Kisah Masa Kini 2
Kisah Masa Kini Karya Dirgita Devina Bagian 2
Bagaimana dengan lokasi Astro" tanya Josh pada beberapa orang. Mereka tampak sibuk memeriksa sesuatu di komputer.
Tetap. Seharian ini, tampaknya ia tidak pergi ke manamana, sahut seorang di antara mereka.
Bagus..., tanggap Josh. Tunggu. Kalian tahu di mana Astro" Bagaimana caranya" sela Hein.
Hanya untuk berjaga-jaga apabila ia melarikan giganium. Bos meminta kami untuk memasang pelacak. Jadi, kami memasang pelacak di lehernya tanpa ia ketahui. Yang ia tahu pada waktu itu, ia hanya digigit oleh seekor nyamuk.
Jadi, Bos sudah menaruh curiga sejak awal" Hein mengikuti langkah Josh mendekati mesin. Josh memberi perintah untuk membuka portal. Lalu, mengapa masih memintanya untuk bekerja sama"
Kita memerlukannya karena kita memang perlu waktu itu. Sangat sulit menerobos pertahanan DIVENN, kecuali bagi Astro.
Hein kembali mengangguk-angguk. Di hadapannya, lingkaran bagai hawa panas mulai terbentuk di antara dua menara lengkung.
Josh menyerahkan benda sejenis pistol. Mungkin dapat membantu jika kau tidak ingin beradu fisik dengannya.
Hein naik di atas lempengan. Ia bersiap menerobos portal yang terbentuk. Beberapa detik ia berdiam, lalu berbalik dan dengan setengah bercanda ia berujar, Kalian yakin, benda yang kalian curi cetak birunya dari Borneolab ini cukup aman"
Baru kau yang pertama kali menggunakannya sejak dirakit di laboratorium ini. Berdoalah agar tubuhmu tetap utuh. Josh sepertinya juga membalas dengan maksud bercanda. Hanya, ia terlihat lebih serius.
Hein menanggapi tersenyum.
Astro ada di pelabuhan. Setelah keluar dari kargo, kau hanya perlu melewati lima blok tumpukan kargo. Di lorong sebelah kiri, di sanalah sinyal pelacak Astro menyala. Kami tidak ingin ambil resiko dengan memunculkan portal ini tepat di depan hidungnya. Aku belum menyelesaikan Program Hercules. Bisa-bisa, kami habis dibantai, seperti ia memusnahkan Ebonite.
Hein tahu betul apa itu Ebonite. Organisasi tersebut bermain di pasar gelap senjata dan merupakan salah satu yang paling tua. Astro yang tidak peduli, malah bertandang ke gudang mereka. Ia membawa lari benda-benda militer yang hendak dijual ke daerah-daerah konflik. Pihak yang memburu Astro pun bertambah. Oleh Ebonite, kepala Astro juga dihargai senilai tiga juta dolar. Marah kepalanya dianggap sebagai hadiah, Astro bertandang ke pusat Ebonite dan mengobrak-abrik organisasi itu, hingga ke peneruspenerusnya.
Hein berada di lokasi saat pembantaian. Ia diutus untuk berunding dengan pihak Ebonite saat Astro tiba-tiba muncul. Karena sigap bersembunyi, ia dan beberapa anggota Ebonite tidak dijemput malaikat maut. Namun semenjak itu, Hein menaruh sungkan yang cukup besar kepada Astro.
Karena kejadian Ebonite pula, bagi organisasi hitam lokal dan internasional, Kepolisian Republik Indonesia lebih nekad dan lebih beruntung. Mereka tetap hidup meski terus berhadapan dengan Astro.
Satu lagi. Jangan kembali sebelum kau bisa membawa pulang giganium. Jam tanganmu adalah alat komunikasimu.
Oke.... Hein menyelipkan plistol di pinggang dan ditutupi dengan baju. Pelan-pelan, tubuhnya pun menyentuh udara di portal. Lingkaran bagai hawa panas sontak berubah rata bagai cermin. Tak sampai setengah menit, Hein benarbenar sudah tidak terlihat.
*** Pintu sebuah kargo kosong yang terkunci rapat terpental diterjang kaki Hein. Beberapa petugas di pelabuhan bongkar muat terusik oleh gaduh yang timbul. Namun, mereka hanya menoleh. Selanjutnya, kembali sibuk dengan pekerjaan yang mereka geluti.
Sesuai petunjuk Josh, Hein menyusuri lima blok tumpukan kargo. Setelahnya, ia berbelok ke arah kiri. Lorong itu cukup lengang. Namun baru beberapa langkah, Hein sudah merasakan sesuatu mengintainya di belakang. Begitu waktu yang ia rasa cukup tepat, ia berbalik dan langsung menepis kepalan tangan yang meluncur tepat ke arah hidungnya.
Astro..." Siku Hein nyaris meremuk leher Astro. Itu pun andai saja, Astro masih seorang manusia biasa.
Hein.... Kau rupanya. Aku pikir preman. Astro telah mengenal pria yang nyaris ia hajar. Hein adalah penghubung antara ia dan Morganred.
Enak saja...! Mereka saling melepas cengkeraman. Hein membetulkan bajunya yang sedikit kusut.
Bagaimana kau bisa ada di sini" Bukankah, kau tidak ikut dalam misi"
Aku menggunakan mesin waktu milik Tuan Morgan. Bosmu....
Ya, dan aku kemari untuk mengambil titipannya.
Astro diam sejenak, lalu menjawab, Kau ingin aku ceritakan sesuatu"
*** Ya, Astro kehilangan giganium. Ia tak menyangka, ledakan yang ia buat dapat menerobos portal serta membuatnya tak sadarkan diri. Entah berapa lama, tapi ketika sadar, ia sudah berada di rumah sakit. Naluri penjahatnya membuat ia pergi begitu saja dari rumah sakit tersebut.
Setelah berhari-hari mencari, Astro akhirnya menemukan titik terang. Kemarin, ia berhasil melacak keberadaan orang yang membawa giganium. Namun sayang, ketika malam harinya ia berencana untuk membawanya pergi, ia malah bersua dengan Alisya. Rencana penculikan pun terpaksa batal.
Pantas..., kau seperti ini. Hein disodorkan beberapa memar di wajah Astro. Langkahnya juga agak pincang.
Padahal, aku hanya menerima sedikit pukulan dari Alisya. Dan rasanya, tidak begitu keras. Tapi.... Tapi kenapa"
Egh...! Astro mendadak menahan sebuah rasa sakit. Isi kepalanya serasa dikocok, membuat dunia serasa bergetar hebat. Ia masih mencoba fokus untuk tetap berdiri di atas kedua kakinya. Hingga dengan perlahan, rasa sakit itu mulai mereda.
Napasnya turun naik. Hah.... Sakit sekali.
Tubuhmu mungkin sudah rentan. Sudah sampai titik jenuh. Kau tidak memikirkan untuk pensiun" Tangan kanan Hein mulai menyelinap ke balik baju. Ia menyentuh gagang pistol yang terselip di pinggangnya.
Pensiun..." Hah! Oh iya, Astro. Terima kasih atas ceritamu. Alamat yang kau berikan begitu lengkap. Otakku yang bagus ini telah merekamnya dengan akurat. Tapi maaf, untuk sekarang sampai di sini. Selamat tinggal.
Laras pistol terarah di dada kiri Astro. Letupannya yang halus melesatkan segaris benda berpijar. Namun, kepala timah panas yang meluncur gagal mengenai sasaran. Tanpa diduga, Astro sudah berada di sisi kiri Hein. Pistol untuk melubangi dadanya berhasil dilontarkan lurus ke atas. Tubuh Hein juga dibuat meluncur beberapa meter ke belakang.
Pistol yang melayang jatuh disambut kibasan tangan Astro, hingga menghantam sisi sebuah kargo.
Kau ingin membunuhku"
Hein perlahan berdiri. Maaf, Astro. Tapi ini adalah perintah dari Tuan Morgan.
Orang yang suka perang itu" Akan kubunuh dia.
Lagi-lagi, kini tanpa diduga, seperti ada yang mencekik jantung Astro. Paru-parunya mengejang. Astro terbungkuk. Hein malah tersenyum.
Tampaknya, kau yang akan mati lebih dulu.
Hein bergegas ke arah Astro. Satu kali tendangan dan tiga kali pukulan, berhasil merobohkan pria yang terkenal licin tersebut. Ia tergeletak seraya meringis menahan sakit.
Sebuah hantaman kaki di kepala tampaknya bagus untuk menutup cerita Astro. Namun, Astro tidak ingin hidupnya berakhir dengan mudah. Sakit yang mendera lenyap mendadak dan ia berhasil memelintir pergelangan kaki Hein, hingga seluruh tubuh Hein ikut berputar di udara bak gasing.
Hein mencoba bangkit. Astro menantinya seraya berdiri tegap. Napasnya menderu. Bola matanya yang hitam tampak asing dengan warna baru berupa ungu, dan dibasahi air mata yang terus mengalir. Ia tidak menangis, tetapi kelenjar air matanyalah yang bekerja tanpa kendali.
Akan kuhancurkan kalian semua, Morganred.... Astro menggeram dengan suara parau. Kedua tangannya mengepal, hingga memperlihatkan urat-urat yang menonjol.
Tanpa gentar, Hein membalas, Aku adalah orang pertama yang mengikuti Program Hercules milik Tuan Morgan. Dan kemampuanku sudah setara dengan dirimu. Layaknya mengenakan tiga generasi fibernetik. Seharusnya, kau takut!
Serangan bertubi-tubi dari Hein tidak membuat Astro mundur. Hanya sesekali ia terpukul atau tertendang. Tetapi, sama sekali tidak sampai membuatnya rubuh. Dan ketika Astro membalas hanya dengan beberapa pukulan, Hein malah terpental. Bahkan, sebuah kargo nyaris melumat tubuh pria itu.
Astro berhasil merengkuh batang leher Hein. Tubuhnya diangkat tinggi-tinggi.
Katakan pada bosmu. Datang sendiri jika ia ingin membunuhku. Tapi jika ia malas untuk datang, aku sendiri yang akan dengan senang hati menyambanginya.
Dan Hein dilempar bagai membuang barang bekas. Tubuhnya melesat bebas hingga keluar dari wilayah pelabuhan.
Seluruh penumpang bis, dan juga supir serta kondekturnya terperanjat kaget. Sesuatu menghantam atap bis dengan kencang. Mereka tidak tahu bahwa itu adalah Hein. Setelah menghantam atap bis, Hein jatuh berguling-guling di jalan raya dan nyaris ditabraki mobil.
Beberapa mobil berhasil dibuat berputar oleh kepalan tangan Hein. Sayang, kepalan tangan itu tidak berhasil membunuh Astro. Dengan langkah pincang, ia meninggalkan jalan raya.
*** Sore hari, Andiev berada di halaman belakang rumah. Ia memperhatikan sekelompok bunga yang tumbuh subur. Usianya yang belum sampai dua minggu, sedikit mengecewakan bagi Andiev. Ia takut, ketika ia pulang ke rumah nanti, bunga itu belum juga memperlihatkan mahkotanya. Meskipun sebagai bunga mawar, bunga-bunga yang tumbuh sehat di hadapannya itu telah cukup besar.
Ia sedikit terhibur setelah teringat ketika pertama kali ia menemukan bunga-bunga itu. Tidak begitu jauh dari sini, di pekarangan rumah tetangga. Begitu pertama dilihat, langsung tertarik. Dan tanpa perlu mengenal si pemilik terlebih dahulu, ia langsung meminta beberapa tangkai.
Orang itu baik sekali..., gumam Andiev. Ia bersyukur, tetangga Ilyas bukan tergolong tetangga yang cerewet dan pelit. Buktinya, beberapa tangkai bunga yang berasal dari tanah pekarangan sang tetangga, kini tampak bugar di tanah halaman belakang rumah Ilyas. Bahkan, kesemuanya hasil membawa lari sekaligus dengan tanah-tanahnya, untuk menghindari kematian bunga-bunganya.
Andiev tersenyum nakal. Ilyas datang. Ia hendak mengambil air dari sumur. Bang..., sapa Andiev.
Ada apa" Ilyas memasukkan air ke dalam sebuah ember yang telah ia persiapkan. Air ia tuang dari ember yang diikat pada tali katrol di sumur.
Abang mau berjanji tidak" Janji apa" Ilyas kembali menjatuhkan ember ke dalam sumur.
Aku, kan, nanti tinggal di rumah Bang Edi. Aku tidak mungkin sering-sering kembali ke sini.
Lalu" Ilyas memasukkan air ke dalam ember kedua.
Aku hanya ingin Abang menjaga bunga ini untuk Andiev.
Ilyas tertahan. Ia urung untuk membawa kedua ember yang telah diisinya dengan air. Ia mendekati Andiev dan menjongkok di sampingnya, menemaninya memperhatikan bunga-bunga.
Kau ini seperti mau pergi jauh saja.
Tidak. Aku hanya merasa.... Ah, susah untuk mengungkapkannya.
Memangnya, ada apa" Kau masih memikirkan masalah orang tuamu"
Bukan. Sebenarnya.... Ah! Aku hanya ingin Abang berjanji untuk merawat bunga ini. Kalau misalnya aku sudah pulang ke rumah, karena masalah orang tuaku sudah selesai, aku pasti sudah tidak bisa ke sini lagi. Ingat. Rumahku jauh, Bang.
Baiklah. Abang janji. Terima kasih. Tapi, ada satu lagi, Bang. Apa"
Andiev berbisik, Jangan sampai kedua pengacau itu menyentuh bungaku. Mereka pasti akan mengacak-acaknya. Maksudmu, Ake dan Ikam" Ilyas balas berbisik. Andiev mengangguk mantap seraya tersenyum. He-e! Hah! Kau bisa saja!
Ake dan Ikam datang. Mereka membawa ember-ember yang sudah Ilyas isi dengan air dari sumur.
Didekati gadis sebaya yang cantik, malah ketakutan. Tidak tahunya, lebih suka dengan adik kelas, ya" Ikam menyentil telinga Ilyas dan Andiev.
He-e! timpal Ake. Gara-gara ucapan itu, Ake dan Ikam memperoleh kebaikan hati Andiev. Sebuah bogem mentah di ubun-ubun.
Sadis banget, sih, jadi cewek...! Mulut Ikam membuntal. Tangannya maupun tangan Ake berada di kepala, memegang benjol yang takut membesar. Ember yang mereka bawa, kini dibawa lari oleh Ilyas. Pemuda ini berjalan bak sedang tidak terjadi sesuatu di sana, dan memasuki rumah dengan langkah yang enteng.
He-e! timpal Ake lagi. Situ mulai duluan!
*** Malam hari, di rumah Sonia. Sang tuan rumah sibuk memilah-milah pakaian. Ia mencari-cari setelan mana yang cocok dengan kedua tamunya tersebut. Gaya yang mudah bergaul, sangat cepat akrab dengan Sonia. Apalagi, keduanya tergolong ceplas-ceplos. Malah, Gaya sendiri yang memilih langsung dari lemari pakaian.
Walau masih sakit, Alisya tetap bergabung. Ia hanya duduk memperhatikan dari tempat tidur Sonia.
Aku senang sekali Kakak-kakak ada di sini. Ada yang menemani! Wajah Sonia benar-benar terlihat ceria.
Jadi, selama ini kau tinggal sendiri di sini" tanggap Alisya.
Selama seminggu ini" Begitulah. Tidak takut sendirian" tanya Gaya.
Ya..., takut, sih. Oleh karena itu, Kakak mau tidak tinggal di sini"
Tinggal di rumahmu" Iya. Setidaknya, sampai tahanan Kakak dapat ditangkap kembali atau sampai Kak Alisya sembuh. Alisya dan Gaya saling pandang.
Oke, jawab Alisya pula. Tapi, apakah kami tidak merepotkan"
Tidak. Sama sekali tidak! Baiklah.
Yes! Mendadak, Alisya merasa sesuatu menjalar di tubuhnya. Otot-otot terasa ditarik dan ia hanya dapat menahan rasa sakit yang muncul. Ia memang tidak melanjutkan erangan sakit dengan berteriak. Namun dari garis-garis wajah yang terbentuk, semua tahu ia sedang kesakitan.
Ada apa, Al" Fibernetik bereaksi lagi" tanya Gaya.
I..., iya.... Alisya berusaha menjawab dengan leher yang masih kaku.
Ayo, aku antarkan ke kamarmu.
Alisya menarik napas. Tidak. Tidak usah. Sakitnya hilang.
Tapi..., nanti bisa kembali lagi. Ada apa" sela Sonia.
Obat yang diberikan Dokter Karim bereaksi kembali, jawab Gaya.
Fiber, ya, namanya" Fibernetik.
Aku belum pernah mendengar nama obat seperti itu. Obat yang bagaimana" Serbuk"
Cair. Disuntikkan di tengkuk, dengan alat khusus yang bisa menembakkannya hingga menembus tulang belakang. Terakumulasi di dalam tubuh dan hanya bisa dikeluarkan dengan menyuntikkan antifibernetik dengan cara yang sama. Bereaksi pada urat saraf, tulang, otot, dan menyembuhkan cidera.
Jelas sekali kau menerangkannya, komentar Alisya. Hehe.... Gaya menyeringai.
Oh iya, tanganku keselo gara-gara kejadian malam itu. Bisa aku menggunakannya"
Aku sarankan jangan. Ya. Aku rasa, caranya sangat mengerikan.
*** Jadi, giganium masih belum ditemukan" Pintu lift terbuka. Niken mendapat giliran pertama untuk masuk.
Ya. Astro masih belum tertangkap. Veren menyusul. Lift pun bergerak turun. Mereka menuju Pusat Teknikal, tepatnya LABTEK-II. Pusat Teknikal sendiri berada di bawah tanah dan memiliki sepuluh lantai, terdiri dari satu garasi dan tiga laboratorium. LABTEK-I khusus untuk teknologi alat tempur, seperti ranjau. LABTEK-II untuk pengembangan komputer dan alat komunikasi. Sementara LABTEK-III menangani teknologi transportasi.
Apakah itu berarti anak sepasang karyawan kami juga masih belum diketahui keberadaannya"
Ya, begitulah. Tapi kami baru saja mendapat laporan tadi pagi. Putri ilmuwan kalian tidak lagi bersama Astro. Ada kemungkinan ia berhasil melarikan diri dengan membawa giganium, karena Astro juga tengah mencarinya. Yang penting, ia tidak bersama Astro, kan"
Tidak bersama Astro adalah hal yang baik, tetapi kita tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Kita tidak tahu ia berada di mana dan Astro masih mengejarnya. Oleh karena itu, kami membentuk dua tim. Satu tim mencari putri staf kalian dan tim lain mencari Astro. Sayangnya, dua orang anak buahku tidak dapat dihubungi. Komunikator mereka sengaja dimatikan. Mereka sepertinya tidak ingin diganggu ketika mencari Astro. Sebenarnya, aku ingin mereka pindah fokus. Mencari putri staf laboratorium DIVENN. Semoga saja mereka berhasil.
Iya..., harus. Kasus ini sudah menyangkut pertahanan dan keamanan nasional, selain nasib dari seorang gadis remaja. Giganium dapat menjelma sebagai senjata yang sangat mengerikan, apabila berada pada tangan yang salah.
Tepat sekali. Oh iya. Aku jadi ingin tahu. Mengapa kita tidak menggunakan mesin waktu itu untuk menangkap Astro sebelum ia melarikan diri" Mengapa kita justru mengambil jalan tersulit dengan menyesuaikan jumlah waktu Astro meninggalkan masa ini"
Menurut keterangan Nona Irene dari Borneolab, ini menyangkut beberapa mitos. Kita menangkap Astro untuk memenjarakannya dalam waktu yang lama. Jika kami menggunakan cara seperti yang baru saja Anda tanyakan, itu berarti, kita menangkap Astro dengan usia lebih muda dari yang seharusnya. Mungkin, akan ada pengaruh dengan lingkungan sekitar. Dispersi waktu misalnya.
Kedengarannya membingungkan. Veren mengangguk kecil.
Lift berhenti bergerak. Pintu terbuka dan mereka melangkah memasuki LABTEK-II. Mulai malam ini, Niken dengan seragam berlabel Divisi Pengaman Angkasa Nasional akan bertugas di laboratorium ini. Divisi di bawah Departemen Pertahanan RI tersebut merasa perlu menempatkan salah satu orangnya di Divisi Gerakan Cepat. Mereka ingin mengetahui langsung proses pencarian dan penangkapan Astro.
Sementara menerobos portal, di pelabuhan yang temaram. Astro berniat meninggalkan pelabuhan meski dengan tubuh tidak stabil. Ia tersungkur setelah beberapa langkah. Rasa sakit pelan-pelan kembali menjalar. Dan pupil matanya, kini berganti dengan warna hijau.
Tak jauh berbeda dengan Astro, Alisya juga merasa tersiksa oleh reaksi fibernetik. Dengan tertatih, ia meletakkan tubuh di atas tempat tidur dan menarik selimut hingga batas leher. Mendadak, otot-otot di seluruh tubuhnya mengencang. Alisya terhenyak oleh rasa sakit yang kembali menusuk tak kenal ampun.
Ia hendak menjerit, tapi rahangnya kaku. Lama didera sakit, keringat dingin mulai mengucur. Beberapa detik kemudian, ia tak sadarkan diri.
EFEK SAMPING Gaya menimang-nimang gelang multifungsi miliknya. Layarnya tidak lagi menampilkan sederet karakter hijau terang. Ia dan Alisya sepakat untuk tidak mengaktifkan benda itu. Karena di dalamnya, turut tertanam pemancar sinyal agar pusat bisa melacak keberadaan mereka. Mereka tidak ingin dibawa pulang karena didapati terluka.
Gaya sendiri merasa dirinya kurang begitu baik untuk pagi ini. Rasa remuk yang ia derita memang sedikit berkurang dari kemarin, tetapi tetap saja tidak enak untuk dibawa bergerak. Meski pun begitu, ia malah menyusun rencana untuk turun gunung mencari Astro.
Pelan-pelan, ia meninggalkan tempat tidur, keluar dari selimut dengan busana tidurnya. Ia mengucek mata di depan cermin dan menguap. Rasa kantuk masih bergelantung, sehingga ia lebih memilih tidur usai salat Subuh sekitar satu setengah jam lalu.
Ya, Tuhan.... Wajahku kenapa begini terus" Apa tidak bisa sedikit sangar" Gaya menggelembungkan kedua pipinya. Bibirnya kini seperti bibir ikan. Justru, itu malah membuat ia semakin gemas dan hendak merenggut bibirnya sendiri.
Iseng, ia mengambil pose yang populer di kalangan model cilik. Ia menggenggam rambutnya sehingga terbentuk dua kunciran, mengacungkan telunjuknya ke arah lesung pipi, dan terakhir menjuling.
Aku sadar, Kau membuatku seperti ini karena mungkin ini adalah yang terbaik bagiku. Gaya tertunduk. Aku sepertinya kurang bersyukur.
Usai bermain dengan cermin, Gaya bermain dengan imajinasinya yang terkenal kuat. Ia berputar dan mengambil ruang kosong di kamar. Sedikit kuda-kuda dengan tangan mengepal di depan tubuh. Lalu, memulai latihan bela diri dengan mengeluarkan seluruh yang ia ingat saat dilatih di pusat pelatihan DINA. Ia membayangkan dirinya kini tengah melawan sepuluh anggota yang lain.
Semua ayunan tangan dan besutan kaki meluncur dengan halus. Kecepatan yang menyertai cukup untuk membuat remuk tubuh lawan jika tidak pernah menggunakan fibernetik. Sejauh ini, ia sukses menumbangkan delapan rekan satu unit. Satu dari dua yang terakhir pun menyusul dengan tubuh terlempar ke dinding. Tetapi untuk yang ke sepuluh, mendadak Gaya merasakan perih di lengan kiri, kemudian bertambah di pergelangan kaki kanan.
Jarak yang tidak begitu jauh, membuat Gaya dengan enteng menjatuhkan tubuh di ranjang. Napasnya turun naik. Masih sakit.... Apa aku masih bisa mencari Astro"
Bayang-bayang ketika ia dilempar pada malam berhujan itu tertayang jelas. Cepat-cepat ia terpejam untuk menghapus proyeksi itu.
Ah! Hanya mencari. Aku tidak perlu turun tangan untuk menghajar Astro. Lebih baik, aku mandi dan akan kuberitahukan rencanaku pada Alisya.
*** Ali...! panggil Gaya seraya mengetuk pintu kamar Alisya. Alisya...!
Tidak ada sahutan. Gaya membuka pintu dan masuk. Alisya ternyata masih tidur. Ia terlihat lelap dengan memeluk bantal guling. Karena ada yang ingin ia sampaikan, ia terpaksa mengganggu gadis itu.
Maaf, aku membangunkanmu. Bagaimana keadaanmu sekarang"
Alisya hanya menoleh dengan mata yang masih merah. Setidaknya, kini tidak begitu merah seperti kemarin.
Lebih nyeri dari sebelumnya. Semalam, fibernetik benar-benar bereaksi. Aku tersiksa. Tubuhku sakit.... Kalau begitu, terpaksa kau hanya bisa beristirahat di
sini. Jika tidak begitu, mau bagaimana lagi" Dipaksakan juga akan membuat sakit diri sendiri. Astro pasti tertawa melihat keadaanku.
Dia tidak akan tertawa. Aku akan menyumpal mulutnya.
Maksudmu" Aku akan mencarinya.
Kau" Kau sendiri" Alisya berhasil duduk, meski dengan sedikit meringis.
Tentunya, aku dengan anggota yang lain.
Jangan. Kau hanya melukai dirimu. Kau juga sebenarnya tidak begitu sehat, bukan" Dengan gerak cukup cepat, Alisya menyambar lengan kiri Gaya. Cukup mudah, karena Gaya bertumpu pada lututnya di samping tempat tidur Alisya. Sontak, Gaya meringis.
Alisya menyingkirkan tangannya.
Hanya memar, Al. Bukan apa-apa. Gaya mengembalikan lengannya pada posisi semula. Otot-otot di bahunya berderik begitu lengannya diangkat oleh Alisya. Aku harap, kau tidak pergi dengan kondisi seperti ini.
Resiko pekerjaan, Al. Aku harus. Lagi pula, kini aku tidak berniat untuk menghajar orang itu, kecuali memungkinkan. Aku hanya mencari, seperti pesan Komandan.
Aku rasa, kau telah melupakan ucapanmu sendiri. Aku" Yang mana"
Sekarang aku rasa, otakmu juga dikocok oleh Astro. Bukankah kau mengatakan sendiri bahwa kau merasakan sesuatu dalam kejadian malam itu" Astro lebih kuat, Aya. Meski kata Dokter Karim efek samping fibergen3 baru muncul setelah obat itu dilepas, rasanya itu tidak terjadi pada Astro. Sebelumnya, ia tidak pernah dapat melemparku sejauh itu.
Benar juga.... Bagaimana aku bisa melupakannya" renung Gaya. Kemampuan bertarung penjahat itu berlipat ganda. Hah.... Aku lupa bersyukur. Seharusnya, ia bisa membuat persendianku lebih banyak dari yang pernah ia lakukan enam bulan lalu.
Oleh karena itu, Ay. Aku tidak ingin kau pergi. Apalagi dengan keadaan yang sekarang. Tidak ada jaminan dua puluh orang polisi dengan fibergen2 dapat meringkus Astro. Penjahat itu licin, bahkan bisa meliuk di antara peluru. Aku hanya tinggal menunggu besok, Ay. Setelah itu, kita cari dia.
Gaya mengolah pertimbangan beberapa saat. Meski Alisya berkomentar bahwa otaknya sudah dikocok oleh Astro hingga tidak sejernih sebelumnya, ia berharap masih dapat membuat keputusan.
Oke, baiklah. Tapi.... Hei! Bilang saja kau melarangku pergi, supaya ada yang mengurusmu. Iya, kan" Enak saja!
*** Setelah memarkir mobil di tempat parkir sekolah, Sonia keluar. Disusul Ake dan Ikam. Tanpa banyak bicara, Sonia meninggalkan mereka.
Kelihatannya, ada yang aneh dengan gadis itu, komentar Ikam.
He-e, ada yang aneh timpal Ake. Tapi, apa, ya" Hu! Ikam menggetok kepala Ake.
Sonia mendapati Ilyas sudah berada di dalam kelas. Wajahnya semakin ditekuk. Dengan gerakan kasar, ia menuju bangkunya yang bersebelahan dengan teman kecilnya itu. Kenapa kau tidak pergi bersamaku" tanyanya kesal.
M..., maaf! Aku... berangkat ke sekolah bersama Bang Edi. Dia mengajakku ketika aku mengantarkan pulang Andiev.
Bohong...! sanggah Sonia. Dan mendadak, ia kelihatan sedih. Kau..., kau sudah tidak menyukaiku lagi, kan"
Seketika itu, Ilyas menjadi serba salah.
*** Sudah hampir masuk. Bel akan berbunyi sebentar lagi. Ilyas mondar-mandir di depan kelas. Wajahnya terlihat tidak tenang. Sesekali ia menatap jam di tangannya dan jam dinding yang menempel tak jauh di atas papan tulis. Sebentar lagi masuk!
Tak henti Ilyas berharap, semoga kedua jam ini lebih cepat beberapa menit dari jam yang berdomisili di kantor guru. Sehingga ketika bel mulai menjerit, Sonia sudah puas menangis. Sahabat kecilnya di sana hampir seperempat jam ini tak henti mengurai air mata. Kepalanya tertunduk dan tubuhnya sesekali terlihat berguncang. Ilyas setidaknya masih dapat bersyukur, karena Sonia menangis terisak. Jika sampai anak itu menangis seperti bayi, keadaannya bisa lebih gawat.
Yas, Sonia sudah cukup lama menangis. Mengapa tidak kau hibur" Jangan mondar-mandir saja di depan! tegur teman-temannya.
Kamu memang tega. Kamu membuat Sonia menangis.
Aku baru tahu. Ternyata, kamu suka membuat perempuan menangis, siswi lain menimpali.
Ilyas berhenti hilir mudik. Ia berdiri menatap semua. Sepertinya, giliran dia yang akan menangis. Semua menunggu tegang.
Maaf...! Akhirnya, itu yang terucap. Kepalanya jatuh tertunduk dan bel tanda masuk benar-benar menjerit histeris di lorong sekolah. Dengan air muka lusuh dan kusam, ia menghampiri mejanya. Semua mata mengikuti langkahnya yang begitu berat.
Ilyas duduk. Di sampingnya, Sonia tetap menangis dengan wajah menelungkup di meja.
Nia, aku minta maaf.... Maaf jika sudah berbuat salah. Sekarang, kamu jangan menangis lagi.
Kamu tidak sayang aku lagi!
Tidak! Itu tidak benar! Aku sayang kamu!
Sonia mengangkat wajah dengan bola mata memerah. Ia menyeka air mata, lalu berkata, Kalau begitu.... Ia menunjuk pipi kanannya. Kiss!
Jelas Ilyas kaget. Ia langsung ditodong dengan permintaan aneh.
Jika tidak, ya, sudah. Kau memang benar-benar membenciku!
Tidak! Aku sama sekali tidak membencimu! L I E. Bohong!
Tidak! Kalau begitu.... Hanya sekali, ya" Sonia mengangguk.
Dengan gerakan yang sangat cepat, Ilyas lalu mengecup pipi kanannya. Senyum pun mengembang di bibir Sonia. Kelas menjadi riuh. Mendadak, ada suara deheman Bu Guru. Semua terdiam.
