Pencarian

Batu Api Merah 1

Hardy Boys Batu Api Merah Bagian 1


1. Diserang Frank Hardy melihat ke arlojinya.
"Kita masih ada waktu sedikit sebelum bis kita berangkat ke Bayport," katanya kepada Joe, adiknya. "Apa sebaiknya yang kita lakukan?"
"Kita pergi ke Pusat Perdagangan Sedunia," Joe menyarankan.
"Kita bisa lihat pemandangan seluruh kota New York dari lantai puncak gedung itu!"
"Gagasan yang bagus!" Frank yang berambut hitam itu
mengambil jalan ke stasiun kereta api bawah tanah. Ketika mereka melalui jalan masuk Joe menjambret lengannya.
"Orang yang di depan kita itu dibayangi seseorang," bisik Joe.
"Kelihatannya seperti orang dari Texas!"
Frank melihat seorang yang gemuk pendek dan kuat yang
memakai topi gaya Western dan sepatu koboi, sedang berjalan cepat menuju pintu putar. Di belakangnya berjalan seorang yang kurus tinggi berambut hitam. Selagi orang yang pertama itu mempercepat langkah-langkahnya, orang yang kedua melakukan hal itu juga.
"Kukira mudah saja," Joe menyatakan. "Orang yang besar itu hendak menerkam orang yang kecil itu. Sebaiknya kita bersiap-siap mencegahnya."
Joe, yang berambut pirang dan berusia tujuh belas tahun,
kadang-kadang tidak sabaran. Ia selalu ingin mengambil kesempatan pertama bila berhadapan dengan orang-orang jahat, maka ia sudah bersiap-siap untuk menyerbu orang yang kurus tinggi itu.
Frank, berumur delapan belas tahun, bersikap lebih hati-hati.
Biasanya ia lebih dulu menyelidiki petunjuk-petunjuk adanya kejahatan sebelum menceburkan diri. Tetapi mereka selalu bekerja sama dengan baik. Mereka telah terlatih baik oleh ayah mereka, Fenton Hardy, yang merupakan bintang detektif dari Departemen Kepolisian New York City, yaitu sebelum ia menjadi detektif swasta di Bayport.
Frank mengangkat bahu. "Kita belum punya bukti-bukti bahwa orang itu sedang membuntutinya," ia memperingatkan. "Barangkali mereka itu sedang berlari-lari agar tidak ketinggalan kereta api. Mari kita dengan diam-diam mengikuti mereka dan melihat apa yang akan terjadi."
Kedua orang yang di depan telah melewati pintu putar dan
menuruni tangga menuju ke peron, dan pada saat itu menghilang dari pandangan anak-anak Hardy. Tidak lama kemudian mereka
mendengar sebuah teriakan keras. "Tolooong!" seseorang berteriak cemas dari arah peron. "Tolong! Tolonglah aku !"
Dengan segera, Frank dan Joe bergegas menuruni sisa-sisa anak tangga yang membawa mereka ke ujung peron. Gerbong-gerbong belakang kereta api itu kosong tidak berpenumpang, dan pintu-pintunya terbuka. Tidak ada orang lain di peron itu kecuali kedua orang tersebut.
Mereka bergumul di lantai dengan sengit, dan orang yang
berpakaian gaya Texas nampak kewalahan. Musuhnya yang kurus tinggi menghentikan perlawanannya dengan mencekik leher dengan tangan yang satu dan mencengkeram jaketnya dengan tangan yang lain.
Kakak-beradik Hardy menyerbu sepasang orang yang bergumul itu. Orang yang tinggi kurus melihat kedatangan mereka dan cepat-cepat melepaskan korbannya. Ia mengambil langkah seribu dan meloncat naik ke kereta api. Joe memburunya.
Brak ! Pintu gerbong tertutup, Joe terbentur pintu selagi kereta api itu mulai bergerak. Terkejut karena benturan itu, anak muda itu hanya dapat mengawasi kereta bawah tanah itu mulai mempercepat jalannya dan meluncur di atas rel. Kereta itu memasuki terowongan dan lenyap dari pandangan.
Dengan kecewa, detektif muda itu memutar tubuhnya. Frank
mengangkat korban penyerangan itu berdiri, dan memapahnya berjalan ke bangku yang terdekat. Joe menolong mengambilkan topi koboi yang terjatuh dalam perkelahian.
