Pencarian

Kembang Jelita Peruntuh 8

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 8


kerajaan seperti digerakkan pihak lain, diberi
tahu, baru bertindak. Pasukan Kerajaan hanya
seperti diperalat, sementara otak yang
sebenarnya masih tertutup di belakang layar."
Kembang Jelita 14 19 "Kita ketemu lawan berat yang belum tahu
dari pihak mana...." Oh Kui-hou menarik napas.
"Selama ini kita hanya berhadapan dengan
begundal-begundal tolol pemerintah kerajaan,
yang gampang kita permainkan, namun
sekarang muncul lawan yang benar-benar rapi
kerjanya, sehingga orang-orang kita yang belum
siap lalu jadi kebingungan."
"Untuk inikah Hiang-cu berdua hendak ke
Pak-khia?" "Ya." Ketika itulah pintu diketuk, ketika
dibukakan oleh Giam Hong, masuklah lelaki
yang di lapangan tadi bicara kepada banyak
orang dengan berdiri di atas tong kayu.
Begitu masuk, langsung ia memberi hormat
kepada Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi.
Sambil tertawa Oh Kui-hou menyambutnya,
"Nah, bangkrut sekarang rombongan wayangmu, mau main pakai apa?"
Giam Lui, si "belut", itu menyeri-nai sambil
menjawab, "Tugas utamaku bukan sebagai
dalang, tapi menyiapkan penduduk kota ini
Kembang Jelita 14 20 untuk menyambut Joan-ong sebagai pembebas
mereka. Kalau penduduk sudah siap, Joan-ong
akan mengambil kota ini sama gampangnya
ketika mengambil Tong-koan dulu. Biarpun
anjing-anjing Kaisar mempertahankan matimatian, namun rakyat akan membuka pintu
kota untuk kita!" "Sejauh mana hasilnya?"
"Lakon-lakon wayangku berbasil membakar
semangat rakyat untuk melepaskan diri dari
kebobrokan pemerintahan kerajaan, biarpun
yang kupentaskan selalu mengambil sejarah
dari dinasti lain. Tapi sayang juga, lakon Kaisar
Beng-ong terbuai kecantikan Nyo Giok-goan
sehingga negara direbut An Lok,-san, tak
sempat kupentaskan."
"Giam Loji, sebaiknya untuk sementara kau
bersembunyi dulu, jangan-muncul di hadapan
umum. Memang kau tidak takut, tapi kalau
sampai tertangkap kan menyusahkan temanteman seperjuangan lainnya?"
Kembang Jelita 14 21 "Hiang-cu jangan kuatir. Kalau aku
tertangkap, daripada buka mulut menunjukkan
teman-temanku, aku lebih suka mati!"
"Semangatmu mengagumkan, tapi kalau
masih bisa hidup ya tidak perlu cari mati untuk
disebut pahlawan. Pergilah ke Tong-koan dan
bilang kepada Jenderal Li bahwa aku yang
menyuruhmu. Perjuangan Joan-ong memang
harus menang, tetapi korban di pihak kita juga
harus sejauh-jauhnya dihindari. Tugas-tugas di
tempat lain masih menunggumu, Giam Loji."
Giam Hong yang juga mencemaskan nasib
adiknya, ikut mendorong, "Dik, kata-kata Oh
Hiang-cu cukup beralasan, turuti sajalah. Joanong membutuhkan dukungan orang-orang
hidup, bukan orang-orang mati."
Akhirnya Giam Lui mengangguk puas,
tanyanya kemudian kepada Giam Hong, "Giam
Lotoa, dulu kau kutugaskan mencatat keadaan
kota ini, terutama yang bersangkut paut dengan
segi militernya. Nah, bagaimana?"
Giam Hong bangkit menuju ke sebuah
lemari besar di sudut kamar, dari dalam lemari
Kembang Jelita 14 22 ia keluarkan sebuah buku besar, lalu dibawanya
untuk diletakkan di depan Oh Kui-hou. "Banyak
keterangan yang berhasil kupancing dari
perwira-perwira yang mabuk dan banyak
ngebon di warungku, maupun yang diam-diam
kuselidiki sendiri. Karena begitu banyak, aku
kuatir otakku tak sanggup mengingatnya
semua, maka kucatat di buku ini."
Oh Kui-hou membalik-balik halamanhalaman buku itu sambil lalu, dan Yo Kian - hi
menjulurkan leher untuk ikut melihatnya.
Ternyata di buku itu tercatat denah kota Hantiong, lengkap dengan letak tangsi-tangsi
tentara, parit-parit yang bisa dilalui orang,
dilengkapi catatan jumlah prajurit, jam-jam
pergantian jaga, tempat-tempat peronda,
hubung an antara pos-pos penting dan sebagainya.
"Kata Suncu : tahu musuh seperti tahu diri
sendiri, seratus kali bertempur akan seratus kali
menang pula...." Oh Kui-hou tersenyum sambil
menutup kitab itu, lalu didorong ke arah Giam
Lui, "Dengan mengantongi ini, sebenarnya
Kembang Jelita 14 23 Jenderal Li sudah mengantongi kota Han-tiong.
Giam Loji, kalau nanti malam kau ke Tong-koan,
serahkan catatan-catatan ini kepada Jenderal
Li." Giam Lui menerima buku itu dan
memasukannya ke dalam baju.
Dengan sikap lega Oh Kui-hou menyandarkan punggungnya di kursi, katanya
memuji, "Kerja kalian di Han-tiong bagus sekali.
Giam Lotoa berhasil membuat catatan-catatan
kemiliteran penting, sedang Loji berhasil
menyiapkan penduduk kota ini untuk
bersimpati kepada Joan-ong. Aku yakin Losam
(si ketiga) juga menghasilkan yang sama
baiknya dengan kalian. Kini tinggal kubereskan
urusan di Pak-khia."
"Apa Hiangcu perlu beberapa orangorangku di sini?"
"Tidak. Biar tiap kelompok bekerja sebaikbaiknya di wilayah kerja masing-masing.
Urusan di Pak-khia itu kalau terlalu banyak
yang mengurusnya, malah akan menimbulkan
Kembang Jelita 14 24 gerakan yang mencurigakan pihak lain. Cukup
kami berdua." "Siapa kira-kira yang menjahili kita?"
"Kalau aku sudah tahu, tentu tidak akan
susah-susah pergi ke Pak-khia."
Begitulah, sementara mereka berempat
berbicara di ruang belakang, maka di ruang
depan yang dijadikan warung, telah datang dua
orang tamu. Masing-masing menuntun seekor
keledai beban bermuatan kotak-kotak kayu.
Mereka mengikatkan keledai-keledai di
patok kayu di muka warung, lalu mengangkat
kotak-kotak kayu mereka dan melangkah
masuk dengan wajah ramah, wajah pedagang.
Prajurit-prajurit yang sedang makan minum di
warung itupun tidak menggubris kedua orang
bertampang saudagar keliling dan kacungnya
itu. Seorang pegawai warung mendekati dan
menanyai kedua tamu itu, pedagang itu
memesan makanan dan minuman yang agak
murah. Kemudian mereka membetul-betulkan
leher bajunya di bagian tengkuk, meninggikan
Kembang Jelita 14 25 leher bajunya untuk menutupi leher belakang
mereka. Bisa dimaklumi kalau cuacanya sedang
dingin, tapi saat itu cuaca kota Han-tiong sedang
hangat karena matahari sedang bersinar tepat
di pusat langit. Gerak gerik membetul-betulkan
leher baju itu jadi kelihatan agak tidak sesuai,
tapi tidak ada yang memperhatikannya. Kecuali
si pegawai warung yang adalah anak buah Giam
Hong sebenarnya, cuma perhatiannya sambil
lalu saja. Setelah yakin dengan pakaiannya, si
saudagar keliling tiba-tiba bangkit dan berkata
kepada salah seorang pelayan warung,
"Saudara, boleh aku menumpang ke kamar kecil
sebentar?" Si pegawai menjawab tanpa curiga,
"Silakan." "Di mana tempatnya?"
"Mari tuan kuantar."
"Oh, tidak usah, jangan. Jangan sampai
mengganggu tugas saudara melayani tamutamu di sini. Beritahu saja tempatnya, aku akan
sendiri ke sana." Kembang Jelita 14 26 "Baik, silakan masuk lorong di samping itu,
nanti kalau ketemu halaman belakang terus
berbelok, yang di dekat sumur itulah kamar
kecilnya. Tetapi..."
"Ada apa, saudara?"
"Bukan karena apa-apa, kuharap tuan
langsung saja ke kamar kecil itu dan kembali
kemari, melihat apapun tidak usah digubris."
Kepala si saudagar keliling menganggukangguk patuh. "Tentu....... tentu.....keperluanku
toh hanya untuk buang air kecil, buat apa
mengurusi hal-hal lainnya?"
"Silakan...." "Terima kasih....."
Saudagar itupun melangkah masuk ke
lorong yang ditunjukkan, sikapnya biasa-biasa
saja, namun sebetulnya indera pendengarannya
telah ditajamkan sampai tahap tertinggi,
ibaratnya daun jatuhpun akan terdengar
olehnya. Pikirnya sambil berjalan terus, "Tadi
kulihat mereka masuk kemari, tak salah lagi.
Entah di-mana mereka sekarang?"
Kembang Jelita 14 27 Lorong habis dilewati, biarpun melewati
dua pintu, namun si pedagang keliling tak
mendengar apa-apa di balik pintu-pintu itu. Dia
sampai ke halaman belakang. Ketika berpapasan dengan seorang pegawai warung
sedang membawa setumpuk mangkuk kotor ke
dapur, si saudagar mengangguk dengan ramah
sambil menjelaskan maksudnya, "Numpang ke
kamar kecil..." Si pegawai menyahut ramah pula, "Silakan,
di dekat sumur itu."
Namun ketika itulah kuping tajam dari si
saudagar keliling mendengar suara orang yang
dibuntutinya sejak dari wihara terpencil di
pegunungan itu. Suara dari balik sebuah pintu
tertutup di samping halaman. Di sebelah kamar
tertutup itu ada sebuah ruang terbuka yang
digunakan untuk menumpuk arang. Sebagian
lagi berceceran di lantai.
Maka gerak lamban si saudagar berubah
jadi secepat dan seringan hantu. Dalam waktu
kurang dari satu detik matanya menilai situasi
setempat, ternyata aman, lalu dia melejit
Kembang Jelita 14 28 bagaikan kilat dan tahu-tahu sudah berjongkok
di belakang keranjang-keranjang arang di
sebelah kamar tempat Oh Kui-hou berempat
sedang bicara. Banyak arang berceceran di
tempat itu, namun tak sepotongpun remuk
terijak kaki orang itu, bahkan bergulir
sedikitpun tidak, menandakan kalau tubuh
pengijaknya seperti sudah berubah seringan
balon angin. Kini si saudagar keliling itu dengan seksama
mencoba menguping pembicaraan Oh Kui-hou
berempat di kamar sebelah.
Tapi belum lama, tiba-tiba seorang pegawai
warung datang mendekat membawa keranjang
kecil, agaknya hendak mengambil arang untuk
dibawa ke dapur. Ia kaget melihat ada orang
asing berjongkok di situ. Tapi yang dapat
dilakukannya ya hanya sekedar kaget saja, tidak
lebih dari itu, sebab orang yang berjongkok itu
secepat kilat menotok pinggangnya, sehingga si
pegawai warung mendadak berubah jadi seperti
patung. Sementara saudagar keliling itu sendiri
cepat-cepat meninggalkan tempat itu ke ruang


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembang Jelita 14 29 depan. Tidak menggunakan ilmu meringankan
tubuhnya yang hebat, melainkan berjalan biasa
sambil mengangguk ramah kepada siapapun
yang berpapasan dengannya.
Tiba-tiba di ruang depan, dilihatnya
"kacung"nya sedang makan dengan lahap. Si
saudagar mendekatinya dan membisikinya,
"Secepatnya pergi dari sini."
Si "kacung" tidak membantah. Ia menutup
makannya dengan menenggak semangkuk
besar arak, sementara si saudagar memanggil
pelayan untuk membayar dan segera mereka
berlalu bersama keledai-keledai dan kotakkotak kayu mereka.
Ada alasannya kenapa saudagar itu cepatcepat ingin pergi, pegawai warung yang
ditotoknya itu dalam waktu singkat pasti akan
ditemukan oleh kawan-kawannya. Kalau
diselidiki siapa yang dicurigai, tentulah
saudagar itu akan jadi satu-satunya tersangka
sebab hanya dialah yang "numpang ke kamar
kecil". Kembang Jelita 14 30 Memang, tukang masak di dapur mulai
menggerutu karena temannya yang disuruh
mengambilkan arang itu tidak datang-datang
juga. Lalu ia menyusul ke tempat arang, dan
terkejut menyaksikan temannya itu hanya
berdiri saja seperti patung.
Terjadi keributan. Giam Hong diberi
laporan. Dan ketika Giam Hong, Oh Kui-hou dan
lain-lainnya sampai ke tempat itu, sadarlah
mereka bahwa pembicaraan mereka tadi tentu
sedikit atau banyak sudah disadap oleh pihak
lain, karena tempat itu tepat bersebelahan
dengan kamar tempat berunding.
"Totokan selihai ini hanya bisa dilakukan
seorang yang memiliki tenaga dalam tingkat
tinggi...." komentar Oh Kui-hou sambil
membebaskan anak buah Gi-am Hong itu dari
totokannya. "Ilmu meringankan tubuhnya juga
hebat, karena dia melakukan ini tanpa
terdengar olehku yang ada di kamar sebelah."
"Bagaimana dugaan Hiangcu?" tanya Giam
Hong- dengan wajah tegang.
Kembang Jelita 14 31 "Orangmu ini mungkin memergoki si
penotok sedang menguping pembicaraan kita,
lalu orangmu itu ditotok agar tidak berteriak
atau melakukan tindakan yang mengganggu. Itu
artinya, seluruh atau sebagian pembicaraan kita
berhasil didengar oleh orang itu, yang entah
dari pihak mana." Wajah Giam Hong, Giam Lui dan Yo Kian-hi
makin tegang mendengar dugaan itu.
"Kau kenal orang itu?" Tanya Giam Hong
kepada anak buahnya yang baru saja bebas dari
totokan. Orang itupun menjawab, "Dia seorang lelaki
berusia kira-kira tiga puluh lima tahun, berkulit
bersih dan nampak terpelajar, berpakaian gaya
saudagar dalam perjalanan. Gerakannya seperti
hantu cepatnya, begitu aku melihatnya, aku mau
berteriak tapi tidak sempat. Sebab jari-jarinya
cuma menyentuh ringan di tubuhku dan tahutahu tubuhku kaku semuanya, tak ada yang bisa
bergerak biarpun cuma ujung jariku."
Salah seorang pegawai lain yang ikut
berkerumun di tempat itu, tiba-tiba berkata,
Kembang Jelita 14 32 "Ya, tadi ketika aku membawa mangkuk kotor
ke dapur, aku lihat orang itu. Dia bilang mau
numpang ke kamar kecil. Orangnya memang
ramah nampaknya, sama sekali tidak
menimbulkan kecurigaan."
Dan pegawai lain lagi, yang tadi melayani di
ruang depan, tiba-tiba ikut menyumbang
keterangan pula, "Orang itu bersama seorang
yang nampaknya seperti kacungnya. Mereka
masing-masing menuntun seekor keledai beban
untuk mengangkut kotak-kotak kayu yang
seperti kotak obat."
"Ah!" Tak terasa berbarengan Oh Kui-hou
dan Yo Kian-hi berdesah kaget, lalu bertukar
pandangan. "Hiangcu kenal orang itu?" Tanya Gi~ am
Hong. "Kenal tidak, tapi pernah bertemu...." Sahut
Oh Kui-hou. "Giam Lotoa, Giam Loji, tempat ini
agaknya sudah tidak aman lagi untuk basis
operasi kalian. Lebih baik cepat-cepat pindah
tempat, atau kalau perlu hengkang dari Hantiong. Kerja kalian sudah cukup berhasil dan
Kembang Jelita 14 33 tidak perlu lebih lama di sini untuk menambah
resiko." "Hiangcu sendiri....."
