Pencarian

Tamu Dari Gurun Pasir 12

Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 12


Dengan cepat rombongan si nenek itu sudah
menuju ke bawah bukit. Hampir dalam waktu yang bersamaan, dari bawah
bukit itu kelihatan melayang naik serombongan orang yang dikepalai oleh seseorang tinggi besar berkedok, yang bukan lain daripada ketua Thian-cu-kauw Pek-tok Hui-mo sendiri.
Disebelah kiri sang keiua ini, berjalan Beng Sie Kiu, sedang disebelah kanannya mengikuti agak kebelakang adalah Lak-chiu Sian-kow yang cantik dan genit. Sedang agak kebelakang lagi dari wanita cantik ini, mengekor serombongan orang2 penting yang sudah terkenal
keganasannya, anak2 buah Thian-cu-kauw.
Pek-tok Hui-mo dengan nenek itu nampak ber-
cakap2 beberapa saat, lalu keduanya sama2 pergi ke dalam lembah yang keadaannya rata itu.
Lembah tersebut, adalah sebagai tempat yang akan
digunakan sebagai medan pertempuran tidak lama lagi.
1106 Lim Tiang Hong kini mendadak sadar. Sarang Pek-
tok Hui-mo kiranya berada di dalam sebuah gua di
bawah lembah Toan-beng-gay itu. Tatkala ditelitinya dengan seksama wajah perempuan tua pembawa gadis2
suku Biauw itu, se-rasa2 pernah kenal. Tetapi oleh karena berjarak terlalu jauh ia dengan nenek itu, tak dapat matanya melihat tegas.
Setelah mereka berjalan jauh, Yong-jie baru buka
mulut, dengan suara perlahan sekali berkata: "Kongcu, kedatanganmu ke Toan-beng-gay ini dengan maksud dan tujuan apakah?"
"Maksudku" Aku mau bikin perhitungan dengan
Thian-cu-kauw" "Tidak adakah lain maksud" Kalau cuma ingin bikin perhitungan dengan Thian-cu-kauw, orang dari pihak kita sudah datang semuanya"
Mendengar ini Lim Tiang Hong kelihatan sangsi
sejenak, kemudian baru berkata: "Kali ini, sebagai orang terpenting yang dapat undangan adalah Siauw-lim-pay dengan enam partay golongan Hian-bun lainnya. Maksud dan tujuan mereka datang kemari, yaitu untuk merebut kembali kitab Tat-mo-keng Siauw-lim-pay dan bendera 1107
perserikatan milik enam partai besar itu. Sedang
kedatanganku, sekedar hanya untuk memenuhi
undangan Hui-hui Taysu. Apabila perlu, akan membantu sekedar tenaga bagi pihak mereka untuk bantu merebut kembali kitab Tat-mo keng dan bendera perserikatan itu.
Sudah tentu, jikalau menurut keinginanku, memang aku ada maksud hendak menyingkirkan Pek-tok Hui-mo
sekalian, Tapi ditengah jaian aku pernah berjumpa dengan seseorang tingkatan tua dari rimba persilatan.
Menurut katanya aku tidak boleh turun tangan kejam lebih dulu. Pikirku, didalam soal ini pasti ada sebab2nya, maka aku merasa agak sulit untuk mengambil keputusan tetap"
Yong-jie membuka matanya yang kecil, sambil
unjukkan senyumnya yang mengandung kemisteriusan
gadis cilik ini berkata: "Cianpwee itu kalau betul telah berpesan begitu padamu, pasti tentu ada maksudnya lebih dalam bukan" Juga seharusnya kau menuruti saja, lagipun Pek-tok Hui-mo barangkali bukan seorang yang gampang2 bisa digulingkan dari kejayaannya"
Lim Tiang Hong mengawasi keadaan dibawah
lembah, menjawab dengan suara acuh tak acuh.
1108 "Perkataanmu ini, mungkin ada benarnya. Biar
bagaimana hari ini orang2 yang memegang peranan
penting bukanlah kita. Sekarang kita boleh melihat sebagai penonton dulu, perlu turun tangan atau tidak, kalau tidak terlalu perlu, paling baik memang tidak turun tangan. Kita melihat ilmu kepandaian dari berbagai partay itu, juga ada gunanya"
Buat Yong-jie, yang mendapat kesempatan untuk
menonton keramaian, agaknya merasa sangat gembira.
Dengan wajah riang ber-seri2, ditariknya lengan baju pemuda disisinya seraya katanya: "Jalan! Kita masih ada tempat yang amat baik untuk menonton keramaian ini.
Bukankah itu suatu hal yang amat menyenangkan
sekali?" Sehabis berkata, lebih dahulu bergerak kedua
kakinya, dengan menuruni lamping puncak gunung itu badannya melayang turun ke bawah.
Lim Tiang Hong juga tidak tinggal diam. Pemuda ini lantas mengikuti jejak nona cilik itu, hingga kedua orang Itu se-olah2 dua ekor burung yang beterbangan diantara puncak2nya gunung2.
1109 Yong-jie agaknya kenal betul seluk beluk tempat
tersebut. Di sepanjang jalan memang ternyata tidak menyumpai apa2, pun tidak menemukan pos2
penjagaannya Thian-cu-kauw.
Dengan perasaan heran Lim Tiang Hong mendadak
bertanya: "Apa kau pernah datang kemari?"
"Thian-cu-kauw adalah musuh utama kita. Apa kita
boleh kendorkan pengawasan terhadap gerak gerik
mereka?" "Ini sungguh aneh! Bagaimana Thian-cu-kauw bisa
menjadi musuh utama bagi Hong-hong-tie mu?"
Lim Tiang Hong meskipun dalam hatinya curiga,
akan tetapi disepanjang perjalanan ia tidak mau banyak menanya, maka untuk sementara itu semua hal itu masih merupakan teka teki besar bagi dirinya.
Gerakan kedua orang itu sama2 cepatnya.
Sebentar saja mereka telah mencapai tempat
didekat medan pertempuran.
(dw-kz) 1110 Bab 29 MARILAH kita tinjau perjalanannya Hui-hui Taysu
serta Pek-ho Totiang dengan rombongannya padri dan imam itu.
Dengan hati dan perasaan tegang padri2 dan
imam2 ini datang ke tempat berbahaya itu hanya semata2 untuk memenuhi perjanjian. Mereka tahu benar bahwa orang berkedok tinggi besar itu dalam waktu sekejapan bisa mengambil jiwa lima orang ketua dari lima partai besar tanpa berkedip, kepandaian orang tinggi besar itu sudah cukup mengejutkan. Meskipun setengah tahun belakangan ini setiap orang hampir siang hari malam tidak berhentinya melatih ilmu kepandaian masing2, dan dari sebab itu kepandaian mereka maju banyak tentunya. Tetapi siapakah yang dapat mengukur sampai dimana kepandaian yang telah dicapai oleh bakal lawaanya, si orang berkedok itu selama dalam jangka waktu yang sama itu".
Hui-hui Taysu sebagai orang yang sudah
mempunyai banyak pengalaman, kecuali membawa
empat padri yang beribadat tinggi dari bagian panyimpan kitab, dengan tiga orang Tiang-lo dari partainya, pun 1111
masih memerlukan minta bantuan Susioknya, orang yang selama hidupnya itu belum pernah mencampuri urusan dunia kang-ouw. Dimintainya bantuan Susiok itu, supaya apabila keadaan terlalu memaksa, dapat dia memberikan bantuannya.
Setibanya didaerah puncak gunung Ban-kiap-hong,
rombongan itu tidak menemukan dimana letaknya pusat perkumpulan Thian-cu-kauw.
Bukan cuma tiada terdapat bangunan rumah, pun
tiada tertampak orang2 yang datang menyambut. Maka Hie-leng Totiang dari Kun-lun-pay lalu berkata dengan sengit. "Ini benar2 terlalu kurang ajar! Kita yang memerlukan datang secara laki-laki untuk memenuhi perjanjian, tidak nyana orang2 busuk itu satu orangpun tidak ada yang datang menyambut. Dari sini kita bisa mengetahui perkumpulan itu memang bukannya perkumpulan orang baik2"
Mendadak dari samping jalan yang sedang mereka
lintasi muncul dua orang yang lalu berkata disertai dengan roman ketawanya yang garang. "Sekalipun
orang2 dari golongan penjahat, juga ada tata tetibnya sendiri. Begitupun dengan kami, dimana ada aturan tidak 1112
menyambut orang yang datang diundang" Tuan2
sekalian sesungguhnya terlalu pandang tinggi diri sendiri!"
Tatkala Hie-leng Totiang mengawasi orang itu,
segera dapat dikenalinya, kedua orang itu kiranya adalah dua iblis golongan hitam, yakni Hwee-san Koay-khek dan Mo-kiong Toa-nio. Maka imam ini lantas berkata sambil ketawa ber-gelak2 "Selamat bertemu! Aku tidak sangka kalian dua orang ini juga sudah menjadi orang
pentingnya Thian-cu-kauw".
Mo-kiong Toa-nio pentang matanya lebar2 dan
berkata sambil ketawa dingin: "Hari ini, kalian yang datang kemari adalah tetamu bagi kita pihak tuan rumah.
Mata nyonyamu juga merasa tidak perlu adu lidah disini.
Silahkan masuk!" Berkata demikian, kakinya menyingkir sedikit dan
tangannya menyilahkan rombongan itu memasuki
lembah. Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang adalah orang2
kang-ouw ulung. Dalam pengalaman sudah boleh
dikatakan kawakan. Begitu melihat keadaan lembah yang bagaikan baskom, dengan dikitari oleh tebing2 gunung 1113
yang menjulang tinggi, tahu bahwa itulah satu2nya jalanan buat masuk kesitu. Apabila mereka ada niat jahat atau telah rancangkan akal keji, untuk dapat mundur atau keluar dari lembah tersebut, sesungguhnya
bukanlah soal yang mudah.
Dua orang itu hampir mempunyai pikiran serupa,
hingga satu sama lain saling berpandangan. Sejenak cuma dan kedua orang ini, yang kedua-nya sebagai
pemegang jabatan pemimpin atau ketua, sudah barang temtu pada saat itu tidak bisa memperlihatkan perasaan jeri hatinya.
Hui-hui Taysu dengan sikap sungguh2 telah
menyebut nama Buddha, lalu berpaling dan memberi
pesanan pada empat padri dari bagian penyimpan kitab:
"Hui-kak, kau ajak tiga temanmu, tunggu disini saja"
Hui-kak berempat, sudah mengetahui maksud
dalam kata2 ketuanya itu, maka seketika menjawab
dalam sikapnya yang terlalu hormat. "Kami menurut perintah Ciang-bunjin"
Dan keempat orang ini lantas berdiri sambil
lonjorkan kedua tangan masing-masing dan kemudian 1114
duduk bersila bagai menutup dengan sengaja mulut
lembah tersebut. (dw-kz) Jilid Ke 12 HWEE-SAN Koay-khek yang menyaksikan perbuatan
orang2 Siauw lim-pay itu, ketawa ber-gelak2, kemudian dengan suara yang mengandung ejekan dalam, berkata
"Tidak kecewalah Siauw-lim-pay menjadi partai yang memimpin seluruh rimba persilatan. Di dalam segala hal kulihat orang"nya selalu menjaga orang2 yang hendak membokong. Akan tetapi, buat Thian-cu-kauw jauh sekaii berlainan dengan golongan atau partai2 yang lainnya"
Hui-hui Taysu hanya ganda dengan senyumannya,
agaknya segan ketua Siauw-lim pay ini berdebat dengan orang Thian-cu-kauw itu.
Terus dengan memimpin rombongannya, berjalan
menuju ke dalam lembah. Di-tengah2 lembah tersebut, oleh pihak tuan rumah telah disediakan satu tempat yang berbentuk semacam tempat untuk bertanding, sedang di kedua sisinya khusus dibuatkan dua tempat untuk mengaso.
1115 Hui-hui Taysu serta rombongannya, tanpa
sungkan2 lagi mengambil tempat duduknya sendiri2.
Hwee-san Koay-khek dan Mo-kiong Toa-nio juga
lantas menghampiri dan dengan suara rendah mereka berkata berbareng: "Kaucu kami tidak lama lagi akan datang, harap Taysu dan Totiang suka menunggu
sebentar" Hui-hui Taysu adalah seseorang beribadat tinggi.
Dengan sendirinya, kesabarannya luar biasa, agaknya tidak gusar dia mengetahui sikap sombong Kauwcu itu, hanya menyahutinya saja dan selanjutnya duduk
menantikan. Mendadak terdengar suara orang bicara ribut2.
Pek-tok Hui-mo. bersama seorang nenek yang
berdandan aneh itu datang ke lembah dengan jalan
berendeng. Di belakangnya mengikuti serombongan
orang, Setiba orang2 ini di depan rombongan imam dan
padri, lalu sang ketua berkata sambil ketawa:
"Kedatangan tuan2 sebagai tamu2 "agung' membuatku si orang she Lim yang mempunyai kesempitan tidak keburu 1116
menyambut sendiri harap tuan2 suka memaafkan se-
banyak2nya". Iblis itu meski mulutnya keluarkan kata2 yang
demikian merendah, akan tetapi gerak geriknya
memperlihatkan wataknya yang jumawa, kemudian
tampak dia angkat tangan, mempersilahkan nenek2 itu masuk, sedang ia sendiri berjalan belakangan dan duduk di tempat yang disediakan khusus bagi tuan rumah, kemudian di tempat duduknya ini berkata pula: "Didalam dunia kang-ouw" katanya, "telah ramai tersiar kabar yang mengatakan bahwa aku si orang she Im bermaksud ingin menjagoi dunia kang-ouw. Sebetulnya aku si orang she Im sama sekali tidak mempunyai maksud seperti itu.
Benar, Thian-cu-kauw memang pernah turun tangan
untuk memberi peringatan pada beberapa orang
tertentu, tapi itu hanya suatu perbuatan, sebagai kewajiban untuk menertibkan dunia kang-ouwr saja.
Umpama kata, kejadian seperti hari ini. Partai Siauw-limpay dan partai lainnya golongan Hian-bun, kalau tidak sudi bergabung dengan perkumpulan kami, aku si orang she Lim juga takkan memaksa. Cuma, Siauw-lim-pay dan partai2 golongan hian-bun lainnya, karena sudah berani 1117
bersikap bermusuhan dengan perkumpulan kami, sudah tentu meski mempunyai kepandaian yang bisa diagulkan.
Aku si orang she Im, dengan kebijaksanaanku sekarang memberi kesempatan untuk kalian untuk memperlihatkan kepandaian masing2, biar bagaimana supaya kalian nanti bisa tunduk benar2. Saat itulah kalian akan tahu bahwa perintah dari Thian-cu-kauw seperti juga firman Tuhan yang tidak boleh dibantah"
Perkataan itu boleh dibilang merupakan suatu
kesombongan yang tiada ada taranya.
Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang sebagai orang2
yang beribadat tinggi, masih dapat bertahan dalam kesabarannya, tetapi Hie-leng Totiang dan lain2nya, sudah merasa amat terhina, hingga perasaan gusar bagai meluap melewati takaran, dengan mata beringas Hie-leng Totiang lebih dulu membentak dengan suara keras:
"Tak usah buka mulut besar! Toyamu hari ini jikalau tidak bisa mengambil kembali bendera perserikatan dan kitab Tat mo-keng selamanya tidak akan muncul didunia kang-ouw lagi"
1118 Pek-tok Hui-mo ketawa ber gelak2, kemudian
berkata: "Kau ternyata ada seorang berambekan besar, sungguh hebat!"
Kauwcu ini lalu ulapkan tangannya dan berkata
kepada orang2 nya: "Bawa kemari!"