"Kukira, ini milikmu," katanya kepada orang itu.
"Terima kasih." Sambil menarik, nafas dalam, orang asing itu memakai topinya, dan memiringkannya ke belakang, memandang sayu kepada anak-anak Hardy. Matanya yang bulat besar
mengingatkan mereka seperti burung hantu malam. Seekor burung hantu malam kecil gemuk, pikir Joe, dengan bulu yang menggelepai.
Pada saat itu datanglah seorang Polisi. "Apa yang telah terjadi di sini?" tanyanya.
Kembali korban itu menarik nafas dalam. "Pak polisi," suaranya meledak, "aku diserang orang!"
Polisi itu memandang Frank dan Joe penuh wibawa.
"Diserang dua orang ini?"
"Oo, bukan! Anak-anak muda ini telah menyelamatkan aku!
Kalau tidak, aku pasti telah dijerat dan diikat kaki tanganku.
"Orang yang menyerangnya telah lari," Joe menyela. "Ia lari ke kota dengan kereta api." Dengan cepat Joe melukiskan orang yang dikejarnya.
"Barangkali kita dapat menangkapnya di setasiun yang berikut,"
polisi itu menyatakan dengan geram.
Dengan walkie-talkie polisi itu mengirimkan pesan kepada
rekannya agar meneleponkan sebuah pemberitahuan kepada kereta bawah tanah itu sehingga polisi yang sedang berpatroli di perhentian berikut dapat menangkap buronan tersebut. Kemudian ia mengambil pena dan buku catatannya. "Baiklah. Berikan perinciannya. Dimulai dengan identitas dirimu."
"Aku Alfred McVay dari Arizona," kata si orang pendek gemuk. "Aku memperoleh sebuah padang gembalaan di dekat
Colorado River tidak jauh dari Grand Canyon. Aku pun seorang pengumpul permata. Aku datang dari New York untuk menawar sebuah batu merah delima yang besar di pelelangan batu permata. Dan aku memenangkannya," ia me-nambahkan dengan bangga.
"Apakah engkau dapat mengenali orang yang telah
menyerangmu?" "'Tidak pak polisi. Aku belum pernah melihat dia sebelumnya.
Satu-satunya yang kuketahui ialah ia telah menyerangku dari belakang. Mataku berkunang-kunang ketika anak-anak muda ini menghalaunya. Aku pun tidak tahu mengapa orang itu menyerangku!"
"Motif penyerangan itu jelas usaha perampokan," kata polisi itu. "Barangkali ia tahu tentang batu merah delimamu itu!"
McVay tertawa. "Itu tidak mungkin, pak polisi. Aku membawa permata itu dalam kantong rahasia jasku."
Ia membuka jaketnya dan memperlihatkan sebuah penutup saku di dalam kantong bajunya yang biasa.
"Di bawah kantong ini ada sebuah kantong lain." Ia menepuk-nepuknya dengan gembira.
"Penyerangmu itu mengira permata itu di dalam kantongmu yang lain," polisi itu mengemukakan. "Bagaimana pun, untung ia tidak menemukannya. Nah sekarang, bagaimanakah dengan kalian berdua?" polisi itu berganti bertanya kepada anak-anak Hardy.
Frank dan Joe mengeluarkan tanda pengenalnya sebagai
detektif, dan menjelaskan siapa mereka. Polisi itu bersiul.
"Jadi kalian adalah kakak-beradik Hardy! Dan ayah kalian
Fenton Hardy. Aku ingat dia! Ia adalah polisi berpakaian preman yang paling ulung yang pernah dimiliki oleh angkatan kami. Aku telah membaca hasil-hasil karyanya sebagai detektif swasta. Dan aku pun banyak mendengar bagaimana kalian berhasil menangkap sejumlah penjahat, jika sedang tidak membantu ayah kalian."
"Tetapi sungguh celaka kami tidak dapat menangkap yang satu ini," kata Joe menyesal. "Kalau saja kereta itu tidak segera berangkat pasti aku dapat menggaet bajingan itu."
"Itu pun salahku, Joe," Frank meminta maaf. "Engkau benar ketika mengatakan bahwa orang itu sedang membuntuti McVay.
