Pencarian

Kota Srigala 6

Kota Srigala Karya Stefanus S P Bagian 6


lain adalah rumah judi milik Lam Sek-hai. Hal
itu diketahui pula oleh Ma Kong. Pikir Ma Kong
yang kalap itu, "Bagus aku sampai kemari, akan
kubuat Lam Sek-hai mengalami kerugian besar
dengan menghancurkan tempat ini!"
Karena menerobos dari belakang, Ma Kong
lebih dulu sampai ke tempat di mana para
pemadat dengan bumbung-bumbung madatnya
tengah bergeletakan seperti karung-karung
kosong, memanjakan kenikmatan yang menghancurkan diri sendiri. Asap berbau
memusingkan memenuhi tempat itu.
Sambil berteriak-teriak, Ma Kong menghancurkan tempat itu. Meja peracik candu,
bumbung-bumbung dan perabotan lainnya
segera dibikin jungkir-balik tak keruan. Orangorang di ruangan itupun segera kabur
ketakutan. Ma Kong menerobos ke ruangan berikutnya,
ruang tempat para penjudi mabuk dengan cara
lain. Bukan mabuk candu atau arak, tapi mabuk
uang. Dengan bernafsu mereka melempar dadu,
Kota Serigala Jilid 11 15 menebak angka, sambil melambungkan harapan
untuk menjadi jutawan mendadak, namun
hanya menghasilkan jauh lebih banyak jembel
daripada jutawan. Teriakan marah, gembira dan
kecewa bercampur aduk disitu.
Munculnya Ma Kong yang mengamuk
dengan sengaja, menggemparkan pula ruangan
itu. Para tukang pukul, yang jumlahnya sudah
ditingkatkan sejak peristiwa si kedok hitam,
serempak menghadang Ma Kong dengan
macam-macam senjata. "He, orang gila dari mana ini, berani
membuat kacau di sini" Ayo kita usir, jangan
sampai gaji kita dipotong oleh Ti-koan Taijin!"
"Bukankah ini si penjual tikar dari lorong
belakang itu" Kenapa mendadak jadi sinting?"
"Mungkin karena melarat terus, dagangannya tidak laku-laku, lalu sekarang
coba ganti pekerjaan sebagai perampok!"
Seorang tukang kepruk yang paling kejam,
langsung saja mengayunkan tongkat besinya ke
kepala Ma Kong. Namun inilah saatnya si kejam
ini berbuat kejam kepada dirinya sendiri. Ma
Kota Serigala Jilid 11 16 Kong menangkis tongkat itu sekuat tenaga,
tongkat besi si tukang kepruk terpental balik
menghantam retak keningnya sendiri. Disusul
tendangan Ma Kong menjebol tulang-tulang
dadanya. Para tukang kepruk lainnya kaget. Sedang
para penjudi berlarian keluar tak teratur, ada
juga yang memanfaatkan kesempatan untuk
meraup uang sekenanya dari meja dan langsung
dibawa lari. "Orang gila ini berbahaya!" seru para tukang
kepruk. "Cincang saja! Jangan diampuni!"
Para tukang kepruk menyerbu bagaikan
sekawanan anjing galak. Cuma kali ini "kawanan
anjing galak" itu ketemu si harimau murka yang
jauh lebih galak. Di ruangan itu segera muncul
adegan tukang kepruk dikepruki.
Ma Kong yang meluapkan kemarahan yang
terpendam sepuluh tahun, bertindak tak kenal
belas kasihan. Tongkatnya menyambarnyambar, merobohkan beberapa lawan, dan
sisa-sisa lawannya mulai pecah nyalinya.
Kota Serigala Jilid 11 17 "Kalian begundal-begundalnya si munafik
Lam Sek-hai itu ya?" raung Ma Kong. "Aku akan
menghancurkan tempat ini, sebagai balasan
Lam Sek-hai telah memfitnahku selama sepuluh
tahun!" Para tukang kepruk yang ketakutan itu
melakukan perlawanan sambil mundur bertebaran, namun beberapa orang lagi di
antara mereka toh berhasil dihajar tewas oleh
Ma Kong. Di samping melabrak para tukang kepruk,
Ma Kong juga menghajar barang-barang di situ.
Meja-meja ditendang terbalik sehingga uang
berceceran. Begitu pula guci-guci keramik, pot
bunga, pintu-pintu angin, sekesel penyekat
ruangan. Pelita disambarnya dan dilempar ke
gorden-gorden sehingga suasana jadi tambah
"semarak". Namun ketika serdadu-serdadu Hu Konghwe membanjir masuk dari pintu belakang, Ma
Kong pun kabur lewat pintu depan dengan
meninggalkan kebakaran dan kerusakan hebat
Kota Serigala Jilid 11 18 di salah satu "parit uang" kepunyaan Lam Sekhai itu.
Ma Kong tiba di jalan besar. Tapi di sini juga
sudah ada sejumlah serdadu yang langsung
menyerangnya. Para serdadu membawa oborobor untuk menerangi suasana.
Secara nekad Ma Kong mencabut panah yang
tadi menancap di pundaknya, lalu disambitkan
dan menancap di dada seorang serdadu. Sambil
berteriak bengis, "Kenapa Liu Gin atau Lam Sekhai tidak mau keluar sendiri menghadapi aku"!
Mereka pengecut! Suruh mereka keluar, jangan
cuma menyuruh orang lain untuk main
keroyok!" Dengan tubuh berlumuran darah, Ma Kong
mengambuk. Ia seperti sudah hilang pikiran
warasnya. Yang menjadi niatnya hanyalah
mengamuk, mengamuk, mengamuk. Ia tidak
mau memberikan nyawanya dengan gratis.
"Mana Liu Gin" Mana Lam Sek-hai" Mana In
Kong-beng" Suruh mereka keluar! Jangan jadi
kura-kura!" Kota Serigala Jilid 11 19 Setelah kembali merobohkan beberapa
serdadu, Ma Kong terus berlari sepanjang jalan
besar itu. Ia bukan mau menyelamatkan diri,
tapi sudah nekad menuju rumah Lam Sek-hai
untuk meneruskan pelampiasan amarahnya.
Para serdadu mengejar, yang lainnya
menghadang. Maka pertempuran berlangsung di sepanjang jalan yang dilewati Ma Kong. Si
berangasan ini meninggalkan korban bergelimpangan di sepanjang langkahnya,
namun dia juga terus mendapatkan tambahan
luka-luka, meneteskan darah setiap kali
melangkah. Malam itu, di dalam kota Long-koan
suasananya seolah-olah ada orang memburu
macan yang kesasar masuk kampung...
**SF** Di sebuah ruangan di rumah Lam Sek-hai,
nampak Lam Sek-hai masih duduk berbicara
dengan In Kong-beng. Nampak bangsawan tua
Kota Serigala Jilid 11 20 pemimpin Kim-jiok-bun itu menunduk dengan
murung, seperti seorang anak sedang dimarahi
oleh ayahnya yang galak. "Tidak kusangka kalau anakku, In Kui-cu,
seperti itu..." desis In Kong-beng dengan sedih.
Lam Sek-hai menyeringai penuh kemenangan, dan berkata, "Karena itu, Paman,
sekarang diantara kita tidak ada lagi rahasiarahasiaan, semuanya telah terbuka. Sekarang
tergantung kepada Paman, akankah rahasiarahasia ini digunakan oleh kita untuk saling
mempermalukan di depan umum, dan samasama merugikan nama baik kita" Ataukah kita
kubur saja di masa lalu, dan kita dapat tetap
berhubungan baik, saling menguntungkan di
masa depan?" In Kong-beng menarik napas, berat sekali.
"Hiantit, kalau anakku sudah jelas punya
kesalahan, buat apa disebarluaskan, sehingga
semua orang jadi tahu, dan aku malu" Maka,
tolonglah kau dan Liu... eh, Hu Cong-peng suka
menutupnya rapat-rapat, dan akupun akan
Kota Serigala Jilid 11 21 menutup rahasia kalian berdua..."
"Bagus... bagus..." Lam Sek-hai bangkit dari
duduknya dan berjalan hilir-mudik dengan
wajah puas. "Jadi dengan kata lain, Paman,
mulai detik ini Paman juga sudah terikat dalam
perjanjian untuk saling menjaga rahasia antara
Paman, aku sendiri, dan Hu Cong-peng,
begitukah?" In Kong-beng mengangguk-angguk lagi.
"Bagus, Paman. Kalau satu rahasia pecah,
dua rahasia lainnya pun ikut pecah dan kita
bertiga hancur bersama, kehilangan kedudukan
dan nama baik. Tapi kalau kita bisa saling
menjaga, kita bisa aman, bahkan bisa menikmati
keuntungan bersama yang tidak kecil
jumlahnya. Soal hutang-hutang Paman di Pakkhia, tidak usah Paman risaukan lagi. Aku dan
Liu Gin akan menanggungnya bersama, asal
Paman bersedia menandatangani surat perjanjian untuk pegangan aku dan Liu Gin.
Nah, adil bukan?" Kota Serigala Jilid 11 22 In Kong-beng sadar benar, sekali membubuhkan tanda-tangannya di surat
perjanjian, dia sudah akan jadi seperti kerbau
dicocok hidungnya, akan menurut kemana pun
dituntun oleh Lam Sek-hai dan Liu Gin. Tapi
kalau ia tidak mau menderita malu di Pak-khia
karena hartanya disita, rasanya dia harus
tunduk kepada persyaratan pemimpinpemimpin Long-koan itu. Tak peduli salah satu
dari mereka adalah pembunuh anaknya, sedang
yang satu lagi adalah penjahat yang menyamar
dan bertopeng sebagai tokoh terhormat.
Dan gerak kepalanya, apalagi kalau bukan
mengangguk lagi" Lam Sek-hai menyeringai kejam. "Ah, Paman
benar-benar seorang bijaksana yang pintar
menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu
berkembang. Surat perjanjiannya akan segera
kami susun..." Lam Sek-hai bilang "kami" artinya ya hanya
dia dan Hu Kong-hwe yang akan menyusun
suratnya. Bukan "kita" sebab In Kong-beng tidak
Kota Serigala Jilid 11 23 diikutsertakan. In Kong-beng nantinya tinggal
tanda tangan saja... "Tapi, Hiantit, bagaimana aku harus
memenuhi sumpah yang kuucapkan di depan
para pendekar yang menjadi saksi" Sumpah
untuk membalaskan kematian anakku" Aku
tentu tidak mau ditertawakan oleh para
pendekar, kalau sampai tidak memenuhi
sumpah itu." Lam Sek-hai melotot. "Apa maksudmu,
Paman" Jadi Paman tetap mau membalaskan
dendam In Kui-cu"!"
Dipelototi oleh Lam Sek-hai, In Kong-beng
jadi gugup dan buru-buru berkata, "Oh, tidak,
bukan begitu maksudku, jangan salah paham.


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maksudku, aku butuh empat butir kepala untuk
diperlihatkan kepada saksi-saksi sumpahku
dulu. Empat butir kepala sembarangan orang
sajalah, sebab dulu yang dituduh membunuh
anakku sudah terlanjur Leng-san-su-ok..."
Saking cepatnya bicara karena gugup, In
Kong-beng tersedak dan terbatuk-batuk.
Kota Serigala Jilid 11 24 Sedang Lam Sek-hai mengendor sikapnya
ketika mendengar penjelasan itu. "Itu gampang,
Paman. Penduduk Long-koan ada ribuan, dan
rasanya tak terlalu berpengaruh kalau empat di
antara mereka menyumbangkan batok kepala
untuk memenuhi janji Paman. Akan segera
terpenuhi, jangan kuatir..."
Berulang kali In Kong-beng mengucapkan
terima kasih. Martabat harus dipertahankan.
Martabat, harga diri, muka terang dan lain-lain,
tetapi hanya yang semu, telah menjadi dewadewanya yang harus dijunjung tinggi biarpun
minta korban apa saja... Tiba-tiba dari depan rumah terdengar suara
ribut orang berteriak-teriak dan bertempur.
Mula-mula kedengaran sayup-sayup, tapi makin
lama makin dekat. Bahkan kemudian terdengar
pintu depan digedor-gedor, terdengar suara
keras dan kasar mencaci-maki Lam Sek-hai, Liu
Gin dan In Kong-beng. "Ada apa itu?" In Kong-beng bangkit sambil
mengambil pedangnya. Kota Serigala Jilid 11 25 "Mari kita lihat!" Lam Sek-hai mendahului
melangkah keluar sambil menjinjing pedang
pula. In Kong-beng mengikuti.
Di halaman depan, para pegawai Lam Sekhai sudah siap dengan senjata. Tak ketinggalan
murid-murid Kim-jiok-bun. Suara pertempuran
dan teriakan di jalanan semakin ribut.
"Lam Sek-hai, bangsat munafik! Ayo keluar
dan hadapilah aku!" teriakan seorang lelaki
terdengar di antara gemerincing senjata-senjata
yang beradu. "Siapa bertempur di luar?" tanya Lam Sekhai kepada seorang pegawainya.
Sahut pegawainya, "Seorang lelaki gila
bersenjata tongkat yang sedang hendak
ditangkap para prajurit. Katanya, dia telah
membakar rumahnya sendiri, dan juga rumah
judi milik..." Si pegawai tiba-tiba menghentikan katakatanya, karena sang majikan pernah berpesan,
agar selama rombongan Kim-jiok-bun menjadi
tamu di situ, siapapun dilarang menyebut-
Kota Serigala Jilid 11 26 nyebut soal "rumah judi" atau "rumah madat"
atau "rumah hiburan" segala.
Tapi saat itu Lam Sek-hai nampaknya tidak
terlalu menggubris "kelancangan mulut" sang
pegawai, sehingga pegawai itu merasa lega.
Caci-maki dan tantangan dari luar terdengar
lagi. "Buka pintu!" perintah Lam Sek-hai gagah.
Sebaliknya murid-murid Kim-jiok-bun kaget
mendengarnya. Buru-buru mereka berdesakan
mundur menjauhi pintu. Dua orang pegawai Lam Sek-hai yang
bernyali besar, segera maju untuk mengangkat
palang pintu, dan mementang daun-daun
pintunya... Ma Kong yang seluruh tubuhnya seolah
disiram dengan darah itu, menyerbu masuk
dengan garang. Langkahny sudah tidak tetap,
tapi ketika ia menyapukan tongkat bajanya,
para pegawai Lam Sek-hai serempak
berlompatan mundur dengan jeri.
