Pencarian

Misteri Kalung Setan 2

Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap Bagian 2


bersinar-sinar, lalu telur ayam mentah itu didekat?
kannya ke mulut. Mulut terbuka, telur didorong?
kan hati-hati ke dalam. Mendekam di lidahnya
yang basah kemerah-merahan.
Rudi menjilat bibir sendiri, dan memperhatikan
bagaimana telunjuk jari tangan Amelia mendorong
lagi lebih ke dalam. Dibantu lidah, telur ayam
89 2/2/11 2:25:11 PM mentah itu melesat masuk, lenyap di tenggorokan?
nya. Utuh, tanpa retak ataupun pecah. Leher jen?
jang Amelia yang putih mulus tampak menggem?
bung, namun hanya dalam hitungan detik, lalu
rata, dan tampak indah kembali. Tarikan menyedot
atau mengisap dari dalam tubuh Amelia, memang
seketika dan kuat sekali.
"Shiisshhh..." Amelia mendesis dan mengambil
sendiri telur berikutnya.
Rudi senantiasa terkagum-kagum melihat ke?
istimewaan Amelia. Begitu pula gerakan singkat
pada lidah, kemudian leher jenjangnya. Dan setiap
kali, gairah sensual Rudi selalu bangkit karena?
nya. Rudi pernah mencoba. Semasa ia masih bocah ingusan. Saat itu
Amelia masih menelan sebutir telur saja, baru bela?
kangan minta tambah dua butir sekaligus, hingga
sekarang. Rasa ingin tahu anak-anak, mendorong
Rudi untuk memasukkan satu butir telur ayam
mentah ke mulutnya. Tetapi telurnya pecah dan
isinya berhamburan di dalam mulut. Rudi muntah
hebat, dan ibunya pun kalang kabut. Barulah di
kemudian hari Rudi diberitahu bahwa Amelia me?
makan telur-telur mentah itu sebagai obat.
Awalnya beberapa bulan setelah mental Amelia
shock karena melihat langsung bagaimana ibunya
meninggal. Suatu hari, Amelia menggelepar di lantai, dan
isteri Kalung Setan.indd 90
90 2/2/11 2:25:11 PM isteri Kalung Setan.indd 91
dari mulutnya keluar busa putih kekuningan. Se?
telah sadar kembali, ia dibawa ke dokter.
"Ayan," Dokter mengambil kesimpulan, setelah
mendiagnosis dan menganalisis berbagai kemung?
kinan. "Memang ada beberapa hal yang tidak se?
jalan. Tetapi gejala maupun prosesnya, jelas
ayan!" Setibanya di rumah, Amelia memuntahkan
obat yang diminumnya. Pada malam itu juga,
ayannya kambuh lagi. Bahkan sampai dua kali ber?
turut-turut. Akhirnya diputuskan merawat Amelia
di rumah sakit saja. Sewaktu akan berangkat,
Amelia melihat Solavina membuka kulkas untuk
mengambil minuman dingin. Amelia lantas ribut
menunjuk-nunjuk kulkas yang telah ditutup
Solavina. Menyangka ia juga menginginkan minuman
dingin, Amelia diberi sebotol. Tetapi ditolaknya.
Begitu pula es krim. Amelia lantas bergerak sendiri
ke kulkas, dan sebelum mereka menyadari, Amelia
sudah menyambar sebutir telur mentah yang se?
ketika lenyap di mulutnya. Sibuk mengunyahngunyah.
Sang ayah tentu saja terkejut, "...dengan kulit?
nya sekaligus?" Dengan khawatir, mulut anak gadisnya dibuka.
Telur mentah itu sudah tak bersisa sedikit pun
kecuali beberapa serpihan kulit telur yang kemu?
dian dibuang sendiri oleh Amelia. Belum habis
91 2/2/11 2:25:11 PM keheranan orang serumah, Amelia mendadak ngam?
bek. Tidak mau dipaksa pergi ke dokter, apalagi
ke rumah sakit. Yang aneh, ayan Amelia berhenti sendiri. Baru
kambuh lagi beberapa bulan berikutnya, dan ber?
langsung lagi peristiwa serupa. Setelah menggelepar,
mengeluarkan buih putih kekuningan, dan mata
melotot, ayan Amelia berhenti. Terulang sekitar
satu jam kemudian. Obat dokter sekali lagi dimun?
tahkan. Kali ini, Amelia tidak menunggu. Dengan
gontai, ia berjalan ke kulkas, mengambil sebutir
telur, memakannya mentah-mentah sampai habis,
lalu meludahkan sisa serpihan kulit telur yang ti?
dak ikut tertelan. Kali ketiga Amelia terserang ayan, tidak lagi
sampai berulang dalam satu hari atau satu malam,
sebutir telur mentah langsung disodorkan ke ta?
ngannya. Lama kelamaan, Amelia bahkan dapat
menelan telur itu utuh-utuh, tanpa memecahkan?
nya di dalam mulut. Rudi-lah yang lantas tergoda
untuk meniru kehebatan Amelia, dan ia gagal, di?
marahi pula habis-habisan.
isteri Kalung Setan.indd 92
92 2/2/11 2:25:12 PM isteri Kalung Setan.indd 93
TUJUH RUDI menarik napas panjang.
Memandangi leher Amelia yang baru saja di?
lewati butir telur terakhir dengan begitu aman dan
nyaman. Lantas Rudi iseng menanyakan apa yang
mungkin sudah ribuan kali mereka tanyakan pada
Amelia, "Hm, Lia. Bagaimana mulanya kau tahu
bahwa telur mentah lebih cocok sebagai obat, ke?
timbang obat farmasi yang sudah serbacanggih?"
Hasilnya tetap jawaban yang sama seperti se?
belumnya. Amelia menggerakkan pundak, acuh tak acuh,
lantas bangkit dari lantai, dan melangkah ke tem?
pat tidur. Seperti biasa, tubuhnya meliuk pelan
tetapi indah dipandang, kemudian ia sudah rebah
di sana. Dengan napas teratur, dan mata mulai
terpejam, agaknya terserang kantuk.
Rudi ikut bangkit. Gerakan payudara Amelia
yang naik-turun teratur di balik pakaian tidurnya,
93 2/2/11 2:25:12 PM tampak begitu nyata. Rupanya Amelia tidak me?
ngenakan pelapis lain di baliknya. Puncak payu?
daranya ("Pasti itulah yang tadi diusap-usap Ayah,"
pikir Rudi) tampak membercak manis di per?
mukaan pakaian tidurnya. Terlebih karena liukan
tadi dan langsung rebah, bagian bawah pakaian itu
tersingkap. Amelia membiarkan, tetapi Rudi-lah
yang belingsatan. Gugup sebentar, Rudi mengeluh. "Sebenarnya,
Amelia. Aku ingin menanyakan hal yang lain pada?
mu. Tentang... Ah. Aku tak sengaja melihat. Kau
setengah telanjang tadi... Papa merangkulmu begi?
tu rapat. Dan tangan Papa..."
Rudi membayangkan lagi tontonan gratis yang
sekilas itu. Perasaan cemburu Rudi kembali terusik. Ia pun
ingin marah. Tetapi bayangan itu, dan keinginan
yang senantiasa terpendam dalam tubuhnya dari
tahun ke tahun, lebih kuat menguasai pikiran
Rudi. Sesuatu memberontak di dalam dirinya. Me?
nuntut pelampiasan, penyaluran. Tuntutan yang
sedemikian kuat, dan tak kuasa ditahan Rudi. Ka?
rena tak tahan Rudi pun melompat naik ke tem?
pat tidur. Cepat sekali tangannya sudah merang?
kul, meraba, meremas, dan bibirnya resah mencari
bibir Amelia. Walau demikian, Rudi toh tidak melupakan
bahwa lama waktu berselang, ia pernah nekat men?
cium bibir Amelia. Akibatnya, bibir Rudi bengkak
isteri Kalung Setan.indd 94
94 2/2/11 2:25:13 PM isteri Kalung Setan.indd 95
dan berdarah karena gigitan Amelia yang melawan
dengan buas. Melewati masa yang sudah cukup
lama kemudian, Rudi mencobanya sekali lagi, dan
dadanyalah yang berdarah oleh cakaran kuku
Amelia yang runcing, Bedanya, sewaktu menaiki tangga untuk meng?
antarkan makan malam Amelia, Rudi sudah ber?
pikir keras lantas tahu cara berjaga-jaga. Dan itu?
lah yang dilakukannya sekarang. Menciumi bibir
Amelia bertubi-tubi, sambil berupaya menghindar
dari gigitan. Lengan Amelia pun ditelikung ke ka?
sur, di bawah punggung gadis itu. Amelia terkejut,
dan terperangkap sudah. Lalu Rudi mendadak dibuat heran.
Amelia seperti diam, pasrah. Membiarkan saja
bibirnya dikulum, kemudian juga payudaranya,
setelah leher gaun tidur Amelia dirobek Rudi se?
keras-kerasnya sambil menekan tubuh bagian atas
Amelia, agar gadis itu tidak mampu melepaskan
lengan-lengannya yang tertelikung di punggung.
Amelia pun belum meronta sewaktu Rudi ber?
gerak semakin tidak terkendali. Rudi sudah me?
lepas tali pinggang celananya. Ritsleting pun sudah
diturunkan. Untuk itu, tentu saja Rudi harus me?
naikkan sedikit pinggulnya yang mendekam di
antara paha Amelia. Tekanan sikunya di perut
Amelia terpaksa pula dikendurkan.
Pada saat itulah, Rudi baru menerima bagian?
nya. 95 2/2/11 2:25:13 PM Tanpa memperlihatkan rasa nyeri pada lengan?
nya yang tertelikung, entah bagaimana, tahu-tahu
Amelia sudah mengeluarkan lengannya dari jepitan
punggung dan kasur. Dan secepat kilat, rambut
Rudi dijambak, lalu disentakkan ke atas, membuat
Rudi sempat menjerit. Tetapi nafsu syahwat sudah
menguasai Rudi sepenuhnya. Ia biarkan rambutnya
terjambak. Ia tahan perih di kepala, dan dengan
liar tangannya terus bergerak di bawah. Ia nekat
meneruskan niatnya, mencoba mencari jalan untuk
dapat memasuki tubuh Amelia.
Sudah hampir sampai. Malah sentuhannya sudah terasa. Lalu, tiba-tiba
saja pinggang Amelia meliuk hebat, setengah me?
lengkung, melonjakkan tubuh bawah Rudi ke atas.
Disusul serangan kejut berikutnya dari gerakan
lutut Amelia. Beruntung, naluri segera memper?
ingatkannya. Dan refleks, Rudi menangkupkan
kedua telapak tangan pada kejantanannya, kha?
watir bagian itulah yang terserang.
Tetapi Rudi ternyata keliru.
Liukan pinggang Amelia, ternyata menyertai
liukan kaki-kaki gadis itu yang dalam tempo sing?
kat sudah berhasil menjepit pinggang Rudi. Je?
pitan yang sangat kuat, dan sedemikian kuatnya
hingga Rudi mulai berteriak kesakitan. Teriakan
tertahan karena napasnya sudah keburu tersengal.
Ketika jepitan itu melonggar, Rudi belum bisa me?
narik napas lega karena tangan yang menjambak
isteri Kalung Setan.indd 96
96 2/2/11 2:25:14 PM isteri Kalung Setan.indd 97
rambutnya sudah meliuk dan menyentak seketika,
dengan cepat dan kuat. Lalu tubuh Rudi melayang di atas tubuh
Amelia, kemudian terempas ke lantai. Untungnya
Rudi jatuh dengan posisi punggung lebih dulu,
lalu bokong, kemudian kepala.
Rudi pusing alang kepalang.
Pandangannya nanar. Di tempat tidur, samar-samar ia lihat Amelia
duduk. Memandang ke bawah, dengan kepala te?
leng ke satu sisi. Samar-samar ia dengar pula suara
khas itu, "Uuuuhhh... tah, tah!"
Setelah pandangan Rudi semakin jelas, barulah
ia melihat adanya ulasan senyum di bibir Amelia.
Senyuman lucu dengan tatapan seolah heran dan
kebingungan. Lehernya lantas bergerak otomatis,
seperti tak bertulang. Sehingga kepala Amelia ber?
pindah-pindah pelan ke kiri ke kanan.
Maksudnya jelas. Gelengan kepala. Geleng
peringatan. Rudi merangkak bangun. Pusingnya sudah mereda. Pandangannya pun
sudah mulai normal kembali. Punggungnya me?
mang masih sakit, dan masih cukup tangguh un?
tuk mencoba lagi. Rudi tegak, mengumpulkan te?
naga dengan amarah naik sampai ubun-ubun. Se?
baliknya, Amelia bergeming di tempatnya. Hanya
senyum di bibir itu saja yang lenyap, lalu sinar
matanya berkilat-kilat, tajam.
97 2/2/11 2:25:14 PM Melihat hal itu, Rudi lantas tahu diri.
Entah mengapa Rudi juga dirayapi perasaan


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut yang aneh. Perlahan ia memutar tubuhnya.
Berjalan tersuruk-suruk ke pintu, membukanya,
keluar, lalu membanting pintu hingga menutup di
belakangnya, lalu ia ke lantai bawah, terenyak di
depan tungku pendiangan yang apinya sudah pa?
dam. Patah hati. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia duduk ter?
menung di depan pendiangan, dan baru tersadar
sewaktu terdengar suara lembut bertanya di bela?
kangnya, "Apakah apinya perlu saya nyalakan kem?
bali, Tuan Muda?" Hartadi-lah yang bertanya, seraya berusaha ke?
ras menyembunyikan keheranan. Mengapa pakaian
anak muda itu berantakan, tali pinggangnya tidak
terkancing, dan rambutnya begitu awut-awutan"
Rudi tidak segera menjawab.
Ia agaknya masih memikirkan sesuatu. Barulah
setelahnya, ia membuka mulut. Bukan untuk men?
jawab pertanyaan tadi, melainkan untuk mengaju?
kan sejumlah pertanyaan. Tak lama kemudian, ia
sudah berjalan menuju pintu gerbang yang di?
terangi lampu merkuri. Rudi melangkah keluar,
setengah sempoyongan. Kemudian sosoknya lenyap
ditelan gelapnya malam. Di tempat yang ia tingggalkan, Hartadi tampak
menutup pintu depan. isteri Kalung Setan.indd 98
98 2/2/11 2:25:14 PM isteri Kalung Setan.indd 99
Kemudian Hartadi berjalan ke kursi, duduk di
sana, dan menunggu. Lalu ia mengeluh sendirian,
"...tak apalah. Mungkin hanya untuk malam ini
saja!" Tetapi, bagaimana jika seterusnya begitu"
Ah. Tak usah menyusahkan diri sendiri. Tung?
gu saja Tuan Anton memenuhi janjinya. Mereka
akan bicara tentang kelanjutan pekerjaan Hartadi
serta istrinya, dan tentang banyak hal lain. Kemu?
dian keputusan berada di tangan Hartadi sendiri.
Dan hanya ada dua pilihan.
Terus atau berhenti. Pilihannya hanya satu, dan mutlak, seandainya
yang datang mendampingi Tuan Anton tadi sore
adalah Nyonya Muda yang dulu. Nyonya, yang di
mata Hartadi sangat menarik dan tak mau diam
seperti anaknya, Nona Amelia. Nyonya Muda itu
pun sangat lembut dan perasa. Sayang sekali, ketika
Nyonya yang baik hati itu mengetahui suaminya
diam-diam sudah menikah dengan bekas pelayan
mereka, Nyonya itu bukannya datang kepada orang?
tuanya, tetapi kepada Hartadi, untuk mengadu.