Kuharap kita akan bertemu dia kembali. Kita akan menjegalnya bersama-sama!"
Frank berpaling kepada McVay. "Rupanya ia membuntuti anda sambil menunggu kesempatan dapat menyergapmu. Ketika ia melihat bahwa gerbong-gerbong belakang kosong dan tidak ada seorang pun di sekitar situ, ia pergunakan kesempatan baik itu. Barangkali ia memperhitungkan dapat lari ke mobil setelah menyerang atau meloloskan diri dari stasiun kereta api bawah tanah,"
Polisi itu mengangguk. "Cara berpikir yang bagus, Frank.
Bagaimana pun, kalian anak-anak muda telah berjasa menyelamatkan McVay. Sungguh senang melihat kesadaran warga kota yang selalu bersedia menolong seseorang yang dalam kesulitan. Seyogyanya setiap orang mau melibatkan diri."
Pada saat itu rekan polisi tersebut datang bergabung.
"Sial," ia menyatakan. "Buronan itu dapat meloloskan diri dari stasiun berikutnya. Ia menghilang sebelum polisi patroli tiba di sana untuk menangkapnya. Tetapi kita akan menyebar selebaran.
Gambaran tentang orang itu cocok dengan Oscar Tamm!"
Kakak beradik Hardy menghembuskan nafas. Dari selebaran
FBI yang diterima ayah mereka, mereka mengetahui bahwa Tamm adalah seorang pencuri permata yang terkenal kejam.
"Kita telah bertahun-tahun berusaha menangkapnya," kata
polisi itu menyesal, begitu selesai mengambil laporan mereka.
"Dia dan kawannya Nick Summers, seseorang yang bertubuh
sedang dengan warna rambut coklat muda dan kacamata berbingkai baja. Kalian tidak melihat di sekitar sini, bukan?"
"Tidak," jawab Frank. "Tetapi jika kami memperoleh suatu
petunjuk, akan segera kami beritahukan kepada anda."
"Terima kasih. Sampaikan salam saya kepada ayah kalian, ya?"
kata polisi itu sebelum ia dan rekannya pergi.
Joe mengusap kepalanya yang terbentur. "Apabila Tamm mengejar-ngejar permata itu, McVay, dari mana ia mengetahuinya? Ia tidak berada di pelelangan. Setidak-tidaknya, aku tidak melihatnya!"
"Kalian di sana?" tanya Mc Vay terkejut.
"Yaa, kami disewa untuk mengawal seorang pedagang permata dari Bayport, yang memiliki sebuah kotak surat penuh berisi batu bernilai untuk dilelangkan," jawab Frank. "Itulah sebabnya mengapa kami ada di New York. Tetapi kami pun hanya tinggal di sini selama pelelangan intan berlian. Kami tidak mengunjungi pelelangan permata. Mungkin Tamm berada di sana. Barangkali ia menyamar dan bersembunyi dalam kerumunan orang."
"Tidak mungkin !" sela Mc Vay. "Tidak ada kerumunan orang di sana. Permata itu begitu bernilai sehingga hanya lima pelelang saja diundang untuk mengadakan penawaran. Aku telah memperhatikan kalau-kalau salah seorang sainganku bertubuh seperti Tamm. Tetapi tidak, ia tidak ada di sana."
"Barangkali salah seorang dari pembeli adalah kaki tangan yang menyampaikan kepada Tamm bahwa andalah yang menjadi pemilik permata itu," ungkap Joe. "Barangkali Nick Summers!"
McVay mengangkat bahu. "Bisa jadi, kukira."
Frank mengalihkan pembicaraan. "Mengapa anda mengambil risiko membawa-bawa batu merah delima itu di kereta api bawah tanah?"
"McVay mengedip-ngedipkan matanya. "Itulah masalahnya, Frank. Aku menganggap tidak seorang penjahat pun akan mengira bahwa aku sedang membawa suatu permata yang sangat berharga apabila aku menggunakan kereta api bawah tanah untuk kembali ke hotel. Kecuali itu, aku telah menyembunyikannya di dalam saku rahasia." Pengusaha ternak Arizona itu menepuk-nepuk jaketnya selagi bicara. Tiba-tiba ia menelan ludahnya dan menjadi pucat.
