Pencarian

Kembang Jelita Peruntuh 13

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 13


yang menghadap halaman dalam. Kesiagaan
Kembang Jelita 23 39 Helian Kong langsung merasuk ke segenap
tubuh, ia melihat tapak-tapak kaki yang nampak
jelas di lantai berdebu, namun bukan jejaknya
sendiri. Helian Kong mempertajam pendengarannya,
dan didengarnya dengus napas tersendatsendat di balik pintu kamar yang mencurigakan
itu. Telapak-telapak kaki pun ke sana arahnya.
"Siapa sembunyi di situ" Keluar!" bentak
Helian Kong. Untuk sesaat dari dalam kamar itu tidak ada
jawaban, namun pintu itu lalu terbuka
perlahan-lahan dan muncullah Ting Hoan-wi.
Bukannya dia gagah dan perlente seperti
biasanya, namun kali ini dia pucat, matanya
memancarkan ketakutan, rambutnya awutawutan dan kotor oleh sarang laba-laba,
pakaiannya robek-robek dan kotor oleh darah.
Tangannya masih memegang pedang, namun
tangan itu gemetar. "A-hoan...." desis Helian Kong.
Di hadapan Helian Kong yang sekarang
termasuk "golongan pemenang" yang boleh
Kembang Jelita 23 40 semaunya membunuh siapa-pun dari golongan
yang kalah, nyali Ting Hoan-wi tak tersisa
sedikitpun. Ia membuang pedangnya, lalu
berlutut sambil menangis tersedu-sedu,
"Ampuni aku, A-kong. Aku benar-benar telah
bersalah kepadamu, tapi sekarang aku tidak
punya perlindungan lain selain kau. Kalau kau
tidak melindungiku, pastilah habis tubuhku
dicincang oleh kawan-kawanmu."
Tingkah saudara seperguruannya itu
memang memalukan, tetapi Helian Kong tidak
mau memanjakan dendamnya. Ia cuma berkata,
"Setelah keadaan jadi begini, baru kau tahu
akibatnya berkomplot dengan Co Hua-sun"
Sekarang aku mau tanya, Co Hua-sun sekarang
ini ada di mana?" "Aku.... aku tidak tahu........" sahut
Ting Hoan-wi terbata-bata. "Pertempuran itu
begitu kacau, kami bertempur sendiri-sendiri
tanpa saling mempedulikan, kemudian berpencaran ke segala arah. Mula-mula
memang aku bersama Co Kong.................eh,
maksudku Co Hua-sun mencoba lari ke arah gaKembang Jelita 23
41 Ia membuang pedangnya, lalu berlutut sambil
menangis tersedu-sedu, Kembang Jelita 23 42 pura Sin-thian-mui, tapi dihadang pasukan yang
dipimpin Kongsun Hui. Kami tercerai-berai dan
aku tidak tahu lagi di mana Co Hua-sun."
"Hem, masih mencoba melindungi ular tua
itu ya?" "Tidak....tidak....." sahut Ting Hoan-wi sambil
menyembah-nyembah. "Melindungi diri sendiri
saja susahnya bukan main, persetan dengan
nasib orang lain. Aku benar-benar tidak tahu di
mana Co Hua-sun, berani sumpah disambar
geledek. A-kong, ampunilah aku....... kalau kau
tidak sudi lagi mengakuiku sebagai teman,
jadikan aku kacungmu atau jongos, pekerjaan
apa saja pasti kulakukan."
Lalu kata-katanya disusul tangisan sedih.
"Kau berniat sembunyi di sini?"
"Benar-benar terimalah aku. Aku mau
disuruh membersihkan kakus, mengepel lantai,
menyapu, membelah kayu, menimba....apa saja!"
"Tapi jangan-jangan ketika aku sedang
lengah, kau curi lagi pedang dan kitab itu?"
Wajah Ting Hoan-wi yang semula menengadah, kini menunduk dalam-dalam,
Kembang Jelita 23 43 "Aku..... aku minta maaf. Dulu nafsuku begitu
meluap, sehingga nekad memakai cara apa
saja......" Kasihan juga Helian Kong kepada orang yang
pernah menjadi teman baiknya itu. Ia tahu,
sekali Ting Hoan-wi tertangkap di jalanan dan
dikenali sebagai pengikut Co Hua-sun, maka
saat itulah Ting Hoan-wi akan menjadi "bistik"
dalam waktu singkat. "Baik, diamlah di sini. Tapi jangan keluar
rumah, kalau sampai kau dilihat kawankawanku, aku tidak bertanggung jawab lagi
untuk keselamatanmu."
"Terima kasih....... terima kasih...." dan entah
berapa kali lagi Ting Hoan-wi berterima kasih
sambil menyembah-nyembah......
Sementara Helian Kong mulai memikirkan
urusan lain. Meskipun Co Hua-sun belum
tertangkap, tapi kekuatan pendukungnya sudah
lumpuh, pengaruhnya lenyap. Jadi bisa dicoret
dari daftar urusan serius. Kini yang jadi soal
ialah bagaimana membasmi mata-mata Manchu
maupun mata-mata pemberontak Pelangi
Kembang Jelita 23 44 Kuning yang masih berkeliaran seperti hantu di
Pak-khia. Namun Helian Kong merasa kalau siang itu
lebih baik tidur saja dulu, agar otaknya lebih
segar. Sore harinya ia bangun, membersihkan diri
dan berdandan rapi untuk menghadap Jenderal
Ou Hin. Langit agak mendung, tapi Helian Kong
berharap mudah-mudahan tidak turun hujan.
Sebelum berangkat, Ting Hoan-wi dengan
gaya seorang jongos teladan telah menyuguhkan minuman hangat dengan alim
sekali. Dan ketika Helian Kong melihat ke
sekitarnya, dilihatnya ruang itu sudah bersih,
agaknya dikerjakan Ting Hoan-wi selama ia
tidur siang tadi. Melihat itu, Helian Kong berkata, "A-hoan,
asal kau tidak lagi melakukan tindakantindakan tercela, kita bisa tetap sebagai sahabat
yang sederajat. Karena itu tidak usahlah kau
bersikap macam ini, nanti lama-lama aku bisa
benar-benar menganggapmu hanya pantas
sebagai kacung, bukan teman."
Kembang Jelita 23 45 Muka Ting Hoan-wi memerah, lalu
menunduk tanpa menjawab. "Nah, aku pergi sebentar. Kau dirumah saja,
jangan sampai dicincang bersama pengikutpengikut Co Hua-sun lainnya."
Ting Hoa-wi cuma mengangguk-angguk.
"Dan untuk sementara pakailah nama palsu,
jangan cukur kumis dan berewokmu agar
wajahmu tidak dikenal."
Kembali Ting Hoan-wi mengangguk-angguk.
Helian Kong pun berangkat menunggangi
kuda ke rumah Jenderal Ou Hin.
Suasana di seluruh kota Pak-khia benarbenar telah bebas dari pertempuran, meskipun
penduduk masih sembunyi ketakutan di rumah
masing-masing. Para prajurit dari pasukanpasukan yang berbeda, yang kemarin malam
berbaku hantam dengan sengit, kini sudah tidak
lagi bersikap bermusuhan kalau berpapasan di
jalan. Komandan-komandan pasukan yang
terlibat komplotan Co Hua-sun sudah dihukum
dan kedudukannya digantikan perwira-perwira
Kembang Jelita 23 46 yang setia kepada Kaisar, sehingga pasukannya
pun bisa dikuasai. Begitu gampang kaum penguasa membuat
kekacauan, lalu menciptakan "perdamaian",
tinggal sebar perintah ini perintah itu, namun
ketakutan yang terlanjur mencekam jiwa
penduduk yang tak berdaya itu, entah kapan
baru bisa sembuh" Tidak heran kalau di jalanan yang nampak
hanya regu-regu prajurit, sementara kaum sipil
tidak kelihatan batang hidungnya seorangpun.
Dekat istana, ada sebuah bangunan
berdinding tinggi dan tebal, pintunya yang
hanya satu pun tebal dan besar, serta dijaga
amat kuat di sebelah dalamnya. Karena itulah
gedung penjara. Sebelum bentrokan semalam,
Co Hua-sun yang mengontrol gedung ini. Tapi
kini, sudah tentu kontrolnya dipegang pasukanpasukan yang setia kepada Kaisar.
Ada tiga ratus penjaga di situ. Bisa
dimaklumi, sebab penjara itu bukan sekedar
menyimpan maling ayam atau tukang copet,
Kembang Jelita 23 47 tetapi pesakitan-pesakitan yang ada hubungannya dengan urusan politik.
Ketika malam semakin dalam, langit tiba-tiba
dikoyak cahaya putih gemilang, disusul suara
menggeledek hebat. Lalu butir-butir air pun
terjun dari langit, mula-mula satu demi satu,
dan akhirnya begitu derasnya sampai seperti
tirai putih yang dipasang berlapis-lapis,
mengaburkan pandangan. Di atas tembok mendadak muncul sesosok
tubuh kurus, berpakaian ringkas warna hitam,
mukanya tertutup selembar topeng dari kayu
yang kasar, asal jadi saja.
Sesaat ia berdiri tegap menantang angin dan
guntur, seperti dewa maut yang siap
menjemput nyawa korban-korbannya.
Tiga prajurit yang sedang meronda di atas
tembok, terkejut melihat kemunculannya.
"Siapa?" bentak seorang prajurit sambil
mengibas lepas topi dan mantel jeraminya agar
leluasa bertempur. Ujung-ujung senjata segera
berkilat mengancam. Kembang Jelita 23 48 Sebagai jawabnya, orang itu melompat
seperti macan tutul dan, mencakar ke
tenggorokan prajurit terdepan. Si penjaga sigap
memalangkan tangkai tombaknya, yang terbuat
dari rotan rendalam yang ulet dan lentur itu.
Begitu ulet, sehingga bisa untuk menangkis
golok yang tegak lurus, apalagi cuma tangan
manusia. Tetapi... orang bertopeng itu mengepretkan
jari-jari tangannya seperti orang mengibaskan
tangan sehabis mencuci tangan dan tangkai
tombak itupun hancur jadi serpihan-serpihan
tanpa guna. Dan penjaga itu kena cakaran empat jalur
dari leher sampai ke dada, bukan cuma kulit
yang robek tapi tulangpun remuk. Ia terkapar,
lukanya langsung memutih karena guyuran
deras air langit. Dua penjaga lain kaget melihat nasib kawan
mereka, lalu berlompatan mundur. Salah
seorang berteriak ke gardu jaga di bawah
tembok, "Bunyikan tanda bahaya!"
Kembang Jelita 23 49 Dan setelah itu selesailah tugas hidupnya.
Orang bertopeng itu menebaskan dua telapak
tangannya dari jarak beberapa langkah,
kelihatannya cuma seperti menebas air hujan
karena terlalu jauh dari sasaran. Tapi kedua
penjaga itu roboh dengan luka seperti dibacok,
padahal tak tersentuh tangan orang itu.
Selesai membereskan ketiga penjaga itu, si
orang bertopeng terjun langsung ke bawah, ke
deretan sel tahanan. Di situ kembali ia
membabat lima orang penjaga dengan bacokan
jarak jauhnya yang seperti sihir saja, lalu
menangkap seorang penjaga untuk ditanyai,
"Dimana Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi?"
Karena tak mampu berkata saking takutnya,
prajurit yang ditanya hanya menudingkan
telunjuk ke satu arah. Dan ia mendapat ucapan
terima kasih berupa hempasan keras ke dinding


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batu di belakangnya, sehingga langsung melorot
ke lantai dengan tulang punggung patah.
Orang bertopeng itu langsung ke tempat
yang ditunjukkan, kemudian dengan mudahnya
ia merusak gembok pintu. Dalam sel yang
Kembang Jelita 23 50 remang-remang dan lembab itu nampak Oh Kuihou dan Yo Kian-hi dipasung, karena mereka
dianggap orang-orang berbahaya. Tapi orang
bertopeng itu dengan cekatan menotok lumpuh
kedua tokoh Pelangi Kuning itu, lalu
menghancurkan kayu pasungannya. Kedua
tubuh itu dipanggul di punggungnya kiri kanan,
lalu melangkah keluar. Sampai ke halaman terbuka, barisan penjaga
sudah menunggunya, tak peduli hujan lebat.
Komandan mereka mengeram, "Bangsat, siapa
kau" Apakah kau-pun orang Pelangi Kuning?"
Orang bertopeng itu tertawa dingin, "Bukan
urusan kalian. Urusan kalian adalah untuk tetap
hidup dan mencarikan nafkah anak isteri kalian.
Karena itu minggirlah, agar aku tidak
membunuh kalian!" Komandan penjaga gusar, ia kibaskan
pedangnya sambil memerintah anak buahnya,
"Tangkap hidup atau mati!"
Melihat orang itu memanggul dua orang di
kedua pundak, dan kedua tangannya pun
memegangi tubuh-tubuh itu, para penjaga
Kembang Jelita 23 51 mengira akan menghadapi orang yang
kerepotan dengan bawaannya, jadi dianggap
sasaran empuk. Penjaga-penjagapun menyerbu.
Tenyata orang bertopeng itu tetap
berbahaya. Sepasang tangannya memang tidak
bisa digunakan, tapi sepasang kakinya dapat
digunakan bertempur dengan mahirnya.
Sepasang kaki orang itu tiba-tiba berkelebat
naik seperti sepasang naga bangun dari
tidurnya di dasar samudra, beberapa prajurit
paling depan pun tersapu dan berpentalan
roboh, senjata-senjata mereka cuma menebas
angin dan air hujan. Ketika serbuan gelombang kedua datang,
orang itu melompat panjang menjauh, tombak
yang pertama datang disapunya dengan gaya
tendangan Pai-lian-ka (Teratai Bergoyang),
yang kontan membalikkan tombak itu untuk
memangsa tuannya sendiri.
Penjaga berikutnya kena tendang selakangannya. Kembang Jelita 23 52 Para penjaga terus menyerbu dan orang
bertopeng itu makin hebat memainkan
sepasang kakinya. Banyak prajurit roboh.
Tapi ketika suara genta tanda bahaya mulai
berdentang-dentang menembus suara hujan,
orang bertopeng itu seperti diingatkan agar
cepat angkat kaki dari situ, sebelum lebih
banyak lagi penjaga yang berdatangan karena
"undangan" stuara genta itu.
Ia melompati kepala para penjaga, kemudian
seperti terbang menuju ke dinding. Sekali
lompat, ia mencapai dua pertiga ketinggian
dinding itu, kemudian sepasang kakinya
bergantian menapak dinding yang tegak lurus
dan licin oleh air hujan itu, segampang berjalan
ditempat datar saja. Sampai di puncak dinding, orang itu lenyap
bersama Oh Kui-hou dan Yo Klan-hi di
pundaknya. Para prajurit takjub, dan sadar tak mungkin
mampu mengejar orang bertopeng yang seperti
siluman itu. Kembang Jelita 23 53 Sementara itu, tanda bahaya terdengar di
seluruh tempat itu. Dengan perasaan kecut, para penjaga itu
kemudian membenahi segala sesuatunya.
Merawat teman-teman yang tewas atau terluka,
sedang komandan mereka menyiapkan laporan
kepada Jenderal Ou Hin. Namun baru saja keadaan reda itu
berlangsung kira-kira satu jam, kembali tanda
bahaya berbunyi bercampur suara hujan.
Kembali para penjaga blingsatan menyambar
senjata-senjata mereka yang baru saja
diletakkan. "Apakah siluman kurus bertopeng itu datang
lagi?" "Entahlah, pokoknya siap semuanya!"
Ternyata yang muncul kali ini juga seperti
siluman saja, hanya tidak kurus dan tidak
bertopeng. Dia seorang kakek amat gendut,
rambutnya putih terurai. Caranya masuk ke
penjara itu berbeda dengan sikurus bertopeng
tadi, la tidak melompat, namun berjalan lurus
dan menabrak dinding, sehingga temboknya ber
Kembang Jelita 23 54 Ia tidak melompat, namun berjalan lurus dan
menabrak dinding, sehingga temboknya berlubang
besar dan kakek ini terus melangkah tanpa luka.
Kembang Jelita 23 55 lubang besar dan kakek ini terus melangkah
tanpa luka. Ketika para penjaga merintanginya, Thiatthau-siang (Gajah Kepala Besi) Ko Ban-seng
terus melangkah seolah menghadapi deretan
boneka rumput saja. Senjata-senjata yang kena
tubuhnya tidak digubris, kulitnya ternyata
kebal, sehingga hanya pakaiannya yang rusak.