Bu Guru membuka rutinitas belajar mengajar di sekolah. Di sela-sela materi ilmu pengetahuan yang ia bimbing, sempat beberapa kali Ilyas mendapati Sonia menatapnya tak berkedip. Begitu ketahuan, Sonia hanya nyengir dan kembali ke haluan depan kelas.
Sepulang sekolah, Sonia akhirnya kembali berdampingan dengan Ilyas di deretan kursi depan. Semua telah duduk di kursi masing-masing. Kunci starter telah diputar dan mesin mobil mulai menyala. Tinggal memasukkan persneling serta menekan pedal gas, sedan hibah dari pamannya itu akan bergerak.
Yas! tegur Sonia sebelum menarik tuas persneling. Pemuda itu menoleh. Lain kali, di saat kamu lengah, akan aku balas. Tapi bukan di pipi. Di sini.... Sonia menyentuh bibirnya.
Mendengar ancaman tersebut, mata Ilyas melebar. Terperanjat. Kursi yang ia duduki seakan berubah menjadi sebuah kompor dengan api menyala.
Kalau begitu, aku pergi.... Ilyas hendak membuka pintu mobil.
Bercanda! Dan mobil pun bergerak.
Tertekan karena ulah Sonia, begitu matahari tergelincir agak jauh dari puncak kepala, Ilyas bertandang ke rumah Bang Edi. Ia merasa perlu untuk menemui Andiev dan sedikit bercerita. Berbeda dengan Ake dan Ikam, Ilyas lebih serasi dengan Andiev. Karena tidak ada kesibukan lain, Andiev menyempatkan diri untuk mengobrol di teras depan. Aku rasa, obatnya cuma satu, Bang, jawab Andiev. Apa"
Terus dekat saja dengan Kak Sonia. Nanti, pasti terbiasa. Sudah tidak gugup dan gagap lagi jika dekat dengannya.
Tapi, aku takut. Sebenarnya, apa yang membuat Bang Ilyas takut terhadap Kak Sonia" Orangnya cantik, kok!
Ia memang cantik, tapi sifatnya membuatku takut. Ditambah lagi....
Abang sendiri tidak terbiasa didekati oleh gadis, kan" Ya..., begitulah.
Tapi, kenapa Abang tidak takut denganku" Tidak tahu.
Seorang bocah laki-laki tergesa-gesa keluar dari rumah. Disusul temannya yang menenteng senapan air. Begitu ia hendak berlindung di balik Andiev, temannya menembak. Tembakan itu melenceng dan semprotan air pun menyiram wajah Andiev.
Andiev terpejam. Sesaat, ia mematung. Maaf...! Kedua anak itu langsung kabur.
Andiev terlihat menahan diri. Ia mencoba menyeka air di wajahnya dengan lengan baju. Ilyas segera mencegah seraya mengeluarkan saputangan. Bahkan, ia sendiri yang menyeka wajah Andiev.
Andiev hanya terkesima. Matanya tak lepas menatap wajah di hadapannya. Sampai sekarang, ia menganggap Ilyas adalah pemuda yang terlalu baik. Sewaktu menemukan dirinya di depan pintu dalam kondisi tubuh panas dan menggigil, Ilyas segera memberikannya selimut, mengobatinya hingga sembuh. Bahkan, ia memperbolehkan Andiev untuk menggunakan pakaiannya pada hari pertama. Selebihnya, Ilyas membelikannya pakaian, meskipun tidak begitu cocok semuanya pakaian laki-laki. Sebuah kamar kosong bahkan ditata khusus untuknya. Kebaikan Ilyas yang ia terima, membuat Andiev tak sungkan mengaku sebagai adik angkat Ilyas pada para tetangga.
Seseorang berdehem. Andiev tersadar.
Oh, dicari ke mana-mana, tidak tahunya sedang mesra-mesraan di sini, tuduh Sonia. Betul kata Ake dan Ikam. Kalian berdua ternyata diam-diam menjalin hubungan.
Dasar kedua orang itu! Membuat gosip seenaknya! Siapa yang mesra-mesraan" Andiev terlihat marah. Itu..., tadi..."
Jangan diperpanjang lagi! Ada perlu dengan Bang Ilyas, kan" Tuh, dia ada di sini. Ambil saja!
Ilyas menggeleng kencang. Tidak mau dibawa oleh Sonia. Diev...!
Ingat yang kukatakan tadi" Cuma ini obatnya. Tapi, efek sampingnya menyakitkan!
Tidak peduli efek samping, yang penting sembuh. Kalian bicara apa, sih" Sonia dibuat bingung. Tidak..., balas Andiev.
TEROR MASA LALU Niken kembali ke LABTEK-DINA. Terlihat dua pemuda tegap berpakaian jas, antri menerobos portal. Berdiri di antara mereka, seorang wanita dengan setelan santai. Veren berbicara pada seseorang yang diduga Niken adalah pimpinan polisi-polisi muda itu.
Bagaimana, Bili" Apakah kita perlu menambah personel lagi" Veren tersandar di sebuah kursi. Orang yang berbicara dengannya telah memasuki lift.
Tidak perlu, Pak. Kita sudah menurunkan yang terbaik.
Siapa maksudmu" Alisya dan Gaya.
Ya. Dua gadis itulah yang paling bernafsu untuk menjebloskan Astro ke penjara. Sayangnya, kita perlu lebih dari sekedar dua orang.
Benar juga. Apalagi setelah mereka mengirim pesan bahwa mereka tidak ingin diganggu dan mematikan komunikator.
Oh iya, aku curiga. Jangan-jangan, mereka mendapat masalah. Veren sedikit menjauh dari sandaran kursi.
Setidaknya untuk kemarin, Dokter Karim berkata padaku bahwa mereka tidak apa-apa. Hanya pelipis kanan Alisya yang sedikit sobek, terkena pukulan Astro.
Dokter Karim ke sana" Mengapa kau tidak mengabariku"
Maaf, Pak. Waktu itu Bapak tidak di tempat. Dan setelahnya, aku lupa.
Niken mendekat. Yang tadi personel tambahan dari polisi" tanyanya.
Iya, sambut Veren. Unit Gerbang. Mereka telah pulih.
Kalau begitu, semoga saja mereka dapat menemukan giganium kurang dari satu minggu. Ia merebahkan tubuhnya di sebuah kursi.
Satu minggu" Ada batas waktu konkretnya" Setahuku, dari DIVENN hanya menetapkan untuk secepat-cepatnya.
Sekarang berubah. Jika kurang dari satu minggu tidak bisa ditemukan, keadaan bisa sangat gawat.
Memang sangat gawat. Akan kutunjukkan apa yang kumaksud. Niken memutar kursi ke sebuah komputer. Bili, kuharap kau mengizinkanku untuk menggunakan komputer ini. Silakan saja, Bu.
Niken langsung bermain dengan papan ketik. Apa yang ingin kau tunjukkan" sela Veren.
Ini.... Ia memencet tombol ENTER. Sebuah gambar tertayang di monitor besar. Sebuah benda angkasa terlihat terus mendekat. Tepat pada waktunya.
Apa itu" Batu besar" komentar Bili.
Asteroid. Tepatnya, pecahan asteroid. Ini adalah kontak visual dari satelit DIVENN, ZONE. Meski telah dipecah menjadi bagian-bagian kecil oleh Pilar, atmosfer Bumi tetap tidak akan mampu menghadapi bagian yang satu ini. Dan sekarang, ia sebentar lagi akan memasuki atmosfer.
Usai bicara, asteroid yang dimaksud menghantam ZONE tepat pada kamera. Layar besar yang mereka saksikan segera menggelap.
Asteroid terus meluncur meninggalkan ZONE, menyisakan kerusakan yang cukup parah. Ia melesat terus, menerobos atmosfer Bumi, dan berpijar. Gesekannya antara lapisan udara Bumi tidak terlalu berpengaruh. Ia terus meluncur dan akhirnya menghantam sebuah gedung di tengah kota. Dan tak lama, kabarnya sudah sampai di hadapan Bili. Ada korban jiwa" tanya Veren.
Masih belum diketahui, Pak.
Ini baru permulaan, sela Niken. Kita harus melihat
ini. Tombol ENTER lagi-lagi ditekan. Layar besar yang gelap kembali menampilkan gambar. Semua mata tertuju ke sana.
Apa lagi ini" Gambar ini diambil dari satelit kami yang lain, DEX- 3. Yang sedang kita lihat adalah rombongan asteroid dan puing-puing Cincin Zeus. Mereka terus menuju Bumi. Tersebar di mana-mana. Diperkirakan akan meneror Bumi selama lima atau enam hari dalam banyak kelompok, terhitung mulai saat ini. Beberapa kelompok akan jatuh di wilayah Indonesia. Dan yang mengerikan adalah kelompok terakhir di hari terakhir. Begitu banyak.
Niken menghela. Kita tidak mungkin menganggap remeh masalah ini. Hingga hari keempat, kita mungkin masih selamat. Namun kelima, aku tidak yakin. Atmosfer Bumi terlalu lemah untuk mereka. Kita memerlukan Pilar jika kita tidak ingin negara ini menghilang dari peta dunia. Sementara Pilar, memerlukan giganium. Sementara giganium, yang kita miliki sekarang hanyalah versi lama. Daya hancurnya sangat-sangat minimal. Generasi baru dari giganium yang telah kami produksi, kini malah ada di tangan Astro.
Apakah ini akhir dari Indonesia" Veren menerawang.
Negara-negara tetangga sudah kami hubungi. Mereka bersedia membantu. Tapi, meriam pelindung mereka tidak akan meninggalkan negara masing-masing. Kita tidak bisa terlalu mengandalkan meriam pelindung milik mereka.
Aku mengerti.... Veren tersandar. Bili dan Ayu saling tatap. LABTEK-II untuk beberapa detik hanya dipenuhi dengung mesin.
.... Sebuah nada peringatan memutar leher Ayu ke sebuah monitor.
LABTEK-II, ada sebuah kiriman untuk kalian. Berikan akses masuk. Seorang petugas DINA mengontak dari permukaan.
Sebentar, aku akan membuka pintu lift barang. Ayu segera mengetik sandi. Ia memperoleh semua akses kunci dan segera mengeksekusi perintah membuka lift barang.
Ayu berputar. Bili menyambutnya dengan bertanya, Siapa" Apa yang dikirim"
Mungkin, pesanan Polisi atau DINA. Untuk ikut serta dalam misi menangkap Astro. Mereka mengirim sebuah mesin. Ayu sempat melihat sekilas proses bongkar muat di permukaan. Kesibukan yang diamati oleh kamera pengawas sepertinya tidak begitu menarik, sehingga Ayu lebih berputar menghadap pintu sebuah koridor.
Jawaban Ayu terlalu buram. Bili akhirnya menghampiri komputer. Ia memutuskan untuk mengecek sendiri melalui beberapa kamera pengawas. Begitu desktop komputer dipenuhi sembilan petak, kelopak mata Bili seakan tak mau menutup.
Kisah Masa Kini Karya Dirgita Devina di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sampai seperti ini..." Bili kembali memasang kacamata usai mengucek mata.
Pintu koridor penghubung LABTEK-II dan lift barang membuka. Dentuman kaki sebuah benda logam setinggi dua meter, sedikit menggetar isi laboratorium. Bili terperangah, Veren menatap penasaran, sementara Niken menyambut dengan senyum.
Robot itu terparkir di tengah-tengah laboratorium. Dua wanita berseragam jas putih panjang menyusul keluar dari koridor. Logo perusahaan terkemuka juga tampak di salah satu sudut jas yang mereka pakai.
Selamat berjumpa kembali, Komandan Veren, tegur Irene. Kali ini, penampilannya sedikit berbeda, karena dibalut pakaian kerja dari perusahaannya sendiri. Sewaktu ia bekerja di LABTEK-II, mereka dianjurkan memakai jas laboratorium tersebut.
Veren berdiri dan menyambut tamunya. Senang berjumpa kembali dengan Anda, Nona Irene.
Terima kasih. Kalau boleh tahu, angin apa yang membuat Anda kembali kemari" Ada sesuatu yang tertinggal atau... mereka" Bergantian, Veren menoleh Bili dan Digta. Gadis itu berdiri agak di belakang Irene. Dan robot itu..."
Aku berharap, mereka dapat hidup dalam satu dunia. Irene sedikit menyinggung perihal Digta dan Bili. Digta terlihat menoleh.
Irene berputar. Ia menghadap ke tengah laboratorium. Tentang robot itu..., ia bernama MIGEN, Miniature of Generation Force. Ia adalah hasil adopsi terhadap teknologi mesin tempur pada masa koloni.
Jin..." tebak Veren.
Ya. Hanya saja, seperti namanya. Kami membuatnya lebih kecil, tanpa pilot, tanpa sistem persenjataan lengkap. Kami memereteli beberapa bagian, sehingga ia tidak begitu mirip dengan Generation Force yang asli. Atau, biasa kita sebut jin.
Tidak lengkap, tetapi masih memiliki sistem persenjataan, rangkum Veren.
Begitulah. Kami masih memerlukan sifat penghancurnya. Meski pun, hanya sekedar penunjang riset. Dan mengenai kedatangan kami, kami ingin membuka portal paralel.
Irene kembali menghadap Veren. Portal paralel"
Fitur ini dapat membuka satu portal lagi ketika portal lain masih terbuka. Kami memerlukan ini atas permintaan langsung dari DIVENN. Ini ada hubungannya dengan masalah baru yang tengah kita hadapi. Kacamata Irene menangkap proyeksi monitor di depannya. Monitor besar di ruang operator masih setia dengan siaran langsung dari satelit DEX-3.
Ya. Seharusnya, mereka berada dalam posisi stasioner, komentar Niken.
Dan Cincin Zeus memberikan kami firasat buruk, sambung Irene. Kami akan sedikit memeriksa.
Segera ia kembali pada Veren. Dengan seizin Anda, kami akan mulai bekerja. Kami berjanji bahwa kegiatan kami tidak akan mengganggu portal yang terbuka.
Kalau begitu, silakan. Terima kasih. Selain kepada Veren, Irene juga meminta izin kepada Bili. Dalam misi yang ia emban sekarang, Irene akan kembali memanfaatkan fasilitas LABTEK-II. Begitu Bili mengangguk, ia segera mempersilakan Digta menghampiri konsol yang mengatur mesin waktu. Digta bertugas memberikan beberapa parameter untuk sebuah misi yang telah mereka persiapkan.
Ayu mendekat. Ada yang bisa kubantu"
Digta menggeleng. Begitu Ayu hendak beranjak, Irene menghampirinya.
Kau mungkin bisa membantuku. Aku baru saja menghubungkan kontroler MIGEN ke konsol. Tetapi, aku perlu akses administrator untuk dapat mengaksesnya. Kalau begitu, tunggu sebentar.
Ayu mendekati komputer di sisi Bili. Sebuah pesan menyambut. Sistem mendeteksi adanya modul baru yang terhubung.
Apakah hendak diakuisisi"
Ayu menekan tombol Ya . Baris kata sandi muncul di bawah jendela pesan. Jemari Ayu bergerak lincah mengisi sandi diakhiri menekan ENTER. Selanjutnya, sebuah batangan proses mulai terisi menuju angka seratus persen. Sistem mencari dan memasang penggerak yang sesuai untuk kontroler MIGEN.
Berbeda dengan Ayu yang berinisiatif membantu. Bili malah asyik memandangi wajah Digta yang bergelombang datar.
Sepertinya, ia masih membenciku, ratap Bili. Ayu berbalik. Semoga Alisya pulang dalam keadaan masih bernyawa. Sehingga Lebaran nanti, aku tidak perlu meminta maaf lagi kepada Digta.
Ayu menghampirinya. Ia sedikit menggoda dengan nada bicara yang cukup datar. Nada bicara yang sudah mendarah daging di bibir Ayu.
Dari tadi kuperhatikan, kau hanya melirik pada Digta. Kau menyesali perbuatanmu dan mengharapkan maaf, atau sekaligus naksir padanya"
Mata Bili melebar. Segera ia membekap rekan satu timnya. Ia memperingatkan dengan sedikit berbisik, Jika ia mendengarnya, aku bisa dihajar habis-habisan! Ayu dilepas.
Aku mohon maaf. Aku hanya ingin, kau jangan sampai kehilangan fokus dalam pekerjaan ini.
Terima kasih.... Oh iya, negara ini dalam ambang kehancuran. Aku belum menikah. Kau mau menjadi suamiku"
Ha" Lupakan. Tidak ada pria yang suka terhadap gadis dingin sepertiku.
Irene mendekat. Bagaimana prosesnya"
Ayu melirik ke monitor. Batangan proses telah terisi penuh.
Sudah selesai. Kontroler sudah dapat diakses melalui konsol LABTEK.
Terima kasih. Irene menghampiri sebuah komputer. Setelah beberapa saat mengutak-atik, MIGEN yang terparkir tenang mendadak bereaksi. Matanya bercahaya. Ia maju selangkah dan berputar satu lingkaran penuh. Kedua tangan kemudian teracung dan beberapa perlengkapan berderet keluar dari tangannya. Irene menekan ENTER. MIGEN kembali tenang. Kau sudah selesai, Digta"
Digta mengacung jempol. Buka portalnya!
Digta mengaktifkan parameter yang telah ia persiapkan. Menara melengkung kini bergerak saling menjauh. Lingkaran bagai hawa panas yang semula berdiam di tengah-tengah gap menara, akhirnya berpindah ke sisi kiri. Sebuah lingkaran serupa perlahan muncul dari sisi kanan.
Portal kedua berhasil dibuka. Ujung portal adalah kubah utama Distrik Aphrodite, koloni Cincin Zeus seratus dua puluh hari yang lalu.
Irene berbalik ke konsol. Ia mengeset sesuatu dan segera menghadap ke arah MIGEN. Sang robot mendadak bergerak mendekati mesin waktu. Ia menaiki empat buah anak tangga dan berdiri kokoh di depan portal.
Pemeriksaan ulang sistem.... Digta mengawasi batang-batang proses yang terus bergerak di monitor. Beberapa data statistik juga tak luput dari matanya.
Mempersiapkan sistem untuk kehilangan kontak komunikasi. Mempersiapkan sistem untuk lingkungan gravitasi nol. Suplai energi normal. HIS online. HIS" potong Veren.
Hyper Injection System. Hebat, bukan" Padahal, kami baru menjalankan riset selama tiga bulan. Dan kami telah mengadopsi sistem robotika canggih tersebut. Ya..., walaupun masih kalah dibandingkan sistem lain. HIM dan HER.
MIGEN dipastikan stabil, Prof. Bisa kita lepas, ingat Digta.
Ya. Lepas MIGEN. MIGEN mengayunkan kakinya. Tubuhnya menyentuh portal yang muncul di sisi kanan gap antara dua menara lengkung. Beberapa detik setelahnya, MIGEN benar-benar hilang.
Pengembalian jalur komunikasi sedang dalam proses. Menunggu kontak audio dan visual. Digta memperlihatkan sebuah batang proses yang terus diisi di layar besar. Angka seratus persen pun dicapai. Layar berganti dengan cepat menampilkan atmosfir temaram di sebuah ruangan yang cukup luas.
Irene menjatuhkan tubuhnya di sebuah kursi. Kita memiliki waktu sekitar lima jam untuk melakukan eksplorasi. Luncurkan DORGIBA terlebih dahulu sebelum kita meneruskan penelitian. Aku serahkan satelit itu padamu. Baik! Digta kembali bekerja dengan komputer.
Bagian dada MIGEN sepertinya terbuka. Sebuah benda metal perlahan keluar dan melesat.
Veren mendekati monitor. Benda yang barusan itu
apa" Irene menoleh. Yang keluar dari dada MIGEN" Ya.
Itu DORGIBA. Satelit penjelajah Borneolab. Ia bisa melakukan pemindaian terhadap benda tiga dimensi dan menyimpan datanya. Pengembangan lebih lanjut dari DEX-3 milik DIVENN.
Lalu, apa itu Cincin Zeus" Koloni"
Iya. Irene membenamkan punggungnya di sandaran kursi. Cincin Zeus adalah koloni terbesar kedua setelah Sapphire. Kami baru mengetahui keberadaan Cincin Zeus usai meneliti catatan pada Koloni Sapphire. Berbeda dengan koloni-koloni lain yang mengorbit planet inang atau berada di planet pusat, Cincin Zeus satu-satunya koloni yang tidak memiliki planet jajahan atau planet inang dan membangun kekuatan di sabuk asteroid.
Irene menoleh Veren. Untuk sementara, kami hanya memiliki sedikit informasi. Sebelum meneliti lebih lanjut, insiden dua minggu lalu telah mengacaukan segalanya.
Sudah ada dugaan mengapa koloni tersebut begerak ke arah Bumi"
Ledakan nuklir. Perang Kosmik memang memusnahkan hampir seluruh penduduk koloni itu, tetapi tidak dengan bunker-bunker penyimpan nuklir mereka. Setelah koloni mati, kontrol terhadap orbit asteroid di sekeliling koloni otomatis lenyap. Tumbukan asteroid kami duga sebagai pemicu ledakan. Cincin Zeus memiliki puluhan bunker dan reaktor nuklir.
Ini ada hubungannya dengan cahaya terang yang ditangkap oleh DEX-3. Asalnya di dekat Mars, tiga bulan lalu. Niken mengambil giliran. Sejak awal, kami menaruh curiga bahwa cahaya terang tersebut adalah ledakan nuklir. Karena sebelumnya, kami sudah mendapat informasi dari Borneolab mengenai keberadaan Cincin Zeus. Kami juga berpikir, ledakan itu akan menghancurkan semua koloni dan tidak berpengaruh apa-apa terhadap kita. Tapi berbeda dengan kenyataan, puing-puing koloni malah bergerak, bahkan bersama ribuan asteroid di sekitarnya.
Dan kami menduga, akan ada yang lebih gawat dari serbuan asteroid.
BINTANG JATUH Sebuah pusat perbelanjaan, usai salat Isya. Sonia menyeret Ilyas ke sebuah toko perhiasan. Setelah hampir tiga puluh menit terlantar, Sonia datang menghampirinya.
Yas, bisa membantuku memasang ini" Ia mengunjukkan sebuah kotak kecil berwarna merah. Memasang apa"
Ini..., cincin. Memangnya..., tidak bisa memasang sendiri" Inginnya dengan kamu!
Dengan takut-takut, Ilyas mengambil kotak itu. Dibukanya. Sebentuk benda melingkar berwarna emas memantulkan cahaya lampu di sekeliling.
Ini" Iya. Ia pun mengambil cincin itu. Kemudian, ia pasang di jari manis tangan kiri Sonia. Setelah cincin itu melingkar di jarinya, Sonia tersenyum.
Yas, tahu tidak" Apa"
Kalau kamu sudah memasang cincin ke jariku, itu berarti kita sudah tunangan.
Ilyas kaget. Sementara pemilik toko perhiasan yang kebetulan mendengar percakapan mereka, hanya bisa gelenggeleng kepala.
*** Gaya begitu heran. Ia menemukan Sonia terburu-buru masuk ke dalam kamar. Sonia menenteng tas belanjaan yang cukup banyak. Tak henti tertawa cekikikan.
Sonia melempar tas-tas itu sekenanya. Dan ternyata, di kamar sudah bertumpuk tas-tas belanjaan lain. Ia hendak ke luar lagi untuk mengambil belanjaan yang dirasa tertinggal, tetapi urung. Ia ingat, bahwa sudah semua ia bawa masuk. Bahkan, sekarung beras yang beratnya mencapai 50 kilogram lebih, juga sudah duduk manis di dapur. Terima kasih atas bantuan personel Divisi Gerakan Cepat bernama Gaya. Sonia mengunci pintu kamar dan tertawa lebar.
Ilyas..., Ilyas...! ucapnya di sela-sela tawa, kemudian melompat ke atas tempat tidur. Ia tak ambil pusing, meski tempat tidurnya sesak oleh barang belanjaan.
Sementara Sonia tertawa senang, Ilyas malah merasa pening dengan wajah kucel di depan meja belajar.
Apa benar, aku sudah bertunangan dengan dia"
Ilyas segera menelungkup dan mengucek-ngucek rambutnya.
*** MIGEN telah kembali di tengah LABTEK. Beberapa goresan menghiasi tubuhnya. Dan beberapa kabel, menjulur dari punggungnya dan tertancap di sebuah konektor. Ia dalam proses pengisian daya. Energi penggerak MIGEN nyaris terkuras habis.
Dalam eksplorasi yang ia jalani, Irene berhasil memastikan fenomena yang mereka hadapi. Penyebab bergesernya Cincin Zeus dan ribuan anggota sabuk asteroid, memang benar akibat ledakan nuklir. Tiga bunker terseret agak jauh menuju planet luar. Tubrukan beberapa asteroid memicu ledakan.
Bagaimana" Sudah dibalas" Irene selalu mendampingi Niken. Mereka menunggu kabar dari kantor pusat Divisi Pengaman Angkasa Nasional. Mereka terlihat kompak dengan kerja sama yang mereka ciptakan. Bili menjadi iri.
Niken menggeleng kecil. Namun beberapa detik setelahnya, ia sedikit melonjak dari sandaran kursi. Sebuah pesan tertera di monitor.
Baru saja ada balasan. Mereka telah menerima data dari kita. Dari keempat puluh empat data asteroid bunker dan reaktor nuklir yang mereka periksa, terdapat sekitar tiga puluh sembilan asteroid dengan ukuran nyaris sama.
Tiga puluh sembilan" Bukankah yang meledak hanya tiga" Dan bunker serta reaktor yang ada jumlah keseluruhannya adalah empat puluh empat. Ke mana dua yang lain"
Kita melakukan pengintaian pada waktu sebelum dan saat terjadinya ledakan. Kita sama sekali belum mengecek apa yang terjadi usai ledakan. Bisa jadi, beberapa bunker atau reaktor itu jatuh di Mars. Atau mungkin, meledak tak lama setelah ledakan mayor.
Apakah DEX-3 sempat menangkap citra ledakan itu"
Niken menggeleng. Sepertinya..., kemungkinan kedua tidak ada. Kemungkinan pertama lebih besar.
Lalu, apakah mereka sudah positif" Ketiga puluh sembilan asteroid tersebut, apakah benar bunker dan reaktor" Aku sangsi dengan kemampuan DEX-3. DEX-3 adalah buatan Borneolab. Sedikit banyak, Irene tahu kelebihan dan kelemahan satelit tersebut.
Baru saja aku mengirim pesan dengan pertanyaan yang sama. Dan baru saja pula, mereka mengirim pesan balasan. Mereka positif. Data milik DORGIBA yang kita kirim sangat lengkap, mulai dari lapisan luar hingga susunan dalam asteroid. Jika data lapisan luar tidak cocok, mereka telah mencocokkan dengan lapisan dalam. Karena usai ledakan, banyak asteroid yang berubah bentuk.
Irene menyandar. Matanya menerawang. Tiga puluh sembilan, ya..."
Lalu, apa artinya angka tiga puluh sembilan tersebut" Veren menyela.
Kehancuran, jawab Digta. Semua menoleh. Itu artinya, Bumi ini terancam dijatuhi sekitar tiga puluh sembilan bunker dan reaktor nuklir.
Bili yang sempat berdiri, merasa lemas mendengar pernyataan itu. Tiga puluh sembilan" Bagaimana bisa planet sekecil ini bertahan" Sedangkan ledakan tiga buah bunker nuklir saja, bisa menggiring ribuan asteroid ke luar jalur. Jika dikumpulkan, asteroid-asteroid itu akan membentuk sebuah planet lebih besar dari Bumi. Planet biru ini mungkin akan hilang tanpa bekas.
Sebuah nada mengalihkan perhatian Bili. Sebuah pesan tertera di layar komputer miliknya.
Pak, istri Anda datang ke divisi. Mereka berada di lapangan parkir. Bili terpaksa berujar dengan tenggorokan yang kering.
Lapangan parkir" Kening Veren berkerut. Ia beranjak dari kursi. Kalau begitu, terima kasih. Aku pergi dulu.
Veren menghilang di balik pintu lift. Sesampai di lantai atas, ia berharap menemukan seorang wanita di ruang tunggu. Namun, begitu melintas di ruang tunggu, ruangan tersebut cukup lengang. Ia benar-benar baru menemukan wanita itu di samping sebuah sedan, di pelataran parkir. Seorang gadis cilik duduk di atas kap mesin.
Ada apa, Hilda" Mengapa kau tidak menunggu di ruang tunggu" Veren mendekat.
Oh, maaf. Yuni katanya ingin melihat bintang jatuh. Bintang jatuh"
Aku sudah menghitungnya, Yah. Ada sembilan bintang jatuh! Gadis kelas dua SD di sisinya terlihat antusias. Jaket berwarna merah muda membalut tubuhnya yang mungil.
Sebanyak itu" Aku tidak tahu kenapa, tapi memang sebanyak itu. Bahkan, aku juga sempat menghitung sejak dari rumah. Ada beberapa yang dilewatkan oleh Yuni. Ada tiga puluh empat bintang jatuh malam ini. Hilda sedikit berbisik pada suaminya.
Ayo, kita bicara di dalam. Di sini terlalu dingin untukmu. Veren mengajak putri tunggalnya ke gedung DINA.
Tidak, aku ingin melihat bintang jatuh lagi. Dia sudah kuberi jaket, tambah Hilda.
Oke, kita bicara saja di sini. Sebaiknya, tidak terlalu lama. Karena udara malam tidak cocok untukmu. Veren menyempatkan diri untuk iseng memencet hidung putrinya. Gadis cilik itu terpejam menggemaskan.
*** Bili menikmati setiap gemeretak persendian di tubuhnya. Kedua lengannya terbentang selebar Sungai Nil. Mulutnya membuka bahkan hampir serupa kuda yang berenang di sungai itu. Begitu matanya menangkap wajah Digta, buru-buru ia menutup mulut. Gara-gara gantungan mata inilah, ia memiliki konflik berkepanjangan pada gadis yang beraroma stroberi dan kini duduk menyendiri di sudut ruangan.
Bili menghampiri Ayu. Gadis ini menghabiskan waktunya bermain game di komputer LABTEK-II.
Aku pergi dulu, pamit Bili. Mungkin, sedikit jalanjalan akan membuatku sedikit segar. Aku serahkan kontrol mesin waktu itu padamu.
Ayu mengacung jempol. Tapi kuharap, kau tidak terlalu lama bersenang-senang di luar. Pinggangku juga rasanya sudah membatu.
Akan kuusahakan. *** Sudah beberapa hari ini kau tidak pulang.... Hilda terdengar mulai menyinggung alasan ia bertandang ke tempat kerja suaminya. Veren menoleh. Yuni selalu mencarimu.
Astro belum tertangkap dan masih ada masalah lagi yang menghantui kita. Yang kau lihat malam ini bukanlah bintang jatuh, melainkan pecahan asteroid. Mereka berasal dari sabuk asteroid di dekat Mars.
Sejauh itu" Maksudku, bagaimana bisa sebanyak itu" Naluri seorang lulusan sarjana astronomi terlihat kembali. Mata Hilda agak berbinar ketika mengatakannya. Setahuku, hanya beberapa asteroid saja yang memiliki eksentrisitas cukup tinggi, sehingga orbitnya memotong orbit Bumi.
Sisa-sisa perang, Hilda. Menurut Irene, itu akibat ledakan bunker nuklir milik Cincin Zeus.
Aku sudah menemukan tiga bintang jatuh lagi! Yuni berseru. Veren mengucek rambutnya gemas hingga wajahnya terlihat masam.
