Accidentally Love 5
Accidentally Love Karya Boni Bagian 5
Wah, si Deby.. ngapain nih anak, nyariin gua" Heru berbicara sendiri, sambil tetap memandang ke arah layar ponselnya. Kemudian dia mendekatkan wajahnya ke telinga, tangannya mengepalkan sesuatu ke tangan gua dan membisikkan; Ntar abis bulan, lu kudu ganti, ditambah bunganya 10% .
Gua cabut dulu ya res, bon.. si deby udah nunggu nih..
Kemudian heru langsung ngeloyor pergi meninggalkan kami berdua. Gua membuka genggaman tangan dan melihat selembar pecahan 100 SGD lecek yang tadi diberikan Heru.
Gua yakin, yakin banget Heru nggak punya temen atau kenalan yang namanya Deby , setan nih anak.. Gua membatin dalam hati.
Sepuluh menit sudah setelah Heru pergi meninggalkan gua, dan selama sepuluh menit itu juga gua dan resti duduk dalam diam.
Gua duduk disebelah seorang perempuan yang juga tengah larut dalam diamnya, sambil menikmati Ice Cream cokelat-vanilla yang sudah mulai melumer. Gua bingung, seumur-umur gua belum pernah berada di posisi seperti ini, the awkward moment, very awkward moment in my whole life. Sampai akhirnya Resti kemudian membuka suara;
Bon... Ya.. Kok diem aja" Hahaha iya, masa suru joget-joget..
Hehehe nggak joget juga kali, maksudnya ngomong apa gitu..
Ngomong apa" Ya terserah..
Kemudian kami kembali terdiam.
Lima menit berikutnya kembali si Resti membuka suaranya;
Bon.. Ya.. Gimana tulisan lo" Tulisan gua" Nggak gimana-gimana..
Trus tawaran gua gimana" Tentang tulisan bola" Oh.. itu.. belom kepikiran sama sekali res.. masih ngeblank..
Owh.. yaudah.. Kemudian kami kembali terdiam (lagi).
Sepuluh menit kemudian (lagi-lagi) Resti membuka suaranya setelah terdiam;
Balik yuk bon, bete gue.. Hah, balik.."
Iya, ngapain juga kita disini kalo juma diem-dieman aja..
Oh yaudah, ayo.. Akhirnya kami berdua melangkahkan kaki keluar dari kafe tersebut dan mulai berjalan menyusuri jalan Upper Cross St menuju ke Apartemen gua di Telok Ayer dan lagi-lagi kami berjalan dalam diam.
Setelah lebih dari lima menit kami berjalan, akhirnya gua memutuskan untuk memulai obrolan, sebuah topik yang sudah gua pertimbangkan sejak keluar dari kafe lima menit yang lalu;
Res, lu nginep dimana"
Horeee.. akhirnya boni nanya juga... Lah..
Gue nginep dirumah adiknya bokap.. Oh.. Om lu dong"
Ho oh.. Dia tinggal disini" Iya..
Kemudian gua kembali terdiam, kehabisan topik pembicaraan.
Kok diem lagi" Ga papa..
Nanya lagi dong.. Ah elu aja deh yang nanya.. Dih kok gitu..
Tau nih res, gua kalo Cuma berdua doang sama cewek suka gugup..
Yaelah nyantai aja kali.. waktu itu pas dari kampus gua naek motor berdua sama elu, nyantai aja kan.. Iya ya.. kok sekarang beda ya..
Mungkin elo ada rasa kali sama gue.. Bisa jadi.. eh..
Gua buru-buru menutup mulut dengan tangan, Resti Cuma cengar-cengir aja sambil memandang ke arah gua. Gua nggak tau harus bagaimana, Cuma celingakcelinguk nggak jelas kemudian meneruskan berjalan sambil menundukkan kepala.
Sorry, res.. gua nggak maksud... Hahahahaha.. nyantai aja lagi boon.. Resti memotong omongan gua sambil tertawa. Maksudnya tuh gini... kita kan belom lama kenal.. Bon, bon...
Resti kembali memotong omongan gua.
Elo tuh nggak pernah deket sama cewek ya, bon" Gua Cuma menggeleng, sambil mengelap keringat dingin yang mulai mengalir di dahi gua.
Sama sekali" Gua mengangguk.
Ooo.. pantesan.. kaku banget..sama cewe.. Bon...
Ya.. Sama gue santai aja nggak usah canggung.. Gua nggak canggung, Cuma gugup.. Sama aja dodol.. kenapa sih.."
Ya nggak apa-apa, Cuma nggak biasa aja.. Ya nggak biasa-nya tuh gara-gara apa" Nggak apa-apa..
Akhirnya obrolan kami harus dihentikan, nggak terasa gua sudah tiba didepan apartemen;
Aneh ya" Kok mau-maunya gua jemput terus nganter lo..
Resti bicara sambil menunjuk-nunjuk ke kepalanya. Gua Cuma tersenyum, kemudian masuk ke dalam, melambaikan tangan, menaiki tangga dan berjalan didalam lorong menuju ke kamar, sambil mengutuki diri gua sendiri. Goblok!!..
#27: Logic Resti bicara sambil menunjuk-nunjuk ke kepalanya. Gua Cuma tersenyum, kemudian masuk ke dalam, melambaikan tangan, menaiki tangga dan berjalan didalam lorong menuju ke kamar, sambil mengutuki diri gua sendiri. Goblok!!..
Sampai di depan pintu kamar, gua mengangkat pot bunga dan meraba dasarnya, kosong. Kemudian gua membuka pintu, heru sedang terbahak-bahak menonton sebuah film dari laptop gua, sambil duduk memeluk guling dan menggenggam plastik cemilan; Cassava Chips . Gua berjalan melewatinya dan duduk diatas kasur;
Gimana bon, dating-nya" Sukses" Sukses, pala-lu..
Lah ngapa emang" Heru, menekan tombol spasi, mem-pause film dan beralih menghadap ke gua.
Gua tau lu nggak punya temen yang namanya Deby , so what its all about"
Yah, kaku banget sih lu jadi cowok.. Nah itu lu tau kalo gua kaku, ngapa malah ninggal gua berdua sama cewek"
Lah.. elu nya aja yang aneh, cowok-cowok normal mah seneng kalo ada diposisi lu..
Gua diam, membisu, kemudian mengambil sebatang rokok dari bungkusan Marlboro light yang ada disamping laptop. Gua menyulutnya dan menikmati setiap hisapan-nya sambil berbaring di atas kasur.
Apa iya gua nggak normal , ah masa sih" Tapi, gua deg-deg-an kok kalau dekat dengan perempuan yang bukan muhrim dan gua masih jijik kok kalau si heru tidur deket-deket gua, but siapa juga orang yang nggak jijik tidur dipeluk-peluk heru, seorang homo sekalipun gua rasa bakal jijik, abis-abisan.
Bon.. emang lu mau ngebujang mulu apa" Yaelah, ruk.. ruk.. suatu hari nanti.. inget nih, suatu hari nanti lu bakal terbengong-bengong pas ngeliat gua bawa pacar..
Iye, pacar lu cowok.. bwahahahahahaha.. Setaaaaan!
Setelah lelah bergelut dengan Heru, terdengar suara pesan masuk dari ponsel gua, gua melepaskan pitingan arm-bar dan bergegas mengambil ponsel, sebuah pesan dari Resti;
Woiii... lg ap" Gua nggak membalasnya, hanya meletakkan kembali ponsel di atas meja dan kemudian mengusir heru yang ikut-ikutan membaca pesan tersebut, dia masih meringis memegangi lengannya. Sedetik kemudian gua sudah dalam posisi menjepit leher si heru dengan teknik neck crank , heru Cuma bisa meringis sambil menepuk-nepukan telapak tangannya di lantai sebagai tanda kalau dia menyerah. Gua melepaskan lehernya, dia sedikit tersedak-sedak kemudian heru mengambil ponsel, mengetikkan sesuatu dan meletakkannya kembali. Gua yang baru menyadari kalau yang dia ambil barusan adalah ponsel gua, buru-buru menyambar ponsel tersebut, terlihat dilayarnya sebuah notifikasi; Delivered.. . Gua membuka sent item disitu terlihat sebuah balasan untuk pesan dari Resti isinya; Lg mkirin km .
Gua kembali meletakkan ponsel di atas meja, si Heru sedang berusaha keluar dari kamar, gua mengejarnya; Bangsaaaaatttttt!!!
--- Sebulan setelah kejadian kejar-kejaran antara gua dan Heru di lorong apartemen yang berakhir dengan terkilirnya kaki si Heru dan biru-biru di bagian pundak, seperti biasa siang itu gua sedang menulis saat sebuah pesan masuk ke ponsel gua, tanpa melihat-pun gua tau siapa yang mengirimnya; Resti. Sejak kejadian Heru membalas pesan dari Resti melalui ponsel gua, si Resti jadi rajin mengirimi gua pesan, entah sekedar menanyakan kabar, mengingatkan makan atau sekedar pesan yang isinya Cuma; woii.. , ahay.. , Cihuy bahkan; Heyho , absurd, sungguh perempuan yang absurd. Padahal udah hampir dua minggu yang lalu dia balik ke Indonesia tapi tetap nggak mengurangi intensitas sms-nya, gua yang emang belum sempat menjelaskan perkara isi sms yang dikirim heru akhirnya dengan terpaksa sambil senyam-senyum kecut membalas sms-sms dari Resti. Buat beberapa orang, mungkin mendapat sedikit perhatian dari seorang perempuan melalui sms adalah suatu yang lumrah, tapi buat gua yang bahkan dinilai sebagai laki-laki nggak normal oleh Heru, hal seperti ini adalah sesuatu yang luar biasa. Sejak kecil, gua hanya dekat dengan dua orang wanita, Nyokap dan adik gua: si Ika, selebihnya perempuan yang gua kenal paling Cuma sebatas teman sekolah, tempat gua meminjam penghapus, pensil, pulpen dan meminta kertas ulangan, begitu pun menginjak masa-masa kuliah; perempuan yang dekat dengan gua tetap dua orang yang gua sebutkan tadi: Nyokap dan Ika selebihnya Cuma perempuan-perempuan yang menghiasi hidup gua melalui lagu, film dan cerita saja. Kalo ada yang bilang gua nggak normal, sebenarnya mereka nggak sepenuhnya salah. Tapi, gua juga nggak mungkin membenarkan hal tersebut, gua yakin mereka yang berasumsi gua nggak normal , heru sebagai contohnya, mengatakan hal tersebut karena kedinginan gua terhadap lawan jenis dan track record gua sebagai cowo yang belum pernah pacaran dan sampai saat ini gua berusaha mematahkan asumsi tersebut dengan cara ini; ber-sms-an dengan Resti; Fair enough, i think.
Yess, dan kalau ada yang bertanya apakah gua menyimpan perasaan terhadap Resti, tentu saja jawabannya adalah: Yess , mungkin seratus Yess . Tapi, lagi-lagi gua selalu terbentur dengan yang namanya Logika, ya sejak kecil boleh dibilang gua ini salah satu orang yang diperbudak oleh logika, sampaisampai mempengaruhi daya resap perasaan gua sendiri. Buat orang lain, jika mengikuti kata hati dan perasaan; mungkin nggak ada yang salah kalau ada orang seperti Resti yang tajir, cakep, almost perfect, bisa suka sama pria seperti gua. Kata hati dan perasaan gua pun berkata sama; setuju-idem. Tapi, entah kenapa Logika dan nalar gua selalu berusaha menentang-nya, berusaha membatasi perasaan dan kata hati gua agar tetap pada jalurnya, not cross the line. Selalu menghalangi perasaan dengan berbagai pernyataan-pernyataan seperti;
Secara Logika nggak mungkin Resti suka sama gua karena dia kaya sedangkan gua nggak, dia cakep sedangkan gua nggak, dan kalaupun nanti berlanjut, orang tua dia pasti nggak bakal setuju sama gua.
Yang pada akhirnya malah membunuh kata hati; dan perasaan gua . Jadi pada akhirnya, gua Cuma bisa berhubungan dengan Resti dengan perantara nalar, berusaha mengelabui orang lain agar terlihat normal sambil menghibur diri sendiri yang semakin semenjana akibat membohongi diri sendiri, sementara perasaan dan kata hati -gua terpenjara jauh didalam jurang hati gua yang paling dalam, dijaga oleh sesosok makhluk bernama; Logika.
Logika ini juga-lah yang membuat, menanam dan menumbuhkan pohon nalar yang membuat kata hati dan perasaan gua menjadi benalu, benalu yang siap mengganggu gua menggapai cita-cita gua. ---
Dua bulan tersisa dari waktu program beasiswa gua di Singapore. Gua dan heru mati-matian belajar buat final exam yang belum ketahuan apa bentuknya; essay kah, multiple choice kah atau interview test kah. Sementara, buat yang bertanya-tanya tentang hubungan gua sama Resti; berjalan baik-baik saja tetap seperti bulan kemarin, kemarinnya lagi, kemarinnya lagi, kemarinnya lagi, masih dalam koridor nalar dan Logika gua.
Buset, pedes juga nih mata gua bon.. Heru meletakkan pulpen menggeleng-gelengkan kepala sambil memijat bagian belakang lehernya. Gua yang berada dimeja seberangnya Cuma menjawab ho-oh dengan mata masih tertuju pada layar laptop gua. Heru yang penasaran kemudian mendatangi gua, berdiri di belakang gua. Nafasnya yang terdiri dari campuran bau asap rokok, bangkai tikus dan air comberan bikin gua menyingkir.
Anjirr.. lu abis makan apaan sih ruk" Napas lu bau got..
Hahaha.. Bukan napas gua yang bau, tapi mulut lu yang terlalu deket sama idung.. lah gua pikir mah dari tadi lu belajar, coy.. pantesan dari tadi anteng banget maen beginian..
Sudah barang tentu yang dimaksud beginian oleh Heru adalah sebuah game strategi; Age Of Empire yang sejak tadi gua mainkan, sejak kami tiba di perpustakaan kampus ini.
Lah sakti juga lu coy, udah mau Exam bukannya belajar, malah maenan..
Ah, belajar juga bakal apaan" Kita aja belom dikasih tau tipe examnya..
Ya tapi kan tetep lu harus belajar kali... Tadi lu belajar apaan"
Teori dasar desain, aplikasi dan penerapannya.. tuh buku-nya..
Trus, misalnya lu udah belajar kayak barusan terus besok examnya dalam bentuk praktek, misalnya suruh bikin sketch , rugi nggak lu"
Lah misalnya besok ternyata examnya dalam bentuk essay dan yang dibahas adalah teori desain" Ya kalo gitu gua bakal ngasih selamet deh ke elu.. Gua kemudian menutup laptop gua, menyalaminya kemudian pergi meninggalkan Heru, pulang.
Sebenernya hal yang gua katakan ke Heru waktu di perpustakaan juga bukanlah prinsip dasar gua dalam belajar, malah boleh dibilang hampir setiap hari gua belajar. Tapi menurut gua, dalam industri kayak begini (baca; Desain, Broadcast, Advertising, Digital Art dan kronco-kronconya yang lain) belajar teori bukanlah suatu yang mutlak perlu diterapkan, justru gua malah berhasil mendapatkan ide, sense dan feel yang tepat untuk berkarya bukanlah dari hasil membaca buku, melainkan hasil dari explorasi dari kehidupan sehari-hari. Dan ya, gua tetep belajar, tapi cara belajar gua dengan heru berbeda.
--- Gua memandang ke selebaran yang barusan dibawa pulang heru dari kampus, secarik kertas berwarna hijau yang isinya merupakan jadwal Final Exam, dan untuk masing-masing jurusan berbeda waktu dan tempatnya. Heru mendapatkan jadwal exam lebih dulu dari gua yang dapat giliran dua minggu lagi. Dan yang paling mengejutkan adalah bahwa Final Exam peserta program beasiswa diadakan secara terpisah dengan peserta reguler, pun dengan waktu dan soal ujiannya. Diskriminasi!
Heru yang sejak pulang tadi, setelah menggeletakkan begitu saja brosur yang barusan gua baca jadi kelabakan seperti lintah dikasih garam, sebentar berdiri, meletakkan pensil di daun telinganya, menunjuk-nunjuk angka di kalender, sesaat kemudian dia duduk membolak-balik modul pembelajarannya, beberapa detik berikutnya dia sudah mengetukngetuk pintu kamar sebelah, sepertinya hendak meminjam catatan, kemudian kembali ke kamar sambil menggaruk-garuk rambutnya yang mulai memanjang dan terduduk kembali sambil memegangi dahi-nya.
Sementara gua berbaring di kasur, memandangi selebaran hijau tersebut seraya merajut mimpi-mimpi untuk bisa sukses di Final Exam nanti, kemudian gua dikejutkan oleh nada dering ponsel gua, gua mengeluarkannya dari saku selana jeans dan tertera nama Ika dilayarnya;
Halo, Assamualaikum.. Waalaikum salam..
Terdengan suara nyokap yang cempreng-cempreng renyah di ujung sana.
Gimana kabar lu ni" Sehat"
Alhamdulilah mak, sehat.. emak, baba gimana disono sehat juga"
Iya, Alhamdulilah bae-bae aja.. lagi ngapain lu ni" Lagi tidur-tiduran mak" Dua minggu lagi mau ujian nih...
Lah mau ujian, ngapa lu leyeh-leyeh aje" Belajar orang mah..
Iya ntar abis tidur-tiduran, trus tidur beneran, abis itu baru belajar..
Bener-bener ni bocah atu, susah banget dikasi tau.. Iya mak, iya, oni belajar kok.. kalem bae.. Jangan kalem-kalem aja lu.. ntar kalo kagak lulus, baru nyaho..
Yaah jangan doain begitu dong mak...
Ye makanya belajar ni... emak ama baba luh ma dari dulu, tiap solat kagak pernah lupa nyebut nama lu sama ika.. emak mah nggak pernah doain lu supaya sukses..
Lah" ...emak mah doain supaya elu selalu berlaku bener, kagak macem-macem sama diri lu sendiri dan nggak macem-macemin anak orang...
Oh iya mak.. tambahin mak atu doanya.. Apaan"
Biar enteng jodoh... Iya, kalem bae.. emak doain dah.. yaudah belajar gidah sono, solat jangan ditinggal ye.. Iya mak.. tetep doain oni ya mak.. Iya, assalamualaikum..
Waalaikum salam.. Gua meletakkan ponsel di dada dan melanjutkan memandangi selebaran hijau mengenai informasi Final Exam. Ponsel gua berdering lagi, ah mungkin nyokap lupa menyampaikan sesuatu, gua mengangkat ponsel dan melihat layarnya; Resti . Gua menghirup nafas panjang kemudian menghembuskannya sebelum mengangkat telepon darinya;
Haloo.. Haloo, bon.. Kata heru lo mau exam ya" Minggu depan" Lagi belajar"
Hah,.. Gua melirik ke heru yang tengah larut dalam modulnya dan gua melihat ponselnya tergeletak disana, masih menyisakan backlight sebelum akhirnya mati dan tombolnya terkunci otomatis. Gua mengambil bungkus rokok dan melemparnya, tepat ke arah kepalanya. Tuk!. Heru mengelus kepalanya, berpaling ke gua kemudian terkekeh, sambil berjingkat membuka pintu kamar dan bergerak keluar; Keluar dulu ah, ntar ganggu orang pacaran lagi
Hallo.. hallo.. bon.. Ya..
Ditanyain.. Eh.. iya, gua sih masih dua minggu lagi, si beruk yang exam minggu depan..
Oh.. beda" Iya beda.. Belajar ya..
Pasti, tenang aja" Siip, eh udah makan"
Belom, nanti aja mau makan daging beruk.. Maksudnya"
Nggak, nggak.. ntar mau masak nasi goreng aja.. Oh oke deh.. trus sekarang lagi ngapain" Lagi mau belajar, udah ya res.. ntar pulsa lo abis kalo kelamaan..
Yaah.. Daaa... Iya deh.. Tut tut tut tut tut... Gua menutup telepon dari Resti, berdiri, mengambil sapu lidi dan bergegas ke kamar sebelah. Gua tau dia pasti ada disitu, Beruk Brengsek!
--- Seminggu berikutnya, gua sedang menulis di dalam kamar saat Heru merangsek masuk dan langsung melempar tas ranselnya kemudian menjatuhkan diri diatas kasur. Lima hari sebelumnya gua sempat membaca di papan pengumuman di kampus bahwa jurusan Heru akan mengadakan Final Exam berupa membuat essay yang kemudian harus di persentasikan di depan penguji dan bakal dihadiri oleh utusan-utusan dari berbagai perusahaan kelas internasional yang bekerjasama dengan pihak penyelenggara program beasiswa untuk merekrut lulusan-lulusannya.
Ruk... Mmmm... Heru menyembunyikan wajahnya diantara bantal dan kasur.
Ruk.. gimana" Tau dah.. pesimis nih gua.. Emang ngapa dah"
Ya nggak apa-apa siy, gila bon.. gua persentasi didepan orang banyak, ajigile.. gugup coy.. Yaelah paling juga kayak pas sidang skripsi.. Kayak sidang skripsi mata lu..
Heru kemudian duduk. Gila kali lu.. bikin Essay Cuma dikasih waktu lima hari, trus persentasi didepan puluhan orang, pada pake jas sama dasi, udah gitu selesai persentasi, ada sesi tanya jawabnya, semuanya pada nanya..gimana nggak stress tuh..
Gua kemudian terbengong-bengong ria. Memandang kosong ke layar laptop melihat ke kumpulan tentara bizantium gua yang sedang berbaris, bersiap menyerang musuh. Gila, nasib gua apa kabar nih.
Kemudian gua berdiri, mengambil jaket dan keluar, sedikit berlari kecil menuju ke kampus. Sesampainya disana gua masuk dan langsung menuju ke tempat dimana biasanya pengumuman ditempel. Disana sudah ada beberapa orang yang berkumpul, gua mengenali salah satunya; Lisa. Mahasiswa program beasiswa dari malaysia yang juga sejurusan sama gua; broadcast.
Lis, jadwal exam kita udah ada"
Saya belum lah tahu, ingin melihat tapi tak boleh Nggak boleh sama siapa"
Lisa memukul pundak gua, iya gua tau maksudnya bukan Tak boleh tapi Nggak bisa , sungguh bahasa yang sulit, melayu.
Gua menyeruak kerumunan, dan sadar kenapa si Lisa yang badannya Cuma sebesar upil onta tak boleh melihat pengumuman ini. Kemudian gua memandang sebuah selebaran besar ditempel dengan menutupi pengumuman-pengumuman lainnya. Memberitahukan bahwa jadwal Exam untuk Jurusan Broadcast adalah minggu depan, hari Senin dan jenis Exam-nya adalah Essay ditambah mini-project dengan banyak pilihan project yang sudah ditentukan dan disusul dengan persentasi.
Sesaat gua seperti memandang ke sebuah gurun tanpa batas, gua menghela nafas dan mulai bergerak keluar dari kerumunan.
How is it" Lisa bertanya, gua mencoba menjelaskannya sebentar sambil berlalu.
--- Gua memandang materi persentasi gua untuk yang terakhir kalinya, sebelum masuk ke sebuah ruangan besar berbentuk auditorium, tempat dimana waktu itu gua datang pertama kali disini untuk mendengarkan ceramah pria bule botak yang ternyata adalah kepala program pendidikan ini. Gua mengambil ponsel dari dalam saku dan menekan angka 2, speed dial untuk nyokap gua.
Haloo.. Haloo kenapa bang" Emak mana"
Suara Ika terdengar dari seberang sana, disusul teriakan samar memanggil nyokap.
Haloo, assalamualaikum.. kenape ni.." Mak, oni mau ujian.. doain oni ya..
Iya emak doain biar digampangin sama Allah semua urusan lu, biar cepet rapih semua urusan lu, mudahmudahan elu selalu di jalan yang bener ya tong.. Iya mak, oni siap-siap dulu deh.. Assalamualaikum Waalaikumsalam..
Beberapa saat kemudian nama gua dipanggil, gua masuk kedalam sambil tersenyum kepada para hadirin yang datang, persis seperti yang digambarkan oleh Heru minggu kemarin, ada sekitar puluhan bahkan lebih dari lima puluh orang yang berdandang ala james bond duduk berderet memenuhi tribun auditorium. Gua melangkah canggung di atas panggung yang letaknya jauh dibawah, tepat pada posisi yang sama dengan saat pria bule botak ceramah. Gua memasang kabel proyektor ke laptop dan sesaat kemudian lampu-lampu mulai redup, ruangan ini Cuma diterangi oleh cahaya dari proyektor di ujung ruangan yang tersambung ke laptop gua. Gua berdiri, menggenggam microphone dan mengetukngetuknya, suara riuh dari para James Bond ini mendadak senyap yang terdengar hanya raungan prosesor dari laptop jadul gua dan nafas gua yang mulai tidak beraturan. Tangan gua mulai basah oleh keringat, gua berdehem beberapa kali sebelum memulai persentasi dan.....
30 menit berlalu, gua malah keasikan sendiri menjelaskan isi dari materi persentasi gua, mungkin para james bond ini malah tertidur saking bosannya. Dan akhirnya gua menyelesaikan satu terakhir, lampu proyektor meredup, disusul dengan lampu auditorium yang kembali terang. Gua menutup layar laptop saat suara moderator terdengar, memberitahu bahwa sekarang adalah sesi tanya jawab.
10.. 20.. 30.. 40 menit, waktu yang gua habiskan dalam menjawab berbagai jenis pertanyaan seputar konten materi persentasi gua dan beberapa pertanyaan Out Of Topic dari audience yang terpaksa gua jawab setelah mendapat anggukan dari tim penguji. Kemudian gua dipersilahkan keluar, dan ruangan kembali riuh saat gua meninggalkan auditorium tersebut.
Gua duduk di bangku panjang di luar auditorium, menghembuskan nafas panjang kemudian gua berdoa, bukan meminta agar hasil Exam gua ini bagus dan gua lulus,tapi gua Cuma minta agar Do a emak gua dikabulkan.
--- Seminggu berikutnya, gua menerima sebuah amplop berukuran besar dengan sebuah print-out nama, jurusan dan asal negara di bagian depannya. Terpampang sebuah tulisan kapital besar: FINAL EXAM RESULT.
Gua membuka dan mengeluarkan isinya, ada berlembar-lembar kertas, brosur, stiker bahkan sebuah pin. Gua membaca dengan seksama selembar kertas yang menuliskan hasil Exam gua, gua terduduk didalam kamar kemudian mulai terbengong-bengong..
#28: Driver in Life Gua membuka dan mengeluarkan isinya, ada berlembar-lembar kertas, brosur, stiker bahkan sebuah pin. Gua membaca dengan seksama selembar kertas yang menuliskan hasil Exam gua, gua terduduk didalam kamar kemudian mulai terbengong-bengong memandangi sebuah tulisan dengan tinta berwarna biru yang ditulis menggunakan tangan dengan metode kaligrafi: Passed .
Dengan tangan yang masih bergetar, gua mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menghubungi nyokap. Terdengar beberapa kali nada sambung sebelum akhirnya nyokap mengangkat telepon-nya;
Assalamualaikum.. Waalaikumsalam, mak.. ini oni... mak oni lulus mak.. lulus..
Alhamdulillah, ni.. anak emak emang hebat.. Nggak mak, yang hebat doa emak..
Ngambil wudhu ni, solat sunah, sujud syukur... Iya mak, makasih ya mak udah doa-in oni.. Sama emak sendiri mah nggak usah pake makasihmakasihan segala, udah gidah sono ke sumur ambil wudhu..
Iya, oni tutup ya mak.. Iya, Assalamualaikum.. Waalaikumsalam..
Gua meletakkan ponsel di atas kasur, mengambil wudhu dan kemudian solat sunnah dua rokaat.
Heru membuka pintu kamar saat gua sedang melakukan salam , dia melongok sebentar kemudian menutup pintu dan menunggu diluar. Setelah selesai solat gua membuka pintu, heru sedang duduk bersandar disamping pot bunga sambil memegang amplop putih besar yang bentuknya mirip dengan punya gua. Dia menunduk mencoba menyembunyikan wajah murungnya.
Ruk.. ngapain lu nongkrong disitu" Gapapa...
Gimana hasil-nya" Parah...
Heru menjawab sambil berdiri kemudian menyerahkan amplop putihnya ke gua, sedangkan dia ngeloyor masuk kedalam kamar dan langsung merebahkan diri di kasur.
Gua menangkap gelagat seperti ini bukanlah sebuah hal yang baik, setelah menghela nafas gua mengeluarkan kertas hasil exam dari dalam amplop yang sudah disobek heru secara serampangan, membaca-nya sekilas dan...