"Aku dan sute akan coba mengejar orangorang itu, barangkali ada hubungannya dengan
pihak yang menggagalkan kerja orang-orang
kita di Pak-khia." Maka bergegaslah pengikut-pengikut Joanong itu membenahi urusannya masing-masing.
Warung itu ditutup mendadak, para tamu
dimohon pulang, membayar atau tidak
membayar dibiarkan saja dan ternyata lebih
banyak yang tidak membayar sesuai dengan
"hukum alam". Lalu Giam Hong dan Giam Lui
bergegas menghubungi teman-teman mereka
yang tersebar di seluruh Han-tiong, mengisyaratkan tanda bahaya.
Sementara Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi
mengejar, setelah bertanya-tanya kepada
orang-orang sepanjang jalan tentang dua orang
penuntun keledai. Dan mereka mendapat
petunjuk kalau orang itu pergi ke arah timur,
sudah keluar dari kota Han-tiong.
Kembang Jelita 14 34 * ** Di jalan sebelah timur kota Han-tiong, si
saudagar keliling dan "kacung"-nya tengah
melangkah bergegas menuntun keledai-keledai
mereka. Wajah mereka nampak bersungguhsungguh, dan sering bertukar beberapa patah
kata singkat dan bersungguh-sungguh pula.
Tiba-tiba dari belakang mereka terdengar
derap orang berlari-lari mengejar, disertai
bentakan-bentakan, "He, tunggu!"
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi mengejar dengan
menggunakan ilmu lari cepat mereka.
Si saudagar dan kacungnya menoleh, dan air
muka mereka berubah ketika melihat siapa
yang menyusul mereka, namun kemudian
wajah-wajah itu tenang kembali. Mereka
berhenti dan membalik badan, menanti
pengejar-pengejar mereka dengan sikap ramah.
Ketika Oh Kui-hou berdua berhenti di depan
mereka, si pedagang gadungan menyambut
ramah dan langsung menyerocos, "Ah, dunia
benar-benar sempit! Baru beberapa hari yang
Kembang Jelita 14 35 lalu kita bertemu di wihara terpencil itu,
sekarang kita sudah bertemu lagi. Ada
keperluan apa tuan-tuan memanggil-manggil
kami" Butuh obat" Kalau begitu tuan-tuan
menemui alamat yang tepat! Kami menyediakan
macam-macam obat, mulai dari obat panu,
kurap, gatal-gatal, pusing, sakit perut, demam,
panas tinggi, keseleo, salah urat, badan lesu,
juga untuk penyakit dalam seperti...."
"Diam!" Oh Kui-hou membentak agar
mendapat kesempatan bicara. "Benar katamu
bahwa dunia ini sempit. Bukankah kurang dari
sejam yang lalu, kalian juga berada di warung di
seberang tangsi tentara di Han-tiong" Lalu di
sana kau pura-pura ke belakang, namun
ternyata bertingkah seperti maling dengan
mencuri pembicaraan kami!"
Oh Kui-hou bicara dengan gusar, suara
keras, wajah merah padam dan telunjuk
menuding-nuding. Apalagi Yo Kian-hi yang
sikapnya sudah seperti seekor banteng yang di
depannya ada kain merah dikibar-kibarkan.
Kembang Jelita 14 36 Namun si saudagar gadungan nampak
tersenyum-senyyum saja, dan "kacung"-nya
yang tentu saja juga gadungan itu, nampak acuh
tak acuh. Si saudagar gadungan ternyata tidak
membantah, "Benar. Maksudku memang ke
kamar kecil, tapi mendengar pembicaraan
kalian, aku-pun jadi tertarik untuk mencuri
dengar. Ya maaf saja, he-he-he...."
"Kau benar-benar seperti maling!"
Jawaban si saudagar gadungan ternyata
mengejutkan, "Ya, kita ini maling ketemu
maling. Yang kita colong bukan harta benda,
tetapi keterangan-keterangan penting dari
pihak musuh, Bukan-kah orang-orangmu di
Pak-khia juga giat sekali menggerayangi
keterangan-keterangan penting tentang Tentara
Kerajaan, lalu hasil colongannya disetorkan
kepada si maling besar Li Cu-seng?"
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi kaget, naluri
mereka memperingatkan bahwa pihak yang
selama ini dianggap "musuh tidak jelas"
agaknya mulai bisa "dipegang buntutnya"
meskipun belum diketahui siapa kepalanya.
Kembang Jelita 14 37 Selain merasa beruntung karena berhasil
menemui orang itu, yang nyalinya begitu besar
sehingga berani mengucapkan itu, Oh Kui-hou
juga waspada karena orang bernyali besar
biasanya mengandalkan ilmu yang tinggi.
Sambil "mendinginkan" kemarahannya
karena dirasa kurang menguntungkan, Oh Kuihou berkata, "Bagus, sobat. Kau sudah
menyingkap sedikit kedokmu, tetapi masih
kurang cukup untuk melihat wajah aslimu.
Kalau kau benar-benar lelaki sejati, tentu kau
akan memberitahu di pihak mana kau berdiri,
mungkin kesalah pahaman bisa dihindari....."
"Ah, aku hanya pedagang, hanya menginginkan keuntungan...."
Alis Oh Kul-hou berkerut mendengar katakata itu, mencoba menafsirkan kata-kata itu,
agak mendalam, "Pedagang" Kau menjual
keterangan kepada pihak manapun dengan
imbalan uang?" Begitu Oh Kui-hou lebih bersungguhsungguh, malahan saudagar gadungan itu
Kembali cengengesan, "Bukan, cuma pedagang
Kembang Jelita 14 38 obat. Obat panu, obat kudis, kurap, mules,
demam......" "Bohong! Kau mencoba mempermainkan
aku" Kalau cuma pedagang obat, buat apa
memiliki ilmu silat begitu tinggi" Buat apa pula
membuntuti kami sejak dari wihara terpencil
itu" Tapi kalau benar-benar kau cuma matamata yang bekerja demi uang, tidak harus kita
jadi musuh. Bekerjalah buat Joan-ong dan kau
bisa mendapat bayaran tinggi...."
"Kami jualan obat saja, sungguh, Kalau kami
dicurigai, agaknya kau perlu mencurigai beriburibu orang lainnya!"
Dalam hal "silat lidah" ternyata Oh Kui-hou
kalah jauh dari orang yang mengaku saudagar
keliling itu. Sengaja orang itu bicara tak keruan,
namun yang agak keruan itu hanya untuk
memancing kata-kata Oh Kui-hu tentang
hubungannya dengan Li Cu-seng, dan rupanya
Oh Kui-hou benar-benar kena terpancing.
Setelah Oh Kui-hou terpancing, orang itu
kembali ngotot bahwa dirinya cuma "bakul
obat", padahal tadinya sudah bicara soal
Kembang Jelita 14 39 "maling ketemu maling" yang berarti mengaku
bahwa dirinya seorang mata-mata pula. Hanya,
ia masih mampu menyembunyikan di pihak
mana dia bekerja, sedang Oh Kui-hou sudah
terlanjur menunjukkan hubungannya dengan Li


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cu-seng. Oh Kui-hou sendiri sadar, kalau adu "silat
kata" dengan orang itu maka dirinya akan
makin kedodoran. Akhirnya Oh Kui-hou merasa
perlu untuk menempuh cara kekerasan.
Katanya, "Bicaramu yang berputar-putar
makin mencurigakan. Sekarang kau harus ikut
ke tempat kami, dan baru akan kami lepaskan
kalau kecurigaan kami sudah hilang."
"Yah, kalau tuan-tuan berminat kepada
obat-obatan kami, tinggalkan saja alamatnya.
Kelak kami akan mengunjungi tuan-tuan, tapi
kalau sekarang ya belum bisa. Maklum, banyak
pesanan, hi-hi-hi." Suara tertawanya terputus karena Oh Kuihou melompat maju. Sepasang telapak
tangannya mengibas di depan wajah lawannya
untuk mengelabuhi, lalu sepasang pangkal
Kembang Jelita 14 40 telapak tangan itu pula diputar untuk
disodokkan ke sepasang rusuk dengan tipu Tuijong-bong-goat (Mendorong Jendela Melihat
Rembulan). Begitu sebat gerakan Oh Kui-hou, namun si
pedagang yang cengengesan itu ternyata tidak
kalah sebatnya, mampu menanggapinya dengan
cepat ketika memiringkan tubuh sambil
mencengkeram ke arah siku kiri Oh Kui-hou
dengan jurus Hek-liong-tam-jiau (Naga Hitam
Mengulur Kuku), kalau kena terus hendak
dicengkeram. Namun sejak semulapun Oh Kui-hou sudah
sadar akan ketinggian ilmu lawannya, jadi
sudah tidak berani memandang rendah. Ia tahu,
untuk menyelesaikan lawannya itu diperlukan
ratusan jurus, dan setelah ratusan juruspun
belum tentu dirinya yang menang. Karena itulah
la tidak kaget benar akan reaksi lawannya.
Cepat sepasang tangannya ditarik ke dekat
badan, lalu ia melompat dan menendang tiga
kali bergantian. Kembang Jelita 14 41 Lawannya mundur dengan tetap terkendali
geraknya, lalu merunduk dan maju menerkam
dengan jari-jari tangannya ke rusuk Oh Kui-hou.
Orang ini agaknya amat mengandalkan latihan
jari-jarinya. Keduanya saling bertukar beberapa
gebrakan dengan cepat, nampak sama
tangguhnya. Dan ketika masing-masing merasakan ancaman pihak lawan, maka jurusjurus simpananpun terpaksa keluar dan terbaca
oleh lawan masing-masing.
"Ban-siang-kun-hoat (Pukulan Selaksa Gajah) memang tidak bernama kosong..." desis
si pedagang keliling di sela-sela gerak saling
sambar dengan lawannya. "Makin yakin bahwa
kau memang Thai-lik-ku-hou (Macan Kurus
Bertenaga Raksasa Oh Kui-hou."
Kata "makin yakin" itu menunjukkan kalau
si pedagang obat sebelumnya sudah bisa
menduga siapa yang dibuntutinya, lalu
dugaannya diperkuat setelah bergebrak
beberapa jurus dengan lawannya.
Kembang Jelita 14 42 "Ha-ha.... ternyata makin jelas pula kau
cuma pedagang gadungan," sahut Oh Kui-hou.
"Karena kau adalah Tiat-jiau soat-ho (Rubah
Salju Berkuku Besi) Ngo Tat."
Gebrakan mereka bergeser ke pinggir jalan
yang banyak pepohonannya. Jotosan Oh kui-hou
yang bertubuh kurus pendek ternyata berhasil
merobohkan sebatang pohon sebesar paha,
namun diapun harus buru-buru menghindari
cakaran Ngo Tat yang bertubi-tubi, yang ketika
mengenai pohon membuat batangnya hancur
menjadi serpihan-serpihan berhamburan.
Mengambil contoh dari pohon-pohon yang
malang itu, kedua pihak bertambah hati-hati,
sadar betapa berbahaya lawan mereka masingmasing.
Sementara itu, ketika melihat kakak
seperguruannya tidak dapat segera menangkap
lawannya, hanya seimbang saja, maka Yo Kianhi habis sabarnya, la lalu menghunus sepasang
pedang tebalnya, dikibaskan ke udara, lalu
dengan langkah seperti gajah ia mendekati
arena sambil berseru, "Suheng, serahkan
Kembang Jelita 14 43 kepadaku! Atau biarkan aku membantumu
menyelesaikan orang yang mencurigakan ini!"
Bukan membual kalau Yo Kian-hi bilang
"serahkan kepadaku", sebab biarpun Yo Kian-hi
adalah adik seperguruan Oh Kui-hou yang
waktu mulai bergurunya berselisih belasan
tahun, namun dengan bakat dan latihan
kerasnya, Yo Kian-hi akhirnya mempunyai, taraf
ilmu yang lebih tinggi dari kakak seperguruannya. Ia juga memilih senjata yang
berbeda untuk dilatih. Kakak seperguruannya
melatih cambuk kulit yang panjangnya hampir
tiga meter, mungkin untuk menutup kelemahannya di segi postur tubuhnya yang
tidak menunjang, sedang Yo Kian-hi yang tinggi
dan tegap itu melatih sepasang pedang dengan
punggung pedang yang tebal, sehingga pedangpedang itu jadi berat bobotnya.
Tapi sebelum Yo Kian-hi terlibat langsung di
arena, tiba-tiba suatu benda melayang
menyambar wajahnya. Cepat Yo Kian-hi
menunduk, dan setelah benda i-tu jatuh setelah
Kembang Jelita 14 44 membentur pohon, baru terlihat kalau benda itu
adalah sebungkus obat-obat kering.
Terdengar suara tertawa haha-hihi dari
"kacung" si pedagang obat itu, dan katanya,
"Tuan, obat itu untuk tekanan darah tinggi,
dibuat dari bahan-bahan kelas satu. Cocok
untuk Tuan." "Bangsat, jadi kau mau ikut campur?" Yo
Kian-hi membelokkan langkah untuk menyerang "kacung" itu. Sepasang pedang nya
menyabet beruntun amat cepatnya, tapi
ternyata si kacung dapat menghindari. Bahkan
berturut-turut ia melemparkan lagi dua
bungkusan ke wajah Yo Kian-hi tanpa berhenti
mengoceh, "Kalau tidak cocok jangan marah.
Kuberi obat lain untuk membetulkan urat syaraf
yang terganggu. Untuk langganan baru ada
bonus, tiap beli dua bungkus dapat gratis satu
bungkus obat mencret!"
Bungkusan-bungkusan ramuan obat jelas
bukan benda berbobot berat, namun orang itu
mampu menyambitkannya dengan lurus dan
deras, terang ilmu silatnya tidak dapat
Kembang Jelita 14 45 dipandang rendah. Yo Kian-hi menyadari hal itu,
namun tidak gentar. Setelah menghindar, dia
kembali melompat menyerbu kembali.
Kacung saudagar itu sama gadungannya
dengan "majikan"nya, karena merekapun kakak
beradik seperguruan, jadi seperti Oh Kui-hou
dan Yo Kian-hi, kebetulan usia masing-masing
juga sebanding dengan lawan-lawannya. Si
kacung gadungan itu melompat mengambil
senjatanya yang disembunyikan di kantung
pelana keledainya, karena tidak berani melawan
Yo Kian-hi dengan tangan kosong. Senjatanya
adalah sebuah Sam-ciat-kun, ruyung tiga ruas,
antara ruas yang satu dengan lainnya
dihubungkan dengan cicin-cincin baja.
Begitu ruyung di tangan, segera nampak
betapa mahirnya pemuda itu memainkannya,
mampu mengimbangi serbuan hebat Yo Kian-hi.
Demikianlah terjadi dua arena pertempuran
di situ. Pertempuran tangan kosong antara Oh
Kui-hou dan Ngo Tat, dan pertempuran
bersenjata antara Yo Kian-hi dan si kacung,
yang juga adik seperguruan Ngo Tat yang
Kembang Jelita 14 46 bernama Sek Mong-hua. Jadi petempuran itu
seperti permusuhan antara dua perguruan, dan
dua aliran silat. Dengan sepasang pedang tebalnya, didukung tenaganya yang berlebihan, terjangan-terjangan Yo Kian-hi benar-benar
seperti seekor gajah mengamuk. Gerakannya
menimbulkan desis angin, kilatan senjatanya
seperti halilintar menyambar-nyambar.
Begitu dahsyat tandang Yo Kian-hi, enak
dilihat. Tapi untuk memastikan kemenangan
belum bisa ditentukan, sebab lawannya yang
sebaya itu ternyata tidak kalah hebatnya.
Ruyung tiga tekukannya seperti seekor naga
yang meliuk-liuk gusar, kadang memanjang,
menyabet datar, atau meliuk-liuk dengan gerak
tak terduga. Kedua ujungnya seperti kepala
naga berganti-ganti, menyambar bergantian dan
kadang bersamaan. Pertarungan antara Oh Kui-hou dan Ngo Tat
juga menampakkan keseimbangan. Biarpun
bertangan kosong tapi tidak kalah dengan pert
Kembang Jelita 14 47 Demikianlah terjadi dua arena
pertempuran di situ. Kembang Jelita 14 48 arungan bersenjata, sebab tangan dan kaki
mereka ibarat senjata-senjata mematikan pula.
