Pencarian

Bujukan Gambar Lukisan 14

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 14


di depan Lauw Chin dan Sim Yok. Dengan lantas dia mengasih
dengar tertawanya yang tak sedap, sedang sinar matanya
sangat tajam. "Inilah saat kematianku..." pikir kedua orang itu. Tertawa
orang sangat menusuk telinga mereka.
Menyusul berhenti tertawanya, orang itu mengulur sebelah
tangannya yang lebar, sebab kelima jarinya direnggangkan,
untuk setiap jarinya itu dipakai menotok! Dia jangkung dan
kurus, tangannya pun panjang.
Di saat maut mengancam Sim Yok dan Lauw Chin itu, dari
luar terdengar bentakan nyaring, lalu dua bayangan berlompat
masuk. "Tie loocianpwee!" berteriak Sim Yok kegirangan, karena ia
mengenali suaranya Tie Sin Hong dan Houw-yan Tiang Kit.
Si jangkung itu memutar tubuh, segera dia menyerang Sin
Hong. Sebaliknya Sin Hong sudah lantas menyerang padanya.
Si jangkung menjerit dia menarik pulang tangannya.
Houw-yang Tiang Kit lompat ke belakang orang itu, dia
lantas menyerang dengan pukulannya " Geledek menyambar"
Si jangkung liehay, dia gesit sekali, ketika dia merasa
angina menyambar punggungnya, dia berkelit dengan lincah.
Setelah itu dia berlompat tinggi.
Satu suara nyaring dan berisik menjadi kesudahannya
lompat tinggi orang itu, yang telah menghajar wuwungan
hingga tembus darimana dia molos menghilang. Debu pun
meluruk turun. Itulah tipu silat "Tok bong coet kiat" atau Ular berbisa
keluar dari liang. "Saudara Tie, kau tolongi bawa dua saudara ini pulang ke
hotel, akan aku susul orang itu," kata Houw-yan Tiang Kit,
yang terus berlompat tinggi juga ke wuwungan untuk
mengejar s jangkung itu. Lauw chin dan Sim Yok terus tak dapat bergerak.
goncangan barusan membikin mereka pingsan, Mereka tidak
takut mati tetapi mereka penasaran mati tak berdaya. Maka
itu sulit juga Sin Hong memondongnya pulang.
Tiba dihotel tubuh mereka sudah kaku, Syukur sin Hong
lihay, selain dia telah menotok bebas totokannya Pouw Lick It,
ia pun menyalurkan tenaga dalam nya sendiri membantu
tenaga dalam dua kawan itu, hingga mereka sadar dan
ketolongan-Tiong Hoa terkejut apabila ia sudah mendengar
penjelasan Lauw chin- "Kalau benar, dijalan Thian Lam Too benar-benar
mengancam malapetaka hebat," katanya setelah berpikir
sebentar, "Terang sudah Kwie Lam ciauw mengandung
maksud tak baik terhadap Pouw Lick It. Pouw Liok It juga
terancam bahaya karena kemurkaannya yang disebabkan
berkhianatnya orang-orang disebawahannya itu, didalam
murkanya, dia dapat bertindak sembrono...."
Kemudian ia menambahkan. "Sampai sekarang Houw-yan
cianpwee belum kembali mungkin dia juga menghadapi
ancaman bahaya..." "Tentang saudara Houw-yan tak usahlah kita berkuatir,"
kata sin Hong. Dia menggeleng kepala tetapi dia tertawa, "Aku
tahu, selainnya dia liehay, dia pun sangat cerdik, hingga dia
tak akan menghadapi ancaman malapetaka, Aku si orang tua
juga baru ini hari mengetahui hal ikhwal dia, yang sungguh
diluar dugaan-" "Siapakah dia?" Tiong Hoa tanya.
"Dialah murid akhli warisnya Pit Boe Koen"
Ketiga orang itu saling mengawasi Mereka benar-benar
heran- "Apakah Houw-yan cianpwee juga menghargai Lay Kang
Koen Pouw?" Tlong Hoa tanya.
Tie Sin Hong tertawa. "Siapa datang ke Thian Lam Too ini, tak ada satu yang tak
ada sangkut pautnya dengan ketiga benda pusaka" kata dia
nyaring. "Aku si orang tua sendiri tidak menjadi kecuali. Hanya
sekarang ini aku telah memikir lain, sedang maksudnya Houwyan
Tiang Kit untuk memusnahkan kitab itu."
Tiong Hoa heran- "Kenapakah" Untuk apakah itu?" tanyanya pula. Wajahnya
Sin Hong menjadi guram, dia menghela napas.
"Itulah rahasia Rimba Persilatan, jikalau Houw-yan Tiang
Kit tak menyebutkan mungkin tak ada orang lainnya yang
mengetahui, katanya, orang semua tahu Lay Kang Koen Pouw
kitab karangannya Thio Sam Hong, pendiri dari BoeTong Pay,
bahwa kitab itu liehay luar biasa akan tetapi tak ada yang tahu
apa yang tersembunyi didalamnya.
Kitab itu mengutamakan kepalan lalu tangan terbuka,
sulitnya ilmu dalam kitab itu ilmu yang pokok tujuannya
bertentangan, sampai Thlo Sam Hong sendiri memikir untuk
memusnahkannya saja. Siapa mempelajari itu, walaupun dia
berbakat baik, dia teramcam bahaya mati karena otot-otot dan
tulang-tulangnya nanti belarakan sendirinya, Sedang kalau itu
didapatkan orang jahat si jahat bakal menjadi bencana besar
untuk Rimba persilatan- Kemudian Thlo Sam Hong batal memusnahkan kitabnya itu,
ia merasa sangat sayang kalau karyanya itu dibikin lenyap
dengan begitu saja. Maka kemudian ia merantau mencari
orang yang berbakat, yang suka mewariskannya, ia terangkan
pada murid itu akibatnya mempelajari kitabnya, sebab tak
mau ia memaksa atau mencelakai orang, ia berhasil.
Hanya murid itu kemudian menyembunyikan diri, mungkin
disebabkan ia tak ingin orang mengetahui kematiannya yang
menyedihkan itu." Tiong Hoa heran, ia menjublak memandang keluar jendela.
Sim Yok dan Lauw chin tak kurang herannya, Tapi semuanya
bungkam. Sin Hong melihat cuaca, terus ia memanggil jongos minta
disediakan barang santapan untuk mereka berempat, Maka
makanlah mereka bersama. Habis minum araknya, sin Hong melanjuti keterangannya.
"Paling belakang kitab itu didapatkan Pit Boe Koen, Dialah
seorang yang beradat keras dan aneh, dia tak mempunyai
kedosaan besar tetapi rimba Persilatan menganggapnya
sebagai bintang pembunuhan-
Dalam usia lanjutnya Pit Boe Koen insaf akan sepak
terjangnya yang tak tepat itu, maka dia lantas mengundurkan
diri, dia bersembunyi didalam rimba pegunungan- Entah
bagaimana duduknya kejadian, kemudian kitabnya iiu jatuh
kedalam tangannya seorang yang dipanggil Tong Beng
Sianseng. Tiga tahun sebelumnya menutup mata barulah Pit
Boe Koen menerima Houw-yan Tiang Kit sebagai muridnya.
Mulanya Houw-yan Tiang Kit tak tahu apa apa mengenai
kitab itu, ilmu silatnya sendiri ilmu silat sejati, baru belakangan
ia dipesan gurunya mencari Lay Kang Koen Pouw guna
dibakar musnah, maksudnya agar kitab itu tak terjatuh
ketangan orang jahat dan nanti menjadi bencana umum.
Ketika itu Tong Beng Sian-seng mati tak keruan ditangan
orang jahat dan kitabnya lenyap tidak keruan paran juga,
Untuk banyak tahun tak tahu orang dimana adanya kitab itu,
sampai kemudian lagi, sampai sekarang ini, orang ramai
membicarakannya dan hendak memilikinya, sebab kitab
diserahkan Kwie Lam ciauw kepada Pouw Lick It.."
Baru berhenti suaranya Sin Hong, diluar kamar terdengar
tertawa nyaring diberikuti kata-kata ini. "Saudara Tie, kau
membeber rahasia hatiku sampai tak ada yang lolos-Tahukahkau
apa dosamu?" "Terserah kepada kau, saudara Houw-yan," sahut Sin Hong
tertawa. Segera Tiang-kit berlompat masuk. tanpa mengatakan apaapa.
terus ia duduk untuk turut bersantap dan meneguk arak
"Bagaimana Houw-yan Hiantee," tanya Sin Hong,
"berhasilkah kau menyusul orang itu?" orang yang ditanya
tidak menjawab, dia repot dengan barang- santapannya. Sin
Hong heran hingga ia mengerutkan kening.
Masih Tiang Kit makan terus, sampai kemudian dia meletak
sumpitnya. "Lie Siauwhiap." dia menyapa Tiong Hoa sambil dia bangun
berdiri, matanya menatap,
"Apakah yang siauwhiap lihat diluaran tadi?"
Tiong Hoa tak berayal menuturkan pengalamannya. Tiang
Kit berdiam sekian lama. "Kematiannya Yan Loei tak salah lagi perbuatan Kwat
Leng." katanya kemudian ia memandang Sin Hong, untuk
meneruskan "Aku telah berhasil menguntit orang itu, aku hajar
dia sampai mati, Aku mendapat kenyataan Kwat Leng
membangun markas di Kiok-tong ditepian sungai Yang Pie
Kang, semua kawannya orang-orang kosen Jalan Hitam
sekarang ini. Mereka bermaksud merampas Lay Kang Koen
Pouw untuk menjadi jago dunia.
Karena maksudnya yang berbahaya itu, sekarang ini aku
telah mengambil putusan tak menghiraukan lagi budi besar
ayahnya yang pernah menolong aku. Saudara Tie marilah kita
beramai pergi ke Kiok-tong, guna mencegah Kwat Leng
mewujudkan pembunuhannya secara besar-besaran- Kau
sendiri, Lie Siauwhiap. baik kau pergi ke cong seng sie, akan
menemui Hoat Hoei Siangjin, untuk bersama-sama menilik
Pouw Liok It. Umpama kata siauwhiap berhasil mendapatkan
kitab itu, aku minta, silahkan kau bakar habis, supaya dengan
begitu ancaman malapetaka dapat dihapus"
Tiong Hoa dapat menyetujui rencana Houwyan Tiang Kit
itu, maka ia menerima baik ajakan bekerja itu.
"Kita tidak dapat berlambat, mari kita berangkat sekarang"
Tiang Kit mengajak. Maka berangkatlah mereka semua.
Dibawah terangnya rembulan dan bintang-bintang, selagi
angin bertiup silir, Tlong Hoa berlari ke arah kuil cong Seng
Sie, hanya belum lagi ia tiba ditempat tujuannya, mendadak ia
dibikin merandek oleh empat sosok tubuh manusia, yang
berlompat turun dari sebuah pohon hoay yang besar tumbuh
disisi jalanan- Segera ia dikurung, selagi ia bersiap menyambut serangan,
ia dibikin heran oleh satu diantara empat orang itu, hingga ia
mendelong. Jilid 25 : Pouw Liok It munculkan diri
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 6)
Orang itu Nona Phang Lee Hoen yang cantik, maka
menghadapi nona itu, sembari bersenyum ia lantas menyapa:
"Nona Phang, sudah sekian lama kita tidak bertemu, apa kah
kau baik?" Sembari begitu, ia waspada terhadap tiga orang
lainnya. Lee Hoen memperlihatkan wajah penasaran atau menyesal
ketika dia menjawab suaranya tawar.
"Berkat rejeki siauwhiap aku baik" sahutnya. "sekarang ini
aku minta siauwhiap mengembalikan pedangku nanti
dibelakang hari aku akan berdaya untuk membalas budimu."
Tiong Hoa dihadapi kesulitan- Pedang itu milik Lee Hoen,
sudah selayaknya ia menbayar pulang. Tapi sekarang si nona
mencampuri diri didalam kaum sesat, dengan memegang
pedang itu, pihak dia menjadi bertambah berbahaya. itulah
tak ia inginkan-Karenanya tak dapat ia segera memberikan
jawabannya. "Nona Phang" kata seorang kawannya bengis, "tak usah
mensia-siakan tempo bicara dengan bocah ini, bunuh saja dia,
habis perkara" Benar-benar dia segera menyerang Tiong Hoa, secara
membokong. Si anak muda bersenyum tawar, tubuhnya menyamping
sambil berputar, hingga ia dapat teruskan menolak.
Pembokong itu menjerit, dia mental tinggi danjauh ketika
dia jatuh, tubuhnya jumpalitan- Maka kagetlah kedua
kawannya, tak kecuali Lee Hoen, hanya si nona menjadi
masgul. Dua kawan itu kaget tetapi mereka segera menyerang,
berbareng. Tiong Hoa tertawa tawar ia mengapungi diri, untuk berkelit
dari serangan itu. Karena ini, kedua penyerangnya terhuyung kedepan-
Justeru itu si anak muda turun sambil membalas menyerang
dengun tipu silatnya "In liong hoan sin, atau "Naga di-dalam
mega jungkir balik. Berulang kali ia menemui orang-orang
jahat dan kejam maka menghadapi dua penyerangnya ini
hatinya menjadi panas, tak dapat ia menguasai diri nya lagi.
Dua penyerang itu kaget. Mereka merasa dada mereka
tertindih sesak. Dalam kagetnya itu. mereka memaksa diri
menolak ke- atas sambil tubuh mereka mencelat masingmasing
kepinggir. Hebat kesudahannya perlawanan mereka
ini. Keduanya menjerit kesakitan, kedua tangan mereka
masing-masing patah dan mengeluarkan darah, tubuh mereka
roboh terkulai. Tiong Hoa diam mengawasi ketiga kurbannya itu. Yang
terpental itu pun roboh dengan jiwanya terus melayang,
lukanya tak kurang hebatnya. Sebenarnya menggiriskan akan
menyaksikan mereka mandi darah, sebab darah keluar dari
mata, hidung, mulut telinga mereka.
Phang Lee Hoen berdiri menjublak diri dibawah pohon, tak
tahu dia mesti berduka atau bergusar, rambutnya memain
diantara tiupan sang angin. Berdiri diam seperti itu dia mirip
seorang dewi.... Tiong Hoa mengawasi nona itu, baru ia bertindak
menghampirkanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona, aku beri selamat padamu yang sakit hatimu telah
terbalaskan" ia kata sambil tertawa. "Sekarang ini baiklah
nona lekas pulang, supaya ibumu tidak usah terlalu lama lagi
mengharap-harapmu." Masih Lee Hoen berdiam. Tapi sekarang ia mesti bicara.
"Siauwhiap bagaimana kau ketahui itu?" ia tanya heran.
"Tak ada saat yang dilewatiku mengikuti jejak Yan Loei dan
rombongannya," sahut si anak muda. "Hanya sayang sekali,
aku datang terlambat satu tindak. maka juga di dalam rumah
besar didusun Sam Seng coen itu aku melainkan dapat
menyaksikan mayat mayat mereka berserakan-"
"Syukur kau mengetahui itu, siauwhiap." kata si nona
dingin. "Sekarang aku minta siauwhiap memulangkan pedang
ceng song Kiam. Habis ini aku hendak berangkat pulang"
Tiong Hoa mengawasi. la melihat sinar mata penasaran


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahkan gusar. Ia mengerti nona itu mendongkol.
"Numpang tanya nona, kau hendak pergi kemana?" ia
tanya bersenyum. "Itulah kau tak perlu tahu" sahut si nona, tetap dingin.
Wajahnya dingin juga, hingga dia nampak keren.
Tiong Hoa tidak gusar, sebaliknya ia tertawa. Ia menatap
terus nona itu. Hati Lee Hoen goncang. Pemuda itu, dengan tertawanya
itu, terlihat makin tampan dan manis. Maka ia lantas ingat
pertemuan mereka, dalam hotel dikota Kim-leng.