"Aku tak kuasa mencegah suamiku, Hartadi.
Dia beruntung memperoleh bayi laki-laki dari si
Ningsih itu!" Majikan muda Hartadi itu lantas
menangis tersedu-sedu. "Kau sudah kuanggap
abangku sendiri, Hartadi. Sudah seperti saudara
kandungku sendiri. Jadi... tolonglah beritahu, apa
yang terbaik diperbuat adikmu yang tersiksa ini!"
99 2/2/11 2:25:15 PM Jawaban Hartadi sederhana saja, "Tanyakanlah
pada dirimu sendiri, Nyonya. Jawabannya ada di
situ." Nyonya yang malang itu pun merintih, "Aduh,
aku harus bagaimana Hartadi" Aku teramat sangat
mencintai suamiku. Tanpa dia, aku tak punya se?
mangat untuk hidup. Tanpa dia, aku akan..."
Kenyataannya, Nyonya itu masih tetap bersama
suaminya. Dan pada akhirnya, toh ia meninggal juga.
Hartadi terpejam, menahan air mata tuanya
agar tidak sampai menetes.
isteri Kalung Setan.indd 100
100 2/2/11 2:25:15 PM DELAPAN PINTU gerbang berhadapan langsung dengan
jalan menurun di antara dua baris pepohonan.
Dari sanalah mereka sebelumnya datang. Tetapi
Rudi tidak menempuh jalan tersebut. Hartadi bi?
lang, perlu waktu sekitar satu jam lebih berjalan
kaki sebelum Rudi menemukan ujungnya, jalan
raya dengan lalu lintas yang tidak pernah sepi.
Maka Rudi mengambil jalan ke kiri.
Jalan itu selebar jalan tadi, hanya kondisinya
sedikit lebih jelek. Penerangan pun hanya dari lam?
pu neon bercahaya temaran pada tiang yang jarak
satu sama lain berjauhan.
"Tidak lebih dari sepuluh menit. Itu pun jika
berjalan santai," demikian Hartadi memberi petun?
juk. "Jika Tuan Muda lihat ada pintu gerbang
kayu..." Di situ Hartadi tersenyum samar. "Tak
usah dilalui. Ambil jalan menurun ke kiri. Nanti
sampai di simpang tiga, baru terpaksa menunggu.
isteri Kalung Setan.indd 101
101 2/2/11 2:25:16 PM Biasanya sebentar saja. Selalu ada kendaraan lewat
di sana yang nantinya akan sampai juga ke jalan
raya tadi..." Lampu bertegangan listrik rendah menerangi
pintu gerbang di hadapan Rudi. Terbuat dari
kayu, dan tingginya sebatas dada, tanpa daun pin?
tu, sehingga orang bisa leluasa keluar-masuk, ka?
pan pun mereka mau. Rudi mengamati sebentar
ke bagian dalam pintu gerbang kayu, lantas paham
mengapa pelayan mereka tadi tersenyum samar.
Karena di antara semak belukar dan ilalang liar,
Rudi melihat... beberapa batu nisan.
Sesaat Rudi tersedak. Apalagi sewaktu mendengar suara ganjil sayupsayup datang dari bagian dalam kuburan. Tak jelas
suara apa. Mana gelap pula di arah suara itu ter?
dengar, sehingga tidak terlihat pula asal suaranya.
Rudi tidak percaya adanya mayat yang konon se?
ring bangkit dari liang kubur, atau hantu-hantu
lainnya. Yang penting jangan usil dan hargailah
tempat-tempat semacam itu. Jadi, suara tadi jika
bukan halusinasi, tentunya tipuan alam atau ba?
rangkali anjing yang menemukan tulang, menggali?
nya tanpa memedulikan tulang apa yang ditemu?
kan. Suara ganjil itu menghilang.
Rudi membuang napas panjang, kemudian me?
mutar langkah mengikuti jalan menurun di se?
belah kirinya. Sekitar dua menit berikutnya, ia
isteri Kalung Setan.indd 102
102 2/2/11 2:25:16 PM melihat simpang tiga yang dikatakan Hartadi. Ada
lampu merkuri di sana, terang benderang. Barulah
Rudi berhenti dan mengambil napas di bawah si?
nar lampu itu, sementara ada lampu lain berasal
dari arah mendaki di sebelah kanan.
Lalu mobil kendaraan umum berhenti di dekat?
nya. Kernetnya turun, mendatangi. "Lembang,
Oom?" "Ciater," jawab Rudi, lesu.
"Nunggunya di seberang, Oom!" Kernet itu
memberitahu sambil cemberut, lalu naik lagi ke
mobilnya yang segera lenyap di belokan. Rudi ti?
dak segera menyeberang jalan karena di seberang
gelap. Bukan ia takut. Yang ia khawatirkan, justru
orang lain nanti yang ketakutan. Yakni, sopir mo?
bil yang nantinya akan ia tumpangi.
Ia bersandar di tiang. Membiarkan ngilu di punggung perlahan hi?
lang sendiri. Setelah itu, ia coba berolahraga ri?
ngan, sekadar mengendurkan otot dan melawan
serbuan udara malam yang dingin menusuk. Be?
berapa menit kemudian, dari belokan tadi muncul
lagi lampu-lampu. "Ciater?" Mobil berhenti. Rudi naik dengan semangat.
isteri Kalung Setan.indd 103
*** 103 2/2/11 2:25:16 PM Di bagian dalam gerbang kayu tempat tadi ter?
dengar suara ganjil yang membuat Rudi sedikit
bergidik, Anton Suhartono mendongak ke langit
kelam. Menaksir-naksir posisi rembulan.
Ia mengeluh, lantas menyalakan korek api un?
tuk menerangi arloji. Wajah Anton yang dikotori
tanah bercampur peluh seketika menjadi kaku.
Korek api dipadamkan. Pacul yang tergeletak di
sampingnya cepat-cepat disambar Anton. Ia me?
lompat dari gundukan tanah bekas yang digalinya
menuju lubang menganga di bawahnya.
Lubang itu berbentuk persegi panjang walau
tidak pas betul. Dalamnya sudah mendekati pun?
dak Anton ketika ia berdiri tegak untuk mengam?
bil napas sebentar. Kemudian ia sibuk lagi meng?
gali tanah, setengah melemparkannya ke atas de?
ngan bantuan ember, lalu bergegas menggali lagi
dan lagi tanpa memedulikan tenaganya yang sudah
semakin terkuras. Barusan ia terlalu lama beristi?
rahat. Namun begitu melihat rembulan, ia ter?
sadar, dan niat untuk merokok sejenak terpaksa ia
batalkan. "Jangan sampai rembulan pas di atas kepala!"
Terngiang di telinganya, suara perempuan setengah
baya yang ditemui Anton beberapa hari sebelum
ia dan keluarganya meninggalkan Pandeglang. Pe?
rempuan itu sehari-harinya bertani di Rangkas?
bitung, dan waktu senggang diisinya dengan me?
nerima sejumlah tamu yang datang dari daerah
isteri Kalung Setan.indd 104
104 2/2/11 2:25:17 PM sekitar, dan dari kota-kota lain di dalam atau di
luar Jawa, bahkan ada yang dari Singapura se?
gala. "Sebaiknya arlojimu terus dipakai agar lebih
mudah mengetahui tibanya waktu," demikian du?
kun perempuan itu mengingatkan. "Benda yang
kauinginkan itu harus diambil dari tempatnya se?
belum tengah malam. Lewat jam dua belas malam,
walau cuma sedetik-dua detik," wajah tirus itu
mengawasi tajam ke wajah Anton, "...bukan saja
pekerjaanmu akan sia-sia. Kau juga akan menerima
akibat yang tidak dapat kujelaskan. Paham?"
Anton memahaminya karena sudah ada orang
lain yang memberitahu akibat yang akan dialami
Anton jika gagal. Tetapi orang lain itu, si dukun
tua renta di Pamanukan, telah meninggal belasan
tahun berselang. Meninggalnya selain misterius,
mengerikan pula. Anton menyaksikan sendiri bagai?
mana sekujur tubuh orang tua itu melepuh hebat
dalam tempo singkat, kemudian hancur sampai ke
tulangnya. Segala yang tersisa dari tubuhnya, bah?
kan ikut lenyap, terserap bersama tanah tempat
orang tua renta itu semula berdiri.
Teringat pada kehebatan ilmu dan kedahsyatan
cara dukun di Pamanukan itu meninggal, Anton
tentu saja mendesak dukun yang bekerja sambilan
sebagai petani di Rangkasbitung itu, "Bagaimana
kalau prosesi yang Ibu uraikan tadi tak berhasil?"
"Yang kutahu, aku belum pernah gagal!" Perem?
isteri Kalung Setan.indd 105
105 2/2/11 2:25:17 PM puan itu menjawab dengan sedikit tersinggung.
"Lagi pula, hidup ini adalah perjudian, bukan?"
Anton berhenti menggali. Ember yang sudah penuh ia lemparkan lagi
isinya ke permukaan liang kubur. Mengatur napas
sejenak, Anton naik lagi, lalu duduk, berpikir sam?
bil memandangi noktah cahaya yang terlihat jelas
karena tidak terlalu jauh dari kompleks makam
keluarga tempat ia berada sekarang. Lampu rumah
besar bertingkat itu bagaikan berpasang-pasang
mata yang menatap dingin ke arahnya. Sedangkan
di dalam benak Anton, berpasang-pasang mata
lainnya menari-nari. Mata Amelia yang lebih sering terlihat hampa.
Mata Solavina yang terkesan nakal, tetapi penuh
gairah hidup. Mata Rudi yang acuh tak acuh na?
mun terkadang bisa berubah liar. Lalu, mata
Ningsih yang menyimpan begitu banyak tuntutan
tersembunyi maupun terang-terangan..
Suara Ningsih begitu jelas terdengar seakan
istrinya ada di dekatnya, "Baiklah, akan kulepas
sisa perhiasanku ini, Pak. Yang penting kita punya
sedikit uang setibanya di sana nanti. Soal janji Ba?
pak untuk mengganti kalungku paling lama seharidua hari setelah kita tiba nanti, itu urusan bela?
kangan..."

Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun mata Ningsih berkata lain, "Awas, jika
janji palsu!" Anton menyerah. Ia senantiasa ingin memba?
isteri Kalung Setan.indd 106
106 2/2/11 2:25:18 PM hagiakan Ningsih dan anak-anak yang lahir dari
perkawinan mereka. Anton mencintai Ningsih le?
bih dari apa pun. Cinta yang muncul pada pan?
dangan pertama ketika Ningsih datang ke rumah
Anton untuk memulai hari pertamanya sebagai
pelayan, khususnya melayani Amelia. Cinta itu
begitu kuat, menggetarkan, dan hangat.
Tidak seperti ibunya Amelia. Anton hanya se?
kadar menyukai, terutama pada hal tertentu saja,
yaitu uang kakek-nenek Amelia yang sangat di?
perlukan Anton untuk menamatkan studi sampai
ia meraih gelar insinyur. Uang yang begitu deras
mengalir selama Anton tetap pulang setiap hari ke
pelukan istrinya yang kaya itu. Istrinya tidak peduli
apakah Anton suka "jajan" di luar atau tidak. Ke?
nyataannya, Anton memang tidak "jajan" di luar,
justru "jajan" di dalam rumah mereka sendiri.
"Jajanan" aduhai yang memikat selera, penuh
cita rasa, dan tak bosan-bosan menikmatinya. Ka?
rena Anton menikmati "jajanannya" sepenuh hati,
menghayatinya sampai ke sanubari, disertai getaran
indah dan menakjubkan. Di atas ranjang, Ningsih-lah majikannya. Ka?
rena Ningsih yang sering kali keluar sebagai peme?
nang. Ningsih juga seorang juara sejati. Begitu
Anton tumbang, Ningsih dengan sabar membelai
dan menunggu. Menunggu sampai Anton berdiri
kembali, dan mereka memulainya lagi dan lagi.
Sampai akhirnya, mereka tiba pada waktu ber?
isteri Kalung Setan.indd 107
107 2/2/11 2:25:18 PM samaan untuk mereguk air kenikmatan dari piala
yang sebelumnya dimenangkan Ningsih.
Anton tersenyum, bergairah.
Ia siap berjudi untuk Ningsih. Apalagi kemung?
kinannya masih 50:50. Dukun dari Pamanukan
itu menegaskan, "Simpan benda ini di tempat asal?
nya. Dan jangan pernah mengusiknya lagi!"
Si dukun perempuan tidak kurang tegas, "Aku
belum pernah gagal!"
Belum, memang bukan berarti tidak.
Namun, disitulah perjudiannya. Tinggal meraih
apa yang masih mungkin diraih untuk kemudian
dipersembahkan pada Ningsih, demi menghiasi
piala kemenangannya. Anton meloncat turun dengan cepat dan meng?
gali lagi lebih cepat. Ember diisi dan dilemparkan?
nya isinya ke atas. Tak peduli ada bongkahan yang
jatuh kembali, bahkan sampai menimpa wajah sen?
diri. Itu tamparan menggembirakan karena lubang
galian telah semakin dalam.
Pacul itu tiba-tiba berhenti menggali.
Sesuatu masuk ke dalam ember. Anton tak da?
pat melihat jelas, namun dapat merasakannya.
Korek apinya segera dikeluarkan, menerangi isi
ember. Di antara tanah lembap dan basah, tampak
menyembul sepotong tulang. Jika tak keliru, mesti?
nya tulang rusuk. Anton memadamkan korek api, menggali lagi.
Sekarang lebih hati-hati, bahkan kemudian pacul?
isteri Kalung Setan.indd 108
108 2/2/11 2:25:19 PM nya diberi kesempatan beristirahat. Kemudian
Anton menggali dengan menggunakan tangan dan
jemarinya. Semakin banyak yang tersentuh, se?
makin nyata pula potongan tulang yang terasa
bentuknya di telapak tangan.
Anton berhenti lagi, korek api dinyalakan, duatiga batang sekaligus. Sementara tangan yang
kemudian terbebas dipergunakannya mengais-ngais
tanah sampai jari kelingking Anton tersangkut se?
suatu, dan korek apinya padam. Cepat-cepat ia
nyalakan batang korek api lain yang masih tersisa.
Dua batang patah sia-sia karena Anton kelewat
bernafsu. Ketika batang berikutnya menyala, Anton men?
dekatkannya pelan-pelan ke permukaan tanah di
dalam lubang seraya agak membungkuk untuk
mengamati lebih jelas. Memang apa yang dilihat
Anton masih kotor dan setengah terbenam di ta?
nah. Namun sudah mulai tampak warnanya yang
khas. Warna kuning tua. Dan Anton tahu betul
itu bukan warna tulang belulang.
Untuk terakhir kalinya, korek api di tangan
kiri Anton padam lagi. Tetapi kini ia tak berniat menyalakan korek
yang lain. Ia sudah menemukan apa yang ia cari.
Karena ia sudah melihat samar-samar bayangan
tengkorak, kemudian tulang leher. Di sanalah ben?
da kuning tua itu melingkar.
isteri Kalung Setan.indd 109
109 2/2/11 2:25:19 PM Seuntai kalung emas murni 24 karat dengan
berat sekitar 100 gram. Lalu, tangan Anton yang gemetar, turun untuk
meraihnya. isteri Kalung Setan.indd 110
110 2/2/11 2:25:19 PM SEMBILAN Takut" Tentu saja! Tangan Anton yang terulur gemetar memang
karena takut. Takut menemui kesulitan menanggal?
kan kalung dari tulang batang leher di bawah
tengkorak yang mendekam di dasar kuburan itu.
