The Last Secret 9

The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman Bagian 9


Anda tidak memiliki foto atau jejak?"
Dia tidak menjawab, hanya menatap pada sinar terang matahari yang menyorot dari langit pada sumbu kubah di atas, seperti
tali emas yang tebal. Layla diam sejenak, kemudian, lebih berasal dari insting daripada dari pikiran jernih yang mungkin dapat menolong situasi, ia
menambahkan, "Aku tahu seperti apa. Bohong itu. Kesendirian.
Aku mengerti. Kita sama dalam hal ini. Tolong bantu aku. Tolong."
Dari belakang mereka terdengar teriakan dan suara langkah
kaki bergegas yang membuat Layla menoleh. Ternyata hanya
beberapa pendeta Jacobit Suriah yang sedang bergegas untuk
bersembahyang, jubah hitamnya berkibar di sekitar mereka seperti sayap, dan Layla segera membalikkan badannya lagi. Si laki-laki
tua itu sedang memandangnya langsung. Ia terus menatap, matanya seperti mendorong mata Layla, bibir bawahnya agak bergetar
sedikit. Kemudian keheningan yang hampir tak tertahankan.
"empat November." Nyaris tidak terdengar.
~ 441 ~ PAUL SUSSMAN "maaf?" "Itulah saat kami menemukannya. Inskripsi itu."
Suaranya begitu rendah sehingga Layla harus memajukan
tubuhnya ke depan agar bisa mendengar apa yang dia katakan.
"enam belas tahun pada hari setelah Carter menemukan
Tutankhamun. Ironis, bila kau memikirkan hal ini dalam-dalam:
dua temuan terbesar dalam sejarah arkeologi terjadi pada tanggal
yang sama. Walaupun penemuan kami adalah yang terpenting dari
keduanya. Jauh lebih penting. hampir membuat semua kebohongan dan penghianatan sepadan, ada di sana."
Kemudian ada keriuhan lagi di belakang mereka, suara manusia, langkah kaki pada batu"dan sekelompok turis memasuki
Rotunda, semua berpakaian T-shirt warna kuning yang sama. Layla
hampir tak memerhatikan mereka.
"Ya," laki-laki tua itu bergumam, "hampir membuat kebohongan itu setimpal. hampir. Tidak cukup."
Ia bergumam dan, sambil mengangkat tangannya yang
gemetar, menghapus sudut mulutnya tempat sekumpulan kecil air
ludah berkumpul di sudut antara bibir atas dan bawah.
"Ada di blok batu. Bujur, agak besar." Ia mengangkat tangan
lain untuk mengindikasikan ukuran. "Bizantium awal, sekitar 336
masehi, pemerintahan Konstantin I. Teks Tripartit di Yunani, Latin
dan Coptic. Proklamasi imperial, bagi warga Iskandaria. Ia digunakan kembali sebagai bahan fondasi gedung Islamis setelah itu
yang karenanya bertahan dalam kondisi yang baik."
Layla dapat merasakan jantungnya berdegup, paru-parunya
berputar, seperti masa kanak-kanak ketika ia mencoba sampai
berapa lama ia dapat menahan napasnya. Katakan padaku, Layla
berharap. Ayo, katakan padaku.
"Ia menandai penyempurnaan dan pengabdian terhadap
Gereja makam Suci," lanjutnya. "Gereja ini. menggambarkan peralihan Konstantin memeluk agama Kristen, persembahan darinya
untuk Tuhan yang sejati, penolakannya atas semua keimanan yang
lain. hal yang biasa. Tidak ada yang luar biasa. Kecuali untuk
~ 442 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
bagian terakhir. Bagian terakhirnyalah yang penting."
Turis dalam seragam T-shirt kuning telah berkumpul di depan
Aedicule tempat pemandu wisatanya sedang menjelaskan sejarah
gereja itu. Salah satu dari mereka, seorang laki-laki muda dengan
rambut gondrong sebahu, sedang memotret dengan telepon
genggamnya, yang mengeluarkan suara denging setiap kali ia
memotret. "Awalnya kita tidak akan percaya," laki-laki tua itu berbisik,
kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan. "Lukhnos megas, candelabrum iudaeorum. Kita pikir kita pasti salah menerimanya, bahwa
itu merujuk pada sesuatu yang lain. Terlalu sulit dipercaya. Semua
orang mengira benda itu disimpan di Roma. Gaiseric dan para
perusak itu telah membawanya pergi pada 455 ketika mereka merampok kota."
Layla menggigit bibirnya, bingung. "Aku tak mengerti.
membawa apa" Apa maksud Anda?"
Tampaknya laki-laki itu tak mendengar apa kata Layla.
"Dua ratus lima puluh tahun ia ada di sana, dalam Templum
Pacis, atau Kuil Perdamaian. Sejak Titus membawanya kembali dari
reruntuhan Yerusalem. Titus mengambilnya dari Yerusalem, dan
dua setengah abad kemudian Konstantin mengembalikannya.
Itulah yang dikatakan dalam inskripsi itu. Itulah sebabnya ia begitu
luar biasa. Inskripsi itu mencatat bagaimana ia dibawa dari Roma
dan dipendam dalam kamar rahasia di bawah lantai gereja
Konstantin yang baru, sebagai persembahan bagi Tuhan yang
sejati, simbol sinar abadi Kristus."
Ia menjulurkan tangannya yang gemetar.
"Tepat di sana, terletak di sana. Di sana di depan kita. Selama
delapan ratus tahun. Tersembunyi. Terlupakan. Sampai William de
Relincourt menemukannya. Aku telah mencoba mengatakan pada
mereka. mengatakan pada mereka ketika aku mengubah diriku lagi
di akhir perang, mengatakan pada mereka selama interogasi, dan
terus mengatakan pada mereka. Tetapi mereka tidak akan memercayaiku, tidak setelah apa yang kulakukan, tidak tanpa bukti apa
~ 443 ~ PAUL SUSSMAN pun. Dan memang tidak ada bukti. hoth menyimpan semuanya.
Ia di sana, tepat di depan kita."
Layla hampir tidak dapat mengendalikan rasa putus asanya.
orang tua ini sangat berbelit-belit.
"Ada apa?" ia mendesis. "Apa yang tersimpan di sana di depan
kita" Apa yang dipendam oleh Konstantin di bawah gereja?"
Laki-laki itu membuka matanya dan memandang Layla.
Terdengar suara denging ketika si turis berambut gondrong
mengambil gambar dengan telepon genggamnya.
"Aku sudah katakan. Candelabrum iudaeourum. Lukhnos
megas. Lukhnos iudieown."
"Tapi aku tak mengerti!" Suaranya seperti mengisi seluruh
Rotunda, menyebabkan beberapa turis menengok ke arahnya.
"Apa sih itu" Aku tak mengerti!"
Si laki-laki tua itu tampak terkejut oleh semangatnya yang berapi-api. Kemudian diam sesaat. Lalu secara perlahan ia menjelaskan.
"oh Tuhan," ia berbisik ketika laki-laki itu selesai bercerita.
Ia tetap pada posisinya untuk sesaat lamanya, terlalu terkejut
untuk dapat bergerak. Kemudian, matanya terpaku pada seorang
laki-laki dengan telepon genggam, ia segera bangkit dan bergerak
cepat menuju ke arah laki-laki itu.
L uxor KoTAK PeNYImPANAN AmAN SUDAh TeRSeDIA UNTUK KhALIfA KeTIKA IA
sampai di Bank of Iskandaria, terletak di atas meja dalam ruangan
pada lantai bawah tangga bank itu. Ia diperlihatkan oleh asisten
manajer, seorang perempuan setengah baya dengan bibir merah
dan kerudung sutera, yang membawakannya sejumlah dukumen,
membuka kunci tutup kotak dan pergi lagi, mengatakan padanya
bahwa bila ia memerlukan sesuatu ia ada di luar.
~ 444 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Khalifa menunggu sampai terdengar suara pintu benar-benar
ditutup, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja, ruang tanpa jendela
itu tampak begitu menekan sekelilingnya. Kemudian, dengan
napas dalam, seolah ia berenang di dalam kolam berair es, ia maju
ke depan, membuka kotak dan melihat isinya.
Dompet, itulah benda pertama yang dia lihat. Dompet perempuan dari plastik murah ada di atas berkas tebal. Ia mengangkat
dompet dan membukanya, sudah tahu secara instingtif, bahkan
sebelum ia memeriksa isinya, bahwa itu adalah milik hannah
Schlegel. Juga ada beberapa pound uang mesir dan shekel Israel;
kartu identitas hijau yang terlaminating; dan menarik keluar dari
saku bagian sisi, dua foto kecil berukuran paspor, hitam-putih,
pinggirannya terkelupas karena waktu. Ia menarik keduanya dan
meletakkannya bersisian di atas meja. Yang satu adalah foto keluarga, seorang laki-laki, seorang perempuan dan dua anak kecil"
hannah dan Isaac Schlegel bersama kedua orangtuanya, aku kira"
keempatnya sedang berdiri di pintu sebuah rumah yang besar, sambil tersenyum dan melambaikan tangan pada kamera. Yang satu
lagi memperlihatkan anak-anak yang sama, sudah lebih tua
sekarang, sedang duduk di belakang kereta kayu, tertawa, kaki
mereka berayun dari ekor papan, lengan keduanya melingkar pada
bahu masing-masing. Khalifa hanya berurusan dengan Schlegel sebagai seorang
perempuan tua, yang mayatnya berlumuran darah tergeletak di
lantai di Karnak. Dalam cara tertentu gambar-gambar masa kanakkanaknya"begitu cantik, tak berdosa, sepenuhnya tidak menyadari akan kengerian yang menunggunya"membuat Khalifa
marah melebihi apa pun yang telah ia temukan dalam penyelidikan ini. Ia menatap foto mereka lama sekali, terenyak oleh
pemikiran bagaimana dengan anak perempuannya sendiri, dengan
rambut hitamnya yang panjang dan kaki kurus; kemudian, dengan
desahan, ia sisipkan gambar dan dompet ke satu sisi dan mengalihkan perhatiannya pada berkas dengan kertas keras.
Apa pun yang ia harapkan"dan dalam beberapa hari terakhir
semua gagasan gila telah melintas di kepalanya mengenai seperti
~ 445 ~ PAUL SUSSMAN apakah senjata misterius milik hoth itu"isi berkas itu membuktikan sesuatu yang antiklimaks. menarik dan tentu saja menggoda.
Namun, bukan sesuatu yang berupa pengungkapan dramatis yang
telah menguatkan dirinya sendiri. foto dan dokumen, itulah yang
ia temukan ketika ia melepas pita yang mengikat berkas dan membukanya"tumpukan material macam-macam yang jika diteliti
lebih dekat menjadi sesuatu yang tidak ada urusannya dengan senjata dan terorisme, tetapi lebih pada arkeologi dan sejarah. Ada
jejak, peta, fotokopi halaman sejumlah buku yang tidak pernah
didengarnya (historia Rerum in Partibus Transmarinis Gestarum:
massaoth Schel Rabbi Benjamin), foto tentang segala hal mulai dari
situs penggalian dan interior gereja sampai ke lengkung kemenangan besar dengan hiasan dalam relief yang menggambarkan kerumunan laki-laki bertoga sedang membawa lampu bercabang
tujuh yang besar (Lengkung Titus di Roma, menurut catatan pada
bagian belakang gambar). Namun, tidak ada, tidak ada satu pun
benda yang dalam banyak hal mengesankan sejenis persenjataan,
sesuatu yang dapat digunakan, seperti yang telah dikatakan Gratz,
"untuk membantu merusak bangsa Yahudi."
Ia terus meneliti koleksi barang itu, kagum, mencerna sesuatu,
dan menghabiskan waktu untuk hal yang lain: penelusuran inskripsi kuno di Yunani, Latin dan Coptic; foto yang diperbesar berisi
kalimat bahasa Latin yang ditulis tangan ("Credo id Castelombrium
unde venerit relatum esse et ibi sepultum esse ne quis invenire posset" ); kantong plastik terlindung berisi lembar tua perkamen yang
menguning dengan enam baris skrip terbuat dari huruf-huruf yang
dipilih secara acak dan dengan tanda tangan di bawahnya berupa
inisial GR. Ia benar-benar tidak tahu apa arti semua ini, walaupun semakin
ia melihat material itu semakin ia memiliki perasaan bahwa elemen
konstituennya barangkali tidak seacak yang dia asumsikan pertama
kali, bahwa sebaliknya mereka pada kenyataannya berkaitan,
bagian dari proyek riset tunggal. Apa proyek itu, ia bahkan tidak
dapat menebaknya; dan, terlepas dari kekagumannya pada semua
hal tentang sejarah, ia pun tidak mencoba menebak. Apa yang
~ 446 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
dirasa penting olehnya adalah bahwa semakin ia mengeluarkan
semua isi berkas itu ia semakin yakin bahwa cerita besar hoth tentang pemilikan sejenis senjata rahasia, kekuatan hebat mengerikan
yang dapat diarahkan kepada bangsa Yahudi, pada kenyataannya
benar-benar"mulut besar belaka. Kesombongan dari seorang lakilaki kesepian, ketakutan dan paranoid yang putus asa dalam membujuk dan meyakinkan mereka yang berada di sekitarnya, dan
mungkin saja dirinya sendiri juga, bahwa ia adalah seseorang yang
tetap harus diperhitungkan.
"Kau sedang menggertak, "kan?" Khalifa bergumam begitu ia
hampir sampai di bagian bawah tumpukan. "Tidak pernah ada
senjata. Kau sedang menggertak, kau membunuh orang tua."
Ia tersenyum, menyadari bahwa semua ketakutannya tak
menghasilkan apa-apa, dan, sambil menyalakan rokoknya, ia
mengambil benda terakhir dalam koleksi itu"amplop manila
cokelat yang di halaman depannya tertulis kata "Castelombres". Di
dalamnya ada serangkaian foto, hitam-putih, beberapa yang pertama adalah liputan umum tentang sisa-sisa gedung yang sudah
lama runtuh dan telah ditutupi rumput"jendela tangga melengkung adalah satu-satunya fitur arsitektur yang dapat diidentifikasi"pengingat penggalian tepat di tengah sisa-sisa itu, pekerjaan
yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki berpakaian overall dengan menggunakan kampak dan penggali mekanikal.
Ia mulai membuka-buka halamannya, awalnya dengan cepat
seolah sedang mengocok setumpuk kartu, kemudian semakin perlahan ketika, meskipun tidak diinginkan, ia mulai ditarik ke dalam
kemajuan penggalian. Dalam setiap foto parit terlihat sedikit lebih
lebar dan sedikit lebih dalam. Sekitar tiga meter, sejenis kotak
mulai membuka dengan sendirinya"emas, kalau diterka dari pancaran metalik yang ada pada permukaannya"yang terlihat seperti bagian dari cabang atau lengan melengkung. Lengan yang sama
muncul di sisinya, kemudian yang lain, dan kemudian semakin
banyak kotak, yang sepertinya memiliki kotak lebih kecil kedua
yang ada di atasnya, hanya saja sekarang tampak mereka bukanlah
kotak sama sekali tetapi lebih merupakan deretan bertingkat dari
~ 447 ~ PAUL SUSSMAN pedestal elaborat yang dari bagian tengahnya batang yang tebal
terproyeksikan dalam arah lengan yang terukir. Inci demi inci objek
yang penting ini diangkat dari tanah, masing-masing tahap dari
kemunculannya yang sungguh-sungguh tertangkap dalam film sampai pada akhirnya, dalam foto yang paling akhir, benda itu telah
secara lengkap diangkat dari dalam tanah, kemudian diangkat dari
parit dan diletakkan pada terpal di depan jendela batu, tempat
garis lengkung jendela batu itu terlihat mengelilingi dan menutupnya seperti bingkai gambar.
