Pencarian

Kicau Kacau 4

Kicau Kacau Karya Indra Herlambang Bagian 4


tersambangi. Dan minuman itu bermakna lebih dari sekadar
cairan untuk tubuh, tapi juga pengisi jiwa dan hati yang teduh. Saya sungguh beruntung diberikan peramu jamu luar
biasa seperti Ibu dalam hidup saya.
Jamu Ibu, sepahit apa pun itu, adalah kasih sayang.
Dan siapa pun pasti setuju, kasih sayang adalah hal termanis di dunia.
Yes. My name is Indra. And I am a jamuholic.
A very loved and lucky one.
- 250 - HILANG My family creates the weirdest pet names ever. Our brand
new kitten is called: Batik Supeno.
(Twitter: 7 April 2010) Hari ini saya dibangunkan sebuah berita buruk: mobil saya
hilang. Ya. Mobil. Milik saya. Hilang digondol orang.
Benar-benar sebuah cara luar biasa untuk terjaga dari
mimpi! Saat turun ke garasi dengan mata setengah terbuka, saya
disambut kerumunan anggota keluarga saya. Masing-masing
sibuk dengan kegiatannya. Ada yang menelepon polisi, memeriksa potongan tali yang ditinggalkan pencuri, melakukan
rekonstruksi, atau sibuk dengan teori-teorinya sendiri. Saya
yang masih setengah tidur hanya bisa berusaha mencerna
semua informasi yang ditumpahkan ke dalam kepala penuh
kantuk ini. - 251 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Inti dari semua tumpukan kalimat itu hanya satu: mobil
kami dicuri. Saya cinta keluarga saya di saat-saat seperti ini. Tidak ada sa
tu wajah pun yang berkerut, tidak ada satu mata pun yang berair, tidak ada satu mulut pun yang mengumpat. Kami menghadapi semua dengan tawa dan canda yang terasa ringan tanpa
dipaksa. Kemudian berusaha setengah mati untuk menjadi
orang Jawa sejati, dan menenggelamkan diri dalam sebuah
perlombaan aneh untuk membuat sebanyak-banyaknya kalimat yang diawali dengan kata "untung" demi menghadapi
tragedi ini. Untung cicilan masih sebulan lagi jadi masih ada
asuransi, untung dari semua kendaraan yang ada hanya satu
mobil yang dicuri, untung jendela yang dirusak masih bisa
diperbaiki, untung aksi perampok itu tidak mencelakai kami,
untung itu, untung ini. Dua keponakan yang kebetulan malam itu menginap di rumah kami juga terlihat excited menghadapi kasus perampokan
pertama dalam hidup mereka. Sang kakak sempat bicara dengan suara berbisik seolah menceritakan sebuah rahasia maha
penting: "Masa malingnya ngerusak motor Ayah, Om! Tapi
nggak dicuri. Aneh, kan?" sementara sang adik menimpali
dengan suara lebih lantang; "Nanti kalo malingnya balik lagi
ke sini aku tonjok, Om!"
Sungguh, saya terhibur sekali dengan polah tingkah keluarga menyenangkan ini.
- 252 - Kicauan tentang Keluarga Tapi tentu saja bohong besar kalau saya tidak marah atau
sedih menghadapi kehilangan ini. Mobil hitam itu kendaraan
pertama yang berhasil saya beli dengan uang saya sendiri.
Ada sejarah di setiap lecet di permukaannya. Ada cerita di
balik setiap sudut di dalamnya. Ini mobil pertama yang saya
pakai saat berkencan dengan pacar terakhir. Juga kendaraan
pertama yang saya bawa seharian penuh mengelilingi kota Jakarta demi sebuah pekerjaan yang luar biasa. Mobil itu bukan
sekadar barang. Tapi kenangan. Dan ketika barang penuh kenangan itu hilang, rasanya ada sesuatu di dalam diri saya yang
ikut melayang terbang. Beberapa jam setelah kami melapor, dua polisi datang dan
langsung mengadakan penyelidikan. Mereka mengambil sample dari mulut semua orang dengan cotton bud bertangkai panjang, mengumpulkan rambut-rambut dan sisa kulit yang berserakan untuk diperiksa DNA-nya, juga mengambil semua sidik
jari yang terekam di berbagai permukaan... (Ok. Saya terlalu
banyak nonton serial CSI).
Sebenarnya yang dilakukan oleh dua bapak tegap itu adalah mencatat semua keterangan yang kami berikan dalam sebuah notes bergaris, mengecek dengan teliti tempat-tempat
yang mencurigakan (tanpa sarung tangan!), lalu membawa
anjing pelacak pintar yang mengendus-endus ke sana kemari
tanpa henti. Dari gabungan hasil penelusuran pak polisi dan
konsultasi singkat dengan beberapa orang pintar, kami berhasil mendapatkan gambaran jelas kronologis terjadinya pencurian edan ini.
- 253 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Diperkirakan ada tiga orang perampok yang sudah bersiap
di halaman rumah kami sejak sekitar jam sebelas malam. Mereka lalu menebar gumpalan tanah pekuburan di sekitar rumah kami sebagai sirep (menjelaskan kenapa malam itu saya
tidur nyenyak sekali, hmm" seharusnya teknik sirep bisa digunakan untuk penderita insomnia macam saya, lebih aman
dari obat tidur, kan"). Kemudian trio kunyuk itu menunggu
sampai kami sekeluarga tertidur sekitar jam tiga dini hari,
mendongkel sebuah jendela di ruang depan, masuk untuk
mengambil kunci mobil kami, keluar lagi lewat jendela yang
sama, masuk garasi, menyalakan mesin mobil, dan pergi jalanjalan entah ke mana dengan mobil kesayangan saya.
Mendengar penjelasan ini, kami sekeluarga saling pandang
dengan wajah ketakutan. Lalu meluncurlah pengakuan demi
pengakuan. Ternyata kakak saya baru tiba di rumah jam 12
malam, seorang kakak ipar saya juga sempat turun ke ruang
makan untuk ngemil sekitar jam setengah satu, sementara sa
ya sendiri baru tidur pukul dua karena asyik menonton DVD
sebuah "lm Indonesia berjudul Love (Saya nangis bombay nonton "lm ini. Bukan hanya tangisan kecil atau sekadar mata
yang basah, tapi tangisan supercengeng yang melibatkan sesenggukan dalam, lelehan air mata sederas keran, dan suara mengerang macam serigala kesakitan. Saat menangis saya
sempat melirik ke kaca di samping tempat tidur saya... sumpah deh, bentuk tangisan saya mirip sekali dengan Acha Septriasa).
- 254 - Kicauan tentang Keluarga Kami tersadar dalam kalut, berarti kebanyakan dari kami
belum tidur saat para perampok itu sudah ada di dalam area
rumah... Tidak terbayang betapa mengerikannya jika gerombolan si berat itu memergoki salah satu dari kami! (Apalagi
jika saya yang dipergoki, kemungkinan besar para perampok
itu akan tertawa berguling-guling di lantai melihat seorang lelaki 32 tahun bermata bengkak dengan pipi lembap dan rambut acak-acakan hanya gara-gara sebuah "lm).
Saat itu saya baru bisa memandangi satu per satu wajah anggota keluarga saya dengan sudut baru, dan menyadari betapa beruntungnya saya. Karena yang hilang kali ini hanyalah sebuah
mobil. Cuma sebentuk besi beroda dan bermesin. Materi semata. Tidak lebih. Mobil itu memang dibeli dengan sekuat
tenaga, dengan lelehan keringat dan air mata. Tapi dalam
tubuh saya masih tersedia banyak keringat untuk diperas, di
balik tempurung kepala saya masih tersimpan cukup banyak
air mata untuk dikuras. Uang dan barang selalu bisa dicari,
selalu bisa diberi harga. Tapi bagaimana dengan wajah-wajah
malaikat di sekitar saya ini" Saya bersyukur sekali tidak ada seorang pun yang tersakiti. Walaupun sebenarnya kejadian tadi
pagi memberi sebuah renungan kelabu di benak ini. Bukankah suatu saat nanti mereka yang tercinta juga akan hilang
dan pergi" Entah kapan. Entah bagaimana. Tapi pasti.
Saya hanya berharap saya bisa menikmati hadir mereka
selama masih bisa. - 255 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Semua orang pernah kehilangan sesuatu. Tidak peduli apakah
itu selembar sepuluh ribuan, sebuah jam, seseorang yang dicinta, atau panther hitam yang cicilannya tersisa tinggal sebulan.
Mungkin benar, orang paling beruntung adalah mereka
yang sadar bahwa di dunia ini mereka tidak punya apa-apa.
Karena mereka pasti tidak akan pernah kehilangan.
- 256 - KUNCI Terpaksa nelpon Bapak minta dibukain gerbang. Saya: Maaf
ya, Pak. Jadi ganggu tidurnya. Bapak: Belum tidur kok,
nungguin Indra pulang.. (Twitter: 28 September 2009)
Hari ini saya bangun jam sebelas siang dengan kepala berat
seperti ditunggangi selusin gajah . Perut pun melilit luar biasa.
Bukan hanya karena lapar, tapi juga dipilin-pilin rasa mual.
Saat duduk di pinggir tempat tidur, saya baru sadar bahwa
saya masih mengenakan kemeja dan celana jins tadi malam.
Butuh waktu cukup lama untuk mengingat kembali apa yang
sebenarnya terjadi sebelum tubuh dekil saya teronggok tak
beraturan di atas kasur ini. Setelah mencuci muka dan mengutuki bentuk wajah yang tidak karuan, baru ingatan semalam
perlahan bermunculan. - 257 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Aneh sekali rasanya mengumpulkan memori dari sebuah
kejadian yang sebenarnya belum lama terjadi. Bahkan dalam keadaan sober dan pikiran tenang, saya tidak terlalu
pandai melakukan hal ini. Apalagi sekarang, saat hangover
mengacaukan semua sistem keseimbangan. Saya dan alkohol
memang tidak berteman. Seharusnya kemarin saya tolak saja
gelas wine pertama yang tiba-tiba muncul di hadapan saya. Ta
pi penolakan itu tidak juga saya lakukan. Sampai gelas yang
kelima. Saya pernah dengar, dalam keadaan seperti ini, setelah kesadaran dibuat melayang terbang tak tentu arah, kita hanya
bisa mengingat semua hal yang "paling". Paling sedih, paling
senang, paling penting, atau paling sepele. Dan sungguh aneh,
yang saya ingat saat itu hanya satu hal: kunci rumah.
Apa artinya" Sepertinya untuk mencari tahu lebih baik sa
ya ingat lagi apa saja yang sebenarnya semalam terjadi.
Semalam saya memang memutuskan untuk datang ke pesta perpisahan seorang kenalan. Teman saya yang memaksa
untuk menemaninya sebagai her "non-date date".
Saya tidak tahu apakah harus tersanjung atau tersinggung
menanggapi tawaran itu. Mungkin intinya dia harus bawa pasangan, dan hubungan platonik kami sudah lebih dari cukup
untuk membuatnya nyaman membawa saya. Apa pun maksudnya dengan istilah "teman-kencan-yang-tidak-sedang-berkencan" itu, iming-imingnya soal suasana seru dan kenalan
baru membuat saya seketika tergoda untuk mengiyakan ajakannya.
- 258 - Kicauan tentang Keluarga Dengan bekal rasa haus (baik untuk minuman maupun hiburan), akhirnya saya muncul di kedai minum Irlandia yang
ada di daerah Kemang itu. Tempatnya super menyenangkan.
Ruangan yang lebih hijau dari hutan rimba itu (it"s an Irish Pub,
what do you expect") dipenuhi meja-meja dan kursi-kursi tinggi
yang nyaris semuanya terisi. Kebanyakan oleh orang-orang
asing. Dan satu meja diisi oleh tiga ekor anjing. Sumpah, saya
nggak bohong, dan sama sekali belum mabuk saat melihat binatang berbulu lebat itu duduk terengah-engah dengan lidah
menjulur di tepi tangga. Ternyata memang ada dua tamu
yang membawa peliharannya ke dalam pub itu. Dan dengan
sangat sopannya mereka mengikat anjingnya di sebuah meja
yang terletak di jalan menuju ke toilet. Jadi butuh perjuangan
sungguh besar untuk melompati mereka (anjingnya, bukan pemiliknya) demi bisa menunaikan panggilan alam.
Satu hal yang paling saya sukai dari tempat itu, selain dekorasinya yang terasa sangat Irlandia, (Apakah saya pernah
ke kampung halaman Boyzone itu" Belum. Tapi saya pernah
nonton Leap Year, jadi lumayan valid dong"), adalah sebuah
band berisi empat anak muda yang tak henti membawakan lagu-lagu akustik di sebuah sudut ruangan. Mereka keren sekali.
Dan mereka benar-benar bikin saya tidak berhenti ikutan bernyanyi.
Lalu di mana cerita soal kunci rumahnya"
Tunggu, saya akan segera sampai ke sana. Tapi sebelumnya
izinkan saya untuk menggambarkan seperti apa komposisi manusia yang ada di meja kami. Selain teman saya (yang akhirnya
- 259 - Kicauan tentang Keluarga meninggalkan saya hampir sepanjang malam karena sibuk
"irting dengan seorang cowok bule kecengannya), ada empat
pasangan lain (dua sudah menikah, dua masih pacaran), serta
sepasang teman lagi yang saya yakin posisinya kurang lebih
sama dengan saya: jomblo yang enggan datang sendiri ke sebuah party.
Sepanjang malam saya sibuk ngobrol dengan sesama jomblo itu. Seorang perempuan cantik dengan sex appeal yang lebih besar jika dibandingkan dengan semua orang di meja itu
digabungkan. Perbincangan awal yang diisi oleh hal basa-basi
tiba-tiba saja berubah jadi sebuah sesi curhat yang superdalam (Ingatkan saya lain kali, wine dan hati galau adalah kombinasi mematikan).
