Pencarian

Takhta Bayangan 5

Takhta Bayangan The Shadow Throne Karya Jennifer A. Nielsen Bagian 5


Aku bergerak untuk mundur, tetapi dihalangi Terrowic, persis di belakangku. Dia berkata, "Conner berpikir kau akan menolak kembali ke rumahnya. Kenapa begitu?" Aku berusaha tidak memedulikannya, tetapi dia menusuk bagian tengah punggungku. "Bukankah kau memiliki bekas-bekas luka dari Farthenwood" Bukankah di sana juga kau mendapati seluruh keluargamu telah terbunuh" Dan apa pula yang terjadi pada gadis pelayan yang menjadi temanmu di sana" Dia cantik, kupikir." Rahangku mengertak, dan aku mempertimbangkan risiko untuk melayangkan satu pukulan saja kepadanya. Untungnya bagi kami berdua, Kippenger menengahi kami. Kepadaku, dia berkata, "Farthenwood adalah tujuan kita, dan tidak ada yang bisa disalahkan kecuali dirimu sendiri. Kau mengirim pesan melalui pencuri Avenia beberapa hari lalu. Pesan itu dimaksudkan untuk komandan-komandanmu di Drylliad, tetapi pencuri itu membawanya kepada raja kami."
Aku sudah menduganya, tetapi hanya menggumam, "Aku seharusnya membayarnya lebih banyak."
"Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Raja Vargan memberinya imbalan yang tinggi. Dalam pesan itu, kau menyuruh setiap orang yang tersisa berkumpul di Drylliad. Menurutmu, mengapa kami membiarkan Mendenwal bertempur dalam perang itu" Kalau punya begitu banyak pasukan, bukan Avenia yang akan menderita di sana. Kau juga memerintahkan agar emasmu dibawa ke Farthenwood. Jelas ada perangkap kalau kami pergi ke istanamu. Tetapi pampasan itu ada di Farthenwood." "Pesan itu bohong." Getaran dalam suaraku terdengar cemas dan tidak yakin. "Kalian pikir aku memberikan pesan itu kepada pencuri Avenia dan benar-benar berharap akan sampai ke istana" Pasukanku di Drylliad sedikit dan lemah, dan tidak ada emas di Farthenwood."
Kippenger tertawa. "Oh, tetapi pesan itu memang mencapai istanamu. Raja Vargan cukup baik untuk mengirimkannya kepada para regenmu, setelah membacanya. Entah kau bermaksud memerintahkannya atau tidak, pasukanmu menurutinya. Lord Conner memastikan pasukanmu berkumpul di Drylliad dan kekayaan negaramu dipindahkan ke rumahnya, seluruhnya seperti yang diinstruksikan dalam pesanmu. Aku percaya kau dikalahkan kecerdikanmu sendiri."
"Itu bukan untuk pertama kalinya."
"Kau cukup pandai, dan lebih berani daripada kebanyakan orang yang kukenal," kata Kippenger. "Tetapi kau tetap anak kecil. Kau tidak pernah punya kesempatan melawan kami." Sekarang bukan waktu yang tepat untuk berdebat, tetapi aku ingin melakukannya. Sebaliknya, aku tetap memikirkan apa yang harus kulakukan dan menatapnya. "Kau harus mengabulkan beberapa syaratku sebagai ganti penyerahan diriku. Aku minta untuk mengakhiri perang ini di istanaku dan tidak di tempat lain."
"Kami sudah memenuhi cukup banyak permintaanmu!" Lalu suara Kippenger melembut. "Jangan putus asa, Jaron. Ada berita baik juga. Rajaku memerintahkan agar kau jangan disakiti"setidaknya belum. Dia menginginkan banyak penonton saat menggantungmu dan tidak ingin kau terlihat terluka"dia tidak mau membuatmu menjadi martir."
Itu amat melegakan, walaupun mengingat perintah Vargan berakhir dengan eksekusiku, berita itu bisa saja lebih baik lagi. Namun aku menjanjikan Kippenger kalau dia memberiku tempat tidur untuk malam ini, dia akan mendapatiku berada di sana besok pagi. Komandan menyetujui tawaran itu, tetapi memaksa agar aku mengenakan rantai di pergelangan kakiku dan menempatkan penjaga-penjaga di tendaku. Itu tidak menunjukkan kepercayaan yang besar, akan tetapi, aku bukan tahanan yang paling bisa dipercaya. Begitu diberi tempat tidur, aku hampir langsung pulas.
Keesokan paginya, aku diberitahu Avenia akan tetap di kamp sehari lagi untuk memberikan kesempatan pasukannya beristirahat. Hal itu memberiku waktu sehari lagi sebelum dieksekusi, jadi aku tidak keberatan. Aku juga ditawari pakaian seragam lain dalam warna merah dan hitam Avenia, dan diberitahu hanya itu yang mereka miliki. Aku menunjukkan bahwa seragam itu dalam kondisi jelek dan bau, dan Terrowic menjawab demikian pula aku, yang mungkin cukup akurat. Ketika aku menolak, dia memanggil cukup banyak orang untuk memastikan aku memakainya. Aku tidak menimbulkan kesulitan sebanyak yang seharusnya. Kupikir lebih penting menyimpan energi untuk nanti, ketika benar-benar membutuhkannya.
Selain dari beberapa kesempatan meninggalkan tenda dengan penjagaan ketat, aku tetap diikat ke tempat tidur, dan seringnya aku tidak protes. Setidaknya itu tempat tidur, dan Kippenger benar-benar menegakkan peraturan agar tidak seorang pun melukaiku. Harus diakui, aku mengambil kesempatan tersebut dan melontarkan lebih banyak hinaan daripada yang berani kulakukan kalau tidak ada perintah itu. Respons terburuk yang diberikan mereka hanyalah tendangan keras ke tulang keringku, yang diakui tentara itu sebagai perbuatan tidak disengaja. Namun, aku tidak bisa mengadu kepada Kippenger, terutama karena ibu Kippenger termasuk dalam bagian hinaan itu. Selain itu, aku memakan setiap suap dari sedikit yang mereka tawarkan kepadaku dan tidur selama mungkin. Setidaknya, ketika tidur, aku tidak perlu mengkhawatirkan Mott, Fink, atau bagaimana nasib pasukanku yang berada di hutan.
Pada pagi keluarnya Avenia dari kamp, para prajurit berangkat dengan tertib. Hampir semua menunggangi kuda dan aku bertanya-tanya apa yang terjadi kepada mereka yang terluka, yang jelas tidak berada bersama mereka. Kippenger tidak memberiku apa-apa untuk dimakan sebelum kami berangkat, walaupun aku mencium makanan dari api dan bahkan tahu tentara yang berpangkat paling rendah pun telah makan. Dan rantai di pergelangan tanganku diikatkan ke rantai lain di belakang kuda Terrowic. Sementara para perwira dan sebagian besar para tentara berkuda dari sini, aku akan berjalan. Atau ditarik, kalau tidak bisa mengikuti kecepatan mereka.
"Aku tidak akan bisa berjalan di belakang kuda Terrowic," aku protes. "Baunya takkan tertahankan."
"Semua kuda sama baunya," Kippenger menjawab.
Tetapi aku melirik Terrowic. "Aku tidak bicara tentang kuda."
Kippenger hanya terkekeh dan beranjak pergi. Terrowic perlahan berjanji akan membawaku melewati jalan dengan bebatuan tertajam yang dapat ditemukannya. Dia mungkin sungguhsungguh dengan perkataannya, namun, demikian pula aku.
Beberapa kali dalam perjalanan, aku bertanya apa tujuan kami masih tetap Farthenwood, namun aku hanya menerima seringai tak ramah dari siapa pun yang mendengar keluhanku. Kami bergerak ke timur laut, dengan mantap menuju Farthenwood. Vargan dan Conner mungkin sudah berada di sana, merencanakan fase berikutnya dalam perang ini. Seorang pembawa berita akan dikirimkan lebih dahulu. Tidak lama lagi mereka akan mengetahui bahwa aku datang untuk menyerahkan diri. Conner mungkin sangat senang dengan kemungkinan melihatku menerima kekalahan di rumahnya yang lama. Keadilan seperti itu akan menyenangkan sifat kejinya.
Kaki kananku mulai menyulitkanku pada awal-awal perjalanan itu. Aku hampir tidak memberinya perawatan yang layak seperti yang diperintahkan dokter-dokter istana ketika mereka melepaskan penahannya, dan jatuh dari tebing belum lama ini membuat kakiku memar berat. Meski kakiku sakit, aku berharap perjalanan ini akan menguatkan otot-ototku. Aku tidak bermaksud jatuh ketika memanjat lagi.
Beberapa kilometer dalam perjalanan, aku menjadi bosan. Kami melewati sebuah pohon tumbang di jalan yang dipenuhi batu-batu kecil. Aku meraup beberapa batu sambil lalu. Ketika dua orang yang berkuda di belakangku mulai bercakap-cakap, aku melontarkan salah satu batu ke belakang kepala Terrowic. Batu itu mengenainya dengan keras.
Dia berhenti dan berbalik, tetapi mataku sudah melihatlihat pemandangan sepanjang jalan setapak. Ketika dia menarik perhatianku, aku mengangkat bahu tak bersalah, kemudian menelengkan kepala kepada orang di belakangku, menyalahkannya atas insiden itu.
Terrowic merengut, lalu berbalik dan melanjutkan berkuda.
Aku menunggu beberapa menit lagi, kemudian melontarkan batu kedua, mengenainya lagi.
Dia sudah siap menghadapiku kali ini dan melompat ke tanah. Dia mendorongku jatuh, lalu mengangkat cambuk yang dia gunakan untuk kudanya.
"Lepaskan aku," gertakku. "Atau setelah memenangi perang ini, aku akan menangkapmu dan membalas perbuatanmu padaku sepuluh kali lipat. Aku ingin berbicara dengan Komandan Kippenger. Sekarang!"
Dia melihat orang-orang yang masih berkuda di belakangku, lalu mengentak pergi. Beberapa menit kemudian, dia kembali dengan Kippenger, yang jelas tidak senang karena perjalanan kami terhenti.
"Berdiri," dia menyuruhku. "Kami diharapkan tiba saat sen-
" )) ja- "Dan di sana, aku akan dibunuh. Aku tidak buru-buru."
"Aku seharusnya membunuhmu sekarang."
"Kuharap begitu. Karena dengan demikian aku bisa mati dengan senyum di wajahku."
"Mengapa begitu?"
"Hukuman apa yang akan kaudapatkan ketika gagal datang bersamaku" Mereka akan menghajarmu lebih keras daripada yang dapat kaulakukan terhadapku di sini."
"Kau lebih keras kepala daripada reputasimu yang paling buruk." Dia mencoba membujukku lagi. "Sekarang, berdirilah."
"Kau dapat membuatku pingsan atau menyeretku sampai mati, tetapi aku tidak akan berjalan lebih jauh lagi. Bawakan aku kuda."
"Itu konyol. Kau tawanan."
"Aku raja. Dan aku menuntut diperlakukan seperti itu. Bawakan aku kuda."
Kippenger menjilat bibir, kemudian berbalik kepada Terrowic. "Dia akan menggunakan kudamu. Bantu dia naik, kemudian ikatkan ke kudaku."
Tatapan Terrowic menggelap, tetapi perintah telah diberikan dan komandan sudah berderap pergi. Dia menarikku dari tanah dan hampir melemparkanku ke atas kudanya.
Karena marah, Terrowic lupa melepaskan bawaannya dari sadel kuda. Begitu kami berjalan lagi, aku mengambil kesempatan. Dia memiliki sebotol air, beberapa daging kering dan biskuit, serta beberapa apel. Ketika aku menghabiskan apel pertama, aku memastikan untuk melemparkan bagian tengahnya ke belakang dan berharap akan mengenai kepalanya juga.
Selain dari apa yang diperlukan untuk merawat kuda-kuda, kami hanya beristirahat beberapa kali sepanjang perjalanan. Namun hari sudah gelap ketika pertama kali kulihat cahaya Farthenwood dari kejauhan. Begitu kami lebih dekat, aku melihat tiang gantungan sedang dibangun di depan rumah. Dua jerat sudah berada di tempat. Satu untukku. Aku tidak tahu satu lagi untuk siapa.
Di ujung yang jauh dari tanah itu ada beberapa kereta Carthya, dijaga ketat. Sebagian besar tertutup, tetapi ujung satu kereta terlepas dan melambai ditiup angin. Cahaya bulan menerangi emas di dalam kereta. Seperti yang dikatakan Kippenger, kekayaan Carthya memang berada di sini.
Kippenger memeriksa apa rantai di seputar pergelangan tanganku masih erat, yang kupikir seharusnya sudah jelas dari cara logam itu membuat tanganku lecet. Ketika dia puas, mereka menarikku turun dari kuda dan membuatku menunggu sementara seseorang memberitahu sang raja aku telah tiba.
Sekali lagi aku kagum akan betapa sedikit Farthenwood berubah sejak terakhir kali aku datang ke sini. Jelas untuk menyambut Vargan, rumah besar telah diisi orang-orang, tetapi tidak mungkin mereka sudah lama berada di sini. Selain tiang gantungan dan kereta-kereta berisi emas, rumah itu sendiri tidak terlihat berbeda.