Sepasang tangan Oh Kui-hou kalau dikepal akan
sekuat martil baja yang sanggup memecah batu,
kalau telapak tangannya dibuka akan setara
dengan kampak yang dengan mudah dapat
menebas pepohonan. Dalam jarak merenggang,
sepasang kakinyalah yang berperanan penting,
kalau jaraknya merapat, maka siku-siku tangan
bertulang kurus itu tak boleh diabaikan
lawannya. Sepak terjang sehebat itu sungguh
tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya yang
pendek, kurus, dengan mata redup seperti
orang kurang tidur itu, apalagi dengan
pakaiannya yang sembarangan saja menempel
di tubuhnya, sama sekali tidak rapi.
Sedang Ngo Tat yang sehari-harinya
berpenampilan begitu ramah seperti pedagang
tulen, tetapi setelah bertempur ternyata
seganas serigala siluman. Jari-jari tangannya
kalau ditusukkan akan setajam tombak atau
bor, kalau dibengkokkan seperti kaitan besi
tajamnya, dan celakalah yang dikenanya. Bukan
Kembang Jelita 14 49 cuma kulitnya yang bakal terkoyak, tapi juga
kulit berikat daging dan tulang-tulangnya pasti
remuk. Sebab batang-batang pohonpun
berentakan kena cakarannya.
Itulah pertempuran antara kekuatan
ketemu kelincahan. Oh Kui-hou yang bertubuh
kecil malah terjangannya seperti seribu gajah
yang sanggup meratakan hutan. Sedang Ngo Tat
lincah dan licin seperti seekor rubah liar di
pegunungan. Gerak tubuhnya yang demikian
cepat membuat ia sulit disentuh. Tapi ia tidak
cuma menghindar, tapi sering merunduk dan
melompat menyerang dengan jari-jari tangannya ditujukan ke tempat-tempat mematikan. Meskipun kedua jago ini membawa senjata,


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tapi keduanya agaknya tidak tergesa-gesa ingin
menggunakannya. Keduanya masih sama-sama
asyik untuk mengukur Ilmu tangan kosong.
Tapi keasyikan keempat orang yang ketemu
lawan setimpal Itu agaknya akan terganggu,
sebab dari pintu gerbang kota Han-tiong tibatiba muncul sepasukan prajurit dipimpin
Kembang Jelita 14 50 seorang perwira. Perwira itu langsung
memerintah anak-buahnya, "Orang-orang yang
dicurigai itu barangkali ada di antara mereka
yang bertempur itu. Tangkap mereka
berempat!" Prajurit-prajuritnya agak bingung dan ada
yang bertanya, "Mana yang ditangkap" Mereka
nampaknya terdiri dari dua pihak yang saling
bertempur'" "Untuk gampangnya tangkap saja semua,
nanti diperiksa satu persatu, yang terbukti tidak
bersalah kita lepaskan!"
Memberi perintah memang mudah, pelaksanaannyalah yang susah. Tapi dua ratus
prajurit itu segera memecah diri menjadi dua
jalur, berlari-lari mendekati arena, lalu berlarilari dari dua arah sampai akhirnya lingkaran
mereka terkatup dan menjadi sebuah gelang
besar mengepung empat manusia yang sedang
bertempur dan dua keledai yang tenang-tenang
saja. Kedatangan prajurit-prajurit itu membuat
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi gelisah. Maklum,
Kembang Jelita 14 51 mereka adalah pengikut-pengikut Li Cu-seng,
kalau sampai tertangkap dan tersingkap
kegiatan politik mereka selama ini, tentu akan
celaka. Lagipula tugas yang dibebankan
Jenderal Li Giam jadi berantakan dan
mempengaruhi perjuangan Li Cu-seng.
Sebaliknya lawan-lawan mereka tidak
terpengaruh sedikitpun akan kedatangan
pasukan itu. Para prajurit yang datang itu
mereka anggap saja sebagai penonton, dan
mereka dapat tetap memusatkan perhatian
untuk bertempur sepenuh hati.
Oh Kui-hou memutar otak, lalu mencoba
menawarkan "gencatan senjata" ke pihak lawan.
Ia lalu mengambil kesempatan untuk berbicara,
"Sobat, permusuhan kita barangkali hanya
karena salah paham, bukan karena urusan yang
amat prinsipil. Bagaimana kalau kita lanjutkan
lain waktu saja dan lebih dulu pergi dari sini?"
Ternyata Oh Kui-hou salah hitung. Justru
pada saat dia menggubah posisinya menjadi
bertahan, Ngo Tat tidak mengambil sikap
serupa, tapi malahan berusaha menekan
Kembang Jelita 14 52 sehebat-hebatnya. Ejeknya, "Lho, tadi siapa
yang lebih dulu mengajak berkelahi" Kenapa
sekarang mengajak berhenti?"
Keruan Oh Kui-hou amat mendongkol, tapi
ia masih mencoba membujuk sambil bertahan,
"Anjing-anjing Kaisar ini rakus-rakus semuanya.
Kalau tertangkap mereka pastilah hanya
menderita kerugian. Apalagi kau sebagai
pedagang keliling yang bukan orang sini, tentu
akan diperas habis-habisan dan dilepaskan lagi
hanya dengan celana kolormu yang melekat di
badan, percayalah." Kata-kata itu tetap belum berhasil
mengendorkan tekanan Ngo Tat, "Karena kau
terlibat gerakan terlarang, tentu kau ketakutan
kalau sampai tertangkap tentara kerajaan. Tapi
aku berusaha secara halal, tidak pernah
melanggar hukum, buat apa takut" Aku pasti
bisa menjelaskan dan dilepaskan lagi."
"Dilepaskan sebagai gelandangan yang tidak
punya apa-apa lagi!" suara Oh Kui-hou meninggi
karena jengkelnya. "Tidak! Aku tidak salah!"
Kembang Jelita 14 53 "Anjing-anjing itu akan mengarangkan
kesalahan buatan untukmu."
Ternyata Ngo Tat tidak menggubris tiap
gertakan Oh Kui-hou. Sikapnya mem
bingungkan. Kadang-kadang nampak cerdik,
tapi kali ini tiba-tiba "kelewat jujur" sehingga
nyaris seperti orang tolol. Entah apa yang
tersembunyi sebenarnya di balik semuanya itu.
Sementara menduga-duga, Oh Kui-hou
kehilangan kesempatan untuk merebut kembali
posisi seimbangnya yang tadi dikorbankannya
untuk mengajak damai. Posisi unggul kini
dipegang lawannya, dan Oh Kui-hou kini hanya
bertahan-di bawah hujan serangan lawannya
yang membadai. "Bangsat, pasti kaupun anjing Kaisar!" maki
Oh Kui-hou. "Pantas kau tidak takut kepada
mereka, sebab mereka sesama anjing
denganmu!" Ketika Itulah Ngo Tat menyergap dengan
jurus Sam-jiau-coat-beng (Tiga Cengkeraman
Pelenyap Nyawa). Oh Kui-hou menyilangkan
dua tangannya sambil coba-coba merebut posisi
Kembang Jelita 14 54 dengan Liao-kik-jiau-po (Menekuk Lutut Sambil
Menggeser Langkah), sambil menghindar
rendah juga mencoba memutar ke belakang
tubuh lawan. Namun tubuh Ngo Tat yang masih
melayangpun tiba-tiba anjlog dan berputar,
sambil mengulurkan sepasang cengkeraman
dengan In-hou-kui-san (Meng giring Macan
Pulang Gunung). Mencoba mencengkeram
sepasang pergelangan Oh Kui-hou, perlahan
terdengar sendi pundak dan siku Ngo Tat
gemeretak. Oh Kui-hou menggeser tubuh, dua tangan
bergerak untuk menepuk dan menghantam siku
lawan sekaligus. Biarpun keadaannya kurang
menguntungkan, dia ne-kad untuk merebut
posisinya yang tadi. Namun lawannya ternyata cukup matang
untuk diajak nakad-nekadan. Sergapan Oh Kuihou luput, sebaliknya terjadi hal yang
mengejutkan ketika lengan Ngo Tat tiba-tiba
mulur dua jengkal lebih. Ternyata ia
menggunakan ilmu Thong-pi-kang (Ilmu
Memulurkan Lengan) yang tergolong sulit
Kembang Jelita 14 55 dilatih itu. Maka ujung jarinya yang disangka
oleh Oh Kui-hou takkan mengenainya, ternyata
menyentuh juga dada Oh Kui-hou. Memang
tidak telak kena jalan darah yang dituju, namun
cukup membuat Oh Kui-hou terhuyung dan
agak kacau, Ngo Tat tidak kenal ampun menyusulkan
sebuah sapuan kaki yang merobohkan Oh Kuihou. Ketika Oh Kui-hou hendak melompat
bangkit, kaki Ngo Tat menginjak dadanya,
menyusul belasan prajurit maju menodongkan
tombak itu juga menodong dada serta punggung
Ngo Tat sendiri, Oh Kui-hou segera diringkus dan dirantai
oleh para prajurit, matanya menatap gusar ke
arah Ngo Tat yang dikiranya kaki tangan
kerajaan. Tapi ia jadi heran ketika melihat Ngo
Tat ternyata juga diringkus oleh para prajurit.
Dia tidak mau melawan, meskipun dengan
ilmunya yang tinggi tentu tidak sulit kalau mau
sekedar kabur menyelamatkan diri.
Ditangkapnya Oh Kui-hou membuat Yo
Kian-hi penasaran, marah, bingung. Sebaliknya
Kembang Jelita 14 56 lawannya yang bersenjata sam-ciat-kun itu
tetap bertempur sepenuh hati tanpa menggubris sekelilingnya. Ia benar-benar
menikmati pertempurannya seasyik orang
menikmati musik atau sastra. Ia bersilat dengan
gembira, tak peduli di sekelilingnya ada
prajurit-prajurit menodongkan tombak.
Menghadapi sikap macam ini, terang yang
kelabakan adalah Yo Kian-hi sendiri.
Tingkat ilmu kedua seteru berusia sebaya
itu sebenarnya bisa dikata seimbang. Namun
karena Sek Hong-hua tenang dan Yo Kian-hi
tergopoh-gopoh, alhasil Sek Hong-hua yang
mendapat keuntungan. Ia makin berhasil
mendesak Yo Kian-hi yang geraknya makin
tidak cermat karena terganggu rasa marah dan
gugup. Dengan gesit Yo Kian-hi tiba-tiba membacok
bertubi-tubi dengan sepasang pedangnya
dengan gerak Liong-bun-ko-liong (Main Ombak
di Pintu Naga). Desing dan gemerlap pedangpedangnya membuat para prajurit yang
menonton di sekitar arena judi bergidik giris.
Kembang Jelita 14 57 Namun Sek Hong-hua yang menghadapinya
langsung justru bersikap amat tenang penuh
perhitungan. Lebih dulu ia merenggangkan
jarak, lalu sam-ciat-kunnya dipegang kedua ruas
pinggirnya, dan dengan gerak berbelit-belit
yang menakjubkan dia berhasil menghalau
semua serangan Yo Kian-hi dengan ruas tengah
ruyungnya, serapat perisai besi.
Makin kalaplah Yo Kian-hi, konsentrasinyapun makin berantakan. Saat itulah
ruyung lawannya menderu datang seperti kilat.
Dipegangi dengan satu tangan pada salah satu
ujungnya, senjata itu menderas datar ke rusuk
Yo Kian-hi dengan tipu Hek-liong-boan-jlu
(Naga Hitam Membelit Pohon).
Cepat-cepat Yo Kian-hi memutar ping gang
menghadap samping. Karena hebatnya tenagu
serangan lawan, la tidak be-runl menangkis
hanya dengan satu pedang, dua pedang
sekaligus ditegakkan sejajar untuk menangkis
serempak. Sepersekian detik Sek Hong-hua membuat
perhitungan. Kalau ujung terjauh ruyungnya
Kembang Jelita 14 58 yang kena tangkis, maka serangannya akan
habis sampai di situ saja, maka tiba - tiba dia
mencondongkan tubuh ke depan, ketika
lengannya gemeretak maka lengannya mulur
karena diapun memiliki ilmu Thong-pi-kang
yang tidak kalah dari kakak seperguruannya.
Maka serangannya jadi berjangkauan lebih
panjang. Jadinya yang tertangkis oleh Yo Kian hi
bukanlah ruas ujung, tapi ruas tengah. Ruas
ujung tertekuk pada cicin penghubungnya dan
masih bisa menyabet-keras ke pangkat leher Yo
Kian-hi. Yo Kian-hi terhuyung berkunang-kunang
matanya. Sementara lawannya dengan tangkas
menangkap ujung lain ruyungnya dan
melepaskan ruas yang semula dipegang. Tanpa
selisih waktu dia lakukan gerak Peng-pou te-gin
(Menggelar Permadani di Tanah), ruyungnya
menyambar kaki, kena sepasang betis Yo Kianhi sehingga roboh. Satu sabetan lagi membuat
sepasang pedang Yo Kian-hi terpental dari
tangan. Kembang Jelita 14 59 Selanjutnya adalah urusan para prajurit. Yo
Kian-hipun kena ringkus seperti kakak
seperguruannya. Sedangkan lawannyapun setelah menang
ternyata berbuat seperti Ngo Tat. Tidak
berusaha kabur atau melawan, melainkan
dengan "jinak" nya menyerah kepada para
prajurit. Senjatanya dirampas dan tangannya
dibelenggu. Maka rombongan prajurit itu kembali
masuk ke kota Han-tiong, boleh dikata tanpa
susah payah mereka berhasil menangkap dan
menggiring empat tawanan berilmu tinggi.
Hari sudah sore ketika rombongan itu
masuk kota. Di pinggir jalan banyak orangorang menonton penggiringan keempat
tawanan itu. Salah seorang dari penonton-penonton
pinggir jalan itu tiba-tiba mendesak maju, lalu


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlagak terbatuk-batuk keras sehingga Ngo Tat
melihatnya. Kembang Jelita 14 60 Dengan tangan diikat, Ngo Tat lalu membuat
gerakan menggaruk-garuk pundak kanan, suatu
gerak yang tidak membuat curiga para prajurit.
Orang yang terbatuk-batuk itupun mengangguk paham, lalu menghilang di antara
kerumunan orang banyak. Tukar menukar isyarat rahasia itu tidak
terlihat oleh para prajurit. Juga tidak oleh Oh
Kui-hou, sebab Oh Kui-hou-pun sedang
memperhatikan seseorang di pinggir jalan.
Setelah bertukar isyarat dengan orang itu, lalu
orang itupun menghilang ke antara orang
banyak. Karena hari mulai gelap, keempat tahanan
itu semuanya dijebloskan ke sel, dan keesokan
harinya barulah akan diperiksa.
* ** Agar para tahanan tidak berkelahi dan
membuat keributan, sel mereka dipisahkan. Oh
Kui-hou dan Yo Kian-hi di satu sel, sedang Ngo
Tat dan Sek Hong-hua di sel yang lain. Namun
Kembang Jelita 14 61 mereka masih bisa saling melihat, sebab sel
mereka berseberangan, di antara sebuah lorong,
dan penutup sel bukan tembok tapi terali besi.
Penerangan hanyalah sebatang obor yang
ditancapkan di ujung lorong, apinya yang
bergerak-gerak membuat bayangan-bayangan
dalam sel itu bergerak-gerak pula, memanjang
dan memendek. Bayangan terali besi ber geser
ke kiri-ka-nan jatuh di lantai.
Dari selnya, Oh Kui-hou berkata kepada Ngo
Tat di sel seberangnya, "Nah, sekarang percaya
omonganku tidak" Kau gagal cari muka
terhadap anjing-anjing itu."
Namun Ngo Tat dengan sikap amat santai
menjulurkan kakinya panjang-panjang, menyandarkan punggungnya ke dinding, lalu
menguap lebar-lebar, lalu berkata, "Sebelum
matahari terbit aku akan bebas, sedang kalian
berdua, he-he-he... entah bagaimana nasib
kalian kalau prajurit-prajurit itu tahu kalian
adalah pengikut-pengikut Li Cu-seng...."
