Pencarian

Menggebrak Kotaraja 2

Mahesa Kelud - Menggebrak Kotaraja Bagian 2


Puntung bisa dibikin babak belur demikian rupa!
Niliman Toteng maju selangkah
mendekati kalangan pertempuran. "Gadis baju kuning, siapakah engkau yang berani
menumpahkan darah di pintu gerbang
kotaraja ini"!"
Wulansari tidak menjawab malahan
memutar pedangnya dengan hebat serta cepat sehingga membuat rantai besi di
tangan Si Setan Puntung terbabat putus untuk kesekian kalinya dan kini hanya
tinggal dua jengkal saja lagi! Sedang untuk kesekian kalinya pula Setan Puntung
merasakan tangannya serta seluruh
tubuhnya menjadi panas. Keadaannya sudah payah sekali cuma karena malu
diusahakannya untuk bertahan sedapat-dapatnya. Sementara itu rasa panas akibat
hawa pedang merah yang sebelumnya
membabat bahunya terasa semakin menjadi-jadi. Meski dia sudah kerahkan tenaga
dalamnya yang tinggi untuk menolak hawa maut tersebut namun sia-sia belaka!
Majineh sendiri bertempur setengah mati.
Diam-diam dia memaki dalam hati karena
sampai saat itu Niliman Toteng masih belum juga turun tangan membantu.
Si jangkung maju lagi. "Setan Puntung dan kau Majineh, minggirlah! Biar aku yang
ringkus tikus kuning ini! Kalian berdua hanya memalukan sahabat-sahabat yang ada
di kotaraja saja!" Setan Puntung dan Majineh gembira
sekali. Tanpa menunggu lebih lama
keduanya segera melompat ke luar dari kalangan pertempuran. Setan Puntung pergi
duduk bersandar ke sebatang pohon,
mengatur jalan darah serta pernafasannya.
Tenaga dalamnya dikerahkan ke seluruh bagian tubuhnya. Namun demikian sama
sekali manusia kate ini tidak sanggup menolak dan melenyapkan hawa panas yang
menjalar di seluruh tubuhnya. Si pendek ini mulai mengerang, merintih kesakitan.
Majineh datang, bantu mengerahkan tenaga dalamnya ke tubuh Si Setan Puntung,
tapi hasilnya nihil. Hawa panas semakin
menjadi-jadi. Setan Puntung kelangsangan, mengerang kelojotan dan tampangnya
benar-benar jadi menyeramkan seperti setan!
Tiba-tiba erangannya terhenti. Tubuhnya tak bergerak lagi! Mati! Setan Puntung
mati dengan membawa satu penyesalan besar. Selama puluhan tahun menjadi tokoh
dunia persilatan dia telah menghadapi berbagai lawan tangguh! Namun hari ini
akhirnya dia terpaksa menyerahkan nyawa di tangan seorang pemuda belia, satu
kematian yang tak pernah diduganya.
Inilah penyesalan yang dibawa mati oleh si pendek sakti tersebut!
Niliman Toteng berdiri dengan
bertolak pinggang di muka Wulansari.
"Gadis baju kuning, orang-orang menggelariku Iblis Jangkung! Tapi hari ini aku
masih punya sedikit belas kasihan padamu. Terlalu sayang kalau mukamu yang
cantik itu kukepruk dengan tanganku.
Serahkan pedangmu padaku, berlutut minta ampun dan kau boleh pergi dengan
aman...." Wulansari tertawa mendengus. Dia tahu manusia di hadapannya ini berilmu tinggi.
Sua-ranya yang melengking agaknya
disertai dengan aliran tenaga dalam karena Wulansari dapat merasakan
bagaimana gendang-gendang kedua
telinganya jadi bergetar!
"Iblis Jangkung, atau siapapun namamu..." sahut Wulansari, "aku tak mau cari
urusan dengan kau yang sudah tua, tapi bila kau berpihak pada anjing-anjing
kotaraja kaki tangan Suto Nyamat
ketahuilah, aku yang masih muda tidak takut terhadapmu!"
Niliman Toteng tertawa melengking
tinggi. Mukanya kelihatan semakin hitam sedang hidungnya tambah membengkak!
"Bocah sombong! Dikasih hati malahan menantang. Di kasih ampun malahan
melawan! Hari ini Iblis Jangkung akan mematahkan batang lehermu!"
Serentak dengan itu maka Niliman
Toteng melompat ke muka. Kedua tangannya diulur ke arah leher si gadis! Tapi
tidak begitu mudah untuk dapat mematahkan begitu saja batang leher "pendekar
betina" ini! Wulansari memutar pedang saktinya. Angin panas keluar menyambar
dari pedang itu ke arah Niliman Toteng sedang mata pedang membabat dengan cepat
memapaki kedua lengannya yang terulur!
Niliman Toteng cepat bungkukkan tubuh dan turunkan kedua tangannya. Kini kedua
tangan perempuan jangkung ini menyelinap dari bawah, berusaha merampas pedang
merah sakti di tangan Wulansari!
Tapi siapa sangka, begitu lawannya
menurunkan tangan dengan kecepatan yang luar biasa pedang merah itu membabat
pula ke bawah, seakan-akan tahu apa yang bakal dilakukan Niliman Toteng!
Perempuan muka hitam ini terkejut!
Kini dia benar-benar merasakan sendiri kehebatan Wulansari dan cepat-cepat dia
tarik pulang kedua tangannya! Dari dalam saku besar jubah merahnya Niliman
Toteng kemudian mengeluarkan satu gulungan kain berwarna merah yang ternyata
adalah sebuah stagen! Benda ini salah satu senjata ampuh yang dimiliki Niliman
Toteng. Dia sengaja mengeluarkan stagen tersebut karena dia maklum, sebelum
dapat merampas pedang di tangan Wulansari maka akan sukar bagihya untuk
meringkus gadis baju kuning itu! Dia lebih dari maklum bahwa Wulansari adalah
murid seorang sakti yang tidak boleh dibuat main-main!
Niliman Toteng gerakkan tangan
kanannya. Gulungan stagen membuka dan melesat ke muka laksana seekor ular piton
bergerak meliuk ke arah pinggang
Wulansari. Gadis ini cepat-cepat melompat ke samping seraya kirimkan satu
tusukan dahsyat ke dada Niliman
Toteng tapi serangan ini dengan mudah
dapat dielakkan perempuan jangkung itu dan malahan stagennya kini meluncur ke
arah hulu pedang di tangan Wulansari!
Si gadis tinggikan tangannya dan
putar senjata itu dengan sebat. Stagen Niliman Toteng tak berhasil membelit hulu
pedang bahkan gerakkannya terhalang oleh sambaran-sambaran angin pedang mustika
yang panas itu! Niliman Toteng
mempercepat gerakannya. Tubuhnya
berkelebat sehingga sesaat kemudian kelihatanlah dua sinar merah di udara.
Sinar yang pertama bergulung membabat kian kemari. Inilah sinar pedang
Wulansari. Sinar merah kedua membuntal dan meliuk cepat laksana seekor ular
mengamuk, inilah sinar stagen merah Niliman Toteng. Beberapa jurus lagi berlalu.
Perempuan sakti itu geramnya bukan main karena sampai saat itu
usahanya untuk membelit dan merampas pedang lawan dengan stagennya tidak kunjung
berhasil! Bahkan satu kali ketika stagen merah itu sudah melilit sebahagian dari
pedang lawan, siap untuk ditarik dan dirampas tahu-tahu seperti seekor belut
licin, pedang mustika tersebut terlepas bahkan jika saja Niliman Toteng tidak
cepat-cepat menarik stagen pasti sebagian dari senjatanya kena dirobek ujung
pedang!" Disamping rasa termengkal geram dan penasaran terhadap gadis muda belia itu,
Niliman Toteng juga menjadi malu pada diri sendiri, apalagi saat itu Majineh ada
pula di sana! Siapun yang tidak kenal dengan Niliman Toteng yany bergelar Si
Iblis Jangkung itu! Di Blambangan dia merupakan orang sakti nomor tiga dan di
Kotaraja sendiri pahlawan-pahlawan
Baginda yang berilmu tinggi sekalipun menaruh hormat serta jerih kepadanya.
Tapi hari ini... seorang gadis berbaju kuning yang umurnya belum lagi mencapai
dua puluhan, telah membuat dia benar-benar gusar mendongkol dan besar kepala!
Sebenarnya, dalam ilmu mengentengi tubuh serta tenaga dalam Wulansari masih
berada jauh di bawah Niliman Toteng. Namun karena gadis ini memegang sebilah
pedang merah yang sakti luar biasa serta
mempergunakannya dalam jurus-jurus yang sebelumnya tak pernah dilihat oleh
Niliman Toteng, yakni "Dewi Pedang Delapan Penjura Angin," maka untuk beberapa
lamanya perempuan tua sakti yang sudah punya berbagai pengalaman dalam dunia
persilatan itu dibikin tidak
berdaya, apalagi untuk mendesak
Wulansari! Waktu pertempuran hampir memasuki jurus kelima puluh maka Niliman Toteng benar-
benar kehilangan muka dan malu sekali! Dengan mengandalkan ilmu silatnya saja
dia tak akan sanggup meringkus gadis itu! Satu-satunya jalan ialah dengan
mempergunakan cara yang licik dan busuk!