Khalifa memandang pada gambar terakhir hampir selama satu
menit, rokoknya terbakar tak terperhatikan antara jari-jarinya, dan
matanya mengecil. Kemudian, sambil maju ke depan, ia merogoh
tumpukan kertas yang telah dilihatnya, menarik keluar foto
lengkung kemenangan dengan hiasan yang menggambarkan lampu
bercabang tujuh. Ia memegang kedua foto itu bersama-sama,
membandingkan subjeknya, lampu dalam hiasan dan lampu dari
penggalian. Keduanya identik.
Pertemuan yang asyik di sinagog Kairo muncul kembali ke
dalam pikirannya. Ini disebut dengan menorah.... Lampu Tuhan.
Simbol dari kekuasaan yang sangat besar bagi rakyatku. Simbol itu.
Tanda dari segala tanda. Ia memandang kedua foto tersebut, dengan mata beralih bergantian di antara keduanya; kemudian, dengan perlahan, ia berdiri
dan menuju pintu. Asisten manajer sedang menanti dari luar.
"Apa semuanya baik-baik saja?" ia bertanya.
"Baik," katanya. "Baik. Aku hanya ingin bertanya, apa mungkin
mengirim faksmili ke Yerusalem dari sini?"
Y erusaLem ~ 448 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
LAYLA meNYANDARKAN KePALANYA Ke DINDING SeL TUNGGU DAN meLIhAT
pada langit-langit, melipat lututnya ke atas sampai di dadanya dan
membungkus lengannya ke sekitar tumitnya. Ia ingin buang air
kecil, dan melirik sekilas ke bawah pada mangkok lavatori aluminium tanpa dudukan teronggok di sudut ruang. Ia menolak godaan
untuk menggunakannya. Ia tahu dirinya sedang diamati, dan tidak
ingin memberikan pada mereka kepuasan demi melihat eskposenya dalam cara seperti itu. Pada akhirnya ia harus melakukannya,
tetapi untuk sesaat ia dapat menahannya. Ia mendesah dan
menekan kedua pahanya bersama, mencoba mengabaikan kaca
satu arah yang terdapat di pintu baja di seberangnya.
mereka menjemputnya. Begitu kakinya keluar dari Gereja
makam Suci, empat jam yang lalu sekarang ini, seluruh kekuatan
mereka, termasuk detektif yang mengajukan pertanyaan padanya
di apartemennya dulu"senjata di arahkan ke kepala, tiarap di
tanah, tangan terborgol. Ia tidak merasa perlu menolaknya, karena mengetahui bahwa hal itu hanya akan membuat segala sesuatunya salah baginya. Kembali ke stasiun, ia ditinggalkan untuk
bersusah hati sejenak, kemudian diinterogasi"dua jam, hanya
perempuan ini dan detektif. Kali ini ia yang berperan, mengatakan
padanya tentang segala sesuatu: William de Relincourt, Castelombres, Dieter hoth, menorah itu"sesuatu yang tak perlu mereka tutupi. Bukan karena ia telah begitu ketakutan"walaupun ia
tentunya tidak merasa nyaman, cara ia duduk di sana sambil
menatap matanya, yang tampak ingin menembus batok kepalanya
dan otak di belakangnya, mencakar pikirannya yang terdalam.
Tidak, ia sudah kooperatif karena tidak ada lagi alasan untuk terus
berbohong. Laki-laki itu tampaknya tahu tentang Lampu; semua
detail lain yang dapat ia susun bersama dengan cara mempelajari
buku catatannya, mengontak orang-orang yang pernah ia ajak
bicara. Penghindaran hanya akan membuang-buang waktu saja.
Satu harapannya yang sederhana, satu-satunya harapannya, adalah


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

laki-laki itu akan menyadari signifikansi penemuan menorah, akibat mengejutkan yang mungkin ada bila jatuh ke tangan yang
salah, dan akan menerima tawaran yang telah ia buat untuknya
~ 449 ~ PAUL SUSSMAN pada akhir wawancara. "Kau memerlukan aku," Layla berkata, sambil membalas tatapan laki-laki itu, dan bergulat dengannya. "Aku tidak membual tentang menorah. Tetapi aku memang membual tentang apa yang
akan terjadi bila seorang al-mulatham yang memegangnya. Kau
harus mengizinkan aku membantumu. Karena bila al-mulatham
ada di sana terlebih dahulu...."
Ia ragu telah dapat meyakinkannya, tetapi itu adalah hal terbaik yang dapat ia selesaikan dalam kondisi seperti itu. Roda sudah
siap bergerak. Apakah ia akan bermain di bagian yang lain dalam
keseluruhan, bagaimanapun juga"itu, seperti yang dikatakan
ayahnya, adalah sesuatu yang hanya dapat dikatakan oleh Tuhan
dan laut dalam yang biru. Satu-satunya yang dapat dia lakukan
sekarang adalah duduk dan menunggu.
Layla merapatkan pahanya lebih ketat lagi bersama-sama dan,
menyandarkan kepalanya pada lututnya, menutup matanya, layar
dalam pikirannya berisi gambar menorah yang mengganggu dan
tidak diinginkan yang dari lampunya, untuk alasan tertentu, bukan
menyiratkan cahaya melainkan darah merah kental yang melekat.
DI SISI SeBeRANG PINTU, Ben-Roi menatapnya melalui jendela observasi, pikiran yang berkabut bagai badai salju melintas di dalam
kepalanya. menorah, al-mulatham, artikel surat kabar, Galia, parfum setelah bercukur"semua campur aduk di dalam tengkorak
kepalanya, muncul, menghilang, muncul, hancur. hanya satu pikiran yang tetap mantap dan jelas, berdiri dengan ajeg di tengahtengah konflik yang pelik ini seperti pohon yang tinggi di tengah
angin ribut, dan itu adalah: menorah ini dapat menolongku.
Bagaimana, ia tidak dapat memastikan. Belum. Ia tidak punya
rencana jelas dalam pikirannya. Satu-satunya yang dia tahu adalah
bahwa ini kesempatan yang sudah sedemikian lama ditunggunya;
artinya, bila tidak bisa mengembalikan kekasihnya Galia, paling
tidak dia bisa membela dan membalaskan dendamnya. Lampu itu
akan menjadi senjatanya. Sekaligus umpannya. Ya, itu adalah cara
~ 450 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
dia akan menggunakannya. Sebagai umpan. Iming-iming untuk
menarik keluar pembunuh kekasih hatinya. Untuk membawanya
kepada al-mulatham. Atau membawa al-mulatham kepadanya.
Ia meneguk minuman dari botol pinggangnya dan, sambil
menjauh ke koridor, kembali ke kantornya, menutup dan mengunci pintu di belakangnya, menuju mejanya dan menarik gambar yang sudah dikirim melalui faksimili oleh si mesir sebelumnya.
"Ya Tuhan," ia bergumam, seperti yang dilakukannya saat pertama kali melihatnya. "Ya Tuhan Yang maha Kuasa."
Ia menatap gambar itu dengan cermat, tangannya gemetar
dengan semakin membesarnya semua hal dalam kasus ini; lalu,
sambil meletakkan foto itu, ia mengangkat telepon dan memutar
nomor. Lima deringan, kemudian sebuah suara bergema di jalur
seberang. "Shalom," katanya, menjaga suaranya agar tetap rendah, jarijarinya memainkan liontin perak mini yang tergantung di lehernya.
"Dapatkah kau bicara" mendadak ada sesuatu dan aku pikir kau
harus tahu tentang hal ini."
Y erusaLem DI JANTUNG WILAYAh YAhUDI DI KoTA TUA, DI BAGIAN SeLATAN CARDo,
dalam pameran untuk umum, di dalam lemari kaca berjalin yang
tebal, tersimpan menorah emas"enam cabang lengan yang melengkung ke atas dari batang sentralnya, tiga pada sisi yang satu
dan tiga pada sisi yang lain, semuanya menjulur, seperti pohon,
dari dasar segi enam yang bertingkat. Inskripsi yang tertera menjelaskan bahwa ini adalah replika yang paling persis dengan
menorah asli, menorah yang sebenarnya, menorah yang dibuat
oleh si pengrajin emas yang hebat, Bezalel, yang replika pertamanya dibuat sejak runtuhnya Kuil dua ribu tahun lalu.
Dengan bergantinya siang dan malam mulai turun di sekitar~ 451 ~
PAUL SUSSMAN nya, Baruch har-zion berdiri di depan reproduksi ini dan, sambil
melemparkan kepalanya ke belakang, tertawa"tawa kebahagiaan
dan kegembiraan yang dalam, panjang, dan bergetar, seakan ia
telah berpikir bahwa ia tidak akan membuka rahasia lagi. Baru tadi
malam ia bersembahyang untuk memohon sebuah tanda, sejenis
dukungan bahwa apa yang telah dia lakukan adalah sesuatu yang
benar, bahwa semua darah dan kengerian memang diperlukan.
Dan sekarang saatnya sudah datang. Jelas, tajam, tidak ambigu.
menorah yang sejati. Setelah berabad-abad ini. Dan baginya sudah
terungkap, baginya, bagi semua orang. Ia tidak dapat berhenti
tertawa. Di belakangnya, Avi pengawal pribadinya melangkah
mendekati. "Apa yang akan kita lakukan?"
har-zion mengangkat tangannya yang tertutup sarung dan
menyentuhkan jarinya ke layar kaca, tawanya secara bertahap
meredup. "Tidak ada," jawabnya. "Belum ada. Kita tunggu, kita lihat.
mereka pasti tidak tahu apa yang kita tahu. Belum."
Avi menggelengkan kepalanya. "Aku sukar percaya. Aku masih
tidak percaya." "Itulah yang dikatakan mereka semua, Avi"semua yang
dipanggil oleh Tuhan. Ibrahim, musa, Ilyas, Yunus"mereka semua
awalnya ragu. Tetapi ini suaraNya. Tuhan telah mengungkapkan
hal besar ini. Dan Ia tidak akan mengungkapkan ini kalau saja Ia
tidak mengizinkan hal itu terjadi pada kita. Ini adalah tanda,
isyarat. Inilah waktunya. Kita diberkahi, karena di masa kita
sekarang ini kita akan melihat Kuil itu bangkit lagi."
Ia memutar bahunya, kulitnya mengencang di balik bajunya,
dan bangkit mendekati layar. Siapa yang pernah memikirkan hal
ini" Siapa yang pernah membayangkannya" entah bagaimana ia
selalu tahu. Ia adalah dia yang telah dipilih. Penyelamat rakyatnya.
Dan kini yang harus dilakukannya hanyalah menunggu dan melihat. Biarkan Ben-Roi menelusurinya. Dan kemudian, ketika itu
ditemukan ... ~ 452 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Terima kasih, Tuhan," ia berbisik. "Aku tak akan gagal. Ani
mavtiach. Aku berjanji. Aku tidak akan gagal."
L uxor "KAU BeRUTANG PADAKU LImA BeLAS PoUND. KAU mAU YANG LAIN?"
Sebagai jawaban, Khalifa menghabiskan sisa teh dan berdiri,
menutup kotak backgammon, memberi tanda bahwa tidak, ia
tidak ingin permainan yang lain."
"Penakut," kata Ginger, sambil mengisap pipa shishanya.
"Selalu begitu, dan akan selalu begitu," jawab Khalifa, sambil
membuka dompetnya dan menghitung kekalahannya. "Walaupun
sekarang aku tidak kalah darimu, aku khawatir sudah terlambat
pulang untuk zenab. Dia sedang memasak dan aku berjanji
padanya akan sampai di rumah jam delapan."
Temannya mengembuskan asap tembakau dengan aroma apel
dan, sembari menjulurkan ibu jarinya lalu membalikkan dan
memutarnya di permukaan meja, mengindikasikan bahwa Khalifa
berada "di bawah kendali seseorang". Terdengar gelak tawa keras
dari teman-teman lain yang sedang duduk di sekitarnya. Pengabdian detektif ini pada istrinya sudah menjadi pengetahuan
umum, dan "hiburan" yang umum.
"Waktunya sang Inspektur Takut Istri pulang ke rumah!" salah
satu temannya berteriak. "Khalifa si penakut," sambung yang lain.
"Kalau siang si anjing galak," kata yang ketiga, "kalau malam...."
"Tikusnya zenab!" semua menjawab serempak, dibarengi dengungan kata-kata yang berseliweran.
Khalifa tertawa. hal seperti itu tidak pernah mengganggunya,
ledekan yang alamiah ini, dan sebenarnya ia agak menikmati dan
menyenangi malam ini, yang menjadi tanda bahwa ia sudah kembali ke kehidupan normal setelah semua kehebohan selama dua
~ 453 ~ PAUL SUSSMAN minggu terakhir. Ia menyerahkan uang pada Ginger untuk kemenangannya"ia tidak ingat terakhir kali ia bermain backgammon
dengan temannya dan menang"dan, sambil mengatakan pada
setiap orang agar menenggelamkan diri mereka di Sungai Nil,
Khalifa mengambil dua tas plastik yang ia sandarkan di kaki
kursinya dan meninggalkan kafe, serentetan ledekan mengikutinya
sejauh dua puluh meter setelah di jalan sebelum larut ke dalam
hiruk-pikuk pasar malam. Perasaannya enteng dan senang. Asyik. Lebih baik daripada apa
yang telah ia lakukan selama bertahun-tahun, seolah beban berat
telah terangkat dari bahunya. Ia menyerahkan laporan terakhirnya
kepada Chief hasani, mengirim semua barang tentang menorah ke
si Israel, yang dapat menggunakannya untuk apa pun keperluannya, dan kini ia sedang menuju zenab dan anak-anak dengan tas
penuh berisi brosur penginapan Laut merah di hurghada. hanya
ada satu catatan penuh pertentangan: ketika ia meminta hasani
mengantarkan salinan laporan kasus itu ke Chief mahfuz, atasannya ini memberi tahu bahwa laki-laki tua itu sudah meninggal
dunia larut malam lalu. Kabar itu membuat Khalifa sedih,
walaupun tidak begitu terlihat. Seperti yang dikatakan mahfuz itu
sendiri, paling tidak dia akan mati dengan pengetahuan bahwa ia
telah melakukan hal yang benar pada akhirnya.
Khalifa berhenti untuk menyapa mandur si penjual T-shirt, seorang laki-laki sintal dengan penglihatan tidak sempurna yang kebiasannya mengejar pelanggan ke sana-sini di jalan itu memuji
kebaikan barang jualannya hampir menjadi atraksi turis tersendiri,
kemudian melanjutkan perjalanannya, sambil mengayun tas di sisinya, dan berpikir tentang pantai, ombak, dan yang paling asyik,
zenab dalam pakaian renang"Tuhan, alangkah serunya. Sebelum ia
sadar dirinya sudah berdiri di luar blok apartemen abu-abu, tempat
tinggalnya, satu dari barisan blok yang sama sepanjang tepi kota
bagian utara seperti sebuah garis batu monolit berbintik-bintik.