Kamprettt!!!... Gua kemudian menerjang heru yang ternyata sedang cengengesan dibalik bantal.
Anjriittt... lulus juga lu, beruuuukkk...
Hahahaha.. tampang lu tadi kocak banget bon, asli.. gua nggak tau kalo ternyata lu segitu peduli-nya sama gua..
Kampret lu ruk... Heru duduk di kasur, menghadap gua yang sedang menghidupkan laptop.
Bon, lu udah ngasih tau Resti... Belon..
Yaudah gua yang ngasih tau..
Gua menatap beruk, berusaha membuat tatapan gua ini terlihat kalem namun tetap punya kesan sangar, macem chuck norris di film Forced Vengeance sambil menggulung modul milik si heru yang tergeletak di meja dan menggenggamnya di tangan.
Ye.. gua kan mau ngasih tau tentang kelulusan gua sendiri ke resti, ngapa lu yang repot..
Gua terdiam, nggak bisa bicara apa-apa, Si beruk memang lihai. Gua Cuma bisa memandang heru yang tengah asik menekan-nekan keypad ponselnya, mengirim pesan ke Resti.
Nggak lama berselang, ponsel gua berbunyi dan tanpa melihatpun gua tau siapa yang menelpon, gua kembali mengambil modul, menggulungnya dan menerjang si heru yang berusaha menangkis pukulan gua dengan menggunakan bantal.
Woy..woy.. udah ah, sakit bon.. nyokap lu kali tuuuh yang telpon.. liat dulu..
Gua berhenti memukuli heru, kemudian mengambil ponsel gua yang tergeletak di meja, masih berderingdering dan layarnya menampilkan nama; Resti . Gua meletakkan ponsel tersebut, kemudian kembali mengambil modul, menggulungnya dan menerjang si heru yang kali ini mencoba menghindar kemudian menyambar ponsel gua dan menjawab panggilan dari Resti;
Halo, Resti ya.. iya nih boni-nya lagi ngamuk.. Heru melemparkan ponsel ke gua sambil berlari keluar kamar, beberapa detik kemudian terdengar suara riuh dari kamar sebelah, ah rupanya mereka juga lulus.
Halo.. halo.. halo.. Hallo, ya res, kenapa" Eh lulus nggak lo"
Hahaha, alhamdulillah lulus..
Waah selamat ya booon.. kok nggak ngasih tau" Baru mau ngasih tau, eh lu udah nelpon duluan.. Mau dihadiahin apaan"
Wah nggak perlu repot-repot, res.. Nggak repot kok, bilang aja... Hahahaha.. beneran nggak usah.. Bener.."
Iya sungguh deh.. eh boleh deh.. Apa"
Hadiahin do a aja biar gua sukses...
Ya ampun booon, nggak usah diminta juga tiap hari gua doa-in lo kali..tiap hari gua mikirin lo, tiap hari gua berharap lo cepet lulus dan balik ke Indo.. Masa" Kenapa"
Whaat" Lo nanya kenapa" Menurut lo kenapa selama ini gua sms-an terus sama lo" Telpon-telponan sama lo" Nanyain kabar lo"
Gua terdiam sejenak, kemudian Resti melanjutkan omongannya;
Halo..halo.. boon.. Iya..
Menurut lo" Gue ini apa" Apa ya"
Untuk pertanyaan yang ini gua benar-benar nggak bisa menjawabnya. Gua Cuma bisa terdiam lagi dan Resti juga ikut terdiam, lama kami tenggelam dalam diam, sampai akhirnya suara Resti memecah keheningan;
Gilaa.. kok ada cowok nggak peka kayak elo ya bon...
Tut tut tut tut tut tut..
Panggilan berakhir, gua melempar ponsel ke atas kasur dan bersandar di tembok, mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, menghisapnya dalamdalam dan menghembuskannya ke langit-langit kamar. Gua berdiri, mengambil jaket dan bergegas keluar. Gua berteriak ke arah kamar sebelah untuk memberitahu heru kalau gua mau keluar sebentar. Teriakan gua disambut oleh kejaran heru yang terlihat buru-buru memakai sweater, mengunci pintu dan menyusul gua, berlari sepanjang lorong kemudian menuruni tangga. Mo kemana lu"
Tau nih.. Heru mungkin membaca ada yang aneh di wajah gua, kemudian dia bertanya;
Kenapa lu" Abis berantem sama Resti.. Gara-gara elu nih ruk,... semua gara-gara elu.. Gua bicara sambil mengangkat jari telunjuk gua ke arah wajah si Heru.
Lah kok gua dah" Nggak tau, pokoknya gua lagi pengen nyalahin lu aja.. udah terima aja..
Njirrr... Gua berjalan bersama heru, nggak tau mengarah kemana, gua Cuma terus berjalan aja sampai disebuah taman yang ramai oleh banyak orang, yang kemungkinan besar adalah turis-turis yang sedang berfoto-foto dalam berbagai pose. Si heru duduk disebuah bangku panjang berwarna cokelat yang terletak dibawah pohon beringin yang nggak begitu besar.
Woy, bon.. duduk dulu lah, capek.. Heru meneriaki gua yang masih terus berjalan, gua menghentikan langkah, terdiam sebentar kemudian berbalik menuju ke bangku tempat heru duduk.
Kenapa si lu" Berantem sama Resti" Gara-gara apa" Gua diam, Cuma menjawab dengan anggukan.
Gara-gara apa" Sebenernya sih nggak berantem, ruk.. definisi berantem menurut gua kan; dua pihak yang nggak sejalan, terus terjadi konfrontasi, itu namanya berantem..
Lah terus, lu sama resti, kenapa"
Kalo kasus gua sih, Resti yang marah sama gua.. sedangkan gua nggak marah sama Resti.. apa tuh namanya"
Ah, kebanyakan makan genjer kali luh, ngomong belibet banget.. udah pukul rata aja semua, pokoknya lu berantem sama Resti dan yang pengen gua tau itu sebabnya.. bencooong.. bukan definisi-nya.. Kemudian gua menceritakan kejadian waktu Resti menelpon gua belum lama tadi, Heru mendengarkan penjelasan gua tanpa berbicara, tanpa menyela, dia Cuma mendengarkan gua dengan seksama sambil memandang ke arah kerumunan turis-turis yang sedang berfoto bersama sambil merentangkan spanduk.
Selesai mendengar penjelasan gua, heru kemudian berdiri, dia menghela nafas kemudian menggelenggeleng kan kepala, sambil mengarahkan telunjuknya ke gua, dia berkata;
Goblokk!.. Heru berjalan meninggalkan gua.
Woi, mau kemana lu" Gua berteriak memanggilnya. Dia nggak menjawab, cuma berpaling sebentar kemudian mengacungkan jari tengahnya ke arah gua.
Gua duduk terdiam, memandang ke atas, ke arah juntai-juntai ranting yang menjurus ke bawah, melihat langit yang membiru melalui celah-celah dahan pohon beringin.
God.. What should i do.. --- Setelah kejadian di taman waktu itu, heru sama sekali nggak menyapa gua. Dia selalu saja mlengos kalau gua ajak bicara. Begitu juga Resti, dulu dalam sehari dia bisa sms 4-5 kali dan dalam seminggu bisa 3-4 kali telepon, sekarang boro-boro telepon sms aja nggak pernah.
Gua duduk memandang sebuah surat yang baru aja gua ambil dari kampus tadi pagi. Memang semenjak final exam dan pengumuman lulus, sebenernya Program Beasiswa gua udah berakhir dan gua tinggal nunggu ngabisin waktu program ini yang kira-kira tersisa satu bulan setengah. Dan banyak dari para peserta program yang sudah ikut tes kerja disana-sini, melalu online tes atau melalui tes di kampus. Bahkan ada beberapa peserta yang punya nilai tinggi, nggak pake tes-tes-an, langsung terbang ke Kanada atau ke US, semuanya langsung kerja.
Gua membuka amplop surat tersebut, mengeluarkan isinya.
Ah sebuah undangan interview kerja, gua
memperhatikan lokasi interview dan waktunya. Besok.
Sebuah perusahaan yang berlokasi di Singapore, bergerak di bidang digital imaging dan advertising. Nggak membuang waktu, gua bergegas mengambil jaket dan keluar dari kamar, berusaha mencari tau lokasi kantor dan kendaraan apa saja yang melaluinya, semacam survey kecil-kecilan.
Sesampainya di lobi, gua menghampiri seorang petugas keamanan apartement dan menunjukkan alamat yang tertera di surat yang gua terima. Si Petugas mengambil surat tersebut, memandangnya, sedetik berikutnya dia tersenyum dan bergegas menuju ke luar apartement dan berjalan sedikit ke arah trotoar, gua mengikutinya. Dia menunjuk ke arah gedung tinggi berwarna biru yang ujungnya tidak simetris, kemudian dia memberitahu jalur yang harus gua ambil tanpa menggunakan angkutan umum.
Deket banget. Gua bergumam dalam hati, setelah mengucapkan terima kasih gua mulai berjalan menyusuri trotoar sepanjang Jalan Telok Ayer kemudian menyebrangi jalan besar; Maxwell St dan tiba disebuah jalan yang kalo nggak salah namanya mirip seperti nama merk biskuit terkenal di Indonesia yang berkaleng merah. Gua berjalan sambil memandangi gedung tersebut, ternyata untuk bisa masuk gua harus memutari gedung ini, jalan yang ditunjukkan oleh petugas keamanan tadi merupakan jalan belakang . Sesampainya didepan, gua menghampiri security yang sedang berjaga disana, seorang bertubuh tegap, berpakaian serba hitam dengan garis merah dan mengenakan topi seperti topi sherif di film-film Amerika. Gua tersenyum sambil bertanya dan menunjukkan surat panggilan yang gua bawa, dia mengangguk kemudian berkata dengan bahasa inggris, campur melayu, campur mandarin, campur bahasa kode mencoba menjelaskan bahwa perusahaan tersebut ada di lantai delapan dan dia menunjukkan sebuah ruangan mencoba mengarahkan gua untuk masuk dan melapor ke bagian CS untuk mendapatkan kartu Visitor baru kemudian boleh naik ke atas. Gua menggeleng, mencoba menjelaskan kalau baru besok gua bakal balik lagi kesini, dia tertawa, entah menertawakan apa, gua mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya ngeloyor pergi.
Gua berjalan pulang ke apartemen melalui jalan berbeda dengan jalan yang gua tempuh waktu berangkat tadi, kali ini gua melewati jalan raya yang lebih besar; Anson Road. Mungkin kalau di Indonesia, kawasan ini semacam Sudirman-Thamrin-nya Singapore tapi lebih rapih dan jauh lebih bersih. Gua kemudian berbelok ke kiri menuju ke jalan waktu pertama kali gua datang dan berjalan cepat menuju ke Apartement.
--- Sesampainya di kamar, gua mulai membuka laptop dan melakukan pencarian tentang perusahaan yang bakal menginterview gua besok. Sesaat kemudian muncul disebuah halaman hasil dari pencarian yang tadi gua ketik, gua meng-klik hasil teratas yang memiliki domain lokal(.sg) dan sedetik kemudian muncul sebuah website ciamik dengan tampilan dominan warna hitam. Gua meng-klik sebuah menu bertuliskan About dan mulai membaca dan mencatatnya di notes.
Saat gua sedang asik dengan catatan gua, pintu kamar terbuka si Heru yang sejak gua masih tidur tadi sudah menghilang, kemudian masuk kedalam kamar, menggunakan kemeja, dan sepatu pantofel, lengkap dengan dasi dan menenteng jas.
Dari mana lu" Gua mencoba bertanya ke heru, siapa tau kali ini dia sudah nggak kesel sama gua.
Abis interview.. Heru menjawab sambil duduk disebelah gua, mengambil sebatang rokok dan menghisapnya.
Lu udah nggak marah sama gua ruk"
Gua bertanya sambil mengubah arah pandangan dari layar laptop ke arahnya.
Heru menghisap rokok dalam-dalam kemudian menghembuskannya ke wajah gua sebelum dia menjawab;
Gua kadang-kadang bingung sama lu bon.. dibilang goblok tapi lu dapet beasiswa, dibilang pinter tapi nyia-nyiain cewek..
Gua mengangkat bahu, mengambil sebatang rokok dan menghisapnya.
Emang dimana salah gua, ruk.. coba kasih tau gua" Whatt.."
Kenapa what" Buset dah, bener-bener goblok lu bon.. guoblok.. emang lu nggak tau kalo Resti demen sama lu" Gua tau..
Trus, lu demen juga nggak sama dia"
Kalo dibilang demen mah ya demen.. tapi ntar kalo gua pacaran sama dia beasiswa gua malah berantakan...
Heru mematikan puntung rokoknya diasbak, menghembuskan asap terakhirnya ke wajah gua;
Ya kalo gitu, kenapa lu nggak bilang gitu ke dia.. kenapa lu masih terus ngasih harapan ke dia Lho, dia nggak pernah bilang suka ke gua, gua harus gimana
Wah.. kali ini level lu mulai naek, dari goblok ke tolol..
Lho kenapa" Kalo dia suka ke gua tinggal bilang aja beres kan" Perkara ntar gua jawab suka juga atau nggak kan sepele..
Accidentally Love Karya Boni di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ya perempuan nggak bisa kayak gitu boon" Kenapa" Apa yang membuat perempuan nggak bisa begitu"
Ya emang darisono-nya begitu, dimana-mana tuh cowok yang nembak cewek, bukannya cewek yang nembak cowok..
Ah. Darisono tuh darimana" Ada hirarki asal-usulnya nggak"
Buset... buset.. buset... nggak ribet-ribet dah, males gua.. sekarang gini aja, kalo elu emang demen sama Resti, nih sekarang lu telpon dia..
Heru menyodorkan ponselnya, gua bergeming tetap diam kemudian memalingkan pandangan ke layar laptop.
Lu sebenernya demen nggak sih sama Resti" Heru berdiri menghardik gua.
Gua masih menatap ke layar laptop sambil bertopang dagu, menepuk nepuk lantai disamping gua, memberi tanda agar heru kembali duduk.
Ruk... Apaa""" Emang kalo demen sama cewek tuh tanda-tandanya apa"
Buseeet dah boooooooooooooonnn... Udah jawab aja...
Nih tanda kalo lu demen sama cewek, pertama; Lu nggak bisa tidur..
Kenapa" Kalo ngantuk"
.... tubuh dan pikiran lu memaksa untuk tetap bangun karena tau kenyataan lebih indah daripada mimpi lu.. Trus..
Kedua; Lu kepikiran dia melulu...namanya, wajahnya, suaranya...
Kenapa" Kalo lagi ujian bakal nggak lulus dong.. trus.. trus.. apa lagi.."
Ketiga; kalo abis berantem lu nyesel banget.... Trus...trus..
Mmmm... apa lagi ya... Heru berfikir sambil memandang ke langit-langit.
Ruk.. kalo tiga tanda-tanda tadi bener-bener mewakili rasa demen gua ke Resti, berarti gua nggak demen sama doi.. simple kan", case closed..
Wah.. gembel emang lu bon.. gembel.. gembel.. Lah.. kan elu yang nyebutin tanda-tandanya tadi..dan nggak ada yang cocok..
Yaudah nih, lu telpon Resti sekarang, minta maap, peduli setan lu demen apa kagak sama dia.. Heru menyodorkan ponselnya lagi, gua menolaknya.
Nanti kalo gua bakal telpon dia ruk.. nggak sekarang..
Heru mengangguk sambil memasukkan ponselnya ke saku.
Sesaat kemudian gua sudah kembali mesra dengan heru. Heru bercerita kalau dia baru saja selesai Interview di kampus, oleh perusahaan desain dari Inggris yang punya kantor di Manchester, London dan Birmingham. Dan hasil interviewnya akan diumumkan lusa, jika diterima maka sahabat gua yang wajahnya mirip beruk ini tentu bakal meninggalkan gua dan terbang ke Inggris. Gua juga bercerita ke heru kalau besok gua bakal ada Interview, tapi berbeda dengan Heru yang kalau diterima bakal kerja di Inggris, perusahaan tempat gua bekerja ini menurut yang gua baca di kolom about pada website nya Cuma perusahaan kelas nasional di Singapore dan sepertinya gua bakalan kerja di sini, di Singapore.
Wah berarti lu kudu ngikut IELTS ruk.. Iya nih, sama nggak ya kayak TOEFL" Gua mengangkat bahu.
Ntar aja kali ya tes-nya kalo udah pasti lolos" Kalo menurut gua sih ruk, mendingan lu tes sekarang ntar jadi kalo lolos udah enak lu, tinggal ngurus visa doang..
Iya..ya.. coba browsing, cari tempat buat Tes IELTS.. Ya situ browsing sendiri, budakan amat..
Gua bergeser, kemudian merebahkan diri ke kasur, mencoba merajut ulang mimpi-mimpi gua tentang working overseas . Ah kayaknya kerja di Singapore pun sudah cukup buat naikin haji bokap-nyokap gua. Gua menggeleng-gelengkan kepala, nggak bisa. Gimanapun caranya gua harus bisa kayak si heru, masa iya gua nggak bisa sih. Gua berdiri kemudian memandang notes kecil yang gua buat dulu sebagai pengingat cita-cita gua.
Ruk, coba donlotin lagunya Brand New Heavies .. Apaan"
Brand New Heavies... Judulnya"
You are the universe.. #29: The Risk Taker Gua bergeser, kemudian merebahkan diri ke kasur, mencoba merajut ulang mimpi-mimpi gua tentang working overseas . Ah kayaknya kerja di Singapore pun sudah cukup buat naikin haji bokap-nyokap gua. Gua menggeleng-gelengkan kepala, nggak bisa. Gimanapun caranya gua harus bisa kayak si heru, masa iya gua nggak bisa sih. Gua berdiri kemudian memandang notes kecil yang gua buat dulu sebagai pengingat cita-cita gua.
Ruk, coba donlotin lagunya Brand New Heavies .. Apaan"
Brand New Heavies... Judulnya"
You are the universe.. --- Besok paginya gua sudah berada di sebuah ruangan kecil di lantai delapan sebuah gedung tinggi dengan ujung yang tidak simetris, ruangan dengan dekorasi mirip seperti ruang tamu di rumah-rumah orang gede -an. Gua duduk menunggu dipanggil untuk interview sambil mengusap-usap tangan, kedinginan.
Setelah menunggu sekitar dua puluh menit, seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun, mengenakan blazer dan rok dengan warna senada, masuk ke dalam ruangan dan memberikan isyarat berupa senyuman dan anggukan kepala, gua menerjemahkannya sebagai: come on.. come to mama..
Gua mengikuti perempuan tersebut yang berjalan sangat cepat melalui bilik-bilik kantor, sembari menggeleng ketika melihat ke arah sepatunya, heran. Kenapa perempuan ini mampu berjalan begitu cepat dengan menggunakan sepatu berhak tinggi. Akhirnya kami sampai didepan sebuah ruangan berpintu besar berwarna cokelat berlapis pernis, si perempuan tersebut mengatakan ke gua agar menunggu disini, sementara dia mengetuk pintu dan masuk kedalam, beberapa detik kemudian dia keluar;
Mr. Bony.. theres Mr.Najib and Mr.Kane inside, you have to shake their hand and stare their eyes.. Perempuan tersebut memberikan sedikit informasi sambil membukakan pintu.
Fuuuh.. Gua menghembuskan nafas kemudian masuk kedalam ruangan.
Didalam ruangan terdapat dua orang pria berbadan tegap, satu orang sedang berdiri menatap keluar lewat jendela sambil memasukkan tangannya kedalam saku, gua menebak kalau orang ini adalah Mr. Najib, dari wajah, warna kulit dan gelengan kepalanya; India. Dan sosok satunya lagi seorang bule, dengan rambut dikuncir, mengenakan kacamata framless, perlente, sedang duduk menyilangkan kaki di balik meja besar sambil memandang ke arah laptop, dan ini pasti Mr.Kane.
Oh.. hi Mr. Bony, how are you...
Pria bule yang sedang duduk, kemudian berdiri mengulurkan tangannya.
Gua menjabatnya sambil menatap ke arah matanya, persis seperti yang disarankan oleh perempuan tadi.
Well.. im fine, thank you..
Gua masih berdiri, menunggu sampai dipersilahkan untuk duduk.
Im kane... and this is Mr.Najib, our Human Capital, head of human capital..
Pria Bule tersebut memperkenalkan diri kemudian mengangkat tangannya ke arah pria India yang sedang berdiri di sisi jendela, Mr.Najib. Gua mengulurkan tangan ke Mr.Najib sambil mengucapkan greeting : How are you doing"
Mr.Najib menjabat tangan gua, nggak menjawab, Cuma mengangguk sambil tersenyum.
Mr.Kane kemudian mempersilahkan gua duduk dengan menjulurkan tangan kanan-nya, menunjuk ke sebuah kursi dihadapannya.
Well Mr. Bony... i ve seen your last presentation, your essay and your outstanding mini project..
Mr.Kane membuka obrolan sambil mengarahkan layar laptopnya sedikit ke arah gua, terlihat mini project gua terpampang di layar laptopnya.
... now tell me how far you know bout this company" Mr.Kane bicara sambil menyilangkan tangannya dibelakang kepala kemudian bersandar di kursi.
Gua menjelaskan sedikit tentang perusahaan ini yang baru kemarin gua cari tau lewat websitenya. Kemudian Mr.Kane kembali menegakkan posisi duduknya dan dengan sedikit membungkuk mendekat ke arah gua kemudian bertanya sambil mengacungkan jari telunjuknya;
Give me one reason, just one reason to hire you... Well, i think this company need me.. Gua menjawab, sok yakin.
What a surprise, I have interviewed the candidates, many years.. not just two or four, many years.. and this is the first time I heard this answer like this.. interesting
Mr.Najib membuka suaranya seraya berjalan ke arah gua, kemudian dia duduk dikursi sebelah dan menyilangkan kakinya.
Dan kali ini gantian Mr.Kane yang berdiri,
memasukkan tangan kanan-nya kedalam saku celana, sementara tangan lainnya membetulkan posisi dasi di lehernya;
..and Mr.Bony, why this company need you".. your skill, your hard working, your work ethic, your attitude..
Gua menggeleng kemudian menjawab;
Well Mr.Kane, Mr.Najib.. most people go to work to sell their skills, show their hard working, share their experience... and you can hire for people with such criteria like that,.. everywhere... if you want to hire skillful person, theres thousands in this country, if you want to hire hard workers theres millions around the world, maybe billions..
Gua menegakan posisi duduk, kemudian melanjutkan; .. i am here to offering you.. my idea..
Mr.Kane terdiam sesaat, kemudian sambil menggarukgaruk dagunya dia menambahkan;
Ok, I ve your idea.. and how to translate your idea turn into a good design, good advert or a good material..
Hire someone else to execute..
Wow.. so, you offering me your idea and let someone else execute that into a good design.. i think that will be pretty costly..
No.. if you give me a chance to turn and execute my idea into amazing design or good material, that will be work for me..and thats good for you too, i think
Mr.Kane mendengarkan, masih sambil menggarukgaruk dagunya, kemudian Mr.Najib berdiri, memasukkan sesuatu ke dalam saku celana-nya dan berkata;
Do you know Mr.Bony, that your answers and little explanation may just make you lost your chance to be hire"
Well, Mr.Najib.. may be little risky, but i ll take that risk..i am a risk taker
Well done, Mr.Bony.. would you like to write down your phone number here..
Mr.Kane menyodorkan secarik kertas kosong dan sebuah pena, gua mengambilnya dan mencatat besarbesar nama dan nomor ponsel gua. Kemudian Mr.Najib mempersilahkan gua untuk keluar.
Mr.Kane menanyakan sesuatu saat gua hendak membuka pintu ruangan.
Mr.Bony... Gua berhenti sejenak kemudian menoleh kearahnya. Are you willing to work overseas"
I've already overseas, Mr.Kane .. i'm from indonesia.. Mr.Kane mengangguk sambil tersenyum, gua kemudian keluar dan menutup pintu. Berjalan melewati bilik-bilik menuju ke lift, tanpa sadar gua memasukkan kedua tangan gua kedalam saku celana, apa kalo bos-bos itu selalu begini" , memasukkan tangan kedalam saku celana. Gua berjalan sambil berpikir, apakah kira-kira gua melakukan tindakan yang tepat dengan penjelasan serampangan gua tadi" Apakah gua bakal diterima"
Gua kemudian mengambil ponsel dan menghubungi nyokap, beberapa kali nada sambung sampai akhirnya terdengar suara nyokap yang terdengar sedikit aneh ditambah background suara mesin meraung-raung; Assalamualaikum...
Waalaikumsalam.. mak, oni nih... Eh elu ni.. sehat lu"
Sehat.. mak, oni abis interview kerja nih.. Apaan" Inter apaan".. kagak kedengeran nih, baba lu lagi mbongkar motor tuh..
Wawancara kerja mak.. Ohh.. wawancara kerja.., bagus dah.. mudahmudahan diterima...
Doain ya mak... Iyee.. pasti itu mah...yang penting lu juga jangan ninggalin solat ni..
Iya mak.. Uda makan luh" Belom mak, ni baru mau balik...
Yauda bae-bae dijalan, jangan macem-macem dirantau..
Iya mak, yaudah oni tutup ya.. Assalamualaikum Waalaikumsalam..
Gua mengantongi ponsel kedalam saku kemeja dan kemudian memasuki lift yang baru saja terbuka. Ya Allah, kabulin doa emak ya..
---Esoknya gua terbangun oleh suara teriakan si Heru yang sedang jejingkrakan didalam kamar, sambil memegang selembar kertas heru berusaha membangunkan gua.
Bon..bon.. gua diterima.. ahay.. sorry nih ntar lu gua tinggal ke Manchester.. hahaha.. lu mo nitip apaan" Serius lu"
Ini suratnya.. Heru menyodorkan selembar kertas, gua bangun dan membacanya dengan seksama kemudian menyerahkan kembali ke Heru.
Ah belon tentu, lu kan belon ikutan IELTS, kalo nilai lu dibawah syarat.. batal..
Iya ya.. Heru menggaruk-garuk kepalanya dan gua melanjutkan tidur. Nggak seberapa lama heru membangunkan gua lagi, kali ini dia menggoyanggoyangkan kaki gua;
Bon.. hape lu tuh.. bunyi...
Ah paling juga resti, udah lu angkat aja, bilang aja masih molor...
Bukan.. nomor nya asing, kalo resti mah ada namanya..
Gua bangun dan mengambil ponsel, mencoba memperhatikan deretan nomor yang ada di layar ponsel gua. Jangan-jangan telepon dari Jakarta nih dan gua menjawabnya;
Hallo.. Halo.. good morning Mr.Bony, Clara here..umm.. Mr.Najib want to talk to you, would you hold for a second"..
Oh ya..ya.. Gua menjawab dengan mulut yang masih penuh liur kemudian terdengar suara jingle, khas suara nada komedi putar. Beberapa saat kemudian suara Mr.Najib yang berat memecah lamunan gua yang semakin lama semakin terhanyut dalam jingle komedi putar;
Ah.. hallo Mr.Boni.. Oh, hi there Mr.Najib..
So.. we have some bad news for you mr.boni.. Mendengar omongan seperti itu, lutut gua mulai lemes, lemes selemes-lemesnya. Gua merebahkan diri ke kasur, tetap mencoba terdengar tenang;
ah what is it" Gua mencoba bertanya, padahal sudah menebak kemana arah pembicaraan ini. Mr.Najib pasti ingin memberitahukan bahwa gua nggak diterima di perusahaannya, makanya dia memilih memberitahukan hal ini lewat telepon.
You should immediately return to Indonesia and get your working permit...
Ummm.. actually i dont get it, Mr.Najib.. Hmm.. we got some situation here, would you like to come here and we can talk about your future career.. how is it" Do you get it now, Mr.Bony"
Gua bangun, sambil terbengong-bengong. Mencoba mengucek-ngucek mata, meyakinkan kalau gua sudah terbangun dari tidur.
Helo, Mr.Bony.. are you...
Yes Mr.Najib, I ll be there on twenty..no.no fifteen minutes..
Oke, see you then.. ...
Gua meletakkan ponsel dan bergegas ke kamar mandi. Lima menit kemudian gua sudah berjalan cepat di trotoar yang sibuk dan sepuluh menit berikutnya gua sudah berada di ruang tunggu yang sama dimana kemarin gua menunggu untuk interview dengan Mr.Najib dan Mr.Kane.