Niliman Toteng membentak keras melengking tinggi memekakkan anak telinga.
Bersamaan dengan itu tangan kirinya dengan sangat cepat, hampir tidak kelihatan
bergerak memgeruk saku jubahnya! Sebuah benda hitam kemudian melesat ke arah
Wulansari dan... Pesss!!! Kelihatanlah asap hitam mengepul
ganas di muka Wulansari. Asap ini berbau busuk dan amis sekali serta mengandung
zat yang melumpuhkan bila tercium!
Bagaimana Wulansari mengerahkan tenaga dalamnya untuk menolak bau busuk amis
tersebut namun pernafasannya telah
menghirup sedikit dari asap buruk itu, terus terbawa ke dalam rongga paru-
parunya! Wulan merasakan kepalanya pusing dan berat. Pemandangannya menggelap
dan akhirnya dengan pedang sakti masih
tergenggam di tangan gadis ini roboh pingsan!
* * * 6 KOTARAJA besar sekali, banyak
bangunan dan gedung-gedung besar, banyak jalan serta persimpangan. Sebagai orang
baru yang pertama kali datang ke sana tentu saja Mahesa Kelud menjadi
kebingungan. Apalagi di malam seperti itu dan tengah mencari seorang buruan
pula! Tapi dengan tetapkan hati dan dengan cara-cara yang tidak mencurigakan
akhirnya pemuda ini berhasil juga
mendapat keterangan di mana letak gedung kediaman Suto
Nyamat yang baru saja dipindahkan ke kotaraja. Gedung ini besar sekali lagi mewah.
Beberapa pengawal menjaga di pintu
gerbang. Mahesa Kelud menempuh jalan di
samping gedung. Di bagian yang tidak begitu terang, pemuda ini segera gunakan
ilmu mengentengi tubuhnya untuk melompati tembok gedung yang tingginya dua kali
manusia! Dia sampai di tepi sebuah kolam dalam tarn an yang indah. Tak satu
orangpun kelihatan. Pemuda ini dengan cepat tapi tetap waspada segera bergerak
mendekati gedung utama yang kelihatannya sunyi-sunyi saja. Di bagian belakang
dari gedung ini di mana terdapat sebuah pintu, berdiri
dua orang pengawal. Mahesa
mengambil sebuah batu dan melemparkan batu itu beberapa langkah di hadapan
pengawal-pengawal. Ketika kedua pengawal ini menjadi terkejut dan memandang ke
arah benda yang jatuh itu, maka Mahesa dengan cepat segera melompat dari ujung
dinding gedung dan menotok punggung mereka. Keduanya rubuh kaku. Mahesa menyeret
mereka ke bagian taman yang gelap!
Pintu belakang tidak terkunci. Dengan mudah Mahesa Kelud masuk lewat pintu ini.
Dia sampai di satu ruang belakang yang besar, kemudian melewati dapur lalu
menyusuri sebuah gang yang lantainya ditutupi dengan permadani indah betbunga-
bunga. Gang ini membawanya ke sebuah ruangan tengah yang besar dan mewah dengan
kursi-kursi serta meja yang
keseluruhannya terbuat dari kayu jati berukir-ukir. Di dinding kiri kanan
ruangan ini terdapat masing-masing tiga buah pintu. Mahesa mulai dengan pintu
paling ujung di samping kiri. Pintu ini dibukanya dan ruang di dalamnya ternyata
sebuah kamar yang luas mewah. Tapi tak satu orangpun yang dilihatnya. Mahesa
Kelud keluar dengan cepat dan memeriksa kamar kedua. Juga ini sebuah kamar mewah
tapi juga tiada satu manusiapun ada di dalamnya! Di kamar ketiga baru pemuda ini
menemui orang pertama penghuni gedung dan ternyata adalah istri Suto Nyamat yang
saat itu tengah tertidur nyenyak.
Perempuan ini tidak cantik dan
kulitnyapun agak hitam. Tapi untuk jadi istri Suto Nyamat yang bertampang buruk,
dia sudah terlalu bagus! Dengan berpikir-pikir di mana manusia yang dicarinya bersembunyi maka pemuda ini
segera menuju ke pintu keluar. Tapi baru saja daun pintu dibukanya sedikit maka
matanya yang tajam dapat melihat bagaimana pintu paling ujung di dinding ruangan
di seberangnya terbuka. Seorang perempuan separuh baya, yaitu seorang pelayan,
keluar membawa sebuah baki berisi piring serta gelas kotor. Ini memberi pertanda
pada Mahesa Kelud bahwa di dalam kamar itu pasti ada seseorang!
Pelayan dilihatnya menutupkan pintu kamar dan meninggalkan ruangan itu menuju ke
belakang. Mahesa Kelud segera keluar dari kamar di mana dia berada dan menyeberangi
ruangan menuju kamar tempat pelayan tadi keluar. Di muka pintu dia berdiri
sebentar untuk memasang telinga. Lalu Mahesa membungkuk dan mengintip lewat
lobang kunci. Seseorang dilihatnya dalam kamar itu.
Tapi seseorang ini bukan Suto Nyamat.
Melainkan seorang gadis remaja puteri yang parasnya cantik sekali! Demikian
cantiknya sehingga Mahesa Kelud harus mengakui bahwa gadis di dalam kamar ini
adalah lebih cantik dari Kemaladewi, bahkan lebih cantik dari kekasihnya
sendiri, Wulansari! Siapakah gerangan gadis itu" Istri Suto Nyamat yang
termuda" Tak dapat dipastikan.
Anaknya...." Mustahil, Suto Nyamat dan istrinya bertampang buruk tapi anaknya
sejelita itu! Mahesa mengintip lagi lewat lobang kunci dan kali ini dilihatnya
si gadis tengah mengambil sesuatu lalu duduk di kursi besar. Benda yang
diambilnya ternyata adalah jahitan. Gadis ini duduk dan mulai menyulam.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari ujung gang. Mahesa Kelud cepat
meninggalkan pintu tersebut dan
bersembunyi di balik sebuah kursi panjang besar. Yang datang adalah pelayan
perempuan tadi. Dia masuk ke dalam kamar dan menutupkan pintu. Mahesa menunggu
sebentar lalu kembali melangkah ke pintu tersebut. Pada saat matanya mengintai
maka telinganya mendengar suara yang merdu dari gadis di dalam kamar.
"Embok Inah, ayahku masih belum pulang?"
"Belum Den Ayu...."
"Aku tak mengerti ke mana beliau malam-malam begini.... Setiap malam selalu
pergi seperti orang yang tak betah di rumah!" Gadis itu memutuskan benang
sulaman dengan gigi-gi-ginya yang rata bagus serta berkilat lalu mengganti
benang baru. "Mungkin ayahmu pergi ke istana, Den Ayu," terdengar suara Embok Inah, si
pelayan. "Mungkin" desis si gadis. "Ibu sudah tidur?"
"Sudah." Kini tahuiah Mahesa Kelud bahwa gadis cantik yang tengah menyulam di dalam kamar
itu memanga adalah putri Suto Nyamat. Meski dari pembicaraan yang dapat
ditangkapnya cukup jelas bahwa Suto Nyamat memang tak ada dalam gedung
tersebut, namun untuk memastikan bahwa manusia tersebut benar-benar tidak ada
maka Mahesa memeriksa dua kamar lainnya serta bagian-bagian di seluruh gedung
itu. Ternyata memang penghuni di dalam gedung cuma istri dan anak Suto Nyamat
serta Embok Inah. Ketika pemuda itu kembaii mengintai lewat lobang kunci maka Embok Inah tak ada
lagi di kamar. Si gadis masih juga menyulam dengan asyiknya. Mahesa Kelud
berdiri termangu. Apa yang akan
dilakukannya sesudah mengetahui bahwa Suto Nyamat tidak ada di dalam gedung itu"
Tiba-tiba satu pikiran terlintas di kepalanya.
"Jika ini kulakukan... ya, pasti Suto Nyamat
akan keluar dari persembunyiannya!" kata Mahesa dalam hati. Lalu dibukanya pintu di hadapannya
dan masuk ke dalam. Gadis itu meskipun tahu ada seseorang yang masuk masih saja terus menyulam tanpa
mengangkat kepalanya karena dia
menyangka yang masuk itu adalah
pelayannya, Embok Kinem. Namun ketika akhirnya dia mengangkat kepala betapa
terkejutnya dia! Matanya terbuka lebar mulutnya hendak berteriak tapi teriakan
itu tiada keluar dari tenggorokannya.