Ketika tangan dan kakinya bergerak menebas
dan mendepak seenaknya, perintang-perintangnya roboh berpentalan sambil muntah
darah atau patah tulang. Jadi regu penjaga penjara itu kembali
mendapat "pekerjaan" yang tidak kalah
beratnya dengan yang tadi.
Kakek gendut ini langsung menuju ke
deretan sel sambil berteriak-teriak gusar,
"Mana tempat Yo Kian-hi, Oh Kui-hou dan dua
saudara Giam" Ayo bebaskan mereka, atau
harus kutumpas kalian"!"
Merasa tidak ada gunanya mempertaruhkan
nyawa hanya untuk menjaga sel yang sudah
Kembang Jelita 23 56 kosong, seorang penjaga berkata, "Oh dan Yo
sudah dibawa pergi!"
Ko Ban-seng menghentikan langkah dan
membelalak makin gusar, "Dibawa pergi" Ke
mana" Ke tempat hukuman mati?"
Penjaga yang dipelototi Itu mundur
selangkah dengan nyali menciut, "Dibawa....
dibawa seorang kurus bertopeng yang sakti
seperti siluman, sehingga banyak teman-teman
terbunuh." "Bohong!" gelegar suara Ko Ban-seng
bagaikan sepuluh geledek berpaduan suara.
"Kalian pasti menyembunyikan mereka agar
dapat dihukum mati! Kalian pantas ditumpas!"
Para penjaga berhamburan mundur ke
lorong di antara deretan sel, sementara si kakek
gendut memburu dan siap menyeruduk
mampus kawanan penjaga itu.
Tapi sebelum kawanan penjaga itu menjadi
korban ketidak percayaannya, dari salah satu
sel gelap terdengarlah suara, "Mereka benar,
Lo-cianpwe. Percuma Lo-cianpwe bunuh tikustikus itu, sebab Oh dan Yo Hiangcu memang
Kembang Jelita 23 57 baru saja dibawa pergi oleh seorang bertopeng,
yang dulu pernah bertempur dengan Locianpwe ketika hendak membebaskan kami di
luar kota Han-tiong!"
Ko Ban-seng batal mengamuk, ia kenal suara
Giam Hong si "tukang warung" di Han-tiong,
yang selnya berdekatan dengan sel Oh Kui-hou
dan Yo Kian-hi, sehingga tahu apa yang telah
terjadi. Si kakek gendut melompat mendekati sel
Giam Hong. Nampak Giam Hong dan Giam Lui
dipasung, nampak lemas dan babak belur.
Sementara si bungsu Giam Ih tergeletak dengan
mata terpejam, tak bergerak.
"Kalian diapakan saja oleh anjing-anjing
Kaisar?" tanya Ko Ban-seng keras. "Dan kenapa
dengan Giam Lo-sam?"
Ditanya tentang adik bungsunya, air mata
Giam Hong tiba-tiba mengalir, "Aku yang
membunuhnya, sebab dia hampir tidak tahan
penderitaan dan hampir saja buka mulut
membuka rahasia gerakan. Terpaksa aku....
aku...." Kembang Jelita 23 58 Giam Hong tak bisa melanjutkan karena
menangis. Sebagai pengikut Li Cu-seng yang
terpilih untuk disusupkan ke garis belakang
musuh, ia bukan orang cengeng, berpuluh kali
bergulat dengan maut dan hampir ditelannya,
tanpa gentar. Namun ketika dengan tangannya
sendiri terpaksa harus membunuh adik
kandungnya, mau tak mau ia sedih juga.
Terdengar gemeretak keras ketika Ko Banseng mematahkan jeruji-jeruji sel itu, lalu balokbalok pemasung kaki kedua saudara Giam pun
dihancurkannya. "Aku akan membawa kalian
dari sini!" Setelah pasungan hancur, kedua saudara
Giam itu mencoba bangun, tapi tubuh mereka
lemah sekali karena siksaan selama ini. Baru
saja mereka berdiri, terus hampir roboh
kembali, Ko Ban-seng cepat menangkap tubuh
mereka dan langsung memanggulnya di kedua
pundaknya. Di lorong itu masih banyak penjaga, biarpun
nyali mereka tinggal separoh, mereka takkan
membiarkan saja tawan-an-tawanan diambili
Kembang Jelita 23 59 seenaknya dari depan hidung mereka.
Terutama si komandan penjaga, yang tak mau
kedudukannya lenyap. "Jangan biarkan lolos! Gunakan panah!"
Para penjaga berdesakan mundur kemulut
lorong, sebuah tempat yang agak lebar, lalu
panah-panahpun disiapkan untuk merencah
tubuh Ko Ban-seng. Dengan ilmu kebal Kim-ciong-toh (Lon -ceng
Emas) yang dimilikinya, Ko Ban-seng tidak
gentar panah, tapi kedua saudara Giam dalam
panggulannya itulah yang bisa celaka.
"Kalian mau minggir tidak, anjing-anjing
Kaisar?" bentaknya memekakkan telinga.
"Panah!" si komandan bandel dan
memerintah anak buahnya. Namun sebelum panah-panah siap di busur,
Ko Ban-seng telah meraung keras. Sepasang
kakinya yang pendek-pendek itu menghentakhentak bumi bergantian, ruangan itu tiba-tiba
bergetar seolah hendak ambruk. Si kakek
gendut ternyata menggunakan Ban-siang-kengte (Selaksa Gajah Mengguncang Bumi).
Kembang Jelita 23 60 Para penjaga tidak sempat lagi memanah
atau melempar lembing, mereka berpelantingan
atau terayun-ayun seperti di atas kapal yang
diguncang gelombang besar. Banyak yang luka
oleh senjata teman-teman sendiri, banyak pula
yang mengira mereka benar-benar akan
terkubur reruntuhan ruangan itu.
Begitulah mereka kacau balau tanpa
disentuh langsung oleh si kakek gendut.
Selagi mereka pontang panting, sebentar
menghempas tembok di kiri, sebentar terbentur
ke tembok, kanan, bahkan terbanting dan
terinjak-injak teman sendiri, maka Ko Ban-seng
menerjang keluar seperti seekor gajah melewati
kawanan kelinci saja. Tak terhalangi.
Kemudian kakek gendut itu menerobos di
bawah hujan lebat, lalu cepat pergi lewat lubang
di tembok tadi, dan menghilang dalam gelapnya
lorong-lorong Pak-khia. Demikianlah, kelompok penjaga penjara itu
dalam waktu singkat berturut-turut telah
dipecundangi dua orang yang berbeda, dan


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembang Jelita 23 61 empat tawanan penting lepas dari tangan
mereka. Tidak lama kemudian, regu-regu bantuan
datang, tapi suduh tidak ada lagi yang bisa
mereka perbuat, meskipun diantara mereka
terdapat Ou Hin dan Helian Kong.
Mereka cuma bisa melihat bekas-bekas
keduhsyatan kedua pembobol penjara tadi,
sedang si kepala penjara berbicara dengan nada
"gempar sekali".
"Keparat, kaum pemberontak benar-benar
sudah tidak memandang mata kepada kita."
geram Ou Hin. "Mereka berani berturut-turut
mengirim orang untuk membobol penjara dan
mengambil teman-teman mereka. Tentu
sekarang mereka sedang mentertawakan kita."
Helian Kong menarik napas, namun ia
berkata, "Goanswe kedua pembobol penjara itu
aku rasa tidak datang dari satu kubu, bahkan
dari kubu yang bermusuhan."
"Apa dasarnya kau berpendapat demikian?"
Tidak segera menjawab, Helian Kong lebih
dulu menyapukan pandangan ke sekelilingnya
Kembang Jelita 23 62 yang banyak orang, lalu berkata, "Goanswe,
yang akan kukatakan ini sebaiknya hanya
didengar oleh Goanswe sendiri, tanpa orang
ketiga." Jenderal tua itu mengerutkan alis sambil
mengelus jenggot putihnya, berpikir sejenak,
lalu mengangguk. Tanyanya kepada kepala
penjaga penjara, "Ada ruang tertutup di sini"
Aku pinjam untuk bicara dengan Helian Congpeng."
(Bersambung jilid ke XXIV)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 4/07/2018 13 : 03 PM
Kembang Jelita 23 63 Kembang Jelita 24 1 Kembang Jelita 24 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXIV "Silakan Goan-swe dan Helian Cong-peng
bicara di ruang pribadiku."
"Baik antarkan kami ke sana. Setelah itu kau
harus mengawasi semua orang-orangmu agar
sedikitnya berjarak sepuluh langkah dari
pintu!" "Mari, Goan-swe."
Tidak lama kemudian Ou Hin dan Helian
Kong sudah berada di sebuah ruang tertutup
yang letaknya terpisah dari deretan sel-sel para
pesakitan. Kata Ou Hin, "Nah, bisa kaukatakan
di sini." Helian Kong pun dengan urut dan ringkas
menceritakan pengalamannya sejak ia pulang
ke Pak-khia dari Hun-ciu, lalu diuber-uber
pasukan kerajaan karena dianggap sudah
Kembang Jelita 24 2 berkhianat, sehingga lari sampai ke sebuah
kuburan dan tanpa sengaja "berkenalan"
dengan sekelompok mata-mata Li Cu-seng.
Komplotan mata-mata itu kemudian seolah
"menggunakan" Helian Kong untuk menyingkap
komplotan kaki tangan Manchu di istana.
Sampai di sini, teganglah wajah Ou Hin, "Jadi
kau telah berani berhubungan dengan kaum
pemberontak" Dan kalau mereka menggunakanmu untuk membeberkan komplotan Manchu di istana, tidakkah kau telah
menjadi orang mereka?"
"Jangan Goan-swe salah paham. Waktu itu
aku seorang diri, dikejar-kejar tentara kerajaan,
namun kesetiaanku kepada Kerajaan Beng tidak
susut. Di hadapan para pemberontak yang
berusaha menarik aku ke pihak mereka,
memang aku berlagak- goyah pendirian."
"Terus apa maksud pemberontakpemberontak itu menyingkap komplotan
Manchu?" "Bukan karena mereka membela Kerajaan
Beng, Goan-swe. tetapi karena mereka anggap
Kembang Jelita 24 3 komplotan Manchu itu membahayakan komplotan mereka. Kedua komplotan itu
bermusuhan, sama-sama ingin tetap tersembunyi dari mata kita, namun juga
berusaha agar pihak lain tersingkap agar kita
tumpas." "Bagaimana sikapmu sendiri terhadap usaha
komplotan pemberontak itu?"
"Aku hanya melihat keuntungan bagi
pemerintah kita. Aku seorang diri, apalagi
dalam status buronan, tidak mungkin
menghadapi komplotan pemberontak itu.
Tetapi petunjuk mereka untuk menyingkap
persekongkolan Co Hua-sun, bukankah sengaja
atau tidak juga menguntungkan kita" Jadi dalam
urusan itu, aku turuti saja rencana mereka, dan
sudah kita lihat hasilnya sekarang, Co Hua-sun
runtuh." "Baik, lalu apa hubungannya dengan
pembobolan penjara di malam ini?"
"Berdasarkan penuturan si kepala penjara
tadi, orang yang datang tadi pastilah Tiat-thausiang Ko Ban-seng, tokoh Pelangi Kuning yang
Kembang Jelita 24 4 berilmu tinggi. Tujuannya ke penjara ini
pastilah untuk membebaskan kedua muridnya,
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi."
"Tapi kedua muridnya itu sudah diambil
lebih dulu oleh temannya yang bertopeng?"
"Bukan temannya, tapi musuhnya. Orang
bertopeng itu mungkin sekali adalah tokoh
mata-mata Manchu." "Kalau orang Manchu, kenapa membebaskan
orang Pelangi Kuning" Bukankah katamu tadi
kedua kelompok itu bermusuhan?"
"Untuk dijadikan bahan pertukaran tawanan.
Sebab kusaksikan sendiri Ko Ban-seng telah
menangkap dua orang perwira Manchu yang
berbaur dengan begundal-begundal Co Hua-sun.
Acara selanjutnya, entah kapan dan di mana,
tentulah pihak Manchu dan pihak Pelangi
Kuning akan mengadakan tukar-menukar
tawanan. Dua hulubalang Pelangi Kuning
ditukar dengan dua perwira Manchu."
Mendengar itu diam-diam Ou Hin gelenggeleng kepala dan berkata, "Inilah kelengahan
para telik sandi kita. Mereka selalu melapor
Kembang Jelita 24 5 keadaan aman, dan tiap bulan ambil gaji. Tapi
kelompok mata-mata Pelangi Kuning maupun
Manchu hilir mudik di depan hidung mereka,
merekapun tidak tahu. Benar-benar tolol. Kalau
aku tidak mendengar omonganmu kali ini, pasti
akupun masih percaya bahwa situasi Pak-khia
ini tetap aman dan serba terawasi."
"Harap Goanswe jangan kaget kalau
kuberitahu sesuatu...."
"Apa?" "Kita tidak boleh berlega hati karena baru
saja berhasil menyapu komplotan Co Hua-sun
dari istana. Tapi masih ada komplotan lain
dalam istana yang tidak kalah berbahaya, yaitu
komplotan orang-orang Pelangi Kuning."
"Hah" Siapa orangnya?"
"Belum tahu. Tapi pasti ada, sebab
kusimpulkan dari percakapan orang-orang
Pelangi Kuning yang sering mengatakan atau
menyebut tentang "Teman kita dalam istana".
Ou Hin menepuk meja keras-keras sambil
berkata, "Ini tidak bisa dibiarkan! Malam ini
juga akan kusiagakan semua pasukan, lalu
Kembang Jelita 24 6 mengadakan penggeledahan besar-besaran di
seluruh Pak-khia, dan dalam istana juga kalau
Sri Baginda berkenan."
Tapi Helian Kong geleng-geleng kepala
sambil berkata, "Cara itu tidak tepat, Goan-swe.
Hanya akan menangkap angin, sebab orangorang Pelangi kuning itu terlalu lihai
bersembunyi." "Lalu bagaimana" Apa dengan mengerahkan
telik sandi kita untuk menyamar di semua
lapisan masyarakat, untuk pasang mata dan
telinga di mana-mana?"
Helian Kong masih geleng-geleng kepala,
"Goan-swe sendiri baru saja meragukan mutu
para mata-mata kita. Kalau mereka dikerahkan,
tak lain pasti hanya menghasilkan salah tangkap
terhadap orang-orang tak bersalah, dan itu akan
memperhebat kebencian rakyat terhadap
pemerintah. Mereka takkan berhasil."
"Ah, celaka......." Ou Hin menepuk-nepuk
pahanya dengan gelisah. "Apakah kau punya
suatu jalan keluar?"
Kembang Jelita 24 7 "Kalau Goan-swe setuju, biar aku sendiri
yang akan menyelidiki jaringan mereka dan di
mana saja sarangnya."
"Kau sendirian?"
"Benar, goan-swe. Dalam urusan macam ini,
makin sedikit orangnya makin baik. Ini bukan
perang terbuka yang membutuhkan banyak
orang berotot kekar."
"Baiklah." "Tapi aku mohon Goan-swe jangan katakan
urusan ini kepada siapapun. Kepada Kaisar pun
jangan, ingat bahwa di istana pun kesusupan
banyak kaki tangan pemberontak. Siapa tahu
tanpa sengaja Kaisar menyebutnya dan
akhirnya sampai ke kuping para pemberontak.
Untuk sementara, aku boleh dianggap hilang
saja dari Pak-khia."
"Kapan mulai kaulakukan?"
"Sekarang juga," sahut Helian Kong sambil
bangkit dan melangkah keluar.
Mendung perang terasa makin tebal di atas
kota Pak-khia dari hari ke hari. Suasana perang
tidak hanya terasa dari naiknya harga bahanKembang Jelita 24
8 bahan makanan karena makin suiit didapatkan,
namun karena terasa musuh kini sudah begitu
dekat. Bermula dari kabar tentang jatuhnya Kota
Han-tion dan Ji-lim berturut-turut ke tangan
pemberontak. Dengan demikian Laskar Pelangi
Kuning semakin mendekati Pak-Khia.
Dengan agak panik Kaisar Cong-ceng segera
mengundang pembesar-pembesar militer untuk
bersidang. Pagi itu cahaya fajar masih tersaring kabut,
para panglima sudah berkumpul di aula Ginloan-tian untuk menunggu hadirnya Kaisar.