" Aku tidak merasakan batu permataku di dalam saku ini lagi!
Aku yakin batu itu di saku ini sebelumnya, tetapi kukira aku telah membuat kesalahan. Batu permata itu hilang!" teriaknya. "Batu permata itu telah lenyap tercuri!"
2. Perkelahian di Bubungan Atap
McVay melihat ke seputar dengan liar ketika anak- anak Hardy itu melompat berdiri.
"Kita harus laporkan itu kepada polisi!" seru Joe.
Frank setuju. "Mari kita temui polisi yang bicara dengan kita tadi?"
Anak-anak muda itu baru hendak berangkat ketika tiba-tiba McVay yang dengan perasaan kalut meraba-raba seluruh isi saku jaketnya, memanggil mereka.
"Tunggu! Tidak ada guna menemui polisi itu!" ia
menambahkan dengan nada menyesal. "Batu permata itu telah terselip di sudut saku. Ini dia !"
Ia sudah hendak menariknya ke luar, tetapi dicegah oleh Frank.
"Jangan di sini," katanya. "Kereta lain sedang mendatangi, dan para penumpang tentu akan melihat permatamu yang berharga itu. Jangan anda coba-coba!"
Joe mengangguk. "Sebaiknya anda kembali ke hotel dengan taksi, McVay. Di mana anda tinggal ?"
"Victoria Arms."
"Bagaimana kalau kami ikut anda ? Kita dapat naik taksi bersama-sama."
"Cocok!" pengusaha ternak itu menyetujui. "Kalian telah menyelamatkan aku dari sergapan Oscar Tamm, dan aku pun merasa aman dalam pengawalan kalian."
Ketiga orang itu meninggalkan stasiun kereta api bawah tanah.
Frank yang memanggil taksi. Mereka segera menyelip-nyelip di antara keramaian lalu-lintas kota New York menuju ke hotel. Mereka berbincang-bincang tentang pemandangan kota itu ketika taksi melaju di Avenue Americas.
Dari kaca spion Frank melihat sebuah mobil kecil warna hijau di belakang taksi. Mobil kecil itu membuntuti mereka blok demi blok.
Ia dapat melihat bahwa pengemudi mobil itu adalah seorang berambut abu-abu yang lebat dan mengenakan kacamata.
"Kita sedang dibuntuti orang!" Frank berbisik memperingatkan.
"Seorang berkendaraan warna hijau bersitahan di belakang kita seperti ikan hiu mengejar-ngejar ikan pandu. Aku heran apa maksud orang itu?"
McVay menjadi pucat dan mata burung hantunya membulat
sebesar cawan. "Pasti ia mengingini batu permataku!" katanya dengan suara gemetar. "Orang itu ada di tempat pelelangan."
"Barangkali dia Mick Summers yang menyamar," gumam Joe.
"Sebaiknya kita menghindar darinya."
Anak Hardy yang lebih muda itu mengetuk kaca pemisah
tempat duduk pengemudi dengan tempat duduk penumpang. Ia
selipkan kepada pengemudi selembar uang sepuluh dollar dan berkata,
"Ada seseorang di belakang kita. Kami ingin menghindar dari dia.
Coba lakukan itu !" Pengemudi itu menyeringai. "Baik, akan kuusahakan !" Ia berpindah jalur untuk mempersukar mobil kecil itu terus membuntuti.
Kemudian, pada saat yang tepat, ia meluncurkan taksinya masuk ke jalan samping tepat sebelum lampu lalu lintas berubah merah.
Pada tempat itu sebuah mobil lain menyelip di antara taksi dan mobil hijau sehingga pengejar itu terpaksa berhenti. Joe sempat melihat pengejar itu melempar pandangan marah.
"Orang itu gila !" kata joe berkecap-kecap.
"Dan kita beruntung," kata Frank. ?Tidak terlalu ramai lalu-lintas di jalan ini. Kita pun akan sampai ke sudut jalan berikut sebelum lampu lalu lintas berubah hijau."
Ia lalu meminta pengemudi taksi mengambil jalan Fifth
Avenue, lalu melintas ke Madison, lewat mana mereka dapat meneruskan perjalanan ke kota.