"Ya, kalian akan bebas dengan kantong
terkuras bersih....." ejek Oh Kui-hou.
Kembang Jelita 14 62 Ngo Tat cuma tertawa dan berkata,
"Sudahlah, lihat saja buktinya besok. Eh, kalian
butuh obat nyamuk tidak?"
Nyamuk dalam sel itu memang amat banyak
dan semuanya kelaparan. Tidak heran kalau
keempat, tahanan itu sejak dimasukkan ke situ
terus-terusan "bersilat" sendiri, tepuk sana
tepuk sini, sudah puluhan nyamuk mereka
bunuh sampai tangan mereka berlumuran
darah. Tapi semboyan "gugur satu tumbuh
seribu" agaknya bukan monopoli bangsa
manusia saja, bangsa nyamukpun mengenalnya
dan mereka terus menyerbu tak henti-hentinya.
Karena itu Ngo Tat kemudian mengngeluarkan empat batang berbentuk dupa lidi
dari dalam kantong obat di pinggangnya. Dua
batang disulutnya untuk dipakai di selnya
sendiri, yang dua batang lagi bersama
geretannya dilemparkan melalui sela-sela terali
besi, menyeberangi lorong dan jatuh ke dalam
sel Oh Kui-hou berdua. Kembang Jelita 14 63 "Nyalakan sebelum darah kalian dihabiakan bangsat-bangsat kecil itu...." kata Ngo Tat
kepada Oh Kui-hou. Sesaat Oh Kul-hou ragu-ragu, kuatir kulau
pemberian itupun cuma semacam tipu muslihat.
Tapi di lihatnya di sel seberangnya Ngo Tat dan
Sek Hong-hua sudah mulai tenang dari serbuan
nyamuk-nyamuk, maka kecurigaan Oh Kui-hou
berduapun sirna. Ia menyulut dupa obat
nyamuk Itu, lalu menancapkannya di sela sela
dinding batu. (Bersambung jilid ke XV) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 27/06/2018 14 : 06 PM
Kembang Jelita 14 64 Kembang Jelita 15 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 15 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XV "Terima kasih...." mau tidak mau Oh Kui-hou
berseru ke sel seberang, ke arah orang yang
bersikap aneh itu. Bukan musuh benar-benar
tapi cuma "setengah musuh".
Dupa itu asapnya harum dan benar-benar
mengusir nyamuk-nyamuk. Tapi bukan nyamuk-nyamuk saja yang terusir, melainkan
juga kesadaran Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi yang
tidak waspada, bahwa keharuman asap itu
ternyata memperhebat kantuknya. Mereka
mengira bahwa kantuk yang menyerang mereka
hanya karena kelelahan, maka tanpa prasangka
mereka menguap lebar, meluruskan kaki,
menyandarkan punggung di dinding, dan
sekejap kemudian sudah pulas.
Kembang Jelita 15 2 Justru setelah Oh Kui-hou berdua memperdengarkan dengkur halus, Ngo Tat yang
semula nampak tidur, tiba-tiba membuka mata
lebar-lebar. Lalu dia memanggil-manggil untuk
menguji, "He, kalian sudah tidur?"
Oh Kui-hou maupun Yo Kian-hi tidak
menjawab, kepala mereka sudah miring ke
samping. Panggilan diulangi dan hasilnya sama.
Ngo Tat tertawa dan bertukar pandangan
dengan Sek Hong-hua yang juga sudah
membuka mata. Mereka bertukar anggukan,
sama-sama puas akan keampuhan dupa
pembius yang disamarkan sebagai obat nyamuk
itu. Bagian depan sel-sel itu adalah kantor
Panglima Han-tiong sendiri. Meskipun malam
sudah larut, nampak masih banyak prajuritprajurit bergerombol berjaga, biarpun sambil
ngobrol dan makan kuaci. Penjagaan nampak
lebih meningkat dari biasanya, sebab siang
harinya Panglima Han-tiong mendapat kisikan
dari pihak yang tidak dikenal, bahwa sudah
Kembang Jelita 15 3 banyak pengikut Li Cu-seng yang menyelundup
ke dalam kota dan siap mengacau. Biarpun tidak
diketahui siapa pelapornya, namun pihak
penguasa militer tidak mau ambil resiko, maka
penjagaan diperketat, apalagi di tempat itu
sedang ada orang-orang tangkapan berilmu
tinggi. Ketika itulah seorang lelaki setengah abad
berjenggot putih, berjubah seperti umumnya
kaum saudagar kaya, melangkah mendekati
prajurit-prajurit yang berjaga itu. Dia diikuti
seorang pemuda berusia dua puluh tahunan
yang berdandan sebagai bujang, berjalan sambil
mem bawa keranjang rotan.
"Pak tua, ada apa malam-malam begini kau
keluyuran" Apa tidak tahu kalau keadaan
sekarang kurang aman?"
"Aku minta tolong agar tuan-tuan menyampaikan permohonanku untuk meng
hadap Kwe Cong-peng."
"Siapa kau, pak tua?"
"Aku warga biasa, ingin menghadap beliau
untuk memohon kebijaksanaannya."
Kembang Jelita 15 4 "Nama" Tempat tinggal" Pekerjaan?"
"Namaku Ong Hu-yong, tinggal di kampung
sebelah selatan kota ini, pedagang obat-obatan."
Para prajurit sudah mencium bau uang
mendekat. Kalau seorang pedagang mengaku
ingin ketemu panglima mereka untuk "mohon
kebijaksanaan" pastilah tidak datang dengan
tangan kosong. Dan kalau sang panglima
mendapat rejeki cukup banyak, para
prajuritpun sering kecipratan sedikit.
Maka seorang prajurit dengan giat berlari
masuk dan melapor kepada Kwe Hian,
panglimanya. Panglimanya setuju untuk
menerima tamu itu, siapa tahu benar-benar
membawa rejeki, maka tidak lama kemudian
orang tua itu bersama kacungnya sudah .ada di
hadapan Kwe Hian di ruang dalam. Si saudagar
yang mengaku bernama Ong Hu-yong duduk,
sedang kacungnya berdiri di belakang kursi
dengan membawa keranjang rotannya.
"Ada keperluan apa Ong Tai-pan menemui
aku malam-malam begini?" tanya Kwe Hian
amat ramahnya. Kembang Jelita 15 5 Ketika itulah seorang lelaki setengah abad berjenggot
putih, berjubah seperti umumnya kaum saudagar kaya,
melangkah mendekati prajurit-prajurit
yang berjaga itu Kembang Jelita 15 6 "Cong-peng Taijin, kudengar siang tadi Taijin
menangkap beberapa orang, apakah di antara
mereka ada yang bernama Ngo Tat dan Sek
Hong-hua?" "Benar, mereka sudah kutanyai, dan memang
mengaku bernama demikian. Yang dua orang
lagi agaknya memakai nama palsu, besok akan
kugebuki mereka agar bicara yang benar."
"Taijin, bolehkah aku tahu kesalahan apa
yang diperbuat Ngo Tat dan Sek Hong-hua
sehingga ditangkap?"
"Siang tadi kami mendapat laporan, kami
tidak tahu siapa yang melaporkan, sebab
laporannya hanya ditulis pada kertas yang
diikatkan pada tangkai sebilah belati yang
ditancapkan di pintu gerbang. Laporannya
mengatakan bahwa kota ini sudah kesusupan
banyak mata-mata pemberontak yang bersarang antara lain di warung arak di
seberang tangsi tentara, rombongan wayang
potehi, penjual buah-buahan dekat gerbang
timur. Kami cek laporan itu dengan
menggerebek tempat-tempat itu, ternyata
Kembang Jelita 15 7 memang kami temukan banyak hal mencurigakan. Biarpun orang-orangnya sudah
kabur semua, tapi kami temukan antara lain
catatan-catatan dengan kode-kode rahasia,
denah kota dengan letak tangsi-tangsi tentara,
terowongan-terowongan bawah tanah, senjatasenjata dalam jumlah besar dan sebagainya."
"Oh, apakah Taijin lalu mencurigai Ngo Tat
dan Sek Hong-hua sebagai anggota komplotan?"
"Mereka berkelahi dengan dua orang lainnya


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di jalanan di luar gerbang timur. Ilmu silat
mereka amat tinggi, ini mencurigakan. Maka
kami tahan mereka berempat untuk pemeriksaan besok pagi. Kalau tidak bersalah
ya akan kulepaskan."
"Apakah Ngo Tat berdua melawan petugas
ketika hendak. ditangkap?"
"Tidak, mereka menyerah dengan baik-baik.
Kalau dihitung-hitung malahan mereka membantu kami. Sebab sebelum menyerah,
mereka berdua lebih dulu menundukkan dua
orang lainnya yang berilmu tinggi juga."
Kembang Jelita 15 8 "Nah, Taijin, itu membuktikan Ngo Tat dan
Sek Hong-hua bukan anggota komplotan. Mana
ada anggota komplotan mata-mata yang mau
ditangkap petugas kok malah mengulurkan
tangan" Merekalah warga baik, taat kepada
hukum." "Tapi ilmu silatnya tinggi."
"Apakah karena ilmu silatnya tinggi lalu
harus dicurigai" Sebagai seorang pedagang
keliling yang berjalan ke tempat-tempat jauh,
ilmu silat diperlukan untuk mengamankan
perjalanannya, apalagi jaman sekarang di manamana rusuh. Apa anehnya dia membekali diri
dengan Ilmu bela diri?"
"Sudahlah, Ong Tal-pan, apa maumu?"
"Aku mohon Cong-peng Taijin membebaskan
mereka berdua." "Tai-pan kenal mereku?"
"Kenal sekali, karena Ngo Tut sering kulak
bahan obat-obatan dari tempatku, ia pedagung
yang baik, menjunjung tinggi kepercayaan, tiap
tiba tanggalnya tentu membayar kontan tanpa
ditunda-tunda lagi, la juga rajin berkeliling
Kembang Jelita 15 9 mencari langganan baru. Kalau dia ditahan,
benar-benar merupakun pukulan buat usahaku." Orang yang sudah tahu bagaimana "caranya"
bicara dengan seorang pembesar kerajaan.
Tidak cukup dengan mulut saja, betapapun
fasihnya mengemukakan alasan. Maka sambil
bicara, tangannya pun hilir mudik antara
keranjang rotan dengan meja di depannya. Tiap
kali tangannya masuk keranjang dengan
kosong, keluarnya sudah memegang potongan
emas lima tahilan. Lima kali tangannya pulang
pergi dan lima potongan emas itu berbaris rapi
di atas meja, berkilat-kilat kena cahaya lampu
seperti sebuah pasukan kehormatan yang siap
diperiksa tamu kehormatan pula.
Kwe Hian tersenyum sambil menganggukangguk, katanya pura-pura sungkan, "Wah, Taipan kok jadi repot-repot. Sebetulnya asal
terbukti kedua teman Tai-pan Itu tidak
bersalah, ya tentu akan kubebaskan, sebab aku
ini punya rasa keadilan yang tebal."
Kembang Jelita 15 10 Inilah sejenis "kalimat belut" yang sering
diucapkannya dalam urusan penegakan hukum.
"Akan dibebaskan kalau dia terbukti tidak
bersalah", demikian ucapnya setiap kali. Cuma,
untuk "terbukti tidak bersalah" itu toh
tergantung juga dari tebal tipisnya kantong si
tersangka. Repotnya lagi, banyak tersangka
yang sebenarnya tidak melanggar hukum, tapi
malahan "dilanggar hukum".
Tapi untuk pelanggar hukum atau si
terlanggar hukum, Kwe Hian pukul rata saja
dengan satu cara yang mudah. Bayar dan bebas.
Tidak bayar ya tidak bebas.
Terpengaruh potongan emas yang berbaris
di depannya, Kwe Hian makin yakin bahwa
hukum itu amat luwes. Bisa ditekuk ke kiri, bisa
ditekuk ke kanan, dipasang jungkir-balikpun
bisa. Tak perlu susah-susah, bukankah hukum
tidak bisa jalan sendiri tapi dijalankan manusia"
Hukum tidak perlu makan, tapi manusianya kan
butuh makan" Kalau tukang sulap dengan sekali
"sim salabim" bisa menggubah tongkat jadi
Kembang Jelita 15 11 bunga, kenapa hukum tidak boleh menjadi
acara sulapan! yang tak kalah menakjubkan"
Sikapnyapun tambah ramah, "Melihat
ketulusan Tai-pan, aku percaya semua kata-kata
Tai-pan tadi. Baiklah, aku bebaskan kedua
temanmu itu sekarang juga."
Lalu dia memanggil seorang prajurit
mendekat dan berkata, "Kita ternyata salah
tangkap. Lepaskan dengan hormat tuan Ngo Tat
dan tuan Sek Hong-hua."
Sekejap penjaga itu melirik deretan potongan
emas di atas meja dan ia amat bisa memaklumi
keputusan atasannya itu. Namun dengan sikap
prajurit teladan, ia menjawab dengan tegas,
"Baik, Cong-peng."
Prajurit itupun berlalu. Tidak lama kemudian ia keluar bersama Ngo
Tat dan Sek Hong-hua. Semua barang-barang
milik Ngo Tat termasuk kedua ekor keledainya
dikembalikan, uang yang dalam kotak sudah
agak berkurang isinya, sebetulnya tentu bisa
dilacak ke mana lenyapnya. Namun tidak perlu
repot-repot, lebih baik pura-pura tidak tahu
Kembang Jelita 15 12 demi hubungan baik. Jaman susah itu mencetak
begitu banyak "orang bijaksana".
Ong Hu-yong mengucapkan banyak terima
kasih kepada Kwe Hian lalu berpamitan
bersama kacungnya dan dua orang yang baru
saja ditebusnya. Ketika mereka berjalan cukup jauh dari
markas Cong-peng Taijin dan sampai di tempat
sepi, Ngo Tat dan Sek Hong-hua tiba-tiba
berlutut menghormat. Bukan kepada Ong Huyong yang telah membayar tebusannya, tetapi
malahan kepada si kacung muda yang
mengiring Ong Hu-yong itu.
"Hormat kami berdua kepada Pwe-lek
(Pangeran)...." kata Ngo Tat bersama dengan
Sek Hong-hua, lalu melanjutkan sendirian,
"Kami berdua minta maaf, gara-gara kami telah
merepotkan Pwe-lek turun tangan sendiri."
Setelah itu barulah mereka berdua memberi
hormat biasa kepada Ong Hu-yong yang mereka
panggil "Susiok" (paman guru).
Kemudian sambil melanjutkan perjalanan,
bertanyalah Ong Hu-yong, "Kenapa kalian
Kembang Jelita 15 13 menyerah begitu saja ketika hendak ditangkap
babi-babi rakus Kerajaan Beng itu?"
Sambil tertawa Ngo Tat berkata,
"Kenapa Susiok juga tidak dengan kekerasan
saja menerjang kantor Cong-peng itu untuk
membebaskan kami" Padahal pasti akan
berhasil, sebab aku yakin babi-babi tolol itu
takkan mampu mencegah Susiok yang berilmu
sakti. Kenapa Susiok harus pura-pura
merunduk-runduk dan mengorbankan dua
puluh lima tahil emas?"
Ong Hu-yong tertawa, "Karena aku ingin
membebaskan kalian tanpa ribut-ribut. Aku
ingin penyamaranku tetap terjaga, sehingga
semua operasi kita tetap lancar tanpa
menimbulkan riak gelombang di permukaan."
"Nah, kami pun punya pertimbangan
demikian." Sahut Ngo Tat. "Kamipun tidak mau
menimbulkan riak gelombang di permukaan.
Bisa saja aku dan sute (adik seperguruan)
melawan prajurit-prajurit itu, namun perhatian
orang pasti akan segera tertarik kepada
jaringan perdagangan obat yang kita susun
Kembang Jelita 15 14 susah payah untuk menyelubungi hilir
mudiknya kita di wilayah musuh ini. Itu tidak
kita kehendaki bukan?"