Inti perbincangan kami adalah persamaan yang kami miliki
soal keluarga. Ternyata seperti saya, dia pun "terpaksa" masih
tinggal bersama orangtuanya. Seorang teman lain yang menguping pembicaraan kami sempat menimpali dengan nada
bicara sangat merendahkan: "Kalian udah umur berapa ya"
Tinggal keluar aja apa susahnya sih" Go get yourself an apartment
or something!" Kami berdua mendelik, dan sama-sama menggelengkan kepala. "Bukan itu masalahnya." Tentu saja teman
keppo (mau tahu urusan orang) tadi tidak puas dengan jawaban tanpa penjelasan. Masih dengan wajah teramat heran, dia
terus-terusan mendesak kami: "Terus apa?"
Lidah saya yang selalu lebih lentur ketika tersiram alkohol
lalu meracau panjang. Inti penjelasan saya hanya satu hal:
"Mungkin kami harus tetap di rumah karena kami belum
married." - 261 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Teman keppo memandang kami sejenak. Lalu tertawa terbahak-bahak sambil pergi. Sial. Bisa-bisanya dia menghakimi
kami. Tapi biarlah. Sejujurnya saya nggak terlalu peduli. Saya
lebih memilih untuk meneruskan diskusi saya dengan teman
baru tadi, seputar kewajiban kami untuk tetap tinggal di sarang orangtua.
Sebenarnya situasi kami serupa. Karena tinggal kami yang
tersisa di antara semua kakak adik yang sudah berkeluarga, ka
mi lalu jadi punya tugas tambahan untuk menemani orangtua.
Apa adilnya situasi itu" Bukankah dengan masih tinggalnya ka
mi dengan orangtua justru akan membuat kesempatan kami
untuk mendapatkan calon pendamping hidup semakin kecil
dan semakin kecil saja" Lagi pula mau menunggu sampai kapan hingga kami boleh belajar untuk mandiri"
Saat itu di meja kami lebih banyak orang bule ketimbang
pribumi. Benar-benar seperti lelucon yang kurang lucu. Kebanyakan dari mereka justru harus keluar dari rumah, mau
tidak mau, saat sudah dianggap berusia dewasa. Sementara
saya dan teman saya malah kebalikannya. Ditahan sekuat tenaga oleh orangtua untuk tidak pergi ke mana-mana.
Saya nggak mau muna"k, sebenarnya memang lebih banyak hal menyenangkan yang bisa didapatkan saat tinggal bersama orangtua tersayang. Saya masih selalu kagum pada munculnya bubur gandum dan jus segar yang secara ajaib setiap
pagi terhidang di meja makan. Atau teh hangat dan cemilan
nikmat yang seolah muncul seketika dari udara setiap malam.
Belum lagi baju kotor yang tiba-tiba terlipat rapi dan bersih
tanpa sedikit pun perlu dipegang.
- 262 - Kicauan tentang Keluarga Tapi pasti ada sejuta pesona lain dari kenikmatan hidup
di tempat tinggal sendiri. Bayangkan kebebasan yang ada. Bayangkan kuasa tak terbatas yang nantinya kita punya. Karenanya saya selalu simpan rancangan detail dari Bachelor Pad yang
suatu hari nanti akan saya miliki. Ya suatu hari nanti. Yang
pasti bukan saat ini. Diskusi tipsy saya dan teman baru tadi segera berganti
dengan topik lain yang jauh lebih tidak penting. Seperti kebenaran di balik zodiak, tempat liburan paling nikmat, dan
bagaimana cara paling seru untuk bikin home band satu kafe
terganggu. (Jawabannya adalah dengan meneriakkan request
lagu paling absurd. Lady Gaga! Britney! Keong Racun!). Urusan
tinggal bersama orangtua mulai sedikit terlupakan. Sayang
hanya untuk sementara saja. Karena tepat jam dua, saya ba
ru menyadari satu hal yang sangat tolol: saya nggak bawa
kunci rumah. Duh. Ini adalah bencana sejati. Gerbang rumah sudah sejak dulu tak bisa dipanjat atau dilompati. Telepon genggam
para penjaga rumah baru minggu lalu mati. Satu-satunya ca
ra untuk dapat masuk adalah dengan menelepon Bapak dan
meminta bantuannya untuk dibukakan pintu. Dan itu adalah pilihan terakhir yang mau saya ambil. Seorang teman
yang apartemennya sering saya inapi dengan sangat hati-hati
berkata bahwa malam ini sofanya sudah berpenghuni. Sial.
Terpaksa saya tolak ajakan mereka untuk pindah ke tempat
hangout lain, dan memutuskan untuk langsung pulang sebelum
hari semakin larut. Tuh, kan" Masalah seperti ini nggak akan
terjadi kalau saya tinggal di tempat saya sendiri.
- 263 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Berikutnya saya sudah masuk ke dalam sebuah taksi. Dan
tidak bisa mengingat apa saja yang terjadi setelah itu sampai detik saya terbangun siang tadi. Bagaimana saya bisa
masuk dan tidur di kamar" Entahlah, saya benar-benar tidak
peduli. Yang pasti perut keroncongan sudah tidak bisa lagi
berkompromi, jadi tadi saya langsung mengendap turun untuk makan.
Belum lama saya menikmati super late lunch itu, Bapak datang menghampiri dan melontarkan satu pertanyaan wajib
yang sudah jutaan kali saya dengar.
"Pulang jam berapa tadi malam?"


Kicau Kacau Karya Indra Herlambang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepala saya yang masih setengah berputar semakin penuh dalam kepeningan. Di benak saya langsung muncul
bayangan sebuah kunci idaman berkilauan yang nantinya
akan membuka pintu untuk memasuki tempat tinggal saya
sendiri... Berikutnya muncul deretan pertanyaan. Sampai kapan sebenarnya seorang anak menjadi anak" Selamanya" Bukankah ada saatnya orangtua harus menyadari bahwa anak
mereka sudah punya hidupnya sendiri" Kenapa mereka sulit
sekali menerima kenyataan bahwa anak mereka sudah jadi
manusia dewasa" Apa alasannya mereka enggan melepas
buah hatinya untuk pergi menjelajah dunianya sendiri"
Otak saya seperti berhenti bekerja saat Bapak kembali bicara.
"Semalam habis bukain kunci, Bapak mau nungguin sampai Indra pulang. Tapi malah ketiduran di sofa depan. Maaf
ya." - 264 - Kicauan tentang Keluarga Saya memang bodoh. Semua tanya telah kembali terjawab sempurna. Orangtua
hanya melakukan semua atas dasar cinta dan sayang. Namun
terkadang ada anak yang terlalu arogan untuk bisa menerima
semua itu dengan hati senang.
Dan bayangan kunci idaman berkilauan yang tadi ada di
kepala saya tiba-tiba saja menghilang.
- 265 - TERJAGA UNTUK MENJAGA Family can annoy you. Smother you. Suffocate you until you
feel like dying. But I"ll take it anytime. Death by love can"t
be that bad. (Twitter: 11 September 2010)
Sewaktu kecil saya pengigau. Dan pendengkur.
Hebatnya lagi, saya sering sekali berjalan dalam tidur.
Entah kapan kebiasaan sleepwalking ini bermulai. Yang pasti
semua anggota keluarga dibuat repot karenanya. Bayangkan
saja, setiap malam mereka harus selalu tidur dalam keadaan
siaga. Menjaga agar saya tidak melukai diri sendiri dalam
mimpi. Rute terburuk perjalanan lelap saya adalah dari kamar, ke
ruang tengah, naik tangga ke lantai dua, lalu melangkah santai
menuju balkon. Menurut seorang kakak, dia sampai harus menyeret saya sekuat tenaga ketika saya berjalan dengan mata
tertutup menuju pagar pembatas. Sedetik saja dia terlambat,
- 266 - Kicauan tentang Keluarga mungkin saya sudah meloncat. Dan penyet berantakan di bawah sana.
Kami sekeluarga sudah sering membahas kebiasaan mengerikan ini. Ketakutan terbesar mereka ada dua, saya melayang
bebas dari ketinggian atau melenggang santai hingga tercebur
dalam empang dalam yang ada di pojok rumah. Saya tidak
bisa berenang. Juga tidak bisa terbang. Jadi kalau sampai dua
hal itu terjadi, pastilah saya akan terus tidur tanpa bisa bangun lagi.
Berkat kekhawatiran itu, keluarga saya pun berusaha menjaga keselamatan saya dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan mengunci semua pintu berkali-kali. Tapi hal ini
sia-sia. Karena ternyata suatu hari saya berhasil berjalan tidur
hingga ke halaman depan (yang berarti saya bisa membuka
dua pintu yang sudah dikunci dalam keadaan lelap dan mata
terpejam). Kakak saya pernah menanyakan apa yang sebenarnya sa
ya rasakan ketika saya tidur sambil berjalan. Saya tidak selalu
bisa menjawabnya. Karena dalam setiap kesempatan, pikir
yang terbersit di kepala tidak pernah sama. Saat saya melangkah ke arah garasi, saya hanya ingin menyambut kedatangan Ibu dan Bapak yang sebenarnya sedang bertugas ke
luar kota. Mungkin rasa rindu yang menggerakkan kaki saya
ketika itu. Saat saya berjalan ke lantai atas, saya hanya ingin
mengambil rambutan yang saat itu sedang berbuah sungguh
lebat. Mungkin rasa lapar yang membawa langkah saya ke
situ. Saya tidak tahu apakah keluarga saya akhirnya meminta
- 267 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
pertolongan dari orang lain untuk menghilangkan kebiasaan
sleepwalking saya. Yang pasti pada suatu titik, kejadian seperti
itu seketika terhenti. Seaneh kebiasaan itu tiba-tiba bermula,
aneh pula kebiasaan itu serta-merta terhenti.
Pada akhirnya kelainan pola tidur saya ini jadi petualangan
seru yang diceritakan ke semua tamu. Di keluarga saya jadi bahan lelucon yang tidak ada habisnya. Seorang paman bahkan
sempat mengabadikan momen konyol ketika saya berjalan
sambil tidur dan mencetak foto itu besar-besar untuk ditunjukkan ke semua orang. Saya sendiri tidak terlalu peduli.
Sekarang saya tidak pernah lagi berjalan dalam tidur. Jujur
saja, terkadang saya rindu melakukannya. Bukan karena sensasinya atau kenikmatannya (sumpah, jalan sambil tidur sama
sekali nggak nikmat, kalau sedang sial kaki saya sering lecetlecet terantuk pinggiran tangga), tapi untuk luapan perhatian
yang selalu saya dapatkan.
Saya kangen masa itu, saat semua anggota keluarga berkisah tumpang tindih menceritakan pengalaman mereka. Terkadang saya sirik mendengar kakak dan adik saya bercerita antusias soal usaha heboh mereka untuk melindungi lelap saya.
Sayangnya saat itu saya sendiri dalam keadaan tidak sadar,
dan tidak bisa ikut bercerita kecuali bengong dan manggutmanggut mendengar ocehan mereka.
Tentu saja seiring dengan berjalannya waktu, saya
mulai tahu bahwa sebenarnya kami saling menjaga sampai
mempertaruhkan nyawa bahkan ketika tidak ada di antara
kami yang berjalan dalam tidur.
Seorang kakak misalnya, selalu lelap terbaring dengan se- 268 -
Kicauan tentang Keluarga bilah samurai di dekat kepalanya. Alasannya untuk melindungi
kami dari pencuri. Saya tidak tahu apa yang akan dilakukannya
dengan samurai itu jika (amit-amit) benar-benar ada orang jahat yang ingin mengganggu rumah kami. Setahu saya, dia
bukan pendekar silat. Dan belum pernah sekali pun berlatih
mengayun pedang Jepang itu. Saya bahkan sempat khawatir
alat tajam itu bisa melukai dirinya sendiri. Tapi melihat kegagahan dan kepercayaan dirinya yang luar biasa ("Maling pasti
takut kalo liat ini!"), saya hanya bisa tersenyum maklum dan
membiarkannya tidur dengan senjata kebanggaannya.
Sering pula saya merasakan ungkapan sayang dari orangtua dalam tidur saya. Tidak terhitung berapa kali saya ketiduran di sofa depan TV dan terbangun dengan selimut hangat
yang tiba-tiba saja sudah menyelimuti badan saya. Atau ketika
terjaga saat dirawat di rumah sakit dan melihat Ibu terlelap
dalam keadaan duduk dengan kepala tersandar di tempat tidur.
Jika melihat semua ini, sepertinya saya makin yakin bahwa
salah satu cara menunjukkan kasih sayang yang paling juara
adalah saat manusia yang kita cinta sedang dibuai oleh mimpinya.
Ketika tidur, kesadaran kita terkubur. Untuk sesaat badan
tak lagi ada dalam kendali kita. Begitu banyak hal yang bisa
mengganggu. Dan orang terkasih pasti ingin memastikan, bahwa dalam lelap kita akan selalu aman dan nyaman. Lagi pula
tidur adalah kebutuhan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
kurang tidur lebih cepat membunuh manusia ketimbang kurang makan. Karenanya kita perlu istirahat dengan nyenyak.
- 269 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Agar bisa tetap sehat dan berumur panjang. Bukankah akhirnya itu yang kita inginkan dari manusia-manusia yang kita
sayang" Oleh sebab itu kita akan dengan sepenuh hati memastikan kalau orang-orang tercinta bisa merasakan tidur yang
sempurna. Adik saya pernah curhat setengah menangis saat bayinya
digigiti nyamuk semalam suntuk. ("Kenapa sih gue pake ketiduran. Kasian banget si adek. Mendingan gue deh yang digigitin nyamuk.")
Saya tahu benar, adik saya, seperti juga para bapak dan
ibu sering kali harus mengorbankan waktu tidur mereka demi
bisa menjaga putra-putrinya. Setelah memastikan sang anak
lelap, mereka baru berani memejamkan mata. Kemudian ma
ta lelah itu akan seketika terbuka saat buah hati mereka terbangun di waktu yang tidak terduga. Ungkapan cinta semacam ini sungguh luar biasa.
Sayangnya sekarang saya sebagai anak sering kali tidak ta
hu diri. Setelah pulang larut malam, jarang sekali saya memastikan bahwa Bapak Ibu sedang tidur nyenyak. Saya bahkan tidak pernah terpikir tentang kualitas istirahat mereka. Apakah
AC mereka sudah terpasang pada suhu yang benar" Apakah
selimut mereka masih melindungi tubuhnya" Apakah mereka
terbangun tengah malam karena haus lalu memutuskan untuk tidur dalam kehausan karena enggan pergi ke ruang makan" Dulu hingga sekarang mereka selalu menjaga waktu
ber mimpi saya. Kenapa saya sekarang enggan melakukan hal
yang sama" - 270 - Kicauan tentang Keluarga Hingga kini saya masih suka mengigau. Dan mendengkur.