Tiong Hoa bersenyum. ia berkata: "Aku yang rendah
menginsafi nona tak puas aku tak menemui kau di Kim-leng
itu. didada nona masih ada yang mengganjel. Tentu saja nona
tidak ketahui duduknya hal. Ketika itu aku telah dicelakai Kee
Leng Jie Kauw, yang membuatku jatuh kedalam jurang.
Hampir jiwaku melayang secara kecewa. Syukur aku
bertemu seorang tua jago Rimba Persilatan, yang lagi
menyembunyikan diri. Dia bawa aku ke guanya dan
menolongi, hingga aku dapat melihat lagi matahari dan langit.
Ketika akhirnya aku kembali kehotel, nona sudah tidak ada.
Pasti kau berlalu dengan mendongkol. Karena kecelakaan itu
untuk setengah bulan lamanya aku mesti menderita. Sekarang
aku telah memberikan keteranganku, aku minta nona maklum
dan suka memaafkan-"
Lee Hoen mau percaya keterangan itu. dengan begitu,
nyata ia sudah salah paham. Ia memang mencintai si anak
muda, sekarang cintanya itu bangkit pula. Ia melirik. terus ia
tertawa. "Apakah benar keteranganmu itu, siauw-hiap?" ia
menegasi. Diam-diam Tiong Hoa melegakan hati, tetapi ia kata
sungguh-sungguh: "Nona, kalau tetap kau menyangsikan aku,
percuma aku bicara. biarnya lidahku lidah bunga teratai,
kaulah tetap tak akan percaya aku."
Nona itu mengangkat mukanya, ia menyingkap rambut
didahinya. "Baiklah, aku percaya kau" katanya, lantas tertawa manis. "
Kenapa kau bersikap begini keras?"
Tiong Hoa berlaku sabar. Sebenarnya ia ingin tanya halikhwal
si nona selama yang belakangan ini, tetapi ia bisa
memikir untuk menunda dulu. Maka itu sambil tertawa, ia
bilang: "Nona, sekarang ini wilayah Thian-Lam-Too ini sangat
terancam, karena itu menurut aku yang rendah, baiklah nona
menjauhkan dirimu agar kau tidak sampai kena terlibat
kedalamnya..." Nona itu tertawa. "Bukankah siauwhiap menghendaki aku pulang
kerumahku?" tanya dia. "Kalau siauwmoay akan segera
berangkat" Itulah jawaban yang tidak disangka Tiong Hoa. orang pun
menggunai kata-kata siauw moay (adik) untuk dirinya sendiri,
menggantikan kata "aku." Ia mementang matanya mengawasi
nona itu. Kembali ia di hadapi kesulitan- Mana bisa ia
mengantarkannya". "Siauwmoay meminta ini untuk kebaikan siauwhiap." kata
pula Lee Hoen tertawa manis. "Touw Leng membenci
siauwhiap seperti dia membenci musuh yang membinasakan
ayahnya, berbagai akal muslihatnya telah diatur dan ditujukan
kepada dirimu, oleh karena itu walaupun siauwhiap gagah luar
biasa, sulit untuk menghadapi tipu dayanya itu Demikian
peristiwa di Tay Hoed Sie itu pun buah-hasil usahanya Touw
Leng. Siauwhiap pasti tidak ketahui bahwa Sin Kong Tay dan
siang ceng telah menjadi konco-nya ayah pemuda itu. Adalah
diluar sangkaan, siauwhiap sudah dilindungi Thian dan dapat
molos dari kecelakaan-"
"Sin Kong Tay dan Siang ceng koncoh koncoh penjahat?"
Tiong Hoa tegaskan- "Kalau begitu nona, mari lekas kita pergi
ke cong Seng Sie untuk memberi kisikan supaya mereka itu
dapat bersiap menjaga diri"
Tanpa menanti jawaban lagi anak muda ini menyambar
tangan si nona, buat diajak lari.
Lee Hoen merasakan hatinya berdebaran keras. Dicekal si
anak muda dan dibawa lari secara begitu, ia kaget sekali, ia
malu berbareng... Malam itu rembulan terang dan indah, ketiga menara dari
cong seng sie berbayang dipermukaan air Jie Hay, dimanapun
nampak berkelak- keliknya perahu-perahu nelayan-Permai dan
menarik pemandangan pada malam itu,
Ketika muda-mudi itu mendekati kuil kira lagi sepuluh
tombak. dengan lantas mereka dirintangi belasan pendeta
yang pada lompat turun dari atas pohon cemara besar. Semua
mereka itu bersenjatakan tongkat sianthung.
Satu pendeta, yang tubuhnya gemuk- yang berusia
pertengahan, sudah lantas menanya: "Malam begini sie-coe
mendatangi kuil kami ada urusan apakah?" Tiong Hoa
memberi hormat sambil tertawa.
"Kebetulan soehoe" jawabnya. "Aku harap soehoe
mewartakan kepada ketua kamu bahwa aku Lie Tiong Hoa
bersama Nona Phang Lee Hoen ini datang memohon bertemu
dengannya." Pendeta itu mengawasi tajam padanona Phang. Kata dia
dengan suara dalam: "Selama ini kuil kami mengalami
pelbagai gangguan, oleh karena itu hong-thio kami telah
memerintahkan menolak kunjungan siapa juga, terutama
untuk menjaga keselamatan para pengunjung."
Tiong Hoa mengerti, ia bersenyum. Katanya: "Kalau ada
urusan sangat penting yang mesti disampaikan kepada Peng
ceng Hong thio apakah soehoe masih juga menolak
memberitahukannya" "
Pendeta itu bersikap tawar.
"Kami menerima tugas, kami menyesal," sahutnya. "Siecoe,
maafkan kami." Phang Lee Hoen nampaknya habis sabar, maka dia kata
pada Tiong Hoa: "Kita masuk atau jangan" Buat apa kita
melayani mereka ini?"
Pendeta itu kaget, maka dia mengulapkan tangannya, atas
mana semua kawannya segera bergerak memernahkan diri,
siap untuk bertempur. Tiong Hoa menekan tangannya Lee Hoen guna mencegah
si nona bertindak sembrono kemudian ia menyapu dengan
sinar matanya kepada semua pendeta itu. lalu ia mengawasi si
pendeta gemuk didepannya, untuk menanya sungguhsungguh:
"Taysoe, apakah gelaran taysoe yang mulia" Aku
mohon tanya juga, apakah maksud taysoe sekarang ini?"
"Pinceng dipanggil Tie Sian." Sahut pendeta itu. "Barusan
kata-kata nona ini berarti dia hendak masuk secara paksa,
karena itu tak dapat kami tidak berjaga-jaga."
Selagi menyahut itu, matanya bersinar. Tiong Hoa menarik
napas panjang. "Taysoe, aku mohon tanya," kata ia sabar. "Sudah berapa
lama taysoe berdiam didalam cong Seng Sie?"
Tie sian melengak. Tak mergerti ia dengan pertanyaan
orang itu. Tapi ia menjawab dengan cepat: "Sudah tujuh belas
tahun-" "Kalau taysoe sudah tinggal begitu lama, apakah taysoe
ketahui ketiga menara itu bulan dan tahun kapan
dibangunnya" Apakah itu dibangun setelah selesainya
pendirian kuilnya atau sebelumnya" Tolong taysoe jelaskan-"
Tie Sian bingung hingga ia menjublek benar-benar ia tidak
mengerti. "Sie-coe. apakah maksud sie-coe dengan pertanyaanmu
ini?" dia tanya bengis, inilah pertanyaan yang tak ada
perlunya, pinceng tak sempat menjawabnya."
Nona Phang juga melengak. la tidak mengerti maksud si
pemuda. Maka ia mengawasi pemuda itu.
Tiba-tiba Tiong Hoa tertawa dingin, lantas tubuhnya
mencelat maju dan sebelah tangannya diulur, lima jarinya
menyambar ke pundak pendeta itu. Yang hebat ialah mulur
tangannya. Tie Sian menjerit tertahan, kontan dia roboh terguling
ketanah. Tiong Hoa tidak berhenti sampai disitusaja, ia bergerak
terus, kedepan, kekiri dan kanan, menyerang kawankawannya
Tie Sian- Ia menghunus pedangnya
Dengan saling-susul sekalian pendeta itu menjerit, semua
lantas roboh terluka, ada yang tangannya kutung, ada yang
lehernya putus hingga darah menyemprot keluar dari luka
mereka masing-masing. Hingga suasana menjadi sangat
menyeramkan-. Lee Hoen kaget dan heran, dengan mata mencilak ia
mengawasi si anak muda, ia tidak pernah menyangka
menyaksikan pemuda itu menjadi demikian bengis.
Habis itu dengan tenang. Tlong Hoa masuki pedang
kesarungnya. Ia menghampirkan kurban- kurbannya yang
masih hidup, untuk menotoknya hingga mereka itu tak
berkutik lagi. Paling akhir ia hampirkan Tie Sian, tubuh siapa ia
cekal dan angkat untuk ditotok juga.
Hanya dia ditotok untuk disiksa hingga dia merasakan nyeri
dan ngilu pada otot-ototnya, seperti dipaguti ular tak hentinya.
Dia merayap dan mengoser ditanah mulutnya merintih terus,
kedua matanya mengasi lihai sinar ketakutan-
"Tie sian," kata si anak muda kemudian, suaranya bengis.
"Kenapa kau berani main gila didepanku" Apakah kau
menyangka aku tidak mengenalimu" itu hari didepan Tay
Hoed sie aku melihat kau bersama kawan-kawanmu dibawah
payon" Tiba-tiba mata pemuda ini mencilak. dia tanya bengis
sekali: "Lekas bilang, apakah kamu telah perbuat atas dirinya
pendeta-pendeta dari cong Seng Sie?"
Mata Tie Sian mendelik, dia tidak menjawab. Tiong Hoa
gusar sekali. "Kau bandel, ya" katanya. Lalu tangan kirinya menekan
jalan daran kip-kiek pendeta itu. Tapi ia terperanjat
sendirinya. Mendadak ia merasa membentur tubuh yang
dingin. Kiranya pendeta itu sudah jadi mayat.
"Celaka" kata ia mendongkol seraya melemparkan tubuh
orang. Kemudian ia kata pada Lee Hoan: "Aku tidak sangka
ceng Bang Hongthio dari Tay Hoed Sie, yang nampaknya
demikian suci, berkonco dengan orang jahat."
Lee Hoen mengawasi, ia bersenyum.
"Siauwhiap. kau pintar disatu saat, gelap dilain saat"
katanya. Tiong Hoa heranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Eh, mengapa kah?" tanyanya.
Nona itu membuat main mulutnya, dia tertawa.
"Kalau bukannya ceng Beng bersekongkol dengan Touw
Leng, mana dapat Touw Leng bersembunyi didalam kuil Tay
Hoed Sie untuk berobat?" katanya. Tiong Hoa menepuk
kepalanya sendiri. "Ah, ya aku tolol sekali" serunya, "Mengapa aku tidak
memikir demikian" Kalau begini, pendeta-pendeta dari cong
Seng Sie tentunya telah bercelaka semua."
Lee Hoan berdiam, ia tunduk.
"Mungkin belum," katanya sesaat kemudian, "Mungkin
sekarang mereka lagi tak berdaya, Mereka semua liehay,
mestinya mereka mendengar suara berisik barusan. Kenapa
mereka tidak muncul."
Akhirnya Tiong Hoa bersenyum. "Dasar kau cerdas, nona"
pujinya. Malu aku..." Senang Lee Hoen menerima pujian itu.
"Siauwhiap cuma memuji" katanya. Ia tertawa.
Lalu: "Mari kita masuk kedalam kuil untuk memeriksa"
Tiong Hoa mengajak. Lee Hoen mengangguk terus ia borlompat lincah mengikuti
si anak muda. Berdiri diatas tembok pekarangan. Tlong-Hoa melihat
kedalam Kuil gelap dan sunyi, ia heran- Lantas ia ajak Lee
Hoen lompat naik kewuwungan dimana mereka mendekam
memasang telinga dan mata.
Kira seminuman teh selagi si anak muda mulai hilang sabar
mereka melihat dua bayangan berlompat turun dari atas
menara besar. "Heran" kata Tiong Hoa didalam hati "kenapa orang-orang
yang datang kemari liehay semuanya" Kalau aku tidak
mempunyai pelajarannya Ay Sian dari See Hek sulit aku
melayani mereka." "Aku lihat." kata Lee Hoen, perlahan- "orang orang dari kuil
ini rupanya telah menginsafi bahaya dan telah bersembunyi
didalam menara. Didalam ketiga menara itu, ada pelbagai
macam pesawat rahasianya.
Ketika aku ditahan didalam menara timur- laut itu, tak
berdaya aku melarikan diri, kalau Touw Leng bersama orangorangnya
tidak menggunai obat bius serta siasat mengancam
di timur menyerang dibarat, tentu sampai saat ini aku belum
dapat pulang kemerdekaanku."
Tiong Hoa mengangguk. Ia maupercaya nona ini.
"Kalau begitu, lega juga hatiku," katanya. "Mereka lagi
terkurung didalam menara, tentu mereka bingung dan
bergelisah, maka itu ingin aku menolongi lebih dulu pada
mereka itu." Lee Hoen menarik tangan si anak muda nampaknya ia
berkuatir. "Sepasang tangan tak dapat melawan empat tangan-" kata
ia. "meski kau gagah sukar kau melawan mereka yang
berjumlah besar. juga Touw Leng ada bersama seorang tua
liehay luar biasa yang tak ketahuan siapa namanya, yang
dibelakang layer. Ia mengepalai semua orang jahat, Katanya
dia liehay hingga tak akan terkalahkan cit-chee coe Pouw Llok
It. Aku minta siauwhiap jangan membahayakan dirimu."
Tiong Hoa menatap nona itu. Ia heran kenapa si nona
mengetahui demikian banyak tentang Touw Leng dan
rombongannya. Nona ini luar biasa, pikirnya pula. Dia bercampuran dengan
orang jahat, dia turut datang menyerbu, cuma dia ditugaskan
menjaga diluar. Aku telah tolongi dia. Kenapa dia tidak mau
pulang sendiri kerumahnya" Mengapa dia ingin aku
mengawaninya" Kenapa dia sekarang mau mengikuti aku"
Apa kah dia mau menunjuki hatinya" Atau karena dia


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperoleh kenyataan aku tidak mencintai dia. sekarang dia
diam-diam hendak mencelakai aku dengan meminjam tangan
lain orang?" Tiba-tiba anak muda ini bergidik sendirinya.
"Inilah berbahaya Pantas tadi, karena melihat si nona, Tie
Sian berlambat turun tangan atas diriku..." pikirnya terlebih
jauh. "Teranglah Tie Sian menolak keras karena dia mendapat
isyarat nona ini..."
Bingung juga Tiong Hoa. Keadaan ruwet sekali. Akan tetapi
tak dapat ia bersangsi. Dasar ia cerdik, dengan lekas ia
berpikir. Katanya didalam hati: "Baiklah, untuk sementara aku
tidak mau bicara apa-apa padanya. Kalau aku menegur dan
dia salah tampa, bisa terbit onar tak perlunya. Baik aku
menahan dia. Aku, harus bertindak seksama."
Habis berpikir itu, ia kata dengan roman bersyukur: "Kau
baik sekali nona. Aku mengerti sekarang. cuma akulah orang
Kang ouw, aku bertugas menolongi si lemah dan si baik hati,
tak dapat aku membutakan mata dan hati. Aku pun percaya
aku tidak bakal menghadapi bahaya. Aku pikir nona. kau baik
menantikan disini, supaya aku tak berpikir didua tempat dan
menjadi berkuatir karenanya. Aku dibantu pedang mustika ini
kau tentu tidak menguatirkan aku. Selesai disini pasti akan
aku antar kau pulang."
Lee Hoen terharu mendengar kata-kata itu air matanya
mengembeng. "Kalau begitu siauwhiap kau berlakulah hati-hati. Dia
memesan- Andaikata kau tidak. ungkulan lekas kau kembali
supaya siaumoay tidak berkuatir...."
