Pencarian

Kemelut Tahta Naga Ii 4

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p Bagian 4


menyingkiran Ni Keng Giau, kami memang
sengaja membonceng Liong Ke Toh dan
membantu melancarkan rencananya. Oh-heng,
kita bermain di gelanggang yang sama, dan
tentunya juga sama-sama tahu betapa kotornya
permainan ini, bukan?"
"Kalau kau tidak bekerja buat Liong Ke Toh,
lalu buat siapa" Pangeran Hong-lik?"
"Bukan. Untuk Pangeran In Te."
Roma Oh Bun Kai mengendor, mulutnya
bungkam dan kepalanya menun duk. Sementara
Teng Jiu melanjutkan, "Aku bukan seorang yang
begitu gampang menjadi pengikut seseorang
dengan membabi-buta, Bukan. Aku cuma meng
harap kalau Pangeran In Te kelak bertahta,
negeri ini akan ditata lebih baik, kesejahteraan
rakyat ditingkatkan. Tidak seperti sekarang ini,
dimana rakyat terus-menerus dicengkam
ketakutan terhadap pemimpin-pemimpinnya
sendiri, karena tiga serangkai penguasa itu.
Yong Ceng yang lalim, Liong Ke Toh yang
serakah dan Ni Keng Giau yang kejam dan gila
Kemelut Tahta Naga II/6 29 hormat. Ketiganya harus disingkirkan menurut
gilirannya masing-masing. Kalau sekarang Yong
Ceng dan Liong Ke Toh mau menyingkirkan Ni
Keng Giau, itu kebetulan sekali buat kami.
Bukankah begitu?" Teng Jiu berkata lagi dengan tetap
memegangi lengan Oh Bun Kai, "Karena itu
harap Oh-heng pahami. Sebagaimana Ni Keng
Giau punya pengikut-pengikut fanatik macam
kau dan kawan-kawanmu, Pangeran In Te pun punya. Sebagaimana
sakitnya Ni Keng Giau kalau kelak jatuh dari
kedudukannya karena kena perangkap licik,
begitu pula sakitnya Pangeran In Te dulu ketika
disingkirkan dengan cara kotor oleh Yong Ceng
dan Ni Keng Giau Aku tahu cara kotor itu, sebab
saat itu aku masih berpihak kepada Yong Ceng
'yang ternyata menge cewakan dengan janjijanji kosongnya.
Dalam urusan macam ini, tak ada soal
perasaan, atau belas kasihan, atau lainnya. Yang
ada hanyalah bagaimana mencapai tujuan.
Tidak penasaran lagi, Oh-heng?"
Kemelut Tahta Naga II/6 30 Oh Bun Kai masih menunduk. Tiba-tiba
badannya tergetar sedikit, lalu diam lagi. Teng
Jiu terkejut, ia lepaskan cengkeramannya, dan
tubuh Oh Bun Kai langsung roboh terkulai.
"Oh-heng!" Teng jiu terkejut. Cepat ia
menelentangkan tubuh Oh Bun Kai, dan
dilihatnya mata perwira itu masih terbuka lebar
tapi sudah tidak ada cahayanya lagi. Dari sudutsudut bibirnya mengalir sedikit darah. Kiranya
karena amat marah dan kecewa lantaran gagal
menyampaikan peringatan kepada Ni Keng
Giau, Oh Bun Kai lalu membunuh diri dengan
cara menggigit lidahnya sendiri.
Melihat kekerasan hati macam ini, Teng Jiu
geleng-geleng kepala. Secara pribadi ia merasa
sedikit bersalah, namun rasa bersalah itu tidak
mewakili kelompoknya. Ia beranggapan, cukup
wajar kalau dua benang tajam bergesekan
menyilang, maka salah satu harus putus. Dulu
"benang Pangeran In Te" yang putus, tapi kini
pengikut-pengikut Pangeran In Te menaikkan
"layang-layang baru" dan berharap kali ini agar
Ni Keng Giau yang "putus".
Kemelut Tahta Naga II/6 31 Sebagai teman secara pribadi, Teng Jiu juga
tidak tega membiarkan mayat Oh Bun Kai
tergeletak begitu saja di lorong penuh bau air
kencing itu. Diangkatnya mayat itu, lalu
dicarinya kalau-kalau ada sebuah wihara
Buddha di sekitar itu. Di tempat macam itu
biasanya ada tempat untuk memperabukan
jenazah, serta pendeta-pendeta yang secara
sukarela bisa dimintai tolong membakar mayat
para musafir yang mati di perjalanan, asalkan
ada yang mengantarkan mayatnya.
Akhirnya Teng Jiu temukan juga rempat
macam itu. Digedornya pintu depannya biarpun
sudah malam. Ketika pendeta-pendeta membukakan pintu, Teng Jiu mengutarakan
maksudnya dan pihak wihara bisa menyetujuinya. Teng Jiu pun lalu menyerahkan
mayat Oh Bun Kai. "Aku mengucapkan terima kasih a-as
kebaikan para Toa-suhu. Tapi bisakah kumohon
agar abu jenazah temanku ini sudah bisa
kuambil besok malam"
Kemelut Tahta Naga II/6 32 Hwe-shio pemimpin wiha-ra itu mengangguk, "Baiklah. Kalau besok tuan datang
seperti saat ini, abu jenazah teman sudah bisa
diambil." Sebelum pergi Teng Jiu memasukkan uang
lima tahil perak ke dalam guci derma. Begitulah,
karena ia pernah ditraktir oleh Oh Bun Kai di
Pek-goat-lau, maka sekarang diapun balas
"mentraktir" arwah Oh Bun Kai. Uang itu antara
lain untuk mengganti pihak wihara guna
membeli kayu bakar, lilin, dupa dan
kelengkapan sembahyang lainnya.
Ketika Teng Jiu melangkah pulang kembali
ke Balaikota yang masih dalam suasana pesta,
sedikit banyak sikapnya jadi murung juga.
Biarpun demi menjunjung Pangeran In Te,
menyingkirkan penghalang-penghalang bagi
Pangeran In Tetapi tak bisa dibantah kalau dia
sudah melakukan sesuatu yang buruk terhadap
seorang teman macam Oh Bun Kai. "Maaf, Ohheng. Maaf."
Namun sementara langkahnya makin dekat
ke Balaikota, ingatan Teng Jiu melayang ke salah
Kemelut Tahta Naga II/6 33 satu ucapan Oh Bun Kai sebelum matinya tadi.
Di Pak-khia masih ada sisa seorang perwira
fanatik pengikut Ni Keng Giau yang lolos dari
pembantaian, berkeliaran menyusun kekuatan
untuk "menyelamatkan Ni Keng Giau". Namanya
Bhe Hong Tek, dan Teng Jiu berpendapat yang
inipun perlu dipapas habis biarpun tidak usah
dengan tangannya sendiri.
Ketika Teng Jiu masuk kehalaman belakang
Balaikota dengan lewat pintu kecil di belakang,
tahu-tahu Hap To sudah menghadangnya
dengan tatapan yang memancarkan kecurigaan.
"Kau pergi meninggalkan tempat ini tanpa
minta ijinku, darimana saja kau?" tanyanya.
Hap To adalah komandan Hiat-ti-cu regu
pembunuh itu. Kalau sedang bertugas
membunuh orang, pakaiannya ringkas hitam.
Tapi sekarang ia sedang memimpin pengawalan
Kim-che Tai-jin, maka seragamnya pun jubah
satin yang mentereng. Pengawal Kim-che Tai-jin ada seratus orang,
dan mereka diambilkan dari Hiat-ti-cu
limapuluh orang, dari Uih Wi-kun juga
Kemelut Tahta Naga II/6 34 limapuluh orang. Bukan karena pihak istana
kekurangan orang, sehingga untuk menyusun
pengawal Kim-Che Tai-jin saja harus comot
sana comot sini, tapi hal itu memang disengaja
oleh Kaisar Yong Ceng yang curiga janganjangan para pengawal itu akan berkhianat,
berkomplot dengan orang liar, selagi bertugas
jauh dari istana. Kaisar Yong Ceng selalu
dihantui soal itu. Karena itulah regu pengawal
Kim-che Tai-jin ini biarpun terbungkus seragam
yang sama, sesungguhnya adalah campuran dari
dua golongan pengawal yang bersaingan, agar
satu sama lain bisa saling mengawasi kalau ada
yang berkhianat. Karena bersaingan, ka lau satu
pihak bertindak mencurigakan sedikit saja,
maka pihak lain dengan gembira tentu akan
melaporkan kepada Kaisar, demikianlah
perhitungan Kaisar Yong Ceng. Dan komandan
dari regu pengawal Kim-che Ta-jin itu adalah
Hap To. Teng Jiu menenangkan hatinya menghadapi pemimpin regu algojo ini.
Sahutnya, "Hap Thong-leng (komandan Hap),
Kemelut Tahta Naga II/6 35 aku baru saja menjumpai Oh Bun Kai, salah
seorang perwira pembangkang yang malam itu
lolos dari rumah Pui Ciong, seperti pernah
Thong-leng katakan. Ternyata perhitungan
Thong-leng benar, dia rupanya menyusul
sampai ke sini, dan mencari peluang untuk
menyampaikan peringatan kepada Ni Keng
Giau. Tentu saja aku mencegahnya."
Ini baru berita, pikir Hap To. Tanyanya
dengan penuh minat, "Ha, betul begitu" Di mana
dia sekarang" Kenapa tidak kau laporkan
kepadaku?" Di hadapan orang yang kejam ini, Teng Jiu
juga pura-pura menjadi orang yang kejam, "Dia
menyamar sebagai pengemis dan mencoba
menyusup masuk lewat pintu belakang. Tapi
aku memergokinya, dia lari dan aku
mengejarnya. Aku tak sempat melapor kepada
Thong leng, karena khawatir akan keburu kehi
langan jejaknya. Aku kejar terus."
''Berhasil kau tangkap?"
"Berhasil. Lalu aku siksa dia tanpa ampun
agar mengaku tentang komplotannya. Dia
Kemelut Tahta Naga II/6 36 mengaku akhirnya. Ternyata dia sendirian saja
datang ke Ling-he ini, sedang satu temannya
yang malam itu juga lolos dari rumah Pui Ciong,
bernama Bhe Hong Tek, ternyata tetap di Pakkhia. Katanya untuk mencari dukungan dari
perwira-perwira yang sepaham."
Hap To mengangguk-angguk. "Laporanmu
cocok dengan laporan-laporan yang aku terima
sebelum ini. Memang malam itu hanya dua yang
berhasil lolos, lainnya kutumpas habis. Dan
sekarang, dimana Oh Bun Kai?"
"Karena aku gemas mendengar rencananya
yang menunjukkan ketidak-setiaannya terhadap Kaisar, aku bunuh dia setelah berhasil
kukorek keterangan dari mulutnya."
Hap To menepuk-nepuk pundak Teng Jiu,
"Bagus. Bagus. Jasamu ini pasti akan mendapat
penghargaan dari Sribaginda. Sekarang,
tetaplah bertugas dengan baik di sini. Aku akan
segera mengirim orang ke Pak-khia untuk
melapor kepada Sribaginda atau Liong Ong-ya,
agar segera diambil tindakan untuk mencegah
pembela-pembela Ni Keng Giau itu."
Kemelut Tahta Naga II/6 37 Teng Jiu mengangguk dengan sikap
bangga, namun sambil merintih dalam hatinya,
"Sekali lagi maafkan aku, Oh-heng. Komplotan
teman-temanmu terpaksa harus kupatahkan
demi perjuangan Pangeran In Te, agar seluruh
negeri terselamatkan dari kesewenangwenangan tiga serangkai yang lalim saat ini."
Malam itu juga, diam-diam Hap To mengirim
pulang Tam Tai Liong, pulang ke Pak-khia untuk
membawa surat laporannya. Tentu saja dalam
surat itu ia tidak menyebut-nyebut jasa Teng
Jiu, melainkan ditulisnya "karena jerih payah
hamba yang berusaha mempertahankan
keagungan Tuanku." Begitulah. Yang terjadi di permukaan seolaholah Ni Keng Giau disambut secara megah
sebagai seorang pahlawan. Sedangkan, di
bawah permukaan sudah siap sebuah rencana