Akhirnya aku dibawa ke dalam. Pada kedatanganku yang pertama ke sini, aku juga seorang tahanan. Dikawal dengan jauh lebih sopan dan lebih sedikit rantai, tetapi tetap tahanan. Aku benci memikirkan harus menghadapi Vargan di sini. Vargan akan menyombongkan kemenangannya, mempermalukanku saat menandatangani dokumen-dokumen yang melindungi hidup rakyatku, memberi kami kedamaian, tetapi dengan harga yang paling mahal. Dan Vargan akan memastikan aku mengetahui setiap detail mengenai apa yang akan terjadi besok, hari eksekusiku. Hal itu tidak bisa ditoleransi, tetapi amarahku bangkit ketika mengetahui Conner akan berada di sini juga. Dia menginginkan takhta sejak menjadi regen. Dia telah membunuh keluargaku dan menyampaikan penyesalannya karena aku belum menjadi salah satu korbannya. Dan dia rela mengubah Carthya menjadi galeri umpan bagi burung nazar Avenia, hanya agar dia dapat memakai mahkota dan berpura-pura hal itu membuatnya menjadi semacam bangsawan.
Aku dibawa ke kantor Conner, atau mungkin dianggap kantor Vargan sekarang. Meja lebar Conner sudah tidak ada, demikian pula buku-buku dan dekorasi-dekorasi lainnya. Beberapa bulan terakhir, hampir semua benda berharga telah dilucuti dari tempat ini. Vargan berdiri dari kursi kayu sederhana yang pasti dimaksudkan sebagai singgasana sementara. Conner sudah berdiri di belakangnya, sambil bersedekap dan berpakaian dalam ornamen-ornamen hiasnya yang dulu. Dia tampak jauh lebih tua dalam penjara, tetapi sekarang, dengan rambut dikeramas dan disisir rapi ke belakang, dia tampak terhormat, sebuah fasad lemah bagi jiwa busuknya di dalam.
Vargan langsung berbicara, "Kau menyerahkan diri, Jaron. Mengapa?"
"Aku perlu obat-obatan bagi pasukanku."
"Kau mengaku kalah?"
Rahangku mengeras. "Sebutlah begitu kalau mau."
"Maka kau akan berlutut."
Aku tahu ini akan terjadi, tetapi otot-ototku secara naluriah terkunci melawan perintahku. Bukan sifatku untuk berlutut kepada pemimpin lain.
Di belakangku, Komandan Kippenger mengenyahkan keraguanku. Ditendangnya bagian belakang lulut kaki kananku, yang langsung lemas. Aku terjatuh ke lantai, dan ketika mencoba bangkit, betisku ditahan oleh kakinya, memastikanku tetap dalam posisi berlutut.
"Bagus sekali," Vargan berkata. "Persyaratan penyerahan dirimu adalah ini. Aku akan menjadi kaisar wilayah-wilayah ini. Carthya akan menjadi jajahan Avenia. Setengah dari semua yang dihasilkan Carthya akan dikirimkan kepadaku. Carthya akan menurut kepada perintah-perintahku dan hukum-hukumku, tetapi rakyat akan diizinkan untuk tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan mereka di bawah pimpinan Raja Bevin Conner."
"Kalau begitu kita punya masalah," gumamku. "Carthya tidak punya kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan perbudakan, terutama terhadap negara babi. Boneka yang berdiri di sampingmu akan digulingkan sebelum akhir tahun, dan Carthya akan bangkit melawan Avenia sampai kami bebas kembali."
"Mungkin mereka akan mencobanya," kata Vargan. "Tetapi kau takkan berada di sini untuk melihatnya. Syarat terakhir penyerahan diri adalah kau harus digantung."
"Tidak di sini." Aku menggeleng. "Aku raja. Kalau kau akan melakukannya, harus di istanaku di Drylliad."
"Ya, Komandan Kippenger memberitahukan keberatanmu. Tetapi aku sudah repot-repot membuat tiang gantungan itu di sini. Lagi pula, aku tahu Drylliad dimaksudkan sebagai jebakan
"Bukan untukmu secara spesifik," kataku. "Biarkan aku hidup sampai Conner dijadikan raja dan mencoba membuat rumahnya di sana. Aku ingin melihat apa yang akan dilakukan para prajuritku kepadanya ketika dia tiba."
"Para prajuritmu telah diberitahukan tentang penyerahan diri ini dan mereka diperintahkan untuk berada Farthenwood, tanpa senjata, untuk menyaksikan eksekusimu," kata Conner. "Perintah khusus dikirimkan untuk Lord Harlowe dan para regennya untuk hadir. Dari tiang gantungan, kau akan memerintahkan kesetiaan mereka terhadapku, dan mereka akan setuju, atau mengikutimu ke liang kubur."
Aku memejamkan mata dan mencoba membayangkan reaksi Harlowe ketika mendengarnya. Harlowe tidak akan setuju untuk mematuhi Conner. Besok di pengujung hari, dia juga akan tewas.
"Dokumen-dokumen penyerahan diri sedang ditulis sementara kita berbicara," Vargan berkata. "Kau akan menandatanganinya besok pagi-pagi dan mati tidak lama sesudahnya."
" Aku tidak punya banyak waktu, kalau begitu," kataku. "Untuk apa?"
Tatapanku dimulai dengan Conner, kemudian kembali kepada Vargan. "Tidak banyak waktu untuk memenangi perang ini. Kalian berdua sebaiknya menghabiskan malam ini mempersiapkan nyawa kalian untuk sarang iblis. Karena setelah besok, itu akan menjadi rumah kalian."
Dan seperti yang terjadi beberapa bulan sebelumnya, aku diseret dari ruangan ini. Tetapi kali ini aku tidak menendang dan menjerit. Aku dibawa pergi tanpa melepaskan tatapanku dari wajah Vargan. Aku mungkin orang yang dirantai, tetapi dialah yang terlihat ketakutan.
BAB 37 KUNCI rantai-rantaiku tersembunyi dalam telapak tanganku sejak pertama kali Terrowic menarikku turun dari kudanya. Aku mengharapkan dia melindunginya lebih baik karena sebelumnya aku pernah mencuri kuncinya, tetapi dia begitu marah ketika dia menyambarku sehingga bahkan tidak terpikir olehnya untuk memeriksa saku-sakunya. Aku berharap mereka akan meninggalkanku sendirian dalam kamar di lantai atas cukup lama untuk melarikan diri dari sana, tetapi mereka tidak melakukannya. Lagi pula, sejauh yang dapat kukatakan, aku tidak punya teman di mana pun di Farthenwood, jadi pelarianku akan singkat dan aku akan tertangkap kembali dengan menyakitkan.
Ketika mereka membawaku menuruni tangga ke ruang bawah tanah, aku mendengar suara-suara orang lain yang dipenjarakan di sana dan memiringkan kepala untuk melihat siapa itu. Roden dirantai di tengah ruangan. Persis di tempat Mott pernah mencambukku. Dia masih mengenakan seragam kaptennya, walaupun sobek-sobek dan kotor. Dengan kedua lengannya dinaikkan, aku melihat dia lebih kurus daripada sebelumnya, namun lebih kuat juga. Dia juga memiliki memar di sepanjang satu sisi wajahnya, suatu tanda betapa menyedihkan pertarungan terakhirnya berlangsung. Bagaimanapun buruknya dia terlihat, merupakan suatu berkat bahwa dia masih hidup. Yah, untuk sekarang. Aku curiga ini leher yang dimaksudkan untuk jerat kedua.
Ketika dia melihatku datang menuruni tangga, dia menoleh ke kanan dan menggumamkan sesuatu. Dia tidak sendirian, kalau begitu. Aku bertanya-tanya siapa yang telah tertangkap bersamanya. Mungkin komandan dari Bymar, atau salah satu orang yang kukirim bersamanya.
Aku tidak melihat siapa itu sampai kami tiba di ujung tangga dan berbelok di sudut. Begitu melihatnya, waktu terhenti. Semua saat itu lenyap kecuali satu, dan aku takut ini adalah lelucon jahat para iblis. Karena di dinding yang jauh, seorang gadis berambut cokelat panjang dan mata sewarna teh perlahan berdiri.
Imogen. Dia mengenakan gaun muslin dikelantang yang sederhana, tanpa hiasan. Lebar di bagian leher, dan aku dapat melihat perban membungkus bahu kirinya. Rambutnya kusut di satu sisi, dan wajah tirusnya terlihat amat pucat.
Tetapi dia hidup. Bagaimana mungkin" Aku melihat panah menembus bahunya, melihatnya terjatuh, dan setiap percakapan sejak saat itu telah mengonfirmasikan ketakutanku yang terburuk. Namun dia ada di sini, berdiri di depanku.
Para penjaga yang memegang lenganku telah mengendurkan genggamannya sementara Terrowic membuka kunci pintu penjara. Begitu dia membuka pintu, aku menggeliat dan menyambar kunci-kunci dari tangannya. Sebelum ada yang dapat bereaksi, aku melesat ke dalam sel, membanting pintunya di belakangku, dan menjatuhkan kuncinya entah dimana di lantai. Aku samar-samar menyadari sumpah serapah dan ancaman mereka, tetapi hampir tidak memperhatikannya. Yang kupedulikan saat ini berdiri persis di hadapanku.
Aku melihatnya setiap kali memejamkan mata, mendengar suaranya dalam mimpi-mimpiku, dan mengulangi kejadian dengan panah itu dalam mimpi-mimpi buruk yang melahap pikiranku seperti parasit mematikan. Mungkinkah dia benarbenar ada di sini" Mungkinkah apa yang kulihat di hadapanku adalah lelucon terhebat para iblis"tipuan terakhir mereka atas segala kejahatan dalam hidupku" Jika mereka ingin tertawa terakhir di atas penderitaanku, ini adalah muslihat yang terkejam.
Aku menyeberangi ruangan dan memperhatikan wajah Imogen. Aku tahu setiap lekuk, setiap kerut. Memang dia, dan tetap aku tidak dapat memahami bagaimana dia bisa benar-benar berdiri di sana.
Hanya dengan berbisik, aku berkata, "Kalau ini tipuan, tolong katakan sekarang. Apakah kau sungguhan?" Mungkin itu pertanyaan bodoh, tetapi aku harus memastikan. Ketika dia mengangguk, aku menangkupkan tangan yang masih diborgol itu ke wajahnya, menyentuhnya selembut memegang cangkir teh. Hanya menyentuhnya mengirimkan banjir emosi di tubuhku. Mataku penuh air mata, tetapi aku tidak peduli kalau ada yang melihat.
Tangan Imogen dirantai terpisah, menghubungkannya ke dinding. Tetapi tangan kirinya menyentuh dadaku, tempat jantungku yang berdebar-debar berusaha mendekati sentuhannya.
Matanya menunjukkan campuran kegembiraan dan kesedihan ketika melihatku, tetapi di dalam diriku hanya ada satu emosi. Kucium dia perlahan awalnya, kemudian lagi, dan lagi, seakan tidak ada hal lain di dunia ini kecuali kami. Tangannya meluncur melewati bahuku sampai rantainya tertarik erat, menarikku ke pelukannya. Dia menginginkanku sedekat yang aku butuhkan untuk berdekatan dengannya, dan larut dalam momen itu, tanpa keinginan untuk pernah lepas lagi.
Para penjaga di luar penjara berteriak-teriak sekarang, dan Terrowic menyuruh yang lain kembali ke atas dan mencari kunci lain. Mereka akan marah begitu berhasil masuk. Tetapi mereka belum berada di dalam sekarang.
Jemariku mengelus lekuk rahangnya, kemudian tangannya menekuk dalam tanganku. Dia hanya melirik ke bawah sebentar pada tangan kami yang terjalin, kemudian, dia menengadah kembali, sudut-sudut matanya berkerut.
"Katakan bahwa kau mencintaiku," aku berbisik.
"Tetapi bagaimana kalau?"
"Tidak ada bagaimana kalau, hanya kita. Ucapkan saja katakata itu, Imogen. Dengan sepenuh hati."
Mata Imogen dibanjiri air mata, dan aku khawatir mungkin, sekali lagi, aku meminta lebih banyak daripada yang dapat diberikannya kepadaku. Dia menggigit bibir dan akhirnya berkata, "Jaron, aku tidak bisa?"
Dia berhenti di sana, dan hatiku hancur. Masih hidupnya Imogen memberiku kebahagiaan tiada terkira, tetapi itu tidak cukup. Aku mencintainya, dan membutuhkannya seperti aku membutuhkan denyut jantungku. Tetapi semua itu tidak lengkap kecuali aku tahu dia dapat merasakan cinta sekecil apa pun terhadap diriku.
Aku mulai mengatakan sesuatu, tetapi dia belum selesai. "Aku tidak bisa mengingat semenit pun sejak kita bertemu, saat aku tidak mencintaimu."
Seuntai senyum merekah di wajahku, dan aku bergerak untuk menciumnya lagi, tetapi saat itu, para penjaga telah memasuki penjara.
Satu orang mencengkeram bahuku dan melemparkanku ke ujung penjara bawah tanah. Aku menghantam lantai tidak jauh dari perban-perban yang digunakan Mott beberapa bulan lalu untuk membalut luka dari pencambukanku di sini. Penjaga yang lain menarikku berdiri lagi sementara Terrowic menaikkan lengan untuk menghajarku.
"Kalau kau meninggalkan tanda selain bau tanah di badanku, Vargan akan mendengarnya," salakku. "Tidak boleh ada luka, ingat?"
Ekspresinya berubah menjadi siap membunuh, tetapi aku juga sama marahnya. Waktunya tidak bisa lebih buruk lagi, dan aku tidak akan memaafkan dia karenanya.
Mereka merantaiku ke dinding, seperti mereka menjagaku di kamp Vargan. Terrowic memeriksaku seolah ingin mendapatkan jalan untuk memukul tanpa diketahui Vargan. Sebelum dia memilih tempat untuk memukul, aku duduk di lantai. Aku tidak ingin berkelahi dan jelas tidak ingin tambahan luka. Aku hanya ingin dia pergi sehingga aku dapat berbicara dengan Roden dan Imogen sendirian.
Anehnya, Roden selamat dari pertempuran terakhir dengan Mendenwal. Aku tidak pernah percaya para santa tetap membuat keajaiban bagi yang masih hidup, tetapi mungkin demikian. Tidak ada penjelasan lain bagi mereka berdua yang berada di sini.