Mereka berbicara satu sama lain, dengan suara
perlahan membicarakan situasi terahir.
Kemudian lonceng Keng-yang-ciong dan
tambur Liong-hog-kou di sebelah menyebelah
ruangan paseban itu berbunyi menggetar udara
pagi, tanda Kaisar akan segera tiba di
singgasananya. Para panglima pun segera
merapikan dri menghadap ke arah singgasana,
suasana jadi hening mencekam, tak ada lagi
yang berbicara. Mereka ingin tahu apa yang
Kembang Jelita 24 9

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan dikatakan Kaisar menanggapi situasi
terakhir itu. Itulah sidang pertama Kaisar Congceng yang bebas dari Pengaruh Co Hua-sun.
Dua Thai-kam muncul di kiri kanan
singgasana sambil membawa kebutan, dan
berseru serempak, "Sri Baginda hadir.!"
Lalu muncul Kaisar Cong-ceng dalam jubah
naga kuningnya, melangkah ke singgasana.
Semua panglima serempak berlutut dan
berseru, "Ban-swe! Ban-swe!"
Wajah Kaisar nampak agak pucat kerana
kurang tidur. Namun di singgasananya, ia masih
bisa bergaya cukup anggung, "Silahkan berdiri,
para panglima.!" "Terimakasih, Tuanku!" hampir serempak
para panglima berseru sebelum bangkit.
Sejenak suasana sunyi lalu terdengar suara
kaisar yang kurang bersemangat, "Tentu kalian
sudah tahu berita buruk, bahwa Han-Tiong dan
Ji-lim telah lepas dari tangan kita. Kaum
Pemberontak makin dekat dengan singgasanaku. Aku butuh sumbangan pikiran
kalian untuk mengatasi situasi ini, sebab
Kembang Jelita 24 10 sekrang antara pemberontak dan kita sudah
tidak ada lagi kota berkubu...."
Tanpa membuang waktu, Ou Hin maju
selangkah dan memberi hormat, "Tuanku, saat
ini antara kita dan pemberontak memang tidak
terdapat lagi kota-kota bertembok, namun kita
bisa mengubah desa-desa menjadi kubu
pertahanan untuk menghambat majunya
pemberontak kemari. Setiap penduduk lelaki
yang bertubuh sehat, yang berusia tujuh belas
sampai empat puluh lima tahun, bisa
dikerahkan untuk membantu pertahanan,
dengan diwajibkan sebagai sukarelawan yang
harus memanggul senjata."
Mungkin Ou Hin sudah mulai ikut bingung
juga, sehingga kata "sukarelawan" disambung
dengan kata "yang harus". Sukarela tapi harus.
"Ou Goan-swe, sejak musuh menguasai jalanjalan raya barat laut dan barat-daya, pemasokan
beras dari Secuan terhambat. Persediaan
pangan kita menipis. Kalau harus mengerahkan
penduduk sebagai pasukan tempur, berarti
gudang kerajaan ketambahan beban entah
Kembang Jelita 24 11 berapa ribu mulut yang harus diberi makan
setiap harinya." "Ampun Tuanku, hamba tidak melihat jalan
lain. Soal penyediaan ransum, terpaksa kita
harus membebankan lebih banyak ke desa-desa
penghasil pangan di wilayah-wilayah yang
masih kita kuasai di sekitar Pak-khia."
Namun Kaisar menggeleng-gelengkan kepala,
"Saat itu keluhan rakyat sudah memenuhi
kuping kita. Aku kuatir Kalau rakyat ditambahi
beban, mereka akan memandang kita sebagai
penindas dan Li Cu-seng sebagai pembebas."
Mendengar itu, beberapa panglima diamdiam membatin, bagus juga kalau Kaisar mulai
memikirkan rakyat. Sayang sudah agak
terlambat, disaat simpati rakyat sebagian besar
memang sudah "diborong" oleh Li Cu-seng.
Dalam situasi macam itu, kalau dinasti Beng
mau dipertahakan, ya memang usul Ou Him itu
bisa dimengerti. Ketika Kaisar menanyakan pendapat lain,
tidak ada yang bersuara beberapa saat,
sehingga Ou Him pula yang berkata, "Ampun
Kembang Jelita 24 12 Tuanku, usul hama itu hanya untuk bertahan
sementara." "Hanya bertahan dan hanya sementara?"
"Benar, Tuanku. Selama kita bertahan di sini,
panggil Kok-po Su Ko-hong dari Yang-ciu, agar
kemari membawa pasukannya yang berjumlah
besar, segar dan terlatih itu untuk memukul
mundur kaum pemberontak."
Namun Kaisar menanggapinya tanpa
harapan, "Su Ko-hoat" Sejak peristiwa arak
beracun itu, aku tidak yakin apakah dia masih
setia kepadaku. Buktinya sudah bertahun-tahun
dia tidak menghadap aku. Aku kuatir pangggilan
kita hanya seperti teriakan di tengah gurun."
"Tuanku, Kok-po Su Ko-hoat tidak berjiwa
sesempit Itu, sebab hamba pernah kenal secara
pribadi dengannya. Dia enggan ke Pak-khla
pasti bukan karena tidak setia lagi kepada
Tuanku, melainkan karena kuatir masuk
perangkap Co Hua-sun. Sekarang Co Hua-sun
sudah kita singkirkan, kita bisa Jelaskan kepada
Kok-po bahwa Tuanku tidak terlibat dalam
peristiwa arak beracun Itu. Co Hua-sun lah
Kembang Jelita 24 13 dalangnya, dan hamba rasa Su Ko-hoat akan
bisa mengerti...." Agak lama Kaisar berdiam diri, berjuang dl
tengah pusaran kebimbangan. Usul Ou Hin Itu
memang membawa titik harapan, tapi masih
ada hal yang meragukannya, "Sebagal Kaisar,
apakah aku harus merendahkan diri dan minta
maaf untuk mengemis bantuan Su Ko-hoat?"
"Tidak, Tuanku. Tuanku tidak minta maaf
karena memang tidak terlibat. Tuanku juga
tidak mengemis bantuan, tetapi memerintah
sebagal Kaisar terhadap abdinya yang setia.
Hamba harap Tuanku segera menulis surat Itu,
sebelum situasi lebih buruk lagi."
Setelah menarik napas, Kaisar pun akhirnya
menerima usul itu, "Baiklah. Siapa yang paling
tepat untuk membawa suratku ke Yang-cu?"
"Kalau Tuanku berkenan, hamba akan segera
mengumpulkan orang-orang yang tepat."
"Baiklah, hari ini juga akan kutulis surut Itu."
Namun sebenarnya hati Kaisar belum
sebulat-bulatnya mengandalkan pertolongan Su
Ko-hoat. Biar Co Hua-sun sudah tidak di
Kembang Jelita 24 14 sampingnya lagi, namun ada kata-kata Co Huasun yang masih mempengaruhinya, yaitu kesan
bahwa Su Ko-hoat tetap mendendam
kepadanya. Karena itulah Kaisar menyiapkan
tindakan lain. "Cong-peng Tio Tong-hai!"
Tio Tong-hai, si perwira gemuk berilmu
tinggi yang berjulukan Pek-lek-jiu (si Tangan
Halilintar) itupun cepat menjawab dengan
hormat, "Hamba Tuanku."
"Tio Cong-peng, sudah kudengar kelihaian
silatmu, karena itu kau kupilih untuk tugas ini.
Menyamarlah dan pergilah ke Gunung Hoa-san,
jemput dua puteraku yang sedang belajar silat
di sana, Cu Leng-ong dan Cu Hin-yan, ungsikan
mereka ke wilayah Se-cuan. Selain itu kau akan
membawa suratku untuk Jenderal Thio Hiantiong."
"Hamba junjung tinggi titah Tuanku."
Bisa dimaklumi kecemasan Kaisar kepada
kedua pangeran itu, biarpun mereka cuma
putera-putera selir. Gunung Hoa-san terletak di
Propinsi Siam-si, jantungnya kaum Pelangi
Kembang Jelita 24 15 Kuning. Maka Kaisar ingin kedua pangeran itu
dibawa ke Se-cuan yang masih dikuasai Jenderal
Thio Hian-tiong yang setia kepada kerajaan. Dan
agaknya Kaisar juga mengharap Jenderal Thio
berbuat sesuatu untuk meringankan tekanan
pemberontak atas Pak-khia.
Sedang Tio Tong-hai pun menyadari
beratnya tugas itu. Menyusup ke wilayah
musuh, membawa kedua pangeran keluar dari
situ ke tempat aman. Bocor sedikit saja rencana
perjalanan itu, maka perjalanan akan berubah
dengan tamasya maut yang penuh rangkaian
pertempuran dan pengejaran sepanjang jalan.
Kaisar sendiripun merasakan hal itu, ia jadi
ingat seorang panglima lain yang juga berilmu
tinggi. Katanya, "Untuk tugas ini, sebaiknya kau
ajak......." pandangan Kaisar menyapu wajahwajah dalam paseban itu, namun tidak
menemukan wajah yang dicarinya. ".........he,
mana Helian Kong?" Cepat-cepat Ou Htn berkata, "Ampun
Tuanku, Helian Kong minta cuti beberapa hari
untuk menjenguk keluarganya di desa."
Kembang Jelita 24 16 Terpaksa Ou Hin membohongi Kaisar, tidak
berani mengatakan terang-terangan tentang
Helian Kong. Ingat peringatan bahwa matamata musuhpun barangkali sudah menyusup ke
dalam istana. Kaisar mengerutkan alisnya, lalu berkata
kepada Tio Tong-hai, "Untuk tugas ini, kau
boleh pilih sendiri kawan-kawan terpercaya."
"Terima kasih, Tuanku."
"Dan Kongsun Hui aku beri tugas untuk
menyusun pertahanan di luar kota untuk
menghambat pemberontak. Pertahanan di
dalam kota kuserahkan kepada Goan-swe Ou
Hin." Ou Hui dan Kongsun Hui serempak
menyatakan kesanggupannya.
Namun Kaisar tiba-tiba menatap ke deretan
belakang para panglima itu, menatap wajah Bu
Sam-kui yang ada di deretan belakang. Bu Samkui diam-diam menggeser tubuh ke belakang
seorang panglima lain yang bertubuh besar,
agar tidak dilihat Kaisar. Namun didengarnya
Kembang Jelita 24 17 suara Kaisar memanggil, "Cong-peng Bu Samkui!"
Suara itu mengandung nada teguran,
sehingga Bu Sam-kui dengan takut-takut maju
dan menjawab horipat, "Hamba Tuanku."
"Bu Cong-peng, kau kupercaya untuk
bertugas di San-hai-koan, menjaga tapal batas
negara dari ancaman Manchu, kenapa sekarang
kau malah ada di Pak-khia?"
Pertanyaan itu sering juga ditanyakan oleh
panglima-panglima lain, tapi Bu Sam-kui selalu
menjawab "masih ada urusan di Pak-khia"
Kalau ada yang menawari bantuan untuk
menyelesaikan urusannya, Bu Sam-kui menolak
dengan alasan "urusan pribadi".
Kini di paseban Gin-loan-tian itu, semua
kuping siap mendengar jawaban Bu Sam-kui.
Masihkah berdalih seperti Itu, kalau Kaisar
sendiri yang tanya" Ternyata kali ini Bu Sam-kui memberi
jawaban yang lebih mentereng,
"Ampun Tuanku, ketika hamba mendengar
kabar bahwa Tuanku dikhianati Co Hua-sun,
Kembang Jelita 24 18 hamba buru-buru bergabung dengan rekanrekan sepaham untuk ikut usaha membebaskan
Tuanku." Para panglima yang mendengarnya diamdiam mengerutkan alis. Jelas Bu Sam-kui telah
membohongi Kaisar. Sebab Bu Sam-kui tidak
datang ke Pak-khia setelah Kaisar disandera Co
Hua-sun, melainkan lama sebelum penyanderaan sudah banyak yang melihat Bu
Sam-kui keluyuran saja di Pak-khia.
Tetapi justeru Kaisar mengangguk-angguk
percaya. Dalam pertempuran di istana ketika
membebaskan Kaisar, jasa Bu Sam-kui bisa
dibilang nomor dua besarnya setelah jasa
Helian Kong. "Lalu bagaimana dengan tugasmu di San-haikoan?"
"Hamba tidak berani mengabaikannya, demi
keamanan wilayah negara. Karena itu sebelum
hamba kemari, sudah hamba atur dan alihkan
sementara kepada wakil hamba. Dua hari sekali
selalu ada kurir yang hilir mudik dari San-haikoan, untuk selalu melaporkan situasi San-haiKembang Jelita 24
19 koan, dan membawa perintah-perintah hamba
untuk wakil hamba itu. Jadi dari Pak-khia inipun
hamba dapat tetap mengawasi San-hai-koan."
"Baik. Tapi sekarang Co Hua-sun sudah
lenyap, aku dikelilingi panglima-panglima yang
setia kepadaku. Jadi sebaiknya kau secepatnya
kembali ke posmu di San-hai-koan. Harap
mengingat pentingnya San-hai-koan buat kita,
itulah pintu kita di timur laut. Kalau dijaga


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kurang waspada, tentu akan diterobos orang
Manchu lebih mudah."
Sejenak Bu sam-kui geragapan serba salah,
dan akhirnya muncul juga jawaban kunonya,
"Tentu hamba akan segera kembali ke San-haikoan secepatnya, tapi hamba mohon waktu
beberapa hari untuk menyelesaikan urusan
hamba di Pak-khia ini."
"Berapa hari kau bisa selesaikan urusanmu?"
"Ampun Tuanku...... urusan hamba ini agak
rumit. Hamba tidak bisa memastikan kapan
selesainya." Kembang Jelita 24 20 "Wah, kalau begitu kau cuma mengutamakan
urusan pribadimu saja, dan menomorduakan
tugasmu di San-hai-koan. Benar tidak?"
"Ampun Tuanku..... hamba... hamba..."
"Bu Sam-kui, kuberi waktu kau sepuluh hari
untuk menyelesaikan urusanmu di sini. Setelah
itu, entah urusanmu selesai atau tidak, kau
harus berangkat ke posmu di San-hai-koan!
Kalau tidak, aku akan mengisi kedudukanmu
dengan orang lain yang bisa lebih sungguhsungguh bekerja"
Biarpun mengeluh dalam hati, Bu Sam-kui
terpaksa menjawab juga, "Terima kasih atas
kemurahan Tuanku." Kaisarpun menyapukan pandangan ke
seluruh hadirin dan bertanya, "Masih ada yang
akan mengatakan sesuatu, sebelum sidang ini
aku bubarkan?" Karena tidak ada yang menyahut, Kaisarpun
berkata, "Sidang kububarkan, kuharap kalian
menjalankan tugas sebaik-baiknya. Laporkan
setiap perkembangan, dan Jangan ada yang
disembunyikan." Kembang Jelita 24 21 Ketika Kaisar meninggalkan singgasana
untuk masuk ke dalam, pembesar-pembesar
militer itupun berlutut serempak dan
menyerukan "Ban-swe".
Lalu merekapun bubar meninggalkan istana.
Sementara Kaisar pun langsung ke Bangsal
Tan Wan-wan untuk menghibur diri dengan si
cantik itu. Dan Tan Wan-wan pun menyambut seperti
biasanya. Kecantikannya yang memabukkan itu
membuat Kaisar sesaat lupa bahwa dia baru
saja kehilangan dua kota.
"Lancarkah sidangnya, Tuanku?" Tan Wanwan bertanya lembut sambil membantu Kaisar
melepaskan jubah kerajaan-nya, menggantikannya dengan jubah kain ringan.
Lalu melepas topi kekaisarannya untuk
digantikan dengan jepit rambut berbentuk naga.
"Ya, sudah kubagi tugas kepada para
panglima, untuk mengimbangi gerakan para
pemberontak." "Hamba takut kalau pemberontakpemberontak itu sampai ke istana ini,
Kembang Jelita 24 22 Tuanku...." kata Tan Wan-wan sambil
memegangi lengan Kaisar. "Kabarnya mereka
itu jahat-jahat." "Jangan takut, manis. Setelah Co Hua-sun
tidak ada lagi, angkatan perang kita kompak
sekali, tak ada lagi perpecahan. Kita akan
mematahkan leher pemberontak-pemberontak
itu." "Oh, hamba jadi tenteram mendengarnya.