Sementara itu mereka telah sampai di Victoria Arms, dan mobil kecil hijau itu tak tampak di mana-mana. Mereka lalu membayar pengemudi taksi dan memasuki hotel. Mereka menggunakan elevator untuk sampai ke kamar McVay yang berada di lantai dua puluh empat.
Dengan mengambil kunci kamar dari dalam saku, pengusaha ternak itu membuka pintu kamar dan mempersilakan anak-anak muda itu masuk.
"Silakan duduk," katanya sambil menunjuk sebuah sofa.
Ia sendiri menarik sebuah kursi dan duduk. Dengan seringai lucu pengusaha ternak Arizona itu membuka jaketnya dan
mengangkat penutup saku agar anak-anak muda itu dapat melihat saku rahasianya.
"Ini adalah sebuah akalku," ia menjelaskan. "Aku suruh
penjahit itu membuat sebuah saku itu di sini."
Ia menarik risleting turun, menampakkan sebuah kantong kecil warna abu-abu yang dapat ditutup dengan tarikan tali. Ia membukanya dan menunggingkan mulut kantong itu ke bawah.
Sebuah batu permata jatuh di telapak tangannya. Sambil tertawa dipungutnya batu permata itu dan menerawangkan ke arah cahaya matahari yang bersinar melalui jendela hotel.
"Uuaah!" seru Joe. "Bukan main ! Besarnya."
Batu permata itu memang besar, berbentuk lonjong dengan
bagian sisi-sisi yang cembung menonjol ke luar seperti sebuah balon yang sedikit menggembung. Cahaya matahari merupakan warna merah tua di dalam batu permata, memantulkan sinar seperti kilauan sebuah bintang.
"Ini yang disebut Batu Api Merah, "McVay menjelaskan dengan bangga. "Ratu di antara permata-permata!"
Anak-anak Hardy itu sangat terkesan. Mereka telah mengetahui perihal batu-batu permata, sebab mereka telah menangani sejumlah perkara perampokan batu permata, tetapi batu permata yang sebesar dan seindah itu belum pernah mereka lihat.
"Ini adalah bintangnya batu permata, "Frank memuji. "Tentu itu dari empat karat."
McVay mengangguk. "Engkau benar. Batu permata ini empat karat dan terbesar dari batu-batu koleksiku."
"Mungkin juga yang paling berharga, "Joe menimpali.
"Barangkali anda harus menguras seluruh uang tabungan anda untuk dapat membelinya."
"Memang sangat mahal bagiku, Joe. Batu merah ini ditemukan dalam sebuah tambang di Thailand belum lama ini," pengusaha itu menjelaskan. "Aku mengetahuinya beberapa hari menjelang pelelangan di New York. Oleh karena itu aku bergegas datang kemari untuk mengajukan penawaran. Tentu saja aku tidak menduga akan diserang oleh seorang pencuri permata di kereta api bawah tanah."
Suatu pikiran muncul tiba-tiba di benak Joe.
"Mc Vay, ketika anda mengambil batu permata dari dalam saku tadi, aku melihat bahwa ritsletingnya telah membuka sedikit. Apakah anda tidak menutupnya rapat-rapat ketika memasukkan batu permata itu ke dalam saku ?"ebukulawas.blogspot.com
Mc Vay memandangi Joe. "Tentu saja aku tutup rapat. Aku telah meyakinkan diri
ritsletingnya itu tetap tertutup sebelum aku meninggalkan tempat pelelangan." Ia mengernyitkan alisnya lalu menambahkan : "Aku pun, seorang diri sepanjang waktu ini. Tidak seorang pun melihat ketika aku menyimpan kantong itu ke dalam saku."
Frank dapat mengenali titik tolak pertanyaan Joe.
"Oscar Tamm telah membuka ritsleting itu ketika menyergap anda. Maka ia pasti mengetahui adanya saku rahasia dalam jaket anda.
Ia mengejar-ngejar Batu Api Merah anda, dan ia hampir saja mendapatkannya. "
McVay nampak bingung, penuh teka-teki.
"Bagaimana seorang pencuri di New York dapat tahu tentang saku rahasiaku ? Aku tidak pernah mengatakan itu kepada seseorang pun!"