Ia berhenti sejenak untuk menyelesaikan rokoknya, kemudian
menaiki tangga menuju lantai empat dan, setenang yang ia bisa,
memasukkan kunci ke pintu apartemennya. Ia tidak membuka
~ 454 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
pintu itu segera. malah, ia tetap meninggalkan kunci tergantung, ia
membuka sepatunya, berjongkok dan, merogoh salah satu tas plastik, mengeluarkan sepasang flippers karet murah, yang ia masukkan
ke kakinya, kemudian masker diving dan snorkel, dan mengenakannya di wajah dan mulutnya. Kemudian ia masuk ke apartemennya, hampir tidak dapat mengendalikan diri dari kegembiraannya
membuat lelucon yang sedang ia mainkan.
"Tsonly ee," ia berkata, kata-katanya terganggu oleh benda
karet yang terselip di bibirnya. "Aku iba!"
Tidak ada jawaban. Ia melangkah ke ruang tengah, sambil
bertanya-tanya ke mana penghuni rumah.
"Aku iba!" ia mengulang, lebih keras. "Penyelam laut dalam
sudah naik ke permukaan!"
masih belum ada jawaban. Ia melongok ke ruang dapur"
kosong"kemudian menuju ke air mancur di tengah lantai dan berjalan seperti bebek, menuju ruang keluarga di bagian dalam flat,
tersentak oleh pikiran tiba-tiba bahwa barangkali mereka sedang
mempermainkan dirinya. Lucu sekali! Pintu menuju ruang tengah
terbuka sedikit dan, berhenti sesaat untuk membersihkan maskernya yang berembun, ia mendorongnya dan melangkah masuk,
membuat gerakan dengan tangannya yang ia harapkan akan terlihat seperti perenang laut dalam.
"Wow, sungguh luar biasa di bawah sini dengan semua ikan
dan...." Kata-katanya terhenti. zenab, Ali dan Batah semuanya sedang
duduk di sofa, wajah mereka pucat, ketakutan. Di seberangnya,
dua orang pria, yang satu duduk, yang lain berdiri, dalam setelah
abu-abu. Jaket yang berdiri agak terbuka sedikit memperlihatkan,
tidak salah lagi, pistol heckler dan Koch. Jihad Amn al-Daulah.
Tidak diragukan lagi. Jasa Dinas Keamanan Negara.
"Ayah!" Ali berlari dari sofa ke arahnya, dengan mata penuh air
mata. "mereka akan membawamu pergi, Ayah! Katanya ada seseorang yang ingin berbicara dengan Ayah. mereka akan mengirim
Ayah ke penjara." ~ 455 ~ PAUL SUSSMAN Khalifa membuka masker dan snorkelnya, melirik ke zenab
yang terlihat begitu ketakutan.
"Ada apa ini?" ia bertanya, tetap berusaha tenang, dan kuat
demi keluarganya. Laki-laki yang duduk"yang lebih tua dan diduga lebih senior
dari yang lain"berdiri.
"Seperti yang dikatakan bocah laki-laki itu: seseorang memiliki
sejumlah pertanyaan untukmu. Anda harus ikut kami. Sekarang.
Tidak bisa membantah."
Ia melihat ke arah temannya dan keduanya tersenyum.
"mungkin Anda ingin mengganti sayapnya. Aku rasa Anda tak
akan memerlukan benda itu nanti."
SeBUAh SeDAN BeRGAYA LImoSIN sedang menunggu di pinggir jalan"
mengkilap, hitam, jendela yang dapat mengusir asap; ia tidak habis
pikir bagaimana ia sampai tidak melihatnya tadi"dan, dengan
diantar oleh kedua laki-laki itu, ia masuk ke tempat duduk belakang. Laki-laki yang lebih muda duduk di sebelahnya, sementara
yang lebih tua duduk di kursi penumpang di depan. Laki-laki ketiga, dalam seragam setelan abu-abu yang sama dan potongan rambut cepak duduk di belakang kemudi. Bahkan sebelum pintu tertutup sepenuhnya, ia telah menyalakan mesin dan melaju. mobil
meluncur halus di jalan yang tidak rata, keanggunan yang ganas
dari mobil patroli panter.
Khalifa mencoba bertanya tentang apa yang terjadi, ke mana ia
dibawa, apa semua ini berkaitan dengan Piet Jansen dan faruk alhakim, seperti yang ia tahu akan seperti ini. Laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap mantap ke depan dengan ketenangan seorang eksekusioner profesional. Setelah beberapa menit
ia berhenti mencoba berkomunikasi, menyalakan rokok dan
melempar pandangan keluar jendela, mengutuk diri sendiri karena
kenaifannya, karena berangan-angan dirinya dapat mengekspos
seseorang seberkuasa al-hakim dan tidak ada risiko di dalamnya.
Jihaz selalu mengejar dengan cara mereka sendiri. Dan selalu
~ 456 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
menghukum mereka yang berseberangan dengannya. Tuhan,
bagaimana bisa ia begitu naif" Di sebelahnya dalam kegelapan
ujung rokok Cleopatranya menyiratkan pola berwarna oranye
pada jendela dari tangannya yang gemetar.
Awalnya mereka mengarah kembali ke pusat kota Luxor, menuju, ia asumsikan, salah satu dari banyak kantor pemerintah yang
berkumpul di pusat kota. Namun, begitu mereka melewati Luxor
General"dan ini semakin menambah kecemasannya"mereka
berbelok ke jalan tol bebas hambatan dan keluar lagi menuju arah
timur kali ini, menuju bandara. Lagi-lagi, ia mencoba bertanya
pada laki-laki itu ke mana mereka menuju. mereka tetap menolak
untuk menjawab. Keheningan tampak melesak masuk ke dalam
dada dan paru-parunya seolah rongga dadanya secara perlahan
mengencang dalam tali tebal yang melilit, membuatnya susah
menarik napas. Di bandara, pembatas depan dibuka untuk mereka tanpa pertanyaan. Lalu, sembari melewati arena parkir, mereka menuju gerbang samping ke arah areal landasan pacu. Jarum pada spedometer menunjukkan angka 150 km/h begitu sopir menekankan
kakinya ke lantai mobil, melesatkan mereka di jalan aspal yang
mulus dan kosong menuju sudut bandara paling jauh tempat mereka berhenti di pinggir Learjet, mesin kembarnya sudah bekerja.
Ketika ia dibimbing keluar mobil, ia bertanya untuk ketiga kalinya,
dengan suara mengiba sekarang, tentang apa semua ini, ke mana
mereka akan pergi, apa yang akan terjadi padanya. Kedua agen itu
tetap tak berkata apa-apa, hanya mengantarnya ke tangga yang
menuju kabin pesawat jet dan menunjukkan tempat duduk dengan
jok kulit untuknya, dan memberi tanda agar mengencangkan tali
pengaman. Pintu tertutup, instruksi terdengar ke arah ruang kokpit, dan
pesawat berjalan keluar menuju landasan pacu, bergerak perlahan
untuk sesaat lamanya seolah mengumpulkan kekuatannya sebelum
mempercepat lajunya dan melesat dengan anggun menembus
udara. Khalifa melihat ke area padat gedung terminal di bawah
ketika pesawat ini ada di atasnya, dan bersandar, menatap langit~ 457 ~
PAUL SUSSMAN langit kabin. Di belakangnya ia dapat mendengar salah satu agen
sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon genggamnya.
hebatnya, dalam keadaan demikian, ia pasti telah tertidur
lelap karena hal berikutnya yang ia tahu adalah bahunya digoyang
dan ia diminta bangun. Dengan grogi, ia melepas tali pengaman
dan berdiri. mereka sudah mendarat. Untuk sesaat ia berpikir
barangkali ia hanya bermimpi sudah lepas landas dan ia masih
berada di Luxor. Begitu ia melewati pintu kabin dan menuruni
tangga pesawat, ia menyadari ini bukan mimpi karena ini adalah
bandara yang lain, lebih kecil daripada Luxor, konfigurasinya
berbeda, bau yang tidak biasa di udara sehingga awalnya ia tidak


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat mengenalinya tetapi kemudian menyadari bau itu adalah
bau keras payau dari air garam. Laut. Di mana mereka..." Ia melirik
jam tangannya. Bukan hurghada tentu saja. mereka terlalu lama
berada di dalam pesawat, hampir lima puluh lima menit.
Iskandaria" Port Said" Belum cukup lama di udara untuk sampai di
sana. Jadi di mana" Sharm al-Syeikh" Ya, bisa jadi ini di Sharm alSyeikh. Atau Taba, mungkin. Ya, Sharm al-Syeikh atau Taba, walaupun apa yang sedang mereka lakukan di Semenanjung Peninsula
tidak dapat dia bayangkan. Di mana pun mereka saat ini, jelas ini
bukanlah tujuan akhir karena pada anak tangga terbawah ia
dibawa memutar ke sisi lain dari Learjet, tempat sebuah helikopter
Chinook Ch-47 sedang menunggu mereka, bertengger di landasan
pacu seperti mantis raksasa. mereka hampir tidak memiliki waktu
untuk masuk ke dalam perutnya yang panjang dan sempit dan
mendudukkan diri mereka sendiri pada kursi masing-masing
sebelum rotornya berfungsi dan mereka mengudara lagi, menjauh
dari bandara dan memasuki kegelapan malam.
"Tuhan tolong aku!" Khalifa berbisik, mengingat semua kisah
yang ia dengar tentang Jihaz yang melempar orang dari helikopter
di tengah-tengah negeri antah-berantah, tubuhnya tertinggal di
antara batu karang dan pasir. "Aku mohon Tuhan, tolong aku!"
mereka terbang ke utara, dilihat dari posisi bulan di luar jendela, kabin bergetar dengan irama wub-wub dari mesinnya.
hamparan padang pasir tandus yang berwarna merkuri terlewati
~ 458 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
cepat di bawahnya, permukaannya koyak oleh bubungan tajam
dan tersilang-silang oleh jejak wadis yang berkelok-kelok, seperti
jejak ular menggores lanskap. Dua puluh menit berlalu, kemudian
mereka menurun lagi, roda bulat helikopter menjejak pada punggung padang pasir, rotornya melambat sampai ke posisi diam,
menyesaki ruang dalam heli dengan keheningan yang padat dan
menakutkan. Salah satu agen menyorongkan tubuhnya ke depan,
dan menyentuh lengan Khalifa.
"Bangun!" Khalifa membuka sabuk pengamannya, bersalaman tangan dan
mengikuti laki-laki itu ke depan kabin ketika mereka membuka
pintu, menampakkan malam yang gelap dan kelam yang membuatnya hanya dapat melihat lanskap campur aduk dataran dan
bumbungan di bawah langit penuh bintang.
"Keluar!" Khalifa sedikit ragu. mengapa mereka membawaku ke sini"
Apa yang sedang mereka lakukan terhadapku" Kemudian ia loncat,
sepatunya menyelusup pada lantai padang pasir, bulu romanya
berdiri di lengannya karena dinginnya udara. Kedua agen itu tetap
berada di belakangnya pada pintu Chinook.
"Di sebelah sana," kata salah seorang. "Ayo!"
Laki-laki itu mengacungkan ujung senjatanya, menunjuk ke
kanan, menuju sebuah bangunan batu yang rendah sekitar seratus
meter jauhnya dari mereka di kaki tanjakan berbatu, garis luarnya
suram dan tak jelas, jendelanya diterangi kilau tipis kekuningan
seperti mata besar yang melihat dari keremangan. Tempat perhentian Badui" Pos perbatasan militer" Yang mana pun Khalifa tidak
menyukainya. Ia menoleh ke belakang ke arah laki-laki itu, tetapi
mereka hanya menunjuk dengan senjatanya dan menyuruhnya
maju terus, jadi ia berjalan lagi.
Setelah lima puluh meter ia berhenti dan menengok ke
belakang, memerhatikan untuk pertama kalinya ada dua helikopter
lain terparkir bersisian di luar yang baru saja membawanya, kemudian berjalan lagi. Keimanan tumbuh sejalan dengan langkah
~ 459 ~ PAUL SUSSMAN kakinya bahwa inilah saatnya, ia akan dieksekusi, tidak akan ada
penjelasan lain yang mungkin untuk kehadirannya di sini di tengah
malam buta di tengah areal yang tidak diketahuinya. mungkin ia
harus mencoba melarikan diri, pikirnya, menghilang di kedalaman
padang pasir, bersembunyi di balik bebatuan. Paling tidak ia memiliki beberapa peluang, sekalipun yang jauh kemungkinannya.
Tetapi dia tidak dapat melakukan ini, tidak dapat memicu adrenalin yang diperlukan oleh kakinya, sehingga dia hanya berjalan ke
depan sampai tiba di bangunan itu dan sedang berdiri pada anak
tangga di depan pintu besi yang berkarat.
Ia melemparkan pandangan terakhir kembali ke Chinook,
kemudian mengucapkan doa, dan sekarang merasa pasti bahwa
hidupnya akan segera berakhir, menjulurkan tangannya yang
bergetar, mendorong pintu agar terbuka dan melangkah masuk,
sambil bertanya-tanya apakah dia benar-benar mendengar tembakan yang membunuhnya atau apakah segala sesuatunya akan
begitu saja kosong dan tiba-tiba saja dia mendapatkan dirinya
telah dipindahkan ke dunia yang betul-betul berbeda.
"masaulkhoir, Inspektur. mohon maaf telah membawa Anda
ke tempat seperti ini, tapi karena situasinya begitu mendesak, kami
hanya punya sedikit pilihan lain. Silakan membuat teh sendiri."
PaDang Pasir sinai, DeKaT
PerbaTasan Dengan israeL KhALIfA meNGeDIPKAN mATANYA. IA SeDANG BeRDIRI DI RUANG SeDeRhANA
yang rendah"dinding batu, lantai beton kosong, atap seng
bergelombang"dengan meja kamp yang dapat dilipat, dan pada
meja, sepasang lampu minyak, yang terakhir ini menyinari ruang
dengan sinar oranye berat, tebal dan menyala terang. Di depannya
tiga orang laki-laki sedang duduk di kursi berlengan yang buruk.
orang keempat sedang berdiri di sudut yang jauh dari ruang,
~ 460 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
bersandar pada dinding, wajahnya tertutup bayangan. Udara begitu lembab dengan bau odor kerosin dan asap rokok.
Lega"itu adalah reaksi spontannya. Rasa gembira yang
menggelora bahwa apa pun tujuan dirinya dibawa ke sini, jelas
tidak untuk dibunuh. hampir secara instan ia juga terkejut, karena
orang yang telah memanggilnya, salah satu laki-laki yang duduk di
kursi berlengan, tidak salah lagi dengan kacamata tebal persegi dan
rambut abu-abu perak, tidak lain adalah Ahmad Gulami, menteri
luar negeri negaranya. Khalifa membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, bertanya tentang apa yang sedang terjadi, tetapi saking terkejutnya, dan terpesona, sehingga tidak ada kata yang keluar, dan setelah sesaat ia menutupnya lagi. Keheningan di antara
mereka semakin lama. Keempat laki-laki itu memandanginya. Satusatunya suara adalah desis lembut dari lampu dan, di luar, suara
derik daun jendela dari besi. Kemudian Gulami menggerakkan tangannya ke arah termos yang terletak di meja di dekatnya.
"mari silakan, inspektur, nikmati tehnya," ia mengulang. "Aku
menduga kau pasti membutuhkannya setelah perjalanan jauh ini.