Hamba sungguh tidak merasa tenteram setelah
mendengar jatuhnya Han-ti-ong dan Ji-iim. Tapi
sekarang hamba boleh tenang, hanya hamba
apakah diperbolehkan tahu, tindakan apa yang
tuanku putuskan untuk menghadapi pemberontak-pemberontak itu?"
"Untuk sementara, tentara kita hanya akan
bertahan. Kongsun Hui! menjaga luar kota, Ou
Hin dalam kota. Untuk serangan balik, kita
menunggu datangnya pasukan Su Ko-hoat dari
Yang-ciu." "Apakah utusan ke Yang-ciu sudah dikirim?"
"Siang ini juga akan kutulis Surat Perintah
untuk Jenderal Su." Kembang Jelita 24 23 "Siapa yang akan Tuanku utus?"
"Belum kutentukan."
Diam-diam Wan-wan mencatat semuanya itu
dalam hati. Lalu katanya, "Apakah Tuanku
berkenan hamba ambilkan minuman, lalu
beristirahat di sini?"
"Minum boleh, tapi aku tidak bisa istirahat di
sini. Aku hanya menengokmu sebentar, lalu ke
Gi-si-pong untuk menulis surat itu."
"Baiklah, hamba ambilkan minum...." Tan
Wan-wan segera berlalu sebentar dan kembali
lagi membawa minuman. Sambil menuangkan
minuman ke cawan dengan gaya yang lembut
mempesona, diapun bertanya pula, "Tuanku
amat lelah karena banyak pikiran. Hamba akan
menemani Tuanku ke Gi-si-pong."
"Itu tidak perlu, sebab Gi-si-pong adalah
tempat menulis surat-surat kenegaraan resmi.
Kalau sampai dilihat orang bermulut jahil, akan
kurang baik buatku dan buatmu juga, nanti kau
dituduh terlalu mencampuri urusan negara."
"Ah, Co Hua-sun si tukang fitnah itu sudah
tidak ada, kenapa takut omongan orang?"
Kembang Jelita 24 24 "Co Hua-sun memang tidak ada lagi, namun
tingkah serupa bisa timbul dari orang lain.
Orang bermulut usil bukan hanya Co Hua-sun."
"Ah, Tuanku, hamba hanyalah seorang abdi
yang tak berdaya. Siapa tega menuduh hamba,
kalau hamba cuma membantu Tuanku
menggosok tinta dan mengeringkan kertas?"
Kaisar Cong-ceng memang lemah menghadapi Tan Wan-wan. Maka dengan
rayuannya yang gigih tapi lembut itu, akhirnya
Kaisar pun mau mengajak Tan Wan-wan ke Gisi-pong.
Setelah minum sedikit di bangsal Tan Wanwan, Kaisarpun menuju ke Gi-si-pong bersama
Tan Wan-wan. Begitu Kaisar dan Tan Wan-wan berlalu,
tiba-tiba pintu lemari pakaian terbuka dari
dalam, lalu melompat keluar seorang lelaki yang
berdandan seperti thai-kam. Diapun segera
menyelinap keluar, lalu dari kejauhan
mengikuti langkah Kaisar dan Tan Wan-wan
yang sedang menuju Gi-si-pong. Untuk itu ia
tidak berjalan merunduk-runduk, karena malah
Kembang Jelita 24 25 bisa dicurigai, maka ia berjalan saja dengan
wajar. Kalau ada yang berpapasan dan
menyapanya, diapun menjawab dengan ramah
dan terus berjalan. Tak lama kemudian Kaisar dan Tan Wan-wan
pun tibalah di Gi-si-pong.
Diapun mulai duduk menulis surat, dan Tan
Wan-wan di sampingnya dengan tekun
membantu menggosok tinta. Perintah Kaisar itu
ditulis di atas lembaran sutera kuning berlapis,
yang di sebaliknya bersulam gambar naga
sebagai lambang kekaisaran, di atas kepala naga
itu ada pula gambar matahari bulat merah
berdampingan dengan bulan sabit putih,
lambang keluarga kerajaan Beng. Sebelah hurufhurufnya ditulis, tintanya dikeringkan Tan Wanwan, lalu diberi cap setempel kekaisaran yang
selalu dikantongi sendiri oleh Kaisar.
Setelah lembaran itu digulung dan disegel
dengan lilin, dan ketika lilin itu masih hangat
lalu dicap dengan cincin di jari Kaisar sehingga
menimbulkan cetakan huruf-huruf timbul.
Kembang Jelita 24 26 "Tolong panggilkan seorang thai-kam...." kata
Kaisar kepada Tan Wan-wan.
"Hamba Tuanku...." Tan Wan-wan pun keluar
dari ruangan Itu. Di luar ada beberapa thal-kam
yang hilir mudik. Namun yang dipanggil Tan
Wan-wan adalah thal-kam yang bersembunyi di
kamur Tan Wan-wan tadi, "Masuklah. Sri
baginda memanggilmu....."
Thai-kam itu masuk dan berlutut, "Ampun
Tuanku, apakah Tuanku memanggil hamba?"
Kaisar menyerahkan Surat Perintah yang
sudah digulung dan disegel itu sambil berkata,
"Serahkan kepada Hoa Kun-tiong, lalu suruh dia
membawanya kepada Jenderal Ou Hin. Jenderal
Ou Hin akan menerangkan tugasnya."
"Hamba Tuanku...." thai-kam itu menerima
gulungan itu dengan kedua tangan, lalu
mengundurkan diri. Sebelum keluar pintu,
sekilas ia bertukar pandangan dengan Tan Wanwan yang berdiri di samping tempat duduk
Kaisar. Tan Wan-wan mengangguk kecil, orang
itu paham dan cepat pergi.
Kembang Jelita 24 27 Kemudian Kaisarpun kembali ke bangsal Tan
Wan-wan. Namun dl bungsal ltu sudah ada seorang
dayang bawahan Puteri Tiang-ping yang
menunggu. Begitu melihat kaisar, dayang itu
berlutut dan berkata, "Ampun Tuanku, hamba
diperintah oleh Permaisuri untuk menghadap
Tuanku." Sebenarnya Kaisar sudah siap "bersenangsenang" dengan Tan Wan-wan, seperti biasanya.
Itulah sebabnya dayang itupun nampak agak
takut-takut berkata kepada Kaisar, kuatir kalau
Kaisar marah karena acara pribadinya
terganggu. "Ada apa?" tanya Kaisar, yang memang
sedikit jengkel. "Ampun Tuanku, kesehatan Tuan Puteri
Tiang-ping kembali memburuk. Hong-hou Nionio (Permaisuri) mengharap Tuanku berkenan
mengunjungi Tuan Puteri untuk membangkitkan semangatnya, agar cepat
sembuh." Kembang Jelita 24 28 Sebenarnya Kaisar merasa enggan, tetapi
kalau tidak datang nanti tentu timbul anggapan
bahwa dia seorang kepala keluarga yang
mengabaikan anaknya. Selagi Kaisar tetap ragu-ragu, bertanyalah
Tan Wan-wan, "Apakah keadaan Puteri
demikian memburuk" Sebab Sri Baginda sendiri
baru selesai memimpin sidang penting, tentu
membutuhkan istirahat yang cukup."
Namun dayang itu berkata pula, "Hamba
hanya menjalankan perintah Hong-hou Nio-nio,
kalau Tuanku tidak berkenan mengunjungi
Tuan Puteri, hamba hanyalah bisa menyampaikannya kepada Hong-hou Nio-nio
bahwa Tuanku keberatan dan tidak memikirkan
penyakit Tuan Puteri."
Itulah kata-kata yang pengucapannya
membutuhkan nyali besar. Kaisarpun "tersengat", sehingga akhirnya
diapun berkata, "Baiklah, aku akan ke sana."
Dan Tan Wan-wan tidak menghalanginya
lagi. Lagipula biarpun ia adalah pengikut Li Cuseng, namun kesan pribadinya terhadap Puteri
Kembang Jelita 24 29 Tiang-ping cukup baik. Seorang gadis yang
bertubuh lemah, namun bersemangat tegar.
Kemudian Kaisar Cong-ceng pun kebangsal
Puteri Tiang-ping, sedang Tan Wan-wan masuk
ke bangsalnya sendiri. Begitu tiba di dalam, Tan Wan-wan langsung
memanggil dua dayang setianya sejak dari luar
istana, Siau-hoa dan Cun-hoa.


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada apa Cici memanggil kami berdua?"
"Siao-hoa, kusuruh kau menghubungi temanteman di luar istana, bagaimana?"
"Berhasil, Cici. Aku bertemu dengan paman
Ko yang gendut itu, agar kita tidak usah lagi
menguatirkan kedua teman kita, Oh Kui-hou
dan Yo Kian-hi, sebab mereka sudah kembali
dengan selamat. Meskipun kita harus
menukarnya dengan kedua perwira Manchu itu,
Ngo Tat dan Sek Hong-hua."
"Apakah orang-orang Manchu itu masih
berkeliaran di Pak-khia setelah runtuhnya Co
Hua-sun?" "Inipun kutanyakan Paman Ko, dan Paman
Ko bilang jejak mereka tak terlihat lagi di
Kembang Jelita 24 30 seluruh Pak-khia. Mungkin karena orang-orang
mereka sudah banyak yang kita kenali
tampangnya, maka mereka ditarik pulang
semua, mungkin untuk digantikan orang-orang
baru yang belum dikenal agar lebih leluasa
beroperasi." "Ya, mereka tak pernah melepas ambisi
untuk menguasai negeri kita. Ada kabar apa
lagi?" Siau-hoa ragu-ragu, kemudian tertawa dan
berkata, "Ada.... menyangkut diri Cici. Tapi ini
cuma kisah konyol saja, tidak penting."
"Biarpun tidak penting, karena menyangkut
diriku maka aku pun mau mendengarnya."
"Baik, Cici, tapi jangan marah lho. Ini tentang
Bu Sam-kui, Panglima San-hai-koan itu. Dia
seharusnya bertugas di San-hai-koan untuk
mengawal tapal batas, tapi dia keluyuran saja di
Pak-khia. Teman-teman kita di luar istana mulai
curiga, lalu diam-diam menyelidiki tingkahnya,
dan ternyata...... Hi-hi-hi...."
Siau-hoa tertawa cekikikan sambil menutup
mulut dengan telapak tangannya.
Kembang Jelita 24 31 "Eh, Siau-hoa, apanya yang lucu?"
"Panglima linglung itu entah kapan bertemu
Cici, rupanya sejak pertemuan itu terus dia
mabuk cinta dan terus mencari Cici, tanya ke
sana ke mari tak kenal lelah. Cici selalu
disebutnya seorang bidadari paling cantik di
kahyangan dan telah merebut seluruh
sukmanya. Itulah sebabnya dia tidak di San-haikoan, tapi terus ada di Pak-khia mencari Cici,
dengan alasan ada urusan penting yang tidak
selesai-selesai." Sekarang Cun-hoa pun ikut tertawa, sedang
muka Tan Wan-wan jadi merah padam. Ia ingat
kejadian di gubuk di kebun belakang kediaman
Ciu Kok-thio, saat ia menolong memberi minum
seorang lelaki gagah yang terluka. Kejadian
yang hampir ia lupakan, namun orang yang
ditolongnya itu ternyata tidak gampang
melupakannya. Dan ternyata orang itulah Bu
Sam-kui, Panglima San-hai-koan.
Namun buat Tan Wan-wan, cerita itu tak
lebih dari pengalaman konyol yang tak perlu
diperhatikan benar. Selagi situasi menghangat
Kembang Jelita 24 32 karena mendekatnya pasukan Li Giam ke Pakkhia, mana ada waktu mengurus tingkah konyol
seorang panglima yang mabuk cinta"
"Sudahlah, urusan itu tidak penting dan
jangan dibicarakan lagi. Cun-hoa, sekarang kau
kutugaskan keluar untuk menyampaikan
keterangan penting pada teman-teman kita."
"Baik, Cici. Apa yang harus kusampaikan?"
"Kaisar sudah menulis Surat Perintah kepada
Su Ko-hoat di Yang-ciu, untuk membawa
pasukannya kemari menghadapi laskar kita.
Kongsun Hui ditugasi menyusun pertahanan di
desa-desa sekitar Pak-khia, untuk mengulur
waktu sebelum kedatangan Su Ko-hoat. Surat
Perintah Kaisar untuk Su Ko-hoat dikawal Hoa
Kun-tiong si bekicot itu, dan akan diperkuat
orang-orangnya Ou Hin. Jelas?"
"Jelas, Cici." "Coba ulangi." Dengan lancar Cun-hoa mengulangi kata-kata
Tan Wan-wan itu, tepat seperti yang dikatakan,
sehingga Tan Wan-wan mengangguk-angguk
puas. Kembang Jelita 24 33 "Baiklah, Cun-hoa. Lakukanlah dengan tetap
hati-hati seperti dulu."
Cun-hoa pun meninggalkan Tan Wan-wan
untuk menjalankan perintah itu.
Lebih dulu ia mengganti pakaian dayang
istananya dengan pakaian gadis kebanyakan.
Lalu sambil membawa keranjang rotan untuk
pura-pura berbelanja ke luar istana, ia keluar
lewat gerbang Hou-cai-mui di belakang istana.
Karena komandan pengawal gerbang itu adalah
juga pengikut Li Cu-seng yang menyamar dan
menyusup ke dalam barisan pengawal istana.
Keluar istana, Cun-hoa langsung ke sebuah
warung penjual kue-kue manisan yang letaknya
di samping lapangan Thian-an, di depan istana.
Namun kemudian Cun-hoa heran melihat
warung itu tertutup rapat, padahal masih siang.
Dan tetap tertutup setelah diketuk-ketuk sekian
lama, padahal ketukan Cun-hoa bukan
sembarang ketukan melainkan isyarat.
Cun-hoa jadi merasakan keadaan kurang
beres, cepat-cepat ia meninggalkan warung Itu.
Kembang Jelita 24 34 Belum jauh dari situ, ia telah dihadang sepuluh
perajurit. "Kau dari warung itu?" tanya si komandan
penuh curiga. "Ya, mau beli beberapa macam manisan, tapi
warungnya tutup." "Ikut kami ke markas untuk diperiksa."
Keruan Cun-hoa kaget, "Kenapa" Apakah
membeli kue manisan itu sekarang dianggap
kejahatan" Sudah ada undang-undangnya?"
"Kau boleh membantah nanti di depan
komandan kami. Tetapi tugas kami hanyalah
menangkap orang-orang yang kelihatan ada
hubungan dengan warung manisan itu."
Dalam hatinya Cun-hoa makin panik, makin
tidak beres nampaknya. Tiba-tiba ia tunjukkan
sebentuk kumala hiasan sabuk, ditunjukkan
kepada para prajurit itu sambil berkata, "Aku
adalah dayang suruhan Hong-hou Nio-nio,
inilah tandanya. Kalian berani menangkap aku?"
Para prajurit kaget. Mereka memang
mengenal benda itu sering dipakai sebagali
hiasan pinggang oleh hamba-hamba istana.
Kembang Jelita 24 35 Cun-hoa jadi merasakan keadaan kurang beres, cepatcepat ia meninggalkan warung Itu. Belum jauh dari
situ, ia telah dihadang sepuluh perajurit.
Kembang Jelita 24 36 Si komandan mulai ragu-ragu, sementara
wakilnya membisikinya, "Mungkin kita salah
sasaran. Lebih baik tidak cari urusan dengan
orang-orang istana. Meskipun dia cuma hamba,
tapi kalau sampai mengadu kepada Hong hou
Nio-nio, kepala kita semua bisa copot dari
pundak." "Tapi... gadis ini tadi mengetuk-ngetuk
warung Itu. Dia patut kita curigai."
"Tapi siapa tahu dia benar-benar hanya ingin
membeli manisan" Mana ada mata-mata musuh
menjadi dayang Hong-hou Nio-nio" Mungkinkah mata-mata musuh seorang gadis
ingusan?" Cun-hoa tidak mendengar bisik-bisik
mereka, namun dengan tegang ia masih
menunggu sambil mengharap keampuhan
hiasan sabuk kumala itu. Akhirnya prajurit-prajurit Itu tidak berani
ambil resiko dengan berurusan dengan hambahamba Istana, yang lebih punya kesempatan
untuk mengadu kepada penguasa-penguasa
istana. Lagi pula mereka menganggap Cun-hoa
Kembang Jelita 24 37 tak perlu dicurigai. Mana ada mata-mata
berusia enam belas tahun, cantik, matanya
bundar, dan kedua kuncir rambutnya masih
mengesankan kekanak-kanakan"
Akhirnya merekapun minta maaf dan
membiarkan Cun-hoa lewat.