"Nikmati waktu ini semaumu," kata Terrowic. "Besok pagi mereka akan menggantungmu seperti seorang pencuri kebanyakan."
"Aku menantikannya," sahutku. Terrowic mulai beranjak, tetapi aku memanggilnya dan menambahkan, "Dia hendak menciumku ketika kau menarikku menjauh. Itu saja sudah cukup menjadi alasan untuk pembalasan yang akan kulakukan kepadamu."
Dia hanya tertawa dan mengikuti penjaga-penjaga yang lain menaiki tangga. Tetapi seharusnya dia tidak mengabaikan ancamanku. Aku benar-benar tulus.
Begitu kami sendirian, Imogen membuka tangannya. Di dalamnya, dia memegang kunci rantai. Aku menyerahkannya kepadanya ketika kami sedang berpelukan.
Roden melihatnya dan merengut. "Kau memberikan kunci kepadanya dan bukan aku" Harusnya aku sudah bebas sekarang."
Aku tersenyum kepadanya. "Ya, tetapi aku tidak mau menciummu."
"Cukup adil," katanya sambil tertawa.
Kemudian perhatianku kembali kepada Imogen. "Ceritakan kepadaku bagaimana kau bisa masih hidup. Aku melihatmu jatuh."
"Awalnya mereka pikir aku sudah mati, bahkan menaikkanku ke kereta yang dimaksudkan untuk membawa mayat." Kututup mata untuk membayangkan kata-katanya. Itu adalah bagian yang dilihat Mott. Dia melanjutkan, "Kami belum pergi terlalu jauh sebelum seseorang mendengar teriakanku. Orang ini, seorang komandan?"
"Kippenger." "Ya. Dia memberitahuku begitu aku cukup sehat, mereka akan membawaku kembali dan memaksamu melakukan apa saja yang mereka inginkan. Aku tahu apa yang akan terjadi, mungkin aku akan selamanya menjadi penyebab kejatuhan Carthya. Aku tidak dapat melakukannya, tidak akan membiarkan mereka menggunakan aku untuk melawanmu. Jadi aku memutuskan untuk tidak sembuh."
"Kau berusaha untuk mati," bisikku. "Imogen, jangan."
"Aku tahu kau berada di kamp bersamaku. Aku mendengar para tentara lewat, mendiskusikan hal-hal yang mereka lakukan terhadapmu hari itu, atau menyombong bagaimana mereka akhirnya mengalahkanmu. Jika aku selamat, aku tahu keadaan akan menjadi lebih buruk bagi kita berdua. Jadi setiap hari, tidak peduli seberapa keras mereka berusaha menyembuhkanku, aku malah menjadi semakin parah."
Aku berpikir bagaimana rasanya kalau situasi kami dibalik. Jika aku mendengar mereka sesumbar tentang perlakuan terhadapnya, dan mengetahui dengan baik hal itu hanya akan menjadi semakin parah kalau aku selamat. Aku sulit membayangkan Imogen menanggung semua itu.
Air mataku menggenang. "Kemudian aku mendengar keributan pada malam kau melarikan diri dari kamp"kupikir kau mungkin berkuda persis melewati tendaku dan tidak akan menyadarinya. Setelah itu, aku tahu kau akan selamat, dan kalau aku selamat juga, aku akan bertemu lagi denganmu. Jadi sejak saat itu, aku berjuang untuk sembuh."
"Sungguh indah," kata Roden pahit. "Tetapi lihatlah sekarang kita ada di mana. Kesempatan kita untuk selamat lebih rendah daripada yang pernah kita hadapi sebelumnya. Jaron, aku ingin mendengar rencanamu untuk melarikan diri."
"Aku memberi Imogen kunci rantainya. Dimulai dari sana." "Ketika Conner memberitahu kau akan datang ke sini, aku berharap mereka membiarkanku tetap di tempat tidur," kata Imogen. "Aku dapat melarikan diri dari sana untuk menolongmu. Mungkin dia menyadarinya, karena dia mengirimku ke sini. Tetapi sama saja, aku belum cukup kuat untuk membantumu bertarung."
"Satu-satunya tugasmu adalah untuk sembuh," kataku, kemudian memberinya senyum nakal. "Ada urusan yang belum selesai di antara kita."
"Aku akan sakit kalau mereka meninggalkan aku di sini dengan kalian berdua," Roden mengerang. "Jaron, bahkan dengan kunci Imogen, kita tidak bisa melewati jeruji-jeruji itu. Dan bahkan seandainya bisa, rumah ini penuh dengan tentara Avenia. Kau dan aku akan dieksekusi pagi-pagi. Tolong katakan padaku kau dapat menghentikan ini."
"Tentu saja aku bisa," kataku. "Kita akan menang."
BAB 38 SEIRING berlalunya malam, aku memberitahu Imogen dan Roden tentang kondisi Mott yang tidak jelas, tentang Tobias dan Amarinda, dan tentang kemajuan kami dalam perang. Sebagai gantinya, Roden menceritakan segala sesuatunya sejak aku meninggalkannya dekat Drylliad.
"Kami sedang berbaris ketika Mendenwal menyerang. Mereka datang begitu cepat, kami tidak punya waktu untuk berbuat apa-apa kecuali bereaksi." Roden memiringkan kepalanya sehingga aku dapat melihat lukanya lebih baik. "Sayangnya, aku mendapatkan ini cukup awal dalam pertempuran, ketika seekor kuda berdiri dan mendarat di atasku."
"Kau beruntung tidak terluka lebih parah daripada itu."
"Itu parah, bagi sebagian besar pasukanku. Aku terbangun di medan perang yang diselubungi mayat. Bagiku, tak ada yang lebih mengerikan daripada itu. Para tentara dari Mendenwal mencari yang selamat, dan ketika mereka menemukan aku, mereka mengenaliku sebagai kapten. Mereka berkata Avenia meminta agar aku dibawa ke sini."
"Apakah kau berhasil mengetahui sesuatu dari pemimpinpemimpin mereka tentang keterlibatan Mendenwal dalam perang ini?" Itu pertanyaan yang masih menggangguku.
Dia memikirkannya sebentar, kemudian berkata, "Aku jadi ingat, dua dari orang yang membawaku ke sini berbicara dengan nada kesal, tentang Avenia mengirim mereka untuk mati sementara Vargan menahan tentaranya. Mereka bukan pemimpin, tetapi aku yakin beberapa merasakan hal yang sama."
"Ah, bagus." "Tidak bagus, Jaron. Maaf. Kau menjadikan aku kapten, dan aku mengecewakanmu."
"Tidak ada yang bisa berbuat lebih banyak daripadamu," aku berkata, optimistis. "Lagi pula, aku membutuhkan bantuanmu besok. Andai peluang kita lebih baik"harus kuakui" tetapi aku percaya kita berada dalam posisi sangat baik untuk berhasil."
"Dirantai dalam penjara bawah tanah musuh kita, di ambang kekalahan total, dan dijadwalkan untuk dieksekusi?"
Aku mengangkat bahu. "Sudah kubilang, andai peluang kita lebih baik. Tetapi bisa lebih buruk juga. Bergembiralah, Roden!"
"Ingatkah kau pagi pertama kita di Farthenwood ini" Tobias masih tidur, atau kita pikir demikian. Kau bilang tidak masalah kalau kau mati, karena tidak ada lagi orang yang menyayangimu sehingga kematianmu tidak akan menimbulkan kesedihan bagi orang lain."
Aku mengingatnya dengan baik, walaupun rasanya sudah lama sekali sekarang.
Mata Roden beralih kepada Imogen. "Itu tidak benar bagimu sekarang, tentu saja. Tetapi masih sama bagiku. Kalau kau harus mengorbankanku untuk memenangi perang ini, dan untuk menyelamatkan nyawamu, aku akan merasa terhormat melakukannya."
"Kau konyol," kataku. "Entah kepalaku akan berada dalam jerat di sebelahmu, atau aku akan mencari cara untuk menyelamatkan kita berdua. Jelas aku akan memilih yang kedua."
Roden menggumam setuju, lalu mengalihkan perhatiannya kepada Imogen. "Kalau mereka membawa kami, tanpa Jaron, mereka tidak punya alasan untuk membiarkanmu di sini. Jadi begitu kau bebas, dapatkah kau melakukan sesuatu untukku?"
"Tentu saja." "Aku hanya punya satu nama untuk batu nisanku, seperti seorang pelayan atau anak yatim piatu. Tetapi aku sekarang lebih daripada itu, dan tidak ingin diingat hanya sebagai Roden."
"Kau boleh memiliki nama apa saja," aku menawarkan. "Termasuk nama keluargaku."
Roden menyatakan terima kasihnya, tetapi dia kelihatannya sudah punya nama lain dalam benaknya. Dia berkata, "Ketika aku masih bayi, seorang wanita tua Avenia menjadi pengasuhku. Tetapi pada suatu musim dingin yang brutal, dia sakit. Sebelum meninggal, dia meninggalkanku dengan seorang bidan dan memberitahunya ibuku bernama Havanila. Dia tidak menyebutkan nama keluarga lain, dan bidan itu akhirnya memberikanku ke panti asuhan. Aku ingin menggunakan nama ibuku di batu nisan, Roden dari keluarga Havanila."
Havanila. Nama itu bergema di telingaku.
"Mengapa kau tidak pernah menceritakan hal ini padaku?" aku mendesahkan kata-kata itu, hampir tidak dapat menggunakan suaraku.
Dia mengangkat babu seakan hal itu tidak berarti. "Tidak ada yang bisa diceritakan. Jelas orangtuaku telah meninggal, karena itulah aku dirawat wanita tua itu. Mengapa?"
Aku menutup mata dan menggeleng. Ibu Roden memiliki nama yang tidak pernah kudengar di mana pun sebelumnya, kecuali dari seorang laki-laki. Roden adalah anak bungsu Harlowe, bayi yang diculik untuk meminta tebusan dari Harlowe. Tetapi sebelum pertukaran itu dapat dilakukan, wanita Avenia yang menculiknya meninggal. Tidak menyadari keturunan bangsawan Roden, bidan itu mengirimnya ke panti asuhan, dia tetap berada di sana sampai Conner membawanya ke Farthenwood. Roden dipilih karena dia mirip denganku, dan aku sering mendengar bahwa aku mirip dengan putra Harlowe yang lain, kakak Roden, Mathis.
Namun mereka bersaudara, dan aku tidak.
Roden punya ayah. Yang akan hadir besok ketika Roden dan aku digantung di tiang gantungan. Roden berhak mengetahuinya, untuk menatap langsung mata Harlowe sebagai ucapan selamat tinggal.
Namun aku tetap tidak dapat memaksa kata-kata itu keluar. Sejak pertemuan kami, Harlowe sudah seperti ayah bagiku. Begitu Harlowe tahu bahwa anak laki-lakinya tidak hanya hidup, tetapi begitu dekat dengannya selama beberapa minggu terakhir ini, hatinya akan secara alami meninggalkanku dan pergi kepada Roden. Mungkin aku serakah"aku tahu memang begitu" dan tetap saja, aku merasa sangat ingin memiliki keluarga. Aku tidak ingin memberikan hadiah ini kepada Roden. Setidaknya belum. Aku ingin seorang ayah.
Dengan pemikiran itu, aku merengut dalam hati, memaki diriku sendiri atas keegoisan yang tak dapat dimaafkan. Aku sudah memiliki ayah. Tidak hidup, tetapi aku memiliki nama dan sejarahnya, dan kenangan-kenangan. Beberapa lebih indah daripada yang lain, tetapi kegagalan-kegagalan itu merupakan kesalahanku dan kesalahannya. Sekali lagi, aku mengingat ketika aku berdiri di depannya di aula besar ketika dia menuduhku sebagai pencuri. Aku seharusnya menjelaskan mengapa aku mengambil koin-koin itu, dan membuatnya memahamiku. Atau lebih baik lagi, aku seharusnya berusaha memahaminya. Seandainya begitu, aku tahu ayahku akan membantu janda itu.
Entah kami saling memahami atau setuju satu sama lain, sekarang aku telah melewati cukup banyak perang untuk menerima bahkan jika dia dan aku membuat pilihan berbeda, dia memang memiliki alasan untuk keputusan-keputusannya. Dan di mana pun dia berada di akhirat, aku percaya bahwa ayahku mengawasiku, dan aku tahu aku juga memiliki alasan-alasanku sendiri.
Aku harus memberitahu Roden.
Dan aku mulai mengeluarkan kata-kata itu, karena aku tahu dia harus diberitahu. Namun aku bertanya-tanya apakah akan kejam memberitahu Roden tentang ayahnya sebelum aku tahu apakah kami akan selamat. Mungkin hanya akan menambah nyeri saat jerat itu dikencangkan di seputar lehernya, mengetahui dia begitu dekat dengan satu hal yang paling diinginkannya.
"Kau punya rencana, kan?"
Roden melanjutkan pembicaraan dengan Imogen, walaupun aku terbawa ke dalam pemikiranku sendiri. Aku berbalik kepadanya, "Apa?"
Roden memutar bola mata. "Rencana bagi kita untuk melarikan diri."
"Oh," kataku sambil mengangkat bahu. "Tidak juga."
Mulutnya ternganga ketika aku bicara, kupikir dia cukup berani berbuat begitu. Dia mungkin belum menghabiskan banyak waktu dirantai dan dikurung dalam penjara bawah tanah belakangan ini, tetapi aku jelas sudah. Dan Farthenwood sekarang dipenuhi para tentara yang akan merasa mendapat kehormatan untuk membunuh salah satu dari kami dalam upaya melarikan diri. Menyelesaikan tantangan-tantangan itu tidak semudah, katakanlah, merancang menu. Sekarang ini, seluruh rencanaku disimpulkan dalam empat kata kecil: berusaha tidak tewas.
