Pencarian

Manusia Aneh Dialas 3

Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l Bagian 3


cepat ia melontarkan sekali lagi pukulan sekuatnya. Tapi ia merasa tenaganya sudah
tidak sebesar tadi, tampaknya kintak itu masih terus menubruk kearahnya. Dan aneh
bin ajaib, mendadak kintak itu bersuara kok sekali lagi, cuma suara ini lain daripada
tadi, badannya juga terus terbanting diatas panggung lalu empat kakinya mengenjol
sekali terus tidak berkutik lagi, nyata sudah mati.
Segera Jun-yan tahu, tentu seperti mengalahkan Ti Put-cian tadi, si orang aneh
itulah yang telah membantunya pula. Tapi ketika ia melirik kesana, ia lihat orang aneh
itu masih tetap duduk anteng saja, jaraknya dengan panggung batu kira2 3-4 tombak
jauhnya, terang ia membantu dengan senjata rahasia, tapi anehnya tanpa suara tanpa
wujut hingga tak diketahui orang lain. Maka dapatlah dibayangkan betapa hebat ilmu
kepandaiannya. Sementara itu demi nampak Jun-yan berhasil membunuh katak berwajah manusia
itu, seluruh orang Biau yang hadir disitu terus bersorak-sorai gembira. Segera Tiat-hoa-
Hong san Koay Khek " Halaman 100
yoza collection popo pun melompat keatas panggung batu lagi sembari tangannya sudah memegangi
sebilah golok. Ternyata ilmu sakti nona memang tiada bandingannya, asal bisa membunuh lagi
dua mahluk berbisa lain, selamanya akan dijunjung sebagai Seng-co oleh suku kami
dari tujuh puluh dua gua. demikian kata nenek tua itu. Sekarang silahkan nona minum
dulu pil mujijat dari katak ini.
Habis berkata, cepat goloknya bekerja, sekali potong dan sekali iris, tahu2 batang
golok telah bertambah dengan sepotong benda yang besarnya seperti telor ayam.
Kiranya itulah empedu binatang aneh itu. Meski bau katak itu amis memuakkan, tapi
benda isi perutnya itu berbau wangi.
Namun begitu, Jun-yan merasa ngeri akan isi perut kintal itu, katanya: Aku tak mau
makan barang mengerikan ini!
Baru saja selesai ia ucapkan, tiba2 dibawah panggung Ti Put-cian terus
menyanggupi: Dia tidak mau, berikanlah padaku !
Dalam pada itu, Bok Siang-hiong yang dikalahkan Cu Hong-tin itu, masih berada
disitu, segera iapun berseru : Nona Lou, Iwetan (pil dalam) mahluk berbisa itu mujijatnya
dapat menandingi tenaga latihan selama beberapa tahun, adalah semacam benda yang
sangat diinginkan oleh orang-orang yang belajar silat seperti kita. Hendaklah kau lekas
menelannya, supaya tidak jatuh ditangan orang jahat!
Rupanya Bok Siang-hiong dapat juga menduga sisuseng itu tentu Kanglam-it-ciseng yang namanya sangat disegani kalangan Bu-lim, kalau sampai empedu katak itu
dapat dimakannya, bukankah mirip harimau tumbuh sayap dan membawa malapetaka
lebih hebat bagi dunia persilatan "
Ti Put-cian tertawa dingin, sahutnya : Tadi dia sudah bilang tidak mau. Masakan
seorang Seng-co bisa jilat kembali ludah sendiri " Ia menduga Tiat-hoa-popo tentu
tidak menyerahkan lagi benda itu kepada Jun-yan.
Tak ia duga, tiba-tiba Tiat-hoa-popo berkata dengan dingin : Segala apa terserah
keputusan Seng-co sendiri, orang dibawah panggung tak perlu banyak mulut!
Keruan Ti Put-cian malu dan gusar. Namun ia tak berani pakai kekerasan, terutama
melihat si orang aneh itu masih berada disitu.
Hong san Koay Khek " Halaman 101
yoza collection Sementara itu Jun-yan mencium bau Lwe tan itu semakin harum semerbak, perlahan2 ia jemput benda itu dari angsuran Tiat-hoa-popo, ia masih tak berani
menelannya terang2an, tapi dengan pejamkan mata terus dijatuhkan ke-tenggorokan.
Dan baru saja benda itu masuk ke mulut, pluk , tahu2 pecah hingga rasanya segar
wangi sangat nyaman mengalir kedalam perut. Lalu Tiat-hoa-popo masukan bangkai
katak busuk itu kedalam keranjang tadi dan didepaknya kepinggir.
Menyusul mana, tampak seorang wanita setengah umur yang lain telah
membawakan sebuah peti keatas panggung, dari dalam peti itu mengeluarkan suara
keresekan seperti ada semacam mahluk yang lagi me-rangkak2 didalamnya.
Karena sudah tahu pasti si orang aneh selalu siap menolongnya dari samping, nyali
Jun-yan menjadi besar. Tanpa bicara lagi, dengan kakinya ia depak tutup peti itu hingga
menjeplak terbuka. Awas, nona ! Binatang ini bernama Kim jiau-ih-coa ! kata Tiat-hoa-popo.
Segera dari dalam peti itu tampak merayap keluar seekor ular terus meloncat
keatas. Hebatnya, ular ini se-akan2 bisa berjumpalitan dan melingkar2 diatas udara, lalu
jatuh keatas panggung batu sambil merayap maju. Dimana tempat yang dilewati,
tertinggal bekas se-akan2 dikerok.
Jun-yan melihat ular itu tiada ubahnya dengan ular umumnya, bedanya cuma
badannya gepeng dan lebar hingga sekilas pandang se-akan2 berkepet, sedang di
bawah lehernya tumbuh dua cakar yang berwarna kuning gelap, bekas seperti dikerok
diatas batu tentu disebabkan kedua cakarnya itu.
Dengan lagaknya yang lincah, segera Jun-yan membentak : Binatang, lekas
serahkan nyawamu, apa perlu nonamu turun tangan " Sembari berkata, ia tertawa
ngikik sambil melontarkan hantaman.
Menurut cerita suku Biau, Kim-jiau-ih-coa atau ular cakar emas bersayap, kedua
cakarnya kuat dan keras bagai baja, batu atau kayu kalau kena dicakarnya segera
pecah belah, dan pula bisa meloncat seperti terbang, ditambah lagi berbisa jahat sekali,
dibanding katak berwajah manusia itu jauh lebih lihay. Maka ketika pukulan Jun-yan
dilontarkan, mendadak ular itu meloncat keatas, dengan lidahnya yang merah
menakutkan, kedua cakarnya ber-gerak2 terus menubruk kearah si gadis.
Hong san Koay Khek " Halaman 102
yoza collection Sama sekali Jun-yan tidak menduga bahwa ular itu bisa sedemikian hebat, dalam
terkejutnya ia menjerit kaget terus melompat kebelakang namun begitu, lengan bajunya
telah tercakar sobek sebagian oleh cakar ular itu. Menyusul mana binatang itu terus
menubruk lagi, cepat Jun-yan memukul pula, dengan angin pukulannya ia coba
menahan tubrukan ular itu. Tapi ternyata ular itu gesit luar biasa, begitu tergetar
mundur, kembali meloncat menubruk pula.
Berulang kali Jun-yan sengaja menjerit untuk memancing bantuan si orang aneh,
siapa duga orang itu tinggal diam saja belum mau turun tangan. Sampai akhirnya, ia
benar2 kewalahan kalau bertahan terus diatas panggung batu itu, tanpa pikir lagi ia
melompat turun dari panggung batu itu dengan dugaan ular itu takkan menyusulnya.
Siapa tahu binatang itu benar2 seperti bayangan yang selalu melekat ditubuhnya
saja, baru saja Jun-yan berdiri ditanah, tahu2 dari belakang angin sudah menyambar,
lekas-lekas ia berjongkok terus menjatuhkan diri kesamping, maka terdengarlah suara
berebet, lagi-lagi bajunya sobek tercakar ular itu.
Karena sudah kepepet, sekenanya Jun-yan merampas sebatang tombak dari tangan
seorang Biau didekatnya terus ditusukan kearah ular yang sementara itu telah
menubruknya lagi. Anehnya, sudah jelas terdengar suara crat-crat beberapa kali,
terang tombaknya mengenai sasarannya, tapi sedikitpun ternyata ular itu tak terluka,
malahan ketika cakarnya mencengkram, tahu2 terdengar krak sekali, tombaknya itu
malah sudah patah. Dalam keadaan terdesak, terpaksa setindak Jun-yan mundur mendekati tempat
orang aneh itu. Ditelinganya terdengar suara ejekan Ti Put-cian yang rupanya merasa
bersukur akan keadaan Jun-yan itu. Gemas dan gusar hati si gadis, tapi memang ia lagi
kewalahan, keringatnya ber-butir2 menetes dari jidatnya, sedikit lengah, beberapa kali
hampir tercakar oleh ular2 itu. Sukurlah akhirnya dapatlah ia mendekati tempat duduk
si orang aneh. Lekas turun tangan, bila lambat, aku bakal tercakar mati olehnya! serunya gugup
pada orang aneh itu. Baru saja selesai ucapannya, terlihat tangan orang aneh itu sedikit bergerak, sebutir
batu mendadak menyambar kepada ular.
Hong san Koay Khek " Halaman 103
yoza collection Warna ular itu seluruhnya hitam ber-bintik2 kuning, hanya sedikit dibawah lahernya
ada satu lingkaran kecil berwarna putih. Ketika batu sambitan itu dilontarkan, tepat
sekali mengenai lingkaran putih itu.
Waktu itu ular lagi menubruk pula dengan cepat kearah Jun-yan, tetapi ketika kena
sambitan batu, kontan terjungkel dari atas udara dan menggeletak diatas tanah tanpa
berkutik lagi. Maka tahulah sekarang Jun-yan, sebab orang aneh itu tidak lantas menolongnya
tadi, oleh karena seluruh tubuh ular itu keras bagai baja, hanya lingkaran putih kecil
dibawah leher itulah yang merupakan titik kelemahannya. Segera ia melangkah maju,
badan ular itu ia injak kuat2, ia angkat tombaknya dan mengincer tepat titik putih
binatang itu dan terus menusuk, benar juga, sekali tusuk lantas masuk, maka
melayanglah jiwa ular itu.
Kalau sehabis membunuh ular, Jun-yan senang sekali, adalah dipihak lain Ti Putcian yang mendongkol tidak kepalang. Sudah dua kali ia berharap gadis itu mampus
dibawah binatang2 berbisa itu, siapa tahu si orang aneh itu selalu menolongnya dari
samping. Orang ini begitu hebat ilmu silatnya, meski kedua matanya katanya buta, tetapi
sekali timpuk tepat kelemahan ular yang diarah, se-akan2 terhadap seluk-beluk ular
berbisa ini sudah jelas diketahuinya.
Melihat Jun-yan sudah lulus ujian kedua, tiba2 Tiat-hoa-popo menuding kedinding
tebing didepan sana. Ketika Jun-yan memandang kearah yang ditunjuk, ia lihat di bawah
tebing yang curam itu dikelilingi dengan sebaris orang Biau yang tegap kekar, hanya
tempat yang ditunjuk Tiat-hoa-popo itu sekira dua tombak luasnya tiada di-aling2i
orang, kalau dinding disitu licin gelap tanpa tetumbuhan, sebaliknya di tempat itu
ternyata tumbuh semacam akar rotan yang hitam halus, malahan berbunga kecil
berwarna ungu. Apakah itu maksudmu " tanya Jun-yan heran.
Singkirkan akar rotan hitam itu, lantas tertampak sebuah gua , kata Tiat-hoa-popo
dengan wajah keren. Gua itu menembus keluar gunung. Apabila nona dapat melalui
jalan situ, lalu masuk lagi dari pintu2 besi dilembah sana, lantas kau akan disembah
sebagai Seng-co dari pada 72 gua suku kami !
Hong san Koay Khek " Halaman 104
yoza collection Diam2 Jun-yan terkejut, pikirnya, gua sekecil ini, andaikan si orang aneh itu selalu
ingin menolong aku, masakan sekarang juga bisa ikut masuk kesitu " Maka tanyanya
pula : Mahluk apa lagi yang terdapat didalam gua itu " .
Tiada lain, kecuali semacam Kim-ci-cu (laba-laba mata uang emas) , sahut si nenek.
Hati Jun-yan menjadi lega. O, kiranya hanya laba-laba berbisa! ujarnya.
Nyata ia tidak tahu bahwa racun laba-laba itu jahat luar biasa, jangankan bisa yang
disemburkan labah-labah itu, sekalipun menyentuh jaringnya yang halus saja, orang
seketika bisa pingsan, dan kalau tidak dapat pertolongan obat mujarab yang jitu, dalam
waktu singkat saja jiwa bisa melayang. Lebih dari itu, malahan orang yang mati terkena
racun labah-labah itu, akan hancur menjadi darah dan darahnya berubah menjadi gas
racun, jahatnya racun serupa lihaynya.
Tempat labah-labah itu sembunyi adalah di atas selapis saput berbisa yang kempel
dari gas racun. Saput berbisa ini sama jahatnya dengan labah-labah tersebut. Hal ini
sama sekali tidak diketahui Jun-yan yang hidup di Jing-sia-san yang indah permai
pemandangannya, la sangka kalau melulu labah-labah seperti itu saja dengan
membawa obor tentu akan dapat membakarnya habis.
Tentang adanya saput berbisa didalam gua itu, ternyata tidak dijelaskan oleh Tiathoa-po po. Kiranya nenek ini sesalkan A Siu telah mengalah pada Ti Put-cian, padahal
gadis itu adalah calon satu2nya yang dia ajukan. Ia sendiri adalah tong-cu atau kepala
gua pertama daripada tujuh puluh dua gua suku Biau. Sejak Seng-co kedelapan
menghilang, tujuh puluh dua suku Biau itu lantas dibawah pimpinannya. Ia tidak
menjelaskan tentang berbahayanya di dalam gua labah2 itu, karena ia masih punya
harapan Jun-yan akan mati terkena racun, dengan begitu, menurut aturan bisa diulangi
pemilihan Seng-co lagi, dan A Siu boleh jadi masih bisa terpilih.
Begitulah, tanpa pikir, Jun-yan terus minta empat obor, dua dibuat cadangan dan
dikempitnya, sedang dua lainnya ia sulut untuk penerangan terus menuju kemulut gua
yang ditunjuk itu. Ketika akan melangkah masuk, tiba-tiba ia ingat akan diri si orang aneh itu, entah
ikut dibelakangnya tidak. Cepat ia menoleh, dan sesaat itu, ternyata orang aneh itu
sudah tidak ada di tempatnya tadi. Jun-yan melengak, ia pikir mungkin orang aneh itu
tahu kalau gua itu mudah dilalui, maka sudah tinggalkan pergi dahulu. Tiba2 ia lihat Ti
Hong san Koay Khek " Halaman 105
yoza collection Put-cian melambai-lambaikan tangan kepadanya, ia tercengang tapi segera merasa
girang dan membalas melambai tangan, lalu melangkah masuk kedalam gua.
Gua itu ternyata sempit lagi pendek, kadang-kadang harus sedikit mendak untuk
tidak menyundul atap gua. Dibawah penuh lumut yang licin, suasana dalam gua dingin
seram. Sesudah duapuluh tombak jauhnya, gua itu mulai melebar, tapi sudah lama
masih belum sampai keujung gua, malahan makin dalam makin gelap dan makin seram.
Dengan tabahkan diri, Jun-yan angkat obornya tinggi2 dan terus maju kedepan,
makin jauh gua itu makin luas, Se-konyong2 terasa olehnya dari belakang angin
berkesiur, satu bayangan orang melesat lewat disampingnya, siapa lagi kalau bukan
simanusia aneh itu" He, kau ikut kemari" tegur Jun-yan bergirang.
Tapi tenggorokan orang aneh itu berkeruyukan seperti suara ayam jago yang belum
dikoroki, tak bisa bicara.
Sudah banyak Jun-yan mendapat kebaikan darinya, ia lihat wajah orang itu penuh
bekas luka yang benjal benjol, ditambah lagi buta dan bisu, entah betapa menderitanya
dimasa dahulunya, maka hati Jun-yan sungguh sangat kasihan dan simpati padanya,
tegurnya kemudian : Apakah yang hendak kau katakan" Tidakkah kau dapat menulis
untukku " Orang itu ter-mangu2 sejenak, mendadak ia pentang kedua tangannya ketika
melihat Jun-yan hendak maju kedepan. Kemana Jun-yan hendak maju, selalu ia
merintangi. Jun-yan menjadi heran. Sudah banyak kau membantuku, kenapa sekarang kau
malah merintangi" tanyanya.
Sudah tentu orang itu tak bisa menjawab, hanya tenggorokannya tetap bersuara
krok-krok , tiba2 nadanya berubah sangat memilukan.
