Pencarian

Kemelut Tahta Naga Ii 3

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p Bagian 3


ikuti itu kalah, nah, bagaimana" Bukankah
nasibku akan mengikuti jejak Pak Kiong Liong,
menjadi buronan pihak yang menang?"
"Ya, ya. Akan kusampaikan pesan Congkoan."
"Nah, pergilah."
Kemelut Tahta Naga II/4 40 Sat Siau Kun pun kemudian meninggalkan
kemah itu. Begitulah, dalam saat yang bersamaan, dua
surat laporan melayang ke alamat Kaisar Yong
Ceng di Pak-khia. Dua surat melaporkan satu
kejadian yang sama, namun dengan nada dan
kecenderungan yang berbeda. Surat Ni Keng
Giau berisi tentang "kemenangan-kemenangan
gemilang", sedang soal Pangeran In Te
disebutnya "mayatnya tak bisa dikenali lagi
karena kena meriam". Sebaliknya Kim Seng Pa
menulis antara lain "hanya untuk sebuah
kemenangan kecil, Ni Keng Giau telah
mengorbankan ribuan tentara". Soal Pangeran
In Te, Kim Seng Pa mengabarkan "tidak kembali
ke perkemahan, tapi mayatnya juga tidak
diketemukan di arena pertempuran" Dengan
laporan bergaya "ketotol-tololan" itu Kim Seng
Pa berharap akan membangkitkan kekecewaan
Kaisar Yong Ceng terhadap Ni Keng Giau.
Hari-hari berikutnya, Ni Keng Giau
meneruskan perang di Jing-hai dengan nafsu
menghancurkan yang mengerikan. Kekecewaan
Kemelut Tahta Naga II/4 41 karena gagal membunuh Pa ngeran In Te, lalu
dilampiaskan dengan menghancurkan pemberontak sampai se lumat-lumatnya. Desadesa dijadikan abu dan arang bersama
penghuni-penghuni nya sekalian. Rumah-rumah
ibadah ditebas rata. Ratusan ribu perajurit Ni
Keng Giau sendiri tewas dalam perang gilagilaan itu, namun jumlah nyawa yang mati tak
pernah masuk dalam per hitungan Ni Keng Giau.
Ia cuma ingin kemenangan sehebat-hebatnya
untuk menjaga agar kedudukannya di mata Ka
isar Yong Ceng tidak goyah.
Dan laporan-laporannya terus dikirim ke
Pak-khia bak cerita bersambung yang isinya
tentang kehebatan dirinya sendiri, dan cerita
tentang kemenangan kemenangan yang
dibesar-besarkan. Kim Seng Pa juga tidak mau kalah mengirim
"cerita bersambung" nya ke Pak-khia, yang
isinya tentu saja berlawanan dengan ceritanya
Ni Keng Giau. * * * Kemelut Tahta Naga II/4 42 Membaca cerita bersambung biasanya
memang mengasyikkan, tetapi tidak bagi Kaisar
Yong Ceng. Dua macam laporan dari Jing-hai
yang berturut-turut sampai ke mejanya,
bukannya menghibur, malahan seolah-olah
berlomba-lomba membangkitkan penyakit
tekanan darah tinggi sang pembaca, Kaisar Yong
Ceng. "Celaka, kenapa aku kirim orang-orang gila
macam ini ke medan perang?" gerutu Kaisar
ketika membaca laporan-laporan itu. "Menulis
laporan yang jelas saja tidak becus!"
Namun laporan terakhir yang ditulis Ni Keng
Giau agak melegakan juga. "... angkatan perang
kita akan segera ditarik pulang, karena kaum
pemberontak sudah berhasil ditumpas habis,"
dan tidak lupa Ni Keng Giau menyanjung, "...
hamba yang hina memberi selamat kepada
tuanku, Putera Langit Yang Agung, yang
berhasil menegakkan kewibawaan di kawasan
barat." Namun juga timbul setitik kesangsian dalam
hati Kaisar Yong Ceng. Mula mula Kaisar Yong
Kemelut Tahta Naga II/4 43 Ceng memang sekedar mendongkol karena Ni
Keng Giau dan Kim Seng Pa saling menjelekkan
lewat surat. Kalau yang satu "meniup" yang lain
"menggemboskan", begitulah bergantian, ciri
khas dua orang yang bersaing sengit. Namun
berita dari Ni Keng Giau yang kelewat dahsyat
dan bombatis itu malahan membuat ragu-ragu.
Kalau benar "mayat Pangeran In Te tidak bisa
dikenali", bagaimana bisa tahu kalau mayat
hancur "kena meriam" itu adalah Pangeran In
Te"Penjelasan Ni Keng Giau terlalu dahsyat tapi
kabur. Jangan jangan malah laporan Kim Seng
Pa yang benar, bahwa Pangeran In Te berhasil
menghilang dan diduga keras telah menyelamatkan diri" Jangan-jangan laporan Ni
Keng Giau yang berlebihan itu hanya untuk
mengalihkan perhatian dari kegagalannya
membunuh Pangeran In Te"
Dalam keadaan bimbang macam itu lah
Kaisar Yong Ceng, seperti biasa, lalu ingat
pamannya, Liong Ke Toh, yang nasehatnya
sering dituruti. Diperintahkan nya seorang thaikam (sida-sida) untuk memanggil Liong Ke Toh
Kemelut Tahta Naga II/4 44 ke Gi-si-pong (ruang membaca), dimana suratsurat dari garis depan itu ditumpuk di meja.
Setelah Liong Ke Toh datang, segera
disuruhnya membaca surat-surat Ni Keng Giau
dan Kim Seng Pa untuk dibandingkan. Soal
usaha membinasakan Pangeran In, Kaisar Yong
Ceng tidak menyembunyikan dari pamannya
ini, sebab gagasan itu dulu justru datangnya
juga dari pamannya ini. "Bagaimana pendapat Paman?" tanya Kaisar,
setelah Liong Ke Toh selesai membaca.
Liong Ke Toh ini diam-diam juga iri kepada
kekuasaan Ni Keng Giau yang besar, maka
jawabannyapun bernada menghasut, "Menurut
hamba, laporan dari Goan-swe Ni Keng Giau
lebih banyak membualnya. Hamba cenderung
mempercayai laporan Kim Cong-koan yang
lebih masuk akal. Dalam laporan Ni Keng Giau,
nampak benar dia bernafsu menonjolkan
kehebatannya, seolah semua tanda jasa hendak
diborongnya sendiri. Ini suatu gejala yang
berbahaya. Hamba khawatir kelak Ni Keng Giau
akan lupa bahwa dia cuma anak rakyat jelata
Kemelut Tahta Naga II/4 45 dari kota udik Tan-liu, dan Tuan kulah yang
sudah berbelas kasihan mengangkatnya sampai
kedudukan sekarang ini. Kalau kesombongannya tak terkendalikan lagi,
jangan-jangan kelak dia merasa tidak perlu lagi
tunduk kepada Tuanku?"
Dalam tahun-tahun kejayaannya itu, Kaisar
Yong Ceng tetap seorang yang gampang curiga
kepada apapun yang bisa mengancam
kedudukannya. Watak khas para diktator.
Memang sudah banyak penentangpenentangnya yang dikirim ke lubang kubur,
namun Yong Ceng tetap merasa was-was kalau
ada bawahannya yang terlalu menonjolkan diri,
semacam Ni Keng Giau itu. Namun Yong Ceng
juga sadar, meskipun kedudukan Ni Keng Giau
adalah pemberiannya, tidaklah gampang untuk
memanggilnya kembali. Ni Keng Giau telah
menanam pengaruhnya begitu kuat di kalangan
militer, dan tidak sedikit pengikutnya yang
fanatik secara membabi buta.
Sedangkan Liong Ke Toh terus menghasut,
"Hamba harap Tuanku tidak lupa ketika Ni Keng
Kemelut Tahta Naga II/4 46 Giau secara kurang ajar membawa pasukan
tempurnya memasuki istana ini, lalu memaksa
Tuanku untuk membubarkan sebuah perjamuan yang sedang diselenggarakan oleh
Kim Cong-koan di bangsal Bwe-hoa-kiong.
Permohonan untuk membubarkan pesta itu
masih masuk akal, tapi caranyalah yang benarbenar keterlaluan kurang-ajarnya. Ia agaknya
meremehkan Tuanku sebagai penguasa
berdaulat pemilik istana ini, bahkan sebagai
yang dipertuan di seluruh negeri. Ingat saja
bagaimana perajurit-perajuritnya tidak menghiraukan perintah Tuanku, dan hanya mau
tunduk kepada perintahnya. Ini benar-benar
berbahaya, Tuanku. Bagaimana kalau tiba-tiba
muncul niatan jahatnya untuk merebut
kekuasaan dengan kekerasan" Bukankah saat
itu kita semua seolah sudah seperti anak
burung dalam genggaman tangannya" Bagaimanapun juga, dia itu bangsa Han bukan?"
Biarpun Yong Ceng diam saja, hanya berjalan
hilir-mudik, namun hasutan Liong Ke Toh mulai
merasuk di otaknya. Peristiwa-peristiwa yang
Kemelut Tahta Naga II/4 47 diingatkan Liong Ke Toh itu bukan khayalan,
melainkan kenyataan yang masih membuatnya
jengkel kalau mengingatnya.
"Lalu Paman punya usul tidak?" tanya Yong
Ceng kemudian. "Hamba punya sebuah siasat, Tuanku."
"Coba katakan."
"Begini ....." Keduanya lalu bercakap-cakap lama sekali
di Gi-si-pong. Pada akhir percakapan, nampak
wajah Yong Ceng men jadi cerah dan kepalanya
banyak mengangguknya. "Akal yang hebat,
Paman. Dan kuserahkan sepenuhnya kepada
Paman untuk mengatur begitu, tapi aku harap
selalu diberi laporan agar tahu perkembangannya." "Oh, terima kasih alas kepercayaan Tuanku
kepada hamba. Semua yang hamba lakukan ini
sama sekali tanpa pamrih pribadi, tanpa rasa
benci kepada siapapun, semata-mata demi
keselamatan Tuanku dan Kekaisaran ini. Hamba
mohon diperkenankan mengundurkan diri,
Tuanku." Kemelut Tahta Naga II/4 48 "Silahkan, Paman."
Liong Ke Toh meninggalkan Gi-si-pong
dengan semangat penuh, hati gembira, seolah
tubuhnya hendak melayang. Seperti biasa, kalau
Liong Ke Toh tertawa, berarti akan ada orang
menangis. Kalau Liong Ke Toh kelihatan
bahagia, berarti akan ada orang menderita. Kali
ini sasarannya adalah Ni Keng Giau.
Tapi langkah Liong Ke Toh terhenti, ketika
melihat dari seberang kebun kebun bunga itu
muncul Pangeran Hong lik bersama tiga orang
pengawalnya, agaknya juga sedang menuju ke
Gi-si-pong. Meskipun Putera Mahkota itu masih
remaja, namun terasa benar wibawa nya,
sehingga Liong Ke Toh yang berusia empat kali
lipatnya itupun tergetar menatap matanya.
Terpaksa ia berhenti agak minggir sambil
mengangguk hormat. "Apakah Pangeran hendak menjumpai
Sribaginda?" tanya Liong Ke Toh.
Terhadap Liong Ke Toh yang masih terhitung
kakeknya, ternyata Pangeran Hong-lik tanpa
sungkan menunjukkan sikap tidak senangnya.
Kemelut Tahta Naga II/4