"Tidak juga?" Roden bertanya. "Jaron, malam berlalu dengan cepat. Hanya dalam beberapa jam, mereka akan membawa kita. Kau pasti merencanakan sesuatu."
Aku memejamkan mata, lalu membukanya lagi untuk melihat Imogen. "Ketika Roden dan aku dibawa, kami akan membuat kerusuhan besar dengan para penjaga. Cukup sampai semua penjaga di sekitar sini datang dan mengendalikan kami. Itu akan menjadi kesempatanmu untuk melarikan diri. Kau tahu harus pergi ke mana sampai semua ini selesai, bukan?"
"Lorong rahasia." Dia pernah menjadi pelayan di sini dan mungkin mengetahui jalan masuk rahasia seperti yang lain.
"Conner juga jelas mengetahuinya, tetapi aku ragu akan ada yang menganggapnya layak untuk bersusah-susah mencarimu, bahkan jika mereka ingat kau menghilang. Tetaplah berada di sana, bersembunyi sebaik mungkin sampai kau tahu sudah aman untuk keluar."
Roden tidak yakin. "Seberapa besar keributan yang dibutuhkan?"
Aku nyengir. "Setingkat dengan bencana dari perilaku buruk. Pecayalah, akan menyenangkan."
"Idemu tentang kesenangan itu gila." Ekspresi santai Roden terlihat tidak begitu antusias. "Ketika kita melakukan ini, apakah mereka akan menyakiti kita?"
Pertanyaan itu membuatku mendesah. "Kau kapten pengawalku, bukan" Tentu saja kau dapat menerima beberapa pukulan sekarang. Lagi pula, sakitnya akan terlupakan begitu tali itu mengelilingi leher kita."
"Aku tidak ingin tali melingkari leherku, Jaron! Ini bagian yang harus kaucari penyelesaiannya."
"Yah, mungkin saja! Kau harus menerima kenyataan itu sebelum kita dapat memikirkan yang lainnya."
Dia menjadi tenang dan perhatianku kembali kepada Imogen. Dengan luka di bahunya, malam ini berat baginya. Tetapi dia berusaha tetap kuat dan membalas senyumku ketika mata kami bertemu. Aku dipenuhi rasa cinta kepadanya. Kehangatannya memenuhi setiap pembuluh darah di tubuhku, melenyapkan ketakutan dan kemarahanku, dan yang tersisa di tempatnya hanyalah keinginan untuk menjadi bahagia. Itulah yang Mott harapkan bagiku, untuk menemukan kebahagiaan, untuk menerima cinta sebagai kekuatan yang jauh lebih hebat daripada senjata apa pun. Aku sedih ketika memikirkan Mott, tanpa tahu apakah dia bisa diselamatkan.
"Aku berjanji akan memikirkan suatu rencana," kataku, "namun sampai saat itu, aku pikir kita sebaiknya memainkan lelucon yang bagus, untuk para penjaga ketika mereka kembali." Roden menaikkan sebelah alis, tertarik dengan saran itu. Imogen menggumamkan sesuatu tentang kekonyolan anak lakilaki. Dia mungkin benar tentang hal itu, jadi aku tidak dapat menentang pendapatnya. Lagi pula, aku mencintainya, jadi aku tidak punya keinginan untuk bertengkar.
Dibutuhkan beberapa tarikan terhadap rantai-rantaiku dan beberapa gerakan kaki yang kreatif, tetapi akhirnya aku berhasil mendorong perban-perban tua di sudut ke arahku. Begitu berada di tanganku, aku menguraikan seluruh panjangnya.
"Apa yang akan kaulakukan dengan benda itu?" Roden bertanya. "Kau kan tidak terluka."
"Para penjaga dilarang menyakitiku malam ini. Vargan menegaskan bahwa aku tidak boleh muncul besok kelihatan sebagai martir." Cengiranku melebar. "Tetapi jangan khawatir, Avenia sudah pernah terjebak dengan trik ini sebelumnya. Mereka sangat menyukainya." Aku teringat ketika bersama para pencuri dan menggunakan perban untuk membuat Vargan berpikir aku terkena wabah. Imogen dan Roden tidak bersamaku saat itu, jadi mereka tidak mengerti lelucon ini. Tetapi mereka akan segera mengetahuinya. Tanganku bermanuver untuk membelitkan perban ke seputar mata kaki dan betis, lalu menyelipkan ujungnya ke dalam balutan itu. Perban itu dililitkan asal-asalan, tetapi mengingat keterbatasan dari rantaiku, aku cukup terkesan dengan hasil akhirnya.
"Itu trikmu?" Roden bertanya. "Tidak bisakah kau menanggapi ini dengan serius?"
"Kalau kau mengerti apa yang dilakukan orang-orang Vargan terhadapku, kau akan mengerti betapa seriusnya aku."
"Jaron, besok kita?"
"Sekarang, diamlah," kataku. "Imogen perlu tidur, aku perlu berpikir, dan kau perlu... membiarkan aku berpikir."
Roden merengut, namun dia menjadi hening. Imogen menatapku beberapa menit sebelum akhirnya menutup mata. Dan aku berbalik serta siap bekerja untuk memikirkan cara agar tetap hidup besok.
BAB 39 MENURUTI perintah Vargan, para penjaga mendatangiku lagi ketika fajar menyingsing, Terrowic dan Komandan Kippenger ada di antara mereka. Aku bertanya jika salah seorang memiliki sesuatu untuk dimakan, tetapi mereka hanya menertawakanku. Aku sebenarnya akan senang mendapatkan makanan dan tidak menyukai tawa mereka.
Roden lebih dahulu dilepaskan dan segera membulatkan kepalannya, seakan tidak sabar untuk berkelahi. Aku bertanyatanya bagaimana dia bisa melawan para penjaga ini sementara dia tidak bersenjata. Dia mungkin tidak akan bertahan selama yang dia pikirkan.
Mereka mendatangiku selanjutnya, dan dengan saksama memastikan tanganku masih terikat. Sementara mereka bekerja, aku menatap Imogen dan berkata, "Aku ingin kau menikah denganku suatu hari nanti."
Sekarang air mata meleleh di pipinya. "Lihatlah kita ada di mana."
Aku membalas senyumnya. "Kita tidak akan menikah di sini, tentu saja. Tetapi di aula besar di istanaku, di depan seluruh kerajaan."
Imogen menggigit bibir dan mengangguk. "Ya, Jaron. Aku akan menikah denganmu di sana."
"Kalau begitu aku akan segera menemuimu. Tetapi kalau tidak"kalau aku tidak bisa"berbahagialah dan ketahuilah bahwa aku mencintaimu."
Lebih banyak air mata yang menetes, tetapi dia tidak berkata apa-apa.
Para penjaga menarikku ke depan, dan melihatku berhatihati menggunakan kaki yang dibalut perban. Berpura-pura berhati-hati, sebenarnya.
Komandan Kippenger bertanya, "Ada apa dengan kakimu" Kemarin malam tidak diperban."
Aku meringis seraya terpincang-pincang maju selangkah lagi. "Terrowic datang tadi malam dan melukaiku." Dusta terbaik dari sebagian besar kebohongan yang pernah kuucapkan, dan salah satu dari sedikit dusta yang tidak membuatku merasa bersalah sedikit pun. "Dia mencoba membalutnya dan berharap kau tidak akan menyadarinya."
"Aku"bukan, aku"tidak!" Terrowic tergagap.
"Kami memohonnya untuk berhenti," Roden berkata, bergabung dengan kesenangan itu. "Tetapi dia ingin membalas dendam sebelum eksekusi Jaron."
"Mereka bohong!" Terrowic benar-benar gugup sekarang. "Aku tidak bisa berjalan cukup jauh untuk menandatangani dokumen-dokumen penyerahan diri itu," aku melanjutkan. "Kau harus memberitahu Vargan untuk menunda penandatanganan itu sebulan sampai aku sembuh."
"Kau akan menandatanganinya bahkan jika aku harus menggendongmu ke sana!" Tanpa peringatan Kippenger mengayunkan tangan kepada Terrowic dan menghantamkan tinjunya ke dagu Terrowic. "Beraninya kau melanggar perintah Raja!" Kemudian dia memerintahkan penjaga-penjaganya yang lain, "Bawa dia ke kamarku dan kunci dia di sana. Aku akan menerapkan disiplin keras baginya setelah eksekusi."
Penjaga-penjaga Kippenger mencengkeram lengan Terrowic dan mulai membawanya pergi, selagi dia masih memprotes. Karena semua menatap Terrowic, aku mendecakkan lidah untuk menarik perhatiannya. Aku menunduk melihat pergelangan kakiku, menggoyangkannya bolakbalik, lalu mengedip kepadanya. Dia menunjuk kepadaku dan menyatakan keberatannya, tetapi pada saat itu parasku kembali ke ekspresi yang sesuai dengan sakit dan penderitaan, dan dia dengan cepat ditarik kembali ke tangga untuk hukumannya.
Kippenger berbalik kepadaku. "Dapatkah kau berjalan?"
Aku mengangkat bahu. "Akan kucoba. Jangan menyuruhku berbuat aneh-aneh, ya."
Dia berkata, "Kuharap kau tidak berbuat aneh-aneh, Jaron. Kalau kau sampai melakukannya, tidak terhitung banyaknya hal yang dapat kulakukan terhadapmu, yang Vargan tidak perlu ketahui."
Aku menggumamkan persetujuan yang sebenarnya tak berniat kupenuhi, lalu menoleh kembali kepada Imogen saat dia membawaku pergi. Sebelah kepalannya masih tergenggam, menyembunyikan kunci rantainya, dan aku memberi tanda dengan mataku bahwa kesempatannya untuk melarikan diri akan segera tiba. Tatapan terakhirku pada Roden, di sampingku. Dia tidak sepenuhnya terlihat antusias tentang apa yang akan terjadi, tetapi dia siap melakukannya.
Hanya separuh jalan keluar dari penjara bawah tanah, aku menyambar jeruji pintu dan mulai menjerit, "Tidak, tunggu, aku berubah pikiran! Jangan bawa aku ke Vargan!"
Seorang penjaga di depanku menarik kedua kakiku untuk melepaskanku dari jeruji. Pintu membuka lebar dan aku masih berpegangan. Sekarang, sedikit lebih depan di tangga, Roden mulai berteriak-teriak juga, membuat para penjaga di belakangnya berlarian untuk mengendalikannya.
Kippenger memukul lenganku dengan bagian pedangnya yang lebar sampai peganganku lepas dan aku jatuh. Kemudian, dua penjaga mengunci lengannya dengan lenganku untuk menyeretku naik. Dengan menoleh sekilas ke belakang menunjukkan semua yang ingin kuketahui"mereka lupa menutup pintu penjara bawah tanah untuk Imogen. Mereka mungkin bahkan lupa dia ada di sana.
Kami melanjutkan teriakan-teriakan kami sampai mereka menyeret kami ke atas, Roden berusaha melarikan diri ke pintu belakang. Aku mulai menyumpahi dia, menuduhnya mengabaikanku dalam saat-saat yang paling gelap, atau sesuatu yang sama konyol dan dramatisnya. Dan sang komandan berteriak agar lebih banyak lagi orang yang menjaga kami.
Mereka berlari mendekatiku lebih dahulu, tidak bersopansopan ketika mendorongku ke lantai. Aku berteriak kepada Kippenger agar mereka tidak meninggalkan tanda apa pun, tetapi jelas bukan itu yang dikhawatirkannya saat ini. Lebih banyak lagi orang datang, dan terus terang, dengan bertambahnya penonton, aku menikmati berteriak lebih keras lagi. Sayangnya, tidak seorang pun diperintahkan untuk tidak meninggalkan tanda pada Roden. Jadi banyak jeritannya yang mungkin memang sungguhan.
Sebelum semuanya berakhir mungkin ada sekitar dua puluh orang yang ditugaskan menjaga kami masing-masing. Aku merasa agak kecewa dengannya, aku lebih suka masing-masing dijaga empat puluh orang, atau pantasnya setidaknya sekitar tiga puluh orang. Sebagian besar hanya berdiri menonton sambil ketakutan dan malu akan sikap kekanak-kanakan kami. Tetapi mereka semua mengikuti saat kami dibawa ke kantor, dan semua ditugaskan untuk menunggu di lorong seandainya mereka dibutuhkan.
Aku tersenyum kepada Roden. Memar besar sudah terbentuk di bawah mata kirinya. Bibirnya berdarah dan mungkin hidungnya patah. Ketika memberontak, kepalaku beradu dengan sudut tembok dan darah mengucur dari luka itu ke sisi wajahku. Mungkin beberapa orang akan menganggapnya kesalahanku sendiri, tetapi aku berencana menyalahkan orang lain. Aku senang, Roden balas tersenyum. Aku ingin mengingatkannya bahwa aku benar: Dalam caranya sendiri, hal ini menyenangkan. Lebih daripada itu, tujuan kami tercapai. Tidak akan ada yang mengawasi penjara bawah tanah.
Kami menjadi tenang begitu tiba di kantor, dan setelah melontarkan beberapa ancaman kalau aku membangkang lagi, Komandan Kippenger membawa kami ke dalam.
Conner kali ini sendirian di sana, menggunakan pakaian yang berbeda dari yang dikenakannya kemarin malam. Ada begitu banyak warna putih pada kemeja dan rompi sutranya, seakan dia menyelubungi dirinya sendiri dengan warna para santa untuk menyamarkan kenyataan bahwa dia adalah iblis paling jahat. Aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa begitu cepat mendapatkan pakaian yang begitu beragam.