Jun-yan mendongkol, katanya : Asal aku bisa menembus gua ini, segera aku akan
diangkat menjadi kepala suku Biau, kedudukan ini dapat kuberikan kepada It-ci Toako
yang sangat menginginkannya, kau tidak mau membantu, kenapa malah merintangi "
Lekas minggir ! Dan sekali melesat, segera ia menerjang ke depan. Tapi kontan orang aneh itu
memapak dengan sekali pukulan, dimana angin pukulannya menyambar, tahu2 sumbu
Hong san Koay Khek " Halaman 106
yoza collection api obor menjadi padam. Seketika keadaan menjadi gelap gulita, Jun-yan terkejut, ia
menjadi curiga akan kelakuan si orang aneh ini, jangan2 hendak mencelakainya " Cepat
ia berkelit kesamping. Dan selagi hendak menyulut obor cadangannya yang dibawanya
tadi, mendadak terasa bahunya kesemutan, tempat thian-coan-hiat telah ditutuk orang
hingga tubuhnya lumpuh, obornya juga jatuh.
Lantas terasa tubuhnya kena dikempit orang serta menuju jalan masuk kegua tadi,
tapi tidak jauh lantas membiluk beberapa kali, karena keadaan gelap gulita, ia tidak tahu
orang membawanya kemana. Cuma tidak lama kemudian ia merasa tubuhnya
diletakkan ditempat yang empuk bagai kasur.
Ingin sekali Jun-yan mengetahui dirinya berada dimana, sekuatnya ia kerahkan
tenaga dalam untuk melancarkan jalan darahnya yang tertutuk, tapi sayang, tetap tak
berhasil, ia menjadi gugup, kenapa orang aneh itu tidak membuka jalan darahnya atau
mungkin sudah meninggalkannya.
Dengan tak sadar, entah lewat beberapa lama, jalan darahnya baru lancar kembali.
Cepat Jun-yan melompat bangun, baiknya obor masih ada satu, segera ia nyalakan, tapi
ia menjadi terkejut, kiranya dirinya berada didalam satu kamar batu, tempat dimana ia
rebah tadi adalah sebuah balai2 batu dengan bantal kasur lengkap. Kecuali ada meja
kursi dari batu, ada pula rak buku penuh kitab2, sebaliknya orang aneh itu telah
menghilang entah kemana. Sungguh Jun-yan merasa heran kenapa di tempat demikian terdapat gua batu
seindah ini. Ia merasa dirinya belum dibawa keluar gua oleh orang aneh itu, maka dapat
diduga dirinya masih berada dalam perut gunung. Ia coba memeriksa kamar itu, ia lihat
tempat dimana dirinya merebah tadi mendekuk kedalam, waktu ia merabanya, ternyata
kasur itu sudah lapuk, mungkin saking tuanya. Begitu pula kitab2 di rak buku itu, sekali
pegang lantas hancur. Tambah heran Jun-yan, diam2 ia memikirkan asal-usul orang aneh itu. Apakah
mungkin tempat ini adalah tempat kediamannya dahulu"
Sementara ini Jing-ling-cu dan para tokoh2 terkemuka lainnya sedang
mempersiapkan pertemuan para jago silat seluruh jagat untuk mengusut asal-usul diri
si orang aneh ini, kalau sekarang juga aku dapat menyelidikinya, kelak tentu akan bikin
geger pertemuan besar itu.
Hong san Koay Khek " Halaman 107
yoza collection Tiba2 ia melihat dipojok kamar itu ada sebuah peti besi, ia mendekati dan
memeriksanya, ia lihat peti itu digembok dan sudah berkarat. Ketika ia tarik sedikit,
gembok itu lantas putus, ia membuka tutup peti dan melihat didalamnya terletak
sebatang pedang panjang satu meter, sarung pedangnya kasap bagai terbuat dari
sejenis kulit binatang. Dibawah pedang itu tertindih sepotong saputangan sutera merah,
kecuali itu tiada benda lain lagi.
Ia coba ambil pedang itu dan rasanya sangat enteng. Tiba2 hatinya tergerak, ia
ingat kepandaian yang diperolehnya dari gurunya, Jiau Pek-king, kecuali Iwekang, ada
lagi sejurus ilmu pukulan Hui hun-cio-hoat , selain itu belum pernah diberinya pelajaran
memakai senjata. Sebab katanya senjata biasa tiada gunanya dipelajari, senjata bagus
susah didapatkan, hanya bisa diketemukan secara kebetulan, tapi dicari susah. Sebab


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu bila kelak dirinya bisa memperoleh semacam senjata pusaka, barulah akan diberi
pelajaran ilmu senjata. Lalu sang guru memuji Pek-lin-sin-to, cuma dikatakan bobotnya
terlalu berat, karena gemblengannya kurang murni, senjata yang paling bagus harus
tajam tapi enteng seperti kertas.
Kini pedang yang dipegangi itu bukannya enteng bahkan hampir tak terasa, apa
bukan senjata wasiat yang jarang terdapat " Ia coba letakan obornya, lalu pedang itu
ia lolos. Namun ia menjadi kecewa, karena pedang itu warnanya hijau tak bersinar, ketika
disentil dengan jari juga tidak mengeluarkan suara nyaring, seperti bukan ditempa dari
baja, nyata senjata itu tiada sesuatu yang luar biasa. Maka ia masukan kembali
kesarungnya, lalu mengambil saputangan merah tadi. Ia lihat warna saputangan itu
semarak menyenangkan, halus lunak, seperti bukan terbuat dari sutera biasa, diatas
kain itu samar2 ada huruf tulisan lagi, cuma mungkin umurnya sudah terlalu tua, maka
tidak jelas. Jun-yan tiada waktu untuk meneliti lebih jauh, sekenanya kain sutera itu ia masukan
ke saku bajunya, lalu mem-bongkar2 peti itu, namun tiada penemuan lainnya. Karena
kuatir kalau terlalu lama tinggal didalam gua, mungkin orang2 yang menunggu diluar
menganggap dirinya tak mampu keluar lagi, bukankah urusan akan menjadi runyam "
Maka cepat ia keluar dari kamar batu itu, pedang hijau itu tidak diurusnya lagi.
Agak lama ia berjalan kedepan, kemudian dapatlah dikenali sebagai tempat yang
kemarin telah dilaluinya ketika mulai masuk gua, di-situ ada satu tikungan yang
menyimpang, cuma kemarin tidak diperhatikannya.
Hong san Koay Khek " Halaman 108
yoza collection Sebab telah mendapatkan jalan semula, hatinya menjadi girang. Tidak jauh pula,
tiba2 terdengar dijalan samping sana sayup2 berkumandang orang menangis yang
tersedu-sedan, segera dapat dikenali itulah suara si orang aneh itu.
Karena ingin cepat2 keluar gua, Jun-yan tidak urus lagi, malahan ia kuatir kalau
orang aneh itu menyusulnya dan merintangi kepergiannya lagi, maka secara berindapindap ia menuju kedepan.
Tidak lama lagi, tibalah ia ditempat yang kena ditutuk si orang aneh itu kemarin,
dua obor yang jatuh disitu masih ada. Dari situ maju lagi, setelah biluk satu tikungan,
mendadak di depan ada cahaya api yang bergerak perlahan lahan, satu bayangan
orang tertampak jelas di bawah sorotan sinar api itu yang segera dapat dikenalinya
sebagai Ti Put-cian. It-ci Toako! tanpa merasa Jun-yan berseru.
Rupanya Ti Put-cian terkejut mendadak, ia terus menoleh sambil mengerutkan alis,
sahutnya, He, Jun-yan, kau masih disini"
Cepat Jun-yan mendekati dan balas menegur. Kenapa kaupun berada disini "
Apakah kau kemari mencari aku "
Di mana manusia aneh itu" tanya Ti Put-cian menyimpang.
Entahlah, sudah menghilang.
Ya, ya, aku datang mencari kau , sahut Ti Put-cian kemudian. Sehari semalam kau
tak keluar dari sini, orang2 Biau itu menjadi gempar dan minta diadakan pemilihan
ulangan tapi aku telah membantah keras, lalu aku menyatakan bersedia mencarimu
kemari, Jun-yan ketahuilah, sebenarnya betapa rasa kuatirku atas keselamatanmu "
Padahal Kanglam-it-ci-seng Ti Put-cian ini bukanlah manusia baik2, apa yang
diucapkan itu berlawanan sama sekali dengan kenyataannya. Sebaliknya Jun-yan
mudah dibujuk rayu, ia sangka Ti Put-cian benar2 rindu padanya lalu datang
mencarinya, segera ia menjadi girang, katanya: Agaknya kita perlu lagi maju kesana,
marilah kita keluar dari gua ini dan tinggalkan daerah Biau ini !
Akan tetapi Ti Put-cian terus geleng2 kepala, sahutnya: Jun-yan mana boleh kita
buang tenaga percuma ditengah jalan" Kemarin kau telah telan Lwetan dari katak
berwajah manusia itu, apakah kau ada merasa sesuatu yang aneh "
Hong san Koay Khek " Halaman 109
yoza collection Eh, ya, kata2 itu telah menyadarkan Jun-yan, Ketika semalam aku tertutuk si orang
aneh, beberapa kali aku himpun tenaga murni untuk menembusi jalan darahku, meski
belum berhasil, tapi rasaku tenaga dalamku sudah bertambah kuat. Bok Siang-hiong itu
bilang Lwe-tan sikatak dapat menambah tenaga dalam latihan beberapa tahun, entah
betul atau tidak" Sudah tentu benar , sahut Ti Put-cian, diam2 ia unjuk senyum sinis, lalu
sambungnya lagi: Dan kalau kau sudah menjadi Seng-co setiap tahun dari rakyat 72
suku Biau itu tentu akan menghadiahkan seekor katak semacam itu pula kepadamu,
kenapa kita malah akan undurkan diri ditengah jalan" Hayo, kita maju terus.
Jun-yan menjadi terbujuk, ia mengiakan dan melangkah kedepan. Dengan kawan Ti
Put-cian, ia bertambah berani, malahan merasa manis madu hatinya. Sebaliknya sambil
jalan Ti Put-cian terus peras otak penuh dengan akal2 keji.
Kiranya sesudah Jun-yan masuk gua, diluar orang2 Biau lantas bunyikan tambur
menari dan menyanyi. Sedang orang2 Han yang melihat kedudukan Seng-co sudah ada
calonnya, sudah terang tiada harapan lagi, berturut-turut mereka lantas tinggalkan
tempat itu. Hanya Ti Put-cian saja yang tidak rela pergi, jauh2 ia datang kedaerah
perbatasan ini untuk maksud meraih kedudukan Seng-co, masakan sekarang harus
kembali dengan tangan hampa.
Ia lihat benih asmara Jun-yan kepadanya belum lenyap sama sekali, ia pikir harus
pakai bujuk halusan, bukankah serupa meski nanti gadis itu dapat merebut kedudukan
Seng-co " Sebab itulah ia tinggal disitu. Sedang A Siu mondar mandir disekitarnya saja sambil
memandangi pemuda berjari satu ini dengan sorot mata penuh arti.
Hati Ti Put-cian tergerak, dengan senyum manis ia menyapa. A Siu !
Dengan kemalu-maluan A Siu menyahut sekali terus menunduk dan mendekati.
Diam2 Ti Put-cian bergirang, dengan jari satu2nya ia mencoba menggantol lengan si
gadis, A Siu, tadi kau telah sudi mengalah, aku merasa sangat berterima kasih.
A Siu tertawa, sahutnya. Ah, itu sudah seharusnya.
A Siu, tanya Ti Put-cian pula, sebenarnya kepandaianmu yang tinggi itu diperoleh
dari mana " Jika kita benar2 berkelahi, terang aku bukan tandinganmu.
Hong san Koay Khek " Halaman 110
yoza collection Menurut peraturan suku kami, terhadap kekasih, tidak mungkin saling gebrak,
sekalipun kau hantam mati padaku, tak nanti aku melawan, sahut A Siu. Nyata ia elakan
diri dari pertanyaan tentang diperolehnya ilmu silat.
Karena itu, Ti Put-cian menanya lagi berulang kali, tapi A Siu tetap tidak mau bilang
dan selalu membilukan pembicaraan.
Melihat si gadis lemah gemulai se-akan2 tak tahan tiupan angin, tapi setiap gerakgerik penuh tenaga dalam, diam2 Ti Put-cian bertambah heran, katanya kemudian. A
Siu, marilah coba memberi petunjuk beberapa jurus padaku ! Habis berkata, tanpa
menunggu sahutan orang, cepat tangan kanan menjulur, jari tunggalnya menjentik,
Koh-cing-hiat dipundak si gadis hendak ditutuknya.
Diluar dugaan, sedikitpun A Siu tidak berkelit, maka terdengarlah suara tuk sekali,
tepat sekali tutukannya, tapi rasanya seperti mengenai kayu lapuk, empuk lunak,
percuma ia kerahkan tenaganya. Sedangkan A Siu tetap bersenyum simpul saja.
Keruan tidak kepalang terkejutnya Ti Put cian. Sejak ia memperoleh semacam kitab
Tok-ci-pit-hoat atau pelajaran menutuk dengan jari satu2nya, ia berhasil meyakinkan
ilmu menutuk dengan jari tunggalnya itu, lebih dulu ia dapat membalas sakit hati pada
musuh yang pernah mengutungi sembilan jarinya yang lain, habis itu, ia malang
melintang di kangouw tak terkalahkan, namanya semakin lama semakin disegani dan
dipandang sebagai momok oleh orang Bu-lim. Pada jari tunggalnya ia pasang pula
sebuah selongsong mas yang dapat dijulurkan lebih panjang beberapa kali lipat, selama
ini belum ketemukan tandingan, maka namanya tambah ditakuti. Siapa tahu A Siu yang
kena ditutuk sekarang ini hanya ganda bersenyum, tentu saja ia terkejut bukan main.
Diam-diam ia pikir, kepandaian yang dimiliki A Siu ini terang adalah semacam
Khikang dari kaum Lwekeh yang tinggi, maka dapat diketahui caranya A Siu
mengalahkan Cu Hong-tin secara halusan, sebenarnya berlaku murah hati. Terhadap
ilmu Khikang sedemikian hebatnya, terang ia sendiri takkan mampu menandingi. Maka
ia pura2 bersenyum, A Siu, kau memang hebat aku mengaku kalah! Dan karena ini, ia
menjadi makin ingin mengetahui dari mana A Siu dapat memperoleh kepandaian
setinggi itu. Sementara itu Tiat-hoa-popo telah memanggil A Siu kesana. Diam2 Ti Put-cian
menduga sinenek itupun bukan orang lemah, tampaknya harus cari kesempatan lebih
sempurna. Setelah ambil keputusan ini, ia lantas mendekati beberapa orang Biau untuk
Hong san Koay Khek " Halaman 111
yoza collection diajak mengobrol, tapi karena bahasa masing2 yang kurang lancar, setelah ribut lama,
kemudian barulah Ti Put-cian dapat gambaran bahwa A Siu itu sebenarnya adalah putri
seorang Biau biasa, di-waktu berumur tiga tahun ikut orang tuanya mencari obat
kegunung selama itu lantas menghilang dan baru kemarin saja mendadak muncul
pulang, kalau gadis itu sendiri tidak mengaku sebagai A Siu yang empat belas tahun
menghilang itu, siapapun tiada yang kenal padanya, sebab itu, siapapun tiada yang tahu
dari mana ia memperoleh kepandaian setinggi itu.
Tanpa terasa siang telah berganti malam lagi, tapi orang2 Biau itu terus menari
dan menyanyi. Ia coba mencari A Siu, tapi tiada tampak bayangan si gadis, ia menjadi
gugup. Sementara itu hari telah pagi lagi, dan Jun-yan masih belum kelihatan datang
kembali. Dalam pikiran Ti Put-cian, ia harap hendaklah Jun-yan mati dalam gua oleh
racun labah2 itu, dengan demikian barulah ia ada harapan lagi untuk merebut
kedudukan Seng-co Biau itu.
Kiranya Ti Put-cian mempunyai ambisi yang sangat besar, kecuali orangnya
memang pintar cerdik dan serba pandai, yang dipikir olehnya selalu ialah ingin bisa
mengepalai Bulim. Dibawah pengaruh jiwanya yang kemaruk kekuasaan dan gila
hormat itu, kecerdasan itu menjadi disalahgunakan dan sesat jalan. Sebab itulah, sejak
bertemu dengan Jun-yan serta si orang aneh itu, setiap saat iapun selalu peras otak
cara bagaimana bisa memperalat mereka untuk merebut kedudukan Seng-co, sebab
itulah ia membujuk Jun-yan mengikutinya keadaan Biau ini.