Yang tidak mau ia percayai namun toh menakut?
kan juga adalah jika tiba-tiba tulang belulang itu
meronta. Tangan-tangan kerangka mencengkeram
leher Anton, menariknya ke tengkorak. Lantas ra?
hang tengkorak itu terbuka, menghunjam di leher,
lalu menghirup darahnya sampai habis. Bahkan
siapa tahu bila tengkorak itu mengisap beserta da?
ging lehernya sekaligus! Tetapi ternyata semuanya mudah saja.
Hanya dengan renggutan perlahan, untaian ka?
lung 24 karat itu sudah tergenggam di tangan.
Terdengar suara berderak lembut, mungkin tulang
leher yang semula tersusun utuh jadi terlepas ka?
isteri Kalung Setan.indd 111
111 2/2/11 2:25:20 PM rena kalung yang melingkarinya ditarik lepas ke
atas. Anton mengangkat tangannya setinggi mung?
kin, sampai sinar temaram rembulan menyinari
benda yang dipegangnya. Tidak salah lagi. Itulah
benda yang sangat diinginkannya, sudah sekian
lama diidamkannya, tetapi baru beberapa hari ter?
akhir ia temukan cara untuk mengambilnya de?
ngan aman. Memang masih tertutup tanah lembap di sanasini. Tetapi ia kenal betul pada bentuk dan su?
sunan rantainya. Orang tua dari Pamanukan itu
juga dulu meyakinkannya, "Yang ini, asli milik
istrimu. Tiruannya lenyap entah ke mana."
Perduli amat tiruannya lenyap atau tidak, yang
penting orang tua itu berkata jujur. Ia membukti?
kan kejujurannya dengan tidak tanggung-tanggung
pula, yaitu mati seketika.
Masih dengan tangan gemetar, kali ini bukan
karena ketakutan tetapi lonjakan kegembiraan,
Anton Suhartono buru-buru memasukkan kalung
tersebut ke saku celananya. Ritsleting celana itu
kemudian diturunkan, bibir Anton tersenyum. Su?
dah semenjak sore tadi ia tidak kencing. Bukan
karena terlarang, tetapi karena pada waktu yang
tepat, ia ingin kencing sebanyak-banyaknya.
"Terserah jika misalnya kau ingin mengencingi
seisi kubur!" Perempuan bermuka tirus di Rangkas?
bitung itu pernah memberitahu. "Tetapi yang kau?
perlukan cukup sebatas tengkoraknya saja. Satu-
isteri Kalung Setan.indd 112
112 2/2/11 2:25:20 PM dua percik pun jadi, yang penting kena lubang
matanya. Dengan demikian, rohnya akan meng?
alami kebutaan seketika. Ia tidak akan bisa melihat
ke mana kau pergi. Tak akan pernah mampu
mengikutimu. Satu-dua percikan saja. Tak usah
memaksakan diri!" Dengan gembira, Anton mengencingi tengkorak
di antara kedua kakinya. Kencing sebanyak-banyak?
nya, sampai ia yakin bukan hanya lubang mata,
bahkan hidung dan mulut tengkorak itu sudah
penuh digenangi air kencingnya.
"Puaskanlah dahagamu, hei kau, si hidung
bengkak!" Anton sampai merasa perlu mengham?
burkan ejekan menghina dari mulutnya. Mulut
yang kotor. Dikotori tanah bercampur peluh serta
air ludahnya sendiri. Kemudian ia melihat ke permukaan lubang.
Wah, lebih tinggi dari kepalanya. Dikelilingi
tanah gembur pula. Jika ia langsung meraih ke
atas, gundukan tanah galian itu akan berhamburan
jatuh lagi ke bawah, menimpa tubuhnya, bahkan
sekalian mengubur dirinya bersama kerangka ber?
serakan itu. Tetapi memang cuma itu satu-satunya jalan
termudah. Tidak pula harus menyakiti jemarinya.
Cukup dengan pacul yang kemudian ia hunjamkan
ke atas, menarik turun tanah sebanyak dan sehatihati mungkin. Setelah tempatnya berpijak cukup
tinggi dan sebagian bidang tanah di atasnya lebih
isteri Kalung Setan.indd 113
113 2/2/11 2:25:21 PM terbuka, barulah pacul dilepas. Tangannya meraih
ke tempat yang terbuka dan sudah rata itu, me?
ngerahkan tenaga sebentar, lantas dengan kudakuda yang pas kakinya pun sekaligus mendorong
ke atas. Sekejap kemudian ia sudah berdiri bebas di
alam terbuka. Memandang ke sekitar sebentar, me?
yakinkan keadaan masih tetap aman. Lantas me?
nyeringai tolol. Siapa pula yang akan tertarik
mengintip perbuatannya"
Di tanah berhektar-hektar itu, tidak ada ma?
nusia lain kecuali dirinya dan penghuni rumah
besar bertingkat peninggalan mertuanya. Pabrik
pengolahan susu sudah lama tidak beroperasi. Me?
sin-mesinnya telah dicopot oleh si penyewa dan
dibawa pergi, kecuali yang sudah tidak terpakai
dan tidak bisa lagi diperbaiki. Rumah-rumah petak
untuk para pekerja, telah ditinggalkan para peng?
huninya bulan lalu. Begitu pula, sapi-sapi yang
sehat telah dijual si pemilik. Tinggal beberapa ekor
yang tersisa, tetapi mengidap penyakit antraks.
Mungkin dimaksudkan sebagai cenderamata, atau
karena memang tak laku dijual. Barangkali juga, si
pemilik tidak sudi dibebani tanggung jawab, apa?
bila pembeli sapi yang sakit itu kelak menderita
karena kerakusannya. Peduli amat! Biarlah sapi-sapi itu pun akhirnya pada mati.
Kini Anton telah memiliki sesuatu sebagai peng?
isteri Kalung Setan.indd 114
114 2/2/11 2:25:21 PM gantinya. Jika perlu, segera diuangkan. Nilainya
akan mencapai puluhan juta rupiah. Mudah-mu?
dahan tidak perlu dijual, dengan harapan Ningsih
dapat sedikit lebih berhemat dengan sisa uang me?
reka. Masih ada tanah yang bisa segera dijual, ter?
gantung harga yang mereka tawarkan. Juga masih
ada bank yang akan memberi mereka pinjaman.
Anton mengamati kalung di tangannya, bergu?
mam bahagia, "Aku akan menyimpanmu di tem?
pat yang lebih bagus ketimbang tempatmu tadi.
Leher Ningsih memang sudah agak gemuk seka?
rang. Tetapi itu tidak penting, kan?"
Lalu Anton pun berlalu menuju gerbang kayu
itu. Ia tidak merasa perlu turun mengambil pacul
serta embernya yang tertinggal. Liang kubur yang
menganga itu pun dibiarkannya demikian. Tidak
akan ada orang yang mengetahuinya. Kompleks
tempat kuburan itu berada adalah milik keluarga.
Tidak sembarang orang boleh memasukinya. Lagi
pula, untuk apa masuk ke sana" Satu-satunya yang
dapat diambil dan dimanfaatkan toh sudah di?
kantongi Anton. Jadi, besok-besok sajalah Anton
mengambil pacul dan ember, sekalian menutupi
kembali liang kubur itu. Tidak harus persis seperti
semula. Selain mustahil, itu juga tidak penting,
kan" Jika sewaktu berangkat Anton waswas dan te?
gang, kini pulangnya ia berjalan santai seraya ber?


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senandung kecil. Rokok diselipkan ke bibir, di?
isteri Kalung Setan.indd 115
115 2/2/11 2:25:21 PM sulut, dihirup nikotinnya dengan kenikmatan tiada
terperi, lantas ia meneruskan perjalanan pu?lang ke
rumah pemberian mertuanya sambil menyenan?
dungkan salah satu lagu Evi Tamala, penyanyi
dangdut favoritnya. isteri Kalung Setan.indd 116
116 2/2/11 2:25:22 PM SEPULUH DI dalam rumah besar bertingkat itu, Amelia re?
bah di tempat tidur. Ia bahkan sempat terlelap
hingga sekonyong-konyong terjaga. Rudi sudah
lama pergi. Pintu kamar tertutup, demikian pula
jendela. Tak ada siapa-siapa di kamar kecuali
Amelia seorang, bahkan tidak ada suara apa pun
yang mengusiknya. Namun gadis itu masih terjaga
juga. Mana mungkin ia tidak terjaga. Saat ia mulai
terlelap tadi, lehernya mendadak sakit alang ke?
palang, bagaikan terpotong sesuatu. Tulang-tulang
di balik kulitnya serasa patah.
Karena terkejut Amelia langsung terjaga dengan
kedua tangan memegangi batang leher seolah kha?
watir batang lehernya akan tanggal.
Leher Amelia memang masih utuh. Tetapi sik?
saan itu begitu hebat, sehingga tubuh Amelia me?
lengkung ke atas untuk menahan sakitnya. Sesaat
isteri Kalung Setan.indd 117
117 2/2/11 2:25:22 PM kemudian perasaan bagai tersembelih itu lenyap.
Tubuh Amelia mengempas dan terkulai di tempat
tidur. Lemas tiada terperi dengan wajah sedingin
es. Lengan-lengannya pun terkulai perlahan.
Ia terengah-engah sampai dadanya terasa lebih
enak. "Ahh... baa... meng... mengappp... paaa...
shishnh, shish..." Lalu ia pejamkan mata, mencoba tidur kembali
ketika sekonyong-konyong gangguan lain datang
lagi tanpa pemberitahuan seperti sebelumnya. Ta?
ngan Amelia terangkat cepat menutupi wajahnya
sambil berkeluh kesah kesakitan. Wajahnya ia
empaskan ke kiri-kanan, namun toh rasanya cairan
sepanas api itu terus tercurah entah dari mana.
Menyakiti mata, menyesaki hidung, menjejali
mulut, dan disertai bau tengik menjijikkan. Pen?
deritaan ini lebih hebat lagi karena selain kepala
terempas ke kiri-kanan, berusaha menghindar, ta?
ngan yang lemah berusaha mengibas-ngibas sesuatu
yang tidak terlihat di atas wajahnya, dan anggota
tubuh lainnya justru membeku kaku, tidak bisa
digerakkan. Bagaikan lengket ke tempat tidur.
Sementara kepala serta wajahnya yang terban?
ting-banting terus saja dihujani semburan air panas
membakar, bagaikan tumpah dari lorong gelap di
langit, mengucur dan terus mengucur deras. Bu?
kan hanya membasahi tetapi juga seakan membuat
kulit wajah, mata, hidung, dan bibir Amelia me?
lepuh lalu meleleh. isteri Kalung Setan.indd 118
118 2/2/11 2:25:23 PM Lalu, ketika ia sudah mulai berpikir ada orang
yang menumpahkan segalon air raksa untuk meng?
hancurkan wajahnya, azab sengsara mengerikan
itu"seperti penderitaan sebelumnya"juga tibatiba berhenti. Wajahnya basah kuyup, tetapi oleh
peluh yang membanjiri, bukan oleh curahan air
luar biasa panas, berbau sangat tengik, dan men?
jijikkan itu. Kulit wajahnya pun masih utuh, licin
dan halus. Begitu pula mata, hidung, dan bibir.
Utuh tak terusik. Hidung Amelia kemudian mengendus sekeliling
dan hanya tercium keharuman kamarnya yang se?
merbak. Mulutnya memang menganga, namun tak
ada apa-apa di dalamnya kecuali lidah yang lemah,
dan sedikit rasa asam dari air ludahnya sendiri.
Pandangan matanya pun normal-normal saja. Ia
dapat melihat sekeliling dengan jelas.
Dan yang paling mengherankan, Amelia juga
tidak merasakan sakit lagi, walau hanya sekadar
sakit akibat gigitan semut!
Namun, akibat dari serangan azab misterius
yang sangat menyiksa itu, tetap saja masih ada.
Sekarang Amelia tidak berani tidur.
Perlahan tubuhnya meliuk naik. Duduk resah.
Lantas, seperti biasanya kepala Amelia teleng ke
kiri, diam sebentar, lalu ganti teleng ke kanan, dan
diam lagi. Amelia bertanya-tanya, namun toh tetap
saja tidak memperoleh jawaban mengenai penye?
bab siksaan menyengsarakan tadi.
isteri Kalung Setan.indd 119
119 2/2/11 2:25:23 PM Ia mengenali semua benda di sekelilingnya, dan
yakin semua ada di tempat semula. Tidak ada
yang bergeser atau digeser seseorang. Pintu masih
tertutup, demikian pula jendela.
Kemudian, pelan-pelan Amelia mulai meringis.
Mungkin masih terpengaruh bau tengik tadi,
kini perutnya terasa mual. Ingin muntah, dan be?
berapa saat kemudian, ia pun muntah. Berbeda
dengan dua gangguan sebelumnya, gangguan ingin
muntah itu tak terlalu menyiksa. Hanya rasa mual
di perut seakan ada yang bergolak di sana dan me?
maksa dikeluarkan. Lalu, sebagaimana manusia normal lainnya ke?
tika muntah, Amelia pun mengeluarkan isi perut?
nya lewat mulut. Berupa cairan muntah biasa yang
menggenangi seprai tempat tidur. Terlihat sebagian
kecil sisa-sisa makanan yang tadi ditelan Amelia,
termasuk beberapa keping pecahan kulit telur.
Tetapi, eh, perut Amelia masih juga mulas. Ia
membungkuk, dan muntah sekali lagi. Muntahan
kedua sedikit lebih perih, namun tidak menyeng?
sarakan. Cairan yang keluar dari mulutnya pun,
tidak sekaligus. Lambat, turun pelan-pelan dari
mulut Amelia, lalu jatuh membentuk gundukan di
atas bekas muntahan pertamanya tadi. Dua gun?
dukan kecil itu kemudian memencar, terpisah.
Amelia memandang takjub. Kepalanya ditelengkan untuk melihat lebih jelas
hingga gundukan itu tidak terhalang sinar lampu
isteri Kalung Setan.indd 120
120 2/2/11 2:25:23 PM kamar yang masih menyala. Gadis itu senyum-se?
nyum seperti orang bodoh"salah satu ciri idiot?
nya"lantas berseru-seru tertahan, "Tah, tah...
tuuhhh?" Seruan tertahan Amelia bukan tanpa alasan.
Dua gundukan kecil tadi, pelan-pelan meng?
geliat sendiri. Warna kemerahannya yang tampak
nyata di antara genangan cairan muntah kekuningkuningan itu mirip gumpalan darah setengah mem?
beku, lalu perlahan berubah menjadi merah ke?
hitaman, dan terus menghitam, sampai akhirnya
benar-benar menjadi hitam pekat. Lalu, dari ben?
tuk gundukan, keduanya terus memanjang lantas
meliuk-liuk pelan. Masing-masing gundukan yang
bergerak memanjang dan menggeliat hidup itu,
bergerak membentuk wujud menyerupai ular, te?
tapi dengan bentuk serupa, dari ujung yang satu
sampai ke ujung yang lain. Sehingga jika wujud
gundukan yang berubah memanjang itu bisa di?
sebut ular, akan teramat sulit untuk memastikan,
bagian mana ekor dan kepalanya.