Kemudian sejumlah serdadu Hu Kong-hwe
menyusul masuk. Seorang perwira berkata
Kota Serigala Jilid 11 27 kepada Lam Sek-hai, "Maafkan kelancangan
kami, Taijin. Kami harus menangkap orang gila
ini!" "Siapa dia?" tanya Lam Sek-hai.
"Dia Kong-ge-hui-ma Ma Kong, salah seorang
jahat dari Leng-san-su-ok. Cong-peng Taijin
tahu bahwa dia pernah membunuh Pangeran In
Kui-cu, maka setelah ditangkap hendak
diserahkan kepada Pangeran In Kong-beng..."
Keruan Ma Kong jadi amat gusar mendengar
percakapan itu. "Keparat! Semua kenyataan
sudah dijungkir-balik untuk keuntungan
komplotan kalian yang busuk! He, para prajurit,
kenapa tidak kalian tangkap Cong-peng Taijin
kalian itu, dialah Liu Gin! Dia hendak
mengorbankan aku untuk mencari muka
kepada si bangsawan tengik itu!"
Si perwira tertawa dan berkata, "Kata Congpeng Taijin, orang ini sudah miring otaknya
karena dihantui dosanya sepuluh tahun yang
lalu. Maka omongan orang sinting tak perlu
digubris!" "Benarkah Hu Cong-peng berkata begitu?"
Kota Serigala Jilid 11 28 "Benar. Memang itu yang beliau katakan."
Lam Sek-hai tersenyum dingin, kalau benar
Hu Kong-hwe bilang begitu, itulah "uluran
persahabatan" yang pantas disambut oleh
pihaknya. Maka diapun membisiki In Kongbeng, "Paman, sebutir kepala sudah tersedia di
hadapan Paman, kelak tinggal mencari yang tiga
butir lagi. Nah, yang sebutir ini Paman atau aku
yang harus memetiknya?"
In Kong-beng menghunus pedangnya,
suaranya gagah dan nyaring agar terdengar oleh
semua orang, "Aku yang akan membunuh dia,
demi kehormatan Kim-jiok-bun dan sakit hati
anakku, demi kebenaran dan keadilan yang
selalu kami junjung tinggi! Terima kasih kepada
Hu Cong-peng yang telah mengirimnya kemari!"
Dan seperti biasanya, murid-murid Kim-jiokbun mulai bersorak-sorak dari tempat yang
aman. "Tumpas kejahatan di seluruh muka bumi!"
"Cuci bersih nama Kim-jiok-bun!"
"Kim-jiok-bun terbukti selalu membela pihak
yang benar!" Kota Serigala Jilid 11 29 Dan sebagainya. "Diam! Penjilat-penjilat tak berguna!" teriak
Ma Kong gusar. "Kalian tidak tahu apa-apa
tentang kematian Pangeran In Kui-cu, kalian
hanya dibohongi mulut busuk Lam Sek-hai!
Kalian..." "Kaulah yang diam, pembunuh!" kali ini In
Kong-beng melompat ke tengah arena yang
dikelilingi obor para serdadu. "Kaulah yang
membunuh anakku, kenapa malah memfitnah
Ti-koan Taijin, seorang hakim dan pendekar
yang selama ini gigih menegakkan keadilan"
Lebih baik siap-siaplah untuk menerima
hukumanmu!" Ma Kong berteriak membantah, namun
suaranya tenggelam oleh sorak-sorai muridmurid Kim-jiok-bun yang berebutan adu keras
menyanjung-nyanjung keluhuran budi In Kongbeng, Lam Sek-hai serta Hu Kong-hwe. Malah
ada yang berteriak paling keras bahwa ketiga
tokoh itulah "tiga serangkai pembela
kebenaran"! Lam Sek-hai tersenyum bangga.
Kota Serigala Jilid 11 30 "Bangsat tua, sebagai ketua sebuah
perguruan, tidak malukah kau ikut-ikutan
menjilat pantatnya Lam Sek-hai?" maki Ma Kong
sengit. "Dibayar berapa kau" Tua bangka, kau
kalah jauh dibandingkan cucu perempuanmu
yang lebih berani mengambil sikap tegas dan
adil! Kau manusia pengecut yang tak berguna!"
Sebenarnya In Kong-beng ingin bertanya
kepada Ma Kong tentang cucunya. Tapi ia
kuatir, makin lama memberi kesempatan Ma
Kong untuk bicara, akan makin terancamlah
"nama baik"nya. Maka dia pun langsung
menyerang dengan pedangnya.
Pertempuran satu lawan satu pun berkobar.
Biarpun sudah luka-luka, Ma Kong tetap
seorang lawan yang kelewat berbahaya. Apalagi
dia dalam keadaan marah, tak menghiraukan
lagi mati hidupnya. Tongkatnya menderu cepat
dan dahsyat, meladeni pedang In Kong-beng.
In Kong-beng agak kaget. Selama ini ia
mengira bahwa kawanan Leng-san-su-ok
sembunyi sepuluh tahun karena takut kepada
ilmu silatnya, yang dikiranya "jauh lebih tinggi".
Kota Serigala Jilid 11 31 Anggapan itu pula yang "dilolohkan" ke dalam
murid-murid Kim-jiok-bun. Tapi setelah
menghadapi Ma Kong beberapa gebrak, segera
terasa betapa tangguhnya tokoh ketiga dari
Leng-san-su-ok itu. In Kong-beng memperhebat gerak pedangnya. Keduanya bertempur di bawah saksi
berpuluh-puluh pasang mata. In Kong-beng
yang sudah tua, masih mampu bergerak lincah
dan gesit mengiringi gerak pedangnya yang
serba cepat dan indah. Dengan jubah putih yang
melambai-lambai megah, sungguh menimbulkan kesan anggun seorang malaikat
suci yang sedang menumpas keangkaramurkaan.
Sebaliknya wujud Ma Kong benar-benar
menggambarkan sang iblis. Rambut awutawutan, mukanya ganas, tubuhnya berlumuran
darah, sepak terjangnya kasar dan penuh
kemarahan. Namun ternyata sang "malaikat" tidak begitu
gampang menaklukkan si "iblis". Berkali-kali
Kota Serigala Jilid 11 32 tangan In Kong-beng merasa tergetar setiap kali
pedangnya membentur tongkat. Sekali dua kali
pedangnya hampir lepas dari tangan, karena
terkait dan tertarik oleh gerigi-gerigi besi yang
memenuhi sepanjang tongkat Ma Kong.
Berulang kali pula jurus-jurus indahnya
berubah menjadi jurus darurat yang tidak
indah, karena terpukul buyar oleh gelombang
serangan Ma Kong yang dahsyat.
Murid-murid Kim-jiok-bun tidak bersoraksorak lagi. Mereka bungkam penuh kecemasan
menyaksikan keadaan "dewa pujaan" mereka
yang nampaknya mengalami kesulitan.
In Kong-beng makin penasaran. Suatu saat ia
menikam ke dada dengan Pek-ho-tok-hi
(bangau putih mematuk ikan).
Ma Kong mengibaskan tongkatnya setinggi
dada, dibarengi dengan kaki yang menyepak ke
selangkangan. In Kong-beng terpaksa menghindar ke samping. "Sungguh ganas iblis itu!" komentar seorang
murid Kim-jiok-bun. "Itulah cara bertempur
Kota Serigala Jilid 11 33 kaum sesat yang tidak mengenal kehormatan
para kesatria!" "Biarpun dalam keadaan tersudut, kita
murid-murid Kim-jiok-bun tidak boleh menggunakan cara tidak sopan itu!"
"Tentu saja. Memangnya kita rela
mempertaruhkan keharuman nama perguruan
kita?" Namun murid-murid Kim-jiok-bun itu sama
sekali tidak mau menyebut-nyebut bahwa
pertarungan itu sudah tidak seimbang pada saat
dimulainya. In Kong-beng masuk arena dalam
keadaan segar bugar, sebaliknya Ma Kong sudah
dalam keadaan luka-luka yang tidak ringan.
Kesatria ya kesatria, tapi mulut tidak boleh
sembarangan berkomentar yang merugikan
citra diri sendiri, begitu ajaran perguruan.
Karena setiap kali harus meneteskan darah
dari luka-lukanya, maka kekuatan Ma Kong juga
makin susut. Tubuhnya makin lemas, matanya


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulai kabur, tangannya semakin berat
memegangi tongkat bajanya. Hanya Kota Serigala Jilid 11 34 kemarahanlah yang menjadi sumber kekuatan
selama ini. Namun Ma Kong makin kacau geraknya. Dan
In Kong-beng lebih sering melakukan serangan
beruntun tak kenal ampun. Luka-luka Ma Kong
bertambah, setiap kali disertai sorak dan tepuk
tangan murid-murid Kim-jiok-bun.
"Iblis itu sudah mendekati saat akhir
hidupnya yang kotor!"
"Akan terbalaslah sakit hati Pangeran In Kuicu!"
"Keadilan selalu menang atas kejahatan!"
Suatu saat, Ma Kong menyerbu ganas
bagaikan seekor babi hutan. In Kong-beng cepat
mundur berputar dan melakukan gerakan Hweliong-kui-tong (naga balik ke gua), pedangnya
membabat ke lambung Ma Kong yang tak
terjaga. Kena. Darah muncrat dari lambung yang
terkuak itu. Tetapi Ma Kong tidak peduli dan
terus mendesak maju. Agak jeri juga In Kongbeng melihat keberingasan lawannya. Ia
melompat jauh-jauh meninggalkan lawannya.
Kota Serigala Jilid 11 35 Ma Kong hendak mengejar, tapi baru
beberapa langkah kekuatannya sudah habis, ia
jatuh tertelungkup. Mulutnya masih memperdengarkan geramnya, "Sungguh penasaran... sungguh penasaran... tidak ada
keadilan..." Lalu putuslah nyawanya. Sanjung puji murid-murid Kim-jiok-bun
menggemuruh hebat. In Kong-beng menyepaknyepak tubuh Ma Kong yang membeku, untuk
menyakinkan bahwa lawannya benar-benar
sudah mati. Setelah itu, ia memerintahkan
murid-muridnya, "Potong kepalanya untuk
dipertontonkan kepada khalayak ramai, bahwa
aku selalu memenuhi sumpahku! Sumpah
kesatria!" Lam Sek-hai memasuki arena mendekati In
Kong-beng, dan berkata, "Aku mengucapkan
selamat kepada Paman, sekarang terbalaslah
sakit hati sahabatku tercinta, Pangeran In Kuicu..."
Kota Serigala Jilid 11 36 Entah kelilipan atau apa, Lam Sek-hai
mengusap-usap matanya. Dan semua yang
melihatnya pun jadi terharu.
**SF** Bhe Poan-liong yang malam itu tengah
berjalan ke hutan di luar kota Long-koan, tentu
saja tidak mengetahui apa yang sudah terjadi di
dalam kota, yang menimpa diri Ma Kong.
Ia tersenyum ketika melihat api unggun
kelap-kelip di tepi hutan. Kesanalah langkahnya
terayun. Namun setelah dekat api unggun dan melihat
apa yang tengah dilakukan Yo Siau-hou dan In
Hiang, Bhe Poan-liong terkejut dan menghentikan langkahnya. Lalu perlahan-lahan
menjauh tanpa suara, dan menjatuhkan diri
duduk di rerumputan. Sambil geleng-geleng
kepala, ia berdesis sendirian, "Dasar anak-anak
muda. Tak sabar menunggu sampai diresmikan
menjadi suami isteri..."
Kota Serigala Jilid 11 37 Apa yang mendorong Yo Siau-hou bergerak
dalam amuk berahi di atas tubuh In Hiang itu
barangkali cuma peregukan dahaga cinta
bercampur balas dendam. Ia tidak lama
menikmati cinta ibunya, dan amat kurang
mendapat perhatian ayahnya yang lebih
memperhatikan arak sambil melamun tentang
harta karun. Sepuluh tahun pula hidup di
sebuah kampung yang seluruh penduduknya
membencinya gara-gara ulah buruk ayahnya.
Sekian lama Yo Siau-hou merasa dirinya
menjadi musuh umat manusia, tak ada yang
memaafkannya. Seperti musafir kehausan di
gurun pasir, dan ketika In Hiang menyodorkan
"seteguk madu" maka diapun melahapnya
dengan rakus, tanpa peduli apapun akibatnya
kelak... Jauh dibawah sadarnya juga ada unsur balas
dendam. Dengan menodai In Hiang, senang
rasanya seperti menempelkan segumpal tahi
kerbau ke muka In Kong-beng, tokoh berlagak
terhormat yang selama ini terus memburunya
tanpa ampun. Selebihnya cuma nafsu, karena Yo
Kota Serigala Jilid 11 38 Siau-hou cuma seorang lelaki, normal, sehat.
Bukan hweshio atau imam. Nyala api unggun bergoyang lembut
bersama rumput ilalang yang gemerisik,
mengiringi gelepar Yo Siau-hou di atas sasaran
dendamnya yang merintih dan menggeliat.
In Hiang meronta tapi tidak benar-benar
ingin bebas. Ada rasa puas bawah sadar kalau
melukai kebanggaannya sendiri, dalam luapan
protes terhadap kakeknya sendiri yang ternyata
berpribadi mengecewakan. Dalam luapan rasa
muaknya terhadap rasa "kehormatan" yang
sudah beribu-ribu kali keluar dari bibir
kakeknya, namun tidak setimpal dalam
tindakan. Karena itu, secara tidak langsung
ditantangnya kedaulatan kakeknya dengan
menyerahkan kehormatannya kepada si
"garong cilik" yang dimusuhi kakeknya.
Badai nafsu mencapai puncaknya, lalu reda.
Kedua insan itupun berpisah kelelahan.
Ketika setitik kesadaran datang ke dalam
jiwanya, Yo Siau-hou kaget sendiri. Ia melompat
duduk dan berkata dengan gemetar, "Hah"
Kota Serigala Jilid 11 39 Kenapa aku sampai berbuat serendah ini" In
Kohnio... aku... aku..."
