Pencarian

Kembang Jelita Peruntuh 12

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 12


ada yang memihak ke sana.
Kesunyian itu tiba-tiba dipecahkan suara
tambur Liong-hong-kou dan lonceng Kengyang-ciong yang dibunyikan khusus menjelang
tampilnya Kaisar di singgasana
Kembang Jelita 21 48 Siangkoan Hi sekalian cepat merapikan
pakaian, lalu berlutut. Sekelompok thai-kam bersenjata muncul
dari belakang singgasana dan langsung
memecah diri menjadi dua barisan di kiri kanan
singgasana. Dan yang mengejutkan Siangkoan
Hi sekalian ialah ketika melihat munculnya Co
Hua-sun. Sempat terjadi pergolakan di hati Siangkoan
Hi sekalian. Jangan-jangan Co Hua-sun sudah
jadi Kaisar" Dugaan yang mungkin kelewat jauh,
namun cukup beralasan. Tetapi Siangkoan Hi sekalian serempak
menarik napas lega, ketika melihat Co Hua-sun
ternyata tidak menduduki singgasana, melainkan kursi di sebelah singgasana yang
lebih rendah dari singgasana. Memang di situlah
tempatnya sejak dulu. Dalam suasana sunyi itu,
sebelas orang yang menarik napas lega bersama
tadi jadi kedengaran jelas sekali, menimbulkan
adegan yang sedikit menggelikan.
Kembang Jelita 21 49 Co Hua-sun mendengarnya juga, dan paham
apa artinya, membuat wajahnya yang gemuk
berlemak itu jadi masam. Sesaat kemudian barulah Kaisar Cong-ceng
keluar, semua hadirin berlutut dan berseru
serempak, "Ban-swe! Ban-swe!"
Setelah duduk dan menyuruh semuanya
bangkit, Kaisar bertanya, "Siapa yang memaksa
menghadap aku?" "Ampun Tuanku, hambalah orangnya...."
Siangkoan Hi cepat melangkah maju dan
membungkuk hormat. "Dan beberapa panglima
ini.." Biasanya Co Hua-sun bersikap congkak di
tempat duduknya, tapi kali ini terlihat wajahnya
tegang, sedikit banyak terbaca di wajahnya
bahwa kali ini Co Hua-sun merasa kurang
percaya diri. Memang belakangan ini situasi
makin susah diperhitungkan, apalagi dikendalikan. Ada beberapa arus kepentingan
yang saling bentur di Pak-khia.
Sementara itu Kaisarpun bertanya lagi,
"Urusan apa yang kalian bawa ke hadapanku?"
Kembang Jelita 21 50 Siangkoan Hi mengangkat surat yang
dibawanya ke depan dada dengan dua tangan,
"Hamba mohon Tuanku berkenan membaca
surat ini." Seorang thai-kam melangkah menuruni
tangga singgasana untuk menerima surat itu
dan dibawa ke hadapan Kaisar.
"Bacakan..." titah Kaisar kepada thai-kam itu.
Namun Siangkoan Hi buru-buru berkata,
"Hamba mohon ampun, Tuanku. Hamba mohon
agar Tuanku berkenan membaca surat itu
sendiri, tidak dibacakan...."
Kiranya Siangkoan Hi takut kalau surat itu
dibacakan oleh seorang thai-kam, bisa saja thaikam itu sengaja tidak membaca atau melompati
bagian-bagian yang bisa memberatkan Co Huasun.
Kaisar heran akan keberanian Siangkoan Hi
mengajukan permintaan itu. Dan sebelum
Kaisar sendiri menjawab, Co Hua-sun sudah
bersuara tajam, "Tuan Siangkoan, sejak kapan
kau bernyali begini besar dan mencoba
memerintah Sri Baginda?"
Kembang Jelita 21 51 Siangkoan Hi berlagak tuli terhadap ucapan
Co Hua-sun itu, dan mengulangi permohonannya, "Ampun Tuanku, harap
Tuanku berkenan mengabulkan permohonan
hamba......" dan untuk memperkuat permintaannya, ia berlutut sampai jidatnya
menyentuh lantai. Bukan kepalang gusarnya Co Hua-sun karena
tidak digubris, namun sekaligus juga merasa
gentar. Ia sudah dilapori Wan Hoa-im, bahwa di
luar istana itu ada pasukan besar yang siap
mendukung Siangkoan Hi, ditambah lagi dengan
pasukan Ou Hin yang juga membangkang. Co
Hua-sun merasa posisinya mulai gawat. Orangorang yang membencinya agaknya mulai
membentuk satu barisan yang kuat, sedangkan
bantuan Manchu yang diharap-harapkan Co
Hua-sun belum muncul-muncul juga.
Maka biarpun marah, Co Hua-sun menahan
diri. Dalam pada itu Kaisar Cong-ceng pun
berkata, "Baik, akan kubaca sendiri...."
Kembang Jelita 21 52 Kaisarpun kemudian membacanya. Beberapa
saat ruangan itu hening, hanya terdengar
keresek-keresek kertas di tangan Kaisar.
Kemudian kelihatan wajah Kaisar menjadi
merah padam karena gusar, sampai surat itu
kemudian dirobeknya lalu dihamburkannya
penuh kemarahan. "Membaca surat itu, aku jadi tidak perlu
bersedih lagi akan kematian Adinda Seng-ong.
Karena dia sendiripun siap menghancurkan aku
dengan bantuan Tentara Asing!"
"Tenanglah, Tuanku, tidak perlu marahmarah..." Co Hua-sun cepat-cepat cari muka.
"Pengkhianat itu semalam telah menunjukkan
wajah aslinya, dan sudah menerima ganjarannya yang setimpal!"
"Ya, untunglah Co Kong-kong segera
menolongku. Kalau tidak, tentu aku sudah
menjadi korban pengkhianatannya!"
Kata-kata ini seketika membuat Siangkoan Hi
sekalian terperangah, seolah ulu hati mereka
tiba-tiba dijotos. Ternyata inilah yang terjadi.
Memang Pangeran Seng-ong telah mencoba
Kembang Jelita 21 53 berontak, tapi tidak bersama Co Hua-sun, malah
Co Hua-sun yang menolong Kaisar. Jadi Co Huasun sudah sulit dituduh bersekongkol dengan
Pangeran Seng-ong. Sulit menuduh seorang
"pahlawan" yang baru saja "menunjukkan
kesetiaannya". Helian Kong yang paham benar kejahatan Co
Hua-sun, tahu pasti ada sesuatu yang busuk di
belakang itu. Tapi mau membuktikan dengan
apa" Yang bisa membuktikan pengkhianatan Co
Hua-sun adalah Pangeran Seng-ong, tapi kalau
yang diharapkan pengakuannya sudah mati,
apakah harus menanyai mayat"
Kesunyian dipecahkan oleh suara Kaisar,
"Menteri Siangkoan, betapapun aku berterima
kasih kepadamu. Tapi ada yang belum kau
ketahui, semalam kelompok pengkhianatan itu
telah ditumpas habis, tidak ada lagi kekuatiran."
Karena jalan buntu, akhirnya Siangkoan Hi
jadi nekad, "Tuanku, tidakkah kita patut
mencurigai bahwa komplotan pemberontak itu
sebenarnya cukup luas jaringannya, tidak hanya
Pangeran Seng-ong sendirian" Menilik watak
Kembang Jelita 21 54 dan tabiat Pangeran Seng-ong yang penakut,
hamba tidak yakin dia sendiri berani
merencanakan seuatu yang begitu hebat. Tentu
masih ada anggaota komplotan yang
bersembunyi, dan belum membuka kedoknya.
Mereka masih tetap membahayakan kekuasaan Tuanku." "Tindakan apa yang kauusulkan?"
"Selidiki semua anggauta atau pengikut
Pangeran Seng-ong, kalau perlu anggautaangggauta
keluarganya. Mungkin akan diketemukan petunjuk tentang orang lain yang
ikut berkomplot!" "Pengikut-pengikut Adinda Seng-ong semalam sudah dihabiskan, tidak tersisa
seorangpun!" "Siapa yang menyuruh penumpasan?"
"Co Kong-kong."
"Ampun Tuanku, bagaimana dengan anggauta keluarganya?"
"Tadi pagi Co Kong-kong melapor kepadaku,
bahwa ketika ia menjenguk keluarganya di
Kembang Jelita 21 55 dalam tahanan, ternyata semuanya sudah
bunuh diri minum racun."
"Yang pergi ke tahanan adalah Co Kong-kong,
dan yang melapor kepada Tuanku juga Co Kongkong?"
"Benar." Tambah nekadlah Siangkoan Hi, "Aneh.
Waktu menghadapi pengikut Pangeran Sengong, kenapa Co Kong-kong tidak berpikir untuk
menangkap hidup-hidup beberapa orang, agar
bisa ditanyai" Juga aneh, di dalam penjara itu,
dari-mana keluarga Pangeran Seng-ong
mendapat racun untuk bunuh diri" Hamba rasa
kejanggalan-kejanggalan ini harus dibuat
terang, agar tidak menimbulkan penasaran!"
"Tuan Siangkoan, apa maumu sebenarnya?"
tiba-tiba Co Hua-sun melengking gusar. "Mau
mengungkit-ungkit persoalan yang sudah beres,
agar kau dikira jadi pahlawan" Sayang, kalau
mau jadi pahlawan kau sudah kesiangan. Atau
memang sekedar mau merenggangkan hubunganku dengan Sri Baginda?"
Kembang Jelita 21 56 Melihat Co Hua-sun marah, Siangkoan Hi
malah senang. Sebab orang kalau sudah marah
tentu lupa diri, kata-katanya tysa tak terkendali.
Maka ia mau membuat Co Hua-sun lebih marah
lagi agar mengeluarkan kata-kata yang bisa
menjerat lehernya sendiri.
Sambil tertawa terkekeh, sengaja untuk
menjengkelkan Co Hua-sun, Siangkoan Hi
berkata, "Co Kong-kong, aku belum menuduhmu, Iha kok kau sudah ketakutan
sendiri" Tapi terus terang saja, aku curiga
bahwa penumpasan pengikut-pengikut dan
keluarga Pangeran Seng-ong hanyalah semacam
usaha pihak lain untuk membungkam mulut
mereka demi mengamankan sisa komplotan
pengkhianat!" Bergantian wajah Co Hua-sun menjadi pucat
dan merah padam. Beberapa saat ia bungkam,
kemudian berkata kepada Kaisar, "Tuanku,
hamba harus membersihkan diri dari sangkaan
yang tidak benar. Untuk itu, hamba setuju usul


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siangkoan Taijin agar kita selidiki komplotan
jahat itu! Yang terlibat harus dihukum mati!"
Kembang Jelita 21 57 Taktik "banting setir" itu membuat
Siangkoan Hi sekalian diam-diam mengutuk
kelicikan si thai-kam tua. Lebih celaka lagi,
Kaisar Cong-ceng memang seorang yang
berpendirian lemah. Baru mendengar kata-kata
macam itu saja, terus dia tidak berprasangka
lagi kepada Co Hua-sun. Sementara Co Hua-sun tidak buang waktu
lagi untuk membangun "serangan balik".
Tanyanya kepada Siangkoan Hi, "Tuan
Siangkoan, boleh aku tahu, dari-mana
kaudapatkan surat Pangeran Seng-ong ini?"
"Dari Helian Cong-peng...." sahut Siangkoan
Hi yang berusaha menonjolkan jasa Helian Kong
agar kedudukannya dapat dipulihkan.
Tapi Co Hua-sun dengan licin memutar
baliknya untuk menghantam Siangkoan Hi,
"Helian Kong maksudmu" Tuan Siangkoan, apa
kau sudah lupa maklumat istana yang belum
lama ini dikeluarkan, mengenai diri Helian
Kong" Dia dituduh pengkhianat dan tuduhan itu
belum dicabut. Sekarang malahan kauajak
pengkhianat ini menghadap Sri Baginda dengan
Kembang Jelita 21 58 tetap memakai pakaian panglimanya, kau
sendiri tetap memanggilnya Cong-peng, apa
maksudmu sebenarnya" Menganggap tak
berharga maklumat istana yang dicap oleh Sri
baginda sendiri?" Semula memang Siangkoan Hi ingin
memancing kemarahan Co Hua-sun, kini
malahan ia sendiri yang terpancing, "Helian
Cong-peng hanya dituduh! Kini Helian Congpeng telah membuktikan kesetiaannya dengan
berupaya ikut membongkar komplotan pengkhianat yang bersembunyi dalam istana
itu! Kami membawanya kemari justru untuk
mohon kepada Sri Baginda agar memulihkan
nama dan kedudukannya!"
"Oh begitu?" Co Hua-sun terkekeh. "Helian
Kong, mau kau katakan darimana surat itu
kaudapatkan?" "Aku dapat dari seorang tokoh persilatan
yang agaknya mengetahui tentang persekongkolan itu."
"Ya, tapi tokoh itu ada namanyakan" Siapa?"
Kembang Jelita 21 59 Helian Kong berpikir cepat, kalau menjawab
jujur dengan menyebut Ko Ban seng si tokoh
Pelangi Kuning, sungguh merupakan tindakan
tolol yang mencari kesulitan saja. Maka
jawabnya, "Tokoh itu kutemui dalam gelapnya
malam, aku tidak lihat wajahnya dan diapun
tidak menyebut namanya."
"He-he-he... sungguh jawaban yang seenaknya dan tidak bertanggung jawab. Tokoh
tak dikenal, mukanya tak kelihatan, namanya
tidak disebutkan, Begitu saja memberikan surat
ini kepadamu untuk disampaikan kepadamu,
he-he-he..." ejek Co Hua-sun. "Helian Kong, siapa
yang kauharapkan mempercayai bualan-mu
itu?" Muka Helian Kong memerah dan tinjunya
dikepalkan. Sebelum ia menemukan kata-kata bantahan,
Co Hua-sun telah berkata pula, "Helian Kong,
kalau benar-benar sejujurnya kau ingin
menggagalkan pengkhianatan Pangeran Sengong, kenapa baru kau serahkan bukti ini
sekarang dan bukan sebelumnya" Padahal
Kembang Jelita 21 60 sekarang tidak ada gunanya lagi biarpun kau
beberkan kejahatan Pangeran Seng-ong yang
belum kami ketahui, sebab Pangeran Seng-ong
sudah tertumpas. Kau datang sekarang pastilah
hanya untuk mencari muka!"
Mendidih darah Helian Kong mendengarnya,
juga teman-temannya. Sungguh lihai Co Huasun memutar balik kenyataan, kedudukannya
benar-benar sulit digeser kalau hanya
mengandalkan debat saja. Untuk menyelamatkan negara, rupanya hanya dengan
membunuh Co Hua-sun. Sementara Co Hua-sun melanjutkan lagi,
"Pangeran Seng-ong pasti menyimpan rapatrapat surat ini sebagai bukti kebusukannya,
tentu hanya orang-orang kepercayaannya pula
yang diserahi surat ini untuk disampaikan
kepada To Ji-kun. Masuk akal tidak kata-kata
hamba ini, Tuanku?" Co Hua-sun mencoba mendapatkan dukungan Kaisar, dan ia mendapatkannya.
Kaisar menganggu-angguk sambil mengusapusap jenggotnya.
Kembang Jelita 21 61 Maka Co Hua-sun pun makin besar hatinya,
"Tuanku, pasti Helian Kong itulah perantara
antara Pangeran Seng-ong dengan To Ji-kun,
buktinya surat itu ada di tangannya. Setelah
Pangeran Seng-ong gagal dan tewas, Helian
Kong lalu menggubah haluan, pura-pura ingin
ikut membuktikan kejahatan Pangeran Sengong. Agar tampil seperti pahlawan. Padahal
tanpa bantuannyapun sudah hamba tumpas
Pangeran Seng-ong. Sekarang Helian Kong ingin
kedudukannya dalam tentara Kerajaan dipulihkan, tak lain agar bisa terus merongrong
pemerintahan Tuanku demi kepentingan
majikannya yang asli, entah Li Cu-seng entah
Kaisar Manchu." "Co Hua-sun, kubunuh kau!" Helian Kong tak
dapat menahan diri lagi sehingga lupa kalau
sedang di hadapan Kaisar, la melompat
menerkam Co Hua-sun dengan sepasang
cengkeramannya. Serempak para thai-kam bergerak melindungi Co Hua-sun dan mencabut pedangpedang mereka. Sebagian menutupi tubuh Co
Kembang Jelita 21 62 Hua-sun, sebagian lagi maju menghadang
Helian Kong di tangga singgasana.
Meskipun sedang bertangan kosong, dalam
kemarahannya Helian Kong jadi amat
berbahaya. Sambil mendesak maju, ia
mencengkeram, membanting dan menendang
dengan tangkas. Beberapa thai-kam terbanting
luka parah ataupun mencelat berhamburan ke
segala arah. Kaisar terkejut dan gemetar melihat
keributan yang .mendadak muncul, bibir-nya
bergerak-gerak tapi tidak mengeluarkan suara,
ia ketakutan karena ingat peristiwa semalam. Ia
kira Helian Kong akan melakukan hal yang sama
dengan Pangeran Seng-ong semalam.
Sedangkan Co Hua-sun membentak, "Helian
Kong! Berani kau berbuat begini di hadapan
Kaisar" Mau berontak?"
Bentakan itu betapapun juga menyadarkan
Helian Kong akan waktu dan tem patnya. Cepat
ia melompat mundur, turun dari tangga
singgasana, lalu berlutut dan berkata, "Hamba
mohon ampun, Sri Baginda. Hamba begitu
Kembang Jelita 21 63 marah mendengar kata-kata Co Kong-kong
tadi." Belum lagi Kaisar menjawab, suara Co Huasun sudah lebih dulu terdengar, "Enak saja,
habis mengacau terus minta diampuni begitu
saja. Kalau kau tidak dihukum, pasti banyak
orang tidak lagi menghargai istana, lama-lama
istana ini akan dianggap seperti kakus umum di
mana orang-orang bisa keluar masuk seenaknya
saja! Pengawal, tangkap dia!"
Begitulah Co Hua-sun memberi perintah
melancangi Kaisar. Para thai-kam segera menyerbu Helian Kong
dengan pedang. Tapi para panglima temanteman Helian Kong siap membela Helian Kong
biarpun tidak bersenjata. Melihat Helian Kong
tetap berlutut saja, Bu Sam-kui berteriak,
"Saudara Helian, kalau kau tetap tidak mau
melawan, berarti membiarkan para tukang
fitnah tetap merajalela di istana! Ayo lawan!"
(Bersambung jilid ke XXII)
Kembang Jelita 21 64 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 1/07/2018 15 : 40 PM
Kembang Jelita 21 65 Kembang Jelita 22 1 Kembang Jelita 22 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXII Bukan hanya bicara, Bu Sam-kui juga telah
menjotos roboh dua orang thai-kam.
Demikianlah, di depan Kaisar saja terjadi
baku hantam dua golongan yang saling
membenci sejak lama itu. Menandakan wibawa
Kaisar tak terasa lagi oleh mereka, sehingga
berani mengambil tindakan sendiri-sendiri.
Sedangkan Co Hua-sun merasa kedudukannya sedang di atas angin. Semalam ia
telah menjadi "pahlawan penyelamat" bagi
kaisar, sehingga ia diijinkan
kembali mempersenjatai para thai-kam. Karena Kaisar
tidak bertindak apa-apa, Co Hua-sun pun
mengeluarkan perintah untuk menangkap
Siangkoan Hi dan kesepuluh panglima itu. Inilah
kesempatan untuk menumpas mereka. Dari
Kembang Jelita 22 2 bagian dalam istanapun berhamburan ratusan
thai-kam bersenjata yang langsung bertindak.
Karena Helian Kong dan teman-temannya
hanya berjumlah sepuluh orang, maka mereka
segera terkurung di tengah-tengah para thaikam itu, seperti sebuah pulau kecil di tengahtengah sa-mudera luas. Tapi mereka tidak lupa
untuk tetap melindungi Siangkoan Hi yang tidak
bisa bersilat. Sambil membela diri dari serangan kawanan
thai-kam, Helian Kong masih mencoba berseru
ke arah Kaisar, "Tuanku! Kami mohon
perlindungan. Kami tidak seperti yang
dituduhkan oleh Co Kong-kong!"
Kalau Helian Kong berbuat demikian, bukan
karena takut, namun mencoba menyadarkan
Kaisar akan arti kehadirannya di situ, agar
mengambil sesuatu tindakan.
Dan ternyata "tindakan" yang diambil Kaisar.
Cong-ceng hanyalah geleng-geleng kepala
sambil mengusap-usap jenggot, tanda tak
berani menentang ke-mauan Co Hua-sun.
Kembang Jelita 22 3 Dua kali Helian Kong mengulangi seruannya.
Namun karena Kaisar nampaknya tak berdaya,
Helian Kong pun merasa boleh membela diri,
maka iapun berseru untuk keempat kalinya,
"Tuanku, hamba sekalian tetap menghormati


