Pencarian

Cewek Cetar 1

Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra Bagian 1


01. Chapter 01-05 Cewek Cetar Oleh Zaeemaazzahra Soraya Aldric, cewek paling cetar di SMA 5 Cendrawasih. Hobinya keluar masuk ruang BK. Dan setelah kejadian menggemparkan di malam diklat, dia kini mempunyai
hobi baru, yaitu membully Arsyaf, si the most wanted boy. Pertengkaran mereka lama-kelamaan menjadi sebuah persahabatan. Hingga akhirnya...
Chapter 1 [Raya Pov] Hoaaaam.... gue menguap tanpa menutup mulut dengan mata setengah mengatup. Gila! Pematerinya bosenin banget cuuuy!! Udah berkumis, tua-tua datar, mukanya
sebelas duabelas sama bokap gue lagi!
Sumpah! Gue capek banget setelah seharian penuh lari-lari gak jelas karena dihukum panitia, nulis materi yang gak jelas juga (soalnya mata gue minus tiga),
dan ditambah lagi ada beberapa temen yang kesurupan. Entah kesambet apa tuh anak!
Di tengah semua kekesalan itu, Seeeerp! Lampu tiba-tiba mati. Beberapa temen yang sok cantik teriak. Padahal gak ada yang cantik menurut gue. Jadi, gak
usah kecentilan! Toh cuma mati lampu.
Pak Bambang pun beraksi, mengatasi masalah malah nambah masalah. Bapak-bapak paruh baya itu nyuruh Arsyaf ke depan buat benerin lampu. Helloooow! Yang
ada cewek-cewek kecentilan itu bukannya diem malah tambah jingkrak-jingkrak kayak kuda lumping tau!
Daaaaaan......tebakan gue bener! Hampir seluruh cewek yang ada di dalam ruangan teriak-teriak. Sekarang bukan karena lampunya mati. Tapi karena ada cowok
ganteng lewat. Eiiits....terus, kenapa tadi sebelum Arsyaf dateng mereka udah teriak-teriak" Berarti sekarang mereka nggak takut lampu mati dong" Oh iya!
Perlu di garis bawahi, kalau saat itu Arsyaf pakek celana longgar sedengkul ya.....
Tik tok tik tok.....Arsyaf melangkah. Hampir semua cewek bertingkah padahal lagi mati lampu. Nggak mungkinlah Arsyaf ngeliat tingkah-tingkah sok imut mereka.
Mereka itu emang terlahir bodoh atau gimana sih"
"Arsyaf, tolong pasangkan lampu ini," kata Pak Bambang pada cowok tinggi semampai itu.
"Baik, Pak." Arsyaf nggak menolak. Dia emang anak yang nurut walaupun kadang-kadang dia koplak juga kayak gue. Hiks hiks hiks.....
Langsung aja Pak Bambang dengan dibantu beberapa teman yang lain menata bangku terus ditumpuk kursi buat Arsyaf biar bisa benerin tuh lampu. Setelah Pak
Bambang mengecek tuh bangku udah bener atau enggak, Arsyaf dipersilahkan naik.
Eaaah Eaaah Eaaah....lagi-lagi cewek-cewek teriak-teriak nggak jelas. Mulutnya tolong dikondisikan ya, batin gue. Ah, gue malas menjadi publik figur di
sekolah jadi kali ini gue diem aja soalnya capek. Pengen tidur! Secara ini udah jam sebelas cuy! Masih aja dijejeli kajian-kajian yang menurut gue nggak
penting. Arsyaf pun naik ke atas kursi, naik ke atas bangku, terus naik ke atas kursi yang sengaja ditata di atas bangku. Yaaaaa begitulah. Remang-remang bisa gue
lihat gerak-gerik teman-teman termasuk Arsyaf yang sekarang jadi titik fokus. Cewek-cewek pada melongo. Terpesomsom rupanya. Eh, maksudku terpesona. Hehehe
Arsyaf memutar bola lampu dari atas, sedangkan pak Bambang memegangi tumpukan bangku kursi itu biar seimbang. Aaaaarghh! Tiba-tiba semua orang terperanjat
kaget bukan main ketika Arsyaf kehilangan keseimbangan.
"Aaaahhhh!" Teriak Arsyaf.
Pak Bambang pun tentu aja ikutan kaget dan langsung memegangi celana longgar Arsyaf. Eiiits! Tiba-tiba gue lihat pantat dengan boxer abu-abu. Sebenernya
gue nggak tau apa warna boxer yang dipakek Arsyaf soalnya dalam keadaan masih mati lampu semuanya kelihatan abu-abu di mata gue.
Telolet telolet telolet. Aaaaargh!! Teriakan cewek-cewek centil semakin tak terkendali. Mereka langsung jingkrak-jingkrak kegirangan seperti kesurupan
aja. Huuuft! Mereka bahkan nggak menutup mata saat ada adegan vulgar kayak gitu.
Ada apa dengan gue" Gue" Lo tanya gue" Tentu aja saat adegan itu terjadi, gue tutup mata lah! Walaupun gue tetep lihat di antara celah jemari gue. Hehehe.... Chapter 2
[Raya pov] "Wahahahahaha......" gue tertawa terbahak-bahak sambil pegang perut. Begitu juga peserta diklat yang lainnya.
Dari balik jemari gue, gue bisa lihat si Arsyaf gelagapan benerin celananya. Suiiit suiiit..... salah seorang peserta diklat bersiul seolah ngeledekin
si idola sekolah itu. Seketika ruangan diklat menjadi riuh dengan suara teriakan cewek-cewek centil dan tawa anak-anak jail kayak gue.
Heeem......sepertinya gue bakalan punya hobi baru nih, kata gue dalam hati sambil tersenyum jahat. Hahahaha.....
*** Seperti biasa, di dalam kelas gue menyandarkan dagu gue di atas meja. Sumpah! Gue masih ngantuk coy! Dengan mata setengah mengatup, samar-samar gue lihat
Arsyaf memasuki kelas. Ha" Arsyaf masuk kelas" Mata gue yang tadinya lengket pengen merem tiba-tiba terbelalak lebar seolah tuh mata pengen loncat keluar.
MUKE GILE COY! Punya nyali juga dia masuk sekolah setelah insiden menggemparkan pas diklat tempo hari. Apa gue harus pamerin hobi baru gue sekarang" Lidahku
ini rasanya sudah gatel banget pengen usilin si cowok idola itu biar kekerenannya berkurang! Hahahahaha..... NGGAK JADI NGANTUK AH!
"Hei Arsyaf!" Celetuk gue sambil meringis.
Dia menoleh. "Hm?"
Gue berjalan menghampiri dia yang masih berdiri di dekat pintu. "Lo nggak malu apa?"
"Malu kenapa?" Tanyanya sok-sokan lupa kejadian kemarin.
"Ya elah! Pakek acara pura-pura lupa segala lagi!"
Semua temen yang ada di dalam kelas menyimak percakapan kami. Bravo! Saat temen-temen lagi nyimak, gue pengen mempermalukan si Arsyaf biar kekerenannya
berkurang. Ya! Itulah rencana gue sejak awal. Hahahaha....dalam hati gue tertawa jahat.
"Gini ya, Rayap! Gue nggak paham apa yang elo bicarain," kata cowok berkulit putih itu dengan gayanya yang sok cool.
"What"! Apa lo bilang" Rayap" NAMA GUE RAYA! NGGAK USAH NAMBAHIN HURUF P KELEES!!" bentak gue songong.
Hahahahaha.....suara tawa temen-temen satu kelas tiba-tiba berhamburan ke seluruh ruangan. Waduh! Ini namanya bukan dia yang gue permalukan! Tapi dia yang
mempermalukan gue! "Terus siapa ya.....yang pakek boxer warna pink-pink polkadot kemarin malem?" Gue mulai ngibul. Padahal, kenyataannya gue nggak tau warna boxer yang dipakai
Arsyaf. Ah, nggak apa-apa! Biar lucu, terus biar dia semakin malu.
"Syaf! Beneran lo pakek boxer pink polkadot?" Celetuk Zen, si pentolan sekolah.
Hahahaha.....kelas kembali riuh dengan suara tawa temen-temen yang kali ini menertawakan Arsyaf. Jujur, gue seneng banget ketika lihat muka merah Arsyaf
yang kebingungan nggak tau harus ngelakuin apa.
"Eh Rayap! Jangan sok tau lo! Gue pakek boxer warna abu-abu bukan pink! Apalagi polkadot!" Sanggah Arsyaf geram.
CIAAAAAH!! DIA MALAH NGAKU! Dia itu terlahir pe'ak atau terlahir goblok sih" Bisa-bisanya dia malah ngaku kalau boxer yang dia pakek tempo hari warna abu-abu.
Itu kan malah buat dia malu sendiri! Yes! Rencana gue berhasil! Lagi-lagi temen-temen satu kelas mengeluarkan bom tawa.
"Ooooh....jadi boxer elo warnanya abu-abu?" Tanya gue jail.
"DIEM LO!" Bentak Arsyaf semakin jengkel.
"Denger ya, Syaf! Kalau gue jadi elo, gue nggak bakal masuk sekolah tujuh hari tujuh malem! Mungkin juga gue bakalan pindah sekolah."
"Eh, Rayap! Lo itu jengkelin banget ya!"
"Biarin aja! Weeeek...." Kata gue sambil menjulurkan lidah.
Tiba-tiba Arsyaf mendekatkan kepalanya ke telinga gue. "Ingat! Gue akan membalas semua penghinaan ini. Cam kan itu!" Bisiknya.
Ih! Gue sedikit bergidik ngeri. "Oke! Gue tunggu pembalasan lo!"
Chapter 3 [Arsyaf pov] Hari ini gue sebel banget! Kebayang nggak sih rasanya jadi gue" Celana lo tiba-tiba melorot di depan khalayak ramai terus lo difitnah pakek boxer pink
polkadot" Rasanya gue pengen mati aja. Ini semua gara-gara si RAYAP, cewek cetar! Mulai sekarang, gue harus menyusun rencana agar gue bisa membalas semua
penghinaan si Rayap nggak jelas itu. Tapi....gimana caranya ya"
*** "MAMA......." teriak gue saat membuka pintu rumah.
"Ya ampun Arsyaf! Bukannya salam malah teriak-teriak. Emangnya ada apa sih?" Tanya Mama.
"Pokoknya ini semua gara-gara mama!"
"Maksud kamu apa, Syaf?"
"Iya. Gara-gara mama, aku sekarang di bully temen-temen satu sekolah!"
"Lho kok bisa?" Mama gue kelihatan kaget.
"Kalau aja mama nggak salah nyiapin barang-barangku buat diklat, mungkin sekarang aku nggak akan di bully!"
"Kok bisa mama yang salah?" Tanya mama yang masih belom nyadar.
"Iya. Kemarin mama salah taruh celana papa ke ransel Arsya," papar gue.
"Terus?" Yaaaa elah, nyokap gue malah meringis.
"Terus pas Arsyaf di suruh Pak Bambang benerin lampu, akhirnya tuh celana jadi kedodoran alias melorot!"
Hahahahahaha..... AMPUN DAH NYOKAP GUA! Bukannya malah prihatin malah tertawa geli.
"Itu berarti salah kamu sendiri, Syaf!" Kata mama.
"Kok bisa salah Arsyaf?"
Mama mengulum tawa. "Kalau kamu udah tau celana itu ketuker sama celana papa, ngapain juga masih kamu pakai?"
Plaaaak gue nge-jitak kening gue sendiri. Kalau dipikir-pikir, bener juga kaya nyokap gue. Ternyata gue yang bodoh. Dan alhasil dari kebodohan gue, gue
harus menanggung malu SEUMUR HIDUP!
Tunggu! Kalau gue pakek celana papa, berarti sekarang papa di Bali pakek celana siapa dong" Oh, tidak! Pasti papa pakek celana gue! AMPUN DAH!!
Kriing....Kriiing....Kriiing....
Suara ponsel mama berdering nyaring. Mama langsung buru-buru mengangkatnya.
"Halo, Ma!" Terdengar suara papa. Rupanya hape mama nggak di silent.
"Ada apa, Pa?" Tanya mama.
"Ini celana kok sempit banget ya?" Tanya papa dengan lugunya.
Gue dan nyokap gue yang saat itu ada di rumah saling memandang. Kemudian tak lama setelah itu kami tertawa bareng.
"Lho kok malah ketawa?" Tanya papa keheranan.
"Iya. Maaf, pa. Mama keliru packing. Celana yang papa bawa itu ternyata celana Arsyaf, pa."
"Terus Arsyaf gimana" Berarti pas diklat dia pakek celana papa dong?"
GILAAAAK! Percakapan apa ini" Kenapa papa malah nanyain itu" Kan udah jelas gue bawa celana papa.
"Ya gara-gara itu, Pa! Arsyaf jadi....." sebelum mama melanjutkan apa yang ada di pikirannya, gue langsung rebut tuh hape dari tangan mama.
"Udah ya, Pa! Daaaah!" Langsung aja gue akhiri telepon dari papa.
Nggak lucu kan kalau papanya si Rayap itu tau" Secara bokap gue itu mitra kerja bokapnya si Rayap. Dan sekarang, bokap gue ama bokapnya si Rayap lagi nge-trip
ke Bali. Bisa-bisa tingkah si Rayap makin ngeselin di sekolah.
Chapter 4 [Raya pov] Baru mulai memasuki gerbang sekolah, bulu kuduk gue udah berdiri kaku saat ngeliat dua cabe-cabean lagi ngadain acara bisik-bisik tetangga. Mereka ngelihatin
gue dengan tatapan risih. Ada apa ini sebenernya" Begitu pula pas gue berjalan di sepanjang koridor sekolah! Sepertinya temen-temen lagi nge-gosipin gue
deh. Mereka tampak bersikap aneh ketika gue lewat.
"Raya!" Tantri, menepuk punggung gue dari belakang. Gue menoleh kaget.
"Lo nggak denger tentang gosip terbaru?" Tanya Tantri.
Gue geleng-geleng blo'on. Gak tau apa-apa.
"Ada gosip terbaru tentang lo!" Kata cewek pendek, mungil, cantik yang ada di hadapan gue.
"Gosip" Gosip apaan?"
"Gue denger, elo itu stalker."
"WHAT!! GUE STALKER"!" Kata gue yang kaget bukan main.
"Kaget ya kaget aja! Nggak usah muncrat!" Omel Tantri sinis sambil ngusapin mukanya pakek tisu.
Gue meringis. "Hehehe sori."
"Mau denger lanjutan gosipnya nggak?"
Gue cuma manggut-manggut mengiyakan.
"Katanya, lo itu suka stalking facebooknya Arsyaf," lanjut Tantri setengah berbisik.
"WHAT"!" Gue muncrat lagi.
"Ah, udah ah! Gue nggak mau cerita sama lo lagi! Dari tadi liur lo muncrat-muncrat ke gue! Bye!" Ujar Tantri judes terus berlalu begitu aja dari hadapan
gue. Gue masih berdiri di tempat yang sama. Mematung memikirkan gosip-gosip yang beredar. MUKE GILEEEEE!! GUE SUKA STALKING FACEBOOKNYA ARSYAF" Fitnah keji
macam apa ini, Tuhan" Pasti ini kerjaan si cowok bego IQ 0,5 itu! Ya! Siapa lagi kalau bukan Arsyaf"
Dengan semua kekesalan gue, gue berlari menuju kelas, kemudian mencari si penyebar fitnah. Si cowok super ngeselin itu langsung menoleh ke arah pintu ketika
gue masuk. "Arsyaf, gue mau bicara sama lo!" Ucap gue lantang.
"Ciyeee ciyeeee.....ada yang lagi kasmaran nih yeeee" kata Zen, ketua geng The Shadow. Dan berkat dia, semua orang jadi ngetawain gue. Okeh! Gue akan buat
peritungan sama dia nanti setelah gue menyelesaikan urusan gue sama Arsyaf.
Gue pelototin tuh si Arsyaf, cowok paling nyebelin yang pernah gue kenal. "Lo yang nyebar fitnah keji itu, kan?"
"Kalau iya, emangnya kenapa?" Kata Arsyaf nyolot.
"CARI MATI LO, YA"!" Bentak gue marah tapi gak sampek muncrat.
Arsyaf berdiri dari tempatnya, tubuhnya sedikit membungkuk untuk menyamai tinggi badanku. "Denger ya, Rayap! Lo yang pertama kali menfitnah gue. Lo bahkan
nyebarin gosip ke temen-temen kalau gue pakek boxer pink polkadot. Dan sekarang....gue hanya ngelakuin hal yang sama!"
"Ooooh jadi ini pembalasan lo" Oke! Gue terima tantangan lo!"
"Gue tunggu pembalasan lo ya, cewek cetar!"
Gue tersenyum sinis dengan salah satu ujung bibir tersungging ke atas. "Lo nggak usah repot-repot nunggu pembalasan gue. Karena gue akan membalasnya sekarang
juga!?" Jleeeeb! Gue langsung menginjak dengan kuat kaki cowok songong yang ada di hadapan gue.
"Ooouch!" Teriak Arsyaf sambil meringis kesakitan.
"Inget! Jangan sekali-kali lo cari ribut sama gue! Lama-lama gue gibeng lo!"
"RAYAAAAP......"
YES YES YES! Kali ini gue nggak akan kalah. Jangan panggil gue Raya kalau gue nggak bisa melakukan pembalasan. Hahahaha......
"Raya?" Sapa seseorang dari belakang. Suaranya terdengar nggak asing.
Gue menoleh. Mata gue terbelalak lebar ketika melihat Renan berdiri di hadapan gue. "Renan" Kenapa lo bisa ada di sini?"
"Gue pindah ke sekolah ini."
"Apa" Lo pindah ke sini?" Tanya gue kaget sampek-sampek gue lupa tadi gue ngomong sama si Arsyaf.
"Iya. Mohon bantuannya ya...." ujar Renan sambil tersenyum manis ke gue.
Jujur, gue jadi salah tingkah melihat senyum manis yang ditumpahkan Renan. Gimana enggak" Secara dia itu udah ganteng, baik, pinter main bola lagi! Ditambah
lagi kulitnya sawo mateng. Nggak tau kenapa, gue suka sama cowok yang kulitnya sawo mateng. Menurut gue, cowok berkulit gelap itu terlihat lebih maco,
lebih kuat, dan lebih gagah.
Dan menurut gue, cowok yang kulitnya putih itu terlihat LEMAH, CEMEN, DAN..... LOYO! Contohnya aja si Arsyaf. Gue jadi heran kenapa cewek-cewek satu sekolah
pada nge-fans sama si Arsyaf ya" Mungkin aja mata mereka lagi kesambet jin iprit! Ih sereeeem!
"Siapa dia?" Arsyaf melirik Renan dengan sinis.
"Ih kok kepo" Jangan-jangan yang suka stalking itu elo!" Gue malah nyolot.
Renan mengulurkan tangannya ke Arsyaf. "Kenalin! Gue Renan, sahabatnya Raya."
Arsyaf menjabat tangan Renan tegas. "Gue Arsyaf. Gue pacarnya Raya!"
Chapter 5 Semua orang di kelas cuma melongo mendengar pengakuan Arsyaf termasuk gue. Mata gue seolah udah keluar noh dari wadahnya! Melotot kaget. Renan melirik
gue terus gue malah dadah dadah nggak jelas seakan pengen ngomong "ENGGAK!!" ke Renan.
Plaaaak.... langsung aja gue tabok tuh punggung lebar! Arsyaf langsung mengerang kesakitan. Hei, kok gue jadi ngerasa bersalah sih" Semua orang pun ketawa
terbahak-bahak. Gue menoleh ke kanan lalu ke kiri. Semua pemandangan sama! Gue cuma lihat orang-orang pada ngetawain gue.
"Ciyeee.....ciyeee..... KDRT nih yeee.... suiiit suiiit..." Zen lagi-lagi cari gara-gara sama gue.
Renan tiba-tiba mengacak-acak rambut gue lembut. "Lo ternyata udah gede! Bisa pacaran juga!"
Ini nggak adil, Tuhan! Kenapa hati gue malah melumer kayak gini" Semua orang kembali melongo. Dan yang anehnya, wajah Arsyaf kelihatan bete banget.
"Oh iya bro, di mana tempat duduk gue?" Tanya Renan ke Arsyaf.
Arsyaf menunjuk bangku paling belakang pojok. "Itu! Di situ! Di samping Zen."