Jika tidak ada Perang Kosmik, kita mungkin sudah sangat maju. Perang itu menghancurkan segalanya. Menghancurkan teknologi, dan membunuh sepuluh miliar nyawa manusia, hingga saksi sejarah untuk tragedi tersebut hanya tinggal segelintir dan akhirnya dibiarkan mati.
Kau mengetahui hingga sedetil itu" Veren terkesima. Perang Kosmik selalu diingat karena besar efek yang terjadi. Jumlah korban sendiri secara jelas tidak pernah terdengar.
Orang yang kau panggil Irene yang memberitahuku. Ia adalah sahabatku semasa kuliah.
Yang benar" Hilda mengangguk. Mengapa tidak pernah cerita" Dia sekarang ada di sini. Aku rasa, jangan-jangan kau tidak pernah memberi tahu bahwa aku adalah suamimu padanya.
Memang. Habis, setelah cukup lama berpisah, baru kali ini kami kembali menjalin silaturahmi. Setelah berhasil menciptakan mesin waktu di Borneolab, ia baru memiliki sedikit waktu luang. Dan kurasa, sebelum-sebelumnya ia berada dalam lingkup kesibukan yang cukup besar, sehingga semua perhatian tercurah pada proyek yang ia jalani. Hilda menarik nafas dan menghela. Memberi jeda pada ucapan selanjutnya.
Akhirnya, ia berhasil menciptakan mesin waktu yang ia citakan. Sudah lama ia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Perang Dunia Ketiga, Masa Koloni, dan Perang Kosmik. Mungkin dengan begitu, ia juga dapat mengembalikan teknologi yang hilang.
Veren menatap putrinya. Aku rasa, tidak bijak bagi kita membicarakan perang di hadapan anak kecil.
Hilda mengangguk. Veren membuka pintu depan mobil dan mengecek perangkat navigasi.
Aku lupa memberitahumu. Komputer mobil ada sedikit gangguan.
Iya, layar sentuhnya kadang aktif kadang tidak. Hilda menyusul. Tapi, sudah diperbaiki kemarin.
Baguslah.... HANTAMAN Mama, itu bintang jatuh atau bukan" Hilda melirik ke langit. Ia mencoba mencari arah telunjuk putrinya. Makin terang, ya, Ma"
Hilda tercekat. Veren..., panggilnya. Ada apa" Sang suami keluar dari mobil.
Apa perasaanku saja" Tiga benda berpijar itu sepertinya datang kemari.
Veren bergegas menoleh. Baru saja berpaling, tiga semburan ekor api melintas di ujung kepala mereka. Dua buah melintasi ujung gedung, sementara yang satu jatuh di pelataran parkir, mengguncang tanah, dan meledakkan lima buah mobil. Yuni terperanjat dan berusaha melindungi gendang telinganya. Hilda dengan cekatan menyembunyikan Yuni dengan memeluk erat-erat.
Di sini tidak aman! Sebaiknya, kita berlindung di gedung. Veren menarik putrinya meninggalkan mobil. Tiga ekor api kembali melintas, namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dua buah jatuh di jalan raya, sementara yang satu menghantam sisi kanan gedung DINA.
Apa tidak sama-sama berbahaya" Andai tangannya tidak digenggam Veren, mungkin ia sudah berhenti berlari. Ada bunker. Veren terus membimbing keluarganya.
Sirene menyambut di dalam gedung. Beberapa personil membimbing karyawan administrasi yang baru saja turun dari lantai atas.
Bapak juga harus segera berlindung! sambut seorang petugas.
Bawa saja keluargaku! Kita memiliki kewajiban yang sama. Kita harus memastikan yang lain selamat. Veren menurunkan putrinya dari gendongan. Secepat mungkin, Yuni mendekap ibunya yang masih mengatur napas.
Mari, Bu. Hilda terlihat bimbang. Veren mencoba memastikan bahwa dirinya akan segera menyusul. Pada saat itu, sebuah lift membuka. Beberapa karyawan membopong rekan mereka yang tak sadarkan diri. Separuh tubuhnya bermandikan darah. Veren bergegas membantu.
*** Bili terperangah. Tiba-tiba, sebuah bola api keluar dari salah satu sisi gedung DINA, kemudian menyeruduk tanah tidak begitu jauh dari halaman belakang gedung. Guncangannya nyaris membuat Bili terjerembab.
Kau sekarang ada di mana" suara Ayu terdengar dari earphone komunikator.
Aku ada di halaman belakang Pusat Kesehatan DINA. Bili berputar. Beberapa wanita perawat berteriak histeris. Mereka berlarian kembali ke gedung. Beberapa bola api kembali melintas dengan ukuran yang lebih kecil. Seakan merasa dirinya hanya sebagai penonton, Bili tidak ikut berlari.
Informasi dari DIVENN baru saja masuk. Pilar kewalahan mengatasi serombongan asteroid. Menurut perkiraan mereka, beberapa pecahan akan jatuh di sekitar sini.
Akan jatuh..." Bili merasa tenggorokannya berubah kering. Ia berputar ke arah munculnya bola api yang menerobos gedung DINA. Kurasa, salah satunya telah jatuh.
Yang kau lihat sekarang hanya kepingan kecil. Masih ada kepingan-kepingan lain sebesar gunung. Tidak lama lagi akan mencapai atmosfer. Segera kembali ke LABTEK, Bil!
Komunikasi diputus. Sebelum Bili meninggalkan pelataran belakang, sebuah seruan minta tolong membuat ia menoleh. Seorang perawat bersimpuh di pelataran, memegangi pergelangan kakinya. Sebuah papan klip tergeletak dengan beberapa kertas berceceran. Terpanggil, Bili bergegas mendekat.
Kau terjatuh" Bili lebih dulu menolong lembaran kertas dan papan klip.
Kaki kiriku sepertinya terkilir.... Perawat itu meringis.
Masih bisa berjalan" Bili segera dibalas gelengan kecil. Sebuah bola api kembali meluncur di atas gedung.
*** Kita mendapat laporan dari DIVENN. Pilar tidak mampu menangani sebuah rombongan asteroid. Beberapa di antaranya memiliki garis tengah hampir satu kilometer. Diperkirakan, mereka mencapai termosfer sepuluh menit lagi. Sebuah suara terdengar dari speaker di dasbor.
Sediakan kami waktu setengahnya, balas sang pilot dari kokpit. Sekitar delapan buah monitor menyala di depan, atas, bahkan di samping kiri dan kanannya. Sebuah monitor utama berada di depan dengan ukuran paling besar.
Dari ruang kontrol, seorang jenderal memperhatikan persiapan tersebut. Bawahannya mendekat.
Apakah sekarang saatnya, Pak"
Lebih baik kita luncurkan benda itu sekarang, daripada kita gunakan ia sewaktu perang. Dunia pasti menerima.
Bawahannya mundur selangkah. Dan jenderal itu memerintahkan untuk segera melepaskan lima prajurit terbaik mereka.
Seluruh unit jin. Persiapan untuk take-off. Periksa semua hubungan senjata dan jalur komunikasi.
Tidak ada masalah pada sistem persenjataan. Navigasi di jalur hijau. HIS online. Siap untuk lepas landas. Jenderal pun memberikan aba-aba, Luncurkan!
Sebuah benda besar perlahan muncul dari Samudera Hindia, menyusul lima buah serupa terowongan raksasa.
Landasan telah sampai di permukaan. Menyesuaikan kemiringan laras lima puluh dua derajat. Jalur hijau. Seluruh jin dipersilakan untuk take-off.
Lima ekor nyala api berwarna biru melesat dari terowongan yang mengarah ke angkasa. Kelima benda itulah yang disebut jin, sosok kendaraan tempur berupa robot raksasa setinggi dua puluh satu meter. Kelimanya memanggul bermacam senjata berat. Dibalut pekatnya malam, mereka meluncur semakin ke atas.
Unit jin, laporkan keadaan kalian!
Kecepatan maksimum. Sedikit berguncang, tetapi baik-baik saja, sahut Imam.
Kami mendekati lapisan terakhir atmosfer, sambung Helden.
Fitur Anti-G kokpit jin ini benar-benar ampuh. Kami tidak merasakan apa-apa dalam kecepatan sedahsyat ini. Haris memeriksa spedometer yang terpasang di dasbor. Sepasang mesin turbojet serupa sayap telah mendorongnya melebihi kecepatan suara. Sekitar lima menit usai lepas landas, mereka telah berada di luar atmosfir.
Kedatangan mereka disambut satu dari empat Pilar. Dengan tinggi hampir dua puluh kali tinggi jin, ternyata ukuran meriam pelindung tersebut masih kalah jauh dari tiga buah asteroid yang semakin mendekat.
Ada sekitar delapan belas asteroid yang harus dihancurkan. Enam buah telah menjadi target Pilar. Sementara sisanya, kita yang tangani. Imam memberikan perintah. Diiringi lecutan cahaya besar dari Pilar, kelimanya segera berpencar menuju rombongan asteroid.
Serangan dimulai dengan melepas sepuluh insertor. Mereka menyebar dan masing-masing mendarat di sepuluh asteroid yang telah dipilih. Kepala rudal yang berupa mata bor dan berhulu ledak nuklir mulai berputar dan menyeruak masuk ke bagian terdalam asteroid. Sembari menunggu hasil, Rudi dan Iwan bergabung kembali untuk menggempur satu asteroid yang tidak kebagian insertor. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Haris dan Helden.
Imam yang menjadi ketua tim, akhirnya menyadari benar kelemahan Pilar. Meriam pelindung tersebut hanya diciptakan untuk menghalau sedikit benda langit yang mendekat. Untuk berpindah dari satu sasaran ke sasaran yang lain, memerlukan setidaknya sepuluh detik. Durasi tembakan laser yang diperlukan juga setidaknya sepuluh detik. Dengan lama penyinaran seperti itu, asteroid yang berukuran lebih besar dari Pilar, hanya terpencar menjadi beberapa bagian. Dan kepingan-kepingan tersebut, masih sulit dicerna oleh atmosfer Bumi. Menyadari apa yang akan terjadi jika batubatu itu dibiarkan utuh, Imam mulai melesat dengan O- Cannon di bahu kanan.
Dengan O-Cannon pula, empat rekan yang lain telah selesai menciptakan lubang di asteroid yang mereka hinggapi. Dirasa cukup dalam, mereka mulai meluncurkan rudal-rudal tanpa mata bor ke dalam lubang itu. Ledakan yang tercipta menggetarkan asteroid dan memaksa mereka untuk menyingkir. Bersamaan dengan sepuluh asteroid yang telah dirasuki insertor, dua asteroid yang mereka gempur akhirnya pecah berhamburan.
Tugas berhasil! pekik Haris gembira.
Belum! suara Imam terdengar. Masih banyak batu yang harus kita hancurkan.
Oh, tidak..., balas Haris. Ia dan yang lain pun melesat membantu Imam.
Tinggal dua bagian. Tembakan Pilar memberikan waktu satu menit sebelum mereka mencapai atmosfer. Helden, Iwan, Rudi, hancurkan bagian yang terlempar di sisi kiri Pilar. Haris, kita bereskan sisanya.
Mereka berpencar. Tiga kendaraan tempur yang pernah eksis sebagai senjata perang pada Masa Koloni mulai menyerang. Serombongan rudal mulai berluncuran. Sesekali mereka harus bermanuver dalam mengejar kepingan asteroid untuk mencari titik terlemah. Tarikan gravitasi juga mempercepat gerakan batu yang mereka gempur.
Aku tepat di depannya! Rudi berteriak. O-Cannon yang telah ia persiapkan, segera ia adu dengan kepingan asteroid yang hendak melumatnya. Kepingan itu terpecah berhamburan menjadi kepingan yang lebih kecil. Namun beberapa kepingan yang terbentuk, membentur jin yang ia kendarai. Ia kehilangan keseimbangan dan turut terseret gravitasi. Barulah setelah beberapa detik, ia berhasil kembali untuk terbang.
Kami berhasil menghancurkan tiga kepingan lain. Selanjutnya, biarkan termosfer yang turun tangan. Dengan ukuran sebesar itu, mereka pasti akan habis dengan sendirinya.
Kami belum selesai, balas Imam. Ia dan Haris tanpa henti menghujani asteroid yang ia kejar dengan laser dan rudal. Ukuran batu ini kurang lebih sama dengan bagian yang telah hancur. Namun senjata dari dua jin, rupanya tidak cukup untuk melumat batu tersebut.
Benda ini tidak bergeser dari posisi semula! Kami mulai mencapai atmosfer. Batu ini sepertinya mengarah ke daratan! Haris kembali membidik dan menarik picu. Sinarsinar terang meluncur dari meriam O-Cannon.
Benda ini semakin cepat! Aku akan mendahuluinya dan memborbardir dari arah depan. Imam melesat sambil terus menembak.
Di saat aku melakukan itu, aku kehilangan keseimbangan. Rudi terdengar memperingatkan.
Imam terus melesat. Ia akhirnya berhasil berada di depan.
Sesuai aba-aba, kita tembak dengan semua senjata yang kita miliki!
Semua bersiap-siap. Tembaaaaak!
*** Bili akhirnya mencapai lift. Ini satu-satunya jalan menuju LABTEK yang terdekat. Ia terpaksa berlari cukup jauh setelah menggendong perawat itu ke Pusat Kesehatan DINA. Pusat Kesehatan juga memiliki bunker, namun kesemua unit telah terisi penuh. Lagi pula, Ayu memintanya untuk segera kembali ke laboratorium.
Dunia seakan mengecil ketika deruan kencang terdengar. Baru sesaat pintu lift menutup sempurna, semua lampu mendadak padam. Serbuan serpihan logam menyusul menerobos pintu lift. Bili terhempas ke dinding, kemudian jatuh terkapar pingsan di lantai dengan tubuh dibaluri darah.
BERUSAHA KELUAR BAGIAN PERTAMA
Ulaaaaaaaaaar! Ayam yang berkokok, sontak menelan suara mereka di tenggorokan. Sonia yang tersentak bangun, mengambil alih paduan suara mereka untuk membangunkan orang-orang di subuh hari.
Di kamarnya, Sonia terduduk di tempat tidur. Tubuhnya basah seperti habis mandi. Keringat bercucuran di manamana. Napasnya turun naik. Usai membuka mata dan mendapati tidak berada di tengah hutan dan berjumpa seekor ular besar, seperti yang terakhir kali ia lihat, ia pun menyadari sesuatu. Ia hanya bermimpi. Dan sekarang, ia telah terbangun dengan disambut kamar yang acak-acakan. Separuh tubuhnya tenggelam oleh barang belanjaan yang ia borong kemarin. Sekarang, sudah jam berapa"
Beberapa barang mulai ditepis dan dikais. Ia berharap, sebuah benda mungil akan muncul dari tumpukan baju yang mendominasi barang yang ia beli. Namun, terbangun akibat mimpi buruk, membuat otaknya booting tidak sempurna. Ia merasa sangat sulit untuk fokus, terlebih untuk mencari jam tangan sebesar uang logam. Ia akhirnya lebih memilih turun dari tempat tidur. Dengan mudah, ia melupakan sebuah benda lain dengan fungsi identik yang menempel di dinding kamar.
Matanya melirik jendela. Begitu jendela dibuka, terdengar lantunan azan.
Azan" Berarti sudah subuh. Harus salat.
Sebelum salat, ia merapikan barang sekenanya. Yang penting, tidak menganggu. Namun setelah salat, ia pun bingung. Pintu kamarnya terkunci. Sementara kunci kamarnya sekarang, entah bersembunyi di mana.
Masalah baru kembali muncul. Gara-gara mencari kunci, isi kamarnya kembali tunggang-langgang. Ia pun berniat merapikan seraya mencari kunci kamarnya.
Hah...! Gara-gara kegirangan, overbelanja.... Sonia pun mengeluh.
Di luar kamar, Gaya berlenggang anggun dengan setelan kaos olahraga. Sebuah kacamata hitam menjadi pelengkap busana gadis berwajah bayi tersebut.
Bahkan saat meniti anak tangga, ia sama sekali tidak menghilangkan alunan kaki yang flamboyan. Sebagai seorang normal, hanya dalam keadaan sepi seperti ini ia berani bertingkah nyentrik seperti itu. Tumbuh sebagai seorang gadis berwajah bersih dan berpembawaan polos, membuat ia iri terhadap Alisya. Ia juga iri terhadap teman-teman yang bisa bersikap tegas. Sesekali, ia ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang tegas. Caranya mungkin agak salah, tetapi ia menikmati apa yang ia lakukan sekarang.
Melewati ruang tengah, telepon berdering. Gaya berharap, telepon itu hanya berdering tiga kali dan akhirnya mati. Tetapi, rupanya bertahan hingga deringan kesepuluh. Untuk deringan ketiga belas, Gaya terpaksa mengangkat gagang telepon. Ia menyapa seorang pria di ujung sana.
*** Sonia masih berkutat dengan pakaian yang ia beli kemarin. Gaya mengetuk pintu kamar.
Sonia" Iya. Siapa" Aku. Gaya.
Dobrak saja pintunya. Kuncinya hilang. Nia!
Apa" Ada telepon untukmu. Dari siapa"
Tidak tahu. Ditanya, dong! Iya! Iya!
Buru-buru, Gaya menghampiri telepon dan menyapa si penelepon dengan ucapan, Maaf. Bapak siapa, ya" Saya ayah Sonia.
Oh.... Ia lalu menutup gagang telepon dengan tangan. Soniaaaaa! Dari ayahmuuuuu!
Ayah" Langsung, Sonia melemparkan pakaian yang ada di tangan. Disumbangkan sajalah pakaiannya! Ia berdiri ke pintu dan berteriak, Apa katanya"
Apa" Apa katanyaaaaa" Gaya kemudian berbicara kepada ayah Sonia. Pak, karena suatu hal, kunci kamar Sonia hilang. Ia sedang terkunci di kamarnya. Jadi, saya yang akan mewakilinya. Ah, jadi membuat Anda repot.
Tidak. Oke. Saya sebenarnya ingin menyapa Sonia. Sudah bangun atau belum"
Cuma itu" Yes, that's it!
Gaya kembali menutup gagang telepon.
Sonia! Ayahmu cuma mau tahu, kamu sudah bangun atau belum"
Sonia yang menyandar di pintu dengan lesu, langsung cemberut. Bibirnya maju dan pipinya menggelembung. Aku pikir ada hal yang penting, sungutnya jengkel. Segera, ia balas berteriak, Katakan saja kalau aku belum bangun! Gaya mengangguk dan berbicara pada gagang telepon. Pak, kata Sonia, dia belum bangun.
Oh, begitu" Terima kasih. Thank you! Telepon ditutup.
Kini, Sonia berganti rupa. Tubuhnya dibalut pakaian hitam-hitam bagai seorang penyusup. Ia hendak turun dari balkon yang berada di lantai dua.
Aku tidak ingat bahwa aku pernah membeli pakaian
ini. Sonia mengulur untaian kain dari seprai, sarung bantal, hingga beberapa pakaian dan kaus kaki menjadi satu. Cukup panjang, hingga ujung yang di atas berada di balkon, sementara ujung di bawah menyentuh lantai teras pekarangan belakang.
Pelan-pelan, ia mulai meniti turun. Dengan bekal keahlian pernah memanjati tembok kedutaan Indonesia di Australia, ia berhasil turun dengan mulus seperempat jalan. Ia tersandung masalah ketika salah satu simpulan kain mendadak lepas. Padahal, ia hampir menjejakkan kaki di tanah. Akibatnya, ia pun terhempas dengan keras. Terkapar dengan mengenaskan.
Aku pasti kurang kencang mengikatnya.... Gadis itu meratap. Isi kepalanya bagai dikocok dalam blender.
Di atas, Gaya berhasil membuka pintu kamar Sonia. Ia sedikit melongo mendapati kamar itu kosong tanpa sang pemilik.
Hei! Seseorang menepuk pundaknya. Gaya menoleh dan terperanjat.
Astagfirullah! Sonia"
Kalau bukan aku, siapa lagi" Meski masih pusing, Sonia secepat kilat masuk ke dalam rumah, meniti anak tangga, dan kini berdiri tepat di belakang Gaya.
Maling. Enak saja! Lagi pula, mengapa kamu berpakaian seperti itu" Membuatku kaget.
Hanya ingin menghayati peran. Aku tadi turun dari balkon. Sayang, ada sedikit gangguan teknis. Sementara Kakak.... Mau lari pagi, ya"
Rencananya begitu, sekaligus latihan beban. Pinjam mobil kamu untuk diangkat. Tapi gara-gara telepon dari ayahmu, terpaksa di-cancel.
Ngomong-ngomong, bagaimana caranya bisa membuka pintu kamarku" Didobrak" Sonia melangkah masuk dengan berjinjit. Banyak barang berserakan di lantai kamar. Dan ia tidak tahu apa-apa saja yang berada di balik barang-barang itu. Bisa saja jarum, bahkan perangkap tikus.
Kisah Masa Kini Karya Dirgita Devina di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak. Dengan kunci. Bukankah, kau meminjamkanku kunci cadangan seluruh rumah" Gaya mengangkat sebuah untaian. Terdengar gemerincing ketika benda-benda logam itu beradu.
Begitu, ya" Sonia.
Apa" Bagaimana ceritanya kamar kamu bisa seperti ini"
*** LABTEK-II DINA sedikit berserakan dan nyaris gelap gulita. Usai sebuah guncangan cukup besar tadi malam, mendadak hanya beberapa lampu di ruang operator yang menyala. Beberapa komputer juga mati mendadak dan menyisakan tiga unit yang masih standby.
Di bawah penerangan seadanya, Irene, Ayu, dan Digta berusaha memperbaiki mesin waktu yang kembali mengalami masalah. Usai guncangan, mendadak udara bergelombang di antara dua menara lengkung menampakkan gejala hendak lenyap. Sebelum portal waktu benar-benar hilang, mereka bergegas mencari kerusakan dan sebisa mungkin untuk menormalkannya kembali.
Aku sudah memeriksa di bagian ini berulang-ulang. Tidak ada yang salah.... Irene terdengar mengeluh. Ia yakin benar. Bahwa menara lengkung yang ia periksa sama sekali dalam kondisi baik. Tidak ada komponen yang membandel.
Bagaimana denganmu" Irene berbalik. Ia mendapati Ayu tiba-tiba saja disambar bunga api. Irene terkaget, namun Ayu hanya menggetarkan tubuhnya dan melanjutkan pekerjaan yang ia lakoni sekarang. Ia mendapat tugas untuk memeriksa kabel tenaga dan data.
Aku yakin, tidak ada sambungan kabel yang longgar. Sudah berkali-kali kuperiksa, berkali-kali pula aku kesetrum.
Pasti sakit. Rambutmu sampai seperti itu.... Irene bergidik. Ayu dengan tatanan rambut semrawut, hanya menggaruk kepala yang mendadak gatal. Ia berdiri dan menuju komputer.
Aku lupa menggunakan sarung tangan..., ujarnya datar. Ia sedikit membuat Irene merasa aneh. Selama hampir satu minggu dalam satu tim saat perbaikan mesin, Irene menganggap Ayu adalah sosok pendiam, karena mungkin ia adalah gadis pemalu. Namun pada kali ini, ia sadar. Gadis tersebut ternyata termasuk kategori pendiam, karena ia memang menganggap sekelilingnya adalah hal biasa, dan berusaha bersikap tidak peduli.
Bagaimana denganmu" Irene berputar ke arah berlawanan. Sesuatu terdengar terbentur.
Aduh! Portal waktu secara menakjubkan kembali stabil.
Digta berdiri dari menjongkok. Ia mengelus ubunubunnya yang terasa perih.
Hanya komponen yang longgar. Ada beberapa yang bergeser. Kurasa, akibat guncangan tadi. Aduh..., benjol....
Bagus. Hanya komponen yang longgar. Kita telah menghabiskan waktu kurang lebih enam jam untuk mencarinya. Irene melangkah mendekati Digta.
Lebih baik jika semuanya rusak, pekerjaan kita jadi lebih jelas.
Tapi, itu tidak juga begitu baik. Yang pasti, kau sudah memperbaikinya dan memastikan bagian yang kau temukan itu tidak mudah bergerak lagi, bukan"
Yap. Sudah kuputar bautnya sekencang-kencangnya. Aku rasa, komponen itu sudah lemah semenjak pertama dirakit ulang. Aduh..., pasti baru hilang tiga hari lagi.... Apa"
Tidak.... Benjol.... Mereka kembali ke ruang operator. Irene menghampiri Ayu. Ia telah berulang-ulang memutar rekaman kejadian tadi malam. Sebuah sinar terang mendadak menghiasi pelataran parkir di area depan. Setelah itu, gelap.
Asteroidnya pasti jatuh di sekitar gedung..., Ayu berujar.
Semoga yang lain selamat....
Ayu mengangguk kecil. Tayangan segera berganti ke desktop sistem operasi komputer. Dengan beberapa gerakan jemari di papan ketik, beberapa jendela program aplikasi terbuka berurutan.
Kau masih mencoba untuk menghubungi pihak luar"
Ayu lagi-lagi mengangguk pelan. Matanya tajam menatap batangan proses yang terus terisi. Helaan napas kecewa kemudian terhembus ketika muncul pesan gagal.
Ia menggeleng. Kerusakan pada jaringan informasi DINA pasti sangat parah....
Bersabar.... Irene menepuk pundaknya.
Di kursi lain, ada Digta yang terus mengawasi sekeliling. Sebagian besar wajah LABTEK-II tidak terlihat. Beberapa mesin sengaja dimatikan secara otomatis saat pasokan listrik dari pusat terputus. Termasuk proses pengisian ulang daya MIGEN. Tempat ini benar-benar bekerja dalam kondisi minimal.
Kira-kira, sampai kapan semua ini bertahan" Kita sudah terperangkap di sini hampir tujuh jam. Sekarang sudah jam lima pagi.
Dengan konsumsi listrik minimal dan daya tampung dua puluh orang, kita masih bisa hidup selama sepuluh hari. Semua bunker yang ada pada DINA, didesain khusus untuk beberapa alasan. Di antaranya, jika terjadi bencana cukup besar atau sabotase dari pihak-pihak tertentu. Termasuk laboratorium ini.
Wow...., lebih hebat dari Borneolab.
Oh iya, aku membawa ponsel. Mungkin, kita bisa menghubungi pihak luar untuk meminta bantuan. Digta menyambar sebuah benda dari saku jas miliknya. Sebuah benda merah muda dengan beberapa tombol angka. Ia mengaktifkan pengaman tombol. Gambar dinding kebun stroberi membentang meriah. Sebelum menekan sebaris angka, matanya terbentur sesuatu.
Sayang. Bunker DINA tidak dapat ditembus oleh sinyal apapun, dari dalam maupun luar. Antisipasi jika terdapat bahan peledak.
Ayu benar. Batangan sinyal pada ponsel Digta sama sekali tidak ada.
Fuh...! Apa yang dapat kita lakukan sekarang" Kau yakin, tidak dapat mengeluarkan kita dari sini" Setidaknya, membuka hubungan ke dunia luar. Digta benar-benar mengeluh. Ia memang telah banyak menghabiskan umur hidupnya di laboratorium, bekerja dengan banyak barang elektronik, terluka, kadang-kadang tersetrum. Semua itu tidak membuatnya begitu saja merasa bosan berada di tempat seperti itu. Namun, jika keadaannya seperti ini, siapa pun pasti akan bosan.
Elevator barang masih dapat berfungsi dengan baik. Tetapi, guncangan tadi malam telah merusak sistem hidrolik pintu koridor menuju elevator. Lift untuk staf sepertinya juga mengalami kerusakan cukup parah, hingga tidak menyala. Ayu memutar kursi yang ia tempati. Ia melirik pintu lift yang berada cukup jauh. Lampu indikator yang seharusnya menyala, kini sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bagaimana dengan MIGEN" Kita bisa menggunakannya untuk mendobrak pintu, usul Digta.
Irene menggeleng pelan. Status energi terakhir, tidak cukup untuk menyalakan mesin. Perlu waktu sekitar setengah jam lagi untuk mencapai batas energi minimal. Kalau begitu, cas lagi.
Jika kalian setuju untuk mengambil resiko, akan kunyalakan kembali terminal isi ulang, Ayu kembali bicara. Resiko apa"
Aku sudah menghitung. Mengisi daya MIGEN selama setengah jam, akan mengurangi pundi listrik sebesar dua puluh lima persen. Dan tujuan kita adalah naik ke permukaan dengan elevator barang. Karena suplai listrik dari pusat terputus, kita lagi-lagi harus menggunakan pundi cadangan. Dan elevator barang akan mengkonsumsi sekitar dua puluh persen.
Sebesar itu" Digta sedikit terbelalak.
Ayu mengangguk kecil. Dan kondisi cadangan listrik kita sekarang tinggal sembilan puluh lima persen. Terlalu cepat berkurang, karena aku sempat mencoba menggerakkan elevator barang dan lift untuk staf. Lagi pula jika kita ke luar, apakah lingkungan di permukaan sana cocok untuk menopang kehidupan"
Ayu benar, tanggap Irene. Ia mengambil tempat duduk. Siapa tahu, di luar masih sangat kacau. Kita merasakan sendiri bagaimana guncangannya, bukan" Kita hanya bisa menunggu....
Bagaimana jika polisi-polisi itu berhasil menangkap Astro dan membawanya kemari" Digta sepertinya masih berkeras untuk keluar dari LABTEK.
Pada saat itu, lebih baik kita berdoa bahwa kerusakan yang timbul sangat-sangat parah. Ketika Astro berhasil dibawa melewati portal, aku akan mematikan mesin waktu dan merusaknya lebih parah dari apa yang pernah ia lakukan. Kuharap, kalian rela untuk mati bersama.
Semua terdiam. Irene dan Digta saling toleh. Kepribadian Ayu tak seayu namanya. Ia ratu es. Dingin.
Lebih baik, kalian tidur. Aku yakin sekali, semalaman kalian bekerja seperti makhluk nokturnal.
Semua menoleh Niken. Wanita itu baru terlihat pagi ini. Ia menghilang ketika Ayu dan yang lain sibuk memeriksa mesin waktu. Ia datang dengan cangkir yang mengepulkan uap hangat. Dan tangan yang dibalut oleh perban. Sebelum benar-benar menghilang, ia terlihat mencoba membuka pintu menuju lift barang yang macet.
Kalian bisa beristirahat di dapur. Ada meja kosong yang kurasa cukup untuk dua orang. Tempatnya juga hangat jika kalian menyalakan kompor. Itu pun jika kalian bersedia mencoba caraku.
Aku tak pernah tahu bahwa meja tersebut sangat bermanfaat. Aku pasti akan menyuruh Bili tidur di sana lain kali, Ayu menyela.
Maksudku, tidak untuk setiap saat. Hanya untuk waktu-waktu tertentu saja, tambah Niken.
Ngomong-ngomong soal Bili. Aku memintanya untuk segera kembali ke LABTEK-II. Tapi hingga terakhir kali semua sistem berjalan lancar, Bili masih belum terlihat. Aku khawatir.... Ayu memperhatikan gelang multifungsi miliknya. Hanya ada deretan angka dengan dua tanda titik yang berkedip.
Dia mungkin ada di bunker bersama yang lain" tebak
Irene. Semoga dia selamat. Kuharap, ia tidak mati jika kehancuran di luar sana cukup parah. Ucapan Ayu yang cukup dingin, sedikit menyentak telinga Digta.
Mati..." Mungkin, lebih baik dia mati. Setidaknya, orang yang kau benci itu telah lenyap dari dunia.