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tuanku, tapi terpaksa harus membela diri dari
tindakan sewenang-wenang!"
"Bunuh mereka!!" ujung kata-kata Helian
Kong disambung lengkingan nyaring Co Huasun.
"Mereka hanya pengikut-pengikut Pangeran Seng-ong yang mencoba berbalik
haluan!" Demikianlah. Buat Co Hua-sun, vonis itu tak
perlu didahului pemeriksaan yang seksama,
cukup apa yang tertulis dalam pikirannya terus
diucapkan dan dilaksanakan oleh pengikutpengukutnya. Dengan cara itu, entah sudah
berapa banyak korbannya. Sementara Helian Kong tidak membiarkan
dirinya jadi korban fitnah berikutnya. Ia
berkelebat dalam gerak Hui-eng-poan-soan
(Elang Terbang Berputar) yang amat cepat,
menerjang di antara kerumunan para thai-kam
Kembang Jelita 22 4 itu. Beberapa thai-kam bergelimpangan kena
hantamannya, dan ketika Helian Kong kembali
ke tempatnya semula maka tangannya sudah
membawa pedang-pedang rampasan, jumlahnya pas dengan jumlah teman-temannya
ditambah diri sendiri. Pedang-pedang itu lalu
diberikan untuk teman-temannya yang belum
memperoleh senjata. Beberapa orang teman
sudah lebih dulu merebut senjata musuh.
Para thai-kam makin banyak yang menyerbu.
Agaknya yang akan dapat lolos dari situ
hanyalah Helian Kong dan Siangkoan Heng,
Karena ilmu mereka yang tinggi. Yang lain-lain
sulit diharapkan bisa lolos, mungkin untuk
memberi isyarat kepada pasukan yang di
luarpun takkan sempat. Kemudian prajurit-prajurit Jenderal Ou Hin
menyerbu masuk pula ke dalam paseban Ginloan-tian yang sedang jadi ajang baku hantam
itu. Jenderal tua itu membentak dengan
suaranya yang masih keras, "Berhenti
bertempur! Kalian kira tempat apa ini"!"
Kembang Jelita 22 5 Melihat munculnya Ou Hin, Co Hua-sun lalu
berteriak, "Bagus kau datang, Ou Goan-swe.
Pengkhianat-pengkhianat itu memang kurang
ajar, tangkap mereka!"
Namun Ou Hin dengan gusar balas
membentak, "Pengkhianatnya yang mana,
belum bisa ditentukan, tapi kau sudah
melancangi perintah Sri Baginda. Hem, Co Huasun, kau pintar menggunakan
segala kesempatan untuk menyingkirkan orang-orang
yang tidak kausenangi Kau bisa menguasai anak
buahmu atau tidak"!"
Sikap Ou Hin diiuar dugaan Co Hua-sun. Tadi
pagi ketika dipanggil ke istana untuk ditugasi
melindungi istana, jenderal itu kelihatannya
patuh sekali. Ternyata kepatuhan itu umurnya
tidak sam-pau setengah hari.
"Ou Goan-swe, kau berani membangkang
perintah Kaisar?" kali ini Co Hua-sun mencoba
menggertak dengan menggunakan pengaruh
Kaisar. Tapi Ou Hin tidak gentar, "Aku tidak sudi
kauperalat untuk membunuh orang-orang yang
Kembang Jelita 22 6 "Aku tidak sudi kauperalat untuk membunuh orangorang yang benar-benar setia. Kalau kau tidak
menguasai orang-orangmu, pasukanku akan
bergerak!" Kembang Jelita 22 7 benar-benar setia. Kalau kau tidak menguasai
orang-orangmu, pasukanku akan bergerak!"
Pucatlah muka Co Hua-sun mendengar ini,
apalagi ketika dilihatnya pasukan Ou Hin
kemudian benar-benar menyerbu. Tak terhindari lagi pertempuran jadi meluber ke
sekeliling aula Gin-loan-tian, kemudian karena
yang bertempur semakin banyak maka juga
meluas ke bagian istana yang lain.
Begitulah, selagi pertempuran di bagian
depan istana itu berkobar, mendadak dari
lapangan Tian-an di luar istana terdengar sorak
sorai dan suara pertempuran pula. Entah siapa
melawan siapa lagi yang bertempur itu.
Seorang perwira bawahan Ou Hin berlari-lari
masuk, bahkan lupa memberi hormat kepada
Kaisar yang sedang panas dingin di
singgasananya, orang itu langsung melapor
kepada Ou Hin, "Goan-swe, pasukan yang
mengiringi Siangkoan Taijin tiba-tiba telah
bertempur dengan pasukan yang dipimpin
Kembang Jelita 22 8 Panglima Him Tek pun yang baru saja datang.
Kami tak tahu harus bersikap bagaimana."
Ou Hin diam-diam menarik napas. Him Tekpun adalah seorang begundal Co Hua-sun,
sudah lama saling membenci dengan Tio Tonghai. Kini kedua pihak bertemu membawa
pasukan masing-masing, selagi kota Pak-khia
seolah-olah tanpa hukum, tidak heran kalau
kedua panglima yang saling membenci itu
langsung saja memanfaatkan kesempatan itu
untuk saling gempur. Pikir Ou Hin, "Kalau keadaan ini
berkepanjangan, kota Pak-khia pasti akan
hancur karena pertentangan dalam tubuh
Tentara Kerajaan sendiri. Dan sumbernya
adalah kelemahan wibawa Kaisar yang terlalu
dikendalikan Co Hua-sun. Dan untuk
menyelamatkan negara, tak lain haruslah cepetcepat menumpas Co Hua-sun agar pengikutpengikutnyapun gampang ditundukkan.
Pertimbangan itu mengantarkan Ou Hin ke
sikap keras yang segera diwujudkan dalam
tindakan tanpa ragu-ragu lagi. Perintahnya
Kembang Jelita 22 9 kepada pasukannya, "Bebaskan Kaisar dari
tengah-tengah para kebiri!"
Perwiranya yang melapor tadi tercengang,
"Pasukan-pasukan yang bertempur di luar itu,
bagaimana?" "Biarkan dulu. Tarik semua pasukan kita ke
dalam istana untuk menumpas Co Hua-sun dan
anjing-anjingnya!" "Nanti kita dituduh memberontak...."
"Tidak peduli. Dulu Jenderal Wan juga
dihukum dengan tuduhan mengkhianat, tapi
beliau pasrah saja karena tidak menginginkan
merosotnya wibawa istana. Tapi kalau sikap
pasrah macam itu berlarut-larut, hanya Co Huasun yang beruntung terus. Sekarang jalankan
perintah dan jangan tanya-tanya lagi!"
Pasukan Ou Hin pun masuk istana, dan
situasi penuh kekerasan itupun menghebat.
Prajurit-prajurit Ou Hin tadinya bertempur
sekedar melindungi Siangkoan Hi sekalian, tapi
sekarang mereka bertempur lebih agresif
karena tujuannya adalah menumpas Co Huasun yang dilindungi para thai-kam.
Kembang Jelita 22 10 Maka korban-korbanpun jadi lebih cepat
berjatuhannya. Para thai-kam yang selama ini
diam-diam latihan silat, melawan dengan
gigihnya. Dari bagian dalam istana, kembali
serombongan thai-kam bersenjata untuk
membantu teman-teman mereka di luar. Sedang
dari luar istana, pasukan Ou Hin menyerbu
masuk seperti air bah. Situasi terlanjur tak terkendali. Masingmasing pihak sama-sama jemu menahan diri,
kini mereka pertaruhkan kepentingan golongan
masing-masing di u-jung senjata.
Sementara itu Helian Kong telah mendapat
kembali Tiat-eng Po-kiam dari seorang
bawahan Ou Hin yang tadi menjaga di depan
Gin-Ioan-tian dan menahan para penghadap.
Di tengah kekacauan itu, Helian Kong
memutuskan akan mempercepat menyelesaikan sebelum korban semakin
banyak. Dan tanpa berjanji, pendapatnya
ternyata sama dengan Ou Hin, bahwa
Kembang Jelita 22 11 penyelesaian itu hanya dengan lenyapnya Co
Hua-sun. Dengan pedang Tiat-eng Pokiam di tangan,
Helian Kong mendesak maju, mencoba
menembus barisan para thai-kam yang
bertahan melindungi Co Hua-sun itu. Kalau toh
ia harus membunuh beberapa thai-kam yang
merintanginya, itu bukan tujuannya. Tujuannya
ialah mencapai Co Hua-sun si biang kerok.
Co Hua-sun yang selama ini aman dan
berkuasa di istana, kini mulai panik, hatinya
goyah melihat perkembangan tak terduga itu.
Percuma saja berkali-kali mencoba menggertak
dengan tak lupa menyebut "atas nama Kaisar",
lawannya tidak menggubris malah menambah
kemarahan mereka. Kemudian tiba saatnya para thai-kam harus
mengakui kenyataan, mereka terdesak dan
sebagian mundur ke bagian dalam istana
dengan meninggalkan banyak teman-teman
mereka yang bergelimpangan mati. Mereka
mundur ke bagian inti istana yang disebut Kota
Terlarang, dengan harapan lawan-lawan
Kembang Jelita 22 12 mereka tak berani mengejar. Namun ternyata
prajurit-prajurit itu terus mengejar dan tidak
lagi menghiraukan tempat-tempat terlarang.
Perkelahian berdarah dan massal makin
menyebar di Kota Terlarang. Dayang-dayang
istana menjerit-jerit panik, pengawal-pengawal
istana juga bingung, tak tahu harus memihak
yang mana. "Mereka berontak, cepat tumpas mereka!"
teriak para thai-kam untuk mendapat bantuan
pengawal-pengawal istana.
Tapi prajurit-prajurit Ou Hin tidak mau kalah
dalam perang mulut, "Para thai-kam tukang
fitnah itu selama ini mencoba menguasai Kaisar.
Rekan-rekan dalam istana, bantu kami
menangkap tukang-tukang fitnah itu!"
Dua pihak yang bertarung sama-sama
mengaku "atas nama Kaisar", sehingga makin
membingungkan pengawal-pengawal istana.
Pusat dari pertempuran itu tetap di Gin-loantian.
Di situ Helian Kong terpaksa bersikap keras
terhadap para thai-kam yang merintanginya.
Kembang Jelita 22 13 Pedangnya berkelebatan tanpa wujud kecuali
cahaya keperak-pe-rakan, yang menyambar dan
melebar kian ke mari, tiap kali dibarengi jeritan
ke-matian dari para thai-kam yang jadi
korbannya. Para thai-kam berhamburan,
sementara Helian Kong makin dekat ke tempat
Co Hua-sun. Memang langkah Helian Kong begitu alot,
sebab para thai-kam yang sehari-harinya
bertingkah kebanci-bancian itu sekarang jadi
nekad semuanya. Semuanya sadar kalau hari itu
mereka mempertaruhkan nasib mereka. Kalau
kalah berarti harus memikul beban kebencian
musuh-musuh golongan mereka, kebencian
yang sudah "ditabung" bertahun-tahun. Karena
itulah mereka tidak ingin kalah. Mereka sadar
pula, itulah pertempuran tepat di garis batas
hidup dan mati. Kalau para thaikam begitu berani, sebaiknya
nyali Co Hua-sun makin ciut, la tidak
menyangka akan sekacau itu jadinya, menjurus
ke pertentangan terbuka, padahal ia belum siap
untuk itu mengingat perimbangan kekuatan
Kembang Jelita 22 14 belum menguntungkannya. Golongan yang
membencinya masih lebih besar dari golongan
yang mendukungnya. Kalau selama ini ia masih
bisa bercokol di samping Kaisar, tak lain karena
kepandaiannya