GILAAAAK! Arsyaf nyuruh Renan duduk bareng Zen" Yang bener aja! Bisa-bisa Renan ketularan nakal terus mengenal miras! Sumpah! Kalau ada apa-apa sama Renan,
pasti gue bejek-bejek tuh si Arsyaf.
"Oke bro. Makasih," kata Renan yang beranjak pergi menuju bangku paling belakang.
*** [Arsyaf pov] Gila nih cewek bisa kecentilan juga di hadapan anak baru. Mana pakek salah tingkah segala lagi! Idiiiih buat gue pengen muntah. NYADAR DONG! Lo itu nggak
pantes bersikap sok imut. Udah item, tinggi jangkung, bawel, bermata empat pula! Gue nggak bakal biarin lo dapet pacar sekeren Renan. Bisa-bisa lo itu
sombongnya minta ampun. "Kenalkan! Gue Arsyaf. Gue pacarnya Raya," kata gue sambil menjabat tangan cowok yang ngaku kalo dia sahabatnya si Rayap.
CIAAAAH!! Ini nih yang bikin gue gemes sama si Rayap. Dia kelihatan salah tingkah di hadapan Renan. Mampus lo Raya! Kali ini gue jamin lo bakalan jomblo
seumur hidup! Hahahaha *** [Arsyaf pov] Sudah hampir seminggu Renan bersekolah di SMA ini. Dan sejak ada Renan, Cewek cetar perlahan nggak ngejailin gue lagi. Dia sekarang lebih sibuk ngobrol
sama sahabatnya itu. Kadang, gue ngerasa risih melihat kedekatan mereka. Ketawa bareng, jitak-jitakan, ngerjain tugas bareng, apa-apa bareng! Mereka kelihatan
seperti couple. Nggak tau kenapa hidup gue tiba-tiba terasa ada yang kurang. Dan yang anehnya, tiba-tiba keakraban mereka terasa annoying banget di mata
gue. "Mas Arsyaf!" Seseorang tiba-tiba ada di samping gue. "Ini. Aku punya cupcake buat Mas Arsyaf."
Gue hanya melirik ke gadis itu sebentar. Terus gue berjalan cepat meninggalkan gadis itu tanpa sepatah kata pun. Kehidupan gue seakan kembali seperti dulu.
Nggak ada yang jailin gue. Yang ada hanya cewek-cewek sok imut yang mencoba merebut perhatian gue. Mereka bahkan bersedia ngerjain PR gue, beliin gue makanan,
sampai nyuci'in baju gue. Tapi tetep aja ada yang kurang. . There is a something wrong in my life.
Pletak.... Ouch! Renan terlihat kesakitan. Raya baru saja nge-jitak keningnya gara-gara dia kalah main poker di sela jam istirahat. Tangan gue tiba-tiba mengepal.
Rasanya pengen banget gue nonjok si Renan. SADAR ARSYAF! SADAR! Ada apa dengan lo" Kenapa lo jadi nggak rasional gini sih"
02. Chapter 06-10 Chapter 6 [Raya pov] Renan ngeluarin 3 diamond. "Ray, Tantri itu orangnya kek gimana sih?" Tanyanya tiba-tiba.
Gue susul 4 sekop. "Tantri" Dia....baik, cantik, dan juga pinter. Oh iya! Dia selalu ranking satu lho!"
Kali ini Renan ngeluarin 7 hati. "Yang bener"!" Tanyanya kaget.
"Ngapain lo tanya-tanya soal dia" Suka ya lo?"
Jujur, gue sedikit ngenes ketika Renan kepo tentang Tantri. Tapi gue coba nahan. Gue nggak boleh hancurin persahabatan ini hanya gara-gara gue suka sama
Renan. Setelah nenangin diri, gue keluarin kartu poker, 2 diamond.
"Gila lo! Kartu kecil aja langsung lo poker! Nggak takut kalah di ujung, buk?" Ledek Renan.
"Enggak!" "Ray, lo kan sahabatan sama gue sejak kecil nih! Boleh nggak gue minta lontong..... eh! Maksud gue minta tolong."
"Minta tolong apa?" Tanya gue sambil ngeluarin kartu 5 sekop.
Renan membalas kartu gue dengan kartu 10 sekop. "Kenalin gue ke Tantri ya!" Pintanya memelas.
Gue terhenti. Hati gue berkecamuk. Tapi gue tahan. Lalu gue tersenyum mengiyakan.
*** "What" Renan mau kenalan sama gue?" Mata Tantri melebar kaget.
"Gimana" Lo mau nggak?"
Haduuuh! Gimana ini" Nggak mau dong" Plis, jangan mau! Renan itu cinta pertama gue. Plis, tolak aja. Pliiiissss. Hati gue ngebacot sendiri.
"Mau lah!" Jawab Tantri.
Gue langsung menelan ludah dengan mata mendelik. "Sumpeh lo?"
Tantri mengangguk manis sambil tersenyum-senyum sendiri. Dia kelihatan sangat senang. Apa mungkin kita mempunyai tipe cowok idaman yang sama" Ah, kenapa
harus Tantri sih yang disukai Renan" Kenapa nggak...... gue misalnya. Ah, NGAREP!!
*** Renan" " : Ray, gmn"
Raya" " ?" : Siip bro! Dy mau" " knaln sm lo!
Renan" " : Mantap bro!
Raya" " ?" : Jgn lupa traktirn yaaa bro! AWAS LO KLW SOK LUPA!! ?"
Renan" " : tnang aja bro! Klw gw dpetin si Tntri, gue bklan traktir lo apa aja!
Raya" " ?" : Sumpeh lo"
Renan" ?" : Sumpeh samber geledek! Hahahaha
Raya" " " ?" : ini nmr.x 08577865xxxx
Renan" " ?" : Siip bro! Thank you bro!
Raya" " " " " : sama-sama bro!
Perih banget rasanya setelah chattingan sama si Renan. Dia nggak tau perasaan gue kayak gimana. GUA SUMPAHIN NGGAK LANGGENG TUH ANAK!!! IH SEBEL! SEBEL!
SEBEL! Arsyaf?" : Assalamu'alaikum....
Raya" " ?" : kum salam!
Arsyaf" " : Eh! Kl jwb slm yg bner dong! Dosa tau!
Raya" " ?" : Wa'alaikum salam. Banyak bacot ya lu!
Arsyaf" " : Biarin weeeek.... eh BTW gue boleh nyontek PR mtmatika nggak"
Raya" " ?" : eh, ksmbet apa lu mau nyontek ke gua" PINTER AJA ENGGAK!!
Arsyaf" ?" : ya elah! Emangx nyontek hrs k org pnter y"
Raya" " ?" : NAJIS NYONTEKIN LU WUAHAHAHA
Arsyaf" " : eh sori! Gk jd nyontek. Gw lupa klw lo itu cuma punya IQ 0,5 HAHAHAHA
Raya" " " : eh! Sesama punya IQ 0,5 nggak usah sling mengolok. Lama-lama gua gibeng lu!
Arsyaf" " : rankingx msih bgusan gw! Gw 11 dan lo 13!
Raya" " " : ciiiah elah! Lo dapet ranking 11 sisa nyontek aja bangga! Noh ke eyang subuuur dulu biar tokcer otak elo!
Arsyaf?" : gw asli pinter y! Lo aja yg ke mbah marijan!


Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raya" " " : Huuus! Org mati lo bwa-bwa. Klo ksambet bru tau rasa lo!!
Nggak tau kenapa, percakapan gue sama Arsyaf terasa ringan dan nyaman. Bahkan gue sampek lupa kalau gue lagi sedih gara-gara Renan mau PDKT sama si Tantri.
Aneh memang. Chapter 7 [Raya pov] Eh, kenapa tiba-tiba ada hujan yak" Emangnya hujan bisa turun di dalam ruangan ya"
"Raya banguuuun!!" Yaelah bokap gue. "Hei bangun anak bandel!"
Mata gue menyipit. Gue lihat bokap gue nyipratin aer ke muka gue. Langsung aja gue gelagapan bangun sambil mengucek mata yang masih terasa lengket bawaannya
pengen nutup aja. "Sekolah! Nih anak napa parah banget yak" Habis salat langsung mati lagi. Banguuunn!!" Bokap gue langsung bawa gue menuju kamar mandi.
"Yaaaa papa! Aku berangkat ke sekolah nggak pakek mandi. Males ah!"
"Ya elah anak perawan pakek acara kagak mandi. Nggak laku lu baru tau rasa!"
"Ih papa nih nggak jelas! Malah nyumpahin aku nggak laku! Siapa juga yang bakalan sedih kalau aku nggak laku" Papa, 'kan?"
"Kok bisa papa?"
"Iya. Soalnya aku bakalan minta nafkah terus ke papa kek parasit."
"Udah mandi sana!" Papa ngedorong gue masuk ke kamar mandi lalu mengunci pintunya.
"Pa! Buka pintunya, pa! Aku nggak mau mandi!!"
"Pokoknya papa nggak bakalan buka pintunya sampek lu mandi!" Teriak papa dari luar.
Ampun dah bokap gua. Ini nih udah jam berapa" Sudah kelewat jam setengah tujuh. Bisa-bisa telat lagi nih gue. Mampus lo Ray!
*** Di sekolah, gue udah liat Arsyaf, Renan, Zen, beberapa adik kelas dan beberapa kakak kelas yang stand by muterin lapangan. Seperti biasa, gue yang paling
telat di antara mereka bertiga. Ternyata gue lebih parah yak" Hihi gue ketawa geli sendiri.
"Soraya Aldric?" Sapa Pak Bambang yang udah berdiri di depan pintu gerbang sambil membawa tongkat rotan.
Mampus lo Ray! "Kamu telat 30 menit!" Kata bapak-bapak berperut buncit itu dengan nada tinggi.
Gue terlonjak. "Sumpeh, Pak?" Mata gue dah good bye.
"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan, kan?" Tanya Pak Bambang melotot.
Ih nggak usah melotot juga keles! Bikin takut aja! Lama-lama gue colok juga tuh mata. "Iya, Pak. Lari-lari lapangan 6 kali putaran."
"Bagus kalau kamu udah tau!"
Setelah itu, gue naruh tas gue di sembarang tempat, di atas halaman sekolah. Gue nggak takut tas itu hilang atau ada yang nyuri isinya. Soalnya di tas
itu nggak ada dompetnya. Em, lebih tepatnya nggak ada duitnya! Hahaha gue dihukum papa, nggak dikasih uang jajan selama seminggu penuh soalnya papa akhir-akhir
ini sering dipanggil guru BK. Nggak tau salah gue apa, guru BK sukanya panggil-panggil papa ke sekolah. Tuh guru BK nge-fans apa yak sama bokap gue.
"Halo, Ren!" Sapa gue sambil ikut nimbrung lari-lari lapangan.
"Parah lo, Ray! Bisa-bisanya lo telat setengah jam! Cari mati lo?" Ujar Renan setengah tertawa.
"Bolos yuk?" Goda gue.
"Pala lo pe'ak!"
"Hallah! Sok alim lo! Kek gak pernah bolos aja!"
"Eh, cewek cetar! Bolos aja sendiri! Nggak usah ngajakin orang. Waaah pengaruh negatif nih anak!" Arsyaf ikut nimbrung percakapan kami.
"Eh, siapa yang ngajak lo ngomong sih" Petir nggak ada, ujan nggak ada, colokan juga nggak ada, lo tiba-tiba ada dan ikutan nimbrung. Lahir dari batu lo?"
Gue nyolot. "Eh, emangnya gue kera sakti, lahir dari batu?"
"Enak aja lu pengen jadi kera sakti! Lo itu pantesnya jadi patkay! Babi ngepet lu!"
Renan dan Zen langsung ketawa. Peserta lari satu per satu mulai berkurang hingga tinggal kami berempat. Siapa lagi kalau bukan gue, si ratu telat sama
Arsyaf, Renan, dan Zen. "Babi ngepet" Iya. Lo yang jaga lilinnya!" Tukas Arsyaf sambil ketawa.
"Okeh! Nanti gue tiup lilinnya biar babi ngepetnya mati hahahaha...."
"NAJIS LO!!" "JAHANAM LO!" "Kalian ini kayak Tom n Jerry ya?" Celetuk Renan mengulum tawa. "Padahal pacaran! Tapi...."
"Pacaran" NGGAK LAH!" elak gue sigap.
"Katanya Arsyaf, lo sama dia pacaran?"
"NAJIS IJIS CUIIIH!!"
"Sumpeh lo nggak mau pacaran sama gue" The most famous boy di sekolah ini?" Goda Arsyaf.
Idiiiih! Pengen gue lipet aja tuh mulut! Mana karet nasi mana" rasanya pengen gue ikat tuh mulut pakek karet nasi. Biar bacotnya nggak ke mana-mana.
"The most famous boy" Pala lo pe'ak!" Ujar gue dengan napas ngos-ngosan. Ah, lupa! Gue belom sarapan! Lemes coy dibuat lari-lari gini.
Samar-samar pemandangan gue tiba-tiba kabur. Arsyaf punya kembaran" Gue lihat dua Arsyaf, dua Renan, dan dua Zen! Emangnya ini iklan sarimi isi dua apa"
Pala gue terasa pusing, dan......Braaaak gue terjatuh tak sadarkan diri.
Chapter 8 [Arsyaf pov] Braaaakkk....." Raya tiba-tiba terjatuh tak sadarkan diri. Saat itu kami, gue dan Renan bener-bener nggak sempet buat nolongin si Raya. Dia langsung nuncek
ke atas aspal. "Raya! Raya!" Panggil Renan panik. Dengan sigap, dia langsung menggendong Raya menuju UKS.
Sementara gue hanya bisa melihat mereka pergi dari belakang. Ya Tuhan! Kenapa gue jengkel banget saat melihat Renan menggendong Raya" Bahkan tangan Renan
sampai memegang paha Raya. Entah mengapa ada semacam perasaan nggak iklas.
*** [Raya pov] Samar-samar gue lihat Renan duduk di samping gue. Yang anehnya, gue juga lihat musuh babe gue. Eh! Maksudnya, musuh bebuyutan gue. Ya, siapa lagi kalau
bukan si Arsyaf, the most famous boy .
"Gilak ya lo, Ray! Pakek acara nuncek segala!" Omel si Arsyaf kesal.
Ucapannya emang ngeselin. Tapi nggak tau kenapa, gue ngerasa kalau dia lagi khawatir sama gue.
"Parah lo, Ray! Lihat!" Renan nunjuk pipi gue yang sedikit lecet. "Ini juga!" Kali ini dia nunjuk bibir gue yang juga lecet.
"Bikin jantungan aja lo!" Omel Arsyaf lagi.
"Gue udah telepon keluarga lo. Tadi yang ngangkat Kak Icha. Katanya, bokap lo lagi kerja." Renan memapah gue buat duduk. "Bentar lagi juga Kak Icha ke
sini." Arsyaf mengambil segelas teh dari atas meja lalu menyodorkannya ke gue. "Ini! Minumlah! Kata perawat, kamu anemia. Kurang makan ya lo"!" Katanya ketus.
"Belom makan! Bukan kurang makan! Ouch...." Bushet! Gue lupa kalau muka gue lagi bengep.
Gue sambar tuh gelas teh lalu meminumnya. Nggak lama kemudian, Kak Icha dateng dengan muka yang tampak kaget setelah lihat muka bengep gue.
"Astaga naga! Muke lo nape, Ray?" Tanya Kak Icha cemas. "Lo disiksa guru lo?"
Sumpah gue pengen ketawa denger Kak Icha ngomong kek gitu. Ya....ya....ya....akhir-akhir ini banyak kasus di TV tentang kekerasan pada anak. Noh Kak Icha
jadi parno pas lihat muka gue bengep kek begini.
"Enggak lah, Cha! Raya tadi jatoh sendiri!" Kata Pak Bambang yang tiba-tiba udah berdiri di ambang pintu UKS.
Perlu digaris bawahi ya! Kakak gue itu alumni sekolah ini. Dia terkenal pinter, pendiem, sopan, pokoknya anak emas guru-guru deh! Jadi, wajar kalau Pak
Bambang masih kenal sama Kak Icha meskipun udah 3 tahun Kak Icha lulus dari SMA ini.
Jangan tanya gue! Kalau Kak Icha terkenal karena kepintarannya, maka gue terkenal dengan celoteh gue. Banyak omong tapi kosong. Ya begitulah gue! Apa adanya.
Gue nggak peduli orang mau bilang apa! Walaupun sebenernya, gue juga kadang-kadang risih dibanding-bandingkan sama Kak Icha.
"Eh, Pak Bambang, apa kabar, Pak?" Sapa Kak Icha lalu ngacir langsung salim ke Pak Bambang.
Gue" Lo tanya gue gimana sikap gue kalau ketemu Pak Bambang" Ya langsung ngacir ke kantin lah! Lihat mukanya aja udah enek! Apalagi lihat perutnya yang
amber! "Sssst! Beneran itu kakak lo?" Bisik Arsyaf seolah nggak percaya.
"Iye." "Sopan banget cuy! Beda ama lo, si biang kerok sekolah!"
"Eh, sesama biang kerok nggak usah saling menjatuhkan, ya!" Ucap gue menahan sakit.
"Udah! Lo jangan banyak ngomong. Nanti luka lo tambah parah lagi!" Saran Renan. Gue cuma manggut-manggut.
Ya elah! Kak Icha malah asyik ngobrol sama Pak Bambang! Woi! Adik lo bengep woi!! Lama-lama gue dorong aja tuh anak ke neraka. Bawa gue pulang woi! Emang
punya kakak nggak peka itu sakit coy! Ini gue, si adik pengen balik pulang biar bisa bolos pelajaran matematika. Eeeeh si kakak malah nyerocos nggak jelas!
Wassalam deh! Chapter 9 [Raya pov] "Soraya Aldric?" Sapa Bu Rina. "Kamu nggak ngumpulin tugas lagi?"
Gue terperanjat. Menoleh ke kanan dan ke kiri lalu nunjuk diri gue sendiri. "Ha" Saya, Buk?"
"Iya. Kamu! Sudah tiga kali kamu nggak ngumpulin tugas."
"Ha?" Mulut gue langsung menganga kaget. "Saya ngumpulin kok, Buk!"
"Terus di mana tugasmu?" Tanya Bu Rina sambil berkacak pinggang.
"Yaaaa....saya kumpulin di ketua kelas lah!" Sangkal gue.
Bu Rina langsung menoleh ke arah Bianca, yang duduk di bangku paling depan, kanan dekat jendela. "Bianca! Kamu dan Raya ikut saya ke ruang BK!" Suruh Bu
Rina. *** Kami didudukkan dalam satu meja. Jujur, karena IQ gue yang rendah, gue masih kagak ngerti kenapa tugas sekolah gue gak nyampek ke guru.
"Bianca, apa benar Raya ngumpulin tugas ke kamu?" Tanya Bu Rina tegas.
"Enggak, Buk! Dia bohong!" Bianca mengelak.
Gue terperanjat kaget. Otak gue langsung nyambung setelah sepotong kalimat kebohongan terucap dari mulut cewek cantik, ketua kelas. Tentu aja langsung
gue berdiri sambil gebrak tuh meja sampai-sampai gue lupa ada Bu Rina yang ikutan nimbrung di meja itu.
"Raya! Duduk!" Perintah Bu Rina tegas.
"Dia yang bohong, Buk!" Sangkal gue.
"Raya! Duduk kamu!"
Gue menghela napas, mencoba meredam amarah yang udah diambang batas kayak lahar yang muncrat-muncrat noh dari atas gunung.
"Bianca, ibu tanya sekali lagi. Apa benar Raya ngasih tugasnya ke kamu?" Mata Bu Rina menajam kayak pisau di dapur master chef.
"Sumpah demi Tuhan, Buk! Raya nggak ngumpulin tugasnya ke saya."
Waaaah! Kebangetan nih anak! Pakek bawa-bawa nama Tuhan segala lagi! Kualat lo!!
"Ibu kan tau! Raya anaknya kayak gimana. Dia emang sering nggak ngunpulin tugas." Tambah gadis yang punya julukan the most beauty girl itu.
"Inget woi! Fitnah lebih kejam daripada dendam nyi pelet! Eh, maksud gue, fitnah lebih kejam dari pembunuhan!" Tukas gue membela diri. Ya elah! Gue pakek
acara ngelawak di saat-saat genting kayak begini. Udah turunan kali yaaak"
"DIEM LO! Lo itu kan emang jarang ngerjain tugas!" Kata Bianca nyolot.