Sebentar kemudian muncul disitu dua anak kecil,
membawa nampan warna merah yang di dalamnya
terlihat ada kitab Tatmo-keng yang dibalut oleh kain kuning serta bendera perserikatan dari golongan partai Hian-bun.
Kedua rupa barang itu lantas diletakkan di atas
meja. Pada saat ini Pek-tok Hui-mo berbangkit, dengan
suaranya yang keras berkata: "Aku si orang she Im selalu memenuhi tiap kata yang pernah keluar dari mulutku.
Karena sudah berjanji kepada kalian, minta kalian datang kemari untuk mengambil barang2 ini, sudah tentu aku akan dapat memegang kepercayaan atas nama baikku.
Seperti kata satu peribahasa, tuan rumah selalu
mengiringi kehendak tamunya, kalian semua hari im adalah tamuku, maka lagi menggunakan cara bagaimana 1119
untuk kalian dapat mengambil kembali dua rupa barang ini, boleh terangkan saja"
Hui-hui Taysu jaag menyaksikan kesombongan
kauwsu itu, mengetahui hahwa dalam urusan hari itu pasti tak dapat diselesaikan dengan cara damai. Maka seketika itu lantas tertampak berkerut keningnya, dan berkata dengan suara nyaring: "Waktu sudah siang, menurut pikiran pinceng, kita mengadakan dulu tiga babak pertandingan untuk menetapkan siapa yang kalah dan siapa yang menang"
Thian-cu-kauw Kauwcu iiu lantas ketawa ter-bahak2
dan kemudian berkata: "Taysu sesungguhnya memang
satu orang gagah yang suka berterus teramg. Bagus, bagus! Dipihak kimi akan diwakili olehku sendiri, Hu Kauwcu Beng Sie Kie dan Kiu-ban-po ini. Untuk pihak kalian, silahkan tunjuklah yang mana saja. Cuma kita harus terangkan lebih dulu, jikalau pihak kalian dapat menangkan dua babak, barang ini boleh kalian ambil kembali, tapi bagaimana andainya pihak kalian tidak mendapat kemenangan?"
Hui-hui Taysu tercengang agaknya, sedang Pek-ho
Totiang yang berada di samping Taysu ini lantas
1120 menyambuti sambil ketawa panjang: "Apa masih perlu dijelaskan lagi" Menurut hukum alam yang kuat akan tinggal hidup dan yang lemah akan mati. Kalau pihak kami yang kalah, terserah bagaimana kalian suka
berbuat" Oleh karena Pek-ho Totiang sudah pernah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri kekejaman
Kauwcu itu, maka ia tahu apabila pihaknya sendiri mendapat kerugian, sudah tentu tidak ada harapan bisa keluar dari lembah itu dalam keadaan masih bernyawa.
Demikianlah tadi ia lantas menyatakan pendepatnya secara sejujurnya.
"Tidak perlu sampai kita menempuh jalan kematian.
Asal kalian mau gabungkan diri dengan perkumpulan kami, barang ini sekarang juga beleh kalian ambil kembali" Kata sang Kauwcu dengan suara agak lunak.
Hie-leng Totiang ketua barunya Kun-lun-pay, yang
beradat paling beringasan, mendadak lompat dari tempat duduknya dan mencelat ke atas panggung. Dengan suara nyaring imam Kun-lun-pay ini membentak: "Banyak
bicara tak berguna! Lebih baik kita tentukan kekuatan kita dalam pertandingan!"
1121 Thian-cu-kauw Kauwcu mengawasi ketua Kun-lun-
pay itu dengan sikap acuh tak acuh, lalu berkata dengan suara mengejek: "Segala kepandaian cuma sebegitu juga berani dipertontonkan dihadapan muka kami, benar2
tidak tahu diri! Perbuatan kalian yang dengan gegabah berani memasuki lembah Loan phiau-kok, rekening ini sampai sekarang masih belum kita perhitungankan!"
Sehabis berkata, kepada Hwee-san Koay-khek
memberi isjarat tangan dan orang tua ini lantas lompat dari tempat duduknya dan tahu2 sudah berdiri dihadapan ketua Kun-lun-pay itu. Di atas panggung berkata: "Mari, mari! Aku suka mengawani kau main2 beberapa jurus saja".
Hie-leng Totiang yang mengandalkan ilmu pedang
Yu-liong Kiam-hoat dari golongan Kun-lun-pay nya, lalu keluarkan pedang, kemudian mempersilakan Hwee-san Koay-khek membuka serangan lebih dulu.
Hwee-san Koay khek lalu mengeluarkan senjatanya
yang aneh, berupa payung berapi.
Orangnya Thian cu-kauw ini tanpa sungkan2 lagi
sudah pentang payungnya lebar2 dan lantas
melancarkan serangan beruntun sampai sebelas kali.
1122 'Payung berapi' itu apabila diputar cepat oleh
pemiliknya, di tengah udara lantas bisa menimbulkan kabut warna merah. Keadaan di sekitar situ lantas bisa timbul angin panas, kalau menyentuh badan orang akan merasa bagai terpanggang diapi karena itu pulalah senjata tersebut dinamakan 'payung berapi'
Hie-leng Totiang meskipun sangat gegabah berani
menantang lebih dahulu, tetapi sebetulnya imam inipun mengerti bahwa dalam pertandingan itu bukan cuma
penting artinya bagi nama baik partainya sendiri, pun hubungannya dengan mati hidupnya enam partai
golongan Hian-bun tak dapat dipastikan. Maka pada sesi itu, dalam pertandingan melawan Hwee-san Koay-khek itu, ia bila berlaku hati2 sekali. Pun dalam memainkan pedang Yu-liong-kiam ia kerahkan tenaga seluruhnya.
Dengan cepat namun tertampak perlahan, dia telah
keluarkan serangan pedangnya sampai dua belas kali.
Karena sangat cepatnya gerakan itu, saat itu cuma kelihatan berkelebatnya sinar pedang yang tersorot sinar matahari, ber-kelebat2 diantara senjata musuh.
1123 Kedua pihak masih merupakan orang2 ternama
dalam kalangan persilatan. Petempuran itu boleh dikata sudah sengit sekali.
Dalam pertempuran satu lawan satu, jauh bedanya
dengan pertempuran biasa. Boleh dibilang, begitu
bergebrak, sudah bertekad untuk adu jiwa.
Kalau Hwee-san Koay-khek dulu pernah dikalahkan
oleh pemuda Lim Tiang Hong. berlainan sekali
keedaannya dengan waktu ini, sudah timbul niatnya akan menebus kekalahannya dulu itu di hadapan Kauwcunya.
Tidaklah mengherankan, apabila pada setiap kali
penyerangannya dilakukan dengan sangat kejam dan
ganas. Hampir dikeluarkannya seluruh kepandaiannya.
Begitupun, kekuatan tenaganya, telah digunakan
habis2an. Pertandingan makin lama nampak makin sengit.
Setelah berlangsung kurang lebih enam puluh jurus, permainan Yu-liong Kiam-hoatnya Hie-leng Totiang perlahan2 mulai kendur, sedang hawa panas yang keluar dari payung berapinya Hwee-san Koay-khek makin lama makin terasa panas di tempat sekitarnya.
1124 Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang sekalian mulai
merasa kuatir atas keselamatan kawannya, sedang Hie-leng Totiang sendiri agaknya mengerti bahwa hatinya pada saat itu dirasakan tenang bukan main.
Mendadak berubah arah tusukan pelangnya.
Setelah beberapa kali menikam terus menerus, memaksa Hwee-san Koay-khek mundur, kemudian baru berhasil sedikit pedangnya sudah meluncur ke depan lagi,
mengancam dada lawannya. Dengan perubahan geraknya itu benar saja dia
berhasil dan dapat mengimbangi kekuatan pihak lawan.
Tetapi Hwee-san Koay-khek orangnya sangat licik.
Tatkala mendapat tahu lawan merubah siasat, segera mengetahui Hie-leng Totiang yang sudah kerepotan itu ingin memperbaiki posisinya sampai begitu bernapsu dalam tindakannya mengadu jiwa.
Sudah barang tentu, orang yang begitu licik sebagai Hwee-san Koay khek, se-bisa2 terus menghindarkan diri untuk tidak sampai sama2 terluka.
Setelah menantikan sampai Hie-leng Totiang sudah
kehabisan benar2, barulah Hwee san Koay-khek
mengadakan penyerangan secara gencar.
1125 Diantara sinar2 kelebatan yang merah warnanya,
diselangi suara gerakannya, badan Hie-leng Totiang telah dibikin terpental oleh lawannya sampai setinggi setombak lebih untuk kemudian jatuh ke bawah panggung dan
tewas jiwanya seketika itu juga.
Gugurnya Hie-leng Totiang menggemparkan
keadaan di pihak padri dan imam. Orang2 dari golongan Hian-bun tiada satu yang tak berbangkit, tak seorang yang tiada mencabut senjata.
Pek-ho Totiang yang menyaksikan kemurkaan


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kawan2nya, dengan sikapnya yang agung berwibawa
pun berbangkit, kepada kawan2 seiringnya itu berkata:
"Toyu sekalian mohon supaya suka duduk di tempat
masing2 dulu, jangan berlaku sembrono dan jangan
ulang kesalahan yang sudah2"
Biar bagaimana Pak-ho Totiang adalah kepala
rombongan. Ucapan yang keluar dari mulutnya, lantas mendapat perhatian semua bawahsanya semua mata
lantas ditujukan memperhatikan apa yang akan
dikatakan Totiang tersebut kemudian.
Di pihak Thian-cu-kauw, meskipun Hwee-san Koay-
khek sudah mendapat kemenangan, akan tetapi Pek-tok 1126
Hui-mo tidak memperlihatkan sikap senangnya. Dengan tindakan lambat2 berjalan keluar dari tempat duduknya.
Dihadapan orang2 partai Hian-bun berhenti dan lalu berkata sambil tertawa ter-bahak2: "Tak usah bingung sobat2 sekalian. Kali ini, meskipun pihak tuan rumah mendapat kemenangan, tapi tidak termasuk dalam tiga babak pertandingan yang tadi dijanjikan ini. Kalian boleh pilih lagi 3 orangmu untuk menetapkan kalah menangnya dalam pertandingan nanti"
Selagi Pek-ho Totiang mau buka mulut, dari mulut
lembah tiba2 meluncur datang seseorang. Setelah
mencapai bumi, orang itu tertawa ber-gelak2 dan
kemudian baru berkata: "Sudah lama aku sabetulnya kepingin menyaksikan ilmu silat daerah Tiong-goan. Hari ini sungguh beruntung nasibku, ada banyak kawan
berkumpul disini. Siapakah kiranya ingin maju lebih dulu untuk main2 beberapa jurus denganku?"
Orang yang tak memandang dan datangnya secara
mendadakan itu benar2 mengejutkan, baik di pihak tuan rumah, maupun untuk pihak imam dan padri. Ketika
semua mata ditujukan pada tetamu yang tak diundang itu, ternyata adalah seorang Kongcu yang berdandan 1127
sangat parlente. Kongcu ini terus berdiri di tengah2
kalangan sambil mengawasi orang2 di sekitarnya.
Sikapnya nampak sombong sekali, agaknya sudah tidak pandang mata semua jago2 yang hadir di situ.
Pek-tok Hui-mo dulu sudah pernah mendapat kabar
dari anak buahnya yang mengabarkan, ada seorang
Kongcu parlente, pernah bertempur bahu membahu
dengan Lim Tiang Hong dalam perlawanan mareka
menumpas orang2nja. Kabarnya dia adalah Kongcu dari Tho-hoa-to. Kini melihat dandanannya yang begitu serba mewah, pemuda yang dimaksu itu mungkin adalah dia.
Pulau Tho-hoa-to, yang terletak di luar benua
Tiongkok, kabarnya ditinggali oleh satu orang yang berkepandaian sangat tinggi. Oleh karena pada waktu itu kedudukan Pek-tok Hui-mo masih belum cukup kuat,
sementara itu tidak pernah sekalipun mempunyai pikiran untuk mencari setori dengan orang kuat itu. Meskipun tahu bahwa sorot mata Kongcu itu ditujukan kepadanya, namun ia berlagak tidak melihat.
Sedang di pihaknya Siauw-lim-pay dan partai2 Hianbun lain2nya lebih2 tidak mau cari setori dengan orang lain sebelum urusannya dengan Thian-cu-kauw boleh 1128
dianggap beres. Maka begitulah kedatangan Kongcu
parlente tersebut meskipun dia sudah lantas menantang secara terang2an, namun tiada seorangpun yang
perdulikan kelakuannya. Kongcu bardandan sangat mewah itu, memang
tiada salah menurut penglihatan Kauwcu dari Thian-cu-kauw dialah Kongcu dari pulau To-hoa-to yang mengikuti jejaknya Lim Tiang Hong mendaki bukit Ban-kiap-hong.
Pemuda parlente ini, begitu melihat begitu banyak orang se-akan2 tidak menggubrisnya, semula menyangka kalau orang2 itu pandang rendah dirinya, maka sikapnya nampak semakin sombong, Dengan cara tak sopan
berdongak, ketawa ber-gelak2. Setelah puas dengan ketawanya itu, barulah dia berkata: "Orang kata, dalam dunia rimba persilatan daerah Tiong-goan banyak
kedapatan orang2 kuat pandainya, banyak orang2 gagah luar biasanya. Tidak nyana semuanya cuma sebagai
kawanan tikus yang kecil nyalinya. Ha, ha, ha...."
Ketika itu di belakang badan Thian cu-kauw Kauwcu mendadak terlihat seorang. Orang ini lantas ulurkan tangannya, menjemput bendara perserikatan golongan Hian-bun kemudian berkata dengan suara nyaring:
1129 "Orang2 dari enam golongan Hian-bun dengar! Sekarang aku menitahkan kalian semua lekas tangkap bocah binal itu!"
Pek-ho Totiang sekalian tak pernah menyangka
kalau ada orang yang berbuat begitu licik, tapi kala itu semua orang golongan Hian-bun itu sudah berdiri
serentak, cuma satu sama lain saling berpandangan dengan mata kesima.
Orang yang saat itu memegang bendera
perserikatan, kembali membentak dengan suaranya
keras: "Sungguh besar nyali kalian hhhhh! Siapa berani tidak turut perintah sucouw masing2 dan tidak mau turut perintahnya Cawsu-ya!?"
Pek-ho Totiang dengan wajah sedih bungkukkan
badan dani menjawab. "Murid tidak berani...."
Dan orang ini lantas berjalan keluar dari tempat
duduknya. Tindakan Pek-ho Totiang itu segera ditetad oleh It-ceng Totiang. Thay-hie Totiang dan lain2nya. Semua bertindak lambat2 menghampiri Hong-gwat Kongcu.
1130 Orang yang menggunakan berdera perserikatan
untuk mempengaruhi orang2 dari golongan Hian-bun itu tak lain daripada si licik Liong-houw Koan-cu.
Karena imam busuk ini dahulu pernah menjadi
murid golongan Hian-bun, maka tahu juga dia segala rahasia orang baik2 itu. Dia tahu benar bahwa bendera kuning segi tiga yang kecil itu, diatasnya bercapkan tanda ketua partai masing2 dari orang2 golongan Hianbun. Tahu juga dia, disamping itu masih terdapat tulisan2 berupa perjanjian2 yang ditulis oleh Ciang-bunjin partay2 Hian-bun masing2. Maka bagi murid2 golongan Hian-bun, begitu melhat bendera itu, seperti juga menjumpai ketua leluhurnya. Sekarang, karena imam busuk ini keluarkan perintah dengan mengacungkan
tinggi2 bendera perserikatan itu, sudah tentu Pek-ko Totiang sekalian tidak berani melawan.