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam mempengaruhi keputusan-keputusan Kaisar serta menyebarkan perpecahan di dalam golongan
yang membencinya. Kini setelah para pembenci
itu kompak bersatu, Co Hua-sun melihat bahaya
besar di depan hidungnya.
Namun dia cepat mendapatkan akal. Kaisar
Cong-ceng harus dijadikannya "jimat pelindung"nya. Selama Kaisar di tangannya,
golongan yang membencinyapun takkan bisa
bertindak terlalu jauh. Ketika melihat Helian Kong makin dekat
kepadanya dengan membabati orang-orangnya,
Co Hua-sun cepat berkata kepada Kaisar,
"Tuanku, pemberontak-pemberontak itu rupanya sudah nekat. Keselamatan Tuanku
tidak terjamin lagi di sini, lebih baik hamba
antar Tuanku mundur ke Yang-wan-hu lebih
dulu." Kembang Jelita 22 15 Waktu itu Kaisar sudah seperti lumpuh di
tempatnya, hampir tak mampu menggerakkan
tubuh karena takutnya melihat keganasan di
sekitarnya. Di paseban Gin-loan-tian di mana
semua orang biasanya bersifat tertib, sekarang
semua orang menjadi kasar, hewaniah, buas.
Biasanya di tempat itu orang tidak boleh
membawa senjata, sekarang malah ribuan
senjata sudah dihunus dibenturkan, dibasahi
darah, dan masih terus mencari tambahan
mangsa. "Tuanku, cepatlah...." desak Co Hua-sun
makin gugup. Di sela napasnya yang terengah-engah
tegang, Kaisar berkata, "Kong-kong, tidak
bisakah Kong-kong berkompromi dengan
mereka untuk mencari jalan keluar" Kenapa
harus saling bunuh seperti ini?"
Coa Hua-sun melihat Helian Kong makin
dekat. Masih ada beberapa thai-kam yang
menghalanginya, tapi tak lama penghalangpenghalang
itupun pasti akan pecah pertahanannya. Melihat Kaisar masih berayalKembang Jelita 22
16 ayalan menuruti permintaannya, Co Hua-sun
habis sabarnya dan tidak mau lagi bertele-tele
menjelaskan. Tiba-tiba saja ia mengeluarkan
sebilah belati dari jubahnya, terus ditodongkan
ke dada Kaisar Cong-ceng sambil berkata
mengancam, "Turuti aku, atau mampus
sekarang juga!" Kaisar terkejut tak disangkanya kalau hamba
"setia" itu tiba-tiba bersikap demikian.
Wajahnya bengis, sinar matanya menunjukkan
kalau dia takkan ragu-ragu melaksanakan
ancamannya. "Kong-kong, kau...."
Namun tubuh Kaisar segera diseret sambil
ditodong pisau oleh Co Hua-sun yang bertubuh
gemuk dan kuat itu. Dibawa ke bagian dalam
istana. Helian Kong yang senantiasa memperhatikan
Co Hua-sun, biarpun dari kejauhan, murka
ketika melihat tindakan Co Hua-sun kepada
Kaisar itu. Teriaknya, "Co Hua-sun! Pengkhianat! Lepaskan Sri Baginda!"
Kembang Jelita 22 17 Dan karena kemarahannya itu, celakalah
para thai-kam yang masih merintanginya.
Mereka tergulung binasa oleh jurus Heng-saujian-kun (Menyapu Seribu Pasukan). Lalu Helian
Kong sendiri cepat-cepat melompat mengejar
Co Hua-sun yang menyeret Kaisar.
Namun Co Hua-sun membentak, "Helian
Kong, berhentilah di tempatmu! A-tau harus
kupotong leher rajamu yang tolol ini"!"
Helian Kong benar-benar menghentikan
langkahnya, karena kuatir akan keselamatan
Kaisar. Betapapun lemahnya, dia masih
dianggap pemersatu kerajaan. Kalau Kaisar
mati, Kerajaan Beng akan tercerai berai karena
di wilayah selatan banyak para bangsawan
kerabat Kaisar yang pasti akan berebutan tahta
yang kosong. Dengan menyandera Kaisar, mundurlah Co
Hua-sun dan pengikutnya-pengikutnya ke
bagian dalam istana. Di tempat itu, Co Hua-sun
menyusun pertahanan seluruh Keluarga Kaisar,
termasuk Siangkoan Yan yang sedang di istana
Kembang Jelita 22 18 untuk menemani Puteri Tiang-ping yang sedang
kurang sehat. Istana itupun terbelah dua. Satu bagian
dikuasai Co Hua-sun dan pengikut-pengikutnya.
Bagian lain dikuasai pasukan-pasukan yang
setia kepada Kaisar, namun tak bisa bertindak
lebih lanjut mengingat keselamatan Kaisar dan
keluarganya. Pertempuran berhenti, kedua belah pihak
tetap bertahan di tempat-tempat yang sudah
mereka kuasai. Co Hua-sun sebetulnya belum siap membuka
topengnya. Ia masih menunggu datangnya
pasukan Manchu yang diharapkan datang dalam
beberapa hari ini, sebab dua hari yang lalu ia
sudah mengirim utusan rahasia kepada
Pangeran To Ji-kun agar mempercepat
datangnya bantuan, kalau pasukan asing itu
sudah tiba, entah bagaimana caranya
menyeberangi perbatasan tanpa ketahuan,
barulah Co Hua-sun akan merebut negara.
Namun hari itu Co Hua-sun dipaksa membuka
kedok dengan menyandera keluarga Kaisar.
Kembang Jelita 22 19 Tanpa tindakan ini, dia akan digilas lembutlembut oleh golongan militer yang sudah lama
membencinya. Kini Co Hua-sun hanya akan mengulur waktu
sambil menunggu bantuan luar. Ia cukup
berbesar hati, karena pasukan-pasukan yang
mendukungnya cukup besar, meskipun belum
bisa menandingi kekuatan musuh.
Apa yang terjadi di seluruh Pak-khia sama
dengan yang terjadi di istana. Dimana-mana ada
pasukan-pasukan yang berhadap-hadapan siap
tempur, atau malah sudah bertempur.
Tentara kerajaan terpecah, jalur perintah
jadi kacau. Kota Pak-khia jadi seperti sebuah
onggokan bahan peledak yang menunggu
sumbunya diledakkan untuk menyulap segalanya jadi puing. Helian Kong menjadi cemas ketika
mendengar laporan-laporan tentang situasi
kota. Ia amat kuatir pengikut-pengikut Li Cuseng akan memanfaatkan keadaan itu demi
keuntungan sendiri, misalnya memanaskan
Kembang Jelita 22 20 situasi agar bentrokan berkobar dan akhirnya
melumpuhkan Tentara Kerajaan sendiri.
Karena itu, dengan satu alasan tertentu,
Helian Kong minta ijin Jenderal Ou Hin yang
untuk sementara itu memegang pimpinan
semua pasukan yang setia kepada Kaisar.
Setelah ijin diberikan, Helian Kong menuju ke
kuburan di mana ia berharap akan menjumpai
lagi pengikut-pengikut Li Cu-seng. Helian Kong
mencoba akan mengadakan tawar menawar
dengan mereka. Harapan memang kecil, tetapi kata pepatah :
untuk orang yang hampir tenggelam, sepotong
rumput hanyutpun akan digenggam erat-erat
sebagai harapan terakhir.
Walaupun di siang hari bolong, kuburan itu
tetap sunyi, karena sedang tidak ada upacara
pemakaman. Di Pak-khia memang sedang
banyak mayat, namun semuanya diurus serba
darurat dan tidak pakai upacara segala. Sejauh
mata memandang hanyalah cungkup-cungkup
serta batu-batu nisan berbagai bentuk dan
ukuran, serta pepohonan peneduh yang
Kembang Jelita 22 21 gemerisik kena angin. Lingkungan itu begitu
damai, seolah terpisah dari suasana kota yang
tengah panas oleh permusuhan dan kebencian.
Helian Kong celingukan mencari Ko Ban-seng
atau Liong Tiau-hui atau ang-gauta kelompok
mata-mata Li Cu-seng lainnya. Namun tidak
nampak bayangan seorangpun, sehingga
batinnya gelisah. Sambil berjalan hilir mudik di bawah sebuah
pohon, tak henti-hentinya Helian Kong
mengutuk sendirian, "Tak kusangka kalau Co
Hua-sun dibela orang sebanyak itu. Bahkan
cukup banyak panglima yang agaknya sudah
dijerat oleh uang haramnya. Untuk menghancurkannya, rupanya akan diperlukan
tidak sedikit pengorbanan. Dan celakanya lagi,
masih ada para pemberontak yang diam-diam
selalu mengintai untuk menunggu kesempatan."
Helian Kong paham bahwa keruwetan itu
adalah buah dari kepribadian lemah Kaisar
Cong-ceng selama ini. Kepribadian yang takut
menghadapi tantangan dan mau enaknya saja,
dan akibatnya lalu banyak menyerahkan urusan
Kembang Jelita 22 22 kepada Co Hua-sun yang akhirnya makin
berkuasa. Kalau Kaisar berpendirian teguh,
bagaimanapun kuatnya rongrongan musuh dari
dalam maupun dari luar, tentu takkan muncul
situasi separah itu. Cuma Kaisar Cong-ceng tak salah sepenuhnya, kesemrawutan dalam pemerintahan itu juga karena "diwarisi" dari
pendahulunya, Kaisar Hi-cong.
Tengah Helian Kong gelisah, tiba-tiba
didengarnya suara terkekeh-kekeh. Lalu
muncullah Ko Ban-seng, yang kedatangannya
ternyata tidak perlu ditunggu sampai malam.
Ko Ban-seng menatap pakaian Helian Kong.
Kemarin Helian Kong masih berpakaian dekil,
sekarang ia sudah berpakaian seorang panglima
yang nampak baru. "Jadi inikah hasilmu menghadap ke istana?"
tanya kakek gendut itu sinis. "Bukan lebih dulu
menyelamatkan tanah leluhurmu dari komplotan penjual negara, malah lebih dulu
merebut kembali kursi empukmu. Hem,
memang mental pejabat-pejabat kerajaan ya
Kembang Jelita 22 23 begini-begini saja. Mula-mula bersemangat
berkobar-kobar menggempur Co Hua-sun, tapi
begitu mendapat kedudukan tentu semangatmu
pun sekarang sudah lembek. Benar tidak?"
"Tidak! Pak tua, tahukah apa yang terjadi di


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istana pagi ini?" "Mana aku tahu" Aku cuma melihat pasukan
bertebaran di seluruh kota, malah aku sudah
menyangka kalau mereka akan menangkap
kami." "Kalau belum tahu betul urusannya, jangan
menuduh dulu. Tak pernah terpikir sedikitpun
di benakku, bahwa aku akan sudi hidup
berdampingan dengan komplotan pengkhianat
negara itu!" "Terus bagaimana hasilmu menggerebek Co
Hua-sun?" "Dia menyandera keluarga Kaisar dan
menyiagakan semua pengikutnya."
"Jadi kalian tidak berdaya menghadapi dorna
kebiri itu bukan" Aku heran. Apa hebatnya
Kaisar tolol itu sehingga kau pertimbangkan
benar keselamatannya" Lebih baik serbu saja ke
Kembang Jelita 22 24 istana, tumpas komplotan jahat itu, tidak usah
pedulikan nasib Kaisar goblok itu. Dia kan
korban kegoblokannya sendiri, mampus ya
biar!" "Pak tua, jaga mulutmu. Ingat kalau nasib
kedua muridmu masih di tangan kami!"
Dalam hal ini sebetulnya Helian Kong
berbohong. Sampai detik itu, ia tidak tahu di
mana Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi, karena
kelompok Co Hua-sun-lah yang "menyimpan"
mereka. Helian Kong sengaja menggertak, untuk
memperkuat posisi berundingnya.
Memang Ko Ban-seng terpengaruh oleh
gertakan itu. Geramnya, "Seujung rambutpun
murid-muridku ada yang luka, aku bersumpah
akan menghancur leburkan Pak-khia hari ini
juga, dengan cara mengadu domba pasukanpasukan kerajaan. Aku tidak peduli lagi akan
pesan Jenderal Li Giam kepadaku!"
"Kedua muridmu tak kurang suatu apa, asal
kau menyetujui syaratku," Helian Kong mulai
menekan. "Apa yang kau minta dari kami?"
Kembang Jelita 22 25 "Jangan mengambil keuntungan dalam
ketegangan intern tentara Kerajaan saat ini.
Jangan coba-coba mengadu domba. Itu saja
yang kami minta." "Kalau kami turuti, kedua muridku dan tiga
saudara Giam akan dibebaskan?"
"Wah, itu harus dirundingkan nanti, bukan
sekarang." "Setan cilik, sungguh licik kau!"
"Lho, aku memang tidak bisa menjanjikan
apa yang tidak dalam tanganku. Aku bukan
pemegang kekuasaan tertinggi atas pasukanpasukan di Pak-khia, maka bebas atau tidaknya
kedua muridmu dan ketiga kawan mereka itu
tidak bisa kujanjikan!"
"Setan cilik, sungguh aku ingin mencekikmu
sampai mampus!" "Akupun seandainya mampu tentu sudah
memberimu minum racun tikus, pak tua!"
Ko Ban-seng terdesak, akhirnya ia pun
menyerah, "Baik, akan kukendalikan orangorangku agar tidak mengeruhkan situasi."
Kembang Jelita 22 26 "Nah, sikap itu barulah sikap lelaki bangsa
Han sejati. Rela meminggirkan kepentingan
golonganmu sendiri demi keselamatan tanah
air. Sebab kalau sampai kami runtuh, pihakmu
pasti kalah cepat merebut Pak-khia dari tentara
Manchu. Itu berarti pihakmu harus menghadapi
tentara Manchu." "Sudah, sudah, cepat minggat dari depanku,
agar aku tidak menjadi jemu lalu menguburmu
di kebun ini!" Namun baru saja Helian Kong hendak
berlalu, tiba-tiba dari pinggiran tanah
pekuburan itu sayup-sayup terdengar tangisan
sedih. Bukan suara wanita atau anak-anak,
melainkan seorang lelaki dewasa, suara
tangisannya mengalun memilukan.
Untunglah saat itu adalah siang hari bolong.
Kalau malam hari tentu akan membuat orang
kabur ketakutan mendengarnya.
Helian Kong tidak jadi pergi, ia bertukar
pandangan sekejap dengan Ko Ban-seng, dan
berbarengan kedua orang itu berkata, "Mari kita
lihat!" Kembang Jelita 22 27 Serempak pula mereka melesat ke asal suara
itu. Yang satu gemuk dan sudah tua, yang lain
ramping dan masih muda. Namun si muda yang
ramping harus mengakui keunggulan ilmu si
gemuk tua yang melesat beberapa langkah di
depannya ketika mereka berlompatan cepat di
atas gundukan-gundukan kuburan dan nisannisan itu. Maklum karena Ko Ban-seng adalah
seorang tokoh yang seangkatan dengan guru
Helian Kong. Namun ternyata Helian Kong juga tidak
ketinggalan jauh, sehingga Ko Ban-seng diamdiam memuji pemuda itu dalam hati.
Sayangnya, setelah urusan Co Hua-sun selesai,
pemuda ini akan kembali jadi musuh.
Demikianlah, untuk beberapa saat seperti
terjadi perbandingan ilmu antara tokoh tua dan
muda itu. Mereka tiba di tempat asal suara tangisan itu
hampir bersamaan. Nampak seorang lelaki
berpakaian Panglima kerajaan sedang menelungkup di tanah sambil menangis sampai
pundaknya terguncang-guncang. Pakaiannya
Kembang Jelita 22 28 kusut, kotor, dan berbau agak kecut karena
kena muntahannya sendiri. Selain itu, di
sekitarnya juga nampak bekas-bekas muntahannya di tanah. "He, siapa kau?" bentak Ko Ban-seng.
Orang itu kaget melompat bangun, dan
Helian Kong juga ikut kaget, sebab ia kenal
orang itu. Yo Goan-tong, salah seorang panglima
di ibu kota yang selama ini mengekor saja
kepada Co Hua-sun. Entah kenapa sekarang
berada di kuburan, menangis dalam keadaan
morat-marit seperti itu"
Sementara Yo Goan-tong juga terbelalak
ketakutan, lalu tiba-tiba memutar tubuh dan
kabur. Tapi baru beberapa langkah, Ko Banseng telah melompat menerkam tengkuknya
dan ditekan telungkup ke tanah, sambil
membentak, "Anjing Kaisar, kau mencoba
mengintip aku, dan setelah ketahuan lalu purapura gila?"
Dan hampir saja tengkorak kepala Yo Goantong hancur oleh jotosan Ko Ban-seng, kalau
Kembang Jelita 22 29 tidak Helian Kong berteriak mencegahnya,
"Tahan!" "Kenapa kau cegah aku membunuhnya" Dia
temanmu?" "Dia pengikut Co Hua-sun!"
"Kalau begitu, biarlah kumampuskan!"
"Tahan! Pak tua, kau sebagai tokoh sepuh
rimba persilatan, apakah hendak membunuh
seorang yang sedang tidak sehat jiwanya?" kata
Helian Kong sambil menunjuk Yo Goan-tong.
Setelah dilepaskan oleh Ko Ban-seng, Yo
Goan-tong tetap menelungkup, sambil tetap
menangis, memukul-mukul tanah dan mengucapkan serangkaian kata-kata kacau.
Kata Helian Kong pula, "Coba kau perhatikan,
mungkinkah orang waras bertindak demikian?"
"Jangan-jangan dia cuma pura-pura?"
Ketika Ko Ban-seng mundur menjauhi "si
gila" itu, ganti Helian Kong yang mendekatinya,
bukan dengan sikap garang, namun bersahabat,
la berjongkok membangunkan Yo Goan-tong,
"Saudara Yo..... saudara Yo..... tenanglah. Ada
apa" Kenapa sampai begini?"
Kembang Jelita 22 30 Yo Goan-tong malah menutup muka dan
menangis makin keras. "Pangeran hamba tidak
ikut merencanakan! Hamba tidak bersalah!
Hamba dipaksa untuk menjalankan perintah.
Ampun.... ampun... hamba akan menyelenggarakan sembahyang besar untuk
arwah Pangeran...." Lalu tangisannya melolong panjang, sehingga
biarpun di siang hari bolong toh membuat
Helian Kong merinding juga. Cepat dibujukbujuknya Yo Goan-tong dengan kata-kata
lembut, "Saudara Yo, tenanglah. Coba lihat siapa
aku, aku bukan hantu, bukan arwah, ini siang
hari bolong. Lihat ke langit, ada matahari.
Saudara Yo." Tidak gampang menenteramkan Yo Goantong yang jiwanya sedang terguncang hebat.
Setengah jam lebih Helian Kong membujukbujuk sampai bibirnya berbusa, sampai
akhirnya berhasil juga. Yo Goan-tong mulai
tenang setelah beberapa kali menangis dan
muntah-muntah. Kembang Jelita 22 31 "Helian Kong, kau...." Yo Goan-tong pun
akhirnya mengenal orang di hadapannya karena
memang ia tidak gila. Ia hanya teguncang
jiwanya untuk beberapa saat.
"Ya, ini aku. Tapi jangan lagi menganggapku
sebagai musuh, aku ingin menolongmu kalau
bisa." "Dia itu siapa?" dengan takut-takut Yo Goantong menuding Ko Ban-seng.
"Jangan takut, dia orang baik biarpun
mukanya jelek." sahut Helian Kong singkat dan
gampang-gampangan saja. Tidak perlu dijelaskan bahwa Ko Ban-seng adalah
pemimpin kelompok pengikut Li Cu-seng yang
sedang mengadakan "persekutuan taktis"
dengannya untuk menggulingkan Co Hua-sun.
Habis Co Hua-sun terguling, persekutuan akan
bubar dengan sendirinya dan masing-masing
pihak akan kembali posisi semula sebagai
musuh. Namun hal itu tak perlu dijelaskan
kepada orang yang sedang bingung seperti Yo
Goan-tong, nanti malah tambah bingung.
Kembang Jelita 22 32 Ko Ban-seng cuma mendengus pendek.
Dibilang jelek ya biar, karena dia juga tak
pernah merasa dirinya tampan.
"Saudara Yo, apa yang terjadi sehingga kau
sampai begini?" Tiba-tiba Yo Goan-tong menangis lagi. Aneh
juga melihat seorang lelaki gagah, berpakaian
panglima perang, namun menangis seperti anak
kecil. Tapi He-lian Kong paham dan
membiarkannya saja sebab kali ini bukan
"tangisan gila" seperti tadi, namun malah bisa
melegakan perasaannya sebelum bisa diajak
bicara. Helian Kong sendiri pernah menangis,
sebab tangisan itu perlu di saat-saat tertentu,
dan orang yang tidak bisa menangis pastilah
cuma orang-orangan. Setelah tangisan reda, berkatalah Yo Goantong sambil membersihkan air mata dan
ingusnya, "Mengerikan sekali."
"Apanya yang mengerikan?"
"Helian Kong, bagaimana kalau seorang
penakut dibujuk-bujuk agar berani melakukan
sesuatu, dikobarkan harapannya, diberi janji
Kembang Jelita 22 33 akan keberhasilan tindakannya, dan selagi si
penakut itu memuncak harapannya karena
didorong-dorong, tiba-tiba dia ditikam dari
belakang dan ditumpas tanpa ampun?"
"Itu pembunuhan yang lengkap, membunuh
tubuh dan semangat sekaligus......" sahut Helian
Kong.