Hati Digta begetar. Bukan! Berguncang mungkin lebih tepat. Dan guncangan itu lebih dahsyat dari guncangan akibat asteroid yang jatuh.
Kau... menyindirku" Ayu menggeleng perlahan. Aku juga ingin Bili mati. Selama ini, aku membenci pria. Tetapi Bili membuatku kadang-kadang melupakan itu.
BERUSAHA KELUAR BAGIAN KEDUA
Kemarin, Astro dijumpai terkapar di sela-sela kargo oleh petugas pelabuhan. Khawatir orang yang ia temukan adalah korban kriminal, ia menghubungi polisi. Sementara polisi, segera membawa Astro ke rumah sakit. Lagi.
Seharian penuh, kondisi Astro dalam kritis. Menurut dokter, ada semacam zat yang memasuki tubuh pasien ini. Zat itu membuat sistem saraf Astro menjadi kacau. Ototnya pun berkontraksi tidak menentu.
Selain zat asing, para tenaga medis juga menemukan benda elektronik yang memancarkan sinyal di balik punggung Asrtro. Berharap bahwa benda itu adalah pemicu reaksi, operasi kecil langsung digelar untuk mencabut benda tersebut.
Menjelang dini hari, kondisi Astro mulai membaik. Dan pagi ini, ia sudah dapat membuka mata. Bahkan, ia juga telah melarikan diri dari rumah sakit. Lagi. Ia juga sempat mencaplok buah-buahan di kamar pasien lain. Sudah dua hari ini ia tidak mengisi perut.
Astro nyaris sembuh, begitu pula dengan Alisya. Musuh besar Astro ini sudah dapat melangkahkan kaki dengan baik. Begitu bangun, ia langsung mencari Gaya dengan langkah yang masih goyang. Perasaannya tidak enak setelah digerayangi mimpi buruk. Di mimpinya, ia melihat sebuah asteroid menghantam Bumi. Ukuran batu itu sangat besar. Hantamannya meluluhlantakkan hampir seisi planet.
Ia mendapati Gaya di depan rumah. Tampak asyik menyiram tanaman.
Alisya" Kau sudah bisa berjalan" Kau... sudah sembuh" sambut Gaya.
Hampir.... Syukurlah. Bagaimana denganmu" Memarmu sudah hilang" Sama sepertimu. Hampir....
Jika demikian.... Gaya, bagaimana kalau kita bergerak sekarang" Kita cari Astro. Aku bermimpi buruk tentang masa kita.
Mimpi itu sudah biasa, Alisya. Bunga tidur. Tapi....
Oke, kita akan pergi. Tapi, nanti siang saja. Bagaimana"
Kenapa" Kau masih belum sembuh benar. Lagi pula, kau belum mandi. Langsung, dengan selang air di tangan, ia menyemprot tubuh Alisya hingga basah kuyup.
Berhenti, Gaya! Berhenti!
Gaya terkaget dan menyembunyikan selang air di balik punggung.
Aku masih belum sembuh benar.... Nanti malah demam!
Maaf...! *** Hampir dua jam. LABTEK kembali hening usai sedikit perbincangan antara Digta dan Ayu. Digta mempertanyakan kesungguhan gadis berbongkah batu es tersebut tentang idenya untuk mati bersama. Dan tanpa menunggu lama, Ayu segera menjawab bahwa ia tidak main-main.
Tapi, orang-orang yang ditugaskan untuk menangkap Astro adalah orang-orang pilihan. Mereka dapat dengan mudah menjebol pintu yang macet itu, membawanya keluar, dan segera mengamankan Astro ke Markas Besar Polisi.
Bagaimana jika kerusakan di luar sangat parah" Tidak memungkinkan kita untuk pergi ke mana-mana. Satu-satunya jalan adalah mengurung Astro di sini. Sementara, Astro adalah orang yang sangat nekad. Ia bisa membunuh kita semua, jawaban yang dianggap logis oleh Ayu segera terlontar.
Digta terdiam. Ia diam bukan karena ucapan Ayu. Ia diam karena ucapannya sendiri.
Tunggu.... Apa yang baru saja aku katakan..."
Usai beberapa detik terlihat bingung, mendadak tangannya menyambar bahu kiri Ayu. Gadis dengan pembawaan berseberangan dengannya tersebut hanya menoleh. Sementara Digta, terlihat begitu antusias.
Polisi-polisi itu! Kita bisa meminta bantuan mereka. Kita hanya perlu beberapa orang yang pernah menggunakan fibernetik. Kekuatan otot mereka mungkin bisa menjebol pintu.
Ide bagus.... Ayu sedikit menjauh dari sandaran kursi. Dengan segera, jemarinya kembali bermain lincah di atas papan ketik.
*** Setelah perbincangan, mereka berempat hanya bisa duduk di kursi masing-masing. Digta kembali menyeret kursi ke pojok ruang operator. Jemarinya memutar-mutar pena dengan lihai. Sementara Ayu, sesekali membuka jalur komunikasi ke komputer mainframe DINA. Begitu gagal, ia langsung pindah ke modus permainan untuk menghabiskan waktu beberapa menit. Kemudian, mencoba lagi.
Mereka akan datang sekitar satu jam lagi. Ada kendala teknis, Ayu bersuara pelan. Ia baru saja mendapat pesan dari penjaga Pos Jembatan Portal.
Di salah satu sisi dengan sebuah komputer menyala, Niken mengerjakan sesuatu. Di sampingnya, Irene mengecek sebuah catatan, sembari duduk membelakangi komputer.
Niken sepertinya kesulitan memencet tombol-tombol keyboard. Dan itu menarik perhatian Irene.
Tanganmu luka parah"
Niken menggeleng. Hanya luka lecet. Aku terlalu bodoh. Aku berusaha membuka pintu itu hanya bermodal tuas besi biasa.
Usahamu kuhargai. Setidaknya, itu menghalangi kami untuk berbuat yang sama sepertimu.
Niken hanya tersenyum. Letih menggunakan papan ketik, jemarinya memanfaatkan fitur layar sentuh untuk input beberapa perintah.
Kau sedang mengerjakan apa" Irene memutar kursi, menghadap ke komputer.
Sebelum mengirim peringatan, DIVENN sempat mengirim data asteroid yang dicurigai. Aku sedang memeriksanya.
Irene mencondongkan tubuhnya. Sesuatu sepertinya muncul di monitor. Tampilannya menutup seluruh dekstop seusai Niken memencet sebuah ikon.
Ratusan titik putih berlatar belakang hitam mulai terhampar. Dengan cepat pula, satu demi satu titik-titik itu mulai memiliki label empat digit angka. Beberapa di antaranya, malah ditandai dengan lingkaran merah.
Itu model dua dimensi. Bisa ditransfer ke model tiga dimensi"
Tunggu.... Niken sedikit mengutak-atik. Dan setelahnya, tampilan lain kembali muncul.
Ia tersandar. Irene menangkap air muka tak bersemangat dari wajah Niken.
Tidak diragukan.... Kenapa"
DIVENN benar-benar telah mencocokkan data DEX-3 dan DORGIBA. Memang benar, ada tiga puluh sembilan bunker dan reaktor nuklir yang berarak menuju Bumi. Dan jarak mereka... tinggal dua hari lagi.
Digta yang menyendiri di pojok, dapat mendengar kalimat itu. Jemarinya berhenti bermain. Sementara Ayu, hanya menoleh. Begitu ia kembali ke monitor komputer, pesan gagal lagi-lagi muncul.
Setidaknya ada Bulan. Kita bisa mengharapkan gravitasinya, Irene mencoba mencari harapan.
Niken malah menggeleng kecil. Bulan tidak cukup kuat. Gravitasinya tidak bisa menarik semua bunker. Dan hantaman beberapa bunker, mungkin dapat menghapus satelit tersebut.
Kita akan mati..., sela Ayu. Ucapannya membuat semua orang membatin. Mungkin saja ia benar. Tetapi seharusnya, masih ada harapan. Masih ada negara selain Indonesia. Mereka memiliki kemungkinan besar untuk selamat dari serangan asteroid. Dan mereka seharusnya, dapat melakukan sesuatu untuk menyelamatkan planet ini. ....
Lama terdiam, Digta akhirnya beranjak dari kursi. Langkahnya terayun menuju dapur. Di bawah cahaya yang cukup terang, Digta menebak-nebak isi laci di tempat tersebut. Dan dalam waktu singkat, ia berhasil mendapatkan satu toples kopi dan gula. Keduanya ia campur dalam sebuah cangkir.
Air panas juga tidak begitu repot untuk dicari. Tinggal meletakkan gelas di bawah keran berwarna merah, memencet tombol di atas keran, dan air dengan kepulan asapnya segera turun. Tinggal mengambil sendok dan mengaduk kopi buatannya.
Baru beberapa putaran sendok, konsentrasi Digta terganggu oleh debu yang mendadak turun. Debu yang cukup pekat menghinggapi cangkirnya, mengotori kopinya dan juga meja yang menjadi landasan. Dengan rasa jengkel, Digta mendongak. Nyaris matanya juga diterpa oleh debu, jika ia tidak segera bergeser ke belakang.
Sebuah ventilasi menganga tepat di atas kepala Digta. Kisi-kisinya tampak kotor oleh debu. Sesekali, debu-debu itu jatuh dan Digta cukup lama hanya berdiri menatapnya. Hingga akhirnya, ia bergegas mengambil kursi dan berusaha mendekati ventilasi.
Sayup-sayup, ia mendengar suara gaduh. Tidak begitu jelas, hingga akhirnya ia mendengar teriakan seseorang. Usai suara teriakan, sesuatu yang besar sepertinya terhempas. Bisa jadi bongkahan beton atau mungkin ledakan. Digta dapat merasakan getarannya walaupun halus.
Lupa akan kopi yang sepatutnya diaduk, Digta melompat dari kursi dan kembali ke ruang operator.
Ayu, aktifkan terminal isi ulang MIGEN. Kita akan segera keluar dari sini!
Ayu hanya mengangguk. Ia berpindah dari modus permainan dan memasuki sebuah jendela perintah. Irene berbalik. Kau sungguh-sungguh"
Aku sungguh-sungguh, jawab Digta bersemangat. Sewaktu di dapur, aku mendengar suara gaduh lewat ventilasi. Itu adalah suara dari permukaan. Aku mendengar orang-orang!
Terminal isi daya MIGEN telah aktif. Sepasang matanya menyala dengan warna merah.
Kau yakin..." Aku yakin seratus persen.
Bagaimana dengan polisi-polisinya" sela Niken.
Biarkan saja mereka tetap kemari. Siapa tahu, kita juga memerlukan bantuan dari mereka.
*** Hein menyusuri trotoar kota. Sebuah jaket dengan penutup kepala, menjadi pelindung dari incaran polisi dan Astro. Sesekali ia berhenti untuk bertanya pada seseorang.
Sudah dua hari ia mencari alamat yang diberikan Astro. Sudah dua hari pula ia terkatung-katung. Ia juga sempat ditipu oleh sekelompok pemuda, hingga harus meninggalkan kota cukup jauh. Dan pagi ini, ia tidak ingin tertipu untuk kedua kali. Usai bertanya pada satu orang, ia bertanya terus pada orang lain. Hingga hatinya merasa cukup, cukup yakin bahwa orang-orang yang ia tanya tidak menipu, dan alamat tersebut bukanlah alamat fiktif. Astro bisa saja membohonginya sejak awal.
Usai bertanya pada seorang pemilik kios majalah, jam tangan milik Hein berbunyi. Bergegas ia memisahkan diri dari tempat ramai.
Selamat pagi, Hein. Bagaimana kabarmu"
Baik, Josh. Meski sedikit jengkel. Mengapa baru menghubungiku" Aku kehilangan kontak.
Kami terpaksa menutup portal dan melakukan sinkronisasi. Sekarang, portal berada di puncak sebuah gedung.
Di mana" Hein mendongak. Matanya melompat dari satu puncak gedung ke puncak yang lain.
Untuk sementara, kau tidak perlu tahu. Hein menurunkan pandangannya. Bagaimana dengan Astro" Kau berhasil"
Andai kau ada di sini. Ia lebih kuat dari terakhir kali aku bertemu dengannya. Ia melemparku keluar dari pelabuhan.... Hein sedikit berbisik untuk kalimat terakhir.
Berarti, kau gagal. Tuan Morgan tidak menerima ini. Ia pasti akan marah.
Tapi ada kabar baik. Setidaknya, giganium itu tidak bersama Astro sekarang. Benda itu dibawa lari oleh putri personel DIVENN. Aku sekarang tengah mencarinya. Dan Astro, kupikir ia terluka.
Jika terluka, mengapa tidak kau habisi"
Ia lebih dulu melemparku. Dan mungkin, ia sekarang sudah sembuh. Aku tidak mau ambil resiko dan buang waktu. Jika kau punya waktu banyak di sana, lebih baik kau membantuku. Rasakan bagaimana susahnya mencari alamat. Josh terdengar sedikit tertawa.
Aku akan segera datang. Oh iya, mau mendengar sebuah kabar" Ini menyangkut DINA dan DIVENN. Apa itu"
*** Tepat tiga puluh menit. Ayu menatap jam tangannya, dan segera menekan beberapa tombol pada keyboard. Terminal isi daya MIGEN segera memutus pasokan listrik. Mata MIGEN berubah dari merah menjadi kuning. Digta bergegas mencopot tiga kabel yang menjulur dari punggung MIGEN.
Irene mengambil alih. Ia mengaktifkan modul kontroler dan mulai menyalakan mesin. Berhasil. MIGEN menyala dengan sinar mata berwarna hijau. Namun, sebuah pesan segera muncul. Memperingatkan Irene, bahwa MIGEN aktif dalam kondisi minimal. Energinya akan segera habis.
Tidak masalah...! Irene bergegas memberi perintah pada modul kontroler. Sebelum ia benar-benar mencapai tahap eksekusi perintah, ia berbalik menghadap Ayu. Izinkan aku untuk mendobrak pintu koridor elevator barang. Silakan....
Dan tombol ENTER ditekan. MIGEN bergerak. Ia menuju pintu koridor yang akan membawa mereka ke elevator. Dengan sekali ayunan tangan, pintu baja itu mulai seperti kaleng dilempar batu. Sebuah celah yang terbentuk, membantu MIGEN untuk menggeser dua kepingan bajanya saling menjauh. Dengan kemampuan mesin yang ia miliki, MIGEN berhasil membuat celah selebar satu meter, dari dua meter lebar bukaan pintu semestinya.
Ayo, kita keluar. Tunggu apa lagi" Digta adalah orang pertama yang memasuki koridor, disusul MIGEN, kemudian tiga orang sisa. Mereka menuju elevator. Pintu elevator barang menyambut dengan mulus. Ayu yang juga bergabung, melakukan sesuatu terhadap jam tangannya. Dan elevator bergerak naik ke atas.
Semua saling tatap. Tidak ada yang berani bicara. Tidak ada pula yang berani membayangkan keadaan di luar yang segera menyambut.
*** Terlibat dalam evakuasi staf yang kritis, Veren baru berkesempatan mengetahui kondisi gedung DINA setelah mobil ambulans terakhir berlari ke rumah sakit. Gedung tersebut tidak utuh lagi, dengan jendela-jendela yang tidak lagi berkaca, dan beberapa bagian depan gedung yang runtuh.
Anak buahku melapor, jalan menuju lift ke LABTEK- II DINA tertutup beton. Langit-langit lantai dasar runtuh. Seorang laki-laki berseragam loreng mendampingi Veren. Sekarang, mereka pindah ke pintu elevator barang. Berhasil"
Sedang dicoba. Seorang pemuda dengan baju loreng menghampiri mereka. Lapor, Pak! Ia berdiri tegap. Kami sudah berusaha untuk membuka kunci pintu elevator barang. Tetapi, pintu tersebut tetap tidak mau terbuka. Diduga, sistem hidrolik pintu mengalami gangguan, Pak!
Setahuku, pintu elevator barang adalah baja setebal lima sentimeter. Veren mencoba mengingat-ingat.
Kalau begitu, ledakkan! perintah atasan pemuda tersebut.
Diledakkan" Veren terkaget.
Kau dengar itu, Prajurit" Ledakkan pintu itu! Kita evakuasi secepatnya orang-orang yang ada di dalam. Laksanakan, Pak!
Pemuda itu menjauh. Ia menghampiri sebuah mobil yang juga bermotif loreng. Setelah meminta izin dari penjaga mobil, ia pergi menenteng sebuah benda besar. Ia menghadap langsung di depan pintu masuk elevator barang. Benda itu ia panggul, matanya membidik, dan jarinya siap menekan sebentuk pelatuk.
Satu..., dua.... Ia menghitung dalam hati. Dan mendadak, pintu di hadapannya berbunyi cukup keras. Ia terperanjat dan pintu lagi-lagi seperti diseruduk seekor banteng, hingga penyok di beberapa sisi. Dan cukup untuk hantaman yang ketiga, pintu baja elevator barang yang berdiri kokoh akhirnya tumbang. Sebentuk tubuh logam sedikit menambah keterkejutan sang prajurit.
Digta menyelinap dari balik tubuh MIGEN. Ia melambai. Halo....
** Bersambung ** (KISAH MASA LALU)
Selanjutnya Creative Commons Attribution- No Derivative Works 3.0 Unported
CREATIVE COMMONS CORPORATION IS NOT A LAW FIRM AND DOES NOT PROVIDE LEGAL SERVICES. DISTRIBUTION OF THIS LICENSE DOES NOT CREATE AN ATTORNEY-CLIENT RELATIONSHIP. CREATIVE COMMONS PROVIDES THIS INFORMATION ON AN "AS-IS" BASIS. CREATIVE COMMONS MAKES NO WARRANTIES REGARDING THE INFORMATION PROVIDED, AND DISCLAIMS LIABILITY FOR DAMAGES RESULTING FROM ITS USE.
License THE WORK (AS DEFINED BELOW) IS PROVIDED UNDER THE TERMS OF THIS CREATIVE COMMONS PUBLIC LICENSE ("CCPL" OR "LICENSE"). THE WORK IS PROTECTED BY COPYRIGHT AND/OR OTHER APPLICABLE LAW. ANY USE OF THE WORK OTHER THAN AS AUTHORIZED UNDER THIS LICENSE OR COPYRIGHT LAW IS PROHIBITED.
BY EXERCISING ANY RIGHTS TO THE WORK PROVIDED HERE, YOU ACCEPT AND AGREE TO BE BOUND BY THE TERMS OF THIS LICENSE. TO THE EXTENT THIS LICENSE MAY BE CONSIDERED TO BE A CONTRACT, THE LICENSOR GRANTS YOU THE RIGHTS CONTAINED HERE IN CONSIDERATION OF YOUR ACCEPTANCE OF SUCH TERMS AND CONDITIONS.
1. Definitions a. "Adaptation" means a work based upon the Work, or upon the Work and other pre-existing works, such as a translation, adaptation, derivative work, arrangement of music or other alterations of a literary or artistic work, or phonogram or performance and includes cinematographic adaptations or any other form in which the Work may be recast, transformed, or adapted including in any form recognizably derived from the original, except that a work that constitutes a Collection will not be considered an Adaptation for the purpose of this License. For the avoidance of doubt, where the Work is a musical work, performance or phonogram, the synchronization of the Work in timed-relation with a moving image ("synching") will be considered an Adaptation for the purpose of this License.
b. "Collection" means a collection of literary or artistic works, such as encyclopedias and anthologies, or performances, phonograms or broadcasts, or other works or subject matter other than works listed in Section 1(f) below, which, by reason of the selection and arrangement of their contents, constitute intellectual creations, in which the Work is included in its entirety in unmodified form along with one or more other contributions, each constituting separate and independent works in themselves, which together are assembled into a collective whole. A work that constitutes a Collection will not be considered an Adaptation (as defined above) for the purposes of this License.
c. "Distribute" means to make available to the public the original and copies of the Work through sale or other transfer of ownership.
d. "Licensor" means the individual, individuals, entity or entities that offer(s) the Work under the terms of this License.
e. "Original Author" means, in the case of a literary or artistic work, the individual, individuals, entity or entities who created the Work or if no individual or entity can be identified, the publisher; and in addition (i) in the case of a performance the actors, singers, musicians, dancers, and other persons who act, sing, deliver, declaim, play in, interpret or otherwise perform literary or artistic works or expressions of folklore; (ii) in the case of a phonogram the producer being the person or legal entity who first fixes the sounds of a performance or other sounds; and, (iii) in the case of broadcasts, the organization that transmits the broadcast.
f. "Work" means the literary and/or artistic work offered under the terms of this License including without limitation any production in the literary, scientific and artistic domain, whatever may be the mode or form of its expression including digital form, such as a book, pamphlet and other writing; a lecture, address, sermon or other work of the same nature; a dramatic or dramatico-musical work; a choreographic work or entertainment in dumb show; a musical composition with or without words; a cinematographic work to which are assimilated works expressed by a process analogous to cinematography; a work of drawing, painting, architecture, sculpture, engraving or lithography; a photographic work to which are assimilated works expressed by a process analogous to photography; a work of applied art; an illustration, map, plan, sketch or three-dimensional work relative to geography, topography, architecture or science; a performance; a broadcast; a phonogram; a compilation of data to the extent it is protected as a copyrightable work; or a work performed by a variety or circus performer to the extent it is not otherwise considered a literary or artistic work.
g. "You" means an individual or entity exercising rights under this License who has not previously violated the terms of this License with respect to the Work, or who has received express permission from the Licensor to exercise rights under this License despite a previous violation.
h. "Publicly Perform" means to perform public recitations of the Work and to communicate to the public those public recitations, by any means or process, including by wire or wireless means or public digital performances; to make available to the public Works in such a way that members of the public may access these Works from a place and at a place individually chosen by them; to perform the Work to the public by any means or process and the
communication to the public of the performances of the Work, including by public digital performance; to broadcast and rebroadcast the Work by any means including signs, sounds or images.
i. "Reproduce" means to make copies of the Work by any means including without limitation by sound or visual recordings and the right of fixation and reproducing fixations of the Work, including storage of a protected performance or phonogram in digital form or other electronic medium.
2. Fair Dealing Rights. Nothing in this License is intended to reduce, limit, or restrict any uses free from copyright or rights arising from limitations or exceptions that are provided for in connection with the copyright protection under copyright law or other applicable laws.
3. License Grant. Subject to the terms and conditions of this License, Licensor hereby grants You a worldwide, royalty-free, nonexclusive, perpetual (for the duration of the applicable copyright) license to exercise the rights in the Work as stated below:
a. to Reproduce the Work, to incorporate the Work into one or more Collections, and to Reproduce the Work as incorporated in the Collections; and,
b. to Distribute and Publicly Perform the Work including as
incorporated in Collections. c. For the avoidance of doubt:
i. Non-waivable Compulsory License Schemes. In those jurisdictions in which the right to collect royalties through any statutory or compulsory licensing scheme cannot be waived, the Licensor reserves the exclusive right to collect such royalties for any exercise by You of the rights granted under this License;
ii. Waivable Compulsory License Schemes. In those jurisdictions in which the right to collect royalties through any statutory or compulsory licensing scheme can be waived, the Licensor waives the exclusive right to collect such royalties for any exercise by You of the rights granted under this License; and,
iii. Voluntary License Schemes. The Licensor waives the right to collect royalties, whether individually or, in the event that the Licensor is a member of a collecting society that administers voluntary licensing schemes, via that society, from any exercise by You of the rights granted under this License.
The above rights may be exercised in all media and formats whether now known or hereafter devised. The above rights include the right to make such modifications as are technically necessary to exercise the rights in other media and formats, but otherwise you have no rights to make Adaptations. Subject to Section 8(f), all rights not expressly granted by Licensor are hereby reserved.
4. Restrictions. The license granted in Section 3 above is expressly made subject to and limited by the following restrictions:
a. You may Distribute or Publicly Perform the Work only under the terms of this License. You must include a copy of, or the Uniform Resource Identifier (URI) for, this License with every copy of the Work You Distribute or Publicly Perform. You may not offer or impose any terms on the Work that restrict the terms of this License or the ability of the recipient of the Work to exercise the rights granted to that recipient under the terms of the License. You may not sublicense the Work. You must keep intact all notices that refer to this License and to the disclaimer of warranties with every copy of the Work You Distribute or Publicly Perform. When You Distribute or Publicly Perform the Work, You may not impose any effective technological measures on the Work that restrict the ability of a recipient of the Work from You to exercise the rights granted to that recipient under the terms of the License. This Section 4(a) applies to the Work as incorporated in a Collection, but this does not require the Collection apart from the Work itself to be made subject to the terms of this License. If You create a Collection, upon notice from any Licensor You must, to the extent practicable, remove from the Collection any credit as required by Section 4(b), as requested.
b. If You Distribute, or Publicly Perform the Work or Collections, You must, unless a request has been made pursuant to Section 4(a), keep intact all copyright notices for the Work and provide, reasonable to the medium or means You are utilizing: (i) the name of the Original Author (or pseudonym, if applicable) if supplied, and/or if the Original Author and/or Licensor designate another party or parties (e.g., a sponsor institute, publishing entity, journal) for attribution ("Attribution Parties") in Licensor's copyright notice, terms of service or by other reasonable means, the name of such party or parties; (ii) the title of the Work if supplied; (iii) to the extent reasonably practicable, the URI, if any, that Licensor specifies to be associated with the Work, unless such URI does not refer to the copyright notice or licensing information for the Work. The credit required by this Section 4(b) may be implemented in any reasonable manner; provided, however, that in the case of a Collection, at a minimum such credit will appear, if a credit for all contributing authors of the Collection appears, then as part of these credits and in a manner at least as prominent as the credits for the other contributing authors. For the avoidance of doubt, You may only use the credit required by this Section for the purpose of attribution in the manner set out above and, by exercising Your rights under this License, You may not implicitly or explicitly assert or imply any connection with, sponsorship or endorsement by the Original Author, Licensor and/or Attribution Parties, as appropriate, of You or Your use of the Work, without the separate, express prior written permission of the Original Author, Licensor and/or Attribution Parties.
c. Except as otherwise agreed in writing by the Licensor or as may be otherwise permitted by applicable law, if You Reproduce, Distribute or Publicly Perform the Work either by itself or as part of any Collections, You must not distort, mutilate, modify or take other derogatory action in relation to the Work which would be prejudicial to the Original Author's honor or reputation.
5. Representations, Warranties and Disclaimer
UNLESS OTHERWISE MUTUALLY AGREED TO BY THE PARTIES IN WRITING, LICENSOR OFFERS THE WORK AS-IS AND MAKES NO REPRESENTATIONS OR WARRANTIES OF ANY KIND CONCERNING THE WORK, EXPRESS, IMPLIED, STATUTORY OR OTHERWISE, INCLUDING, WITHOUT LIMITATION, WARRANTIES OF TITLE, MERCHANTIBILITY, FITNESS FOR A PARTICULAR PURPOSE,
NONINFRINGEMENT, OR THE ABSENCE OF LATENT OR OTHER DEFECTS, ACCURACY, OR THE PRESENCE OF ABSENCE OF ERRORS, WHETHER OR NOT DISCOVERABLE. SOME JURISDICTIONS DO NOT ALLOW THE EXCLUSION OF IMPLIED WARRANTIES, SO SUCH EXCLUSION MAY NOT APPLY TO YOU.
6. Limitation on Liability. EXCEPT TO THE EXTENT REQUIRED BY APPLICABLE LAW, IN NO EVENT WILL LICENSOR BE LIABLE TO YOU ON ANY LEGAL THEORY FOR ANY SPECIAL, INCIDENTAL, CONSEQUENTIAL, PUNITIVE OR EXEMPLARY DAMAGES ARISING OUT OF THIS LICENSE OR THE USE OF THE WORK, EVEN IF LICENSOR HAS BEEN ADVISED OF THE POSSIBILITY OF SUCH DAMAGES.
7. Termination a. This License and the rights granted hereunder will terminate automatically upon any breach by You of the terms of this License. Individuals or entities who have received Collections from You under this License, however, will not have their licenses terminated provided such individuals or entities remain in full compliance with those licenses. Sections 1, 2, 5, 6, 7, and 8 will survive any termination of this License.
b. Subject to the above terms and conditions, the license granted here is perpetual (for the duration of the applicable copyright in the Work). Notwithstanding the above, Licensor reserves the right to release the Work under different license terms or to stop distributing the Work at any time; provided, however that any such election will not serve to withdraw this License (or any other license that has been, or is required to be, granted under the terms of this License), and this License will continue in full force and effect unless terminated as stated above.
8. Miscellaneous a. Each time You Distribute or Publicly Perform the Work or a Collection, the Licensor offers to the recipient a license to the Work on the same terms and conditions as the license granted to You under this License.
b. If any provision of this License is invalid or unenforceable under applicable law, it shall not affect the validity or enforceability of the remainder of the terms of this License, and without further action by the parties to this agreement, such provision shall be reformed to the minimum extent necessary to make such provision valid and enforceable.
c. No term or provision of this License shall be deemed waived and no breach consented to unless such waiver or consent shall be in writing and signed by the party to be charged with such waiver or consent.
d. This License constitutes the entire agreement between the parties with respect to the Work licensed here. There are no understandings, agreements or representations with respect to the Work not specified here. Licensor shall not be bound by any additional provisions that may appear in any communication from You. This License may not be modified without the mutual written agreement of the Licensor and You.
e. The rights granted under, and the subject matter referenced, in this License were drafted utilizing the terminology of the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (as amended on September 28, 1979), the Rome Convention of 1961, the WIPO Copyright Treaty of 1996, the WIPO Performances and Phonograms Treaty of 1996 and the Universal Copyright Convention (as revised on July 24, 1971). These rights and subject matter take effect in the relevant jurisdiction in which the License terms are sought to be enforced according to the corresponding provisions of the implementation of those treaty provisions in the applicable national law. If the standard suite of rights granted under applicable copyright law includes additional rights not granted under this License, such additional rights are deemed to be included in the License; this License is not intended to restrict the license of any rights under applicable law.
Creative Commons Notice Creative Commons is not a party to this License, and makes no warranty whatsoever in connection with the Work. Creative Commons will not be liable to You or any party on any legal theory for any damages whatsoever, including without limitation any general, special, incidental or consequential damages arising in connection to this license. Notwithstanding the foregoing two (2) sentences, if Creative Commons has expressly identified itself as the Licensor hereunder, it shall have all rights and obligations of Licensor.
Except for the limited purpose of indicating to the public that the Work is licensed under the CCPL, Creative Commons does not authorize the use by either party of the trademark "Creative Commons" or any related trademark or logo of Creative Commons without the prior written consent of Creative Commons. Any permitted use will be in compliance with Creative Commons' then-current trademark usage guidelines, as may be published on its website or otherwise made available upon request from time to time. For the avoidance of doubt, this trademark restriction does not form part of this License.
Creative Commons may be contacted at http://creativecommons.org/.
Tentang Penulis Dirgita Devina (atau hanya Dirgita) adalah nama pena dari Citra Paska. Hampir semua kegiatannya adalah menulis. Mulai dari menulis cerpen, novel, hingga terjemahan program-program bebas terbuka (free and open source software).
Fiksi ilmiah dan laga adalah genre cerita yang paling sering dikembangkan oleh Dirgita. Sementara tema yang paling sering diangkat, tidak begitu jauh dari isu kemanusiaan.
Informasi lebih lanjut mengenai Dirgita bisa dijumpai di Dapur Dirgita dan Rumah Tulis Dirgita.
Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 5 Lima Sekawan Sarjana Misterius Kiamat Di Goa Sewu 1
Bagaimana dengan lokasi Astro" tanya Josh pada beberapa orang. Mereka tampak sibuk memeriksa sesuatu di komputer.
Tetap. Seharian ini, tampaknya ia tidak pergi ke manamana, sahut seorang di antara mereka.
Bagus..., tanggap Josh. Tunggu. Kalian tahu di mana Astro" Bagaimana caranya" sela Hein.
Hanya untuk berjaga-jaga apabila ia melarikan giganium. Bos meminta kami untuk memasang pelacak. Jadi, kami memasang pelacak di lehernya tanpa ia ketahui. Yang ia tahu pada waktu itu, ia hanya digigit oleh seekor nyamuk.
Jadi, Bos sudah menaruh curiga sejak awal" Hein mengikuti langkah Josh mendekati mesin. Josh memberi perintah untuk membuka portal. Lalu, mengapa masih memintanya untuk bekerja sama"
Kita memerlukannya karena kita memang perlu waktu itu. Sangat sulit menerobos pertahanan DIVENN, kecuali bagi Astro.
Hein kembali mengangguk-angguk. Di hadapannya, lingkaran bagai hawa panas mulai terbentuk di antara dua menara lengkung.
Josh menyerahkan benda sejenis pistol. Mungkin dapat membantu jika kau tidak ingin beradu fisik dengannya.
Hein naik di atas lempengan. Ia bersiap menerobos portal yang terbentuk. Beberapa detik ia berdiam, lalu berbalik dan dengan setengah bercanda ia berujar, Kalian yakin, benda yang kalian curi cetak birunya dari Borneolab ini cukup aman"
Baru kau yang pertama kali menggunakannya sejak dirakit di laboratorium ini. Berdoalah agar tubuhmu tetap utuh. Josh sepertinya juga membalas dengan maksud bercanda. Hanya, ia terlihat lebih serius.
Hein menanggapi tersenyum.
Astro ada di pelabuhan. Setelah keluar dari kargo, kau hanya perlu melewati lima blok tumpukan kargo. Di lorong sebelah kiri, di sanalah sinyal pelacak Astro menyala. Kami tidak ingin ambil resiko dengan memunculkan portal ini tepat di depan hidungnya. Aku belum menyelesaikan Program Hercules. Bisa-bisa, kami habis dibantai, seperti ia memusnahkan Ebonite.
Hein tahu betul apa itu Ebonite. Organisasi tersebut bermain di pasar gelap senjata dan merupakan salah satu yang paling tua. Astro yang tidak peduli, malah bertandang ke gudang mereka. Ia membawa lari benda-benda militer yang hendak dijual ke daerah-daerah konflik. Pihak yang memburu Astro pun bertambah. Oleh Ebonite, kepala Astro juga dihargai senilai tiga juta dolar. Marah kepalanya dianggap sebagai hadiah, Astro bertandang ke pusat Ebonite dan mengobrak-abrik organisasi itu, hingga ke peneruspenerusnya.
Hein berada di lokasi saat pembantaian. Ia diutus untuk berunding dengan pihak Ebonite saat Astro tiba-tiba muncul. Karena sigap bersembunyi, ia dan beberapa anggota Ebonite tidak dijemput malaikat maut. Namun semenjak itu, Hein menaruh sungkan yang cukup besar kepada Astro.
Karena kejadian Ebonite pula, bagi organisasi hitam lokal dan internasional, Kepolisian Republik Indonesia lebih nekad dan lebih beruntung. Mereka tetap hidup meski terus berhadapan dengan Astro.
Satu lagi. Jangan kembali sebelum kau bisa membawa pulang giganium. Jam tanganmu adalah alat komunikasimu.
Oke.... Hein menyelipkan plistol di pinggang dan ditutupi dengan baju. Pelan-pelan, tubuhnya pun menyentuh udara di portal. Lingkaran bagai hawa panas sontak berubah rata bagai cermin. Tak sampai setengah menit, Hein benarbenar sudah tidak terlihat.
*** Pintu sebuah kargo kosong yang terkunci rapat terpental diterjang kaki Hein. Beberapa petugas di pelabuhan bongkar muat terusik oleh gaduh yang timbul. Namun, mereka hanya menoleh. Selanjutnya, kembali sibuk dengan pekerjaan yang mereka geluti.
Sesuai petunjuk Josh, Hein menyusuri lima blok tumpukan kargo. Setelahnya, ia berbelok ke arah kiri. Lorong itu cukup lengang. Namun baru beberapa langkah, Hein sudah merasakan sesuatu mengintainya di belakang. Begitu waktu yang ia rasa cukup tepat, ia berbalik dan langsung menepis kepalan tangan yang meluncur tepat ke arah hidungnya.
Astro..." Siku Hein nyaris meremuk leher Astro. Itu pun andai saja, Astro masih seorang manusia biasa.
Hein.... Kau rupanya. Aku pikir preman. Astro telah mengenal pria yang nyaris ia hajar. Hein adalah penghubung antara ia dan Morganred.
Enak saja...! Mereka saling melepas cengkeraman. Hein membetulkan bajunya yang sedikit kusut.
Bagaimana kau bisa ada di sini" Bukankah, kau tidak ikut dalam misi"
Aku menggunakan mesin waktu milik Tuan Morgan. Bosmu....
Ya, dan aku kemari untuk mengambil titipannya.
Astro diam sejenak, lalu menjawab, Kau ingin aku ceritakan sesuatu"
*** Ya, Astro kehilangan giganium. Ia tak menyangka, ledakan yang ia buat dapat menerobos portal serta membuatnya tak sadarkan diri. Entah berapa lama, tapi ketika sadar, ia sudah berada di rumah sakit. Naluri penjahatnya membuat ia pergi begitu saja dari rumah sakit tersebut.
Setelah berhari-hari mencari, Astro akhirnya menemukan titik terang. Kemarin, ia berhasil melacak keberadaan orang yang membawa giganium. Namun sayang, ketika malam harinya ia berencana untuk membawanya pergi, ia malah bersua dengan Alisya. Rencana penculikan pun terpaksa batal.
Pantas..., kau seperti ini. Hein disodorkan beberapa memar di wajah Astro. Langkahnya juga agak pincang.
Padahal, aku hanya menerima sedikit pukulan dari Alisya. Dan rasanya, tidak begitu keras. Tapi.... Tapi kenapa"
Egh...! Astro mendadak menahan sebuah rasa sakit. Isi kepalanya serasa dikocok, membuat dunia serasa bergetar hebat. Ia masih mencoba fokus untuk tetap berdiri di atas kedua kakinya. Hingga dengan perlahan, rasa sakit itu mulai mereda.
Napasnya turun naik. Hah.... Sakit sekali.
Tubuhmu mungkin sudah rentan. Sudah sampai titik jenuh. Kau tidak memikirkan untuk pensiun" Tangan kanan Hein mulai menyelinap ke balik baju. Ia menyentuh gagang pistol yang terselip di pinggangnya.
Pensiun..." Hah! Oh iya, Astro. Terima kasih atas ceritamu. Alamat yang kau berikan begitu lengkap. Otakku yang bagus ini telah merekamnya dengan akurat. Tapi maaf, untuk sekarang sampai di sini. Selamat tinggal.
Laras pistol terarah di dada kiri Astro. Letupannya yang halus melesatkan segaris benda berpijar. Namun, kepala timah panas yang meluncur gagal mengenai sasaran. Tanpa diduga, Astro sudah berada di sisi kiri Hein. Pistol untuk melubangi dadanya berhasil dilontarkan lurus ke atas. Tubuh Hein juga dibuat meluncur beberapa meter ke belakang.
Pistol yang melayang jatuh disambut kibasan tangan Astro, hingga menghantam sisi sebuah kargo.
Kau ingin membunuhku"
Hein perlahan berdiri. Maaf, Astro. Tapi ini adalah perintah dari Tuan Morgan.
Orang yang suka perang itu" Akan kubunuh dia.
Lagi-lagi, kini tanpa diduga, seperti ada yang mencekik jantung Astro. Paru-parunya mengejang. Astro terbungkuk. Hein malah tersenyum.
Tampaknya, kau yang akan mati lebih dulu.
Hein bergegas ke arah Astro. Satu kali tendangan dan tiga kali pukulan, berhasil merobohkan pria yang terkenal licin tersebut. Ia tergeletak seraya meringis menahan sakit.
Sebuah hantaman kaki di kepala tampaknya bagus untuk menutup cerita Astro. Namun, Astro tidak ingin hidupnya berakhir dengan mudah. Sakit yang mendera lenyap mendadak dan ia berhasil memelintir pergelangan kaki Hein, hingga seluruh tubuh Hein ikut berputar di udara bak gasing.
Hein mencoba bangkit. Astro menantinya seraya berdiri tegap. Napasnya menderu. Bola matanya yang hitam tampak asing dengan warna baru berupa ungu, dan dibasahi air mata yang terus mengalir. Ia tidak menangis, tetapi kelenjar air matanyalah yang bekerja tanpa kendali.
Akan kuhancurkan kalian semua, Morganred.... Astro menggeram dengan suara parau. Kedua tangannya mengepal, hingga memperlihatkan urat-urat yang menonjol.
Tanpa gentar, Hein membalas, Aku adalah orang pertama yang mengikuti Program Hercules milik Tuan Morgan. Dan kemampuanku sudah setara dengan dirimu. Layaknya mengenakan tiga generasi fibernetik. Seharusnya, kau takut!
Serangan bertubi-tubi dari Hein tidak membuat Astro mundur. Hanya sesekali ia terpukul atau tertendang. Tetapi, sama sekali tidak sampai membuatnya rubuh. Dan ketika Astro membalas hanya dengan beberapa pukulan, Hein malah terpental. Bahkan, sebuah kargo nyaris melumat tubuh pria itu.
Astro berhasil merengkuh batang leher Hein. Tubuhnya diangkat tinggi-tinggi.
Katakan pada bosmu. Datang sendiri jika ia ingin membunuhku. Tapi jika ia malas untuk datang, aku sendiri yang akan dengan senang hati menyambanginya.
Dan Hein dilempar bagai membuang barang bekas. Tubuhnya melesat bebas hingga keluar dari wilayah pelabuhan.
Seluruh penumpang bis, dan juga supir serta kondekturnya terperanjat kaget. Sesuatu menghantam atap bis dengan kencang. Mereka tidak tahu bahwa itu adalah Hein. Setelah menghantam atap bis, Hein jatuh berguling-guling di jalan raya dan nyaris ditabraki mobil.
Beberapa mobil berhasil dibuat berputar oleh kepalan tangan Hein. Sayang, kepalan tangan itu tidak berhasil membunuh Astro. Dengan langkah pincang, ia meninggalkan jalan raya.
*** Sore hari, Andiev berada di halaman belakang rumah. Ia memperhatikan sekelompok bunga yang tumbuh subur. Usianya yang belum sampai dua minggu, sedikit mengecewakan bagi Andiev. Ia takut, ketika ia pulang ke rumah nanti, bunga itu belum juga memperlihatkan mahkotanya. Meskipun sebagai bunga mawar, bunga-bunga yang tumbuh sehat di hadapannya itu telah cukup besar.
Ia sedikit terhibur setelah teringat ketika pertama kali ia menemukan bunga-bunga itu. Tidak begitu jauh dari sini, di pekarangan rumah tetangga. Begitu pertama dilihat, langsung tertarik. Dan tanpa perlu mengenal si pemilik terlebih dahulu, ia langsung meminta beberapa tangkai.
Orang itu baik sekali..., gumam Andiev. Ia bersyukur, tetangga Ilyas bukan tergolong tetangga yang cerewet dan pelit. Buktinya, beberapa tangkai bunga yang berasal dari tanah pekarangan sang tetangga, kini tampak bugar di tanah halaman belakang rumah Ilyas. Bahkan, kesemuanya hasil membawa lari sekaligus dengan tanah-tanahnya, untuk menghindari kematian bunga-bunganya.
Andiev tersenyum nakal. Ilyas datang. Ia hendak mengambil air dari sumur. Bang..., sapa Andiev.
Ada apa" Ilyas memasukkan air ke dalam sebuah ember yang telah ia persiapkan. Air ia tuang dari ember yang diikat pada tali katrol di sumur.
Abang mau berjanji tidak" Janji apa" Ilyas kembali menjatuhkan ember ke dalam sumur.
Aku, kan, nanti tinggal di rumah Bang Edi. Aku tidak mungkin sering-sering kembali ke sini.
Lalu" Ilyas memasukkan air ke dalam ember kedua.
Aku hanya ingin Abang menjaga bunga ini untuk Andiev.
Ilyas tertahan. Ia urung untuk membawa kedua ember yang telah diisinya dengan air. Ia mendekati Andiev dan menjongkok di sampingnya, menemaninya memperhatikan bunga-bunga.
Kau ini seperti mau pergi jauh saja.
Tidak. Aku hanya merasa.... Ah, susah untuk mengungkapkannya.
Memangnya, ada apa" Kau masih memikirkan masalah orang tuamu"
Bukan. Sebenarnya.... Ah! Aku hanya ingin Abang berjanji untuk merawat bunga ini. Kalau misalnya aku sudah pulang ke rumah, karena masalah orang tuaku sudah selesai, aku pasti sudah tidak bisa ke sini lagi. Ingat. Rumahku jauh, Bang.
Baiklah. Abang janji. Terima kasih. Tapi, ada satu lagi, Bang. Apa"
Andiev berbisik, Jangan sampai kedua pengacau itu menyentuh bungaku. Mereka pasti akan mengacak-acaknya. Maksudmu, Ake dan Ikam" Ilyas balas berbisik. Andiev mengangguk mantap seraya tersenyum. He-e! Hah! Kau bisa saja!
Ake dan Ikam datang. Mereka membawa ember-ember yang sudah Ilyas isi dengan air dari sumur.
Didekati gadis sebaya yang cantik, malah ketakutan. Tidak tahunya, lebih suka dengan adik kelas, ya" Ikam menyentil telinga Ilyas dan Andiev.
He-e! timpal Ake. Gara-gara ucapan itu, Ake dan Ikam memperoleh kebaikan hati Andiev. Sebuah bogem mentah di ubun-ubun.
Sadis banget, sih, jadi cewek...! Mulut Ikam membuntal. Tangannya maupun tangan Ake berada di kepala, memegang benjol yang takut membesar. Ember yang mereka bawa, kini dibawa lari oleh Ilyas. Pemuda ini berjalan bak sedang tidak terjadi sesuatu di sana, dan memasuki rumah dengan langkah yang enteng.
He-e! timpal Ake lagi. Situ mulai duluan!
*** Malam hari, di rumah Sonia. Sang tuan rumah sibuk memilah-milah pakaian. Ia mencari-cari setelan mana yang cocok dengan kedua tamunya tersebut. Gaya yang mudah bergaul, sangat cepat akrab dengan Sonia. Apalagi, keduanya tergolong ceplas-ceplos. Malah, Gaya sendiri yang memilih langsung dari lemari pakaian.
Walau masih sakit, Alisya tetap bergabung. Ia hanya duduk memperhatikan dari tempat tidur Sonia.
Aku senang sekali Kakak-kakak ada di sini. Ada yang menemani! Wajah Sonia benar-benar terlihat ceria.
Jadi, selama ini kau tinggal sendiri di sini" tanggap Alisya.
Selama seminggu ini" Begitulah. Tidak takut sendirian" tanya Gaya.
Ya..., takut, sih. Oleh karena itu, Kakak mau tidak tinggal di sini"
Tinggal di rumahmu" Iya. Setidaknya, sampai tahanan Kakak dapat ditangkap kembali atau sampai Kak Alisya sembuh. Alisya dan Gaya saling pandang.
Oke, jawab Alisya pula. Tapi, apakah kami tidak merepotkan"
Tidak. Sama sekali tidak! Baiklah.
Yes! Mendadak, Alisya merasa sesuatu menjalar di tubuhnya. Otot-otot terasa ditarik dan ia hanya dapat menahan rasa sakit yang muncul. Ia memang tidak melanjutkan erangan sakit dengan berteriak. Namun dari garis-garis wajah yang terbentuk, semua tahu ia sedang kesakitan.
Ada apa, Al" Fibernetik bereaksi lagi" tanya Gaya.
I..., iya.... Alisya berusaha menjawab dengan leher yang masih kaku.
Ayo, aku antarkan ke kamarmu.
Alisya menarik napas. Tidak. Tidak usah. Sakitnya hilang.
Tapi..., nanti bisa kembali lagi. Ada apa" sela Sonia.
Obat yang diberikan Dokter Karim bereaksi kembali, jawab Gaya.
Fiber, ya, namanya" Fibernetik.
Aku belum pernah mendengar nama obat seperti itu. Obat yang bagaimana" Serbuk"
Cair. Disuntikkan di tengkuk, dengan alat khusus yang bisa menembakkannya hingga menembus tulang belakang. Terakumulasi di dalam tubuh dan hanya bisa dikeluarkan dengan menyuntikkan antifibernetik dengan cara yang sama. Bereaksi pada urat saraf, tulang, otot, dan menyembuhkan cidera.
Jelas sekali kau menerangkannya, komentar Alisya. Hehe.... Gaya menyeringai.
Oh iya, tanganku keselo gara-gara kejadian malam itu. Bisa aku menggunakannya"
Aku sarankan jangan. Ya. Aku rasa, caranya sangat mengerikan.
*** Jadi, giganium masih belum ditemukan" Pintu lift terbuka. Niken mendapat giliran pertama untuk masuk.
Ya. Astro masih belum tertangkap. Veren menyusul. Lift pun bergerak turun. Mereka menuju Pusat Teknikal, tepatnya LABTEK-II. Pusat Teknikal sendiri berada di bawah tanah dan memiliki sepuluh lantai, terdiri dari satu garasi dan tiga laboratorium. LABTEK-I khusus untuk teknologi alat tempur, seperti ranjau. LABTEK-II untuk pengembangan komputer dan alat komunikasi. Sementara LABTEK-III menangani teknologi transportasi.
Apakah itu berarti anak sepasang karyawan kami juga masih belum diketahui keberadaannya"
Ya, begitulah. Tapi kami baru saja mendapat laporan tadi pagi. Putri ilmuwan kalian tidak lagi bersama Astro. Ada kemungkinan ia berhasil melarikan diri dengan membawa giganium, karena Astro juga tengah mencarinya. Yang penting, ia tidak bersama Astro, kan"
Tidak bersama Astro adalah hal yang baik, tetapi kita tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Kita tidak tahu ia berada di mana dan Astro masih mengejarnya. Oleh karena itu, kami membentuk dua tim. Satu tim mencari putri staf kalian dan tim lain mencari Astro. Sayangnya, dua orang anak buahku tidak dapat dihubungi. Komunikator mereka sengaja dimatikan. Mereka sepertinya tidak ingin diganggu ketika mencari Astro. Sebenarnya, aku ingin mereka pindah fokus. Mencari putri staf laboratorium DIVENN. Semoga saja mereka berhasil.
Iya..., harus. Kasus ini sudah menyangkut pertahanan dan keamanan nasional, selain nasib dari seorang gadis remaja. Giganium dapat menjelma sebagai senjata yang sangat mengerikan, apabila berada pada tangan yang salah.
Tepat sekali. Oh iya. Aku jadi ingin tahu. Mengapa kita tidak menggunakan mesin waktu itu untuk menangkap Astro sebelum ia melarikan diri" Mengapa kita justru mengambil jalan tersulit dengan menyesuaikan jumlah waktu Astro meninggalkan masa ini"
Menurut keterangan Nona Irene dari Borneolab, ini menyangkut beberapa mitos. Kita menangkap Astro untuk memenjarakannya dalam waktu yang lama. Jika kami menggunakan cara seperti yang baru saja Anda tanyakan, itu berarti, kita menangkap Astro dengan usia lebih muda dari yang seharusnya. Mungkin, akan ada pengaruh dengan lingkungan sekitar. Dispersi waktu misalnya.
Kedengarannya membingungkan. Veren mengangguk kecil.
Lift berhenti bergerak. Pintu terbuka dan mereka melangkah memasuki LABTEK-II. Mulai malam ini, Niken dengan seragam berlabel Divisi Pengaman Angkasa Nasional akan bertugas di laboratorium ini. Divisi di bawah Departemen Pertahanan RI tersebut merasa perlu menempatkan salah satu orangnya di Divisi Gerakan Cepat. Mereka ingin mengetahui langsung proses pencarian dan penangkapan Astro.
Sementara menerobos portal, di pelabuhan yang temaram. Astro berniat meninggalkan pelabuhan meski dengan tubuh tidak stabil. Ia tersungkur setelah beberapa langkah. Rasa sakit pelan-pelan kembali menjalar. Dan pupil matanya, kini berganti dengan warna hijau.
Tak jauh berbeda dengan Astro, Alisya juga merasa tersiksa oleh reaksi fibernetik. Dengan tertatih, ia meletakkan tubuh di atas tempat tidur dan menarik selimut hingga batas leher. Mendadak, otot-otot di seluruh tubuhnya mengencang. Alisya terhenyak oleh rasa sakit yang kembali menusuk tak kenal ampun.
Ia hendak menjerit, tapi rahangnya kaku. Lama didera sakit, keringat dingin mulai mengucur. Beberapa detik kemudian, ia tak sadarkan diri.
EFEK SAMPING Gaya menimang-nimang gelang multifungsi miliknya. Layarnya tidak lagi menampilkan sederet karakter hijau terang. Ia dan Alisya sepakat untuk tidak mengaktifkan benda itu. Karena di dalamnya, turut tertanam pemancar sinyal agar pusat bisa melacak keberadaan mereka. Mereka tidak ingin dibawa pulang karena didapati terluka.
Gaya sendiri merasa dirinya kurang begitu baik untuk pagi ini. Rasa remuk yang ia derita memang sedikit berkurang dari kemarin, tetapi tetap saja tidak enak untuk dibawa bergerak. Meski pun begitu, ia malah menyusun rencana untuk turun gunung mencari Astro.
Pelan-pelan, ia meninggalkan tempat tidur, keluar dari selimut dengan busana tidurnya. Ia mengucek mata di depan cermin dan menguap. Rasa kantuk masih bergelantung, sehingga ia lebih memilih tidur usai salat Subuh sekitar satu setengah jam lalu.
Ya, Tuhan.... Wajahku kenapa begini terus" Apa tidak bisa sedikit sangar" Gaya menggelembungkan kedua pipinya. Bibirnya kini seperti bibir ikan. Justru, itu malah membuat ia semakin gemas dan hendak merenggut bibirnya sendiri.
Iseng, ia mengambil pose yang populer di kalangan model cilik. Ia menggenggam rambutnya sehingga terbentuk dua kunciran, mengacungkan telunjuknya ke arah lesung pipi, dan terakhir menjuling.
Aku sadar, Kau membuatku seperti ini karena mungkin ini adalah yang terbaik bagiku. Gaya tertunduk. Aku sepertinya kurang bersyukur.
Usai bermain dengan cermin, Gaya bermain dengan imajinasinya yang terkenal kuat. Ia berputar dan mengambil ruang kosong di kamar. Sedikit kuda-kuda dengan tangan mengepal di depan tubuh. Lalu, memulai latihan bela diri dengan mengeluarkan seluruh yang ia ingat saat dilatih di pusat pelatihan DINA. Ia membayangkan dirinya kini tengah melawan sepuluh anggota yang lain.
Semua ayunan tangan dan besutan kaki meluncur dengan halus. Kecepatan yang menyertai cukup untuk membuat remuk tubuh lawan jika tidak pernah menggunakan fibernetik. Sejauh ini, ia sukses menumbangkan delapan rekan satu unit. Satu dari dua yang terakhir pun menyusul dengan tubuh terlempar ke dinding. Tetapi untuk yang ke sepuluh, mendadak Gaya merasakan perih di lengan kiri, kemudian bertambah di pergelangan kaki kanan.
Jarak yang tidak begitu jauh, membuat Gaya dengan enteng menjatuhkan tubuh di ranjang. Napasnya turun naik. Masih sakit.... Apa aku masih bisa mencari Astro"
Bayang-bayang ketika ia dilempar pada malam berhujan itu tertayang jelas. Cepat-cepat ia terpejam untuk menghapus proyeksi itu.
Ah! Hanya mencari. Aku tidak perlu turun tangan untuk menghajar Astro. Lebih baik, aku mandi dan akan kuberitahukan rencanaku pada Alisya.
*** Ali...! panggil Gaya seraya mengetuk pintu kamar Alisya. Alisya...!
Tidak ada sahutan. Gaya membuka pintu dan masuk. Alisya ternyata masih tidur. Ia terlihat lelap dengan memeluk bantal guling. Karena ada yang ingin ia sampaikan, ia terpaksa mengganggu gadis itu.
Maaf, aku membangunkanmu. Bagaimana keadaanmu sekarang"
Alisya hanya menoleh dengan mata yang masih merah. Setidaknya, kini tidak begitu merah seperti kemarin.
Lebih nyeri dari sebelumnya. Semalam, fibernetik benar-benar bereaksi. Aku tersiksa. Tubuhku sakit.... Kalau begitu, terpaksa kau hanya bisa beristirahat di
sini. Jika tidak begitu, mau bagaimana lagi" Dipaksakan juga akan membuat sakit diri sendiri. Astro pasti tertawa melihat keadaanku.
Dia tidak akan tertawa. Aku akan menyumpal mulutnya.
Maksudmu" Aku akan mencarinya.
Kau" Kau sendiri" Alisya berhasil duduk, meski dengan sedikit meringis.
Tentunya, aku dengan anggota yang lain.
Jangan. Kau hanya melukai dirimu. Kau juga sebenarnya tidak begitu sehat, bukan" Dengan gerak cukup cepat, Alisya menyambar lengan kiri Gaya. Cukup mudah, karena Gaya bertumpu pada lututnya di samping tempat tidur Alisya. Sontak, Gaya meringis.
Alisya menyingkirkan tangannya.
Hanya memar, Al. Bukan apa-apa. Gaya mengembalikan lengannya pada posisi semula. Otot-otot di bahunya berderik begitu lengannya diangkat oleh Alisya. Aku harap, kau tidak pergi dengan kondisi seperti ini.
Resiko pekerjaan, Al. Aku harus. Lagi pula, kini aku tidak berniat untuk menghajar orang itu, kecuali memungkinkan. Aku hanya mencari, seperti pesan Komandan.
Aku rasa, kau telah melupakan ucapanmu sendiri. Aku" Yang mana"
Sekarang aku rasa, otakmu juga dikocok oleh Astro. Bukankah kau mengatakan sendiri bahwa kau merasakan sesuatu dalam kejadian malam itu" Astro lebih kuat, Aya. Meski kata Dokter Karim efek samping fibergen3 baru muncul setelah obat itu dilepas, rasanya itu tidak terjadi pada Astro. Sebelumnya, ia tidak pernah dapat melemparku sejauh itu.
Benar juga.... Bagaimana aku bisa melupakannya" renung Gaya. Kemampuan bertarung penjahat itu berlipat ganda. Hah.... Aku lupa bersyukur. Seharusnya, ia bisa membuat persendianku lebih banyak dari yang pernah ia lakukan enam bulan lalu.
Oleh karena itu, Ay. Aku tidak ingin kau pergi. Apalagi dengan keadaan yang sekarang. Tidak ada jaminan dua puluh orang polisi dengan fibergen2 dapat meringkus Astro. Penjahat itu licin, bahkan bisa meliuk di antara peluru. Aku hanya tinggal menunggu besok, Ay. Setelah itu, kita cari dia.
Gaya mengolah pertimbangan beberapa saat. Meski Alisya berkomentar bahwa otaknya sudah dikocok oleh Astro hingga tidak sejernih sebelumnya, ia berharap masih dapat membuat keputusan.
Oke, baiklah. Tapi.... Hei! Bilang saja kau melarangku pergi, supaya ada yang mengurusmu. Iya, kan" Enak saja!
*** Setelah memarkir mobil di tempat parkir sekolah, Sonia keluar. Disusul Ake dan Ikam. Tanpa banyak bicara, Sonia meninggalkan mereka.
Kelihatannya, ada yang aneh dengan gadis itu, komentar Ikam.
He-e, ada yang aneh timpal Ake. Tapi, apa, ya" Hu! Ikam menggetok kepala Ake.
Sonia mendapati Ilyas sudah berada di dalam kelas. Wajahnya semakin ditekuk. Dengan gerakan kasar, ia menuju bangkunya yang bersebelahan dengan teman kecilnya itu. Kenapa kau tidak pergi bersamaku" tanyanya kesal.
M..., maaf! Aku... berangkat ke sekolah bersama Bang Edi. Dia mengajakku ketika aku mengantarkan pulang Andiev.
Bohong...! sanggah Sonia. Dan mendadak, ia kelihatan sedih. Kau..., kau sudah tidak menyukaiku lagi, kan"
Seketika itu, Ilyas menjadi serba salah.
*** Sudah hampir masuk. Bel akan berbunyi sebentar lagi. Ilyas mondar-mandir di depan kelas. Wajahnya terlihat tidak tenang. Sesekali ia menatap jam di tangannya dan jam dinding yang menempel tak jauh di atas papan tulis. Sebentar lagi masuk!
Tak henti Ilyas berharap, semoga kedua jam ini lebih cepat beberapa menit dari jam yang berdomisili di kantor guru. Sehingga ketika bel mulai menjerit, Sonia sudah puas menangis. Sahabat kecilnya di sana hampir seperempat jam ini tak henti mengurai air mata. Kepalanya tertunduk dan tubuhnya sesekali terlihat berguncang. Ilyas setidaknya masih dapat bersyukur, karena Sonia menangis terisak. Jika sampai anak itu menangis seperti bayi, keadaannya bisa lebih gawat.
Yas, Sonia sudah cukup lama menangis. Mengapa tidak kau hibur" Jangan mondar-mandir saja di depan! tegur teman-temannya.
Kamu memang tega. Kamu membuat Sonia menangis.
Aku baru tahu. Ternyata, kamu suka membuat perempuan menangis, siswi lain menimpali.
Ilyas berhenti hilir mudik. Ia berdiri menatap semua. Sepertinya, giliran dia yang akan menangis. Semua menunggu tegang.
Maaf...! Akhirnya, itu yang terucap. Kepalanya jatuh tertunduk dan bel tanda masuk benar-benar menjerit histeris di lorong sekolah. Dengan air muka lusuh dan kusam, ia menghampiri mejanya. Semua mata mengikuti langkahnya yang begitu berat.
Ilyas duduk. Di sampingnya, Sonia tetap menangis dengan wajah menelungkup di meja.
Nia, aku minta maaf.... Maaf jika sudah berbuat salah. Sekarang, kamu jangan menangis lagi.
Kamu tidak sayang aku lagi!
Tidak! Itu tidak benar! Aku sayang kamu!
Sonia mengangkat wajah dengan bola mata memerah. Ia menyeka air mata, lalu berkata, Kalau begitu.... Ia menunjuk pipi kanannya. Kiss!
Jelas Ilyas kaget. Ia langsung ditodong dengan permintaan aneh.
Jika tidak, ya, sudah. Kau memang benar-benar membenciku!
Tidak! Aku sama sekali tidak membencimu! L I E. Bohong!
Tidak! Kalau begitu.... Hanya sekali, ya" Sonia mengangguk.
Dengan gerakan yang sangat cepat, Ilyas lalu mengecup pipi kanannya. Senyum pun mengembang di bibir Sonia. Kelas menjadi riuh. Mendadak, ada suara deheman Bu Guru. Semua terdiam.