Thian cu-kauw kauwcu yang menyaksikan
perbuatan imam busuk itu, diam2 merasa heran sendiri tidak mengerti, kalau bendera sekecil itu mempunyai pengaruh demikian besar. Sebab apabila siang2 dia sudah tahu, niscaya semenjak tadi sudah dikeluarkannya 1131
bendera tersebut untuk paksa orang2 golongan Hian-bun supaja gabungkan diri dengan Thian-cu-kauw.
Melihat para imam dan padri itu serentak
menghampiri Hong-gwat Kongcu, begitupun kelihatan semuanya siap mengeluarkan serangannya, namun
Kongcu parlente ini masih tenang2 saja berdiri dengan sikap agung.
Mendadak terlihat berkelebatnya beberapa sinar
pedang, dari luar lembah terdengar beberapa kali
geraman. "Siapa berani bergerak!"
Dari luar lembah saat itu muncul lagi delapan laki2
berbadan tegap dengan pakaiannya yang sangat
parlente. Delapan orang yang baru datang ini semua bersenjatakan pedang yang lantas berdiri mengambil tempat di kedua sisi Hong-gwat Kongcu.
Pek-ho Totiang dan kawan2nya sebetulnya tidak
mau turun tangan terhadap Hong-gwat Kongcu, maka
ketika melihat Kongcu itu mendapat bantuan mendadak, semua tercengang dan berhenti bertindak mereka
serentak. 1132 Tetapi saat itu dari pihaknya Thian-cu-kauw kembali terdengar perintahnya Liong-houw Koancu: "tidak perduli siapa yang datang semua mesti dibunuh!"
Dia tahu benar, bahwa orang2 dari Tho-hoa-to
sesungguhnya tidak boleh dibuat gegabah. Maka sengaja dia memaksa orang2 dari enam partai Hian-bun untuk tangan untuk pinjam tangan orang lain menyingkirkan lawan2 tangguh.
Sebab, andaikata pihak enam partai yang menderita kerugian yang dirugikan sudah tentu pihak enam partai itu sendiri, sama sekali bukan Thian-cu-kauw. Sebaliknya, apabila pihak Tho-hoa-to tidak menggondol
kemenangan, maka dikemudian hari pihak Tho hoa-to tentu akan membuat perhitungan hanya terhadap orang2
golongan Hian-bun itu. Tetapi bagaimana orangnya yang dipanggil Hong-
gwat Kongcu" Dia adalah orang cerdik pandai luar biasa.
Dia segera maklum, tentu itu adalah akal muslihatnya Liong-houw Koan-cu se-mata2, maka dengan alis berdiri lantas keluar perintah dari mulutnya ditujukan bagi orang2nya. "Rebut dulu bendera kecil itu dari tangannya imam biadab itu!"
1133 Begitu mendengar titah Kongcu, empat laki2
berpakaian perlente lantas lompat melesat, semuanya naik ke atas panggung.
Mendadak It-ceng Totiang membentak dengan
suara keras "Ke pinggir dulu!"
Dan imam ini lantas hunus pedangnya, mengancam
empat orang itu dipaksa balik lagi ke tempatnya
Hong-gwat Kongcu yang menyaksikan kejadian itu,
lantas berkata sambil ketawa dingin: "Hee.... ini sungguh aneh! Apa kalian sudi dan mandah saja diperintah oleh musuh?"
Sebetulnya, orang2 dari golongan Hian-bun itu juga sedang merasakan kesulitan mereka sendiri. Sebabnya, didalam perjanjian yang dibuat oleh leluhur2 mereka dahulu, pernah ditetapkan, siapapun yang menerjang orang yang membawa bendera perserikatan, anak murid dari golongan Hian-bun semua diharuskan melindungi secara mati2an. Bagi siapa yang berani langgar
peraturan itu, akan mendapat hukuman dari pihak
partainya. Empat orang laki2 berpakaian perlente itu, setelah dengan cara paksa dikirim ke garis belakang kembali, 1134
semua lantas merasa gusar. Tetapi semua mereka tidak lantas turun tangan, hanya tujukan mata mereka kepada sang Kongcu untuk menantikan perintah selanjutnya.
Hong-gwat Kongcu bukan tolol. Sudah tentu dia
tidak berani turun tangan pada saat itu, se-mata2 untuk menjerumuskan diri didalam tipu muslihat musuh. Maka untuk sementara pihak lawan belum turun tangan, dia pun tidak suka mengadakan penyerangan.
Liong-houw Koan-cu yang menggunakan
pengaruhnya bendera pusaka perserikatan partai
golongan Hian-bun, ternyata berhasil baik. Ia sudah mengira bahwa kali ini ia akan berjasa besar dalam perkumpulan Thian-cu-kauw. Ketika menyaksikan orang2
dari 6 partay besar itu masih bersangsi tidak mau turun tangan, kembali ia gerakkan bendera dalam tangannya seraya memberi perintahnya: "Kenapa masih belum mau lekas turun tangan....?"
Pada saat ia sedang mengeluarkan perintahnya,
mendadak ada berkelebat bayangan merah dan biru.
Dengan kecepatan bagaikan kilat meluncur ke atas
panggung. Karena kecepatannya, sampai orang2 tidak dapat lihat tegas siapa gerangan bayangan itu....
1135 Thian-cu-kauw Kauwcu dan itu nenek tua pada
membentak dengan berbareng dan kemudian berbangkit dari tempat duduknya untuk menubruk dua bayangan
itu, tapi usaha mereka itu ternyata telah gagal. Diantara kekalutan itu, terdengar suara jeritan ngeri.
Ternyata dirinya Liong-houw Koan-cu sudah
terlempar ke bawah panggung.
Di atas panggung berkelahi, saat itu sudah
bertambah seorang pamuda tampan dengan menyoren
pedang di pinggangnya dan di belakangnya pemuda itu tertampak seorang gadis cilik baju merah yang
rambutnya dikepang dua. Kedua muda mudi itu, yang satu tangannya
memegang bendera perserikatan dari enam partai Hianbun, sedang yang lainnya telah mencekal kitab Tat-mo-keng yang terbungkus kain kuning. Ke-dua2 nya berdiri berhadap-hadapan dengan Thian-cu-kauw Kauwcu.
Di dalam rombongan imam dan padri mendadak
terdengar orang berseru: "To-liong Kongcu!"
Suara itu kedengarannya bercampur kekagetan dan
kegirangan. 1136 Hong-gwat Kongcu lantas ketawa ber-gelak2 dan
berkata: "Saudara Lim, mengapa sampai sekarang baru datang?"
Mulutnya berkata demikian, kakinya menotol tanah
dan badannya lantas mencelat ke atas panggung, tahu2
sudah berdiri berendeng dengan Lim Tiang Hong.
Thian cu-kauw Kauwcu ketika tadi sadar bahwa ada
orang yang mendadakkan melayang memasuki
panggung, segera turun tangan berbareng dengan itu nenek dengan maksud mencegah, Tetapi sungguh tak
pernah disangkanya, gerakan kedua orang2 itu demikian gesitnya, bukan cuma berhasil menyambar kitab Tat-mo-keng, bahkan bendera perserikatan enam partai yang berada ditangan Liong-houw Koancu pun sekalian telah terampas oleh mereka, bahkan Liong houw Koin-cu yang sedang enak2nya memegang bendera lantas terlempar badannya ke bawah panggung.
Dalam keadaan kaget dan ter-heran2, ia baru dapat lihat kemudiannya bahwa orang itu ternyata adalah Lim Tiang Hong alias To-liong Kongcu.
Si nenek Kiu-pan po yang pun segera mengenali
pemuda cakap itu, juga tidak kurang terperanjatnya. Dia 1137
memang sudah merasa jeri, tapi saat itu karena dibawah pandangan mata orang banyak, sudah tentu tidak suka perlihatkan kelemanhannya.
Terdengar Thian cu-kauw Kauwcu berkata sambil
ketawa dingin: "Binatang, sungguh besar nyalimu hehhl!
Berkali2 aku sudah memberi kelonggaran padamu, tidak nyana kau berani unjukkan diri kemari terang2an dan bersikap menantang! Kali ini kau tidak boleh sesalkan aku yang tidak akan pandang hubungan antara ayah
dengan anak!" Gadis cilik baju merah itu, yang bukan iain Yong jie adanya, lantas nyeletuk sambil berludah monyongkan mulutnya: "Cis, tidak tahu malu! Kau berani mengaku menjadi ayah seorang yang seperti ini" Benar2 tidak tahu diri!"
Setelah mana, kitab Tat-mo-keng di tangannya
lantas dilemparkan kepada Hui-hui Taysu seraya
katanya: "Taysu, ini kukembalikan padamu, kau
sambutilah" Sehabis mengucapkan teriakannya itu, se-olah2
kupu2 terbang, selanjutnya ia menerjang Thian-cu-kauw 1138
Kauwcu, kemudian nampak tangannya bergerak hendak menampar mulut 'pemimpin' itu.
Tetapi Pek-tok Hui-mo juga bukan anak kecil.
Mendadak membuka tangannya yang besar, menyambar
tubuh Yong-jie. Si gadis cilik lalu putar badan, melayang kebelakang sampai tahu2 berada disebelah belakang badan Kauwcu itu. Kembali dengan pentangkan lima jari2 kecilnya mendadakan penyerangan, sedang tangan satunya lagi dengan gerakan akan menjewer telinganya sang Kauwcu tersebut.
Diperlakukan secara demikian oleh satu gadis kecil, Pek-to Hui-mo sampai ber-jingkrak2 bahna gusarnya.
Tangannya lalu bergerak, menyambar kesana menampar kelima jurusan, hingga angin yang keluar dan tangan itu bagaikan gelombang air laut menyerbu pantai dengan amat dahsyatnya.
Tetapi Yong-jie masih dengan kegesitan serta
kelincahan badannya bagaikan menari, tetap dapat
membayangi sang Kauwcu. Sebentar berputaran di
sekitar badannya, dan lain saat melayang ke atas, hingga 1139
semua serangan Pek-tok Hui-mo tidak berdaya sama
sekali dalam usahanya menyentuh badan nona cilik itu.
Tentu saja, dengan gerakannya demikian, gadis cilik itu sendiri tidak berhasil dengan usahanya hendak menampar atau menjewer kuping Kauwcu itu.
Semua kejadian nyata di depan mata itu hanya
berlangsung dalam waktu sekejap.
Sebabnya, To-liong Kongcu alias Lim Tiang Hong
yang senantiasa memperhatikan kejadian di dalam
kalangan, melihat perubahan paras Yong-jie yang telah merah padam dan turun tangan semakin gesit, yang
dalam rupa itu kelihatan seperti sedang mendongkol karena usahanya tak berhasil, merasa kuatir juga.
Pek-tok Hui-mo yang berkedudukan sebagai
Kauwcu atau pemimpin, ternyata dapat dipermainkan oleh seorang gadis cilik sampai badannya ber-putar2an sendiri seperti gasing, nampaknya pemimpin itu telah gusar sekali, hingga rambutnya yang kuning pada berdiri.
Serangan tangannya dilakukan semakin gencar, agaknya kalau dapat ingin ditelan bulat2 itu perempuan kecil yang jail.
1140 Adapun kekuatiran Lim Tiang Hong itu, ialah setelah melihat sang Kauwcu itu menyerang semakin hebat tadi.
Maka ia ini lantas berseru keras': "Yong-jie kau mundur dulu! Sudah tak ada urusan dengan kau!"
Yong-jie agaknya tidak berani untuk tidak menurut.
Ketika mendengar seruan, lantas badannya terbang
sampai ke sisi pemuda yang memanggilnya, sedangkan kala itu nampak mulutnya yang kecil dimonyongkan
dalam rupa tak senang. Suasana semakin tegang. Orang2 Thian-cu-kauw
telah bangkit semua dari tempat duduknya. Mereka ini semua telah mencabut atau menghunus senjata masing2
dengan mata semua ditujukan kepada To-liong Kongcu.
Namun tiada seorangpun yang berani lebih dahulu turun tangan.
Mudah kiranya dimengerti hal itu, sebab orang2nya Siauw-lim-pay dan enam partai Hian-bun lainnya, semua juga sudah mengeluarkan senjata masing2, berdiri
berkerumun di bawah panggung. Sedang delapan
orang2nya Hong-gwat Kongcu, itu orang2 parlente juga kelihatan sudah akan bergerak. Apabila mereka turun dengan serentak, pihak Thian-cu-kauw pasti akan
1141 menyambuti serangan dari tiga jurusan. Keadaan itu sungguh tidak menguntungkan bagi Thian-cu-kauw.
Menurut rencana Pek-tok Hui-mo yang semula,
sebetulnya pemimpin ini ingin menggunakan kekerasan kepalannya untuk menundukkan orang2nya golongan
Hian-bun itu. Asalkan saja berhasil dia dalam usahanya memaksa Siauw-lim-pay dan Bu-tong-pay
menggabungkan diri dengan Thian-cu-kauw, maka
impian muluknya akan menjagoi dunia persilatan berarti telah berhasil tiga perempatnya. Siapa nyana siapa sangka, ditengah-tengah keributan lantas menyelak satu Hong-goat Kongcu serta Lim Tiang Hong, hingga dengan sendirinya boleh dikata membuat sekalian rencananya itu gagal sama sekali.
Namun Pek-tok Hui-mo bukan pula orang yang
tidak licik. Bahkan kelicikannya tiada berada dibawah Lionghouw Koan-cu atau siapapun. Ia tidak takut benar2
kepada Lim Tiang Hong atau Hong-gwat Kongcu.
Tetapi orang2 yang berdiri dibelakang kedua anak
muda itu, sesungguhnya tidak gampang ditaklukkan.
Satu adalah Tho-hoa-to tocu yang namanya sudah amat tersohor dan yang lain adalah Kie-lin Kokcu, seorang 1142
misterius yang sukar dijajaki kepandaiannya. Kedua orang itu satu tidak berani ia melanggarnya. Maka dalam keadaan demikian, mau tidak mau ia terpaksa kendalikan hawa amarahnya, lantas berkata sambil ketawa2 segan:
"Kauwcu mu tidak sudi berurusan dengan kalian anak2
dari tingkatan muda! Kalian silahkan mundur dulu. Nanti setelah aku membereskan persoalan ini dengan Siauw lim-pay dan enam partai Hian-bun yang lainnya, baru kita bicara lagi"
Bagi seseorang berderajat sebagai Pek-tok Hui-mo
itu, ucapan demikian sebetulnya telah merupakan ucapan yang paling merendah. Akan tetapi Hong-gwat Kongcu kiranya tidak sudi menerima ucapan demikian, maka seketika itu lantas menjawab sambil ketawa ewa:
"Kongcumu sudah lama terima kabar bahwa Thian-cu-
kauw sudah lama bermaksud ingin menjagoi dunia kangouw. Itulah yang mendorong hatiku ingin menjajal.
Kalian punya berapa rupa kesaktian sih bolehnya berani berlaku begitu jumawa?"
Pek-tok Hui-mo yang mendengar perkataan Kongcu
perlente itu, wajahnya berubah seketika. Sebaliknya bagi Lim Tiang Hong, pemuda ini agaknya tidak inginkan 1143
mereka bertempur dan kejadian akan ber-larut2
memanjang, maka ia segera berkata kepada Hong-gwat Kongcu: "Saudara, harap jangan turun tangan dulu.
Nanti setelah mereka menyelasaikan persoalan dengan Siauw-lim-pay dan partai yang lainnya, kita nanti bisa membikin perhitungan lagi dengan dia"
Hong-gwat Kongcu agaknya mendengar kata,
seketika ia mundur ke samping.