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang rapi untuk melucuti kekuasaan Ni Keng
Giau lalu menyingkirkannya. Seperti sebatang
pohon besar, bagian atasnya ditiup angin sepoisepoi yang membuat ngantuk dan nyaman,
Kemelut Tahta Naga II/6 38 sampai tak merasa kalau akar-akarnya mulai
digerogoti rayap. Di dalam gedung Balai kota pesta terus
berlangsung dengan meriah. Ni Keng Giau.
dengan deretan, pengawal-pengawal Kepercayaannya berdiri di belakang kursinya,
nampak gembira sekali Sibuk sekali ia
membalas ucapan selamat yang membanjirinya,
karena setiap tamu dalam perjamuan itu tidak
cukup hanya satu kali mengucapkan selamat,
melainkan sampai beberapa kail. Semua nya
khawatir, kalau hanya satu kali mengucapkan
selamat, jangan-jangan akan gampang dilupakan oleh si "calon raja muda" itu.
Kim-che Tai-jin diam-diam terus memperhatikan Ni Keng Giau. Ketika dilihatnya
Ni Keng Giau sudah cukup mabuk, bukan mabuk
arak tapi mabuk sanjungan, maka si Kim-che
Tai-jin merasa sudah tiba waktunya untuk
melancarkan "jurus" berikutnya
Karena ia duduk bersebelahan dengan Ni
Keng Giau, ia lalu mencondongkan tubuhnya
agar mulutnya dekat dengan kuping Ni Keng
Kemelut Tahta Naga II/6 39 Giau, lalu berbisik, "Goan-swe, bisakah aku
meminta waktumu sebentar untuk bicara empat
mata, guna menyampaikan pesan pribadi
Sribaginda.?" Tentu saja Ni Keng Giau dengan wajah sangat
cerah mengangguk dan menjawab lirih,
"Baiklah, Tai-jin, sebentar, aku harus minta diri
kepada sahabat-sahabat di ruangan ini."
Lalu Ni Keng Giau berdiri sambil mengangkat
tangannya dan berkata keras, "saudarasaudara."
Ruang perjamuan seketika menjadi sunyi
senyap, tak ada lagi gelak tawa. suara
percakapan, atau kelitak- kelitak sumpit dan
mangkuk. Yang makarnya sudah masuk mulut
tapi belum sempat dikunyah. cepat-cepat
ditelan begitu saja. Agar sang mulut nanti tidak
terlambat melontarkan sanjungan dan jilatan
pada saat yang dibutuhkan "saudara-saudara,
silahkan melanjutkan perjamuan. Yang santai
saja, dan aku mohon maaf harus meninggalkan
ruangan ini sebentar, Kim-che Tai-jin membawa
pesan pribadi Sribaginda untuku" ada nada
Kemelut Tahta Naga II/6 40 "Goan-swe, bisakah aku meminta waktumu
sebentar untuk bicara empat mata, guna
menyampaikan pesan pribadi Sribaginda?"
Kemelut Tahta Naga II/6 41 bangga ketika mengucapkan itu, disertai lirikan
kearah Kim Seng Pa yang sejak semula lebih
banyak menunduk Kemudian Ni keng Giau dan Kim che Tai-jin
itupun menghilang keruangan belakang.
Delapan orang pengawal pribadi Ni Keng Giau
yang mukanya angker-angker seperti topeng
perunggu itu, juga mengikuti.
Tapi ketika sampai ke sebuah ruang tertutup,
kedelapan pengawal itu harus menunggu di luar
saja. Sedang di dalam ruangan, Kim-che Tai-jin
mulai bicara dengan nada amat bersungguhsungguh, "Goan-swe, sungguh keberuntungan
Goan-swe membuat banyak orang menjadi iri.
Selain anugerah Sribaginda yang kubacakan
siang tadi, Sribaginda secara lisan berpesan
lewat aku, supaya Goan-swe secepatnya tiba di
Pak-khia untuk pelantikan kedudukan yang
baru. Kalau ada pihak lain yang iri atau dengki,
itu sudah biasa, tak perlu terlalu digubris.
Tetapi Sribaginda ingin mempercepat Kemelut Tahta Naga II/6 42 pelantikan itu, agar terbungkamlah segera
mulut-mulut usil tadi."
Ni Keng Giau mengangguk mantap, "Aku bisa
memaklumi. Aku akan mempercepat perjalanan
pasukanku. Rencananya akan istirahat sepuluh
hari di Ling he ini. Namun karena menjunjung
tinggi pesan Sribaginda, aku hanya akan meng
ambil istirahat tiga hari saja."
Kim-che Tai-jin tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Kepatuhan dan kesetiaan
Goan-swe seperti inilah agaknya, yang membuat
Sribaginda begitu kasih sayang kepada Goanswe, sampai, tidak menghiraukan suara-suara
tak sedap yang santer terdengar di Pak-khia
belakangan ini. Sribaginda mengharap, kalau
Goan-swe kebetulan mendengar kabar-angin
dari mulut-mulut jahil itu, Goan-swe tidak usah
terpengaruh. Diseluruh kekaisaran ini, siapa lagi
yang lebih dikasihi oleh Sribaginda, kecuali diri
Goan-swe?" Ni Keng Giau menepuk paha sambil tertawa
bergelak sampai kepalanya tertengadah,
"Sungguh tidak percuma aku mengabdi dengan
Kemelut Tahta Naga II/6 43 setia kepada baginda, hanya beliau yang tahu isi
hatiku sedalam-dalamnya dan menghargai
pengabdian. Akupun mencintai Sribaginda
bukan saja sebagai junjungan, tapi sebagai
kakak kandungku sendiri. Sejak kami berdua
masih sebagai saudara seperguruan, sama-sama
belajar di bawah pimbingan Pun-bu Hwe-shio."
"Oh, ya, Goan-swe, bicara soal persaudaraan,
bahkan," bicara sampai di sini, si Kim-che Taijin mendadak menghentikan ucapannya,
sikapnya seolah-olah ragu-ragu, telah mengucapkan sesuatu yang diyakini kebenarannya atau kepastiannya.
"Bahkan apa?" Ni Keng Giau yang penasaran
itu lalu mendesak. Utusan Kaisar itu pura-pura bersikap
canggung, lalu menjawab sambil menyapukan
telapak tangan di depan hidung, seolah-olah
mengusir lalat, "Ah, cuma kabar angin yang
berasal dari orang-orang dekatnya Sribaginda,
Goan-swe. Sribaginda sendiri belum pernah
mengucapkannya. Hanya kabar angin."
Kemelut Tahta Naga II/6 44 Kabar angin tentang apa" Apakah tentang
keburukan diriku?" "Tidak, Goan-swe. Kabar angin yang ini
justru kudoakan agar menjadi kenyataan.
Kabarnya Sribaginda ingin mempererat
hubungan pribadi dengan Goan-swe, dengan
melakukan angkat-saudara. Tetapi hanya kabar
angin lho." Biarpun sudah beberapa kali dijelaskan
"hanya kabar angin", tubuh N i Keng Giau sudah
bergetar kegirangan. Menjadi saudara Kaisar"
Luar biasa. Tak terasa Ni Keng Giau bangkit dari
kursinya, lalu mondar-mandir di ruangan itu
sambil meremas jari-jari tangannya sendiri
sambil tersenyum-senyum sendiri pula.
Kim-che Tai-jin ikut tersenyum, seolah ikut
berbahagia, padahal sebenarnya mengejek
dalam hati, "Anugerahnya belum menjadi
kenyataan, tapi orang ini sudah menunjukkan
gejala-gejala kesintingan."
Demikianlah lembutnya si Kim-che lai-jin
menuntun Ni Keng Giau masuk perangkap,
dengan menggunakan dua cara sekaligus. Yang
Kemelut Tahta Naga II/6 45 satu cara "penjelasan resmi" dan yang lain cara
"kabar angin". Kalau hanya cara "penjelasan
resmi" maka Ni Keng Giau malah akan curiga,
mungkin akan merasa sedang dibujuk.
Sebaliknya kalau hanya dengan "kabar angin"
saja, Ni Keng Giau jelas takkan menaruh minat
sedikitpun. Maka ya campuran antara kedua
cara itulah. Dan saat itu angan-angan Ni Keng
Giau sudah melambung sampai ke awan awan.
"Tapi cuma kabar angin lho, Goan-swe," kata
si Kim-che Tai-jin sambil pura-pura merasa iri
kepada Ni Keng Giau. Ni Keng Giau tertawa, "Ha-ha, aku cuma
seorang keturunan rakyat jelata dari kalangan
bawah, mana berani mimpi untuk menjadi
saudara angkat Sribaginda" Anugerah yang
kuterima hari ini pun sudah cukup berlimpah,
tak berani mengharap apa-apa lagi.".
Tapi dalam hati ia justru mengharap,
alangkah bagusnya kalau "kabar angin" itu bisa
menjadi kenyataan. "Goan-swe, kecuali itu masih ada pesan
pribadi Sribaginda yang lain lagi."
Kemelut Tahta Naga II/6 46 "Katakan, Tai-jin....." sergap Ni Keng Giau,
sambil membatin, "Dasar bintangku sedang
terang. Yang akan kuterima ini entah
keberuntungan apa lagi?"
"Ketika dulu Goan-swe berangkat perang ke
Jing-hai, apakah benar Goan swe telah
memperbesar jumlah pasukan Goan-swe
dengan menyedot sebagian kekuatan daribeberapa mangkubumi wilayah, gubernur atau
panglima wilayah?" "Memang benar. Tapi aku punya alasan yang
bisa kupertanggung-jawabkan. Wilayah jing-hai
yang harus kuamankan itu cukup luas, sedang
pasukan yang kubawa dari Pak-khia kuanggap
kurang cukup untuk tugas itu. Maka dengan
meminjam kewibawaan Sribaginda lewat
pedang pusaka Liong-hong Po-kiam yang ada
padaku, aku bangkitkan kesadaran beberapa
mangkubumi, gubernur atau panglima wilayah
untuk ambil bagian dalam perjuangan menjaga
kejayaan negara. Aku lalu mendapat tambahan
perajurit, kuda dan perlengkapan. Apakah ada
yang tidak senang dengan hal ini ?"
Kemelut Tahta Naga II/6 47 "Jangan salah paham, Goan-swe. Sribaginda
tidak marah, beliau malah memuji Goan-swe
sebagai panglima yang cepat mengambil
tindakan menurut situasi yang mendesak, tanpa
harus menunggu perintah dari atas. Seorang
Panglima berotak cemerlang, begitulah Sribaginda." "Kalau Sribaginda bisa memakluminya, aku
sungguh- berbesar hati."
"Sribaginda memang tidak menyalah kan
Goan-swe. Tapi banyak gubernur dan panglima
wilayah yang menjadi gelisah, karena mereka
mengira telah berbuat kesalahan terhadap
Sribaginda dan hendak dicopot dari kedudukannya, Banyak yang menghadap
Sribaginda di Pak-khia sambil minta-minta
ampun. Kalau hal ini tidak segera diatasi,
Sribaginda khawatir akan mempertajam kritik
dari pada mulut jahil, terhadap kebijaksanaan
Sribaginda kepada Goan-swe sekarang ini.


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu Sribaginda memerintahkan agar
pasukan-pasukan yang diambil dari mereka itu
segera dikembalikan ke asalnya masing-masing.
Kemelut Tahta Naga II/6 48 Sribaginda juga minta Goan-swe bertindak atas
namanya pribadi untuk meredakan kegelisahan
mereka." Tidak sembarangan orang bisa bertindak
atas nama Kaisar pribadi, namun Ni Keng Giau
justru diberi hak demikian, keruan saja
kepalanya sampai hampir meletus karena
bangganya. Kebanggaan yang mengendor.kan
kewaspadaannya, sehingga ia tidak sadar kalau
sampai berbuat demikian maka ia sama saja
dengan mengurangi kekuatan pasukannya
sendiri. Tapi ia menjawab tanpa pikir panjang,
"Urusan gampang. Akan segera kulaksanakan."
Utusan Kaisar itu tersenyum puas dan
menyatakan pembicaraan itu selesai.
Dua hari kemudian, rombongan Utusan
Kaisar dan pengawalnya berangkat mendahului
ke Pak-khia. Di antara mereka terdapat Teng Jiu
yang membawa sebuah guci berisi abu jenazah
Oh Bun Kai untuk diserahkan kepada
keluarganya. Ni Keng Giau dan para perwira tinggi
mengantar sampai keluar gerbang kota Ling-he.
Kemelut Tahta Naga II/6 49 Juga Walikota di Ling-he ikut mengantar dan
menyusahkan para pemikul tandu karena
gemuknya yang Kelewat batas.
Sebelum berpisahan di luar gerbang kota
Ling-he, si Kim-che Tai-jin sekali lagi berpesan
ulang tentang pengembalian pasukan dari
beberapa gubernuran yang selama ini
"dipinjam" Ni Keng Giau untuk berperang di
Jing-hai. Kim-che lai jin menekankan sekali lagi
bahwa "Tidak ada yang lebih pantas
melakukannya, kecuali orang yang paling
dikasihi oleh Kaisar."
"Akan kulaksanakan secepatnya! sahut Ni
Keng Giau sambil membusungkan dada.
Sehari kemudian, pasukan Ni Keng Giau pun
membongkar perkemahannya untuk berbaris
kembali ke Pak-khia, dalam kemegahan sang
pemenang perang. Walikota Ling-he kembali
mengantarkan dengan penuh hormat sampai
keluar ger bang kota. Setelah itu barulah
kembali ke kantornya dan mulai menghitung
berapa saja biaya yang sudah dikeluarkan untuk
penyambutan besar-besaran itu. Agak tekor.
Kemelut Tahta Naga II/6 50 Tapi bukan dia kalau sampai tak mampu
mengatasi ketekoran itu dengan cara paling
singkat, menyunat dana untuk keperluan lain.
Sesuai dengan pesan Kim-che Tai-jin, dalam
perjalanan pulang itu Ni Keng Giau
mengembalikan pasukan-pasukan gubernuran
ke asalnya masing-masing.
Apa yang tidak diketahui Ni Keng Giau, para
gubernur dan panglima wilayah itu sudah
mendapat pesan rahasia dari istana pula. Begitu
Ni Keng Giau mengembalikan pasukan, maka
para gubernur itu harus segera mengirimkan la
gi pasukan yang terbaik dan mampu bergerak
cepat, untuk menuju sebelah timur kota Pakkhia. Di sana mereka harus "menunggu perintah
lebih lanjut". Keberangkatan pasukan-pasukan
gerak cepat itu ke Pak-khia, tidak diketahui Ni
Keng Giau, sebab mereka mengambil jalan yang
tidak dilewati Ni Keng Giau.
Dengan demikian, pasukan-pasukan itu
harus siap menghadapi pasukan lain yang
tadinya di Jing-hai menjadi teman.
Kemelut Tahta Naga II/6 51 Ketika tiba diluar kota Pak-khia, pasukan Ni
Keng Giau tinggal sekitar 100.000 orang. Kirakira seimbang dengan pasukan dalam dan
sekitar Pak-khia, yang setiap waktu bisa
digerakkan oleh Kaisar Yong Ceng.
Namun Kaisar tidak mau buru-buru turun
tangan terhadap Ni Keng Giau, ia tidak mau
hanya punya peluang setengah banding
setengah untuk keberhasilan rencananya.
Setidak-tidaknya harus tujuhpuluh banding
tigapuluh, barulah bisa dicoba.
Sambutan di Pak-khia begitu meriah,
sehingga Ni Keng Giau semakin dinina-bobokan.
Namun bagi para keluarga perajurit yang
kehilangan, mana ada kegembiraan" Mana ada
suasana kemenangan" Yang ada cuma air mata
kesedihan. Bahkan jasad dari orang yang
mereka cintai itupun tak bisa mereka lihat,
karena terkubur jauh di Jing-hai sana.
Beberapa hari kemudian, pelantikan dan
penganugerahan gelar kepada Ni Keng Giau
berlangsung di istana. Kaisar Yong Geng juga
mengumumkan bahwa Ni Keng Giau Kemelut Tahta Naga II/6 52 dibebaskan dari kewajiban berlutut apabila
menghadap secara pribadi, cukup menghormat
biasa. Hari-hari berikutnya, Ni Keng Giau
kebanjiran ucapan selamat dari kalangan atas di
Pak-khia. Undangan untuk perjamuan makan
pun sampai bertumpuk-tumpuk di mejanya.
Dan ia menghadiri pesta-pesta dari gedung
bangsawan yang satu ke gedung bangsawan
yang lain, namanya melangit dan menjadi bahan
pembicaraan yang tak habis-habisnya.
Mendengar nama Ni Keng Giau dipuja-puja di
mana-mana, mendidih juga Kaisar Yong Ceng.
Rasanya di Pak-khia itu sudah banyak orang
lupa kalau masih ada yang lebih tinggi dari Ni
Keng Giau. Namun dengan bujukan susah-payah
dari Liong Ke Toh, berhasillah Yong Ceng
menahan diri. "Tahan sebentar lagi, Tuanku, takkan lama
lagi kita melihat cecongornya yang penuh
kecongkakan. Tak lama lagi. Kebanggaan yang
diterimanya dalam beberapa hari ini
Kemelut Tahta Naga II/6 53 sebenarnya malah menguntungkan kita, sebab
membuatnya terlena."
"Paman, yakinkah Paman bahwa sampai
detik ini Ni Keng Giau benar-benar belum
mencium rencana kita?"
"Percayalah kepada hamba, Tuanku. Hamba
tidak bekerja dengan ceroboh, tidak hanya
mengamati tingkah-lakunya dari kejauhan, tapi
juga memasang banyak orang kepercayaan
hamba di sekitar Ni Keng Giau. Seandainya dia
berhasil mencium rencana kita, dan barangkali
juga menyiapkan rencana tandingan, pasti
orang-orang hamba akan mengetahuinya dan
melaporkannya kepada hamba. Pasti. Tapi
sampai saat ini belum ada laporan macam itu.
Jadi Ni Keng Giau benar-benar terlena oleh
umpan-umpan yang kita sodorkan ke bawah
hidungnya. Rencana kita aman, Tuanku."
"Bagaimana dengan perwira-perwira fanatik
yang setia kepadanya" Tidakkah mereka
berhasil memberi peringatan ke padanya?"
"Memang ada beberapa perwira keras kepala
yang agaknya berhasil mencium rencana kita,
Kemelut Tahta Naga II/6 54 dan coba menyusun kekuatan di kota ini. Tapi
ada Hap To yang sudah menumpasnya. Ada satu
orang berhasil lolos dan menyusul Ni Keng Giau
ke Ling-he, namun berkat kesigapan Hap To,
orang bernama Oh Bun Kai itu sudah berhasil
dibinasakan sebelum sempat menemui Ni Keng
Giau. Satu lagi bernama Bhe Hong Tek,
berkeliaran di Pak-khia ini sambil mencari
kesempatan, tetapi kemarin malam Hap To
sudah berhasil memperotol kepalanya dengan
kantong Hiat-ti-cu."
Kaisar Yong Ceng mengangguk-angguk.
Dalam hal membikin celaka orang, Pamannya
ini bisa digolongkan "seniman", kerjannya amat
rapi dan halus. "Baiklah, Parnan. Jalankan terus rencana kita.
Dan aku mengharap laporan Paman setiap
saat." "Hamba Tuanku.."
Sementara itu, di Pak-khia semakin santer
desas-desus bahwa Ni Keng Giau akan menjadi
saudara angkat Kaisar Yong Ceng sendiri. Lalu
desas-desus itu meningkat semakin "berani"
Kemelut Tahta Naga II/6 55 lagi, katanya Kaisar Yong Ceng takkan kokoh
kedudukannya kalau tidak ditunjang oleh Ni
Keng Giau. Desas-desus pertama memang sengaja
disebar Yong Ceng untuk melengahkan Ni Keng
Giau. Tapi desas-desus ke dua yang "lebih
berani" itu entah dari-mana sumbernya, dan
membuat Kaisar Yong Ceng merah kupingnya.
Ia merasa bahwa ada pihak tertentu yang
meragukan kekuasaannya, seolah-olah ia tak
mampu berbuat apa-apa dan Ni Keng Giau-lah
yang berbuat semuanya baginya.
Maka, tanpa menunggu sampai Kaisar marah
dan ngawur tindakannya, Liong Ke Toh buruburu menyodorkan usul untuk melaksanakan
langkah berikutnya. Pada suatu hari, di hadapan Sidang Kerajaan
yang lengkap, Kaisar Yong Ceng dengan sikap
yang amat ramah, memerintahkan agar Ni Keng
Giau segera menempati istananya di Seng-toh,
ibukota propinsi Se-cuan. Menjabat sebagai
rajamuda bergelar It-teng-kong yang berkuasa
atas dua propinsi, Se-cuan dan Siam-sai.
Kemelut Tahta Naga II/6 56 Bagi orang-orang politik yang peka dan
dapat merasakan isyarat-isyarat halus, mulai
merasa bahwa nasib Ni Keng Giau di masa
mendatang belum tentu sebaik kelihatannya
sekarang, Seng-toh. Kota itu memang terletak di
pusat propinsi yang dijuluki "gudang beras"
karena suburnya, namun bagi yang percaya
"tahyul politik", Seng-toh seolah juga lambang
keruntuhan dan pembuangan. Orang jadi ingat
sejarah lama tentang Bu Sam-kui, seorang
rajamuda di jaman Kaisar Sun Ti dan Khong Hi,
kakak dan ayah Kaisar Yong Ceng. Bu Sam-kui
adalah seorang Panglima Kerajaan Beng yang
bertugas menjaga perbatasan San-hai-koan,
namun kemudian malah berbalik ke pihak
Manchu dan mempermudah pihak Manchu
menyerbu Tiong-goan. Karena jasanya, Kaisar
Sun Ti mengangkatnya sebagai Peng-se-ong
yang berkedudukan di Seng-toh. Di saat orang
mengira itulah awal kejayaannya, justru
kenyataannya adalah awal keruntuhannya.
Ada persamaan antara Bu Sam-kui dan Ni
Keng Giau. Keduanya sama-sama orang Han
Kemelut Tahta Naga II/6 57 yang berhasil mencapai kedudukan tinggi dalam
pemerintahan Manchu. Orang Han macam itu,
dalam pandangan sementara orang, biasanya
hanya dipakai tenaganya untuk mengamankan
negara, sedang setelah tenaganya terpakai lalu
disingkirkan jauh dari istana. Para "penebak
nasib" mulai bertanya-tanya dalam hati, adakah
kota Seng-toh akan mengulangi kisah yang
sama" Betapapun cerdik Kaisar Yong Ceng dan
Liong Ke Toh menyembunyikan rencananya,
tapi orang-orang politik berhidung tajam itu
dapat merasakan tanda-tanda buruk pada masa
depan Ni Keng Giau. Tetapi Ni Keng Giau sendiri
malah tidak merasakan apa-apa, jiwa nya penuh
dengan kebanggaan yang meluap-luap. Sedang
orang-orang yang mencium gelagat buruk itu
enggan memberitahu Ni Keng Giau, malahan
bersyukur dalam hati mudah-mudahan Ni Keng
Giau cepat jatuh, lalu.... aku yang naik!
Sementara itu, dalam hatinya Ni Keng Giau
masih agak kecewa juga karena Kaisar tidak