Nggak memakan waktu lama, perempuan yang kemarin dan akhirnya mengenalkan diri dengan nama Clara, memanggil dan gua mengikutinya, lagi gua melihat ke arah kakinya, bener-bener sakti nih perempuan, pake sepatu segitu tinggi bisa berjalan cepat tanpa terpeleset. Akhirnya kami sampai didepan sebuah pintu berwarna abu-abu dengan sebuah papan bertuliskan M.Najib . Clara mengetuk tiga kali, kemudian membuka pintu-nya dan mempersilahkan gua untuk masuk. Ruangan ini cukup besar, walau nggak sebesar ruangan waktu gua interview kamaren, terdapat banyak ornamen-ornamen tradisional di sini, dari mulai sebuah replika rumah adat suku Afrika, patung-patung kayu pahatan Samoa sampai sebuah koteka yang tergantung di atas lemari rak buku. Gua dipersilahkan duduk oleh Clara, sesaat kemudian Mr.Najib keluar dari sebuah pintu yang terletak di sudut ruangan, gua berdiri dan tersenyum kepadanya, dia mengulurkan tangan dan menjabat tangan gua. Setelah memberikan kode kepada Clara dia mempersilahkan gua untuk duduk kembali.
So.. how do you feel"
Mr.Najib bertanya sambil duduk kemudian menyilangkan kakinya.
Rrrr...mm.. i don t know..i just......
Well, Mr.Bony.. Mr.Kane is really really really like you...
Mr.Najib berkata sambil mengangkat satu persatu jari tangannya dengan gaya menghitung, memberi tekanan pada kata Really .
Oh Thank you Mr.Najib.. .. and if you don't mind.. may i welcoming you into this company.. as part as your future career ..
Gua sontak berdiri, disusul dengan Mr.Najib yang ikut berdiri kemudian menyalami gua lagi dan memberikan selamat.
Terdengar suara ketukan tiga kali di pintu ruangan, Clara masuk membawakan cangkir berisi minuman dan selembar kertas yang lalu diserahkan kepada Mr.Najib. Mr.Najib memandang kertas tersebut sekilas kemudian menyerahkannya ke gua. Gua membacanya perlahan-lahan, detail demi detail, kalimat demi kalimat. Kemudian gua meletakkan kertas tersebut ke atas meja;
Mr.Najib... whether this point is really necessary to work here"
Gua bertanya sambil menunjuk ke sebuah kalimat yang menyebutkan tentang IELTS .
Oh yes.. oh of course, you are not going to work here..
Where.." London..., so pack your stuff, return to your country, get your working permit, get your latest IELTS test, and i need your copy of your IELTS point..
Gua bengong, lama... Kemudian suara Mr.Najib membuyarkan lamunan gua; If you already have a working permit and IELTS Result, come back here.. we'll take care your accommodation to London..
Gua mengangguk kemudian buru-buru pamit ke Mr.Najib. Setengah berlari gua melewati bilik-bilik kantor dan sampai di depan lift.
Sesampainya dibawah gua buru-buru mengambil ponsel dan menelpon Heru;
Haloow... Halo.. ruk, lu dimana"
Dikamar, baru mau jalan, nanya-nanya tempat IELTS di kampus...
Udah nggak usah, tunggu gua... Emang kenapa"
Tut tut tut tut.. Gua berlari sepanjang jalan, terus berlari walaupun terasa sedikit perih pada jari jari kaki gua akibat gigitan sepatu pantofel yang sangat jarang gua pakai, gua terus berlari. Gua seakan nggak peduli dengan apa yang ada disekitar, yang gua pengen saat ini adalah buru-buru sampai kamar dan memeluk heru, iya memeluk heru.
--- Gua membuka pintu kamar, terlihat heru yang sudah rapi jali tengah duduk di depan laptop gua sambil merokok. Gua menerjang dan memeluknya.
Ah apaan si lu bon, najis banget dah.. Heru berusaha melepaskan pelukan gua.
Ruk, buruan pesen tiket balik ke Jakarta.. Ah ngapain, gua mau tes IELTS disini aja.. Lu emang nggak mau ngurus Visa Kerja.. Ya ntar aja itu mah, IELTSnya disini katanya lebih gampang... lagian ngapain sih lu"
Gua diterima kerja, dan gua mau pulang ke Jakarta buat ngurus Visa sama IELTS, lu mau bareng kagak" Gua berbicara sambil membereskan ruangan, kemudian mengeluarkan ransel dan memasukan baju secara serampangan ke dalamnya.
Hah.. emang lu diterima kerja dimana" Kok pake IELTS Segala"
Di London.. Heru terdiam kemudian mengepalkan kedua tangannya ke angkasa;
Woohooooo....Chelsea versus Manchester.. maaaannnnn..
Jadi lu mau IELTS disini apa di Indo" Gua bertanya ke Heru.
Ya di Indo laaah... Heru menjawab kemudian ikut mengeluarkan ransel dan memasukan pakaiannya kedalamnya.
#30: Sorry Heru menjawab kemudian ikut mengeluarkan ransel dan memasukan pakaiannya kedalamnya.
--- Sore harinya gua dan Heru sudah berada di Changi Airport, sengaja nggak memberi kabar ke nyokap biar jadi kejutan, begitu pula si Heru yang enggan pula memberikan kabar ke orang tuanya, perjalanan kali ini pokoknya serba kejutan. Berniat mau memberi kejutan buat keluarga di Jakarta, malah kita juga mendapatkan kejutan di loket penjualan tiket di bandara, harga-nya gile coy . Fyuh.. besok-besok kayaknya lebih baik beli tiket pulang untuk jauh-jauh hari via travel agent daripada beli on the spot tapi harganya setinggi langit.
Setengah jam berikutnya gua sudah berada didalam pesawat menuju ke Indonesia, melihat ke arah jam tangan; waktu menunjukkan jam setengah tujuh, gua memasang headset ke telinga dan memutar lagu sweet child o mine -nya Guns and Roses. Heru sedang sibuk dengan majalah fashion yang menampilkan wanita-wanita dengan busana minim, bahkan hampir tanpa busana yang tadi dia beli di bandara.
Ruk.. ruk.. baca kok gituan.. Diem lu, even brain need a holiday... ...
--- Jam menunjukan angka tujuh lebih empat puluh menit saat gua dan Heru tiba di bandara Soekarno Hatta, setelah duduk sebentar diatas troli barang sambil menghabiskan sebatang rokok dan berdebat perkara angkutan apa yang bakal membawa kami pulang, Heru keukeuh ingin menggunakan Taksi, lebih nyaman katanya, sedangkan gua bersikukuh untuk menggunakan jasa bis Damri, daripada terjadi bakuhantam-piting-pitingan antara dua pria bringasan di area bandara, akhirnya kami menggunakan lemparan koin untuk menentukannya; Taksi atau Damri (Bis). ---
Sepuluh menit berikutnya gua duduk memandang ke luar melalui jendela bis Damri yang meluncur lambat menembus macetnya tol Dr.Sedyatmo, sambil menyunggingkan senyum kepuasan. Sedangkan disebelah gua duduk seorang pria, bernama heru yang sedari meninggalkan bandara tadi tidak henti-hentinya menggerutu, terdengar samar kata dari mulutnya, seperti; males gua... , curang.. , enakan juga naek taksi... , bis apaan nih.. bau..banget.. .
Ruk... Apa!! Gua lagi laper nih, diem kek".. jadi cowok kok nggrutu mulu kayak nenek-nenek..
Males gua.. enakan juga naek taksi.. Sekali lagi gua denger lu nggrutu, gua sikat lu.. Emang gua WC, disikat..
Kemudian gua membenamkan lagi headset ke dalam lubang telinga gua dan memainkan playlist Guns and Roses yang baru gua susun di Singapore tadi sore.
Dua jam berikutnya gua sudah berada dirumah, disambut nyokap yang terkaget-kaget melihat kepulangan gua, disusul oleh Ika yang menanyakan oleh-oleh. Gua melepas kaos putih bermotif tulisan singapore dan melemparkannya ke Ika. Nih, cuci dulu abis itu boleh lu pake...
Ika menghindar dari lemparan kaos gua dan menepisnya, terdengar suara najis dari mulutnya.
Orang mah, dari singapore adeknya dibeliin oleholeh, handphone kek, laptop kek, patung singa kek, tokek kek.. ini mah nihil.. nyamping...
Ika menggerutu nggak keruan.
Yah dek, kalo gua disono kerja mah, gua beliin lu pesawat ulang-alik.. gua kan kesononya juga gratis.. ntar kalo gua udah kerja gua beliin hape.. Asiik, bener yaa..
Iya.. Lu mo ngopi bang" Gua bikinin yak" Sekonyong-konyong raut wajahnya berubah, kemudian bergegas ke dapur untuk membuat kopi. Gua masih duduk bersandar ke ransel sambil menonton acara tivi, kemudian tertidur.
Gua terbangun saat tangan dingin menyentuh pipi gua, nyokap. Masih menggunakan mukena dia membelai pipi seraya membangunkan gua;
Ni.. ni..bangun.. lu kan blon solat isya" Hah.. jam berapa mak sekarang" Jam satu..
Lah kok tadi oni nggak dibangunin"
Ah, emak nggak tega ngeliat lu kepulesan.. udah sono solat isya, abis ntu langsung tahajud, cakep nih waktunya...
Iya mak.. Gua bergegas mengambil air wudhu kemudian solat.
Setelah solat gua mengambil ponsel, terlihat ada tiga panggilan tak terjawab dan satu pesan masuk, gua mengeceknya; semua dari Resti. Gua hendak membuka dan membaca pesannya tapi gua urungkan, ah besok pagi aja. Kemudian gua merebahkan diri dikasur, kembali merajut mimpi.
Jam lima subuh, gua dibangunkan oleh ketukan di pintu kamar, disusul suara nyokap;
Ni..ni.. bangun.. subuh dulu..
Gua menggeliat sebentar, mengambil handuk kemudian keluar dari kamar menuju ke kamar mandi.
Ni..ntar abis solat anterin emak ke pasar ya" Hah..iya.., mau beli apaan"
Ya beli keperluan, kan emak mao selametan.. Selametan dalam rangka apaan"
Ya kan lu lulus program trus pulang kemarih.. Yah, nggak usah diselametin itu mah.. Biarin.. udah mandi, solat sono..
Jam tujuh pagi, sepulang dari mengantar nyokap ke pasar, gua tengah duduk di depan pintu rumah sambil menikmati kopi panas buatan nyokap ditemani sepiring kue pasar dan sebatang rokok saat gua teringat akan pesan dari Resti semalam. Gua kekamar dan mengambil ponsel, kembali duduk di depan pintu rumah dan mulai membaca pesannya, sekarang terlihat ada tambahan 2 panggilan tak terjawab dan 1 pesan baru. Gua membuka-nya satu persatu;
Pesan pertama dari Resti, jam 22.48 : Bon, lg d jkt y"
Pesan kedua dari Resti, jam 6.00 : Bon, ud bangun" Kok ga bls siy"
Gua membalas pesan terakhir dari Resti; Iy, d jkt, br bngun
Beberapa saat kemudian ponsel gua berbunyi, sebuah pesan masuk, dan gua yakin pasti balasan dari Resti; Oh,gw telp y"
Gua mengetik; Gw aj yg telp. kemudian mengirimnya, nggak menunggu notifikasi pesan terkirim dari ponsel, gua mencari nama Resti dan menekan tombol berlambang telepon berwarna hijau, terdengar nada sambung beberapa kali sampai kemudian terdengar suara serak Resti di ujung sana:
Halo.. Halo" Lu sakit, res" Eh, enggak..
Kok suaranya serek gitu"
Kan baru bangun, blm ngapa-ngapain nih" Oh.. pantees..
Kapan sampe" Lu tau dari siapa, kalo gua di jakarta", heru" Hehe.. iya, kapan sampe"
Semalem.. Ooh.. Lu masih marah sama gua" Masih..
Kok nggak kayak orang marah"
Emang kalo marah harus terdengar marah " Harusnya sih begitu..
Gue nggak, gue masih marah kok sama lu.. tapi gue tetep mau ketemu lo..
Kapan" Hari ini, lo jemput gue jam sebelas ya.. oke bye bye see you then..
Tut tut tut tut.. Resti memutuskan telepon, gua memindahkan ponsel dari telinga kedepan wajah, terlihat dilayar ponsel sebuah tulisan call ended . Gua menyeruput kopi, menghisap rokok dalam-dalam kemudian melempar puntung-nya asal-asalan. Disusul dengan menekan tombol berlambang telepon berwarna hijau, menghubungi daftar panggilan terakhir.
Haloo.. kenapa boon" Gue mau tidur lagi sebentar..masih kangen"
... Halooo.. Eh kacrut.. lu pikir gua dukun bisa tau rumah lu Cuma dengan ngobrol lewat hape"
Oiya..hehehe.. yaudah jam 11 di gramedia, Bintaro Plaza ya..jangan ngaret.. udah" Ada pertanyaan lagi nggak" Gue mau nerusin bobo manis nih.. Tut tut tut tut
Gua menekan tombol berlambang telepon berwarna merah dan meletakkan ponsel di lantai, mengambil sepotong kue bugis, menciumi aroma daun pisang yang membungkusnya dan melahapnya, disusul dengan seruputan kopi hitam yang sekarang sudah mulai mendingin. Srruuurrp.. ah, Tuhan.. tolong ganjar dengan surga orang yang membuat kue bugis ini, please.
Saat sedang menjilati jari tangan yang lengket bekas ketan yang masih tertinggal, sebuah suara cempreng khas ibu-ibu menyapa gua;
Laah ni.. lu ngapain, katanye lagi di singapur" Eh mpok Tuti.. iya baru sampe nih.. sarapan pok" Gua mengangkat piring kecil tempat kue, mencoba menawarkannya ke Mpok Tuti, oiya Mpok Tuti ini adalah kakaknya Komeng.
Mpok Tuti mengangkat bungkusan plastik putih sambil berkata;
Makasih, ni baru beli nasi uduk di depan..
Gua tersenyum sambil meletakkan kembali piring kecil tempat kue, sebentar lagi si Komeng pasti kesini kalau Mpok Tuti bilang gua ada dirumah.
Dan dugaan gua nggak meleset, bener. Nggak perlu jadi dukun untuk bisa menebak hal seperti ini. Sesosok pemuda bongsor dengan rambut gondrong yang dikuncir rapi, berjalan melewati gang kecil disamping rumah kemudian meloncati pagar. Dengan rokok filter di mulut dan joran pancing terkalung dipundaknya dia mengulurkan tangan menyalami gua;
Apa kabar boos" Bas bos bas bos.. mo kemana lu", mancing" Nggak, mau ke kelurahan, ngurus KTP Kok bawa-bawa joran"
Wah gua pikir, lu sekolah jauh-jauh ke singapur balik kemari jadi cerdas.. kalo gua kemari bawa joran menurut lu, gua mau kemana"
Mancing.. Komeng menjentikkan jari, kemudian mengarahkannya telunjuknya ke arah gua.
Ayo, angkat joran-mu kawan.. Yeee, kardus..
Buruaan.. Ntar tanggung, ngabisin kopi..
Komeng mengambil gelas kopi gua dan meminumnya sampai habis.
Tuh udah abis, nunggu apaan lagi"
Gua berdiri dan masuk kedalam, kembali keluar sambil menenteng sebuah joran. Beberapa menit kemudian gua dan komeng sudah berada di jalan setapak menuju ke sebuah empang tak bertuan yang terletak nggak jauh dari rumah.
Dua jam, tiga jam, sampai lima jam lamanya gua memancing bersama komeng sambil ngobrol ngalor ngidul saling bertukar cerita, tentang hidup gua di singapore, tentang kehidupan komeng tanpa gua di Jakarta. Saking asiknya, gua pun melupakan janji yang sudah gua buat untuk bertemu dengan Resti, gua mengambil ponsel yang ada disaku celana dan menatapnya; Mati.
Gua menepuk jidat, Damn! Ngapa"
Lupa gua, janjian sama temen gua..
Komeng melirik ke jam tangannya. Janjian jam berapa"
Jam sebelas.. Yah udah lewat.. tangeh.. sekarang uda mau jam dua..
Amsiong dah gua.. ---- Selepas maghrib, gua mengecek ponsel yang masih menempel pada charger dan menyalakannya. Berurutan, membobardir, membabi-buta, bergiliran nada dering tanda pesan masuk bersahutan, susul menyusul. Gua melihatnya; 10 pesan baru dan 25 panggilan tak terjawab, gua membuka pesan masuk yang paling atas, paling terakhir, dengan nama pengirim Resti;
Gue balik!!! Gua mencoba menghubungi-nya, satu kali, dua kali, tiga sampai enam kali dan nggak ada jawaban. Bahkan percobaan terakhir sepertinya di reject . Kemudian gua mencari nama komeng di contact list dan menghubunginya;
Halo..meng.. Apaan"
Meng.. Apaaaa" ....
.... Maen Ps yuk.. Lah hayuuk..
Yauda gesit kemarih.. ---
Seminggu berikutnya, gua duduk dikursi diteras rumah gua sambil memandangi visa kerja ditangan. Satu urusan kelar, lusa tinggal IELTS kemudian kembali ke singapore dan lanjut ke London. Ah, mudah-mudahan tes-nya lancar.
Gua mengambil ponsel dan mencari nama Resti di contact list , sudah seminggu ini dia nggak pernah menjawab telepon gua. Apa butuh waktu selama itu bagi perempuan untuk marah ". Gua mengurungkan niat menelpon resti dengan ponsel gua kemudian masuk kedalam dan mencoba menghubunginya lewat telepon rumah.
Accidentally Love Karya Boni di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terdengar nada sambung, nggak sampai menunggu lama nada tersebut berganti dengan suara renyah perempuan;
Hallo.. Res.. ... Res.. Ngapain lo nelpon-nelpon gue!"
Yah udah dong marah-nya, maap minggu kemaren gua lupa..
What" Lupa" Iya.. waktu itu diajak mancing sama temen.. Apa" Lo lupa sama janji lo Cuma gara-gara mancing" Iya..
Gue.. gue.. bener deh bon, gue nggak habis pikir sama jalan pikiran lo..
Lho, kenapa" Namanya juga lupa..
Ahh.. udah ah, lagi males nih gue debat sama lo.. Tunggu res.. jangan ditutup dulu..
Apa".. apa lagi"
Alamat rumah lu dimana" Gua jemput sekarang.. Alaaaah.. nggak usah.. paling juga ntar ujungujungnya gua Cuma nunggu harapan kosong doang.. malesss..
Tut tut tut tut Lagi, telepon gua diputus sama Resti. Gua meletakkan gagang telepon dan masuk ke kamar, memutar lagu Smile Like Teen Spirit -nya Nirvana dan merebahkan diri diatas kasur. Nggak berapa lama ponsel gua berbunyi, sebuah pesan masuk, gua membukanya, dari Resti;
Jl.Camar Blok D/5, Bintaro Jaya ---
Satu jam berikutnya gua sudah berada didepan sebuah rumah besar (banget) bercat putih dengan nuansa mediterania. Gua mengeluarkan ponsel dan mencoba mencocokkan alamat rumah ini dengan pesan yang dikirim Resti.
Gua turun dari sepeda motor milik Ika yang gua sewa seharga pulsa 50 ribu dan menghampiri pagar tinggi berwarna hitam. Seorang pria berpakaian safari hitam yang sedang mengelap mobil mewah berwarna hijau doff army berpelat militer menghampiri gua;
Cari siapa mas" Resti ada"
Oh, temennya" Iya..
Pria itu membuka pagar kemudian mempersilahkan gua masuk, gua masuk dan duduk di sebuah bangku plastik yang terletak didepan ruangan yang sepertinya adalah sebuah pos satpam.
Wah nunggu-nya didalem aja mas.. saya panggilin non Resti-nya dulu..
Udah ngga apa-apa disini aja..
Kemudian pria ber-safari itu bergegas setengah berlari masuk kedalam.
Beberapa saat kemudian pria tersebut kembali keluar disusul seorang perempuan mengenakan kaos putih berlengan panjang dengan celana denim pendek sepaha, Resti. Dia menghampiri gua, berkacak pinggang didepan;
Kasih gue satu penjelasan masuk akal, kenapa minggu kemaren lo nggak dateng" Selain alesan mancing lo yang konyol itu..
Gua menatapnya, bengong, bingung. Bengong karena Resti tampak berbeda dari yang terakhir gua lihat di Kafe Ice Cream hampir setahun yang lalu, saat ini dia terlihat lebih.. apa ya namanya.. lebih charming , lebih natural, tanpa make-up. Bingung karena gua nggak tau harus ngasih alasan apa, karena memang satusatunya alasan yang gua punya, ya Cuma itu; mancing sama komeng.
Nggak mau jawab" Oke.. gue punya waktu seharian..
Resti mengambil salah satu bangku plastik dan duduk disebelah gua, menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya.
Waduh non, jangan duduk disini atuh, nanti kecipratan aer cucian mobil..
Si pria bersafari tersebut berbicara kepada Resti sambil tersenyum.
Pak sam aja yang berenti nyuci-nya, saya lagi nggak mood nih, pak.. jangan nyuru-nyuru saya pindah..
Gua menelan ludah, menggaruk-garuk kepala, memalingkan wajah ke arah pria yang dipanggil pak sam, yang kali ini buru-buru membereskan peralatan mencuci-nya, saat ini gua nggak berani memandang ke wajah si Resti.
Booni.. Mmm yaa.." Mau diem aja" Gua menggeleng.
Yauda ngomong.. Res.. gua kan udah minta maap.. Lho, emangnya gue minta permohonan maaf lo ya" Perasaan nggak deh.. gue Cuma minta lo kasih alasan kenapa minggu kemaren nggak dateng, thats it.. Lah kan gua udah bilang, kalo gua mancing.. Kenapa lo mancing, padahal udah janjian sama gue" Lupa res... lupa...
Resti mengurut-urut dahinya, kemudian berdiri dan masuk kedalam. Dia berhenti didepan pintu rumahnya dan berkata;
Tunggu.. Beberapa saat berikutnya Resti keluar, kali ini mengenakan celana jeans panjang, jaket sweater biru, masih dengan kaus yang sama dan tetap tanpa make up.
Yuk.. Resti berjalan melewati gua sambil membuka pintu pagar.
Lo kesini Cuma mau diem aja kayak gitu atau mau nebus janji yang kemarin lo ingkarin"
Gua bangun dari duduk sambil menghela nafas, menyusul Resti dan naik ke atas motor. Resti duduk di belakang, tangannya masuk kedalam saku jaket gua.
Mau kemana" Terserah..
Bingung, kalo jawabnya terserah, kalo gua ajak ke bantar gebang, ngorek-ngorek sampahan, mau.. Dih, ogah.. lo aja..
Katanya terserah" Ya terserah yang sewajarnya aja kali, boon.. Gua mengendarai sepeda motor tak tentu arah, Resti Cuma duduk diam dibelakang, nggak tau menau hendak dibawa kemana, begitu pula gua.
Setelah muter-muter nggak tentu arah, akhirnya gua dan Resti duduk dibawah sebuah pohon, didepan SPBU di daerah rawa kemiri , Kebayoran lama. Duduk dibangku plastik sambil menikmati Tahu Gejrot.
Baru kali ini gua diajak jalan sama cowok, nggak nonton, nggak ke restaurant, nggak ke mall, atau toko buku...
Resti bicara menggebu-gebu, menahan kuah tahu agar tidak keluar dari mulutnya.
Telen dulu tuh tahu.. baru ngomong.. Romantis juga ya bon, nge-date begini" Hmm.. perlu dicatat, kalo ini bukan kencan lho.. Ya terserah gue dong, mau nyebutnya apa.. Gua mengangkat bahu sambil melengos.
Abis ini ke mana bon"
Ya pulang lah.. mang masih mau kemana" Yah nggak asik.. makan bubur ayam yuk bon.. What.. elu blom kenyang abis makan tahu gejrot dua piring"
Dikit.., mau nggak" Yaelah..
Dua jam berikutnya gua sudah berada di sebuah tenda tempat tukang bubur ayam kang umar yang biasa mangkan di daerah larangan, ciledug. Resti memesan dua porsi bubur ayam;
Elo satu porsi apa setengah porsi bon" Ya seporsi dong, masa makan bubur aja setengah porsi..
Kemudian datang bubur pesanan kami, mangkok milik gua bentuknya besar dan lebar, mungkin lebih pantas disebut baskom kecil daripada mangkok. Gua shock, tercengang, resti melihat keterkejutan gua kemudian berkata;
Kalo disini seporsi ya segitu.., kalo gue sih biasanya mesen setengah, segini ni..
Resti menunjuk ke arah mangkoknya sendiri yang ukurannya lebih manusiawi, lebih mendekati ke arah mangkok orang-orang normal.
Hadeuh.. buset dah.. Akhirnya gua melahap sebaskom bubur ayam tersebut dengan mata penuh nanar. Nyokap nggak pernah mengijinkan gua menyisakan makanan dan beberapa saat kemudian baskom kecil itu bersih tak tersisa.
Malam itu, sepulang dari menikmati bubur ayam neraka , gua membonceng Resti menembus malam, untuk mengantarkan dia pulang. Semua berjalan normal sampai kami tiba di Jalan Cipadu Raya, jalan penuh lubang-lubang besar dengan penerangan jalan yang minimal.
Gua mengurangi kecepatan saat cahaya menyilaukan menerpa pandangan, menembus kaca helm gua. Gua mengarahkan motor ke kiri, sedikit menepi saat kemudian sebuah sepeda motor merangsek menyeruduk bagian kiri motor gua. Seketika pandangan gua gelap, samar, berbayang, sekelebat gua melihat resti yang tergeletak disebelah gua dengan darah mengucur dari kepalanya. Gua merasakan cairan hangat di dahi mengalir ke mata, kemudian gua kehilangan kesadaran.
--- #31: Rise Again Gua terbangun diatas sebuah kasur kulit berwarna hitam, rasa pusing masih menghinggapi kepala sebelah kanan gua, terasa seperti ada sesuatu yang masuk lalu keluar melalui kulit kepala, seperti sebuah benang. Seorang suster tengah membersihkan salah satu luka menganga di kaki kiri gua, menurut obrolan antara dokter yang sedang menjahit kepala gua dan suster yang sedang membersihkan luka, tulang kering kaki kiri gua mengalami keretakkan.
Gua memperhatikan sekeliling, mencoba mencari Resti. Kemudian gua mencoba bertanya kepada seorang suster yang berada disitu;
Sus, perempuan yang sama saya tadi gimana" Wah, saya kurang tau ya, soalnya mas-nya masuk kesininya Cuma sendiri aja..
Gua mencoba bangun tapi dilarang oleh dokter yang baru saja selesai menjahit bagian kepala, kemudian beringsut ke kaki kiri gua, memberikan suntikan kebal dan mulai menjahitnya. Gua merasakan sensasi ngilu-ngilu-perih saat jarum menembus kulit dan menyatukannya.
Kemudian bokap dan nyokap masuk ke dalam ruang UGD. Terlihat air mata nyokap yang masih menggenang, kemudian tak henti-hentinya menciumi gua. Bokap berusaha melarang nyokap karena takut dirasa mengganggu proses operasi kecil ini. Beberapa saat kemudian gua sudah dalam papahan komeng menuju je sebuah taksi yang sedang menunggu didepan lobi UGD salah satu rumah sakit di daerah Kreo, Ciledug.
Didalam taksi, komeng menyerahkan ponsel. Ponsel milik gua yang sedikit terkena noda darah, gua mencoba menghidupkannya tapi sepertinya rusak. Gua memandang ke arah komeng;
Meng, bagi rokok.. Komeng mengerluarkan bungkusan rokok filter dari dalam saku jaketnya dan menyerahkannya ke gua, disusul tepukan ke supir taksi agar membuka kaca jendela.
Meng, gua tadi jatoh sama cewek.., lu tau nggak dia dibawa kemana"
Pas lu kecelakaan kebetulan si Zaenudin lewat situ, lu dibawa ke sini, temen lu gua denger-denger dibawa ke Sari Asih..
Bisa tolong cek ke sono" Ntar baba yang kesono...
Bokap yang duduk di kursi depan memotong pembicaraan.
Nggak usah ba, biarin si komeng aja.. Iya ntar biar aye aja ncang..
Bokap menoleh kebelakang kemudian mengangguk.
--- Sesampainya dirumah, komeng langsung bergegas menuju ke rumah sakit Sari Asih, dengan
menggunakan sepeda motornya, sebelum berangkat gua sempat berpesan agar dia menghubungi gua apapun yang terjadi, seburuk apapun kabar tersebut.