Pada suatu saat tadi malam, sebuah meja baru ditemukan untuk diletakkan di kantor. Tidak sebagus meja Conner yang asli dulu, tetapi tidak diragukan lagi masih mahal dan sepertinya diambil paksa dari rumah terdekat.
Roden didorong berlutut dekat dinding belakang dan aku dibawa ke kursi di depan meja. Dengan Conner di balik meja, sementara Kippenger dan penjaga yang lain masing-masing berdiri di sampingku, aku diingatkan akan situasi yang mirip beberapa bulan yang lalu. Waktu itu, aku hanya mencurigai Conner atas kejahatannya. Sekarang, aku paham dengan baik siapa dia sebenarnya, dan seberapa dalam dia bersedia tenggelam untuk mendapatkan kekuasaan. Apa pun pendapatku tentang dia saat itu, tidak ada artinya dibanding kebencian yang kurasakan sekarang.
"Yang baru saja kudengar itu teriakanmu?" tanya Conner.
Ekspresiku tak bersalah seperti biasa. "Aku tidak tahu apa yang kaubicarakan. Aku tidak mendengar teriakan."
"Kepalamu luka lumayan parah."
"Oh, itu." Aku memberikan tanda ke arah sang komandan. "Dia memukulku. Aku memohon agar dia tak melakukannya. Dia tahu Vargan tidak ingin meninggalkan tanda apa pun di tubuhku. Tetapi kalau ada teriakan, itu mungkin saat aku memintanya untuk berhenti."
Kippenger menyumpah kepadaku, yang tidak membuatku senang sedikit pun.
"Anak laki-laki ini tidak bisa digantung menggunakan mantel dengan warna Avenia," kata Conner. "Lepaskan rantainya agar aku bisa melepaskan baju ini darinya."
"Kita harus meminta izin Raja dulu," Kippenger berkata.
"Di pengujung hari ini aku akan menjadi raja Carthya. Pakaian ini membuatku tersinggung!"
"Carthya merasa terhormat kalau menyinggungmu," kataku. Kippenger merendahkan suaranya. Mungkin dia tidak ingin aku mendengar, yang sebenarnya konyol. "Lord Conner, tanpa rantai, anak ini bisa berbahaya. Persis sebelum kami datang ke sini?"
"Kalau dia merupakan bahaya bagiku, aku sudah mati sejak dulu. Sekarang, lepaskan rantainya."
Rantai itu dilepaskan, membuat lenganku terasa hampir tanpa beban ketika Kippenger melepaskan pakaian seragamku, dan sekali lagi aku hanya mengenakan pakaian dalam polos. Aku mengucapkan selamat tinggal kepada Kippenger yang disertai harapan baginya agar terjangkit barah di ketiaknya, kemudian memberitahunya agar lain kali lebih berhati-hati denganku. Kippenger menggeram dan menggumamkan sesuatu perlahan, namun pergi. Di tempatnya, dua penjaga lain memasuki ruangan. Mungkin untuk melindungi aku dari Conner, atau melindungi Conner dari aku. Aku tidak yakin yang mana.
Conner duduk di ujung mejanya. Dia menarik saputangan dari sakunya dan menawarkannya kepadaku untuk luka di kepalaku. Ketika darahnya hampir berhenti, dia bertanya, "Pada malam kau dimahkotai, setelah kau membongkar kejahatanku kepada dewan, mengapa kau tidak menyuruhku dieksekusi?" "Jelas itu merupakan kesalahan di pihakku."
"Mungkin begitu. Tetapi kenapa tidak?"
Panas tatapanku dapat mendidihkan air. Setelah mendesah dalam, aku berkata, "Aku selalu merasa kau punya lebih banyak peran untuk dimainkan bagi Carthya. Memang demikian, tetapi ternyata hal itu tidak terlalu mulia seperti yang kuharapkan. Apa yang kaulakukan sekarang, bergabung dengan Avenia, itu adalah pengkhianatan utama terhadap negaramu. Kau pernah berkata kepadaku bahwa terlepas dari kejahatanmu, kau tetap seorang patriot. Aku yakin kita bisa sepakat bahwa hal itu tidak lagi benar."
Mata Conner menyipit. "Anak sombong! Selalu yakin kau punya seluruh jawabannya."
"Kalau begitu, jawab aku. Imogen masih terluka"dia perlu makanan dan tempat tidur dan dokter. Aku tahu bagaimana kau memperlakukannya sebagai pelayan, tetapi apakah kau sekejam itu, membiarkannya mati di penjara bawah tanah?"
"Aku mengirimnya ke sana agar kau tahu dia masih hidup!" Conner melintasi ruangan dan berdiri persis di hadapanku. Matanya mengerjap sekilas kepada para penjaga di belakang kami sebelum dia berkata, "Kau menggagalkan rencana-rencana yang kubuat sepanjang hidupku. Merampas identitasku, mengambil semua yang kumiliki. Aku membencimu karenanya. Kau tabu sesuatu tentang aku yang kupikir tak seorang pun akan tabu. Mengetahui rahasia Farthenwood, dan kau menyimpan lebih banyak lagi rahasia di balik dinding-dindingnya. Jaron, kau tidak akan menghancurkan rencana terakhirku ini. Kau mengerti?"
Aku balas menatapnya. "Ya, Sir Master Conner." Sekarang aku memahaminya dengan baik.
Masih banyak yang ingin dikatakan, tetapi kami berdua terdiam ketika pintu membuka di belakang kami dan Vargan menyelinap masuk bersama Kippenger dan beberapa ajudan lain di belakangnya. Conner meninggalkan posnya dan membungkuk kepada Vargan, yang hanya menjawabnya dengan geraman tak sopan. Rasa hormat Vargan kepada Conner kira-kira sama seperti laba-laba mengagumi mangsanya. Begitu dia mendapat semua yang diinginkannya dari Conner, Vargan akan menggantungnya juga.
Wajah Vargan berkerut ketika dia memperhatikanku. "Ada luka parah di kepalamu."
"Salahkan Komandan Kippenger untuk itu. Kupikir luka ini membuatku seperti martir, bukan?" Aku menunjukkan ekspresi penyesalan palsu. "Kau jelas harus menunda kegiatan pagi ini sampai aku sembuh."
"Dan mengecewakan penontonmu?" dia menjawab. "Kurasa tidak. Mengapa ada perban di mata kakimu?"
Dalam segala keributan, aku benar-benar lupa perban itu masih ada. "Oh, itu" Kakiku kedinginan tadi malam."
"Hanya kakimu?"
"Kakiku sungguh sensitif. Seperti perasaanku." Aku membukanya dan membiarkan perban itu jatuh ke lantai.
"Kau telah mempermainkan pasukanku," kata Vargan. "Dengan demikian, aku tidak akan merasa bersalah mempermainkanmu."
Mataku menyipit. "Bermain-main sepertinya agak kekanakkanakan bagi seseorang yang begitu nyaris luruh menjadi debu."
Vargan terkekeh. "Setua apa pun, aku masih bisa menikmati lelucon yang bagus. Dan aku tahu kau akan menyukainya, sama sepertiku." Dia memberikan tanda kepada Kippenger yang membuka pintu dan keluar. Dia kembali hanya beberapa detik kemudian dengan tahanan yang lain, tangannya terikat ke belakang dan sangat pincang. Kepalanya menunduk rendah ketika masuk, dan dia menengadah seakan malu berada di sana.
Hanya ketika dia dipaksa untuk berlutut di samping Roden matanya bertemu dengan mataku.
"Tobias," desahku. "Jangan kau juga."
"Di sini, pada akhirnya, ketiga anak yatim piatu ini bersama?" Tanpa berusaha menyembunyikan kegembiraannya, Conner menangkupkan tangannya dan berbalik kepada Vargan. "Yang Mulia, dapatkan kuartikan ini sebagai hadiah untukku pada hari aku dimahkotai?"
"Tidak boleh," jawab Vargan singkat. Kemudian kepadaku, dia menambahkan, "Tidak lama setelah Kippenger mulai pergi dari kamp kalian, anak ini berjalan tanpa senjata dan memberitahu pasukanku yang masih di sana bahwa sebagai ganti dirimu, dia akan menyerahkan dirinya dan memberikan pengobatan bagi semua pasukanku yang terluka. Bodoh kalau berpikir kami akan menukar seorang raja untuk seorang dokter muda, tetapi kami memang memuji kesetiaannya."
Aku melirik sebentar pada Tobias, yang mengangkat bahu tak berdaya.
"Sayangnya dia tidak tahu kau sudah berada dalam perjalanan ke sini, dan selain itu, kami tidak membutuhkan bantuannya. Kippenger memerintahkan untuk membunuh yang terluka. Mereka menyedot sumber daya kami."
Mataku beralih dari Vargan ke Kippenger, yang berusaha sangat keras untuk tidak menunjukkan perasaannya yang sebenarnya dengan membuang pasukannya sendiri yang terluka. Vargan mungkin tidak terlalu menghiraukan pasukannya sendiri, tetapi perintah itu tampak kejam bahkan bagi orang sepertinya.
"Ini permainannya, Jaron." Vargan terlihat begitu senang dengan dirinya sendiri sehingga bisa dibilang semangatnya meluap. "Aku memiliki tiga leher di sini, semua layak digantung, tetapi hanya ada dua jerat. Aku akan memberimu kesempatan untuk menyelamatkan satu dari kalian bertiga. Siapakah itu" Kapten pengawalmu, mungkin" Dia kuat dan berani. Tetapi dengan begitu banyak korban dari pasukanmu, dia akan sangat penting bagi kelanjutan perlindungan Carthya. Atau kau akan menyelamatkan yang berpendidikan" Dia mengaku telah menyelamatkan banyak pasukanmu yang terluka di malam sebelum dia menyerahkan diri, termasuk seorang pelayan yang katanya tidak pernah beranjak dari sisimu."
Jadi Mott selamat, kalau begitu. Aku begitu ingin mendapatkan berita tentangnya.
Vargan tertawa lagi. "Atau kau akan menyelamatkan dirimu sendiri" Jelas tidak ada yang lebih berharga bagi Carthya selain raja mereka. Kerumunan yang sangat besar sudah berkumpul di depan Farthenwood. Biarkan mereka melihat kami keluar bersama dan mengumumkan pertukaran besar bagi seluruh daerah kita. Pilih dirimu sendiri untuk selamat, dan aku akan mengizinkanmu untuk melayaniku."
"Hanya itu pilihanku?" aku bertanya.
"Apakah ada yang lain dalam benakmu?"
"Dua jerat. Kupikir lehermu dan leher Conner."
Matanya meredup. "Pilih sekarang, atau aku akan menyuruh mereka menggantungkan tali ketiga."
"Biarkan aku mati," kata Tobias. "Aku telah menolong yang terluka sebisaku. Carthya tidak membutuhkanku lagi."
"Kita berdua kenal seseorang yang sangat membutuhkanmu," kataku. "Kau harus hidup hari ini."
"Kalau begitu, pilih aku untuk mati, "kata Roden. "Aku akan merasa terhormat untuk berdiri di sampingmu, bahkan di tiang gantungan. Lagi pula, tidak ada orang lain bagiku."
Tetapi ada. Seorang ayah yang membutuhkannya.
"Kami berdua akan pergi," kata Tobias. "Bukan kau." Di sebelahnya, Roden mengangguk.
Aku menghargai kesetiaan mereka, tetapi aku tetap meringis. "Jangan konyol. Kekalahan dalam perang ini sepenuhnya salahku." Beban perhatianku beralih kepada Vargan. "Ini tawaranku. Aku akan membiarkanmu menggantungku dua kali. Aku bahkan tidak akan menyusahkanmu di kali kedua."


Takhta Bayangan The Shadow Throne Karya Jennifer A. Nielsen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Conner menyeringai kepadaku. "Kalau kau tidak mau memilih, mari kita pasang tali ketiga."
"Tidak." Aku mengarahkan tatapanku ke bawah, tidak ingin melihat kedua sahabatku. "Bawa Tobias pergi dari sini. Roden dan aku akan pergi ke tiang gantungan."
"Tidak!" Tobias menjerit. "Selamatkan dirimu sendiri, Jaron. Aku mohon!"
"Bawa dia pergi dari sini," kataku.
"Giring dia ke kerumunan di depan Farthenwood," Vargan memerintahkan. "Pastikan dia dapat melihat kawan-kawannya dengan baik."
Tobias berusaha tetap berada dalam ruangan, dan melawan lebih ganas daripada yang kuduga. Begitu dia pergi, aku menoleh kepada Roden. "Maafkan aku."
"Kau membuat keputusan yang benar," Roden berbisik. "Walaupun kau menyebut namanya cukup cepat."
"Lehernya lebih kecil. Dia akan mati lebih cepat."
"Itu sebabnya kau memilih aku" Karena akan lebih lama bagiku untuk mati?"
"Ya, Roden, persis seperti itu."
"Berhenti bertengkar!" Vargan meraih pena bulu dari Conner, kemudian menjejalkannya kepadaku. "Tanda tangani kertas-kertas ini, Jaron. Dengan tanda tanganmu, Conner menjadi raja, dan Carthya menjadi milikku. Tanda tangani semua, atau kalau tidak, kau akan?"
"Ancaman itu tidak perlu." Aku berdiri dan mencelupkan bulu itu ke dalam tinta. "Aku menyerahkan diri untuk melakukan hal ini." Saat aku menulis, Roden, masih berlutut di bagian belakang ruangan, tersentak. Aku tahu dia mengharapkan perlawanan yang lebih hebat, dan jelas bukan penyerahan diriku. Tetapi kulakukan satu-satunya yang bisa kuperbuat, entah dia mengerti itu atau tidak.
Ketika selesai, kulemparkan pena bulu itu ke dinding belakang dan memberitahu Vargan untuk segera menyelesaikan bagian ini. Conner menginspeksi dokumen itu sementara Vargan menyuruh tanganku diikat lagi. Conner meminta kehormatan untuk melakukannya.
