
tepat dihari ini. hari dimana Sabriana Cahaya melepas masa lajangnya. hari dimana Sina memulai hari barunya bersama sosok baru yang akan resmi menjadi teman hidupnya. pelengkap hidupnya. sahabat sekaligus suami terbaiknya. walau rupa sosok imamnya itu masih membawa tanda tanya di dalam pikiran. saling menebak dalam hati. hati dan logikanya terkadang berdebat tentang sosok misterius yang tak kunjung tiba.
Sina melihat jam dinding di kamarnya. masih ada satu jam lagi untuk menunggu rombongan mempelai pria datang. jam dinding itu pun mungkin akan protes karena sina berulang ulang memandang ke arahnya. waktu terasa berjalan lambat bak siput. ia ingin proses ini cepat terlaksanakan. menunggu itu membosankan. Sina mulai gusar tidak karuan, sampai sampai wanita paruh baya yang tengah melukis tangannya dengan henna pun mengingatkan berkali kali agar ia tetap tenang. tapi tetap tidak bisa. walau fisiknya berdiam, hatinya tidak karuan. ada gugup. malu. nervous. ingin pipis bahkan jika semua dipadu menjadi satu, membuat dirinya mual ingin muntah.
"bu, rombongannya masih lama ya?" Sina menahan pergelangan tangan ibu yang baru saja melewati dirinya. ibu tersenyum hangat kemudian mensejajarkan dirinya dihadapan Sina.
"belum, sayang" ibu mengusap lembut puncak kepala Sina. kepala yang sudah ditumpangi mahkota kecil berkilau dipenuhi swarovsky yang indah. dibelakangnya menjuntai indah khimar berbahan sutra memanjang memenuhi hampir setengah tubuhnya. tubuh indahnya terbalut gaun pengantin cantik perpaduan warna putih dan gold. warna putih nampak mendominasi. "kamu udah ga sabar ya" ledek ibu mencolek hidung bangir Sina. wajah gadis itu memerah ditambah karena sentuhan blush on.
"Sina gugup, bu" Sina menepuk nepuk pahanya. bibirnya tergigit sedikit dikit. ibu pun duduk tepat disebelahnya "anak ibu yang cantik. bershalawatlah. agar kamu merasa tenang" Sina menurut. ia memejamkan kedua matanya seraya mengagungkan Nabi besar Muhammad Saw. tak lupa berdzikir seraya memuja Sang pembolak balik hati ini. masih dalam keadaan mata terpejam. salah satu kerabat datang tergesa gesa.
"mbak'yu, rombongannya sudah tiba" Sina membuka matanya cepat. jantungnya tiba tiba saja semakin berdetak di atas normal.
"yasudah, kamu disini saja ya, ndhuk, " ibu mengusap punggung sina setelah akhirnya ia turun menemui keluarga mempelai pria. hanya ada dirinya dan Aufa di dalam kamar.
di dalam kamar, Sina hanya bisa berharap harap cemas seraya mendengar suara suara di bawah sana. ia mendengar suara dari wakil dari keluarga pria memberi sambutan. dan tak lama setelah itu sambutan dari perwakilan juru bicara keluarganya memberi sepatah dua patah kata. Sina tertunduk seraya berulang kali menarik hembuskan nafas. menyebut kalimat Allah berulang ulang sementara kedua tangannya bergerak abstrak memainkan ujung gaun pengantinnya.
"dan bapak Ibnu--selaku ayah dari Sabriana Cahaya--yang akan menikahkan langsung putri satu satunya ini dengan Azka Syandana Prama"
namanya Azka" nama yang bagus. semoga sebagus akhlaknya. Sina mendengar dari kamarnya. satu bocoran yang menyenangkan. kesan pertama ia menyukai nama itu. Sina terdiam memasang telinga lagi.
"bismillahirahmanirrahim. astaghfirullahaladzim 3 Titik astaghfirullahaladzim.. astaghfirullahaladzim.. asyhadu anla ilaha ilallah. wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah"
Sina mendengar lafadz itu diucapkan Azka dan ayah. membuat hatinya berdebar debar. ada sesuatu yang membebaninya, siap ditumpukan pada bahunya untuk dipikul. sebut saja itu amanah yang begitu besar pertanggung jawabannya. dimana ijab qabulnya saja mampu menggetarkan hati.
"Ya Azka Syandana Prama, ankahtuka wa zawwaj tuka makhthubataka ibnatiy Sabriana Cahaya binti Ibnu Raharjo bi mahri mushaf Al-Quran wa alatil 'ibadah, halaan"
"qabiltu nikaahaa wa tazwijahaa bil mahril madzkuur halaan"
tepat kalimat itu selesai terucap, tepat pula Sina meneteskan aliran kecil dari matanya menelusuri wajah jelita itu. diluar rasa aneh dari suara Azka yang terdengar begitu familiar, Sina tak henti henti mengaminkan untaian doa'a yang berasal dari bawah sana. kini surga dan nerakanya ada di tangan pria bernama Azka itu. dialah pemegang kunci surganya. kepada pria dibawah sanalah ia menyerahkan hidup dan matinya dibawah naungaNya. dan akan ada banyak rintangan lagi setelah ijab qabul terucap lantang.
"sina.. jangan nangis nanti make up kamu luntur" tanpa sadar Sina hampir menangis sesegukan. tidak mempedulikan riasan di wajahnya. Aufa menepuk nepuk perlahan pipi basah itu dengan tissue agar riasannya tidak luntur melebar.
"aku yakin suami kamu adalah suami terbaik buat kamu di dunia dan akhirat. percaya deh" hibur Aufa dengan nada melembut. sejenak suaranya menyejukan hati.
ibu dan lek mira pun muncul di ambang pintu untuk membawa Sina menemui suaminya di bawah sana. ia kembali berdebar debar. rupanya masih ada lagi kejutan dari Tuhan untuknya. kini ia harus mempersiapkan diri bertemu pria bernama Azka. sebelum melangkah keluar. Sina menarik nafas sejenak seraya memejamkan mata lalu mengucapkan basmalah.
"jangan gugup ya" bisik ibu terdengar di telinga kanan Sina. ia mengangguk seraya tersenyum.
kini kakinya sudah turun tiga langkah. karena tangga menuju ruang utama itu memanjang juga membentuk setengah lingkaran membuatnya terasa begitu lama. setiap satu anak tangga yang ia pijak, ia sertai sapuan matanya menatap semua pasang mata yang tertuju padanya. ada yang memandangnya sambil tersenyum merekah. ada yang sambil berbisik dengan rekan mereka. ada yang menggeleng kagum memuji kecantikan mempelai wanita disana. Sina menebar senyuman kecil yang tulus pada mereka. menampakan auranya keseluruhan.
sejujurnya, Sina diam diam mencari sosok suaminya dibawah sana. selagi mengabsen satu persatu manusia, matanya terhenti pada target yang berada tepat dihadapan Ayah. seorang pria duduk bersila. itu pasti Azka. pikirnya.
tak lama sosok Azka itu mengangkat wajah menatapnya hingga kedua pandangan mereka berada pada satu garis lurus.
tunggu! itu Azka" Sina memicing mempertegas penglihatannya. semakin jelas terlihat ketika langkahnya semakin berjalan menuruni tangga. sosok Azka itu tersenyum padanya. dan senyum itu...senyum itu mengingatkan dirinya pada seringai seseorang bernama..
"Pak dana?" Sina bergumam kecil dengan ribuan kerutan di dahinya. pria itu tersenyum lagi tak mempedulikan raut kebingungan Sina. dan senyum kedua itu seolah memberi sinyal kuat bahwa pria di sana adalah Dana. atau pak Dana atau.. Azka Syandana Prama atau..
"astaghfirullah..!!"
suara ibu dan lek mira memekik bersamaan. mereka refleks menahan tubuh sina yang tiba tiba saja melemas dipertengahan tangga. Sina hampir jatuh terduduk. entah karena gaunnya yang menjuntai atau karena tersandung sepatu ber'haknya. kenyataannya bukan karena dua alasan itu. tubuhnya seketika lumer seperti jelly. kakinya seolah enggan menjadi fondasi pertahanannya. semua fungsi tubuhnya mendadak lumpuh. mereka sepertinya juga merasakan apa yang dirasakan tuannya. pandangannya abu abu samar.
insiden itu sontak membuat seluruh pasang mata terkejut panik. terutama Dana. pria itu refleks menaiki pertengahan tangga untuk melihat kondisi istrinya tersebut.
"aya, kamu baik baik saja?"suara berat nan lembut itu mampu menyadarkan Sina dari ketidak berdayaannya. ada nada kecemasan disana. belum lagi, ini pertama kalinya Dana menyentuh tangan Sina. sentuhannya begitu hangat. malah membuat kondisinya menjadi sedikit lebih baik. sejenak ia tidak melihat unsur es pada pria itu.
"masih sanggup berjalan, ay?" tanya Dana khawatir. Sina mengangguk lemah berusaha untuk bangkit dibantu Dana juga ibu dan lek mira.
setelah mengumpulkan kekuatan, keberanian juga gejolak yang berkumpul jadi satu dalam satu media. kini Sina sudah berada dihadapan Ayah didampingi Dana, pria yang kini resmi menjadi suaminya.
ia kira ini hanya mimpi. mimpinya buruk. tapi bukan hanya buruk, tapi juga menyeramkan. ia menoleh sekali lagi menatap pria disebelahnya. mengamati tubuh tegap dibalut pakaian pengatin pria dengan warna yang serupa dengan gaun yang dikenakannya, dilengkapi kopiah putih. nampak gagah dan berwibawa. jika dilihat kasat mata, sosok itu nampak dingin. tapi jika mengingat dalam beberapa detik sentuhan tangan dan raut kecemasan serta nada bicara pria itu tadi, ia seperti menemukan Dana versi berbeda. dan keberadaannya disini. tepat disampingnya. seolah meyakinkan hatinya bahwa Dana telah membuktikan ucapaannya. ya, dia memang hadir dalam pernikahannya. hadir sebagai mempelai pria.
merasa diperhatikan, Dana menoleh kemudian menangkap basah Sina yang masih terpaku memandangnya hingga gadis itu terkesiap malu kemudian menunduk. Dana mengulum senyum melihat tingkah istrinya.
*** waktu menunjukan pukul sembilan malam. tamu dan kerabat dekat sudah pulang. hanya tersisa sanak saudara yang sengaja menginap dikediaman keluarga Ibnu Raharjo. mereka masih terjaga di malam yang semakin larut.
"ibu buatkan teh hangat ya, nak?" tawar ibu duduk di tepi ranjang kamar pengantin Sina. setelah proses akad nikah berakhir, rupanya kondisi tubuh Sina masih belum fit betul. terbukti dengan terbaringnya ia di ranjang. masih terbalut gaun pengantin. bahkan riasan diwajahnya masih bersemayam di sana.
"nanti aja, bu. Sina cukup butuh rebahan aja" Sina memijit mijit pelipisnya. Ibu mendesah pasrah. ini tawaran ketiga kalinya yang di tolak halus oleh Sina.
"yasudah kalau begitu ibu panggil Dana ya buat nemenin kamu" usul ibu mendapat gelengan cepat dari Sina. "jangan dulu bu. Sina belum mau ketemu dia" ia mengubah posisi berbaring menjadi setengah duduk sambil memeluk lengan ibu erat.
"jangan seperti itu sayang. bagaimanapun juga. dia adalah suamimu sekarang. bagaimanapun kondisimu, Dana berhak mengetahuinya. dan dia berkewajiban untuk merawatmu" Sina melepas perlahan pelukan di lengan ibu. perkataan ibu memang benar. andai pria itu bukan Dana, ia tentu tidak akan bersikap seperti ini. ia tidak sanggup menanggung malu dan kecewa dengan kenyataan bahwa Dana alias Azka adalah mutlak suaminya.
"untung saja, Dana sangat pengertian. sedari tadi ia mencemaskan keadaanmu. sewaktu ibu suruh dia masuk ke kamar temui kamu. dia justru menolak dengan alasan tidak ingin mengganggu kamu" jelas ibu mulai memijit mijit kaki Sina dengan lembut. benarkah Dana seperti itu" atau itu hanya bagian dari pujian yang dilebih lebihkan saja" tapi bisa saja ia bersikap seperti itu karena merasa bersalah. tentu saja, pria itu harus mendapat balasan atas kebohongan terbesarnya.
"sekarang dia ada dimana, bu?" tanya sina penasaran.
"ada di ruang tamu menemani om kamu main catur. dia hebat deh. baru pertama bertemu, sudah akrab banget sama om wisnu. sama lek mira. sama sepupu kamu zahra" lagi lagi ibu terus memuji menantu kesayangannya. dan kalau tidak salah tadi ibu mengucapkan zahra. zahra sepupunya yang genit itu" Dana akrab dengan zahra" Sina menggeleng kecil. ia tidak bisa membiarkan ini terjadi. Dana tidak boleh akrab dengan sepupu genitnya itu.
eh! apa ini rasa cemburu"
"bu, tolong panggilkan Dana kesini ya. Sina mau ngobrol sama dia" ibu tersenyum jail "aku beneran mau ngobrol sama dia, bu. ga lebih" Sina memerah
"lebih juga ga apa apa kok" ledek ibu sambil berjalan meninggalkan Sina di dalam kamar. Sina mengipas ngipas tangannya kegerahan karena tiba tiba saja suhu udara di kamarnya mendadak panas.
"sudah membaik rupanya" suara itu menghentikan aktifitas Sina lalu menoleh. Dana berjalan menghampirinya kemudian duduk di tepi ranjang.
"seperti yang bapak lihat" jawab Sina datar. ingat rencana awal, bersikap cuek saja, sina! sisi lain dirinya menyemangati.
"kamu tidak punya panggilan yang lebih romantis selain 'bapak'?" sedari tadi Dana tak berhenti tersenyum. pasca menikah, pria itu menjadi murah senyum. dan Sina menyukai itu.
"lalu saya harus memanggil anda apa?" Dana memandang langit langit seraya memikirkan sesuatu.
"bagaimana kalau 'sayang'" dan aku tetap memangilmu aya. kepanjanganya ayang" Sina menarik wajahnya agak jijik. sejak kapan Dana berubah menjadi manusia alay. sepertinya sosok Dana yang dingin itu lebih baik.
"aah, tidak tidak! aku tetap memanggil kamu Dana. ya, Dana!" Sina memutar bola matanya.
"atau mungkin...mas...Dana" Sina tertunduk sambil menggigit bibir bawah. niat awal untuk bersikap cuek, musnah sudah. benar kata Aufa. Sina termasuk type gadis labil. ia yakin wajahnya sudah mencapai seratus derajat celcius. Dana mengulum senyum, lagi.
Dana memandang kagum istrinya yang sedari tadi sudah menarik perhatiannya. sejak Sina menapaki tangga turun, bersamaan dengan debaran jantungnya yang tak kalah hebat. awalnya ia berusaha untuk tidak mengangkat wajahnya kala Sina menuruni tangga. tapi gejolak keingintahuannya lebih besar ketimbang niat buruk yang sudah direncanakan sebelumnya.
ya, dana berniat memberi kejutan pada Sina tepat ketika mereka ditempatkan bersebelahan. agar gadis itu melonjak tidak percaya. tapi rupanya, niat jahat selalu kalah dengan kejujuran.
Dana mengabsen setiap inci keindahan yang terpancar dari Sina. wajahnya yang masih terlukis riasan make up tak mampu mengubah kemampuan dana menebak bahwa Sina terlihat lebih cantik walau tanpa make up. sungguh, diantara keindahan itu. Dana begitu menyukai hidung bangir dan juga bibir sensual gadis itu. bagaimana rasanya bibir tipis nan sensual itu jika,..
aish! detik berikutnya Dana mendesis. sadar dalam pikirannya,dana langsung berucap istighfar dalam hati. ia harus bisa mengendalikan nafsunya. bagaimanapun, wanita terindahnya itu sedang tidak sehat. nampaknya pesona kecantikan sina hampir meruntuhkan pertahanannya.
"baiklah, istriku" Dana memberanikan diri mengusap puncak kepala Sina. Sina tidak menolak perlakuan itu. itu perlakuan yang nyaman menurutnya. sangat nyaman. dan sapaan 'istriku' tadi menambah titik kebahagiaannya sebagai seorang wanita. bahkan Abbas mantan kekasihnya pun sering
mengumbar kata mesra untuknya tapi tidak ada getaran aneh apapun. mungkin inilah fitrah yang diberikan Tuhan ketika dua insan memutuskan menikah tanpa ikatan pacaran. bahkan ia bisa bebas berpacaran dengan suaminya pasca menikah. pasti akan ada romantisme berbeda disana.
"lekas bersihkan tubuh kamu. setelah itu kita..." Dana sengaja menggantung kalimatnya disertai seringai jail. Sina yang melihat itu justru panik lalu menggeleng cepat.
"please Dana, aku belum siap" rengek Sina cemas. ia sudah memikirkan hal yang tidak tidak dengan kalimat menggantung itu. Dana malah terkekeh geli dibuatnya. "memangnya kamu belum siap untuk apa" heum?" Dana masih terkekeh "aku belum selesai bicara. bersihkan dulu tubuh kamu, setelah itu kita sholat berjamaah" ujar Dana berubah jadi sosok yang begitu sabar.
cukup sudah. habis harga diri gadis itu dihadapan Dana. bodohnya lagi, kenapa ia sempat sempatnya memikirkan hal yang justru diluar pikiran Dana. karena seperti yang ia lihat dalam sinetron di tv, sepasang pengantin selepas akad nikah, malamnya mereka melakukan..."ish! malu malu !! sina bikin malu!! mesum banget sih otak lo, Sina! " Sina memukul mukul kepalanya seraya memaki dirinya sendiri, setelah Dana keluar kamar. sekarang ia harus menanggung akibatnya. rasa malu yang luar biasa. ia yakin pasti Dana tengah menertawakannya disana.
*** 16. Pencuri Berbahaya Gadis itu terduduk memeluk lututnya. dibenamkannya wajah cantik itu diantara lutut yang berhimpit. menyembunyikan buliran bening yang sedari tadi membasahi wajahnya. tetap saja sisa sisa air mata suci itu membekas. meninggalkan mata yang membengkak juga hidung memerah hangat.
tangisnya semakin menjadi jadi. sesekali ia meraung raung seperti manusia yang kehilangan jiwa. tangis itu kadang terdengar menyakitkan. kadang dibarengi tawa yang aneh. kadang hanya berupa sesegukan. lalu ia menarik kasar jilbab merah marun yang dikenakannya kemudian membuangnya ke sembarang arah. ia mengacak acak rambut hitam pekatnya disusul kedua jemarinya menangkup wajahnya sendiri.
sebuah luka baru saja ia dapatkan hari ini. luka menganga yang sangat dalam.
Sedalam sebuah perasaan yang sejak lama ia pendam. Namun kini perasaan itu hancur menjadi butiran debu yang teramat kecil lalu hilang terbawa hembusan angin.
"mengapa bukan aku yang menjadi istrimu, Dana!", gadis itu berteriak murka. Tak peduli suaranya yang menggema hamper terdengar keluar kamar.
"aku mencintaimu melebihi aku mencintai diriku sendiri, Dana" lirih gadis itu lagi. ia mengusap kasar wajah basahnya. tangisnya sesegukan seperti anak kecil yang ditinggal ibunya.
Maudy mengeluarkan ponsel dari tas bermereknya. di bukanya menu gallery lalu terpampang jelas wajah Dana yang sedang memimpin sebuah meeting. Maudy mengambil gambarnya secara diam diam. ia tatap nanar foto tersebut yang telah di zoom sebelumnya.
"andai kamu tahu, bahwa diam itu menyakitkan, Dana. mempertaruhkan perasaanku lewat kebisuan omong kosong" Maudy mengelus layar ponselnya dengan nanar. menyusuri wajah Dana lewat sentuhan jarinya.
"dan kamu lebih memilih menikah dengan seorang wanita yang bahkan tidak berjuang sedikitpun untuk kamu!" Maudy mendesis sinis "hidup kadang selucu itu!"
Maudy membuang ponselnya ke ranjang yang berada dihadapannya. kini ia kembali meraung raung tak berdaya. memeluk lututnya erat. seolah hanya tubuhnya penopang setia sebagai pelindung hatinya yang tersayat meninggalkan luka membekas.
Maudy semakin terpuruk ketika mendengar kabar tentang pernikahan Dana dengan Sina. tak hanya Sina yang dikejutkan dengan kehadiran Dana sebagai calon suami misteriusnya kala itu. Maudy yang mendengarnya pun butuh penjelasan beberapa kali hingga akhirnya ia benar benar percaya bahwa Dana resmi menikah dengan Sina.
kini penyemangat hidupnya sudah tidak ada. sudah menjadi milik orang lain. tak akan ada lagi kesempatan atau waktu luang yang dimanfaatkan Maudy untuk bisa dekat dengan Dana. Pria idamannya kini sudah berstatus suami orang. tak ada pundi pundi harapan lagi disana. bagaimana ia bisa bekerja dengan baik kalau setiap harinya ia disuguhkan wajah pria bernama Dana itu. jika biasanya ia begitu antusias dengan keberadaan Dana, mungkin setelah ini ia tak akan sanggup bertatap muka dengan atasannya tersebut. terlalu menyakitkan baginya.
"haruskah aku tinggalkan pijakan bumi ini, agar tak ada lagi bayang bayang wajahmu terus menteror pikiranku" haruskah aku bertindak sesuatu, agar kamu merasakan sakit disini?" Maudy menunjuk dadanya. kini tatapan gadis itu kosong. kepalanya memiring ke kanan dan ke kiri. Seperti manusia tanpa roh. terkadang ia tertawa sendiri. terkadang ia menangis tersedu dan terkadang ia menangis menjerit seperti sedang kesakitan.
*** "panggil suamimu,ndhuk. kita makan siang bersama" Ibu menaruh semangkuk besar sop iga sebagai hidangan terakhir diantara berbagai macam menu di meja makan.
"ibu saja ya, Sina masih sibuk goreng bawang, nih" Ibu menggeleng seraya menipiskan bibirnya. ia tahu anaknya sedang mencari alasan.
"kamu ajak Dana turun sekarang juga" ibu mengambil alih pekerjaan sina. memberi tanda agar Sina sendiri yang harus menemui suaminya langsung. gadis itu menurut pasrah.
sesampainya di kamar. sina hanya berdiri di ambang pintu. menatap Dana tengah membelakanginya. ia duduk bersila di atas ranjang berkutat dengan kekasih pertamanya. si laptop menawan. pria itu memang type pekerja keras. baru dua hari menjadi pengantin baru, Sina sudah diduakan dengan benda slim itu.
"masuk saja, ay" Dana menyadari keberadaan Sina diambang pintu sana. Sina terkesiap. sepertinya suaminya memiliki indera keenam terselubung. ia masih berdiri kaku disana.
"makan siangnya sudah siap" ujar Sina dengan sangat datar sekaligus kaku sekali. Dana belum mau menoleh ke belakang.
"apa seperti itu, cara mengajak suamimu makan siang" Tidak sopan sekali. aku butuh yang romantis" ini yang Sina sesali. selalu ada saja hal sepele yang ia lakukan, tapi di anggap kurang romantis oleh Dana. seperti tadi pagi, dimana sina hendak membangunkan suaminya untuk sholat subuh berjamaah. padahal cara ia membangunkan sudah sangat sopan. ya, walau agak ketus. tapi justru Dana meminta Sina agar mengulang cara membangunkan dirinya. harus memakai kata sayang lah. atau dengan nada manja lah. apa itu kebiasaan suami istri pada umumnya" Sina bersungut dalam hati.
"mas Dana...makan siangnya sudah siap" ulangnya lagi. kali ini dengan nada manja dan mendayu yang terdengar dipaksakan. ia sendiri merasa mual dengan cara bicaranya tersebut.
"masih kurang romantic. suaramu terdengar tidak ikhlas, sayang" Dana merasa puas sekali mengerjai Sina seperti ini. apa ia tidak tahu kalau Sina sudah sangat lapar" mendengar komplain tersebut. Sina terpaksa melangkahkan kakinya masuk. lalu berdiri dibelakang dana dengan jarak sekitar satu meter dari pria itu.
"aku tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi. menurutku itu sudah paling sopan dan,.. romantis" pengucapan pada kata terakhir terdengar ragu. entah mengapa akhir akhir ini Sina belum terbiasa dengan sesuatu yang bersifat romantis. dia memang menyukai sesuatu yang romantis. tapi romantis versi Dana itu sedikit aneh menurutnya.
Dana menghentikan gerakan aktif jemarinya pada keyboard. matanya mendelik lalu berbalik.
"mau aku ajari caranya?"
oh tidak! habislah kau sina.
ia tidak menjawab tawaran mencurigakan itu. Sina hanya menunduk gelisah. takut takut Dana berbuat yang belum ia inginkan hari ini.
dan entah sejak kapan, tiba tiba saja Dana sudah berdiri tepat dihadapannya. Sina semakin gelisah. kini jarak mereka tak kurang dari tiga puluh centi.
"ku harap kamu tidak berniat melakukan apapun, hari ini" Sina menatap siaga lalu mengangkat sedikit wajahnya memastikan kondisinya baik baik saja. terlebih Sina melihat seringai tipis tersungging dibibir suaminya.
"aku hanya ingin mengajarimu saja" seringai itu membahayakan sekali. Sina hampir tak sadarkan diri karena effek seringai mematikan tersebut. Dana baru saja meraih pergelangan tangan Sina lalu menuntunnya agar tangan itu melingkar sempurna di lehernya. Sina memalingkan wajah karena panic. Menetralkan fungsi otak dan jantungnya. Ia harap mereka bisa diajak bekerja sama.
Setelah itu, Dana memposisikan kedua tanganya secara sempurna pada pinggang ramping istrinya. Sina merasakan aliran darahnya menghangat menyusuri anggota tubuh.
"sebaiknya aku tunggu dibawah saja. kamu bisa menyusulku,--"
"aku tidak akan makan siang kalau bukan kamu yang mengajakku turun" Dana memotong lembut kalimat penolakan Sina dibarengi gerakan tangannya yang kini melingkar sempurna di area pinggangnya. kini tubuh mereka nyaris tanpa jarak. Sina bisa merasakan dada bidang suaminya. dada yang nyaman untuk bersandar. sepintas tercium aroma permen dari parfum Dana. ia akan mengingat aroma tersebut.
"pertama, kamu harus mengatakannya seperti ini; 'mas Dana ku sayang.. ayo kita turun. makan siangmu sudah siap' begitulah kira kira" Sina berjengit kecil mendengar contoh yang diberikan suaminya. tapi bagi Dana itu tindakan kecil yang romantis. terlebih dari istrinya yang ia cintai sejak mereka bertemu pertama kali saat insiden baju kotor itu.
"lalu setelah itu, aku menjawab; 'tunggu sebentar istriku sayang' seperti itu" Sina mencium aroma lain dari pria itu. aroma mint yang menyegarkan tatkala Dana berucap dihadapannya. bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas yang menyibak permukaan kulitnya tersebut.