Bu Guru membuka rutinitas belajar mengajar di sekolah. Di sela-sela materi ilmu pengetahuan yang ia bimbing, sempat beberapa kali Ilyas mendapati Sonia menatapnya tak berkedip. Begitu ketahuan, Sonia hanya nyengir dan kembali ke haluan depan kelas.
Sepulang sekolah, Sonia akhirnya kembali berdampingan dengan Ilyas di deretan kursi depan. Semua telah duduk di kursi masing-masing. Kunci starter telah diputar dan mesin mobil mulai menyala. Tinggal memasukkan persneling serta menekan pedal gas, sedan hibah dari pamannya itu akan bergerak.
Yas! tegur Sonia sebelum menarik tuas persneling. Pemuda itu menoleh. Lain kali, di saat kamu lengah, akan aku balas. Tapi bukan di pipi. Di sini.... Sonia menyentuh bibirnya.
Mendengar ancaman tersebut, mata Ilyas melebar. Terperanjat. Kursi yang ia duduki seakan berubah menjadi sebuah kompor dengan api menyala.
Kalau begitu, aku pergi.... Ilyas hendak membuka pintu mobil.
Bercanda! Dan mobil pun bergerak.
Tertekan karena ulah Sonia, begitu matahari tergelincir agak jauh dari puncak kepala, Ilyas bertandang ke rumah Bang Edi. Ia merasa perlu untuk menemui Andiev dan sedikit bercerita. Berbeda dengan Ake dan Ikam, Ilyas lebih serasi dengan Andiev. Karena tidak ada kesibukan lain, Andiev menyempatkan diri untuk mengobrol di teras depan. Aku rasa, obatnya cuma satu, Bang, jawab Andiev. Apa"
Terus dekat saja dengan Kak Sonia. Nanti, pasti terbiasa. Sudah tidak gugup dan gagap lagi jika dekat dengannya.
Tapi, aku takut. Sebenarnya, apa yang membuat Bang Ilyas takut terhadap Kak Sonia" Orangnya cantik, kok!
Ia memang cantik, tapi sifatnya membuatku takut. Ditambah lagi....
Abang sendiri tidak terbiasa didekati oleh gadis, kan" Ya..., begitulah.
Tapi, kenapa Abang tidak takut denganku" Tidak tahu.
Seorang bocah laki-laki tergesa-gesa keluar dari rumah. Disusul temannya yang menenteng senapan air. Begitu ia hendak berlindung di balik Andiev, temannya menembak. Tembakan itu melenceng dan semprotan air pun menyiram wajah Andiev.
Andiev terpejam. Sesaat, ia mematung. Maaf...! Kedua anak itu langsung kabur.
Andiev terlihat menahan diri. Ia mencoba menyeka air di wajahnya dengan lengan baju. Ilyas segera mencegah seraya mengeluarkan saputangan. Bahkan, ia sendiri yang menyeka wajah Andiev.
Andiev hanya terkesima. Matanya tak lepas menatap wajah di hadapannya. Sampai sekarang, ia menganggap Ilyas adalah pemuda yang terlalu baik. Sewaktu menemukan dirinya di depan pintu dalam kondisi tubuh panas dan menggigil, Ilyas segera memberikannya selimut, mengobatinya hingga sembuh. Bahkan, ia memperbolehkan Andiev untuk menggunakan pakaiannya pada hari pertama. Selebihnya, Ilyas membelikannya pakaian, meskipun tidak begitu cocok semuanya pakaian laki-laki. Sebuah kamar kosong bahkan ditata khusus untuknya. Kebaikan Ilyas yang ia terima, membuat Andiev tak sungkan mengaku sebagai adik angkat Ilyas pada para tetangga.
Seseorang berdehem. Andiev tersadar.
Oh, dicari ke mana-mana, tidak tahunya sedang mesra-mesraan di sini, tuduh Sonia. Betul kata Ake dan Ikam. Kalian berdua ternyata diam-diam menjalin hubungan.
Dasar kedua orang itu! Membuat gosip seenaknya! Siapa yang mesra-mesraan" Andiev terlihat marah. Itu..., tadi..."
Jangan diperpanjang lagi! Ada perlu dengan Bang Ilyas, kan" Tuh, dia ada di sini. Ambil saja!
Ilyas menggeleng kencang. Tidak mau dibawa oleh Sonia. Diev...!
Ingat yang kukatakan tadi" Cuma ini obatnya. Tapi, efek sampingnya menyakitkan!
Tidak peduli efek samping, yang penting sembuh. Kalian bicara apa, sih" Sonia dibuat bingung. Tidak..., balas Andiev.
TEROR MASA LALU Niken kembali ke LABTEK-DINA. Terlihat dua pemuda tegap berpakaian jas, antri menerobos portal. Berdiri di antara mereka, seorang wanita dengan setelan santai. Veren berbicara pada seseorang yang diduga Niken adalah pimpinan polisi-polisi muda itu.
Bagaimana, Bili" Apakah kita perlu menambah personel lagi" Veren tersandar di sebuah kursi. Orang yang berbicara dengannya telah memasuki lift.
Tidak perlu, Pak. Kita sudah menurunkan yang terbaik.
Siapa maksudmu" Alisya dan Gaya.
Ya. Dua gadis itulah yang paling bernafsu untuk menjebloskan Astro ke penjara. Sayangnya, kita perlu lebih dari sekedar dua orang.
Benar juga. Apalagi setelah mereka mengirim pesan bahwa mereka tidak ingin diganggu dan mematikan komunikator.
Oh iya, aku curiga. Jangan-jangan, mereka mendapat masalah. Veren sedikit menjauh dari sandaran kursi.
Setidaknya untuk kemarin, Dokter Karim berkata padaku bahwa mereka tidak apa-apa. Hanya pelipis kanan Alisya yang sedikit sobek, terkena pukulan Astro.
Dokter Karim ke sana" Mengapa kau tidak mengabariku"
Maaf, Pak. Waktu itu Bapak tidak di tempat. Dan setelahnya, aku lupa.
Niken mendekat. Yang tadi personel tambahan dari polisi" tanyanya.
Iya, sambut Veren. Unit Gerbang. Mereka telah pulih.
Kalau begitu, semoga saja mereka dapat menemukan giganium kurang dari satu minggu. Ia merebahkan tubuhnya di sebuah kursi.
Satu minggu" Ada batas waktu konkretnya" Setahuku, dari DIVENN hanya menetapkan untuk secepat-cepatnya.
Sekarang berubah. Jika kurang dari satu minggu tidak bisa ditemukan, keadaan bisa sangat gawat.
Memang sangat gawat. Akan kutunjukkan apa yang kumaksud. Niken memutar kursi ke sebuah komputer. Bili, kuharap kau mengizinkanku untuk menggunakan komputer ini. Silakan saja, Bu.
Niken langsung bermain dengan papan ketik. Apa yang ingin kau tunjukkan" sela Veren.
Ini.... Ia memencet tombol ENTER. Sebuah gambar tertayang di monitor besar. Sebuah benda angkasa terlihat terus mendekat. Tepat pada waktunya.
Apa itu" Batu besar" komentar Bili.
Asteroid. Tepatnya, pecahan asteroid. Ini adalah kontak visual dari satelit DIVENN, ZONE. Meski telah dipecah menjadi bagian-bagian kecil oleh Pilar, atmosfer Bumi tetap tidak akan mampu menghadapi bagian yang satu ini. Dan sekarang, ia sebentar lagi akan memasuki atmosfer.
Usai bicara, asteroid yang dimaksud menghantam ZONE tepat pada kamera. Layar besar yang mereka saksikan segera menggelap.
Asteroid terus meluncur meninggalkan ZONE, menyisakan kerusakan yang cukup parah. Ia melesat terus, menerobos atmosfer Bumi, dan berpijar. Gesekannya antara lapisan udara Bumi tidak terlalu berpengaruh. Ia terus meluncur dan akhirnya menghantam sebuah gedung di tengah kota. Dan tak lama, kabarnya sudah sampai di hadapan Bili. Ada korban jiwa" tanya Veren.
Masih belum diketahui, Pak.
Ini baru permulaan, sela Niken. Kita harus melihat
ini. Tombol ENTER lagi-lagi ditekan. Layar besar yang gelap kembali menampilkan gambar. Semua mata tertuju ke sana.
Apa lagi ini" Gambar ini diambil dari satelit kami yang lain, DEX- 3. Yang sedang kita lihat adalah rombongan asteroid dan puing-puing Cincin Zeus. Mereka terus menuju Bumi. Tersebar di mana-mana. Diperkirakan akan meneror Bumi selama lima atau enam hari dalam banyak kelompok, terhitung mulai saat ini. Beberapa kelompok akan jatuh di wilayah Indonesia. Dan yang mengerikan adalah kelompok terakhir di hari terakhir. Begitu banyak.
Niken menghela. Kita tidak mungkin menganggap remeh masalah ini. Hingga hari keempat, kita mungkin masih selamat. Namun kelima, aku tidak yakin. Atmosfer Bumi terlalu lemah untuk mereka. Kita memerlukan Pilar jika kita tidak ingin negara ini menghilang dari peta dunia. Sementara Pilar, memerlukan giganium. Sementara giganium, yang kita miliki sekarang hanyalah versi lama. Daya hancurnya sangat-sangat minimal. Generasi baru dari giganium yang telah kami produksi, kini malah ada di tangan Astro.
Apakah ini akhir dari Indonesia" Veren menerawang.
Negara-negara tetangga sudah kami hubungi. Mereka bersedia membantu. Tapi, meriam pelindung mereka tidak akan meninggalkan negara masing-masing. Kita tidak bisa terlalu mengandalkan meriam pelindung milik mereka.
Aku mengerti.... Veren tersandar. Bili dan Ayu saling tatap. LABTEK-II untuk beberapa detik hanya dipenuhi dengung mesin.
.... Sebuah nada peringatan memutar leher Ayu ke sebuah monitor.
LABTEK-II, ada sebuah kiriman untuk kalian. Berikan akses masuk. Seorang petugas DINA mengontak dari permukaan.
Sebentar, aku akan membuka pintu lift barang. Ayu segera mengetik sandi. Ia memperoleh semua akses kunci dan segera mengeksekusi perintah membuka lift barang.
Ayu berputar. Bili menyambutnya dengan bertanya, Siapa" Apa yang dikirim"
Mungkin, pesanan Polisi atau DINA. Untuk ikut serta dalam misi menangkap Astro. Mereka mengirim sebuah mesin. Ayu sempat melihat sekilas proses bongkar muat di permukaan. Kesibukan yang diamati oleh kamera pengawas sepertinya tidak begitu menarik, sehingga Ayu lebih berputar menghadap pintu sebuah koridor.
Jawaban Ayu terlalu buram. Bili akhirnya menghampiri komputer. Ia memutuskan untuk mengecek sendiri melalui beberapa kamera pengawas. Begitu desktop komputer dipenuhi sembilan petak, kelopak mata Bili seakan tak mau menutup.
Kisah Masa Kini Karya Dirgita Devina di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sampai seperti ini..." Bili kembali memasang kacamata usai mengucek mata.
Pintu koridor penghubung LABTEK-II dan lift barang membuka. Dentuman kaki sebuah benda logam setinggi dua meter, sedikit menggetar isi laboratorium. Bili terperangah, Veren menatap penasaran, sementara Niken menyambut dengan senyum.
Robot itu terparkir di tengah-tengah laboratorium. Dua wanita berseragam jas putih panjang menyusul keluar dari koridor. Logo perusahaan terkemuka juga tampak di salah satu sudut jas yang mereka pakai.
Selamat berjumpa kembali, Komandan Veren, tegur Irene. Kali ini, penampilannya sedikit berbeda, karena dibalut pakaian kerja dari perusahaannya sendiri. Sewaktu ia bekerja di LABTEK-II, mereka dianjurkan memakai jas laboratorium tersebut.
Veren berdiri dan menyambut tamunya. Senang berjumpa kembali dengan Anda, Nona Irene.
Terima kasih. Kalau boleh tahu, angin apa yang membuat Anda kembali kemari" Ada sesuatu yang tertinggal atau... mereka" Bergantian, Veren menoleh Bili dan Digta. Gadis itu berdiri agak di belakang Irene. Dan robot itu..."
Aku berharap, mereka dapat hidup dalam satu dunia. Irene sedikit menyinggung perihal Digta dan Bili. Digta terlihat menoleh.
Irene berputar. Ia menghadap ke tengah laboratorium. Tentang robot itu..., ia bernama MIGEN, Miniature of Generation Force. Ia adalah hasil adopsi terhadap teknologi mesin tempur pada masa koloni.
Jin..." tebak Veren.
Ya. Hanya saja, seperti namanya. Kami membuatnya lebih kecil, tanpa pilot, tanpa sistem persenjataan lengkap. Kami memereteli beberapa bagian, sehingga ia tidak begitu mirip dengan Generation Force yang asli. Atau, biasa kita sebut jin.
Tidak lengkap, tetapi masih memiliki sistem persenjataan, rangkum Veren.
Begitulah. Kami masih memerlukan sifat penghancurnya. Meski pun, hanya sekedar penunjang riset. Dan mengenai kedatangan kami, kami ingin membuka portal paralel.
Irene kembali menghadap Veren. Portal paralel"
Fitur ini dapat membuka satu portal lagi ketika portal lain masih terbuka. Kami memerlukan ini atas permintaan langsung dari DIVENN. Ini ada hubungannya dengan masalah baru yang tengah kita hadapi. Kacamata Irene menangkap proyeksi monitor di depannya. Monitor besar di ruang operator masih setia dengan siaran langsung dari satelit DEX-3.
Ya. Seharusnya, mereka berada dalam posisi stasioner, komentar Niken.
Dan Cincin Zeus memberikan kami firasat buruk, sambung Irene. Kami akan sedikit memeriksa.
Segera ia kembali pada Veren. Dengan seizin Anda, kami akan mulai bekerja. Kami berjanji bahwa kegiatan kami tidak akan mengganggu portal yang terbuka.
Kalau begitu, silakan. Terima kasih. Selain kepada Veren, Irene juga meminta izin kepada Bili. Dalam misi yang ia emban sekarang, Irene akan kembali memanfaatkan fasilitas LABTEK-II. Begitu Bili mengangguk, ia segera mempersilakan Digta menghampiri konsol yang mengatur mesin waktu. Digta bertugas memberikan beberapa parameter untuk sebuah misi yang telah mereka persiapkan.
Ayu mendekat. Ada yang bisa kubantu"
Digta menggeleng. Begitu Ayu hendak beranjak, Irene menghampirinya.
Kau mungkin bisa membantuku. Aku baru saja menghubungkan kontroler MIGEN ke konsol. Tetapi, aku perlu akses administrator untuk dapat mengaksesnya. Kalau begitu, tunggu sebentar.
Ayu mendekati komputer di sisi Bili. Sebuah pesan menyambut. Sistem mendeteksi adanya modul baru yang terhubung.
Apakah hendak diakuisisi"
Ayu menekan tombol Ya . Baris kata sandi muncul di bawah jendela pesan. Jemari Ayu bergerak lincah mengisi sandi diakhiri menekan ENTER. Selanjutnya, sebuah batangan proses mulai terisi menuju angka seratus persen. Sistem mencari dan memasang penggerak yang sesuai untuk kontroler MIGEN.
Berbeda dengan Ayu yang berinisiatif membantu. Bili malah asyik memandangi wajah Digta yang bergelombang datar.
Sepertinya, ia masih membenciku, ratap Bili. Ayu berbalik. Semoga Alisya pulang dalam keadaan masih bernyawa. Sehingga Lebaran nanti, aku tidak perlu meminta maaf lagi kepada Digta.
Ayu menghampirinya. Ia sedikit menggoda dengan nada bicara yang cukup datar. Nada bicara yang sudah mendarah daging di bibir Ayu.
Dari tadi kuperhatikan, kau hanya melirik pada Digta. Kau menyesali perbuatanmu dan mengharapkan maaf, atau sekaligus naksir padanya"
Mata Bili melebar. Segera ia membekap rekan satu timnya. Ia memperingatkan dengan sedikit berbisik, Jika ia mendengarnya, aku bisa dihajar habis-habisan! Ayu dilepas.
Aku mohon maaf. Aku hanya ingin, kau jangan sampai kehilangan fokus dalam pekerjaan ini.
Terima kasih.... Oh iya, negara ini dalam ambang kehancuran. Aku belum menikah. Kau mau menjadi suamiku"
Ha" Lupakan. Tidak ada pria yang suka terhadap gadis dingin sepertiku.
Irene mendekat. Bagaimana prosesnya"
Ayu melirik ke monitor. Batangan proses telah terisi penuh.
Sudah selesai. Kontroler sudah dapat diakses melalui konsol LABTEK.
Terima kasih. Irene menghampiri sebuah komputer. Setelah beberapa saat mengutak-atik, MIGEN yang terparkir tenang mendadak bereaksi. Matanya bercahaya. Ia maju selangkah dan berputar satu lingkaran penuh. Kedua tangan kemudian teracung dan beberapa perlengkapan berderet keluar dari tangannya. Irene menekan ENTER. MIGEN kembali tenang. Kau sudah selesai, Digta"
Digta mengacung jempol. Buka portalnya!
Digta mengaktifkan parameter yang telah ia persiapkan. Menara melengkung kini bergerak saling menjauh. Lingkaran bagai hawa panas yang semula berdiam di tengah-tengah gap menara, akhirnya berpindah ke sisi kiri. Sebuah lingkaran serupa perlahan muncul dari sisi kanan.
Portal kedua berhasil dibuka. Ujung portal adalah kubah utama Distrik Aphrodite, koloni Cincin Zeus seratus dua puluh hari yang lalu.
Irene berbalik ke konsol. Ia mengeset sesuatu dan segera menghadap ke arah MIGEN. Sang robot mendadak bergerak mendekati mesin waktu. Ia menaiki empat buah anak tangga dan berdiri kokoh di depan portal.
Pemeriksaan ulang sistem.... Digta mengawasi batang-batang proses yang terus bergerak di monitor. Beberapa data statistik juga tak luput dari matanya.
Mempersiapkan sistem untuk kehilangan kontak komunikasi. Mempersiapkan sistem untuk lingkungan gravitasi nol. Suplai energi normal. HIS online. HIS" potong Veren.
Hyper Injection System. Hebat, bukan" Padahal, kami baru menjalankan riset selama tiga bulan. Dan kami telah mengadopsi sistem robotika canggih tersebut. Ya..., walaupun masih kalah dibandingkan sistem lain. HIM dan HER.
MIGEN dipastikan stabil, Prof. Bisa kita lepas, ingat Digta.
Ya. Lepas MIGEN. MIGEN mengayunkan kakinya. Tubuhnya menyentuh portal yang muncul di sisi kanan gap antara dua menara lengkung. Beberapa detik setelahnya, MIGEN benar-benar hilang.
Pengembalian jalur komunikasi sedang dalam proses. Menunggu kontak audio dan visual. Digta memperlihatkan sebuah batang proses yang terus diisi di layar besar. Angka seratus persen pun dicapai. Layar berganti dengan cepat menampilkan atmosfir temaram di sebuah ruangan yang cukup luas.
Irene menjatuhkan tubuhnya di sebuah kursi. Kita memiliki waktu sekitar lima jam untuk melakukan eksplorasi. Luncurkan DORGIBA terlebih dahulu sebelum kita meneruskan penelitian. Aku serahkan satelit itu padamu. Baik! Digta kembali bekerja dengan komputer.
Bagian dada MIGEN sepertinya terbuka. Sebuah benda metal perlahan keluar dan melesat.
Veren mendekati monitor. Benda yang barusan itu
apa" Irene menoleh. Yang keluar dari dada MIGEN" Ya.
Itu DORGIBA. Satelit penjelajah Borneolab. Ia bisa melakukan pemindaian terhadap benda tiga dimensi dan menyimpan datanya. Pengembangan lebih lanjut dari DEX-3 milik DIVENN.
Lalu, apa itu Cincin Zeus" Koloni"
Iya. Irene membenamkan punggungnya di sandaran kursi. Cincin Zeus adalah koloni terbesar kedua setelah Sapphire. Kami baru mengetahui keberadaan Cincin Zeus usai meneliti catatan pada Koloni Sapphire. Berbeda dengan koloni-koloni lain yang mengorbit planet inang atau berada di planet pusat, Cincin Zeus satu-satunya koloni yang tidak memiliki planet jajahan atau planet inang dan membangun kekuatan di sabuk asteroid.
Irene menoleh Veren. Untuk sementara, kami hanya memiliki sedikit informasi. Sebelum meneliti lebih lanjut, insiden dua minggu lalu telah mengacaukan segalanya.
Sudah ada dugaan mengapa koloni tersebut begerak ke arah Bumi"
Ledakan nuklir. Perang Kosmik memang memusnahkan hampir seluruh penduduk koloni itu, tetapi tidak dengan bunker-bunker penyimpan nuklir mereka. Setelah koloni mati, kontrol terhadap orbit asteroid di sekeliling koloni otomatis lenyap. Tumbukan asteroid kami duga sebagai pemicu ledakan. Cincin Zeus memiliki puluhan bunker dan reaktor nuklir.
Ini ada hubungannya dengan cahaya terang yang ditangkap oleh DEX-3. Asalnya di dekat Mars, tiga bulan lalu. Niken mengambil giliran. Sejak awal, kami menaruh curiga bahwa cahaya terang tersebut adalah ledakan nuklir. Karena sebelumnya, kami sudah mendapat informasi dari Borneolab mengenai keberadaan Cincin Zeus. Kami juga berpikir, ledakan itu akan menghancurkan semua koloni dan tidak berpengaruh apa-apa terhadap kita. Tapi berbeda dengan kenyataan, puing-puing koloni malah bergerak, bahkan bersama ribuan asteroid di sekitarnya.
Dan kami menduga, akan ada yang lebih gawat dari serbuan asteroid.
BINTANG JATUH Sebuah pusat perbelanjaan, usai salat Isya. Sonia menyeret Ilyas ke sebuah toko perhiasan. Setelah hampir tiga puluh menit terlantar, Sonia datang menghampirinya.
Yas, bisa membantuku memasang ini" Ia mengunjukkan sebuah kotak kecil berwarna merah. Memasang apa"
Ini..., cincin. Memangnya..., tidak bisa memasang sendiri" Inginnya dengan kamu!
Dengan takut-takut, Ilyas mengambil kotak itu. Dibukanya. Sebentuk benda melingkar berwarna emas memantulkan cahaya lampu di sekeliling.
Ini" Iya. Ia pun mengambil cincin itu. Kemudian, ia pasang di jari manis tangan kiri Sonia. Setelah cincin itu melingkar di jarinya, Sonia tersenyum.
Yas, tahu tidak" Apa"
Kalau kamu sudah memasang cincin ke jariku, itu berarti kita sudah tunangan.
Ilyas kaget. Sementara pemilik toko perhiasan yang kebetulan mendengar percakapan mereka, hanya bisa gelenggeleng kepala.
*** Gaya begitu heran. Ia menemukan Sonia terburu-buru masuk ke dalam kamar. Sonia menenteng tas belanjaan yang cukup banyak. Tak henti tertawa cekikikan.
Sonia melempar tas-tas itu sekenanya. Dan ternyata, di kamar sudah bertumpuk tas-tas belanjaan lain. Ia hendak ke luar lagi untuk mengambil belanjaan yang dirasa tertinggal, tetapi urung. Ia ingat, bahwa sudah semua ia bawa masuk. Bahkan, sekarung beras yang beratnya mencapai 50 kilogram lebih, juga sudah duduk manis di dapur. Terima kasih atas bantuan personel Divisi Gerakan Cepat bernama Gaya. Sonia mengunci pintu kamar dan tertawa lebar.
Ilyas..., Ilyas...! ucapnya di sela-sela tawa, kemudian melompat ke atas tempat tidur. Ia tak ambil pusing, meski tempat tidurnya sesak oleh barang belanjaan.
Sementara Sonia tertawa senang, Ilyas malah merasa pening dengan wajah kucel di depan meja belajar.
Apa benar, aku sudah bertunangan dengan dia"
Ilyas segera menelungkup dan mengucek-ngucek rambutnya.
*** MIGEN telah kembali di tengah LABTEK. Beberapa goresan menghiasi tubuhnya. Dan beberapa kabel, menjulur dari punggungnya dan tertancap di sebuah konektor. Ia dalam proses pengisian daya. Energi penggerak MIGEN nyaris terkuras habis.
Dalam eksplorasi yang ia jalani, Irene berhasil memastikan fenomena yang mereka hadapi. Penyebab bergesernya Cincin Zeus dan ribuan anggota sabuk asteroid, memang benar akibat ledakan nuklir. Tiga bunker terseret agak jauh menuju planet luar. Tubrukan beberapa asteroid memicu ledakan.
Bagaimana" Sudah dibalas" Irene selalu mendampingi Niken. Mereka menunggu kabar dari kantor pusat Divisi Pengaman Angkasa Nasional. Mereka terlihat kompak dengan kerja sama yang mereka ciptakan. Bili menjadi iri.
Niken menggeleng kecil. Namun beberapa detik setelahnya, ia sedikit melonjak dari sandaran kursi. Sebuah pesan tertera di monitor.
Baru saja ada balasan. Mereka telah menerima data dari kita. Dari keempat puluh empat data asteroid bunker dan reaktor nuklir yang mereka periksa, terdapat sekitar tiga puluh sembilan asteroid dengan ukuran nyaris sama.
Tiga puluh sembilan" Bukankah yang meledak hanya tiga" Dan bunker serta reaktor yang ada jumlah keseluruhannya adalah empat puluh empat. Ke mana dua yang lain"
Kita melakukan pengintaian pada waktu sebelum dan saat terjadinya ledakan. Kita sama sekali belum mengecek apa yang terjadi usai ledakan. Bisa jadi, beberapa bunker atau reaktor itu jatuh di Mars. Atau mungkin, meledak tak lama setelah ledakan mayor.
Apakah DEX-3 sempat menangkap citra ledakan itu"
Niken menggeleng. Sepertinya..., kemungkinan kedua tidak ada. Kemungkinan pertama lebih besar.
Lalu, apakah mereka sudah positif" Ketiga puluh sembilan asteroid tersebut, apakah benar bunker dan reaktor" Aku sangsi dengan kemampuan DEX-3. DEX-3 adalah buatan Borneolab. Sedikit banyak, Irene tahu kelebihan dan kelemahan satelit tersebut.
Baru saja aku mengirim pesan dengan pertanyaan yang sama. Dan baru saja pula, mereka mengirim pesan balasan. Mereka positif. Data milik DORGIBA yang kita kirim sangat lengkap, mulai dari lapisan luar hingga susunan dalam asteroid. Jika data lapisan luar tidak cocok, mereka telah mencocokkan dengan lapisan dalam. Karena usai ledakan, banyak asteroid yang berubah bentuk.
Irene menyandar. Matanya menerawang. Tiga puluh sembilan, ya..."
Lalu, apa artinya angka tiga puluh sembilan tersebut" Veren menyela.
Kehancuran, jawab Digta. Semua menoleh. Itu artinya, Bumi ini terancam dijatuhi sekitar tiga puluh sembilan bunker dan reaktor nuklir.
Bili yang sempat berdiri, merasa lemas mendengar pernyataan itu. Tiga puluh sembilan" Bagaimana bisa planet sekecil ini bertahan" Sedangkan ledakan tiga buah bunker nuklir saja, bisa menggiring ribuan asteroid ke luar jalur. Jika dikumpulkan, asteroid-asteroid itu akan membentuk sebuah planet lebih besar dari Bumi. Planet biru ini mungkin akan hilang tanpa bekas.
Sebuah nada mengalihkan perhatian Bili. Sebuah pesan tertera di layar komputer miliknya.
Pak, istri Anda datang ke divisi. Mereka berada di lapangan parkir. Bili terpaksa berujar dengan tenggorokan yang kering.
Lapangan parkir" Kening Veren berkerut. Ia beranjak dari kursi. Kalau begitu, terima kasih. Aku pergi dulu.
Veren menghilang di balik pintu lift. Sesampai di lantai atas, ia berharap menemukan seorang wanita di ruang tunggu. Namun, begitu melintas di ruang tunggu, ruangan tersebut cukup lengang. Ia benar-benar baru menemukan wanita itu di samping sebuah sedan, di pelataran parkir. Seorang gadis cilik duduk di atas kap mesin.
Ada apa, Hilda" Mengapa kau tidak menunggu di ruang tunggu" Veren mendekat.
Oh, maaf. Yuni katanya ingin melihat bintang jatuh. Bintang jatuh"
Aku sudah menghitungnya, Yah. Ada sembilan bintang jatuh! Gadis kelas dua SD di sisinya terlihat antusias. Jaket berwarna merah muda membalut tubuhnya yang mungil.
Sebanyak itu" Aku tidak tahu kenapa, tapi memang sebanyak itu. Bahkan, aku juga sempat menghitung sejak dari rumah. Ada beberapa yang dilewatkan oleh Yuni. Ada tiga puluh empat bintang jatuh malam ini. Hilda sedikit berbisik pada suaminya.
Ayo, kita bicara di dalam. Di sini terlalu dingin untukmu. Veren mengajak putri tunggalnya ke gedung DINA.
Tidak, aku ingin melihat bintang jatuh lagi. Dia sudah kuberi jaket, tambah Hilda.
Oke, kita bicara saja di sini. Sebaiknya, tidak terlalu lama. Karena udara malam tidak cocok untukmu. Veren menyempatkan diri untuk iseng memencet hidung putrinya. Gadis cilik itu terpejam menggemaskan.
*** Bili menikmati setiap gemeretak persendian di tubuhnya. Kedua lengannya terbentang selebar Sungai Nil. Mulutnya membuka bahkan hampir serupa kuda yang berenang di sungai itu. Begitu matanya menangkap wajah Digta, buru-buru ia menutup mulut. Gara-gara gantungan mata inilah, ia memiliki konflik berkepanjangan pada gadis yang beraroma stroberi dan kini duduk menyendiri di sudut ruangan.
Bili menghampiri Ayu. Gadis ini menghabiskan waktunya bermain game di komputer LABTEK-II.
Aku pergi dulu, pamit Bili. Mungkin, sedikit jalanjalan akan membuatku sedikit segar. Aku serahkan kontrol mesin waktu itu padamu.
Ayu mengacung jempol. Tapi kuharap, kau tidak terlalu lama bersenang-senang di luar. Pinggangku juga rasanya sudah membatu.
Akan kuusahakan. *** Sudah beberapa hari ini kau tidak pulang.... Hilda terdengar mulai menyinggung alasan ia bertandang ke tempat kerja suaminya. Veren menoleh. Yuni selalu mencarimu.
Astro belum tertangkap dan masih ada masalah lagi yang menghantui kita. Yang kau lihat malam ini bukanlah bintang jatuh, melainkan pecahan asteroid. Mereka berasal dari sabuk asteroid di dekat Mars.
Sejauh itu" Maksudku, bagaimana bisa sebanyak itu" Naluri seorang lulusan sarjana astronomi terlihat kembali. Mata Hilda agak berbinar ketika mengatakannya. Setahuku, hanya beberapa asteroid saja yang memiliki eksentrisitas cukup tinggi, sehingga orbitnya memotong orbit Bumi.
Sisa-sisa perang, Hilda. Menurut Irene, itu akibat ledakan bunker nuklir milik Cincin Zeus.
Aku sudah menemukan tiga bintang jatuh lagi! Yuni berseru. Veren mengucek rambutnya gemas hingga wajahnya terlihat masam.