Dan bila kau dapat menutup pintu itu ... ini malam yang dingin."
Dalam keadaan ling-lung, Khalifa mendorong pintu kemudian
berjalan mendekati meja dan mengisi cangkir styrofoam dengan air
dari termos. Begitu ia selesai, Gulami memberi isyarat padanya
untuk duduk di kursi kanvas yang rendah di sisinya. Laki-laki yang
berdiri tetap berada di tempatnya; dua yang lain menggeser kursi
mereka sehingga berhadapan dengan Khalifa secara langsung.
Yang termuda di antara mereka"laki-laki tampan dalam usia
akhir tiga puluhan, dengan rambut hitam dan keffiyeh merah putih
menyilang di bahunya"telah dikenal oleh si detektif: Sa"eb
marsudi, aktivis Palestina yang kemudian menjadi politikus, seorang pahlawan yang tidak untuk orang-orangnya saja tetapi, setelah kepemimpinannya pada Intifada Pertama kembali pada akhir
1980-an, untuk kebanyakan dari dunia Arab juga (Khalifa tetap
ingat citra televisi seorang marsudi yang menjadi ikon, terbungkus
dalam bendera Palestina, berlutut dan berdoa di depan barisan
~ 461 ~ PAUL SUSSMAN tank canggih Israel). Yang lain, laki-laki yang lebih tua"tinggi
badan sedang, kurus jangkung, dengan tutup kepala putih, rokok
terjepit di antara giginya, pada pipi kanannya ada codet berbentuk
sabit melengkung mulai dari matanya sampai ke dagu"laki-laki ini
juga pernah dilihat Khalifa, walaupun awalnya dia tidak ingat di
mana tepatnya. hanya setelah beberapa detik ia ingat bahwa dia
melihat wajahnya di vila Piet Jansen, pada malam pertama ia mengunjungi rumah itu, dalam gambar di sampul depan majalah
Time. masan, maban" Yang seperti itulah. Seorang politikus.
Ataukah seorang serdadu" orang Israel, pastinya. Sosok keempat,
yang sedang berdiri, dia tidak dapat mengenalinya, walaupun ada
sesuatu tentang dirinya"garis tubuh yang seperti beruang dan
bergerak lambat, wajah dengan tulang menonjol, cara dia
meneguk minuman dari botol perak yang dia pegang"yang
Khalifa tidak suka. Kejam, begitulah kesan awalnya. Dan mabuk
pula, dari tampangnya. menjijikkan. Ia menatapnya untuk sesaat,
kemudian mengalihkan pandangan dan meneguk tehnya.
"Jadi," kata Gulami, sambil menarik tasbih berwarna kekuningan dari saku jaketnya dan mulai berkata pada mereka....
"Sekarang kita semua ada di sini. mari kita mulai."
Ia menoleh pada Khalifa. "Pertama, inspektur, aku harus menekankan kerahasiaan absolut dari apa yang akan kau dengar malam ini. Kerahasiaan absolut.
Anggap kau tidak pernah dibawa ke tempat ini. Kau tidak melihat
orang-orang ini. Pertemuan ini tidak pernah terjadi. Apa cukup
jelas?" Kepala sang detektif penuh dengan pertanyaan yang ingin diajukan, dan beberapa komentar tentang bagaimana ia diperlakukan. Namun dia tidak ingin mengeluh tentang mereka di
depan seseorang yang begitu berkuasa seperti menteri luar negeri
negaranya, dan hanya bergumam sederhana "Ya, Pak". Gulami
menatapnya tajam, tasbih yang digerakkan oleh jari-jarinya menimbulkan suara klik lembut, kemudian, dengan anggukan, ia
menyandarkan punggung dan menyilangkan kakinya.
~ 462 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Sa"ib marsudi, aku yakin, tak perlu kuperkenalkan lagi."
Ia menunjuk laki-laki dengan keffiyeh menyilang di bahunya,
yang kemudian menganggukkan kepala pada Khalifa. Tangannya,
Khalifa perhatikan, menutup begitu kuat sehingga buku-buku
jarinya terlihat seperti akan pecah melalui kulitnya.
"mayor Jenderal Yehuda milan," Gulami melanjutkan, mengangguk ke arah si perokok cerutu, "adalah salah seorang serdadu
terkemuka di negerinya, sekarang salah seorang politikus yang
paling dihormati di sana. Salah seorang politikus cerdas dan juga
berani." milan juga mengangguk kecil ke arah Khalifa, sembari mengisap rokoknya perlahan.
"Detektif-Inspektur Arieh Ben-Roi?"Gulami menjentikkan
tasbihnya ke arah sosok yang sedang berdiri di sudut ruang?"Aku
yakin kau sudah tahu."
Agak kurang sopan, Khalifa separuh mengangkat tangan dalam
memberi salam, sebal dengan dirinya sendiri karena tidak menerka
identitas laki-laki itu lebih dahulu. Ben-Roi tidak bereaksi untuk
membalas gerakan Khalifa, hanya memandangnya dari balik
bayangan, ekspresinya jelas bermusuhan.
"Biarkan aku mengulangnya, inspektur," Gulami melanjutkan,
"apa yang kau dengar malam ini tidak akan keluar lebih jauh dari
empat dinding ini dan di dalam kepalamu. Ada urusan yang sangat
besar, lebih daripada yang mungkin kau sadari, dan aku tak akan
membuatnya terancam bahaya dengan pembicaraan yang bebas.
Apa ini dimengerti?"
Khafila menggumam "Ya, Pak" lagi, tidak sabar untuk mengetahui inti semua ini. Namun dia menyadari bahwa ini bukan saatnya bertanya, bahwa apa pun alasan untuk kehadirannya di sini itu
akan terungkap sesuai kehendak Gulami, bukan kehendaknya.
menteri luar negeri ini memandangnya melalui kacamata
berbingkai hitam dan berat, kemudian menoleh pada milan dan
marsoudi, yang keduanya menggerakkan kepalanya ke atas secara
tipis seolah berkata, "ok, ceritakan saja padanya."
~ 463 ~ PAUL SUSSMAN "Bagus sekali." Gulami kembali duduk di kursi dan menatap
tasbihnya. Ketika ia berbicara lagi nada suaranya sudah menurun,
seakan bahkan jauh dari sini, di tengah-tengah daerah tak bertuan.
Dia masih selalu khawatir akan dicuri dengar. "Selama empat belas
bulan terakhir Pemerintah Republik Arab mesir telah menyediakan
bangunan ini untuk sais marsudi dan mayor Jenderal milan sebagai lingkungan yang aman dan netral, tempat mereka bertemu dan
berbicara, jauh dari sorotan media dan tekanan situasi politik
domestik mereka. Keduanya telah menghabiskan hidup mereka
berjuang untuk bangsanya masing-masing, keduanya telah menderita kehilangan personal demi untuk orang-orang itu?"milan
menggeser duduknya, melempar pandangan ke arah Ben-Roi"
"keduanya telah, secara independen, mencapai kesimpulan bahwa
orang-orang yang sama itu mengalami katastrofa kecuali mereka
dapat menemukan cara yang sama sekali baru dalam berinteraksi
dengan sesamanya, jalur yang berbeda untuk ditapaki. Tujuan
mereka di sini adalah: mencoba menempa jalur yang berbeda itu;
mengembangkan proposal untuk tetap bersemangat dan, Insya
Allah, penyelesaian abadi atas konflik yang telah merusak tanah
mereka sekian lamanya."
Apa pun yang telah diharapkan Khalifa, yang jelas bukan ini. Ia
menggigit bibirnya, mata berpindah dari Gulami ke marsudi ke
milan dan kembali ke Gulami, sensasi ketakutan yang samar terasa
di belakang tulang rusuknya, seperti perenang yang, telah
menyadari bahwa ia terlalu jauh dari pantai, mulai menyadari
bahwa ia bahkan sudah berada di kedalaman yang jauh dari yang
dia bayangkan sebelumnya.
mereka diam, kata-kata Gulami mengawang-awang di udara
seperti gema yang terus ada di dalam gua yang dalam dan sangat
jauh, kemudian menteri luar negeri membuka tangannya ke arah
marsudi, mengundangnya untuk bicara. orang Palestina ini
bergeser ke depan pada kursi kayunya.
"Aku tak ingin menghabiskan waktumu dengan menceritakan
terlalu detail, inspektur," katanya mengawali, matanya yang cokelat berkilat dalam kilau lampu kerosin. "Yang perlu kau tahu dalam
~ 464 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
misi ini adalah, bahwa dalam sejumlah pertemuan kami di sini
lebih dari empat belas bulan terakhir kami telah, dan bukan tanpa
kata-kata pahit aku pastikan itu"ia melempar pandangan pada
milan"menghasilkan sekumpulan proposal yang bertujuan lebih
jauh untuk perdamaian, bersiap menerima risiko lebih besar,
berkorban lebih banyak daripada yang pernah diperkirakan sebelumnya oleh masing-masing pihak kita."
Ada secangkir air di lantai di sebelahnya dan, ia mengangkatnya dan meneguk singkat.
"Pahamilah, kita di sini hanya sebagai individu. Kita tidak
mewakili pemerintahan, kita tidak memiliki pendukung resmi
untuk pembicaraan ini, kita tidak memiliki otoritas legislatif untuk
mengimplementasi proposal yang telah kita kembangkan. Yang
benar-benar kita miliki"tepatnya dikarenakan, seperti telah dijelaskan sais Gulami, kita telah menghabiskan perjuangan yang
begitu lama untuk masing-masing alasan?"lagi-lagi ia menjentikkan matanya pada si Israel?"adalah keimanan dan kepercayaan
mayoritas bangsa kita. Aku percaya, keimanan dan kepercayaan
yang cukup bagi mereka untuk patuh dan mendukung gagasangagasan dari rekan sebangsa kita yang mana pun akan ditolak
sebagai idealisme tanpa harapan atau"pengkhianatan."
Di sebelahnya, milan mengisap rokok cerutu, codet di pipinya
terlihat semakin berkilau dalam keremangan seperti kristal tipis.
"Kita tidak memiliki ilusi," kata si Isreal, melanjutkan wacana.
Suaranya dalam, parau dan pelan bagai serangkaian not yang
dimainkan pada kunci-kunci paling rendah dalam alat musik obo.
"Proposal yang kita rumuskan sangat kontroversial, akan menuntut
pengorbanan besar sekali dari kedua pihak. Implementasinya akan
penuh dengan penderitaan, konflik dan kecurigaan. Satu, dua, atau
mungkin juga tiga generasi, adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menyembuhkan luka itu. Di samping itu, akan banyak
pihak di kedua sisi yang menolak untuk bergabung dengan kita."
"Namun demikian," marsudi menambahkan, mengambil alih
pembicaraan, "kita tetap berkeyakinan bahwa, bila kita dapat
~ 465 ~ PAUL SUSSMAN membujuk mayoritas masyarakat kita untuk menerimanya, maka
proposal ini menawarkan yang terbaik, barangkali satu-satunya
peluang solusi yang realistis dan tahan lama di tanah kita. Dan kita
pun berkeyakinan bahwa ketika mereka melihat masing-masing
kita berdiri bersisian bersama-sama, musuh be-buyutan yang sudah
sekian lama sekarang bersatu demi perdamaian, maka mayoritas
masyarakat kita akan terbujuk. harus dapat terbujuk, kasarnya.
Karena dengan apa yang ada sekarang...."
Ia mengangkat bahu dan diam. milan mengisap rokoknya;
Gulami menggerakkan butir tasbihnya; di sudut, Ben-Roi asyik dengan botolnya, kerut dalam menghiasi dahinya, entah karena ketidaksetujuan pada apa yang baru saja didengarnya atau karena
pikiran lain di dalam kepalanya yang besar, Khalifa tidak tahu. Ia
meneguk tehnya lagi, yang mulai mendingin, mengambil rokok


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menyulutnya. Lima belas detik berlalu, dua puluh.
"Aku tak mengerti," katanya. Suaranya terdengar lemah, takut,
seperti suara anak-anak yang ada di ruang yang penuh dengan
orang dewasa. "Apa urusannya dengan al-hakim?"
Untuk sesaat Gulami kelihatan bingung dengan komentar ini,
kemudian mendengus, menyadari apa yang ada dalam pikiran
Khalifa. "Kau pikir...." Ia menggelengkan kepalanya. "faruk al-hakim
hanya kotoran tak beguna. Aib yang memalukan profesi dan negaranya. Kau telah banyak membantu kami dengan mengungkapkan
apa yang telah dilakukannya. Kami tidak membawamu ke sini sebagai hukuman karena menyingkap rahasia kecilnya yang kotor."
Khalifa mengisap lagi rokoknya dengan gugup, mengembuskan
asap hampir sebelum asap itu sempat masuk ke dalam paru-parunya.
"Jadi mengapa" mengapa Anda menceritakan semua ini
padaku?" Gulami menatap matanya untuk sesaat, kemudian beralih ke
milan. Si Israel ini duduk pada kursinya, sambil menatap Khalifa.
Ada jeda tak berkesudahan.
~ 466 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Apa yang kau ketahui tentang menorah, inspektur?" akhirnya
ia bertanya. Lagi-lagi, ini mengagetkan sang detektif. Ia ragu, bingung,
tatapan milan tampak membakarnya.
"Aku tak melihat apa...."
Tangan Gulami menyentuh lengan, lembut tapi mantap,
tekanannya mengindikasikan bahwa ia harus menjawab pertanyaan. Khalifa mengangkat bahu tak berdaya.
"Aku tak tahu. Itu ... ada di Kuil Yerusalem; hilang saat kota
jatuh ke tangan bangsa Romawi...."
Khalifa bercerita tentang semua yang ia temukan dalam beberapa hari terakhir, yang tidak begitu banyak. milan mendengarkan
dalam diam, dengan mata yang tidak pernah lepas darinya. Ketika
ia selesai, si Israel perlahan berdiri dan, mendekati termos, menuangkan sendiri secangkir teh, melirik ke api lampu kerosin yang
berkedip, sinarnya menambahkan sentuhan lain pada warna
oranye rokok cerutunya sehingga terlihat seolah ia terbungkus oleh
selimut api yang menyala. mereka terdiam untuk beberapa saat.
Lalu, milan angkat bicara. Suaranya, bariton yang rendah, terdengar semakin dalam dan serak, nyaris tak terdengar.
"Setiap keimanan, inspektur, memiliki sesuatu"objek, simbol"yang sakral di atas benda lain, yang lebih daripada bentuk
ibadah lain untuk meringkas esensi keimanan itu. Seperti salib bagi
pemeluk Kristen, Ka"bah di mekkah bagi muslim. Untuk orang
Yahudi, orang-orangku, Lampu Suci. "Dan Tuhan akan menjaga
cahaya abadi?"inilah yang dikatakan nabi Isaiah pada kami, dan
inilah, bagi kami, yang selalu direpresentasikan oleh Lampu itu:
sinar penciptaan, keimanan, dan keberadaan. Itulah sebabnya, dari
semua objek yang ada di Kuil kuno, menorah adalah yang paling
mulia dan paling dicintai; itulah sebabnya, di zaman kami, lampu
dipilih sebagai emblem negara Israel. Karena tidak ada yang lebih
berharga bagi kami, tidak ada yang lebih suci, tidak ada simbol
yang lebih murni tentang kami dan berjuang untuk menjadi manusia. Karena, singkatnya, dalam cahaya menorah Suci terungkap
~ 467 ~ PAUL SUSSMAN tidak satu pun kecuali wajah Tuhan itu sendiri. Aku jelas dan pasti
tidak dapat terlalu keras menekankan kekuatan dan signifikansinya."