Dana menyeringai lagi. ia menunggu respon istrinya. kini menggoda Sina sudah menjadi hobby barunya. ia suka sekali melihat Sina merona hangat karena malu. mungkin sesekali memberinya panggilan humaira, tidak terlalu buruk. cara gadis itu mengontrol diri sungguh menggemaskan. seolah ia ingin menjadi gadis pemberani, namun nyatanya Sina meleleh dan takluk jika sudah berhadapan dengan Dana. kini ia melihat Sina berlagak ingin muntah sekarang.
"aku belum menghamilimu. tidak perlu memasang wajah mual seperti itu" Sina membulatkan matanya. pria ini benar benar membuatnya hampir gila. ini tidak bisa dibiarkan. sina harus terbebas dari jerat membunuh ini. ia belum siap kalau nanti Dana menyerangnya tiba tiba. belum lagi, kondisinya sekarang tidak memakai jilbab. ia tahu dana sangat suka dengan rambut tebalnya yang mencapai sebatas punggung.
"mas Dana ku sayang...ayo kita turun. makan siangmu sudah siap" Sina mengulum senyum manis menuruti kemauan suaminya. Dana menyunggingkan senyum puas. tangannya mengerat lebih kuat tubuh Sina ketika gadis itu berusaha melepaskan diri.=0A=0A"apa kamu merasa risih dengan perlakuanku, ay?" Sina melihat sorot menyedihkan dalam diri suaminya. apa penolakannya sudah menyakiti hatinya"
"aku hanya belum terbiasa, mas. maafkan " jawab Sina memelas. berharap Dana mengerti kondisi psikisnya. ia menunduk lagi. merasa sudah menyakiti hati suaminya. tanpa bicara seperti itu, Dana paham akan keadaan Sina. ia pun mendaratkan sesuatu miliknya tepat di kening sina. sebuah ciuman hangat nan lembut bersama segenap ketulusan dan cinta yang tumbuh dari dasar hatinya.
mendapat perlakuan mengejutkan itu, Sina memejamkan kedua matanya. menerima pasokan pasokan cinta dari pria bernama Dana.
Cinta sejati yang perlahan mereka tumbuhkan di atas ikatan suci. disaksikan oleh Tuhan.
"tak perlu meminta maaf, ay. aku mengerti sekali keadaanmu. hanya saja..." Sina mengernyit curiga
"hanya apa?" "kelak nanti aku menagih sesuatu yang sudah menjadi hak ku" senyum Dana misterius.
"sesuatu?" Sina mencerna kalimat Dana. bagaimana pria itu tidak gemas pada istrinya. Sina itu tergolong gadis polos yang kadang menyebalkan tapi juga mengagumkan.
"sesuatu yang membuatmu hamil" jawabnya singkat. belum sempat Sina protes. mulutnya sudah dibungkam dengan kecupan singkat dari suaminya.
*** entah apa yang terjadi pada Sina hari ini. seusai makan siang ia tak henti hentinya menggerutu sebal sambil menghentak hentakan kaki. bibirnya terus komat kamit tidak jelas. wajahnya di tekuk ribuan lapis. kini kakinya beralih menendang nendang kaki meja di pekarangan belakang rumah.
sementara Dana yang berada disebelahnya hanya menahan tawa. untung saja sina tidak melihat dirinya terkekeh geli dibalik buku yang sedang dibacanya.
"udah dong ngambeknya, ay" Dana melirik istrinya yang sedari tadi ngomel ngomel tidak jelas dikarenakan dua alasan. pertama, Dana sudah mencuri ciuman pertamanya. ya, ia tahu itu hal yang sangat wajar bagi sepasang suami istri. tapi, bisakah ia mempersiapkan diri terlebih dahulu" kenapa Dana suka sekali dengan sesuatu yang bersifat tiba tiba, sih"
alasan kedua lainya adalah, ini lebih parah. karena kecintaan suaminya terhadap hal yang bersifat mendadak atau tiba tiba atau refleks, tentu saja itu membuat sina menanggung malu luar biasa dihadapan ibu. tanpa memberi aba aba ataupun sinyal, ibu datang menuju kamar yang dalam keadaan pintu terbuka lalu melihat aktifitas dirinya sedang berciuman dengan Dana. betapa malunya ia setelah ibu berdehem mengagetkan mereka lalu refleks menghentikan kegiatan itu bersama rasa malu luar biasa. sedangkan Dana malah tertawa merdeka melihat istrinya dirundung malu yang bertubi tubi
"biarin! aku marah pokoknya sama kamu. aku maraaahh" Sina mengerang sebal mempercepat hentakan kakinya. "aku malu, mas.. malu banget.. kamu ga tahu sih bagaimana perasaan aku"
Dana menutup bukunya lalu beralih penuh kepada Sina "ya sudah besok besok ditempat yang lebih privasi aja deh, bagaimana?" Dana menaik turunkan alisnya genit. Sina bergidik ngeri.
"engga mau!" nadanya meninggi "lagian sih, kamu pake acara meluk meluk aku. jadi khilaf kan kamunya" Sina bersendekap seraya mengerucutkan bibirnya.
"khilaf sama istri sendiri ga dilarang, ay. aku malah jaadi ketagihan" Sina melotot berbahaya. tapi Dana bergerak cepat sebelum istrinya semakin marah. ia memperdekat posisi duduknya menghadap Sina.
"yauda ya, jangan ngambek lagi ya, sayang. aku takut banget sama zombie" Dana mengusap lengan Sina lembut. menyingkap anak rambut Sina ke belakang telinga. salah satu gerakan andalannya agar sina tidak meledak ledak.
"apa hubungannya sama zombie?"
"kamu tuh kalau marah persis zombie. menyeramkan." Dana menatap hangat istrinya. mengulum senyum tatkala sina hampir mereda. tak ada lagi gerakan gerakan aneh dari dia. ia hanya kasihan pada meja berkayu jati itu jadi korban amarah istrinya.
"yaudah, aku ngambek terus aja. biar kaya zombie. biar kamu takut sama aku"
"kalau zombienya seperti kamu mah itu beda urusannya" Dana menyeringai tipis. menaikan satu alisnya. ini raut yang menyeramkan. Sina harus siaga secepatnya.
"beda bagaimana?"
"kalau kamu yang jadi zombi, aku ga jadi takut. malah jadi lebih...." dana menggantung ucapannya lalu menggerakan dua jari memberi isyarat agar sina mendekat dan membisikan sesuatu di telinganya.
"bergairah" Sina berjengit mengambil jauh jauh jarak dirinya dari Dana. menatapnya geli. "jadi ini ya sifat asli kamu, mesum. genit agresif pula"
"mesumnya sama istri sendiri ini" Dana berkelit lagi "lagipula kalau kamu yang agresif, justru berbahaya"
"bahayanya?" tanya sina polos. matanya mengerjap bodoh.
"perlu aku jelasin, atau aku praktekin?" sinyal berbahaya itu berbunyi lebih kuat. kali ini Sina harus segera menjauh dari strategi strategi licik Dana. apalagi kondisi mereka hanya tinggal berdua di rumah. jangan harap ada pertolongan dari ibu, ayah ataupun Aufa.
"aku ga dengar.. aku ga dengar"Sina sengaja menutup kedua telinganya berpura pura tuli lalu berjalan meninggalkan Dana yang tengah terkekeh geli merasa puas mengerjai istrinya.
*** 17. telur, wortel atau kopi"
Dana menerima telepon dari Idzar yang sudah masuk bekerja lebih dulu. tadinya Dana ingin memberinya amanat untuk menghandle Prams Coorporation sementara. tapi Idzar menolak. ia masih ingin merahasiakan jati dirinya sebagai anak kedua dari direktur utama Arga Prama. ia lebih nyaman menjadi karyawan biasa sekaligus berstatus mahasiswa. mungkin hanya beberapa staff kepercayaan Dana yang tahu. dan mereka bisa menjaga rahasia pastinya.
"jangan biarkan dia resign. tunggu perintah dari gue. gue pengen dia berbicara langsung sama gue. koordinasikan dengan pak Sastra kepala HRD" Dana memutar tubuhnya. kini menghadap jendela. melihat pergerakan bunga daisy tertiup angin. "atau nanti gue yang hubungin pak Sastra, deh"
"trus lo kapan mulai kerja lagi?" suara idzar dari seberang sana.
"masih lama kayaknya"
"betah" celetuk Idzar. "jangan lama lama bang" Idzar memakai kaos kaki dan sepatunya selepas sholat. ponselnya ia kepit diantara telinga dan bahu.
"iya bawel" jawab Dana berbalik menemukan Sina berjalan menghampirinya. merasa tidak ingin diganggu, Dana mematikan teleponnya.
"telepon dari siapa?"
"dari Idzar. dia memberi tahu kalau Maudy ingin resign" Dana duduk di tepi ranjang beserta Sina. awalnya sina kaget ketika Dana menyebut nama idzar. tapi ia baru menyadari bahwa Idzar adalah adik iparnya, sekaligus adik dari suaminya. mas Dana. dan kenyataan lainnya yang ia sesali adalah Arga prama--selaku presiden direktur tempat ia bekerja--adalah ayah mertuanya. mengapa hidup dibuatnya sempit sekali ya"
"mba Maudy mau resign" kok bisa?" sina melonjak. satu lagi yang baru saja sina sesali, yaitu kabar buruk ini. padahal Sina ingin mengundang Maudy secara khusus untuk datang di acara Walimahnya nanti. tapi pada kenyataannya justru Maudy berniat menghindari moment menyakitkan itu.
"entahlah. aku ingin mendengarkan langsung alasan dia mengundurkan diri selepas aku menyelesaikan masa cuti nanti"
"kali ini aku setuju sama kamu. selepas masa cuti ku habis. aku juga bakal serbu mba Maudy. aku bakal desak dia. kalau perlu aku ancam dia agar membatalkan keputusannya" ujar Sina menggebu gebu. Dana yang melihatnya hanya menatap heran dalam waktu lama. alisnya saling bertaut.
"jangan menatapku seperti itu. tatapan kamu menyeramkan." sina risih mendapat tatapan aneh dari suaminya tersebut.
"kamu yakin lusa akan masuk kerja?" pertanyaan yang aneh. perlukah sina menjawabnya" terkadang Dana suka mengajukan pertanyaan yang seharusnya ia sudah tahu.
"tentu saja. bukankah kamu sendiri yang memberiku masa cuti hanya tujuh.. hari ?" heum?" pada kata tujuh hari dibuat berlebihan. ada penekanan disana. sengaja agar Dana merasa bersalah sudah memberi cuti istrinya sesingkat itu. setelah ini pasti Dana menyesal karena tidak bisa berdua lebih lama lagi dengan Sina.
"kamu tidak akan bekerja, ay" Sina mulai berani menaruh tangannya bertumpu pada bahu Dana. menuntut penjelasan.
"jadi kamu akan menambah masa cuti ku?" sina nyaris bahagia. matanya berbinar. setelah ini pasti Dana akan menambah masa cuti dirinya. kemenangan sudah didepan mata. "tidak juga" jawab Dana enteng sambil mengamati wajah istrinya dalam jarak dekat.
"lantas?" " kamu tidak akan bekerja selamanya tuan putri" Dana mencolek dagu istrinya. Sina refleks menarik tangan dari pijakan tubuh dana, memberi sinyal protes. pasti ada yang tidak beres. Pikirnya
"aku sudah membuat surat pengunduran diri kamu. sedang dalam proses. kemungkinan besok sudah jadi" Dana menarik lagi tangan istrinya agar kembali pada posisi sebelumnya. sebelum itu ia mengecup singkat jemari lentik sina satu persatu.
"jadi kamu memecatku?" sepertinya otak Sina belum nalar pada inti pembicaraan. Dana harus menjelaskan secara detail rupanya.
"tolong bedakan antara memecat dengan mengundurkan diri,ay" jawab Dana masih dengan stock kesabarannya yang seluas semesta alam raya.
"bagiku itu sama saja, Dana. pantas saja kamu mengulur waktu untuk walimah kita" Sina berbalik bersendekap. bibirnya mengerucut semakin panjang. doakan Dana agar tidak runtuh dari pertahanannya dihadapan Sina. gadis itu jika sedang begitu menyebalkan justru semakin menggemaskan. kira kira apa lagi keindahan yang tersembunyi dari gadis bermata pelangi itu. batin Dana memuji.
"aku ingin kamu menjadi ibu dan istri yang utuh, ay" Dana membalik lembut tubuh Sina agar leluasa memandang lukisan Tuhan satu ini. "dalam mencapai suatu tujuan, ada 4 yang harus dijalani. Niat, ikhtiar, doa dan tawakkal. itu yang akan kita lalui nanti" jangan harap sina bisa langsung mengerti penuturan tersebut. entah karena kalimat dana yang begitu rumit atau memang daya jangkau otaknya terlalu sempit. ia membiarkan Dana melanjutkan ucapannya.
"setelah kita mempunyai niat akan tujuan itu. maka tugas selanjutnya adalah ikhtiar dan berdoa. biarkan aku berikhtiar mencapai tujuan itu. aku bekerja mencari nafkah menghidupi mu dan anak kita kelak. sedangkan tugasmu cukup mendoakanku dalam sholat malammu. ditengah kesibukanmu sebagai ibu rumah tangga. berjihadlah dengan menjadi seorang istri dan ibu yang utuh. aku ingin kamu menyambutku sepulang bekerja. aku ingin kamu menjadi satu satunya alasan utamaku pulang ke rumah dan memegang teguh ungkapan baiti jannati. rumahku surgaku. dimana bidadari yang bermukim disana adalah Kamu"
Sina terpaku membisu tanpa kata. yang diucapkan Dana sangat jauh dari pemikirannya. Dana memiliki pemikiran jauh ke depan. tiba tiba saja sina berharap diberi anugerah sebuah kekuatan teleportasi. kemudian ia manfaatkan kekuatan tersebut untuk menghilang menuju labirin hati suaminya. pasti begitu rumit. pasti ia akan tersesat disana.
kata katanya begitu mempengaruhi beberapa hormon dalam dirinya yang seketika meningkat. apalagi memakai kata bidadari sebagai perumpamaan. sebegitu indahkah dirinya di mata Dana"
"aku hanya ingin membantumu dalam segi financial. itu saja" sina menyahut sekenanya. alasan yang klise memang. ia yakin Dana punya seribu satu alasan kuat lain agar Sina tidak bekerja.
"kalau kamu ingin membantuku, kamu bisa membantu dalam hal lain" usul Dana sembari mengelus lembut jemari Sina di kedua bahunya.
"benarkah" apa,.apa?" sina menyahut girang. ada kebahagiaan tersendiri jika ia bisa membantu suaminya sedikit saja.
"menuangkan syahwatku"
bisiknya parau membuat telinga gadis itu merinding hebat. syndrom mesum Dana sepertinya sudah sangat akut. di sisi lain ia tahu, suaminya seperti itu karena memang belum mendapatkan hak nya sebagai seorang suami. tapi...ah, Sina buru buru menggeleng cepat.
"aku tidak mendengar...." sina hanya bisa mengeluarkan jurus andalannya. menutup kedua telinga. kali ini menutupnya lebih kencang.
"begitu ya?" Dana menaikan satu alisnya. "baiklah akan ku ulang"
Dana bersiap mendekatkan bibirnya menempel pada tangan yang digunakan sina untuk menutup kedua telinga.
"aku bilang...menuangkan syahwatku sayangg....." ulangnya dengan volume sangat besar sampai sampai Sina berpejam kuat menahan teriakan suaminya tersebut.
"syahwat apa?" keduanya berjengit menoleh pada sumber suara. dan suara itu berasal dari ambang pintu. lagi lagi Sina lupa menutup pintu kamar. dan kali ini siapa lagi yang menjadi saksi kemesuman pasangan tersebut"
"ibu, lagi?" Sina menutup mulutnya dengan tangan. merasa salah mengucap. Sina segera menormalkan posisinya. tapi rona rona merah itu tersembul jelas di pipinya.
"ibu mengganggu lagi ya sepertinya?" sina tahu ibu berusaha meledeknya. lihat saja, sekarang ibu lebih sering senyum senyum sendiri.
"tidak kok, bu. Aya justru senang katanya" Dana minta di ceburkan ke jurang api rupanya. tunggu pembalasanku, Mr.Mesum. batin sina mendengki.
"oh iya Dana. ada tamu mencarimu dibawah" siapa tamu yang mencari dia ke rumah mertuanya" setahu Dana, ia belum memberi tahu kabar baik ini pada teman. hanya sanak saudara saja.
"dia seorang wanita" ibu sudah peka dengan raut berpikir Dana. bahkan seorang wanita katanya" tak hanya Dana, Sina yang mendengarnya pun mulai dilanda was was.
*** "nih coba lihat" Maudy menyodorkan amplop putih kepada Idzar. kemudian idzar mengeluarkan isi amplop tersebut dan membacanya.
"ini surat pengunduran diri lo, kan mba" kok dibalikin?" Idzar membolak balik surat tersebut.
"ga tahu tuh, Pak Sastra. kata dia aku suruh nunggu pak Dana selesai cuti dulu. aku harus bicara langsung ke dia tentang alasanku mengundurkan diri" Maudy bersungut kesal. memangku tangannya di atas meja.
idzar mengangguk berpura pura paham. bersikap seolah bukan dia yang memberi mandat Pak Sastra untuk menahan Maudy. walau terkadang ia merasa bersalah
"yaudah, mba. sabar dulu aja. lagian lo kenapa sih tiba tiba mau resign" udah mendadak, buru buru pula" Idzar mendongakan kepalanya tinggi tinggi mencoba menuang sisa sisa snack ke mulutnya.
"aku ditawarin project sama om aku di kalimantan. setelah aku pikir pikir, project nya menguntungkan juga"
"project apa, mba?"
Maudy terdiam sejenak. padahal jawaban yang diutarakannya hanya karangan belaka. Idzar tidak boleh tahu alasan sesungguhnya mengundurkan diri.
"ada deh. nanti kamu juga tahu" Maudy pandai menyembunyikan perasaan dengan apik. "oh iya, aku mau nanya sesuatu deh sama kamu"
"mau nanya apa, mba" tarif satu pertanyaan lima puluh ribu ya" Idzar meledek mendapat cibiran Maudy "otak bisnis ya gini ini, segala sesuatunya di duitin" Idzar hanya tersenyum konyol. "bercanda wey, sok lah mau nanya apa?"
Maudy terhenti sejenak. menyiapkan kosa kata yang sekiranya pas.
"sudah tahu kabar Sina menikah?" Idzar yang hendak menjawab pun juga terdiam sejenak dalam beberapa detik. "sudah" jawabnya santai sambil meminum minuman berkalengnya. cafetaria terasa hampa tanpa keberadaan Sina. tanpa kegaduhan yang dibuat gadis itu. belum lagi celoteh celoteh konyol darinya.
"lantas?" Maudy merasa aneh dengan cara Idzar menjawab. setelah ia mengetahui bahwa wanita yang dilamar Idzar adalah Sina, dan kini wanita itu telah menikah dengan bos nya sendiri. Maudy sungguh ingin tahu tanggapan Idzar tentang hal ini. dan dengan raut tanpa beban itu, seolah Idzar tidak merasakan kegalauan mendalam.
"lantas bagaimana sih, mba. pertanyaan lo bikin gue bingung" Maudy malah jadi gemas sendiri dibuatnya.
"maksud aku, kamu ga sakit hati. gadis yang kamu lamar tempo hari menikah dengan pak Dana. bos kamu sendiri" ujar Maudy terang terangan.
tiba tiba saja Idzar hampir tersedak karena minumannya. lebih tepatnya karena ucapan Maudy barusan. ia pun tertawa kecil menanggapinya "kenapa harus sakit hati, mba. kalau itu sudah jadi ketentuan Allah apa kita harus protes" sakit hati itu pasti ada. secara gue juga manusia biasa. tapi yang terpenting adalah bagaimana cara kita meracik rasa sakit hati itu sendiri. seperti kita menghadapi suatu cobaan atau masalah. kalau kita meracik cobaan itu dengan buruk, maka akan berakibat buruk. begitu juga sebaliknya. kalau kita meracik ujian ujian itu dengan baik. maka menghasilkan sesuatu yang insya Allah baik" penjelasan idzar panjang lebar. namun masih belum merasuki otak Maudy. gadis itu butuh penjelasan detail.
"bisa kamu kasih contoh atau perumpamaan" pintanya. Idzar menarik nafas. seolah siap untuk memaparkan pola pikirnya.
"ada telur. wortel dan kopi. ketika benda itu dimasukan ke dalam air mendidih dalam waktu yang bersamaan. dalam suhu yang sama. dan dalam durasi yang sama. setelah kira kira beberapa menit. apa yang terjadi pada mereka?" Idzar mengajak Maudy terlibat dalam teorinya. ya agar Maudy memahami pikirannya.
"telur akan mengeras. wortel akan melunak dan kopi menyatu dengan air sehingga menjadi minuman" jawab Maudy sekenanya.
"pinter!" Idzar memberi acungan jempol "kalau lo memilih jadi telur. ketika lo mendapat ujian, ujian itu malah membuat lo yang awalnya lo adalah sosok yang lembut. periang, jadi sosok yang keras hati dan egois"
Maudy perlahan mulai mengerti. cara Idzar berbagi pikiran memang cukup unik. pikirnya
"kalau lo memilih jadi wortel. Ujian yang menimpa lo mengubah sifat tegar dan optimis lo jadi ciut. lo jadi sosok yang mudah menyerah. mudah terpuruk. selalu berpikir buruk tentang apapun. sama seperti wortel setelah direbus, jadi lembek dan lunak" Idzar menarik nafas lagi menyiapkan pasokan udara.
"maka dari itu gue saranin. jadilah kopi. air mendidih tersebut malah membuatnya jadi minuman yang walau pahit tapi begitu nikmat. bahkan tambahkan gula jika ingin terasa lebih nikmat. itu artinya. seberat atau sesulit apapun ujianmu, akan membuatmu lebih baik jika kamu mampu mengolahnya. olahlah itu semua dengan pikiran pikiran positif. bahkan rasa sakit hati yang gue alamin saat ini, terasa lebih nikmat ketika gue meraciknya"
pemaparan itu di akhiri sorot mata tajam Idzar seolah menampar halus kondisi Maudy saat ini. ia terperangah mendengar penjelasan detail tersebut.
"kamu bukan Idzar yang aku kenal. jawab jujur. siapa kamu sebenarnya" Maudy melotot menatap intimidasi.
"oke. gue jujur. sebenarnya gue ini reinkarnasinya Ummar bin Khatab, mba" ekspresinya terlihat serius namun diakhiri tawa Maudy juga dirinya sendiri.
"dasar ngaco!" Maudy menepuk kasar lengan Idzar. pria itu mengaduh kesakitan. "lagian, pertanyaannya lo ga logis"
"tapi jujur. jawaban kamu itu lebih dari cukup loh. hampir makan durasi malah" Maudy menopang dagu menatap Idzar kagum.
"kan mba maudy sendiri yang minta perumpamaannya. yauda gue jejelin deh tuh. gumoh gumoh deh lo, mba" Idzar tertawa terbahak bahak. maudy mendengus sebal mendengar cibirannya.
"seneng tuh seneng. selamat ya kamu berhasil bikin aku gondok, Idzar" Maudy mengerucutkan bibirnya.
*** Sina tercekat mendapati sosok wanita dihadapannya. mulutnya kaku. terasa sulit menelan ludah. kerongkongannya mendadak kering. belum lagi jaringan otaknya bekerja aktif mengembalikan memory dimana dirinya menjadi korban sebuah penghianatan terselubung dengan dalih atas nama Hijrah.
wanita bernama Sarah itu berdiri dihadapan Sina dan Dana. keduanya saling memberi tatapan berbeda pada Sarah. Dana masih bisa bersikap tenang. ia mampu mengendalikan emosi serta pikiran buruk yang menggelayuti otaknya. berbeda dengan Sina. dalam dirinya menyimpan was was yang tak berkesudahan. berulang kali mempertanyakan tujuan kedatangan Sarah ke istana mereka. terlalu nekat sekali. pikirnya.
"silakan masuk" Dana mempersilakan secara datar. wajahnya rata menegang.
"maaf. aku tidak bisa berlama lama. aku hanya ingin berbicara denganmu" Sarah mengapit tas tangannya erat. sejenak dana melihat penampilan Sarah. gadis itu sudah kembali pada wujud sebelumnya. Sarah yang manis. berbalut kemeja berenda warna putih dipadu rok A line berwarna peach. nampak lebih feminin.
"baiklah, katakan saja" Dana melipat tangannya menunggu Sarah menyatakan maksud dan tujuannya. Sina yang berada disampingnya hanya bisa menilai sarah dalam hati. jika dilihat dari dekat, gadis itu memang cantik. pantas Abbas menyukainya. kira kira seperti itu penilaian Sina. Sarah nampak kikuk sembari menatap Sina dan Dana bergantian.
"aku hanya ingin berbicara denganmu..." Sarah berhenti sejenak. Dana menatap ingin tahu "secara empat mata"
Sina memicing. apa maunya gadis ini" walaupun ia mengenal sarah, bagaimanapun juga dia adalah tamu suaminya. Dana.
andai suaminya mengizinkan, Sina ingin sekali mengusir wanita tersebut. Dana memandang Sina terlebih dahulu sebelum menerima permintaan Sarah. Sina mengerjap sekali berusaha tahu diri lalu berbalik berniat meninggalkan mereka. Tapi Dana sudah bersiap lebih dulu menahan tangannya. ia tahu sekali apa yang dirasakan istrinya saat ini.
"maaf. aku lebih suka berbicara enam mata" Dana memberi jeda "kalau kamu keberatan. kamu bisa berkunjung lain waktu" Dana mengambil keputusan yang sangat benar. Sina tersenyum kecil. ia mengeratkan genggaman tangan pada suaminya. dalam sedetik sarah melihat tautan tersebut.
"baiklah. kalau begitu" Sarah berjalan satu langkah kedepan. kini jarak ia dengan Dana berkisar satu meter. Sina semakin was was. ia merubah posisi tangannya menjadi memeluk lengan Dana dengan erat. memberi tanda pada Sarah bahwa Dana adalah mutlak miliknya. tatapannya merajam.
"aku ingin mengucapkan selamat kepadamu. selamat menempuh hidup baru. semoga kalian bahagia" ucap Sarah seraya memberikan sebuah kotak kubus berukuran sedang dibungkus kertas kado bermotif teddy bear.
sebelum Dana menerima benda tersebut. Sina menarik perhatian Dana agar menatap matanya sejenak. dana mengerti makna yang tersirat dalam tatapan istrinya itu. dalam tatapan itu meminta izin kepada Dana untuk berbicara pada Sarah. dan jika Dana mengerti, berarti chemistry diantara mereka meningkat lebih baik.
"terimakasih banyak atas doa serta ucapamu. semoga kebaikan selalu menyertaimu dan bayimu" Sina tersenyum berusaha seramah mungkin. seraya menerima kado tersebut.
"apa kado ini untuk mas Dana ?" sina mengamati benda ditangannya penasaran "pasti mas Dana suka sekali ya dengan barang pemberianmu" Sina melirik suaminya dengan aneh.
sepertinya keputusan Dana mengizinkan istrinya berbicara pada sarah telah salah. Dana mendengar alarm kecemburuan mulai berdering keras di otaknya. setelah ini dana bersiap menerima sedikit hukuman dari Sina. gadis itu kalau sudah cemburu, suaminya pun terlihat seperti mangsa menyegarkan yang siap untuk diterkam.
