Pencarian

Antologi Rasa 2

Antologi Rasa Karya Ika Natassa Bagian 2


tang ketololan kami bersama Harris dan Denise waktu masih
terdampar di daerah antah berantah itu. Tentang fotografi.
Tentang pertandingan sepakbola divisinya. Tentang Piala Du?nia di Jerman. Tentang SMA-nya dan SMA-ku. Tentang bos?
ku yang nongol rutin di Tattler. Tentang bosnya yang sok
Isi-antologi.indd 72 7/29/2011 2:15:17 PM tahu. Tentang musisi favoritnya (yeah, if you can call that
musician). Tentang film Vanilla Sky yang sama-sama tidak
kami mengerti. Tentang siomay paling enak di Jakarta. Ten?
tang re-make The Omen yang sama sekali nggak ada seram-se?
ramnya dibandingkan yang asli yang membuatku tidak tidur
dua hari. Tentang An Incovenient Truth-nya Al Gore.
My photographic memory is scaring the hell out of me.
Bahwa aku bisa mengingat aku dan dia mengobrol tentang
apa pun kecuali penyebabku mabuk semabuk-mabuknya ma?
lam itu. Ketika akhirnya dia kembali menanyakan apakah aku baikbaik saja, bangkit, dan berjalan menuju pintu, dia mengucap?
kan kata-kata yang tidak akan pernah kulupakan sampai ka?
pan pun. Ruly berhenti di depan pintu, menatapku, menyentuh ke?palaku dengan lembut, dan tersenyum.
"Key?" "Ya?" "Kalau lain kali elo perlu banget motret, karena sebab apa
pun, pagi, subuh, sore, tengah malam, elo bilang gue, ya" Gue
siap menemani elo." Aku terdiam. Sama seperti terdiamnya aku detik ini, di tengah-tengah
ke?riuhan Zirca dini hari ini. Karena akhirnya aku tahu kena?
pa aku mencintai kamu jungkir balik, Ruly Walantaga. Pagi
hari di Jakarta dua tahun sepuluh bulan yang lalu itu, kamu
bisa saja meninggalkan aku di apartemen itu sendiri, sama
seperti kamu mengantar Harris pulang ke rumahnya. Kamu
dan self-righteous kealimanmu itu bisa saja menceramahi aku
sepagian itu tentang betapa hancurnya kelakuanku waktu itu,
Rul. Isi-antologi.indd 73 73 7/29/2011 2:15:17 PM But you didn"t. Kamu hanya ingat percakapan kecil kita di gedung parkir
kantor, dua bulan sebelumnya, saat kamu melihat aku se?dang
mengotak-atik kamera, dan aku berkata, "Gue perlu mot?ret
malam ini juga, Rul, kalau nggak, bisa gila gue."
Orang-orang zaman kolonial dulu punya kepercayaan bah?
wa minuman beralkohol adalah aqua vitae. Air kehidupan.
Tapi dengan gelas keempat"Cosmopolitan"yang baru kupe?
san di tanganku detik ini, Ruly, aku berharap bisa membunuh?
mu dari kepalaku. Three years is enough. It"s enough. 74 Harris Lewis Hamilton yang menang" Shit. Walaupun sebenarnya sejak
Hamilton berhasil meraih pole position saat qualifying Sabtu
kemarin, gue udah bisa menebak bahwa si Hamilton itu bakal
menang. Screw Kimi, lima besar aja kagak. Heran gue, secara di
Monaco yang juga street circuit aja paling nggak dia bisa di
urutan ketiga. Jadi malu gue berkeliaran di Circuit Park tadi
dengan kaus merah Ferrari ini. Pegangan si Ruly, Jenson
Button"19 Finished fourth. Yang berarti gue harus me?nraktir si
Ruly seminggu penuh pulang dari sini. Bagoooosss.
Keara could care less about the race, kecuali motret. Sepan?
jang balapan dia sibuk dengan kameranya, dan hanya sesekali
me?noleh dan tersenyum setiap kali gue bersorak. Buat gue
cu?kup. Gue belum siap dibuat terkaget-kaget lagi dengan
19 Jenson Button: pembalap tim Brawn-Mercedes
Isi-antologi.indd 74 7/29/2011 2:15:17 PM unpredictability-nya dia itu. Tapi namanya juga Keara, setengah
jam menjelang race berakhir tadi dia sudah heboh narik-narik
gue. "Ris, gue mau liat Backstreet Boys. Ke Padang sekarang
yuk! Biar dapat di depan." Yak betul sekali, saudara-saudara,
cinta gue yang katanya cinta mati sama John Mayer itu ternya?
ta nafsu juga mau lihat boyband. "Idola gue zaman SMA, Ris,
jangan berisik deh lo ngeledek gue." Pasrahlah gue diseret
Keara kembali ke Padang Stage"lapangan dan panggung
tem?pat dipusatkannya semua post-race concerts"demi konser
boyband itu (merusak reputasi gue banget ikutan nonton begi?
nian). Dan coba tebak, saudara-saudara, ternyata begitu sam?pai di Padang Stage, gue dan Keara harus bergabung dengan
seribu orang atau lebih yang memenuhi lapangan, menunggu
dimulainya konser sambil menonton balapan di dua giant
screen yang dipasang di kiri dan kanan panggung. Sinting! Ini
orang-orang sebenarnya mau nonton balapan atau mau non?
ton konser" Oh, elo nanya gue" Kalau gue ya jelas nonton
balapan! Tapi kalau cinta gue mintanya begini... hahaha I bet
I"m making you sick already with the whole "cinta gue" thing.
Seriously, gue kirain si Keara bercanda waktu dia bilang
ngefans berat sama Backstreet Boys. Ternyata beneran, man!
Begitu empat laki-laki yang nggak ada keren-kerennya itu"gila,
elo mau bandingin gue dengan Nick whoever itu juga gantengan
gue ke mana-mana"muncul di panggung dengan boxing robe
bergaya seperti petinju masuk ring, Keara sih masih tenang.
Begitu mulai nyanyi, anjiis. Nggak dia banget! Hafal liriknya
sehafal-hafalnya kita dulu sama Pembukaan UUD 45 zaman
SD. Yeah, her and the other hundred of girls here. Waktu gue
ketawa melihat noraknya dia, malah dicubit gue. "Elo yaa,
daripada ngetawain gue, mending produktif sana, beliin gue
Isi-antologi.indd 75 75 7/29/2011 2:15:17 PM 76 minuman, haus nih dari tadi nyanyi mulu!" Siap! Lima belas
menit kemudian"antrean di beer booth-nya panjang, man"gue
udah duduk di rumput dengan dua gelas bir, menonton Keara
di depan gue, berdiri dan loncat-loncat dan joget-joget sendiri
mengikuti lagu everybody-nya si Backstreet Boys. Gue nggak
bisa nahan senyum saat membayangkan suatu hari nanti, gue
pulang kantor dan Keara"bini gue"sedang joget-joget seru
sendiri di kamar di?iringi lagu Backstreet Boys dan gue spontan
memeluk?nya. Namanya juga mimpi, suka-suka gue adegannya
apa, apalagi adegan setelah itu hahaha.
Itu mimpi masih jauh, gue tahu. Untuk sekarang, Keara
de?ngan unpredictability-nya itu nggak tiba-tiba minta pulang
duluan sendirian aja gue udah senang. Gue tahu dia setuju
ikut?an ke sini itu juga terpaksa, setelah gue dan Ruly setengah
mati merayu-rayu untuk seru-seruan bareng-bareng aja de?
ngan memakai dua senjata utama: fotografi dan shopping.
"Kan ntar elo bisa puas motret, Key. Kapan lagi coba elo bisa
motret balapan F1 live. Kan elo bisa shopping juga, kami janji
deh bakal setia menemani elo belanja seharian sebelum race
mulai, ngangkatin belanjaan elo juga kami mau." Salah banget
janji gue memang, jadi kacung sendirian begini. Begitu Ruly
tiba-tiba batal berangkat karena ada big project di kantor yang
harus dia kerjain bareng Denise"susah memang kalau caloncalon bos besar ini"gue udah takut aja Keara ikut batal.
Mati gaya banget gue tiga hari di sini sendirian, mau ngapain,
mau pick up umbrella girls" Siapa gue dibanding Adrian
Sutil20" Gantengan gue ke mana-mana, tapi tajiran dia ke
mana-mana juga. "Puas" Nggak mau ngegeret gue ke backstage sekalian untuk
20 Adrian Sutil: pembalap tim Force India
Isi-antologi.indd 76 7/29/2011 2:15:17 PM foto bareng Nick Carter lo itu?" Gue tadi langsung meledek
Keara begitu konser berakhir.
"Emang bisa"!" dia menatap gue antusias.
Buset. "Norak lo emang nggak ketulungan malam ini ya,
gue tweeting juga nih kalau elo abis jingkrak-jingkrak histeris
di konser Backstreet Boys."
"Sialan lo, ya!" dia tertawa. "Ya udah, acara selanjutnya ter?serah elo deh, malam terakhir di sini gue pasrah aja elo mau
ngapain, gue ngikut aja."
"Anything?" gue tersenyum iseng menggodanya lagi.
"Udah deh, jangan mulai lagi elo ya, ayo cepetan putusin
mau ke mana." Pilihan gue" Amber Lounge, of course. What is Amber
Lounge, you might ask" In short, tempat para pembalap, aktor
dan aktris, musisi, selebriti, dan who"s who yang hanya ingin
party sampai mampus setelah balapan selesai. Bukan tempat
permanen sebenarnya, tapi club yang sengaja didirikan setiap
ada event F1 di Barcelona, Monaco, Singapura, dan Abu
Dhabi. Waktu gue bilang who"s who, berarti termasuk yang
who can pay. Berapa" Lima belas ribu euro untuk satu table
maksimal lima belas orang dengan free flow sampanye
Jeroboam. Tapi secara individual pass termurah "hanya" lima ratus euro
saja per orang thankyouverymuch, mending gue mabok a la
carte aja bersama rakyat jelata lainnya di Zirca.
Dan Keara... funny how I can"t get over how beautiful she is
tonight bahkan setelah segelas Death in the Afternoon di ta?ngan gue ini.
Waktu gue mengusulkan supaya clubbing aja untuk mengha?
pus bayangan kenorakan dia di konser Backstreet Boys itu,
dia tertawa. Isi-antologi.indd 77 77 7/29/2011 2:15:17 PM 78 "Sialan lo ya, maksud lo gue norak ya?"
"Pamer-pamernya suka Bocelli, Mayer, Sting, eh begitu
boyband kampung itu muncul elo langsung klepek-klepek ha?
fal liriknya semua. Who are you?"
"Eh, selera musik gue itu versatile ya, nggak kayak elo yang
kuat dengar Coltrane tapi langsung dengan arogannya meng?
hina orang yang mendengarkan selain jazz," katanya membela
diri. "Yeah, versatile my ass. Kalau gitu juga jangan-jangan elo
hafal satu albumnya Ridho Rhoma."
Dia tertawa terbahak-bahak. "Itu bukan versatile namanya,
Nyet. Berisik lo ah, let"s go! Gue mau ganti baju dulu, ogah
banget clubbing pake beginian."
So here she is now, dua jam kemudian, di depan mata gue,
pe?rempuan paling cantik yang pernah gue lihat dengan gaun
hitam seharga jam tangan yang dibelinya tadi pagi. Tertawa
le?pas dan bergoyang santai mengikuti musik yang berdentumdentum, rocking this club. Walau di kepala gue, di telinga gue,
hanya ada suara Seal menyanyikan This Could Be Heaven.
Who says I only listen to Coltrane"
Gue butuh martini. Shaken, not stirred.
Keara Oh, shiiit, Cosmopolitan-nya nendang gila.
"Slow down, Key," teriak Harris mencoba mengalahkan ke?
bi?singan Zirca malam ini, melihat aku menenggak tetes ter?
akhir. Aku cuma tersenyum dan menariknya dari bar. "Martini,
ya" Quit the James Bond act and dance with me. Kalau mau
Isi-antologi.indd 78 7/29/2011 2:15:17 PM du?duk doang, sana di apartemen sambil dengerin dangdut.
Turun ah, Ris!" Harris Mungkin gue yang udah nggak sober. Mungkin gue yang udah
pekak karena entakan drum, synthesizer, gelegar musik yang
menggema di telinga gue. Mungkin Keara memang sudah ber?
hasil membuat gue kehilangan kewarasan. Saat ini, ketika dia
merapatkan tubuhnya, memeluk gue, dan menyandarkan ke?
pa?lanya di bahu gue, gue cuma berharap gue beneran Seal
supaya bisa menyanyikan lagu-lagu cinta di telinga Heidi
Klum gue ini. Woi, orang-orang genius, teman-teman SMA tempat gue
nyontek dulu, yang bisa mengerjakan soal stereometri gila itu
dalam waktu lima belas menit, ada yang udah jadi rocket
scientist atau ilmuwan yang menemukan mesin waktu, nggak"
Coba bawa itu mesinnya ke sini. Mau ngapain" Orang bodoh
juga tahu gue mau membekukan waktu ini. Malam terakhir
di Singapura yang gue harap tidak akan pernah berakhir.
79 Keara Kenapa selalu ada banyak orang yang mau audisi American
Idol" Tolol kali, ya. Antre bersama ribuan orang lain, satu
menit nyanyi di depan judges yang sama sekali nggak punya
courtesy untuk nggak menertawakan kalau suara elo pas-pasan.
Mengambil risiko diinjak-injak harga dirinya di depan pemirsa
seluruh dunia hanya untuk apa" The golden ticket" Selembar
Isi-antologi.indd 79 7/29/2011 2:15:17 PM kertas berwarna kuning pertanda lolos ke tahap seleksi selan?
jutnya di Hollywood"
I AM drunk. Memikirkan American Idol di tengah-tengah
Zirca begini. And now guess what the demons inside my head
just said to me. Bahwa aku adalah peserta audisi. Dan Ruly
ada?lah kertas berwarna kuning itu. Bahwa aku adalah peserta
audisi dengan recording contracts yang sudah disodor-sodorkan
ke tanganku, tapi kutolak demi ikut audisi tolol ini. Recording
contracts"semua laki-laki dalam hidupku"yang kuabaikan.
For a piece of golden ticket that is Ruly.
What am I doing to my life"
Harris 80 Keara menangis" Dia masih memeluk gue, tapi gerakannya tidak lagi meng?
ikuti musik. Gue hanya merasakan tubuhnya berguncang, se?
perti terisak. Gue harus ngapain" Keara "Ris, bentar ya, gue harus ke toilet." Aku melepaskan pelukan
Harris dan berlalu, sebelum dia melihat kedua mataku yang
mulai memerah. Meninggalkan sahabatku itu yang sekarang
pasti bengong. Aku cuma butuh sendiri di toilet, lima menit
saja, menghentikan air mata tolol ini.
And then I"m gonna get myself so drunk and wasted that I


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

won"t even remember what I was doing.
Isi-antologi.indd 80 7/29/2011 2:15:18 PM Harris Itu dia. Keara balik dari toilet dan tersenyum ke gue. Wajah?
nya tetap segar. Was I imagining things" Apa gue semabuk itu
sampai merasa dia terisak di pelukan gue"
"Hey, are you okay?" gue menarik lengannya dan setengah
berteriak ke telinganya, mengalahkan kebisingan luar biasa
ini. "Nggak pa-pa, gue cegukan doang," teriaknya balik.