"Baik nona, akan aku ingat pesanmu ini," kata Tiong Hoa.
Lantas ia bergerak. untuk pergi ke menara. Untuk turun ia
berlompat dengan kepala dibawah dan kaki diatas. justeru itu
telinganya mendengar suara bentakan berulang-ulang hingga
ia menjadi heran- Lee Hoen mendapat dengar juga, ia menjadi berkuatir.
ooo Dibawah menara terlihat banyak orang. Setiap sejarak satu
tombak ada satu orang berdiri tegak seperti mayat yang lagi
memandang rembulan, matanya tajam, masing masing siap
sedia untuk penyerangan- Ketika itu angin berhawa dingin, baju mereka berkibaran-
Disebelah barat laut terlihat seorang tua yang tubuhnya
bungkuk melengkung tapi dia beroman keren dan bajunya
sulam. Dia berdiri mengawasi menara. Nampak dia lagi
berpikir keras, kedua matanya bersinar tajam.
"Coh loocianpwee" terdengar seorang berkata "Obat bius
kita keras kerjanya, baunya bisa nelusup masuk kemana saja,
sekarang setelah berselang sekian lama, dapat sudah kita
masuk ke-dalam, untuk membinasakan mereka semua, supaya
kita dapat segera pergi ke Tiam chong San, guna bertemu dan
berkumpul dengan Touw siauw-poocoe Kalau Hoat Hoei si
keledai gundul bersama ketua Ngo Bie Pay keburu sampai
disini, kita bisa gagal."
Orang tua itu mengasi dengar tertawa-tawar.
"Sin Hiantit," kata ia, " bukankah ada pembilangan
mengetahui diri sendiri mengetahui pihak sana, seratus kali
berperang kita seratus kali menang" Memang obat bius kitaliehay
tetapi dipihak sana orang membuat perlawanan dengan
menutup diri, dari itu kita membutuhkan tempo satu sampai
dua jam untuk dapat merobohkannya. sekarang aku si orang
tua lagi memancing mereka keluar. Kau sabar dulu, kita lihat
perkembangannya." Orang yang dipanggil Sin Lo soe itu yalah Tiat Sie Hoei
chee Sin Kong Tay. Dia tak puas terhadap orang tua she cie
itu. Dia tidak kenal baik orang tua itu, yang sebaliknya
mengetahui betul perihal gurunya, maka itu dia tidak dapat
berlaku sembarangan. Dia melirik seorang lain yang berdiri
terpisah tujuh kaki dari dianya. itulah Toan Pay-cice Siang
ceng in, kawannya. Orang tua she Coh itu liehay, la dapat tahu Kong Tay tidak
puas, ia berjalan tiga tindak untuk mendekati. Perlahan
tindakannya. Sebelumnya, ia mengasi dengar suara dihidung
perlahan- Ketika ia berjalan itu, babunya bergerak-gerak
hingga sulaman benang emasnya berkeredepan terang.
Baju itu juga bersisik seperti sisik ikan- Didaiam hatinya, ia
sudah berpikir jahat. Didalam hatinya itu, ia kata: "Berani
kamu tak melihat mata pada aku si tua. Jikalau aku tidak
mengajar adat, hingga kamu menderita mana kamu ketahui
keliehayanku" Lantas orang tua she Coh ini hendak membuka mulutnya,
atau ia batal karena segera terdengar jeritan saling-susul,
yang tapinya berhenti seketika, hirgga suasana menjadi sunyi
kembali, la menjadi kaget.
"Celaka" seru Toan Pay cloe. " orang-orang jaga kita tentu
telah menemui musuh-musuh liehay. Mari aku lihat"
Ceng-in mau lantas berlalu tapi si orang tua mencegah.
"Jangan" katanya. "Jangan bertindak. Sembrono. Kalau
pihak kita ada yang serbu mesti datang laporan, nanti baru
kita bertindak lebih jauh Kalau kita tidak dapat bersabar, mana
bisa kita bekerja besar?"
Muka Ceng-in menjadi merah, Dia mendongkol tanpa dapat
melampiaskan itu. Tatkala itu sang rembulan berada ditengah tengah langit.
Bintang bintang guram. Angin yang bertiup mendatangkan
hawa sangat dingin-Jagat sunyi, tetapi siapa tahu bahwa
suasana sangat mengancam, bahwa dikuil Cong Seng Sie
bakal terjadi pertempuran mati-hidup,
Tiba-tiba terlihat dua tubuh berlompat bagaikan bintang
jatuh. "Apa kabar?" tanya si orang tua She coh. Satu diantara
dua orang itu menjura. "Di gunung Tiam chong San tidak kedapatan rombongan
dari Tay in San," dia memberi laporan- "Touw Siauw-poCoe
dan kawanan kepala gundul Hoat Hoei telah bertemu secara
kebetulan dengan rombongan Cit chee cioe Pouw Liok It di
barat gunung, akan tetapi Pouw Llok It mundur tanpa
pertempuran, mundur kearah Tay Soat San- Dengan
berpencaran, siauw-pocoe dan Hoat-Hoei si gundul tengah
mengejarnya" "Oh, begitu" kata si orang tua she Coh perlahan- "Barusan
selagi kamu masuk kemari, apakah kamu tidak melihat apaapa
yang luar biasa diluar?"
"Tidak." menjawab dua orang itu, yang terus berlompat
mencar naik ke atas pohon disamping menara untuk melihat
kelilingan- Siang ceng-in tetap tidak puas. Dengan perasaan
mendongkol, dan sambil tertawa dingin, dia tanya sahabatnya:
"Saudara Sin aku dibikin gelap dengan maksud kita datang
kemari. Sebenarnya kita mengarah kitab silat ditangannya
Pouw Liok It atau gelang kemala dari rombongan Tay in San
itu" Toh dua-duanya itu tidak ada hubungannya dengan kuil
cong Seng Sie ini. Buat apa kita membuang-buang tempo dan
tenaga di sini" Tak tepat, bukan?"
Sin Kong Tay mengedipi matanya kepada sahabatnya itu.
maksudnya memberi nasihat untuk si kawan tak
membangkitkan kemurkaannya si orang tua she Coh itu, agar
kawan itu bersabar. Ceng In tertawa, tetap dingin suaranya, la berlagak tak
melihat isyarat kawannya ini.
Si orang she coh mengawasi Ceng in, ia memperlihatkan
senyuman tawar, sedang matanya bersorot bengis. Kata dia
dingin: "Apakah kau tahu dimana adanya rombongan dari Tay
in San itu" Kalau benar, segera aku akan menarik pulang
penjagaan disini. akan turut padamu"
Ceng In tertawa jumawa. "Aku yang rendah belum mendapat tahu dimana adanya
mereka itu akan tetapi kita dapat mencarinya dengan
sungguh-sungguh" -sahutnya dingin. "Mesti ada ketikanya
yang kita bakal dapat menemukannya itulah lebih baik
daripada kita menantikan sia-sia disini"
Si Coh itu tertawa mengejek.
"Kau tahu apa" katanya. "Aku justeru menduga diantara
mereka yang terkurung di dalam menara ini mesti ada yang
mengetahui hal rombongan dari Tay in San itu"
"Adakah dikolong langit ini soal demikian sederhana?" kata
Ceng In melawan terus. "Dapatkah sesuatu dipastikan hanya
dengan dugaan belaka" Jikalau benar demikian, Coh
Loocianpwee, mengapa kau tidak mau menggunai tanganmu
yang liehay menggempur pintu menara, buat tanya dengan
paksa keterangan mereka" Bukankah itu sederhana sekali,
menghemat tempo dan tenaga?"
Kedua pundaknya orang tua itu terangkat dan kedua
matanya mencilak. Teranglah dia menjadi sangat gusar.
Sin Kong Tay melihat itu, dia kaget sekali. Dia sangat
berkuatir si orang tua nanti menurunkan tangan jahat
terhadap kawannya. Lekas sekali, lenyap roman gusar orang tua she Coh itu.
sebaliknya, dia lantas tertawa lebar-- tertawanya itu mengalun
ke udara, berkumandang di empat penjuru, memecahkan
kesunyian sang malam. Mendongkol Ceng In mendengar tertawa itu. Dia merasa
terhina. Setelah berhenti tertawa, orang tua she Coh itu kata tawar.
"sekarang ini aku orang tua belum mempunyai kepandaian
untuk dengan tenagaku menggempur pintu menara ini
Sebaliknya telah lama sekali aku mendengar hal tenagamu
yang besar, yang menjagoi Rimba Persilatan, sampai kau
memperoleh julukanmu itu Toan Pay cioe berarti tangan yang
mematahkan batu tugu. Kau mempunyai julukan itu, pasti itu
bukannya julukan belaka. Nah, maukah kau mencobanya
kekuatanmu itu malam ini dihadapan aku si orang tua?"
Siang Ceng In penasaran bukan main, tanpa kata apa-apa,
cuma sambil bersuara Hm, dia lari kepintu untuk menerjang.
Sin Kong Tay kaget, la menduga mesti ada maksudnya si
orang she Coh kenapa dia memancing kemarahannya Siang
ceng In. Ia hendak mencegah kawannya itu tetapi sudah tidak
keburu. Siang ceng In sudah sampai didepan pintu menara, tanpa
bersangsi pula tanpa ayal lagi, dia memasang kuda-kudanya
dan terus menolak dengan kedua tangannya. Dia berseru dan
mengerahkan seluruh tenaganya.
Bagaikan digempur badai, demikian pintu menara itu
dihajar. Siang ceng In seorang Kang ouw ulung, dia kosen dan
cerdik. biasanya dia teliti dan sabar, tetapi kali ini dia
bertindak menurut kemendongkolannya. Dia menduga si Coh
memancing kemarahannya karena maksudnya tak baik, toh
dia membiarkan dirinya dipengaruhi. itulah sebab terlanjur,
seumpama jemparing sudah terpasang pada busurnya.
Boleh dibilang berbareng dengan terhajarnya daun pintu
menara maka dari dalam situ segera terlihat melesatnya
jarum-jarum yang berupa seperti hujan lebat.
Sebenarnya Ceng In sudah memikir, habis menyerang itu
hendak dia lompat mundur, apa lacur dia kalah sebat, belum
lagi dia berkelit, jarum-jarum itu sudah menyambar telak
kepadanya. Maka dalam sekejap itu juga dia mengasi dengar
jeritannya yang hebat sekali, tubuhnya lantas roboh terguling,
untuk berkoseran ditanah. Karena banyak sekali jarum sudah
menusuk pelbagai anggauta tubuhnya terutama yang
mengenakan jalan-darah yang berbahaya.
Sin Kong Tay kaget tidak terkira. hati-nya pun giris. Ia
melihat masih saja ada jarum yang menyambar-nyambar
keluar hingga tak berdaya ia menolongi kawannya itu, yang
masih terus berteriak-teriak.
Ketika kemudian jarum berhenti menyerang terlihat pintu
menaia utuh seperti biasa. Ceng in sebaliknya rebah tak
berkutik, suaranya pun sudah berhenti. Dia rebah terlentang,
mukanya menghadap ke langit, hingga disinarnya rembulan,
nampak dia bengis-dan menakuti
Baru sekarang Sin Kong Tay lompat maju, sambil
berjongkok, ia memegang tubuh kawan itu. la menjadi putus
harapan, melihat kawannya. Tanpa merasa, air matanya
keluar bercucuran- Ia sangat bersedih berbareng mendongkol.
Ia penasaran, seperti mati-penasarannya sahabat itu.
Si orang she coh tua sebaliknya tertawa nyaring dan kata:
"Aku si orang- tua mempunyai air mataku tetapi tak gampanggampang
aku mengeluarkannya buat apa menyiramkan itu
pada tubuh-nya seorang yang tidak ada gunanya"
Sin Kong Tay bangun dengan perlahan-lahan-"Inilah
kekeliruan kau, locianpwee" katanya dalam.
Orang tua itu berpura pilon.
"Aku si orang tua salah apa?" tanya dia. "Jelaskanlah"
"Loocianpwee tahu ada bahaya mengancam mengapa
loocianpwee justeru memancing kemurkaannya saudara Siang
ini?" tanya Sin-Kong Tay. " itulah sama saja dengan meminta
jiwa dia. Bukankah sekarang kita lagi menghadapi musuh
besar" Kenapa kita mesti memasak kacang dengan menggunai
kayu kacang sebagai bahan bakarnya. Tidakkah ini berani
alamat untuk kemusnahan kiia sendiri?"
Orang tua itu tertawa. "Aku disini lagi menjalankan titah" kata dia nyaring. "Maka
itu paling benar orang jangan menentang titahku itu "Tadi
diam2 dia justeru menertawai aku Dia memberi contoh jelek,
dia dapat menggoncangkan hati lain orang orang semacam dia
tak dapat di biarkan saja, dari itu, justeru dia yang meminta
sendiri, biar dia menerima bagiannya orang semacam dia
memang mesti dihukum guna dijadikan contoh"
Sin Kong Tay menyedot napas dingin.
Ia tak berdaya. la menjadi menyesal atas perjalanannya ini.
karena itu, ia memikir baiklah ia mengundurkan diri siangsiang.
Terus ia menjura dalam dan kata: "Kalau begitu
nyatalah pandangan loocian-pwee tidak keliru. Tepat dengan
pepatah "Akur bekerja sama, tak akur pergi, maka dengan ini
boanpwee memohon diri."
Mendadak orang tua itu nampak bengis^ "Apakah kau juga
mau pergi?" dia tanya. Sambil menanya itu, dengan sebat dia
mengulur sebelah tangannya guna menjambak Tiat-Sie Hoichee.
Tangannya itu meluncur tanpa suara sama sekali.
Akan tetapi sin Kong Tay sudah bercuriga dan berjaga-jaga,
maka begitu melihat orang menyerang, begitu ia berkelit. Ia
berkelit kekiri. Dengan begitu, dengan tangan kanannya dapat


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia menangkis ke-arah tangan si penyerang.
Untuk ini dengan sebat sekali ia menggunai kipas-besinya
senjatanya yang istimewa itu. la tidak cuma menangkis,
membarengi itu, ia pun menyerang dengan tangan kirinya,
mengarah dada si orang tua.
Itulah penyerangan membalas yang hebat.
Itulah serangan yang dinamakan "Bintang terbang
membakar," sedang tangkisannya yalah "Burung walet
menggaris pasir." Orang tua she coh itu tertawa. Dia menarik pulang
serangannya, dia berkelit. Tapi begitu berkelit, begitu dia
menyerang pula. malah dengan jeriji tangannya dia memapaki
telapakan tangan si penyerang.
Sin Kong Tay menarik pulang tangannya berbareng
berlompat mundur, sembari lompat, ia memutar tubuh. Adalah
niatnya untuk lompat keluar pekarangan, guna menyingkirkan
diri. Tiat-Sie Hoei-chee gesit, tetapi si orang tua she Coh
terlebih gesit pula. Dia sudah lantas lompat menyusul,
tangannya dibarengi diulur. Belum lagi Sin Kong Tay dapat
berlompatjauh, punggungnya sudah kena dijambret dan
dipegang keras, hingga dia kena dibawa turun bersama.
Bukan main kagetnya Tiat-Sie Hoei chee. dia merasa
sangat nyeri hingga dia tidak berdaya. Dia menahan sakit
dengan mengerutkan alis dan menggertak gigi. Dia tidak mau
mengasi dengar suara kesakitan-si orang she Coh membanting
tubuh orang ke tanah. Jikalau aku tidak memandang kepada mendiang gurumu
pasti aku sudah membinasakanmu" katanya sengit.
Sin Kong Tay tidak berdaya, saking jengkelnya, ia
mengucurkan airmata. Ia mendekam tanpa bergerak.
Jago tua itu rupanya dapat membade hati orang,
mendadak dia tertawa. "Tidak ku sangka bahwa kau dapat berlagak mati" katanya.
