Anak Dan Kemenakan 3
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli Bagian 3
Marah Udin sesungguhnya bingung melihat peperangan
mercon yang sebagai ini, sehingga ia tak tahu apa yang akan
dikerjakannya lebih dahulu. Mercon terpelanting dan meletus
sekelilingnya, acapkali mengenai badannya, sehingga timbul
takutnya, kalau-kalau ia mendapat kecelakaan. Kesukaan me-
masang mercon sebagai yang disangkakannya di pasar tadi, lenyap
sekaliannya, bertukar dengan dahsyat karena pembakaran yang
hebat itu, seakan"akan ia sungguh dalam peperangan dengan bedil
dan meriam. Sungguhpun demikian karena ia tak berani melalui
perintah saudara sepupunya ini, ikutlah juga ia mempertahankan
benteng merconnya. Tetapi karena itu bertambahlah lekas habis
mercon Sutan Malik, sedang di rumah Panduko Sati bunyinya kian
lama kian ramai. "Di mana si Alim tua bangka itu" Mengapa belum juga ia
kembali" Udin, lekas panggil ia!" kata Sutan Malik yang marah
pula karena kekalahan ini.
Marah Udin segera berlari"lari memanggil bujang yang tua
ini, yang telah ada dijalan pulang, membawa mercon sekeranjang.
Setelah sampai mereka ke rumah Puti Umi, lalu dibakar merekalah
bertiga mercon yang masih ada dan yang baru dibeli. Mercon yang
dibawa Marah Udin dari pasar tadi pun dibakarnya pula, sehingga
kalahlah lawannya seketika. Tetapi kemenangan Sutan Malik
ini tiada berapa lamanya, karena persediaan petasannya mulai
berkurang pula sedang mercon lawannya terus-menerus berbunyi,
seakan"akan tak dapat dihabiskan.
Melihat hal ini bingunglah pula Sutan Malik. Ke manahendak
dicarinya uang lagi pembeli mercon. Uang yang diperolehnya dari
Baginda Mais dengan uang penjualan kue, telah habis. Dengan
segera berlarilah ia kepada mamaknya, Sutan Pamenan, akan
mencoba pula mendapat uang daripadanya. Tetapi Sutan Pamenan
tiada hendak memberi uang lagi kepada kemenakannya, karena
uang yang ada padanya hendak dipergunakannya sebagai pokok
"___"2.1"..."
11" Asam www ;;; -, tfp
di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
penjudian pada keesokan harinya. Oleh karena itu marahlah Sutan
Malik kepada mamaknya. "l"lamba tiada hendak kalah lagi dengan orang sebelah ini. Lebih
baik hamba bakar rumah Panduko ini daripada mendapat malu
pula karena kalah, sebagai tahun yang sudah," lalu ia pergi dengan
merentak, karena marahnya untuk menghabiskan merconnya.
Sutan Pamenan hanya sambil lalu memperingatkan ke-
menakannya dengan tiada menoleh dari pekerjaannya mengurus
tikar dadunya, "Jangan main"main dengan api, Malik!" lalu
diteruskannya pekerjaannya karena pada sangkanya kemenakannya
hendak menakut-nakutinya saja, supaya diberi pula uang untuk
pembelipetasan. Akan tetapi Sutan Malik sungguh"sungguh berniat
sebagai telah dikatakannya tadi, karena ia tiada mau menderita
malu lagi. Setelah sampai ia ke halaman muka rumahnya, diambilnyalah
sebuah bom yang besar, diberikannya kepada Marah Udin dengan
perintah: "Bakar bom ini dan lemparkan ke dalam rumah Paduko
Sati, melalui jendela bilik tidurnya yang terbuka itu."
"Hamba tak berani, Udo', takut kalau terbakar rumahnya,"
sahut Marah Udin, sedang hatinya kecut.
"lniyang akan menghilangkan takutmu," kata Sutan Malik pula
seraya menampar dan menyepak saudara sepupunya ini, sehingga
Marah Udin jatuh terbanting ke tanah, tiada bergerak seketika.
"ltu hadiah untukmu, pengecut!" katanya, lalu diambilnya
sebuah bom yang terbesar, dibakarnya dan dilemparkannya ke
dalam rumah musuhnya, melalui jendela yang terbuka, sehingga
bom ini meletus di tempat tidur dalam bilik itu.
Oleh sebab belum kelihatan olehnya bekas kejahatannya ini,
sudah itu dilemparkannya pula dua bomlagike dalam bilik itu, yang
keduanya meletus juga di sana. Akan tetapi karena tak ada orang
di dalam bilik ini dan karena bunyi peletusan mercon dalam kedua
pekarangan yang sedang berjuang ini sangat hebatnya, tiadalah
*_*-__" 6P Amril: dm %mnm 111 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
kedengaran peletusan ketiga bom tadi dalam bilik Panduko Sati
dan tiadalah kelihatan api kebakaran yang segera telah memakan
kasur dan kelambu dan telah menjalar ke dinding dan para.
Lama kemudian barulah kedengaran suara orang minta
tolong, karena api telah sampai ke bubungan atap rumah. Akan
tetapi teriak ini pun hilang di dalam ribut yang bahna, sedang
kebakaran tiada pula kelihatan dalam api yang banyak itu.
Hanya Sutan Pamenanlah yang ada mendengar pekik itu,
sehingga ia keluar ke halaman rumahnya dan tatkala ia menoleh
ke rumah setangganya, kelihatan olehnya api telah menjalar ke
seluruh rumah Panduko Sati dan ras anya takkan dapat dipadam"
kan 1agi lalu ia berlari-lari kepada Sutan Malik yang masih ada di
pekarangan rumahnya sedang menarik Marah Udin dari tanah dan
menyuruhnya berdiri. "Malik!" katanya, "engkaukah yang membakar rumah di
sebelah ini?" Sutan Malik tiada menjawab mamaknya ini, tetapi menentang
muka Sutan Pamenan, sebagai hendak mendakwa, "Mengapa aku
tiada diberi uang tadi, untuk pembeli mercon. "
"Celaka!" kata Sutan Pamenan, lalu ia berteriak memanggil
Datuk Gampo Alam dan Pak Alim, menyuruh mengambil air,
untuk menyirami rumahnya, supaya jangan dapat dijilati api dan
Puti Umi dengan istri Pak Alim disuruhnya mengeluarkan barang"
barang yang berharga. Tiada berapa lama kemudian, kedengaranlah tabuh yang dekat
di sana berbunyi, tanda ada kebakaran. Tetapi bunyi tabuh ini pun
hilang di dalam ribut peletusan mercon yang sangat ramainya
seluruh kota Padang, sehingga kebakaran ini tak lekas diketahui
orang. Untunglah angin tak ada pada waktu itu', jika ada, mungkin
benar rumah Puti Umi pun akan habis pula dimakan api.
Setelah habislah rumah Panduko Sati terbakar seluruhnya,
sampai ke tanah, barulah datang orang dan pompa hendak
"___"2.1"..."
112' Asam www ;;; -, tfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
menolong memadamkan api', tetapi rumah yang akan ditolong
telah menjadi abu. Kemudian datang pula polisi hendak menyiasati
dari mana datangnya api', tetapi mereka tak mendapat keterangan
apa-apa. Oleh sebab itu haruslah diterima mereka, api itu asalnya
dari pembakaran mercon di rumah Panduko Sati sendiri, karena
memang didengar orang di sana pemasangan mercon amat ramainya.
Seorang perempuan tua mati terbakar. Entah apa sebabnya, tiada
diketahui orang. Mungkin karena tak dapat melarikan diri, tetapi
mungkin pula ditimpa tiang yang runtuh itu.
Pada keesokan harinya, hari raya 1 Syawal, Mr. Yatim pagi-
pagi benar telah bangun, walaupun ia pada malam takbir itu sampai
jauh malam belum dapat tidur. Ia tak ikut meramaikan pembakaran
mercon, karena di rumahnya tak ada anak kecil lagi yang gemar
akan pembakaran ini, sedang ia sendiri telah lama memandang
keramaian yang sedemikian, bukanlah cara yang layak merayakan
Idul Fitri, yang pada hematnya haruslah dimuliakan secara Islam
dengan berdasarkan kesyukuran kepada Allah atas keselamatan
menjalankan rukun Islam ini. Bukan secara haru biru dengan
membakar mercon, yang artinya membakar uang beratus"ratus ribu,
tetapi juga mendatangkan bahaya, sebagai telah terjadi di rumah
Panduko Sati', rumah musnah, orang pun mati. Ada pula yang harus
ditolong di rumah sakit karena jarinya putus kena bom, matanya
buta kena long, badannya terbakar kena mercon dan lain"lainnya.
Dalam keributan mercon yang tiada terkira-kira itu duduklah
Mr. Yatim seorang diri di beranda sisi rumahnya, mengenangkan
nasibnya yang malang. Dahulu pada malam yang raya ini, ia
berkumpul"kumpul dengan Puti Bidasari, Sitti Nurmala dan dr.
Aziz dan sahabat kenalannya yang lain, bersuka-sukaan, bersenda
gurau sampai larut malam. Tetapi sekarang Puti Bidasari dikurung
seorang diri oleh orang tuanya dalam biliknya, sedang ia pun harus
mengurung pula dirinya karena ia tiada dalam suasana kesukaan.
Setelah diketahuinya asal-usulnya yang rendah itu, tiadalah
ia keluar rumahnya lagi dan tiadalah pula ia hendak ikut di dalam
*_*-__" 5P Aminah (scams-m; 113 ');-_ V '-...______'._._"_"-?"-..
segala keramaian atau kesukaan. Akan tetapi pagi itu ia hendak
menjelang kuban nenek angkatnya, yaitu ibu bapa Sitti Mariama
di Andalas, sebelum ia halal bil halal dengan orang tuanya dan
orang yang lain-lain. Dari Andalas ia hendak pergi ke Ranah, ke
kuburan orang tua ayahnya. Barulah ia hendak pulang kembali ke
rumahnya. Setelah disuruh pas angnya bendinya, lalu berangkatlah ia dari
rumahnya. Tatkala ia hendak keluar rumah, kedengaran olehnya
di rumah setangganya orang meratap amat sedihnya, memanggil"
manggil anaknya yang telah meninggal dunia, yang pada waktu itu
tiada kelihatan oleh ibunya bers ama"sama temannya.
Memang hari raya Idul Fitri di Padang adalah suatu kerayaan
dan kegembiraan yang disertai kesedihan dan kepiluan, karena
menimbulkan kenangan-kenangan kepada yang telah hilang dan
takkan kembali lagi. Dengan hati yang rayu, naiklah Mr. Yatim
ke atas bendinya, lalu berangkat menuju ke Andalas, melalui
Sawahan. Di Kandang dilihatnya rumah dr. Aziz belum terbuka. Rupa"
nya sahabatnya ini malam tadi tak dapat tidur, karena menolong
orang yang kecelakaan kena letusan mercon. Lain daripada itu,
sesudah didengarnya kemalangan yang telah menimpa diri Mr.
Yatim dan Puti Bidasari dan paksaan Sutan Alam Sah, supaya Mr.
Yatim mengawini tunangannya, Sitti Nurmala, ia pun sangat susah
dan sedih dan jarang pula kelihatan di luar rumahnya.
Setelah sampailah Mr. Yatim ke Sawahan, ke muka rumah
Puti Umi, dilihatnya di sana Marah Udin ditempiling dan diterjang
oleh Sutan Malik, sehingga anak ini jatuh tersungkur tiada berdiri
lagi. Melihat aniaya ini, diperhentikan Mr. Yatimlah bendinya lalu
turun mengangkat Marah Udin, dan mendukungnya, karena ia
sebagai tak ingat akan dirinya.
"Mengapa ia dipukul sedemikian ini?" tanyanya kepada Sutan
Malik, sebab memang dari kecilnya ia tiada dapat melihat aniaya.
"___"2.1"..."
114 Asam www ;;; -, tfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
"Apa pedulimu, apa yang kuperbuat dengan dia" Bukan per-
karamu," jawab Sutan Malik dengan kasarnya.
"Sekalian perkara penganiayaan dan pelanggaran hukum,
adalah perkaraku." "Siapa engkau, maka berkata demikian?" tanya Sutan Malik
dengan sombongnya. "Mr. Yatim, Kepala Pengadilan Padang," sahut Mr. Yatim.
Mendengar pangkat ini terkejutlah Sutan Malik lalu berdiam
diri, tetapi tiada pula ia meminta maaf atas kesalahannya, karena
angkuhnya. "Anak ini kubawa kepada dr. Aziz, untuk diperiksa. Kalau
ada sesuatu kerusakan atas dirinya, karena pukulanmu tadi,
niscaya kutuntut engkau di muka pengadilan," kata Mr. Yatim,
lalu dibawanya Marah Udin yang masih sangat lemah badannya
ke bendinya dan kembalilah ia ke Kandang, ke rumah dr. Aziz.
Di sana dilihatnya sahabatnya ini telah bangun dan sesudah
ia memberi selamat hari raya dan berhalal bil halal dengan dr.
Aziz, dimintanya periksa Marah Udin dengan memberi alas an atas
permintaannya ini. Untunglah sesudah diperiksa nyata Marah Udin, tak apa-apa,
hanya terguncang otaknya sedikit. Oleh sebab itu ia harus ber"
istirahat sekurang"kurangnya 14 hari.
"Tetapi di mana ia disuruh beristirahat" Jika di rumahnya,
tentulah takkan diperolehnya istirahat itu. Jangan-jangan ia diazab
oleh Sutan Malik karena bencinya. "
"Di rumah sakit saja. Di sana ia akan dipelihara dan dijaga
baik"baik." "Benar. Sekalian biayanya aku tanggung," kata Mr. Yatim,
lalu dibawa merekalah Marah Udin ke Ganting dan dimasukkan
di rumah sakit di sana. Dalam rumah sakit ini ditanyalah Marah Udin oleh Mr. Yatim
apa sebabnya ia sampai dipukul sedemikian oleh Sutan Malik.
*_*-__" 6P Aminah %mnm 115 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Oleh sebab hamba tiada cepat menyapu bekas"bekas
pembakaran mercon tadi malam," jawab Marah Udin.
"I-Ianya karena itu saja engkau dipukul sampai sedemikian"
Karena tak cepat menjalankan perintahnya?" tanya Mr. Yatim
dengan herannya. "Benar, Engku. Mata hamba masih mengantuk dan badan
hamba masih letih karena pembakaran mercon tadi malam," sahut
Marah Udin. "Coba lihat, Ziz! Hanya karena ini saja ia dipukul sedemi"kian,"
kata Mr. Yatim dengan geramnya.
"Memang terlalu."
"Tahukah engkau, Ziz, apa yang menyebabkan hal yang
sedemikian ini. " "Tidak." "Karena pepatah kita:
Keluk paku kacang belimbing,
tempurung lenggang"lenggangkan.
Anak dipangku kemenakan dibimbingP
Orang kampung pertenggangkan,SJ
Tetapi bagi Sutan Pamenan: kemenakan yang dipangku, anak
dis ia"siakan. "
"Memang aku kenal kepada Sutan Pamenan ini. Anak ber-
timbun, disia"siakan', tetapi kemenakan seorang dirajakan. "
"Dan tahukah engkau apa kabar angin yang telah sampai
kepadaku" Dengan Sutan Malik inilah Bidasari akan dikawinkan
oleh orang tuanya. "
"Ya Allah! Alangkah malangnya Bidas ari beroleh suami sebagai
Sutan Malik ini! Tak dapatkah kita alangi perkawinan ini" Kasihan,
kasihan, Bidasari! Niscaya binasalah ia jika telah menjadi istri
Sutan Malik ini." 11) dipimpin 5) dipikirkan . -"--"2.---"
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
116 .am alm www ;;; -, tfp
-----".='.__--- .>:
"Marilah kita usahakan sedap at"dapatnya, supaya perkawinan
ini jangan sampai dapat dilangsungkan, walaupun pada waktu ini
belum tampak olehku jalan untuk mencapai maksud kita ini. "
"Dan sekaliannya itu tentulah usaha Baginda Mais, supaya
tercerai engkau dari Bidasari dan aku dari Nurmala. Jika telah
demikian, dapatlah dipungutnya engkau jadi menantunya. "
"Ziz, bagaimana akal kita sekarang ini" Kita tahu kekuasaan
uang Baginda Mais dan kekerasan hati orang tua Bidas ari. Dengan
kekerasan tak dapatkita alahkan mereka. Aku tak dapatberpikirlagi
untuk menolong Bidasari, karena bingung memikirkan untungku
sendiri yang malang ini. Tetapi Bidasari harus kita lepaskan dari
tangan Sutan Malik. Jika tiada, inilah yang akan membawanya ke
lembah kecelakaan." "Marilah kitapikirkanbersama"s ama akal ini, karena tak mudah
kita berjuang dengan kaum tua dan kaum uang ini. Sebagai berebut
keris, kita terpegang pada matanya, sedang mereka terpegang pada
hulunya. Jika bertarik"tarikan, niscaya tangan kita sendiri juga
yang akan luka. Tetapi biar bagaimanapun juga, aku berjanji akan
menolong Bidasari dan engkau dengan sekuat tenagaku, karena ini
pun berarti melepaskan Nurmala pula."
"Terima kasih, Ziz! Aku harap disampaikan Allah juga segala
usahamu dengan segeranya. "
Kemudian kembalilah Mr. Yatim ke rumah orang tua angkat"nya
di Pondok, karena hari telah siang dan orang segera akan turun dari
khotbah, yaitu waktu orang berhalal bil halal. Ziarahnya ke kuburan
di Andalas dan Ranah akan diudurkannya sampai keesokan harinya
Benar, setelah sampailah ia ke rumah orang tuanya di Pondok,
dilihatnya ibu bapanya telah berpakaian, siap untuk menerima
orang yang akan bermaaf"maafan dengan dia. Mr. Yatim segera
mendapatkan ayah dan bundanya, lalu menjabat tangan.mereka,
meminta ampun dan maaf atas sekalian dosa kesalahannya, lahir
dan batin, yang boleh memberatinya dunia akhirat, dengan suara
yang masih sedih rupanya.
"-?"._5"-?"?"-_
6P Aminah %mm 117 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Sutan Alam Sah dan Sitti Mariama memaafkan dan meng"
ampuni sekalian dosa kesalahan anaknya, lahir dan batin dan
mendoakan supaya panjang umurnya dan murah rezekinya di
dalam keselamatan dan disampaikan Allah sekalian maksudnya.
Kemudian mereka pun meminta maaf pula atas sekalian kesalahan
dan kehilafan mereka. "Ke mana engkau tadi, Tim?" tanya Sitti Mariama yang masih
sedih melihat kedukaan yang terang masih terbayang di muka Mr.
Yatim. "Hendak ke kuburan di Andalas dan di Ranah, tetapi tak jadi,
karena sesuatu hal di jalan."
"Hal ap a?" tanya Sitti Mariama dengan agak cemas rupanya.
Mr. Yatim menceritakan peristiwa Marah Udin dipukul oleh
Sutan Malik sampai harus dibawa ke rumah sakit.
"Kasihan, sedang anak"anak yang lain bersuka"suka dalam
kebesaran hari ini, ia dipukul dan sekarang harus berbaring di
rumah sakit. Aku memang telah mendengar anak ini disia"siakan
oleh ayahnya dan diperbudak oleh induk bakonya. "
"Kalau hendak kaupakai bendi itu, pakailah! Aku tak hendak
ke mana"mana," kata Sutan Alam Sah kepada anaknya. Inilah
tandanya Hopjaksa ini belum berbaik dengan kakaknya Puti
Renosari, karena kewajibannyalah pada Hari Raya pergi menjelang
kakaknya, untuk berhalal bil halal.
"Hamba pun akan tinggal pula di rumah saja, Ayah. Ke maha
hendak pergi lagi?" jawab Mr. Yatim.
"Bersiar"siar ke mana"mana. melihat perayaan Idul Fitri," kata
ibunya dengan memperhatikan muka anaknya.
Ingatannya melayang ke masa yang lalu, karena bias anya pada
Hari Raya demikian anaknya pergi bersama"sama Puti Bidasari dan
teman-temannya berkendaraan ke sana kemari.
"Biarlah tidak, Ibu, sebab nanti mungkin orang banyak akan
datang kemari. Kurang baik, kalau hamba tak ada di rumah. "
Benar, kira-kira pukul 10, mulailah orang datang menjelang
I-Iopjaksa dan Mr. Yatim, terutama dari kantor pengadilan. Tetapi
"___"2.1"..."
113 Asam www ;;; -, tfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
banyak juga dari golongan lain, sebagai kaum pemerintah, kaum
saudagar, kaum muda dan lain-lainnya.
Di antara mereka, ada yang sangat berdekatan dengan Mr.
Yatim, sebagai Sitti Nurmala, yang datang dengan orang tuanya
Baginda Mais dan Upik Bungsu, dr. Aziz dan pemuda pemudi yang
lain-lain. I-Ianya Puti Bidasarilah yang tiada kelihatan.
Inilah sebabnya suasana pada hari itu tiada riang gembira
sebagaibias anya, lebih-lebih dalam golongan kaum muda. Pun pada
Sutan Alam Sah terasa oleh jamunya, bahwa Hari Raya ini bukanlah
Hari Raya yang biasa. Sebabnya memang jamu-jamu itu sudah tahu,
karena kabar perselisihan Sutan Alam Sah dengan kakaknya telah
pecah di Padang. Baginda Mais yang berasa lebih tahu tentang seluk"beluknya
perkara ini tiada berani menyiarkan, bahwa Puti Bidasari me"
ninggalkan rumah mamaknya, ialah karena telah benci kepada
Mr. Yatim sebab telah terkena kebenci Datuk Gampo Alam dan
anaknya Sitti Numiala yang pada waktu itu lebih cenderung hatinya
kepada Mr. Yatim, yang sebenarnya disebabkan karena kasihannya
atas kemalangan sahabat karibnya ini, disangkanya terkena pula
pekasih dukunnya Datuk Gampo Alam ini. Begitu pula dr. Aziz
yang jarang kelihatan lagi bersama"sama Mr. Yatim sebab diliputi
suasana kedukaan, disangkanya telah berseteru dengan sahabatnya
ini, karena memperebutkan anaknya Sitti Nurmala. Oleh sebab itu
sangatlah senang hatinya, melihat usahanya tambah berhasil.
Setelah selesailah berhalal bil halal, lalu diajaklah Mr. Yatim
oleh Sitti Nurmala bersama"s ama dengan dr. Aziz, melihat tamasya
hari raya. Walaupun Mr. Yatim sebenarnya tiada ingin keluar rumah,
tetapi karena keras ajakan Sitti Nurmala, yang hendak melipur hati
sahabatnya ini, pergilah juga ia bersama"sama sitti ini dan dr. Aziz,
naik bendi Hopjaksa, bersiar"siar keliling kota.
Baginda Mais sangat menyetujui tamasya ini, karena ber-
sangka ia akan bertambah"tambah dekat kepada idamannya.
*_*-__" 6P Aminah %mm 119 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Setelah dibawalah Marah Udin oleh Mr. Yatim ke rumah dr.
Aziz, pergilah Sutan Malik dengan tergesa"gesa ke Pekan Baru,
untuk memberitahukan hal ini kepada mamaknya Sutan Pamenan,
yang sedang berjudi di sana.
Dari jalan raya telah kelihatan olehnya orang amat ramainya
berkumpul"kumpul di halaman pasar, sedang asyik berjudi.
Ada yang bermain dadu, ada yang berlenong pinang, ada yang
berambung uang dan ada pula yang menyabung ayam.
Walaupun amat ramainya orang yang berjudi ini, tetapi tiadalah
mereka berkeriau di pekan itu; adalah seakan"akan sekalian mereka
sedang asyik membulatkan perhatiannya kepada permainannya,
sehingga tak ingat akan keadaan di luar penjudian.
Pada kumpulan dadu hanya terdengar bunyi dadu berputar
di bawah tempurungnya, sedang yang bermain dengan berdiam
memasang uang taruhan dan mengambil kemenangannya. Pada
gelanggang ambung uang, hanya kedengaran kata"kata, "Tohok!
Sirah! Mati!"). Hanya pada kumpulan lenong pinanglah ke"
dengaran suara ramai, "Hilir! Mudik! Hilir! Mudik!"
Sutan Pamenan dan Datuk Gampo Alam tak kelihatan oleh
Sutan Malik di tempat"tempat penjudian ini. Oleh sebab itu
dicarinyalah mereka pada gelanggang penyabungan ayam. Ya, di
sana kelihatan olehnya kedua orang yang dicarinya ini sedang
duduk mencangkung di pinggir gelanggang. Rupanya mereka
1) "ambung", "hidup", "mati"
. $ 120 AMAJQE WWW; - 613 ..," f" -.1<- umwmummun Balai Pustaka belum menyabung ayam pingitannya, hanya bertaruh dengan ayam
orang lain. Tatkala dilihat oleh Sutan Pamenan kemenakannya datang
kepadanya tergesa"gesa, dengan segera berdirilah ia lalu pergi
mendapatkan Sutan Malik, karena dirasanya kemenakannya
ini datang membawa kabar yang penting. Jika tiada demikian,
niscaya tiadalah akan diganggunya mamaknya dalam perjudian,
karena diketahuinya, Sutan Pamenan tak suka diganggu dalam
kesukaannya ini. "Ada apa, Malik?" tanyanya dengan segera.
"Si Udin dibawa Persiden Landrad," berbisik Sutan Malik
dengan cemasnya. "Dibawa Persiden Landrad" Apa sebabnya?" tanya Sutan
Pamenan dengan amat terkejut, sehingga mukanya pucat. "Tentu
perkara kebakaran tadi malam, sebab si Udin tahu, engkau yang
melemparkan bom ke rumah Panduko Sati. Perbuatanmu ini
dikatakannya kepadaku, tatkala kutanyai ia tadi malam. Memang
kekerasan hatimu ini sangat sia"sia dan berbahaya besar."
"Bukan perkara itu, Ute,"2D sahut Sutan Malik agak
ketakutan. "Perkara apa pula lagi?" tanya Sutan Pamenan dan hatinya
mulai senang sedikit. "Hamba tolakkan si Udin, karena malas menyapu pekarangan,
malang ia jatuh dan berdarah hidungnya.Tatkala itu kebenaran
Persiden Landrad melintas di sana dan kelihatan olehnyaperis tiwa
ini, lalu ia turun dari bendinya dan ditolongnya si Udin.
Ketika ditanyainya hamba, apa sebabnya hamba pukul si Udin.
hamba marah, sebab hamba tak kenal kepadanya. Pada sangka
hamba ia orang biasa saja, sebab pakaiannya pun biasa pula.
Oleh sebab itu tatkala ia hendak pergi membawa si Udin
ke rumah dokter, untuk diperiksa, diancamnya hamba, akan
2) panggilan kepada adil-: ibu yang laki-laki (mamak)
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Awe sm %mm 121 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
dituntutnya di muka pengadilan, kalau si Udin mendapat sesuatu
kecelakaan. Sutan Pamenan termenung sejurus, setelah mendengar per"
kataan kemenakannya ini. Kuatirnya bertambah hilang, Mr. Yatim
tahu rahsia kebakaran di rumah Panduko Sati malam hari raya
itu. Sejenak kemudian berkatalah ia, "Ada"ada saja perbuatanmu,
yang boleh mencelakakan dirimu. Tetapi kalau karena ini saja
engkau diancamnya, mungkin tak apa-apa. Dihukum pun engkau,
hanya dengan denda Rp25,00 atau beberapa hari penjara.
Sungguhpun demikian, ia boleh juga berbahaya bagimu, lebih"
lebih jika diketahuinya engkau yang merebut tunangannya. Oleh
sebab itu berhati-hatilah engkau sejak sekarang, karena kekuasaan
menghukum orang ada dalam tangannya."
"Baiklah, Ute," sahut Sutan Malik dengan patuhnya.
"Panggil Datuk Gampo Alam!"
Setelah datanglah Datuk ini, lalu diceritakanlah oleh Sutan
Pamenan apa yang telah dikatakan oleh kemenakannya tadi.
"Yang hamba kuatirkan, bukan perkara si Udin dipukul si
Malik itu, melainkan kalau si Udin membukakan rahsianya mem-
bakar rumah Panduko Sati tadi malam, sehingga sampai ada orang
yang mati kebakaran. Niscaya ia dihukum sekurang-kurangnya 15
tahun, mungkin pula dengan hukum gantung, sebab keluarga ini
musuh kita sejak dahulu', istimewa pula sekarang, sebab tunangan
Mr. Yatim akan kita rebut.
Bagaimana akal Datuk, supaya rahsia pembakaran ini jangan
sampai terbuka" Karena inilah yang sangat hamba kuatirkan."
"Jangan sampai dapat Marah Udin berkata"kata dengan Mr.
Yatim atau dr. Aziz, sebab keduanya setali tiga uang," sahut Datuk
Gampo Alam dengan segera.
"Tetapi si Udin sekarang telah dibawa oleh Mr. Yatim ke
rumah dr. Aziz, tentu akan diperiksa apanya yang luka."
-"--"2.---"
122 asam www -, -----".='.__--- K 5!"
mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
"Minta kembali!"
"Kalau tak dapat?"
"Ya... kalau tak dapat... harus ditutup mulut Marah Udin. "
"Dengan apa" Karena kita tak mudah lagi dapat
mendekatinya." "Dengan tinggamP," sahut Datuk Gampo Alam dengan
pendek. Mendengar perkataan ini, terkejutlah Sutan Pamenan, lalu
berdiam diri beberapa lamanya. "Tak adakah jalan lain?"
"I-I amba tak tahu. Bagi hamba inilah satu-satunya jalan yang
tepat dan cepat. Jika tak boleh ia membukakan rahsia pembakaran
itu, haruslah ia jangan dapat berkata"kata. Dan hamba tak dapat
membuatnya bisu mulut.. Kalau bisu seluruh tubuhnya, sebaik-
baiknya dengan tinggam. Dengan pisau atau cara langsung yang
lain, tak mudah', sebab kita tak dapat mendekatinya lagi, kalau ia
telah ada di rumah sakit."
"Ya,. .. kalau tak ada jalanlain, apa boleh buat! Daripada si M alik
dihukum gantung, baik si Udin ditinggam," kata Sutan Pamenan
perlahan-lahan, sesudah berdiam diri pula sesaat lamanya.
"Satu di antara dua. Jika sayang pada betung, aur harus
ditebas," kata Datuk Gampo Alam pula dengan ringkasnya.
"Pulanglah engkau, Malik! Nanti kuusahakan mengambil si
Udin kembali. Jika tak dapat, ya apa boleh buat! Tetapi jadi
peringatanlah bagimu peristiwa ini di kemudian hari. Supaya
jangan lagi-lagi engkau berbuat sesuatu dengan tergesa"gesa,
tidak dipikirkan mas ak"masak lebih dahulu kejahatan dan
kemanfaatannya. I-Ianya karena hendak menurutkan hawa nafsu
dan kesombongan saja. Bagaimana akhirnya perkara ini, hanya
Tuhan yang mengetahui."