Aku mengulurkan tangan ke depan, tetapi Conner memintanya diikat di punggung dan mengikat tali itu erar-erat di pergelangan tanganku. Dengan luka yang sudah menyayat daging, tali kasar itu lebih menyakitkan daripada rantai. Aku curiga Conner pasti mengetahuinya, dan kemungkinan senang melakukannya. Begitu memasuki aula besar, aku mulai berusaha melepaskan tali itu, tetapi Conner meletakkan satu tangan di atas simpul-simpulnya, mencegah segala gerakan di sana.
Kami berdiri di pintu Farthenwood sementara pengumuman disampaikan bahwa kami akan keluar. Sementara kami menunggu, Vargan mencondongkan badannya kepadaku dan berkata, "Menurutmu siapa kau, menentang seseorang seperti aku?"
Aku tetap menatap ke depan ketika berkata, "Aku Jaron, Raja Carthya yang berdaulat. Kau akan menyesal berperang melawanku."
Dan pintu itu terbuka. BAB 40 TAK seperti biasanya, pagi itu indah, hangat dan cerah, dengan langit biru safir yang lebih cocok untuk piknik ketimbang penggantungan. Angin sepoi menggoyangkan dua jerat yang tergantung dari tiang gantungan itu membentuk lingkaran. Tiangnya tidak tinggi, bukan jenis yang akan mematahkan leher segera setelah lantainya dibuka, menimbulkan kematian yang cepat dan relatif tidak menyakitkan. Ini jenis yang lebih pendek dengan simpul di tengah leher. Jerat itu akan memotong oksigen kami begitu bangku di bawah kaki kami ditendang, menciptakan kematian perlahan dan mengerikan. Kurasa itu merupakan keputusan yang disengaja. Mereka ingin aku menderita, dan agar semua yang menonton mendapatkan waktu yang lama untuk mengerti konsekuensi menentang Raja Vargan.
Karena di sana memang ada kerumunan besar berkumpul, lebih banyak daripada yang kuantisipasi. Sebagian besar penonton adalah tentara-tentara Avenia dan Mendenwal. Tobias sekarang berdiri dengan para regenku yang lain di hampir di depan. Seperti yang lain di sekitarnya, wajahnya menampilkan kengerian akan apa yang akan terjadi. Tetapi kelihatannya ada lebih banyak yang terpahat dalam ekspresinya"mungkin konflik rasa bersalah dan lega karena aku memilihnya agar lepas dari jerat. Aku berharap dia tidak menyiksa dirinya sendiri dengan hal itu. Itu pilihanku, dan aku membuat pilihan yang benar. Jika dia mau menatapku langsung, aku akan mencoba menyampaikan hal itu kepadanya, tetapi matanya diarahkan ke bawah karena malu. Para regen yang lain menatapku, dan aku memberi mereka anggukan hormat atas kedatangan mereka. Aku curiga begitu kami tewas, mereka akan dibawa ke Vargan dan dipaksa untuk memberi sumpah setia kepadanya dan Conner. Kerwyn tidak ada dalam kelompok itu. Entah dia masih di Mendenwal, atau dia melepaskan diri dari tuntutan Vargan untuk hadir. Harlowe berdiri di samping Tobias. Matanya penuh ketakutan saat menatapku. Mengingat siapa yang berjalan di sampingku, salah jadinya kalau dia begitu peduli dengan kematianku.
Aku menunduk dan berkata kepada Roden, "Ada sesuatu yang seharusnya kukatakan kepadamu tadi malam."
Suara Roden bergetar ketika menjawab, "Ya?"
"Kau punya ayah, Roden. Dia masih hidup dan dia berada di sini."
"Apa?" Roden menyentakkan badannya ke arahku. "Siapa?" Aku memiringkan kepala mengarah ke tengah kerumunan. "Rulon Harlowe, regen utama."
"Kau tahu dari mana?"
"Istrinya bernama Havanila. Harlowe adalah ayahmu." "Tetapi?" Roden terdiam dan mempertimbangkannya sesaat. "Dia kehilangan seorang anak yang masih bayi. Aku pernah mendengar hal ini, kan?"
"Itu kau. Maaf. Aku seharusnya memberitahumu tadi malam."
"Menurutmu begitu?" Dia mengumpat dan memanjangkan lehernya untuk melihat ke kerumunan. Aku tahu dari bahunya yang merosot ketika dia menemukan Harlowe. Kemudian suaranya melembut. "Apakah dia tahu?"
"Tidak. Kupikir kau yang seharusnya memberitahunya." "Seandainya aku bisa." Kami berjalan beberapa langkah lagi, kemudian dia berkata, "Aku tahu kau berusaha menyelamatkan kita, Jaron. Kumaafkan kegagalanmu."
Dengan senyum yang menyimpan rahasia, aku meliriknya. "Kegagalan apa" Semua persis seperti yang seharusnya."
"Aku tidak setuju," kata Roden. "Aku dapat memikirkan seribu cara yang lebih baik untuk menikmati pagi ini."
"Pikirkan apa yang ingin kaulakukan nanti malam, kalau begitu." Sambil tersenyum, aku menambahkan, "Aku ingin meringkuk di depan perapian yang hangat, dengan Imogen di sampingku."
"Kedengarannya menyenangkan. Tetapi apabila kau berada dekat api apa pun malam ini, tmungkin karena jiwamu mendarat di neraka."
Aku terkekeh. "Itu lebih mungkin ketimbang salah satu dari kita beristirahat dengan para santa. Tetapi kalau begitu, bayangkan kesulitan yang bisa kita timbulkan di sana."
Dia balas tersenyum. "Selamat tinggal, Jaron."
"Tidak, Roden. Belum."
Saat itu, komandan menarik Roden ke atas panggung dan menyuruhnya berdiri di atas bangku. Dari posisiku, aku dapat melihat tangan Roden yang gemetar, begitu hebat sampai menggetarkan rantai di pergelangan tangannya. Orang yang berdiri di depan panggung mengumumkan bahwa ini adalah kapten pengawal Carthya, bersalah atas perang melawan Avenia, Gelyn, dan Mendenwal. Roden berdiri tegak saat jerat dikencangkan di seputar lehernya. Dia menarik napas panjang, seakan itu bisa menunda sesak napasnya.
Conner telah pergi dari sisiku dan memunggungiku untuk menyalami tamu-tamu terhormat yang duduk di tangga Farthenwood. Hal itu memberiku kesempatan untuk mengurai tali di seputar pergelangan tanganku, sementara posisi badannya juga menutupi yang lain untuk melihat apa yang sedang kulakukan. Aku tidak yakin apa yang akan kulakukan begitu tanganku bebas"aku masih tidak bersenjata dan dikelilingi musuh. Tetapi ini suatu awal.
Tidak lama sebelum aku selesai mengurai simpul-simpulnya, Conner berbalik dan menyambar pergelangan tanganku lagi. Tanpa menarik perhatian, dia mengencangkan kembali tali yang kendur seputar pergelangan tanganku. Aku tidak tahu apakah dia menyimpul semuanya lagi, tetapi seandainya begitu, segala harapan yang kumiliki telah lenyap.
Sekarang giliranku untuk digantung. Conner mengawal aku ke panggung dan menyuruhku naik ke bangku, aku menurut. Kemudian dia menarik jerat itu di seputar leherku dan mengencangkannya sedikit, walaupun dapat dipastikan jerat itu akan mengencang untuk membunuhku. Tali kasar itu menggores seperti cakar di kulitku dan belum apa-apa aku merasa udara berkurang.
Dari sini, aku dapat melihat para penonton lebih baik. Aku mengenali beberapa pencuri di antara para tentara Avenia. Mereka menatapku hampir tanpa ekspresi; mustahil bagiku mengatakan mereka menyesal atau bergembira atas kematianku. Mungkin yang kedua. Dan anehnya, aku melihat Erick di antara para penonton. Hanya Erick, tidak ada bajak laut yang lain. Dia menyapaku dengan senyum muram dan anggukan ringan. Aku membalas sapaannya, amat bersyukur bahwa dia telah datang.
"Raja Vargan akan memintamu bicara sekarang," kata Conner. "Ingatkan rakyatmu kesetiaan mereka seharusnya ditujukan kepada siapa."
Mataku beralih dari Conner kembali ke kerumunan itu. Ketika penduduk Carthya melihatku memandang mereka, mereka berlutut. Demikian pula Erick dan beberapa orang yang tidak kukenal. Aku menelan ludah untuk mengontrol emosiku, kemudian berkata, "Aku disuruh raja Avenia untuk memberi kalian perintah terakhir, dan akan kulakukan. Dengarkan aku sekarang dan selamanya. Setialah kepada hal yang kalian tahu benar. Jangan pernah tunduk pada kelemahan, jangan pernah mengalah kepada mahkota palsu. Kebenaran akan selalu menang pada akhirnya, dan kalian pasti ingin berada di pihak itu ketika itu terjadi."
Akhir yang kuniatkan mungkin akan lebih baik, kalau Conner tidak memotongku dengan menyarangkan kepalannya ke perutku. Seruan tersebar di antara penonton, yang berlutut membelaku. Kippenger berteriak kepada kerumunan itu agar mengabaikan kata-kataku atau akan digantung berikutnya. Para tentaranya meninggalkan panggung dan mendiamkan beberapa orang yang dengan gaduh menyatakan keberatannya dengan gagang pisau mereka.
Aku pulih dari tonjokan itu, tetapi keseimbanganku terancam. Aku mungkin jatuh saat itu, tetapi Conner meletakkan tangan di lenganku untuk mengembalikan keseimbanganku. Ketika dia melakukannya, aku merasa sesuatu yang dingin merambati lenganku dan menangkap ujungnya dengan tanganku.
Conner memberiku sebilah pisau.
Pisau itu kecil, tetapi terasa cukup tajam, dan kugenggam erat untuk menyembunyikannya. Dia tidak berkata apaapa lagi, bahkan tidak melihat kepadaku ketika meninggalkan panggung.
Orang yang mengumumkan di panggung menyebutkan namaku, menyinggung gelarku sebagai raja Carthya, kemudian menuduhkan kejahatan karena mengobarkan perang dengan kerajaan Avenia, Mendenwal, dan Gelyn. Tuduhan konyol, mengingat mereka yang berdiri di wilayahku.
Setelah selesai, dia juga menuruni panggung. Raja Vargan berdiri dan mengucapkan kata sederhana, "Laksanakan."
Dan dua pengeksekusi itu menendang bangku-bangku di bawah kami.
BAB 41 AKU melompat ke depan begitu Vargan memberi perintah. Lompatan itu hanya memberiku sedikit tarikan, tetapi cukup untuk membuatku tergantung di udara untuk satu atau dua detik yang berharga. Aku membebaskan tanganku dari tali dan meraih jerat untuk memberiku sedikit udara. Vargan menyerukan bahwa aku memiliki pisau, tetapi ketika aku mengayun kembali, kutendang seorang eksekutor ke arah yang lain dan mereka berdua terjengkang jatuh dari panggung. Namun para tentara yang lain bergegas maju. Aku harus cepat.
Aku menggunakan beratku untuk berayun ke arah Roden, yang dengan cepat kehilangan kesadarannya. Aku menyambar talinya dan dengan pisau itu mengiris tali. Roden terjatuh ke panggung, dan dengan lemah berguling ke tepi, lalu ke tanah di bawahnya. Harlowe dan Tobias bergegas maju untuk menolongnya.
Dengan satu tangan masih memegang bagian yang menggantung dari tali Roden, aku mengiris jeratku sendiri dengan tanganku yang bebas, lalu melompat ke tanah ke sebelah Roden. Harlowe sudah mengendurkan jerat Roden dan Tobias meraba denyut nadinya.
"Pastikan dia tetap hidup." Untuk menjaga Roden, aku menekankan pisau ke tangan Harlowe. "Nyawanya merupakan segalanya bagimu."
Para tentara yang tertahan kerumunan itu sekarang mendekatiku, tetapi aku berlari ke arah lain, di bawah tiang gantungan dan kembali ke tangga Farthenwood. Aku membentuk corong dengan tangan di depan mulutku dan berteriak, "Erick, panggil pasukanmu!"
Erick menarik tanduk dari pinggang dan meniupnya, dan hasilnya begitu cepat dari dalam Farthenwood, sebagian besar bajak laut pasti telah meninggalkan tempatnya di dalam lorong-lorong rahasia untuk menunggu tanda. Ketika kami berdua saja di kantornya, Conner telah mengonfirmasikan bahwa mereka ada di sini"ada banyak rahasia di dalam dinding yang kusembunyikan.
Aku tidak pernah merasa pasti ini akan menjadi pertarungan terakhir perang ini. Tetapi aku selalu tahu di sinilah hal itu harus terjadi, dan tidak akan bisa berhasil tanpa para perompak. Aku yakin bukan pekerjaan mudah untuk membujuk mereka memenuhi sumpah. Rasa terima kasihku kepada Erick lebih dalam daripada yang dapat dia mengerti.
Ketika Mott dan aku mengunjungi para bajak laut, aku telah meminta Erick datang ke sini, entah dia dia berhasil atau tidak membawa anak buahnya. Tetapi mereka ada di sini, dan mereka jelas telah menemukan lorong-lorong rahasia, seperti yang aku minta, walaupun aku tidak dapat membayangkan sudah berapa lama mereka bersembunyi di sana, sepanjang waktu, tanpa suara. Aku berharap kemarahan mereka karena menunggu tanpa akhir dapat dilampiaskan kepada tentara Vargan.
