Pencarian

Rahasia Pohon Rahasia 2

Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur Bagian 2


yang hangat menjalari dadanya. Entah kenapa ia tibatiba menawarkan diri untuk menjadi kekasih. Akiko
sepakat"dengan syarat seribu perahu kertas. Mereka
menjadi sepasang kekasih di bawah bunga-bunga sakura
yang mekar merah. Di Taman Ueno, musim semi.
?"" SEDIKIT lagi, semua kertas itu selesai ia lipat menjadi
perahu. Setelah itu ia akan berlayar ke negeri Akiko, ke
Taman Ueno. Kalau malam ini ia selesai, besok ia bisa
berlayar meninggalkan pulau. Ia terus melipat-lipat, seperti melipat baju-baju untuk dibawa pergi dari rumah,
menyelesaikan kertas-kertas berhuruf kanji yang tersisa.
Kertas terakhir dilipat tangannya yang berurat-urat
kuat. Ia akan membuat perahu terakhir. Setelah selesai,
ia mengumpulkan lautan perahu kertas itu. Ia menghitung satu-satu, hati-hati. Satu, dua, tiga, sepuluh, tujuh
puluh tiga, seratus sembilan, tiga ratus. Ia terus menghitung dan ombak menjilat-jilat di tangga. Ombak itu
membawa kabar dari jauh atau barangkali datang menjemput seribu perahu kertasnya yang akan berlayar. Ia
terus saja menghitung, hati-hati. Tiga ratus enam puluh
dua. Empat ratus tiga enam. Lima ratus delapan. Bingkai jendela tetap membawakan asin lautan kepada kulitnya. Ia terus dan terus menghitung.
Ia selesai menghitung, tetapi perahu itu hanya ber89
jumlah sembilan ratus sembilan puluh sembilan. Kurang
satu. Ia tidak percaya. Akiko memberinya seribu kertas
dengan huruf-huruf kanji waktu itu. Ia kembali menghitung. Setiap ia selesai, perahu itu tetap berjumlah sembilan ratus sembilan puluh sembilan. Ia ulangi. Ia ulangi.
Ia ulangi. Kurang satu. Ia menangis dan ombak semakin keras. Tak tahu apa
yang harus ia lakukan. Di pulaunya tak ada yang menjual kertas origami. Tak ada yang menjual kertas-kertas
dengan huruf-huruf kanji. Ia menangis dan akhirnya
tertidur. Ia bermimpi melihat Akiko duduk di bangku
taman itu, menunggu dengan sweater cokelat dan tangan dilipat memeluk sepi. Ia bangun dengan keringat
di dahi serupa lautan-lautan kecil. Angin kembali tiba
di rambutnya, membawa ingatan-ingatan atau barangkali harapan-harapan; tentang janji tiba tepat waktu dan
berlayar kembali untuk berumah di pulau. Ia menangis.
Ia bangkit ke arah telepon. Nomor-nomor telepon
genggam Akiko ia tekan serupa musim gugur yang
menggedor-gedor pintu. "Halo. Maukah kau mengirimiku kertas sehelai
lagi?" Ia mendengar di telinga kanannya sebuah jawaban"
nyaris seperti bisikan"pelan, sangat pelan.
"Bunga sakura jatuh satu-satu dan musim semi telah
berangkat entah ke mana."
Ia merasa sebuah ombak besar menggulungnya tibatiba.
"Maukah kau menggenapkan perahuku" Tolong,
kirimi aku selembar lagi."
Kembali ia dengar sebuah jawaban serupa bisikan.
"Maaf, kertasku sudah habis!"
Klik! " Lagaligo: epos Bugis yang salah satu bagiannya bercerita tentang
seorang bernama Sawerigading yang berlayar jauh sampai ke
Negeri Cina mencari perempuan sangat jelita bernama We Cudai
yang ingin dinikahinya. Kono seki wa fusagatte imasu ka" Dalam bahasa Indonesia
berarti Apakah tempat duduk ini ditempati"
Zoo Story, sebuah drama pendek karya Edward Albee yang
dalam salah satu bagiannya bercerita tentang dua tokoh yang
sedang mempertengkarkan sebuah bangku taman.
Samui desu ne dalam bahasa Indonesia berarti Dingin, ya".
Setia adalah Pekerjaan yang Baik "kisah yang saya tulis untuk kamu di Twitter
IBU saya, Sainah, menikah dengan ayah saya, Mansyur,
saat dia baru saja tamat SMP (tepatnya SMEP, Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama). Usia yang amat muda
untuk pernikahan. IBU saya waktu itu sedang menikmati cinta pertama ketika dilamar pria yang tidak dia kenal, pria dari gunung.
Anak seorang pembuat gula aren.
IBU tidak ma(mp)u menolak keputusan ayahnya yang
kata-katanya tidak senang ditawar. Dia putuskan pacarnya.
BEBERAPA hari sebelum menikah, dia melihat calon
suaminya dan berubah pikiran. Calon suaminya jelek.
Dia merencanakan pelarian.
DIA mengatur secermat mungkin rencananya untuk
kabur. Agar tak mencurigakan, dia akan melarikan diri
sesaat usai pesta pernikahan.
BETUL, sebelum malam pertama, ibu saya pergi dari
rumah tanpa ada seorang pun yang tahu. Dia naik bus
menempuh perjalanan sekitar 150 kilometer menuju
Makassar. MELALUI bantuan temannya, dia bekerja sebagai pembantu di satu keluarga Tionghoa. Majikannya tidak
tahu dia kabur dari rumah dan suaminya.
TUGAS utamanya merawat anak majikannya yang baru
lahir, yang ditinggal mati ibunya, juga seekor kucing.
Setelah beberapa bulan, dia dan majikannya saling jatuh
cinta. SETELAH setahun dalam pelarian, dia pikir sudah saatnya pulang. Pria gunung itu pasti marah dan sudah menikah dengan perempuan lain. Dia ingin menikah dengan majikannya.
10. SORE ketika tiba di rumah, dia kaget. Dia menemukan
suaminya berbincang santai dengan ayahnya di beranda.
11. PRIA jelek itu ternyata setia menunggu saya, pikirnya.
Dia terharu. Malam pertama berlangsung beberapa jam
setelahnya. 12. DIA berusaha melupakan majikannya. Dia menyerahkan
diri jadi istri pria gunung yang dia pikir setia itu.
13. EMPAT belas bulan kemudian, anak pertamanya, saya,
lahir. Saya berada di rahimnya selama dua belas bulan
lebih beberapa hari. Aneh.
14. DELAPAN belas bulan kemudian, adik saya lahir. Lima
tahun kemudian, adik bungsu saya lahir. Dua bulan setelah itu, ayah saya pergi dari rumah.
15. AYAH saya berjanji tidak lama di perantauan. Setahun,
dua tahun, tujuh tahun, dia tidak kunjung pulang. Tidak ada alamat yang bisa dikunjungi.
16. IBU saya setia menunggu dia pulang. Dia yakin ayah
saya akan pulang meski tidak pernah ada kabar sedikit
pun. 17. SETELAH sepuluh tahun ayah saya tidak pernah mengirim kabar, di antara tetangga beredar gosip ayah saya
sudah menikah lagi. 18. IBU saya cuma penjual tomat dan harus menyekolahkan
tiga anaknya. Dia tetap yakin suaminya akan pulang,
barangkali dengan sejumlah tabungan.
19. DIA menolak lamaran tiga pria sepeninggal suaminya,
termasuk mantan majikannya. Dia selalu yakin suaminya akan pulang.
20. IBU saya ternyata merahasiakan sesuatu. Waktu saya
pertama kali membawa pacar saya ke rumah, dia menunjukkan sesuatu.
21. LIMA tahun dia menyimpan foto pengantin ayah saya
dengan perempuan lain sebelum berani menunjukkannya
kepada saya. 22. KATA ibu saya, "Setia itu pekerjaan yang baik, Nak."
Dia masih yakin ayah saya akan pulang suatu saat.
23. PADA suatu pagi, April 2010 lalu, ibu saya menelepon,
mengabarkan ayah saya meninggal di perantauannya.
Ternyata selama ini dia selalu mencari kabar suaminya.
24. AWALNYA saya melongo, lalu menangis setelah menyadari betapa sedihnya ibu saya. Dia sampai kesusahan
bicara. 25. SEHARIAN saya membaca surat-surat yang sejak kecil
rutin saya tulis, tapi tidak pernah saya kirim karena
tidak tahu alamatnya. Saya membacakannya untuk ibu
saya di telepon. 26. TERNYATA ayah saya sudah meninggal dua tahun sebelum ibu saya menelepon pagi itu. Dia juga baru dapat
kabarnya. 27. SETELAH itu ibu saya sibuk mencari informasi soal istri
suaminya. Ternyata dia berasal dari daerah tidak terlalu
jauh dari kampung saya. 28. DARI istri keduanya, ayah saya punya tiga anak. Satu
orang meninggal diserang malaria. "Kita punya keluarga
baru," kata ibu saya.
29. IBU saya lebaran di Malaysia bulan kemarin. Salah satu
tujuannya: menziarahi kubur suaminya, ayah saya.
30. KEMARIN ibu saya menelepon, meminta saya menjenguk
adik baru saya yang tidak terlalu jauh dari tempat saya
menulis cerita ini untukmu. "
100 Sehari Setelah Istrinya Dimakamkan DENGAN kedua tangan menutupi wajah, ia meraungraung serupa anak kecil meminta sesuatu kepada ibunya. Tas berwarna merah milik istrinya tergeletak di
depannya, di atas meja bertaplak abu-abu. Itulah barang
terakhir yang dipegang istrinya sebelum meninggal, tas
itu, yang terlempar sejauh lebih dari lima meter saat
taksi yang melaju tinggi menghantam pinggangnya. Ia
sedih memikirkan bukan tangan atau wajahnya dipegang istrinya terakhir kali.
Ia membuka tas itu untuk melihat barang apa saja
yang ada di dalamnya. Ia menemukan sebatang cokelat
dengan gambar kacang mete di bungkusnya, bersama
barang-barang lain di sana. Ia membuka cokelat itu dan
memakannya di sela tangisnya yang sesekali masih meraung.
Alangkah sedihnya ia. Sebagai seorang lelaki yang
101 tak mungkin mendapatkan anak karena mandul, ia
betul-betul kehilangan satu-satunya orang yang ia
harapkan akan menemani sisa hidupnya
Ia tak mungkin bisa menemukan lagi wanita seperti
istrinya, dan ia memang tak menginginkan ada penggantinya. Istrinya wanita yang sangat baik. Tetangga
sangat menyukai istrinya yang tak pernah lupa menaruh
sebaris senyum di sela bibirnya. Teman kantor memanggil istrinya Lady Diana.
Kemarin di acara pemakaman istrinya, banyak benar
orang yang datang. Bahkan banyak yang sama sekali
tidak ia kenal datang mengenakan pakaian serbahitam
sekadar mengucap belasungkawa atau menepuk bahunya. Bergantian orang menaburkan bunga berwarnawarni di atas peti mati istrinya. Liang tempat berbaring
peti itu seperti tak bisa menampung banyaknya bungabunga yang ditaburkan orang yang membawa kesedihan
dan rasa kehilangan di wajah masing-masing. Itulah
bukti baginya bahwa istrinya disayangi orang-orang. Ia
jadi ingat tayangan TV beberapa waktu lalu tentang
acara pemakaman Lady Diana yang penuh bunga. Istrinya adalah Lady Diana. Betul.
Hari ini ia tidak masuk kantor. Oleh atasannya, ia
diberi izin untuk tidak masuk kerja selama tiga hari,
terhitung mulai hari ini. Tetapi justru itulah yang membuat hari ini sangat berat untuk ia lalui.
Ia semakin didera rasa kehilangan dan kenangan ten102
tang hari-hari bersama istrinya. Dan tak ada yang bisa
menghiburnya, tidak juga berita kemenangan tim sepak
bola Indonesia di koran harian yang datang terlalu pagi,
kicau burung tetangga, suara tergesa-gesa kendaraan di
depan rumah, ataupun kopi yang untuk pertama kalinya
ia buat sendiri. Tidak ada yang bisa membawanya pergi
dari sedih. Tidak ada. Ia mencoba menghibur diri dengan mengingat katakata seorang teman.
"Sebab Tuhan mencintai orang yang baik hati, ia dipanggil pulang lebih lekas."
Tetapi beberapa detik kemudian ia menyadari kalimat
itu tidak punya kuasa meluruhkan sedihnya.
Rasa cokelat samar-samar masih lekat di lidahnya
seperti air mata yang masih juga jatuh satu-satu.
Ia melanjutkan membuka tas istrinya untuk melihat
barang-barang terakhir yang dibawa istrinya. Ada lipstik
berwarna sama dengan warna tas itu. Sebenarnya ia lebih suka melihat istrinya tidak memakai pewarna bibir.
Tetapi orang lain selalu mengatakan istrinya selalu bisa
memakai warna di bibirnya yang serasi dengan pakaian
dan suasana hati, sehingga setiap senyumnya selalu saja
membuat hati yang melihatnya segar seperti rasa permen
mint. Di sisi lain, kadang-kadang ia bersyukur atas komentar orang-orang itu, sebab dengan begitu ia tidak
merasa telah menjadi suami yang suka mengatur-atur
istri. 103 Kembali ia menemukan sebatang cokelat yang sama.
Dan untuk alasan yang belum juga ia mengerti, ia kembali membuka bungkusnya, lalu memakannya.
Rasa cokelat di lidahnya kembali membuat bendungan di matanya jebol. Ia memang sedikit heran, sejak kapan istrinya suka makan cokelat. Ia ingat suatu
hari, beberapa minggu setelah menikah, ia pulang dari
kantor membawa sebatang cokelat untuk istrinya, tetapi
istrinya hanya menyimpannya di lemari es dan tidak
memakannya sampai berminggu-minggu. Waktu ia
tanya, istrinya mengatakan bahwa selain karena takut
sakit giginya kambuh dan takut gemuk, ia pada dasarnya memang tidak suka makan cokelat. Cokelat itu
akhirnya menjadi hadiah untuk dirinya sendiri sebab
suatu hari ia sendirilah yang memakannya.