3) llmu sihir yang dapat menimbulkan borok atau bisul yang hebat
"-"-"._s"-?"?"-" _
6P ama!- sm %mm 123 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Setelah lalulah Sutan Malik dari Pekan Baru, kembalilah Sutan
Pamenan dan datuk Gampo Alam ke gelanggang penyabungan.
Belumlama mereka duduk mencangkung di sana, tiba-tiba datanglah
seorang muda, yang tangkas rupanya dan tegap tubuhnya.
Pakaiannya secarapendekar Padang,yaitu destar bertanti belah
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kacang, baju Cina abu"abu tua berkancingkan talibergulung, celana
jose sutra ungu, kain Bugis corak hitam biru yang disandangkannya
di bahu kirinya. Berlainan benar dengan pakaian Datuk Gampo
Alam yang serba hitam, yaitu destar saluk sarang tempua, baju
kurung hitam bertanti benang emas, celana Aceh hitam, sedang
kain Bugisnya yang hitam pula warnanya, diselempangkannya dari
bahu kanannya ke pinggang kirinya.
Dari pakaian Sutan Pamenan pun berbeda pula pakaian anak
muda ini, karena Sutan ini memakai pakaian yang biasa dipakai
bangsawan Padang. Pendekar muda ini mula-mula menoleh ke kiri dan ke kanan
dengan agung dan congkaknya. Tatkala sampai pemandangannya
kepada Datuk Gampo Alam, direnungnyalah Datuk ini beberapa
lamanya dengan penglihatan yang tajam dan rengut yang pahit.
Datuk Gampo Alam tahu ia diperhatikan pendekar muda
ini, tetapi diperbuatnya sebagai tiada diindahkannya perhatian
ini, melainkan menolehlah ia kepada Sutan Pamenan yang ada di
sisinya, seraya berkata perlahan"lahan: "Mak Uning!"
"Benar, aku pun telah melihatnya. Awas! Mungkin ia datang
mencari sengketa dengan kita," sahut Sutan Pamenan perlahan"lahan
pula dengan tiada menoleh kepada orang yang dimaksudnya ini.
Siapa nama pendekar muda ini yang sebenarnya dan anak
siapa ia, rupanya tiada diketahui orang benar. Ada orang yang
menambahkan kepada nama Mak Uning ini. panggilan Mak Acik,
sehingga ia acapkali disapa dengan Mak Acik Uning. Tetapi nama
ini pun nama sindiran. la dinamakan Mak Uning. karena kulitnya
kuning dan Mak Acik Uning, karena gayanya sebagai orang
bangsawan. . "-"-?""'2.---"'
124 aims za; www ;;; -, 5p
--?""_".='..---"' .>:
Kabarnya ia tinggal bersama"sama seorang perempuan tua di
Ulak Karang, dalam sebuah rumah kecil, yang letaknya terpencil
di tepi Batang Anai. Dalam kaum perewalia di kota Padang, ia terkenal sebagai
seorang yang sangat berani dan gagah perkasa; pantang mundur
dalam perkelahian. Sekali ia menjadi si MuntuS) tabut Ujung Karang, yang
bertemu dengan tabut Olo dekat Kampung Damar, sehingga terjadi
perkelahian antara si Muntu kedua tabut itu. Mak Uning dipersama-
samakan oleh beberapa orang si Muntu tabut Olo. Oleh karena ia
tak dapat dialahkan oleh lawannya, karena kuatnya, lalu digodam
kepalanya oleh lawannya dengan batu berajutSJ, sehingga ia pingsan
jatuh ke dalam sebuah bandar kecil di sisi jalan, lalu terhantar di
sana dengan tiada ingatkan dirinya beberapa lamanya.
' Tetapi tatkala ia sadar kembali, lalu diburunya lawannya
tadi yang belum berapa jauh dari sana dan dipukulnya seorang
demi seorang, sehingga sekaliannya lari, untuk menyelamatkan
dirinya. Sejak waktu itu ia disegani oleh sekalian perewa di kota
Padang. Ada yang mengatakan ia kebal tak dimakan besi, karena
mempunyai besi kuning, ada pula yang bersangka ia tak dapat
dikalahkan dalam perkelahian, karena memakai jimat pahlawan.
Sungguhpun ia masuk kaum buaya darat, tetapi belum
kedengaran ia mencuri atau membegal, apalagi membunuh orang.
Benar acapkali ia makan nasi di lepau Kampung Jawa dengan tiada
membayar harga makanan itu atau menaiki bendi orang dengan tiada
membayar sewanya, tetapi sekaliannya adalah dengan rela, bahkan
acapkali atas permintaan yang empunya lepau atau bendi', adalah
seakan"akan mereka yang dapat berbakti kepada Mak Uning ini.
4) buaya darat S) lasykar Hasan Husain dalam tabui
6) balu dalam kantung, dipergunakan s ebagai godam
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Awe sm %mahm 125 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Sebagai balasan atas budi mereka ini, mereka diperlindungi
oleh Mak Uning, sehingga terjaminlah keamanan mereka. Dan
kalau ia menang berjudi, tiadalah lupa ia membayar sekalian
utangnya itu. Di dalam perjudian yang besar-besar, acapkali dimintanya
"cukai" kepada bandar yang banyak menang, tetapi keamanan pun
dijaganya pula di sana. Pun dalam perjudian yang diadakannya
dalam tempat"tempat yang tentu, dimintanya pula cukai. Uang
inilah dengan kemenangan-kemenangan sendiri dalam perjudian,
yang mengisi kantungnya untuk kehidupannya setiap hari.
Kalau ia mendapat keuntungan yang besar, acapkali di-
tolongnya orang yang kesengsaraan. Lebih"lebih perempuan"
perempuan yang tua dan anak-anak yang kecil, yang tiada beruang.
Memang tabiatnya, kalau mempunyai uang, tiada ingat akan hari
esok. Acapkali dengan sekaligus diboroskannya sekalian uangnya
yang ada. "Esok, perkara esok, belum perlu dipikirkan sekarang,"
katanya. Sekalian sifat-sifatnya inilah yang menyebabkan ia bukannya
disegani saja, tetapi disayangi pula oleh penduduk Padang, yang
tiada benci kepadanya dan bukan musuhnya. Dan itulah pula
sebabnya ia dinamai Mak Acik Uning, yang maksudnya: perewa
bangsawan. Datuk Gampo Alam bukan masuk sahabatnya, karena telah
beberapa kali bertengkar, sampai berkelahi mati-matian dengan dia
dalam penjudian karena sama"sama keras hati dan keras kepala
dan sama-s ama ternama dalam kep erewaan. Masing-mas ing tiada
hendak mengalah, karena hendak mempertahankan nama dan
derajatnya. Tiada berapa lama sesudah Mak Uning datang ke tempat
penyabungan itu, dibawa oranglah pula masuk gelanggang dua
ekor ayam sabungan yang telah masak dipingit', seekor ayam kurik
dan seekor ayam tedung, yang telah diberi taji yang amat runcing
dan tajam pada kakinya. -"--"2.---"
126 Assam www -, dp Setelah kedua ekor ayam ini diperlihatkan dan diagahkan,
sebagai hendak memperagakan kedua mata sabungan ini, mulailah
orang bertaruh. "Siapa kurik" Di sini tedung!" kata Datuk Gampo Alam.
"Di sini kurik. Berapa, Datuk." sahut Mak Uning dengan
segera, hanya karena hendak bertanding dengan musuhnya ini.
"Rp20,00." "Mengapa sedikit amat" Cukupkan Rp50,00 Datuk."
"Pun baik, Uning," jawab Datuk Gampo Alam, lalu meletakkan
uang kertas Rp50,00 ke tanah, dekat Mak Uning. Mak Uning pun
meletakkan pula uang kertas Rp50,00 ke atas taruhan Datuk
Gampo Alam. Dengan demikian bertentangan pula kedua perewa
yang bermusuh-musuhan ini, dengan taruh yang besar, karena
masing"masing tiada hendak memperlihatkan kepada lawannya,
ia kurang mempunyai uang.
Setelah digeli paha kedua ayam sabungan ini, diurut"urut
kepala dan sayapnya, dimenterai dan diludahi, lalu diperiksa
tajinya oleh juara masing"masing. Kemudian dilepaskanlah
keduanya, yang telah marah rupanya dan segera hendak mengadu
kekuatannya. Dengan segera berlagalah keduanya amat hebatnya,
patuk"mematuk dan sabung-menyabung, sedang tajinya yang amat
tajam, runcing melengkung, berkilat"kilat pada kakinya, kena sinar
matahari. Penonton, lebih"lebih yang bertaruh, berteriak dengan
gem"biranya, "Kurik!" kata yang bertaruh pada ayam kurik dan:
"Tedung!" kata yang bertaruh pada ayam merah.
Lebih-lebih Datuk Gampo Alam yang bertaruh pada ayam
tedung, tiada putus"putus nya menyerukan tuah ayam ini. Pada tiap"
tiap kali ayam ini melejang atau mematuk lawannya, berteriaklah ia
dengan asyiknya. "Benar, tedung! Gasak, tedung! Patuk kepalanya!"
sebagai hendak meneral ayam taruhannya.
Hanya Mak Uninglah yang tenang, seolah-olah tak mengin-
dahkan ayam mana yang akan menang atau kalah. Hanya karena
"-"--__'=T"'?"?"- _
6P Awe sm %mahm 12" i': V '-...______'._._"_"-?"-..
telah bosan ia mendengar teriak Datuk Gampo Alam ini, berkatalah
ia dengan sabarnya: "Jangan terlalu keras bersenandung, Datuk! Ayam ragu ber"
laga!" IS'rang lain tak berani menegur Datuk Gampo Alam sedemi"
kian itu. Tetapi Datuk Gampo Alam tiada mengindahkan teguran
lawannya ini. "Lebih baik bersenandung daripada duduk termenung dalam
gelanggang," sahutnya dengan tiada menoleh kepada Mak Uning,
melainkan terus memperhatikan laga kedua ayam sabungan itu.
Kedua ayam ini seakan"akan mengerti ajakan"ajakan penjudi,
karena perkelahiannya makin lama makin hebat, sampai mati-
matian. Pial dan balungnya telah luka-luka, sehingga kepalanya
dan bulu lehernya berlumuran darah. Tetapi tak ada yang hendak
lari, bahkan bertambah"tambah marahnya rupanya.
Tiba"tiba kedengaran tempik sorak mereka yang bertaruh pada
ayam tedung, karena sayap kanan ayam kurik kena taji, hampir
putus, sehingga terkulai. Darahnya membasahi sayap ini dan
menitik ke tanah. Tetapi kegarangannya berlaga belum berkurang.
Dengan sayapnya yang tinggal sebelah ia melawan, walaupun tiada
amat kuat lagi. Tiada berapa lama sesudah itu kelihatan padi berhamburan
di tanah dari ayam tedung, karena temboloknya belah kena taji
ayam kurik. Penjudi yang bertaruh pada ayam kurik bersorak
pula dengan gembiranya. Hanya Mak Uninglah yang diam, tetapi
matanya sebagai menjala karena suka hatinya.
Ayam tedung pun tiada hendak lari, melainkan terus melawan
sekuat-kuatnya. Temboloknya yang telah belah seakan-akan
menambah tenaganya untuk mengalahkan lawannya.
Sesudah itu lama pula kedua ayam jantan ini berlaga,
ditonton, diterai dan disoraki oleh penyabung"penyabung yang
sebagai tak ingatkan dirinya lagi karena tertarik oleh tontonan
yang mengasyikkan ini. Tetapi kedua ayam sabungan ini sendiri,
"___"2.1"..."
123 Mainz (3155;wa _'_'L;:' ', &P
di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
rupanya makin lama makin letih, mungkin karena telah banyak
luka"luka yang tiada kelihatan dan hanya dapat diketahui dari
darah yang menitik ke tanah dan melumuri seluruh badannya.
Sayapnya terkulai, mulutnya ternganga karena napasnya sesak,
sedang lejangnya tiada kuat lagi. Acapkali ia hanya dapat mematuk
lawannya. Tetapi seekor pun belum hendak kalah.
Tiba"tiba rubuhlah ayam kurik ke tanah, menggeragau se"
ketika, lalu mati, karena lehernya putus kena taji ayam tedung.
Di situ riuh rendahlah sorak pihak ayam tedung, sedang pihak
ayam kurik harus memberikan taruhnya, sebagai kemenangan
kaum tedung. Mak Uning membiarkan Datuk Gampo Alam dengan riang
cemooh mengambil uang taruhannya yang Rp50,00 dengan
tenang rupanya. Tetapipada mukanya yang merah, nyata kelihatan
kekalahannya ini pada musuhnya, sangat membakar hatinya.
Kemudian dikeluarkan seekor ayam tedung pula melawan
seekor ayam hitam. Mak Uning bertaruh Rp50,00 pula pada ayam
hitam, sedang Datuk Gampo Alam melawannya dengan ayam
tedung juga. Pada sabungan ini Mak Uning menang, sebab ayam tedung
melarikan dirinya seraya mengeok tatkala taji ayam hitam
membelah dadanya. Di sini pun tak kelihatan berubah air muka
Mak Uning. Hanya matanya yang mengeriing sekejap kepada
musuhnya, sebagaihendak melihat akibat kekalahan ini pada muka
Datuk Gampo Alam yang memang berubah menjadi pucat sedikit.
Uang taruhan tiada diambil oleh Mak Uning, dibiarkannya saja di
tanah, sebagai tiada berharga baginya.
Tiada berapa lama kemudian dikeluarkan pula seekor ayam
hitam yang lain melawan seekor yang kinantan'", kepunyaan Mak
Uning sendiri. ") luwih "'--"-..S?""'-?"- _
6P Ami: dm %mm 129 "Rp 100,00 itu pada ayam kinantan, Datuk," kata Mak Uning
dengan suara yang tetap tenang.
"Baik, Uning," sahut Datuk Gampo Alam dengan suara yang
agak gugup, lalu diambilnya uang Sutan Pamenan separo dan
diletakkannya taruhannya RplUU,UU di atas taruhan I'u'lak Uning
yang menjadi Rp100,00 pula, seraya berkata, "Pada ayam hitam."
Mak Uning tersenyum karena dilihatnya Datuk Gampo Alam
kekurangan uang, sehingga meminjam uang Sutan Pamenan.
Senyum ini menjadikan merah muka Datuk Gampo Alam karena
malu. Sebelum kedua ayam ini disabung, tiba-tiba datanglah ke sana
Mr. Yatim dengan dr. Aziz dan Sitti Nurmala. Mereka hendak ke
pekan membeli makan"makanan, tetapi tatkala dilihatnya orang
ramai di halaman pasar, singgahlah mereka sebentar ke tempat
penjudian, karena Sitti Nurmala ingin hendak mengetahui
bem'iacam-macam penjudian. Mr. Yatim tiada beralangan, karena
sampai 10 hari sesudah, hari raya orang boleh berjudi di mana
sukanya. Tatkala terlihat oleh Mak Uning perhiasan Sitti Nurmala
yang banyak itu dari emas intan dan berlian, diperhatikannyalah
gadis ini sejurus lamanya, lalu bertanyalah ia kepada orang yang
berjongkok di sebelahnya, "Siapa gadis itu?"
"Sitti Nurmala, anak Baginda Mais saudagar yang kaya itu,"
jawab orang yang ditanyai ini.
"Di mana rumahnya?"
"Di Kampung Sebelah, di belakang rumah jaga. "
"Di gedung batu yang besar itu?"
"Benar, Mak Uning."
"Kalau perhiasannya itu diperjudikan, berapa lama baru
habis?" tanya Mak Uning pula sebagai hendak mengejek perbuatan
hartawan yang dipandangnya sia-sia ini.
-"--"2.---"
13" Asem www -, -----".='.__--- x "P
mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
"Agaknya sebulan, kalau tiap"tiap hari kalah Rpl.000,00,"
jawab yang ditanyai pula, setelah memandang muka Mak Uning,
sebagai hendak mengetahui apa maksud pertanyaan ini.
"Baiklah," lalu Mak Uning memperhatikan pula kedua ayam
yang akan berjuang itu. Ketika Sitti Numiala sampai ke dekat gelanggang penyabung-
an, terlihat olehnya Mak Uning sedang menoleh kepadanya.
"Tim, coba lihat perewa yang muda itu! Angkuh gayanya. "
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"ltu Mak Uning. la ternama sebab sangat berani," kata dr. Aziz
perlahan-lahan. "Tetapi rupanya hampir serupa dengan rupamu, Tim," kata
Sitti Nurmala. "Artinya kalau aku bukan mester, tentulah aku perewa,
bukan" Memang ada perhubungan antara keduanya oleh daya
tarik-menarik dan aku pada waktu ini memang lebih suka menjadi
perewa sebagai dia, daripada menjadi mes ter doktor anak
"Sudahlah Tim, jangan kaupikirkan juga perkara itu! Marilah
kita pergi," kata Sitti Nurmala dengan suara yang sedih, lalu
dibawanya Mr. Yatim pergi ke bendinya, apalagi ketika itu penya-
bungan segera akan mulai. Kekejaman penjudian ini tiada hendak
dilihat oleh Sitti Nurmala.
Sejurus kemudian dilepaskanlah ayam hitam dan ayam
kinantan kepunyaan Mak Uning, lalu keduanya segera berlaga
amat hebatnya. Kedua ekor ayam ini rupanya sama"sama berani
dan sama-sama kuat, sehingga lama keduanya berlaga dengan tak
ada yang menang dan tak ada yang kalah.
Penonton, kian lama kian gembira melihat sabungan ini.
Tempik sorak saling berganti antara kedua pihak, amat ramainya.
Pekik: "Hitam! Putih!" berlomba-lombapula memenuhi gelanggang
sabungan, karena tiap"tiap pihak mempertahankan ayamnya.
Ayam kinantan telah merah warna hulunya yang putih bersih
tadi, kena darahnya sendiri dan darah lawannya yang keluar dari
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Awam? %mm 131 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
seluruh badannya, yang telah penuh luka"luka. Tetapi lamun
lari, tidak keduanya. Adalah seakan"akan luka"luka itu tiada
dirasainya. Tetapi akhirnya, setelah kena lejang lawannya yang amat
keras, rubuhlah ayam kinantan Mak Uning ke tanah, tiada berdiri
lagi karena taji ayam hitam menembus dadanya dan mengenai
jantungnya. Tempik sorak pihak ayam hitam gemuruh bunyinya
dan kemenangan taruh segera diambil oleh mereka.
Mak Uning rupanya menjadi bertambah tenang, tetapi tenang
yang mendahului topan yang hebat. Karena mukanya pucat dan
badannya seakan-akan gemetar karena menahan darahnya yang
telah mendidih. Tatkala Datuk Gampo Alam menjengkau uang kemenangan
dan taruhnya yang berjumlah Rp200,00 disambarlah tangan Datuk
ini oleh Mak Uning dengan kakinya, sehingga uang itu jatuh
berhamburan di tanah. Dengan segera diseranglah Mak Uning oleh
Datuk Gampo Alam, sehingga terjadilah perkelahian yang hebat
antara kedua musuh lama ini.
Memang keduanya sama"sama berani dan sama"sama mahir
dalam pencak dan silat, sehingga tak mudah kena serang lawannya.
Datuk Gampo Alam guru silat Koto Anau, sedang Mak Uning guru
silat Mudik. Pendekar bertemu dengan pendekar.
Karena perkelahian kedua pendekar ini gemparlah seluruh
penjudian di Pekan Baru dan orang yang beribu-ribu banyaknya
itu larilah berserak ke sana"sini, tak keruan tujuannya. Istimewa
pula sebab ada yang merampas uang orang dan mengambil uang
taruhan yang tersiar"siar di tanah.
Karena gempar ini ada yang jatuh, lalu diinjak orang, ada yang
tersepit di dinding pasar, ada yang bersembunyi ke dalam kedai,
yang telah ditinggalkan oleh yang empunya. Yang tak sempat lari,
memanjat pohon kayu yang dekat padanya.
Bandar penjudian meraup sekalian uang taruhan yang ada
di hadapannya, lalu melarikan uang-uang itu dengan dadu dan
"___"2.1"..."
132 Asem www ;;; -, rfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
tikar dadunya, karena pemasang tak ingat lagi akan pasangannya.
Berbagai"bagai kelakuan mereka, untuk menyelamatkan dirinya.
Dengan seketika Pekan Baru menjadi kosong. Tinggal Mak
Uning yang masih berkelahi dengan Datuk Gampo Alam dengan
beberapa orang yang berani menghadapi perkelahian ini dan
mencoba hendak melerai kedua pendekar ini. Akhirnya dapatlah
dipisahkan kedua perewa ini. Mak Uning berdarah hidungnya
dan bajunya koyak"koyak serta berlumuran lumpur kena tendang
lawannya. Datuk Gampo Alam bengkak bibirnya dan senam
matanya, kena tinju Mak Uning sedang destar dan kain sarungnya
tersiar di sana sini. Setelah dipungutlah pakaian yang terjatuh itu dan diberikan
kepada yang empunya, lalu dipisahkan kedua pendekar itu. Datuk
Gampo Alam dibawa ke Sawahan oleh Sutan Pamenan dan Mak
Uning ke Kampung Jawa oleh seorang temannya. Tetapi sebelum
mereka meninggalkan Pekan Baru, Mak Uning berkata dengan
tenangnya kepada Datuk Gampo Alam, sebagai perkelahiannya
tadi suatu permainan yang belum selesai dan belum memuaskan
hatinya: "Esok hari di mana kita teruskan permainan kita ini
Datuk?" "Di mana kau suka saja, Uning," jawab Datuk Gampo Alam
dengan tenang pula suaranya seraya mengisap rokok daun
pisangnya. "Di pasar Kampung Jawa saja, sebab Datuk tentu berjudi ke
sana. " "Tak berjudi pun akan kutunggu engkau di sana. "
Barulah keduanya bercerai sebagai dua orang sahabat yang
baru bersenda gurau. Yang seorang pergi arah ke timur dan yang
seorang arah ke barat. Ketika kedua pendekar itu berkelahi Mr. Yatim dengan dr.
Aziz dan Sitti Nurmala, telah jauh, berbendi menuju ke Muara, ke
tempat perhentian dan perlombaan bendi.
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Amril: dm %mm 133 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Walaupun Mr. Yatim sebenarnya tiada hendak menonton
perlombaan bendi ini, karena ia tidak hendak mengecewakan
sahabatnya, diturutkannya juga kemauan Sitti Nurmala yang
beringin benar hendak menghiburkan kesusahan, yang masih
nyata tampak di muka Mr. Yatim.
"Marilahkitapergijugamenontonperlombaanbendike Muara,
Tim! Sesudah itu antarkan aku pulang," kata Sitti Nurmala.
"Baiklah," kata Mr. Yatim yang tiada berdaya, sedang dr. Aziz
menurut saja barang kehendak Sitti Nurmala.
Di jalan telah banyak kelihatan bendi dan dos, yang telah
dibuka tendanya, ditarik kuda yang tangkas dan cepat ligasnya.
Memang hari inilah kesukaan pemuda Padang, yang dilakukan
mereka pada petang hari, mulai dari tanggal 1 sampai 10 Syawal.
Perlombaan bendi ini tidak teratur menurut sesuatu cara,
yang dilakukan oleh sesuatu badan, tetapi masing"masing
melarikan kudanya sekehandak hatinya di seluruh kota Padang',
yang terbanyak di tepi laut, di Muara, karena jalan di sana sunyi
dan lurus. Jika bertemu dengan bendi yang bersiar"siar dicoba
merekalah mendahului bendi ini. Di sanalah timbul perlombaan
dan kecepatan lari kudanya. Yang menang tiada beroleh apa-apa,
selain dari kemegahan, kudanya dapat mengalahkan kuda orang
lain, dalam kecepatan berligas. Kuda yang termasyhur deras larinya
pada masa itu, ialah kuda sawah.
Setelah puaslah Sitti Nurmala dan dr. Aziz menonton perlom-
baan bendi ini, lalu mereka pergi menonton perlombaan berselaju
perahu di muara Sungai Arau. Perlombaan inilebih digemari orang,
oleh sebab itu lebih banyak menarik penonton dari per"lombaan
bendi. la diadakan oleh sesuatu badan pengatur pada Hari Raya
Idul Fitri atau hari raya yanglain di Kampung Berok atau Kampung
Pelinggam. Pada hari itu kedua tepi muara Sungai Arau penuh dengan
penonton yang berdesak-desak berdiri, sambil melihat ke tengah
sungai, di mana dua buah perahu yang berbentuk angsa dan yang
. --"-"'2..---*
134 Asem www -, rfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
sebuah berwarna merah sedang yang lain berwarna hijau, masing"
masing dikayuh oleh kira"kira 12 orang yang berpakaian seragam
dan sewarna dengan perahunya, sedang berlomba"lomba, hendak
dahulu-mendahului. Penonton amat gembira, berteriak riuh rendah
meneral perahu tempat mereka bertaruh seraya melemparkan
kopiah dan sarungnya ke atas apabila perahu ini dapat mendahului
lawannya. Lain daripada ini banyak pula orang yang ziarah ke makam
keluarganya di Gunung Padang, dibawa bendi dan dos yang datang
pergi, lalu menyeberang Sungai Arau dengan perahu yang sarat
muatannya, sdiingga di tempat ini sangat ramainya.
Setelah puaslah ketiganya menonton dan bersiar"siar ke sana
kemari, kira"kira pukul 6 petang, diantarkanlah Sitti Nurmala oleh
Mr. Yatim dan dr. Aziz ke rumahnya di Kampung Sebelah, lalu Mr.
Yatim mengantarkan dr. Aziz pula ke rumahnya di Kandang.
Hampir pukul " malam barulah Mr. Yatim sampai ke
rumahnya. Tatkala ia hendak membuka pakaiannya dalam biliknya,
terdengarlah olehnya bunyi tong-tong dari arah Kampung Sebelah,
amat ramai bunyinya, disahuti oleh tong"tong yang ada pada rumah
jaga di Pondok, tanda ada orang mengamuk.
"Tong-tong apa itu, Yatim?" tanya Sutan Alam Sah, yang masih
duduk berkata"kata dengan jamu yang datang menjelangnya,
tatkala dilihatnya anaknya keluar dari biliknya.
"Entahlah, Ayah. Segera akan hamba suruh tanyakan."
Baru I'u'Ir. Yatim hendak memanggil sais nya, tiba"tiba masuklah
bendi Baginda Mais dengan tergesa"gesa ke pekarangan rumahnya
dan sais nya melompat ke tanah, sebelum kudanya berhenti benar,
lalu berkata dengan gugupnya: "Engku, Sitti Numiala diamuk
orang. " "Siapa diamuk orang?" tanya Mr. Yatim dengan ayahnya
sekaligus dengan amat terkejut.
"Sitti Nurmala, di rumahnya di Kampung Sebelah."
"Siapa yang mengamuknya'?"
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Asam? %mm 135 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Entahlah. " "Bagaimana halnya?"
"Pingsan, tak ingatkan diri. Entah mati, karena dadanya yang
kena tikam, sehingga badannya penuh berlumuran darah. Engku
diminta datang ke sana. l-lamba sekarang hendak ke Kandang,
mengambil dr. Aziz," lalu naiklah ia ke atas bendinya dan dipacunya
kudanya arah ke utara. Mr. Yatim berteriak memanggil kusirnya yang sedang membuka
pakaian kudanya, menyuruh memasang kuda ini kembali, lalu
pergilah ia dengan ayahnya ke rumah Baginda Mais.
Di sana dilihatnya orang telah banyak berkumpul dan
Baginda Mais sangat gelisah serta hilang akal rupanya. la keluar-
masuk ke dalam bilik anaknya dengan tak tahu apa yang akan
diperbuatnya. "Bagaimana?" tanya Sutan Alam Sah.
"Ah, Engku. Entahlah. Ia masih belum ingat akan dirinya.
Cobalah Engku lihat," sahut Baginda Mais dengan bingungnya.
Sutan Alam Sah segera masuk dengan Mr. Yatim ke bilik Sitti
Nurmala dan di sana dilihatnya banyak perempuan berkumpul
memandang Sini Nurmala yang sedang terbaring di tempat tidurnya
dengan muka yang pucat dan pakaian yang berlumur darah, sedang
ibunya, Upik Bungsu, duduk di pinggir tempat tidur anaknya,
dengan mengusap-usap rambut anaknya ini seraya menangis.
Tatkala dilihatnya I'u'lr. Yatim masuk dengan ayahnya, lalu
didekapnya sahabat anaknya ini sambil meratap: "Mester,bagaimana
hal adik Mester ini" Tolong ia, Mester!"
"Sabar, Mak!" kata Mr. Yatim, lalu diperiksanya Sitti Nurmala
yang masih terhantar di tempat tidurnya, belum sadarkan
dirinya. Walaupun mukanya pucat, tetapi napasnya masih ada dan
dadanya rata turun naik. Darahnya lelah berhenti mengalir karena
lukanya, di rusuk kiri, telah dibebat.
-"--"2.---"
136 Asem www -, rfp "Bagaimana Mester?" tanya Upik Bungsu dengan kuatirnya,
seraya memandang muka Mr. Yatim.
"Pada sangka hamba tak apa-apa, Mak. la hanya pingsan,
mungkin karena terkejut. Napasnya masih baik jalannya dan
darahnya tak keluar lagi, landa lukanya tiada dalam. "
"O, syukur alhamdulillah! Dan segerakah ia ingat kembali akan
dirinya?" "Rasa hamba memang demikian. Sebentar lagi dr. Aziz akan
sampai kemari, karena telah dijemput. Segera akan kita peroleh
kepastian. Tetapi pada hemat hamba pendapatnya takkan berbeda
jauh dari pendapat hamba. Sebelum datang dr. Aziz, janganlah ia
diganggu"ganggu, biarkan saja begitu!"
Setelah itu keluarlah Mr. Yatim dengan ayahnya, yang rupa"
nya telah memeriksa keadaan dalam bilik Sitti Nurmala.
"Bagaimana, Engku?" tanya Baginda Mais kepada Sutan Alam
Sah. "Insya Allah tak apa"apa. Pingsan karena terkejut dan luka"nya
pun tak dalam rupanya. Tetapi siapa yang menikamnya?"
"Tak terang kelihatan rupanya tatkala ia melompat dari
jendela, karena hari telah mulai gelap."
"Cobalah ceritakan apa yang Engku Baginda ketahui tentang
pengamukan ini," kata Sutan Alam Sah pula.
"Setelah kembali Nurmala dari bersiar"siar dengan Mr. Yatim
dan dr. Aziz, pukul 6 petang tadi, lalu ia masuk ke biliknya.
Katanya hendak tidur, karena lelah. Tiada berapa lama kemudian
kedengaran ia menjerit minta lolong, lalu kami buru-buru masuk ke
dalam bilik tidurnya. Di sana kelihatan ia telah pingsan terbaring
di lantai, sedang darah mengalir dari rusuk kirinya.
Tatkala itu kelihatan seorang laki-laki keluar dari jendela.
Rupanya tak terang karena hari mulai gelap, sedang ia mem"
belakang kepada kami. ?""-"-_S?"?""-- .