Hui-hui Taysu lalu perdengarkan suaranya yang
menyebut nama Buddha kemudian majukan diri dan
membentak dengan suara bengis: "Pek-tok Hui-mo! Kau masih berani mengigau"! Sebagai seseorang
berkedudukan baik serta agung sebagai kau, ternyata sudah berani menggunakan sejilid buku palsu untuk
mergelabui mata lolap"! Apa anggapmu Siauw-lim-pay sudah tidak ada orangnya lagi!?".
Pek-tok Hui-mo yang ber-kali2 dihina orang secara demikian, agaknya sudah benar-benar hilang
kesabarannya. Kalau tadi dia masih bisa coba
mengendalikan hawa nafsunya se-bisa2, tetapi waktu ini barangkali sudah tak mampu lagi mengandalikan
1144 perasaannya, mendongak dia mengangkat muka,
kemudian ketawa ber-gelak2.
"Jikalau Lohu tidak sediakan jalan mundur seadiri, bukahkan akan terpedaya oleh kalian". Dengan terus terang, kalian dengarlah kata2ku. Bukan cuma kitab itu saja palsu! Bendera perserikatan itu pun bukanlah barang tulen!"
Pek-ho Totiang kelihatan berubah wajah. Sekilas itu nampak merah membara parasnya, dilain saat keluar kata2nya menyebut nama Buddha dan kemudian lagi
terdengar suaranya berkata: "Kau manis dalam ujud binatang! Kau dengan menggunakan akal begitu rendah, bagi sesama manusia apa tidak takut jadi buah
tertawaan orang kang-ouw. Dimana sebetulnya kitab Tat-mo-keng dan bendera perserikatan yang benar"
Lekas jawab!" Ciang bunjin dari Bu-tong-pay ini, meskipun
biasanya memiliki kesabaran luar biasa, akan tetapi saat itu juga tidak mampu mengendalikan hatinya lagi.
Kiu-ban-po itu nenek yang semenjak tadi belum
pernah buka mulut, tiba2 maju kedepan dan menalangi Kauwcunya bicara "Dalam dunia persilatan dimana ada 1145
begitu banyak orang yang menggunakan kebijaksanaan yang betul2 luhur. Urusan hari ini, yang menang adalah sebagai orang kuat. Jikalau kalian mempunyai
kepandaian bisa menangkan kita, kitab Tat-mo-keng sekalian dengan bendera perserikatan sudah tentu bisa kalian ambil kembali. Tapi kalau tidak.... huhh!! Barang kali jiwa kalian akan melayang di dalam lembah ini!"
Setiap perkataan yang dilontarkan dari mulut
orangnya Thian-cu-kauw itu makin lama makin melantur, membikin keadaan jadi makin meruncing.
Sekarang ini kelihatan di dalam lembah tersebut
yang satu tidak mengindahkan kedudukan seseorang, juga tidak perdulikan kedudukan sebagai Kauwcu lagi.
Biar bagaimana, satu pertempuran mati dan hidup
sudah tak dapat dielakan lagi. Singkatnya, siapa yang kuat hidup dan yang lemah akan jadi kawannya tanah, siapapun tidak berani meramalkan nasibnya sendiri.
Apabila Lim Tiang Hong dan Hong-gwat Kongcu tidak muncul secara mendadak tadi, mungkin dalam lembah itu kini teiah jadi suatu pertumpahan darah yang tiada taranya.
1146 Pek-tok Hui-mo melirik Lim Tiang Hong yang tadi
diakui "anak". Dilihatnya pemuda ini dengan sikapnya acuh tak acuh, tengah menikmati pemandangan alam


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pegunungan di sekitar situ, sedangkan gadis cilik di belakangnya sedikit, bagaikan burung kecil
menggelendotkan badannya ke pundak si pemuda. Mana kala Kauwcu ini melirik ingin coba memperhatikan sikap Hong-gwat Kongcu, Kongcu tersebut ternyata tengah balik mengawasinya dengan sikap menantang dengan
tangan memegang gagang pedang. Sedang delapan laki2
berdandan parlente, berdiri di kedua sisi Kongcu mewah ini, hingga dalam mata Kauwcu itu diam2 timbul rasa mendelu. Dia coba meng-hitung2 kekuatan sendiri dan kekuatan pihak musuh.
Pihaknya Tho-hoa-to, meski baru turun sembilan
orang, tapi siapa yang tahu kalau dibelakangan ada muncul orang2nya lagi"
Pihak Hong-hong-tie, hanya satu gadis cilik yang
unjukkan diri, tapi apabila ditinjau dari berbagai sudut, di belakang gadis cilik itu pasti akan banyak lagi datang orang2 kuat sebagai bala bantuan.
1147 Kini orang2 kuat dari Siauw lim-pay saja sudah
dapat diperkirakan berapa jumlah jiwanya, serta dilihat dari sikap mereka yang beringas, maka pertempuran sengit mungkin akan segera terjadi tanpa dapat
dihindarkan lagi. Setelah menelaah satu2 soal, tiba2 Kauwcu ini
berkata pada dirinya sendiri sambil kertak gigi: "Tidak perduli apa akibatnya, sekarang kita akan bertindak dan setelah membereskan padri dan imam2 itu, sekalipun masuk lagi kelembah ini orang2 kuat, kerewelan itu masih merupakan urusan belakangan! Apalagi kitab Tatmo-keng sudah berada dalam tanganku, kalau isinya bisa kucamkan baik2, barangkali tidak perlu takuti Kie-lin Kokcu dan Tho-hoa Tocu lagi"
Dengan berdasarkan pendapatnya itu, sehabis Kiu-
ban-po habiskan ucapannya tadi, Kauwcu ini lantas menyambung dengan suara keras: "Aku tetap dengan
pendirian semulai! Dengan tiga babak pertandiangan boleh ditetapkan siapa unggul siapa kalah! Perkataan lainnya semua bisa dianggap ucapan2 tak berarti. Sudah lama aku dengar Siauw-lim-pay dalam waktu ratusan tahun selalu memimpin dunia persilatan, maka pun
1148 Ciang-bunjin keturunanya pasti memiliki kepandaian yang luar biasa. Oleh karena itu, aku sekarang cuma ingin terima pelajaran dari ciang bunjin pemimpin persilatan itu sendiri!"
Hui-hui Taysu dengan tangan masih mencekal kitab
Tat mo-keng palsu itu tidak bisa menahan gelora hatinya yang bagaikan air mendidih agaknya. pun telah maklumi bahwa untuk dapat merebut kembali kitab Tat-mo-keng yang asli akhirnya mesti juga juga ditemui jalan
pertempuran mati2an. Maka begitu lekas ucapan Kauwcu itu tertutup, padri ini lantas berkata dan menyebut nama Buddha. "Kalau sicu benar2 inginkan dengan jalan keras membereskan urusan, lolap terpaksa mengiringi saja kehendak sicu".
Sehabis berkata demikian, diam2 telah dikerahkan
seluruh kekuatannya. Hawa murninya yang telah
mendapat latihan selama beberapa puluh tahun diam2
telah tersalur keseluruh badannya. Sudiah lama padri tua ini tak pernah turun tangan apalagi bertempur mati2an.
Sedangkan adu jiwa kali ini, besar sekuli hubungan dengan jatuh bangunnya nama Siauw-lim-pay, maka
1149 tidak boleh tidak dia sebagai ketua partai tersebut, mesti bertindak hati2.
Pek-tok Hui-mo ketawa dengan sikap angkuh,
kemudian menyusul bentakannya: "Sambuti
seranganku!". Dan ini dibarengi dengan gerak tangannya yang
kelihatan seenaknya saja.
Akan tetapi suatu kekuatan tenaga dalam yang
lunak dan mengandung hawa dingin lantas meluncur
keluar dari tangan itu. Hui-hui Taysu bersikap hati2 ketika kebutkan lengan jubahnya membuang kesamping serangan lawan. Ilmu
serangannnya yang dinamakan Bu-siang Sin-kang
(kekuatan yang tak berwujud) telah meluncur keluar, hingga pada saat kekuatan dua jenis tenaga itu saling bentur. Ditengah udara lantas terdengar nyaring,
terjadilah suatu kejadian aneh bagai mendadak timbul angin puyuh, yang disertai suara keras nyaring.
Pek-tok Hui-mu perdengarkan ketawanya yang
menyeramkan. Mendadak menggeser kakinya maju ke
depan, sekaligus tangannya melancarkan serargan
1150 sampai dua belas kali dengar beruntun. Hawa dingin laksana hujan es menyerbu sekujur badan Hui-hui Taysu.
Tetapi tidaklah kecewa Hui-hui Taysu menjadi
pemimpin suatu partai besar. Setiap gerakannya, baik dalam melakukan penyerangan maupun sewaktu
mundur, sikapnya selalu pasif. Betapapun hebatnya serangan lawan, selalu masih dapat dilayani dengan ketenangannya yang luar biasa.
Setiap serangan musuhnya dipunahkan dengan laku
seenaknya saja. Tiga Tiang-lo dari Tot mo-ie tentu kuatirkan
keselamatkan jiwa Ciang-bunjin mereka, maka tanpa sadar telah gerakkan kaki mendekati medan
pertempuran. Selagi Hui-hui Taysu dan Pek-tok Hui-mo
melangsungkan pertempuran mati2an itu, Kui-pan-po, itu nenek dari daerah Biang-ciang mendadak buka mulut dan keluarkan suaranya yang terdengar macam bebek bertelur: "Kabarnya Siauw-lim-pay dan Bu-tong-pay sama2 memimpin dunia persilatan untuk daerah Kang-lam, Kang-pak. Kepandaian silat dua partai itu tentu bukan main hebatnya. Sekarang aku si nenek tua sudah 1151
gatal ingin belajar kenal dengan kepalan tangan Bu-tong pay"
Karena nenek ini sudah menantang secara
terang2an, Pek-ho Totiang mau tak mau lalu keluar menemui nenek yang sudah gatal tangannya itu. Lebih dulu dia ini mengangguk sebagaimana lazimnya dia
perlakukan setiap orang yang mulai bertemu. "Kui-ban-po namanya sangat disohorkan orang di daerah Biauw-ciang, pinto sudah lama dengar itu. Tapi entah ada urusan apakah datang ke daerah Tiong-goan?"
"Se-mata2 cuma ingin belajar kenal dengan kalian
orang2 yang anggap diri sebagai pendekar2 rimba
persilatan kelas wahid!" demikian Kui-pan-po
mengadakan reaksi atas kata2 Pek-ho Totiang.
Nenek tua dari daerah Biauw-ciang ini semenjak
mendapatkan sejilid kitab peninggalan dari golongan sesat dilembah Hong-hong Pit-kok, sudah kandung
maksud lain menjagoi dunia persilatan. Kebetulan
perkumpulan Thian-cu-kauw juga mempunyai maksud
serupa, maka kedua pihak lantas adakan kerja sama.
Lebih dahulu mereka bermaksud ingin tundukkan Siauw-lim-pay dan Bu-tong-pay, kemudian baru satu2
1152 membereskan partai2 lainnya". Maka ketika melihat Pek-tok Hui-mo sudah turun tangan ia juga lantas terjunkan diri ke dalam kalangan.
Pek-ho Totiang yang mendengar perkataan nenek
itu, wajahnya berubah seketika. Sambil ketawa bergelak2 imam ini berkata: "Kau tidak memandang mata partai Bu-tong-pay kami, silakan turun tangan saja!"
Baru imam ini tutup kata2nya, tiba2 merasakan ada angin santer meniup wajahnya. Badannya Kiu-ban-po kala itu sedang berada di atas. Dari tengah udara itu mementang kesepuluh jari tangannya dan menyambar ke arah Pek-ho Totiang.
Sepuluh jari tangan nenek itu semuanya
menggenggam kekuatan hawa dari badannya, hingga
jari2 itu kelihatan hitam legam bagai pantat kuali.
Sambaran angin yang keluar dari jari2nya itu cukup menggetarkan nyali setiap orang.
Pek-ho Totiang sadar sedang berhadapan dengan
orang yang memiliki ilmu sangat jahat pelajaran orang2
sesat, maka buru2 ditutupnya sekujur badannya dengan hawa murninya. Kakinya digeser menyingkir sampai
sejauh tiga kaki. 1153 Kiu-pao-po yang gagal dalam penyerangan
pertamanya, tangannya berputaran ditengah udara.
Dengan kecepatan bagaikan kilat, kembali menerjang dirinya Pek-ho Totiang.
Pek-ho Totiang mendadak keluarkan bentakan
keras. Kedua tangannya diputar laksana titiran, sebentar saja sudah melancarkan 7 kali serangan. Angin
bergulung-gulung, suaranya menderu-deru karena
hebatnya serangan tersebut.
Diantara suara menderunya angin, terdengar suara
ketawanya Kiu-ban-po yang aneh dan tidak enak
didengar, sedang badannya nenek itu seolah-olah
bayangan setan, beterbangan naik turun dan berputaran.
Hawa hitam yang keluar dari sepuluh jari tangannya se olah2 gala gasi, mengurung seputar badannya Pek-ho Totiang.
Orang2 dari golongan 6 partay besar yang
menyaksikan kejadian aneh itu semua pada terperanjat.
Dengan serentak pada maju. Ada beberapa orang yang tidak sabaran, sudah menyerbu ke dalam medan
pertempuran sambil menghunus senjatanya.
1154 Beng Sie Kiu yang menyaksikan keadaan demikian,
lantas berkata sambil ketawa ter-bahak2: "Apakah kalian hendak mengeroyok?"
Sehabis berkata tangannya lalu melemparkan
sesuatu benda yang ditujukan ke tengah udara. Benda itu lantas mengeluarkan sinar biru, Kemudian ia
mengeluarkan perintah kepada orang2nya: "Maju!
bereskan dulu kawanan imam yang tidak tahu diri ini!"
Lim Tiang Hong yang berdiri disamping, ketika
melihat sinar biru itu hatinya tergerak, sedang Hong-gwat Kongcu yang kaseran, sudah tidak dapat menahan sabarnya, maka lantas menghunus pedangnya dan selagi hendak menyerbu kemedan pertempuran, sudah dicegah oleh Lim Tiang Hong.
"Untuk sementara kita jangan turun tangan dulu.
Kau perintahkan saja orang2mu, supaya menjaga orang2
Thian-cu-kauw yang disembunyikan di sekitar lembah ini"
demikian katanya pemuda itu.
Yong-jie yang berdiri di samping menyaksikan
keramaian, tiba2 berkata sambil ketawa: "Kongcu, aku lupa sesuatu hal. Aku harus bereskan sekarang juga, kita sampai ketemu dalam lain waktu!''
1155 Tanpa menunggu jawaban orang yang diajak
omong, ia sudah gerakkan badannya dan sebentar saja sudah melesat setinggi 7-8 tombak, seolah-olah bianglala diangkasa, hanya kelihatan bayangan merah yang
meluncur turun ke bawah gunung dan kemudian sudah hilang dari pemandangan.
Lim Tiang Hong merasakan bahwa nona cilik itu
sifat dan kelakuannya agak misterius, tapi ia ada satu pemuda berhati lapang. Kalau orang tidak mengatakan, ia tidak mau menyelidiki rahasia orang lain, terutama bagi orang yang berdiri di pihaknya sendiri.
Hong-gwat Kongcu yang menyaksikan semua
gerakan Yong-jie merasa sangat kagum. Ia lantas
berpaling dan berkata kepada Lim Tiang Hong: "Hong-bong-tie benar2 bukan cuma nama kosong belaka. Sekalipun seorang gadis kecil yang masih belum dewasa, kepandaiannya sudah begitu rupa, sampai aku sendiri juga merasa tidak nempil"
"Saudara terlalu merendahkan diri!" jawab Lim
Tiang Hong ketawa. Tapi, tiba2 ia angkat pundaknya, wajahnya
kelihatan beringas. Hong-gwat Kongcu yang
1156 menyaksikan perubahan sikap kawannya itu, segera
tujukan matanya ke arah medan pertempuran, yang ternyata sudah menjadi sangat kalut. Berbareng dengan itu, dari jauh juga nampak berkelebatnya bayangan banyak orang. Suara berteriak-teriak kadengaran sangat riuh.