Sedikit mengherankan kalau tiba-tiba di tas istrinya
ia menemukan dua batang cokelat. Barangkali, seseorang telah menghadiahi istrinya cokelat"atau istrinya
ingin memberikannya kepada seseorang. Atau, mungkin
istrinya sudah menyukai cokelat dan, sebagai suami, ia
terlalu sibuk sehingga tidak mengetahui perubahan itu.
Tetap rasa ganjil itu tidak berdaya di tengah kesedihan
dan kehilangan yang ruah serupa bah.
Ia menjilati sisa cokelat yang lekat di telunjuknya,
lalu melanjutkan membuka-buka tas. Ia juga menemukan alat-alat kosmetik selain lipstik. Ia tidak tahu apa
saja namanya. Ia berhenti sejenak, lalu tersenyum. Ia
104 berpikir alangkah cantik hati istrinya. Di usianya yang
sudah tidak muda lagi, ia ingin selalu tampil cantik di
depan suaminya. Istrinya tetap merawat diri, untuknya.
Ah, sekiranya ia bisa kembali sesaat saja. Ia akan mengatakan satu kalimat yang selalu ia lupa ucapkan setiap pulang dari kantor.
"Kamu cantik sekali hari ini, Sayang!"
Benda berikutnya yang ia temukan di tas itu adalah
ponsel yang menyisakan setengah baterai dan gambar
amplop di sudut kiri atas. Itu tanda ada pesan yang belum terbaca. Ia menekan tombol pembuka pesan, lalu
membaca kalimat yang tertulis di layarnya: Papa tunggu
pukul 7!

Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali ia menangis melihat pesan itu. Pesan yang ia
kirim ternyata belum sempat dibaca istrinya. Barangkali
ketika istrinya hendak membuka tas karena mendengar
bunyi tanda ada pesan masuk, saat itulah taksi berwarna biru itu menabraknya. Ia menduga-duga. Ia kembali menangis. Ia merasa bersalah. Kenapa tidak ia
jemput saja istrinya di rumah, lalu mereka bersamasama makan malam" Sekalian ia bisa mandi sore dan
ganti baju dulu. Ia meletakkan ponsel itu, lalu kembali mencari
benda-benda lain. Ada kacamata. Ada sebotol kecil pil
obat sakit kepala. Istrinya memang pengidap migrain
akut, ia tahu itu. Ada bolpoin dan buku catatan kecil
yang tampaknya masih baru.
105 Ia berhenti mencari. Ia membuka buku kecil itu di
halaman pertama"satu-satunya halaman yang ditulisi.
Things to do today. Belanja"jangan lupa beli
anggrek! Body language. Ketemu teman lama. Makan
malam dengan suami. Catatan-catatan pengingat itu lengkap dengan waktu
masing-masing. Istrinya memang seorang perfeksionis
dan pintar mengatur waktu. Itu membuatnya semakin
merasa kehilangan seseorang yang nyaris sempurna sebagai manusia, atau sempurna sebagai istri.
Di bawah catatan itu ada nomor telepon entah milik
siapa. Ia meletakkan notebook dan beralih pada sehelai
saputangan berwarna peach dengan sulaman nama istrinya di salah satu sudut. Dan itulah yang membuat tangisnya yang sudah reda kembali meledak. Ia kembali
terlempar jauh ke belakang mengenang masa-masa
indah waktu remaja, saat mereka belum menikah. Saputangan itu hadiah yang ia berikan pada saat Valentine.
Bersama saputangan itu, ia juga memberinya kaset bergambar hati warna merah. Istrinya masih menyimpan
saputangan itu, bahkan membawanya ke mana-mana.
Begitu juga cintanya kepadaku, begitu pikirnya.
Ia telungkup di atas meja, tak tahan dengan dera sedih, dan kopi tumpah mengotori taplak meja dan lantai
berwarna putih. Alangkah sedihnya ia.
Setelah yakin badai kesedihan mulai reda, meski
106 masih ada isak yang sesekali terdengar, ia kembali mencari apa-apa di dalam tas istrinya. Benda terakhir yang
ia temukan di tas itu adalah sebuah kotak yang membuatnya tiba-tiba berhenti menangis. Ia menemukan
sekotak benda yang tidak ia percaya ada di sana. Sekotak benda yang sungguh tidak ia harap berada dalam
tas istrinya. Sekotak kondom. Ya, sekotak kondom dengan isi tidak lagi lengkap.
Ia bertanya-tanya. Kenapa seorang perempuan membawa kondom" Untuk apa" Apakah istrinya memiliki
kehidupan lain di luar yang tidak ia ketahui" Apakah
istrinya" Rasa cokelat di lidahnya belum hilang. Rasa cokelat
itu yang membuatnya kembali menutup wajah dengan
tangan dan meraung-raung. "
107 108 Membunuh Mini IA harus mati, pikirnya. Mini, pembantunya, harus dibunuh. Erwin sudah menemukan cara yang tepat untuk
mengakhiri hidup Mini. Usia kandungan Mini sudah
dua bulan. Mini tidak boleh dibiarkan terus dengan
perut semakin membesar. Lambat laun orang akan tahu.
Perut Mini harus disembunyikan. Secepatnya. Kematian
tempat bersembunyi paling aman. Mini harus mati.
Apa kata tetangga. Apa kata ibu dan ayah. Apa kata
orang-orang di kantor. Seorang Direktur Menghamili
Pembantunya. Erwin membayangkan berita-berita di
surat kabar serupa peluru yang ditembakkan serempak.
Menikah, bukan jalan keluar. Mini seorang pembantu.
Erwin seorang direktur. Mini harus mati.
Erwin tiba di rumahnya dengan gelisah. Mini harus
mati. Erwin akan menyuruh Mini memijatnya, lalu bercumbu lagi. Mini tidak akan curiga. Di gelas Mini,
109 Erwin akan memasukkan serbuk obat. Mini pingsan.
Sikki, sopir pribadi Erwin, membawa Mini pergi. Sikki
membunuh Mini tengah malam, lalu membuangnya di
tempat sepi, jauh dari rumah. Mini mati dan Erwin
tidak jadi berita di surat-surat kabar. Sikki pasti mau
membantu. Lima juta akan Erwin masukkan ke saku
Sikki. Perfect! ?"" JARI-JARI Mini berjalan di atas tubuh Erwin, memijat
otot-otot. "Bagaimana dengan perutku, Pak?"
Mini malu perutnya membesar.
"Kita akan menikah, Mini."
Erwin bohong. Lelah di otot-ototnya luruh, tetapi
kepalanya tegang. Erwin menjamah Mini. Mereka melakukan lagi hal yang membuat Mini hamil, bercinta.
Mini tidak tahu telah meminum sesuatu yang salah.
Mini tidak tahu, ia minum air putih dengan serbukserbuk aneh. Mini pingsan. Mini tidak sempat orgasme.
Rencana berjalan rapi. Sikki masuk membawa dua lembar karung.
"Bungkus!" Satu karung dipasang dari kaki. Satu karung dipasang dari kepala. Dibungkus, diikat dengan tali raia
merah. Sikki mengangkat tubuh Mini ke mobil.
110 "Jangan tinggalkan jejak!"
Sikki menurut. Ia diberi uang lima juta untuk itu.
"Ia harus mati! Buang ia di tempat sepi. Sungai atau
semak-semak." Sikki senang dengan uang lima juta di saku baju.
Mobil melaju"tengah malam"di atas jalan yang
membelah dua kota. Menuju entah. Erwin masuk ke
rumah, menutup pintu dari dalam. Duduk di ruang tengah dengan bulir-bulir keringat di dahi. Aku telah
membunuh, pikirnya. Membunuh Mini belum menghabiskan cemasnya.
Sikki bisa lapor polisi. Dua puluh juta buat Sikki. Cukup. Sikki harus pergi. Juga. Erwin akan mengatakan
kepada Sikki, "Aku takut tetangga tahu pembunuhan
ini. Kau juga harus pergi. Lalu aku bilang sama tetangga
kau lari bersama Mini. Bagaimana?" Sikki pasti mau.
Erwin melepas kaus, menghapus keringat di dahi.
Cemas tak juga pergi. Erwin menunggu Sikki tiba membawa kabar kematian Mini, di kursi. Sikki akan datang
menghapus cemas. Erwin gelisah. Erwin cemas. Tetapi
kalau ia sampaikan kepada Sikki rencana itu, ia akan
tenang. Erwin akan tenang dan cemas pergi.
?"" SIKKI tiba dengan suara bel yang ditekan dari gerbang.
Erwin bangkit, membuka pagar untuk Sikki. Pekerjaan
111 ini biasa dilakukan Mini, bukan dirinya, tetapi Mini
sudah mati dalam gelap. Mini sudah dibuang ke tempat
sepi. Erwin menutup gerbang, lalu berjalan di belakang
mobil, menuju beranda. Menunggu Sikki di sana.
"Aku lempar ke tempat sepi. Di sungai, Pak."
Sikki menjawab "bagaimana" yang ditanyakan Erwin
terburu-buru. Sikki menjelaskan. Dia melilit leher Mini dengan tali
raia. Mini sempat menggeliat-geliat, lalu tidak bergerak.
Mini dilempar ke sungai, telanjang. Pakaian Mini dibuang ke sungai yang lain. Bersih, tak ada jejak.
"Bagus! Terima kasih!"
?"" PAGI buta. Erwin bangun dengan cemas yang tidak
tuntas-tuntas. Sikki tunduk di depannya.
"Ini dua puluh juta. Pergilah!"
Sikki diam. "Bilang kalau tidak cukup. Aku tambah."
Sikki diam. "Maaf, kau harus pergi. Aku khawatir!"
Sikki diam. "Aku khawatir tetangga tahu pembunuhan ini. Satusatunya cara menyembunyikan kematian Mini adalah
dengan kepergianmu."
Sikki tetap diam. 112 "Aku akan mengatakan kepada tetangga yang bertanya-tanya bahwa kau lari dengan Mini. Bagaimana"
Aku harap kau mau membantuku."
Sikki tetap diam, tetapi ia mengambil uang yang berbaring di atas meja.
Sikki pergi dengan dua tas di tangan dan uang dua
puluh juta. Sikki pergi meninggalkan rumah itu. Erwin
mengantar Sikki ke pintu dan menghentikan taksi untuk
Sikki. Erwin tak pernah melakukan hal-hal seperti itu.
Ia tiba-tiba merasa menjadi pembantu. Tetapi, hal-hal
seperti itu masih terlalu murah untuk membayar kesalahan-kesalahan membunuh Mini dan mengusir Sikki.
?"" DI kursi belakang taksi, Sikki mencoba memejamkan
pikiran. Sopir taksi menemukan mata Sikki di spion.
Sikki tahu itu sebuah pertanyaan. Pertanyaan tentang
tujuan, dan ia menyebut nama sebuah hotel kelas
melati. Taksi berhenti di depan hotel yang dimaksud Sikki.
Dua tas dari bagasi pindah ke tangan Sikki. Taksi pergi
dengan ongkos yang dilebihkan Sikki. Sikki turun dan
masuk ke hotel, berhenti di meja resepsionis sejenak,
lalu berjalan kembali. Sikki mengetuk-ngetuk pintu. Tidak ada jawaban dari
dalam. Ia kembali mengetuk-mengetuk. Di balik pintu,
113 tak ada langkah-langkah yang akan membuka pintu. Ia
gelisah. Ia mengetuk lebih keras. Barangkali ia tidur,
pikirnya. Tetapi, tetap tidak ada yang membuka pintu.
Ia coba memutar pegangan pintu, ternyata tidak terkunci. Ia masuk dengan langkah-langkah cepat. Tempat
tidur kosong. Kamar kosong.
Ia turun ke resepsionis dan bertanya tentang perempuan di kamar itu. Mereka menjawab dengan gelengan
dan kata "tidak" berulang kali. Sikki kembali ke kamar.
Ia duduk terkulai di tempat tidur. Kenapa Mini pergi"
Bukankah Mini telah sepakat untuk menikah denganku"
Ke mana" ia berkata-kata sendiri. Mini, aku sudah pu"
nya uang. Dua puluh juta. Lebih. Aku mau menikahi"
mu. ?"" ERWIN mandi pagi. Ia berpikir mandi akan membersihkan kegelisahan. Ia berpikir mandi bisa mengusir Mini
dan Sikki dari kepala. Sikki duduk terkulai di tempat tidur hotel.
Di depan pintu kantor Erwin, Mini duduk menunggu. "
114 Aku Selalu Bangun Lebih Pagi "BARU bangun, kan?"
Setiap kali perempuan itu datang, kira-kira pukul sepuluh pagi, ia menyapaku seperti itu. Meskipun sesungguhnya itu kalimat tanya, aku kira ia tidak bermaksud bertanya sama sekali. Itu pernyataan yang
menyamar sebagai pertanyaan.
Aku tidak pernah menanggapinya. Setelah mengucapkan kalimatnya, perempuan itu akan masuk ke
ruanganku. Ia akan duduk di depan komputerku dan
menulis sesuatu"entah apa"tanpa memberiku waktu
untuk menanggapinya. Selalu seperti itu. Akhirnya, aku
merasa kalimat itu memang tidak perlu ditanggapi.
Sering kali aku pikir ia tidak kreatif. Setiap pagi ia
menyapa dengan kalimat yang sama. Baru bangun, kan"
Apakah ia tidak bisa menemukan kalimat lain yang lebih menarik"lebih baik" Kenapa ia tidak sesekali me115
ngatakan, misalnya, "Rambutmu kusut sekali pagi ini"
atau yang lain yang maksudnya sama. Mestinya ia tahu
aku tidak suka kalimat-kalimat klise.