6P Amr- dm %mmlzm 13"
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Setelah kami balut luka Nurmala. barulah nyata, sekalian
perhiasannya tak ada lagi. Rupanya inilah maksud jahat laki"laki
itu. hendak merampas perhiasan Nurmala. Dan mungkin karena
tiada hendak diberikan Nurmala perhiasannya, ditikamnya anak
saya." "Bagaimana pakaian laki-laki itu?"
"Sebagai yang dapat saya lihat di tempat gelap itu, destarnya
abu-abu belah kacang, bajunya baju Cina abu-abu pula, celananya
jose sutra ungu. Kainnya yang dibelitkannya di pinggangnya,
rasanya bercorak merah hijau. "
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana bentuk badannya?"
"Lampai." "Warna kulitnya?"
"Kuning." "Adakah tanda"tanda lain yang dapat Engku Baginda lihat,
untuk mengenalnya." "Tidak Engku Hop, karena larinya cepat, melompat dari
jendela. " Tatkala itu masuklah cle Haan, kepala polisi dan dr. Aziz, yang
memandang muka Mr. Yatim sejurus, sebagai hendak bertanyakan
hal Sitti Nurmala. Mr. Yatim menjawab dengan isyarat yang
melenyapkan kecemasan hati dr. Aziz', barulah ia masuk.
"Di mana Nurmala. Engku?" tanya dr. Aziz kepada Baginda
Mais. "Dalam biliknya. Marilah masuk!" sahut saudagar ini. lalu
masuklah keduanya. Setelah dilihat dr. Aziz sangat banyak perempuan berkumpul
dalam bilik Sitti Nurmala. dimintanyalah supaya mereka keluar
sekaliannya, kecuali Upik Bungsu, lalu diperiksanyalah kekasih-
nya ini, lukanya, jalan darahnya, kelopak matanya, napasnya dan
lain-lainnya dengan cermatnya. Setelah selesai ditariknyalah napas
yang lega. -?"-?"-'2..---"
133 MW (3155;wa -, gp "Bagaimana Dokter?" tanya Upik Bungsu yang tak lepas
matanya dari muka dr. Aziz.
"Insya Allah tak apa"apa, Mak. Jangan kuatir, lukanya tak
berbahaya," lalu dimintanya supaya sekalian laki-laki keluar dari
bilik itu dan diobatinyalah serta dibalutnyalah luka Sitti Nurmala.
Kemudian diberinya ia obat cium dan tiada berapa lama kemudian,
ingatlah Sitti Nurmala kembali akan dirinya lalu ia bertanya, "Di
mana hamba" Mengapa berbaring sedemikian ini" Engkau Ziz. "
"Ya, ya, aku Nur. Engkau jangan bergerak-gerak dan berkata-
kata dahulu." "Mengapa aku, Ziz" O, ya ditikam Mak Uning, karena ia
hendak merampas perhiasanku. Bagaimana halku Ziz?"
"Jangan kuatir! Tak apa"apa. Lukamu tak parah. Tetapi jangan
bergerak-gerak dan berkata-kata dahulu. "
Di situ barulah hilang sekalian was"was hati Upik Bungsu,
lalu dipeluk dan diciumnya anaknya dengan berlinang"linang air
matanya karena kesyukuran.
"Sudahlah, Mak. Jangan diganggu dan diajak berkata"kata ia
dahulu, sebab badannya masih lemah."
Kemudian keluarlah dr. Aziz mengatakan kepada hadirin,
bahwa Sitti Nurmala telah sadar kembali dan lukanya tiada
berbahaya, tetapi harus beristirahat, tak boleh diganggu-ganggu
Menurut katanya yang mengamuknya Mak Uning karena hendak
merampas perhiasannya. Oleh sebab Kepala Polisi tak dapat menanyai Sitti Nurmala.
diterimanyalah keterangan dr. Aziz ini dan keterangan Baginda
Mais. Dengan keterangan dari Mr. Yatim dapat diambilnya
kesimpulan untuk menangkap Mak Uning, sehingga dengan segera
ia meninggalkan rumah Baginda Mais, untuk mencari perewa ini.
Malam itu juga dapat ditangkapnya Mak Uning, yang segera
mengaku terus terang telah melakukan kejahatan itu atas diri Sitti
Nurmala, karenahendak meramp as perhiasannya, sedangperhiasan
itu hampir sekaliannya masih kedapatan padanya. Sebabnya,karena
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Asam? %mm 139 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
ia tiada mempunyai uang lagi untuk berjudi, sedang Sitti Nurmala
penuh emas intan yang tiada berfaedah baginya.
Pada keesokan harinya pergilah lagi Mr. Yatim menengok Sitti
Nurmala dan sesungguhnya dilihatnya sahabat karibnya ini telah
mulai segar kembali dan telah dapat berkata-kata, sedang nafsu
makannya telah datang pula kembali karena limau manis kacang
yang dibawanya, habis dimakannya sebutir.
Hanya ia belum dapat bergerak, sebab tiap"tiap pergerakan
tubuhnya, menyebabkan peras aan sakit di rusuk kirinya. Oleh
sebab itu tinggallah ia berbaring di tempat tidurnya, sedang Mr.
Yatim duduk di atas sebuah kursi di sisi tempat tidur ini.
Penderitaan rupanya sungguh mendatangkan kekariban. Ke"
celakaan Sitti Nurmala makin menambah kesayangan Mr. Yatim
kepadanya, sehingga pengharapan Baginda Mais bertambah besar
akan dapat mendudukkan anaknya dengan Mr. Yatim, karena
menurut kata dr. Aziz, Sitti Nurmala tak lama lagi akan sembuh
benar dari lukanya. Tetapi tambahan kekariban ini bagi Mr. Yatim tak lain dari
pernyataan kesayangannya kepada gadis ini, karena ia telah
ditimpa bahaya yang besar dan di antara sahabatnya yang banyak,
Sitti Nurmalalah yang terlebih tahu dan terlebih dapat merasakan
penderitaan Mr. Yatim, karena perceraiannya dengan kekasihnya
Puti Bidasari. yang disebabkan oleh kehinaan yang telah menimpa
dirinya. Hari yang ketiga selelah kecelakaan Sitti Nurmala, datang
pula Mr. Yatim melawat sahabatnya ini. Walaupun keadaan Sitti ini
pada hari itu bertambah baik, tetapi mukanya menjadi pucat karena
terperanjat melihat air muka Mr. Yatim sangat sedih, seakan-akan
ia datang membawa kabar yang malang pula.
"Ada apa, Tim?" tanya Sini Nurmala dengan kuatir. Mr. Yatim
tiada menjawab pertanyaan ini, melainkan memberikan sepucuk
surat kepada Sitti Nurmala, lalu merebahkan dirinya di alas sebuah
kumi -"--"2.---"
14" Asem www -, rfp Sitti Nurmala menerima surat ini dan memperhatikan tulisan"
nya. Nyata surat ini dari Puti Bidasari, karena Sitti Numiala kenal
tulisan sahabatnya yang malang ini. Hatinya makin tak sedap
karena kuatir, kalau"kalau Puti Bidasari telah ditimpa kemalangan
pula. Dengan tangan yang seakan"akan gemetar dibukanya surat
ini, setelah ia menoleh sesaat lamanya kepada Mr. Yatim, lalu
dibacanya. Demikian bunyinya:
"Tim, kekasihku yang kucintai:I
Surat ini kutulis di malam liari raya, tatkala lailatulkadar
turun kedunia, bagikumembawapertolongan untukmenyampaikan
hasrat hatiku, yaitu membawa kabar kepadamu, tentang hal ihwal
pada waktu ini. Jika tiada, niscaya takkan kau terimalah berita
ini daripadaku, karena aku dijaga sangat keras oleh ibuku, tiada
dilengahi barang sekejap mata pun. Mandi aku diikutinya.
Menjelang dinihari, sedang ia meratap dan menangisi kaum
keluarganya yang telah meninggal dunia, barulah aku mendapat
kesempatan, untuk menulis warkah ini dengan tergesa-gesa dalam
cahaya sebuah lilin. Kabar yang dibawa ibuku tentang asalmu, yang telah
menceraikan kita dan menyekap aku dalam bilik penjara, masih
selalu kedengaran di telingaku. Lebih-lebih di malam hari, tatkala
aku dikeluhungi oleh sunyi senyap yang tiada terkira-kira: sergap
dan segala pendengaran dan perasaan yang lain.
rJYatim anak tukangpedatii'imendengung di telinga kananku,
tetapi segera dibantah oleh kuping kiriku: "Mustahil". Hanya
perbantahan inilah yang kudengar di kuping dan di hatiku.
Tetapi biarpun bagaimana juga, bia rpun engkau sesungguhnya
anakse-orang tukangpedati, cintaku kepadamu tetap sebagai sedia
kala: Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Pantun telah
mengatakan: "-"--__S?"?""- _ .
6P Anak dari" %masz 141
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Encik Amat mandi herkamat,
mandi berkusuk hampir siang.
Bercerai Allah dengan Muhammad,
tidak bercerai kasih sayang.
Apa peduliku siapa ayah hundamu, dari mana asalmu "
Hatiku telah lekat kepadamu, kasihku telah jatuh keatas dirimu.
Bukan kepada ayah bundamu. Kehinaan asalmu atau kerendahan
keturunanmu tak dapat mengubah kasih sayangku kepadamu.
Tetapi apa hendak dikata" Halyangsedemikian ini tak dapat
diselami dan tak hendak dirasai oleh orang tuaku, karena mereka
masih terselimut dan terkungkung adat istiadat pusaka lama.
Tak ada yang baik dan yang harus diturutnya daripada adat
lembaganya. Ya, Allah! Tiada sedikit penanggungan jiwa dan rangkaku
karena perceraian kita ini. Hancur luluh rasa hatiku, hak kaca
jatuh ke batu. Rasakan angus tiada berapi, bagaikan karam tiada
berair. Kita yang hampir 15 tahun bercampur gaul, lebih daripada
saudara kandung, tiba"tiba diceraikan dengan paksa dan
dangkalnya. Adakah mungkin kira akan dapat bertemu kembali, Tim"
Ha nya Tuhan yang dapat mengetahui. Tetapi doaku tak kunjung
putus, setiap hari, sebilang waktu, siang dan malam, supaya
dipertemukannya juga kita kembali dan disampaikannya juga
sekalian cita-cita kita yang telah lama kita idamkan.
Wahai Tim:I Setelah aku tak dapat lagi bertemu dengan engkau,
di situlah baru berasa benarolehku betapa kasihku kepadamu dan
betapa sayangmu telah mengikat hati jantungku. Taksekejap pun
aku lupa kepadamu; selalu engkau terbayang di ruang mataku,
selalu engkau terlintas dalam hatiku. Siang menjadi buah tangis,
malam menjadi buah mimpi bagiku. Maki jauh makin teringat,
makin lenyap makin terbayang. Hilang di mata, timbul di hati.
"___"2.1"..."
142 eee dm mee ;;;f -, 45P
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: Bagaimana aku takkan canggung, Tim, bagaimana aku takkan
risauPDari kecil kita sepermainan, dan seperumahan. Dapat
dikatakan makan sepiring, tidur sebantal. Tiba"tiba sekarang
kita dipisahkan Rasa aku ditingalkan mati, rasakan bercerai
selama"lamanya, bercerai takkan bertemu kembali.
Alangkah bengis kebangsawanan itu:I Alangkah kejam adat
pusaka lama kota Padang ini:I Tiada menenggang hati orang, tiada
mengindahkan perasaan jiwa. Barang siapa tiada menurut aturannya,
tiada sesuai dengan adat istiadatnya, tiadalah dapat diterimanya,
walaupun anak kandungnya sendiri sekalipun.
Belanda berbenteng besi, Melayu berbentengadat, kata pepatahnya.
Memang benteng yang kuat, adatnya itu. Tak dapat dimasuki paham
lain, aturan asing. Tetapi pula bentengyang tiada menaruh iba kasihan,
rasa periksa, timbang"menimbang.
Aku dengar ayahku berkata kepada ibuku, aku segera akan
dikawinkan mereka dengan Sutan Malik, anak Puti Umi dan
kemenakan Sutan Pamenan. Astaghfirullah! Sutan Malik.
Tim:I Sutan: Rancak Dilabuh, sutan tak berani, kemenakan
sutan tukang judi. Laki"laki inilah yang akan menjadi suamiku,
tuanku untuk selama"lamanya. Selagi ia suka memperhamba
diriku, aku harus menurut segala perintahnya, segala keilmuannya,
sampai kepada yangkeji sekalipun, dengan tiada boleh membantah
barang sedikit pun. Aku harus menjadi arca permainan kesukaannya dalam
rumah, arca yang mati yang nada mempunyai kemauan dan
keinginan hati sendiri, selain daripada kemauan dan keinginan
tuannya. Dan apabila bosanlah ia kepadaku, bahkan belum bosan
pun, jika telah diperintahkan oleh ibunya, niscaya dibuangnyalah
aku: Bagai ayan lebih penggunting dan digantinya aku dengan
perempuan lain, yang suka diperbudak dan dipermain"mainkan
ketinggian bangsanya. '--"-__'=T"'?"?"- _ .
6P Anak dari" %malzm 143
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Aku tak percaya Tim, bahwa kehidupan dalam neraka
jahanam akan lebih sengsara daripada kehidupan suami istri
antara aku dengan laki"laki yang sedemikian, yang menurut adat
kebiasaannya segera akan menyia-nyiakan daku.
Oleh sebab itu, jika sungguh terjadi perkawinan paksaan
orang tuaku ini, ya aniaya ini dapat kukatakan, niscaya tiadalah
engkau akan bertemu lagi dengan aku dalam dunia ini, melainkan
di akhiratlah aku akan menanti kedatanganmu ...."
Di sini tergenanglah air mata Sitti Nurmala, meleleh ke
pipinya, sehingga tak dapatlah diteruskannya membaca surat saha"
batnya yang malang ini, karena penglihatannya menjadi kabur.
Setelah disapunya air matanya dan dileciknya hidungnya
dengan setangannya, barulah dapat dibacanya pula surat Puti
Bidasari yang sedih itu. 144 r*Tim, tak adakah jalan untuk melepaskan aku dari belenggu
ibuku ini dan dari bahaya yang mengancam diriku, sehingga
dapatlah pula kita bercampur gaul sebagai sedia kala dan dapat
pula kita menyampaikan cita-cita kita yang telah sekian lama
kita dendam dalam hati kita"' Jika tak ada, marilah kita lari
menghitamkan negeri Padang ini! Kalau perlu, untuk selama"
lamanya Barangkali di negeri orang dapat kita pemleh kesenangan
yang tak dapatdiberikan tanah tempat tumpah darah kita sendiri.
Aku bersedia menurutkan engkau, barang ke mana engkau pergi,
sampai ke laut api sekalipun.
Tabuh hari raya yang menghimbau Muslimin bendul fitri,
mercon, takbir, yang memperingatkan kita kepada kebesaran 1
Syawal, hanya dapat kudengar dari dalam penjaraku di rumah
orang tuaku karena penjara ini tiada melepaskan aku untuk ikut
bersuka ria dan beriang gembira pada hari yang raya ini, sebagai
biasa kita lakukan dahulu, di tahun-tahun yang lalu.
Bersama-sama kita pergi berhalal bil halal kepada orang
tua-tua kita, beramai-ramai kita bersiar"siar ke sana kemari
-"--"2.---"
Amaliah-n (91549th .- =...: -.
--"---".='.__--- )" &
mmm-namum.- Bajaj Pusuk: memuliakan hari baik bulan baik ini. Sekaliannya itu sekarang
hanya dapat kukenangkan seorang diri dalam bilikku yang sempit
dan gelap, karena aku tak dapat keluar dari dalamnya untuk
bertemu dengan engkau sekaliannya.
Dari tempat penyekatanku inilah aku mengucapkan selamat
hari raya Idul Fitri kepada kamu sekalian. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan nikmatnya kepada kamu sekalian,
berlipat ganda dari yang sudah-sudah serta menjauhkan kamu
daripada segala bala dan bencana, lebih-lebih sebagai yang telah
menimpa diriku pada waktu ini dan akan melebur nyawa dan
tubuhku sedikit hari lagi. Maafkan dan ampuni daku atas sekalian
dosa kesalahanku lahir dan batin, yang dapat memberati aku
dunia dan akhirat. Siapa tahu, kalau"kalau kita takkan bertemu
lagi dalam dunia yang hana ini
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di sini rupanya surat ini tak dapat diteruskan lagi oleh Puti
Bidasarikarena bekas air matanya nyata kelihatan tinggal dikertas.
Kesedihan yang tak dapat ditahannya telah melemahkan tangannya
untuk meneruskan warkahnya yang diakhirinya dengan.
"Peluk ciwnku yang hasrat kepadamu, Nurmala, Aziz, dan
sahabat kita yang lain-lain.
Dari adikmu yang menderita,
Bidasari. " Di situ rupanya Sitti Nurmala menangis pula, karena surat
itu lepas dari tangannya, jatuh menutup mukanya, sehingga tiada
kelihatan air matanya yang mengalir membasahi pipinya.
Lama keduanya tiada berkata-kata, karena tak dapat
mengeluarkan suara. Hanya tangan Sitti Nurmalalah yang
memegang tangan Mr. Yatim dengan eratnya, sebagai dengan
demikianlah hendak dinyatakannya kepada sahabatnya ini,
bagaimana sedih dan pilu hatinya dalam kemalangan mereka yang
tak dapat ditolongnya. '--"-__'=T"'?"?"- . .
6P Anak dari" %malzm 145
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Tatkala itu masuklah dr. Aziz ke dalam bilik ini hendak
mengobati Sitti Nurmala. Setelah dilihatnya muka Mr. Yatim
yang muram dan sedih itu dan mata Sitti Nurmala yang basah,
berdebarlah pula hatinya, karena diketahuinya halnya dengan
Sitti Num'rala berhubungan rapat dengan hal Mr. Yatim dan
Puti Bidasari. Oleh sebab itu tiadalah segera ditegurnya mereka,
melainkan direnungnya beberapalamanya, seakan"akan tak berani
ia mengeluarkan perkataan.
Sitti Nurmala pun tiada pula berkata-kata, melainkan dengan
berdiam diri diberikannya surat Puti Bidasari kepada dr. Aziz, lalu
dibaca oleh dokter ini sampai habis. Tetapi rupanya ia pun tiada
berdaya pula dalam hal ini, karena ia pun berdiam diri, sebagai tak
tahu akal untuk menolong kedua sahabatnya yang malang ini.
Setelah dipegangnya bahu Mr. Yatim beberapa lamanya, tanda
ia pun sangat terharu oleh bencana ini, berkatalah ia dengan
sungguhnya: "Tim, bagaimanapun akan jadinya, Bidasari harus
kita tolong. Hanya caranyalah yang harus kita pikirkan bersama-
sama." "Inilah yang mengusutkan pikiranku. Karena kita bukannya
berhadapan dengan kekunoan yang erat kuat saja, tetapi aku
dengan keadaanku pada waktu ini tak dapat berbuat apa-apa
dengan tiada membawa yang lain"lain. "
"Tetapi Bidasari harus dilepaskan dari Sutan Malik." Malam
itu juga dibalaslah surat Puti Bidasari ini oleh Mr. Yatim. Demikian
bunyinya: "Bida, adikku yang kukasihi!
Suratmu telah kuterima dan kubaca bersama"sama dengan
Nurmala dan Aziz, dengan air mata yang berhamburan, karena
sedih akan nasibmu yang malang itu dan pilu akan untungku
yang celaka ini. Geram aku akan diriku sendiri, karena sesudah
aku tak berdaya untuk melepaskan engkau dari kesengsaraanmu,
aku telah menjadi seorang penakut, yang hendak lari melepaskan
diri sendiri, dan seakan-akan tiada hendak mengindahkan halmu
"___"2.1"..."
146 emam (3555ka ;;;5 -. 45P
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: lagi. Karena aku telah meminta pindah dari Padang ini untuk
menghindarkan diriku dan dirimu, juga dari penghinaan bangsa
kita karena turunanku yang rendah.
Tetapi Bida, apakah lagi yang dapat kuperbuat dalam halku
yang sedemikian ini"' Aku memang bebas untuk meninggalkan
kota Padang ini, tetapi bolehkah aku melarikan engkau dari sini,
seperti ajakanmu, dengan tiada menghinakan namamu dan nama
orang tuaku serta nama sejawat dan jabata nku"
Namaku sendiri tiada kupikirkan benar. Tetapi bolehkah
aku mengorbankan namamu dan nama mereka sekalian, untuk
mencapai cita-cita kita ini" Bagaimanapun juga, engkau tetap
seorang bangsawan yang terikat pada kebangsawananmu.
Lain daripada itu, inikah balasan yang dapat kuberikan
kepada orang tuaku, yang telah mengangkat dan mengasuh aku,
seorang anak yang tersia"sia, sebagai anak kandungnya sendiri
dan membawa,aku dengan beberapa kesusahan dan kerugian, dan
lembah kehinaan ke puncak kemuliaan.
ini sekadar saru dari alasan yang menyatakan, bukannya
engkau saja terikat, tetapi aku pun rak bebas. Jika dapat aku
berbuat sekehendak hatiku dengin tiada membawa-bawa orang
lain, niscaya tiada aku berpikir panjang lagi. Kusambar engkau,
kugunggung. kubawa terbang. Tetapi keinginan hatiku, kehinaan
yang telah menimpa diriku, jangan dapat pula menyinggung
engkau. Memadailah seorang daripada kita beroleh bencana ini,
jangan berdua pula. Akan kepercayaanmu kepadaku dan kepada asalku yang baik,
kuucapkan beribu"ribu terima kasih, karena inilah yang akan
menjadi penglipur hatiku dalam kedukaanku yang amat besar ini.
Alangkah baiknya apabila orangtuam upun tiada mengindahkan
aku. Tetapi ini rupanya rak mungkin, karena orang tuamu
sangat terikat kepada adat istiadatnya. Inilah sebabnya hendak
dikawinkannya engkau lekas"lekas dengin seorang sutan, supaya
jangan jatuh ke tangan seorang anakyang bukan bangsawan.
"-"-"._s"-?"?"-" _ .
_ tlp Anab am %mm 14"
');-_ V '-...______'._._"_"-?"-..
143 Tentang niatmu hendak membunuh diri, pikirlah dalam-
dalami Jangan terburu nafsu:I Selagi nyawa di kandung badan,
mungkin kita dapat bertemu kembali dalam dunia ini. Kasihku
kepadamu tiada akan berubah, biarpun apa juga yangakan terjadi
atas dirimu dan diriku. Tetapi jika sesungguhnya engkau harus
berpulang lebih dahulu dan aku. percayalah, aku segera akan
menyusul engkau. Engkau dibawa pulang oleh orang tuamu karena tak boleh
dikawinkan dengan aku. engkau segera akan dinikahkan dengan
Sutan Malik, supaya lak mungkinjadi dengan aku, sangat mem beri
malu ayahku dan mendatangkan amarahnya. Untuk menutup
malunya iniaku dipaksanya mengawini Nunnala. Jika aku tidak
menurut kehendaknya ini. ia tiada akan beranakkan aku lagi dan
akan menghitamkan kota Padang, karena malu.
Kaulihat Bida, nasib kita sesuai benar. Bukannya kita harus
bercerai saja dengari kekasih kita, tetapi kita harus kawin pula
dengan orangyang tiada kita cintai sebagaijodoh kita.
Apa hendak kukata adikku" Aku terikat oleh perasaan
berhutang budi kepada ayahku. Dapatkah kutolak penuntutan
bela ayahku ini yang telah berjasa sekian besarnya ke atas diriku"
Dengan apa akan kubalas gunanya, kalau permintaannya yang
sekecil ini tak dapat kululuskan "
Kaulihat Bida, bagaimana besar penderitaanku pada waktu
ini. Bukannya karena ditimpa kehinaan dan kehilangan engkau
saja, tetapi pula karena terdesak oleh perasaan pembalasan
kepada ayah angkatku. Ke mana aku hendak lari lagi"
Oleh sebab itu, kalau akan terjadi juga, apa yang tiada
kita inginkan ini, akan kupinta kepada Nurmala supaya ia rela
kukawini, walaupun sehari saja atau sampai datang waktunya
aku meninggalkan kota Padang ini atau meninggalkan dunia ini,
supaya terlepaslah aku dari godaan perasaan: tak sudi membayar
hutang. Karena bagi ayahku, inilah satu"satunya jalan untuk
menutup malu yang telah dicorengkan ibumu ke dahinya.
"___"2.3...- q....- ); &P mmm-namum.- Bajaj Pusuk: Aku bersumpah, tiada akan mendekati Nurmala, sesudah
kukawini ia. Setelah itu segera akan kuceraikan ia dengan talak
tiga. sekali, supaya ia bebas dan dapat kawin dengan Aziz dan
aku pun segera pula dapat lenyap dari mata orang Padang ini.
Retakanlah permintaanku ini, yang mungkin permintaan yang
akhir kepadamu, Bida. Hari raya ini bagiku tak ada, karena engkau tak ada padaku.
Hanya supaya jangan mengecewakan Nurmala, yang sangat ingin
hendak menghiburkan hatiku, kuturutkanlah ia sebentar dengan
Aziz keMuara. Tetapi tak ada yang kulihat dan kudengar di sana,
walaupun orang penuh sesak berlomba bendi dan perahu dan
ziarah ke Gunung Padang. Sangat kasihan, karena sekembali dan sana ia ditikam
perewa Mak Uning yang hendak merampas perhiasannya.
Untunglah lukanya tiada berbahaya dan ia telah mulai sembuh.
Penjahatnya pun telah tertangkap dan telah mengaku terus terang
kedurhakaannya. Kupinta kepada Allah, apabila aku yang harus
mengadilinya, supaya aku dapat menahan hatiku atas aniayanya
kepada Nunnala ini. Dengan berbaringditempattidursakitnya,dibacanya suratmu
dengan air mata yang bercucuran. Juga kepada Aziz, yang datang
mengobati Nurmala di sana, kuperlihatkan suratmu itu, yang
dibacanya dengan amatpilu dan sedihnya pula, karena memikirkan
kemalangan yang bertubi-tubi menimpa kita berempat.
Walaupun tiada banyak perkataannya, tetapi pada mukanya
pun bersumpah pula akan melepaskan kita berempat dari tali
adat istiadat Padang ini, yang telah melilit dan mengungkung
kita. Bantulah kami dengan doamu yang saleh, supaya Tuhan
memberi kemenangan kepada kita dalam perjuangan kita ini dan
menyampaikan sekalian cita"cita kita.
Sekarangterimalahpelukciumyanghasratdarikekasihmudan
juga dari Nurmala dan Aziz, yang selalu bercintakan engkau.
'--"-__'=T"'?"?"- _ .
6P Anal" am (semasa; 149
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
, PW Dalam Mala "Mg 7 Setelah sampailah Datuk Gampo Alam dan Sutan Pamenan
ke rumahnya di Kampung Terendam, berkatalah Sutan ini dengan
sangat geram hatinya kepada sahabatnya itu: "Datuk, si Kuning itu
tak dapat kita biarkan lagi. Asal bertemu kita dengan dia, niscaya
terjadilah perkelahian. Tak dapat kita bermain dengan senangnya.
Selalu diganggunya. Oleh sebab itu baiklah Datuk kerjakan dia,
supaya lenyap dari dunia ini. Jangan diberi hidup lagi."
"Sudah berapa kali hamba coba, Mak Acik, tetapi tak kena.
Rupanya pagar penjagaan dirinya amat kuat."
"Jika demikian kita tikamlah ia dari belakang atau kita carikan
"titian berakuk", karena dari muka tak mudah dapat kita alahkan
dia." "Nantilah hamba pikirkan, bagaimana baiknya. Jika tidak,
racun pun masih ada."
Oleh sebab itu sangatlah girang hati mereka, tatkala malam
itu didengarnya Mak Uning telah ditangkap polisi, karena menikam
Sitti Nurmala dan merampas perhiasannya.
"Sekurang"kurangnya 10 tahun akan terlepaslah kita dari
godaan si Kuning itu," kata Sutan Pamenan.
"Sayang anak Baginda Mais ini tak sampai mati. Jika mati,
berayunlah ia di tiang gantungan atau berkubur selama hidupnya di
Nusa Kambangan," kata Datuk Gampo Alam dengan gerenyotnya
. $ 150 Anaheim: gamma; - 613
..,... "___?":" -"<- V
umwmummun Balai Pustaka Tiada berapa lama kemudian, setelah Sitti Nurmala sembuh
benar dari lukanya, atas kehendak Mr. Yatim, diperiks alah perkara
Mak Uning. karena Mr. Yatim ingin supaya ia yang mengadili
perkara itu. sebelum ia dipindahkan dari Padang, sebab balasan
permohonannya, supaya ia dipindahkan ke tempat lain. telah
datang, mengatakan bahwapermintaannya akan dikabulkan, tetapi
ia harus sabar dahulu, supaya kepindahan itu dapat diatur dengan
sebaik-baiknya. Ia pun maklum tak mudah dapat dipindahkan tiba"tiba ke
tempat lain, karena ia di Padang belum sampais ebulan. Sungguhpun
demikian ia yakin akan dipindahkan juga dari Padang, karena
dalam surat permohonannya dinyatakannya benar-benar, apabila
ia tak dapat dipindahkan dari Padang, supaya segera diperhentikan
saja dari pekerjaannya. Dalam hal itu ia akan mengadakan kantor
acara di Jakarta atau mengerjakan pekerjaan lain. Oleh karena
pemerintah kekurangan tenaga kehakiman, istimewa pula yang
berpangkat doktor sebagai dia, besar kemungkinan ia akan
dipindahkan juga. Kabar pengadilan perkara Mak Uning, segera pecah seluruh
kota Padang dan amat banyak orang yang ingin hendak menghadiri
pengadilan itu. Pertama, karena terdakwa adalah seorang perewa
besar, yang kenamaan seluruh kota Padang. Kedua, karena yang
menjadi korban ialah seorang gadis yang cantik, anak hartawan
yang terkaya di Padang. Ketiga, karena yang menjadi hakim pun
seorang anak Padang pula, yang baru kembali dari Barat dengan
membawa pangkat mester doktor, anak bangs awan yang berpangkat
tinggi dan sahabat karib yang teraniaya.
Lain daripada itu penduduk kota Padang ingin tahu pula
kecakapannya dan bagaimana hukuman yang dijatuhkannya.
Orang yakin, tentu Mak Uning akan mendapat hukuman yang
seberat"beratnya. Oleh sebab itu pada hari pemeriksaan penuh sesaklah Balai
Pengadilan di Padang dengan penonton yang bukannya dari kota
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am %;:le 151
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Padang saja, tetapi juga dari Mudik, bahkan dari Pariaman dan
Padang Darat. Setelah hadirlah sekalian anggota pengadilan dengan hakim
dan pengacaranya, Hopjaksa, saksi"saksi, polisi dan penjaga
sekaliannya, dibawalah masuk pesakitan Mak Uning, yang
dibelenggu kedua belah tangannya, dijaga oleh kedua orang polisi
pengawal. Mak Uning rupanya tiada susah, tiada kuatir dan tiada takut.