"Kau lah seorang yang terlebih muda, seharusnya tidaklah
menjadi soal bahwa aku orang yang terlebih tua memberi
nasihat kepadamu" Sin Kong Tay malu bukan main- Kalau ia bangun berdiri,
tak tahu ia mesti menaruh muka dimana. Sungguh ia malu
apabila peristiwa ini sampai tersiar secara umum. Karenanya
ia terus berdiam saja. Si orang tua tertawa dan kata tawar: "Aku tidak sangka
gurumu dapat mengambil sebagai murid orang tidak punya
guna sebagai kau. Aku mau lihat kau hendak berpura-pura
mampus sampai kapan"
Sin Kong Tay menjadi sangat bingung, memang tak dapat
ia berpura-pura mati terus: Malu dan mendongkol, dia jadi
putus asa, hingga timbul niatnya berlaku nekad, untuk mati
bersama orang tua itu. Pikirnya: "Sebenarnya tidak niatku
berlaku jahat tetapi keadaan disekitarnya membuatku berbuat
demikian, entah sudah berapa banyak orang yang terbinasa di
tanganku. Di antaranya mungkin ada yang tak selayaknya
mati. Bukankah kematian harus ada pembalasannya" Hanya saat
pembalasannya yang tak tentu, ada yang cepat, ada yang
lama. Aku telah berusia enampuluh. kalau aku mati, aku tak
mati mudah. Maka baiklah aku gunai peluru api serta jarumku
menyerang dia, supaya dia mampus. Mampusnya dia berarti
dunia kurang dengan satu manusia jahat, dan begitu, akupun
dapat mati puas" Orang mati-tak dapat menggeraki tubuh dan kaki
tangannya, karena itu. Sin Kong Tay mesti berlaku sangat
sabar dan hati-hati untuk dapat memakai tangannya
memegang kipas besinya. Sembari bersiap sedia, ia juga
memasang telinganya, guna mengetahui pasti dimana arahnya
si orang tua. Ia tidak dapat membuka matanya untuk melihat,
sebab itu berarti membuka rahasia. Ia sudah pikir akan
menggunai juga kipansya. "Thian hoan tee hok atau "Langit
gempur dan bumi gempa," supaya ia tidak sampai gagal, la
mendapat kenyataan si orang tua berdiri terpisah tiga tombak
darinya. Begitulah. setelah tangannya siap. ia mulai menggeraki
kedua kakinya, guna bersiap juga.
Sekonyong-konyong Tiat-Sie Hoei-chee, si Kipas Besi dan
Bintang Terbang, berseru keras, sembari berseru itu,
tubuhnya mencelat maju, dan sembari berlompat itu ke-dua
tangannya bekerja. Dengan begitu maka bekerjalah juga
senjata rahasianya. Tok yam hwee-tan atau peluru api yang beracun
menyerang kearah si orang tua she Coh. Selagi api menyala
dan memencar itu. didalam itu juga turut menyambar jarumjarum
rahasia. Tubuh Sin Kong Tay melesat sangat pesat.
Orang she Coh itu bermimpi pun tidak bahwa orang mau
berlaku nekad seperti itu. Dalam gugupnya repot dia berkelit
kekiri dan kanan. Lantas ada api yang menyambar bajunya
dan menyala. Tentu sekali dia gusar-sekali. Maka habis
mencelat tinggi dan bebas diwaktu turun- sekalian ia
melakukan penyerangan- Dalam murkanya itu ia berseru
nyaring. Sin Kong Tay begitu menyerang, tak sempat ia berkelit.
Dengan lantas ia merasa dadanya tertindih berat.
Orang tua itu berkata bengis: "Sin Kong Tay, aku si orang
tua menghendaki kau mati tidak hidup tidak. Kau mesti disiksa
dulu sebelum kau mampus Dengan begitu barulah habis
penasaranmu" Sin Kong Tay rebah tanpa berdaya, ia memejamkan
matanya. Tepat selagi merasa dadanya tertindih semakin
keras, mendadak ia mendapatkan dadanya ini lega, Ia
terperanjat, tetapi cuma sejenak. dengan sebat ia meletik
bangun. Ketika sudah menurun kaki dan melihat dengan tegas, ia
menjadi bertambah heran-Diantara mereka terdapat satu
orang asing, itulah seorang muda dengan romannya tampan
dan tenang, bahkan ia segera mengenali si pemuda yang ia
ketemukan dikuil Tay Hoed sie. Ketika ia melirik kepada si
orang tua she Coh itu mendapatkan jago itu mengawasi dalam
pada si anak inuda matanya tak pernah pernah berkesip.
Apinya peluru api. telah membakar ruangan dan menyala
seluas tiga tombak. asapnya tajam mengenai mata dan
hidung, baunya membuat orang pusing kepala.
Si anak muda yalah Lie Tiong Hoa, terus bersikap tenang.
Sekarang ia bersenyum memandang si orang tua, siapa
sebaliknya mengertak gigi, kumisnya pada bangun berdiri.
Barusan ia telah dihalangi si anak muda selagi ia dalam
sengitnya menindih dadanya Sin Kong Tay.
Tahu bahwa siapa yang menolongnya, Sin Kong Tay sangat
bersyukur terhadap si anak muda, tetapi ketika ia mengawasi
mayat Siang Ceng-In, air matanya lantas meleleh turun, deras
seperti air hujan. ooooo BAB 1 DALAM murkanya si orang tua menekan hebat kepada Sin
Kong Tay atau mendadak ia merasakan angin berhembus atas
tubuhnya, lalu tenaga menyerang nya itu seperti kena tertarik.
hingga tak dapat ia melanjuti menyiksa orang yang dianggap
kurang ajar itu. Terpaksa ia membatalkan serangannya setengah jalan dan
lompat ke samping hingga Sin Kong Tay ketolongan- Ia
melihat perintang nya itu seorang muda yang tampan tetapi
pendiam. Tentu sekali ia menjadi sangat tidak senang.
"Bocah dari mana berani berlaku kurang ajar didepan aku si
orang tua?" ia membentak dengan pertanyaannya.
Tiong Hoa masih tetap bersenyum.
"Tua bangka yang bertingkah dengan ketua bangkaannya"
kata Tiong Hoa sabar. "Ketahui olehmu, tuan mudamu tak
dapat menerima perlakuan kasarmu semacam ini. Cong seng
Sie tempat suci, tak dapat dibiarkan kau si tua bangka main
gila disini. Mungkinkah kau telah mendapat keterangan
rombongan dari Tay in San berada didalam kuil ini?"
Orang tua itu gusar sekali. "Siapa kau?" dia membentak.
"Tak usah kau perdulikan siapa tuan mudamu ini." jawab
Tiong Hoa sambil tertawa dingin. "Jikalau kau tahu diri lekas
kau menyingkir. Jikalau tidak, akan aku membikin mayatmu
rebah melintang disini"
Orang tua itu tertawa mengejek. segera- juga tangan
kanannya melayang. Ternyata dia cuma mengancam.
Mendadak tubuhnya mencelat mundur dan mulutnya mengasi
dengar suara keras: "Mari." Menyusul itu, dia berlompat lebih
jauh, untuk mengangkat kaki kearah barat.
Perbuatan itu diturut kawan-kawannya, maka itu didalam
tempo yang pendek sekali, pergilah sudah mereka semua.
Maka kuil Cong Seng Sie menjadi sunyi pula.
"Siluman tua itu kabur" kata Sin Kong-Tay membanting
kaki. "Sayang" Tiong Hoa tertawa.
"Dia belum berhasil mendapatkan kitab silat, apakah kau
sangka dia akan mati hatinya?" ia tanya.
Sin Kong Tay menghela napas. la mengawasi mayatnya
Siang Ceng-In, kembali air matanya melele turun.
Tiong Hoa pun terharu. Ketika itu satu bayangan tubuh
yang kecil langsing terlihat melesat masuk. dengan lekas dia
telah tiba didepan si anak muda. Dialah Nona Phang Lee
Hoan. Dia melihat belasan orang kabur, dia menyangka Congseng
Sie sudah bebas dari bahaya maka itu dia muncul.
"Engko Hoa" kata dia girang. Dia mengusap rambut
didahinya, wajahnya tersungging senyuman-
"Aku justeru hendak memanggil kau nona kau sudah
datang" kata Tiong Hoa sedang hatinya tergerak.
Lee Hoan tertawa kecil. Dia hendak berbicara. tetapi dia
batal. Itu waktu mendadak mereka mendengar pintu menara
bersuara nyaring. Tiong Hoa menoleh dengan cepat maka itu ia bisa melihat
pintu menara sudah terbentang lebar dan dari dalam situ
muncul kira2 dua puluh orang lebih. Yang berjalan dimuka dua
orang pendeta, yalah Hoat Poe-Siansoe, taysoe pengurus dari
ruang Lo-han tong dari Siauw Lim Sie, serta Beng-ceng
Hongthio dari Cong Seng Sie.
Yang lain-lainnya antaranya yalah Ho cin coe ketua- Ngo
Bie Pay si orang tua she Na, enam coencia dari Siauw Lim Sie
dan Khong Tong sam Kiat, tiga jago dari Khong Tong pay.
segera juga Beng ceng mendahului menghampirkan Tiong Hoa
untuk memberi hormat sambil merangkap kedua tangannya
dia-menjura dalam. "Jikalau Lie Siauhiap tidak datang menolong, pasti kita
bakal terbinasa asap racun," kata dia dengan suara syukur.
Didalam hati, Tiong Hoa terperanjat. Ia tidak menyangka
asap jahat itu demikian liehay."
Tapi ia lantas berkata merendah^ "Aku yang rendah adalah
seorang muda yang tidak mengerti apa-apa, tak dapat aku
menerima pujian hong-thio. Kebetulan saja aku tiba di sini.
Rupanya orang-orang jahat itu sudah kehabisan obatnya itu
dan mereka berniat sangat mencari rombongan dari Tay-In
San dan Pouw Llok It, maka juga mereka berlalu dengan
kesusu. Mana aku yang rendah berani menerima jasa ini?"
Tiba-tiba si orang tua she Na tertawa nyaring, terus ia
berkata: "Memang benar kata-kata ini Aku si tua sendiri mesti
menyingkir kedalam menara, orang sebagai dia mana sanggup
mengusir kawanan penjahat itu."
Tiong Hoa bersenyum, sama sekali ia tidak gusar. Hoat
Poen kembali nya mengerutkan alis.
"Jangan kau merendah, siauwhiap." kata ia. "Meski benar
bicara tentang ilmu silat loolap beramal masih sanggup
bertahan tetapi mengenai asap beracun itu, itulah sungguh
berbahaya. Belum lama ada lima loosoe yang terkena racun
itu dan mereka tak keburu dapat ditolong, tubuh mereka
lumer menjadi darah. Ketika loolap berangkat dari siauw Sit
San-loolap membekal obat pemunah racun akan tetapi obat
itu sudah dipakai habis, hingga masih ada risa racun, yang
masuk kedalam tubuh kami, syukur siauwhiap keburu datang,
dengan begitu dapatlah kami mengusir keluar sisanya itu."
Sendirinya Tiong Hoa merasa jeri. syukur tadi si orang tua
she Coh tidak menggunai racunnya itu terhadapnya, kalau
tidak. entah bagaimana jadinya. Ia tidak menyangka sama
sekali racun demikian jahat.
Orang tua she Na itu ketahui Hoat Poen tak puas
terhadapnya, dia tertawa dingin dan kata: "Beginilah kamu
kawanan pendeta, kamu berpokok kepada kasih sayang dan
kemurahan hati, jikalau orang tidak mengganggu kamu, kamu
tidak mengganggu orang. Tidak demikian, mana barusan
kamu merasai kepahitan- sampai aku si tua bangka turut
menderita " Alis putih Hoat Poen terbangun. "Na Sie-coe " katanya.
Ho cin coe ketua Ngo Bie Pay lantas tertawa dan kata: "Lie
Siauwhiap. perkenalkan, inilah Tayhiap Na Loen Gan gelar
Thay Pek It Kie" Tiong Hoa merangkap kedua tangannya.
"Girang aku dengan pertemuan kita ini" katanya, sedang
entah apa sebabnya, ia jemu melihat tingkah-lakunya jago
dari Thay Pek itu. Na Loen Gan menjadi gusar.
"Oh, bocah yang baik, kau berani berlaku kurang ajar
didepan aku si orang tua?" dia berseru, sedang matanya
mengawasi bengis sekali. Phang Lee Hoen menjadi tidak senang.
"Engko Hoa, jangan kau layani bicara pada orang yang
bakal lekas mampus" kata nya mendongkol.
Mendengar itu semua orang melengak. bergantian mereka
mengawasi si nona dan Thay Pek It Kie.
Na Loen Gan gusar bukan kepalang.
"Budak hina, apakah dapat kau menjumpai aku si orang tua
lekas mampus?" bentaknya. Lalu bentakannya situ disusul
dengan sampokan sebelah tangannya. Terlihat serangan itu,
anginnya berbunyi nyaring.
Tiong Hoa dengan gesit mencelat kedepan Lee Hoen.
dengan mengangkat sebelah tangannya, ia menangkis
serangan dahsyat itu. Maka bentroklah kedua tangan, dan tubuh Sijago tua she
Na lantas terhuyung mundur beberapa tindak.
"Omietoohoed" Hoat Poen memuji, terus ia bersenyum dan
kata: "Kedua siecoe, buat apakah kamu menuruti suara
hatimu" Saat ini bukan saat untuk orang main gagahgagahan-"
Ia terus menoleh kepada Nona Lee Hoan untuk


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menanya: "Mendengar suara kau nona, mungkinkah kami
masih belum bebas dari bahaya keracunan asap berbisa itu?"
"Tidak salah, siansoe." menyahut Nona Phang. "Siluman
she Coh itu asal orang suku Yauw dari pegunungan wilayah
Biauw Kiang dan racun yang dia kumpulkan yalah racun bunga
toh-hoa hiat-ciang yang paling berbisa. Baik manusia maupun
binatang, siapa terkena itu, dia tak dapat bertahan lebih dari
setengah jam, tubuh berikut tulang-tulangnya bakal menjadi
musnah. Dia juga telah mencampuri pelbagai kutu jahat, yang
bisa nelusup masuk kedalam darah orang, maka siapa terkena
itu, meski nampaknya sehat-sehat saja, sebenarnya paling
lama tujuh hari, ia bakal keracunan tanpa dapat ditolong lagi.
Apalagi dia..." Nona itu melirik Na Loen Gan, ia mengasi dengar suara
dihidung, lalu ia menambahkan: "Barusan dia sembrono
menggunai tenaga dalamnya, untuknya bekerjanya racun
semakin cepat, maka dia paling lama akan bertahan tiga hari"
Semua orang kaget, sendirinya muka mereka menjadi
pucat. Ho cin coe guram matanya, ia kata perlahan: "Aku percaya
keterangan kau. Nona Phang. Kelihatannya kami mesti duduk
diam saja menantikan kematian kami."
"Benarkah asap itu demikian beracun?" tanya Tiong Hoa
pada nona disisinya. "Kalau begitu, siluman tua she Coh itu pasti mempunyai
obat pemunahnya. Apakah nona tahu dimana sarangnya dia"-
Atau apakah ada lain jalan guna melawan racun itu."
Lee Hoen menggeleng kepala.
"Dia tak tentu tempat kediamannya." sahunya. "sulit untuk
mencarinya. Aku pun tak tahu cara lain untuk membasmi
racun itu cuma biasanya, racun bagaimana liehay juga mesti
ada obatnya. maka itu, mungkin ada lain obat penolongnya.