?"" IA selalu menemukan aku sedang membaca buku, ketika
ia datang. Hal itu sesungguhnya satu jawaban. Aku tidak mungkin baru bangun. Setiap kali ia datang, pintu
sudah terbuka, lantai sudah disapu, juga buku-buku sudah kembali tertata rapi di rak. Tentu saja akulah yang
melakukan semua itu. Tidak ada orang lain yang akan
melakukannya. Aku tidak punya cukup uang untuk
menggaji seorang petugas cleaning service. Menggaji seorang pegawai menunggui toko buku saja sudah berat.
Tetapi, ia selalu datang dengan sapaan khas basi dan
menyebalkan itu. Aku selalu berharap, besok paginya ia datang tidak
dengan kalimat itu lagi. Aku berharap ia sadar aku sudah selesai membaca satu buku, ketika ia tiba. Aku
ingin ia sadar, sejak pagi aku sudah membersihkan
lantai dan menata buku-buku di rak, meskipun belum
mandi. Namun harapan itu tidak pernah terwujud. Besok dan besoknya lagi, ia tetap datang membawa kalimat serupa.
Aku pernah berpikir sebaiknya mandi lebih pagi sebelum membersihkan ruang perpustakaan dan toko
116 buku. Tetapi, kemudian aku punya pikiran lain. Jika hal
itu aku lakukan, ia akan mengatakan: tumben bangun
lebih pagi! Itu bahkan lebih menyakitkan. Ah, biarlah
ia menemukan sendiri kebenarannya. Intinya, aku selalu
bangun pagi sekali"beberapa jam sebelum ia datang.
?"" AKU pikir, ia mengatakan aku baru bangun karena ia
selalu menemukan rambutku masih acak-acakan. Tetapi,
untuk apa aku mengingkari ketidaksukaanku pada sisir,
hanya demi perempuan itu" Baju yang aku kenakan
kemarin juga belum diganti. Ia selalu mendapati aku
belum mandi pagi. Aku mengerti, pukul sepuluh adalah
waktu yang sudah sangat telat untuk mandi pagi. Tetapi
begitulah aku. Sebelum pegawai toko bukuku datang,
aku tidak akan sempat mandi. Dan itulah masalahnya.
Perempuan itu selalu datang beberapa menit lebih cepat
daripada pegawaiku. Aku sudah sepakat dengan pegawaiku. Jam kerjanya mulai setengah sebelas sampai
pukul sembilan malam. Aku merasa tidak punya alasan kenapa harus mandi
lebih pagi. Aku selalu berpikir, banyak hal lain lebih
penting daripada mandi pagi. Membersihkan lantai. Menata buku-buku. Menyelesaikan satu buku yang baru
aku beli sebelum dimasukkan ke dalam katalog dan dipinjam anggota perpustakaan. Atau menulis apa saja di
117 komputer. Seharusnya ia sadar, ia selalu menemukan
komputerku sudah bangun ketika ia datang.
Siang hingga sore, aku selalu sibuk meladeni pengunjung perpustakaan. Mengurusi toko buku dan perpustakaan bukan pekerjaan enteng bagi dua orang. Seharusnya ia tahu aku tidak punya banyak waktu untuk
membaca buku, selain pada pagi hari ketika orangorang yang mau membaca, meminjam, atau membeli
buku belum datang. Karena, membayangkan ada pemilik perpustakaan dan toko buku yang tidak pernah
membaca buku merupakan hal yang sangat lucu.
Mungkin aku terlalu berharap ia bisa menemukan
kebenarannya. Ia sama sekali tidak mau belajar dari
fakta-fakta yang bisa menunjukkan ia keliru. Ia seorang
sarjana"seharusnya ia tahu hal-hal sederhana seperti
itu. ?"" SEJAK aku memutuskan berhenti kuliah, lalu mendirikan
perpustakaan dan toko buku beberapa bulan lalu, perempuan itu pelanggan tetap di tempatku. Di daftar
anggota, ia berada di urutan sebelas. Ia pengunjung paling rajin. Ia datang nyaris setiap hari.
Ia gadis manis, yang kemudian aku tahu adalah seorang sarjana pertanian yang lebih tertarik menjadi anggota perpustakaan daripada melamar kerja di Dinas
118 Pertanian. Ia anak orang kaya yang tinggal beberapa
blok dari tokoku. Menurut pengakuannya, ia suka
membaca buku-buku sastra. Tanpa ia katakan, aku tahu
dari judul-judul buku yang selalu ia pinjam. Ia mengagumi Sapardi. Beberapa kumpulan puisi Sapardi
Djoko Damono ia pinjam berulang kali. Kadang aku


Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpikir, kenapa ia tak membeli buku serupa saja"
Meskipun ia manis dan anak orang kaya, aku tidak
merasa tertarik kepadanya. Mungkin karena sapaannya
setiap ia datang. Sapaan menjengkelkan itu mungkin
menutupi kelebihan-kelebihannya yang bisa membuat
aku jatuh cinta. Kedengarannya terlalu mengada-ada,
tetapi begitulah adanya. Aku tidak melihatnya sebagai
seorang gadis istimewa, meskipun sudah lama aku ingin
punya kekasih"yang suka membaca buku dan manis.
Beberapa anggota perpustakaan, utamanya para pria,
selalu membicarakan kecantikan perempuan itu. Namanya Nanti. Nanti Kinan. Aku jarang menyebut namanya. Perempuan itu berambut hitam indah. Wajah halus
dan tidak terlalu putih. Senyumnya manis. Aku dengar
para pelanggan pria sering memujinya. Beberapa di
antara mereka terang-terangan memperlihatkan ketertarikannya kepada perempuan itu. Aku tidak. Jika harus
memilih, aku lebih suka menjadi kekasih pegawaiku. Ia
tidak suka cari perhatian dengan pertanyaan aneh.
Mungkin karena sering datang, perempuan itu tidak
sungkan duduk di kursiku dan mengutak-atik kom119
puterku. Awalnya aku kaget dengan ulahnya itu. Tetapi
aku pikir, itu bukanlah hal yang mengganggu. Sapaannya itulah yang selalu mengganggu dan membuat aku
merasa dilecehkan"dianggap lelaki pemalas.
?"" PAGI tadi, dengan satu novel baru yang tidak sempat
kuselesaikan semalam, seperti biasa aku duduk menunggu pegawaiku datang"juga menunggu perempuan
itu. Aku sudah memutuskan, jika perempuan itu datang,
aku akan mengatakan kepadanya ia salah selama ini.
Aku sudah tidak tenang melihat ia, dengan kebodohannya, tidak menyadari aku selalu bangun jauh lebih pagi.
Seperti dugaanku, perempuan itu akhirnya datang
menyodorkan sapaannya. "Baru bangun, kan?"
Aku melirik angka halaman bukuku, lalu menutupnya. Aku bangkit, mengikuti perempuan itu.
"Kenapa kau selalu menyapaku dengan kalimat itu?"
Ia tidak menjawab. Ia terus melangkah.
"Kalimat itu selalu merusak pagiku."
Ia tidak menjawab. "Seharusnya kau tahu, aku selalu bangun lebih pagi
daripada yang kaukira."
Ia belum mengatakan apa-apa. Menyebalkan.
120 "Kaupikir siapa yang membukakan pintu itu untukmu" Siapa yang menyapu lantai ini" Siapa yang menata
buku-buku di rak" Kaupikir itu semua kerjaan pembantumu?"
Ia masih diam dan terus berjalan menuju komputerku. Aku kesal.
"Semua itu aku lakukan mungkin saat kau masih lelap, masih memimpikan lelaki yang kaucintai. Aku tidak
suka kau mengatakan aku baru bangun. Kenapa kau
tidak pernah berpikir, seorang penjaga toko dan perpustakaan pasti akan bangun lebih pagi daripada pelanggan yang akan datang" Dan?"
Ia tetap diam, membuatku semakin jengkel.
"Dan kenapa kau tidak menjawabku" Apakah kau
memang hanya bisa mengucapkan sapaan itu" Apakah
kau?" Ia tiba-tiba berbalik dan aku melihat matanya sembap. Ia menangis.
"Kenapa kau menangis" Kaupikir aku akan merasa
bersalah jika kau menangis?"
"Maaf. Barangkali aku memang salah," katanya.
"Iya. Kau jelas salah!"
Ia berbelok masuk ke ruang baca, lalu duduk di salah
satu kursi. Aku juga duduk"di depannya. Ia meletakkan tasnya di meja, kemudian menghapus air matanya.
"Ya. Barangkali?"
"Kau memang salah. Aku tidak pernah sekali pun
121 bangun pukul enam, selalu lebih cepat, sejak pertama
kali membuka perpustakaan dan toko buku ini. Aku
selalu bangun lebih pagi. Selalu lebih pagi. Tidak pernah
telat." "Bisakah aku melanjutkan kalimatku?"
Aku diam. "Aku tahu kau tidak betul-betul baru bangun saat
aku datang. Aku tahu kau yang membuka pintu dan
menata buku-buku. Aku tahu kau bisa menghabiskan
satu atau dua buku sebelum aku datang. Tetapi, apakah
aku salah jika menginginkan satu hari saja melihat
orang yang aku, aku, aku cintai kelihatan lebih segar
saat aku datang" Ya, barangkali aku salah."
Aku tidak tahu harus berkata apa.
"Kau juga salah. Kau tidak pernah memperhatikan
perhatianku. Tetapi, terima kasih. Hari ini akhirnya kau
tahu. Selama ini aku mencintaimu. Maaf, aku mau mengembalikan buku. Aku harus pulang. Aku harus mengepak barang. Besok kami harus pindah ke kota lain.
Terima kasih telah menyediakan tempat ini untukku."
"Buku kumpulan puisi Sapardi itu tak perlu kaukembalikan. Bawa saja. Nanti aku beli lagi. Kau serius
mau pindah?" "Kau tidak pernah percaya?"
"Aku percaya. Tetapi, bisakah kau tinggal sedikit lebih lama" Biarkan aku mandi dulu. Kita lanjutkan sedikit lagi pembicaraan ini."
122 "Kau tidak perlu mandi. Aku sudah terbiasa dengan
keadaanmu itu." "Tetapi, apakah kau mau tinggal beberapa menit lagi
di sini?" "Untuk apa?" "Aku ingin mandi pagi untukmu."
"Tidak perlu." "Perlu. Nanti setelah berbincang, aku ingin mengajakmu makan siang. Jika kau mau. Bagaimana?"
"Barangkali tidak. Atau barangkali ya. Baik, mandilah dan biarkan aku memikirkannya."
?"" SELEPAS mandi aku bersalin baju. Di depan cermin, aku
melihat diriku lebih segar. Aku tiba-tiba malu karena
kenyataan itu. Perempuan itu ingin melihatku seperti
diriku yang aku lihat di cermin. Aku kemudian, dengan
pelan, berkata seolah kepada perempuan itu: "Ini aku
yang ingin kaulihat pada pagi hari!"
Aku seperti seorang anak belasan tahun yang sedang
jatuh cinta. Tetapi tidak, tidak, aku belum memutuskan
jatuh cinta atau tidak. Mungkin akan jatuh cinta. Aku
cuma merasa telah melakukan satu kesalahan yang harus aku bayar. Makan siang tentu saja tidak setimpal.
Aku keluar dari kamar menuju ruang baca. Aku
ingin melanjutkan pembicaraan dengan perempuan itu,
123 sebelum berangkat ke tempat makan yang ia pilih. Aku
ingin ia yang memilih tempat makan. Aku juga akan
memintanya memilihkan makanan yang disukainya, untukku.
Sebelum berbelok masuk ke ruang baca, aku memperhatikan penampilanku. Sekali lagi, aku merasa lebih
segar. Sekali lagi, aku malu karena itu. Aku memasuki
ruang baca, berusaha mengatur langkah-langkah sealami
mungkin. Aku tidak menemukan perempuan itu di sana. Tidak
juga di ruangan lain. Aku keluar dan menemukan sandalnya sudah tidak ada di depan pintu. Tidak ada sandal siapa pun di sana kecuali sandalku sendiri, yang
salah satunya telungkup menghadap ke tanah.
Aku berlari ke jalanan. Aku berharap masih bisa menemukan punggung perempuan.
Di depan gerbang, seorang perempuan berjalan ke
arahku, tersenyum: pegawaiku. Aku malu, lebih malu
daripada sebelumnya. Untuk pertama kalinya, ia menemukan aku sesegar ini, berdiri di depan gerbang seperti hendak menyambut kedatangannya. Aku berbalik
dan masuk ke kamarku. Aku tertunduk di depan cermin. Aku malu melihat mataku sendiri. "
124 Ketinggalan Pesawat "Suatu siang di Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin JALAN-JALAN dibersihkan dari kendaraan. Taksi bernomor pintu 65 (mengingatkan aku pada tahun lahir
ibuku dan pembantaian jutaan manusia) yang membawa
aku ke bandara dihentitepipaksakan beberapa polisi lalu
lintas. Presiden sedang datang bertandang.
Kata lembar tiket yang kubeli mahal di sebuah usaha
travel murahan, aku harus check"in paling telat pukul
12.30. Kata sopir taksi, sekarang sudah pukul 12.10.
Tetapi ia tidak yakin pada ketepatan jam duduk di depan setir taksinya. Aku juga tidak yakin pada ketepatan
angka merah berkedip-kedip yang tertera pada argometer.
125 Tiba di bandara beberapa menit kemudian. Bayar taksi
dan menunggu uang kembalian. Petugas berseragam
memeriksa tiket. Barang-barang melewati mesin sensor.