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang benar. Yang disebut hidup buat
manusia itu bukan sekedar kalau matanya bisa
berkedip-kedip, tapi punya semangat dalam
hidupnya. Orang yang tak bersemangat lagi
sering dikatakan "sudah mati dalam hidupnya".
Sebaliknya biarpun orang sudah lama mati
tetapi meninggalkan semangat buat generasi
berikutnya, sering disebut "semangatnya tetap
hidup". Selagi orang mendekati cita-citanya,
semangatnya tentu tinggi sekali, dan biasanya
dibilang "di puncak hidupnya". Kini Yo Goantong menceritakan seorang yang dibunuh, ya
tubuhnya ya semangatnya sekaligus.
"Siapa yang diperlakukan demikian, dan oleh
siapa?" tanya Helian Kong.
"Pangeran Seng-ong. Oleh Co Hua-sun."
Kembang Jelita 22 34 "Tidak mengejutkan....." komentar Helian
Kong kalem. "Dalam komplotan para
pengkhianat, ada saatnya mereka saling
berkhianat satu sama lain apabila situasi
menuntut demikian. Tak ada teman sejati dalam
istilah mereka, yang ada hanya saling
memperalat dan saling mengorbankan."
Yo Goan-tong menundukkan kepala dan
menarik napas beberapa kali, "Kau benar,
saudara Helian. Dan kalau aku renungkan,
akupun merasa ngeri sendiri, kenapa selama ini
aku begitu tolol mengikuti Co Hua-sun yang
berwatak tak ubahnya iblis itu" Hanya karena
nafsuku akan uang dan kedudukan, tetapi
hidupku sendiripun sebenarnya terancam.
Mung kin suatu saat akupun akan dikorbankan
seperti Pangeran Seng-ong.... mati dengan
arwah penasaran." "Saudara Yo, bisa kau ceritakan kejadiannya?" "Baik. Malam itu aku sedang bermain catur
dengan Pangeran Seng-ong, lalu datanglah Co
Hua-sun. Aku disuruh pergi menyiapkan
Kembang Jelita 22 35 pasukan lalu bergabung dengan Wan Hoa-im
dan Bu Goat-long. Akupun pergi, jadi tidak
kuketahui bagaimana percakapan Co Hua-sun
dan Pangeran, tapi aku bisa menduga garis
besarnya." "Bagaimana?" "Co Hua-sun gelisah karena merasa
kerahasiaan rencananya terancam, karena dua
perwira Manchu utusan Pangeran To Ji-kun
ditangkap orang, entah siapa..."
Saat Yo Goan-tong bicara sampai di situ,
Helian Kong bertukar pandangan tanpa kata
dengan Ko Ban-seng, si penangkap kedua
perwira Manchu itu. Sementara Yo Goan-tong melanjutkan,
"Karena rencananya belum siap, Co Hua-sun
mencari jalan untuk menyelamatkan rencananya dengan Pangeran Seng ong sebagai
tumbalnya. Pengeran dibujuk untuk menyerang
Kaisar, setelah Pangeran menuruti anjurannya.
Lalu Co Hua-sun muncul bukan untuk
membantu seperti yang dijanjikan, tetapi
malahan menumpas Pangeran untuk mencari
Kembang Jelita 22 36 muka ke pada Kaisar. Akupun dipaksa ikut......
dipaksa ikut untuk......................huak!"
Yo Goan-tong tiba-tiba menekan perutnya
dan muntah lagi. Bukan karena masuk angin,
tapi lebih tepat oleh rasa muak dalam jiwanya
yang diluar daya tahannya. Sebagai prajurit, ia
tidak memandang maut sebagai hal yang terlalu
serius, namun kematian secara Pangeran Sengong membuatnya ngeri. Mati dalam kekecewaan
selagi di puncak harapannya, mati dibohongi.
Begitu mendadak ia muntah, sehingga Helian
Kong di dekatnya kena sedikit, namun Helian
Kong malah membantunya memijit-mijit
tengkuknya. Yo Goan-tong masih meludah-ludah beberapa kali sebelum berkata lagi, "Selalu
terbayang olehku, bagaimana sinar mata
Pangeran saat itu terbunuh, panah Co Hua-sun
menembus mulutnya sampai ke tengkuk. Aku
bahkan tak berani menatap mayat itu... dia
benar-benar mati di saat itu...."
Kembali dia muntah-muntah biarpun yang
keluar cuma air berwarna kuning berbau amat
Kembang Jelita 22 37 asam, Helian Kong cepat-cepat merangkul dan
menghiburnya, tak peduli pakaiannya ikut
kotor. "Sudahlah, saudara Yo, sudah lewat
semuanya itu. Harusnya kau tahu orang macam
apa Co Hua-sun itu. Sejak dulu aku dan temantemanku
menentangnya, bukan karena kebencian pribadi, melainkan karena dia
kelewat berbahaya kalau dibiarkan ikut
mengatur pemerintahan disamping Kaisar.
Lihat saja, seorang pahlawan besar seperti
Jenderal Wan Cong-hoan malah dihukum mati,
pembesar setia macam Su Ko-hoat juga hampir
jadi korbannya dalam peristiwa arak beracun,
untung dia selamat. Meskipun sampai sekarang
Jenderal Su tidak mau menghadap ke Pak-khia
selama Co Hua-sun belum disingkirkan. Ini
menandakan kalau Co Hua-sun hanya
mementingkan diri sendiri. Kalaupun dia
bersekutu dengan orang lain, kepentingan
pusatnya tetaplah dirinya sendiri, dalam
keadaan tertentu pastilah dia takkan segan
mengorbankan sekutunya yang paling dekat
Kembang Jelita 22 38 sekalipun. Pangeran Seng-ong contohnya.
Saudara Yo, kau lebih beruntung dari Pangeran
Seng-ong, karena kau tidak terlambat
menyadari orang macam apa Co Hua-sun itu."
"Aku memang tolol selama ini."
"Sudahlah, jangan menyalahkan diri terus.
Yang penting ada usaha untuk memperbaiki
kesalahan." "Ada caranya?" "Ada. Saudara Yo, sudah tahukah Co-Hua-sun
kalau kau sekarang telah berubah pikiran dan
tidak mau lagi mengikutinya?"
"Ketika itu, sehabis aku ikut membantai
pengikut-pengikut Pangeran Seng Ong, Co Huasun memang mendekati aku dan menanyaiku,
tapi aku cepat-cepat berpamitan dan pergi,
nampaknya si kebiri tua itu belum curiga."
"Kalau begitu, sebaiknya saudara Yo tetap
dalam kelompok Co Hua-sun, jangan
meninggalkan mereka."
Terlonjaklah Yo Goan-tong seolah-olah
pantatnya ditusukduri, "Kembali
ke tengah-tengah kawanan ular-ular itu" Tidak!
Kembang Jelita 22 39 Helian Kong, kalau kau memaksa aku kembali
bergabung dengannya, lebih baik aku mati
sekarang!" Terus ia hendak membenturkan kepala ke
sebuah bong-pai yang tertanam kuat di tanah,
tapi Helian Kong dapat mencegahnya.
"Saudara Yo, bukan maksudku agar kau
menjadi budak Co Hua-sun kembali, tapi agar
kau bekerjasama dengan kami, kau menghancurkan komplotan itu dari dalam.
Tanpa siasat itu, kekuasaan Co Hua-sun sulit
dipatahkan, karena ternyata dia menguasai
sejumlah besar pasukan di ibu kota ini. Bahkan
dia menyandera keluarga Kaisar untuk
menghadapi pasukan-pasukan yang masih setia
kepada Kaisar. Kami butuhkan orang dalam
komplotan Co Hua-sun untuk menyelamatkan
Kaisar." Mendengar Kaisar disandera, tiba-tiba Ko
Ban-seng juga ikut gelisah. Bukan nasib Kaisar
Cong-ceng yang menggelisahkannya, melainkan
nasib Tan Wan-wan, kawan seperjuangannya
dalam barisan Joan-ong, karena Tan Wan-wan
Kembang Jelita 22 40 pasti ada di dekat Kaisar selalu. Kalau Kaisar
disandera, entah bagaimana nasib Tan Wanwan"
Sudah tentu Ko Ban-seng tidak menanyakannya terang-terangan kepada Helian Kong, sebab hal itu sama saja dengan
membongkar peranan Tan Wan-wan yang
sebenarnya di dalam istana.
Sementara Yo Goan-tong pun kaget, "Jadi
sekarang Kaisar...."
"Ditawan Co Hua-sun di Yang-wan-hu.
Sebagian istana dikuasai pasukan-pasukan yang
setia kepada Kaisar, namun mereka tidak
berdaya menghadapi Co Hua-sun selama Kaisar
masih digenggam pengkhianat itu!"
Tidak lama Yo Goan-tong berpikir kemudian
ia berkata dengan sinar mata yang tulus
memancarkan tekad, "Baik, aku siap mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan
Kaisar. Aku berterima kasih kepada Helian
Cong-peng yang telah menunjukkan jalan
kepadaku untuk membayar kesalahankesalahanku yang dulu."
Kembang Jelita 22 41 Hangat oleh rasa syukur ketika telapak
tangan Helian Kong menggenggam telapak
tangan Yo Goan-tong, "Tak pernah ada manusia
yang tak bersalah, saudara Yo. Entah besar
entah kecil kesalahannya. Kalau semua manusia
tidak bisa saling memberi maaf, bukankah
penduduk dunia akan habis karena saling
menghukum?" Dari samping, Ko Ban-seng nyeletuk dingin,
"Asal maafmu itu tidak diobral untuk
sembarang orang, misalnya untuk Co Hua-sun."
Helian Kong tidak menggubris, sementara Yo
Goan-tong berkata, "Aku ingat betapa setia
kawan teman-teman Helian Cong-peng, ketika
dulu Helian Cong-peng dijebak Co Hua-sun
dalam istana. Teman-teman Cong-peng waktu
itu, tanpa takut bahaya telah menghadap Kaisar
untuk memintakan pembebasanmu. Sungguh
berbeda dengan kelompok Co Hua-sun dimana
setiap orang hanya memikirkan diri sendiri."
"Jadi saudara Yo mau kembali ke dalam
kelompok Co Hua-sun?"
Kembang Jelita 22 42 "Hanya tubuhku yang kembali, tetapi
semangatku sekarang sudah bergabung dengan
semangat kelompokmu, Helian Cong-peng."
"Bagus." Kemudian Helian Kong dibisiki oleh Yo Goantong, "Helian Cong-peng, sekarang ini aku punya
satu jalan untuk menyelamatkan keluarga
Kaisar." Kemudian merekapun berunding mengatur
siasat. Ko Ban-seng ikut menyumbangkan
pikiran, biarpun dia sebenarnya tergolong