Dan Amelia juga tampaknya tidak peduli. Geliat
dan liukan-liukan hidup yang berasal dari mun?
tahannya itu, bukannya membuat Amelia heran
ataupun takut. Sebaliknya, dengan kegembiraan se?
orang bocah yang saat berulang tahun beberapa
waktu lalu diberi hadiah mainan yang sudah lama
didambakannya, Amelia tampak sangat menikmati
gerakan sepasang wujud aneh di hadapannnya itu.
isteri Kalung Setan.indd 121
121 2/2/11 2:25:24 PM Lihat saja sewaktu pasangan yang berasal dari
muntahan Amelia itu seketika meliuk liar ber?
samaan lantas berbenturan satu sama lain, Amelia
langsung bersukacita. "Shihhh... ah, ah... hihi..." Amelia tertawa
geli. Ia juga merasa lucu sendiri karena sewaktu ia
coba menyentuh dua wujud itu, tiba-tiba saja ke?
duanya sama-sama mengangkat salah satu ujung
masing-masing, meliuk ke belakang, setengah me?
nengadah seakan kompak mengawasi Amelia.
"Yahh... yaahhh... shissh deh... ah... ah..." Se?
akan memahami maksud mereka, Amelia berdesah
lunak sambil manggut-manggut dengan kepala di?
telengkan ke kiri-kanan, secara bergantian.
Mahluk aneh itu perlahan menurunkan ujungujung tubuh mereka yang tadi terangkat. Masingmasing kemudian ribut mendekati genangan mun?
tahan Amelia yang berwarna kekuningan, lalu de?
ngan cepat dan liar mereka hirup sampai licin,
tandas, tak bersisa, bahkan kering tanpa meninggal?
kan bekas apa pun. Keduanya menghirup bagaikan
lintah. Tubuh dilengkungkan ke atas, lalu ujung
depan maupun ujung belakang tubuh mereka
sama-sama dihunjamkan ke muntahan.
Puas makan, keduanya melingkar sebentar, ke?
mudian meliuk cepat ke pinggir ranjang. Sepasang
makhluk kecil berwarna hitam pekat itu kemudian
melompat ke lantai. Terus merayap liar ke pintu,
isteri Kalung Setan.indd 122
122 2/2/11 2:25:24 PM menerobos celah sempit di bawahnya. Kemudian
lenyap entah ke mana. Di tempat yang mereka tinggalkan, Amelia tam?
pak mengangkat muka dengan pandangan kecewa.
Lalu tiba-tiba kepala Amelia menegak dengan ce?
pat. Sangat cepat, dan belum pernah terjadi se?
belumnya. Gadis itu merasakan sentakan aneh
memasuki tubuhnya, merayap dengan sentuhan
dingin namun menyenangkan. Matanya mengerjap,
dan kembali bersinar sukacita.
Lalu perlahan ia turun dari tempat tidur.
Tidak seperti biasa, ia turun dengan gerakan
normal sebagaimana manusia normal lainnya turun
dari tempat tidur mereka. Langkah kakinya pun
tenang dan terkendali ketika melangkah ke jendela.
Di sana ia tegak diam, mengawasi kegelapan di
luar kaca jendela. Tampak seperti menunggu.
Kemudian sesuatu tampak di bawah sana.
Sesosok tubuh terlihat memasuki pintu ger?
bang, lantas berhenti sesaat untuk mengawasi se?
kitarnya, dan mendongak untuk melihat ke jendela
di atasnya. Amelia cepat mundur menjauhi jendela. Me?
rapat ke tembok, lalu beringsut sedikit ke depan.
Mengambil posisi sehati-hati mungkin untuk bisa
mengintip ke halaman di bawahnya.
isteri Kalung Setan.indd 123
123 2/2/11 2:25:25 PM SEBELAS BERMANDIKAN sinar lampu merkuri di pintu
gerbang, Anton Suhartono berdiri diam mengawasi
sekeliling rumah besar di hadapannya. Beberapa
lampu masih menyala, salah satunya pada jendela
di lantai atas. Kamar yang ditempati Amelia. Rasa?
nya Anton sempat melihat bayangan sekilas meng?
hilang di balik jendela, lalu ujung ranting cemara
di depan jendela, meliuk pelan ditiup angin ma?
lam. Ah, ternyata bayang-bayang ranting cemara itu?
lah yang dilihatnya tadi.
Anton tersenyum lega. Amelia tentunya sudah
tidur. Gadis itu selalu tidur dengan lampu kamar
menyala. Amelia paling takut tidur dalam gelap,
dan Rudi, terlebih pada waktu masih bocah, acap
kali mengganggu kakak tirinya itu dengan meng?
hidup-matikan sakelar utama.
Anton menyeringai mengingat kelakuan anak
isteri Kalung Setan.indd 124
124 2/2/11 2:25:25 PM laki-lakinya itu yang pucat pasi sewaktu Anton
pernah memergoki tiba-tiba, bahkan meneriakinya
ketika lampu di dalam rumah ikut digelapkan
Rudi. Setelah itu Rudi kapok. Tetapi toh ia me?
nemukan cara lain untuk mengganggu Amelia,
dan Anton tahu, dari dulu Rudi mengganggu
Amelia bukan karena benci, melainkan karena ka?
sih sayang. Terkadang Anton sempat berpikir bah?
wa diam-diam Rudi mencintai kakak tirinya itu.


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anton melupakan Rudi dan Amelia ketika me?
lihat pintu garasi terbuka. Tidak ada mobil mereka
di dalam. Astaga, ia lupa! Di tengah perjalanan ke
rumah sore tadi, mereka bertiga sudah punya ren?
cana untuk turun ke Bandung malam ini juga.
Ningsih mau shopping, Solavina mau dugem, se?
dangkan Rudi mau bermain biliar.
Jadi mereka telah pergi dan tentu saja belum
kembali. Amelia sudah tidur pula. Anton dapat
masuk ke rumah dengan aman, tanpa ada yang
ribut mengenai pemunculannya yang tiba-tiba de?
ngan penampilan kotor dan mengerikan pula.
Karena gembira ia berjalan sembarangan me?
nuju beranda. Kakinya terantuk sesuatu dan dia
pun terjatuh. Untungnya, di atas rerumputan tebal
dan lunak, meski harus merusak beberapa tangkai
bunga matahari. Lepas dari terkejutnya Anton me?
nyimak apa yang mengait kakinya tadi. Oh, ter?
nyata sisa tunggul pohon yang agaknya belum
lama ditebang dan belum sempat dibersihkan.
isteri Kalung Setan.indd 125
125 2/2/11 2:25:26 PM Pohonnya mungkin sudah tua dan kering. Berba?
haya jika dibiarkan saja. Padahal sebelumnya...
Anton lantas teringat, tunggul itu pasti bekas
pohon palem raksasa. Pohon palem lainnya sudah
tak tampak lagi. Dulu, seseorang sempat berdecak
kagum melihat pohon-pohon itu. "Indah dan me?
nakjubkan. Kokoh, tegar. Tetapi toh suatu ketika,
sayangnya, akan tumbang dan mati... seperti hal?
nya yang akan segera kualami."
Orang itu adalah lelaki tua renta yang usianya
tidak dapat dipastikan oleh siapa pun. Ia datang
pada malam kematian istri pertama Anton, hanya
berselang setengah jam setelah peristiwa itu. Pada?
hal jarak dari rumah ini ke tempat tinggal lelaki
tua renta itu di Pamanukan berpuluh-puluh kilo?
meter. Belum lagi mengingat sulitnya menempuh
jalan setapak di perbukitan untuk sampai atau per?
gi meninggalkan rumah di Pamanukan itu.
Dukun renta itu memang sudah memberitahu?
kan kedatangannya. "Jangan tanya kapan dan
bagaimana aku datang. Yang penting, pada waktu
yang tepat, dan sebelum istrimu kaukuburkan!"
Orang tua itu datang dengan wajah tegang,
dan sorot mata berduka. Ia menceritakan secara ringkas bagaimana makh?
luk kesayangannya menghilang tak tentu rimba.
Makhluk yang telah mengubah wujud menjadi
kalung tiruan itu tidak pernah kembali. Dan lelaki
itu datang untuk mengembalikan kalung asli yang
isteri Kalung Setan.indd 126
126 2/2/11 2:25:26 PM sebelumnya telah ditukarkan diam-diam oleh
Anton, terakhir kali melihat istrinya melepas ka?
lung tersebut untuk disimpan sewaktu mau man?
di. "Sebagaimana kujanjikan, ini kalung asli yang
kaupinjamkan, kukembalikan...," orangtua renta
dari Pamanukan itu berkata. Nyaris tanpa gairah,
karena bagi lelaki tua itu hilangnya mahluk ke?
sayangannnya yang mengubah wujud menjadi ka?
lung tiruan itu adalah kehilangan terbesar dalam
hidupnya, "Ingat, simpan kembali di tempat asal?
nya, kubur bersama pemiliknya, dan jangan cobacoba mengangkanginya. Roh istrimu akan bangkit,
dan siapa pun tidak akan kuasa mencegah apa
yang ingin diperbuatnya terhadapmu!"
"Bapak kan masih ada!" Anton menyeringai
kecut. Dukun tua renta itu menggeleng prihatin,
"Andai si Kolang Kilung tidak sirna dan kembali
ke haribaanku, aku memang masih bisa membantu?
mu. Sekarang, aku bahkan tidak mampu mem?
bantu diriku sendiri..."
"Kok bisa begitu?"
"Kau boleh tak percaya. Tetapi baiklah kukata?
kan. Aku sudah terikat perjanjian dengannya. Jika
ia sirna, aku akan sirna pula. Rohku harus me?
nyatu dengan rohnya, suka tak suka. Sudah. Ja?
ngan banyak tanya lagi. Nanti ada yang melihat
pertemuan kita. Dan... ah, waktu sudah hampir
isteri Kalung Setan.indd 127
127 2/2/11 2:25:27 PM habis pula. Kuingatkan tahanlah nafsumu. Kalung
itu jangan diusik-usik... Oh, aku merasa terbakar.
Aku... selamat tinggal!"
Tubuh orang tua itu tetap tegak di tempatnya
berdiri. Tidak menjerit, tidak menggelepar, sama sekali
tidak bergerak sedikit pun, bahkan tidak tampak
gemetar ketika dari sekujur tubuhnya keluar asap
tipis yang kemudian menebal. Seluruh kulitnya
yang sudah tua dan liat itu mengerut, kemudian
dagingnya melepuh. Hawa panas yang membakar
tubuh itu dari dalam terasa menyengat sampai
Anton melompat mundur. Anton melihat bagai?
mana tubuh dukun tua renta itu hancur dengan
cepat mulai dari kepala, lalu leher, bahu... sampai
kakinya pun tidak terlihat lagi. Tinggal bubur hi?
tam yang tampak meleleh di rerumputan, bubur
itu pun kemudian terserap dan hilang di dalam
tanah. Jika di kuburan tadi Anton masih tenang-te?
nang, justru baru sekarang ia merinding. Padahal
ia ada di depan rumahnya sendiri, di sana-sini lam?
pu terang benderang pula. Wajar saja, Anton bu?
kan takut pada hantu. Ia hanya ngeri teringat ba?
yangan silam itu. Terutama pada ancaman yang
mengiang di telinganya. Tetapi sekarang kalung itu sudah dikantongi?
nya. Ia sudah mengencingi tengkorak mati di ku?
isteri Kalung Setan.indd 128
128 2/2/11 2:25:27 PM buran sana. Tidak ada jalan mundur. Perjudian
sudah dimulai, kartu juga telah dibagikan. Taruhan
sudah dipegang oleh bandar. Hanya bedanya, da?
lam perjudian yang dilakoni Anton Suhartono,
bandarnya ada dua. Si tua dari Pamanukan yang memberitahu
aturan permainan, "...jangan mengangkanginya!"
Lalu, perempuan setengah baya dari Rangkas?
bitung yang membuka celah untuk bermain licik,
"Aku belum pernah gagal!"
Dengan langkah gontai menaiki beranda depan,
lalu masuk ke rumah. Anton mulai bimbang.
*** Sebaliknya dengan Amelia. Ia justru tampak
tenang. Percaya diri. Pintu depan rumahnya tampak terbuka, dan
sosok tubuh ayahnya menyelinap ke dalam, setelah
pintu itu ditutupkan kembali. Perlahan-lahan
Amelia mundur lagi dari jendela, lalu dengan te?
nang, ia mengambil kursi, dan duduk di sana.
Kembali menunggu. Dengan mulut menyunggingkan senyuman
hambar. Di bawah sana, terdengar langkah perlahan me?
masuki rumah. Dia adalah Anton yang bersyukur
pintu tidak terkunci dari dalam, dan menemukan
Hartadi tidur mendengkur dalam posisi duduk di
isteri Kalung Setan.indd 129
129 2/2/11 2:25:27 PM salah satu jok ruang depan. Jelas Hartadi ada di
situ menunggu para majikannya pulang. Tetapi
perasaan mengantuk adalah hak setiap orang. Dan
tanpa sadar Hartadi telah menggunakan haknya
yang hakiki itu. Anton tidak berniat membangunkannya.
Keadaan itu justru menguntungkan Anton
yang semakin aman memasuki rumah, dan se?
makin terhindar pula dari pertanyaan yang sulit
dijawab karena jawaban Anton jelas harus masuk
akal. Maka Anton pun berjingkat ke kamar tidur?
nya, masuk ke kamar, lalu ke kamar mandi. Pa?
kaian kotornya semua ditanggalkan. Setelah me?
misahkan benda-benda yang masih perlu, terutama
kalung bercampur tanah itu, ia keluar dari kamar
mandi. Bertelanjang tanpa khawatir dipergoki.
Ia masukkan pakaian kotor itu ke kardus bekas
yang dibuang istrinya di keranjang sampah. Se?
benarnya mudah saja menghancurkannya sekarang.
Buang saja ke tungku pendiangan. Tetapi khawatir
Hartadi terbangun, maka Anton memutuskan un?
tuk memasukkan kardus berisi pakaian kotor itu
ke lemari, susupkan dengan aman di tumpukan
kardus lain yang tentunya berisi sepatu-sepatu istri?
nya. Ketika mendapat kesempatan, akan ia buang
atau bakar di tempat lain, jauh dari rumah besar
yang sekarang mereka tempati.
Tetapi itu urusan nanti. Ada urusan lain yang lebih penting dikerjakan.
isteri Kalung Setan.indd 130
130 2/2/11 2:25:28 PM Kalung itu dibawa lagi ke kamar mandi, dicuci
bersih, disikat menggunakan sikat gigi, disabuni
dengan detergen, dicuci lagi dan lagi, disikat...
Sampai akhirnya ketika diangkat ke lampu, tam?
pak betapa bersih dan indahnya kalung emas itu.
Lingkarannya cukup panjang, dan masih tetap
longgar di leher Ningsih yang sudah semakin ber?
lemak itu. "Setelah kami punya lebih banyak uang nanti,
Ningsih harus mau ikut aku ke spa atau tempat
fitness!" Anton berangan-angan. Kalung digantung?
kan di gantungan handuk, kemudian ia membersih?
kan diri, mandi air hangat sepuasnya. Bekas ko?
toran berlumpur di lantai maupun di bak kamar
mandi dibersihkan, baru setelah itu kalung diambil
dan ia keluar dari kamar mandi. Tentu saja, se?
telah mengeringkan tubuhnya dengan handuk.
Ia asal-asalan saja memilih piyama tidur dari
lemari. Bersisir seperlunya, kemudian naik ke tempat
tidur. Ia memilih rebah di sisi dekat tembok. Ka?
lung yang juga sudah dikeringkan menggunakan
handuk, ia letakkan di bawah bantal yang ber?
sebelahan dengan bantalnya. Letak bantal di se?
belahnya itu, dibuat sengaja serampangan saja.
Dengan sengaja sedikit ujung kalung setengah
mengintip ke luar. Kemudian ia pun berbaring. Membiarkan lam?
pu kamar tetap menyala, meski ia kurang me?
isteri Kalung Setan.indd 131
131 2/2/11 2:25:28 PM nyukainya. Selimut ditarik sampai sebatas leher,
matanya mengawasi langit-langit, lantas mulai
berangan-angan. Sebentar lagi, Ningsih akan
pulang dari kota. Mungkin setelah lewat dini hari.