Jika saya tidur delapan jam dalam sehari, sudah sangat banyak waktu lelap yang saya lewati. Dan sudah lebih banyak la
gi waktu yang dihabiskan orang tercinta di sekitar saya, untuk
terjaga demi menjaga nyenyak saya.
Mungkin sudah saatnya untuk melakukan hal yang sama.
- 271 - MENGINJAK-INJAK BAPAK IBU Di mobil tadi ngebatin badan rasanya pegel banget. Tautau di rumah udah ada tukang pijet. *Hebat! Dia terima
panggilan via telepati!* (Twitter: 19 April 2010) Dulu setiap kali pulang kantor, Bapak selalu minta dipijat. Biasanya setelah mandi dan makan malam, dia akan berbaring
telungkup di depan televisi, menunggu salah satu dari enam
anaknya untuk menjadi sukarelawan penghalau penat di tubuhnya.
Karena kami masih kecil dan belum bisa menggunakan
kemampuan tangan untuk memijat dengan baik, Bapak sering
kali meminta kami untuk menginjak-injak kaki dan badannya.
Tugas yang terdengar sederhana tapi butuh keahlian dan kesabaran luar biasa.
- 272 - Kicauan tentang Keluarga Memijat Ibu masih lumayan, badannya lembut dan mudah ditekan, sementara Bapak" Dagingnya liat benar. Mungkin kakinya keras karena sejak muda dia sudah menjadi atlet
balap lari. Beranjak dewasa pun jadi petani. Pasti setiap serabut ototnya sudah dipilin ulur oleh kerja keras dan kucur
keringatnya sudah terus-menerus diperas.
Kalau sedang menginjak-injak kakinya, saya harus berpegangan pada sisi meja, karena betisnya bulat sempurna dan
menguji keseimbangan badan untuk bisa berdiri tegak di atasnya. Apalagi Bapak sering mengenakan sarung berbahan licin,
yang membuat pijakan saya sering kali meleset dan tubuh pun
terjungkal jatuh dengan bodohnya.
Ketika memijat kaki Bapak, injakan kami harus kuat sekaligus lembut, dengan tempo langkah yang lambat teratur. Dimulai dari telapak kaki, perlahan naik ke betis, berhenti agak
lama di belakang paha dan sampai di bagian paling krusial
yang disebut Bapak dengan "boyok" atau pinggang. Bapak sering sekali mengeluh pegal di daerah ini.
Sebagai "penginjak-injak" yang baik, kami harus sangat pe
ka pada reaksi Bapak. Gumaman rendah berarti dia minta
bagian itu diinjak lebih lama, embusan napas lega berarti injakan kami menyenangkan, dan perintah naik atau turun berarti arah langkah yang harus segera diikuti.
Kami berenam, anak-anaknya yang tak tahu diri ini, sering
kali menghindar dari tugas melelahkan itu. Ada saja alasan
yang kami buat. Mulai dari PR yang belum selesai sampai
kaki yang pegal karena siang tadi ada pelajaran olahraga di sekolah. Saya bahkan sering kali memilih untuk mendengarkan
- 273 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
musik atau membaca buku di kamar, ketimbang nonton TV
dan tidak bisa menghindar saat disuruh menginjak-injak kaki
Bapak. Kalaupun akhirnya terpaksa melakukan pijatan aneh
itu, saya biasa melakukannya setengah hati, dengan mata
yang tak henti memandangi gerak jarum jam, berharap agar
sepuluh menit bisa lebih cepat terlewati. (Ini kalimat andalan
Ibu ketika memaksa saya: "Ayolah, sepuluh menit aja, nggak
lama kan?" Sialnya saat itu saya belum kenal teori relativitas
waktu"). Dan pekerjaan apa pun yang dilakukan dengan terpaksa pasti akan jauh lebih melelahkan rasanya.
Di antara kami berenam, saya adalah anak yang paling malas melakukan tugas itu. Menurut saya, berjalan tanpa tujuan
yang jelas (selain dari telapak kaki Bapak ke pinggang dan balik
lagi ke titik awal) hanya pemborosan waktu. Lebih baik saya
berjalan-jalan di kampung belakang untuk bermain bersama
teman-teman atau minggat ke bioskop di seberang jalan untuk
nonton "lm kacangan. Lagi pula saat itu saya tidak pernah
mengerti apa enaknya dipijat. Saya pikir, itu hanyalah cara
Bapak untuk menghukum saya karena kebanyakan bengong,
menganggur di depan TV. Tidak seperti salah satu kakak yang
paling rajin melakukan aksi menginjak-injak ini. Mas yang sa
tu itu justru terlihat girang setiap kali menginjak-injak kaki
Bapak. Saya tidak tahu apakah itu karena dia berbakti tinggi
pada orangtua, atau sekadar karena dia memang ikut ekskul
baris-berbaris di sekolah dan menganggap memijat Bapak sebagai sebuah latihan yang menyenangkan. Yang pasti setiap
kali ada dia, saya selalu berhasil mangkir dari tugas saya.
Ibu kerap marah menghadapi saya yang uring-uringan
- 274 - Kicauan tentang Keluarga setiap kali disuruh memijat Bapak. Menurut Ibu, Bapak sudah bekerja sangat keras setiap hari demi bisa menghidupi
kami, apalah artinya waktu setengah jam untuk membalas
semua kebaikannya" Sayangnya yang ada di pikiran sempit
saya hanyalah jatah main yang hilang terbuang hanya untuk
berjalan di atas kaki Bapak. Kalau Bapak capek, biarlah dia
sendiri yang menghilangkan capeknya. (Maafkan saya. Saya
masih bodoh waktu itu.) Ada waktunya saya ingin berperan sebagai anak penurut
(Biasanya setelah menonton "lm sedih, atau setelah pelajaran
agama, atau setelah salat Jumat yang khotbahnya berhubungan
dengan bakti anak pada orangtua). Lalu saya yang akan menawarkan diri untuk menginjak-injak kaki Bapak. Raut muka
bahagia Bapak tiada duanya saat itu. Saya pun senang. Tapi
lewat lima menit kemudian saya mulai menyesali keputusan
konyol itu. Terutama ketika kaki saya mulai terasa pegal.
Entah kapan tepatnya, tradisi menginjak-injak kaki Bapak
ini berakhir. Tiba-tiba saja Bapak mulai mencari pijatan dari
orang lain. Dia sering menyewa jasa tukang-tukang pijat profesional. Waktu itu saya tidak terlalu memperhatikan sosok
pemijat-pemijat andalannya. Yang saya tahu hanyalah mereka
sungguh berjasa telah menyelamatkan waktu bermain saya.
Kemudian tahun dengan cepat berlalu. Saya mulai bekerja.
Entah karma atau ulah usil semesta, saya tiba-tiba saja berubah jadi orang paling penyakitan. Hunjaman stres tiada
henti di kantor telah berhasil menelusupkan penat ke setiap
sendi tubuh saya hingga jadi sering masuk angin dan pegalpegal. Di saat itulah saya sangat paham dengan apa yang du
- 275 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
lu selalu Bapak rasakan. Ternyata memang menyenangkan
sekali rasanya dipijat saat badan terasa remuk redam. Mulai
terbayang betapa senangnya Bapak dulu ketika otot kakinya
yang pegal setelah bekerja seharian ditekan-tekan oleh injakan
anak-anaknya hingga bisa terasa lebih tenang dan nyaman.
Kesadaran ini datang sedikit terlambat. Karena sekarang,
setiap kali saya menawarkan diri untuk memijat Bapak dan
Ibu, mereka selalu menolak: "Kasihan ah, Indra udah capek
kerja seharian. Istirahat saja." Percuma memaksa. Paling
mereka hanya membiarkan saya memijat sebentar sebelum
akhirnya berkelit menghentikan dengan dalih ingin cepatcepat tidur.
Parahnya, alasan yang sama tidak pernah berhasil saya gunakan pada mereka. Saya ingat benar, suatu hari saya pulang
kerja dalam keadaan menggigil karena demam. Rupanya rodi
dan minimnya istirahat sudah berhasil merontokkan kekuatan
tubuh saya hingga nyaris pingsan kehilangan kesadaran.
Saat itu Bapak memijati kaki saya, sementara Ibu memijati
kepala saya. Lama sekali. Saya sempat tertidur dan terbangun
beberapa kali, dan mereka masih di situ, memijati saya tanpa
henti. Bapak dengan tangannya yang bergetar. Dan Ibu dengan mulutnya yang bergerak dalam diam. Saya tahu dia sedang membaca doa buat saya.
Saat itu saya ingin sekali kembali ke masa kecil saya, dan
menukar semua waktu jalan-jalan saya di kampung belakang
dengan berjalan di atas kaki mereka. Tidak hanya sepuluh
menit. Tapi selama apa pun. Saya janji tidak akan mengeluh
atau melirik berkali-kali ke arah jam. Saya janji untuk tidak
- 276 - Kicauan tentang Keluarga mencari-cari alasan. Saya janji akan melakukannya dengan
hati senang. Tanpa rasa terpaksa atau uring-uringan.
Saya tahu saya tidak bisa lagi melakukannya sekarang,
karena bobot saya sudah terlalu berat dan tubuh mereka sudah terlalu lemah untuk menerima injakan sayang saya. Saya
hanya bisa berharap akan selalu ada langkah-langkah dalam
hidup saya yang bisa membahagiakan mereka, untuk menggantikan semua langkah yang dulu tidak pernah saya lakukan
di atas kaki mereka. - 277 - SELEMBAR KAUS PALING

Kicau Kacau Karya Indra Herlambang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

POLOS My sister once said to mom: You raised me well. Now it"s
my turn to do the same thing to my children. A polite way of
saying stop meddling. (Twitter: 12 Oktober 2009)
Peringatan: semua pemikiran tentang cara membesarkan buah
hati dalam tulisan ini hanyalah pinjaman dari pengalaman
orang-orang terdekat dan cerita-cerita yang selama ini didapat.
Sebagian besar pendapat dalam artikel ini adalah semata hasil
pengamatan sehari-hari, ditambah porsi penalaran bodoh
yang sangat akut. Dalam sebuah kalimat sederhana: penulis
hanyalah anak sok tahu yang belum punya anak.
Beberapa hari lalu saya melihat seorang keponakan yang
belum genap berusia setahun mengenakan kaos bertuliskan:
GANTENG SEPERTI AYAH. - 278 - Kicauan tentang Keluarga Pemandangan itu sempat membuat saya terpingkal-pingkal.
Bukan hanya karena badan gempal Attar terlihat sangat amat
cute dengan bungkusan t-shirt cokelat itu, tapi lebih karena slogan kuning yang terpampang besar di dadanya itu sungguh
amat sangat menggelikan. Terlepas dari ganteng tidaknya adik ipar saya (no offense,
Vin), saya tiba-tiba saja membayangkan apa yang akan terjadi
kalau 17 tahun dari sekarang sang Ayah memaksa anaknya
untuk mengenakan kaos bertuliskan hal yang sama.
Masih maukah Attar remaja memakai t-shirt seperti itu"
Bisa jadi. Mungkin saja Attar akan jadi anak super-penurut
yang tujuan hidupnya hanya satu: membahagiakan kedua
orangtuanya dengan mengikuti apa pun yang mereka minta
(Amin"). Dia lalu memakai kaos itu dan akan menjadi bahan
ledekan teman-temannya di acara pensi (pentas seni) sekolah.
(Dia tidak peduli, karena sebagai anak yang penuh bakti, kepentingan orangtua ada di atas segalanya).
Namun selalu ada kemungkinan kedua: Attar akan tumbuh
menjadi manusia seutuhnya, yang punya keinginan pribadi, punya pendapat sendiri dan punya pemikiran murni yang tidak
lagi bisa terlalu mudah dipengaruhi. Mereka mungkin akan
terlibat dalam pertengkaran mulut seru yang berakhir dengan
bantingan pintu Attar saat keluar rumah dengan memakai ba
ju bergambar logo band musik metal. Dan setelah berteriak:
"Pulangnya jangan malam-malam!" sang Ayah akan berdiri
mematung di ruang tengah, memandangi pintu yang tertutup
dengan kaos pilihan masih tergenggam di tangan. Dia lalu
menatap kaus itu dalam-dalam dan menghirup aromanya de- 279 -
Kicau-Kacau Indra Herlambang
ngan mata terpejam. Membayangkan masa indah ketika sang
anak masih berusia satu tahun dan tidak akan menolak untuk
dipakaikan baju apa pun. Ok. Khayalan saya terlalu berlebihan.
Sangat kecil kemungkinannya untuk benar-benar terjadi.
Walaupun agak menyebalkan (hehe...), adik ipar saya pasti cukup waras untuk tidak lagi memakaikan kaus bertulisan jargon-jargon itu saat sang anak sudah cukup dewasa dan bisa
memilih sendiri apa yang ia ingin kenakan.