Orang2 yang berpakaian ringkas dengan tidak terhitung jumlahnya pada datang menyerbu ke medan
pertempuran. Saat itu, pertempuran antara Hui-hui Taysu dan
Pek-tok Hui-mo per-lahan2 sudah mulai kelihatan siapa yang unggul dan siapa yang asor.
Pek-tok Hui-mo entah menggunakan tipu serangan
apa, tiba2 membikin terpental dirinya Hui-hui Taysu dengan satu pukulan sehingga paderi tua sampai mundur 3 kaki.
Tiga Tianglo dari Tat-mo-ie, lalu maju dengan
serentak sambil keluarkan bentakan keras.
Sambil keluarkan suara ketawanya yang aneh, Pek-
tok Hui-mo putar tangannya. Tiba2 melancarkan
serangannya, kembali membikin terpental Hian-thong Tianglo yang menerjang duluan, jatuh sampai sejauh satu tombak.
1157 Hian-thian dan Hian-kak yang menyaksikan kejadian itu, seketika nampak tercengang, kemudian maju
menyerang dengan berbareng.
Berbareng pada saat itu juga, terdengar suara
seruan tertahan dari Pek-ho Totiang. Badannya
terhuyung-huyung mundur beberapa tindak, mulutnya mengucurkan darah.
Kiu-ban-po perdengarkan pula suara ketawanya
yang aneh. Dengan gerakannya yang luar biasa gesit kembali menerjang Pek-ho Totiang.
Mendadak Hong-gwat Kongcu dengan pedang
terhunus datang menyerbu ke arahnya, lalu menyerang dengan ujung pedangnya sampai tujuh kali hingga Kiu-ban-po terpaksa mundur ter-sipu2
Delapan orang berpakaian parlente juga lantas
menyambut kedatangannya orang2 Thian-cu-kauw, maka dalam waktu sekejap saja dalam lembah yang tadinya sunyi itu lantas berubah menjadi medan pertempuran besar2an.
Lim Tiang Hong yang masih berdiri tegak, dengan
sorot mata tajam mengawasi Pek-tok Hui-mo.
1158 Diawasinya kauwcu ini yang sedang bertempur terus dengan dua Tianglo dari Siauw-lim-sie.
Selagi maksudnya ingin memburu memberi bantuan
bagi dua Tiang-lo itu, tiba2 terdengar dua kali suara seruan. Hian-thian dan Hian-kak kembali sudah dibikin rubuh oleh Pek-tok Hui-mo.
Dengan sikap bangga Pek-tok Hui-mo dongakan
kepala dan tertawa ter-bahak2.
"Kepandaian ilmu silat Siauw lim-pay juga cuma
begitu saja. Nama kosong yang didapat selama beberapa ratus tahun itu entah dengan cara bagaimana
didapatinya?" demikian Kauwcu itu sesumbar.
Hui-hui Taysu yang sudah mempunyai kekuatan
tenaga dalam cukup sempurna, barusan meski terkena serangan Pek-tok Hui-mo. Tetapi setelah mengatur
pernapasannya kini sudah sembuh kembali. Ketika ketua ini menyaksikan gerak tipu yang digunakan oleh Pek-tok Hui-mo yang di beberapa bagiannya mirip dengan ilmu silat golongan Siauw-lim-pay, dia menjadi agak sangsi, apa iblis itu telah dapat mempelajari ilmu silat yang terdapat dalam Tat-mo-keng"
1159 Ketika mendengar ucapan sombong iblis itu, hatinya bagai di-sayat2. Selagi hendak maju lagi untuk adu jiwa, Lim Tiang Hong sudah melayang turun kedepan Pek-tok Hui-mo dan lantas berkata dengan suara dingin: "Kau sudah mencuri pelajaran silatnya orang lain, dan toh masih berani buka mulut besar" Hmm benar2 tidak tahu malu!"
Pek-tok Hui-mo melihat kedatangan Lim Tiang
Hong, untuk sesaat merasa terkejut. Kemudian berkata sambil delikkan matanya: "Aku ber-kali2 sudah berikan kau kelonggaran, tidak nyana kau makin melunjak. Apa kiramu aku tidak berdaya membereskan kau si bocah?"
"Semua ucapan kosong tidak gunanya kau
keluarkan lagi. Hari ini jikalau kau tidak mau serahkan bendera perserikatan dan kitab Tat-mo-keng, mungkin Thian-cu-kauw akan menjadi berantakan" Demikian kata Lim Tiang Hong, diucapkannya kata2nya sambil ketawa panjang.
Pek-tok Hui-mo adalah seorang buas dan
berangasan. Mana mau dia dihina demikian "Apa?"
Saat itu rambutnya yang berwarna kuning nampak
pada berdiri, matanya melotot sebesar jengkol.
1160 Tiba2 dia perdengarkan bentakan keras "anak
haram! Hari ini kalau bukan kau yang mampus adalah aku yang mati! Aku akan singkirkan kau lebih dulu baru nanti mencari perhitungan lagi dengan Kie-lin Kongcu"
Setelah berkata demikian, lalu terpentang
tangannya. Begitu bergerak dengan beruntun telah
melancarkan serangannya sampai delapan belas kali.
Dalam waktu sekejapan angin dan hawa dingin
sampai meresap ke tulang2, mengurung Lim Tiang Hong.
Hui-hui Taysu yang maklum akan keganasan Pek-
tok Hui-mo, diam2 kuatirkan keselamatan To-liong
Kongcu. Lim Tiang Hong yang tadi terus berdiri sebagai
penonton, telah menyaksikan ilmu silatnya yang
digunakan oleh Pek-tok Hui-mo.
Terhadap iblis itu pandangannya agak beda. Ia
merasa bahwa selama setengah tahun belakangan ini memang benar banyak maju sang kauwcu jahat itu.
Maka manakala dadanya diserang secara demikian hebat, dalam hati juga merasa keder. Dengan sangat hati2
sekali ilmunya Siau-yang It-ku Sin-kang disalurkan untuk 1161
melindungi badannya, kemudian baru membuka
tangannya melakukan serangan balasan.
Dua jago, masing2 dari golongan benar dan
golongan sesat itu, setelah bergebrak bukan kepalang kehebatannya. Sebentar saja angin yang ditimbulkan oleh serangan mereka ini, membikin orang2 di sekitarnya terdesak mundur semua.
Pek-tok Hui-mo yang saat itu agaknya telah kalap
benar2, bertempur secara main seruduk. Keadaannya tidak banyak beda dengan macan atau beruang yang
sedang mengamuk. Sembari berantam, Lim Tiang Hong diam2 kerjakan
otaknya. Pikirnya "Iblis ini sudah pasti adalah itu 'Manusia Buas Nomor Satu' yang suhu maksudkan. Tapi kenapa itu pelajar pertengahan umur melarangku mengambil
jiwanya" Dan dia ini ber-kali2 sebut aku anak haram, apa maksudnya sebenarnya...?"
Semua hal itu membuat ia merasa bingung. Oleh
karenanya, maka pikirannya terus memikirkan soal itu saja. Apa mau perbuatan demikian justru melanggar pantangan buat orang yang sedang bertempur. Karena 1162
orang2 yang menghadapi musuh kuat, sedikitpun tidak boleh memikirkan lain kecuali musuh di hadapannya.
Lim Tiang Hong meski sudah mempunyai
kepandaian silat luar biasa, akan tetapi kini berhadapan dengan satu musuh tangguh semacam Pek-tok Hui-mo
itu, bagaimana boleh berlaku lengah" Maka itu ia lantas terdesak oleh musuhnya sampai keadaannya menjadi
sangat bahaya dan ketika dia sadar kemudian, sudah tidak berdaya untuk dapat diikeluarkannya lagi.
Keadaan demikian membikin hati Hui-hui Taysu jadi cemas, tetapi padri itupun tidak dapat berbuat lain daripada menonton saja.
Pada saat itu pertempuran dimedan perang itu
makin lama makin kalut dan juga makin dahsyat.
Orang2nya Siauw-lim-pay, Bu-tong-pay dan
lain2nya sudah mulai terdesak. Suara jeritan tiada henti2nya keluar dari medan pertempuran, sedangkan orang2nya Tho-hoa to juga terdesak balik ke tempatnya semula.
Orang2nya Thian-cu-kauw bukan saja yang datang
kian lama kian banyak tetapi serangannya juga makin ganas.
1163 Hui-hui Taysu yang menyaksikan keadaan demikian,
juga sudah tidak perdulikan kedudukannya lagi. Sambil membentak keras, lantas ia menyerbu ke dalam orang banyak. Tangannya mului bekerja, hingga sebentar saja sudah ada banyak orang2nya Thian-cu-kauw yang dibikin terpental kesana sini.
Beng Sie Ku yang menyaksikan keadaan demikian,
lantas berkata sambil perdengarkan suara ketawanya yang aneh: "Kepada gundul, jangan banyak jual laga!
Orang2 yang datang hari ini, satupun tidak ada yang akan bisa keluar dari lembah ini dalam keadaan hidup".
Ia lantas lompat menerjang dan melakukan
serangan yang amat dahsyat.
"Belum tentu" sahutnya Hui-hui Taysu sambil
memuji nama Buddha. "Duk! duk!" Dua orang itu saling mengadu kekuatan masing2,
tapi Beng Sie Kui bukan tandingan Hui-hui Taysu, ia sudah dibikin terpental sampai sejauh 5 kaki. Darahnya bergolak.
Ketua partay Siauw-lim-pay dan pemimpin partay2
besar golongan Hian-bun ini, hari itu benar2 sudah 1164
meluap kegusarannya. Maka terus melancarkan
serangannya dengan tanpa mengenal kesian, hingga
sebentar saja sudah ada dua Tancu lagi yang dibikin terpental dari medan pertempuran.
Tiba2 terdengar suara bentakan. Dalam medan
pertempuran itu muncul lagi dua iblis. Satu adalah Cit-sat-sin Khong Bun Thian, satu lagi adalah Liong-tong Kim-ci atau Tikus kuning dari Liong-tong, yang dahulu pernah kalah ditangannya Lim Tiang Hong.
Dua orang itu dengan tidak banyak cingcong lantas menyerbu berbareng kepada Hui-hui Taysu.
Dikerubuti oleh dua iblis yang bukan bangsa
sembarangan itu, Hui-hui Taysu terpaksa mundur sampai 8 kaki.
Kedua iblis yang masing2 menjagoi daerahnya
sendiri2 itu, sebetulnya jikalau tidak terpaksa, mereka juga tidak akan menggunakan cara pengecut dengan
main keroyok demikian. Tapi hari itu keadaannya ada lain. Pertempuran ini sudah merupakan satu
pertempuran mati hidupnya masing2 pihak, maka segala tata tertib dan peraturan dunia kang-ouw sudah
dikesampingkan semua. 1165 Hui-hui Taysu yang dikeroyok oleh dua iblis itu,


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meski semula terpaksa mundur, tapi kemudian ia bisa melayani dengan tenang. Semua kepandaiannya ilmu
silat golongan Siauw-lim-pay sudah dikeluarkan untuk menghadapi dua musuh tangguh itu.
Mari kita tengok keadaannya Hong-gwat Kongcu.
Dengan sebilah pedang panjangnya, ia melayani Kiu-ban-po dengan segenap tenaga. Dua lawan itu masing2 sama gesit dan lincahnya, hingga sebentar saja duaratus jurus lebih sudah dilalui, tapi kekuatan mereka berdua nampak masih berimbang.
Tiba2 ia dapat lihat Lim Tiang Hong diserang secara kalap oleh Pek-tok Hui-mo, sehingga terpaksa mundur berulang-ulang. Ia merasa cemas, maka lantas berseru:
"Saudara Lim, kau kenapa" Mengapa tidak mau turun tangan kejam?"
Lim Tiang Hong karena tadi terganggu pikirannya,
maka telah didesak oleh lawannya. Kini setelah ditegur oleh Hong-gwat Kongcu, seperti orang diketok kepalanya dan ketika ia menyaksikan keadaan dalam medan
pertempuran, orang2 dipihaknya sendiri telah berada dalam posisi yang sangat buruk, hingga hatinya sangat 1166
cemas dan semangat lantas bangun seketika. Sambil mengeluarkan siulan panjang, ia lantas melancarkan serangan pembalasan.
"Bang! bang! bang!"
Serentetan suara bagaikan ledakan bom, sebentar
saja ia sudah mengadu kekuatan sampai 3 kali dengan Pek-tok Hui-mo, yang akhirnya sudah membikin manusia buas itu sampai berkaok-kaok dan terdesek mundur
sampai 8 kaki. Lim Tiang Hong begitu berhasil memperbaiki
kedudukannya, kembali melancarkan serangannya secara bertubi-tubi. Tapi mendadak....
Pek-tok Kui-mo lingkarkan dan kedut lengannya
yang panjang, kemudian melancarkan serangannya yang aneh. Ini betul2 memang sangat aneh! Serangan itu tidak dilancarkan dari muka melainkan dengan cara memutar-mutar setengah lingkaran.
Dimatanya orang lain, serangan itu nampaknya
meski sangat aneh tapi sederhana dan seolah-olah tidak mengandung kekuatan, tapi Lim Tiang Hong yang sudah menyaksikan serangan demikian yang pada sebeiumnya 1167
sudah ditujukan kepada tiga Tianglo dari Siauw-lim sie, ia sudah tahu kalau serangan itu ada sangat lihay.
Maka, ia lantas angkat tangannya ke depan dada,
tangan itu kemudian dipentang lebar dan lantas
mendorong keluar.... "Ser! Ser!" Dalam medan pertempuran itu segera timbul angin
puyuh. Dan sungguh aneh. Pek-tok Hui-mo mendadak badannya dirasakan
seperti dipagut kalajengking. Ia berteriak-teriak bagaikan orang gila. Tubuhnya melesat satinggi satu tombak lebih.
Di tengah udara ia jumpalitan beberapa kali, baru berhasil memunahkan kekuatan tenaga dalam yang luar biasa hebatnya itu. Setelah melayang turun kembali di tanah, masih saja kakinya sempoyongan dan mundur
sampai 3 tindak, baru bisa berdiri tegak.
Tapi baru saja berdiri dalam keadaan kesima,
mulutnya sudah menyemburkan darah segar.
Tepat pada saat itu, dari jauh tiba2 Kelihatan sinar biru yang meluncur di tengah udara, kemudian disusui oleh serentetan jeritan ngeri dan dua sosok bayangan 1168
orang seolah olah asap terbang meluncur turun ke dalam lembah. Lim Tiang Hong yang bermata tajam, segera dapat lihat bahwa dua orang itu adalah satu paderi dan satu imam.
Paderi tua itu begitu tiba di dalam medan
pertempuran, lantas berkata sambil memuji nama
Buddha "Iblis! Dimana kau taruh itu kitab Tat-mo-keng dan bendera perserikatan! Lekas serahkan kembali
padaku!" Pek-tok Kui-mo mendadak keluarkan suara
ketawanya yang menyeramkan. Kemudian ia berkata
dengan suara bengis: "Mana bisa begitu gampang ha, ha, ha....."
Ia lalu tertawa pula dan tangannya lantas
melemparkan sebuah benda ke udara. Benda itu lantas meledak dan mengeluarkan sinar biru.
Orang Thian-cu-kauw yang sedang bertempur
mendadak pada tarik kembali serangan masing2 dan
lantas undurkan diri. Kiu-ban-po bersama empat orang pengawalnya
wanita2 Biauw-ciang sebaliknya sudah mengeluarkan 1169
sebuah buli2 dari dalam sakunya yang lantas dikebaskan ke arah para padri dan imam itu.