Dengan sikap amat tenang Cun-hoa berjalan
meninggalkan mereka, padahal hatinya bergolak. Apa yang terjadi" Kenapa sampai
warung manisan itu diawasi prajurit" Apakah
sudah ketahuan" Siapa yang memberitahu
tentara kerajaan" Apakah kembali para telik
sandi Manchu mengulangi cara lama mereka"
Dan banyak pertanyaan lagi, tapi tak satupun
jawabannya. Warung manisan itu adalah salah satu "pos"
tempat orang-orang Pelangi Kuning mengadakan hubungan untuk tukar-menukar
berita atau mengatur langkah. Kalau pos itu
sudah diawasi, bagaimana dengan pos-pos lain"
Cun-hoa jadi ingin tahu. Diapun berjalan ke pos lain, ternyata Juga
dijaga prajurit, sehingga ia tidak berani
Kembang Jelita 24 38 mendekat. Terpaksa ia jadi batal menyampaikan pesan Tan Wan-wan itu, dia
balik ke istana ketika hari mulai gelap.
Selagi ia berjalan sendiri di sebuah jalan yang
sepi, dia terkejut ketika seorang lelaki
mendekatinya sambil tersenyum. Lalu berkata
dengan suara perlahan, "Aku juga asap kuning
dari barat laut." Bicaranya berlogat barat laut, kampung
kelahiran sebagian besar tokoh-tokoh Pelangi
Kuning. Yang diucapkan itu adalah kata rahasia
sesama mata-mata Pelangi Kuning. Namun Cunhoa belum pernah mengenal kalau orang baru
tentu munculnya harus didampingi orang lama
yang terpercaya. Usia Cun-hoa baru enam belas tahun, namun
tidak percuma dia dipilih untuk disusupkan ke
jantung musuh, la cerdas dan punya naluri
tajam untuk menilai orang. Kini biarpun
menghadapi seorang yang bisa mengucapkan
kata rahasia Pelangi Kuning, Cun-hoa tetap
tidak percaya. Malah ia mulai takut kalau
Kembang Jelita 24 39 dirinya sebenarnya sedang dipancing masuk
perangkap. Karena Itulah ia pura-pura tidak paham,
"Tuan, kau bicara apa" Aku tidak mengerti."
Mata orang itu berkilat tajam, namun cepatcepat ditutupi dengan tertawa ramahnya yang
dibuat-buat, "Nona, kau tidak segera percaya
bahwa aku adalah teman seperjuanganmu" Itu
bagus artinya kau bekerja cukup hati-hati.
Tetapi aku benar-benar dikirim langsung oieh
Joan-ong, dan aku kemari membekal alamat
kawan-kawan seperjuangan di sini. Ternyata
begitu aku tiba di sini, semuanya sudah pindah
alamat. Aku jadi bingung, padahal pesan penting
Joan-ong haruslah segera kusampaikan. Untung
tadi kulihat nona datang ke warung manisan itu,
lalu kususul nona sampai kemari."
Tak peduli biarpun orang itu menyebutnyebut "pesan penting Joan-ong" segala, Cunhoa tidak percaya. Ia tetap pura-pura bloon,
"Kata-kata Tuan sungguh membingungkan aku.
Aku hanya seorang hamba Istana yang
Kembang Jelita 24 40 kebetulan sore ini disuruh beli manisan untuk
kawan-kawanku di istana..."


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hem, apa tukang masak di istana tak
mampu membuat manisan yang lebih lezat
daripada yang dijual di warung itu?"
Jantung Cun-hoa berdegup makin kencang,
dan mempercepat langkahnya. Dua ratus meter
di depan, sudah nampak obor yang dipasang di
gerbang Hou-cai-mui. "Jangan cepat-cepat jalannya, nona. Apakah
nona tetap tidak percaya kalau aku teman
seperjuanganmu?" "Maaf, Tuan, aku harus segera pulang."
"Aku tahu nona adalah orang kita yang
diselundupkan ke dalam istana. Joan-ong
sendiri amat memuji kerja kalian yang hebat,
yang menghasilkan kemajuan besar laskar kita.
Tapi apakah nona belum percaya?"
Cun-hoa makin takut dan mempercepat
langkah. Di bawah gerbang Hou-cai-mui, nampak
segerombolan pengawal sedang berjaga, dan
lelaki tak dikenal itupun semakin tidak sabar.
Kembang Jelita 24 41 Tiba-tiba ia mencengkeram lengan Cun-hoa,
geramnya sengit, "Budak cilik, sikapmu yang
tolol ini sungguh memperlambat tugasku, dan
menghambat perjuangan Joan-ong. Kau mau
mengubah sikap tidak?"
Dan reaksi Cun-hoapun mengagetkan orang
itu. Cun-hua tiba-tiba menjerit sekeraskerasnya, "Tolong! Tolong!"
Karena tempat itu tidak jauh lagi dari Houcai-mui, teriakan itu segera didengar pengawalpengawal itu. Sebagian pengawal tetap menjaga
gerbang, sedang sebagian lagi berlari-lari ke
arah Cun Hoa. Lelaki tak dikenal itupun
melepaskan cengkeramannya, lalu lari terbiritbirit serta menghilang di balik selubung malam.
Sedangkan Cun-hoa segera dikerumuni
pengawal-pengawal itu. Komandan pengawal
itu adalah orangnya Li Cu-seng, tapi anak
buahnya bukan, karena itulah Cun-hoa tidak
bicara sebenarnya. "Siapa dia, Cun-hoa?" tanya si komandan.
"Lelaki iseng yang hendak menggangguku,
untung kakak-kakak datang segera."
Kembang Jelita 24 42 "Perlu aku kejar untuk diberi pelajaran?"
tanya seorang pengawal bujangan yang selamaini menaksir Cun-hoa.
"Oh, tidak usah. Yang penting aku tidak apaapa."
Cun-hoa kemudian bergegas masuk untuk
langsung menemui Tan Wan-wan. Tan Wanwan menerimanya dengan heran ketika melihat
Cun-hoa berkeringat dan wajahnya tegang.
"Kenapa, Cun-hoa" Hanya menyampaikan
pesan kepada Paman Thiam saja kok sampai
begini malam baru kembali?"
"Warung Paman Thiam tutup dan diawasi
prajurit. Lalu kucoba ke warung Kakak Lo,
ternyata juga sama."
Tan Wan-wan kaget sampai mukanya
memucat, "Ah, mungkinkah jaringan kerja kita
sudah diketahui pihak kerajaan" Kalau sampai
penggulungan jaringan kita itu sampai kepada
kita, habislah kita semua."
Beberapa saat di ruangan itu hanya
kesunyian yang meraja, hanya dengus napas
tegang ketiga orang mata-mata yang cantik itu.
Kembang Jelita 24 43 "Cun-hoa, apakah kau lihat sendiri teman-teman
kita ditangkapi?" tanya Tan Wan-wan memecah
kesunyian. "Ini tidak kulihat....." sahut Cun-hoa.
"Ah, mudah-mudahan mereka dapat meloloskan diri." "Cici, selain itu aku juga dicegat seorang tak
dikenal yang mengaku utusan Joan-ong, dan
bisa mengucapkan kata-kata rahasia kita, tapi
aku tidak mempercayainya."
"Lalu bagaimana?"
"Aku berlagak tidak paham kata-katanya,
sebab aku kuatir masuk perangkap. Lalu dia
mulai kasar aku menjerit minta tolong kepada
pengawal-pengawal Hou-cai-mui, orang itu lalu
kabur ketakutan." Tan Wan-wan berpikir sebentar, kemudian
berkata, "Ada yang tidak beres sedang menimpa
jaringan kita, dan aku tidak tahu apa
penyebabnya. Saat ini kita hanya tahu sikap
terbaik, yaitu hati-hati."
Kembang Jelita 24 44 "Bagaimana kalau kita dihubungi orang tak
dikenal namun bisa mengucapkan kata-kata
isyarat" Misalnya orang tadi?"
"Jangan hiraukan, pura-puralah tidak tahu.
Kata-kata rahasia bukan jaminan, sebab
perangkap-perangkap tak terlihat sedang
mengelilingi kita saat ini. Beritahu semua
teman-teman seperjuangan kita dalam istana
ini, agar jangan ada yang terpancing."
"Baik..." sahut Cun-hoa. Untuk kelompok
Pelangi Kuning yang bertebaran menyusup
dalam istana itu, memang Tan Wan-wan adalah
"komandan"nya. Cun-hoa dan Siau-hoa pun kemudian pergi,
dan Tan Wan-Wan sendirian. Ia merenung
dalam kegelisahan. Ia merasa ada sesuatu yang
terjadi dengan teman-teman seperjuangannya,
tapi belum tahu apa itu. Sejak semula ia
memang sudah sadar bahwa istana adalah pusat
segala persaingan yang kejam, situasi berubah
tak menentu. Co Hua-sun yang sedang di puncak
kejayaannya setelah berhasil menunjukkan
kesetiaan palsunya dengan menumpas Kembang Jelita 24 45 Pangeran Seng-ong, tiba-tiba saja jatuh karena
kursinya terbalik. Mau tak mau Tan Wan-wan
pun mulai berpikir, mungkinkah gilirannya
telah tiba" Sebab bukan Co Hua-sun saja yang
mengintai kelemahannya. Puteri Tiang-ping
juga. Bukan hanya sekali dua kali Siau-hoa
bercerita bahwa ia sering main "kucingkucingan" dengan Pek-hong, dayangnya Puteri
Tiang-ping. Tiap malam biasanya Kaisar datang ke
bangsalnya, namun malam itu Kaisar tidak
datang, dan hal itu menambah tanda tanya di,
hati Tan Wan-wan. Ada apa" Apakah Puteri
Tiang-ping hanya pura-pura sakit, dengan
tujuan sebenarnya ingin menjauhkan Kaisar
dari dirinya" Ataukah Puteri Tiang-ping sudah
berhasil mengetahui peranannya dalam istana
itu dan memberi tahu Kaisar" Seribu satu
kemungkinan ada di depan mata, dan sebagian
besar adalah kemungkinan buruk.
Tiba-tiba Tan Wan-wan merasa amat letih
menanggung semuanya itu, namun ia tak punya
tempat berbagi beban yang memadai. Dan
Kembang Jelita 24 46 dengan perkembangan terbaru, di mana temantemannya di pos-pos luar istana menghilang
semua, Tan Wan-wan makin merasa dirinya
seperti kelinci di tengah serigala-serigala
kelaparan. Akhirnya ia melepas sebagian bebannya
lewat air mata. Sampai hampir pagi ia menangis,
tanpa ada orang yang menyentuh pundaknya
dengan lembut. Kaisar pun tidak muncul sampai
pagi. Taman istana yang serba indah bermandi
cahaya fajar, ternyata tak pernah cukup indah
buat Tan Wan-wan. Fajar pagi itu juga sama tidak menghiburnya
dengan Siangkoan Yan yang berhati pepat. Pagipagi ia sudah duduk melamun di taman bunga
di rumahnya yang besar. Namun ia lebih tepat
dikatakan jengkel daripada sedih.
Helian Konglah penyebabnya.
"Pantas selama ini sikapnya kepadaku tawar
saja, berlagak tidak tahu perasaanku....." pikir
Siangkoan Yan tambah jengkel.
Kembang Jelita 24 47 Mulanya ia mengharap, setelah Helian Kong
dipulihkan kedudukannya akan mengunjungi
rumahnya lagi seperti dulu. Kalau tidak
menyatakan cinta secara terang-terangan, ya
setidak-tidaknya menampakkan keinginan
untuk memperbaiki hubungan seperti dulu. Eh,
ditunggu beberapa hari ternyata tidak munculmuncul juga, sehingga Siangkoan Yan terpaksa
sedikit berkorban perasaan dengan mendatangi
rumah Helian Kong. Ternyata di rumahnyapun
Helian Kong tidak ada, yang ada cuma seorang
pelayan berewokan yang samar-samar seperti
pernah dilihatnya, namun Siangkoan Yan
sedang tidak berminat mengingat-ingatnya.
Pelayan itu bilang Helian Kong sedang pergi
entah ke mana dan sudah beberapa hari. Lalu
Siangkoan Yan menemui Ou Hin untuk
menanyakannya, tapi panglima itupun bicara
berbelit-belit yang akhirnya toh bilang
"tidak bisa memberitahukan dimana Helian
Kong." Yang terakhir, Siangkoan Yan minta
kakak laki-lakinya agar minta tolong temanteman Helian Kong sesama perwira, kalau-kalau
Kembang Jelita 24 48 ada yang pernah melihat Helian Kong, Namun
beberapa hari sudah lewat, dan kekasih hati
tetap tak ada kabar beritanya.
Tiba-tiba Siangkoan Yan bangkit dan
menendang sebuah pot bunga sehingga
melayang jatuh ke kolam, katanya sengit, "Lakilaki tak tahu perasaan! Buat apa aku susahsusah memikirkannya" Biar saja dia minggat
dari Pak-khia!" Dan kembali beberapa pot berceburan ke
kolam. Pot-pot yang berukuran agak besar dan
berat karena berisi tanah, namun buat murid
Kim-hian Cinjin ini, pot-pot itu ditendanginya
seperti bola-bola karet saja
Maka berantakanlah taman bunga keluarga
Siangkoan itu. Sementara seorang bujang keluarga Siangkoan menjadi ragu-ragu mendekati puteri
majikannya yang sedang mengamuk itu.
Ketika Siangkoan Yan melihat bujang itu
berdiri agak jauh seolah-olah hendak
menontonnya, kejengkelannya bertambah. "He,
Kembang Jelita 24 49 ada apa kau berdiri di situ" Menonton aku" Kau
anggap aku topeng monyet di pinggir jalan?"
Ti.......... tidak, nona. Aku........ hanya.................................."
"Mendekat, sini!"
Bujang itu dengan takut-takut mendekat
sambil berkata, "Nona, ada seorang tamu yang
mencarimu......" "Siapa?" "Cong-peng Taijin Bu Sam-kui...."
Setitik harapan tiba-tiba muncul di hati gadis
itu. Bu Sam-kui adalah teman Helian Kong, siapa
tahu kedatangannya membawa kabar"
"Benar" Bu Sam-kui mencariku?"
"Benar, nona. Sekarang Cong-peng Bu sedang
menunggu di ruangan depan........."
"Ah, mungkin juga dia membawa kabar baik.
He, kemarilah, aku akan memberimu hadiah
menarik!" Bujang itu hilang takutnya melihat Siangkoan
Yan tersenyum, maka sambil tersenyumsenyum pula, diapun mendekat.
Kembang Jelita 24 50 Dan Siangkoan Yan tiba-tiba menangkap
lengan orang itu sambil menyapukan kakinya. Si
bujang pun mencebur ke kolam yang airnya
sudah menjadi coklat keruh itu, sedang
Siangkoan Yan bergegas ke ruang depan.
Di ruang depan, Bu Sam-kui sedang
bercakap-cakap dengan Siangkoan Heng, kakak
Siangkoan Yan. Ketika melihat gadis itu muncul,
ingin mengajak nona bicara empat mata di
suatu tempat. Maukah nona?"


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lho, kenapa tidak di sini saja?" kalimat ini
diucapkan berbareng tanpa diatur lebih dulu,
oleh kakak beradik Siangkoan itu.
Muka Bu Sam-kui menjadi merah tersipu, tak
ubahnya gadis remaja dilamar kekasihnya,
sehingga Siangkoan Yan yang melihatnya mulai
panik dalam hati. Pikirnya, "Celaka.... janganjangan dia naksir aku?"
Dugaan yang "menguatirkan" itu makin kuat
ketika melihat Bu Sam-kui menjawab sambil
cengengesan canggung, "Soal ini. yah, terlalu
pribadi sifatnya....... aku benar-benar memohon
Kembang Jelita 24 51 Dan Siangkoan Yan tiba-tiba menangkap lengan orang
itu sambil menyapukan kakinya
Kembang Jelita 24 52 kesediaan Nona Siangkoan memenuhi permintaanku....." Siangkoan Yan lalu pura-pura memijit-mijit
jidatnya sambil berkata, "Aku merasa tidak
sehat pagi ini." Tetapi Siangkoan Heng cepat menggamit
lengan adiknya dan berkata, "Jangan
mengecewakan Bu Cong-peng, siapa tahu hal
yang dikatakannya adalah cukup penting untuk
kauketahui?" Melihat betapa bersungguh-sungguhnya
sikap kakaknya, hati Siangkoan Yan pun
tergerak. Lalu katanya, "Baiklah. Bu Cong-peng
kau mau bicara di mana?"