Semuanya tertawa, sedang si "kacung" yang
dipanggil "Pangeran" tadi lalu berkata, "Ngo
Cong-peng (Panglima Ngo), bagaimana dengan
dua orang yang bertempur melawanmu tadi?"
"Mereka masih di balik terali besi, Pangeran."
"Bukan itu maksud pertanyaanku. Mak sudku
begini, kedua orang yang kalian buntuti itu
apakah benar-benar orang penting dalam
barisannya Li Cu-seng, ataukah sekedar
sepasang pesilat pengembara yang tidak ada
peranannya sedikitpun dalam pergolakan ini?"
"Hamba terus mengamati mereka sejak
meninggalkan Tong-koan, Pangeran. Mula-mula
hamba ragu-ragu, tetapi setelah hamba
dengarkan percakapan mereka di ruang
belakang warung seberang tangsi itu, hamba
yakin sepenuhnya bahwa dialah pentolan matamatanya Li Cu-seng. Namanya Oh Kui-hou,
sedang yang muda itu aku tidak tahu namanya."
Kembang Jelita 15 15 Si Pangeran mengangguk puas, katanya,
"Kalau benar, operasi kita ini boleh dibilang
mendapat hasil besar. Tentu dia jauh lebih
berharga dibandingkan keroco-keroco yang
selama ini berhasil kita bereskan di Pak-khia.
Mudah-mudahan terhambatlah gerak maju
gerombolan bandit-bandit Li Cu-seng itu
sehingga babi-babi tolol keluarga Cu (maksudnya dinasti Beng) masih dapat
bertahan, sampai suksesnya rencana kita."
Kata-kata Pangeran yang menyamar itupun
tiba-tiba terhenti, karena Ong Hu-yong tiba-tiba
menghentikan langkahnya sambil bersuara
kaget dan memandang ke suatu arah. Yang lainlainnya pun serentak menoleh ke arah yang
sama, tapi mereka tidak melihat apa-apa lagi
karena terlambat. "Ada apa, Su-siok?" tanya Ngo Tat.
"Ada orang-orang bersenjata mengendapendap dan menghilang di lorong gelap itu,
gerakan mereka secepat tikus." desis Ong Huyong.
Kembang Jelita 15 16 "Apakah mereka sudah tahu siapa kita
sebenarnya, lalu hendak menyerang kita?"
tanya Sek Hong-hua sambil siap-siap
menghunus ruyung tiga ruasnya.
"Aku rasa bukan, ada tujuan mereka yang
lebih penting dari pada cuma mengincar kita."
"Apa?" "Mereka akan membebaskan tokoh-tokoh
mereka yang ditahan. Mereka pastilah pengikutpengikut Li Cu-seng."
"Apakah babi-babi rakus itu perlu diberitahu, agar mereka sempat bersiaga dan
jangan sampai tawanan-tawanan itu lolos?"
"Rasanya perlu, sebab babi-babi itu goblok
semuanya. Siang tadi kalau tidak kukirimi
mereka pesan tentang mata-mata Li Cu-seng
sudah menyebar ke segenap pelosok kota, tentu
mereka masih goyang kaki sambil makan kuaci.
Lalu aku kirimi pesan, kutancapkan di pintu
gerbang mereka, barulah mereka bergegas
menyerbu tempat-tempat yang kutunjukkan
dalam pesan itu. Itupun masih terlambat,
sehingga mereka hanya mengobrak-abrik
Kembang Jelita 15 17 tempatnya tapi tidak berhasil menangkap
orang-orangnya." "Siapa akan memberi tahu babi-babi itu?"
"Biar hamba saja, Pangeran ...." sahut Ong
Hu-yong. Lalu ia mencopot jubah luarnya untuk
dititipkan kepada Ngo Tat. Setelah itu, sungguh
amat berlawanan dengan gerak-geriknya yang
serba lamban ketika menyamar sebagai
saudagar tua tadi, kini dia bergerak serba cepat.
Begitu selesai kata-katanya, tubuhnya telah
melesat seperti burung dan hinggap di sebuah
atap rumah di pinggir jalan. Gerak berikutnya
melenyapkan diri dari pandangan lain-lainnya,
benar-benar

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya seperti hantu gentayangan saja. "Ayo kita jalan terus...." ajak Pangeran itu.
Sambil melangkah, Ngo Tat memberanikan
diri bertanya kepada Pangeran itu, "Pangeran,
ampuni pertanyaan hamba kalau tidak
berkenan di hati Pangeran. Kenapa kita susah
payah menangkapi orang-orangnya Li Cu-seng
yang tidak bermusuhan langsung dengan kita"
Bahkan Li Cu-seng dan kita sama-sama lawan
Kembang Jelita 15 18 Kerajaan Beng, bisa dibilang kalau Li Cu-seng
bisa diajak bersekutu. Namun dengan operasi
kita ini, malahan kita seperti melemahkan Li Cuseng dan membantu Kerajaan Beng, kenapa?"
"Ada dua keuntungan kita berbuat begini,
biarpun dua-duanya bukan keuntungan
langsung...." sahut Pangeran itu.
"Apakah aku belum pernah memberi tahu
Cong-peng?" Dari panggilan si Pangeran itu, nyata kalau
Ngo Tat cuma saudagar gadungan, dia bahkan
punya pangkat Cong-peng (setara brigadir
jenderal), suatu pangkat yang lumayan tinggi.
"Boleh hamba mengetahui, Pangeran?"
"Boleh saja, agar kau dapat bekerja lebih
cermat berdasar garis kebijaksanaan yang
dirancang sendiri oleh ayahanda ini. Belakangan ini gerak maju laskar pemberontak
cukup mencemaskan, tentara Kerajaan Beng
seperti terlalu lemah membendung gerak maju
musuhnya. Kalau sampai pemerintah kerajaan
Beng roboh sebelum rencana kita berhasil
berarti rencana kita sama sekali tertutup
Kembang Jelita 15 19 peluangnya. Karena itu, pemerintah kerajaan
Beng harus tetap berdiri sampai berhasilnya
rencana kita, jangan sampai Li Cu-seng merebut
Pak-khia lebih dulu dari kita. Lebih gampang
kita merebut Pak-khia dari pemerintah bobrok
yang sekarang daripada dari tangan Li Cu-seng
yang didukung seluruh rakyat!"
Kepala Ngo Tat pun terangguk-angguk
setuju, "Hamba paham. Jadi kita lebih suka
berhadapan dengan babi malas yang
kekenyangan, daripada dengan anjing kelaparan yang galak bukan" Maka si anjing
lapar Li Cu-seng tidak boleh sampai ke Pak-khia
lebih dulu, jadi pemerintah Beng harus dibantu
diam-diam dengan cara mempreteli jaringan
mata-mata Li Cu-seng bukan?"
"Nah, tepat. Tapi ingat, tujuan akhir adalah
kepentingan kita sendiri, yaitu merebut seluruh
wilayah kerajaan Beng ke tangan kita."
Mereka berjalan sambil bercakap-cakap.
* * * Kembang Jelita 15 20 Kwe Hian sedang gembira memikirkan
rejekinya malam Itu, yang didapatnya dari si
"saudagar tua" Ong Hu-yong.
Selagi ia berangan-angan sambil tersenyumsenyum sendiri, tiba-tiba dari luar pintu ada
angin berhembus kuat sekali, sedetik lamanya
lilin di ruangan itu mengecil apinya sampai
hampir padam, dan sedetik itu pula Kwe Hian
merasa seolah-olah ada orang lain diruangan
itu. Namun semuanya itu tak lebih dari satu
detik. Ketika nyala lilin membesar kembali
sehingga ruangan itu menjadi terang kembali,
ternyata tidak ada siapa-siapa. Percakapan para
prajurit yang berjaga di luar masih kedengaran.
"Hem, cuma angin."
Namun mata Kwe Hian terbelalak kaget
ketika melihat di mejanya telah tergeletak
secarik kertas bertulisan, entah darimana
datangnya. Hampir sama dengan kejadian tadi
pagi, ketika di depan kantornya tahu-tahu
tertancap sebatang belati bergantungan tulisan
yang memberi tahu tentang tempat-tempat
dalam kota yang menjadi sarang mata-mata
Kembang Jelita 15 21 pemberontak. Tidak diketahui siapa pengirim
pesan Itu. Ketika la menyerbu tempat-tempat
Itu, ternyata benar, tempat-tempat itu memang
menunjukkan tanda-tanda tempat beroperasinya orang-orang yang menentang
pemerintah, tapi sayang, gagal menangkap
orang-orangnya. Kini pemberitahuan misterius itu muncul
lagi. Dengan tangan agak gemetar ia memungut
dan membaca kertas bertulisan itu. Tulisannya
singkat dan nampaknya ditulis dengan terburuburu. "Para pemberontak akan menyerbu
penjara untuk membebaskan tokoh-tokoh
mereka." Dan seperti siang tadi, tidak ada tanda
tangan, gambar atau simbol atau tanda-tanda
lain dari si pengirim. Namun Kwe Hian tidak berani tidak
mempercayainya. Ia segera berlari keluar
ruangan sambil memanggil penjaga.
Kembang Jelita 15 22 Si penjaga berlari masuk dengan wajah
berseri, mengira akan kebagian sedikit dari
"rejeki" yang tadi.
Ternyata perintah yang didapatnya. "Pergi ke
tangsi, dan bawa dua ratus lima puluh prajurit
lagi ke mari, dan perintahkan kesiagaan penuh
di seluruh kota!" Sebuah leng-pai (papan perintah) dilemparkan kepada prajurit itu, yang segera
diterima dan dibawa berlari keluar.
Baru saja prajurit itu berlalu, dari halaman
samping telah kedengaran teriakan, "Kebakaran! Kebakaran!"
Seorang prajurit lain berlari-lari menghadap
dan melapor dengan napas nggos-nggosan,
"Cong-peng, gudang perbekalan di sayap kanan
gedung ini terbakar!"
Kwe Hian langsung pucat mukanya, "Celaka,
gedung itu tempat menyimpan meriam dan
bubuk peledaknya. Cepat kalian...."
Kalimat itu tak sempat selesai sebab dari
halaman samping terdengar ledakan hebat,
mengguntur, sampai ruangan itu-pun ikut berge
Kembang Jelita 15 23 "Cong-peng, gudang perbekalan di sayap kanan
gedung ini terbakar!"
Kembang Jelita 15 24 ar dan banyak lukisan di dinding yang melorot
jatuh. Di halaman samping, beberapa prajurit yang
semula menyiramkan air ke gudang yang
terbakar itu, ketika terjadi ledakan maka
malanglah prajurit-prajurit yang terdekat,
mereka terpental hangus. Sedang prajuritprajurit lain cuma berlarian bingung ke sana ke
mari, dengan pedang dan tombak terhunus,
berteriak-teriak saling memperingatkan, namun
musuh belum kelihatan seorangpun. sementara
bangunan di sayap kanan itu sudah menjadi api
unggun raksasa. Saat kepanikan memuncak, muncullah tibatiba sekawanan orang-orang bersenjata yang
mukanya tertutup kedok, di atas dindingdinding halaman yang belum terancam api.
Langsung saja mereka melepaskan panah, pisau
terbang, dan berbagai jenis senjata bidik
lainnya, membuat belasan prajurit roboh dan
lain-lainnya tambah kebingungan.
Orang-orang berkedok yang jumlahnya cuma
belasan itu berlompatan turun dari dinding,
Kembang Jelita 15 25 dengan berani mereka langsung menyerbu para
prajurit. Pertempuran berkobar di halaman
kanan dan halaman depan, memancing
datangnya prajurit-prajurit dari bagian-bagian
gedung yang lain untuk membantu temanteman di situ.
Di tengah-tengah suasana ribut itu, Kwe Hian
sadar apa yang harus diperbuatnya, apalagi
sebelumnya sudah mendapat peringatan.
Segera dipanggilnya seorang perwira
rendahan berpangkat tui-thio dan diperintahnya, "Jaga tahanan-tahanan, jangan
sampai dibawa lari. Serangan ini membuktikan
bahwa kedua tahanan itu adalah tokoh-tokoh
penting di kalangan pemberontak. Kalau tidak
penting tentu kawan-kawan mereka takkan
bersusah payah berusaha membebaskan.
Sementara pertempuran di halaman depan
dan samping mulai minta korban di kedua
pihak. Para penyerbu cuma belasan orang,
tetapi mereka gigih, nekad, bahkan bersikap
berani mati menghadapi kawanan prajurit yang
berjumlah beberapa kali lipat.
Kembang Jelita 15 26 Kwe Hian sendiri menganggap yang paling
penting adalah menjaga dua tawanan yang
ditangkapnya siang tadi. Penyerbuan malam itu
memperkuat dugaannya bahwa kedua tawanan
itu adalah tokoh-tokoh Pelangi Kuning yang
berkedudukan cukup penting, dan para
penyerbu itupun bukan gerombolan biasa.
Gerombolan biasa takkan punya nyali untuk
menyerbu sebuah kantor tentara di tengah kota,
sebab motif mereka biasanya hanya uang. Yang
berani mempertaruhkan nyawa membela
teman tentulah orang-orang yang jiwanya diisi
keyakinan bersama yang dianut, bukan sekedar
mencari keuntungan materi. Orang-orang
macam itu pasti orang-orang Pelangi Kun-ning.
Tumbuh ambisi dalam diri Kwe Hian. Kalau
ia bisa "setor" dua tokoh penting Pelangi Kuning
ke Pak-khia, bisa jadi ia akan dipertimbangkan
untuk naik pangkat. Karena itulah ia bertekad takkan membiarkan "setoran"nya direbut dari tangannya. Kembang Jelita 15 27 Dengan pedang terhunus ia melangkah ke
ruang belakang, tempat sel-sel tahanan.
Ternyata serangan di bagian itu lebih hebat dari
pada bagian-bagian lainnya, makin jelas kalau
tujuan para penyerbu memang ingin
membebaskan Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi. Yang
menyerbu bagian ini ada tiga puluh orang, dan
tiga pimpinan mereka sudah dikenai oleh
orang-orang Han-tiong. Tiga saudara, masingmasing adalah Giam Hong si tukang warung,
Giam Lui si Pemimpin rombongan wayang
potehi dan Giam Ih si bakul buah-buahan dekat
gerbang timur. Mereka muncul tanpa kedok,
dan saat itu harus menghadapi rintangan
prajurit yang berjumlah cukup banyak.
Di lorong sempit antara dua deretan sel yang
saling berhadapan, Giam Hong dengan toya
besinya mengamuk, menerjang dan menginjak
para prajurit yang sudah dirobohkannya. Para
prajurit mundur kewalahan, lorong yang sempit
itu tidak memungkinkan mereka untuk


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat kepungan melebar.
Kembang Jelita 15 28 Maka cukup Giam Hong sendiri yang
menahan para prajurit, sedang Giam Lui dan
beberapa anak buahnya memeriksa sel demi sel
sampai menemukan Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi.
Tapi mereka kaget melihat Oh Kui-hou dan Yo
Kian-hi tidur pulas dalam posisi duduk, sama
sekali tidak terusik oleh hiruk-pikuk
pertempuran di sekitarnya, suatu keadaan yang
cukup janggal mengingat Oh Kui-hou berdua
adalah pesilat-pesilat tingkat tinggi yang punya
pendengaran tajam. Nampak pula dua batang
dupa "Obat nyamuk" tertancap di sel itu, dan
terbakar hampir habis. Giam Lui dan beberapa anak buahnya masuk
ke sel setelah merusak rantainya, lalu mereka
memanggil-manggil sambil mengguncangguncang tubuh Oh Kui-hou berdua. Ternyata
kakak beradik seperguruan itu tetap saja
mendengkur dengan pulasnya.
Maka gusarlah Giam Lui, teriaknya, "Keparat!
Anjing-anjing Kaisar itu rupanya membius
Hiangcu berdua!" Kembang Jelita 15 29 Sesaat mereka kebingungan, lalu Giam Lui
memerintahkan dua anak buahnya yang
bertubuh besar, "Angkat mereka!"