Gua duduk di kursi ruang tamu, didampingi nyokap yang dari sejak dirumah sakit nggak sedikit pun beringsut dari sebelah gua. Gua menyentuh perban yang membungkus bagian sebelah kiri kepala gua kemudian membalik tangan dan melihat luka-luka lecet kecil di beberapa bagian. Pikiran gua masih melayang-layang, tidak tenang. Khawatir bagaimana dengan nasib Resti" Apakah dia akan baik-baik saja"mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu yang buruk.
Lama gua memandangi pesawat telepon rumah, berharap komeng segera menghubungi dan memberikan kabar baik. Gua menunggu dan menunggu, sampai saat rasa sakit luar biasa menjalari kepala sebelah kiri gua, gua memegangi kepala sambil berusaha untuk merebahkan diri di kursi panjang ruang tamu. Nyokap memapah gua ke dalam kamar, memberikan beberapa butir obat dan beberapa saat kemudian rasa kantuk menyerang, gua pun tertidur. ---
Gua terbangun akibat suara riuh dirumah, kelihatannya banyak saudara dan kerabat yang mendengar kabar tentang gua yang baru saja mengalami kecelakaan, mereka pun berkumpul dirumah untuk segera mengetahui kondisi gua. Didalam kamar, komeng terduduk di ujung tempat tidur dia sedang membongkar ponsel gua yang dari semalam tidak bisa menyala. Gua bangun, kepala gua masih terasa sakit;
Meng.. Udah bangun lho.. Gimana"
Temen lu.. Resti.. Gua mengangguk.
Iya gimana" Gimana"
Gua menarik tangan komeng sambil bertanya.
Dia nggak apa-apa, Cuma luka-luka di siku sama dengkul dan..
Alhamdulillah.. kenapa" Apanya"
Palanya bocor, sama kayak lu.. tapi dia jidat sebelah kanan..
Gua menghembuskan nafas lega, dan bertanya sekali lagi ke komeng berusaha meyakinkan sekali lagi. Setelah mendapat jawaban yang sama gua kembali merebahkan diri, dan secara ajaib komeng berhasil membuat ponsel gua kembali menyala. Emang hebat ni bocah, nggak sia-sia titel Sarjana IT nya. Hebat lu meng bisa mbenerin hape..
Iya lah, gua cape-cape bongkar, nggak taunya Cuma batre-nya doang yang abis..
Laah.. --- Hari kedua setelah kecelakaan yang melibatkan gua dan Resti, gua menghubungi komeng untukk minta di antarkan ke rumah sakit tempat Resti dirawat sebelum ke tempat daerah Pondok Indah untuk mengikuti IELTS. Tapi, menurut pengakuan komeng si Resti juga langsung pulang malam itu juga. Kemudian gua mencoba menghubungi ponselnya Resti, satu kali, dua kali, tiga kali sampai berkali-kali gua mencoba menghubunginya tapi nggak ada jawaban, gua mencoba meng-sms-nya;
Res,sorry ya.. gmn" Ud shat blm"
Gua menunggu dan nggak ada balasan darinya. Setelah bersiap-siap, komeng datang bersama taksi berwarna biru yang bakal mengantar gua untuk mengikuti IELTS, dengan dipapah komeng gua menaiki taksi tersebut.
Dalam perjalanan, ponsel gua berbunyi, gua memandang layarnya, sebuah nomor tidak dikenal muncul dilayarnya. Gua berharap ini adalah telepon dari Resti;
Halo.. Halloo.. Terdengar suara serak dan berat diujung sana.
Dengan Boni" I..i.iya pak.. ini dengan siapa ya" Saya orang tua-nya Resti..
Oh.. anu pak. Iya.. sebelumnya saya minta maaf ya pak, atas kecelakaan kemarin, saya bener bener... Ya, permintaan maaf saya terima, tapi ada hal lain yang mau saya sampaikan..
Oh iya pak.. ada apa ya pak"
Kalau boleh saya minta satu hal sama boni.. Ya pak..
Kalau bisa Jangan temui anak saya dulu.. Tapi pak..
..itu termasuk telepon dan sms.. ...
Oke, terima kasih atas pengertiannya.. Tut tut tut tut tut.
Gua menggenggam ponsel, gregetan. Ada apa" Apa yang salah" Itu kan kecelakaan dan siapa juga yang mau mengalami kejadian seperti itu. Gua
menghabiskan sepanjang waktu diperjalanan dengan ngedumel tentang bokapnya Resti yang kolot, super kolot.
Gua keluar dari taksi saat Heru menyambut dengan bingung;
Hah,kenapa lu" Kecelakaan gua kemaren, sama Resti.. Haaah.. trus resti"
Resti gapapa.. oiya kenalin nih temen gua ruk, komeng
Heru dan komeng kemudian berjabat tangan sembari mengenalkan diri, setelah itu komeng-pun pamit untuk langsung berangkat kerja.
Gua dan heru duduk disebuah bangku panjang di ruang tunggu disebuah lokasi penyelenggara IELTS yang terletak di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan. Gua menceritakan kronologi kecelakaan yang menimpa gua dan Resti, heru mendengarkan dengan seksama, ditambah cerita tentang bokapnya Resti yang tadi menelpon dan memperingatkan gua untuk nggak menemui Resti, heru Cuma menggelenggelengkan kepala saat mendengar bagian yang terakhir.
Lima menit berikutnya gua sudah duduk menghadapi IELTS.
Dan dua jam berikutnya gua sudah berada di taksi menuju ke rumah, hasil tes nya bakal diumumkan kurang lebih seminggu kemudian. Kalau nilai rata-rata gua diatas 80 maka gua bakal langsung berangkat ke Singapore kemudian lanjut ke London, tapi kalau nilainya dibawah itu, maka gua harus mengulang IELTS dan bisa dipastikan kalau gua bakal kehilangan pekerjaan tersebut, karena untuk mengulang IELTS peserta harus menunggu dua bulan.
Buat yang belum tau IELTS (International English Language Testing System) adalah semacam tes bahasa yang nyaris sama seperti TOEFL atau TOEIC, bedanya kalau IELTS itu untuk penggunaan bahasa Inggris di negara negara Eropa, ya khususnya Inggris itu sendiri. Sedangkam TEOFL lebih menjurus ke bahasa Inggris Amerika atau Kanada. Biasanya IELTS ini ada dua jenis, yang gua ambil adalah IELTS umum sedangkan untuk yang mau ambil beasiswa atau meneruskan kuliah entah S1 atau S2 di Inggris dan negara negara persemakmurannya maka yang harus diambil adalah IELTS Akademik.
Dalam tes IELTS masih terdiri dari empat jenis tes lain yang berbeda, Speaking, Listening, Reading dan writing. Masing-masing memiliki poin tersendiri dan nggak ada standar khusus untuk poin overalnya. Diperusahaan yang nanti gua bakal kerja memiliki standar hasil overall IELTS untuk pegawai non-inggris minimal 80, tapi ada juga perusahaan yang menetapkan standar lebih tinggi tapi ada juga yang lebih rendah dari 80.
--- Seminggu kemudian. Gua duduk didalam kamar, sambil memegang amplop berisi hasil tes IELTS. Sudah seminggu ini gua berharap-harap cemas dengan hasil yang ada di amplop ini. Sudah seminggu pula gua berulang-kali mencoba mengubungi dan mengirim sms ke nomor ponsel Resti, nggak ada jawaban, nggak ada balasan.
Gua membuka amplop secara perlahan dan mengeluarkan kertas yang berada didalamnya. Gua membuka lipatan kertas tersebut dan
membentangkannya, memperhatikan angka-angka hasil tes yang gua lalui minggu kemarin. Mata gua tertuju pada sebuah angka yang diketik dibagian bawah tabel rincian poin masing-masing tes, tertulis disana;
Overall Score : 76 (Seventy Six/ Tujuh Puluh Enam)
Gua melipat kembali kertas tersebut dan memasukkannya kedalam amplop. Menarik nafas panjang, masih terduduk diatas kasur. Gua memegang dahi dengan tangan, bertumpu pada siku dan lutut, rasa sakit dikepala gua masih ada dan semakin terasa. Gua merebahkan diri, meletakkan lengan diatas kepala, memandang ke langit-langit kamar, terlihat samar bayangan london beserta mimpi-mimpi gua untuk menaikkan haji bokap-nyokap melayang-layang kemudian perlahan memudar dan menghilang.
Ponsel gua berdering, gua mengambilnya. Terlihat sebuah pesan dari heru;
Ahaaaay.. gua lolos cooy! Lu gmana, bon" Gua meletakkan ponsel, sempat berniat untuk membalas pesan dari heru dan memberitahukan kalau score IELTS gua jeblok dan nggak memenuhi standar untuk berangkat ke London. Tapi gua
mengurungkannya, ah biarlah Heru menikmati kesenangannya dulu, kalau gua kasih tau sekarang dia pasti ikutan sedih juga dan gua rasa itu bukan hal yang tepat untuk dilakukan.
Gua kemudian bangun, keluar dari kamar dan mulai berjalan keluar. Gua nggak tau ingin menuju kemana, biarlah kaki ini yang menentukan arahnya.
Berbulan-bulan gua merajut mimpi ini, berbulan-bulan pula gua larut dalam cita-cita untuk bisa bekerja diluar negeri dan bisa membahagiakan orang tua. Dan mimpi itu seperti menguap, menghilang ditelan angin hanya dalam hitungan hari.
Gua terhenti disebuah lapangan bulutangkis, ada banyak ibu-ibu yang sedang menyuapi anak-anaknya yang sedang bermain, berlarian kesana kemari. Tempat yang sama dulu saat nyokap mengajari gua naik sepeda disini, sambil menggendong Ika, nyokap yang nggak pernah lelah tergopoh-gopoh membangunkan gua yang terjatuh, yang nggak pernah berhenti untuk terus menyemangati gua agar terus mencoba, sampai bisa. Padahal saat itu gua sudah menyerah, mengendalikan sepeda yang sebentar-sebentar oleng kemudian ambruk.
Gua duduk disebuah bangku panjang, terbuat dari bambu yang terletak disisi lapangan. Mengutuki diri sendiri yang enggan dan malas untuk belajar, menyesali kepercayaan diri gua yang begitu melambung tinggi, membodohi diri sendiri yang selalu merasa superior dalam segala hal, yang pada akhirnya malah menjadi boomerang yang menyerang tuan-nya sendiri.
Gua terpuruk. Tanpa sadar gua mengambil ponsel, mencari nama Resti di contact list dan mengirimnya sebuah pesan, pesan yang panjang, pesan yang berisi keluh kesah gua, pesan yang berisi penyesalan diri. Gua sadar kalau hal ini bakal sia-sia, gua tau kalau resti nggak mungkin membalasnya dan gua meyakinkan diri sendiri agar nggak terlalu berharap. Gua terdiam sesaat sebelum menekan tombol send .
Gua memasukkan ponsel kedalam saku kemudian berdiri dan bergegas pulang. Baru beberapa langkah ponsel gua berbunyi, buru-buru gua
mengeluarkannya, sebuah pesan balasan dari Resti;
Booniiiiii... be tough.. c mon man.. kemana boni yang gua kenal" Kejar terus mimpi lo.. masa cowok andalan gue yang terkenal tangguh, berhenti Cuma gara-gara IELTS.. kalo gagal, ya coba lagi.. kalo 100 kali gagal ya lo harus 100 kali bangkit dan mencobanya 101 kali.. im with you... ciayo..
Gua membalasnya; Eh, dibls.. iy gw bakal coba lg..
Masuk pesan balasan berikutnya;
Iya nih, ngumpet2 tkut kthuan bkp.. semangat y
Gua memasukkan ponsel ke saku, dan berjalan lebih cepat. Kali ini gua memandang tegas ke depan. Gua berkata dalam hati;
IELTS, tunggu pembalasan gua.. dua bulan lagi, gua bantai abis-abisan lu
--- #32: Goodbye Gua melambai ke arah Heru yang kemudian hilang ditelan keramaian Bandara Soekarno Hatta.
Tunggu gua di Stamford Bridge.. Gua berteriak ke arah Heru.
Hahaha.. no..no.. gua tunggu lo di Craven Cottage.. Heru membalas teriakan gua
Selamat jalan kawan.. suatu hari nanti, suatu hari nanti gua bakal menyusul lu kesana.
--- Hari hari setelah kepergian Heru ke Inggris, gua isi dengan mendengarkan Mp3 player kesayangan gua. Setelah melakukan analisa mendalam tentang kegagalan gua saat IELTS sebelumnya, gua mendapati kalau metode belajar umum seperti mencoba ratusan soal dari buku-buku semacam IELTS Preparation yang banyak beredar di toko-toko buku, merupakan metode yang sama sekali nggak berguna, metode sampah.
Gua memutar lagu-lagu band luar terutama yang berasal dari inggris, sambil mencatat lirik-nya, memahami bait per bait, kata per kata, kosakatanya, grammar-nya, spelling-nya bahkan ketukan nadanya. Gua memutarnya berulang-ulang, sampai gua terasa muak dan bosan, kemudian gua mulai menyanyikannya lewat lirik yang gua catat, berulang-ulang. Setelah nya gua melakukann pencarian lirik aslinya di internet, mencocokkannya sambil melakukan koreksi dengan lirik yang gua catat sebelumnya. Gua yakin metode ini bakal lebih baik dalam merangsang kemampuan Speaking (Menyanyi), Reading (membaca lirik), Listening (mendengarkan baitnya) dan writing (Mencatat liriknya) daripada harus mencoba mengerjakan ratusan soal dari buku yang benar-benar nggak asik .
Berhari-hari, berminggu-minggu, gua belajar dengan metode aneh seperti ini. Sampai saat tiba waktu untuk gua mengikuti tes IELTS berikutnya. Kali ini, sebelum berangkat, gua meminta nyokap untuk mendoakan sambil bergurau tentang apakah waktu tes IELTS sebelumnya nyokap lupa untuk mendoakan gua, yang kemudian dijawab dengan tempelengan dikepala;
Do a emak mah nggak pernah putus buat lu ni.. kalo emang yang kemaren lu gagal, ya bukan gara-gara emak kagak doain elu.. yang menurut lu bae buat lu, blon tentu bae menurut Tuhan.. sekarang mah lu usaha sambil berdoa, sisanya urusan Dia.. Nyokap berkata sambil mengangkat telunjuknya ke atas.
Gua tersenyum, mencium tangannya dan kemudian bergegas berangkat.
Didalam bis yang berjalan menembus padatnya jalan ibu kota, gua mengeluarkan ponsel dan mengirim sms ke Resti, sejak ber-sms-an di lapangan waktu itu sampai sekarang, gua nggak pernah mencoba menghubungi dia lagi, takut ketahuan sama bokapnya.
Res, siap2 buat nangis sejadi2nya, gw mo tes IELTS n lu bakal gw tinggal ke London
--- Seminggu berikutnya. Gua duduk didalam kamar, lagi-lagi memegang amplop berisi hasil tes IELTS, amplop dengan bentuk dan bahan yang sama dengan yang pernah gua terima sekitar dua bulan yang lalu. Gua memanggil Ika yang tengah menonton tivi dan menyuruhnya untuk membuka dan membaca hasilnya, bukannya gua takut untuk menghadapi kenyataan, gua Cuma mau menunjukkan kalau metode belajar gua yang dianggap nggak masuk akal oleh Ika, bisa menghasilkan seusatu dan gua yakin akan hal itu;
Dek.. sini dah.. Ika membuka pintu kemudian masuk ke dalam, gua menyerahkan amplop putih kepadanya, menyuruhnya untuk membuka dan membaca hasilnya.
Kok gua yang disuru baca" Takut ya lu bang" Hahaha.. takut kenapa"
Takut gagal.. Ya kalo gagal, dua bulan kedepan gua coba lagi.. Menurut gua sih gagal, sorry to say nih, tapi metode belajar lu tuh kampungan..
Ika membuka perlahan amplop ditangannya dan mengeluarkan kertas.
Baca hasil akhirnya aja, yang kenceng.. Ika mulai komat-kamit tanpa suara, mungkin sedang membaca bagian detail dari masing-masing point;
Overall Score... ... 93.. Alhamdulillah.... Ika meletakkan surat tersebut diatas meja sambil memandang gua.
Bang.. ajarin gua metode belajar lo..
Gua Cuma tersenyum, kemudian bergegas menuju ke kamar mandi, mengambil wudhu dan menunaikan solat sunah dua rakaat.
--- Terdengar gumam Alhamdulillah dari kamar nyokap, disusul Ika yang keluar dari dalam kamar dan berbisik ke arah gua;
Abis ini emak pasti ngajak lu kepasar.. belanja.. buat selametan..
Nyokap keluar dari kamar, menghampiri dan memeluk gua;
Selamet ya ni, mudah-mudahan barokah yak.. Iya mak..
Oiya, besok pagi anterin emak kepasar ya, belanja buat selametan..
--- Besoknya, gua mencoba menghubungi Mr.Najib dari sebuah wartel yang terletak di sebelah kampus. Sebelumnya gua memang pesimis perihal posisi gua yang sudah lebih dari tiga bulan nggak ada kabarnya, tapi nggak ada salahya mencoba.
Setelah menunggu dalam jingle yang mirip nada komedi putar, terdengar suara Mr.Najib di ujung sana. Gua menyapa-nya, sedikit berbasa-basi dan kemudian menanyakan perihal posisi dan status gua di perusahannya. Mr.Najib terdiam sebentar, kemudian mengucapkan permintaan maaf berulang-ulang. Gua menarik nafas, mencoba legowo menerima keputusan terburuk yang bakal gua terima. Mr.Najib berkata kalau posisi yang waktu itu dia dan Mr.Kane tawarkan sudah terisi, dan dengan sangat menyesal dia mengatakan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk merubahnya.
Umm..well, Mr.Najib, may i talk to Mr.Kane" Oh.. you can call him on this line..
Kemudian dia menyebutkan sebuah nomor telepon, sepertinya bukan nomor lokal singapore.
Setelah mengucapkan salam ke Mr.Najib, gua mencoba menghubungi Mr.Kane melalui nomor yang barusan diberikan oleh Mr.Najib.
Proses yang sama seperti saat gua menghubungi Mr.Najib kembali terulang, sebuah jingle terdengar, tapi kali ini suaranya lebih soft dan lebih asik untuk dinikmati. Beberapa saat kemudian terdengar suara berat Mr.Kane di ujung telepon, dia menyebutkan namanya, gua menyebutkan nama gua dan dijawab dengan sebuah Oo besar. Dia menanyakan kabar, disusul dengan informasi yang sama dengan yang gua dengar dari Mr.Najib. Gua menghela nafas, mencoba merelakan mimpi gua untuk melayang lagi, sampai kemudian Mr.Kane menambahkan;
Mr.Boni.." Ya.. What if i say internship , are you interested" Im sorry"
Actually, its really hard to give your position to another person.. but, my business must go on.. and now im offerin you, a change to be part of my company as an intern.. an internship..
Wow.. it would be good for me..
So you better pack your stuff and be here, London.., I ll send some document that you may need by mail.. Alhamdulillah, ya biarpun Cuma magang gua tetap bersyukur, siapa tau nanti ada perubahan nasib disana. ---
Malam itu gua mengepak baju-baju, perlengkapan solat dan juga jaket kedalam sebuah koper besar. Nyokap tak henti-hentinya memberikan wejangan agar selalu menunaikan solat dan jangan lupa mengaji, gua mengangguk sambil berkata iya mak.. , sesaat kemudian gua teringat akan Resti, gua mengambil ponsel dan mencoba menghubungi-nya, nggak diangkat, gua mengirim sms ke Resti; Res, gw mau brngkt ke London, bsok
Kemudian gua meneruskan mengepak pakaian, sesekali gua melirik ke arah ponsel, mengecek apakah ada bunyi pesan masuk yang terlewat oleh gua. Sampai gua selesai mengepak, nggak ada balasan apapun dari resti. Ah,mungkin sudah tidur.
Gua duduk diteras rumah sambil menikmati kopi hitam panas dan sebatang rokok, saat komeng datang. Dia membawa satu slop rokok dengan merek 234 dan menyerahkannya ke gua;
Nih, kalo lagi kangen sama jakarta.. isep aja satu.. Gile.. banyak banget.. disangka penyelundup ntar gua..
Ya kalo disita, kasih aja..ntar gua kirimin lagi.. Wadow.. makasih ya bang komeng... Haha.. najis ah, lepasin nggak..gua patain nih.. Gua bergelayut ke tangan si komeng berlagak manja, kemudian dia menepisnya sambil memeragakan sebuah gerakan silat.
Ponsel gua berdering, sebuah pesan masuk. Gua langsung menghambur kedalam kamar, mencari-cari ponsel ditumpukan pakaian.
Balasan pesan dari Resti;
Gw tunggu di depan komplek y, deket portal
Setelah membaca pesan tersebut, gua mengambil jaket dan bergegas keluar. Komeng yang tengah asik menyeruput kopi milik gua, terlihat bingung;
Mo kemana lu" Pinjem motor meng.. Mo kemane"
Ketemu Resti.. Buseng.. ditangkep bapaknya lu.. Udah buruan..
Beberapa saat kemudian gua sudah berada di jalanan, menggunakan motor komeng menembus angin malam, ketempat resti.
Gua membelokkan motor ke arah komplek rumah resti, terlihat dari jauh resti yang tengah duduk di bangku kayu didepan pos satpam arah masuk ke blok rumahnya.
Lama banget.. Ini udah cepet-cepet..
Gua memandang ke wajahnya, sebuah bekas jahitan sepanjang 3 senti menghiasi dahi sebelah kanan-nya. Gua menyibak rambut yang menutupinya;
Sorry ya res.. Gapapa.. Cuma luka gini doang..
Resti berdiri kemudian duduk dibangku penumpang, dengan posisi dua kakinya berada disamping.
Bon.. ... Lo masih nganggep gua Cuma temen kan" Gua merebahkan kepala dan meletakkan kepala gua di stang motor.
Boniii... .... Bon.. Lo masih nganggep gua Cuma temen kan" Res.. kadang gua sendiri juga bingung.. Bingung kenapa"
Gua udah berusaha sekeras mungkin untuk mencoba...
... ..mencoba mencintai lu.. tapi, semakin gua mencoba, semakin keras juga pikiran gua menolaknya.. ...
... gua nggak bisa maksain, res.. tapi gua juga nggak bisa ngelupain lu.. gua bingung..
Bon, justru cinta yang di paksain malah bukan sebuah pilihan yang tepat. Tapi cara lo dalam memperlakukan perempuan sesekali perlu di koreksi..
Resti turun dari boncengan motor, kemudian pindah ke depan, berdiri persis didepan motor.
.. Logika dan pikiran emang penting, tapi perasaan juga nggak kalah penting. Perempuan tuh perasa, bon.., Perempuan butuh kepastian..
... ... dan kayaknya cukup gue aja yang lo perlakukan seperti ini, jangan pernah lagi lo jadi pengecut yang nggak berani bilang cinta tapi nggak berani bilang nggak .. lo nggak pernah bilang cinta ke gue tapi lo juga nggak pernah menolak gue, seakan-akan gue Cuma jadi abu-abu, antara putih dan hitam dalam hidup lo..
Maafin gua res.. .. coba dari dulu-dulu lo bilang kalo lo nggak suka sama gue, mungkin gue udah move-on.. sekarang gua malah terjebak di sebuah perasaan yang bahkan gue nggak tau apa namanya... gue cinta tapi benci sama lo... gue kesel sama lo tapi kangen..
Besok, gua mau berangkat..res.. Iya gue tau.. jaga diri ya.. Iya..
Mudah-mudahan tercapai semua mimpi-mimpi lo selama ini ya..
Resti tersenyum kemudian berjalan mundur, perlahan dia berbalik dan mulai melangkah menjauh. Gua menatapnya sosoknya yang perlahan hilang, samar ditelan bayang-bayang pepohonan.
Gua menyalakan mesin motor dan terkejut saat lampu motor menyorot sosok resti yang berjalan kembali kearah gua. Dia berdiri, melipat kedua tangannya dihadapan gua;
Kira-kira Inggris bakal merubah lo seperti apa ya" Hahaha.. nggak tau deh..
Bon.. sebelum lo pergi, gue boleh nggak minta satu hal.. satu hal kecil.."
Boleh.. Walau gue tau lo nggak cinta, gue mau denger lo menyatakan cinta ke gue dong.. please.. Hahaha.. apaan"
Gua memutar motor, bersiap untuk pulang
Res.. gua sayang sama lo..
Resti tersenyum kemudian menjawab samar Gue juga.. "Goodbye res.."
"Its not goodbye bon, just see you later" Gua berpaling dan pergi meninggalkan Resti yang masih berdiri mematung di tengah gelapnya malam. ---
Besoknya, gua sudah berada diatas pesawat yang bakal membawa gua ke London. Dari jendela gua melihat atap-atap rumah di Jakarta yang semakin lama semakin mengecil kemudian hilang di telan awan. Gua menatap kedepan, menatap impian baru gua. London, here i come...
CHAPTER V #33: London Jam menunjukkan pukul tiga dini hari, waktu gua tiba di Bandara Heathrow, London. Setelah melewati pemeriksaan imigrasi dan mengambil koper, gua setengah berlari mencoba mencari kamar kecil, selain memang harus menuntaskan hajat yang hampir satu jam gua tahan, sepertinya gua mengalami apa yang namanya jet-lag . Kepala terasa pusing-pusing, mual, badan lemas dan gemreges , keringat dingin mengucur, untuk yang terakhir gua kurang yakin akibat dari jet-lag atau nahan boker .
Sebenernya gua udah dari di atas pesawat tadi berasa mules-mules ingin buang hajat, tapi pilot sudah memberikan pengumuman lewat pengeras suara kalau sebentar lagi kita akan mendarat, lampu penanda diatas toilet-pun sudah menyala merah, yang artinya tidak dapat digunakan. Bukannya bergegas mendarat, pesawat malah Cuma mondar-mandir, muter-muter di sekitar bandara, menurut pengumuman susulan dari pilot, katanya lagi nunggu landasan kosong. Kampret!
Gua keluar dari toilet di bandara dan mancari tempat untuk sekedar duduk, berisitirahat sebentar. Sukursukur ada tempat buat rebahan. Sambil mengagumi salah satu bandara paling sibuk di eropa ini, gua berjalan gontai sambil menenteng ransel dan menarik sebuah koper besar berwarna cokelat. Gua duduk disebuah bangku berderet di lantai bawah bandara ini, memandang ke sekitar. Bener juga, padahal sekarang jam 3 subuh, tapi suasana tempat ini hampir mirip dengan pasar kramat jati, tentu dengan
mengesampingkan bau prengus para pedagang dan gerobak-gerobaknya. Riuh, ramai, suara dorongan troli-troli, percakapan orang-orang, suara dari layar televisi yang terletak hampir disetiap sudut bandara bercampur jadi satu dengan pengumumanpengumuman yang keluar dari pengeras suara.
Gua memandang ke sebuah meja yang berbentuk setengah lingkaran, mirip seperti meja customer centre di bank-bank yang ada di Indonesia. Dibagian tengah meja tersebut terdapat tulisan cokelat dengan embos; Information . Terdapat tiga orang petugas pria yang tengah melayani beberapa calon penumpang dibelakang meja tersebut. Di bagian belakangnya, terdapat sebuah papan besar, seperti sebuah backdrop panggung, berlatar putih dengan gambar landmark kota London, Big ben dan sebuah tulisan berwarna biru; Visit London.
Gua berjalan menghampiri meja tersebut, salah seorang petugas tanpa senyum menyambut gua dengan pandangan mencurigakan kemudian bertanya ragu;
May i help you.."
Accidentally Love Karya Boni di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yes, actually i need some direction to get here.. Gua berkata sambil mengeluarkan secarik kertas, berisi alamat kantor Mr.Kane, gua catat dari surat rekomendasi yang dikirim Mr.Kane via email waktu gua masih di Jakarta.
Si petugas nggak menjawab, nggak mengambil kertas yang gua sodorkan bahkan sama sekali nggak melihat ke kertas tersebut, dia mengambil semacam leaflet dengan tulisan visit london dan menyerahkannya. Gua mengambilnya dan membuka lembaran leaflet tersebut, sebuah peta. Si petugas mengambil beberapa leaflet dan brosur lain dan menyerahkannya ke gua. Kemudian menggerakkan tangan, memperagakan gerakan seperti mempersilahkan sambil berkata;
Enjoy London.. Gua mengucapkan Thank you , berbalik dan menambahkan; Enjoy pala lu.. kemudian berjalan kembali ke bangku berderet, gua duduk dan memperhatikan satu persatu leaflet dan brosur yang tadi di serahkan oleh petugas tanpa senyum itu. Gua mengambil ponsel dari tas ransel dan
Misteri Tuak Dewata 2 Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Bujukan Gambar Lukisan 14
Wah, si Deby.. ngapain nih anak, nyariin gua" Heru berbicara sendiri, sambil tetap memandang ke arah layar ponselnya. Kemudian dia mendekatkan wajahnya ke telinga, tangannya mengepalkan sesuatu ke tangan gua dan membisikkan; Ntar abis bulan, lu kudu ganti, ditambah bunganya 10% .