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuh. Tapi punya musuh berwatak sejantan
Ko Ban-seng tidak lebih berbahaya daripada
punya teman macam Co Hua-sun.
Kota Terlarang, komplek kediaman keluarga
kerajaan yang luas itu sekarang terbagi dua, tak
ubahnya kota Pak-khia sendiri. Sebagian
dikuasai pasukan-pasukan yang setia kepada
Kaisar, sebagian lagi dikuasai pengikutpengikut Co Hua-sun yang menyandera
keluarga Kaisar. Senja itu Kaisar Cong-ceng termenung di
Yang-wan-hu, yang dikawal ketat orangKembang Jelita 22
43 orangnya Co Hua-sun. Para penjaga terdiri dari
campuran antara thai-kam, prajurit dan jagojago silat bayaran. Jago-jago silat inidiperlukan, sebab di antara yang terkurung di
bangsal itu ada "macan betina" Siangkoan Yan
yang ilmu silatnya tinggi. Yang tidak mungkin
ditandingi oleh prajurit-prajurit biasa kecuali
dengan jumlah banyak. Dalam cengkeraman Co Hua-sun yang tidak
lagi menghormatinya, barulah Kaisar sadar
betapa kelirunya ia selama ini mempercayai Co
Hua-sun. Kaisar merasa sedih dan menyesal,
namun tidak berani terlalu mengharap
pertolongan, sebab siapa mau menolong dirinya
yang telah membuat kesalahan begitu banyak"
Dibayangkannya sendiri, tentu panglimapanglima itu sekarang tidak sudi menolongnya,
sebab selama ini mereka diabaikan. Dalam
suasana hati macam itu, Kaisar begitu lesu dan
tidak berselera untuk hidup, kalau tidak ada
yang selalu mendampinginya tentu dia akan
membunuh diri. Untung ada Puteri Tiang-ping
dan Siangkoan Yan yang bergantian menghibur,
Kembang Jelita 22 44 menjaga agar harapan Kaisar tetap hidup.
Mereka selalu memberi harapan bahwa
pertolongan pasti datang, orang-orang yang
setia kepada Kaisar pasti masih tetap berupaya.
"Pasti pengkhianat itu menghadapi penentang yang tidak sedikit." Hibur Puteri
Tiang-ping. "Kalau tidak ada tentangan, pasti
sekarang ia sudah terang-terangan menduduki
tahta dan membagi negeri ini dengan orangorang Manchu. Namun sekarang dia baru berani
menahan kita sambil mengulur-ulur waktu,
menandakan kalau dia belum sepenuhnya
berhasil menguasai keadaan untuk berbuat
sesukanya." Terharu juga Kaisar melihat wajah puterinya
yang masih agak pucat karena belum sembuh
benar dari sakitnya yang sering merongrong
tubuhnya sejak kecil. Tapi Kaisar juga malu
kepada dirinya sendiri, la seorang lelaki sehat,
seorang Kaisar pula, namun kenapa nyalinya
lebih kecil dari seorang gadis yang senantiasa
sakit-sakitan" Kembang Jelita 22 45 Dengan belaian tangannya ke rambut Puteri
Tiang-ping, Kaisar mencurahkan perasaannya.
Puteri Tiang-ping pun menatap haru ke
ayahnya, hanya dua hari sejak ditawan Co Huasun, ayahnya nampak jadi lebih kurus dan tua.
Tatapan mata Kaisar melewati jendela, ke
arah yang jauh tak terukur. Dilihatnya di luar
sana hilir-mudik orang-orang bersenjata yang
menjaganya. Sebagian langit telah berwarna kemerahan,
senja turun, dan sebentar lagi malam.
"Alangkah besar dosaku kepada leluhurleluhur yang susah payah mendirikan dan
membesarkan dinasti ini." keluhnya berat dan
lirih. "Tak tertimbang pula dosaku kepada
rakyat yang selama ini kuabalkan kesejahteraannya, juga kepada abdi-abdi setia
yang kujatuhi hukuman karena bujukan berbisa
si ular tua itu. Tapi sisa hidupku rasanya hanya
bisa untuk menyesali, tapi tak bisa untuk
memperbaiki kesalahanku. Sisa umurku ada
dalam genggaman pengkhianat itu. Tinggal
Kembang Jelita 22 46 kutunggu saatnya dia memancangkan batok
kepalaku di tengah alun-alun."
"Tidak, Hu-hong (ayahanda baginda),
berpikirlah jernih. Co Hua-sun belum
menguasai keadaan, dia takkan seberani itu,
hamba yakin. Hu-hong jangan putus asa,
kesempatan untuk membenahi negeri ini masih
terbuka lebar." Kaisar masih hendak menjawab, tetapi di
luar terdengar langkah beberapa orang
mendekat. Lalu pintu didorong dengan kasar
tanpa diketuk lebih dulu. Co Hua-sun masuk
diiringi pengawal-panga-walnya yang garang
dan menghunus senjata semuanya.
Tanpa berlutut lebih dahulu, Co Hua-sun
mendekati Kaisar dan berkata, "Bagaimana, kau
terima usulku atau tidak" Itulah jalan tengah
yang terbaik. Kalau kau bersikeras menolak,
kita hanya akan saling merugikan, dan akhirnya
yang untung hanya si bandit Li Cu-seng itulah!"
Kaisar bungkam, membuang pandangan
keluar jendela, dan Puteri Tiang-ping yang
menjawab dengan dingin, "Sedang kalau usulmu
Kembang Jelita 22 47 diterima, yang untung adalah orang-orang
Manchu, begitu bukan?"
"Kau jangan ikut campur!" bentak Co Huasun, lalu bentaknya pula kepada Kaisar, "Hei,
kau dengar kataku tapi pura-pura tuli ya" Atau
harus kugunakan kekerasan agar kau sadar
bahwa dirimu sekarang sudah tak berdaya apaapa?"
Kaisar tetap tak menggubris, keberaniannya
itu nyaris mendekati taraf keajaiban. Sementara
Puteri Tiang-ping dengan gusar balas
membentak Co Hua-sun, "Pengkhianat, beginikah sikapmu setelah selama ini kau
menerima kebaikan Hu-hong?"
Co Hua-sun tiba-tiba tertawa mengejek dan
berkata, "He, nona kecil, jangan Kau jangan ikut
campur!" bentak Co Hua-sun,
"Jangan salah menilai. Selama tujuh belas
tahun pemerintahan ayahmu itu, bukan aku
yang menerima kebaikannya, melainkan dia
yang menerima kebaikanku. Tanpa aku, becus
apa ayahmu" Akulah yang menopang dia agar
tetap duduk di singgasana, aku yang membantuKembang Jelita 22
48 lalu bentaknya pula kepada Kaisar, "He, kau dengar
kataku tapi pura-pura tuli ya?"
Kembang Jelita 22 49 nya menyingkirkan pengritik-pengritik banyak
tingkah yang membahayakan tahtanya! Tanpa
aku, dia sudah terlempar dari singgasana sejak
awal pemerintahannya. Lihat saja, dalam
menghadapi pemberontakan Gui Hian-tiong,
bisa apa dia kalau bukan aku yang
menolongnya" Tetapi ketika aku dituduh oleh
orang-orang tengik macam Siangkoan Hi dan
Helian Kong, ayahmu tidak membela aku, malah
dia ragu-ragu sehingga keselamatanku terancam! Maka pantas kalau kuambil tindakan
seperti ini!" "Co Hua-sun, jangan berlagak kau paling
berjasa! Kau bersekongkol dengan Pamanda
Seng-ong dan orang-orang Manchu untuk
merobohkan Hu-hong!"
"Siapa bilang?" Co Hua-sun masih mencoba
ingkar. "Tan Wan-wan yang bilang! Dia banyak tahu
tentang kegiatan busukmu!"
"Hah,' mulut si pelacur dari Soh-ciu itu juga
kau percayai, nona kecil yang pintar" Padahal
dia sendirilah yang bersekongkol dengan
Kembang Jelita 22 50 musuh negara. Dia ada lah mata-mata Li Cuseng yang diselundupkan ke istana untuk
merong-rong ayahandamu yang tolol itu!"
"Aku tidak percaya, kau pintar memfitnah!"
"Diamlah bangsat kecil!" Co Hua-sun makin
kasar. "Aku tidak ada waktu untuk berdebat!
Aku harus bertindak! Ya, bertindak. Bukan
berdebat. Bertindak untuk menyelamatkan
negara dari gerombolan garong seperti Pelangi
Kuning! Ini sesuatu yang tidak bisa dilakukan
oleh ayahmu karena terbius kecantikan Tan
Wan-wan!" Habis berkata demikian, Co Hua-sun
memutar tubuh gemuknya ke arah Kaisar dan
berkata, "Kau tidak peduli mati hidupmu
sendiri, itu silakan saja, tapi bagaimana dengan
mati hidup keluargamu" Kuberi batas waktu
sampai tengah malam nanti, dan kau harus
menandatangani dan memberi cap maklumat
yang sudah kusiapkan. Kalau kau menolak, akan
kusembelih satu-persatu anggota keluargamu di
depan matamu. Barulah kau yang terakhir
mampus!" Kembang Jelita 22 51 "Kalau kau berani melakukan itu, kau akan
dicincang oleh rakyat yang setia kepadaku."
sahut Kaisar. Namun ujung dari kalimat itu tenggelam oleh
suara tertawa Co Hua-sun yang keras, sampai
perut gendutnya terguncang-guncang. "Rakyat
yang setia kepadamu" Siapa" Paling hanya
segelintir manusia tolol macam Siangkoan Hi,
Helian Koang atau Ou Hin. Sedang sebagian
besar rakyat sudah mengikuti Li Cu-seng karena
ketololanmu, bahkan mereka siap mencincangmu, bukan membelamu! Dan ajakan
persekutuan dari pihak Manchu malah kau
tolak, dasar tidak punya otak!"
Selesai mencaci-maki, Co Hua-sun lalu
bersama pengawal-pengawalnya, meninggalkan
Kaisar dan Puteri Tiang-ping.
Beberapa saat ruangan itu dalam kesunyian,
sampai terdengar suara Puteri Tiang-ping, "Huhong, apa isi maklumat yang dia buat itu?"
Kaisar menjawab lesu, "Pertama, aku harus
mengundurkan diri dan mengangkat adikmu,
Putera Mahkota Cu Sam sebagai Kaisar. Namun
Kembang Jelita 22 52 karena dia belum dewasa, dalihnya, maka aku
harus menujuk Co Hua-sun sebagai walinya
dalam menjalankan pemerintahan."
Wajah Puteri Tiang-ping yang masih pucat
itu memerah sejenak mendengar itu, "Licik
sekali. Kalau hal itu dituruti saja, Adinda Cu Sam
yang masih kecil itu tentu akan hanya sebagai
boneka saja, dan Co Hua-sunlah yang
sesungguhnya." "Memang. Yang kedua, dia minta aku
mengangkat Jenderal Him Tek-pun sebagai
Panglima tertinggi dan semua panglima harus
tunduk kepadanya." "Hem, Him Tek-pun adalah begundalnya.
Kalau sampai memegang kekuasaan tertinggi
atas tentara, Co Hua-sun akan seperti macan
yang keluar sayap !"
Kaisar Cong-ceng menarik napas pula, "Yang
ketiga, dengan dalih untuk memukul mundur
kaum pemberontak yang semakin dekat ke Pakkhia, aku harus memberi ijin Tentara Manchu
untuk melewati San-hai-koan."
Kembang Jelita 22 53 "ini lebih jahat lagi. Mengundang tentara
asing untuk urusan dalam negeri, sama dengan
mengundang harimau yang buas masuk ke
dalam rumah sendiri. Gampang mengundangnya, susah mengusirnya."