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga menyinggung-nyinggung soal "angkat
Kemelut Tahta Naga II/6 58 saudara" itu, padahal desas-desus sudah begitu
santer, bahkan ada yang sudah terlanjur
mengucapkan selamat. Pihak istana segera menyelenggarakan
jamuan untuk mengucapkan selamat jalan dan
selamat bertugas, yang tentu saja jauh lebih
hebat dari pesta-pesta para bangsawan
sebelumnya. Kaisar Yong Ceng sendiri mengajak
N i Keng Giau mengeringkan tiga cawan arak.
Keesokan harinya, berangkatlah Ni Keng
Giau dari Pak-khia, dengan menunggangi
keretanya yang bersepuh keemasan dan ditarik
enam ekor kuda Persia. Pengawalnya berjumlah
500 orang, dengan seragam baru yang luar
biasa mewah, Jubah satin kuning emas, sabuk
berkepala batu giok hijau, topi biru berhias bulu
merak, pedang-pedang yang sarungnya ukiran
gading, sepatu kulit ular, bahkan sanggurdisanggurdi pun terbuat dari perak.
Gemerlapannya seragam pengawal Ni Keng
Giau itu. menjadi kelompok Gi cian-si-wi
(Pengawal Kaisar) jadi suram seragamnya,
kalah jauh kalau dibandingkan. Di bagian depan
Kemelut Tahta Naga II/6 59 barisan Ni Keng Giau berkibarlah umbul-umbul
bertuliskan "It-teng-kong".
Kemudian masih adalah pengiring yang
bukan pengawal, tetapi kawan bujang yang
berseragam pula, berjumlah puluhan, dan
merekalah yang akan menyiapan segala
keperluan Ni Keng Giau seperti makan, ganti
pakaian dan sebagainya. Ketika Ni Keng Giau siap mengibarkan pula
mengibarkan bendera lambing Kedudukannya
sebagai Panglima Tertinggi, Kaisar Yong Ceng
tiba-tiba memerintahkan agar bendera itu tidak
usah dikibarkan, dengan dalih "karena negara
sudah aman", dan disuruhnya menyimpan
kembali bendera itu di Peng-po Ceng-tong. Ni
Keng Giau pun menurutinya tanpa curiga.
Kaisar Yong Ceng dan pejabat-pejabat tinggi
lainnya, lalu mengantar keberangkatan Ni Keng
Giau dengan menaiki kereta masing-masing,
sampai diluar pintu gerbang barat kota Pakkhia.
Kemudian antara yang diantar dengan para
pengantarpun berpisahan setelah saling
Kemelut Tahta Naga II/6 60 mengucapkan selamat. Ni Keng Giau bergerak
dalam rombongannya yang megah. Menurut
rencananya, sebelum menuju ke Seng-toh,
rombongan itu akan lewat kota Tan-liu untuk
menjemput Ayah ibu Ni Keng Giau dan sanakkeluarga lainnya, untuk sekalian diboyong ke
Seng-toh. Sambil menatap rombongan Ni Keng Giau
yang makin jauh. Liong Ke Toh tersenyum lebar
dan berkata kepada Kaisar Yong Ceng di
sebelahnya, "Sekarang, Tuanku, seandainya Ni
Keng Giau mengetuhui rencana kita, ia tidak lagi
bisa berbuat apa-apa untuk kekeliruannya. la
berhasil kita potong dari pasukanya.
"Tapi sungguh luarbiasa mentereng dandanan pengawal-pengawalnya, paman,"
gerutu Kaisar Yong Ceng. "Sampai dandanan
pengawal-pengawalku jadi mirip jembel kalau
dibandingkan mereka."
"Biarkan saja, Tuanku. Dalam adat orang han,
mayat yang akan dikuburkan pun juga
didandani sebagus-bagusnya," sahut Liong Ke
Toh. sambil terkekeh-kekeh.
Kemelut Tahta Naga II/6 61 "Bagaimana menurut Paman, setelah ini kita
bereskan dia secepatnya, atau harus tunggu apa
lagi?" kata Kaisar setelah duduk kembali dalam
keretanya. bersama Liong Ke Toh.
Liong Ke Toh menyahut. "Ni Keng Giau
pernah melakukan suatu tindakan yang amat
melukai kehormatan Tuanku. Dia pernah
membawa pasukannya masuk istana, dan
pasukan itu tidak mau tunduk kepada perintah
Tuanku, hanya tunduk kepadanya. Kekurangajaran seperti ini terlalu enak kalau hanya
dibayai dengan kematian yang cepat."
"Paman punya rencana?" .
"Hukuman secara badan akan kurang
menyiksanya. Menurut hamba, buat orang
congkak macam dia, hukum paling tepat adalah
meruntuhkan kebanggaannya dan menghinanya
habis-habisan. Hukuman batin itu pasti lebih
menyiksa daripada dipukuli dengan cambuk
berpaku." (Bersambung Jilid VII) Kemelut Tahta Naga II/6 62 Kemelut Tahta Naga II/6 63 Kemelut Tahta Naga II/7 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid VII "Tepat. Kebanggaannya itulah yang harus
diambil daripadanya, supaya ia merasa amat
terhina. Angkat dulu tinggi-tinggi, lalu
hempaskan ke bawah. Sekaligus juga untuk
menunjukkan kepada siapa saja, betapa
hebatnya seseorang, mati-hidupnya tetap
tergenggam di tanganku!"
Ketika mengucapkan ini, suara Kaisar Yong
Ceng bergetar sengit. Maka tahulah Liong Ke
Toh bahwa keponakannya yang jadi Kaisar ini
masih terpengaruh kejengkelan dalam beberapa
hari terakhir ini, saat nama Ni Keng Giau seolah
memenuhi udara kota Pak-khia melebihi nama
Kaisar Yong Ceng sendiri. Dan sekarang Kaisar
Kemelut Tahta Naga II/7 2 agaknya ingin menunjukkan kalau dia berkuasa
untuk sama sekali menghapus nama yang
pernah jadi pujaan itu. "Begitulah maksud hamba, Tuanku. "Apakah
sore nanti Paman bisa menemui aku di Gi-sipong?"
"Hamba selalu siap kapan saja, Tuanku."
* * * Tan-liu adalah sebuah kota kecil yang tenang
dan damai. Roda waktu seolah berjalan lebih
lambat di tempat ini, daripada di tempat-tempat
lain. Itu sebuah kota yang barangkali akan
terlupakan seandainya di kota kecil ini tak
pernah dilahirkan seorang bernama Ni Keng
Giau. Tiba-tiba seolah ada angin topan menderu di
atas kota kecil itu, kerita para pengembara yang
melewati kota itu membawa kabar tentang Ni
Keng Giau, jenderal penakluk Jing-hai, bergelar
kbangsawanan It-teng-kong, calon mangkubumi
Kemelut Tahta Naga II/7 3 di Siam-sai dan Se-cuan, calon saudara angkat
Kaisar Yong Ceng, dan sebutan-sebutan
dahsyatnya. Seluruh kota gempar dan
tercengang. Orang-orang membicarakannya di mana
mana, dan bangga, karena Ni Keng Giau berasal
dari Tan-liu. Lebih gempar lagi ketika mendengar berita
lain, bahwa rombongan Ni Keng Giau akan
lewat kota itu, menjemput sanak-keluarganya
untuk diboyong ke Seng-toh, ibukota Se-cuan.
tak kurang dari gubernur sendiri datang ke Tanliu untuk menyiapkan penyambutan.
Hari yang diperhitungkan sebagai hari
datangnya rombongan Ni Keng Giau pun tiba.
Gubernur dan pembantuu-pembantu dekatnya
sudah siap di depan gerbang kota Tan-liu.
Sedang penduduk Tan-liu sendiri sudah
berjejal-jejal di pinggir jalan, mulai dari pintu
gerbang sampai ke rumah orang tua Ni Keng
Giau yang tergolong sederhana di pusat kota
kecil itu. Kemelut Tahta Naga II/7 4 Tapi rumah sederhana itu sudah di dandani
sebaik-baiknya, sebagai luapan rasa bangga
para penghuninya. Bujang-bujang sudah
memakai baju-baju yang paling bagus, biarpun
tidak seragam. Wajah seisi rumah berseri-seri
dan lak henti-hentinya membicarakan Ni Keng
Giau yang menghadiahkan kebanggaan begitu
hebat buat mereka. Bocah nakal yang dulu
gemar memimpin teman-teman kecilnya untuk
main perang-perangan dengan pedang-pedang
kayu atau tombak berujung kain itu, kini akan
kembali dalam kedudukan yang begitu tinggi,
tak terbayangkan dulu. Di antara orang-orang di pinggir jalan, tak
sedikit teman sepermainan Ni Keng Ciau
semasa kecil dulu. Mereka tidak sabar
menunggu kedatangan rombongan. Mereka siap
melambaikan tangan dan meneriakkan salam
untuk teman yang beruntung itu. Ah, alangkah
menyenangkan nanti. Rombongan tiba. Gubernur sendiri menyambut dengan berlutut, lalu mengiringi
rombongan itu masuk ke kota. Dan sorak-sorai
Kemelut Tahta Naga II/7 5 orang-orang penyambut di tepi jalanpun
menggelegar seolah hendak meruntuhkan
langit, ketika mereka melihat barisan pengawal
berkuda yang berseragam indah, dengan
bendera kebesaran yang berkibar-kibar,
mengiringi sebuah kereta berkilauan memantulkan cahaya matahari.
Banyak bekas teman N i Keng Ciau melonjaklonjak kegirangan dan memanggil-manggil, Agiau! A-giau!"
Namun Ni Keng Ciau yang duduk gagah
dalam keretanya itu menjadi tidak senang
melihat sambutan itu. Dari jendela kereta
dilihatnya orang-orang yang melompat-lompat
kegirangan sambil berteriak-teriak, yang dalam
pandangan Ni Keng Ciau amat tidak pantas.
Maka dia pun menggeram jengkel, "Dan.
Orang-orang ini kenal adat atau tidak?"
Seorang pengawal yang berkuda di samping
kereta, mendengar gerutuan itu namun kurang
jelas. Cepat ia mendekatkan diri ke jendela
kereta dan bertanya dengan hormat, "Apakah
Ong-ya memerintahkan sesuatu?"
Kemelut Tahta Naga II/7 6 "Ya. Orang-orang udik ini belum tahu cara
yang sopan untuk menyambut kedatangan
seorang bangsawan tinggi"
Seringai khas para penjilat muncul diwajah
pengawal itu. ia segera, tahu apa yang dimaui
junjungannya ini. "perkenankanlah hamba
mendidik mereka, ong-ya"
"lakukanlah!" Pengawal itu menderapkan kudanya ke
depan umuk menjajari kuda si komandan
barisan pengawal yang ada di paling depan,
komandan itu di bisikinya tentang keinginan Ni
Keng Ciau, dan mengangguk anggukkan
kepalanya. Setelah itu, si komandan tiba-tiba menjadi
beringas. Kudanya diterjangkan ke kerumunan
penduduk di pinggir jalan Sambil mengayunayunkan cambuknya, ia membentak-bentak
bengis, "Berlutut! "Berlutut! Kalian kira ini arakarakan Toa-pek-kong"! Berlutut! Sambut
dengan pantas Yang Mulia It-teng-kong,
pemegang kuasa kedua di seluruh kekaisaran
Kemelut Tahta Naga II/7 7 yang hanya dibawah Sang Putera langit sendiri!
Ayo berlutut, orang-orang tidak tahu adat !"
Tindakan si komandan pengawal itu segera
diikuti seluruh anggota pengawal lainnya,
mereka berlomba-lomba menunjukkan siapa