"Tamm pasti telah diberitahu!" Joe menjelaskan. "Siapa yang tahu adanya saku rahasia itu selain anda ?"
"Hanya sedikit di antara teman-teman di Arizona. Dan tidak seorang pun dari mereka itu yang memberitahu orang lain. Bagaimana pun, tidak seorang pun dari mereka tahu siapa Oscar Tamm itu.
Kebanyakan dari mereka belum pernah datang ke New York."
McVay makin lama makin ngotot dalam berbicara. Ia
membelalakan mata dan memandang tajam kepada anak-anak Hardy.
Tiba-tiba telepon berdering. Ia beranjak ke dering yang nyaring itu. Sambil menjatuhkan Batu Api Merah itu ke dalam kantong, ia menarik tali kantong, menutup erat. Dan memasukannya kembali ke saku rahasia jaketnya. Kemudian ia melompat berdiri dan lari masuk kamar tidurnya.
Anak-anak muda itu mendengar ia mengangkat gagang telepon dan bicara dengan nada berat, sampai ia berkata dengan suara keras dan kasar.
"Siapa engkau ? Mengapa engkau mengancamku?"
Anak-anak Hardy terduduk tegak di sofa sambil menghela nafas dan menajamkan telinga untuk mendengar apa yang akan terjadi. Pada saat keadaan sunyi, terdengar bunyi jendela kamar tidur itu didorong terbuka.
"Ia pasti tidakdapat keluar lewat cerobong asap, Bukan ?" tanya Joe heran.
"Kita harus hentikan dia, kalau dia orangnya !" Jawab Frank.
Tiba-tiba McVay meneriakkan seruan minta tolong.
"Frank, Joe !" teriaknya. Anak-anak Hardy melompat bangun dan berlari ke kamar tidur. Pengusaha ternak itu berdiri terpana dekat ranjangnya sambil memandang ke jendela selagi Oscar Tamm
memanjat ambang jendela masuk ke dalam kamar lewat cerobong asap.
Pencuri permata itu berhenti melangkah ketika melihat Frank dan Joe. Sambil menatap dengan marah dan liar kepada mereka, ia menggertak.
"Ini adalah yang kedua kali kalian menghadang jalanku!
Lakukan itu satu kali lagi, dan kalian akan menyesal pernah bertemu denganku !"
Ia lalu kabur sambil menghempas pintu jendela hingga menutup dan menghilang.
Joe menyerbu melintasi kamar tidur itu dan membuka daun
jendela. Dengan melongok keluar ia melihat Tamm memanjat turun melalui cerobong asap.
"Ia telah jauh mendahului kita untuk dapat menangkapnya!"
serunya. "Mari kita hadang dia!" teriak Frank sambil menjambret lengan adiknya.
Kedua mereka berlari ke luar kamar ke lorong serambi. Mereka bergegas menuju ke elevator, tetapi kedua elevator berada di lantai pertama, dan tidak mau bergerak ketika anak-anak muda itu menekan tombolnya.
"Kita tidak boleh membuang waktu," seru Frank. "Ayo kita
lewat tangga biasa."
Ia membuka pintu keluar, dan anak-anak Hardy melangkah tiga anak tangga sekaligus sambil mencari keseimbangan dengan
menyambar pegangan tangga setiap kali mereka melompat. Di lantai sepuluh Frank berhenti.
"Akan kulihat di mana ia sekarang !" ia menyatakan.
Ia berlari sepanjang lorong menuju ke sebuah jendela yang terbuka yang mengarah pandangan ke jalan masuk cerobong asap, dan tiba di sana ketika Tamm sedang merayap turun dari lantai di atasnya.
Dengan mengulurkan tangannya Frank dapat menangkap tumit
pencuri permata itu, tetapi ia menjejakan kakinya sekuat tenaga hingga terlepas dan kembali memanjat naik.
"Kita hadang dia !" seru Frank. "Barangkali kita dapat menjebaknya !"
Pertama-tama melompati jendela dalam mengejar penjahat
tersebut. Joe mengikutinya. Naik dan terus naik untuk mendahului buronan mereka, yang setiap kali berhenti dan mengintip ke jendela yang dilaluinya.
"Buronan itu hendak melihat apakah ia dapat lari melalui kamar yang kosong," gumam Joe."Kuharap saja semua kamar itu dihuni orang !"