"Bagaimana kalau di suatu tempat yang sunyi
dan tenang, misalnya dl rumah makan Tiongciu-lau?"
Itulah sebuah rumah makan di tengahtengah danau buatan yang airnya diambilkan
dari sungai Liang-sui-ho yang mengalir di
tengah-tengah kota Pak-khia. Hanya orangorang berkantong tebal berani berkunjung ke
situ. Maka Siangkoan Yan yakin, biarpun Bu
Kembang Jelita 24 53 Sam-kui berpangkat Cong-peng, paling tidak
separuh dari gaji sebulan pasti akan terkuras di
situ, kecuali kalau nanti cuma pesan dua
mangkuk nasi putih dan semangkuk kecil acar.
Yang lebih menguatirkan lagi, karena tempat
itu biasanya digunakan sebagai tempat pacaran,
karena suasananya yang romantis. Biasanya
pemuda-pemuda kaya mentraktir pacarnya di
situ, untuk menunjukkan kelasnya dalam
masyarakat atau pemuda-pemuda yang sok
kaya demi gengsi. Tak lama kemudian, Siangkoan Yan dan Bu
Sam-kui sudah berjalan berdampingan Ke
Tiong-cui-lau. Sepanjang jalan, wajah Bu Samkui begitu cerah semringah dan terus
tersenyum-senyum sendiri, sehingga Siangkoan
Yan makin cemas. Sampai di depan gerbang Tiong-cui-lau yang
indah, pegawai-pegawai rumah makan yang
berseragam indah pun menyambut dan
mempersilakan memilih tempat. Tiap tempat
berujud pondok-pondok terbuka di atas pulaupulau kecil buatan yang terpisah-pisah, satu
Kembang Jelita 24 54 sama lain dihubung-hubungkan jembatanjembatan kecil yang artistik. Di pulau buatan
yang paling besar, adalah tempat para pemusik
dan penyanyi menjual keahlian mereka untuk
menyamankan para pengunjung.
Memang sebuah tempat yang cocok untuk
pembicaraan pribadi, apalagi urusan cinta, asal
tidak dilakukan pada tanggal tua.
Bu Sam-kui dan Siangkoan Yan segera
memilih tempat. Dari situ mereka dapat
melayangkan pandangan ke seluruh danau
buatan itu, dan lebih jauh lagi nampaklah
puncak Kuil Langit muncul dari lautan
pepohonan menghijau. Itulah salah satu kuil
tempat keluarga kerajaan biasanya bersembahyang, selain Kuil Matahari, Kuil Bumi
di utara, Kuil Bulan di barat. Sedang Kuil Langit
itu di selatan. Ketika seorang pelayan mendekati untuk
menanyakan apa yang mau dipesan, ternyata
pesanan Bu Sam-kui penuh gengsi. Ia pesan Hoyap-tang-sun-theng (Rebung muda dimasak
daun teratai kuah), leng-pek-he-jin (udang
Kembang Jelita 24 55 goreng campur sawi putih) dan sebagainya,
semuanya adalah makanan-makanan khas
daerah Kang-lam Soh-ciu. Sengaja Bu Sam-kui
bicara dengan keras bernada bangga, supaya
pengunjung lainnya kagum, agar dirinya jangan
dikira cuma pesan nasi putih dan acar. Enam
macam masakan yang dipesan, sehingga
Siangkoan Yan diam-diam membatin, "Mudahmudahan nanti kau tidak pingsan kalau melihat
rekeningnya." Ternyata setelah bicara begitu keras dan
gagah Bu Sam-kui membisiki si pelayan,
"Karena kami hanya berdua, masing-masing
jenis cukup setengah porsi saja, boleh?"
'''Setengah porsi" Boleh..... boleh..." suara si
pelayan keras. "Ssst, jangan keras-keras..."
Si pelayan pun menurunkan suaranya, "Kalau
ada sisa, minta dibungkus juga bisa."
"Tidak usah!" Cepat Bu Sam-kui mendorong
pergi pundak pelayan itu.
Ketika pesanan itu datang, mereka-pun
menikmatinya. Sambil makan, Bu Sam-kui
Kembang Jelita 24 56 memuji keindahan tempat itu. Lalu memuji-muji
masakannya, terus merembet dengan mengatakan orang-orang Soh-ciu memang jagojago dalam hal memasak. Dan setelah omong
soal Soh-ciu, berkatalah Bu Sam-kui, "Eh salah
seorang wanita istana, kabarnya ada yang dari
Soh-ciu ya?" "Ya......" sahut Siangkoan Yan.
"Hong-hou Nio-nio (permaisuri) adalah
orang kelahiran Soh-ciu....."
"Ooo...bukan, bukan beliau maksudku. Orang
itu belum lama masuk ke istana, dan Ciu Kokthio yang mengantarnya...."
"Oh, Tan Wan-wan maksudmu" Dia bukan
orang Soh-ciu asli. Ia cuma gadis desa yang
mengaku-aku dari Soh-ciu agar naik pamornya."
Bu Sam-kui tidak menggubris nada sinis
dalam suara Siangkoan Yan itu, ia terus saja
bertanya, "Ah, jadi namanya Tan Wan-wan ya"
Kenapa Ciu Kok-thio sampai bisa membawanya
dari Soh-ciu untuk dimasukkan istana?"
Kembang Jelita 24 57 "Ya bisa saja. Perempuan macam Tan Wanwan itu, lelaki mana yang tidak bisa
membawanya, asal punya duit?"
Di luar dugaan, Bu Sam-kui kali ini menjadi
marah mendengar ucapan itu. Gelagatnya Bu
Sam-kui bersikap membela Tan Wan-wan. Maka
demi menjaga hubungan baik antara
keluarganya dengan Panglima San-hai-koan ini,
buru-buru Siangkoan Yang meralat katakatanya tadi. "Eh, maksudku, dia itu seorang
penari. Tentu saja bisa diundang menari di
mana saja, asal ada honornya. Benar tidak?"
Bu Sam-kui pun tenang kembali, katanya
khidmat, "Dia seorang wanita berhati mulia
yang takkan kulupakan seumur hidup. Dia
pernah menolongku. Selama ini aku terus
mencarinya, tapi belum berhasil."
"Untuk apa mencarinya?"
Tersipu Bu Sam-kui menjawabnya, "Yah, aku
pikir, dia mungkin...... mungkin...............................
adalah jodohku." Dalam hatinya Siangkoan Yan salut setinggitingginya untuk nyali besar Bu Sam-kui.
Kembang Jelita 24 58 Bagaimana tidak hebat nyalinya, kalau berani
menaksir kekasih Kaisar" Sekaligus juga lega
karena bukan dirinya yang ditaksir Bu Sam-kui.
Cuma, entah apa maksud Bu Sam-kui mengajak
membicarakan Tan Wan-wan dengan dirinya"
"Lalu apa maksud saudara Bu mengajakku ke
mari?" "Yah, setelah sekian lama aku bertanya ke
sana ke mari tentang dirinya, barulah beberapa
hari yang lalu, ketika aku bertempur
menyelamatkan Kaisar dari kurungan Co Huasun di Yang-wan-hu, aku melihat dia di istana.
Aku jadi heran, apa yang dilakukannya di
istana?" "Hemm..... melayani Kaisar," sahut
Siangkoan Yan lebih hati-hati.
"Maksudmu, sebagai dayang dalam istana,
begitukah?" Siangkoan Yan kuatir, kalau pertanyaan itu
dijawab terus terang, jangan-jangan Bu Sam-kui
akan marah. Maka sengaja dipilihnya jawaban
yang kabur, "Ya, melayani, begitulah.
Menghibur." Kembang Jelita 24 59 "Tentu saja orang secantik dia kalau menari
pastilah indah sekali. Pantas kalau dia menjadi
penari istana, begitu?" sambil bertanya, Bu Samkui juga sudah menyiapkan sendiri jawabannya,
dan agaknya tidak mau dijawab lain daripada
itu. "Ya, begitulah." jawab Siangkoan Yan
terpaksa, sambil berharap Bu Sam-kui cepatcepat membayar makanan dan mengajaknya
pulang. Ternyata belum selesai. Bu Sam-kui
mengeluarkan sepucuk surat dari dalam
bajunya, lalu diletakkan di meja. Bau wangi
terhambur dari surat Itu. Terang kalau surat itu
diberi minyak wangi segala.
Kata Bu Sam-kui, "Nona Siangkoan adalah
teman baik Puteri Tiang-ping, sehingga agak
leluasa keluar masuk istana. Sudikah nona
menolongku dengan menyampaikan surat ini
kepada Tan Wan-wan?"
Permohonan itu bernada penuh harap, tidak
siap untuk ditolak, membuat Siangkoan Yan
Kembang Jelita 24 60 tidak tega. Ia ambil surat itu sambil berkata,
"Baiklah Cong-peng."
Bu Sam-kui juga kegirangan dan berkata,
"Kalau begitu, pasti Nona takkan menolong
kepalang tanggung. Bagaimana kalau Nona
sekalian mintakan jawaban dari Tan Wan-wan?"
Kali ini pun Siangkoan Yan menyanggupinya
tanpa pikir panjang. Bukan main cerahnya wajah Bu Sam-kui, ia
mengucapkan terima kasih berulang kali dan
menjamunya secara royal. Lalu dengan ringan ia bayar semua harga
makanan dan minuman itu, kemudian
mengantar Siangkoan Yan pulang ke rumahnya.
Setelah tiba di rumahnya, Siangkoan Yan
langsung disongsong oleh kakaknya yang
menyambutnya sambil tertawa, "Apa saja yang
dibicarakan Bu Sam-kui" Kenapa berlagak
begitu penting dan amat rahasia" Dia
mengajakmu menikah?"
Siangkoan Yan tertawa pula, "Tidak, dia
cuma minta aku menjadi mak comblang."
"Oh, siapa gadis yang..."
Kembang Jelita 24 61 "Bukan gadis," tukas Siangkoan Yan meralat.
"Janda?" "Bekas gadis, tapi juga bukan janda."
"Lho, siapa perempuan yang diingini Bu Samkui itu?"
"Coba kakak tebak."
"Aku sedang malas main tebak-tebakan,
cepat beritahukan saja kepadaku. Agar aku dan
teman-teman bisa segera mengucapkan selamat
kepadanya, kalau perlu mengadakan perjamuan
kecil-kecilan." "Ya, perjamuan sebelum antri ke tiang
gantungan." Keruan Siangkoan Heng kaget sehingga
berhenti tertawa, "Kenapa?"
"Karena yang diincar Bu Sam-kui itu adalah
Tan Wan-wan." Sedetik aliran darah Siangkoan Heng seperti
berhenti, "Ah, benar-benar nekad. Apakah dia


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak tahu kalau Tan Wan-wan itu kesayangan
Kaisar?" "Dia.... dia tidak tahu, mengira Tan Wan-wan
cuma seorang dayang istana.
Kembang Jelita 24 62 (Bersambung jilid ke XXV)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 4/07/2018 20 : 53 PM
Kembang Jelita 24 63 Kembang Jelita 25 1 Kembang Jelita 25 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXV "Harusnya kau beritahu dia."
"Dia sudah begitu mabuk kepayang, sehingga
tidak mau mendengar hal-hal yang mengecewakan, bahkan dia hampir mengamuk
ketika aku akan memberitahukan siapa Tan
Wan-wan sebenarnya, la tidak mau merusak
angan-angan indahnya, dan akan menutup mata
dari kenyataan." "Ini sungguh-sungguh gawat."
"Kenapa kakak ikut-ikutan bingung" Aku
memang berjanji di hadapannya, tapi aku tidak
mau menurutinya. Aku tidak mau cari mati
dengan mengutik-utik wanita kesayangan
Kaisar." "Tapi tetap gawat. Kalau Bu Sam-kui gagal
menghubungi Tan Wan-wan lewat dirimu, tentu
Kembang Jelita 25 2 dia akan mencari jalan lain, sampai akhirnya
berhasil menghubungi Tan Wan-wan juga."
"Lalu apanya yang gawat?"
"Tentu saja. Berarti akan ada cinta segitiga
antara Kaisar Kerajaan Beng dan Panglima Sanhai-koan yang berebut seorang perempuan.
Tentu salah satu akan kecewa, dan tidakkah hal
itu bisa menimbulkan situasi diluar dugaan?"
"Sejauh itu akibatnya" Masa seorang Kaisar
dan seorang Panglima tidak bisa menimbang
berat ringannya suatu urusan" Masa mereka
tidak tahu ada urusan lain yang jauh lebih
penting, ketimbang berebut perempuan?"
"Cinta itu bukan cuma buta, tapi kadangkadang juga membabi buta. Aku kuatir Bu Samkui, menilik wataknya, akan membabi buta
untuk berusaha merebut Tan Wan-wan,
sedangkan Kaisar akan sama membabi butanya
untuk mempertahankannya. Bisa kacau
semuanya." Baru kini Siangkoan Yan sadar betapa kisah
cinta segitiga itu tidak sekedar memilukan
Kembang Jelita 25 3 seperti kisah Sam-pek Eng-tai, tetapi
mengerikan. Menghadapi laskar Pelangi Kuning yang
makin dekat Ibukota, maka tentara Kerajaan
menyusun pertahanan dua lapis. Pertahanan
luar kota yang dipimpin Kongsun Hui, dan
pertahanan dalam kota yang dipimpin Ou Hln.
Namun secara keseluruhan, panglima tertinggi
adalah Ou Hin. Tentara Kerajaan Beng hanya dipersiapkan
untuk bertahan, meskipun garis depan hanya
sekitar 25 li di depan hidung mereka. Tentara
Kerajaan mengharapkan bantuan pasukan
Jenderal Su Ko-hoat dari Yang-ciu, karena
Kaisar sudah menulis surat yang dibawa oleh
utusan yang dikawal ketat.
Sebagian orang meragukan, maukah Su Kohoat memenuhi panggilan Kaisar itu" Sudahkah
Su Ko-hoat bisa melupakan, atau setidaktidaknya memaafkan peristiwa arak beracun
yang dulu hampir merenggut nyawanya"
Dalangnya memang Co Hua-sun, namun Su Kohoat agaknya menganggap Kaisar ikut
Kembang Jelita 25 4 bertanggung Jawab, karena bersikap tidak
mencegah. Terbukti bertahun-tahun Su Ko-hoat
tidak mau menghadap Kaisar ke Pak-khia,
hanya suratnya saja yang datang tiap tahun.
Tapi Kaisarpun tak berani gegabah menindaknya, karena di Yang-ciu kedudukan Su
Ko-hoat amat kuat. Ia punya pasukan yang
berjumlah besar dan amat terlatih, dan lebih
dari itu, ia berakar kokoh dalam kecintaan
rakyat. Kongsun Hui di luar Pak-khia segera
menyusun pertahanannya. Jalan-jalan diawasi
oleh pos-pos keamanan dan dirondai setiap
waktu. Desa-desa dijadikan kubu pertahanan
dengan diberi tembok, menara-menara pengintai mencuat di mana-mana.
Bahan makanan penduduk desa sebagian
disedot untuk ransum tentara, penduduk desa
yang laki-laki dan masih kelihatan sehat, segera
didaftar dan diberi "kursus perang" secara kilat
untuk dipaksa bergabung dalam tentara
kerajaan. Kembang Jelita 25 5 Lalu lintas keluar masuk Pak-khia ditutup,
Kongsun Hui kuatir akan ada kaum
pemberontak yang menyusup ke garis belakang.
Sawah dan tanaman pangan lainnya diawasi,
agar tidak ada bahan makanan yang lolos ke
pihak pemberontak. Yang sulit diawasi terpaksa
dibabat, dipanen secara dini untuk memadati
lumbung-lumbung tentara, dan yang tidak bisa
dibawa terpaksa dimusnahkan.
Sedih juga Kongsun Hui melihat orang-orang
yang meratap melihat sawah-sawah mereka
dijarah atau dimusnahkan, padahal saat itu
sedang paceklik bahan makanan karena perang
yang berlarut-larut. Tapi apa boleh buat, saat
perang bukanlah waktunya untuk berbaik hati
dan jangan sampai memberi keuntung an
kepada musuh. Selain itu, mata-mata kedua pihak disebar,
menyamar sebagai penduduk desa dan saling
mengintai gerak-gerik lawan.
Malam itu langit tanpa bulan.