Seorang pemuda gagah, yang sama sekali tak dikenalnya berdiri hanya beberapa
langkah di hadapannya! "Saudari, tak usah takut, tak usah berteriak. Aku tidak akan
mengganggumu..." kata Mahesa.
"K... kau... kau mengejutkan aku...."


Mahesa Kelud - Menggebrak Kotaraja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maafkan kalau begitu."
"Kau siapa"!" tanya si gadis, hatinya agak tenang sedikit melihat sikap dan
tutur kata si pemuda yang ramah itu.
"Aku seseorang yang tengah mencari ayahmu. Kau anak Suto Nyamat, bukan...?"
Gadis itu terkejut mendengar
bagaimana Mahesa Kelud menyebut
nama ayahnya dengan "Suto Nyamat" saja, padahal semua orang selalu memanggil dengan
sebutan Raden Mas, atau Adipati!
Diletakkannya sulamannya ke atas meja di samping kursi.
"Ada apa kau mencari ayahku,
saudara...?" "Ada urusan yang harus
diselesaikannya." "Urusan apa?" tanya puteri Suto Nyamat.
"Urusan nyawa," jawab Mahesa Kelud.
Untuk kedua kalinya mata gadis itu
jadi membeliak sedang mulutnya menganga.
Ta hulah dia bahwa pemuda ini tidak bermaksud baik terhadap ayahnya.
"Kau hendak membunuh ayahku?"
Mahesa melangkah lebih dekat lalu
mengangguk. Puteri Suto Nyamat berteriak, namun sebelum suara teriakan itu
keluar dari tenggorokannya tubuhnya sudah kejang kaku lebih dahulu karena
ditotok oleh Mahesa Kelud!
* * * Dengan cepat Mahesa Kelud membopong tubuh gadis itu di bahu kirinya. Dia
melangkah ke pintu dan keluar. Tapi tiba-tiba saja tubuhnya bertabrakan dengan
sesosok tubuh lain, yaitu tubuh Embok Inah yang kebetulan hendak masuk ke dalam
kamar tersebut! Bukan main terkejutnya si pelayan melihat ada seorang pemuda tak
dikenal di hadapannya. Dan jadi lebih terkejut lagi ialah menyaksikan bagaimana
tubuh Retno, puteri majikannya, dipanggul oleh pemuda tersebut, entah masih
hidup entah sudah mati! Maka berteriaklah pelayan ini
setinggi langit. "Culik! Tolong! Pengawal! Culik...."
Mahesa Kelud keluar dari kamar dengan cepat. Badannya membentur tubuh Embok
Inah, membuat perempuan ini terpelanting dan jatuh duduk. Si pelayan berkunang-
kunang pemandangannya seketika. Namun dia berdiri dengan cepat dan
berteriak kembaii. "Culik Den Ayu Retno diculik!
Tolong!" Ketika Mahesa sampai di ujung gang
yang menghubungkan ruang tengah dengan
bagian belakang gedung besar itu maka di pintu berjubalanlah kira-kira sepuluh
orang pengawal, masing-masing dengan senjata di tangan!
"Maling rendah!" maki pengawal paling muka. "Jangan harap kau bisa kabur di
sini!" Kesepuluh prajurit tersebut segera
menyerbu. Mahesa Kelud menjangkau sebuah kursi kayu yang berada di dekatnya.
Kursi ini diputarnya dengan sebat pada para penyerang. Beberapa pengawal
menjerit roboh kena dihantam kursi. Yang lain-lain masih coba mengurung pemuda
itu. Mahesa putarkan lagi patahan kursi yang masih ada di tangannya. Kembaii
terdengar pekik kesakitan. Dua orang pengawal terdekat menjerongkang jatuh kena
tendangan kaki dan sesaat kemudian Mnhonn sudah keluar dari pintu belakang, lari
ke tamnn melompati tembok untuk kemudian hilang di telan kegelapan malam sementara isi
geduny di mana Suto Nyamat tinggal itu menjadi hiruk pikuk!
Di pintu gerbang kotaraja Mahesa
Kelud menghentikan langkahnya. Di tempat ini tadi mana terjadi pertempuran
antara dia dan Wulansari melawan kaki-kaki tangan Suto Nyamat maka kini di sini
tak ada satu orangpun yang dilihatnya! Apakah pertempuran sudah selesai" Mana
mayat-mayat yang sebelumnya menggeletak di
hadapan pintu gerbang ini" Di mana
Wulansari" Mahesa Kelud tak bisa berpikir lebih lama. Dia sudah susun rencana
untuk menculik dan melarikan puteri Suto Nyamat agar musuh besar itu keluar dari
persembunyiannya. Dengan hati tidak enak pemuda ini
kemudian lari cepat menuju ke bagian timur luar kota. Waktu menuju ke kotaraja
tadi bersama Wulansari, di satu tempat yang sunyi di luar kota mereka telah
menemui sebuah pondok buruk yang didiami oleh seorang nenek-nenek tua renta.
Perempuan ini baik sekali. Mahesa membawa Retno ke pondok ini, akan
disembunyikan di sini. Nenek tua yang membuka pintu sangat terkejut ketika melihat pemuda yang pernah
datang ke tempatnya sebelumnya kini muncul dengan membawa sesosok tubuh gadis
berparas cantik yang dari pakaiannya segera diketahui bahwa gadis ini adalah seorang anak hartawan atau
orang berpangkat! "Anak muda," kata si nenek. "Jika kau hendak berbuat kotor di pondokku ini,
lebih baik siang-siang kau angkat kaki dari sini!"
Mahesa Kelud masuk dan membaringkan gadis culikannya di ata balai-balai yang
beralastikar pandan. Dia berpaling
menghadapi si nenek. "Jangan khawatir nenek. Aku tidak sejahat yang kau
sangkakan...." "Lantas mengapa kau culik gadis ini"
Anak siapa dia...?" "Sengaja aku larikan ke sini adalah untuk memancing
keluar ayahnya yang tengah bersembunyi dan merupakan musuh besarku dan kawanku tempo hari."
"Siapa ayah gadis ini?"
"Suto Nyamat, bekas Adipati Madiun
yang kini dipindahkan ke kotaraja!"
"Suto Nyamat...." Ampun, tobat aku!
Anak muda kalau ayahnya tahu puterinya kau sekap di sini pasti kepalaku akan
dipancung! Tobat!" "Tak akan terjadi apa-apa denganmu, nenek. Aku jamin," kata Mahesa dengan dua
jari tangannya pemuda ini kemudian
melepaskan totokan di tubuh si gadis.
Retno segera sadar dan duduk di tepi balai-balai. Dua orang ada di hadapannya.
yang satu tua renta, tak dikenalnya. Yang satu lagi pemuda gagah, penculiknya.
Gadis ini segera menutup muka dengan kedua tangannya yang berjari-jari halus
panjang dan menangis tersedu-sedu.
"Kembalikan aku... kembalikan aku ke rumah," katanya berulang kali di antara
tangis-nya. "Den Ayu," demikian Mahesa Kelud
memanggil gadis itu. Meski Retno adalah anak musuh besarnya bersama Wulansari,
namun dia tetap tidak melupakan
peradatan, apalagi disadarinya bahwa gadis ini tak sangkut paut dengan segala
kejahatan yang diperbuat ayahnya!
"Aku sekali-kali menculikmu bukan untuk membuat sesuatu yang jahat atau buruk.
Aku terpaksa melakukannya untuk memancing agar ayahmu keluar dari
persembunyiannya. Kalau saja ayahmu bukan seorang pengecut yang melarikan diri
dan sembunyi, mungkin kau tak akan turut terlibat dalam persoalan ini!"
"Ayahku bukan seorang pengecut!"
tukas Retno. "Mungkin...." "Dia juga tidak jahat!"
"Mungkin..." jawab Mahesa lagi. Kali ini Retno mengangkat kepalanya, menatap
paras pemuda itu. Aneh, mengapa hatinya berdebar melihat paras yang gagah ini"
Mengapa dia tak sanggup membenci si pemuda meski dia tahu bahwa Mahesalah yang
telah menculik dan melarikannya"!"
"Den Ayu," kata Mahesa Kelud.
"Dengarlah, aku akan segera pergi. Tapi kepergianku ini janganlah kau anggap
merupakan kesempatan baik bagimu untuk melarikan diri! Jika kau lari kembali ke
gedung ayahmu, mungkin keadaanmu akan menjadi lebih sulit lagi dari
sekarang...." Retno tidak menyahut. Mukanya ditutup dengan sehelai sapu tangan dan kembali
gadis ini menangis tersedu-sedu.
* * * 7 Ketika dia kembaii lagi ke pintu
gerbang kotaraja, keadaan tetap seperti waktu dia sehabis menculik Retno tadi.