Ponsel di kantongku membuat pintu mengeluarkan bunyi
menyebalkan. Beberapa orang menangkap wajahku,
tetapi aku buru-buru. "Sialan! Aku ketinggalan pesawat,"
kata seorang gadis yang seharusnya lebih cantik jika ia
lebih murah senyum. Aku juga. Telat tidak lebih dari
lima menit. Aku kutuk kepelitanku kepada sopir taksi, tidak merelakan uang kembalian. Aku kutuk petugas yang memeriksa tiketku sambil berbincang di telepon. Aku kutuk mesin sensor yang penuh kecurigaan. Aku kutuk
ponsel di kantong celanaku dan pintu yang berbunyi,
membuat langkahku terhenti beberapa saat. Aku kutuk
jam sopir taksi yang tidak tepat. Aku kutuk polisi yang
menghentikan taksi. Aku kutuk presiden yang gemar
prihatin itu karena datang bertandang saat aku mau
pergi. Aku bersandar di depan toilet, di bawah tanda larangan merokok. Aku lesu dan lusuh membayangkan
tubuhku duduk mengunyah permen di kursi pesawat
sambil menikmati suara dan gerak pramugari bicara
tentang cara menyelamatkan diri dari kecelakaan pesawat.
?"" 126 TIKETKU hangus di tangan yang basah oleh peluh. Aku
harus membeli tiket baru. Harganya tiga kali lebih mahal. Pesawat berangkat 3,5 jam kemudian. Aku tunggu
saja di sini, di ruang tempat para penumpang berpisah
dengan keluarga atau kekasihnya. Aku tidak mau pulang menanggung malu kepada orang-orang yang baru
saja melambai, tersenyum, dan berharap mendapat buah
tangan saat aku pulang. Aku tidak mau lagi mengutuk
polisi dan sopir taksi. Aku tidak mau uangku habis untuk membeli tiket mahal yang kemudian hangus di
tanganku yang selalu berpeluh.
Tidak ada orang yang bisa diajak berbincang. Sebagian sedang terburu-buru, sebagian sedang bersedih
minta dipeluk sebelum ditinggalkan. Aku sedang tidak
ingin mengutuk siapa-siapa lagi, termasuk diri sendiri.
Di bandara 3,5 jam lama sekali. Bisa habis satu novel
tipis atau barangkali setengah lusin majalah.
Aku pergi ke toko buku. Aku ingin mencari-cari satu
buku pembunuh waktu. Uang kembalian sopir taksi tadi
mungkin bisa ditukar dengan selembar novel tipis. Di
rak buku kucari nama pengarang yang tidak aku kenal
dan tidak mengenalku. Aku tidak mau bertemu orang
yang aku kenal, termasuk penulis novel.
Akhirnya, aku bertemu novel yang menginginkan
uangku pindah. Sampulnya sedih sekali. Biru langit, seperti warna menjelang hujan (mengingatkanku kepada
127 warna logo pesawat yang meninggalkan aku). Novel
cinta. Kata penjualnya, baru masuk dua minggu lalu.
Aku mulai membaca halaman pertama. Halaman
tempat pengarang berbasa-basi. Berterima kasih dan tidak mengutuk siapa-siapa. Dia berterima kasih kepada
Tuhan dan orangtuanya yang sudah meninggal. Dia berterima kasih kepada editornya yang bekerja keras dan
rewel membetulkan seluruh kesalahannya. Dia juga berterima kasih kepada nama-nama yang disebutnya sebagai sahabat"yang kemungkinan bisa membantunya
menjual novel itu. Setelah berterima kasih kepada pembaca yang mau
menyisihkan waktu membaca novelnya, ia mengucapkan
terima kasih yang istimewa kepada kekasihnya. Aku
mengenal nama kekasihnya. Sangat mengenalnya. Perempuan itu dua bulan lalu meninggalkan aku tanpa
kata-kata. Ia kini jadi kekasih si penulis yang baru menerbitkan novel pertamanya yang baru saja aku beli.
Perempuan itu yang akan aku temui di Jakarta. "
128 Celana Dalam Rahasia Terbuat dari Besi HIDUP adalah sembunyi. Jika kau miskin, kau harus
tahu bagaimana menyembunyikan papa. Jika kau kaya,
kau harus tahu bagaimana menyembunyikan harta. Jelek atau cantik, kau harus tahu bagaimana menyembunyikan rupa. Belajarlah seni menyembunyikan!
Ia masih ingat, kalimat-kalimat itu selalu diulangulang ayahnya di meja makan, setiap malam. Barangkali
itulah sebabnya ia bernama Rahasia.
Ada lebih banyak kata-kata dalam diam. Diam dan
diamlah di depan suamimu! Sehari sebelum ia dibawa
suaminya ke kota ini, ayahnya sekali lagi mengulang
kalimat itu padanya, seperti mantra-mantra. Rahasia
ingat betul kata-kata Ayah dan ia tak mau durhaka dengan melanggarnya.
Suaminya seorang cerdas tetapi kolot, wartawan sebuah majalah wanita. Suaminya, namanya Tiran, mem129
berlakukan sesuatu yang sangat aneh di rumahnya.
Rahasia harus memakai celana besi setiap hari. Ia tidak
pernah betul-betul mengerti kenapa harus mengenakan
celana besi. Barangkali karena Tiran takut ia main serong dengan lelaki lain. Tetapi ini dunia modern, bukan
zaman batu, pikirnya"hanya dalam pikiran, sebab ia
harus diam. Kenapa celana harus terbuat dari besi" Barangkali karena majalah tempat Tiran bekerja terlalu
sering memuat berita perselingkuhan.
Setiap pagi, sebelum berangkat ke kantor, Tiran selalu bertanya, "Apakah kau sudah buang air?" Pertanyaan itu sudah dihafalnya luar kepala. Kalau Rahasia
menjawab "ya", Tiran akan menyuruhnya memasang
celana besi itu lalu menguncinya. Kunci celana besi itu
dibawa Tiran ke kantor, dan tak ada kunci cadangan.
Celana besi"tentu saja celana dalam"yang ia kenakan
setiap hari"pagi sampai sore"dikunci dengan gembok
paling kuat. Gembok nomor satu, yang paling jempolan.
Gembok itu dibeli dengan harga sangat mahal. Kalau
Rahasia menjawab "belum", Tiran akan menyuruhnya
ke WC dan menunggu sampai Rahasia selesai. Itulah
ritual pagi di keluarganya. Ritual yang sangat aneh.
Setiap hari Rahasia setia melakoni hal itu. Dan tak
ada kata "menolak" dalam bukunya. Rahasia diam dan
melakukannya, ia selalu ingat pesan Ayah"ada lebih
banyak kata-kata dalam diam. Untuk menghindari
buang air besar pada saat Tiran berada di kantor, Ra130
hasia tak boleh makan banyak serat sebab ia hanya boleh buang air besar setiap pagi dan malam. Ia juga tak
boleh minum banyak air agar tidak buang air kecil di
siang hari. Saat Tiran di kantor, ia sama sekali tak bisa
ke WC untuk urusan buang air kecil apalagi buang air
besar. Ia harus menunggu Tiran pulang.
Sudah bertahun-tahun Rahasia menjalani hal aneh
itu. Tetapi ia tak pernah boleh membantah, Rahasia
adalah istri yang memilih berkata-kata dalam diam. Setiap pulang kerja, Tiran akan membuka gembok itu dan
membiarkan "barang" istrinya menghirup udara segar.
Itulah kesempatan bagi Rahasia untuk ke WC dan membuang "air-air" yang ditahannya seharian. Rahasia memang tak pernah bisa mengerti kenapa Tiran jadi begitu
tidak percaya padanya. Ia tak pernah mau bertanya kepada Tiran tentang hal itu. Ia pernah berniat mengirim
surat pada Ayah dan mertuanya untuk mengadukan
Tiran, tetapi setiap keinginan itu muncul, ia selalu ingat
kata Ayah. Diamlah! Rahasia sebenarnya kesal diperlakukan seperti itu,
tetapi ia hanyalah seorang istri. Ia harus menyembunyikan perasaan itu. Setelah sekian lama hidup berdua, ia
sudah tahu bagaimana menyembunyikan kesal: tersenyum. Setiap malam, di meja makan ia tersenyum
menemani Tiran makan. Ia tersenyum menjawab ajakan
Tiran bercinta. Ia tersenyum mencuci dan menyetrika
131 baju dan celana Tiran. Ia tersenyum dan tersenyum"


Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan tentunya diam. Bagi para tetangga, keluarga mereka adalah keluarga
yang sangat bahagia. Tak pernah terdengar suara orang
bertengkar dari rumah. Tak pernah ada suara-suara piring atau kaca pecah karena perkelahian suami-istri.
Damai sekali. Kadang ibu-ibu di lingkungan tempat
tinggalnya datang minta saran pada Rahasia: bagaimana
membina rumah tangga agar bisa tetap rukun" Rahasia
tersenyum dan tentu saja merahasiakan celana besi di
balik roknya. Ia hanya mengulang kata-kata ayahnya:
Ada lebih banyak kata-kata dalam diam. Sekiranya di
lingkungan tempatnya tinggal pernah atau akan diadakan lomba keluarga damai, pasti keluarganyalah yang
menang. Ia dan Tiran akan mendapatkan piala.
Tiran yang selalu tiba di rumah sore hari, tak juga
pernah bertanya apakah istrinya senang atau tidak diperlakukan seperti itu. Barangkali diam dan senyum
Rahasia telah berkata cukup jelas bahwa istrinya tidak
keberatan dan senang-senang saja, no problem, tak perlu ada cross"check. Rahasia betul-betul telah menguasai
seni hidup, seni menyembunyikan. Ia sungguh tahu arti
hidup, bahwa hidup adalah sembunyi. Sebelum tidur,
seusai bercinta seperlunya, Tiran selalu memuja istrinya
yang baik hati itu. Rahasia tersenyum dan memeluk
Tiran. Lalu mereka tidur menyembunyikan segala apa132
apa dalam dada masing-masing sampai pagi tiba dan
celana besi harus dipasang lalu dikunci kembali.
?"" RAHASIA tahu Tiran selingkuh dengan wanita lain,
rekannya sesama wartawan. Tetapi ia menyembunyikan
cemburu dengan senyum dan diam. Belajarlah menyembunyikan sesuatu! Setiap Rahasia ingin bertanya atau
protes pada Tiran, ia selalu ingat kata-kata Ayah. Sekiranya Ayah adalah guru dan apa yang Rahasia lakukan itu adalah latihan, maka ia pantas mendapatkan
nilai paling tinggi. Ia adalah murid yang mendapatkan
juara satu di kelas. Rahasia tak lagi perlu belajar, ia sudah pintar.
Tak pernah ada satu keluhan berbunyi dari pita suara
di lehernya. Tentang celana besi atau tentang perselingkuhan suami. Rahasia diam, sebab ada lebih banyak
kata-kata dalam diam. Rahasia membersihkan rumah.
Rahasia mencuci dan menyetrika pakaian. Rahasia memasak. Rahasia harus teratur buang air setiap pagi dan
malam saja. Rahasia menghidangkan makan malam.
Rahasia memijat dan melayani berahi suami. Semuanya
ia lakukan dalam senyum. Sementara Tiran selingkuh di
kantor dan kunci gembok di saku celananya.
Suatu hari, Rahasia melihat Tiran di mal bersama
wanita lain, tangan suaminya melilit serupa ular di ping133
gang wanita itu. Tetapi seperti biasa, saat suami tiba di
rumah dan menyerahkan kunci, Rahasia masuk ke WC.
Membuat kopi untuk suami dan mengajaknya duduk di
beranda menikmati bunga-bunga dan udara sore, berbincang-bincang. Rahasia sama sekali tidak bertanya
siapa perempuan yang Tiran peluk tadi siang. Ia malah
bertanya berita apa yang akan diangkat majalah suaminya bulan ini atau apakah sebentar malam suaminya
mau dipijat untuk menghilangkan penat.
Saat berbincang di beranda, Tiran selalu bersemangat
bercerita tentang berita-berita terbaru di majalahnya
atau tentang salah satu rekannya yang kedapatan main
serong. Rahasia tahu Tiran selalu bohong, tetapi ia
terlalu pintar menyembunyikan rasa. Rahasia manggutmanggut dan terus mendengar. Tiran terus berbicara
sampai perihal macet atau peminta-minta yang menyebalkan di lampu merah. Tiran tidak terlalu lihai menyembunyikan rahasia.
Rahasia selalu menemukan kebohongan itu menarinari di mata Tiran. Tetapi Rahasia hanya diam dan tersenyum.
?"" SUATU malam di tempat tidur, Tiran bercerita padanya
tentang seorang artis cantik yang tertangkap basah selingkuh dengan suami orang, selalu saja tentang seling134
kuh. Begitulah, Tiran pikir dengan selalu bercerita tentang perselingkuhan orang lain, istrinya akan berpikir ia
tidak suka selingkuh, setia. Tiran lalu mengatakan rencana tentang menulis sebuah artikel panjang tentang
celana besi. Bahwa celana besi adalah cara paling ampuh untuk menjaga keabadian rumah tangga. Celana
besi adalah metode paling baik agar angka perselingkuhan bisa ditekan. Tiran bertanya, "Bagaimana menurutmu?"
Rahasia menjawab dengan senyum, "Bagus sekali.
Kau bisa mengatakan bahwa keluarga kita telah mempraktikkan metode itu, dan berhasil. Hal itu bisa meyakinkan pembaca. Iya, kan?"
Beberapa minggu kemudian, seusai makan malam,
Tiran melemparkan majalah ke pangkuan Rahasia.
"Buka halaman 78!"
Rahasia menuruti perintah Tiran. Ia membaca sehalaman tulisan dan nama Tiran tertulis di bawah judulnya. Rahasia membaca tulisan tentang celana besi. Ia
tersenyum dan perasaan-perasaannya bersembunyi dengan aman di dada. Betul, Tiran menulis bahwa celana
besi telah berhasil mereka terapkan dalam rumah
tangganya seperti yang ia sarankan. Hasilnya, keluarga
bahagia, rukun, dan damai. Bebas selingkuh. Tiran menyarankan agar orang-orang yang sudah berkeluarga
meniru cara yang diterapkan keluarganya. Bahkan Tiran
menyarankan agar orangtua yang memiliki anak gadis
135 juga menerapkan hal tersebut untuk menjaga si anak
agar tidak melakukan seks bebas.