*** 18. kado teka teki keluarga Ibnu Raharjo baru saja kedatangan seseorang. salah satu kakak dari ibnu yang pada waktu pernikahan Sina ia tidak sempat hadir karena ada suatu urusan. dan hari ini ia menyempatkan untuk berkunjung.
kini keduanya tengah bersantai di ruang tamu. melepas rindu yang sudah hampir 2 tahun lamanya tidak bertemu.
"jadi kamu di Jakarta sudah sejak sebulan ya lalu, kenapa tidak mengabariku" Ibnu menyeruput teh melati yang disuguhi istrinya.
"untuk apa" aku selalu baik baik saja selama anakku dalam keadaan sehat" Cokro turut menikmati minuman di atas meja. bedanya, ia lebih suka kopi.
"kamu ini masih saja keras kepala. sama seperti mantan istrimu" Cokro tertawa kecil.
"jangan lagi menyebut nyebut dia. bagiku dia sudah ku anggap sebagai hama perusak. bahkan anaknya sendiri hendak dijualnya. apa kamu pernah melihat seorang ibu seperti Diana macam itu?" nada benci terdengar dari mulut Cokro. Ibnu tidak menggubris.
"oh iya, aku malah melupakan hal yang paling penting" Cokro mendongakan kepala menelusuri ruang lebih dalam "mana anak semata wayangmu juga suaminya. aku ingin mengucapkan selamat sekaligus memberi do'a pada mereka"
"kamu telat, mereka sedang keluar sekitar 10 menit yang lalu" sahut Ibnu mematahkan semangat Cokro untuk bertemu keponakan kesayangnnya.
"berbulan madukah?" Tebak Cokro antusias. tanpa memikirkan usianya sekarang yang sudah tidak lagi ABG. Ibnu bernafas pendek.
"otakmu itu belum disapu bersih rupanya. masih ngeres" Ibnu tertawa kecil diikuti Cokro. "tapi besar kemungkinan mereka berbulan madu.. karena kamu tahu" istriku dua kali memergoki mereka nyaris bercumbu" tambahnya lagi. kini tawa Cokro menggegelegar mengisi seisi ruangan.
"mas Ibnu.. mas Ibnu.. bahkan kamu lebih ngeres dibanding aku. ingat, itu anak semata wayangmu" Cokro masih dalam keadaan tertawa. tawa ibnu mereda, mengingat kekhilafannya pada anak sendiri. jika Sina mendengar hal ini tentu ia akan malu setengah mati.
"maklum saja. kita juga pernah merasakannya" sahut ibnu tenang. sudah lama sekali kedua kakak beradik itu tidak salingbersua. tak ada yang berubah dari mereka. Cokro yang memiki perawakan lembut dan sedikit lebih kalem dibanding Ibnu yang tegas namun hangat.
"lalu kapan anakmu akan menyusul" heum?" Ibnu bersandar pada kursi antik dipenuhi ukiran ukiran khas jawa.
"ah! aku belum siap ditinggal oleh Fida, mas.. dimataku, ia tetap seorang malaikat kecil. Aku menutup mata dengan usianya sekarang. umur dua puluh dua rasa lima tahun" Cokro tertawa sendiri. otaknya menerawang mengingat ketika Aufa sedang belajar berjalan menghampiri dirinya.
"kalau begitu, carilah pengganti Diana. agar ada yang merawatmu. suatu saat kamu harus membuka mata bahwa anakmu akan meninggalkanmu bersama suaminya kelak" ucapan Ibnu ada benarnya juga. tapi untuk mencari pengganti diana, sepertinya mustahil.
"oh iya. ada yang aku lupakan" Cokro merogoh saku celana hitamnya. Ibnu memaklumi kepikunan adiknya di usia muda.
"ini" Cokro menyodorkan selembar kertas dilipat empat bagian. Ibnu menerimanya disertai kebingungan. Ia membuka kertas tersebut dan tertera alamat rumah seseorang secara detail. Ibnu hendak bertanya, tapi Cokro sudah lebih dulu memberitahu.
"itu alamat lengkap rumah Diana yang baru" Ibnu menunggu penjelasan berikutnya "selama ini ia masih suka menemui fida. entah apapun alasannya. tapi aku yakin sekali tujuan utama wanita itu. ia bersih keras menikahkan paksa putriku dengan om om kaya pilihannya" ibnu mengangguk paham seraya membaca lebih detail alamat pada kertas ditangannya. rumahnya berlokasi di daerah Cibubur. dan itu tidak jauh dari rumahnya.
"sebaiknya kamu simpan alamat itu. aku khawatir Diana bertindak macam macam diluar kendali. aku hafal sekali peringainya. dia orang yang nekat dan bisa menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi busuknya" Cokro terlihat lebih serius. wajahnya menegang. terlihat rona khawatir yang hebat disana. disertai permohonan memelas.
"kamu tidak keberatan jika ku repotkan lagi bukan?" tanya Cokro tidak enak hati.
"bukankah sejak dulu kamu memang selalu merepotkan?" cibir Ibnu lalu tertawa kecil.
"hei, ikhlaslah sedikit dengan adik malangmu ini" Cokro mendengus pendek. tapi ia tahu Ibnu pasti selalu menjaga Aufa seperti menjaga putrinya sendiri. kali ini ia harus mengeluarkan usaha extra menjauhkan Aufa dari rencana diana selanjutnya.
Cahaya Bertasbih Karya Suffynurcahyati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** "kamu yakin kita tidak mengunjungi orang tua kamu dulu,mas" tanya Sina di sela sela perjalanannya bersama Dana menuju Aston Primera Pasteur Hotel & Conference Center. salah satu hotel termewah di bilangan kota Bandung.
"tidak apa, ay. aku sudah menghubungi mama sebelumnya. dan dia mengerti" Dana menoleh lalu kembali fokus pada kemudinya. Matanya lurus menatap jalan. ada ketenangan dalam dirinya setelah usaha merayu Sina agar mau ikut berlibur ke Bandung. dan berhubung beberapa hari lagi Dana sudah kembali bekerja, tentu akan sulit untuk bisa dirinya menikmati hari khusus berdua dengan istrinya.
"lalu mama bilang apa lagi?" Sina berpaling menuju kaca jendela mobil yang ia buka sedikit. Menikmati pemandangan jalan. matanya mengabsen apapun yang ditemuinya. dari sebuah rumah makan. rumah kecantikan. SPBU bahkan gedung sekolah yang dilewati, tak enyah dari pandangannya. Dana meliriknya sekilas.
"tidak ada" jawabnya singkat. sudut mata Dana mulai bermain. memerhatikan Sina yang asyik memanjakan mata. bibir Sina tak henti tertarik melengkung menatap puas. sesekali gadis itu melipat tangan di atas kaca jendela lalu menjadikan tangannya itu sebagai penopang kepala. menikmati sayup sayup udara menyebar ke wajahnya. Dana menarik bibirnya. mencari keindahan lain istrinya itu. menuntun pandangannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. kaki indah terbungkus celana legging berwarna hitam tak lupa kaos kaki dengan warna menyerupai kulit. tubuhnya dibungkus gamis panjang berwarna krem. terlihat gliter gliter dibagian pinggang secara detail. ia memadukannya dengan pashmina hitam, di kenakannya secara sederhana. sejenak Dana ingin bertransformasi menjadi baju gamis yang dikenakannya.
"apa pemandangan disana lebih menarik ketimbang suamimu ini?" Sina menarik diri perlaha dari posisi nyaris membelakangi Dana lalu menormalkan posisi duduknya. ia menoleh "aku sengaja memandang kesana karena sesampainya kita di hotel, aku akan menemui pemandangan terindah yang Tuhan ciptakan untukku" pipi Sina bersemu "kamu tidak tahu kan, apa yang aku lakukan selagi memandang ke luar?" lanjutnya disertai tangan yang bermain dengan ujung pashmina. Dana menuntut jawaban lewat kilatan n mata.
"menyiapkan pasokan oksigen sebanyak mungkin agar aku tidak kehabisan nafas saat memandangmu" senyum kecil itu merekah semakin memperlihatkan bibirnya yang ranum. Dana mengulum senyum. benar dugaannya. istrinya itu sedang berusaha menjadi perayu ulung.
"siapa yang mengajarimu menjadi perayu amatir seperti ini, heum?" Sebelum menjawab, Sina mendekatkan dirinya ke Dana. menaruh kepalanya tepat dibahu kiri Dana.
"seseorang yang menginginkanku menjadi bidadari di istananya kelak" Sina menoleh. matanya bertemu telinga dan leher Dana disana. sejenak ia mencium aroma mint yang menyegarkan. aroma yang menusuk hidung lalu menjalar ke seluruh tubuh gadis itu. tangannya nyaris tergerak untuk menyentuh anak rambut tertata rapi disekitar telinga suaminya. Dana menggiring tangan kirinya menyentuh permukaan wajah sina yang sedari tadi bergelayut di pundaknya.
"ingin ku beritahu satu hal?" tanya Dana meraba wajah sina tanpa harus menolehnya. fokus kemudinya hampir saja terganggu karena ulah nakal Sina. sungguh mengapa ia menjadi lebih menggoda disaat saat seperti ini"
"apa?" Sina berbisik parau. entah apa yang merasuki gadis itu hingga menjadikannya lebih agresif hari ini.
"bisakah kamu berhenti sejenak. setidaknya sesampainya kita nanti" kamu mengganggu konsentrasi mengemudiku, sayang. tapi ku pastikan aku akan membalasnya" itu kalimat penolakan yang sangat manis. Sina mengerucut seraya kembali duduk tegap. wajahnya mulai menghangat. usahanya untuk merayu Dana sudah salah langkah. ia memang tidak memiliki bakat khusus untuk hal itu. kalau dipikir pikir, tindakannya tadi jauh dari kata romantis. malah terkesan seperti wanita penggoda. pikirnya.
"kira kira berapa lama lagi kita sampai, mas?" Sina bersandar pada jok sekaligus menyandarkan kepalanya menghadap ke arah kemudi. memerhatikan kelihaian suaminya dalam mengemudi.
"kalau macet seperti ini, kemungkinan satu jam lagi kita sampai" Dana menggenggam jemari Sina memberinya ketenangan. karena ia tahu, istrinya tersebut mulai bosan.
"aku akan sabar menunggu" Sina melemah. matanya mulai sayup sayup mengantuk. tapi sedetik kemudian mata itu menderang, menangkap sesuatu di pikirannya.
"aku lupa kalau aku membawa permen. setidaknya bisa menghilangkan kantuk agar aku tetap bisa menemanimu berkendara" Sina bersemangat bangkit agak berbalik ke arah jok belakang dimana ia menaruh kantung berisi makanan ringan. selagi mencari, tangannya terhenti pada kantung besar berisi kado yang ia kenali motif pembungkusnya. sina bergeming.
"hei, aku lupa kalau aku membawa kado pemberian Sarah" melupakan niatnya mencari permen, sina membawa kado tersebut ke pangkuannya. Dana tercekat. hampir saja ia lepas kemudi secara tiba tiba. kali ini apa lagi ulah istrinya"
"jangan konyol, ay. untuk apa kamu membawanya?" Sina sama sekali tidak berniat apapun. untuk cemburu pun ia akan berpikir dua kali. keyakinannya lebih kuat dibanding apapun. Dana adalah suaminya. jabatan suami baginya sudah mencakup apa apa yang harus Dana tahu dan pertanggung jawabkan. Sina yakin Dana adalah pria si pemegang teguh yang kuat.
"sayang sekali jika kado ini dibiarkan tergeletak di kamar kita, mas. jadi lebih baik aku bawa saja" sina mengulum senyum polos "bolehkah aku membukanya?" Sina menatap memohon suaminya.
diluar segala prasangka buruk, Dana mengangguk "buka saja"
kedua tangan Sina aktif mengkuliti kertas pembungkus kado tersebut. setelah kulitnya terkelupas, hadiah itu masih terbungkus kotak kubus agak seperti persegi panjang. Sina membukanya perlahan.
"apa isinya?" tanya Dana melirik Sina sekilas. tapi raut yang didapat Dana hanya raut sendu. pergerakan aktif Sina terhenti menatap hadiah pemberian Sarah.
" dua buah jam tangan couple" jawab sina apa adanya. matanya mengamati kedua benda tersebut. jam tangan pria talinya dibuat agak lebar berbahan kulit warna hitam. tampilan angka pada jam digantinya menjadi lingkaran huruf membentuk tulisan 'l love you more'. yang membedakan dengan jam untuk wanita hanya pada talinya yang sedikit lebih kecil.
"jam ini cocok untukmu" puji Sina menutupi perasaan aneh yang menyebalkan ini. andai Dana tahu bahwa diri Sina lainnya sedang sibuk mengingatkan sambil meneriaki agar dirinya tidak terbawa api cemburu. walaupun sesungguhnya wajar saja jika ia cemburu. gadis bodoh mana yang dengan jahatnya menghadiahi mantan pacarnya dengan benda couple macam ini" atau mungkin Sarah memang berniat memberi kado tersebut untuk Dana juga untuk dirinya" tentu saja. mereka kan sepasang suami istri. dua jiwa dalam diri sina saling beradu argumen. Sina segera menggeleng cepat.
"aku tidak suka jam tangan kulit" jawaban Dana membuat Sina memicing. "bukankah kamu sering melihat koleksi jam tanganku?" Dana meyakinkan. jika Sina mengingat ngingat, sejauh yang ia tahu memang Dana tidak memiliki koleksi jam kulit. bahkan tidak ada satupun. lantas" apa tujuan sarah memberi kado suaminya jam tangan kulit--yang dibenci Dana?" berpasangan, pula.
"baiklah. sebaiknya benda ini akan aku simpan saja. mungkin bisa ku berikan kepada Aufa" Sina menutup kotak persegi jam tersebut.
"jangan lupakan Idzar" Dana menipiskan bibirnya "jam satunya berikan saja kepada Idzar" saran Dana begitu brilliant. apa mereka sedang berniat menjodohkan Idzar dengan Aufa"
*** selepas menikmati makan malam, Sina dan Dana kembali menuju kamar mereka. sebuah makan malam romantis yang sudah disiapkan Dana sebelumnya. dan sukses membuat Sina terperangah takjub. takjub karena kemegahan restauran disana. ditambah nuansa romantis yang mendominasi tempat itu. belum lagi, selama makan malam berlangsung, Dana tak henti hentinya melancarkan aksi merayunya yang tak kalah hebat dari Sina. walau hanya rangkaian kata--yang orang bilang--kalimat gombal. tapi Sina menyukainya. kalimat gombal lewat kekasih halahnya saat ini.
"apa kamu belum mengantuk, mas?" Sina tengah menyisir rambut sepunggungnya. hitam, tebal dan berkilau. ia memandang Dana dari balik cermin rias disana.
"belum. aku menunggumu" Dana menatap aktifitas istrinya sembari mengulum senyum. sementara Sina sengaja menyisir lebih lama agar Dana tidur lebih dulu. tiba tiba saja perasaannya tidak enak. seperti ada yang hendak menyerangnya malam ini.
"kamu tidur saja dulu. aku masih harus membersihkan wajahku dan aku belum berwudhu" Sina berkelit. setelah ini ia masih harus mencari alasan lagi. karena dana memiliki pasokan alasan kuat yang lebih banyak.
"tidur bersama lebih baik. Kau tidak ingin menghangatkanku disini?" Sina merinding. kalimat Dana terdengar vulgar sekarang.
Sina tidak menjawab. tangannya terus menyisir rambut yang sedari hampir licin karena terus terusan disisir. ia berpikir keras. harus mencari kegiatan lain agar bisa mengulur waktu. membiarkan Dana menunggu sampai ia tertidur tentunya.
"yes!" sina memekik kecil. beruntung sekali dia hari ini. tak membutuhkan waktu lama. suaminya sekarang sudah tertidur pulas. sedikit merasa bersalah karena sudah mendzolimi suaminya seperti ini. tapi mau bagaimana lagi"
sina memposisikan dirinya disebelah Dana. sejenak mengamati wajah cekung indah suaminya seraya tersenyum kecil. ia melepas lebih dulu kimono yang menutupi tubuhnya terbalut lingerie tipis berwarna hitam. sungguh, kalau bukan atas permintaan suaminya, Sina enggan memakai pakaian laknat tersebut.
"akhirnya kamu tidur juga, ay"
Sina melonjak kaget seraya memekik keras. refleks menyilangkan kedua tangan di dadanya. mendapati Dana terbangun dengan mudahnya. rupanya ini adalah bagian dari salah satu rencananya. kini pria itu menyeringai tipis bak serigala.
"ka..kamu belum tidur mas?" tanya sina terbata bata. kedua tangannya gemetar hebat menutup area terbuka di dadanya.
"sudah ku katakan. tidur bersama lebih baik" Dana mendikte kondisi istrinya sekarang. sesuai dengan bayangannya ketika ia membeli lingerie tersebut.
"be..begitu rupanya" nafas sina hampir berhenti "baiklah.. ma,.mari kita tidur bersama" Sina kehabisan ide lalu merebahkan dirinya kaku. sangat kaku. mempertahankan kondisinya saat ini. berusaha agar jangan sampai dana mencuri celah sedikitpun. walau hanya kemungkinan kecil.
"tunggu. aku pakai kimono ku terlebih du,--"
"tidak perlu, ay" Dana menahan tangan Sina yang hendak mengambil kimono yang tergeletak di atas lantai. "aku lebih suka melihatmu memakai ini"
matilah kau, Sina! "oh.. begitu ya" Sina memasang wajah bodoh. itu effek atas kegugupannya yang mempengaruhi keseluruhan fungsi tubuhnya. termasuk salah satu dari sel sel otaknya yang hampir tidak bekerja hingga Sina sulit berpikir nalar.
"aku ingin tidur sambil memelukmu seperti ini" tanpa izin, Dana melingkarkan tangan kekar berisinya secara sempurna ditubuh Sina.
"aku merasa AC ruangan ini terlalu dingin. mungkin aku harus lebih dekat denganmu agar hangat" Dana mendekatkan separuh wajahnya ditelinga Sina. menghirup aroma vanilla dari sana. menyingkap rambutnya kebelakang telinga. sesekali meraba telinga itu dengan ujung bibirnya.
"kamu memelukku terlalu erat, mas" komplain Sina tak berpengaruh pada Dana. justru ia malah semakin mempererat pelukannya. sina merasakan geli dibagian telinga saat Dana membisikan sesuatu
"aku ingin merasakan tiga nikmat dunia malam ini bersamamu" bisikan itu membangkitkan bulu bulu roma di area tengkuk dan tangan Sina. nafasnya tercekat. tubuhnya seperti dipaku hingga membuatnya tak bisa bangkit dari perlakuan ini.
"yakni nikmat memegang. mencium. dan, ---"
"mas Dana..." belum sempat Dana meneruskan, Sina berhasil mengendalikan fungsi otaknya. Dana masih pada posisinya.
"ada apa, ay?" entah sejak kapan tangan Dana satunya sudah mendarat di area perut dan tangan satunya lagi tengah meraba bibir ranum Sina.
"sebaiknya kita sholat sunnah pengantin lebih dulu"
*** 19. nila yang tersembunyi
Aufa mengabsen ranting ranting yang berserakan di pekarangan. dikumpulkannya menjadi satu media bersama dedaunan yang sudah ia sapu sebelumnya. mata coklat itu menelusuri seisi kebun mini tempat ia menebar ilmu bersama para malaikat kecilnya. acara bermain tadi cukup melelahkan dirinya. untung saja para malaikat itu selalu punya segudang cara agar Aufa tersenyum menutup penat yang mengisi jiwa.
merasa tidak ada lagi sampah sampah kecil, Aufa berjalan menuju ruangannya lalu bersiap untuk pulang.
"aufa" gadis itu menoleh pada si pemilik suara. Idzar berlari kecil menghampirinya. setibanya, pria itu mengatur pernafasannya.
"ada apa, dzar" kok buru buru gitu?" Aufa meneliti alasan Idzar menghampirinya seperti itu.
"ini" sebuah buku tebal berukuran 19x12 disodorkan kepada Aufa. ia hanya memandang buku tersebut dengan raut bingung. selanjutnya ia menatap Idzar.
"ini buku lo, kan" tertinggal di meja murid. untung lo belum keburu pulang" Idzar menopang tubuhnya pada kedua lutut dengan posisi ruku' sembari terengah tengah.
"ih iya ini punya aku" aufa malah baru menyadari itu adalah bukunya. bagaimana ia bisa lupa" "kok aku bisa lupa ya, dzar?" tanyanya polos sembari menggaruk garuk kepalanya yang berbungkus jilbab segiempat merah marun.
"please.. jangan pikun di usia muda fa. kasian murid murid gue nanti" Idzar turut serta mengikuti Aufa berjalan beriringan melewati koridor.
"aku engga pikun ya. aku cuma lupa" sungut Aufa sambil memeluk buku tersebut di dada. "kalau lupa berkelanjutan disebut apa namanya?" Idzar mengetes ketajaman berpikir Aufa. melalui kilatan matanya menebak apakah gadis itu bisa menjawabnya.
"tidak ingat lah" Aufa menjawab sesuka hatinya. menimbulkan wajah merengut tercipta dari Idzar. gadis itu malah jadi sangat bodoh dimatanya.
"tidak ingat sama lupa mah sama aja neng..." ujar Idzar gemas "kalau lupa berkelanjutan itu ya pikun namanya" lanjutnya.
"aku kan baru kali ini aja lupa, dzar. kemarin kemarin aku inget" Aufa berkelit.
"yakin?" Idzar memicing ragu "lalu sekitar dua minggu yang lalu. ada seseorang lupa bawa kunci loker itu siapa yah?" Idzar mengetuk ngetuk dagunya. bola matanya menatap langit langit. "terus yang datang tiba tiba ke sekolah terus nelpon gue sambil nanya 'dzar, kok sekolah sepi"' padahal itu hari libur. itu juga siapa ya, fa?" matanya melirik Aufa. gadis itu menegang malu.
"oh iya satu lagi. rasanya baru kemarin deh. ada orang yang nanya ke gue jadwal kelas outbond. itu" siapa ya, fa?" Idzar menatap Aufa pura pura tidak tahu. nyatanya ia tahu semua itu kebiasaan mutlak milik Aufa. Aufa mengerjap bodoh lalu menoleh ke sembarang arah. bukan karena malu tentang kepikunannya. tapi ketika si pemilik mata elang itu mengintimidasinya.
"sebutin aja semuanya. kalau perlu pake toak masjid" ada perasaan aneh ketika Idzar mengetahui semua insiden konyol kepikunannya. bahkan hampir sedetail itukah"
"bener nih?" sahut idzar antusias sekali. "oke. ga usah pake toak masjid. kejauhan. di ruang guru juga ada, toak" bibir Idzar berkedut mendapati Aufa mengerucutkan bibirnya sebal.
"idzar apaan sih. nyebelin banget" Aufa tertular kepecicilanya Sina. ia menghentakan kakinya seraya menggerutu. tapi ia menyukainya.
"walaupun aku lupa dalam hal sepele, tapi insya allah aku ga lupa dalam hal penting" Aufa tetap membela diri. disini, harga dirinya sedang di uji oleh makhluk bernama Idzar.
"contohnya?" Aufa terdiam. matanya bergerak gerak. "cuma aku yang hafal karakteristik siswa keseluruhan. termasuk fino si anak bandel tapi memiliki kecerdasan luar biasa. atau syifa, anak paling aktif di sekolah tapi kalau berada di dekat kamu, dia berubah jadi gadis manis kalem dan pendiam" idzar bergeming. dalam kelas, salah satu siswa yang bernama Syifa memang terkenal pendiam jika ia tengah mengajar kelasnya. lalu Idzar bersendekap membiarkan Aufa mendeskripsikan kelebihan karakteristik siswa keseluruhan. termasuk fino si anak bandel tapi memiliki kecerdasan luar biasa. atau syifa, anak paling aktif di sekolah tapi kalau berada di dekat kamu, dia berubah jadi gadis manis kalem dan pendiam" idzar bergeming. dalam kelas, salah satu siswa yang bernama Syifa memang terkenal pendiam jika ia tengah mengajar kelasnya. lalu Idzar bersendekap membiarkan Aufa mendeskripsikan kelebihan menghafal loh. murid pertama yang maju saat tes penghafalan nama nama nabi dan juz 3 adalah athaya. dan kamu tahu siapa yang memotivasi dia selama ini?"
idzar menarik satu alisnya. menunggu jawaban.
"Ka izal, katanya" Aufa meniru gaya bicara athaya yang memang cadel. Idzar senyum senyum sendiri karenanya. beruntung sekali sosok Aufa berada ditengah tengah mereka. mereka seperti mendapatkan kenyamanan lain ketika bersama Aufa. dibalik kecerobohan dan kepikunannya yang kadang tidak bisa di tolerir, justru ada sisi dirinya yang tidak tampak di mata.
"oke. kali ini anda menang nona Mufida Aufa" Idzar mengulum senyum bebarengan dengan Aufa. hingga mereka tiba di ujung gerbang. Idzar bersiap pulang dengan motor maticnya. begitu juga Aufa, telah rapi dengan jaket adidas pink kesayangannya ditambah sarung tangan belang belang. terlihat lebih safety dibanding Idzar yang hanya mengenakan jaket baseball berwarna cokelat mahoni.
"lo jalan duluan, nanti gue ngikutin dari belakang. kita searah, kan" ucap Idzar agak berteriak dibalik maskernya. Aufa mengangguk. tapi belum sempat ia menggas motornya, dering ponsel berbunyi seraya bergetar. Aufa izin sebentar untuk mengangkatnya.
"hallo, assalamualaikum"
Idzar memerhatikan pembicaraan Aufa diam diam. terlihat raut cemas di wajah gadis itu. kira kira dengan siapa ia berbicara" tak hanya cemas. tapi juga ketakutan tercipta disana. selama menunggu Aufa dengan teleponnya, Idzar memerhatikan jalan raya dihadapannya. seraya memangku tangan pada stang motornya.
tiba tiba ada kendaraan melintas cepat dihadapannya. tapi ia sempat mengenali kendaraan tersebut. mobil xenia berplat B 6423 TYH. ia mengenal plat mobil itu. entah sejak kapan ribuan tanda tanya besar menggerogoti sel sel otaknya.
*** Dana tertidur pulas dalam dekapan selimut tebal berwarna putih yang menutupi setengah tubuhnya. hanya terlihat bahu dan seperempat dadanya yang bidang sekali. pria itu terlelap dalam tidurnya. setelah mendapatkan sebuah pengalaman pertama yang luar biasa. pengalaman dimana dia dan istrinya menikmati kenikmatan dunia yang Allah firmankan di dalam salah satu kitab. masih teringat jelas derai keringat istrinya saat itu menyebar seluruh tubuh mulus nan putih. keindahan yang tersembunyi lainnya ketika Sina berulang kali menyebut nyebut namanya dalam lubang kenikmatan. dia terlihat bergairah sekali malam itu. bahkan ia rela rambutnya dijadikan korban penjambakan atas istrinya saat tubuh nan molek tersebut menjadi objek penuang syahwatnya yang tidak terkendali. jemarinya masih hafal detail detail anggota tubuh Sina kala itu. ada beberapa area yang ia buat tanda disana. anggap saja itu sebagai tanda area kesukaannya.
nafas pulas Dana menderu kecil dalam lelap. ia merubah posisinya seraya menggeliat kecil seperti bayi. tangan kirinya hendak direntangkan bersamaan dengan terbukanya mata terpejam itu secara perlahan. alih alih ingin memeluk erat istrinya, justru Dana tidak menemui keberadaan istrinya satu ranjang dengannya. nyawanya telah terkumpul, matanya sudah tak lagi sayup. ia menepuk sekali lagi tempat Sina tidur sebelumnya dengan dirinya.
akhirnya Dana bangkit dari tidur lalu terduduk seraya mengelilingkan matanya menyapu segala penjuru kamar.