Begitulah ia menjadi iseng menunggu kembalinya Jun-yan dari gua itu, tapi karena
batas waktunya belum habis, yaitu meski tunggu sampai malamnya lagi baru bisa
diputuskan, saking kesal iapun berjalan-jalan seenaknya kaki itu melangkah dan tanpa
terasa telah keluar kesuatu pegunungan itu, makin jauh makin sepi, akhirnya ia sampai
ditepi suatu kolam lumpur yang besar dan lebat oleh macam tetumbuhan. Karena kuatir
kesasar jalan, segera Ti Put-cian berniat kembali, tiba2 didengarnya di tempat dekat
sana ada suara bentakan orang yang gusar, suara itu sudah dikenalnya sebagai suara
sinenek, yaitu Tiat-hoa-popo.
Padahal sekeliling tempat tampaknya kolam lumpur belaka, di-samping2 lain tebing
gunung yang curam, hakekatnya tiada tempat yang bisa dibuat sembunyi orang, lalu
darimanakah datangnya suara orang itu"
Hong san Koay Khek " Halaman 112
yoza collection Tetapi ketika ia menegasi, ia menjadi terkejut, kiranya di-tengah2 kolam lumpur
sana terdapat segundukan tetumbuhan yang lebat, disitulah ternyata merupakan
sebuah pulau kecil tidak menarik perhatian orang, kalau tidak diperhatikan, orang akan
menyangkanya sebagai sebuah batu besar saja dengan dikelilingi pepohonan. Tapi
suara bentakan Tiat-hoa-popo tadi justru telah keluar dari situ. Betapa cerdiknya Ti Putcian, segera ia tahu gundukan tanah yang tidak menarik itu sesungguhnya adalah
sebuah tempat tinggal yang dibuat secara spesial.
Sejak Ti Put-cian menjatuhkan A Siu di panggung pertandingan, ia lantas
mengetahui banyak diantara orang Biau yang tidak puas terhadap dirinya, terutama
sinenek bunga besi itu. Apalagi Tiat-hoa-popo ini tampaknya begitu disegani orang2
Biau itu, melihat gelagatnya, orang tua itupun sangat tidak puas terhadap dirinya, dan
kalau dirinya dapat menduduki Seng-co, mungkin nenek itulah yang akan merupakan
oposisi yang paling kuat, rasanya harus mencari akal buat melenyapkannya, sebab
itulah, gerak-gerik sinenek sekarangpun sangat menarik perhatian.
Ia ter-mangu2 sejenak ditepi kolam lumpur itu, ia mendengar Tiat-hoa-popo makin
lama makin sengit, cuma kata2nya diucapkan dalam bahasa Biau, yang ia paham,
namun dapat diduga sedang marah terhadap seseorang. Lalu siapakah gerangan orang
yang dimarahi itu " Ia lihat kolam lumpur itu basah2 lihat, lumpur begitu baik manusia maupun hewan,
se-injak pasti kejeblos kedalam. Tapi cara bagaimanakah Tiat-hoa-popo itu mendatangi
tempat tinggal di tengah-tengah kolam itu " Ia menjadi heran, ia coba mengitari kolam
itu, tiba diatas sebuah daun kapu-kapu yang lebar dapat dilihatnya ada bekas dua tapak
kaki, satu sangat besar dan yang lain agak kecil. Maka tahulah Ti Put-cian, didalam
rumah itu sedikitnya ada dua orang, masuknya mereka ke sana ialah menggunakan
ilmu mengentengi tubuh Teng-peng-toh cui atau menarik kapu2 menyeberangi sungai.
Ilmu kepandaian Kanglam-it-ci-seng Ti Put cian dengan sendirinya juga tidak lemah,
kalau ilmu entengi tubuh seperti Teng-peng-toh-cui itupun sudah dapat dipastikannya.
Maka tanpa pikir lagi iapun melompat ketengah kolam sambil mengincar baik2 sebuah
daun kapu2, sekali kakinya menutul enteng, cepat ia melompat ke depan lagi beberapa
tombak, sebelum sampai ditempat itu, ia lihat disitu ternyata ada sebuah rumah yang
bentuknya bundar pendek tanpa pintu maupun jendela, hanya didekat atapnya ada
sebuah lubang kecil yang bundar, mungkin dari lubang inilah keluar masuknya kerumah
bundar itu. Hong san Koay Khek " Halaman 113
yoza collection Dengan hati2 dan perlahan sekali Ti Put-cian melompat lagi kedepan dan sampai
dipinggir rumah bundar itu, kuatir diketahui sinenek, sampai ia menahan napas, dengan
ber-endap2 ia meraba dinding rumah, lalu menengok kedalamnya melalui lubang
bundar dekat atap tadi. Ia lihat didalam situ sangat gelap. Samar2 ia lihat Tiat-hoa-popo duduk mungkur
dari lubang itu, tidak jauh dari nenek tua ini duduk seorang lagi yang berbaju putih
mulus dengan perawakannya yang menggiurkan, siapa lagi dia kalau bukan si A Siu !
Sungguh heran Ti Put-cian melihat A Siu berada disitu. Kalau melihat ilmu silat A
Siu terang diatasnya Tiat-hoa-popo, dengan usianya yang begitu muda sudah berhasil
melatih ilmu sedemikian tingginya, sekalipun didaerah Tionggoan yang banyak tokoh2
silat terkenal juga jarang ada seorang liehay semacam dia. Apalagi daerah Biau ada
seperti A Siu, sungguh hal ini susah dipahami orang. Entah darimanakah ia memperoleh
kepandaian hebat itu. Pula berdiam saja meski didamprat dan dimarahi Tiat hoa-popo.
Ia menjadi lebih terkejut ketika sekilas kerlingan mata A Siu, entah sengaja entah tidak,
telah memandang kearahnya. Ia menjadi ragu2 apakah mungkin jejaknya telah
diketahui si gadis itu "
Namun A Siu kelihatan sudah melengos ke sana lagi, lalu didengarnya ia berkata
dalam bahasa Han dengan suara perlahan : Tiat-hoa-popo, haraplah jangan kau
marahlah, aku sudah pasti tidak hendak merebut kedudukan Seng-co pula,
sebab.. . .sebab.. . tiba2 ia merandek sambil menghela napas perlahan dan berpaling
kearah Ti Put-cian, lalu sambungnya sambil menunduk : . . . .sebab aku mencintainya.
Seketika Tiat-hoa-popo berbangkit dengan tubuh gemetar, rupanya saking gusar, ia
tuding A Siu dan mendampratnya : A Siu, kau mencintainya tidak menjadi soal, tapi kau
melepaskan kedudukan Seng-co, cara bagaimana kau akan bertanggung jawab kepada
Lo-liong-thau " Ti Put-cian menjadi heran, siapakah gerangan Lo-liong-thau itu "
Dalam pada itu dilihatnya wajah A Siu rada berubah, sinar matanya menjadi guram,
kulit badannya memang putih salju, mukanya menjadi lebih pucat, agaknya sangat
ketakutan pada seseorang yang teringat olehnya, bibirnya tampak ber-gerak2,
kemudian baru berkata dengan tak lancar : Te.. . tetapi aku cinta padanya, ak.. . aku
bersedia berkorban segalanya!
Hong san Koay Khek " Halaman 114
yoza collection Cara berkatanya ada begitu wajar dan spontan suatu tanda cintanya pada Ti Putcian sesungguhnya suci bersih dan sungguh2 timbul dari lubuk hatinya.
Mengetahui isi hati si gadis itu, ia bukan bergirang A Siu cinta padanya, tapi dasar
jahanam ia justru bergirang bakal bisa mempengaruhi A Siu untuk kemudian
memperalatnya. Hm, A Siu,'' terdengar Tiat-hoa-popo buka suara lagi, apapun juga, benarkah kau
tak hiraukan lagi apa yang pernah dipesan Lo Liong thau "
Siapakah gerangan Lo Liong-thau yang disebut-sebut itu" Apakah dia seorang
pemimpin suku Biau, atau seorang tokoh persilatan"
Kiranya A Siu berusia tiga tahun, ia tampak jauh lebih pintar dan lincah daripada
anak kecil umumnya. Wajahnya yang manis, kedua matanya yang besar, menambah
kesukaan orang bagi siapa yang melihatnya. Sudah tentu yang paling sayang adalah
kedua orang tuanya. Setiap hari ayahnya berburu kegunung mencari bahan obat2an,
selalu A Siu diajak serta.
Kehidupan suku Biau umumnya kecuali berburu binatang-binatang dan bercocok
tanam sedikit, biasanya juga masuk kerimba raya untuk mencari bahan obat2an untuk
dijual atau dibarter dengan orang Han yang datang berdagang kedaerah Biau ini. Oleh
karena tidak sedikit dari bahan obat2an itu bisa mendapatkan pasaran bagus, maka
sering orang Biau berombongan jauh masuk ke hutan belantara untuk mencari obat2
tersebut. Dan ayahnya A Siu yang bernama Kek Pang ada satu diantara ahli2 pencari
bahan obat itu. Suatu hari, ketika Kek Pang pulang dari berburu sambil memanggul A Siu
dipunggungnya, sebelah tangan lain menyeret dua rusa hasil buruannya, sebelum
sampai didepan rumahnya, ia dengar ada seruan orang: Segala macam obat mudah
didapatkan disini, cuma inilah sesungguhnya sangat susah. Barang ini susah dicari,
kecuali kalau ketemukan secara kebetulan.
Karena banyaknya orang Han yang mendatangi daerah Biau ini, maka percampuran
kedua bahasa Han itu, ia dengar lagi suara seorang wanita lagi menyahut: Loyacu,
mohon dengan sangat atas pertolongan kalian asal ada barangnya, kalian ingin
menukar dengan apa, segera kami adakan. dari lagu suaranya, nyata wanita itu gugup


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kuatir sekali. Hong san Koay Khek " Halaman 115
yoza collection Ketika sudah dekat, Kek Pang melihat ada satu wanita Han dan di tanah merebah
seorang laki2 yang kepalanya dikerudung rapat dengan kain sambil meng-erang2,
melihat gelagatnya, wanita Han ini terang datang kesini untuk meminta obat2an.
Jing-kin, tiba2 lelaki berkerudung itu berkata : Jika susah mendapatkan, sudahlah.
Ta.,. tapi bagaimana dengan keadaanmu itu ! seru wanita itu se-akan2 orang kalap.
Dasar hati Kek Pang memang baik, segera ia mendekati orang dan menanya ada
urusan apa. Ketika wanita itu melihat Kek Pang adalah seorang laki-laki gagah, tampaknya jujur,
pundaknya berduduk satu anak perempuan yang sangat menyenangkan, tiba-tiba
hatinya timbul selarik sinar harapan, katanya segera : Suamiku terkena racun jahat yang
aneh, dari petunjuk orang kosen, katanya ada dua macam bahan obat yang dapat
menolongnya, pertama adalah empedu ular Kiu-bwe-coat, kedua adalah buah Cit-kimko.
Kek Pang terkejut demi mendengar obat apa yang dicari itu. Ia pikir, sekian tuanya
ia hidup mencari obat-obatan, tapi terhadap kedua jenis barang yang disebut melulu
mendengar saja belum pernah melihat, memang sesungguhnya susah dicari. Sebab itu,
iapun terpaku tak bisa menjawab.
Tahu bahwa usahanya tiada harapan lagi, wanita itu menghela napas panjang,
pintanya kemudian. Jika begitu, dapatkah aku mohon menumpang didalam rumah sini,
biarlah suamiku sementara tinggal disini dan aku pergi kegunung untuk mencoba
peruntungan ! Tidak, tidak, Jin-kin, betapapun kau jangan mengambil resiko ini, kau harus selalu di
sampingku, seru lelaki itu sembari pegang kencang2 tangan sang isteri.
Hati wanita itu risau benar, air matanya bercucuran, Lantas bagaimana baiknya "
serunya bingung. Mendengar suara ratapan siwanita yang memilukan itu, semua orang ikut terharu.
Tapi apa daya, barang yang hendak dicari itu seratus tahun belum tentu dapat dijumpai
sekali, kemana harus diperoleh "
Ayah, begini sedih bibi ini menangis, kenapa kau tak menolongnya " seru A Siu
mendadak. Suaranya kecil nyaring memecah kesunyian.
Hong san Koay Khek " Halaman 116
yoza collection Hati Kek Pang tergoncang, ia pikir masakan aku orang tua kalah dengan seorang
anak kecil, seumpama barang yang hendak dicari susah diperoleh, kenapa aku tidak
menghantar wanita itu kesana " Ya, A Siu, kau benar! sahutnya.
Aku ikut kalian, ayah, kata A Siu lagi dengan tertawa.
Kek Pang tak menjawab, katanya pada wanita tadi. Toasuko tak perlu berduka,
seorang diri kau masuk gunung kurang baik, biarlah besok pagi2 aku mengiringi kau
kesana tempat dimana mungkin hidup Kiu-bwe-coa (ular sembilan buntut), tentu tak
pernah dijajaki manusia, maka kita mesti banyak siapkan perbekalan, malam ini tak bisa
lagi kita berangkat. Sungguh bukan buatan rasa girang dan terimakasih wanita itu, saking terharu
sampai ia tak sanggup ber-kata2. Ia lihat A Siu sangat menyenangkan, kemudian ia
tanya. Nona cilik ini adakah putrimu. Siapakah namamu "
Meniru seperti bangsa Han kalian, namanya A Siu, sahut Kek Pang.
Nama bagus , kata wanita itu. Biarlah aku memberi sedikit hadiah. Sembari berkata,
dari bajunya ia keluarkan suatu kotak kecil.
Tadinya semua orang menyangka oleh2 yang diberikan ini tentu mainan kanak2
yang tak berarti, tak terduga, ketika tutup kotak itu menjeblak, barulah semua orang
terkejut. Waktu itu hari sudah gelap, dan begitu kotak itu terbuka, segera memancarkan sinar
yang menyilaukan, ternyata isi kotak itu adalah sebutir mutiara sebesar biji buah
kelengkeng yang dibikin sebagai mainan kalung dengan rantai emas yang kecil. Wanita
itu ambil kalung emasnya lalu pasang dilehernya A Siu.
Keruan A Siu kegirangan, serunya berulang ulang : Banyak terima kasih, toakoh,
banyak terima kasih! Nyata, karena ayahnya sering bergaul dengan saudagar Han,
maka iapun bisa mengucapkan beberapa patah kata bahasa Han.
Dengan penuh kasih sayang wanita itu mengempoh A Siu serta menciumnya sekali.
Suamimu boleh beristirahat dirumahku selama kita masuk gunung, tentu ada orang
yang akan merawatnya, kata Kek Pang kemudian.
Ya, cuma aku harap supaya dipesan agar kain kerudung kepala suamiku itu jangan
sekali-kali dilepaskan, sahut siwanita.
Hong san Koay Khek " Halaman 117
yoza collection Lalu mereka memondong orang laki-laki itu kedalam rumah, kata laki-laki ini : Jingkin, sungguh aku merasa kuatir sekali bila kau pergi mencari Kiu-bwe-coa dan Cit-kimko itu.
Sudahlah, jangan pikir yang tidak2, mengasolah yang tenang, dalam sebulan, aku
yakin akan bisa kembali dengan membawa barang yang kita cari itu, sahut sang istri.
Sesudah merebahkan lelaki itu didipan, kemudian Kek Pang berkata: Toaso, dengan
cahaya mutiara bersinar ini, malam ini juga kita bisa berangkat.
Itulah lebih baik, sahut siwanita dengan girang.
Segera Kek Pang siapkan sekantong ransum dan membawa sebilah golok
melengkung bergegas2 segera mereka hendak berangkat. Tiba2 A Siu merecoki sang
ayah untuk ikut serta, meski Kek Pang telah membujuk dan me-nakut2i tapi A Siu tetap
ingin turut, terpaksa sang ayah mengajaknya, ia panggul putri kecil itu di atas
pundaknya lagi dan katanya: Marilah Toaso, kita berangkat.
Diwaktu hendak melangkah pergi, wanita itu masih menoleh beberapa kali pada
sang suami, terdengar lelaki itu berseru: Jing-kin, jika tidak bisa dapatkan barang yang
dicari, lekaslah kau pulang saja!
Ya, dalam sebulan pasti aku akan pulang kembali, harap kau bersabarlah, sahut
wanita itu dengan suara berat. Nyata sekali, mereka adalah sepasang suami istri yang
sangat sayang menyayangi.
Begitulah, dengan bantuan cahaya mutiara, dengan cepat Kek Pang telah membawa
wanita itu menempuh perjalanan sejauh dua puluh li. A Siu sama sekali tidak merasa
ngantuk atau letih, malahan ia terus menerus mengajak ngobrol dengan wanita itu.