"Tunggu beberapa hari lagi, aku pasti akan diwawancarai beberapa stasiun TV karena metode baru
itu. Karena aku telah berhasil mengurangi angka perselingkuhan di kota ini, di negara ini. Karena aku telah
memperbaiki moral bangsa." Rahasia tersenyum. "Atau
penerbit-penerbit akan berlomba meminta aku menulis
buku tentang itu. Dan buku itu tentu akan laris, aku
akan jadi orang terkenal! Hahaha." Rahasia masih tersenyum.
Di tempat tidur, Rahasia kembali mengingat kalimatkalimat ayahnya: Hidup adalah sembunyi. Belajarlah
seni menyembunyikan! Sembunyikan rupamu! Sembunyikan hatimu! Ada lebih banyak kata-kata dalam
diam. Seusai berahinya rampung, Tiran bertanya tentang
tulisannya di majalah itu. Rahasia tersenyum dan diam.
Diam itu berkata: Alangkah bodohnya suamiku tidak
pernah memikirkan satu hal! Sudah lama aku selingkuh
dengan tukang duplikat kunci. "
136 Lima Pertanyaan Perihal Bakso Sejak kapan ada warung bakso di kota kabupaten ini"
KENAPA kamu tiba-tiba ingin menjadi peneliti" Saya lebih senang melihat kamu sebagai seorang istri, mengenakan baju terusan dengan perut hamil tiga bulan.
Waktu itu kamu kelas enam Sekolah Dasar. Saya kelas satu Madrasah Tsanawiyah. Rok kamu masih pendek dan merah. Biru celana saya baru belajar memanjang.
Saya ingat, tentu saja, pelayan-pelayan warung bakso
itu disapa Mas dan Mbak. Pemiliknya menggunakan
namanya sebagai nama warungnya. Mas Harto.
Sejak kapan ada warung bakso di kota ini" Kamu
137 tahu, saya tidak suka menghafal tanggal-bulan-tahun.
Tanggal lahir ibu saya dan kamu adalah pengecualian.
Angka-angka semacam itu selalu mengingatkan saya
pada jumlah korban dan kesedihan-kesedihan.
Kenapa anak muda di kota ini senang makan bakso"
SAYA semata-mata tahu bakso adalah makanan nasional
para anak muda, tanpa pernah tahu kenapa bisa demikian. Kira-kira sama dengan ketidaktahuan saya kenapa
semua gerbang, pagar, dinding rumah, dan kantor saat
itu harus berwarna kuning.
Bukankah saya pertama bertemu kamu di warung
bakso" Kamu kepedisan. Sesungguhnya, itu cara orang
Bugis menyebut kepedasan. Saya pikir kata pedis lebih
indah dan kaya dibanding pedas, apalagi pedes. Saya
bayangkan itu terbuat dari kata pedih dan pedas. Waktu
itu, kamu selalu menghapus butir-butir peluh di dahi
kamu dengan tisu toilet yang tersedia di meja.
Saya menunggu di depan warung mau menjabat tanganmu. Saya menyebut nama saya agar kamu mau
balas menyebut nama kamu. Tetapi kamu keluar bersama ayahmu yang berkumis tebal dan menggulung dua
lengan baju memperlihatkan tatonya. Entah kenapa,
138 saya membayangkan ayahmu seorang polisi yang gemar
menakut-nakuti dengan memamerkan pangkatnya.
Kenapa kantin sekolah kita juga menjual bakso"
KENAPA kamu tidak bertanya kepada guru sejarah dan
ekonomi, guru sosiologi, guru antropologi, atau kepala
sekolah" Siapa tahu ada hubungannya dengan program
transmigrasi, ekonomi rakyat dan koperasi, atau gerakan politik tertentu.
Kepada saya, tanya saja tentang berapa kali saya
mencuri uang dari bawah kasur nenek dan dompet ibu
saya agar bisa mentraktir kamu makan bakso. Sebab
hal-hal memalukan seperti itu saya lakukan agar kamu
mau menerima saya sebagai pacar.
Atau, tanya saja berapa utang bakso yang belum saya
bayar di kantin sekolah hingga kini demi melihat kamu
tersenyum. Saya selalu merasa dicintai setiap kali kamu
tersenyum usai melahap bakso.
?"" 139 Betulkah para penjual bakso itu punya jimat
penglaris" SAYA cuma tahu bahwa pemerintah suka sekali menyebar mitos agar kita percaya dan takut kepada bermacam-macam proyek mereka. Apakah kamu pikir
penjual bakso itu sama dengan pemerintah" Penjual
bakso barangkali tidak gemar korupsi.
Saya pernah mendengar desas-desus bahwa warung
bakso di persimpangan dekat rumah kamu memasukkan
celana dalam dan kutang bekas ke dalam panci baksonya. Tetapi saya tidak pernah mau usil membuktikan
rumor yang diembuskan penjual bakso di dekat rumah
saya yang warungnya sepi pengunjung. Waktu itu, saya
lebih penasaran kenapa kamu tidak juga menerima saya
jadi pacar kamu. Tapi, hei, saya sudah senang melihat kamu sebagai
seorang istri, berpakaian hamil, meski sahabat saya yang
beruntung menjadi suamimu. Jangan kamu rusak reuni
ini dengan terus bertanya tentang bakso.
?"" 140 Saya penasaran, betulkah kamu betul"betul tidak suka
makan bakso" KAMU tidak tahu saya memiliki puluhan warung bakso
di berbagai kota" Warung-warung itu menjual berjenisjenis bakso. Bakso ayam dan bakso sapi. Bakso udang,
bakso ikan, dan bakso teripang. Ada juga bakso binatang langka. Bakso buah-buahan dan bakso sayursayuran.
Oh, iya, ada juga yang saya namakan Bakso Cinta.
Saya punya puluhan warung bakso. Saya berusaha
mengekalkan kamu. " 141 142 Lebaran Kali Ini Aku Pulang "kepada Umar Kayam LEBARAN selalu membawa orang-orang pulang. Dua
puluh tahun aku tidak pernah pulang. Lebaran kali ini
aku pulang. Pulang menziarahi makam orangtua.
BANYAK yang berubah. Bukit ini tidak seperti dulu lagi.
Ada kota di kakinya. Entah siapa yang memindahkannya kemari.
143 AKU pulang. Banyak yang berubah. Jalan beraspal licin
melata sampai kaki bukit"sampai menjilat bibir pintu
rumah penduduk. Jalan yang sama dulu membawaku
pergi meski harus berjalan kaki sejauh lima belas kilometer sebelum bertemu mobil. Di sisi kiri-kanan berjejer
rumah-rumah besar yang bukan lagi rumah panggung.
Tiang-tiang berbaris rapi membawa aliran listrik yang
menghidupkan alat-alat elektronik di rumah-rumah. Mobil dan motor ramai berpapasan dan saling membunyikan
klakson pertanda tergesa-gesa, diburu-buru urusan entah
apa. Dari jendela mobil aku lihat warna-warni bendera
partai selang-seling dengan umbul-umbul rokok dan
voucher isi ulang, saling berkejaran seperti ingin berlomba menarik hati setiap penumpang.
Jalan rusak berbatu ini telah ditutupi aspal licin.
Jalan telah berubah. AKU pulang. Banyak yang berubah. Di depan sebelah
kanan rumah Pak Guru, dulu ada pos ronda. Ada
minimarket milik Pak Guru menggusurnya. Pak Guru
yang mengajar aku di Sekolah dasar itu berhenti jadi
guru. Dia lebih suka mendirikan minimarket. Tak lagi
144 ada anak-anak yang mau sekolah, dan gaji guru sedikit,
katanya. Di toko itu hampir semua kebutuhan penduduk tersedia. Mulai dari makanan instan sampai bahan
bangunan. Mulai dari alat dapur sampai pakaian impor.
Dari kuaci sampai onderdil mobil buatan Jepang. Semua
ada di situ. Walaupun harganya sedikit lebih tinggi, penduduk lebih suka beli di minimarket itu daripada harus
ke kota kecamatan. Desa ini betul telah berubah.
AKU pulang. Banyak yang berubah. Puang Satimang,
tetangga sebelah kiri rumahku dulu, tahun lalu meninggal karena stroke. Anaknya sudah dua kali menjanda
dan berkali-kali ke Arab Saudi. Kata orang-orang, di
Arab Saudi ia jadi pelacur. Ia bisa mengirimi anaknya
uang berjuta-juta setiap bulan.
Cucu Puang Satimang, yang baru tamat Sekolah Menengah Pertama, dibawa lari laki-laki. Anak mantan
imam desa pernah ditemukan tengkurap di atas tubuhnya di belakang surau.
Mereka juga telah berubah.
145 AKU pulang. Banyak yang berubah. Puang Mana, sekarang dipanggil Petta Loppo. Di rumahnya yang berlantai
tiga, ia bisa menikmati goyangan pantat para penyanyi
dangdut yang konser live tanpa celana dalam dari televisi layar datar seukuran meja makan. Ada antena parabola serupa payung raksasa terbalik ditanam di atap
rumahnya. Salah seorang anak Petta Loppo kuliah di Singapura.
Melalui telepon genggam yang selalu terselip di ikat
pinggangnya, dia menghubungi anaknya kapan pun dia
mau. Anak sulungnya sekarang jadi pengusaha sukses yang
membeli sayuran dan buah dari penduduk dengan harga
murah, lalu menjualnya berkali-kali lipat di kota. Katanya, di mal atau di restoran-restoran cepat saji.
Puang Mana dan keluarganya juga berubah. Dulu
mereka sangat sederhana. AKU pulang. Banyak yang berubah. Herman, temanku
di Sekolah Dasar, sekarang jadi kepala desa. Menurut
orang-orang, dia menarik pajak yang lebih tinggi daripada gunung yang dulu hijau itu.
146 Istrinya, yang juga temanku, mendirikan koperasi
simpan-pinjam. Dia membagikan modal kepada para
petani, lalu memaksa mereka membayar bunga pinjaman dua kali lebih banyak daripada pokok.
Mereka juga berubah. Sepengetahuanku, mereka dulu
sangat lugu. AKU pulang. Banyak yang berubah. Ali dan Ardi, para
juara kelas itu, sudah berubah. Ali sekarang di penjara.
Ia memenggal kepala ayahnya ketika ayahnya sedang
salat Maghrib. Ia kesal belum bisa pakai motor balap
seperti anak-anak lainnya.
Ardi, kakaknya, ganti nama jadi Arni. Ia punya salon, yang juga menjual alat-alat make"up impor, di depan rumahnya.
Juara-juara kelas itu juga telah berubah.
SETELAH menziarahi makam ayah-ibuku. Aku pergi ke
Ustaz Ariin, guru mengajiku dulu. Tidak sah rasanya
pulang kampung tanpa ketemu dengannya. Ustaz Ariin
banyak mengajarkan nilai-nilai agama kepadaku, meski147
pun lebih banyak yang telah aku tanggalkan dan tinggalkan. Ia belum berubah, kecuali semakin tua dan semakin miskin. Ia tinggal di surau, seperti dulu.
Aku heran, kota telah pindah ke kaki bukit ini tapi
surau itu tetap saja surau"dan setelah aku cari, ternyata tidak ada masjid.
Di sela puluhan pertanyaannya tentang kabarku dan
keluargaku, hanya satu hal yang sempat aku tanyakan
kepadanya.

Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah di surau sekecil dan setua ini orang-orang
melaksanakan salat Idul Fitri, Ustaz?"
Di antara air matanya, ia berkata putus-putus, "Nak,
di sini tak ada Ramadhan. Jangan bertanya tentang
Lebaran." Para penduduk desa ini betul-betul telah berubah.
Ustaz Ariin tidak berubah.
ORANG-ORANG di kaki bukit ini betul-betul telah berubah. Tapi berkat Ustaz Ariin, rencanaku akan berjalan
mulus. Hal pertama yang akan aku lakukan adalah
membangun masjid. 148 10. LEBARAN selalu membawa orang-orang pulang. Pulang
melihat semua yang telah berubah"dan membuat desanya menjadi semakin buruk. "
149 150 Hujan. Deras Sekali. SORE. Pukul 16.15. Hujan. Deras sekali. Di sebuah
ruangan, di lantai sepuluh gedung pencakar langit di
Jakarta. Arya menelepon istrinya, Marni. Ia pulang terlambat. Hujan deras sekali. Bahaya mengendarai mobil
dalam cuaca seperti ini. Ia menunggu hujan reda. Sambil
ia menelepon, Lina, sekretarisnya yang seksi, melingkarkan lengan di badan Arya.
Arya menutup telepon dengan satu sungging senyum
puas di sudut bibir. Arya masih muda. Dua puluh delapan tahun. Belum punya anak. Seorang direktur.
Marni, istrinya yang dinikahi dua tahun sebelumnya,
adalah perempuan lugu. Sepupu Arya dari ayahnya yang
membawa darah Bugis di pembuluh-pembuluhnya.
Lina, sang sekretaris, terus memanjakan Arya dengan
ciuman di sana dan di sini. Inilah yang tidak didapatkan
Arya dari Marni. Suhu di ruangan menghangat. Uap
151 menutupi jendela. Di luar masih hujan. Deras sekali.
Akhirnya, sofa berubah jadi tempat tidur.
"Semoga besok masih turun hujan. Aku mencintaimu."
Arya mengecup dahi Lina. ?"" SORE. Pukul 16.15. Hujan. Deras sekali. Di sebuah rumah mewah. Setelah menutup telepon, Marni kembali
ke ruang tamu. Menemui tamu. Tamu istimewa dari
Makassar, Baso. Kekasih waktu ia masih kuliah di
Universitas Hasanuddin. Baso berada di Jakarta dalam
rangka mengikuti seminar pendidikan. Baso sekarang
seorang dosen. Marni mencintai Baso. Baso mencintai Marni.
Masing-masing telah menikah. Masing-masing belum
punya anak. Baso menikah dengan Tenri, sesama keturunan bangsawan. Mereka dijodohkan orangtua.
Sudah dua tahun tidak bertemu. Hujan. Deras sekali.
Arya belum pulang. Keduanya dibakar rindu. Marni
menutup pintu. Marni menutup jendela. Mereka berpelukan. Jendela tertutup uap. Di luar masih hujan.