Cahaya mukanya dan gayanya pun tiada berubah. la berjalan
sebagai biasa di tengah"tengah kedua pengawal dengan gagah
dan angkuhnya ke tempat pesakitan. Tatkala ia hendak duduk,
menolehlah ia sekelilingnya, memperhatikan sekalian hadirin
dengan tiada malu-malu atau segan-segan, sebagai biasanya ia
melihat orang banyak di pasar, kalau ia masuk ke tempat ramai
ini. Mula-mula matanya memandang Mr. Yatim yang duduk di
meja pengadilan dengan memakai pakaian hitamnya. Kemudian
anggota pengadilan dan pengacara yang duduk di sisi Mr. Yatim.
Sudah itu Hopjaksa dan saksi"saksi yang di antaranya ada Sitti
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nurmala dengan ayahnya, Baginda Mais, dr. Aziz dan polisi, Sutan
Pamenan dan Datuk Gampo Alam. Akhirnya dilihatnya penonton
seorang-seorang. Polisi pengawal yang menyuruh duduknya, tiada
diindahkannya, sebagai tiada didengarnya perkataan mereka.
Tatkala, dilihatnya Mr. Yatim dan Hopjaksa, air mukanya
biasa. Tatkala dilihatnya Sitti Nurmala yang masih agak pucat
rupanya, terbayang pada mukanya seakan-akan ia menyesal akan
perbuatannya yang durjana itu. Tetapi tatkala terpandang olehnya
Sutan Pamenan dan Datuk Gampo Alam, timbullah di bibirnya,
seakan-akan hendak dinyatakannya kepada kedua musuhnya
ini, bahwa sekalian pengadilan dengan pemeriksaannya atau
hukumannya sekalipun, tiada diindahkannya.
Yang lama direnungnya ialah penonton biasa, sebagai ada
yang dicarinya di sana. Dan tatkala kelihatan olehnya seorang
"___"2.1"..."
152 nanam (31549wa _-_'-.,: -. tlp
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: perempuan tua, bersandar dekat pintu gedung pengadilan, lama
dipandangnya perempuan tua ini dan nyata tampak berbayang di
mukanya kesedihan yang tak dapat ditahannya.
Perkataan pengawal yang telah dua kali menyuruhnya duduk,
tiada juga diturutnya. Adalah seakan-akan pikirannya terpus atpada
perempuan tua itu, yang menutup mukanya dengan tangannya,
seolah-olah hendak menyembunyikan air matanya yang mengalir
ke pipinya. Setelah puaslah Mak Uning memandang perempuan
tua itu, barulah ia duduk dengan menarik napas panjang.
Dengan segera dimulailah pemeriksaan oleh Mr. Yatim dengan
pertanyaan-p ertanyaan tentang diri pesakitan.
"Siapa namamu pesakitan?" tanya Mr. Yatim.
"Mak Uning," jawab terdakwa dengan tetap suaranya.
"Namamu yang sebenarnya?"
"Mak Uning," jawab yang tertuduh pula dengan sungguh-
sungguh dan muka yang tenang.
Mr. Yatim merenung pesakitan ini sejurus lamanya sebagai
hendak melihat apakah ia mempermain"mainkan pengadilan
dengan semaunya saja apa betul-betul katanya, karena Mr. Yatim
tahu ia terkenal sebagai seorang perewa yang angkuh dan berani.
Tetapi muka pesakitan ini tenang, tiada membayangkan olok-
olok. "Pada sangkaku, Mak Uning itu nama sindiranmu atau sehari-
hari, yang diberikan teman"temanmu kepadamu. Yang kupinta
namamu yang sejati atau nama kecilmu yang diberikan orang
tuamu kepadamu," tanya Mr. Yatim pula dengan sabarnya.
"Nama kecil hamba Kuning dan nama besar hamba atau
nama sindiran hamba atau gelar hamba Mak Uning. Nama yang
lain belum pernah hamba dengar. Mungkin nama ini diberikan
kepada hamba sebab kulit hamba kuning. Jika hitam kulit hamba,
agaknya Mak l"litamlah nama yang diberikan kepada hamba. Nama
hamba yang sejati tiada hamba ketahui dan gelar hamba yang
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am %;:le 153
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Kalau Tuan hendak mengetahui juga tanyakan kepada orang itu
lalu ia menunjuk kepada Sutan Pamenan
sebenarnya belum ada, sebab hamba belum kawin," jawab Mak
Uning dengan bersungguh"sungguh dengan nyaring suaranya dan
fasih lidahnya. "Ganjil, orang tak mempunyai nama kecil atau nama sejati,"
kata Pu'lr. Yatim yang masih waham Mak Uning belum hendak
berkata benar, tetapi hendak menduga kecakapannya.
"Mungkin ada nama kecil hamba itu atau nama sejati hamba
itu, tetapi hamba tak tahu. Yang hamba ketahui hanya Kuning atau
Mak Uning. Jika Tuan hendak mengetahui juga nama hamba yang
sebenarnya, tanyakan kepada orang itu," lalu ia menunjuk kepada
Sutan Pamenan yang sedang asyik memperhatikan soal jawab ini.
"Karena ialah yang harus memberi nama kecil hamba atau nama
sejati hamba itu. " Sekalian orang melihat dengan herannya kepada Sutan
Pamenan, sedang Sutan ini sendiri menoleh dengan tercengang ke
kanan dan ke kirinya, ke hadapan dan ke belakangnya, karena ia
hendak melihat siapa yang dimaksud oleh Mak Uning. Sekali"kali
tiada masuk pada akalnya ia yang dituju oleh musuhnya ini.
"Siapa maksudmu, Kuning?" tanya Mr. Yatim yang heran pula
mendengar tuduhan pesakitannya ini.
"Sutan Pamenan yang duduk di sebelah Datuk Gampo Alam
itu," sahut Mak Uning, seraya menunjuk pula sekali lagi kepada
musuhnya ini. Sidang terdiam, penonton termangu-mangu, karena tak tahu
apa sebabnya Mak Uning berkata demikian.
Setelah nyata benar oleh Sutan Pamenan, memang ialah yang
ditunjuk oleh musuhnya ini, terdiamlah ia sejurus lamanya sambil
memperhatikan muka Mak Uning, kalau-kalau lawannya yang
gagah berani ini, tiba"tiba telah menjadi gila, karena tertangkap
itu atau dengan sengaja secara lancung dan hina hendak memberi
malunya dihadapan khalayak ramai. Kemudian tertawalah ia gelak"
gelak lalu berkata: "Agaknya Mak Uning telah bertukar pikirannya,
karena takut dihukum."
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am %;:le 155
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Penghinaan Sutan Pamenan ini terdengar oleh Mak Uning,
lalu ia menjawab dengan tenang suaranya.
"Siapa yang harus memberi nama anak, bapanyakah atau
orang di jalan raya?"
"Tentu bapanya," sahut Sutan Pamenan.
"Jika demikian, tanyakanlah kepada perempuan tua yang
berdiri dekat pintu itu, siapa bapaku! Karena ia ibuku dan tahu
siapa bapaku. " Mata sekalian hadirin yang bertambah"tambah heran men"
dengar percakapan kedua orang yang bermusuhan ini, berpaling
dari Mak Uning ke pintu gedung pengadilan. Di sana kelihatan
perempuan tua yang direnung Mak Uning tadi, yang memakai
pakaian buruk dan telah koyak-koyak, sedang menutup mukanya
dengan kedua belah tangannya, entah karena ketakutan, entah
karena hendak menyembunyikan tangisnya.
Mr. Yatim pun sangat heran mendengar perkataan Mak Uning
ini dan karena ia bersangka boleh mendapat keterangan yang
berguna dalam perkara ini. disuruh panggilnyalah perempuan ini.
Perempuan ini datang dengan ketakutan ke muka pengadilan,
lalu didudukkan di atas kursi. Di situ nyata bahwa waktu mudanya,
ia masuk perempuan yang cantik. Karena pada waktu itu, setelah
ia berumur kira"kira 45 tahun dan setelah menderita kesusahan
hidup, masih terbayang kecantikan pada air mukanya.
Rupanya sekali"kali tiada disangkanya ia akan terbawa"bawa
dalam pemeriksaan ini. Ia datang ke sana karena hendak melihat
anaknya diadili dan mendoakan supaya anaknya jangan mendapat
hukuman yang berat. Pagi"pagi ia telah berangkat dari rumahnya menuju ke gedung
pengadilan dengan bercucuran air matanya sepanjang jalan, karena
kuatir kalau-kalau anaknya dihukum mati atau dibuang seumur
hidup. Bagaimana halnya" Siapa yang akan memeliharanya"
Pengharapannya hanya kepada anaknya seorang ini.
"a'-"z..?"
156 nanam (31549wa -. tlp
Setelah duduklah perempuan itu, lalu bertanyalah Mr. Yatim:
"Benarkah Mak, ibu pesakitan ini?"
"Benar, Tuan Besar."
"Jangan Mak panggil hamba tuan besar. Panggil saja Engku,
sebagai kebanyakan laki"laki Padang, karena hamba pun orang di
s1n1. " "Sukakah Mak memberi keterangan apa sebabnya pesakitan
berkata, Engku Sutan Pamenan yang harus memberi namanya?"
"Baiklah, Engku."
Setelah perempuan ini bersumpah, akan berkata benar dalam
keterangannya, ditanyalah ia:
"Siapa nama Mak?"
"Upik Manis." "Apa pekerjaan Mak?"
"Tak ada." "Di mana Mak tinggal?"
"Di Ulak Karang, bersama"sama dengan anak hamba si Kuning
ini, di muara Batang Anai. "
"Jadi benar pesakitan ini anak Mak?"
"Benar, anak kandung hamba. "
Mendengar perkataan "anak kandung" ini, teringatlah pula Mr.
Yatim akan nasibnya. Sedangkan seorang perewa, yang dikatakan
orang hina, ada yang mengakuinya anak kandungnya. Tetapi
ia, seorang yang termulia, tak ada yang menamakannya anak
kandungnya. Tetapi ia pun tiada dapat mempercayai kebenaran
perkataan ini. "Cobalah Mak ceritakan, apa sebabnya pesakitan berkata tadi,
bahwa Engku Sutan Pamenan yang harus memberi namanya. "
"Hamba ini berasal dari Bandar Buat, anak seorang yang
berada juga di sana. Karena orang tua hamba luas sawah dan
ladangnya dan banyak ternaknya. Pada suatu hari datanglah Engku
Sutan Pamenan itu dengan teman-temannya yang di antaranya
"-"--__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (ehmm 15"
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Datuk Gampo Alam yang duduk di sisinya itu, ke kampung kami.
Entah apa maksudnya, tiada hamba ketahui. Di situlah baru hamba
melihat rupanya dan dapat tahu, ia seorang bangsawan di Padang
ini, kaya dan royal. Sesudah itu ia dalang pula beberapa kali lagi ke kampung
hamba dan bertemu pula dengan hamba. Dengan tiada hamba
ketahui, cenderunglah hati hamba kepadanya, sehingga tatkala
diajaknya hamba lari, meninggalkan orang tua hamba, tiadalah
dapat hamba tampik kemauannya itu dan hamba ikutlah ia ke
Kota Tengah. Sebulan lamanya kami bercampur gaul sebagai suami istri,
hamba berasa telah mengandung. Setelah diketahui oleh yang
empunya rumah, seorang perempuan janda, hal hamba yang
sedemikian itu, sedang hamba belum dikawini oleh Sutan Pamenan
ini, disuruhnyalah hamba minta dikawini selekas"lekasnya, supaya
anak yang hamba kandung, yaitu si Kuning ini, sah dan mempunyai
bapa. Tetapi semenjak itu hilanglah Sutan ini, tiada kembali lagi,
sehingga tinggallah hamba terkatung"katung seorang diri di
kampung orang, menumpang di rumah seorang yang tiada hamba
kenal dan bukan keluarga hamba. Hendak pun hamba pulang ke
Bandar Buat, ke rumah orang tua hamba, hamba tiada berani.
Takut kalau"kalau bukan tidak diterimanya saja hamba oleh orang
tua hamba, tetapi dibunuhnya hamba, karena telah memberi aib
namanya. Untunglahjandayang hamba tumpangi itu seorang perempuan
yang baik hatinya dan tiada beranak. Ditahannya hamba di
rumahnya dan diperiakukannya hamba sebagai anaknya.
Sejak waktu itu hiduplah kamiberdua dengan berdagang kecil"
kecil. Setelah genap bulannya lahirlah anak hamba si Kuning ini.
Siapayang akan memberi namanya, karenabapanya Sutan Pamenan
telah meninggalkan kami dan hamba tiada tahu di mana tempat
tinggalnya dan tiada berani pula datang kepadanya.
-?"-?"-'2..---"
153 alam %Whm -. "-"---1__--- r: &P
mmm-namum.- Bajaj Pusuk: IS'leh sebab itulah kami namakan dia si Kuning, sebab kulitnya
kuning, sebagai kulit bapanya. Selelah ia besar, teman"temannya
menamakannya I'u'lak Kuning atau Mak Acik Uning, karena ia
dituakan mereka dalam percampurannya sehari"hari dan karena
kelakuannya, kata mereka, sebagai orang baik-baik.
Setelah besarlah siKuning dengan pendidikan secarakampung,
pindahlah kami ke Muara Anai. karena perempuan janda yang
hamba tinggali itu meninggal dunia dan sekalian harta bendanya
jatuh kepada anak saudaranya, yang tiada suka kami tinggal lagi
dalam rumah itu. Di Muara Anai inilah kami tinggal sampai sekarang ...."
"Ya, Allah! Jika demikian saudara Numaalalah Mak Uning
ini. Saudara menikam saudara." terloncat perkataan Baginda Pu'lais
dengan kerasnya, karena terkejut mendengar Mak Uning anak
Sutan Pamenan. musuhnya yang amat besar.
Perkataan Baginda Mais ini terdengar oleh sekalian yang
hadir, sehingga sekaliannya menoleh kepadanya dengan herannya
pula, kemudian kepada Sitti Nurmala.
Lebih"lebih Mr. Yatim dan dr. Aziz termangu"mangu, sebagai
tak percaya akan kupingnyalagi. Sedang Mak Uning pun tercengang
pula mendengar perkataan ayah gadis yang telah ditikamnya ini.
Sekali-kali tiada dikira mereka yang hadir Sitti Nurmala boleh
menjadi anak Sutan Pamenan pula. Pada sangka mereka ia anak
kandung Baginda Mais jua.
Sitti Nurmala sendiri pun tiada terkata"kata beberapa saat
lamanya karena tiada diketahuinya, tiada disangkanya, bahkan
sesudah didengarnya tiada dapat dipercayainya, ia anak Sutan
Pamenan pula. Oleh sebab itubertanyalah ia dengan keras suaranya,
karena heran, malu dan kecewa. "Ayah! Apa sebabnya Ayah katakan
hamba saudara Mak Uning. jadi anak Sutan Pamenan pula?"
Mukanya yang masih pucat tadi karena baru sembuh dari
lukanya. menjadi merah dan badannya gemetar karena terkejut
dan gusarnya. '--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (ehmm 159
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Nantilah kuceritakan di rumah. " sahut Baginda Mais dengan
suara yang hampir tak dapat dikeluarkannya. Perkataan yang tiba"
tiba telah keluar dari mulutnya dengan tiada dis engajanya, karena
terkejut mendengar Mak Uning anak Sutan Pamenan. menjadikan
ia bingung. "Sekalian orang telah mendengar, hamba saudara Mak Uning.
Jika tiada Ayah terangkan persaudaraan itu di muka orang banyak
ini, niscaya mereka akan prasangka, bahwa ada pula sesuatu yang
menghinakan atas asal usul hamba, seperti asal usul Mak Uning
ini pula. Atau benarkah ada pula keaiban atas diri hamba yang
telah disebabkan Sutan Pamenan ini?" tanya Sitti Numala dengan
geramnya karena tak dapat menahan hatinya, sehingga suaranya
bagaikan orang menangis. "O, tidak Nurmala. Sekali-kali tidak. Engkau seorang anak
yang sah, tetapi memang anak kandung Sutan Pamenan."
Waktu itu di gedung pengadilan tak ada yang berkata-kata
atau bergerak pun selainnya daripada Baginda Mais dan Nurmala,
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena tersemu dan heran mendengar rahsia yang sekali-kali tiada
disangka"sangka mereka ini. Sedang Mr. Yatim pun berdiam diri
membiarkan perbincangan sahabatnya, Nurmala, dengan Baginda
Mais, karena ingin hendak mengetahui rahsia gadis itu.
Apalagi dr. Aziz. Matanya mencelik dan mulutnya tersengih
beberapa lamanya karena takjubnya mendengar rahsia yang tiada
dikira-kiranya ini. Hanya Sutan Pamenanlah yang tiada berani
mengangkat kepalanya, melainkan tunduk berdiam diri, karena
sangat malunya. Baginda Mais terpaksa menerangkan asal usul Sitti Nurmala,
yang pada mulanya hendak dirahsiakannya benar-benar, supaya
gadis ini dap at diakuinya anak kandungnya. Tetapi sekarang setelah
telanjur mulutnya, tak dapat lagi disembunyikannya, supayajangan
timbul salah sangka yang boleh memberi aib nama anak yang
disayanginya ini, sebagai yang dikatakan Sitti Nurmala tadi.
"a'-"z..?"
160 nanam (315.9wa -. tlp
"Ibumu, Upik Bungsu, memang seorang janda Sutan Pamenan
yang telah dikawininya dengan sah di Kurai Taji. Tatkala engkau
masih dikandung ibumu, ia telah ditinggalkan dan ditalak oleh
ayahmu, Sutan Pamenan. Dan tatkala engkau berumur setahun,
aku kawin dengan ibumu dan engkau kuakui anak kandungku.
Supaya engkau berasa pula anak kandungku, tiadalah kubukakan
rahsia ini kepadamu. Jika aku tadi tiada terkejut mendengar Mak
Uning yang telah menganiaya engkau, anak Sutan Pamenan pula,
niscaya tiadalah akan terloncat perkataanku dan tiadalah akan
terbuka rahsia ini.II Sitti Nurmala terdiam mendengar asal usulnya ini, tetapipada
mukanya tiada kelihatan ia malu atau berasa terhina berbapakan
Sutan Pamenan dan bersaudarakan Mak Uning.
Hanya Mr. Yatim yang tersadar pula akan asal usulnya, tatkala
didengarnya rahsia sahabatnya ini. Rupanya mereka senasib
dan seperuntungan', sama-sama tak tahu asalnya yang sebenar-
benarnya dan bersangka orang lain ayah kandungnya. Sekarang
Sitti Nurmala telah tahu siapa ayahnya yang sebenarnya, tetapi
ia masih harus mengakui tukang pedati Malim Batuah, sebagai
bapanya. Perbedaan nasibnya dengan Sitti Nurmala ialah karena gadis
ini terdampar kepada seorang hartawan, sedang ia hanyut kepada
seorang tukang pedati. Walaupun kemudian untunglah disambut oleh seorang
bangsawan, tetapi sekarang nyata kebangsawanan ayah angkatnya
itu tiada berguna baginya.
Tak mungkinkah ia pun anak seorang bangsawan pula atau
anak Sutan Pamenan ini pula, yang tak mengenal dan tak tahu
berapa dan siapa anaknya.
Tiba-tiba Mr. Yatim terkejut karena mendengar ribut yang
timbul dalam gedung pengadilan itu, karena Mak Uning berdiri
dari kursinya, lalu mengangkat kursinya ini dan melemparkannya
kepada Sutan Pamenan seraya berteriak dengan amat marahnya:
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (ehmm 161
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Jahanam! Karena perbuatanmu banyak perempuan yang terhina
dan menderita dan anak"anak yang tersia"sia, sehingga aku tiada
kenal pada saudaraku sendiri. Baiknya tiada mati Num'iala kena
tikamku. Walaupun aku seorang perewa, tiadalah aku akan menyia-
nyiakan saudaraku, apalagi menganiaya," lalu diburunya Sutan
Pamenan, hendak dipukulnya.
Untunglah kedua pengawal yang menjaganya dapat memegang
kedua tangannya, sehingga tak dapat dilakukannya maksudnya
ini. IS'leh karena Sutan Pamenan menekurkan kepalanya, karena
malunya, tiadalah kelihatan olehnya Mak Uning melemparnya
dengan kursi. Tetapi Datuk Gampo Alam yang awas yang duduk
di sebelahnya, dapat melihat bahaya itu. Dengan segera ia berdiri
menangkap kursi yang dilemparkan Mak Uning itu, sehingga tiada
mengenai Sutan Pamenan. Tetapi Datuk Gampo Alam sendirikena
kursi yang dapat ditangkapnya itu, sehingga bengkak kepalanya.
Mr. Yatim dengan segera mengetuk mejanya, menyuruh orang
diam. Setelah tenanglah kembali hadirin dalam gedung pengadilan
itu, bertanyalah Mr. Yatim kepada ibu Mak Uning, kalau-kalau ia
hendak memperkarakan aniaya Sutan Pamenan ini atas dirinya.
"Tidak, Engku, apa gunanya. Apalagi sekaliannya itu atas
kerelaan hamba sendiri, bukan paksaan. Hanya hamba minta jika
dapat, anak hamba si Kuning ini, janganlah sampai dihukum,
karena ialah yang menghidupi hamba sekarang. Jika tak ada lagi
ia, niscaya matilah hamba kelaparan. "
Mr. Yatim terdiam, tiada menjawab. Dalam hatinya ia sangat
belas kepada perempuan yang malang ini, yang akan tersia"sia,
jika anaknya tiada dapat menolongnya lagi. Tetapi sebagai hakim,
ia tak boleh berlemah hati. Tiap-tiap kesalahan harus dihukumnya
dengan seadil"adilnya.
Sesudah ini tiadalah terjadi apa-apa lagi dalam sidang peng-
adilan. Pemeriksaan dapat diteruskan denganlancarnya. Saksi-saksi
"___"2.1"..."
162 nanam (315.9wa _-_'-.,: -. tlp
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: memberi keterangan yangjelas yang tak dapat dimungkiri oleh M ak
Uning dan Mak Uning pun mengaku pula sekalian kesalahannya,
sehingga pemeriksaan dapat diselesaikan dengan segera.
Tatkala ditanya oleh Mr. Yatim kalau"kalau pesakitan hendak
berbicara pula, untuk membela dirinya, tegaklah M ak Uning, dengan
gagahnya, lalu berkata dengan lancarnya dan fasih lidahnya:
"Kesalahan hamba tiada akan hamba bela. Hukuman yang
akan Tuan jatuhkan ke atas diri hamba, akan hamba terima, karena
hamba yakin hukuman itu akan Tuan berikan seadil-adilnya.
Yang hendak hamba kemukakan di sini ialah apa sebabnya
hamba berbuat kesalahan ini. Karena inilah yang berguna sebagai
ibarat: bukan untuk hamba lagi, tetapi untuk orang Padang, yang
akan hamba tinggalkan, mungkin untuk selama-lamanya.
Sebagai nyata tadi, yang sekali"kali tiada hamba sangka,
hamba dan Sitti Nurmala. yang telah hamba aniaya itu, adalah satu
bapa. Hanya ia lahir dalam zadah sedang hamba lahir di luar zadah.
Perbedaan kelahiran kami, hanya inilah. Tak ada yang lain. Ini pun
apa artinya pada hakikatnya" Hanya sekadar penyaksian beberapa
orang atas perhubungan laki"laki dan perempuan, sebagai suami
istri, menurut sesuatu agama dan adat istiadat. Pada ujudnya,
keduanya sama. Tetapi, mengapakah ia menjadi seorang yang baik. pandai,
cantik dan hartawan; dihormati dan dipandang orang, dikasihi
dan dijunjung orang, berguna bagi masyarakat dan berfaedah bagi
bangsanya" Sedang hamba yang seturunan dengan dia menjadi
seorang perewa yang buruk, bodoh, miskin, hina, sampah bangsa
dan musuh masyarakat. Usaha Sitti Nurmalakah maka ia sampai meningkat ke mercu
gunung kemuliaan dan kesalahan hambakah maka tercampak ke
lembah kehinaan" Ataukah kesalahan nasib semata-mata"
Tidak, kami berdua tiada berjasa atau bersalah dalam keadaan
kami sekarang ini. Kami sama-sama dilahirkan sebagai kanak-
kanak yang tiada sadar akan dirinya dan sama-sama dibesarkan
"-"-"._s"-?"?"-" .
6P Anal" am %malzw 163
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
dengan tiada insaf akan untung nasibnya. Tanggungan siapa
pertumbuhan kami dalam dunia ini" Bukankah tanggungan orang
tua kami" Terutama bapa kami. karena kebanyakan ibu di Padang
ini masih belum berdaya upaya. Kamikah yang meminta dilahirkan
ke dunia ini" Tidak, bukan" Semata"mata perbuatan orang tua
kami', disengaja atau tidak disengaja.
Setelah kami jadi. bukankah kepada mereka diwajibkan
Tuhan, untuk memelihara kami, sampai kami menjadi manusia
yang sempurna. Tatkala kami masih kecil, adalah hal kami sebagai rebung
yang masih muda. Jika baik pemeliharaannya tumbuhlah menjadi
betung yang kuat, lurus dan besar, banyak gunanya dan mahal
harganya. Tetapi jika tiada, hengkang bengkoklah ia, menjadi
bambu katai yang merana dan buruk, tiada berharga dan tiada
berguna, bahkan acapkali merintang tumbuh bambu"bambu yang
tain, atau menjadi sarap yang mengotorkan.
Sungguhpun demikian, akibat dari asuhan orang tua kami
itu, benar atau salah, kami yang menanggungkannya, kami yang
menjadi korbannya, bukan ayah kami, yang bersalah dalam hal
ini. Siapa dapat mengatakan, bahwa hamba tidak akan menjadi
orang baik, pandai dan mulia pula, kalau baik pendidikan yang
diberikan kepada hamba" Mungkin hamba pun dapat mencapai
pangkat tuan yang tinggi ini."
Perkataan Mak Uning ini terasa benar oleh Mr. Yatim
karena ia terkenang pula akan untung nasibnya sendiri. Jika ia
tiada diangkat anak oleh Hopjaksa Sutan Alam Sah dan dididik
baik"baik, tiadalah ia akan menjadi semulia sekarang, melainkan
menjadi tukang pedati yang hina, bodoh dan tiada berharga,
sebagai bapanya Malim Batuah.
Walaupun Mak Uning seorang "buaya", tetapi perkataannya
benar, tak salah sekali-kali.
. "a'-"z..?"
164 nanam (315.9wa -. tlp
Hopjaksa, dr. Aziz dan Sitti Nurmala yang tahu benar hal ihwal
Mr. Yatim, harus membenarkan pula perkataan Mak Uning ini.
"Hamba bukannya tak kenal saja kepada saudara hamba,"
Mak Uning meneruskan pembicaraannya, "tetapi telah hamba
tikam pula dadanya, hamba ramp as perhiasannya, ya akan hamba
cemarkan kesuciannya, kalau dia tidak meminta tolong ...."
Di situ Mak Uning terdiam sesaat, sebagai sangat terharu
pikirannya atas kelakuannya yang keji yang telah terperbuat
olehnya atas saudara perempuannya sendiri. Mungkin disebabkan
oleh keinginan hatinya, sebagai seorang laki"laki yang sebatang
kara, hendak mempunyai saudara perempuan. Sekarang tiba-
tiba diperolehnya keinginan hatinya ini, tetapi di dalam hal yang
sedemikian ini pula. "Tuan hakim," katanya sesudah terdiam diri sejurus lamanya,
"walaupun hamba seorang perewa, yang hanya tahu berjudi dan
berkelahi, tetapi perasaan keluarga masih ada tersembunyi dalam
dada hamba. Apabila harimau yang dikatakan galak itu tiada
memakan anaknya, hamba yang masih suka dipandang sebagai
manusia, yang dikatakan lebih mulia daripada binatang, harus
merasa tiada patut memakan saudara hamba sendiri. Apabila
semut yang leta itu bersusah payah, sampai mengorbankan
nyawanya untuk mengumpulkan dan menyediakan makanan bagi
anaknya yang akan lahir, mengapakah manusia yang berakal budi
itu menyia"nyiakan anaknya"
Setelah anak ini menjadi orang jahat, menurut paham manusia
yang cerdik cendekia itu, karena tiada diasuh dan dididiknya baik-
baik, iapula yang menghukum hasil pekerjaannya sendiri ini, dengan
penghinaan dan penderaan badan dan nyawa. Adilkah perbuatan
manusia ini" Sedangkan tuan di sini, kata tuan, diwajibkan oleh
masyarakat manusia itu, menurut keadilan ...."
Di sini Mak Uning diam pula sebentar, sebagai menunggu
jawaban dari Mr. Yatim, tetapi Mr. Yatim tiada menjawab. Oleh
sebab itu diakhiri Mak Uning perkataannya, "Apa yang terasa di
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (semasa; 165
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
hati dan terkalang di mata hamba, telah hamba keluarkan, untuk...
bangsa dan kota Padang ini. Sekarang adililah hamba!" katanya, lalu
ia duduk kembali di atas kursinya dan berdiam diri di sana dengan
memeluk dadanya, sebagai jemu berkata"kata dengan orang tuli
yang tiada juga akan dapat mendengar perkataannya.
Pada waktu itu dalam gedung pengadilan sunyi senyap, se"
orang pun tiada berkala-kala atau bergerak-gerak. Sekaliannya
tercengang dan heran melihat kepada buaya muda ini, yang berkata"
kata dengan lancar dan fasih lidahnya, sebagai seorang pengacara
yang sedang menutur dalam majelis, mengeluarkan pikiran dan
pendapat yang tiada disangka ada dalam hati seorang perewa,
karena sekalian perkataannya itu benar, tak dapat disangkal lagi.
Lama pengadilan berdiam diri, sehingga dalam gedung itu
hanya kedengaran bunyi jam yang mengetik sepanjang masa
dengan tiada mengindahkan peristiwa yang terjadi sekelilingnya.
Sudah itu diperhentikanlah pemeriksaan oleh Mr. Yatim,
supaya dapat merundingkan kesalahan dan hukuman Mak Uning
yang akan dijatuhkan mereka, di ruang belakang.
Setelah dibuka kembali persidangan, diumumkanlah oleh Mr.
Yatim, bahwa Dewan Pengadilan telah memutuskan men-jatuhkan
hukuman penjara tiga tahun dalam pembuangan di Pulau Nusa
Kambangan, dekat Cilacap ke atas diri Mak Uning.
Mak Uning hanya menjawab dengan suara yang tenang dan
air muka yang datar: "Hamba terima hukuman itu. "
Sudah itu ditutuplah pengadilan kira"kira pukul 3 siang.