Tapi sumpah deh, saya selalu bertanya-tanya saat melihat
banyak anak kecil mengenakan kaus bertuliskan slogan-slogan
luar biasa macam: MOMMY"S LITTLE ANGEL, I LOVE
MOM, I LOVE DAD, dan beragam kalimat lain yang supermanis atau supernarsis. Kenapa ya banyak orangtua yang
merasa perlu melapisi tubuh mungil buah hati mereka dengan jargon-jargon semacam ini" Hanya untuk alasan lucu"
Karena mengikuti tren" Dalam rangka memupuk bakat anak
menjadi fashionista" Atau jangan-jangan hal sederhana ini bisa
dilihat sebagai sesuatu yang lebih dalam nilainya ketimbang
selembar kain yang diberi tulisan semata"
Apakah lewat kaos-kaos itu kita sebagai orangtua sedang
berusaha mendoktrin anak-anak kita" Apakah kita sedang dengan sengaja menjejalkan pemikiran-pemikiran normatif yang
seharusnya mereka miliki ketika dewasa" Apakah t-shirt itu
adalah semata sebuah penghiburan diri sebagai orangtua"
Suka atau tidak, malaikat-malaikat kecil yang ada di pangkuan kita itu akan segera menanggalkan sayapnya dan ber- 280 -
Kicauan tentang Keluarga ubah menjadi makhluk dewasa. Makhluk yang nantinya tidak
bisa dipaksa untuk bilang bahwa orangtua mereka adalah
manusia-manusia terbaik di dunia (jika bukan itu yang mereka rasa). Makhluk yang nantinya akan menganggap dunia
sebagai musuh dan kedua orangtua sebagai kekuatan yang
harus dilawan. Karenanya selagi bisa, kita paksa mereka untuk berpendapat lewat kaus-kaus mungilnya. Dan pendapat
mereka di kaus itu sesungguhnya adalah pendapat yang kita
pilihkan untuk mereka. Kapan lagi saat paling tepat untuk membungkus mereka
dengan kaus bertuliskan: WHEN I GROW UP I WANT TO
BE JUST LIKE DAD" Tentu saat ini, ketika mereka masih berbentuk makhluk
rapuh nan belum punya pendapatnya sendiri. Nanti, ketika lelaki muda itu menghabiskan sisa waktu hidupnya di dunia untuk membuktikan bahwa dia bukan bapaknya, semua sudah
terlambat. Nanti, ketika dia sengaja mengambil kuliah jurusan
seni rupa hanya untuk berontak agar tidak menjadi dokter seperti ayahnya, semua kesempatan sudah lewat.
Kapan lagi saat paling tepat untuk mendandani mereka dengan kaus pink berhiaskan tulisan glitter: MOMMY"S LITTLE
ANGEL" Tentu sekarang, ketika putri mungil itu benar-benar malaikat suci yang hanya bisa menangis untuk menunjukkan rasa
lapar, haus atau mengantuk, dan seketika akan diam jika kebutuhannya itu dipenuhi. Nanti, ketika tangisan perempuan
muda itu sudah bercampur sejuta protes dan argumen pedas
saat bersilat lidah dengan ibunya, semua sudah terlambat.
- 281 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Nanti, ketika dia dengan sengaja memilih untuk menikahi
pria pilihan hatinya dan bukan pria dambaan ibunya, semua
kesempatan sudah lewat. Kapan lagi saat paling tepat untuk menutupi badan mereka
dengan kaus bertuliskan: I MAY BE SMALL, BUT I"M THE
BOSS" Tentu sekarang, ketika anak-anak itu memang masih mungil, masih kecil, dan seluruh hidup kita didedikasikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Saat naiknya suhu badan
mereka masih bisa membuat kita seketika meninggalkan sebuah pekerjaan penting di kantor dan buru-buru pulang untuk menemuinya. Saat sepotong tangis mereka masih bisa
membangunkan kita yang baru sejenak terlelap untuk melayani apa pun yang mereka minta. Minum, makan, ganti popok, bermain, apa pun permintaannya kita akan penuhi dengan senang hati.
Nanti, ketika mereka sudah mulai beranjak dewasa, masihkah kita mau menyematkan gelar The Boss pada mereka"
Akankah kita bisa merelakan mereka untuk mengambil keputusannya sendiri" Yakinkah nanti kita bisa menjadi navigator
penunjuk arah dan bukan pemegang kemudi kehidupan mereka" Relakah kita melenturkan kebenaran yang kita yakini
untuk dapat berpilin dengan kebenaran yang mereka punyai"
Bukankah nanti gelar The Boss itu seharusnya ada pada kita"
Kita yang menentukan hidup mereka.
Akan tiba waktunya bayi mungil nan lucu dan menggemaskan itu berubah menjadi monster aneh yang membingungkan.
Dan sebagai orang yang (merasa) punya kuasa, kita pun segera
berusaha mengambil gelar bos itu dari mereka.
- 282 - Kicauan tentang Keluarga Dulu mereka menentukan jam tidur kita dengan tangisan tengah malam yang mereka punya, nanti giliran kita yang membatasi gerak jarum jam dalam hidup mereka. Dulu mereka
menentukan ritme pekerjaan kita di kantor, nanti giliran kita
yang menentukan bidang apa yang harus mereka kerjakan.
Dulu kita setengah mati menjaga kepala lunak mereka agar
selalu aman dan bisa bertumbuh dengan sebaik-baiknya. Dulu
kita setengah mati berharap agar tempurung kepala mereka
lekas terbentuk keras sempurna agar bisa melindungi mereka.
Nanti tempurung itu akan mengeras, dan kita akan menyebut
mereka keras kepala untuk alasan yang sungguh berbeda.
Mereka akan menganggap semua perintah sebagai petunjuk
untuk melakukan hal yang sebaliknya. Mereka akan melihat
semua nasihat dan saran sebagai paksaan dan ancaman. Mereka akan memilih jalan hidupnya sendiri.
Mereka akan menjadi kita.
Menjadi manusia. Karenanya nikmati saja waktu yang ada untuk bisa memakaikan kaus berslogan apa pun di badan anak kita. Sebagai wujud perhatian, cinta, pemenuhan kebutuhan, rasa
kebanggaan, dan berjuta nilai mulia lain yang dihadiahkan
semesta bagi yang terhormat para orangtua.
Namun nanti, jika waktunya tiba, sediakan saja selembar
kaus paling polos. Agar mereka bisa menulis slogannya sendiri.
- 283 - SURAT UNTUK IRVIN Bersiap menanti kelahiran keponakan ke-11. *Yay! Akhirnya
kita punya kiper!* (Twitter: 7 April 2010) Irvin sayang, selamat datang di dunia.
Maaf tadi Om tidak ikut menemani Bunda di ruang bersalin. Bukan kenapa-kenapa. Om takut melihat darah. Waktu
SMP diambil darah di ujung telunjuk saja langsung pingsan
nyaris satu jam. Lagi pula hari ini cuma Ayah yang boleh menemani di
dalam. Kamu beruntung, Vin. Baru datang sudah disambut dengan
selimut sayang tebal yang tidak akan pernah menghilang. Di
rumah sakit tadi Ayah terlihat seperti zombi karena tidak tidur
berhari-hari. Bunda apalagi. Kamu harus sayang mereka. Mereka orang-orang luar biasa yang akan membesarkan kamu
dengan semua daya yang mereka punya. Bahkan nama kamu
- 284 - Kicauan tentang Keluarga adalah gabungan dari nama mereka. Irvin. Irin dan Alvin.
Om akan selalu tertawa-tawa meledek cara konyol mereka
memilihkan nama untuk kamu. Tapi jika nama adalah doa,
nama mereka adalah doa dari tetuanya, dan kedua doa itu digabungkan hanya buat kamu. Berarti hidup kamu akan terus
terjaga doa yang berlapis-lapis tiada habis.
Tadi Ayah merekam proses kelahiran kamu. Om sempat
lihat sedikit. Kamu menangis menjerit keras sekali. Seperti marah karena dipaksa keluar dari lindungan rahim Bunda. Maaf
ya, Vin. Memang bumi ini jauh lebih menyebalkan ketimbang
perut Bunda yang nyaman. Tapi tempat ini cukup seru kok.
Agak kacau balau memang, tapi menyenangkan. Kamu tidak
perlu takut berantem melawan dunia kalau sudah besar nanti.
Banyak manusia baik hati yang sudah ditunjuk Tuhan supaya
kamu tetap terlindungi. Selain Ayah Bunda, ada Reva. Kalian hanya dua tahun
berbeda usia. Dia kakak yang baik. Kemarin ini baru saja
membantu Om memberi nama dua ekor kelinci angora yang
baru dibeli. Yang hitam dia beri nama: Kakak. Yang cokelat
dia beri nama: Kakak. Dan ketika sudah bisa bicara nanti, ka
mu akan memanggil dia dengan sebutan yang sama, Kakak
Reva. Ada pula dua orangtua yang subuh tadi sudah sabar menanti di luar kamar operasi. Yang Kung dan Yang Ti. Kalau
mata mereka terlihat berkaca-kaca, itu bukan karena sedih,
namun mereka bangga diberi anugerah tambahan cucu jagoan untuk melengkapi perjalanan hidupnya. Kamu cucu kesepuluh. (Ditambah satu orang lagi kita bisa tantang Persija
- 285 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
untuk pertandingan sepakbola. Atau MU" Maaf, Om tidak
tahu banyak soal olahraga, tapi tenang saja, ada banyak pakde
lain yang bisa ngajarin kamu). Jadi kamu tidak perlu khawatir
kekurangan teman bermain. Sepupu kamu cukup banyak buat
menemani sepanjang hari. Masih ada juga Pakde, Bude, saudara-saudara, dan teman-teman yang akan selalu ada di dekat
kamu. (Kalaupun tidak hadir secara langsung, teman-teman
ini selalu bisa tersentuh walau jauh. Saat ini ada Facebook
dan Twitter dan entah penyambung silaturahmi maya apalagi
yang nanti akan hadir melengkapi kehidupan sosial kamu).
Jadi sekali lagi. Kamu tidak akan pernah sendiri.
Irvin sayang, selamat datang di Indonesia.
Waktu kamu lahir tadi semua orang berkelingking ungu. Termasuk dokter dan suster yang dengan baik hati membantu. Jangan mengira bahwa jari manusia akan berubah warna ketika
dewasa. Itu cuma lima tahun sekali. Kebetulan saja kamu lahir dua hari setelah pemilihan presiden, ketika tinta lekat yang
menandai para pemilih belum bisa terhapus sempurna walau
digosok sabun berbusa-busa.
Dan kalau kamu bertanya kenapa kelingking Om tidak
ungu, itu karena Om merasa belum cukup dewasa untuk menentukan nasib masa depan bangsa. Maaf ya, Vin. Om kamu
pengecut. Tanggung jawab yang begitu besar dalam satu goresan tinta di atas kertas suara belum mampu Om panggul
sendiri. Ketimbang salah pilih lalu marah-marah sendiri saat
keadaan negara tak kunjung sempurna, Om memilih untuk
tidak memilih. - 286 - Kicauan tentang Keluarga Mungkin lima atau sepuluh tahun nanti kalau ada "gur
yang sesuai dan bisa menenangkan jiwa, Om baru akan berkelingking ungu.
Kamu lahir di negara tak menentu, di masa yang juga tidak tentu. Di saat satu-satunya hal yang tidak berubah adalah
selalu hadirnya perubahan. Om kira manusia yang terpilih
untuk lahir di zaman sulit ini adalah manusia-manusia kuat
yang dipercaya bisa bertahan hidup dengan perjuangan tanpa
jeda. Kamu akan jadi lelaki dewasa seperti itu. Lelaki kuat
yang akan melindungi keluarga.
Saat ini, ketika kamu sedang diberi ASI setelah inisiasi di
ni, suara rakyat sedang dikalkulasi untuk menentukan siapa
yang akan memimpin negara ini. Semua stasiun TV sibuk berhitung. Semoga kebencian Om pada matematika tidak menurun kepada kamu. Jadi nanti kamu bisa memandang angkaangka itu dengan lebih tenang dan optimis. Bukan dengan
ketakutan dan kecemasan berlebihan.
Duh, terdengar rumit sekali ya" Memang rumit dan ribet
dan penuh huru-hara, tapi terkadang bisa menghibur kok.
Beberapa waktu lalu misalnya, ketiga calon presiden kita
bersilaturahmi dalam perhelatan berkedok debat. Om menonton semuanya. Dan tertawa-tawa sepanjang acara.
Sebenarnya debat itu sempat membuat Om tertarik untuk
muncul di bilik suara dan menyontreng (Om tidak tahu di
zaman kamu nanti kertas suaranya harus dicoblos, dicentang,
dilipat, ditiup, atau dibakar. Tunggu saja, mekanismenya memang tidak pernah sama), tapi malamnya Om terjaga sampai
jam tiga, dan besoknya bangun kesiangan. Karena malam
- 287 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
itu semua TV menayangkan acara wajib yang ditonton jutaan pasang mata di seluruh dunia: Memorial Service Michael
Jackson. Sayang sekali kamu datang setelah dia pergi. Jacko itu hebat sekali. Musiknya luar biasa begitu pula gayanya. Album
Bad adalah kaset pertama yang Om beli dengan uang sendiri
(Dari tabungan hasil hadiah sunat. Saran Om sih, nanti kamu
jangan mau disunat di usia terlalu muda, angpaunya sedikit
dan hadiahnya banyak yang cemen. Lebih baik minta disunat
kelas 2 SMP saja. Om dulu mendapat beberapa set Rotring,
alat pemutar musik, gitar akustik, dan uang sangat banyak).
Om sedih melihat Jacko meninggal. Bukan hanya karena
kehilangan ikon musik jenius, tapi karena Om tidak bisa
berhenti menonton semua hal tentang kepergiannya. Sudah
seperti sirkus, Vin. Prosesi menuju pemakamannya dibuat sangat besar-besaran dan menyedot begitu banyak perhatian.
Memang banyak yang bilang bahwa semua itu dilakukan sebagai perayaan atas karya-karyanya yang fenomenal. Tapi
tetap saja. Sambil mengarahkan mata tanpa kedip ke setiap
saluran televisi, Om selalu bertanya-tanya, ke mana kita dulu
saat bintangnya mulai meredup" Bukankah membeli album-album terakhir Jacko sempat bikin orang dianggap kurang cool"
Bukankah dulu semua tingkah lakunya diolok-olok" Bukankah
banyak yang menganggap masa keemasaannya sudah lewat"
Kenapa setelah dia tidak ada, semua orang tiba-tiba menjelma
menjadi fan nomor satunya" Semua orang lalu mengaku punya kenangan terindah bersama dirinya. Om pun begitu. Ini
pelajaran yang agak menyebalkan memang: terkadang manu- 288 -
Kicauan tentang Keluarga sia baru mati-matian menghargai seseorang saat orang itu sudah mati.
Namun jangan pernah takut. Kamu akan selalu dihargai.
Irvin sayang, sekali lagi selamat datang.