Baru saja kedua orang itu hendak
mengangkat Oh Kui-hou berdua, tiba-tiba
merekapun agak sempoyongan sambil memegangi kepala. Kiranya merekapun tak
sadar telah menghirup asap "obat nyamuk" itu
beberapa hirupan dan terpengaruh. Bahkan
Giam Lui sendiripun mulai merasa agak pening.
"Asap pembius! Cepat keluar dari sini!"
teriaknya. Dua anak buahnya itu ternyata masih
mampu mengangkat tubuh Oh Kui-hou dan Yo
Kian-hi, lalu keluar dari sel itu. Di bawah
perlindungan teman-teman mereka yang lain,
mereka menerobos keluar dari lorong itu, ke
arah bagian luar yang temboknya sudah
digempur berlubang oleh kawanan itu.
Di luar lorong, suasana terang-benderang
karena api yang menyala melahap bangunan
sayap kanan. Di sinipun kawanan pengikut Li
Kembang Jelita 15 30 Cu-seng harus bertahan melawan tekanan para
prajurit. Sedangkan Kwe Hian mengejar melalui
lorong, dan mereka menjadi pusing ketika
menghirup asap "obat nyamuk" yang tak
pandang bulu itu. Namun mereka tidak roboh
karena hanya menghirup sepintas lalu saja.
"Hati-hatilah!"
toh Kwe Hian memperingatkan prajurit-prajurit yang mengikutinya. "Para bandit agaknya menggunakan asap
pembius untuk mencoba melemahkan kita!"
Begitulah, kawanan Pelangi Kuning menuduh
"anjing-anjing Kaisar" yang menggunakan asap
pembius, sebaliknya para prajuritpun mencurigai mereka. Ke dua pihak belum
menduga adanya pihak ketiga yang melakukan
itu. Sementara itu, dari tangsi lain datang
bantuan. Pengepungan segera dilangsungkan di
bawah pimpinan Kwe Hian, Panglima Han-tiong
sendiri. Karena jumlah prajurit kini jauh lebih
banyak, maka kini para pengikut Li Cu-seng
Kembang Jelita 15 31 seperti tikus-tikus kecemplung air, hanya
berputar-putar saja di tempat itu, namun tidak
mampu pergi dari situ. Kwe Hian tertawa terbahak-bahak ketika
mengenali tiga orang pemimpin penyerbuan.
Melihat Giam Hong, dia mengejek, "He, inikah si
tikus besar yang selama ini menyamar sebagai
tukang warung di seberang tangsi utama" Hehe-he.... mau apa datang malam-malam begini"
Mau menagih prajurit-prajuritku yang masih
ngebon di warungmu?"
Giam Hong tidak peduli ejekan itu, yang
penting harus segera menyelamatkan orangorangnya. Teriaknya, "Bawa dulu Hiangcu
berdua, yang lain melindungi!"
Orang-orang Pelangi Kuning yang ikut
menyerbu malam itu, terpilih bukan cuma
karena berani, tapi juga karena ketangkasan
mereka. Kali ini mereka menghadapi hal di luar
perhitungan, yaitu terbiusnya Oh Kui-hou
berdua, padahal tadinya mereka berdua
diharapkan akan ikut mendobrak keluar dengan
kepandaian mereka yang tinggi. Kini malah
Kembang Jelita 15 32 mereka berdua menjadi beban, sebab dalam
keadaan pulas dan harus digendong.
Namun kawanan itu adalah laskar-laskar
pilihan dari pasukan Jenderal Li Giam sendiri,
yang tak gampang berputus asa menghadapi
kesulitan itu. Di bawah pimpinan Giam Hong bertiga,
kawanan itu mencoba berkumpul, tidak lagi
bertempur sendiri-sendiri dan berpencaran.
Kini mereka mencoba membentuk suatu
kelompok kecil yang tak mudah dipatahkan, lalu
mereka bergerak bersama ke arah tembok
halaman dengan sikap membelakangi kobaran
api, membuat lawan-lawan mereka harus silau
karena menghadapi cahaya api.
Dua orang yang dilindungi teman-teman
mereka, cepat mengeluarkan gulungan tali
panjang yang ujungnya dipasangi kaitan. Ujung
tali diputar-putar sejenak, lalu dilontarkan dan
dengan mantap segera mencangkol bagian atas
dinding setinggi tiga meter itu.
"Bagus!" Giam Hong bersemangat melihat
tali-tali itu sudah terpasang. Dia dan kedua
Kembang Jelita 15 33 adiknya sanggup melompati tembok tanpa tali,
namun tidak semuanya anggota kelompoknya
mampu melakukannya. Dua orang anggota Pelangi Kuning segera
memanjat ke atas setangkas kera di
pegunungan. Setibanya di atas tembok, mereka
segera melepas busur yang semula melintang di
punggung, lalu dengan panah mereka berusaha
"membebaskan" beberapa teman mereka dari
kepungan lawan agar sempat memanjat keatas
pula. Sambaran anak panah dari arah cahaya api
yang menyilaukan, apalagi cahaya apipun
bergoyang-goyang, membuat tiap anak panah
begitu susah ditangkis atau dihindari. Sebagian
besar panah kena sasarannya dan merobohkannya, memberi kesempatan kepada
dua lagi anggota Pelangi Kuning untuk
mencapai ke atas tembok dengan memanjat tali.
Yang tiba di atas segera memanah pula,
mencarikan kesempatan agar teman-teman
mereka bisa memanjat bergantian. Sementara
yang masih bertahan di bawah tembok merasa
Kembang Jelita 15 34 agak ringan karena hujan panah teman-teman
mereka yang sudah di atas itu sedikit banyak
mengurangi gencetan prajurit-prajurit kerajaan. Sambil bertahan, kawanan Pelangi Kuning
itu terus mundur ke arah tembok.
Taktik kawanan Pelangi Kuning itu
membingungkan para prajurit. Cara yang
sebetulnya tidak terlalu istimewa, namun nyata
kalau sudah disiapkan dengan matang lama
sebelumnya. Maka biarpun para prajurit
berjumlah jauh lebih banyak, kentara kalau
mereka kurang siap menghadapi "acara" itu,
mereka seperti bertempur sekenanya saja.
Yang paling tangguh di arena itu adaiah Giam
Hong, yang sehari-harinya kenai dengan para
prajurit, malah banyak prajurit itu yang masih
hutang di warungnya. Kalau ada prajurit yang
hutangnya terlalu banyak, biasanya Giam Hong
memberi keringanan, asal ditukar dengan
keterangan-keterangan penting kemiliteran di
kota Han-tiong. Si pemberi keterangan selama
ini tak pernah curiga, menganggap Giam Hong
sekedar tukang warung yang ingin tahu saja.
Kembang Jelita 15 35 Kini setelah Giam Hong memperlihatkan siapa
dirinya sebenarnya, maka urusannya bukan soal
hutang-piutang di warung. Prajurit yang punya
hutang boleh lega bahwa hutangnya anggap saja
lunas, tapi kalau kurang hati-hati mereka bisa
membayar dengan nyawa kena sambaran toya
besi si tukang warung yang menderu dahsyat
seperti naga mengamuk di samudera.
Di sampingnya ada Giam Lui dengan
goloknya yang terkam sana terkam sini seperti
singa terluka. Kalau dia, sehari-harinya memang
sudah menjadi buruan para prajurit, sering
diuber-uber. Karena dialah pimpinan sekaligus
"seksi publikasi" rombongan wayang potehinya
yang lakon-lakonnya selalu dianggap menghasut rakyat untuk melawan kerajaan, dan
juga menyindir-nyindir kebobrokan keluarga
istana. Termuda dari tiga saudara itu adalah Giam Ih
yang bersenjata seutas rantai panjang yang
ujungnya berbandul bola besi. Sehari-harinya
dia menyamar sebagai tukang warung buahbuahan dekat pintu timur kota Han-tiong.
Kembang Jelita 15 36 Selama ini ketiga saudara itu memakai nama
samaran sendiri-sendiri dan tidak pernah
berjumpa secara terang-terangan, orang-orang
di Han-tiong umumnya tidak tahu kalau mereka
bertiga kakak beradik. Namun sekarang para
prajurit tahu kalau ketiga-tiganya adalah
pengikut-pengikut Li Cu-seng, yang telah
merugikan rahasia militer di kota itu entah
berapa banyaknya. Serangan kawanan Pelangi Kuning itu tentu
akan sukses besar seandainya tidak ada
pemberitahuan misterius yang diterima Kwe
Hian. Bahkan gara-gara pemberitahuan itu pula
maka jaringan operasi yang mereka bangun
cukup lama, akhirnya berhasil diobrak-abrik
tentara kerajaan dalam satu hari saja.
Kini kawanan Pelangi Kuning itu mengharap
agar bisa menyelamatkan Oh Kui-hou dan Yo
Kian-hi, dua pentolan mereka. Dan nampaknya
akan berhasil, sebab pasukan kerajaan nampak
kacau menghadapi taktik mundur dari kawanan
Pelangi Kuning itu. Kembang Jelita 15 37 Tiga bersaudara Giam itulah yang pa ling
gigih melindungi gerak mundur orang orang
mereka. Mereka bertahan seperti sebuah garis
yang tak tertembus, banyak prajurit menjadi
korban mereka. Sementara itu, makin banyak orang-orang
Pelangi Kuning berhasil memanjat ke atas
dinding, lalu memanah dari atas. Bahkan tubuh
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi yang masih pulas
itupun sudah berhasil dikerek ke atas dan siap
dibawa kabur.

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Naga-naganya Kwe Hian benar-benar akan
dipecundangi terang-terangan oleh lawan yang
berjumlah lebih kecil. Namun saat itu terjadilah sesuatu yang di
luar dugaan. Baik para prajurit maupun orang-orang Li
Cu-seng sama-sama tidak tahu kapan datangnya
sesosok bayangan berkedok di atas dinding.
Seperti hantu saja, tahu-tahu sudah berdiri di
atas dinding. Mula-mula para prajurit mengira orang
berkedok itu pasti seorang anggota Pelangi
Kembang Jelita 15 38 Kuning pula. Namun orang itu mendadak
bergerak seperti angin puyuh, menyusur
dinding yang tebalnya hanya sejengkal itu
seperti meluncur di tempat lebar saja, seolaholah masalah keseimbangan bukan masalah lagi
buatnya. Sambil bergerak, sepasang tangannya
bergerak cepat tak kenal ampun, orang-orang
Pelangi Kuning yang sudah di atas dindingpun
tiba-tiba berpelantingan jatuh, tidak jatuh
keluar dinding namun ke sebelah dalam. Dan
semuanya bernasib buruk. Ada yang muntah darah terpukul dadanya,
dilempar ke ujung senjata para prajurit, atau
dilempar ke tengah api yang masih berkobar di
tempat itu. Semua pengikut Li Cu-seng dihabiskannya
dalam waktu singkat dengan bengis, kecuali Oh
Kui-hou dan Yo Kian-hi yang masih pulas. Orang
itu agaknya sadar betapa penting keterangan
yang bisa dikorek dari mulut kedua tokoh
Pelangi Kuning itu. Orang itu lalu mengempit
tubuh Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi di kiri
Kembang Jelita 15 39 kanannya, lalu melompat turun ke halaman
berdarah itu. Kedua tubuh itu dijatuhkannya di depan Kwe
Hian sambil berkata dengan nada memerintah,
"Ikat baik-baik, jangan sampai lolos."
"Terima kasih......" sahut Kwe Hian yang
masih dicekam rasa kagum dan takjub akan
kesaktian orang misterius ini.
Kemudian orang berkedok itu memutar
tubuh dan menatap Giam Hong bertiga yang
masih melawan dengan gigih. Ketiga bersaudara
itu marah dan putus asa ketika mengetahui
anak buah mereka telah dihabiskan dengan
kejam, dan kedua orang yang hendak mereka
tolong malah jatuh kembali ke tangan musuh.
Karena mereka tahu pula bahwa mereka-pun
takkan mampu lolos, mereka menjadi kalap dan
nekad, lalu mengamuk hebat. Banyak prajurit
menjadi korban trio "tukang warung, pimpinan
rombongan wayang potehi dan bakul buahbuahan" ini.
Orang berkedok itu lalu membentak para
prajurit yang tengah mengepung Giam Hong
Kembang Jelita 15 40 bertiga, "Minggir semua! Siapkan saja tali yang
kuat untuk ketiga tikus besar ini!"
Suara orang berkedok itu begitu berpengaruh, sehingga para prajurit menurutinya. Mereka berlompatan mundur
sehingga terbentuk semacam arena yang cukup
lebar di bawah bayangan api yang berkobar.
Para prajurit melihat dengan perasaan heran
bercampur tegang melihat orang berkedok itu
mendekati tiga saudara Giam yang berbahaya
itu dengan langkah seenaknya, dan bertangan
kosong pula. Dan kata-katanyapun mengejek, "Kalian
pengikut-pengikut Li Cu-seng yang gagah
perkasa, tentunya keberatan kalau kusuruh
meletakkan senjata dan menyerah, benar tidak"
Kalian tentu akan melawan sambil meneriakkan
slogan-slogan gombal kalian, benar tidak?"
Itulah gaya bicara yang tidak lebih serius dari
seorang ibu-ibu ketika menawar sayuran di
pasar. Kembang Jelita 15 41 "Karena itu aku akan menangkap kalian
bertiga, dan supaya kalian puas, kalian boleh
melawan.... meneriakkan slogan juga boleh."
Giam Lui menggeram marah, goloknya tibatiba terayun tegak lurus dari atas ke arah batok
kepala si orang berkedok. Dengan gerakan Thaisan-ap-teng (Gunung Raksasa Menimpa
Kepala), dia siap membelah tubuh si orang
berkedok menjadi dua bagian.
Dibarengi Giam Hong yang menyergap dari
samping, menyambarkan toya-nya dari samping
ke kepala, jurus Siok-lui-kik-ting (Petir
Menyambar Kepala). Demikianlah batok kepala orang berkedok
itu sekaligus menjadi incaran serangan kakak
beradik itu. Sementara si bungsu Giam Ih
berputar mencari sudut yang menguntungkan
untuk mengaktifkan rantai bandulnya yang
biasa disebut Lian-cu-tui.
Itulah serangan gabungan yang dahsyat,
tidak sembarangan jagoan bisa menghadapinya.
Namun ketiga saudara itu seolah sedang
menghadapi hantu yang tak punya tubuh, bukan
Kembang Jelita 15 42 manusia. Sebab gerakan orang itu demikian
cepat seperti menghilang saja. Toya Giam Hong
dan golok Giam Lui berbenturan sendiri karena
sasaran mereka mendadak, lenyap.
Sedangkan si bungsu Giam Ih kaget ketika
sesosok bayangan menyambar ke arahnya.
Secara reflek ia mundur beberapa langkah agar
mendapat jarak, bandulan besi di ujung
rantainya dengan mahirnya digerakkan terbang
menghantam muka lawan dengan tehnik Huiseng-kiong-goat (Bintang Terbang Menyerang
Rembulan). Tapi suara tulang-tulang remuk yang
diharapkannya tak juga didengarnya. Giam Ih
merasa gelagat buruk, hanya sepersekian detik.
Tiba-tiba terasa rantainya menegang karena
ditarik, ia tertarik selangkah maju, dengan kaget
dilihatnya orang berkedok itu telah berhasil
mencengkeram rantainya. Orang berkedok itu tiba-tiba seperti terbang
berputar di sekeliling Giam Ih, sambil tetap
memegangi ujung rantainya, dan tahu-tahu
Giam Ih terbelit oleh rantainya sendiri dengan
Kembang Jelita 15 43 sepasang lengan merapat di badannya.
Ditambah satu sepakan keras di pantat, tubuh
Giam Ih mencelat ke hadapan para prajurit yang
segera meringkusnya. Tanpa kesulitan, sebab
Giam Ih sudah terbelit rantainya sendiri yang
"senjata makan tuan".