Penonton keluar gedung pengadilan dengan perasaan terharu,
Permainan Di Ujung Maut 3 Tesa Karya Marga T Rahasia Lukisan Telanjang 3
Marah Udin sesungguhnya bingung melihat peperangan
mercon yang sebagai ini, sehingga ia tak tahu apa yang akan
dikerjakannya lebih dahulu. Mercon terpelanting dan meletus
sekelilingnya, acapkali mengenai badannya, sehingga timbul
takutnya, kalau-kalau ia mendapat kecelakaan. Kesukaan me-
masang mercon sebagai yang disangkakannya di pasar tadi, lenyap
sekaliannya, bertukar dengan dahsyat karena pembakaran yang
hebat itu, seakan"akan ia sungguh dalam peperangan dengan bedil
dan meriam. Sungguhpun demikian karena ia tak berani melalui
perintah saudara sepupunya ini, ikutlah juga ia mempertahankan
benteng merconnya. Tetapi karena itu bertambahlah lekas habis
mercon Sutan Malik, sedang di rumah Panduko Sati bunyinya kian
lama kian ramai. "Di mana si Alim tua bangka itu" Mengapa belum juga ia
kembali" Udin, lekas panggil ia!" kata Sutan Malik yang marah
pula karena kekalahan ini.
Marah Udin segera berlari"lari memanggil bujang yang tua
ini, yang telah ada dijalan pulang, membawa mercon sekeranjang.
Setelah sampai mereka ke rumah Puti Umi, lalu dibakar merekalah
bertiga mercon yang masih ada dan yang baru dibeli. Mercon yang
dibawa Marah Udin dari pasar tadi pun dibakarnya pula, sehingga
kalahlah lawannya seketika. Tetapi kemenangan Sutan Malik
ini tiada berapa lamanya, karena persediaan petasannya mulai
berkurang pula sedang mercon lawannya terus-menerus berbunyi,
seakan"akan tak dapat dihabiskan.
Melihat hal ini bingunglah pula Sutan Malik. Ke manahendak
dicarinya uang lagi pembeli mercon. Uang yang diperolehnya dari
Baginda Mais dengan uang penjualan kue, telah habis. Dengan
segera berlarilah ia kepada mamaknya, Sutan Pamenan, akan
mencoba pula mendapat uang daripadanya. Tetapi Sutan Pamenan
tiada hendak memberi uang lagi kepada kemenakannya, karena
uang yang ada padanya hendak dipergunakannya sebagai pokok
"___"2.1"..."
11" Asam www ;;; -, tfp
di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
penjudian pada keesokan harinya. Oleh karena itu marahlah Sutan
Malik kepada mamaknya. "l"lamba tiada hendak kalah lagi dengan orang sebelah ini. Lebih
baik hamba bakar rumah Panduko ini daripada mendapat malu
pula karena kalah, sebagai tahun yang sudah," lalu ia pergi dengan
merentak, karena marahnya untuk menghabiskan merconnya.
Sutan Pamenan hanya sambil lalu memperingatkan ke-
menakannya dengan tiada menoleh dari pekerjaannya mengurus
tikar dadunya, "Jangan main"main dengan api, Malik!" lalu
diteruskannya pekerjaannya karena pada sangkanya kemenakannya
hendak menakut-nakutinya saja, supaya diberi pula uang untuk
pembelipetasan. Akan tetapi Sutan Malik sungguh"sungguh berniat
sebagai telah dikatakannya tadi, karena ia tiada mau menderita
malu lagi. Setelah sampai ia ke halaman muka rumahnya, diambilnyalah
sebuah bom yang besar, diberikannya kepada Marah Udin dengan
perintah: "Bakar bom ini dan lemparkan ke dalam rumah Paduko
Sati, melalui jendela bilik tidurnya yang terbuka itu."
"Hamba tak berani, Udo', takut kalau terbakar rumahnya,"
sahut Marah Udin, sedang hatinya kecut.
"lniyang akan menghilangkan takutmu," kata Sutan Malik pula
seraya menampar dan menyepak saudara sepupunya ini, sehingga
Marah Udin jatuh terbanting ke tanah, tiada bergerak seketika.
"ltu hadiah untukmu, pengecut!" katanya, lalu diambilnya
sebuah bom yang terbesar, dibakarnya dan dilemparkannya ke
dalam rumah musuhnya, melalui jendela yang terbuka, sehingga
bom ini meletus di tempat tidur dalam bilik itu.
Oleh sebab belum kelihatan olehnya bekas kejahatannya ini,
sudah itu dilemparkannya pula dua bomlagike dalam bilik itu, yang
keduanya meletus juga di sana. Akan tetapi karena tak ada orang
di dalam bilik ini dan karena bunyi peletusan mercon dalam kedua
pekarangan yang sedang berjuang ini sangat hebatnya, tiadalah
*_*-__" 6P Amril: dm %mnm 111 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
kedengaran peletusan ketiga bom tadi dalam bilik Panduko Sati
dan tiadalah kelihatan api kebakaran yang segera telah memakan
kasur dan kelambu dan telah menjalar ke dinding dan para.
Lama kemudian barulah kedengaran suara orang minta
tolong, karena api telah sampai ke bubungan atap rumah. Akan
tetapi teriak ini pun hilang di dalam ribut yang bahna, sedang
kebakaran tiada pula kelihatan dalam api yang banyak itu.
Hanya Sutan Pamenanlah yang ada mendengar pekik itu,
sehingga ia keluar ke halaman rumahnya dan tatkala ia menoleh
ke rumah setangganya, kelihatan olehnya api telah menjalar ke
seluruh rumah Panduko Sati dan ras anya takkan dapat dipadam"
kan 1agi lalu ia berlari-lari kepada Sutan Malik yang masih ada di
pekarangan rumahnya sedang menarik Marah Udin dari tanah dan
menyuruhnya berdiri. "Malik!" katanya, "engkaukah yang membakar rumah di
sebelah ini?" Sutan Malik tiada menjawab mamaknya ini, tetapi menentang
muka Sutan Pamenan, sebagai hendak mendakwa, "Mengapa aku
tiada diberi uang tadi, untuk pembeli mercon. "
"Celaka!" kata Sutan Pamenan, lalu ia berteriak memanggil
Datuk Gampo Alam dan Pak Alim, menyuruh mengambil air,
untuk menyirami rumahnya, supaya jangan dapat dijilati api dan
Puti Umi dengan istri Pak Alim disuruhnya mengeluarkan barang"
barang yang berharga. Tiada berapa lama kemudian, kedengaranlah tabuh yang dekat
di sana berbunyi, tanda ada kebakaran. Tetapi bunyi tabuh ini pun
hilang di dalam ribut peletusan mercon yang sangat ramainya
seluruh kota Padang, sehingga kebakaran ini tak lekas diketahui
orang. Untunglah angin tak ada pada waktu itu', jika ada, mungkin
benar rumah Puti Umi pun akan habis pula dimakan api.
Setelah habislah rumah Panduko Sati terbakar seluruhnya,
sampai ke tanah, barulah datang orang dan pompa hendak
"___"2.1"..."
112' Asam www ;;; -, tfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
menolong memadamkan api', tetapi rumah yang akan ditolong
telah menjadi abu. Kemudian datang pula polisi hendak menyiasati
dari mana datangnya api', tetapi mereka tak mendapat keterangan
apa-apa. Oleh sebab itu haruslah diterima mereka, api itu asalnya
dari pembakaran mercon di rumah Panduko Sati sendiri, karena
memang didengar orang di sana pemasangan mercon amat ramainya.
Seorang perempuan tua mati terbakar. Entah apa sebabnya, tiada
diketahui orang. Mungkin karena tak dapat melarikan diri, tetapi
mungkin pula ditimpa tiang yang runtuh itu.
Pada keesokan harinya, hari raya 1 Syawal, Mr. Yatim pagi-
pagi benar telah bangun, walaupun ia pada malam takbir itu sampai
jauh malam belum dapat tidur. Ia tak ikut meramaikan pembakaran
mercon, karena di rumahnya tak ada anak kecil lagi yang gemar
akan pembakaran ini, sedang ia sendiri telah lama memandang
keramaian yang sedemikian, bukanlah cara yang layak merayakan
Idul Fitri, yang pada hematnya haruslah dimuliakan secara Islam
dengan berdasarkan kesyukuran kepada Allah atas keselamatan
menjalankan rukun Islam ini. Bukan secara haru biru dengan
membakar mercon, yang artinya membakar uang beratus"ratus ribu,
tetapi juga mendatangkan bahaya, sebagai telah terjadi di rumah
Panduko Sati', rumah musnah, orang pun mati. Ada pula yang harus
ditolong di rumah sakit karena jarinya putus kena bom, matanya
buta kena long, badannya terbakar kena mercon dan lain"lainnya.
Dalam keributan mercon yang tiada terkira-kira itu duduklah
Mr. Yatim seorang diri di beranda sisi rumahnya, mengenangkan
nasibnya yang malang. Dahulu pada malam yang raya ini, ia
berkumpul"kumpul dengan Puti Bidasari, Sitti Nurmala dan dr.
Aziz dan sahabat kenalannya yang lain, bersuka-sukaan, bersenda
gurau sampai larut malam. Tetapi sekarang Puti Bidasari dikurung
seorang diri oleh orang tuanya dalam biliknya, sedang ia pun harus
mengurung pula dirinya karena ia tiada dalam suasana kesukaan.
Setelah diketahuinya asal-usulnya yang rendah itu, tiadalah
ia keluar rumahnya lagi dan tiadalah pula ia hendak ikut di dalam
*_*-__" 5P Aminah (scams-m; 113 ');-_ V '-...______'._._"_"-?"-..
segala keramaian atau kesukaan. Akan tetapi pagi itu ia hendak
menjelang kuban nenek angkatnya, yaitu ibu bapa Sitti Mariama
di Andalas, sebelum ia halal bil halal dengan orang tuanya dan
orang yang lain-lain. Dari Andalas ia hendak pergi ke Ranah, ke
kuburan orang tua ayahnya. Barulah ia hendak pulang kembali ke
rumahnya. Setelah disuruh pas angnya bendinya, lalu berangkatlah ia dari
rumahnya. Tatkala ia hendak keluar rumah, kedengaran olehnya
di rumah setangganya orang meratap amat sedihnya, memanggil"
manggil anaknya yang telah meninggal dunia, yang pada waktu itu
tiada kelihatan oleh ibunya bers ama"sama temannya.
Memang hari raya Idul Fitri di Padang adalah suatu kerayaan
dan kegembiraan yang disertai kesedihan dan kepiluan, karena
menimbulkan kenangan-kenangan kepada yang telah hilang dan
takkan kembali lagi. Dengan hati yang rayu, naiklah Mr. Yatim
ke atas bendinya, lalu berangkat menuju ke Andalas, melalui
Sawahan. Di Kandang dilihatnya rumah dr. Aziz belum terbuka. Rupa"
nya sahabatnya ini malam tadi tak dapat tidur, karena menolong
orang yang kecelakaan kena letusan mercon. Lain daripada itu,
sesudah didengarnya kemalangan yang telah menimpa diri Mr.
Yatim dan Puti Bidasari dan paksaan Sutan Alam Sah, supaya Mr.
Yatim mengawini tunangannya, Sitti Nurmala, ia pun sangat susah
dan sedih dan jarang pula kelihatan di luar rumahnya.
Setelah sampailah Mr. Yatim ke Sawahan, ke muka rumah
Puti Umi, dilihatnya di sana Marah Udin ditempiling dan diterjang
oleh Sutan Malik, sehingga anak ini jatuh tersungkur tiada berdiri
lagi. Melihat aniaya ini, diperhentikan Mr. Yatimlah bendinya lalu
turun mengangkat Marah Udin, dan mendukungnya, karena ia
sebagai tak ingat akan dirinya.
"Mengapa ia dipukul sedemikian ini?" tanyanya kepada Sutan
Malik, sebab memang dari kecilnya ia tiada dapat melihat aniaya.
"___"2.1"..."
114 Asam www ;;; -, tfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
"Apa pedulimu, apa yang kuperbuat dengan dia" Bukan per-
karamu," jawab Sutan Malik dengan kasarnya.
"Sekalian perkara penganiayaan dan pelanggaran hukum,
adalah perkaraku." "Siapa engkau, maka berkata demikian?" tanya Sutan Malik
dengan sombongnya. "Mr. Yatim, Kepala Pengadilan Padang," sahut Mr. Yatim.
Mendengar pangkat ini terkejutlah Sutan Malik lalu berdiam
diri, tetapi tiada pula ia meminta maaf atas kesalahannya, karena
angkuhnya. "Anak ini kubawa kepada dr. Aziz, untuk diperiksa. Kalau
ada sesuatu kerusakan atas dirinya, karena pukulanmu tadi,
niscaya kutuntut engkau di muka pengadilan," kata Mr. Yatim,
lalu dibawanya Marah Udin yang masih sangat lemah badannya
ke bendinya dan kembalilah ia ke Kandang, ke rumah dr. Aziz.
Di sana dilihatnya sahabatnya ini telah bangun dan sesudah
ia memberi selamat hari raya dan berhalal bil halal dengan dr.
Aziz, dimintanya periksa Marah Udin dengan memberi alas an atas
permintaannya ini. Untunglah sesudah diperiksa nyata Marah Udin, tak apa-apa,
hanya terguncang otaknya sedikit. Oleh sebab itu ia harus ber"
istirahat sekurang"kurangnya 14 hari.
"Tetapi di mana ia disuruh beristirahat" Jika di rumahnya,
tentulah takkan diperolehnya istirahat itu. Jangan-jangan ia diazab
oleh Sutan Malik karena bencinya. "
"Di rumah sakit saja. Di sana ia akan dipelihara dan dijaga
baik"baik." "Benar. Sekalian biayanya aku tanggung," kata Mr. Yatim,
lalu dibawa merekalah Marah Udin ke Ganting dan dimasukkan
di rumah sakit di sana. Dalam rumah sakit ini ditanyalah Marah Udin oleh Mr. Yatim
apa sebabnya ia sampai dipukul sedemikian oleh Sutan Malik.
*_*-__" 6P Aminah %mnm 115 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Oleh sebab hamba tiada cepat menyapu bekas"bekas
pembakaran mercon tadi malam," jawab Marah Udin.
"I-Ianya karena itu saja engkau dipukul sampai sedemikian"
Karena tak cepat menjalankan perintahnya?" tanya Mr. Yatim
dengan herannya. "Benar, Engku. Mata hamba masih mengantuk dan badan
hamba masih letih karena pembakaran mercon tadi malam," sahut
Marah Udin. "Coba lihat, Ziz! Hanya karena ini saja ia dipukul sedemi"kian,"
kata Mr. Yatim dengan geramnya.
"Memang terlalu."
"Tahukah engkau, Ziz, apa yang menyebabkan hal yang
sedemikian ini. " "Tidak." "Karena pepatah kita:
Keluk paku kacang belimbing,
tempurung lenggang"lenggangkan.
Anak dipangku kemenakan dibimbingP
Orang kampung pertenggangkan,SJ
Tetapi bagi Sutan Pamenan: kemenakan yang dipangku, anak
dis ia"siakan. "
"Memang aku kenal kepada Sutan Pamenan ini. Anak ber-
timbun, disia"siakan', tetapi kemenakan seorang dirajakan. "
"Dan tahukah engkau apa kabar angin yang telah sampai
kepadaku" Dengan Sutan Malik inilah Bidasari akan dikawinkan
oleh orang tuanya. "
"Ya Allah! Alangkah malangnya Bidas ari beroleh suami sebagai
Sutan Malik ini! Tak dapatkah kita alangi perkawinan ini" Kasihan,
kasihan, Bidasari! Niscaya binasalah ia jika telah menjadi istri
Sutan Malik ini." 11) dipimpin 5) dipikirkan . -"--"2.---"
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
116 .am alm www ;;; -, tfp
-----".='.__--- .>:
"Marilah kita usahakan sedap at"dapatnya, supaya perkawinan
ini jangan sampai dapat dilangsungkan, walaupun pada waktu ini
belum tampak olehku jalan untuk mencapai maksud kita ini. "
"Dan sekaliannya itu tentulah usaha Baginda Mais, supaya
tercerai engkau dari Bidasari dan aku dari Nurmala. Jika telah
demikian, dapatlah dipungutnya engkau jadi menantunya. "
"Ziz, bagaimana akal kita sekarang ini" Kita tahu kekuasaan
uang Baginda Mais dan kekerasan hati orang tua Bidas ari. Dengan
kekerasan tak dapatkita alahkan mereka. Aku tak dapatberpikirlagi
untuk menolong Bidasari, karena bingung memikirkan untungku
sendiri yang malang ini. Tetapi Bidasari harus kita lepaskan dari
tangan Sutan Malik. Jika tiada, inilah yang akan membawanya ke
lembah kecelakaan." "Marilah kitapikirkanbersama"s ama akal ini, karena tak mudah
kita berjuang dengan kaum tua dan kaum uang ini. Sebagai berebut
keris, kita terpegang pada matanya, sedang mereka terpegang pada
hulunya. Jika bertarik"tarikan, niscaya tangan kita sendiri juga
yang akan luka. Tetapi biar bagaimanapun juga, aku berjanji akan
menolong Bidasari dan engkau dengan sekuat tenagaku, karena ini
pun berarti melepaskan Nurmala pula."
"Terima kasih, Ziz! Aku harap disampaikan Allah juga segala
usahamu dengan segeranya. "
Kemudian kembalilah Mr. Yatim ke rumah orang tua angkat"nya
di Pondok, karena hari telah siang dan orang segera akan turun dari
khotbah, yaitu waktu orang berhalal bil halal. Ziarahnya ke kuburan
di Andalas dan Ranah akan diudurkannya sampai keesokan harinya
Benar, setelah sampailah ia ke rumah orang tuanya di Pondok,
dilihatnya ibu bapanya telah berpakaian, siap untuk menerima
orang yang akan bermaaf"maafan dengan dia. Mr. Yatim segera
mendapatkan ayah dan bundanya, lalu menjabat tangan.mereka,
meminta ampun dan maaf atas sekalian dosa kesalahannya, lahir
dan batin, yang boleh memberatinya dunia akhirat, dengan suara
yang masih sedih rupanya.
"-?"._5"-?"?"-_
6P Aminah %mm 117 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Sutan Alam Sah dan Sitti Mariama memaafkan dan meng"
ampuni sekalian dosa kesalahan anaknya, lahir dan batin dan
mendoakan supaya panjang umurnya dan murah rezekinya di
dalam keselamatan dan disampaikan Allah sekalian maksudnya.
Kemudian mereka pun meminta maaf pula atas sekalian kesalahan
dan kehilafan mereka. "Ke mana engkau tadi, Tim?" tanya Sitti Mariama yang masih
sedih melihat kedukaan yang terang masih terbayang di muka Mr.
Yatim. "Hendak ke kuburan di Andalas dan di Ranah, tetapi tak jadi,
karena sesuatu hal di jalan."
"Hal ap a?" tanya Sitti Mariama dengan agak cemas rupanya.
Mr. Yatim menceritakan peristiwa Marah Udin dipukul oleh
Sutan Malik sampai harus dibawa ke rumah sakit.
"Kasihan, sedang anak"anak yang lain bersuka"suka dalam
kebesaran hari ini, ia dipukul dan sekarang harus berbaring di
rumah sakit. Aku memang telah mendengar anak ini disia"siakan
oleh ayahnya dan diperbudak oleh induk bakonya. "
"Kalau hendak kaupakai bendi itu, pakailah! Aku tak hendak
ke mana"mana," kata Sutan Alam Sah kepada anaknya. Inilah
tandanya Hopjaksa ini belum berbaik dengan kakaknya Puti
Renosari, karena kewajibannyalah pada Hari Raya pergi menjelang
kakaknya, untuk berhalal bil halal.
"Hamba pun akan tinggal pula di rumah saja, Ayah. Ke maha
hendak pergi lagi?" jawab Mr. Yatim.
"Bersiar"siar ke mana"mana. melihat perayaan Idul Fitri," kata
ibunya dengan memperhatikan muka anaknya.
Ingatannya melayang ke masa yang lalu, karena bias anya pada
Hari Raya demikian anaknya pergi bersama"sama Puti Bidasari dan
teman-temannya berkendaraan ke sana kemari.
"Biarlah tidak, Ibu, sebab nanti mungkin orang banyak akan
datang kemari. Kurang baik, kalau hamba tak ada di rumah. "
Benar, kira-kira pukul 10, mulailah orang datang menjelang
I-Iopjaksa dan Mr. Yatim, terutama dari kantor pengadilan. Tetapi
"___"2.1"..."
113 Asam www ;;; -, tfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
banyak juga dari golongan lain, sebagai kaum pemerintah, kaum
saudagar, kaum muda dan lain-lainnya.
Di antara mereka, ada yang sangat berdekatan dengan Mr.
Yatim, sebagai Sitti Nurmala, yang datang dengan orang tuanya
Baginda Mais dan Upik Bungsu, dr. Aziz dan pemuda pemudi yang
lain-lain. I-Ianya Puti Bidasarilah yang tiada kelihatan.
Inilah sebabnya suasana pada hari itu tiada riang gembira
sebagaibias anya, lebih-lebih dalam golongan kaum muda. Pun pada
Sutan Alam Sah terasa oleh jamunya, bahwa Hari Raya ini bukanlah
Hari Raya yang biasa. Sebabnya memang jamu-jamu itu sudah tahu,
karena kabar perselisihan Sutan Alam Sah dengan kakaknya telah
pecah di Padang. Baginda Mais yang berasa lebih tahu tentang seluk"beluknya
perkara ini tiada berani menyiarkan, bahwa Puti Bidasari me"
ninggalkan rumah mamaknya, ialah karena telah benci kepada
Mr. Yatim sebab telah terkena kebenci Datuk Gampo Alam dan
anaknya Sitti Numiala yang pada waktu itu lebih cenderung hatinya
kepada Mr. Yatim, yang sebenarnya disebabkan karena kasihannya
atas kemalangan sahabat karibnya ini, disangkanya terkena pula
pekasih dukunnya Datuk Gampo Alam ini. Begitu pula dr. Aziz
yang jarang kelihatan lagi bersama"sama Mr. Yatim sebab diliputi
suasana kedukaan, disangkanya telah berseteru dengan sahabatnya
ini, karena memperebutkan anaknya Sitti Nurmala. Oleh sebab itu
sangatlah senang hatinya, melihat usahanya tambah berhasil.
Setelah selesailah berhalal bil halal, lalu diajaklah Mr. Yatim
oleh Sitti Nurmala bersama"s ama dengan dr. Aziz, melihat tamasya
hari raya. Walaupun Mr. Yatim sebenarnya tiada ingin keluar rumah,
tetapi karena keras ajakan Sitti Nurmala, yang hendak melipur hati
sahabatnya ini, pergilah juga ia bersama"sama sitti ini dan dr. Aziz,
naik bendi Hopjaksa, bersiar"siar keliling kota.
Baginda Mais sangat menyetujui tamasya ini, karena ber-
sangka ia akan bertambah"tambah dekat kepada idamannya.
*_*-__" 6P Aminah %mm 119 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Setelah dibawalah Marah Udin oleh Mr. Yatim ke rumah dr.
Aziz, pergilah Sutan Malik dengan tergesa"gesa ke Pekan Baru,
untuk memberitahukan hal ini kepada mamaknya Sutan Pamenan,
yang sedang berjudi di sana.
Dari jalan raya telah kelihatan olehnya orang amat ramainya
berkumpul"kumpul di halaman pasar, sedang asyik berjudi.
Ada yang bermain dadu, ada yang berlenong pinang, ada yang
berambung uang dan ada pula yang menyabung ayam.
Walaupun amat ramainya orang yang berjudi ini, tetapi tiadalah
mereka berkeriau di pekan itu; adalah seakan"akan sekalian mereka
sedang asyik membulatkan perhatiannya kepada permainannya,
sehingga tak ingat akan keadaan di luar penjudian.
Pada kumpulan dadu hanya terdengar bunyi dadu berputar
di bawah tempurungnya, sedang yang bermain dengan berdiam
memasang uang taruhan dan mengambil kemenangannya. Pada
gelanggang ambung uang, hanya kedengaran kata"kata, "Tohok!
Sirah! Mati!"). Hanya pada kumpulan lenong pinanglah ke"
dengaran suara ramai, "Hilir! Mudik! Hilir! Mudik!"
Sutan Pamenan dan Datuk Gampo Alam tak kelihatan oleh
Sutan Malik di tempat"tempat penjudian ini. Oleh sebab itu
dicarinyalah mereka pada gelanggang penyabungan ayam. Ya, di
sana kelihatan olehnya kedua orang yang dicarinya ini sedang
duduk mencangkung di pinggir gelanggang. Rupanya mereka
1) "ambung", "hidup", "mati"
. $ 120 AMAJQE WWW; - 613 ..," f" -.1<- umwmummun Balai Pustaka belum menyabung ayam pingitannya, hanya bertaruh dengan ayam
orang lain. Tatkala dilihat oleh Sutan Pamenan kemenakannya datang
kepadanya tergesa"gesa, dengan segera berdirilah ia lalu pergi
mendapatkan Sutan Malik, karena dirasanya kemenakannya
ini datang membawa kabar yang penting. Jika tiada demikian,
niscaya tiadalah akan diganggunya mamaknya dalam perjudian,
karena diketahuinya, Sutan Pamenan tak suka diganggu dalam
kesukaannya ini. "Ada apa, Malik?" tanyanya dengan segera.
"Si Udin dibawa Persiden Landrad," berbisik Sutan Malik
dengan cemasnya. "Dibawa Persiden Landrad" Apa sebabnya?" tanya Sutan
Pamenan dengan amat terkejut, sehingga mukanya pucat. "Tentu
perkara kebakaran tadi malam, sebab si Udin tahu, engkau yang
melemparkan bom ke rumah Panduko Sati. Perbuatanmu ini
dikatakannya kepadaku, tatkala kutanyai ia tadi malam. Memang
kekerasan hatimu ini sangat sia"sia dan berbahaya besar."
"Bukan perkara itu, Ute,"2D sahut Sutan Malik agak
ketakutan. "Perkara apa pula lagi?" tanya Sutan Pamenan dan hatinya
mulai senang sedikit. "Hamba tolakkan si Udin, karena malas menyapu pekarangan,
malang ia jatuh dan berdarah hidungnya.Tatkala itu kebenaran
Persiden Landrad melintas di sana dan kelihatan olehnyaperis tiwa
ini, lalu ia turun dari bendinya dan ditolongnya si Udin.
Ketika ditanyainya hamba, apa sebabnya hamba pukul si Udin.
hamba marah, sebab hamba tak kenal kepadanya. Pada sangka
hamba ia orang biasa saja, sebab pakaiannya pun biasa pula.
Oleh sebab itu tatkala ia hendak pergi membawa si Udin
ke rumah dokter, untuk diperiksa, diancamnya hamba, akan
2) panggilan kepada adil-: ibu yang laki-laki (mamak)
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Awe sm %mm 121 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
dituntutnya di muka pengadilan, kalau si Udin mendapat sesuatu
kecelakaan. Sutan Pamenan termenung sejurus, setelah mendengar per"
kataan kemenakannya ini. Kuatirnya bertambah hilang, Mr. Yatim
tahu rahsia kebakaran di rumah Panduko Sati malam hari raya
itu. Sejenak kemudian berkatalah ia, "Ada"ada saja perbuatanmu,
yang boleh mencelakakan dirimu. Tetapi kalau karena ini saja
engkau diancamnya, mungkin tak apa-apa. Dihukum pun engkau,
hanya dengan denda Rp25,00 atau beberapa hari penjara.
Sungguhpun demikian, ia boleh juga berbahaya bagimu, lebih"
lebih jika diketahuinya engkau yang merebut tunangannya. Oleh
sebab itu berhati-hatilah engkau sejak sekarang, karena kekuasaan
menghukum orang ada dalam tangannya."
"Baiklah, Ute," sahut Sutan Malik dengan patuhnya.
"Panggil Datuk Gampo Alam!"
Setelah datanglah Datuk ini, lalu diceritakanlah oleh Sutan
Pamenan apa yang telah dikatakan oleh kemenakannya tadi.
"Yang hamba kuatirkan, bukan perkara si Udin dipukul si
Malik itu, melainkan kalau si Udin membukakan rahsianya mem-
bakar rumah Panduko Sati tadi malam, sehingga sampai ada orang
yang mati kebakaran. Niscaya ia dihukum sekurang-kurangnya 15
tahun, mungkin pula dengan hukum gantung, sebab keluarga ini
musuh kita sejak dahulu', istimewa pula sekarang, sebab tunangan
Mr. Yatim akan kita rebut.
Bagaimana akal Datuk, supaya rahsia pembakaran ini jangan
sampai terbuka" Karena inilah yang sangat hamba kuatirkan."
"Jangan sampai dapat Marah Udin berkata"kata dengan Mr.
Yatim atau dr. Aziz, sebab keduanya setali tiga uang," sahut Datuk
Gampo Alam dengan segera.
"Tetapi si Udin sekarang telah dibawa oleh Mr. Yatim ke
rumah dr. Aziz, tentu akan diperiksa apanya yang luka."
-"--"2.---"
122 asam www -, -----".='.__--- K 5!"
mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
"Minta kembali!"
"Kalau tak dapat?"
"Ya... kalau tak dapat... harus ditutup mulut Marah Udin. "
"Dengan apa" Karena kita tak mudah lagi dapat
mendekatinya." "Dengan tinggamP," sahut Datuk Gampo Alam dengan
pendek. Mendengar perkataan ini, terkejutlah Sutan Pamenan, lalu
berdiam diri beberapa lamanya. "Tak adakah jalan lain?"
"I-I amba tak tahu. Bagi hamba inilah satu-satunya jalan yang
tepat dan cepat. Jika tak boleh ia membukakan rahsia pembakaran
itu, haruslah ia jangan dapat berkata"kata. Dan hamba tak dapat
membuatnya bisu mulut.. Kalau bisu seluruh tubuhnya, sebaik-
baiknya dengan tinggam. Dengan pisau atau cara langsung yang
lain, tak mudah', sebab kita tak dapat mendekatinya lagi, kalau ia
telah ada di rumah sakit."
"Ya,. .. kalau tak ada jalanlain, apa boleh buat! Daripada si M alik
dihukum gantung, baik si Udin ditinggam," kata Sutan Pamenan
perlahan-lahan, sesudah berdiam diri pula sesaat lamanya.
"Satu di antara dua. Jika sayang pada betung, aur harus
ditebas," kata Datuk Gampo Alam pula dengan ringkasnya.
"Pulanglah engkau, Malik! Nanti kuusahakan mengambil si
Udin kembali. Jika tak dapat, ya apa boleh buat! Tetapi jadi
peringatanlah bagimu peristiwa ini di kemudian hari. Supaya
jangan lagi-lagi engkau berbuat sesuatu dengan tergesa"gesa,
tidak dipikirkan mas ak"masak lebih dahulu kejahatan dan
kemanfaatannya. I-Ianya karena hendak menurutkan hawa nafsu
dan kesombongan saja. Bagaimana akhirnya perkara ini, hanya
Tuhan yang mengetahui."
3) llmu sihir yang dapat menimbulkan borok atau bisul yang hebat
"-"-"._s"-?"?"-" _
6P ama!- sm %mm 123 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Setelah lalulah Sutan Malik dari Pekan Baru, kembalilah Sutan
Pamenan dan datuk Gampo Alam ke gelanggang penyabungan.