Ia mengisap rokoknya secara perlahan dan lama, sambil membiarkan kalimat terakhir ini mengambang sesaat, dan wajahnya
pun menghilang di balik tirai asap yang tebal.
"Dan sekarang, inspektur?"ia menoleh kepada Khalifa, perlahan, bayangannya terlihat dan bergeser di dinding di belakangnya?"berkat Anda, menorah asli, menorah pertama, menorah
dari menorah yang dibuat Bezael dahulu dalam kabut waktu dan
yang telah dianggap hilang untuk selamanya"kini, tiba-tiba saja,
setelah sekian abad, kembali. Lagi-lagi, aku tak dapat lebih menekankan lagi signifikansi dari ini semua. Tidak juga, yang paling
penting, bahayanya."
Suaranya sedikit menaik pada kata terakhir tadi, silabelnya
membahana dan bergetar, mengisi ruangan. Perasaan takut yang
telah mengganggu Khalifa selama sepuluh menit terakhir, perasaan
bahwa, bertentangan dengan kemauannya, ia menjadi lebih terlibat dalam sesuatu yang berada jauh melampaui pemahamannya,
tiba-tiba tumbuh semakin intens.
"Ini bukan...."
Lagi-lagi tangan Gulami menyentuh lengan Khalifa, memberi
tanda padanya untuk diam, mendengarkan. milan mengisap
rokoknya, dengan mata yang tidak pernah terlepas dari wajah
Khalifa. "Ada kebiasaan khusus yang menarik di wilayah yang kita
diami, inspektur, bahwa simbol selalu diperhitungkan sebagai sesuatu yang lebih daripada kehidupan manusia. Kematian seseorang
boleh jadi tragis, tetapi pada waktunya kesedihan akan berlalu.
Sebaliknya, penodaan terhadap sesuatu yang suci takkan pernah
terlupakan, juga tak termaafkan. Bayangkan reaksi masyarakat
Anda bila, katakanlah, Ka"bah Suci diserang oleh jet Israel. Sama
juga bagi kami bila itu terjadi pada menorah. Bila objek yang sangat ikonis seperti itu jatuh ke tangan yang salah, tangan seseorang
~ 468 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
seperti al-mulatham, dirusak olehnya, hancur"pegang katakataku: luka kolektif seperti pelanggaran terhadap hal keramat jauh
lebih dalam daripada luka akibat ribuan bom bunuh diri. Sepuluh
ribu. hilangnya manusia dapat dibayar lunas. Tapi hilangnya sesuatu yang suci"rasa sakit itu tidak pernah akan berkurang. Tidak
dalam satu generasi, dua atau tiga. Tidak akan pernah. Dan tidak
juga kemarahan yang menyertainya."
Ia menjentikkan abu pada ujung rokoknya dan, sembari mengangkat tangan ia menggosok matanya. Wajahnya tiba-tiba tampak
kurus dan cekung, bahunya melorot seolah sesuatu sedang menekannya dari atas.
"Dua rakyat kami sedang berada di ambang jurang yang dalam
sekali, inspektur. Sa"eb dan aku, kami yakin kami dapat menyelamatkan mereka, bahkan sekarang, setelah begitu banyak darah tertumpah. Tetapi bila menorah asli ditemukan oleh al-mulatham,
atau sebaliknya oleh para fundamentalis fanatik di pihak kami"
yang ternyata banyak, aku dapat meyakinkan Anda bahwa semuanya hanya menunggu bendera seperti ini yang di belakangnya
mereka bisa menjalankan kekuatan fanatisme?"di sudut ruang
Ben-Roi bergeser tak nyaman, jari-jarinya memainkan liontin yang
tergantung di lehernya?"bila itu yang terjadi, percayalah, kita
akan langsung terjerumus ke dalam jurang kehampaan, dan tidak
ada proses perdamaian di bumi ini yang dapat menarik kita kembali."
Rokok Khalifa telah nyaris terbakar habis di tangannya,
meninggalkan abu yang lemah bergantung pada ujungnya. Ada
sesuatu yang akan datang, dia dapat merasakannya. Sesuatu yang
tidak ingin didengarnya. "Al-mulatham tidak tahu tentang menorah," dia bergumam
lemah. "hoth mati sebelum dia menceritakannya."
marsudi menggelengkan kepala. "Kita tidak bisa memastikan
itu. Kita tahu hoth melakukan apa pun yang dia bisa untuk mengontak al-mulatham. mungkin dia gagal; tapi mungkin juga
tidak. Barangkali al-mulatham sedang mencari menorah bahkan
~ 469 ~ PAUL SUSSMAN saat kita membicarakannya. mungkin yang lain juga sedang mencarinya. Kita tidak bisa mengambil risiko itu."
Rongga dada Khalifa kering, perutnya mengencang. Dirinya
sedang dimanuver, dia dapat merasakannya; dipojokkan, seperti
ketika dia masih seorang bocah dan sekelompok anak laki-laki
yang lebih besar mengejarnya di jalan belakang Giza, yang pada
akhirnya selalu berhasil menangkapnya, dan menghajarnya.
"mengapa Anda mengatakan semua ini padaku?" ia mengulang.
Terdengar suara seseorang mendengus dari sisi jauh ruangan
itu. "mengapa kau pikir mereka mengatakannya padamu?"
Itu pertama kalinya Ben-Roi berbicara.
"Andalah yang memulai semua ini. Sekarang bantu kami
menyelesaikannya." Khalifa melihat ke sekeliling, keningnya berkeringat, seolaholah ada sesuatu yang hidup di dalamnya, mendera sisi dalam
pelipisnya. "Apa yang dia maksud dengan, "membantu menyelesaikannya?" mengapa Anda membawaku ke sini?"
Ia terdengar putus asa. Gulami melepas kacamatanya, memeriksanya, dan mengenakannya kembali. Seperti milan, wajahnya
juga tiba-tiba kelihatan letih dan terpukul.
"menorah itu harus ditemukan, inspektur," ia berkata perlahan.
"Ia harus cepat ditemukan. Dan ia harus ditemukan tanpa satu pun
pihak lain mengetahui di mana keberadaannya selanjutnya."
Ada jeda sesaat untuk membuat kata-kata itu bisa dicerna, lalu
Khalifa berdiri. "Tidak." Ia akhirnya buka suara, terkejut akan semangatnya yang berapiapi tapi tak dapat menghentikan dirinya, bahkan di depan seseorang yang berkuasa seperti Gulami. Ia tidak ingin menjadi bagian
dari proyek ini. Tidak ingin tahu tentang Israel, Judaisme, menorah"apa pun. Tidak pernah ingin tahu, sejak awal, apa pun yang
~ 470 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
pernah dikatakan zenab tentang mencari apa yang tidak kau
mengerti, tumbuh dan menjadi orang yang lebih baik. Satu-satunya yang dia inginkan, satu-satunya yang pernah dia inginkan,
adalah menjalani kehidupan yang sederhana, normal, dan reguler,
berada bersama keluarganya, menunaikan pekerjaannya, naik tingkat. Tetapi ini"terlalu besar. Terlalu besar baginya.
"Tidak," ia mengulang, sambil menggelengkan kepala.
"Apa maksudmu tidak?"
Ben-Roi melangkah maju, matanya berkilat. Khalifa tak mengacuhkannya, kemudian berkata kepada Gulami.
"Aku seorang polisi. Ini semua ... tidak ada sangkut-pautnya
denganku!" "Ini semua berkaitan denganmu," desis Ben-Roi. "Tidakkah kau
dengar?" Khalifa tetap mengabaikannya. "Ini bukan tanggung jawabku.
Aku tidak ingin menjadi bagian dari ini. Aku tidak ingin terlibat."
"Tolong, Arieh." milan mencoba menyentuh bahu Ben-Roi
untuk menenangkan, tetapi ditepisnya.
"Dia pikir dia siapa"!"
"Arieh!" "Aku tak ingin terlibat. Pikirnya dia siapa, muslim geblek!"
Khalifa menoleh, tangannya mengepal kuat. Dua, mungkin tiga
kali dalam seluruh hidupnya ia benar-benar kehilangan kontrol,
hilang tak terkendali, dan ini adalah salah satunya.
"Beraninya kau!" ia mendesis, tidak lagi peduli di mana dan dengan siapa dia berada. "Beraninya kau, Yahudi sombong bajingan!"
"Khalifa!" Gulami dan marsudi kini sama-sama berdiri.
"Ben-zohna!" teriak Ben-Roi, sambil mendesak maju dan tangan
terayun. "Jalang! Aku akan membunuhnya!"
Akhirnya milan berhasil meraih jaket Ben-Roi dan menariknya
kembali. marsudi melangkah ke depan Khalifa, yang juga sudah
bergerak maju, meraih bahunya dan menahannya.
~ 471 ~ PAUL SUSSMAN "Lech tiezdayen, zayin!" umpat Ben-Roi, mengacungkan jari
tengahnya pada si mesir. "Keparat kau, tolol!"
"enta ghebee, koos!" sembur Khalifa, balas mengacungkan
jarinya, "Keparat kau, pengecut!"
Berbagai hinaan dan makian terlontar, keduanya saling menegang maju, sebelum akhirnya Gulami membentak, "Khalas !
Cukup!" dan keduanya pun terdiam, menarik napas berat. Gulami,
marsudi dan milan saling melempar pandang, kemudian menteri
luar negeri ini memerintahkan Khalifa meninggalkan ruangan
untuk menenangkan diri dahulu. Sembari melempar tatapan tajam
meremukkan pada Ben-Roi, detektif Khalifa berjalan menuju pintu,
membukanya dan melangkah keluar, dan menutup pintu itu kembali. Ia bernapas dalam-dalam"bersih, tenang, menyegarkan"
kemudian melangkah ke arah barisan batu hitam bergerigi yang
terlihat tiga puluh meter jauhnya. Ia duduk dan menyalakan rokok.
Beberapa menit berlalu, dunia begitu hening. Yang ada hanya
bisikan lembut suara angin, langit di atas dihiasi taburan bintang
yang tak terhitung, seperti bias cat biru-putih. Sesaat kemudian terdengar suara derit pintu yang dibuka, dan derap langkah kaki di
atas jalan berbatu. Seseorang menghampirinya. marsudi.
"ezayek?" tanya si Palestina, sambil menyentuh bahu Khalifa.
"Kau baik-baik saja?"
Detektif itu mengangguk "Ana asif," ia bergumam. "maafkan
aku. mestinya aku tidak...."
Tangan marsudi meremas bahunya untuk menenangkan. "Percayalah padaku, itu belum apa-apa dibanding sejumlah hal yang
telah didengar oleh tempat ini selama empat belas bulan terakhir. Ini
masa yang sulit. Tak bisa dielakkan pasti akan ada kata-kata kasar."
marsudi kembali meremaskan tangannya kemudian duduk di
samping Khalifa. mereka terdiam untuk beberapa saat, dunia di
sekitar mereka benar-benar tenang"ketenangan yang sempurna
dan murni yang hanya kau temukan di padang pasir dan puncak
gunung yang tinggi"kemudian, sambil mengangkat tangannya,
marsudi menunjuk ke langit.
~ 472 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Kau lihat di sana?" Ia bertanya. "Konstelasi dengan empat bintang bercahaya. Tidak, tiga. Ya, itu dia. Ini yang kita sebut tank.
Garis bintang yang ada di bawah, itu adalah jalur lipan, lalu
menara kecil, dan di sana, senjata."
Khalifa mengikuti gerakan jari si Palestina ini, mengamati sembari secara perlahan menyusuri bentuknya, yang, sekarang dia
lihat, memang mirip garis kasar sebuah tank."
"Dan di sana?"marsudi mengayunkan tangannya ke arah konstelasi lain?"Kalashnikov. Lihat, ujungnya, gagangnya dan di sebelah sana?"ia meraih sikut Khalifa dan memutarnya?"granat:
tubuh, lengan, jarum. Di mana pun di dunia ini, jika orang mendongak ke atas maka akan melihat keindahan. hanya di Palestina
kita menengadah ke langit dan melihat objek perang."
Di sisi lain dari padang pasir itu seekor serigala mulai melolong,
suaranya berangsur hilang secepat ketika datang. Khalifa mengisap
rokoknya dan merapatkan jaket di tubuhnya untuk menahan dingin.
"Aku tidak bisa melakukannya," ia berbisik. "maafkan aku,
tetapi aku tidak bisa bekerja dengan mereka."
marsudi tersenyum sedih, sembari menjatuhkan kepalanya ke
belakang, menatap malam. "Kau pikir aku tak merasakan hal yang sama" Ayahku, ia tewas
di penjara Israel. Saat aku berusia sembilan tahun aku menyaksikan
saudara laki-lakiku sendiri digilas tank, tepat di depanku. Kau pikir
setelah itu aku mau bicara dengan mereka, ke sini dan bernegosiasi" Percayalah, aku punya lebih banyak alasan untuk membenci
mereka daripada kau."
Ia terus menatap ke atas, wajahnya pucat seperti mayat dalam
cahaya bulan. "Tapi aku tetap datang ke sini," ia berkata pelan. "Dan aku
tetap bicara dengan mereka. Dan kau tahu" Selama empat belas
bulan terakhir ini, Yehuda dan aku, kami telah menjadi sahabat.
Kami, yang telah menghabiskan seluruh hidup dengan bermusuhan. Teman baik."
Khalifa menuntaskan rokoknya dan membuangnya ke dalam
~ 473 ~ PAUL SUSSMAN kegelapan. Bagian ujung rokoknya masih menyala untuk sesaat
seperti ekor cacing sebelum akhirnya menghilang dalam gelap.
"Si Ben-Roi itu," gumamnya. "Andai saja seseorang yang lain ...
tetapi Ben-Roi ... dia bahaya. Bisa kulihat dari matanya. Semua tentang dia. Aku tidak bisa bekerja bersamanya."
marsudi memasukkan tangannya ke saku celana.
"Anda punya istri, inspektur?"
Khalifa mengangguk membenarkan.
"Sebenarnya dulu Ben-Roi akan menikah."
"Terus?" "Sebulan sebelum pernikahan, tunangannya terbunuh. Dalam
bom bunuh diri. Al-mulatham."
"Allahu Akbar." Khalifa menggantungkan kepalanya. "Aku tak
tahu itu." marsudi mengangkat bahu dan, sambil menarik tangannya
keluar dari saku celana, mengangkat jari telunjuk dan jari tengah
dan menyentuhkannya pada bibirnya, meminta rokok dari Khalifa.
Si orang mesir ini pun mengeluarkan sebatang dari kotak rokok
dan menyulutkannya. Wajah tampan Palestina dan kurus ini sesaat
disinari oleh bias pemantik api sebelum tenggelam lagi dalam
bayangan. "Dalam waktu enam hari akan ada pertemuan besar di
Yerusalem pusat," katanya perlahan. "Yehuda dan aku telah memilih pertemuan itu sebagai tempat untuk mempublikasikan apa
yang telah kita buat di sini tahun lalu. Kami akan membuat rencana proposal, mengumumkan formasi partai politik baru, partai
kerja sama perdamaian gabungan Israel-Palestina, yang akan bekerja agar proposal kita dapat diimplementasikan. Sebagaimana
dikatakan Yehuda, ini akan memakan waktu tahunan, generasi
demi generasi, dan mengubah segala hal, tapi aku rasa kita bisa


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukannya, aku murni berpikir kita bisa melakukannya. Tapi
tidak, jika menorah jatuh ke tangan orang yang salah. Bila itu terjadi, semua yang telah kita kerjakan, semua yang kita harapkan,
semua yang kita impikan...."