Jika tidak ada Perang Kosmik, kita mungkin sudah sangat maju. Perang itu menghancurkan segalanya. Menghancurkan teknologi, dan membunuh sepuluh miliar nyawa manusia, hingga saksi sejarah untuk tragedi tersebut hanya tinggal segelintir dan akhirnya dibiarkan mati.
Kau mengetahui hingga sedetil itu" Veren terkesima. Perang Kosmik selalu diingat karena besar efek yang terjadi. Jumlah korban sendiri secara jelas tidak pernah terdengar.
Orang yang kau panggil Irene yang memberitahuku. Ia adalah sahabatku semasa kuliah.
Yang benar" Hilda mengangguk. Mengapa tidak pernah cerita" Dia sekarang ada di sini. Aku rasa, jangan-jangan kau tidak pernah memberi tahu bahwa aku adalah suamimu padanya.
Memang. Habis, setelah cukup lama berpisah, baru kali ini kami kembali menjalin silaturahmi. Setelah berhasil menciptakan mesin waktu di Borneolab, ia baru memiliki sedikit waktu luang. Dan kurasa, sebelum-sebelumnya ia berada dalam lingkup kesibukan yang cukup besar, sehingga semua perhatian tercurah pada proyek yang ia jalani. Hilda menarik nafas dan menghela. Memberi jeda pada ucapan selanjutnya.
Akhirnya, ia berhasil menciptakan mesin waktu yang ia citakan. Sudah lama ia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Perang Dunia Ketiga, Masa Koloni, dan Perang Kosmik. Mungkin dengan begitu, ia juga dapat mengembalikan teknologi yang hilang.
Veren menatap putrinya. Aku rasa, tidak bijak bagi kita membicarakan perang di hadapan anak kecil.
Hilda mengangguk. Veren membuka pintu depan mobil dan mengecek perangkat navigasi.
Aku lupa memberitahumu. Komputer mobil ada sedikit gangguan.
Iya, layar sentuhnya kadang aktif kadang tidak. Hilda menyusul. Tapi, sudah diperbaiki kemarin.
Baguslah.... HANTAMAN Mama, itu bintang jatuh atau bukan" Hilda melirik ke langit. Ia mencoba mencari arah telunjuk putrinya. Makin terang, ya, Ma"
Hilda tercekat. Veren..., panggilnya. Ada apa" Sang suami keluar dari mobil.
Apa perasaanku saja" Tiga benda berpijar itu sepertinya datang kemari.
Veren bergegas menoleh. Baru saja berpaling, tiga semburan ekor api melintas di ujung kepala mereka. Dua buah melintasi ujung gedung, sementara yang satu jatuh di pelataran parkir, mengguncang tanah, dan meledakkan lima buah mobil. Yuni terperanjat dan berusaha melindungi gendang telinganya. Hilda dengan cekatan menyembunyikan Yuni dengan memeluk erat-erat.
Di sini tidak aman! Sebaiknya, kita berlindung di gedung. Veren menarik putrinya meninggalkan mobil. Tiga ekor api kembali melintas, namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dua buah jatuh di jalan raya, sementara yang satu menghantam sisi kanan gedung DINA.
Apa tidak sama-sama berbahaya" Andai tangannya tidak digenggam Veren, mungkin ia sudah berhenti berlari. Ada bunker. Veren terus membimbing keluarganya.
Sirene menyambut di dalam gedung. Beberapa personil membimbing karyawan administrasi yang baru saja turun dari lantai atas.
Bapak juga harus segera berlindung! sambut seorang petugas.
Bawa saja keluargaku! Kita memiliki kewajiban yang sama. Kita harus memastikan yang lain selamat. Veren menurunkan putrinya dari gendongan. Secepat mungkin, Yuni mendekap ibunya yang masih mengatur napas.
Mari, Bu. Hilda terlihat bimbang. Veren mencoba memastikan bahwa dirinya akan segera menyusul. Pada saat itu, sebuah lift membuka. Beberapa karyawan membopong rekan mereka yang tak sadarkan diri. Separuh tubuhnya bermandikan darah. Veren bergegas membantu.
*** Bili terperangah. Tiba-tiba, sebuah bola api keluar dari salah satu sisi gedung DINA, kemudian menyeruduk tanah tidak begitu jauh dari halaman belakang gedung. Guncangannya nyaris membuat Bili terjerembab.
Kau sekarang ada di mana" suara Ayu terdengar dari earphone komunikator.
Aku ada di halaman belakang Pusat Kesehatan DINA. Bili berputar. Beberapa wanita perawat berteriak histeris. Mereka berlarian kembali ke gedung. Beberapa bola api kembali melintas dengan ukuran yang lebih kecil. Seakan merasa dirinya hanya sebagai penonton, Bili tidak ikut berlari.
Informasi dari DIVENN baru saja masuk. Pilar kewalahan mengatasi serombongan asteroid. Menurut perkiraan mereka, beberapa pecahan akan jatuh di sekitar sini.
Akan jatuh..." Bili merasa tenggorokannya berubah kering. Ia berputar ke arah munculnya bola api yang menerobos gedung DINA. Kurasa, salah satunya telah jatuh.
Yang kau lihat sekarang hanya kepingan kecil. Masih ada kepingan-kepingan lain sebesar gunung. Tidak lama lagi akan mencapai atmosfer. Segera kembali ke LABTEK, Bil!
Komunikasi diputus. Sebelum Bili meninggalkan pelataran belakang, sebuah seruan minta tolong membuat ia menoleh. Seorang perawat bersimpuh di pelataran, memegangi pergelangan kakinya. Sebuah papan klip tergeletak dengan beberapa kertas berceceran. Terpanggil, Bili bergegas mendekat.
Kau terjatuh" Bili lebih dulu menolong lembaran kertas dan papan klip.
Kaki kiriku sepertinya terkilir.... Perawat itu meringis.
Masih bisa berjalan" Bili segera dibalas gelengan kecil. Sebuah bola api kembali meluncur di atas gedung.
*** Kita mendapat laporan dari DIVENN. Pilar tidak mampu menangani sebuah rombongan asteroid. Beberapa di antaranya memiliki garis tengah hampir satu kilometer. Diperkirakan, mereka mencapai termosfer sepuluh menit lagi. Sebuah suara terdengar dari speaker di dasbor.
Sediakan kami waktu setengahnya, balas sang pilot dari kokpit. Sekitar delapan buah monitor menyala di depan, atas, bahkan di samping kiri dan kanannya. Sebuah monitor utama berada di depan dengan ukuran paling besar.
Dari ruang kontrol, seorang jenderal memperhatikan persiapan tersebut. Bawahannya mendekat.
Apakah sekarang saatnya, Pak"
Lebih baik kita luncurkan benda itu sekarang, daripada kita gunakan ia sewaktu perang. Dunia pasti menerima.
Bawahannya mundur selangkah. Dan jenderal itu memerintahkan untuk segera melepaskan lima prajurit terbaik mereka.
Seluruh unit jin. Persiapan untuk take-off. Periksa semua hubungan senjata dan jalur komunikasi.
Tidak ada masalah pada sistem persenjataan. Navigasi di jalur hijau. HIS online. Siap untuk lepas landas. Jenderal pun memberikan aba-aba, Luncurkan!
Sebuah benda besar perlahan muncul dari Samudera Hindia, menyusul lima buah serupa terowongan raksasa.
Landasan telah sampai di permukaan. Menyesuaikan kemiringan laras lima puluh dua derajat. Jalur hijau. Seluruh jin dipersilakan untuk take-off.
Lima ekor nyala api berwarna biru melesat dari terowongan yang mengarah ke angkasa. Kelima benda itulah yang disebut jin, sosok kendaraan tempur berupa robot raksasa setinggi dua puluh satu meter. Kelimanya memanggul bermacam senjata berat. Dibalut pekatnya malam, mereka meluncur semakin ke atas.
Unit jin, laporkan keadaan kalian!
Kecepatan maksimum. Sedikit berguncang, tetapi baik-baik saja, sahut Imam.
Kami mendekati lapisan terakhir atmosfer, sambung Helden.
Fitur Anti-G kokpit jin ini benar-benar ampuh. Kami tidak merasakan apa-apa dalam kecepatan sedahsyat ini. Haris memeriksa spedometer yang terpasang di dasbor. Sepasang mesin turbojet serupa sayap telah mendorongnya melebihi kecepatan suara. Sekitar lima menit usai lepas landas, mereka telah berada di luar atmosfir.
Kedatangan mereka disambut satu dari empat Pilar. Dengan tinggi hampir dua puluh kali tinggi jin, ternyata ukuran meriam pelindung tersebut masih kalah jauh dari tiga buah asteroid yang semakin mendekat.
Ada sekitar delapan belas asteroid yang harus dihancurkan. Enam buah telah menjadi target Pilar. Sementara sisanya, kita yang tangani. Imam memberikan perintah. Diiringi lecutan cahaya besar dari Pilar, kelimanya segera berpencar menuju rombongan asteroid.
Serangan dimulai dengan melepas sepuluh insertor. Mereka menyebar dan masing-masing mendarat di sepuluh asteroid yang telah dipilih. Kepala rudal yang berupa mata bor dan berhulu ledak nuklir mulai berputar dan menyeruak masuk ke bagian terdalam asteroid. Sembari menunggu hasil, Rudi dan Iwan bergabung kembali untuk menggempur satu asteroid yang tidak kebagian insertor. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Haris dan Helden.
Imam yang menjadi ketua tim, akhirnya menyadari benar kelemahan Pilar. Meriam pelindung tersebut hanya diciptakan untuk menghalau sedikit benda langit yang mendekat. Untuk berpindah dari satu sasaran ke sasaran yang lain, memerlukan setidaknya sepuluh detik. Durasi tembakan laser yang diperlukan juga setidaknya sepuluh detik. Dengan lama penyinaran seperti itu, asteroid yang berukuran lebih besar dari Pilar, hanya terpencar menjadi beberapa bagian. Dan kepingan-kepingan tersebut, masih sulit dicerna oleh atmosfer Bumi. Menyadari apa yang akan terjadi jika batubatu itu dibiarkan utuh, Imam mulai melesat dengan O- Cannon di bahu kanan.
Dengan O-Cannon pula, empat rekan yang lain telah selesai menciptakan lubang di asteroid yang mereka hinggapi. Dirasa cukup dalam, mereka mulai meluncurkan rudal-rudal tanpa mata bor ke dalam lubang itu. Ledakan yang tercipta menggetarkan asteroid dan memaksa mereka untuk menyingkir. Bersamaan dengan sepuluh asteroid yang telah dirasuki insertor, dua asteroid yang mereka gempur akhirnya pecah berhamburan.
Tugas berhasil! pekik Haris gembira.
Belum! suara Imam terdengar. Masih banyak batu yang harus kita hancurkan.
Oh, tidak..., balas Haris. Ia dan yang lain pun melesat membantu Imam.
Tinggal dua bagian. Tembakan Pilar memberikan waktu satu menit sebelum mereka mencapai atmosfer. Helden, Iwan, Rudi, hancurkan bagian yang terlempar di sisi kiri Pilar. Haris, kita bereskan sisanya.
Mereka berpencar. Tiga kendaraan tempur yang pernah eksis sebagai senjata perang pada Masa Koloni mulai menyerang. Serombongan rudal mulai berluncuran. Sesekali mereka harus bermanuver dalam mengejar kepingan asteroid untuk mencari titik terlemah. Tarikan gravitasi juga mempercepat gerakan batu yang mereka gempur.
Aku tepat di depannya! Rudi berteriak. O-Cannon yang telah ia persiapkan, segera ia adu dengan kepingan asteroid yang hendak melumatnya. Kepingan itu terpecah berhamburan menjadi kepingan yang lebih kecil. Namun beberapa kepingan yang terbentuk, membentur jin yang ia kendarai. Ia kehilangan keseimbangan dan turut terseret gravitasi. Barulah setelah beberapa detik, ia berhasil kembali untuk terbang.
Kami berhasil menghancurkan tiga kepingan lain. Selanjutnya, biarkan termosfer yang turun tangan. Dengan ukuran sebesar itu, mereka pasti akan habis dengan sendirinya.
Kami belum selesai, balas Imam. Ia dan Haris tanpa henti menghujani asteroid yang ia kejar dengan laser dan rudal. Ukuran batu ini kurang lebih sama dengan bagian yang telah hancur. Namun senjata dari dua jin, rupanya tidak cukup untuk melumat batu tersebut.
Benda ini tidak bergeser dari posisi semula! Kami mulai mencapai atmosfer. Batu ini sepertinya mengarah ke daratan! Haris kembali membidik dan menarik picu. Sinarsinar terang meluncur dari meriam O-Cannon.
Benda ini semakin cepat! Aku akan mendahuluinya dan memborbardir dari arah depan. Imam melesat sambil terus menembak.
Di saat aku melakukan itu, aku kehilangan keseimbangan. Rudi terdengar memperingatkan.
Imam terus melesat. Ia akhirnya berhasil berada di depan.
Sesuai aba-aba, kita tembak dengan semua senjata yang kita miliki!
Semua bersiap-siap. Tembaaaaak!
*** Bili akhirnya mencapai lift. Ini satu-satunya jalan menuju LABTEK yang terdekat. Ia terpaksa berlari cukup jauh setelah menggendong perawat itu ke Pusat Kesehatan DINA. Pusat Kesehatan juga memiliki bunker, namun kesemua unit telah terisi penuh. Lagi pula, Ayu memintanya untuk segera kembali ke laboratorium.
Dunia seakan mengecil ketika deruan kencang terdengar. Baru sesaat pintu lift menutup sempurna, semua lampu mendadak padam. Serbuan serpihan logam menyusul menerobos pintu lift. Bili terhempas ke dinding, kemudian jatuh terkapar pingsan di lantai dengan tubuh dibaluri darah.
BERUSAHA KELUAR BAGIAN PERTAMA
Ulaaaaaaaaaar! Ayam yang berkokok, sontak menelan suara mereka di tenggorokan. Sonia yang tersentak bangun, mengambil alih paduan suara mereka untuk membangunkan orang-orang di subuh hari.
Di kamarnya, Sonia terduduk di tempat tidur. Tubuhnya basah seperti habis mandi. Keringat bercucuran di manamana. Napasnya turun naik. Usai membuka mata dan mendapati tidak berada di tengah hutan dan berjumpa seekor ular besar, seperti yang terakhir kali ia lihat, ia pun menyadari sesuatu. Ia hanya bermimpi. Dan sekarang, ia telah terbangun dengan disambut kamar yang acak-acakan. Separuh tubuhnya tenggelam oleh barang belanjaan yang ia borong kemarin. Sekarang, sudah jam berapa"
Beberapa barang mulai ditepis dan dikais. Ia berharap, sebuah benda mungil akan muncul dari tumpukan baju yang mendominasi barang yang ia beli. Namun, terbangun akibat mimpi buruk, membuat otaknya booting tidak sempurna. Ia merasa sangat sulit untuk fokus, terlebih untuk mencari jam tangan sebesar uang logam. Ia akhirnya lebih memilih turun dari tempat tidur. Dengan mudah, ia melupakan sebuah benda lain dengan fungsi identik yang menempel di dinding kamar.
Matanya melirik jendela. Begitu jendela dibuka, terdengar lantunan azan.
Azan" Berarti sudah subuh. Harus salat.
Sebelum salat, ia merapikan barang sekenanya. Yang penting, tidak menganggu. Namun setelah salat, ia pun bingung. Pintu kamarnya terkunci. Sementara kunci kamarnya sekarang, entah bersembunyi di mana.
Masalah baru kembali muncul. Gara-gara mencari kunci, isi kamarnya kembali tunggang-langgang. Ia pun berniat merapikan seraya mencari kunci kamarnya.
Hah...! Gara-gara kegirangan, overbelanja.... Sonia pun mengeluh.
Di luar kamar, Gaya berlenggang anggun dengan setelan kaos olahraga. Sebuah kacamata hitam menjadi pelengkap busana gadis berwajah bayi tersebut.
Bahkan saat meniti anak tangga, ia sama sekali tidak menghilangkan alunan kaki yang flamboyan. Sebagai seorang normal, hanya dalam keadaan sepi seperti ini ia berani bertingkah nyentrik seperti itu. Tumbuh sebagai seorang gadis berwajah bersih dan berpembawaan polos, membuat ia iri terhadap Alisya. Ia juga iri terhadap teman-teman yang bisa bersikap tegas. Sesekali, ia ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang tegas. Caranya mungkin agak salah, tetapi ia menikmati apa yang ia lakukan sekarang.
Melewati ruang tengah, telepon berdering. Gaya berharap, telepon itu hanya berdering tiga kali dan akhirnya mati. Tetapi, rupanya bertahan hingga deringan kesepuluh. Untuk deringan ketiga belas, Gaya terpaksa mengangkat gagang telepon. Ia menyapa seorang pria di ujung sana.
*** Sonia masih berkutat dengan pakaian yang ia beli kemarin. Gaya mengetuk pintu kamar.
Sonia" Iya. Siapa" Aku. Gaya.
Dobrak saja pintunya. Kuncinya hilang. Nia!
Apa" Ada telepon untukmu. Dari siapa"
Tidak tahu. Ditanya, dong! Iya! Iya!
Buru-buru, Gaya menghampiri telepon dan menyapa si penelepon dengan ucapan, Maaf. Bapak siapa, ya" Saya ayah Sonia.
Oh.... Ia lalu menutup gagang telepon dengan tangan. Soniaaaaa! Dari ayahmuuuuu!
Ayah" Langsung, Sonia melemparkan pakaian yang ada di tangan. Disumbangkan sajalah pakaiannya! Ia berdiri ke pintu dan berteriak, Apa katanya"
Apa" Apa katanyaaaaa" Gaya kemudian berbicara kepada ayah Sonia. Pak, karena suatu hal, kunci kamar Sonia hilang. Ia sedang terkunci di kamarnya. Jadi, saya yang akan mewakilinya. Ah, jadi membuat Anda repot.
Tidak. Oke. Saya sebenarnya ingin menyapa Sonia. Sudah bangun atau belum"
Cuma itu" Yes, that's it!
Gaya kembali menutup gagang telepon.
Sonia! Ayahmu cuma mau tahu, kamu sudah bangun atau belum"
Sonia yang menyandar di pintu dengan lesu, langsung cemberut. Bibirnya maju dan pipinya menggelembung. Aku pikir ada hal yang penting, sungutnya jengkel. Segera, ia balas berteriak, Katakan saja kalau aku belum bangun! Gaya mengangguk dan berbicara pada gagang telepon. Pak, kata Sonia, dia belum bangun.
Oh, begitu" Terima kasih. Thank you! Telepon ditutup.
Kini, Sonia berganti rupa. Tubuhnya dibalut pakaian hitam-hitam bagai seorang penyusup. Ia hendak turun dari balkon yang berada di lantai dua.
Aku tidak ingat bahwa aku pernah membeli pakaian
ini. Sonia mengulur untaian kain dari seprai, sarung bantal, hingga beberapa pakaian dan kaus kaki menjadi satu. Cukup panjang, hingga ujung yang di atas berada di balkon, sementara ujung di bawah menyentuh lantai teras pekarangan belakang.
Pelan-pelan, ia mulai meniti turun. Dengan bekal keahlian pernah memanjati tembok kedutaan Indonesia di Australia, ia berhasil turun dengan mulus seperempat jalan. Ia tersandung masalah ketika salah satu simpulan kain mendadak lepas. Padahal, ia hampir menjejakkan kaki di tanah. Akibatnya, ia pun terhempas dengan keras. Terkapar dengan mengenaskan.
Aku pasti kurang kencang mengikatnya.... Gadis itu meratap. Isi kepalanya bagai dikocok dalam blender.
Di atas, Gaya berhasil membuka pintu kamar Sonia. Ia sedikit melongo mendapati kamar itu kosong tanpa sang pemilik.
Hei! Seseorang menepuk pundaknya. Gaya menoleh dan terperanjat.
Astagfirullah! Sonia"
Kalau bukan aku, siapa lagi" Meski masih pusing, Sonia secepat kilat masuk ke dalam rumah, meniti anak tangga, dan kini berdiri tepat di belakang Gaya.
Maling. Enak saja! Lagi pula, mengapa kamu berpakaian seperti itu" Membuatku kaget.
Hanya ingin menghayati peran. Aku tadi turun dari balkon. Sayang, ada sedikit gangguan teknis. Sementara Kakak.... Mau lari pagi, ya"
Rencananya begitu, sekaligus latihan beban. Pinjam mobil kamu untuk diangkat. Tapi gara-gara telepon dari ayahmu, terpaksa di-cancel.
Ngomong-ngomong, bagaimana caranya bisa membuka pintu kamarku" Didobrak" Sonia melangkah masuk dengan berjinjit. Banyak barang berserakan di lantai kamar. Dan ia tidak tahu apa-apa saja yang berada di balik barang-barang itu. Bisa saja jarum, bahkan perangkap tikus.
Kisah Masa Kini Karya Dirgita Devina di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak. Dengan kunci. Bukankah, kau meminjamkanku kunci cadangan seluruh rumah" Gaya mengangkat sebuah untaian. Terdengar gemerincing ketika benda-benda logam itu beradu.
Begitu, ya" Sonia.
Apa" Bagaimana ceritanya kamar kamu bisa seperti ini"
*** LABTEK-II DINA sedikit berserakan dan nyaris gelap gulita. Usai sebuah guncangan cukup besar tadi malam, mendadak hanya beberapa lampu di ruang operator yang menyala. Beberapa komputer juga mati mendadak dan menyisakan tiga unit yang masih standby.
Di bawah penerangan seadanya, Irene, Ayu, dan Digta berusaha memperbaiki mesin waktu yang kembali mengalami masalah. Usai guncangan, mendadak udara bergelombang di antara dua menara lengkung menampakkan gejala hendak lenyap. Sebelum portal waktu benar-benar hilang, mereka bergegas mencari kerusakan dan sebisa mungkin untuk menormalkannya kembali.
Aku sudah memeriksa di bagian ini berulang-ulang. Tidak ada yang salah.... Irene terdengar mengeluh. Ia yakin benar. Bahwa menara lengkung yang ia periksa sama sekali dalam kondisi baik. Tidak ada komponen yang membandel.
Bagaimana denganmu" Irene berbalik. Ia mendapati Ayu tiba-tiba saja disambar bunga api. Irene terkaget, namun Ayu hanya menggetarkan tubuhnya dan melanjutkan pekerjaan yang ia lakoni sekarang. Ia mendapat tugas untuk memeriksa kabel tenaga dan data.
Aku yakin, tidak ada sambungan kabel yang longgar. Sudah berkali-kali kuperiksa, berkali-kali pula aku kesetrum.
Pasti sakit. Rambutmu sampai seperti itu.... Irene bergidik. Ayu dengan tatanan rambut semrawut, hanya menggaruk kepala yang mendadak gatal. Ia berdiri dan menuju komputer.
Aku lupa menggunakan sarung tangan..., ujarnya datar. Ia sedikit membuat Irene merasa aneh. Selama hampir satu minggu dalam satu tim saat perbaikan mesin, Irene menganggap Ayu adalah sosok pendiam, karena mungkin ia adalah gadis pemalu. Namun pada kali ini, ia sadar. Gadis tersebut ternyata termasuk kategori pendiam, karena ia memang menganggap sekelilingnya adalah hal biasa, dan berusaha bersikap tidak peduli.
Bagaimana denganmu" Irene berputar ke arah berlawanan. Sesuatu terdengar terbentur.
Aduh! Portal waktu secara menakjubkan kembali stabil.
Digta berdiri dari menjongkok. Ia mengelus ubunubunnya yang terasa perih.
Hanya komponen yang longgar. Ada beberapa yang bergeser. Kurasa, akibat guncangan tadi. Aduh..., benjol....
Bagus. Hanya komponen yang longgar. Kita telah menghabiskan waktu kurang lebih enam jam untuk mencarinya. Irene melangkah mendekati Digta.
Lebih baik jika semuanya rusak, pekerjaan kita jadi lebih jelas.
Tapi, itu tidak juga begitu baik. Yang pasti, kau sudah memperbaikinya dan memastikan bagian yang kau temukan itu tidak mudah bergerak lagi, bukan"
Yap. Sudah kuputar bautnya sekencang-kencangnya. Aku rasa, komponen itu sudah lemah semenjak pertama dirakit ulang. Aduh..., pasti baru hilang tiga hari lagi.... Apa"
Tidak.... Benjol.... Mereka kembali ke ruang operator. Irene menghampiri Ayu. Ia telah berulang-ulang memutar rekaman kejadian tadi malam. Sebuah sinar terang mendadak menghiasi pelataran parkir di area depan. Setelah itu, gelap.
Asteroidnya pasti jatuh di sekitar gedung..., Ayu berujar.
Semoga yang lain selamat....
Ayu mengangguk kecil. Tayangan segera berganti ke desktop sistem operasi komputer. Dengan beberapa gerakan jemari di papan ketik, beberapa jendela program aplikasi terbuka berurutan.
Kau masih mencoba untuk menghubungi pihak luar"
Ayu lagi-lagi mengangguk pelan. Matanya tajam menatap batangan proses yang terus terisi. Helaan napas kecewa kemudian terhembus ketika muncul pesan gagal.
Ia menggeleng. Kerusakan pada jaringan informasi DINA pasti sangat parah....
Bersabar.... Irene menepuk pundaknya.
Di kursi lain, ada Digta yang terus mengawasi sekeliling. Sebagian besar wajah LABTEK-II tidak terlihat. Beberapa mesin sengaja dimatikan secara otomatis saat pasokan listrik dari pusat terputus. Termasuk proses pengisian ulang daya MIGEN. Tempat ini benar-benar bekerja dalam kondisi minimal.
Kira-kira, sampai kapan semua ini bertahan" Kita sudah terperangkap di sini hampir tujuh jam. Sekarang sudah jam lima pagi.
Dengan konsumsi listrik minimal dan daya tampung dua puluh orang, kita masih bisa hidup selama sepuluh hari. Semua bunker yang ada pada DINA, didesain khusus untuk beberapa alasan. Di antaranya, jika terjadi bencana cukup besar atau sabotase dari pihak-pihak tertentu. Termasuk laboratorium ini.
Wow...., lebih hebat dari Borneolab.
Oh iya, aku membawa ponsel. Mungkin, kita bisa menghubungi pihak luar untuk meminta bantuan. Digta menyambar sebuah benda dari saku jas miliknya. Sebuah benda merah muda dengan beberapa tombol angka. Ia mengaktifkan pengaman tombol. Gambar dinding kebun stroberi membentang meriah. Sebelum menekan sebaris angka, matanya terbentur sesuatu.
Sayang. Bunker DINA tidak dapat ditembus oleh sinyal apapun, dari dalam maupun luar. Antisipasi jika terdapat bahan peledak.
Ayu benar. Batangan sinyal pada ponsel Digta sama sekali tidak ada.
Fuh...! Apa yang dapat kita lakukan sekarang" Kau yakin, tidak dapat mengeluarkan kita dari sini" Setidaknya, membuka hubungan ke dunia luar. Digta benar-benar mengeluh. Ia memang telah banyak menghabiskan umur hidupnya di laboratorium, bekerja dengan banyak barang elektronik, terluka, kadang-kadang tersetrum. Semua itu tidak membuatnya begitu saja merasa bosan berada di tempat seperti itu. Namun, jika keadaannya seperti ini, siapa pun pasti akan bosan.
Elevator barang masih dapat berfungsi dengan baik. Tetapi, guncangan tadi malam telah merusak sistem hidrolik pintu koridor menuju elevator. Lift untuk staf sepertinya juga mengalami kerusakan cukup parah, hingga tidak menyala. Ayu memutar kursi yang ia tempati. Ia melirik pintu lift yang berada cukup jauh. Lampu indikator yang seharusnya menyala, kini sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bagaimana dengan MIGEN" Kita bisa menggunakannya untuk mendobrak pintu, usul Digta.
Irene menggeleng pelan. Status energi terakhir, tidak cukup untuk menyalakan mesin. Perlu waktu sekitar setengah jam lagi untuk mencapai batas energi minimal. Kalau begitu, cas lagi.
Jika kalian setuju untuk mengambil resiko, akan kunyalakan kembali terminal isi ulang, Ayu kembali bicara. Resiko apa"
Aku sudah menghitung. Mengisi daya MIGEN selama setengah jam, akan mengurangi pundi listrik sebesar dua puluh lima persen. Dan tujuan kita adalah naik ke permukaan dengan elevator barang. Karena suplai listrik dari pusat terputus, kita lagi-lagi harus menggunakan pundi cadangan. Dan elevator barang akan mengkonsumsi sekitar dua puluh persen.
Sebesar itu" Digta sedikit terbelalak.
Ayu mengangguk kecil. Dan kondisi cadangan listrik kita sekarang tinggal sembilan puluh lima persen. Terlalu cepat berkurang, karena aku sempat mencoba menggerakkan elevator barang dan lift untuk staf. Lagi pula jika kita ke luar, apakah lingkungan di permukaan sana cocok untuk menopang kehidupan"
Ayu benar, tanggap Irene. Ia mengambil tempat duduk. Siapa tahu, di luar masih sangat kacau. Kita merasakan sendiri bagaimana guncangannya, bukan" Kita hanya bisa menunggu....
Bagaimana jika polisi-polisi itu berhasil menangkap Astro dan membawanya kemari" Digta sepertinya masih berkeras untuk keluar dari LABTEK.
Pada saat itu, lebih baik kita berdoa bahwa kerusakan yang timbul sangat-sangat parah. Ketika Astro berhasil dibawa melewati portal, aku akan mematikan mesin waktu dan merusaknya lebih parah dari apa yang pernah ia lakukan. Kuharap, kalian rela untuk mati bersama.
Semua terdiam. Irene dan Digta saling toleh. Kepribadian Ayu tak seayu namanya. Ia ratu es. Dingin.
Lebih baik, kalian tidur. Aku yakin sekali, semalaman kalian bekerja seperti makhluk nokturnal.
Semua menoleh Niken. Wanita itu baru terlihat pagi ini. Ia menghilang ketika Ayu dan yang lain sibuk memeriksa mesin waktu. Ia datang dengan cangkir yang mengepulkan uap hangat. Dan tangan yang dibalut oleh perban. Sebelum benar-benar menghilang, ia terlihat mencoba membuka pintu menuju lift barang yang macet.
Kalian bisa beristirahat di dapur. Ada meja kosong yang kurasa cukup untuk dua orang. Tempatnya juga hangat jika kalian menyalakan kompor. Itu pun jika kalian bersedia mencoba caraku.
Aku tak pernah tahu bahwa meja tersebut sangat bermanfaat. Aku pasti akan menyuruh Bili tidur di sana lain kali, Ayu menyela.
Maksudku, tidak untuk setiap saat. Hanya untuk waktu-waktu tertentu saja, tambah Niken.
Ngomong-ngomong soal Bili. Aku memintanya untuk segera kembali ke LABTEK-II. Tapi hingga terakhir kali semua sistem berjalan lancar, Bili masih belum terlihat. Aku khawatir.... Ayu memperhatikan gelang multifungsi miliknya. Hanya ada deretan angka dengan dua tanda titik yang berkedip.
Dia mungkin ada di bunker bersama yang lain" tebak
Irene. Semoga dia selamat. Kuharap, ia tidak mati jika kehancuran di luar sana cukup parah. Ucapan Ayu yang cukup dingin, sedikit menyentak telinga Digta.
Mati..." Mungkin, lebih baik dia mati. Setidaknya, orang yang kau benci itu telah lenyap dari dunia.