"Ay..." panggil Dana agak berteriak mengarah ke kamar mandi yang tak jauh dari kamar. memastikan bahwa Sina sedang mandi atau berwudhu disana.
tak ada jawaban, Dana menautkan alisnya. kemudian ia beranjak menuju kamar mandi dengan berbalut selimut.
"ay.. kamu didalam?"
hening tanpa sahutan atau suara apapun.
Dana membuka pintu kamar mandi dan tak ada siapapun disana. kemana pergi istrinya" apa dia sholat subuh berjamaah di masjid" tapi tidak mungkin. ia selalu membangunkan Dana jika hendak sholat subuh berjamaah.
Dana mengambil ponsel yang ditaruh di atas meja lampu lalu menghubungi istrinya.
ada nada sambung terdengar, tapi beberapa detik setelahnya terdengar dering ponsel dari atas meja rias. Dana memicing setelah mengetahui Sina tidak membawa ponselnya.
raut kekhawatiran perlahan menampakan diri. Dana berpikir keras apa yang terjadi dengan istrinya. apa gadis itu trauma setelah peristiwa semalam dengannya, lalu pulang ke jakarta sendirian" ah! itu mustahil. batin Dana berkelit.
selagi ia tenggelam dalam kekhawatiran yang luar biasa, ada sesuatu yang mengganjal pemandangannya sedari tadi.
jam tangan couple hadiah dari sarah saat itu. ia ingat sekali Sina meletakan benda itu di atas meja rias semalam. kemana perginya benda itu" apakah Sina yang membawanya"
ia mulai mencium sinyal bahaya yang mencurigakan. dengan gerakan super cepat, Dana menyiapkan dirinya bergegas menuju jakarta dalam waktu sesingkat mungkin. istrinya berada dalam bahaya.
*** "hei, gadis manis.. bangunlah sayang 3 Titik"
ada yang menepuk nepuk pipi lebam seorang gadis yang sedang tergeletak di lantai disertai atributnya yang sangat menyiksa. kedua matanya ditutup kain hitam. kaki dan tangannya diikat kencang dengan tali serabut yang menyebabkan luka lecet dibagian tersebut. tubuhnya lemas tak berdaya dalam balutan gamis yang ia kenakan sebelum ia menginjakan kaki ke Bandung.
"jangan menyentuhku!" bentak Sina yang mulai tersadar dari pingsan setelah mendapati seseorang menyentuh area pipinya. ia menarik wajahnya agar orang tersebut tidak menyentuhnya lagi. rupanya tindakannya nihil. seseorang itu mengelus pipinya lembut.
"ku bilang jangan menyentuhku! apa kamu tuli, heuh"!" nada bentak itu terdengar semakin keras disertai amarah luar biasa. sedangkan seseorang itu hanya berdecak santai.
"galak sekali rupanya istri dari tuan terhormat Azka Syandana Prama ini ya" Sina menyimak jenis suara tersebut. jenis suara arogan yang menyeramkan. ia sempat merinding dibuatnya. tapi ia tidak mengenali suara tersebut.
"siapa kamu!" Sina memalingkan kepalanya ke kanan dan ke kiri hanya untuk menghindar dari sentuhan tangan seseorang itu. bentakannya sangat tidak mempan. sebisa mungkin Sina terus menghindar darinya. bahkan sedari tadi kedua tangan itu memelintir tidak jelas agar terlepas dari jerat tali yang mengunci dirinya.
"jangan terburu buru cantik. kelak kamu akan tahu setelah aku membuka penutup matamu. bersabarlah" suara itu semakin menjijikan sekali. Sina mendengus kasar. ia menyeret mundur tubuhnya hingga berujung pada lemari yang berada dibelakangnya. tiba tiba tubuh itu bergetar hebat. kemudian Sina menekuk lututnya di pojok sudut ruangan. bibirnya terlihat mengucapkan sesuatu. sesuatu yang menjadi satu satunya penyelamat dirinya.
"allah.. allah.. allah.." kalimat itu terus terucap dari bibirnya dengan bergetar. seraya bertanya apa yang terjadi dengan dirinya. ia tidak ingat sama sekali. yang ia ingat hanya sebuah kenikmatan yang ia rasakan bersama suaminya malam itu. lalu ketika ia tertidur, semuanya terasa gelap. sejenak ia mengingat aroma obat bius menyengat di area hidungnya. setelah itu disinilah ia berakhir. ditempat ia ia tidak tahu sama sekali. dari aroma ruangan tersebut, tercium aroma lilin therapy yang samar samar. lalu tempat ia bersandar dalam pengerat ada lemari besar. kemungkinan ini adalah sebuah kamar. dan si pemilik suara seseorang yang menculiknya, ia seperti pernah menemui suara tersebut. tapi dimana" nampaknya suara khas itu terdengar setelah sekian lama. saking lamanya ia tidak mampu mengingat. lalu apa alasan dia menculik Sina"
Sina mendesis kala mendengar manusia keji itu berbicara dengan seseorang. apa katanya" Suntik mati" untuknya" nafas gadis itu tercekat. ia menggeleng cepat seraya menendang nendangkan kakinya ke depan berusaha mundur namun tidak bisa. lemari di belakangnya sudah seperti bodyguard besar yang menahan tubuhnya. Sina berbisik takut.
"ku mohon jangan.. ku mohon jangan bunuh aku!" erangnya dilanda ketakutan yang luar biasa. lidahnya kelu tak mampu berucap apa apa. hanya ketakutan yang semakin melebar yang ada dalam diri gadis itu.
"tenang saja nona cantik. kamu masih punya waktu satu jam untuk menghirup nafas kehidupan yang fana ini. bahkan nanti aku beri kamu kesempatan sebelum mati, untuk melihat wujud asli ku dan orang yang bersamaku. semoga saja itu menjadi kenangan terindahmu yang bisa kamu adukan kepada Tuhanmu nanti" Sina merasakan seseorang mengelus lengannya dari atas hingga ke jemarinya. gadis itu merinding hebat dikuliti rasa takut yang luar biasa. bahkan untuk menangis pun sulit. penutup matanya mengikat kuat bagian kepala.
"kamu bukan Tuhan! kamu tidak berhak atas hidup dan mati seseorang! bisa jadi kamu yang akan mati terlebih dahulu" meskipun begitu Sina tetap mampu melawan ocehan menyeramkan orang tersebut. apalagi menyangkut Tuhannya. disisi lain dirinya menguatkan bahwa kejadian ini tengah disaksikan Tuhan." tentu Allah akan berpihak pada hambaNya yang terdzalimi. setidaknya ada secuil harapan itu dalam diri Sina.
"benarkah begitu" menyeramkan sekali rupanya" suara orang itu menyahut "ya, Tuhanmu lah yang berhak atas hidup dan matimu. walau aku melakukan ini sekalipun" Sina merasakan sesuatu yang tajam menyentuh kulitnya. ia yakin sekali itu jarum suntik. meski tidak sampai menusuk, ujung benda itu cukup membuatnya semakin panik "bagaimana" sudah merasakan sensasi kematian disana" atau kamu sudah ada bayangan bagaimana menghadapi malaikat pencabut nyawa?" tak ada lagi yang bisa Sina lakukan. hanya menyebut Allah Allah dan Allah dalam hembusan nafas pendeknya.
"begini saja. aku tidak akan membuatmu kesepian di dalam neraka nanti. karena nanti teman sejatimu akan menyusulmu kesini. kamu bersedia untuk menunggu, bukan?" Sina bergeming. teman sejati katanya" apa itu artinya ada korban lain selain dirinya. tapi siapa" itu artinya korban kedua tersebut juga akan mengalami hal yang sama"
Sina menarik nafas dalam dalam. mengambil energi positif dalam kondisi seperti ini memang sulit. tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap berpikir jernih. orang seperti mereka jangan dihadapi dengan emosi. itu akan membuatnya bahagia bukan kepayang. cukup tenang namun pasti. Allah bersamanya.
"tentu silakan saja. aku menunggu. kau harus ingat! aku mempunyai Allah yang tak bisa kamu kalahkan. mengerti?" Sina mengancam.
"bawa Tuhanmu kesini!!" orang itu mencengkram pipi Sina kuat kuat "tunjukan padaku bahwa Tuhan sedang bepihak padamu. cepat!!!" Sina mencium aroma alkohol dari mulut orang itu. ia terdiam dalam ketakutan yang tersembunyi. selagi berharap dalam hati.
tiba tiba saja ia teringat suaminya. sedang apa dia" apa ia tahu istrinya sedang dalam bahaya" ia terus bermunajat agar Allah mengirim pertolongan dan menjaga Dana dimanapun ia berada.
maafkan aku bila tidak disisimu, mas. Sina tertunduk dalam munajatnya.
*** 20. Cahaya Bertasbih Dana duduk gelisah di jok belakang mobil. merubah rubah posisi duduknya. tangannya tak henti bermain di atas layar ponsel. sorot kekhawatiran terpancar dari mata sayu tersebut. pikirannya menerawang jauh. imaginasinya atau bayangan buruk akan sesuatu sedari tadi menghantuinya. berlari lari tidak jelas. sesekali ia memekik frustasi hingga membuat sopir taksi yang mengantarnya tak enggan menanyakan apa yang terjadi pada penumpangnya tersebut. Dana hanya bisa mengulum senyum seraya mengatakan tidak ada apa apa.
setelah menghubungi pihak kepolisian agar mengerahkan seluruh pasukannya. tapi untuk sementara ini Dana mengarahkan mereka untuk ke rumahnya terlebih dahulu. menyiapkan rencana. ia tahu ini adalah perbuatan sarah. siapa lagi gadis yang memiliki seribu macam cara untuk memuaskan ambisi kotornya. bahkan sempat sempatnya ia mengambil kembali jam tangan pemberiannya untuk Dana. dan satu hal yang ia pertanyakan. bagaimana bisa dia menculik aya selagi dirinya tertidur" sedangkan Dana termasuk pria yang peka terhadap sesuatu. terutama saat tidur. bahkan ia bisa merasakan jika ada seseorang yang berjalan mengendap ngendap melewatinya kala tertidur. tapi benar kan" Sarah mempunyai segudang akal yang tidak terlampaui logika. dia bahkan membius Dana agar ia tak sadarkan diri dalam waktu lama.
ponselnya berdering. panggilan dari idzar
"assalamualaikum. ada apa dzar?" ia menjawab dengan tenang.
"waalaikumsalam, bang lo dimna" gue lihat mobil lo barusan" idzar yang berada disana tak kalah panik.
"lo ikutin mobil gue, dzar! jangan sampai kehilangan jejak. setelah itu kabarin gue dimana lokasi mobil itu berhenti. ngerti?" Dana mengintruksi menggebu gebu. seolah tak ada orang lain yang mendengarnya. sopir taksi dihadapannya harus berulang kali menengok ke belakang.
"gue lagi di belakang mobil lo bang. sepertinya ke arah cibubur. ada apa sebenarnya,bang?" tanya Idzar lewat headset di telinganya. matanya fokus pada jalanan juga mobil xenia berplat B 6423 TYH. sesekali ia memicing untuk mempertegas siapa sosok di dalam mobil tersebut.
" aya diculik" Idzar hampir kehilangan keseimbangan. karena terkejut ketika tahu Sina diculik. ia pun menambah kecepatan motor maticnya. tapi satu yang membingungkan. menurut sepenglihatannya. di dalam mobil tersebut hanya ada satu orang. sejauh ini ia tidak lihat sosok lain.
*** Sina masih dalam keadaan tak berdaya di lantai yang begitu dingin. dinginnya hampir menusuk ke dalam pori pori kulitnya. sendi sendi ototnya melemas. tubuhnya sudah seperti seonggok bangkai yang dibuang begitu saja. meringkuk lemah dalam ikatan yang menjerat diri. pandangannya masih gelap. belum ada tanda tanda si penculik akan membuka penutup matanya.
untung saja Tuhan masih memberi kekuatan pada mulutnya agar terus mengucap kalimat kalimat Allah sebagai pelindung dari segala bahaya yang mengancam.
kini ia merasakan sesuatu menarik kasar lengannya.
"duduk!" perintah dari orang yang sama. ia memperlakukan Sina seperti seekor binatang. Sina menurut. ia terduduk di atas ranjang empuk yang diperkirakan tempat tidur berukuran king size.
"apa yang akan kamu lakukan terhadapku?" pertanyaan yang sama dan dengan jawaban yang sama pula.
"kamu tuli atau idiot" sudah ku katakan aku akan membunuhmu perlahan lahan. jadi diamlah selagi menunggu ajalmu!" Sina hanya mencoba menebak nebak siapa pemilik suara tersebut. dengan memberi pertanyaan yang sama. tapi nyatanya, ia terlalu pikun untuk mengingat si pemilik suara tersebut sampai akhirnya ia mendengar suara lain disana.
"hai, ma. bagaimana?" sina memicing. mempertegas pendengarannya. kali ini ia sepertinya tahu pemilik suara kedua.
"lihat saja sendiri. kamu sendiri bagaimana, nak" berhasilkah?"
"lihat saja sendiri" Si pemilik suara kedua memberikan amplop cokelat. "baiklah. bagaimana jika kita buka penutupnya" aku yakin gadis manis dihadapan kita ini sudah tidak sabar melihat kecantikan kita, ma" suara itu terdengar berada dimuka Sina. semakin jelas semakin menguatkan keyakinan Sina bahwa ia mengenal suara tipis tersebut.
dan benar. setelah seseorang membuka penutup matanya, Sina memandang bengis dua orang gadis dihadapannya.
"sudah kuduga. kamu dalang dari semua ini" Sina menggeretakan giginya. menatap benci pada dua gadis berbeda usia jauh disana. "apa salahku padamu, sarah!" Sina memekik. sejenak emosinya kembali memanas. andai kedua tangan dan kakinya tidak terjerat seperti ini. ia sudah menghabisi gadis molek dihadapannya. kini pandangannya berpindah pada sosok lain. wanita paruh baya yang tak kalah molek nan seksi berbalut baju off shoulder berwarna putih dipadu celana jeans ketat. memperlihatakan lekuk tubuh indahnya. sina mengingat ngingat sejenak. apakah ia ibunya sarah" tapi tungu! Sina pernah melihat wanita itu di tempat lain. tapi dimana" agh! bahkan setelah penutupnya dibuka pun daya ingatnya masih meragukan.
"biar kujelaskan" Sarah mendekat. merunduk mensejajarkan dirinya menatap Sina intens "bukan aku dalang dari semua ini. tapi dia" Sarah menunjuk wanita yang ia yakini ibunya sarah.
"kamu dan dia, sama saja!" nadanya terdengar bengis menatap sarah dan ibunya secara bergantian.
"aku kasihan sekali padamu. setelah menikmati malam pertama bersama Dana. kamu teronggok disini seperti bangkai busuk! dan kamu tahu" setelah melakukannya dengan kamu. Dana menikmati malam pengantinya dengan aku. dan sepertinya aku lebih memuaskan ketimbang kamu!" penjelasan tersebut diiringi tawa aneh. Sina hampir saja berhenti bernafas. benarkah yang diucapkannya" semoga bohong! Dana tidak mungkin melakukan itu!
"jangan bermimpi! suamiku tidak sebusuk kamu!" Sina mulai gusar. tubuhnya menggeliat memaksa melepaskan diri dari ikatanya. sungguh ia tidak tahan ingin merobek mulut kotor Sarah.
"ku harap kamu tidak buta" sarah menerima dua lembar foto dari Diana lalu dihadapkannya dua foto itu kepada Sina. dua foto itu menampakan foto dirinya dengan Dana dalam posisi tidur terbalut selimut putih. disana Sarah membenakam wajahnya pada dada bidang Dana.
"kami memakai jam yang sama" dengan bangga Sarah menunjukan pergelangan tangan kirinya. jam couple yang sempat dijadikan hadiah pernikahannya untuk Dana. rupanya ia memberi kado tersebut hanya untuk pemuas kesenangannya saja. bukan dari cinta yang tulus.
tak mau melihat terlalu lama, sina memalingkan wajahnya. tiba tiba pandangan sina mengabur. abu abu. jujur, melihatnya saja sudah membuat sina terluka semakin dalam. ingin sekali ia berteriak. namun ada sisi lain dalam dirinya seolah mengatakan bahwa itu tidak mungkin terjadi. Dana tidak akan melakukan tindakan bejat itu.
"kamu lihat" suamimu telah berzina denganku. dan setelah itu dia akan menikahiku dan menjadi ayah dari anak ini" Sarah memegang perutnya yang hampir membesar. Sina baru menyadari kalau gadis itu tengah hamil. lalu, dimana Abbas" dia pasti tahu kejadian ini.
"sebenarnya apa yang kamu inginkan?" Sina membendung sesuatu dimatanya. sebisa mungkin menahan agar bendungan tersebut tidak sampai mengalir lalu menurunkan harga dirinya sebagai wanita. ia enggan menangis dihadapan dua wanita berhati busuk ini.
"kali ini biar aku yang menjelaskan" kini Diana mengambil alih. ia berdiri angkuh didepan Sina.
"aku menginginkan ayahmu!" Sina memicing. ada hubungan apa wanita itu dengan ayah" otaknya berpikir.
"dulu ayahmu berjanji akan menikahiku. tapi dia memilih menikah dengan wanita sok alim itu. wanita yang kamu panggil ibu" penjelasan pertama Diana, semakin menjernihkan ingatan Sina. ia berdiam membiarkan wanita itu menceritakan kisah hidupnya.
"lalu aku pun mengikhlaskan mereka sampai aku bertemu dengan cokro" ingatannya pulih. kini sina tahu siapa wanita itu. dia tante Diana. istri Om cokro sekaligus ibu Aufa.
"Cokro adalah satu satunya pria bodoh yang mau bertanggung jawab atas kehamilanku yang dilakukan pria lain. entahlah dia sepertinya sudah tergila gila padaku. sampai sampai aku selingkuh pun dia tetap mencintaiku. bahkan sampai aku melahirkan Sarah dari pria lain. dia tetap bersikap seolah akulah bidadarinya" Diana berdecak tersenyum miring. Sina menyimpulkan bahwa kemungkinan mereka bercerai karena om cokro tidak tahan dengan kelakuan tante diana.
"dan dengan sikap sok pahlawan, ayahmu Ibnu datang sebagai penghasut hingga akhirnya kami bercerai dan cokro menitipkan fida ke keluargamu" mungkin bukan penghasut. ayah hanya tidak ingin adiknya tersiksa dengan sikap Diana. Sina menyimpulkan lain.
"dan jiwa perebut itu diturunkan ke anaknya" Diana menatap Sina tajam. sorot matanya menyeramkan "setelah ibumu merebut kekasihku. sekarang kamu yang merebut kekasih anakku! seharusnya Dana yang menjadi menantuku! menjadi ayah dari anak yang dikandungnya!" ucapnya lantang. Diana mengambil sebatang rokok dari asbak.
"itu bukan anak Dana. tapi anak dari Abbas" Sina mempertegas. kedua matanya berkilat. tidak terima harga diri suaminya diinjak injak.
Diana malah tertawa tawa tidak jelas. tawanya terdengar remeh. ia menghisap rokoknya lagi.
"abbas" kamu bilang abbas" lelaki sok alim itu".. dengar! Abbas hanyalah pria bodoh yang sangat mudah dibodohi. setelah tahu sarah hamil karena diperkosa pria tak dikenal pun orang pertama yang mau bertanggung jawab adalah Abbas. seharusnya kamu paham mengapa Abbas akan menikahi Sarah setelah anak itu lahir. karena dia tahu anak yang dikandung sarah bukan darah dagingnya. dan rencanaku menuduh Dana atas kehamilan itu gagal"
Sina bergeming. jadi, peristiwa waktu itu...tunggu! apa Abbas benar benar mencintai Sarah, sampai sampai mau bertanggung jawab atas kehamilan sarah yang disebabkan pria lain?" tiba tiba ia teringat pesan guru fiqihnya. menikahi wanita yang sedang hamil tapi janin yang dikandungnya bukan dari pria yang menikahi, hukumnya Haram. kecuali jika setelah bayi itu lahir. baru mereka bisa menikah.
"sungguh. aku tidak berniat merebut Dana dari kamu. aku tidak tahu apa apa" ungkap sina seraya memohon.
"tapi nyatanya kamu telah merebutnya!" bentak Sarah menjambak pashmina hitam Sina hingga membuatnya berantakan.
"asal kamu tahu. tanpa kamu sadari kamu juga sudah menyakiti hati sepupu kamu--Mufida aufa" Sina mengernyit. fitnah apa lagi yang harus ia dapatkan"
"pria yang disukai Aufa lebih memilih melamar kamu. dan kamu harus tahu bagaimana rasa sakit yang ia alami" tatapan Sarah merajam.
"tapi aku tidak seperti itu"
semua yang berada dalam ruangan itu menoleh pada sumber suara yang berasal dari ambang pintu.
"aku lebih sakit ketika aku mengetahui perbuatan kalian" Aufa berjalan menghampiri ketiganya. langkahnya mantap tak ada senyum terpancar sejak ia menerima telepon dari Diana bahwa dirinya sedang sakit keras. ternyata itu hanya akal akalan Diana saja untuk menggiring Aufa ke rumahnya.
"berhentilah, bu" Aufa berdiri tepat dihadapan Diana. menggenggam erat tangan Diana.
"aku hanya ingin anak anakku mendapatkan yang apa mereka inginkan, nak. aku ingin kamu menikah dengan idzar. dan Sarah menikah dengan Dana" sorot mata keibuan Diana muncul. tersimpan hasrat mewujudkan impian disana. mata itu berbinar.
"fida tidak butuh itu, bu. fida butuh ibu. fida butuh kehangatan ibu. ibu yang menjadi surga fida" Aufa memang cengeng. baru beberapa kata yang ia ucapkan sudah membuat jilbabnya basah.
"fida tidak peduli seberapa jahat ibu perlakukan fida. cukup fida saja yang menjadi korban ambisi dan amarah ibu. jangan Sina" mata gadis itu memerah. Aufa mengusap wajahnya dengan jilbab seadanya. tak peduli seberapa basah penutup auratnya tersebut.
"naif sekali kamu" Sarah berceletuk sinis. dan mendapat tatapan tajam dari Aufa.
"sekalipun aku naif. aku tidak picik seperti kamu"
"cukup!" Diana mengangkat tangan ke udara. menghentikan kegiatan drama mereka.
"kalau kamu tidak butuh semua yang aku berikan. cukup diam. jangan campuri urusanku" Diana berjalan menghampiri Sina. membawa jarum suntik yang sedari tadi sudah ia siapkan.
"sayang sekali kamu harus menjemput ajalmu sendirian. bersiaplah menghadapi malaikat izroil" ucap Diana berbisik parau bersiap menancapkan jarum suntik berisi cairan mematikan.
"ma, ini diluar rencana kita. dalam kesepakatan, kita hanya memberinya pelajaran. bukan membunuhnya!" Sarah melotot menghentikan gerakan Diana.
"dalam melakukan sesuatu tidak boleh setengah setengah sayang. dengan gadis ini mati, kamu bisa mendapatkan segalanya" Sina memejam mata kuat kuat. menyucap tasbih berulang kali. menyerahkan segala dirinya kepada sang maha pemilik segalanya. maha pemilik hati ini. maha pemilik hidup dan matinya.
'kamu tahu arti nama sabriana Cahaya"'
'apa bu"' 'Sabriana Cahaya memiliki arti Mawar putih yang bercahaya. ibu suka sekali bunga mawar. cantik dan menawan. tapi sulit didapatkan . kecuali manusia tertentu. dan kenapa berwarna putih. karena ibu ingin kamu menjadi wanita suci yang indah. yang disukai banyak orang. dan selalu bercahaya. seperti Allah menciptakan Malaikat'
sina teringat ibu. kalimat kalimat indah itu terngiang begitu saja ketika ibu memberi tahu jelas tentang arti namanya. ada unsur Cahaya disana. kelak menjadikan Sina seperti Cahaya yang menerangi sekitarnya. Sekali lagi Sina mengucapkan kalimat tasbih ketika jarum itu nyaris mendekati kulitnya.
"mas Dana 4 Titik" Sina bergumam lirih menyebut nama Dana. membiarkan lengannya jadi santapan Diana.
"yang kalian butuhkan sudah datang"
lagi lagi aktifitas Diana terhenti lagi. kini yang menghentikannya sudah berada di tengah tengah mereka.
"ini kan yang kalian tunggu?" pria itu Dana. seluruh pasang mata tertuju pada pria itu. ia berjalan mantap dengan sorot mata tajam. sedetik kemudian sorot ketajaman itu menurun tatkala melihat kondisi istrinya. Sina tergulai lemas tak sadarkan diri dalam jerat tali yang menyiksanya. Sina mengalami shock yang luar biasa. rahang Dana mengeras. kedua tangannya mengepal keras penuh benci.
"mas dana?" itu suara Sarah. ia menghamburkan diri ke dalam pelukan Dana. dana segera menepis perlakuan itu. kebenciannya pada sarah tumbuh subur dalam dirinya sekarang.
"jangan pernah menyentuhku" kalimat singkat itu bak pisau belati yang mampu merobek robek lalu mengiris ngiris hati Sarah. namun ia tetap kekeuh berusaha memeluk Dana.
"sekali lagi ku katakan. jangan pernah menyentuhku. aku hanya milik istriku. mengerti?" penolakan halus namun miris. Diana yang melihatnya geram. ia tidak terima putrinya di permalukan seperti itu.
"aku bersumpah! kamu akan menerima pembalasan atas perlakuanmu, Dana!"
tepat Diana selesai mengucapkan sumpah serapahnya. saat itu pula tangan kanannya mengarah pada tubuh Sina.
Dana bergerak cepat menahan pergelangan tangan diana. dibantu Aufa dan Idzar--yang entah sejak kapan dia muncul berada disana.
"gadis ini harus mati!!" kekuatan Diana sangat kuat. sampai sampai Dana mengeluarkan tenaganya kuat kuat agar jarum suntik itu tidak menancap di tubuh istrinya.
"ibu hentikan.. bu" pinta Aufa seraya menahan tubuh diana agar menjauh dari sana.
melihat keadaan semakin kacau. sarah terpaku mengamati ibunya sedang di keremuni orang banyak. otaknya kosong. tak harus melakukan apa. namun tiba tiba ia memilih turut bersama yang lainnya menahan Diana agar tidak melakukan tindakan keji.