"Iya! Gue emang jarang ngerjain tugas! Tapi denger ya! Dua minggu ini gue lagi mood ngerjain tugas sekolah. Jadi...nggak mungkin tuh tugas bisa ngacir
sendiri terus ngilang!!"
"Sudah! Sudah! Sudah!" Ucap Bu Rina menengahi.
Kami terdiam menahan amarah masing-masing. Sumpah! Tuh mulut bener-bener busuk! Harusnya dia ke tong sampah aja sekalian.
"Raya, apa kamu bisa membuktikan kalau kamu sudah mengumpulkan tugas ke Bianca?" Bu Rina menatap gue tajam.
Gue berpikir sejenak. Otak gue masih loading. Daaaan.... AHAAAA!! "Gini, Buk. Waktu saya ngumpulin tugas ke Bianca, ada saksi mata kok!"
"Siapa?" "Tantri, Buk. Saya ngumpulin tugas bareng sama Tantri, Buk."
"Ya udah! Panggil Tantri."
Nggak lama kemudian, Tantri pun datang lalu ikut duduk dalam satu meja bareng kami. Setelah Bu Rina pidato panjang lebar tentang kronologinya kek gimana,
akhirnya Bu Rina masuk pada inti cerita.
"Jadi, apakah benar Raya sudah ngumpulin tugas ke Bianca?" Tanya Bu Rani. Ah, males ah! Dari tadi Bu Rani kerjaannya cuma tanya-tanya mulu! Ganti kerjaan
aja buk jadi polisi! Gue menatap Tantri dengan memelas. Sementara Bianca tampak memberi kode mata pada Tantri. Ayo Tantri! Selametin sahabat lo ini! Bisa-bisa gue kena omel
bokap gue lagi nih! Ah, bukan omelannya yang gue takutin! Tapi hukumannya coy! GAK JAJAN SELAMA SATU MINGGU.
Chapter 10 [Raya pov] "Eeemmm....." Tantri masih ragu. "Sebenarnya......"
Gue menyimak sambil menelan ludah. Ludah gue rasanya rada rada aneh. Mungkin karena gue belom sikat gigi.
"Sebenarnya..... Raya memang nggak ngumpulin tugas, Buk." Papar Tantri berbohong.
"JAHANAM LO, TAN!!" Bentak gue yang masih nggak percaya. Tantri cuma melirik. "Gue nggak nyangka lo bisa setega ini!"
"Sudah! Sudah!" Ujar Bu Rani. "Tantri, Bianca, kalian boleh pergi."
"Baik, Buk," sahut mereka serempak.
"KUALAT KALIAN!! GUA DOA IN KECEBUR SUMUR! MAMPUS LO!!" Maki gue kesal.
*** Gue melamun sendirian di bukit belakang sekolah. Ini baru pertama kalinya gue merasa terhianati kayak gini. Air mata gue tiba-tiba tumpah gitu aja. Ha"
Gue nangis" Emang, gue bisa nangis" Gue mengusap cepat bola-bola air itu. Sedih banget rasanya dihianati sahabat sendiri. Demi apa cobak, mereka tega ngelakuin
ini" "Lo nangis?" Tanya seseorang yang menepuk bahu gue dari belakang.
Gue menoleh sebentar. Dan ketika gue tau itu Arsyaf, gue langsung berbalik menghindari pandangannya. Gue nggak mau dia tau kalau gue habis nangis.
"Nangis aja! Nggak usah ditahan!" Tambahnya.
"Yeeee....siapa yang nangis?" Gue mengelak.
"Lo itu tetep aja cewek! Walaupun lo sok kuat, sok berani, tapi tetep aja lo itu cewek!"
"Sapa bilang gue banci?" Gue malah ngeyel.
Dia tertawa kecil lalu duduk di sebelah gue. "Eh, ternyata Soraya Aldric gue udah balik!" Ucapnya sambil mengacak-acak rambut gue lembut.
"Iya! Gue ngaku kalau gue lagi sedih! Tapi ucapan lo nggak usah narsis! Buat gue tambah bete tauk!!" Gue mengerucutkan bibir.
Dia kembali tertawa kecil. "Siapa sih yang buat lo sedih?" Tanyanya manja.
Idiiiiih! Gue malah tambah jijik. "Najis lo!"
"Kalau lo nggak mau cerita, ya nggak papa sih."
Gue membisu sejenak. "Syaf, gimana ya caranya dapet sahabat sejati itu?"
Arsyaf tertegun. "Caranya......"
Gue menyimak. Percakapan mulai serius. Seketika semuanya menghening.
"Caranya.....ketik REG spasi SAHABAT, kirim ke 77990," katanya terus ngakak.
Plaaaak "Adaaaaw!" Arsyaf mengelus keningnya yang tadi gue jitak. "Eh, Rayap! Lo jadi cewek kasar banget sih! Jomblo menahun lo baru tau rasa!"
"Habisnya....gue udah serius, lo malah ngelawak!" Kata gue jengkel. "Lo juga napa masih jomblo" Homo lu ya"!"
"Eh, sarap! Gue normal ya! Perlu bukti?" Arsyaf memegang kancing celananya.
Gue bergidik ngeri. Nggak berani ngebayangin apa yang ada di dalam tuh celana. "Gue nyerah! Gue nyerah!" Ya elah gue, akhirnya nyerah juga jailin si Arsyaf.
Cemen lo, Ray! Nggak tau kenapa percakapan sore ini terasa hangat. Seketika aja gue lupa kesedihan gue. Thank's ya cowok bego!
"Lo cari sahabat" Nggak cari pacar gitu?"
Gue langsung melirik tajam. "Nape" Lu mau daftar emangnye?" Goda gue jail.
"OGAH!" teriaknya ke telinga gue.
"Apa" Olga" Kesambet lu lama-lama!"
"Eh, Rayap! Asal lo tau ya, lo nggak perlu cari sahabat. Gue mau kok jadi sahabat lo."
Gue terdiam sesaat lalu gue cekikikan nggak jelas. Nepuk-nepuk punggung Arsyaf yang saat itu duduk di samping gue. "Kelewat lucu lo jadi orang!" Gue masih
ketawa. "Ngapain lo ketawa-ketawa! Kesurupan mbak kunti lo?"
"Ya elah Arsyaf! Mbak kunti mah ngapelnya malem! Sore gini mah dia masih bobok," gue masih cekikikan.
Nggak gue sangka! The best rival nawarin diri jadi sahabat gue. Salah minum obat kali yaaak" Atau mungkin matahari tadi pagi terbit dari barat" Atau mungkin
juga perjalanan Gokong dan biksu Tong nggak jadi ke barat tapi balik ke timur, atau ke selatan barangkali. Arsyaf tiba-tiba menghela napas panjang.
"Kenapa lo menghela napas kayak begitu" Tua ya lo?" Celetuk gue.
"Enak aja ngatain gue tua! Gue tuh cuma lega aja."
"Lega kenapa?" "Lega karena lo....." dia tiba-tiba cubit pipi gue dengan gemes. "Karena lo udah nggak sedih lagi." Kemudian setelah puas, dia lepasin gitu aja.
Ouch! Gue kesakitan. "Sakit bego!"
Tiba-tiba gue merasa nyaman deket sama si Arsyaf. Boleh juga nih anak dijadikan sahabat, pikir gue.
03. Chapter 11-15 Chapter 11 [Raya pov] Gue memasuki ruang kelas dengan malas seperti biasa. Beberapa orang terlihat berbisik-bisik satu sama lain pas gue masuk. Gue nggak peduli!! Bodo amat!!
Teman kayak mereka itu harusnya dimuseumkan!!
Gue langsung berjalan menuju loker yang ada di ujung ruangan kelas. Mereka tampak memperhatikan gerak-gerik gue. Helloooow! Kalian nggak ada kerjaan lain"
Noh sapu! Daripada kepo, mendingan kalian nyapu noh!
FUCK Sepucuk surat yang nggak gue tau itu dari siapa telah berhasil membuat jantung gue cenat-cenut pengen nabok muka orang yang nulis beginian.
"SIAPA YANG NULIS INI NIH?" Bentak gue marah sambil melambaikan sepucuk surat singkat jahanam itu. "KALAU GAK SUKA AMA GUE, MAJU SINI!!"
Semua orang di dalam kelas menunduk. Tak ada seorang pun yang mengaku. Arsyaf yang baru masuk kelas langsung menghampiri gue, merebut sepucuk surat singkat
itu dari tangan gue, lalu membacanya. Matanya melebar sesaat. Braaaak!! gue menggebrak loker dengan tangan kiri gue.
"Eh, Rayap! Napa muka lu bete gini?" Arsyaf mencubit pipi gue.
Gue langsung menghempaskan tangannya dari pipi gue. "Gue nggak mau bercanda sekarang, Syaf!"
Gue melangkah menuju Bianca yang saat itu duduk di bangkunya, paling depan, kanan, pojok dekat jendela. Dia lagi ngaca. Sok kecakepan!! Gue langsung ambil
tuh kaca, lalu gue pelototin tuh cewek.
"Mau lo apa sih" Annoying banget!" Ujarnya kesal.
"Lo kan yang nulis surat itu?" Tebak gue.
Dia berdiri dari tempat duduknya. "Kalau iya, emang kenapa?" Dia tambah nyolot.
"Lo itu emang fuck! Jadi, nggak usah sewot kalau dibilang fuck!?" Kata Tantri yang tiba-tiba datang.
Mata gue melebar saat melihat Tantri dengan lidahnya yang sekarang sangat berbisa, mengalahkan sianida yang dipakek Jessica.
"FUCK!" Kata Bianca ke gue. Kemudian, dia kembali duduk lalu melanjutkan aktivitasnya tadi, yaitu berkaca.
Gue mengedarkan pandang ke sekeleliling. Orang-orang tampak acuh, terutama cewek. Ada apa ini, Tuhan" Kenapa semua orang menjauhi gue" Arsyaf berjalan
ke arah gue, memegang pergelangan tangan gue, terus memaksa gue duduk di sampignya. Gue nurut aja. Semua orang terlihat curi-curi pandang melihat kedekatan
kami. "Ray! Ngapain lo duduk di samping Arsyaf?" Tanya Renan di ambang pintu. Matanya terbelalak lebar. "Kesambet ya lu?" Dia berjalan menuju kami, maksud gue,
gue dan Arsyaf. Gue hanya diam. Mood gue lagi ke laut. Sumpah gue pengen nangis sekarang! Emang sih, dari luar, gue terlihat kuat, dan berani. Tapi tetap aja gue punya
bagian hati serapuh cewek pada umumnya. Gue sendiri nggak percaya kalau gue bisa nangis juga. Soalnya, mungkin gue satu-satunya bayi yang mberojol dari
rahim enyak gue tanpa nangis.
"Eh, sontoloyo! Kalau diajak orang ngomong, jawab dong!" Kata cowok tinggi semampai bertubuh berambut acak-acakan itu.
Ya elah! Nih cowok apa cewek ya" Bacotnya banyak banget kayak emak-emak. Apa dia nggak tau kalau gue lagi bete" Gue masih diam.
"Kenapa nih anak, Syaf?" Dia masih ngebacot.
Arsyaf mengangkat bahu. Renan mengambil sebuah kursi, lalu mendekatkan kursi itu ke tempat gue. Kemudian dia ikutan duduk di samping gue sambil memandang
gue lekat. Dia menyandarkan dagunya ke tangan. Cewek-cewek pun melirik gue dengan sinis.
Sriiiing....sriiiing....sriiiing.... bau apa ini" Tiba-tiba indra penciuman gue terganggu. Hidung gue secara otomatis gerak-gerak sendiri, menelaah di
mana sumber bau. Ya elah! Ternyata Renan.
"Sumpah Ren! Lo nggak mandi berapa hari?" Gue langsung menutup hidung.
Renan malah nyengir. "Masa bau sih?" Katanya sambil mencium keteknya sendiri.
"ITU BUKAN CUMA BAU KETEK!! ITU BAU NERAKA!!"
"Sontoloyo lu!"
"Wiro sableng lu! Mandi sana!"
"Males! Kayak lu mandi tiap hari aja, Ray!"
Ciiiaaaah elah! Dia membongkar rahasia gue. Langsung gue bekap tuh mulut biar nggak nyerocos aja kayak kaset rusak.
Ya, nggak apa-apa seperti ini. Setidaknya, gue masih punya Arsyaf dan Renan yang mau jadi sahabat gue. Thank's ya guys, berkat kalian, gue jadi nggak sendirian.
Chapter 12 [Raya pov] Raya" " " ?" : Bntr lgi UTS coy!
Arsyaf" " " : trus napa" Kok sewot"
Raya" " " " " : yeee.... ke akhirat aja lo, setan!
Renan" " ?" : Tnang aja! Pcr gue kan ranking #1
Raya" " " " " : eh, lu pcran sm tntri"
Renan" " " " : yups!
Arsyaf" " " " : Muke gile! Siip bro! Lo dpet hrta contekn pling mmbahana coy!
Raya" " " " " " : eh, gmna ceritax lo bsa dpet si tntri" #colek si bau ketek
Renan" " " " : gmpng! Gw cuma tbar psona ktampnan gw aja dah. #siapa yg bau ketek woi ?"
Raya" " " " ?" : Percuma gnteng klw bau ketek! Noh deodorant bokap lo!! Pekek gih!
Arsyaf" " " " : wkwkwk jgn lupa pakek minyak nyong nyong noh! Bisa beli d area pmakaman.
Raya" " " " " " : sumpah koplak lo, Syaf!
Arsyaf" " " ?" : Ren, pokokx jgn lupa contekin gw y bro!


Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raya" " " " " " : y, Ren!
Renan" " " ?" : jgn khawatir guys!
Raya" " " " ?" :ueenak.....
Chapter 13 [Raya pov] Oke. Fix! Sekarang, gue nggak punya temen cewek. Tantri udah hilang ke hongkong. Dan sekaranh yang gue punya hanya dua cowok bego, my best friend" gue.
Gue mengedarkan pandang ke sekeliling, mencari bangku yang terlabeli nomor ujian gue. Ah, Tuhan! Nasib kok begini amat" Gue menatap horor bangku paling
depan, tepat berhadapan dengan meja pengawas. Bushet dah! Mati lo, Ray!
"Woi! Udah siap lo?" Arsyaf menepuk bahu gue kencang.
"Ouch! Patkay! Ngagetin gue aja lo!" Omel gue melotot.
Arsyaf melirik nama dan nomor bangku ujian yang ada di depannya. Ada nama gue di sana. "Sumpeh mati lo, Ray! Bengep nilai lo kali ini!" Ujar Arsyaf ngotot.
Gue mengacak rambut sebel. "Auk ah!" Gue langsung menaruh tas, menyandarkan pipi gue di atas meja, dan.......tidur.
Arsyaf cuma geleng-geleng lalu pergi mencari bangkunya sendiri. 15 menit kemudian, Bu Rina datang. Gue langsung gelagapan bangun sambil mengusap air liur
di sudut bibit gue. LJK, Lembar Jawaban Komputer pun dibagikan sama Bu Rina, kemudian disusul dengan membagikan soal. Ya Tuhan, tolong aku, Tuhan! Gue lirik soal nomor satu.
Bushet dah! Tuh angka apa truk gandeng" Sambung menyambung menjadi satu kayak Indonesia aja!
Gue garuk-garuk kepala nggak ngerti. Kemudian gue menoleh ke kanan, gue lihat Arsyaf duduk di bangku urutan ketiga paling pojok kanan. Nggak bisa diharapkan!
Dia jauh banget cuy! Setelah itu gue menoleh ke kiri, nggak ada siapa-siapa kecuali Bianca. Perlu dicatet, gua ogah dah nyotek dia! Lalu gue menoleh ke
belakang, gue lihat Renan dan Tantri duduk bersebelahan di bangku paling belakang. Astaga naga! Rejeki nomplok lu, Ren! Ya udahlah! Nggak ada pilihan lain
kecuali ngerjain sendiri. Lama-lama gue jadi anggota BONEK nih! BONDO NEKAT COY!
*** "Wooooy!" Renan tiba-tiba merangkul bahu gue.
"Bushet!" Gue menutup hidung dengan cepat.
Dia terlihat blo'on sambil mencium keteknya sendiri. "Gue udah mandi kok!" Paparnya.
"MULUT LO BAU JENGKOL!!" teriak gue ke telinganya.
Renan terpental kaget menjauhi gue sambil memegangi telinga kirinya. Dia malah nyengir. "Hehehe iya. Gue lupa kalau tadi pagi gue sarapan jengkol."
"Ya ampyuuun, Ren! Percuma kalau lo ganteng tapi nggak hanya bau ketek! Bau jengkol juga!" Oceh gue nyerocos aja nggak pakek mikir.
"Ya elah, Ray! Lo kayak nggak tau gue aja! Gue mah nggak bisa dipisahin sama yang namanya jengkol."
"Jangan-jangan si Tantri lo pelet ya?" Tebak gue asal.
"Huuuuuus! Lo kalo ngomong suka......BENER!!"
Gue menengadahkan tangan ke Renan. Dia garuk-garuk kepala terlihat bingung. Gue mendengus kesal.
"Ngapain lo" Punya cita-cita jadi pengemis, Buk?" Tanyanya songong.
Plaaaak Gue menggeplak jidatnya. Ouch! Dia mengerang kesakitan. "Udah bau ketek, bau jengkol, pikun lagi!" Gue geleng-geleng kepala. "Inget woi! Janji lo sebelum
pacaran sama Tantri!!"
Dia meringis. "Ray, gue masih belom punya duit, Ray! Minggu depan aja gue traktir lo. Ya?" Rengeknya seperti bayi.
"NGGAK BISA!!" "Ray.... Raya cantik!" Dia mencolek dagu gue sambil mengedipkan mata.
Gue langsung mengusap dagu gue kesal. "Najis lo, setan!"
"Ayolah, Ray! Ampuni gue kali iniiiii aja!" Dia memelas. "Raya cantik..... Raya manis....."
"Ya udah minggu depan! Tapi awas lo kalau lupa!"
*** [Arsyaf pov] Gue masih duduk di bangku ujian bersama cewek-cewek yang sukanya lengket ama gue. Gue nggak bisa berkutik. Dengan geram, gue melihat Raya dan Renan bercanda
bersama. Yang paling bikin gue kesel, si Renan pakek acara colek-colek Raya segala lagi!
Chapter 14 [Raya pov] krucuk krucuk krucuk terdengar suara perut gue siap-siap melakukan kudeta. Anak gaul kayak gue biasa menyebutnya laper tingkat dewa. Gue langsung berjalan
menuju kantin, memesan bakso dan es jeruk, dan menunggu pesanan siap.
Setelah pesanan siap, gue membawa semangkuk bakso menuju tempat Arsyaf menikmati santapannya. OMEGOT!! Mata gue terbelalak lebar saat melihat apa yang
saat itu dimakan Arsyaf. "Duduk gih!" Suruh cowok super ganteng itu pada gue.
"Arsyaf, gue nggak menyangka kalau lo itu herbivora." Gue menatap horor semangkuk salad yang ada di depan Arsyaf. "Gue pikir, babi itu omnivora!"
Arsyaf mendelik. "Pala lo pe'ak!! Pergi sana ke neraka!!"
Gue malah nyengir, menaruh semangkuk bakso dan segelas es jeruk gue di atas meja. Gue duduk berhadapan dengan Arsyaf.
"Untuk menjaga ketampanan gue, gue harus makan sayur dan buah," papar Arsyaf lalu memasukan sepotong sayur ke dalam mulutnya.
"Ya elah! Dasar princess wanna be!!"
"Apa" Princess?" Arsyaf mencubit pipi gue gemas.
Ouch! Gue langsung menampik tangan Arsyaf. Kemudian gue langsung mengambil sendok dan segera menyantap bakso leziz yang sudah gue racik dengan beberapa
sendok sambal. Arsyaf cuma geleng-geleng.
Sejak Renan pacaran sama Tantri, gue jadi sering nimbrung sama si Arsyaf. Ternyata si Arsyaf lucu juga. Nggak kalah lucu sama Renan.