Belum banyak pelajaran soal hidup yang bisa diberikan. Om
sendiri masih belajar. Yang pasti di dalam hidup nanti segala
hal akan selalu datang berdampingan. Kamu akan senang dan
sedih. Tertawa dan menangis. Berhasil dan gagal. Jatuh cinta
dan patah hati. Disukai dan dibenci. Santai saja. Semua hal
tadi akan datang silih berganti. Jadi tidak menyisakan pilihan


Kicau Kacau Karya Indra Herlambang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbaik lain kecuali untuk dinikmati.
Oh iya. Suatu saat nanti Om mungkin lupa ulang tahun
kamu. Atau ingkar janji untuk membelikan sesuatu. Atau marah saat kamu tidak mau makan. Atau menghardik saat kamu
mengganggu tidur yang sedang tenang. Jangan pernah sedih
terlalu lama kalau sampai harus menghadapinya. Semua itu
hanya sayang yang diungkapkan dengan cara berbeda. Lagi
pula Om ini anak kecil bertopeng manusia tua. Dan sepertinya, hidup bersama kamu nanti yang akan membuat Om
lebih cepat dewasa. Om pasti akan belajar banyak dari kamu.
Karena itu Irvin sayang, terima kasih sudah bersedia datang.
Om Indra. P.S: Kalau boleh jangan panggil aku Pakde.
- 289 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
P.S.S: Kecuali di depan Yang Kung sama Yang Ti, baru boleh
deh. - 290 - MENYELAMI SALIM Heh" Serius" Vokalis band cewek ini pamit sama gue pake
salim" Harus terharu apa terhina nih" *Antara dihormati
atau dianggap eyangnya.* (Twitter: 18 Jan 09) Salim. Sebuah gesture sederhana yang punya begitu banyak makna.
Gerakan ini hanya membutuhkan sedikit tenaga. Untuk meraih
tangan seseorang, lalu mencium bagian punggung tangannya
atau menyentuhkannya di depan kepala. Salim biasa dilakukan
sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua atau untuk mereka yang dituakan. Seingat saya, sedari masih kecil
dulu orangtua saya sudah mengajarkan hal ini kepada semua
anaknya. Kini, giliran tangan saya yang sering menyentuh hidung
atau dahi-dahi mungil milik keponakan dan anak-anak kecil di
- 291 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
sekitar hidup saya. Lalu muncul sebuah tanya: di tahun ini, di
awal dekade baru yang membawa manusia ke zaman penuh
perubahan, di mana kemajuan teknologi berlari berkejaran
dengan waktu yang semakin cepat terbang, masihkah gerakan
mencium tangan ini perlu dan relevan"
Pemikiran soal salim ini pertama kali tebersit saat saya
menghadiri sebuah acara ulang tahun anak seorang teman. Di
tengah pesta meriah yang dipadati polah tingkah para bocah,
saya berkenalan dengan sekelompok anak kecil. Mereka semua
dengan sukarela dan sangat patuhnya menyentuhkan tangan
saya ke bagian wajah mereka. Beberapa ke hidung, satu-dua
ke pipi, dan sebagian besar ke jidat mereka.
Mungkin karena baru sekali seumur hidup saya disalimi
begitu banyak manusia, saya merasa sungguh canggung dan
jengah luar biasa. Mereka ini anak yang sopan. Tapi apakah
perlu mereka memberikan penghormatan yang menurut saya
sungguh sakral kepada seorang lelaki "tua" yang baru mereka
kenal" Kecanggungan saya pasti terlihat bodoh. Tanpa sadar saya
membuat gerakan menahan dan anak-anak kecil itu berusaha
untuk melawan dengan sekuat tenaga, mendekatkan tangan
saya ke dahi mereka. Kami seperti sedang beradu otot, sedang
berlomba untuk menunjukkan kekuatan atas nama etika dan
kesantunan. Pada akhirnya saya menyerah, karena saya yakin
tujuan salim ini sebenarnya mulia.
Namun sejujurnya saya pribadi punya pandangan yang
agak berbeda. Seumur hidup ini hanya ada beberapa manusia
yang menurut saya pantas untuk di-salimi: Bapak, Ibu, dan
- 292 - Kicauan tentang Keluarga kakek nenek saya. Hanya mereka. Bahkan paman dan bibi
yang usianya jauh lebih tua tidak pernah mendapat bentuk
penghor matan yang sama dari saya. Ini bukan karena saya
tidak sopan. Tapi atas nama pembelaan diri, pilihan itu saya
lakukan justru karena saya begitu mengagumi gesture budaya
yang agung dan mulia ini.
Menyalimi seseorang berarti menghormati orang tersebut
dengan sepenuh jiwa. Memberikan penghargaan tertinggi
sambil menunjukkan kerendahan hati. Menurut saya, hal ini
akan terasa lebih tulus dan punya makna ketika dilakukan pa
da manusia-manusia luar biasa yang memang memiliki arti
tak terhingga dalam keberadaan diri saya di dunia. Dan hanya kedua orangtua serta leluhur saya yang paling tepat untuk
mendapatkannya. Jika salim dilakukan semata kepada orang
yang lebih tua, berarti yang kita hormati hanyalah soal usia.
Saya setuju, kita harus menghormati mereka yang lebih dulu
ada di dunia. Dan sebenarnya banyak gesture serta cara lain
untuk melakukan hal ini. Tapi salim yang sakral harusnya punya makna lebih besar ketimbang itu. Salim seharusnya tulus,
bukan sekadar kebiasaan kosong yang tidak punya arti.
Mungkin saja prinsip saya ini salah. Pasti banyak di antara
kita yang punya pandangan berbeda. Bahkan saat melihat ke
sekitar saya, banyak ditemukan teman-teman yang sama sekali
tidak setuju dengan warisan budaya yang satu ini.
Seorang teman yang baru saja dikaruniai anak pertama,
misalnya. Ia menuliskan beberapa update status soal salim di
akun twitter-nya. Saat masih mengandung dan harus datang
ke sebuah acara keluarga, dia ditegur seorang kerabat karena
- 293 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
hanya menyapa dengan sebuah genggaman tangan biasa. Hanya menyalami. Bukan menyalimi. Dia berang sekali pada saudaranya itu.
Menurutnya, gerakan sederhana itu adalah sesuatu yang
tidak perlu. Sebuah kebiasaan basi yang berlawanan dengan
semua prinsipnya soal kehidupan. Bisa jadi pendapatnya terdengar sedikit ekstrem, tapi buat dia, salim punya potensi untuk
merendahkan posisi yang muda di depan yang tua. Padahal
seharusnya semua manusia punya strata yang sama. Hanya
karena seseorang sudah terlebih dahulu lahir di bumi, bukan
berarti bahwa dia serta-merta harus lebih dihormati.
Saya sama sekali tidak keberatan dengan pendapat ini.
Semua manusia berhak untuk punya pandangannya sendiri.
Saya yakin saat anaknya sudah besar nanti teman saya tidak
akan pernah mengajarinya untuk mencium tangan siapa pun.
Dia bahkan punya rencana untuk membiarkan sang anak memanggil dirinya dengan sebutan nama. Wow! Bukankah itu
sangat radikal" Bukankah itu sangat kebarat-baratan" Di ma
na unggah-ungguh kita sebagai bangsa besar yang beradab
dan berbudaya" Aduh. Saya akui saja sekarang. Saya tidak terlalu mengerti
soal budaya sopan santun dan pengaruhnya pada kebesaran
sebuah bangsa. Namun jika diperbolehkan untuk sedikit sok
tahu, apakah semua kekentalan budi pekerti dan sopan santun
yang dijadikan kebanggaan ciri khas budaya bangsa kita tercinta berhasil membuat manusia-manusia di dalamnya menjadi makhluk luhur dalam kehidupan nyata" Bukankah semua
berita yang selama ini kita lihat di media memberikan kenyataan yang sungguh jauh berbeda"
- 294 - Kicauan tentang Keluarga Jika kita melihat masa kecil para koruptor yang sudah memorakporandakan negara ini, akankah kita temui makhluk
mungil nan tengil dan tidak punya adat" Ataukah justru kita
dapatkan malaikat-malaikat kecil yang penuh sopan santun
dan menyalimi semua tetua di sekitarnya" Akankah kita temui
murid-murid yang punya nilai tinggi di pelajaran PMP" Kalau
gesture sesederhana salim dianggap sebagai cerminan budaya ji
wa berbudi pekerti tinggi, apakah berarti pelakunya pasti bisa
membawa makna hebat di baliknya dan menjadi manusia
yang benar-benar baik serta penuh hormat kepada manusia
lain" Menjunjung tinggi kemanusiaan dan menjaga perilaku
hingga tidak menyakiti siapa pun" Pasti sekarang jawabannya
tidak sesederhana itu. Karena kalau memang benar begitu, seharusnya setiap pagi alis saya tidak perlu mengernyit melihat
berita-berita memperihatinkan soal borok negara kita yang tidak ada habisnya.
Kembali ke pertanyaan saya di awal tadi: masihkah salim relevan untuk diajarkan kepada anak turun kita" Zaman sudah
berganti, Bung. Anak kita nanti sudah pasti akan minta BB atau
ponsel terbaru di ulang tahunnya yang masih belasan. Kepala
mereka sudah penuh terisi saripati dunia global. Pandangan
mereka sudah begitu luas. Semua jarak sudah dihilangkan
dan bumi menjadi tempat yang tidak berbatas. Mungkin sudah saatnya untuk tidak sekadar mengajarkan mereka buat
salim kepada orang yang lebih tua. Tetapi semakin dalam lagi,
mengisi jiwa mereka dengan "loso" yang ada di baliknya. Menanamkan makna untuk selalu menghargai orang lain, dan
- 295 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
meletakkan diri dalam posisi terbaik di antara manusia-manusia lain di muka bumi ini.
Sepertinya akan lebih baik jika sopan santun, budi pekerti,
tata krama, dan jutaan nilai baik lainnya tidak lagi dijadikan
selembar jubah yang membuat seseorang berpenampilan lebih
baik. Tapi ditanam dalam-dalam sehingga menjadi lebih dari
sekadar doktrin kosong yang akhirnya ketinggalan zaman.
Satu hal lagi yang saya percaya: kita, manusia-manusia
"muda" yang saat ini ada, akan segera menguasai dunia. Mari
berikan alasan yang cukup kuat untuk mendapatkan salim
penghor matan dari anak cucu kita.
- 296 - NYEKER Seberapa sempit sepatu ini" Lumayanlah. Kelingking sama
jempol sampe pelukan. (Twitter: 21 Oktober 2010)
Seorang teman dengan nada sangat bijaksana pernah bicara:
"Nyeker itu cuma pantes buat ayam sama gembel." Memang
terdengar agak keras dan lumayan songong, tapi mungkin ada
benarnya juga. Bukankah "nyeker" alias bertelanjang kaki memang berasal dari kata "ceker" yang berarti kaki ayam" Dan
bukankah alas kaki memang sering dipandang sebagai perwakilan terjujur dari status sosial seseorang"
Saya sudah pasti bukan ayam, dan (sepertinya) bukan gembel.
Mungkin saya lebih pas untuk diletakkan sedikit di atas gembel
dan beberapa tingkat lagi di atas ayam tapi jauh sekali di bawah sosialita (atau apa pun namanya). Membingungkan" Jangan salahkan saya. Ini semata karena sedari kecil saya ter- 297 -
Kicau-Kacau Indra Herlambang
paksa hidup mengikuti kubu dua "gur yang berlawanan untuk
urusan alas kaki: kubu Eyang dan kubu Bapak.
ALAS KAKI EYANG Eyang adalah priayi Jawa sejati. Entah karena dibesarkan dalam lingkungan inggil yang sedari kecil memaksanya untuk bicara dengan sangat halus, melangkah dengan sangat sopan,
dan selalu mengunyah 36 kali sebelum menelan makanan,
atau karena terpaan pekerjaannya sebagai pegawai keuangan
pemerintah yang menuntutnya untuk selalu berpenampilan
necis, buat Eyang hal terpenting dalam kehidupan ini adalah
ditegakkannya aturan, unggah-ungguh, tata krama, dan sopan
santun. Dia tidak segan memarahi atau menghardik dengan
nada sangat tinggi ketika melihat sesuatu yang tidak pada
tempatnya. Ibu pernah bercerita tentang sepupu kami yang dimarahi
habis-habisan karena mengunjungi Eyang dengan mengenakan
sandal jepit buluk yang sudah butut. Cerita horor itu segera
menjadi teladan bagi kami keenam anaknya. Tentu saja kami
tidak mau terkena dampratan yang sama. Di mata kami,
Eyang adalah sosok luar biasa lembut yang selalu baik dan
menyenangkan. Dan kami tidak ingin imaji indah di kepala
kami itu rusak. Karenanya setiap kali berkunjung ke rumah
Eyang di Bogor, kami selalu berusaha untuk tampil rapi, serapi-rapinya. Lupakan t-shirt belel atau sepatu keds kotor yang
belakangnya robek karena keseringan diinjak. Yang boleh kami
kenakan hanya pakaian-pakaian bagus dan alas kaki paling
- 298 - Kicauan tentang Keluarga sopan. Kami pasti terlihat seperti anak-anak culun yang ada
di katalog belanja milik Ibu.
Sampai hari terakhir masa hidupnya, saya tidak pernah
dimarahi Eyang. Untuk soal kerapian atau soal apa pun. Ini
sempat memancing kecurigaan saya. Jangan-jangan Ibu sengaja mengarang cerita soal sepupu yang didamprat itu hanya untuk menakut-nakuti kami agar anak-anak joroknya ini
selalu menurut jika dipaksa tampil sempurna tanpa cela. Entahlah. Saya tidak pernah sempat menanyakannya. Namun
untuk soal kerapian Eyang, tidak ada yang bisa diragukan.
Hingga detik terakhirnya, beliau adalah salah satu lelaki berpenampilan paling sempurna yang pernah ada di dalam hidup saya.
Kehebatan Eyang menjaga kerapian diri dari ujung rambut
hingga ujung kaki selalu dihubungkan dengan pentingnya menjunjung tinggi tata krama. Dan salah satu yang selalu diingatkannya adalah untuk tidak pernah lupa mengenakan alas kaki
paling baik ketika bertamu atau bertemu dengan orang lain.