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

49 Terbukti dari sikapnya, dan jawabannya yang
dingin dan singkat, "Ya."
"Pangeran, nampaknya pikiran Sribaginda
sedang menanggung semacam persoalan yang
berat, karena itu alangkah bijaksananya kalau
Pangeran tidak menghadap beliau sekarang ini."
"Aku akan menghadap sekarang dan
membantu memecahkan masalah yang sedang
dipikirkan Hu-hong (ayahanda Kaisar)," sahut
Pangeran Hong-lik tanpa menatap muka Liong
Ke Toh. "Tapi sungguh tepat kalau menghadap
sekarang. Hamba bukannya bermaksud
menghalangi Pangeran, tapi cuma usul demi
kebaikan semuanya." "Usulmu kutolak," sahut Pangeran Honglik dingin dan langsung berjalan lagi tanpa
menggubris Liong Ke Toh. Ketiga pengawalnyapun mengikuti.
Liong Ke Toh menahan kemarahannya
sambil menatap punggung Pangeran Hong-lik
yang menjauh. Geramnya dalam hati. "Keparat,
Bocah ingusan macam kau berani tidak
Kemelut Tahta Naga II/4 50 menghormati sesepuh keluarga istana macam
aku" Hem,, hati-hatilah, bangsat cilik. Setelah
kusingkirkan Ni Keng Giau, akan tiba giliranmu.
Jangan menganggap umur mu cukup panjang
untuk menunggu tahta jatuh ke tanganmu.
Jangan harap. Bangsat. Monyet. Keparat."
Ternyata, sambil berjalan menuju Gi-si-pong,
Pangeran Hong-lik juga menggerutu, "Tiga
bulan yang lalu, sehabis Liong Ke Toh menemui
Hu-hong, wajahnya nampak gembira. Dan esok
harinya beberapa orang menteri setia langsung
dipecat dengan alasan yang tak masuk akal.
Karena ketiga menteri itu dalam sidang
kerajaan pernah menanyakan darimana saja
Liong Ke Toh berhasil mengumpulkan kekayaan
begitu banyak. Satu- setengah bulan yang lalu,
kembali kulihat Liong Ke Toh berseri-seri
wajahnya, disusul dengan dihukum matinya
beberapa panglima yang pernah menolak hadir
di perjamuan yang diselenggarakan Liong Ke
Toh." Kemelut Tahta Naga II/4 51 Ketiga pengawal Pangeran Hong-lik hanya
mengikuti langkahnya tanpa bicara apa-apa.
Namun mereka mendengarkan baik-baik.
"Kalian lihat, bagaimana tadi wajah orangtua
itu?" Pangeran Hong-lik tiba-tiba menanyai
ketiga pengawalnya. "Nampaknya gembira sekali........" sahut
seorang pengawalnya. "Itu artinya ada orang bakal celaka, entah
siapa. Aku mungkin bisa tanyakannya kepada
Hu Hong." Sikap Pangeran Hong-lik terhadap ketiga
pengawalnya itu memang nampak agak
istimewa. Terlalu akrab, kurang terlihat sikap
resmi antara atasan dan bawahan. Itu karena
ketiga pengawal itupun bukan orang
sembarangan, bukan orang-orang yang sekedar
mengekor ke mana perginya Pangeran Hong-lik.
Merekalah yang disebut Heng-san-sam-kiam
(Tiga Pedang Heng-san). Tadinya mereka
termasuk dalam kelompok Ci-ih Wt-kun yang
dikomandani Kim Seng Pa, namun ketiganya
Kemelut Tahta Naga II/4 52 kemudian dijadikan pengawal pribadi Pangeran
Hong-lik. Ketiga pendekar itu bekerja di istana bukan
untuk mencari nafkah, melainkan karena
memendam cita-cita sendiri. Ketiganya adalah
orang Han, yang ingin memperjuangkan
martabat orang Han. namun tidak lewat
pemberontakan, melainkan "bekerja dari
dalam" dengan jalan mencoba ikut mempengaruhi pergulatan kekuasaan di dalam
istana. Sampai kelak munculnya penguasa yang
bisa melindungi martabat Bangsa Han.
Dulu mereka pernah mendukung Kaisar
Yong Ceng, karena disangkanya Kaisar Yong
Ceng akan menjadi raja yang baik. Ternyata
mereka kecewa, Ialu merekapun beralih diamdiam memper juangkan Pangeran In Te. Dengan
harapan kalau Pangeran In Te menjadi raja, ada
harapan martabat Bangsa Han akan diangkat.
Tidak perlu harus mengusir Bangsa Manchu,
cukup asal kedua suku bangsa itu hidup
berdampingan dengan martabat yang sama.
Kemelut Tahta Naga II/4 53 Namun kabar dari Jing-hai menyebutkan
Pangeran In Te yang tak keruan mati hidupnya.
Lalu ketiga pendekar yang seperguruan itu
menaruh harapan kepada Pangeran Hong-lik.
Karena mereka sering melihat Pangeran Honglik meninggalkan istana dengan menyamar,
untuk menolong rakyat secara langsung.
Apalagi kalau ditinjau darah keturunannya.darah Han dalam tubuh Hong-lik
"lebih kental" dari pada darah Manchunya. Ada
desas-desus bahwa Pangeran Hong-lik sebenarnya bukanlah anak yang dilahirkan deh
Permaisuri resmi Kaisar Yong Ceng, melainkan
hasil hubungan gelap Kaisar Yong Ceng dengan
seorang wanita Han di luar istana. Lalu bayi
hasil hubungan gelap itu diangkut diam-diam ke
istana, dan diakui sebagai anak oleh Permaisuri
yang tak bisa melahirkan anak. Bahkan
kemudian menjadi Putera Mahkota. Barangkali,
itulah sebabnya Hong-lik memiliki semacam
ikatan batin dengan Bangsa Han yang tertindas.
Maka ketiga pendekar Heng-san-sam-kiam itu
jadi melihat semacam harapan baru bagi Bangsa
Kemelut Tahta Naga II/4 54 Han, dalam diri Pangeran Hong-lik bila kelak
bertahta. Dengan dasar persamaan tujuan, untuk
menolong rakyat, maka antara Pangeran Honglik
dan Heng-san-sam-kiam terjalin persahabatan akrab, meskipun Heng-san-samkiam tetap menyembunyikan latar belakang
sikap mereka. Ketiga pendekar itu lalu bukan
sekedar budak-budak pengiring, namun tidak
jarang sebagai teman bertukar pikiran bagi
Pangeran Hong-lik. Bahkan menyangkut
urusan-urusan penting dalam istana. Tidak
jarang juga menyatukan tindakan.
Pangeran Hong-lik pun kemudian masuk ke
Gi-si-pong untuk menghadap Kaisar Yong Ceng.
Sementara itu, Liong Ke Toh segera pulang
ke bangsalnya untuk mulai memikirkan masakmasak rencananya menjungkirkan Ni Keng Giau
dari kedudukannya. Malam harinya, dengan menaiki sebuah
tandu bertirai rapat, Liong Ke Toh diam-diam
meninggalkan istana lewat pintu Hou-cai-mui,
Kemelut Tahta Naga II/4 55 pintu belakang istana yang para penjaganya
adalah ang gota komplotan Liong Ke Toh semua.
Karena sudah larut malam, suasana kota
Pak-khia juga sudah sepi, tapi tidak sepi benarbenar. Di tempat-tempat tertentu masih ramai.
Misalnya di dekat warung-warung arak, atau di
tempat kosong yang digunakan oleh para
gelandangan untuk berjudi kecil-kecilan tapi
bisa sampai pagi. Kedua pemikul tandu Liong Ke Toh maupun
ke empat orang pengawal pribadinya,
melangkah dengan santai. Langkah mereka
seirama dengan keriat-keriut kayu-kayu
pengusung tandu, sementara tandunya sendiri
terayun-ayun lembut. Liong Ke Toh di dalam
tandu seperti seorang bayi dalam ayunan,
terangguk-angguk setengah mengantuk.
Tapi di sebuah jalan yang sepi dan gelap,
rombongan itu tiba-tiba harus berhenti. Sikap
santai digantikan sikap tegang. Para pemikul
tandu begitu kagetnya sehingga meletakkan
tandu terlalu keras, membuat Liong Ke Toh
Kemelut Tahta Naga II/4 56 yang tengah melenggut di dalamnya itu jadi
kaget dan mengutuk gusar.
Sementara, ke empat pengawal pribadi Liong
Ke Toh telah menghunus senjata masing-masing
dan bersiaga di depan tandu.
"Ada.... ada apa?" dengan cepat kejengkelan
Liong Ke Toh berubah menjadi kepanikan.
Tangannya gemetar menyingkap tirai tandu
untuk melihat apa yang menghadang di
depannya, dan jantungnya hampir copot ketika
melihatnya. Tiga orang berdiri menghadang di tengah
jalan. Mereka berpakaian seragam perwira,
namun muka mereka tertutup kedok kain
hitam, dan tangan kanan masing-masing
memegang pedang terhunus.
"Siapa kalian?" Liong Ke Toh membentak.
Biarpun suaranya agak gemetar, namun
dipaksakannya untuk bersikap berwibawa
sebagai seorang bangsawan tinggi.
Perwira berkedok yang berdiri ditengah
menjawab, "Maaf kalau kami mengganggu
perjalanan Ong-ya. Kami hanya ingin
Kemelut Tahta Naga II/4 57 menanyakan beberapa hal, dan setelah Ong-ya
menjawab dengan memuaskan, kami takkan
mengganggu lagi. Pertama, apa yang Ong-ya
bicarakan akhir-akhir ini dengan Sribaginda di
kamar Gi-si-pong?" Sambil tetap duduk dalam tandu, Liong Ke
Toh menudingkan telunjuknya dan berkata
dengan gusar, "Kurang ajar! Perwira-perwira
tak tahu adat, apa urusanmu dengan
pembicaraan dan rencana-rencana Sribaginda"
Minggir!" Si perwira berkedok yang ada di tengah itu
tertawa dingin, mengibaskan pedangnya di
udara tanda gertakan, "Kami cuma ingin tahu,
siapa lagi yang akan kau fitnah dan kau celakai!"
Liong Ke Toh benar-benar terkejut kali ini.
Lalu dicobanya menutupi sikapnya dengan
tertawa terkekeh-kekeh. Ini bukan begal biasa,
tapi berlatar belakang politik. Yang diminta
bukan uang, melainkan "bocoran" kebijaksanaan istana yang masih dirahasiakan.
Sahut Liong Ke Toh, "Omong kosong macam
apa ini" Bukankah memang setiap harinya
Kemelut Tahta Naga II/4 58 harus aku menghadap Sribaginda untuk
membicarakan berbagai urusan" Kenapa
sekarang mendadak kalian jadi usil ingin tahu?"
Si perwira berkedok yang di tengah itu
agaknya menjadi juru bicara bagi rekanrekannya. Jawabnya dingin, "Ribuan kali
pembicaraan dengan Sribaginda yang sudah
lalu, dan ribuan kali yang akan datangpun, kami
tidak ambil pusing. Tapi pokok pembicaraan
yang sekali ini, kami harus tahu!"
"Soal apa?" "Soal Goan-swe Ni Keng Giau!"
Hati Liong Ke Toh bergetar. Selama ini ia
merasa kasak-kusuknya soal menjatuhkan Ni
Keng Giau masih tertutup rapat, hanya dirinya
dan Kaisar yang mengetahuinya, kenapa tibatiba sekarang sampai bocor keluar istana"
Pikirnya, "Kalau begitu, memang Ni Keng Giau
tidak boleh dipandang enteng. Ia punya sejuta


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata dan sejuta telinga yang tersebar di manamana."
Setelah menenangkan hatinya, Liong Ke Toh
mulai memancing, "Siapa kalian sebenarnya"
Kemelut Tahta Naga II/4 59 Kalau aku tahu siapa kalian, apa tujuan kalian,
mana mungkin bisa kupertimbangkan untuk
menjawab apa yang kalian tanyakan."
Orang yang menyembunyikan wajah di balik
kedok, sudah tentu juga tak mungkin - berteriak
"mengumumkan" siapa dirinya yang sebenarnya. Karena itu, pancingan Liong Ke Toh
tak mendapat sambutan baik. Malahan orang
berkedok yang di tengah itu dengan gusar
berkata kepada temannya, "Agaknya kita perlu
membawa ular tua ini ke suatu tempat, lalu kita
bongkar mulutnya dengan golok!"
Ucapan sekasar itu diperdengarkan kepada
seorang gila hormat macam Liong Ke Toh, tentu
saja membuat darahnya naik sampai hampir
menjebol ubun-ubun. Perintah Liong Ke Toh
kepada para pengawalnya, "Tangkap mereka!
Kalau perlu, bunuh!"
Ke empat pengawal itupun jago-jago silat
pilihan, segera mereka berlompatan
ke depan sambil mengayun senjata-senjata
mereka. Perwira berkedok yang ada di tengah
maju ke depan. Agaknya ilmu silatnya cukup
Kemelut Tahta Naga II/4 60 tangguh, sehingga dengan penuh percaya diri
dia langsung "mengambil" dua lawan sekaligus.
Sedangkan kedua perwira berkedok lainnya,
masing-masing menghadapi satu lawan.
Perkelahian hebat pun berlangsung di
jalanan yang gelap dan sepi itu. Baik ke empat
pengawal Liong Ke Toh maupun ketiga perwira
berkedok itu segera menunjukkan ketangkasan
masing-masing dalam main senjata, maupun
dalam tekad untuk saling memusnahkan.
Mulanya Liong Ke Toh mengharap pengawal-pengawalnya yang digaji tinggi itu
akan dapat segera membereskan urusan.
Menangkap, melucuti kedok, dan memaksa
bicara para perwira berkedok itu. Namun
kenyataannya tidak sama dengan harapannya.
Ketiga perwira berkedok itu bermain pedang dengan tangguh, dan kemudian malahan
ke empat pengawal Liong Ke Toh itu yang
mulai megap-megap kelelahan. Salah seorang
pengawai yang mengeroyok perwira berkedok
berbicara tadi, malahan kemudian tertusuk
perutnya sehingga roboh. Dan yang satu lagi ter
Kemelut Tahta Naga II/4 61 desak. Begitu pula dua pengawal yang melawan
perwira-perwira berkedok lain nya.
Biarpun Liong Ke Toh tidak paham ilmu silat
sama sekali, tapi ia mulai merasakan bahaya
yang mengancam pihaknya. Tiba-tiba dia
berkata kepada kedua pemikul tandunya,
"Pulang ke istana secepatnya dan panggil
pengawal-pengawal lain! Cepat!"
Kedua pemikul tandu itu karena takutnya
jadi agak salah paham menangkap makna
perintah itu. Bukannya mengangkat tandu
untuk dibawa pulang, malahan mereka berlari
sendiri sekencang-kencangnya. Keruan Liong
Ke Tong terkesiap. Cepat diapun melompat
keluar dari tandunya sampai hampir
terjerembab, dan memaksa sepasang kaki
reyotnya untuk berpacu menyusul pemikulpemikul tandu kurang bertanggung jawab itu.
Ketiga perwira berkedok itu ingin mengejar
Liong Ke Toh, tapi masih tertahan oleh
pengawal-pengawal Liong Ke Toh yang
bertahan dengan gigih. Maka ketiga perwira
berkedok itupun sadar kalau tidak berguna
Kemelut Tahta Naga II/4 62 meneruskan niat mereka. Kalau sampai ada
pengawal atau perajurit lain yang berdatangan
ke situ dan menangkap mereka, mereka akan
sulit memberi penjelasan. Apapun dalih mereka,
mereka sudah jelas melakukan tindak
kekerasan terhadap Pamanda Kaisar. Bukan
kekeliruan, tapi kesengaja an.
Setelah saling bertukar isyarat, ketiga
perwira berkedok itu lalu melompat
meninggalkan lawan-lawan mereka, ! kemudian
kabur menghilang ke dalam kegelapan.
(Bersambung Jilid V) (Bersambung Jilid V) Kemelut Tahta Naga II/4 63 Kemelut Tahta Naga II/4 64 Kemelut Tahta Naga II/5 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid V Sedangkan ketiga pengawal Liong Ke Toh
kembali ke istana, sambil menggotong mayat
seorang rekan mereka. Ketika mereka sudah bergabung dengan
Liong Ke Toh serta kedua pemikul tandu di
dekat pintu Hou-cai-mui di belakang istana,
terdengar Liong Ke Toh menggeram sambil
mengepal-ngepal tinjunya, "Bocah ingusan itu
agaknya makin besar kepala. Caranya
menentang aku sudah mulai kasar, cara
kampungan. Baik. Besok akan kulaporkan
semua ini kepada Sribaginda."
Lalu Liong Ke Toh terbatuk-batuk lama
sekali, sampai tubuhnya terbungkuk bungkuk.
"Latihan lari" malam itu benar-benar tidak
Kemelut Tahta Naga II/5 2 direncanakan, sampai paru-parunya terasa
hampir rontok. Pagi harinya, di bangsal kediaman Pangeran
Hong-lik. Seorang thai-kam kecil yang menjadi
pelayan pribadi Pangeran Hong-lik, dengan
langkah lembut mendekati pintu kamar tidur
Pangeran Hong-lik, lalu mengetuknya pelanpelan.
"Thai-cu____ Thai-ciL..." panggilnya agak
takut-takut. Kemudian diulangi lagi beberapa
kali. Dari dalam kamar, terdengar suara Pangeran
Hong-lik menguap, dan terdengar suaranya
yang masih ogah-ogahan, "Siapa di luar?"
"Hamba Hi-cu. Mohon ampun sebesarbesarnya karena telah mengganggu Thai-cu."
"Ada apa" Tidak biasanya kau bangunkan
aku sepagi ini." "Ampun, Thai-cu. Ada panggilan dari
Sribaginda yang sekarang menunggu di Bangsal
Yang-wan-kiong, agar Thai-cu segera menghadap. Thai-cu juga dimohon membawa
Kemelut Tahta Naga II/5 3 serta ketiga pengawal yang sering bersama
Thai-cu." Terdengar suara perlahan di dalam kamar
yang menandakan keheranan ngeran Hong-lik.
Lalu, "Di bangsal Yang-wan-kiong itu ada siapa
lagi selain Hu Hong?"
"Di sana juga ada Ong-ya Liong Ke Toh."
Sesaat lamanya dari dalam kamar tidur
Pangeran Hong-lik cuma terdengar suara
langkah hilir-mudik dan dehem-dehem kecil.
Lalu kata Putera Mahkota itu, "Baiklah, Hi-cu.
Suruhlah An-cu menyiapkan perlengkapan
mandiku dan pakaianku, dan suruh Kui-cu
memanggil tiga pendekar Heng-san-sam-kiam
dari Bangsal Bwe-hoa-kiong kemari."
"Baiklah, Thai-cu."
Kemudian si thai-kam kecil Hi-cu itupun
pergi menjalankan perintah.
Tidak lama kemudian, Pangeran Hong-Lik
dan ketiga pengawal kepercayaannya yang
diambil dari Ci-ih Wi-kun (kelompok pengawal
Jubah Ungu) yang berjalan bersama ke bangsal
Yang-wan-kiong. Tiga pengawal itu masingKemelut Tahta Naga II/5
4 masing adalah Jian-eng-kiam (Pedang Seribu
Bayangan) Ho Se Liang, Lam-thai-hong (Prahara
Selatan) Auyang Kong dan Hui kiam-eng
(Pendekar Pedang Terbang) Teng Jiu.
Ketika mereka memasuki bangsal, segera
terlihat Liong Ke Toh yang wajahnya merah
padam, mirip orang ketika sedang mengejan
dalam kakus. Juga nampak tiga pengawal
pribadinya yang nampak babak belur, penuh
balutan balutan berdarah di beberapa bagian
tubuhnya. Selain itu masih ada pula sesosok
mayat yang dibaringkan di lantai.
Kaisar Yong Ceng sendiri nampak duduk di
sebuah kursi beralas kulit macan tutul.
Pangeran Hong-lik dan ketiga pengawalnya
cepat-cepat berlutut kepada Kaisar. "Apakah Hu
Hong memanggil hamba?" tanya Pangeran
Hong-lik. "Ya, bangunlah," kata Kaisar Yong Ceng yang
suaranya terdengar ramah. Juga kepada ketiga
pengawal Pangeran Hong-lik, "Kalian juga,
sobat-sobat lamaku."
Kemelut Tahta Naga II/5 5 "Terima kasih, Tuanku," sahut ketiga
pendekar Heng-san-sam-kiam itu.
Dulu, semasa Kaisar Yong Ceng masih
mengembara sebagai pendekar dengan nama
samaran Si Liong Cu, antara lain ia bersahabat
dengan ketiga pendekar ini, sehingga ketika
terjadi persaingan merebut tahta beberapa
tahun kemudian, ketiga pendekar itu berhasil di
rangkul menjadi pendukungnya. Itulah sebabnya ia bersikap seperti teman lama
kepada ketiga orang itu. Kaisar Yong Ceng juga tidak tahu kalau ketiga
bekas teman lama itu sebenarnya kecewa,
setelah melihat cara pemerintahannya yang
bertangan besi. Kaisar hanya merasa gembira
melihat ketiga pendekar itu nampak dekat
hubungannya dengan Pangeran Hong-lik,
anaknya. Dikiranya dengan demikian ke tiga
pendekar itu tetap setia kepada dirinya dan
keturunannya. Sementara itu Liong Ke Toh telah berbicara,
"Tuanku, apakah hamba sudah boleh
diperkenankan bicara?"
Kemelut Tahta Naga II/5 6 Kaisar Yong Ceng mengangguk sedikit.
"Silahkan, Paman."
Liong Ke Toh lalu menatap penuh kebencian
kepada ketiga pengawal Pangeran Hong-lik, dan
berkata kepada Pangeran Hong-lik, "Pangeran,
hamba mohon dengan sangat agar ketiga
pengawal Pangeran itu dijatuhi hukuman mati!"
Pangeran Hong-lik mengerutkan alisnya,
sedangkan Heng-san-sam-kiam terkejut. "Kehormatan" macam apa ini, sehingga Liong
Ke Toh yang biasanya cuma memfitnah pejabatpejabat kalangan atas, tiba-tiba sekarang
mengincar pengawal-pengawal biasa seperti
mereka" Ataukah Liong Ke Toh sudah tahu,
kalau mereka bertiga diam-diam pernah
berikrar untuk mendukung Pangeran In Te,
setelah kecewa terhadap Kaisar Yong Qeng"
Pangeran Hong-lik lah yang mewakili
pertanyaan dalam hati ketiga pendekar itu,
"Paman, mohon disebutkan alasannya kenapa
aku harus menghukum mereka begitu berat?"
"Karena mereka telah berani melakukan
percobaan penculikan dan pembunuhan terhaKemelut Tahta Naga II/5