Disini berkumpul para cianpwee yang luas pengetahuannya.
cobalah dipikirkan perlahan-lahan, mungkin masih ada jalan
untuk menolong..." Atas kata-kata si nona yang beralasan, semua orang lantas
pada berpikir, antaranya ada yang menunduki kepala. Tapi Na
Loen Gan lantas tertawa. "Tuan-tuan,jangan percaya ocehannya budak hina ini " kata
dia keras. "Barusan aku si orang tua menggeraki telaga
dalamku menurut ilmu oek Goan Souw Keng, semua ototku
bekerja dan darahku tersalurkan sempurna, aku tidak
merasakan sesuatu yang aneh Hm Hm sekarang mengertilah
aku. Kamu sudah bersekongkol dengan siluman she Coh itu
untuk membikin kami..."
"Jangan kau sembarang mengoceh menuduh orang. "
Tiong IHoa membentak. Pemuda ini gusar atas kelakuan kasar
jago dari Thay Pek itu. Na Loen Gan terkejut. Hebat suara si anak muda. Ia pun
lantas menggigil dan parasnya berubah menjadi pucat. Ia
merasakan sampokan angin, yang membuatnya merasa
dingin. Phang Lee Hoen melihat roman orang itu dia bukannya
gusar, justeru dia tertawa. "Bukankah kau merasai lenganmu
rada kaku dan sedikit ngilu?" ia tanya.
Loen Gan terkejut dalam hati. Benar perkataan si nona,
lengannya yang kanan terasa kaku atau baal dan ngilu
Dengan cepat ia merasai tenaganya berkurang, sebab
lengannya itu berat. Diam-diam ia mengerahkan tenaganya,
untuk mengusir keluar racun dari tangannya itu.
Nona Phang mengawasi wajah orang, dia tertawa pula.
"Kau lancang mengerahkan tenagamu untuk mengusir
racun, itulah impian belaka."
Na Loen Gan memejamkan matanya, ia tidak mau
menjawab. Tapi hatinya panas bukan main, hingga timbul
niatnya yang busuk. Sang rembulan terus memancarkan cahayanya, menyoroti
setiap wajah orang. Semua nampak berduka.
Untuk sekian lama, orang terbenam dalam kesunyian,
sampai Ho cin coe berkata: "Sekarang baru aku ingat,
dipuncak gunung Soat San terdapat teratai salju, yang
khasiatnya luar biasa, yang dapat membasmi seratus macam
racun. Hanyalah teratai itu tumbuhnya terpendam didalam es,
dan sangat sukar untuk mencarinya. pula sangat sulit mendaki
puncak gunung, apalagi disaat angin keras. Entah sudah
berapa banyak orang yang hilang jiwanya karena
percobaannya mendapatkan teratai itu, hingga umum
menganggap itulah usaha menempuh kematian."
Ia berhenti sebentar, untuk menambahkan dengan keras:
"Disamping itu umpama kata kita berhasil mendapatkannya,
untuk kita sudah tidak ada faedahnya lagi. Sekalipun orang
liehay, untuk pergi kesana dan kembali. paling sedikit
dibutuhkan tempo satu bulan..."
Tepat disitu waktu, mendadak ada orang melompat turun
dari atas menara. sembari turun itu terdengar suaranya yang
dalam tetapi terang: "Aku si orang tua ingat serupa barang
yang dapat menyingkirkan keracunan tuan-tuan semua,
bahkan itu manjur sekali dan mudah juga untuk
mendapatkannya, hingga tak usah melewati batas waktu tujuh
hari Hanyalah untuk itu tuan-tuan harus menjanjikan aku si
orang tua satu hal baru suka aku memberikan petunjukku
Bagaimanakah pendapat tuan-tuan semua?"
Semua orang mendengar suara itu, semua lantas menoleh.
orang itu segera tiba di-tanah. berdiri terpisah tujuh tombak
dari mereka, hingga orang melihat tegas padanya. -Tapi dia
tak tampak muka dan potongan tubuhnya, sebab dia
mengenakan pakaian hitam seluruhnya, dari kepala diatas dan
kaki dibawah. Apa yang tampak melainkan sepasang matanya yang
tajam, hingga mirip hantu...
Selagi semua orang heran, dan antaranya ada yang ciut
hatinya. Tiong Hoa tahu siapa orang itu. Sim Yok dan Lauw
chi telah memberitahukan ia halnya orang yang pernah
diketemukan didalam rumah tak di kenal itu. Maka itu ia cuma
bersenyum untuk sementara, ia mau melihat lagak orang.
Lee Hoan dan Sin Kong Tay melihat roman Tlong Hoa,
mereka menduga pemuda itu kenal orang dalam pakaian
hitam ini, mereka ingin minta keterangan tetapi si anak muda
lekas mengisyaratkan agar mereka berdiam saja.
"Sie-coe, dapatkah sie-coe memberitahukan she dan nama
sie-coe yang mulia?" tanya Hoat Poen hormat. "Asal sie-coe
tidak memaksakan kami melakukan sesuatu yang merusak
dan buruk- pasti sekali loolap suka menerimanya."
Orang itu tertawa. "Tak kecewa kau menjadi pendeta suci dari Siauw Limsie"
kata dia nyaring. "Dalam saat terancam bahaya kematian ini masih kau tak
melupakan tujuan suci kamu memelihara diri. Tidak. kamu
tidak akan melakukan permintaan yang diluar peri
kemanusiaan, aku si orang tua..."
Belum berhenti suara si hitam itu maka dari luar tembok
pekarangan sudah terlihat satu orang berlompat masuk, terus,
dia menghampirkan belakangnya orang untuk berkata: "Lengcoe"
Sambil menyapa itu, terus dia menotok dengan dua
jerijinya ke-arah jalan darah beng-boen.
Si serba hitam menyangka orang atau kawannya mau
melaporkan sesuatu yang penting, dia tidak menyangka bakal
di-bokong seperti itu, maka itu, segera dia mengasi dengar
suara tawar: "Hm"
Habis membokong itu, orang itu sudah lantas memutar
tubuhnya untuk berlompat pergi.
Akan tetapi tubuhnya Tiong Hoa sudah melesat kearahnya,
sambil membentak. si-anak muda meluncurkan lengannya
yang kanan yang seperti dapat mulur itu, hingga tepat ia
dapat mencekal lengan orang. Bahkan didalam tempo yang
sangat pendek itu, ia mengenali Kwie Lam ciauw.
Si orang hitam, yang tidak kurang suatu apa mengawasi
Tlong Hoa, terus ia bertindak lebar menghampirkan anak
muda itu, guna menyambuti orang tangkapan itu. Sambil
tertawa dingin, ia kata pada si orang she Kwie: "Sudah lama
aku si orang tua ketahui kau mengandung maksud busuk,
kalau toh aku membiarkan kau hidup terus. ini disebabkan
saat ini saat ku membutuhkan tenaga bantuan. Sekarang kau
sudah terang berdosa kau-tak dapat ampun pula"
Lalu tangan kirinya di ayun untuk menghajar.
"Jangan" Tiong Hoa mencegah.
Si hitam heran, meski begitu ia menyampingkan
serangannya. maka ia kena menghajar tanah keras sekali.
"Kenapa dia tak dapat dibinasakan?" ia tanya si anakmuda,
ia mengawasi heran- Tiong Hoa bersenyum. "Kau totok saja, nanti aku memberi penjelasan-" katanya.
"Tapi tanpa menanti jawaban, ia menoleh kepada orang
banyak untuk-segera berkata: "perkenalkan Tuan ini ialah cit
chee Lengeoe Pouw Liok It yang kesohor diwilayah Selatan"
Mendengar itu semua orang terkejut, semuanya heran-
Semua mata lantas diarahkan kepada orang berpakaian hitam
itu, yang menutup dirinya rapat-rapat.
Orang itu sudah lantas menotoktiga kali pada Kwie Lam
ciauw, habis mana dia mengangguk dan kata pada si anak
muda: "Lie Siauwhiap. tenaga memikirmu kuat sekali. Kau
sudah lantas mengenali lagu-suara ku"
Tiong Hoa bersenyum. "Belum terlalu lama lewatnya tempo sejak pertemuan kita
di ciat Hee" ia menjawab. "Aku yang rendah telah datang
untuk memenuhkan janji apa mau Leng coe lagi mempunyai
urusan penting hingga kau mesti meninggalkan kota Koenbeng.
Sekarang kita bertemu di sini, aku girang sekali."
"Mendengar lagu-suaramu ini, kau rupa-nya berniat
mengadu kepandaian dengan aku si orang tua?" kata Pouw
Llok It. suaranya dalam. "Diwaktu begini dan ditempat ini, tidak dapat aku yang
rendah melayani Leng-coe." Tiong Hoa menjawab.
"Jikalau begitu, apakah maksudmu?" tanya si hitam heran-
Tak dapat dia menerka niat orang.
Alisnya si anak muda terbangun, la menjawab lancar. "Aku
yang rendah mohon bertanya, apakah Leng-coe datang
kemari untuk mencari aku ataukah ada lain maksud lagi?"
Pouw Liok It tertawa. "Lie Siauwhiap" katanya, "urusan di ciat Hee baiklah dibikin
habis saja dan selanjutnya tak usah disebut-sebut lagi.
Sekarang-sebelum aku yang tua menjelaskan maksud- ku
datang kemari, aku minta kau mengasi keterangan terlebih
dulu mengapa kau mencegah aku membunuh Kwie Lamciauw?"
"Leng-coe, maksudmu ini- telah aku yang muda
menerkanya sebagian," kata Tiong Hoa sabar. "Sekarang aku
mohon menanya- Leng-coe, tahukah kau bahwa kau tengah
terancam bahaya?" "Hal itu aku si orang tua sudah tahu," jawab Pouw Liok It.
"Semenjak itu hari aku meninggalkan Koen-beng, aku tahu
setiap saat aku terancam bahaya, cuma dapat aku terangkan,
kalau mereka itu berniat buruk terhadap diriku, mereka lagi
bermimpi. Atau andaikata mereka mampu turun tangan atasdiriku,
mereka harus membayarnya dengan mahal sekali"
Tiong Hoa tertawa. "Sekarang aku yang muda ingin bicara dari hal saat yang
kita hadapi sekarang ini" katanya.
Kedua matanya Pouw Liok It mengawasi tajam pemuda itu
agaknya dia heran- Semua orang juga tertarik sangat pembicaraan dua orang
itu, disamping memasang telinga, mereka mengawasi
bergantian- cuma Na Loen Gan, yang hatinya masih
penasaran, yang nampak tak sabaran-"Bagaimana
maksudmu?" Pouw Liok It tanya.
Tiong Hoa balik mengawasi, sikapnya tenang.
"Selama beberapa hari yang belakangan ini rupanya
Lengcoe telah menjadi sangat letih hingga kecerdasan
Lengeoe berbeda jauh daripada hari-hari yang telah lalu" kata
ia. "Aku mohon tanya, apakah Lengcoe tahu apa sebabnya
Kwie Lam ciauw menggunai saat seperti ini menempuh bahaya
membokong kepada Lengeoe untuk dia membinasakannya?"
Pouw Liok It tercengang. Tapi lantas dia tertawa.
"Aku dapat menerka maksudnya pertanyaan kamu"
katanya. "Kau tentu maksudkan banyak sekali orangku yang
telah berubah pikiran dan berkhianat hingga sekarang aku
menjadi berdiri sebatang kara Benar bukan?"
Tiong Hoa mengangguk. "ltulah benar tetapi itu belum
semuanya," ia menjawab. "Dibelakang Kwie Lam ciau masih
ada seorang lain yang mengatur segala apa dan dia sekarang
pasti berada di luar tembok sana lagi menantikan ketika untuk
turun tangan" Benar saja dari luar tembok terdengar ini suara seram:
"Tidak salah Pouw Liok It. jangan kau mengharap yang tidaktidak.
Mana bisa kau membujuki kaum lurus bekerja untukmu"
Mana bisa kau lindungi kitab silat itu" Itulah miliknya Kwie
Lam ciauw. Sekarang ini tenagamu sudah habis, kenapa kau
tidak mau mengeluarkan dan menyerahkan kitab itu?"
"Siapa kau." bentak Pouw Llok It. Tak sudi ia memberi
jawaban- Tertawa menyeramkan itu terdengar pula.
"Pouw Llok It, kita sudah bicara jelas," kata dia. " Hidup
atau matimu sekarang telah berada didalam genggamanku.
Tapi aku masih mengingat kasihan, maka lekaslah kau
merubah haluan. Sekarang aku pergi untuk menantikan
ditempat asal yang kau ketahui tetapi tak diketahui lain orang
" Habis itu, sunyilah sekitar mereka.
Tiong Hoa Sudah lantas lompat keatas tembok, tetapi ia
tidak melihat apa-apa. Terang orang sudah pergi dengan jalan
menyembunyikan diri. Maka ia lompat turun pula, la merasa
tidak puas. Pouw Liok It sangat mendongkol akan tetapi ia tutup itu
dengan tertawa terpana. Karena itu ia berdiam sekian lama.
Ketika ia bicara pula, ia pun memaksakan diri. Katanya:
"Siauhiap. aku mengerti kau. Tentang puteraku dia terserah
kepada Thian, Mana dapat bangsat-bangsat itu menguasai
jiwa umat manusia" Tentang maksudku datang kemari, ingin
aku menjelaskannya- Kitab itu kitab yang membawa kesialan,
siapa memiliki itu. dia tak akan selamat selama hidupnya,
inilah aku insaf. Maka itu, akupun memegangnya untuk


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melindungi buat sementara waktu, supaya itu tak dikangkangi
oleh golongan manusia busuk sebab kalau kitab didapatkam
mereka, Rimba Persilatan bakal tak mempunyai lagi hariharinya
yang tenang. Sekarang ini aku telah menjadi si orang yang menunggang
harimau turun salah, naik terus salah juga. Mungkin ada
diantara tuan tuan yang mau menerka hendak aku
menyerahkan kitab Kang Siauw sancoe. itulah terkaan keliru,
jikalau aku benar niat menyerahkannya, urusan masih belum
beres. Penyerahan berarti aku menimpahkan bahaya atas dirinya.
Kalau aku serahkan, mungkin sudah lama rombongan dari Tay
In san telah pulang keliang kubur."
"Pouw Sie-coe, dapat aku mengerti maksud kau," Hoat
Poen siansoe turut bicara, "tetapi baiklah sie-coe ketahui
bahwa sekarang di-Selatan ini telah berkumpul berbagai jago,
yang semuanya mengarah kitab ilmu silat itu, maka juga
ancaman bencana sukar untuk disingkirkan- Sie-coe, ingin
loolap menanya. sekarang ini sie-coe menghendaki apa dari
kami semua" Asal yang dapat loolap lakukan, tak nanti loolap
tampik." Pouw Liok It menghela napas.
"Benar, taysoe. bencana sukar dihindarkan lagi." kata ia,
"tetapi untuk nama Rimba Persilatan, guna keadilan, tak dapat
tidak, kita harus menggunai ketika ini sebagai, untuk turun
tangan, guna menyingkirkan segala manusia busuk. supaya
selanjutnya, sedikitnya duapuluh tahun, dapat kita
mengadakan ketenangan hidup damai dan berbaha Bukankah
ini dapat dilakukan?"
"Pouw Tayhiap." Ho cin coe tanya, kata-katamu ini keluar
dari hati-sanubarimu yang lurus atau karena kau hendak
menggunai tenaga kami untuk keuntunganmu sendiri?"
Matanya Llok It mendadak bersinar. Terang ia merasa
tersinggung. Tapi ia berdiam saja. Selang sesaat baru ia
menarik napas panjang, baru ia kata: "Jikalau diantara kita tak
ada kecocokan, bicara pun percuma..Tanpa saling percaya,
tak ada saling bantu. Nyatalah datangku kemari berarti
berlebihan, dari itu ijinkanlah aku meminta diri."
Habis berkata, benar-benar Pouw Llok it mau bertindak
pergi, tetapi justru itu, dari antara pohon-pohon pek yang
lebat terdengar suara ini yang nyaring: "Omietohoed Pouw
Siecoe. harap kau tidak gusar dan tidak pergi dulu. Kita samasama
harus mengerti pepatah bahwa setiap orang harus tidak
memiliki niat mencelakai orang tetapi juga tak boleh tak
berjaga diri. Demikianlah kata-katanya ketua Ngo Bie Pay
bukannya suatu kesalahan"
Habis berkata begitu maka muncullah orangnya, yang
bertindak dengan sangat cepat menghampirkan orang banyak
itu. "Hoat Hoei Soeheng" Hoet Poet segera berseru.