Dari mulut buli2 seketika itu keluar asap warna biru dan asap aneh itu dalam waktu sekejapan saja sudah meniup ke arah kawanan padri dan imam itu.
Hui-hui Taysu yang sudah banyak pengalaman
segera mengetahui apa adanya arti asap biru itu, maka lantas menyerukan untuk orang2nya dengan: "Itu Ban-ciong Tho hoa-ciang dari daerah Biauw ciang. Semua lekas tutup jalan pernapasan"
Ia sendiri lalu kebutkan lengan jubahnya yang
gedombrongan kemudian melancarkan tiga kali serangan dengan kecepatan luar biasa.
Orang2 yang berada dalam medan pertempuran
ketika mendengar seruan padri ketua Siauw-lim itu, masing2 juga melancarkan serangan untuk
membuyarkan asap yang menyerang muka itu, padahal itu hanya akal muslihatnya Kiu-ban-po saja, yang ingin bikin repot musuh2nya supaya bisa mengundurkan diri dengan aman. Begitulah, manakala semua orang kalang kabut mengusahakan supaya asap itu buyar, orang2nya 1170
Thian-cu-kauw sudah kabur semuanya, satupun tak ada yang ketinggalan.
Pada waktu itu di jalan lembah terdengar suara
"Srr! Srr! Peletak! Peletok!" yang tak henti2nya.
Dari empat penjuru mendadak menyembur keluar
kabut berwarna biru dan dalam waktu sekejap saja
sudah membikin gelap keadaan lembah itu.
Bersamaan waktunya dengan peristiwa itu terjadi,
suara aneh yang amat menyeramkan kedengaran disana sini. Diatas bukit tiba2 juga meluncur turun banyak benda yang mengeluarkan asap beracun hingga ini
membuat keadaan dalam lembah itu menjadi gelap dan orang tak dapat membedakan arah lagi.
Tidak antara lama dari sana sini terdengar suara
orang yang jatuh bergedebukan, sebab orang2 yang
kepandaian serta kekuatan dalamnya belum cukup
sempurna, tak dapat menahan hawa racun itu dan pada jatuh menggeletak di tanah.
Lim Tiang Hong sendiri oleh karena pernah makan
nyalinya naga beracun, badannya telah menjadi kebal untuk setiap racur. Manakala menyaksikan keadaan
kawannya itu, lantas berseru dengan suara nyaring: 1171
"Kabut ini ada racunnya! Cianpwee sekalian supaya suka tutup sementara jalan pernapasan masing2!"
Kemudian dikeluarkan ia seruling emas dari
badannya, dan lantas menyusup diantara kabut tebal itu, terus lari ke atas bukit.
Siapa tahu dia menempuh jalan yang tidak benar.
Jalanan yang melalui batu2 cadas itu, ternyata adalah satu jalan buntu. Bukit itu, tingginya kira2 seratus tombak lebih, dalam keadaan mendongkol pemuda ini lantas kerahkan seluruh tenaganya, terus melayang ke dalam bukit.
Tidak nyana kakinya baru menginjak lamping bukit, di atas bukit itu terengar suara orang menggeram. Batu besar telah melayang turun meng-gelinding2 laksana air hujan.
Terpaksa pemuda ini gerakkan tangannya,
membikin terpental batu2 itu, tetapi tidak urung
badannya harus mental balik ke bawah.
Pada saat Lim Tiang Hong melayang turun itu,
segera mengetahui bahwa ada empat orang padri yang berjalan memasuki mulut lembah, sedang bertempur
sengit dengan orang2nya Thian-cu-kauw. Maka ia lantas 1172
berseru dengan suara nyaring, "Lekas menerjang ke ujung barat daya!"
Tangannya lalu bergerak, tiga bilah pedang pendek yang mengeluarkan sinar berkeredapan memecah asap yang mengulek itu, terus meluncur kearah mulut lembah.
Sebetulnya betapapun cemas perasaan hatinya, pun
tiada guna berbuat demikian, sebab kawanan padri dan imam itu, kecuali beberapa orang yang masih bisa
beigeiak, yang lainnya sudah pada dibikin pingsan oleh kabut beracun itu. Disamping itu, masih ada beberapa orang lagi yang selang berusaha menahan napas dengan duduk bersila bergerak saja tidak berani
Maksud Lim Tiang Hong meluncurkan tiga pedang
pendek tadi, se-mata2 hanya untuk memberi tanda
jurusan mana yang harus ditempuh oleh kaum padri itu.
Tetapi orang yang bisa keluar dengan mengikuti obor sinar pedang itu, hanya Hui-hui Taysu, Pek-ho Totiang, Hong-gwat Kongcu dan satu satu padri tua dan imam tua yang datang belakangan.
Rombongan orang2 yang disebut belakangan ini
begitu tiba di mulut lembah segera dapat iihat empat padri dari bagian penyimpan kitab gereja Siauw lim-sie.
1173 Dua diantaranya sudah terluka, tetapi semua masih bertempur mati2an dengan orang2nya Thian-cu-kauw
yang mengepung mereka. Hong-gwat Kongcu yang semenjak dijelmakan jadi
manusia sampai dewasa itu belum pernah menemui
kegagalan atau kerugian semacam itu, lantas menjadi gusar. Dengan pedang panjangnya yang lemas diputar laksana titiran, lalu menerjang orang2 Thian-cu-kauw yang mengepung empat padri penyimpan kitab itu.
Hui-hui Taysu, Pek-ho Totiang, serta lain2nya saat itu juga agaknya telah meluap kegusarannya. Tanpa kenal apa artinya kasihan lagi, semua lantas turun kegelanggang tempur itu sambil ayun tangan masing2.
Tetapi orang2 yang ditugaskan menjaga mulut
lembah itu bukanlah orang2 sembarangan. Apalagi di pihaknya Hui-hui Taysu dan kawan2nya meskipun sudah menutup jaian pernapasan mereka, tapi sedikit banyak juga pernah mencium sedikit kabut beracun itu, hingga kekuatan merekapun sedikit banyak terpengaruh juga.
Maka sekalipun mereka keiihatannya bertempur mati2an, juga belum berhasil mengundurkan orang2 Thian-cu-kauw itu.
1174 Kita tengok lagi Lim Tiang Hong.
Pemuda ini setelah meluncurkan tiga bilah pedang
pendek ke mulut lembah, badannya sendiri telah
melayang mengikuti arah meluncur pedang2nya tadi.
Disitu segera dilihatnya, orang2 yang menjaga
mulut lembah itu disamping orang-orangnya Thian-cu-kauw rendahan, pun masih terdapat Beng Sie Kiu, Khong Bun Thian Liauw-tong Kim-cie, Hwee-san Koay-khek, Mo-kiong Toa-nio dan beberapa Tancu, boleh dibilang semua mereka adalah orang2 terkuat di kalangan kang-ouw.
Sedang dipihaknya rombongan padri yang hendak
menerjang keluar, cuma beberapa orang itu saja dan keiihatannya semuanya telah terkena kabut racun, maka seketika itu hawa amarahnya lantas meluap. Napsu
membunuhnya tak dapat dikendalikan lagi. Sambil
ketawa dingin, lantas menerjang orang banyak itu.
Sial adalah Mo-kiong Toa-nio. Perempuan ini
agaknya tak dapat melihat gelagat, masih mengayun gendewa di tangannya menyambuti kedatangan Lim
Tiang Hong. Oleh karena Lim Tiang Hong saat itu sudah
bertekad akan membasmi habis2an kawanan iblis itu, 1175
maka ketika mendapat sambutan senjata Mo-kiong Toanio, sengaja tidak berkelit, pun tidak menyingkir, sebaliknya sudah angkat seruling emasnya dan menangkis senjata anehnya Mo-kiong Toa-nio, kemudian terus menyeruduk dan menghajar iblis perempuan itu dengan tangan kirinya.
Setelah sambaran angin hebat meluncur keluar dari tangannya, lantas terdengar satu jeritan ngeri. Mo-kiong Toa-nio si iblis wanita telah diterbangkan badannya ketengah udara untuk selanjutnya melayang turun ke dalam jurang ditepi lembah yang curam itu.
Liai Tiang Hong setelah berhasil bereskan jiwa Mo-kiong Toa-nio dengan sekali pukulannya, tanpa menoleh pula seruling emasnya kembali dikerjakan, kini diarahkan ke badan Beng Sie Kiu.
Tetapi dasar Beng Sie Kiu orang licik luar biasa, begitu lekas melihat Lim Tiang Hong datang dengan sikap begitu buas, tidak berani menyambuti jojohan seruling anak muda itu, hanya kelitkan badannya dan terus mundur ke samping.
Kini yang sial adalah empat orang Tancu dibelakang wakil ketua Thian-cu-kauw itu. Mereka yang sama sekali 1176
takkan menduga wakil ketua itu akan menyingkir,
serangan Lim Tiang Hong yang terus melepas kedepan dengan telak menghajar empat orang itu.
Empat2nya seketika itu juga terpental dan ambruk
tiada napas lagi, mati seketika itu juga.
Pada saat itu dari luar lembah nampak lari
mendatangi tiga orang. Orang2 ini dengan kecepatan bagai angin memburu ke tempat itu, setelah berhadapan dengan Lim Tiang Kong lantas berkata: "Kongcu, harap lekas masuk ke dalam lembah dan tolonglah orang2 itu.
Segala kawanan anjing bau busuk ini serahkanlah saja pada kita yang membereskan"
Lim Tiang Hong kenali ketiga orang itu adalah si
pengemis Pincang bersama Gin-sie-siu dan Ceng-pao-siu.
Dia percaya benar ketiga orang2 Hong-hong-tie ini sudah cakup untuk menghadapi orang2nya Thian-cu-kauw
disitu, maka tanpa menjawab apa2 lagi lantas
mencelatkan badannya kembali memasuki lembah.
Mendadak hidungnya dapat mengendus bau harum.
Sesosok badan kecil yang ceking langsing melayang turun didampingnya yang kemudian menyusul kata2nya itu yang amat merdu: "Tunggu dulu, isap dulu pil ini 1177
dalam mulutmu, setelah itu tidak usah kau takuti lagi kabut racun itu"
Bau harum semerbak yang menusuk hidung, suara
merdu yang masuk telinga, membuatnya tersadar
seketika, mengetahui siapa gerangan yang di dekatnya itu. Dalam girangnya sampai membuatnya seperti orang lupa daratan, lantas ulur tangan dan menarik tangan orang yang putih halus itu seraya katanya dengan nada bersemangat. "Sejak kapan kau datang?"
Wanita yang baru datang kiranya adalah Yu-kok
Oey-eng, dengan perlahan melepaskan cekalan tangan Lim Tiang Hong, baru berkata: "Semua boleh dibicarakan nanti belakangan, sekarang yang paling penting tolong orang dulu"
Dengan paksa dimasukannya sebutir pil Pek-co Pie-
tok-tan itu ke dalam mulut si pemuda.
Hakekatnya, Lim Tiang Hong tiadalah
membutuhkan obat serupa itu, tetapi merasa tidak enak menolak kebaikan hati nona itu, maka ia mandah dijejali obat itu ke dalam mulutnya.
Yu-kok Oey-eng yang melihat Lim Tiang Hong
sudah mengisap obat itu, perlihatkan senyum ramah, 1178
kemudian dari dalam sakunya mengeluarkan lagi sebutir mutiara liongcu yang lantas diletakkan di tangannya.
Lim Tiang Hong masih mengenali mutiara itu
sebagai salah satu dari empat butir Liongcu yang
didapatnya dari dalam perut naga raksasa Hong hong Pit-kok. Tetapi sebetulnyalah, dia tiada mengetahui apa kegunaan mutiara tersebut, yang kala itu nampak
dibolang-balingkan. Selagi nenanyakan apa gerangan yang diperbuat si
nona, khasiat mutiara itu lantas terbentang didepan mata.
Sebab selagi badan mereka terliputi kabut beracun, mutiara itu mengeluarkan sinarnya yang terang
benderang, yang seketika membuat lembah menjadi
merah kekuning2an. Dan apa yang membuatnya lebih
heran, dimanapun sinar itu memancar, kabut beracun itu se-olah2 saja tersorot sinarnya mentari yang pecah berantakan dan jadi lumer. Sekejap mata saja kabut beracun yang tebal itu sudah musnah tanpa bekas.
Menyaksikan keganjilan demikian, Lim Tiang Hong
berseru kaget. 1179 Yu-kok Oey-eng kembali mengeluarkan sebuah
botol kecil dari dalam sakunya yang lantas disesapkan ke tangan Lim Tiang Hong dan berkata seraya tersenyum:
"Jangan ribut2, lekas pergi tolong sajalah"
Lim Tiang Hong agaknya baru tersadar bahwa
dibawah banyak orang menggeletak yakni orang2 berupa padri maupun imam, maka lantas membuka sumbat
botol yang diterimanya. Pil warna hijau lantas
dimasukkan sebutir2 di mulut tiap2 orang yang pingsan itu.
Pada saat itu kabut beracun di dalam lembah telah dibuyarkan semua oleh sinar yang keluar dari mutiara Liong-cu itu hingga tertampak kembali alam lembah yang semula.
Ketika menengok kemulut lembah, orang2 Tlhian-
cu-kauw ternyata telah dibikin tunggang langgang oleh tiga serangkai Hong-hong-tie yang berkepandaian tinggi luar biasa itu. Nampak mereka banyak yang kabur sipat kucing, diikuti oleh orang2 yang agak kuatan di belakang.
Hui-hui Taysu dan lain2nya terlihat sedang
pejamkan mata dan bersila. Agaknya mereka tengah
berusaha hendak mengeluarkan hawa racun yang masuk 1180
ke dalam dirinya. Sedangkan padri dan imam itu yang datang belakangan itu, entah telah kemana, tiada
nampak di situ. Kalau Lim Tiang Hong mengingat kejadian yang
amat mengerikan tadi, perasaan gemasnya timbul
kembali. Dengan membawakan kegemasannya itu dalam suaranya, berkata anak muda ini: "Kalau sebelumnya aku sudah tahu iblis itu demikian kejam dan jahat, niscaya siang2 sudah kuambil jiwa anjingnya"
Si pengemis pincang mendadak berkata sambil
ketawa: "Jikalau bukan karena Kok-cu yang memesan ber-ulang2, apakah Kongcu kira aku si pengemis
gampang2 bisa lepaskan manusia muka anjing itu?"
Lim Tiang Hong tercekat, tergerak hatinya agaknya
"Kok-cu yang barusan kau sebut tadi siapakah
sebetulnya?" demkian tanyanya. "Kenapa dia tidak
biarkan kalian habiskan saja riwayat iblis buas itu?"
Pengemis pincang agaknya tidak menduga akan
menerima pertanyaan serupa itu, kelihatan bagai
gelagapan, matanya terbuka lebar2, tetapi tiada keluar sepatah katapun dari muiutnya.
1181 Gin sie-siu buru2 menalangi kawannya bicara:
"Perkara itu Kongcu dikemudian hari akan tahu sendri, lagipun iblis itu mempunyai banyak kaki tangan,
sarangnya bukan cuma satu dua. Kalau kita benar2 ingin merenggut nyawanya, juga bukan suatu perkara mudah.
Apalagi masih ada itu nenek Biauw-ciang di sampingnya, lebih2 sukar lagi rasanya. Hari ini, kita sudah dapatkan hasil boleh juga sudah mendapatkan keuntungan besar.
Lim Tiang Hong masih ingin ber-tanya2 kalau tidak mendadakan sekali disitu nampak berkelebat bayangan merah. Itulah Yong-jie, yang bagaikan kupu2 terbang turun tepat di hadapan si pemuda sedang tangannya nampak mencekal satu bendera segitiga warna kuning.