Giam Hong dan Giam Lui gusar menyaksikan
semua itu. Segala rencana yang sudah tersusun
rapi jadi berantakan gara-gara munculnya
orang berkedok itu. Bukan saja gagal menolong
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi, malah puluhan anak
buah ikut jadi korban, dan mereka tiga
bersaudara pun nampaknya takkan bias pergi
dari situ. Orang itu menerjang seperti angin puyuh ke
arah Giam Hong dan Giam Lui. Sambaran golok
Giam Lui yang amat cepat itu dengan enak ia
tangkap pada punggung goloknya. Ketika Giam
Lui ngotot ingin merebut goloknya, orang
berkedok itu menyentakkannya ke atas
sehingga Giam Lui terpental ke udara seperti
bola ditendang. Lawannya menyusul ke udara
untuk memberikan sebuah totokan di pinggang,
Kembang Jelita 15 44 sehingga tubuh Giam Lui lemas dan terhempas
di tanah | tanpa daya. Senasib dengan adiknya,
tambang-tambang yang kuat sudah menunggunya. Tinggal Giam Hong. Saudara tertua dan pemimpin komplotan
mata-mata Pelangi Kuning di kota Han-tiong itu
benar-benar sudah kebingungan, tak tahu harus
berbuat apa. Tahunya cuma mengamuk tapi
tanpa harapan meloloskan diri. Toyanya diputar
kencang untuk melabrak si orang berkedok, tapi
percuma, sebab dalam tiga jurus toyanya
berhasil direbut dan diapun diringkus.
Selesailah pertempuran itu. Korban di pihak
tentara kerajaan terdiri dari puluhan jiwa dan
kerusakan hebat akibat kebakaran. Kini selain
harus merawat teman-teman yang terluka, para
prajurit juga sibuk memadamkan api.
Sementara Kwe Hian sibuk mengatur
kembali kelima tawanannya, dua tawanan
terdahulu yang masih tidur pulas dan tiga
tawanan baru. Ia merasa korban dari pihaknya
cukup setimpal, mengingat lima orang
Kembang Jelita 15 45 tawanannya adalah pentolan-pentolan Pelangi
Kuning yang kalau diserahkan ke Pak-khia akan
menghasilkan kenaikan pangkat.
Tiba-tiba ia ingat orang yang jasanya paling
besar dalam kemenangan malam ini, yaitu si
orang berkedok. Cepat ia mencari orang itu, tapi
orang itu sudah lenyap. Kehadirannya yang
membekaskan kesan serba perkasa tadi seolaholah cuma dalam mimpi, seolah-olah tak pernah
ada. Begitu datangnya, begitu pula perginya.
Tapi kenyataannya tiga saudara Giam yang
tangguh itu ada di tangannya sekarang. Kalau
pihaknya harus menangkap tiga saudara itu
dengan mengandalkan keroyokan prajurit,
maka biarpun berhasil juga akan minta banyak
korban karena ketangguhan ketiga saudara itu.
"Orang aneh....." gumam Kwe Hian sendiri.
"Banyak membantu tapi menunggu ucapan
terima kasih saja tidak. Tapi biarlah, malahan
jasa-jasa ini semuanya bisa kuakui sebagai
jasaku, hi-hi-hi.." Malam itu juga persiapan untuk pengiriman
tawanan ke Pak-khia disiapkan. Kwe Hian
Kembang Jelita 15 46 memanggil wakilnya untuk diserahi pimpinan
selama Kwe Hian sendiri akan ke Pak-khia
"menerima bintang jasa", la tidak menyuruh
wakilnya yang ke Pak-khia, sebab kuatir kalau
wakilnya itu nanti membual di ibu kota
sehingga bintang jasanya bisa nyasar ke diri
wakilnya. Jangan sampai itu terjadi, maka Kwe
Hian ingin berangkat sendiri.
Malam itu juga, lima buah gerobak dirombak
jadi kereta kerangkeng yang kokoh kuat untuk
membawa tawanan. Seribu prajurit terbaik
yang masih segar disiapkan untuk dibawa besok
pagi-pagi benar. Setelah itu barulah Kwe Hian
tidur pulas. * * * Sesosok bayangan "bergerak begitu cepat
sehingga seperti terbang di tengah kegelapan
malam itu, naik turun melompati gentenggenteng rumah penduduk di Han-tiong, bahkan
kemudian tembok kotapun dilewatinya dengan
gampang, lalu dilanjutkannya langkah keluar
Kembang Jelita 15 47 tembok kota. Dilintasinya tanah-tanah kosong
di luar kota, dan sekali-sekali adalah gubukgubuk darurat para pengungsi yang letaknya
berpencaran tak teratur. Sering terdengar
tangis bayi kelaparan dari gubuk itu, namun
suara menyayat hati itu tak menghambat
sedikitpun gerak laju orang itu. Dianggapnya
sudah lumrah di jaman perang itu kalau ada
yang jadi korban. Orang itu berlari cepat ke arah selatan.
Makin jauh dari Han-tiong, makin
Jarang gubuk pengungsi, bahkan tidak ada
lagi akhirnya, hanya tanah belukar yang


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbentang luas. Namun setelah maju sedikit lagi, di depan
nampak bayangan tiga manusia dan dua keledai
sedang berjalan perlahan. Orang itu mempercepat langkahnya untuk menyusul
bayangan-bayangan di depannya itu.
Setelah tersusul, orang itu membuka kedok
mukanya sehingga nampaklah dia adalah Ong
Hu-yong, "si pedagang obat" yang tadi
Kembang Jelita 15 48 menghadap Kwe Hian untuk menebus Ngo Tat
dan Sek Hong-hua dari tahanan.
"Bagaimana, Susiok?" sambut Ngo Tat. "Tadi
dari jalan tanjakan itu kami lihat cahaya api
berkobar dl tengah-tengah kota Han-tiong dan
juga suara ledakan, apa yang terjadi?"
Ong Hu-yong menjawab, "Pengikut-pengikut
Li Cu-seng benar-benar bernyali besar. Mereka
menyerbu kantor tentara, membakar gudang
penyimpanan meriam dan bahan-bahan
peledaknya." "Apakah pengikut-pengikut Li Cu-seng itu
berhasil membebaskan tokoh-tokoh mereka
yang dipenjara?" "Hampir berhasil, karena babi-babi tolol di
Han-tiong itu ternyata tidak becus menghadapi
lawan mereka yang lebih sedikit. Hampir saja
Oh Kui-hou dan yang satunya lagi itu berhasil
dikerek ke atas dinding untuk..."
"Dikerek?" si pangeran tiba-tiba bersuara
heran. "Kenapa tidak jalan sendiri" Apakah Kwe
Hian telah berlaku tolol dengan membunuh
tawanan-tawanan itu?"
Kembang Jelita 15 49 "Benar, Pangeran. Tapi agaknya mereka
belum mati, mereka hanya tidur pulas, seperti
terbius." Saat itulah Ngo Tat tiba-tiba berkata,
"Ampuni hamba, Pangeran, hamba lupa
menerangkan bahwa selama masih sama-sama
dalam sel, hamba pura-pura menawarkan obat
nyamuk kepada mereka. Sebenarnya asap obat
itulah yang membuat mereka sedemikian
pulas." Serempak si Pangeran dan Ong Hu-yong
tertawa mendengar penjelasan Ngo Tat itu.
Mereka semua sudah maklum betapa lihainya
"obat nyamuk" bikinan Ngo Tat itu, bisa
membuat orang pulas dua belas jam penuh,
kecuali yang sudah menelan obat penangkalnya.
"Terus bagaimana, Kat Kun-su (penasehat
militer Kat)?" tanya si pangeran itu.
Kiranya Ong Hu-yong ini sebetulnya bukan
bermarga Ong, namun Kat, atau lengkapnya Kat
Hu-yong. Karena marga Kat kedengaran asing
bagi orang Han, bisa mengganggu tugasnya
sebagai mata-mata di wilayah musuh, maka
Kembang Jelita 15 50 selama penyamarannya di wilayah Kerajaan
Beng, dia mengaku bernama Ong Hu-yong.
Marga Ong lajim di kalangan bangsa Han.
Sedang kedudukan Kat Hu-yong yang
sebetulnya ternyata adalah Kun-su, penasehat
militer, dalam angkatan perang Kerajaan Ceng.
Kat Hu-yong menjawab, "Gara-gara obat
nyamuk Ngo Cong-peng itu, kawanan Pelangi
Kuning jadi kerepotan membawa Oh Kui-hou
berdua. Mereka pakai tali segala. Tetapi babiBabi tolol itu hampir tak mampu menahan
lolosnya mereka, benar-benar gentong-gentong
nasi yang tak berguna. Terpaksa aku muncul,
mencegah larinya kawanan Pelangi Kuning itu."
"Jadi Susiok turun tangan langsung?"
"Ya, tetapi memakai kedok. Bahkan
kutangkap tiga pemimpin penyerbuan itu.
Sehari-harinya di Han-tiong, ketiga pemimpin
itu menyamar masing-masing sebagai tukang
warung, pemimpin rombongan wayang potehi,
dan pedagang buah-buahan di dekat pintu
gerbang timur." "Dekat pintu gerbang timur?"
Kembang Jelita 15 51 "Ya." "Kalau begitu dekat dengan tempat
praktekmu sebagai sinshe gadungan, Kat Kunsu?" tanya si pangeran sambil tertawa.
Kiranya sebagai penyamarannya, Kat Huyong selain menyamar sebagai seorang
saudagar obat, ia juga menyamar sebagai sinshe
yang "buka praktek" persis di sebelah warung
buah-buahan Giam Ih. Itulah sebabnya Kat Huyong dengan gampang bisa mengamati semua
kegiatan di rumah Giam Ih tanpa dicurigai oleh
Giam Ih. Lalu hal itu dilaporkan diam-diam
kepada Kwe Hian, agar jaringan operasi matamata kaum Pelangi Kuning segera digulung
habis. Namun mendengar kelakar pangeran itu,
ternyata Kat Hu-yong malahan menarik napas
dalam-dalam, "Secara pribadi, aku menyesal
juga telah menjerumuskan Giam Ih ke tangantangan babi-babi tolol kerajaan Beng itu,dan
mungkin dia akan menghadapi hukuman mati di
Pak-khia. Pada hal Giam Ih adalah seorang
tetangga yang baik. Ia sering memberiku buahKembang Jelita 15
52 buahan segar, sering pula ditolongnya hamba
melakukan pekerjaan yang berat-berat karena
dia mengira hamba adalah seorang tua yang
lemah. Tapi kebaikannya itu malam ini hamba
balas dengan menyerahkan dia ke tangan Kwe
Hian yang haus kenaikan pangkat, alangkah
buruk nasibnya. Hamba ini agaknya orang yang
sudah tidak punya perasaan lagi."
Si pangeran terkejut mendengar kata-kata
bernada sedih itu. Ia berhenti melangkah dan
memutar tubuh menghadapi Kat Hu-yong,
tanyanya dengan suara penuh tekanan, "Kat
Kun-su, masih sanggupkah kau memikul tugas
yang dibebankan oleh Ayahanda?"
Kat Hu-yong tertegun sejenak, lalu buru-buru
berlutut di hadapan pangeran itu dan berkata,
"Ampun Pangeran, apa yang diperintahkan oleh
Kiu-ongya (pangeran ke sembilan) masih tetap
hamba junjung tinggi, dan akan hamba
laksanakan terus dengan taruhan nyawa hamba
demi kejayaan negeri leluhur kita. Maafkan
kata-kata hamba tadi, hamba berjanji bahwa
Kembang Jelita 15 53 kelemahan itu takkan mempengaruhi tugastugas hamba selanjutnya."
Pangeran itu menarik napas beberapa kali
sambil merenung beberapa saat, lalu katanya,
"Aku maklum, Kun-su. Kita manusia, dan hati
kita tidak terbuat dari batu atau besi. Ada
saatnya hati kita tersentuh kalau menerima
kebaikan o-rang lain, tetapi hati-hatilah, jangan
sampai perasaan itu tak terkendali dan
mengacaukan tugas kita. Saat kita akan
berangkat ke wilayah Kerajaan Beng ini,
bukankah kita semua pernah bersumpah bahwa
kita akan menomor satukan kepentingan negeri
kita?" "Hamba mengerti, Pangeran."
"Bagaimanapun juga, selama ini Kun-su
sudah bekerja dengan baik. Banyak komplotan
Li Cu-seng berhasil dipereteli oleh babi-babi
tolol itu karena pemberitahuanmu. Sementara
jaringan operasi kita sendiri tetap rapi
tersembunyi dari mata Li Cu-seng maupun
Kerajaan Beng, jadi kita tetap bisa bekerja
dengan aman dari belakang layar."
Kembang Jelita 15 54 "Terima kasih, Pangeran."
"Bangunlah dari berlututmu, Kun-su. Mari
kita teruskan perjalanan."
Mereka berjalan lagi, kemudian terdengar
Sek Hong-hua bertanya kepada Pangeran itu,
"Pangeran, hamba mohon ampun karena ingin
menanyakan sesuatu."
"Soal apa, Sek Cong-peng?"
Ternyata Sek Hong-hua yang sehari-hari
mengikuti Ngo Tat dalam samaran sebagai
"kacung tukang obat" ini juga mempunyai
pangkat cukup tinggi dalam angkatan perang
Kerajaan Ceng. "Pangeran, kenapa selama ini kita berusaha
menggulung komplotan Li Cu-seng, nanya untuk
mencarikan muka buat Co Hua-sun di hadapan
si Kaisar goblok Cong-ceng?"
"Hu-ong (ayahanda pangeran) takkan
merencanakan sesuatu yang percuma..." sahut si
pangeran muda. "Rencana kita untuk
mencaplok negeri oangsa Han ini bisa
terlaksana dengan bantuan Co Hua-sun yang
bekerja dari dalam, dan untuk mendapat posisi
Kembang Jelita 15 55 yang kuat maka Co Hua-sun harus membuat
jasa. Nah, kita membantu Co Hua-sun
mendirikan banyak pahala, antara lain dengan
menggulung komplotan mata-mata Li Cu-seng.
Memang saat ini kelihatannya tidak adil, kita
yang bekerja kok Co Hua-sun yang mendapat
muka di depan Kaisar tolol, tapi toh akhirnya
kita jugalah yang mendapat keuntungan.
Lagipula kita tidak butuh tanda jasa dari si
Kaisar tolol itu bukan?"
Kat Hu-yong, Ngo Tat dan Sek Hong-hua
tertawa mendengar kalimat terakhir si
pangeran. Mereka mulai dapat membayangkan
garis besar siasat yang sedang dilakukan Sitceng-ong To Ji-kun, Pangeran ke Sembilan,
ayahanda dari pangeran muda yang bernama
To Ceng-liong itu. Dalam Kerajaan Ceng,
kedudukan Sit-ceng-ong kuat sekali, sebab
dialah wali Kaisar. Saat itu Kaisar Sun-ti masih
bocah, maka kendali pemerintahan diwakilkan
ke tangan Sit-ceng-ong, pamannya itu, sambil
menunggu sampai Kaisar menjadi dewasa. Dan
pemuda yang bersama Kat Hu-yong bertiga itu
Kembang Jelita 15 56 bukan lain adalah putera Sit-ceng-ong To Ji-kun,
yaitu To Ceng-liong. Sambil melangkah terus, To Ceng-liong
berkata lagi, "Yang kukatakan tadi adalah tujuan
pertama. Masih ada tujuan ke dua dari operasi
kita, yaitu menyeimbangkan perang antara
pemberontak dan kerajaan Beng, maka
pemenang itu haruslah babak belur. Supaya
kelak kalau perang selesai, siapapun pemenangnya, mudah kita taklukkan."
"Sungguh amat luas dan jauh ke depan
pandangan Kiu-ongya....." komentar
Kat Hu-yong sambil mengangguk-angguk.
"Memang, perang antara kerajaan Beng dengan
pemberontak selama ini kurang seimbang.
Laskar pemberontak di atas angin, tentara
kerajaan terus terdesak. Kalau dibiarkan tanpa
campur tangan kita, maka nemberontak akan
menang tidak lama lagi dan dalam keadaan
masih segar, dan itu menyulitkan kita untuk
maju menguasai negeri ini."
"Nah, soal itu sudah dipikirkan Hu-ong..."
kata To Ceng-liong. "Sebab itulah kita bantu
Kembang Jelita 15 57 pihak kerajaan Beng dengan cara ini, agar
perangnya agak seimbang, dan kelak kedua
pihak sama-sama babak belur."