~ 474 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ia mengisap rokoknya lagi dengan isapan yang lama, dan
menatap tanah. "Bantu kami, inspektur. Dari satu muslim ke yang lain, satu orang
ke yang lain, satu manusia ke manusia lain"tolong bantu kami."
Apa yang bisa dikatakan Khalifa" Tidak ada. Ia mengeluarkan
desahan yang dalam, menggores-gores tanah dengan kakinya,
mengangguk tanda setuju. marsudi kembali menyentuh bahu
Khalifa dan melingkarkan lengannya pada bahunya, membimbingnya kembali ke dalam bangunan.
*** PeRTemUAN ITU BeRLANJUT selama beberapa jam lagi. Khalifa dan
Ben-Roi yang banyak bicara sekarang, dingin dan formal, menghindar dari tatapan masing-masing, meneliti kembali semua informasi yang mereka miliki tentang hoth dan menorah, mencoba
menyempitkan pencarian dan mengembangkan garis serangan
yang mungkin. Para lelaki yang lain sesekali menyisipkan komentar
aneh tetapi kadang mendengarkan dengan tenang saat kedua
detektif itu berdiskusi tentang suatu hal antara mereka berdua saja.
Sudah lewat tengah malam ketika mereka akhirnya diam.
"Satu hal terakhir yang harus kita diskusikan," kata milan,
melemparkan sisa rokoknya. "Perempuan al-madani ini. harus kita
apakan dia?" Gulami menghabiskan sisa cangkir di tangannya.
"Dia tidak bisa ditahan di pengadilan sampai ini terselesaikan?"
tanyanya. marsudi menggelengkan kepala. "Dia dikenal luas oleh
masyarakat di negeriku. Dan sangat dicintai oleh mereka.
Bersikeras menahannya akan menarik banyak perhatian. Sesuatu
yang tidak kita perlukan untuk situasi sekarang ini."
"Jadi?" Gulami berkata sembari meremas cangkir sehingga
menjadi bola dan melemparnya ke pojok ruangan.
Tidak ada yang menjawab, semuanya diam dan tenggelam
~ 475 ~ PAUL SUSSMAN dalam pikiran masing-masing. Ruangan itu sekarang terasa pekat
dengan bias bayangan yang seperti beludru karena lampu karosin
itu secara perlahan meredup dan mati. Semenit berlalu.
"Dia bisa bekerja denganku."
Itu suara Ben-Roi. Semua menoleh ke arahnya.
"Dia tahu sebanyak yang kita tahu," katanya, "tentang hoth
dan penemuan menorah, bahkan mungkin lebih banyak lagi. Dan
dia mengerti apa yang akan terjadi bila al-mulatham sudah campur tangan dalam hal ini. Kita harus memanfaatkannya."
Ini seperti usul yang masuk akal, dan Gulami, marsudi dan
milan semua mengangguk. hanya Khalifa yang terlihat tidak pasti,
alisnya mengernyit, matanya mengamati wajah Ben-Roi"bagaimana lidahnya terus-menerus membasahi bibirnya, tindak-tanduk
yang sering ia lihat selama wawancara polisi ketika yang diwawancarai gugup, mencoba menyembunyikan sesuatu. Ada banyak lagi
di sini, pikirnya pada dirinya sendiri. Sesuatu yang tidak kau ceritakan pada kami. Bukan kebohongan, tetapi ... sejenis agenda lain.
Atau, apakah karena ia begitu tidak menyukai laki-laki ini sehingga
ia tidak dapat mengambil apa pun dari yang dikatakannya sebagaimana adanya" Sebelum ia memutuskan, Gulami berdiri dan
mengumumkan bahwa pertemuan ditutup.
Di luar, ketika mereka kembali ke helikopter, Khalifa menyadari
bahwa ia berjalan di belakang Ben-Roi, yang menjulang, lebih tinggi dan lebarnya hampir dua kali. Setelah semua yang terjadi malam
itu, Khalifa tidak merasakan keinginan untuk menyapanya, untuk
melakukan kontak dengannya sama sekali kecuali benar-benar
perlu demi tuntasnya pekerjaan. Namun, rasa santunnya membuat
dia bersikap lebih baik terhadap Ben-Roi dan, sembari mensejajarkan langkahnya di samping si Israel ini, ia mengatakan
padanya bahwa, terlepas dari apa yang telah dikatakan sebelumnya, ia merasa menyesal atas apa yang telah terjadi dengan
tunangannya, bahwa dia punya anak-istri dan tidak sanggup membayangkan seperti apa rasanya kehilangan seseorang yang dicintai
dengan cara seperti itu. Ben-Roi memandangnya, kemudian ber~ 476 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
gumam "Keparat kau," dan melangkah lagi.
"Suatu kebetulan yang aneh, "kan?" suara Gulami dari atas ke
arah mereka. "Seorang mesir, seorang Israel dan seorang Palestina
memulai semua proses ini. Dan kini di tangan si mesir, Israel dan si
Palestina inilah keselamatan hidup orang banyak bergantung. Aku
senang berpikir bahwa mungkin ini adalah tanda baik."
"Tolong kami Tuhan, jadikanlah ini tanda yang baik," kata
milan. "Tolong, Tuhan," kata marsudi, mengulang.
KamP Pengungsi KaLanDia, anTara YerusaLem Dan ramaLLah AmPLoP ITU SUDAh meNUNGGU YUNIS ABU JISh KeTIKA IA TeRBANGUN
pada saat subuh, diselipkan dari bawah pintu rumahnya, tanpa dia
tahu siapa yang telah mengirimnya, bagaimana dan kapan. Di
dalamnya terdapat catatan sederhana yang diketik, mengabarkan
bahwa kesyahidannya akan terwujud dalam waktu enam hari ke
depan. Pada pukul lima tepat di sore hari itu ia harus ada di luar
telepon umum di sudut jalan Abu Tareb dan Ibn Khaldun di
Yerusalem timur, tempat dia akan menerima perintah terakhir.
Dia membaca catatan itu tiga kali kemudian, seperti diinstruksikan, membawanya keluar menuju gang kecil dan kotor di belakang
rumah dan membakarnya. Begitu kertasnya menggulung, menghitam dan menjadi abu, ia merasakan desakan yang tiba-tiba dari
dalam perutnya. Terjatuh dalam posisi merangkak, ia pun muntah
tak terkendali. Bagian 3 ~ 477 ~ T iga h ari K emuDian L uxor "APA ITU" APA YANG KAU TemUKAN?"
Khalifa menyorongkan tubuhnya ke jeruji pagar beranda,
suaranya begitu bersemangat.
"Kerangka sepeda, wahai inspektur."
"Sialan! Kau yakin?"
"Aku kira orang-orangku tahu seperti apa bentuk sepeda ketika
mereka melihatnya." "Sialan benar!"
Detektif itu membuang rokoknya yang baru separuh terbakar
dan menginjaknya dengan ujung kaki, menggerutu kesal pada apa
yang ditemukan terakhir ini. Di depannya, bersandar pada touria
mereka di antara reruntuhan taman Dieter hoth, rumpun bunga
mawar yang tertata rapi dan halaman berumput yang halusnya
kini acak-acakan dengan parit dan lubang, gundukan pasir dan
lumpur di sana-sini, empat lusin kuli dalam djelabba yang penuh
noda tanah. Tiga hari tiga malam mereka telah menggali, Gurnawis
fellaheen, kuli tani dari sejumlah desa di tepi barat Sungai Nil,
penggali terbaik di mesir. Bila ada apa pun yang terpendam di
kebun, merekalah yang mengeluarkannya. Namun kini mereka
belum menemukan apa pun, hanya beberapa saluran pipa beton,
sisa shaduf kayu tua, dan kini, bagian dari sepeda. Di mana pun
Dieter hoth menyembunyikan menorah, sudah pasti tidak ada di
~ 478 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
sana. Karena, jauh di lubuk hatinya, Khalifa selalu telah mengetahui akan seperti apa.
Ia mengamati kekacauan di depannya, kecewa dan lelah;
kemudian, sambil menyulut rokoknya yang lain dia memberi tanda
pada sang pemimpin pekerja agar mereka berhenti saja dan memberesi semua perkakas. Sang detektif kemudian berbalik dan kembali masuk ke vila. Di sini pun pemandangannya berantakan: separuh papan lantai mengelupas, tumpukan buku dan kertas tercecer di mana-mana, lubang-lubang terkelupas pada dinding dan
langit-langit berplester putih"sisa-sisa pencarian gencar selama
tiga hari ini. Tiga hari pencarian sia-sia, karena di sini pun tidak ada
yang ditemukan: tidak ada menorah, tidak ada tanda-tanda di
mana dia berada, bahkan tak seorang pun menyebut-nyebut tentang benda itu.
Berdiri di gang, dengan rokok terselip lunglai di bibirnya, dan
mengamati sekeliling, Khalifa akhirnya mengakui bahwa dia telah
sampai pada batas akhir. Kantor Jansen di hotel menna-Ra"yang
merupakan permainan kata-kata menorah, baru disadarinya
sekarang"rumahnya yang dulu di Iskandaria, bahkan mercedes
birunya: semuanya sudah diselidiki dan semuanya berbuah
mafeesh haga"nihil. Satu-satunya kemungkinan lain, yang disimpan oleh teman hoth Inga Gratz ketika Khalifa mewawancarainya malam sebelumnya, untuk sesaat belum bisa diperjelas.
Perempuan tua itu koma dalam beberapa jam setelah Khalifa
meninggalkan rumah sakit, keadaan yang, menurut para dokter
yang menangani, tampaknya tidak bisa membuatnya bangun
untuk beberapa lama. Tidak ada lagi yang dapat diajak bicara,
tidak ada tempat lagi untuk diselidiki, tidak ada batu lagi untuk
dibalikkan. Apa pun yang telah dilakukan hoth pada Lampu itu,
satu-satunya jawaban adalah, sepertinya, benda itu tidak akan
ditemukan di mesir. Khalifa tetap berdiam di vila itu selama dua puluh menit lagi,
berjalan-jalan tanpa tujuan dari ruang ke ruang, tidak pasti apakah
ia harus merasa lega bahwa ia telah mengerjakan apa yang ia bisa
lakukan dan sekarang dapat meninggalkan tempat dengan ke~ 479 ~
PAUL SUSSMAN hormatan lengkap, atau kecewa karena ia belum memeroleh lebih
banyak hasil. Kemudian, sambil mengamati sekeliling rumah, ia
kembali ke stasiun, menelepon Ben-Roi dan melaporkan bahwa
pencariannya gagal. Si Israel itu tidak merasa senang. Dari percakapan mereka selama beberapa hari terakhir"kaku, kasar,
monosilabel"tampak jelas bahwa akhir dari penyelidikannya
tidak akan lebih baik dari yang dihasilkan Khalifa. Waktu dan pilihan sudah semakin sempit, dan Lampu itu masih tersembunyi.
Y erusaLem PADA SAAT KeDUANYA BeRJALAN DI AReAL PUSAT RehABILITASI meNTAL KfAR
Shaul, melewati terasnya yang cantik dipenuhi bunga dan susunan
bangunan berbatu yang teratur rapi, Layla tergoda untuk membuat
referensi tentang sejarah tempat itu. Ia tergoda untuk bertanya
pada Ben-Roi apakah dia tahu bahwa bangunan yang lebih tua itu
pernah membentuk bagian desa Palestina Dar Yassin, yang pada
1948 menjadi saksi pembunuhan keji oleh para militaris Yahudi:
dua lusin laki-laki, perempuan dan anak-anak ditembak mati secara
kejam. Satu tatapan sekilas saja kepada rekan yang sedang
bersamanya ini"matanya merah karena kurang tidur, mulutnya
terlihat kering karena stres dan ketidakbahagiaan"sudah cukup
menyatakan bahwa informasinya tidak akan dihargai, maka Layla
pun tidak mengatakan apa-apa, menyimpan seluruh ceritanya
dalam diam. Investigasi gabungan Israel-Palestina"itulah yang diajukan BenRoi ketika ia mengunjungi sel Layla secara tiba-tiba tiga hari lalu.
Keduanya bekerja sama sebagai tim untuk mencoba menelusuri
keberadaan menorah, ditambah seorang pria lain bernama Khalifa
yang memimpin pencarian di mesir, semuanya disetujui secara
resmi, sangat rahasia, semuanya penting. Apa sudah waktunya bagi
dia" maukah dia menolong"
Tentu saja, Layla terkejut, sekaligus curiga meski dialah yang
~ 480 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
pertama kali mengemukakan gagasan tentang investigasi gabungan
(tidak semenit pun memercayai bahwa Ben-Roi membawanya
merealisasikan gagasannya itu). Kilatan semangat di mata laki-laki
itu, usaha yang tidak sepenuhnya berhasil untuk tetap kelihatan
tenang dan sewajarnya; semua tentang dia telah meneriakkan
bahwa ada hal yang lebih banyak lagi di balik proposalnya daripada yang dia kemukakan, sejenis agenda tersembunyi. Terlalu
besar risikonya bagi Layla untuk menolak bekerja sama, sehingga
dia langsung setuju dan tanpa banyak bertanya melakukan apa saja
yang diminta. Begitu juga paksaan Ben-Roi yang sama tak terduganya bahwa
selama menjalani pencarian, Layla harus pindah ke apartemen BenRoi di Yerusalem Barat. Lagi-lagi, setiap sistem peringatan dalam
tubuh Layla berdering, memperingatkan bahwa rencana mereka
sedikit saja hubungannya dengan keharusan berada di tempat yang
mereka bisa bekerja bersama tanpa menimbulkan kecurigaan,
seperti yang dikatakan Ben-Roi, dibanding dengan keinginannya
untuk terus mengawasi Layla, mengikuti setiap gerakannya. Lagilagi, Layla menyimpan keresahan itu untuk dirinya sendiri. Ia
mengemukakan bahwa ya, itu gagasan yang bagus untuk saat itu,
menerima bahwa jika ingin tetap mengikuti perburuan menorah
maka ia harus mengikuti aturan main yang ditetapkan laki-laki itu.
Dan bagaimanapun, dengan risiko tinggi seperti ini Layla begitu
cemas hingga ia juga harus mengawasi laki-laki itu.
Jadi Ben-Roi telah menandatangani sejumlah formulir pembebasan Layla, mengantarnya ke apartemennya untuk mengambil
laptop dan pakaian"Layla langsung tahu bahwa tempat itu sudah
seluruhnya diperiksa selama dia tidak ada"dan kemudian kembali
ke flat Ben-Roi di Romema, yang ruang tengahnya sudah berubah
menjadi kantor. Dan di sanalah mereka bekerja"tiga hari penuh,
tegang, tidak nyaman, dan menyebabkan claustrophobia. Setiap
pagi mereka memulai dengan melakukan hal-hal seperti menelepon, mengirim e-mail, mencari informasi di internet, mengejar
setiap petunjuk yang terpikirkan, melanjutkan menyelesaikan itu
semua sepanjang siang dan malam, ditemani kopi, roti isi, dan bagi
~ 481 ~ PAUL SUSSMAN Ben-Roi, berbotol-botol vodka.