Chapter 15 [Raya pov] Braaaaak" papa membanting rapor gue di atas meja. Matanya melotot, sedangkan tangannya berkacak pinggang. Mampus lo, Ray! Noh Fir'aun noh lagi marah!
"Kok bisa gini, Raya"!" Wassalam dah! Liur bokap gua muncrat ke muka gua.
"Ampun, pa!" Sahut gue memelas.
"Nggak ada ampun-ampunan lagi!" Bushet dah! Muncrat lagi. "Gimana bisa kamu rangking 27 dari 30 orang siswa, hah?"
"Ampun, pa..... jangan hukum, Raya...." Gue memasang muka imut.
"Kalau kamu ranking kayak begini lagi, papa bakal bakar semua CD korea kamu!!"
Mata gue langsung melotot kaget." "JANGAN, PA!!"
"Ya udah! Pergi sono belajar!"
"Baik, pa." Jawab gue murung. Setelah itu, gue berjalan menuju kamar dengan loyo.
"Raya!" Panggil papa.
Gue menoleh. "Ada apa?" Bibir gue manyun.
"Kalau kamu berhasil menembus peringkat 3 besar, papa akan kasih bonus buat kamu!"
"Bonus apa?" Tanya gue malas.
"Papa akan kasih kamu uang 500 ribu."
Mata gue langsung ijo. "Yang bener, pa?" Tanya gue ngotot.
"Iye." Jawab Papa sambil tersenyum lebar.
*** Saat gue memasuki kamar, gue langsung melihat ke sekeliling. Mata gue langsung tertuju pada setumpuk buku yang berserakan di atas meja belajar. Gue langsung
menghampiri buku-buku itu, membuka salah satu di antaranya, lalu mencoba fokus.
Beberapa menit kemudian...... Aaaarrrgh.... gue mengacak rambut seolah-olah ada sistem di otak gue yang nggak mau di ajak kerja.
Telolet telolet telolet" otak anda sedang mengalami krisis. Silahkan tekan tombol restart untuk membuka ulang.
Sumpah coy! Kagak paham gua! Besok aja ah belajarnya. Setelah itu gue tutup tuh buku, terus langsung mati dah di atas kasur.
*** Saat gue memasuki kelas, gue sudah dihadang sama Tantri, Bianca, dan Monica di ambang pintu kelas. Gue menghela napas. Gue pikir, cabe-cabean keluarnya
cuma pas malem doang. Ternyata cabe-cabean bisa juga keluar pagi kayak gini.
"Gimana rasanya nggak dapet contekan sama sekali?" Tanya Bianca sombong.
Gue mengangkat bahu. "Nggak tau. Pikir aja sendiri!" Jawab gue nyolot.
"Lo itu tolol! Lo nggak bakalan bisa dapet ranking 13 saja tanpa bantuan Tantri," kata Monica, sahabatnya Bianca.
Tantri tersenyum meremehkan. "Iya. Selama ini lo itu dapet ranking lumayan bagus karena belas kasihan gue."
"Ha" Belas kasihan?" Gue terperanjat. Hati gue langsung panas. Kipas mana kipas"
"Iya. Selama ini lo hanya dikasihani!" Bianca tambah nyolot.
"Dasar pengemis contekan!" Tambah Monica.
Sumpah demi Tuhan, ya! Walaupun gue dulu bersahabat dengan si Tantri, gue sama sekali nggak pernah minta contekan sama dia.
"Minggir kalian!" Gue mencoba membuka jalan, mengabaikan ocehan mereka walaupun sebenarnya gue pengen nonjok tuh muka.
"Woi! Rayap! Ranking berapa lo?" Tanya Arsyaf ketika gue berjalanan menuju bangku gue.
"Auk ah!" Jawab gue bete.
Tangan gue mengepal geram. Semua penghinaan ini nggak akan gue lupakan. Gue akan tunjukan kalau gue bisa hidup tanpa contekan kalian! Tantri, Bianca, Monica,
bersiaplah. 04. Chapter 16-20 Chapter 16 [Raya pov] Sudah dua hari Arsyaf nggak masuk sekolah. Entah mengapa, gue merasa ada yang kurang. Apa perlu gue chat tuh anak" Bu Rani bilang, Arsyaf nggak masuk sekolah
tanpa izin. Apa dia sakit" Gue selalu bertanya-tanya. Sumpah! Gue benar-benar khawatir.
Raya" " " " " : kmana aja lo, bro" Kok udh 2 hri gk msuk skolh"
Arsyaf" " ?" : gw prgi brsama Tong Sam Cong ke brat mncari kitab suci, yap, Rayap!
Raya" " " " ?" : ya elah, patkay! Mnta di gibeng lu yak"
Arsyaf" " " " : Enggak! Gw mnta dicium aja emmuuuuch ?"?"
Raya" " " " ?" : najis lo! Gw serius nih! Ngapain lo gk msuk skolah"
Arsyaf" " ?" : kangen ya lu"
Raya" " " " ?" : setan lu! GW SERIUS!
Arsyaf" " " " : sbnrx gw gk enk bdan, Yap.....
Raya" " " " ?" : Bsa skit jga lo"
Arsyaf" " " " : Iya. Gw skit gara-gara di bully Gokong dan Tong Sam Cong.
Raya" " " " " " : Bushet nih ank kelewat lucu!
Arsyaf" " " ?" : lo gk mau jenguk gw"
Raya" " " " " ?" : ok. Nnti klw gw gk sibuk, gw akn ksana.
Arsyaf" " " " " : sibuk apa lo, Yap" Pcr aja gk punya! Pling2 sepulng skolh lo tidur lgi kyak mbah surip.
Raya" " " " " " : ya elah, siapa bilang klw gw gk punya pcar"
Arsyaf" " " " : emngx lo punya"
Raya" " " " ?" : trus nicolas saputra itu siape"
Arsyaf" " " " : pemain AADC
Raya" " " " ?" : goblok lu! Dia itu mntan gw! Skrang gw lgi pcaran sma Kim Wo Bin
Arsyaf" " " " : nicolas saputra mantan lu" Kudu nyebrang neraka dlu lo bru ksampean mmpi lo!!
Raya" " " " " : udh ah, Bu Rani dah dteng nih. Assalamu'alaikum.
Arsyaf" " ?" : Wa'alaikum salam
Gue mengakhiri percakapan itu dengan salam. Ternyata kekhawatiran gue selama 2 hari ini memang benar. Arsyaf sakit. Sepertinya, gue harus menjenguknya.
Waktu berjalan terasa begitu lambat. Ocehan Bu Rani di tengah pembelajaran nggak gue hiraukan. Dia seperti kicauan twitter aja nggak ada habisnya. Gue
hanya melamun menatap jam dinding yang menggantung di tembok. Tik tok tik tok sedetik terasa begitu lama. Tak sabar rasanya pengen menjenguk Arsyaf.
"Nah, anak-anak! Apa kalian mengerti?" Kata Bu Rani setelah menjelaskan materi pelajaran panjang lebar.
"Iya, Buk." Teman-teman menjawab serempak.
"Oh iya! Bu Rani mau membagikan selebaran dulu untuk kalian isi."
"Buat apa, Buk?" Tanya Monica.
"Untuk mengetahui bakat dan minat kalian, Nak."
"Oooh!" "Kalian isi di rumah, ya! Besok kalian kumpulkan di ruang BK."
"Baik, Bu." Teman-teman menjawab serempak.
*** Enggan rasanya gue mengetuk pintu rumahnya Arsyaf. Ini baru pertama kalinya gue bertamu ke rumah cowok selain Renan. Gue takut, nyokapnya Arsyaf akan salah
sangka sama gue, dan mengira kalau gue itu pacarnya Arsyaf. Ketuk tidak ya" Ketuk tidak ya" Ah, ketuk ah!
Tok-tok-tok Tak lama gue berdiri di depan pintu, seorang wanita cantik berumur 40 tahunan membuka pintu tersebut. Ia tampak mengerutkan dahi saat melihat gue. Gua
langsung gelagapan salim ke wanita itu.
"Maaf, tante. Arsyafnya ada?" Tanya gue sopan.
"Aaaa.....ada," jawabnya enggan.
"Saya dengar Arsyaf sedang sakit. Jadi saya ke sini untuk menjenguknya, tante."
"Ooooh! Mari masuk!"
Gue pun masuk ke rumah Arsyaf lalu mengedarkan pengelihatan ke sekeliling. Rumahnya sangat rapi coy! Beda banget sama rumah gue yang sering berantakan.
Rumah gue terlihat rapi kalau Kak Icha pulang ke rumah. Kalau Kak Icha nggak ada, rumah gue secara otomatis berantakan dengan sendirinya.
Mamanya Arsyaf baik banget. Selain cantik, dia juga sangat ramah. Dia langsung mengantar gue ke kamar Arsyaf.
"Ini kamar, Arsyaf. Dia ada di dalem. Langsung masuk aja nggak apa-apa. Tante akan segera kembali membawa camilan," ujar mamanya Arsyaf.
"Nggak usah repot-repot, Tante! Jadi...... enak," sahut gue melawak.
Mamanya Arsyaf tersenyum. "Kamu lucu juga ya! Enggak, tante nggak repot kok!"
Setelah mamanya Arsyaf pergi, gue pun membuka pintu kamar Arsyaf. Daaaaan...........
Chapter 17 [Raya pov] Aaaaaargh Arsyaf berteriak kaget. Gue juga berteriak tak kalah kaget. Sumpah! Kali ini gue benar-benar tutup mata nggak pakek penasaran, dan nggak pakek ngintip
di balik celah jemari. Gue benar-benar merem plus tutup pakek tangan.
"GILA LO!" bentak Arsyaf.
Gue masih merem, gelagapan mencari gagang pintu dan segera menutupnya. Napas gue ngos-ngosan setelah menutup pintu. Ya Tuhan, mata gue udah nggak suci
lagi! Udah lihat a, i, u, e, o!!
"DASAR CEWEK GILA!!" Arsyaf masih memaki.
"Sori, Syaf! Gue nggak tau kalau lo lagi ganti baju!" Teriak gue dari luar kamar.
Tak lama kemudian, Arsyaf membuka pintu. Kali ini pakaian yang dikenakannya udah lengkap. Dia memakai kaos putih gambar tengkorak hitam sama celana pendek
sedengkul. Sepertinya, dia habis mandi deh! Rambutnya terlihat masih basah. Samar-samar gue bisa mencium aroma sabun dari cowok yang saat ini menatap gue
dengan tatapan sinis. "Gila lo! Napa nggak ketuk pintu dulu?" Omelnya.
"Habisnya, nyokap lo nyuruh gue langsung masuk aja. Ya.....gue masuk!"
Arsyaf menghela naps geram. "Lo nggak tau ini kamar cowok" Kalau mama yang masuk sih nggak papa. Soalnya sejak gue masih bayi dia udah biasa lihat. Nah
elo?" Dia masih ngomel.
"Ya elah, Syaf! Maap! Lagipula gue langsung merem, Syaf! Jadi, gue nggak lihat apa-apa," papar gue ngibul. Ya! Tepat sebelum gue merem, gue udah lihat
semuanya. "Udah gih masuk!" Ujarnya yang masih terlihat kesal.
Mulut gue manyun lalu mengikutinya masuk ke dalam kamar. Mata gue mulai menyisir ruangan. Ini kamar cowok" Nih kamar pantesnya disebut kamar cewek coy!
RAPI BANGET!! Menurut pengetahuan gue, jika 99,9% kamar cowok itu berantakan, maka 0,1% kamar cowok punya kemungkinan rapi. Jadi, kamar Arsyaf ini dapat
disimpulkan ke dalam kategori langka. Karena hanya 0,1% dari semua jumlah populasi cowok yang hidup dan berkembang biak di dunia ini.
Setelah melihat-lihat, gue langsung duduk di atas kasur sebelum dipersilahkan. "Katanya lo sakit?"
"Lo yang sakit! Sakit sarap!" Bentaknya masih marah.
Ih lama-lama nih anak jengkelin juga ya" Gue langsung berdiri dari tempat gue duduk dengan bibir manyun kesal karena dari tadi diomelin melulu sama si
Arsyaf. "Gue mau pulang aja! Bye!" Ucap gue marah.
"Eh, lo mau ke mana" Katanya mau jenguk gue?"
"Ogah!" "Lo ngambek gara-gara gue omelin?"
"Bodo." Gue mulai melangkah menuju pintu. Tapi Arsyaf langsung memegang pergelangan tangan gue.
"Ya udah! Gue minta maaf. Duduk lagi gih!" Pintanya.
Gue pun duduk lagi di atas kasur, membuka tas, dan mengeluarkan angket yang diberikan Bu Rina tadi siang untuk Arsyaf.
"Apa ini?" Tanya Arsyaf setelah membaca angket tersebut.
"Itu angket dari Bu Rina. Katanya sih untuk mengetahui bakat dan minat gitu."
"Ooooh!" Dia kemudian duduk di samping gue. "Coba gue lihat punya lo!"
Gue kembali membuka tas dan mengambil angket gue yang sudah gue isi. "Hm!"
Dia langsung menyambar angket gue dan membacanya.
"Kebangetan ya lo, Syaf! Ngisi angket aja pakek nyontek segala!" gue mulai ngebacot. "IQ lo turun jadi 0,4?"
Arsyaf tampak nggak mempedulikan ocehan gue. Dia tampak fokus membaca apa yang gue tulis pada angket itu. Matanya tampak melebar sesaat setelah membaca
angket gue lalu dia menatap gue dengan tatapan horor.
"Hobi lo membaca?" Tanyanya dengan mata membulat kaget.
Gu manggut-manggut. "He'em. Kenapa emang?"
"Sumpah! Dunia akherat gue nggak percaya kalau hobi lo itu membaca!" Ejeknya.
"Iya, Syaf! Hobi gue itu membaca! Membaca subtitle drama korea!"
Plaaak Arsyaf nge-jitak pala gue. Ouch! Gue kesakitan sambil ngelus-ngelus jidat gue sendiri.
"Jadi orang jangan narsis deh!" Arsyaf cuma geleng-geleng.
"Habisnya, kalau hobi gue ditulis menoton drama korea 'kan nggak keren, Syaf! Makanya, gue tulis membaca."
"Pala lo pe'ak!!"
"Udah tau gue pe'ak, angket gue masih lo contek juga!" Gue menggerutu.
Dia hanya tersenyum lalu mengacak rambut gue dengan lembut. "Lo itu terlalu kreatif, Rayap!"
"Dasar Patkay!" Gue menepis tangannya yang masih mengelus rambut gue.
Tak lama setelah percakapan kami itu, mama Arsyaf datang membawa camilan bersama seorang pemuda super duper tampan. Matanya sipit, kulitnya putih.
Iya sih! Tipe gue itu cowok berkulit gelap kayak si Renan. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau cowok semi korea kayak gitu juga dapat mendobrak hati gue.
Contohnya aja kayak Park Bo Gum dan G-Dragon. Mereka dengan mudah masuk ke hati gue.
Chapter 18 [Arsyaf pov] Saat gue dan Raya sedang asyik berbincang, tiba-tiba mama membuka pintu sambil membawa beberapa camilan dan 3 gelas es jeruk. Saat itu mama tidak sendirian.
Mama datang bersama El, sepupu gue. Dia keturuan chinese dari pihak ibunya. Jadi, wajar kalau wajahnya mirip artis korea.
Sudah gue duga! Si Raya langsung melongo ketika melihat El berdiri di ambang pintu. Hampir ngiler dia! Dia tuh parah dah!
Mama menyuguhkan camilan-camilan itu pada kami bertiga. "Silahkan dimakan!" Suruhnya.
"Iya, tante. Maaf ngerepotin," kata Raya yang terlihat masih sungkan.
"Ya udah! Kalian ngobrol aja, tante mau masak dulu," ujar mama. Kemudian langsung pergi menuju dapur. Biasalah! Namanya juga emak-emak.
Setelah mama pergi, kami duduk bersama di atas karpet. El terlihat melirik Raya sebentar. Dia agak pendiam, nggak banyak bacot orangnya. Tapi gue udah
tau kalau dia pengen tanya siapa Raya.
"El, kenalkan! Ini Raya, biasa dipanggil Rayap," kata gue asal.
"Sialan lo!" Raya mendorong kepala gue.
El tersenyum kecil. "Kenalkan! Gue El." El mengulurkan tangannya ke Raya.
Raya langsung menjabat tangan El dengan senyum sok manis. "Soraya Aldric, biasa dipanggil Raya."
Gila! Gue aja nggak pernah pegang tangannya si Raya. Ini sepupu gue baru datang sudah main pegang-pegang tangannya Raya. Ih, kenapa gue jadi sewot sih"
Mereka kan cuma salaman. Setelah berkenalan, gue mengajak Raya dan El main poker. Dan mereka setuju. Ya iyalah! Salah satu hobinya Raya selain membaca subtitle drama korea, dia
juga punya hobi main poker di sela jam istirahat.
Raya mengeluarkan 3 sekop. "Ngomong-ngomong, lo sekolah di mana, El?" Tanyanya sok akrab.
"Gue sekolah di SMAN 73 Bina Nusa." Seperti biasa, El nggak banyak bacot.
Gue hanya diam dan mengeluarkan kartu 4 sekop. Kemudian disusul El yang mengeluarkan 7 diamond.
"Eh, gimana kalau yang kalah dapet hukuman?" Celetuk Raya.
Gue dan El langsung menatap Raya sambil mengerutkan dahi. "Boleh juga." El mengiyakan.
Tak terasa 2 jam sudah berlalu. Muka gue dan muka El sudah cemong gara-gara ulah si Raya yang nggak bisa dikalahin. Dia tertawa terbahak-bahak sambil memegang
perut. Dia memang ratu poker dah!
"Hahahaha.....emang yang bisa ngalahin gue itu cuma Renan," katanya sambil melanjutkan tawa.
Suara adzan ashar pun tiba-tiba berkumandang. Kami terhenti. Hening sesaat. Hanya ada suara adzan.
"Sholat yuk?" Ajak gue.
El langsung menoleh ke arah gue. Dahinya mengernyit keheranan.
"Ayuuuuk!" Raya tampak bersemangat. Sementara El masih diam tanpa kata.
"Gue yang imamin lo, ya?" Bujuk gue.
"OGAH AH!!" "Ayolah Ray! Masa' El yang jadi imam" Bisa-bisa pas takbir, gak kedengeran suaranya. Dia kan nggak emang nggak banyak bacot."
"Ya udah! Lo yang jadi imam," ujar Raya ketus.
"Tapi gue mau jadi imam selamanya buat lo." Gue mulai mengadakan pergerakan.
"Najis lo! Udah ah! Pergi wudlu sana!" Raya terlihat tambah kesal.


Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah sholat, Raya pamit pulang sama mama. Dia memang anak bandel di sekolah. Jarang ngerjain PR, di kelas selalu tidur, sering telat, dan suka cari
keributan. Tapi gue tau kalau dia cewek baik-baik yang nggak pernah kelayapan kalau malam.
"Makasih ya, kamu sudah mau repot-repot jenguk Arsyaf," kata mama.
"Iya, tante. Saya juga mau berterima kasih. Camilannya enak." Dia meringis.
"Eh, ngomong-ngomong, kamu pulang naik apa?"
"Naik ojek, tante." Dia menjawab pertanyaan mama dengab lugunya.
"Jangan!" Mama langsung kaget. "Biar El saja yang nganter kamu pulang."
Gue terperanjat kaget. "NGGAK BISA!! Biar Arsyaf saja yang nganter Raya pulang," berontak gue.
"NGGAK BISA!! Kamu itu masih sakit, Syaf! Kamu nggak boleh ke mana-mana dulu sebelum sembuh total," bentak mama. "Biar El saja yang mengantar pacarmu pulang."
Raya tampak melotot kaget. "Pacar" Saya bukan pacarnya, tante. Saya cuma teman sekelasnya." Dia malah repot menjelaskan.
"Ooohh... jadi kamu temannya" Maaf ya, tante udah salah sangka."
Setelah omelan mama yang nggak kelar-kelar, akhirnya gue nyerah juga debat sama tuh emak-emak. Raya akhirnya diantar El pulang pakek motor keren El yang
jok belakangnya agak nungging. Yang gue takutkan, nanti kalau El mengerem bagaimana" Bisa-bisa dada Raya...... ah, gue hampir gila!
Chapter 19 [Raya pov] Apa" El akan mengantar gue pulang" Rejeki nomplok nih! Mimpi apa gue semalam" Waduh duh duh.... jantung gue jadi dag dig dug syer.