Gua cabut dulu ya res, bon.. si deby udah nunggu nih..
Kemudian heru langsung ngeloyor pergi meninggalkan kami berdua. Gua membuka genggaman tangan dan melihat selembar pecahan 100 SGD lecek yang tadi diberikan Heru.
Gua yakin, yakin banget Heru nggak punya temen atau kenalan yang namanya Deby , setan nih anak.. Gua membatin dalam hati.
Sepuluh menit sudah setelah Heru pergi meninggalkan gua, dan selama sepuluh menit itu juga gua dan resti duduk dalam diam.
Gua duduk disebelah seorang perempuan yang juga tengah larut dalam diamnya, sambil menikmati Ice Cream cokelat-vanilla yang sudah mulai melumer. Gua bingung, seumur-umur gua belum pernah berada di posisi seperti ini, the awkward moment, very awkward moment in my whole life. Sampai akhirnya Resti kemudian membuka suara;
Bon... Ya.. Kok diem aja" Hahaha iya, masa suru joget-joget..
Hehehe nggak joget juga kali, maksudnya ngomong apa gitu..
Ngomong apa" Ya terserah..
Kemudian kami kembali terdiam.
Lima menit berikutnya kembali si Resti membuka suaranya;
Bon.. Ya.. Gimana tulisan lo" Tulisan gua" Nggak gimana-gimana..
Trus tawaran gua gimana" Tentang tulisan bola" Oh.. itu.. belom kepikiran sama sekali res.. masih ngeblank..
Owh.. yaudah.. Kemudian kami kembali terdiam (lagi).
Sepuluh menit kemudian (lagi-lagi) Resti membuka suaranya setelah terdiam;
Balik yuk bon, bete gue.. Hah, balik.."
Iya, ngapain juga kita disini kalo juma diem-dieman aja..
Oh yaudah, ayo.. Akhirnya kami berdua melangkahkan kaki keluar dari kafe tersebut dan mulai berjalan menyusuri jalan Upper Cross St menuju ke Apartemen gua di Telok Ayer dan lagi-lagi kami berjalan dalam diam.
Setelah lebih dari lima menit kami berjalan, akhirnya gua memutuskan untuk memulai obrolan, sebuah topik yang sudah gua pertimbangkan sejak keluar dari kafe lima menit yang lalu;
Res, lu nginep dimana"
Horeee.. akhirnya boni nanya juga... Lah..
Gue nginep dirumah adiknya bokap.. Oh.. Om lu dong"
Ho oh.. Dia tinggal disini" Iya..
Kemudian gua kembali terdiam, kehabisan topik pembicaraan.
Kok diem lagi" Ga papa..
Nanya lagi dong.. Ah elu aja deh yang nanya.. Dih kok gitu..
Tau nih res, gua kalo Cuma berdua doang sama cewek suka gugup..
Yaelah nyantai aja kali.. waktu itu pas dari kampus gua naek motor berdua sama elu, nyantai aja kan.. Iya ya.. kok sekarang beda ya..
Mungkin elo ada rasa kali sama gue.. Bisa jadi.. eh..
Gua buru-buru menutup mulut dengan tangan, Resti Cuma cengar-cengir aja sambil memandang ke arah gua. Gua nggak tau harus bagaimana, Cuma celingakcelinguk nggak jelas kemudian meneruskan berjalan sambil menundukkan kepala.
Sorry, res.. gua nggak maksud... Hahahahaha.. nyantai aja lagi boon.. Resti memotong omongan gua sambil tertawa. Maksudnya tuh gini... kita kan belom lama kenal.. Bon, bon...
Resti kembali memotong omongan gua.
Elo tuh nggak pernah deket sama cewek ya, bon" Gua Cuma menggeleng, sambil mengelap keringat dingin yang mulai mengalir di dahi gua.
Sama sekali" Gua mengangguk.
Ooo.. pantesan.. kaku banget..sama cewe.. Bon...
Ya.. Sama gue santai aja nggak usah canggung.. Gua nggak canggung, Cuma gugup.. Sama aja dodol.. kenapa sih.."
Ya nggak apa-apa, Cuma nggak biasa aja.. Ya nggak biasa-nya tuh gara-gara apa" Nggak apa-apa..
Akhirnya obrolan kami harus dihentikan, nggak terasa gua sudah tiba didepan apartemen;
Aneh ya" Kok mau-maunya gua jemput terus nganter lo..
Resti bicara sambil menunjuk-nunjuk ke kepalanya. Gua Cuma tersenyum, kemudian masuk ke dalam, melambaikan tangan, menaiki tangga dan berjalan didalam lorong menuju ke kamar, sambil mengutuki diri gua sendiri. Goblok!!..
#27: Logic Resti bicara sambil menunjuk-nunjuk ke kepalanya. Gua Cuma tersenyum, kemudian masuk ke dalam, melambaikan tangan, menaiki tangga dan berjalan didalam lorong menuju ke kamar, sambil mengutuki diri gua sendiri. Goblok!!..
Sampai di depan pintu kamar, gua mengangkat pot bunga dan meraba dasarnya, kosong. Kemudian gua membuka pintu, heru sedang terbahak-bahak menonton sebuah film dari laptop gua, sambil duduk memeluk guling dan menggenggam plastik cemilan; Cassava Chips . Gua berjalan melewatinya dan duduk diatas kasur;
Gimana bon, dating-nya" Sukses" Sukses, pala-lu..
Lah ngapa emang" Heru, menekan tombol spasi, mem-pause film dan beralih menghadap ke gua.
Gua tau lu nggak punya temen yang namanya Deby , so what its all about"
Yah, kaku banget sih lu jadi cowok.. Nah itu lu tau kalo gua kaku, ngapa malah ninggal gua berdua sama cewek"
Lah.. elu nya aja yang aneh, cowok-cowok normal mah seneng kalo ada diposisi lu..
Gua diam, membisu, kemudian mengambil sebatang rokok dari bungkusan Marlboro light yang ada disamping laptop. Gua menyulutnya dan menikmati setiap hisapan-nya sambil berbaring di atas kasur.
Apa iya gua nggak normal , ah masa sih" Tapi, gua deg-deg-an kok kalau dekat dengan perempuan yang bukan muhrim dan gua masih jijik kok kalau si heru tidur deket-deket gua, but siapa juga orang yang nggak jijik tidur dipeluk-peluk heru, seorang homo sekalipun gua rasa bakal jijik, abis-abisan.
Bon.. emang lu mau ngebujang mulu apa" Yaelah, ruk.. ruk.. suatu hari nanti.. inget nih, suatu hari nanti lu bakal terbengong-bengong pas ngeliat gua bawa pacar..
Iye, pacar lu cowok.. bwahahahahahaha.. Setaaaaan!
Setelah lelah bergelut dengan Heru, terdengar suara pesan masuk dari ponsel gua, gua melepaskan pitingan arm-bar dan bergegas mengambil ponsel, sebuah pesan dari Resti;
Woiii... lg ap" Gua nggak membalasnya, hanya meletakkan kembali ponsel di atas meja dan kemudian mengusir heru yang ikut-ikutan membaca pesan tersebut, dia masih meringis memegangi lengannya. Sedetik kemudian gua sudah dalam posisi menjepit leher si heru dengan teknik neck crank , heru Cuma bisa meringis sambil menepuk-nepukan telapak tangannya di lantai sebagai tanda kalau dia menyerah. Gua melepaskan lehernya, dia sedikit tersedak-sedak kemudian heru mengambil ponsel, mengetikkan sesuatu dan meletakkannya kembali. Gua yang baru menyadari kalau yang dia ambil barusan adalah ponsel gua, buru-buru menyambar ponsel tersebut, terlihat dilayarnya sebuah notifikasi; Delivered.. . Gua membuka sent item disitu terlihat sebuah balasan untuk pesan dari Resti isinya; Lg mkirin km .
Gua kembali meletakkan ponsel di atas meja, si Heru sedang berusaha keluar dari kamar, gua mengejarnya; Bangsaaaaatttttt!!!
--- Sebulan setelah kejadian kejar-kejaran antara gua dan Heru di lorong apartemen yang berakhir dengan terkilirnya kaki si Heru dan biru-biru di bagian pundak, seperti biasa siang itu gua sedang menulis saat sebuah pesan masuk ke ponsel gua, tanpa melihat-pun gua tau siapa yang mengirimnya; Resti. Sejak kejadian Heru membalas pesan dari Resti melalui ponsel gua, si Resti jadi rajin mengirimi gua pesan, entah sekedar menanyakan kabar, mengingatkan makan atau sekedar pesan yang isinya Cuma; woii.. , ahay.. , Cihuy bahkan; Heyho , absurd, sungguh perempuan yang absurd. Padahal udah hampir dua minggu yang lalu dia balik ke Indonesia tapi tetap nggak mengurangi intensitas sms-nya, gua yang emang belum sempat menjelaskan perkara isi sms yang dikirim heru akhirnya dengan terpaksa sambil senyam-senyum kecut membalas sms-sms dari Resti. Buat beberapa orang, mungkin mendapat sedikit perhatian dari seorang perempuan melalui sms adalah suatu yang lumrah, tapi buat gua yang bahkan dinilai sebagai laki-laki nggak normal oleh Heru, hal seperti ini adalah sesuatu yang luar biasa. Sejak kecil, gua hanya dekat dengan dua orang wanita, Nyokap dan adik gua: si Ika, selebihnya perempuan yang gua kenal paling Cuma sebatas teman sekolah, tempat gua meminjam penghapus, pensil, pulpen dan meminta kertas ulangan, begitu pun menginjak masa-masa kuliah; perempuan yang dekat dengan gua tetap dua orang yang gua sebutkan tadi: Nyokap dan Ika selebihnya Cuma perempuan-perempuan yang menghiasi hidup gua melalui lagu, film dan cerita saja. Kalo ada yang bilang gua nggak normal, sebenarnya mereka nggak sepenuhnya salah. Tapi, gua juga nggak mungkin membenarkan hal tersebut, gua yakin mereka yang berasumsi gua nggak normal , heru sebagai contohnya, mengatakan hal tersebut karena kedinginan gua terhadap lawan jenis dan track record gua sebagai cowo yang belum pernah pacaran dan sampai saat ini gua berusaha mematahkan asumsi tersebut dengan cara ini; ber-sms-an dengan Resti; Fair enough, i think.
Yess, dan kalau ada yang bertanya apakah gua menyimpan perasaan terhadap Resti, tentu saja jawabannya adalah: Yess , mungkin seratus Yess . Tapi, lagi-lagi gua selalu terbentur dengan yang namanya Logika, ya sejak kecil boleh dibilang gua ini salah satu orang yang diperbudak oleh logika, sampaisampai mempengaruhi daya resap perasaan gua sendiri. Buat orang lain, jika mengikuti kata hati dan perasaan; mungkin nggak ada yang salah kalau ada orang seperti Resti yang tajir, cakep, almost perfect, bisa suka sama pria seperti gua. Kata hati dan perasaan gua pun berkata sama; setuju-idem. Tapi, entah kenapa Logika dan nalar gua selalu berusaha menentang-nya, berusaha membatasi perasaan dan kata hati gua agar tetap pada jalurnya, not cross the line. Selalu menghalangi perasaan dengan berbagai pernyataan-pernyataan seperti;
Secara Logika nggak mungkin Resti suka sama gua karena dia kaya sedangkan gua nggak, dia cakep sedangkan gua nggak, dan kalaupun nanti berlanjut, orang tua dia pasti nggak bakal setuju sama gua.
Yang pada akhirnya malah membunuh kata hati; dan perasaan gua . Jadi pada akhirnya, gua Cuma bisa berhubungan dengan Resti dengan perantara nalar, berusaha mengelabui orang lain agar terlihat normal sambil menghibur diri sendiri yang semakin semenjana akibat membohongi diri sendiri, sementara perasaan dan kata hati -gua terpenjara jauh didalam jurang hati gua yang paling dalam, dijaga oleh sesosok makhluk bernama; Logika.
Logika ini juga-lah yang membuat, menanam dan menumbuhkan pohon nalar yang membuat kata hati dan perasaan gua menjadi benalu, benalu yang siap mengganggu gua menggapai cita-cita gua. ---
Dua bulan tersisa dari waktu program beasiswa gua di Singapore. Gua dan heru mati-matian belajar buat final exam yang belum ketahuan apa bentuknya; essay kah, multiple choice kah atau interview test kah. Sementara, buat yang bertanya-tanya tentang hubungan gua sama Resti; berjalan baik-baik saja tetap seperti bulan kemarin, kemarinnya lagi, kemarinnya lagi, kemarinnya lagi, masih dalam koridor nalar dan Logika gua.
Buset, pedes juga nih mata gua bon.. Heru meletakkan pulpen menggeleng-gelengkan kepala sambil memijat bagian belakang lehernya. Gua yang berada dimeja seberangnya Cuma menjawab ho-oh dengan mata masih tertuju pada layar laptop gua. Heru yang penasaran kemudian mendatangi gua, berdiri di belakang gua. Nafasnya yang terdiri dari campuran bau asap rokok, bangkai tikus dan air comberan bikin gua menyingkir.
Anjirr.. lu abis makan apaan sih ruk" Napas lu bau got..
Hahaha.. Bukan napas gua yang bau, tapi mulut lu yang terlalu deket sama idung.. lah gua pikir mah dari tadi lu belajar, coy.. pantesan dari tadi anteng banget maen beginian..
Sudah barang tentu yang dimaksud beginian oleh Heru adalah sebuah game strategi; Age Of Empire yang sejak tadi gua mainkan, sejak kami tiba di perpustakaan kampus ini.
Lah sakti juga lu coy, udah mau Exam bukannya belajar, malah maenan..
Ah, belajar juga bakal apaan" Kita aja belom dikasih tau tipe examnya..
Ya tapi kan tetep lu harus belajar kali... Tadi lu belajar apaan"
Teori dasar desain, aplikasi dan penerapannya.. tuh buku-nya..
Trus, misalnya lu udah belajar kayak barusan terus besok examnya dalam bentuk praktek, misalnya suruh bikin sketch , rugi nggak lu"
Lah misalnya besok ternyata examnya dalam bentuk essay dan yang dibahas adalah teori desain" Ya kalo gitu gua bakal ngasih selamet deh ke elu.. Gua kemudian menutup laptop gua, menyalaminya kemudian pergi meninggalkan Heru, pulang.
Sebenernya hal yang gua katakan ke Heru waktu di perpustakaan juga bukanlah prinsip dasar gua dalam belajar, malah boleh dibilang hampir setiap hari gua belajar. Tapi menurut gua, dalam industri kayak begini (baca; Desain, Broadcast, Advertising, Digital Art dan kronco-kronconya yang lain) belajar teori bukanlah suatu yang mutlak perlu diterapkan, justru gua malah berhasil mendapatkan ide, sense dan feel yang tepat untuk berkarya bukanlah dari hasil membaca buku, melainkan hasil dari explorasi dari kehidupan sehari-hari. Dan ya, gua tetep belajar, tapi cara belajar gua dengan heru berbeda.
--- Gua memandang ke selebaran yang barusan dibawa pulang heru dari kampus, secarik kertas berwarna hijau yang isinya merupakan jadwal Final Exam, dan untuk masing-masing jurusan berbeda waktu dan tempatnya. Heru mendapatkan jadwal exam lebih dulu dari gua yang dapat giliran dua minggu lagi. Dan yang paling mengejutkan adalah bahwa Final Exam peserta program beasiswa diadakan secara terpisah dengan peserta reguler, pun dengan waktu dan soal ujiannya. Diskriminasi!
Heru yang sejak pulang tadi, setelah menggeletakkan begitu saja brosur yang barusan gua baca jadi kelabakan seperti lintah dikasih garam, sebentar berdiri, meletakkan pensil di daun telinganya, menunjuk-nunjuk angka di kalender, sesaat kemudian dia duduk membolak-balik modul pembelajarannya, beberapa detik berikutnya dia sudah mengetukngetuk pintu kamar sebelah, sepertinya hendak meminjam catatan, kemudian kembali ke kamar sambil menggaruk-garuk rambutnya yang mulai memanjang dan terduduk kembali sambil memegangi dahi-nya.
Sementara gua berbaring di kasur, memandangi selebaran hijau tersebut seraya merajut mimpi-mimpi untuk bisa sukses di Final Exam nanti, kemudian gua dikejutkan oleh nada dering ponsel gua, gua mengeluarkannya dari saku selana jeans dan tertera nama Ika dilayarnya;
Halo, Assamualaikum.. Waalaikum salam..
Terdengan suara nyokap yang cempreng-cempreng renyah di ujung sana.
Gimana kabar lu ni" Sehat"
Alhamdulilah mak, sehat.. emak, baba gimana disono sehat juga"
Iya, Alhamdulilah bae-bae aja.. lagi ngapain lu ni" Lagi tidur-tiduran mak" Dua minggu lagi mau ujian nih...
Lah mau ujian, ngapa lu leyeh-leyeh aje" Belajar orang mah..
Iya ntar abis tidur-tiduran, trus tidur beneran, abis itu baru belajar..
Bener-bener ni bocah atu, susah banget dikasi tau.. Iya mak, iya, oni belajar kok.. kalem bae.. Jangan kalem-kalem aja lu.. ntar kalo kagak lulus, baru nyaho..
Yaah jangan doain begitu dong mak...
Ye makanya belajar ni... emak ama baba luh ma dari dulu, tiap solat kagak pernah lupa nyebut nama lu sama ika.. emak mah nggak pernah doain lu supaya sukses..
Lah" ...emak mah doain supaya elu selalu berlaku bener, kagak macem-macem sama diri lu sendiri dan nggak macem-macemin anak orang...
Oh iya mak.. tambahin mak atu doanya.. Apaan"
Biar enteng jodoh... Iya, kalem bae.. emak doain dah.. yaudah belajar gidah sono, solat jangan ditinggal ye.. Iya mak.. tetep doain oni ya mak.. Iya, assalamualaikum..
Waalaikum salam.. Gua meletakkan ponsel di dada dan melanjutkan memandangi selebaran hijau mengenai informasi Final Exam. Ponsel gua berdering lagi, ah mungkin nyokap lupa menyampaikan sesuatu, gua mengangkat ponsel dan melihat layarnya; Resti . Gua menghirup nafas panjang kemudian menghembuskannya sebelum mengangkat telepon darinya;
Haloo.. Haloo, bon.. Kata heru lo mau exam ya" Minggu depan" Lagi belajar"
Hah,.. Gua melirik ke heru yang tengah larut dalam modulnya dan gua melihat ponselnya tergeletak disana, masih menyisakan backlight sebelum akhirnya mati dan tombolnya terkunci otomatis. Gua mengambil bungkus rokok dan melemparnya, tepat ke arah kepalanya. Tuk!. Heru mengelus kepalanya, berpaling ke gua kemudian terkekeh, sambil berjingkat membuka pintu kamar dan bergerak keluar; Keluar dulu ah, ntar ganggu orang pacaran lagi
Hallo.. hallo.. bon.. Ya..
Ditanyain.. Eh.. iya, gua sih masih dua minggu lagi, si beruk yang exam minggu depan..
Oh.. beda" Iya beda.. Belajar ya..
Pasti, tenang aja" Siip, eh udah makan"
Belom, nanti aja mau makan daging beruk.. Maksudnya"
Nggak, nggak.. ntar mau masak nasi goreng aja.. Oh oke deh.. trus sekarang lagi ngapain" Lagi mau belajar, udah ya res.. ntar pulsa lo abis kalo kelamaan..
Yaah.. Daaa... Iya deh.. Tut tut tut tut tut... Gua menutup telepon dari Resti, berdiri, mengambil sapu lidi dan bergegas ke kamar sebelah. Gua tau dia pasti ada disitu, Beruk Brengsek!
--- Seminggu berikutnya, gua sedang menulis di dalam kamar saat Heru merangsek masuk dan langsung melempar tas ranselnya kemudian menjatuhkan diri diatas kasur. Lima hari sebelumnya gua sempat membaca di papan pengumuman di kampus bahwa jurusan Heru akan mengadakan Final Exam berupa membuat essay yang kemudian harus di persentasikan di depan penguji dan bakal dihadiri oleh utusan-utusan dari berbagai perusahaan kelas internasional yang bekerjasama dengan pihak penyelenggara program beasiswa untuk merekrut lulusan-lulusannya.
Ruk... Mmmm... Heru menyembunyikan wajahnya diantara bantal dan kasur.
Ruk.. gimana" Tau dah.. pesimis nih gua.. Emang ngapa dah"
Ya nggak apa-apa siy, gila bon.. gua persentasi didepan orang banyak, ajigile.. gugup coy.. Yaelah paling juga kayak pas sidang skripsi.. Kayak sidang skripsi mata lu..
Heru kemudian duduk. Gila kali lu.. bikin Essay Cuma dikasih waktu lima hari, trus persentasi didepan puluhan orang, pada pake jas sama dasi, udah gitu selesai persentasi, ada sesi tanya jawabnya, semuanya pada nanya..gimana nggak stress tuh..
Gua kemudian terbengong-bengong ria. Memandang kosong ke layar laptop melihat ke kumpulan tentara bizantium gua yang sedang berbaris, bersiap menyerang musuh. Gila, nasib gua apa kabar nih.
Kemudian gua berdiri, mengambil jaket dan keluar, sedikit berlari kecil menuju ke kampus. Sesampainya disana gua masuk dan langsung menuju ke tempat dimana biasanya pengumuman ditempel. Disana sudah ada beberapa orang yang berkumpul, gua mengenali salah satunya; Lisa. Mahasiswa program beasiswa dari malaysia yang juga sejurusan sama gua; broadcast.
Lis, jadwal exam kita udah ada"
Saya belum lah tahu, ingin melihat tapi tak boleh Nggak boleh sama siapa"
Lisa memukul pundak gua, iya gua tau maksudnya bukan Tak boleh tapi Nggak bisa , sungguh bahasa yang sulit, melayu.
Gua menyeruak kerumunan, dan sadar kenapa si Lisa yang badannya Cuma sebesar upil onta tak boleh melihat pengumuman ini. Kemudian gua memandang sebuah selebaran besar ditempel dengan menutupi pengumuman-pengumuman lainnya. Memberitahukan bahwa jadwal Exam untuk Jurusan Broadcast adalah minggu depan, hari Senin dan jenis Exam-nya adalah Essay ditambah mini-project dengan banyak pilihan project yang sudah ditentukan dan disusul dengan persentasi.
Sesaat gua seperti memandang ke sebuah gurun tanpa batas, gua menghela nafas dan mulai bergerak keluar dari kerumunan.
How is it" Lisa bertanya, gua mencoba menjelaskannya sebentar sambil berlalu.
--- Gua memandang materi persentasi gua untuk yang terakhir kalinya, sebelum masuk ke sebuah ruangan besar berbentuk auditorium, tempat dimana waktu itu gua datang pertama kali disini untuk mendengarkan ceramah pria bule botak yang ternyata adalah kepala program pendidikan ini. Gua mengambil ponsel dari dalam saku dan menekan angka 2, speed dial untuk nyokap gua.
Haloo.. Haloo kenapa bang" Emak mana"
Suara Ika terdengar dari seberang sana, disusul teriakan samar memanggil nyokap.
Haloo, assalamualaikum.. kenape ni.." Mak, oni mau ujian.. doain oni ya..
Iya emak doain biar digampangin sama Allah semua urusan lu, biar cepet rapih semua urusan lu, mudahmudahan elu selalu di jalan yang bener ya tong.. Iya mak, oni siap-siap dulu deh.. Assalamualaikum Waalaikumsalam..
Beberapa saat kemudian nama gua dipanggil, gua masuk kedalam sambil tersenyum kepada para hadirin yang datang, persis seperti yang digambarkan oleh Heru minggu kemarin, ada sekitar puluhan bahkan lebih dari lima puluh orang yang berdandang ala james bond duduk berderet memenuhi tribun auditorium. Gua melangkah canggung di atas panggung yang letaknya jauh dibawah, tepat pada posisi yang sama dengan saat pria bule botak ceramah. Gua memasang kabel proyektor ke laptop dan sesaat kemudian lampu-lampu mulai redup, ruangan ini Cuma diterangi oleh cahaya dari proyektor di ujung ruangan yang tersambung ke laptop gua. Gua berdiri, menggenggam microphone dan mengetukngetuknya, suara riuh dari para James Bond ini mendadak senyap yang terdengar hanya raungan prosesor dari laptop jadul gua dan nafas gua yang mulai tidak beraturan. Tangan gua mulai basah oleh keringat, gua berdehem beberapa kali sebelum memulai persentasi dan.....
30 menit berlalu, gua malah keasikan sendiri menjelaskan isi dari materi persentasi gua, mungkin para james bond ini malah tertidur saking bosannya. Dan akhirnya gua menyelesaikan satu terakhir, lampu proyektor meredup, disusul dengan lampu auditorium yang kembali terang. Gua menutup layar laptop saat suara moderator terdengar, memberitahu bahwa sekarang adalah sesi tanya jawab.
10.. 20.. 30.. 40 menit, waktu yang gua habiskan dalam menjawab berbagai jenis pertanyaan seputar konten materi persentasi gua dan beberapa pertanyaan Out Of Topic dari audience yang terpaksa gua jawab setelah mendapat anggukan dari tim penguji. Kemudian gua dipersilahkan keluar, dan ruangan kembali riuh saat gua meninggalkan auditorium tersebut.
Gua duduk di bangku panjang di luar auditorium, menghembuskan nafas panjang kemudian gua berdoa, bukan meminta agar hasil Exam gua ini bagus dan gua lulus,tapi gua Cuma minta agar Do a emak gua dikabulkan.
--- Seminggu berikutnya, gua menerima sebuah amplop berukuran besar dengan sebuah print-out nama, jurusan dan asal negara di bagian depannya. Terpampang sebuah tulisan kapital besar: FINAL EXAM RESULT.
Gua membuka dan mengeluarkan isinya, ada berlembar-lembar kertas, brosur, stiker bahkan sebuah pin. Gua membaca dengan seksama selembar kertas yang menuliskan hasil Exam gua, gua terduduk didalam kamar kemudian mulai terbengong-bengong..
#28: Driver in Life Gua membuka dan mengeluarkan isinya, ada berlembar-lembar kertas, brosur, stiker bahkan sebuah pin. Gua membaca dengan seksama selembar kertas yang menuliskan hasil Exam gua, gua terduduk didalam kamar kemudian mulai terbengong-bengong memandangi sebuah tulisan dengan tinta berwarna biru yang ditulis menggunakan tangan dengan metode kaligrafi: Passed .
Dengan tangan yang masih bergetar, gua mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menghubungi nyokap. Terdengar beberapa kali nada sambung sebelum akhirnya nyokap mengangkat telepon-nya;
Assalamualaikum.. Waalaikumsalam, mak.. ini oni... mak oni lulus mak.. lulus..
Alhamdulillah, ni.. anak emak emang hebat.. Nggak mak, yang hebat doa emak..
Ngambil wudhu ni, solat sunah, sujud syukur... Iya mak, makasih ya mak udah doa-in oni.. Sama emak sendiri mah nggak usah pake makasihmakasihan segala, udah gidah sono ke sumur ambil wudhu..
Iya, oni tutup ya mak.. Iya, Assalamualaikum.. Waalaikumsalam..
Gua meletakkan ponsel di atas kasur, mengambil wudhu dan kemudian solat sunnah dua rokaat.
Heru membuka pintu kamar saat gua sedang melakukan salam , dia melongok sebentar kemudian menutup pintu dan menunggu diluar. Setelah selesai solat gua membuka pintu, heru sedang duduk bersandar disamping pot bunga sambil memegang amplop putih besar yang bentuknya mirip dengan punya gua. Dia menunduk mencoba menyembunyikan wajah murungnya.
Ruk.. ngapain lu nongkrong disitu" Gapapa...
Gimana hasil-nya" Parah...
Heru menjawab sambil berdiri kemudian menyerahkan amplop putihnya ke gua, sedangkan dia ngeloyor masuk kedalam kamar dan langsung merebahkan diri di kasur.
Gua menangkap gelagat seperti ini bukanlah sebuah hal yang baik, setelah menghela nafas gua mengeluarkan kertas hasil exam dari dalam amplop yang sudah disobek heru secara serampangan, membaca-nya sekilas dan...