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang lebih galak, siapa yang paling pantas
menjadi pengawal "orang kedua di kekaisaran"
Penduduk Tan-liu di kedua tepi jalan kontan
menjadi gempar dan panik, wajah-wajah
gembira menjadi taget dan ketakutan. Tangantangan yang melambai kini ditutupkan ke
kepala atau muka, untuk melindungi dari
cambukan para pengawal. Jeritan wanita dan
anak anak terdengar riuh rendah ketakutan
menghindari terjangan kaki-kaki kuda-kuda
kekar itu. Keributan berlangsung tidak lama, sebab
para pengawal Ni Keng Giau menjalankan
perintah tuan mereka dengan keras tanpa raguragu. Para penyambut di pinggir jalan yang tak
sempat melarikan diri, akhirnya berhasil
dipaksa berlutut semuanya. Kesunyian mencengkam, menggantikan gejolak Kemelut Tahta Naga II/7 8 kegembiraan beberapa menit sebelumnya. Kini
para penyambut seperti jangkrik disiram air,
tak ada yang berani bercuit. Mengangkat kepala
pun tidak berani, khawatir kalau kepala mereka
dicambuk atau ditendang oleh para pengawal
itu. "Nah, begini barulah memadai......"
Ni Keng Giau tersenyum puas dalam ke
retanya. Ketika ia menjenguk keluar lewat
jendela kereta, senyum puasnya pun makin
lebar. Tak ada lagi orang melompat-lompat,
melambaikan tangan sambil berteriak-teriak
memanggil-manggil nama kecilnya. Yang
nampak hanya deretan punggung-punggung
yang hampir rata dengan tanah, dan kepalakepala yang tertunduk dalam-dalam. "Bagus.
Begini barulah kelihatan sedikit berbudaya,
tidak seperti orang-orang liar."
Dengan rasa puas, Ni Keng Giau
menyandarkan punggungnya ke tempat
duduknya dalam kereta. Namun entah apa lagi
yang terjadi, tiba-tiba terdengar pengawal-
Kemelut Tahta Naga II/7 9 penga wal di bagian depan berteriak-teriak
dengan gusar. "He, siapa yang berani menyeberang jalan
dan tidak mau berlutut" He, berhenti! Berhenti!
Dengar tidak" Kurang ajar, tangkap dia!"
Kiranya selagi semua orang berlutut, malah
muncul seorang pemuda yang seenaknya
berjalan menyeberangi jalan, kelihatannya
memang sengaja menantang perintah Ni Keng
Giau. Seorang pemuda yang berpakaian gaya
Liau-tong, propinsi timur laut yang sepanjang
tahun berselimut salju. Bajunya yang sederhana
itu dirangkapi dengan rompi kulit binatang
berbulu, kepalanya memakai topi bulu binatang
pula. Usianya sekitar dua puluh tahun, kulitnya
terlalu putih untuk orang-orang pedalaman
Tiong-goan, begitu pula bola matanya berwarna
coklat. Dengan demikian, ditilik dari tampang
maupun caranya berpakaian, pemuda ini
menunjukkan benar-benar berasal dari Liautong, tempat asal orang Manchu.
Ketika para pengawal Ni Keng Giau
meneriakinya, pemuda itu tidak cepat - cepat
Kemelut Tahta Naga II/7 10 "He, siapa itu yang berani menyeberang jalan
dan tidak mau berlutut" He, berhenti! Berhenti!
Dengar tidak" Kurang ajar, tangkap dia !"
Kemelut Tahta Naga II/7 11 berlutut dengan ketakutan, malahan berdiri
kokoh di tengah jalan dongan sikap menantang.
Sepasang matanya menyemburkan api kemarahan, karena tadi ia sudah melihat
bagaimana para pengawal bertindak bengis
terhadap penduduk, sehingga banyak penduduk
yang luka-luka Si Komandan Pengawal murka sekali melihat
sikap pemuda itu. Kudanya menderap deras ke
depan, berbarengan dengan cambuknya
terayun ke wajah pemuda Liau-tong itu.
Namun si komandan kaget ketika merasa
cambuknya cuma membelah udara, sebaliknya
malah lengan dan pinggangnya tercengkeram
oleh sepasang tangan yang kokoh kuat.
Berikutnya, ia terangkat dari pelana kudanya,
"terbang" satu detik lalu terhempas setengah
mati ke bumi. Para pengawal lainnya tercengang. Namun
ketika melihat pemuda itu memutar tubuh dan
hendak berlalu begitu saja, merekapun
mengejar sambil berteriak-teriak.
"Kejar dia!" Kemelut Tahta Naga II/7 12 "Dia harus mendapat hukuman berat !"
Pemuda itu berlari belasan langkah menjauhi
penyerbuan berkuda itu, namun tiba-tiba
berbalik dan melompat dengan tangkas, seperti
seekor garuda terbang menerjang lawanlawannya dari udara. Sepasang tangan dan
sepasang kakinya bergerak tangkas nyaris tak
terlihat, dan beberapa pengawal terpelanting
dari kuda masing-masing. Keadaan jadi kacau
tak terkendalikan. Mendapati lawan yang begitu tangguhnya,
para pengawal memutar kuda menjauhi
pemuda itu, lalu membentuk jajaran rapat
dalam jarak belasan langkah dari pemuda itu.
Tahu-tahu mereka telah mengambil bedil sudut
yang tadinya diselipkan di pelana kuda mereka.
Dengan cekatan mereka mulai memasukkan
bubuk peledak lewat moncong bedil yang (di
jaman itu) berbentuk seperti terompet kecil,
memadatkannya dengan sebatang kawat tebal,
mengisikan peluru berbentuk kelereng besi,
memasang sumbu dan menyalakannya di pang
Kemelut Tahta Naga II/7 13 kal larasnya. Semuanya dilakukan dengan cepat,
karena sudah terlatih Ketika moncong senapan-senapan itu
diarahkan kepadanya, pemuda Liau Tong itu
sadar hahwa ia tak mnngkin melawan sekian
hanyak senapan. Karena itu, tiba-tiba ia
mengenjot tubuhnya dan melompat keatap
rumah di pinggir jalan, berbarengan dengan
meledaknya senapan-senapan itu.
Ada untungnya juga penduduk Tan-liu tadi
dipaksa berlutut, sehingga kini mereka luput
dari hajaran kelereng-kelereng besi panas yang
menyembur dan moncong senapan-senapan itu.
Sementara itu, Ni Keng Giau tidak tahu persis
apa yang terjadi di ujung barisannya. Cuma
terdengar teriakan pe ngawal-pengawalnya, lalu
ada letusan senapan segala. Dari jendela kereta
ia lalu menanya seorang pengawal yang
terdekat di luar kereta, "He, ada apa?"
"Ada sedikit gangguan kecil di depan, Ongya."
Namun mata Ni Keng Giau tiba-tiba
menyemburkan api kemarahan, "Gangguan
Kemelut Tahta Naga II/7 14 apa" Ada orang berani main gila di depanku"
Apakah pengacau itu tidak ta hu siapa aku?"
"Tapi perusuhnya sudah lari Ong-ya"
"Apa" Perusuh itu berhasil lari" jadi
pengawal-pengawalku tidak sanggup menangkap orang yang telah berani memandang rendah kepadaku itu" Harusnya
dia ditangkap lalu dipaku di pintu gerbang kota
dan dijemur sampai mati, supaya semua orang
tahu bagaimana akibatnya kalau berani
menentangku!" Pengawal yang diajak bicara itu makin
gemetar suaranya, "Orang itu lari seperti
terbang, Ong-ya, bisa melompati rumah. Kwa
Thong-leng (komandan Kwa) tak bisa
mengejarnya, karena cidera terjatuh dari kuda."
Kemarahan Ni Keng Giau memuncak, ia tidak
mau menganggap hal itu sekedar "gangguan
kecil" menurut istilah pengawalnya itu. Itu
adalah hal sangat memalukan yang dianggap
menantang kehormatannya, sangat membuatnya kehilangan muka. Bukankah
terjadinya di hadapan ribuan pasang mata
Kemelut Tahta Naga II/7 15 penduduk Tan-liu, justru pada saat ia
memamerkan betapa besar kekuasaannya"
"Suruh Kwa Seng-tek kemari!" teriaknya.
Si pengawal lalu cepat-cepat memangil si
komandan. Si komandan bernama Kwa Seng
Tek itu melangkah mendekati pintu kereta
dengan langkah terhuyung-huyung, sambil
menyeringai kesakitan dan menekan-nekan
pinggangnya sendiri dengan telapak tangan.
Sikap itu membuat Ni Kong Giau makin malu
dan marah. Kenapa tidak bisa sedikit menahan
sakit dan bersikap gagah sebagai komandan
pengawal Bangsawan lt t eng-kong"
Begitu tiba di depan pintu kereta yang sudah
terbuka, Kwa Seng lek melapor dengan sikap
hormat campur takut, tapi lebih banyak
takutnya, "Hamba mohon ampun, Ong-ya.
Hamba akan berusaha sekuat tenaga untuk
menyelidiki dan menangkap perusuh tadi,
serta?" "Biar dilakukan orang lain saja," suara Ni
Keng Giau dingin sekali. Pedang liong hong Po
kiam anugerah Kaisar Yong Ceng itu
Kemelut Tahta Naga II/7 16 dihunusnya secepat kilat dan berkelebat keluar
pintu, dan menggelundunglah batok kepala Kwa
Seng Tok. Pedang yang basah oleh darah itupun
menghilang kembali ke dalam kereta, seperti
lidah ular yang masuk kembali ke mulut ular.
Lalu dari dalam kereta terdengar suara Ni
Keng Giau keras, "Cek Thai-hou!"
Dengan gemetar, Cek Thai-Hou, si wakil
komandan, maju ke depan pintu kereta setelah
melangkahi mayat Kwa Seng tek, lalu berlutut,
"Hamba di sini, Ong-ya."
"Sekarang kau menjadi komandan. Wakilmu
kau pilih sendiri!" "Hamba, Ong-ya."
"Tahu tugasmu yang pertama?" "Hamba,
Ong-ya. Hamba harus mencari perusuh tadi
sampai ketemu, agar mendapat hukuman
seberat-beratnya," sahut Cek Thai Hou dengan
hormat. sambil dalam hatinya berhitung masih
berapa hari lagi kiranya batok kepalanya
bertengger dikepalanya"
"Nah, jalan lagi!"
Kemelut Tahta Naga II/7 17 Maka iring-iringan bergerak dibawah
komandan yang baru, sementara si komandan
lama dibiarkan tergeletak begiiu saja dengan
tubuh dan kepala yang terpisah. Orang yang
beberapa saat sebelumnya masih berteriakteriak garang sambil mencambuki penduduk,
kini tidak bisa apa-apa lagi. Tidak ada anggota
pengawal yang berani menanyakan mau
diapakan mayat itu, khawatir kalau Ni Keng
Giau jadi tidak senang apa bila ada anakbuahnya yang usil mengerjakan apa yang tidak
diperintahkan. Peraturan militer yang amat keras, yang dulu
pernah diterapkan dalam angkatan perang
penakluk Jing-hai, masih tetap diterapkan oleh
Ni Keng Giau demi "menjaga kewibawaan".
Antara atasan dan bawahan tidak boleh kelewat
akrab, apalagi kalau di bawahan sampai berani
cengengesan. Setelah rombongan itu lewat jauh, barulah


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penduduk yang berlutut itu berani bangkit.
Dengan wajah ketakutan mereka mengerumuni
mayat Kwa Seng Tek, lalu mulai berbincang
Kemelut Tahta Naga II/7 18 dengan ribut "Gila, tak kusangka semudah ini se
karang A-giau membunuh orang, padahal dia
dulu itu anak yang manis.
"Kita semua telah salah sangka, karena
mengira dia masih seperti dulu.
"Dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang."
"Ia benar, waktu bisa mengubah apapun.
Bukankah ibu mertuamu itupun main.... eh,
terpulang dicakari monyet peliharaan yang
dulunya begitu disayang-sayang?"
"A-giau mirip monyet itu. 'Kecilnya lincah
dan lucu, besarnya ganas."
"He, jangan sekeras itu bicaranya. Kalau
sampai suaramu didengarnya, bukan kau saja
yang dibunuh, tapi mungkin juga kita semua
yang ada di sini!" "Mudah-mudahan dia secepatnya angkat
kaki dari kota ini. Dia tidak patut dibanggakan,
setinggi apapun pangkalnya."
Tiba-tiba seorang pemuda mendesak di
antara kerumunan orang itu, langsung
menubruk dan menangisi tubuh Kwa Seng Tek.
Kemelut Tahta Naga II/7 19 "Toa-ko.... Toa-ko" kenapa dulu kau tidak
mendengar nasehat ayah dan ibu agar fidak
mengabdi kepada pembesar" Sekiranya kau
tidak tamak akan kedudukan dan menuruti
nasehat ayah ibu, tentu tidak seperti ini
nasibmu." Lalu menghebatlah tangis pemuda itu.
Ternyata, komandan pengawal yang naas itu
juga orang kelahiran Tan liu. Keberhasilannya
menjadi "orang dekat" Ni Keng Giau antara lain
juga karena berasal dari satu kampung
halaman, alasan yang terjadi di manapun dan
kapanpun. Namun alasan itu toh tak bisa
menyelamatkan lehernya dari sabetan pedang
Ni Keng Giau, dan pemuda yang menangisinya
itu adalah adiknya. Kesedihan si adik kemudian berubah
menjadi kemarahan. Ia bangkit dan mengacungkan tinju ke arah kereta Ni Keng
Giau yang sudah jauh, sambil ber teriak keraskeras,
"Ni Keng Giau! Tunggulah pembalasanku!" Kemelut Tahta Naga II/7 20 Seandainya ayah dan paman dari pemuda iiu
tidak segera muncul untuk mencegahnya, tentu
pemuda itu sudah memburu kereta Ni Keng
Giau. Setengah membujuk setengah menyeret,
setengah marah setengah pasrah, mereka
mencegah pemuda itu agar tidak melakukan
perbuatan yang membahayakan. Biarpun
mereka sedih juga melihat mayat Kwa Seng Tek,
namun sebagai rakyat kecil tak mungkin punya
peluang untuk membalas terhadap Ni Keng
Giau. Akhirnya, hanya dengan duka-cita yang
mendalam, mereka pulang membawa mayat
yang dua potong itu. Sementara si "perusuh" yang gagal ditangkap
pengawal-pengawal Ni Keng Giau tadi, ternyata
belum pergi jauh. Dari sebuah sudut jalan, ia
melihat digotongnya mayat Kwa Seng Tek.
"Seandainya aku tidak bertindak dengan
gegabah, tentu orang itu sekarang masih hidup,"
katanya dalam hati, agak menyalahkan diri
sendiri. Namun muncul pikiran lain yang
membuat rasa bersalah berkurang banyak,
Kemelut Tahta Naga II/7 21 "Tapi orang itu tidak segan-segan memukuli
rakyat yang tak bersalah untuk menjilat kepada
atasannya. Makin lama dia hidup, makin lama
pula rakyat dibuatnya menderita."
Dan di seberang jalan tempat pemuda itu
berdiri, ada pula seorang lain yang juga
memperhatikan peristiwa itu, namun dengan
pikiran dan perasaan yang lebih dingin. Seorang
lelaki setengah abad namun masih bertubuh
tegap, sinar matanya rajam bahkan cenderung
mengerikan, namun tersamar dalam bayangan
topi rambutnya yang sengaja dipakai dengan
ditekan rendah. Pakaian nya sederhana, rak
ubahnya orang awam lainnya, dan tidak
kelihatan membawa senjata.
Tadi ketika semua orang dipaksa berlutut,
orang ini pun ikut berlutut sambil
menundukkan kepala dalam-dalam, takut kalau
wajahnya dilihat oleh Ni Keng Giau. namun ulah
si "perusuh" tadi juga tidak lolos dari
pengamatan diam-diamnya. "Asyik juga nonton Ni Keng Giau dengan
lagak barunya," pikirnya sambil menyeringai
Kemelut Tahta Naga II/7 22 sendiri. "Seperti monyet dalam tontonan topeng
monyet. Tapi ini monyet itu didandani seperti
manusia, dan juga bisa menirukan beberapa
tingkah laku manusia, tapi monyet ya tetap
monyet. Betapapun pintarnya tak kan berubah
menjadi manusia. Begitu juga Ni Keng Giau.
Bagaimanapun lagaknya, takkan mengubah
darah keturunan rakyat jelata yang mengalir di
tubuhnya. Akulah yang benar-benar berdarah
bangsawan murni, biarpun saat ini harus hidup
dalam buronan si bangsat In Ceng (nama kecil
Kaisar Yong Geng) yang takkan puas sebelum
mengunyah tulangku, tapi kelak kalau
pendukungku sudah terkumpul, tibalah saatnya
aku bergerak merebut tahta, dan aku yang lebih
pantas disujudi orang daripada monyet dalam
kereta tadi." Wajah di bawah naungan topi rumput yang
lebar itupun menyeringai sekejap, puas
menikmati angan-angannya sendiri.
Matanya yang tajam tiba-tiba melihat si
pemuda yang tadi berkelahi dengan para
pengawal Ni Keng Giau. Si topi rumput ini
Kemelut Tahta Naga II/7 23 merasa tertarik dan cepat-cepat menyeberangi
jalan untuk menyusul pemuda itu. Pikirnya,
"Pemuda itu tadi sudah memperlihatkan
ilmunya yang hebat, menilik pakaiannya,
agaknya diapun orang Manchu seperti aku. Baik
lah kucoba mengajaknya berteman, siapa tahu
kelak ada gunanya." Ketika pemuda itu berbelok menyusup ke
sebuah gang kecil, si topi rumput menyusulnya
dan mempercepat langkahnya.
Pemuda itu agaknya merasa kalau dibuntuti,
maka di lorong itu ia tiba-tiba membalikkan
tubuh secepat kilat. "Apa maksudmu membututi
aku sejak tadi" tegurnya waspada.
Si topi rumput tertawa dan menjawab, "Tadi
kulihat kau mengobrak-abrik kawanan pengawal Ni Keng Giau dengan gampang, begitu
pula kulihat caramu melompat ke atas atap
rumah, langsung aku tahu kau seorang
pendekar yang tangguh yang pantas kujadikan
sahabat. Kalau boleh aku tahu, siapa namamu
dan darimana asalmu, sobat?"
Kemelut Tahta Naga II/7 24 Pemuda yang ditanyai itu memang masih
hijau dalam pengalaman. Baru satu tahun
kurang ia meninggalkan Liau-tong untuk masuk
kepedalaman Tiong-goan. Nyalinya juga besar,
maka tanpa takut ia menjawab, "Namaku Wan
Lui. Nyalinya gunung dari lereng Tiang-peksen."
Si topi rumput lalu tertawa lebar dan
membuka topi rumputnya, sehingga tampak
makin jelaslah raut wajahnya yang berbentuk
agak persegi, dihiasi jenggot pendek campuran
warna hitam putih, cocok dengan usianya yang
ditaksir sekitar empatpuluh lima tahunan.
Matanya seperti memancarkan kemauan yang
hebat, dan hidungnya besar seperti singa.
"Berani dari Liau-tong kan?" sahutnya
gembira. "Berarti Wan-heng (saudara Wan) ini
satu suku denganku,! sebab leluhurku juga
berasal dari Liau-tong."
Wan Lui jadi gembira. Dalam pengembaraannya yang kesepian, siapa tidak
gembira kalau tiba-tiba menemukan seorang
yang mau menjadi temannya"
Kemelut Tahta Naga II/7 25 "Siapa namamu, sobat?" ia balas bertanya.
"Namaku..... em.... In Kiu Liong. Untuk
mengakrabkan kita, bagaimana kalau kau
panggil aku Toa-ko (kakak) saja, biarpun
umurku lebih dua kali lipat dari umurmu?"
"Baik, Toa-ko," Wan Liu tanpa pikir panjang
menyambutnya. "Setuju tidak, kalau persahabatan kita ini di raya kan dengan
minum-minum?" "Setuju sekali. Di mana?"
"Di kota sekecil ini tidak ada arak baik yang
dijual orang, tapi ada warung teh yang lumayan
di dekat pasar. Bagaimana kalau kita ke sana?"
Begitulah, kedua sahabat baru itu-pun
berjalan mencari tempat minum. Sepanjang
jalan, Wan Lui agak heran melihat gerak-gerik
In Kiu-liong yang seperti takut dilihat orang.
Topinya dipakai rendah-rendah, berjalannya
lebih sering menunduk, namun dari bawah topi
itu matanya selalu tajam mengamati orangorang yang lalu-lalang di jalanan.
Kewaspadaan yang kelewat batas, komentar
Wan lui dalam hati. "Padahal mestinya aku yang
Kemelut Tahta Naga II/7 26 harus bersikap demikian, sebab aku baru saja
memukuli pengawal pengawal pembesar
congkak tadi." Tak lama kemudian, mereka sudah duduk di
warung teh dekat pasar, menghadapi dua poci
teh wangi dan dua piring kacang goreng di meja.
Percakapan dalam suasana santai dan sering
diselingi tertawa, biarpun In Kiu Liong tiap kali
kelihatan melirik waspada ke arah jendela atau
pintu. "Ada apa, Toa-ko?"
"Oh, tidak. Tidak. Wah, tehnya betul-betul
wangi." Dalam percakapan berikutnya, biar pun tetap
bersuasana santai, namun In Kiu Liong secara
halus berusaha, mengorek lebih banyak
keterangan tentang diri Wan Lui. Juga sambil
berusaha mempengaruhi agar Wan Lui
berkesan baik terhadapnya. Sebaliknya Wan Lui
itu benar-benar polos, benar-benar anak
gunung sejati. "llmu meringankan tubuhmu hebat, Wanheng." sanjung In Kiu Liong. "Cara mu melompat
Kemelut Tahta Naga II/7 27 ke atap rumah tadi begini cepat dan ringan, tak
mungkin dilakukan oleh sembarangan orang.
Kalau aku boleh mengetahuinya, siapa
gurumu?" "Aku memanggilnya Kakek, tapi bukan
karena hubungan keluarga. Hanya seorang
lelaki tua yang begitu baik kepadaku, sehingga
kami merasa benar-benar seperti kakek dan
cucu."