Di pagi buta, Layla akan tersungkur di sofa untuk tidur yang
hanya beberapa jam dan Ben-Roi akan menghilang ke kamar
tidurnya sendiri, walaupun ia sebenarnya juga tidak tidur karena
dalam beberapa kesempatan Layla tiba-tiba terbangun di tengah
malam buta karena mendengarnya berjalan kian kemari, berbisikbisik lewat telepon genggamnya. Sekali waktu Layla pernah juga
menemukan dirinya sedang berdiri di koridor memerhatikan Layla,
dengan wajah pucat pasi dan bibir gemetar. Beberapa kali, di awal
hari, Layla telah mencoba memecah kebekuan dan memulai percakapan, menanyakan latar belakangnya, tentang foto seorang
perempuan dalam rak bukunya, tentang apa saja. Namun Ben-Roi
mengelak dan berkata bahwa Layla berada di situ hanya untuk
membantunya mendapatkan menorah, tidak sedang menulis
biografi dirinya. Jadi, Layla melakukan pekerjaan rutinnya saja,
menelepon, menulis e-mail, mencari informasi, dan tetap fokus.
Keadaan itu pun mendesakkan atmosfer sikap saling antipati dan
curiga. Kunjungan hoth ke Dachau"sejak awal hal itu telah membentuk dorongan utama pada investigasi mereka. Ada sedikit keraguan bahwa peti yang dibawanya berisi menorah. Tetapi ke
mana ia membawa benda itu setelahnya" mengapa ia memerintahkan enam tahanan" Ini beberapa pertanyaan yang perlu dijawab. Dan ini pertanyaan yang biasanya mereka gagal tuntaskan.
Para ahli Dachau, para ahli Rezim Ketiga, para ahli Ahnenerbe,
para ahli dalam menelusuri harta karun rampasan Nazi, bahkan
para ahli infrastruktur transportasi Jerman dalam Perang Dunia II"
semuanya sudah dihubungi, ditanya dan diselidiki, tetapi tak
menghasilkan apa-apa. Kebanyakan dari mereka tidak pernah
mendengar tentang hoth; sebagian mereka yang mendengar tentang hoth pun tidak dapat menawarkan tanda-tanda mengapa ia
mengunjungi kamp atau ke mana ia setelahnya.
Layla mengontak magnus Toping lagi"ya, ia senang dengan
makan malam bersamanya ketika ia mengunjungi Inggris lagi"juga
mengontak Jean-michael Dupont, setengah lusin teman dan relasi
~ 482 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Dupont. Semuanya nihil. Tidak satu pun yang tahu, tak satu pun
yang dapat membantu mereka.
Dalam pencarian sepanjang tiga hari yang melelahkan, hanya
ada dua informasi baru yang memberikan sinar baru: tipe truk
yang digunakan hoth"opel Blitzes seberat tiga ton, alat transportasi baku Jerman. Selain itu, dari arsip di Yad Vashem diperoleh
nama keenam tahanan yang diperintah oleh hoth. mereka adalah
Janek Liebermann, Avram Brichter, Yitzhak edelstein, Yitzhak
Weiss, eric Blum, dan marc Wesser. empat yang pertama adalah
orang Yahudi, dua yang terakhir masing-masing adalah seorang
komunis dan seorang homoseksual. Tidak satu pun dari mereka
kembali ke kamp. Setiap usaha untuk menelusuri jejak mereka,
untuk menemukan apakah ada di antara mereka yang tetap bertahan hidup dalam perang, gagal. Pendeknya, mereka menemui
jalan buntu. Itulah sebabnya, setelah tiga hari, mereka akhirnya meninggalkan apartemen Ben-Roi dan pergi menuju Kfar Shaul. Karena
satu-satunya kemungkinan lain bahwa sepanjang pencariannya


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menemukan hoth, hannah Schlegel mungkin juga telah
mengetahui keberadaan menorah. Dan bahwa pada gilirannya ia
pun telah mengomunikasikan hal itu pada saudara laki-lakinya,
Isaac. "Buang-buang waktu saja," kata Ben-Roi selama perjalanan.
"orang itu tidak berbicara selama lima belas tahun. Dia seperti
rongsokan." Tetapi itulah satu-satunya kemungkinan yang ada.
SeTeLAh SeGALA SeSUATUNYA DIATUR lewat percakapan telepon, mereka menuju Pusat Psikogeriatrik Sayap Utara dan disambut oleh Dr
Gilda Nissim, perempuan yang telah menerima Ben-Roi pada kunjungan sebelumnya. Perempuan itu memberi salam pada keduanya
dengan anggukan ala kadarnya, dan melemparkan pandangan
agak curiga pada Layla. Ia kemudian membawa mereka melewati
pintu kaca dan koridor berpenerangan redup, sepatu mereka
~ 483 ~ PAUL SUSSMAN berderap di lantai marmer yang mengkilap, mesin pendingin
mengisi gedung dengan suara berbisik seperti hantu.
Begitu mereka sampai di ruangan Schlegel, sang dokter memberikan keterangan singkat bahwa pasiennya telah sangat terganggu oleh kunjungan Ben-Roi terdahulu, sehingga ia tidak akan
menolerirnya diperlakukan dalam cara seperti itu lagi, dan bahwa
waktu yang tersedia untuk wawancara tidak lebih dari lima belas
menit. Ia kemudian membuka pintu dan menepi untuk memberi
mereka jalan. Ben-Roi masuk; Layla sedikit ragu, tetapi kemudian
mengikuti. Sang dokter membuka separuh mulutnya seolah akan
memberikan instruksi sebelum Ben-Roi berbalik namun, dengan
mengucapkan "Terima kasih" yang agak kaku, ia pun menutup
pintu kamar. "Sok ikut campur," gerutu Ben-Roi.
Kamar itu tidak berubah sejak kunjungannya dahulu: tempat
tidur, meja, lukisan krayon pada seluruh dinding dan, dalam kursi
berlengan dekat jendela, dalam pakaian piyama dan kurus seperti
orang-orangan sawah, duduk Isaac Schlegel dengan tatapan yang
terpaku pada buku yang sama dalam pangkuannya. Sebuah buku
yang sudut halamannya terlipat. Ben-Roi meraih kursi kayu dan
duduk di depannya. Layla tetap berdiri di tempatnya, mata
memandang sekeliling dinding, memerhatikan berbagai lukisan
menorah bercabang tujuh. "maafkan aku telah mengganggumu lagi, Tuan Schlegel," detektif itu langsung memulai, "tapi aku ingin mengajukan beberapa
pertanyaan lagi. Tentang saudara perempuan Anda, hannah."
Ia mencoba menjaga suaranya tetap tenang dan menenteramkan, sehingga tidak membuat takut laki-laki tua ini. Tidak berhasil,
karena begitu mendengar suara sang detektif mata lelaki tua itu
membelalak gelisah dan mulai mengayunkan badannya ke depan
dan ke belakang, telapak tangannya menutup dan membuka di
sekitar punggung buku, suara rengekan halus keluar dari mulutnya.
Ben-Roi menggigit bibirnya, jelas tidak dalam suasana hati yang
enak untuk mengajukan pertanyaan.
~ 484 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Tak perlu takut," katanya, memaksakan senyum yang tidak
simpatik sama sekali pada wajahnya. "Kami tidak akan menyakiti
Anda. Kami hanya ingin berbicara dengan Anda. Tidak akan lama,
aku janji." Lagi-lagi usahanya untuk menenangkan malah memberikan
efek yang tidak diinginkan. Suara rengekan semakin keras, goyangan tubuhnya di kursi juga semakin keras.
"Aku tahu ini sulit, Tuan Schlegel, dan maafkan aku telah
menyusahkan Anda sebelum ini, tetapi ini benar-benar...."
Tangan Schlegel mengepal kencang dan diarahkan ke kedua sisi
kepalanya, seperti seorang petinju yang sedang berusaha
menangkis serangan pukulan. Rengekannya semakin menjadi-jadi
dan berubah menjadi lolongan bernada tinggi, membahana dalam
ruangan itu. mulut Ben-Roi mengerut menyeringai, kepalan
tangannya mengencang dalam kekecewaan.
"Dengar, Schlegel, aku tahu Anda...."
"Demi Tuhan!" Layla melangkah maju, melemparkan pandangan pada detektif seolah berkata "Ada apa denganmu?" sebelum ia
berjongkok di sebelah laki-laki tua itu dan merengkuh salah satu
tangannya yang mengepal ke dalam pelukan kedua tangannya.
"Ssshh," Layla berkata dengan lembut, sambil mengusap kulit yang
pucat dan menerawang. "Tak apa, tak apa. Tenanglah."
hampir segera setelah itu gejolak pun mereda, goyangan lakilaki tua itu secara bertahap melambat, jeritannya merendah, seperti suara dengung kulkas atau komputer.
"Nah, begitu," kata Layla lembut, sembari terus mengusap tangan laki-laki tua itu. "Tak perlu takut. Semuanya akan baik-baik
saja. Tidak ada yang perlu ditakutkan."
Ben-Roi memerhatikan Layla, sorotan ketidakpastian terlintas
sekejap di matanya, seolah ia tidak nyaman dengan pengungkapan
kelembutan ini, dan merasa kacau. Kemudian, sambil mengambil
botol minuman di pinggangnya, ia mundur dan meneguk beberapa
kali. Layla meneruskan berbicara dengan laki-laki tua itu, membujuknya, menenangkannya, membuatnya rileks, melagukan nina~ 485 ~
PAUL SUSSMAN bobo yang biasanya dinyanyikan ayahnya ketika ia masih kanakkanak dulu, sampai akhirnya laki-laki itu benar-benar tenang,
matanya yang abu-abu memandang pangkuannya, tangannya
merengkuh tangan Layla. Ia membiarkan keadaan seperti itu setengah menit lagi, kemudian setelah merasa pasti bahwa ia telah
memeroleh kepercayaan dari laki-laki itu, Layla menggeser posisinya sehingga ia berlutut tepat di depannya, membelakangi BenRoi.
"Isaac," katanya lembut, suaranya sedikit lebih keras dari bisikan, "kami memerlukan bantuanmu. maukah kau membantu kami?"
Di belakangnya, Ben-Roi mendengus tak peduli. Layla mengabaikannya, dan memusatkan perhatian pada sosok seperti orangorangan sawah di depannya.
"maukah kau mengatakan pada kami tentang menorah itu,
Isaac" Kau melihatnya, "kan" Kau dan hannah. Di kastil yang runtuh. Seperti yang ada dalam lukisanmu. Kau ingat" Di Castelombres. Ketika kalian masih anak-anak."
Schlegel hanya menatap buku di pangkuannya. Seberkas sinar
matahari pagi membias melalui jendela ke wajahnya yang bertulang, suara desis terus terdengar dari lubang hidungnya.
"Ayolah, Isaac." Layla menggoyang tangannya, secara perlahan
membujuknya untuk berbicara. "Kami sedang berusaha mendapatkan menorah itu. Untuk melindunginya. Kau tahu ada di mana"
Kau tahu apa yang terjadi dengan benda itu?"
Tidak ada reaksi. Layla terus dan terus bertanya sambil mencoba mengendalikan
rasa frustrasinya, dan tetap menjaga suaranya. Kemudian, ketika
masih belum juga ada jawaban, bahkan tidak ada tanda-tanda
bahwa ia mengerti atau terjadi hubungan komunikasi, Layla
mendesah, melepaskan genggaman tangannya dari tangan laki-laki
tua itu dan menjatuhkan kepalanya, mengakui bahwa Ben-Roi
benar, buang-buang waktu saja.
"Kuning." Ini bahkan tidak seperti bisikan; lebih seperti gangguan tipis
~ 486 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
pada udara di sekitar bibir Schlegel yang mungkin"atau mungkin
juga tidak"membentuk sebuah kata. Layla tersentak, sembari
berpikir bahwa ia pasti telah berimajinasi. Laki-laki tua itu masih
terus memandangi buku di pangkuannya.
"Kuning." Terdengar lebih keras kali ini, walaupun masih terlalu rendah
hampir tak terdengar. Di belakangnya, Layla dapat merasakan
ketegangan Ben-Roi, yang sedang mencondongkan tubuhnya ke
depan. Layla meraih tangan Schlegel lagi.
"Kuning apa, Isaac" Apa yang kau maksudkan?"
Dengan sangat perlahan, laki-laki itu mengangkat kepalanya. Ia
menatap mata Layla sesaat, dan sorot matanya kini terlihat sedikit
terang, seperti sinar terang yang terlihat dari gelas berembun.
Kemudian, sambil menarik tangannya dari genggaman Layla, ia
mengangkatnya dan menunjukkan jarinya yang gemetar ke sisi
kanan, ke keempat gambar yang menceritakan tentang lengkung di
Castelombres, yang di tengah-tengahnya ada lukisan kelima
menorah bercabang tujuh. "Kuning," ia berbisik untuk yang ketiga kalinya, seluruh tubuhnya gemetar seolah berusaha keras mengeluarkan kata-kata itu dari
dalam dirinya. "Apa yang kau maksud dengan kuning?" Ben-Roi menyorongkan tubuhnya lagi, lututnya menyentuh dan mendorong punggung
Layla. "menorah itu berwarna kuning?"
Laki-laki itu tetap menunjuk pada titik itu beberapa lama,
kemudian menurunkan tangannya lagi, memegang buku itu eraterat.
"Lihat yang kuning itu."
Layla setengah berbalik, melemparkan pandangan bingung
pada Ben-Roi, kemudian menurunkan kepalanya, melihat ke wajah
laki-laki itu dan memegang tangannya lagi.
"Itukah yang dikatakan hannah padamu, Isaac" Apakah
hannah mengatakan itu?"
~ 487 ~ PAUL SUSSMAN Schlegel menggoyang-goyangkan bukunya, menekuk punggung
buku itu. "Lihat yang warna kuning," ia mengulang.
"Tapi apa itu artinya?" Suara Ben-Roi terdengar kasar dan
keras. "Kuning yang apa?"
Schlegel tidak mengatakan apa-apa, terus saja memuta-mutar
buku itu. "Lukisan berwarna kuning?" desak detektif. "Itukah yang dimaksud oleh hannah" Lihat lukisan kuning itu" Lukisan menorah?"
Kemudian diam, lalu suara berderit begitu Ben-Roi mendorong
kursi kayunya dan mulai berdiri, mendekati lukisan menorah dan
menatapnya, sambil mencari makna tersembunyi di dalam gambar
krayon kuning yang sederhana itu. Tidak ada apa-apa. Ia mencopot lembar gambar dari dinding dan melihat bagian belakangnya. Kosong. Ia melempar pandangan pada Layla, kemudian ke
sekeliling ruangan, mencari lukisan menorah yang lain, melepasnya dari dinding, gerakannya semakin gelisah. masih tetap sama,
tidak ada apa-apa. Schlegel hanya melihat ke bawah ke pangkuannya.
"Ayolah, Isaac, tolong..." bisik Layla, sambil menggenggam
tangannya. "Apa yang dimaksud oleh hannah" Apa yang ingin dia
katakan kepada kami" mohon bantu kami, Isaac. Tolong."