Gadis cilik ini membeber bendera itu seraya katanya "iblis itu benar2 amat licik! Dengan susah payah aku cuma berhasil dapatkan bendera pusaka, kitabnya tak tahu dimana dia simpan, belum dapat kutemukan"
Lim Tiang Hong kenal baik dengan bendera pusaka
dari enam partai besar itu, maka lantas buru2
menyambuti bendera yang sudah diangsurkan
kepadanya itu seraya katanya kepada Hui-hui Taysu sekalian: "Bendera ini harap suka kalian terima dulu, 1182
sedang kitab Tat-mo-keng terpaksa lain kali kita
bicarakan lagi" Pek-ho Totiang terima kembali dengan dua tangan
terbuka, sedang mulutnya tiada berhenti mengucapkan terima kasih.
Partai Siauw-lim pay dan enam partai besar lainnya, kali ini dalam perjalanan kebukit Ban-kiap-hong, bukan hanya tiada mendapatkan hasil sedikitpun, bahkan
hampir membawa maut bagi seluruh orang2nya di dalam lembah Toan-beng gay. Apabila tidak ada bantuan Lim Tiang Hong dan orang2nya Hong-hong-tie, tak tahulah bagaimana nasib mereka diwaktu sekarang ini.
Saat itu semua orang yang pingsan lama atau cepat telah siumam kembali. Dengan wajah kucel mereka
lantas berkumpul di suatu tempat dan kemudian berlalu meninggalkan lembah tersebut.
Si pengemis pincang serta dua orang kawannya,
pun telah berpamit kepada Lim Tiang Hong, hingga disitu hanya Yu kok Oey-eng yang masih berdiri tenang di pinggir jalan. Dengan dongakkan kepala, nona ini
nampak memandang angkasa dengan awannya yang
ber-kejar2an. 1183 Terhadap gadis misterius yang mengaku bakal
isterinya ini, sebenarnya dalam hati Lim Tiang Hong telah tumbuh perasaan aneh. Dia agaknya sangat berharap bisa selalu berdampingan dengan gadis jelita itu, namun diatas diri wanita muda itu se-akan2 ada kewibawaan agung yang tak dapat sembarangan dilanggar.
Saat itu, semua orang telah berlalu. Hanya
tinggallah dia seorang masih berdiri dengan sikapnya yang aneh itu. Maka lalu ia menghampiri si gadis dan lekas juga berkata dengan suara perlahan: "Encie Oey-eng, kau pikir hendak kemana lagi" Bolehkah kita
berjalan sama2?" Tiba2 Yu-kok Oey-eng menyahut sambil ketawa
dingin: "Jangan panggil2 segala 'encie' yang memualkan itu. Lebih baik kau pergi, carilah encie Kouw-loanmu"
Lim Tiang Hong yang mendapat sambutan kata2
tidak enak demikian, hatinya dirasakan panas, maka seketika itu berkata juga dengan sikap dingin: "Aku toh tidak pernah melakukan kesalahan padamu bukan" apa artinya perlakuanmu hati ini terhadapku begitu?"
"Jikalau mau suruh orang lain tidak tahu, lebih baik sendirinya jangan berbuat. Antara aku dengan kau, kalau 1184
bukan karena sudah ditetapkan ikatannya oleh orang2
tua kita, sudah pasti aku tak sudi lagi perdulikan segala keperluanmu" demikian adalah sambutan Yu-kok Oey-eng, diucapkannya kata2nya menghela napas dan begitu lekas habis perkataannya, kakinya menotol tanah,
sebentar saja gadis jelita itu lenyap dari pandangan mata si pemuda.
Lim Tiang Hong yang mendengar kata2 Yu-kok
Oey-eng yang terakhir, merasa hatinya "dak dik duk" kan.
Diam2 dia mengeluh sendiri. 'Tentu urusan itu yang menimbulkan kesalahan pahamannya, sekarang
bagaimana aku harus lakukan?" demikian pikir anak muda ini dalam hatinya.
Tiba2 di belakangnya terdengar suara Hong-gwat
Kongcu yang berkata sambil ketawa ber-gelak2: "Itu betul! Jikalau suruh orang lain tidak tahu, sebaiknya sendirinya janganlah berbuat! Sungguh jitu!. Sekarang urusan disini sudah selesai, mari kita pergi ber-sama2
keselat Bu-ceng-hiap. Peristiwa malam itu kalau tidak dibikin terang, dikemudian hari masih banyak kerewelan"
Lim Tiang Hong merasa perkataan Kongcu itu ada
benarnya. Sebab apabila urusan menodai Henghay
1185 Kouw-loan itu tidak dibikin terang, bagaimana
dikemudian hari bisa menemui suhunya" Lagipun, ia perlu bertemu dengan Heng-thian It-ouw, sebab sejak terjadinya peristiwa di lembah itu, sampai kini belum ada kabar cerita yang berkenaan dengan nenek itu.
Meski Heng-thian It-ouw si nenek itu berkepandaian amat tinggi, namun masih juga tidak merasa iega hatinya sebelum bertemu muka, maka lantas menjawab ajakan si Kongcu: "Baiklah, mati kita pergi"
Hong-gwat Kongcu tersenyun, lalu ulapkan
tangannya kepada orang2nya yang delapan itu seraya katanya: "Kalian tak usah ikut kami, lekas pergi dan selidiki apa didunia kang-ouw masih ada orang yang bisa menyaru To-liong Kongcu. Begitu lekas dapat kabar, lekas sampaikan padaku dengan tanda kilat"
Sehabis berpesan demikian kepada orang2nya,


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kongcu ini menoleh kepada Lim Tiang Hong melanjutkan pula: "Saudara Lim mari berangkat"
Pikiran dalam otak Lim Tiang Hong pada saat itu
boleh dikata paling ruwet. Dia benci sekali kepada manusia rendah yang menyamar sebagai To-liong
1186 Kongcu. Apabila saat iiu ia bisa bertemu dengan manusia terkutuk itu, pasti ia akan membinasakan orang itu.
Ketika mendadak mendengar lagi ajakan Hong-gwat
Kongcu segera ia panjangkan langkahnya berjalan ke luar lembah dengan sikap lesu.
(dw-kz) Bab 30 Kita sekarang tengoki Heng-thian It-ouw, yang
malam itu. sedatangnya orang tua yang memakai senjata huncwe di tempat kediamannya.
Nenek ini diperlakukan demikian, sudah tentu jadi sengit dan tidak bisa membiarkan orang itu kabur. Lantas mengejar dan keluar dari selat melanggar peraturannya sendiri.
Orang tua yang bersenjatakan huncwe itu adalah
Cit-sat-sin Khong Bun Thian.
Cit-sat-sin Khong Bun Thian membawa petunjuk
Pek-tok Hui-mo sampai di lembah Bu-ceng-hiap,
maksudnya ingin mengadakan penyelidikan, sama pula dengan niatnya Tiat-hie Sie-seng yang ingin menyelidiki 1187
tentang kebenanarnya Bu-ceng Kiam-khek muncul lagi ke dunia persilatan.
Ketika Khong Bun Thian mengetahi Hang-thian It-
ouw mengejarnya sampai keluar lembah, segera lari menuju ke dalam rimba lebat yang terdapat dalam selat itu. Agaknya kenal baik dia dengan seluk beluk tempat itu, hingga hanya dengan beberapa kali putaran, bisa mengelabui mata Heng-thian It-ouw sampai nenek ini merasa amat mendongkol.
Justru pada saat itulah, dari dalam rimba muncul
seorang pelajar pertengahan umur yang menuding muka si nenek, sambil ketawa ber-gelak2 berkata: "Heng-thian It-ouw! Bukankah kau pernah beberapa kali mengatakan mau cari aku si pelajar miskin buat bikin perhitungan"
Tempat ini kiranya baik juga buat kita bertempur mati2an bukan?"
Heng-thian It-ouw segera mengenali bahwa orang
itu tidak lain daripada Tiat-hie Sie-seng sendiri, kegusarannya saat itu sudah memuncak, tiada tempat untuk dapat melampiaskan perasaan maka begitu lekas mendengar kata2 pelajar pertengahan umur itu, lalu angkat tongkatnya dan membabat sengit.
1188 Tiat-hie Sie-seng berkata sambil ketawa dingin "Kau benar2 semberono sekali!" Senjatanya berupa alat gosok bak segera terangkat dipakai menyambut tongkat si nenek.
Kedua rupa alat senjata itu beradu, lantas terpancar sinay yg berkeredepan akibat benturan keras.
Tiat-hie Sie-seng sudah lama mengasingkan diri.
Selama menyekap diri itu, dia telah dapatkan banyak kemajuan dalam ilmu silatnya. Niatnya yang besar, mencari Bu-ceng Kiam-khek buat membalas sakit hati kekalahannya waktu dahulu. Meskipun tidak berhasil menemukan Bu-ceng Kiam-khek sendiri, kini bertemu dengan Heng-thian It-ouw penghuni selat Bu-ceng-hiap, sudah tentu tak mau membiarkan kesempatannya lepas begitu saja. Maka ia segera juga membuka serangannya, senjatanya berupa alat gosok bak itu, dengan
mengeluarkan angin men-deru2 dalam waktu sekejapan sudah melancarkan serangannya sampai dua puluh satu kali.
Sambaran angin yang keluar dari senjata pelajar itu yang begitu aneh, telah membikin tumbang pohon2
besar yang terdapat di seputar situ.
1189 Heng-thian It-ouw yang beradat keras, dalam
pertempuran selamanya menggunakan cara keras, baik melawan kekuatan lunak, maupun kekuatan kerat. Maka senjatanya yang ber-putar2 itu, mengandung kekuatan tenaganya yang penuh, dan setiap serangan yang
dilancarkan Tiat-hie Sie seng disambutnya semua dengan keras, dan setelah itu dengan tongkatnya yang bagaikan titiran balas mengadakan penyerangan sampai duabelas kali.
Pertempuran cara demikian sebelulnya melanggar
pantangan bagi orang persilatan. Tetapi si nenek
melanggar juga pantangan itu, hingga mau tak mau
membikin terkejut hati Tiat-hie Sie seng. Namun karena urusan sudah terlanjur dicari, terpaksa mengumpulkan semua tenaganya dan mengadu kekuatan dengan keras pula. Sebetulnya, pertandingan dari orang2 yang
memiliki kepandaian amat tinggi bagai dua orang ini, semestinya hanya mengutamakan kebesaran tenaga
dalam dan kecerdikan otak, se-kali2 tiada dibenarkan memakai cara kekerasan atau menggunakan tenaga luar.
Tetapi dalam pertempuran malam itu, dua orang itu bagaikan dua ekor kerbau tengah mengadu kekuatan.
1190 Setiap serangan yang keluar dari pihak manapun juga, selainnya keras yang amat keras, juga cepat teramat cepat. Maka dalam waktu sekejapan saja lima puluh jurus telah berlalu.
Tiat-hie Sie-seng mendadak ketawa ber-gelak2 dan
menggunakan satu kesempatan baiknya untuk berkata:
"Hei!" teriaknya "Nenek tua, kau ini sedang bertempur mengadu kepandaian atau buat adu jiwa?"
Heng-thian It-ouw kertak giginya. Dengan wajah
beringas dan senjata diputar keras menghantam
kedepan, berkata: "Aku si nenek selamanya tidak pernah memberi ampun dengan tongkatku ini. Jikalau kau takut lekas berlutut didepanku untuk mengakui kekalahanmu supaya nenekmu bisa ampunkan kesalahanmu!"
Tiat-hie Sie-seng lantas menyahut dengan suara
gusar: "Kentut! Apa kiramu aku si pelajar miskin takuti kau"!"
Mendadak Tiat-hie (alat penggosok bak)-nya dicekal erat-erat dan lantas diputar laksana angin, dengan cepat melancarkan serangan sampai delapan belas kali.
Serangan yang dilakukan gencar sekali itu, memang jauh berbeda dengan semula. Sebentar saja, dimedan 1191
pertempuran itu bagai tertutup selaput hitam, dan suara men-deru2 terus mendesak Keng-thian It-ouw, membuat nenek itu kewalahan hingga mesti mundur ber ulang2
sampai delapan kaki. Heng-thian It-ouw saat itu sudah kelihatan kalap.
Serangan Tiat-hie Sie-seng begitu mengendur sedikit, tongkatnya lantas berganti mengadakan desakan hebat, hingga sebentar saja Tiat-hie Sie-seng sudah terdesak kembali sampai ke tempatnya semula.
Pertempuran sengit secara mati2an itu berlangsung terus dan duaratus jurus lebih telah dilampaui!
Kekuatan tenaga murni dua2nya, sudah terhambur
hampir separuh, namun pertarungan agaknya tidak kalah sengit dengan sewaktu mula2 mereka bergebrak.
Tiat-hie Sie-seng sebagai pelajar cerdik, sembari bertempur menggunakan daya pemikirannya. "Jikalau cara bertempur begini diteruskan juga, dua2 aku dan dia pasti sama2 akan terluka berbareng".
Maka dalam hatinya lalu timbul pikiran untuk
mengunjukkan diri. Tapi buat orang2 yang sudah terkenal namanya
bagai dia dan nesek itu, nama baik dianggap lebih 1192
penting dari pada jiwa melayang. Biarlah jiwa hancur lebur asalkan jangan sampai kejadian melawan orang mundur membawa malu.
Setelah berpikir bolak balik, pelajar ini kembali pusatkan seluruh kepandaian dan kekuatannya. Setelah keluarkan bentakan hebat, senjata anehnya dipakai menyambuti tongkat si nenek.
Manakala dua rupa alat senjata itu terbentur,
seketika terdengar suara dentuman hebat. Seruan
tertahan dan entah apa lagi sudah tak dapat dibedakan.
Heng-thian It-ouw menggunakan dua2 tangannya
mencekal tongkatnya. Tipu serangan yang dikeluarkan adalah yang dinamakan Ngo-teng Khay-san. Sedang
pelajar itu, pun gunakan kedua belah tangannya
memegang senjata anehnya, hingga merupakan sikap
Thian-ong Tek-ta (Malaikat dari langit menyongsong pagoda).
Dua orang itu mendadak berputaran beberapa kali
bagaikan roda kereta keiihatannya, kemudian ke
dua2nya tak dapat bergerak lagi.
Jelas kalau mereka dari caranya bertempur dengan
tenaga luar, telah merubah dari pertarungan dengan adu 1193
tenaga dalam. Hingga dalam pertempuran yang tadi
kelihatan berlangsung suatu pertarungan hebat tiada tara, kini teiah menjadi sepi sunyi, mungkin tiap2 orang itu dapat menangkap suara tarikan atau pembuangan napas dari lawannya sendiri, boleh jadi jarum jatuh disitu akan terdengar oleh mereka.
Meskipun masing2 telah paham dan mengerti
bahwa apabila keadaan ber-larut2 dengan cara demikian, pasti kedua2nya akan tewas karena kehabisan tenaga.
Namun, diantara kedua orang itu, bagaikan tak ada perasaan suka mengalah. Kenyataannya. ke-dua2nya
telah kerahkan seluruh kekuatan serta kepandaian untuk melawan, menolak atau menahan serangan lawan.
Kedua pihak sama2 kini berharap kelengahan pihak
lawan supaya bisa mencuri kesempatan merobohkan
musuh. Akan tetapi, semua itu hanya harapan hampa belaka, sebab kekuatan kedua pihak boleh dikata
berimbang benar. Siapapun kiranya takkan berdaya
saling merobohkan, maka berkuteannya kedua orang itu, mau tidak mau telah berlangsung lama sekaii
Keringat mereka mengucur laksana ar hujan,
sedang napas mereka memburu bagai pelari marathon.