Tak apalah. Ada saatnya untuk bersenang-senang,
dan mereka kelak akan hidup senang pula,
bukankah begitu" Lalu, Ningsih akan masuk ke kamar tidur.
Mungkin istrinya akan mengomel karena
Anton menghilang begitu saja sebelum makan ma?
lam. Tetapi Anton akan pura-pura terlelap, tidak
mendengar Ningsih, seperti biasa, tak akan berani
mengganggu. Ningsih pun tentunya sudah mengan?
tuk pula. Dan seperti biasa, ia baru bisa tidur de?
ngan posisi bantal yang pas dan nyaman di bawah
kepala. Bantal di sebelah Anton akan diangkat.
Biasanya akan dikibas-kibaskan dulu permukaannya
karena Ningsih paling tak suka jika ada sedikit
pun debu menempel di bantal.
"Membuat gatal tengkuk saja..." begitu istrinya
selalu berkata. Bantal diangkat, lalu akan diletakkan dengan
posisi semestinya, lantas... Ningsih pun membela?
lak. "Oh, oh, jadi untuk inilah suamiku pergi
diam-diam. Ingin memberi kejutan. Oh, suamiku
sayang, kekasihku tercinta!" pasti begitulah Ningsih
bergumam-gumam bahagia. Ningsih kemudian
akan menciumi Anton. Anton tetap berlagak tidur
isteri Kalung Setan.indd 132
132 2/2/11 2:25:29 PM sambil menunggu Ningsih mengangkanginya. Dan
ia akan terus berpura-pura pulas, sementara
Ningsih lantas bergoyang dan terus bergoyang me?
nakjubkan, sampai Anton mencapai orgasme. Se?
buah balas jasa yang memesona atas hadiah yang
juga memesona.

Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anton tersenyum-senyum sendiri oleh anganangannya.
Kejantanannya sampai terbangkit diam-diam.
Lantas tanpa sadar, ia pun tertidur pulas, bah?
kan mendengkur, kelelahan.
*** Dengkuran itu terdengar sampai ke kamar
Amelia. Kelopak mata gadis itu mengerjap. Entah bagai?
mana, sikap menunggu dan gayanya yang tadi te?
nang dan terkendali, kini kembali lagi ke polah
lama Amelia. Kepalanya teleng, matanya kebi?
ngungan menatap sekitar. Mulut pun meracau li?
rih, setengah mengantuk. Dengan mulut mencelo?
tehkan ucapan khasnya, "Uuuh" App... paahhh...
shisshh... ah!" Ia meliuk bangkit. Berjalan seperti biasa, setengah limbung ke tem?
pat tidur. Meliuk lagi, dan ia telah rebah di atas
kasur. Selimut ditariknya, meringkuk kedinginan
di balik selimut itu, "Hih... hihhh, shissh... ah!"
isteri Kalung Setan.indd 133
133 2/2/11 2:25:29 PM Tidak berapa lama kemudian, toh Amelia ter?
tidur juga. Amelia tidak mendengkur dalam tidurnya. Ti?
dak pernah. Siapa pun tahu bila ada suara yang
keluar dari mulut atau hidung Amelia dalam tidur
pulasnya itu pasti bukan dengkuran. Melainkan
bunyi khas miliknya seorang, "Sshissh, ah,
shiisssh...!" Di lantai bawah, dua dengkuran beradu keras.
Dengkuran Hartadi di ruang depan yang tidur
di kursi menghadap pintu depan yang tertutup.
dan dengkuran Anton Suhartono yang sedikit ter?
ganggu akibat kebanyakan merokok. Tetapi ia
sungguh sangat pulas karena telah bekerja keras
yang teramat melelahkan fisik maupun mental?
nya. Tidaklah mengherankan jika Anton tidak me?
lihat apalagi mengetahui bagaimana bantal, yang
diperuntukkan istrinya, bergerak sendiri. Seakan
ada yang memegangi, bantal itu kemudian terang?
kat dan mengambang sendiri di udara.
Tampaklah kalung emas itu mendekam di ka?
sur. Mulanya mendekam diam. Karena perlahan tetapi pasti, kalung itu tampak
bergerak, menggeliat cepat. Letaknya seketika su?
dah berubah, yang semula memanjang, kini ber?
kumpul dalam gundukan kecil. Setelah itu men?
isteri Kalung Setan.indd 134
134 2/2/11 2:25:30 PM dekam lagi, diam dan tampak mati, seperti kodrat?
nya sebagai benda mati. Bantal yang mengambang
turun perlahan-lahan sampai kalung itu kembali
tersembunyi di bawahnya. Yang membedakan
hanyalah, kali ini tersembunyi sepenuhnya. Tidak
tampak lagi bagian ujung kalung yang setengah
mengintip ke luar bantal. Bantal itu masih ber?
geser-geser sendiri sebentar sampai posisinya tam?
pak selaras. Siap ditiduri dengan nyaman, tanpa
perlu lagi mengubah letaknya.
Bantal itu pun kemudian diam. Membeku.
Karena seperti juga kalung di bawahnya, se?
buah bantal tetaplah benda mati.
Pada bantal yang bersebelahan, Anton masih
terus mendengkur, bahkan lebih keras.
Sebaliknya dengan Hartadi di ruang depan.
Dengkurannya melemah, kemudian kelopak mata?
nya membuka. Saat berikutnya ia sudah terjaga,
lantas bergumam, gelisah, "Apakah tadi aku men?
dengar pintu... dibuka seseorang?"
Matanya mengawasi sekeliling. Aman-aman
saja, tampaknya. Sialan. Ia telah tertidur dengan
membiarkan pintu tidak terkunci. Bagaimana jika
tadi majikannya tiba-tiba pulang dan ia terus saja
pulas" Dengan setengah mengantuk, Hartadi pergi
ke pintu. Setelah pintu itu aman terkunci, ia kem?
bali ke tempat duduk semula dengan perasaan le?
bih lega. isteri Kalung Setan.indd 135
135 2/2/11 2:25:30 PM Supaya tidak tertidur lagi, disulutnya sebatang
rokok. Kemudian duduk menunggu. isteri Kalung Setan.indd 136
136 2/2/11 2:25:30 PM DUA BELAS RUDI tidak begitu puas dengan suasana pondok
penginapan kecil yang baru saja ia masuki.
Dua tempat tidur kecil tampak baru saja di?
pakai. Puntung rokok di asbak belum disingkirkan,
bahkan ada yang berceceran di lantai. Meja di?
kotori pula oleh sisa nasi bungkus dan botol ko?
song bekas bir. Sebelumnya Rudi memang sudah
diberitahu. Saat ini masih liburan besar. Banyak
tamu datang menginap, "Anda mujur masih ada
satu pondok yang tersisa. Tetapi..."
Apa boleh buat, Rudi pun keliru karena tidak
sabar menunggu pondok itu mereka bersihkan le?
bih dulu, ia langsung saja minta diantarkan, dan
begitu tiba langsung menerobos masuk. Rudi ter?
paksa menunggu di luar, sementara pelayan sibuk
berbenah di dalam. Kejengkelannya agak berkurang setelah menik?
mati suasana sekitar kompleks pemandian air pa?
isteri Kalung Setan.indd 137
137 2/2/11 2:25:31 PM nas itu. Kolam renang yang letaknya terpisah dan
bertingkat-tingkat, tampak terang benderang, dan
ramai. Suasana seputar pondok lebih temaram,
dan hanya sedikit manusia lalu lalang. Sementara
rimbunan pepohonan cemara yang mengelilingi
kompleks, terlihat gelap gulita. Lembah di bawah
sana malah tampak pekat menghitam.
Dari kehitaman lembah itulah Rudi melihat
sesuatu melesat naik, terbang melintasi rembulan
dengan liukan-liukan indah. Warnanya yang hitam
terlihat mencolok sewaktu melintas di bawah
naungan awan putih yang bergerombol dan tam?
pak seperti bergantung di permukaan langit yang
biru jernih. "Pasti burung malam yang agaknya ingin pula
menikmati suasana liburan..." Rudi membatin de?
ngan sedikit terhibur. Entah burung apa gerangan
karena bentuknya kecil tetapi panjang.
Dua orang lain berada tak jauh dari situ. Suara
seseorang menertawakan yang lain dari pondok
yang berlokasi di pinggiran tebing, mengalihkan
perhatian Rudi. Namun Rudi tidak melihat siapasiapa karena mereka yang bercengkerama itu rupa?
nya berada di dalam pondok mereka sendiri. Rudi
menengadah lagi, matanya mencari-cari, tetapi apa
yang disangkanya burung tadi, sudah lenyap.
Rudi tidak tahu bahwa benda hitam yang tadi
melayang-layang di atasnya itu dengan cepat me?
isteri Kalung Setan.indd 138
138 2/2/11 2:25:31 PM lesat, lalu hinggap di atas salah satu pondok, men?
dekam diam di atap"atap pondok yang akan se?
gera ditempati Rudi. "Sudah siap, Oom!" Suara serak memberitahu
dari pintu pondok tersebut.
Rudi berjalan masuk, meneliti lewat pintu yang
terbuka. Tampak bersih dan rapi. Masih tercium
bau bekas bir dan asap rokok, tetapi sebentar lagi
juga akan hilang. Bau lain akan menggantikan
pula. Bau khas perempuan yang tentunya tahu
betul memilih wewangian yang paling kuat mem?
bangkitkan gairah sensual lawan jenisnya. Jika
perlu, dalam sekejap agar semua urusan cepat se?
lesai. Rudi pun memberitahu keinginannya pada si
pelayan. Pria itu mengerutkan dahi, "Wah, bagaimana
ya" Menurut peraturan..."
Rudi cepat membuka dompetnya. Selembar
uang kertas lima puluh ribuan ia selipkan ke saku
kemeja seragam pria yang berlagak kebingungan
itu. Ucapan seorang teman yang pernah membawa
Rudi ke tempat ini, segera pula ditirukan Rudi
dengan sempurna, "Aturlah untukku!"
Pelayan itu cepat mengantongi rezekinya. Ia ti?
dak lagi bingung sewaktu berkata, "Akan saya
pilihkan yang terbaik untuk Oom. Namanya Nia.
Janda. Baru satu minggu cerai..."
"Peduli amat ia habis cerai atau belum lama
isteri Kalung Setan.indd 139
139 2/2/11 2:25:32 PM menikah!" Rudi mendengus tak suka seraya masuk
ke pondok untuk mengambil handuk. "Yang pen?
ting, kaubawa ke sini seseorang yang..." Kemudian
Rudi setengah melamun. Dibayangkannya postur
Amelia, lantas ia melanjutkan dengan pandangan
menerawang, "...dia jangan terlalu tinggi. Semam?
pai, begitu. Payudaranya besar, pinggulnya ken?
cang. Pinggangnya, oh... oh! Apalagi kalau sudah
meliuk...!" Pelayan itu menyeringai, "Maksud Oom, meng?
goyang?" "Ah. Kau tahu apa!" Rudi bersungut-sungut
kesal seraya menutup pintu di belakangnya, lalu
turun dari beranda. "Dapat mencarikannya?"
Menguntit di belakang Rudi, lelaki itu berkata
ragu, "Yang seperti idola Oom itu memang ada.
Tetapi saya khawatir, perlu sedikit tempo un?
tuk..." "Aku di sini sampai pagi!"
"Percaya, deh, Oom tidak harus menunggu se?
lama itu. Mau ke kolam, Oom?"
Rudi tidak menyahut. Obrolan mereka tidak menarik hatinya. Apalagi
mandi di kolam renang. Banyak orang, berarti ba?
nyak dada dan banyak paha, tetapi hanya untuk
dilihat, itu pun curi-curi pandang karena tidak
mungkin dinikmati. Hasilnya akan bikin sakit hati
saja! Pelayan itu menggumamkan sesuatu ketika
isteri Kalung Setan.indd 140
140 2/2/11 2:25:32 PM membelok ke jalan menanjak, sementara Rudi me?
nuruni jalan setapak menuju air terjun yang uap
panasnya tampak merangkak ke langit. Tetapi di
sana pun ternyata sudah banyak orang. Rudi akhir?
nya memilih berendam di air selokan saja. Toh
juga bersih dan bening airnya, hanya sedikit lebih
panas dari air terjun di sana atau di kolam renang.
Bau belerangnya pun lebih keras.
Tetapi, mengapa tidak dicoba"
Konon berendam selama mungkin di selokan
itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit, ter?
utama rematik bahkan juga kelumpuhan.
Sebenarnya Rudi sehat-sehat saja, kecuali hati?
nya. Tetapi hawa dingin telah membekukan tubuh,
dan punggungnya yang tadi terbanting ke lantai,
entah mengapa baru sekarang terasa linu serta
pegal. Di hadapan Amelia, Rudi gengsi. Sepanjang
perjalanan tadi, Rudi malah memendam sakit hati
sendirian. Di sini Rudi tidak perlu gengsi, sakit di
hatinya pun sudah reda. Punggung Rudi harus
kuat kembali, begitu pula anggota tubuh lainnya.
Benar. Selokan deras itulah tempat paling co?
cok untuk Rudi. Keterlaluannya, sewaktu meninggalkan pondok
ia lupa melepas pakaian. Naik ke kamar ganti di
sana juga malas. Ya, sudah. Peduli amat kata
orang, jika kebetulan melihat Rudi menanggalkan
pakaiannya, melemparkan seenaknya saja ke rerum?
isteri Kalung Setan.indd 141
141 2/2/11 2:25:32 PM putan, bersama handuk tadi. Bertelanjang bulat
seperti bayi baru lahir, ia pun turun ke kolam.
Perubahan suhu yang bertolak belakang, me?
ngejutkannya. Rudi mencoba bertahan. Ia harus cukup segar
dan cukup kuat jika nanti perempuan lacur itu
datang dan naik ke tempat tidurnya...
Pelacur, hm! Entah sudah berapa banyak pelacur yang di?
tidurinya. Namun kepuasan yang diperoleh Rudi,
tetap saja semu. Meniduri pacar-pacarnya, ia tidak
berani. Ia hanya sekadar suka atau iseng dengan


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka. Tidak mungkin jatuh cinta karena tak satu
pun dari mereka yang secantik dan sedenok
Amelia. Rudi takut bila di antara pacar yang se?
telah ditidurinya, sengaja membiarkan dirinya ha?
mil, lalu menuntut dinikahi. Rudi tak ingin meni?
kah dengan mereka karena mereka bukan Amelia.
Yang paling celaka, Rudi tidak mungkin pula
menikahi Amelia. Jalan keluarnya, ya pelacur-pelacur itu.
Rudi tidak akan pernah lupa, bagaimana ketika
pertama kali ia terbenam dalam pelukan perem?
puan bayaran itu. Si perempuan tertawa cekikikan,
terkikik pula kesenangan setelah mencemooh ku?
rangnya pengetahuan Rudi, "Baru pertama kali,
ya" Pantas. Tetapi tak apa. Biar kuajari!"
Rudi pun tidak akan pernah lupa, mengapa ia
sampai harus belajar pada perempuan genit yang
isteri Kalung Setan.indd 142
142 2/2/11 2:25:33 PM terus-menerus cekikikan, dan terus-menerus ter?
kikik itu. Solavina yang bikin gara-gara.
Hari itu orang tua mereka menghadiri jamuan
makan siang yang akan dihadiri sejumlah peng?
usaha yang bergerak di bidang real estate. Sebelum
pergi, Rudi sempat mendengar ayahnya berkata
penuh harap, "Barangkali saja ada celah!"