Winnetou Kepala Suku Apache 2 Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Menuntut Balas 20
dan sungguh, ini bukan Sabriana Cahaya yang ia kenal. kemana perginya gadis hyperaktif itu" yang dilihat di cermin saat ini adalah Sabriana Cahaya yang lembut. yang kalem. dan anggun pastinya.
tepat dihari ini. hari dimana Sabriana Cahaya melepas masa lajangnya. hari dimana Sina memulai hari barunya bersama sosok baru yang akan resmi menjadi teman hidupnya. pelengkap hidupnya. sahabat sekaligus suami terbaiknya. walau rupa sosok imamnya itu masih membawa tanda tanya di dalam pikiran. saling menebak dalam hati. hati dan logikanya terkadang berdebat tentang sosok misterius yang tak kunjung tiba.
Sina melihat jam dinding di kamarnya. masih ada satu jam lagi untuk menunggu rombongan mempelai pria datang. jam dinding itu pun mungkin akan protes karena sina berulang ulang memandang ke arahnya. waktu terasa berjalan lambat bak siput. ia ingin proses ini cepat terlaksanakan. menunggu itu membosankan. Sina mulai gusar tidak karuan, sampai sampai wanita paruh baya yang tengah melukis tangannya dengan henna pun mengingatkan berkali kali agar ia tetap tenang. tapi tetap tidak bisa. walau fisiknya berdiam, hatinya tidak karuan. ada gugup. malu. nervous. ingin pipis bahkan jika semua dipadu menjadi satu, membuat dirinya mual ingin muntah.
"bu, rombongannya masih lama ya?" Sina menahan pergelangan tangan ibu yang baru saja melewati dirinya. ibu tersenyum hangat kemudian mensejajarkan dirinya dihadapan Sina.
"belum, sayang" ibu mengusap lembut puncak kepala Sina. kepala yang sudah ditumpangi mahkota kecil berkilau dipenuhi swarovsky yang indah. dibelakangnya menjuntai indah khimar berbahan sutra memanjang memenuhi hampir setengah tubuhnya. tubuh indahnya terbalut gaun pengantin cantik perpaduan warna putih dan gold. warna putih nampak mendominasi. "kamu udah ga sabar ya" ledek ibu mencolek hidung bangir Sina. wajah gadis itu memerah ditambah karena sentuhan blush on.
"Sina gugup, bu" Sina menepuk nepuk pahanya. bibirnya tergigit sedikit dikit. ibu pun duduk tepat disebelahnya "anak ibu yang cantik. bershalawatlah. agar kamu merasa tenang" Sina menurut. ia memejamkan kedua matanya seraya mengagungkan Nabi besar Muhammad Saw. tak lupa berdzikir seraya memuja Sang pembolak balik hati ini. masih dalam keadaan mata terpejam. salah satu kerabat datang tergesa gesa.
"mbak'yu, rombongannya sudah tiba" Sina membuka matanya cepat. jantungnya tiba tiba saja semakin berdetak di atas normal.
"yasudah, kamu disini saja ya, ndhuk, " ibu mengusap punggung sina setelah akhirnya ia turun menemui keluarga mempelai pria. hanya ada dirinya dan Aufa di dalam kamar.
di dalam kamar, Sina hanya bisa berharap harap cemas seraya mendengar suara suara di bawah sana. ia mendengar suara dari wakil dari keluarga pria memberi sambutan. dan tak lama setelah itu sambutan dari perwakilan juru bicara keluarganya memberi sepatah dua patah kata. Sina tertunduk seraya berulang kali menarik hembuskan nafas. menyebut kalimat Allah berulang ulang sementara kedua tangannya bergerak abstrak memainkan ujung gaun pengantinnya.
"dan bapak Ibnu--selaku ayah dari Sabriana Cahaya--yang akan menikahkan langsung putri satu satunya ini dengan Azka Syandana Prama"
namanya Azka" nama yang bagus. semoga sebagus akhlaknya. Sina mendengar dari kamarnya. satu bocoran yang menyenangkan. kesan pertama ia menyukai nama itu. Sina terdiam memasang telinga lagi.
"bismillahirahmanirrahim. astaghfirullahaladzim 3 Titik astaghfirullahaladzim.. astaghfirullahaladzim.. asyhadu anla ilaha ilallah. wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah"
Sina mendengar lafadz itu diucapkan Azka dan ayah. membuat hatinya berdebar debar. ada sesuatu yang membebaninya, siap ditumpukan pada bahunya untuk dipikul. sebut saja itu amanah yang begitu besar pertanggung jawabannya. dimana ijab qabulnya saja mampu menggetarkan hati.
"Ya Azka Syandana Prama, ankahtuka wa zawwaj tuka makhthubataka ibnatiy Sabriana Cahaya binti Ibnu Raharjo bi mahri mushaf Al-Quran wa alatil 'ibadah, halaan"
"qabiltu nikaahaa wa tazwijahaa bil mahril madzkuur halaan"
tepat kalimat itu selesai terucap, tepat pula Sina meneteskan aliran kecil dari matanya menelusuri wajah jelita itu. diluar rasa aneh dari suara Azka yang terdengar begitu familiar, Sina tak henti henti mengaminkan untaian doa'a yang berasal dari bawah sana. kini surga dan nerakanya ada di tangan pria bernama Azka itu. dialah pemegang kunci surganya. kepada pria dibawah sanalah ia menyerahkan hidup dan matinya dibawah naungaNya. dan akan ada banyak rintangan lagi setelah ijab qabul terucap lantang.
"sina.. jangan nangis nanti make up kamu luntur" tanpa sadar Sina hampir menangis sesegukan. tidak mempedulikan riasan di wajahnya. Aufa menepuk nepuk perlahan pipi basah itu dengan tissue agar riasannya tidak luntur melebar.
"aku yakin suami kamu adalah suami terbaik buat kamu di dunia dan akhirat. percaya deh" hibur Aufa dengan nada melembut. sejenak suaranya menyejukan hati.
ibu dan lek mira pun muncul di ambang pintu untuk membawa Sina menemui suaminya di bawah sana. ia kembali berdebar debar. rupanya masih ada lagi kejutan dari Tuhan untuknya. kini ia harus mempersiapkan diri bertemu pria bernama Azka. sebelum melangkah keluar. Sina menarik nafas sejenak seraya memejamkan mata lalu mengucapkan basmalah.
"jangan gugup ya" bisik ibu terdengar di telinga kanan Sina. ia mengangguk seraya tersenyum.
kini kakinya sudah turun tiga langkah. karena tangga menuju ruang utama itu memanjang juga membentuk setengah lingkaran membuatnya terasa begitu lama. setiap satu anak tangga yang ia pijak, ia sertai sapuan matanya menatap semua pasang mata yang tertuju padanya. ada yang memandangnya sambil tersenyum merekah. ada yang sambil berbisik dengan rekan mereka. ada yang menggeleng kagum memuji kecantikan mempelai wanita disana. Sina menebar senyuman kecil yang tulus pada mereka. menampakan auranya keseluruhan.
sejujurnya, Sina diam diam mencari sosok suaminya dibawah sana. selagi mengabsen satu persatu manusia, matanya terhenti pada target yang berada tepat dihadapan Ayah. seorang pria duduk bersila. itu pasti Azka. pikirnya.
tak lama sosok Azka itu mengangkat wajah menatapnya hingga kedua pandangan mereka berada pada satu garis lurus.
tunggu! itu Azka" Sina memicing mempertegas penglihatannya. semakin jelas terlihat ketika langkahnya semakin berjalan menuruni tangga. sosok Azka itu tersenyum padanya. dan senyum itu...senyum itu mengingatkan dirinya pada seringai seseorang bernama..
"Pak dana?" Sina bergumam kecil dengan ribuan kerutan di dahinya. pria itu tersenyum lagi tak mempedulikan raut kebingungan Sina. dan senyum kedua itu seolah memberi sinyal kuat bahwa pria di sana adalah Dana. atau pak Dana atau.. Azka Syandana Prama atau..
"astaghfirullah..!!"
suara ibu dan lek mira memekik bersamaan. mereka refleks menahan tubuh sina yang tiba tiba saja melemas dipertengahan tangga. Sina hampir jatuh terduduk. entah karena gaunnya yang menjuntai atau karena tersandung sepatu ber'haknya. kenyataannya bukan karena dua alasan itu. tubuhnya seketika lumer seperti jelly. kakinya seolah enggan menjadi fondasi pertahanannya. semua fungsi tubuhnya mendadak lumpuh. mereka sepertinya juga merasakan apa yang dirasakan tuannya. pandangannya abu abu samar.
insiden itu sontak membuat seluruh pasang mata terkejut panik. terutama Dana. pria itu refleks menaiki pertengahan tangga untuk melihat kondisi istrinya tersebut.
"aya, kamu baik baik saja?"suara berat nan lembut itu mampu menyadarkan Sina dari ketidak berdayaannya. ada nada kecemasan disana. belum lagi, ini pertama kalinya Dana menyentuh tangan Sina. sentuhannya begitu hangat. malah membuat kondisinya menjadi sedikit lebih baik. sejenak ia tidak melihat unsur es pada pria itu.
"masih sanggup berjalan, ay?" tanya Dana khawatir. Sina mengangguk lemah berusaha untuk bangkit dibantu Dana juga ibu dan lek mira.
setelah mengumpulkan kekuatan, keberanian juga gejolak yang berkumpul jadi satu dalam satu media. kini Sina sudah berada dihadapan Ayah didampingi Dana, pria yang kini resmi menjadi suaminya.
ia kira ini hanya mimpi. mimpinya buruk. tapi bukan hanya buruk, tapi juga menyeramkan. ia menoleh sekali lagi menatap pria disebelahnya. mengamati tubuh tegap dibalut pakaian pengatin pria dengan warna yang serupa dengan gaun yang dikenakannya, dilengkapi kopiah putih. nampak gagah dan berwibawa. jika dilihat kasat mata, sosok itu nampak dingin. tapi jika mengingat dalam beberapa detik sentuhan tangan dan raut kecemasan serta nada bicara pria itu tadi, ia seperti menemukan Dana versi berbeda. dan keberadaannya disini. tepat disampingnya. seolah meyakinkan hatinya bahwa Dana telah membuktikan ucapaannya. ya, dia memang hadir dalam pernikahannya. hadir sebagai mempelai pria.
merasa diperhatikan, Dana menoleh kemudian menangkap basah Sina yang masih terpaku memandangnya hingga gadis itu terkesiap malu kemudian menunduk. Dana mengulum senyum melihat tingkah istrinya.
*** waktu menunjukan pukul sembilan malam. tamu dan kerabat dekat sudah pulang. hanya tersisa sanak saudara yang sengaja menginap dikediaman keluarga Ibnu Raharjo. mereka masih terjaga di malam yang semakin larut.
"ibu buatkan teh hangat ya, nak?" tawar ibu duduk di tepi ranjang kamar pengantin Sina. setelah proses akad nikah berakhir, rupanya kondisi tubuh Sina masih belum fit betul. terbukti dengan terbaringnya ia di ranjang. masih terbalut gaun pengantin. bahkan riasan diwajahnya masih bersemayam di sana.
"nanti aja, bu. Sina cukup butuh rebahan aja" Sina memijit mijit pelipisnya. Ibu mendesah pasrah. ini tawaran ketiga kalinya yang di tolak halus oleh Sina.
"yasudah kalau begitu ibu panggil Dana ya buat nemenin kamu" usul ibu mendapat gelengan cepat dari Sina. "jangan dulu bu. Sina belum mau ketemu dia" ia mengubah posisi berbaring menjadi setengah duduk sambil memeluk lengan ibu erat.
"jangan seperti itu sayang. bagaimanapun juga. dia adalah suamimu sekarang. bagaimanapun kondisimu, Dana berhak mengetahuinya. dan dia berkewajiban untuk merawatmu" Sina melepas perlahan pelukan di lengan ibu. perkataan ibu memang benar. andai pria itu bukan Dana, ia tentu tidak akan bersikap seperti ini. ia tidak sanggup menanggung malu dan kecewa dengan kenyataan bahwa Dana alias Azka adalah mutlak suaminya.
"untung saja, Dana sangat pengertian. sedari tadi ia mencemaskan keadaanmu. sewaktu ibu suruh dia masuk ke kamar temui kamu. dia justru menolak dengan alasan tidak ingin mengganggu kamu" jelas ibu mulai memijit mijit kaki Sina dengan lembut. benarkah Dana seperti itu" atau itu hanya bagian dari pujian yang dilebih lebihkan saja" tapi bisa saja ia bersikap seperti itu karena merasa bersalah. tentu saja, pria itu harus mendapat balasan atas kebohongan terbesarnya.
"sekarang dia ada dimana, bu?" tanya sina penasaran.
"ada di ruang tamu menemani om kamu main catur. dia hebat deh. baru pertama bertemu, sudah akrab banget sama om wisnu. sama lek mira. sama sepupu kamu zahra" lagi lagi ibu terus memuji menantu kesayangannya. dan kalau tidak salah tadi ibu mengucapkan zahra. zahra sepupunya yang genit itu" Dana akrab dengan zahra" Sina menggeleng kecil. ia tidak bisa membiarkan ini terjadi. Dana tidak boleh akrab dengan sepupu genitnya itu.
eh! apa ini rasa cemburu"
"bu, tolong panggilkan Dana kesini ya. Sina mau ngobrol sama dia" ibu tersenyum jail "aku beneran mau ngobrol sama dia, bu. ga lebih" Sina memerah
"lebih juga ga apa apa kok" ledek ibu sambil berjalan meninggalkan Sina di dalam kamar. Sina mengipas ngipas tangannya kegerahan karena tiba tiba saja suhu udara di kamarnya mendadak panas.
"sudah membaik rupanya" suara itu menghentikan aktifitas Sina lalu menoleh. Dana berjalan menghampirinya kemudian duduk di tepi ranjang.
"seperti yang bapak lihat" jawab Sina datar. ingat rencana awal, bersikap cuek saja, sina! sisi lain dirinya menyemangati.
"kamu tidak punya panggilan yang lebih romantis selain 'bapak'?" sedari tadi Dana tak berhenti tersenyum. pasca menikah, pria itu menjadi murah senyum. dan Sina menyukai itu.
"lalu saya harus memanggil anda apa?" Dana memandang langit langit seraya memikirkan sesuatu.
"bagaimana kalau 'sayang'" dan aku tetap memangilmu aya. kepanjanganya ayang" Sina menarik wajahnya agak jijik. sejak kapan Dana berubah menjadi manusia alay. sepertinya sosok Dana yang dingin itu lebih baik.
"aah, tidak tidak! aku tetap memanggil kamu Dana. ya, Dana!" Sina memutar bola matanya.
"atau mungkin...mas...Dana" Sina tertunduk sambil menggigit bibir bawah. niat awal untuk bersikap cuek, musnah sudah. benar kata Aufa. Sina termasuk type gadis labil. ia yakin wajahnya sudah mencapai seratus derajat celcius. Dana mengulum senyum, lagi.
Dana memandang kagum istrinya yang sedari tadi sudah menarik perhatiannya. sejak Sina menapaki tangga turun, bersamaan dengan debaran jantungnya yang tak kalah hebat. awalnya ia berusaha untuk tidak mengangkat wajahnya kala Sina menuruni tangga. tapi gejolak keingintahuannya lebih besar ketimbang niat buruk yang sudah direncanakan sebelumnya.
ya, dana berniat memberi kejutan pada Sina tepat ketika mereka ditempatkan bersebelahan. agar gadis itu melonjak tidak percaya. tapi rupanya, niat jahat selalu kalah dengan kejujuran.
Dana mengabsen setiap inci keindahan yang terpancar dari Sina. wajahnya yang masih terlukis riasan make up tak mampu mengubah kemampuan dana menebak bahwa Sina terlihat lebih cantik walau tanpa make up. sungguh, diantara keindahan itu. Dana begitu menyukai hidung bangir dan juga bibir sensual gadis itu. bagaimana rasanya bibir tipis nan sensual itu jika,..
aish! detik berikutnya Dana mendesis. sadar dalam pikirannya,dana langsung berucap istighfar dalam hati. ia harus bisa mengendalikan nafsunya. bagaimanapun, wanita terindahnya itu sedang tidak sehat. nampaknya pesona kecantikan sina hampir meruntuhkan pertahanannya.
"baiklah, istriku" Dana memberanikan diri mengusap puncak kepala Sina. Sina tidak menolak perlakuan itu. itu perlakuan yang nyaman menurutnya. sangat nyaman. dan sapaan 'istriku' tadi menambah titik kebahagiaannya sebagai seorang wanita. bahkan Abbas mantan kekasihnya pun sering
mengumbar kata mesra untuknya tapi tidak ada getaran aneh apapun. mungkin inilah fitrah yang diberikan Tuhan ketika dua insan memutuskan menikah tanpa ikatan pacaran. bahkan ia bisa bebas berpacaran dengan suaminya pasca menikah. pasti akan ada romantisme berbeda disana.
"lekas bersihkan tubuh kamu. setelah itu kita..." Dana sengaja menggantung kalimatnya disertai seringai jail. Sina yang melihat itu justru panik lalu menggeleng cepat.
"please Dana, aku belum siap" rengek Sina cemas. ia sudah memikirkan hal yang tidak tidak dengan kalimat menggantung itu. Dana malah terkekeh geli dibuatnya. "memangnya kamu belum siap untuk apa" heum?" Dana masih terkekeh "aku belum selesai bicara. bersihkan dulu tubuh kamu, setelah itu kita sholat berjamaah" ujar Dana berubah jadi sosok yang begitu sabar.
cukup sudah. habis harga diri gadis itu dihadapan Dana. bodohnya lagi, kenapa ia sempat sempatnya memikirkan hal yang justru diluar pikiran Dana. karena seperti yang ia lihat dalam sinetron di tv, sepasang pengantin selepas akad nikah, malamnya mereka melakukan..."ish! malu malu !! sina bikin malu!! mesum banget sih otak lo, Sina! " Sina memukul mukul kepalanya seraya memaki dirinya sendiri, setelah Dana keluar kamar. sekarang ia harus menanggung akibatnya. rasa malu yang luar biasa. ia yakin pasti Dana tengah menertawakannya disana.
*** 16. Pencuri Berbahaya Gadis itu terduduk memeluk lututnya. dibenamkannya wajah cantik itu diantara lutut yang berhimpit. menyembunyikan buliran bening yang sedari tadi membasahi wajahnya. tetap saja sisa sisa air mata suci itu membekas. meninggalkan mata yang membengkak juga hidung memerah hangat.
tangisnya semakin menjadi jadi. sesekali ia meraung raung seperti manusia yang kehilangan jiwa. tangis itu kadang terdengar menyakitkan. kadang dibarengi tawa yang aneh. kadang hanya berupa sesegukan. lalu ia menarik kasar jilbab merah marun yang dikenakannya kemudian membuangnya ke sembarang arah. ia mengacak acak rambut hitam pekatnya disusul kedua jemarinya menangkup wajahnya sendiri.
sebuah luka baru saja ia dapatkan hari ini. luka menganga yang sangat dalam.
Sedalam sebuah perasaan yang sejak lama ia pendam. Namun kini perasaan itu hancur menjadi butiran debu yang teramat kecil lalu hilang terbawa hembusan angin.
"mengapa bukan aku yang menjadi istrimu, Dana!", gadis itu berteriak murka. Tak peduli suaranya yang menggema hamper terdengar keluar kamar.
"aku mencintaimu melebihi aku mencintai diriku sendiri, Dana" lirih gadis itu lagi. ia mengusap kasar wajah basahnya. tangisnya sesegukan seperti anak kecil yang ditinggal ibunya.
Maudy mengeluarkan ponsel dari tas bermereknya. di bukanya menu gallery lalu terpampang jelas wajah Dana yang sedang memimpin sebuah meeting. Maudy mengambil gambarnya secara diam diam. ia tatap nanar foto tersebut yang telah di zoom sebelumnya.
"andai kamu tahu, bahwa diam itu menyakitkan, Dana. mempertaruhkan perasaanku lewat kebisuan omong kosong" Maudy mengelus layar ponselnya dengan nanar. menyusuri wajah Dana lewat sentuhan jarinya.
"dan kamu lebih memilih menikah dengan seorang wanita yang bahkan tidak berjuang sedikitpun untuk kamu!" Maudy mendesis sinis "hidup kadang selucu itu!"
Maudy membuang ponselnya ke ranjang yang berada dihadapannya. kini ia kembali meraung raung tak berdaya. memeluk lututnya erat. seolah hanya tubuhnya penopang setia sebagai pelindung hatinya yang tersayat meninggalkan luka membekas.
Maudy semakin terpuruk ketika mendengar kabar tentang pernikahan Dana dengan Sina. tak hanya Sina yang dikejutkan dengan kehadiran Dana sebagai calon suami misteriusnya kala itu. Maudy yang mendengarnya pun butuh penjelasan beberapa kali hingga akhirnya ia benar benar percaya bahwa Dana resmi menikah dengan Sina.
kini penyemangat hidupnya sudah tidak ada. sudah menjadi milik orang lain. tak akan ada lagi kesempatan atau waktu luang yang dimanfaatkan Maudy untuk bisa dekat dengan Dana. Pria idamannya kini sudah berstatus suami orang. tak ada pundi pundi harapan lagi disana. bagaimana ia bisa bekerja dengan baik kalau setiap harinya ia disuguhkan wajah pria bernama Dana itu. jika biasanya ia begitu antusias dengan keberadaan Dana, mungkin setelah ini ia tak akan sanggup bertatap muka dengan atasannya tersebut. terlalu menyakitkan baginya.
"haruskah aku tinggalkan pijakan bumi ini, agar tak ada lagi bayang bayang wajahmu terus menteror pikiranku" haruskah aku bertindak sesuatu, agar kamu merasakan sakit disini?" Maudy menunjuk dadanya. kini tatapan gadis itu kosong. kepalanya memiring ke kanan dan ke kiri. Seperti manusia tanpa roh. terkadang ia tertawa sendiri. terkadang ia menangis tersedu dan terkadang ia menangis menjerit seperti sedang kesakitan.
*** "panggil suamimu,ndhuk. kita makan siang bersama" Ibu menaruh semangkuk besar sop iga sebagai hidangan terakhir diantara berbagai macam menu di meja makan.
"ibu saja ya, Sina masih sibuk goreng bawang, nih" Ibu menggeleng seraya menipiskan bibirnya. ia tahu anaknya sedang mencari alasan.
"kamu ajak Dana turun sekarang juga" ibu mengambil alih pekerjaan sina. memberi tanda agar Sina sendiri yang harus menemui suaminya langsung. gadis itu menurut pasrah.
sesampainya di kamar. sina hanya berdiri di ambang pintu. menatap Dana tengah membelakanginya. ia duduk bersila di atas ranjang berkutat dengan kekasih pertamanya. si laptop menawan. pria itu memang type pekerja keras. baru dua hari menjadi pengantin baru, Sina sudah diduakan dengan benda slim itu.
"masuk saja, ay" Dana menyadari keberadaan Sina diambang pintu sana. Sina terkesiap. sepertinya suaminya memiliki indera keenam terselubung. ia masih berdiri kaku disana.
"makan siangnya sudah siap" ujar Sina dengan sangat datar sekaligus kaku sekali. Dana belum mau menoleh ke belakang.
"apa seperti itu, cara mengajak suamimu makan siang" Tidak sopan sekali. aku butuh yang romantis" ini yang Sina sesali. selalu ada saja hal sepele yang ia lakukan, tapi di anggap kurang romantis oleh Dana. seperti tadi pagi, dimana sina hendak membangunkan suaminya untuk sholat subuh berjamaah. padahal cara ia membangunkan sudah sangat sopan. ya, walau agak ketus. tapi justru Dana meminta Sina agar mengulang cara membangunkan dirinya. harus memakai kata sayang lah. atau dengan nada manja lah. apa itu kebiasaan suami istri pada umumnya" Sina bersungut dalam hati.
"mas Dana...makan siangnya sudah siap" ulangnya lagi. kali ini dengan nada manja dan mendayu yang terdengar dipaksakan. ia sendiri merasa mual dengan cara bicaranya tersebut.
"masih kurang romantic. suaramu terdengar tidak ikhlas, sayang" Dana merasa puas sekali mengerjai Sina seperti ini. apa ia tidak tahu kalau Sina sudah sangat lapar" mendengar komplain tersebut. Sina terpaksa melangkahkan kakinya masuk. lalu berdiri dibelakang dana dengan jarak sekitar satu meter dari pria itu.
"aku tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi. menurutku itu sudah paling sopan dan,.. romantis" pengucapan pada kata terakhir terdengar ragu. entah mengapa akhir akhir ini Sina belum terbiasa dengan sesuatu yang bersifat romantis. dia memang menyukai sesuatu yang romantis. tapi romantis versi Dana itu sedikit aneh menurutnya.
Dana menghentikan gerakan aktif jemarinya pada keyboard. matanya mendelik lalu berbalik.
"mau aku ajari caranya?"
oh tidak! habislah kau sina.
ia tidak menjawab tawaran mencurigakan itu. Sina hanya menunduk gelisah. takut takut Dana berbuat yang belum ia inginkan hari ini.
dan entah sejak kapan, tiba tiba saja Dana sudah berdiri tepat dihadapannya. Sina semakin gelisah. kini jarak mereka tak kurang dari tiga puluh centi.
"ku harap kamu tidak berniat melakukan apapun, hari ini" Sina menatap siaga lalu mengangkat sedikit wajahnya memastikan kondisinya baik baik saja. terlebih Sina melihat seringai tipis tersungging dibibir suaminya.
"aku hanya ingin mengajarimu saja" seringai itu membahayakan sekali. Sina hampir tak sadarkan diri karena effek seringai mematikan tersebut. Dana baru saja meraih pergelangan tangan Sina lalu menuntunnya agar tangan itu melingkar sempurna di lehernya. Sina memalingkan wajah karena panic. Menetralkan fungsi otak dan jantungnya. Ia harap mereka bisa diajak bekerja sama.
Setelah itu, Dana memposisikan kedua tanganya secara sempurna pada pinggang ramping istrinya. Sina merasakan aliran darahnya menghangat menyusuri anggota tubuh.
"sebaiknya aku tunggu dibawah saja. kamu bisa menyusulku,--"
"aku tidak akan makan siang kalau bukan kamu yang mengajakku turun" Dana memotong lembut kalimat penolakan Sina dibarengi gerakan tangannya yang kini melingkar sempurna di area pinggangnya. kini tubuh mereka nyaris tanpa jarak. Sina bisa merasakan dada bidang suaminya. dada yang nyaman untuk bersandar. sepintas tercium aroma permen dari parfum Dana. ia akan mengingat aroma tersebut.
"pertama, kamu harus mengatakannya seperti ini; 'mas Dana ku sayang.. ayo kita turun. makan siangmu sudah siap' begitulah kira kira" Sina berjengit kecil mendengar contoh yang diberikan suaminya. tapi bagi Dana itu tindakan kecil yang romantis. terlebih dari istrinya yang ia cintai sejak mereka bertemu pertama kali saat insiden baju kotor itu.
"lalu setelah itu, aku menjawab; 'tunggu sebentar istriku sayang' seperti itu" Sina mencium aroma lain dari pria itu. aroma mint yang menyegarkan tatkala Dana berucap dihadapannya. bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas yang menyibak permukaan kulitnya tersebut.