"Cegukan" Terus?"
"Kalau cegukan ya minum dong, Risjad. Let"s hit the bar!"
dia menarik tangan gue lagi.
Gila, bakal mabuk beneran kami berdua kalau begini naganaganya. Tapi siapa yang peduli, nggak ada yang nyetir juga.
"Elo mau apa, Key?"
"Your choice." 81 Keara I"m just gonna get myself so drunk and wasted so I won"t
remember anything. Jiddu Krishnamurti pernah bilang: "When
you love, there is neither the "you" nor the "me". In that state there
is only flame without smoke." Kalau aku masih bisa ingat Jiddu
Krishnamurti itu siapa, then I"m not that drunk.
Harris This fucking tequila is awesome! Anjis, udah hampir nggak kuat
gue. Keara, gila lo, beneran gila lo. Kepala gue mulai terasa
Isi-antologi.indd 81 7/29/2011 2:15:18 PM ringan, dan Keara seperti malaikat paling cantik yang turun
dari surga hanya buat gue. Kami tertawa, diam, tertawa, diam,
tertawa, dan detak jantung gue mulai mengikuti beat musik
ini. Keara I"ve always been wanted by dozens and dozens of men and you
didn"t want me, you son of a bitch.
Harris 82 Gelas ketujuh, Key. Gelas ketujuh dan elo di depan gue. Gue
terbang. Tiga hari di Singapura ini, hanya elo dan gue. Dan
para penggila F1 di sirkuit. Cewek-cewek mania boyband di
konser. Para penikmat hidup di Zirca malam ini. Asap yang
menggores-gores pupil mata gue. Tapi elo masih di depan gue.
Crystal clear. And I know every inch of your face like I know
the back of my own hand. Udara hanya sesuatu yang gue butuhkan untuk bernapas,
Keara. Tapi elo, the whole essence of your existence, adalah satusatunya yang gue butuhkan untuk hidup.
Keara "Cium gue, Ris."
*** Isi-antologi.indd 82 7/29/2011 2:15:18 PM Harris Anjis. Is this even real"
Tiga kata yang telah gue tunggu sejak dia tertawa lepas di
lift lima tahun yang lalu. Tawanya lepas, bibirnya terbuka.
Dan detik ini dia menatap gue. Kedua matanya yang coke?lat itu. Bibirnya. Dan tangan gue yang sekarang membelai
pipinya. Dan kata-kata yang meluncur dari bibir gue hanya, "Elo
yakin?" Keara "Just shut up and kiss me, Risjad."
83 Harris Udara hanya sesuatu yang gue butuhkan untuk bernapas,
Keara. Tapi gue baru tahu rasanya hidup detik ini, di tengahtengah asap dan kebisingan ini, ketika akhirnya gue mencium
bibir terindah milik perempuan yang gue cintai.
Jadi begini rasanya, Key.
Begini rasanya mencintai dan memiliki elo.
Dan udara adalah kelembutan embusan napas kita.
Isi-antologi.indd 83 7/29/2011 2:15:18 PM Frangar non flectar 21 Keara 84 "Udah pulang, Non?"
Aku kaget saat membuka pintu apartemenku dan pemban?
tu ibuku sudah ada di dalam. "Iya, Bibi ngapain?"
"Disuruh Ibu untuk bersih-bersih dulu sebelum Non Keara
pulang. Tadi Bibi diantar ke sini. Maaf mengganggu ya,
Non." "Oh, oke," aku menjawab singkat, malas menjelaskan kenapa
aku tiba empat jam lebih cepat dari Singapura. Kenapa aku
memutuskan untuk mengambil penerbangan lebih awal dan
meninggalkan Harris di sana. Aku cuma meninggalkan koper?ku di ruang tengah dan langsung masuk ke kamar, mengunci
pintu, dan berbaring di lantai.
Di lantai parquet kamar tidurku yang terlalu hangat ini.
Whose idea was it to put wooden floor in my room"
Karena yang kubutuhkan saat ini hanya lantai tegel yang
21 I am broken, I"m not deflected
Isi-antologi.indd 84 7/29/2011 2:15:18 PM dingin, beku, menusuk-nusuk rusuk dan mematirasakan sarafsaraf ini.
Aku cuma ingin memejamkan mata, meringkuk, menem?pelkan pipiku di lantai ini. Mendengarkan detak jantungku
sendiri. Menghidupkan TV keras-keras, CNN. Why" Karena
mungkin dinginnya lantai dan berita menyebarnya virus
H1N1 di Asia bisa membuatku melupakan tadi pagi. Tadi
malam. The whole three fucking days in Singapore that have ruined
my very emotional and physical existence.
Menghapus kejadian tadi pagi. Ketika aku menemukan diri?
ku terbangun dengan kepala seperti baru dilindas truk, terba?
ring di ranjang Harris. Memunguti pakaianku yang bergeletak?
an di lantai. Terduduk di ranjang, mencoba mengingat detik
demi detik kejadian tadi malam. Dan betapa ingin aku meng?hancurkan kepala ini ketika Harris masuk, tersenyum lebar,
dengan sekantong Toastbox di tangan. Memanggilku "sayang".
Dan semua yang terjadi di antara kami mulai merangkak satu
per satu ke dalam ingatanku.
Semua kata-kata kasar yang akhirnya kulontarkan ke muka?
nya. Asbak yang kulempar ke arahnya. Setiap tamparan yang
kulayangkan ke wajahnya saat dia mencoba memelukku. Kehe?
ningan yang ada di antara kami saat akhirnya aku menangis
dan dia cuma bisa menatapku.
You see, Ris, that"s what you should have done. Diam. Menu?
tup mulut lo. Bukannya menghampiri gue, memegang tangan
gue, dan mengucapkan kata-kata bangsat itu.
"Tapi gue sayang elo, Key."
Shit, Ris, you fucked me and now you"re fucking with my
mind too" Lantai ini terlalu hangat. Yang kubutuhkan adalah ubin
Isi-antologi.indd 85 85 7/29/2011 2:15:18 PM yang dingin menusuk seperti balok es untuk membuat sekujur
tubuh ini mati rasa. What are you doing to me, God"
I still have Ruly colonializing my mind, and now I have
Harris" handprints all over my body.
Harris 86 Jam sepuluh pagi dan orang-orang masih antre sarapan di
Toastbox! Dan yang ada di benak gue hanya Keara, cinta gue
Keara, yang tadi waktu gue terbangun masih tertidur nyenyak
di pelukan gue. Damn, Key, setelah elo mengguncang dunia gue
tadi malam, gue masih nggak percaya. Gue masih kesulit?an
mencerna bahwa akhirnya elo milik gue, Key, di pelukan gue.
Celine Dion berduet dengan Seal diiringi tiupan saxophone John
Coltrane menggema di kepala gue saat tadi pagi gue terbangun
dan elo ada di pelukan gue, Key. Gila, elo ada bersama gue! Gue
hanya berharap tadi malam kita lebih sober supaya gue dan elo
bisa mengingat detik demi detik gue mem?buktikan cinta gue ke
elo. Banci banget kata-kata tadi, gue tahu. The old me would
probably say something like: "minute by minute of me finally banging
you all night and banging you again this morning." The new me,
Keara, adalah yang sekarang, yang bangun dan mencium dahi
elo tadi, dan meninggalkan elo tidur untuk membelikan sarapan
favorit elo ini. Peanut butter thick toast.
"Hei, Sayang, udah bangun?" senyum gue langsung mengem?
bang waktu gue kembali ke kamar apartemen dan Keara su?dah duduk di tempat tidur, kembali mengenakan gaun hitam
mautnya yang membuat gue kehilangan kendali itu. "Gue ba?wain sarapan buat lo, Key, favorit lo?"
Isi-antologi.indd 86 7/29/2011 2:15:18 PM "Kita tadi malam ngapain, Ris?"
Suaranya dingin, dan gue baru sadar ia sama sekali tidak
tersenyum. Tatapannya justru menghunus.
"Key, elo kenapa?"
"Kita tadi malam ngapain, Ris?" dia kembali mengulangi
pertanyaannya. Kali ini berdiri dan berjalan mendekati gue.
Mampus. Ini kenapa" "Key?" Shit, suara gue terputus saat tamparan Keara mendarat di
pipi gue. Setelah tadi malam, setelah semuanya yang terjadi
di antara gue dan dia. "Key, ini?" "Gila lo, ya! Gila lo! Jelasin ke gue, Ris, kenapa tadi pagi
gue ada di ranjang lo!"
Dia nggak ingat" "Key, tadi malam itu kita"," gue bingung mau menjelaskan
bagaimana. Semabuk apa elo, Key, sampai elo nggak bisa
mengingat saat elo menatap mata gue, meminta gue mencium
elo, dan semua yang kita lakukan setelah itu.
Keara, cinta gue Keara, menampar gue sekali lagi. Sekali
lagi. Memukuli dada gue. Yang membuat gue sakit bukan pu?
kulan-pukulan yang lo hantamkan ke gue, Keara. Tapi kedua
mata elo. Kedua mata elo yang cokelat itu, yang saat ini mena?
tap gue penuh kebencian. Bukan sorot mata enam jam yang
lalu itu, yang masih gue ingat jelas semabuk apa pun gue,
Key. Elo menatap gue sebagai laki-laki yang mungkin elo cin?
tai. Gue mencoba memeluknya, menenangkan dia, tapi yang
gue dapat cuma tamparan, pukulan, sampai akhirnya dia ber?henti dan mulai menangis. Terduduk di tempat tidur di depan
gue. Isi-antologi.indd 87 87 7/29/2011 2:15:18 PM 88 Andai gue bisa mengulurkan tangan dan menghapus air
mata elo, Keara. Andai gue bisa mencari salah satu teman
genius gue yang mungkin telah berhasil menciptakan mesin
waktu dan membawa gue dan elo kembali ke tadi malam, saat
elo menatap gue dan meminta ciuman itu. Dan setelah men?
cium elo selama sepuluh detik itu, gue berjanji akan menarik
bibir gue, menatap elo dan menahan seluruh hasrat gue ke
elo, gue mau, Key. Apa pun agar elo tidak menangis. Tapi kita
tidak punya pilihan itu sekarang, kan"
"Did you even use a condom?"
Gue terdiam. Gue, Harris Risjad, cuma bisa membisu saat
dia menatap tajam, menuntut jawaban. Gue hanya bisa meng?
hela napas, menunduk sesaat mengumpulkan keberanian un?
tuk melafalkan kata-kata yang nggak akan dia sukai.
"Gue" gue nggak ingat, Key."
Kini dia yang terdiam. Tangisnya berhenti.
Men are not built for this, you know. Coba bilang sama gue,
laki-laki mana yang tahu harus berbuat apa pada situasi seper?
ti ini. Perempuan pertama yang gue cintai, yang akhirnya tadi
malam bisa gue miliki, pagi ini menatap gue dengan jijik dan
marah, seakan ingin membunuh gue.
Sepuluh detik pagi ini, sama lamanya dengan gue mencium
elo tadi malam, Keara, elo hanya menatap gue. Dan gue" Gue
hanya bisa mencoba membalas tatapan lo dengan rasa bersa?
lah. Apa yang ada di dalam pikiran elo sekarang, Key" Bahwa
gue PK" Sahabat lo yang PK yang elo hafal semua nama
perempuan-perempuan yang pernah jadi korban gue" Bagi elo,
gue mungkin sama dengan Enzo yang pernah menyakiti lo
itu, Key. Yang belum lo tahu adalah ini gue, sahabat lo yang
telah jatuh cinta pada lo sejak elo muncul di lift itu, sejak elo
tertawa pada dirty jokes gue, sejak elo memercayai gue sebagai
Isi-antologi.indd 88 7/29/2011 2:15:18 PM pelindung elo, sejak malam-malam bodoh kita insomnia ber?
sama dengan segelas dua gelas wine itu.
Jadi tolong gue, Key, karena lidah gue sudah nggak sanggup
mengucapkan itu semua karena perasaan bersalah yang me?menjarakan gue detik ini, baca pikiran gue, Key. Lihat mata
gue. Ini bukan mata laki-laki yang ingin menyakiti elo.
"Elo sahabat gue, Ris," dia akhirnya berkata lirih. "Elo saha?bat gue dan elo tega meniduri gue saat gue mabuk?"
Gue berdarah. Rasanya seperti Keara baru saja menghunus
pisaunya tepat di ulu hati gue dan memutarnya sampai gue
sekarat. "Tapi gue sayang elo, Key."
There, I said it. Lihat mata gue untuk memastikan bahwa
yang barusan gue cetuskan dari mulut gue ini adalah kejujur?
an se?jujur-jujurnya, Keara.
Tapi apa yang lo lakukan" Elo menampar gue lagi. Tampar?
an kesepuluh yang elo daratkan di pipi ini pagi ini.
"Keluar deh elo, ya. Gue nggak bisa lihat muka lo sekarang."
"Tapi, Key?" "Keluar, Ris. Sekarang. Kalau elo memang sayang gue seper?
ti yang tadi lo ucapkan itu, elo keluar sekarang," cetusnya
sinis. Jadi gue keluar. Gue meninggalkan elo dan gue berjalan
kaki sepanjang Orchard Road, membeli rokok di salah satu 7
Eleven yang gue temui, duduk di pinggir jalan dan mulai me?
ro?kok lagi. Rokok pertama gue sejak berhenti setahun yang
lalu. Menghabiskan satu bungkus penuh Marlboro bergambar
kanker mulut ini sebelum gue kembali ke apartemen yang
kita sewa itu. Elo nggak ada, Key. Tempat tidur elo bersih, lemari elo
bersih. Setiap jejak lo di situ sudah dihapus. Koper elo, pretel?


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Isi-antologi.indd 89 89 7/29/2011 2:15:18 PM 90 an-pretelan barang perempuan elo yang memenuhi wastafel
kamar mandi. Setengah mati gue berusaha menghubungi lo
di nomor Singapura elo, BlackBerry, semuanya. Tapi tahu sen?
diri kan susahnya mencari orang yang memang tidak ingin
dicari" Jadi gue berbaring, mengumpulkan napas, merasakan satusatu?nya jejak elo di sini yang belum terhapus, harumnya par?
fum lo yang menempel di bantal. Gue tahu adegan ini sudah
seperti video klip lagu-lagu murahan, gue nggak peduli. Seka?
lian bawa saja itu band-band kampung untuk mengiringi
keno?rakan gue ini. Enam jam terakhir gue di Singapura. Gue tahu di awal
perjalanan ini gue pernah memanjatkan permohonan agar dia
bisa menatap gue satu detik saja, sebagai laki-laki yang mung?
kin dia cintai. Well, Harris Risjad, congratulations, your wish has been
granted. Isi-antologi.indd 90 7/29/2011 2:15:18 PM Fac ut gaudeam 22 Keara "Tante Keeeey!"
91 "Hai," aku menyambut Caleb yang berlari ke pelukanku
begitu aku turun dari mobil di driveway rumah Dinda.
"Excited banget anak gue nyambut elo, ya," Dinda muncul
di pintu. "I have been known to have that effect on men, bahkan yang
seumur ini." Dinda tertawa. "Orang gila. Cepetan bantu gue unpacking
nih." Setelah bertahun-tahun ditempatkan di London dan
Sydney"kalau menghitung sejak Caleb lahir berarti sudah
tujuh tahun"Dinda akhirnya dikembalikan ke kantor pusat
banknya di Jakarta. "Diekstradisi lo ya, karena kebanyakan klepto di sana?" ka?