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

7 "Pangeran, hamba mohon dengan sangat agar
ketiga pengawal Pangeran itu dijatuhi
hukuman mati!" Kemelut Tahta Naga II/5 8 dap seorang anggaota keluarga istana. Semalam
hamba telah diserang mereka. Biarpun mereka
memakai kedok, tetapi hamba yakin merekalah
yang melakukan. Lihat, seorang pengawal
pribadi hamba tewas, dan tiga lainnya lukaluka,
menandakan betapa bersungguhsungguhnya mereka hendak membunuh
hamba." Dengan tuduhan ini, sebenarnya Liong Ke
Toh bermaksud pula menuduh Pangeran Honglik di hadapan Kaisar. Namun karena tidak
berani menuduh langsung, maka hanya berani
menuduh ketiga pengawal Pangeran Hong-lik.
Ia berharap agar Kaisar sendiri yang mendapat
kesimpulan bahwa ketiga pengawal itu takkan
berani bertindak kalau tidak disuruh oleh
Pangeran Hong-lik sendiri. Dengan demikian
Pangeran Hong-lik akan menimbulkan kesan
jelek di mata ayahandanya sendiri, begitulah
harapan Liong Ke Toh. "Peristiwa itu terjadi malam tadi?" tanya
Pangeran Hong-lik sambil tersenyum.
Kemelut Tahta Naga II/5 9 "Ya!" sahut Liong Ke Toh ngotot.
Senyuman Pangeran Hong-lik pun semakin
melebar, bahkan ketiga pendekar Heng-sansam-kiam itu pun ikut tersenyum. Kata
Pangeran Hong-lik. "Paman, semalam kami
bertiga tidak melangkah keluar dari dinding
istana. Aku bermain catur dengan Ho Toa-ko
sampai enam babak, sedang Auyang Jiko dan
Teng Sam-ko menonton pertandingan kami
sambil minum arak dan makan kacang. Kalau
Paman tidak percaya, silahkan panggil
pengawal-pengawal yang semalam tugas jaga
sekitar pondok Jing-tiok-ting. Mereka akan
menjadi saksi bahwa apa yang kukatakan ini be
nar." Liong Ke Toh nampak jadi agak salah
tingkah. Sebentar mengusap-usapkan telapak
tangan ke jubahnya, sebentar lagi mengelus
jenggotnya, dan macam-macam lagi. Dan
setelah berdehem-dehem sebentar, ia masih
juga mencoba ngotot dengan tuduhannya,
"Tetapi... penjahat-penjahat itu berjumlah
tiga orang, dan semuanya bersenjata pedang!"
Kemelut Tahta Naga II/5 10 Pangeran Hong-lik tertawa lagi, "Di kota Pakkhia ini entah ada berapa ribu pemain pedang,
apakah mereka juga Paman tuduh semua"
Lagipula, kalau benar-benar Ho Toa-ko bertiga
yang menghadang Paman, biarpun jumlah
pengawal Paman dilipat-sepuluhkan, apakah
Paman pikir pagi ini Paman masih hidup" Maaf."
Merasa bahwa tuduhannya memang terlalu
lemah, Liong Ke Toh lalu berpaling kepada
Kaisar Yong Ceng dan berkata, "Ampun, Tuanku.
Hamba mohon Tuanku memberi keputusan
dalam urusan yang telah mengancam nyawa
hamba ini." Nyata diapun mulai merengek, minta agar
Kaisar membelanya. Kaisar Yong Ceng mengurut jenggot nya dan
menjawab, "Bukankah Paman sudah mendengar
keterangan Hong-lik" Aku rasa dia berkata
benar. Aku sendiri kenal kepandaian hebat dari
ketiga sobat masa mudaku dari Heng-san ini,
ketika aku dulu masih berkelana di rimba
persilatan." Kemelut Tahta Naga II/5 11 "Terima kasih, Tuanku," Heng-san-am-kiam
menjawab serempak demi kesopanan.
Sedangkan Kaisar Yong Ceng melanjutkan,
"maka kusarankan agar Paman menyudahi saja
urusan kecil tak berarti ini, dan lebih
memusatkan perhatian kepada pelaksanaan
rencana besar yang sudah kita bicarakan
kemarin." Yang dimaksud "rencana besar" ialah
rencana untuk menjatuhkan Ni Keng Giau tanpa
membahayakan tahta. Keruan Liong Ke Toh jadi agak penasaran,
sebab urusan keselamatan dirinya ternyata
cuma dianggap "urusan kecil" oleh Kaisar. Maka
diapun nekad berkata, "Ampun Tuanku, ketiga
perwira berkedok yang mencegat hamba itu ada
hubungannya dengan rencana besar yang kita
rancang. Mereka mencegat hamba untuk
memaksa hamba memberitahukan mereka
tentang." Kaisar Yong Ceng cepat mengangkat
punggungnya dari sandaran kursi, lalu
mencegah, "Tunggu, Paman!"
Kemelut Tahta Naga II/5 12 Liong Ke Toh mengatupkan mulut. Sedang
Kaisar berkata kepada Hong-lik. "Hong-lik, kau
dan ketiga sobat dari Heng-san itu boleh
mengundurkan diri," Paling tidak disinilah Liong Ke Toh boleh
merasa unggul dari Pangeran Hong-lik, sebab
Kaisar mempercayainya untuk berbincang soal
"rencana besar" itu sedangkan Pangeran Honglik
disuruh pergi tidak boleh ikut mendengarkan. Namun Pangeran Hong-lik bersikap tenang
saja. Setelah berlutut ayahandanya, diapun
mengundurkan diri dengan mengajak ketiga
pengawalnya. Hanya saja, setelah sampai diluar Bangsal
Yang-wan-kiong, Pangeran Hong-lik menggerutu sengit, "Hem, ayahanda menganggap aku masih sebagai anak ingusan
yang tidak boleh tahu apa apa. Sebaliknya
malah suka mendengarkan ucapan beracun dari
ular tua itu." Ho Se Liang bertanya, "Bagaiamana dengan
nasib kami, Pangeran" Jangan-jangan Kemelut Tahta Naga II/5 13 Sribaginda akan mempercayai bahwa kami
bertigalah yang semalam menghadang Liong
Ong-ya?" "Kalian bertiga jangan khawatir. Semalam
bukankah kalian bertiga memang bersamaku
sampai hampir pagi" Siapapun yang nekad
menuduh kalian, berarti sama dengan menuduh
aku sebagai pembohong, sebab aku akan
menjadi saksi buat kalian."
"Terima kasih, Pangeran."
Sementara itu, di dalam bangsal Yang-wankiong, Liong Ke Toh belum pergi dari situ.
Pengawal-pengawalnya sudah disuruhnya pergi
lebih dulu, kemudian Liong Ke Toh sendiri
terlibat dalam pembicaraan yang bersungguhsungguh dengan Kaisar Yong Ceng.
"Jadi, ketiga perwira berkedok yang
menghadang Paman itu mengancam Paman,
agar Paman mengatakan tentang rencana kita
terhadap Ni Keng Giau?"
"Benar, Tuanku."
"Apakah Paman tidak salah dengar?"
Kemelut Tahta Naga II/5 14 "Tidak, Tuanku. Hamba bersumpah. Para
pengawal hamba serta dua pemikul tandu
itupun mendengar hal yang sama."
Wajah Kaisar nampak menjadi gelisah.
"Aneh. Bukankah kita baru membicarakannya
berdua dan belum ada orang ketiga" Bahkan
Hong-lik pun tidak kuberi tahu. Bagaimana
perwira-perwira di luar istana itu tiba-tiba
malah sudah menaruh kecurigaan?"
"Hamba pun Keran sekali. Tuanku. Ini
berbahaya sekali, pasti ada mata-mata di .....
istana ini. Mata-mata Ni Keng Giau yang tanpa
kita ketahui telah mencuri dengar pembicaraan
kita. Dan kalau sampai ke kuping Ni Keng Giau,
dia bisa marah, padahal angkatan perang masih
tergenggam di tangannya. Biarpun Kim Seng Pa
setia kepada Tuanku, namun kalau Ni Keng Giau
sudah nekad, tentu gampang saja Kim Seng Pa
akan dipitasnya seperti semut!"
"Paman....." kata Kaisar Yong Ceng tiba-tiba
sambil menyeringai bengis sehingga Liong Ke
Toh merinding. "Hamba, Tuanku."
Kemelut Tahta Naga II/5 15 "Sekarang kita perlu mengadakan langkah
pengamanan, agar rencana kita berjalan aman.
Untuk itu dibutuhkan pengorbananmu, Paman,
betul tidak?" "Maksud Tuanku....." suara Liong Ke Toh agak
tercekik. Khawatir kalau tiba-tiba Kaisar
menginginkan dirinyalah yang dijadikan tumbal
rent ana itu. "Karena itu, Paman. Kedua pemikul tandu
jolimu dan ketiga pangawal Paman yang masih
hidup itu, harus dilenyapkan. Secepat mungkin,
sebelum mulut mereka pun ikut-ikutan bocor.
Sebab semalam mereka sudah ikut mendengar
kata-kata para perwira berkedok itu."
"Baik, baik. Segera hamba laksanakan.
Tuanku," sahut Liong Ke Toh agak lega. Demi
keselamatannya sendiri, ia tidak sayang lagi
kepada orang-orang yang selama ini mengabdi
kepadanya. "Tetapi siapakah mata-mata dalam
istana ini, yang membocorkan pembicaraan
rahasia kita kemarin?"
"Aku punya caraku sendiri. Paman. Pasti
pelayan-pelayan dekatku yang tak pernah jauh
Kemelut Tahta Naga II/5 16 daripadaku. Karena itu, hari ini juga akupun
akan mengadakan pembersihan."
Ringan saja Kaisar Yong Ceng me
ngucapkannya. padahal "pembersihan" itu bisa
melenyapkan puluhan nyawa kaum pelayan
mana yang dicurigai sebagai mata-mata Ni Keng
Giau. "Dan.....bagaimana dengan ketiga perwira
berkedok itu?" "Aku sudah punya daftar nama para perwira
yang selama ini ada hubungan dekat dengan Ni
Keng Giau. Akan kuperintahkan Hap Toh dan
Toh Jiat Hong untuk meneliti mereka satu
persat." Liong Ke Toh mengangguk-angguk, lalu
berkata, "Kalau begitu, hamba diperkenankan
mengundurkan diri, Tuanku."
"Silahkan, Paman."
Hari itu juga terjadi kegemparan di istana.
Dengan dalih "ada komplotan yang mengancam
nyawanya", Yong Ceng menyingkirkan seluruh
pelayan pribadinya. Ia yakin bahwa mata-mata
Ni Keng Giau dalam istana itu ada di antara
Kemelut Tahta Naga II/5 17 pelayan-pelayan pribadinya, namun daripada
susah-susah "mencari tikus dalam rumah" maka
ia lebih suka "membakar rumahnya" sekalian
toh tikusnya akan ikut mati. Dengan demikian,
puluhan pelayan yang tak bersalah ikut mengge
linding batok kepalanya oleh golok algojo.
* * * Di saiah satu ruangan dari salah satu rumah
dari puluhan ribu rumah yang ada di Pak-khia,
berlangsung sebuah pertemuan. Ada tujuh
orang perwira di tempat itu, mereka saling
berbicara dengan wajah amat bersungguhsungguh, kadang-kadang tegang, tidak jarang
ada yang berbicara keras sambil menggebrak