Dana menyeringai lagi. ia menunggu respon istrinya. kini menggoda Sina sudah menjadi hobby barunya. ia suka sekali melihat Sina merona hangat karena malu. mungkin sesekali memberinya panggilan humaira, tidak terlalu buruk. cara gadis itu mengontrol diri sungguh menggemaskan. seolah ia ingin menjadi gadis pemberani, namun nyatanya Sina meleleh dan takluk jika sudah berhadapan dengan Dana. kini ia melihat Sina berlagak ingin muntah sekarang.
"aku belum menghamilimu. tidak perlu memasang wajah mual seperti itu" Sina membulatkan matanya. pria ini benar benar membuatnya hampir gila. ini tidak bisa dibiarkan. sina harus terbebas dari jerat membunuh ini. ia belum siap kalau nanti Dana menyerangnya tiba tiba. belum lagi, kondisinya sekarang tidak memakai jilbab. ia tahu dana sangat suka dengan rambut tebalnya yang mencapai sebatas punggung.
"mas Dana ku sayang...ayo kita turun. makan siangmu sudah siap" Sina mengulum senyum manis menuruti kemauan suaminya. Dana menyunggingkan senyum puas. tangannya mengerat lebih kuat tubuh Sina ketika gadis itu berusaha melepaskan diri.=0A=0A"apa kamu merasa risih dengan perlakuanku, ay?" Sina melihat sorot menyedihkan dalam diri suaminya. apa penolakannya sudah menyakiti hatinya"
"aku hanya belum terbiasa, mas. maafkan " jawab Sina memelas. berharap Dana mengerti kondisi psikisnya. ia menunduk lagi. merasa sudah menyakiti hati suaminya. tanpa bicara seperti itu, Dana paham akan keadaan Sina. ia pun mendaratkan sesuatu miliknya tepat di kening sina. sebuah ciuman hangat nan lembut bersama segenap ketulusan dan cinta yang tumbuh dari dasar hatinya.
mendapat perlakuan mengejutkan itu, Sina memejamkan kedua matanya. menerima pasokan pasokan cinta dari pria bernama Dana.
Cinta sejati yang perlahan mereka tumbuhkan di atas ikatan suci. disaksikan oleh Tuhan.
"tak perlu meminta maaf, ay. aku mengerti sekali keadaanmu. hanya saja..." Sina mengernyit curiga
"hanya apa?" "kelak nanti aku menagih sesuatu yang sudah menjadi hak ku" senyum Dana misterius.
"sesuatu?" Sina mencerna kalimat Dana. bagaimana pria itu tidak gemas pada istrinya. Sina itu tergolong gadis polos yang kadang menyebalkan tapi juga mengagumkan.
"sesuatu yang membuatmu hamil" jawabnya singkat. belum sempat Sina protes. mulutnya sudah dibungkam dengan kecupan singkat dari suaminya.
*** entah apa yang terjadi pada Sina hari ini. seusai makan siang ia tak henti hentinya menggerutu sebal sambil menghentak hentakan kaki. bibirnya terus komat kamit tidak jelas. wajahnya di tekuk ribuan lapis. kini kakinya beralih menendang nendang kaki meja di pekarangan belakang rumah.
sementara Dana yang berada disebelahnya hanya menahan tawa. untung saja sina tidak melihat dirinya terkekeh geli dibalik buku yang sedang dibacanya.
"udah dong ngambeknya, ay" Dana melirik istrinya yang sedari tadi ngomel ngomel tidak jelas dikarenakan dua alasan. pertama, Dana sudah mencuri ciuman pertamanya. ya, ia tahu itu hal yang sangat wajar bagi sepasang suami istri. tapi, bisakah ia mempersiapkan diri terlebih dahulu" kenapa Dana suka sekali dengan sesuatu yang bersifat tiba tiba, sih"
alasan kedua lainya adalah, ini lebih parah. karena kecintaan suaminya terhadap hal yang bersifat mendadak atau tiba tiba atau refleks, tentu saja itu membuat sina menanggung malu luar biasa dihadapan ibu. tanpa memberi aba aba ataupun sinyal, ibu datang menuju kamar yang dalam keadaan pintu terbuka lalu melihat aktifitas dirinya sedang berciuman dengan Dana. betapa malunya ia setelah ibu berdehem mengagetkan mereka lalu refleks menghentikan kegiatan itu bersama rasa malu luar biasa. sedangkan Dana malah tertawa merdeka melihat istrinya dirundung malu yang bertubi tubi
"biarin! aku marah pokoknya sama kamu. aku maraaahh" Sina mengerang sebal mempercepat hentakan kakinya. "aku malu, mas.. malu banget.. kamu ga tahu sih bagaimana perasaan aku"
Dana menutup bukunya lalu beralih penuh kepada Sina "ya sudah besok besok ditempat yang lebih privasi aja deh, bagaimana?" Dana menaik turunkan alisnya genit. Sina bergidik ngeri.
"engga mau!" nadanya meninggi "lagian sih, kamu pake acara meluk meluk aku. jadi khilaf kan kamunya" Sina bersendekap seraya mengerucutkan bibirnya.
"khilaf sama istri sendiri ga dilarang, ay. aku malah jaadi ketagihan" Sina melotot berbahaya. tapi Dana bergerak cepat sebelum istrinya semakin marah. ia memperdekat posisi duduknya menghadap Sina.
"yauda ya, jangan ngambek lagi ya, sayang. aku takut banget sama zombie" Dana mengusap lengan Sina lembut. menyingkap anak rambut Sina ke belakang telinga. salah satu gerakan andalannya agar sina tidak meledak ledak.
"apa hubungannya sama zombie?"
"kamu tuh kalau marah persis zombie. menyeramkan." Dana menatap hangat istrinya. mengulum senyum tatkala sina hampir mereda. tak ada lagi gerakan gerakan aneh dari dia. ia hanya kasihan pada meja berkayu jati itu jadi korban amarah istrinya.
"yaudah, aku ngambek terus aja. biar kaya zombie. biar kamu takut sama aku"
"kalau zombienya seperti kamu mah itu beda urusannya" Dana menyeringai tipis. menaikan satu alisnya. ini raut yang menyeramkan. Sina harus siaga secepatnya.
"beda bagaimana?"
"kalau kamu yang jadi zombi, aku ga jadi takut. malah jadi lebih...." dana menggantung ucapannya lalu menggerakan dua jari memberi isyarat agar sina mendekat dan membisikan sesuatu di telinganya.
"bergairah" Sina berjengit mengambil jauh jauh jarak dirinya dari Dana. menatapnya geli. "jadi ini ya sifat asli kamu, mesum. genit agresif pula"
"mesumnya sama istri sendiri ini" Dana berkelit lagi "lagipula kalau kamu yang agresif, justru berbahaya"
"bahayanya?" tanya sina polos. matanya mengerjap bodoh.
"perlu aku jelasin, atau aku praktekin?" sinyal berbahaya itu berbunyi lebih kuat. kali ini Sina harus segera menjauh dari strategi strategi licik Dana. apalagi kondisi mereka hanya tinggal berdua di rumah. jangan harap ada pertolongan dari ibu, ayah ataupun Aufa.
"aku ga dengar.. aku ga dengar"Sina sengaja menutup kedua telinganya berpura pura tuli lalu berjalan meninggalkan Dana yang tengah terkekeh geli merasa puas mengerjai istrinya.
*** 17. telur, wortel atau kopi"
Dana menerima telepon dari Idzar yang sudah masuk bekerja lebih dulu. tadinya Dana ingin memberinya amanat untuk menghandle Prams Coorporation sementara. tapi Idzar menolak. ia masih ingin merahasiakan jati dirinya sebagai anak kedua dari direktur utama Arga Prama. ia lebih nyaman menjadi karyawan biasa sekaligus berstatus mahasiswa. mungkin hanya beberapa staff kepercayaan Dana yang tahu. dan mereka bisa menjaga rahasia pastinya.
"jangan biarkan dia resign. tunggu perintah dari gue. gue pengen dia berbicara langsung sama gue. koordinasikan dengan pak Sastra kepala HRD" Dana memutar tubuhnya. kini menghadap jendela. melihat pergerakan bunga daisy tertiup angin. "atau nanti gue yang hubungin pak Sastra, deh"
"trus lo kapan mulai kerja lagi?" suara idzar dari seberang sana.
"masih lama kayaknya"
"betah" celetuk Idzar. "jangan lama lama bang" Idzar memakai kaos kaki dan sepatunya selepas sholat. ponselnya ia kepit diantara telinga dan bahu.
"iya bawel" jawab Dana berbalik menemukan Sina berjalan menghampirinya. merasa tidak ingin diganggu, Dana mematikan teleponnya.
"telepon dari siapa?"
"dari Idzar. dia memberi tahu kalau Maudy ingin resign" Dana duduk di tepi ranjang beserta Sina. awalnya sina kaget ketika Dana menyebut nama idzar. tapi ia baru menyadari bahwa Idzar adalah adik iparnya, sekaligus adik dari suaminya. mas Dana. dan kenyataan lainnya yang ia sesali adalah Arga prama--selaku presiden direktur tempat ia bekerja--adalah ayah mertuanya. mengapa hidup dibuatnya sempit sekali ya"
"mba Maudy mau resign" kok bisa?" sina melonjak. satu lagi yang baru saja sina sesali, yaitu kabar buruk ini. padahal Sina ingin mengundang Maudy secara khusus untuk datang di acara Walimahnya nanti. tapi pada kenyataannya justru Maudy berniat menghindari moment menyakitkan itu.
"entahlah. aku ingin mendengarkan langsung alasan dia mengundurkan diri selepas aku menyelesaikan masa cuti nanti"
"kali ini aku setuju sama kamu. selepas masa cuti ku habis. aku juga bakal serbu mba Maudy. aku bakal desak dia. kalau perlu aku ancam dia agar membatalkan keputusannya" ujar Sina menggebu gebu. Dana yang melihatnya hanya menatap heran dalam waktu lama. alisnya saling bertaut.
"jangan menatapku seperti itu. tatapan kamu menyeramkan." sina risih mendapat tatapan aneh dari suaminya tersebut.
"kamu yakin lusa akan masuk kerja?" pertanyaan yang aneh. perlukah sina menjawabnya" terkadang Dana suka mengajukan pertanyaan yang seharusnya ia sudah tahu.
"tentu saja. bukankah kamu sendiri yang memberiku masa cuti hanya tujuh.. hari ?" heum?" pada kata tujuh hari dibuat berlebihan. ada penekanan disana. sengaja agar Dana merasa bersalah sudah memberi cuti istrinya sesingkat itu. setelah ini pasti Dana menyesal karena tidak bisa berdua lebih lama lagi dengan Sina.
"kamu tidak akan bekerja, ay" Sina mulai berani menaruh tangannya bertumpu pada bahu Dana. menuntut penjelasan.
"jadi kamu akan menambah masa cuti ku?" sina nyaris bahagia. matanya berbinar. setelah ini pasti Dana akan menambah masa cuti dirinya. kemenangan sudah didepan mata. "tidak juga" jawab Dana enteng sambil mengamati wajah istrinya dalam jarak dekat.
"lantas?" " kamu tidak akan bekerja selamanya tuan putri" Dana mencolek dagu istrinya. Sina refleks menarik tangan dari pijakan tubuh dana, memberi sinyal protes. pasti ada yang tidak beres. Pikirnya
"aku sudah membuat surat pengunduran diri kamu. sedang dalam proses. kemungkinan besok sudah jadi" Dana menarik lagi tangan istrinya agar kembali pada posisi sebelumnya. sebelum itu ia mengecup singkat jemari lentik sina satu persatu.
"jadi kamu memecatku?" sepertinya otak Sina belum nalar pada inti pembicaraan. Dana harus menjelaskan secara detail rupanya.
"tolong bedakan antara memecat dengan mengundurkan diri,ay" jawab Dana masih dengan stock kesabarannya yang seluas semesta alam raya.
"bagiku itu sama saja, Dana. pantas saja kamu mengulur waktu untuk walimah kita" Sina berbalik bersendekap. bibirnya mengerucut semakin panjang. doakan Dana agar tidak runtuh dari pertahanannya dihadapan Sina. gadis itu jika sedang begitu menyebalkan justru semakin menggemaskan. kira kira apa lagi keindahan yang tersembunyi dari gadis bermata pelangi itu. batin Dana memuji.
"aku ingin kamu menjadi ibu dan istri yang utuh, ay" Dana membalik lembut tubuh Sina agar leluasa memandang lukisan Tuhan satu ini. "dalam mencapai suatu tujuan, ada 4 yang harus dijalani. Niat, ikhtiar, doa dan tawakkal. itu yang akan kita lalui nanti" jangan harap sina bisa langsung mengerti penuturan tersebut. entah karena kalimat dana yang begitu rumit atau memang daya jangkau otaknya terlalu sempit. ia membiarkan Dana melanjutkan ucapannya.
"setelah kita mempunyai niat akan tujuan itu. maka tugas selanjutnya adalah ikhtiar dan berdoa. biarkan aku berikhtiar mencapai tujuan itu. aku bekerja mencari nafkah menghidupi mu dan anak kita kelak. sedangkan tugasmu cukup mendoakanku dalam sholat malammu. ditengah kesibukanmu sebagai ibu rumah tangga. berjihadlah dengan menjadi seorang istri dan ibu yang utuh. aku ingin kamu menyambutku sepulang bekerja. aku ingin kamu menjadi satu satunya alasan utamaku pulang ke rumah dan memegang teguh ungkapan baiti jannati. rumahku surgaku. dimana bidadari yang bermukim disana adalah Kamu"
Sina terpaku membisu tanpa kata. yang diucapkan Dana sangat jauh dari pemikirannya. Dana memiliki pemikiran jauh ke depan. tiba tiba saja sina berharap diberi anugerah sebuah kekuatan teleportasi. kemudian ia manfaatkan kekuatan tersebut untuk menghilang menuju labirin hati suaminya. pasti begitu rumit. pasti ia akan tersesat disana.
kata katanya begitu mempengaruhi beberapa hormon dalam dirinya yang seketika meningkat. apalagi memakai kata bidadari sebagai perumpamaan. sebegitu indahkah dirinya di mata Dana"
"aku hanya ingin membantumu dalam segi financial. itu saja" sina menyahut sekenanya. alasan yang klise memang. ia yakin Dana punya seribu satu alasan kuat lain agar Sina tidak bekerja.
"kalau kamu ingin membantuku, kamu bisa membantu dalam hal lain" usul Dana sembari mengelus lembut jemari Sina di kedua bahunya.
"benarkah" apa,.apa?" sina menyahut girang. ada kebahagiaan tersendiri jika ia bisa membantu suaminya sedikit saja.
"menuangkan syahwatku"
bisiknya parau membuat telinga gadis itu merinding hebat. syndrom mesum Dana sepertinya sudah sangat akut. di sisi lain ia tahu, suaminya seperti itu karena memang belum mendapatkan hak nya sebagai seorang suami. tapi...ah, Sina buru buru menggeleng cepat.
"aku tidak mendengar...." sina hanya bisa mengeluarkan jurus andalannya. menutup kedua telinga. kali ini menutupnya lebih kencang.
"begitu ya?" Dana menaikan satu alisnya. "baiklah akan ku ulang"
Dana bersiap mendekatkan bibirnya menempel pada tangan yang digunakan sina untuk menutup kedua telinga.
"aku bilang...menuangkan syahwatku sayangg....." ulangnya dengan volume sangat besar sampai sampai Sina berpejam kuat menahan teriakan suaminya tersebut.
"syahwat apa?" keduanya berjengit menoleh pada sumber suara. dan suara itu berasal dari ambang pintu. lagi lagi Sina lupa menutup pintu kamar. dan kali ini siapa lagi yang menjadi saksi kemesuman pasangan tersebut"
"ibu, lagi?" Sina menutup mulutnya dengan tangan. merasa salah mengucap. Sina segera menormalkan posisinya. tapi rona rona merah itu tersembul jelas di pipinya.
"ibu mengganggu lagi ya sepertinya?" sina tahu ibu berusaha meledeknya. lihat saja, sekarang ibu lebih sering senyum senyum sendiri.
"tidak kok, bu. Aya justru senang katanya" Dana minta di ceburkan ke jurang api rupanya. tunggu pembalasanku, Mr.Mesum. batin sina mendengki.
"oh iya Dana. ada tamu mencarimu dibawah" siapa tamu yang mencari dia ke rumah mertuanya" setahu Dana, ia belum memberi tahu kabar baik ini pada teman. hanya sanak saudara saja.
"dia seorang wanita" ibu sudah peka dengan raut berpikir Dana. bahkan seorang wanita katanya" tak hanya Dana, Sina yang mendengarnya pun mulai dilanda was was.
*** "nih coba lihat" Maudy menyodorkan amplop putih kepada Idzar. kemudian idzar mengeluarkan isi amplop tersebut dan membacanya.
"ini surat pengunduran diri lo, kan mba" kok dibalikin?" Idzar membolak balik surat tersebut.
"ga tahu tuh, Pak Sastra. kata dia aku suruh nunggu pak Dana selesai cuti dulu. aku harus bicara langsung ke dia tentang alasanku mengundurkan diri" Maudy bersungut kesal. memangku tangannya di atas meja.
idzar mengangguk berpura pura paham. bersikap seolah bukan dia yang memberi mandat Pak Sastra untuk menahan Maudy. walau terkadang ia merasa bersalah
"yaudah, mba. sabar dulu aja. lagian lo kenapa sih tiba tiba mau resign" udah mendadak, buru buru pula" Idzar mendongakan kepalanya tinggi tinggi mencoba menuang sisa sisa snack ke mulutnya.
"aku ditawarin project sama om aku di kalimantan. setelah aku pikir pikir, project nya menguntungkan juga"
"project apa, mba?"
Maudy terdiam sejenak. padahal jawaban yang diutarakannya hanya karangan belaka. Idzar tidak boleh tahu alasan sesungguhnya mengundurkan diri.
"ada deh. nanti kamu juga tahu" Maudy pandai menyembunyikan perasaan dengan apik. "oh iya, aku mau nanya sesuatu deh sama kamu"
"mau nanya apa, mba" tarif satu pertanyaan lima puluh ribu ya" Idzar meledek mendapat cibiran Maudy "otak bisnis ya gini ini, segala sesuatunya di duitin" Idzar hanya tersenyum konyol. "bercanda wey, sok lah mau nanya apa?"
Maudy terhenti sejenak. menyiapkan kosa kata yang sekiranya pas.
"sudah tahu kabar Sina menikah?" Idzar yang hendak menjawab pun juga terdiam sejenak dalam beberapa detik. "sudah" jawabnya santai sambil meminum minuman berkalengnya. cafetaria terasa hampa tanpa keberadaan Sina. tanpa kegaduhan yang dibuat gadis itu. belum lagi celoteh celoteh konyol darinya.
"lantas?" Maudy merasa aneh dengan cara Idzar menjawab. setelah ia mengetahui bahwa wanita yang dilamar Idzar adalah Sina, dan kini wanita itu telah menikah dengan bos nya sendiri. Maudy sungguh ingin tahu tanggapan Idzar tentang hal ini. dan dengan raut tanpa beban itu, seolah Idzar tidak merasakan kegalauan mendalam.
"lantas bagaimana sih, mba. pertanyaan lo bikin gue bingung" Maudy malah jadi gemas sendiri dibuatnya.
"maksud aku, kamu ga sakit hati. gadis yang kamu lamar tempo hari menikah dengan pak Dana. bos kamu sendiri" ujar Maudy terang terangan.
tiba tiba saja Idzar hampir tersedak karena minumannya. lebih tepatnya karena ucapan Maudy barusan. ia pun tertawa kecil menanggapinya "kenapa harus sakit hati, mba. kalau itu sudah jadi ketentuan Allah apa kita harus protes" sakit hati itu pasti ada. secara gue juga manusia biasa. tapi yang terpenting adalah bagaimana cara kita meracik rasa sakit hati itu sendiri. seperti kita menghadapi suatu cobaan atau masalah. kalau kita meracik cobaan itu dengan buruk, maka akan berakibat buruk. begitu juga sebaliknya. kalau kita meracik ujian ujian itu dengan baik. maka menghasilkan sesuatu yang insya Allah baik" penjelasan idzar panjang lebar. namun masih belum merasuki otak Maudy. gadis itu butuh penjelasan detail.
"bisa kamu kasih contoh atau perumpamaan" pintanya. Idzar menarik nafas. seolah siap untuk memaparkan pola pikirnya.
"ada telur. wortel dan kopi. ketika benda itu dimasukan ke dalam air mendidih dalam waktu yang bersamaan. dalam suhu yang sama. dan dalam durasi yang sama. setelah kira kira beberapa menit. apa yang terjadi pada mereka?" Idzar mengajak Maudy terlibat dalam teorinya. ya agar Maudy memahami pikirannya.
"telur akan mengeras. wortel akan melunak dan kopi menyatu dengan air sehingga menjadi minuman" jawab Maudy sekenanya.
"pinter!" Idzar memberi acungan jempol "kalau lo memilih jadi telur. ketika lo mendapat ujian, ujian itu malah membuat lo yang awalnya lo adalah sosok yang lembut. periang, jadi sosok yang keras hati dan egois"
Maudy perlahan mulai mengerti. cara Idzar berbagi pikiran memang cukup unik. pikirnya
"kalau lo memilih jadi wortel. Ujian yang menimpa lo mengubah sifat tegar dan optimis lo jadi ciut. lo jadi sosok yang mudah menyerah. mudah terpuruk. selalu berpikir buruk tentang apapun. sama seperti wortel setelah direbus, jadi lembek dan lunak" Idzar menarik nafas lagi menyiapkan pasokan udara.
"maka dari itu gue saranin. jadilah kopi. air mendidih tersebut malah membuatnya jadi minuman yang walau pahit tapi begitu nikmat. bahkan tambahkan gula jika ingin terasa lebih nikmat. itu artinya. seberat atau sesulit apapun ujianmu, akan membuatmu lebih baik jika kamu mampu mengolahnya. olahlah itu semua dengan pikiran pikiran positif. bahkan rasa sakit hati yang gue alamin saat ini, terasa lebih nikmat ketika gue meraciknya"
pemaparan itu di akhiri sorot mata tajam Idzar seolah menampar halus kondisi Maudy saat ini. ia terperangah mendengar penjelasan detail tersebut.
"kamu bukan Idzar yang aku kenal. jawab jujur. siapa kamu sebenarnya" Maudy melotot menatap intimidasi.
"oke. gue jujur. sebenarnya gue ini reinkarnasinya Ummar bin Khatab, mba" ekspresinya terlihat serius namun diakhiri tawa Maudy juga dirinya sendiri.
"dasar ngaco!" Maudy menepuk kasar lengan Idzar. pria itu mengaduh kesakitan. "lagian, pertanyaannya lo ga logis"
"tapi jujur. jawaban kamu itu lebih dari cukup loh. hampir makan durasi malah" Maudy menopang dagu menatap Idzar kagum.
"kan mba maudy sendiri yang minta perumpamaannya. yauda gue jejelin deh tuh. gumoh gumoh deh lo, mba" Idzar tertawa terbahak bahak. maudy mendengus sebal mendengar cibirannya.
"seneng tuh seneng. selamat ya kamu berhasil bikin aku gondok, Idzar" Maudy mengerucutkan bibirnya.
*** Sina tercekat mendapati sosok wanita dihadapannya. mulutnya kaku. terasa sulit menelan ludah. kerongkongannya mendadak kering. belum lagi jaringan otaknya bekerja aktif mengembalikan memory dimana dirinya menjadi korban sebuah penghianatan terselubung dengan dalih atas nama Hijrah.
wanita bernama Sarah itu berdiri dihadapan Sina dan Dana. keduanya saling memberi tatapan berbeda pada Sarah. Dana masih bisa bersikap tenang. ia mampu mengendalikan emosi serta pikiran buruk yang menggelayuti otaknya. berbeda dengan Sina. dalam dirinya menyimpan was was yang tak berkesudahan. berulang kali mempertanyakan tujuan kedatangan Sarah ke istana mereka. terlalu nekat sekali. pikirnya.
"silakan masuk" Dana mempersilakan secara datar. wajahnya rata menegang.
"maaf. aku tidak bisa berlama lama. aku hanya ingin berbicara denganmu" Sarah mengapit tas tangannya erat. sejenak dana melihat penampilan Sarah. gadis itu sudah kembali pada wujud sebelumnya. Sarah yang manis. berbalut kemeja berenda warna putih dipadu rok A line berwarna peach. nampak lebih feminin.
"baiklah, katakan saja" Dana melipat tangannya menunggu Sarah menyatakan maksud dan tujuannya. Sina yang berada disampingnya hanya bisa menilai sarah dalam hati. jika dilihat dari dekat, gadis itu memang cantik. pantas Abbas menyukainya. kira kira seperti itu penilaian Sina. Sarah nampak kikuk sembari menatap Sina dan Dana bergantian.
"aku hanya ingin berbicara denganmu..." Sarah berhenti sejenak. Dana menatap ingin tahu "secara empat mata"
Sina memicing. apa maunya gadis ini" walaupun ia mengenal sarah, bagaimanapun juga dia adalah tamu suaminya. Dana.
andai suaminya mengizinkan, Sina ingin sekali mengusir wanita tersebut. Dana memandang Sina terlebih dahulu sebelum menerima permintaan Sarah. Sina mengerjap sekali berusaha tahu diri lalu berbalik berniat meninggalkan mereka. Tapi Dana sudah bersiap lebih dulu menahan tangannya. ia tahu sekali apa yang dirasakan istrinya saat ini.
"maaf. aku lebih suka berbicara enam mata" Dana memberi jeda "kalau kamu keberatan. kamu bisa berkunjung lain waktu" Dana mengambil keputusan yang sangat benar. Sina tersenyum kecil. ia mengeratkan genggaman tangan pada suaminya. dalam sedetik sarah melihat tautan tersebut.
"baiklah. kalau begitu" Sarah berjalan satu langkah kedepan. kini jarak ia dengan Dana berkisar satu meter. Sina semakin was was. ia merubah posisi tangannya menjadi memeluk lengan Dana dengan erat. memberi tanda pada Sarah bahwa Dana adalah mutlak miliknya. tatapannya merajam.
"aku ingin mengucapkan selamat kepadamu. selamat menempuh hidup baru. semoga kalian bahagia" ucap Sarah seraya memberikan sebuah kotak kubus berukuran sedang dibungkus kertas kado bermotif teddy bear.
sebelum Dana menerima benda tersebut. Sina menarik perhatian Dana agar menatap matanya sejenak. dana mengerti makna yang tersirat dalam tatapan istrinya itu. dalam tatapan itu meminta izin kepada Dana untuk berbicara pada Sarah. dan jika Dana mengerti, berarti chemistry diantara mereka meningkat lebih baik.
"terimakasih banyak atas doa serta ucapamu. semoga kebaikan selalu menyertaimu dan bayimu" Sina tersenyum berusaha seramah mungkin. seraya menerima kado tersebut.
"apa kado ini untuk mas Dana ?" sina mengamati benda ditangannya penasaran "pasti mas Dana suka sekali ya dengan barang pemberianmu" Sina melirik suaminya dengan aneh.
sepertinya keputusan Dana mengizinkan istrinya berbicara pada sarah telah salah. Dana mendengar alarm kecemburuan mulai berdering keras di otaknya. setelah ini dana bersiap menerima sedikit hukuman dari Sina. gadis itu kalau sudah cemburu, suaminya pun terlihat seperti mangsa menyegarkan yang siap untuk diterkam.