Ternyata In Hiang malah lebih tenang. Tidak
nampak penyesalannya ketika ia bangkit duduk,
meraih pakaiannya satu persatu dan
mengenakannya kembali. Lalu dirapikannya
rambutnya, dibersihkannya dari beberapa helai
rumput yang menempel. "In Kohnio..." Yo Siau-hou hampir menangis.
"Aku telah berdosa besar kepadamu. Baru saja
ayahku almarhum bebas dari tuduhan
membunuh ayahmu, karena pembunuh
sebenarnya adalah Lam Sek-hai, kini aku telah
melakukan kesalahan besar. In Kohnio, kau
berhak membunuhku sekarang juga..."
"Jangan cengeng, Yo-heng..." sahut In Hiang
tenang. "Kita melakukannya bersama dan tak
ada yang harus disalahkan. Aku tidak menyesal.
Aku puas mematahkan belenggu yang dipasang
kakekku..." "Tapi, In Kohnio, aku lelaki dan sanggup
mempertanggung-jawabkan dengan cara apapun..." Kota Serigala Jilid 11 40 "Yo-heng, begitu fajar menyingsing, pergilah
jauh-jauh dari Long-koan agar tidak dibunuh
oleh kakekku. Sebab setelah fajar, akupun akan
ke kota dan menceritakan kepada kakek soal
ini. Supaya kakek tahu bahwa aku bukan
segumpal lempung yang mau seenaknya saja
dibentuk menurut kemauannya..."
"Ah, jadi Kohnio tadi melakukannya tidak
karena... cinta?" "Lebih berlandas kekecewaan dan pemberontakan," jawab In Hiang terangterangan.
"Semacam... balas dendam tidak langsung
kepada kakekmu sendiri?"
In Hiang tertawa pahit. Tidak menolak, tidak
membenarkan. Lama sekali keduanya bungkam sambil
duduk memeluk lutut. Merenungkan yang baru
saja terjadi. Arus balas dendam dan kekecewaan
bergabung dan menjadi tindakan bersama yang
barangkali akan dicaci-maki tokoh-tokoh
agama. Namun benarkah cuma itu"
Kota Serigala Jilid 11 41 Dua kepala tiba-tiba bergerak serempak, dua
pasang mata saling memandang sekejap. In
Hiang tiba-tiba menunduk dan pipinya
memerah. Yo Siau-hou tercengkam pesona,
tetapi belum berani mendekat, rasa bersalahnya
belum hilang sama sekali. Dua hati tiba-tiba
sama-sama terasa hangat. Bukan cuma nafsu
ternyata, yang melandasi tindakan tadi, tapi
ungkapan perasaan yang terpendam. Bukan
cuma menyatukan raga. Sesuatu yang biasa
ditulis para penyair, tumbuh di hati masingmasing.
"In Kohnio..." Yo Siau-hou memecah
kesunyian. "Hem?" "Kalau sampai aku meninggalkanmu, dan
kau hadapi sendiri kemarahan kakekmu, aku
malu menjadi laki-laki!"
"Jadi?" "Aku akan menghadapi kakekmu dan
mempertanggung-jawabkan..."
"Itu tindakan bunuh diri yang tolol, Yo-heng.
Segala kesalahan akan ditimpakan kepadamu.
Kota Serigala Jilid 11 42 Sama seperti kakek tidak berani menghukum
Lam Sek-hai dan Hu Kong-hwe melainkan
mencari ganti orang lain yang lebih lemah.
Begitu pula ia takkan menghukumku, tapi kau!"
"Tapi kalau kau sampai... sampai hamil, tentu
akan berat sekali akibatnya bagimu, selama
bertahun-tahun mendatang..."
"Aku siap menanggungnya, tapi jangan
sampai kau ikut celaka. Lagipula, ada puasnya
aku melihat tokoh-tokoh munafik itu merasa
malu tetapi hanya disimpan dalam hati karena
kuatir didengar orang lain, dan martabat
mereka merosot. Aku akan puas melihat Lam
Kiong-peng kecewa pada saat malam pertama.
Dia sendiri tukang foya-foya dan tak berhak
menuntut keperawananku..."
"Kohnio, kalau menuruti caramu itu,
tidakkah aku hanya kau anggap sebagai alat
balas dendam" Selain itu, bukankah cara itu
selain menghancurkan orang, juga menghancurkan dirimu sendiri?"
"Biar saja. Biar aku hancur, merekapun akan
hancur dan mendapat malu besar..."
Kota Serigala Jilid 11 43 Suara Yo Siau-hou tiba-tiba meninggi karena
emosinya, "Tapi seandainya perbuatan kita tadi
membuahkan anak, anak itu pasti menjadi duri
di mata kakekmu dan Lam Kiong-peng, anak itu
akan menjadi tumpuan kebencian kakekmu dan
Lam Kiong-peng! Anak itu pasti akan menderita
sekali, biarpun hidup dilindungi kelimpahan
harta!" "Biar saja. Apa pedulimu dengan anak itu?"
Yo Siau-hou tiba-tiba menjadi gusar. "Apa
peduliku" Anak itu anakku! Kalau kau nekad
dengan rencanamu, lebih baik kubunuh kau
sekarang di sini, lalu aku akan menemui
kakekmu untuk menceritakan peristiwa tadi,


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biar dia membunuhku sekali! Biar habis
sekalian! Lebih baik anak itu tidak dilahirkan,
daripada kelak dilahirkan di tengah-tengah
orang-orang yang membencinya, dan mempunyai seorang ibu yang tak peduli akan
nasibnya!" Wajah Yo Siau-hou merah padam, giginya
gemeretak dan matanya membara.
Kota Serigala Jilid 11 44 Melihat sikap Yo Siau-hou itu, tiba-tiba In
Hiang malah merasa menemukan sandaran
hidup yang menyakinkan. Lelaki yang bisa
marah karena menguatirkan nasib calon
anaknya, padahal kalau mau bisa pergi begitu
saja tanpa tanggung jawab. Apakah Lam Kiongpeng, calon suaminya, bisa seperti ini"
Masih ingin menguji sampai dimana
keteguhan Yo Siau-hou, In Hiang bertanya lagi,
"Bagaimana kalau bayi itu kelak digugurkan
saja"!" "Tidak boleh!" suara Yo Siau-hou makin
keras. "Kita yang harus bertanggung jawab,
kenapa anak tak bersalah itu yang harus
dibunuh" Itu pasti ajaran kakekmu yang tidak
segan-segan membunuh orang tak bersalah
untuk melindungi mukanya sendiri! He, kenapa
kau malah tertawa?" "Kalau begitu..." kata In Hiang. "Baik kau
maupun aku tidak usah menginjak Long-koan
lagi. Kita akan menentukan langkah kita
sendiri..." "Maksudmu?" Kota Serigala Jilid 11 45 In Hiang menundukkan mukanya, mempermainkan ujung bajunya dengan ujung
jari-jarinya, dan menjawab lirih. "Kita berdua
pergi ke suatu tempat yang baru, lalu.. kita
besarkan anak-anak kita dalam cinta..."
Dada Yo Siau-hou tiba-tiba serasa meluap
oleh kemesraan, duduknya digeser mendekati
In Hiang untuk memeluk pundaknya. "Nah, itu
baru benar. Kita jauhkan diri dari dendam,
sebab kita bukan budak-budak dendam..."
In Hiang mengangkat mukanya, bibirnya
bersentuhan lembut dengan bibir Yo Siau-hou.
"A-hiang, tidakkah kau menyesal memilihku
yang tidak punya apa-apa dibandingkan Lam
Kiong-peng yang kaya-raya itu?"
"Aku memilih yang lebih mahal dari harta
benda yang lebih sering membawa pertengkaran daripada perdamaian..."
"Tetapi... kalau kawin denganku, kau akan
menjadi menantu seorang perampok..."
In Hiang lebih dalam menyusupkan
kepalanya ke dada Yo Siau-hou yang bidang,
sementara tangannya melingkar erat di pungguKota Serigala Jilid 11
46 "A-hiang, tidakkah kau menyesal memilihku yang
tidak punya apa-apa dibandingkan Lam Kiongpeng yang kaya-raya itu?"
Kota Serigala Jilid 11 47 ng pemuda itu, sambil menjawab, "kawin
dengan klp juga menjadi menantu perampok.."
Yo Siau-hou tertawa perlahan. Lembut
direbahkannya tubuh In Hiang ke atas
rerumputan, lalu dia pun hendak merebahkan
diri... Bhe Poan-liong mengintai dengan gelisah
dari kejauhan, dan ia tambah gelisah. Kalau
harus menunggu sampai selesainya "babak
kedua" barangkali bisa menunggu sampai pagi,
dan kesempatannya untuk bicara dengan Yo
Siau-hou akan semakin tipis. Maka begitu
melihat In Hiang sudah rebah, Bhe Poan-liong
cepat-cepat berjalan mendekati dengan derap
langkah bersuara keras, sambil batuk-batuk
segala. Agak sungkan juga sebenarnya
mengganggu pasangan yang sedang dimabuk
cinta, tapi apa boleh buat...
Yo Siau-hou buru-buru duduk kembali
dengan sikap salah tingkah begitu pula In Hiang.
Mereka merasa malu, jangan-jangan si perwira
gendut ini sudah datang sejak tadi, dan sempat
Kota Serigala Jilid 11 48 memergoki perbuatan mereka yang seperti
suami-isteri itu" Bhe Poan-liong duduk, wajahnya tersenyum
lebar seperti patung Ji-lai-hud. Katanya, "Wah,
rupanya antara Kim-jiok-bun dan Leng-san-suok sudah berdamai, ya?"
Kepala In Hiang makin tunduk, sedangkan Yo
Siau-hou memberanikan diri bertanya, "Cian-bu
sudah datang kemari... sejak kapan?"
Supaya kedua orang muda itu tidak malu,
Bhe Poan-liong berbohong dengan mimik yang
menyakinkan, "Wah, ketat sekali penjagaan di
dalam kota Long-koan. Sejak tengah malam tadi
aku mencari jalan keluar, baru saja aku berhasil
dan langsung kesini..."
Berbareng Yo Siau-hou dan In Hiang
berdesah lega, tanpa merasa telah dibohongi.
"Bagaimana dengan Sam-siok (Paman
ketiga)?" "Dia masih dalam kota, tapi kusuruh diam di
rumah saja. Kurasa tidak berbahaya, sebab
persembunyian kami selama ini cukup aman..."
Kota Serigala Jilid 11 49 Beberapa saat mereka bertiga agak canggung
untuk memulai pembicaraan. Kalau salah satu
melemparkan ranting ke dalam api, yang
lainnya pun melakukan serupa secara otomatis.
Akhirnya Bhe Poan-liong yang mulai lebih
dulu, "Yo-heng, ada sebuah peluang untukmu,
untuk berjasa bagi pemerintah Kekaisaran dan
bagi rakyat..." "Maksud Bhe Cian-bu?"
"Aku sudah menemukan
bukti-bukti kejahatan komplotan Lam Sek-hai dan Hu Konghwe. Mereka secara sengaja telah melanggar
larangan Kaisar untuk berdagang candu dengan
orang Inggris. Tapi mereka melakukannya demi
keuntungan sendiri, dan menghancurkan
kehidupan rakyat di Long-koan..."
Yo Siau-hou dan In Hiang menganggukangguk.
Sedang Bhe Poan-liong melanjutkan, "Karena
itu aku akan bertindak, mumpung saatnya tepat.
Tapi aku kekurangan tenaga. Karena itu, aku
akan mengikut sertakan Sam-siokmu dan Yoheng sendiri, kalau Yo-heng bersedia. Selain
Kota Serigala Jilid 11 50 untuk menebus kesalahan ayah Yo-heng dulu,
pahala saudara Yo bisa diperhitungkan di Pakkhia. Bukan mustahil saudara Yo mendapat
pengangkatan menjadi perwira seperti aku
ini..." Semangat Yo Siau-hou berkobar seketika.
Inilah kesempatan baik mengangkat dirinya,
setelah sekian lama ia merasa arti hidupnya
selalu diabaikan orang lain. Tapi ia baru saja
mengikat janji dengan In Hiang, separoh
hidupnya sudah bukan kepunyaannya lagi.
Maka sebelum menjawab, ia menoleh kepada In
Hiang, "Bagaimana, A-hiang?"
In Hiang balas menatap, rasa cemas tersorot
jelas di matanya, cemas kehilangan. Lalu ia
menatap Bhe Poan-liong, "Apakah... tidak
berbahaya, Bhe Cian-bu?"
"Tidak ada tugas yang tidak berbahaya,
Kiongcu, apalagi yang akan kami hadapi adalah
komplotan yang sudah bertahun-tahun menguasai kota Long-koan. Aku tidak mau
menutup-nutupi, memang berbahaya."
Kota Serigala Jilid 11 51 Kecemasan In Hiang menghebat, dan ia
menoleh kembali kepada Yo Siau-hou yang
sudah jadi "suami"nya.
Yo Siau-hou bertanya, "A-hiang, kau tahu
tidak bagaimana perasaan seorang laki-laki
yang namanya terbenam dalam lumpur
kehinaan, tapi karena warisan orang tuanya?"
In Hiang mengangguk. "Akulah lelaki itu. Ayahku seorang penjahat,
yang mewariskan nama berlumuran lumpur
kepadaku, haruskah nama kotor yang kelak
kuwariskan kepada anak cucuku?"
In Hiang bisa menduga kemana arah
jawaban Yo Siau-hou nanti, ia bisa memaklumi.
Tapi sebagai seorang wanita yang lagi mabuk
cinta, rasa takut kehilangan begitu kuat
menguasai hatinya. "Hou-ko, kau sudah mulai
bicara soal nama baik segala. Apakah kelak juga
akan seperti Lam Sek-hai dan lain-lainnya, yang
tak henti-hentinya berlagak dengan nama baik
penutup kejahatannya?"
"A-hiang, ada bedanya antara kehormatan
sejati, dengan kehormatan yang dibuat-buat
Kota Serigala Jilid 11 52 hanya untuk disombong-sombongkan kepada
khalayak ramai. Nah, kau pikir aku termasuk
golongan yang mana, A-hiang?"
Maka mengertilah A-hiang, agaknya ia tidak
mungkin lagi mencegah Yo Siau-hou.