Kamprettt!!!... Gua kemudian menerjang heru yang ternyata sedang cengengesan dibalik bantal.
Anjriittt... lulus juga lu, beruuuukkk...
Hahahaha.. tampang lu tadi kocak banget bon, asli.. gua nggak tau kalo ternyata lu segitu peduli-nya sama gua..
Kampret lu ruk... Heru duduk di kasur, menghadap gua yang sedang menghidupkan laptop.
Bon, lu udah ngasih tau Resti... Belon..
Yaudah gua yang ngasih tau..
Gua menatap beruk, berusaha membuat tatapan gua ini terlihat kalem namun tetap punya kesan sangar, macem chuck norris di film Forced Vengeance sambil menggulung modul milik si heru yang tergeletak di meja dan menggenggamnya di tangan.
Ye.. gua kan mau ngasih tau tentang kelulusan gua sendiri ke resti, ngapa lu yang repot..
Gua terdiam, nggak bisa bicara apa-apa, Si beruk memang lihai. Gua Cuma bisa memandang heru yang tengah asik menekan-nekan keypad ponselnya, mengirim pesan ke Resti.
Nggak lama berselang, ponsel gua berbunyi dan tanpa melihatpun gua tau siapa yang menelpon, gua kembali mengambil modul, menggulungnya dan menerjang si heru yang berusaha menangkis pukulan gua dengan menggunakan bantal.
Woy..woy.. udah ah, sakit bon.. nyokap lu kali tuuuh yang telpon.. liat dulu..
Gua berhenti memukuli heru, kemudian mengambil ponsel gua yang tergeletak di meja, masih berderingdering dan layarnya menampilkan nama; Resti . Gua meletakkan ponsel tersebut, kemudian kembali mengambil modul, menggulungnya dan menerjang si heru yang kali ini mencoba menghindar kemudian menyambar ponsel gua dan menjawab panggilan dari Resti;
Halo, Resti ya.. iya nih boni-nya lagi ngamuk.. Heru melemparkan ponsel ke gua sambil berlari keluar kamar, beberapa detik kemudian terdengar suara riuh dari kamar sebelah, ah rupanya mereka juga lulus.
Halo.. halo.. halo.. Hallo, ya res, kenapa" Eh lulus nggak lo"
Hahaha, alhamdulillah lulus..
Waah selamat ya booon.. kok nggak ngasih tau" Baru mau ngasih tau, eh lu udah nelpon duluan.. Mau dihadiahin apaan"
Wah nggak perlu repot-repot, res.. Nggak repot kok, bilang aja... Hahahaha.. beneran nggak usah.. Bener.."
Iya sungguh deh.. eh boleh deh.. Apa"
Hadiahin do a aja biar gua sukses...
Ya ampun booon, nggak usah diminta juga tiap hari gua doa-in lo kali..tiap hari gua mikirin lo, tiap hari gua berharap lo cepet lulus dan balik ke Indo.. Masa" Kenapa"
Whaat" Lo nanya kenapa" Menurut lo kenapa selama ini gua sms-an terus sama lo" Telpon-telponan sama lo" Nanyain kabar lo"
Gua terdiam sejenak, kemudian Resti melanjutkan omongannya;
Halo..halo.. boon.. Iya..
Menurut lo" Gue ini apa" Apa ya"
Untuk pertanyaan yang ini gua benar-benar nggak bisa menjawabnya. Gua Cuma bisa terdiam lagi dan Resti juga ikut terdiam, lama kami tenggelam dalam diam, sampai akhirnya suara Resti memecah keheningan;
Gilaa.. kok ada cowok nggak peka kayak elo ya bon...
Tut tut tut tut tut tut..
Panggilan berakhir, gua melempar ponsel ke atas kasur dan bersandar di tembok, mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, menghisapnya dalamdalam dan menghembuskannya ke langit-langit kamar. Gua berdiri, mengambil jaket dan bergegas keluar. Gua berteriak ke arah kamar sebelah untuk memberitahu heru kalau gua mau keluar sebentar. Teriakan gua disambut oleh kejaran heru yang terlihat buru-buru memakai sweater, mengunci pintu dan menyusul gua, berlari sepanjang lorong kemudian menuruni tangga. Mo kemana lu"
Tau nih.. Heru mungkin membaca ada yang aneh di wajah gua, kemudian dia bertanya;
Kenapa lu" Abis berantem sama Resti.. Gara-gara elu nih ruk,... semua gara-gara elu.. Gua bicara sambil mengangkat jari telunjuk gua ke arah wajah si Heru.
Lah kok gua dah" Nggak tau, pokoknya gua lagi pengen nyalahin lu aja.. udah terima aja..
Njirrr... Gua berjalan bersama heru, nggak tau mengarah kemana, gua Cuma terus berjalan aja sampai disebuah taman yang ramai oleh banyak orang, yang kemungkinan besar adalah turis-turis yang sedang berfoto-foto dalam berbagai pose. Si heru duduk disebuah bangku panjang berwarna cokelat yang terletak dibawah pohon beringin yang nggak begitu besar.
Woy, bon.. duduk dulu lah, capek.. Heru meneriaki gua yang masih terus berjalan, gua menghentikan langkah, terdiam sebentar kemudian berbalik menuju ke bangku tempat heru duduk.
Kenapa si lu" Berantem sama Resti" Gara-gara apa" Gua diam, Cuma menjawab dengan anggukan.
Gara-gara apa" Sebenernya sih nggak berantem, ruk.. definisi berantem menurut gua kan; dua pihak yang nggak sejalan, terus terjadi konfrontasi, itu namanya berantem..
Lah terus, lu sama resti, kenapa"
Kalo kasus gua sih, Resti yang marah sama gua.. sedangkan gua nggak marah sama Resti.. apa tuh namanya"
Ah, kebanyakan makan genjer kali luh, ngomong belibet banget.. udah pukul rata aja semua, pokoknya lu berantem sama Resti dan yang pengen gua tau itu sebabnya.. bencooong.. bukan definisi-nya.. Kemudian gua menceritakan kejadian waktu Resti menelpon gua belum lama tadi, Heru mendengarkan penjelasan gua tanpa berbicara, tanpa menyela, dia Cuma mendengarkan gua dengan seksama sambil memandang ke arah kerumunan turis-turis yang sedang berfoto bersama sambil merentangkan spanduk.
Selesai mendengar penjelasan gua, heru kemudian berdiri, dia menghela nafas kemudian menggelenggeleng kan kepala, sambil mengarahkan telunjuknya ke gua, dia berkata;
Goblokk!.. Heru berjalan meninggalkan gua.
Woi, mau kemana lu" Gua berteriak memanggilnya. Dia nggak menjawab, cuma berpaling sebentar kemudian mengacungkan jari tengahnya ke arah gua.
Gua duduk terdiam, memandang ke atas, ke arah juntai-juntai ranting yang menjurus ke bawah, melihat langit yang membiru melalui celah-celah dahan pohon beringin.
God.. What should i do.. --- Setelah kejadian di taman waktu itu, heru sama sekali nggak menyapa gua. Dia selalu saja mlengos kalau gua ajak bicara. Begitu juga Resti, dulu dalam sehari dia bisa sms 4-5 kali dan dalam seminggu bisa 3-4 kali telepon, sekarang boro-boro telepon sms aja nggak pernah.
Gua duduk memandang sebuah surat yang baru aja gua ambil dari kampus tadi pagi. Memang semenjak final exam dan pengumuman lulus, sebenernya Program Beasiswa gua udah berakhir dan gua tinggal nunggu ngabisin waktu program ini yang kira-kira tersisa satu bulan setengah. Dan banyak dari para peserta program yang sudah ikut tes kerja disana-sini, melalu online tes atau melalui tes di kampus. Bahkan ada beberapa peserta yang punya nilai tinggi, nggak pake tes-tes-an, langsung terbang ke Kanada atau ke US, semuanya langsung kerja.
Gua membuka amplop surat tersebut, mengeluarkan isinya.
Ah sebuah undangan interview kerja, gua
memperhatikan lokasi interview dan waktunya. Besok.
Sebuah perusahaan yang berlokasi di Singapore, bergerak di bidang digital imaging dan advertising. Nggak membuang waktu, gua bergegas mengambil jaket dan keluar dari kamar, berusaha mencari tau lokasi kantor dan kendaraan apa saja yang melaluinya, semacam survey kecil-kecilan.
Sesampainya di lobi, gua menghampiri seorang petugas keamanan apartement dan menunjukkan alamat yang tertera di surat yang gua terima. Si Petugas mengambil surat tersebut, memandangnya, sedetik berikutnya dia tersenyum dan bergegas menuju ke luar apartement dan berjalan sedikit ke arah trotoar, gua mengikutinya. Dia menunjuk ke arah gedung tinggi berwarna biru yang ujungnya tidak simetris, kemudian dia memberitahu jalur yang harus gua ambil tanpa menggunakan angkutan umum.
Deket banget. Gua bergumam dalam hati, setelah mengucapkan terima kasih gua mulai berjalan menyusuri trotoar sepanjang Jalan Telok Ayer kemudian menyebrangi jalan besar; Maxwell St dan tiba disebuah jalan yang kalo nggak salah namanya mirip seperti nama merk biskuit terkenal di Indonesia yang berkaleng merah. Gua berjalan sambil memandangi gedung tersebut, ternyata untuk bisa masuk gua harus memutari gedung ini, jalan yang ditunjukkan oleh petugas keamanan tadi merupakan jalan belakang . Sesampainya didepan, gua menghampiri security yang sedang berjaga disana, seorang bertubuh tegap, berpakaian serba hitam dengan garis merah dan mengenakan topi seperti topi sherif di film-film Amerika. Gua tersenyum sambil bertanya dan menunjukkan surat panggilan yang gua bawa, dia mengangguk kemudian berkata dengan bahasa inggris, campur melayu, campur mandarin, campur bahasa kode mencoba menjelaskan bahwa perusahaan tersebut ada di lantai delapan dan dia menunjukkan sebuah ruangan mencoba mengarahkan gua untuk masuk dan melapor ke bagian CS untuk mendapatkan kartu Visitor baru kemudian boleh naik ke atas. Gua menggeleng, mencoba menjelaskan kalau baru besok gua bakal balik lagi kesini, dia tertawa, entah menertawakan apa, gua mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya ngeloyor pergi.
Gua berjalan pulang ke apartemen melalui jalan berbeda dengan jalan yang gua tempuh waktu berangkat tadi, kali ini gua melewati jalan raya yang lebih besar; Anson Road. Mungkin kalau di Indonesia, kawasan ini semacam Sudirman-Thamrin-nya Singapore tapi lebih rapih dan jauh lebih bersih. Gua kemudian berbelok ke kiri menuju ke jalan waktu pertama kali gua datang dan berjalan cepat menuju ke Apartement.
--- Sesampainya di kamar, gua mulai membuka laptop dan melakukan pencarian tentang perusahaan yang bakal menginterview gua besok. Sesaat kemudian muncul disebuah halaman hasil dari pencarian yang tadi gua ketik, gua meng-klik hasil teratas yang memiliki domain lokal(.sg) dan sedetik kemudian muncul sebuah website ciamik dengan tampilan dominan warna hitam. Gua meng-klik sebuah menu bertuliskan About dan mulai membaca dan mencatatnya di notes.
Saat gua sedang asik dengan catatan gua, pintu kamar terbuka si Heru yang sejak gua masih tidur tadi sudah menghilang, kemudian masuk kedalam kamar, menggunakan kemeja, dan sepatu pantofel, lengkap dengan dasi dan menenteng jas.
Dari mana lu" Gua mencoba bertanya ke heru, siapa tau kali ini dia sudah nggak kesel sama gua.
Abis interview.. Heru menjawab sambil duduk disebelah gua, mengambil sebatang rokok dan menghisapnya.
Lu udah nggak marah sama gua ruk"
Gua bertanya sambil mengubah arah pandangan dari layar laptop ke arahnya.
Heru menghisap rokok dalam-dalam kemudian menghembuskannya ke wajah gua sebelum dia menjawab;
Gua kadang-kadang bingung sama lu bon.. dibilang goblok tapi lu dapet beasiswa, dibilang pinter tapi nyia-nyiain cewek..
Gua mengangkat bahu, mengambil sebatang rokok dan menghisapnya.
Emang dimana salah gua, ruk.. coba kasih tau gua" Whatt.."
Kenapa what" Buset dah, bener-bener goblok lu bon.. guoblok.. emang lu nggak tau kalo Resti demen sama lu" Gua tau..
Trus, lu demen juga nggak sama dia"
Kalo dibilang demen mah ya demen.. tapi ntar kalo gua pacaran sama dia beasiswa gua malah berantakan...
Heru mematikan puntung rokoknya diasbak, menghembuskan asap terakhirnya ke wajah gua;
Ya kalo gitu, kenapa lu nggak bilang gitu ke dia.. kenapa lu masih terus ngasih harapan ke dia Lho, dia nggak pernah bilang suka ke gua, gua harus gimana
Wah.. kali ini level lu mulai naek, dari goblok ke tolol..
Lho kenapa" Kalo dia suka ke gua tinggal bilang aja beres kan" Perkara ntar gua jawab suka juga atau nggak kan sepele..
Accidentally Love Karya Boni di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ya perempuan nggak bisa kayak gitu boon" Kenapa" Apa yang membuat perempuan nggak bisa begitu"
Ya emang darisono-nya begitu, dimana-mana tuh cowok yang nembak cewek, bukannya cewek yang nembak cowok..
Ah. Darisono tuh darimana" Ada hirarki asal-usulnya nggak"
Buset... buset.. buset... nggak ribet-ribet dah, males gua.. sekarang gini aja, kalo elu emang demen sama Resti, nih sekarang lu telpon dia..
Heru menyodorkan ponselnya, gua bergeming tetap diam kemudian memalingkan pandangan ke layar laptop.
Lu sebenernya demen nggak sih sama Resti" Heru berdiri menghardik gua.
Gua masih menatap ke layar laptop sambil bertopang dagu, menepuk nepuk lantai disamping gua, memberi tanda agar heru kembali duduk.
Ruk... Apaa""" Emang kalo demen sama cewek tuh tanda-tandanya apa"
Buseeet dah boooooooooooooonnn... Udah jawab aja...
Nih tanda kalo lu demen sama cewek, pertama; Lu nggak bisa tidur..
Kenapa" Kalo ngantuk"
.... tubuh dan pikiran lu memaksa untuk tetap bangun karena tau kenyataan lebih indah daripada mimpi lu.. Trus..
Kedua; Lu kepikiran dia melulu...namanya, wajahnya, suaranya...
Kenapa" Kalo lagi ujian bakal nggak lulus dong.. trus.. trus.. apa lagi.."
Ketiga; kalo abis berantem lu nyesel banget.... Trus...trus..
Mmmm... apa lagi ya... Heru berfikir sambil memandang ke langit-langit.
Ruk.. kalo tiga tanda-tanda tadi bener-bener mewakili rasa demen gua ke Resti, berarti gua nggak demen sama doi.. simple kan", case closed..
Wah.. gembel emang lu bon.. gembel.. gembel.. Lah.. kan elu yang nyebutin tanda-tandanya tadi..dan nggak ada yang cocok..
Yaudah nih, lu telpon Resti sekarang, minta maap, peduli setan lu demen apa kagak sama dia.. Heru menyodorkan ponselnya lagi, gua menolaknya.
Nanti kalo gua bakal telpon dia ruk.. nggak sekarang..
Heru mengangguk sambil memasukkan ponselnya ke saku.
Sesaat kemudian gua sudah kembali mesra dengan heru. Heru bercerita kalau dia baru saja selesai Interview di kampus, oleh perusahaan desain dari Inggris yang punya kantor di Manchester, London dan Birmingham. Dan hasil interviewnya akan diumumkan lusa, jika diterima maka sahabat gua yang wajahnya mirip beruk ini tentu bakal meninggalkan gua dan terbang ke Inggris. Gua juga bercerita ke heru kalau besok gua bakal ada Interview, tapi berbeda dengan Heru yang kalau diterima bakal kerja di Inggris, perusahaan tempat gua bekerja ini menurut yang gua baca di kolom about pada website nya Cuma perusahaan kelas nasional di Singapore dan sepertinya gua bakalan kerja di sini, di Singapore.
Wah berarti lu kudu ngikut IELTS ruk.. Iya nih, sama nggak ya kayak TOEFL" Gua mengangkat bahu.
Ntar aja kali ya tes-nya kalo udah pasti lolos" Kalo menurut gua sih ruk, mendingan lu tes sekarang ntar jadi kalo lolos udah enak lu, tinggal ngurus visa doang..
Iya..ya.. coba browsing, cari tempat buat Tes IELTS.. Ya situ browsing sendiri, budakan amat..
Gua bergeser, kemudian merebahkan diri ke kasur, mencoba merajut ulang mimpi-mimpi gua tentang working overseas . Ah kayaknya kerja di Singapore pun sudah cukup buat naikin haji bokap-nyokap gua. Gua menggeleng-gelengkan kepala, nggak bisa. Gimanapun caranya gua harus bisa kayak si heru, masa iya gua nggak bisa sih. Gua berdiri kemudian memandang notes kecil yang gua buat dulu sebagai pengingat cita-cita gua.
Ruk, coba donlotin lagunya Brand New Heavies .. Apaan"
Brand New Heavies... Judulnya"
You are the universe.. #29: The Risk Taker Gua bergeser, kemudian merebahkan diri ke kasur, mencoba merajut ulang mimpi-mimpi gua tentang working overseas . Ah kayaknya kerja di Singapore pun sudah cukup buat naikin haji bokap-nyokap gua. Gua menggeleng-gelengkan kepala, nggak bisa. Gimanapun caranya gua harus bisa kayak si heru, masa iya gua nggak bisa sih. Gua berdiri kemudian memandang notes kecil yang gua buat dulu sebagai pengingat cita-cita gua.
Ruk, coba donlotin lagunya Brand New Heavies .. Apaan"
Brand New Heavies... Judulnya"
You are the universe.. --- Besok paginya gua sudah berada di sebuah ruangan kecil di lantai delapan sebuah gedung tinggi dengan ujung yang tidak simetris, ruangan dengan dekorasi mirip seperti ruang tamu di rumah-rumah orang gede -an. Gua duduk menunggu dipanggil untuk interview sambil mengusap-usap tangan, kedinginan.
Setelah menunggu sekitar dua puluh menit, seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun, mengenakan blazer dan rok dengan warna senada, masuk ke dalam ruangan dan memberikan isyarat berupa senyuman dan anggukan kepala, gua menerjemahkannya sebagai: come on.. come to mama..
Gua mengikuti perempuan tersebut yang berjalan sangat cepat melalui bilik-bilik kantor, sembari menggeleng ketika melihat ke arah sepatunya, heran. Kenapa perempuan ini mampu berjalan begitu cepat dengan menggunakan sepatu berhak tinggi. Akhirnya kami sampai didepan sebuah ruangan berpintu besar berwarna cokelat berlapis pernis, si perempuan tersebut mengatakan ke gua agar menunggu disini, sementara dia mengetuk pintu dan masuk kedalam, beberapa detik kemudian dia keluar;
Mr. Bony.. theres Mr.Najib and Mr.Kane inside, you have to shake their hand and stare their eyes.. Perempuan tersebut memberikan sedikit informasi sambil membukakan pintu.
Fuuuh.. Gua menghembuskan nafas kemudian masuk kedalam ruangan.
Didalam ruangan terdapat dua orang pria berbadan tegap, satu orang sedang berdiri menatap keluar lewat jendela sambil memasukkan tangannya kedalam saku, gua menebak kalau orang ini adalah Mr. Najib, dari wajah, warna kulit dan gelengan kepalanya; India. Dan sosok satunya lagi seorang bule, dengan rambut dikuncir, mengenakan kacamata framless, perlente, sedang duduk menyilangkan kaki di balik meja besar sambil memandang ke arah laptop, dan ini pasti Mr.Kane.
Oh.. hi Mr. Bony, how are you...
Pria bule yang sedang duduk, kemudian berdiri mengulurkan tangannya.
Gua menjabatnya sambil menatap ke arah matanya, persis seperti yang disarankan oleh perempuan tadi.
Well.. im fine, thank you..
Gua masih berdiri, menunggu sampai dipersilahkan untuk duduk.
Im kane... and this is Mr.Najib, our Human Capital, head of human capital..
Pria Bule tersebut memperkenalkan diri kemudian mengangkat tangannya ke arah pria India yang sedang berdiri di sisi jendela, Mr.Najib. Gua mengulurkan tangan ke Mr.Najib sambil mengucapkan greeting : How are you doing"
Mr.Najib menjabat tangan gua, nggak menjawab, Cuma mengangguk sambil tersenyum.
Mr.Kane kemudian mempersilahkan gua duduk dengan menjulurkan tangan kanan-nya, menunjuk ke sebuah kursi dihadapannya.
Well Mr. Bony... i ve seen your last presentation, your essay and your outstanding mini project..
Mr.Kane membuka obrolan sambil mengarahkan layar laptopnya sedikit ke arah gua, terlihat mini project gua terpampang di layar laptopnya.
... now tell me how far you know bout this company" Mr.Kane bicara sambil menyilangkan tangannya dibelakang kepala kemudian bersandar di kursi.
Gua menjelaskan sedikit tentang perusahaan ini yang baru kemarin gua cari tau lewat websitenya. Kemudian Mr.Kane kembali menegakkan posisi duduknya dan dengan sedikit membungkuk mendekat ke arah gua kemudian bertanya sambil mengacungkan jari telunjuknya;
Give me one reason, just one reason to hire you... Well, i think this company need me.. Gua menjawab, sok yakin.
What a surprise, I have interviewed the candidates, many years.. not just two or four, many years.. and this is the first time I heard this answer like this.. interesting
Mr.Najib membuka suaranya seraya berjalan ke arah gua, kemudian dia duduk dikursi sebelah dan menyilangkan kakinya.
Dan kali ini gantian Mr.Kane yang berdiri,
memasukkan tangan kanan-nya kedalam saku celana, sementara tangan lainnya membetulkan posisi dasi di lehernya;
..and Mr.Bony, why this company need you".. your skill, your hard working, your work ethic, your attitude..
Gua menggeleng kemudian menjawab;
Well Mr.Kane, Mr.Najib.. most people go to work to sell their skills, show their hard working, share their experience... and you can hire for people with such criteria like that,.. everywhere... if you want to hire skillful person, theres thousands in this country, if you want to hire hard workers theres millions around the world, maybe billions..
Gua menegakan posisi duduk, kemudian melanjutkan; .. i am here to offering you.. my idea..
Mr.Kane terdiam sesaat, kemudian sambil menggarukgaruk dagunya dia menambahkan;
Ok, I ve your idea.. and how to translate your idea turn into a good design, good advert or a good material..
Hire someone else to execute..
Wow.. so, you offering me your idea and let someone else execute that into a good design.. i think that will be pretty costly..
No.. if you give me a chance to turn and execute my idea into amazing design or good material, that will be work for me..and thats good for you too, i think
Mr.Kane mendengarkan, masih sambil menggarukgaruk dagunya, kemudian Mr.Najib berdiri, memasukkan sesuatu ke dalam saku celana-nya dan berkata;
Do you know Mr.Bony, that your answers and little explanation may just make you lost your chance to be hire"
Well, Mr.Najib.. may be little risky, but i ll take that risk..i am a risk taker
Well done, Mr.Bony.. would you like to write down your phone number here..
Mr.Kane menyodorkan secarik kertas kosong dan sebuah pena, gua mengambilnya dan mencatat besarbesar nama dan nomor ponsel gua. Kemudian Mr.Najib mempersilahkan gua untuk keluar.
Mr.Kane menanyakan sesuatu saat gua hendak membuka pintu ruangan.
Mr.Bony... Gua berhenti sejenak kemudian menoleh kearahnya. Are you willing to work overseas"
I've already overseas, Mr.Kane .. i'm from indonesia.. Mr.Kane mengangguk sambil tersenyum, gua kemudian keluar dan menutup pintu. Berjalan melewati bilik-bilik menuju ke lift, tanpa sadar gua memasukkan kedua tangan gua kedalam saku celana, apa kalo bos-bos itu selalu begini" , memasukkan tangan kedalam saku celana. Gua berjalan sambil berpikir, apakah kira-kira gua melakukan tindakan yang tepat dengan penjelasan serampangan gua tadi" Apakah gua bakal diterima"
Gua kemudian mengambil ponsel dan menghubungi nyokap, beberapa kali nada sambung sampai akhirnya terdengar suara nyokap yang terdengar sedikit aneh ditambah background suara mesin meraung-raung; Assalamualaikum...
Waalaikumsalam.. mak, oni nih... Eh elu ni.. sehat lu"
Sehat.. mak, oni abis interview kerja nih.. Apaan" Inter apaan".. kagak kedengeran nih, baba lu lagi mbongkar motor tuh..
Wawancara kerja mak.. Ohh.. wawancara kerja.., bagus dah.. mudahmudahan diterima...
Doain ya mak... Iyee.. pasti itu mah...yang penting lu juga jangan ninggalin solat ni..
Iya mak.. Uda makan luh" Belom mak, ni baru mau balik...
Yauda bae-bae dijalan, jangan macem-macem dirantau..
Iya mak, yaudah oni tutup ya.. Assalamualaikum Waalaikumsalam..
Gua mengantongi ponsel kedalam saku kemeja dan kemudian memasuki lift yang baru saja terbuka. Ya Allah, kabulin doa emak ya..
---Esoknya gua terbangun oleh suara teriakan si Heru yang sedang jejingkrakan didalam kamar, sambil memegang selembar kertas heru berusaha membangunkan gua.
Bon..bon.. gua diterima.. ahay.. sorry nih ntar lu gua tinggal ke Manchester.. hahaha.. lu mo nitip apaan" Serius lu"
Ini suratnya.. Heru menyodorkan selembar kertas, gua bangun dan membacanya dengan seksama kemudian menyerahkan kembali ke Heru.
Ah belon tentu, lu kan belon ikutan IELTS, kalo nilai lu dibawah syarat.. batal..
Iya ya.. Heru menggaruk-garuk kepalanya dan gua melanjutkan tidur. Nggak seberapa lama heru membangunkan gua lagi, kali ini dia menggoyanggoyangkan kaki gua;
Bon.. hape lu tuh.. bunyi...
Ah paling juga resti, udah lu angkat aja, bilang aja masih molor...
Bukan.. nomor nya asing, kalo resti mah ada namanya..
Gua bangun dan mengambil ponsel, mencoba memperhatikan deretan nomor yang ada di layar ponsel gua. Jangan-jangan telepon dari Jakarta nih dan gua menjawabnya;
Hallo.. Halo.. good morning Mr.Bony, Clara here..umm.. Mr.Najib want to talk to you, would you hold for a second"..
Oh ya..ya.. Gua menjawab dengan mulut yang masih penuh liur kemudian terdengar suara jingle, khas suara nada komedi putar. Beberapa saat kemudian suara Mr.Najib yang berat memecah lamunan gua yang semakin lama semakin terhanyut dalam jingle komedi putar;
Ah.. hallo Mr.Boni.. Oh, hi there Mr.Najib..
So.. we have some bad news for you mr.boni.. Mendengar omongan seperti itu, lutut gua mulai lemes, lemes selemes-lemesnya. Gua merebahkan diri ke kasur, tetap mencoba terdengar tenang;
ah what is it" Gua mencoba bertanya, padahal sudah menebak kemana arah pembicaraan ini. Mr.Najib pasti ingin memberitahukan bahwa gua nggak diterima di perusahaannya, makanya dia memilih memberitahukan hal ini lewat telepon.
You should immediately return to Indonesia and get your working permit...
Ummm.. actually i dont get it, Mr.Najib.. Hmm.. we got some situation here, would you like to come here and we can talk about your future career.. how is it" Do you get it now, Mr.Bony"
Gua bangun, sambil terbengong-bengong. Mencoba mengucek-ngucek mata, meyakinkan kalau gua sudah terbangun dari tidur.
Helo, Mr.Bony.. are you...
Yes Mr.Najib, I ll be there on twenty..no.no fifteen minutes..
Oke, see you then.. ...
Gua meletakkan ponsel dan bergegas ke kamar mandi. Lima menit kemudian gua sudah berjalan cepat di trotoar yang sibuk dan sepuluh menit berikutnya gua sudah berada di ruang tunggu yang sama dimana kemarin gua menunggu untuk interview dengan Mr.Najib dan Mr.Kane.