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meja. "Pembunuhan para pelayan Kaisar itu
membuatku semakin yakin, bahwa ada sesuatu
yang sedang disembunyikan oleh Sribaginda!
Dan orang kita yang ada di antara pelayanpelayan itupun ikut terbunuh, dan aku yakin
memang dia seoranglah yang sebenarnya
Kemelut Tahta Naga II/5 18 diincar. Hanya karena Sribaginda tidak tahu
pasti siapa yang telah memberitahu kita, maka
Sribaginda membunuh semua pelayannya untuk
gampangnya saja!" kata seorang perwira
berjenggot panjang, dengan hati yang panas.
"Benar, saudara Oh Bun Kai!" sambut
seorang perwira lain yang mukanya gemuk
bundar, di rahangnya ada bekas luka yang
didapatnya dalam suatu pertempuran. "Kita
semua yakin. Alasan adanya komplotan para
pelayan yang hendak membunuh Sribaginda itu
hanyalah dalih palsu untuk menyembunyikan
hal yang sebenarnya. Aku yakin ada suatu
rencana jahat yang sedang ditujukan kepada
Goan-swe Ni Keng Giau. Aku yakin. Hanya
karena takut rencana itu bocor, maka
Sribaginda telah melakukan pembunuhan
besar-besaran untuk menyumbat sumber berita
kita di dalam istana!"
"Aku menduga keras, ini pasti pokal nya si
mulut busuk Liong Ke Toh. Bukan rahasia lagi
buat kita, bahwa dia amat iri kepada kedudukan
Goan-swe kita dan tentu tambah iri lagi setelah
Kemelut Tahta Naga II/5 19 mendengar tentang kemenangan Goan-swe
yang gemilang di Jing-hai. Pasti ulah bangsat tua
itu! Coba pikir, saudara-saudara, masuk akalkah
kalau kita anggap rentetan kejadian akhir-akhir
ini hanya semacam kebetulan saja" Mula-mula
Liong Ke Toh sering berbincang-bincang dengan
Sribaginda, begitu laporan orang kita di istana
sebelum matinya, lalu peristiwa pembunuhan
itu. Masuk akalkah kalau ini dianggap kebetulan
saja?" "Benar. Pasti ulah Liong Ke Toh Toh.yang
iri!" "Selama ini, angkatan perang telah
mengalami kemajuan yang membanggakan
berkat pimpinan Goan-swe Ni Keng Giau,
mengalami peningkatan disiplin. Tidak ada lagi
perajurit yang berjiwa lemah. Semuanya adalah
karena pimpinan Goan-swe kita. Kalau sampai
Goan-swe kita berhasil disingkirkan, berantakanlah apa yang sudah dicapai selama
ini!" "Ini harus kita cegah dengan pengorbanan
apapun!" Kemelut Tahta Naga II/5 20 Lalu bersahut-sahutanlah perwira-perwira
pengikut fanatik Ni Keng Giau di ruangan itu,
beradu kerasnya suara, sambil mengacungacungkan tinju kelangit segala. Mereka bukan
cuma mendukung Ni Keng Giau, tetapi juga
berang karena semuanya bercuriga bahwa Ni
Keng Giau sedang hendak disingkirkan.
Hiruk-pikuk suara-suara emosional itu
mereda, ketika seorang perwira ubanan
bernama Pui Ciong mengangkat tangannya,
meminta agar rekan-rekannya diam. Sesaat
kemudian, ruangan itu sudah menjadi sunyi,
semuanya siap mendengarkan apa yang akan
dikatakan oleh Pui Ciong yang mereka segani
karena umurnya. "Kita boleh marah, saudara-saudara, tapi
jangan sampai kemarahan itu menyeret kita ke
dalam tindakan gegabah, sebab ini bukan
urusan kecil yang bisa diselesaikan sekedar
dengan keberanian dan kekuatan saja," kata Pui
Ciong. "Kita harus tetap mewaspadai Liong Ke
Toh, tapi kita tak bisa bertindak apapun kalau
tidak bisa membuktikan niat jahatnya. Kalau
Kemelut Tahta Naga II/5 21 kita bertindak ngawur kita malah akan menjadi
bahan tertawaan banyak orang, kehilangan
simpati umum, dan berarti juga mempermalukan Goan-swe Ni Keng Giang
sendiri!" Perwira-perwira lain bungkam semua,
sementara Pui Ciong meneruskan, "Tidak ada
gunanya kita berkumpul kalau hanya untuk
saling membakar kemarahan seperti ini. Kita
harus menetapkan langkah yang jelas yang akan
kita laku kan, dengan kepala dingin dan
kecermatan yang tinggi!"
Oh Bun Kai, si perwira berjenggot painjang,
tiba-tiba berkata, "Tapi jangan terlalu lambat
bertindak. Goan-swe kita sedang terancam
intrik jahat. Situasi di istana saat ini persis saatsaai menjelang jatuhnya Menteri Song dan
Menteri Tan beberapa bulan yang lalu. Ada
kasak-kusuk Liong Ke Toh, ada pembunuhan
yang tak jelas latar belakangnya, persis
sekarang ini. Itu semacam tanda bahwa Liong
Ke Toh sedang ingin menjatuhkan seseorang!"
Kemelut Tahta Naga II/5 22 Pui Ciong mengangguk-angguk, "Aku
sependapat, apalagi kita sudah tahu betapa
dengkinya Liong Ke Toh kepada Goan-swe, dan
tentu berusaha menjatuhkan setiap ada
kesempatan. Tapi aku tidak sependapat dengan
tindakan kasar yang dilakukan saudara Oh, Ciu
dan Koan dua malam yang lalu. Mencegat Liong
Ke Toh di jalanan, memaksa dia bicara, dan apa
hasilnya" Tidak ada hasil apa-apa. Malahan
sekarang pihak istana mungkin akan bertindak
semakin hati-hati, dan membabat sumber berita
kita dalam istana. Nah, malahan merugikan kita
dan menyulitkan tindakan kita selanjutnya
bukan?" "Tetapi kami berhasil melarikan diri, dan
bahkan Liong Ke Toh tidak tahu siapa kami,,
sebab waktu itu kami bertiga memakai kedok,"
bantah Oh Bun Kai untuk meringankan
kesalahannya sendiri. "Tapi kalau setiap dari kita bertindak
sendiri-sendiri, tanpa menyesuaikan langkah
atau merundingkan dulu dengan rekan-rekan
lain, lama-lama gerakan kitapun akan
Kemelut Tahta Naga II/5 23 berantakan dan ditumpas dengan mudah!"
suara Pui Ciong meninggi, setengah mendamprat. Ketiga perwira yang kena damprat itu
menundukkan kepala. Suasana jadi, hening untuk beberapa waktu,
sampai Pui Ciong memperdengar kan. suaranya
yang kali ini sudah menurun kembali. "Kalau
saudara-saudara semua mempercayai aku
sebagai senior yang usianya paling tua, turuti
kata-kataku. Agar kita dapat mengambil
langkah bersama yang kompak dan rapi, bukan
bertindak menuruti emosi kalian sendirisendiri. Bagaimana?"
Ketika beberapa perwira menyatakan setuju,
maka sisanyapun ikut mendukung pula.
Gerakan itu memang harus ada pimpinannya.
"Bagus. Kawanan tukang copet saja ada
pemimpinnya, apalagi kita," kata Pui Ciong
puas. "Kepemimpinanku atas saudara-saudara
hanya dalam urusan ini, hanya di kalangan kita.
Sedangkan di jalur resmi, atau di hadapan
banyak orang, kita harus tetap seperti biasa sa
Kemelut Tahta Naga II/5 24 tu sama lain, agar tidak menimbulkan
kecurigaan pihak-pihak lain yang tidak sepaham
dengan kita. Bisa diterima?"
Semua perwira mengangguk-anggukkan
kepala. "Sekarang ini kita belum tahu langkah apa
yang akan dilakukan Liong Ke Toh dalam
rencana jahatnya, karena itu, kitapun hanya
akan menunggu sambil menyerap keterangan
sebanyak-banyaknya. Tiga hari lagi kita
berkumpul disini, dan kalian harus sudah
membawa keterangan tentang gerak-gerik
Liong Ke Toh. Tapi ingat, cara kalian mencari
keterangan tidak boleh kasar. Kalau sebelum
tiga hari ada perkembangan yang gawat, kalian
harus saling berhubungan dan berkumpul di
sini. Paham?" "Paham!" sahut para perwira.
"Pergilah kalian, jangan lupa pesanpesanku."
Pertemuan rahasia para perwira yang fanatik
kepada Ni Keng Giau pun bubarlah.
Kemelut Tahta Naga II/5 25 Oh Bun Kai meninggalkan tempat itu dengan
kepala agak menunduk, hatinya masih merasa
penasaran. Menuruti dorongan hatinya, ingin
rasanya menyerbu istana dan meringkus Liong
Ke Toh, dan ia yakin Kaisar takkan berani
bertindak kalau tahu dia anak-buah Ni Keng
Giau. Namun agaknya Pui Ciong ingin
menyelesaikannya "secara halus" dan Oh Bun
Kai terpaksa harus menurut.
Ia cuma berharap agar Ni Keng Giau dan
angkatan perangnya segera tiba di Pak-khia,
supaya dapat segera memaksa Kaisar untuk
"membersihkan" istana dari Liong Ke Toh dan
kaki tangannya. Tengah ia berjalan sambil menunduk, dengan
pikiran melayang-layang, tiba-tiba di antara
orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan itu
ada seorang yang menepuk pundaknya dari
belakang, sam bil menyapa, "Berjalan sambil
melamun, Oh-heng (saudara Oh)?"
Oh Bun Kai tergagap sambil menoleh ke arah
penyapanya, dan dilihatnya Teng Jiau yang
dikenalnya sebagai salah satu anggota pengawal
Kemelut Tahta Naga II/5 26 istana. Namun kali itu Teng Jiu sendirian saja,
pakaiannya pun bukan seragam pengawal,
melainkan jubah preman yang sederhana dan
berkesan santai. "Oh, Teng Sam-ko, kenapa sendirian saja"
Sedang apa?" "Sekedar berjalan-jalan, mumpung tidak
bertugas. Sumpek rasanya berada dalam istana
terus, rasanya ingin juga sekali-kali melihat luar
dinding istana." "Tidak sedang menemani Pangeran Honglik?"
"Tidak. Hari ini Pangeran Hong-lik
mengatakan ingin beristirahat saja dibangsalnya. Ch, ya, aku hampir saja lupa
mengucapkan selamat kepadamu, Oh heng."
Senyuman gembira tiba-tiba merekah di
wajah Oh Bun Kai, ketika mendengar ucapan
selamat itu. Sebagai manusia biasa, bagaimanapun juga ia senang mendapat
perhatian dari orang lain. "Terima kasih, Teng
Sam-ko. Yah, beginilah, untuk mendapatkan
seorang anak laki-laki aku harus bersabar
Kemelut Tahta Naga II/5 27 sebelas tahun lamanya. Enam anak yang
kudapatkan terdahulu perempuan semua, baru
yang ke tujuh inilah lahir lelaki."
Teng Jiu merasa mendapat angin untuk
menggabungkan langkahnya dengan Oh Bun
Kai, maka diapun berjalan mendampinginya.


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ditimbulkannya simpati da ri pihak Oh Bun Kai
dengan bertanya lagi, "Apakah isteri Oh-heng
dan bayinya dalam keadaan sehat semua?"
"Oh, baik, baik semua. Teng Sam-ko,
bagaimana kalau kubagi kegembiraan-ku
denganmu" Mari, mari, aku traktir kau di Pekgoat-lau. Di sana ada Bwe-hoa-keh-ting (bunga
bwe masak ayam), masakan Soh-ciu yang pasti
akan membuatmu rindu kampung halaman.
Bukankah Teng Sam-ko berasal dari Heng-san
yang jauh di selatan?"
"Sungguh beruntung perutku hari ini, Ohheng. Mari."
Tidak lama kemudian, kedua orang itu sudah
duduk menghadapi hidangan di Pek-goat-lau,
salah satu rumah makan terkenal di Pak-khia.
Sambil makan minum, yang mereka omongkan
Kemelut Tahta Naga II/5 28 tak lain dari soal-soal ringan, jauh dari soal-soal
dinas, apalagi politik. Namun, dalam hati Oh Bun Kai sebenarnya
punya tujuan juga. Teng Jiu adalah pengawal
istana, kalau dibaiki terus, barangkali Teng Jiu
bisa dijadikan sumber berita baru tentang apa
saja yang terjadi dalam istana. Untuk kepen
tingan kelompoknya tentu saja. Kelompok
pengikut fanatik Ni Keng Giau.
Tak diketahui oleh Oh Bun Kai, ka lau Teng
Jiu diam-diam juga punya tujuan sendiri.
Hanya saja, kedua pihak masih berhati-haii
dan belum mulai merintis pembicaraan untuk
mencapai tujuan masing-masing. Keduanya
masih saja bicara soal-soal ringan.
Mereka berada di lantai atas rumah makan
itu, dekat jendela, sehingga bisa melihat orangorang hilir-mudik di jalan raya.
Tengah mereka makan minum dengan santai,
biarpun menyimpan pikiran nya sendiri-sendiri,
tiba-tiba terdengar tangga loteng itu berdetakdetak keras. Lalu muncullah dua orang lelaki
memakai jubah longgar, namun nyata benar
Kemelut Tahta Naga II/5 29 tubuh mereka yang berotot kekar. Tatapan,
mata mereka tajam. Jelaslah mereka itu pesilatpesilat tangguh. Tetapi muka mereka justru
pucat kekuning-kuningan, kelihatan kurang
ajar. Juga ada kumis dan jenggot yang
bentuknya agak tak karuan.
Begitu kedua orang ini duduk, mereka terus
menatap tajam ke arah Teng Jiu. Teng Jiu
sendiri sengaja menunjukkan sikap agak tegang,
sehingga berhasil memancing Oh Bun Kai untuk
bertanya, "Ada apakah, Teng Sam-ko?"
Sambil agak membungkukkan tubuh di atas
meja, mendekatkan mulut ke te linga Oh Bun
Kai, Teng Jiu berbisik, "Tidak apa-apa, saudara
Oh. Teruskan saja acara kita, kalau mereka
kurang ajar, itu akan menjadi urusanku."
Karena sudah dipesan begitu, Oh Bun Kai
tidak tanya-tanya lagi. Namun memang dasar
watak manusia umumnya, semakin dilarang
mengetahui sesuatu, malah semakin besar rasa
penasaran un tuk mengetahuinya. Begitu pula
Oh Bun Kai, biarpun hanya disimpan dalam hati.
Sambil makan minum, berkali-kali Oh Bun Kai
Kemelut Tahta Naga II/5 30 melirik ke arah dua manusia bertampang aneh
itu, dalam hatinya juga menduga-duga. Siapa
mereka" Ada urusan apa dengan Teng Jiu si
pengawal istana" Kedua orang bertampang janggal itupun
mulai menyantap, daging ayam goreng, tidak
menggunakan sumpit melainkan hanya menggunakan jari-jari tangan nya. Kemudian
mereka mulai seenaknya melempar-lemparkan
tulang-tulang ayam ke meja Teng Jiu dan Oh
Bun Kai. Oh Bun Kai yang berangasan itu kontan
menggebrak meja sambil berkata (lengan
sengit, "Kurang ajar! Agaknya kalian mau cari
perkara denganku, ya?"
Oh Bun Kai hampir berdiri untuk menghajar
kedua orang, itu, namun Teng Jiu cepat-cepat
berdiri pula untuk menekan pundak Oh Bun Kai
sambil berkata, "Oh-heng, ini urusanku."
Oh Bun Kai menahan kejengkelannya dan
duduk kembali. Sedangkan Teng Jiu meraup
tulang-tulang ayam yang bertebaran di
mejanya, lalu dengan tenangnya dibawa ke meja
Kemelut Tahta Naga II/5 31 kedua orang itu untuk disebarkan kemeja
mereka. Salah seorang dari mereka berteriak gusar,
tiba-tiba ia berdiri dan langsung mengayunkan
jotosannya ke arah hidung Teng Jiu. Namun
Teng Jiu berkelit sambil menangkap tangan
lawannya, sekaligus juga mengait kakinya.
Lawannya terhuyung kehilangan keseimbangan.
"Keluar!" bentak Teng Jiu.
Selagi keseimbangan lawannya belum
mantap, tangan Teng Jiu yang satunya lagi telah
mencengkeram ke punggung orang itu, lalu
dengan dua tangan ia mengangkat dan
melemparkan tubuh orang itu keluar jendela.
Sedetik kemudian, dari bawah jendela itu''
terdengar suara gedubrakan bercampur jerit
kesakitan orang tadi, disusul suara derap
langkahnya yang berlari menjauh.
Sementara itu, tamu bertampang aneh yang
satu lagi juga telah menyerang dengan lebih
ganas dari kawannya, la mengangkat bangku
untuk diayunkan mengepruk ke kepala Teng Jiu.
Tapi gerakannya terlalu lambat. Selagi ayunan
Kemelut Tahta Naga II/5 32 serangannya baru setengah jalan, kaki Teng Jiu
sudah menghunjam ke perutnya, dan cukup
bertenaga untuk melemparkan tubuh orang itu
beberapa langkah ke belakang. Tubuh orang itu
langsung menggelundung ke lantai bawah
tangga, dan dengan terpincang-pincang
langsung ia kabur pula. Tentu saja si pemilik rumah makan merasa
dirugikan, sebab kedua orang itu belum
membayar dan tahu-tahu sudah kabur, tak
mungkin disusul. Mau menagih ganti rugi
kepada Teng Jiu juga takut karena melihat
seragam perwira yang masih dikenakan Oh Bun
Kai. Maklumlah, di jaman Kaisar Yong Geng itu
tentara lebih ditakuti dari macan.
Namun si pemilik rumah makan jadi lega
ketika mendengar ucapan Teng Jiu. "Semua
kerugian akan aku ganti!"
Teng Jiu dan Oh Bun Kai pun lalu
melanjutkan makan minum mereka. Tapi saat
itulah Oh Bun Kai tak kuasa lagi menahan rasa
ingin tahunya, "Sebenarnya, siapakah kedua
orang tadi?" Kemelut Tahta Naga II/5 33 Dengan berlagak masih jengkel, Teng Jiu
menyahut, "Mereka adalah begundalbegundalnya Liong....... Liong Ong-ya...." Lagaknya seolah-olah jengkel, namun tidak
berani menyebut nama Liong Ke Toh begitu
saja. Sikap yang seolah-olah benci tapi takut itulah
yang di mata Oh Bun Kai kelihatan bersungguhsungguh. Kebetulan Oh Bun Kai baru saja bubar
dari rapat perwira-perwira yang fanatik kepada
Ni Keng Giau dan membenci Liong Ke Toh
sampai ke tulang sungsum. Maka terhadap Teng
Jiu, sedikit banyak timbul kesan "segolongan".
"Anak buah Liong Oh-ya" Kenapa mereka
mengganggu Sam-ko?" "Kurang pasti. Mungkin karena aku sering
membantu Pangeran Hong-lik dalam menjegal
beberapa rencana Liong Ong-ya, jadi dia sakit
hati kepadaku," sahut Teng Jiu agak berani,
untuk memancing bagaimana reaksi Oh Bunkai.
"Emm... begitu?" ternyata cuma sekian reaksi
Oh Bun-kai. "Sam-ko, soal mengganti kerugian
Kemelut Tahta Naga II/5 34 kepada rumah-makan ini, serahkan saja
kepadaku. Bukankah aku yang berjanji
mentraktirmu" Tentu-nya juga termasuk
resiko-resiko seperti ini."
Teng Jiu masih pura-pura sungkan. "Oh-heng,
mana bisa begitu" Keributan tadi bersumber
dari diriku, seharusnya..."
Sambil tertawa dan menggoyangkan tangan,
Ch Bun Kai tiba-tiba berkata, "Ah, jangan
sungkan, Sam-ko. Kau bermusuhan dengan
Liong Ke Toh, berarti tujuan kita satu arah."
Bicara sampai di sini, tiba-tiba perwira itu
cepat-cepat menutup mulut nya, karena merasa
sudah bicara terlalu terbuka kepada Teng Jiu.
Biarpun Teng Jiu adalah kenalan baik secara
pribadi, di luar kedinasan, namun tidak
termasuk dalam kelompok politik yang
sepaham dan sekepentingan. Maka, cepat-cepat
Oh Bun Kai mengalihkan pembicaraan kesoal
lain, "Ah, masakan di tempat ini benar-benar
lezat. Juru masaknya mungkin orang asli dari
Soh-ciu." Kemelut Tahta Naga II/5 35 Dengan berlagak seolah tidak memperhatikan ucapan Oh Bun Kai tentang
"tujuan kita satu arah" tadi, Teng Jiu pun
kemudian ikut memuji-muji masakan nya.
Selesai makan minum, Oh Bun Kai benarbenar merogoh kantongnya untuk membayari
semua makan minum itu, termasuk ganti rugi
atas kerusakan akibat keributan tadi. Teng Jiu
mengucapkan terima kasih.
Setelah mereka keluar dari rumah makan itu
dan hendak berpisahan, Teng Jiu berkata,
"Dalam waktu dekat, aku ingin melihat anak
lelakimu yang baru lahir, Oh-heng. Kuharapkan
diapun akan menjadi seorang perwira segagah
ayahnya. " "Terima kasih, Sam-ko."
Sesaat Teng Jiu memperhatikan ke arah
mana Ch Bun Kai berjalan, lalu diapun
mengambil arahnya sendiri. Mula mula
mengikuti jalan besar, lalu tiba-tiba membelok
ke sebuah jalan cabang yang agak kecilan,
berbelok beberapa kali, sampai akhirnya
memasuki sebuah rumah kecil yang letaknya
Kemelut Tahta Naga II/5 36 rapat berhimpitan dengan rumah-rumah kecil
lainnya. Teng Jiu masuk tanpa mengetuk pintu,
lalu menutup kembali pintunya.
Di dalam rumah itu, ternyata telah menunggu
dua orang bertampang aneh yang tadi berkelahi
dengan Teng Jiu di rumah makan. Tanpa adanya
orang lain di ruangan itu, mereka ternyata tidak
menunjukkan sikap bermusuhan, bahkan akrab.
"Bagaimana?" tanya orang yang tadi
dilempar lewat jendela, sambil mengusap-usap
mukanya. Kumis dan jenggotnya tiba-tiba lepas,
menyusul lapisan-lapisan tipis lilin kuning yang
tadinya melapisi wujah mereka. Ternyata,
kedua orang itu bukan lain adalah kakak-kakak
seper guruan Teng Jiu sendiri. Jian-eng-kiam Ho
Se liang dan Lam-thai-hong Auyang Kong.
"Sabar, Ji Suheng (kakak seperguruan
kedua). Kita semua sudah tahu bahwa
kelompok perwira yang fanatik kepada Ni Keng
Giau itu amat tertutup, gampang curiga
terhadap orang yang tidak termasuk kelompok
mereka. Maka untuk mendekati, apalagi
mencoba memancing keterangan dari mereka,
Kemelut Tahta Naga II/5 37 haruslah hati-hati sekali dan membutuhkan
waktu lama." "Jadi apa hasilmu hari ini?"