Kecemasan yang satu belum pergi, muncul
kecemasan lainnya. Mungkinkah Yo Siau-hou
lalu akan bentrok dengan kakeknya"
Bagaimanapun tidak setujunya ia kepada
tindakan kakeknya, tapi kakeknya itulah yang
merawatnya, membesarkannya, sebagai ganti
orang tuanya. "Kalau kau tidak bisa kucegah lagi, kumohon
agar berhati-hati. Dan tentang kakekku,
kumohon kalian maafkan, dia bukan orang
jahat, cuma tertipu dan disesatkan oleh Lam
Sek-hai..." Bhe Poan-liong mengangguk. "Ya, menurut
penyelidikanku, memang In Ongya tidak
sedikitpun terlibat langsung komplotan itu. Aku
hanya kuatir kalau In Ongya dan murid-murid
Kim-jiok-bun berhasil dihasut oleh Lam Sek-hai
untuk melawan kami..."
Kota Serigala Jilid 11 53 "Kalau begitu, biarkan aku kembali ke
gedung Lam Sek-hai untuk memberi peringatan
kepada Kakek. Asalkan aku bersikap pura-pura
baik kepada Lam Sek-hai, keselamatanku
rasanya tidak perlu kalian cemaskan..."
"Kalau Kiongcu mau berusaha menarik
Kakek Kiongcu dari urusan ini, tentu aku
berterima kasih sekali, sebab tugasku jadi
bertambah ringan. Tapi tunggulah sampai fajar
nanti, yang menurut perhitunganku adalah saat
Hu Kong-hwe menarik kembali pasukannya ke
dalam tangsi." "Kenapa begitu?"
"Karena unjuk kekuatan Hu Kong-hwe itu
hanya untuk menggertak Lam Sek-hai agar
tidak mengkhianati persekutuan mereka.
Karena Lam Sek-hai nampaknya, sudah takut,
tantu Hu Kong-hwe akan menyimpan kembali
kekuatannya." "Lalu tugasku bagaimana?" tanya Yo Siauhou.
"Yo-heng dengan surat perintah dari Pakkhia, aku bermaksud menguasai seluruh
Kota Serigala Jilid 11 54 pasukan di Long-koan. Tetapi hal itu takkan bisa
kulakukan selama Hu Kong-hwe masih bercokol
di dalam kota. Dia pasti akan merintangi
tugasku, dengan cara kasar sekalipun. Dia itu
orangnya nekad, sehingga Lam Sek-hai pun
takut kepadanya. Dia harus dipancing keluar
dari Long-koan, terpisah dari pasukannya, nah,
itulah tugas Yo-heng..."
Keruan In Hiang yang kaget mendengar


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekasihnya mendapat tugas yang begitu
berbahaya. Hu Kong-hwe adalah Liu Gin, orang
kedua dalam Leng-san-su-ok yang ilmu silatnya
tinggi. Hampir saja ia mencegah Yo Siau-hou
menerima tugas itu. Namun ia masih kalah cepat dari Yo Siau-hou
yang menjawab tanpa gentar, "Baik. Kapan?"
"Tengah hari ini aku bertindak. Kalau perlu
Ma Lo-sam akan aku suruh mendampingimu,
jadi tidak terlalu berbahaya kau hadapi Hu
Kong-hwe..." Waktu berbicara seperti itu, Bhe Poan-liong
belum tahu nasib apa yang telah menimpa Ma
Kong. Kota Serigala Jilid 11 55 Sementara In Hiang telah menyambut
dengan agak lega, "Nah, itu lebih bagus. Jadi
Hou-ko tidak harus menghadapi Hu Kong-hwe
sendirian..." Namun kelegaan In Hiang sirna, ketika
melihat Yo Siau-hou bangkit, mengepalkan
tinjunya sambil berjalan hilir mudik. Katanya,
"Tidak. Aku minta diberi kesempatan untuk
menghadapi Hu Kong-hwe seorang diri!"
"Hou-ko..." In Hiang kaget.
Bhe Poan-liong pun berkata, "Yo-heng,
memang aku mengharap bantuanmu. Tapi aku
tidak minta kau bersikap gagah-gagahan,
apalagi cenderung bunuh diri seperti itu.
Bukannya aku menghinamu, tapi aku nilai terus
terang bahwa ilmu silatmu belum sebanding
dengan Paman Keduamu itu!"
"Tetapi Hu Kong-hwe yang membunuh
ayahku, membunuh pula Toa-siok Lou Kim. Aku
harus membela ayah dan Toa-siok dengan
tanganku sendiri. Ini kewajiban!"
"Tetapi..." Kota Serigala Jilid 11 56 "Kalian percayalah kepadaku, aku tidak
sedang bunuh diri. Biarpun ilmu silatku lebih
rendah, tapi aku sudah merencanakan suatu
cara untuk mengalahkannya. Asalkan berhasil
kupancing dia memasuki hutan ini, maka semua
pohon di hutan ini akan bertempur di
pihakku..." Bhe Poan-liong dan In Hiang saling
berpandangan dengan keheranan, tidak paham
arti sebenarnya dari kata-kata Yo Siau-hou itu.
Sedangkan Yo Siau-hou cuma tersenyumsenyum saja.
Ayam hutan terdengar berkokok untuk
ketiga kalinya. Tanda fajar sebentar lagi tiba.
Bhe Poan-liong lalu berdiri dari duduknya
dan berkata, "In Kiongcu, kalau kau mau
kembali ke Long-koan untuk membujuk
kakekmu, marilah kita berjalan bersama-sama
sampai ke batas kota..."
In Hiang juga bangkit, namun ragu-ragu
melangkah meninggalkan Yo Siau-hou. Sepasang kakinya seolah lengket di tanah.
Kenangan indah semalam bercampur gambaran
Kota Serigala Jilid 11 57 menakutkan tentang kekasihnya yang melawan
Hu Kong-hwe seorang diri, membuat dia benarbenar merasa berat.
Tapi Yo Siau-hou tersenyum mantap sekali
dan membesarkan hatinya, "Pergilah bersama
Bhe Cian-bu, A-hiang. Jangan cemas. Hutan
adalah sahabatku, dan sahabatku akan membela
aku!" "Hati-hatilah..."
"Jelas. Aku tidak sedang bunuh diri. Aku akan
menyongsong fajar berikutnya sebagai fajar
kemenangan kita bertiga..." Yo Siau-hou berkata
sambil mengedipkan matanya.
Bhe Poan-liong dengan bijaksana pura-pura
tidak melihat kedipan mata yang mesra itu. Ia
cukup tahu diri, bahwa dirinya tidak termasuk
dalam "kita bertiga" tadi, melainkan si calon
bayi yang sudah ada di dalam rahim In Hiang.
Bukannya sengaja ia mengintip atau menguping
percakapan sepasang asyik-masyuk itu semalam, melainkan sang angin yang
mengantarkan percakapan itu ke kupingnya.
Apa boleh buat. Kota Serigala Jilid 11 58 Setelah In Hiang dan Bhe Poan-liong pergi,
Yo Siau-hou sempat beristirahat sejenak. Letih
juga tubuhnya akibat permainan cinta semalam
dengan In Hiang. Ia baru terbangun setelah
cahaya fajar menyorot tepat ke mukanya.
Cepat ia bangkit, lalu menyegarkan tubuhnya
di sebuah kolam kecil tidak jauh dari tepi hutan.
Setelah itu, dia mulai berjalan keliling hutan,
memilih tempat-tempat yang akan "membantunya" dalam melawan Hu Kong-hwe
nanti. Ia kenal betul sifat-sifat hutan dan
pepohonannya, sebab ia pernah hidup sepuluh
tahun sebagai pencari kayu di hutan. Ia
memeriksa tempat demi tempatl, seperti
jenderal memeriksa kesiapan pasukannya
sebelum berangkat perang. Setiap kali
bertambah tebal keyakinannya untuk memenangkan pertarungan. Kemudian digarapnya tempat-tempat itu,
dan diingatnya baik-baik setiap tempat yang
sudah ditanganinya, sambil memperhitungkan
setiap tindakannya nanti. Ia puas.
Kota Serigala Jilid 11 59 Dan masih ada sedikit waktu sebelum tengah
hari tiba. Dia pun istirahat lagi sejenak. Ketika
matahari hampir sampai ke puncak, ia
melangkah mantap memasuki kota Long-koan.
**SF** Benar juga perhitungan Bhe Poan-liong.
Tengah hari itu, jalan-jalan di Long-koan sudah
sepi dari prajurit-prajurit, kehidupan penduduknya nampak berjalan seperti biasa.
Hu Kong-hwe duduk nyaman di tangsinya.
Lam Sek-hai sudah berhasil digertak sungguh
tidak berkutik, Ma Kong sudah mampus, dan
peta harta karunnya sudah lengkap. Untuk itu
semua, Hu Kong-hwe sudah boleh merasa agak
lega. Memang ada beberapa urusan yang belum
terjawab. Misalnya, siapakah si "jembel kecil"
yang pernah dikejarnya sampai ke tempat
pembuangan sampah itu" Ilmunya tidak
sembarangan, terbukti larinya tidak terkejar Hu
Kong-hwe dengan mudah. Siapa pula si
"penganyam tikar gemuk" yang oleh The Hui
dilaporkan serumah dengan Ma Kong itu"
Kota Serigala Jilid 11 60 Namun yang penting, kedudukannya di
Long-koan sudah semakin kokoh, biarpun
Pangeran In Kong-beng sudah tahu siapa
dirinya, tapi pasti takkan berani menindaknya
biarpun sudah sampai ke Pak-khia. Dan soalsoal yang belum terjawab itu, diharapkannya
akan segera muncul jawabannya.
Siang itu hawanya panas. Hu Kong-hwe
tengah duduk kegerahan di dalam tangsinya.
Tiba-tiba seorang serdadu datang menghadap, "Lapor, Cong-peng."
"Ada apa?" "Seorang gelandangan berusaha mengambil
dan membawa pergi batok kepala penjahat Ma
Kong yang kita pancangkan di perempatan
jalan!" "Bagus!" Hu Kong-hwe melompat menyambar tombaknya. "Umpan yang kupasang mulai disambar ikan!"
Lalu dengan langkah lebar, ia berjalan keluar
tangsi dan langsung menuju ke perempatan
jalan, dimana batok kepala Ma Kong
dipancangkan di atas sebatang bambu untuk
Kota Serigala Jilid 11 61 coba memancing keluar pihak-pihak yang
belum muncul. Dan kini ia gembira mendengar
munculnya si pemuda gelandangan.
Di perempatan jalan, dilihatnya si pemuda
gelandangan tengah bertempur melawan
belasan serdadu yang menjaga batok kepala Ma
Kong. Beberapa serdadu sudah roboh.
Yo Siau-hou bersenjata sebuah toya panjang
yang direbutnya dari seorang serdadu. Tapi
caranya memegang toya hanya dengan sebelah
tangan, seperti memegang tongkat pendek.
Sebelah tangannya yang lain menjinjing batok
kepala Ma Kong pada rambutnya. Bambu
panjang tempatnya menggantung kepala itu
nampak sudah roboh. Melihat cara bertempur Yo Siau-hou, mau
tidak mau Hu Kong-hwe kagum juga. Cara
bertempur itu seperti ngawur, tidak menunjukkan aliran silat tertentu, tetapi
nyatanya hebat sekali. Jarang terlihat gaya
bertahan atau membela diri, namun banyak
menyerang dan menyerang terus. Para serdadu
selalu saja kalah cepat. Tiap sebentar ada
Kota Serigala Jilid 11 62 serdadu yang menjerit karena jidatnya benjol,
atau betisnya tersabet lumpuh, atau lengannya
kena gebuk sehingga tak bisa diangkat lagi, dan
sebagainya. Terus begitu.
Pikir Hu Kong-hwe, "Harus kutangkap dia,
untuk kukorek keterangannya agar aku tahu
pihak mana lagi yang masih bergerak di bawah
tanah di kota Long-koan...."
Maka Hu Kong-hwe pun menjinjing
tombaknya ke tengah arena sambil membentak,
"Minggir semua! Biar aku sendiri yang
menangkapnya!" Begitu melihat munculnya Hu Kong-hwe, Yo
Siau-hou memutar toyanya dengan dahsyat,
memaksa para pengeroyoknya berlompatan
mundur atau roboh benjol-benjol. Lalu Yo Siauhou berbalik dan melarikan diri ke luar kota.
"Kejar!" sambil memerintah, Hu Kong-hwe
sendiripun mengayun langkah untuk mengejar.
(Bersambung ke jilid 12) Kota Serigala Jilid 11 63 Bantargebang, 03 Juni 2018, 13:48
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 11 64 Kota Serigala Jilid 12 1 Kota Serigala Jilid 12 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XII Urusan jurus dan teori silat, memang Yo


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau-hou bukan tandingan Hu Kong-hwe. Tapi
dalam urusan lari, tidak percuma sepasang kaki
Yo Siau-hou tergembleng lereng-lereng terjal di
dekat tempat tinggalnya dulu, selama sepuluh
tahun. Maka begitu ia kerahkan kekuatan
sepasang kakinya, iapun melesat jauh ke depan
sehingga para prajurit jadi tertinggal jauh.
Namun tidak demikian dengan Hu Konghwe. Panglima itupun meluncur meninggalkan
anakbuahnya. Kejar-mengejar di siang hari
bolongpun terjadi di jalanan kota Long-koan,
mengulangi "lomba lari" yang dulu.
Yo Siau-hou sempat menoleh sekali ke
belakang, tapi tidak kaget lagi melihat
kecepatan Hu Kong-hwe, karena dulupun ia
Kota Serigala Jilid 12 2 sudah pernah dikejarnya. Kini ia sudah
memperhitungkan, kalau kejar-mengejar berlangsung tanpa rintangan bagi kedua pihak,
maka sebelum sampai ke hutan, dirinya akan
terkejar, dan itu berarti kematianlah bagiannya.
Memang, dengan pengerahan ilmu meringankan tubuhnya, sedikit demi sedikit Hu
Kong-hwe dapat memperkecil jarak.