1194 Suara napas dari per-lahan2 kedengaran bagai bunyi guntur dan geledek. Kelihatannya tidak selang lama kemudian ke-dua2nya akan jatuh di tanah dan tewas berdua2.
Saat itu cuaca terang. Sinar matahari pagi yang
baru timbul menyorot menembusi cela2 pohon yang
rindang, menyinari dua wajah yang pucat pasi laksana kertas. Dua orang yang masih berkutetan itu nampak sudah lemah sekali, mungkin satu kepalan yang dikirim oleh satu anak umur tiga tahun saja tak sanggup mereka terima. Apabila ada orang jahil, dengan telunjuk jari tangan saja, menotok sekali, niscaya segera mereka akan bertemu dengan kematian.
Dalam saat2 genting itu, tiba2 seorang pelajar
pertengahan umur berwajah tampan dengan perawakan badannya yang tinggi tegap, dengan tenang tak bersuara melayang turun ke dalam rimba.
Gerak gerik orang itu begitu gesit dan entang
sekali. Berjalan sampai kedepan dua orang2 itu, lalu goyang2kan tangannya dan keluarkan helaan napas.
Mendadak tangannya terangkat dua2, dengan dua
lengan bajunya itu mengebut dua rupa senjata yang 1195
saling bertempelan itu. Kemudian dua tangannya dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar badan kedua orang itu.
Gerakannya demikian gesit serta lincah sekali.
Selagi tenaga perlawanan dua orang itu mengendur atau lebih tepat barangkali kalau dikata musnah sama sekali, ternyata telah mendapat tunjangan dari semacam
kekuatan lunak, hingga tidak sampai mereka jatuh
ambruk. Pelajar pertengahan umur yang tampan itu,
kemudian dengan kegesitan tubuhnya yang amat luar biasa, telah memasukkan sebutir obat disetiap mulut kedua orang itu.
Tiat-hie Sie-seng dan Hong-thian It-ouw semua
sudah dapat melihat dengan tegas wajah pelajar
pertengahan umur yang tampan itu. Akan tetapi kala itu, mereka tak mempunyai tenaga baik untuk keluarkan
sepatah katapun. Setelah obat pil masuk ke dalam mulut, kedua2nya
buru2 pejamkan mata dan duduk bersila untuk
memulihkan tenaga. 1196 Karena kedua orang itu semua ada merupakan
orang2 kuat yang mempunyai kebesaran tenaga dalam cukup sempurna, kini mendapat bantuan obat mujarab, sebentar saja telah pulih dan normal kembali kekuatan mereka. Dan manakala ke-dua2nya berbareng buka
mata, pelajar pertengahan umur tuan penolong mereka tadi sudan tiada kelihatan mata hidungnya.
Terpaksa mereka berbangkit dan goyang2kan
kepala sambil ketawa getir.
Tiba2 Heng-thian It-ouw keluarkan bentakan
kerasnya. "Pelajar Miskin, kali ini kita adu kekuatan hitung2 seri saja! Dikemudian hari, dimana saja kita bertemu, disitu lagi kita bikin perhitungan!"
Berubah seketika wajah si pelajar, sambit ketawa
dingin menjawab "Tidak perlu kau begitu obral napsumu, aku si pelajar miskin, setiap waktu bisa menantikan kedatanganmu"
Sehabis berkata pelajar ini balik badan dan lantas menghilang dibalik pohon besar.
Setelah mengalami pertempuran sengit semalam
suntuk itu, otak Heng-thian It-ouw yang terasa panas per-lahan2 dingin kembali. Se-konyong2 nenek ini ingat 1197
pada muridnya, Heng hay Kouw-loan yang pun telah
keluar dari selat Bu-ceng-hiap. Dia tak tahu muridnya itu bertemu kawan atau lawan, maka dengan cepat kembali ke tempat kediamannya, menunggu sampai satu hari, belum terlihat sang murid itu kembali. Dua haripun sama saja.
Heng-thian It-ouw yang hanya mempunyai murid
seorang seperti Henghay Kouw-loan itu, sudah tentu kuatirkan sangat keselamatan murid itu. Ia lantas keluar lagi dan lembahnya untuk mencari.
Tetapi kala itu Henghay Kouw-loan sudah sampai di Kang-lam. Sudah tentu sang guru ini tiada berhasil mencari muridnya, men-cari2 lagi sampai di beberapa tempat tetapi tetap dengan hasilnya nihil, hingga terpaksa kembali lagi ke selat Bu-ceng-hiap.
Kebetulan Henghay Kouw-loan juga sedang dalam
perjalanan pulang. Tidak antara lama datang juga di selat itu.
Ketika semula ditanyakan gurunya pengalaman
muridnya, sang murid ini tak mau mengatakan apa2. Dan guru yang bermata jeli inipun tahu adanya perubahan nyata yang janggal dari muridnya itu. Maka terus
1198 menanya dan menanya, hingga murid ini yang merasa terdesak lalu mengaku terus terang.
Heng-thian It-ouw yang memang kandung maksud
ingin menjodohkan Lim Tiang Hong dengan muridnya.
Maka setelah mendengar penuturan muridnya yang
dikatakan sambil menangis, ia juga tidak gusar. Tetapi kemudian, setelah Henghay Kouw-loan kembali
menceritakan dengan suara ter-putus2 yang Lim Tiang Hong tidak mengakui perbuatannya, nenek ini tampak kalap. "Binatang itu sungguh besar sekali nyalinyai"
demikian serunya. "Mari ajak aku cari manusia binatang itu!"
Henghay Kouw-loan masih hendak memberi
penjelasan, tetapi Heng-thian It-ouw kalau sudah naik darah, siapapun jangan harap bisa meng-halang2i
maksudnya. Maka hari itu juga guru ini menyeret
muridnya ke luar lembah, yang dituju arah selatan.
Tidak nyana, berjalan belum berapa jauh, sudah
berpapasan dengan Lim Tiang Hong yang diikuti oleh serombongan orang2 kang-ouw yang semua umumnya
kasar. 1199 Itu Lim Tiang Hong, sebetulnya adalah Im Tay
Seng. yakni ketua muda (Siauw Kauwcu)-nya Thian-cu kauw.
Begitu berbentrok dengan Henghay Kou-loan, Im
Tay Seng hendak menyingkir.
Heng-thian It-ouw yang jeli matanya, segera
mengetahui itu, lantas membentak "jangan bergerak!"
Dan nenek ini lalu maju mendekat. "Lim Tiang Hong"
itu dengan satu tangan disambarnya pergelangan tangan pemuda itu.
Im Tay Seng atau "Lim Tiang Hong tetiron' itu gemetaran sekujur badannya dan tidak bisa bergerak sama sekali.
Anak buah Im Tay Seng yang kasar2, manakala
melihat Cukongnya tertangkap orang, lantas pada
menyerbu dengan senjata2 terhunus.
Heng-thian It-ouw lantas membentak dengan
suaranya yang keras: "Apa kalian cari mampus!"
Tongkatnya lalu berputar, membabat ke-orang2 itu.
Sebentar lalu terdengar suara seram, jeritan ngeri terdengar saling susul.
1200 Dua orang yang menerjang duluan, sudah dibikin
terpental susul menyusul oleh tongkat nenek ganas itu.
Im Tay Seng lantas berseru. "Tahan! Kau jangan
bergerak sembarangan!"
Pemuda ini yang memiliki sifat2 sama dengan watak tabiat ayahnya, tidak heran kalaupun terlalu licik dan banyak akalnya. Meskipun telah mengetahui benar
semua persoalannya, tetapi masih berpura2 tidak tahu dan selanjutnya berkata lagi "Locianpwe, kau tanpa sebab menawan aku yang rendah, entah ada urusan
apakah sebabnya?" Heng-thian It-ouw hanya pernah sekali melihat Lim Tiang Hong, yakni ketika pemuda berjulukan To-liong Kongcu itu berkunjung ke tempat kediamannya. Maka ketika melihat Im Tay 5eng, lantas menyangka Lim Tiang Hong juga. Maka segera berteriak. "Bagus sekali
perbuatanmu...." Tapi Im Say Seng masih dengan sikap berlagaknya,
bertanya: "Entah apa yang Locianpwee maksud dengan ucapanmu tadi?"
Heng-thian It-ouw saat sudah murka benar2, tidak
memikir panjang lagi dia. Seketika juga menyebut dergan 1201
suara dingin "Kau sudah hinakan muridku! Tidak
mengaku juga perbuatanmu itu"! Kau tidak pandang
mata aku si nenek tua lagi"! Dengan terus terang
kuberitahukan: Kalau hari ini kau tidak mau
menerangkan duduknya soal kepadalu, akan kubunuh
kau sampai mati sekarang juga!".
Henghay Kouw-loan tidak jauh dari tempat itu,
ketika melihat Lim Tiang Hong yang dia tahu 'tetiron' itu, hatinya lantas panas. Tidak salah! Memang adalah orang ini yang hari itu telah mencuri keperawanannya sewaktu dia tidak sadarkan diri. Dan ketika dia kini melihat lagi pemuda itu, hatinya bagai di iris2, hingga air mata mengalir keluar.
Tetapi kali ini seperti pemuda itu berkukuh pada
kebohongannya, tidak mau mengakui perbuatannya dulu mata hatinya juga merasa gemas.
Dengan muka merah perempuan muda ini berjalan
mendekati gurunya, dengan suara perlahan berkata:
"Suhu, biarlah muridmu yang menanyakan padanya"
Heng-thian It-ouw menggerutu, terpaksa lepaskan
cekalannya. 1202 Henghay Kouw-loan bertindak lambat2 mendekati
Im Tay Seng, meng-amat2i paras pemuda itu sebentar, mendadak tundukkan kepala. Lalu dengan suara
perlahan bertanya: "Siapa namamu" Malam itu,
meskipun aku merasa bersyukur yang kau menolongku, tetapi tidak seharusnya toh kau...."
Im Tay Seng memotong sebelum Henghay Kouw-
loan berhenti bicara. "Aku yang rendah adalah Kauwcu muda Thian-cu-kauw, namaku Im Tay Seng. Dengan
nona aku belum pernah bertemu, apa yang nona
ucapkan sama sekali aku tak habis pikir. Barangkali kau salah mengenali orang, bukan?"
"Ya Allah, memang betul adalah dia, tetapi dia
sekarang tidak mau mengakui. Apa sebetulnya yang
terjadi...?" Henghay Kouw-loan bagai merasakan bumi tempat
kaki menginjak berputar keras, mata serasa ber-
kunang2. Hampir saja dia roboh kala itu kalau tidak lekas2 lengannya dicekal gurunya. Tetapi telah
terlambat, sang murid ini dalam cekalan gurunya telah pingsan.
1203 Heng-thian It-ouw keripuhan, lekas2 ingin
menyadarkan muridnya. Im Tay Seng bermaksud menggunakan kesempatan
itu untuk merat. Heng-thian It-ouw yang melihat itu lantas
membentak: "Kau berani kabur?"
Begitulah, satu guru melihat murid satu2nya
pingsan tak sadarkan diri, sedang orang yang
bersangkutan ingin panjangkan langkah, maka
kegusarannya tentu sudah melewati takaran. Tetapi Im Tay Seng agaknya tidak perdulkan itu, rupanya sadar dia kalau tidak menggunakan kesempatan itu selanjutnya tak akan menemui waktu baik lagi. Maka tanpa
menghiraukan kata2 Heng-thian It-ouw, totolkan kakinya dan melesat masuk ke dalam rimba.
Mendadak di dalam rimba terdengar suara seruan
dingin seseorang "Ha, ha....! Kau mau mabur, Lekas balik kembali!"
Di hadapannya lalu muncul dua orang pemuda yang
cakap2 dan tampan. Salah satu diantaranya adalah Lim Tiang Hong yang wajahnya mirip dengan yang
dicegatnya itu sendiri. 1204 Kedua pemuda tu dengan alis berdiri dan mata
tajam terus menatap wajah Im Tay Seng, setindak demi setindak mendekati Lim Tiang Hong tetiron itu.
Im Tay Seng yang merasa bersalah, terus mundur
sampai ke tempatnya semula.
Pada saat itulah Henghay Kouw-loan telah mulai
siuman. Begitu melihat Lim Tiang Hong dan Heng-gwat Kongcu yang datang ber-sama2, hatinya seperti ditikam sembilu. Sambil keluarkan elahan napas panjang,
kepalanya menunduk, Lim Tiang Hong yang menyaksikan sang Sucie yang
biasanya berhati tinggi dan agak congkak sombong itu, berubah demikian rupa, dalam hati juga merasa pilu.
Tiba2 lompat ke depan Im Tay Seng, sambil
menuding hidung pemuda itu, berkata: "Aku tanya kau!
Kau lagi yang menyaru sebagai aku" Kalau tak menjawab sejujurnya, aku segera bisa ambil jiwamu mengerti"!"


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Im Tay Seng mendadak dongakan kepala dan
ketawa ber-gelak2. kemudian berkata: "Tidak perlu kalian andalkan jumlah banyak mendesak yang lemah sendirian! Aku si orang she Lim tidak gampang2 makan gertakan. hehh!"
1205 "Jikalau kau tidak berbuat, apa berani kau
bersumpah kepada langit dan bumi?" demikian tanya Lim Tiang Hong dan sudah agak lunak keluarkan kata2nya.
Im Tay Seng dengan wajah merah padam dan
pucat pasi bergantian, menggeleng terus dan berkata:
"Tidak berbuatnya tidak berbuat. Perlu apa mesti
bersumpah?" Ketika diucapkannya perkataanya, matanya
mengawasi Henghay Kouw-loan sejenak.
Pada saat itu, yang paling memedihkan keadaan
Henghay Kouw-loan. Wanita muda ini, ketika diperkosa orang, masih
dalam keadaan tidak ingat benar. Dan kini tidak
mendengar pengakuan pemuda she Im ini, lebih2 sakit hatinya. Dua orang yang dianggapnya melakukan
perbuatan terkutuk itu, semua berada di depan matanya.
Wanita muda ini sudah dapat menetapkan bahwa orang yang berbuat sudah terang adalah Im Tay Seng itu.
Akan tetapi, kini cuma satu pengharapannya, kalau Lim Tiang Hong sajalah yang mengakui. Namun
hatinyapun mesti mengakui kalau hal itu takkan mungkin dapat terjadi.
1206 Sekarang semua mata ditujukan kepadanya, maka
oleh karena tidak sanggup menahan perasaan malunya, dengan mendadak menghunus pedangnya dan mau
menggorok leher sendiri. Lim Tiang Hong yang paling dulu dapat melhat itu, lantas berseru keras: "Tahan....!"
Tetapi dia tidak keburu merebut pedang sejauh itu, maka hanya menyentil dengan jari tangannya dan
pedang panjang itu lantas terpental dari tangan Henghay Kow-loan untuk selanjutnya jatuh ke tanah.
Heng-thian It-ouw lantas mendekati muridnya,
memeluk wanita muda itu dan berkata: "Anak, kau
jangan berbuat begitu. Urusan ini suhumu sudah
mengerti seluruhnya, tentu bisa atur se-baik2nya"
Meskipun nenek ini sendiri seorang beradat keras
berangasan, tetapi dalam urusan itu mengetahui tidak bisa menggunakan cara paksa. Dalam waktu singkat itu, setelah ditinjaunya dengan teliti, lantas bisa mengetahui perbedaan sifat kedua pemuda itu, hingga dapat pula dia selanjutnya memastikan bahwa dalam soal itu pasti adalah Im Tay Seng yang harus dicecar. Tetapi ia tidak 1207
Maut Di Udara 4 Sapta Siaga 09 Tuduhan Palsu Sayap Sayap Terkembang 5
^