Deras sekali. Mereka berciuman. Lama sekali. Di luar
masih saja hujan. Deras sekali.
Sofa akhirnya jadi tempat tidur.
"Semoga besok masih hujan."
152 Baso mengecup kening Marni.
"Saya mencintaimu!"
Marni memejamkan mata. ?"" PUKUL 18 lewat. Hujan reda. Waktunya pulang. Baso
pulang ke hotel. Arya pulang ke rumah.
Marni siapkan makan malam untuk Arya. Lina, tanpa ganti baju, pergi ke kafe di mana pacarnya menunggu. Hujan telah reda. Jendela masih menyisakan
uap. Semoga hujan turun lebih deras besok.
?"" MARNI menyambut suaminya hangat. Arya meletakkan
bibir di kening Marni, mesra sekali. Arya ganti baju.
Mereka makan bersama. Pukul 21. Mereka masuk
kamar tidur. Mereka lelah.
"Kalau hujan turun, Mama harus tutup jendela dan
pintu rapat-rapat," ucap Arya pada Marni.
"Papa juga tidak boleh nekat pulang kalau hujan deras seperti itu. Mama khawatir Papa ada apa-apa di
jalan," kata Marni pada Arya.
Di leher masing-masing ada tanda merah. Siapa yang
peduli. Mereka lelah. Tadi hujan turun deras sekali. Me153
reka tidur pulas. Doa mereka sama: "Tuhan, turunkan
hujan besok sore. Hujan yang deras."
?"" DI sebuah restoran di Makassar, dalam sebuah HP tertulis short message: Ma, papa blm bs plg. 1 smnr lg.
Cuaca buruk. Jkt hujan trs. Deras skl. Aku cinta kamu.
Perempuan di restoran itu bernama Tenri.
"Semoga di Jakarta masih hujan besok. Hujan yang
deras," kata Tenri kepada laki-laki di sampingnya, setelah membaca pesan Baso, suaminya.
?"" SUDAH seminggu lebih Jakarta diguyur hujan. Hujan
deras sekali. Jakarta dilanda banjir. Di semua koran, lokal dan
nasional, ditulis berita bencana yang melanda Ibukota
Negara Indonesia. Radio. Televisi. Semua bicara tentang
banjir. Hujan tak pernah berhenti. Tak ada berita lain
menghiasi media selama satu minggu terakhir. Hujan.
Deras sekali. ?"" 154 ARYA tak pernah pulang ke rumah. Arya menginap di
kantor, bersama Lina. Baso tidak pulang ke hotel. Baso
menginap di rumah Marni. Jalanan penuh air. Baso tiap hari mengirim SMS ke
Tenri menunda kepulangannya ke Makassar. Hujan. Deras sekali. Bahaya pulang dalam keadaan seperti ini.
Mereka terus berdoa: "Tuhan, turunkan hujan yang lebih deras."
?"" HUJAN. Deras sekali. Tenri menulis pesan untuk Baso
sambil menghangatkan diri dalam pelukan laki-lakinya:
Papa, Mks banjir. Jgn plg dl!
?"" HUJAN. Deras sekali. Hujan di mana-mana. Di manamana hujan. Deras sekali. Hujan. "
155 Tiba-Tiba Aku Florentino Ariza TETANGGAKU sepasang suami-istri tanpa anak. Bersama
teman, aku pernah main tebak-tebakan tentang siapa
yang mandul di antara mereka.
Aku yakin istrinya yang mandul.
Temanku ngotot suaminya yang mandul.
Suaminya koki di satu hotel bintang lima. Panas api
kompor terus-terusan di bagian selangkangan akan menyebabkan mandul. Ia pernah membaca informasi seperti itu di halaman majalah kesehatan, katanya. Aku
bilang, istrinya yang lebih berpeluang mandul, sebab ia
dokter. Di laboratorium, zat-zat kimia jauh lebih besar
efeknya menyebabkan kemandulan daripada api. Kami
bertahan pada argumen masing-masing. Temanku berjanji akan membawakan artikel yang pernah ia baca.
Ada contoh kasus yang ingin ia perlihatkan kepadaku.
Aku juga berjanji mencari beberapa fakta tentang
157 dokter-dokter mandul, barangkali di situs-situs internet.
Malam yang lain, setelah saling mengajukan data-data
tentang dokter dan koki mandul, kami tidak juga bersepakat. Kami berdebat. Kami sempat bersitegang.
"Tidak ada yang mandul di antara mereka."
Setelah hening beberapa jenak, aku berusaha menggeser sudut pandang. Dari mandul ke tidak mandul. Ia
diam. "Mereka sepakat untuk tidak punya anak."
Aku memancingnya untuk bicara. Ia diam.
"Lihat, jika ada di antara mereka yang mandul, mereka pasti sudah mengadopsi anak." Ia tetap diam. Ia
marah. Dalam perdebatan, barangkali suaraku sempat
meninggi dan ia tersinggung.
"Kau betul?" Ia tiba-tiba menepuk bahuku. Rupanya ia berpikir.
Bukan marah. "Tetapi apa untungnya bagi kita, mandul atau tidak?"
Kami tertawa keras-keras.
"Mau taruhan, tidak?"
"Taruhan apa?" "Jika si Koki yang mandul, kau harus membayarku.
Tak perlu banyak. Dua ratus lima puluh ribu saja. Jika
si Dokter yang mandul, aku bayar jumlah yang sama.
Bagaimana?" 158 "Bagaimana caranya tahu siapa yang mandul?"
"Entahlah. Lambat atau cepat kita akan tahu."
"Deal!" ?"" SEPASANG koki-dokter itu, meskipun tidak punya anak,
mereka tetangga yang baik. Dalam budaya BugisMakassar, beberapa orang meyakini bahwa kemandulan
adalah ganjaran bagi pasangan yang kikir dan tidak
baik hati. Aku tidak percaya.
Setiap usai pesta, mereka membawakan separuh makanan ke rumahku"barangkali sisa-sisa yang tidak
mampu mereka habiskan. Makanan-makanan itu biasanya diantar sang istri yang berwajah Arab campuran
Ambon. Ia cantik untuk lelaki Bugis seperti aku. Umurnya kira-kira lima sampai tujuh tahun lebih tua dariku.
Aku suka perempuan yang lebih dewasa, keibuan, yang
kulitnya kencang dan tidak putih.
Sebagai mahasiswa yang tinggal di rumah kontrakan,
aku senang setiap ia membawa makanan. Aku tidak
perlu mengeluarkan uang. Apalagi, ia tidak pernah
membawa menu yang sama. Suaminya koki, superchef
yang sering muncul di TV dan majalah. Makanan-makanan itu pastilah olahan suaminya. Enak sekali.
?"" 159 SEPTEMBER selalu membawa kemarau ke rumah. Pipapipa yang biasa mengantar air, kosong. Tidak ada air
sampai ke bak mandi. Untung saja ada sumur di belakang rumah. Sumur itu tepat berada di bawah jendela
rumah koki-dokter itu. Rumah berlantai dua, besar, bercat kuning-gading. Di sumur itu aku sering mandi pada
bulan-bulan kering. Untuk mengambil air, aku hanya
memakai timba bekas kaleng cat yang diikat di ujung
tali. Kenangan kemarau selalu bisa dibaca lebih jelas
pada lepuh-lepuh di telapak tangan seperti luka ranting
yang ditinggalkan dedaun. Kadang lepuh itu belum hilang, September yang baru kembali datang.
Selain mandi telanjang, di sumur itulah aku mencuci
pakaian-pakaianku yang berpeluh dan berdebu. Kokidokter tak akan melihatku mandi telanjang. Aku selalu
bangun telat. Aku mandi pagi paling cepat pukul sembilan. Tentu mereka sudah di hotel dan di rumah sakit.
Kebiasaan itu terus aku lakukan, setiap hari, sampai
bulan-bulan yang mengantar hujan datang. Sampai bak
mandi kembali dipenuhi air dari pipa-pipa.
Pada suatu sore yang terlalu panas, dokter itu datang
ke rumah, seperti biasa, mengantar makanan. Resep
baru bikinan suaminya. Dokter itu masih juga cantik
dan sintal. Tidak berubah. Waktu seperti tidak pernah
lewat di wajah dan tubuhnya.
"Bak mandimu masih kering?"
160 Ia menoleh ke kamar mandi ketika melintas di ruang
tengah. "Tak perlu terlalu risau. Rumah ini menyediakan sumur. Meskipun tanganku semakin kasar karena tali
timba." Ia terus berjalan ke luar, aku di sebelah kiri selangkah di belakangnya.
"Terima kasih makanannya."
Ia tersenyum. Aku menutup pintu dan berbalik menuju dapur. Hari
itu aku belum punya makan siang. Aku bergegas, takut
kucing lebih dulu tiba. Lengkap, ketupat dan lauk berkuah, aku tak tahu namanya. Cukup untuk dua kali
makan. Aku bagi. Satu bagian untuk makan malam.
Aku duduk dan menikmati laparku pelan-pelan ditelan
makanan. Piringku bersih tepat saat sendawa ketiga
keluar. Seusai mandi sore, segelas kopi dan sebungkus rokok
menemaniku di depan komputer. Skripsiku belum kelar,
judulnya sudah dua kali ulang tahun.
?"" AKHIR-AKHIR ini aku jadi lebih gampang konsentrasi di
depan monitor. Menulis cerita atau sekadar menambah
satu halaman skripsi. Aku tidak perlu memusingkan makanan. Hampir setiap hari dokter itu datang mengantar
161 makanan, makan siang, meskipun selalu terlalu sore.
Tidak apa. Setiap ia datang, aku juga bisa menikmati
wajah cantiknya. Ia membuatku lebih betah di rumah.
Aku tidak perlu ke mal atau ke kampus untuk membuat
mataku lebih rileks setelah berlama-lama didera radiasi.
Bulan-bulan kering belum berlalu. Tanganku semakin
kasar karena tali timba. Kadang-kadang aku ingin memegang tangan dokter itu saat menyodorkan rantang
atau mangkuk untuk kupindahkan isinya ke wadah lain.
Niat itu selalu urung. Setelah hujan tiba dan bak mandi
penuh tanganku pasti jadi lebih lembut, pikirku. Aku
tidak akan malu-malu menyentuh tangan dokter cantik
itu lagi. Pagi ini aku punya janji bertemu dengan pembimbing
skripsiku pukul setengah sepuluh. Aku bangun terlalu
pagi. Pukul tujuh. Usai mandi, sambil bersuit-suit, aku
berusaha membuat pagi dan badanku hangat. Sendok
logam beradu gelas kaca"musik pagi yang menjemukan. Kopi Toraja membawa gairah sampai ke ubunubun. Kuisap rokok dengan konsentrasi sempurna.
Tiba-tiba ada ketukan memanggil aku keluar dari dapur.
Masih dengan suit-suit di sela bibir, aku keluar menyibak tirai jendela.
Di depan pintu, dokter itu berdiri dengan rantang di
tangan kiri. Tidak seperti biasa, hari ini ia membawa
sarapan, bukan makan siang. Aku atur senyum sejenak.
lalu membuka pintu dengan senyum rapi, seperti iklan
162 pasta gigi. Ia menoleh ke kamar mandi, seperti biasa
setiap ia melintas di ruang tengah. Saat bubur ayam pindah ke piring, ia bertanya, "Apa kabar tanganmu?" Aku
kaget dan mengangkat mataku dari payudaranya tibatiba. Ia memiliki payudara yang tidak kecil, tidak pula
terlalu besar, tetapi padat. Aku menyukai payudara yang
tidak terlalu menantang seperti itu.
"Apa kabar tanganmu?"
Ia mengulang pertanyaannya dengan irama yang berbeda. Sedikit lebih keras. Aku belum meletakkan
konsentrasiku ke posisinya yang tepat.
"Iya," jawabku.
Ia tertawa renyah, serenyah kerupuk udang yang menemani bubur ayam di piring.
"Aku bertanya tentang tanganmu ini."
Ia meraih tanganku dan menggosokkan tangannya
yang lembut di telapak tanganku. O panjang keluar dari
mulutku. Baju terusan tanpa lengan berwarna merah yang ia
kenakan meletakkan dua bukit indah di dadanya. Di
sana, di bukit itu mataku tersangkut pada posisi yang
terlalu baik. Aku tak bisa menahan kalimat, "Kau cantik sekali hari ini, Kukila." Untuk pertama kalinya aku
memanggil namanya saja.

Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil tersenyum, Kukila melemparkan pandangan
sembilan puluh derajat dan jatuh di dadaku. Mendengarku memuji, ia balas memuji, "Aku suka otot-otot
163 perutmu. Aku suka melihatnya lama-lama saat kau
mandi di sumur belakang."
Apa" Kukila sering melihatku telanjang"
Entah siapa yang menggeser kakinya lebih dulu, aku
tidak mau tahu. Kami sudah berdiri berhadap-hadapan
terlalu rapat untuk dua orang bertetangga. Tangannya
yang belum sempat lepas semakin erat dan gemetar
menggenggam tanganku. Lagi-lagi, entah siapa yang lebih
dulu menggeser langkah, ia juga tidak mau tahu. Kami
tiba-tiba sudah berada di tempat tidur di kamarku, di
kasur busa tanpa ranjang. Aku sadar sepersekian detik
dan menemukan dua tubuh tidak berbaju tidak bercelana.
Saat kami berpelukan erat, terdengar suara memanggil di depan pintu yang tidak sempat terkunci.
"Maa?" Kukila menjawab dengan "ya" yang manja, tanpa
merenggangkan pelukannya sesenti pun. Aku pura-pura
mengambil satu novel yang kebetulan ada di atas kasur"novel yang kubaca hingga tertidur semalam.
"Papa pergi dulu. Jangan terlalu lama, pintu rumah
tidak terkunci." Suara langkah sepasang sepatu suaminya kemudian
terdengar menjauh. Mengecil seperti lagu yang tiba di
ujung. Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi bibirnya
menahan bibirku. Awalnya aku kaget, tetapi kemudian
164 aku menikmatinya"dan lupa mau mengatakan apa sebelumnya.