Namun bukan Yo Siau-hou kalau kehabisan
akal. Ketika melewati beberapa ekor kuda yang
ditambatkan di pinggir jalan, dia memanfaatkan
toyanya. Tanpa mengurangi kecepatan larinya,
ia gebuki pantat binatang-binatang itu sehingga
semuanya melonjak-lonjak kesakitan dan
meringkik-ringkik ke tengah jalan, merintangi
larinya Hu Kong-hwe, sementara Yo Siau-hou
lari terus. Dengan perasaan tidak sabar, Hu Kong-hwe
harus lebih dulu menghindari kuda-kuda yang
berjingkrak-jingkrak tak keruan itu. Akhirnya
ketika berhasil melewatinya, jaraknya dengan
Yo Siau-hou sudah menjauh kembali. Sekilas
tiimbul pikirannya untuk menggunakan salah
Kota Serigala Jilid 12 3 satu kuda untuk mengejar. Namun kuda-kuda
itu tengah melonjak-lonjak seperti gila, untuk
menenangkannya tentu butuh waktu lagi.
Terpaksa ia batalkan niatnya itu, dan mengejar
Yo Siau-hou dengan gigih. Ia percaya, dengan
ilmu meringankan tubuhnya yang hebat, pasti
akan berhasil disusulnya si "jembel cilik"
biarpun harus sampai keluar kota.
Di pinggir jalan, berdesakan tak kentara di
antara penduduk kota, Bhe Poan-liong
menyaksikan semuanya itu. Mula-mula ia
merasa cemas akan keselamatan Yo Siau-hou,
namun melihat bagaimana akal Yo Siau-hou
dalam menghambat larinya Hu Kong-hwe, Bhe
Poan-liong agak lega, "Bocah itu punya otak.
Kalau begitu, ucapannya tadi pagi yang yakin
akan mengalahkan Hu Kong-hwe, rasanya ada
alasannya. Ah, seandainya tidak ada tugas lain
di pundakku, ingin rasanya aku menyaksikan
bagaimana akalnya hendak mengalahkan Hu
Kong-hwe yang ilmunya lebih tinggi..."
Biasanya, kalau berkeliaran siang hari di
Long-koan, Bhe Poan-liong membawa segulung
Kota Serigala Jilid 12 4 tikar sebagai pelengkap penyamarannya,
biarpun tikarnya tidak laku karena anyamannya
ceroboh dan tidak rapi. Tapi setelah tahu rumah
sewaannya terbakar habis dan Ma Kong
terbunuh, Bhe Poan-liong tahu penyamarannya
takkan berguna lagi. Dalam tahap rencananya siang itu, lagipula,
tidak butuh penyamaran lagi. Setelah
memperhitungkan Hu Kong-hwe sudah sampai
keluar kota karena terpancing Yo Siau-hou,
maka Bhe Poan-liong dengan langkah lurus dan
pasti mendekati pintu gerbang tangsi.
Serdadu-serdadu penjaga heran melihat
kedatangannya. Begitu dekat, Bhe Poan-liong mengeluarkan
kim-pai (lencana emas) yang diangkatnya
tinggi-tinggi sambil berkata berwibawa, "Kalian
kenal tanda ini tidak?"
Para serdadu terpengaruh, dan Bhe Poanliong berkata terus, "Aku Bhe Poan-liong,
perwira berpangkat Cian-bu dari pasukan
dalam tugas-tugas rahasia membawa perintah
Kota Serigala Jilid 12 5 Sri Baginda To-kuang sendiri agar mengambil
alih pimpinan pasukan di Long-koan!"
Para serdadu memang kenal lencana itu,
namun mereka tidak berani mengambil
keputusan sendiri. Kata komandan jaga, "Harap
Bhe Cian-bu maafkan. Karena Hu Cong-peng
sedang pergi mengejar penjahat, kami tidak
berani berbuat lain diluar perintahnya..."
Bhe Poan-liong tertawa dingin, "Tugasku
justru untuk menangkap Hu Kong-hwe yang
telah terbukti kejahatannya. Setiap prajurit di
Long-koan yang menentang tugas dari Kaisar,
bisa dituduh anggota komplotan jahatnya. Yang
membantu pelaksanaan tugasku, berjasa
kepada kekaisaran!" Para serdadu saling pandang dengan
kebingungan. Tapi nampaknya tidak ada yang
berani ambil resiko menantang pembawa
perintah Kaisar ini. Dengan langkah meyakinkan, Bhe Poan-liong
melangkah masuk ke tangsi, dan memberi
perintah, "Panggil semua perwira berpangkat
Pacong ke atas. Dalam waktu sesulutan hio
Kota Serigala Jilid 12 6 haruslah sudah berkumpul semua di ruang
komando. Yang membangkang, langsung
tangkap. Mulai detik ini, seluruh prajurit di
Long-koan tidak dibenarkan menerima perintah
lain kecuali perintahku. Jalankan!"
Setengah takut setengah bingung, para
prajurit di tangsi itu menjalankan perintah.
Sementara menunggu di ruang komando
yang biasanya ditempati Hu Kong-hwe, Bhe
Poan-liong melepas pakaian dekilnya, dan
mengganti dengan pakaian resminya yang
terbungkus dalam buntalannya. Sekejap
kemudian, ia sudah salin rupa, dan dengan
gagah duduk menunggu di kursi besar berlapis
kulit macan tutul. Dalam waktu tidak lama, semua perwira
Long-koan berpangkat Pa-cong ke atas sudah
berkumpul di ruangan itu. Mereka tidak kenal
Bhe Poan-liong, namun kenal Kim-pai yang
dibawanya. Lebih-lebih lagi kenal cap
kekaisaran yang tertera di surat penugasan Bhe
Poan-liong, yang digelar untuk ditunjukkan
kepada semua perwira. Maka, meskipun di
Kota Serigala Jilid 12 7 antara perwira itu ada yang pangkatnya lebih
tinggi dari Bhe Poan-liong, mau tidak mau harus
tunduk juga. Bhe Poan-liong mulai bicara, "Saudarasaudara, kuperkenalkan dulu namaku Bhe Koan,
tapi lebih sering dipanggil Bhe Poan-liong.
Berpangkat Cian-bu dari pasukan Hui-eng-kun
yang langsung dibawah perintah Kaisar. Sudah
belasan hari aku menyamar di kota ini,
menyelidiki kejahatan Hu Kong-hwe dan Lam
Sek-hai, dan terbukti mereka menyelundupkan
candu dari Bandar Kanton demi keuntungan
mereka sendiri. Karena itulah, pimpinan di
Long-koan aku ambil alih untuk sementara
waktu. Paham?" "Paham!" sahut para perwira serempak. Tapi
beberapa perwira yang selama ini "kecipratan
rejeki candu" jadi berkeringat dingin. Mereka
diam-diam berdoa, mudah-mudahan kelak yang
ditangkap cukup pentolan-pentolan saja, Hu
Kong-hwe dan Lam Sek-hai.
Kota Serigala Jilid 12 8 "Selama pimpinan aku pegang, yang berani
menjalankan perintah orang lain tanpa
persetujuanku akan dihukum berat. Mengerti?"
"Mengerti!" lagi-lagi suara para perwira
bagaikan paduan suara di ruangan itu.
"Sekarang, silakan saudara-saudara kembali
ke pasukan masing-masing dan kuasailah
secara tertib. Khusus untuk pasukan dari tangsi
pusat ini, harap segera menyiapkan diri!"
Setelah memberi hormat, para perwira pun
bubar. Hanya komandan tangsi pusat yang
kemudian menyiapkan pasukannya yang
berjumlah dua ratus orang.
Bhe Poan-liong kemudian membawa
pasukan itu ke rumah Lam Sek-hai.
Di rumah Lam Sek-hai, In Hiang sudah
pulang setelah menghilang sehari semalam.
Begitu pulang, gadis itu langsung berbicara
lama sekali dengan kakeknya di sebuah ruangan
tertutup. Lam Sek-hai ingin sekali menguping
apa yang mereka bicarakan, tetapi tidak dapat,
sebab di sekitar ruangan itu banyak murid-
Kota Serigala Jilid 12 9 murid Kim-jiok-bun yang sedang duduk-duduk
atau latihan silat. Kemudian seorang pegawai melaporkan
kepada Lam Sek-hai tentang kedatangan
sepasukan tentara yang pemimpinnya ingin
menemuinya. "Apakah pemimpinnya Hu Cong-peng?"
tanya Lam Sek-hai. "Bukan, Taijin, tapi seorang perwira
bertubuh gemuk yang belum pernah kita
kenal..." Dengan rasa penuh tanda tanya, Lam Sek-hai
menyambut keluar. Tapi ia tidak merasa curiga
lagi, sebab antara dirinya dan Hu Kong-hwe
sudah tercapai kesepakatan baru untuk tidak
saling menyikut lagi, namun melanjutkan
"usaha bersama". Bahkan "kongsi" mereka
sudah tambah satu, Pangeran In Kong-beng
yang sudah tahu rahasia mereka namun berjanji
akan tutup mulut asal dibantu membayari
hutangnya... Ketika melihat Bhe Poan-liong, Lam Sek-hai
bersikap angkuh, sebab mengira Bhe Poan-liong
Kota Serigala Jilid 12 10 hanyalah bawahan Hu Kong-hwe. Tetapi ia
kaget sekali ketika mendengar Bhe Poan-liong
berkata, "Lam Sek-hai, aku membawa Titah
Kaisar untuk menangkapmu!"
"Apa... apa kau bilang?"
"Kau akan kutangkap dan kubawa ke Pakkhia untuk diadili!"
"Kenapa" Aku selama ini bekerja dengan
baik, memajukan kesejahteraan..."
"Kau menyelundupkan candu dari Kanton.
Ketahuilah, komplotan indukmu di Kanton
sudah terbongkar oleh Lin Taijin (pembesar
Lin), dan salah seorang yang ditangkap itu
mengaku ada hubungan denganmu. Juga
menyebut nama Hu Kong-hwe. Kalian telah
melanggar perintah Kaisar dengan sengaja!"
Muka Lam Sek-hai menjadi pucat, sesaat ia
bungkam. Sungguh kejutan yang tak menyenangkan, selagi hubungannya dengan Hu
Kong-hwe baru saja membaik, telah datang
ancaman dari arah lain. Bahkan ancaman yang
hebat sekali. Kota Serigala Jilid 12 11 Sementara Bhe Poan-liong terus membeberkan kesalahannya, "Kecuali itu
sepuluh tahun yang lalu kau telah membunuh
Pangeran In Kui-cu, seorang bangsawan. Lalu
kau kambing hitamkan Leng-san-su-ok sehingga


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau sendiri bebas dari tuduhan. Tetapi semua
kebusukanmu sudah terbongkar semua!"
"Bohong! Semua itu tidak ada buktinya! Aku
pasti sedang difitnah oleh orang yang iri akan
kecemerlanganku sebagai hakim yang berhasil
menjalankan tugas, sehingga dihormati penduduk Long-koan."
"Lam Sek-hai, kelak di depan Hengpo Siangsi
kau boleh berdalih sampai tenggorokanmu
jebol. Tapi sekarang tugasku adalah membawamu ke Pak-khia!"
"Tidak! Aku penasaran! Hu Cong-peng bisa
menjadi saksi bahwa aku tidak bersalah.
Temukan lebih dulu aku dengan dia!" dalam
keadaan terjepit, Lam Sek-hai coba mengulur
waktu untuk mendapatkan bantuan sekutunya
itu. Kota Serigala Jilid 12 12 Bhe Poan-liong tertawa, "Jangan kau pikir Hu
Kong-hwe bisa menolongmu. Dia sendiripun
menghadapi tuduhan berat, hampir seberat
tuduhan terhadapmu. Jangan kau kira aku tidak
tahu bahwa dialah Liu Gin, penjahat Leng-sansu-ok yang telah sekian lama menipu
pemerintah pusat dengan identitas palsunya!"
Lam Sek-hai semakin gugup. Ia benar-benar
tidak siap menghadapi urusan ini.
"Siapa yang menuduhku di Kanton?"
"Pokoknya ada. Dan sekarang mungkin dia
sudah mampus di bawah golok algojo!"
"Aku tidak terima dituduh begitu saja! Aku
harus pergi ke Kanton untuk mencari siapa
yang telah memfitnahku sekeji itu!"
"He-he-he, Lam Sek-hai, aku bisa menebak
maksudmu. Di Kanton tentu kau mengharapkan
pertolongan dari teman-temanmu, para
penyelundup Inggris itu bukan" Ketahuilah,
kantor dagang yang mereka jadikan kedok
perdagangan candu itu sudah ditutup oleh
pemerintah kita, mereka sudah diusir dari
Kanton, karena Lin Taijin sudah menemukan
Kota Serigala Jilid 12 13 bukti 20.000 peti candu yang disembunyikan di
Pulau Liu-tin! Pemerintah Inggris pun secara
resmi menyatakan tidak ambil pusing nasib
warganya yang berbuat jahat meracuni rakyat
itu. Kau takkan menemui nasib lebih baik di
Kanton, Lam Sek-hai..."
Lam Sek-hai benar-benar merasa tersudut.
Bibirnya bergerak-gerak, tapi tak mengeluarkan
suara apa-apa. Hatinya kecut bukan main
membayangkan betapa beratnya ancaman bagi
pelanggar larangan Kaisar To-kuang itu...
Waktu itulah mendadak dari ruangan dalam
terdengar suara langkah banyak orang. Lalu
muncullah Pangeran In Kong-beng, diiringi In
Hiang dan murid-murid Kim-jiok-bun.
Bhe Poan-liong cepat bersikap hormat,
"Selamat bertemu, Ongya. Tentunya In Kiongcu
sudah menjelaskan kepada Ongya tentang
diriku bukan?" Berbarengan dengan itu, Lam Sek-hai juga
berseru, "Paman, aku sedang difitnah, dituduh
menyelundupkan candu dan membunuh
Kota Serigala Jilid 12 14 saudara In Kui-cu sepuluh tahun yang llau.
Kedua tuduhan itu tidak benar..."
Rupanya Lam Sek-hai mengharap In Kongbeng mau membelanya, sebab bangsawan tua
itu punya banyak kenalan berpengaruh di Pakkhia. Soal biaya yang harus dikeluarkan, Lam
Sek-hai mau mengeluarkan berapa saja asal
batang lehernya bisa diselamatkan.