Tak sepotong manusiapun ada di sana sementara hari semakin gelap juga dan malam tambah melarut. Pemuda ini mulai
kawatir. Di mana semua manusia tadi itu kini" Dan di mana pula kekasihnya
Wulansari" Apakah gadis itu berhasil mengalahkan semua lawan-lawannya" Atau
sudah kena celaka, diringkus oleh musuh"
Tapi yang belakangan ini mustahil adanya
bagi Mahesa karena dia yakin benar dalam menghadapi Si Setan Puntung dan dua
resi baju ungu yang sudah babak belur itu Wulansari pasti menang. Tapi kini
gadis itu hilang lenyap begitu saja!
Dalam dia termenung dan termangu
seperti itu tiba-tiba melompatlah sesosok tubuh ke hadapannya. Orang ini gesrt
sekali gerakannya dan ternyata dia adalah seorang pemuda se-baya Mahesa Kelud
dan bertampang keren. Potongan tubuh mereka hampir sama.
"Kau tengah mencari seseorang sobat?"
bertanya pemuda yang baru datang.
Mahesa Kelud tak segera menjawab.
Ditelitinya dulu pemuda itu. Dia segera maklum bahwa pemuda ini memiliki ilmu
tinggi dan orang dari dunia persilatan juga. Hulu pedang tersembul di
punggungnya sedang sebilah keris tersisip di pinggangnya!
"Saudara," kata Mahesa Kelud,
"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu aku ingin tahu dulu, apakah kau lawan atau
kawan?" Yang ditanya mengulum senyum. "Kalau kau percaya kau boleh anggap aku kawan,"
sahutnya. "Betul kau mencari seseorang?"
"Betul." "Gadis baju kuning tua?"
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Mahesa Kelud heran.
Pemuda itu tersenyum lagi.
"Waktu terjadi pertempuran antara kalian dan orang-orangnya Suto Nyamat aku
berdiri tak jauh dari sini. Kemudian Suto Nyamat melarikan diri dan kau
mengejarnya. Menurutku, kau tinggalkan kawanmu itu adalah karena kau merasa
yakin gadis baju kuning tersebut akan sanggup menyelesaikan ketiga lawannya.
Dugaanmu memang betul jika kemudian tidak datang seorang lain yang sakti dan
licik!" "Jadi kawanku kena diringkus"!" tanya Mahesa Kelud tegang.
Pemuda itu mengangguk. "Kawanmu sudah merobohkan salah seorang resi baju ungu
dan melukai Si Setan Puntung. Pada saat itu datanglah perempuan tua bertubuh
jangkung bermuka hitam. Dialah yang
digelari Si Iblis Jangkung! Nama
sebenarnya Niliman Toteng. Dia kakak kandung dan kakak seperguruan Waranganaya
Toteng! Ilmunya tinggi sekali dan
disamping itu dia licik! Bagaimana
hebatnya kawanmu namun Niliman Toteng akhirnya dapat meringkus gadis tersebut!"
Mahesa Kelud hampir tak bisa
mempercayai kalau kekasihnya yang sudah tinggi ilmu kepandaiannya serta memiliki
pedang sakti masih bisa diringkus dengan mudah. Namun dia ingat kata-kata
gurunya bahwa di luar langit masih ada langit lagi! Setiap ada orang pandai akan
ada pula orang lain yang lebih pandai!
Kemudian terdengar pula pemuda itu
berkata. "Setelah bertempur beberapa puluh jurus maka Niliman Toteng
mengeluarkan bola beracunnya. Bola itu menyebarkan bau amis busuk dan
menyebabkan adikmu jatuh pingsan ketika mencium bau amis busuk tersebut. Niliman
Toteng kemudian melarikannya...."
Mahesa Kelud tiba-tiba teringat
sesuatu. Dia memandang dengan tajam pada pemuda itu. "Tadi kau bilang kepadaku
sebagai seorang kawan. Jika gadis baju kuning itu dicelakai mengapa kau tidak
bantu...?" "Namaku Supitmantil," katanya, "Dan walau bagaimanapun aku mengambil sikap
bersahabat terhadap kalian tapi
membantumu secara terang-terangan itu satu hal yang aku tidak bisa lakukan...."
"Mengapa?" tanya Mahesa Kelud pula.
"Karena aku adalah masih orang dalam juga yang kenal baik dengan semua
hulubalang dan pendekar-pendekar istana, meski banyak diantara mereka yang aku
tidak senangi, termasuk Suto Nyamat...."
"Kalau begitu kau manusia ular kepala dua," ujar Mahesa Kelud.
"Kau boleh bilang demikian," kata si pemuda itu pula dengan tertawa. Tak ada
perubahan nada pada ucapannya yang
menandakan bahwa dia tidak marah dengan kata-kata Mahesa tadi.
"Kau bisa menunjukkan ke mana kawanku gadis baju kuning itu dilarikan?" tanya
Mahesa. Supitmantil mengangguk. "Niliman Toteng membawanya ke gedung hartawan Prajadika,
seorang hartawan yang dekat hubungannya dengan Baginda. Putra
hartawan ini bernama Prajakuncara dan adalah murid Niliman Toteng. Niliman
Toteng sangat sayang pada sang murid karena Prajakuncara pandai mengambil hati
sang guru dan memenuhi segala apa saja yang diinginkan oleh Niliman Toteng.
Prajakuncara sendiri bukan seorang pemuda baik-baik. Dia suka mengganggu istri
orang, suka mempermainkan dan merusak kehormatan anak gadis orang, pokoknya dia
seorang manusia yang masih muda belia tapi terlalu doyan sama perempuan! Kau
bisa memaklumi apa maksud Niliman Toteng membawa sahabatmu ke gedung hartawan
itu...." Menggeletar sekujur tubuh Mahesa
Kelud mendengar itu. Menggeram hatinya dan menggejoblak amarahnya. "Lekas
tunjukkan aku gedung manusia keparat itu!" katanya.
"Ikuti aku," jawab Supitmantil.
"Tapi tunggu dulu, Supit."
Si pemuda balikkan tubuh. "Ya?"
"Jika kau coba menipu dan menjebakku, itu satu tanda bahwa umurmu tak akan lama
lagi!" Supitmantil tersenyum. "Percaya padaku, sobat!" katanya.
Kedua pemuda itu berlari cepat
memasuki kotaraja di malam yang telah larut serta gelap pekat itu. Di satu jalan
mereka menghentikan lari dan
berjalan seperti biasa. "Lihat gedung besar dan bagus itu?"
tanya Supitmantil seraya menunjuk ke muka.
Mahesa mengangguk. "Itulah gedung Prajadika...."
"Mari kita serbu!" kata Mahesa sudah tak sabaran.
"Jangan gegabah, sobat,"
memperingatkan Supitmantil. "Kita harus hati-hati karena tidak mudah untuk masuk
ke gedung. Banyak orang-orang pandai di sana. Kurasa Niliman Toteng sendiri
menginap di situ!" "Aku tidak takut sama iblis perempuan itu!" kata Mahesa geram.
"Memang banyak orang yang tidak takut padanya, tapi harus diingat bahwa selain
ilmunya tinggi dia juga licik busuk.
Lihat saja bagaimana dia meringkus gadis sahabatmu. Kita sebaiknya atur rencana.
Aku melompati tembok masuk ke dalam menemui Niliman Toteng dan ajak dia bicara-
bicara. Sementara itu kau melompat ke atas genting gedung dan selidiki di kamar
mana sahabatmu disekap. Aku pasti sekali bahwa gadis itu berada di kamar
Prajakuncara!" "Baik, cepatlah!"
Di luar, gedung hartawan Prajadika
memang tidak dijaga oleh siapa-siapa.


Mahesa Kelud - Menggebrak Kotaraja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi di dalam gedung terdapat beberapa orang berkepandaian tinggi, satu di
antaranya adalah Niliman Toteng yang saat itu tengah duduk menyirih dengan mulut
komat kamit di samping gedung.
Meski dia tidak melihat orangnya
namun dia dapat mendengar suara turunnya sepasang kaki menginjak tanah di
halaman samping yang agak gelap itu! Demikianlah hebatnya daya dengar Iblis
Jangkung ini! Tanpa memutar kepala ataupun menggeser duduknya, Niliman Toteng bertanya
membentak: "Tamu tak diundang dari mana yang berani datang malam-malam begini"!"
"Niliman Toteng harap dimaafkan dan jangan marah kalau aku yang muda ini
mengganggu ketenteramanmu. Aku
Supitmantil datang untuk bicara dengan kau."
Barulah Niliman Toteng memutar duduknya. Dia memang kenal baik dengan pemuda
bertampang keren itu dan suka bicara-bicara. Dengan tiada rasa curiga
sedikitpun dia menyambut kedatangan si pemuda. Percakapan yang asyikpun segera
terjadi. Sementara itu dari jurusan yang lain Mahesa Kelud dengan mengandalkan ilmu
mengentengi tubuhnya yang tinggi, laksana seekor burung rajawali melompat
melayang ke atas wuwungan gedung tanpa menimbulkan sedikit suarapun ketika kedua
kakinya menginjak wuwungan tersebut! Dia segera memulai pemeriksaannya, membuka
genteng gedung sebagian demi sebagian, mencari di kamar mana kekasihnya di
sekap. Ketika dia bergerak mendekati bagian tengah dari atap gedung maka didengarnya
suara bentakan-bentakan lantang
menggeledek. Hatinya gembira karena dia dapat mengenali suara tersebut yang tak
lain dari pada suara Wulansari adanya!