22 Make my day Isi-antologi.indd 91 7/29/2011 2:15:18 PM 92 taku waktu itu, yang langsung dia tanggapi dengan misuh-mi?
suh. "Tahu nih, padahal malas banget gue balik ke Jakarta. Udah
macet, makanannya nggak enak, bau knalpot di mana-mana,
becek, ngomong bahasa Indonesia aja gue udah susah."
"Taeeee," aku tertawa. "Ingat ya, elo itu dulu juga lahirnya
di Sukabumi, banyak gaya banget sih nih orang."
Pagi ini, hari Sabtu begini, aku terpaksa bangun jam tu?juh"hina banget Sabtu pagi bangun jam segini sebenarnya"
demi menepati janji membantu Dinda unpacking. Begitu
men??darat di Jakarta kemarin siang, dia langsung dengan ke?
jam?nya menelepon dan memberi ultimatum: bantuin
unpacking atau dicoret dari handphone, BlackBerry, Twitter,
Facebook, dan kawan-kawannya.
"Lihat nih Tante Key bawa apa," aku mengeluarkan satu
boks mobil-mobilan Tomica dari handbag dan menyodor?
kannya ke Caleb. "Cool, thanks ya, Tante!"
"Yang begini nih, yang bikin anak gue makin ngefans ama
elo dibanding emaknya sendiri," bisik Dinda ke gue.
Aku tertawa. "Kenapa, emaknya pelit ya" Hahaha."
"Sialan!" Dinda langsung menggiringku ke ruang tengah. Sofa, coffee
table, TV, segala macam sudah lengkap walau masih banyak
cardboard boxes bertebaran di mana-mana.
"Eh, Nyet, buset segini nih yang mau kita unpack" Laki lo
kan tajir, kenapa nggak bayar orang aja sih buat ngerjain begi?
nian?" protesku. "Idih, rugi banget, mending duitnya buat beliin gue handbag
baru daripada bayar orang," Dinda menyodorkan cutter kepada?
ku. Isi-antologi.indd 92 7/29/2011 2:15:18 PM Aku tertawa. Kami duduk di lantai, membuka satu per satu kardus-kar?dus pindahan itu.
"Elo ngangkut semua nih dari Sydney" Gila lo," kataku me?
natap isinya, mulai dari berpuluh-puluh buku"punya lakinya
pastinya"sampai hiasan-hiasan rumah dan koleksi sepatu
ser?ta tas. "Laki gue nggak mau ninggalin apa-apa, cuma perabotan
doang yang kami tinggalin."
"Eh si Panca mana" Kok nggak kelihatan dari tadi?" kataku
me?nyebut nama suami Dinda.
"Lagi ke Ace, ada tool yang mau dibeli apalah gitu, males
nanyanya gue, biar aja ntar dia heboh sendiri masang-masang
rak." "Lo itu laki-bini sama aja ya, semuanya sok dikerjain sendi?
ri." "Nggak puas, Key, kalau dikerjain orang. Gue ama Panca
itu sama kalau urusan rumah begini. Lagian ada si Panji ban?
tuin dia. Elo kenal Panji kan, ya" Adik laki gue?" Dinda mulai
menyusun puluhan handbag-nya di dalam lemari.
"Adik laki lo yang mana, ya" Lupa gue," aku mulai memban?
tunya. "Eh, ini organize tasnya berdasarkan apa nih" Warna"
Harga" Mana yang nyolong, mana yang hasil ngemis laki lo,
dan mana yang beli sendiri?"
"Eh, sialan, setan lo, ya. Warna aja biar gampang. Alfabetis"
Elo pikir ini perpustakaan."
"Idih, nggak lo banget nyebut-nyebut perpustakaan. Nos?talgia ya, Nyet?"
Dinda spontan tertawa. Sahabatku sejak SMA yang terkenal player-nya itu, yang
selalu merasa nista banget kalau harus menginjakkan kaki ke
Isi-antologi.indd 93 93 7/29/2011 2:15:18 PM 94 perpustakaan, justru pertama kali bertemu Panca di perpusta?
ka?an universitas kami dulu. Aku lupa waktu itu si monyet ini
harus ke perpustakaan karena apa, disuruh sama profesornya
nyari buku apa gitu, tapi being the library virgin that she was
dan satu dari sedikit orang bertampang Indonesia yang berke?
liaran di NYU23, kelihatan banget dong celingak-celinguk
nggak jelas di situ, sampai Panca muncul dan membantu dia.
Long story short, Panca akhirnya bisa membuat Dinda melepas
status "pelaku pasar"-nya itu. Hit jackpot banget deh si Dinda
itu waktu dinikahi Panca. Udah baik, nggak macam-macam,
tajir mampus"salah satu keturunan keluarga yang ketahuan
jumlah warisan turun-temurunnya dari nama belakangnya"
dan pekerjaannya arsitek pula jadi gampang ngikut Dinda
yang sejak masuk bank sebelah itu selalu dipindah ke manamana.
"Kenapa sih lo nggak berhenti kerja aja" Ngapain juga,
Nyet, jadi corporate slave gini sementara laki lo sanggup ngasih
lo uang belanja berkali-kali lipat gaji lo" Mending elo buka
restoran kek, apalah, arisan socialite," aku pernah bertanya pa?danya.
"Ih ogah banget, mending gue ngantor daripada haha hihi
nggak jelas dari butik ke butik, party ke party, berebut masuk
Tattler dan Prestige. Jadi banker itu penting, lagi, buat status.
Biar gue nggak dibilangin bisanya cuma nebeng hidup sama
laki gue," tawanya. "Gajinya gue nggak peduli. Kalau buat
shopping-shopping ya harus tetap dari laki gue lah. Hidup
cuma sekali, sial banget kalau harus dapat laki kere."
Tengil banget kan, ya, kata-katanya.
Baru dua jam beres-beres, Dinda sudah menggiringku nong?
23 NYU: New York University Isi-antologi.indd 94 7/29/2011 2:15:18 PM krong di patio belakang rumahnya yang segar dan sejuk di?
naungi pohon-pohon rindang. Hujan telah deras mengguyur
Jakarta saat dia mengeluarkan Riesling dari kulkas.
"Wine?" dia menawarkan menuangkan ke gelasku.
"Siang-siang bolong?"
"Dingin, Nyet. Udah hujan petir menyambar-nyambar be?gini," dia duduk di sebelahku.
"Nggak usah deh, gue nyetir, Din. Pusing ntar," aku meno?
lak. "Ada teh atau jus aja nggak lo?"
Merepetlah si Dinda atas pilihanku yang katanya cemen.
Ya terserahlah, aku cuma... Okay, this is going to sound weird.
Or desperate. Tapi aku belum pernah menyentuh alkohol lagi
sejak kembali dari perjalanan keparat di Singapura tiga bulan
yang lalu. Dan sudah lama banget sejak aku dan Dinda ngob?
rol-ngobrol panjang seperti ini. Terakhir kali" Juga tiga bulan
yang lalu, di malam setelah aku mendarat dan merasa ingin
mati saja. "Key, Harris gimana?" Dinda menoleh ke arahku sambil
menyesap wine-nya. "Kita nggak akan bahas tentang ini lagi kan, Din?" aku me?no?leh balik ke arahnya, malas.
"Gue cuma nanya, Key."
Nggak ada yang harus dibahas lagi juga. Dinda sudah de?
ngar semuanya sebenarnya. Mau diceritain lagi di sini, dengan
soundtrack suara hujan ini" Atau perlu kita putar sekalian
Only Happy When It Rains-nya Garbage biar lebih dramatis"
Mau diulangi lagi setiap kata-kata yang keluar dari mulutku
saat aku menelepon Dinda terisak-isak, nggak peduli saat itu
sudah jam satu dini hari waktu Australia" Mau bahas lagi
tentang bagaimana Harris"the womanizing asshole Harris"
berani-beraninya mendatangi apartemenku berkali-kali setelah
Isi-antologi.indd 95 95 7/29/2011 2:15:18 PM 96 aku mengabaikan semua cara lain yang dia tempuh untuk
menghubungiku. Gila ya itu orang. Kalau aku menolak tele?ponnya, tidak membalas pesan-pesannya, ya ngerti dong arti?
nya apa. Masih berani bawa itu muka untuk berhadapan de?
nganku" Tapi tentu saja bekerja di gedung yang sama membuat
agak-agak tidak mungkin untuk sama sekali tidak bertemu
dengan bajingan itu. There"s always some unfortunate incidents
when I ran into him in the elevator. Atau di rapat-rapat antar?
di?visi. Kafetaria kantor. Pacific Place. Food court-nya Electronic
City. Kenapa juga orang-orang satu gedung kantor ini beredar?
nya harus di tempat yang sama"
Dan akhirnya, tepat dua minggu setelah kepulangan kami
dari Singapura itu, kami bertemu di gedung parkir kantor.
Pukul sebelas malam, gedung itu hampir kosong dan hanya
ada aku, dia, dan satpam. Kalau aku jahat ya, udah gampang
banget buatku untuk teriak saat dia menghampiri mobilku
dan memaksa berbicara. Tapi aku tahu kami butuh closure,
supaya dia berhenti dengan semua usahanya itu. Jadi setelah
aku membiarkan dia bicara, menggunakan berbagai kata-kata
gombal yang pasti biasa dia jual kepada perempuan-perem?
puannya yang lain itu "tapi elo dan gue sama-sama mabuk,
Key" atau "tapi gue sayang elo, Key" atau "gue nggak mungkin
menya?kiti elo" atau "kalau elo hamil, gue juga siap jadi bapak?
nya" dan serentetan kalimat-kalimat surga yang membuatku
ingin muntah, dan dia menatapku dengan pandangan "please
say something," aku akhirnya membuka mulut.
"Ris, cukup ya. Elo udah mengucapkan semua yang perlu
elo katakan ke gue. Gue cuma mau jawab gue nggak bisa.
Gue nggak bisa ketemu elo lagi, gue nggak bisa mengenal elo
lagi, gue nggak bisa balik ke persahabatan kita sebelum ma?
Isi-antologi.indd 96 7/29/2011 2:15:18 PM lam ketika elo, sahabat gue, Ris, sahabat gue sendiri" kayak?
nya nggak usah gue ulangi deh ya. Anggap aja semuanya udah
selesai. Kalau masalah ntar gue hamil atau nggak, itu kita ba?
has belakangan aja."
Dan aku menutup kaca mobil, menginjak gas meninggalkan
Harris yang bengong di sebelah mobilku. Sejak itu dia pernah
sekali-dua kali mencoba menghubungiku, yang selalu ku?
abaikan, but I think he finally got the message and stopped
calling. Baguslah, itu cuma satu bab dalam hidupku yang ingin
kurobek-robek dan bakar sampai tidak bersisa.
"Perut lo sekarang agak-agak njendul gitu tuh kayaknya,
Nyet," Dinda meledek saat aku menyandarkan kepala di sofa
patio itu. Dua bulan yang lalu, pernyataan seperti itu pasti akan
membuatku panik luar biasa. Jangan sampai, ya aku harus
mengandung anak si Harris. Tapi setelah selusin test pack dan
tanda-tanda biologis lain yang tidak perlu kuceritakan di sini,
aku bisa memastikan aku memang tidak perlu ada hubungan
apa-apa lagi dengan si keparat itu.
"Iya, overdosis chocolate fondant nih," jawabku.
"Naaah, untung elo ingetin! Dari tadi malam gue heboh
sendiri ngingat-ngingat, gue mau minta temenin lo makan di
mana!" "Yee, semangat banget lo, ya," aku melirik Dinda yang mena?
tapku dengan mata berbinar-binar. "Gue lagi program diet
nih, jins gue udah mulai nggak muat."
"Masalah lo, yang nyuruh lo ikut makan chocolate fondant
ama gue siapa" Elo ya terserah kalau cuma mau pesan salad
kayak kambing." Dinda tertawa terbahak-bahak.
"Ya ya, ketawa aja terus, gue pulang nih biar elo unpacking
sampai mampus sendirian."
Isi-antologi.indd 97 97 7/29/2011 2:15:19 PM 98 "Hahaha, elo itu jadi cranky begini ya sejak nggak minum
lagi, Nyet?" Aku tertawa. Gotta love this foul-mouthed best friend of mine.
Unt?unglah Dinda akhirnya dipindahkan ke Jakarta lagi, aku
me?mang udah benar-benar hampir mati gaya sejak persahabat?
anku dan Harris sudah ke neraka. No more Thursday Night
Wine-Wine Solution. Ruly masih sibuk dengan entah apalah
yang dia kerjakan di kantor setiap hari sampai jam sepuluh
malam itu. Seluruh waktu luang Denise didedikasikan untuk


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

me?nyelamatkan pernikahannya. Oh, I didn"t tell you Denise is
married, did I" Denise sudah menikah sejak awal-awal kami
kembali ke Jakarta setelah dua tahun di daerah antah beran?
tah itu. Jadi kenapa Ruly masih tergila-gila pada perempuan
satu itu" Beats me. Mungkin karena mereka sudah berteman
sejak kuliah" Mungkin karena Ruly sebenarnya telah mencin?tai Denise sejak zaman masih di Boston dulu" Mungkin bagi
Ruly, Denise yang sangat feminin, santun, dan kemanja-manja?
an itu adalah satu-satunya sosok perempuan sempurna" Atau
Ruly memang sudah menempatkan dirinya sebagai malaikat
pelindung Denise sejak dulu, sehingga ketika Denise datang
me?nangis padanya karena suaminya"yang tinggal di kota
berbeda karena pekerjaan mereka"selingkuh, Ruly menyam?
but dengan tangan terbuka"
I"m just tired with the whole Ruly-Denise drama. And sick of
Harris" sick joke that he"s playing with my life. Jadi tiga bulan
terakhir ini aku memilih menyibukkan diriku sendiri dengan
apa saja kecuali memikirkan mereka. Menenggelamkan diri di
kantor, to my boss" surprise. Belum pernah kali ya seumur hi?
dupnya dia melihatku jam sembilan masih berkutat di meja
mengerjakan presentasi. Betah menemaninya ngobrol sejam
membahas strategi divisi kami. Actually contributing my
Isi-antologi.indd 98 7/29/2011 2:15:19 PM valuable"valuable nggak ya"opinions in every meeting, diban?
dingkan kebiasaanku dulu yang cuma BBM-an dengan Harris
doang. Believe me, I don"t like being an office nerd like this. Aku ti?dak suka menenggelamkan diri di kantor sampai larut malam
supaya satu-satunya yang bisa aku lakukan begitu meninggal?
kan kantor adalah pulang dan tidur. Tapi aku juga tidak suka
meninggalkan kantor begitu jam 3-in-1 lewat, duduk di mobil
di parkiran sendirian dan jariku otomatis ingin men-dial no?mor Harris seperti biasanya dulu selalu kulakukan setiap
ma?lam, saying something like, "Risjad, lo nggak lagi sama ang?gota harem lo, kan" Temenin gue makan yuk, gue udah ngacir
dari kantor nih. Cepetan, ya." But I can"t fucking do that,
Risjad, since you fucking ruined our friendship. Or should I just
start calling you asshole from now on"
"Si ganteng itu apa kabarnya?" Dinda tiba-tiba menyele?
tuk. "Siapa?" "Ruly, Nyet. Pake ngomong siapa, lagi, lo."