Memang pendeta itu pendeta suci dari Siauw Lim Sie.
Hoat Hoei bersenyum, lantas ia kata: "Loolap ketahui Pouw
Siecoe bicara dengan jujur. Sekarang tolong siecoe
menjelaskan bagaimana pikiran atau dayamu siecoe?"
"Aku memikir baiklah kita semua pergi ke Tiam chong San",
berkata Pouw Liok It " disana kita umumkan bahwa Lay Kang
Koen Pouw tidak ada pemiliknya, oleh karena itu justeru
orang-orang gagah pada menghendakinya. baik diantara
mereka dilakukan pertandingan, siapa yang paling gagah
dialah yang bakal mendapatkan itu."
Hoat Hoei menghela napas. "Kami bangsa suci, kami tidak
mengharap itu, bahkan kami tidak mengingini pembunuhan,"
kata ia, " akan tetapi, kalau sampai terpaksa, tentu saja tidak
ada jalan lainnya. Baiklah. loolap menyetujui pikiran sie-coe
ini, hanya mengenai sie-coe sendiri, loolap ingin supaya siecoe
menuntut penghidupan sunyi seperti kami, guna
menyingkirkan segala bekas-bekas selama hidup sie-coe yang
telah lalu..." Pouw Liok It berdiam sekian lama. Terang hatinya lagi
bertentangan sendirinya. Kemudian ia menarik napas panjang
lalu berkata: "Aku si orang she Pouw mengetahui kebaikan
hati siangjin, maka kalau nanti telah saatnya, akan aku minta
siangjin tolong memimpin padaku. Hanya sekarang ini aku
masih belum ketahui bagaimana jadinya dengan nasibku."
Hoat Hoei bersenyum. "Siapa hatinya baik, dia akan mencapai langit, maka
tentang itu janganlah sie-coe buat kuatir," kata ia sabar,
kemudian ia berpaling pada Lie Tlong Hoa dan berkata sambil
tertawa: "Sahabat kecil, bagaimana dengan kau, apakah sejak
kita berpisah kau baik-baik saja ?"
Tiong Hoa menjura dalam2.
"Dengan berkah Siangjin. aku baik2." sahutnya. "Siangjin
juga banyak baik, bukan ?"
Pendeta itu mengangguk. Justeru itu Na Loen Gan berseru keras: "Menolong jiwa
sama- seperti menolong bahaya kebakaran, bagaimana kamu
dapat berkesempatan untuk berbicara saja " Pouw LooSoe,
sekarang bolehlah kau memberitahu kan kami kau mempunyai
obat manjur apa untuk menolong kami semua ?"
Jilid 26 : Menyusul In Nio dan Pouw Keng
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 7)
Sampai itu waktu, Pouw Llok It barulah menyingkirkan kain
penutup mukanya hingga tampak kumis dan jenggotnya yang
terpencar lima dan panjang, hingga kelihatan juga romannya
yang tampan dan berpengaruh. ia mengawasi Na Loen Gan
baru ia kata: "Obat itu termasuk satu diantara ketiga benda pusaka,
yalah cangkir kemala Lou giok coei-in-pwee. Jikalau cangkir itu
dituangi arak simpanan Pek Jian Tin-cioe, lalu dicampuri obat
buatanku, siapa minum arak itu segera racunnya musnah"
Mendengar itu hati Tiong Hoa tergerak.
Ho cin coe mengawasi jago she Pouw itu ia tanya:
"Kabarnya cangkir itu telah lenyap dari istananya pangeran
Tokeh. mungkinkah sekarang telah berada ditangan Pouw
Loosoe." Pouw Llok It mengangguk. "Boleh juga kalau mau dibilang begitu," sahutnya. "cuma..."
Belum sampai jago tua itu bicara habis antara sinarnya si
Puteri Malam, dari pohon Pek yang tua dan tinggi serta lebat,
terlihat beberapa orang berlompat turun, semua orang melihat
gerakan mereka itu, semuanya terkejut.
Tiong Hoa bermata sangat awas, ketika ia mengenali satu
diantaranya, ia menggeser tubuh kebelakangnya Lee Hoen.
Orang yang maju dimuka, usianya enam-puluh lebih kurang
dan tubuhnya jangkung menghampirkan Pouw Llok It. Dia
bergerak sangat gesit, terus dia menanya nyaring: "Pouw
Tayhiap. benarkah cangkir kemala itu berada ditanganmu?"
Liok It melihat orang mengenakan seragam hok-wie dari
istana raja, ia lantas mengenalinya. Ia masih menatap ketika,
ia menjawab: "Kiranya Liong Hoei Giok Tayjin dari pasukan pahlawan
istana yang datang. Tidak kusangka urusan sebuah cangkir
kemala sampai membuatnya tayjin bercape lelah melakukan
perjalanan laksaan lie. Sayang cangkir kemala itu tidak ada
ditanganku si orang she Pouw, maka itu maafkan aku tak
dapat menjawab kau."
Kumis dan jenggot Liong Hoei Giok juga panjang sampai di
dada, ia melirik orang di depannya, ia menyapu dengan sinar
matanya kepada semua orang, yang semua mengawasi ia
dengan berdiam saja, lalu ia tertawa lebar dan berkata:
"Pouw Tayhiap. aku si orang she Liong tidak ingin
mencampur tahu urusan Rimba Persilatan, akan tetapi
mendengar kata-kata kau barusan, pasti kau ketahui dimana
adanya cangkir kemala itu. oleh karena itu aku minta sukalah
kau beri petunjuk padaku, supaya aku dapat pergi kepada
orang yang bersangkutan, guna meminta pulang dari ianya."
Pouw Llok It tertawa. "Liong Tayjin, kau juga asal orang Rimba Persilatan- dari itu
undang-undang kaum Rimba Persilatan, tak nanti kau sudah
lupa" sahutnya, "tidak dapat aku menjawab kau."
Matanya Liong Hoci Gick bersinar bengis kumisnya sampai
bergerak. Saking menahan sabar, sampai sekian lama ia
berdiam saja, ia mengendalikan berdebarannya dadanya.
Selagi pahlawan istana itu berdiam, dua orang berkelebat
maju. "Liong Tayjin, percuma saja untuk terus omong kosong"
kata satu diantaranya. "Ijinkanlah kami membekuknya."
Tiong Hoa mengenali dua orang itu, adalah Mauw San
siang kian- dua jago pedang dari gunung Mauw San- yaitu
ceng Leng dan ceng in- la tertawa dalam hatinya dan pikir:
"Rupa-rupanya mereka ini kuatir nanti tidak keburu mati"
segera nampak roman Pouw Llok It menjadi angker.
"Eh. Mauw San siang Kiam, sejak kapan kamu menjadi
gundalnya pembesar negeri?" ia menegur. "Kenapa golongan
agama Sam ceng dapat mengeluarkan murid-murid semacam
kamu?" Hebat teguran itu. Mukanya ceng in menjadi merah.
"Tua-bangka, jangan mencaci orang" dia kata nyaring.
Jangan kau memikir gila hendak bermusuhan dengan
Pemerintah. Apakah kau mau mencarijalan mampusmu
sendiri" jikalau kau tahu diri, lekas kau sebutkan cangkir
kemala itu ada dimana"
Habis berkata, ceng in menghunus pedangnya, ditelad oleh
kawannya, Maka pedang mereka itu lantas mengeluarkan
sinar berkeredepan- Dengan memasang kuda-kuda, mereka
berdiri berendeng, bersiap untuk bertempur.
Liong Hoei Gick sebaliknya mengerutkan alis. Dia kata
didalam hatinya: "Inilah Pouw Llok It. cara bagaimana kamu
berani main gila terhadapnya?"
Sebaliknya tak dapat dia menghalang-halangi, karena
tindakannya itu dia anggap bakal membikin Pouw Liok It
menjadi mendapat hati. Pouw Liok It mengawasi dua imam
itu. "Kenapa kamu tidak mulai menyerang?" ia tanya
menantang. "Manusia tidak mempunyai mata, baiklah kamu
lekas mundur" Mauw San Siang Kiam menjadi sangat gusar, lantas mereka
menyerang. "Hm" berseru Pouw Llok It. yang dua tangannya meluncur
cepat sekali, ia melakukan itu sambil mendak.
Hanya dalam segebrakan itu, ceng Leng dan ceng in
menjadi sangat kaget. Diluar sangkanya, pedang mereka
terlepas dari tangan mereka, pindah ketangannya orang yang
diserang itu Pouw Liok It tertawa.
"Didalam dunia Rimba Persilatan, aku si orang tua diberi
julukan Giam ong leng" ia kata bengis. "maka itu siapa yang
melanggar aku, dia mesti binasa." Lantas dia menyerang
dengan kedua pedang ditangannya itu. yang ia timpukkan-
Mauw San Siang Kiam kaget, sudah begitu, diserang
demikian rupa, kaget mereka bertambah. Dalam gugupnya
mereka berkelit. Siapa saja mereka kalah gesit. Maka
keduanya lantas menjerit keras sekali, tubuh mereka
menyemburkan darah, terus keduanya roboh terbinasa. Kedua
pedang nancap didada masing-masing pemiliknya itu.
Liong Hoei Gick menjadi gusar sekali.
"Pouw Llok It, kau berani melawan Pemerintah?"
bentaknya. Orang yang ditanya tidak menjawab hanya dengan dingin
ia balik menanya: "Sejak kapan Mauw San Siang Kiam menjadi
gundalnya pembesar negeri?"
Hoei Giok mengasi dengan suara "Hm" la kalah bicara.
Maka ia menggunai tangannya. Dengan jeriji-jeriji kuat seperti
gaetan ia lantas menyambar, akan tetapi ditengah jalan
semua jerijinya itu ditekuk hingga ia jadi menyerang dengan
dua buah kepalanya. Pouw Lick It melihat bahaya mengancan ia berkelit
kekanan, tangan kanannya segera menghajar.
Hoei Giok berkelit kekanan kedua tangannya ditarik pulang.
Atas itu. Liok It membalas menyerang, bahkan ia menyerang
saling susul setelah yang pertama dan kedua gagal.
Biarnya dia gagah. Hoei Giok pun terdesak. Terpaksa dia
mundur. Liok It tertawa dan kata: "Aku menyangka pahlawan istana
gagah luar biasa bagaimana kiranya cuma sebegini"
Diterangnya rembulan, muka Hoei Giok merah padam. la
gusar bukan main atas ejekan itu. Maka ia lantas berseru,
sambil berseru itu, ia menyerang dengan dua tangannya. la
membuka semua jerijinya dalam gerakan "Diseluruh langit
tampak bayangan jeriji tangan-"
Dengan begitu ia menggunai ilmu silatnya yang dinamakan
"Koen Goan Tay Eng Jiauw" atau "Kuku Garuda."
Pouw Liok It tidak takut bahkan dia kata tawar: "Liong Hoei
Giok jikalau kau ingin mampus dibawahnya tiga menara ini.
baiklah, aku si orang she Pouw akan membikin kau dapat
mencapai keinginanmu itu"
Dengan dua buah kepalannya, Giam ong-Leng lantas
menyerang, ia didesak. ia balas mendesak. ia melawan keras
dengan keras. ia menggunai kegesitannya untuk menang
unggul. Maka hebatlah kedua jago bertempur. Satu jago Rimba
persilatan, yang lain jago istana raja muda.
Selagi menonton itu, Hoat Hoei Siangjin kata pada Hoat
Poen: "Benar tak percuma orang menyohorkan Pak Pit Lam
Poew ilmu silat Pouw Siecoe ini luar biasa sekali dia berhasil
menggabung dua kepandaian pihak lurus dan pihak sesat
inilah ilmu silat yang mirip dengan ilmu silat kita Tay Kim Kong
cioe. Rupanya ia masih belum menggunai seluruh
kepandaiannya. Aku kira Liong Siecoe bakal roboh.."
Pendeta ini bicara tidak keras tetapi Liong Hoei Giok
sebagai ahli silat liehay dapat mendengar itu dengan tegas
sekali, sendirinya ia menjadi terkejut. Tidak ayal lagi ia
menjejak tanah, untuk lompat mundur, guna menjauhkan diri
dari desakan, sambil berlompat itu, ia bersiul nyaring, hingga
siulannya itu mengaum diudara. Semua orang heran, tak ada
yang dapat membade apa perlunya siulan itu.
Pouw Llok It tertawa. "Liong Tayjin, apakah hati mu gentar?" tanyanya.
Liong IHoei Giok tidak menjawab. dia hanya tertawa, habis
itu, dia lompat maju guna, mulai pula dengan
penyerangannya. Hanya ini. semua orang yang merupakan


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rombongannya turut maju juga, hingga jago Rimba Persilatan
itu lantas kena di-kurung. Pouw Llok It menyapu kesekitarnya.
ia bersenyum. Sedikit juga tak terlihat ia jeri.
Menampak demikian- Ho cin coe kata perlahan pada Hoat
Hoei siangjin: "Liong Hoei Giok benar liehay. Ia mengurung
dengan barisan Lian-hoau Sam ciat Tin, yang dapat berubah
menjadi lima dan delapan penjuru, ada bagian matinya, ada
bagian hidupnya. Siapa tidak mengerti Pat Kwa, tak dapat dia
lolos dari barisan ini. Entahlah, siapa bakal roboh, tetapi sudah terang banyak
orangnya yang mesti membuang jiwa disini.... Tak dapat kita
maju untuk menyusahkan mereka, sebab Liong Hoei Giok
dapat menuduh kita berkongkol dengan kaum Rimba
Persilatan menentang Pemerintah. Dulu hari, ketika siauw Lim
Sie dibakar, itulah contoh yang menyedihkan.."
Hoat Hoei Siangjin menarik napas panjang.
"Ini memang sulit" katanya masgul. Loolap tak dapat suatu
jalan untuk memisahkan mereka. Mana dapat aku menasehati
Pouw Sie-coe menyerahkan cangkir kemala yang mujiiat itu"
Dengan begitu maka jiwa pihak kita tentulah sukar dapat
ditolong .jiwa kita bergantung pada cangkir itu. Sebaliknya tak
dapat kita membantu mengusir pahlawan istana itu."
Selagi pertempuran belum dimulai, mendadak Tiong Hoa
lompat kedepan- "Liong Tayjin, sudah lama kita berpisah apakah kau banyak
baik ?" dia menyapa dengan suaranya yang terang-jelas.
Hoei Giok melengak. la lantas berpaling. Maka ia melihat
Lie Tiong Hoa berdiri di antara sinarnya si Puteri Malam,
romannya tampan dan gagah, sikapnya tenang.
Orang pun mengawasi ia sambil bersenyum manis. Untuk
sejenak ia tak tahu bagaimana harus-mengambil sikap. Dasar
ia seorang yang berpengalaman, dapat juga ia menenangkan
diri, maka menjawablah ia dengan sabar -"Lie Kongcoe,
apakah kau banyak baik ?"
"Terima kasih, tayjin" sahut Tiong Hoa menjura. "Berkat
tayjin, aku tidak kurang suatu apa"
Pahlawan istana itu bersenyum. "Toan Kwee sudah berlaku
sangat sekaker dan telah mempermainkan undang-undang
negara." ia berkata, "Permainannya itu di ketahui Sri Baginda
Raja hingga Sri Baginda menjadi sangat gusar, maka dia
lantas ditangkap dan dijatuhkan hukuman mati berikut
anggauta-anggauta keluarganya.
Sekarang ini, kongcoe, ayahmu telah menjabat menjadi Lie
Pouw Siangsie maka itu kau boleh pulang kekota raja dengan
tidak usah kuatir suatu apa lagi "
Tiong Hoa memberi hormat pula sambil menjura.