Dibukanya bagian genteng di jurusan suara itu. Di bawahnya kemudian dilihatnya
sebuah kamar besar dengan perabotan serta mewah.
Di atas tempat tidur di kamar itu
terbaring Wulansari. Meski gadis ini bisa membuka mulut dan bicara keras namun
tubuhnya tidak dapat bergerak. Ini satu tanda bahwa gadis itu ditotok pada
bagian tubuhnya! Sesudah mencium bau amis dari senjata rahasia Niliman Toteng
tadi, Wulansari jatuh pingsan dan dilarikan ke
gedung tersebut. Niliman kemudian
memberikan obat penawar sehingga
Wulansari sadar kembali tapi sebelum sadar tubuhnya telah lebih dahulu
ditotok, hingga biarpun dia bisa bicara namun sekujur tubuhnya tetap tumpuh
kaku! Meskipun gadis ini kerahkan tenaga
dalamnya untuk membuyarkan totokan
tersebut namun sia-sia saja karena
totokan Niliman Toteng benar-benar ampuh.
Di samping kekasihnya sendiri maka
dalam kamar itu Mahesa Kelud melihat seorang pemuda bermuka putih dan
berpakaian bagus sekali. Pasti ini adalah anak si hartawan, Prajakuncara. Pemuda
ini duduk di tepi tempat tidur dengan senyum-senyum meskipun Wulansari mencaci
makinya habis-habisan. "Pemuda hidung beiang! Pergi dari sini! Terkutuk kau!" Ingin sekali gadis ini
mengg-rakkan kedua kakinya untuk menendang tubuh Prajakuncara tapi apa daya
kedua kaki dan sekujur tubuhnya berada dalam keadaan lumpuh!
"Dengar gadis cantik!" kata Prajakuncara sambil dekatkan kepalanya ke muka si
gadis. "Daripada kau memaki berteriak hingga akhirnya suaramu yang merdu itu
jadi serak. Lebih bagus kita secara baik-baik. Kau cantik sekali dan pantas jadi
istriku! Aku belum punya istri dan ingin kawin!"
"Kawinlah dengan setan neraka!"
bentak Wulansari. Prajakuncara tertawa membahak. "Kau ini ada-ada saja," katanya sambil memegang
pipi Wulansari dengan kedua tangannya. "Masakan aku yang begini gagah disuruh kawin dengan setan neraka! Kau
lebih pantas!" Tangan pemuda yang memegang pipi turun ke bahu, berhenti di sini
sebentar lalu bergerak menyusup di balik baju kuning Wulansari!
"Keparat jahanam! Jangan jamah tubuhku!" teriak Wulansari.
Sebaliknya kedua tangan itu semakin menggerayang bahkan Prajakuncara kini
kelihatan merebahkan tubuhnya di samping si gadis dan menyilangkan kakinya di
atas paha Wulansari! Seperti disengat kalajengking Mahesa Kelud melihat pemandangan ini! Dia segera
melompat turun dari atas genteng dengan pedang merah terhunus!
"Manusia rendah! Hari ini kau musti mampus!"
Bukan main kagetnya Prajakuncara. Tangannya yang meremes dada Wulansari keluar
dari balik baju. Dengan cepat dia segera bangun. Pemuda ini serta merta jatuhkan
tubuhnya di lantai ketika satu sambaran merah melesat ke kepalanya.
Masih untung dia sempat berbuat begitu, kalau tidak pasti kepalanya akan
terbelah dua! Ketika dia berdiri lagi maka
Prajakuncara sudah menghunus sebatang pedang hitam. Senjata ini adalah buatan
gurunya Si Iblis Jangkung. Dengan geram murid Niliman Toteng ini menyerbu Mahesa
Kelud. Untuk kedua kalinya pedang dewi di tangan Mahesa membabat. Prajakuncara
gunakan pedangnya untuk menangkis. Namun keringat dingin membasahi tubuhnya
ketika senjata tersebut menjadi buntung dua di babat pedang lawan. Belum lagi habis
rasa kaget serta kecut ngerinya maka sinar merah menyambar untuk ketiga kalinya!
Dan kali ini pemuda doyan perempuan itu tidak bisa lagi selamatkan nyawanya.
"Cras!" Kepala dan tubuh Prajakuncara saling terpisah satu sama lain! Darah muncrat
deras. Tubuh anak hartawan itu rebah ke
lantai beralaskan permadani indah sedang kepalanya menggelinding ke sudut kamar!
Sebagai murid dari Niliman Toteng
yang sakti sebenarnya Prajakuncara
memiliki ilmu silat tinggi. Namun karena dia berada dalam keadaan kaget serta
gugup, lagipula dalam menyerang tadi Mahesa Kelud mempergunakan jurus yang hebat
dari ilmu "Dewi Pedang Delapan Penjura Angin" yakni jurus yang dinamakan
"kitiran dewi memapas puncak gunung" maka mana sanggup murid Niliman Toteng
tersebut selamatkan nyawanya!
Dengan cepat Mahesa Kelud melompat ke tempat tidur dan melepaskan totokan di
tubuh kekasihnya. Kedua mata Wulansari nampak berkaca-kaca karena gembira dan
terharu melihat bagaimana
pemuda kecintaannya sendiri yang melepaskannya dari bahaya yang luar biasa terkutuknya
itu! Dipeluknya Mahesa Kelud erat-erat.
"Wulan, mari kita keluar dari sini dan buat perhitungan dengan setan
perempuan itu!" "Ya, kita harus cari dia dan bikin mampus karena pedang merahku juga telah
dirampasnya!" "Apa"!" terkejut sekali Mahesa mendengar keterangan kekasihnya itu.
Keduanya segera melompat ke atas
atap. * * * 8 Niliman Toteng tutup mulutnya yang
sedang bicara ketika mendengar suara Wulansari di samping kirinya.
"Perempuan Iblis! jika kau benar-benar punya nyali dan sakti, mari kita
bertempur sampai seribu jurus tanpa mempergunakan ilmu yang kotor dan licik!"
Supitmantil, yang tengah bicara dengan Niliman Toteng, pura-pura
terkejut. Niliman Toteng sendiri juga terkejut tapi dapat menyembunyikan rasa
terkejutnya itu! Niliman Toteng tertawa. "Hem...
rupanya ada tikus kepala hitam yang bebaskan kau sehingga kau kini bisa pentang
mulut huh"!" "Perempuan keparat! Jangan banyak bacot! Kau takut menerima tantanganku"!"
bentak Wulansari. Kedua alis mata Niliman Toteng tampak menjadi naik. Kemudian didengarnya pula
Mahesa Kelud berkata mengejeknya. "Wulan, aku pernah dengar tentang riwayat
perempuan tua buruk ini! Dia seorang pelarian dari Blambangan, persis sama
seperti adiknya si Waranganaya Toteng!
Orang mengatakan bahwa dia lari
meninggalkan Blambangan karena terjadi perpecahan diantara orang-orang pandai di
sana. Tapi kau tahu hal yang sebenarnya"
Setan tua ini tak lain melarikan diri karena kehilangan muka, dikalahkan oleh
beberapa orang muda seperti kita yang dianggapnya tikus kepala hitam! Datang ke
sini dia berhasil jual lagak! Buktinya dia tak punya nyali melayanimu secara
jujur tanpa ilmu busuk licik itu!"
Muka Niliman Toteng jadi mengkerut
karena mendengar ejekan tajam itu.
Hidungnya yang bengkok semakin tambah bengkok! "Pemuda mulut besar! Kau murid
siluman dari gunung manakah yang berani mengejek aku. Sudah bosan hidup, ya"!"
Mahesa Kelud tertawa sinis. "Jika kau anggap guruku seorang siluman, maka kau
tentunya nenek moyang siluman! Tapi dari jenis yang pengecut! Menghadapi
tantangan adik seperguruanku saja kau sudah
mengkerut!" Di sampingnya, Supitmantil berbisik pada Niliman Toteng. "Hati-hati, Niliman.
Pemuda ini lebih berbahaya dari gadis itu."
"Baiklah, biar kubikin lumat tubuh keduanya!" kata Si Iblis Jangkung seraya maju
ke muka. "Eh, tunggu dulu Iblis Jangkung!"
kata Mahesa Kelud sambil angkat tangan kirinya. Dari tangan itu keluar angin
yang menyambar ke arah Niliman Toteng, padahal gerakan tangan tersebut demikian
pelahan! "Pemuda banyak bacot! Apalagi
maumu"!" bentak Niliman Toteng penuh geram dan hentikan langkahnya.