?"" SAMBIL mengenakan kembali terusan selututnya, Kukila
berkata, "Aku berharap kau tidak mandul seperti
suamiku. Kami ingin segera bisa punya anak. Aku tidak
mau dipojokkan mertua Bugis bangsawanku terusmenerus hanya karena tidak punya anak."
Aku ingat temanku. Ia benar. Si Koki yang mandul.
Lain kali aku harus percaya kepadanya. Dan, astaga,
aku harus menyediakan duit 250 ribu untuk membayarnya" Semoga ia sudah lupa dengan taruhan konyol itu.
Sebelum pergi, Kukila mencium kening dan pipiku
berkali-kali, seperti ucapan terima kasih yang berlebihan. Aku bergeming, tidak bisa bicara.
"Maaf, aku membuatmu harus mandi pagi dua kali.
Eh, kusarankan kau beli mesin pompa air, biar tanganmu tidak sekasar itu. Geli."
Mulutku masih kaku dan gagu hingga suara pintu
yang ditutup dari luar mengagetkan aku. Menyadari apa
yang telah terjadi, tiba-tiba aku merasa menjadi Florentino Ariza"pemuda dalam kisah Love at the Time of
Cholera. Pemuda lugu yang perjakanya direnggut dengan cepat dan mendadak dalam kegelapan toilet kapal
165 oleh perempuan yang tidak dikenalnya. Novel karya
Gabriel Garc"a M"rquez itu masih ada di kasur.
Aku mengambil novel itu. Barangkali dengan lanjut
membacanya, aku mampu melupakan kejadian barusan.
Aku membuka dan menemukan amplop berisi uang 750
ribu rupiah. Sialan! Segalanya tiba-tiba menjadi berbeda dan asing. Aku
berdiri dan mengambil handuk. Aku ingin segera mandi
dan menggosok badan berlama-lama. "
166 Tiga Surat Cinta yang Belum
Terkirim SURAT ini sedianya aku tulis bertahun-tahun lalu. Waktu
itu aku terlalu malu dan merasa bersalah sehingga tidak
menuliskannya. Setiap kali bertemu, meskipun jarang
sekali, aku ingin menceritakan kisah ini, tapi aku selalu
urung melakukannya. Rasa malu dan rasa bersalah ternyata seperti pohon jika disimpan. Mereka akan tambah
tumbuh dan kian susah dicabut. Kini rasa bersalah itu
selebat hutan. Kau masih berada di sekolah kala itu. Aku diserang
meriang dan pura-pura tidur ketika Mama datang dari
pasar. Aku mendengar dari dapur dia berusaha menyembunyikan tangis. Tetapi ketika aku mendengar ada piring jatuh dan pecah, dia tidak bisa menahan tangisnya.
Dia kelelahan dan merindukan Ayah. Aku kira, seperti
167 biasa, dia mendengar orang-orang di pasar bercerita lagi
perihal statusnya: janda tergantung. Perempuan sial
yang ditinggalkan suaminya yang tidak pulang-pulang.
Aku tahu Mama mencintai Ayah, seperti dia mencintai kita. Tetapi, siang itu, aku sangat membenci Ayah.
Besoknya, ketika kau berangkat ke sekolah dan
Mama ke pasar lagi membawa sayur juga bumbu-bumbu dapur jualannya, aku membongkar semua laci di
rumah. Aku menemukan kunci lemari Mama di bawah
bantalnya. Aku mengeluarkan semua foto Ayah dari bawah lipatan pakaian Mama. Aku mengambil semua foto
Ayah dari laci meja belajarmu. Aku melepaskan semua
wajahnya dari album foto keluarga. Aku tidak menyisakan sehelai pun foto. Aku merobek semuanya menjadi
serpihan-serpihan kecil sambil menangis"lalu menyembunyikannya di sebuah kardus kecil di bawah tempat
tidurku. Aku baru ingat peristiwa itu lagi lima tahun kemudian. Waktu itu aku sudah kuliah di Makassar. Hari itu
menjelang Lebaran, aku pulang kampung, seperti biasa.
Aku tiba-tiba ingin menulis puisi tentang pohon belimbing di belakang rumah kita yang sedang berbuah lebat.
Aku mencari bolpoin di kamarmu. Aku membongkar
meja belajarmu dan kaget menemukan lembaran-lembaran foto Ayah telah tersusun kembali, semuanya,
meski tidak sempurna. Kau ternyata sudah bersusah payah mengembalikan wajah-wajah Ayah.
168 Alangkah malu aku. Alangkah merasa bersalah aku
telah membuat kau melakukan semua itu. Aku tahu
kamu sangat dekat dan mencintai Ayah. Aku tahu, aku
telah melakukan kesalahan besar. Aku membayangkan
kau menangis ketika berusaha menyatukan potonganpotongan kecil itu menjadi Ayah, menjadi foto yang
selalu kaupandangi dan peluk sebelum tidur.
Jika kau membaca surat ini, kumohon, maafkan kebodohan kakakmu ini. Sungguh, sembuhkanlah rasa
bersalah dan maluku yang kian besar.
Salam kenal buat calon istrimu. Jadilah ayah yang
tidak akan dirobek fotonya oleh anak-anaknya. Aku
mencintaimu. KEMARIN aku baca di status Facebook-mu, anak bungsumu"yang kaubilang senyumnya selalu mengingatkanmu pada senyumku itu"sakit. Berapa hari tepatnya usia
dia sekarang" Semoga dia lekas pulih. Kakaknya yang
pandai bergaya di depan kamera itu pasti ingin punya
teman bermain lagi. Tadi siang aku makan di warung tempat kita dulu
sering makan. Pelayan yang senang menggoda kita tidak
bekerja lagi di sana. Kata temannya, sebulan sebelum
menikah, dia berhenti bekerja. Kau masih ingat nama169
nya" Aku mengabadikan namanya di salah satu cerita
pendek, seperti saranmu. Dia jadi tokoh utama dalam
cerita pendekku yang dimuat satu majalah wanita dua
bulan lalu. Sebagaimana kenangan, warung itu tidak banyak
berubah, Kukila. Lukisan air terjun di dinding sebelah
kiri, tempat kita sering duduk menyantap makan malam, masih ada. Poster besar Nike Ardilla, penyanyi
favorit pemilik warung itu, juga masih ada di posisinya
yang dulu. Menunya masih sama. Tidak ada makanan
baru dijual di sana. Pelayannya masih tersenyum ketika
meletakkan piring berisi nasi campur dengan sepasang
irisan ketimun dan tomat di tepinya.
Karena irisan tomat dan ketimun itulah tiba-tiba terpikir olehku menulis surat ini. Kau pasti masih ingat
kebiasaan kita dulu. Sesaat seusai mengucapkan terima
kasih kepada pelayan, kau dengan cepat memindahkan
irisan tomat dari piringmu ke piringku. Tentu saja, aku
akan membayarnya dengan memindahkan irisan ketimunku ke piringmu. Tadi siang, aku makan sendiri.
Aku menggigit irisan ketimun sambil mengingat cara
kau menggigitnya. Apakah suamimu juga suka tomat, Kukila" Betapa
beruntung siapa pun dia yang pernah mencicipi betapa
enak jus tomat bikinanmu. Ada 135 gelas jus tomat
yang pernah kaubikinkan buatku selama 6 tahun 7 bulan 5 hari kita pacaran. Aku ingat persis jumlahnya.
170 Aku menulis di catatan harian setiap usai meminum jus
tomat bikinanmu. Jus tomat terakhir kaubikin seminggu
sebelum cincin laki-laki pilihan ayahmu itu melingkar di
jari manismu. Aku belum pernah mengatakannya: itulah
jus tomat paling enak yang pernah aku minum!
Oh, iya, di warung kesukaan kita itu, Kukila, kita
pernah bertemu nyaris seratus orang bisu. Kau ingat"
Mereka melakukan penggalangan dana. Malam itu, warung itu betapa senyap. Cuma kita dan para pelayan
yang menggunakan kata-kata. Pengunjung lain bicara
menggunakan jari dan mata mereka. Kau berbisik,
"Alangkah puitis peristiwa ini."
Aku mau memberitahumu, peristiwa yang kausebut
puitis itulah yang membuat aku menulis satu puisi tepat
pada malam pernikahanmu. Aku menulis puisi itu di
Biblioholic, kafe baca yang kita bikin berdua, tempat
yang selalu kausebut anak kita. Puisi sederhana itu memenangkan lomba menulis puisi cinta. Puisi itu mengalahkan lebih dari enam ribu judul puisi cinta lain
dari berbagai penyair Indonesia. Separuh hadiahnya,
tanpa pernah kau tahu, aku gunakan untuk membeli
novel-novel kesukaanmu dan kusimpan di Biblioholic.
Separuhnya lagi aku kirim kepada Mama yang selalu
menanyakan kabarmu. Aku ingin sekali, suatu kali, bisa membacakan puisi
itu di hadapanmu. Aku ingat kebiasaanmu memintaku
membacakan puisi sebelum tidur. Aku ingat, ketika aku
171 ingin sekali dipeluk dan dicium, aku memaksamu mendengarku membaca puisi. Kau selalu memberiku hadiah
pelukan dan kecupan seusai membaca puisi, seburuk
apa pun puisi itu. Haha. Aku ingin menuliskan puisi cinta sederhana tentang
orang bisu itu di surat ini. Jika kau mau, aku mau kamu
membacakan puisi ini kepada anak bungsumu yang sedang sakit. Kakak dan ayahnya boleh ikut mendengar,
jika mereka mau. Tentu saja, itu akan lebih baik lagi.
Sajak buat Istri yang Buta dari Suaminya yang Tuli
Maksud sajak ini sungguh sederhana. Hanya ingin
memberitahumu bahwa baju yang kita kenakan
saat duduk di pelaminan warnanya hijau daun
pisang muda, tetapi yang membungkus kue"kue
pengantin adalah daun pisang tua. Memang
keduanya hijau, tetapi hijau yang berbeda, Sayang.
Di kepalamu ada bando berhias bunga, kau
merasakannya tetapi mungkin tidak tahu bunga"
bunga itu adalah melati putih. Sementara di
kepalaku bertengger sepasang burung merpati,
juga berwarna putih. Aku selalu membayangkan, hari itu, kita seperti
sepasang pohon di musim semi. Kau pohon penuh
172 kembang. Aku pohon yang ditempati burung
merpati bersarang. Aku lihat, orang"orang datang dan tersenyum.
Mereka berbincang sambil menyantap makanan.
Tapi aku tak dengar apa yang mereka bincangkan.
Maukah kau mengatakannya padaku, Sayang"
Terima kasih mau membaca surat ini"dan puisi sederhana itu. Peluk rindu dari yang selalu kausebut
pohon. "Mama, saya ingin punya celana panjang dan majalah
Bobo. Kalau tidak bisa beli yang baru, yang bekas juga
saya terima." Kau ingat surat berisi permintaan bodoh yang aku
letakkan di bantalmu itu" Aku berpikir selama berharihari sebelum berani menuliskannya. Kau membalasnya
dengan permohonan maaf, cuma mampu membeli
majalah Bobo. Uangmu tidak cukup untuk membeli celana panjang. Kau tahu, waktu itu aku ingin sekali punya celana panjang seperti teman-temanku. Seorang
anak kelas tiga Sekolah Dasar yang belum punya sehelai
173 pun celana panjang adalah lelucon bagi teman-temannya. Tetapi aku menyesal telah mengirim surat itu. Hari
itu aku tahu bahwa ada keinginan yang harus aku relakan mendekam di dada saja"atau keinginan itu melukai orang lain, lalu berbalik melukaiku lebih dalam.
Aku selalu mengenang masa-masa ketika kita seperti
orang asing satu sama lain. Kamar kita cuma dipisahkan
dinding tipis, tetapi aku harus mengirim surat ketika
hendak mengatakan sesuatu. Ketika kau berangkat ke
pasar membawa jualan-jualanmu yang tidak seberapa
itu, aku akan diam-diam meletakkan suratku di bantalmu. Besok harinya, kau akan meletakkan surat balasan
di tempat tidurku. Tulisanmu selalu lebih rapi. Aku heran, kenapa kau mau ikut hidup dalam permainanku
tanpa pernah mengeluh. Kau tahu, alangkah pemalu
anakmu. Masa kecil aneh itu hadiah bagiku, Mama. Aku pikir,
kebiasaan menulis surat kepadamu dan siapa pun yang
tidak mampu kutatap matanya ketika bicara telah melatih aku menulis. Kemampuanku menulis hari ini buah
dari surat-surat masa kecilku. Kau pasti ingat bagaimana anakmu ini lebih memilih beli prangko daripada
beli gula-gula. Kau juga pasti ingat, aku rela jadi penjual
kantong plastik di pasar dekat penjual ikan dan penjual
kacang goreng di sekolah agar bisa punya uang untuk
membalas surat-surat sahabat penaku.
Kau tahu kebiasaanku menulis surat tidak sembuh
174 ketika aku menginjak masa remaja. Kau pasti ingat ketika aku pertama kali punya pacar"adik kelasku yang
ternyata anak teman sekolahmu. Aku dan dia bertukar
surat setiap pagi, kecuali hari libur dan Minggu, di depan perpustakaan, sebelum kami digiring bel sekolah
masuk ke kelas masing-masing. Kau tertawa ketika
membaca kisah itu di novelku. Aku menyatakan cinta
kepadanya juga lewat surat, Mama. Aku menulis surat
di salah satu halaman buku catatannya. Hahaha. Sekarang dia sudah punya dua anak. Terakhir aku bertemu
dia di toko buku. Dia memberiku satu buku tebal, biograi seorang terkenal dan kaya yang meninggal karena
penyakit yang dia rahasiakan selama hidupnya.