Hati Digta begetar. Bukan! Berguncang mungkin lebih tepat. Dan guncangan itu lebih dahsyat dari guncangan akibat asteroid yang jatuh.
Kau... menyindirku" Ayu menggeleng perlahan. Aku juga ingin Bili mati. Selama ini, aku membenci pria. Tetapi Bili membuatku kadang-kadang melupakan itu.
BERUSAHA KELUAR BAGIAN KEDUA
Kemarin, Astro dijumpai terkapar di sela-sela kargo oleh petugas pelabuhan. Khawatir orang yang ia temukan adalah korban kriminal, ia menghubungi polisi. Sementara polisi, segera membawa Astro ke rumah sakit. Lagi.
Seharian penuh, kondisi Astro dalam kritis. Menurut dokter, ada semacam zat yang memasuki tubuh pasien ini. Zat itu membuat sistem saraf Astro menjadi kacau. Ototnya pun berkontraksi tidak menentu.
Selain zat asing, para tenaga medis juga menemukan benda elektronik yang memancarkan sinyal di balik punggung Asrtro. Berharap bahwa benda itu adalah pemicu reaksi, operasi kecil langsung digelar untuk mencabut benda tersebut.
Menjelang dini hari, kondisi Astro mulai membaik. Dan pagi ini, ia sudah dapat membuka mata. Bahkan, ia juga telah melarikan diri dari rumah sakit. Lagi. Ia juga sempat mencaplok buah-buahan di kamar pasien lain. Sudah dua hari ini ia tidak mengisi perut.
Astro nyaris sembuh, begitu pula dengan Alisya. Musuh besar Astro ini sudah dapat melangkahkan kaki dengan baik. Begitu bangun, ia langsung mencari Gaya dengan langkah yang masih goyang. Perasaannya tidak enak setelah digerayangi mimpi buruk. Di mimpinya, ia melihat sebuah asteroid menghantam Bumi. Ukuran batu itu sangat besar. Hantamannya meluluhlantakkan hampir seisi planet.
Ia mendapati Gaya di depan rumah. Tampak asyik menyiram tanaman.
Alisya" Kau sudah bisa berjalan" Kau... sudah sembuh" sambut Gaya.
Hampir.... Syukurlah. Bagaimana denganmu" Memarmu sudah hilang" Sama sepertimu. Hampir....
Jika demikian.... Gaya, bagaimana kalau kita bergerak sekarang" Kita cari Astro. Aku bermimpi buruk tentang masa kita.
Mimpi itu sudah biasa, Alisya. Bunga tidur. Tapi....
Oke, kita akan pergi. Tapi, nanti siang saja. Bagaimana"
Kenapa" Kau masih belum sembuh benar. Lagi pula, kau belum mandi. Langsung, dengan selang air di tangan, ia menyemprot tubuh Alisya hingga basah kuyup.
Berhenti, Gaya! Berhenti!
Gaya terkaget dan menyembunyikan selang air di balik punggung.
Aku masih belum sembuh benar.... Nanti malah demam!
Maaf...! *** Hampir dua jam. LABTEK kembali hening usai sedikit perbincangan antara Digta dan Ayu. Digta mempertanyakan kesungguhan gadis berbongkah batu es tersebut tentang idenya untuk mati bersama. Dan tanpa menunggu lama, Ayu segera menjawab bahwa ia tidak main-main.
Tapi, orang-orang yang ditugaskan untuk menangkap Astro adalah orang-orang pilihan. Mereka dapat dengan mudah menjebol pintu yang macet itu, membawanya keluar, dan segera mengamankan Astro ke Markas Besar Polisi.
Bagaimana jika kerusakan di luar sangat parah" Tidak memungkinkan kita untuk pergi ke mana-mana. Satu-satunya jalan adalah mengurung Astro di sini. Sementara, Astro adalah orang yang sangat nekad. Ia bisa membunuh kita semua, jawaban yang dianggap logis oleh Ayu segera terlontar.
Digta terdiam. Ia diam bukan karena ucapan Ayu. Ia diam karena ucapannya sendiri.
Tunggu.... Apa yang baru saja aku katakan..."
Usai beberapa detik terlihat bingung, mendadak tangannya menyambar bahu kiri Ayu. Gadis dengan pembawaan berseberangan dengannya tersebut hanya menoleh. Sementara Digta, terlihat begitu antusias.
Polisi-polisi itu! Kita bisa meminta bantuan mereka. Kita hanya perlu beberapa orang yang pernah menggunakan fibernetik. Kekuatan otot mereka mungkin bisa menjebol pintu.
Ide bagus.... Ayu sedikit menjauh dari sandaran kursi. Dengan segera, jemarinya kembali bermain lincah di atas papan ketik.
*** Setelah perbincangan, mereka berempat hanya bisa duduk di kursi masing-masing. Digta kembali menyeret kursi ke pojok ruang operator. Jemarinya memutar-mutar pena dengan lihai. Sementara Ayu, sesekali membuka jalur komunikasi ke komputer mainframe DINA. Begitu gagal, ia langsung pindah ke modus permainan untuk menghabiskan waktu beberapa menit. Kemudian, mencoba lagi.
Mereka akan datang sekitar satu jam lagi. Ada kendala teknis, Ayu bersuara pelan. Ia baru saja mendapat pesan dari penjaga Pos Jembatan Portal.
Di salah satu sisi dengan sebuah komputer menyala, Niken mengerjakan sesuatu. Di sampingnya, Irene mengecek sebuah catatan, sembari duduk membelakangi komputer.
Niken sepertinya kesulitan memencet tombol-tombol keyboard. Dan itu menarik perhatian Irene.
Tanganmu luka parah"
Niken menggeleng. Hanya luka lecet. Aku terlalu bodoh. Aku berusaha membuka pintu itu hanya bermodal tuas besi biasa.
Usahamu kuhargai. Setidaknya, itu menghalangi kami untuk berbuat yang sama sepertimu.
Niken hanya tersenyum. Letih menggunakan papan ketik, jemarinya memanfaatkan fitur layar sentuh untuk input beberapa perintah.
Kau sedang mengerjakan apa" Irene memutar kursi, menghadap ke komputer.
Sebelum mengirim peringatan, DIVENN sempat mengirim data asteroid yang dicurigai. Aku sedang memeriksanya.
Irene mencondongkan tubuhnya. Sesuatu sepertinya muncul di monitor. Tampilannya menutup seluruh dekstop seusai Niken memencet sebuah ikon.
Ratusan titik putih berlatar belakang hitam mulai terhampar. Dengan cepat pula, satu demi satu titik-titik itu mulai memiliki label empat digit angka. Beberapa di antaranya, malah ditandai dengan lingkaran merah.
Itu model dua dimensi. Bisa ditransfer ke model tiga dimensi"
Tunggu.... Niken sedikit mengutak-atik. Dan setelahnya, tampilan lain kembali muncul.
Ia tersandar. Irene menangkap air muka tak bersemangat dari wajah Niken.
Tidak diragukan.... Kenapa"
DIVENN benar-benar telah mencocokkan data DEX-3 dan DORGIBA. Memang benar, ada tiga puluh sembilan bunker dan reaktor nuklir yang berarak menuju Bumi. Dan jarak mereka... tinggal dua hari lagi.
Digta yang menyendiri di pojok, dapat mendengar kalimat itu. Jemarinya berhenti bermain. Sementara Ayu, hanya menoleh. Begitu ia kembali ke monitor komputer, pesan gagal lagi-lagi muncul.
Setidaknya ada Bulan. Kita bisa mengharapkan gravitasinya, Irene mencoba mencari harapan.
Niken malah menggeleng kecil. Bulan tidak cukup kuat. Gravitasinya tidak bisa menarik semua bunker. Dan hantaman beberapa bunker, mungkin dapat menghapus satelit tersebut.
Kita akan mati..., sela Ayu. Ucapannya membuat semua orang membatin. Mungkin saja ia benar. Tetapi seharusnya, masih ada harapan. Masih ada negara selain Indonesia. Mereka memiliki kemungkinan besar untuk selamat dari serangan asteroid. Dan mereka seharusnya, dapat melakukan sesuatu untuk menyelamatkan planet ini. ....
Lama terdiam, Digta akhirnya beranjak dari kursi. Langkahnya terayun menuju dapur. Di bawah cahaya yang cukup terang, Digta menebak-nebak isi laci di tempat tersebut. Dan dalam waktu singkat, ia berhasil mendapatkan satu toples kopi dan gula. Keduanya ia campur dalam sebuah cangkir.
Air panas juga tidak begitu repot untuk dicari. Tinggal meletakkan gelas di bawah keran berwarna merah, memencet tombol di atas keran, dan air dengan kepulan asapnya segera turun. Tinggal mengambil sendok dan mengaduk kopi buatannya.
Baru beberapa putaran sendok, konsentrasi Digta terganggu oleh debu yang mendadak turun. Debu yang cukup pekat menghinggapi cangkirnya, mengotori kopinya dan juga meja yang menjadi landasan. Dengan rasa jengkel, Digta mendongak. Nyaris matanya juga diterpa oleh debu, jika ia tidak segera bergeser ke belakang.
Sebuah ventilasi menganga tepat di atas kepala Digta. Kisi-kisinya tampak kotor oleh debu. Sesekali, debu-debu itu jatuh dan Digta cukup lama hanya berdiri menatapnya. Hingga akhirnya, ia bergegas mengambil kursi dan berusaha mendekati ventilasi.
Sayup-sayup, ia mendengar suara gaduh. Tidak begitu jelas, hingga akhirnya ia mendengar teriakan seseorang. Usai suara teriakan, sesuatu yang besar sepertinya terhempas. Bisa jadi bongkahan beton atau mungkin ledakan. Digta dapat merasakan getarannya walaupun halus.
Lupa akan kopi yang sepatutnya diaduk, Digta melompat dari kursi dan kembali ke ruang operator.
Ayu, aktifkan terminal isi ulang MIGEN. Kita akan segera keluar dari sini!
Ayu hanya mengangguk. Ia berpindah dari modus permainan dan memasuki sebuah jendela perintah. Irene berbalik. Kau sungguh-sungguh"
Aku sungguh-sungguh, jawab Digta bersemangat. Sewaktu di dapur, aku mendengar suara gaduh lewat ventilasi. Itu adalah suara dari permukaan. Aku mendengar orang-orang!
Terminal isi daya MIGEN telah aktif. Sepasang matanya menyala dengan warna merah.
Kau yakin..." Aku yakin seratus persen.
Bagaimana dengan polisi-polisinya" sela Niken.
Biarkan saja mereka tetap kemari. Siapa tahu, kita juga memerlukan bantuan dari mereka.
*** Hein menyusuri trotoar kota. Sebuah jaket dengan penutup kepala, menjadi pelindung dari incaran polisi dan Astro. Sesekali ia berhenti untuk bertanya pada seseorang.
Sudah dua hari ia mencari alamat yang diberikan Astro. Sudah dua hari pula ia terkatung-katung. Ia juga sempat ditipu oleh sekelompok pemuda, hingga harus meninggalkan kota cukup jauh. Dan pagi ini, ia tidak ingin tertipu untuk kedua kali. Usai bertanya pada satu orang, ia bertanya terus pada orang lain. Hingga hatinya merasa cukup, cukup yakin bahwa orang-orang yang ia tanya tidak menipu, dan alamat tersebut bukanlah alamat fiktif. Astro bisa saja membohonginya sejak awal.
Usai bertanya pada seorang pemilik kios majalah, jam tangan milik Hein berbunyi. Bergegas ia memisahkan diri dari tempat ramai.
Selamat pagi, Hein. Bagaimana kabarmu"
Baik, Josh. Meski sedikit jengkel. Mengapa baru menghubungiku" Aku kehilangan kontak.
Kami terpaksa menutup portal dan melakukan sinkronisasi. Sekarang, portal berada di puncak sebuah gedung.
Di mana" Hein mendongak. Matanya melompat dari satu puncak gedung ke puncak yang lain.
Untuk sementara, kau tidak perlu tahu. Hein menurunkan pandangannya. Bagaimana dengan Astro" Kau berhasil"
Andai kau ada di sini. Ia lebih kuat dari terakhir kali aku bertemu dengannya. Ia melemparku keluar dari pelabuhan.... Hein sedikit berbisik untuk kalimat terakhir.
Berarti, kau gagal. Tuan Morgan tidak menerima ini. Ia pasti akan marah.
Tapi ada kabar baik. Setidaknya, giganium itu tidak bersama Astro sekarang. Benda itu dibawa lari oleh putri personel DIVENN. Aku sekarang tengah mencarinya. Dan Astro, kupikir ia terluka.
Jika terluka, mengapa tidak kau habisi"
Ia lebih dulu melemparku. Dan mungkin, ia sekarang sudah sembuh. Aku tidak mau ambil resiko dan buang waktu. Jika kau punya waktu banyak di sana, lebih baik kau membantuku. Rasakan bagaimana susahnya mencari alamat. Josh terdengar sedikit tertawa.
Aku akan segera datang. Oh iya, mau mendengar sebuah kabar" Ini menyangkut DINA dan DIVENN. Apa itu"
*** Tepat tiga puluh menit. Ayu menatap jam tangannya, dan segera menekan beberapa tombol pada keyboard. Terminal isi daya MIGEN segera memutus pasokan listrik. Mata MIGEN berubah dari merah menjadi kuning. Digta bergegas mencopot tiga kabel yang menjulur dari punggung MIGEN.
Irene mengambil alih. Ia mengaktifkan modul kontroler dan mulai menyalakan mesin. Berhasil. MIGEN menyala dengan sinar mata berwarna hijau. Namun, sebuah pesan segera muncul. Memperingatkan Irene, bahwa MIGEN aktif dalam kondisi minimal. Energinya akan segera habis.
Tidak masalah...! Irene bergegas memberi perintah pada modul kontroler. Sebelum ia benar-benar mencapai tahap eksekusi perintah, ia berbalik menghadap Ayu. Izinkan aku untuk mendobrak pintu koridor elevator barang. Silakan....
Dan tombol ENTER ditekan. MIGEN bergerak. Ia menuju pintu koridor yang akan membawa mereka ke elevator. Dengan sekali ayunan tangan, pintu baja itu mulai seperti kaleng dilempar batu. Sebuah celah yang terbentuk, membantu MIGEN untuk menggeser dua kepingan bajanya saling menjauh. Dengan kemampuan mesin yang ia miliki, MIGEN berhasil membuat celah selebar satu meter, dari dua meter lebar bukaan pintu semestinya.
Ayo, kita keluar. Tunggu apa lagi" Digta adalah orang pertama yang memasuki koridor, disusul MIGEN, kemudian tiga orang sisa. Mereka menuju elevator. Pintu elevator barang menyambut dengan mulus. Ayu yang juga bergabung, melakukan sesuatu terhadap jam tangannya. Dan elevator bergerak naik ke atas.
Semua saling tatap. Tidak ada yang berani bicara. Tidak ada pula yang berani membayangkan keadaan di luar yang segera menyambut.
*** Terlibat dalam evakuasi staf yang kritis, Veren baru berkesempatan mengetahui kondisi gedung DINA setelah mobil ambulans terakhir berlari ke rumah sakit. Gedung tersebut tidak utuh lagi, dengan jendela-jendela yang tidak lagi berkaca, dan beberapa bagian depan gedung yang runtuh.
Anak buahku melapor, jalan menuju lift ke LABTEK- II DINA tertutup beton. Langit-langit lantai dasar runtuh. Seorang laki-laki berseragam loreng mendampingi Veren. Sekarang, mereka pindah ke pintu elevator barang. Berhasil"
Sedang dicoba. Seorang pemuda dengan baju loreng menghampiri mereka. Lapor, Pak! Ia berdiri tegap. Kami sudah berusaha untuk membuka kunci pintu elevator barang. Tetapi, pintu tersebut tetap tidak mau terbuka. Diduga, sistem hidrolik pintu mengalami gangguan, Pak!
Setahuku, pintu elevator barang adalah baja setebal lima sentimeter. Veren mencoba mengingat-ingat.
Kalau begitu, ledakkan! perintah atasan pemuda tersebut.
Diledakkan" Veren terkaget.
Kau dengar itu, Prajurit" Ledakkan pintu itu! Kita evakuasi secepatnya orang-orang yang ada di dalam. Laksanakan, Pak!
Pemuda itu menjauh. Ia menghampiri sebuah mobil yang juga bermotif loreng. Setelah meminta izin dari penjaga mobil, ia pergi menenteng sebuah benda besar. Ia menghadap langsung di depan pintu masuk elevator barang. Benda itu ia panggul, matanya membidik, dan jarinya siap menekan sebentuk pelatuk.
Satu..., dua.... Ia menghitung dalam hati. Dan mendadak, pintu di hadapannya berbunyi cukup keras. Ia terperanjat dan pintu lagi-lagi seperti diseruduk seekor banteng, hingga penyok di beberapa sisi. Dan cukup untuk hantaman yang ketiga, pintu baja elevator barang yang berdiri kokoh akhirnya tumbang. Sebentuk tubuh logam sedikit menambah keterkejutan sang prajurit.
Digta menyelinap dari balik tubuh MIGEN. Ia melambai. Halo....
** Bersambung ** (KISAH MASA LALU)
Selanjutnya Creative Commons Attribution- No Derivative Works 3.0 Unported
CREATIVE COMMONS CORPORATION IS NOT A LAW FIRM AND DOES NOT PROVIDE LEGAL SERVICES. DISTRIBUTION OF THIS LICENSE DOES NOT CREATE AN ATTORNEY-CLIENT RELATIONSHIP. CREATIVE COMMONS PROVIDES THIS INFORMATION ON AN "AS-IS" BASIS. CREATIVE COMMONS MAKES NO WARRANTIES REGARDING THE INFORMATION PROVIDED, AND DISCLAIMS LIABILITY FOR DAMAGES RESULTING FROM ITS USE.
License THE WORK (AS DEFINED BELOW) IS PROVIDED UNDER THE TERMS OF THIS CREATIVE COMMONS PUBLIC LICENSE ("CCPL" OR "LICENSE"). THE WORK IS PROTECTED BY COPYRIGHT AND/OR OTHER APPLICABLE LAW. ANY USE OF THE WORK OTHER THAN AS AUTHORIZED UNDER THIS LICENSE OR COPYRIGHT LAW IS PROHIBITED.
BY EXERCISING ANY RIGHTS TO THE WORK PROVIDED HERE, YOU ACCEPT AND AGREE TO BE BOUND BY THE TERMS OF THIS LICENSE. TO THE EXTENT THIS LICENSE MAY BE CONSIDERED TO BE A CONTRACT, THE LICENSOR GRANTS YOU THE RIGHTS CONTAINED HERE IN CONSIDERATION OF YOUR ACCEPTANCE OF SUCH TERMS AND CONDITIONS.
1. Definitions a. "Adaptation" means a work based upon the Work, or upon the Work and other pre-existing works, such as a translation, adaptation, derivative work, arrangement of music or other alterations of a literary or artistic work, or phonogram or performance and includes cinematographic adaptations or any other form in which the Work may be recast, transformed, or adapted including in any form recognizably derived from the original, except that a work that constitutes a Collection will not be considered an Adaptation for the purpose of this License. For the avoidance of doubt, where the Work is a musical work, performance or phonogram, the synchronization of the Work in timed-relation with a moving image ("synching") will be considered an Adaptation for the purpose of this License.
b. "Collection" means a collection of literary or artistic works, such as encyclopedias and anthologies, or performances, phonograms or broadcasts, or other works or subject matter other than works listed in Section 1(f) below, which, by reason of the selection and arrangement of their contents, constitute intellectual creations, in which the Work is included in its entirety in unmodified form along with one or more other contributions, each constituting separate and independent works in themselves, which together are assembled into a collective whole. A work that constitutes a Collection will not be considered an Adaptation (as defined above) for the purposes of this License.
c. "Distribute" means to make available to the public the original and copies of the Work through sale or other transfer of ownership.
d. "Licensor" means the individual, individuals, entity or entities that offer(s) the Work under the terms of this License.
e. "Original Author" means, in the case of a literary or artistic work, the individual, individuals, entity or entities who created the Work or if no individual or entity can be identified, the publisher; and in addition (i) in the case of a performance the actors, singers, musicians, dancers, and other persons who act, sing, deliver, declaim, play in, interpret or otherwise perform literary or artistic works or expressions of folklore; (ii) in the case of a phonogram the producer being the person or legal entity who first fixes the sounds of a performance or other sounds; and, (iii) in the case of broadcasts, the organization that transmits the broadcast.
f. "Work" means the literary and/or artistic work offered under the terms of this License including without limitation any production in the literary, scientific and artistic domain, whatever may be the mode or form of its expression including digital form, such as a book, pamphlet and other writing; a lecture, address, sermon or other work of the same nature; a dramatic or dramatico-musical work; a choreographic work or entertainment in dumb show; a musical composition with or without words; a cinematographic work to which are assimilated works expressed by a process analogous to cinematography; a work of drawing, painting, architecture, sculpture, engraving or lithography; a photographic work to which are assimilated works expressed by a process analogous to photography; a work of applied art; an illustration, map, plan, sketch or three-dimensional work relative to geography, topography, architecture or science; a performance; a broadcast; a phonogram; a compilation of data to the extent it is protected as a copyrightable work; or a work performed by a variety or circus performer to the extent it is not otherwise considered a literary or artistic work.
g. "You" means an individual or entity exercising rights under this License who has not previously violated the terms of this License with respect to the Work, or who has received express permission from the Licensor to exercise rights under this License despite a previous violation.
h. "Publicly Perform" means to perform public recitations of the Work and to communicate to the public those public recitations, by any means or process, including by wire or wireless means or public digital performances; to make available to the public Works in such a way that members of the public may access these Works from a place and at a place individually chosen by them; to perform the Work to the public by any means or process and the
communication to the public of the performances of the Work, including by public digital performance; to broadcast and rebroadcast the Work by any means including signs, sounds or images.
i. "Reproduce" means to make copies of the Work by any means including without limitation by sound or visual recordings and the right of fixation and reproducing fixations of the Work, including storage of a protected performance or phonogram in digital form or other electronic medium.
2. Fair Dealing Rights. Nothing in this License is intended to reduce, limit, or restrict any uses free from copyright or rights arising from limitations or exceptions that are provided for in connection with the copyright protection under copyright law or other applicable laws.
3. License Grant. Subject to the terms and conditions of this License, Licensor hereby grants You a worldwide, royalty-free, nonexclusive, perpetual (for the duration of the applicable copyright) license to exercise the rights in the Work as stated below:
a. to Reproduce the Work, to incorporate the Work into one or more Collections, and to Reproduce the Work as incorporated in the Collections; and,
b. to Distribute and Publicly Perform the Work including as
incorporated in Collections. c. For the avoidance of doubt:
i. Non-waivable Compulsory License Schemes. In those jurisdictions in which the right to collect royalties through any statutory or compulsory licensing scheme cannot be waived, the Licensor reserves the exclusive right to collect such royalties for any exercise by You of the rights granted under this License;
ii. Waivable Compulsory License Schemes. In those jurisdictions in which the right to collect royalties through any statutory or compulsory licensing scheme can be waived, the Licensor waives the exclusive right to collect such royalties for any exercise by You of the rights granted under this License; and,
iii. Voluntary License Schemes. The Licensor waives the right to collect royalties, whether individually or, in the event that the Licensor is a member of a collecting society that administers voluntary licensing schemes, via that society, from any exercise by You of the rights granted under this License.
The above rights may be exercised in all media and formats whether now known or hereafter devised. The above rights include the right to make such modifications as are technically necessary to exercise the rights in other media and formats, but otherwise you have no rights to make Adaptations. Subject to Section 8(f), all rights not expressly granted by Licensor are hereby reserved.
4. Restrictions. The license granted in Section 3 above is expressly made subject to and limited by the following restrictions:
a. You may Distribute or Publicly Perform the Work only under the terms of this License. You must include a copy of, or the Uniform Resource Identifier (URI) for, this License with every copy of the Work You Distribute or Publicly Perform. You may not offer or impose any terms on the Work that restrict the terms of this License or the ability of the recipient of the Work to exercise the rights granted to that recipient under the terms of the License. You may not sublicense the Work. You must keep intact all notices that refer to this License and to the disclaimer of warranties with every copy of the Work You Distribute or Publicly Perform. When You Distribute or Publicly Perform the Work, You may not impose any effective technological measures on the Work that restrict the ability of a recipient of the Work from You to exercise the rights granted to that recipient under the terms of the License. This Section 4(a) applies to the Work as incorporated in a Collection, but this does not require the Collection apart from the Work itself to be made subject to the terms of this License. If You create a Collection, upon notice from any Licensor You must, to the extent practicable, remove from the Collection any credit as required by Section 4(b), as requested.
b. If You Distribute, or Publicly Perform the Work or Collections, You must, unless a request has been made pursuant to Section 4(a), keep intact all copyright notices for the Work and provide, reasonable to the medium or means You are utilizing: (i) the name of the Original Author (or pseudonym, if applicable) if supplied, and/or if the Original Author and/or Licensor designate another party or parties (e.g., a sponsor institute, publishing entity, journal) for attribution ("Attribution Parties") in Licensor's copyright notice, terms of service or by other reasonable means, the name of such party or parties; (ii) the title of the Work if supplied; (iii) to the extent reasonably practicable, the URI, if any, that Licensor specifies to be associated with the Work, unless such URI does not refer to the copyright notice or licensing information for the Work. The credit required by this Section 4(b) may be implemented in any reasonable manner; provided, however, that in the case of a Collection, at a minimum such credit will appear, if a credit for all contributing authors of the Collection appears, then as part of these credits and in a manner at least as prominent as the credits for the other contributing authors. For the avoidance of doubt, You may only use the credit required by this Section for the purpose of attribution in the manner set out above and, by exercising Your rights under this License, You may not implicitly or explicitly assert or imply any connection with, sponsorship or endorsement by the Original Author, Licensor and/or Attribution Parties, as appropriate, of You or Your use of the Work, without the separate, express prior written permission of the Original Author, Licensor and/or Attribution Parties.
c. Except as otherwise agreed in writing by the Licensor or as may be otherwise permitted by applicable law, if You Reproduce, Distribute or Publicly Perform the Work either by itself or as part of any Collections, You must not distort, mutilate, modify or take other derogatory action in relation to the Work which would be prejudicial to the Original Author's honor or reputation.
5. Representations, Warranties and Disclaimer
UNLESS OTHERWISE MUTUALLY AGREED TO BY THE PARTIES IN WRITING, LICENSOR OFFERS THE WORK AS-IS AND MAKES NO REPRESENTATIONS OR WARRANTIES OF ANY KIND CONCERNING THE WORK, EXPRESS, IMPLIED, STATUTORY OR OTHERWISE, INCLUDING, WITHOUT LIMITATION, WARRANTIES OF TITLE, MERCHANTIBILITY, FITNESS FOR A PARTICULAR PURPOSE,
NONINFRINGEMENT, OR THE ABSENCE OF LATENT OR OTHER DEFECTS, ACCURACY, OR THE PRESENCE OF ABSENCE OF ERRORS, WHETHER OR NOT DISCOVERABLE. SOME JURISDICTIONS DO NOT ALLOW THE EXCLUSION OF IMPLIED WARRANTIES, SO SUCH EXCLUSION MAY NOT APPLY TO YOU.
6. Limitation on Liability. EXCEPT TO THE EXTENT REQUIRED BY APPLICABLE LAW, IN NO EVENT WILL LICENSOR BE LIABLE TO YOU ON ANY LEGAL THEORY FOR ANY SPECIAL, INCIDENTAL, CONSEQUENTIAL, PUNITIVE OR EXEMPLARY DAMAGES ARISING OUT OF THIS LICENSE OR THE USE OF THE WORK, EVEN IF LICENSOR HAS BEEN ADVISED OF THE POSSIBILITY OF SUCH DAMAGES.
7. Termination a. This License and the rights granted hereunder will terminate automatically upon any breach by You of the terms of this License. Individuals or entities who have received Collections from You under this License, however, will not have their licenses terminated provided such individuals or entities remain in full compliance with those licenses. Sections 1, 2, 5, 6, 7, and 8 will survive any termination of this License.
b. Subject to the above terms and conditions, the license granted here is perpetual (for the duration of the applicable copyright in the Work). Notwithstanding the above, Licensor reserves the right to release the Work under different license terms or to stop distributing the Work at any time; provided, however that any such election will not serve to withdraw this License (or any other license that has been, or is required to be, granted under the terms of this License), and this License will continue in full force and effect unless terminated as stated above.
8. Miscellaneous a. Each time You Distribute or Publicly Perform the Work or a Collection, the Licensor offers to the recipient a license to the Work on the same terms and conditions as the license granted to You under this License.
b. If any provision of this License is invalid or unenforceable under applicable law, it shall not affect the validity or enforceability of the remainder of the terms of this License, and without further action by the parties to this agreement, such provision shall be reformed to the minimum extent necessary to make such provision valid and enforceable.
c. No term or provision of this License shall be deemed waived and no breach consented to unless such waiver or consent shall be in writing and signed by the party to be charged with such waiver or consent.
d. This License constitutes the entire agreement between the parties with respect to the Work licensed here. There are no understandings, agreements or representations with respect to the Work not specified here. Licensor shall not be bound by any additional provisions that may appear in any communication from You. This License may not be modified without the mutual written agreement of the Licensor and You.
e. The rights granted under, and the subject matter referenced, in this License were drafted utilizing the terminology of the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (as amended on September 28, 1979), the Rome Convention of 1961, the WIPO Copyright Treaty of 1996, the WIPO Performances and Phonograms Treaty of 1996 and the Universal Copyright Convention (as revised on July 24, 1971). These rights and subject matter take effect in the relevant jurisdiction in which the License terms are sought to be enforced according to the corresponding provisions of the implementation of those treaty provisions in the applicable national law. If the standard suite of rights granted under applicable copyright law includes additional rights not granted under this License, such additional rights are deemed to be included in the License; this License is not intended to restrict the license of any rights under applicable law.
Creative Commons Notice Creative Commons is not a party to this License, and makes no warranty whatsoever in connection with the Work. Creative Commons will not be liable to You or any party on any legal theory for any damages whatsoever, including without limitation any general, special, incidental or consequential damages arising in connection to this license. Notwithstanding the foregoing two (2) sentences, if Creative Commons has expressly identified itself as the Licensor hereunder, it shall have all rights and obligations of Licensor.
Except for the limited purpose of indicating to the public that the Work is licensed under the CCPL, Creative Commons does not authorize the use by either party of the trademark "Creative Commons" or any related trademark or logo of Creative Commons without the prior written consent of Creative Commons. Any permitted use will be in compliance with Creative Commons' then-current trademark usage guidelines, as may be published on its website or otherwise made available upon request from time to time. For the avoidance of doubt, this trademark restriction does not form part of this License.
Creative Commons may be contacted at http://creativecommons.org/.
Tentang Penulis Dirgita Devina (atau hanya Dirgita) adalah nama pena dari Citra Paska. Hampir semua kegiatannya adalah menulis. Mulai dari menulis cerpen, novel, hingga terjemahan program-program bebas terbuka (free and open source software).
Fiksi ilmiah dan laga adalah genre cerita yang paling sering dikembangkan oleh Dirgita. Sementara tema yang paling sering diangkat, tidak begitu jauh dari isu kemanusiaan.
Informasi lebih lanjut mengenai Dirgita bisa dijumpai di Dapur Dirgita dan Rumah Tulis Dirgita.
Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 5 Lima Sekawan Sarjana Misterius Kiamat Di Goa Sewu 1