"Terima kasih untuk pemberitahuan kau ini, tayjin," kata ia,
"aku yang rendah tak nanti berani tidak menerima titahmu ini,
Sekarang aku ingin menanya, apakah keberangkatan tayjin
keluar kota raja ini benar-benar untuk cangkir kemala saja?"
Liong Hoei Giok menatap tajam. "Benar," sahutnya. "Kongcoe
sudah ketahui, kenapa kongcoe menanyakan lagi?"
"Kuharap jangan gusar, Liong Tayjin" Tiong Hoa menyela,
"ingin aku bicara dengan Tayjin- cangkir kemala tidak ada
ditangan Pouw Tay hiap dan juga tidak ada ditubuhku, kalau
sekarang Tayjin memaksa secara begini, urusan bisa jadi
kacau. Maka itu kalau Tayjin percaya pada aku yang rendah,
silahkan Tayjin pulang kekota raja, nanti berselang dua bulan,
aku akan mengantarkannya sendiri ke istana Tayjin dikota
raja." Hoei Giok berpikir keras mendengar suara orang muda itu.
"Baik. kongcoe," jawabnya dalam. "Semoga Kongcoe
memegang janjimu. Kongcoe harus ingat, kalau sampai
temponya. Kongcoe tidak muncul kau harus mengerti bahwa
ayahmu yang terhormat sukar lolos dari tanggung jawabnya"
Tiong Hoa bersenyum. "Itulah pasti" sahutnya, suaranya tetap. "Sekarang aku
minta Tayjin lekas mengajak rombongan berlalu dari wilayah
Selatan ini, supaya tak usah sampai terbit salah paham. Tayjin
mengerti sendiri, apabila lewat batas waktu yang sudah
dijanjikan, Tayjin mesti pulang tetap gagal, maka Tayjin jugabakal
menghadapi soal yang sulit."
Liong Hoei Glak mengangguk. Terang dia tidak mau banyak
omong lagi, sebab ia lantas memberi isyarat kepada orangorangnya,
setelah mana ia lompat pergi, untuk menghilang
bersama orang-orangnya itu hingga cepat sekali, suasana
sunyi menguasai pekarangan dalam kuil cong Seng Sie itu.
Semua orang lantas bernapas lega. Pouw Liok It
menghadapi orang banyak, ia kata: "Para loosoe. silahkan
turut aku si orang she Pouw, lekas berangkat ke Pek Ho Nia,
Tiam chong San, untuk menyelesaikan urusan kita ini. Tentang
cangkir kemala itu, cuma Lie Siauwhiap yang dapat
mengambilnya, kita mesti berada di Tiam chong San dalam
tempo tujuh hari, tak boleh lewat"
"Sekarang ini dimana adanya cangkir itu?" tanya Na Loen
Gan- "Aku kuatir aku si orang she Na tak akan dapat bertahan
sampai tujuh hari lagi."
Baru sekarang si jumawa ini atau si adat keras, takut
mati... Pouw Lick It menoleh kepada orang tua itu, ia melihat mata
orang bersinar guram dan romannya sangat lesu, meski
begitu, ia bersenyum dan kata:
"Jangan kuatir, Na Loosoe. Aku tanggung dalam tempo
tujuh hari loosoe tak bakal mati"
Habis berkata itu, dengan lincah Liok It lompat kepada
Tiong Hoa untuk berbisik sedang matanya memandang Phang
Lee Hoen. Tiong Hoa nampak menjadi likat, agaknya ia
merasa sulit. Liok It tidak menghiraukan itu, dia pergi sembari berlompat
ketembok pekarangan dia berkata nyaring: "Loosoe semua,
marilah ikut aku si orang she Pouw Sebentar diwaktu matahari
terbit, kita akan sudah sampai di Pek Ho Nia"
Hoat Hoei semua menurut maka juga lantas dengan salingsusul
mereka meninggalkan cong Seng Sie dimenara kuil
mana hampir saja mereka menjadi kurban asap jahat.
Cuma Lie Tiong Hoa bersama Phang Lee-Hoen dan Sin
Kong Tay yang tidak turut rombongan itu. Ketika si anak muda
melihat dua orang itu diam saja ia heran-"Kenapa kamu tidak
turut" "ia tanya mereka.
"Aku menerima kebalkan besar dari kau, siauwhiap." kata
sin Kong Tay suaranya sedih "maka itu aku bersumpah akan
terus mengikuti kau supaya sedikitnya aku dapat membalas
budimu setelah itu aku akan pergi hidup menyendiri didalam
lautan atau gunung yang sunyi sebagai seorang imam."
Tiong Hoa terharu. Tapi ia bersenyum.
"Jangan berkecil hati loosoe," kata ia. " Dunia ini kotor,
siapa pun dapat tersesat karenanya. Yang penting ialah
supaya kita dapat memperbaiki diri kita. Aku sendiri telah
bertindak keliru hingga aku pernah membunuh orang tetapi
aku percaya aku betul aku tak kecil hati."
Sin Kong Tay menghela napas.
"Aku pun menyesal atas kematian sahabatku," kata ia.
"Nasihat kau ini, siauwhiap akan aku ingat baik-baik. Sekarang
ini siauwhiap ijinkan aku turut kau. Aku tidak tahu dimana
adanya cangkir kemala, aku cuma percaya, untuk
mendapatkan itu. mestinya siauwhiap bakal menghadapi
perjalanan sukar, maka itu, apabila aku gagal di dalam tempo
tujuh hari, jiwanya puluhan orang bakal celaka karenanya.
Tambah seorang kawan berarti mengurangi kesukaran, dari
itu aku membesarkan hati menawarkan diriku untuk turut
siauwhiap. Aku harap siauwhiap tidak menampik."
Tiong Hoa tertawa. "Dengan loosoe turut bersama, tak ada tempat kemana aku
tidak berani tidak pergi" katanya. "Baiklah, biar lain kali saja
aku menghaturkan terima kasihku untuk bantuan loosoe ini."
"Sekarang siauwhiap." kata Sin Kong Tay, "aku minta
siauwhiap menanti sebentar, hendak aku mengurus jenasah
sahabatku ini... Sembari berkata, ia memandang mayat Siang ceng In.
airmatanya mengucur turun- Tidak ayal lagi, ia memondong
tubuh kawan dia untuk dibawa pergi ke belakang menara.
Ketika itu Lee Hoen membisik-bisik pada si anak muda.
"Engko Hoa." Barusan Pouw Llok It berlalu kau nampaknya
bingung." kata ia. "Sebenarnya apakah itu yang dikisiki?" Nona
ini menatap tajam muka si anak muda.
Tiong Hoa tercengang, itulah pertanyaan diluar dugaannya.
Tapi ia lantas menggeleng kepala dan tertawa.
"Tidak apa-apa" sahutnya singkat. "Nona jangan curiga."
"Siapa bilang siauwmoay curiga?" kata nona itu, yang
timbul manjanya. "Kau sendiri yang bersikap aneh. Mesti ada
sesuatu Kalau tidak. tidak nanti Pouw Liok It berbisik sampai
matanya mengawasi tajam pada siauwmoay"
Tiong Hoa berdiam. Sang Puteri Malam menyinari mukanya
yang tampan. Kemudian ia menghela napas dan berkata
perlahan: "Kalau nona memaksa bertanya, baiklah akan aku
beritahu. Sebenarnya Pouw Liok It memberi pesan mengenai
anak gadisnya yang dia sangat sayangi."
Lee Hoen berdiam, hatinya menjadi tidak keruan rasa. Ia
berduka, ia cemburu. Tanpa merasa, airmatanya melele
keluar. "Engko Hoa," ia tanya kemudian, "aku minta sukalah kau
menetapkan siapa, supaya aku juga dapat menerapkan hatiku
dari siang-siang." Tiong Hoa bingung, ia jengah.
"Sebenarnya tak berani aku menyembunyikannya," katanya
kemudian- "Di Kim-leng telah ada tunanganku, maka itu mana
berani aku merendahkan kau, nona inilah yang membuatku
sulit." Lee Hoen terkejut. la seperti terhajar guntur. Kepalanya
menjadi pusing dan matanya berkunang-kunang. Tubuhnya
lantas terhuyung. Tiong Hoa pun bingung sekali.
Atau mendadak diantara mereka munculah Sin kong Tay.
"Aku si orang tua bukannya mencuri dengar" kata dia
nyaring, dan sambil tertawa juga. "Aku cuma kebetulan saja
mendapat dengar Nona Phang, kau jangan berduka, mari kau
dengar nasehatku" Berkala begitu, orang tua ini melirik si nona, terus dia
lompat, lari ke pohon pek yang lebat.
Lee Hoen melihat itu, la lari menyusul. Maka lenyaplah
mereka berdua ditelan kegelapan pohon itu.
Tiong Hoa mengawasi. Ia tetap bingung. Ruwet pikirannya.
Karena itu mendadak di depan matanya berbayang Ban-in,
lalu Cek In Nio, lalu Pouw Keng, semuanya menunjuki
kelembutannya. kecantikannya, kebotoannya... Tanpa merasa,
ia bersenandung: "Semoga tubuhku berubah menjadi air yang mengalir
ketimur, diikuti kupu-kupu yang hanyut tak kembali pula...."
Tidak lama maka Sin Kong Tay muncul bersama Phang Lee
Hoen- sekarang paras si nona tersungging senyuman hingga
ia nampak manis, ia pun segera mengasi dengar suaranya ya
merdu. "Engko Hoa, mari kita berangkat"
Si anak muda melengak. itulah perubahan-yang luar biasa.
"Kemana?" tanya dia.
Nona itu melirik, "Engko lupa rupanya?" sahut si nona. "Tentu untuk
mendapatkan cangkir kemala Coei In Pwee"
"Oh" kata si anak muda, seperti baru sadar. "Ya, marilah-"
"Siauwhiap." kata sin Kong Tay yang baru turut bicara. ."
Padamu bergantung keselamatan puluhan jago Rimba
persilatan aku minta sukalah kau berlaku waspada. Aku si
orang tua merasa pasti dijalan Selatan ini sudah berkumpul
banyak hantu, mudah untuk terbitnya gara-gara. Maukah
siauwhiap memberi keterangan kepadaku, kemana arah
tujuan siauwhiap?" "Ceng Shia" sahut Tiong Hoa singkat. Sin Kong Tay
melengak. "Kalau begitu kita mesti mengambil jalan dari perbatasan
In-lam. See- kong dan soe-coan," katanya kemudian- "Itulah
jalan yang terdekat, mesti itu sedikitnya perjalanan tujuh,
sampai delapan ratus lie. Perjalanan pegunungan yang sukar.
jikalau bukannya tempo tujuh hari, sulit untuk pergi dan
pulang." Tiong Hoa berdiam. la berpikir.
"Habis bagaimana kita mesti berjalannya?" tanyanya.
Sin Kong Tay berpikir, baru ia menjawab: Dari Tali kita
menuju ke Pin coan. yam-hong dan Eng jin tiga kecamatan.
Dari sana kita mengikuti perbatasan In-lam dan See-kong
untuk sampai di tebing pegunungan Tay Liang San di propinsi
Soe-coan- Kemudian kita jalan dibelakang gunung. "Ngo" Bie
San- Dalam tempo satu hari kita mesti dapat tiba dikecamatan
Tee-koan, ceng-shia. Didalam tempo dua atau tiga hari, baru
kita sampai ditempat tujuan-"
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang " kata Tiong
Hoa, yang terus mendahului berlompat pergi.
Sin Kong Tay dan Phang Lee Hoen mengikut, maka itu lagi
sekali cong Seng Sie di tinggal dalam kesunyiannya.
oooo BAB 1 PADA WAKTU magrib Tiong Hoa bertiga telah tiba dimulut
penyeberangan Thay-peng-touw, disungai Kim Kang See. Kali
disitu berair deras dan banyak wadas-nya. Penduduk Thaypeng-
touw terdiri cuma dari beberapa puluh rumah, dijalan
besar yang lebar, melainkan ada belasan toko atau warung.
Jalanan sunyi. Dimuka jalanan ada sebuah rumah penginapan
didepan mana tiga ekor kuda lagi ditambat dan tengah makan
rumput. "Didalam sini ada orang Rimba Persilatan- kita singgah
disini atau bagaimana?" tanya Sin Kong Tay pada si anak
muda. "Sudah, satu hari kita berjalan tanpa minum dan menangsel
perut, perlu kita singgah disini," kata Tiong Hoa. "Biar saja ada
orang Rimba Persilatan, mereka toh tidak memusuhkan kita.
Habis bersantap kita berangkat terus."
Sin Kong Tay mengangguk. Maka bertiga mereka bertindak
masuk. Didekat tembok ada sebuah bangku panjang, seorang
jongos duduk diam disitu sambil menyender, dia melihat ada
tetamu tapi dia cuma mengawasi saja agaknya dia heran-
"Apakah ini rumah penginapan atau bukan?" tanya Sin Kong
Tay keras. Jongos itu kaget hingga dia berbangkit dengan
berjingkrak. "Ya, ya," katanya lekas. "Tapi ini sudah diborong


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang. Maaf" "Kita bukan hendak bermalam" kata Sin- Kong Tay yang
tertawa tawar. " Lekas sedia kan barang makanan dan arak,
habis bersantap kita mau lantas berangkat pula Mengertikah
kau"." "Ya ya" kata pula si jongos lekas. Silahkan tuan-tuan
duduk. akan aku lantas menyajikannya."
Dia pun lantas lari kedalam. Lee Hoa n merasa lucu, dia
tertawa. Tiong Hoa pun bersenyum.
Tapi Sin Kong Tay berdiam, sikapnya sungguh-sungguh.
Dia tidak tertawa atau bersenyum.
Segera juga terdengar tertawa dingin dari sebelah tembok.
disusul kata-kata ini yang nyaring dan tak sedap: "Tua-bangka
itu bertingkah, turut hatiku, hendak aku hajar adat padanya "
"Ya, beginilah tabiatmu yang keras " kata seorang lain-
"Mereka tidak ganggu kau, buat apa kau marah tidak keruan"
Buat apa usilan ?" "Tapi sudah sekian lama aku mendeda1 saja " kata orang
yang pertama itu. Mendengar itu, barulah Sin Kong Tay
bersenyum. Sementara dlluar terdengar tindakan lari kuda, dari jauh
lalu mendekati untuk ber henti didepan penginapan- Menyusul
itu terlihat masuknya seorang laki-laki kurus jangkung umur
kira tiga puluh tahun alisnya tebal matanya tajam.
Dari rupanya terang dia habis melakukan perjalanan jauh.
Ketika dia melihat Tiong Hoa bertiga dia merandek, terus dia
mengawasi. "Sahabat, buka lebar matamu" Sin Kong Tay menegur
sambil tertawa dingin. " Untuk apa kau mengawasi aku si
orang tua" Aku si tua bukannya lampu yang kekurangan
minyak Biarlah kita jembatan pulang kejembatan,jalanan
pulang kejalanan. kita tidak saling mengganggu siapa juga.
Mengertikah kau?" Orang itu juga tertawa dingin.
"Tuan, teranglah kau yang mencari gara-gara" kata dia.
"Kau berlaku terus terang, tak nanti aku tak menyambut kau."
Sin Kong Tay tertawa terbahak.
Tiong Hoa heran, ia mengerutkan alis. la memberi hormat
pada orang itu. "Harap tuan jangan keliru mengerti," katanya. "Kami lagi
beristirahat disini. segera juga kami bakal melanjuti perjalanan
kami." "Benarkah kata-katamu, saudara?" orang itu menegaskan-
"Sahabat, adakah hotel ini hotelmu?" tanya Sin Kong Tay,
suaranya dalam. " Dapatkah kau usil terhadap kami?"
Orang itu gusar, sebelah tangannya lantas diangkat
perlahan-lahan- Berbareng dengan itu, air mukanya berubah.
Mendadak ia mengibas keluar, mulutnya memperdengarkan
suara panjang, tubuhnya terus berlompat.