Kat Hu-yong kembali memuji-muji rencana
jangka panjang yang hebat itu, namun Sek
Hong-hua diam-diam menundukkan kepala
dengan sedih dan membatin dalam hati, "Itu
berarti perang ini sengaja dibuat berlarut-larut,
penderitaan rakyat juga sengaja diperpanjang
entah sampai kapan. Entah berapa banyak lagi
orang tak bersalah yang harus terbunuh.
Sungguh mahal harga sebuah ambisi."
Lamunan Sek Hong-hua terusik buyar, ketika
Pangeran To Ceng-liong tiba-tiba berkata,
"Ada yang masih kurang jelas, Sek Congpeng?"
"Jelas, Pangeran." sahut Sek Hong-hua
melambatkan langkahnya, sehingga ia tidak lagi
berjalan sejajar dengan ketiga orang lainnya,
melainkan agak ke belakang. Sejajar dengan


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedua keledai beban yang berjalan tanpa
dituntun. Kembang Jelita 15 58 Terdengar kemudian Ngo Tat bertanya
kepada si pangeran, "Pangeran, apakah Co Huasun sepenuhnya tahu semua rencana kita?"
"Tentu saja tidak. Dia orang yang tak bisa
dipercaya. Dia hanya boleh tahu hal-hal di mana
kita butuh bantuannya. Kalau dia tahu
semuanya, dia bisa mengkhianati kita!"
Tak terasa mereka tiba di kaki sebuah bukit
kecil, di mana ada sebuah rumah yang selama
ini dijadikan tempat tinggal Kat Hu-yong dalam
samarannya sebagai "pedagang obat," padahal
menjalankan kegiatan mata-mata untuk
kepentingan Kerajaan Ceng.
Saat itu hari sudah larut malam, tetapi pintu
depan rumah itu nampak terbuka lebar dan
sorot lampu menerobos pintu. Tiga ekor kuda
nampak ditambatkan di depan pintu.
Pangeran To Ceng-liong sekalian tertegun,
dan menghentikan langkah, tanyanya sambil
menoleh kepada Kat Hu-yong, "Kun-su, siapa
yang malam-malam begini mengunjungi
tempatmu?" Kembang Jelita 15 59 "Hamba tidak tahu, Pangeran. Tapi kita wajib
berhati-hati. Perkenankanlah hamba dan Ngo
Tat berjalan di kiri kanan Pangeran ketika
memasuki rumah. Sedangkan Sek Hong-hua......"
Sek Hong-hua cepat-cepat menukas, "Susiok,
kalau diperkenankan biarlah aku saja yang
membawa keledai-keledai itu ke kandang."
"Mintalah ijin Pangeran..." kata Kat Hu-yong.
"Pangeran, hamba....." namun sebelum Sek
Hong-hua mengucapkan permohonannya, To
Ceng-liong telah berkata, "Baiklah, kau
nampaknya kurang sehat, Sek Cong-peng...."
"Terima kasih, Pangeran."
Lalu Sek Hong-huapun menuntun kedua
keledai Itu lewat samping rumah untuk lewat
pintu belakang. Mengandangkan keledai agaknya hanya dalih
untuk tidak ikut masuk ke ruang tamu, di mana
mungkin akan terjadi pembicaraan yang tidak
cocok dengan hati nuraninya. Misalnya
pembicaraan tentang memperpanjang perang,
yang sama artinya dengan memperpanjang
penderitaan orang banyak.
Kembang Jelita 15 60 Sementara itu, dengan diapit kedua
pengawalnya yang tangguh, Pangeran To Cengliong masuk ke ruang tamu yang masih terang
benderang itu. Tiga orang sudah duduk di ruang itu, dan di
meja mereka ada pula cangkir-cangkir teh yang
disuguhkan orang-orangnya Kat Hu-yong.
Nampaknya ketiga orang itu sudah menunggu
cukup lama. Ketika melihat To Ceng-liong, ketiga orang
itu cepat bangkit menghormat. Orang yang di
tengah mewakili teman-temannya berbicara,
"Selamat malam, Pangeran. Kami sekalian tidak
menduga kalau Pangeran sendiri terlibat
langsung dalam operasi ini."
To Ceng-liong membalas hormat sambil
tersenyum, "Demi seorang sahabat erat seperti
Co Kong-kong, aku tidak segan-segan bekerja
sendiri." Pangeran itu mempersilakan ketiga tamu itu
duduk, lalu dia sendiri duduk. Pihak tamu dan
pihak tuan rumah duduk berhadap-hadapan
diantarai sebuah ruangan lebar.
Kembang Jelita 15 61 "Sudah lama Bu Kong-kong bertiga
menunggu kami?" tanya To Ceng-liong kepada
si pembicara dari pihak tamu yang bukan lain
adalah Bu Goat-long, salah satu thai-kam
kesayangan Co Hua-sun. Cuma kali ini dia tidak
mengenakan pakaiannya sebagai abdi istana,
melainkan pakaian perjalanan. Mukanya yang
kelimis juga ditempeli kumis dan jenggot palsu,
agar tidak mudah dikenali kalau dia seorang
kebiri. Hanya suaranya yang melengking tinggi
itulah yang sulit disembunyikan.
Dengan sikap dan suara yang ramah, Bu
Goat-long menjawab, "Tidak ada yang terasa
lama untuk menunggu suatu kabar keberhasilan, Pangeran. Oh iya, aku sampai lupa
memperkenalkan kedua teman seperjalananku
ini." Lebih dulu ia perkenalkan seorang lelaki
berumur kira-kira lima puluh tahun yang duduk
di sebelah kanannya. Seorang tua yang rambut,
tampang maupun pakaiannya serba awutawutan, ditambah bau badannya yang
menandakan kalau orang itu tidak mandi
Kembang Jelita 15 62 barangkali satu bulan lebih. Ketika Bu Goat-long
memperkenalkan namanya, orang itu berdiri
dari kursinya dan melakukan bungkukan
menghormat (Kautau) dengan badannya yang
tegap itu. "...Pangeran, Lo-eng-hiong (pendekar senior)
ini adalah Tong Hin-pa dari Ou-lam, yang
dikenal dengan julukan Bu-eng-jiat-pian
(Cambuk Maut Tanpa Bayangan), sekarang
mengabdi kepada Co Kong-kong."
To Ceng-liong mengangguk tanpa bangkit
dari kursinya, basa basinyapun kedengaran
kurang bersungguh-sungguh, "Oh, memang
sudah lama kudengar nama Lo-eng-hiong yang
termasyhur." Kemudian Bu Goat-long memperkenalkan
orang di sebelah kirinya, seorang pemuda yang
usianya mungkin sebaya dengan Sek Hong-hua,
tampan, agak gemuk, berkumis rapi, dan
pakaiannya perlente sekali, dengan sebatang
pedang bersarung indah yang selalu dipangkunya. Kembang Jelita 15 63 "....dan ini adalah saudara Ting hoan-wi,
Ketua Tiat-eng-bun (Perguruan Elang Besi)..."
(Bersambung jilid ke XV) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 27/06/2018 16 : 07 PM
Kembang Jelita 15 64 Kembang Jelita 16 1 Kembang Jelita 16 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XVI Ting Hoan-wipun berkau-tau penuh gaya,
dan kembali To Ceng-liong berkata, "Ah, ketua
Tiat-eng-bun yang kesaktiannya terdengar di
mana-mana itu ternyata masih begini muda,
benar-benar mengagumkan,"
Kata-kata "Kesaktiannya terdengar di manamana" itu agak menggelikan juga, sebab Ting
Hoan-wi mulai mengaku-aku sebagai Ketua
Tiat-eng-bun sejak ia berhasil mencuri pedang
pusaka Tiat-eng Po-kiam dan kitab Tiat-eng Pitkip dari Helian Kong, belum lama berselang.
Memang ia kemudian mengalami peningkatan
ilmu silat, namun belum pernah melakukan apaapa yang menggemparkan dunia persilatan,
bahkan lebih banyak bersembunyi karena
kuatir diKetemukan oleh Helian Kong. Jadi
Kembang Jelita 16 2 ucapan To Ceng-liong tadi lebih banyak sebagai
pelicin bibir saja. Namun toh Ting Hoan-wi menikmati betulbetul peranan palsunya sebagai tokoh
persilatan terkenal. Baik gaya duduknya
maupun ucapannya betul-betul sudah klop
dengan peranannya. Setelah Bu Goat-long memperkenalkan
kedua jago yang bersamanya, diapun menunggu
Pangeran To Ceng-liong juga memperkenalkan
kedua orang dikiri kanan nya yang nampak
angker itu. Namun ternyata To Ceng-liong tidak
melakukannya, malahan bertanya, "Bu Kongkong, apakah keadaan Co Kong-kong sehatsehat saja?"
"Sehat, Pangeran, semangatnya juga selalu
tinggi. Sejak mengadakan persekutuan dengan
pihak Pangeran, Co Kong-kong selalu yakin
akan adanya masa depan yang cerah."
To Ceng-liong tersenyum, "Syukurlah. Lalu
kedatangan tuan-tuan bertiga ke tempat ini ada
keperluan apa?" Kembang Jelita 16 3 Sejenak Bu Goat-long memperbaiki siKap
duduknya, lalu berkata, "Kami ditugaskan Co
Kong-kong untuk bertanya kepada Pangeran,
sejauh mana hasil yang telah dicapai oleh
Pangeran selama ini, Co Kong-kong ingin
mengetahuinya." Kata-kata Bu Goat-long itu terputus oleh
dengusan marah Kat Hu-yong, "Hem, apakah
Pangeran dan kami semua ini bawahan Co
Kong-kong, sehingga harus setiap kali
melaporkan kepada Kong-kong?"
Kata-kata yang cukup tajam itu membuat air
muka Bu Goat-long bertiga jadi berubah masam.
"Siapakah tuan ini?" tanya Bu Goat-long karena
tadi Pangeran To Ceng-liong belum memperkenalkannya. Cepat-cepat To Ceng-liong memberi isyarat
gerak tangan kepada Kat Hu-yong dan berkata
tanpa memberi kesempatan kepada Kat Huyong untuk menjawab pertanyaan Bu Goat-long.
Katanya, "Maafkan orangku ini, Bu Kong-kong."
"Siapa dia?" tanya Bu Goat-long yang masih
penasaran karena dilihatnya Kat Hu-yong tidak
Kembang Jelita 16 4 nampak seperti orang sembarangan. Sepasang
mata di bawah sepasang alis yang sewarna
dengan kapas itu terlalu tajam dan pintar
sorotnya, tubuhnya juga tetap ramping dan
segar meskipun umurnya sudah enam puluh
tahunan. Ini bukan tampang seorang pengawal
biasa, maka Bu Goat-long jadi ingin
mengetahuinya. Tapi To Ceng-liong ternyata menyembunyikannya, malah jawabannya berusaha mengalihkan perhatian Bu Goat-long,
"Tidak ada artinya, Kong-kong. Oh ya, kenapa
Kong-kong begitu terburu-buru mengetahuinya,
apakah ada kejadian gawat yang mengancam
rencana kita?" "Ah, tidak, Co Kong-kong tetap kuat
kedudukannya di samping Kaisar...." bual Bu
Goat-long. "Tapi beliau memang ingin mengikuti
jalannya operasimu itu tahap demi tahap,
supaya Co Kong-kong bisa menyesuaikan setiap
langkahnya dengan tiap tahap perkembangan.
Pihakmu dan pihak kami bersekutu bukan"
Kembang Jelita 16 5 Masing-masing pihak haruslah saling mengetahui apa yang diperbuat pihak lainnya."
Tak terasa To Ceng-lioug tertawa dingin, tapi
cepat-cepat diubahnya sikapnya supaya
nampak ramah kembali. Katanya, "Baik,
laporkan kepada Co Kong-kong. Yang berhasil


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami gulung di Han-tiong ini bukan sekedar
cuma teri-terinya seperti yang di Pak-khua,
tetapi kakap besar. Mula-mula kami berhasil
menjebak dua orang pentolan pemberontak
yaitu Oh Kui-hou dan seorang pemuda yang
entah siapa namanya."
Ucapan pangeran itu terputus oleh suara
keras Ting Hoan-wi yang tiba-tiba saja
menegakkan punggungnya dari sandaran kursi,
"Oh Kui-hou" Apakah orangnya kecil, kurus dan
bersenjata cambuk kulit sepanjang tiga meter?"
"Ya, julukannya Thai-lik-ku-hoti (Macan
Kurus Bertenaga Besar), apakah Bun cu (Ketua
perguruan) kenal orang itu?"
Sebutan "Bun-cu" terdengar merdu di telinga
Ting Hoan-wi, membuatnya agak bangga.
Jawabnya, "Benar, Pangeran. Pernah orang itu
Kembang Jelita 16 6 menyerbu rumahku bersama gerombolan
Hong-ho yang dipimpin Phoa Kim-go yang
berjuluk Biat bwe-hou (Buaya Buntut Besi). Aku
dikeroyok mereka berdua. Tapi kalau mereka
berdua tidak cepat-cepat lari dari hadapanku,
tentu sudah kupotong-potong mereka dengan
pedangku. Waktu itu mereka.."
"Bual Ting Hoan-wi Si "Ketua Tiat-eng-bun"
itu tentu akan berkepanjangan, seandainya si
pangeran tidak cepat-cepat menukasnya, "Ya,
kami semua tentu saja percaya kehebatan Buncu. Nah, sekarang Oh Kui-hou dan keempat
gembong mata-mata Pelangi Kuning iainnya
sudah meringkuk di dalam sel di kota Hantiong."
Lebarlah senyum Bu Goat-Iong mendengar
ini, "Kalau begitu, kami mengucapkan selamat.
Ternyata Pangeran sekalian bekerja dengan
bagus. Kalau sampai Co Kong-kong kelak bisa
menghadapkan sendiri para gembong matamata musuh itu ke hadapan Kaisar tentu akan
makin kokohlah kedudukannya di hadapan
Kembang Jelita 16 7 Kaisar. Makin kokoh berarti makin lancar
rencana kita." "Itulah yang kami harapkan."
"Kalau begitu, pangeran, kami bertiga akan
segera berpamitan. Kami harus ke Han-tiong
untuk melihat tawanan-tawanan itu, kemudian
kalau perlu ikut mengawal mereka sampai ke
Ibu kota." "Silakan." Tidak lama kemudian di luar rumah itu
terdengarlah derap tiga ekor kuda, di kesunyian
malam suara itu menjauh menuju ke arah kota
Han-tiong. Setelah mereka pergi, berkatalah To Cengliong kepada orang-orangnya, "Nah, sekarang
arenanya pindah kembali ke Pak khia..."
"Apakah kita akan jalan bersama-sama,
Pangeran?" "Tidak. Kat Kun-su, aku mohon agar kau
diam-diam membuntuti rombongan pembawa
tawanan itu dari Han-tiong, untuk membantu
bilamana mereka menemui hambatan. Tapi
kalau perjalanannya lancar, Kun-su lebih baik
Kembang Jelita 16 8 tidak menampakkan diri. Maklumlah, kita tidak
bisa mempercayakan pengawalan tawanan-tawanan penting itu hanya kepada si babi tolol
Kwe Hian, biarpun ditambah dengan ketiga
badut pembual itu." "Baik, Pangeran. Hamba sekarang juga akan
kembali ke Han-tiong secara diam-diam."
"Jangan lupa, setibanya di Pak-khia langsung
temui aku di tempat biasanya. Kalau aku belum
tiba, tunggu." "Baik, Pangeran."
Kat Hu-yongpun melangkah keluar, kemudian dia bergerak seperti hantu terbang
untuk masuk kembali ke Han-tiong.
* * * Fajar baru saja merekah, suasana masih
remang-remang, cahaya pagi masih terlalu
lemah untuk mengusir sisa kuasa malam yang
masih bertahta di sebagian besar kubah langit.
Namun pintu timur kota Han-tiong tiba-tiba
sudah terbuka, dan muncullah Kwe Hian
Kembang Jelita 16 9 bersama seribu prajurit pilihannya untuk
Misteri Lembah Hantu 2 Jelihim Sang Pembebas Karya Syam Asinar Radjam Tsabita Ilana 4
^