A Siu, aku she Ang, bernama Jing-kin, selanjutnya kau panggil aku Jing-koh (bibi
Jing) sajalah, ujar wanita itu. Aku juga punya satu anak perempuan, umurnya lebih tua
tiga tahun darimu. kelak kalau kalian bisa bertemu, tentu kalian akan cocok seperti
saudara sekandung. Enci itu siapa namanya, Jing-koh " tanya A Siu. Nama kecilnya dipanggil Siau Yan,
kata Jing-kin. Tiba-tiba A Siu angkat mutiara bersinar yang tergantung didepan dadanya itu dan
menanya. Jing-koh, kenapa mutiara sebagus ini tak kau berikan pada suci Siau Yan "
Hong san Koay Khek " Halaman 118
yoza collection A Siu , sahut Jing-kin, Kau masih terlalu kecil, kau belum paham. Ditempat kami
sana ada banyak orang jahat, kalau melihat barang bagus, lantas ingin merampasnya.
Ai, urusan ini kelak kau sudah besar, tentu akan mengerti.
Begitulah, sesudah terlalu letih, akhirnya bocah itu terpulas digendongan sang ayah.
Sesudah semalam suntuk menempuh perjalanan, ketika fajar hampir mendatang,
mereka sudah melintasi sebuah gunung, seluas pandangan kedepan, kabut tebal
menyelimuti rimba raya. Kek Pang menuding kemuka, katanya, Toaso, tempat dimana
kami sering berburu dan mencari nafkah adalah disekitar gunung yang kita lintasi
semalam, kedepan lagi selamanya tiada orang yang berani kesana, kalau ingin mencari
sebangsa Kiu-bwe-coa dan Cit kim ko yang jarang terlihat itu, rasanya harus kepegunungan sunyi didepan sana. Kau tidak membawa senjata, biarlah golokku ini kau
pakai. Terharu sekali Ang Jing-kin oleh rasa simpati si orang Biau ini, dan kalau mengingat
nasib malang suami istri mereka, ia menghela napas panjang. Lalu sahutnya, Tak
perlulah, aku sendiri punya senjata penjaga diri.
Segera ia merogoh saku bajunya dan tahu2 tangannya sudah bertambah segulung
benda hijau gelap, ketika sedikit tangannya mengepal dan dilepas lagi, benda gulungan
itu mendadak berbunyi creng terus mulur sepanjang satu meter, nyata itulah sebatang
pedang yang bersinar menyilaukan, pedang itu tipisnya luar biasa, dan ternyata bisa
mulur dan mengkeret menggulung sendiri.
Hebat sekali, mengapa pedang ini begini lemas, apa gunanya" tanya Kek Pang
rada tercengang. NG JING-KIN menyentil beberapa kali dibatang pedang itu hingga
mengeluarkan suara nyaring, sahutnya : Pedang ini memotong besi
bagai rajang sayur, boleh lihat ini! Habis berkata, sekenanya ia tabas
kebatang pohon di tepi jalan, pohon itu lebih besar dari paha orang, tapi pedang itu
dapat menabas lewat, kemudian pohon itu baru ambruk kesamping.
Tempat dimana pohon itu patah tampak halus bagai digergaji saja.
Hong san Koay Khek " Halaman 119
yoza collection Betapa terkejut dan kagumnya Kek Pang hingga mulutnya ternganga. Sementara
itu A Siu sudah mendusin, mereka makan sedikit rangsum, lalu melanjutkan perjalanan
lagi. Begitulah mereka terus mencari dipegunungan itu hingga tujuh hari lamanya, dalam
pada itu banyak bahan obat-obatan berharga telah dapat dikumpulkan Kek Pang. Tapi
ular dan buah yang mereka cari itu tetap belum diketemukan. Melihat waktu makin
lama makin mendesak, Jing-kin menjadi gopoh. Sampai hari kedelapan, mereka telah
memasuki sebuah lembah sempit, didepan sana terdengar ada gemerciknya air, ketika
maju lagi, ternyata ada sebuah tanah luas lapang, sebuah sungai kecil mengalir dengan
airnya yang jernih. Melihat air, saking hausnya Kek Pang terus letakan A Siu ketanah, ia sendiri
berjongkok ke tepi sungai buat minum. Tapi baru beberapa hirupan air masuk perutnya,
sekonyong-konyong ia berdiri dengan badan gemetar. Karuan Jing-kin terkejut, ia lihat
sekejap saja wajah Kek Pang sudah biru gelap, tangannya menuding ke sungai dan
mulutnya ternganga tak sanggup bersuara lagi.
Ap.. apakah air sungai berbisa " tanya Jing-kin cepat.
Tapi tubuh Kek Pang sudah menggelongsor jatuh ditepi sungai, ketika Jing-kin
membaliki tubuh orang dan memeriksa urat nadinya, ternyata napasnya sudah putus.
Sungguh susah dipercaya bahwa air sungai sejernih itu ternyata berbisa jahat luar
biasa, saking terkejutnya sampai Jing-kin melupakan A Siu yang ditaruh ayahnya
ketanah tadi sudah berlari-lari pergi memain sendiri dan ternyata tidak kembali lagi.
Jing-kin sendiri termangu-mangu memandangi sungai itu. Ia pikir dengan terbinasanya
Kek Pang, kesukaran yang akan dihadapinya dalam usaha mencari Kiu-bwe-coa ini
tentu akan bertambah-tambah.
Sedang Jing-kin berduka, tiba-tiba dilihatnya didasar sungai itu ada segundukan
batu berwarna yang tiba-tiba bisa bergerak2. Malahan lantas ada lagi dua gundukan
batu kecil lainnya ikut-ikut bergoyang, gundukan yang tadinya bundar lambat laun
memanjang. Ketika ia tegasi, gundukan batu apa, hakekatnya adalah tiga utas ular yang
tadinya meringkuk disitu, sebab itulah tampaknya seperti gundukan.
Melihat ada ular, cepat Jing-kin siapkan tiga buah Bwe-hoa-piau, dan selagi hendak
disambitkan kepada ular-ular itu, tiba-tiba dilihatnya ketiga ular itu dimana ekornya
mengesot seakan-akan mempunyai sembilan ranting cabang, nyata itulah yang disebut
Hong san Koay Khek " Halaman 120
yoza collection Kiu-bwe-coa atau ular sembilan buntut yang sedang dicarinya setengah mati, malahan
sekali bertemu ada tiga jumlahnya. Karuan terkejut dan girang Ang Jing-kin, senjata
rahasia yang sudah hampir disambitkan itu ia tarik kembali mentah-mentah, ia pikir
orang kosen yang memberi petunjuk itu pernah bilang bahwa Kiu-bwe-coa ini hidupnya
selalu berdampingan dengan Chit-kim-ko, dan untuk menyembuhkan luka sang suami,
kedua macam barang itu harus lengkap tak boleh kurang salah satu diantaranya. Jika
sekarang juga ia timpuk mati ular-ular itu, lantas kemana akan mencari buah Chit-kimko itu "
Karena itu ia coba menanti dan curahkan perhatian atas gerak-gerik ular-ular itu,
ia lihat Kiu-bwe-coa itu kemudian berenang kehulu sungai, celakanya tiga membagi
tiga jurusan. Tentu saja Jing-kin bingung, yang manakah yang harus dikuntitnya " Kalau
ada Chit-kim-ko, tentu ada Kiu-bwe-coa, tapi ada Kiu-bwe-coa belum tentu ada Chitkim-ko, lalu diantara ketiga ular ini, yang manakah yang menuju ketumbuhan buah itu
" Kalau yang dikuntitnya nanti ternyata menuju ketempat yang tiada tumbuh Chit-kimko, bukankah akan berabe "
Dalam keadaan demikian, ia benar-benar serba salah, sementara itu ular-ular itu
sudah merayap makin jauh dan Jing-kin masih kelabakan belum bisa ambil keputusan
yang mana harus dikuntitnya. Pada saat itulah, tiba-tiba ia ingat pada si A Siu, ia
menoleh, tapi bocah itu tiada bayangannya lagi, dalam kaget dan kuatirnya, cepat ia
berteriak : A Siu, A Siu !
Tapi meski sudah berulang kali ia memanggil, sama sekali tiada sahutan anak
perempuan itu. Sungguh celaka baginya, Kek Pang sudah terbinasa, kini puterinya itu
menghilang, bagaimana nanti kalau pulang ia mesti menjawab pertanyaan orang-orang
Biau disana " Dan karena merandeknya itu, bila ia berpaling lagi, dua ular tadi sudah tak kelihatan
lagi, hanya ketinggalan satu yang tampak terus berenang kehulu sungai, kalau ular ini
tak lekas dikejarnya, boleh jadi sebentar juga akan menghilang, dan ini berarti usahanya
akan sia-sia belaka. Tanpa pikir lagi, segera ia berlari kedepan menyusur sungai mengikuti jejak siular,
tapi ia tak berani terlalu dekat, kuatir mengejutkan binatang itu. Ia menguntit dari jarak
beberapa tombak jauhnya, sambil kadang-kadang berseru memanggil A Siu.
Hong san Koay Khek " Halaman 121
yoza collection Makin lama ia menjadi makin jauh menyusur sungai itu, dan akhirnya dapat
diketahui sungai itu ternyata bersumber dari suatu gua. Ketika sampai didepan gua,
ular itu terus merayap kedalam. Sudah tentu Ang Jing-kin tidak tinggal diam, ia lihat
gua itu cukup lebar, segera saja ia ikut masuk, ia pikir Chit-kim-ko tentu tidak jauh lagi
disitu, kalau sudah berhasil menemukannya, barulah ia akan mencari A Siu.
Gua itu ternyata menembus kesuatu empang yang dikelilingi tebing-tebing curam
hingga susah diketemukan orang luar. Ditengah-tengah empang itu menonjol
dipermukaan air sebuah batu besar dan disela-sela batu itu tumbuh sebuah rumput
yang aneh bentuknya, panjangnya ada satu meter, daunnya bundar berwarna ungu,
diujung rumput itu tumbuh satu buah sebesar kepalan dan berwarna kuning indah.
Sesudah ular itu menyeberangi empang itu, kemudian merayap keatas batu besar serta
meringkuk disitu, hanya kepalanya menegak mengincar terus buah kuning yang besar
itu. Jing-kin yakin tentu buah itulah Chit-kim-ko yang dicarinya, sungguh tidak tersangka
olehnya bisa memperolehnya secara begitu mudah. Maka cepat ia siapkan sebuah Bwehoa-piau, ia incar baik-baik kepala ular itu, jarinya menjentik, cepat Bwe-hoa-piau
meluncur kedepan. Tampaknya sasaran pasti akan segera kena, siapa tahu dari
samping tiba-tibapun terdengar suara mendesingnya senjata rahasia, sebuah piau baja
telah melayang tiba dan tepat membentur Bwe-hoa-piau yang disambitkan Ang Jingkin itu hingga kedua senjata terpental jatuh semua ke dalam empang.
Melihat piau baja itu datangnya sangat cepat lagi keras, jitunyapun jarang terlihat,
ketika Jing-kin mendongak, tahu-tahu dibawah dinding tebing sana sudah berdiri empat
orang berkedok yang berperawakan tidak sama.
Melihat keempat orang itu, terkejut dan gusar Jing-kin, dengan suara bengis segera
ia membentak : Sebenarnya siapakah kalian berempat " Kenapa kalian sedemikian keji
terhadap kami suami-isteri, tapi toh secara sembunyi-sembunyi tak berani unjuk muka
asli " Tiba-tiba seorang yang tinggi kurus diantaranya tertawa dibuat-buat, sahutnya :
Bwe-hoa-siancu, kau toh cukup pintar, kenapa sekarang begini geblek " Asal kau
serahkan pedang hijau dan saputangan merahmu pada kami, betapapun besarnya
urusan, bukankah lantas beres "
Hong san Koay Khek " Halaman 122
yoza collection Ya, kami hanya minta pedang hijau ditanganmu itu dan saputangan sutera merah
didalam bajumu itu kau serahkan, lalu kami sudahi segala urusan, malahan kami
bersedia membantu kau menangkap Kiu-bwe-coa dan Chit-kim-ko itu untuk menolong
jiwamu, tiba-tiba kawannya yang agak pendek ikut bicara. Tapi kalau kau tetap ngotot,
ha, tak perlu kami turun tangan, asal kami hancurkan Chit-kim-ko ini, kemana lagi kau
bisa mencari yang keduanya " Haha, terserah kau mau atau tidak "
Kiranya Ang Jing-kin ini berjuluk Bwe-hoa-siancu atau dewi bunga Bwe, senjata
rahasianya Bwe-hoa-piau yang tunggal, setiap kali dapat ditimpukkan lima buah dan
sangat jitu, kemahirannya yang lain adalah 36 jurus Bwe-hoa-to-hoat, ia adalah
puterinya Siang-say-tay hiap, Bwe-hoa-sin-to Ang San-jiau.
Karena ancaman tadi, saking gusarnya ia membentak pula : Coba katakan dulu
siapa kalian berempat " Kenapa perbuatan kalian mesti secara sembunyi-sembunyi
begini " Bwe-hoa-siancu, nama kami tiada artinya untuk diketahuimu, ada lebih baik lekasan
kau ambil keputusan saja sahut sijangkung tadi dengan tertawa.
Namun Ang Jing-kin tidak mudah diancam sambil bicara ia sudah siapkan lima
Bwe-hoa-piau ditangannya, telinganya berkumandang apa yang pernah dikatakan
suaminya : Jing-kin, sekalipun kita harus mati, jangan sampai pedang hijau dan
saputangan merah ini jatuh diempat jahanam itu !
Maka sahutnya kemudian : Baiklah nih, terima ! Berbareng selesai ucapannya,
tangannya mengayun, lima sinar terus meluncur kedepan, empat mengarah keempat
musuh, yang satu mengincar Kiu-bwe-coa.
Sungguh sama sekali empat orang tidak menduga bahwa Ang Jing-kin ini berani
bergurau dengan jiwa suaminya yang tinggal senin-kemis itu, yaitu lebih sayangi kedua
benda yang diminta daripada keselamatan sang suami. Mereka bukan jago lemah,
begitu nampak Bwe-hoa-piau menyambar tiba, cepat mereka berkelit, tapi kepala ular
yang diarah itu dengan tepat sudah terkena Bwe-hoa-piau satunya hingga hancur.
Dan begitu Ang Jing-kin sambitkan senjata rahasianya, segera orangnya ikut
melompat ke depan, keatas batu besar ditengah empang itu, cepat ia samber ular mati
itu, sekalian petik buah Chit-kim-ko tadi, walaupun saat itu juga dari belakang terdengar


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara menyambernya senjata rahasia musuh, namun iapun tidak pikirkan lagi, terpaksa
Hong san Koay Khek " Halaman 123
yoza collection hanya sedikit mengegos, tapi pundaknya lantas terasa kesakitan, ternyata sebuah piau
baja sudah menancap dibahunya.
Dengan menahan sakit, Jing-kin masukkan ular mati dan Chit-kim-ko yang berhasil
diperolehnya itu kedalam baju, habis itu cepat ia memutar tubuh, dengan sikap angkuh
sambil pedang terhunus ditangan, ejeknya kemudian : Nah, kedua benda ini sudah
berada ditanganku, apa maumu sekarang "
Hahaha, tiba-tiba sijangkung tadi bergelak ketawa, memang benar kedua barang
itu sudah kau dapatkan, tapi kenapa kau tidak tanya dirimu sendiri, dengan kepandaian
suami isteri kalian tak mampu menandingi kami berempat, kini kau berada sendirian,
dapatkah kau selamat tinggalkan tempat ini "
Jing-kin menjadi terkesiap, ia pikir memang benar juga gertakan orang itu, selagi
dirinya terluka lagi, terang takkan ungkulan melawan keroyokan mereka. Dalam
gugupnya, cepat ia cabut piau yang masih menancap dipundaknya itu dan hendak
dilempar ketanah, tiba-tiba sekilas dapat dilihatnya pada senjata rahasia itu terukir dua
huruf kecil sekali. Hati Jing-kin tergerak, ia pikir kalau diatas senjata rahasia itu ada tulisannya, tentu
itu nama atau tanda pengenal sipemiliknya. Cuma sayang kedua huruf kecil itu sangat
lembut ketika ia hendak menegasi lebih dekat, sekonyong-konyong sebuah piau baja
menyamber datang pula, cring , dengan tepat membentur piau yang dipegangnya,
syukur tidak sampai terjatuh.
Sudah berulang kali Ang Jing-kin diserang oleh senjata2 rahasia seperti itu, tapi
sebegitu jauh ia belum mengetahui jelas siapa diantara empat orang itu yang
menyambitkannya. Ketika tangannya kesemutan karena benturan piau yang
dipeganginya itu, segera ia sadar tentu si-empunya kuatir rahasianya terbongkar oleh
kedua huruf itu. Cepat ia masukkan piau yang ditangkapnya itu kedalam baju.
Berhubung kejadian itu, rupanya diantara empat orang itu lantas terjadi perdebatan,
satu diantaranya tiba2 bisik2 pada sijangkung, tapi sijangkung rupanya tidak setuju
hingga beberapa kali mereka tarik urat, saling tidak mau mengalah.