Setelah perdebatan panjang antara Arsyaf dengan mamanya, akhirnya gue dibonceng artis korea pakek motor keren warna merah menyala. Si Arsyaf kelihatan
nggak iklas banget kalau gue dibonceng sepupunya. Iya, Syaf! Iya! Gue emang nggak cantik dan nggak pantes buat El. Dia seperti khawatir banget kalau sepupunya
gue kode. Tenang aja! Meskipun muka gue pas-pasan, harga diri gue tingginya selangit. Gue nggak mungkin memberi kode ke cowok duluan.
Aku dan El pun menyusuri jalanan kota Jakarta bersama, menerobos kemacetan, dan menunggui lampu merah. Samar-samar gue bisa mencium bau parfum El. Jarang-jarang
ada cowok baunya wangi kayak gini. Ah, jadi teringat Renan yang bau ketek nih gue.
Sesampainya di rumah, gue melepas helm dan memberikannya ke El. Dia nggak berkata apa-apa. Seperti yang Arsyaf bilang, El nggak pernah ngebacot banyak.
Dia cuma berkata seperlunya saja. Kata yang paling banyak ia ucapkan adalah iya atau tidak. Ya, itu saja.
"Terima kasih ya, El," ucap gue sambil menata poni.
El mengangguk. "Iya."
"Dadah!" Gue melambaikan tangan ke El sebagai perpisahan.
El cuma tersenyum kecil. Lalu menutup kaca helmnya dan berlalu pergi. Gue pun melangkah menuju rumah.
"Hei!" Sapa seseorang dari belakang ketika gue hendak memegang gagang pintu rumah gue.
Gue menoleh. Mata gue melebar ketika melihat El balik lagi ke rumah gue. Tentu saja gue keheranan bukan main. Apa ada yang tertinggal" Gue mengernyitkan
dahi. "Boleh minta nomor hape?" Tanyanya.
Sumpah dah! Rejeki apa lagi ini Tuhan" Mata gue masih terbelalak nggak percaya. Cowok pendiam kayak El minta nomor gue" Muke gile!
"Boleh." Gue langsung berjalan menuju El. Kemudian mengambil hape gue dari dalam tas. Dan kami pun bertukar nomor.
Dari balik jendela Kak Icha mengintip kepo, menutupi dirinya dengan kelambu dan menyisakan sedikit ruang di kaca jendela untuk melihat percakapan gue dengan
El. Ya elah! Punya kakak kepo ribet amat yak" Pasti habis ini ada ujian cinta.
Setelah El beranjak pergi, gue pun memasuki rumah. Kak Icha sudah nongkrong di depan pintu dengan berkacak pinggang. Melototi gue kayak emak-emak kepo
pada umumnya. "Siapa tuh cowok?" Tanyanya ketus.
"Temen." Gue menjawab malas.
"Temen atau pacar?"
"Temen." "Teman biasa atau TTM?" Dia semakin menjengkelkan.
"Auk ah! Ribet lo jadi kakak!" gue mencoba ngacir menuju kamar. Tapi Kak Icha menghentikan gue.
"Lo nggak boleh ke mana-mana sebelum jawab pertanyaan gue!"
"Udah gue bilang, dia itu cuma temen, Kak! Namanya Elbara, anak SMAN 73 Bina Nusa," papar gue kesal.
Mata Kak Icha melebar. "Gimana lo bisa dekat dengan cowok-cowok seganteng dia sih" Kemarin cowok yang nungguin lo di UKS bersama Renan. Sekarang, ada lagi
namanya Elbara. Pakek susuk apa lu?"
"SUSUK PALA LO!" Bentak gue muncrat lalu pergi menuju kamar.
"Ya elah! Nggak usah muncrat juga kali! Najis lo!" Kak Icha naik darah.
"Bodo!" *** Elbara" ?" : hai
Raya" " " ?" : hai jg "
Astaga! El chat gue! Apa ini artinya dia memberi kode ke gue" Aaaaaargh! seneng banget sampai-sampai gue jingkrak-jingkrak sendiri di atas kasur.
Elbara" " " : Bleh gk gw jmput lo bsok"
Mata gue mendelik setelah membaca chat dari El. Gue langsung terbaring di atas kasur dengan menutup muka gue pakek bantal sambil senyum-senyum sendiri.
Raya" " " ?" : boleh ?"
Elbara" ?" : ok
Detak jantung gue berdetak nggak karuan. Berarti besok gue harus bangun pagi bagaimana pun juga. Gue juga harus mandi dan pakek parfum biar El nggak illfeel
sama gue. Kenapa gue jadi gugup begini sih" Apa karena ini adalah pengalaman pertama gue dijemput cowok" Biasanya gue diantar jemput Renan ke sekolah saat
SMP dulu pakek sepeda ontel. Dan sekarang" Auk ah!
Chapter 20 [Raya pov] Sebelum berangkat sekolah, gue berdiri di depan cermin. Melihat-lihat apakah gue udah rapi apa belum. Setelah merapikan poni, gue mencium ketek kiri gue,
lalu ketek kanan gue. It's perfect! Gue udah wangi. Dengan begini, gue siap untuk bertemu El.
Eh, tunggu! Kacamata gue mana" Waduh! Bisa berabe nih kalau gue nggak pakek kacamata! Terakhir kali, saat gue gak pakek kacamata, gue kejedot pintu kaca
mall. Alhasil, semua orang di mall ngetawain gue. Sudah cukup kejadian itu saja! Nggak perlu ada kejadian memalukan terulang kembali. Soalnya ini bukan
masalah CLBK. "KAK ICHA! KACAMATA GUE MANA?" Teriak gue.
"DIPINJEM SOBIRIN!" teriak Kak Icha dari dapur. Biasa, dia adalah tukang masak.
kaki gue menghentak-hentak kesal setelah mendengar jawaban dari Kak Icha. Gue langsung berlari menuju dapur menemui Kak Icha.
"Ih Kakak! Gue serius nih! Gue nggak mau kejedot pintu lagi, Kak!" Papar gue manja.
"Bodo!" Sahut Kak Icha nggak peduli.
Bushet dah! Mata gue langsung membulat ketika melihat jam tangan gue yang hampir menunjukkan pukul tujuh. Ah, masa bodoh sama Kak Icha! Gue langsung berlari
menuju halaman rumah. Tak berapa lama menunggu, dari arah kejauhan gue melihat motornya El melaju kencang menuju ke arah gue. Tentu saja secara otomatis tangan gue melambai-lambai
untuk memberi kode pada El buat berhenti.
Mati lo, Ray! Yang berhenti bukannya Elbara malah Elbatuk. Eeeh..... ternyata Sobirin, anak kompleks sebelah dengan motor barunya. Gue langsung menggeplak
kepala gue sendiri. Bushet dah!
"Eh, Neng Raya! Mau kemana" Mau dianter ke sekolah, Neng?" Tanya Sobirin sambil cengar-cengir.
"GUA PENGEN KE AKHIRAT!! UDAH PERGI SANA!!" Bentak gue jahat.
"Jahat banget sih, Neng!"
"EMANG GUE JAHAT! LEBIH JAHAT DARIPADA KAMERA YANG LO PUNYA! UDAH PERGI SANA!" Gue makin naik darah.
Setelah gue omel habis-habisan, akhirnya Sobirin pun menyerah juga dan berlalu pergi. Terima kasih, Tuhan. Engkau telah menyelamatkanku dari siksa dunia.
Gue menghela napas lega. Beberapa saat kemudian, El datang menghampiri gue. Tanpa kata, dia membuka kaca helmnya lalu menatap gue tajam. Gue langsung salting nggak tau harus berbuat
apa. "Nih!" El menyodorkan sebuah helm berwarna hijau ke gue.
Gue menyambar helm itu lalu memakainya. Kemudian gue bergegas naik motornya El. Dalam hati gue cuma membatin. Dia sama sekali nggak minta maaf karena telat
jemput gue. Dia juga nggak berkata apa-apa tentang penampilan gue. Dia terlalu pendiam! Tapi sikap cueknya itu yang buat gue semakin nge-fans sama dia.
Di mata gue, cowok yang nggak banyak bacot itu terlihat cool.
*** Sesampainya di kelas, Arsyaf sudah menghadang gue dengan berkacak pinggang. Matanya mendelik marah.
"Ngapain lo melototin gue" Pengen dicolok tuh mata?" Tanya gue sebel. Pagi-pagi Arsyaf sudah mencari gara-gara.
"Kenapa lo bisa bareng El?" Dia mulai mengintrogasi.
Gue mengangkat bahu. "Nggak tau! Kemarin, dia sendiri yang mau nganter gue ke sekolah."
Arsyaf tambah melotot. "NGGAK MUNGKIN!" bentaknya. "El bukan cowok yang suka ngasih kode ke sembarang cewek. Pasti lo 'kan yang gatel duluan?"
Mata gue melebar mendengar apa yang dikatakan Arsyaf barusan. "Gatel" Sumpah ya, Syaf! Gue nggak menyangka lo bisa ngatain gue kayak begitu."
"Ray, maaf. Gue nggak bermaksud....."
Sebelum Arsyaf menyelesaikan penjelasannya, gue langsung pergi ke kantin.
Kesal! Sebal! Bete! Bagaimana tidak" Orang yang gue anggap sebagai best friend tiba-tiba ngatain gue cewek gatel. Arsyaf bego! Tolol! Goblok! Aaaaaargh!
Gue benci! Gue benci! "Raya" Ngapain lo di sini" Bentar lagi pelajaran Pak Bambang dimulai lho!" Ujar Renan kemudian dia duduk di hadapan gue.
Gue hanya diam, nggak menyahuti ucapannya. Dia menundukkan sedikit kepalanya untuk melihat wajah gue di balik poni. Lalu gue memanglingkan muka.
"Lo nangis?" Tanya Renan kaget.
"Enggak. Gue nggak nangis!" Jawab gue dengan suara yang goyah.
"Lo kenapa nangis?"
"Udah gue bilang, gue nggak nangis! Banyak bacot ya lo?" Gue menggebrak meja kantin.
Emosi gue seketika naik dan tak terkendali. Renan cuma tersenyum lalu memegang pergelangan tangan gue, membawa gue ke parkiran, kemudian memakaikan helm
ke kepala gue. "Mau kemana?" Tanya gue dengan bibir manyun, cemberut.
"Mau ke tempat yang bikin lo nggak bete lagi."
Renan memakai helmnya, menstater motor lalu menyuruh gue naik. Gue cuma nurut. Kami pun menyusuri jalanan kota Jakarta dan meninggalkan beberapa pelajaran
di kelas. 05. Chapter 21-25 Chapter 21 [Raya pov] Makasih ya Ren! Lo selalu ada buat gue. Lo emang sahabat terbaik gue. Maafkan gue yang pernah nggak nyaman dengan friend zone kita dan sempat ingin menjadi
lebih dari sekedar teman buat lo.
Gue melihat-lihat ke sekeliling. Renan membawa gue ke restoran ayam siap saji. Beberapa orang di restoran itu melirik kami, 2 bocah SMA yang masih memakai
seragam sekolah. "Lo mau pesen apa?" Renan melihat-lihat daftar menu yang tertera di papan.
"Gue pesen apa yang lo pesen." Gue menyahutinya lemas.
Renan mengangguk mengiyakan. "Mbak, saya pesen 2 paha ayam plus nasi, dan 2 soda, ya!" Kata Renan pada seorang pegawai Restoran.
Setelah itu, kami pun mencari tempat duduk di dekat jendela. Pikiran gue melayang-layang. Gue masih memikirkan apa yang dikatakan Arsyaf tadi.
"Raya?" Renan melambaikan tangannya tepat di depan muka gue. "Woi Raya!"
Gue seketika terbangun dari lamunan. "Nggak usah ngagetin juga keles!" Tukas gue sebal.
"Ini! Pesenannya udah dateng. Makan gih!"
Gue melirik Renan penuh curiga. Lalu dia melirik gue balik.
"Ada apa lihat-lihat?" Renan mulai mencuil paha ayam yang ada di piringnya lalu mencocol cuilan paha ayam itu dengan saus sambal.
"Jadi, lo mau nraktir gue?"
"Iya! Kan gue udah janji sama lo! Kalau gue jadian sama Tantri, gue bakalan traktir lo."
Mata gue mendelik. "Ha?" Gue begitu kaget. "Curang lo, Ren! Tau gini gue nggak bakal mau lo ajak ke sini. Di sini harganya terlalu murah. Lo sih nggak
bilang-bilang kalau ini reward gue sebagai mak comblang!"
Renan tertawa puas. "Mak comblang" Lo itu Mak Lampir Hahaha"
"Kalau gue Mak Lampir, lo Gerandongnya!"
"Udah! Cepet makan Mak Lampir!" Renan mengulum tawa.
"Okkeh deh Gerandong!" Gue menimpali.
Setelah kami selesai makan, kami pun pergi ke mall bagian game zone. Kami main tembak-tembakan, lempar bola basket, dan masih banyak lagi permainan yang
kami jajal. Gue jadi nggak sedih lagi karena Renan, sahabat gue sejak TK.
*** "Lo nggak mau masuk dulu?" Tanya gue sambil melepas helm.
Renan menggeleng. "Enggak. Gue langsung pulang aja."
"Makasih ya Ren buat hari ini."
"Iya, Mak Lampir."
"Dasar Gerandong!" Gue menurunkan kaca helm yang dipakai Renan dengan kasar.
"Ya udah! Gue pulang dulu ya, Mak!"
"Iya, Ndong!" *** Di dalam kamar, gue kali ini nggak nge-game atau pun nonton drama korea. Gue belajar. Kaget kan kalian" Gue juga kaget!
Gue nggak mau harga diri gue diinjak-injak lagi hanya gara-gara gue tukang nyontek. Gue akan tunjukan pada Tantri, Bianca, dan Monica kalau gue bisa masuk
peringkat the best ten tanpa contekan dari siapa pun!
"RAYA! ADA TEMEN LO NIH!" Teriak Kak Icha.
Gue terhenti. "SIAPA KAK?" tanya gue teriak dari kamar.
"ARSYAF KATANYA!"
Ha" Arsyaf" Ngapain dia ke rumah gue" "BILANG AJA GUE NGGAK ADA!"
"BEGO LO! NIH ANAKNYA SUDAH DENGER SUARA LO SENDIRI!!"
Ih! Kak Icha memang seperti itu. Dia mah ogah berjalan walaupun sedikit saja. Dia lebih memilih teriak-teriak sampek tenggorokannya serak dari pada manggil
gue ke kamar. Gue pun beranjak dari meja belajar gue sambil menghentak-hentakkan kaki dengan kesal menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Arsyaf. Kak Icha udah nggak ada.
Nggak tau tuh anak ngacir ke mana.
"Ada apa?" Gue bersedekap.
"Raya, gue ke sini mau minta maaf."
"Lo mau minum apa?" Ucap gue tambah judes.
"Gue nggak mau minum sebelum lo maafin gue."
Saat itu gue bisa lihat ada ketulusan terpancar dari matanya. "Iya iya! Gue maafin. Sekarang, lo mau minum apa?" Kali ini nada bicara gue udah kembali
seperti biasa. "Apa saja yang penting nggak pakek sianida." Arsyaf tersenyum.
"Apa aja" Aer comberan mau lo?"
Dia hanya tertawa. Sementara gue menahan tawa gara-gara gue masih gengsi setelah baru saja ngambek sama dia.
Chapter 22 [Raya pov] Tok tok tok. Terdengar suara ketukan pintu. Gue langsung gelagapan menaruh buku pelajaran yang baru gue baca ke meja belajar. Gue nggak mau Kak Icha dan
bokap tau kalau gue pengen masuk peringat the best ten. Bisa-bisa mereka menertawakan gue.
Gue membuka pintu. "Ada apa, Kak?"
Kak Icha langsung ngacir masuk ke kamar gue tanpa permisi. "Gila lo Ray! Gebetan lo banyak bener yak?" Dia kemudian duduk di atas kasur.
Gue mengernyitkan dahi sambil menutup pintu. "Gebetan" Siapa yang Kakak maksud?" Gue ikutan Kak Icha duduk di atas kasur.
"Hallah! Pakek acara belagak bego segala! Tadi pagi, lo dijemput sama pangeran korea. Siang hari, lo dianter pulang sama Renan. Sore hari, lo diapelin
sama Arsyaf! Muke gile! Gebetan lo T.O.P.B.G.T!!"
Gue berdecak. "Ngomong apa sih Kakak ini?"
"Pagi ada, siang ada, sore ada. Cari satu lagi gih! Biar afdol buat malem!"
Gue cuma garuk-garuk kepala nggak ngerti. "Aduh Kakak! El, Renan, dan Arsyaf itu cuma sahabat. Bukan gebetan. Kalau ngomong nggak usah pakek imajinasi
deh!" "Eh, gimana kalau yang ngapeli lo pas malem itu si Sobirin?" Celetuk Kak Icha asal.
"OGAH!!" "Kenapa ogah" Dia itu sudah suka sama lo sejak TK lho!"
"Kak, masa' Kakak mau jodohin Raya sama penambang emas?"
"Penambang emas?"
"Giginya Sobirin tuh! Tambang emas! Ya kalau tuh gigi emas beneran! Gue dah mau dah sama dia."
"Emang ada apa dengan giginya Sobirin?"
"Tuh gigi warnanya kuning coy! Nggak sikat gigi sepuluh tahun apa yak?"
Tawa Kak Icha langsung pecah, berhamburan memenuhi seluruh ruangan kamar gue. Setelah puas tertawa, Mata Kak Icha tiba-tiba melebar ketika melihat beberapa
buku berserakan di atas meja gue. "Lo habis belajar ya?"
"E...enggak! Tadi gue cuma mau cari buku buat pelajaran besok ke sekolah. Jadi orang jangan suka husnudzon deh!"
Kak Icha mendorong kepala gue. "Pala lo pe'ak!" Dia berdecak. "Eh, ngomong-ngomong..... kalau lo nggak mau sama pangeran korea, gue bisa menampungnya kok!"
"Menampung" Emangnya El anak jalanan apa"! Pakek ditampung segala!" Mata gue mendelik seram.
"Oooh jadi namanya El" El siapa" Masa' El doang namanya?"
"Iya. Nama panggilannya El. Nama lengkapnya Elbatuk!"
Kak Icha mendorong kepala gue lagi. "Ih! Gue serius nih!"
"NAMANYA ELBARA! PUAS"!" Bentak gue geram. "Lagipula, mana mungkin El suka tante-tante absurd kayak Kakak!"
"Apa lo bilang"! Tante-tante?" Kali ini Kak Icha menjewer telinga gue dengan gemas.
"Ampun Kak!" Rengek gue.
*** Arsyaf" " " " : bntar lgi UAS guys!
Raya" " " " " " : trus"
Arsyaf" " " ?" : mau liburn kmna lo stelah UAS"
Raya" " " " " " : kmana aja asal naik telolet. ?"
Renan" " " ?" : eh, buknx skarng ada wacana larngan pakek klarkson telolet ya"
Raya" " " " ?" : yg pnting gw nggak ngelarng telolet. Gw mah ngelrng org2 cntik yg suka ngomong "om sini om"
Renan" " " " : wkwkwk lucu bnget lawakan lo, Ray!
Arsyaf" " ?" : iya. Gk seru jg ya klw klarksonx cuma tot tot tot
Raya" " " " " : iye. Ngapain sih pakek acara ngelrng sgala"
Renan" " ?" : katax ada org yg jatuh pas ngejr om telolet, Ray!
Raya" " " " " : waaaah! Gk pnting bgt org yg ngejar telolet itu!
Elbara" " " : PERCAKAPAN INI UG GK PENTING!
Raya" " " " " : woi! Siape yg msukin El ke grup woi"! Annoying!
Renan" " ?" : gw. Lo lupa klw gue mntan siswa SMAN 73"
Raya" " " ?" : BTW, knp kita jdi bahas telolet ya"
Arsyaf" " " : lgi nge-hits soalx.
Raya" " " ?" : BTW, knp demam "om telolet om?" Knp kok gk demam "om pong om?"
Arsyaf" " : wkwkwk koplak lo, Ray!
Nggak tau kenapa sejak didirikan grup WA ini, hidup gue jadi berwarna banget. Gue harap, anggota grup ini terus bertambah. Karena anggota grup ini sudah
pasti adalah sahabat gue.