Aku tertawa. "Oh, dia."
"Iya. Gimana?" Dinda menoleh ke arahku.
"Nggak pentinglah bahas itu, Din."
"Lho, kok?" "Gue lagi nggak terlalu mikirin dia akhir-akhir ini."
"So the whole fixation is over?" Dinda menatapku tidak per?
ca?ya. "Iya kali, ya?" aku mengangkat bahu.
"Idih, nih anak beneran nggak jelas banget sekarang.
Cranky. Bingung sama diri sendiri. Maybe alcohol is really good
for you." Aku spontan tertawa lagi. "Otak lo itu, ya."
Isi-antologi.indd 99 99 7/29/2011 2:15:19 PM 100 "Eh, gue nggak ngerti beneran deh sama elo. Up until
Singapore ya, all I hear is Ruly this and Ruly that, sampai bo?san sendiri gue. Kayak nggak ada laki-laki lain aja yang ngan?
tre di depan elo. Sekarang ditanya jawabannya cuma: iya kali,
ya?" Aku tersenyum dan membalas tatapan Dinda. "Karena gue
nggak tahu kenapa, Din, tapi gue lagi males aja mikirin si
Ruly. I"ve got too much shit going on in my life since the whole
Singapore thing. Nggak cukup ruang di kepala gue untuk me?
mikirkan kenapa di kepala si Ruly hanya ada Denise semen?
tara ada orang seperti gue di depan matanya. Gue males aja.
Lagi capek gue mikirin laki-laki saat ini. Mending gue mikirin
gimana caranya supaya gue nggak tergoda sama Riesling di
ta?ngan lo itu." Dinda tertawa. "Keara Tedjasukmana, mau minum ya mi?
num aja, kali! Quit this "holier than thou" act!"
Aku menyambut uluran gelas wine dari Dinda dan terta?
wa. "Eh, ada Keara?" Panca muncul di pintu kaca di belakang
kami. "Hai," aku melambaikan tangan.
"Eh, hon, udah balik" Ketemu apa pun yang kamu cari tadi
di Ace?" "Nemu, sayang hujannya deras banget dan aku nggak mung?
kin ngerjain di dalam rumah." Panca mencium pipi istrinya.
"Apa mending ikutan afternoon wine sama kalian, ya?"
"Hahaha, ya udah ajak si Panji ke sini tuh," ujar Dinda.
"Panjiiii!" Oh, no, I smell trouble. Begitu Panji mendekat.
"Panji, kenalin nih temen gue," Dinda berkata.
"Panji," dia tersenyum dan mengulurkan tangan.
Isi-antologi.indd 100 7/29/2011 2:15:19 PM "Keara." Yeah, what kind of trouble, you might wonder" Trouble in the
form of a perfectly good looking man. I"m so shallow, I know.
"Bentar ya, gue sama Panji nurunin barang dulu dari mo?bil," Panca mengajak adiknya berlalu.
"Nyet," aku mengikuti mereka dengan pandangan mataku.
"Ya?" "Yang itu nggak bakal bikin ruang kepala gue habis karena
mikirin dia, kan?" Dinda menoleh ke arahku, wajahnya sedikit kaget namun
langsung tertawa begitu menangkap senyuman nakalku. "Gila
lo, ya." "I"m sorry, lo kan tahu kelemahan gue," aku balas tertawa.
"Ehm, sekadar pernyataan disclaimer gue di depan ya, Panji
itu punya reputasi player. Notoriously."
"Nggak pa-pa deh, gue lagi perlu dimain-mainin biar bisa
lupa sekalian sama si Ruly."
Sahabatku itu kembali tertawa, menghabiskan wine-nya.
"Okay, don"t say I didn"t warn you, ya."
"Kerjanya apa?"
"Ngurusin perusahaan bapaknya, secara laki gue lebih milih
jadi arsitek daripada berurusan sama bisnis."
Dan aku melempar senyum ke arah Panji yang saat ini me?
mamerkan gigi-gigi putihnya ke arahku dari balik pintu kaca
patio ini. Isi-antologi.indd 101 101 7/29/2011 2:15:19 PM Favete linguis 24 Keara 102 "Hey, beautiful," Panji tersenyum ke arahku begitu aku mun?-
cul di Social House. Aku balas tersenyum dan membiarkannya mendaratkan
ciuman di pipi kananku. "Panji, come on, the obvious" I"m sure
you can come up with a better compliment than that."
Dia spontan tertawa. "Gila ya, gue nggak bisa menang ka?
lau ngomong sama lo."
"Jangan dibikin gampang dong buat gue menang begini." Aku
mengambil tempat duduk saat dia menarikkan kursi buatku.
"The night is still young, honey," dia duduk di depanku dan
bersiap menuangkan wine ke gelasku.
Aku spontan menghentikannya dengan menutup mulut ge?
las itu dengan tangan. "Ji, sekali-sekali kita coba harmless
flirting-nya tanpa alkohol meracuni kepala kita berdua, boleh?"
senyumku. 24 Favour me with the silence of your tongue
Isi-antologi.indd 102 7/29/2011 2:15:19 PM "Harmless" Siapa bilang malam ini mau tetap harmless?"
godanya balik. Aku yang sekarang tertawa.
Sudah tujuh minggu berlalu sejak aku pertama kali ber?te?
mu laki-laki satu ini di rumah Dinda waktu itu. And I"ve been
loving this game we"re playing so far. Permainan flirting-flirting
tolol di antara aku dan dia yang telah kami mainkan berkalikali, mulai dari telepon-telepon nggak penting, BBM, sampai
dinner dates"dan lunch dates dan breakfast dates. Seperti ma?
lam ini. Pantas disebut serious dates nggak ya sebenarnya"
Mungkin tidak. Karena yang aku dan dia lakukan hanya dia
mengajakku jalan atau aku mengajaknya menemani melakukan
sesuatu, dan semuanya hal-hal yang tidak ada signifikansinya
sama sekali. Mulai dari berburu siomay paling enak di Jakarta,
me?nyambangi setiap wine bar di kota ini"Portico,
Bibliotheque, Vin+, Cork and Screw, Decanter, you name
it"atau di Bandung sekalian (sekalian iseng makan batagor,
maksudnya), jogging bareng, grocery shopping (ya benar sekali,
saudara-saudara, kapan lagi aku bisa punya porter gratis un?tuk mendorong-dorong shopping cart dan mengangkut belan?
jaannya ke mobil, coba), atau sekadar nonton.
Mengapa semua yang aku dan dia lakukan pantas disebut
flirting tolol" Because it was so obvious and not subtle at all, it feels
like a game we"re both playing. Seperti saat dia merapatkan
tubuhnya ke tubuhku saat kami sedang mengantre tiket bios?
kop, mencium rambutku. Atau ketika aku meraba otot lengan?
nya, tersenyum, dan melontarkan kata-kata seperti, "Ada yang
lagi rajin olahraga nih kayaknya." Kampung kan, ya" But we do
this kind of thing all the time. Saat dia berlagak seperti ingin
membisikkan sesuatu namun justru curi-curi mencium teli?
ngaku, as obvious as my reaction to it: tersenyum mengge?leng-
Isi-antologi.indd 103 103 7/29/2011 2:15:19 PM gelengkan kepala dan berujar, "Nakal lo, ya." Sama jelas?nya
ketika aku mengulurkan tangan untuk menyuapinya de?ngan
sebutir stroberi dan aku membiarkannya mencium jariku.
And I know it kills him that I haven"t let him kiss me in the
lips yet. But hey, semuanya untuk permainan yang sedang kami
mainkan ini, kan" Aku sadar Dinda telah mengibarkan bendera peringatan
bahwa laki-laki bernama Panji Wardhana di depanku ini, yang
sedang menyuapkan potongan rib ke mulutku ini, adalah
player sejati. I just wanna see how much I can play him back.
Jangan tanya kenapa. 104 Panji Ngapain gue sebenarnya dengan Keara, ya" Tujuh minggu,
belasan kali jalan bareng, dan gue belum dapat apa-apa. Ini
sin?ting sebenarnya. Nggak seharusnya gue sebetah ini.
Breaking my third date rule. Apa itu third date rule" Paling te?
lat kencan ketiga, dengan perempuan mana pun yang berun?
tung gue ajak jalan, gue harus dapat semuanya. Dengan
Keara" Sinting, bibirnya aja gue belum dapat. Perempuan ini
maunya apa sebenarnya" She"s flirting with me, shamelessly I
might add, all the time. Dan gue balas balik. Dan dia balas
balik lagi. Meraba-raba gue, memegang tangan gue. Apa itu
namanya kalau bukan flirting" Mengajak gue ke Bandung,
yang gue jabanin tapi dia malah sibuk motret-motret di ke?bun teh. Cewek ngajak gue ke Bandung nggak mungkin nggak
kepingin ngapa-ngapain malamnya, kan" Apalagi di tengah-te?
ngah kebun teh itu dia tiba-tiba memeluk gue, erat banget
Isi-antologi.indd 104 7/29/2011 2:15:19 PM sambil bilang, "Dingin banget ya anginnya, Ji?" That"s what I"m
here for, baby! Tapi apa yang terjadi waktu itu" Baru gue akan
membalas pelukannya dengan meraba balik dan menciumnya,
dia melepaskan pelukan. "Motret lagi ya, mataharinya udah
mau habis," celetuknya dan langsung sibuk dengan kameranya,
memotret para pemetik teh. What the fuck" Malamnya, sete?lah kami makan batagor Kingsley yang katanya diidam-idam?
kannya sejak di Jakarta, gue sangka kami bakal you know
what. Apaan, adanya dia memegang tangan gue dan menatap
manja, "Ji, elo capek nggak" Kita langsung pulang ke Jakarta
aja yuk, males nginep di sini. Gue pengen tidur di tempat ti?
dur gue sendiri. Nggak pa-pa ya, Ji?" Oke, gue turutin. Sepan?jang dua setengah jam perjalanan balik dari Bandung dia
nggak tidur padahal gue tahu matanya udah ngantuk banget.
Dia malah cerita macam-macam, tertawa pada dirty jokes gue.
Membiarkan gua memegang tangannya. Seharian itu sudah
cukup disebut foreplay, kan" Wrong. Begitu tiba di parkiran
aparte?mennya, dia cuma mencium pipi gue, mengucapkan
teri?ma kasih, dan keluar dari mobil. Masuk ke gedungnya.
Gue cuma bisa bengong. Damn, woman, you"re a clear cut
definition of a cock tease.
Yeah, kayaknya lebih mungkin gue tidur dengan Marsha
Timothy daripada perempuan satu ini. Tapi mungkin itu juga
yang bikin gue tetap betah memainkan this flirting game. Ma?lam ini, di Social House ini, kencan kedua belas gue dan
dia"oh yeah, gue memang menghitung, untuk memastikan di
kencan keberapa gue akhirnya bisa membuat dia bertekuk
lutut, literally. I"m bad, I know, but this Keara woman is bad also. Jangan
sebut gue Panji Wardhana kalau malam ini gue nggak bisa
mendapatkan dia. Isi-antologi.indd 105 105 7/29/2011 2:15:19 PM *** Harris 106 "Hey, beautiful."
Dua kata ini adalah sapaan wajib gue ke Keara setiap pagi
di gedung parkir kantor, setelah mengetuk kaca mobilnya dan
dia menurunkan kacanya lalu tersenyum ke gue.
"Nggak usah pake gombal-gombalan deh, mana sarapan
gue?" That"s my Keara, saudara-saudara, udah disapa dengan sua?
ra jantan dan wajah ganteng gue ini aja jawabnya tetap nggak
ada mesra-mesranya. "Nggak seneng ya gue sapa cantik?" kadang-kadang gue
iseng bertanya begini, yang kalau dengan perempuan lain pasti
langsung mereka jawab dengan spontan mencium gue, terse?
nyum dan berkata, "I do if you mean it." Yang biasanya gue
tin?daklanjuti dengan balas mencium dia lalu berujar, "Of
course I do." Yang diikuti dengan" nggak perlu juga, kali ya,
gue jelaskan di sini lanjutannya apa, yang jelas gue senang, dia
senang, gue puas, dia puas, gue lupa, dia mungkin masih ter?


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kenang-kenang gue sampai sekarang.
Mau tahu jawaban Keara gue itu apa kalau pertanyaan
yang sama gue cetuskan ke dia"
"Stating the obvious, darling, now can I have my breakfast
please?" Senyumnya lebar, tangannya diulurkan ke gue. Dan
Harris Risjad ini, THE Harris Risjad, hanya bisa membalas
tersenyum dan menyodorkan styrofoam berisi bubur ayam
abang-abang pinggir jalan favoritnya itu.
"Dimakan ya, Sayang, biar cepat gede."
Isi-antologi.indd 106 7/29/2011 2:15:19 PM Dia biasanya tertawa. "Norak!"
Ini ritual kecil yang gue dan dia lakukan setiap pagi, satusatunya alasan kenapa gue rela bangun pagi-pagi demi meng?
antre bubur ayam di penjual pinggir jalan di dekat Rasuna
situ, bertemu dia di parkiran gedung kantor jam 7.30 tepat,
lantas gue dan dia duduk di dalam mobilnya sarapan bareng
sambil ngobrol nggak jelas ala gue dan dia, gue selihai mung?
kin menghindari nama Ruly muncul dalam topik pembicaraan
kami. Sama sekali bukan karena gue benci sama si Ruly itu,
dia sahabat gue juga, tapi tiga puluh menit setiap pagi ini
adalah satu-satunya waktu yang Keara bisa gue akui jadi milik
gue, jadi Ruly idolanya dunia akhirat itu silakan hangus ter?bakar di neraka sana. Ya walaupun kalau melihat alimnya dia
dan bejatnya gue, adanya gue yang akan gosong mengais-ngais
ampun di dasar neraka. Gue masih inget banget awal ritual nggak penting tapi sela?lu jadi my favorite part of any day ini. Yeah, gue tahu cuma
pecundang yang ngomong bahwa waktu terindah hidupnya
da?lam satu hari cuma duduk berdua makan di dalam mobil
pagi-pagi buta. Ada jutaan hal seksi lain yang bisa gue dan
dia lakukan di situ"lo juga nggak usah ngajarin gue"tapi
dengan Keara, gue hanya bisa pasrah menerima bahwa peran?
tara kemesraan"semu, lagi"gue dan dia cuma bubur ayam
murahan itu. Awal ritual itu kira-kira setahun yang lalu, gue sedang sa?rapan bubur itu di meja gue waktu Keara tiba-tiba muncul
dan nyeletuk, "Sarapan apa sih" Enak banget kayaknya."
Gue menoleh. "Eh, ngapain lo di lantai gue?"
"Ada rapat sama departemen sebelah," jawabnya, lalu de?ngan
cuek dia mengambil sendok dari tangan gue, "Gue coba, ya."
Gue cuma bisa bengong waktu Keara dengan nikmat mela?
Isi-antologi.indd 107 107 7/29/2011 2:15:19 PM 108 hap bubur ayam pinggir jalan itu. Jangan sampai gue yang
dimaki-maki aja seandainya habis ini dia diare gara-gara
CFA-nya itu. What is CFA" Cheap Food Allergy, istilah buat?
annya sendiri. "Enak banget ya, Ris," ujarnya dengan mata berbinar-binar.