Begitu terdengar suara pertempuran, bagian bawah keretakereta pembawa emas itu lepas"kegunaan lain dari lantai palsu yang didesain Tobias. Muncullah salah satu letnanku, dengan ratusan senjata, cukup bagi sebagian besar tentaraku yang dipaksa datang ke sini tanpa senjata. Berlusin-lusin lagi muncul dari hutan untuk bertarung. Tidak sebanyak yang kuinginkan, tetapi Vargan bodoh kalau percaya setiap tentara yang kumiliki sudah berada di antara penonton. Mereka berlari dari hutan di luar tanah Conner, masing-masing bersenjata lengkap dan siap berperang.
Semua itu menyenangkan untuk dilihat, tetapi saat ini, tidak bijaksana bagiku untuk berdiri dan menonton terlalu lama. Beberapa tentara Avenia mengejarku ke tangga Farthenwood, termasuk Komandan Kippenger, yang menghabiskan terlalu banyak energi daripada yang seharusnya untuk menyemburkan ancaman ke arahku. Begitu mencapai puncak, aku melompat dari pagar perunggu ke tanah. Pendaratanku di rumput tidak terlalu anggun, tetapi kupikir kikuknya aku tadi dapat dengan mudah diabaikan dibanding seni melepaskan diri dari jerat.
Aku berlari melintasi halaman belakang dikejar para serdadu Avenia, dan, karena masih muda dan tidak diberati senjata, aku berada cukup jauh di depan mereka. Tetapi aku berhenti ketika melihat Mendenwal telah mencapai batas tanah yang jauh dan mendatangiku dari depan.
Tidak ada jalan lain selain naik.
Aku belum berhasil memanjat sejak malam aku memanjat tebing Tarblade bajak laut, tidak lama setelah Roden mematahkan kakiku. Aku telah banyak berusaha sejak itu, sebagian besar ketika tidak seorang pun tahu, karena akan memalukan bagiku dan akan membuat dokter bedah istana marah. Juga karena semuanya berakhir dengan kegagalan.
Yang satu ini tidak boleh gagal.
Aku memegang batu-batu yang dipotong kotak dan mengingatkan diriku ketika Conner menempatkanku di Farthenwood ini, aku melakukan panjatan ini beberapa kali. Aku mungkin punya kesempatan untuk menang, dan aku tidak akan gagal karena hal yang sederhana seperti kaki kanan yang lemah.
Jadi aku menyapukan kedua tangan ke baju untuk mengeringkannya, dan memanjat, baru saja lepas dari jangkauan Kippenger ketika dia melompat menyambarku. Dia mengutukiku dan menendang tembok, kemudian berteriak, "Kalau kau naik lebih tinggi lagi, kami tidak perlu menggantungmu. Jatuh seharusnya dengan mudah menyebabkan kematianmu sendiri."
Aku ingin membalas"begitu banyak kemungkinan hadir dalam benakku sehingga sulit untuk menahan diri. Tetapi panjatan ini membutuhkan perhatian penuh. Kalau dulu dengan mudah aku merayap di dinding-dinding ini sebelum terluka, sekarang tanganku seperti menggenggam kaca licin dan kakiku terasa seperti terbuat dari jerami.
Kaki kananku yang paling buruk. Gemetar menahan beratku dan setelah terpeleset sedikit satu kali, aku tahu kaki ini tidak dapat dipercaya.
"Aku akan menunggu di bawah sini ketika kau jatuh," Kippenger berseru.
Aku tidak akan jauh. Tidak akan. Sambil mengertakkan gigi, aku mengulangi suara Mott di kepalaku, memberitahuku bahwa aku adalah raja yang berdaulat. Ditakdirkan untuk bangkit. Itulah yang akan kulakukan.
Jauh di bawah, Kippenger berseru kepadaku, "Kau tidak akan menang, Jaron! Rantai yang mengikatmu di penjara bawah tanah masih ada. Aku tahu kau dapat merasakannya. Yang harus kulakukan hanyalah menarik rantai itu dan kau akan jatuh."
Pada saat itu, aku telah mencapai balkon Conner. Aku berhenti hanya sesaat sebelum berguling melewati birai. Tanganku meraih jauh ke dalam saku celanaku dan menarik sekeping garlin. Aku menyimpannya bersamaku sejak malam pertama Kippenger meletakkannya tinggi di dinding penjaraku di kamp itu. Dia memaksudkannya sebagai suatu pelajaran, bahwa tidak ada gunanya bagiku untuk mencoba menang. Tetapi aku menanggapinya sebagai tantangan. Mengambilnya telah menghabiskan segenap kekuatan yang kumiliki, dan aku jatuh lusinan kali ketika memanjat sebelum menyadari caranya bermanuver dari rantai itu sehingga aku dapat mencapainya. Keesokan harinya, Kippenger telah melupakan permainan kejam itu. Aku tidak melupakannya.
Sekarang aku mengangkat koin itu agar dilihatnya. "Kau salah, Komandan. Rantai apa pun yang akan kaupasangkan, aku akan selalu, selalu lepas darinya. Aku tidak membeli kebebasanku karena kau tidak pernah memilikinya. Tetapi aku mengambilnya kembali, bagiku dan bagi negeriku."
Kemudian aku meletakkan koin itu di tepi birai dan memberitahunya untuk mengambilnya, kalau dia mau membeli kebebasannya sendiri. Ketika aku membuka pintu ke kamar tidur Conner dulu, Kippenger berteriak kepada anak buahnya untuk masuk. Aku baru saja melewati pintu ketika kudengar pasukannya berderap di tangga.
Aku melangkah maju tetapi kakiku yang lelah seolah berubah menjadi timbal. Jadi aku menahan beratku ke dinding sampai sepenuhnya berada di dalam. Dulu, sebuah permadani menyamarkan jalan masuk rahasia ke lorong-lorong itu. Walaupun permadani itu hilang sekarang, konstruksi pintu rahasia itu tetap mengesankan. Jika sebelumnya aku tidak tahu di mana letaknya, aku tidak akan dapat menemukannya. Pasukan Kippenger juga tidak akan dapat menemukannya.
Begitu pintu lorong itu mengeklik di tempatnya di belakangku, aku maju selangkah, lalu kakiku goyah, membuatku jatuh berlutut. Aku tidak akan dapat memanjat lagi hari ini, dan mungkin tidak dapat mengandalkannya untuk bertarung. Sementara di kamar Conner, aku mendengar Komandan bertanya, "Ke mana dia pergi?"
Sudah waktunya untuk pergi. Aku kembali berdiri dan tanpa suara terpincang-pincang ke arah lantai dasar. Begitu mencapai bagian bawah dari tangga tersembunyi, aku menyadari aku tidak sendirian. Imogen menyapaku lebih dahulu, dengan tatapan yang berubah dari sayang menjadi berang begitu melihat aku pincang dan darah kering dari luka di kepalaku. Ada yang lain bersamanya, dan aku membisikkan janji untuk tidak akan mengkhianati mereka, kecuali mereka mau menampakkan diri. Kemudian aku meninggalkan lorong itu dan mendapati diriku sendirian di kantor Conner. Pintu dari aula besar terbuka, tetapi aku memutuskan akan menarik perhatian terhadap ruangan ini kalau aku menutupnya; lebih baik jika tidak ada orang yang tabu aku berada di sini.
Dokumen-dokumen yang kutandatangani masih tergeletak di meja. Aku mengambilnya dengan niat untuk membakarnya, tetapi derak lantai kayu di belakangku memperingatkan bahwa ada orang lain di dalam ruangan. Aku berbalik dan melihat Vargan siap dengan belati yang dipegang di atas kepalanya. Karena kondisi kakiku masih seperti ini, aku tidak akan dapat berlari lebih cepat daripadanya, dan tidak ada senjata lain di dekatku. Tidak ada banyak pilihan jika dia bermaksud menyerang, dan dia jelas akan menyerang.
"Bersama para bajak lautku dalam perang ini, kau akan kalah," kataku. "Tetapi masih ada waktu untuk menyelamatkan diri. Menyerahlah, dan kau akan hidup."
"Tidak akan." Jelas, orang ini tidak punya bakat bernegosiasi. Kalau mau adil, sebenarnya aku juga tidak begitu berbakat dalam hal itu.
"Kau ingin pencuri itu membawa pesan kepadaku." Suara Vargan bergetar dengan amarah."Kau ingin ini berakhir di Farthenwood."
Tentu saja. Aku tahu tempat ini sebaik istanaku sendiri, dan jika salah satu rumah harus dihancurkan, sebaiknya itu bukan rumahku. Pada saat aku mengatur para perompak untuk datang ke sini, masih ada beberapa detail yang belum selesai dalam kepalaku. Tetapi aku tahu para perompak itu akan dibutuhkan.
"Perang harus berakhir di sini," kataku. "Kalau tidak, para bajak laut itu akan tetap bersembunyi dalam lorong-lorong rahasia sampai mereka membusuk. Mereka akan bau, sepertimu, dan itu akan sangat disayangkan."
Vargan berteriak dan bergerak cepat ke arahku. Aku mulai merunduk, tetapi dia menyambar kemejaku dan mendorongku ke meja, kemudian mengunci kakiku dengan beratnya.
Dia menaikkan belati itu lagi, tetapi terganggu oleh teriakan keras. Conner berlari ke arah kami. Aku tidak melihatnya memasuki ruangan.
Vargan berbalik dan dengan belati yang sedianya diperuntukkan bagiku, menyayat Conner sepanjang dadanya. Semua membeku dalam saat itu, kecuali rompi sutra putih Conner yang bagus berubah menjadi warna merah mengerikan. Dia meraba darah itu dan menaikkan tangan untuk melihatnya lebih dekat, seakan tidak bisa memercayai apa yang dilihatnya. Begitu dia menerimanya, diturunkan tangannya dan tumbang ke lantai. Saat itu, aku menggeliat lepas dan berlutut di samping Conner, yang menggenggam tanganku. Sambil mendesah, dia berkata, "Aku selalu seorang patriot, Jaron. Aku tidak pernah bohong ketika berkata kau adalah rajaku. Maafkan aku."
Dia bergerak untuk mencium jemariku, tetapi tarikan napasnya menggelegak dan dia terkulai ke lantai, mati.
"Dia mengkhianati kita berdua," kata Vargan.
Mungkin begitu, tetapi dia juga baru menyelamatkan nyawaku. Conner mati sama seperti dia hidup, dalam bayangbayang paling kelabu di antara benar dan salah.
Saat itu, aku telah menjaga jarak dengan belati Vargan, tetapi sekarang Kippenger dan beberapa tentara lainnya baik dari Avenia dan Mendenwal telah mendengar teriakan Conner dan memasuki ruangan. Aku memutar bola mata dan mendesah, lebih karena jengkel ketimbang takut. Apakah berlebihan berharap agar seseorang dari pihakku yang masuk" Bahkan satu bajak laut kekar dan marah akan menyenangkan.
Aku berbalik kepada Vargan. "Mengapa Mendenwal bergabung denganmu" Mereka tidak pernah menjadi musuh kami."
Vargan tertawa. "Ketika kau menghilang empat tahun lalu, ayahmu berbohong kepada kami semua, permainan politik untuk menjauhkan kami dari perbatasannya. Kupikir itu adalah muslihat yang cukup cerdas, tetapi Mendenwal tidak berpikir begitu. Jadi ketika kau kembali bertakhta, tidak sulit untuk membangkitkan amarah mereka. Aku mengingatkan Humfrey saat kau menantangnya waktu kecil, betapa berbahayanya kau sekarang jika kami membiarkanmu mempertahankan mahkota itu. Kemudian aku menjanjikan separuh Carthya sebagai rampasan perang."
Mataku menyipit. "Dia tidak mungkin percaya kau akan mengizinkan hal itu terjadi."
Vargan mengangkat bahu. "Humfrey terlalu mudah percaya. Aku sendirilah kaisar Carthya sekarang. Raja bodoh itu duduk di atas takhta Mendenwal, tidak menyadari aku akan menyerang dia selanjutnya."
"Avenia tidak punya kuasa atas Mendenwal," sebuah suara menggelegar. Kami semua berbalik ke pintu lorong rahasia yang terbuka di belakang meja Conner. Orang yang muncul itu sudah berumur, tetapi suaranya tidak mengkhianati usianya. Dia adalah Raja Humfrey dari Mendenwal, dan Lord Kerwyn berdiri di sampingnya.
BAB 42 AKU berbalik untuk kembali menatap Vargan, yang memucat seperti salju yang baru turun. Tetapi karena Humfrey tidak memerintahkan apa pun, Vargan berkata, "Aku memiliki perjanjian di sini yang ditandatangani Jaron tak sampai satu jam lalu." Dia memusatkan perhatian kepadaku. "Muslihat yang cerdas, menyembunyikan sang raja di balik dinding-dinding ini. Tetapi semua tidak ada artinya. Jika kau sempat membaca perjanjian itu, kau akan tahu bahwa kau memberikan kendali Carthya sepenuhnya kepada Avenia. Mendenwal tidak mendapat apa-apa. Jaron memberikan semuanya untukku."
Aku membalas senyumnya. "Kau membutuhkan kacamata untuk membaca, tetapi tidak mau orang lain melihatmu menggunakannya. Sebagian orang mungkin menganggap itu keangkuhan. Aku menganggapnya kebodohan. Kau seharusnya membaca tanda tanganku."
Vargan menyambar perjanjian itu dan menyipitkan mata untuk membacanya. Sementara dia melakukannya, aku duduk di meja, meremas sudut kertas-kertas di bawahku dan berkata, "Aku tidak akan menandatangani apa pun untuk menyerahkan guntingan kuku kakiku kepadamu."
Kippenger mendesak maju dan membaca cepat perjanjian itu.
"Apa yang ditulisnya?" Vargan bertanya.
Kippenger menahan seringai"aku berani bersumpah dia melakukannya. Tanpa melihat kepada siapa pun, dia berkata, "Jaron menulis, "Kau tidak akan mendapatkan apa pun dariku, selamanya, kau raja berbau napas anjing dan mayat busuk.?"