Nggak memakan waktu lama, perempuan yang kemarin dan akhirnya mengenalkan diri dengan nama Clara, memanggil dan gua mengikutinya, lagi gua melihat ke arah kakinya, bener-bener sakti nih perempuan, pake sepatu segitu tinggi bisa berjalan cepat tanpa terpeleset. Akhirnya kami sampai didepan sebuah pintu berwarna abu-abu dengan sebuah papan bertuliskan M.Najib . Clara mengetuk tiga kali, kemudian membuka pintu-nya dan mempersilahkan gua untuk masuk. Ruangan ini cukup besar, walau nggak sebesar ruangan waktu gua interview kamaren, terdapat banyak ornamen-ornamen tradisional di sini, dari mulai sebuah replika rumah adat suku Afrika, patung-patung kayu pahatan Samoa sampai sebuah koteka yang tergantung di atas lemari rak buku. Gua dipersilahkan duduk oleh Clara, sesaat kemudian Mr.Najib keluar dari sebuah pintu yang terletak di sudut ruangan, gua berdiri dan tersenyum kepadanya, dia mengulurkan tangan dan menjabat tangan gua. Setelah memberikan kode kepada Clara dia mempersilahkan gua untuk duduk kembali.
So.. how do you feel"
Mr.Najib bertanya sambil duduk kemudian menyilangkan kakinya.
Rrrr...mm.. i don t know..i just......
Well, Mr.Bony.. Mr.Kane is really really really like you...
Mr.Najib berkata sambil mengangkat satu persatu jari tangannya dengan gaya menghitung, memberi tekanan pada kata Really .
Oh Thank you Mr.Najib.. .. and if you don't mind.. may i welcoming you into this company.. as part as your future career ..
Gua sontak berdiri, disusul dengan Mr.Najib yang ikut berdiri kemudian menyalami gua lagi dan memberikan selamat.
Terdengar suara ketukan tiga kali di pintu ruangan, Clara masuk membawakan cangkir berisi minuman dan selembar kertas yang lalu diserahkan kepada Mr.Najib. Mr.Najib memandang kertas tersebut sekilas kemudian menyerahkannya ke gua. Gua membacanya perlahan-lahan, detail demi detail, kalimat demi kalimat. Kemudian gua meletakkan kertas tersebut ke atas meja;
Mr.Najib... whether this point is really necessary to work here"
Gua bertanya sambil menunjuk ke sebuah kalimat yang menyebutkan tentang IELTS .
Oh yes.. oh of course, you are not going to work here..
Where.." London..., so pack your stuff, return to your country, get your working permit, get your latest IELTS test, and i need your copy of your IELTS point..
Gua bengong, lama... Kemudian suara Mr.Najib membuyarkan lamunan gua; If you already have a working permit and IELTS Result, come back here.. we'll take care your accommodation to London..
Gua mengangguk kemudian buru-buru pamit ke Mr.Najib. Setengah berlari gua melewati bilik-bilik kantor dan sampai di depan lift.
Sesampainya dibawah gua buru-buru mengambil ponsel dan menelpon Heru;
Haloow... Halo.. ruk, lu dimana"
Dikamar, baru mau jalan, nanya-nanya tempat IELTS di kampus...
Udah nggak usah, tunggu gua... Emang kenapa"
Tut tut tut tut.. Gua berlari sepanjang jalan, terus berlari walaupun terasa sedikit perih pada jari jari kaki gua akibat gigitan sepatu pantofel yang sangat jarang gua pakai, gua terus berlari. Gua seakan nggak peduli dengan apa yang ada disekitar, yang gua pengen saat ini adalah buru-buru sampai kamar dan memeluk heru, iya memeluk heru.
--- Gua membuka pintu kamar, terlihat heru yang sudah rapi jali tengah duduk di depan laptop gua sambil merokok. Gua menerjang dan memeluknya.
Ah apaan si lu bon, najis banget dah.. Heru berusaha melepaskan pelukan gua.
Ruk, buruan pesen tiket balik ke Jakarta.. Ah ngapain, gua mau tes IELTS disini aja.. Lu emang nggak mau ngurus Visa Kerja.. Ya ntar aja itu mah, IELTSnya disini katanya lebih gampang... lagian ngapain sih lu"
Gua diterima kerja, dan gua mau pulang ke Jakarta buat ngurus Visa sama IELTS, lu mau bareng kagak" Gua berbicara sambil membereskan ruangan, kemudian mengeluarkan ransel dan memasukan baju secara serampangan ke dalamnya.
Hah.. emang lu diterima kerja dimana" Kok pake IELTS Segala"
Di London.. Heru terdiam kemudian mengepalkan kedua tangannya ke angkasa;
Woohooooo....Chelsea versus Manchester.. maaaannnnn..
Jadi lu mau IELTS disini apa di Indo" Gua bertanya ke Heru.
Ya di Indo laaah... Heru menjawab kemudian ikut mengeluarkan ransel dan memasukan pakaiannya kedalamnya.
#30: Sorry Heru menjawab kemudian ikut mengeluarkan ransel dan memasukan pakaiannya kedalamnya.
--- Sore harinya gua dan Heru sudah berada di Changi Airport, sengaja nggak memberi kabar ke nyokap biar jadi kejutan, begitu pula si Heru yang enggan pula memberikan kabar ke orang tuanya, perjalanan kali ini pokoknya serba kejutan. Berniat mau memberi kejutan buat keluarga di Jakarta, malah kita juga mendapatkan kejutan di loket penjualan tiket di bandara, harga-nya gile coy . Fyuh.. besok-besok kayaknya lebih baik beli tiket pulang untuk jauh-jauh hari via travel agent daripada beli on the spot tapi harganya setinggi langit.
Setengah jam berikutnya gua sudah berada didalam pesawat menuju ke Indonesia, melihat ke arah jam tangan; waktu menunjukkan jam setengah tujuh, gua memasang headset ke telinga dan memutar lagu sweet child o mine -nya Guns and Roses. Heru sedang sibuk dengan majalah fashion yang menampilkan wanita-wanita dengan busana minim, bahkan hampir tanpa busana yang tadi dia beli di bandara.
Ruk.. ruk.. baca kok gituan.. Diem lu, even brain need a holiday... ...
--- Jam menunjukan angka tujuh lebih empat puluh menit saat gua dan Heru tiba di bandara Soekarno Hatta, setelah duduk sebentar diatas troli barang sambil menghabiskan sebatang rokok dan berdebat perkara angkutan apa yang bakal membawa kami pulang, Heru keukeuh ingin menggunakan Taksi, lebih nyaman katanya, sedangkan gua bersikukuh untuk menggunakan jasa bis Damri, daripada terjadi bakuhantam-piting-pitingan antara dua pria bringasan di area bandara, akhirnya kami menggunakan lemparan koin untuk menentukannya; Taksi atau Damri (Bis). ---
Sepuluh menit berikutnya gua duduk memandang ke luar melalui jendela bis Damri yang meluncur lambat menembus macetnya tol Dr.Sedyatmo, sambil menyunggingkan senyum kepuasan. Sedangkan disebelah gua duduk seorang pria, bernama heru yang sedari meninggalkan bandara tadi tidak henti-hentinya menggerutu, terdengar samar kata dari mulutnya, seperti; males gua... , curang.. , enakan juga naek taksi... , bis apaan nih.. bau..banget.. .
Ruk... Apa!! Gua lagi laper nih, diem kek".. jadi cowok kok nggrutu mulu kayak nenek-nenek..
Males gua.. enakan juga naek taksi.. Sekali lagi gua denger lu nggrutu, gua sikat lu.. Emang gua WC, disikat..
Kemudian gua membenamkan lagi headset ke dalam lubang telinga gua dan memainkan playlist Guns and Roses yang baru gua susun di Singapore tadi sore.
Dua jam berikutnya gua sudah berada dirumah, disambut nyokap yang terkaget-kaget melihat kepulangan gua, disusul oleh Ika yang menanyakan oleh-oleh. Gua melepas kaos putih bermotif tulisan singapore dan melemparkannya ke Ika. Nih, cuci dulu abis itu boleh lu pake...
Ika menghindar dari lemparan kaos gua dan menepisnya, terdengar suara najis dari mulutnya.
Orang mah, dari singapore adeknya dibeliin oleholeh, handphone kek, laptop kek, patung singa kek, tokek kek.. ini mah nihil.. nyamping...
Ika menggerutu nggak keruan.
Yah dek, kalo gua disono kerja mah, gua beliin lu pesawat ulang-alik.. gua kan kesononya juga gratis.. ntar kalo gua udah kerja gua beliin hape.. Asiik, bener yaa..
Iya.. Lu mo ngopi bang" Gua bikinin yak" Sekonyong-konyong raut wajahnya berubah, kemudian bergegas ke dapur untuk membuat kopi. Gua masih duduk bersandar ke ransel sambil menonton acara tivi, kemudian tertidur.
Gua terbangun saat tangan dingin menyentuh pipi gua, nyokap. Masih menggunakan mukena dia membelai pipi seraya membangunkan gua;
Ni.. ni..bangun.. lu kan blon solat isya" Hah.. jam berapa mak sekarang" Jam satu..
Lah kok tadi oni nggak dibangunin"
Ah, emak nggak tega ngeliat lu kepulesan.. udah sono solat isya, abis ntu langsung tahajud, cakep nih waktunya...
Iya mak.. Gua bergegas mengambil air wudhu kemudian solat.
Setelah solat gua mengambil ponsel, terlihat ada tiga panggilan tak terjawab dan satu pesan masuk, gua mengeceknya; semua dari Resti. Gua hendak membuka dan membaca pesannya tapi gua urungkan, ah besok pagi aja. Kemudian gua merebahkan diri dikasur, kembali merajut mimpi.
Jam lima subuh, gua dibangunkan oleh ketukan di pintu kamar, disusul suara nyokap;
Ni..ni.. bangun.. subuh dulu..
Gua menggeliat sebentar, mengambil handuk kemudian keluar dari kamar menuju ke kamar mandi.
Ni..ntar abis solat anterin emak ke pasar ya" Hah..iya.., mau beli apaan"
Ya beli keperluan, kan emak mao selametan.. Selametan dalam rangka apaan"
Ya kan lu lulus program trus pulang kemarih.. Yah, nggak usah diselametin itu mah.. Biarin.. udah mandi, solat sono..
Jam tujuh pagi, sepulang dari mengantar nyokap ke pasar, gua tengah duduk di depan pintu rumah sambil menikmati kopi panas buatan nyokap ditemani sepiring kue pasar dan sebatang rokok saat gua teringat akan pesan dari Resti semalam. Gua kekamar dan mengambil ponsel, kembali duduk di depan pintu rumah dan mulai membaca pesannya, sekarang terlihat ada tambahan 2 panggilan tak terjawab dan 1 pesan baru. Gua membuka-nya satu persatu;
Pesan pertama dari Resti, jam 22.48 : Bon, lg d jkt y"
Pesan kedua dari Resti, jam 6.00 : Bon, ud bangun" Kok ga bls siy"
Gua membalas pesan terakhir dari Resti; Iy, d jkt, br bngun
Beberapa saat kemudian ponsel gua berbunyi, sebuah pesan masuk, dan gua yakin pasti balasan dari Resti; Oh,gw telp y"
Gua mengetik; Gw aj yg telp. kemudian mengirimnya, nggak menunggu notifikasi pesan terkirim dari ponsel, gua mencari nama Resti dan menekan tombol berlambang telepon berwarna hijau, terdengar nada sambung beberapa kali sampai kemudian terdengar suara serak Resti di ujung sana:
Halo.. Halo" Lu sakit, res" Eh, enggak..
Kok suaranya serek gitu"
Kan baru bangun, blm ngapa-ngapain nih" Oh.. pantees..
Kapan sampe" Lu tau dari siapa, kalo gua di jakarta", heru" Hehe.. iya, kapan sampe"
Semalem.. Ooh.. Lu masih marah sama gua" Masih..
Kok nggak kayak orang marah"
Emang kalo marah harus terdengar marah " Harusnya sih begitu..
Gue nggak, gue masih marah kok sama lu.. tapi gue tetep mau ketemu lo..
Kapan" Hari ini, lo jemput gue jam sebelas ya.. oke bye bye see you then..
Tut tut tut tut.. Resti memutuskan telepon, gua memindahkan ponsel dari telinga kedepan wajah, terlihat dilayar ponsel sebuah tulisan call ended . Gua menyeruput kopi, menghisap rokok dalam-dalam kemudian melempar puntung-nya asal-asalan. Disusul dengan menekan tombol berlambang telepon berwarna hijau, menghubungi daftar panggilan terakhir.
Haloo.. kenapa boon" Gue mau tidur lagi sebentar..masih kangen"
... Halooo.. Eh kacrut.. lu pikir gua dukun bisa tau rumah lu Cuma dengan ngobrol lewat hape"
Oiya..hehehe.. yaudah jam 11 di gramedia, Bintaro Plaza ya..jangan ngaret.. udah" Ada pertanyaan lagi nggak" Gue mau nerusin bobo manis nih.. Tut tut tut tut
Gua menekan tombol berlambang telepon berwarna merah dan meletakkan ponsel di lantai, mengambil sepotong kue bugis, menciumi aroma daun pisang yang membungkusnya dan melahapnya, disusul dengan seruputan kopi hitam yang sekarang sudah mulai mendingin. Srruuurrp.. ah, Tuhan.. tolong ganjar dengan surga orang yang membuat kue bugis ini, please.
Saat sedang menjilati jari tangan yang lengket bekas ketan yang masih tertinggal, sebuah suara cempreng khas ibu-ibu menyapa gua;
Laah ni.. lu ngapain, katanye lagi di singapur" Eh mpok Tuti.. iya baru sampe nih.. sarapan pok" Gua mengangkat piring kecil tempat kue, mencoba menawarkannya ke Mpok Tuti, oiya Mpok Tuti ini adalah kakaknya Komeng.
Mpok Tuti mengangkat bungkusan plastik putih sambil berkata;
Makasih, ni baru beli nasi uduk di depan..
Gua tersenyum sambil meletakkan kembali piring kecil tempat kue, sebentar lagi si Komeng pasti kesini kalau Mpok Tuti bilang gua ada dirumah.
Dan dugaan gua nggak meleset, bener. Nggak perlu jadi dukun untuk bisa menebak hal seperti ini. Sesosok pemuda bongsor dengan rambut gondrong yang dikuncir rapi, berjalan melewati gang kecil disamping rumah kemudian meloncati pagar. Dengan rokok filter di mulut dan joran pancing terkalung dipundaknya dia mengulurkan tangan menyalami gua;
Apa kabar boos" Bas bos bas bos.. mo kemana lu", mancing" Nggak, mau ke kelurahan, ngurus KTP Kok bawa-bawa joran"
Wah gua pikir, lu sekolah jauh-jauh ke singapur balik kemari jadi cerdas.. kalo gua kemari bawa joran menurut lu, gua mau kemana"
Mancing.. Komeng menjentikkan jari, kemudian mengarahkannya telunjuknya ke arah gua.
Ayo, angkat joran-mu kawan.. Yeee, kardus..
Buruaan.. Ntar tanggung, ngabisin kopi..
Komeng mengambil gelas kopi gua dan meminumnya sampai habis.
Tuh udah abis, nunggu apaan lagi"
Gua berdiri dan masuk kedalam, kembali keluar sambil menenteng sebuah joran. Beberapa menit kemudian gua dan komeng sudah berada di jalan setapak menuju ke sebuah empang tak bertuan yang terletak nggak jauh dari rumah.
Dua jam, tiga jam, sampai lima jam lamanya gua memancing bersama komeng sambil ngobrol ngalor ngidul saling bertukar cerita, tentang hidup gua di singapore, tentang kehidupan komeng tanpa gua di Jakarta. Saking asiknya, gua pun melupakan janji yang sudah gua buat untuk bertemu dengan Resti, gua mengambil ponsel yang ada disaku celana dan menatapnya; Mati.
Gua menepuk jidat, Damn! Ngapa"
Lupa gua, janjian sama temen gua..
Komeng melirik ke jam tangannya. Janjian jam berapa"
Jam sebelas.. Yah udah lewat.. tangeh.. sekarang uda mau jam dua..
Amsiong dah gua.. ---- Selepas maghrib, gua mengecek ponsel yang masih menempel pada charger dan menyalakannya. Berurutan, membobardir, membabi-buta, bergiliran nada dering tanda pesan masuk bersahutan, susul menyusul. Gua melihatnya; 10 pesan baru dan 25 panggilan tak terjawab, gua membuka pesan masuk yang paling atas, paling terakhir, dengan nama pengirim Resti;
Gue balik!!! Gua mencoba menghubungi-nya, satu kali, dua kali, tiga sampai enam kali dan nggak ada jawaban. Bahkan percobaan terakhir sepertinya di reject . Kemudian gua mencari nama komeng di contact list dan menghubunginya;
Halo..meng.. Apaan"
Meng.. Apaaaa" ....
.... Maen Ps yuk.. Lah hayuuk..
Yauda gesit kemarih.. ---
Seminggu berikutnya, gua duduk dikursi diteras rumah gua sambil memandangi visa kerja ditangan. Satu urusan kelar, lusa tinggal IELTS kemudian kembali ke singapore dan lanjut ke London. Ah, mudah-mudahan tes-nya lancar.
Gua mengambil ponsel dan mencari nama Resti di contact list , sudah seminggu ini dia nggak pernah menjawab telepon gua. Apa butuh waktu selama itu bagi perempuan untuk marah ". Gua mengurungkan niat menelpon resti dengan ponsel gua kemudian masuk kedalam dan mencoba menghubunginya lewat telepon rumah.
Accidentally Love Karya Boni di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terdengar nada sambung, nggak sampai menunggu lama nada tersebut berganti dengan suara renyah perempuan;
Hallo.. Res.. ... Res.. Ngapain lo nelpon-nelpon gue!"
Yah udah dong marah-nya, maap minggu kemaren gua lupa..
What" Lupa" Iya.. waktu itu diajak mancing sama temen.. Apa" Lo lupa sama janji lo Cuma gara-gara mancing" Iya..
Gue.. gue.. bener deh bon, gue nggak habis pikir sama jalan pikiran lo..
Lho, kenapa" Namanya juga lupa..
Ahh.. udah ah, lagi males nih gue debat sama lo.. Tunggu res.. jangan ditutup dulu..
Apa".. apa lagi"
Alamat rumah lu dimana" Gua jemput sekarang.. Alaaaah.. nggak usah.. paling juga ntar ujungujungnya gua Cuma nunggu harapan kosong doang.. malesss..
Tut tut tut tut Lagi, telepon gua diputus sama Resti. Gua meletakkan gagang telepon dan masuk ke kamar, memutar lagu Smile Like Teen Spirit -nya Nirvana dan merebahkan diri diatas kasur. Nggak berapa lama ponsel gua berbunyi, sebuah pesan masuk, gua membukanya, dari Resti;
Jl.Camar Blok D/5, Bintaro Jaya ---
Satu jam berikutnya gua sudah berada didepan sebuah rumah besar (banget) bercat putih dengan nuansa mediterania. Gua mengeluarkan ponsel dan mencoba mencocokkan alamat rumah ini dengan pesan yang dikirim Resti.
Gua turun dari sepeda motor milik Ika yang gua sewa seharga pulsa 50 ribu dan menghampiri pagar tinggi berwarna hitam. Seorang pria berpakaian safari hitam yang sedang mengelap mobil mewah berwarna hijau doff army berpelat militer menghampiri gua;
Cari siapa mas" Resti ada"
Oh, temennya" Iya..
Pria itu membuka pagar kemudian mempersilahkan gua masuk, gua masuk dan duduk di sebuah bangku plastik yang terletak didepan ruangan yang sepertinya adalah sebuah pos satpam.
Wah nunggu-nya didalem aja mas.. saya panggilin non Resti-nya dulu..
Udah ngga apa-apa disini aja..
Kemudian pria ber-safari itu bergegas setengah berlari masuk kedalam.
Beberapa saat kemudian pria tersebut kembali keluar disusul seorang perempuan mengenakan kaos putih berlengan panjang dengan celana denim pendek sepaha, Resti. Dia menghampiri gua, berkacak pinggang didepan;
Kasih gue satu penjelasan masuk akal, kenapa minggu kemaren lo nggak dateng" Selain alesan mancing lo yang konyol itu..
Gua menatapnya, bengong, bingung. Bengong karena Resti tampak berbeda dari yang terakhir gua lihat di Kafe Ice Cream hampir setahun yang lalu, saat ini dia terlihat lebih.. apa ya namanya.. lebih charming , lebih natural, tanpa make-up. Bingung karena gua nggak tau harus ngasih alasan apa, karena memang satusatunya alasan yang gua punya, ya Cuma itu; mancing sama komeng.
Nggak mau jawab" Oke.. gue punya waktu seharian..
Resti mengambil salah satu bangku plastik dan duduk disebelah gua, menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya.
Waduh non, jangan duduk disini atuh, nanti kecipratan aer cucian mobil..
Si pria bersafari tersebut berbicara kepada Resti sambil tersenyum.
Pak sam aja yang berenti nyuci-nya, saya lagi nggak mood nih, pak.. jangan nyuru-nyuru saya pindah..
Gua menelan ludah, menggaruk-garuk kepala, memalingkan wajah ke arah pria yang dipanggil pak sam, yang kali ini buru-buru membereskan peralatan mencuci-nya, saat ini gua nggak berani memandang ke wajah si Resti.
Booni.. Mmm yaa.." Mau diem aja" Gua menggeleng.
Yauda ngomong.. Res.. gua kan udah minta maap.. Lho, emangnya gue minta permohonan maaf lo ya" Perasaan nggak deh.. gue Cuma minta lo kasih alasan kenapa minggu kemaren nggak dateng, thats it.. Lah kan gua udah bilang, kalo gua mancing.. Kenapa lo mancing, padahal udah janjian sama gue" Lupa res... lupa...
Resti mengurut-urut dahinya, kemudian berdiri dan masuk kedalam. Dia berhenti didepan pintu rumahnya dan berkata;
Tunggu.. Beberapa saat berikutnya Resti keluar, kali ini mengenakan celana jeans panjang, jaket sweater biru, masih dengan kaus yang sama dan tetap tanpa make up.
Yuk.. Resti berjalan melewati gua sambil membuka pintu pagar.
Lo kesini Cuma mau diem aja kayak gitu atau mau nebus janji yang kemarin lo ingkarin"
Gua bangun dari duduk sambil menghela nafas, menyusul Resti dan naik ke atas motor. Resti duduk di belakang, tangannya masuk kedalam saku jaket gua.
Mau kemana" Terserah..
Bingung, kalo jawabnya terserah, kalo gua ajak ke bantar gebang, ngorek-ngorek sampahan, mau.. Dih, ogah.. lo aja..
Katanya terserah" Ya terserah yang sewajarnya aja kali, boon.. Gua mengendarai sepeda motor tak tentu arah, Resti Cuma duduk diam dibelakang, nggak tau menau hendak dibawa kemana, begitu pula gua.
Setelah muter-muter nggak tentu arah, akhirnya gua dan Resti duduk dibawah sebuah pohon, didepan SPBU di daerah rawa kemiri , Kebayoran lama. Duduk dibangku plastik sambil menikmati Tahu Gejrot.
Baru kali ini gua diajak jalan sama cowok, nggak nonton, nggak ke restaurant, nggak ke mall, atau toko buku...
Resti bicara menggebu-gebu, menahan kuah tahu agar tidak keluar dari mulutnya.
Telen dulu tuh tahu.. baru ngomong.. Romantis juga ya bon, nge-date begini" Hmm.. perlu dicatat, kalo ini bukan kencan lho.. Ya terserah gue dong, mau nyebutnya apa.. Gua mengangkat bahu sambil melengos.
Abis ini ke mana bon"
Ya pulang lah.. mang masih mau kemana" Yah nggak asik.. makan bubur ayam yuk bon.. What.. elu blom kenyang abis makan tahu gejrot dua piring"
Dikit.., mau nggak" Yaelah..
Dua jam berikutnya gua sudah berada di sebuah tenda tempat tukang bubur ayam kang umar yang biasa mangkan di daerah larangan, ciledug. Resti memesan dua porsi bubur ayam;
Elo satu porsi apa setengah porsi bon" Ya seporsi dong, masa makan bubur aja setengah porsi..
Kemudian datang bubur pesanan kami, mangkok milik gua bentuknya besar dan lebar, mungkin lebih pantas disebut baskom kecil daripada mangkok. Gua shock, tercengang, resti melihat keterkejutan gua kemudian berkata;
Kalo disini seporsi ya segitu.., kalo gue sih biasanya mesen setengah, segini ni..
Resti menunjuk ke arah mangkoknya sendiri yang ukurannya lebih manusiawi, lebih mendekati ke arah mangkok orang-orang normal.
Hadeuh.. buset dah.. Akhirnya gua melahap sebaskom bubur ayam tersebut dengan mata penuh nanar. Nyokap nggak pernah mengijinkan gua menyisakan makanan dan beberapa saat kemudian baskom kecil itu bersih tak tersisa.
Malam itu, sepulang dari menikmati bubur ayam neraka , gua membonceng Resti menembus malam, untuk mengantarkan dia pulang. Semua berjalan normal sampai kami tiba di Jalan Cipadu Raya, jalan penuh lubang-lubang besar dengan penerangan jalan yang minimal.
Gua mengurangi kecepatan saat cahaya menyilaukan menerpa pandangan, menembus kaca helm gua. Gua mengarahkan motor ke kiri, sedikit menepi saat kemudian sebuah sepeda motor merangsek menyeruduk bagian kiri motor gua. Seketika pandangan gua gelap, samar, berbayang, sekelebat gua melihat resti yang tergeletak disebelah gua dengan darah mengucur dari kepalanya. Gua merasakan cairan hangat di dahi mengalir ke mata, kemudian gua kehilangan kesadaran.
--- #31: Rise Again Gua terbangun diatas sebuah kasur kulit berwarna hitam, rasa pusing masih menghinggapi kepala sebelah kanan gua, terasa seperti ada sesuatu yang masuk lalu keluar melalui kulit kepala, seperti sebuah benang. Seorang suster tengah membersihkan salah satu luka menganga di kaki kiri gua, menurut obrolan antara dokter yang sedang menjahit kepala gua dan suster yang sedang membersihkan luka, tulang kering kaki kiri gua mengalami keretakkan.
Gua memperhatikan sekeliling, mencoba mencari Resti. Kemudian gua mencoba bertanya kepada seorang suster yang berada disitu;
Sus, perempuan yang sama saya tadi gimana" Wah, saya kurang tau ya, soalnya mas-nya masuk kesininya Cuma sendiri aja..
Gua mencoba bangun tapi dilarang oleh dokter yang baru saja selesai menjahit bagian kepala, kemudian beringsut ke kaki kiri gua, memberikan suntikan kebal dan mulai menjahitnya. Gua merasakan sensasi ngilu-ngilu-perih saat jarum menembus kulit dan menyatukannya.
Kemudian bokap dan nyokap masuk ke dalam ruang UGD. Terlihat air mata nyokap yang masih menggenang, kemudian tak henti-hentinya menciumi gua. Bokap berusaha melarang nyokap karena takut dirasa mengganggu proses operasi kecil ini. Beberapa saat kemudian gua sudah dalam papahan komeng menuju je sebuah taksi yang sedang menunggu didepan lobi UGD salah satu rumah sakit di daerah Kreo, Ciledug.
Didalam taksi, komeng menyerahkan ponsel. Ponsel milik gua yang sedikit terkena noda darah, gua mencoba menghidupkannya tapi sepertinya rusak. Gua memandang ke arah komeng;
Meng, bagi rokok.. Komeng mengerluarkan bungkusan rokok filter dari dalam saku jaketnya dan menyerahkannya ke gua, disusul tepukan ke supir taksi agar membuka kaca jendela.
Meng, gua tadi jatoh sama cewek.., lu tau nggak dia dibawa kemana"
Pas lu kecelakaan kebetulan si Zaenudin lewat situ, lu dibawa ke sini, temen lu gua denger-denger dibawa ke Sari Asih..
Bisa tolong cek ke sono" Ntar baba yang kesono...
Bokap yang duduk di kursi depan memotong pembicaraan.
Nggak usah ba, biarin si komeng aja.. Iya ntar biar aye aja ncang..
Bokap menoleh kebelakang kemudian mengangguk.
--- Sesampainya dirumah, komeng langsung bergegas menuju ke rumah sakit Sari Asih, dengan
menggunakan sepeda motornya, sebelum berangkat gua sempat berpesan agar dia menghubungi gua apapun yang terjadi, seburuk apapun kabar tersebut.