Waktu kuliah, aku juga punya kebiasaan saling berkirim surat dengan Kukila, mantan pacarku yang paling
dekat denganmu itu. Aku membeli buku tebal bersampul biru"kami sama-sama menyukai warna itu. Di halaman pertama, aku menulis surat cinta kepadanya.
Besok harinya, aku meminta dia membalasnya di halaman berikutnya. Keesokan harinya lagi, aku membalas
surat di halaman setelah suratnya. Begitu seterusnya,
hingga buku tebal itu penuh surat, hingga kami memutuskan mengakhiri hubungan karena dia pindah ke
Jakarta dan menikah dengan lelaki pilihan ayahnya.
Hahaha. Dia juga sudah punya dua anak. Dia masih
sering mengirim surat lewat Facebook dan tidak pernah
lupa menanyakan kabarmu. 175 Mengirim surat kepadamu dan kepada pacar, bukan
hal aneh lagi bagimu. Tetapi, kau pernah menyebutku
gila ketika pertama menerima surat yang aku kirim kepada diri sendiri. Aku berada di Jakarta waktu itu. Aku
mengirim catatan perjalananku ke rumah kita di Balikpapan. Tetapi akhirnya kau paham, anakmu ini memang
gila, setiap berkunjung ke kota mana pun selalu mengirimkan catatan perjalanannya dalam bentuk surat ke
rumah. Aku jarang pulang ke rumah, dan surat-suratku
sendiri adalah kejutan bagiku setiap pulang ke Balikpapan. Kau pernah mengatakan, pandai-pandailah memberikan kejutan kepada hidupmu sendiri.
Aku juga punya setumpuk surat yang tidak pernah
aku kirim kepada orang yang seharusnya membaca
surat-surat itu. Ya, sejak kecil aku sering menulis surat
kepada Ayah. Surat pertamaku kepada Ayah tentang
celana panjang. Sebelum berangkat, dia berjanji akan
membawa pulang oleh-oleh celana panjang untukku.
Dia tidak mungkin lagi menepati janjinya. Aku tidak
pernah mendengar dan membaca ada penjual celana


Kukila Rahasia Pohon Rahasia Karya M. Aan Mansyur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panjang di alam kubur sana. Hahaha. Jika pun ada, dia
pasti tidak tahu harus membeli celana panjang nomor
berapa untukku. Waktu 26 tahun di entah-di-mana pasti
membuatnya kesusahan membayangkan perawakan
anaknya. Soal celana panjang itu, aku pernah mengirim surat
kepada Nenek. Aku ingat, dia membuatku menangis
176 karena membelikan celana panjang untukku. Waktu itu
menjelang Lebaran. Aku masuk kamar dan memeluk
celana panjang itu sambil membayangkan memeluk
Ayah. Aku lalu menulis surat buat Nenek untuk berterima kasih. Aku lupa, Nenek cuma melek membaca
aksara Arab dan Bugis. Aku harus membacakan surat
itu sendiri. Itu surat pertama yang aku baca di depan
orang yang kukirimi surat.
Mama, bersama beberapa sahabat di internet yang
sebagian besar belum pernah kulihat secara langsung
wajahnya, aku membuat satu proyek sederhana bernama "30 Hari Menulis Surat Cinta". Setiap hari ada
ratusan orang menulis surat cinta. Setiap hari aku membaca surat cinta mereka. Itulah kenapa aku menulis
surat berisi cerita tentang surat-surat ini. Setiap aku
membaca surat cinta, aku tidak bisa tidak mengingatmu.
Bagiku, Mama adalah surat cinta yang tidak berhenti
dikirimkan kepadaku. Aku berharap bisa jadi surat cinta
balasan bagi Mama, meskipun aku tahu balasanku tidak
akan pernah mampu setimpal.
Terima kasih, Mama. Aku mencintaimu. "
177 178 Cinta (Kami) seperti Sepasang Anjing dan Kucing
"SEPI digigit anjing tetangga lagi. Ekornya nyaris pu"
tus." Semalam, ibuku mengirim pesan pendek. Ia sangat
mencintai Sepi"salah satu kucingnya. Kalau berada di
Balikpapan, aku sering bermain-main dengan Sepi.
Kami, aku dan ibuku, sama-sama pecinta kucing. Sejak
ayahku pergi, ibuku memelihara kucing. Sekarang ia
punya 27 ekor kucing. Ketika membaca pesan pendek ibuku, aku teringat
Nanti. Ia pecinta anjing. Nanti punya empat ekor anjing. Ibuku sangat menyukai Nanti. Ia ingin aku menikahinya. Ibuku belum tahu aku dan Nanti sudah
putus. Aku ingat percakapanku dengan Nanti, suatu hari di
meja makan, di rumahnya. Bukan percakapan, sebenar179
nya. Ia bercakap dengan senyumku. Sepanjang perbincangan, aku cuma tersenyum.
"Kenapa ya, ada orang yang senang menceritakan
keburukan mantannya?"
Ia bertanya sambil mengelap tangannya.
"Mereka terlihat begitu membenci pilihan mereka
sendiri," katanya lagi.
Aku tersenyum. Aku selalu hanya tersenyum ketika
Nanti bertanya seperti itu. Kadang-kadang ia butuh pendengar ketika bicara kepada dirinya sendiri. Ia tiba-tiba
menatapku yang sedang menatapnya.
"Jika kita berpisah nanti, kamu akan seperti mereka?"
Jelas itu pertanyaan untukku, tetapi aku diam. Aku
menyodorkan senyum sebagai jawaban.
"Mohon jangan melakukannya," katanya lagi.
Beberapa saat kami diam. Aku membantunya membereskan meja makan.
"Kelak, jika ada yang bertanya kenapa kita berpisah,
tapi semoga tidak berpisah, katakan saja kita seperti
anjing dan kucing," katanya ketika kami beranjak ke
ruang tengah. ?"" AKU penasaran, jangan-jangan hubunganku dan Nanti
dulu memang seperti kucing dan anjing. Aku sering me180
lihat anjing dan kucing akrab. Sangat akrab. Tetapi,
seakrab apa pun mereka, kucing tetap kucing dan anjing
tetap anjing. Mereka tidak bisa bersatu, kecuali dalam
kartun Nickelodeon, CatDog. Dulu, kami sering menonton ilm itu.
Aku membuka Google dan mencari gambar kucing
dan anjing yang akrab. Aku mau mengirimnya ke telepon genggam ibuku. Aku tidak mau ibuku bermasalah
dengan tetangga karena Sepi.
Seperti biasa, ketika membuka Google, aku sering
susah menghentikan diri sendiri untuk klak-klik link.
Niatnya cuma mau cari gambar kucing, aku malah menemukan satu artikel yang menurutku lucu. Berbahasa
Inggris. Aku menerjemahkannya menggunakan bantuan
alat penerjemah Google. Kemampuan bahasa Inggris
ibuku cuma setingkat atau dua tingkat di bawah kemampuanku. Aku membuat kesimpulan untuk artikel
itu"semacam poin-poin.
Hal-Hal yang Bisa Kamu Pelajari dari Kucing
1. Berbahagialah melihat orang yang kamu cintai.
2. Bersemangatlah untuk menjawab rasa penasaranmu sendiri kepada hal-hal baru.
3. Jangan pernah meremehkan kekuatan pujian.
4. Jangan takut menunjukkan sukacita. Jika
kamu senang, tunjukkan. 181 5. Tidur sianglah dan lakukan peregangan ketika
bangun. 6. Bersetialah! 7. Pada siang hari, ketika panas menyengat,
bersantailah di bawah pohon.
8. Milikilah mainan favorit.
9. Jangan menyimpan dendam.
10. Tidurlah dalam posisi yang menurutmu paling
nyaman. 11. Garuk gatalmu sendiri.
12. Lindungilah orang-orang yang kamu cintai.
13. Terimalah pujian dan perhatian dengan tulus.
Hal-Hal yang Kamu Bisa Pelajari dari Seekor Anjing
1. Istirahat dan relaksasi adalah kunci menuju
kebahagiaan, dan jangan bekerja terlalu keras.
2. Selalu sisihkan waktu untuk tidur bermalasmalasan seperti kucing.
3. Malam hari adalah waktu yang menyenangkan
untuk berbagi dengan keluarga. Sempatkan
bermain dengan anak-anakmu.
4. Habiskan waktu dengan orang yang kamu
cintai, terutama saat mereka bekerja. Duduklah di dekat komputernya dan mendengkurlah
kalau perlu, sesekali kamu boleh mengacaukan
keyboard"nya. 182 5. Tunjukkan kepada orang-orang yang kamu
cintai bahwa kamu mencintai mereka.
6. Tunjukkan keriangan ketika mendapatkan hadiah.
7. Nikmatilah sinar matahari.
8. Jagalah kamar mandi tetap bersih.
9. Sesekali duduklah di beranda dan nikmatilah
pemandangan. 10. Bersikaplah mandiri. 11. Jangan mau melakukan semua yang orang
minta. 12. Tetap tenang. Jika kamu tidak ingin melakukan sesuatu, tidak perlu berdebat.
13. Jangan takut jika sesekali melihat sesuatu dari
perspektif yang berbeda. Duduklah di rak
buku atau mengintiplah dari kolong kursi.
AKU menelepon ibuku. Kubacakan artikel yang baru
kuterjemahkan. Ia tertawa.
Sebelum kami mengakhiri perbincangan, ia bertanya
soal Nanti. "Kami sudah putus, Bu."
Akhirnya, aku mengatakannya. Aku sudah menyembunyikan kabar buruk itu selama sebulan.
"Kenapa kalian bisa putus?"
"Karena cinta kami seperti sepasang anjing dan kucing."
183 Ibuku diam beberapa menit"entah apa yang ia
pikirkan. "Bagaimana kabar Sepi, Bu?"
"Lukanya sudah kering," katanya.
184 Catatan Beberapa cerita di buku ini pernah dipublikasikan di
antologi cerita pendek dengan beberapa perubahan.
Potongan cerita "Kukila" pernah terbit dengan judul
"Di Tempatmu Berbaring Sekarang" di buku Dari
Datuk ke Sakura Emas (Gramedia Pustaka Utama,
2011). "Kebun Kelapa di Kepalaku" pernah terbit di
buku Setapak Salirang (Insist Press, 2006). "Hujan.
Deras Sekali" pernah terbit di buku Perempuan yang
Melukis Wajah, (Gramedia Pustaka Utama, 2012).
"Celana Dalam Rahasia Terbuat dari Besi" dan "Sehari
Setelah Istrinya Dimakamkan" pernah terbit di buku
Perkara Mengirim Senja, (Serambi, 2012). "Perahu
Kertas dengan Huruf-Huruf Kanji" pernah terbit di
buku Kupu"Kupu dalam Kotak Kaca, (Ininnawa, 2005).
185 Tentang Penulis M. Aan Mansyur lahir di Bone, Sulawesi Selatan. Bekerja sebagai relawan
di Komunitas Ininnawa dan pustakawan di Katakerja,
di Makassar. Selain sajak, ia juga menulis prosa dan
esai. Buku-bukunya yang sudah terbit antara lain: Hujan
Rintih"rintih (2005), Perempuan, Rumah Kenangan
(2007), Aku Hendak Pindah Rumah (2008), Cinta yang
Marah (2009), Tokoh"tokoh yang Melawan Kita dalam
Satu Cerita (2012), Sudahkah Kau Memeluk Dirimu
Hari Ini" (2012), Kukila (2012), Kepalaku: Kantor
Paling Sibuk di Dunia (2014), dan Melihat Api Bekerja
(2015). Karya-karyanya juga bisa ditemui di berbagai
media dan buku antologi. Untuk pembelian online: e-mail: cs@gramediashop.com
website: www.gramedia.com
Untuk pembelian e-book: www.gramediana.com www.getscoop.com GRAMEDIA penerbit buku utama
rang yang bahagia. u, tapi kata-kata mereka ertawa dan menipu diri aik-baik saja. Mereka dalam diri mereka. orang yang patah hati. n berbahaya. Mereka ahu dari diri mereka salah seorang dari dua atau
ita yang berhasil memaksa
ermat mendengarkan demi atas keindahan dongengnya.
ko Damono Untuk pembelian online: e-mail: cs@gramediashop.com
website: www.gramedia.com
Untuk pembelian e-book: www.gramediana.com www.getscoop.com GRAMEDIA penerbit buku utama
NAK, dua hal aku benci dalam hidup: September dan pohon mangga. September tidak pernah mau beranjak dari rumah. Betah. Ia sibuk meletakkan
neraka di seluruh penjuru. Di ruang tamu.
Di ranjang. Di meja makan. Bahkan di dada.
Batang pohon mangga tetap selutut persis prasasti batu.
Ia berdiri mengekalkan dosa-dosa"dan dosa adalah pemimpin yang baik bagi
penyesalan-penyesalan. Kukila adalah perempuan itu, yang membenci September dan pohon mangga.
Hidupnya didera rasa bersalah yang besar, kepada mantan suaminya, mantan
kekasihnya, dan anak-anaknya. Kepada suratlah dia berbicara dan kepada pohonpohonlah dia menyembunyikan masa lalu, karena rahasia, konon, akan hidup aman
dalam batang-batang pohon.
Selain "Kukila (Rahasia Pohon Rahasia)", di dalam buku ini ada lima belas
cerita pendek lain, dikisahkan dalam kata-kata Aan Mansyur yang manis, bersahaja,
kadang sedikit menggoda. Tentu saja saya suka membaca karya-karya Aan Mansyur. Pengarang ini pintar
menciptakan misteri cerita, kemudian mengurainya dengan cara yang menyeret
pembaca untuk ikut mengalir sampai akhir. Jangan lupa, bagaimanapun Aan seorang
penyair. Di sana-sini muncul jalinan kata-kata bernapaskan puisi yang tidak jarang
membuat bahasa ceritanya lebih berbunyi.
"Joko Pinurbo, tukang syair
NOVEL DEWASA Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building Blok I, Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29-37 Jakarta 10270 www.gramediapustakautama.com
KUMCER Pendekar Aneh Naga Langit 19 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Misteri Danau Siluman 1
^