In Kong-beng memang sudah diberi
penjelasan oleh In Hiang, tapi masih ragu-ragu
menentukan sikap. Kepentingannya sendiri
tersangkut dalam urusan itu. Kalau sampai Lam
Sek-hai dihukum, siapa lagi yang mau menolong
melunasi hutangnya yang membukit itu"
Melihat In Kong-beng masih bimbang, Lam
Sek-hai mendesak, "Bicaralah Paman. Paman
tahu sendiri bagaimana eratnya persahabatanku dengan saudara In, mana
mungkin aku tega membunuhnya" Kalau aku
sampai diseret ke mahkamah, haruskah
kubeberkan peristiwa yang sesungguhnya yang
menyebabkan kematian saudara In" Tentu
kurang baik bagi kehormatan Paman, bukan?"
Kota Serigala Jilid 12 15 Begitulah, kelihatannya memohon tapi juga
mengandung ancaman. Lam Sek-hai sudah tahu
kelemahan In Kong-beng ialah dalam soal
menjaga "nama baik", maka pada kelemahan
itulah ia menodong... Tapi In Kong-beng masih nampak bingung,
seolah-olah dari tidur yang begitu pulas lalu
mendadak dibangunkan dengan siraman air.
Maka Lam Sek-hai pun "menyiram" lebih keras
lagi, "Kita hampir menjadi keluarga, Paman.
Keluarga yang bisa saling membantu dalam
kesulitan masing-masing. Kalau sampai aku
dijatuhkan dengan fitnah, bagaimana lagi aku
bisa membantu Paman?"
Bhe Poan-liong diam-diam mulai mendongkol melihat Lam Sek-hai begitu
terang-terangan menekan Pangeran In Kongbeng. Namun ia tidak mau bicara sendiri, hanya
tatapan matanya ditujukan kepada In Hiang
yang berdiri di samping kakeknya.
In Hiang paham apa artinya, maka diapun
berkata kepada kakeknya, "Kakek bukankah
kita harus menjaga nama baik Kim-jiok-bun
Kota Serigala Jilid 12 16 sebagai pembela kebenaran dan keadilan"
Untuk membela kebenaran dan keadilan, kita
tidak boleh gentar terhadap siapapun, tidak
boleh berat sebelah dalam memandang
keluarga sendiri sekalipun..."
Begitulah, Lam Sek-hai menodong dibagian
"nama baik", begitu pula In Hiang menyentuh
bagian yang sama. Tapi dengan tujuan yang
berlawanan... Dan murid-murid Kim-jiok-bun yang
sebetulnya kurang paham persoalannya,
langsung latah menyambut kata-kata In Hiang
itu. "Benar! Benar! Kita adalah pembela-pembela
keadilan yang tidak pandang bulu!"
"Selama ini kita terus mencari untuk
menumpas Leng-san-su-ok demi kesejahteraan
umat manusia!" "Panji-panji suci Kim-jiok-bun kita akan
selalu..." "Diam!!!" tiba-tiba In Kong-beng membentak
menggeledek, sehingga murid-murid Kim-jiokbun langsung bungkam semuanya. TerlongongKota Serigala Jilid 12
17 longong mereka sambil menoleh satu sama lain.
Heran, apakah ada kata-kata yang keliru"
Padahal setiap murid berlomba-lomba dalam
menciptakan kata-kata yang indah menggetarkan, kenapa kali ini guru mereka
agaknya tidak berkenan"
In Kong-beng memang sedang bingung dan
ingin meluapkan kemarahan. Tapi mau marah
kepada Lam Sek-hai belum berani, mau marah
kepada Bhe Poan-liong juga tidak berani,
beraninya ya kepada murid-muridnya sendiri
itulah. Belum cukup dengan membentak saja
Pangeran In Kong-beng berdiri dan tiba-tiba
menampar salah seorang murid yang berdiri
paling dekat dengan kursinya. Padahal murid
tadi tidak ikut berteriak karena sedang sakit
gigi. "Kalian benar-benar tidak tahu urusan! Ada
orang sedang memikirkan urusan penting
malah kalian berkaok-kaok seperti kesurupan!"
In Hiang diam-diam kasihan kepada murid
yang kena tampar itu. Kota Serigala Jilid 12 18 Kemudian In Kong-beng duduk kembali dan
berkata kepada Bhe Poan-liong, "Saudara Bhe,
soal ini rasanya tidak boleh diselesaikan dengan
gegabah. Tuduhan terhadap Ti-koan Taijin ini..."
"Maaf, Ongya. Selama Lam Sek-hai belum
dapat membuktikan dirinya tidak bersalah,
sebutan Ti-koan Taijin jangan dipakai dulu..."
Wajah In Kong-beng memerah sejenak, agak
kehilangan muka karena Bhe Poan-liong berani
mencegat kata-katanya. Namun ia terpaksa
mengalah dalam soal sebutan itu, "... soal Lam
Hiantit ini, sebaiknya kubicarakan lebih dulu
dengan beberapa kenalanku, pejabat-pejabat
tinggi di Pak-khia. Jangan sampai dia sebagai
hakim yang sudah banyak pengabdiannya lalu
digusur begitu saja sebagai pesakitan.
Bagaimana malunya dia terhadap penduduk
Long-koan nanti..." "Kalau begitu kemauan Ongya, baiklah.
Akupun akan segera laporan kepada Kaisar,
bahwa Ongya bersedia menempatkan diri
sebagai pembela Lam Sek-hai. Tentunya Ongya
Kota Serigala Jilid 12 19 juga siap membelanya di hadapan mahkamah
yang akan dibentuk oleh Kaisar..."
Wajah In Kong-beng kontan pucat
mendengarnya. Membela Lam Sek-hai di depan
mahkamah kerajaan" Itu bukan cuma
mempertaruhkan hartanya, tapi juga mempertaruhkan batang lehernya!
Sambil tertawa cengengesan yang nampak
dipaksakan, In Kong-beng cepat-cepat berkata,
"Bhe Cian-bu jangan kelewat jauh menafsirkan
omonganku tadi. Aku kan hanya bilang jangan
buru-buru menuduh Lam Hiantit, eh, siapa tahu
ada kekeliruan dalam tuduhan itu. Aku
bukannya mau terjun langsung dalam perkara
ini..." "Terima kasih Ongya sudi menyumbangkan
pikiran, mahkamah tentu akan berterima kasih
sekali. Mahkamah akan bekerja sebaik-baiknya
dalam perkara ini tanpa campur tangan pihak
lain. Terlalu banyak orang luar ikut campur
malah meruwetkan persoalan..."
Begitulah, Bhe Poan-liong berhasil "mengeluarkan" In Kong-beng dari "lapangan
Kota Serigala Jilid 12 20 permainan" sehingga Lam Sek-hai jadi
sendirian. Keruan Lam Sek-hai jadi panik, "Paman!
Apakah Paman benar-benar rela kalau nama
saudara In Kui-cu yang sudah meninggal itu
tercemar" Bicaralah untukku, Paman, aku yakin
Paman punya pengaruh di Pak-khia yang bisa
menolong!" Sebelum In Kong-beng menjawab, Bhe Poanliong sudah lebih dulu membentak, "Lam Sekhai, bersikaplah jantan dan pikul akibat
kesalahanmu sendiri! Jangan menyeret-nyeret
orang lain! Apalagi ternyata kau sendirilah yang
membunuh Pangeran In Kui-cu!"
Dan kepada serdadu-serdadunya, Bhe Poanliong memerintahkan, "Bawa dia!"
Dua serdadu maju untuk menangkap lengan
Lam Sek-hai dari kiri kanan. Namun Lam Sekhai tiba-tiba berteriak kalap. Tinjunya melayang
cepat, meremukkan hidung seorang serdadu,
dan kakinya menghajar selangkangan serdadu


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang satunya lagi. Kedua serdadu itu seketika
roboh terkapar, tak berkutik.
Kota Serigala Jilid 12 21 Dua serdadu maju untuk menangkap lengan Lam
Sek-hai dari kiri kanan. Namun Lam Sek-hai tibatiba berteriak kalap
Kota Serigala Jilid 12 22 Habis itu, ia melompat dan merebut pedang
dari seorang murid Kim-jiok-bun yang terdekat
dan masih terlongong-longong. Lalu teriak Lam
Sek-hai, "Siapa berani menangkapku"! Ayo maju!!"
Saat itulah Bhe Poan-liong baru ingat, bahwa
Lam Sek-hai bukan hanya seorang hakim, tapi
juga seorang pesilat yang tangguh. Maka Bhe
Poan-liong sendiri masuk ke arena sambil
menggeram, "Lam Sek-hai, kau berani melawan
perintah Kaisar?" Sebagai jawabannya, Lam Sek-hai menikam
dengan jurus Hun-liong-sam-hian (tiga kali naga
muncul di mega), pedangnya gemerlapan cepat.
Tapi ternyata tubuh gembrot Bhe Poan-liong
gesit sekali. Bergerak bagaikan bayangan,
semua tikaman Lam Sek-hai luput, bahkan
dengan langkah kilat berputar, Bhe Poan-liong
sudah tiba di belakang tubuh Lam Sek-hai untuk
menabas tengkuk dengan telapak tangan.
Sambil membentak, Lam Sek-hai membungkuk dan melangkah ke depan,
kemudian memutar tubuh sambil menebas ke
Kota Serigala Jilid 12 23 pinggang lawan. Tapi Bhe Poan-liong sudah
pindah tempat lagi, dan mengirim tendangan
hebat dari sudutnya yang baru.
Demikianlah kedua orang itu bertempur
dengan sengit. Yang satu dengan pedang, yang
lain cuma bertangan kosong.
Lam Sek-hai bertempur dalam keadaan
panik dan nekad, mirip dengan Ma Kong sehari
sebelumnya di tempat yang sama. Seperti anjing
gila yang tujuannya hanya menggigit dan
menggigit saja. Dengan demikian memang Bhe
Poan-liong haruslah hati-hati sekali. Ia
berkelahi dengan tenang, mantap, waspada dan
gesit sekali. Segala geraknya diperhitungkan
dengan cermat. Dalam puluhan jurus, Bhe Poan-liong
nampak cuma bertahan saja, sehingga seolaholah dia yang didesak dan dikejar-kejar Lam
Sek-hai. Namun dalam pandangan seorang
pesilat ahli seperti In Kong-beng, sudah
membayang kekalahan di pihak Lam Sek-hai.
Cara bertempurnya yang kalap itu akan
membuat tenaganya lebih cepat terkuras habis,
Kota Serigala Jilid 12 24 dan setelah itu Bhe Poan-lionglah yang akan
berkesempatan membekuk lawannya.
Dengan pertimbangan itu, In Kong-beng juga
mulai pikir-pikir untuk ganti haluan yang lebih
aman. Sungguh goblok kalau masih memihak
seorang yang sedang berjalan menuju penjara...
Di tengah arena, Lam Sek-hai sudah basah
kuyup keringat dan terengah-engah, namun
gerakannya belum kendor, malah semakin
sengit. Tidak jarang ia berteriak sekeraskerasnya di saat melakukan serangannya.
Kemarin, Ma Kong yang mengamuk di arena
dan Lam Sek-hai menonton di pinggir arena
sambil tersenyum. Siapa sangka siang itulah
Lam Sek-hai sendiri yang bertingkah seperti
hewan masuk perangkap, mempertahankan
martabat, kedudukannya, hartanya...
Semalam, pegawai-pegawai Lam Sek-hai
menyoraki Ma Kong waktu dibantai. Kini, para
pegawai itu bungkam, sebab yang dibantai
adalah majikan mereka sendiri. Mereka tidak
berani membela, malah sedang memikirkan
caranya untuk cuci tangan.
Kota Serigala Jilid 12 25 Suatu saat, Lam Sek-hai berteriak keras,
jurus Koai-bong-hoan-sin (ular tua membalik
tubuh) dilancarkan dengan nafsu membunuh
yang meluap-luap. Sambil melangkah berbelokbelok,
cahaya pedangnya berkelebatan menutupi udara. Bhe Poan-liong berkelit mundur, Lam Sekhai memburu dengan jurus berikutnya, Hongkui-lok-hoa (angin menggulung bunga rontok)
berupa tebasan ke depan secepat kilat.
Bhe Poan-liong mundur lagi. Lam Sek-hai
yang menyerang terlalu bernafsu itu jadi
kehilangan keseimbangan, hampir saja jatuh
tertelungkup, dan coba untuk melompat
memperbaiki posisinya. Detik itulah Bhe Poan-liong melepaskan
sikap bertahannya dan menyerbu. Sepasang
telapak tangannya berkelebat dan gemuruh
dalam gerakan Liong-ong-sip-cui (raja naga
mengisap air). Kekuatan tenaga dalamnya luar
biasa, sehingga biarpun sepasang tangannya
pendek-pendek, namun tenaga yang dibawanya
Kota Serigala Jilid 12 26 telah menyesakkan napas Lam Sek-hai dalam
jarak beberapa langkah. Lam Sek-hai melintangkan pedang di depan
dada, dan Bhe Poan-liong merangsek jarak
dekat, sambil melancarkan tendangan tinggi ke
lengan Lam Sek-hai yang memegang pedang.
"Menyerahlah, Lam Sek-hai..."
Namun lawannya malah tambah nekad, ia
luruskan pedangnya untuk menyongsong dada
Bhe Poan-liong, tanpa memperhitungkan resiko
kalau dadanya sendiri kena tendangan Bhe
Poan-liong yang bisa membunuhnya. "Mampus
kau!" gertaknya. Pada saat-saat gawat itulah Bhe Poan-liong
menunjukkan ketangkasan luar biasa. Detikdetik mati hidup seperti itu, seorang pesilat
biasanya tinggal memilih antara dirinya atau
lawannya yang mati. Tapi Bhe Poan-liong justru
sempat menyelamatkan diri, sekaligus mencapai tujuannya untuk meringkus Lam Sekhai hidup-hidup, tidak membunuhnya.
Telapak tangannya ditepukkan seperti
menangkap nyamuk, dan tahu-tahu Lam Sek-hai
Kota Serigala Jilid 12 27 telah terjepit erat. Tendangannya tidak
diturunkan, tapi diubah di udara menjadi
sapuan ke samping yang disebut Pai-lian-ka
(daun teratai bergoyang), mengenai lengan Lam
Sek-hai yang memegang pedang.