Belumlama mereka duduk mencangkung di sana, tiba-tiba datanglah
seorang muda, yang tangkas rupanya dan tegap tubuhnya.
Pakaiannya secarapendekar Padang,yaitu destar bertanti belah
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kacang, baju Cina abu"abu tua berkancingkan talibergulung, celana
jose sutra ungu, kain Bugis corak hitam biru yang disandangkannya
di bahu kirinya. Berlainan benar dengan pakaian Datuk Gampo
Alam yang serba hitam, yaitu destar saluk sarang tempua, baju
kurung hitam bertanti benang emas, celana Aceh hitam, sedang
kain Bugisnya yang hitam pula warnanya, diselempangkannya dari
bahu kanannya ke pinggang kirinya.
Dari pakaian Sutan Pamenan pun berbeda pula pakaian anak
muda ini, karena Sutan ini memakai pakaian yang biasa dipakai
bangsawan Padang. Pendekar muda ini mula-mula menoleh ke kiri dan ke kanan
dengan agung dan congkaknya. Tatkala sampai pemandangannya
kepada Datuk Gampo Alam, direnungnyalah Datuk ini beberapa
lamanya dengan penglihatan yang tajam dan rengut yang pahit.
Datuk Gampo Alam tahu ia diperhatikan pendekar muda
ini, tetapi diperbuatnya sebagai tiada diindahkannya perhatian
ini, melainkan menolehlah ia kepada Sutan Pamenan yang ada di
sisinya, seraya berkata perlahan"lahan: "Mak Uning!"
"Benar, aku pun telah melihatnya. Awas! Mungkin ia datang
mencari sengketa dengan kita," sahut Sutan Pamenan perlahan"lahan
pula dengan tiada menoleh kepada orang yang dimaksudnya ini.
Siapa nama pendekar muda ini yang sebenarnya dan anak
siapa ia, rupanya tiada diketahui orang benar. Ada orang yang
menambahkan kepada nama Mak Uning ini. panggilan Mak Acik,
sehingga ia acapkali disapa dengan Mak Acik Uning. Tetapi nama
ini pun nama sindiran. la dinamakan Mak Uning. karena kulitnya
kuning dan Mak Acik Uning, karena gayanya sebagai orang
bangsawan. . "-"-?""'2.---"'
124 aims za; www ;;; -, 5p
--?""_".='..---"' .>:
Kabarnya ia tinggal bersama"sama seorang perempuan tua di
Ulak Karang, dalam sebuah rumah kecil, yang letaknya terpencil
di tepi Batang Anai. Dalam kaum perewalia di kota Padang, ia terkenal sebagai
seorang yang sangat berani dan gagah perkasa; pantang mundur
dalam perkelahian. Sekali ia menjadi si MuntuS) tabut Ujung Karang, yang
bertemu dengan tabut Olo dekat Kampung Damar, sehingga terjadi
perkelahian antara si Muntu kedua tabut itu. Mak Uning dipersama-
samakan oleh beberapa orang si Muntu tabut Olo. Oleh karena ia
tak dapat dialahkan oleh lawannya, karena kuatnya, lalu digodam
kepalanya oleh lawannya dengan batu berajutSJ, sehingga ia pingsan
jatuh ke dalam sebuah bandar kecil di sisi jalan, lalu terhantar di
sana dengan tiada ingatkan dirinya beberapa lamanya.
' Tetapi tatkala ia sadar kembali, lalu diburunya lawannya
tadi yang belum berapa jauh dari sana dan dipukulnya seorang
demi seorang, sehingga sekaliannya lari, untuk menyelamatkan
dirinya. Sejak waktu itu ia disegani oleh sekalian perewa di kota
Padang. Ada yang mengatakan ia kebal tak dimakan besi, karena
mempunyai besi kuning, ada pula yang bersangka ia tak dapat
dikalahkan dalam perkelahian, karena memakai jimat pahlawan.
Sungguhpun ia masuk kaum buaya darat, tetapi belum
kedengaran ia mencuri atau membegal, apalagi membunuh orang.
Benar acapkali ia makan nasi di lepau Kampung Jawa dengan tiada
membayar harga makanan itu atau menaiki bendi orang dengan tiada
membayar sewanya, tetapi sekaliannya adalah dengan rela, bahkan
acapkali atas permintaan yang empunya lepau atau bendi', adalah
seakan"akan mereka yang dapat berbakti kepada Mak Uning ini.
4) buaya darat S) lasykar Hasan Husain dalam tabui
6) balu dalam kantung, dipergunakan s ebagai godam
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Awe sm %mahm 125 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Sebagai balasan atas budi mereka ini, mereka diperlindungi
oleh Mak Uning, sehingga terjaminlah keamanan mereka. Dan
kalau ia menang berjudi, tiadalah lupa ia membayar sekalian
utangnya itu. Di dalam perjudian yang besar-besar, acapkali dimintanya
"cukai" kepada bandar yang banyak menang, tetapi keamanan pun
dijaganya pula di sana. Pun dalam perjudian yang diadakannya
dalam tempat"tempat yang tentu, dimintanya pula cukai. Uang
inilah dengan kemenangan-kemenangan sendiri dalam perjudian,
yang mengisi kantungnya untuk kehidupannya setiap hari.
Kalau ia mendapat keuntungan yang besar, acapkali di-
tolongnya orang yang kesengsaraan. Lebih"lebih perempuan"
perempuan yang tua dan anak-anak yang kecil, yang tiada beruang.
Memang tabiatnya, kalau mempunyai uang, tiada ingat akan hari
esok. Acapkali dengan sekaligus diboroskannya sekalian uangnya
yang ada. "Esok, perkara esok, belum perlu dipikirkan sekarang,"
katanya. Sekalian sifat-sifatnya inilah yang menyebabkan ia bukannya
disegani saja, tetapi disayangi pula oleh penduduk Padang, yang
tiada benci kepadanya dan bukan musuhnya. Dan itulah pula
sebabnya ia dinamai Mak Acik Uning, yang maksudnya: perewa
bangsawan. Datuk Gampo Alam bukan masuk sahabatnya, karena telah
beberapa kali bertengkar, sampai berkelahi mati-matian dengan dia
dalam penjudian karena sama"sama keras hati dan keras kepala
dan sama-s ama ternama dalam kep erewaan. Masing-mas ing tiada
hendak mengalah, karena hendak mempertahankan nama dan
derajatnya. Tiada berapa lama sesudah Mak Uning datang ke tempat
penyabungan itu, dibawa oranglah pula masuk gelanggang dua
ekor ayam sabungan yang telah masak dipingit', seekor ayam kurik
dan seekor ayam tedung, yang telah diberi taji yang amat runcing
dan tajam pada kakinya. -"--"2.---"
126 Assam www -, dp Setelah kedua ekor ayam ini diperlihatkan dan diagahkan,
sebagai hendak memperagakan kedua mata sabungan ini, mulailah
orang bertaruh. "Siapa kurik" Di sini tedung!" kata Datuk Gampo Alam.
"Di sini kurik. Berapa, Datuk." sahut Mak Uning dengan
segera, hanya karena hendak bertanding dengan musuhnya ini.
"Rp20,00." "Mengapa sedikit amat" Cukupkan Rp50,00 Datuk."
"Pun baik, Uning," jawab Datuk Gampo Alam, lalu meletakkan
uang kertas Rp50,00 ke tanah, dekat Mak Uning. Mak Uning pun
meletakkan pula uang kertas Rp50,00 ke atas taruhan Datuk
Gampo Alam. Dengan demikian bertentangan pula kedua perewa
yang bermusuh-musuhan ini, dengan taruh yang besar, karena
masing"masing tiada hendak memperlihatkan kepada lawannya,
ia kurang mempunyai uang.
Setelah digeli paha kedua ayam sabungan ini, diurut"urut
kepala dan sayapnya, dimenterai dan diludahi, lalu diperiksa
tajinya oleh juara masing"masing. Kemudian dilepaskanlah
keduanya, yang telah marah rupanya dan segera hendak mengadu
kekuatannya. Dengan segera berlagalah keduanya amat hebatnya,
patuk"mematuk dan sabung-menyabung, sedang tajinya yang amat
tajam, runcing melengkung, berkilat"kilat pada kakinya, kena sinar
matahari. Penonton, lebih"lebih yang bertaruh, berteriak dengan
gem"biranya, "Kurik!" kata yang bertaruh pada ayam kurik dan:
"Tedung!" kata yang bertaruh pada ayam merah.
Lebih-lebih Datuk Gampo Alam yang bertaruh pada ayam
tedung, tiada putus"putus nya menyerukan tuah ayam ini. Pada tiap"
tiap kali ayam ini melejang atau mematuk lawannya, berteriaklah ia
dengan asyiknya. "Benar, tedung! Gasak, tedung! Patuk kepalanya!"
sebagai hendak meneral ayam taruhannya.
Hanya Mak Uninglah yang tenang, seolah-olah tak mengin-
dahkan ayam mana yang akan menang atau kalah. Hanya karena
"-"--__'=T"'?"?"- _
6P Awe sm %mahm 12" i': V '-...______'._._"_"-?"-..
telah bosan ia mendengar teriak Datuk Gampo Alam ini, berkatalah
ia dengan sabarnya: "Jangan terlalu keras bersenandung, Datuk! Ayam ragu ber"
laga!" IS'rang lain tak berani menegur Datuk Gampo Alam sedemi"
kian itu. Tetapi Datuk Gampo Alam tiada mengindahkan teguran
lawannya ini. "Lebih baik bersenandung daripada duduk termenung dalam
gelanggang," sahutnya dengan tiada menoleh kepada Mak Uning,
melainkan terus memperhatikan laga kedua ayam sabungan itu.
Kedua ayam ini seakan"akan mengerti ajakan"ajakan penjudi,
karena perkelahiannya makin lama makin hebat, sampai mati-
matian. Pial dan balungnya telah luka-luka, sehingga kepalanya
dan bulu lehernya berlumuran darah. Tetapi tak ada yang hendak
lari, bahkan bertambah"tambah marahnya rupanya.
Tiba"tiba kedengaran tempik sorak mereka yang bertaruh pada
ayam tedung, karena sayap kanan ayam kurik kena taji, hampir
putus, sehingga terkulai. Darahnya membasahi sayap ini dan
menitik ke tanah. Tetapi kegarangannya berlaga belum berkurang.
Dengan sayapnya yang tinggal sebelah ia melawan, walaupun tiada
amat kuat lagi. Tiada berapa lama sesudah itu kelihatan padi berhamburan
di tanah dari ayam tedung, karena temboloknya belah kena taji
ayam kurik. Penjudi yang bertaruh pada ayam kurik bersorak
pula dengan gembiranya. Hanya Mak Uninglah yang diam, tetapi
matanya sebagai menjala karena suka hatinya.
Ayam tedung pun tiada hendak lari, melainkan terus melawan
sekuat-kuatnya. Temboloknya yang telah belah seakan-akan
menambah tenaganya untuk mengalahkan lawannya.
Sesudah itu lama pula kedua ayam jantan ini berlaga,
ditonton, diterai dan disoraki oleh penyabung"penyabung yang
sebagai tak ingatkan dirinya lagi karena tertarik oleh tontonan
yang mengasyikkan ini. Tetapi kedua ayam sabungan ini sendiri,
"___"2.1"..."
123 Mainz (3155;wa _'_'L;:' ', &P
di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
rupanya makin lama makin letih, mungkin karena telah banyak
luka"luka yang tiada kelihatan dan hanya dapat diketahui dari
darah yang menitik ke tanah dan melumuri seluruh badannya.
Sayapnya terkulai, mulutnya ternganga karena napasnya sesak,
sedang lejangnya tiada kuat lagi. Acapkali ia hanya dapat mematuk
lawannya. Tetapi seekor pun belum hendak kalah.
Tiba"tiba rubuhlah ayam kurik ke tanah, menggeragau se"
ketika, lalu mati, karena lehernya putus kena taji ayam tedung.
Di situ riuh rendahlah sorak pihak ayam tedung, sedang pihak
ayam kurik harus memberikan taruhnya, sebagai kemenangan
kaum tedung. Mak Uning membiarkan Datuk Gampo Alam dengan riang
cemooh mengambil uang taruhannya yang Rp50,00 dengan
tenang rupanya. Tetapipada mukanya yang merah, nyata kelihatan
kekalahannya ini pada musuhnya, sangat membakar hatinya.
Kemudian dikeluarkan seekor ayam tedung pula melawan
seekor ayam hitam. Mak Uning bertaruh Rp50,00 pula pada ayam
hitam, sedang Datuk Gampo Alam melawannya dengan ayam
tedung juga. Pada sabungan ini Mak Uning menang, sebab ayam tedung
melarikan dirinya seraya mengeok tatkala taji ayam hitam
membelah dadanya. Di sini pun tak kelihatan berubah air muka
Mak Uning. Hanya matanya yang mengeriing sekejap kepada
musuhnya, sebagaihendak melihat akibat kekalahan ini pada muka
Datuk Gampo Alam yang memang berubah menjadi pucat sedikit.
Uang taruhan tiada diambil oleh Mak Uning, dibiarkannya saja di
tanah, sebagai tiada berharga baginya.
Tiada berapa lama kemudian dikeluarkan pula seekor ayam
hitam yang lain melawan seekor yang kinantan'", kepunyaan Mak
Uning sendiri. ") luwih "'--"-..S?""'-?"- _
6P Ami: dm %mm 129 "Rp 100,00 itu pada ayam kinantan, Datuk," kata Mak Uning
dengan suara yang tetap tenang.
"Baik, Uning," sahut Datuk Gampo Alam dengan suara yang
agak gugup, lalu diambilnya uang Sutan Pamenan separo dan
diletakkannya taruhannya RplUU,UU di atas taruhan I'u'lak Uning
yang menjadi Rp100,00 pula, seraya berkata, "Pada ayam hitam."
Mak Uning tersenyum karena dilihatnya Datuk Gampo Alam
kekurangan uang, sehingga meminjam uang Sutan Pamenan.
Senyum ini menjadikan merah muka Datuk Gampo Alam karena
malu. Sebelum kedua ayam ini disabung, tiba-tiba datanglah ke sana
Mr. Yatim dengan dr. Aziz dan Sitti Nurmala. Mereka hendak ke
pekan membeli makan"makanan, tetapi tatkala dilihatnya orang
ramai di halaman pasar, singgahlah mereka sebentar ke tempat
penjudian, karena Sitti Nurmala ingin hendak mengetahui
bem'iacam-macam penjudian. Mr. Yatim tiada beralangan, karena
sampai 10 hari sesudah, hari raya orang boleh berjudi di mana
sukanya. Tatkala terlihat oleh Mak Uning perhiasan Sitti Nurmala
yang banyak itu dari emas intan dan berlian, diperhatikannyalah
gadis ini sejurus lamanya, lalu bertanyalah ia kepada orang yang
berjongkok di sebelahnya, "Siapa gadis itu?"
"Sitti Nurmala, anak Baginda Mais saudagar yang kaya itu,"
jawab orang yang ditanyai ini.
"Di mana rumahnya?"
"Di Kampung Sebelah, di belakang rumah jaga. "
"Di gedung batu yang besar itu?"
"Benar, Mak Uning."
"Kalau perhiasannya itu diperjudikan, berapa lama baru
habis?" tanya Mak Uning pula sebagai hendak mengejek perbuatan
hartawan yang dipandangnya sia-sia ini.
-"--"2.---"
13" Asem www -, -----".='.__--- x "P
mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
"Agaknya sebulan, kalau tiap"tiap hari kalah Rpl.000,00,"
jawab yang ditanyai pula, setelah memandang muka Mak Uning,
sebagai hendak mengetahui apa maksud pertanyaan ini.
"Baiklah," lalu Mak Uning memperhatikan pula kedua ayam
yang akan berjuang itu. Ketika Sitti Numiala sampai ke dekat gelanggang penyabung-
an, terlihat olehnya Mak Uning sedang menoleh kepadanya.
"Tim, coba lihat perewa yang muda itu! Angkuh gayanya. "
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"ltu Mak Uning. la ternama sebab sangat berani," kata dr. Aziz
perlahan-lahan. "Tetapi rupanya hampir serupa dengan rupamu, Tim," kata
Sitti Nurmala. "Artinya kalau aku bukan mester, tentulah aku perewa,
bukan" Memang ada perhubungan antara keduanya oleh daya
tarik-menarik dan aku pada waktu ini memang lebih suka menjadi
perewa sebagai dia, daripada menjadi mes ter doktor anak
"Sudahlah Tim, jangan kaupikirkan juga perkara itu! Marilah
kita pergi," kata Sitti Nurmala dengan suara yang sedih, lalu
dibawanya Mr. Yatim pergi ke bendinya, apalagi ketika itu penya-
bungan segera akan mulai. Kekejaman penjudian ini tiada hendak
dilihat oleh Sitti Nurmala.
Sejurus kemudian dilepaskanlah ayam hitam dan ayam
kinantan kepunyaan Mak Uning, lalu keduanya segera berlaga
amat hebatnya. Kedua ekor ayam ini rupanya sama"sama berani
dan sama-sama kuat, sehingga lama keduanya berlaga dengan tak
ada yang menang dan tak ada yang kalah.
Penonton, kian lama kian gembira melihat sabungan ini.
Tempik sorak saling berganti antara kedua pihak, amat ramainya.
Pekik: "Hitam! Putih!" berlomba-lombapula memenuhi gelanggang
sabungan, karena tiap"tiap pihak mempertahankan ayamnya.
Ayam kinantan telah merah warna hulunya yang putih bersih
tadi, kena darahnya sendiri dan darah lawannya yang keluar dari
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Awam? %mm 131 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
seluruh badannya, yang telah penuh luka"luka. Tetapi lamun
lari, tidak keduanya. Adalah seakan"akan luka"luka itu tiada
dirasainya. Tetapi akhirnya, setelah kena lejang lawannya yang amat
keras, rubuhlah ayam kinantan Mak Uning ke tanah, tiada berdiri
lagi karena taji ayam hitam menembus dadanya dan mengenai
jantungnya. Tempik sorak pihak ayam hitam gemuruh bunyinya
dan kemenangan taruh segera diambil oleh mereka.
Mak Uning rupanya menjadi bertambah tenang, tetapi tenang
yang mendahului topan yang hebat. Karena mukanya pucat dan
badannya seakan-akan gemetar karena menahan darahnya yang
telah mendidih. Tatkala Datuk Gampo Alam menjengkau uang kemenangan
dan taruhnya yang berjumlah Rp200,00 disambarlah tangan Datuk
ini oleh Mak Uning dengan kakinya, sehingga uang itu jatuh
berhamburan di tanah. Dengan segera diseranglah Mak Uning oleh
Datuk Gampo Alam, sehingga terjadilah perkelahian yang hebat
antara kedua musuh lama ini.
Memang keduanya sama"sama berani dan sama"sama mahir
dalam pencak dan silat, sehingga tak mudah kena serang lawannya.
Datuk Gampo Alam guru silat Koto Anau, sedang Mak Uning guru
silat Mudik. Pendekar bertemu dengan pendekar.
Karena perkelahian kedua pendekar ini gemparlah seluruh
penjudian di Pekan Baru dan orang yang beribu-ribu banyaknya
itu larilah berserak ke sana"sini, tak keruan tujuannya. Istimewa
pula sebab ada yang merampas uang orang dan mengambil uang
taruhan yang tersiar"siar di tanah.
Karena gempar ini ada yang jatuh, lalu diinjak orang, ada yang
tersepit di dinding pasar, ada yang bersembunyi ke dalam kedai,
yang telah ditinggalkan oleh yang empunya. Yang tak sempat lari,
memanjat pohon kayu yang dekat padanya.
Bandar penjudian meraup sekalian uang taruhan yang ada
di hadapannya, lalu melarikan uang-uang itu dengan dadu dan
"___"2.1"..."
132 Asem www ;;; -, rfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
tikar dadunya, karena pemasang tak ingat lagi akan pasangannya.
Berbagai"bagai kelakuan mereka, untuk menyelamatkan dirinya.
Dengan seketika Pekan Baru menjadi kosong. Tinggal Mak
Uning yang masih berkelahi dengan Datuk Gampo Alam dengan
beberapa orang yang berani menghadapi perkelahian ini dan
mencoba hendak melerai kedua pendekar ini. Akhirnya dapatlah
dipisahkan kedua perewa ini. Mak Uning berdarah hidungnya
dan bajunya koyak"koyak serta berlumuran lumpur kena tendang
lawannya. Datuk Gampo Alam bengkak bibirnya dan senam
matanya, kena tinju Mak Uning sedang destar dan kain sarungnya
tersiar di sana sini. Setelah dipungutlah pakaian yang terjatuh itu dan diberikan
kepada yang empunya, lalu dipisahkan kedua pendekar itu. Datuk
Gampo Alam dibawa ke Sawahan oleh Sutan Pamenan dan Mak
Uning ke Kampung Jawa oleh seorang temannya. Tetapi sebelum
mereka meninggalkan Pekan Baru, Mak Uning berkata dengan
tenangnya kepada Datuk Gampo Alam, sebagai perkelahiannya
tadi suatu permainan yang belum selesai dan belum memuaskan
hatinya: "Esok hari di mana kita teruskan permainan kita ini
Datuk?" "Di mana kau suka saja, Uning," jawab Datuk Gampo Alam
dengan tenang pula suaranya seraya mengisap rokok daun
pisangnya. "Di pasar Kampung Jawa saja, sebab Datuk tentu berjudi ke
sana. " "Tak berjudi pun akan kutunggu engkau di sana. "
Barulah keduanya bercerai sebagai dua orang sahabat yang
baru bersenda gurau. Yang seorang pergi arah ke timur dan yang
seorang arah ke barat. Ketika kedua pendekar itu berkelahi Mr. Yatim dengan dr.
Aziz dan Sitti Nurmala, telah jauh, berbendi menuju ke Muara, ke
tempat perhentian dan perlombaan bendi.
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Amril: dm %mm 133 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Walaupun Mr. Yatim sebenarnya tiada hendak menonton
perlombaan bendi ini, karena ia tidak hendak mengecewakan
sahabatnya, diturutkannya juga kemauan Sitti Nurmala yang
beringin benar hendak menghiburkan kesusahan, yang masih
nyata tampak di muka Mr. Yatim.
"Marilahkitapergijugamenontonperlombaanbendike Muara,
Tim! Sesudah itu antarkan aku pulang," kata Sitti Nurmala.
"Baiklah," kata Mr. Yatim yang tiada berdaya, sedang dr. Aziz
menurut saja barang kehendak Sitti Nurmala.
Di jalan telah banyak kelihatan bendi dan dos, yang telah
dibuka tendanya, ditarik kuda yang tangkas dan cepat ligasnya.
Memang hari inilah kesukaan pemuda Padang, yang dilakukan
mereka pada petang hari, mulai dari tanggal 1 sampai 10 Syawal.
Perlombaan bendi ini tidak teratur menurut sesuatu cara,
yang dilakukan oleh sesuatu badan, tetapi masing"masing
melarikan kudanya sekehandak hatinya di seluruh kota Padang',
yang terbanyak di tepi laut, di Muara, karena jalan di sana sunyi
dan lurus. Jika bertemu dengan bendi yang bersiar"siar dicoba
merekalah mendahului bendi ini. Di sanalah timbul perlombaan
dan kecepatan lari kudanya. Yang menang tiada beroleh apa-apa,
selain dari kemegahan, kudanya dapat mengalahkan kuda orang
lain, dalam kecepatan berligas. Kuda yang termasyhur deras larinya
pada masa itu, ialah kuda sawah.
Setelah puaslah Sitti Nurmala dan dr. Aziz menonton perlom-
baan bendi ini, lalu mereka pergi menonton perlombaan berselaju
perahu di muara Sungai Arau. Perlombaan inilebih digemari orang,
oleh sebab itu lebih banyak menarik penonton dari per"lombaan
bendi. la diadakan oleh sesuatu badan pengatur pada Hari Raya
Idul Fitri atau hari raya yanglain di Kampung Berok atau Kampung
Pelinggam. Pada hari itu kedua tepi muara Sungai Arau penuh dengan
penonton yang berdesak-desak berdiri, sambil melihat ke tengah
sungai, di mana dua buah perahu yang berbentuk angsa dan yang
. --"-"'2..---*
134 Asem www -, rfp di" M V mmm-namum.- B:.Ili Pusuk:
sebuah berwarna merah sedang yang lain berwarna hijau, masing"
masing dikayuh oleh kira"kira 12 orang yang berpakaian seragam
dan sewarna dengan perahunya, sedang berlomba"lomba, hendak
dahulu-mendahului. Penonton amat gembira, berteriak riuh rendah
meneral perahu tempat mereka bertaruh seraya melemparkan
kopiah dan sarungnya ke atas apabila perahu ini dapat mendahului
lawannya. Lain daripada ini banyak pula orang yang ziarah ke makam
keluarganya di Gunung Padang, dibawa bendi dan dos yang datang
pergi, lalu menyeberang Sungai Arau dengan perahu yang sarat
muatannya, sdiingga di tempat ini sangat ramainya.
Setelah puaslah ketiganya menonton dan bersiar"siar ke sana
kemari, kira"kira pukul 6 petang, diantarkanlah Sitti Nurmala oleh
Mr. Yatim dan dr. Aziz ke rumahnya di Kampung Sebelah, lalu Mr.
Yatim mengantarkan dr. Aziz pula ke rumahnya di Kandang.
Hampir pukul " malam barulah Mr. Yatim sampai ke
rumahnya. Tatkala ia hendak membuka pakaiannya dalam biliknya,
terdengarlah olehnya bunyi tong-tong dari arah Kampung Sebelah,
amat ramai bunyinya, disahuti oleh tong"tong yang ada pada rumah
jaga di Pondok, tanda ada orang mengamuk.
"Tong-tong apa itu, Yatim?" tanya Sutan Alam Sah, yang masih
duduk berkata"kata dengan jamu yang datang menjelangnya,
tatkala dilihatnya anaknya keluar dari biliknya.
"Entahlah, Ayah. Segera akan hamba suruh tanyakan."
Baru I'u'Ir. Yatim hendak memanggil sais nya, tiba"tiba masuklah
bendi Baginda Mais dengan tergesa"gesa ke pekarangan rumahnya
dan sais nya melompat ke tanah, sebelum kudanya berhenti benar,
lalu berkata dengan gugupnya: "Engku, Sitti Numiala diamuk
orang. " "Siapa diamuk orang?" tanya Mr. Yatim dengan ayahnya
sekaligus dengan amat terkejut.
"Sitti Nurmala, di rumahnya di Kampung Sebelah."
"Siapa yang mengamuknya'?"
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Asam? %mm 135 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Entahlah. " "Bagaimana halnya?"
"Pingsan, tak ingatkan diri. Entah mati, karena dadanya yang
kena tikam, sehingga badannya penuh berlumuran darah. Engku
diminta datang ke sana. l-lamba sekarang hendak ke Kandang,
mengambil dr. Aziz," lalu naiklah ia ke atas bendinya dan dipacunya
kudanya arah ke utara. Mr. Yatim berteriak memanggil kusirnya yang sedang membuka
pakaian kudanya, menyuruh memasang kuda ini kembali, lalu
pergilah ia dengan ayahnya ke rumah Baginda Mais.
Di sana dilihatnya orang telah banyak berkumpul dan
Baginda Mais sangat gelisah serta hilang akal rupanya. la keluar-
masuk ke dalam bilik anaknya dengan tak tahu apa yang akan
diperbuatnya. "Bagaimana?" tanya Sutan Alam Sah.
"Ah, Engku. Entahlah. Ia masih belum ingat akan dirinya.
Cobalah Engku lihat," sahut Baginda Mais dengan bingungnya.
Sutan Alam Sah segera masuk dengan Mr. Yatim ke bilik Sitti
Nurmala dan di sana dilihatnya banyak perempuan berkumpul
memandang Sini Nurmala yang sedang terbaring di tempat tidurnya
dengan muka yang pucat dan pakaian yang berlumur darah, sedang
ibunya, Upik Bungsu, duduk di pinggir tempat tidur anaknya,
dengan mengusap-usap rambut anaknya ini seraya menangis.
Tatkala dilihatnya I'u'lr. Yatim masuk dengan ayahnya, lalu
didekapnya sahabat anaknya ini sambil meratap: "Mester,bagaimana
hal adik Mester ini" Tolong ia, Mester!"
"Sabar, Mak!" kata Mr. Yatim, lalu diperiksanya Sitti Nurmala
yang masih terhantar di tempat tidurnya, belum sadarkan
dirinya. Walaupun mukanya pucat, tetapi napasnya masih ada dan
dadanya rata turun naik. Darahnya lelah berhenti mengalir karena
lukanya, di rusuk kiri, telah dibebat.
-"--"2.---"
136 Asem www -, rfp "Bagaimana Mester?" tanya Upik Bungsu dengan kuatirnya,
seraya memandang muka Mr. Yatim.
"Pada sangka hamba tak apa-apa, Mak. la hanya pingsan,
mungkin karena terkejut. Napasnya masih baik jalannya dan
darahnya tak keluar lagi, landa lukanya tiada dalam. "
"O, syukur alhamdulillah! Dan segerakah ia ingat kembali akan
dirinya?" "Rasa hamba memang demikian. Sebentar lagi dr. Aziz akan
sampai kemari, karena telah dijemput. Segera akan kita peroleh
kepastian. Tetapi pada hemat hamba pendapatnya takkan berbeda
jauh dari pendapat hamba. Sebelum datang dr. Aziz, janganlah ia
diganggu"ganggu, biarkan saja begitu!"
Setelah itu keluarlah Mr. Yatim dengan ayahnya, yang rupa"
nya telah memeriksa keadaan dalam bilik Sitti Nurmala.
"Bagaimana, Engku?" tanya Baginda Mais kepada Sutan Alam
Sah. "Insya Allah tak apa"apa. Pingsan karena terkejut dan luka"nya
pun tak dalam rupanya. Tetapi siapa yang menikamnya?"
"Tak terang kelihatan rupanya tatkala ia melompat dari
jendela, karena hari telah mulai gelap."
"Cobalah ceritakan apa yang Engku Baginda ketahui tentang
pengamukan ini," kata Sutan Alam Sah pula.
"Setelah kembali Nurmala dari bersiar"siar dengan Mr. Yatim
dan dr. Aziz, pukul 6 petang tadi, lalu ia masuk ke biliknya.
Katanya hendak tidur, karena lelah. Tiada berapa lama kemudian
kedengaran ia menjerit minta lolong, lalu kami buru-buru masuk ke
dalam bilik tidurnya. Di sana kelihatan ia telah pingsan terbaring
di lantai, sedang darah mengalir dari rusuk kirinya.
Tatkala itu kelihatan seorang laki-laki keluar dari jendela.
Rupanya tak terang karena hari mulai gelap, sedang ia mem"
belakang kepada kami. ?""-"-_S?"?""-- .