"Aku tidak yakin kau akan melayani adik seperguruanku dengan jujur sebelum kau
kembalikan pedang merahnya!" kata Mahesa Kelud.
"Soal pedang soal kemudian!" jawab Niliman Toteng.
"Kalau begitu..." ujar Wulansari,
"Siapa sudi berkelahi dengan maling tua!"
Niliman Toteng menggereng menahan
amarahnya yang sudah tak terkendalikan.
Dari balik jubah merahnya dikeluarkannya pedang Wulansari.
"Ini, ambillah pedangmu kembaii!"
kata perempuan jangkung itu. Lemparan yang dilakukannya bukan lemparan biasa
karena pedang tersebut melesat laksana anak panah lepas dari busur dengan mata
pedang mengarah ke dada Wulansari! Jika orang berilmu kepalang tanggung pasti
akan kena celaka bila coba menyambut senjata tersebut. Namun dengan sikap acuh
tak acuh si gadis gerakkan tubuhnya ke samping. Tangan kanannya bergerak dan
tahu-tahu hulu pedang sudah berada dalam genggamannya!
"Bagus!" Memuji Si Iblis Jangkung.
Serentak dengan itu dia keluarkan
stagennya dari balik jubah dan menyerbu Wulansari! Meski cuma sehelai stagen
namun keampuhannya luar biasa. Ujung dari benda ini bisa dipakai untuk menotok,
memukul mata sampai buta atau mematakan tulang-tulang dada dan iga! Belitannya
dapat mematahkan tulang pinggang atau meremukkan tulang leher!
Mahesa Kelud dapat melihat bagaimana gerakan-gerakan yang dibuat oleh Niliman
Toteng sangat gesit, cepat laksana kilat dan berbahaya sekali. Stagen merahnya
meliuk-liuk laksana seekor ular piton dan adakalanya seperti sebuah cambuk yang
dipukuikan dan mengeluarkan suara
menggelegar! Untuk beberapa lamanya Wulansari hanya bisa bertahan. Ketika gadis
ini mulai mengeluarkan jurus-jurus menengah dari ilmu "Dewi Pedang Delapan
Penjura Angin," maka setiap serangan Niliman Toteng menjadi gagal buyar dan
ngelantur sama sekali. Betapapun
perempuan tua ini mempercepat gerakannya namun sia-sia saja. Tak bisa dia
mendesak Wulansari, malahan keadaannya jurus demi jurus semakin kepepet! Pedang
merah merambas dan membabat kian kemari!
Serangan-serangan yang dilancarkan
Wulansari cepat serta banyak sekali perubahannya. Dalam satu tusukan hebat
senjata itu sampai berubah arah dua tiga kali sehingga sukar diduga bagian tubuh
yang mana dari Niliman Toteng yang
diserang! Seumur hidupnya baru kali ini perempuan tua kawakan itu menghadapi
ilmu pedang yang demikian anehnya dan
berbahaya! Dalam satu gebrakan yang hebat tiba-tiba:
"Breet"! Jubah merah di bagian dada Niliman
Toteng robek besar dimakan ujung pedang.
Perempuan tua ini keluarkan seruan
tertahan. Keringat dingin memercik di tengkuknya. Cepat-cepat dia kerahkan
tenaga dalamnya untuk menolak hawa panas yang terasa bersarang di dadanya!
Penasaran perempuan iblis ini kemudian kerahkan tenaga bathinnya. Mulutnya komat
kamit terpencong-pencong! Jelas sudah bahwa Niliman Toteng tengah membaca
mantera-mantera sihir untuk memukul lawannya yang tak sanggup dihadapinya secara
jujur itu! "Ha... ha! Anak ingusan hendak mempermainkan aku"! Rebah! Kau harus rebah! Harus! Ayo rebah!"
Suara Niliman Toteng yang diiringi
dengan tenaga ilmu hitamnya masuk
memukul-mukul lubang telinga Wulansari, menguasai otak serta menanarkan
pemandangannya. "Rebah! Kau harus rebah....! Lihat aku, rebah!" Kedua lutut Wulansari melipat.
"Wulan! Jangan pandang dia!" seru Mahesa Kelud dengan kerahkan tenaga dalamnya.
"Dia tengah menyihirmu!"
Wulansari sendiri segera maklum bahwa lawan tengah berlaku licik terhadapnya.
Dia memandang kejurusan lain sambil kerahkan tenaga dalam menolak sihiran
Niliman Toteng! Bersamaan dengan itu dari hulu pedang mustika sakti yang
dipegangnya keluar hawa panas yang sama-sama menolak dan memusnahkan pengaruh
sihir Si Iblis Jangkung! Sesaat kemudian kelihatanlah bagaimana tubuh Wulansari
berkelebat cepat dan dengan ganas kembaii mengirimkan serangan bertubi-tubi ke
arah Niliman Toteng! Melihat bagaimana ilmu sihirnya tiada
mempan dan tidak sanggup merobohkan lawannya bukan main geram dan penasaran
sekali Niliman Toteng! Tangan kirinya bergerak. Kemudian dengan satu teriakan
peringatan dia melemparkan senjata
rahasianya berupa jarum-jarum beracun yang sangat berbahaya sekali.
"Awas jarum!" Puluhan jarum berkilauan menyambar ke arah Wulansari. Gadis ini putar pedangnya
di muka dada dan semua senjata rahasia Niliman Toteng dibikin mental!
"Keparat!" maki Si Iblis Jangkung dalam hatinya. Dia kembaii di desak hebat
sampai akhirnya bahu kirinya kena
tersambar ujung pedang. Jubahnya robek sedang daging bahunya terkelupas!
Disamping rasa sakit Niliman Toteng merasakan pula bagaimana dari lukanya itu
menjalar hawa panas menggidikkan! Perempuan ini cepat-cepat kerahkan tenaga dalamnya yang disertai bacaan mentera-
mantera hingga akhirnya hawa panas itu tertolak juga sesudahnya terjadi
pergumulan seru dalam tubuh Niliman Toteng. Jika saja Niliman bukan seorang
berilmu sangat tinggi, ketika pergumulan antara hawa panas dari pedang Wulansari
dengan tenaga dalamnya, pasti tubuhnya akan kelojotan dan mampus seperti yang
terjadi dengan Si Setan Puntung
sebelumnya! Jago tua ini benar-benar kehilangan muka. Tanpa malu-malu dia berteriak pada
Supitmantil. "Supit jangan menonton saja! Bantu aku!"
Untuk tidak menimbulkan kecurigaan
orang tua itu maka Supitmantil segera cabut kerisnya yang memancarkan sinar
biru. Senjata ini adalah sebuah mustika sakti. Ketika dia maju ke dalam kalangan
pertempuran maka Mahesa Kelud segera memapakinya dengan pedang merah di


Mahesa Kelud - Menggebrak Kotaraja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan. Kini terjadilah pertempuran yang seru di antara kedua anak muda itu.
Walau bagaimanapun ampuhnya keris di tangan Supitmantil namun pedang sakti
Mahesa Kelud belum dapat ditandinginya.
Supitmantil sendiri tidak berani beradu senjata, disamping itu pertempurannya
melawan Mahesa Kelud dilakukannya dengan setengah hati pula! Dengan mengandalkan
kegesitan yang luar biasa pemuda ini masih sanggup membendung serta
mengelakkan setiap serangan Mahesa Kelud.
Tapi itu tidak bisa lama dilakukannya.
Kalau saat itu tidak segera datang kira-kira setengah lusin orang-orang jago
kelas tiga, pendekar-pendekar istana, mungkin Supitmantil sudah kena dilukai!
Datangnya jago-jago kelas tiga istana ini merupakan lawan berat bagi Mahesa
Kelud serta Wulansari meski mereka
memiliki sepasang pedang sakti. Mereka bisa bertahan sampai ratusan jurus
sekalipun, tapi selain membuang waktu dan menghabiskan tenaga saja maka semua
itu tak ada gunanya! Sambil mendekati kekasihnya, Mahesa Kelud memberi isyarat untuk lari.
Diiringi dengan bentakan tinggi dari Mahesa Kelud serta lengkingan dahsyat dari
Wulansari maka kedua orang itupun
putar tubuh, melompati tembok gedung.
Iblis Jangkung dan beberapa orang lainnya segera lemparkan senjata rahasia
masing-masing! Dengan putar pedang sakti mereka di belakang tubuh semua senjata
rahasia itu bermentalan! Mahesa Kelud dan
Wulansari kemudian membalas
serangan senjata rahasia tersebut dengan pasir panas merah. Sebelum berlalu mereka masih
sempat mendengar suara pekikan beberapa orang yang tubuhnya kena dihantam pasir
panas! Mereka tidak menduga kalau dua muda mudi itu memiliki senjata rahasia
pula dan di malam yang begitu pekat butiran-butiran pasir yang demikian kecilnya
siapa sanggup melihatnya!