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa namanya?"
Wan Lui ragu-ragu untuk menjawab terusterang. Orang yang ditanyakan itu adalah
seorang bekas jenderal kerajaan, namun
kemudian menjadi buronan pemerintahan
Kaisar Yong Ceng. Karena itu, menyebut
namanya kepada seorang yang dikenal baru
dalam waktu kurang dari satu jam, betapapun
akrabnya orang itu, masih terasa berat bagi
Wan Lui. "Maaf, Toa-ko. Kakek pernah berpesan
kepadaku, agar setelah aku berada di daratan
tengah ini, aku tidak sembarangan menyebut
Kemelut Tahta Naga II/7 28 namanya. Kata kakek, bisa menimbulkan
kesulitan buat diriku sendiri."
Jawaban macam itu malah mengobarkan
lebih hebat rasa ingin tahu dalam hati In Kiu
Liong. Namun ia pun sadar, kalau terus
mendesak dengan pertanyaannya, malah bisa
menimbulkan rasa tidak senang Wan Lui. Maka
ia cuma membatin dalam hati. "Eh, bocah
gunung ini mau main rahasia-rahasiaan segala
denganku" Baik. Asal ada kesempatan melihat
jurus silatnya barang sepuluh jurus, pasti aku
akan mengenali asal-usulnya."
Begitu yang dipikirkan, lain pula yang keluar
dari bibirnya, "Aku minta maaf untuk
pertanyaan tadi. Kalau memang Wan-heng sulit
mengatakannya, tidak apa-apa. Tidak akan
mempengaruhi persahabatan kita."
"Terima kasih, Toa-ko. Mari minum." Tengah
mereka berdua makan-minum sambil ngobrol
dengan asyik, mendadak dari luar warung itu
menerjang masuk sekelompok pengawal Ni
Keng Giau. Jumlahnya hampir duapuluh orang.
"Itulah si perusuh yang membuat
Kemelut Tahta Naga II/7 29 Ong-ya tersinggung! Tangkap dia!" komandan
regu berseru sambil menuding Wan Lui.
Dandanan Wan Lui yang khas daerah Liautong itu memang gampang dikenali, berbeda
dengan pakaian penduduk setempat. Di seluruh
kota Tan-liu saat itu, barangkali hanya ada satu
orang yang berdandan macam itu.
Lalu pengawal-pengawal Ni Keng Giau itu
menyerbu kedalam warung, sambil menunjukkan betapa berkuasanya mereka
dengan menendangi perabotan warung sehingga jungkir-balik semua, dan membuai
tamu-tamu di warung itu jadi kabur semua.
Kebanyakan belum membayar.
Namun Wan Lui dan In Kui Liong tetap
duduk dengan tenang. Bahkan tangan mereka
tidak berhenti menyentilkan butir-butir kacang
goreng ke dalam mulut mereka, diselingi
menghirup teh wangi. Kemudian Wan Lui menoleh ke arah para
pengawal iiu dan bertanya, "Tuan-tuan yang
terhormat, aku kalian sebut perusuh, tapi apa
salahku" Dalam perjalananku ribuan li, belum
Kemelut Tahta Naga II/7 30 Pernah seingatku aku melanggar undangundang Kerajaan. Kenapa kalian hendak
menang kap aku?" "Jangan banyak cakap. Kau sudah membuat
Ong-ya gusar dan harus kami tangkap untuk
meredakan kegusarannya!"
"Aneh...." kata Wan Lui sambil mengunyah
kacang goreng. "Sejak kapan orang yang
menyeberang jalan saja harus kena hukuman"
Kalau kalian memukuli orang-orang lak
bersalah di pinggir jalan karena mereka tidak
tahu harus berlutut, itu melanggar hukum atau
tidak?" Komandan regu itu tak mampu menjawab,
maka In Kui Liong lah yang menjawab, "Sejak
kapan menyeberang jalan dianggap bersalah"
Ya sejak kepala Ni Keng Giau melar sebesar
gentong. Sejak dia merasa dirinya jadi orang ber
pangkat tinggi dan boleh semaunya menghukum orang!" Hari itu, seluruh penduduk Tan-liu sedang
dicengkam ketakutan hebat oleh kedatangan Ni
Keng Giau. Setiap orang yang takut mendapat
Kemelut Tahta Naga II/7 31 kesulitan harus menjaga mulutnya baik-baik.
Maka ucapan In Kiu Liong itu memang amat
mengejutkan. Si komandan pengawal segera meme
rintahkan anak-buahnya, "Tangkap mereka!"
Wan Lui bangkit dari duduknya sambil
berkata kepada In Kiu Liong, "Toa-ko, urusan ini
timbul karena ulahku, jadi biar aku yang
membereskannya!" In Kiu Liong mencomot segenggam kacang
goreng sambil menjawab, "Baik, Wan-heng. Aku
yakin dengan kepandaianmu yang hebat,
kecoak-kecoak ini takkan mampu menyulitkanmu!" Begitulah In Kiu Liong terus sengaja
memanaskan hati pengawal-pengawal Ni Keng
Giau itu agar segera berkelahi dengan Wan Lui.
Dan ia dapat mengamari jurus-jurus silat Wan
Lui untuk mengetahui alirannya.
Wan Lui yang lugu itu sama sekali tidak
merasakan maksud tersembunyi In Kiu Liong
itu. Kepada para pengawal, Wan Lui berkata,
"Kalau mau melawanku mari keluar dari sini.
Kemelut Tahta Naga II/7 32 Jangan sampai menimbulkan kerusakan dan
kerugian pada orang tak bersalah."
"Kalau diluar, tentu kau akan melompat ke
atap dan kabur seperti tadi, bukan?" ejek si
komandan pengawal. "Jangan harap aku akan
termakan tipuan gombalmu, bocak busuk!"
Lalu komandan regu itu mendahului
bertindak. Ia bersenjata sebatang tombak
panjang. Tangkai tombak melakukan serangan
gertakan ke arah kepala, namun serangan
sebenarnya ialah ujung tombak yang hendak
meluncur ke bawah untuk memaku telapak kaki
Wan Lui dengan tanah. Gerak tipu itu bagus juga, tapi Wan Lui
berhasil menghindarinya dengan undur
selangkah. Namun Wan Lui harus cepat-cepat
menunduk pula untuk meng hindar tikaman ke
arah leher. Ternyata perwira ini cukup tangkas
dalam bermain tombak. Melihat pemimpin mereka sudah turun
tangan, para pengawal pun serempak
mengembut maju. Maka Wan Lui segera
mendapatkan hujan serangan dari segala arah,
Kemelut Tahta Naga II/7 33 Tangkai tombak melakukan serangan
gertakan ke arah kepala, namun serangan
sebenarnya ialah ujung tombak yang hendak
meluncur ke bawah untuk memaku
telapak kaki Wan Lui dengan tanah.
Kemelut Tahta Naga II/7 34 begitu rapat dan tak henti-hentinya, sedang In
Kui liong sudah siap melihat gerak-gerik silat
dari aliran yang mudah-mudahan dikenalinya.
Ternyata baik para perajurit maupun In Kui
Liong sama-sama kecewa, sama-sama tidak
mendapat apa-apa. Wan Lui cuma menunjukkan
gerak-gerak sederhana seperti menghindar,
menggeliat, menunduk, melompar, dan meskipun ruangan di situ sempit namun Wan
Lui bisa bergerak seperti lalat di sela-sela
lawan-lawannya. Para pengawal Ni Keng Giau tak berhasil
mengenainya dengan senjata, sedangkan In Kiu
Liong tak berhasil mengenal aliran silat Wan
Lui, karena gerakan-gerakan itu ada di semua
perguruan. Tapi biarpun nampak sederhana, tidak
sembarangan pesilat bisa melakukannya segesit
Wan Lui. Setelah sekian lama Wan Lui belum
juga memperlihatkan jurus khas perguruannya,
In Kiu Liong menjadi tidak sabar, lalu berseru,
"Wan-heng ini bukan saatnya bermain-main.
Kalau kecoak-kecoak itu kedatangan temanKemelut Tahta Naga II/7
35 teman mereka lebih banyak lagi, kita akan
repot." "Baik, Toa-ko."
Ketika mengucapkan kata kata itu, Wan Lui
tengah merunduk untuk menghindari sabetan
sebilah pedang, namun tiba-tiba tubuhnya
melambung dan menendang secepat kilat.
Penyerangnya tadi terlempar dan pedangnya
menancap di belandar atap.
Selanjutnya, gerakan Wan Lui ni secepat kilat
dalam membagi-bagikan serangan. Tiap
langkahnya, lompatannya Wan lui membuai
lawan-lawannya bertumbangan. entah dipukul,
ditendang atau dibanting.
Perlahan-lahan In Kiu Liong mulai mengenal
pola serangan itu, dan tiba-tiba punggungnya
pun basah oleh keringat dingin karena teringat
seorang tokoh yang ditakutinya. "Ah, bocah
gunung ini memainkan Thian-liong kun-hoat
(silat Naga Langit). Kalau begitu, bias jadi
gurunya adalah Pak Kiong liong. Pantas juga
kalau dia enggan menyebut nama Pak Kiong
Liong terang-terangan, sebab Pak Kiong Liong
Kemelut Tahta Naga II/7 36 memang seorang buronan pemerintah yang
bernilai tinggi." Pikiran tentang Pak Kiong Liong sudah
membuat hati In Kiu Liong tergetar kecut.
Sekilas pikirannya mulai bercabang, akan terus
mendekati Wan Lui, atau harus menjauhinya
demi keamanan dirinya" Akhirnya ia
memutuskan, "Aku akan memperalat bocah
gunung ini sejauh tidak membahayakan
nyawaku. Dan bocah ini tidak boleh mengetahui
siapa diriku sebenarnya,"
Sementara itu, Wan Lui benar-benar telah
merobohkan semua lawannya, termasuk
komandannya pula. Mereka bergelimpangan
sambil merintih-rintih kesakitan.
"Selesai, Toa-ko," kata Wan lui sambil
tersenyum. In Kiu l iong bangkit sambil memasang
kembali topi rumputnya yang lebar. Katanya,
"Kau hebat, Wan-heng, tapi kita harus segera
pergi dari sini dan kalau perlu keluar kota.
Keempat tangan kita tak mungkin melawan
Kemelut Tahta Naga II/7 37 ratusan pasang tangan anjing-anjingnya Ni Keng
Giau yang bakal membanjiri tempat ini."
Sekilas Wan Lui melihat pemilik warung kecil
itu berjongkok ketakutan di sudut. Wan Lui jadi
iba karena tahu warung-warung macam itu
biasanya tak punya modal cadangan, padahal
warungnya saat itu sudah berantakan. Wan Lui
ingin mengganti kerugian, tapi cuma
mengantongi sedikit uang, maka tanyanya
kepada In Kiu Liong, "Toa-ko, ada uang?"
"Ada.... ada." sahut In Kiu Liong sambil
mengeluarkan dan membuka kantong uangnya,
sekilas nampaklah gemerlapnya keping-keping
emas dan perak dalam kantong itu, bahkan ada
juga sebutir dua permata yang mahal. Tapi yang
dikeluarkan In Kiu Liong dari kantong itu
hanyalah uang recehan seharga pas untuk poci
teh dan dua piring kacang goreng tadi. Soal
ganti rugi kerusakan warung, sama sekali tidak