Sesosok bayangan pendek dan kecil melesat
ringan dari arah kota Pak-khia. Saat itu
Kembang Jelita 25 6 penjagaan amat ketat, namun buat Oh Kui-hou,
bayangan itu, selalu ada celah bergerak karena
ilmu silatnya yang tinggi.
Tiba di luar Pak-khia, Oh Kui-hou bergerak
seperti terbang sambil menghindari pos-pos
keamanan tentara kera-jaan, atau perondaperonda yang hilir mudik setiap waktu.
Setelah bergerak sejauh lima li, dia
meninggalkan daerah yang diawasi Tentara
Kerajaan, dan masuk daerah tak bertuan,
daerah penyangga antara dua kekuatan besar
yang sedang berhadap-hadapan itu.
Setelah daerah ini dilewati, iapun masuk
kawasan yang dikuasai kaum Pelangi Kuning,
yang dijaga tidak kalah ketatnya dengan daerah
Tentara Kerajaan. Namun kini Oh Kui-hou jalannya tidak
sembunyi-sembunyi lagi. Ketika dilihatnya
pintu gerbang sebuah desa, di mana di atasnya
dikibarkan bendera Pelangi Kuning, diapun
melangkah mendekat. Gerbang itu diterangi api
unggun, dan nampak segerombolan orang
Kembang Jelita 25 7 bersenjata yang semuanya memakai ikat kepala
kuning. Ketika melihat ada orang mendekat,
serempak mereka bersiaga.
"Siapa kau?" tanya pemimpin mereka cukup
galak. Oh Kui-hou mengeluarkan sepotong bilah
bambu, diserahkannya kepada orang itu sambil
berkata, "Tolong serahkan kepada pimpinan
saudara." Kepala regu itu mengamat-amati bilah
bambu persegi itu, dipelototi sambil dibolak
balik, namun ia tidak paham maknanya karena
buta huruf. Diapun masuk ke desa untuk
menghadap pemimpinnya. Tidak lama kemudian, orang itu datang
kembali, mengiringi seorang yang berseragam
perwira namun anehnya kepalanya memakai
caping kaum tani. Inilah ciri khas tokoh-tokoh
Pelangi Kuning, dengan tujuan menarik simpati
kaum tani, agar mendukung mereka.
Melihat Oh Kui-hou, perwira bercaping itu
membungkuk hormat sambil menyerahkan
Kembang Jelita 25 8 kembali bilah bambu itu. "Maaf kalau
penyambutan kami kurang hormat. Ada yang
bisa kami perbuat untuk Hiang-cu?"
"Terima kasih. Aku hanya minta dipinjami
seekor kuda yang cepat larinya, agar bisa
mencapai kota Han-tiong malam ini juga, untuk
menghadap Jenderal Li Giam."
"Mari, silakan ikut aku......" kata
komandan laskar di desa itu, dan sambil
berjalan di samping Oh Kui-hou, diapun
berbicara, "Kebetulan kalau Hiang-cu mau
menemui Jenderal Li Siang tadi semua
komandan lapangan menghadap beliau, dan
beliau nampak gelisah serta tertekan, seperti
ada yang dipikirkannya. Di antara komandankomandan tak satupun yang diajak berbincang,
dan kami tak berani bertanya. Hubungan Hiangcu dengan Jenderal Li cukup akrab, tentu Hiangcu bisa membantu meringankan beban pikiran
Jenderal Li." Bisa dimaklumi kecemasan komandan laskar
itu, sebab Li Giam adalah pimpinan tertinggi di
garis depan, kalau sampai ada apa-apa tentu
Kembang Jelita 25 9 akan mempengaruhi nasib seratus ribu laskar
bawahannya. Sahut Oh Kui-hou, "Mudah-mudahan aku bisa
membantu Jenderal Li. Aku juga mohon saudara
buatkan surat jalan, agar perjalananku ke Hantiong tidak terhambat oleh teman-teman
seperjuangan kita di pos-pos sepanjang jalan."
"Baiklah, Hiang-cu."
Tak lama kemudian melesatlah Oh Kui-hou
di atas kuda pinjamannya, menembus gelapnya
malam menuju ke kota Han-tiong.
Sepanjang jalan Oh Kui-hou beberapa kali
bertemu dengan patroli kaum Pelangi Kuning
ataupun pos-pos keamanan, serta desa-desa
yang dijadikan markas mereka. Namun karena
ia membawa surat dari seorang komandan garis
depan, maka perjalanannya pun lancar.
Satu jam kemudian, tembok kota Han-tiong
sudah kelihatan di depan mata. Bagian atasnya
seperti gerigi. Oh Kui-hou mendekati tembok
dan berteriak dari bawah untuk minta
dibukakan pintu. Pintu dibuka, dan sekali lagi
Oh Kui-hou mengalami pemeriksaan ketat.
Kembang Jelita 25 10 Maklum, biarpun Oh Kui-hou adalah tokoh
kalangan atas dalam barisan Pelangi Kuning,
namun karena bidang tugasnya adalah sebagai
mata-mata, maka hanya tokoh-tokoh puncak
Pelangi Kuning yang mengenalnya. Sedang
laskar biasa malahan tidak banyak mengenalnya. Selesai pemeriksaan surat-surat, Oh Kui-hou
berkata kepada pengawal benteng, "Aku harus
menghadap Jenderal Li sekarang juga, aku
membawa urusan penting."


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu kira-kira jam dua pagi, saat itu lelaplelapnya orang tidur. Namun buat kedua pihak
yang berperang, tak ada waktu boleh lengah
sekejappun, entah siang entah malam. Maka Oh
Kui-hou segera diantar ke gedung markas
Jenderal Li Giam di tengah-tengah kota.
Gedung markas itu menimbulkan kenangan
pahit buat Oh Kui-hou, sebab ia dan adik
seperguruannya pernah "menginap" di situ
beberapa malam, sebagai tawanan Kwe Hian,
setelah sebelumnya bertempur dengan dua
orang "pedagang obat keliling" yang ternyata
Kembang Jelita 25 11 gadungan semuanya. Belakangan barulah ia
tahu kedua orang itu adalah mata-mata Manchu
undangan Co Hua-sun. Namun kini Oh Kui-hou melangkah masuk
gedung itu dengan sikap gagah. Karena bendera
yang berkibar di halaman gedung itu bukan lagi
Jit-goat-ki (Bendera Rembulan dan Matahari),
bendera Kerajaan Beng, namun benderanya
kaum Pelangi Kuning. Yang mengawal tempat
itu adalah orang-orang kepercayaan Li Giam
yang sebagian besar sudah kenal baik dengan
Oh Kui-hou, sehingga mereka tidak merintangi
Oh Kui-hou. Ketika Oh Kui-hou masuk ke ruangan dalam
tak berdaun pintu, yang hanya diterangi
sebatang lilin, nampak Li Giam belum tidur.
Yang dikenakan adalah pakaian tempurnya, topi
capingya diletakkan di atas meja.
Terhadap tokoh ini, Oh Kui-hou amat kagum
dan hormat. Kepribadiannya sederhana, dan
juga dicintai prajurit-prajuritnya.
"Hormatku untuk, Goan-swe." Oh Kui-hou
membungkuk hormat. Kembang Jelita 25 12 "Selamat malam.... eh, keliru, selamat pagi,
saudara Oh....! Li Giam menyambut dengan
akrab. "Setelah sekian lama kalian berlima
mondok di hotelnya Co Hua-sun, aku kaget
melihat kemunculan saudara di sini. Apakah
kalian sudah melunasi ongkos kamar kepada Co
Hua-sun?" Oh Kui-hou pun tersenyum, "Terima kasih
untuk perhatian Goan-swe. Co Hua-sun tiba-tiba
saja kabur dari Pak-khia begitu saja, dan yang
mengeluarkan kami berdua dari hotel nyamuk
itu adalah Kun-su (penasihat militer) tentara
Manchu, namanya Kiat Hu-yong, ilmu silatnya
luar biasa. Dia menangkap aku dan Yo Sute,
untuk memaksa agar Suhu Ko Ban-seng
membebaskan dua perwira sandi Manchu yang
ditawan Suhu, yaitu Ngo Tat dan Sek Hong-hua."
"Bagaimana dengan tiga saudara Giam?"
Oh Kui-hou jadi agak sedih mendengar
pertanyaan itu, "Giam Ih tidak beruntung,
mayatnya terpaksa ditinggal dalam penjara.
Hanya Giam Hong dan Giam Lui saja yang
Kembang Jelita 25 13 berhasil diselamatkan oleh Suhu dari dalam
penjara." "Kenapa dengan Giam Ih" Apakah dibunuh
orang-orangnya Co Hua-sun?"
"Tidak. Ia dibunuh oleh Giam Hong sendiri,
karena ia sudah tidak tahan akan penderitaan
akibat siksaan, dan hampir membuka rahasia
orang-orang kita di Pak-khia. Untuk menyelamatkan rahasia itu, Giam Hong
membunuh adiknya sendiri di dalam sel."
Li Giam bangkit dari kursinya, wajahnya tibatiba bersungguh-sungguh menampakkan rasa
hormatnya, katanya, "Tiga saudara Giam itu, tak
terkecuali Giam Ih, pantas dihormati. Begitu
juga kau dan adik seperguruanmu, saudara Oh."
"Terima kasih, Goan-swe. Kami berjuang tak
lain demi perbaikan nasib rakyat."
"Dan bagaimana dengan jaringan kalian di
Pak-khia" Masih aman atau sudah tercium
anjing-anjingnya Kaisar?"
"Hem, ajing-anjing pemalas yang kekenyangan menghisap keringat rakyat itu,
mana mampu melacak jejak kami" Namun
Kembang Jelita 25 14 anjing-anjing Manchu yang disewa Co Hua-sun
itu benar-benar berhidung tajam, jaringan kami
hampir berantakan akibat mereka. Namun
setelah Co Hua-sun jatuh, anjing-anjing sewaan
Manchu itupun agaknya menyingkir semua dari
Pak-khia, dan kamipun aman kembali. Anjinganjing Kaisar takkan mampu menemukan
kami." "Syukurlah." Oh Kui-hou nampak ragu-ragu sejenak,
namun kemudian berkata dengan sedih, "Tapi
kami tiba-tiba ditikam dari belakang, dikhianati
oleh kawan sendiri."
Kagetlah Li Giam. "Apa yang terjadi?"
"Orang-orangnya Jenderal Gu Kim-sing tibatiba bermunculan di Pak-khia, menghubungi
kami, dan tentu saja tanpa curiga kami sambut
mereka sebagai teman-teman seperjuangan.
Namun mereka lalu menunjukkan tempattempat persembunyian kami kepada anjinganjing Kaisar. Akibatnya kami diserbu, untung
kami cepat-cepat pindah tempat, namun
beberapa teman terlanjur jadi korban."
Kembang Jelita 25 15 Li Giam mengepal tinjunya dengan geram.
Ternyata di antara panglima-panglima
bawahan Li Cu-seng ada persaingan. Yang
paling hebat bersaing adalah Li Giam dan Gu
Kim-sing. Demi menjaga keutuhan barisan
Pelangi Kuning, Li Cu-seng sebagai pemimpin
tertinggi lalu mengarahkan persaingan itu,
dengan menjanjikan kepada semua panglima
bawahannya, siapa yang lebih dulu berhasil
memasuki Pak-khia, dialah yang kelak menjadi
Panglima Tertinggi dalam pemerintahan baru
yang akan didirikan Li Cu-seng.
Ketika pasukan Li Giam berturut-turut
merebut kemenangan di Tong-koan, Hun-ciu
Thai-goan, Ji-lim dan Han-tiong, maka banyak
orang sudah memastikan bahwa Li Giamlah
yang akan menjadi pemenang "sayembara" Li
Cu-seng itu. Dialah calon Panglima Tertinggi
kalau Li Cu-seng kelak berhasil menjadi Kaisar.
Sesaat daiam ruangan itu hanya terdengar
desir lambat Li Giam yang hilir mudik, kadang
diselingi suara letikan api lilin. Di luar pun
banyak suasana malam dingin sekali.
Kembang Jelita 25 16 Kemudian terdengarlah Li Giam bertanya,
"Saudara Oh, sekarang apa orang-orangnya
Jenderal Gu Kim-sing itu sekarang masih
berkeliaran di Pak-khia?"
"Benar. Kami hanya berpindah tempat
sembunyi, tapi belum bertindak keras kepada
mereka, sebab kami kuatir menimbulkan
perpecahan dalam barisan perjuangan kita. Tapi
mereka dengan gigih terus berusaha
menemukan tempat sembunyi baru kami, hanya
untuk dilaporkan kepada tentara kerajaan. Aku
menghadap Goan-swe justru untuk minta
petunjuk dalam soal ini."
Li Giam tiba-tiba meninju permukaan meja
dengan keras, dan geram nada suaranya,
"Mereka menikam punggung kita, karena itu
perlakukan mereka sebagai pengkhianat! Aku
akan bertanggung jawab di hadapan Joan-ong!"
"Kalau Goan-swe sudah memerintahkan
demikian, kami pun punya pegangan untuk
bertindak." "Ada laporan lain Lagi?"
Kembang Jelita 25 17 Li Giam tiba-tiba meninju permukaan meja dengan
keras, dan geram nada suaranya.
Kembang Jelita 25 18 "Ya, dari nona Tan Wan-wan. Kaisar goblok
itu telah mengirim utusan ke Yang-ciu untuk
memanggil Su Ko-hoat dan pasukannya."
"Ah, kalau demikian kita harus membagi
perhatian untuk menutup sisi selatan Pak-khia,
sebagai persiapan menghadang Su Ko-hoat yang
tidak dapat dipandang enteng."
"Rasanya tidak perlu, Goan-swe."
"Kenapa?" "Surat Kaisar goblok itu takkan pernah
sampai ke tangan Su Ko-hoat. Suhu Ko Ban-seng
dan adik seperguruanku Yo Kian-hi tengah
menyusul utusan itu dan akan menghancurkan
mereka di tengah jalan."
Li Giam tertawa terbahak, "Luar biasa, kalian
benar-benar cekatan bekerja. Joan-ong pasti
akan menghargai jasa kalian!"
Tetapi Oh Kui-hou dengan rendah hati
berkata, "Yang pantas mendapat penghargaan
tertinggi adalah Nona Tan Wan-wan. Kami
kaum lelaki, paling banter hanva kehilangan
nyawa dalam perjuangan ini. Tetapi Nona Tan,
yang dipertaruhkan melebihi hidupnya, yaitu
Kembang Jelita 25 19 kehormatannya sebagai wanita. Pengorbanan
itu tak tertandingi oleh kami kaum lelaki."
Li Giam mengangguk-angguk, katanya
sungguh-sungguh, "Saudara Oh, kalau berkesempatan bertemu dengan nona Tan,
sampaikan hormatku setinggi-tingginya. Kau
benar, penghormatannya melebihi kaum lelaki,
dan bahkan melebihi aku. Pesankan juga,
pengorbanannya tak lama lagi, Pak-khia akan
segera kita rebut dan dia bebas dari tugasnya
yang berat itu." "Baik, Goan-swe."
"Jangan lupa, siapa yang mengkhianati
kalian, dia berarti pengkhianat! Ini hukum
perang, tidak ada belas kasihan biarpun
terhadap teman sendiri!"
Bisa dimaklumi kegusaran Li Giam itu. Ia
tidak mau dijegal, selagi langkahnya tinggal
selangkah di ambang kemenangan atas Pakkhia.
Tiba-tiba seorang laskar melangkah masuk
dan melapor, "Goan-swe, ada utusan Joan-ong
mohon menghadap sekarang juga."
Kembang Jelita 25 20 Sejak Li Giam memimpin pasukan ke garis
depan, belum pernah Joan-ong mengirim
utusan, menandakan kalau segala yang
dilakukan Li Giam berkenan di hatinya. Kini
selagi Li Giam sudah diambang Pak-khia,
mendadak muncul seorang utusan. Hal ini
menimbulkan tanda tanya, berita atau perintah
apa dari pimpinan tertinggi kaum Pelangi
Kuning itu" "Persilakan dia masuk," perintah Li Giam.