Chapter 23 [Elbara pov] Setelah membaca obrolan di grup WA, gue jadi mengerti kenapa Arsyaf menyukai gadis yang bernama Raya itu. Dia memang nggak cantik, wajahnya pas-pasan,
sikapnya kasar, seenaknya sendiri, dan nggak terlalu pintar. Tapi di balik semua itu, dia punya beberapa kelebihan. Ah, bukan! Lebih tepatnya keunikan.
Raya berbeda dari cewek-cewek yang lain. Dia konyol, easy going, dan dia..... manis. Saat dia nggak pakek kacamata, gue menyadari kalau Raya benar-benar
manis kalau senyum. Ada lesung pipi yang nggak begitu cekung di kedua pipinya. Hampir saja waktu itu gue salah tingkah pas jemput dia ke sekolah. Terima
kasih, Tuhan. Tak lama setelah obrolan itu, Raya lagi-lagi memulai kekonyolannya. Kali ini dia meng-upload foto Arsyaf dengan mulut menganga pas lagi tiduran di kelas.
Raya" " ?" : gmn"
Renan" " : wkwkwk krja bagus, Mak!
Raya" " ?" : mkasih, Ndong! Gerandong!
Arsyaf" " : woi siape yg memfoto gw" ?"
Raya" " ?" : gw, Kay! Patkay!
Arsyaf" " : cri mati lo" ?"
Raya" " ?" : gw cri guru kyak Tong Sam Cong!! ?"
Arsyaf?" : MATI LO BESOK!!
Raya" " ?" : gpp, Syaf! Lo ganteng kok kyak Tomingse
Arsyaf" " : bo'ong lo!
Renan" ?" : mksud Mak Lampir, Tomingse itu singktan dr Tolong Mingkem Sedikit wkwkwk
Arsyaf?" : AWAS LO, YAP, RAYAP!
Raya" " " : weeeeekkk ?"
Setelah baca chat-chat itu, gue jadi ketawa-ketawa sendiri di dalam kamar. Cewek ini lucu juga ya, pikir gue. Arsyaf, sepertinya gue bakalan jadi saingan
elo! Chapter 24 [Raya pov] Laper nih! Habis sholat maghrib, gue langsung belajar sampai jam 10 malam. Setelah otak gue udah puyeng disiksa belajar, gue pun terseok-seok menuju dapur.
Butuh asupan gizi nih perut.


Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat gue membuka tudung makanan, nggak ada apa-apa. Saat gue membuka tutup panci di atas kompor, juga tidak ada apa-apa. Saat gue membuka laci, juga nggak
ada simpanan mie instan atau apa pun yang bisa dimakan.
"KAK ICHA!! KOK NGGAK ADA MAKANAN"!" teriak gue dari dapur.
Lho" Kok aneh" Biasanya Kak Icha kalau dipanggil langsung nyerocos. Tapi sekarang kok nggak ada suaranya" Ke mana dia"
Gue pun berjalan menuju kamarnya Kak Icha. Astaga! Gue masih nggak percaya dengan apa yang gue lihat saat itu. Gue benar-benar terperanjat kaget bukan
main ketika melihat Kak Icha terbaring lemas di atas kasur dengan jidat yang penuh dengan keringat dingin.
"Kak Icha" Kak Icha kenapa"!" Tanya gue panik sambil berlari menuju tempat Kak Icha terbaring.
"Raya?" Ucapnya lemas.
Gue langsung pegang keningnya Kak Icha. Astaga! Gue terpental. Panas banget coy!
"Kak" Kakak nggak apa-apa 'kan?" Gue tambah panik. "Kakak tunggu di sini ya! Gue akan segera membeli obat."
Gue pun siap-siap untuk bergegas. Tapi tangan Kak Icja menghentikan gue. "Raya?" Ucapnya terlihat tak bertenaga.
"Hm?" Gue menoleh, kembali duduk di sampingnya.
"Gue mau martabak manis, Ray!"
"Okeh! Setelah Raya beli obat, Raya akan cari martabak manis buat Kakak. Tenang aja! Raya akan segera kembali." Gue menepuk bahu Kak Icha beberapa kali.
Langit terlihat begitu gelap, jalanan kompleks perumahan gue tampak sepi. Bagaimana kalau ada begal" Bagaimana kalau gue diculik seperti di sinetron murahan
yang kerap hue tonton" Ah, banyak banget yang gue pikirkan. Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya gue keluar malam di atas jam 9. Ngeri sih! Tapi mau
bagaimana lagi" Gue harus membeli obat buat Kak Icha agar demamnya lekas turun.
*** "Pak, martabak manis rasa kacang satu dan rasa keju satu ya, Pak!" Ucap gue pada penjual martabak. Kemudian gue duduk di kursi yang sudah disediakan penjual
martabak itu di tepi jalan.
"Sssst! Cewek itu manis juga ya?" Kata seorang anak berandalan pada temannya. Gue nggak peduli dengan percakapan mereka.
"Yang mana?" Tanya temannya.
"Yang pekek kacamata!" Kata berandalan tadi. Gue mulai risih. Sepertinya, cewek yang dimaksud brandalan tadi itu gue deh!
Seperti yang gue duga, 2 cowok yang sedari tadi mengamati gue akhirnya melakukan pergerakan. Mereka menghampiri gue setelah membuang puntung rokok yang
mereka hisap tadi. "Ceeeewek! Boleh kenalan nggak?" Tanya brandalan tadi pada gue.
Gue melirik judes. "ENGGAK!!"
"Icikiwiiiir!! Nyolot juga nih anak! Sekolah di mana lo?"
"Gue nggak sekolah! Gue udah 2 kali cerai dan udah punya anak 2!" Gue semakin nyolot.
"Berani juga nih cewek!" Ucap brandalan itu sambil menyikut temannya. "Gilang, ada yang baru nih!"
"Ada yang baru" Emangnya iklan biskuit?" Gue tambah nyolot.
"Iya. Dia tipe gue, Fan!" Sahut brandalan yang bernama Gilang itu. "Galak galak manis!"
Gue mulai bergidik takut. Brandalan yang bernama Gilang itu tiba-tiba memegang tangan gue dengan kasar. Si penjual martabak cuma diam saja nggak mencoba
menolong gue. Dasar kurang ajar! Cemen!
"Lepasin!" Gue mencoba menghempaskan tangan brandalan itu tapi nggak bisa.
"Hei!" Ujar seorang cowok dari kejauhan yang berjalan menghampiri kami.
Mata gue membulat ketika mengetahui kalau cowok itu adalah Elbara. Dengan gayanya yang cool, mukanya terlihat songong dengan kedua telapak tangan yang
tersimpan di saku celana. Kedua brandalan yang mengganggu gue tadi kemudian menoleh ke sumber suara.
"Elbara?" Ucap mereka bersamaan yang tampak terkejut.
"Lepasin!" El memegang pergelangan tangan gue. Gue hanya melongo.
"B...b..baik." Brandalan bernama Gilang tadi terlihat gugup bercampur takut.
"Maaf, El. Kita nggak tau kalau cewek ini pacar lo," papar brandalan yang satunya.
"Eits! Tunggu dulu! perlu gue jelasin kalau gue bukan pacarnya El ya!" Papar gue di waktu yang nggak tepat.
"Pergi!" Ucap El singkat tapi terkesan tegas pada dua brandalan itu.
"B...baik. Kita akan pergi." Anak yang bernama Gilang beserta temannya kemudian berlalu pergi. Ngacir entah ke mana.
Setelah itu, El melepaskan tangan gue. Sikapnya masih terlihat dingin. Mungkin itu efek karena dia tipe orang yang nggak banyak bacot.
"Makasih ya, El," ucap gue pada cowok yang kini memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana lagi.
El nggak menjawab. Dia hanya mengangguk. Bushet dah! Nih anak mending tercipta bisu dah, pikir gue. Punya mulut tapi nggak dipakek. Jawab 'sama-sama' kek,
'iya' kek, atau....apa gitu. Dia malah cuma mengangguk.
"Mbak, pesanannya udah siap!" Kata Pak penjual martabak yang sontoloyo itu.
"Iye!" Gumam gue judes.
**** Dari kaca spion, gue bisa melihat motornya El mengikuti gue dari belakang. Gue pun menghentikan motor dan membuka kaca helm. Motor El ikutan berhenti.
Dia juga menyingkap kaca helm.
"Ada apa, El" Ngapain lo ikutin gue?" Gue keheranan.
Dia menggeleng. "Bahaya."
"Bahaya kenapa?"
"Sudahlah! Gue akan anter lo pulang!"
Gue cuma tersenyum kecut. Bushet dah! Nih cowok sama sekali nggak menghiraukan pertanyaan gue. Tapi sikap cueknya itu tuh yang buat gue tambah greget.
Ngantar gue sampai ke rumah" Ah, jangankan nganter sampai ke rumah! Nganter sampai ke pelaminan pun gue mau kok, El! Hehehe.... gue tau kok! Di balik sikap
pendiam El, dia care sama gue.
Chapter 25 [Elbara pov] Hape gue dari tadi terus bergetar saat gue lagi asyik main game. Eh, ternyata grup "Anak-anak Koplak" yang dibentuk Raya lagi pada kumat. Gue pun sengaja
mengakhiri permainan gue dan membuka chat-chat yang nimbrung di grup.
Raya" " ?" : sepix grup ini. Pada mati lo"
Renan" " : kngen lo"
Raya" " ?" : y
Renan" ?" : y udah deh! Gw komen biar rame
Raya" " " " : maaciuw
Renan" ?" : apaan tuh"
Raya" " " " : bhs alay.x makasih bego!
Arsyaf" ?" : ?"msih wras lo, Yap, Rayap"!
Raya" " " ?" : gw wras kok! Tp gw ABG labil
Arsyaf" ?" : sdah tua ngaku ABG!
Raya" " " " : situ jg keles!!
Arsyaf" ?" : lo aja keles! Jgn ajak2 gw!!
Raya" " " " : kbur ah ke kore.
Arsyaf" ?" : Rayap, pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Renan" ?" : emng bhs indonesia yg baik kek gmn"
Arsyaf" ?" : gk tau! Tanya aja pk bmbang!!
Raya" " " " : STOP!! siape yg mau bntu gendong rmh gw ke korea"
Arsyaf" ?" : dr pd gendong rmh lo, lbih baik gw gendong lo...
Raya" " " " : stressss lo, patkay!
Renan" ?" : ciyeeeee.....
Raya" " " " : DIEM LO GERANDONG!
Arsyaf" ?" : eh, btw El kok nggak nongol2 sih dr tdi.
Raya" " " " : dia lgi ngapelin nenek.x tapasha!
Arsyaf" ?" : siapa tuh nenek.x tapasha"
Renan" " " : YAAA DEWAAAA
Raya" " " ?" : bara-bara-bara. Bere-bere-bere. Bara-bere. Bara-bere. Bara-bere-bere. Woi Elbara!
Gue senyum-senyum sendiri setelah membaca chat-chat kocak cewek koplak yang bernama Raya itu.
Elbara" " : apa"
Raya" " ?" : Patkay, Gerandong! Biasa.x klau ada anggota bru diapain ya"
Renan" ?" : d bully, Mak.
Raya" " " " : enk.x d kasih nama panggilan apa ya si El"
Arsyaf" " : bara api neraka.
Renan" ?" : YAAA DEWAAA
Raya" " " " : koplak lo, Ndong! Kebanyakan nonton uttaran lu yak"
Renan" " : iya nih gra2 nyokap gw, gw jdi jatuh cinta sma Kak Icha. Eh, mksud gw Icha, istri.x Fir
Raya" " " : Miti atau Icha, hayooo
Renan" : sama aja. Emak sama anak sama-sama yahuuut...
Raya" ?" : kmbali ke El. Enk.x d kasih nama apa guys"
Renan" : bere-bere Arsyaf" : biri-biri Raya" ?" : bleh jg tuh, Kay!
Elbara" : buru-buru Raya" ?" : waaaah bsa ngelawak juga nih anak! BUNGKUS COY!
Renan" : udh fix. Raya" ?" : ok. Jdi El skrang d panggil Biri-biri ye"
Arsyaf" : iye Elbara?" : trserh Rasanya sudah lama banget gue nggak tertawa lepas seperti ini. Sejak mama gue meninggal 2 tahun lalu, hidup gue jadi berantakan. Gue jadi lebih suka diam
dari pada ngobrol sama orang lain. Tapi sejak gue mengenal Raya, gue mulai bisa tertawa lagi.
06. Chapter 26-30 Chapter 26 [Raya pov] Hari ini gue terlambat masuk sekolah lagi. Diam-diam, gue melompati pagar belakang sekolah dengan gesitnya. Gue berjalan mengendap-endap sambil melihat
situasi di sekeliling gue. Tak seorang pun yang gue lihat. Sepertinya, semua orang sudah memasuki kelas masing-masing, pikir gue.
Ketika gue sampai di samping jendela kelas, gue mengintip sedikit untuk mengamati keadaan ruang kelas. Terlihat Pak Dono tengah menulis di papan tulis
dan tak memperhatikan siswa-siswi yang asyik mengobrol di belakangnya.
Gue memantabkan hati. Semoga dewa bersama neneknya Tapasha! Pak Dono sama sekali tidak menyadari kalau gue sedang mengendap-endap masuk ke kelas. Dia masih
asyik bermain-main dengan spidol dan papan tulisnya.
"Ada Mak Lampir!" Teriak Renan lalu tertawa.
Binasa lo, Ndong! Semua orang pun tertawa sambil bersorak "Huuuuu" pada gue. Awas lo, Ren! Lagi-lagi gue tertangkap basah deh sama Pak Dono.
Dono. Eh, maksud gue Pak Dono melotot tajam. Matanya seolah tengah menghardik gue. Dia mengangkat alis tinggi-tinggi. Gue hanya bisa tersenyum kecut sambil
melihat kumis tebal Pak Dono yang agak manggut-manggut ke atas ke bawah. SEREM COY TUH KUMIS LAMA-LAMA!!
"Enaknya kamu diberi hukuman apa ya?" Pak Dono mendelik.
"PANTUN! PANTUN! PANTUN!" ujar semua teman sekelas dengan nada seirama.
Pak Dono mengangguk beberapa kali sambil memainkan kumisnya. Ya elah! Lama-lama gue jambak juga tuh kumis!
"Diam semuanya!" Perintah Pak Dono tegas.
Semua teman pun akhirnya diam menta'ati perintah Pak Dono. Mereka tampak berharap, Pak Dono akan menuruti apa yang mereka minta.
"Baiklah! Buat pantun yang lucu!" Ucap Pak Dono yang masih mendelik.
"Kalau nggak bisa buat bapak tertaea bagaimana?" Tanya gue spontan.
"Kalau kamu tidak bisa membuat saya tertawa, maka kamu harus berdiri di samping papan tulis sampai pelajaran selesai."
Kelar lo, Ray! Kali ini lo nggak ada ide! Batin gue ngebacot sendiri.
"Mana pantunnya?" Pak Dono melipat tangan.
"Baik, Pak!" Jawab gue gugup.
Semua orang sudah bersiap mendengar pantun buatan gue. Bantu aku, Dewa!
"Lady Gaga, makan kedondong. Renan Atala, emang Gerandong!" Celetuk gue spontan.
Semua orang pun tertawa lepas tak terkecuali Pak Dono. Ada yang tertawa sambil memukul-mukul meja, ada yang tertawa sambil memegang perut, dan lain sebagainya.
Perasaan, pantun gue garing deh! Ah, ya udah! Yang penting, gue diperbolehkan duduk sama Pak Dono.
Chapter 27 [Raya pov] Seperti biasa, gue selalu mengantuk pas pelajaran yang diajarkan Pak Dono. Mata gue mulai samar-samar melihat papan tulis. Sudah berulang kali gue mencoba
melek. Tapi, mata gue ini pengennya merem mulu!
"Siapa yang tahu alasan kenapa kita tidak boleh meniup makanan yang masih panas?" Tanya Pak Dono setelah menjelaskan.
Gue celingukan ke kanan lalu ke kiri. Nggak ada yang bisa jawab rupanya bahkan Bianca atau Tantri sekali pun. Eh, masa' mereka nggak bisa jawab sih" Lama
banget nggak ada jawaban. Akhirnya, gue pun angkat bicara.
"Ya elah, Pak! Napas yang kita tiupkan 'kan mengandung CO2. Sementara makanan yang masih panas mengeluarkan uap aer, H2O. kalau digabungkan, menjadi H2CO3,
yakni asam karbonat yang nggak baek buat tubuh," jawab gue asal.
Semua orang melongo termasuk Pak Dono, kumisnya berkedut. Gue malah tengok kanan dan kiri kayak orang mau nyebrang. Mereka menatap gue seakan nggak percaya.
"Jawaban kamu benar, Raya!" Kata Pak Dono dengan mata membulat.
Gue celingukan, masih setengah mengantuk. "Emangnya saya tadi ngomong apa yak?"
"Tadi kamu bilang H2CO3."
Arsyaf, Renan, dan teman-teman yang lain masih menyimak percakapan di antara gue dan Pak Dono. Gue masih pilon. Ngantuk tingkat yaaa dewa!
"Saya?" Gue terpental kaget. Rasa kantuk yang tadinya lekat tiba-tiba menghilang begitu saja.
Pak Dono mengangguk. "Iya. Kamu. Apa tadi malam kamu belajar?"
"Enggak." Gue geleng-geleng. Tadu malam memang nggak belajar. Tapi seminggu lalu sempat membacanya di buku.
"Terus kenapa jawaban kamu benar?" Pak Dono masih keheranan. Bagaimana bisa murid sepe'ak gue bisa menjawab pertanyaannya dengan mudah"
Gue mengangkat bahu dengan wajah pilon seperti biasa. "Kalau begitu saya minta maaf, Pak! Anggap saja saya khilaf!"
Arsyaf dan Renan terkekeh. Gue mah masa' bodo! Balik tidur aja! Langsung aja gue capcuz ngantuk lagi.
*** "Gila lo, Ray!" Arsyaf geleng-geleng. "Dapat wangsit dari mana lo?"
"Dari Tuhan!" Jawab gue asal.
Renan mendorong kepala gue gemas. "Pakek ilmu hitam ya lu" Biar pinter?"
Gue mendorong kepala Renan balik. "Huuus! Lidah lo lemes banget!"
Tak lama setelah itu, bakso yang kami pesan pun datang. Mata gue langsung kinclong melihat santapan yahuuut kayak begono.
Semua orang di kantin, terutama cewek menatap gue sinis. Mereka tampak iri sama gue karena gue punya 2 sahabat bego kayak Arsyaf dan Renan. Ah, bodo amat
sama mereka! Seperti biasa, gue meracik bakso gue dengan beberapa sendok sambal. Arsyaf dan Renan mendelik sambil geleng-geleng.
"Kebiasaan di neraka nih anak! Makanya makanan pedes kayak gitu udah nggak mampan menyiksanya." Celetuk Arsyaf.
Gue terhenti. "Lo tuh kebiasaan hidup gelandangan! Makanya nggak pernah mencicipi makanan uueeenak kayak begini. Cabe mahal soalnya."
Renan tertawa lepas. Sedangkan Arsyaf hanya manyun lalu nge-jitak gue kesal. Adaaaw! Gue nge-jitak dia balik.
"Dasar Patkay!" Maki gue.
"Rayap rayap di dinding!"
Renan nggak mempedulikan pertengkaran kami. Dia malah sibuk menyantap bakso yang ada di hadapannya.
Chapter 28 [Elbara pov] Gue tersentak saat papa membanting surat skorsing di atas meja. Ya, sejak mama meninggal karena stroke, hubungan gue dengan papa merenggang.
Papa adalah seorang suami yang gila kerja. Setiap hari, dia berangkat pagi dan selalu pulang malam. Hingga suatu ketika mama jatuh sakit selama beberapa
bulan dan tak kunjung sembuh. Papa masih sama. Dia nggak menghiraukan mama yang terkapar di rumah sakit. Selalu saja dia bekerja, bekerja, dan bekerja
lagi. Perseteruan kami memuncak ketika mama akhirnya menemui ajalnya. Kenapa" Kenapa" Kenapa mama harus menikah dengan lelaki bajingan seperti papa"
Sejak saat itu, gue jarang pulang ke rumah. Gue lebih sering menginap di rumah atau kos-kosan teman-teman gue. Dan sejak saat itu pula, gue mengenal rokok,
miras, balapan liar, dan tawuran. Karena kenakalan gue, papa jadi sering keluar masuk ruang BK.