6P Amr- dm %mmlzm 13"
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Setelah kami balut luka Nurmala. barulah nyata, sekalian
perhiasannya tak ada lagi. Rupanya inilah maksud jahat laki"laki
itu. hendak merampas perhiasan Nurmala. Dan mungkin karena
tiada hendak diberikan Nurmala perhiasannya, ditikamnya anak
saya." "Bagaimana pakaian laki-laki itu?"
"Sebagai yang dapat saya lihat di tempat gelap itu, destarnya
abu-abu belah kacang, bajunya baju Cina abu-abu pula, celananya
jose sutra ungu. Kainnya yang dibelitkannya di pinggangnya,
rasanya bercorak merah hijau. "
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana bentuk badannya?"
"Lampai." "Warna kulitnya?"
"Kuning." "Adakah tanda"tanda lain yang dapat Engku Baginda lihat,
untuk mengenalnya." "Tidak Engku Hop, karena larinya cepat, melompat dari
jendela. " Tatkala itu masuklah cle Haan, kepala polisi dan dr. Aziz, yang
memandang muka Mr. Yatim sejurus, sebagai hendak bertanyakan
hal Sitti Nurmala. Mr. Yatim menjawab dengan isyarat yang
melenyapkan kecemasan hati dr. Aziz', barulah ia masuk.
"Di mana Nurmala. Engku?" tanya dr. Aziz kepada Baginda
Mais. "Dalam biliknya. Marilah masuk!" sahut saudagar ini. lalu
masuklah keduanya. Setelah dilihat dr. Aziz sangat banyak perempuan berkumpul
dalam bilik Sitti Nurmala. dimintanyalah supaya mereka keluar
sekaliannya, kecuali Upik Bungsu, lalu diperiksanyalah kekasih-
nya ini, lukanya, jalan darahnya, kelopak matanya, napasnya dan
lain-lainnya dengan cermatnya. Setelah selesai ditariknyalah napas
yang lega. -?"-?"-'2..---"
133 MW (3155;wa -, gp "Bagaimana Dokter?" tanya Upik Bungsu yang tak lepas
matanya dari muka dr. Aziz.
"Insya Allah tak apa"apa, Mak. Jangan kuatir, lukanya tak
berbahaya," lalu dimintanya supaya sekalian laki-laki keluar dari
bilik itu dan diobatinyalah serta dibalutnyalah luka Sitti Nurmala.
Kemudian diberinya ia obat cium dan tiada berapa lama kemudian,
ingatlah Sitti Nurmala kembali akan dirinya lalu ia bertanya, "Di
mana hamba" Mengapa berbaring sedemikian ini" Engkau Ziz. "
"Ya, ya, aku Nur. Engkau jangan bergerak-gerak dan berkata-
kata dahulu." "Mengapa aku, Ziz" O, ya ditikam Mak Uning, karena ia
hendak merampas perhiasanku. Bagaimana halku Ziz?"
"Jangan kuatir! Tak apa"apa. Lukamu tak parah. Tetapi jangan
bergerak-gerak dan berkata-kata dahulu. "
Di situ barulah hilang sekalian was"was hati Upik Bungsu,
lalu dipeluk dan diciumnya anaknya dengan berlinang"linang air
matanya karena kesyukuran.
"Sudahlah, Mak. Jangan diganggu dan diajak berkata"kata ia
dahulu, sebab badannya masih lemah."
Kemudian keluarlah dr. Aziz mengatakan kepada hadirin,
bahwa Sitti Nurmala telah sadar kembali dan lukanya tiada
berbahaya, tetapi harus beristirahat, tak boleh diganggu-ganggu
Menurut katanya yang mengamuknya Mak Uning karena hendak
merampas perhiasannya. Oleh sebab Kepala Polisi tak dapat menanyai Sitti Nurmala.
diterimanyalah keterangan dr. Aziz ini dan keterangan Baginda
Mais. Dengan keterangan dari Mr. Yatim dapat diambilnya
kesimpulan untuk menangkap Mak Uning, sehingga dengan segera
ia meninggalkan rumah Baginda Mais, untuk mencari perewa ini.
Malam itu juga dapat ditangkapnya Mak Uning, yang segera
mengaku terus terang telah melakukan kejahatan itu atas diri Sitti
Nurmala, karenahendak meramp as perhiasannya, sedangperhiasan
itu hampir sekaliannya masih kedapatan padanya. Sebabnya,karena
'--"-__'=T"'?"?"- _
6P Asam? %mm 139 i': V '-...______'._._"_"-?"-..
ia tiada mempunyai uang lagi untuk berjudi, sedang Sitti Nurmala
penuh emas intan yang tiada berfaedah baginya.
Pada keesokan harinya pergilah lagi Mr. Yatim menengok Sitti
Nurmala dan sesungguhnya dilihatnya sahabat karibnya ini telah
mulai segar kembali dan telah dapat berkata-kata, sedang nafsu
makannya telah datang pula kembali karena limau manis kacang
yang dibawanya, habis dimakannya sebutir.
Hanya ia belum dapat bergerak, sebab tiap"tiap pergerakan
tubuhnya, menyebabkan peras aan sakit di rusuk kirinya. Oleh
sebab itu tinggallah ia berbaring di tempat tidurnya, sedang Mr.
Yatim duduk di atas sebuah kursi di sisi tempat tidur ini.
Penderitaan rupanya sungguh mendatangkan kekariban. Ke"
celakaan Sitti Nurmala makin menambah kesayangan Mr. Yatim
kepadanya, sehingga pengharapan Baginda Mais bertambah besar
akan dapat mendudukkan anaknya dengan Mr. Yatim, karena
menurut kata dr. Aziz, Sitti Nurmala tak lama lagi akan sembuh
benar dari lukanya. Tetapi tambahan kekariban ini bagi Mr. Yatim tak lain dari
pernyataan kesayangannya kepada gadis ini, karena ia telah
ditimpa bahaya yang besar dan di antara sahabatnya yang banyak,
Sitti Nurmalalah yang terlebih tahu dan terlebih dapat merasakan
penderitaan Mr. Yatim, karena perceraiannya dengan kekasihnya
Puti Bidasari. yang disebabkan oleh kehinaan yang telah menimpa
dirinya. Hari yang ketiga selelah kecelakaan Sitti Nurmala, datang
pula Mr. Yatim melawat sahabatnya ini. Walaupun keadaan Sitti ini
pada hari itu bertambah baik, tetapi mukanya menjadi pucat karena
terperanjat melihat air muka Mr. Yatim sangat sedih, seakan-akan
ia datang membawa kabar yang malang pula.
"Ada apa, Tim?" tanya Sini Nurmala dengan kuatir. Mr. Yatim
tiada menjawab pertanyaan ini, melainkan memberikan sepucuk
surat kepada Sitti Nurmala, lalu merebahkan dirinya di alas sebuah
kumi -"--"2.---"
14" Asem www -, rfp Sitti Nurmala menerima surat ini dan memperhatikan tulisan"
nya. Nyata surat ini dari Puti Bidasari, karena Sitti Numiala kenal
tulisan sahabatnya yang malang ini. Hatinya makin tak sedap
karena kuatir, kalau"kalau Puti Bidasari telah ditimpa kemalangan
pula. Dengan tangan yang seakan"akan gemetar dibukanya surat
ini, setelah ia menoleh sesaat lamanya kepada Mr. Yatim, lalu
dibacanya. Demikian bunyinya:
"Tim, kekasihku yang kucintai:I
Surat ini kutulis di malam liari raya, tatkala lailatulkadar
turun kedunia, bagikumembawapertolongan untukmenyampaikan
hasrat hatiku, yaitu membawa kabar kepadamu, tentang hal ihwal
pada waktu ini. Jika tiada, niscaya takkan kau terimalah berita
ini daripadaku, karena aku dijaga sangat keras oleh ibuku, tiada
dilengahi barang sekejap mata pun. Mandi aku diikutinya.
Menjelang dinihari, sedang ia meratap dan menangisi kaum
keluarganya yang telah meninggal dunia, barulah aku mendapat
kesempatan, untuk menulis warkah ini dengan tergesa-gesa dalam
cahaya sebuah lilin. Kabar yang dibawa ibuku tentang asalmu, yang telah
menceraikan kita dan menyekap aku dalam bilik penjara, masih
selalu kedengaran di telingaku. Lebih-lebih di malam hari, tatkala
aku dikeluhungi oleh sunyi senyap yang tiada terkira-kira: sergap
dan segala pendengaran dan perasaan yang lain.
rJYatim anak tukangpedatii'imendengung di telinga kananku,
tetapi segera dibantah oleh kuping kiriku: "Mustahil". Hanya
perbantahan inilah yang kudengar di kuping dan di hatiku.
Tetapi biarpun bagaimana juga, bia rpun engkau sesungguhnya
anakse-orang tukangpedati, cintaku kepadamu tetap sebagai sedia
kala: Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Pantun telah
mengatakan: "-"--__S?"?""- _ .
6P Anak dari" %masz 141
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Encik Amat mandi herkamat,
mandi berkusuk hampir siang.
Bercerai Allah dengan Muhammad,
tidak bercerai kasih sayang.
Apa peduliku siapa ayah hundamu, dari mana asalmu "
Hatiku telah lekat kepadamu, kasihku telah jatuh keatas dirimu.
Bukan kepada ayah bundamu. Kehinaan asalmu atau kerendahan
keturunanmu tak dapat mengubah kasih sayangku kepadamu.
Tetapi apa hendak dikata" Halyangsedemikian ini tak dapat
diselami dan tak hendak dirasai oleh orang tuaku, karena mereka
masih terselimut dan terkungkung adat istiadat pusaka lama.
Tak ada yang baik dan yang harus diturutnya daripada adat
lembaganya. Ya, Allah! Tiada sedikit penanggungan jiwa dan rangkaku
karena perceraian kita ini. Hancur luluh rasa hatiku, hak kaca
jatuh ke batu. Rasakan angus tiada berapi, bagaikan karam tiada
berair. Kita yang hampir 15 tahun bercampur gaul, lebih daripada
saudara kandung, tiba"tiba diceraikan dengan paksa dan
dangkalnya. Adakah mungkin kira akan dapat bertemu kembali, Tim"
Ha nya Tuhan yang dapat mengetahui. Tetapi doaku tak kunjung
putus, setiap hari, sebilang waktu, siang dan malam, supaya
dipertemukannya juga kita kembali dan disampaikannya juga
sekalian cita-cita kita yang telah lama kita idamkan.
Wahai Tim:I Setelah aku tak dapat lagi bertemu dengan engkau,
di situlah baru berasa benarolehku betapa kasihku kepadamu dan
betapa sayangmu telah mengikat hati jantungku. Taksekejap pun
aku lupa kepadamu; selalu engkau terbayang di ruang mataku,
selalu engkau terlintas dalam hatiku. Siang menjadi buah tangis,
malam menjadi buah mimpi bagiku. Maki jauh makin teringat,
makin lenyap makin terbayang. Hilang di mata, timbul di hati.
"___"2.1"..."
142 eee dm mee ;;;f -, 45P
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: Bagaimana aku takkan canggung, Tim, bagaimana aku takkan
risauPDari kecil kita sepermainan, dan seperumahan. Dapat
dikatakan makan sepiring, tidur sebantal. Tiba"tiba sekarang
kita dipisahkan Rasa aku ditingalkan mati, rasakan bercerai
selama"lamanya, bercerai takkan bertemu kembali.
Alangkah bengis kebangsawanan itu:I Alangkah kejam adat
pusaka lama kota Padang ini:I Tiada menenggang hati orang, tiada
mengindahkan perasaan jiwa. Barang siapa tiada menurut aturannya,
tiada sesuai dengan adat istiadatnya, tiadalah dapat diterimanya,
walaupun anak kandungnya sendiri sekalipun.
Belanda berbenteng besi, Melayu berbentengadat, kata pepatahnya.
Memang benteng yang kuat, adatnya itu. Tak dapat dimasuki paham
lain, aturan asing. Tetapi pula bentengyang tiada menaruh iba kasihan,
rasa periksa, timbang"menimbang.
Aku dengar ayahku berkata kepada ibuku, aku segera akan
dikawinkan mereka dengan Sutan Malik, anak Puti Umi dan
kemenakan Sutan Pamenan. Astaghfirullah! Sutan Malik.
Tim:I Sutan: Rancak Dilabuh, sutan tak berani, kemenakan
sutan tukang judi. Laki"laki inilah yang akan menjadi suamiku,
tuanku untuk selama"lamanya. Selagi ia suka memperhamba
diriku, aku harus menurut segala perintahnya, segala keilmuannya,
sampai kepada yangkeji sekalipun, dengan tiada boleh membantah
barang sedikit pun. Aku harus menjadi arca permainan kesukaannya dalam
rumah, arca yang mati yang nada mempunyai kemauan dan
keinginan hati sendiri, selain daripada kemauan dan keinginan
tuannya. Dan apabila bosanlah ia kepadaku, bahkan belum bosan
pun, jika telah diperintahkan oleh ibunya, niscaya dibuangnyalah
aku: Bagai ayan lebih penggunting dan digantinya aku dengan
perempuan lain, yang suka diperbudak dan dipermain"mainkan
ketinggian bangsanya. '--"-__'=T"'?"?"- _ .
6P Anak dari" %malzm 143
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Aku tak percaya Tim, bahwa kehidupan dalam neraka
jahanam akan lebih sengsara daripada kehidupan suami istri
antara aku dengan laki"laki yang sedemikian, yang menurut adat
kebiasaannya segera akan menyia-nyiakan daku.
Oleh sebab itu, jika sungguh terjadi perkawinan paksaan
orang tuaku ini, ya aniaya ini dapat kukatakan, niscaya tiadalah
engkau akan bertemu lagi dengan aku dalam dunia ini, melainkan
di akhiratlah aku akan menanti kedatanganmu ...."
Di sini tergenanglah air mata Sitti Nurmala, meleleh ke
pipinya, sehingga tak dapatlah diteruskannya membaca surat saha"
batnya yang malang ini, karena penglihatannya menjadi kabur.
Setelah disapunya air matanya dan dileciknya hidungnya
dengan setangannya, barulah dapat dibacanya pula surat Puti
Bidasari yang sedih itu. 144 r*Tim, tak adakah jalan untuk melepaskan aku dari belenggu
ibuku ini dan dari bahaya yang mengancam diriku, sehingga
dapatlah pula kita bercampur gaul sebagai sedia kala dan dapat
pula kita menyampaikan cita-cita kita yang telah sekian lama
kita dendam dalam hati kita"' Jika tak ada, marilah kita lari
menghitamkan negeri Padang ini! Kalau perlu, untuk selama"
lamanya Barangkali di negeri orang dapat kita pemleh kesenangan
yang tak dapatdiberikan tanah tempat tumpah darah kita sendiri.
Aku bersedia menurutkan engkau, barang ke mana engkau pergi,
sampai ke laut api sekalipun.
Tabuh hari raya yang menghimbau Muslimin bendul fitri,
mercon, takbir, yang memperingatkan kita kepada kebesaran 1
Syawal, hanya dapat kudengar dari dalam penjaraku di rumah
orang tuaku karena penjara ini tiada melepaskan aku untuk ikut
bersuka ria dan beriang gembira pada hari yang raya ini, sebagai
biasa kita lakukan dahulu, di tahun-tahun yang lalu.
Bersama-sama kita pergi berhalal bil halal kepada orang
tua-tua kita, beramai-ramai kita bersiar"siar ke sana kemari
-"--"2.---"
Amaliah-n (91549th .- =...: -.
--"---".='.__--- )" &
mmm-namum.- Bajaj Pusuk: memuliakan hari baik bulan baik ini. Sekaliannya itu sekarang
hanya dapat kukenangkan seorang diri dalam bilikku yang sempit
dan gelap, karena aku tak dapat keluar dari dalamnya untuk
bertemu dengan engkau sekaliannya.
Dari tempat penyekatanku inilah aku mengucapkan selamat
hari raya Idul Fitri kepada kamu sekalian. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan nikmatnya kepada kamu sekalian,
berlipat ganda dari yang sudah-sudah serta menjauhkan kamu
daripada segala bala dan bencana, lebih-lebih sebagai yang telah
menimpa diriku pada waktu ini dan akan melebur nyawa dan
tubuhku sedikit hari lagi. Maafkan dan ampuni daku atas sekalian
dosa kesalahanku lahir dan batin, yang dapat memberati aku
dunia dan akhirat. Siapa tahu, kalau"kalau kita takkan bertemu
lagi dalam dunia yang hana ini
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di sini rupanya surat ini tak dapat diteruskan lagi oleh Puti
Bidasarikarena bekas air matanya nyata kelihatan tinggal dikertas.
Kesedihan yang tak dapat ditahannya telah melemahkan tangannya
untuk meneruskan warkahnya yang diakhirinya dengan.
"Peluk ciwnku yang hasrat kepadamu, Nurmala, Aziz, dan
sahabat kita yang lain-lain.
Dari adikmu yang menderita,
Bidasari. " Di situ rupanya Sitti Nurmala menangis pula, karena surat
itu lepas dari tangannya, jatuh menutup mukanya, sehingga tiada
kelihatan air matanya yang mengalir membasahi pipinya.
Lama keduanya tiada berkata-kata, karena tak dapat
mengeluarkan suara. Hanya tangan Sitti Nurmalalah yang
memegang tangan Mr. Yatim dengan eratnya, sebagai dengan
demikianlah hendak dinyatakannya kepada sahabatnya ini,
bagaimana sedih dan pilu hatinya dalam kemalangan mereka yang
tak dapat ditolongnya. '--"-__'=T"'?"?"- . .
6P Anak dari" %malzm 145
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Tatkala itu masuklah dr. Aziz ke dalam bilik ini hendak
mengobati Sitti Nurmala. Setelah dilihatnya muka Mr. Yatim
yang muram dan sedih itu dan mata Sitti Nurmala yang basah,
berdebarlah pula hatinya, karena diketahuinya halnya dengan
Sitti Num'rala berhubungan rapat dengan hal Mr. Yatim dan
Puti Bidasari. Oleh sebab itu tiadalah segera ditegurnya mereka,
melainkan direnungnya beberapalamanya, seakan"akan tak berani
ia mengeluarkan perkataan.
Sitti Nurmala pun tiada pula berkata-kata, melainkan dengan
berdiam diri diberikannya surat Puti Bidasari kepada dr. Aziz, lalu
dibaca oleh dokter ini sampai habis. Tetapi rupanya ia pun tiada
berdaya pula dalam hal ini, karena ia pun berdiam diri, sebagai tak
tahu akal untuk menolong kedua sahabatnya yang malang ini.
Setelah dipegangnya bahu Mr. Yatim beberapa lamanya, tanda
ia pun sangat terharu oleh bencana ini, berkatalah ia dengan
sungguhnya: "Tim, bagaimanapun akan jadinya, Bidasari harus
kita tolong. Hanya caranyalah yang harus kita pikirkan bersama-
sama." "Inilah yang mengusutkan pikiranku. Karena kita bukannya
berhadapan dengan kekunoan yang erat kuat saja, tetapi aku
dengan keadaanku pada waktu ini tak dapat berbuat apa-apa
dengan tiada membawa yang lain"lain. "
"Tetapi Bidasari harus dilepaskan dari Sutan Malik." Malam
itu juga dibalaslah surat Puti Bidasari ini oleh Mr. Yatim. Demikian
bunyinya: "Bida, adikku yang kukasihi!
Suratmu telah kuterima dan kubaca bersama"sama dengan
Nurmala dan Aziz, dengan air mata yang berhamburan, karena
sedih akan nasibmu yang malang itu dan pilu akan untungku
yang celaka ini. Geram aku akan diriku sendiri, karena sesudah
aku tak berdaya untuk melepaskan engkau dari kesengsaraanmu,
aku telah menjadi seorang penakut, yang hendak lari melepaskan
diri sendiri, dan seakan-akan tiada hendak mengindahkan halmu
"___"2.1"..."
146 emam (3555ka ;;;5 -. 45P
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: lagi. Karena aku telah meminta pindah dari Padang ini untuk
menghindarkan diriku dan dirimu, juga dari penghinaan bangsa
kita karena turunanku yang rendah.
Tetapi Bida, apakah lagi yang dapat kuperbuat dalam halku
yang sedemikian ini"' Aku memang bebas untuk meninggalkan
kota Padang ini, tetapi bolehkah aku melarikan engkau dari sini,
seperti ajakanmu, dengan tiada menghinakan namamu dan nama
orang tuaku serta nama sejawat dan jabata nku"
Namaku sendiri tiada kupikirkan benar. Tetapi bolehkah
aku mengorbankan namamu dan nama mereka sekalian, untuk
mencapai cita-cita kita ini" Bagaimanapun juga, engkau tetap
seorang bangsawan yang terikat pada kebangsawananmu.
Lain daripada itu, inikah balasan yang dapat kuberikan
kepada orang tuaku, yang telah mengangkat dan mengasuh aku,
seorang anak yang tersia"sia, sebagai anak kandungnya sendiri
dan membawa,aku dengan beberapa kesusahan dan kerugian, dan
lembah kehinaan ke puncak kemuliaan.
ini sekadar saru dari alasan yang menyatakan, bukannya
engkau saja terikat, tetapi aku pun rak bebas. Jika dapat aku
berbuat sekehendak hatiku dengin tiada membawa-bawa orang
lain, niscaya tiada aku berpikir panjang lagi. Kusambar engkau,
kugunggung. kubawa terbang. Tetapi keinginan hatiku, kehinaan
yang telah menimpa diriku, jangan dapat pula menyinggung
engkau. Memadailah seorang daripada kita beroleh bencana ini,
jangan berdua pula. Akan kepercayaanmu kepadaku dan kepada asalku yang baik,
kuucapkan beribu"ribu terima kasih, karena inilah yang akan
menjadi penglipur hatiku dalam kedukaanku yang amat besar ini.
Alangkah baiknya apabila orangtuam upun tiada mengindahkan
aku. Tetapi ini rupanya rak mungkin, karena orang tuamu
sangat terikat kepada adat istiadatnya. Inilah sebabnya hendak
dikawinkannya engkau lekas"lekas dengin seorang sutan, supaya
jangan jatuh ke tangan seorang anakyang bukan bangsawan.
"-"-"._s"-?"?"-" _ .
_ tlp Anab am %mm 14"
');-_ V '-...______'._._"_"-?"-..
143 Tentang niatmu hendak membunuh diri, pikirlah dalam-
dalami Jangan terburu nafsu:I Selagi nyawa di kandung badan,
mungkin kita dapat bertemu kembali dalam dunia ini. Kasihku
kepadamu tiada akan berubah, biarpun apa juga yangakan terjadi
atas dirimu dan diriku. Tetapi jika sesungguhnya engkau harus
berpulang lebih dahulu dan aku. percayalah, aku segera akan
menyusul engkau. Engkau dibawa pulang oleh orang tuamu karena tak boleh
dikawinkan dengan aku. engkau segera akan dinikahkan dengan
Sutan Malik, supaya lak mungkinjadi dengan aku, sangat mem beri
malu ayahku dan mendatangkan amarahnya. Untuk menutup
malunya iniaku dipaksanya mengawini Nunnala. Jika aku tidak
menurut kehendaknya ini. ia tiada akan beranakkan aku lagi dan
akan menghitamkan kota Padang, karena malu.
Kaulihat Bida, nasib kita sesuai benar. Bukannya kita harus
bercerai saja dengari kekasih kita, tetapi kita harus kawin pula
dengan orangyang tiada kita cintai sebagaijodoh kita.
Apa hendak kukata adikku" Aku terikat oleh perasaan
berhutang budi kepada ayahku. Dapatkah kutolak penuntutan
bela ayahku ini yang telah berjasa sekian besarnya ke atas diriku"
Dengan apa akan kubalas gunanya, kalau permintaannya yang
sekecil ini tak dapat kululuskan "
Kaulihat Bida, bagaimana besar penderitaanku pada waktu
ini. Bukannya karena ditimpa kehinaan dan kehilangan engkau
saja, tetapi pula karena terdesak oleh perasaan pembalasan
kepada ayah angkatku. Ke mana aku hendak lari lagi"
Oleh sebab itu, kalau akan terjadi juga, apa yang tiada
kita inginkan ini, akan kupinta kepada Nurmala supaya ia rela
kukawini, walaupun sehari saja atau sampai datang waktunya
aku meninggalkan kota Padang ini atau meninggalkan dunia ini,
supaya terlepaslah aku dari godaan perasaan: tak sudi membayar
hutang. Karena bagi ayahku, inilah satu"satunya jalan untuk
menutup malu yang telah dicorengkan ibumu ke dahinya.
"___"2.3...- q....- ); &P mmm-namum.- Bajaj Pusuk: Aku bersumpah, tiada akan mendekati Nurmala, sesudah
kukawini ia. Setelah itu segera akan kuceraikan ia dengan talak
tiga. sekali, supaya ia bebas dan dapat kawin dengan Aziz dan
aku pun segera pula dapat lenyap dari mata orang Padang ini.
Retakanlah permintaanku ini, yang mungkin permintaan yang
akhir kepadamu, Bida. Hari raya ini bagiku tak ada, karena engkau tak ada padaku.
Hanya supaya jangan mengecewakan Nurmala, yang sangat ingin
hendak menghiburkan hatiku, kuturutkanlah ia sebentar dengan
Aziz keMuara. Tetapi tak ada yang kulihat dan kudengar di sana,
walaupun orang penuh sesak berlomba bendi dan perahu dan
ziarah ke Gunung Padang. Sangat kasihan, karena sekembali dan sana ia ditikam
perewa Mak Uning yang hendak merampas perhiasannya.
Untunglah lukanya tiada berbahaya dan ia telah mulai sembuh.
Penjahatnya pun telah tertangkap dan telah mengaku terus terang
kedurhakaannya. Kupinta kepada Allah, apabila aku yang harus
mengadilinya, supaya aku dapat menahan hatiku atas aniayanya
kepada Nunnala ini. Dengan berbaringditempattidursakitnya,dibacanya suratmu
dengan air mata yang bercucuran. Juga kepada Aziz, yang datang
mengobati Nurmala di sana, kuperlihatkan suratmu itu, yang
dibacanya dengan amatpilu dan sedihnya pula, karena memikirkan
kemalangan yang bertubi-tubi menimpa kita berempat.
Walaupun tiada banyak perkataannya, tetapi pada mukanya
pun bersumpah pula akan melepaskan kita berempat dari tali
adat istiadat Padang ini, yang telah melilit dan mengungkung
kita. Bantulah kami dengan doamu yang saleh, supaya Tuhan
memberi kemenangan kepada kita dalam perjuangan kita ini dan
menyampaikan sekalian cita"cita kita.
Sekarangterimalahpelukciumyanghasratdarikekasihmudan
juga dari Nurmala dan Aziz, yang selalu bercintakan engkau.
'--"-__'=T"'?"?"- _ .
6P Anal" am (semasa; 149
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
, PW Dalam Mala "Mg 7 Setelah sampailah Datuk Gampo Alam dan Sutan Pamenan
ke rumahnya di Kampung Terendam, berkatalah Sutan ini dengan
sangat geram hatinya kepada sahabatnya itu: "Datuk, si Kuning itu
tak dapat kita biarkan lagi. Asal bertemu kita dengan dia, niscaya
terjadilah perkelahian. Tak dapat kita bermain dengan senangnya.
Selalu diganggunya. Oleh sebab itu baiklah Datuk kerjakan dia,
supaya lenyap dari dunia ini. Jangan diberi hidup lagi."
"Sudah berapa kali hamba coba, Mak Acik, tetapi tak kena.
Rupanya pagar penjagaan dirinya amat kuat."
"Jika demikian kita tikamlah ia dari belakang atau kita carikan
"titian berakuk", karena dari muka tak mudah dapat kita alahkan
dia." "Nantilah hamba pikirkan, bagaimana baiknya. Jika tidak,
racun pun masih ada."
Oleh sebab itu sangatlah girang hati mereka, tatkala malam
itu didengarnya Mak Uning telah ditangkap polisi, karena menikam
Sitti Nurmala dan merampas perhiasannya.
"Sekurang"kurangnya 10 tahun akan terlepaslah kita dari
godaan si Kuning itu," kata Sutan Pamenan.
"Sayang anak Baginda Mais ini tak sampai mati. Jika mati,
berayunlah ia di tiang gantungan atau berkubur selama hidupnya di
Nusa Kambangan," kata Datuk Gampo Alam dengan gerenyotnya
. $ 150 Anaheim: gamma; - 613
..,... "___?":" -"<- V
umwmummun Balai Pustaka Tiada berapa lama kemudian, setelah Sitti Nurmala sembuh
benar dari lukanya, atas kehendak Mr. Yatim, diperiks alah perkara
Mak Uning. karena Mr. Yatim ingin supaya ia yang mengadili
perkara itu. sebelum ia dipindahkan dari Padang, sebab balasan
permohonannya, supaya ia dipindahkan ke tempat lain. telah
datang, mengatakan bahwapermintaannya akan dikabulkan, tetapi
ia harus sabar dahulu, supaya kepindahan itu dapat diatur dengan
sebaik-baiknya. Ia pun maklum tak mudah dapat dipindahkan tiba"tiba ke
tempat lain, karena ia di Padang belum sampais ebulan. Sungguhpun
demikian ia yakin akan dipindahkan juga dari Padang, karena
dalam surat permohonannya dinyatakannya benar-benar, apabila
ia tak dapat dipindahkan dari Padang, supaya segera diperhentikan
saja dari pekerjaannya. Dalam hal itu ia akan mengadakan kantor
acara di Jakarta atau mengerjakan pekerjaan lain. Oleh karena
pemerintah kekurangan tenaga kehakiman, istimewa pula yang
berpangkat doktor sebagai dia, besar kemungkinan ia akan
dipindahkan juga. Kabar pengadilan perkara Mak Uning, segera pecah seluruh
kota Padang dan amat banyak orang yang ingin hendak menghadiri
pengadilan itu. Pertama, karena terdakwa adalah seorang perewa
besar, yang kenamaan seluruh kota Padang. Kedua, karena yang
menjadi korban ialah seorang gadis yang cantik, anak hartawan
yang terkaya di Padang. Ketiga, karena yang menjadi hakim pun
seorang anak Padang pula, yang baru kembali dari Barat dengan
membawa pangkat mester doktor, anak bangs awan yang berpangkat
tinggi dan sahabat karib yang teraniaya.
Lain daripada itu penduduk kota Padang ingin tahu pula
kecakapannya dan bagaimana hukuman yang dijatuhkannya.
Orang yakin, tentu Mak Uning akan mendapat hukuman yang
seberat"beratnya. Oleh sebab itu pada hari pemeriksaan penuh sesaklah Balai
Pengadilan di Padang dengan penonton yang bukannya dari kota
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am %;:le 151
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Padang saja, tetapi juga dari Mudik, bahkan dari Pariaman dan
Padang Darat. Setelah hadirlah sekalian anggota pengadilan dengan hakim
dan pengacaranya, Hopjaksa, saksi"saksi, polisi dan penjaga
sekaliannya, dibawalah masuk pesakitan Mak Uning, yang
dibelenggu kedua belah tangannya, dijaga oleh kedua orang polisi
pengawal. Mak Uning rupanya tiada susah, tiada kuatir dan tiada takut.