Diam2 Ang Jing-kin mengamat-amati orang berkedok itu, ia menduga tentu itulah
sipemilik piau, orang ini berperawakan sedang, tiada tanda-tanda istimewa, pula
berkedok, menjadi susah dikenali.
Hong san Koay Khek " Halaman 124
yoza collection Sesudah berdebat sejenak, rupanya sijangkung mendapat suara lebih banyak, maka
sekali ia memberi aba2, segera empat orang terpencar mengepung Ang Jing-kin, ditengah2 empang diatas batu besar itu, jarak mereka hanya terbatas oleh air empang,
jauhnya kira2 lebih dua tombak, hendak meloloskan diri dari kepungan" rasanya
tidaklah mudah. Tapi sehabis empat orang itu berpencar mengambil kedudukan mengepung
dipinggir empang sana, merekapun tidak lantas membuka serangan, melainkan terus
duduk anteng di tempatnya masing2. Jing-kin menjadi heran, tapi ia pun tak berani
sembarang bergerak, ia ingin tahu dulu apa yang dikehendaki musuh2 itu. Tapi sudah
lama, masih empat orang itu berdiam saja, tiba2 tergerak pikiran Jing-kin, ia insaf orang
sengaja mengepungnya ditengah empang itu, dengan begitu akhirnya ia sendiri akan
menyerah tak berdaya. Namun ia pantang menyerah, ia coba tunggu kesempatan dan berharap bisa
terjang keluar, ia bertahan sekuatnya, dan tunggu menunggu demikian ternyata
berlangsung sampai tiga hari tiga malam, selama itu boleh dikata Ang Jing kin tidur
saja tidak berani, kuatir kalau mendadak diserbu keempat musuh itu.
Sampai esok hari keempat, ia sudah terlalu letih, lapar dan dahaga, sebaliknya
keempat orang itu seenaknya mengeluarkan rangsum mereka dan memakannya
dengan nikmat, mulut mereka sengaja ber-kecap2 hingga mengeluarkan suara seakan2 orang kelaparan ketemukan makanan. Karuan tidak buatan gemasnya Ang Jingkin, sedapat mungkin ia tahan selera yang terus memuncak, ia pura2 melengos
kejurusan lain tak mau menatap musuh.
Bwe-hoa-siancu , tiba2 satu diantara empat orang itu berseru, sudah tiga hari kau
bertahan, rasanya tiga hari lagi kaupun takkan bisa lolos, biasanya kau sok pintar,
kenapa sekarang begini bandel "
Jing-kin tahu maksud orang tetap mengincar kedua barang miliknya itu, tapi meski
ia benar2 serahkan barang2 itu, serupa saja jiwanya tak terjamin mengingat kekejaman
musuh2 itu. Maka ia hanya tertawa dingin tanpa gubris.
Haha, Bwe-hoa-siancu, nih, makan sedikit ! seru sijangkung tadi. Berbareng itu
sepotong Siopia terus dilemparkan kearahnya.
Sesungguhnya Ang Jing-kin sudah terlalu lapar, tanpa kuasa ia ulur tangan hendak
menyanggapi makanan itu. Diluar dugaan cara melempar sijangkung itu memakai
Hong san Koay Khek " Halaman 125
yoza collection tenaga efek, ketika sampai didekat Ang Jing-kin, mendadak makanan itu bisa membiluk
kesamping terus nyemplung keempang. Maka tertawalah keempat orang itu ber-gelak2
dengan senangnya. Sebaliknya Ang Jing-kin malu dan murka, kalau tenaga mengijinkan, segera ia
bermaksud menubruk maju buat adu jiwa.
Sementara itu didengarnya sijangkung itu berkata lagi ; Bwe-hoa-siancu, ditempat
begini kau masih berlagak, makanan demikian kau tidak doyan, tunggulah nanti pulang
kerumah nenekmu minta disusui, hahaha ! Habis tertawa, ia berjongkok, dengan
tangannya ia mengeruk air empang yang jernih itu buat minum.
Tiga hari yang lalu Ang Jing-kin telah menyaksikan Kek Pang terbinasa sebab
minum air sungai yang beracun itu, kini melihat orang juga minum air sungai, pula
ketiga kawannya juga akan menirukan sijangkung, diam-diam hatinya bersyukur
musuh2 itu mencari kematian sendiri dan memberi jalan hidup bagi dirinya.
Dalam saat demikian, sinar matanya terus menatap orang berkedok yang berdebat
dengan sijangkung tadi. Ia lihat orang ini tidak gunakan tangannya mengeruk air, tapi
berjongkok sambil sedikit menyingkap kain kedoknya, dengan mulutnya akan
menghirup air empang itu.
Sekilas Jing-kin mengenali separuh muka orang itu seketika kepalanya se-akan2
pening, serunya tak lampias : Keparat she Cu, ki..kiranya kau adanya "
Mendadak orang yang dikatakan she Cu itu terkejut, belum sampai air menempel
mulut, cepat ia melompat mundur dengan tertegun. Sedang tangan Ang Jing-kin terus
menuding orang dengan gemetar tapi tak sanggup buka suara.
Pada saat itulah, se-konyong2 terdengar suara jeritan berulang2 dari ketiga orang
yang lagi minum tadi, lalu bergedebuk roboh ketanah kulit badan mereka seketika
berubah biru gosong, lalu tak berkutik pula. Nyata merekapun binasa oleh racun air
sungai seperti halnya Kek Pang.
Diam2 Jing-kin menyesal terburu napsu bersuara, kalau tadi diam2 menanti,
bukankah jahanam she Cu itupun tak terluput dari kematian " Dan kini manusia itu
sudah lantas angkat langkah seribu melihat kawan2nya sudah terbinasa.
Hati Ang Jing-kin merasa lega sesudah ketiga musuh sudah mati dan seorang lagi
lari terbirit2. Ia hitung2 masih ada waktu belasan hari dari janjinya dengan sang suami
Hong san Koay Khek " Halaman 126
yoza collection dan dapat membawa kembali empedu Kiu-bwe-coa dan Chit-kim-ko untuk menolong
jiwanya, sungguh ia tidak pernah membayangkan akan begini mudah menyelesaikan
kepungan musuh tadi. Saking girangnya, belum lagi ia berbangkit tiba2 matanya serasa
gelap, orangnyapun jatuh pingsan di atas batu itu.
Dalam pada itu, mengenai diri si A Siu yang ditinggalkan sendiri dan terlupa itu,
dasar kanak-kanak, ketika tiba-tiba dilihatnya ada seekor kelinci putih dengan kedua
matanya yang merah bundar didalam semak-semak rumput lagi memandang padanya,
ia menjadi sangat tertarik, tanpa bilang-bilang lagi ia terus memburu kearah kelinci itu.
Binatang itu rupanya binal juga, ketika melihat sibocah mendekati, ia tidak lari,
sebaliknya mengeluarkan gerak-gerik yang menggoda hingga makin menggembirakan
hati A Siu, dengan tertawa-tawa ia berjongkok terus hendak menangkap kelinci itu, tapi
sedikit binatang itu melompat, tangan A Siu yang kecil telah menangkap tempat kosong,
kelinci itu tidak lari terus, tapi masih menggoda pula dengan berbagai macam mimik,
tentu saja A Siu semakin getol, ia memburu dan menangkapnya lagi, namun luput pula,
dan begitulah seterusnya hingga makin lama makin jauh. A Siu bergurau dengan kelinci
putih itu, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa saat itulah, ayahnya Kek Pang telah
menemui ajalnya meminum air beracun.
Maka tanpa merasa A Siu telah mengejar kelinci itu sampai beberapa li dan
memasuki sebuah lembah yang dikedua tepi dinding tebing curam, makin jauh jalan
makin lika-liku, tapi ia masih terus mengudak. Maka tanpa merasa haripun mulai gelap,
perutnya berasa lapar, barulah sekarang A Siu ingat pada ayah dan bibi Jing-koh, ia
mulai bingung dan kuatir, segera ia bermaksud kembali kejalan semula, tapi makin
putar makin kesasar, haripun makin gelap hingga berulang kali ia jatuh bangun, saking
letihnya ia merebah sekenanya ditanah dan pulas.
Besok paginya, ia ber-lari2 lagi hendak pulang kembali, tapi sudah kian kemari
masih belum ketemukan jalan yang betul, sampai kelaparan, lalu ia petik buah-buahan
yang diketemukan dan dimakan sekedarnya, keadaan begitu sampai beruntun tiga
malam, baiknya dimalam hari, karena dadanya memakai kalung permainan mutiara
yang memancarkan cahaya terang, maka ia masih bisa berjalan dengan bebas. Namun
begitu, untuk jarak jauh, juga kegelapan belaka yang tertampak, lama-lama A Siu
menjadi ketakutan dan duduk ditanah sambil menangis.
Tidak lama, tiba-tiba didengarnya dari jauh ada suara tindakan orang yang sedang
mendatangi, mula-mula A Siu menyangka itulah ayahnya, cepat ia berhenti menangis
Hong san Koay Khek " Halaman 127
yoza collection sambil mendengarkan, dan memang benar suara tindakan orang, saking girangnya ia
terus meloncat bangun sambil berseru : Ayah, Jing-koh, aku berada disini, kemanakah
kalian, A Siu sendirian menjadi ketakutan!
Selesai ia berkata, orang itupun sudah mendekat, ketika A Siu menengadah, tanpa
merasa ia mundur beberapa tindak. Ternyata yang datang ini bukan ayahnya, bukan
lagi Jing-koh tapi seorang lelaki bangsa Han yang berusia 30-an yang tampaknya
linglung, ketika tiba-tiba melihat A Siu, orang itu terus menubruk maju dan A Siu
dipondongnya tinggi-tinggi sambil menggumam sendiri ; Oh, Jing-kin, Jing-kin,
sesungguhnya aku tiada maksud mencelakai kau !
A Siu menjadi bingung mendengar ocehan yang tak karuan junterungannya itu, ia
lihat mata orang mengembang air mata, dalam hati kecilnya menjadi heran, apakah
orang ini juga kesasar jalan, maka menangis " Dasar kanak-kanak, segera iapun
menanya : Toacek, kenapakah kau menangis, apakah kau kesasar " Jangan kuatir,
sebentar kalau ayah dan Jing-koh sudah datang, nanti kita bersama-sama pergi pulang .
Mendengar nada suara A Siu ini, seketika orang itu tercengang, dengan teliti ia
mengamat-amati A Siu sejenak, mendadak katanya : Eh, kau bukan Siau Yan " Anak
siapakah kau " Sebaliknya A Siu bertambah heran, sahutnya : He, kaupun kenal enci Siau Yan "
Aku adalah kawan baiknya dan kelak akan datang memain kerumahnya, demikian Jingkoh berkata padaku"
Siapa namamu " tanya orang itu dengan wajah berubah. A Siu, ayahku bernama
Kek Pang , sahut sidara cilik.
Hm, kiranya anak Biau, benda didepan dadamu itu darimana kau dapatkan " jengek
orang itu mendadak. A Siu tidak tahu akan perubahan air muka orang, maka sahutnya wajar saja : Jingkoh yang memberikan padaku !
Jing-koh siapa " bentak orang itu. Berbareng tangannya mengulur terus hendak
menarik kalung mutiara yang dipakai A Siu itu.
Jangan kau merebut barangku ! teriak A Siu sambil tangannya yang kecil
memegangi kalungnya kencang2.
Hong san Koay Khek " Halaman 128
yoza collection Tapi sekali tangan orang itu mengipat,
kontan A Siu terlempar jatuh, kasihan bocah
sekecil itu, tentu saja tidak tahan oleh
sengkelitan itu, ia jatuh kesakitan hingga
pingsan. Orang itu tertegun sejenak, tapi segera
berjongkok hendak mengambil mutiara dari
kalung yang dipakai A Siu itu. Tak terduga, baru
saja tangannya menyentuh mutiara itu, tahu2
pergelangan tangannya se-akan2 terjepit
sesuatu, ketika ia menunduk, ia menjadi terkejut
sekali. Ternyata pergelangan tangannya seperti
kena dipegang oleh tangan seseorang, cuma
tangan itu se-akan2 bersisik yang tumbuh diatas kuku jarinya, tenaga cekalan itu
demikian besarnya hingga bagai tanggam, sampai setengah tubuhnya ikut kesemutan
kaku. Orang itu sendiri tidak rendah ilmu silatnya, tentu saja ia terkejut, cepat ia berpaling
maka terlihatlah ada seorang tua pendek gemuk merebah telentang ditanah. Orang ini
tubuhnya pendek, wajahnya jelek, malahan mukanya seperti bersisik pula, sebaliknya
kedua lengannya panjang luar biasa melebihi badannya, kalau berdiri, boleh jadi kedua
tangannya itu akan menyentuh tanah. Sepasang matanya menyorotkan sinar ber-kelip2,
rambutnya serawutan bagai rumput kering, manusia aneh semacam demikian, sungguh
jarang terlihat. Siapa kau " bentak lelaki pertama tadi.
Dan kau sendiri siapa " balas orang aneh ini.
Aku she Cu bernama Hong-tin, orang dari Tionggoan , sahut laki2 itu.
Ya, aku sudah menduga kau bukan orang Biau kami, tak nanti mereka berjiwa
rendah seperti kau , jengek kakek aneh itu.
Sambil berkata, Cu Hong-tin itu merasa genggaman tangan kakek aneh itu
bertambah kencang hingga tulang tangannya kesakitan luar biasa, walaupun orang itu
Hong san Koay Khek " Halaman 129
yoza collection tampak merebah saja, tapi terang memiliki lwekang yang tinggi, dalam gugupnya ia
menanya lagi : Sobat, selamanya kita tiada kenal, kenapa kau mencari setori padaku "
Dan permusuhan apa dara cilik itu dengan kau, kenapa kau hendak mencelakainya
" sahut orang tua itu dengan bengis.
Cu Hong-tin menjadi bungkam, selang agak lama, barulah ia berkata : Dara cilik ini
tiada permusuhan apa2 dengan aku, tapi mutiara yang berkalung dilehernya ini justru
adalah milik seorang musuhku yang besar, haraplah kau lepaskan aku, nanti kututurkan
yang jelas ! Kiranya Cu Hong-tin yang masih muda ini memang sama orangnya dengan Cu
Hong-tin pada permulaan cerita ini. Tatkala mana ia belum menjadi Tosu, ilmu kebutnya
Kek-lok-hut-hoat juga belum terlatih, jadi ilmu silatnya masih belum tergolong tinggi,
walaupun begitu, sekali cekal telah dibikin tak berdaya seperti sekarang ia diperlakukan
si orang aneh ini, selamanya belum pernah dialaminya. Sebab itulah, ia ganti siasat
memakai permohonan dengan kata2 halus.
Betul juga kakek aneh itu terbujuk, ia kendorkan cekalannya dan berkata : Baiklah,
coba apa yang bisa kau terangkan.
Diluar dugaan, Cu Hong-tin terus melompat mundur jauh2, habis itu tanpa berpaling
lagi terus lari dalam kegelapan.
Tentu saja kakek aneh itu sangat gusar, ia mengaum keras hingga menggema jauh
dilembah, ia coba berdiri, tapi kakinya terlalu lemas, kembali ia jatuh ditanah, saking
gemasnya kedua tangannya yang panjang besar itu memukul tanah ber-ulang2 hingga
menerbitkan suara keras. Tampaknya percuma saja ia memiliki ilmu kepandaian tinggi,
karena kedua kakinya lemas bagai tak bertulang, sama sekali tak bisa berjalan. Sesudah
ber-teriak2 aneh beberapa kali, lalu ia merangkak kesamping A Siu.
Waktu itu A Siu telah siuman kembali, ia menangis pula sambil merintih kesakitan.
Jangan takut, nak, jahanam itu sudah kuusir , kata kakek itu sembari mengamatamati A Siu, lalu tanyanya pula : Kau tinggal digua mana "
Ketika A Siu melihat orang yang berada di hadapannya sedemikian luar biasa
hampir2 ia menjerit kaget, namun kakek aneh itu telah menghiburnya lagi. Lambat laun
A Siu menjadi berani, sahutnya kemudian ; Aku tinggal di Tiok-teng-tong .
Hong san Koay Khek " Halaman 130
yoza collection He, orang Tiok-teng-tong " seru kakek itu seperti sangat senang oleh keterangan
A Siu itu. Pernah kau mendengar cerita bahwa Tiok-teng-tong itu ada seorang aneh
yang bernama Lo-liong-thau yang telah diusir kegunung dan kemudian telah
menghilang " Ia merandek sejenak lalu dengan menghela napas ia menyambung pula
: Tapi, ah, kau masih kecil, tak mungkin kau mengetahuinya.