Sin Kong Tay heran, ia melengak terhadap Tiong Hoa, yang
tak mengerti seperti ia sendiri.
Seketika itu juga terdengar suara bentakan-bentakan
diluar, juga ada suara angin saling menyambar, lalu menyusul
tindakan banyak kaki diatas rumah.
Tiong Hoa mau pergi keluar untuk melihat tapi Sin Kong
Tay mencegah padanya. "Mari, siauwhiap." kata kawan ini bersenyum. "Mari dahar
dulu, sesudah cukup baru kita bicara"
Tiong Hoa heran hingga ia berpikir:
"Aneh tabiat Sin Kong Tay. dia bergirang dan bergusar
tidak keruan-ruan- Rupanya benar orang Rimba Persilatan
semuanya bertabiat luar biasa."
Tiba-tiba sebuah pintu kamar terbuka dengan keras, itulah
kamar yang dihadapi Lee Hoen. Dua orang berjalan keluar
dengan cepat, salah satunya mengawasi sin Kong Tay dengan
roman gusarnya. Sin Kong Tay tertawa.
"Siauwhiap" tentu menyangka amat aneh," katanya,
kemudian- "Tapi aku berpengalaman, aku lebih banyak
pendengarannya di- banding siauwhiap berdua nona.
Sebelum-nya aku masuk kemari, aku telah melihat dirumah
seberang sana, dibawah payonnya, ada bersembunyi kira
enam orang, yang matanya mengawasi tajam kearah sini.
itulah tanda bahwa mereka mempunyai musuh didalam rumah
penginapan ini." Ketika itu jongos datang dengan barang makanan, dia
saban-saban mengawasi keluar, nampaknya dia takuti. Dia
pun mengundurkan diri dengan cepat.
sin Kong Tay mengisikan tiga cawan, lantas ia melanjuti
perkataannya. "Begitu kita masuk kemari, aku heran atas
lagaknya jongos tadi. Tak ada aturan dia tak menyambut
tetamu, bahkan dia membilang hotelnya sudah ada yang
borong. Aku tahu, itu artinya pemborong nya sudah tinggal
lama. Kenapa penyewa itu berdiam lama di-sini" Tidakkah itu
aneh" Maka itu aku sengaja membawa tabiatku aseran, untuk
memancing keluar kepada tiga penyewa kamar itu, guna
melihat siapa mereka."
Sekarang. Aku sudah menduga pasti, mereka ini mesti ada
sangkutannya dengan rombongan dari Tay In San- Mungkin
sekali selama ini. rombongan itu sudah menentukan jalannya
yang harus diambil."
Tiong Hoa dan Lee Hoen kagum untuk kawannya yang
cerdik ini. Si anak muda hendak membuka mulutnya ketika ia
mendengar suara ini "Tidak salah Kami memang dari rombon
Tay In San- Kamu siapa?"
Menyusul kata-kata itu, tiga orang sudah berlompat masuk.
Yang seorang, yang lanjut usianya, matanya bersinar seperti
kilat. sin Kong Tay tidak memperdulikan tiga orang itu. " Lekas
dahar" ia kata pada kedua kawannya.
ia bicara sambil tertawa. orang tua itu gusar. la merasa
terhina Tiong Hoa melihat kemurkaan orang, dapat ia.
berdiam saja. la kata bersenyum: "Kami sahabat bukannya
musuh. Paling benar kamu lihat diluar sana" orang tua itu
heran- la mengawasi si anak muda, lantas ia ngeloyor pergi.
"Siauwhiap. mari kita berangkat sin Kong Tay mengajak. "
Kita jangan campur urusan lain orang."
Tiong Hoa menggeleng kepala, "Tak bisa" sahutnya. "Kalau
gelang kemala itu terjatuh ditangan orang jahat bukankah
pertemuan di Tiam chong San bakal gagal?"
"Ah, kamu bicara saja, nasi sampai di-lupai" kata Lee Hoen
menyela. Tiong Hoa dan sin Kong Tay tertawa, lantas mereka
berdahar. Diluar sudah lantas terdengar suara beradunya
senjata. Mereka tidak menghiraukannya. Setelah dahar cukup
mereka meninggalkan uang, terus mereka bertindak keluar.
Hari sudah malam tapi langit terang. Rembulan jernih dan
indah. Ditengah jalan lima orang lagi bertempur senjatasenjata
mereka berkelebatan. Yang seru ialah pertempuran si
orang usia tiga puluh tahun bersama seorang lain, sama-sama
mereka bertangan kosong. Tiong Hoa melihat keatas maka diatas genteng kiri dan
kanan terlihat sejumlah orang, rupanya dari kedua pihak. yang
lagi menantikan ketika. Si orang tua tadi berada ditepi jalan, dia melihat Tiong Hoa
keluar, dia bertindak menghampirkan, untuk mendampingi.
"Siapa itu pemimpin pihak sana?" Tiong Hoa mendahui
menegur. orang tua itu mengawasi.
"Dialah Ok Coe Pong Liap Hong," sahutnya " Kenapa dia tak
nampak?" "sebentar lagi dia tiba. Tuan siapa" Maukah tuan
memperkenalkan diri?"
Tiong Hoa bersenyum. la bukan menyahuti hanya
menunjuk orang usia tigapuluh tahun itu. ^
"Siapa dia itu" Baik ilmu silat dia."
Orang tua itu heran, tetapi dia menjawab. "ialah salah satu
orang gunung kita. Dialah Kim See San Coe The Giauw Seng."
"Terima kasih," kata Tiong Hoa bersenyum. Terus ia
mengawasi medan pertempuran- Ia melihat The Giauw Seng
lagi menyerang, tangan kirinya menyambar kearah bahu,
tangan kanannya hendak menangkap tangan lawannya.
Pihak sana liehay, dia berkelit dan menangkis, terus dia
membalas menghajar. itulah yang dikehendaki The Giauw Seng. Ketika tangan
lawan sampai, ia membarengi menyambut. Tepat ia menyeka1
lengan kanan lawan itu, lalu selagi orang kaget kaki kiri nya
terangkat. Tak ampun lagi lawan terdupak. tubuhnya sampai
terpental. Ketika dia jatuh, dia menjerit tertahan, terus dia
muntah darah dan nyawanya terbang pergi. Giauw Seng tak
berhenti sampai disitu. ia maju pada musuh lainnya, untuk
mengepung. Tepat di itu waktu, dari kejauhan terdengar siulan nyaring,
lalu tampak delapan atau sembilan orang lari mendatangi.
Parasnya si orang tua berubah, segera ia menepuk tangan,
atas mana The Giauw Seng dan empat kawannya lantas
berhenti berkelahi, untuk berdiri berkumpul.
Segera tibalah sembilan orang itu. Cahaya rembulan yang
terang membikin mereka terlihat tegas. Tiong Hoa mengenali
Liap Hong si "Thio Liang Jahat." yang kepalanya lanang,
kepalanya itu besar tubuhnya kecil. Dua yang lain ialah Ciam
Hok Wan dan Ciam Hok Leng yang pernah dilukai ia nya ditepi
penyeberangan sungai ouw Lang. Disisi Liap Hong ada
seorang tua beroman bengis, ia duga dialah Ciam Yang si
Mata Satu. "Kalau sin Loosoe turun tangan membantui rombongan dari
Tay In San- berlakulah jangan setengah-se-tengah." si anak
muda memesan kawannya. Ia menyerahkan pedang Ceng
Song Kiam pada Phang Lee Hoan seraya memesan juga:
"Nona, kau harus berkelahi dengan melihat selatan- Kalau kau
rasa bakal menang, hajarlah. kalau tidak. kau membela diri
saja, inilah untuk menjaga andaikata aku kena dihalanghalangi
mereka." Nona Phang mengangguk.
Ketika itu sudah lantas terdengar suara bengis dari ok Leng
Tek, "Meskipun kau sangat licik, kau tak lolos dari tanganku si
orang she Liap. Aku sudah memasang jaring rapat-rapat.
Mengapa kau tidak mau lantas menyerahkan gelang kemala
itu, supaya kami dapat lantas pergi, agar kita tak saling
mengganggu?" Dua kali suara tertawa menjawab suara jumawa Liap Hong
itu, lantas dua sosok tubuh lompat turun dari atas genteng.
Tiong Hoa lantas mengenali Lo Leng Tek dan Kim Som. Ketika
itu dari belakangnya ada orang menariknya Apabila ia
menoleh, ia melihat Tok-pie Leng Koan Coei Kiat Him. Ia
girang sekali. "Coei Loosoe, tak kusangka disini kita bertemu
pula" katanya. "Pertempuran kali ini bakal hebat," kata Coei Kiat Him yang
tidak menjawab langsung. "Tapi ada siauwhiap yang bakal
membantui, aku tidak kuatir lagi. Sebenarnya sudah sering
Kim Loosoe mau mengirim, orang meminta bantuan
siauwhiap. sayang kami tak tahu siauwhiap berada dimana."
Segera juga terdengar suaranya Lo Leng-Tek yang terlebih
dulu tertawa tawar: "Liap Loosoe aku si orang she Lo ingin
bicara dulu denganmu."
"silahkan Lo Loosoe aku sedia mendengarnya"
"Aku mohon tanya." kata Leng Tek "sekarang ini Liap
Loosoe mengarah gelang kemala atau hanya untuk
menyeterukan aku?" Liap Hong tertawa mengejek.
"Tentu saja untuk gelang kemala Lo Loo soe, kau tahu tapi
kau berpura pilon" "Hm, sayang" kata Leng Tek dingin. " Gelang kemala itu
oleh siauw-sancoe sudah diserahkan kepada Pouw Liok It.
Kalau tidak salah, sudah dua hari dimuka sancoe kami tiba
disana Liap Loosoe, sia-sia belaka segala usahamu ini"
Tajam kata-kata kedua belah pihak itu.
"Benarkah itu?" tanya Tiong Hoa pada Kiat Him.
Orang yang ditanya berdiam, dia cuma bersenyum. Tapi itu
sudah cukup buat si penanya. Liap Hong menjublak sebentar,
lalu dia tertawa terbahak.
"Lo Loosoe, dapat kau memperdayakan lain orang tetapi
tidak aku Kalau kau tidak menyerahkan itu sekarang juga,
jangan kau menyesalkan Liap Hong telengas" Cia Im Yang
habis sabar. Dia campur bicara.
"Saudara Liap. buat apa ngoceh saja. Malam ini mereka
mesti mampus, tidak bisa lain" katanya nyaring.
Leng Tek menyambut itu. sambil tertawa. "Aku bersedia
menyambut segala apa"
Jawabnya masih belum ketahuan- siapa yang bakal
berangkat kelain dunia. Maka percuma untuk tertawa siangsiang"
Matanya Liap Hong bersinar, ia menoleh kepada pihaknya.
"Saudara yang mana yang ingin maju lebih dulu" dia tanya.
Seorang lantas lampat maju, gesit gerakannya. Tapi dia
segera disambut Kim Som yang sembari tertawa berkata:
"Tuan. hebat ilmu ringan tubuhmu, tetapi aku ingin menerima
pelajaran barang satu atau dua jurus dari kau." orang itu
bermuka lebar dan romannya keren.
"Apakah tuan Sin-Heng sice-Soe Kim Loo-soe?" dia tanya.
"Aku yang rendah adalah Pew Pou Leng Hong Pouw Yang.-
Harap kau suka memaafkan aku"
Sebelum Kim som bertindak. Tiong Hoa sudah melesat ke
sisinya, bahkan tangan kanannya terus diulur, guna mencekuk
Tangannya orang she Pauw itu, sedang tangan kirinya
menotok jalan-darah ceng-ciok.
Pouw Yang kaget, tengah melengak itu, tangannya sudah
tertangkap dan sebelum dia berdaya, totokan sudah tiba. Dia
tertawan tanpa berdaya. Lantas juga tubuhnya dilemparkan kearah Kiat Him sambil
sianak muda berseru: "Coei Loosoe, tolong ringkus dia "
Juga Kim Som heran tak kepalang, hingga ia melengak.
Hanya, begitu mengenali si anak muda ia girang bukan main-
Demikian juga gembiranya Lo Leng Tek.
Pihak Liap Hong pun kaget, lalu Ciam Kie Wan dan Ciam
Hok Leng lompat bersama maju kemuka. Romannya guram
sekali. Tiong Hoa sudah mengambil keputusannya. la mempunyai
urusan tujuh hari, tak dapat ia membuang-buang tempo.
Maka sebelum dua saudara Ciam itu membuka mulutnya, ia
sudah menyambut mereka dengan sampokannya.
Dengan hebat dua saudara itu menjerit tubuh mereka
terpental balik untuk ter banting roboh ditanah dengan mandi
darah dan jiwanya melayang.
Semua orang dikedua pihak menjadi terkejut, hanya yang


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu lantas menjadi kagum dan nyaring, pihak yang lain
menjadi gentar atau gusar. Demikian Ciam Yang yang
kehilangan dua puteranya. Dengan mata merah membara dia
mengawasi bengis. "Anakku tidak bermusuh dengan kau, kenapa kau berlaku
begini jahat." dia menegur. "Sudah banyak tahun aku si orang
tua pantang membunuh, tapi malam ini aku hendak
melanggarnya. Kau mesti mengganti jiwa kedua anakku"
Dia lantas mengeluarkan senjatanya yang berupa semacam
bung bung atau pipa bundar terbuat dari kuningan, yang
banyak lubang-nya seperti lubang sarang tawon.
Melihat senjata itu, Tiong Hoa menduga didalamnya mesti
ada tersembunyi senjata rahasia yang berbisa, karenanya ia
lantas waspada. Ia tertawa dan kata: "Dimedan pertempuran
tidak ada soal kejam atau tidak- Dimedan pertempuran orang
mesti mati atau terluka parah. Bagaimana seandainya aku
yang tak beruntung menemui ajalku?"
Sembari kata begitu, anak- muda ini menggulung tangan
kirinya. Tapi begitu ia keluarkan begitu ia tarik pulang.
Ciam Yang sudah lantas berkelit ke-samping, maksudnya
akan menyingkir dari serangan itu. Ia kecele sebab ia nyata
cuma digertak. Tapi selagi ia berkelit itu, Tiong Hoa melesat
maju sambil berseru keras, tangan kanannya diulur panjang
tiga kaki, iima jerijinya menyambar kepada pipa kuningan atau
bung bung orang itu. Ciam Yang tahu lawan liehay, dia sudah siap sedia.
Begitulah ketika ia berkelit jeriji tangannya sudah ditaruh pada
pesawat rahasia dari pipanya itu. Ia hanya tidak menduga
musuh hebat luar biasa. Belum lagi keburu menekan atau
pipanya sudah kena dirampas, sedang tubuhnya sudah
tertolak. hingga terguling.
Tiong Hoa tidak berhenti sampai disitu. ia lantas
melemparkan bungbung itu kearah Liap Hong semua.
Segeralah terdengar letupan nyaring, dari dalam bungbung
menyemprot lelatu api seperti bintang, menyambar cepat
sekali Liap Hong semua kaget, semua lantas memutar tubuh
untuk menyingkir. Ketika lelatu api jatuh ketanah, api lantas
menjalar. Bungbung itu menerbitkan api muncrat dan menyembur
tinggi keatas dan berpencaran-
Tiong Hoa sendiri heran bukan main-
Menyusul letusan itu, dari atas rumah di-seberang sana, ke
arah mana api menjurus, sejumlah musuh roboh terguling.
untuk tak berbangkit pula, sebab jiwa mereka pada terbang
melayang. Tak ada diantaranya yang sempat membuka
mulutnya. Liap Hong dan Ciam Yang mengasi dengar siulan nyaring,
keduanya memutar tubuh untuk lari pergi. Dengan lantas
mereka disusul kawan-kawannya yang masih hidup.
Pedang Medali Naga 2 Suro Bodong 06 Racun Madu Mayat Suling Emas Dan Naga Siluman 27
^