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masuk perhitungannya. Melihat In Kiu Liong hendak menyimpan
kantongnya kembali, terpaksa Wan lui harus
mengutarakan maksudnya, 'Toa-ko, mestinya
Kemelut Tahta Naga II/7 38 pemilik warung ini mendapat ganti rugi dari
diriku. Tapi karena uangku tidak cukup, tolong
pinjami dulu." Namun In Kiu Liong tetap memasuk kan
kantong uangnya ke balik baju, sambil
menjawab tanpa perasaan, "Tiap orang dagang
punya hari naasnya masing masing. Ayo pergi,
Wan-heng. Biar orang itu nanti menagih ganti
rugi kepa da N i Keng Giau."
Seolah-olah mengusulkan suatu jalan keluar,
namun jalan keluar yang tidak mungkin
ditempuh, mana mungkin si pemilik warung
berani menagih Ni Keng Giau.
Dengan perasaan agak mendongkol ierhadap
In Kiu Liong, Wan Lui menguras habis isi
kantongnya sendiri yang tidak seberapa,
semuanya diletakkan di meja sambil berkata
kepada si tukang warung. "Maaf, pak, aku ingin mengganti untuk semua
kerugian bapak, tapi hanya ini yang kupunyai.
Kelak aku akan datang lagi untuk menutup
kekurangannya." Kemelut Tahta Naga II/7 39 Dan kepada In Kui Liong, Wan Lui berkata,
"Toa-ko, sampai jumpa lagi."
In Kui Liong cepat-cepat mengejar dan
mencegah, "Nanti dulu, Wan-heng. Ada banyak
hal yang ingin kubicarakan denganmu."
Tanpa menggubris, Wan Lui sudah
melangkah dengan cepat di luar warung. In Kiu
Liong juga mempercepat langkah untuk
menyusulnya, "Wan-heng, melihat jurus-jurus
silatmu tadi, aku menerka bahwa gurumu yang
kau panggil kakek itu adalah Goan-swe Pak
Kiong Liong." Sebenarnya sikap pelit In Kiu Liong terhadap
pemilik warung tadi membuat Wan Lui agak
kecewa. Tapi ketika men dengar disebutnya
nama Pak Kiong Liong, perhatian Wan Lui jadi
tertarik dan i a pun menghentikan langkah.
"Apakah Toa-ko mengenal kakek Pak Kiong
Liong?" Tujuan Wan Lui meninggalkan Liau-tong
masuk ke Tiong-goan memang untuk mencari
gurunya itu. tidak heran ketika mendengar In
Kiu Liong menyebut kannya, dia segera tertarik.
Kemelut Tahta Naga II/7 40 In Kiu Liong berjalan mendekat lalu
menepuk-nepuk pundak Wan lui, sambil
melepaskan kata-kata penjerat n ya, "Wan heng,
aku dan gurumu itu bukan hanya kenal, tapi
bahkan satu garis perjuangan. Karena itu,
kitapun bisa di bilang sebagai teman
seperjuangan." 'Teman seperjuangan?"
"Ya, teman seperjuangan menentang
kekuasaan lalim yang sekarang mengangkangi
istana. Gurumu buronan Yong Ceng, aku juga.
Kami berdua adalah sama-sama korban
kesewenang-wenangan Kaisar keparat itu!"
Lupa akan sikap pelit In Kiu Liong tadi, Wan
Lui timbul sedikit rasa simpatinya. Ia tahu Pak
Kiong Liong orang baik, maka "teman
seperjuangan"nya ini tentu orang baik juga,
begitu anggapan. Ungkapan "sama-sama
buronan" itu cukup mengesankan.
Seketika kegembiraannya meluap. Selama
pengembaraannya, baru kali ini didengarnya
kabar dari orang yang dicarinya "kalau begitu
Toa-ko tahu dimana kakek berada" Aku
Kemelut Tahta Naga II/7 41 sungguh senang kalau bisa menemuinya dan
membantu perjuangannya."
"Bagus, Wan-heng. Aku senang melihat
seorang muda yang berilmu tinggi dan penuh
semangat seperti kau. Tapi selama belum
berhasil membantu perjuangan kakekmu,
membantu perjuanganku juga sama saja. Kami
kan sama-sama sedang menghimpun kekuatan
untuk melawan penguasa jahat. Nah, sambil
berjuang, sambil mencari jejak kakekmu."
"Lho, jadi sekarang ini Toa-ko tidak tahu di
mana kakek?" In Kiu Liong berlagak sedih dan marah,
"Wan-heng, tentu kau sudah mendengar
bagaimana si Kaisar keparat itu menumpas
pendekar-pendekar budiman yang menentangnya. Sudah dengar belum?"
"Ya. Sudah kudengar tentang pembantaian di
llong-thian-lau di mana Yong Ceng membinasakan banyak pendekar yang pernah
menjadi sahabatnya di masa muda. Lalu
membakar kuil Siauw-im-si, perguruannya
sendiri. Menghancurkan markas Hwe-liongKemelut Tahta Naga II/7
42 pang di Tiau-im-hong sehingga serikat pembela
rakyat itu jadi tercerai-berai. Tapi apa
hubungannya dengan kakek" Apakah kakek
menjadi korban dalam salah satu peristiwa itu?"
"Ketika pembasmian di Tiau-im-hong, aku
dan kakekmu sama-sama ada disana. Tapi
suasana saat itu begitu ribut, di seluruh gunung
ada orang bertempur dalam jumlah banyak.
Pihak kami kemudian terpukul cerai-berai,
semuanya berpencaran sendiri-sendiri, maka
juga kurang jelas kuketahui nasib kakekmu. Ya
mudah-mudahan saja selamat."
Wajah Wan Lui bergantian pucat dan merah
padam mendengar penuturan itu, geramnya.
"Kalau sampai kakek menjadi korban Kaisar
jahanam itu, aku bersumpah untuk mempertaruhkan nyawa membunuhnya di
istananya sendiri." "Jangkrik aduan yang ganas dan kuat," pikir
In Kiu Liong dengan gembira. Sedangkan
dengan mulutnya dia memuji, "Bagus. Bagus.
Itulah baru seorang pendekar sejati yang tidak
takut kepada apapun. Mari kita bekerja keras
Kemelut Tahta Naga II/7 43 bersama untuk mewujudkan cita-cita luhur
kita." "Apakah kita akan tetap di kota kecil ini"
Apakah kita tidak harus segera pergi untuk
memulai perjuangan kita, Toa-ko?"
"Agar aman, kita memang akan berada di
luar kota, tapi tidak jauh-jauh. Dan kita tidak
perlu tergesa-gesa pergi, kita nonton dulu
tingkah-laku Ni Keng Giau."
"Ah, buat apa menonton ulah manusia
rendah yang sedang mabuk derajat macam itu"
Memuakkan. Kalau Toa-ko mengajak aku
membunuhnya sebagai bagian dari perjuangan
kita, malah aku dengan senang hati akan
mengikuti ajakan itu. Bukankah dia adalah
jenderal ke sayangan si Kaisar jahanam itu?"
In Kiu Liong tersenyum. "Jenderal
kesayangan memang betul, tapi itu dulu.
Sekarang agaknya dia hampir tak terpakai lagi,
begitu desas-desus dari sementara pihak di Pakkhia. Nah, aku ingin menonton atau
membuktikan benar tidaknya desas-desus itu.
Kalau benar dia sudah hampir tidak terpakai,
Kemelut Tahta Naga II/7 44 lalu mau jadi apa" Barangkali kita juga akan
melihat sebuah tontonan besar. Karena itu,
sabarlah, jangan buru-buru pergi jauh dari Tanliu."
Wan Lui agak heran mendengar kata kata
berbau "nujum" itu.
Selama Ni Keng Giau berada di Tan liu,
selama itu pula penduduk Tan-liu dicengkam
ketakutan. Rumah kedua orangtua Ni Keng Giau yang
biasanya banyak dikunjungi para tetangga,
karena kedua orangtua itu dikenal ramah dan
baik hati, kini mendadak seperti rumah hantu
yang dijauhi semua orang. Hanya untuk sekedar
lewat di depan rumah itupun bagi penduduk
Tan-liu sudah memerlukan keberanian yang
ekstra besar. Nii Keng Giau amat di takuti dan dipatuhi
oleh para pengawalnya, dan para pengawalnya
itu ditakuti penduduk Tan-liu, bahkan perajuritperajurit setempat pun takut kepada pengawalpengawal berjubah kuning emas itu.
Kemelut Tahta Naga II/7 45 Pada suatu hari, sepuluh orang penunggang
kuda muncul di kota kecil itu, masuk kota dari
arah timur. Rombongan ini kalah jauh jumlahnya jika
dibandingkan rombongan Ni Keng Giau yang
mencapai ratusan orang. Seragamnya jauh
kalah mentereng dari pengawal-pengawal Ni
Keng Giau, sebab rombongan yang ini cuma
berseragam jubah pendek warna ungu. Tak ada
bendera yang berkibar, tak ada kereta
gemerlapan, tak ada penyambutan oleh
gubernur sendiri. Yang berkuda paling depan adalah seorang
tua, namun masih ramping dan padat tubuhnya,
dan sepasang matanya merah menakutkan.
Kemunculan mereka menggentarkan penduduk Tan-liu, yang masih dihantui
pengalaman pahit ketika menyambut Ni Keng
Giau beberapa hari sebelumnya. Orang-orang
yang ada di jalanan lari bersembunyi, sehingga
jalananpun jadi sepi ketika rombongan itu
lewat. Kemelut Tahta Naga II/7 46 Beberapa orang memberanikan diri mengintip dari kejauhan, dan melihat bahwa
rombongan orang berkuda itu me uju ke rumah
orangtua Ni Keng Giau. "Bencana macam apa lagi yang bakal kita
dapatkan?" keluh seorang penduduk. "Merajalelanya Ni Keng Giau dan anjinganjingnya belum diketahui kapan berakhirnya,
dan sekarang teman-teman mereka sudah
berdatangan pula kemari. Mereka barangkali
tidak kalah biadabnya membunuh dan
memperkosa sewenang- wenang."
Sementara itu, pengawal-pengawal Ni Keng
Giau yang berjaga di depan rumah keluarga Ni,
terkejut ketika mengenali siapa-siapa saja
penunggang-penung-gang kuda berjubah ungu
yang sedang mendekat itu. Merekalah para
pengawal istana dari kelompok Ci - ih Wi-kun,
yang dipimpin sendiri oleh Kim Seng Pa,
disertai jago-jago tangguh lainnya seperti Toh
Jiat Hong, Sat Siau Kun, Su-ma Hek-liong, Hengsan-sam- kiam dan lain-lainnya.
Kemelut Tahta Naga II/7 47 Tanpa turun dari kuda, Kim Seng Pa
membentak pengawal " pengawal itu, "He, Ni
Keng Giau ada di rumah atau tidak" Suruh dia
segera keluar!" Kebanggaan para pengawal itu jadi
tersinggung melihat sikap Kim Seng Pa tidak
peduli Kim Seng Pa adalah komandan salah satu
kelompok istana, karena Kaisar sendiri tidak
berani bersikap kasar itu terhadap Ni Keng
Giau. Pemimpin regu pengawal Ni Keng Giau
lalu menjawab sambil membusungkan dada,
"Kalau Cong-koan mau menghadap Ong-ya