Ya, ya, aku pernah mendengar, kata A Siu tiba2, Pernah ayah bercerita bahwa
Encim Teng-kiu tetangga telah melahirkan seorang bayi aneh yang bersisik, dan kedua
lengannya panjang luar biasa, sebaliknya kaki lemas bagai tak bertulang. Encim Tengkiu tak berani bilang pada orang lain, kuatir kalau orang menyangka bayi itu adalah
siluman, maka diam2 membesarkannya sampai tujuh tahun, akhirnya telah diketahui
orang luar dan diusir pergi ke gunung, anak itu dipanggil Lo-liong-thau, kata ayah, diam2
ia malah bersahabat dengan Lo-liong-thau itu, maka iapun tidak pernah ceritakan pada
orang lain. He, ayahmu bernama Kek Pang bukan" seru kakek aneh itu dengan girang.
Ya, ya, betul, sahut A Siu.
Ah, kiranya kau puteri Kek Pang ! kata kakek aneh itu sembari merangkul A Siu
dengan mesra. Baik2kah ayahmu "
Baik, sahut A Siu mengangguk, kami bersama-sama berburu kegunung ini, aku
menguber seekor kelinci hingga terpencar dengan dia !
Dan dimana Encim Teng-kiu " tanya si orang aneh lagi. Entahlah, mungkin sudah
meninggal, sahut A Siu. Orang itu menghela napas terharu, katanya kemudian : A Siu, akulah Lo-liong-thau


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang diusir para tetangga kegunung itu.
Mata A Siu membelalak heran, katanya kemudian sambil menggeleng kepala :
Bukan, bukan ! Kata ayah, sesudah Lo-liong-thau masuk gunung, ia telah berubah
seekor siluman naga yang mempunyai kepandaian luar biasa .
Ya, Lo-liong-thau memang berkepandaian tinggi, lihatlah A Siu, kata orang itu
sambil ulur sebelah tangannya mencengkeram sekenanya satu pohon kecil
disampingnya, maka terdengarlah suara krak-krak , batang pohon itu telah kena
dipatahkan mentah2. Hong san Koay Khek " Halaman 131
yoza collection Hebat sekali, Lo-liong-thau, marilah kau ajarkan kepandaian demikian padaku , seru
A Siu terkesima oleh tenaga luar biasa Lo-liong-thau itu.
Kau adalah puterinya sobatku Kek Pang, tentu saja aku akan mengajarkan
kepandaian kepadamu , sahut Lo-liong-thau. Marilah kau ikut padaku !
Habis berkata, sekali menggelundung, cepat sekali ia telah merangkak pergi jauh,
lekasan A Siu menyusulnya berlari-lari. Tidak Iama mereka telah memasuki sebuah
gua batu yang diluarnya teraling-aling dua buah batu seakan-akan daun pintu buatan
alam. Dalam gua itu ternyata penuh beraneka batu-batu hiasan dinding hingga bersinar
gilap ketika tersorot cahaya mutiara dikalungnya A Siu itu. Karuan bocah ini kegirangan,
ia bertepuk-tepuk tangan gembira.
Lihatlah lukisan didinding itu ! kata Lo liong-thau.
Ketika A Siu berpaling kearah yang ditunjuk, ia lihat dinding batu itu halus licin
selebar lebih dua tombak dan terukir tujuh orang dewasa, ada yang berduduk, ada yang
berdiri, yang berjongkok, yang merebah, macam-macam. Dibawah ukiran orang-orang
besar itu, dibawahnya ada lagi ukiran yang lebih kecil dan semuanya dilukis dalam
berbagai gaya yang tidak sama, malahan ada lagi catatan-catatan dengan huruf-huruf
kecil. Apakah itu, Lo-liong-thau " tanya A Siu.
Entah, sahut si orang tua, aku sendiripun tidak tahu, secara tak sengaja aku
terluntang-lantung sampai disini, lalu tinggal menetap disini sampai dua tahun, sesudah
memperoleh api, barulah mengetahui di dinding situ ada lukisan, saking iseng, aku
menirukan gaya gambar2 itu, beberapa tahun kemudian, diluar dugaan sekali ayun
tangan, aku telah bisa patahkan satu pohon. Kalau sekarang kau ikut aku tinggal disini,
bukankah juga dapat mempelajari ilmu kepandaian hebat ini"
Dengan ragu2 A Siu memandangi dinding itu, tiba2 sahutnya : Lo-liong-thau, ayahku
hendaklah dicari kemari, biar kita bersama-sama mempelajari ilmu kepandaian hebat
ini, bukankah lebih baik"
Ya, tentu saja lebih baik, sahut Lo-liong thau. Tapi pegunungan seluas ini, Lo-liongthau sendiri tak bisa berjalan, kemana harus mencarinya "
Hong san Koay Khek " Halaman 132
yoza collection A Siu tak rewel lagi, ia lihat gua itu sangat menarik, maka ia tinggal disitu bersama
Lo liong-thau dan tanpa merasa 12 tahun sudah lampau. Selama itu, seperti halnya Loliong-thau, setiap hari A Siu menirukan gaya lukisan di dinding itu untuk belajar, lama2
tubuhnya menjadi enteng, tenaganya besar luar biasa, nyata kemajuannya tidak
terhingga. Sudah tentu A Siu senang sekali, namun demikian, sebab apa dan ilmu kepandaian
apa yang dipelajarinya itu, sama sekali ia tak mengerti.
Sama sekali tak tersangka olehnya bahwa lukisan2 yang terukir didalam gua itu
sebenarnya adalah dasar2 latihan Lwekang yang maha tinggi tinggalan Siau-yang Cinjin
dijaman dahulu yang sudah lenyap dalam dunia persilatan itu, yaitu yang disebut Siauyang-chit-kay atau tujuh kunci dasar latihan Siau-yang.
Siau-yang Cinjin itu asalnya adalah seorang tukang kayu, tanpa sengaja
dipegunungan sunyi diperolehnya satu kitab Lwekang yang mujijat, dengan giat ia
melatih diri beberapa puluh tahun hingga menjagoi dunia persilatan pada jamannya.
Ketika merasa hidupnya tiada tandingnya lagi, ia telah menyepi kedaerah Biau serta
tinggal didalam gua ini, disini ia menciptakan lagi ilmu Lwekangnya yang meliputi inti
sari dari cabang2 ilmu silat lain dan diberi nama Siau-yang-chit-kay . Setiap kunci itu
punya 7x7 gerakan, maka seluruhnya menjadi 7x7x7 = 343 gerak tipu. Ketika hari tuanya
ia telah mengukir hasil karyanya itu didinding gua, lalu tinggal pergi menghilang tak
ketahuan rimbanya. Sungguh sama sekali tak terduga bahwa ilmu luar biasa yang hanya didengar
orang Bu-lim, tapi belum pernah dilihat itu, kini bisa diperoleh seorang Biau yang aneh
dan cacat serta anak perempuan yang sepele.
Kecerdasan A Siu sudah terang jauh melebihi Lo-liong-thau, tapi karena tidak
mendapatkan petunjuk dan bimbingan orang pandai, serupa saja, iapun tak paham
dimana letak rahasia ajaran menurut lukisan itu. Namun begitu, berkat kegiatannya
selama dua belas tahun, beberapa bagian kepandaian Siau-yang-chit-kay itupun dapat
diperolehnya, dan sedikitnya sudah setingkat dengan jago silat kelas tinggi umumnya.
Tahun itu ia baru menginjak umur lima belas, namun cantiknya sudah kentara lain
dari yang lain, karena ber-tahun2 tinggal digua pegunungan, pakaian yang dikenakan
telah berganti dengan kulit binatang, namun begitu makin menggairahkan bagi siapa
yang melihat akan gadis jelita ini.
Hong san Koay Khek " Halaman 133
yoza collection Berbareng dengan makin bertambah usianya urusan yang diketahuinya pun
bertambah banyak, pengawasan Lo-liong-thau kepadanya pun tidak keras lagi,
seringkali ia pergi ngelayap jauh tinggalkan gua itu sampai beberapa hari lamanya.
Suatu hari, sudah tiga-empat hari ia tinggalkan Lo-liong-thau, ia terus menuju
kedepan. Tiba2 teringat olehnya tempat tinggal ayahnya adalah Tiok-teng-tong, lalu
dimanakah tempat itu, kalau ketemukan orang, bukankah bisa menanya " Dan betapa
baiknya kalau bisa pulang menyambangi orang tua "
Setelah mengambil keputusan itu, segera ia percepat langkahnya kedepan, sampai
hari hampir petang, dari jauh tiba-tiba dilihatnya ada asap seperti mengepul dari
cerobong rumah penduduk, tak lama lagi, dilihatnya ditepi jalan ada empat-lima orang
lagi merubungi segundukan api unggun dan sedang makan rusa panggang.
Melihat orang, tentu saja A Siu bergirang. Sesudah dekat, ia lihat seluruhnya ada
lima orang. Tiga diantaranya laki-laki berewok semua dan lainnya, yang satu adalah
hwesio gendut, sedang satunya lagi seorang lelaki kurus kecil.
Para paman, pergi ke Tiok-teng-tong harus ambil jalan mana " segera A Siu
menanya. Rupanya kelima orang itu rada kaget ketika mendadak mendengar suara teguran
orang, mereka menoleh berbareng, dan mereka menjadi tercengang demi melihat
seorang gadis jelita berpakaian kulit binatang telah berdiri disitu. Namun sejenak saja,
satu diantara laki-laki berewok itu terus bersiul panjang seperti lelaki bangor umumnya.
Ehmmm, alangkah manisnya nona cilik ini, darimanakah kau dara cantik" segera
kawannya menggoda. Ah, kau ini, orang menanya kau, sebaliknya kau menegur " ujar temannya yang
satu lagi. Sebagai seorang gadis yang masih hijau, sudah tentu A Siu tak paham kata-kata
orang yang bersifat rendah, ia masih menantikan jawaban orang sambil membetulkan
sedikit pakaiannya, ketika tanpa sengaja mutiara kalungnya itu tertarik keluar hingga
memancarkan sinar gemilapan, kelima orang itu menjadi curiga.
He, mutiara mestika seperti ini, masakan dijagat ini ada dua butir " seru satu
diantara lelaki berewok tadi.
Hong san Koay Khek " Halaman 134
yoza collection Mana bisa ada dua butir" sahut silelaki kurus kecil tadi dengan suaranya yang
banci. Lihatlah untaian kalungnya itu begitu indah buatannya, kalau bukan bikinan Onglothau, tukang emas kenamaan di Tiangsah yang terkenal itu, siapa lagi mampu
membuatnya " Hai, anak dara, dimana Ang Jin-kin berada, lekas kau mengaku! bentak sihwesio
gendut mendadak. A Siu menjadi bingung, ia tidak mengerti mengapa kelima orang itu sedemikian
garang kepadanya, ia hanya mengulangi nama Ang Jin-kin yang ditanya itu, ia pikir
nama ini seperti sudah dikenalnya, tapi siapa dan dimana ia tidak ingat. Karena itu,
dengan membelalak ia pandangi paderi gemuk itu.
Mendadak Hwesio itu putar2 tongkat paderinya hingga mengeluarkan angin, lalu
bentaknya lagi: Hayo, anak dara, lekas katakan yang benar, dimana adanya Ang Jin-kin
" Hai, Hwesio gede, tiba2 silelaki kurus kecil itu menukas, caramu begini dan
potonganmu bagai raksasa apa takkan bikin takut dara jelita ini "
Ya, ya, daripada Siucay kecut macam orang sakit tbc seperti kau, masih berani kau
berlagak apa" sahut si hwesio tak mau kalah.
Karuan lelaki kurus kecil itu menjadi gusar. Kiranya ia berjuluk Im-su Siucay atau
si sastrawan akherat, walaupun datang berombongan dengan hwesio gemuk yang
bergelar Tiat-pi Siansu itu, namun dalam hati mereka sebenarnya saling iri dan
bermusuhan. Karena kena diolok2, tentu saja menjadi murka.
Lihatlah ketiga saudara she Tio, keledai gundul ini yang mencari gebuk, bukan aku
lm-su Siucay Swe Hiang-ang yang tidak kenal sobat, seru lelaki kurus itu kepada tiga
kawannya yang berewok itu. Lalu ia berpaling kepada Tiat-pi Siansu dan mendamprat
: Baiklah, hari ini biar aku memberi hajaran kepada keledai gundul, supaya kau kenal
lihaynya orang she Swe! Bagus, biar aku pereteli juga tulang2mu yang terbungkus kulit melulu itu ! teriak
Tiat pi Siansu murka. Ketiga lelaki berewok itu tidak melerai, sebaliknya mereka mundur semakin jauh
supaya mereka berkelahi lebih bebas. Namun begitu, entah sengaja atau tidak, mereka
seakan-akan mengurung A Siu ditengah-tengah.
Hong san Koay Khek " Halaman 135
yoza collection A Siu sendiri ter-longo2 melihat kelima orang itu saling bertengkar sendiri. Ia lihat
Tiat pi Siansu tinggi besar bagai raksasa, sebaliknya si Im-su Siucay itu kurus kecil,
keduanya terang tak setanding. Namun dasar masih kanak kanak, ia menjadi ketarik
akan perkelahian yang bakal terjadi itu.
Kiranya datangnya kelima orang itu memang bukan tiada maksud tujuan, mereka
sama-sama hendak mencari jejaknya seseorang. Cuma satu sama lain hanya lahirnya
saja akur, dalam batin setiap waktu bila perlu tidak segan2 menjegal pihak lain. Ketiga
lelaki berewok itu terkenal didaerah Hun-lam dengan julukan Thian-lam-sam-say atau
tiga singa dari Hun lam selatan, yang tertua bernama Tok-jiau-say Thio Jiang, singa
bercakar tunggal, kakak kedua bernama Kiu-thau-say Thio Seng, singa berkepala
sembilan, dan yang terakhir ialah Cui-say-cu Thio Sia, singa mabuk. Kini melihat Swe
Hiang-ang akan saling gebrak dengan Tiat-pi Siansu, kebetulan malah bagi mereka,
maka sengaja menonton akan menarik keuntungan dari pertengkaran kedua orang itu.
Sementara itu Tiat-pi Siansu sudah membentak : Nah, Siucay setan madat, lekas
keluarkan senjatamu, supaya orang tidak mengatakan aku menghina seorang setan
kurus macammu ini! Melayani keledai gundul seperti kau, kenapa perlu pakai senjata" sahut Im-su
Siucay Swe Hiang-ang dengan tertawa dingin. Berbareng itu, pukulan pertama terus
dilontarkannya mengarah dada lawan.
Bagus, biar aku mengalah tiga serangan padamu ! sambut Tiat-pi Siansu dengan
lincahnya, tubuhnya yang gede gemuk itu telah memutar kesamping dengan cepat
sambil tongkatnya diangkat tinggi2, betul juga ia tidak balas menyerang.
A Siu menjadi senang melihat pertandingan telah dimulai. Ia lihat cara menghindar
si hwesio gendut itu tidak terlalu pintar, kalau saja Im-su-siucay itu terus menubruk
maju dan menyusuli hantaman, pasti ia takkan dapat menghindarkan diri. Apa yang
dipikirkan oleh A Siu ini adalah ilmu silat tertinggi dalam Siau-yang-chit-kay yang
lihay, tentu saja hal mana tak mungkin diketahui Im-su-siucay.
Dan karena serangan pertama tak kena, segera Im-su-siucay melontarkan
serangan kedua. Ketika melihat tenaga serangan sekali ini tidak terlalu keras, Tiat-pi
Siansu bermaksud membiarkan dirinya dihantam dengan menggunakan ilmu Ngekang,
tapi sekilas dapat dilihatnya pada telapak tangan lawan penuh berduri kecil2 dan tajam
dengan warna merah tua, ia menjadi terkejut dan lekas mundur kebelakang.
Hong san Koay Khek " Halaman 136
yoza collection Tapi dengan tertawa aneh sekali, lagi2 Im-su-siucay merangsang maju dan sebelah
tangannya menggaplok lagi keatas kepala hwesio yang gundul. Belum lagi Tiat-pi
Siansu berdiri tegak, tiba2 melihat serangan orang yang sayup-sayup membawa angin
yang berbau busuk, maka insyaflah dia kalau telapak lawan tentu berbisa. Kalau sampai
kena berkenalan dengan tangan orang, pasti kepalanya akan berlubang seperti sarang
tawon oleh duri2 ditangan orang.
Maka tak terpikir lagi olehnya apakah kata-katanya akan mengalah tiga kali
serangan itu sudah habis belum, sekali tongkatnya mengetok ketanah, mendadak
senjata itu terus membal keatas, secepat kilat ujungnya menyodok ketelapak tangan
lawan sambil berteriak : Cara turun tanganmu terlalu keji, jangan kau salahkan aku tak
pegang janji, Siucay kecut!
Walaupun Hwesio gendut ini tampaknya urip, tapi lucu-lucu ngong-tit , atau geblekgeblek jujur. Dengan serangannya yang lihay yang disebut ting-thian-lip-te atau berdiri
di bumi menyundul langit, kalau sampai Im-su-siucay Swe Hiang-ang kesodok, pasti
dadanya akan amblek berlubang.