"Beli di mana sih" Gue mau dong lo bawain tiap pagi."
Heh" Serius" "Tapi belinya di pinggir jalan lho, Key. Ntar
lo CFA, lagi." "Pinggir jalan mana?"
"Di Rasuna, dekat apartemen gue."
"Abang-abangnya kukunya bersih, kan?"
Buset, jadi gue disuruh meriksa kuku si abang bubur kayak
guru SD dulu memeriksa kuku muridnya"
"Iya, pokoknya gue sih nggak pernah sakit perut sarapan
ini, Key. Nggak tahu deh kalau lo dan usus mahal lo itu."
"Ih, Risjad, nggak usah meledek deh, jadi mau beliin gue
besok atau nggak?" dia menatap gue dengan wajah ngambek?
nya yang nggak pernah sanggup gue tolak itu.
"Tapi nanti lo sakit perut gimana?" kata gue waktu itu.
"Udah, gini aja, kalau abis nyoba punya lo barusan sampai
malam nanti gue nggak sakit perut, gue telepon lo buat beliin,
ya." "Iya, tapi pokoknya gue nggak tanggung jawab, ya kalau
sakit perut." Then out of nowhere, dia mencium pipi gue sekilas, terse?
nyum. "Makasih ya, Ris, daaah," dan langsung berlalu ke
ruang rapat kantor. Damn, Key, lo minta gue beli sama gerobak abang tukang
buburnya juga gue beliin.
What the fuck is this mess I have become since I met you ya,
Key" Isi-antologi.indd 108 7/29/2011 2:15:19 PM "Biasa, Mas?" sapa si tukang bubur pagi ini.
Jumat pagi ini genap empat bulan setelah terakhir kali gue
melihat Keara di parkiran kantor di malam dia mencampak?
kan gue, parkiran yang sama yang biasanya jadi saksi sayang?
nya gue ke dia. Shit, somebody just shoot me now please.
"Bungkus atau makan di sini?" tanya tukang bubur.
"Makan di sini aja," gue duduk di bangku kayu. Semoga
bau rokok dan alkohol bercampur parfum yang menempel di
badan gue hasil rutinitas yang gue juluki "murdering Keara
from my mind" tidak mengganggu para pembeli lain yang juga
makan di pinggir jalan ini.
Lalu dengan bancinya, di tengah-tengah bengong mengantre
bubur ini, gue mengirim BBM ke cinta gue itu, yang isinya
cuma kata-kata basi ini: "gue lagi di tukang bubur favorit lo
itu dan gue ingat lo, Key."
The message is delivered, and read tapi sampai bubur gue
dihidangkan lima belas menit kemudian, dibalas juga nggak.
BBM yang masuk justru dari Kinar.
"Babe, kamu udah pulang, ya" Aku baru bangun kok kamu
udah nggak ada." Gue baca, dan nggak gue balas juga. Hei, gue nggak ada
rasa apa-apa dengan si Kinar ini, dia cuma bagian dari orangorang yang gue pilih untuk membantu gue dalam rutinitas
"murdering Keara from my mind" itu.
"Mau ekstra kerupuk kayak biasa, Mas?" tanya tukang bu?bur lagi.
Sekalian obat nyamuk bakar yang dikremes ya, Bang. Yang
banyak. 109 *** Isi-antologi.indd 109 7/29/2011 2:15:19 PM Keara 110 "Nguap mulu dari tadi, Nyet, tidur jam berapa lo tadi ma?
lam?" tukas Dinda. Kami sedang lunch bareng di Y&Y Pacific Place, acara rutin
kami setiap Jumat siang ketika lunch break bisa dimolor-mo?
lorin sampai dua jam. "Jam satu, gila ngantuk banget gue," jawabku sambil mem?
buka daun yang membungkus nasi bakar teri di depanku.
"Ngapain" Lembur lagi lo?"
"Idih, hina banget gue tidur jam segitu gara-gara lembur,"
cibirku. "Lebih hina lagi makannya di Y&Y tapi mesennya nasi ba?
kar." "Sialan lo, laper banget nih gue," kataku menyambut aroma
lezat nasi bakar yang langsung menerpa hidung begitu aku
membuka bungkus daunnya. "Nggak sarapan tadi?"
Aku terdiam sesaat, teringat BBM dari si Harris tadi pagi.
Out of nowhere, setelah sekian lama tidak mendengar apa-apa
dari dia apalagi melihat mukanya, dia BBM tentang bubur
ayam yang dulu selalu dia belikan buatku, our little breakfast
ritual di mobilku setiap pagi sebelum masuk kantor yang su?dah tidak pernah lagi kami lakukan sejak kembali dari that
fucking Singapore trip. And you know how this universe is really
weird" Waktu aku menerima BBM Harris itu, aku baru saja
memarkir mobil di gedung parkir kantor, in dire need of hearty
breakfast as comfort food untuk membunuh migrain akibat ku?rang tidur tadi malam.
And guess what. Yang aku ingat adalah bubur ayam breng?
Isi-antologi.indd 110 7/29/2011 2:15:19 PM sek itu. Bubur ayam brengsek yang dibawa laki-laki brengsek
dan percakapan kecil dan ledek-ledekan kami setiap pagi.
Can Craigslist tell me where to buy the pills to induce amne?
sia" "Woi, ditanya malah melamun," cetus Dinda.
"Eh, sori," aku cepat menguap untuk menutupi. "Ngantuk
banget gue, Nyet." "Ngantuk kenapa sih" Katanya tadi nggak lembur."
"Emang. Ogah banget lembur sampai jam satu, my
company doesn"t pay me enough ya," aku mengambil gigitan
pertama. "Gue sama Panji tadi malam."
"Panji kuatnya cuma sampai jam satu, ya?"
"Haha, lucu lo," aku kembali mencibir.
Dinda tertawa. "Mulai cranky lagi nih anak. Not enough
alcohol in your system, ya?"
"Sialan. Ngantuk doang gue."
"Iya, iya, bercanda gue," Dinda masih tertawa. "Ke mana
tadi malam?" "Soho. Makan." "Eh, gue nggak bego, ya. Soho itu paling cuma buka sam?
pai jam sebelas. Ngapain aja lo sampai jam satu?" Dinda
mena?tapku sambil tersenyum penuh arti.
"Wipe that smirk off your face, ya," cetusku.
"Lho, nanya salah, senyum salah."
"Gue pikir-pikir elo itu pervert juga ya, Din. Penasaran
sama sex life adik ipar lo sendiri."
"Whoa, so there"s some sex involved?"
Aku akhirnya tidak bisa menahan tawa melihat kedua mata
Dinda yang saat ini melotot penasaran. "Nggak ada apa-apa,
Nyet!" "Bohong banget. Gue kenal Panji ya, karena itu yang gue
Isi-antologi.indd 111 111 7/29/2011 2:15:19 PM 112 nikahin Panca, bukannya dia. Nggak mungkin banget Panji
sama perempuan, elo, lagi, sampai jam satu cuma ngitungin
kancing doang." Aku memilih memotong chocolate ice cream sandwich di de?
panku daripada memberikan penjelasan panjang-lebar nggak
penting ke Dinda. "Woi, malah diam, lagi nih anak."
"Nggak ada yang perlu diceritain juga, Dinda," balasku.
"Gue sama Panji ya emang begitu, cuma jalan, nongkrong,
makan, wine-wine dikit, pulang."
"Selalu begitu" Nggak mungkin banget," Dinda masih ngo?
tot. "Iyaaa, berisik banget sih nih orang."
"Hampir dua bulan elo sama yang namanya Panji
Wardhana dan cuma begitu doang?"
Aku menghela napas dan membalas tatapannya. "Ya udah,
kalau elo nggak percaya, lain kali gue jalan sama dia, gue ka?
barin lo, lo hire private detective deh sana buat ngikutin kami
dari awal sampai akhir, ya."
"Bukan begitu maksud gue, Keara, gue itu cuma... Kaget
gue beneran. Panji is not the asshole that we know then?"
"Oh, he IS the asshole that we know."
"So he did try stuff with you?"
"Ya iyalah. I"m just "assholing" him back."
Kali ini Dinda menatapku bingung. "Heh" Maksudnya?"
Aku hanya tersenyum. "Udahlah, nggak penting dibahas.
Gue sama dia cuma main-main aja."
"Key, elo ngapain sih sebenarnya" Apa ini yang elo lakukan
dengan Panji?" "Apa ya namanya" I think we"re just playing a game."
Isi-antologi.indd 112 7/29/2011 2:15:19 PM "What game?" Dinda makin bingung.
"Kayak main tenis aja, Din. Rally panjang Wimbledon.
Bedanya yang kami lempar bolak-balik bukan bola, tapi
flirting. Udah, gitu doang. No strings attached. No rules. Seru,
lagi. No feelings involved. Purely a game."
"No feelings involved?" Dinda mengulangi kata-kataku, mene?
kankan setiap suku katanya untuk mendramatisasi.
Aku mengangkat bahu. "Dan no rules" No rules, Key" Permainan apa yang ujungujung?nya nggak nyakitin kalau tanpa aturan begini?"
"Udah deh, lo itu serius banget sih, ini nggak ada apa-apa?
nya, lagi." Dinda menatapku lama, sebelum akhirnya menghela napas.
"I hope you know what you"re doing."
Aku kembali mengangkat bahu, melemparkan senyum ke
Dinda. Malas menjelaskan panjang-lebar lagi. Sejujurnya, do
I know what I"m doing here" No. Tapi siapa yang peduli" Aku
tidak menyakiti siapa-siapa, kan" Panji menikmati ini. Aku
menikmati ini. Aku menikmati detik-detik tadi malam ketika
dia akan meninggalkan apartemenku, aku menyentuh lengan?
nya dan menatap matanya dalam-dalam, dan akhirnya mem?
biar?kannya menyambar bibirku. Segampang memencet tombol
continue di PlayStation saat ingin lanjut ke stage berikutnya.
Panji tidak perlu tahu bahwa paginya, di hari yang sama, aku
bertemu Ruly saat sedang mengantre kopi di Starbucks di
lobi kantor. Pertama kalinya setelah sekian minggu. Aneh
bah?wa bahkan setelah sekian minggu itu, Ruly masih mem?
buat jantungku berdetak lebih cepat. Dan aku dan dia berbagi
cerita, tertawa. I was hot. Okay, let"s be honest here, people, I
AM hot. Dan si Ruly itu langsung melambai pergi begitu ada
masalah kantor yang menghampirinya lewat telepon. Berlalu
Isi-antologi.indd 113 113 7/29/2011 2:15:19 PM sambil bicara serius di BlackBerry-nya itu. Dengan Panji, I
know I"m wanted. Desired.
What am I doing here" Anybody else with a more intelligent
question, raise your hand please.
114 Isi-antologi.indd 114 7/29/2011 2:15:20 PM Quid me nutrit, me destruit
25 Keara Here"s an intelligent question you could answer for me. What
115 is it that is so intriguing yet calming about bookstores"
Apa karena di toko buku kita bisa jadi siapa pun yang kita
mau hanya dengan memegang satu buku" Bahwa kita bisa


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan gampang berpura-pura pintar dengan menatap serius
sederet buku berlambangkan Harvard Business School pada?
hal seumur hidup belum pernah mendengar arti kata-kata
hostile takeover" Mengambil peran sebagai perempuan mo?
dern"lengkap dengan chic business suits dan stilettos"yang
ternyata juga menikmati memasak di dapur"call this a Farah
Quinn syndrome"dengan membolak-balik buku Jamie"s
Kitchen-nya Jamie Oliver dan How to Be a Domestic Goddessnya Nigella Lawson"
What gives me a peace of mind, though, is the children books
25 That which nourishes me, also destroys me
Isi-antologi.indd 115 7/29/2011 2:15:20 PM 116 section. Ratusan buku yang memenuhi satu sudut tersembunyi
di Aksara Pacific Place ini. Sedikit berisik dengan suara obrol?
an dan dentuman musik yang menyusup masuk dari pintu
Canteen di sebelahnya. But I could care less, karena begitu aku
berdiri dikelilingi dinding-dinding penuh buku itu, I"m in my
own bubble. Peduli amat dengan dunia dewasa yang ada di
balik dinding ini. Adulthood is overrated, if you ask me. Ketika kita kecil, every
single thing fascinates us, somehow. Mulai dari lilin, air, serang?ga, tali, serbet, awan, hujan, batu, sepatu, sedotan, I could go
on and on. Semua benda-benda random yang ada di sekeliling
kita. Funny that now we"re older, semuanya baru menarik kalau
telah dinamai. Scented candle bernama Altru atau Volupa, air
bernama Evian, batu bernama Tiffany, dan sepatu yang bisa
dikenali dari first name-nya saja seperti Jimmy, Manolo,
Christian, Narcisso, dan Tory. Instead of being fascinated by the
things around us, we now try so hard to fascinate others by the
things on us. Karena itu, my choice of therapy, ketika apa pun yang meng?gantung di kepala ini tidak dapat diselesaikan dengan namanama yang menguras isi dompet, adalah datang ke sini. The
only place that still fascinates me. Menghabiskan setengah jam
di children book section ini, Bocelli atau Griggolo mengalun di
telingaku yang tersumbat earphone iPod, membolak-balik ha?
laman Oh The Places You"ll Go-nya Dr. Seuss atau The
Missing Piece Meets The Big O-nya Shel Silverstein yang
masing-masing mungkin telah kubaca puluhan kali. This little
corner here is my sanctuary.
But you see, terkadang dalam hidup, we got things being
thrown to our faces. Bahkan kata-kata sederhana Dr. Seuss
yang biasanya mampu menamparku?"you have brains in your
Isi-antologi.indd 116 7/29/2011 2:15:20 PM head, you have feet in your shoes, you can steer yourself in any
direction you choose?"tidak cukup kuat untuk menghilangkan
signifikansi peristiwa tadi pagi. Iya, memang segitu tidak de?wasanya yours truly ini, sehingga filsuf yang kujadikan landas?an berpikir bukannya Socrates atau Plato atau siapalah yang
sekelas itu, melainkan Dr. Seuss. Saat bicara tentang memutus?
kan sesuatu, Dr. Seuss bilang: "You"re on your own. And you
know what you know. And YOU are the guy who"ll decide where
to go." Atas apa yang terjadi tadi pagi, izinkan aku mengutip satu
lagi dari penulis favoritku itu. Satu paragraf yang saat ini se?perti piringan hitam rusak menggema berulang-ulang di kepa?
la ini. "I"m afraid that some times you"ll play games too. Games you
can"t win "cause you"ll play against you."
What happened this morning, you might wonder"
Ruly is back. In my life.
Gila ya, sepertinya seluruh sudut alam semesta ini tidak
bisa membiarkanku hidup tenang. Menikmati rutinitas hidup?
ku yang carefree selama enam bulan terakhir. Bangun pagi,
sarapan, mandi, berpakaian, ke kantor, menjalani rapat demi
rapat diselingi tawa-tawa lucu antara aku dan teman-teman
kantorku, pulang, menelepon Panji jika perlu hiburan, atau
siap-siap menerima kejutan manis"obvious but still sweet"se?tiap beberapa hari sekali dari make-out buddy-ku itu. My life
is as easy as a Sunday morning.