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anakku, sudah tentu aku tolak semua
usulnya, namun bagaimana kalau dia
membunuhmu, ibumu, adikmu dan lainlainnya" Aku tidak sayang nyawaku sendiri,
tetapi bagaimana dengan nyawa keluargaku"
Haruskah ikut menanggung."
"Hu-hong! Aku lebih suka mati sekarang juga
daripada melihat Hu-hong menyetujui rancangan Co Hua-sun itu. Dan kalau dinasti
kita harus runtuh, rasanya lebih rela hamba
melihat Li Cu-seng yang menggantikan dinasti
kita daripada orang Manchu, sebab bagaimana
pun Li Cu-seng masih sesama bangsa Han!"
Beberapa saat Kaisar cuma terlongonglongong kebingungan, menghadapi pilihanpilihan sulit itu. Sulit, karena pendiriannya
lemah sejak dulu tidak terbiasa berpikir sendiri
melainkan selalu "dituntun" oleh Co Hua-sun.
Kembang Jelita 22 54 Kini setelah "pembimbing"nya itu berbalik
melawannya, bingunglah ia.
Puteri Tiang-ping jadi tidak tega melihat
ayahandanya begitu hebat tertekan jiwanya.
"Sudahlah, Hu-hong....." akhirnya ia menghibur. "Kita tunggu saja batas waktu yang
ditetapkan Co Hua-sun itu, siapa tahu sebelum
itu akan tiba pertolongan datang. Tapi kalau
tidak, kemati-an kita barangkali akan menjadi
minyak yang mengobarkan kemarahan para
panglima setia, sehingga mereka akan
menggempur Co Hua-sun tanpa ampun lagi. Jadi
kalau terpaksa matipun, harus ada artinya!"
Kata-kata puteri itu membuat Kaisar terharu.
Diraihnya kepala puterinya itu untuk
didekapkan ke dadanya, sambil menangis, "Oh,
Langit, hanya aku yang berbuat kesalahan,
kenapa harus keluargaku yang selama tnl
bertindak benar dan selalu mengingatkan aku,
Juga harus tertimpa bencana ini?"
Untuk sementara, dalam ruangan itu yang
terdengar hanyalah tangisan ayah dan
puterinya itu. Ketika Ciu Thai-hou, Putera
Kembang Jelita 22 55 Mahkota Cu Sam yang masih kecil dan
Siangkoan Yan datang pula ke situ, merekapun
segera bergabung dalam "Paduan suara
menangis" itu. Kemudian Tan Wan-wan datang
pula, namun dia tidak ikut menangis.
Setelah tangisan reda, Kaisar melambaikan
tangan ke arah Tan Wan-wan. "Kemarilah."
Wanita jelita yang dalam beberapa bulan
terakhir ini memabukkan Kaisar, cepat
mendekat dan berlutut, "Ada perintah apa,
Tuanku?" "Siapkan enam cawan beracun."
"Baik tuanku." sahut Tan Wan-wan lembut,
namun dalam hatinya dia mengejek, "Hem,
kalau aku mati demi perjuangan Joan-ong, aku
mati seribu kali pun rela. Tapi siapa sudi mati
bersama Kaisar konyol dari dinasti yang hampir
ambruk ini" Aku harus tetap hidup untuk
menyaksikan Joan-ong masuk ke kota ini dalam
pawai kemenangan!" Namun beranjak pula Tan Wan-wan untuk
mengambil enam cawan arak pengantar maut
Kembang Jelita 22 56 itu. Hanya dalam hatinya ia sudah bertekad
takkan minum "Jatahnya",
Tak lama kemudian, setelah melihat enam
cawan arak beracun itu berderet di meja,
kembali air mata Kaisar Cong-ceng bercucuran.
Katanya sedih, "Tak kusangka ketololanku
selama ini telah menjerumuskan kalian ke
dalam keadaan laknat macam ini. Tapi kita
sekarang tak punya pilihan lain. Daripada
berdosa kepada leluhur dan tanah air, aku lebih
baik mati. Kuharap kita tetap berkumpul di sini.
Terlalu singkat saat-saat menjelang maut, aku
ingin tetap bersama kalian. Tengah malam
nanti, kalau Co Hua-sun datang kembali
memaksakan kehendak, saat itulah kita harus
minum arak itu." Begitulah, suasana jadi sedih sekali.
Tak ubahnya saat-saat terakhir seorang yang
akan menjalani hukuman mati dan diberi
kesempatan berkumpul dengan keluarganya.
Sementara sang waktu terus melangkah
tanpa perasaan, detik demi detik, tak perduli
orang sedih atau gembira. Tak peduli orang
Kembang Jelita 22 57 bakal mati atau harus hidup, sang waktu
melangkah dengan mata terpejam.
Tengah malam makin dekat.
Di bangsalnya, Co Hua-sun sekali lagi
memeriksa maklumat yang akan dimintakan
cap dari Kaisar itu. Ia mengangguk-angguk puas.
"Mudah-mudahan si tolol itu mau
mengecapnya nanti. Dia menoleh tidak peduli
akan nyawanya sendiri, tapi aku tidak percaya
kalau hatinya tidak tergerak melihat anggota
keluarganya satu persatu dibantai di depan
matanya." Co Hua-sun pun tertawa penuh keyakinan
diri. Namun sebelum batas waktu tiba, mendadak
seorang kaki tangannya datang menghadap dan
melapor, "Thai-kong-kong, Panglima Yo mohon
menghadap." "Yo Goan-tong maksudmu?"
"Benar." "Suruh dia segera masuk."
Kembang Jelita 22 58 Tak lama kemudian masuklah Yo Goan-tong
dalam seragam tempurnya yang kusut dan
kotor, begitu pula mukanya.
"Hormatku untuk Kong-kong."
"Yo Ciang-kun, setelah penumpasan Pangeran Seng-ong itu kenapa kau terus
menghilang tanpa kabar" Kusuruh orang
mencari ke rumahmu juga tidak ketemu."
"Aku benar-benar minta maaf. Dalam dua
hari ini mendadak kutemui suatu urusan yang
terpaksa harus kutangani sendiri demi
kerahasiaannya. Aku sampai tidak sempat
melapor, bahkan juga tidak sempat memberitahu isteriku..."
"Urusan apa?" "Bukan urusan pribadi, melainkan rencana
kita bersama. Sekali lagi aku mohon maaf kalau
telah melancangi Kong-kong. Hal itu karena
sempitnya waktu yang tersedia."
"Ya..... Ya..... tapi urusan apa?"
"Aku telah dihubungi seorang utusan
Pangeran To Ji-kun."
Kembang Jelita 22 59 "Benar?" semangat Co Hua-sun tiba-tiba
meningkat mendengar tentang sekutunya yang
sudah lama ditunggu-tunggu itu. "Mana
orangnya" Kenapa tidak kau ajak sekalian dia
menemui aku?" "Tentu saja orang itu pertama-tama
berusaha menemui Kong-kong, tetapi dia kuatir
menghubungi orang yang salah, karena melihat
di sekitar istana ada bermacam-macam
pasukan. Maklum, tugas yang diembannya amat
penting. Maka ketikia melihat aku, dan
mengenalku, terus dia menghubungi aku dan
menyampaikan kabar dari Pangeran To Ji-kun
untuk Kong-kong." "Apa kabarnya?"
"Utusan Kong-kong sudah sampai kepada
Pangeran To Ji-kun, lalu Pangeran mengirim
orangnya. Tapi karena harus melewati San-haikoan, padahal penjaga San-hai-koan tidak
bersahabat dengan kita, tentu saja harus hatihati agar tidak ketahuan. Pangeran tidak bisa
mengirim pasukan besar. Ia cuma mengirim
seribu prajurit, tetapi semuanya prajurit
Kembang Jelita 22 60 pilihan, dan mereka harus menyamar sebagai
pedagang jin-som atau samaran lain, ketika
melewati San-hai-koan. Sampai di luar Pak-khia
pun mereka tidak berani langsung masuk kota,
tapi hanya menunggu di luar kota, sebab
mereka tidak tahu di dalam kota ini siapa
kawan dan siapa lawan. Mereka takut masuk
perangkap. Karena itu mereka mengirim orang
dulu untuk mengontak kita."
"Terus?" "Sekarang bagaimana menyembunyikan
pasukan Pangeran To Ji-kun itu di istana, agar
setiap saat dapat langsung diperintah oleh
Kong-kong." "Aku sebenarnya agak kecewa. Pangeran To
Ji-kun menjanjikan lima puluh ribu prajurit
terbaiknya, kenapa sekarang datang cuma
seribu orang" Apa artinya seribu orang
dibandingkan puluhan ribu lawan-lawan kita
yang bertebaran di seluruh kota?"
"Harap Kong-kong maklumi kesulitan
Pangeran To Ji-kun untuk mengirimkannya
pasukan besar sekaligus. Maka pangeran akan
Kembang Jelita 22 61 mengirimkannya secara bergelombang, di
bawah selubung penyamaran."
Akhirnya Co Hua-sun mengangguk juga,
"Sekarang pasukan itu di mana?"
"Malam ini mereka sudah berhasil kubawa
masuk kota, dan sekarang mereka ada di luar
pintu Hou-cai-mui." "Goblok!" tiba-tiba Co Hua-sun membentak
dengan gusar, bahkan sambil menggebrak meja
dan berdiri dari kursinya. "Bagaimana kau bisa
bertindak begitu gegabah, membawa mereka
sampai ke Hou-cai-mui" Bagaimana kalau
sampai dilihat orang, lalu mereka tahu kalau
pasukan Manchu sudah ada dalaranko-ta ini"
Tentu lawan-lawan kita akan mendapat bahan
omongan yang baik untuk menghasut dan
merangkul pasukan-pasukan ibu kota yang
selama ini masih netral?"
"Kong-kong, aku tidak sebodoh itu. Tentu
saja pasukan Manchu itu masuk kota tidak
seragam tentara Manchu, melainkan dalam
seragam pasukan Kerajaan Beng. Kesibukanku
selama dua hari sehingga tidak sempat melapor
Kembang Jelita 22 62 kepada Kong-kong itu, tak lain adalah mencari
kan seribu pasang pakaian seragam prajurit
Beng untuk mereka, agar mereka dapat masuk
kota tanpa dicurigai."
Penjelasan itu agak menenteramkan Co Huasun. "Jadi mereka sekarang ada diluar gerbang
Hou-cai-mui?" "Ya, kupilihkan tempat itu, sebab pasukanpasukan yang bersiaga di sekitar Hou-cai-mui
adalah pasukan-pasukan kita."
"Antar aku melihat mereka."
"Baik Kong-kong. Silakan."
Kemudian Co Hua-sun berjalan berdampingan dengan Yo Goan-tong, di
belakang mereka mengiring serombongan thaikam bersenjata campur kawanan tukang
kepruk bayaran. Mereka melewati bagian-bagian istana yang
dikuasai kaki tangan Co Hua-sun. Di mana-mana
nampak orang-orang bersenjata bergerombolgerombol, obor-obor dinyalakan melebihi
biasanya, sehingga segenap sudut istana terang
benderang seperti siang hari. Ini untuk
Kembang Jelita 22 63 mencegah resiko kesusupan orang-orangnya
Jenderal Ou Hin yang ada di bagian lain dari


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istana itu. Sambil berjalan, Yo Goan-tong menaksir,
pengikut Co Hua-sun yang ada di bagian istana
itu tentu tidak kurang dari dua puluh lima ribu
orang. Terang kalau Co Hua-sun telah menarik
beberapa pasukan dari luar istana ke istana.
(Bersambung jilid ke XXIII)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 2/07/2018 10 : 18 PM
Kembang Jelita 22 64 Kembang Jelita 23 1 Kembang Jelita 23 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXIII Kemudian merekapun sampai ke gerbang
Hou-cai-mui di belakang istana. Begitu sepasang
daun pintu yang besar dan tebal itu dipentang
terbuka oleh penjaga-penjaga, nampak ada
pasukan berbaris dalam kegelapan, tanpa satu
oborpun dinyalakan. "Inikah mereka?" tanya Co Hua-sun.
"Benar, Kong-kong."
"Nyalakan obor!" perintah Co Hua-sun.
Obor-obor dinyalakan, dan Co Hua-sun
melihat pasukan itu memang kira-kira terdiri
dari seribu prajurit, semuanya berseragam
Kerajaan Beng. Tubuh mereka tegap-tegap,
tinggi badan mereka melebihi rata-rata. Sekali
pandang saja sudah timbul kesan bahwa
mereka memang prajurit-prajurit pilihan.
Kembang Jelita 23 2 Sementara Co Hua-sun memperhatikan
mereka, Yo Goan-tong menjelaskan,
"Selain merupakan prajurit-prajurit tangguh,
Pangeran To Ji-kun juga memilih mereka yang
bisa berbicara bahasa Han, agar mudah
dicampurkan dengan orang-orang kita tanpa
menimbulkan kecurigaan."
"Pangeran To Ji-kun benar-benar memperhitungkan dengan cermat segala
sesuatunya. Mana komandannya?"
Yo Goan-tong memberi isyarat ke arah
"pasukan Manchu" itu, dan majulah seorang
bertubuh tegap, mukanya penuh bulu, la
berlutut di hadapan Co Hua-sun secara Manchu.
Sebelah kaki ditekuk dan satu tangan menekan
tanah. Berkatalah dia dalam bahasa Han tapi
suaranya seperti orang sedang sakit gigi, "Kuiong-ya Sit-seng-ong mengirim salam hangatnya
kepada Kong-kong." Kiu-ong-ya (Pangeran ke sembilan) Sit-cengong adalah gelar kebangsawan-an Pangeran To
Ji-kun. "Siapa namamu?"
Kembang Jelita 23 3 "Hamba Hap Sek, kepala pasukan ke delapan
belas di bawah perintah Wi-ceng-ong To Sekkun."
To Sek-kun adalah adik To Ji-kun. Kalau To
Ji-kun berkedudukan sebagai wali Kaisar karena
Kaisar Sun-ti masih kanak-kanak, maka To Sekkun adalah kepala angkatan perang. Ketika
Kaisar Thai-cong yang memerintah tahun 16271636 itu digantikan anaknya, Sun-ti, yang
bergelar Ceng-si-cou, ia mengangkat To Ji-kun
sebagai walinya, namun untuk menjaga agar
jangan To Ji-kun merebut tahta bagi dirinya dan
keturunannya sendiri, maka jabatan kepala
angkatan perang tidak dipegangnya, tapi
dipegang adiknya, To Sek-kun yang dikenal
setia kepada kakandanya, yaitu almarhum
Kaisar Thai-cong. Dalam setiap tindakan yang
melibatkan unsur militer, To Ji-kun tidak dapat
bertindak sendiri tanpa persetujuan To Sekkun.
Soal itu tidak banyak diketahui orang, dalam
istana kerajaan Ceng di Jit-ho pun hanya
kalangan amat terbatas yang mengetahuinya. Co
Kembang Jelita 23 4 Hua-sun kebetulan juga mengetahuinya karena
hubungan akrabnya dengan Pangeran To Ji-kun.
Kini mendengar si komandan muka berbulu itu
mengaku bawahan To Sek-kun, Co Hua-sun jadi
percaya. Coba dia mengaku disuruh To Ji-kun,
tentu Co Hua-sun curiga sebab To Ji-kun tidak
berkuasa langsung atas tentara.
Namun Co Hua-sun masih juga berkata,
"Buka topimu dan perlihatkan rambutmu!"
Orang yang mengaku bernama Hap Sek itu
menurut. Maka nampaklah rambutnya yang
dikuncir panjang, hanya saja kuncirnya
disembunyikan dalam baju, sedang pangkal
kuncirnya di atas tengkuk semula ditutupi
dengan topi prajuritnya. Orang-orang lelaki
bangsa Manchu memang seperti itu dandanan
rambutnya. Tapi Co Hua-sun masih belum percaya begitu
saja, la perintahkan pula beberapa orang
pasukan itu memperlihatkan kuncirnya, dan
ternyata semuanya memang dikuncir.
Kembang Jelita 23 5 Akhirnya Co Hua-sun yakin bahwa mereka
benar-benar kiriman sekutunya di timur laut,
lalu mereka diperintahkan masuk ke istana.
Sambil berjalan dl samping Co Hua-sun
ketika masuk kembali ke istana, Yo Goan-tong
bertanya, "Kong-kong, saat ini siapa yang
menjaga keluarga Kaisar?"
"Para thaikam dan beberapa pasukan
pendukung." Yo Goan-tong pun tiba-tiba geleng-geleng
kepala sambil berkata, "Ini terlalu mengandung
resiko, Kong-kong. Siapa tahu di antara penjagapenjaga itu ada orang-orang yang setia kepada
Kaisar tolol itu" Kalau demikian, bukankah
sama saja kita menempatkan burung dalam
sangkar yang teralinya kurang rapat?"
"Tapi pasukan itu dari tanggsi-tangsi yang
komandannya setia kepadaku."
"Komandannya memang teman kita, tapi
pastikah seluruh anak buahnya bersikap sama
dengan komandannya" Belum tentu. Karena itu
lebih baik kalau kita tidak ambil resiko.
Penjagaan keluarga Kaisar harus dipercayakan
Kembang Jelita 23 6 kepada orang-orang yang tidak mungkin
mengkhianati kita." "Pasukan mana?"
"Pasukan kiriman Pangeran To Ji-kun yang
baru datang itu. Mereka adalah prajurit-prjurit
Manchu yang hanya patuh kepada atasan
mereka, dan tidak punya hubungan batin
dengan Kaisar tolol itu."
Setelah berpikir sebentar, Co Hua-sun
menganggap usul itu masuk akal juga. Memang,
selama keluarga Kaisar hanya dijaga prajuritprajurit yang berasal dari Pak-khia saja, masih
ada kemungkinan dibantu secara diam-diam.
"Baiklah," kata Co Hua-sun. "Bu Goat-long,
bawa pasukan Hap Sek ke Yang-wan-hu, dan
jelaskan tugas mereka."
"Baiklah," sahut Bu Goat-long.
Hati Yo Goan-tong melonjak gembira.
Sejenak ia bertukar pandang dengan Hap Sek
yang mukanya penuh bulu itu.
Mereka sampai ke Yang-wan-hu diantar Bu
Goat-long. Nampak penjagaan di situ memang
Kembang Jelita 23 7 ketat sekali. Sebagian para thai-kam bersenjata,
sebagian lagi adalah prajurit-prajurit biasa.
Dengan alasan pergantian tugas agar
prajurit-prajurit itu tidak tersinggung, Bu Goatlong atas nama Co Hua-sun menyuruh pasukan
penjaga Kaisar itu menyingkir, untuk digantikan
pasukan "Hap Sek." Sedangkan para thai-kam
tidak disingkirkan, mereka tetap berjaga di situ.
"Hap Sek" segera mengatur anak buahnya di
sekeliling bangsal Yang-wan-hu, dan tiba-tiba
diapun berteriak, "Sekarang!"
Para thai-kam sadar terlambat, malah ada
yang tidak sempat sadar sama sekali karena
segera roboh dibabat senjata. Sebagian besar
thai-kam penjaga langsung binasa, ada sebagian
kecil yang sempat melawan, tapi perlawanan
yang panik dan sama sekali tidak siap, jadi
gampang saja segera dibereskan.
Ilmu silat Bu Goat-long cukup lumayan, tapi
ia roboh hanya dalam tiga jurus, sebab yang
dihadapinya adalah "Hap Sek" yang ternyata
adalah samaran Helian Kong.
Kembang Jelita 23 8 "Yo Goa-tong, kau berkhianat!" teriak Bu
Goat-long yang terakhir kalinya sebelum
nyawanya terbang keluar dari tubuhnya.
"Aku hanya mencontoh bagaimana Co Huasun memperlakukan Pangeran Seng-ong!" Balas
Yo Goan-tong, dan yang diajak bicara entah
masih sempat mendengar entah tidak.
Gebrakan Helian Kong dan orang-orangnya
berlangsung serba cepat karena memang sudah
dipersiapkan baik-baik. Begitu para thai-kam
dihabiskan, mereka segera menempati titik-titik
penting untuk menjaga keselamatan Kaisar,
salah seorang dari mereka segera menyulut dan
melontarkan sebuah kembang api luncur ke
udara malam yang hitam. Berbareng dengan gebyarnya cahaya
kembang api itu di langit, seluruh langit kota
Pak-khia pun tiba-tiba berhamburan kembangkembang api serupa. Dan udara malam yang
membeku itupun tiba-tiba diguncang sorak
gemuruh laksaan prajurit.
Serempak pula pasukan-pasukan yang setia
kepada Kaisar bergerak menggempur pasukanKembang Jelita 23
9 pasukan pendukung Co Hua-sun. Pertempuran
antara sesama prajurit kerajaan pun berkobar
hebat di jalan-jalan, halaman-halaman, tangsitangsi, persimpangan-persimpangan, hampir di
semua bagian kota. Sambil menggempur lawannya yang tidak
siap, pasukan-pasukan yang setia kepada Kaisar
itu juga menyerukan rekan-rekan mereka di
pihak Co Hua-sun agar menyerah.
"Kami berhasil menyelamatkan Kaisar dari
tangan pengkhianat Co Hua-sun! Co Hua-sun
akan segera menerima hukumannya!"
"Yang meletakkan senjata akan tetap dalam
kedudukannya, yang keras kepala akan
ditumpas!" Seruan-seruan itu agak berpengaruh juga.
Pengikut-pengikut Co Hua-sun di seluruh kota
tidak siap menghadapi gerakan pasukan yang
setia kepada Kaisar, sebab mereka mengira
bahwa selama keluarga kaisar disandera, tentu
lawan takkan berani bergerak sembarangan
dan mereka boleh tenang-tenang saja. Selain itu,
banyak pengikut Co Hua-sun yang sebenarnya
Kembang Jelita 23 10 tidak tahu apa-apa, sebab yang begundal Co
lluu-sun itu hanya komandan-komandan
mereka. Menghadapi pasukan-pasukan Kuisar
yang menang semangat, pasukan-pasukan yang
mengikuti Co Hua-sun segera kewalahan.
Apalagi ketika pasukan-pusukun yang semula
netral, tiba-tiba menghambur keluar tangsi
mereka dan ikut menggempur pasukanpasukan Co Hua-sun.
Maka banyak di antara pasukan Co Hua-sun
yang meletakkan senjata untuk menyerah, atau
bahkan berbalik menyerang pasukan Co Huasun sendiri.
Namun dalam pasukan-pasukan Co Hua-sun
tidak sedikit pula orang yang tidak mau
menyerah, mereka melawan mati-matian
biarpun sudah diteriaki agar menyerah.
Sebagian karena benar-benar membela Co Huasun, sebagian lagi karena bingung gara-gara
tidak tahu apa-apa yang terjadi sebenarnya di
istana, atau dipaksa bertempur terus oleh
komandan-komandan mereka.
Kembang Jelita 23 11 Menghadapi lawan macam ini, tak bisa tidak
pasukan-pasukan Kaisar melakukan pertempuran berdarah, Apalagi kedua pihak