Cahaya mukanya dan gayanya pun tiada berubah. la berjalan
sebagai biasa di tengah"tengah kedua pengawal dengan gagah
dan angkuhnya ke tempat pesakitan. Tatkala ia hendak duduk,
menolehlah ia sekelilingnya, memperhatikan sekalian hadirin
dengan tiada malu-malu atau segan-segan, sebagai biasanya ia
melihat orang banyak di pasar, kalau ia masuk ke tempat ramai
ini. Mula-mula matanya memandang Mr. Yatim yang duduk di
meja pengadilan dengan memakai pakaian hitamnya. Kemudian
anggota pengadilan dan pengacara yang duduk di sisi Mr. Yatim.
Sudah itu Hopjaksa dan saksi"saksi yang di antaranya ada Sitti
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nurmala dengan ayahnya, Baginda Mais, dr. Aziz dan polisi, Sutan
Pamenan dan Datuk Gampo Alam. Akhirnya dilihatnya penonton
seorang-seorang. Polisi pengawal yang menyuruh duduknya, tiada
diindahkannya, sebagai tiada didengarnya perkataan mereka.
Tatkala, dilihatnya Mr. Yatim dan Hopjaksa, air mukanya
biasa. Tatkala dilihatnya Sitti Nurmala yang masih agak pucat
rupanya, terbayang pada mukanya seakan-akan ia menyesal akan
perbuatannya yang durjana itu. Tetapi tatkala terpandang olehnya
Sutan Pamenan dan Datuk Gampo Alam, timbullah di bibirnya,
seakan-akan hendak dinyatakannya kepada kedua musuhnya
ini, bahwa sekalian pengadilan dengan pemeriksaannya atau
hukumannya sekalipun, tiada diindahkannya.
Yang lama direnungnya ialah penonton biasa, sebagai ada
yang dicarinya di sana. Dan tatkala kelihatan olehnya seorang
"___"2.1"..."
152 nanam (31549wa _-_'-.,: -. tlp
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: perempuan tua, bersandar dekat pintu gedung pengadilan, lama
dipandangnya perempuan tua ini dan nyata tampak berbayang di
mukanya kesedihan yang tak dapat ditahannya.
Perkataan pengawal yang telah dua kali menyuruhnya duduk,
tiada juga diturutnya. Adalah seakan-akan pikirannya terpus atpada
perempuan tua itu, yang menutup mukanya dengan tangannya,
seolah-olah hendak menyembunyikan air matanya yang mengalir
ke pipinya. Setelah puaslah Mak Uning memandang perempuan
tua itu, barulah ia duduk dengan menarik napas panjang.
Dengan segera dimulailah pemeriksaan oleh Mr. Yatim dengan
pertanyaan-p ertanyaan tentang diri pesakitan.
"Siapa namamu pesakitan?" tanya Mr. Yatim.
"Mak Uning," jawab terdakwa dengan tetap suaranya.
"Namamu yang sebenarnya?"
"Mak Uning," jawab yang tertuduh pula dengan sungguh-
sungguh dan muka yang tenang.
Mr. Yatim merenung pesakitan ini sejurus lamanya sebagai
hendak melihat apakah ia mempermain"mainkan pengadilan
dengan semaunya saja apa betul-betul katanya, karena Mr. Yatim
tahu ia terkenal sebagai seorang perewa yang angkuh dan berani.
Tetapi muka pesakitan ini tenang, tiada membayangkan olok-
olok. "Pada sangkaku, Mak Uning itu nama sindiranmu atau sehari-
hari, yang diberikan teman"temanmu kepadamu. Yang kupinta
namamu yang sejati atau nama kecilmu yang diberikan orang
tuamu kepadamu," tanya Mr. Yatim pula dengan sabarnya.
"Nama kecil hamba Kuning dan nama besar hamba atau
nama sindiran hamba atau gelar hamba Mak Uning. Nama yang
lain belum pernah hamba dengar. Mungkin nama ini diberikan
kepada hamba sebab kulit hamba kuning. Jika hitam kulit hamba,
agaknya Mak l"litamlah nama yang diberikan kepada hamba. Nama
hamba yang sejati tiada hamba ketahui dan gelar hamba yang
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am %;:le 153
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Kalau Tuan hendak mengetahui juga tanyakan kepada orang itu
lalu ia menunjuk kepada Sutan Pamenan
sebenarnya belum ada, sebab hamba belum kawin," jawab Mak
Uning dengan bersungguh"sungguh dengan nyaring suaranya dan
fasih lidahnya. "Ganjil, orang tak mempunyai nama kecil atau nama sejati,"
kata Pu'lr. Yatim yang masih waham Mak Uning belum hendak
berkata benar, tetapi hendak menduga kecakapannya.
"Mungkin ada nama kecil hamba itu atau nama sejati hamba
itu, tetapi hamba tak tahu. Yang hamba ketahui hanya Kuning atau
Mak Uning. Jika Tuan hendak mengetahui juga nama hamba yang
sebenarnya, tanyakan kepada orang itu," lalu ia menunjuk kepada
Sutan Pamenan yang sedang asyik memperhatikan soal jawab ini.
"Karena ialah yang harus memberi nama kecil hamba atau nama
sejati hamba itu. " Sekalian orang melihat dengan herannya kepada Sutan
Pamenan, sedang Sutan ini sendiri menoleh dengan tercengang ke
kanan dan ke kirinya, ke hadapan dan ke belakangnya, karena ia
hendak melihat siapa yang dimaksud oleh Mak Uning. Sekali"kali
tiada masuk pada akalnya ia yang dituju oleh musuhnya ini.
"Siapa maksudmu, Kuning?" tanya Mr. Yatim yang heran pula
mendengar tuduhan pesakitannya ini.
"Sutan Pamenan yang duduk di sebelah Datuk Gampo Alam
itu," sahut Mak Uning, seraya menunjuk pula sekali lagi kepada
musuhnya ini. Sidang terdiam, penonton termangu-mangu, karena tak tahu
apa sebabnya Mak Uning berkata demikian.
Setelah nyata benar oleh Sutan Pamenan, memang ialah yang
ditunjuk oleh musuhnya ini, terdiamlah ia sejurus lamanya sambil
memperhatikan muka Mak Uning, kalau-kalau lawannya yang
gagah berani ini, tiba"tiba telah menjadi gila, karena tertangkap
itu atau dengan sengaja secara lancung dan hina hendak memberi
malunya dihadapan khalayak ramai. Kemudian tertawalah ia gelak"
gelak lalu berkata: "Agaknya Mak Uning telah bertukar pikirannya,
karena takut dihukum."
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am %;:le 155
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Penghinaan Sutan Pamenan ini terdengar oleh Mak Uning,
lalu ia menjawab dengan tenang suaranya.
"Siapa yang harus memberi nama anak, bapanyakah atau
orang di jalan raya?"
"Tentu bapanya," sahut Sutan Pamenan.
"Jika demikian, tanyakanlah kepada perempuan tua yang
berdiri dekat pintu itu, siapa bapaku! Karena ia ibuku dan tahu
siapa bapaku. " Mata sekalian hadirin yang bertambah"tambah heran men"
dengar percakapan kedua orang yang bermusuhan ini, berpaling
dari Mak Uning ke pintu gedung pengadilan. Di sana kelihatan
perempuan tua yang direnung Mak Uning tadi, yang memakai
pakaian buruk dan telah koyak-koyak, sedang menutup mukanya
dengan kedua belah tangannya, entah karena ketakutan, entah
karena hendak menyembunyikan tangisnya.
Mr. Yatim pun sangat heran mendengar perkataan Mak Uning
ini dan karena ia bersangka boleh mendapat keterangan yang
berguna dalam perkara ini. disuruh panggilnyalah perempuan ini.
Perempuan ini datang dengan ketakutan ke muka pengadilan,
lalu didudukkan di atas kursi. Di situ nyata bahwa waktu mudanya,
ia masuk perempuan yang cantik. Karena pada waktu itu, setelah
ia berumur kira"kira 45 tahun dan setelah menderita kesusahan
hidup, masih terbayang kecantikan pada air mukanya.
Rupanya sekali"kali tiada disangkanya ia akan terbawa"bawa
dalam pemeriksaan ini. Ia datang ke sana karena hendak melihat
anaknya diadili dan mendoakan supaya anaknya jangan mendapat
hukuman yang berat. Pagi"pagi ia telah berangkat dari rumahnya menuju ke gedung
pengadilan dengan bercucuran air matanya sepanjang jalan, karena
kuatir kalau-kalau anaknya dihukum mati atau dibuang seumur
hidup. Bagaimana halnya" Siapa yang akan memeliharanya"
Pengharapannya hanya kepada anaknya seorang ini.
"a'-"z..?"
156 nanam (31549wa -. tlp
Setelah duduklah perempuan itu, lalu bertanyalah Mr. Yatim:
"Benarkah Mak, ibu pesakitan ini?"
"Benar, Tuan Besar."
"Jangan Mak panggil hamba tuan besar. Panggil saja Engku,
sebagai kebanyakan laki"laki Padang, karena hamba pun orang di
s1n1. " "Sukakah Mak memberi keterangan apa sebabnya pesakitan
berkata, Engku Sutan Pamenan yang harus memberi namanya?"
"Baiklah, Engku."
Setelah perempuan ini bersumpah, akan berkata benar dalam
keterangannya, ditanyalah ia:
"Siapa nama Mak?"
"Upik Manis." "Apa pekerjaan Mak?"
"Tak ada." "Di mana Mak tinggal?"
"Di Ulak Karang, bersama"sama dengan anak hamba si Kuning
ini, di muara Batang Anai. "
"Jadi benar pesakitan ini anak Mak?"
"Benar, anak kandung hamba. "
Mendengar perkataan "anak kandung" ini, teringatlah pula Mr.
Yatim akan nasibnya. Sedangkan seorang perewa, yang dikatakan
orang hina, ada yang mengakuinya anak kandungnya. Tetapi
ia, seorang yang termulia, tak ada yang menamakannya anak
kandungnya. Tetapi ia pun tiada dapat mempercayai kebenaran
perkataan ini. "Cobalah Mak ceritakan, apa sebabnya pesakitan berkata tadi,
bahwa Engku Sutan Pamenan yang harus memberi namanya. "
"Hamba ini berasal dari Bandar Buat, anak seorang yang
berada juga di sana. Karena orang tua hamba luas sawah dan
ladangnya dan banyak ternaknya. Pada suatu hari datanglah Engku
Sutan Pamenan itu dengan teman-temannya yang di antaranya
"-"--__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (ehmm 15"
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
Datuk Gampo Alam yang duduk di sisinya itu, ke kampung kami.
Entah apa maksudnya, tiada hamba ketahui. Di situlah baru hamba
melihat rupanya dan dapat tahu, ia seorang bangsawan di Padang
ini, kaya dan royal. Sesudah itu ia dalang pula beberapa kali lagi ke kampung
hamba dan bertemu pula dengan hamba. Dengan tiada hamba
ketahui, cenderunglah hati hamba kepadanya, sehingga tatkala
diajaknya hamba lari, meninggalkan orang tua hamba, tiadalah
dapat hamba tampik kemauannya itu dan hamba ikutlah ia ke
Kota Tengah. Sebulan lamanya kami bercampur gaul sebagai suami istri,
hamba berasa telah mengandung. Setelah diketahui oleh yang
empunya rumah, seorang perempuan janda, hal hamba yang
sedemikian itu, sedang hamba belum dikawini oleh Sutan Pamenan
ini, disuruhnyalah hamba minta dikawini selekas"lekasnya, supaya
anak yang hamba kandung, yaitu si Kuning ini, sah dan mempunyai
bapa. Tetapi semenjak itu hilanglah Sutan ini, tiada kembali lagi,
sehingga tinggallah hamba terkatung"katung seorang diri di
kampung orang, menumpang di rumah seorang yang tiada hamba
kenal dan bukan keluarga hamba. Hendak pun hamba pulang ke
Bandar Buat, ke rumah orang tua hamba, hamba tiada berani.
Takut kalau"kalau bukan tidak diterimanya saja hamba oleh orang
tua hamba, tetapi dibunuhnya hamba, karena telah memberi aib
namanya. Untunglahjandayang hamba tumpangi itu seorang perempuan
yang baik hatinya dan tiada beranak. Ditahannya hamba di
rumahnya dan diperiakukannya hamba sebagai anaknya.
Sejak waktu itu hiduplah kamiberdua dengan berdagang kecil"
kecil. Setelah genap bulannya lahirlah anak hamba si Kuning ini.
Siapayang akan memberi namanya, karenabapanya Sutan Pamenan
telah meninggalkan kami dan hamba tiada tahu di mana tempat
tinggalnya dan tiada berani pula datang kepadanya.
-?"-?"-'2..---"
153 alam %Whm -. "-"---1__--- r: &P
mmm-namum.- Bajaj Pusuk: IS'leh sebab itulah kami namakan dia si Kuning, sebab kulitnya
kuning, sebagai kulit bapanya. Selelah ia besar, teman"temannya
menamakannya I'u'lak Kuning atau Mak Acik Uning, karena ia
dituakan mereka dalam percampurannya sehari"hari dan karena
kelakuannya, kata mereka, sebagai orang baik-baik.
Setelah besarlah siKuning dengan pendidikan secarakampung,
pindahlah kami ke Muara Anai. karena perempuan janda yang
hamba tinggali itu meninggal dunia dan sekalian harta bendanya
jatuh kepada anak saudaranya, yang tiada suka kami tinggal lagi
dalam rumah itu. Di Muara Anai inilah kami tinggal sampai sekarang ...."
"Ya, Allah! Jika demikian saudara Numaalalah Mak Uning
ini. Saudara menikam saudara." terloncat perkataan Baginda Pu'lais
dengan kerasnya, karena terkejut mendengar Mak Uning anak
Sutan Pamenan. musuhnya yang amat besar.
Perkataan Baginda Mais ini terdengar oleh sekalian yang
hadir, sehingga sekaliannya menoleh kepadanya dengan herannya
pula, kemudian kepada Sitti Nurmala.
Lebih"lebih Mr. Yatim dan dr. Aziz termangu"mangu, sebagai
tak percaya akan kupingnyalagi. Sedang Mak Uning pun tercengang
pula mendengar perkataan ayah gadis yang telah ditikamnya ini.
Sekali-kali tiada dikira mereka yang hadir Sitti Nurmala boleh
menjadi anak Sutan Pamenan pula. Pada sangka mereka ia anak
kandung Baginda Mais jua.
Sitti Nurmala sendiri pun tiada terkata"kata beberapa saat
lamanya karena tiada diketahuinya, tiada disangkanya, bahkan
sesudah didengarnya tiada dapat dipercayainya, ia anak Sutan
Pamenan pula. Oleh sebab itubertanyalah ia dengan keras suaranya,
karena heran, malu dan kecewa. "Ayah! Apa sebabnya Ayah katakan
hamba saudara Mak Uning. jadi anak Sutan Pamenan pula?"
Mukanya yang masih pucat tadi karena baru sembuh dari
lukanya. menjadi merah dan badannya gemetar karena terkejut
dan gusarnya. '--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (ehmm 159
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Nantilah kuceritakan di rumah. " sahut Baginda Mais dengan
suara yang hampir tak dapat dikeluarkannya. Perkataan yang tiba"
tiba telah keluar dari mulutnya dengan tiada dis engajanya, karena
terkejut mendengar Mak Uning anak Sutan Pamenan. menjadikan
ia bingung. "Sekalian orang telah mendengar, hamba saudara Mak Uning.
Jika tiada Ayah terangkan persaudaraan itu di muka orang banyak
ini, niscaya mereka akan prasangka, bahwa ada pula sesuatu yang
menghinakan atas asal usul hamba, seperti asal usul Mak Uning
ini pula. Atau benarkah ada pula keaiban atas diri hamba yang
telah disebabkan Sutan Pamenan ini?" tanya Sitti Numala dengan
geramnya karena tak dapat menahan hatinya, sehingga suaranya
bagaikan orang menangis. "O, tidak Nurmala. Sekali-kali tidak. Engkau seorang anak
yang sah, tetapi memang anak kandung Sutan Pamenan."
Waktu itu di gedung pengadilan tak ada yang berkata-kata
atau bergerak pun selainnya daripada Baginda Mais dan Nurmala,
Anak Dan Kemenakan Karya Marah Rusli di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena tersemu dan heran mendengar rahsia yang sekali-kali tiada
disangka"sangka mereka ini. Sedang Mr. Yatim pun berdiam diri
membiarkan perbincangan sahabatnya, Nurmala, dengan Baginda
Mais, karena ingin hendak mengetahui rahsia gadis itu.
Apalagi dr. Aziz. Matanya mencelik dan mulutnya tersengih
beberapa lamanya karena takjubnya mendengar rahsia yang tiada
dikira-kiranya ini. Hanya Sutan Pamenanlah yang tiada berani
mengangkat kepalanya, melainkan tunduk berdiam diri, karena
sangat malunya. Baginda Mais terpaksa menerangkan asal usul Sitti Nurmala,
yang pada mulanya hendak dirahsiakannya benar-benar, supaya
gadis ini dap at diakuinya anak kandungnya. Tetapi sekarang setelah
telanjur mulutnya, tak dapat lagi disembunyikannya, supayajangan
timbul salah sangka yang boleh memberi aib nama anak yang
disayanginya ini, sebagai yang dikatakan Sitti Nurmala tadi.
"a'-"z..?"
160 nanam (315.9wa -. tlp
"Ibumu, Upik Bungsu, memang seorang janda Sutan Pamenan
yang telah dikawininya dengan sah di Kurai Taji. Tatkala engkau
masih dikandung ibumu, ia telah ditinggalkan dan ditalak oleh
ayahmu, Sutan Pamenan. Dan tatkala engkau berumur setahun,
aku kawin dengan ibumu dan engkau kuakui anak kandungku.
Supaya engkau berasa pula anak kandungku, tiadalah kubukakan
rahsia ini kepadamu. Jika aku tadi tiada terkejut mendengar Mak
Uning yang telah menganiaya engkau, anak Sutan Pamenan pula,
niscaya tiadalah akan terloncat perkataanku dan tiadalah akan
terbuka rahsia ini.II Sitti Nurmala terdiam mendengar asal usulnya ini, tetapipada
mukanya tiada kelihatan ia malu atau berasa terhina berbapakan
Sutan Pamenan dan bersaudarakan Mak Uning.
Hanya Mr. Yatim yang tersadar pula akan asal usulnya, tatkala
didengarnya rahsia sahabatnya ini. Rupanya mereka senasib
dan seperuntungan', sama-sama tak tahu asalnya yang sebenar-
benarnya dan bersangka orang lain ayah kandungnya. Sekarang
Sitti Nurmala telah tahu siapa ayahnya yang sebenarnya, tetapi
ia masih harus mengakui tukang pedati Malim Batuah, sebagai
bapanya. Perbedaan nasibnya dengan Sitti Nurmala ialah karena gadis
ini terdampar kepada seorang hartawan, sedang ia hanyut kepada
seorang tukang pedati. Walaupun kemudian untunglah disambut oleh seorang
bangsawan, tetapi sekarang nyata kebangsawanan ayah angkatnya
itu tiada berguna baginya.
Tak mungkinkah ia pun anak seorang bangsawan pula atau
anak Sutan Pamenan ini pula, yang tak mengenal dan tak tahu
berapa dan siapa anaknya.
Tiba-tiba Mr. Yatim terkejut karena mendengar ribut yang
timbul dalam gedung pengadilan itu, karena Mak Uning berdiri
dari kursinya, lalu mengangkat kursinya ini dan melemparkannya
kepada Sutan Pamenan seraya berteriak dengan amat marahnya:
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (ehmm 161
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
"Jahanam! Karena perbuatanmu banyak perempuan yang terhina
dan menderita dan anak"anak yang tersia"sia, sehingga aku tiada
kenal pada saudaraku sendiri. Baiknya tiada mati Num'iala kena
tikamku. Walaupun aku seorang perewa, tiadalah aku akan menyia-
nyiakan saudaraku, apalagi menganiaya," lalu diburunya Sutan
Pamenan, hendak dipukulnya.
Untunglah kedua pengawal yang menjaganya dapat memegang
kedua tangannya, sehingga tak dapat dilakukannya maksudnya
ini. IS'leh karena Sutan Pamenan menekurkan kepalanya, karena
malunya, tiadalah kelihatan olehnya Mak Uning melemparnya
dengan kursi. Tetapi Datuk Gampo Alam yang awas yang duduk
di sebelahnya, dapat melihat bahaya itu. Dengan segera ia berdiri
menangkap kursi yang dilemparkan Mak Uning itu, sehingga tiada
mengenai Sutan Pamenan. Tetapi Datuk Gampo Alam sendirikena
kursi yang dapat ditangkapnya itu, sehingga bengkak kepalanya.
Mr. Yatim dengan segera mengetuk mejanya, menyuruh orang
diam. Setelah tenanglah kembali hadirin dalam gedung pengadilan
itu, bertanyalah Mr. Yatim kepada ibu Mak Uning, kalau-kalau ia
hendak memperkarakan aniaya Sutan Pamenan ini atas dirinya.
"Tidak, Engku, apa gunanya. Apalagi sekaliannya itu atas
kerelaan hamba sendiri, bukan paksaan. Hanya hamba minta jika
dapat, anak hamba si Kuning ini, janganlah sampai dihukum,
karena ialah yang menghidupi hamba sekarang. Jika tak ada lagi
ia, niscaya matilah hamba kelaparan. "
Mr. Yatim terdiam, tiada menjawab. Dalam hatinya ia sangat
belas kepada perempuan yang malang ini, yang akan tersia"sia,
jika anaknya tiada dapat menolongnya lagi. Tetapi sebagai hakim,
ia tak boleh berlemah hati. Tiap-tiap kesalahan harus dihukumnya
dengan seadil"adilnya.
Sesudah ini tiadalah terjadi apa-apa lagi dalam sidang peng-
adilan. Pemeriksaan dapat diteruskan denganlancarnya. Saksi-saksi
"___"2.1"..."
162 nanam (315.9wa _-_'-.,: -. tlp
di" M V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: memberi keterangan yangjelas yang tak dapat dimungkiri oleh M ak
Uning dan Mak Uning pun mengaku pula sekalian kesalahannya,
sehingga pemeriksaan dapat diselesaikan dengan segera.
Tatkala ditanya oleh Mr. Yatim kalau"kalau pesakitan hendak
berbicara pula, untuk membela dirinya, tegaklah M ak Uning, dengan
gagahnya, lalu berkata dengan lancarnya dan fasih lidahnya:
"Kesalahan hamba tiada akan hamba bela. Hukuman yang
akan Tuan jatuhkan ke atas diri hamba, akan hamba terima, karena
hamba yakin hukuman itu akan Tuan berikan seadil-adilnya.
Yang hendak hamba kemukakan di sini ialah apa sebabnya
hamba berbuat kesalahan ini. Karena inilah yang berguna sebagai
ibarat: bukan untuk hamba lagi, tetapi untuk orang Padang, yang
akan hamba tinggalkan, mungkin untuk selama-lamanya.
Sebagai nyata tadi, yang sekali"kali tiada hamba sangka,
hamba dan Sitti Nurmala. yang telah hamba aniaya itu, adalah satu
bapa. Hanya ia lahir dalam zadah sedang hamba lahir di luar zadah.
Perbedaan kelahiran kami, hanya inilah. Tak ada yang lain. Ini pun
apa artinya pada hakikatnya" Hanya sekadar penyaksian beberapa
orang atas perhubungan laki"laki dan perempuan, sebagai suami
istri, menurut sesuatu agama dan adat istiadat. Pada ujudnya,
keduanya sama. Tetapi, mengapakah ia menjadi seorang yang baik. pandai,
cantik dan hartawan; dihormati dan dipandang orang, dikasihi
dan dijunjung orang, berguna bagi masyarakat dan berfaedah bagi
bangsanya" Sedang hamba yang seturunan dengan dia menjadi
seorang perewa yang buruk, bodoh, miskin, hina, sampah bangsa
dan musuh masyarakat. Usaha Sitti Nurmalakah maka ia sampai meningkat ke mercu
gunung kemuliaan dan kesalahan hambakah maka tercampak ke
lembah kehinaan" Ataukah kesalahan nasib semata-mata"
Tidak, kami berdua tiada berjasa atau bersalah dalam keadaan
kami sekarang ini. Kami sama-sama dilahirkan sebagai kanak-
kanak yang tiada sadar akan dirinya dan sama-sama dibesarkan
"-"-"._s"-?"?"-" .
6P Anal" am %malzw 163
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
dengan tiada insaf akan untung nasibnya. Tanggungan siapa
pertumbuhan kami dalam dunia ini" Bukankah tanggungan orang
tua kami" Terutama bapa kami. karena kebanyakan ibu di Padang
ini masih belum berdaya upaya. Kamikah yang meminta dilahirkan
ke dunia ini" Tidak, bukan" Semata"mata perbuatan orang tua
kami', disengaja atau tidak disengaja.
Setelah kami jadi. bukankah kepada mereka diwajibkan
Tuhan, untuk memelihara kami, sampai kami menjadi manusia
yang sempurna. Tatkala kami masih kecil, adalah hal kami sebagai rebung
yang masih muda. Jika baik pemeliharaannya tumbuhlah menjadi
betung yang kuat, lurus dan besar, banyak gunanya dan mahal
harganya. Tetapi jika tiada, hengkang bengkoklah ia, menjadi
bambu katai yang merana dan buruk, tiada berharga dan tiada
berguna, bahkan acapkali merintang tumbuh bambu"bambu yang
tain, atau menjadi sarap yang mengotorkan.
Sungguhpun demikian, akibat dari asuhan orang tua kami
itu, benar atau salah, kami yang menanggungkannya, kami yang
menjadi korbannya, bukan ayah kami, yang bersalah dalam hal
ini. Siapa dapat mengatakan, bahwa hamba tidak akan menjadi
orang baik, pandai dan mulia pula, kalau baik pendidikan yang
diberikan kepada hamba" Mungkin hamba pun dapat mencapai
pangkat tuan yang tinggi ini."
Perkataan Mak Uning ini terasa benar oleh Mr. Yatim
karena ia terkenang pula akan untung nasibnya sendiri. Jika ia
tiada diangkat anak oleh Hopjaksa Sutan Alam Sah dan dididik
baik"baik, tiadalah ia akan menjadi semulia sekarang, melainkan
menjadi tukang pedati yang hina, bodoh dan tiada berharga,
sebagai bapanya Malim Batuah.
Walaupun Mak Uning seorang "buaya", tetapi perkataannya
benar, tak salah sekali-kali.
. "a'-"z..?"
164 nanam (315.9wa -. tlp
Hopjaksa, dr. Aziz dan Sitti Nurmala yang tahu benar hal ihwal
Mr. Yatim, harus membenarkan pula perkataan Mak Uning ini.
"Hamba bukannya tak kenal saja kepada saudara hamba,"
Mak Uning meneruskan pembicaraannya, "tetapi telah hamba
tikam pula dadanya, hamba ramp as perhiasannya, ya akan hamba
cemarkan kesuciannya, kalau dia tidak meminta tolong ...."
Di situ Mak Uning terdiam sesaat, sebagai sangat terharu
pikirannya atas kelakuannya yang keji yang telah terperbuat
olehnya atas saudara perempuannya sendiri. Mungkin disebabkan
oleh keinginan hatinya, sebagai seorang laki"laki yang sebatang
kara, hendak mempunyai saudara perempuan. Sekarang tiba-
tiba diperolehnya keinginan hatinya ini, tetapi di dalam hal yang
sedemikian ini pula. "Tuan hakim," katanya sesudah terdiam diri sejurus lamanya,
"walaupun hamba seorang perewa, yang hanya tahu berjudi dan
berkelahi, tetapi perasaan keluarga masih ada tersembunyi dalam
dada hamba. Apabila harimau yang dikatakan galak itu tiada
memakan anaknya, hamba yang masih suka dipandang sebagai
manusia, yang dikatakan lebih mulia daripada binatang, harus
merasa tiada patut memakan saudara hamba sendiri. Apabila
semut yang leta itu bersusah payah, sampai mengorbankan
nyawanya untuk mengumpulkan dan menyediakan makanan bagi
anaknya yang akan lahir, mengapakah manusia yang berakal budi
itu menyia"nyiakan anaknya"
Setelah anak ini menjadi orang jahat, menurut paham manusia
yang cerdik cendekia itu, karena tiada diasuh dan dididiknya baik-
baik, iapula yang menghukum hasil pekerjaannya sendiri ini, dengan
penghinaan dan penderaan badan dan nyawa. Adilkah perbuatan
manusia ini" Sedangkan tuan di sini, kata tuan, diwajibkan oleh
masyarakat manusia itu, menurut keadilan ...."
Di sini Mak Uning diam pula sebentar, sebagai menunggu
jawaban dari Mr. Yatim, tetapi Mr. Yatim tiada menjawab. Oleh
sebab itu diakhiri Mak Uning perkataannya, "Apa yang terasa di
'--"-__'=T"'?"?"- .
6P Anal" am (semasa; 165
i': V '-...______'._._"_"-?"-..
hati dan terkalang di mata hamba, telah hamba keluarkan, untuk...
bangsa dan kota Padang ini. Sekarang adililah hamba!" katanya, lalu
ia duduk kembali di atas kursinya dan berdiam diri di sana dengan
memeluk dadanya, sebagai jemu berkata"kata dengan orang tuli
yang tiada juga akan dapat mendengar perkataannya.
Pada waktu itu dalam gedung pengadilan sunyi senyap, se"
orang pun tiada berkala-kala atau bergerak-gerak. Sekaliannya
tercengang dan heran melihat kepada buaya muda ini, yang berkata"
kata dengan lancar dan fasih lidahnya, sebagai seorang pengacara
yang sedang menutur dalam majelis, mengeluarkan pikiran dan
pendapat yang tiada disangka ada dalam hati seorang perewa,
karena sekalian perkataannya itu benar, tak dapat disangkal lagi.
Lama pengadilan berdiam diri, sehingga dalam gedung itu
hanya kedengaran bunyi jam yang mengetik sepanjang masa
dengan tiada mengindahkan peristiwa yang terjadi sekelilingnya.
Sudah itu diperhentikanlah pemeriksaan oleh Mr. Yatim,
supaya dapat merundingkan kesalahan dan hukuman Mak Uning
yang akan dijatuhkan mereka, di ruang belakang.
Setelah dibuka kembali persidangan, diumumkanlah oleh Mr.
Yatim, bahwa Dewan Pengadilan telah memutuskan men-jatuhkan
hukuman penjara tiga tahun dalam pembuangan di Pulau Nusa
Kambangan, dekat Cilacap ke atas diri Mak Uning.
Mak Uning hanya menjawab dengan suara yang tenang dan
air muka yang datar: "Hamba terima hukuman itu. "
Sudah itu ditutuplah pengadilan kira"kira pukul 3 siang.
Penonton keluar gedung pengadilan dengan perasaan terharu,
Permainan Di Ujung Maut 3 Tesa Karya Marga T Rahasia Lukisan Telanjang 3