Vargan melotot kepadaku. Sebaliknya, aku tersenyum dan memandang ke sekeliling ruangan, cukup bangga dengan diriku sendiri.
Raja Humfrey berkata kepada para pasukannya di dalam ruangan. "Sampaikan berita bahwa Mendenwal telah bergabung kembali dengan kawan lama kita di kerajaan Carthya. Setiap orang Avenia yang terus bertempur sekarang akan menghadapi pedang Mendenwal." Kemudian, dia menoleh kepada Vargan. "Kecuali kau mau menyerah."
"Tidak akan!" "Yang Mulia, sudah selesai," Kippenger berkata. "Mari berdamai dan mempertahankan jiwa yang bisa kita selamatkan."
Vargan menggeleng. "Aku bersedia kehilangan setiap orang dalam pasukanku kalau itu berarti Jaron kalah. Bunuh dia!" Kippenger bertatapan denganku tetapi tak satu pun dari kami bergerak. Dia hanya memandangku dengan rasa hormat yang baru.
Vargan melihat perubahan itu. Sambil menghardik, dia menggumam, "Kulakukan sendiri, kalau begitu!"
Dia menaikkan belatinya lagi dan bergerak ke arahku, tetapi Kippenger bergerak lebih cepat. Pedangnya menusuk sang raja dari belakang. Vargan jatuh berlutut, menengadah, rasa sakit terukir di wajahnya, lalu roboh ke tanah, tewas di tangan komandannya sendiri.
Hal itu terjadi begitu cepat, tak seorang pun yang masih berada dalam ruangan tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Humfrey menatapku, tetapi perhatianku terkunci pada komandan itu.
Kippenger menatap rajanya yang gugur dan perlahan mengangguk, sekan meyakinkan diri bahwa dia telah melakukan hal yang benar. Kemudian dia berlutut di depanku dan meletakkan pedangnya di kakiku. "Avenia menyerah. Cukup sudah darah yang tertumpah."
"Dari semua pihak," aku setuju. "Jadi, siapa yang memimpin Avenia sekarang?"
Kippenger mengangkat bahu. "Aku, kurasa."
"Tidak akan berhasil. Kau membenciku."
"Tidak sebanyak sebelumnya."
Cukup bagus. Dan aku merasa dia cukup baik ketika dia meraih ke dalam saku dan menarik cincin ayahku"cincin raja"dan mengulurkannya kepadaku. Dia berkata, "Aku berpikir dengan mengambil ini, aku akan menghilangkan jejak apa pun dari kebangsawananmu. Tetapi aku tidak dapat mengambil keningratan dari dalam hatimu."
Aku tidak bisa menahan seringai. "Patut dicatat, aku sangat senang kau tidak berusaha mengambil jantungku." Kuambil cincin itu darinya dan memasangkannya di jariku, bersyukur akan kembalinya beban yang sekarang familier.
Kemudian aku kembali menatap Komandan Kippenger" walaupun, kurasa dia raja sekarang. "Pasukanmu akan meninggalkan senjata mereka di sini. Tetapi aku akan membiarkanmu mengumpulkan pasukanmu yang terluka, dan Tobias akan membantumu dengan segala pertolongan yang dapat diberikannya untuk merawat mereka. Selain itu, aku ingin kau dan tentara-tentaramu segera pergi dari negeriku. Jangan pernah kembali lagi untuk berperang dengan kami."
Kippenger berdiri kembali, tetapi pedangnya tetap di lantai. "Ya, Raja Jaron. Aku akan segera melakukannya."
Aku memiringkan kepala untuk mengizinkannya pergi, dan dia meninggalkan ruangan. Selanjutnya, tentara-tentara yang tersisa meninggalkan pedang-pedang mereka di kakiku, kemudian menuruti perintah Kerwyn untuk membawa mayat Vargan dan Conner dari ruangan itu.
Begitu mereka pergi, Raja Humfrey berjalan mendekat. "Lord Kerwyn meyakinkanku untuk datang ke sini dengan janji bahwa aku harus melihat anak laki-laki bengal yang tidak dapat diperbaiki, yang menantangku duel, telah menjadi seperti apa. Aku percaya kau dulu dan sekarang, sama sulitnya."
"Kau salah," kataku. "Aku jauh lebih buruk sekarang dibanding dulu."
Dia terkekeh, kemudian dengan lebih serius berkata, "Aku salah tentang kau. Maafkan aku."
Maaf akan datang pada waktunya. Sekarang, sudah cukup untuk mendengar pasukan Humfrey di aula besar, meneriakkan perintah-perintah baru Mendenwal. Pedang-pedang berjatuhan ke lantai, dengusan dan teriakan orang-orang yang berperang dengan cepat berubah menjadi kesunyian, menjadi damai.
Aku berkata kepada Kerwyn, "Aku akan segera kembali, tetapi tolong awasi pengunduran diri ini dan bantu yang terluka." Kerwyn mulai bertanya ke mana aku akan pergi, tetapi begitu aku membuka pintu ke lorong, dia hanya tersenyum dan berkata, "Gadismu ada di dalam dinding-dinding ini, menunggumu."
BAB 43 IMOGEN dan aku menikah setahun lebih sedikit kemudian, di aula besar istanaku, seperti yang kujanjikan kepadanya. Dia mengenakan gaun pengantin ibuku, yang disimpan dengan hati-hati selama bertahun-tahun, dan mahkota miniatur bunga mawar di rambutnya. Ruangan itu terisi penuh, dan pekarangan di luar sama padatnya, menunggu kami keluar pertama kali sebagai raja dan ratu, suami dan istri.
Tobias dan Amarinda menikah beberapa bulan sebelumnya dan sungguh berbahagia. Mereka tinggal dengan senang di dalam istana, dan persahabatanku dengan mereka menjadi semakin erat sejak perang berakhir. Tobias magang menjadi dokter istana, profesi yang memastikan dia akan terus menemukan cara untuk membuatku frustrasi, setidaknya sesering aku menemukan cara untuk melukai diri sendiri.
Aku selalu berterima kasih kepada mereka karena menyelamatkan nyawa Mott. Dia bergerak lebih lambat daripada biasanya, dan aku tahu luka yang dialaminya masih menyakitinya. Walaupun dia tidak akan pernah bertarung lagi, aku berharap dapat memimpin sebuah kerajaan tempat pertarungan tidak akan diperlukan lagi. Mott menghabiskan seluruh percakapan
pertamanya setelah sembuh dengan menguliahiku atas kegagalan-kegagalanku karena kecerobohanku yang biasa, namun mengakhirinya dengan berjanji untuk melayaniku dengan kesetiaan yang lebih besar lagi. Aku tidak yakin hal itu mungkin.
Fink memegang cincin untuk Imogen dan memberikannya kepadaku ketika pendeta menyebutkannya. Dia mengedip kepadaku, mengharapkan ucapan selamat karena dia tidak menghilangkannya. Hal itu sebenarnya merupakan keberhasilan yang signifikan dan aku memberinya kedipan balasan. Fink telah menjadi adik bagiku. Sama menyebalkannya. Sama berharganya.
Roden dan Harlowe menghabiskan setahun terakhir belajar untuk mengenal satu sama lain sebagai ayah dan anak. Rodenlah yang memberitahu Harlowe tentang hubungan mereka, walaupun dia menunggu beberapa hari setelah perang berakhir untuk menemukan momen yang tepat. Aku tidak banyak berperan dalam reuni mereka, tetapi rasa terima kasih Harlowe kepadaku sama hangatnya seperti hari aku menyelamatkan nyawa Nila. Roden menghabiskan sebagian besar waktu luangnya bersama ayahnya, membenamkan diri dalam pendidikan yang seharusnya dia miliki sepanjang hidupnya. Tetapi dia tetap menjadi kapten pengawalku dan terus tumbuh menjadi lebih percaya diri dalam perannya. Di bawah komandonya, Carthya pada akhirnya membangun pasukan yang cukup kuat untuk menjaga agar kami selalu merdeka.
Ketakutanku bahwa Harlowe mungkin mengabaikanku ternyata tidak beralasan. Dalam beberapa bulan terakhir, aku mengerti bahwa cinta hanya bisa melebar dan menambahkan jumlah yang tak terbatas ke dalam lingkarannya. Harlowe mungkin menyayangiku sebagai anaknya, dan meski demikian, aku merasa bisa memahami ayahku sendiri. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku puas dengan cara berpikirku tentang ayahku.
Segera setelah perang berakhir di Farthenwood, aku melepaskan gelarku sebagai raja bajak laut dan memberikan tampuk pimpinan sepenuhnya kepada Erick. Sejauh yang kutahu, dia terus memimpin mereka. Namun tetap, cap itu masih ada di lengan atasku, dan sebagian dariku akan selalu menjadi milik mereka. Kalau suatu hari mereka memanggilku ketika membutuhkanku, aku terikat sumpah untuk membantu mereka.
Merupakan tahun yang sulit untuk membangun Carthya kembali. Kami telah kehilangan terlalu banyak orang, dan kami akan pulih sepenuhnya dalam waktu paling tidak satu generasi lagi. Tetapi setiap hari menjadi lebih baik, dan tidak ada yang tersisa untuk mengancam kami.
Tentunya bukan Avenia. Komandan Kippenger mengambil alih takhta dan memimpin negara yang merosot. Aku mendesaknya untuk membangun sekolah-sekolah, bukan senjata, dan sejauh ini kelihatannya dia menuruti saranku. Setelah negosiasi yang alot, Gelyn dan Carthya secara bertahap membuka jalurjalur perdagangan, walaupun aku mempertahankan pasukan di perbatasan utara kami sekarang. Dan hubungan menjadi lebih hangat dengan Mendenwal. Kenyataannya, mengantisipasi hadirnya anak dari Imogen dan aku, Raja Humfrey menawarkan perjanjian untuk bertunangan dengan salah satu cucunya. Walaupun niatnya baik, kami menolak tawarannya baik-baik.
Dan pada malam pernikahanku, aku merengkuh Imogen dekat-dekat tanpa keinginan untuk melepaskannya lagi. Yang lebih baik daripada itu, Imogen memelukku juga. Dia adalah keluargaku, hidupku, dan pusat dari duniaku.
Semua yang kukenal berada dalam damai.
SELESAI UCAPAN TERIMA KASIH DENGAN terbitnya setiap buku dari seri ini, apresiasiku kepada
yang lain melebar dan mengalir lebih dalam. Keluarga Scholastic
telah menunjukkan dukungan tak tergoyahkan dan keahlian
dalam berbagai cara, yang memengaruhi buku ini. Beribu terima
kasih. Begitu setiap buku diterbitkan ke dunia, aku tidak dapat
dengan layak mengekspresikan rasa terima kasihku kepada para
genius di toko buku, guru, dan petugas perpustakaan yang telah
meletakkan buku di tangan anak muda, kepada para penulis
blogyang menyebarkan berita, dan kepada para pembaca dan
penggemar dari seluruh dunia yang terus membaca dan berbagi
antusiasmenya denganku dan dengan yang lain. Kalian membuat
perbedaan, dan jika mungkin, aku akan berterima kasih kepada
kalian dengan menyebutkan nama.
Ada beberapa yang h arus dituliskan di sini secara spesifik.
Pertama, suamiku, Jeff, yang sekarang dan akan selalu menjadi
Kekasih hidupku. Tanpanya, dan dukungan ketiga anakku, aku tidak
akan berada di sini sekarang. Terima kasih juga kepada agenku
yang hebat, Ammi-Joan Paquette, menakjubkan tiada terhingga,
dan di antara yang terbaik dalam bisnis ini.
Dan akhirnya terima kasih kepada penyuntingku, Lisa Sandell. Bekerja denganmu adalah bukti bahwa bintang-bintang itu bisa selaras dan masih tetap di tempatnya hari ini. Sambil membalik halaman untuk bab selanjutnya, aku tidak ingin orang lain di sampingku, sebagai penyunting, pendukung setia, dan Sahabat.Toni Morrison berkata, "jika ada buku yang ingin kaubaca, tetapi belum ditulis, kau harus menuliskannya."
Jadi, itulah yang kulakukan.
Terima kasih semua, karena membacanya.
TENTANG PENGARANG JENNIFER A. NIELSEN adalah pengarang buku terlaris New York Times The False Prince (Pangeran Palsu) dan The Runaway King (Raja yang Minggat), dua buku pertama dalam The Ascendance Trilogy (Trilogi Takhta). Dia mengoleksi buku tua, menyukai teater yang bagus, dan berpikir bahwa siang yang sepi di gunung adalah saat yang hampir sempurna.
Pengaruh terbesar dari cerita Jaron datang dari musik Eddie Vedder dan salah satu lagu terlarisnya, "Guaranteed." Dari kalimatnya "Aku mengenal semua peraturan, tetapi peraturan tidak mengenal aku," Jaron lahir. Kepribadian Jaron adalah miliknya sendiri, tetapi Jennifer meminjam dua sifatnya dari beberapa murid yang pernah diajarnya di kelas debat SMA. Salah satu dari mereka populer, sangat pandai, dan tidak berhenti berbuat kenakalan. Dia bisa mencuri arloji dari pergelangan tangan seseorang tanpa disadari, dan akan dikembalikan, biasanya untuk membuat malu. Murid yang lain memiliki bakat mengesankan yang sangat beragam, salah satunya adalah kemampuan menggelindingkan koin di buku jari. Jika mau, dia bisa menjadi pencopet yang andal. Akhirnya, dia menjadi pengacara. Bayangkan.
Jennifer tinggal di Utah bagian utara bersama suaminya, tiga anak, dan anjing yang selalu penuh lumpur.
Monte Cristo 10 Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Api Di Bukit Menoreh 32
^