*** 18. kado teka teki keluarga Ibnu Raharjo baru saja kedatangan seseorang. salah satu kakak dari ibnu yang pada waktu pernikahan Sina ia tidak sempat hadir karena ada suatu urusan. dan hari ini ia menyempatkan untuk berkunjung.
kini keduanya tengah bersantai di ruang tamu. melepas rindu yang sudah hampir 2 tahun lamanya tidak bertemu.
"jadi kamu di Jakarta sudah sejak sebulan ya lalu, kenapa tidak mengabariku" Ibnu menyeruput teh melati yang disuguhi istrinya.
"untuk apa" aku selalu baik baik saja selama anakku dalam keadaan sehat" Cokro turut menikmati minuman di atas meja. bedanya, ia lebih suka kopi.
"kamu ini masih saja keras kepala. sama seperti mantan istrimu" Cokro tertawa kecil.
"jangan lagi menyebut nyebut dia. bagiku dia sudah ku anggap sebagai hama perusak. bahkan anaknya sendiri hendak dijualnya. apa kamu pernah melihat seorang ibu seperti Diana macam itu?" nada benci terdengar dari mulut Cokro. Ibnu tidak menggubris.
"oh iya, aku malah melupakan hal yang paling penting" Cokro mendongakan kepala menelusuri ruang lebih dalam "mana anak semata wayangmu juga suaminya. aku ingin mengucapkan selamat sekaligus memberi do'a pada mereka"
"kamu telat, mereka sedang keluar sekitar 10 menit yang lalu" sahut Ibnu mematahkan semangat Cokro untuk bertemu keponakan kesayangnnya.
"berbulan madukah?" Tebak Cokro antusias. tanpa memikirkan usianya sekarang yang sudah tidak lagi ABG. Ibnu bernafas pendek.
"otakmu itu belum disapu bersih rupanya. masih ngeres" Ibnu tertawa kecil diikuti Cokro. "tapi besar kemungkinan mereka berbulan madu.. karena kamu tahu" istriku dua kali memergoki mereka nyaris bercumbu" tambahnya lagi. kini tawa Cokro menggegelegar mengisi seisi ruangan.
"mas Ibnu.. mas Ibnu.. bahkan kamu lebih ngeres dibanding aku. ingat, itu anak semata wayangmu" Cokro masih dalam keadaan tertawa. tawa ibnu mereda, mengingat kekhilafannya pada anak sendiri. jika Sina mendengar hal ini tentu ia akan malu setengah mati.
"maklum saja. kita juga pernah merasakannya" sahut ibnu tenang. sudah lama sekali kedua kakak beradik itu tidak salingbersua. tak ada yang berubah dari mereka. Cokro yang memiki perawakan lembut dan sedikit lebih kalem dibanding Ibnu yang tegas namun hangat.
"lalu kapan anakmu akan menyusul" heum?" Ibnu bersandar pada kursi antik dipenuhi ukiran ukiran khas jawa.
"ah! aku belum siap ditinggal oleh Fida, mas.. dimataku, ia tetap seorang malaikat kecil. Aku menutup mata dengan usianya sekarang. umur dua puluh dua rasa lima tahun" Cokro tertawa sendiri. otaknya menerawang mengingat ketika Aufa sedang belajar berjalan menghampiri dirinya.
"kalau begitu, carilah pengganti Diana. agar ada yang merawatmu. suatu saat kamu harus membuka mata bahwa anakmu akan meninggalkanmu bersama suaminya kelak" ucapan Ibnu ada benarnya juga. tapi untuk mencari pengganti diana, sepertinya mustahil.
"oh iya. ada yang aku lupakan" Cokro merogoh saku celana hitamnya. Ibnu memaklumi kepikunan adiknya di usia muda.
"ini" Cokro menyodorkan selembar kertas dilipat empat bagian. Ibnu menerimanya disertai kebingungan. Ia membuka kertas tersebut dan tertera alamat rumah seseorang secara detail. Ibnu hendak bertanya, tapi Cokro sudah lebih dulu memberitahu.
"itu alamat lengkap rumah Diana yang baru" Ibnu menunggu penjelasan berikutnya "selama ini ia masih suka menemui fida. entah apapun alasannya. tapi aku yakin sekali tujuan utama wanita itu. ia bersih keras menikahkan paksa putriku dengan om om kaya pilihannya" ibnu mengangguk paham seraya membaca lebih detail alamat pada kertas ditangannya. rumahnya berlokasi di daerah Cibubur. dan itu tidak jauh dari rumahnya.
"sebaiknya kamu simpan alamat itu. aku khawatir Diana bertindak macam macam diluar kendali. aku hafal sekali peringainya. dia orang yang nekat dan bisa menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi busuknya" Cokro terlihat lebih serius. wajahnya menegang. terlihat rona khawatir yang hebat disana. disertai permohonan memelas.
"kamu tidak keberatan jika ku repotkan lagi bukan?" tanya Cokro tidak enak hati.
"bukankah sejak dulu kamu memang selalu merepotkan?" cibir Ibnu lalu tertawa kecil.
"hei, ikhlaslah sedikit dengan adik malangmu ini" Cokro mendengus pendek. tapi ia tahu Ibnu pasti selalu menjaga Aufa seperti menjaga putrinya sendiri. kali ini ia harus mengeluarkan usaha extra menjauhkan Aufa dari rencana diana selanjutnya.
Cahaya Bertasbih Karya Suffynurcahyati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** "kamu yakin kita tidak mengunjungi orang tua kamu dulu,mas" tanya Sina di sela sela perjalanannya bersama Dana menuju Aston Primera Pasteur Hotel & Conference Center. salah satu hotel termewah di bilangan kota Bandung.
"tidak apa, ay. aku sudah menghubungi mama sebelumnya. dan dia mengerti" Dana menoleh lalu kembali fokus pada kemudinya. Matanya lurus menatap jalan. ada ketenangan dalam dirinya setelah usaha merayu Sina agar mau ikut berlibur ke Bandung. dan berhubung beberapa hari lagi Dana sudah kembali bekerja, tentu akan sulit untuk bisa dirinya menikmati hari khusus berdua dengan istrinya.
"lalu mama bilang apa lagi?" Sina berpaling menuju kaca jendela mobil yang ia buka sedikit. Menikmati pemandangan jalan. matanya mengabsen apapun yang ditemuinya. dari sebuah rumah makan. rumah kecantikan. SPBU bahkan gedung sekolah yang dilewati, tak enyah dari pandangannya. Dana meliriknya sekilas.
"tidak ada" jawabnya singkat. sudut mata Dana mulai bermain. memerhatikan Sina yang asyik memanjakan mata. bibir Sina tak henti tertarik melengkung menatap puas. sesekali gadis itu melipat tangan di atas kaca jendela lalu menjadikan tangannya itu sebagai penopang kepala. menikmati sayup sayup udara menyebar ke wajahnya. Dana menarik bibirnya. mencari keindahan lain istrinya itu. menuntun pandangannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. kaki indah terbungkus celana legging berwarna hitam tak lupa kaos kaki dengan warna menyerupai kulit. tubuhnya dibungkus gamis panjang berwarna krem. terlihat gliter gliter dibagian pinggang secara detail. ia memadukannya dengan pashmina hitam, di kenakannya secara sederhana. sejenak Dana ingin bertransformasi menjadi baju gamis yang dikenakannya.
"apa pemandangan disana lebih menarik ketimbang suamimu ini?" Sina menarik diri perlaha dari posisi nyaris membelakangi Dana lalu menormalkan posisi duduknya. ia menoleh "aku sengaja memandang kesana karena sesampainya kita di hotel, aku akan menemui pemandangan terindah yang Tuhan ciptakan untukku" pipi Sina bersemu "kamu tidak tahu kan, apa yang aku lakukan selagi memandang ke luar?" lanjutnya disertai tangan yang bermain dengan ujung pashmina. Dana menuntut jawaban lewat kilatan n mata.
"menyiapkan pasokan oksigen sebanyak mungkin agar aku tidak kehabisan nafas saat memandangmu" senyum kecil itu merekah semakin memperlihatkan bibirnya yang ranum. Dana mengulum senyum. benar dugaannya. istrinya itu sedang berusaha menjadi perayu ulung.
"siapa yang mengajarimu menjadi perayu amatir seperti ini, heum?" Sebelum menjawab, Sina mendekatkan dirinya ke Dana. menaruh kepalanya tepat dibahu kiri Dana.
"seseorang yang menginginkanku menjadi bidadari di istananya kelak" Sina menoleh. matanya bertemu telinga dan leher Dana disana. sejenak ia mencium aroma mint yang menyegarkan. aroma yang menusuk hidung lalu menjalar ke seluruh tubuh gadis itu. tangannya nyaris tergerak untuk menyentuh anak rambut tertata rapi disekitar telinga suaminya. Dana menggiring tangan kirinya menyentuh permukaan wajah sina yang sedari tadi bergelayut di pundaknya.
"ingin ku beritahu satu hal?" tanya Dana meraba wajah sina tanpa harus menolehnya. fokus kemudinya hampir saja terganggu karena ulah nakal Sina. sungguh mengapa ia menjadi lebih menggoda disaat saat seperti ini"
"apa?" Sina berbisik parau. entah apa yang merasuki gadis itu hingga menjadikannya lebih agresif hari ini.
"bisakah kamu berhenti sejenak. setidaknya sesampainya kita nanti" kamu mengganggu konsentrasi mengemudiku, sayang. tapi ku pastikan aku akan membalasnya" itu kalimat penolakan yang sangat manis. Sina mengerucut seraya kembali duduk tegap. wajahnya mulai menghangat. usahanya untuk merayu Dana sudah salah langkah. ia memang tidak memiliki bakat khusus untuk hal itu. kalau dipikir pikir, tindakannya tadi jauh dari kata romantis. malah terkesan seperti wanita penggoda. pikirnya.
"kira kira berapa lama lagi kita sampai, mas?" Sina bersandar pada jok sekaligus menyandarkan kepalanya menghadap ke arah kemudi. memerhatikan kelihaian suaminya dalam mengemudi.
"kalau macet seperti ini, kemungkinan satu jam lagi kita sampai" Dana menggenggam jemari Sina memberinya ketenangan. karena ia tahu, istrinya tersebut mulai bosan.
"aku akan sabar menunggu" Sina melemah. matanya mulai sayup sayup mengantuk. tapi sedetik kemudian mata itu menderang, menangkap sesuatu di pikirannya.
"aku lupa kalau aku membawa permen. setidaknya bisa menghilangkan kantuk agar aku tetap bisa menemanimu berkendara" Sina bersemangat bangkit agak berbalik ke arah jok belakang dimana ia menaruh kantung berisi makanan ringan. selagi mencari, tangannya terhenti pada kantung besar berisi kado yang ia kenali motif pembungkusnya. sina bergeming.
"hei, aku lupa kalau aku membawa kado pemberian Sarah" melupakan niatnya mencari permen, sina membawa kado tersebut ke pangkuannya. Dana tercekat. hampir saja ia lepas kemudi secara tiba tiba. kali ini apa lagi ulah istrinya"
"jangan konyol, ay. untuk apa kamu membawanya?" Sina sama sekali tidak berniat apapun. untuk cemburu pun ia akan berpikir dua kali. keyakinannya lebih kuat dibanding apapun. Dana adalah suaminya. jabatan suami baginya sudah mencakup apa apa yang harus Dana tahu dan pertanggung jawabkan. Sina yakin Dana adalah pria si pemegang teguh yang kuat.
"sayang sekali jika kado ini dibiarkan tergeletak di kamar kita, mas. jadi lebih baik aku bawa saja" sina mengulum senyum polos "bolehkah aku membukanya?" Sina menatap memohon suaminya.
diluar segala prasangka buruk, Dana mengangguk "buka saja"
kedua tangan Sina aktif mengkuliti kertas pembungkus kado tersebut. setelah kulitnya terkelupas, hadiah itu masih terbungkus kotak kubus agak seperti persegi panjang. Sina membukanya perlahan.
"apa isinya?" tanya Dana melirik Sina sekilas. tapi raut yang didapat Dana hanya raut sendu. pergerakan aktif Sina terhenti menatap hadiah pemberian Sarah.
" dua buah jam tangan couple" jawab sina apa adanya. matanya mengamati kedua benda tersebut. jam tangan pria talinya dibuat agak lebar berbahan kulit warna hitam. tampilan angka pada jam digantinya menjadi lingkaran huruf membentuk tulisan 'l love you more'. yang membedakan dengan jam untuk wanita hanya pada talinya yang sedikit lebih kecil.
"jam ini cocok untukmu" puji Sina menutupi perasaan aneh yang menyebalkan ini. andai Dana tahu bahwa diri Sina lainnya sedang sibuk mengingatkan sambil meneriaki agar dirinya tidak terbawa api cemburu. walaupun sesungguhnya wajar saja jika ia cemburu. gadis bodoh mana yang dengan jahatnya menghadiahi mantan pacarnya dengan benda couple macam ini" atau mungkin Sarah memang berniat memberi kado tersebut untuk Dana juga untuk dirinya" tentu saja. mereka kan sepasang suami istri. dua jiwa dalam diri sina saling beradu argumen. Sina segera menggeleng cepat.
"aku tidak suka jam tangan kulit" jawaban Dana membuat Sina memicing. "bukankah kamu sering melihat koleksi jam tanganku?" Dana meyakinkan. jika Sina mengingat ngingat, sejauh yang ia tahu memang Dana tidak memiliki koleksi jam kulit. bahkan tidak ada satupun. lantas" apa tujuan sarah memberi kado suaminya jam tangan kulit--yang dibenci Dana?" berpasangan, pula.
"baiklah. sebaiknya benda ini akan aku simpan saja. mungkin bisa ku berikan kepada Aufa" Sina menutup kotak persegi jam tersebut.
"jangan lupakan Idzar" Dana menipiskan bibirnya "jam satunya berikan saja kepada Idzar" saran Dana begitu brilliant. apa mereka sedang berniat menjodohkan Idzar dengan Aufa"
*** selepas menikmati makan malam, Sina dan Dana kembali menuju kamar mereka. sebuah makan malam romantis yang sudah disiapkan Dana sebelumnya. dan sukses membuat Sina terperangah takjub. takjub karena kemegahan restauran disana. ditambah nuansa romantis yang mendominasi tempat itu. belum lagi, selama makan malam berlangsung, Dana tak henti hentinya melancarkan aksi merayunya yang tak kalah hebat dari Sina. walau hanya rangkaian kata--yang orang bilang--kalimat gombal. tapi Sina menyukainya. kalimat gombal lewat kekasih halahnya saat ini.
"apa kamu belum mengantuk, mas?" Sina tengah menyisir rambut sepunggungnya. hitam, tebal dan berkilau. ia memandang Dana dari balik cermin rias disana.
"belum. aku menunggumu" Dana menatap aktifitas istrinya sembari mengulum senyum. sementara Sina sengaja menyisir lebih lama agar Dana tidur lebih dulu. tiba tiba saja perasaannya tidak enak. seperti ada yang hendak menyerangnya malam ini.
"kamu tidur saja dulu. aku masih harus membersihkan wajahku dan aku belum berwudhu" Sina berkelit. setelah ini ia masih harus mencari alasan lagi. karena dana memiliki pasokan alasan kuat yang lebih banyak.
"tidur bersama lebih baik. Kau tidak ingin menghangatkanku disini?" Sina merinding. kalimat Dana terdengar vulgar sekarang.
Sina tidak menjawab. tangannya terus menyisir rambut yang sedari hampir licin karena terus terusan disisir. ia berpikir keras. harus mencari kegiatan lain agar bisa mengulur waktu. membiarkan Dana menunggu sampai ia tertidur tentunya.
"yes!" sina memekik kecil. beruntung sekali dia hari ini. tak membutuhkan waktu lama. suaminya sekarang sudah tertidur pulas. sedikit merasa bersalah karena sudah mendzolimi suaminya seperti ini. tapi mau bagaimana lagi"
sina memposisikan dirinya disebelah Dana. sejenak mengamati wajah cekung indah suaminya seraya tersenyum kecil. ia melepas lebih dulu kimono yang menutupi tubuhnya terbalut lingerie tipis berwarna hitam. sungguh, kalau bukan atas permintaan suaminya, Sina enggan memakai pakaian laknat tersebut.
"akhirnya kamu tidur juga, ay"
Sina melonjak kaget seraya memekik keras. refleks menyilangkan kedua tangan di dadanya. mendapati Dana terbangun dengan mudahnya. rupanya ini adalah bagian dari salah satu rencananya. kini pria itu menyeringai tipis bak serigala.
"ka..kamu belum tidur mas?" tanya sina terbata bata. kedua tangannya gemetar hebat menutup area terbuka di dadanya.
"sudah ku katakan. tidur bersama lebih baik" Dana mendikte kondisi istrinya sekarang. sesuai dengan bayangannya ketika ia membeli lingerie tersebut.
"be..begitu rupanya" nafas sina hampir berhenti "baiklah.. ma,.mari kita tidur bersama" Sina kehabisan ide lalu merebahkan dirinya kaku. sangat kaku. mempertahankan kondisinya saat ini. berusaha agar jangan sampai dana mencuri celah sedikitpun. walau hanya kemungkinan kecil.
"tunggu. aku pakai kimono ku terlebih du,--"
"tidak perlu, ay" Dana menahan tangan Sina yang hendak mengambil kimono yang tergeletak di atas lantai. "aku lebih suka melihatmu memakai ini"
matilah kau, Sina! "oh.. begitu ya" Sina memasang wajah bodoh. itu effek atas kegugupannya yang mempengaruhi keseluruhan fungsi tubuhnya. termasuk salah satu dari sel sel otaknya yang hampir tidak bekerja hingga Sina sulit berpikir nalar.
"aku ingin tidur sambil memelukmu seperti ini" tanpa izin, Dana melingkarkan tangan kekar berisinya secara sempurna ditubuh Sina.
"aku merasa AC ruangan ini terlalu dingin. mungkin aku harus lebih dekat denganmu agar hangat" Dana mendekatkan separuh wajahnya ditelinga Sina. menghirup aroma vanilla dari sana. menyingkap rambutnya kebelakang telinga. sesekali meraba telinga itu dengan ujung bibirnya.
"kamu memelukku terlalu erat, mas" komplain Sina tak berpengaruh pada Dana. justru ia malah semakin mempererat pelukannya. sina merasakan geli dibagian telinga saat Dana membisikan sesuatu
"aku ingin merasakan tiga nikmat dunia malam ini bersamamu" bisikan itu membangkitkan bulu bulu roma di area tengkuk dan tangan Sina. nafasnya tercekat. tubuhnya seperti dipaku hingga membuatnya tak bisa bangkit dari perlakuan ini.
"yakni nikmat memegang. mencium. dan, ---"
"mas Dana..." belum sempat Dana meneruskan, Sina berhasil mengendalikan fungsi otaknya. Dana masih pada posisinya.
"ada apa, ay?" entah sejak kapan tangan Dana satunya sudah mendarat di area perut dan tangan satunya lagi tengah meraba bibir ranum Sina.
"sebaiknya kita sholat sunnah pengantin lebih dulu"
*** 19. nila yang tersembunyi
Aufa mengabsen ranting ranting yang berserakan di pekarangan. dikumpulkannya menjadi satu media bersama dedaunan yang sudah ia sapu sebelumnya. mata coklat itu menelusuri seisi kebun mini tempat ia menebar ilmu bersama para malaikat kecilnya. acara bermain tadi cukup melelahkan dirinya. untung saja para malaikat itu selalu punya segudang cara agar Aufa tersenyum menutup penat yang mengisi jiwa.
merasa tidak ada lagi sampah sampah kecil, Aufa berjalan menuju ruangannya lalu bersiap untuk pulang.
"aufa" gadis itu menoleh pada si pemilik suara. Idzar berlari kecil menghampirinya. setibanya, pria itu mengatur pernafasannya.
"ada apa, dzar" kok buru buru gitu?" Aufa meneliti alasan Idzar menghampirinya seperti itu.
"ini" sebuah buku tebal berukuran 19x12 disodorkan kepada Aufa. ia hanya memandang buku tersebut dengan raut bingung. selanjutnya ia menatap Idzar.
"ini buku lo, kan" tertinggal di meja murid. untung lo belum keburu pulang" Idzar menopang tubuhnya pada kedua lutut dengan posisi ruku' sembari terengah tengah.
"ih iya ini punya aku" aufa malah baru menyadari itu adalah bukunya. bagaimana ia bisa lupa" "kok aku bisa lupa ya, dzar?" tanyanya polos sembari menggaruk garuk kepalanya yang berbungkus jilbab segiempat merah marun.
"please.. jangan pikun di usia muda fa. kasian murid murid gue nanti" Idzar turut serta mengikuti Aufa berjalan beriringan melewati koridor.
"aku engga pikun ya. aku cuma lupa" sungut Aufa sambil memeluk buku tersebut di dada. "kalau lupa berkelanjutan disebut apa namanya?" Idzar mengetes ketajaman berpikir Aufa. melalui kilatan matanya menebak apakah gadis itu bisa menjawabnya.
"tidak ingat lah" Aufa menjawab sesuka hatinya. menimbulkan wajah merengut tercipta dari Idzar. gadis itu malah jadi sangat bodoh dimatanya.
"tidak ingat sama lupa mah sama aja neng..." ujar Idzar gemas "kalau lupa berkelanjutan itu ya pikun namanya" lanjutnya.
"aku kan baru kali ini aja lupa, dzar. kemarin kemarin aku inget" Aufa berkelit.
"yakin?" Idzar memicing ragu "lalu sekitar dua minggu yang lalu. ada seseorang lupa bawa kunci loker itu siapa yah?" Idzar mengetuk ngetuk dagunya. bola matanya menatap langit langit. "terus yang datang tiba tiba ke sekolah terus nelpon gue sambil nanya 'dzar, kok sekolah sepi"' padahal itu hari libur. itu juga siapa ya, fa?" matanya melirik Aufa. gadis itu menegang malu.
"oh iya satu lagi. rasanya baru kemarin deh. ada orang yang nanya ke gue jadwal kelas outbond. itu" siapa ya, fa?" Idzar menatap Aufa pura pura tidak tahu. nyatanya ia tahu semua itu kebiasaan mutlak milik Aufa. Aufa mengerjap bodoh lalu menoleh ke sembarang arah. bukan karena malu tentang kepikunannya. tapi ketika si pemilik mata elang itu mengintimidasinya.
"sebutin aja semuanya. kalau perlu pake toak masjid" ada perasaan aneh ketika Idzar mengetahui semua insiden konyol kepikunannya. bahkan hampir sedetail itukah"
"bener nih?" sahut idzar antusias sekali. "oke. ga usah pake toak masjid. kejauhan. di ruang guru juga ada, toak" bibir Idzar berkedut mendapati Aufa mengerucutkan bibirnya sebal.
"idzar apaan sih. nyebelin banget" Aufa tertular kepecicilanya Sina. ia menghentakan kakinya seraya menggerutu. tapi ia menyukainya.
"walaupun aku lupa dalam hal sepele, tapi insya allah aku ga lupa dalam hal penting" Aufa tetap membela diri. disini, harga dirinya sedang di uji oleh makhluk bernama Idzar.
"contohnya?" Aufa terdiam. matanya bergerak gerak. "cuma aku yang hafal karakteristik siswa keseluruhan. termasuk fino si anak bandel tapi memiliki kecerdasan luar biasa. atau syifa, anak paling aktif di sekolah tapi kalau berada di dekat kamu, dia berubah jadi gadis manis kalem dan pendiam" idzar bergeming. dalam kelas, salah satu siswa yang bernama Syifa memang terkenal pendiam jika ia tengah mengajar kelasnya. lalu Idzar bersendekap membiarkan Aufa mendeskripsikan kelebihan karakteristik siswa keseluruhan. termasuk fino si anak bandel tapi memiliki kecerdasan luar biasa. atau syifa, anak paling aktif di sekolah tapi kalau berada di dekat kamu, dia berubah jadi gadis manis kalem dan pendiam" idzar bergeming. dalam kelas, salah satu siswa yang bernama Syifa memang terkenal pendiam jika ia tengah mengajar kelasnya. lalu Idzar bersendekap membiarkan Aufa mendeskripsikan kelebihan menghafal loh. murid pertama yang maju saat tes penghafalan nama nama nabi dan juz 3 adalah athaya. dan kamu tahu siapa yang memotivasi dia selama ini?"
idzar menarik satu alisnya. menunggu jawaban.
"Ka izal, katanya" Aufa meniru gaya bicara athaya yang memang cadel. Idzar senyum senyum sendiri karenanya. beruntung sekali sosok Aufa berada ditengah tengah mereka. mereka seperti mendapatkan kenyamanan lain ketika bersama Aufa. dibalik kecerobohan dan kepikunannya yang kadang tidak bisa di tolerir, justru ada sisi dirinya yang tidak tampak di mata.
"oke. kali ini anda menang nona Mufida Aufa" Idzar mengulum senyum bebarengan dengan Aufa. hingga mereka tiba di ujung gerbang. Idzar bersiap pulang dengan motor maticnya. begitu juga Aufa, telah rapi dengan jaket adidas pink kesayangannya ditambah sarung tangan belang belang. terlihat lebih safety dibanding Idzar yang hanya mengenakan jaket baseball berwarna cokelat mahoni.
"lo jalan duluan, nanti gue ngikutin dari belakang. kita searah, kan" ucap Idzar agak berteriak dibalik maskernya. Aufa mengangguk. tapi belum sempat ia menggas motornya, dering ponsel berbunyi seraya bergetar. Aufa izin sebentar untuk mengangkatnya.
"hallo, assalamualaikum"
Idzar memerhatikan pembicaraan Aufa diam diam. terlihat raut cemas di wajah gadis itu. kira kira dengan siapa ia berbicara" tak hanya cemas. tapi juga ketakutan tercipta disana. selama menunggu Aufa dengan teleponnya, Idzar memerhatikan jalan raya dihadapannya. seraya memangku tangan pada stang motornya.
tiba tiba ada kendaraan melintas cepat dihadapannya. tapi ia sempat mengenali kendaraan tersebut. mobil xenia berplat B 6423 TYH. ia mengenal plat mobil itu. entah sejak kapan ribuan tanda tanya besar menggerogoti sel sel otaknya.
*** Dana tertidur pulas dalam dekapan selimut tebal berwarna putih yang menutupi setengah tubuhnya. hanya terlihat bahu dan seperempat dadanya yang bidang sekali. pria itu terlelap dalam tidurnya. setelah mendapatkan sebuah pengalaman pertama yang luar biasa. pengalaman dimana dia dan istrinya menikmati kenikmatan dunia yang Allah firmankan di dalam salah satu kitab. masih teringat jelas derai keringat istrinya saat itu menyebar seluruh tubuh mulus nan putih. keindahan yang tersembunyi lainnya ketika Sina berulang kali menyebut nyebut namanya dalam lubang kenikmatan. dia terlihat bergairah sekali malam itu. bahkan ia rela rambutnya dijadikan korban penjambakan atas istrinya saat tubuh nan molek tersebut menjadi objek penuang syahwatnya yang tidak terkendali. jemarinya masih hafal detail detail anggota tubuh Sina kala itu. ada beberapa area yang ia buat tanda disana. anggap saja itu sebagai tanda area kesukaannya.
nafas pulas Dana menderu kecil dalam lelap. ia merubah posisinya seraya menggeliat kecil seperti bayi. tangan kirinya hendak direntangkan bersamaan dengan terbukanya mata terpejam itu secara perlahan. alih alih ingin memeluk erat istrinya, justru Dana tidak menemui keberadaan istrinya satu ranjang dengannya. nyawanya telah terkumpul, matanya sudah tak lagi sayup. ia menepuk sekali lagi tempat Sina tidur sebelumnya dengan dirinya.
akhirnya Dana bangkit dari tidur lalu terduduk seraya mengelilingkan matanya menyapu segala penjuru kamar.