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersikaplah yang baik. Melapor kepada kami le
bih dulu, dan sementara kami menyampaikan
permohonan menghadap maka kalian harus
menunggu dengan tertib. Kemudian apakah
Ong-ya bersedia menemui atau tidak, itupun
tergantung Ong-ya, tidak bisa digugat!"
Seandainya yang menghadapi sikap garang
itu adalah penduduk Tan-liu, pasti sudah
ketakutan sampai terberak-berak. Namun Kim
Seng Pa dan anggota rombongannya tiba-tiba
malah tertawa riuh terbahak-bahak dan
Kemelut Tahta Naga II/7 48 membuat pengawal-pengawal Ni Keng Giau
salah tingkah. Kim Seng Pa lalu mengejek, "Waduh, rumah
yang seperti kandang ayam ini rupanya
sekarang sudah menjadi It-teng kong-hu,
lengkap dengan segala protokol tengiknya. Haha, baik, baik. Nah, Bapak Pengawal yang maha
terhormat, Tolong sampaikan kepada Ong-ya
bahwa hamba yang hina dina ini mohon
diperkenankan menghadap Ong-ya."
"Tidakkah sikap Cong-koan ini keterlaluan
dan bisa menjatuhkan martabat Ong-ya di
hadapan penduduk kota ini" Dengan demikian
juga berarti Cong-koan mempermalukan yang
menganugerahi." Kim Seng Pa yang sudah habis kesabarannya
itupun tiba-tiba menukas dengan nada bengis,
"Diam! Cepat laporkan kepada Ni Keng Giau!
Atau kami semua harus menerjang masuk
dengan lebih dulu menumpas kalian semua?"
Para pengawal N i Keng Giau yang biasanya
galak, kini jadi ciut nyalinya. Mereka tahu
bahwa tiap anggota Ci-ih Wi-kun adalah pesilatKemelut Tahta Naga II/7
49 pesilat pilihan Kaisar Yong Ceng sendiri,
masing-masing memiliki kepandaian yang
tangguh. Kaisar tak mungkin salah memilih
mereka, sebab Kaisar sendiri adalah pesilat tang
guh pula keluaran Siau-lim-si. Maka rombongan
yang datang itu adalah sebuah "pasukan kecil"
yang daya gempurnya sungguh mengerikan.
Lebih dari itu, siapa tahu mereka pun membawa
suatu hal penting yang perlu disampaikan
kepada sang Ong-ya. Karena itu, si komandan pengawal Ni Keng
Giau terpaksa masuk untuk melapor, meskipun
sambil menggerutu. Ni Keng Giau sendiri heran ketika dilapori
kedatangan Kim Seng Pa, juga tidak senang ,
mendengar pengaduan komandan pengawalnya, Cek Thai-hou, tentang sikap Kim
Seng Pa. Namun Ni Keng Giau harus keluar
menjumpainya juga, mungkin Kim Seng Pa
membawa pesan penting dari Kaisar. Hanya
perasaannya agak tidak enak. Kenapa Kim Seng
Pa yang diutus, padahal antara dirinya dan Kim
Seng Pa tak tersembunyi lagi saling membenci
Kemelut Tahta Naga II/7 50 selama bertahun-tahun" Jangan-jangan pihak
istana sedang mempraktekkan teori "kucinglah
yang paling tepat untuk menguber tikus?"
Sebelum keluar, Ni Keng Giau lebih dulu
memakai segala kelengkapan pakaian seragamnya, untuk dipamerkan kepada Kim
Seng Pa, sekaligus mengingatkan agar Kim Seng
Pa bersikap sopan. Begitu Ni Keng Giau memasuki ruangan
depan, langsung dirasakan situasi yang kurang
beres. Dilihatnya Kim Seng Pa dan jago-jago Ciih Wi-kun lainnya sudah mengambil tempat
duduk sendiri-sendiri dengan sikap gagah.
Sedangkan pengawal-pengawal Ni Keng Giau
yang biasa gagah-gagah menginjak kepada
orang kecil, kini malahan nampak di halaman
dan memegangkan tali kuda-kuda tunggangan
para tamu. Kontan Ni Keng Giau merasa tidak
puas, mengira pengawal-pengawalnya telah
digertak oleh Kim Seng Pa. Dalam hati Ni Keng
Giau sudah merencanakan, pengawal-pengawal
yang memalukan itu akan disusulkan saja
kepada Kwa Seng Tek, komandan lama mereka.
Kemelut Tahta Naga II/7 51 Baru saja Ni Keng Giau hendak mengambil
tempat duduk, Kim Seng Pa bangkit dari kursi
dan membentak, "Ni Keng Giau! Berlutut dan
dengarkan Titah Sribaginda!"
Ni Keng Giau kalah gertak, apalagi ketika
melihat kedua tangan Kim Seng Pa menjunjung
tinggi segulung sutera kuning bercap
kekaisaran. Terpaksa Ni Keng Giau berlutut
dengan agak canggung. Sejak mencapai puncak
kejayaannya, hampir-hampir ia lupa bagaimana
caranya berlutut. Kim Seng Pa puas, namun lebih puas lagi
ketika membeber gulungan sutera kuning itu
dan membaca huruf-huruf yang tertera di situ.
Huruf demi huruf dibacanya keras-keras agar Ni
Keng Giau jangan salah dengar, "Perintah Yang
Dipertuan Sang Putera Langit! Ni Keng Giau
terbukti telah memberi laporan palsu tentang
jalannya perang Jing-hai. Karena itu pemberian
gelar It-teng-kong dan wilayah Siam-sian serta
Se-cuan dibatalkan. Namun mengingat jasajasanya yang cukup besar, ia masih diberi
kesempatan untuk mengabdi kepada negara,
Kemelut Tahta Naga II/7 52 dengan menjadi pelatih tentara di Han-ciu.
Diperintahkan untuk segera."
Karena kagetnya, Ni Keng Giau menjadi lupa
akan tata-tertib selama pembacaan Perintah
Kaisar. Belum lagi Kim Seng Pa selesai
membaca, Ni Keng Giau sudah melompat
bangun dengan wajah pucat dan napas
tersengal-sengal. Ditudingkannya telunjuk ke
muka Kim Seng Pa sambil berteriak kalap,
"Bohong! Bohong!"
Lalu ia menerjang seperti seekor anjing gila,
kedua tangannya terjulur untuk mencoba
merampas lembaran sutera kuning itu dari
tangan Kim Seng Pa. Namun dalam hal ilmu
silat, mana bisa Ni Keng Giau menandingi Kim
Seng Pa" Gampang saja Kim Seng Pa berkelit
sambil menyapukan kakinya, dan Ni Keng Giau
kontan roboh terguling. "Ni Keng Giau! Berani kau membangkang
Titah Sribaginda"!" bentak Kim tapi anehnya
juga mengandung rasa gemhira yang tidak kecil.
Bentakan itu seperti seember air dingin yang
diguyurkan ke kepala Ni Keng Giau,
Kemelut Tahta Naga II/7 53 memulihkan kesadarannya, meskipun perasaannya masih terombang-ambing hebat
karena jiwanya benar-henar tidak siap
menerima berita macam itu. Dengan tubuh
menggigil dan wajah sepucat mayat, ia
memaksa kembali berlutut untuk mendengarkan pembacaan Perintah Kaisar itu
sampai selesai. Kim Seng Pa benar-benar menikmati
kepuasan yang belum pernah dirasakan seumur
hidupnya, la meneruskan membaca huruf-huruf
yang sebenarnya tinggal sedikit, ".... diperintahkan untuk segera berangkat ke
tempat tugasnya yang baru. Sekian."
Ketika Kim Seng Pa sambil tersenyum lebar
menggulung lembaran perintah itu, Ni Keng
Giau tidak lupa menyerukan penghormatan
sesuai dengan peraturan, "Banswe... Banswe....."
Suaranya menyayat hati, mirip Banswe nya
Kim Seng Pa waktu di Ling-he dulu.
Beberapa saat lamanya Ni Keng Giau masih
sulit bangkit dari berlututnya Jiwanya ambruk.
Menjadi pelatih di Hang-ciu" Pelatih perajurit"
Kemelut Tahta Naga II/7 54 Berarti tiap hari harus mandi keringat di alunalun, makanannya adalah makanan ransum
yang harus diantri di dapur tangsi.
"Ni Kau-thau (pelatih Ni)," terdengar Kim
Seng Pa berkata, sementara wajahnya berseriseri. "Terimalah Titah baginda ini. Tak
kulupakan ucapan selamat yang sehangathangatnya untukmu."
Hanya dengan mengerahkan segenap
kekuatan lahir-batinnya, N i Keng Giau berhasil
bangkit, lalu menerima gulungan sutera kuning
itu. Kemudian Kim Seng Pa dan rombongannya
pun meninggalkan rumah itu untuk menuju
gedung Walikota dan menginap di sana.
Ni Keng Giau yang ditinggalkan itu masih
sekian lama berdiri linglung kehilangan
semangat dan masih memegangi gulungan
sutera kuning itu. Ia bahkan tidak merasakan
ketika ibunya memeluknya dari belakang
sambil berurai air-mata. "Kuatkan hatimu, nak."
Kemelut Tahta Naga II/7 55 Tiba-tiba Ni Keng Giau membanting kuatkuat gulungan itu sambil berteriak, "Tidak
mungkin Sribaginda mengeluarkan perintah ini
karena dorongan kemauannya sendiri! Tidak
masuk akal! Aku adalah orang yang paling
dikasihinya, bahkan melebihi terhadap saudarasaudaranya sendiri! Akulah yang mengokohkan
singgasananya pada saat ia masih diguncang
oleh Pangeran In Te, Pak Kiong Liong, Siau-limpai, Hwe-liong-pang, kelompok pendekar Kanglam, Jit-goat-pang, Pek lian-kau dan entah
apalagi! Akulah yang menunjukkan kesetiaan
tertinggi terhadapnya! Tak mungkin Sribaginda
mengeluarkan perintah ini kalau tidak dihasut
oleh bangsat-bangsat yang dengki hatinya! Aku
harus kembali ke Pak-khia untuk mendengar
penjelasan langsung dari Sribaginda!"
Sementara itu, ayah Ni Keng Giau dengan
terburu-buru telah mengambil gulungan sutera
yang dibanting itu sambil berkata dengan
ketakutan, "Jangan kau lempar-lempar barang
ini, anakku. Nanti bisa dijadikan bahan fitnahan
Kemelut Tahta Naga II/7 56 untuk lebih menyudutkanmu oleh orang-orang
yang tidak senang kepadamu."
"Tidak! Tidak! Sribaginda takkan menghukumku, karena akulah saudara seperguruannya, jenderal kesayangannya yang
bertumpuk-tumpuk jasanya, siapa yang bisa
menaklukkan Jing-hai baginya, kalau bukan
aku?" teriak Ni Keng Giau kalap. "He, kalian
dengar tidak" Ayo semuanya berlutut!
Berlutut!" Bentakan itu ditujukan kepada para
pengawal serta bujang-bujang keluarganya yang
berkerumun di halaman untuk "menonton"
ribut-ribut itu. Ketika Ni Keng Giau membentak
dengan beringas, mereka mundur-mundur
ketakutan. "Berlutut! Kalian dengar tidak"!"
Orang-prang di halaman itupun mulai
berlutut, namun dengan sikap ragu-ragu.
Maklum, setelah mendengar pembacaan
Perintah Kaisar tadi, mereka tahu kalau bukan
lagi berlutut kepada seorang calon rajamuda
Se-cuan dan Siam-sai, melainkan cuma seorang
Kemelut Tahta Naga II/7 57 pelatih, dan barangkah si pelatih inipun mulai
kacau pikirannya. Melihat orang-orang itu berlutut, Ni Keng
Giau tertawa puas, "Lihat! Lihat! Semua masih
tetap menyembahku, berarti aku tetap


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penguasa nomor dua di kekaisaran ini! Aku
berkuasa membunuh siapapun, lihat buktinya!"
Dan sungguh diluar dugaan siapapun, bahwa
Ni Keng Giau tiba-tiba menyambar sebuah kursi
untuk dihantamkan kepada seorang bujang
yang paling dekat berlututnya. Mampuslah si
bujang itu. Yang lain-lain langsung bubar
ketakutan tanpa menunggu aba-aba lagi,
termasuk para pengawal yang tiap- hari oleh Ni
Keng Giau dicekoki ajaran tentang disiplin baja.
"Nak, tenanglah..... tenanglah..." kedua orang
tua Ni Keng Giau membujuk-bujuk sambil
memegangi lengan Ni Keng Giau.
Namun si anak, anak gila itu, mendorong
mereka keras-keras sampai terhuyung-huyung
sambil berteriak, "Orang-orang tua tak tahu
diri! Siapa yang kalian panggil "nak?" Aku ini
saudara angkat Sribaginda, mengerti"!"
Kemelut Tahta Naga II/7 58 Dan sungguh diluar dugaan siapapun, bahwa
Ni Keng Giau tiba-tiba menyambar sebuah kursi
untuk dihantamkan kepada seorang bujang yang
paling dekat berlututnya.
Kemelut Tahta Naga II/7 59 Kedua orangtua itu masih beruntung bahwa
Ni Keng Giau tidak menghantamkan kursi ke
kepala ubanan mereka, namun hati mereka
pedih melihat apa yang terjadi pada anak
mereka. Kepedihan lebih dari hari-hari
sebelumnya ketika anak mereka menjadi hantu
penyebar bencana bagi penduduk Tan-liu.
Kembali Ni Keng Giau tertawa seram. Tibatiba tubuhnya sempoyongan lalu ambruk tak
sadarkan diri. Buru-buru ayah Ni Keng Giau
mengumpulkan para bujang yang kabur jauh
tadi, untuk membantu menggotong tubuh Ni
Keng Giau sampai ke kamar tidurnya.
Sehari penuh Ni Keng Giau "tidur". Ketika
malam tiba, barulah ia membuka matanya.
Meskipun ia tidak lagi berteriak-teriak kalap,
tapi kedua orangtua-nya tak berkurang rasa
sedihnya, sebab wajah Ni Keng Giau begitu
pucat, sepasang matanya nampak kosong dari
semangat hidup. Ketika seorang pembantu wanita masuk
kamar dengan takut-takut untuk mengantarkan
makanan, Ni Keng Giau tidak menggubrisnya,
Kemelut Tahta Naga II/7 60 biarpun seharian belum makan. Bahkan tibatiba ia melompat dari pembaringan, merapikan
jubah kebesarannya yang agak kusut karena
selama tidur tidak dilepas, mengambil pedang
di dinding dan menggantungkan-nya di
pinggang, lalu hendak melangkah keluar kamar.
"A-giau. mau ke mana?" tanya ibunya cemas.
"Ke Pak khia!" "Tapi kau belum..... belum makan, nanti
masuk angin dan..." "Jangan mengatur aku!"
Si ibu nekad hendak membujuk, tapi si ayah
khawatir kalau isterinya itu sampai dibacok
oleh Ni Kong Giau, buru-buru merangkul
isterinya sambil membisiki, "Dia sedang
bingung, biarkan saja dulu. Dia belum bisa
menerima kata-katamu, nanti kalau sudah
tenang." Sementara itu N i Keng Giau sudah sampai ke
kadang kuda di belakang rumah.
Seorang bujang yang tak sempat menghindari kedatangannya, cepat-cepat Kemelut Tahta Naga II/7 61 berlutut dengan ketakutan, "Ong-ya hendak apa
di kandang kuda ini?" tanyanya.
Ketika Ni Keng Giau tidak menjawab dan
cuma melototinya, bujang itu merasa tak ada
perlunya menambah satu detikpun saat-saat
penuh resiko itu. la lemparkan ember yang
sedang dipegangnya sambil melompat bangun
dari berlututnya, lalu kabur bagaikan kilat.
Ni Keng Giau tak peduli, la sendiri memasang
pelana kuda, lalu menuntunnya keluar lewat
pintu belakang dan menaikinya. Tidak peduli
malam sudah tiba, angan-angannya tetaplah
pergi ke Pak-khia. "Sribaginda harus memberi penjelasan yang
memuaskan. Kalau tidak memuaskan aku akan
berontak dan kalau perlu bertahta membentuk
dinasti baru," geram-sambil berkuda. "Kekuasaan militer masih bisa kugerakkan
dengan perintahku" Sampai di pintu kota, pintu gerbang sudah
tertutup rapat. Sekelompok perajurit sedang
berkerumun santai. Ni Keng Giau lalu
membentak mereka, "Buka pintu, cepat! Aku
Kemelut Tahta Naga II/7 62 mau menghadap Sribaginda di Pak-khia
sekarang juga!" Kalau ini terjadi sehari sebelumnya, para
perajurit itu dengan ketakutan tentu akan
membukakan pintu. Tapi berita "penggembosan" Ni Keng Giau sudah terdengar
merata di seluruh Tan-liu Kini para perajurit di
pintu gerbang itu malah mentertawakannya.
Selama beberapa hari, perajurit-perajurit itu
kenyang dihina dan direndahkan oleh
pengawal-pengawai Ni Keng Giau, dan kini
mereka merasa mendapat kesempatan untuk
membalas kejengkelan selama ini.
(Bersambung Jilid VIII) Kemelut Tahta Naga II/7 63 Kemelut Tahta Naga II/7 64 Kemelut Tahta Naga II/8 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid VII Sikap acuh tak acuh para perajurit itu
meluapkan darah Ni Keng Giau. Tiba-tiba ia
melompat turun dari kuda sambil menghunus
pedang. Sekali sabet, dua perajurit dirobohkannya. "Hukuman mati bagi yang tidak menghormati Bangsawan It-teng-kong!" teriaknya. Para perajurit tidak menjadi takut, malahan
mereka semua gusar. Tanpa pikir panjang
merekapun meladeni Ni Keng Giau berkelahi
dengan senjata. Begitulah, di situ terjadi pertempuran hebat.
Dentang-denting senjata terdengar nyaring di
Kemelut Tahta Naga II/8 2 malam sunyi itu. Ni Keng Giau tak menduga
kalau perajurit-perajurit itu malah semakin
berani. Terpaksa dia pun membela diri, baik
dengan pedangnya maupun dengan mulutnya
yang tak henti-hentinya menyebutkan sederetan tanda pangkatnya, gelarnya jasajasanya. Yang tidak dipedulikan oleh para
perajurit. Ni Keng Giau adalah saudara seperguruan
Kaisar Yong Ceng, sama-sama murid mendiang
Pun-bu Hwe-shio yang berilmu tinggi. Mestinya
kalau cuma menghadapi beberapa perajurit
penjaga pintu gerbang itu Ni Keng Giau tidak
perlu mengalami kesulitan. Tapi dalam
beberapa tahun terakhir Ni Keng Giau tak
pernah lagi latihan sungguh-sungguh, lapisanlapisan lemak sudah bertimbun-timbun di
sudut-sudut tubuhnya. Selama ini memang ia
beranggapan bahwa seorang jenderal tak perlu
latihan silat, kerjanya cuma menunjuk-nunjuk
di atas peta dan memberi perintah, lalu para
perajuritlah yang maju. Karena itu, gerak-gerik
Ni Keng Giau kini amat lamban. Sebentar saja ia
Kemelut Tahta Naga II/8 3 sudah terengah-engah menghadapi lawanlawannya, biarpun nama besar Pun-bu llwe-shio
pernah diakui sejajar dengan mendiang Ketua
Hwe-liong-pang Tong lam Hou, tapi silat adalah
ketrampilan praktek, bukan mengadu nama
guru siapa yang lebih terkenal.
Beberapa perajuril lagi datang dan
menambah beban kesulitan Ni Keng Giau. Di
antara mereka ada yang sanak keluarganya
orang Tan-liu lelah menjadi korban kesewenang- wenangan Ni Keng Giau atau
pengawal-pengawalnya. Ada yang adik perempuannya diperkosa pengawal Ni Keng
Giau, atau pamannya dibunuh dan sebagainya.
Kemarin masih tak berani membalas, tapi
sekarang apa yang mereka takuti"
Ni Keng Giau tambah resah. Disela-sela
napasnya yang ngos-ngosan, ia masih berteriakteriak, "Kalian benar-benar gila, tidak tahu
bagaimana menghormat seorang bangsawan!
Kalau kulaporkan kepada Sribaginda, pasti
lenyaplah batok kepala kalian sekeluarga!"
Kemelut Tahta Naga II/8 4 "Kalau mau lapor, kepada Giam-lo-ong (Raja
Neraka) saja!" ejek seorang perujurit.
"Senjataku bisa mengantarmu ke sana."
Berturut-turut N i Keng Giau mendapat luka
di pundak dan di betisnya.Perajurit yang lain
lagi berkata, "Kami di Tan-liu sudah punya
pelatih sendiri yang tidak secongkak kau. Lebih
baik kalau mau sewenang-wenang di Hang-ciu
sana, di daerah wewenangmu sendiri!"
Kata-kata itu menghempaskan Ni Keng Giau
dari langit angan-angan ke bumi kenyataan
yang amat pahit. Pikirannya tiba-tiba jadi kacau,
dan kembali tubuhnya mendapat beberapa luka
rambahan. Untunglah, sebelum Ni Keng Giau habis
dihajar perajurit-perajurir yang marah, itu,
muncul tiga orang anggota Ci-ih Wi-kun dari
arah jalan ke Balaikota. Di antaranya nampak
Su-ma Hek-long. "Hentikan!" perintah Su-ma Hek-long melihat
perkelahian dekat pintu gerbang itu.
Para perajurit tidak berani membantah
perintah para anggota Ci-ih Wi-kun, yang hari
Kemelut Tahta Naga II/8 5 itu terasa sebagai dewa-dewa pembawa berkah
bagi penduduk Tan-liu. Para perajurit pun
berlompatan mundur menjauhi Ni Keng Giau
yang sudah luka-luka dan kecapaian itu.
"Kenapa sampai ada ribut-ribut seperti ini?"
tanya Su-ma Hek-long. Salah seorang perajurit menjawab mewakili
teman-temannya, "Dia hendak keluar kota
tanpa ijin. Katanya hendak ke Pak-khia. Kami
mencegah, tapi dua orang teman kami menjadi