Rudi paham maksud ayahnya. Karena beberapa
kali sebelumnya, ayahnya pernah mengeluh di
meja makan, "Harus bagaimana lagi, sudah order
pekerjaan makin sedikit, rekan seprofesi malah ber?
tambah saja..." Hari itu Rudi masih menjalani hukuman tidak
boleh main ke luar rumah, gara-gara kepergok
membongkar laci lemari ibunya. Jadi meskipun
memahami kesulitan yang dihadapi orangtuanya,
yang ada dalam pikiran Rudi adalah orangtuanya
bakal lama pergi. Dia pun melesat ke luar kamar,
mendatangi Solavina. "Aku mau nonton Steven
Chow. Pinjami aku duit. Cuma..."
Kakaknya langsung mengomel, "Boro-boro min?
jami. Uang jatah bulananku sudah habis minggu
kemarin!" Rudi terpaksa menghibur diri dengan nonton
televisi saja. Tahu-tahu pacar Solavina yang paling gres da?
tang berkunjung. Mereka mengobrol sejenak di
ruang depan, kemudian kakaknya mendatangi
isteri Kalung Setan.indd 143
143 2/2/11 2:25:33 PM Rudi dan bertanya riang, "Katanya kau mau pergi
nonton silat?" Rudi mengingatkan tentang uangnya yang
tidak cukup, dan Solavina yang tak mau menam?
bahi. Kakaknya yang tadi cemberut, mendadak
ramah, "Kau sih, giat minjam, bayarnya mampet!
Tetapi aku memang lagi kehabisan duit. Begini
saja deh..." Rudi ditarik ke kamarnya. Kakaknya kemudian
menanggalkan cincin dan tiga dari serenceng ge?
lang emas di tangannya. "Cincin ini untukmu.
Jual ke toko A Liong. Tahu, kan?"
Karena sudah pernah disuruh Solavina, Rudi
manggut saja, "Gelang ini?"
"Jual sekalian. Matondang, pacarku di depan
sana katanya harus melunasi uang kuliahnya be?
sok. Sayangnya, kiriman dari orangtuanya di Me?
dan, baru akan ditransfer minggu depan. Jadi..."
"Kok seperti si Alex dulu!" Rudi menyeringai.
"Sepeda motornya rusak di bengkel. Mana se?
belumnya, dia habis kecopetan pula!"
Solavina pun mendelik dengan ancaman, "Kau
mau nonton, atau mau ngurusin orang"!"
Takut kakaknya berubah pikiran, Rudi bergegas
ingin keluar. Tetapi tangannya ditarik lagi. Rudi
sudah mulai khawatir. Eh, tak tahunya tidak ada
apa-apa karena Solavina cuma memberitahu, "Ka?
lau sudah kaudapatkan uangnya, kau boleh terus
nonton. Pulangnya nanti, baru kau setor!"
isteri Kalung Setan.indd 144
144 2/2/11 2:25:34 PM Perubahan sikap kakaknya yang mendadak ra?
mah bahkan bermurah hati, tidak lagi dipikirkan
oleh Rudi. Yang penting, secepatnya tiba di toko
A Liong, kemudian ke bioskop. Jika nanti orang
tua mereka pulang duluan, gampang, Rudi tinggal
omong, "Aku pinjam buku matematika ke rumah
teman. Tetapi temanku pelit, sombong lagi..."
Solavina tinggal manggut-manggut.
Cincin dan gelang" Tak usah cemas. Ayah tak
pernah usil bertanya apakah perhiasan Solavina
bertambah atau tiba-tiba berkurang. Lebih payah
lagi, ayah sedikit pun tidak bisa membedakan
mana berlian atau emas murni, mana tiruan atau
asli, yang nantinya akan dibeli kakaknya untuk
mengganti perhiasannya yang dijual diam-diam.
Ibu mereka memang tidak mudah dibohongi. Itu
pun, aman. Rudi sudah pernah melihat kakaknya dimarahi,
dan Solavina menjawab amarah ibunya hanya de?
ngan satu pukulan, namun telak. "Mama mau
memotong jatah bulananku, silakan. Tetapi nanti
Mama jangan salahkan Lavi, jika Papa mendadak
tahu, perhiasan macam apa yang selama ini Mama
belikan untuk Amelia!"
Ayah mereka memang payah.
Tak pernah tahu Amelia selama ini hanya me?
makai perhiasan tiruan atau imitasi. Rudi memang
kasihan sama Amelia, tetapi Rudi tidak pula mau
memberitahu ayahnya. Karena kelebihan uang da?
isteri Kalung Setan.indd 145
145 2/2/11 2:25:34 PM lam jumlah besar yang diperoleh ibu mereka, se?
bagian toh dinikmati Rudi, apalagi Lavi.
Rudi tiba di toko A Liong.
Sudah kenal, memang. Tetapi A Liong tegas,
"Mana surat-suratnya?"
Astaga. Rudi telah melupakannya. Entah menga?
pa, Solavina juga melupakannya. Tanpa surat-surat,
A Liong memang tetap mau beli, tetapi harganya
itu tuh... Seakan Rudi menjual barang curian
saja. Kesal, Rudi bergegas pulang ke rumah. Ia tidak
melihat Solavina maupun pacarnya di ruang tamu
atau ruang tengah. Tetapi kemudian ia mendengar
suara kakaknya itu cekikikan di kamar yang pintu?
nya tertutup. Ia pun mendengar Solavina berkata
memperingatkan, "Awas, jangan sampai kondom?
nya lepas!" Lupalah Rudi pada A Liong. Lupa pula pada
Steven Chow. Ia langsung membungkuk di depan pintu ka?
mar tidur kakaknya, mengintip lewat lubang kun?
ci. Apa yang dilihat serta didengar Rudi dalam
sekejap telah menggetarkan sekujur tubuh Rudi.
Tanpa sadar, pantatnya terayun-ayun, mengikuti
gerakan yang ia lihat dari lubang kunci itu. Rudi
mulai berkeringat, kemudian pusing.
Karena tak tahan, ia menjauhi pintu kamar ti?
dur Solavina. Bermaksud pergi ke kamar mandi,
lalu ada suara berkeluh kesah sampai ke telinganya.
isteri Kalung Setan.indd 146
146 2/2/11 2:25:35 PM Rudi menoleh, melihat pintu sebelah kamar lain
terbuka. Amelia tampak sedang ribut berjuang melepas?
kan rambutnya yang tersangkut pada ristleting
blus. Melihat Rudi lewat, Amelia tampak memelas,
jelas minta tolong. Rudi pun masuk, menolong
melepaskan rambut Amelia dengan cara menarik
turun ritsletingnya. Agak susah memang, tetapi
berhasil juga. "Shisssh, aah, ah..." Amelia tampak gembira,
lantas mengecup pipi Rudi sebagai pengganti te?
rima kasih. Malangnya, ketika tadi ritsleting ter?
buka seluruhnya, blus Amelia jadi melonggar dan
tertampak oleh Rudi sisi payudaranya. Bibir
Amelia di pipi, hangat pula. Mana bayangan di
kamar sebelah masih menari-nari.
Rudi tambah tak tahan. Tahu-tahu saja Rudi sudah merangkul Amelia.
Tangannya menyusup ke balik blus yang terbuka
bebas itu, menyentuh sesuatu yang belum pernah
disentuhnya, dalam arti kata, disertai berahi. De?
ngan bernafsu, Rudi meraup bibir Amelia, lalu
tiba-tiba, Rudi memekik tertahan seraya terlonjak
mundur menjauhi Amelia. Tangannya meraba bi?
bir. Berdarah. Sayangnya, Rudi tak pernah bisa marah pada
Amelia. Apalagi Amelia memandanginya dengan
bingung. Bingung karena mulut Rudi berdarah.
isteri Kalung Setan.indd 147
147 2/2/11 2:25:35 PM Kemudian Amelia mundur ketakutan. Rudi lebih
bingung lagi harus melakukan apa.
Akhirnya ia pergi dari rumah.
Seorang teman akrab yang masih bertetangga,
membantu Rudi mencarikan pembeli cincin serta
gelang, yang mau membayar dengan harga me?
madai. Memang tidak seperti diharapkan semula.
Yang penting, Rudi punya uang sekarang. Namun
ia tidak tertarik lagi pada Steven Chow. Sekali lagi
temannya itu membantu, "Aku tahu ke mana kau
harus pergi, untuk menghilangkan pusingmu. Te?
tapi aku nebeng dong. Kalau mau duluan sih,
oke-oke saja!" Dan terdamparlah Rudi di sebuah rumah pe?
tak. Pusingnya hilang. Berahinya terlampiaskan. Me?
mang tidak terlalu memuaskan karena perempuan
itu genit dan liar. Kurus pula. Tidak seperti
Amelia yang lembut dan, tubuhnya...
"Setan! Balik lagi ke dia...!" Rudi melompat
bangkit dari selokan karena bayangan Amelia terus
melekat. Menempel erat, namun tak pernah dapat
ia miliki. Sebaiknya ia kembali saja ke pondok. Rebahan
menunggu dan berharap pelayan yang sudah ia
beri tip itu, sungguh-sungguh memilihkan perem?
puan yang dada, pinggang, dan pinggulnya seperti
Amelia. Mirip-mirip sedikit pun, jadilah.
Rudi menyambar handuk, dililitkan ke tubuh,
isteri Kalung Setan.indd 148
148 2/2/11 2:25:36 PM lalu berjalan menuju pondok kecil itu sembari
menjinjing pakaiannya. Nanti saja di dalam sana
ia kenakan. Atau barangkali, tak usah" Toh nanti
bakal dilepaskan juga. Mungkin ia akan kedi?
nginan, tetapi... Tiba di pondok, Rudi membuka pintu dan
langsung menyelinap ke dalam. Hawa di situ lebih
hangat daripada di luar. Baunya pun lebih sedap,
segar, dan merangsang berahi. Lalu, Rudi yang
begitu masuk langsung menanggalkan handuk un?
tuk mengeringkan wajah lalu rambutnya, terte?
gun. Bau sedap. Segar. Merangsang berahi. Benarkah
ia barusan mencium bebauan khas itu"
Curiga, Rudi membalikkan tubuh. Pelan-pelan
saja. Perempuan itu memang ada di sana. Rebah,
telentang di tempat tidur. Sebelah kakinya di?
angkat, menutupi bagian tubuh yang ada di se?
baliknya. Namun bagian tubuh di sebelah atas,
dibiarkan terbuka. Menantang. Sinar matanya, se?
nyum bibirnya, sungguh menakjubkan. Kulit tu?
buhnya memang agak kehitaman, tetapi mulus
sempurna seluruhnya. Pelayan itu pantas diacungi
jempol karena yang diantarkannya memang sesuai
dengan kehendak Rudi. Bahkan wajah itu, sendiri, sungguh mirip de?
ngan wajah Amelia! "Hebat!" cetus Rudi, masih terlanda perasaan
isteri Kalung Setan.indd 149
149 2/2/11 2:25:36 PM takjub. Tak peduli akan ketelanjangan dirinya. Toh
yang di atas tempat tidur itu pun, keadaannya se?
rupa pula. "Kau tiba lebih cepat dari dugaanku.
Mana pelayan yang membawamu ke tempat ini?"
Bibir ranum, hitam kemerahan, namun basah
bersinar-sinar itu, mengorak senyum. "Kau butuh


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia... atau aku, Kekasih?"
Rudi menyeringai. "Hei. Suaramu seperti da?
tang dari jauh!" "Aku memang berasal dari tempat yang sangat
jauh... Jauh sekali. Aku datang ke sini... bukan
pula untuk sekadar ngobrol. Kau tahu maksudku,
kan?" Rudi melemparkan handuk. Naik ke tempat tidur, dan mencium aroma
khas yang sudah dikenalinya. Bau tubuh itu. Bau
napas itu. Berbau... Amelia!
Aneh memang, tetapi Rudi sudah tenggelam.
Sudah dalam pula, dan semakin dalam. Suatu ke?
tika, secara tidak sengaja mata Rudi menangkap
tumpukan pakaian yang tadi ia lemparkan begitu
saja ke kursi. Itu mengingatkan Rudi pada pakaian
lain. Ke mana pun mata Rudi mencari, ia tidak
melihat adanya pakaian si perempuan.
Kemudian, Rudi menggelepar.
Tubuh di atasnya pun, menggelepar.
Bedanya, gelepar perempuan itu bukan saja
liar, tetapi juga diselingi gerakan mengentak-entak.
Bertambah keras tubuh itu mengentak, bertambah
isteri Kalung Setan.indd 150
150 2/2/11 2:25:36 PM hitam pula kulitnya, bahkan kemudian terasa kesat
dan semakin kesat. Seakan tubuh itu telah ditum?
buhi sisik. Sewaktu Rudi membuka matanya lebih
lebar untuk meyakinkan diri, makin nyatalah ter?
lihat sosok tubuh apa yang tengah mengangkangi?
nya. Atau, persisnya, bukan mengangkangi. Bukan
pula mengimpit. Melainkan membelit! Karena tubuh yang ada di atas Rudi tidak pu?
nya kaki untuk mengangkangi apalagi mengimpit.
Kemudian tangannya bahkan menyatu pula ke ba?
dan, menambah bulatnya bentuk tubuh, dan pan?
jangnya raga. Sosok itu tidak berwajah. Kecuali
ujung benda besar, hitam, dan... tampak tumpul.
Otak Rudi belum sempat mencerna keter?
kejutan jantungnya, tubuh yang ia peluk tahu-tahu
lepas begitu saja. Dikarenakan pelukan Rudi me?
longgar, hampa sendiri. Sosok tubuh itu menciut
dan menciut semakin kecil. Dan akhirnya tinggal
sebesar ibu jari kaki Rudi, dan panjangnya tidak
lebih panjang dari tangan Rudi.
Mahluk kecil berwarna hitam legam itu kemu?
dian mengangkat salah satu ujungnya yang tum?
pul. Seakan menatap atau memperkenalkan diri.
Rudi merinding seram. Dalam kengeriannya,
Rudi membuka mulut lebar-lebar untuk menge?
luarkan jerit ketakutan. isteri Kalung Setan.indd 151
151 2/2/11 2:25:37 PM Dan, mahluk itu bergerak dengan cepat. Sangat
cepat. Begitu mulut Rudi terbuka, sosok hitam yang
sempat melingkari dadanya sudah melesat ke de?
pan. Menyelinap masuk ke rongga mulut Rudi,
lantas menyusup di kerongkongan. Dalam tempo
sepersekian detik saja, seluruh sosok sang makhluk
sudah lenyap di dalam tubuh Rudi. Meliuk-liuk
liar di sepanjang usus 12 jari, kemudian mende?
kam diam di sekitar lambung.
Rudi menggeliat bangun. Sekujur tubuhnya
terasa panas alang kepalang, lalu berubah dingin
seperti es. Perubahan suhu itu berlangsung seke?
tika, dan tanpa ampun. Tak pelak lagi, Rudi terbaring menelentang.
Dengan mata dilanda teror.
isteri Kalung Setan.indd 152
152 2/2/11 2:25:37 PM TIGA BELAS BAGAIMANAPUN sabar dan tenangnya pem?
bawaan Hartadi, kegelisahan tetap saja sulit ia
hindari. Belum juga lewat satu malam semenjak
kedatangan keluarga majikannya di rumah ini, su?
dah begitu banyak masalah yang timbul.
Diawali dengan Odah yang mendadak uringuringan.