Ia mengendur, Layla dapat merasakannya, bersandar ke
belakang. Layla terus menekannya, menggoyang-goyangkan
tangannya, dengan lembut meremas telapak tangannya seolah
dengan begitu ia dapat mendorong keluarnya informasi lain dari
dalam diri laki-laki itu. Waktu terus berlalu, kemudian dengan
erangan gusar ia menyandarkan punggungnya ke belakang dan
menatap langit-langit, sembari menggelengkan kepalanya.
Ben-Roi menghantamkan tangannya pada dinding.
"Sialan," ia menggerutu.
SeTeLAh ITU, KeTIKA KeDUANYA BeRJALAN pulang dengan susah payah
dalam keheningan di areal rumah sakit, dengan satu-satunya suara
~ 488 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
yang terdengar adalah cicit burung tak bernada di pepohonan
pinus dan cemara serta, dari kejauhan di sisi kanan, suara tepukan
sayup bola ping-pong yang dipukul kian kemari, Ben-Roi berjuang
untuk memusatkan pikirannya, mencoba memikirkan langkah apa
yang harus ia lakukan selanjutnya, bagaimana caranya supaya
semua yang diusahakan ini akan berhasil.
Selain beberapa menit saja di sana-sini, Ben-Roi belum tidur
selama tujuh puluh dua jam. Ia pun roboh, lebih parah daripada
yang dia perkirakan. Semua hal di dalam kepalanya tertutup kabut
dan kacau. Dia tidak lagi sepenuhnya yakin apa sebenarnya yang
sedang dilakukannya, atau mengapa dia melakukannya. Tiga hari
yang lalu semuanya kelihatan begitu jelas: artikel, wawancara,
minyak untuk bercukur"semuanya pas, semuanya saling mengikat. mengawasi Layla, terus memerhatikan, menunggu saat yang
tepat muncul. Tetapi pemicu itu tidak hadir"Layla terlalu cerdas,
terlalu terkontrol"sehingga tanpa diinginkannya Ben-Roi mulai
ragu, mulai bertanya-tanya mungkinkah seluruh hal yang
dilakukannya salah (bagaimana Layla memperlakukan Schlegel
tadi"dapatkah seseorang seperti itu ..."). Tentu saja dia masih
memiliki firasat itu"Tuhan, apakah dia memiliki firasat itu!"
dapatkah dia memercayainya" Dapatkah dia memercayai dirinya
sendiri" dia tidak tahu, dia tidak tahu lagi. Dan dia tidak akan pernah tahu kecuali mereka dapat menemukan menorah itu. Itu ketika Layla ...
"Apa yang kita lakukan sekarang?"
"hmm?" Dia masih dalam keadaan setengah tenggelam dalam
pikirannya sendiri. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Layla mengulang.
Ben-Roi menggelengkan kepalanya, sambil mencoba menarik
dirinya kembali ke masa sekarang. "Berdoalah semoga Khalifa
bodoh itu menemukan sesuatu."
"Dan bila dia tak menemukan apa-apa?"
"maka kita kembali berkomunikasi lewat telepon. Dan tetap
demikian sampai kita menemukan apa yang kita cari."
~ 489 ~ PAUL SUSSMAN Ia memperlambat langkah dan memandang Layla. Bola
matanya membesar dengan sinar kecurigaan dan antipati, sebelum
mengalihkan pandangan lagi dan menuruni bukit. Layla mengikuti
jejaknya. Di bawah sana mereka kembali masuk ke dalam BmWnya dan melaju ke pintu gerbang metal rumah sakit itu, membelok
ke jalan besar utama, kembali menuju Yerusalem Pusat. Saat mereka di perjalanan, hanya sesaat, Layla menangkap adanya Saab biru
terparkir di halaman depan garasi yang ditinggalkan, di sudut jalan
di seberang pintu rumah sakit, dengan sopirnya yang menyorongkan badan ke depan dekat kemudi sambil menatap langsung ke
arah keduanya. hal itu hanya berlangsung setengah detik dan
kemudian mereka melaju cepat menuju kota.
Di belakang mereka, Avi Steiner mulai menyalakan mesin Saab.
"ok, mereka bergerak kembali," ia berkata melalui walkietalkie.
Ia kemudian menyalakan mesin dan menyelinap masuk ke lalu
lintas jalan, melaju di antara mobil-mobil lain sampai ia tepat berada di belakang mobil yang dikendarai Ben-Roi.
L uxor KemBALI Ke KANToRNYA, KhALIfA meNGUNYAh LoBAK ChINA DARI
kemasan torshi yang dibelinya dalam perjalanan pulang dari vila
milik hoth. Sembari mendesah ia mengangkat telepon dan memutar nomor telepon genggam Ben-Roi. Teleponnya berdering empat
kali, kemudian diangkat oleh sang empunya. Seperti biasa, Israel
satu ini tidak ingin repot dengan segala formalitas.
"Jadi?" "Tidak dapat apa-apa," jawab si mesir.
"Sialan!" "Kau sendiri?" "Seperti apa kedengarannya?"
~ 490 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Khalifa menggelengkan kepala, sembari bertanya apakah lakilaki ini bisa membangun kalimat yang tidak melulu mengandung
sumpah serapah. Tidak pernah dalam hidupnya....
"Kau bertemu dengan saudara laki-lakinya lagi?" Khalifa bertanya, mencoba tetap menjaga suaranya agar sopan, tidak terlalu
memikirkan betapa Israel satu ini selalu kasar tutur bahasanya.
"Baru saja selesai."
"Dan?" "Persetan semua. Laki-laki itu zombie. hanya duduk di sana
asyik dengan bukunya sambil menggumamkan sesuatu yang terdengar aneh."
Terdengar suara perempuan"barangkali suara Layla almadani"menanyakan Ben-Roi apa yang sedang dikatakan dan si
Israel menjawab dengan agresif, "Tunggu sebentar!"
"Tidak ada apa-apa sama sekali di rumah hoth?" suara Ben-Roi
menggelegar di jalur telepon. "Kau yakin?"
"Yakin," jawab Khalifa. "Aku sudah memeriksa setiap inci
bagiannya." "Kebunnya?" "Ya, itu juga."
"Bagaimana dengan ...?"
"Dan mobilnya. hotelnya. Polisi Iskandaria juga telah
memeriksa tempat tinggalnya dulu. Tidak ada lagi yang dapat
diperiksa, Ben-Roi. Tidak di sini. Tidak di mesir. Tidak ada apaapa."
"Yahh, kau pasti melewatkan sesuatu."
"Tidak ada yang terlewat," seru Khalifa sambil mengencangkan
kepalan tangannya. "Aku bilang, tidak ada apa-apa di sini!"
"Yahh, teruskan mencari."
"Kau tak mendengarku. Tidak ada yang tertinggal lagi di sini.
Kau mau aku melakukan apa" menggali seluruh Luxor?"
"Bila itu yang perlu dilakukan, ya! Kita harus menemukannya.


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku harus...." ~ 491 ~ PAUL SUSSMAN Si Israel ini terhenti, tiba-tiba saja, seolah sedang mengendalikan dirinya sendiri dari komentar yang tidak ia inginkan. Terjadi
jeda sesaat, kemudian ia memulai lagi, berusaha kuat menjaga level
suaranya. "Kau tahu apa risikonya. Teruslah mencari."
Si mesir menghela tangannya tak berdaya. Seperti sedang
berbicara dengan dinding batu sialan! Ia bergumam dengan bibir
mengencang, "Baiklah, baiklah, akan kulihat nanti apa yang bisa
kulakukan," dan menggerakkan badannya ke depan, hendak meletakkan gagang telepon.
"Ngomong-ngomong, buku apa itu?" tanyanya.
"Apa?" "Kau bilang saudaranya Schlegel memegang buku."
Diam sesaat, si Israel ini benar-benar terempas oleh pertanyaan
itu, kemudian terdengar kata-kata berguman saat ia bertanya pada
Layla. hal berikutnya, begitu kerasnya sehingga Khalifa menjauhkan gagang telepon dari telinganya, terdengar suara ban mencicit di jalan begitu mobil itu mengganti arah, dibarengi suara klakson yang nyaring menyakitkan telinga.
"Ben-Roi?" "Nanti kutelepon lagi!" teriak si Israel. Kemudian, kepada
Layla, "Kenapa kau tidak...."
Jalur telepon terputus. Y erusaLem LAKI-LAKI mUDA ITU memILIh JALANNYA SeCARA hATI-hATI DI hALAmAN
gedung. Sebuah tas kulit besar yang berat menggantung di tangan
kanannya. Ia berhenti beberapa kali untuk memastikan dirinya
tidak sedang diamati atau diikuti. Sikap hati-hati yang tidak perlu
karena daerah itu telah ditinggalkan sejak lima bulan lalu, lagipula
ia merupakan jalan keluar di tepi kota, yang jauh dari area per~ 492 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
mukiman penduduk mana pun. Ia melewati tumpukan balok,
melewati jaringan parit fondasi remuk yang darinya barisan batang
besi berkarat diberdirikan seperti pohon muda yang tertiup angin,
sebelum akhirnya menjadi kontainer perkapalan metal yang besar
pada pusat situs, pintunya diamankan dengan kunci gembok.
Setelah sekali lagi memerhatikan sekeliling, ia mengeluarkan
alat pemotong dari tas besarnya, mencongkel gembok untuk membuka pintu, lalu masuk ke dalam. Udaranya panas dan pengap,
penuh bau debu dan aspal. Pada sisi sebelah yang lain teronggok
setumpuk kain terpal lusuh"satu-satunya isi ruangan itu"lalu,
sembari mendekat ke arahnya, dengan hati-hati dia menyembunyikan tas besar itu di bawahnya, mengatur kembali material itu ke
bentuk awalnya sebelum ia keluar lagi dan mengamankan pintu itu
kembali dengan kunci gembok yang baru. Ia melemparkan pandangan terakhir ke sekeliling, lalu mengeluarkan satu kunci dari
sakunya. Kemudian dia menggali dan menguburkan kunci itu di
pasir pada sudut kiri depan kontainer, sebelum menegakkan badan
dan kembali dengan tergesa-gesa menuju situs. Ujung tali tallit
katannya melambai-lambai dari bawah kemeja seperti tentakel
anenome melambai di arus yang kuat.
Y erusaLem "KeNAPA KAU TIDAK meNGATAKAN INI PADA KAmI SeBeLUmNYA?"
"Karena Anda tak bertanya," tangkis Dr Gilda Nissim, sembari
berjalan di depan keduanya di koridor menuju ruang Isaac
Schlegel. "Aku memang seorang psikiater, tapi tidak berarti aku bisa
membaca pikiran orang lain! Dan tolong jaga tutur bahasa Anda!"
Ben-Roi membuka mulutnya, hampir berkata keras padanya.
entah bagaimana ia berusaha keras untuk mengendalikan dirinya
sendiri dan hanya mengeluarkan desah kekesalan. Layla mempercepat langkahnya, hampir sejajar dengan dokter itu.
~ 493 ~ PAUL SUSSMAN "Dan Anda bilang bahwa saudara perempuannya memberikan
buku itu padanya tepat sebelum ia meninggalkan mesir?"
Nissim mengangguk asal-asalan, jelas berusaha menahan
emosinya sendiri. "Nyonya Schlegel mampir ke sini dalam perjalanannya menuju bandara. menghabiskan waktu kurang lebih
lima belas menit dengan saudaranya ini, memberinya buku, dan
kemudian pergi. Itulah kali terakhir ia melihat saudara perempuannya. Sejak itu, dia tidak pernah melepaskan buku itu dari penglihatannya."
"Sialan!" gumam Ben-Roi di balik napasnya, menatap dengan
tajam bagian belakang kepala sang dokter.
mereka pun sampai di kamar Schlegel. Tetapi, alih-alih berhenti, Nissim malah membawa mereka melewati aula dan keluar
melalui sekumpulan pintu kaca di sisi lain unit, sembari menjelaskan bahwa pada jam ini setiap paginya pasiennya suka duduk di
luar dalam sinar matahari. mereka menaiki beberapa anak tangga
melewati bebatuan yang ditumbuhi bunga geranium dan lavender
ungu, kemudian mengikuti jalan bebatuan putih yang sempit
menuju bagian atas rumah sakit itu, tempat terdapat bukit kecil
berumput yang dikelilingi pohon pinus. Sangat tenang dan damai,
udaranya dipenuhi harum daun jarum pinus, hutan berkabut pada
Bukit Judean melebar ke sekeliling. Nissim menganggukkan kepala
ke arah seseorang yang sedang duduk seorang diri pada kursi beton
pada sisi terjauh dari bukit, kemudian melempar pandangan pada
Ben-Roi lewat bagian tas kacamatanya, dan menarik diri. Layla dan
Ben-Roi melanjutkan perjalanan sampai mereka mencapai kursi,
Ben-Roi mengambil posisi di belakangnya, Layla duduk di sebelah
laki-laki tua itu. Buku itu, seperti sebelumnya, dipegangnya erat di
atas pangkuannya. Layla menyentuhkan tangannya dengan lembut
pada lengan laki-laki itu.
"hai lagi, Isaac," katanya. Kemudian diam sesaat. "Bolehkah
kami melihat bukumu" Buku yang diberikan hannah padamu. Bisa
kami melihatnya" Tidak apa-apa, "kan?"
Layla begitu khawatir ia tidak akan mau memperlihatkan buku~ 494 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
nya pada mereka, akan panik dengan permintaannya. Ternyata
jauh dari itu. Dengan desahan tipis, seolah akhirnya ia lega ditanya
seperti itu, secara perlahan Schelegel melepaskan genggamannya
pada buku, dan membiarkan Layla mengambil buku itu dari
pangkuannya. Ben-Roi membungkuk ke depan, menjulurkan
kepalanya untuk melihat isi buku.
Bukunya cukup tipis, dengan sampul muka keras, sangat kusut
dengan sampul hijau yang di atasnya tercetak gambar pohon pinus
dengan garis hitam sederhana. Di bagian bawah, tertera tulisan
dalam bahasa Inggris, Summer Walks in the Berchtesgaden
National Park. Layla melihat sekilas pada Ben-Roi, menaikkan alis
matanya, dan membuka halaman isi buku itu.
Ada daftar sepuluh perjalanan, masing-masing dengan nama"
Konigsee Trail, Watzmann Trail, Weiss-Tanne Trail"dan juga kode
berwarna, yang terakhir ini sesuai dengan penanda berwarna pada
bagian bawah buku. Bagian terakhir buku, hoher Goll Trail,
berwarna kuning. "Lihat yang berwarna kuning," bisik Layla, jantungnya mulai
berdegup. Ben-Roi tidak berkata apa-apa, hanya menghampiri dan duduk
di sebelahnya. Layla mulai membuka-buka halaman buku, dengan
cepat, mencari bagian yang relevan.
"hoher Goll Trail," ia menyebutnya setelah beberapa saat,
meluruskan letak buku itu di pangkuannya.
Seperti sembilan bab yang lain, yang ini pun dimulai dengan
gambar sederhana dengan garis tinta hitam, dalam hal ini sebuah
gunung, puncaknya rata dan berbatu terjal, dengan punggung
bukit yang panjang dan miring ke kanan sebelum berakhir di
tebing curam yang di tepinya terlihat semacam rumah kecil.
Kemudian tertulis beberapa fakta dasar tentang jalan itu"Panjang
19 km; Waktu tempuh 5-6 jam; Tingkat Kesulitan 3 (dari 5)"map
Misteri Kain Kafan Jesus 3 Setelah Kau Menikahiku Karya Novia Stephani Pedang Kiri Pedang Kanan 5
^