"Ay..." panggil Dana agak berteriak mengarah ke kamar mandi yang tak jauh dari kamar. memastikan bahwa Sina sedang mandi atau berwudhu disana.
tak ada jawaban, Dana menautkan alisnya. kemudian ia beranjak menuju kamar mandi dengan berbalut selimut.
"ay.. kamu didalam?"
hening tanpa sahutan atau suara apapun.
Dana membuka pintu kamar mandi dan tak ada siapapun disana. kemana pergi istrinya" apa dia sholat subuh berjamaah di masjid" tapi tidak mungkin. ia selalu membangunkan Dana jika hendak sholat subuh berjamaah.
Dana mengambil ponsel yang ditaruh di atas meja lampu lalu menghubungi istrinya.
ada nada sambung terdengar, tapi beberapa detik setelahnya terdengar dering ponsel dari atas meja rias. Dana memicing setelah mengetahui Sina tidak membawa ponselnya.
raut kekhawatiran perlahan menampakan diri. Dana berpikir keras apa yang terjadi dengan istrinya. apa gadis itu trauma setelah peristiwa semalam dengannya, lalu pulang ke jakarta sendirian" ah! itu mustahil. batin Dana berkelit.
selagi ia tenggelam dalam kekhawatiran yang luar biasa, ada sesuatu yang mengganjal pemandangannya sedari tadi.
jam tangan couple hadiah dari sarah saat itu. ia ingat sekali Sina meletakan benda itu di atas meja rias semalam. kemana perginya benda itu" apakah Sina yang membawanya"
ia mulai mencium sinyal bahaya yang mencurigakan. dengan gerakan super cepat, Dana menyiapkan dirinya bergegas menuju jakarta dalam waktu sesingkat mungkin. istrinya berada dalam bahaya.
*** "hei, gadis manis.. bangunlah sayang 3 Titik"
ada yang menepuk nepuk pipi lebam seorang gadis yang sedang tergeletak di lantai disertai atributnya yang sangat menyiksa. kedua matanya ditutup kain hitam. kaki dan tangannya diikat kencang dengan tali serabut yang menyebabkan luka lecet dibagian tersebut. tubuhnya lemas tak berdaya dalam balutan gamis yang ia kenakan sebelum ia menginjakan kaki ke Bandung.
"jangan menyentuhku!" bentak Sina yang mulai tersadar dari pingsan setelah mendapati seseorang menyentuh area pipinya. ia menarik wajahnya agar orang tersebut tidak menyentuhnya lagi. rupanya tindakannya nihil. seseorang itu mengelus pipinya lembut.
"ku bilang jangan menyentuhku! apa kamu tuli, heuh"!" nada bentak itu terdengar semakin keras disertai amarah luar biasa. sedangkan seseorang itu hanya berdecak santai.
"galak sekali rupanya istri dari tuan terhormat Azka Syandana Prama ini ya" Sina menyimak jenis suara tersebut. jenis suara arogan yang menyeramkan. ia sempat merinding dibuatnya. tapi ia tidak mengenali suara tersebut.
"siapa kamu!" Sina memalingkan kepalanya ke kanan dan ke kiri hanya untuk menghindar dari sentuhan tangan seseorang itu. bentakannya sangat tidak mempan. sebisa mungkin Sina terus menghindar darinya. bahkan sedari tadi kedua tangan itu memelintir tidak jelas agar terlepas dari jerat tali yang mengunci dirinya.
"jangan terburu buru cantik. kelak kamu akan tahu setelah aku membuka penutup matamu. bersabarlah" suara itu semakin menjijikan sekali. Sina mendengus kasar. ia menyeret mundur tubuhnya hingga berujung pada lemari yang berada dibelakangnya. tiba tiba tubuh itu bergetar hebat. kemudian Sina menekuk lututnya di pojok sudut ruangan. bibirnya terlihat mengucapkan sesuatu. sesuatu yang menjadi satu satunya penyelamat dirinya.
"allah.. allah.. allah.." kalimat itu terus terucap dari bibirnya dengan bergetar. seraya bertanya apa yang terjadi dengan dirinya. ia tidak ingat sama sekali. yang ia ingat hanya sebuah kenikmatan yang ia rasakan bersama suaminya malam itu. lalu ketika ia tertidur, semuanya terasa gelap. sejenak ia mengingat aroma obat bius menyengat di area hidungnya. setelah itu disinilah ia berakhir. ditempat ia ia tidak tahu sama sekali. dari aroma ruangan tersebut, tercium aroma lilin therapy yang samar samar. lalu tempat ia bersandar dalam pengerat ada lemari besar. kemungkinan ini adalah sebuah kamar. dan si pemilik suara seseorang yang menculiknya, ia seperti pernah menemui suara tersebut. tapi dimana" nampaknya suara khas itu terdengar setelah sekian lama. saking lamanya ia tidak mampu mengingat. lalu apa alasan dia menculik Sina"
Sina mendesis kala mendengar manusia keji itu berbicara dengan seseorang. apa katanya" Suntik mati" untuknya" nafas gadis itu tercekat. ia menggeleng cepat seraya menendang nendangkan kakinya ke depan berusaha mundur namun tidak bisa. lemari di belakangnya sudah seperti bodyguard besar yang menahan tubuhnya. Sina berbisik takut.
"ku mohon jangan.. ku mohon jangan bunuh aku!" erangnya dilanda ketakutan yang luar biasa. lidahnya kelu tak mampu berucap apa apa. hanya ketakutan yang semakin melebar yang ada dalam diri gadis itu.
"tenang saja nona cantik. kamu masih punya waktu satu jam untuk menghirup nafas kehidupan yang fana ini. bahkan nanti aku beri kamu kesempatan sebelum mati, untuk melihat wujud asli ku dan orang yang bersamaku. semoga saja itu menjadi kenangan terindahmu yang bisa kamu adukan kepada Tuhanmu nanti" Sina merasakan seseorang mengelus lengannya dari atas hingga ke jemarinya. gadis itu merinding hebat dikuliti rasa takut yang luar biasa. bahkan untuk menangis pun sulit. penutup matanya mengikat kuat bagian kepala.
"kamu bukan Tuhan! kamu tidak berhak atas hidup dan mati seseorang! bisa jadi kamu yang akan mati terlebih dahulu" meskipun begitu Sina tetap mampu melawan ocehan menyeramkan orang tersebut. apalagi menyangkut Tuhannya. disisi lain dirinya menguatkan bahwa kejadian ini tengah disaksikan Tuhan." tentu Allah akan berpihak pada hambaNya yang terdzalimi. setidaknya ada secuil harapan itu dalam diri Sina.
"benarkah begitu" menyeramkan sekali rupanya" suara orang itu menyahut "ya, Tuhanmu lah yang berhak atas hidup dan matimu. walau aku melakukan ini sekalipun" Sina merasakan sesuatu yang tajam menyentuh kulitnya. ia yakin sekali itu jarum suntik. meski tidak sampai menusuk, ujung benda itu cukup membuatnya semakin panik "bagaimana" sudah merasakan sensasi kematian disana" atau kamu sudah ada bayangan bagaimana menghadapi malaikat pencabut nyawa?" tak ada lagi yang bisa Sina lakukan. hanya menyebut Allah Allah dan Allah dalam hembusan nafas pendeknya.
"begini saja. aku tidak akan membuatmu kesepian di dalam neraka nanti. karena nanti teman sejatimu akan menyusulmu kesini. kamu bersedia untuk menunggu, bukan?" Sina bergeming. teman sejati katanya" apa itu artinya ada korban lain selain dirinya. tapi siapa" itu artinya korban kedua tersebut juga akan mengalami hal yang sama"
Sina menarik nafas dalam dalam. mengambil energi positif dalam kondisi seperti ini memang sulit. tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap berpikir jernih. orang seperti mereka jangan dihadapi dengan emosi. itu akan membuatnya bahagia bukan kepayang. cukup tenang namun pasti. Allah bersamanya.
"tentu silakan saja. aku menunggu. kau harus ingat! aku mempunyai Allah yang tak bisa kamu kalahkan. mengerti?" Sina mengancam.
"bawa Tuhanmu kesini!!" orang itu mencengkram pipi Sina kuat kuat "tunjukan padaku bahwa Tuhan sedang bepihak padamu. cepat!!!" Sina mencium aroma alkohol dari mulut orang itu. ia terdiam dalam ketakutan yang tersembunyi. selagi berharap dalam hati.
tiba tiba saja ia teringat suaminya. sedang apa dia" apa ia tahu istrinya sedang dalam bahaya" ia terus bermunajat agar Allah mengirim pertolongan dan menjaga Dana dimanapun ia berada.
maafkan aku bila tidak disisimu, mas. Sina tertunduk dalam munajatnya.
*** 20. Cahaya Bertasbih Dana duduk gelisah di jok belakang mobil. merubah rubah posisi duduknya. tangannya tak henti bermain di atas layar ponsel. sorot kekhawatiran terpancar dari mata sayu tersebut. pikirannya menerawang jauh. imaginasinya atau bayangan buruk akan sesuatu sedari tadi menghantuinya. berlari lari tidak jelas. sesekali ia memekik frustasi hingga membuat sopir taksi yang mengantarnya tak enggan menanyakan apa yang terjadi pada penumpangnya tersebut. Dana hanya bisa mengulum senyum seraya mengatakan tidak ada apa apa.
setelah menghubungi pihak kepolisian agar mengerahkan seluruh pasukannya. tapi untuk sementara ini Dana mengarahkan mereka untuk ke rumahnya terlebih dahulu. menyiapkan rencana. ia tahu ini adalah perbuatan sarah. siapa lagi gadis yang memiliki seribu macam cara untuk memuaskan ambisi kotornya. bahkan sempat sempatnya ia mengambil kembali jam tangan pemberiannya untuk Dana. dan satu hal yang ia pertanyakan. bagaimana bisa dia menculik aya selagi dirinya tertidur" sedangkan Dana termasuk pria yang peka terhadap sesuatu. terutama saat tidur. bahkan ia bisa merasakan jika ada seseorang yang berjalan mengendap ngendap melewatinya kala tertidur. tapi benar kan" Sarah mempunyai segudang akal yang tidak terlampaui logika. dia bahkan membius Dana agar ia tak sadarkan diri dalam waktu lama.
ponselnya berdering. panggilan dari idzar
"assalamualaikum. ada apa dzar?" ia menjawab dengan tenang.
"waalaikumsalam, bang lo dimna" gue lihat mobil lo barusan" idzar yang berada disana tak kalah panik.
"lo ikutin mobil gue, dzar! jangan sampai kehilangan jejak. setelah itu kabarin gue dimana lokasi mobil itu berhenti. ngerti?" Dana mengintruksi menggebu gebu. seolah tak ada orang lain yang mendengarnya. sopir taksi dihadapannya harus berulang kali menengok ke belakang.
"gue lagi di belakang mobil lo bang. sepertinya ke arah cibubur. ada apa sebenarnya,bang?" tanya Idzar lewat headset di telinganya. matanya fokus pada jalanan juga mobil xenia berplat B 6423 TYH. sesekali ia memicing untuk mempertegas siapa sosok di dalam mobil tersebut.
" aya diculik" Idzar hampir kehilangan keseimbangan. karena terkejut ketika tahu Sina diculik. ia pun menambah kecepatan motor maticnya. tapi satu yang membingungkan. menurut sepenglihatannya. di dalam mobil tersebut hanya ada satu orang. sejauh ini ia tidak lihat sosok lain.
*** Sina masih dalam keadaan tak berdaya di lantai yang begitu dingin. dinginnya hampir menusuk ke dalam pori pori kulitnya. sendi sendi ototnya melemas. tubuhnya sudah seperti seonggok bangkai yang dibuang begitu saja. meringkuk lemah dalam ikatan yang menjerat diri. pandangannya masih gelap. belum ada tanda tanda si penculik akan membuka penutup matanya.
untung saja Tuhan masih memberi kekuatan pada mulutnya agar terus mengucap kalimat kalimat Allah sebagai pelindung dari segala bahaya yang mengancam.
kini ia merasakan sesuatu menarik kasar lengannya.
"duduk!" perintah dari orang yang sama. ia memperlakukan Sina seperti seekor binatang. Sina menurut. ia terduduk di atas ranjang empuk yang diperkirakan tempat tidur berukuran king size.
"apa yang akan kamu lakukan terhadapku?" pertanyaan yang sama dan dengan jawaban yang sama pula.
"kamu tuli atau idiot" sudah ku katakan aku akan membunuhmu perlahan lahan. jadi diamlah selagi menunggu ajalmu!" Sina hanya mencoba menebak nebak siapa pemilik suara tersebut. dengan memberi pertanyaan yang sama. tapi nyatanya, ia terlalu pikun untuk mengingat si pemilik suara tersebut sampai akhirnya ia mendengar suara lain disana.
"hai, ma. bagaimana?" sina memicing. mempertegas pendengarannya. kali ini ia sepertinya tahu pemilik suara kedua.
"lihat saja sendiri. kamu sendiri bagaimana, nak" berhasilkah?"
"lihat saja sendiri" Si pemilik suara kedua memberikan amplop cokelat. "baiklah. bagaimana jika kita buka penutupnya" aku yakin gadis manis dihadapan kita ini sudah tidak sabar melihat kecantikan kita, ma" suara itu terdengar berada dimuka Sina. semakin jelas semakin menguatkan keyakinan Sina bahwa ia mengenal suara tipis tersebut.
dan benar. setelah seseorang membuka penutup matanya, Sina memandang bengis dua orang gadis dihadapannya.
"sudah kuduga. kamu dalang dari semua ini" Sina menggeretakan giginya. menatap benci pada dua gadis berbeda usia jauh disana. "apa salahku padamu, sarah!" Sina memekik. sejenak emosinya kembali memanas. andai kedua tangan dan kakinya tidak terjerat seperti ini. ia sudah menghabisi gadis molek dihadapannya. kini pandangannya berpindah pada sosok lain. wanita paruh baya yang tak kalah molek nan seksi berbalut baju off shoulder berwarna putih dipadu celana jeans ketat. memperlihatakan lekuk tubuh indahnya. sina mengingat ngingat sejenak. apakah ia ibunya sarah" tapi tungu! Sina pernah melihat wanita itu di tempat lain. tapi dimana" agh! bahkan setelah penutupnya dibuka pun daya ingatnya masih meragukan.
"biar kujelaskan" Sarah mendekat. merunduk mensejajarkan dirinya menatap Sina intens "bukan aku dalang dari semua ini. tapi dia" Sarah menunjuk wanita yang ia yakini ibunya sarah.
"kamu dan dia, sama saja!" nadanya terdengar bengis menatap sarah dan ibunya secara bergantian.
"aku kasihan sekali padamu. setelah menikmati malam pertama bersama Dana. kamu teronggok disini seperti bangkai busuk! dan kamu tahu" setelah melakukannya dengan kamu. Dana menikmati malam pengantinya dengan aku. dan sepertinya aku lebih memuaskan ketimbang kamu!" penjelasan tersebut diiringi tawa aneh. Sina hampir saja berhenti bernafas. benarkah yang diucapkannya" semoga bohong! Dana tidak mungkin melakukan itu!
"jangan bermimpi! suamiku tidak sebusuk kamu!" Sina mulai gusar. tubuhnya menggeliat memaksa melepaskan diri dari ikatanya. sungguh ia tidak tahan ingin merobek mulut kotor Sarah.
"ku harap kamu tidak buta" sarah menerima dua lembar foto dari Diana lalu dihadapkannya dua foto itu kepada Sina. dua foto itu menampakan foto dirinya dengan Dana dalam posisi tidur terbalut selimut putih. disana Sarah membenakam wajahnya pada dada bidang Dana.
"kami memakai jam yang sama" dengan bangga Sarah menunjukan pergelangan tangan kirinya. jam couple yang sempat dijadikan hadiah pernikahannya untuk Dana. rupanya ia memberi kado tersebut hanya untuk pemuas kesenangannya saja. bukan dari cinta yang tulus.
tak mau melihat terlalu lama, sina memalingkan wajahnya. tiba tiba pandangan sina mengabur. abu abu. jujur, melihatnya saja sudah membuat sina terluka semakin dalam. ingin sekali ia berteriak. namun ada sisi lain dalam dirinya seolah mengatakan bahwa itu tidak mungkin terjadi. Dana tidak akan melakukan tindakan bejat itu.
"kamu lihat" suamimu telah berzina denganku. dan setelah itu dia akan menikahiku dan menjadi ayah dari anak ini" Sarah memegang perutnya yang hampir membesar. Sina baru menyadari kalau gadis itu tengah hamil. lalu, dimana Abbas" dia pasti tahu kejadian ini.
"sebenarnya apa yang kamu inginkan?" Sina membendung sesuatu dimatanya. sebisa mungkin menahan agar bendungan tersebut tidak sampai mengalir lalu menurunkan harga dirinya sebagai wanita. ia enggan menangis dihadapan dua wanita berhati busuk ini.
"kali ini biar aku yang menjelaskan" kini Diana mengambil alih. ia berdiri angkuh didepan Sina.
"aku menginginkan ayahmu!" Sina memicing. ada hubungan apa wanita itu dengan ayah" otaknya berpikir.
"dulu ayahmu berjanji akan menikahiku. tapi dia memilih menikah dengan wanita sok alim itu. wanita yang kamu panggil ibu" penjelasan pertama Diana, semakin menjernihkan ingatan Sina. ia berdiam membiarkan wanita itu menceritakan kisah hidupnya.
"lalu aku pun mengikhlaskan mereka sampai aku bertemu dengan cokro" ingatannya pulih. kini sina tahu siapa wanita itu. dia tante Diana. istri Om cokro sekaligus ibu Aufa.
"Cokro adalah satu satunya pria bodoh yang mau bertanggung jawab atas kehamilanku yang dilakukan pria lain. entahlah dia sepertinya sudah tergila gila padaku. sampai sampai aku selingkuh pun dia tetap mencintaiku. bahkan sampai aku melahirkan Sarah dari pria lain. dia tetap bersikap seolah akulah bidadarinya" Diana berdecak tersenyum miring. Sina menyimpulkan bahwa kemungkinan mereka bercerai karena om cokro tidak tahan dengan kelakuan tante diana.
"dan dengan sikap sok pahlawan, ayahmu Ibnu datang sebagai penghasut hingga akhirnya kami bercerai dan cokro menitipkan fida ke keluargamu" mungkin bukan penghasut. ayah hanya tidak ingin adiknya tersiksa dengan sikap Diana. Sina menyimpulkan lain.
"dan jiwa perebut itu diturunkan ke anaknya" Diana menatap Sina tajam. sorot matanya menyeramkan "setelah ibumu merebut kekasihku. sekarang kamu yang merebut kekasih anakku! seharusnya Dana yang menjadi menantuku! menjadi ayah dari anak yang dikandungnya!" ucapnya lantang. Diana mengambil sebatang rokok dari asbak.
"itu bukan anak Dana. tapi anak dari Abbas" Sina mempertegas. kedua matanya berkilat. tidak terima harga diri suaminya diinjak injak.
Diana malah tertawa tawa tidak jelas. tawanya terdengar remeh. ia menghisap rokoknya lagi.
"abbas" kamu bilang abbas" lelaki sok alim itu".. dengar! Abbas hanyalah pria bodoh yang sangat mudah dibodohi. setelah tahu sarah hamil karena diperkosa pria tak dikenal pun orang pertama yang mau bertanggung jawab adalah Abbas. seharusnya kamu paham mengapa Abbas akan menikahi Sarah setelah anak itu lahir. karena dia tahu anak yang dikandung sarah bukan darah dagingnya. dan rencanaku menuduh Dana atas kehamilan itu gagal"
Sina bergeming. jadi, peristiwa waktu itu...tunggu! apa Abbas benar benar mencintai Sarah, sampai sampai mau bertanggung jawab atas kehamilan sarah yang disebabkan pria lain?" tiba tiba ia teringat pesan guru fiqihnya. menikahi wanita yang sedang hamil tapi janin yang dikandungnya bukan dari pria yang menikahi, hukumnya Haram. kecuali jika setelah bayi itu lahir. baru mereka bisa menikah.
"sungguh. aku tidak berniat merebut Dana dari kamu. aku tidak tahu apa apa" ungkap sina seraya memohon.
"tapi nyatanya kamu telah merebutnya!" bentak Sarah menjambak pashmina hitam Sina hingga membuatnya berantakan.
"asal kamu tahu. tanpa kamu sadari kamu juga sudah menyakiti hati sepupu kamu--Mufida aufa" Sina mengernyit. fitnah apa lagi yang harus ia dapatkan"
"pria yang disukai Aufa lebih memilih melamar kamu. dan kamu harus tahu bagaimana rasa sakit yang ia alami" tatapan Sarah merajam.
"tapi aku tidak seperti itu"
semua yang berada dalam ruangan itu menoleh pada sumber suara yang berasal dari ambang pintu.
"aku lebih sakit ketika aku mengetahui perbuatan kalian" Aufa berjalan menghampiri ketiganya. langkahnya mantap tak ada senyum terpancar sejak ia menerima telepon dari Diana bahwa dirinya sedang sakit keras. ternyata itu hanya akal akalan Diana saja untuk menggiring Aufa ke rumahnya.
"berhentilah, bu" Aufa berdiri tepat dihadapan Diana. menggenggam erat tangan Diana.
"aku hanya ingin anak anakku mendapatkan yang apa mereka inginkan, nak. aku ingin kamu menikah dengan idzar. dan Sarah menikah dengan Dana" sorot mata keibuan Diana muncul. tersimpan hasrat mewujudkan impian disana. mata itu berbinar.
"fida tidak butuh itu, bu. fida butuh ibu. fida butuh kehangatan ibu. ibu yang menjadi surga fida" Aufa memang cengeng. baru beberapa kata yang ia ucapkan sudah membuat jilbabnya basah.
"fida tidak peduli seberapa jahat ibu perlakukan fida. cukup fida saja yang menjadi korban ambisi dan amarah ibu. jangan Sina" mata gadis itu memerah. Aufa mengusap wajahnya dengan jilbab seadanya. tak peduli seberapa basah penutup auratnya tersebut.
"naif sekali kamu" Sarah berceletuk sinis. dan mendapat tatapan tajam dari Aufa.
"sekalipun aku naif. aku tidak picik seperti kamu"
"cukup!" Diana mengangkat tangan ke udara. menghentikan kegiatan drama mereka.
"kalau kamu tidak butuh semua yang aku berikan. cukup diam. jangan campuri urusanku" Diana berjalan menghampiri Sina. membawa jarum suntik yang sedari tadi sudah ia siapkan.
"sayang sekali kamu harus menjemput ajalmu sendirian. bersiaplah menghadapi malaikat izroil" ucap Diana berbisik parau bersiap menancapkan jarum suntik berisi cairan mematikan.
"ma, ini diluar rencana kita. dalam kesepakatan, kita hanya memberinya pelajaran. bukan membunuhnya!" Sarah melotot menghentikan gerakan Diana.
"dalam melakukan sesuatu tidak boleh setengah setengah sayang. dengan gadis ini mati, kamu bisa mendapatkan segalanya" Sina memejam mata kuat kuat. menyucap tasbih berulang kali. menyerahkan segala dirinya kepada sang maha pemilik segalanya. maha pemilik hati ini. maha pemilik hidup dan matinya.
'kamu tahu arti nama sabriana Cahaya"'
'apa bu"' 'Sabriana Cahaya memiliki arti Mawar putih yang bercahaya. ibu suka sekali bunga mawar. cantik dan menawan. tapi sulit didapatkan . kecuali manusia tertentu. dan kenapa berwarna putih. karena ibu ingin kamu menjadi wanita suci yang indah. yang disukai banyak orang. dan selalu bercahaya. seperti Allah menciptakan Malaikat'
sina teringat ibu. kalimat kalimat indah itu terngiang begitu saja ketika ibu memberi tahu jelas tentang arti namanya. ada unsur Cahaya disana. kelak menjadikan Sina seperti Cahaya yang menerangi sekitarnya. Sekali lagi Sina mengucapkan kalimat tasbih ketika jarum itu nyaris mendekati kulitnya.
"mas Dana 4 Titik" Sina bergumam lirih menyebut nama Dana. membiarkan lengannya jadi santapan Diana.
"yang kalian butuhkan sudah datang"
lagi lagi aktifitas Diana terhenti lagi. kini yang menghentikannya sudah berada di tengah tengah mereka.
"ini kan yang kalian tunggu?" pria itu Dana. seluruh pasang mata tertuju pada pria itu. ia berjalan mantap dengan sorot mata tajam. sedetik kemudian sorot ketajaman itu menurun tatkala melihat kondisi istrinya. Sina tergulai lemas tak sadarkan diri dalam jerat tali yang menyiksanya. Sina mengalami shock yang luar biasa. rahang Dana mengeras. kedua tangannya mengepal keras penuh benci.
"mas dana?" itu suara Sarah. ia menghamburkan diri ke dalam pelukan Dana. dana segera menepis perlakuan itu. kebenciannya pada sarah tumbuh subur dalam dirinya sekarang.
"jangan pernah menyentuhku" kalimat singkat itu bak pisau belati yang mampu merobek robek lalu mengiris ngiris hati Sarah. namun ia tetap kekeuh berusaha memeluk Dana.
"sekali lagi ku katakan. jangan pernah menyentuhku. aku hanya milik istriku. mengerti?" penolakan halus namun miris. Diana yang melihatnya geram. ia tidak terima putrinya di permalukan seperti itu.
"aku bersumpah! kamu akan menerima pembalasan atas perlakuanmu, Dana!"
tepat Diana selesai mengucapkan sumpah serapahnya. saat itu pula tangan kanannya mengarah pada tubuh Sina.
Dana bergerak cepat menahan pergelangan tangan diana. dibantu Aufa dan Idzar--yang entah sejak kapan dia muncul berada disana.
"gadis ini harus mati!!" kekuatan Diana sangat kuat. sampai sampai Dana mengeluarkan tenaganya kuat kuat agar jarum suntik itu tidak menancap di tubuh istrinya.
"ibu hentikan.. bu" pinta Aufa seraya menahan tubuh diana agar menjauh dari sana.
melihat keadaan semakin kacau. sarah terpaku mengamati ibunya sedang di keremuni orang banyak. otaknya kosong. tak harus melakukan apa. namun tiba tiba ia memilih turut bersama yang lainnya menahan Diana agar tidak melakukan tindakan keji.
Winnetou Kepala Suku Apache 2 Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Menuntut Balas 20