Odah memang perasa. Dan sebagai perempuan,
wajar saja jika mulut Odah sukar ditutup. Me?
nurut Hartadi itu tidak benar. Sebagai suami,
Hartadi dapat dan wajib menenteramkan gejolak
hati sang istri. Yang terutama mengganggu pikiran Hartadi
adalah bagaimana menenteramkan diri sendiri!
Belum seorang pun menyinggung kelanjutan
pekerjaan Hartadi"juga Odah tentunya"di ru?
mah besar ini. Kalaupun ada, baru sekadar janji,
"Nanti kita bicarakan...."
isteri Kalung Setan.indd 153
153 2/2/11 2:25:38 PM Hartadi tidak berniat menuntut janji itu segera
dilaksanakan oleh Tuan Anton. Hartadi memang
memiliki hak, hanya tidak pantas menuntutnya.
Bukankah mereka belum beberapa jam di rumah
ini. Harus diingat pula, ada urusan lain yang lebih
penting dan lebih mendesak untuk segera diselesai?
kan, yaitu peternakan yang terlantar dan pabrik
yang terbengkalai. Belum lagi urusan di antara
mereka sendiri. Urusan keluarga.
"Sayangnya, menyangkut diriku dan Odah
pula!" desah Hartadi seraya melemparkan sepotong
kayu ke pendiangan di hadapannya.
Pendiangan itu kecil, tidak semegah tungku
pemanas besar di ruang tengah rumah. Namun
cukup untuk menghangatkan dapur tempat
Hartadi duduk gelisah seorang diri. Sebenarnya
lebih baik ia pergi tidur saja, tetapi sebelum semua
orang masuk ke kamar tidur, Hartadi merasa wajib
untuk menunggu, kecuali bila ada perintah sebalik?
nya. Nyonya dan putri majikan Hartadi baru saja
kembali ke rumah dan sudah masuk ke kamar
tidur mereka. Namun justru kepulangan wanitawanita itulah yang mula-mula menggugah pikiran
Hartadi, dan membuatnya gelisah. Mereka pulang
setelah lewat dini hari. Dua wanita terhormat, ber?
keliaran malam hari di luar rumah tanpa di?
dampingi muhrim, sungguh tidak kena di hati
Hartadi. isteri Kalung Setan.indd 154
154 2/2/11 2:25:38 PM Benar Hartadi cuma pelayan. Tetapi Hartadi
sudah puluhan tahun menetap di rumah ini, bah?
kan Hartadi sudah ada di sini sewaktu atap rumah
belum terpasang seluruhnya. Ayahnya pula yang
memasang, dibantu sesama kuli. Adapun Hartadi
kecil, hanya sekadar ikut-ikutan, lantas Juragan
Besar pemilik awal rumah ini bilang, "Kau ikut
mengeluarkan keringat. Jadi sudah sepantasnya kau
dapat uang jajan..."
Odah, anak Mang Kurdi pembersih kandang
sapi, juga diberi uang jajan oleh Juragan Besar.
Padahal Odah tidak kerja apa-apa, selain mene?
mani bermain putri Juragan jika sang putri yang
seusia Odah itu tidak bersekolah atau tidak sedang
belajar. Setelah Odah tumbuh remaja, ia diangkat
sebagai pelayan khusus putri Juragan.
Jodoh mempertemukannya dengan Hartadi,
dan Hartadi pun diberi pekerjaan sebagai tukang
kebun. Mereka berdua diberi kamar tersendiri di
bagian belakang rumah. Tahu mereka berdua ke?
ranjingan nonton wayang golek yang sering diper?
tunjukkan dekat pasar Kecamatan, Juragan kemu?
dian memberi peringatan halus, "Wayang golek,
baru tamat menjelang subuh. Sedang jendela dan
pintu-pintu di rumah ini, harus ditutup setiap pu?
kul sepuluh malam!" Bahkan setelah putri Juragan kuliah di Per?
guruan Tinggi, kemudian diapeli oleh Tuan Anton,
peraturan tetap dijalankan oleh Juragan Besar.
isteri Kalung Setan.indd 155
155 2/2/11 2:25:39 PM Lima menit sebelum pukul sepuluh malam, Ju?
ragan pasti memanggil Hartadi, "Tutuplah jendela
dan pintu-pintu, Hartadi!"
Perintah itu sengaja dikeluarkan dengan suara
dikeraskan, agar mereka yang sedang pacaran di
beranda ikut mendengar. Dan Tuan Anton akan
buru-buru masuk untuk pamit, pulang ke tempat
kosnya di kota. Kemudian, Tuan Anton diizinkan menikahi
sang putri karena memang sudah jodoh, lalu pu?
nya anak, kemudian punya rumah mereka sendiri.
Namun jika berkunjung ke rumah besar ini, kemu?
dian pergi berekreasi entah ke mana, mereka tetap
harus sudah tiba di rumah sebelum Hartadi me?
laksanakan tugas rutinnya. Menutup jendela-jen?
dela dan pintu-pintu yang belum ditutup atau di?
kunci dari dalam. Lewat waktu itu, siapa pun yang ada di dalam
rumah bebas melakukan apa saja. Langsung tidur,
nonton televisi, main kartu, berdansa. Atau apa
saja, selama tidak berisik dan tidak mengganggu
ketenteraman penghuni lainnya yang sudah waktu?
nya untuk beristirahat. Tidak peduli yang akan
beristirahat itu seorang Hartadi atau seorang
Odah! Setelah tiga majikannya meninggal dunia, dan
Hartadi ganti majikan yakni pengontrak sewa ru?
mah besar beserta tanah peternakan dan pabrik,
peraturan memang lebih longgar. Itu pun cuma
isteri Kalung Setan.indd 156
156 2/2/11 2:25:39 PM dua jam. Lewat tengah malam, kecuali tamu pen?
ting, atau keadaan darurat, tidak siapa pun diper?
bolehkan keluar-masuk rumah.
Sekarang" Sudah tidak didampingi anggota keluarga, ke?
dua wanita terhormat itu berkeliaran sampai jauh
dini hari. Nona Lavi lebih parah lagi. Waktu Har?
tadi membukakan pintu mobil, dari mulut gadis
itu tercium bau minuman keras. Gadis itu tam?
paknya tidak sampai mabuk, namun bagaimanapun
Hartadi sedih memikirkannya.
Hartadi bertambah sedih lagi, sewaktu menya?
dari kedua wanita itu tampak seperti asing satu
sama lain. Padahal sebelum mereka berangkat, ke?
duanya begitu riang gembira dan kompak. Kok
mendadak pulangnya, turun dari mobil tanpa kata,
masuk ke dalam rumah tanpa kata, kemudian
menghilang di kamar masing-masing juga tanpa
kata. Jelas mereka habis bertengkar.
Biarlah. Itu urusan mereka. Yang membuat
Hartadi masygul adalah Nyonya majikannya. Ti?
dak menghiraukan Hartadi yang setia menunggu,
okelah. Tetapi tidak menanyakan apakah suaminya
sudah pulang atau belum, sungguh mengherankan
Hartadi (yang tidak menyadari Tuan-nya sudah
ti?dur nyenyak di kamar).
Majikannya yang lelaki juga tak lepas dari pi?
kiran Hartadi. Menyelinap pergi dari rumah begitu
isteri Kalung Setan.indd 157
157 2/2/11 2:25:39 PM saja, tanpa bilang siapa-siapa. Padahal dulu tidak
pernah lalai mengatakan ke mana akan pergi, bera?
pa lama, bahkan untuk urusan apa. Sudah sebegitu
besarkah perubahan yang dialami Tuan Anton"
Dengan perilaku istri serta anak yang separah itu
pula! Teringat pula jadinya Hartadi pada Tuan Muda?
nya. Rudi turun dari lantai atas dengan wajah sa?
ngar. Baju amburadul pula. Dan sewaktu berpa?
pasan dengan Hartadi di bawah tangga, pertanyaan?
nya mengejutkan sekali, "Ada tidak ayam di se?
kitar sini, Hartadi"!"
Hartadi maklum apa yang dimaksud. Tetapi ia
pura-pura bodoh. "Ada sih ada, Tuan Muda. Te?
tapi penduduk sekitar sini, tabu menjual ayam
malam hari. Asal muasalnya tidak jelas. Mungkin
karena ayam suka ribut jika dikeluarkan dari kan?
dang, lantas dikira ada pencuri. Atau..."
"Sinting!" Anak muda itu memaki, sembari
menunjuk selangkangannya. "Memangnya iniku
mau main patuk-patukan"!"
Mengomel panjang pendek sebentar, Rudi ke?
mudian lepas omong juga. "Ah. Mengapa aku
lupa. Perempuan begituan mudah kutemukan di...
Eh, Hartadi. Lewat jalan mana, jika aku ingin tu?


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

run ke Ciater?" Hartadi memberitahu. isteri Kalung Setan.indd 158
158 2/2/11 2:25:40 PM Anak muda itu pun minggat, sangat tidak sa?
baran tampaknya. Dan, dia pun belum juga kembali!
Keluarga semacam itukah yang bakal jadi ma?
jikan baru Hartadi" Termenung-menung lagi, Hartadi kemudian
menarik napas panjang. "Barangkali saja besok lusa
akan berbeda..." Prihatin, Hartadi bangkit dari bangku kecil di
depan pendiangan yang sudah mulai padam. Lebih
baik ia kembali lagi ke ruang depan.
Siapa tahu ada yang minta dibukakan pintu.
Ah, ya. Tak ada salahnya ia menyeduh segelas kopi
lebih dulu. Supaya nanti tidak terlalu kesal menunggu.
isteri Kalung Setan.indd 159
159 2/2/11 2:25:40 PM EMPAT BELAS NINGSIH juga sedang dilanda perasaan kesal.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, tanpa di?
kehendaki Ningsih, tahu-tahu saja ia sudah ber?
tengkar dengan Solavina. Padahal sesungguhnya ia
bermaksud baik ketika menegur putrinya. Itu pun
sudah ia usahakan selembut mungkin, "Kau ba?
nyak minum tadi, Lavi..."
Putrinya yang sedang melamun, menjawab ter?
kejut, "Apa" Oh, tapi aku tidak sampai mabuk,
Mama." "Betul. Maka itulah Mama buru-buru meng?
ajak pulang. Sebelum kau..."
"Makin intim dengan dia"!" Lavi memotong
cepat. Jawaban tidak terduga-duga itu membuat
Ningsih terkejut. "Eh, Lavi. Mama tidak..."
"Sudahlah, Ma. Lavi bukan anak kecil lagi.
Lavi juga tidak buta. Apa Mama pikir Lavi tidak
isteri Kalung Setan.indd 160
160 2/2/11 2:25:41 PM tahu, Mama diam-diam naksir anak muda itu, te?
tapi dia lebih menaruh perhatian pada Lavi.
Mama cemburu. Lantas..."
Lantas pertengkaran itu pun terjadi. Ningsih
menuntut Solavina agar mencabut tuduhannya.
Anak itu malah menjadi-jadi. Lavi balas menuntut
agar ibunya mau bercermin, "Mama punya suami.
Mama sudah tidak lagi muda. Mama pun sudah
semakin gembrot!" Dan entah apalagi yang dilontarkan Solavina
dengan kasar. Jika tidak sedang mengemudi, dan tidak ingat
putrinya di bawah pengaruh alkohol, mungkin
Ningsih menampar anak itu habis-habisan.
Sekuat daya Ningsih menahan diri, dan tiba
jugalah mereka di rumah dengan selamat. Ningsih
berharap suaminya sudah pulang duluan. Ningsih
akan melaporkan kelakuan putri mereka. Ia juga
akan meminta bantuan suaminya agar lebih ba?
nyak menaruh perhatian pada anak-anak. Tidak
menyerahkan urusan anak-anak mereka di pundak
Ningsih seorang. Suaminya memang sudah di rumah, tetapi su?
dah tidur. Mendengkur keras pula. Kekesalan
Ningsih bertambah sewaktu masuk ke kamar man?
di untuk buang air kecil.
Lantai memang tampak bersih. Tetapi celahcelahnya dikotori pasir halus. Ada noda-noda tak
sedap di tembok. Seperti bekas percikan air lum?
isteri Kalung Setan.indd 161
161 2/2/11 2:25:41 PM pur yang kemudian mengendap. Sewaktu mengam?
bil handuk, gantungan handuk pun kotor. Bagai?
mana sampai ada serpihan tanah di situ"
"Kunyuk Hartadi itu agaknya perlu diajari cara
bebersih yang benar!" Ningsih bertekad dengan
berang. Sekarang tidur saja dulu. Besok baru diselesai?
kan semua sesuai cara Ningsih!
Lampu dipadamkan. Ningsih naik ke tempat
tidur, permukaan sarung bantalnya ditepuk-tepuk
lalu dikibaskan pakai jemari, siapa tahu ada debu
melekat. Tetapi pikirannya pada Solavina, ditam?
bah dengkur sang suami yang seperti kawah gu?
nung sedang menggelegak, padahal mata Ningsih
sudah mengantuk. Ningsih pun langsung berba?
ring, resah. Ketika posisi baringnya memunggungi
sang suami, tampaklah oleh Ningsih sebuah map
di meja sudut. Ningsih tahu isi map itu. Ya, mengapa tidak,
daripada pusing tidak karuan lebih baik ia mem?
buka-buka berkas yang ditinggalkan si pengacara
untuk dipelajari suaminya. Ningsih jadi ingin
tahu. Suaminya memang telah menceritakan be?
berapa bagian tertentu mengenai rumah, tanah
peternakan, dan pabrik pengolah susu. Namun
hanya gambaran kasar. "Saya tidak tahu banyak sebenarnya!" suaminya
pernah berkata. Atau, ia tahu semuanya tetapi
isteri Kalung Setan.indd 162
162 2/2/11 2:25:41 PM ingin menutup-nutupi dari Ningsih. Seorang
suami, memang ada kalanya...
Ningsih turun hati-hati dari ranjang. Berjingkat
ke meja sudut. Map disambar, lantas berjingkat lagi ke pintu,
membukanya, menutupkan hati-hati, lantas ber?
jalan menuju sofa di dekat tungku pemanas
ruangan. Pada saat bersamaan, Hartadi juga me?
lintasi ruangan yang sama, dengan maksud akan
pergi ke ruang depan, menunggu anggota keluarga
majikannya yang belum juga pulang.
Melihat Nyonya majikannya menuju sofa dan
agaknya belum ingin tidur, Hartadi mendekat se?
raya menggumam hormat, "Akan saya tambahkan
kayu bakar, Nyonya. Supaya lebih hangat..."
Ningsih nyaris memekik akibat terkejut. Tidak
menyangka ada orang di dekatnya.
Ia perhatikan pelayan lelaki itu meletakkan se?
gelas kopi panas di meja, kemudian pergi ke pen?
diangan. Mengorek-ngorek sebentar dengan pen?
cungkil kayu supaya bara yang tersisa terangkat
dari tumpukan abu. Puntung-puntung yang masih
menyala diatur rapi oleh Hartadi, kemudian di?
tambahnya dengan kayu bakar dari tumpukan di
sebelah tungku. "Segelas kopi panas!" desah Ningsih, agak ter?
hibur. Minuman itu akan membantunya mengu?
rangi ketegangan pikiran. Ningsih mengambil mi?
isteri Kalung Setan.indd 163
163 2/2/11 2:25:42 PM numan itu dari meja dan membawanya ke sofa,
tempat ia kemudian duduk dengan santai.
Seraya menyicipi kopi, ia berpikir untuk me?
ngurangi satu nilai buruk yang telah ia berikan
pada Hartadi. "Tanpa diminta, ia sudah tahu ma?
jikannya butuh apa..."