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hanya mendekatinya dan bicara soal-soal
ringan. Tentang anaknya yang baru lahir,
tentang masakan dan sebagainya. Cuma satu
kali mulutnya kelepasan bicara, katanya aku
dan dia "bertujuan satu arah" karena samasama bermusuhan dengan Liong Ke Toh, setelah
itu ia ganti pembicaraan dan aku tidak berani
mendesaknya, khawatir kalau dia merasa
sedang diselidiki. Dia benar-benar mengira
bahwa Tong suheng dan Ji-su-heng kaki tangan
Liong Ke Toh yang memusuhi aku, maka dalam
dirinya sudah timbul pandangan setidaktidaknya aku punya musuh yang sama dengan
dia. Untuk langkah pertama, ini sudah cukup."
Auyang Kong menepuk keras-keras jidat nyn
sendiri, sambil menggerutu, "Astaga, jadi
pengorbananku melompat dari jendela lantai
dua tadi hanyalah mendapat sekecil ini, Samte?"
Kemelut Tahta Naga II/5 38 "lalu harus bagaimana, Ji-suheng" Haruskah
aku langsung bertanya sebanyak banyaknya,
supaya dia segera mencurigai aku dan kitapun
takkan mendapatkan keterangan apa-apa"
Sabarlah, ini bukan urusan yang bisa dilakukan
dongan sekali gebrak."
"Tapi, apakah sudah pasti bahwa pengikutpengikut Ni Kong Giau itulah yang pernah
mencegat Liong Ke Toh di malam hari?"
"Gegabah sekali kalau kujawab sudah pasti,
tapi dugaan kerasnya ya kearah itu. Di Pak-khia
ini banyak orang membenci Liong Ke Toh si
tukang fitnah itu, namun rasanya memang
hanya pengikut Ni Keng Giau yang berani
bertindak demikian. Lantaran kelompok itu
merasa dirinya kuat di bawah pimpinan Ni Keng
Giau. Ingat saja peristiwa ketika mereka berani
menerobos masuk istana dengan senjata
lengkap, lalu memaksa Kaisar agar membubarkan jamuan makan yang sedang
diadakan oleh Kim Seng Pa. Itu tanda bahwa
mereka berani berbuat apa saja karena merasa
kuat." Kemelut Tahta Naga II/5 39 Sesaat ketiganya bungkam dan merenung,
lalu Teng Jiu memecah kesunyian, "Sebenarnya
kita begitu bersusah payah seperti ini, kita ini
berjuang untuk keuntungan siapa?"
Ho Se Liang sebagai saudara seperguruan
yang tertua, lalu menjawab, "Tujuan kita
terutama ialah mendepak Ni Keng Giau sebagai
tiang utama pemerintahan yang sekarang
sehingga agak gampang untuk merobohkannya.
Agar kita dapat memaksa teman lama kita Si
Liong-cu pensiun dari kedudukannya sekarang,
sebab ternyata ia telah ingkar janji dan menipu
banyak pendekar sahabatnya."
Si Liong-cu adalah nama samaran Kaisar
Yong Ceng semasa belum bertahta, ketika masih
berkelana sebagai pendekar di rimba persilatan.
"Setelah Ni Keng Giau roboh, menyusul Yong
Ceng juga roboh, terus bagaimana?"
"Setelah itu, ada dua pilihan calon Kaisar
yang baik, yang akan mensejahterakan rakyat.
Yaitu Pangeran Hong-lik dan Pangeran In Te,
entah yang mana kelak harus menggantikan
Yong Ceng. Kita bertiga masih terikat sumpah
Kemelut Tahta Naga II/5 40 setia dengan Pangeran In Te, meskipun saat ini
dia tak terdengar kabar beritanya.
"Satu hal yang aku benci, dalam usaha
merobohkan Ni Keng Giau ini seolah-olah kita
bekerja untuk Liong Ke Toh si bangsat tua itu.
Bukankah menurut Pangeran Hong-lik, si tua itu
sedang merencanakan untuk merobohkan Ni
Keng Giau karena iri?"
"Kita seolah-olah membantu Liong Ke Toh,
tapi hanya seolah-olah. Wujudnya, kita dan dia
sama-sama ingin merobohkan Ni Keng Giau,
tapi latar belakangnya berbeda. Kita bertindak
karena menentang kelalimannya, sedangkan
Liong Ke Toh didasari ambisi dan kebencian
pribadinya," kata Ho Se Liang.
Auyang Kong menggaruk-garuk kepalanya, sedangkan Teng Jiu mencoba
melengkapi penjelasan itu, "Ji-suheng, boleh
saja kau membenci Liong Ke Toh, dan akupun
demikian. Namun kali ini kita harus
memanfaatkan pengaruhnya untuk menyingkirkan Ni Keng Giau, sebab kekuatan
kita sendiri jelas tidak cukup untuk menandingi
Kemelut Tahta Naga II/5 41 Ni Keng Giau yang berkuasa atas hampir satu
juta pe rajurit." "Kalau kekuatan kita terlalu kecil, apakah
tidak kita coba untuk menghubungi dan
menghimpun orang-orang yang masih setia
kepada Pangeran In Te?" usul Auyang Kong
yang masih kurang puas karena harus "satu
jalan" de ngan Liong Ke Toh.
"Ji-sute, apakah kau pikir masih ada
pendukung Pangeran In Te di Pak-khia ini,
kecuali kita bertiga, dan mungkin satu dua
gelintir lainnya yang kekuatannya tak berarti"
Apa kau kira Si Liong-cu bisa hidup setenang
sekarang kalau belum menyingkirkan semua
pengikut Pangeran In Te dari Pak-khia ini" Ada
yang dibunuh diam-diam, ada yang ditugaskan
ke pos-pos perbatasan yang saling berjauhan,
dan entah bagaimana nasib yang lain-lain. Kita
bertiga masih hidup, ini merupakan suatu
keberuntungan dan tidak semua pengikut
Pangeran In Te seberuntung kita. Ini berkat
ilmu bunglon kita. Karena itu, daripada susahsusah
menghubungi pengikut-pengikut Kemelut Tahta Naga II/5 42 Pangeran In Te yang masih ada dan saling
berjauhan itu, kenapa tidak numpang Liong Ke
Toh dalam melucuti Ni Kong Giau" Ji-sute, kita
sedang main politik, jadi berpikirlah praktis
sedikit." "Baiklah. eh, Toa-suheng, rasanya kita sudah
terlalu lama meninggalkan istana, kalau tidak
segera pulang akan menimbulkan kecurigaan
orang lain." "Baik. Kita pulang, tapi masuknya ke istana
harus mengambil jalan yang berpencaran dan
jangan bersama-sama. "Aku masih harus mampir ke toko lebih dulu,
untuk membeli kado," kata Teng Jiu tiba-tiba.
"Kado" Buat siapa?"
"Buat bayinya Oh Bun Kai. Bukankah aku
harus terus mendekatinya agar bisa menyadap
apa yang akan dilakukan oleh para pendukung
Ni Keng Giau?" "Kapan kau akan berkunjung ke rumahnya?"
"Secepatnya." * * * Kemelut Tahta Naga II/5 43 Di dunia persilatan sering terdengar
omongan gagah macam ini, "Aku baru puas
kalau bisa membunuh dengan tangan ku
sendiri!" Namun omongan macam ini tidak laku di
arena intrik di seputar tahta. Kenapa harus
dengan tangan sendiri" Kalau bisa memakai
tangan orang lain, ya pakailah tangan orang lain
untuk me nyingkirkan lawan politik, kemudian
dengan tangan yang "bersih" dia akan me
ngunjungi si korban sambil menyatakan "ikut
belasungkawa". Sepersepuluh kegiatan politik
dilakukan untuk disorot rakyat dan diberi tepuk
tangan. Sembilan persepuluhnya dilakukan di
belakang layar untuk saling terkam dengan
sengit, dalam rangka memperjuangkan tempat
yang senyaman-nyamannya bagi diri sendiri.
Berkat (istilah yang sebenarnya tidak tepat)
hubungan baik antara Teng Jiu dan Oh Bun Kai,
akhirnya Teng Jiu berhasil mengetahui tempat
dan waktunya pendukung-pendukung Ni Keng
Giau akan berkumpul lagi untuk merundingkan
langkah-langkah rahasia. Tidak diberitahu
Kemelut Tahta Naga II/5 44 terang-terangan oleh Oh Bun Kai, namun
dengan mengambil kesimpulan setelah memperhatikan ucapan-ucapan dan sepak
terjang Oh Bun Kai. Dan sambil minta maaf sebesar-besarnya
kepada Oh Bun Kai, dalam hati, Teng Jiu
membisikkan keterangan itu ke pihak Liong Ke
Toh. Oh Bun Kai memang sahabat secara
pribadi, sayangnya Oh Bun Kai terlalu setia
kepada Ni Keng Giau, padahal Teng Jiu ingin Ni
Keng Giau jatuh. Maka ya begitulah
Malam itu di rumah Pui Ciong, perwira
pendukung Ni Keng Giau yang usianya paling
tua, dan oleh teman-teman sepahamnya
diangkat sebagai pimpinan "operasi penyelamatan Ni Keng Giau" itu, para perwira
pendukung Ni Keng Giau sudah kumpul semua.
"Jadi sudah jelasa, saudara-saudara!" kata Pui
Ciong berusaha tetap tenang, agar kawankawannya jangan kehilangan kendalri diri. "Dari
keterangan-keterangan kalian, dan juga yang
aku peroleh lewat beberapa sumber dalam
istana, dapat kita pastikan kalau memang ada
Kemelut Tahta Naga II/5 45 sebuah rencana licik yang ditujukan kepada
Goan-swe, didalangi oleh Liong Ke Toh.
Sayangnya, Sribaginda nampaknya malah
merestui rencana Liong Ke Toh itu."
Wajah para perwira menjadi tegang namun
semuanya berusaha tetap bersikap disipling
menunggu kelanjutan kata-kata Pui Ciong.
Inilah kelanjutannya, "Saudara-saudara,
inikah balas jasa yang harus diterima oleh
Panglima Tertinggi kita, setelah beliau berjasa
besar menaklukkan pemberontakan di Jing-hai"
Inikah" Dia hendak disingkirkan lewat sebuah
penghianatan! Dan bisakah saudara-saudara
bayangkan, kalau sampai kedudukan Panglima
Tertinggi itu diduduki orang lain kecuali Goanwe Ni Keng Giau?"
Para perwira masi diam, tapi mata mereka
mulai menyala, api fanatisme mulai menyala
lebih hebat. "Disiplin baja yang selama ini dibina dengan
susah payah oleh Goan-swe kita akan hancur!
Hancur! Perajurit-perajurit akan kembali
menjadi pemalas-pemalas yang sekedar
Kemelut Tahta Naga II/5 46 menunggu gaji tiap bulan! Pembangkangpembangkang akan bermunculan kembali! Dan
itu juga berarti negeri ini menuju ke jurang
kehancuran!" Warna merah di wajah Pui Ciong kini sudah
mulai menjalar ke wajah perwira-perwira
lainnya. "Saudara-saudara, bisakah hal itu dibiarkan
saja?" kata Pui Ciong mulai membakar.
Para perwira serempak berdiri tegap, hasil
didikan keras Ni Keng Giau selama ini.
"Malam ini kita kerahkan pasukan
menyerbu istana!" seru seorang perwira. "Kita
tuntut Sribaginda agar menyerahkan Liong Ke
Toh untuk kita hukum dengan cara kita sendiri!
Lalu kita telanjangi di depan umur, biar semua
orang tahu!" "Benar! Kita tunjukkan kesetiaan kita kepada
Goan-swe!" "Kita tunjukkan kekuatan kita!"
"Istana harus dibersihkan dari tikus tua