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian mengluarkan meriam dari tangsi
masing-masing, dibawa ke jalanan untuk
menghadang musuh-musuh mereka. Maka
berdentumanlah meriam-meriam itu, sehingga
malam itu kota Pak-khia jadi "meriah" seperti
pesta menyambut tahun baru. Tapi pesta malam
ini adalah pesta maut. Tapi karena mengarahkan meriam itu tidak
semudah mengarahkan pedang, maka dalam
perang meriam di beberapa bagian kota, peluru
meriam nyasar menghantam rumah-rumah
penduduk. Selain kerusakan rumah, korban jiwa
di kalangan penduduk sipil pun mulai
berjatuhan. Sementara itu dalam istana, pasukan
pasukan yang dipimpin oleh panglima-panglima
pembenci Co Hua-sun itupun serempak
bergerak menggempur orang-orangnya Co Huasun di bagian Istana yang lain. Setelah melihat
isyarat kembang api Helian Kong, mereka tidak
Kembang Jelita 23 12 cemas lagi akan nasib Kaisar, maka bergeraklah
mereka tanpa takut-takut lagi.
Selama ini, antara pasukan Kaisar dan
pasukan Co Hua-sun dipisahkan temboktembok dalam istana, kedua pihak memperkuat
tembok-tembok itu sebagai sarana pertahanan.
Antara lain di belakang tembok diberi mejameja untuk berdiri bagi pemanah atau
pelempar lembing. Tentu saja keindahan istana
jadi rusak karena hal itu, namun itulah yang
terjadi. Daun-daun pintu dicopoti dan dibuat
rintangan-rintangan bagi musuh, pintu taman
yang berbentuk bulat dan indah itu tiba-tiba
kini ditutup rapat dengan ditumpuki kursi-kursi
dan benda-benda lainnya. Pokoknya benarbenar berantakan.
Kini pasukan Kaisar meninggalkan garis
pertahanan mereka dan menyerbu ke garis
pertahanan pengikut Co Hua-sun, disertai sorak
menggelegar dan dipimpin panglima-panglima
seperti Ou Hin, Tio Tong-hai, Bu Sam-kui, Song
Liong dan sebagainya. Kembang Jelita 23 13 Pengikut-pengikut Co Hua-sun kaget, lalu
cepat-cepat bertahan dari balik tembok-tembok
pertahanan mereka dengan melontar-lontarkan
panah dan lembing. Sementara lawan mereka
membanjir, melintasi dan menghancurkan
taman-taman bunga, melompati kolam-kolam
ikan-ikan emas dan bunga teratai, kurungankurungan burung di tengah taman ditabrak
roboh, pot-pot bunga dilompati atau ditendang
begitu saja kalau menghalangi jalan.
Habis pertempuran ini juru taman pasti akan
bekerja ekstra keras untuk membenahi
semuanya. Untuk sementara gerak maju pasukan Kaisar
terhambat oleh hujan panah dan lembing dari
garis pertahanan Co Hua-sun. Tameng-tameng
diangkat untuk melindungi diri, kemudian
mereka berusaha balas memanah lawan-lawan
mereka yang nongol di atas tembok.
Beberapa saat kedua pihak hanya saling
panah. Tio Tong-hai tidak sabar lagi. Ia lalu
menyambar sebuah meja, dipegangnya dua di
Kembang Jelita 23 14 antara empat kaki meja untuk dibawa berlari
maju dan dijadikan perlindungan dari hujan
panah dan lembing. Tiba di dekat tembok, sekuat tenaga ia
lontarkan meja itu ke atas tembok dan
menghajar rubuh pengikut Co Hua-sun di atas
tembok, menyusul dia sendiri melompat naik ke
atas tembok. Tio Tong-hai adalah seorang pesilat tangguh
yang mendapat julukan Pek-lek-jiu (si Tangan
Halilintar), tidak heran kalau setibanya di balik
dinding pertahanan pengikut Co Hua-sun, dia
langsung mengamuk seorang diri dengan
goloknya dan menjatuhkan banyak korban.
Namun tujuan utamanya menerjang ke balik
tembok itu bukan sekedar ingin pamer
kejagoannya, tapi membuka jalan buat pasukan
Kaisar agar dapat membobol garis pertahanan
Co Hua-sun itu. la menerjang ke pintu bundar
yang dirintangi dengan tumpukan meja kursi
itu. Musuh-musuh bertumbangan oleh goloknya,
namun pengikut-pengikut Co Hua-sun mencoba
Kembang Jelita 23 15 Dia langsung mengamuk seorang diri dengan goloknya
dan menjatuhkan banyak korban.
Kembang Jelita 23 16 gigih mempertahankan pintu itu. Tapi mereka
dapat dikocar-kacirkan dan dipaksa mundur,
maka satu pintu berhasil dibebaskan, lalu dari
situlah menyerbu prajurit-prajurit yang setia
kepada Kaisar. Seperti terhadap lawan-lawan mereka di luar
istana, yang di dalam istanapun pasukanpasukan Kaisar menyerukan agar pengikut Co
Hua-sun menyerah dan mendapat pengampunan. Mereka mengira pengikutpengikut Co Hua-sun itu hanyalah orang-orang
yang ditipu. Ternyata dugaan itu keliru. Orangorang yang oleh Co Hua-sun. ditarik masuk
istana itu bukan cuma kaum ikut-ikutan, namun
benar-benar pembela-pembela yang gigih.
Terutama para thai-kam yang sejak lama diamdiam sudah dipersiapkan dan dibentuk menjadi
kelompok tempur yang tangguh. Perlawanan
sengit diperoleh pasukan Kaisar dari kelompok
ini. Kemudian dari kedua pihak mendapat
tambahan pasukan, sehingga pertempuran
menyebar ke setiap jengkal wilayah istana. Dan
Kembang Jelita 23 17 benar-benar hancur-leburlah istana yang indah
itu. Untuk sementara, pertempuran nampak
seimbang. Kedua belah pihak sama gigihnya.
Di tengah-tengah keributan itu, Jenderal Ou
Hin berteriak kepada Bu Sam-kui, "Bu Congpeng, bawa orang-orangmu ke arah Yang-wanhu untuk menjemput Sri Baginda!"
"Baik!" sahut Bu Sam-kui, lalu dibawanya
pasukan mencari jalan ke Yang-wan-hu, tapi
merekapun harus berhadapan dengan sekelompok pengikut Co Hua-sun yang
menghadang mereka. Di Yang-wan-hu, meskipun Helian Kong dan
orang-orangnya dengan cepat berhasil membereskan para penjaga keluarga Kaisar,
tetapi tidak dapat segera pergi membawa
Kaisar, sebab bangsal itu tiba-tiba dikepung
oleh sejumlah besar pengikut Co Hua-sun.
Cepat-cepat Helian Kong masuk ke dalam
bangsal. Dilihatnya Kaisar Cong-ceng dan
beberapa orang yang tidak sempat diperhatikan
oleh Helian Kong, sebab Helian Kong sendiri
Kembang Jelita 23 18 cepat-cepat berlutut di hadapan Kaisar dan
berkata, "Hamba mohon ampun, karena setelah
sekian lama barulah hamba datang kepada
Tuanku." Sesaat Kaisar berdiri membeku oleh
perasaan haru. Saat itu batas waktu yang
ditetapkan Co Hua-sun tinggal kurang dari
setengah jam, dan Kaisar sudah siap mengajak
seluruh keluarganya minum arak beracun. Di
saat harapan makin menipis, muncullah
pertolongan itu. Dari Helian Kong, seorang yang
pernah dijatuhi keputusan untuk ditangkap,
karena dituduh pengkhianat atas anjuran Co
Hua-sun. Kini malahan Helian Kong yang menolong,
Kaisar jadi menyesal sendiri.
"Helian Cong-peng, ribut-ribut di luar, itu,
apa yang terjadi?" "Tuanku, pasukan-pasukan yang setia
kepada Tuanku telah bergerak serempak
terhadap pengikut-pengikut Co kong-kong......"
Kembang Jelita 23 19 Kaisar berdesah lega, "Terima kasih. Kini aku
melihat siapa yang setia dan siapa yang
berkhianat." "Ampun Tuanku, waktu tidak banyak
sekarang ini. Kami mengawal Tuanku ke bagian
istana yang aman, yang dikuasai Jenderal Ou
Hin." Sebenarnya Kaisar mau, tapi mendengar riuh
dan hebatnya pertempuran di luar, nyalinya jadi
ciut. Haruskah ia berjalan di antara ribuan
orang yang berdesak-desakan sambil mengayun-ayunkan senjata"
Helian Kong mengerti apa yang dipikirkan
Kaisar, katanya, "Tuanku akan berjalan dalam
pengawalan seribu prajurit pilihan."
"Tapi aku harus berbicara dulu dengan
keluargaku..." kata Kaisar, terus masuk kembali
ke ruang dalam. Helian Kong menarik napas menyabarkan
dirinya. Kaisar betul-betul seorang yang terlalu
lemah untuk mengambil keputusan sendiri,
bahkan untuk hal-hal yang begitu kecil.
Kembang Jelita 23 20 Mungkin karena sudah terlalu lama "dikempit"
di bawah ketiak Co Hua-sun.
Kemudian yang keluar dari ruang dalam
bukan Kaisar, malahan Siangkoan Yan yang
berpakaian ringkas dengan pedang yang
menyilang punggungnya. Begitu melihat Helian Kong, gadis itu terus
berlari menghambur dan memeluk Helian Kong
kuat-kuat, dan menangis di dada Helian Kong.
Helian Kong tidak siap menghadapi "jurus"
macam itu, maka cuma kelabakan bingung dan
tak bisa berbuat apa-apa.
Selagi Siangkoan Yan masih dalam
pelukannya, dari ruang dalam berturut-turut
muncul Kaisar Cong-ceng kembali. Permaisuri
Ciu Hong-hou" Putera Mahkota Cu Sam, Puteri
Tiang-ping dan Tan Wan-wan. Orang terakhir
inilah yang mengejutkan Helian Kong, sebab
Tan Wan-wan tak pernah terhapus dari
ingatannya, biarpun dengan bumbu kecewa.
"Wan-wan....." tak terasa Helian Kong
berdesis. Siangkoan Yan yang masih dalam
pelukannya itupun kaget karena bukan
Kembang Jelita 23 21 namanya yang dibisikkan. Cepat gadis itu
melepaskan diri dari pelukan Helian Kong lalu
mengikuti arah tatapan mata Helian Kong, maka
diapun melihat Tan Wan-wan juga sedang
menatap Helian Kong dengan hangat, pelepasan
kerinduan yang terpendam.
Beberapa saat lamanya saling tatap antara
sepasang kekasih yang dipisahkan oleh arus
jaman itu. Sinar mereka jauh lebih bermakna
dari sejuta kalimat. Bukan cuma Siangkoan Yan yang bangkit
cemburunya, tetapi juga Kaisar Cong-ceng,
karena cemburu tak kenal usia. Selama ini
Kaisar menyangka melayani dirinya dengan
benar-benar cinta, tak disangka kalau Tan Wanwan ternyata menyimpan lelaki lain di hatinya.
"He, kalian sudah saling kenal ya?" suara
Kaisar agak dikeraskan, memutuskan arus
kemesraan lewat tatapan mata itu.
Tan Wan-wan menunduk, ia merasa dirinya
sama dengan seekor kelinci di tengah-tengah
rimba penuh serigala kelaparan. Bahkan dari
Helian Kong pun dia tidak berani