But no, God, You have to mess up with my life, don"t you"
Harus ya tadi pagi itu aku dipanggil ke rapat direksi, dan di
ruang?an itu"selain direksi tentunya"sudah ada delapan
orang lain yang mukanya tidak pernah kulihat, kecuali sesosok
laki-laki di sudut meja yang tersenyum ke arahku. Senyuman
Isi-antologi.indd 117 117 7/29/2011 2:15:20 PM 118 teduh yang dulu membuatku jatuh cinta. What the hell is Ruly
doing there, God" Aku cuma bisa menelan ludah saat managing
director-ku mengatakan kami dikumpulkan di situ untuk be?ker?ja bareng full time dalam satu tim selama enam bulan pe?
nuh untuk mengerjakan proyek penyusunan corporate plan
entah apalah"aku juga tidak peduli"bersama-sama tim kon?
sultan yang kemudian memasuki ruangan dan berbicara baha?
sa Inggris dengan logat kental Prancis yang membuatku ingin
mengebor lubang telingaku.
I"m not as strong as I"d like to think I am, God. Saat aku
ingin menghapus malam keparat antara aku dan Harris waktu
itu, aku tidak tahu bagaimana caranya kecuali menghapus
Harris sekalian dari hidupku.
Dengan Panji, aku menenggelamkan diri dalam permainan
yang selalu bisa kukendalikan dengan laki-laki menyenangkan
yang tidak pernah membuatku berpikir.
Dengan Ruly" Aku dipaksa memainkan permainan yang tidak mungkin
kumenangkan karena aku bermain melawan diriku sendiri.
Ruly Dua gol tadi malam, dahsyat! Gue membayangkan kalau saja
tadi malam bukan cuma pertandingan futsal, tapi Piala Du?
nia, ya paling nggak Premier League deh, dan itu gue yang
dibopong dielu-elukan keliling lapangan. Sepatu emas. Kesem?
patan terpilih jadi striker yang berhasil meloloskan tim nasio?
nal ke babak final Piala Dunia.
Yeah, bro, mimpi aja terus. Udah jelas hidup elo itu ya kayak
begini, jadi cungpret di kantor ini. Kacung kampret. Ma?sih
Isi-antologi.indd 118 7/29/2011 2:15:20 PM mendinglah dibanding jadi congpret. Bencong kampret. Terse?
rahlah kalau di kartu nama gue dengan gagahnya terpam?pang
kata-kata Assistant Vice President. Damn, kalau sedang reunian
SMA atau kuliah, dan seperti biasa terjadi adegan pertukaran
kartu nama, teman-teman gue pada bengong semua, heboh
berkomentar, "Gile, udah bos besar lo sekarang, bro" Anak buah
lo sekampung" Gaji tiga puluh juta lo, bro" Anjiiing!" Gue cuma
bisa ketawa-ketawa jumawa aja, nggak tahu aja mereka kenya?
taannya gimana. Judul gue boleh AVP, tapi selama masih ada
huruf A di depan VP itu, berarti di atas gue masih ada VP, SVP,
EVP, Managing Director, Deputy CEO, CEO. Kacung kampret
juga ujung-ujungnya gue kan di bawah bos-bos besar itu. Malah
makin dekat ke lapisan atas makin parah, ujung telunjuk
nyuruhnya langsung ke hidung gue. Kalau gue nggak bisa juga
my ass is directly on the line. Tiga puluh juta" Tiga puluh juta kali
dipanggil meeting dalam sebulan maksudnya" Makan aja itu
kartu nama. Bagusan juga teman gue, ke mana-mana nggak
perlu gagah-gagahan dengan judul jabatan dahsyat itu, tapi tiap
hari mini?mal satu juta masuk ke koceknya karena punya bengkel
sendiri. Dan ternyata tadi pagi ada pengumpulan kacung-kacung
kampret terbaik di kantor. Keren banget gue memang bisa
masuk golongan itu"baca nada suara sinis gue, ya. Keara
juga ada di situ. Nggak nyangka gue sebenarnya, party girl
satu itu, yang setahu gue lebih peduli dia ke kantor pakai apa
daripada dia ke kantor ngapain, ternyata sama dengan gue
yang kerja mati-matian di kantor dari pagi sampai larut ma?lam setiap hari ini. Fish out of water beneran itu si Keara
dibanding cewek-cewek lain yang nerd di tim ini.
Tapi kalau elo nanya gue, justru bagus ada Keara di tim
ini. Daripada gue stuck dengan manusia-manusia nerd lain
Isi-antologi.indd 119 119 7/29/2011 2:15:20 PM yang kepalanya cuma berisi angka. Di kepala Keara paling
nggak selalu ada cerita dan ide-ide sinting yang membuat gue
geleng-geleng kepala atau tertawa.
Eh, bukannya itu dia"
Keara 120 Aku mencopot earphone-ku dan menoleh saat merasa ada
yang menepuk bahuku. Kaget saat melihat siapa yang ada di
sini. "Ruly?" "Pantesan gue panggil-panggil nggak nyahut, ternyata lagi
di?sumbat iPod, ya," senyumnya.
"Bad habit, I know. Ngapain, Rul?"
"Ponakan gue ulang tahun Sabtu besok, sama adik gue di?
larang ngasih kado yang berbentuk mainan, udah kebanyakan
katanya. Dia bilang harus yang mendidik. Yang mendidik apa
ya, Key" Buku kali, ya" Tapi buku buat anak kecil mau buku
apa?" Aku tertawa melihat tampangnya yang bingung.
"Yah, malah diketawain deh gue."
"Hehe, iya, iya, sini gue bantuin. Anaknya Tara umur bera?
pa, Rul?" kataku menyebut nama adiknya.
"Ulang tahun kelima. Banyak banget peraturannya, pusing
gue. Kalau gue bebas nih ya, udah ke Toys R Us gue beliin
action figure-nya Optimus Prime buat Dante."
"Kalau harus mendidik, lo bayarin les piano aja, kali ya?"
Ruly tertawa. "Les fisika sekalian deh. Biar nyokapnya pu?sing anaknya lebih pintar daripada dia."
"Atau mau ngasih ini aja?" Aku menunjukkan buku yang
sedang kubaca. Oh The Places You"ll Go.
Isi-antologi.indd 120 7/29/2011 2:15:20 PM "Dr. Seuss" Emang lucu ya, Key?"
"Seru sih. Anaknya Tara udah bisa bahasa Inggris be?
lum?" "Bisa banget, secara adik gue itu nafsu banget nggak mau
nyekolahin anaknya di Indonesia. Tengil banget si Tara. Gue
aja produk SD lokal udah keren begini."
"Yee, itu sih bisa-bisanya elo," tawaku.
"Lo masih mau belanja lagi" Langsung balik kantor bareng
yuk," Ruly mengambil Dr. Seuss dari tanganku.
"Nggak, gue tadi cuma baca-baca aja. Yuk bareng."
"Baca-baca di buku anak-anak" Nggak lo banget kayaknya,"
Ruly menoleh ke arahku sambil berjalan ke kasir.
"You don"t know me that well deh kalo gitu kayaknya," se?
nyumku. "Nggak kenal gimana" Bukannya pas kita masih serumah
dulu, bacaan lo itu bacaan perempuan banget, ya. Apa tuh
namanya buku yang tentang cewek gila belanja itu?"
Aku tertawa mengingat satu kejadian dulu saat kami masih
bertugas di daerah, aku dan Ruly menunggu pesawat yang
sama untuk kembali ke daerah setelah weekend escape di
Jakarta, dan di Periplus Terminal 2F aku menemukan
Confessions of a Shopaholic-nya Sophie Kinsella. Aku terse?
nyum-senyum sendiri membaca buku itu, sampai akhirnya
Ruly nyeletuk, "Baca biografi sendiri nggak usah pakai se?
nyum-senyum gitu dong." Aku terbahak dan melempar koran
ke arahnya. I miss laughing with you, Rul.
Craaap, cukup! Aku perlu dimain-mainin sama Panji dulu
kalau begini. Namun saat ini Ruly tersenyum ke arahku di depan kasir.
Aku suka bibirnya yang seperti tersenyum setiap kali dia ber?-
Isi-antologi.indd 121 121 7/29/2011 2:15:20 PM bicara. Dan yang keluar dari mulutnya kali ini, "Eh, beneran
gue nanya, ngapain lo baca buku anak-anak?"
"Karena lebih menyenangkan daripada baca buku neneknenek."
Ruly tertawa. "Nyesel gue nanya."
Aku ikut tertawa dan mengikuti langkahnya meninggalkan
Aksara. Kamu tahu apa yang aku sesali, Rul" Three years I let myself
be colonialized by my feelings towards you.
122 Isi-antologi.indd 122 7/29/2011 2:15:20 PM Nihil lacrima citius arescit
26 Harris Shit, iPod gue ada di mana, ya" Yang bener aja, mampus aja
123 gue kalau hilang beneran. Siapa pun yang menemukan harus
gue bekap mulutnya. Oh, bukan, gue bukan takut ketahuan
nyimpen puluhan koleksi bokep di iPod ini. Gue laki-laki
normal, semua laki-laki normal juga teramat sangat normal
punya beginian. Dan amit-amit, pastinya nggak ada gay porn
juga di iPod ini, gila lo. Walaupun yang membuat gue bakal
mati gaya kalau ada orang yang gue kenal yang menemukan
iPod itu sama parahnya dengan gay porn. Lagu-lagu keron?
cong zaman bokap gue" Salah. Snuff or necrophiliac stuff" Gue
nggak serusak itu, ya. Keara pernah bilang ada banyak yang bisa diketahui dari
sese?orang hanya dengan melihat isi iPod-nya, yang gue
sangkal mentah-mentah. Teori dari mana, coba. Waktu itu
26 Nothing dries more quickly than a tear
Isi-antologi.indd 123 7/29/2011 2:15:20 PM 124 kami se?dang iseng break di Starbucks lobi kantor sebelum
lanjut lembur dan dengan nakal dia berhasil merebut iPod
gue dari saku celana. "Key, udah deh, balikin iPod gue, lo mau lihat apa?"
Keara gue itu"yeah, I wish"malah tertawa. "Bentar dulu,
gue mau buktiin teori gue biar lo percaya."
"Gue percaya aja deh daripada lo bongkar-bongkar itu," gue
masih berusaha merebut benda keramat itu dari tangannya.
"Eh, apaan sih, udah, gue lihat dulu," Keara mengelak saat
gue berusaha menangkap tangannya. "Malu tahu kita rebutan
beginian di sini." Setelah adegan rebut-rebutan nggak penting selama hampir
satu menit, gue akhirnya menyerah dan membiarkan Keara
mem?bongkar-bongkar isi iPod gue. Barang pribadi gue yang
me?nurut gue jauh lebih pribadi dibanding dompet. Dan dia
langsung senyam-senyum sendiri penuh kemenangan.


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bokep, Coltrane, Miles Davis, Incognito, podcast-nya Dane
Cook, South Park, America"s Next Top Model, Victoria"s
Secret Fashion Show, lo banget ya, Risjad, ya," Keara terta?
wa. "Udah" Puas?" gue mengulurkan tangan meminta iPod itu
balik. "Puas banget, teori gue terbukti," Keara mengembalikan
benda keramat gue itu. It was always my pleasure to make you laugh, Key, but I"m
not gonna let you off easy this time.
"Punya lo mana?" tuntut gue waktu itu.
"Punya gue apa?"
"iPod lo, sini gue liat."
"Ih, ogah," dia langsung mendekap blazernya, yang justru
Isi-antologi.indd 124 7/29/2011 2:15:20 PM malah membuat gue tahu di mana iPod-nya itu disembunyikan.
Nggak perlu gue gambarkan bagaimana adegan tarik-tarik?
an kami berikutnya"yang membuat gue dan dia jadi tonton?
an di Starbucks sore itu"dan ujung-ujungnya Keara malu
sendiri dan menyerahkan iPod-nya. Gue tertawa-tawa, sampai
akhirnya tawa gue mulai terdengar garing saat melihat satu
playlist di iPod Touch-nya itu. Isi iPod itu benar-benar Keara
banget: Jewel, John Mayer, John Legend, Andrea Bocelli,
Vittorio Griggolo, Five for Fighting, Ray LaMontagne,
Michael Bubl?, Duffy, berpuluh-puluh episode How I Met
Your Mother dan Friends, bahkan satu film penuh The Devil
Wears Prada. All is so her but this one fucking playlist. Satu
playlist yang diberi nama His Songs, berisi belasan lagu mu?
rahan dari band kampungan bernada ke-Malaysia-Malaysia-an
itu. Gue tahu bangetlah itu band favoritnya siapa. Mungkin
cuma satu laki-laki yang kami kenal yang hafal mati semua
lagu band kampung itu. Dan saat Keara tertawa-tawa sambil menelepon Dinda di
depan gue waktu itu, dan jari-jari gue mulai merasakan dingin?
nya body iPod-nya ini, gue tersadar. Ke mana aja gue selama
ini sampai nggak sadar Keara menyukai Ruly. Ruly sahabat
gue, sahabat kami. Damn, memang buta banget gue selama
ini, ya. Kenapa Keara selalu bicara sembarangan dan seenak?
nya dengan gue, tapi berubah lembut dan penuh perhatian
dengan Ruly. Kenapa kalau bersama gue, Keara selalu bersi?
kap seenaknya, naikin kaki ke dasbor mobil, menoyor gue,
ber-fuck-shit-crap dalam setiap kalimat yang diucapkan. Semen?
tara di depan Ruly, dia selalu seperti calon Putri Indonesia
dalam proses penjurian oleh Mooryati Soedibyo. Kenapa ka?lau joke gue garing, gue dihina-hina habis-habisan, dan dia
Isi-antologi.indd 125 125 7/29/2011 2:15:20 PM 126 selalu tertawa pada lelucon apa pun yang dilontarkan Ruly.
Bukannya menurut gue Ruly nggak lucu ya, kalau Ruly basi
juga nggak mungkin jadi sahabat gue. Tapi gue Harris, man.
The Harris Risjad. I"m the guy who makes her laugh!
Kejadian di Starbucks sore itu, dua bulan sebelum kebe?
rangkatan kami dulu ke Singapura, akhirnya membuka mata
gue. Alasan dia mau ikut ke Singapura waktu itu bukan kare?
na shopping atau balapan atau fotografi, apalagi karena gue.
Tapi karena si Ruly lucky bastard itu. Bayangkan betapa besar?
nya kepala gue waktu itu ketika dia tetap memutuskan
ikut"walaupun harus gue bujuk setengah mati"saat Ruly
membatalkan kepergiannya. Dia milik gue, cuma milik gue,
selama tiga hari penuh. But like everything else in my life, I
fucked that up too. Sekarang di lapangan indoor kantor ini, sambil gue me?nunggu Ruly mengalahkan gue lagi di pertandingan tenis ru?
tin kami, apa yang bisa gue lakukan selain menangisi dalam
hati hilangnya iPod gue itu. Yang di dalamnya ada playlist
berjudul Keara, berisi semua lagu-lagu cinta Celine Dion dan
Mariah Carey yang mengiringi ratapan gue. The fucking
soundtrack of my pathetic life. Pengiring tawa para malaikat
karena seorang PK seperti gue akhirnya merasakan juga perih?
nya disakiti perempuan. "Hei, bro, ngapain bengong lo" Langsung pemanasan aja."