"Sudah cukup! Papa sudah muak denganmu!" Bentak papa.
Cacian, makian, ocehan, dan teriakan papa seakan sudah terbiasa lalu lalang di telinga gue.
"Kalau kamu begini terus, bisa-bisa kamu dikeluarkan dari sekolah!" Papa masih mengomel. sementara gue masih terdiam malas.
"ANAK INI BENAR-BENAR....." tangan papa melayang. Gue malah menyiapkan pipi gue buat pendaratannya.
"Tampar aja, pa!"
Papa mendelik. "Kamu...." dia mendengus kesal.
"Jangan sok peduli! Sejak kapan papa peduli sama El?" Gue mulai bicara.
Papa masih saja mendengus, geram. Matanya masih sama seperti tadi, melotot. Gue udah jera sama orangtua itu. Dia nggak ngerti kalau bukan hanya materi
yang gue inginkan. Gue pun beranjak pergi. Mengambil kunci motor, lalu berjalan menuju garasi. Papa terus berteriak-teriak manggil nama gue. Dan gue nggak peduli! Kesal!
Andai saja mama nggak meninggal, hidup gue nggak akan jadi seperti ini. Berantakan!
Di jalanan kota Jakarta, gue mengendarai motor gue dengan kecepatan maksimum. Apa lebih baik gue menyusul mama saja" Pikiran seperti itu sering terbesit
di kepala gue. Aaaaaargggh!!
*** Nggak tau kenapa, motor gue terhenti di sebuah taman di dekat kompleks perumahan Raya. Sepertinya, otak gue udah konselt! Nggak tau kenapa juga, gue ingin
bertemu dengan Raya, cewek yang kerapkali buat gue tertawa lepas. Tanpa berpikir panjang, gue mengambil HP dari saku celana gue dan menelponnya.
"Halo?" Sapa gue.
"Halo" Ada apa, El?"
"Bisa kita ketemu?"
"Ha" Ketemuan" Dimana?"
"Di taman. Deket kompleks lo."
"Oke." Dia pun menutup teleponnya. Lalu gue menunggunya sambil duduk di salah satu kursi di taman sore itu. Tak lama menunggu, Raya datang lalu tersenyum pada
gue. Jujur, dia manis. Dan membuat gue jadu terperangah.
Tanpa basa-basi, gue langsung berdiri, berjalan ke arahnya lalu memeluknya erat. Dia tampak kaget dan langsung mendorong dada gue agar menjauh. Tapi gue
menarik pinggangnya kembali mendekat ke pelukan gue.
"El, apa-apaan sih"!" Dia masih memberontak.
Gue malah memeluknya semakin erat. "Lima menit! Biarkan gue lima menit saja di pundak ini." Gue menyandarkan dagu gue ke pundaknya. Dia tidak bau dan tidak
wangi. Dia memiliki aroma yang khas. Aroma yang ada pada dua tahun lalu. Baunya seperti ibu gue. Nyaman.
"El, lo kenapa?" Tanyanya.
Gue nggak menjawab pertanyaannya dan hanya diam menikmati aroma ibu yang sudah lama nggak pernah gue cium.
"Cup....cup....cup...." ucap Raya sambil menepuk-nepuk punggung gue lembut
Gue melepaskannya, menatapnya dengan heran sambil mengulum tawa. "Cup cup cup" Lo pikir gue bayi?"
Dia garuk-garuk kepala lalu nyengir. "Hehe gue pikir, lo lagi sedih, jadi gue tenangin," paparnya sambil tersenyum.
Plis jangan tersenyum! Lo terlihat tambah manis kalau tersenyum. Kemudian, gue lagi-lagi menarik pinggangnya dan membawanya ke pelukan gue. Kali ini dia
tidak memberontak dan hanya diam. Jadi, seperti ini rasanya memeluk wanita yang dicintai" Nyaman.
Chapter 29 [Raya pov] Mata gue mendelik menatap langit-langit kamar. Pikiran gue nggak karuan. Ini pertama kalinya gue dipeluk sama cowok. Pelukannya sudah tadi sore sih! Tapi
getarannya berasa sampai sekarang, jam duabelas malam.
Setelah puas menatap langit-langit kamar, gue mengacak-acak rambut gue sendiri sebal. Bagaimana mungkin gue terperdaya oleh ketampanan El" Kalau dipikir
lagi, pelukan El terasa hangat dan tulus. Tapi..... dia bukan suami atau pacar gue! Dia nggak berhak memeluk gue kayak gitu. Kacau!!
Otak gue terus berproses. Memikirkan cowok yang tadi sore memeluk gue dengan cinta. Gue nggak bisa tidur. Tiap kali terlelap, gue memimpikan El!! Apa gue
jatuh cinta sama El" Ah, tidak! Tidak! Tidak! Kemarin, gue jatuh cinta sama Renan. Dan sekarang..... ENGGAK!! gue nggak boleh punya perasaan ini. Hubungan
kita hanyalah sebatas teman! nggak lebih!
*** Gue mengacak rambut gue. "Ren! Gimana ini, Ren?" Ucap gue manja.
"Gimana apa?" Renan mengerutkan dahi.
Gue malah berbaring di atas ranjang Renan sambil memeluk guling. Sementara Renan masih asyik main game di HP. Dia duduk di meja belajar, di samping ranjang
tepat. "Ini ceritanya tentang temannya teman gue. Jadi ceritanya gini, temennya temen gue itu punya temen yang ganteng banget, Ren." Curhat gue kembali ke posisi
duduk. "Terus?" Renan menghentikan game-nya lalu menyimak cerita gue.
"Terus, temennya temen gue itu akhirnya sahabatan sama si cowok ganteng itu. Tapi tiba-tiba......"
"Tiba-tiba apa?" Muka Renan tampak sangat serius tak seperti biasa.
Gue mengambil segelas jus jambu yang ditaruh mamanya Renan di atas meja belajar. "Tiba-tiba cowok ganteng itu memeluk temennya temen gue dengan errrraaaaaat
banget!" Papar gue lalu menyeruput jus jambu sedikit.
Mata Renan langsung terbelalak lebar. Dia tampak kaget. "Siapa yang ngelakuin itu ke lo" Arsyaf atau El"!" Katanya marah.
Uhuuuk uhuuuk uhuuuk. Gue spontan langsung tersedak. Bagaimana dia tau kalau gue cerita tentang diri gue sendiri"
"Enggaklah, Ren! Bukan gue! Gue cerita tentang temennya temen gue!" Papar gue gugup.
Wajah Renan tiba-tiba tampak bete. Tangannya bahkan mengepal geram. Gue nggak berani berkata sepatah kata pun.
*** [Renan pov] Kurang ajar! Siapa yang berani memeluk Raya" Arsyaf atau El" Rupanya salah satu di antara mereka mau cari ribut sama gue.


Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah mengantar Raya pulang, gue bergegas ke rumah Arsyaf. Sejak awal gue sudah tau kalau dia suka sama si Raya. Berulang kali gue mendapatinya memberi
kode pada Raya. Tapi Raya selalu no respon.
"Renan, kenapa lo kemari?" Tanya Arsyaf heran.
Gue menggeleng. "Gue cuma mau tanya, apa kemarin sore, lo ketemuan sama si Raya?" Tanya gue sinis.
Dia menggeleng. "Enggak! Kenapa emang" Kemarin gue nganter mama ke mall. Emangnya ada apa sih?"
Gue menggeleng, mencoba menutupi apa yang terjadi dari Arsyaf. Setelah melihat ekspresi Arsyaf, gue jadi tau kalau yang memeluk Raya kemarin Sore adalah
El, Elbara! Tanpa menjawab pertanyaan Arsyaf, gue langsung pergi tanpa memberikan penjelasan apa pun. Arsyaf sempat memanggil-manggil nama gue beberapa kali seolah
meminta jawaban. Tapi sama sekali nggak gue hiraukan.
Tok tok tok.... gue mengetuk pintu rumah El dengan kasar. Tak berapa lama kemudian, El membuka pintu dan.......
Praaaaakkk..... Tinju gue langsung mendarat tepat ke pipi El. Sudut bibirnya tiba-tiba berdarah. Matanya membulat kaget dan tangannya memegang bibirnya sejenak pada bagian
yang berdarah. Lalu dia meludah songong.
"Apa-apaan lo?" Tanyanya.
"Jangan dekati Raya!" Tukas gue to the point.
El tersenyum miring. "Itu bukan urusan lo!"
"Itu urusan gue!"
"Kenapa itu jadi urusan lo?"
"Karena Raya adalah sahabat gue! Gue nggak mungkin rela kalau dia sampai pacaran sama lo!"
"Kenapa" Lo pikir gue nggak bisa ngelindungi Raya?" Nada El mulai sedikit meninggi.
"Bukan begitu, El. Gue hanya nggak mau, cewek baik-baik kayak Raya ikutan tercebur ke dunia kelam kita!"
Lagi-lagi El tersenyum sinis. Dia mendorong gue keluar pintu. "Itu bukan urusan lo, brengsek!" Ujar El sebelum menutup pintu dengan keras.
Chapter 30 [Raya pov] Setelah lama belajar buat UAS, otak gue rasanya mau game over aja. Seolah ada asap yang tiba-tiba mengepul dari kedua telinga gue. Maklumlah! Selama 17
tahun, nih otak jarang digunakan. Jadi wajar kalau suka konselt.
Ah, bosannya! Gue pun menyambar HP gue yang tergeletak di atas kasur dan melihat apakah ada SMS, chat, atau inbox yang masuk. Gue menghela napas panjang
setelah melihatnya! Sepi banget kayak kuburan. Hanya ada beberapa pemberitahuan tentang orang-orang yang nge-like status gue di FB. Ah, payah! Di mana
nih 3 cowok bego best friend gue"
Raya" ?" : Dimanelah budak2 nih" Tak ade seorang pun!!
Arsyaf" : Minggat sono ke malaysia! Dasar UPIL!!
Raya" ?" : Dasar KUTIL!!
Arsyaf?" : BOCIL! Raya" " " : apaan tuh bocil"
Arsyaf" : Bocah Cilik!
Raya" " " : KIMCIL LO!
Arsyaf?" : waaah ngajak berabe nih ank!
Raya" ?" : eh, sharus.x upil dn kutil brsaudra. Gk bleh sling mnjatuhkn!!
Arsyaf" : betul....betul....betul..
Raya" ?" : eh, dmn yg laen"
Arsyaf" : ngapain cri yg lain" Kn ada gw!
Raya" ?" : maap, pak! Alergi kutil sy mah....
Arsyaf" : UPIL!! Lama-lama gw colok hidung lo biar gk ada upil
Raya" " : sy bocil mah....bkn upil yeee
Arsyaf" : y udeh. Dimane yg lainnye" # testing grndong #testing biri2
Raya" " : #gerandong, emakmu dtng, nak....
Gue berdehem ketika mau nulis nama El di chat. Rasanya gue masih malu buat ngobrol sama dia karena kejadian kemarin sore. Apa gue keterlaluan ya" Apa gue
harus manggil El juga untuk ikut nimbrung di grup ini ya" Apa cuma gue yang merasakan perasaan ini"
Lama sekali gue menunggu respon dari Renan atau El tapi mereka tak kunjung ikut chattingan juga. Sebenarnya apa yang terjadi" Apakah El juga malu sama
seperti gue" Apakah Renan marah karena gue habis dipeluk El" Aaaaarrrgh! Auk ah!
*** [Elbara pov] Setelah membaca chat di grup, gue enggan untuk membalasnya. Apalagi saat Raya nggak manggil nama gue di chat. Mungkin karena kejadian kemarin dia jadi
tidak bersikap seperti biasanya ke gue.
Raya, asal lo tau kalau gue mau keluar dari friend zone dan ingin jadi lebih sekedar teman buat lo. Nggak peduli apa pun yang terjadi, elo harus jadi milik
gue seorang! Gue akan menghancurkan friend zone yang lo ciptakan dengan Renan dan Arsyaf karena gue nggak suka lihat lo akrab dengan cowok lain. Pokoknya,
lo hanya milik gue. Titik!!
Setelah membaca chat di grup WA "Anak-anak koplak", gue memutuskan untuk mandi agar gue dapat meredam amarah gue. Tapi tetap saja nggak bisa! Gue melihat
diri gue sendiri di depan cermin dengan tangan mengepal. Lalu tiba-tiba gue melayangkan tinju mentah ke cermin tersebut. Cermin itu langsung pecah. Sementara
tangan gue terluka penuh darah gara-gara terkena goresan cermin.
Sebenarnya, ini baru pertama kalinya gue jatuh cinta sama cewek. Sebelumnya, banyak banget cewek yang suka sama gue. Mereka semua sama! Cuma sampah! Alasan
mereka mendekati gue hanya gara-gara gue tampan dan kaya. Mereka berpikir akan jadi nge-hits kalau pacaran sama gue. Dan semuanya selalu memperlakukan
gue seperti pangeran yang harusnya dimanja dan diperhatikan.
Berbeda dengan cewek-cewek sampah itu, Raya memperlakukan gue apa adanya. Dia adalah satu-satunya cewek yang berani memanggil gue dengan sebutan aneh seperti
"Biri-biri". Selain itu, aroma cewek manis itu juga sangat mirip dengan aroma mama. Seingat gue, aroma mama dan Raya itu seperti baju kering yang baru
saja diangkat dari jemuran. Tidak wangi dan tidak bau. Tapi terasa sedap.
Raya..... aku akan datang.....
07. Chapter 31-35 Chapter 31 [Raya pov] Tak terasa UAS pun datang dengan cepat. Gue harap, gue bisa masuk peringkat the best ten. Gue akan buktikan pada Tantri, Bianca, dan Monica kalau gue bisa
bertahan hidup tanpa contekan! Eh, maksud gue bisa ngerjain soal-soal UAS tanpa bantuan siapa pun.
Jantung gue berdegup kencang saat memasuki ruang ujian. Huh" Gue terpental kaget ketika melihat nomor ujian gue kali ini tepat di depan meja pengawas lagi.
Gue pun mendengus kesal. Kayaknya kali ini gue mati lagi. Heeeeem..... andaikan saja, gue adalah neneknya Tapasha, pasti gue nggak bakal mati-mati walaupun
gue melakukan hal-hal jahat seperti menyontek. Tuh nenek-nenek emang ajaib apa yak"
Tadi malam gue sudah belajar. Apa pun yang terjadi, gue pasrah. Huuuh.... gue menghela napas, meletakkan tas di atas kursi, lalu duduk. Tiba-tiba Renan
datang dan langsung menggeser pinggul gue.
"Woi!" Sapanya tampak begitu ceria.
Hidung gue mulai manggut-manggut ketika Renan datang. Gue mencoba mengkaji termasuk jenis apakah bau yang ditebarkan Renan kali ini.
"Ngapain lo?" Renan mendelik. "Gue udah mandi dan gue tadi pagi nggak makan jengkol ya! Lo jangan main fitnah!!"
Ketika gue dapat menyimpulkan jenis apakah bau itu, gue pun bergegas menutup hidung. "Bushet lo, Ren! LO BAU KAOS KAKI!!" teriak gue ke telinganya.
Renan terpental sambil memegang telinganya. Lalu dia meringis malu.
"Kaos kaki lo belum lo cuci berapa tahun huh"!"
"Baru sebulan kok, Ray! Nggak usah lebay lo!"
Mata gue membulat kaget. "Sebulan" Bushet! Kemarin bau ketek, terus bau jengkol, sekarang bau kaos kaki! Lo pantes pergi ke neraka bareng neneknya Tapasha
tauk!" Omel gue yang masih menutup hidung.
Renan malah tertawa sambil mengacak-acak rambut gue. "Gue ke neraka nggak mau bareng neneknya Tapasha. Gue mau bareng lo aja!"
"Kita emang bersahabat sejak kecil, Ren! Kemana pun selalu bersama. Tapi kalau ke neraka.... gua OGAH!!"
Tantri tiba-tiba datang dan menyeret Renan keluar kelas. Wajahnya tampak bete tiap kali dia lihat gue sama Renan bergurau bersama.
Eh, kalau dipikir-pikir, kenapa dulu gue sempat suka sama Renan ya" Udah bau ketek, bau jengkol, bau kaos kaki lagi! Oh iya, mungkin karena dulu dia nggak
bau kek sekarang. *** Pak Dono membagikan soal ujian dari depan. Gue melirik sedikit soal-soal itu. Astaga! Ada apa dengan gue" Kenapa soal-soal itu terlihat mudah"
Gue langsung mengambil pensil lalu mengisi LJK dengan lancar. Semua yang gue pelajari keluar di soal ujian. Semua soal terlihat seperti soal anak SD di
mata gue. Padahal, pas UTS kemarin, soal-soal seperti ini bagaikan luka yang disiram air garam. Menyiksa otak. Tapi sekarang"
*** Seperti biasa, setelah ujian, gue nongkrong di kantin makan bakso kesukaan gue dengan lahap. Tiba-tiba Renan datang sambil menenteng semangkuk bakso menuju
ke arah gue. Sebelum Renan duduk semeja dengan gue, gue udah ngacir mencari tempat duduk yang lain. Renan hanya melongo.
"Woi, Mak! Kenapa pergi?" Tanyanya yang masih berdiri menenteng bakso.
"Gua ogah duduk sama lo! Bau kaos kaki! Mungkin aja besok atau lusa lo bau bangke."
"Tega lo jadi temen!"
"Bodo!" Gue meletakkan semangkuk bakso gue ke meja lain lalu menyantapnya. Ah, enaknya!
Chapter 32 [Raya pov] Ujian hari ini akhirnya selesai juga. Sambil menggerak-gerakkan leher, gue menepuk-nepuk punggung. Capek! Pengen cepat-cepat pulang dan tidur.
"Eh, Raya! Sini!" Panggil Pak Dono ketika gue melewati kantor guru hendak menuju gerbang depan sekolah.
Gue menoleh lalu menghampiri Pak Dono. "Ada apa, Pak?"
"Tolong ambilkan sapu di gudang," kata Pak Dono dengan kumis manggut-manggut.
Nggak tau kenapa, tiap kali gue lihat kumisnya Pak Dono, bawaannya pengen jambak aja tuh kumis. Lucu sih! Jadi gemes deh!
"Buat apa, Pak?" Tanya gue kepo.
"Banyak nanya lu! Sapu ya buat nyapu!"
Gue meringis. "Baik, Pak."
Gue pun bergegas menuju gudang dengan langkah kaki malas. Aaaaarrrgggh! Gue terperanjat kaget. Terdengar suara teriakan seorang wanita dari arah halaman
belakang sekolah. Gue langsung berlari menuju sumber suara. Eiiits! Siapa itu" Zen" Siapa cewek itu"
Gue masih ngumpet di balik tembok, mencermati apa yang terjadi di belakang sekolah. Bagaimana pun juga, Zen adalah pentolan sekolah. Dia mengepalai ketua
geng di setiap kelas yang ada di sekolah. Kalau gue salah langkah, bisa kelar dah gua.
"Mau apa lo?" Cewek cantik itu bertanya dengan judes.
"Gue mau lo jadi pacar gue, Lea!" Jawab Zen sambil memegang pergelangan tangan cewek yang ternyata bernama Lea itu.
"Lepasin! Gue nggak mau!" Lea memberontak dengan melepaskan tangan Zen dengan paksa.
Bushet dah! Kayak sinetron aja nih adegan, pikir gue.
"Gue kurang apa, Lea?" Zen kembali memegang tangan Lea dengan paksa.
"Jangan ganggu gue, Zen! Lepasin!"
"Gue cinta sama lo, Lea!" Zen mulai mencodongkan wajahnya ke muka gadis yang bernama Lea itu.
"Aaarrrgh! Jangan!" Lea terus menghindar sambil menangis.
Zen sama sekali tak peduli kalau Lea menangis. Ia terlihat nafsu banget. Ya elah! Zen main nyosor aja! Jadi gawat nih! Gue harus melakukan sesuatu untuk
menolong gadis yang bernama Lea itu.
"EH! PAK DONO!! ADA APA, PAK?" teriak gue pura-pura seolah-olah ada Pak Dono beneran.