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembang Jelita 23 22 mengharapakan perlindungan. Pelindung yang
diandalkannya cuma Kaisar Cong-ceng, "remaja
bangkot-an" yang lemah, gampang dirayu dan
dibohongi. Maka mendengar nada Kaisar penuh
cemburu, cepat Tan Wan-wan menjelaskan,
"Ampun Tuanku, Helian Cong-peng hanya
teman bermain biasa waktu masih sama-sama
kecil." Kata "hanya" itulah yang menikam hati
Helian Kong, semacam isyarat "lampu kuning"
buat hubungannya dengan Tan Wan-wan.
Tetapi Helian Kong belum tahu kenapa Tan
Wan-wan bersikap demikian"
Untuk sementara Kaisar puas dengan
jawaban Tan Wan-wan itu, lalu katanya, "Helian
Cong-peng, aku siap kaukawal ke tempat aman."
"Baik, Tuanku. Hamba atur pasukan dulu."
dan keluarlah Helian Kong tanpa berani lagi
menoleh kepada Tan Wan-wan., Nada cemburu
dalam suara Kaisar tadi membuatnya merasa
tidak enak. Di sekitar Yang-wan-hu pertempuran
berkobar antara pasukan Helian Kong melawan
Kembang Jelita 23 23 pengikut-pengikut Co Hua-sun yang membanjir
datang, untuk merebut kembali Kaisar sebagai
"kartu truf" mereka. Yang bergelimpangan
sudah puluhan orang, tapi kedua pihak masih
sama ngototnya. Nampak Yo Goan-tong bertempur sengit,
bahkan cenderung kalap, menghadapi pengikutpengikut Co Hua-sun. Topi perangnya sudah
lepas, rambutnya awut-awutan dan tubuhnya
berlumuran darah. Pakaiannya robek-robek.
Tapi ia terus menerjang ke sana ke mari sambil
mengayun-ayunkan pedangnya yang juga sudah
semerah tubuhnya, ia terus menyuruk jauh ke
tengah-tengah musuh, sehingga terpisah dari
orang-orang di pihaknya. Melihat itu, Helian Kong berdesir hatinya.
Agaknya Yo Goan-tong tidak cuma mau
menyelamatkan Kaisar, tapi hendak bunuh diri
dengan cara itu. Entah untuk mengimbangi
kesalahannya selama ini, entah untuk
menghadiri pertemuan dengan pengikutpengikut setia Kaisar setelah selesainya
Kembang Jelita 23 24 pertempuran nanti. Mungkin juga campuran
kedua-duanya. Tentu saja Helian Kong tak tega membiarkan.
Sambil menghunus pedangnya, ia melompat ke
kancah bergolak itu seperti seekor elang
raksasa, terjun tepat di samping Yo Goan-tong.
Ketika pedangnya berkelebat melebar, pengikut-pengikut Co Hua-sun yang tengah
mengepung Yo Goan-tong itupun berhamburan
roboh. "Saudara Yo, Kaisar sudah selamat dan kita
harus segera mundur dari sini." kata Helian
Kong. Tetapi Yo Goan-tong menjauhkan diri ketika
Helian Kong hendak menarik tangannya untuk
diajak pergi, la bahkan menyusup makin dalam
ke tengah-tengah musuh sambil mengamuk
lebih hebat. Teriaknya, "Helian Cong-peng,
selamatkan saja Kaisar, tidak usah pedulikan
aku. Aku akan menahan musuh selama mungkin
di sini." Helian Kong masih mendesak maju untuk
menyelamatkan Yo Goan-tong. "Saudara Yo,
Kembang Jelita 23 25 jasamu malam ini cukup besar, Kaisar dan
teman-temanku pasti "berterima kasih kepadamu!" Apa mau dikata, Yo Goan-tong sendiri sudah
tidak mau ditolong, dan terus menghindari
Helian Kong, la menyusup makin jauh, sehingga
Helian Kong sendiri tak bisa lagi melihat di
mana Yo Goan-tong. Tapi beberapa saat
kemudian terdengar suara tertawa Yo Goantong terbahak-bahak, sebelum suara itu lenyap
karena dicincang para pengikut Co Hua-sun.
Helian Kong sedih, namun akal sehatnya
masih menuntun dan mengingatkan bahwa
tujuan utama adalah menyelamatkan Kaisar dan
keluarganya. Karena itulah Helian Kong mulai mengatur
pasukannya agar dapat mundur dengan aman
sambil membawa kaisar dan keluarganya.
Bagian depan tengah segera mendesak lebih
hebat, sementara sayap kanan dan kiri merapat
ke tengah, lalu masuk lewat depan Yang-wanhu, dan menembus ke pintu belakang dengan
sudah membawa Kaisar dan keluarganya.
Kembang Jelita 23 26 Di pintu belakang pun sudah ada pengikut Co
Hua-sun siap menghadang, yang berusaha
merebut Kaisar kembali. Maka gerak maju
pasukan penyelamat itu jadi lambat.
Sementara itu pasukan yang semula
bertahan di depan juga mundur lewat jalan
yang sama untuk bergabung dengan pasukan
lainnya. Helian Kong bertarung menjadi ujung
tombak pasukan penyelamat itu.
Kaisar dan keluarganya memang terkawal di
tengah-tengah pasukan. Tapi Helian Kong
cemas, kalau maju pasukannya demikian
lambat, masih sempatkah membawa Kaisar ke
tempat aman sebelum pasukannya habis"
Saat itu pengikut Co Hua-sun memang
nampak di mana-mana, seperti lautan manusia.
Co Hua-sun telah mendatangkan pendukungpendukungnya dari luar istana untuk
bertempur di dalam. Siangkoan Yan sudah dipesan Helian Kong
agar tetap berada di dekat Kaisar, untuk
melindungi seandainya ada musuh yang
berhasil mendekat. Tapi Siangkoan Yan tidak
Kembang Jelita 23 27 sabar merasa lambatnya gerak pasukan itu, ia
lalu maju ke samping Helian Kong dan
bertempur paling depan. Mereka berdua seperti
sepasang harimau yang dengan ganas
mengamuk mencoba menembus musuh.
Melihat betapa serasinya Helian Kong dan
Siangkoan Yan ber"duet" bermain pedang, Tan
Wan-wan merasa teriris hatinya. Cintanya
kepada Helian Kong belum padam, namun ia
sekarang merasa tidak pantas lagi untuk Helian
Kong. Karena itulah Tan Wan-wan diam-diam
malah mengharapkan agar Helian Kong dan
Siangkoan Yan menjadi pasangan yang kelak
menemukan kebahagiaan. Dirinya sendiri rela
dilupakan. Sementara Helian Kong tidak sempat
memikir macam-macam. Memang ia telah
bertempur dengan hebat bersama pasukan
penyelamatnya yang terdiri dari prajuritprajurit pilihan itu, namun gerak maju
pasukannya tetap lambat. Setiap langkah harus
dibayar dengan gugurnya beberapa anggotaanggota pasukannya.
Kembang Jelita 23 28 Saat itulah pasukan lain muncul dari suatu
arah dan menggempur pengikut-pengikut Co
Hua-sun. Pemimpin pasukan itu bertubuh
gemuk dan bersenjata golok. Dialah Pek-lek-jiu
(si Tangan Halilintar) Tio Tong-hai. Bukan cuma
goloknya yang berkelebatan ganas, tapi jotosan
atau tebasan tangan kirinya pun menjatuhkan
banyak korban. Di samping Tio Tong-hai ada Bu Sam-kui
dengan tombaknya. Ilmu silatnya hanya
tergolong rata-rata di antara perwira-perwira
seangkatannya, tetapi ketrampilannya dalam
memimpin pasukan bisa diandalkan. Maklum,
bertahun-tahun dia menjadi bawahan Jenderal
Seng-tiu yang lama bertempur membela tapal
batas negara di San-hai-koan, melawan tentara
Manchu. Setelah Ang Seng-tiu menakluk ke
pihak Manchu, Bu Sam-kui sekarang dipercaya
menjadi komandan San-hai-koan.
Datangnya pasukan-pasukan itu membuat
pengikut-pengikut Co Hua-sun terdesak, lalu
mundur sambil berusaha menyusun garis
pertahanan yang sudah agak kedodoran.
Kembang Jelita 23 29 Pengikut-pengikut Co Hua-sun itu dalam hal
Ilmu silat perorangan memang tidak kalah dari
lawan-lawan mereka. Tapi dalam pengalaman
tempur mereka kalah, juga semangat mereka
mulai merosot, sebab sejak tadi tidak kelihatan
batang hidung Co Hua-sun yang mereka bela.
Bahkan mengirim pesan lewat kurir pun tidak.
Co Hua-sun menghilang begitu saja.
Dengan demikian pertempuran itu makin
berat sebelah. Komandan-komandan pengikut
Co Hua-sun mulai mengambil kebijaksanaan
sendiri-sendiri. Mereka bertempur sendirisendiri dan makin tercerai berai.
Melihat munculnya Tio Tong-hai dan Bu
Sam-kui, Helian Kong menjadi besar hati dan
memanggil dari kejauhan, "Saudara Tio, saudara
Bu! Kami di sini!" Kedua panglima yang dipanggil itu
mendengar. Tio Tong-hai lalu membagi tugas
dengan Bu Sam-kui, "Saudara Bu, aku dan
pasukanku akan mencoba memotong garis
depan musuh dengan barisan belakang mereka.
Kembang Jelita 23 30 Sedang kau bantulah Helian Cong-peng
mengawal Kaisar!" "Baik!" sahut Bu Sam-kui yang bersama
pasukannya lalu berbelok ke arah teriakan
Helian Kong tadi. Ketika Bu Sam-kui dan Helian Kong berhasil
bergabung, gerak maju mereka pun tambah
pesat. Apalagi perlawanan pengikut-pengikut
Co Hua-sun mulai kendor. Melorotnya semangat pengikut-pengikut Co
Hua-sun itu agaknya terbaca oleh Tio Tong-hai,
maka dia menyuruh anak buahnya menyerukan
tawaran agar lawan menyerah, untuk
membatasi korban yang jatuh.
"Teman-teman, Co Hua-sun sudah kabur
sendirian! Buat apa kalian mati-matian
membela dia, sedang dia tidak menghiraukan
kalian lagi?" "Kita sesama prajurit Kerajaan Beng, tidak
perlu saling bunuh hanya gara-gara pengkhianat macam dia!"
"Yang menyerah akan diampuni! Yang keras
kepala akan ditumpas!"
Kembang Jelita 23 31 Seruan-seruan itu terasa benar pengaruhnya.
Di beberapa bagian, banyak pengikut Co Huasun menghentikan perlawanan dan meletakkan
senjata. Hanya beberapa komandan komplotan
Co Hua-sun yang tidak mau menyerah karena
takut akan dihukum. Namun perlawanan
beberapa gelintir orang inipun akhirnya
dipatahkan, bahkan ada beberapa komandan
yang ditangkap anak buahnya sendiri.
Korban cukup banyak. Di dalam istana saja
ada ratusan yang tewas dan ratusan lagi lukaluka. Sedang di seluruh Pak-khia yang tewas
dan luka-luka mencapai hitungan ribuan.
Puluhan rumah penduduk atau bangunan lain
hancur kena peluru meriam yang nyasar.
Banyak pula orang sipil jadi korban.
Pertempuran berlangsung sampai pagi,
karena beberapa kelompok pengikut Co Huasun tidak mau menyerah, malah mengajak
bertempur kucing-kucingan dengan menggunakan ribuan lorong-lorong yang
berliku-liku dan bercabang-cabang di kota Pak-
Kembang Jelita 23 32

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

khia yang luas itu. Kalau ada kesempatan,
mereka akan berusaha lari keluar kota.
Namun sembilan pintu gerbang Pak-khia
sudah dijaga tentara Kaisar. Sedang sisa-sisa
pengikut Co Hua-sun yang dalam kota terus
dikejar, dijepit, dibuai tak berdaya.
Ketika fajar menyingsing, selesailah pertempuran. Itulah hari berakhirnya pengaruh
Co Hua-sun, setelah hampir tujuh belas tahun
thai-kam tua itu menunggangi kekuasaan Kaisar
Cong-ceng untuk dirinya sendiri, dengan cukup
banyak korban fitnahnya. Pembersihan kaki tangan Co Hua-sun
dilakukan tanpa ampun. Pasukan-pasukan yang
pernah ikut-ikutan Co Hua-sun lalu diganti
komandannya, sedang komandan lama dihukum mati. Begitu pula pejabat-pejabat sipil
yang selama ini secara sadar ikut menjalankan
rencana jahat Co Hua-sun.
Sebuah kemenangan yang amat mahal.
Ribuan orang tewas dalam pertempuran
semalam, sedang ratusan lagi diseret ke bawah
golok algojo. Kembang Jelita 23 33 Kerajaan Beng telah menyelesaikan satu
masalahnya. Tapi dua masalah besar masih
harus dihadapi. Ancaman Kerajaan Ceng di
timur laut, dan pemberontakan Li Cu-scng di
barat laut. Dua ancaman yang sama gawatnya.
Helian Kong dari istana menuju ke
rumahnya, dalam pakaian tempurnya yang
masih bernoda darah. Bahkan rambutnya juga
masih dikuncir seperti orang Manchu, sisa
penyamarannya ketika mengelabuhi Co Huasun semalam. Kaisar secara resmi telah
memulihkan nama dan kedudukan Helian Kong,
sehingga ia boleh kembali menempati
rumahnya. Sepanjang jalan Helian Kong berwajah
murung melihat prajurit-prajurit kerajaan
sedang menyingkirkan mayat-mayat sesama
prajurit. Sementara di beberapa bagian kota
berlangsung kesibukan yang tak kalah
mengerikan, yaitu menang kapi dan menghukum orang-orang yang "terbukti"
berkomplot dengan Co Hua-sun. Syarat
"terbukti" inipun begitu kabur, nyaris
Kembang Jelita 23 34 sembarangan, bukan mustahil di baliknya
tersembunyi permusuhan atau pamrih pribadi,
lalu menggunakan situasi untuk saling
menjerumuskan orang ke bawah golok algojo.
Helian Kong jadi ingat akan gelombang
hukuman mati yang berlangsung di wilayahwilayah yang baru saja direbut oleh kaum
Pelangi Kuning. Kaum Pelangi Kuning lalu
melampiaskan dendamnya kepada orang-orang
kaya yang dianggap penyebab kesengsaraan
mereka, maka hukuman matipun mereka obral
lewat pengadilan-pengadilan kilat yang dalam
sehari entah berapa kali mengetukkan palunya.
Kini di Pak-khid timbul situasi serupa, dan akan
selalu serupa dalam tiap pergeseran kekuasaan.
Kaum yang menang berpesta dengan dendam.
Kepala-kepala orang-orang yang kalah dipancung, leher-leher dimasukkan ke tali
gantungan, dan di kalangan pembesar tingkat
atas, arak-arak beracun diedarkan.
Di samping Helian Kong berjalanlah
Siangkoan Yan yang mencoba mengajak banyak
bicara kepada Helian Kong. Namun karena
Kembang Jelita 23 35 jawaban Helian Kong pendek-pendek saja dan
kedengaran tanpa semangat, lama kelamaan
Siangkoan Yan merasa tidak enak juga.
Dasar seorang gadis yang gampang cemburu,
Siangkoan Yan lalu bertanya,
"Toako, kau seolah jemu berbicara
kepadaku" Kenapa?"
"Ah.. oh....." tergagap Helian Kong ketika
menangkap nada tajam dalam kata-kata
Siangkoan Yan itu. "Tidak, tidak apa-apa kok......
Cuma aku sedang banyak pikiran."
"Tan Wan-wan ya?"
"Ah, tidak. Dia memang teman semasa masih
sama-sama di desa dulu. Ketika aku pulang ke
desa setahun yang lalu, dia sudah menikah
dengan seorang pemuda kaya di Soh-ciu."
"Jadi dia meninggalkanmu?"
"Ah, tidak bisa dibilang begitu. Kami hanya....
hanya teman....." Makin berbelit-belit Helian Kong, malah
makin curiga dan cemburu. "Cuma teman biasa"
Waktu bertemu di Yang wan-hu semalam kok
mesra benar kau dan dia saling menatap?"
Kembang Jelita 23 36 "Aku..... hanya kasihan kepadanya.
Dia seorang gadis yang malang, sedang
keluarganya baik kepadaku."
"Malang" Bukankah dia di Soh-ciu banyak
uangnya dan terkenal?" suara Siangkoan Yan
sinis. "Karena pernikahannya dipaksakan oleh
Ting Hoan-wi yang semestinya melindunginya,
sepeninggal kedua orang tuanya. Tan Wan-wan
tak ubahnya dijual oleh Tlng Hoan-wi, seperti
menjual ternak saja."
"Benarkah itu?"
"Ya." "Tetapi aku justru mendengar cerita lain
tentang dia." "Bagaimana ceritanya?"
"Di Soh-ciu dia lari meninggalkan suaminya,
lalu menjadi....menjadi..." Siangkoan Yan jadi
takut meneruskan kata-katanya ketika Helian
Kong mendadak menghentikan langkah dan
memutar tubuh menghadapinya, sambil
menatap tajam-tajam. "Menjadi apa?" tanya Helian Kong keras.
Kembang Jelita 23 37 Semula Siangkoan Yan ingin menceritakan
masa talu Tan Wan-wan yang penuh noda
hitam, supaya Helian Kong membencinya dan
melupakannya. Tan Wan-wan yang dijual selagi
baru saja kehilangan kedua orang tuanya,
apalagi dijual oleh seorang yang semestinya
melindunginya, membuat Siangkoan Yan sedikit
kasihan. Cemburu ya cemburu, namun
Siangkoan Yan bukan jenis manusia yang
gembira melihat nasib malang orang lain.
"Menjadi apa?" Helian Kong mengulangi
pertanyaannya. "Ah, lupakan saja, itu hanya kabar angin. Tapi
kalau mau tahu jangan tanyai aku. Tanyalah
pegawai-pegawainya Ciu Kok-thio, mertua
Kaisar, yang membawanya dari Soh-ciu."
Habis berkata demikian Siangkoan Yan
melangkah pergi dengan cepat, meninggalkan
Helian Kong. "Adik Yan...." Helian Kong memanggil dan
hendak menyusulnya, tapi akhirnya batal. Ia
tahu Siangkoan Yan seperti sedang menahan
semacam perasaan, kalau disusul jangan-jangan
Kembang Jelita 23 38 malah marah, dan kalau sampai bertengkar di
tengah jalan tentu akan menjadi tontonan gratis
buat para prajurit yang sedang bertugas di Jalan
itu. la lalu berjalan gontai ke rumahnya.
Dilihatnya segel yang menempel di pintu
rumahnya sudah berdebu. Helian Kong
merobeknya, mendorong pintu dan melangkah
masuk ke rumahnya. Keadaan bagian dalam rumah itu masih
seperti dulu, cuma semuanya serba berdebu,
bahkan juga banyak laba-laba yang "kerasan"
bermarkas di situ. Tak terasa Helian Kong teringat A-liok yang
dulu selalu rajin membersihkan rumah, namun
kini A-liok sudah beku di dalam tanah.
Helian Kong terus masuk ke dalam sambil
tangannya bergerak-gerak menyingkirkan benang-benang sarang laba-laba yang bergelantungan di mana-mana.
Tiba-tiba kupingnya yang tajam mendengar
suara berkelotek lirih dari salah satu kamar
Pedang Naga Kemala 3 Pendekar Pulau Neraka 31 Lima Setan Dari Barat Istana Hantu 2
^