Ruly dengan cocky-nya muncul di lapangan, dengan raket
tenisnya yang sudah puluhan kali men-smash gue.
"Lama banget lo, bro, ngantuk gue nungguin lo," gue meng?
ambil posisi di lapangan sebelah kiri.
"Sori, kerjaan baru gue, rapat mulu nggak selesai-selesai,"
Ruly mulai mengambil posisi menservis bola. "Eh, gue satu
tim sama Keara sekarang, gue belum bilang, ya?"
Isi-antologi.indd 126 7/29/2011 2:15:20 PM Say what now" "Bro, mau maen nggak lo" Ancur banget lo, servis gue gitu
doang nggak bisa lo bales."
"Eh, sori, sori, belum siap gue. Servis lagi, bro," gue masih
semibengong. Si lucky bastard jagoan olahraga idola perem?
puan yang gue cintai ini sekarang satu tim sama Keara" "Satu
tim gimana maksud lo?"
"Kantor kita lagi ada project dengan konsultan dari Prancis
itu, gue dan Keara dipilih masuk project team-nya. Sama ada
delapan orang lagi, belum kenal juga gue sama yang lain-lain
itu." Gue cuma seperti zombie yang membalas setiap pukulan
bola dari Ruly sementara dia menjawab satu per satu perta?
nyaan gue. Berapa lama project-nya: enam bulan. Ngapain aja:
brainstorming"dengarnya aja gue udah mules"dengan tim
konsultan itu mengenai strategi perusahaan ini tujuh tahun
ke depan. "Pusing gue sebenarnya, rusaklah hidup gue enam bulan ke
depan, lembur terus," keluh si Ruly.
"Kan elo udah biasa juga hidup di kantor, bro, bawa
sleeping bag aja sekalian."
"Haha, sialan lo. Kasihan si Keara, nggak dia banget, kan
kerja keras beginian. Biasanya jam enam sore dia udah lihat
mal, sekarang sampai jam sepuluh malam yang dia lihat cuma
muka gue yang suntuk ini."
Rub it in my face aja terus, Rul, kalau elo bareng Keara gue
itu setiap hari sampai larut malam. Sementara Keara mungkin
lebih rela terjun dari lantai tiga puluh kantor kita daripada
melihat muka gue lagi. "Gue ajak nongkrong aja si Keara abis kita tenis, kali ya,
Ris" Udah lama juga kita nggak ngopi-ngopi bareng."
Isi-antologi.indd 127 127 7/29/2011 2:15:20 PM *** Keara 128 I think this guy is growing on me. This guy, yang saat ini se?
dang memelukku dan mencium bibirku ini. Setelah segelas
Merlot dan empat butir cokelat Patchi yang dibawanya tadi.
Panji is a no nonsense kind of guy. Semua perbuatan, per?
kataan, dan sentuhannya jelas-jelas ditujukan untuk merayuku
tanpa basa-basi. Seperti dua jam yang lalu, saat dia mengajak?
ku dinner sepulang kerja, yang kutolak karena sudah telanjur
makan takeout Bakmi GM jatah lembur di kantor.
"Bakmi GM" Really?" ledeknya tadi.
Aku tertawa. "What can I say" I"m cheap."
"Dessert then" Gue ke apartemen lo aja, ya. I"ll make sure
it"s not cheap."
Panji muncul di apartemen ini sejam yang lalu. Merlot dan
Patchi, bumi dan langit dibandingkan Bakmi GM seharga tiga
puluh ribu yang kunikmati bersama Ruly di kantor tadi.
Sama bumi dan langitnya dengan percakapan kami tadi. To?
pik pembahasan aku dan Ruly biasanya berputar pada kelucu?
an di kantor, kelakuan bos kami, dan hal-hal tanpa substansi
lainnya. Saat aku dan Panji mengobrol, kami membahas buku,
film, fotografi, arsitektur. Tapi yang lebih penting lagi, we talk
about us. His day and my day and our lives. Seperti tadi saat
aku dan dia duduk di sofa, dan dia menatapku bertanya, "Ca?
pek banget, ya" Wajah lo capek banget tuh kayaknya. Lagi
ribet banget di kantor?" You see, aku tahu itu pertanyaan wa?
jib yang ditanyakan semua laki-laki untuk menunjukkan per?hatian. But I answered the question anyway, just to see how this
game would play out. Isi-antologi.indd 128 7/29/2011 2:15:20 PM Setelah aku mengeluh tentang bos baruku yang demanding
dan proyek di kantor yang membuatku hampir gila dan jam lem?
bur yang makin lama makin parah, Panji tersenyum. "Bak?-mi
GM-nya gue yakin bisa menghilangkan lapar, tapi pasti nggak
membantu sama sekali di sektor penghilangan stres, right?"
Aku tersenyum saat Panji menyuapi cokelat itu ke mulutku.
Menuangkan Merlot ke dua gelas kosong di depan kami. Ter?ta?wa pada cerita-cerita lucunya di sela-sela tegukan wine.
Me?nikmati setiap rasa sayang dan perhatian yang dia tunjuk?
kan kepadaku, mulai dari caranya memainkan jari membelai
le?nganku, caranya menatapku dengan atentif saat aku bercerita
padanya. Yang kubalas dengan gesture kecil yang tidak penting
namun personal, seperti membersihkan sisa cokelat di bibir?
nya dengan jariku di sela-sela obrolan kami, membetulkan
ke?rah kemejanya. For no reason at all but because I want to.
Dan ketika dia mencondongkan tubuh ke arahku untuk
me?nuangkan wine lagi ke gelasku, yang dia lakukan justru
me?nyambar bibirku sedetik kemudian.
Ada satu kategori penghargaan di MTV Movie Awards
yang selalu menarik perhatian banyak orang: Best Kiss. Tobey
Maguire dan Kirsten Dunst di Spider-Man. Ryan Gosling dan
Rachel McAdams di The Notebook. Heath Ledger dan Jake
Gyllenhaal di Brokeback Mountain. Demi Moore dan Woody
Harrelson di Indecent Proposal. Christian Slater dan Marisa
Tomei di Untamed Hearts. Or for the teenagers side in you,
Robert Pattinson dan Kristen Stewart di Twilight.
Yang sedang terjadi di antara bibir Panji Wardhana dan
Keara Tedjasukmana malam ini bukanlah rekonstruksi salah
satu adegan yang pantas diganjar penghargaan Best Kiss itu.
But still, detik-detik yang sedang aku dan dia nikmati saat ini
serasa bukan sekadar bagian dari skenario permainan yang
Isi-antologi.indd 129 129 7/29/2011 2:15:20 PM 130 telah kami mainkan sejak lima bulan yang lalu. Somehow, this
feels like real. Ini bukan pelukan yang pernah kuberikan kepa?
danya di kebun teh di Bandung dulu. Bukan kecupan yang
terkadang dia layangkan ke daun telingaku saat membisikkan
sesuatu. Perasaan yang ingin aku dan dia ungkapkan detik ini
terasa senyata pertemuan bibir dan lidah kami.
Sampai BlackBerry-ku berdering dengan satu ring tone yang
aku assign hanya untuk satu orang. Ruly.
"Biarin aja," erangnya saat aku menarik bibirku.
"Kantor, Ji," kataku lirih sambil menelan ludah.
"Udah jam segini juga, biarin aja."
"Sebentar ya, nggak enak," aku memilih melepaskan pe?
lukannya dan meraih benda kecil yang ditatap Panji dengan
ke?sal. "Halo?"
"Eh, Key, di mana lo?" suara Ruly.
"Di apartemen. Kenapa?"
"Gue sama Harris baru kelar tenis nih, ngopi-ngopi yuk.
Supaya lo nggak jauh-jauh, di Starbucks Setiabudi situ juga
boleh." You and who now" "Sekarang?" tanyaku agak terbata.
"Iya, bentar lagi kami jalan."
Aku melirik ke arah Panji yang saat ini menyandarkan tu?
buhnya ke sofa dan membesarkan volume TV.
Harris Ini beneran si Ruly mau ngajak Keara"
Damn, tujuh bulan sejak terakhir kali gue melihat Keara di
gedung parkir malam itu waktu dia dengan ringannya ngo?mong
Isi-antologi.indd 130 7/29/2011 2:15:21 PM ke gue, "Gue nggak bisa ketemu lo lagi, gue nggak bisa mengenal
lo lagi." Tujuh bulan gue menahan diri untuk tidak menghampiri
mobilnya lagi setiap pagi daripada gue digam?par.
Gue dan dia bekerja di satu gedung dan alam semesta se?
pertinya sama bencinya dengan gue seperti dia karena tidak
mengizinkan satu pun cosmic coincidence yang membuat gue
dan dia bisa bertemu. Sampai malam ini. Itu juga karena Ruly cinta matinya cinta
gue itu. Tujuh bulan setelah gue tidak pernah lagi melihat cinta gue
itu. Oh shut it, nggak usah protes gue masih manggil Keara
cinta gue, ya. Mudah-mudahan dengan adanya Ruly di antara kami,
Keara nggak bakal melayangkan sepatunya ke muka ganteng
gue ini, yang dibencinya seperti dia membenci setiap makanan
murahan pinggir jalan yang dihina-hinanya itu.
Dan mudah-mudahan, dia disadarkan bahwa dia sebenar?
nya juga bisa sayang ke gue seperti dia bisa menyukai bubur
ayam murahan kami itu. 131 Keara "Mm, kayaknya gue nggak bisa deh, gue ada janji, Rul."
I"m sorry, Rul, I don"t mind meeting you, really. I want to.
Tapi bertemu si Harris itu yang belum bisa aku lakukan seka?rang. Sekarang dan tidak tahu sampai kapan. Orang-orang
sering bilang bahwa memaafkan itu lebih mudah daripada
melupakan. But in this case between me and Harris, memaaf?
kan saja aku sudah setengah mati rasanya dan belum bisa
sampai sekarang, apalagi melupakan"
Isi-antologi.indd 131 7/29/2011 2:15:21 PM 132 Dulu aku pernah bercerita bahwa malam yang sempurna
itu adalah aku dan Ruly, David Foster Wallace dan The
Economist, John Mayer dan musik apa pun yang menyumbat
telinganya. Malam ini hanya ada aku, mencium pipi Panji,
me?nyandarkan kepala ke dadanya yang dibalasnya dengan
memelukku. Cuma ada aku yang berkata, "Capek banget, Ji,"
yang dibalasnya dengan mencium dahiku dan berujar lembut,
"Mau tidur sekarang?" Cuma ada aku yang menggeleng dan
menjawab, "Nonton TV aja ya," dan Panji yang menggantiganti channel sampai aku menyuruhnya berhenti di Starworld.


Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya ada aku dan dia yang berangkulan di sofa tertawatawa pada kelakuan Drew Carey dan Colin Mochrie dan
Ryan Stiles di Whose Line Is It Anyway.
Hanya ada aku yang bertanya dalam hati: how do I define
this thing between me and you now, Panji Wardhana"
Isi-antologi.indd 132 7/29/2011 2:15:21 PM Scio me nihil scire 27 Keara You know, normally, setelah lima hari kerja lima belas jam
133 sehari, aku tidak akan mau beracara apa pun di Sabtu pagi
kecuali tidur seharian atau spa sekalian. My recharge routine
supaya tetap waras. But here I am, pukul sepuluh pagi, pas?
rah"walaupun tidak sukarela"mendengarkan Dinda mere?
pet panjang-lebar di dapur rumahnya. Masih menguap saat
sahabatku itu menghantamkan pisaunya penuh nafsu ke tale?
n?an, aku agak khawatir jari-jarinya yang akan jadi korban,
bu?-kan potongan-potongan wortel yang sekarang berserakan.
"Gila ya, gue kurang apa dibanding perempuan itu" Kurang
apa gue?" Dinda sekarang malah mengacung-acungkan pisau
ke arah TV kecil di sudut dapur.
"Nggak ada, ngapain sih lo pusing mikirin hal beginian?"
aku menjawab malas, duduk terkantuk-kantuk di depannya.
27 I know that I know nothing
Isi-antologi.indd 133 7/29/2011 2:15:21 PM 134 "Gue bukan pusing, Nyet! Gue nggak terima aja," Dinda
kini menyingkirkan potongan-potongan wortel itu dan meraih
bawang bombay. Walah, banjir air mata deh nih. "Masa laki
gue lebih nonton perempuan nggak penting itu daripada
gue!" Aku menahan diri supaya tidak tertawa. Seperti umumnya
semua perempuan di Indonesia saat ini, Dinda sedang jadi
korban Farah Quinn, the sexy chef on TV that drives every
man here crazy. Jadi ceritanya, Sabtu yang lalu si Panca semisemi mengacuhkan si monyet ini, glued to the TV begitu acara
masak-memasak Farah Quinn ditayangkan. Si Dinda sedang
ingin manja-manjaan sama lakinya karena sorenya Panca ha?rus terbang ke Belanda selama seminggu untuk urusan kan?
tor. "Lebih penting perempuan ini buat laki gue daripada gue"
Coba lo pikir, wajar nggak kayak begitu" Wajar nggak?"
Aku kembali menguap. Gila, nggak aku banget sebenarnya
sudah terbangun jam delapan pagi on a fucking Saturday
morning gara-gara dihujani telepon si monyet satu ini. Me?nye?
ret diri ke kamar mandi, setengah sadar saat memakai baju,
dan akhirnya memutuskan untuk mencuri-curi tidur lagi di
taksi saja daripada nyetir sendiri.
"I"m a fucking MILF, for God"s sake! Bagi laki-laki lain, gue
ini MILF!" Buset, pede banget ini orang. Walaupun ada benarnya juga
hahaha. "Dan laki gue memilih untuk melototin perempuan idabul
itu dibanding gue"!"
Idabul, FYI, adalah singkatan "idaman bule". Nggak perlu?
lah kudeskripsikan maksudnya apa, ya.
"Terus sekarang lo mau apa, Dinda?" kataku sambil mulai
Isi-antologi.indd 134 7/29/2011 2:15:21 PM membuat kopi sendiri. Makin ngantuk aja kalau cuma be?
ngong jadi pendengar siaran radio "ikatan istri laki-laki korban
Farah Quinn" ini. "Gue mau belajar masak supaya nanti malam waktu si
Panca pulang, gue bisa berdiri di dapur ini, in my lingerie I
might add, masak omelet jamur kesukaan dia!"
Udah sableng si Dinda ini. In her lingerie" Aku sih ogah
berisiko keciprat minyak di Agent Provocateur yang harganya
sama sekali nggak kitchen-friendly itu.
"Bukannya makanan favorit laki lo itu rawon setan ya,
Nyet?" "Iya, tapi gila aja gue masak rawon. Bahannya apa aja gue
nggak tahu." Aku tertawa. "Udah deh, Din," aku akhirnya bangkit dan
mematikan TV dan menjauhkan Dinda dari meja dapur.
"Waktu Panca menikahi lo, dia juga udah tahu, kan dapur
bukan specialty lo. Dia bayar mahar mahal-mahal bukan kare?
na masakan lo terenak sedunia, kan?"
Dinda tetap ngomel-ngomel tapi menurut saat kugiring
menuju patio belakang rumahnya.
"Mending kita nikmati aja Sabtu pagi mendung-mendung
dingin ini," aku menyelonjorkan kaki di sofa patio yang jadi
bagian favoritku dari rumah Dinda.