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

korban!" Sementara itu, Ni Keng Giau tidak mau kalah
suara oleh perajurit-perajurit itu, "Perajuritperajurit rendah ini berani bersikap tidak tahu
adat terhadap seorang bangsawan macam aku!
Hukuman mati pantas buat mereka!"
Su-ma Hek-long mengerutkan alisnya ketika
melihat Ni Keng Giau masih saja mengenakan
jubah kebesarannya. Jawabnya, "Tak akan ada
hukuman tapi perajurit-perajurit yang menjalankan tugas dengan baik. Ni Keng Giau,
kau sudah membuat keributan. Maka malam ini
lebih baik kau menginap di Balaikota, agar lebih
Kemelut Tahta Naga II/8 6 gampang kami awasi sebelum berangkat ke
Hang-ciu." "Su-ma Hek-long! Kau pun ikut ikutan kurang
ajar terhadapku" ingat siapa aku ini, seorang
yang diberi gelar oleh Sribaginda sendiri, dan."
"Apakah Titah Baginda yang dibacakan siang
tadi itu masih kurang jelas bagimu, Ni Keng
Giau" Kau sekarang adalah pelatih di Hang-ciu
dan tidak lebih dari itu!" ucapan Su-ma hek long
ibarat seember air dingin yang diguyur kan
untuk menyadarkan seorang yang tengah
bermimpi indah agar bangun. "Bawa dia ke
Balaikota!" Dua jago Ci-ih Wi-kun mendekati Ni Keng
Ciau dengan sikap waspada, sebab Ni Keng
CJiau masih memegangi pedang. Namun
ternyata Ni Keng Giau masih berdiri terlongong
longong, tidak melawan ketika pedang itu
diambil dari tangannya, kemudian Ni Keng Giau
sendiri digandeng pergi seperti orang ling-lung.
Ternyata Su-ma Hek-long punya persamaan
watak dengan Kim Seng Pa, yaitu senang
menginjak-injak orang yang lagi menderita.
Kemelut Tahta Naga II/8 7 Perintahnya kepada kedua anggota Ci-ih Wi-kun
ini, "Buat apa seorang pelatih memakai jubah
sebagus itu" Copot jubahnya!"
Kali ini Ni Kong Giau meronta, ketika jubah
kebanggaannya hendak direnggutkan dari
tubuhnya dengan cara kasar, tapi ia tak sanggup
menghalangi kemauan kedua jago Ci-ih Wi-kun
itu. Bahkan karena Ni Keng Giau meronta,
jubahnya malah robek-robek. Ni Keng Giau
menangis tanpa suara ketika jubah itu berpisah
dari tubuhnya. Lalu ia diseret menuju Balaikota, dan
jubahnya ditinggalkan terpuruk begitu aja di
tanah, dekat pintu gerbang itu.
"Jubah, yang bagus," komentar seorang
perajurit. "Kita buang sajakah?"
"Kebetulan isteriku sedang bingung karena
tidak punya lap dapur, cuma sepotong kecil saja
kok." "Dan anak perempuanku butuh selimut
untuk kucingnya." "Dan anak laki lakiku minta dibuatkan
bendera-benderaan. Bagian jubah yang ada gam
Kemelut Tahta Naga II/8 8 Kali ini Ni Keng Giau meronta, ketika jubah
kebanggaannya hendak direnggutkan dari
tubuhnya dengan cara kasar.
Kemelut Tahta Naga II/8 9 bar sulamannya ini bagus sekali kalau dipotong
segitiga, nanti tinggal kucarikan kayu
tangkainya." "Cari gunting, jangan rebutan!"
Begitulah jubah si bangsawan yang malang
itu lalu digunting-gunting. Ada yang jadi lap
dapur, ada yang jadi selimut kucing, benderabendera, ada pula yang sekedar ingin memiliki
secarik kecil sebagai kenang-kenangan atas
seorang tokoh kelahiran Tan-liu.
Guntingan-guntingan yang tak terpakai lalu
dibiarkan bertebaran begitu saja, sebagian
tersapu angin dan masuk parit di pinggir jalan.
Besok kalau tempat itu mulai ramai dilewati
orang, bekas jubah itu akan diinjak-injak orang,
dikencingi dan diberaki sapi, kuda atau keledai
yang lewat di situ. Menjadi serpihan-serpihan
gombal belaka. * * * Di kota sekecil Tan-liu, kabar "hebat" seperti
kejatuhan Ni Keng Giau beredar lebih cepat dari
jalannya angin. Bermula dari bujang-bujang
Kemelut Tahta Naga II/8 10 orangtua Ni Keng Giau yang selama ini
"'kenyang" dibentak, digampar atau ditendang
oleh Ni Keng Giau, bahkan ada yang dibunuh.
Merekalah yang menyiarkan kejadian itu
Akhirnya seluruh penduduk Tan-liu mendengarnya dan merata pulalah kegembiraan. Bahkan perayaan Tahun Baru pun
belum pernah dirayakan segembira itu, karena
hari jatuhnya Ni Keng Giau dianggap sebagai
"hari kemerdekaan".
Pagi itu, Ni Keng Giau dikawal delapan
anggota Ci-ih Wi-kun keluar dari gedung
Balaikota dan siap melakukan perjalanan ke
Hang-ciu. Dua tokoh tertinggi Ci-ih Wi-kun, Kim
Seng Pa dan Toh Jiat-hong, tidak ikut, sebab
mereka berdua sudah lebih dulu kembali ke Pak
khia untuk melaporkan hasil kerjanya kepada
Kaisar Yong Ceng. Sedangkan pimpinan
pengawalan itu dipegang tokoh ketiga Ci-ih Wikun, Sat Siau-kun yang berjulukan Tiat-jiau-huiho (Rubah Per bang Berkuku Besi).
Ketika mengetahui pemberangkatan itu,
penduduk Tan-liu kembali berjejal-jejal di tepi
Kemelut Tahta Naga II/8 11 jalan yang akan dilewati, tepat seperti hari
kedatangan Ni Keng Giau dulu. Para perajurit
terpaksa dikerahkan ke jalanan untuk menahan
gejolak massa yang marah itu. Riuh-rendah
suara teriakan agar Ni Keng Giau digantung,
dicincang, dibakar dan entah diapakan lagi.
Dan ketika rombongan yang mengawal Ni
Keng Giau lewat, beterbanganlah batu, buahbuahan busuk, telur busuk, potongan kayu,
arang, sepatu bejat, bakiak, bangkai tikus dan
seribu satu benda tak terhormat lainnya ke arah
Ni Keng Giau. Ni Keng Giau sendiri
menunggangi seekor kuda dengan mata kosong
hampir tak berkedip. Bahkan ia seolah tidak
sadar ketika sebutir telur busuk mengenai
jidatnya dan "menetas" di mata.
Nampaknya saja wajah Ni Keng Giau dingin
dan acuh tak acuh, padahal kekecewaan yang
hebat melukai jiwanya amat parah. Susah-payah
dia mencoba menentukan jawabnya, kenapa
bisa begini" Bukan jawaban yang ditemukan,
malahan kebingungan yang membuat otaknya
tambah sakit. Kemelut Tahta Naga II/8 12 Pengawal-pengawal Ni Keng Giau sudah
menghilang semua, tak satupun muncul untuk
membela junjungannya. Kalau sebatang pohon
roboh, maka burung-burung yang bersarang di
pohon itupun akan bubar semua untuk mencari
pohon baru. Beberapa dari pengawal-pengawal
itu kurang beruntung. Biarpun mereka sudah
menyamar ketika berusaha keluar dari Tan-liu,
namun ada juga yang ketahuan, lalu dipukuli
penduduk Tan-liu sampai mati.
Sementara para jagoan Ci-ih Wi-kun yang
ditugaskan membawa Ni Keng Giau sampai ke
Hang-ciu itu, berkuda agak jauh dari Ni Keng
Giau, supaya tidak ikut kena lemparan telur
busuk dan lain-lainnya. Di antara orang-orang yang berjejalan di
pinggir jalan itu, terdapat pula In Kui Liong dan
Wan Lui, tapi mereka tidak ikut melemparlempar.
"Wan-heng,perhitunganku tentang kejatuhan
Ni Keng Giau tepat bukan?" bisik In Kiu Liong
bangga, berusaha menimbulkan kekaguman
Wan Lui. Kemelut Tahta Naga II/8 13 Wan Lui yang masih agak polos itu memang
sedikit kagum, "Bagaimana Toa-ko bisa
memperhitungkan setepat itu?"
"Dasar perhitunganku ialah sifat dari Kaisar
keparat itu. Ketika kedudukannya masih belum
kokoh karena banyak musuh, ia membutuhkan
banyak pembantu umuk melenyapkan musuhmusuhnya, telah musuh-musuhnya habis, ia
akan ketakutan terhadap pembantu-pembantu
nya sendiri yang menjadi kelewat berkuasa,
khawatir kalau mereka menyaingi kekuasaannya. Ni Keng Giau merasa dirinya
disayangi Kaisar, makin lama makin besar
kepada dan sepak-terjangnyapun tak terkendali
lagi. Tanpa disadarinya kalau sikap itu seperti
mengalungkan jerat ke lehernya sendiri."
"Apakah watak Kaisar selalu seperti itu"
Hanya menghargai pembantunya kalau masih
dibutuhkan, dan setelah tidak dibutuhkan lagi
lalu disingkirkan?" "Aku kelak tidak begitu," jawaban
In Kiu l.iong terluncur begitu saja dari
mulutnya, namun ketika sadar telah kelepasan
Kemelut Tahta Naga II/8 14 bicara, buru-buru In Kiu Liong membungkam
mulutnya sendiri. Sedang Wan Lui telah
menolehnya dengan wajah heran, dan In Kiu
Liong jadi kikuk. "Apa tadi Toa-ko bilang" Aku tidak
mendengar, karena suara orang di sini begitu
ribut." "Ah, hilang apa" Lihat, Tontonan yang
menarik bukan?" "Apa menariknya melihat seorang bekas
pembesar yang turun kursi lalu dilempari telur
busuk?" "Wan-heng, berpikirlah lebih mendalam
sedikit, apa yang di balik peristiwa ini"
Tersingkirnya Ni Keng Giau berarti hilangnya
satu pembantu tangguh bagi raja jahat itu, nah,
bukankah berarti menguntungkan perjuangan
kita kelak?" Wan Lui mengangguk-angguk.
"Mari, Wan heng, kita ikuti Ni Keng Giau
sampai ke Hang-ciu. Kita lihat peristiwa apa lagi
yang bakal terjadi di sekitar dirinya, siapa tahu
peristiwa-peristiwa itu mencerminkan perkem
Kemelut Tahta Naga II/8 15 bangan di Pak-khia untuk dijadikan per
hitungan langkah kita?"
Wan Lui tidak begitu berminat atau
terpengaruh tiap kali In Kiu Liong bicara soal
"perjuangan" karena Wan Lui tidak yakin. Kalau
ia bersama In Kiu Liong, tak lain hanyalah
mengharapkan bisa bertemu dengan gurunya,
Pak Kiong Liong. "Toa-ko, kalau kira ikuti mereka sampai Hanciu, apakah ada kemungkinan bertemu dengan
Kakek Pak Kiong Liong"
"Ada kemungkinannya, Wan-heng. Sebab Ni
Keng Giau itu orang penting, jatuh bangunnya
dia menarik perhatian banyak pihak, dan
gurumu mungkin sekali adalah salah satu dari
pihak-pihak itu." In Kiu Liong mengucapkan hal
itu agar Wan lui mau ikut dan bisa diperalat,
namun membayangkan betapa akan bertemu
dengan Pak Kiong Liong, ia jadi merinding
sendiri. "Kalau begitu, marilah Toa-ko."
Jadilah mereka berdua membuntui rombongan Ni Keng Giau dari kejauhan. Karena
Kemelut Tahta Naga II/8

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

16 rombongan itu berkuda, In Kiu Liong terpaksa
membeli dua ekor kuda, untuknya dan untuk
Wan Lui. Hari pertama dan kedua, antara yang
dibuntuti dan yang membuntuti tidak terjadi
apa-apa. Juga nampaknya tidak ada pihak lain
yang "berkepentingan" dengan Ni Keng Giau
seperti perhitungan In Kiu Liong. Wan Lui harus
menahan diri agar tidak mengeluarkan
gerutuan kesalnya. Hari ketiga. Selagi In Kiu Liong dan Wan Lui berkuda
dengan santai, membuntuti rombongan Ni Keng
Giau dari kejauhan, tiba-tiba dari belakang
mereka berdua malah terdengar derap kuda
yang dipacu kencang, makin lama makin dekat.
Ketika Wan Lui menoleh, nampaklah tiga
penunggang kuda dari arah yang sama dengan
arahnya tadi. Setelah lebih dekat lagi, bisa lebih jelas
bahwa mereka ternyata terdiri dari dua orang
pemuda yang nampaknya sepasang saudara
kembar dan seorang gadis. Ketiga-tiganya
Kemelut Tahta Naga II/8 17 memakai pakaian ringkas yang lazim dikenakan
oleh kaum pendekar pengembara, bahkan dari
belakang pundak-pundak mereka ju ga nampak
mencuat gagang pedang-pedang mereka.
Wan Lui segera meminggirkan kudanya,
namun saat itulah dia terkejut melihat kuda In
Kiu Liong ternyata sudah tak berpenunggang
entah sejak kapan. Entah ke mana pula perginya
teman seperjalanannya, menghilang begitu saja
tanpa bilang apa-apa. Maka terpaksa Wan Lui
yang harus meminggirkan kuda temannya itu.
Sepasang pemuda kembar penunggang kuda
itu berumur kira-kira setahun atau dua tahun
lebih muda dari Wan Lui. Sedang si gadis
berusia sekitar sembilanbelas atau duapuluh,
caranya menguncir rambut masih seperti kanak
lanak saja, dikuncir dua. Matanya bulat dan
indah, keseluruhan penampilannya menimbulkan kesan lincah dan riang, namun
karena menggendong pedang, jadi agak angker
juga. Sesaat Wan Lui terpesona menatap gadis ini.
Kemelut Tahta Naga II/8 18 Ketika baru saja melewati Wan Lui, tiba-tiba
salah satu pemuda kembar itu berteriak,
"Berhenti!" Lalu menarik kekang kudanya kuatkuat, sehingga kuda itu meringkik sambil
mengangkat kaki depan tinggi-tinggi. Detik
berikutnya kudanya sudah diputar menghadapi
Wan Lui. Kedua teman seperjalanannyapun berhenti.
Mereka semua heran melihat Wan Lui yang
hanya sendirian itu menuntun dua ekor kuda.
Sedang Wan Lui sendiri agak menyesali dirinya,
kalau tahu di tengah perjalanan bakal bertemu
House Of Hades 7 Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Setelah Kau Menikahiku 1
^