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

macam Liong Ke Toh!"
Kemelut Tahta Naga II/5 47 Kalau orang lain tentu menghindari katakata "menyerbu istana" atau "menuntut
Sribaginda", maka bagi perwira-perwira Ni
Keng Giau ini justru berani mengucapkannya
dengan ringan saja. Maklum, mereka pernah
menyerbu istana dan ternyata keluar kembali
dengan selamat. Sampai saat itu tidak ada
hukuman, dan itu mereka anggap karena
wibawa Ni Keng Giau. Sejak itu mereka jadi
bangga, bahkan rada besar kepala, menganggap
bahwa "Kaisarpun takut ke pada kita".
Tapi kali ini ada yang mengejutkan.
Mendadak dari bagian belakang rumah Pui
Ciong itu terdengar suara jeritan, lalu disusul
suara perempuan menangis ketakutan.
Pui Ciong yang sedang berpidato mengobarkan semangat rekan-rekannya itupun
terkejut, wajahnya berubah hebat, sebab ia
kenal suara itu adalah suara isterinya dan
pembantu-pembantu rumah nya. Seperti seekor
kijang yang dikejutkan, Pui Ciong melompat ke
pintu. Kemelut Tahta Naga II/5 48 Perwira-perwira yang lain bangkit untuk
mengikutinya, tetapi Pui Ciong mencegah,
"Tetap di sini! Kalau terjadi apapun yang tidak
kita kehendaki, jangan mengadakan perlawanan
yang sia-sia, tapi lebih baik langsung bubar
berpencaran. Siapapun yang berhasil lolos
haruslah langsung berusaha memberitahu
Goan-swe kalau di Pak-khia ini ada renrana
licik, cepat!" Segalanya memang berlangsung serba cepat
rian mengejutkan, tapi perwira perwira didikan
Ni Keng Giau itu tidak menjadi panik.
Pui Ciong sendiri hendak menuju ke
belakang untuk melihat apa yang terjadi.
Namun tiba-tiba dari ambang pintu itu
melayang masuk sebuah kantong kulit yang
menggelembung dengan mulut kantongnya
menghadap ke bawah. Apabila orang
mendongak, terlihat di bagian dalam kantong
itu ada kerangka besi tipis dan ringan, serta
pisau-pisau kecil dilingkaran dalam mulut
kantong yang sekilas nampak sepergi geraham
seekor ikan hiu. Kantong itu melayang cepat,
Kemelut Tahta Naga II/5 49 dan langsung turun menungkrup ke kepala Pui
Ciong. Pui Ciong kaget, tak bisa menghindar. Namun
sebelum kepalanya lenyap ke dalam kantong,
masih terdengar teriakannya yang gagah,
"Selamatkan Goan swe!"
Di bagian pantar kantong kulit itu ada seutas
rantai tipis. Ketika rantai itu ditarik dari luar,
maka batok kepala Pui Ciong pun ikut terbawa
dalam kantong maut itu, meninggalkan
tubuhnya. Tubuhnya masih sesaat berdiri di
ambang pintu, menabrak-nabrak dengan tangan
menggapai-gapai sejenak, lalu ambruk. Dari
bekas irisan di lehernya, ternyata hanya sedikit
darah yang mengalir. Tepat seperti nama
kantong maut terbang itu, Hiat-ti-cu yang
artinya "setitik darah", sama dengan nama
kelompok algojo yang diperintah sendiri oleh
Kaisar Yong Ceng. "Selamatkan Goan-swe!" ucapan terakhir Pui
Ciong tadi diulang oleh para perwira dengan tak
gentar. Dengan pedang-pedang terhunus, para
Kemelut Tahta Naga II/5 50 Namun tiba-tiba dari ambang pintu itu
melayang masuk sebuah kantong kulit yang
menggelembung dengan mulut kantongnya
menghadap ke bawah Kemelut Tahta Naga II/5 51 perwira itu siap menerjang keluar dari ruangan
itu. Namun dari luar pintu terdengarlah
bentakan menggeledek, "Hukuman mati buat
semua penentang rencana Sribaginda!"
Di ambang pintu itu munculah Hap To,
komandan kelompok Hiat-ti-cu. Tangannya
menjinjing kantong kulit yang rantainya sudah
digulung di tangan. Ketika ia guncangguncangkan kantong itu, jatuhlah batok kepala
Pui Ciong dari dalamnnya. Dan sambil tertawa
dingin, Hap To mengulangi kata-katanya tadi,
"Mati buat semua penentang Sribaginda!"
Dan dari halaman luarpun terdengar sahutan
yang sama, "Mati buat semua penentang
Sribaginda!!" Jelaslah bahwa Hap To tidak
datang sendirian, melainkan membawa regu
algojonya. Belum hilang gema suara itu, jendela-jendela
dan pintu-pintu didobrak dari luar, dan
berlompatan masuklah anggota-anggota Hiat-ticu, dengan pakaian mereka yang khas. Ringkas
hitam. Jumlah mereka hanya sepuluh orang, se
Kemelut Tahta Naga II/5 52 paruh dari jumlah para perwira yang
berkumpul di ruangan itu. Namun para anggota
Hiat-ti-cu itu menunjukkan sikap yakin akan
bisa melaksanakan tugas secara tuntas.
Para perwira pun nampak tegang, menyadari
betapa berat lawan-lawan mereka kali ini.
Namun salah seorang perwira masih coba
menggertak, ''Kami adalah perwira perwira
yang langsung dibawah perintah Goan-swe Ni
Keng Giau! Siapapun tidak berhak menghukum
kami, kecuali Goan-swe Ni Keng Giau sendiri.
Kaisar pun tidak. Bahkan Sribaginda amat
mengasihi Goan-swe Ni Keng Giau yang menjadi
adik seperguruannya!"
Hap To tertawa terbahak-bahak, "Ni Keng
Giau benar-benar berhasil membentuk kalian
meniadi boneka-boneka wayangnya yang setia.
Tapi urusan malam ini tak ada hubungannya
dengan berhak atau tidak berhak, yang perlu
kalian ketahui hanya satu ini, biarpun kami
tidak berhak tetapi kamii mampu menghukum
kalian, dan kami mampu melaksanakannya!"
Kemelut Tahta Naga II/5 53 Dan kepada orang-orangnya, Hap To
memerintah dengan suara bengis, "Sikat habis
para pembangkang ini!"
Para perwira menjadi gusar, namun mereka
sadar, sudah tiba saatnya bahwa pedang akan
berbicara lebih nyaring dari mulut. Sudah tentu
mereka takkan menyerah mentah-mentah.
Seorang perwira senior lalu mengambil
pimpinan dan menyerukan aba-abanya. "Arus
ke muara! Siapapun yang lolos, langsung
melaksanakan rencana tadi!"
Arus ke muara. Istilah itu dalam latihan
pertempuran maupun pertempuran yang
sebenarnya, dimaksudkan sebagai gerakan yang
memusatkan seluruh kekuatan untuk mendobrak ke satu arah. Daya gempur
dipusatkan ke satu sisi, sedang sisi-sisi lainnya
hanya bertahan dan menjaga agar pasukan
tidak pecah. Di ruangan sempit itu, para perwira
tahu bahwa yang dimaksud "muara" tentunya
adalah pintu keluar. Para perwira segera membentuk barisan
kecil untuk menembus penjagaan musuh di
Kemelut Tahta Naga II/5 54 pintu depan. Benar dalam hal ilmu silat
perorangan para perwira itu tak setangguh
anggota-anggota Hiat-ti-cu, tetapi mereka juga
bukan orang-orang lemah atau bernyali kecil
Dalam suara pertempuran, para perwira tidak
luput dari keharusan untuk bertempur
langsung, sehingga. para perwira itu sedikit
banyak melatih ilmu silatnya juga.
Begitu para perwira bergerak ke pintu, para
Hiat-ti-cu juga bergerak untuk berusaha
mencegah. Di ruangan terbatas itu, para Hiat-ticu merasa tidak leluasa menggunakan kantongkantong maut mereka yang berantai panjang,
maka mereka menggunakan senjata-senjata
biasa. Pintu keluar dijaga Tam-tai Liong, tokoh
nomor dua dalam kelompok Hiat-ti-cu yang
kepandaiannya hanya dibawah Hap To seorang.
Ia bersenjata sebuah tiat-koai, tongkat besi yang
ujungnya melengkung dan lancip.
Seorang perwira menerjangnya dengan
golok, Tam-tai Liong menangkis sambil
berusaha mengait golok lawannya. Si perwira
Kemelut Tahta Naga II/5 55 itu terhuyung ke depan dan hampir saja
melepaskan goloknya, namun seorang perwira
lain yang bersenjata pedang telah maju ke
depan untuk membantu temannya.
Karena menyadari kalau secara perorangan
kalah dari para anggaota Hiat-ti-cu, maka para
perwira berusaha bertempur kompak dalam
satu barisan, tidak mau terpancing bertempur
sendiri-sendiri. Mereka juga membagi tugas.
Yang menghadap kepintu keluar berusaha
untuk mencari jalan, sedangkan yang lain
mengambil sikap bertahan yang rapi.
Akibatnya, Tam Tai Liong dan beberapa Hiatti-cu yang menghalangi pintu itulah yang paling
berat menahan arus serbuan yang hendak
menjebol pintu. Biarpun Tam Tai Liong pesilat
tangguh, agak repot juga dia menghadapi ujungujung senjata musuh yang bergantian
menyelonong dari berbagai arah. Lebih repot
lagi karena ia tidak boleh meninggalkan ambang
pintu, harus menjaga agar para perwira jangan
sampai ada satupun yang berhasil kabur.
Kemelut Tahta Naga II/5 56 Perintah yang didengarnya sudah jelas, semua
manusia di rumah itu harus ditumpas habis.
Melihat cara bertempur perwira-perwira itu,
Hap To diam-diam kagum juga. Ia melihat
betapa beratnya beban Tam Tai Liong, mungkin
takkan bisa bertahan lama. Karena itulah Hap
To siap-siap untuk turun tangan. Dilingkung-an
istana, memang ilmunya tak setinggi Kim Seng
Pa atau Biau Beng Lama, pemimpin kawanan
pendeta-pendeta Ang-ih-kau dari Tibet, namun
Hap To hanya selapis di bawah mereka.
Setidaknya ia sejajar dengan To Jiat Hong, orang
nomor dua bawahan Kim Seng Pa. Maka diapun
memasuki gelanggang dengan tangan kosong,
sikapnya memandang rendah para perwira itu.
Begitu dia turun tangan, para pengikut
fanatik Ni Keng Giau itupun seperti helai-helai
ilalang dilewati angin kencang. Disertai
bentakannya yang mirip singa meraung, sekali
gebrak Hap To berhasil menjotos ringsek dada
seorang perwira. Namun para perwira lainnya bukan saja
bernyali baja dan fanatik, hasil ajaran Ni Keng
Kemelut Tahta Naga II/5 57 Giau, juga dengan cerdik berusaha menerapkan
taktik-taktik pertempuran. Tempat yang
menjadi lemah karena gugurnya salah seorang
teman mereka, segera "ditambali" oleh Perwira
lain agar barisan tidak rusak. Ketika dua orang
terasa belum cukup untuk menahan amukan
Hap To yang membadai, maka dua orang lagi
membantu sehingga jadi empat orang.
Begitulah, kerjasama para perwira itu begitu
ulet. Pihak Hiat-ti-cu yang tadinya mengira akan
dapat membantai mereka dengan mudah,
terpaksa kini harus memeras keringat entah
sampai kapan. Hap To terdengar meraung sekali lagi.
Seorang perwira berhasil dicengkeramnya,
ditarik keluar dari barisan, lalu tubuhnya
ditendang mencelat sampai membentur langitlangit. Ketika tubuh itu turun kembali ke lantai,
dia sudah jadi mayat. Di satu pihak Hap Ti berhasil mengurangi
jumlah lawan, di lain pihak Tam Tai Liong gagal