Gua duduk di kursi ruang tamu, didampingi nyokap yang dari sejak dirumah sakit nggak sedikit pun beringsut dari sebelah gua. Gua menyentuh perban yang membungkus bagian sebelah kiri kepala gua kemudian membalik tangan dan melihat luka-luka lecet kecil di beberapa bagian. Pikiran gua masih melayang-layang, tidak tenang. Khawatir bagaimana dengan nasib Resti" Apakah dia akan baik-baik saja"mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu yang buruk.
Lama gua memandangi pesawat telepon rumah, berharap komeng segera menghubungi dan memberikan kabar baik. Gua menunggu dan menunggu, sampai saat rasa sakit luar biasa menjalari kepala sebelah kiri gua, gua memegangi kepala sambil berusaha untuk merebahkan diri di kursi panjang ruang tamu. Nyokap memapah gua ke dalam kamar, memberikan beberapa butir obat dan beberapa saat kemudian rasa kantuk menyerang, gua pun tertidur. ---
Gua terbangun akibat suara riuh dirumah, kelihatannya banyak saudara dan kerabat yang mendengar kabar tentang gua yang baru saja mengalami kecelakaan, mereka pun berkumpul dirumah untuk segera mengetahui kondisi gua. Didalam kamar, komeng terduduk di ujung tempat tidur dia sedang membongkar ponsel gua yang dari semalam tidak bisa menyala. Gua bangun, kepala gua masih terasa sakit;
Meng.. Udah bangun lho.. Gimana"
Temen lu.. Resti.. Gua mengangguk.
Iya gimana" Gimana"
Gua menarik tangan komeng sambil bertanya.
Dia nggak apa-apa, Cuma luka-luka di siku sama dengkul dan..
Alhamdulillah.. kenapa" Apanya"
Palanya bocor, sama kayak lu.. tapi dia jidat sebelah kanan..
Gua menghembuskan nafas lega, dan bertanya sekali lagi ke komeng berusaha meyakinkan sekali lagi. Setelah mendapat jawaban yang sama gua kembali merebahkan diri, dan secara ajaib komeng berhasil membuat ponsel gua kembali menyala. Emang hebat ni bocah, nggak sia-sia titel Sarjana IT nya. Hebat lu meng bisa mbenerin hape..
Iya lah, gua cape-cape bongkar, nggak taunya Cuma batre-nya doang yang abis..
Laah.. --- Hari kedua setelah kecelakaan yang melibatkan gua dan Resti, gua menghubungi komeng untukk minta di antarkan ke rumah sakit tempat Resti dirawat sebelum ke tempat daerah Pondok Indah untuk mengikuti IELTS. Tapi, menurut pengakuan komeng si Resti juga langsung pulang malam itu juga. Kemudian gua mencoba menghubungi ponselnya Resti, satu kali, dua kali, tiga kali sampai berkali-kali gua mencoba menghubunginya tapi nggak ada jawaban, gua mencoba meng-sms-nya;
Res,sorry ya.. gmn" Ud shat blm"
Gua menunggu dan nggak ada balasan darinya. Setelah bersiap-siap, komeng datang bersama taksi berwarna biru yang bakal mengantar gua untuk mengikuti IELTS, dengan dipapah komeng gua menaiki taksi tersebut.
Dalam perjalanan, ponsel gua berbunyi, gua memandang layarnya, sebuah nomor tidak dikenal muncul dilayarnya. Gua berharap ini adalah telepon dari Resti;
Halo.. Halloo.. Terdengar suara serak dan berat diujung sana.
Dengan Boni" I..i.iya pak.. ini dengan siapa ya" Saya orang tua-nya Resti..
Oh.. anu pak. Iya.. sebelumnya saya minta maaf ya pak, atas kecelakaan kemarin, saya bener bener... Ya, permintaan maaf saya terima, tapi ada hal lain yang mau saya sampaikan..
Oh iya pak.. ada apa ya pak"
Kalau boleh saya minta satu hal sama boni.. Ya pak..
Kalau bisa Jangan temui anak saya dulu.. Tapi pak..
..itu termasuk telepon dan sms.. ...
Oke, terima kasih atas pengertiannya.. Tut tut tut tut tut.
Gua menggenggam ponsel, gregetan. Ada apa" Apa yang salah" Itu kan kecelakaan dan siapa juga yang mau mengalami kejadian seperti itu. Gua
menghabiskan sepanjang waktu diperjalanan dengan ngedumel tentang bokapnya Resti yang kolot, super kolot.
Gua keluar dari taksi saat Heru menyambut dengan bingung;
Hah,kenapa lu" Kecelakaan gua kemaren, sama Resti.. Haaah.. trus resti"
Resti gapapa.. oiya kenalin nih temen gua ruk, komeng
Heru dan komeng kemudian berjabat tangan sembari mengenalkan diri, setelah itu komeng-pun pamit untuk langsung berangkat kerja.
Gua dan heru duduk disebuah bangku panjang di ruang tunggu disebuah lokasi penyelenggara IELTS yang terletak di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan. Gua menceritakan kronologi kecelakaan yang menimpa gua dan Resti, heru mendengarkan dengan seksama, ditambah cerita tentang bokapnya Resti yang tadi menelpon dan memperingatkan gua untuk nggak menemui Resti, heru Cuma menggelenggelengkan kepala saat mendengar bagian yang terakhir.
Lima menit berikutnya gua sudah duduk menghadapi IELTS.
Dan dua jam berikutnya gua sudah berada di taksi menuju ke rumah, hasil tes nya bakal diumumkan kurang lebih seminggu kemudian. Kalau nilai rata-rata gua diatas 80 maka gua bakal langsung berangkat ke Singapore kemudian lanjut ke London, tapi kalau nilainya dibawah itu, maka gua harus mengulang IELTS dan bisa dipastikan kalau gua bakal kehilangan pekerjaan tersebut, karena untuk mengulang IELTS peserta harus menunggu dua bulan.
Buat yang belum tau IELTS (International English Language Testing System) adalah semacam tes bahasa yang nyaris sama seperti TOEFL atau TOEIC, bedanya kalau IELTS itu untuk penggunaan bahasa Inggris di negara negara Eropa, ya khususnya Inggris itu sendiri. Sedangkam TEOFL lebih menjurus ke bahasa Inggris Amerika atau Kanada. Biasanya IELTS ini ada dua jenis, yang gua ambil adalah IELTS umum sedangkan untuk yang mau ambil beasiswa atau meneruskan kuliah entah S1 atau S2 di Inggris dan negara negara persemakmurannya maka yang harus diambil adalah IELTS Akademik.
Dalam tes IELTS masih terdiri dari empat jenis tes lain yang berbeda, Speaking, Listening, Reading dan writing. Masing-masing memiliki poin tersendiri dan nggak ada standar khusus untuk poin overalnya. Diperusahaan yang nanti gua bakal kerja memiliki standar hasil overall IELTS untuk pegawai non-inggris minimal 80, tapi ada juga perusahaan yang menetapkan standar lebih tinggi tapi ada juga yang lebih rendah dari 80.
--- Seminggu kemudian. Gua duduk didalam kamar, sambil memegang amplop berisi hasil tes IELTS. Sudah seminggu ini gua berharap-harap cemas dengan hasil yang ada di amplop ini. Sudah seminggu pula gua berulang-kali mencoba mengubungi dan mengirim sms ke nomor ponsel Resti, nggak ada jawaban, nggak ada balasan.
Gua membuka amplop secara perlahan dan mengeluarkan kertas yang berada didalamnya. Gua membuka lipatan kertas tersebut dan
membentangkannya, memperhatikan angka-angka hasil tes yang gua lalui minggu kemarin. Mata gua tertuju pada sebuah angka yang diketik dibagian bawah tabel rincian poin masing-masing tes, tertulis disana;
Overall Score : 76 (Seventy Six/ Tujuh Puluh Enam)
Gua melipat kembali kertas tersebut dan memasukkannya kedalam amplop. Menarik nafas panjang, masih terduduk diatas kasur. Gua memegang dahi dengan tangan, bertumpu pada siku dan lutut, rasa sakit dikepala gua masih ada dan semakin terasa. Gua merebahkan diri, meletakkan lengan diatas kepala, memandang ke langit-langit kamar, terlihat samar bayangan london beserta mimpi-mimpi gua untuk menaikkan haji bokap-nyokap melayang-layang kemudian perlahan memudar dan menghilang.
Ponsel gua berdering, gua mengambilnya. Terlihat sebuah pesan dari heru;
Ahaaaay.. gua lolos cooy! Lu gmana, bon" Gua meletakkan ponsel, sempat berniat untuk membalas pesan dari heru dan memberitahukan kalau score IELTS gua jeblok dan nggak memenuhi standar untuk berangkat ke London. Tapi gua
mengurungkannya, ah biarlah Heru menikmati kesenangannya dulu, kalau gua kasih tau sekarang dia pasti ikutan sedih juga dan gua rasa itu bukan hal yang tepat untuk dilakukan.
Gua kemudian bangun, keluar dari kamar dan mulai berjalan keluar. Gua nggak tau ingin menuju kemana, biarlah kaki ini yang menentukan arahnya.
Berbulan-bulan gua merajut mimpi ini, berbulan-bulan pula gua larut dalam cita-cita untuk bisa bekerja diluar negeri dan bisa membahagiakan orang tua. Dan mimpi itu seperti menguap, menghilang ditelan angin hanya dalam hitungan hari.
Gua terhenti disebuah lapangan bulutangkis, ada banyak ibu-ibu yang sedang menyuapi anak-anaknya yang sedang bermain, berlarian kesana kemari. Tempat yang sama dulu saat nyokap mengajari gua naik sepeda disini, sambil menggendong Ika, nyokap yang nggak pernah lelah tergopoh-gopoh membangunkan gua yang terjatuh, yang nggak pernah berhenti untuk terus menyemangati gua agar terus mencoba, sampai bisa. Padahal saat itu gua sudah menyerah, mengendalikan sepeda yang sebentar-sebentar oleng kemudian ambruk.
Gua duduk disebuah bangku panjang, terbuat dari bambu yang terletak disisi lapangan. Mengutuki diri sendiri yang enggan dan malas untuk belajar, menyesali kepercayaan diri gua yang begitu melambung tinggi, membodohi diri sendiri yang selalu merasa superior dalam segala hal, yang pada akhirnya malah menjadi boomerang yang menyerang tuan-nya sendiri.
Gua terpuruk. Tanpa sadar gua mengambil ponsel, mencari nama Resti di contact list dan mengirimnya sebuah pesan, pesan yang panjang, pesan yang berisi keluh kesah gua, pesan yang berisi penyesalan diri. Gua sadar kalau hal ini bakal sia-sia, gua tau kalau resti nggak mungkin membalasnya dan gua meyakinkan diri sendiri agar nggak terlalu berharap. Gua terdiam sesaat sebelum menekan tombol send .
Gua memasukkan ponsel kedalam saku kemudian berdiri dan bergegas pulang. Baru beberapa langkah ponsel gua berbunyi, buru-buru gua
mengeluarkannya, sebuah pesan balasan dari Resti;
Booniiiiii... be tough.. c mon man.. kemana boni yang gua kenal" Kejar terus mimpi lo.. masa cowok andalan gue yang terkenal tangguh, berhenti Cuma gara-gara IELTS.. kalo gagal, ya coba lagi.. kalo 100 kali gagal ya lo harus 100 kali bangkit dan mencobanya 101 kali.. im with you... ciayo..
Gua membalasnya; Eh, dibls.. iy gw bakal coba lg..
Masuk pesan balasan berikutnya;
Iya nih, ngumpet2 tkut kthuan bkp.. semangat y
Gua memasukkan ponsel ke saku, dan berjalan lebih cepat. Kali ini gua memandang tegas ke depan. Gua berkata dalam hati;
IELTS, tunggu pembalasan gua.. dua bulan lagi, gua bantai abis-abisan lu
--- #32: Goodbye Gua melambai ke arah Heru yang kemudian hilang ditelan keramaian Bandara Soekarno Hatta.
Tunggu gua di Stamford Bridge.. Gua berteriak ke arah Heru.
Hahaha.. no..no.. gua tunggu lo di Craven Cottage.. Heru membalas teriakan gua
Selamat jalan kawan.. suatu hari nanti, suatu hari nanti gua bakal menyusul lu kesana.
--- Hari hari setelah kepergian Heru ke Inggris, gua isi dengan mendengarkan Mp3 player kesayangan gua. Setelah melakukan analisa mendalam tentang kegagalan gua saat IELTS sebelumnya, gua mendapati kalau metode belajar umum seperti mencoba ratusan soal dari buku-buku semacam IELTS Preparation yang banyak beredar di toko-toko buku, merupakan metode yang sama sekali nggak berguna, metode sampah.
Gua memutar lagu-lagu band luar terutama yang berasal dari inggris, sambil mencatat lirik-nya, memahami bait per bait, kata per kata, kosakatanya, grammar-nya, spelling-nya bahkan ketukan nadanya. Gua memutarnya berulang-ulang, sampai gua terasa muak dan bosan, kemudian gua mulai menyanyikannya lewat lirik yang gua catat, berulang-ulang. Setelah nya gua melakukann pencarian lirik aslinya di internet, mencocokkannya sambil melakukan koreksi dengan lirik yang gua catat sebelumnya. Gua yakin metode ini bakal lebih baik dalam merangsang kemampuan Speaking (Menyanyi), Reading (membaca lirik), Listening (mendengarkan baitnya) dan writing (Mencatat liriknya) daripada harus mencoba mengerjakan ratusan soal dari buku yang benar-benar nggak asik .
Berhari-hari, berminggu-minggu, gua belajar dengan metode aneh seperti ini. Sampai saat tiba waktu untuk gua mengikuti tes IELTS berikutnya. Kali ini, sebelum berangkat, gua meminta nyokap untuk mendoakan sambil bergurau tentang apakah waktu tes IELTS sebelumnya nyokap lupa untuk mendoakan gua, yang kemudian dijawab dengan tempelengan dikepala;
Do a emak mah nggak pernah putus buat lu ni.. kalo emang yang kemaren lu gagal, ya bukan gara-gara emak kagak doain elu.. yang menurut lu bae buat lu, blon tentu bae menurut Tuhan.. sekarang mah lu usaha sambil berdoa, sisanya urusan Dia.. Nyokap berkata sambil mengangkat telunjuknya ke atas.
Gua tersenyum, mencium tangannya dan kemudian bergegas berangkat.
Didalam bis yang berjalan menembus padatnya jalan ibu kota, gua mengeluarkan ponsel dan mengirim sms ke Resti, sejak ber-sms-an di lapangan waktu itu sampai sekarang, gua nggak pernah mencoba menghubungi dia lagi, takut ketahuan sama bokapnya.
Res, siap2 buat nangis sejadi2nya, gw mo tes IELTS n lu bakal gw tinggal ke London
--- Seminggu berikutnya. Gua duduk didalam kamar, lagi-lagi memegang amplop berisi hasil tes IELTS, amplop dengan bentuk dan bahan yang sama dengan yang pernah gua terima sekitar dua bulan yang lalu. Gua memanggil Ika yang tengah menonton tivi dan menyuruhnya untuk membuka dan membaca hasilnya, bukannya gua takut untuk menghadapi kenyataan, gua Cuma mau menunjukkan kalau metode belajar gua yang dianggap nggak masuk akal oleh Ika, bisa menghasilkan seusatu dan gua yakin akan hal itu;
Dek.. sini dah.. Ika membuka pintu kemudian masuk ke dalam, gua menyerahkan amplop putih kepadanya, menyuruhnya untuk membuka dan membaca hasilnya.
Kok gua yang disuru baca" Takut ya lu bang" Hahaha.. takut kenapa"
Takut gagal.. Ya kalo gagal, dua bulan kedepan gua coba lagi.. Menurut gua sih gagal, sorry to say nih, tapi metode belajar lu tuh kampungan..
Ika membuka perlahan amplop ditangannya dan mengeluarkan kertas.
Baca hasil akhirnya aja, yang kenceng.. Ika mulai komat-kamit tanpa suara, mungkin sedang membaca bagian detail dari masing-masing point;
Overall Score... ... 93.. Alhamdulillah.... Ika meletakkan surat tersebut diatas meja sambil memandang gua.
Bang.. ajarin gua metode belajar lo..
Gua Cuma tersenyum, kemudian bergegas menuju ke kamar mandi, mengambil wudhu dan menunaikan solat sunah dua rakaat.
--- Terdengar gumam Alhamdulillah dari kamar nyokap, disusul Ika yang keluar dari dalam kamar dan berbisik ke arah gua;
Abis ini emak pasti ngajak lu kepasar.. belanja.. buat selametan..
Nyokap keluar dari kamar, menghampiri dan memeluk gua;
Selamet ya ni, mudah-mudahan barokah yak.. Iya mak..
Oiya, besok pagi anterin emak kepasar ya, belanja buat selametan..
--- Besoknya, gua mencoba menghubungi Mr.Najib dari sebuah wartel yang terletak di sebelah kampus. Sebelumnya gua memang pesimis perihal posisi gua yang sudah lebih dari tiga bulan nggak ada kabarnya, tapi nggak ada salahya mencoba.
Setelah menunggu dalam jingle yang mirip nada komedi putar, terdengar suara Mr.Najib di ujung sana. Gua menyapa-nya, sedikit berbasa-basi dan kemudian menanyakan perihal posisi dan status gua di perusahannya. Mr.Najib terdiam sebentar, kemudian mengucapkan permintaan maaf berulang-ulang. Gua menarik nafas, mencoba legowo menerima keputusan terburuk yang bakal gua terima. Mr.Najib berkata kalau posisi yang waktu itu dia dan Mr.Kane tawarkan sudah terisi, dan dengan sangat menyesal dia mengatakan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk merubahnya.
Umm..well, Mr.Najib, may i talk to Mr.Kane" Oh.. you can call him on this line..
Kemudian dia menyebutkan sebuah nomor telepon, sepertinya bukan nomor lokal singapore.
Setelah mengucapkan salam ke Mr.Najib, gua mencoba menghubungi Mr.Kane melalui nomor yang barusan diberikan oleh Mr.Najib.
Proses yang sama seperti saat gua menghubungi Mr.Najib kembali terulang, sebuah jingle terdengar, tapi kali ini suaranya lebih soft dan lebih asik untuk dinikmati. Beberapa saat kemudian terdengar suara berat Mr.Kane di ujung telepon, dia menyebutkan namanya, gua menyebutkan nama gua dan dijawab dengan sebuah Oo besar. Dia menanyakan kabar, disusul dengan informasi yang sama dengan yang gua dengar dari Mr.Najib. Gua menghela nafas, mencoba merelakan mimpi gua untuk melayang lagi, sampai kemudian Mr.Kane menambahkan;
Mr.Boni.." Ya.. What if i say internship , are you interested" Im sorry"
Actually, its really hard to give your position to another person.. but, my business must go on.. and now im offerin you, a change to be part of my company as an intern.. an internship..
Wow.. it would be good for me..
So you better pack your stuff and be here, London.., I ll send some document that you may need by mail.. Alhamdulillah, ya biarpun Cuma magang gua tetap bersyukur, siapa tau nanti ada perubahan nasib disana. ---
Malam itu gua mengepak baju-baju, perlengkapan solat dan juga jaket kedalam sebuah koper besar. Nyokap tak henti-hentinya memberikan wejangan agar selalu menunaikan solat dan jangan lupa mengaji, gua mengangguk sambil berkata iya mak.. , sesaat kemudian gua teringat akan Resti, gua mengambil ponsel dan mencoba menghubungi-nya, nggak diangkat, gua mengirim sms ke Resti; Res, gw mau brngkt ke London, bsok
Kemudian gua meneruskan mengepak pakaian, sesekali gua melirik ke arah ponsel, mengecek apakah ada bunyi pesan masuk yang terlewat oleh gua. Sampai gua selesai mengepak, nggak ada balasan apapun dari resti. Ah,mungkin sudah tidur.
Gua duduk diteras rumah sambil menikmati kopi hitam panas dan sebatang rokok, saat komeng datang. Dia membawa satu slop rokok dengan merek 234 dan menyerahkannya ke gua;
Nih, kalo lagi kangen sama jakarta.. isep aja satu.. Gile.. banyak banget.. disangka penyelundup ntar gua..
Ya kalo disita, kasih aja..ntar gua kirimin lagi.. Wadow.. makasih ya bang komeng... Haha.. najis ah, lepasin nggak..gua patain nih.. Gua bergelayut ke tangan si komeng berlagak manja, kemudian dia menepisnya sambil memeragakan sebuah gerakan silat.
Ponsel gua berdering, sebuah pesan masuk. Gua langsung menghambur kedalam kamar, mencari-cari ponsel ditumpukan pakaian.
Balasan pesan dari Resti;
Gw tunggu di depan komplek y, deket portal
Setelah membaca pesan tersebut, gua mengambil jaket dan bergegas keluar. Komeng yang tengah asik menyeruput kopi milik gua, terlihat bingung;
Mo kemana lu" Pinjem motor meng.. Mo kemane"
Ketemu Resti.. Buseng.. ditangkep bapaknya lu.. Udah buruan..
Beberapa saat kemudian gua sudah berada di jalanan, menggunakan motor komeng menembus angin malam, ketempat resti.
Gua membelokkan motor ke arah komplek rumah resti, terlihat dari jauh resti yang tengah duduk di bangku kayu didepan pos satpam arah masuk ke blok rumahnya.
Lama banget.. Ini udah cepet-cepet..
Gua memandang ke wajahnya, sebuah bekas jahitan sepanjang 3 senti menghiasi dahi sebelah kanan-nya. Gua menyibak rambut yang menutupinya;
Sorry ya res.. Gapapa.. Cuma luka gini doang..
Resti berdiri kemudian duduk dibangku penumpang, dengan posisi dua kakinya berada disamping.
Bon.. ... Lo masih nganggep gua Cuma temen kan" Gua merebahkan kepala dan meletakkan kepala gua di stang motor.
Boniii... .... Bon.. Lo masih nganggep gua Cuma temen kan" Res.. kadang gua sendiri juga bingung.. Bingung kenapa"
Gua udah berusaha sekeras mungkin untuk mencoba...
... ..mencoba mencintai lu.. tapi, semakin gua mencoba, semakin keras juga pikiran gua menolaknya.. ...
... gua nggak bisa maksain, res.. tapi gua juga nggak bisa ngelupain lu.. gua bingung..
Bon, justru cinta yang di paksain malah bukan sebuah pilihan yang tepat. Tapi cara lo dalam memperlakukan perempuan sesekali perlu di koreksi..
Resti turun dari boncengan motor, kemudian pindah ke depan, berdiri persis didepan motor.
.. Logika dan pikiran emang penting, tapi perasaan juga nggak kalah penting. Perempuan tuh perasa, bon.., Perempuan butuh kepastian..
... ... dan kayaknya cukup gue aja yang lo perlakukan seperti ini, jangan pernah lagi lo jadi pengecut yang nggak berani bilang cinta tapi nggak berani bilang nggak .. lo nggak pernah bilang cinta ke gue tapi lo juga nggak pernah menolak gue, seakan-akan gue Cuma jadi abu-abu, antara putih dan hitam dalam hidup lo..
Maafin gua res.. .. coba dari dulu-dulu lo bilang kalo lo nggak suka sama gue, mungkin gue udah move-on.. sekarang gua malah terjebak di sebuah perasaan yang bahkan gue nggak tau apa namanya... gue cinta tapi benci sama lo... gue kesel sama lo tapi kangen..
Besok, gua mau berangkat..res.. Iya gue tau.. jaga diri ya.. Iya..
Mudah-mudahan tercapai semua mimpi-mimpi lo selama ini ya..
Resti tersenyum kemudian berjalan mundur, perlahan dia berbalik dan mulai melangkah menjauh. Gua menatapnya sosoknya yang perlahan hilang, samar ditelan bayang-bayang pepohonan.
Gua menyalakan mesin motor dan terkejut saat lampu motor menyorot sosok resti yang berjalan kembali kearah gua. Dia berdiri, melipat kedua tangannya dihadapan gua;
Kira-kira Inggris bakal merubah lo seperti apa ya" Hahaha.. nggak tau deh..
Bon.. sebelum lo pergi, gue boleh nggak minta satu hal.. satu hal kecil.."
Boleh.. Walau gue tau lo nggak cinta, gue mau denger lo menyatakan cinta ke gue dong.. please.. Hahaha.. apaan"
Gua memutar motor, bersiap untuk pulang
Res.. gua sayang sama lo..
Resti tersenyum kemudian menjawab samar Gue juga.. "Goodbye res.."
"Its not goodbye bon, just see you later" Gua berpaling dan pergi meninggalkan Resti yang masih berdiri mematung di tengah gelapnya malam. ---
Besoknya, gua sudah berada diatas pesawat yang bakal membawa gua ke London. Dari jendela gua melihat atap-atap rumah di Jakarta yang semakin lama semakin mengecil kemudian hilang di telan awan. Gua menatap kedepan, menatap impian baru gua. London, here i come...
CHAPTER V #33: London Jam menunjukkan pukul tiga dini hari, waktu gua tiba di Bandara Heathrow, London. Setelah melewati pemeriksaan imigrasi dan mengambil koper, gua setengah berlari mencoba mencari kamar kecil, selain memang harus menuntaskan hajat yang hampir satu jam gua tahan, sepertinya gua mengalami apa yang namanya jet-lag . Kepala terasa pusing-pusing, mual, badan lemas dan gemreges , keringat dingin mengucur, untuk yang terakhir gua kurang yakin akibat dari jet-lag atau nahan boker .
Sebenernya gua udah dari di atas pesawat tadi berasa mules-mules ingin buang hajat, tapi pilot sudah memberikan pengumuman lewat pengeras suara kalau sebentar lagi kita akan mendarat, lampu penanda diatas toilet-pun sudah menyala merah, yang artinya tidak dapat digunakan. Bukannya bergegas mendarat, pesawat malah Cuma mondar-mandir, muter-muter di sekitar bandara, menurut pengumuman susulan dari pilot, katanya lagi nunggu landasan kosong. Kampret!
Gua keluar dari toilet di bandara dan mancari tempat untuk sekedar duduk, berisitirahat sebentar. Sukursukur ada tempat buat rebahan. Sambil mengagumi salah satu bandara paling sibuk di eropa ini, gua berjalan gontai sambil menenteng ransel dan menarik sebuah koper besar berwarna cokelat. Gua duduk disebuah bangku berderet di lantai bawah bandara ini, memandang ke sekitar. Bener juga, padahal sekarang jam 3 subuh, tapi suasana tempat ini hampir mirip dengan pasar kramat jati, tentu dengan
mengesampingkan bau prengus para pedagang dan gerobak-gerobaknya. Riuh, ramai, suara dorongan troli-troli, percakapan orang-orang, suara dari layar televisi yang terletak hampir disetiap sudut bandara bercampur jadi satu dengan pengumumanpengumuman yang keluar dari pengeras suara.
Gua memandang ke sebuah meja yang berbentuk setengah lingkaran, mirip seperti meja customer centre di bank-bank yang ada di Indonesia. Dibagian tengah meja tersebut terdapat tulisan cokelat dengan embos; Information . Terdapat tiga orang petugas pria yang tengah melayani beberapa calon penumpang dibelakang meja tersebut. Di bagian belakangnya, terdapat sebuah papan besar, seperti sebuah backdrop panggung, berlatar putih dengan gambar landmark kota London, Big ben dan sebuah tulisan berwarna biru; Visit London.
Gua berjalan menghampiri meja tersebut, salah seorang petugas tanpa senyum menyambut gua dengan pandangan mencurigakan kemudian bertanya ragu;
May i help you.."
Accidentally Love Karya Boni di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yes, actually i need some direction to get here.. Gua berkata sambil mengeluarkan secarik kertas, berisi alamat kantor Mr.Kane, gua catat dari surat rekomendasi yang dikirim Mr.Kane via email waktu gua masih di Jakarta.
Si petugas nggak menjawab, nggak mengambil kertas yang gua sodorkan bahkan sama sekali nggak melihat ke kertas tersebut, dia mengambil semacam leaflet dengan tulisan visit london dan menyerahkannya. Gua mengambilnya dan membuka lembaran leaflet tersebut, sebuah peta. Si petugas mengambil beberapa leaflet dan brosur lain dan menyerahkannya ke gua. Kemudian menggerakkan tangan, memperagakan gerakan seperti mempersilahkan sambil berkata;
Enjoy London.. Gua mengucapkan Thank you , berbalik dan menambahkan; Enjoy pala lu.. kemudian berjalan kembali ke bangku berderet, gua duduk dan memperhatikan satu persatu leaflet dan brosur yang tadi di serahkan oleh petugas tanpa senyum itu. Gua mengambil ponsel dari tas ransel dan
Misteri Tuak Dewata 2 Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Bujukan Gambar Lukisan 14