Ini adalah sebentuk penghargaan. Bukan hanya untuk orang
yang kita temui, tapi terutama untuk diri kita sendiri.
Hebatnya, semesta gila ini mengatur sebuah skenario yang
sedikit berbeda. Tata krama akhirnya berbuah karma. Kepada
Eyang yang selalu menjunjung tinggi kehadiran alas kaki, diberikannya seorang menantu yang selalu enggan memakai
sepatu. - 299 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
TELAPAK KAKI BAPAK Mampirlah ke rumah saya saat sore sedang cerah. Kemungkinan
besar akan Anda temui Bapak saya sedang berjalan berkeliling
halaman bertelanjang kaki. Ritual ini sudah dilakukannya sejak saya kecil dulu.
Bapak melihat alas kaki sebagai penghalang koneksi langsung dengan alam. Padahal seharusnya setiap manusia harus
bisa bersentuhan dengan permukaan bumi tanpa perantara la
gi. Setiap kerikil yang terpijak atau rerumputan yang terinjak
akan menyentuh semua syaraf di permukaan telapak kaki
hingga bisa membuat tubuh dan jiwa semakin sehat.
Sentuhan langsung dengan bumi ini sudah terlalu sering
dilupakan manusia. Coba saja hitung, setiap harinya berapa
lama kaki kita terbungkus sandal atau sepatu" Satu jam" Dua
belas jam" Setengah hari" Nyaris satu hari" Kalaupun sudah
melepaskan semua alas kaki, seberapa lama telapak kita menyentuh tanah tanpa perantara ubin, tegel, marmer, parkit,
semen, beton, atau karpet" Seberapa sering kita bersentuhan
langsung dengan tanah" Dengan bumi" Menurut Bapak, sentuhan dengan bumi ini sangat baik untuk mengembalikan lagi
koneksi manusia dengan alamnya, dengan Tuhannya. Jujur
saja, saya tidak terlalu paham tentang hal ini. Tapi mungkin
saya bisa sedikit memahami konsep mengawang yang diagungkan Bapak ini.
Dalam penalaran yang sangat sederhana saja, mungkin
yang dimaksudkan dengan sentuhan langsung ke tanah, semesta dan bumi itu adalah bentuk dari kehidupan selaras.
- 300 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Sebuah proses hidup yang seimbang. Bayangkan saja, jika
kita sempat melepas alas kaki dan memilih untuk sebenarbenarnya menginjak-injak bumi, berarti kita sedang terlepas
dari banyak tuntutan dan aturan. Berarti kita tidak sedang
bekerja atau mengejar deadline. Iya, kan " Biasanya kita harus
selalu memakai sepatu rapi saat berhubungan dengan pekerjaan atau tuntutan pergaulan. (Agak jarang orang yang bisa
nyeker di kantornya atau saat clubbing di Dragon Fly). Dan saat
kita benar-benar bisa melangkah dengan kaki telanjang seperti yang dilakukan Bapak setiap sore, berarti kita sedang
melepaskan diri sejenak dari beratnya tuntutan hidup yang
kita buat sendiri. Beruntunglah Bapak yang dilahirkan sebagai anak petani di
sebuah pegunungan gersang. Semasa kecil dulu dia tidak beralas kaki bukan karena pilihan. Tapi karena dipaksa keadaan.
Dia terbiasa nyeker ke mana pun dia pergi. Telapak kakinya
pasti sudah kapalan dan sungguh tebal hingga bisa meredam
sakit atau perih yang biasa terasa saat menginjak permukaan
yang tajam atau tidak rata. Dia tidak pernah merasa nyaman
untuk membungkus kaki dengan sepatu terlalu rapi. Tapi bagi
manusia-manusia masa kini seperti kita, mungkin agak susah
membayangkan diri melangkah tanpa alas kaki.
Tidak lama setelah lahir kita sudah segera diberi penutup
telapak dari kain atau kaos kaki rajutan. Sedikit beranjak besar, kita selalu diwanti-wanti untuk memakai sandal ketika


Kicau Kacau Karya Indra Herlambang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

main di halaman. Takut kotor. Takut menginjak sesuatu yang
tajam. Lalu takut terluka. Saat lebih dewasa lagi kita mulai
- 302 - Kicauan tentang Keluarga semakin jarang melihat punggung dan telapak kaki sendiri.
Selalu ada pantofel paling baru atau keds paling seru yang siap
menutupinya. Selalu ada sarang kaki baru yang mungkin bisa
menggambarkan berapa tingginya posisi kita dalam jenjang
pergaulan dan tingkat sosial di dunia. Kapan ini akan berhenti" Sedemikian bencikah kita akan jemari kaki sendiri hingga
harus selalu membungkusnya hingga tidak terlihat lagi"
Untuk urusan sepatu, saya adalah anak yang dibesarkan dalam
dua kubu. Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain
lewat kerapian penampilan (terutama alas kaki) ajaran Kakek
akan tetap membekas dalam hidup saya. Begitu pun anjuran
Bapak untuk sesekali melepaskan sepatu dan merasakan sendiri
nikmat yang muncul saat permukaan telapak kaki bercumbu
dengan bumi. Saya cukup beruntung bisa memiliki keduanya
dalam hidup ini. Hingga ada keseimbangan indah yang bisa
saya nikmati. Mungkin seharusnya setiap orang pernah punya pengalaman kehilangan sepatu. Minimal satu kali. Jadi bisa merasakan betapa indahnya sesekali telanjang tanpa alas kaki.
Sekaligus memberi kesadaran bahwa ketika semua manusia
menanggalkan sepatu mahal yang dipunya, tidak akan ada
lagi status sosial yang terlihat di telapaknya.
Saat copot sepatu, kaki tidak lagi dilindungi sol merah Loubutin, hak runcing Jimmy Choo, nyamannya lining moccasin
Tod"s, atau kokohnya wing tip boots Gucci. Yang terlihat hanya
kaki. Dengan jemarinya yang beragam. Dengan jempol besar
- 303 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
atau kelingking di ujung yang bentuknya nggak karuan karena
bertahun-tahun tertekan. Ada kaki yang bau. Ada kaki yang
keringetan. Dan pada akhirnya, semua manusia, baik gembel
atau sosialita toh dilahirkan dalam keadaan seperti ayam.
Nyeker. - 304 - MENGANDALKAN MATA UNTUK MENGHAKIMI TANPA MEMBIARKAN HATI IKUT BICARA Kalau semua hal keliatan buruk, jangan-jangan yang salah
matanya. (Twitter: 18 Oktober 2010)
Di rumah kami ada seorang tukang kebun bernama Njoh. Dia
sudah lebih dari sepuluh tahun merawat tetumbuhan kami.
Sampai detik ini saya tidak tahu pasti berapa umur lelaki
ini. Kata Ibu usianya sudah hampir 40 tahun. Saya sendiri
tidak percaya. Karena jika dilihat sepintas, dia selalu memancarkan aura bocah yang sangat muda. Tubuhnya kurus kering.
Mukanya mulus tanpa kerut. Dan bola mata nanarnya selalu
lebar terbuka, di bawah naungan poni rambut ijuknya yang
setiap hari tertata sama.
- 305 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
Sejak pertama kali Njoh datang ke rumah kami, saya tidak
pernah nyaman menerimanya. Saya adalah salah satu orang
pertama yang menentang kehadirannya. Bukan bermaksud
jahat, hanya waspada. Kepala kosong saya langsung terisi
banyak pertanyaan saat mendengar rencana Ibu untuk membiarkan Njoh tinggal di rumah kami. Siapa dia" Dari mana
asalnya" Apakah bijaksana untuk membuka pintu buat seseorang yang tidak dikenal" Apalagi dia aneh sekali. Suka tiba-tiba bicara sendiri atau bengong diam menatap sebatang
pohon sepanjang hari. Dia juga takut malam. Menurutnya setelah gema terakhir
azan magrib lenyap dari udara, ada banyak setan yang sertamerta keluar dari persembunyian untuk usil mengganggunya.
Karena itu setiap petang menjelang, dia lebih memilih untuk
duduk memeluk lutut di depan televisi sambil menonton tayangan berita, ketimbang menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
pentingnya di taman. Ini sungguh menyebalkan, berarti saya
tidak bisa mengandalkannya untuk membuka pintu gerbang
setiap kali saya pulang kerja agak malam.
Tapi saya selalu berusaha untuk sabar. Mungkin hutan di
sekeliling rumah kami memang membutuhkan kehadirannya.
Sayangnya kesabaran itu datang hanya untuk diuji berulang
kali. Buat urusan tanaman, dia memang bertangan dingin.
Olehnya, sebatang ranting yang dipotong sembarangan lalu
ditancapkan ke tanah bisa tumbuh jadi tanaman cantik yang
mengagumkan. Namun dia tidak bisa menerima perintah apa
pun. Tidak heran setiap pagi taman kami dihiasi teriakan bapak dan ibu.
- 306 - Kicauan tentang Keluarga Ada saja yang dilakukannya. Lupa menyirami pohon kesayangan ibu hingga kering dan mati. Seenaknya memindahkan
rumpun hias dari satu tempat ke tempat lain. Menggunduli
pohon jeruk bali kami yang sedang berbuah lebat sekali. Atau
memetiki rambutan dan petai yang belum matang sampai kedua pohon malang itu terlihat seperti telanjang.
Kami selalu marah setiap kali dia berulah. Dan setiap dimarahi, dia hanya akan berdiri diam di tempat dengan wajah
menunduk. Mengucap, "Iya Pak" dengan suara lirih, lalu pergi berjalan gontai, dan mencari pohon lain untuk disiksa.
Batas toleransi saya habis saat dia melakukan sebuah tindakan bodoh yang tidak akan pernah bisa saya maafkan. Kisah
ini melibatkan Njoh dan seekor anak soang. (Ya, selain anjing,
kucing, ikan, merpati, elang, ular liar, dan kijang, sepasang
angsa galak itu pernah meramaikan rumah kami).
Suatu ketika pasangan angsa kesayangan kami dikaruniai
seekor anak yang luar biasa lucu. Buat saya makhluk kuning
itu adalah unggas terindah di dunia. Bulunya halus dengan
kaki dan paruh berwarna oranye terang. Jika berjalan, ekor
kecilnya akan bergoyang-goyang seperti kemoceng mini kesurupan.
Setiap hari saya akan menyempatkan waktu barang sebentar untuk memperhatikannya dari jauh (mengelus atau menggendongnya bukan pekerjaan mudah, bapak ibu angsa yang
galak itu selalu siap sedia untuk menyerang siapa saja yang
mendekati buah hati mereka).
Di sebuah sore, anak itik itu hilang entah ke mana. Saat sa
ya cari di halaman, saya hanya menemukan sang induk yang
- 307 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
berjalan pandir ke sana kemari sambil berteriak-teriak kebingungan. Menyusupkan leher panjangnya ke setiap sudut rumah kami. Seolah tak ingin melewatkan satu sudut pun demi
menemukan apa yang dicari. Dari Ibu baru saya tahu, bahwa
binatang kesayangan saya itu mati di tangan tukang kebun
kami. Saya murka. Tidak sekadar marah. Tidak sekadar kesal.
Tapi murka. Kecurigaan saya selama ini benar. Lelaki asing
yang sekarang menempati salah satu ruangan di rumah ini memang tidak beres. Saya langsung teringat pada cerita"cerita
menyeramkan tentang para pembunuh berantai yang biasa
memulai kariernya dengan mengambil nyawa makhluk-makhluk kecil yang tak berdosa.
Sore itu juga saya memanggil Njoh, dan tanpa mengindahkan sopan santun yang selama ini diajarkan ibu, saya memakinya. Dia memang jauh lebih tua. Tapi dia jahat. Dia pantas
dimaki. Setelah puas melepas amarah, tukang kebun kami ini hanya menunduk, lalu bicara dengan suara lirih seperti biasa.
Saya sudah menyiapkan diri untuk tidak terpengaruh dengan
kualitas aktingnya yang luar biasa prima. Tapi apa yang diucapkan hanya membuat marah saya menguap berganti iba.
"Kasihan, Kak. Tadi badannya kotor gara-gara main
di kubangan. Jadi saya mandiin sampai bersih, tapi malah
mati." Saya tidak bisa lagi bicara apa-apa. Hanya berbalik badan
dan langsung mencari Ibu untuk menceritakan semuanya.
Waktu itulah Ibu baru berkisah tentang semua yang selama
- 308 - Kicauan tentang Keluarga ini Njoh lakukan. Ternyata dia orang baik. Mungkin aneh, ta
pi baik. Saya baru tahu bahwa setiap kali mendapatkan gaji
bulanannya, Njoh akan pergi ke warung terdekat untuk membeli tahu dan tempe mentah. Lalu menyerahkannya pada Ibu.
("Buat masak, Bu.").
Dia juga sering memanjakan keponakan-keponakan saya
dengan mainan yang dibelinya dari tukang jualan yang lewat
depan rumah kami. Menurut Ibu, semua itu dilakukan karena
dia menganggap kami sebagai pengganti keluarganya yang sudah tidak ada. Dia nyaris sebatang kara, dan cuma kami yang
dia punya. Saat itu saya tahu saya sudah mengulang kesalahan lama.
Menilai seseorang tanpa terlebih dulu mengenalnya. Mengandalkan mata untuk menghakimi tanpa membiarkan hati ikut
bicara. Padahal mata saya tidak sempurna.
Beberapa minggu lalu ketika malam sudah sangat larut, sa
ya harus pergi. Gerbang rumah saya agak jauh, dan malas ju
ga rasanya kalau harus naik turun mobil untuk membukanya.
Tanpa saya sangka, sosok kurus berambut poni itu muncul
membantu saya. Setelah sekian lama, Njoh sudah tidak takut
gelap. Dan saya tahu, saya sudah tidak takut lagi padanya.
- 309 - YANG NYARIS TERLUPAKAN My crazy friends keep me sane. Love you all.
(Twitter: 6 Desember 2010)
Kemarin siang saya mendapati Ibu berbincang di telepon.
Seru sekali. Walaupun saya tidak bisa mendengar apa yang
dikatakan orang di ujung sana, dari reaksi Ibu bisa saya lihat
bahwa percakapan mereka sungguh menyenangkan. Ibu tertawa-tawa di sela kalimatnya yang kerap dihiasi banyolan dalam bahasa Sunda.