Laskar itupun keluar, dan beberapa saat
kemudian ia masuk bersama seorang lelaki
berjubah yang mukanya berkilat karena debu
dan keringat, biarpun malam Itu hawanya amat
dingin. Tiba di depan Li Giam, ia membungkuk
dalam-dalam sambil menyodorkan sepucuk
surat bersampul tebal, "Aku menyampaikan
surat dari Joan-ong untuk Goan-swe Li Giam"
Dengan sikap hormat pula, Li Giam
menerima surat itu sambil menjawab, "Aku
terima. Saudara tentu lelah setelah menempuh
perjalanan jauh. Aku persilakan saudara
beristirahat dulu." Kembang Jelita 25 21 Utusan itu membungkuk hormat lagi, lalu
keluar diantar laskar tadi.
Sebelum membuka surat, lebih dulu Li Giam
memeriksa segel pada tutup surat. Segelnya
adalah tetesan lilin lalu dicap dengan setempel
pribadi

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Joan-ong sendiri, sehingga menimbulkan huruf-huruf timbul. Maka Li Giam
yakin kalau surat itu tetap tertutup rapat sejak
dari tangan Joan-ong sampai ke tangannya.
la merusak segel, membuka sampul dan
membaca surat itu. Oh Kui-hou yang masih berdiri di samping Li
Giam, diam tak bersuara untuk tidak
mengganggu pembacaan surat itu. Dan tiba-tiba
ia melihat wajah Li Giam memerah karena
menahan marah, tangannya yang memegang
surat sampai bergetar. "Ini pasti ulah Gu Kim-sing." tiba-tiba Li Giam
membanting surat itu ke meja. "Dia akan
memenangkan persaingan itu dengan cara yang
amat licik!" "Boleh aku mengetahuinya, Goan-swe?"
"Bacalah sendiri, saudara Oh."
Kembang Jelita 25 22 Oh Kui-hou mengambil surat itu, mendekatkannya ke cahaya lilin
dan membacanya. Awal surat memang enak, yaitu ucapan
selamat yang hangat dari Joan-ong atas
kemenangan-kemenangan Li Giam Tapi
selanjutnya adalah perintah agar Li Giam tidak
meneruskan gempuran ke Pak-khia. Harus
menunggu kedatangan Gu Kim-sing yang akan
membawa pasukannya dan setelah itu kota
Han-tiong harus dialihtangankan kepada Gu
Kim-sing, sedangkan Li Giam ditugaskan untuk
meninggalkan Han-tiong dan merebut jalan
raya selatan, dengan alasan untuk mengucilkan
Pak-khia sama sekali. "Nah, bagaimana pendapatmu, saudara Oh?"
"Inilah siasat licik Jenderal Gu Kim-sing
untuk memenangkan sayembara Joan-ong. Joanong pasti amat dipengaruhi Jenderal Gu ketika
membuat surat ini." "Tepat, Gu Kim-sing biarkan kita bersusahpayah merintis jalan sampai kedekat Pak-khia,
lalu dia mau terima enaknya saja. Coba hitung
Kembang Jelita 25 23 berapa ribu orang kita yang gugur atau lukaluka sejak kita rintis Jalan dari Tong-koan ke
Han-tiong, betapa berat perjalanan kita.
Sekarang tiba-tiba saja dia mau menempati
posisi kita, dan kita malah diberi tugas yang
semakin jauh dari Pak-khia."
Sebenarnya Oh Kui-hou ikut panas hatinya,
karena dia lebih mendukung Li Giam yang jujur
daripada Gu Kim-sing yang licik, la tidak rela
kalau Gu Kim-sing yang lebih dulu masuk Pakkhia, padahal selama ini pihaknyalah yang
bersusah-payah. Namun Oh Kui-hou tidak ingin
cuma marah-marah saja, ia berpikir, dan
kemudian berkata, "Memang menjengkelkan,
tetapi kita bisa membuat Jenderal Gu kena
batunya." "Kau punya akal?"
"Ya, tidak melawan perintah Joan-ong, tapi
juga tidak membiarkan Gu Kim-sing memetik
hasil jerih payah kita seenak itu."
"Coba sebutkan."
"Saat ini pihak kerajaan memasang
pertahanan di segenap arah di luar kota. Nah,
Kembang Jelita 25 24 kita harus mengadakan gerakan-gerakan di sisi
barat kota Pak-khia, menimbulkan seolah-olah
kita bersiap menggempur dari arah ini.
Kawanan anjing Kaisar itu tentu akan
memperkuat pertahanan di sebelah sini,
mungkin juga dengan menarik sebagian
pasukan dari sisi-sisi lain. Jadi, sisi sebelah sini
diperkuat, sedang sisi yang lain diperlemah."
'Terus?" "Kalau Jenderal Gu datang mau mengambil
alih posisi kita kelak, serahkan saja. Dia akan
berhadapan pasukan pemerintah yang sudah
terpusat kekuatannya di sisi barat ini karena
pancingan-pancingan kita. Sedangkan Goan-swe
cepatlah pergi ke selatan untuk menuruti
perintah Joan-ong, kalau perlu menerjang Pakkhia dari arah selatan yang penjagaannya sudah
diperlemah. Jadi kita tidak melanggar perintah
Joan-ong, sekaligus juga membenturkan jidat Gu
Kim-sing ke tembok besi pertahanan pasukan
pemerintah di sisi barat ini."
Seketika itu juga lenyaplah rasa kesal Li
Giam. Ia tertawa terbahak dan memuji siasat Oh
Kembang Jelita 25 25 Kui-hou itu, "Bagus.... bagus.... saudara Oh.
Darimana kau dapat siasat semacam itu?"
Oh Kui-hou pun tersenyum, "Diilhami dari
jurus silat yang sederhana saja. Dalam
pertarungan silat, sering kita pura-pura hendak
mencolok mata dengan tangan kiri, sehingga
musuh memasang pertahanan di depan wajah
sehingga tangannya terangkat. Lalu tangan
kanan kita menyodok perutnya yang tidak
terjaga. Nah, sederhana bukan,"
"Otakmu benar-benar terang, saudara Oh.
Tapi kaupun harus membantuku dari dalam
kota Pak-khia. Sebarkan desas-desus di dalam
kota itu, bahwa serangan kita yang paling hebat
akan datang dari arah Han-tiong ini, agar
sebagian besar prajurit pemerintahan dikerahkan kemari." ".....lalu Goan-swe buru-buru tinggalkan
posisi ini, serahkan kepada Jenderal Gu, biar dia
duduk di atas bara...."
Kedua orang itupun tertawa terbahak-bahak.
"Nah, Goan-swe, aku minta pamit untuk
kembali ke Pak-khia sebelum matahari terbit.
Kembang Jelita 25 26 Kalau sudah pagi tentu sulit menyusup ke Pakkhia karena penjagaan begitu ketat."
"Silakan dan selamat bekerja."
Oh Kui-hou pun meninggalkan Han-tiong
untuk secepatnya kembali ke Pak-khia.
Hari itu Siangkoan Yan pergi ke istana untuk
menjenguk kesehatan Puteri Tiang-ping,
sahabatnya. Ia masuk tanpa kesulitan, sebab
pengawal-pengawal istana banyak yang sudah
hapal kepadanya, baik sebagai Puteri Menteri
Siangkoan, tapi juga sebagai sahabat baik Puteri
Tiang-ping. Begitu akrabnya persahabatan
mereka, sehingga Siangkoan Yan tidak
memanggil Puteri Tiang-ping "Tuan Puteri"
seperti lain-lainnya, tapi cukup dengan "Cici".
Tiba di bangsal Puteri Tiang-ping, ternyata
Slangkoan Yan tidak dapat segera menemui
sahabatnya itu. Seorang dayang bilang bahwa
Puteri Tiang-ping pagi itu sedang menghadap
Kaisar, bersama dayang kesayangannya, Pekhong.
Terpaksa Siangkoan Yan menunggu.
Kembang Jelita 25 27 Ketika kemudian Puteri Tiang-ping datang,
wajahnya nampak muram, demikian pula Pekhong.
"Cici Ping, kenapa?" sambut Siangkoan Yan.
Puteri Tiang-ping duduk, lebih dulu
disuruhnya semua dayang untuk menyingkir,
kecuali Pek-hong. "Aku baru saja menghadap Hu-hong
(ayahanda Baginda)...." kata Puteri Tiang-ping
lesu. "Aku peringatkan Hu-hong agar hati-hati
terhadap Tan Wan-wan, karena semakin besar
kecurigaan bahwa Tan Wan-wan adalah matamata Pelangi Kuning. Tapi Hu-hong tidak
mempercayai aku. Malah aku dimarahi dan
diingatkan, bahwa dulu atas prakarsa kitalah
Tan- Wan-wan sampai masuk ke istana."
Siangkoan Yan ikut masygul mendengar itu.
Masuknya Tan Wan-wan ke istana, sedikit
banyak memang tidak lepas dari tanggung
jawab Permaisuri Ciu, Ciu Kok-thio (mertua
Kaisar), Puteri Tiang-ping dan Menteri
Siangkoan Hi. Kembang Jelita 25 28 Waktu itu, kelompok ini tidak senang karena
Kaisar terlalu diperalat oleh Co Hua-sun melalui
Tiau Kui-hui, si selir cantik yang sebenarnya
adalah kaki tangan Co Hua-sun. Lalu mereka
memasukkan Tan Wan-wan untuk memecah
hubungan Kaisar dengan Tiau Kui-hui. Benar
juga, Kaisar lalu asyik dengan Tan Wan-wan dan
melupakan Tiau Kui-hui, sehingga pengaruh Co
Hua-sun pun mengendor. Waktu itu semuanya
masih mengira Tan Wan-wan cuma seorang
penari biasa. Namun sejak Tan Wan-wan masuk istana,
banyak keterangan rahasia yang penting bocor
keluar istana, terutama yang bersangkut paut
dengan kemiliteran. Akibatnya kaum Pelangi
Kuning pun mengalami kemajuan pesat.
Sementara Puteri Tiang-ping dibisiki Pek-hou
bahwa gerak-gerik dayang-dayang Tan Wanwan amat mencurigakan.
Kini Puteri Tiang-ping menyesal telah
memasukkan Tan Wan-wan ke istana, sebab
kaisar sudah terlanjur tergila-gila kepada
wanita itu. Kembang Jelita 25 29 "Cici, sudah yakinkah kau bahwa Tan Wanwan benar-benar mata-mata Li Cu-seng?"
"Semakin yakin. Adik Yan, sudah dengar
berita paling baru?"
"Berita apa?" "Utusan pembawa surat kepada Jenderal Su
Ko-hoat, telah disergap dan dibantai di tengah
jalan, belum jauh dari Pak-khia. Utusan itu
berangkat dengan menyamar, berangkat tidak
lewat jalan biasa melainkan lewat jalan kecil
yang tidak umum. Tapi anehnya mereka bisa
dicegat." "Lalu Cici mencurigai Tan Wan-wan?"
"Ya, karena antara Tan Wan-wan dengan
peristiwa itu seperti ada hubungan yang kabur,
meskipun sulit dibuktikan, tapi pasti ada.
Kaupikir pencegatan itu hanya kebetulan"
Bukan, itu bukan kebetulan, tapi kesengajaan,
hasil dari suatu kerja terencana yang rapi dan
tidak kentara. Pek-hong, coba ceritakanlah
kepada adik Yan." "Baik, tuan puteri...." kata Pek-hong sambil
maju selangkah lebih dekat. "Nona Siangkoan,
Kembang Jelita 25 30 pengiriman surat kepada Jenderal Su Ko-hoat
itu diketahui benar seluk beluknya oleh Tan
Wan-wan. Siapa pembawa surat, menyamar
sebagai apa, kapan berangkatnya dan lewat
jalan yang mana, semuanya diketahui secara
tepat oleh Tan Wan-wan. Sebab Tan Wan-wan
terus mengamati, secara langsung atau lewat
orang-orangnya, mulai Sri Baginda menuliskannya sendiri sampai diserahkan ke
tangan Jenderal Ou Hin."
"Astaga....." "Nah, tahukah sekarang, adik Yan" Selama
Tan Wan-wan disamping Hu-hong, maka si
gembong bandit Li Ciam dengan gampang akan
mengetahui apapun yang kita kerjakan, di balik
dinding istana yang paling rapat sekalipun."
"Sudah Cici katakan kepada Sri baginda?"
"Hu-hong tidak percaya. Maka aku terpaksa
mulai memikirkan sebuah tindakan untuk
menyelamatkan negara..."
"Tindakkan apa?"
"Menyingkirkan Tan Wan-wan agar terpisah
dari Hu-hong. Tentu untuk sementara waktu
Kembang Jelita 25 31 Hu-hong akan sedih, namun kelak bisa
dijelaskan kepadanya bahwa ini demi
keselamatan dinasti."
Puteri Tiang-ping sehari-harinya adalah
seorang gadis yang lembut, bahkan rapuh.


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun ketika mengucapkan itu, terlihat betapa
keras tekadnya, sama sekali tidak sesuai dengan
kerapuhan tubuhnya yang bahkan pernah
diramalkan takkan mencapai umur dua puluh
tahun. Namun sikap keras itu juga bukan terdorong
kebencian pribadi, semata-mata hanya untuk
keselamatan negara. Secara pribadi, Puteri
Tiang-ping bahkan kagum kepada Tan Wanwan, yang sebagai wanita muda sanggup
menjalankan tugas sebesar itu buat kepentingan kaum Pelangi Kuning. Kebanggaan
seorang wanita kepada salah seorang kaumnya
yang biasa dianggap lemah oleh lelaki. Puteri
Tiang-ping juga merasa kasihan kepada Tan
Wan-wan yang telah ia ketahui riwayat masa
lalunya. Kembang Jelita 25 32 Sedang Siangkoan Yan terharu melihat puteri
Kaisar yang rapuh tubuhnya namun tegar
semangatnya, ingin memanfaatkan hidupnya
yang diramalkan pendek itu buat negara.
Semangat Siangkoan Yan pun turut meluap,
digenggamnya tangan Puteri Tiang-ping seolah
ingin menyalurkan semangatnya sendiri untuk
menguatkan Puteri itu. "Aku ikut rencanamu,
Cici...." "Baik, terima kasih. Kita tak boleh berlambatlambat sebelum kaum Pelangi Kuning
menerkam Pak-khia. Adik Yan, aku ingin kau
secepatnya mengajak Helian Cong-peng
menemui aku di sini...."
Namun Puteri itu menghentikan katakatanya, ketika melihat wajah Siangkoan Yan
tiba-tiba menunduk murung. "Ada apa, adik
Yan" Putus hubungan dengan Helian Congpeng?"
"Huh, Cici..." Siangkoan Yan mengangkat
mukanya yang agak memerah.
"Bukan itu..." "Lalu apa?" Kembang Jelita 25 33 "Sudah beberapa hari Helian kong
menghilang entah ke mana. Di rumahnya tidak
ada, kutanyakan Jenderal Ou Hin juga tidak
dijawab memuaskan, kawan-kawannya juga
tidak ada yang tahu. Aku kuatir dia sudah
masuk perangkap kaum pemberontak, dan
mungkin sekarang sudah disembelih."
"Jangan berpikir sengeri itu, adik Yan.
Memangnya Helian Kong anak ingusan dalam
soal ilmu silat dan siasat perang" Mana
mungkin segampang Itu dia dijebak dan
disembelih?" "Cici belum tahu satu hal. Memang tidak
gampang menjebak Helian Kong, kalau
dilakukan sembarangan orang. Tetapi kalau
oleh bekas kekasihnya sendiri yang cantik jelita
dan kelihatan memelas, tentu dia akan masuk
perangkap." "Hah" Bekas kekasih Helian Kong" Siapa?"
"Tan Wan-wan itulah. Hanya dia seorang
yang bisa menyuruh Helian Kong menjulurkan
leher untuk dipancung dengan gratis!"
Kembang Jelita 25 34 Seketika Puteri Tiang-ping melongo. Semula
ia punya rencana mengikutsertakan Helian
Kong dalam penyingkiran Tan Wan-wan, seperti
dulu ketika diajak menyingkirkan Co Hua-sun.
Tapi kalau begini urusannya, masih mungkinkah mengikut-sertakan Helian Kong
dalam usaha penyingkiran Tan Wan-wan"
"Cici Ping, lalu bagaimana rencana kita?"
Puteri Tiang-ping menarik napas, lalu
berkata pelan-pelan, "Kita pikirkan lagi, namun
aku takkan mundur." Siang hari itu, situasi Pak-khia agak sepi dari
biasanya, keteganganlah yang terasa. Banyak
rumah atau toko tutup, atau hanya buka
setengah pintu. Di jalan sedikit orang berlalu
Api Di Bukit Menoreh 8 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Rajawali Lembah Huai 3
^