Hartadi selesai dengan tungku pemanas, baru
kemudian ia lihat, gelas berisi kopi sudah berpin?
dah tempat. Di dapur tadi, ia sempat mencicipi?
nya. Dan kini, minumannya tampak tengah di?
cicipi majikannya pula. Tentu saja Hartadi diamdiam terkejut, tetapi sudah terlambat untuk men?
jelaskan. "Pergilah tidur, Hartadi. Aku ingin sen?
dirian..." "Tetapi, Nyonya..." Hartadi bermaksud men?
jelaskan bahwa anggota keluarga yang lain masih
ada yang belum pulang, dan ia bermaksud me?
nunggu. Satu angka yang tadi sudah dicabut Ningsih,
kembali dimasukkan, "Kau suka membantah pe?
rintah, agaknya!" "Maaf, Nyonya..."
"Dan, Hartadi," Ningsih mengangkat gelas
kopi di tangannya, "lain kali pakai tatakan. De?
ngan cangkir, atau gelas kristal. Diantar pakai
baki. Mengerti"!"
"Saya, Nyonya." Hartadi membungkuk.
"Sana, enyah!" isteri Kalung Setan.indd 164
164 2/2/11 2:25:42 PM Hartadi berlalu dengan hati terluka. Masuk ke
kamar dan rebah di samping istrinya, ia mengeluh
sendirian. Dasar bekas pelayan, umpatnya kemu?
dian. Sudah main sambar punya orang (selain
kopi, juga suami), tidak pula berterima kasih (tak
apalah), menyakiti hati lagi (Odah bilang, Ningsih
itu malah main guna-guna).
Di sofa dekat pendiangan, Ningsih juga menge?
luh. Berkas di dalam map, selain begitu banyak lem?
barannya, juga dipenuhi hal-hal yang tidak ter?
cerna oleh otaknya. Ada peta yang rumit, banyak
sekali angka, skala serta perbandingan dan segala
macam. Belum lagi pasal-pasal mengenai peraturan
hak waris dan.... Eh, tunggu! Ada juga yang menarik. Pabrik dan perumahan
pegawai. Suaminya bilang, perumahan dan pabrik
itu akan dibongkar. Orang lain yang akan mem?
bongkar, yakni pembeli. Mereka akan menjual
secara borongan sehingga hanya tahu terima uang
saja. "Jika uang sudah di tangan..." Ningsih pun
melamun. "Aku akan beli jaket satu lagi. Lebih
bagus dan lebih mahal dari punya Rudi yang tadi
kubeli. Impor tentu. Pakai bulu binatang...!"
Memang pikiran itulah yang timbul, ketika
Ningsih pertama kali beradu pandang dengan pe?
muda tinggi besar yang menemaninya berdansa di
isteri Kalung Setan.indd 165
165 2/2/11 2:25:43 PM kelab malam tadi. Tubuhnya kokoh seperti
beruang. Sorot matanya seperti ingin menerkam.
Ingin mencabik-cabik... Ningsih langsung merasakannya.
Merasakan diam-diam, bagaimana otot-otot le?
ngan pemuda itu menekan pinggang Ningsih,
pinggulnya pun didesakkan ke depan, sehingga
tubuh bagian bawah mereka seakan menyatu. Se?
mula Ningsih akan protes. Tetapi ketika ia mene?
ngadah, mata mereka pun beradu. Mata itu meng?
hunjam, menusuk, meluluhlantakkan. Protes
Ningsih buyar berantakan. Ditelan oleh getarangetaran dahsyat yang menggedor-gedor pertahanan?
nya, kemudian menggempur gairah sensualnya.
Tahu-tahu, musik lembut itu berakhir. Rang?
kulan si pemuda merenggang. Ningsih diantarkan
ke tempat duduk semula. Langkahnya sempo?
yongan. Kemudian terenyak kepayahan di kursi?
nya. Lupa untuk membalas ucapan terima kasih
pemuda itu yang kemudian sudah menghilang.
Tak lama setelahnya, baru Ningsih melihatnya lagi.
Sedang meliuk-liuk liar di lantai dansa bersama
Solavina yang tidak kalah liarnya. Musik metal
dari panggung menyentak-nyentak, membuat te?
linga pekak. Namun Ningsih tidak terganggu.
Masih terasa di telinganya suara berbisik pe?
muda itu, "Tubuh Nyonya panas membara. Aku
menyukainya!" isteri Kalung Setan.indd 166
166 2/2/11 2:25:43 PM Ningsih sampai terpejam. Menikmati semua
yang dia rasakan sewaktu mereka masih berdansa.
Matanya baru terbuka kembali setelah entakanentakan musik keras, berganti dengan alunan pe?
lan, lembut, dan lunak. Ningsih berharap pemuda
itu datang lagi padanya. Tetapi terlihat jelas, Solavina tidak mau lepas.
Putrinya yang ia tahu betul tidak menyukai musik
mendayu-dayu, yang biasanya langsung kembali ke
tempat duduk, dan membiarkan sang ibu menik?
mati musik kegemarannya, malam ini tampak
berbeda. Sengaja atau tidak, ia telah merampas
kesenangan sang ibu yang justru belum pernah
didapatkan ibunya! Anak itu tidak pula puas sampai di situ.
"Mama punya suami. Mama sudah tidak muda
lagi!" Ningsih rebah di sofa. Berkas-berkas menyangkut harta waris yang me?


Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

limpah ruah itu, tidak lagi menarik perhatiannya.
Setelah kini ia hanya sendirian di rumah besar
yang mendadak begitu sunyi, Ningsih perlahanlahan menyadari siapa dirinya. Ada benarnya katakata Lavi yang diserukan ke telinganya. Ningsih
sudah mendekati usia 40. Sudah tidak remaja lagi.
Dan seperti kata Solavina, ia punya suami!
Sebuah kenyataan yang tidak terbantah, me?
nyembul dari balik tuntutan Solavina.
Putrinya masih muda, dan terkadang masih
isteri Kalung Setan.indd 167
167 2/2/11 2:25:44 PM suka berlaku kekanak-kanakan. Solavina juga me?
mang suka urakan, sering kurang mampu menjaga
diri sendiri. Tetapi mengingat apa yang tadi dilontarkan
Solavina pada dirinya, membuat Ningsih mulai
melihat putrinya itu dari sisi lain. Bahwa Solavina
sedang memasuki masa peralihan. Masa transisi,
menuju kedewasaan dan kematangan berpikir.
Ningsih merenung, lalu memutuskan. Sudah
waktunya Solavina ia beri kesempatan!
isteri Kalung Setan.indd 168
168 2/2/11 2:25:44 PM LIMA BELAS TANPA diketahui dan pasti juga tidak terduga
oleh Ningsih, putrinya justru sudah memanfaatkan
kesempatan yang ia peroleh. Setiba di rumah, ia
langsung naik ke tempat tidur. Jangankan meng?
ucapkan selamat malam pada ibunya, pertengkaran
mereka di jalan tadi pun sudah ia lupakan. Apa
yang memenuhi pikiran gadis itu hanyalah bagai?
mana memanfaatkan kesempatan yang ia peroleh.
Betapapun sempit, berbahaya atau tampak tak le?
bih dari sebuah impian semata.
Tetapi, impian itu sedemikian luar biasa!
Di lantai dansa tadi, Solavina cuma iseng saja
ketika berkata, "Jangan-jangan, nanti kau akan
bilang bahwa kau akan mengunjungiku malam
ini..." "Memang itulah yang ada dalam benakku," bi?
sik pemuda itu. Tenang-tenang saja.
isteri Kalung Setan.indd 169
169 2/2/11 2:25:44 PM Solavina sampai tertawa mendengarnya. "Edan!
Apa kau berani?" "Mengapa tidak!"
"Tetapi..." "Biarkan jendela kamarmu terbuka. Nanti kau
akan lihat dan buktikan sendiri!"
Sungguh urusan gila, pikir Solavina ketika ber?
salin pakaian tidur, dan belakangan menyadari ia
memakai gaun tidur tipis tanpa lapis apa-apa lagi
di sebaliknya. Hawa dingin sejuk segera menyergap
tubuh. Gadis itu menggigil, lantas melompat ke
tempat tidur. Di bawah selimut tebal dan hangat,
ia merasa lebih nyaman. Kemudian ia akan pulas lantas bermimpi. Ber?
mimpi pemuda itu datang lewat jendela.
Suatu pemikiran yang lebih iseng lagi seketika
mengusik pikiran Lavi. Ia turun dari tempat tidur, pergi ke jendela,
dan membukanya dengan hati-hati. Di luar, ma?
lam tampak gelap gulita. Jangan kata rembulan,
sinarnya saja pun tidak tampak di luar sana. Jen?
dela itu memang menghadap ke lembah di bawah?
nya. Indah di siang hari, tetapi menakutkan jika
malam tiba. Memang ada sinar lampu dari arah depan ru?
mah. Cahayanya temaram, menerangi halaman di
bawah jendela. Bidang halaman berbunga di ba?
wah jendela itu, berbukit dan menurun. Letak
isteri Kalung Setan.indd 170
170 2/2/11 2:25:45 PM jendela jadi tinggi di atas. Diperlukan tangga cu?
kup panjang untuk naik. Tetapi dari mana anak muda itu akan men?
dapat tangga" Bahkan tahu letak kamar ini pun tidak!
Solavina hanya memberitahu tempat ia tinggal,
bagaimana lokasi rumah di tengah tanah peter?
nakan yang menghampar luas itu. Si pemuda tidak
bertanya lebih lanjut. Ia hanya berujar kalem, "Se?
orang pencuri tahu dari mana ia harus masuk!"
Lavi melompat lagi ke tempat tidur, sambil ter?
senyum lebar. Ia tak pernah berpikir bahwa pe?
muda itu seorang pencuri. Penampilannya begitu
perlente. Gayanya pun gaya anak gedongan. Yang
lucu, dia tampak seperti anak pemalu. Duduk me?
nyendiri di meja, menikmati musik dan minuman?
nya tanpa menaruh perhatian pada sekelilingnya.
Lalu ia melihat ke meja yang ditempati
Solavina dan ibunya. Lavi yang mulai jemu hanya berdansa dengan
ibunya dan sesekali diselang satu-dua orang tamu
bertingkah penuh sopan santun, iseng-iseng me?
lempar seulas senyum pada anak muda itu. Barang?
kali, pemuda itu mau berdansa dengannya.
Pemuda itu gelisah, tetapi tidak bangkit-bang?
kit. Hanya saja, lagi-lagi ia melirik ke arah meja
yang ditempati Solavina dan ibunya.
Kebetulan ibunya sedang memenuhi ajakan ber?
dansa dari seseorang. Mendekati akhir sebuah mu?
isteri Kalung Setan.indd 171
171 2/2/11 2:25:45 PM sik slow, Solavina tergoda untuk bangkit, kemu?
dian mendahului si pemuda dengan ajakan, "Satu
lagu, mau?" Ternyata pemuda itu hebat juga di lantai dan?
sa. Sehingga, Solavina penasaran. Di antara entakan
musik keras, ia bertanya dengan suara sedikit di?
lantangkan, "Kau pura-pura malu, ya?"
Pemuda itu menjawab, "Habis" Baru dengan
cara itu kau mau mendekati mejaku..."
"Mestinya, kau yang mendekati aku!"
"Aku takut kau menolak."
"Hm. Boleh aku tahu namamu?"
"Aku tak punya nama," pemuda itu tersenyum,
misterius. Solavina tertawa. "Betul juga. Di tempat be?
ginian, sebuah nama tak ubahnya daftar menu
yang terdapat di setiap meja. Tinggal sebut yang
mana kita suka!" "Hei. Perbandinganmu hebat juga."
"Jangan memuji, ah!"
Pemuda itu tak peduli. "Kau pasti punya ke?
hebatan lain!" "Mungkin." "Apa misalnya?"
Kemudian musik keras itu berakhir. Solavina
agak kecewa. Ia belum puas. Sialnya, alunan musik
kembali melembut. Mengapa sih, mereka yang di
panggung sana acap kali memainkan musik slow"
isteri Kalung Setan.indd 172
172 2/2/11 2:25:46 PM Agaknya menyadari ketidaksenangan si gadis,
anak muda itu memberi tahu, "Tadi kan sudah
diumumkan. Ada beberapa tamu terhormat malam
ini. Kebanyakan sudah berumur pula..."
"Oh. Aku lupa. Mau duduk semeja dengan
kami" Akan kuperkenalkan pada ibuku..."
Saling perkenalan pun berlangsung. Sekali lagi
pemuda itu menyebutkan dirinya tak punya nama.
Ibu Solavina tertawa. Dan tidak menolak ajakan
pemuda itu untuk melantai. "Aku menyukai se?
mua jenis musik. Dan tidak ingin melewatkan.
Apalagi ada dua wanita menawan di dekatku!"
Kemudian Solavina melihatnya.
Melihat tubuh mereka merapat, ibunya terje?
ngah dan tampak mau protes, kemudian menyerah.
Bahkan jelas menikmatinya. Solavina yakin benar
akan hal itu. Terbukti ketika mereka selesai me?
lantai, ibunya kembali ke meja mereka dengan wa?
jah semu merah, dan langkahnya pun tidak tetap.
Ibunya kemudian duduk, persis orang mabuk.
Mabuk kepayang! Beruntung, tiga lagu berikut semuanya musik
keras. Solavina mempergunakan kesempatannya
memuaskan diri, bahkan ketika musik beralih ke
slow, dengan sengaja ia tidak memberi waktu pada
ibunya. Ia merapat ke tubuh pemuda itu. Sampai
pipi mereka bersentuhan. Dan pemuda itu berkata
dengan bisikan lemah, "Aku jadi tergoda untuk
menciummu..." isteri Kalung Setan.indd 173
173 2/2/11 2:25:46 PM Pernyataan terang-terangan itu mengejutkan
Solavina. Bukannya marah, ia justru bergetar se?
nang. Getaran itu sedemikian kuat mendesak, se?
hingga Solavina sadar betul bahwa puting susunya
mengeras. Ia sempat tersengal, kemudian berlagak
jual mahal, "Jangan mengatakannya sekali lagi!"
"Aku bahkan ingin mengatakan yang lain."
Jantung Solavina seketika berdebar kencang,
"Apa?" "Aku ingin kita sendirian saja saat ini."
Solavina masih ingin jual mahal. Diam se?
bentar, ia kemudian tergoda untuk iseng-iseng
menyindir, "Jangan-jangan, nanti kau akan bilang
bahwa kau akan mengunjungiku malam ini...!"
*** Suara burung malam di luar jendela mengejutkan
Solavina. Ia menoleh, dan melihat tirai jendela berkibar
perlahan, ditiup angin dari luar. Akibatnya, seisi
ruangan pun menjadi dingin membeku. Bahkan
selimut tebal yang mengurung tubuhnya pun, per?
lahan mulai terasa dingin. Ia berpikir mengapa ia
begitu tolol membuka jendela. Untuk turun lagi
dari ranjang, rasanya segan. Apalagi kemudian ia
mencium bau segar bunga-bunga taman menero?
bos masuk bersama sapuan angin.
Dan bau-bauan itu, anehnya, mendatangkan
isteri Kalung Setan.indd 174
174 2/2/11 2:25:46 PM kehangatan di tubuhnya. Belaian angin pun mulai
mendatangkan kantuk. Mungkin Solavina sudah tertidur, lantas ber?
mimpi. Atau ia masih terjaga dan larut dalam lamunan
yang bukan-bukan" Tetapi, seseorang sudah ada di sana. Di sebelah
dalam jendela. Tak terlihat kapan dan bagaimana ia masuk. Ia
muncul begitu saja, berdiri diam, memandangi
Cewek 6 Bara Naga Karya Yin Yong Sampul Maut 1
^