Pedang Lam Sek-hai berpisah dari
pemiliknya, dan Bhe Poan-liong langsung
membuangnya ke samping. Tetapi Lam Sek-hai seperti anjing gila yang
belum mau menyerah. Ia malah menubruk maju
dengan dua tangan serempak mencakar mata
dan tenggorokan. Bhe Poan-liong berkelit
menunduk sambil melangkah ke samping, sigap
sekali kedua tangannya berhasil menangkap
lengan kanan Lam Sek-hai, terus diputar ke
belakang dan ditelikung. Lam Sek-hai meronta, berteriak, menendangnendang ke belakang. Tapi ketika Bhe Poanliong menekan tangannya lebih kuat ke
punggungnya, Lam Sek-hai berhasil dipaksanya
untuk berlutut sambil membungkuk tak
berkutik. Kota Serigala Jilid 12 28 "Ambil tali!" Bhe Poan-liong memerintahkan
para serdadu. Selagi diikat, tangan dan kaki Lam Sek-hai
memang tidak berkutik, tapi mulutnya masih
bebas berteriak-teriak, "Paman In, kau mau aku
beberkan soal anakmu di hadapan mahkamah,
biar seluruh kota Pak-khia mengetahuinya"
Paman juga akan tenggelam dalam hutang
sehingga seluruh harta Paman disita!"
Keruan In Kong-beng malu sekali karena
berpuluh-puluh pasang telinga ikut mendengarkan. Ia menuding Lam Sek-hai
sambil membentak, "Omong kosong macam apa
itu"! ternyata kau adalah seorang busuk yang
selama ini telah menipu orang banyak dengan
lagakmu yang pura-pura jadi orang baik!
Untung Bhe Cian-bu telah mencium kejahatanmu, sehingga kau akan segera
menerima hukumanmu yang setimpal!"
Begitulah, setelah tahu bahwa Lam Sek-hai
tak bisa diharapkan lagi, buru-buru In Kongbeng cuci tangan. Mencoba menimbulkan kesan
Kota Serigala Jilid 12 29 kalau selama ini ditipu dan "baru tahu
sekarang". Keruan Lam Sek-hai marah bukan main.
Seandainya tidak dibelenggu, tentu sudah
diterkamnya dan diremasnya wajah In Kongbeng. Teriaknya sengit, "Bangsat! Liu Gin itu
penjahat besar, tapi ternyata lebih berharga
dijadikan kawan daripada congormu, keledai
tua busuk! Jangan kaget kalau tidak lama lagi
seluruh Pak-khia akan mendengar tentang
kebusukanmu, dan kau boleh habiskan sisa
umurmu di bawah hujan ludah orang-orang
yang jijik kepadamu!"
Alangkah kuatirnya Pangeran In Kong-beng
kalau ancaman itu menjadi kenyataan, lebih
menguatirkan dari todongan pedang di
tenggorokannya. Tiba-tiba ia menghunus
pedangnya dan berjalan mendekati Lam Sek-hai
sambil berkata bengis, "Tak usah menunggu
sampai di Pak-khia, sekarang juga akan
kuhukum matimu atas fitnahmu kepada
keluarga kami!" Kota Serigala Jilid 12 30 Namun Bhe Poan-liong cepat menghadang
dan mencegahnya, "Maaf, Ongya. Aku
ditugaskan untuk membawanya hidup-hidup ke
Pak-khia. Ongya tidak boleh membunuhnya di
sini!" "Tapi bagaimana kalau mulutnya dibiarkan
terus mengoceh dan menjelek-jelekkan nama
baik keluarga kami yang bersih" Padahal,
apapun yang dikatakannya tentang kami tentu
hanya fitnah karena dia dendam, gagal
melibatkan aku untuk membelanya. Mana sudi
aku membela pihak yang bersalah" Aku selalu
berdiri paling depan memperjuangkan keadilan
dan kebenaran!" Lalu menoleh kepada murid-murid Kim-jiokbun, "Benar tidak?"
Biasanya, kalau sudah bicara soal "membela
keadilan" tentu murid-murid Kim-jiok-bun akan
bersorak riuh-rendah dengan kata-kata yang
hebat. Namun kali ini, karena ada teman mereka
yang baru saja ditampar, mereka bungkam,
cuma saling menoleh di antara mereka sendiri...
Kota Serigala Jilid 12 31 In Kong-beng tidak sabar dan membentak
hebat, "Benar tidak"!!"
Murid-murid Kim-jiok-bun berjingkat kaget,
kemudian mereka pun bersahut-sahutan
meskipun tidak sekeras biasanya.
"Betul. Kim-jiok-bun selalu membela
keadilan..." Dan sebagainya. Sampai suara-suara itu reda dan terdengar
suara Bhe Poan-liong, "Baiklah, Ongya. Tapi
masukkan pedang itu. Mahkamah tentu akan
bisa menyaring kata-katanya yang benar dan
yang ngawur!" "Semua kata-katanya yang menjelekjelekkan dan berusaha melibatkan aku atau
keluargaku, pasti ngawur! Kalau perlu, aku akan
bicara sendiri dengan Heng-po Siangsi (Menteri
Hukum). Dia sahabat baikku yang sering
mengundangku ke jamuan makannya, begitu


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga pernah datang ke rumahku. Pernah dia
mengajakku berburu dan..."
Bhe Poan-liong tidak membiarkan In Kongbeng mengoceh panjang lebar sehingga tidak
Kota Serigala Jilid 12 32 selesai-selesai, cepat-cepat ia menukas, "Aku
mohon diri, Ongya!" Dan kepada para serdadu, "Bawa dia dan
jebloskan ke sel!" Lam Sek-hai segera diseret pergi, matanya
masih melotot gusar ke arah In Kong-beng.
Sebelum Bhe Poan-liong berlalu, In Hiang
tiba-tiba berlari-lari kecil mendekatinya, dan
bertanya dengan nada cemas, "Bhe Cian-bu,
bagaimana dengan... Yo-heng?"
Bhe Poan-liong menjawab, "Akupun sedang
memikirkannya, Kiongcu. Sekarang juga akan
kulihat ke hutan di luar kota itu..."
"Aku ikut!" Dan tanpa minta ijin kakeknya lagi, In Hiang
pun langsung pergi bersama Bhe Poan-liong.
Biarpun Bhe Poan-liong sering menghibur In
Hiang agar tidak cemas, namun langkahnya
sendiri yang bergegas itupun menandakan
kecemasannya. Perwira gemuk itu merasa
bertanggung-jawab, karena dialah yang
melibatkan Yo Siau-hou...
Kota Serigala Jilid 12 33 Sedangkan In Kong-beng jadi sibuk
memboyong murid-muridnya pindah ke
penginapan. Ia kuatir kalau tinggal di rumah
Lam Sek-hai lebih lama lagi, akan merugikan
kedudukan dan "nama baik"nya.
**SF** "Lomba lari" Yo Siau-hou dan Hu Kong-hwe
sudah melewati batas kota.
Yo Siau-hou sudah melihat hutan di seberang
dataran rumput, dan ia memperkeras larinya.
Namun kulit punggungnya seolah bisa
merasakan betapa semakin dekatnya Hu Konghwe dengannya. Jarak antara buruan dan
pemburunya memang semakin pendek.
"Mau kemana, sobat?" ejek Hu Kong-hwe
sepuluh langkah di belakangnya. "Masih
berkhayal untuk lolos dari tanganku?"
Yo Siau-hou tak peduli dan terus berlari.
Biarpun terancam bahaya, ia tetap tidak mau
membuang batok kepala Ma Kong yang
diambilnya tadi, sebab ia ingin Kota Serigala Jilid 12 34 memakamkannya baik-baik. Sedang toya
rotannya malah sudah dibuang karena
menghalangi kecepatan larinya.
Separuh lebar dataran rumput itu dengan
cepat terlewati, dan Hu Kong-hwe sudah
menciutkan jarak menjadi delapan langkah.
"Aku harus berhasil mencapai hutan...
harus..." Yo Siau-hou mengumpulkan semangatnya, tidak peduli napasnya sudah
seperti ceret air yang menguap.
Tiba-tiba ia ingat beberapa paku emas
"peninggalan" Lou Kim yang masih dikantonginya. Tangannya merogoh ke dalam
kantong, dan sambil tetap berlari ia hamburkan
paku-paku itu sekuat tenaga ke belakang. Tanpa
menoleh dan agak ngawur. "Keparat" terdengar makian Hu Kong-hwe,
terdengar pula gemerincing paku-paku emas
yang disapu runtuh oleh tombak Hu Kong-hwe.
Tapi jarak yang sudah menciut jadi melebar lagi
sedikit, namun Hu Kong-hwe tetap memburu
dengan gigih. Kota Serigala Jilid 12 35 "Berhenti, sobat! Kau tidak bisa terusterusan begini!"
Gertakan yang bertujuan melemahkan
semangat Yo Siau-hou itupun hakekatnya cuma
lewat kuping Yo Siau-hou. Yang ada dalam
pikirannya, jiwanya, semangatnya hanyalah
hutan itu... Tinggal enam puluh langkah. Empat puluh
langkah. Tiga puluh langkah...
"Bangsat, rupanya kau ingin mati dalam
hutan, menyumbangkan dagingmu untuk
hewan-hewan liar ya?" geram Hu Kong-hwe
sambil mengerahkan kekuatannya pula.
Jaraknya dengan Yo Siau-hou kembali
bertambah pendek. Tepi hutan tinggal dua puluh langkah. Lima
belas. Sepuluh... Tiba-tiba Yo Siau-hou berteriak keras dan
mengerahkan seluruh kekuatannya, tubuhnya
melesat ke dalam hutan, tepat di tempat yang
sudah direncanakannya. Lalu tubuhnya
membelok di antara pepohonan yang rapat,
lenyaplah ia dari pandangan Hu Kong-hwe!
Kota Serigala Jilid 12 36 Hu Kong-hwe berhenti di tepi hutan. Sekilas
ia ingat ujar-ujar kaum persilatan, "Ketemu
hutan, jangan masuk". Maka ia jadi ragu-ragu
untuk menyusul masuk hutan, jangan-jangan di
dalam hutan ada perangkapnya"
Dari balik sebatang pohon, Yo Siau-hou
mengintai gerak-gerik Hu Kong-hwe. Ia
mengatur napasnya agar jangan sampai
kedengaran Hu Kong-hwe, sebab lawannya itu
berilmu tinggi dan berpendengaran tajam.
Perlahan Yo Siau-hou mengeluarkan pisau
belati dari bajunya, pisau belati milik Hu Konghwe yang dulu menancap di dada si pendeta
gadungan. Ia berjongkok perlahan, batok kepala
Ma Kong pun diletakkan perlahan. Tangannya
meraba rerumputan, sampai menyentuh dua
utas tali yang tersembunyi.
"Mudah-mudahan perangkap ini bisa bekerja
sebaik waktu percobaan tadi pagi..." harapnya
dalam hati. Pisaunya ditempelkan ke tali pertama, siap
memotong dengan sekali kerat. Tangan lainnya
memegang tali kedua, yang lalu ditarik-tariknya
Kota Serigala Jilid 12 37 pelan-pelan. Segerombol semak-semak yang
berjarak sepuluh langkah dari tempatnya, ikut
bergoyang-goyang dan gemerasak, sebab
kesanalah tali itu dihubungkan.
Hu Kong-hwe menyeringai kejam, dan
perlahan merunduk semak-semak yang
bergoyang itu. Geramnya, "Bangsat cilik, sudah
kuketahui persembunyianmu. Menyerah sajalah, tak ada gunanya berkeras kepala..."
Saat itulah Yo Siau-hou dengan sekali kerat
memotong tali yang satunya lagi. Sebuah dahan
besar yang lentur, yang tadinya ditekuk dan
diikat dengan tali, tiba-tiba menjepret lurus ke
tempat berdirinya Hu Kong-hwe.
Hu Kong-hwe kaget mendengar gemerasak
keras, dan sebatang dahan pohon besar tibatiba menyabet hebat ke arahnya.
Sehebat-hebatnya lenturan dahan pohon itu,
sudah tentu takkan mencelakakan tokoh
setangguh Hu Kong-hwe. Namun ada hal lain
yang merepotkannya. Dahan pohon itu ternyata
penuh dirambati semut merah yang besarbesar, dan benturan dahsyat dahan itu sama
Kota Serigala Jilid 12 38 dengan menghamburkan semut-semut itu ke
arah Hu Kong-hwe. Hu Kong-hwe berhasil menghindari sabetan
dahan pohon, tapi tak sepenuhnya berhasil
menghindari taburan semut-semut itu. Ada
puluhan ekor yang hinggap di mukanya,
lehernya, lengannya. Semut-semut itu rupanya
mengira telah menemukan jenis "pohon baru"
lalu banyak yang menyusup ke balik baju, serta
menggigiti kulit Hu Kong-hwe dengan gigitangigitan sepanas api...
Keruan Hu Kong-hwe kelabakan. Itulah
serangan yang tidak bisa dilawan dengan jurus
apapun. Sambil sebelah tangannya tetap
memegangi tombak, tangan lainnya kebingungan tepuk sana tepuk sini, garuk sana
garuk sini, pites sana pites sini, dengan mulut
tak henti-hentinya mencaci kelicikan Yo Siauhou.
Selagi Hu Kong-hwe sibuk dengan semutsemut itu, Yo Siau-hou mengambil sepotong
kayu sepanjang lengan yang sudah disiapkannya di balik pohon. Sambil berteriak
Kota Serigala Jilid 12 39 keras, ia melompat keluar dan menyerang Hu
Kong-hwe. Itulah saatnya ia akan "ambil
keuntungan". Hu Kong-hwe terpaksa harus membela diri,
maka bertarunglah mereka berdua.
Setelah beberapa jurus, Panglima Long-koan
itu mau tidak mau harus mengakui bahwa
lawannya tidak cuma pandai berlari, tetapi juga
pandai memainkan tongkatnya secara kuat,
terarah dan cepat. Kadang-kadang juga
membuat gerak tipu yang tidak gampang
ditebak arah serangannya.
Dalam keadaan biasa, bagaimanapun
bersemangatnya Yo Siau-hou juga takkan
mampu menahan Hu Kong-hwe sekian lama.
Tapi kini Yo Siau-hou "dibantu" pasukan semut
dalam baju Hu Kong-hwe. Makin keras Hu
Kong-hwe bergerak, makin ganas semut itu
menggigit. Jurus-jurus ilmu tombak Hu Konghwe pun jadi agak terganggu. Gerakan yang
mestinya tangguh dan mantap, kadang-kadang
dilakukan sambil melonjak-lonjak seperti
monyet, sehingga sering kehilangan arah.