Tapi disaat berbahaya itu, sempat Swe Hiang-ang merosot kesamping hingga
sodokan tongkat Tiat-pi Siansu mengenai tempat kosong. Sebaliknya begitu turun
ketanah, mendadak Im-su-siucay berjongkok, kedua kakinya terus menyepak. Karena
serangannya tadi luput, Tiat-pi Siansu lagi melengak, maka depakan musuh tak sempat
dihindarinya, pahanya telah kena hingga tubuhnya ter-huyung2 mundur, dan akhirnya
jatuh terlentang dengan muka pucat sambil ber-kaok2 kesakitan. Ketika ia meraba
pahanya, ternyata tangannya berlumuran darah.
Hm, keledai gundul, sekarang sudah kenal kelihayan tuanmu belum" jengek Im-susiucay menyindir.
Tiat-pi Siansu sesungguhnya tidak mengerti cara bagaimana pahanya bisa terluka,
hanya kena didepak saja. Begitu pula A Siu yang menyaksikan itupun merasa bingung,
hanya Thian-lam-sam-say saja yang tahu bahwa diujung sepatu Im-su-siucay itu
dipasang pelat baja yang sangat tajam, tentu saja daging paha musuh yang tertendang
takkan tahan. Tapi Tiat-pi Siansu masih merasa penasaran, cepat ia merangkak bangun, ia angkat
tongkatnya lagi, tanpa bicara terus mengemplang dengan tipu Thay-san-ap-teng atau
gunung raksasa menindih kepala.
Hong san Koay Khek " Halaman 137
yoza collection Betapapun lihaynya Im-su-siucay, tak nanti ia berani menangkis serangan hebat
ini, apalagi ia bertangan kosong, terpaksa cepat berkelit kesamping. Dan saking
bernafsunya kemplangan Tiat-pi Siansu itu hingga sebuah batu kena dihantam remuk,
tangan sendiri yang berasa kesemutan, malah luka pahanya tadi ikut2 kesakitan lagi.
Karuan kesempatan bagus ini digunakan Im-su-siucay dengan baik untuk menubruk
maju dari samping terus menggablok kepundak lawan.
Maka terdengarlah teriakan Tiat-pi Siansu terus terguling ketanah. Waktu Im-susiucay periksa tangannya, ternyata telapak tangannya sudah berlepotan darah.
Kiranya tangan Im-su-siucay itu terkenal sebagai Sian-jing-ciang atau tangan
dewa alias tangan kaktus, yaitu memakai kaos tangan dari kulit landak yang berduri.
Tentu saja pundak Tiat-pi Siansu yang kena dihantam itu seketika bertambah berpuluh
lubang2 kecil dan jatuh knock-out , ia menggereng kesakitan, tapi tak berani
merangsang maju lagi, melainkan dengan mata mendelik memandangi lawan yang licik
itu. Melihat Tiat-pi Siansu telah kalah kena hantamannya, Swe Hiang-ang menjadi
jumawa seperti ayam jago yang habis mendapat kemenangan, dengan sinar mata
sombong yang tiada takeran ia mengerling pada Thian-lam-sam-say hingga yang
tersebut belakangan ini merasa kebat kebit.
Ha, ilmu kepandaian Swe-toako memang benar hebat! kata Thian-lam-sam-say
setengah mengejek. Hm, bila kalian ingin coba2, boleh tunggu nanti! sahut Swe Hiang-ang dengan
angkuhnya. Habis ini ia berpaling kepada A Siu dan membentak : Bocah, hayo
katakanlah, dari manakah kau peroleh mutiara yang kau pakai itu"
A Siu melengak oleh teguran itu, ia lihat wajah Im-su-siucay yang kurus bengis itu
lagi memandang padanya dengan sinar mata jahat, ia menjadi muak rasanya. Mutiara
ini pemberian Jing-koh , sahutnya kemudian sambil melengos.
Sudah tentu Im-su siucay tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis desa
seperti A Siu, dengan suara keras ia membentak pula: Siapa Jing-koh " Dia berada
dimana " Lekas katakan!
A Siu mengkerutkan keningnya, lalu katanya : Kenapa kau begitu galak, aku justeru
tak mau katakan, sahutnya kemudian.
Hong san Koay Khek " Halaman 138
yoza collection Im-su-siucay menjadi murka. Budak kurang ajar! bentaknya, terus melesat maju.
Tangannya diangkat terus hendak mencengkeram kemuka si gadis.
Hai, Im-su.. . . bentak Thiam-lam-sam-say hendak mencegah.
Tapi belum sampai ucapannya habis, tahu2 bukannya A Siu yang kena
dicengkeram, tapi Im-su-siucay sendiri yang terpental pergi bagai layangan yang putus
benangnya, hingga tepat terbanting disampingnya Tiat-pi Siansu.
Kalau tadi Im-su-siucay masih mentah2 bersitegang, siapa tahu sekarang ia sendiri
menggeletak juga ditanah sambil meng-gereng2.
Thian-lam-say-say dan Tiat-pi Siansu menjadi bingung menyaksikan itu. Tapi
segera Tiat pi Siansu ter-bahak2 juga, Bagus, sekarang kaupun tahu rasa ! serunya
sembari merangkak bangun terus balas menyepak ketubuh Im-su-siucay hingga
sasaran ini terpental pergi setombak lebih.
Dalam keadaan terluka kena Lwekang yang dilontarkan A Siu tadi, dengan
sendirinya Im-su-siucay tak dapat menghindari depakan si hwesio itu, malahan Tiat-pi
Siansu merangkak bangun hendak menambahi sekali tendang lagi untuk melampiaskan


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rasa dongkolnya tadi, namun keburu diteriaki A Siu.
Tiat-pi Siansu menjadi gusar mendengar ada orang berani merintangi
perbuatannya, segera ia hendak memaki, tapi mendadak teringat olehnya bahwa
robohnya Im-su-siucay itu justeru disebabkan anak dara itu, jika dirinya berani-berani
memakinya, mungkin akan celaka juga. Karena itu ia menjadi terheran-heran.
Melihat Hwesio yang tolol2 lucu ini, A Siu menduga orang tentu tidak berjiwa jahat,
segera ia hendak maju mengajak bicara pula.
Jangan lari ! bentak Thio Seng mendadak. Habis itu bertiga saudara mereka lantas
merubung kedepannya A Siu.
A Siu menjadi dongkol kebebasannnya dirintangi. Kalian mau apa" bentaknya
kemudian. Apakah nona anak muridnya Bwe-hoa-siancu Ang Jin-kin " tanya Thiam lam-samsay itu.
Entahlah, aku tidak kenal Bwe-hoa atau Thoa-hoa, sahut A Siu. Lekas minggir !
Hong san Koay Khek " Halaman 139
yoza collection Akan tetapi Thian-lam-sam-say itu malah mendesak lebih dekat. Sesudah saling
memberi tanda, mendadak Tok-jiau-say Thio Jiang, singa bercakar tunggal, mendadak
ulur tangan terus mencakar ke lehernya A Siu hendak menarik kalung mutiara yang
dipakainya itu. Melihat kekurang ajaran orang, A Siu sangat mendongkol, sekenanya ia tangkis
serangan orang. Dengan tipu Tok-jiau-kim-liong atau cakar tunggal menawan naga,
tujuan Thio Jiang ialah hendak mengarah mutiara dileher orang, tapi karena tangkisan
A Siu itu, maka cengkeramannya itu menjadi kena ditangan si gadis.
Melihat A Siu kecil mungil, lengannya kecil bagai batang kayu, sebaliknya lengannya
Thio Jiang hitam lebat dengan bulunya yang panjang-panjang, pula besar kuat penuh
otot, setiap jarinya saja hampir sebesar lengan si A Siu, kalau sampai kena dicengkeram,
sungguh entah bagaimana jadinya " Demikian pikir Tiat pi Siansu, maka ia merasa
penasaran, segera berteriak : Tok jiau say, jangan kau agulkan lenganmu yang lebih
besar! A Siu tersenyum sambil melirik kearah Hwesio itu, ia pikir hati paderi dogol ini
ternyata memang betul tidaklah jahat. Pada saat itulah kelima jari tangan Thio Jiang
sudah kontak dengan lengannya, cepat ia keluarkan tenaga dalamnya hingga Thio Jiang
tergetar pergi seakan-akan kena aliran listerik.
Thio Jiang terkejut, ia bingung pula akan kepandaian A Siu itu, ia masih penasaran,
sekali membentak, kembali ia mencengkeram lagi keatas kepala si gadis.
Diam2 A Siu mendongkol akan kebandelan lawan, sekali ini tak ia beri ampun lagi,
sekonyong-konyong ia samber tangan orang terus disengkelit pergi hingga tubuh Thio
Jiang yang besar terlempar keudara.
Melihat saudara mereka bakal kebanting mati, cepat2 Thio Sia dan Thio Seng
berlari-lari hendak menyanggapi badannya Thio Jiang. Di luar dugaan tenaga yang
dipakai A Siu tampaknya enteng, tapi sebenarnya sangat besar, ketika tubuh Thio Jiang
dapat mereka tangkap, mereka berdua ikut terguling juga ditanah.
Karuan yang paling geli adalah Tiat-pi Siansu, ia tepuk tangan bersorak tertawa.
Bagus, bagus, tiga ekor singa kalah dengan seekor kucing! serunya ter-bahak2.
Dan kau bagaimana, kau takluk padaku tidak" tanya A Siu mendadak kepada Tiatpi Siansu dengan tertawa-tawa.
Hong san Koay Khek " Halaman 140
yoza collection Tiat-pi Siansu melengak. Takluk" ia menegas. Tapi segera iapun geleng2 kepala :
Ah, tidak, tidak! Tiba2 A Siu menghampiri Tiat-pi Siansu hingga tubuh mereka satu sama lain seperti
anak kecil berhadapan dengan raksasa saja. Tanpa bicara A Siu terus ulur jari
tengahnya menutuk pelahan ke Hoa-kap-hiat didada orang.
Ilmu kepandaian A Siu diperoleh dari menirukan gambar2 Siau-yang-chit-kay
sebanyak tiga ratus empat puluh tiga jurus dalam gua itu, ia hanya tahu cara
menggunakannya, tapi tidak mengerti bahwa Hoa-kap-hiat yang ditutuknya itu adalah
salah satu jalan darah terpenting ditubuh manusia, dengan Lwekangnya, kalau sampai
kena, dapat diduga Tiat-pi Siansu akan melayang jiwanya.
Tapi jelek2 Tiat-pi Siansu adalah keluaran Siau-lim-si, karena tololnya serta tak
taat pada pantangan2 perguruan, maka ia diusir. Sudah tentu dalam pengertian ilmu
silat ia lebih paham daripada A Siu. Ketika tiba2 merasa dadanya se-akan2 diseruduk
suatu tenaga yang maha besar. Karuan ia terkejut, cepat ia hendak berkelit, tapi sudah
terlambat, terasa sebuah tulang iganya kena tertutuk patah hingga Tiat-pi Siansu
terhuyung-huyung kebelakang dengan muka pucat.
Ah, Toahwesio telah terluka bukan" tanya A Siu cepat.
O, tak.. . . .tak apa, hanya luka sedikit, aku takluk sudah, sahut Tiat-pi Siansu dengan
menahan sakit. Menyaksikan itu, barulah sekarang Thiam lam-sam-say dan Im-su-siucay Swe
Hiang-ang insyaf bahwa nona jelita yang mereka hadapi itu sebenarnya memiliki ilmu
kepandaian luar biasa, tanpa bicara lagi, Thian-lam-sam-say yang lukanya enteng terus
merangkak bangun dan kabur pergi. Begitu pula Swe Hiang-ang, walaupun dengan rasa
sayang, iapun larikan diri.
A Siu tak urus mereka, sebaliknya ia merasa menyesal telah melukai sihwesio gede
itu maka tanyanya : Toahwesio, apakah lukamu parah "
Dasar wataknya Tiat-pi Hwesio memang tolol jujur, terhadap kepandaian A Siu,
sekarang ia sudah menyerah benar2, sahutnya : Ah, tidak, luka patah tulang ini sedikit
hari saja akan baik. Toahwesio, apakah orang2 tadi adalah kawanmu, kenapa mereka hendak
merampas mutiaraku ini " tanya A Siu tiba2 dengan heran.
Hong san Koay Khek " Halaman 141
yoza collection Ya, mutiara mestika yang kau pakai itu sesungguhnya tak ternilai harganya, tapi
bukan maksudku hendak mengincarnya, sahut Tiat-pi Siansu. Aku hanya ingin mencari
tahu jejak seseorang yang bernama Ang Jin-kin, yaitu pemilik asal dari mutiaramu itu.
Mendengar ini A Siu menjadi teringat pada peristiwa dua belas tahun yang lalu
ketika Jing-koh memberikan kalung mutiara itu padanya, tatkala mana orang seperti
perkenalkan diri bernama Ang Jing-kin, pantas ketika tadi mendengar nama itu disebut,
ia merasa seperti sudah kenal. Dan sekali ingat akan itu, segera ia menjadi ingat juga
kejadian diwaktu kecilnya ketika kesasar dipergunungan itu.
Maka tuturnya kemudian : Ya, benar, Toa hwesio, bibi yang memberi mutiara ini
memang bernama Ang Jing-kin, ada apakah kau hendak mencarinya "
Ceritanya terlalu panjang, kata Tiat-pi Hwesio, orang Bu-lim yang hendak
mencarinya bukan aku saja, tapi masih sangat banyak. Dia bersama suaminya sudah
menghilang dua belas tahun tapi dua macam pusaka dipuncak Kim-teng-san diwilayah
Kuiciu diketahui dibawa oleh mereka suami isteri!
A Siu menjadi bingung oleh cerita itu, ia menjadi ketarik dan menanya lebih jelas.
Tapi dasar Tiat-pi Siansu tidak pandai bicara, setelah melantur2 kalang kabut, akhirnya
barulah A Siu dapat menangkap maksud kedatangan mereka berlima itu adalah karena
ingin mencari jejaknya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin bersama suaminya, Sam-siangsin-tong Siang Hiap.
Kiranya pada dua belas tahun yang lalu pada saat Chit-bok-Lo-sat Ki Teng-nio lagi
bersemedi, Ang Jin-kin dan Siang Hiap telah menggerayangi tempat kediamannya dan
dapat menggondol lari dua macam pusaka.
Ki Teng-nio itu adalah tokoh terkemuka dari aliran sesat, baru saja ia selesai
menjalankan tirakatnya lantas mengetahui pusakanya dicuri orang, akibatnya darah
naik dan badan lumpuh, yaitu dalam istilah silat disebut Cau hwe-jip-mo atau api
membakar diri sendiri. Dengan badan lumpuh sudah tentu ia tak bisa menguber musuh,
sampai siapa pencurinya ia pun tidak tahu.
Kemudian dikalangan Kangouw lantas tersiar kabar bahwa pernah orang melihat
ada empat orang berkedok telah menguber Bwe-hoa-siancu dan Sam-siang-sin-tong
berdua sampai kedaerah perbatasan diwilayah suku Biau. Sejak itu pula empat orang
berkedok dan suami istri Bwe-hoa-siancu menghilang juga. Sedangkan diantara orang2
Kangouw yang terkenal dari lapisan Hek-to hanya tiga orang saja yang ikut lenyap,
Hong san Koay Khek " Halaman 142
yoza collection yaitu yang terkenal dengan Bong-san sam-sia atau tiga momok dari gunung Bong.
Karena itu, lantas orang menyangka Bong-san-samsia dapat mencium bau bahwa pada
diri Bwe-hoa-siancu berdua ada menggondol pusaka orang maka mereka terus
menguber dan akhirnya sama-sama lenyap didaerah Biau. Namun orang2 berkedok itu
seluruhnya ada empat orang, lalu kecuali Bong-san-sam-sia, siapa lagi yang seorang
itu " Sebenarnya ayahnya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin adalah pendekar besar
diwilayah barat Ohlam, pergaulannya luas dengan segala lapisan dan golongan.
Walaupun Sam-siang-sin-tong Siang Hiap resminya adalah anak menantunya tapi
Siang Hiap sejak kecil sudah pintar dan cerdas luar biasa, makanya mendapat julukan
Sin-tong atau anak sakti. Tidak heran kalau sang mertua memandangnya bagai anak
sendiri. Ketika mendengar puteri kesayangan dan menantunya itu lenyap berbareng,
pernah juga orang tua itu mencarinya jauh ketanah Biau ini, tapi sayang hasilnya nihil,
malahan setahun kemudian, seluruh isi keluarganya telah dibunuh musuh hingga
bersih, hanya puteri satu2nya Ang Jing-kin yang nama kecilnya disebut Siau Yan yang
berhasil lolos, tapi kemana perginya juga tidak diketahui.