Niliman Toteng segera meninggalkan
tempat itu menuju ke kamarnya di belakang gedung. Dia menuju ke sini bukan saja
untuk bersemedi guna mengatur jalan darah dan pernafasan serta mengobati
lukanya, tapi juga untuk menghindarkan orang-orang di luar sana yang tak sanggup
dipandangnya karena malu! Namanya sebagai jago tua yang disegani seluruh orang
sakti di kotaraja pasti akan luntur! Ke mana mukanya hendak dihadapkan!
Supitmantil sendiri sesudah Niliman Toteng mengunci diri dalam kamar segera
tinggalkan gedung tersebut.
Gedung hartawan itu untuk beberapa lamanya diliputi kesunyian seperti tak ada
terjadi apa-apa sebelumnya! Tapi ketika pelayan menemui mayat tanpa kepala
Prajakuncara, maka heboh dan hiruk
pikuklah seluruh isi gedung tersebut!
* * * Kedua muda-muda itu menuju ke pondok di luar kotaraja. Wulansari terkejut ketika
melihat di dalam pondok itu ada seorang gadis cantik jelita, duduk di balai-
balai kayu. Pakaiannya bagus sekali menandakan bahwa dia adalah anak seorang
berpangkat atau bangsawan kaya raya!
Retno sendiri terkejut pula melihat Mahesa Kelud kembaii bersama seorang gadis
remaja berpakaian kuning dan
berparas cantik! "Siapa dia, Mahesa?" tanya Wulansari.
"Dia adalah puteri Suto Nyamat...."
"Puteri Suto Nyamat"! Kalau begitu dia harus mampus!" Wulansari mencabut
pedangnya. "Wulan! Tahan!" seru Mahesa Kelud seraya pegang pergelangan tangan
kekasihnya! Wulansari jadi heran dan penasaran
sekali melihat perbuatan Mahesa Kelud.
"Mahesa," katanya, "Apa kau lupa manusia ini adalah anak musuh besar kita, yang
telah membunuh ibu serta ayah dan guru"!
Kau lupa"!" "Aku tidak lupa, Wulan... masukkan pedangmu kembali," kata Mahesa.
Gadis itu merengut. Tapi dia mematuhi juga perintah kekasihnya, meski hatinya
tidak senang sama sekali!
"Wulan, dia memang puteri musuh besar kita! Tapi dia tidak berdosa apa-apa dan
tidak ada sangkut pautnya dengan segala kejahatan yang dibuat ayahnya!"
"Tapi dia cukup pantas untuk
menanggung dosa ayahnya!" tukas Wulansari tajam.
Mahesa Kelud gelengkan kepala. "Tidak Wulan, jika ayahnya bersalah kita tak bisa
salahkan anaknya. Tapi sebaliknya jika anaknya bersalah mungkin kita bisa
salahkan ayahnya...."
Wulansari tambah penasaran melihat
sikap dan mendengar kata-kata kekasihnya itu. Rasa cemburu segera menjalari
dirinya terutama ketika dia menyadari bahwa anak gadis Suto Nyamat itu memang
lebih cantik dari dia! "Siapa namamu"!" tanya Wulansari dengan membentak serat kasar.
Retno tak menjawab. Diam-diam dia
penasaran diperlakukan seperti itu dan diam-diam entah mengapa dia merasa benci
sekali pada Wulansari! "Kau tak mau menjawab" Minta ditampar hah"!" hardik Wulansari.
Air muka Retno merah padam. "Saudari, walau bagaimanapun aku adalah manusia yang
punya harga diri, mungkin lebih berharga dari kau! Karena itu tak usah menanya
dengan membentak. Jika kau mau bunuh aku, silahkan! Aku tidak takut mati!"
Wulansari jadi naik pitam. Tangannya bergerak untuk menampar muka Retno tapi
lagi-lagi niatnya itu dihalangi oleh Mahesa Kelud! Wulansari berpaling dan
memandang beringas pada kekasihnya. Belum pernah Mahesa Kelud melihat gadis itu
memandang demikian rupa. Tiba-tiba
Wulansari merenggutkan lengannya dari pegangan Mahesa dan lari keluar!
Mahesa Kelud menyusul. Didapatinya
kekasihnya berdiri menangis dan menutupi mukanya dengan kedua tangan. Pemuda itu
memegang bahu kekasihnya. "Wulan, dengarlah..." katanya.
Wulan menggerakkan tubuhnya sehingga pegangan kekasihnya terlepas. "Mengapa kau
ke sini"! Sudah saja di dalam sana!
Kau membela gadis itu! Belalah terus!
Pergi sana!" "Wulan, dengar...."
"Aku tidak mau dengar!"
"Aku tidak membelanya, Wulan."
"Memang tidak, cuma menolongnya! Dia lebih cantik dariku, pergilah ke sana!
Pergi!" Bergetar tubuh Mahesa Kelud mendengar kata-kata itu. Namun dengan tenang dia
bertanya: "Kau cemburu, adik"!"
"Aku bukan adikmu lagi, Mahesa! Kau telah bersekutu dengan puteri musuhku!
Dia adikmu yang baru!"
Mahesa memutar tubuh gadis itu.
Ketika berhadapan-hadapan Wulansari yang sudah mata gelap dan tak sanggup lagi
menahan segala kekesalan yang menyesakkan dadanya, tanpa disadari memukul
mendorong Mahesa Kelud sehingga pemuda itu terjajar ke belakang!
Mahesa Kelud merasa sedih dan kecewa sekali atas sikap tindakan Wulansari itu.
Dengan langkah gontai ditinggalkannya tempat itu. Hatinya murung, pikirannya
kacau balau. Musuh besar masih
bersembunyi dan antara dia dengan
Wulansari terjadi perbantahan yang
seharusnya tidak boleh terjadi! Apakah
yang akan dilakukan sekarang" Sementara malam sudah larut begitu" Langkahnya
dihentikannya di muka pintu. Di luar sana didengarnya Wulansari menangis dan di
dalam pondok didengarnya pula tangisan Retno.
Akhirnya pemuda ini memutar tubuhnya dan melangkah meninggalkan tempat itu, tak
tahu harus pergi ke mana. Dia
berjalan sipembawa kakinya!
* * * 9 Tanpa disadarinya pemuda ini sampai di tepi sebuah anak sungai. Langkahnya
terhenti waktu kakinya terpeleset di tebing sungai. Dia terduduk di tanah
beberapa lamanya, kemudian berdiri dengan perlahan dan melangkah menuju ke
sebuah batu besar di sebelah sana. Dia duduk di atas batu ini, bersila. Kedua
matanya dipejamkan. Sukar baginya untuk mulai bersemedi karena hatinya masih
kecewa, sedih dan seperti diiris-iris. Karena pikirannya kacau balau sukar
dipusatkan dan karena telinganya seakan-akan masih mendengar kata-kata bentakan
Wulansari.... Kau membela gadis itu...
belalah terus.... Pergi sana! Aku tidak mau dengar... dia lebih cantik dariku,
pergi kepadanya... pergi!" Dan apa yang lebih memedihkan hati pemuda ini ialah
ketika Wulansari berkata: "Aku bukan
adikmu lagi, Mahesa! Kau telah bersekutu dengan puteri musuhku! Dia adikmu yang
baru!" "Wulan..." kata Mahesa dalam hatinya.
"Dari pada kau bicara demikian, lebih baik tetakkan pedangmu di kepalaku. Bunuh
aku! Rasanya itu lebih baik!" Pemuda ini menarik nafas dalam. Seperempat jam
kemudian baru dia dapat memusatkan
pikirannya dan menutup kelima panca inderanya, mulai bersemedi.
Gadis itu tidak tahu berapa lama dia berdiri menangis seperti itu. Disekanya
muka serta matanya dengan selendang kuning pengikat pinggang pakaiannya. Dia
memandang berkeliling. Tak terlihat Mahesa Kelud. Hanya kegelapan yang ada di
sekelilingnya. Dirapikannya letak rambut serta pakaiannya, disekanya mukanya
sekali lagi lalu melangkah ke pintu pondok yang terbuka sedikit. Pintu
didorongnya dan mengeluarkan suara
berkereketan menyebabkan Retno yang saat itu masih duduk terisak-isak ditepi
balai-balai kayu mengangkat kepalanya.
Untuk beberapa detik lamanya
pandangan kedua gadis ini saling beradu.
Kemudian Retno cepat-cepat memutar kepala berpaiing ke jurusan lain. Nenek-nenek
pemiiik pondok tersebut duduk di bagian lain dari balai-balai kayu tertidur
ayam. Kedua matanya membuka sedikit dan
mengikuti Wulansari yang melangkah di hadapannya. Di hadapan pintu sebuah kamar
Wulansari berhenti. Di dalam kamar ini ada sebuah tempat tidur juga dari kayu.