Dinda menghela napas, menyandarkan kepalanya ke sofa
setelah menyalakan iPod dock di sudut ruangan. Michael Bubl?
is serenading us this morning.
"Eh, Caleb mana" Kangen juga gue sama anak lo."
"Dipinjam kakek-neneknya dari kemarin siang, mau dibalik?
in ntar sore." "Bokap-nyokap lo?"
"Nggak. Panca."
Isi-antologi.indd 135 135 7/29/2011 2:15:21 PM 136 "Mau cokelat nggak lo?" aku mengeluarkan sekotak Patchi
dari handbag dan menyodorkan ke Dinda.
"Tumben cokelat lo mahal, Nyet," Dinda menyambut antu?
sias. "Biasanya Silver Queen doang."
"Sialan. Dibawain Panji tadi malam. Nggak kuat gue nga?
bisin sendirian." Dinda menoleh ke arahku. "So what"s the story with you and
Panji now?" "Topik bahasan pagi ini bukannya elo, Panca, dan FQ ya?"
elakku. "Elo mau kita balik ke dapur dan gue mulai meracau lagi
sambil pegang pisau?"
"Makasih, gue nggak yakin nelepon 911 di sini responsnya
bakal cepat." Dinda tertawa. Hujan akhirnya mengguyur Jakarta lagi. Aku memejamkan
mata, menikmati bau segar air menyentuh tanah.
"Udah berapa lama lo jalan sama dia" Tiga bulan" Empat
bulan?" ujar Dinda. "Lima bulanan kali, ya?"
"Udah sejauh mana?"
Aku menoleh dan Dinda sedang tersenyum penuh arti ke
arahku. "Gue capek deh, Din, sekarang setiap ketemu lo. Pasti
nanya?nya itu mulu," aku menghela napas.
"Lho, gue kan cuma nanya, Nyet. Biasa aja, kali."
Aku mengabaikan dan kembali memejamkan mata.
"Hit the sack yet?"
Aku spontan melempar bantal ke arahnya, yang malah
disambut si monyet dengan tertawa terbahak-bahak.
Isi-antologi.indd 136 7/29/2011 2:15:21 PM "Makin lama makin nggak sopan pertanyaan lo, ya," cetus?
ku. "Eh, Key, nggak pantes banget tahu nggak sih, kalau elo itu
masih jaim-jaiman sama gue. Cerita aja, kali."
"Gue bukan jaim ya, Nyet, gue risi aja cerita-cerita sama
elo kalau yang satu ini," kataku.
"Kenapa" Karena dia adik ipar gue" Who the fuck cares,
darling?" Aku menggeleng-gelengkan kepala, tertawa. "Gue nggak
akan bisa menghentikan lo nanya-nanya begini sampai gue
jawab, ya?" "Elo perlu apa biar ceritanya lebih gampang" Wine" Pendu?lum hipnotis" Musik relaksasi" Sofa yang empuk mirip sofa
psikolog" I"d be happy to oblige."
"Duit aja deh. Anggap aja lo reporter TMZ28 atau Page
Six29 yang mau minta cerita eksklusif dari gue."
"Gaya lo sejuta," cibir Dinda, namun tetap tertawa.
Aku membetulkan posisi dudukku. "Nggak ada yang perlu
diceritain, Din. Beneran."
"Atau gue tanya langsung ke Panji aja nih?" ancamnya.
You know, akan jadi kejutan buatku apa pun yang dikatakan
Panji tentang apalah ini yang sedang terjadi di antara aku dan
dia. Dari hari pertama, aku dan Panji tidak ingin mendefinisi?kan dan melabel apa-apa atas apa pun di antara kami kecuali
sebuah permainan. Aku cuma tidak tahu lagi siapa yang se?dang memainkan siapa saat ini.
137 TMZ: celebrity news website di Amerika Serikat yang terkenal selalu menjadi yang pertama
me-release berita eksklusif, seperti foto Rihanna setelah dipukul Chris Brown dan berita
kematian Michael Jackson.
28 29 Page Six: rubrik gosip The New York Post, salah satu surat kabar harian tertua di Amerika
Serikat, legendaris karena everybody who"s anybody pasti pernah mampir di rubrik ini.
Isi-antologi.indd 137 7/29/2011 2:15:21 PM 138 Dinda tercengang, mungkin setengah bingung, setengah
merasa aneh, atau setengah tidak mengerti, saat aku menceri?
takan semua yang terjadi selama lima bulan terakhir. Our
whole flirting routine yang"aku tidak tahu tepatnya kapan"
telah berubah menjadi rutinitas lain. Apa yang kami mulai
hanya sebagai adaptasi off-screen lagu Use Somebody-nya Kings
of Leon. Dan suara Anthony Caleb Followill, suara bariton
tajam itu, yang menggema di kepalaku setiap kali Panji ada
di depanku, tersenyum, memegang tanganku, tertawa, atau
menciumku sekalipun. I thought that was all I signed up for.
Sam?pai aku dan dia tiba di satu titik"yang, like I said, aku
ti?dak tahu kapan"di mana suara Anthony berhenti bergaung
di telingaku, dan yang ada hanya obrolanku dan Panji tentang
hari-hari tidak penting aku dan dia.
And the minute we stopped trying to impress each other is the
minute I know I was in trouble.
Dinda masih menatapku, menggeleng-gelengkan kepala,
dan menghela napas. "Jadi elo, selama lima bulan ini, belum
tidur sama sekali dengan dia?"
Aku menggeleng. "Dan si Panji, si Panji yang terkenal brengsek itu, masih
bersama lo?" Dinda memandangku tidak percaya.
Aku mengangguk. "Tapi dia pasti nyoba-nyoba, kan?" makin penasaran aja si
Dinda ini. "Ya iyalah, Nyet, dia laki-laki normal, kali," kataku. "Dua
bulan pertama constantly, yang selalu gue tolak dengan alasan
apa pun yang saat itu terpikirkan oleh gue. We did stuff, but
not that one." "Stuff-nya itu sampai mana maksud lo?"
"Buset, nggak penting, kali kayaknya, ya gue jelasin ke elo."
Isi-antologi.indd 138 7/29/2011 2:15:21 PM Dinda tertawa. "Oke, you did stuff. Dia terus minta lebih.
Terus?" "Dia nyerah kali, ya" Karena sebulan-dua bulan terakhir
ini, dia berubah. He"s just there for me instead of trying to do
me all the time." "Heh" Kita lagi ngomongin Panji Wardhana yang sama,
kan ya?" "Iya, Nyet." "You"re not covering up something here, are you?" cecar Dinda
lagi. "Ya nggaklah, semuanya udah gue ceritain selengkap-leng?
kapnya." "Nggak ada yang lo tutup-tutupin karena lo malu sama
gue, kan?" "Ngapain gue malu sama lo" Your life is more screwed up
than mine, Mrs-I-wanna-kill-my-husband-with-a-kitchen-knifebecause-of-Farah-Quinn," ledekku.
"Setan," Dinda yang kini melempar bantal ke arahku.
Aku tertawa-tawa puas, sampai Dinda kembali mengucap?
kan apa yang pernah dia katakan dulu.
"This whole game, Key, I hope you know what you"re doing."
"Iya iya," jawabku asal, tepat saat BlackBerry-ku berde?ring
kencang dan nama Ruly terpampang di layarnya. "Ruly" Ada
apa, Rul?" Dinda langsung melotot kaget ke arahku dan mencetus,
"Itu Ruly?" Aku memilih bangkit dari sofa, menghindar dari tatapan
menyelidiknya, dan beranjak ke ruang depan. Mengutuk-ngu?
tuk begitu Ruly bilang tim kami harus lembur hari itu demi
menuruti permintaan sang CEO. Ada tiga hal yang buatku
haram seharam-haramnya: babi, pakai flats ke kantor, dan be?-
Isi-antologi.indd 139 139 7/29/2011 2:15:21 PM 140 kerja"atau membicarakan urusan kantor"pada hari libur. I
have a life ya, thankyouverymuch.
"Jadi serius nih harus ngantor?" kataku sebal.
"Iya, Key, gue juga bete. Tapi secara orang-orang Wymann
Parrish-nya pun disuruh datang, yang kayak kita begini mana
mungkin madol," kata Ruly menyebutkan nama consultant
company yang kami dampingi. "Jadi nih ya, gue jemput di ru?
mahnya Dinda sejam lagi. Simprug-nya di mananya, Key?"
Aku mengiyakan dan menjelaskan alamat Dinda. "Nggak
merepotkan kan, Rul?"
"Nggak, sekalian searah ke kantor kan dari rumah gue. Jam
setengah satuan ya, Key."
"Oke, thanks ya."
"So, what"s the story with Ruly now?"
Aku kaget ketika Dinda telah berdiri di belakangku, men?
ce?tuskan kalimat itu begitu aku menutup telepon.
"Ehm, gue belum cerita, ya?" aku menatap Dinda. "Ruly
se?kantor sama gue sekarang, satu tim."
Aku tidak bisa menebak arti tatapan Dinda saat ini, saat
dia bertanya, "And how you"re handling it?" Aku hanya bisa
mengangkat bahu dan menjawab, "One day at a time, darl."
Ruly

Antologi Rasa Karya Ika Natassa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Futsal: bubar. Jogging sore: bubar. Tidur seharian: bubar. Ba?
gus banget memang kantor ini bikin jadwal lembur. Hari
Sabtu, setelah seminggu kemarin gue pulangnya di atas jam
sepuluh malam terus, hari Sabtu begini yang seharusnya bisa
gue pakai untuk bayar utang tidur, malah disuruh ngantor
lagi. Lu ya, Bos, gaji lu dua puluh kali lipat gaji gue, wajar lu
Isi-antologi.indd 140 7/29/2011 2:15:21 PM ringan banget nyuruh kacung kampret kayak gue gini masuk
hari libur begini. Bayaran gue nggak cukup untuk bisa merasa
rela bahwa hidup santai gue, hak gue untuk istirahat, dirusak
gara-gara panggilan lembur.
Keara, though, si Keara ini beda. Memang sih tadi di mobil
sepanjang perjalanan ke kantor dia ngomel terus. Gue ngerti
banget lah, perempuan kayak dia kerja kan, kali cuma buat
status doang. Mengutip repetannya tadi: "Hari Sabtu gini ya,
Rul, gue tuh "ngantor"-nya di Grand Indonesia, bukan busuk
di kantor kayak begini." Hehehe, Keara banget.
Begitu tiba di kantor tadi, mukanya memang sama persis
kayak gue, ditekuk, hanya senyum seadanya sama bule-bule
Wymann Parrish, menunjukkan sejelas-jelasnya betapa tidak
relanya dia ada di situ, sama kayak gue. Mengerutkan kening
saat semua orang di tim ini heboh berdebat tentang presentasi
laporan ke CEO yang perfeksionis itu mau dibuat seperti apa.
Sibuk sendiri memencet-mencet BlackBerry-nya.
Sampai akhirnya"mungkin karena tidak tahan lagi men?dengarkan berisiknya orang-orang ini menjual pendapat
masing-masing kali, ya"Keara bangkit dari kursinya dan
menggiring Jack, senior consultant Wymann Parrish yang pa?ling muda, ke sudut ruang rapat, tempat diletakkannya coffee
maker dan penganan wajib setiap ada rapat panjang seperti
ini. Gue memang tadi berjuang menahan kantuk setengah
mati, tapi masih kelihatan jelas bangetlah dari tempat gue
duduk kelakuan si Keara. Awalnya memang ngobrol serius,
lama-lama malah tertawa-tawa dengan si Jack itu. Obvious
flirting, Keara banget, sempat-sempatnya ya dalam acara begi?nian.
Gue salah ternyata. Karena lima belas atau dua puluh menit kemudian, Jack
Isi-antologi.indd 141 141 7/29/2011 2:15:21 PM 142 kembali mendekat ke meja rapat dan menyela, "Guys, guys, I
was talking to Keara here just now and I think she has a pretty
good idea on how we should approach this. Key, if you may?"
Gue cuma bisa bengong, beneran bengong"yang tentunya
gue kamuflase dengan memasang tampang dan tatapan se?
rius"saat kalimat demi kalimat penuh kata-kata dewa seperti
revenue pool, competitive differentiation, dan predefined industry
targeting meluncur dari bibir Keara. Ini Keara, kan" Keara
yang gue kenal" "Nggak nyangka gue, lo nerd juga, ya," nggak tahan gue un?
tuk nggak nyeletuk begitu gue dan dia sudah di mobil lagi
balik dari kantor. Keara menoleh, mengernyitkan keningnya setengah terse?
nyum. "Maksudnya?"
"Itu tadi yang di rapat, pidato panjang lo tentang revenue
pool itu. Speech kayak begitu cuma bisa keluar dari mulut se?orang nerd, bukan seorang Keara."
Dia tertawa terbahak-bahak dan menepuk lengan gue. "Sial?
an lo, ya. Ini pujian atau celaan" Mau muji gue karena gue
pinter atau mau menghina gue karena tampang gue harusnya
tolol dan nggak mungkin bicara seperti itu tadi?"
Gue ikut tertawa. "Jangan sensi gitu dong, Key."
"Abis, ngomongnya gitu."
"Take it as a compliment, okay?"
"Okay." "Ternyata di otak lo bukan cuma sale di Zara aja."
Keara kembali memukul lengan gue sementara gue tertawa.
"Lo pikir gue masuk tim corporate plan itu jalur tampang, bu?kan jalur otak?"
"Buset, pede bener, ya."
Keara itu 180 derajat bedanya dengan Denise, gue juga he?
Isi-antologi.indd 142 7/29/2011 2:15:21 PM ran gimana mereka bisa berteman, gara-gara hampir dua ta?
hun hidup bareng pas di daerah itu kali, ya" Denise itu, well,
gue udah kenal Denise sejak SMA, dan dari dulu dia nggak
berubah: sedikit pendiam tapi ramah dan cepat akrab dengan
semua orang, perempuan banget, dan selalu terlihat care pada
semua orang. Gue nggak akan pernah lupa bagaimana dulu
Denise merawat gue waktu gue terkena DBD saat bertugas
di daerah. Atau bagaimana dulu setiap gue pulang lembur di
daerah, saat kami berempat serumah, Denise selalu bertanya,
"Udah makan, Rul?" Setiap gue menggeleng, Denise biasanya
langsung memasakkan sesuatu, meskipun yang dia masak ha?nya telur dadar dan nasi. "Rul, makan dulu gih, ntar sakit,
lagi lo," dia biasanya menyusul gue ke ruang TV.
Laki-laki manapun akan sangat bangga mengenalkan
Denise sebagai calon istri kepada keluarganya.
Sayang banget kesempurnaan Denise nggak berarti apa-apa?
buat suaminya. Udah sinting si Kemal itu kali, ya. Punya istri
secantik dan selembut Denise, malah dimainin. Malah ma?
carin perempuan-perempuan nggak jelas di luar sana. Tahu
yang lebih sinting" Dia nggak tahu ya, temen kami itu ada di
mana-mana. Gue ada di mana-mana, dan gue selalu bisa mer?gokin dia. Tapi mungkin gue yang bodoh, ya. Mungkin gue
Imbauan Pendekar 6 Dewa Arak 25 Penghuni Lembah Malaikat Mentari Senja 1
^