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempertahakan "pos"nya, karena tekanan para
perwira yang menggunakan siasat "satu arus"
Kemelut Tahta Naga II/5 58 itu. Tam Tai Liong tidak berilmu seting gi Hap
To, biarpun ia berhasil merobohkan satu
musuh, namun seorang musuh lain berhasil
melukai lengannya. Sambil berdesis pedih, ia melompat mundur
dua langkah, dengan demikian terbukalah
ambang pintu yang seharusnya dia jaga.
Seorang perwira berhasil menerobos keluar,
disusul dua orang lagi lalu dua orang lagi.
"Tahan mereka, Tam Tai Liong goblok!" dari
sebelah lain Hap To berseru marah.
Tam Tai Liortg dengan gigih mencoba
"menambal kebocoran" itu. Dengan sebuah
jurus yang ganas, perwira yang keluar paling
dulu telah berhasil dibabatnya roboh. Tapi
masih ada empat orang lagi yang sudah
melewati ambang pintu. Padahal Tam Tai Liong yang sudah terluka
lengannya itu cuma mampu menahan dua dari
empat orang, itu, yang bertempur bagaikan
kesetanan. Sedangkan yang dua lainnya sudah
lolos dan langsung berlari ke pintu halaman
depan. Lari bukan karena takut mati, tapi justru
Kemelut Tahta Naga II/5 59 untuk memikul tugas berat, yaitu memberitahu
Ni Keng Giau tentang adanya rencannya
pengkhianatan di Pak-khia.
Perwira-perwira lain yang masih bertempur
dalam ruangan, gembira ketika mengetahui ada
dua rekan mereka berhasil lolos. Itu sudah
cukup. Supaya jangan sampai para Hiat-ti-cu
berhasil mengejar mereka, seorang perwira
yang paling senior meneriakkan aba-ba lagi
buat teman-temannya, "Arus berputar!"
Perintah itu berarti, sisa perwira yang masih
bertahan di tempat itu harus melibat para Hiatti-cu dalam pertempuran campur-aduk agar tak
bisa meninggalkan ruangan itu. "Arus berputar"
pun dilaksanakan. Semua perwira tanpa rasa
takut segera berpencaran, mengamuk, tanpa
memberi kesempatan para Hiat-ti-cu pergi dari
ruangan itu. Mereka bahkan siap mati demi
tujuan mereka. Bukan kepalang murkanya Hap To. Kalau
sampai satu perwira saja yang berhasil lolos,
berarti bocorlah rencana untuk menjatuhkan Ni
Keng Giau, dan kalau sampai Ni Keng Giau
Kemelut Tahta Naga II/5 60 mendengarnya, sudah pasti Ni Keng Giau takkan
mentah-mentah menjulurkan lehernya untuk
dikalungi borgol. Sedangkan Hap To sendiri
pasti harus mempertanggungjawabkan kegagalan itu di hadapan Kaisar Yong Ceng,
mungkin dengan batang lehernya pula.
Karena itulah teriakannya menggelegar,
"Jangan lolos seorangpun!"
Lalu ditambahkannya perintah lagi untuk
anak-buahnya. "Siapapun yang sempat keluar
dari sini, kejar dan tumpas dua pembangkang
yang melarikan diri tadi!"
Seorang Hiat-ti-cu yang bertempur dekat
jendela, bertubi-tubi menyabet-nyabetkan ruyungnya untuk memaksa mundur seorang
perwira yang menjadi lawannya. Ketika
lawannya terdesak mundur, secepat kilat ia
membalik tubuh, hendak melompat keluar
jendela untuk mengejar perwira-perwira yang
kabur tadi. Namun diluar dugaan, perwira yang
terdesak mundur tadi tiba-tiba melompat
masuk ke jendela dan menikam punggung Hiat
ti-cu itu. Si Hiat-ti-cu meraung kesakitan karena
Kemelut Tahta Naga II/5 61 punggungnya tertembus pedang. Namun
perwira yang membunuhnya itu pun terbunuh
oleh seorang Hiat-ti-cu lainnya.
Pertarungan jadi sengit dan habis-habisan.
Para Hiat-ti-cu sekuat tenaga berusaha mencari
jalan keluar, sementara para perwira
menghalanginya. Semuanya sudah lupa kalau
mereka masing-masing cuma punya satu
nyawa. Seorang anggota Hiat-ti-cu lagi dengan
susah-payah berhasil mendesak mendekat
jendela, asal mendapat kesempatan satu detik
saja, dia pasti akan berhasil keluar. Tapi yang
satu detik itu tidak diberikan begitu saja oleh
lawannya, seorang perwira bersenjata sepasang
tiat-pi (trisula bertangkai pendek), yang
berkelahi dengan kalap macam anjing gila.
Seorang anggota Hiat-ti-cu "ain yang sudah
kehilangan senjata, tapi agaknya ahli dalam Sutkau (gulat), berusaha menolong temannya yang
dekat jendela itu. Ia menubruk dan memeluk
perwira bersenjata sepasang tiat-pi itudari
belakang, sambil berteriak kepada kawannya,
Kemelut Tahta Naga II/5 62 "Cepat keluar dan kejar pembakang yang lolos
tadi! Biar yang ini kutahan di sini."
Si perwira yang dipeluk itu meronta
sekuatnya ingin lepas, tapi lengan-lengan yang
memeluknya terlalu kuat, lengan milik para
pegulat. Perwira itu jadi nekad, pegangannya
pada tangkai senjatanya dibalik, lalu senjata itu
sekuat tenaga ditikamkan keperutnya sendiri
sambil berteriak histeris, "Hidup Goan-swe Ni
Keng Giau!" (Bersambung Jilid VI) (Bersambung Jilid VI) Kemelut Tahta Naga II/5 63 Kemelut Tahta Naga II/5 64 Kemelut Tahta Naga II/6 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid VI Dan senjatanya itu bukan cuma menembus
perutnya sendiri, tapi juga masuk ke perut
anggota Hiat-ti-cu yang memeluknya dari
belakang. Si Hiat-ti-cu itupun berteriak marah,
"Mampuskan semua pembangkang!"
Keduanya roboh berdempetan seperti sate
raksasa. Pengikut setia Ni Keng Giau dan
pengikut yang tidak kalah setianya dari Kaisar
Yong Ceng. Ironisnya Kaisar Yong Ceng maupun
Ni Keng Giau adalah saudara seperguruan, sama
sama murid Pun-bu Hwe-shio dari Siau lim-si,
dan sama-sama pernah menumpas perguruan
mereka sendiri. Kemelut Tahta Naga II/6 2 Sementara itu, Hiat-ti-cu yang ber hasil
melompat keluar jendela itupun ternyata gagal
melanjutkan langkahnya. Biarpun sudah sampai diluar, namun
sebatang tombak yang dilemparkan sekuat
tenaga oleh seorang perwira telah "me
nyusulnya", si Hiat-ti-cu itupun roboh dengan
tombak di punggung. Tapi perwira pelempar
tombak juga terbantai oleh tangan Hap To
sendiri. Pertempuran antara dua kelompok fanatik
itu jadi amat berdarah. Kedua pihak sama
kalapnya. Jendela dan pintu dipertahankan dan
diperebutkan, seolah dua pasukan memperebutkan sebuah pos strategis. Karena
sengitnya, belum ada seorangpun anggota Hiatti-cu yang berhasil keluar, namun korban di
pihak para perwira jatuh lebih banyak.
Hap To tidak sabar lagi melihat semuanya
itu. Tiba-tiba ia melompat lurus ke atas, seolah
hendak membenturkan kepalanya sendiri ke
langit-langit ruangan. Tapi kemudian kedua
tangannya diangkat, dan sekuat tenaga
Kemelut Tahta Naga II/6 3 menghantam langit-langit. Terdengar suara
gemuruh hebat ketika langit-langit serta
atapnya sekalian jebol dan berlubang besar.
Lalu tubuh Hap To bagaikan seekor burung saja
telah melesat keluar lewat lubang itu. Ia hendak
mengejar kedua perwira yang sempat lolos tadi.
Tapi malam begitu gelap, dan di antara
ratusan lorong-lorong kota Pak-khia itu,
kemana bisa mencari kedua orang perwira tadi"
Hap To mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya, bagaikan beterbangan saja, ia
melayang di atas atap-atap rumah sambil
menebarkan pandangannya yang amat terganggu oleh gelapnya malam.
Akhirnya komandan regu Hiat-ti-cu itu
dengan gemas harus menghentikan pengejarannya yang tanpa hasil. Kiranya selama
selisih waktu yang terbuang untuk melawan
pengikut-pengikut Ni Keng Giau itu telah
memberi kesempatan kepada perwira yang
lolos tadi untuk Iari sejauh-jauhnya atau
bersembunyi serapat- rapatnya.
Kemelut Tahta Naga II/6 4 Kemudian Hap To menemukan cara
penyelesaian yang gampang-gampang saja.
Tidak peduli malam sudah larut, ia akan
membangunkan Hap Lun, saudara sepupunya
yang menjabat sebagai panglima Kiu-bun Te-tok
(garnisun ibukota). Akan dimintanya tolong
agar malam itu juga mengerahkan pasukannya
untuk menutup semua jalan keluar dari Pakkhia, sekaligus mengadakan penggeledahan
besar-besaran di seluruh kota, meskipun
ketenangan kota akan terusik hebat.
Tubuhnyapun berkelebat bagai kilat, menuju
ke rumah saudara sepupunya itu.
Sementara itu, dua perwira yang lolos dari
pembantaian kaum Hiat-ti-cu itu, Oh Bun Kai
dan Bhe Hong Tek, telah menemukan tempat
persembunyian aman tapi tidak di rumah
mereka masing masing. Mereka tahu kalau
rumah mereka sudah bukan lagi tempat yang
aman. "Bagaimana kita sekarang?"
"Tinggal adu cepat dengan kaki-tangannya
Liong Ke Toh, tidak boleh terlambat sedikitpun.
Kemelut Tahta Naga II/6 5 Saudara Bhe, kau tetap di Pak-khia dan cari
hubungan dengan orang-orang yang bersimpati
kepada Goan-swe Ni Keng Giau, galang
kekuatan dengan mereka di Pak-khia ini untuk
menyambut kembalinya Goan-swe dari Jing-hai.
Sedang aku akan berusaha menyelundup keluar
kota, menyongsong Goan-swe dalam perjalanan
pulang untuk beritahu dia situasi yang
membahayakan baginya di Pak-khia ini. Setuju"'
"Baik. Kau sendiri hati-hatilah, saudara Oh.
Mungkin harus mempertaruhkan nyawa dalam
usaha keluar dari kota, begitu pula sepanjang
perjalanan." "Kau juga hati-hati, saudara Oh. Selagi kita
yang berkumpul di rumah Pui Toa-ko, rasanya
setiap orang bersikap meragukan. Karena itu,
hati-hatilah memilih orang yang akan kau
hubungi. Jangan sampai keliru menghubungi
orang yang malahan anteknya Liong Ke Toh,
nanti nyawamu sendiri yang terancam."
"Saat seperti ini memang bukan saatnya
membuat pertimbangan yang bertele-tele.
Pokoknya bertindak cepat. Kalau berhasilya
Kemelut Tahta Naga II/6 6 berhasil, kalau gagal ya gagal, dan mampus.
Tapi kita puas bisa membela Goan-swe Ni Kong


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giau." Sesaat kedua lelaki itu saling genggam
tangan dengan erat, saling membesarkan tekad
masing-masing. Lalu mengendap-endap keluar
dari persembunyian mereka dan berpencaran
membawa tugas masing-masing. Anak-bini di
rumah tak terpikir lagi. Tak mereka ketahui pula pertempuran di
rumah Pui Cjong sudah berakhir dengan
kemenangan di pihak Hiat-ti-cu. Kemenangan
yang berharga mahal, sebab para Hiat-ti-cu
yang hidup tinggal tiga orang. Sedang di pihak
para perwira Ni Keng Giau, yang hidup tinggal
nol orang. Para Hiat-ti-cu, seperti biasanya, kemudian
mulai mengganas terhadap seisi rumah Pui
Ciong. Para pelayan, bahkan nenek Pui Ciong
yang sudah berusia sembilanpuluh tahunpun
dibasmi tanpa ampun. Setelah itu, api dilepaskan untuk membakar
rumah, dan menghilangkan semua jejak.
Kemelut Tahta Naga II/6 7 Dan tidak lama kemudian, tanpa menunggu
sampai pagi, pasukan Kiu-bun Te-tok pun mulai
bergerak di seluruh kota ketika Hap Lun sudah
dibangunkan oleh Hap To. Perajurit-perajurit
yang dalam keadaan masih mengantuk
dibangunkan dan diberi tugas malam-malam
seperti itu, tentu saja jadi lebih tidak ramah dari
biasanya. Penggeledahan dilakukan dengan
kasar. Pintu-pintu rumah yang diketuk dan
tidak segera dibuka pun lalu didobrak.
Gamparan tangan dan gebukan gagang tombak
diobral. Penduduk jadi banyak berkorban uang,
gigi rompal, kuping jadi budeg sebelah atau
jidat benjol. Namun kedua perwira pengikut Ni
Keng Giau yang lolos dari pembantaian itu tak
berhasil diketemukan Ketika Hap To
melaporkannya kepada Kaisar Yong Ceng, dia
mendapat teguran pedas, namun untunglah
tidak sampai dihukum mati. Dalam usahanya
menyingkirkan Ni Keng Giau, Kaisar Yong Ceng
mengharap punya kekuatan di pihaknya. Maka
ia khawatir kalau sampai menghukum Hap To
di saat dibutuhkan seperti itu, banyak
Kemelut Tahta Naga II/6 8 bawahannya yang lain akan merosot
semangatnya. Namun Hap To diharuskan
meningkatkan pengawasan di seluruh Pak-khia
agar jangan sampai ada gejolak yang merugikan
rencana Kaisar. Setiap desas-desus yang tidak
menguntungkan, haruslah dicari sumbernya
dan dibungkam secepatnya, dan untuk itu Hap
To diberi hak untuk menggunakan "cara sekeras
apapun" dengan catatan tambahan "asal tidak
menyolok di permukaan".
Dan dengan usul Liong Ke Toh, rencana
menjatuhkan Ni Keng Giau itu akan dipercepat
pelaksanaannya. "Ini perlu, Tuanku. Terlalu
berbahaya kalau Ni Keng Giau lebih dulu sampai
diberi kabar oleh pengikut-pengikutnya, lalu
timbul pikirannya untuk berontak, pada hal di
tangannya masih tergenggam kekuasaan atas
pasukan yang begitu besar."
"Jadi bagaimana, Paman?"
"Pelaksanaan rencana dipercepat. Tidak usah
menunggu sampai dia kembali ke Pak-khia, tapi
di tengah perjalanan pulangnya dari Jing-hai.
Jadi kalau ada tanda-tanda dia curiga dan akan
Kemelut Tahta Naga II/6 9 membangkang, kita di sini masih punya wak tu
untuk bersiap. Kalau sampai dia ada di Pak-khia
dengan pasukannya, wah berbahaya sekali
kita." * * * Pasukan besar Ni Keng Giau meninggalkan
Jing-hai dengan membawa kemenangan besar,
meskipun harus meninggalkan ratusan ribu
mayat di padang rumput itu. Mayat lawan
maupun kawan. Ketika pasukan itu tiba di kota Ling-he, Ni
Keng Giau memerintahkan untuk berhenti.
Namun kota Ling-he yang kecil itu tidak bisa
menampung pasukan yang berjumlah begitu
besar, sehingga pasukan itu harus beristirahat
di luar kota. Hanya Ni Keng Giau dan perwiraperwira berpangkat Cam-ciang ke atas serta
regu pengawal Ni Keng Giau, yang memasuki
kota. Walikota Ling-he sudah menyediakan
tempat di gedung Balaikota.
Kemelut Tahta Naga II/6 10 Baru satu hari pasukan itu istirahat di Linghe, tiba-tiba datanglah utusan dari Pak-khia,
yang mengaku membawa Titah Kaisar untuk Ni
Keng Giau. Maka di aula Balikota Ling-he, Ni Keng Giau,
Kim Seng Pa dan para perwira tinggi,
menyambut pembawa Titah Kaisar itu dengan
berlutut, seolah berhadapan sendiri dengan
Kaisar. Utusan Kaisar itu dengan gagah berdiri,
membuka gulungan satin kuning yang bercap
kekaisaran, dan mengumandangkan huruf demi
huruf yang tertera di atasnya.
"Titah Yang Dipertuan Sang Putera Langit!
Karena jasa-jasanya yang tak terhingga bagi
tegaknya negara, Yang Dipertuan Sang Putera
Langit menganugerahkan gelar kebangsawanan
It-teng-kong kepada Ceng-se Tai-ciang-kun Ni
Keng Giau! Selain itu, juga berkenan
menganugerahkan wilayah Siam-sai dan Secuan sebagai wilayah turun-temurun bagi anakcucunya."
Dan masih ada kata-kata sanjungan
memabukkan lainnya. Kemelut Tahta Naga II/6 11 Biarpun masih berlutut, rasanya hati Ni
Keng Giau sudah melonjak-lonjak karena
kegembiraan yang tiba-tiba membanjiri hatinya.
Anugerah yang tak terduga, padahal tadinya ia
sudah khawa tir kalau Kaisar meragukan laporannya
tentang Pangeran In Te dan menghukumnya.
'Ternyata kepercayaan Sribaginda kepadaku tidak berkurang," pikirnya dengan
lega. Ia membayangkan betapa akan menjadi
mangkubumi di Siam-sai dan Se cuan, memiliki
wilayah sendiri, pasukan sendiri, peraturan
pajak sendiri, dan paling-paling setahun sekali
ia harus menghadap Kaisar di Pak-khia untuk
memperbaharui sumpah setianya sambil
mempersembahkan upeti. Apalagi wilayah
Siam-sai dan Se-cuan dikenal subur, maka tak
terhingga anugerah yang dite rimanya itu.
Yang berlutut tepat di sebelah Ni Keng
Giau adalah Kim Seng Pa, yang bukan main
kagetnya mendengar isi Titah Kaisar yang
demikian itu. Hampir saja ia menangis
Kemelut Tahta Naga II/6 12 meraung-raung mendengar orang yang dibencinya itu mendapat kedudukan begitu
tinggi. Apakah berarti laporannya kepada
Kaisar yang menjelek jelekkan Ni Keng Giau itu
tidak dipercayai oleh Kaisar" Kalau Ni Keng
Giau diberi gelar bangsawan dan diberi wilayah,
lalu dirinya sendiri mendapat apa" Mungkinkah
dalam sisa umurnya yang tidak banyak lagi itu,
ia akan terus-terusan menjadi komandan Ci-ih
Wi-kun saja" Namun ia terus berlutut dengan patuh,
mendengar si Utusan Kaisar yang belum selesai
membacakan. Dengan penuh harap Kim Seng Pa
masih menunggu kalau-kalau dirinyapun
disebut untuk mendapat suatu anugerah.
Ternyata sampai si Utusan Kaisar berseru.
"Demikianlah titah Yang Dipertuan Agung, Sang
Putera Langit!" Nama Kim Seng Pa tidak disebut
sama sekali. Seolah Kaisar sudah lupa kalau
punya seorang bawahan yang namanya Kim
Seng Pa. Kekecewaan yang amat dahsyat
menyerbu jiwa Kim Seng Pa.
Kemelut Tahta Naga II/6 13 Selesai pembacaan, semua yang berlutut
serempak menyerukan penghormatan terhadap
Kaisar, "Ban-swe! Ban-swe!"."Ban-swe! Banswe!" suara Kim Seng Pa terdengar agak
terlambat, juga bernada parau dan menyayat
hati. Sebaliknya bagi Ni Keng Giau, belum
pernah seumur hidupnya mendengar suara se
"merdu" itu. Ia melirik sekejap ke arah Kim
Seng Pa sambil melontarkan senyuman
mengejek. Utusan Kaisar menggulung satin kuning
bercap itu, dan berkata, "Ni Goan swe,
terimalah....." Ni Keng Giau bangkit dari berlutut nya, lalu
dengan sikap hormat menerima gulungan itu
dengan kedua tangannya. Katanya. "Kim-che
Tai-jin (Tuan Utusan), kalau besok pagi atau
kapan saja Tai-jin pulang ke Pak-khia, tolong
sampaikan sembah sujudku dan rasa terima
kasihku yang tak terhingga kepada baginda.
Katakan, bahwa hambanya yang hina sedang
kembali ke Pak-khia untuk mempersembahkan
kejayaan ke bawah duli Sribaginda."
Kemelut Tahta Naga II/6 14 Kim-che Tai-jin mengangguk sambil
tersenyum lebar. "Aku akan menyam
paikannya, Goan-swe. Dan akupun secara
pribadi mengucapkan selamat kepada Goanswe."
"Terima kasih."
"Selain itu, Goan-swe, ada sebuah pesan
pribadi dari Sribaginda yang khusus untuk
Goan-swe sendiri." "Aku sediakan waktu untuk itu, Tai-jin,
kapanpun Tai-jin menghendakinya," kata Ni
Keng Giau dalam semangatnya kegembiraannya
yang meluap-luap. "Tidak usah terburu-buru, Goan-swe. Nanti
juga bisa. Sekarang lihatlah, banyak orang
menunggu kesempatan untuk mengucapkan
selamat kepada Goan-swe. Jangan biarkan
mereka menunggu terlalu lama."
Keakraban antara Ni Keng Giau dan si Kimche Tai-jin, juga percakapan mereka, seolah
semuanya sengaja diperagakan untuk menyakiti
hau Kim Seng Pa. Setidak-tidaknya begitulah
Kemelut Tahta Naga II/6 15 perasaan Kim Seng Pa sendiri, membuat jago
tua itu jadi merasa agak tersia-sia.
Namun suka atau tidak suka, Kim Seng Pa
kemudian memasang topeng senyumnya untuk
memberi selamut kepada Ni Keng Giau, diikuti
perwira-perwira lainnya dan Walikota Ling-he
sendiri. Tidak sedikit yang menyusun sanjungpujian seperti deklamasi yang menggidikkan
bulu tengkuk, dengan harapan akan "ke
cipratan rejeki" dari si calon mangkubumi
wilayah Siarn-sia dan Se-cuan itu.
Sedang Kim Seng Pa terlalu singkat
mengucapkan selamatnya, lalu dengan alasan
"tubuhnya masih lelah" dia mohon diri dari
ruangan itu, untuk kembali ke perkemahan
perajurit di luar kota Ling-he.
Walikota Ling-he buru-buru menyusul
langkahnya dan berkata, "Kim Cong-koan,
kenapa harus tidur di perkemahan" Cong-koan
sudah kusediakan sendiri kamar di gedung ini.
Biarpun amat sederhana, tapi aku ingin menjadi
tuan rumah yang baik."
Kemelut Tahta Naga II/6 16 "Tidak. Terima kasih," sahut Kim Seng Pa
singkat. Dalam suasana hati macam itu, ia lebih
suka tidur bersebelahan dengan kambing
daripada harus di bawah satu atap dengan Ni
Keng Giau. Tiap kali melihat Ni Keng Giau
tersenyum, rasanya tekanan darah Kim Seng pa
naik setingkat. Sang Walikota Ling-he pun tak berani
mencegahnya lagi. Tiba diluar, begitu sengit ia melompat naik