Zen langsung celingukan kaget setelah mendengar ada Pak Dono datang. Kemudian ia melepaskan tangan Lea, memanjat pagar, dan kabur begitu saja.
Setelah Zen pergi, gue menghampiri Lea yang saat itu masih menangis sesenggukan.
"Lo nggak apa-apa 'kan?" Gue memegang pundak Lea.
"Makasih ya, Raya! Lo udah mau nolongin gue."
Waduuuh! Ternyata gue terkenal juga ya" Gue aja tadi nggak kenal siapa gadis ini! Eh, ternyata dia kenal siapa gue.
"Iya. Sama-sama." Gue menimpali.
Lea mengusap air matanya. "Perkenalkan. Gue Renata Azalea, kelas XI-IPA 5." Dia mengulurkan tangannya.
Gue menyahuti uluran tangannya. "Soraya Aldrick," kata gue.
*** Sepulang sekolah, kami berjalan bersama menuju halte bus. Selain cantik, dia kelihatannya anak yang ramah.
"Ngomong-ngomong, bagaimana caranya lo bisa bersahabatan sama Renan dan Arsyaf?" Dia mengawali pembicaraan.
Gue mengangkat bahu. "Kalau Renan sih, gue sudah berteman sejak kecil. Kalau Arsyaf, dia yang daftar sendiri buat jadi sahabat gue."
Mata Lea membulat. "Kok bisa?"
"Nggak tau deh!" Gue kembali mengangkat bahu.
"Oh iya! Gue boleh minta nomor HP lo, nggak?"
"Boleh." Kami pun bertukar nomor HP dan menjadi teman sejak saat itu. Ah, semoga saja tahun depan, gue bisa satu kelas dengannya. Bantu aku, Dewa!
Chapter 33 [Raya pov] Di luar sana matahari terlihat sombong. Sementara semua orang berada di dalam gedung olahraga sekolah. Acara penutupan akhir tahun ajaran akan segera dilaksanakan.
Pada acara ini akan ditampilkan beberapa sambutan dan drama. Ya! Seperti acara akhir tahun ajaran pada umumnya lah!
Gue berada di kursi paling belakang. Nggak perlu ditanya kenapa gue milih kursi paling belakang! Kalau main game atau tiduran, bakal nggak ketahuan hehehe....
Di samping kanan gue ada Arsyaf. Sementara di samping kiri gue ada Renan. Dan di sebelah kiri Renan ada Tantri, pacarnya yang udah langgeng menjalin hubungan
selama satu semester ini.
"Sambutan yang pertama akan disampaikan oleh yang terhormat, Bapak Bambang Barabay, S.Pd. Kepada Bapak Bambang, dipersilahkan untuk naik ke atas panggung,"
papar MC. "Eh, ternyata nama lengkap Pak Bambang adalah Bambang Barabay! Baru tau gue!" Gumam gue sambil menyikut Arsyaf.
"Molor aja lo! Pak Bambang itu udah ngajar kita selama 2 tahun, dan lo baru tau nama lengkapnya sekarang?" Kata Arsyaf ngotot.
Gue cuma meringis. "Kok namanya kek Bawang Bombay yak?" Celetuk gue.
Arsyaf menggeplak keningnya sendiri. "Astaga nih anak! Kualat lo ngatain guru!"
"Gue nggak ngatain! Gue cuma beropini!"
Seorang siswa yang duduk di depan kami menoleh. "Ssst! Jangan berisik!" Dia berhasil membuat kami kicep.
"Rasain lo!" Bisik Renan.
Lama sekali perjalanan acara ini sampai ke puncaknya. Padahal sudah gue tinggal main game plants vs zombie sampai tahap survival endless level 44. Tapi
nih acara nggak kelar-kelar. Ditinggal bolos, nanti dapat hukuman. Payah!
"Juara kedua, diraih oleh Soraya Aldrick. Kepada ananda Soraya Aldrick, dimohon untuk segera naik ke atas panggung," papar MC.
Semua orang sontak menoleh ke belakang. Menatap gue horor termasuk Arsyaf dan Renan. Mata mereka membulat, mulut mereka menganga seakan tak percaya. Jangankan
mereka! Gue aja nggak percaya! Gue pun tak menghiraukan ucapan si MC dan melanjutkan game.
"Soraya Aldrick?" MC tampak sedikit kebingungan.
Arsyaf menyikut lengan gue. "Yap! Dipanggil noh!"
"Apaan sih"!" Gue menyikut balik lengan Arsyaf.
"Woi! Mak Lampir! Cepetan ke sana bego!" Kali ini Renan yang mengganggu permainan gue.
"Apaan sih?" "Lo dapet juara tuh!"
"Ha?" Mulut gue menganga lebar.
"Cepetan ke sana!"
"Gue dapet juara?"
"Iya! Gue aja masih nggak percaya!" Ujar Renan geleng-geleng.
Arsyaf menarik lengan gue lalu mendorong gue keluar dari barisan kursi hingga gue terpental sampai ke jalan lurus menuju panggung.
Semua orang masih memperhatikan gue. Sumpah! Kaki gue tiba-tiba gemetaran saat berjalan menuju panggung. Ada beberapa bisik-bisik iri yang terdengar. Semua
bisikan-bisikan itu nggak ada yang positif. Semuanya cacian.
Di atas panggung, Pak Malik, selaku kepala sekolah memberiku sebuah piala yang terlihat mengkilat. Gue menerima piala itu dengan gugup. Pas penyerahannya
pakek acara difoto segala! Gue jadi tambah nervous.
Dari atas panggung, gue bisa melihat semua orang. Tiba-tiba gue pengen pipis. Gila! Kenapa di saat-saat seperti ini sih kebeletnya" Kacau!
"Baiklah. Sekarang saya akan mengumumkan juara pertama. Juara pertama diraih oleh Tantri Eldabashra. Kepada ananda Tantri Eldabashra, diperkenankan untuk
naik ke atas panggung," ujar MC sambil melihat ke sekeliling.
Tak lama setelah dipanggil, Tantri berjalan keluar barisan kursi lalu berjalan dengan dagu yang sedikit mendongak ke atas. Dia benar-benar terlihat songong.
Setelah Tantri berada di atas panggung, dia juga menerima piala dari Pak Malik. Pakek acara foto juga pas penyerahan. Aduuuh! Kebelet pipis nih!
"Lo nggak pantes berada di panggung ini!" Gumam Tantri dengan salah satu sudut bibir miring ke atas.
Gue nggak menyahutinya. Yang gue pikirkan, gue pengen segera ke telolet. Eh, maksud gue ke toilet.
*** Di dalam toilet, akhirnya gue bisa bernapas lega.
"Beruntung banget si Raya! Dia bisa dapat juara," kata seorang siswi di luar pintu.
"Iya. Udah di kelilingi cowok ganteng, dapet juara lagi! Jangan-jangan dia pekek ilmu hitam!" sahut siswi yang lain dengan nada yang terdengar sinis.
Gue nggak berani keluar dan hanya menyimak percakapan mereka sambil duduk di atas closet. Satu kata buat mereka! EGP!! EMANG GUE PIKIRIN!!
Chapter 34 [Raya pov] "PA! RAYA DAPAT JUARA, PA!" Teriak gue pas masih berada di depan pintu.
Papa langsung keluar dari ruang kerjanya lalu menemui gue di dekat pintu bersama seorang wanita.
"KOK BISA"!" Mata papa mendelik. Mata wanita yang bersama papa juga mendelik kaget.
"Mama"! Kapan mama pulang dari Surabaya?" Tanya gue sambil meletakkan piala gue ke lantai lalu memeluk mama erat.
"Baru saja, Sayang!" Jawab mama membalas pelukan gue tak kalah erat. "Eh, ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya kamu bisa dapet juara?"
Setelah panjang lebar menjelaskan bagaimana kronologi bagaimana gue bisa mendapat juara, akhirnya kami berpindah ke topik lain. Kali ini mama yang cerita
panjang lebar sambil membongkar kopernya. Dia mengeluarkan beberapa kerudung model terbaru.
"Coba lihat!" Mama menenteng kerudung berwarna merah jambu lalu memakaikan kerudung itu ke kepala gue.
Biasalah! Namanya juga emak-emak, pasti kelakuannya suka rempong bin ribet. Setelah menata kerudung di kepala gue dengan rapi, mama mengambil piala yang
ada di atas meja. Lalu meletakkannya ke pangkuan gue, mengambil kamera, kemudian menyuruh gue berpose sambil memegang piala. Mama tampak senang sekali
kalau gue dapat juara. Gue hanya nurut.
Sekitar 50 lebih jepretan mama menfoto gue. Mama langsung meng-upload di FB, instagram, BBM, dan media sosial yang lainnya. Emak gue emang rempong! Sudah
3 tahun mama nggak pernah punya kabar sebahagia ini sejak Kak Icha lulus dari SMA, sudah nggak ada lagi yang juara dan membuat mama papa bangga. Ini juga
gue baru pertama kalinya mendapat piala.
*** Gara-gara emak gue, gue jadi ikutan narsis di sosmed. Gue meng-upload foto gue pas pakek kerudung sambil bawa piala ke grup WA "anak-anak koplak"
Raya" " " : woi gw dpt piala woi!!
Arsyaf?" : bkal ada yg traktiran nih!
Elbara?" : piala apa tuh" Lo beli di toko piala"
Raya" " " : lama2 sontoloyo jg nih ank!
Arsyaf?" : eh, lo pakek kerudung najwa y"
Raya" " " : kok lo tau nama krudung.x" Gw aja gk tau! Jgn2 pas lagi gk ada org, lo suka makek y"
Arsyaf?" : sekilas lo mirip Arini di film surga yg tk dirindukan soal.x" #gw normal! Bleh dicoba
Raya" " " : OGAH!! porno lo!! Lama2 gw keluarin juga lo dr grup ini!
Renan?" : pkek kmera apa lo, Ray" Endorse!!
Raya" " " : kmera yg lbih jahat dr pd bau ketek lo wkwkwk
Renan?" : Dasar Mak Lampir!!
Raya" " " : GERANDONG!
Arsyaf?" : RAYAP! Raya" " " : KUTIL!! udah ah, cpek!! Gw mau woro2 klw gw mau nraktir kalian semua di restoran ayam dket skolah.
Arsyaf?" : restorn aym dket skolah" GAK LEVEL
Raya" " " : lo gk ikut jg gk papa! Mlah gw tmbah seneng! BISA NGIRIT....
Renan?" : nih cwek emng pelit, Syaf! Jd jgn kget!
Raya" " " : Gerandong jelek!
Renan" " : Mak lmpir meweekk ?"
Raya" " ?" : #testing biri2 hellow...
Elbara" " : apa"
Raya" " " " : jd ikut gk"
Elbara" ?" : y Raya" " " " : ya elah jwb.x cuma bgitu doang! Jgn takut byar, Bir! Ini WA kok! Bkan SMS yg hrus byar per karakter.
Elbara" " : ?"
Chapter 35 [Raya pov] Sudah ada El ketika gue keluar rumah. Dia nggak berkata apa-apa dan hanya menyodorkan sebuah helm saat gue menghampirinya.
"El, lo mau jemput gue ke restoran ayam?" Gue menyambar helm yang disodorkan El.
"He'em." Jawabnya singkat.
"Sudah lama nunggu di sini?" Tanya gue sambil memakai helm.
Dia menggeleng. "Enggak kok."
Bushet dah! Nih anak diajak ngomong susah bener ya" Pengen gue tabok aja tuh mulut biar terdengar suaranya! Gue ngebacot sendiri dalam hati. El memang
jarang bicara. Dia tidak seperti Arsyaf dan Renan yang banyak bacot. Tapi, di balik sifat pendiamnya itu, gue dapat tau kalau dia paling care di antara
ketiganya. El tau kalau gue nggak punya motor, makanya dia jemput gue. Ah, gue ngomong apa sih" Pokoknya gue nggak boleh jatuh cinta sama Arsyaf, Renan,
apalagi El! Mereka sahabat gue. Gue nggak ingin persahabatan kita berempat hancur hanya gara-gara perasaan gue yang nggak konsisten.
Setelah siap, kami pun melaju menuju restoran ayam yang berada di dekat sekolah. Tapi pada saat El mengendarai motornya dengan cepat, tiba-tiba seorang
nenek menyebrang jalan tanpa menengok kanan dan kiri.
"AWAS, EL!!" teriak gue dengan mata membulat.
El dengan sigap menarik rem depan dan rem belakang secara bersamaan. Gue pun terlonjak ke depan hingga gue berada tepat di punggung lebar El. Gue terhenti


Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sejenak di punggung itu. Astaga! Mulai deh gue napsu lagi!
Gue dan El langsung turun dari motor dan menghampiri nenek tersebut. Astaga! Ternyata nenek itu buta! Kasian sekali dia! Gue langsung membantu nenek itu
dan menemaninya menyebrang jalan. Sedangkan El hanya melongo di tempatnya berdiri.
*** Sesampainya di restoran, gue sudah melihat Arsyaf dan Renan di salah satu meja dekat jendela. Gue pun melambai-lambai memberi kode kalau gue sudah datang.
Ekspresi mereka tampak kaget ketika mendapati gue datang bersama El.
"Kenapa lo bisa bareng El?" Tanya Arsyaf kelihatan sewot.
"Iya nih! Kenapa lo bisa bareng sama El?" Renan ikut-ikutan.
Gue berkacak pinggang sambil melototi mereka. "El itu nggak kayak kalian! Walaupun dia setengah bisu, tapi dia peka!"
Pletak.... El memukul ringan kepala gue. Tidak sakit seperti jitakan Arsyaf atau pun Renan. Dia langsung duduk di kursi lalu menarik tangan gue untuk duduk bersamanya.
Arsyaf dan Renan lagi-lagi hanya melongo.
"BTW, gimana caranya lo bisa dapet juara?" Arsyaf memulai pembicaraan sambil menunggu pesanan datang.
"Gue pelet gurunya biar suka sama gue!" Gue menjawab asal.
"Eh, kalau jawab yang bener dong!"
"Ya karena otak gue emang diciptakan encer! Beda kayak otak lo! Lembek-lembek ambigu hahahaha....." Gue mulai mem-bully si Arsyaf.
"Rayap, tak boleh lah kamu nakal!" Arsyaf menimpali dengan logat melayu.
"Baiklah Athok!"
El terlihat mengulum tawa. Dia hanya tersenyum. Sementara wajah Renan terlihat bete sejak gue datang bersama El tadi.
*** Setelah kenyang dan puas berbincang, gue berjalan menuju meja kasir untuk membayar. El mengikutiku dari belakang.
"Berapa Mbak semuanya?" Tanya gue ke kasir.
"Semuanya 200 ribu, Mbak!" Jawab kasir itu.
Sebelum gue mengeluarkan uang, El sudah menyodorkan uang duluan ke kasir itu. Gue langsung menghentikan tangan El. El menatap gue keheranan.
"El, biarkan hari ini gue yang nraktir!" Ucap gue.
"Gak apa-apa. Pakai uang gue aja."
"Biarkan gue yang nraktir kali iniiiiiiii aja! Ya?"
Dia terlihat malas berdebat dengan gue. Kemudian dia memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet lalu memasukkan dompet tersebut ke dalam saku celana.
08. Chapter 36-40 Chapter 36 [Raya pov] "Yap, bagaimana kalau kita jalan-jalan ke dufan?" Ucap Arsyaf pas keluar dari restoran.
"Boleh!" Mata gue melebar senang. "Boleh, boleh, boleh!" Sahut gue ngotot.
Arsyaf memegang pergelangan tangan kanan gue, mencoba membawa gue ke parkiran. "Ayuuuk!"
Gue cuma nurut dan mengikuti Arsyaf. Tapi tiba-tiba gue terhenti ketika El memegang pergelangan kiri gue. Arsyaf pun ikutan terhenti.
"Dia berangkat bareng gue. Jadi, dia juga harus pulang bareng gue." El menatap Arsyaf sinis.
"Nggak bisa!" Arsyaf menarik tangan gue cepat tapi El juga kekeh nggak mau melepaskan tangan gue.
"Lepasin dia!" Kali ini El yang menarik tangan gue.
"Nggak bisa gitu dong, El!" Arsyaf lagi-lagi menarik tangan gue. Woi! Emangnya gue tali tarik tambang"
"Aaaahhh!" Gue teriak kesakitan saat Arsyaf menarik tangan gue tadi.
Melihat gue kesakitan, El langsung melepaskan tangan gue. Dia seolah nggak mau melihat gue terluka. Tanpa dia perlu bicara, gue seakan sudah mengerti apa
yang dipikirkannya. Akhirnya, gue pun dibonceng Arsyaf.
*** Di dufan, kami berempat bersenang-senang. Kami menjelajahi hampir semua wahana yang ada. Mulai dari kora-kora, hysteria, kicir-kicir, tornado, istana boneka,
pontang-pontang, ontang-anting, halilintar, arung jeram, rajawali, perang bintang, sampai rumah miring.
Mereka bertiga, Arsyaf, Renan, dan El terlihat sangat kelelahan. Sementara gue masih ngotot ingin menjajal wahana-wahana yang belum gue coba.
"Gila lo, Ray!" Kata Renan dengan napas ngos-ngosan.
"Iya, Yap. Gila lo! Orang bilang cewek itu lemah. Ternyata semua itu cuma hoax doang tau nggak?" Tambah Arsyaf. Seperti biasa, El sama sekali tak berkomentar.
"Pulang yuk, Ray!" Ajak Renan.
Gue menghentak-hentakkan kaki manja. "Nggak mau! Gue masih mau muterin dufan lagi!" Rengek" gue.
Mata mereka bertiga sontak terbelalak lebar mendengar permintaan gue. "LAGI"!!" Ucap mereka bertiga serempak. "NGGAK BISA!!"
"Oke oke. Kalian sih mainnya keroyokan! Gue jadi kicep nih!" Bibir gue berubah manyun. "Ya udah! Gue cuma mau naik bianglala aja sebagai penutup!"
Setelah gue mohon-mohon ditambah ngambek, akhirnya mereka menuruti kemauan gue. Kami pun naik bianglala.
"Eh, BTW gue perhatikan, El dan Renan kok nggak ngomong satu sama lain yak?" Celetuk gue.
"El nggak ngomong sama Renan karena El emang jarang ngomong, bego!" Sahut Arsyaf.
Gue menyikut Renan yang duduk di sebelah gue. "Ren, kenapa lo" Lagi marahan ya sama El?"
Renan mendengus kesal. "Enggak!" Elaknya.
"El, kenapa lo" Lagi dapet ya" Kok dari tadi diam aja?" Kali ini gue menggoda El.
Lagi-lagi gue dikacangin. El nggak menjawab pertanyaan gue dan langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, melihat keluar bianglala. Gue mendengus
kesal. *** "Eh! sebelum pulang, foto-foto yuk!" Ajak gue ketika kami turun dari bianglala.
"Ya elah nih anak! Lama-lama ngeselin juga ya"!" Arsyaf mendorong kepala gue gemas.
"Biarin weeeekkk!" Gue menjulurkan lidah.
"Ya udah! Kita foto-foto sebentar terus pulang ya"!" Ujar Renan kesal.
Gue cuma manggut-manggut mengiyakan Renan. Sementara El masih belum mengeluh.
"Jadi gini ceritanya! lo sama Arsyaf dan El berdiri berdampingan. Terus gue berdiri di tengah. Kayak kayak di pilem BBF gitu!" Papar gue ngotot.
Mata Arsyaf, Renan, dan El langsung membulat kaget.
"Ray, lo nonton Blue film?" Tanya Renan dengan mata yang masih membulat lebar.
Gue menggeleng. "Bukan! Bukan Blue film, dodol! BBF itu singkatan dari drama korea yang gue suka, Boys before Flowers."
"Oooohhh...." Mereka tampak paham dan mata mereka kembali normal.
"Emangnya Blue film itu apaan yak?" Tanya gue celingukan melihat ke arah Renan, kemudian Arsyaf, lalu ke arah El.
"Blue film itu...." Arsyaf seolah ingin menjelaskan.
"Udah! Nggak usah dibahas!" Potong El angkat bicara.
Kami pun berfoto ria. Walaupun di dalam foto wajah mereka tampak lesu, tapi mereka bertiga masih terlihat ganteng hehehe. Makasih untuk hari ini ya, kawan!
Pendekar Murtad 2 Pendekar Rajawali Sakti 196 Pendeta Murtad Hong Lui Bun 7
^