Melihat Ibu berbinar seperti itu, saya tidak bisa menahan
rasa ingin tahu yang muncul. Siapa orang yang saat itu bisa
membuatnya tampak sepuluh tahun lebih muda" Apa yang mereka bincangkan sehingga gelak canda tak juga putus berderai
dari mulut Ibu" Demi memenuhi rasa penasaran, saya tunggu
Ibu menyelesaikan perbincangannya. Sungguh bukan hal
yang mudah. Saya segera merasa bosan dan memutuskan un- 310 -
Kicauan tentang Keluarga tuk masuk ke kamar dan menunggu Ibu sambil menonton
televisi. Setengah jam kemudian saya kembali menemui Ibu. Dan
ternyata dia masih ada dalam posisi yang sama. Mendekap
gagang telepon di telinga kiri sambil duduk bersilang kaki.
Saya tidak tahan untuk menunggu lebih lama lagi. Dengan
gerakan mulut tanpa suara, saya tanyakan hal yang sedari tadi
mengganggu pikiran saya: "Itu siapa?" Ibu menutup corong bicara telepon dengan telapak tangannya, lalu menjawab tanya saya dengan cara yang sama, menggerakkan mulut tanpa ada suara.
"Tante Rugania."
Selang beberapa detik kemudian perbincangan mereka
kembali meledak-ledak seperti dua gadis remaja yang baru
kenal riuh dunia. Saya kenal sekali nama tante itu. Ia adalah sahabat lama
Ibu yang dikenalnya sejak masa SMP dulu. Seorang perempuan cantik yang luar biasa periang. Jika mengingatnya, saya
langsung membayangkan wajah bundarnya yang tidak pernah
terlihat muram. Dan gurauan serta tawanya yang selalu bisa
mencerahkan setiap ruangan. Ketika itu saya mengerti kenapa
Ibu bisa berbincang dan tertawa cekikikan hingga berjamjam. Mereka berdua adalah teman lama yang sedang saling
melepas kerinduan. Rasa ingin tahu saya terjawab sudah. Saya meninggalkan
Ibu dan membiarkannya kembali ke apa pun yang sedang
dibincangkannya. Namun sepanjang hari itu saya tidak bisa
- 311 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
berhenti bertanya-tanya, saat usia saya setara Ibu nanti, masih
adakah sahabat lama yang bisa saya ajak bicara seperti apa
yang dilakukan Ibu tadi"
Usia Ibu di atas 60 tahun. Berarti dia dan sahabatnya itu
sudah berkawan selama sekitar 50 tahun lebih. Dengan kehidupan yang saya miliki sekarang, mungkinkah masih ada teman dari masa lalu saya yang akan bertahan hingga 30 tahun
lagi" Saya mulai mengingat-ingat semua teman yang saya punya.
Membuat sebuah daftar tak terlihat di dalam tempurung kepala saya. Aneh sekali. Saya tidak bisa menemukan lagi nama
teman SMP yang hingga sekarang masih berhubungan dekat
dengan saya. Apa yang terjadi" Kenapa jika dihitung, teman
dekat yang sekarang saya miliki tidak terlalu banyak jumlahnya" Ke mana larinya semua orang yang dulu begitu dekat
dengan kehidupan saya" Kalau teman dianggap sebagai kekayaan yang tidak bisa dinilai, kenapa detik ini saya merasa
sebagai orang paling miskin di dunia"
Setiap orang punya pandangan sendiri soal pertemanan.
Saya harus akui, dalam dunia perkawanan, saya mungkin
bukan sahabat yang terbaik. Tapi rasanya sebagai seorang
teman saya cukup bisa diandalkan. Walaupun sering sekali
melupakan hal penting macam tanggal ulang tahun atau detail lain yang sering dianggap sebagai resep utama dalam menjaga hubungan persahabatan, saya cukup fanatik dalam soal
kesetiakawanan. Saya percaya bahwa dalam satu titik kita sudah membahasakan diri sebagai teman untuk seseorang, seumur hidup
- 312 - Kicauan tentang Keluarga kita harus siap untuk bertanggung jawab atas predikat yang
luhur itu. Siap untuk membantu setiap teman ada dalam
kesulitan. Siap datang kapan pun kehadiran kita mereka butuhkan. Namun jika melihat jumlah teman yang mengerut seiring jumlah umur yang membengkak, apakah memang benar
pendapat orang yang mengatakan bahwa dalam hal pertemanan manusia memang harus menyerah pada seleksi alam"
Terlepas dari sifat seseorang, introver atau ekstrover, outgoing atau superpemalu, sepertinya semua manusia pasti
ingin memiliki banyak teman. Biasanya dua orang bisa menjadi kawan saat disatukan oleh banyak persamaan. Di awal
sekolah dulu, teman adalah mereka yang ada di satu kelas,
satu sekolah, di lingkungan rumah, atau dalam lingkup keluarga besar. Selalu ada kesamaan tempat atau kegiatan
yang menjadi faktor pemicu persahabatan. Setelah beranjak
dewasa dan semua memilih jalan hidup yang berbeda, kita
akan menemukan kalau secara perlahan teman yang kita punya seolah hilang dari keseharian. Satu demi satu. Mungkin
karena pertemanan perlu dipupuk intensitas perjumpaan dan
waktu. Jarak dan aktivitas yang berbeda mau tidak mau akan
ikut membantu renggangnya hubungan yang kita punya dulu.
Apakah karena itu juga maka sekarang ada di antara kita yang
sepertinya tidak terlalu banyak punya teman dekat"
Konsep pertemanan seperti ini sebenarnya agak menakutkan. Karena kita seolah dibenarkan untuk menyerah dan tidak
lagi berjuang untuk sebuah hubungan persahabatan ketika semesta memilihkan jalan yang berbeda untuk langkah hidup
kita. Tapi harus bagaimana lagi" Berapa sering kita bertemu
- 313 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
dengan sahabat lama yang dulu sempat terasa begitu dekat
namun kini tampak seperti orang asing karena sudah nggak
nyambung" Pasti harus diakui bahwa terkadang dibutuhkan
banyak kesamaan untuk membuat dua orang bertahan dalam
satu hubungan persahabatan.
Saya bisa mendengar ada di antara Anda yang dengan lantang membantah teori ini. Teman yang sebenar-benarnya tidak
akan berubah jadi asing hanya karena jarak atau jumlah pertemuan yang semakin berkurang. Sahabat adalah sahabat. Anda
mungkin juga punya seseorang seperti ini. Yang kedekatannya
lebih dari sekadar urusan "sik dan kesamaan kegiatan. Yang
bisa hidup terpencar selama bertahun-tahun namun setiap ka
li bertemu tetap terasa seolah tidak pernah berpisah sedetik
pun. Yang ketika jumpa hanya membutuhkan sebuah tanya
sederhana untuk membuka sebuah perbincangan maha menyenangkan tanpa adanya kecanggungan sedikit pun. Tapi
berapa banyak di antara kita yang cukup beruntung untuk
punya teman seperti ini" Berapa banyak teman lama yang
akhirnya menghilang begitu saja dari kehidupan kita"
Alam seperti menyeleksi teman yang kita punya. Tempat
dan kegiatan serta ruang lingkup kehidupan menjadi kunci
penentu yang akhirnya memutuskan mana teman yang tetap
tinggal, mana teman yang akan menghilang. Jumlah teman
dekat yang hadir saat kita lulusan sekolah selalu lebih banyak
dibandingkan dengan yang ada di atas pelaminan saat berfoto
bersama ketika kita menikah. Dan jumlah itu akan berubah
lagi ketika kita merayakan pesta ulang tahun anak. Lalu akan
- 314 - Kicauan tentang Keluarga semakin berkurang saat kita harus pergi dari dunia ini dan
mereka datang untuk melayat.
Ah, ini mungkin hanya pikiran pesimis saya saja. Bukankah


Kicau Kacau Karya Indra Herlambang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya teman selalu akan ada" Mungkin dalam bentuk
orang yang berbeda. Tapi esensinya sama. Hidup akan selalu
mempertemukan kita dengan teman baru. Dan teknologi internet dan jejaring sosial yang begitu canggih saat ini bisa
membantu kita untuk kembali menemukan para sahabat yang
dulu pernah dekat. Namun tetap saja, saya tidak bisa berhenti
untuk berpikir bahwa sebenarnya pada akhirnya kita sendiri
yang punya kekuatan untuk mempertahankan mereka yang
harus tetap ada dalam hidup kita. Sekarang pertanyaannya, seberapa keras usaha kita untuk melakukan hal itu" Tiga puluh
tahun lagi, akankah anak saya bisa menemukan saya sedang
berbincang gembira dengan seorang sahabat lama"
Saya tahu sekali apa yang harus saya lakukan sekarang.
Mengambil telepon dan mulai mencoba untuk kembali berbincang dengan mereka yang nyaris terlupakan.
- 315 - BALAS DENDAM PINTU BESI Belum pernah sesenang ini melihat pintu gerbang rumah.
Peluk ah. (Twitter: 23 Oktober 2009)
Rumah kami dikelilingi pagar beton cukup tinggi.
Sewaktu kecil dulu saya selalu membayangkannya sebagai
tembok istana atau dinding penjara. Tergantung dari mood
yang ketika itu sedang bekerja. Di hari baik, saya akan mendaki gundukan tanah yang teronggok di sampingnya lalu berjingkat mengintip ke luar pagar seperti penjaga istana yang
sedang mengintai musuh di luar sana. Di hari buruk, saya
akan berusaha mencari celah sebagai pijakan kaki untuk memanjatnya seperti napi yang ingin kabur keluar penjara.
Selain gerbang tempat kami lalu lalang, ada lagi sebuah
pintu besi kecil yang dibuat Bapak untuk memudahkan kami
- 316 - Kicauan tentang Keluarga main ke tetangga di kampung belakang. Letaknya dekat dapur,
hanya dipisahkan oleh sebidang halaman yang ditumbuhi rerumputan. Dalam satu hari saya lebih sering melewati pintu
ini, karena bagi saya besi berkarat yang berderit jika dibuka
itu adalah jalan menuju jutaan pengalaman yang menyenangkan.
Di luar sana selalu ada permainan-permainan seru. Selalu
ada teman-teman yang bisa diganggu dan puluhan tempat
menakjubkan yang siap untuk dituju. Seperti empang besar
milik Pak Rohmat yang airnya cokelat kehitaman dan terasa
sangat nyaman saat dijadikan tempat berendam. Pohon kopi
di dekat lapangan bola yang tumbuh miring nyaris menyentuh
tanah hingga buah manisnya bisa dipetik sangat mudah hanya
dengan menggunakan tangan. Dan kebun salak di sebelah
rumah Pak Hasbulah yang dipenuhi duri-duri tajam menyeramkan.
Pintu besi kecil itu adalah jalan tembus singkat yang memudahkan saya mampir ke tetangga-tetangga di sekeliling rumah. Tanpanya saya harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk berjalan berputar mengelilingi pagar lewat gerbang
depan. Padahal waktu main saya tidak banyak. Hanya dari
sepulang sekolah hingga beberapa saat menjelang magrib. Karenanya saya pasti akan jadi orang pertama yang menentang
kalau pintu itu harus dihilangkan.
Keluarga saya begitu terbiasa dengan pintu itu hingga ka
mi lebih sering membiarkannya dalam keadaan menganga terbuka. Kami tidak merasa cukup punya alasan untuk menutup
apalagi menguncinya. Untuk apa" Pintu itu adalah jalan yang
- 317 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
mendekatkan kami dengan para tetangga. Mereka sudah seperti keluarga. Keluarga macam apa yang menghilangkan jalan pintas untuk dapat lebih sering bertemu"
Hingga kelas lima SD saya masih selalu mengandalkan pintu
itu untuk membawa saya ke dunia luar demi menghabiskan
waktu. Sampai tiba-tiba suatu saat di hari yang cerah, Bapak
membawa pulang sebuah benda yang membuat kebiasaan
main ke kampung belakang jadi perlahan berkurang. Sebuah
player video tebal berwarna hitam. Alat paling ajaib yang selanjutnya lebih sering mengurung saya di dalam ruangan.
Sudah bertahun-tahun saya merengek minta dibelikan player
video. Selalu tanpa hasil. Bapak menganggap anak-anaknya
sudah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain. Barang mewah itu hanya akan membuat kami semakin malas
belajar dan membuat pendidikan kami berantakan. Padahal
saya butuh alat itu agar tidak hanya bisa bengong dan jadi
kambing congek saat teman-teman membahas "lm-"lm seru
seperti Voltus atau Sin Tiaw Hiap Lu. Satu-satunya cara untuk
bisa menonton video adalah dengan mampir ke rumah seorang Pakde yang tinggal di Empang Tiga, dan itu tidak bisa
setiap hari dilakukan. Entah dirasuki malaikat baik dari mana, akhirnya hati keras Bapak luluh dan saya bisa merasa normal seperti anakanak lain di sekolah. Terlupakan sudah empang, kebun dan
pepohonan di luar rumah. Yang saya lakukan hampir tiap
hari hanyalah duduk di depan layar televisi. Melihat "lm-"lm
indah dan membiarkannya membawa saya ke tempat-tem-
- 318 - Kicauan tentang Keluarga pat yang lebih jauh ketimbang ke tempat tingal tetangga sebelah.
Tentu saja orangtua tidak pernah berhenti melakukan
tugas utama mereka; mengganggu kesenangan hidup anakanaknya dengan beragam peraturan dan larangan. Kami
tidak diperbolehkan menonton "lm terlalu banyak. Uang yang
diberikan untuk menyewa "lm dibatasi. Hingga akhirnya saya
harus sabar menabung jatah jajan satu minggu untuk bisa
meminjam "lm-"lm terkini. Biarlah. Untuk saya itu hanyalah
pengorbanan tidak seberapa dibandingkan dengan hiburan
yang didapatkan ditambah kepuasan jiwa.
Sungguh sayang, kebahagiaan saya tidak terlalu lama bertahan.