Sedari itu, sang waktu lewat dengan cepatnya, sekejap saja dua belas tahun sudah
lalu. Namun orang2 Bu-lim masih belum melupakan dua macam pusaka milik Ki Tengnio yang dibawa Ang Jing-kin itu, maka tidak pernah berhenti orang berusaha mencari
jejaknya Ang Jing-kin, cuma semuanya harus pulang dengan kecewa atau mati menjadi
korban binatang berbisa ditanah Biau ini. Begitu pula maksud kedatangan Tiat-pi Siansu
berlima itu, tiada lain juga serupa saja.
Nyata cerita ini serba baru semua bagi A Siu, sama sekali tak terduga olehnya
bahwa di dunia ini masih begitu luas serta penuh manusia-manusia kejam. Ia merenung
sejenak, kemudian katanya : Jika sejak masuk gunung, Jing-koh tak pernah keluar lagi,
lalu bagaimana dengan suaminya " Lapat2 aku masih ingat Jing-koh datang bersama
seorang lelaki berkerudung katanya lelaki itu terluka, harus disembuhkan dengan dua
macam obat apa yang aku tidak ingat lagi, mereka lantas berpisah sejak itu dan akupun
terpencar dengan dia selama dua belas tahun tinggal dipegunungan.
Nona.. . . nona tinggal selama dua belas tahun didalam gunung, apakah tak pernah
berjumpa pula dengan Ang Jin-kin" tanya Tiat-pi Hwesio ragu2, semula ia bermaksud
menanya kepandaian A Siu dipelajari dari siapa, tapi tidak jadi.
Hong san Koay Khek " Halaman 143
yoza collection Tidak, akupun tidak tahu kalau dia masih tertinggal digunung, tapi sekarang aku
harus mencarinya, ujar A Siu.
Biar aku ikut, seru Tiat-pi Hwesio. Tapi bagaimana dengan lukamu "
Asal nona suka menolong, sedikit turun tangan saja, pasti lukaku akan baik!
Betul " A Siu menegas dengan mata membelalak.
Ya, dengan Lwekangmu yang tinggi itu, tidak sulit rasanya lukaku hendak
disembuhkan, kata Tiat-pi Hwesio.
Walaupun sebenarnya Lwekang A Siu sudah mencapai tingkatan jago kelas satu,
tapi ia sendiri hakekatnya tidak mengerti. Maka katanya : Bagaimana caranya, coba kau
ajarkan padaku! Tiat-pi Hwesio menjadi heran dan melongo oleh sahutan si gadis. Ia tutuk
punggungnya sendiri dan berkata : Tempelkan telapak tanganmu disini dan kerahkan
tenaga dalammu ! A Siu menurut. Ketika tangannya menyentuh punggung Tiat-pi Hwesio dengan
sendirinya timbul semacam tenaga perlawanan dari tubuhnya, sekejap saja beberapa
jalan darahnya yang tadinya buntu kini tiba2 menjadi tembus. Kiranya Tiat-pi Hwesio
ini berhenti setengah jalan dan diusir dari Siau-lim-si, maka kepandaian yang masih
dapat diandalkan olehnya adalah ilmu Gwakang, kini dengan bantuan A Siu, tanpa
merasa tenaga dalamnya bertambah banyak hingga merupakan dasar latihan
Lwekangnya dikemudian hari, karuan girangnya tidak kepalang sampai ia bersuara
gembira. Menyangka orang sudah sembuh seluruhnya, A Siu telah tarik kembali tangannya.
Tiba2 pikiran Tiat-pi Hwesio tergerak, mendadak ia menjura terus memberi sembah
kepada A Siu dan katanya : Nona, meski usiamu lebih muda dariku, tapi aku mohon
kau suka menerima aku sebagai Toute (murid)!
A Siu melengak, ia tidak paham maksud orang, tanyanya : Apakah Toute itu "
Dengan ter-heran2, Tiat-pi Hwesio mendongak memandang si gadis, pikirnya,
semua orang suka bilang aku tolol, tapi gadis ini ternyata lebih tolol dari padaku. Namun
begitu tak berani diucapkannya, hanya sahutnya : Artinya aku mengangkat nona
sebagai suhu! Hong san Koay Khek " Halaman 144
yoza collection Tapi A Siu masih tidak paham apa Suhu, apa Toute segala. Maka Tiat-pi Hwesio
coba menerangkan : Aku panggil nona Suhu dan nona sebut aku Toute.
Mau tak mau Tiat-pi Hwesio garuk2 kepala, sebab ia sendiri merasa sulit juga untuk
menerangkan. Lalu Suhu mengajarkan kepandaian kepada toute dan toute akan
menurut segala perkataan Suhu. Suhu suruh toute melakukan apa, toute lantas
menurut, sahutnya kemudian.
A Siu menjadi gembira. Ya, tahulah aku sekarang. Baiklah, aku menjadi suhumu!
katanya tertawa. Tanpa disuruh lagi Tiat-pi Hwesio terus menjura memberi hormat sambil
memanggil Suhu. Kedua orang ini yang satu adalah Hwesio tolol, yang lain adalah nona cilik yang
kekanak-kanakan, maka tidak heran apapun dapat terjadi. Namun demikian ada baiknya
juga bagi Tiat-pi Hwesio hingga kelak ia dapat mempelajari ilmu Lwekang yang tinggi
dari A Siu. Toute, daripada kita nganggur, marilah kita pergi mencari Jing-koh, kata A Siu
kemudian. Sudah tentu Tiat-pi Hwesio mengia. Segera mereka berdua kembali kejalan
pegunungan itu. Sedapat mungkin A Siu ingin meng-ingat2 masa dahulu ketika dirinya
dipanggul dipundak ayahnya pergi mencari obat bersama Jing-koh dan tempat mana
yang telah didatanginya. Namun ia tidak ingat lagi, hanya samar2 masih ingat pernah
meng-uber2 kelinci hingga akhirnya ditolong Lo-liong-thau ketika seorang lelaki hendak
mencelakai dirinya. Begitulah mereka terus menjelajahi lereng pegunungan itu hingga dua hari, tapi
tiada sesuatu yang mereka ketemukan, tapi sudah dekat dengan gua tempat tinggal
Lo-liong-thau itu, A Siu pikir kenapa tidak pulang dulu untuk menanyakan orang aneh
itu, mungkin ia masih ingat cara bagaimana dahulu menemukan dirinya.
Sesudah ambil keputusan, segera Tiat-pi Hwesio diajaknya kesana. Dari jauh sudah
tampak Lo-liong-thau lagi duduk didepan gua sambil melongak-longok, dan begitu
melihat A Siu segera orang tua itu berteriak aneh : A Siu, kemana saja kau ngelayap
sampai hari ini baru pulang"
Hong san Koay Khek " Halaman 145
yoza collection Sudah tentu Tiat-pi Hwesio tidak paham apa yang dimaksudkan kata2 orang dalam
bahasa Biau yang ngawur itu, ia menyangka A Siu sedang dimaki, maka dengan mata
mendelik ia membentak: Hai, kau setan alas ini, berani kurang ajar pada Suhuku ! tanpa
pikir lagi ia mendekati dengan langkah lebar, begitu tongkatnya diangkat, mendadak ia
mengemplang kepala orang.
Tapi Lo-liong-thau seperti tidak menghiraukannya, masih katanya dengan gusar :
A Siu, siapakah orang ini " Kenapa kau membawa kemari "
Habis itu, baru cepat ia mengulur tangannya memapak tongkat sihwesio yang
sementara itu sudah hampir berkenalan dengan kepalanya. Sekali tangkap dan ditarik,
tahu2 tubuh Tiat-pi Hwesio menyelonong kedepan. Karena inilah baru Hwesio tolol itu
insyaf orang Biau yang aneh ini ternyata jauh lebih lihay daripada si A Siu, lekas2 ia
kendorkan cekalannya dan menyusul terdengarlah suara krak , tongkatnya telah patah
ditekuk orang aneh itu. Saking terkejutnya sampai Tiat-pi Hwesio mencelat mundur pula
setengah mengumpet dibelakang A Siu.
Cepat A Siu mendekati Lo-liong-thau, Tiat pi hendak ikut maju, tapi mendadak terasa
suatu tenaga maha besar telah mendorongnya dibarengi dengan bentakan Lo-liongthau : Kau enyah keluar sana ! seketika tubuh Tiat-pi Hwesio ter-huyung2 mundur
setombak lebih. Toute jangan takut, memang beginilah watak Lo-liong-thau, kau tunggu dulu diluar
situ, kata A Siu. Sudah tentu Tiat-pi Hwesio tak berani membantah, dengan mata membelalak heran
ia mundur lagi beberapa tindak.
Selama dua belas tahun ini, sudah tentu kepandaian Lo-liong-thau bertambah tinggi
lagi daripada dulu. Sekali tangannya menahan ditanah segera tubuhnya menerobos
kedalam gua dan disusul A Siu dengan cepat.
Tapi A Siu menjadi heran ketika sudah berada didalam gua, ternyata disitu sudah
bertambah seorang nenek. Siapakah dia, Lo-liong-thau "
He, kenapa orang sendiri kau tak kenal lagi! ujar Lo-liong-thau dengan tertawa.
Tiba2 nenek itu berbangkit sambil mengamati-amati A Siu. Ai, kau benar2 A Siu,
betapa rindunya ibumu akan dirimu, serunya dengan girang.
Nenek, kau. . . . Hong san Koay Khek " Halaman 146
yoza collection Aku adalah Tiat-hoa-popo, masakan kau tidak ingat lagi "'' potong nenek itu
sebelum A Siu menanya. Tapi sesungguhnya A Siu tidak ingat siapakah gerangan Tiat-hoa-popo ini, maka ia
rada kesima. Ibu Lo-liong-thau, nini Teng-kiu adalah adik perempuanku, waktu kau masih kecil,
sering juga aku menggendong kau. ujar nenek itu.
Samar2 A Siu coba mengingat masa dulu memang seperti ada seorang nenek
seperti ini, maka dengan girang serunya : Ah, tentunya ayah dan ibuku juga baik2


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan" Aku tadinya hendak pulang menjenguk mereka, tapi sampai tengah jalan telah
putar balik.. . . Ai, ibumu saking berduka ditinggal pergi ayahmu, lalu jatuh sakit dan sudah
meninggal tahun yang lalu, sela Tiat-hoa-popo dengan menghela napas.
Apa, ibuku sudah meninggal " A Siu menegas dengan sedih. Jika begitu, terang
ayahku tidak pernah pulang" Tentu Jing-koh juga benar2 masih berada ditengah
gunung! Jing-koh siapa " tanya sinenek.
Ialah wanita yang minta ayahku membawanya kegunung dahulu itu, sahut A Siu.
Ya, ingatlah aku, kata Tiat-hoa-popo. Gara2 kedua orang asing itu, sekeluargamu
jadi morat-marit. Sesudah suaminya ditinggal pergi dirumahmu dan memesan agar
kain kerudung suaminya itu jangan dibuka. Siapa duga, suatu kali ibumu kurang hati2
hingga menyingkap kainnya itu, ibumu berteriak kaget, sebab muka lelaki itu sudah
tidak berwujut manusia lagi, tapi penuh dengan darah kering dan bernanah pula.
Mendengar jeritan ibumu, lelaki itupun terus meloncat bangun dan berlari pergi entah
kemana. Orang sama berkata bahwa kedua orang asing itu adalah siluman yang
sengaja datang hendak mencelakai sekeluargamu.
A Siu ter-mangu2 sejenak, dalam hati ia pikir tidaklah mungkin orang baik seperti
Jing-koh itu, tak nanti mencelakai keluarganya.
Kalau bukan Tiat-hoa-popo kesasar jalan digunung dan dapat kupergoki tanpa
sengaja, mungkin kita belum lagi tahu bahwa pemilihan Seng-co dari tujuh puluh dua
gua suku kita segera akan diadakan dua tahun yang akan datang, kata Lo-liong-thau
kemudian. Hong san Koay Khek " Halaman 147
yoza collection A Siu terkesima tidak paham tentang Seng-co apa segala. Maka Tiat-hoa-popo telah
berkata lagi : Ya, sekali ini mungkin bintang suku kita sudah mulai terang hingga
terdapat dua orang kalian. Dengan kepandaianmu, Lo-liong thau, rasanya kedudukan
Seng-co kita takkan jatuh ditangan bangsa Han lagi!
Tapi akupun takkan menjadi Seng-co, sahut Lo-liong-thau sesudah memikir
sebentar. Jika ingin kedudukan Seng-co tidak jatuh ditangan bangsa lain, rasanya A Siu
yang dapat memenuhi kewajiban itu.
Sudah tentu A Siu tidak peduli tentang Seng-co apa segala dan betapa artinya
kedudukan itu bagi bangsa mereka.
Ya, A Siu sibocah ini memang sejak semula orang menyangkanya punya rejeki
besar, kini ternyata memiliki kepandaian tinggi, tentu saja kita sangat bersyukur, kata
Tiat-hoa-popo kemudian. Baiklah, dua tahun lagi, kalau waktunya sudah dekat, bolehlah kau kemari lagi, kata
Lo-liong-thau. Tiat-hoa-popo mengiakan dan sejak itu sering ia datang menjenguk Lo-liong-thau.
Cuma terhadap pertemuan mereka ini yang selamanya tak pernah diceritakannya
kepada orang lain. Sebaliknya Tiat-hoa-popo sendiri juga tidak sedikit memperoleh
faedah dari Siau-yang chit-kay yang terukir didalam gua itu hingga menjadikannya
diindahkan suku bangsanya serta diangkat se-akan2 pemimpin mereka.
A Siu, kata Lo-liong-thau kemudian, rasanya sudah tibalah waktunya kita
menghadapi hari2 bahagia. Sesudah kelak kau menjabat Seng-co, hendaklah datang
membawa aku kembali kerumah. Maka Hwesio gede tadi lekaslah kau enyahkan.
Lo-liong-thau, Toahwesio itu sudah mengangkat guru padaku, rasanya ia pasti akan
turut perintahku, sahut A Siu, dan sesudah merandek sejenak, tiba2 ia menanya tentang
kejadian dahulu dan tempat dimana ia diketemukan orang aneh itu.
Kejadian sebenarnya aku sendiri tidak tahu, ujar Lo-liong-thau, tapi tempat
kutemukan kau adalah dibukit sebelah sana yang tidak jauh dari sini.
Tanpa bicara lagi segera A Siu berlari pergi sembari menteriaki Tiat-pi Hwesio.
Kemudian ia berpaling melambaikan tangan kepada Lo-liong-thau dan berseru : Loliong-thau, aku ingin pergi lagi untuk beberapa lamanya akan mencari tahu jejaknya
Jing-koh ! Hong san Koay Khek " Halaman 148
yoza collection Dengan sendirinya Lo-liong-thau tidak tahu siapa Jing-koh itu, dia hanya gelenggeleng kepala melihat kelincahan si gadis itu.
Sementara itu Tiat-pi Hwesio terus saja menyusuli A Siu dengan kencang, sesudah
melintasi suatu bukit, A Siu coba membayangkan kejadian masa dahulu, tapi sama
seperti sudah tak teringat olehnya, hanya lapat-lapat seperti ada air disuatu tempat
yang dapat dibuat patokan olehnya.
Toute, ternyata Jing-koh itu benar-benar tidak pernah kembali kepada suaminya
yang ditinggalkan itu dan katanya mukanya penuh darah, entah apa sebenarnya yang
sudah terjadi, masakan mereka benar-benar jelmaan siluman" tanya A Siu ditengah
jalan. Siluman" Mana mungkin, sahut Tiat-pi Hwesio. Menurut kabar orang Kangouw
katanya mereka kena dipedayai Bong-san Sam-sia yang mahir menggunakan racun itu,
dan Sam-siang-sin-tong Siang Hiap terkena racun jahat, maka isterinya, Ang Jing-kin
tidak kenal jeri payah menyingkir kedaerah Biau ini dengan maksud mencari obat.
Tempo hari A Siu sudah mendengar sedikit tentang Ang Jing-kin dan suaminya itu,
maka dia menjadi ketarik akan kisah-kisah Bu-lim, kembali dia tanya : Toute, cobalah
ceritakan sedikit tentang jago2 silat yang menarik diantara bangsa Han kalian.
Benar Tiat-ti Hwesio seorang dogol tapi pengalamannya di Kangouw sesungguhnya
cukup luas. Maka dia menjadi bangga diminta oleh sang guru agar bercerita, segera dia
memulai dengan dirinya sendiri yang tidak lupa dibumbu-bumbui dan di-tiup2 setinggi
langit sampai A Siu ter-senyum2 geli tapi tak mencelanya. Kemudian Tiat-pi
menceritakan tentang Jing-ling-cu dari Heng-san yang katanya sebatang pedangnya
tiada tandingan dikolong langit, tentang dua paderi wanita dari puncak emas Go bi-san
yaitu Sian-hoat Suthay dan Biau-in Sut-hay yang mahir ilmu Ji-lay-it-ci atau jari
Harta Karun Kerajaan Sung 3 Pendekar Rajawali Sakti 196 Pendeta Murtad Memanah Burung Rajawali 1
^