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke punggung kudanya, sampai tubuhnya hampir
terperosot ke sisi lain dari tubuh kuda. Dan
begitu duduk di pelana, si kuda yang malang
langsung dicambuknya habis-habisan, dipacu
keluar kota Ling-he. Di seberang gedung Balaikota ada seorang
pengemis berjongkok di bawah dinding. Ketika
Kim Seng Pa keluar, buru-buru ia menunduk,
dan setelah Kim Seng Pa jauh barulah ia berani
kembali mengangkat mukanya. Desisnya
seorang diri, "Kenapa Kim Seng Pa tadi nampak
marah" Ada hubungan apa dia dengan urusan
itu?" Kemelut Tahta Naga II/6 17 Sesaat pengemis itu nampak berpikir berat,
lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan
urusanku, lebih baik aku memusatkan pikiran
untuk mencari akal, bagaimana bisa berbicara
dengan Goan-swe Ni Keng Giau. Kalau tidak bisa
langsung, tidak langsungpun boleh, asalkan
lewat orang yang bisa kupercayai. Namun selagi
hari terang benderang seperti ini, sulit kutemui
Ni Goan-swe, lebih baik aku tunggu sampai hari
gelap." Kemudian pengemis itu bangkit, dan dengan
langkah terbungkuk-bungkuk berjalan pergi
dari tempat itu. Sore harinya, sebuah jamuan besar
diselenggarakan oleh Walikota Ling-he di
gedung kediaman resminya. Selain untuk
menghormati Ni Keng Giau yang lagi "naik
daun" juga menghormati Si Kim-che Tai-jin
sebagai wakil pribadi Kaisar. Medan perjamuan
penuh makanan dan minuman yang berlimpah,
dengan pelayan-pelayan yang sudah di "kursus
kilat". Suasana riang gembira. Tapi yang hadir
dalam ruang perjamuan cuma perwira-perwira
Kemelut Tahta Naga II/6 18 tinggi. Sedang para perajurit rendahan tetap
berjaga di luar, untuk memberi kesempatan
agar nyamuk-nyamuk kelaparan juga bisa ber
pesta. Di luar gedung, seorang pengemis berjalan
tertatih menyeberangi jalan, wajahnya hampir
sepenuhnya tertutup oleh topi rumputnya yang
butut, la melihat-lihat gedung itu, nampak pula
pen jaga-penjaga berwajah angker menjaga di
setiap langkah keliling gedung itu.
Melihat seragam penjaga-penjaga gedung itu,
ternyata mereka bukan pcrajurit-perajurit Linghe sendiri atau pun perajurit-perajuritnya Ni
Keng Giau, melainkan pengawal-pengawal yang
dibawa oleh Kim-che Tai-jin. Melihat itu, si
pengemis mengeluh dalam hatinya, "Goan-swe
benar-benar sudah lengah. Tidak sadar kalau
dia sudah dikelilingi musuh. Seperti harimau
yang mengantuk dan tanpa sadar dipasangi
jeruji-jeruji kerangkeng di sekitarnya. Apabila
kelak kerangkeng itu sudah melingkar rapat,
biarpun si harimau masih kelihatan gagah,
namun sebenarnya tinggal menunggu saatnya
Kemelut Tahta Naga II/6 19 untuk dicabuti gigi dan kukunya. Ah, aku harus
mencarinya kesempatan untuk memperingatkan Goan-swe akan bahaya yang
mengancam. Karena pengemis itu tak lain dari Oh Bun Kai,
salah seorang perwira pengikut fanatik Ni Keng
Giau yang sempat lolos dari pembantaian Hiatti-cu di rumah Pui Ciong di Pak-khia, beberapa
hari yang lalu "He, jembel! Mau apa kau longak-longok di
sini"!" seorang penjaga tiba-tiba membentak.
"Kalau mau sisa-sisa makanan, lewat pintu
belakang sana!" Dengan terbungkuk-bungkuk mirip pengemis tulen, Oh Bun Kai menyingkir dari
pintu depan. Tapi ia pantang mundur. Gagal dari
pintu depan, diapun berputar mencari pintu
belakang. Di lorong belakang gedung besar itu
ternyata sudah penuh dengan pengemis. Ada
yang berjongkok, bersandar dinding, atau
seenaknya menggeletak di tanah beralas tikar.
Semuanya dengan sabar menunggu terbukanya
pintu kecil di belakang gedung itu, saat pelayan
Kemelut Tahta Naga II/6 20 gedung keluar membawa sisa-sisa makanan.
Tertatih-tatih Hh Bun Kai mendekati pintu kecil
itu. Tiba-tiba pintu terbuka- Para pengemis
segera berdesakan maju dan Oh Bun Kai
terpaksa harus ikut sikut-sikutan pula. Namun
yang muncul di pintu kecil itu bukan pelayan
yang membawa sisa makanan, melainkan
pengawal berseragam pengawal Kim-che Iai-jin
yang tangannya menjinjing pedang. Agaknya dia
ingin memeriksa keamanan di bagian belakang
gedung itu. Keruan Oh Bun Kai jadi kegirangan ketika
mengenali pengawal itu sebagai Hui-kiam-eng
Teng Jiu, salah satu pengawal istana yang
beberapa hari terakhir sebelum malapetaka itu
punya persahabatan yang meningkat baik
dengannya. Lebih-lebih Oh Bun Kai ingat betapa
di rumah makan Pek-goat-Iau, Teng Jiu pernah
menghajar dua orang kaki tangan Liong Ke
Toh", sehingga Oh Bun Kai merasa bisa minta
tolong kepadanya. Sungguh kebetulan bahwa
Teng Jiu terpilih ikut mengawal Utusan Kaisar.
Kemelut Tahta Naga II/6 21 Dengan bersemangat, Oh Bun Kai mendesak
maju. Sampai lupa akan penyamarannya
sebagai pengemis, ia memanggil-manggil, "Teng
Sam-ko! Teng Sam-ko!"
Teng Jiu terkejut mendengar seorang jembel
memanggil-manggil namanya. Mula-mula ia
mengira, tentunya seorang sahabat yang
menjadi anggota Kai-pang (serikat pengemis).
Namun ia terkejut ketika mengenali Oh Bun Kai
yang berpakaian seperti pengemis, dan ia sudah
menduga apa yang akan Oh Bun Kai katakan.
Dan memang tepat seperti yang di duga,
"Sam-ko..... sam-ko..... aku sangat membutuhkan
bantuanmu." Oh Bun Kai terus mendesak ke depan,
sehingga pengemis-pengemis lainnya mencacimaki dengan gusar.
"Kelaparan ya kelaparan, tapi apa tidak bisa
antri dengan sabar!"
"Semuanya akan kebagian, tidak perlu main
sikut seperti itu!" "Tahu aturan sedikit!"
Kemelut Tahta Naga II/6 22 "Panggil-panggil "Sam-ko" segala pura-pura
kenal supaya mendapat bagian banyak sendiri
ya?" "Kalau siasat begitu bisa berhasil, akupun
akan mengakui Ni Keng Giau sebagai adikku,
agar bisa diundang pesta,"
Tetapi Oh Bun Kai yang tengah bergairah itu
tidak peduli dan terus mendesak, "Teng Sam-ko!
Ada hal penting yang harus kubicarakan
denganmu!" Teng Jiu maju menyibakan para gelandangan
itu untuk menangkap tangan Oh Bun Kai, lalu
diseretnya menjauhi tempat itu, ke sebuah
lorong lain yang sepi. Keruan para gelandangan
lain jadi iri. Sementara itu, pintu kecil itu sudah
ditutup kembali oleh beberapa pengawal galak.
Sementara Teng Jiu dan Oh Bun Kai telah tiba
di sebuah lorong yang gelap, sepi, dan luar biasa
bau air kencing di tempat itu. Begitu gelapnya,
sehingga Teng Jiu dan Oh Bun Kai yang berdiri
berhadapan itu hanya saling bisa melihat lawan
bicaranya berujud cuma sebagai bayangan
hitam yang tidak tegas garis-garisnya.
Kemelut Tahta Naga II/6 23 Teng Jiu maju menyibakkan para gelandangan
itu untuk menangkap tangan Oh Bun Kai, lalu
diseretnya menjauhi tempat itu ke sebuah
lorong lain yang sepi. Kemelut Tahta Naga II/6 24 Oh Bun Kai lah yang langsung menye rocos
bicara, "Sam-ko, kau pernah billang kepadaku,
bahwa kau tidak su a kepada Liong Ke Toh, si
ular tua tukang memfitnah itu Nah, Sam-ko
sekarang ini pemerintahan terancam akan
dikuasai pengaruh Liong Ke Toh. Tidakkah Samko ingin mencegah bencana ini?"
Teng Jiu bungkan, karena apa yang sudah
dan akan diomongkan Oh Bun Kai itu sudah bisa
ditebaknya. Diam-diam Teng Jiu merasa kurang
enak dalam hatinya sendiri. Begitu tulus dan
bersungguh-sungguh Oh Bun Kai memandangnya sebagai teman yang terpercaya,
namun Oh Bun Kai belum tahu siapa yang sudah
membocorkan ke pihak Hiat-ti-cu soal waktu
dan tempat pembicaraan rahasia perwiraperwira fanatik itu Bukan lain adalah Teng Jiu
sendiri, sehingga malam itu. terjadi pembantaian kejam oleh kawanan Hiat-ti-cu
Apa boleh buat, dalam mencapai tujuan
golongannya, rasa persahabatan kadang-kadang
memang harus dipaksa minggir. Yang nomor
satu, mencapai tujuan dengan segala cara.
Kemelut Tahta Naga II/6 25 Oh Bun Kai yang masih mengira Teng Jiu
sebagai teman segolongan itu-pun terus
menyerocos, "Sam-ko, ketahui lah bahwa
beberapa hari yang lalu di rumah Pui Toa-ko di
Pak-khia terjadi pembantaian kejam yang
dilakukan kaki tangan Liong Ke Toh. Hanya aku
dan Bhe Hong Tek yang lolos. Pembantaian itu
terjadi, karena kami para perwira telah
mencium adanya rencana busuk Liong Ke Toh,
dan kami tidak layak di biarkan hidup. Alangkah
kejinya bangsat tua she Liong itu. Sam-ko, saat
ini Bhe Hong Tek masih di Pak-khia untuk
menyusun kekuatan dengan teman-teman
sepaham, sedangkan aku kemari untuk
menemui Goan-swe, karena sekarang hanya
Goan-swe yang dapat menyelamatkan negara
dari keserakahan Liong Ke Toh. Untuk ini aku
butuh bantuanmu, Sam-ko. Tolong sampaikan
peringatanku kepada Goan-swe agar ada
langkah persiapan, jangan sampai Goan-swe
masuk perangkap. Tolonglah, Sam-ko, demi
keselamatan negara. Tolonglah."
Kemelut Tahta Naga II/6 26 Teng Jiu menarik napas dalam-dalam, dan
menjawab, "Setiap orang punya garis
perjuangan sendiri-sendiri, Oh heng Kau begitu
setia membela Ni Keng Giau, tapi maaf, aku
tidak. Terang-terangan saja, aku membenci Ni
Keng Giau yang kejam, dan aku ambil bagian
dalam usaha untuk menyingkirkannya.!"
Melebihi disengat kala kagetnya Oh Bun Kai
ketika mendengar kata-kata itu. "Teng Jiu! Kau
.... kau....." Teng Jiu melanjutkan kata-katanya, "Akupun
minta maaf, harus kuakui bahwa kedatangan
rombongan Hiat-ti-cu ke tempat pertemuan
rahasia kalian itu adalah karena petunjukku."
"Binatang! Ternyata selama ini mataku yang
sudah buta, sehingga seorang pengkhianat
busuk telah kusangka sebagai seorang sahabat
yang terpercaya!" teriak Oh Bun Kai kalap.
Tiba.-tiba ia mengeluarkan sebilah belati dari
bajunya, lalu kalang kabut menyerang Teng Jiu.
"Ternyata kau adalah kaki tangan Liong Ke Toh!
Ku bunuh kau demi arwah teman-teman
seperjuanganku!" Kemelut Tahta Naga II/6 27

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oh Bun Kai bersenjata belati dan Teng Jiu
bertangan kosong, namun hal itu cepat berakhir
dengan kemenangan di pihak Teng Jiu. Karena
ilmu silat Teng Jiu sebagai pengawal istana lebih
tinggi dari perwira-perwira biasa yang lebih
menguasai taktik-taktik kemiliteran daripada
ilmu silat secara perorangan. Kedua, karena
selama beberapa hari ini Oh Bun Kai menderita
kelelahan dan ketegangan lahir batin,
pikirannya setengah kacau, sehingga tenaganya
banyak terkuras habis. Karena itu, dalam suatu gebrakan, Teng Jiu
berhasil menangkap lengan Oh Bun Kai untuk
langsung ditekuk ke belakang punggungnya,
sehingga tak berkutik lah Oh Bun Kai.
Sambil meronta-ronta, Oh Bun Kai berkata
dengan gemas campur putus asa, "Ayo, bunuh
saja aku, bangsat! Biar kau mendapat hadiah
dari si bangsat tua Liong Ke Toh itu!"
"Tenang, Oh-heng. Aku takkan membunuhmu, namun perlu kujelaskan satu hal
kepadamu. Aku tidak bekerja untuk Liong Ke
Toh, sebab pada saatnya nanti Liong Ke Toh
Kemelut Tahta Naga II/6 28 juga harus disingkir kan. Namun dalam hal
Makam Bunga Mawar 19 Protes! Protes! Protes! Karya Ekky Al Malaky Dan Bambang Joko Susilo Sang Penebus 7
^