Kota Serigala Jilid 12 40 Dan Yo Siau-hou mendesaknya dengan
sengit. Memang ia sulit mencapai sasaransasaran utama seperti kepala atau tubuh, maka
ia lebih rajin mengincar sasaran-sasaran luar
seperti persendian bahu, siku, pinggul, lutut,
dan bahkan jempol kaki untuk digebuk
sekuatnya. Suatu saat ia mengibaskan tongkat di depan
mata Hu Kong-hwe untuk menggertak. Hu
Kong-hwe mengangkat datar tombaknya ke atas
untuk menangkis, namun pundaknya tiba-tiba
berjengit digigit semut. Secepat kilat Yo Siauhou memanfaatkan peluang itu, dan berhasil.
Tongkat kayunya membentur pinggul Hu KongHu Kong-hwe begitu keras sampai tongkatnya
sendiri patah. Sambil berteriak marah campur kesakitan, ia
menghujani Yo Siau-hou dengan ujung tombak
atau tangkai tombak, begitu gencar, selagi Yo
Siau-hou tidak memegang senjata lagi.
Yo Siau-hou cepat melemparkan potongan
tongkatnya ke muka lawan, lalu menghilang
lebih dalam ke hutan... Kota Serigala Jilid 12 41 "Bajingan cilik! Kalau tidak kucincang
tubuhmu, lebih baik aku letakkan jabatan
sebagai Panglima di Long-koan!" dengan kalap
Hu Kong-hwe memburu. Tapi gigitan semut
terus mengganggunya, dan ia sadar bahwa
"teman-teman" Yo Siau-hou itu harus
dibereskannya lebih dulu.
Lebih dulu ia tancapkan tombaknya ke
tanah, lalu dirobek-robeknya bajunya sendiri.
Dibunuhnya semut-semut yang merayapi
tubuhnya dengan geram. Tidak sekedar ditepuk
mati, namun digilas lumat-lumat untuk
melampiaskan rasa geramnya.
Setelah itu, dengan tombaknya dia masuk ke
hutan dengan bertelanjang dada.
Dari kedalaman hutan, Yo Siau-hou melihat


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

betapa tegap otot-otot pundak, lengan, dada dan
perut Hu Kong-hwe, jauh lebih tegap dari
dirinya sendiri, menandakan betapa hebat
kekuatan Panglima di Long-koan itu. Namun Yo
Siau-hou tersenyum sendiri melihat betapa
lelaki gagah itu melangkah terpincang-pincang.
Kota Serigala Jilid 12 42 Bekas gebukan di pinggul tadi tak mungkin
diabaikan dalam waktu dekat.
Sambil melangkah, Hu Kong-hwe berteriak,
"He, bangsat! Beranimu hanya berkelahi secara
licik macam ini ya" Ayo keluar dari
persembunyianmu dan hadapilah aku secara
laki-laki!" Dari persembunyiannya Yo Siau-hou
menjawab, "Kalau caraku dianggap licik, kau
juga harus memasukkan ahli-ahli taktik jaman
dulu seperti Sun Pin atau Khong Beng ke dalam
deretan para orang licik! Inilah cara yang benar
bagi si lemah menghadapi yang lebih kuat, Jisiok (Paman Kedua)!"
Sebutan "Ji-siok" itu mengejutkan Hu Konghwe. "He, siapa kau sebenarnya"!"
Terdengar jawaban dari balik rapatnya
pepohonan, "Kita sebenarnya masih bisa
dibilang satu golongan. Aku anak Yo Tiat yang
kau bunuh secara licik. Sekarang akan
kubalaskan kematian ayahku, juga Toa-siok Lou
Kim dan Sam-siok Ma Kong!"
Kota Serigala Jilid 12 43 Menyesaklah dada Hu Kong-hwe oleh nafsu
membunuhnya. Kalau si "bangsat cilik" itu
sudah tahu bahwa dirinya adalah Liu Gin,
berarti sebaiknya dimusnahkan saja. Ia mulai
memasang mata dan telinganya tajam-tajam
untuk mengetahui dimana lawannya bersembunyi, dan merunduk maju sambil
menggenggam tombaknya. Kali ini dilihatnya Yo Siau-hou muncul dari
balik sebatang pohon, berdiri dengan sikap
menantang. Tangan kanannya memegang
tongkat kayu lain sebagai pengganti yang patah
tadi, dan tangan kirinya memegang pisau belati.
"Ayo, majulah kemari!" tantangnya.
Hu Kong-hwe maju terpincang-pincang
dengan darah mendidih. Tiba-tiba kakinya
terperosok sebuah lubang yang ditutupi
ranting-ranting kecil, daun-daun kering dan
rerumputan. Ia berteriak kaget melihat di dasar
lubang itu ada kayu-kayu runcing yang siap
menyongsong tubuhnya. Dengan tangkas Hu Kong-hwe menahankan
tangkai tombak ke dasar lubang agar tubuhnya
Kota Serigala Jilid 12 44 tidak terjerumus ke bawah. Lalu dengan
kelenturan tubuh seperti seorang pelompat
galah, ia ayun tubuhnya ke atas, untuk mencari
pijakan di tanah. Dan Yo Siau-hou telah menerjang seperti
angin lesus. Pisau di tangan kiri diacungkan
setinggi mata untuk membuat tipuan, dan kayu
di tangan kanan menderas untuk menghantam
pinggul lawan yang satu lagi, yang belum cidera.
Hu Kong-hwe bermaksud melompat ke
samping, namun pinggulnya yang sakit menjadi
perintangnya. Terpaksa ia berdiri tipis di tepi
lubang jebakan, sambil menguatkan kuda-kuda,
ia tangkiskan tombaknya sekuat tenaga.
Tongkat Yo Siau-hou tertangkis patah,
namun tendangan Yo Siau-hou meluncur ke ulu
hati Hu Kong-hwe. Harusnya Hu Kong-hwe
mundur, tapi di belakangnya ada lubang.
Terpaksa Hu Kong-hwe mengeraskan otot-otot
perutnya untuk menahan tendangan itu
mentah-mentah. Tidak roboh, toh mules juga.
Sedangkan Yo Siau-hou cepat mundur dan
menghilang lagi. Kota Serigala Jilid 12 45 Menghadapi "perang gerilya" macam itu,
pusing juga Hu Kong-hwe, namun tidak
mengurangi nafsunya untuk menangkap
"keponakan"nya itu. Tak peduli pinggul sakit
dan perut mulas. Sesaat ia berdiri tersengal-sengal sambil
mengatur napasnya. Setelah rasa sesak di
dadanya mereda, dia maju kembali. Dari dalam
tangkai tombaknya, dia meloloskan sehelai
cambuk yang dulu menjadi senjata andalannya
sebagai Hong-au-jiat-pian. Ketika ia ganti nama
menjadi Hu Kong-hwe, senjata itu tidak
dibuang, tapi disimpannya di dalam tangkai
tombaknya yang dalamnya berlubang seperti
pipa. Dengan demikian, kini ia memegang
pasangan senjata yang cukup aneh, tombak dan
cambuk. Keras dan lemas. Yo Siau-hou yang melihat dari tempat
sembunyinya menjadi heran. "Mungkinkah
dengan dua tangannya sekaligus ia bisa
memainkan dua macam senjata yang
berlawanan itu" Kalau bisa, sungguh orang ini
memang pesilat yang hebat..."
Kota Serigala Jilid 12 46 Hu Kong-hwe menyuruk semakin jauh ke
dalam hutan, dimana suasananya makin
remang-remang biarpun di siang hari bolong.
Setiap kali hendak melangkah, lebih dulu ujung
tombaknya ditusukkan ke tanah di depannya,
untuk mencari tahu kalau ada jebakan lagi...
Tiba-tiba didengarnya gemerisik lembut di
sebelah kirinya. Ia menoleh dengan waspada.
Dalam keremangan hutan itu, dilihatnya ada
bulatan hitam, seperti kepala seorang manusia
yang sedang mengintip dari balik rapatnya daun
pepohonan. Hu Kong-hwe menghadap ke arah lain, untuk
"mengelabuhi musuh" sambil diam-diam
mengerahkan kekuatannya agar sekali sabet
berhasil. Dan tiba-tiba dia membalik tubuh
sambil membentak bengis. "Mampus kau!"
Cambuknya secepat kilat membelah udara,
tepat mengenai sasaran. Sayang itu bukan batok
kepala Yo Siau-hou, melainkan sarang lebah
hitam berpinggang merah, lebah hutan yang
berukuran lebih besar dari lebah balok, dengan
sengatan yang lebih ganas pula.
Kota Serigala Jilid 12 47 Hu Kong-hwe pun mendapat lawan-lawan
baru. Ratusan prajurit lebah segera mennyerbu
ke arahnya sambil mendengung-dengung ganas.
Hu Kong-hwe kaget. Ia mundur-mundur
sambil menggerakkan kedua senjatanya untuk
mengusir lebah. Namun para lebah menyerang
makin hebat, dan berdatangan semakin banyak.
Terpaksa, dengan pinggul terasa nyeri, Hu
Kong-hwe lari terburu-buru keluar hutan,
sementara lebah-lebah itu terus memburunya.
Mendekati tepi hutan, lebah-lebah berbalik
kembali ke dalam hutan karena takut sinar
matahari. Namun Hu Kong-hwe terus berlari,
mengira masih dikejar. Memang sudah tidak ada lebah, tapi ada yang
lebih gawat dari itu. Yo Siau-hou yang tiba-tiba
melompat dari balik semak-semak dan langsung
menyerampangkan sebatang kayu ke kaki Hu
Kong-hwe yang tengah berlari kencang. Begitu
cepat dan mendadak, sehingga Hu Kong-hwe
langsung terjungkal. Sebagai pesilat ulung, begitu pundak
menyentuh tanah, langsung tubuh Hu Kong-hwe
Kota Serigala Jilid 12 48 meletik bangun. Tapi posisinya belum mapan
untuk pertahanan yang baik, ketika tinju Yo
Siau-hou menimpa rahangnya dan membuat
matanya berkunang-kunang. Menyusul hantaman kedua, ketiga, keempat, dan
seterusnya, yang menghujani muka, dada,
perut... "Hentikan, Yo-heng!" dari kejauhan Bhe
Poan-liong berteriak sambil berlari-lari
mendekat bersama In Hiang. "Dia harus
ditangkap hidup-hidup untuk diperiksa oleh
Heng-po Siangsi sendiri!"
Betapa kemarahannya, namun Yo Siau-hou
masih bisa menahan diri dan menghentikan
hajarannya. Hu Kong-hwe terbaring lemas, sadar bahwa
kedoknya telah terbuka dan habislah masa
gemilangnya yang gemerincing dengan uang
hasil penjualan candu selama ini...
Bhe Poan-liong dan In Hiang segera
mendekat. Mereka hampir tidak percaya
melihat kenyataan bahwa Yo Siau-hou benar-
Kota Serigala Jilid 12 49 benar berhasil mengalahkan Hu Kong-hwe alias
Liu Gin, "paman kedua"nya...
"Kau hebat, Hou-ko..." desis In Hiang, dan
tanpa malu-malu lagi memeluk Yo Siau-hou.
"Dengan ilmu silat apa kau kalahkan dia?"
Yo Siau-hou menyeringai sambil menggeleng, "Kalau adu silat, mayatkulah yang
akan kau temui di sini. Aku menang karena
dibantu teman-temanku..."
"Mana teman-temanmu?" tanya In Hiang
heran. "Itulah teman-temanku..." Yo Siau-hou
menunjuk ke hutan. In Hiang mengikuti arah telunjuk Yo Siauhou, tapi tidak melihat seorang pun. tiba-tiba ia
bergidik sendiri apakah kekasihnya ini punya
teman-teman sebangsa makhluk halus yang
tidak kelihatan" "A-hiang, kenapa mukamu memucat?"
"Hou-ko, mana teman-temanmu itu?"
"Pohon, semut, lebah, rumput..."
Bhe Poan-liong tertawa mendengarnya. Ia
segera menggusur Hu Kong-hwe yang sudah
Kota Serigala Jilid 12 50 babak belur itu untuk dimasukkan sel di Longkoan bersama Lam Sek-hai. Ditinggalkannya Yo
Siau-hou dan In Hiang berdua saja di tepi hutan.
"Hou-ko, banggakah kau telah mengalahkan
Hu Kong-hwe?" "Lebih bangga karena bisa mengalahkan
dendamku sendiri, dan tidak menjadi manusia
yang mabuk pembunuhan..."
Maka di pinggir hutan yang sepi itupun...
**SF** Pangeran In Kong-beng dan murid-murid
Kim-jiok-bun kelabakan mencari In Hiang.
Namun ketika mereka temui Bhe Poan-liong,
mereka cuma mendapat jawaban bahwa In
Hiang sedang dalam keadaan "aman dan
senang". In Kong-beng dan rombongannya tidak
betah lebih lama tinggal di Long-koan yang
mengecewakannya itu, dan siang itu juga
mereka semua berangkat pulang ke Pak-khia.
Namun di tengah perjalanan, sebelum
sampai ke Pak-khia, seorang murid Kim-jiokbun dari Pak-khia telah menyongsong mereka.
Kota Serigala Jilid 12 51 Membawa kabar bahwa para penagih hutang
sudah tidak sabar lagi, dan semua kekayaan
pribadi In Kong-beng maupun Kim-jiok-bun
telah disita. In Kong-beng benar-benar jadi
jembel dalam sekejap mata.
In Kong-beng tidak berani kembali ke Pakkhia karena malu. Murid-murid yang biasa
menyanjung-nyanjungnya juga meninggalkannya satu per satu. Jubah putih
bersulam merak emas yang pernah jadi
lambang "pembela keadilan" tiba-tiba menjadi
lambang "utang tidak terbayar" yang tentunya
tidak membanggakan lagi. Kabar tentang Pangeran tua itu pun tak
pernah terdengar lagi di Pak-khia, dan jadwal


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pesta para bangsawan terpaksa harus sedikit
diubah, karena berkurangnya satu tuan rumah.
TAMAT Kota Serigala Jilid 12 52 Bantargebang, 03 Juni 2018, 21:07
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 12 53 Tiga Siluman Bukit Hantu 2 Dewa Arak 35 Kemelut Rimba Hijau Pedang Medali Naga 16
^