Pada sebuah Senin sepulang sekolah, ketika masih mengenakan seragam dan topi upacara, saya menemukan rumah
dalam keadaan ramai. Tumben. Ada Bapak, Ibu, kakakkakak, dan adik saya. Ada juga beberapa tetangga. Semua
orang terlihat berwajah muram. Kedua kaki saya serentak kehilangan tenaga saat mendengar berita buruk yang saat itu
disampaikan. Tadi malam rumah kami kerampokan. Rupanya pagi tadi
kami terlalu terburu-buru berangkat menuju tempat aktivitas
hingga tidak menyadari bahwa beberapa barang telah lenyap
tak berbekas: sebuah jam tangan milik Bapak, beberapa pasang
sepatu, sedikit perhiasan, dan video player kami yang baru.
Jika tidak ada terlalu banyak orang, pasti saya akan menangis tanpa henti. Sedih sekali rasanya melihat lemari tempat
- 319 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
barang kesayangan saya itu berada kini kosong melompong
tanpa penghuni. Setelah diusut lebih jauh, baru diketahui bahwa pencuri
brengsek itu masuk melalui pintu besi dekat dapur lalu memanjat pohon rambutan untuk menelusup ke dalam rumah
kami. Sampai detik ini orang-orang jahat itu tidak berhasil ditemukan. Walaupun tidak pernah terang-terangan mengakui, sa
ya yakin di antara kami ada sedikit tanya pada para tetangga.
Bukan menuduh. Hanya menganalisa. Kalau benar pencuri
itu masuk lewat pintu yang menghubungkan halaman kami
dengan jalan di samping rumah mereka, kenapa tidak ada sa
tu pun yang melihatnya" Pintu itu selalu mengeluarkan derit
keras saat dibuka. Kenapa tidak ada yang mendengarnya" Ka
mi tahu pasti bahwa tetangga-tetangga yang baik hati itu tidak mungkin melakukannya. Pasti orang luar kampung kami.
Tapi tetap saja ada banyak tanya yang tidak juga tersedia jawabannya.
Setelah kejadian itu Bapak memutuskan untuk menghilangkan pintu besi di tembok rumah kami. Bukan sekadar ditutup mati atau diberi tambahan kunci, namun dilabur semen
hingga menyatu dengan beton di sekelilingnya sampai keberadaannya benar-benar tidak bisa lagi ditemui.
Hilang. Tak bersisa. Lenyap sudah jalan pintas yang pernah mendekatkan kami
dengan para tetangga. Perampokan itu membuat saya merasa sebagai korban
- 320 - Kicauan tentang Keluarga yang paling parah. Tanpa video player, saya terpaksa kembali
menghabiskan hari untuk bermain di luar rumah. Kembali
ke empang, kebun, juga pepohonan di kampung sebelah. Sayangnya pintu besi itu sudah musnah, jadi saya harus membuang lebih banyak waktu untuk berjalan berputar mengelilingi
pagar lewat gerbang agar bisa sampai ke sana.
Sungguh sial. Pintu kesayangan yang dulu selalu saya lalui demi bisa bermain ke kampung belakang sepertinya telah membalas dendam. Dia mempersilakan perampok bajingan melewatinya
hingga bisa mengambil barang yang sudah membuatnya
berkarat terlupakan. - 321 - RIWAYAT PEMUATAN NASKAH ENAM LANGKAH SEDERHANA Free Magazine, 15 April 2009
CYBER-LY EXTROVERT PEOPLE
Free Magazine, 1 Oktober 2008
KACAMATA TIGA DIMENSI DI HIDUNG, KLEPON
LEZAT DI MULUT Free Magazine, 17 Maret 2010
DNTR PLNG HBT Free Magazine, 13 Februari 2007
KICAU KACAU Free Magazine, 22 September 2010
MENGINGAT LUPA Free Magazine, 16 Juni 2010
SEMBILAN RATUS ENAM BELAS RIBU SERATUS
LIMA PULUH LANGKAH KAKI U Magazine, Januari 2010 BONUS OLAHRAGA ME Asia, Mei 2010 QUOTE UNQUOTE Free Magazine, 5 Maret 2008
- 323 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
10. PECANDU KECEPATAN SEJATI
Free Magazine, 26 Juli 2007
11. TERBANG U Magazine, September 2010
12. TERLALU TUA UNTUK DISKO
Free Magazine, 7 April 2010
13. ADEGAN SERU DI BILIK NO. 5
Free Magazine, 5 Mei 2010
14. MENGULIK MIYABI U Magazine, Juni 2010 15. JUMPA OBAMA U Magazine, Desember 2010
16. PEMBUNGKUS MASA DEPAN
Free Magazine, 1 Desember 2010
17. NGAJAK BERANTEM DUNIA
Free Magazine, 27 Oktober 2007
18. SATU HARI SEBELUM HELLOWEN
Free Magazine, 3 November 2010
19. NYEMBUHIN LUKA HATI PAKE VODKA GREEN
TEA Free Magazine, 15 Desember 2010
20. DI ATAS KERTAS ARTPAPER Biru MUDA
BERLAMINATING DOFF SEMPURNA
Free Magazine, 9 Mei 2007
21. BUNGA PERNIKAHAN ME Asia, Oktober 2010 22. PIL BIRU DI HARI MERAH JAMBU
U Magazine, Februari 2010
- 324 - Riwayat Pemuatan Naskah 23. HANYA SOAL KIMIA"
ME Asia, Juni 2010 24. SATU TELUNJUK UNTUK MENJAWAB BANYAK
PERTANYAAN Free Magazine, 21 Januari 2009
25. DULU BEBERAPA LAGU SEKARANG BEBERAPA
ALBUM Free Magazine, 8 November 2007
26. BUKAN KOTA UNTUK TERSENYUM
Free Magazine, 3 Desember 2008
27. INTER(T)AKSI U Magazine, Mei 2010 28. JAKARTA BUTUH SUPERHERO!
Free Magazine, 5 November 2008
29. SEBUAH BUKU TAMU RAKSASA
Free Magazine, 3 Oktober 2007
30. DUA PERANGKAI BUNGA Free Magazine, 19 Agustus 2009
31. #INDONESIAUNITE Free Magazine, 5 Agustus 2009
32. CATATAN HARIAN SEORANG DEMONSTRASI
CEMEN Free Magazine, 3 Februari 2010
33. PLAYGORUND MAHA BESAR BERNAMA NEGARA Free Magazine, 20 Mei 2009
34. MEMILIH LELAKI BERKAUS MERAH
Free Magazine, 18 Maret 2009
- 325 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
35. DUA LELAKI YANG SEDANG BERSALAMAN
Free Magazine, 6 Februari 2008
36. CAGAR HANTU U Magazine, Oktober 2010 37. MENCARI KARTINI U Magazine, April 2010 38. SIAPA YANG ADA DI DALAM PENJARA
Free Magazine, 20 Januari 2010
39. JAMU TERMANIS DI DUNIA
Free Magazine, 7 Oktober 2009
40. HILANG Free Magazine, 6 Agustus 2008
41. KUNCI Free Magazine, 4 Agustus 2010
42. TERJAGA UNTUK MENJAGA
Free Magazine, 17 November 2010
43. MENGINJAK-INJAK BAPAK DAN IBU
Free Magazine, 4 Januari 2009
44. SELEMBAR KAUS PALING POLOS
Free Magazine, 4 November 2009
45. SURAT UNTUK IRVIN Free Magazine, 15 Juli 2009
46. MENYELAMI SALIM ME Asia, Februari 2010 47. NYEKER Free Magazine, 1 September 2010
- 326 - Riwayat Pemuatan Naskah 48. MENGANDALKAN MATA UNTUK MENGHAKIMI
TANPA MEMBIARKAN HATI IKUT BICARA
Free Magazine, 21 Mei 2008
49. YANG NYARIS TERLUPAKAN
ME Asia, Juli 2010 50. BALAS DENDAM PINTU BESI
Free Magazine, 31 Januari 2007
- 327 - UCAPAN TERIMA KASIH " Dua matahari dalam hidup saya: Bapak dan Ibu, Prof. Dr.
Soepanto dan Indah Sunarsih.


Kicau Kacau Karya Indra Herlambang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Malaikat tanpa sayap yang selalu menjaga saya: Mas
Nanto dan Mbak Yuni, Mas Pipin dan Mbak Ning, Mbak Hera
dan Mas Keke, Mas Uki dan Mbak Lena, Irin dan Alvin.
" Kesebelasan penghibur lara paling lucu sejagad raya:
Laras, Bagas, Kesya, Uwi, Bagus, Pras, Egar, Eqy, Sekar, Reva,
Attar. " Akar kuat yang menancapkan saya di dunia: Keluarga
besar Soehadji dan Soemokaryo.
" Kepingan-kepingan pelengkap jiwa: Adi Respati, Djenar
Maesa Ayu, Rizal Iwan, Cut Tary, Ersamayori, Santi Bonis,
Maryam Suciati, Reynaldo Wenas, Prahara Mahdisa, Renny
Umari. " Keluarga kedua saya: Becky, Dave, Angie, Sophie, Ivy, Echa,
Willy, Iwet. " Lelaki paling gila calon fotografer ternama: Otto
Djauhari. " Teman yang membuat kerja jadi penuh sukacita: Addry,
Feni, Marissa. - 329 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
" Saudara tak sedarah namun sepenanggungan jua: Wira
Krisna, Margareth. " Pembalap hebat sekaligus pemijat paling juara: Mas
Tarto. " Kawah candradimuka: AFS 93-94, FSRD ITB 95, Ardan
FM, Hard Rock FM, U Fm, Cosmopolitan FM, !nsert Trans
TV (Mbak Mira, Oma Vivie, Anggie, Herti, para produser,
semua host dan crew). " Pemupuk kesuburan tulisan-tulisan saya: Eba, Nancy,
Insan, Keke (Free Magazine), Qaris Tajudin, Moerat (U
Magazine), Andriza Hamzah, Cynthia (ME), Fira Basuki,
Prita (Cosmopolitan), Intan, Anggit (Elle).
" Rumah baru saya: Gramedia (Mbak Greti, Hetih).
" Editor brilian yang selalu menyiksa dan disiksa saya:
Dewi Ria Utari. " Dan untuk semua yang pernah menyentuh hidup saya.
Tanpa mereka buku ini tidak akan pernah ada. Terima
kasih sebesar-besarnya. - 330 - Foto oleh: Otto Djauhari TENTANG PENULIS Indra Herlambang galau dari lahir. Keingintahuan membawanya untuk mencoba banyak hal. Ketika kuliah di jurusan
Desain Komunikasi Visual di FSRD ITB, dia nyambi sebagai
penyiar radio. Setelah lulus dengan predikat cum laude dia kemudian menjajal beberapa pekerjaan kantoran seperti bagian
promosi di sebuah label rekaman dan art director di satu biro
iklan. Ternyata akhirnya dia lebih betah berkecimpung di dunia
hiburan. Setelah mengawali karier sebagai presenter sebuah
acara infotainment tujuh tahun yang lalu, Indra mulai mencicipi
- 331 - Kicau-Kacau Indra Herlambang
bidang-bidang lain seperti MC, akting (baik di panggung teater, "lm, sampai sinetron), hingga tari-menari. Namun satu
hal yang pasti, apa pun pekerjaannya, dia selalu menulis.
Selain kolom tetapnya di majalah Free Magazine, U Magazine,
dan ME, esai lepasnya tentang gaya hidup juga kerap muncul
di media lain seperti Cosmopolitan, Elle, Her World, dan lainlain.
Beberapa cerita pendeknya juga sempat diterbitkan, di antaranya Merindu Randu (dimuat dalam antologi Rahasia Bulan)
dan Tular (dimuat dalam antologi Q-Stories). Sementara karya
skenario pertamanya yang ditulis bersama Djenar Maesa Ayu
memperoleh piala Citra untuk Skenario Cerita Adaptasi Terbaik di FFI 2009.
Ikuti kicauannya di twitter @indraherlambang, dan hubungi
dia di indraardan@yahoo.com. Sekarang dia bermukim di
Jakarta. Bersama Ibu, Bapak, dan seekor kucing bandel yang
diberi nama Batik Supeno.
- 332 - *\YHOHU /H[P 7LU\SPZ .HSH\ Mari berandai-andai. Jika Indra Herlambang adalah seekor burung, termasuk jenis burung apakah dia" %XUXQJ&XFDNURZR.DODXXGDKEHUNLFDXQJJDNELVDEHUKHQWL
8QWXQJVXDUDQ\DEDJXV,QGUDVHSHUWLLWX&HUHZHW7DSL\DQJ
GLRPRQJLQWHWDSDGDLVLQ\D-DGLVHODOXHQDNXQWXNGLGHQJDU
Djenar Maesa Ayu ,QGUDLWXEXUXQJ.DNDNWXD6RDOQ\DNHUHQGDQPHUXSDNDQ
VDODKVDWXEXUXQJ\DQJSDOLQJSDQGDLELFDUD
3OXVGLDVXGDKVD\DDQJJDSVHEDJDLNDNDN
'DQNHEHWXODQVXGDKWXD-DGLSDVNDQ"
Ersamayori %XUXQJ0HUDN6RDOQ\DGLDJDJDKVHNDOLJXVFDQWLN
Joko Anwar 0HQXUXWJXHNDOR,QGUD+HUODPEDQJLWXEXUXQJ
PDNDGLDDGDODK5RDG5XQQHU (QWDKLWXEXUXQJMHQLVDSDWDSL\DQJMHODV
ND\DWXOLVDQQ\D,QGUD/LQFDKFHUGDVGDQNHQFDQJ
%HHS%HHS Raditya Dika Tentu saja. Indra bukan burung.
Satu-satunya kemiripan dia dengan burung
adalah kegemarannya untuk berkicau.
Di mana saja. Kapan saja.
Baik di radio, televisi, panggung, twitter,
majalah, bahkan terkadang di saat dia tidur.
Buku ini mencoba mengumpulkan kicauannya.
Soal gaya hidup, cinta, Jakarta, Indonesia, dan keluarga.
Banyak yang serius, lebih banyak lagi yang kocak.
Yang pasti selalu kacau. Karena dia selalu galau.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29-37 Jakarta 10270 www.gramedia.com Pendekar Satu Jurus 12 A Life Karya Silvia Arnie Pemberontakan Taipeng 5
^