Tempat tidur itu kosong, seluruh kamar
kosong tak ada manusia. Pemuda yang dicarinya tak ada di sana. Wulansari menuju
ke belakang di mana terletak dapur sempit yang perabotannya hanya sebuah tungku
besi yang sudah sumbing dan panci kaleng yang bocor! Juga di sini tidak
ditemuinya pemuda itu. Ketika dia
melewati bagian muka dari pondok, ingin sekali dia menanyakan pada si nenek di
mana adanya Mahesa Kelud. Tapi niat tersebut dibatalnya. Dia melangkah terus,
keluar dari pondok dan kembaii ke gelapan malam serta udara dingin sembilu
menyambutnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Dadanya turun naik dan dia mulai terisak-isak.
Kemarah-annya telah mereda dan jauh di lubuk hatinya kini terasalah penyesalan
yang menyesakkan rongga-rongga
pernafasannya. Dia ingat betapa dia telah bicara kasar terhadap kekasihnya itu!
Telah membentak bahkan memukulnya.
Semuanya itu dilakukannya karena marah yang tidak beralasan, karena cemburu buta
terhadap anak gadis Suto Nyamat!
Dalam hati sedih penuh penyesalan
itu, dengan air mata mengalir membasahi kedua pipinya, dia melangkah perlahan.
Dia tak tahu di mana Mahesa Kelud berada, entah masih di sekitar situ, entah
sudah pergi jauh meninggalkannya dan tak
kembali lagi. "Mahesa..." rintih gadis ini dalam hatinya. Dia melangkah terus, kadang-kadang
terhuyung atau tersandung. Dia melangkah, dan dia menangis. Di manakah
kekasihnya... dapatkah Mahesa memaafkan
segala tindak lakunya yang kasar tadi"
Kalau saja pemuda itu ada di hadapannya saat ini, maulah dia berlutut memagut
kedua kaki Mahesa Kelud dan menangis.
Tapi Mahesa tidak ada, Entah di mana....
Seperti Mahesa Kelud tadi, Wulansari pun dalam ketidak sadarannya melangkah
sepembawa kakinya hingga akhirnya sampai pula di tepi sungai, di bagian yang
tidak berapa jauh dari tempat di mana Mahesa Kelud duduk bersemedi. Wulansari
duduk di atas batang pohon kayu tumbang. Menutup mukanya dengan kedua tangannya
dan menangis, sejadi-jadi sepuas-puas
hatinya. Jika saja Mahesa Kelud tidak tengah bersemedi, pasti pemuda ini dapat
mendengar tangis kekasihnya itu!
Tak berapa lama lagi hari akan pagi, matahari akan segera terbit. Dari
pedesaan telah terdengar kokok ayam bersahut-sahutan. Perlahan-lahan Mahesa
Kelud membuka semua panca indera yang tadi ditutupnya ketika bersemedi. Meski
tubuhnya kini segar namun kepedihan hati yang begitu mendalam masih belum dapat
dihilangkannya. Mendadak, lapat-lapat ia dengar seorang perempuan yang tengah
menangis ini, tangisnya demikian sedih menusuk
perasaan, membuat bertambah
perihnya luka dihati si pemuda.
Perlahan-lahan Mahesa Kelud berdiri dan meninggalkan tempat itu, menuju ke arah
datangnya suara tangisan. Samar-samar dalam kegelapan dilihatnya sosok tubuh
duduk di atas batang kayu di tepi sungai, membelakanginya. Langkahnya serta
merta terhenti ketika pemuda ini
mengenali siapa adanya orang tersebut.
Satu pergolakan terjadi dalam
dadanya. Pergolakan antara rasa kasih sayang dan kasihan dengan rasa kekecewaan
dan kelukaan hati! Pemuda ini termangu sejurus. Rasa kasih sayang dikalahkan
oleh rasa kekecewaan. Rasa iba dikalahkan oleh kelukaan hati yang amat sangat.
Pemuda ini segera putar tubuhnya namun kakinya menginjak sebatang ranting
kering! Suara patahan ranting terdengar jelas dan keras dalam kesunyian itu.
Orang yang sedang menangis memutar tubuh!
"Mahesa!" Betapapun, kerasnya hati, namun
seruan itu, suara itu membuat mau tak mau Mahesa Kelud menghentikan langkahnya.
Wulansari menjatuhkan dirinya di hadapan pemuda itu, memeluk kakinya dan
menangis tersedu-sedu. Mahesa merasakan butiran-butiran air mata hangat
membasahi kakinya. "Mahesa... Mahesa..." ratap Wulansari. Hati yang tadi keras, hati yang tadi
begitu kecewa dan sedih, hati yang tadi demikian lukanya, kini seperti diguyur
air dingin sejuk. Kalau tadi Mahesa Kelud mengangkat kepalanya tinggi-tinggi,
memandang ke arah kejauhan, maka kini
perlahan-lahan kepala itu
diturunkannya. "Wulan..." bergetar suara pemuda ini ketika menyebut nama kekasihnya.
"Berdirilah," katanya.
"Kau... kau maafkan aku, Mahesa...?"
sedu Wulansari. "Tak ada yang harus dimaafkan, Wulan." "Ada, aku salah. Aku bersalah besar terhadapmu, Mahesa. Aku berdosa besar!"
"Tak ada kesalahan yang kau buat, adik. Tak ada dosa yang kau lakukan.
Berdirilah." "Tidak Mahesa, aku merasa bersalah dan berdosa meski kau anggap itu semua tidak
ada. Maafkan dulu aku, Mahesa, maafkan dulu adikmu ini, baru aku
berdiri...." "Aku maafkan kau Wulan.
Berdirilah...." Gadis itu berdiri.
Dipeluknya tubuh Mahesa, disembunyikannya kepalanya di dada yang bidang itu. Dia
masih menangis tapi bukan menangis karena sedih, sebaliknya kini menangis
gembira! Mahesa Kelud membelai rambut kekasihnya. Kemudian disekanya pipi yang basah
dengan air mata itu, bahkan dengan penuh kasih sayang diciumnya kedua mata yang
bening berkilauan oleh air mata itu.
Wulansari tersenyum. Betapa indahnya
senyum itu, lebih indah rasanya dari yang dulu-dulu.
"Wulan, mari kita pergi dari sini..."
kata Mahesa. Keduanya meninggalkan tempat itu, menuju ke pondok. Beberapa tombak


Mahesa Kelud - Menggebrak Kotaraja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari pondok tersebut Mahesa menghentikan langkahnya.
"Kau tunggu di sini saja, Wulan."
"Kau mau ke mana, Mahesa...."
"Menemui gadis itu untuk menerangkan kepadanya bahwa bila pagi tiba dia bisa
kembaii ke kotaraja, ke gedung ayahnya."
"Kau tak boleh temui dia, Mahesa. Aku benci padanya."
"Aku memaklumi, Wulan.... Kalau begitu kaulah yang pergi."
Gadis itu gelengkan kepalanya.
"Sudah, pergilah...."
"Kau tidak marah...?"
"Tidak." "Kau tidak cemburu?"
Wulan mencubit lengan Mahesa Kelud.
Sambil mengusap tangannya yang sakit pemuda itu menuju ke pondok. Tak lama
kemudian dia kembaii mendapatkan
kekasihnya. "Gadis itu sudah tidur. Aku bicara dengan nenek pemiiik pondok. Kau
marah dan cemburu aku bicara padanya?"
tanya Mahesa menggoda. Wulansari mengulurkan tangan kanannya dan tahu-tahu telinga kiri Mahesa Kelud
terjewer keras hingga pemuda ini mengaduh ke-sakitan!
"Ampun, tipu ilmu mana yang kau pergunakan untuk menjewer telingaku ini,
Wulan"!" "Itu namanya tipu gadis manis
menjewer pemuda ceriwis!" kata Wulansari pula sambil tertawa cekikikan.
Mau tak mau Mahesa juga jadi ikut
tertawa gelak-geiak. Tapi dia tidak tinggal diam. Tiba-tiba tangan kirinya
meraih pinggang gadis itu dan tahu-tahu tubuh Wulansari sudah berada di atas
bahu kirinya untuk kemudian dibawanya lari secepat-cepatnya.
"Hai! Kau mau culik aku kemana"!"
teriak Wulansari. "Lepaskan! Ayo turunkan aku!"
"Ha... ha... ha!" bergelak Mahesa Kelud. "Ini namanya tipu pemuda ceriwis
menculik pacar genit!"
Wulansari selinapkan tangan kirinya di belakang kepala Mahesa. Begitu jari-
jarinya berhasil menangkap daun telinga pemuda itu maka
segera dipuntir dijewernya. Mahesa terpekik kesakitan tapi dia
lari terus walau termiring-miring. Betapa mesranya ke dua insan itu walau
kadang-kadang kemesraan itu disingkapkan dalam cara dan keadaan aneh dan lucu.
TAMAT Segera menyusul!!! MAHESA KELUD PEDANG SAKTI KERIS ULAR EMAS
Dengan judul : LUTUNG GILA Scan/Convert/E-Book: Abu Keisel
Tukang Edit: mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com
/ Dedemit Rimba Dandaka 2 The Broker Karya John Grisham Kamar Gas 1
^