"Nampaknya memang begitu, "Frank meyakinkannya. "Tamm sedang berusaha lari ke atap !"
Mereka melewati kamar McVay di lantai dua puluh, dan
melongok ke dalam kamar. Mereka melihat orang Arizona itu duduk di atas ranjang, tidak bergerak. Sungguh buruk, kita tidak dapat berhenti untuk berbicara dengannya, Pikir Frank.
Sekarang mereka berada tinggi di atas jalan, di mana mobil-mobil, truck-truck dan bis-bis kelihatan sebesar barang-barang mainan di bawah mereka. Para pejalan kaki nampak seperti iring-iringan semut di tepi-tepi jalan. Kerangka cerobong asap bergoyang oleh berat badan anak-anak muda itu selagi mereka memanjat naik lebih tinggi.
"Aku dapat pastikan bahwa orang yang membuat alat yang aneh ini tahu akan tugas pekerjaannya," kata Frank agak gugup.
"Kalau tidak tahu, pasti kita akan hancur," Joe menyetujuinya.
Mereka meneruskan usaha mereka, dan hendak memenangkan
waktu dari setiap langkah Tamm. Frank sedang menjulurkan tubuhnya untuk menangkap orang itu ketika ia sampai di atas dan hendak segera naik ke atap. Mula-mula Frank dan disusul Joe melompat ke arah si buronan.
Tamm menuju ke sebuah pintu yang membawanya ke elevator
hampir tertangkap Frank yang lari memintas atap. Pencuri itu mengelak dan lari dengan langkah panjang ke atas kaca atap, untuk seterusnya berjalan cepat di tepi atap di mana terdapat sandaran setinggi pinggang untuk menahan seseorang agar tidak terjatuh dari tepi atap. Anak-anak Hardy berjalan berjingkat-jingkat. Orang itu kembali membelok ke arah cerobong asap, dan Joe memotong
jalannya. Mereka tiba di suatu tempat di mana kursi-kursi berjejer agar para tamu dapat berjemur matahari. Anak-anak Hardy itu hampir dapat menangkapnya ketika Tamm menyeret sebuah kursi untuk berlindung. Frank melompati kursi dan jatuh di atas atap. Tetapi Joe bergulat dengan si pencuri permata, dan mereka bergulingan pada sandaran. Sesaat mereka berada dalam bahaya bersama-sama akan jatuh ke bawah.
Frank melompat bangun dan menarik dengan tangannya,
mengunci kepala Tamm. Sekarang ia bersama Joe dapat menguasai si bajingan yang kemudian menyerah.
"Oke, kalian menang" Tamm terengah-engah. "Aku akan
menurut." "Lebih baik begitu," kata Frank. "Aku tahu, engkau Oscar
Tamm, penjahat buronan."
Tamm nampak terkejut. "Dari mana kalian tahu?" tanyanya
"Kami telah membaca tentang dirimu dari selebaran FBI.
Engkau terlibat dalam perkara perampokan Anderson!" jawab Frank.
Ia sedang mempercakapkan suatu perkara di mana agen FBI
telah menyelamatkan permata yang tercuri dan menemukan sidik-sidik jari Tamm, tetapi pencurinya telah lolos dari jaringan polisi.
"Katakan, kalian itu siapa ?" Tamm meminta dengan nada tidak mengerti.
"Frank dan Joe Hardy," jawab Frank.
Tamm mengernyit. "Anak-anak Hardy ? Aku telah banyak
mendengar mengenai kalian, tetapi sama sekali tidak menduga bahwa kalian sedang membayangi aku."
"Kita pakai elevator untuk turun dan menyerahkan engkau ke tangan polisi," kata Frank kepadanya.
Ketiga orang itu berjalan menuju ke pintu yang membawa
mereka ke elevator, Tamm diapit oleh Frank dan Joe. Ketika mereka melewati tempat di mana cerobong asap bertemu dengan atap, tiba-tiba Tamm melompat ke arah Joe dan mendorongnya ke luar tepi atap.
Joe terjatuh ke bawah, meluncur ke jalan yang dua puluh meter berada di bawah.
3. Buronan Menghilang Dengan cemas Frank berlari ke depan dan melihat melalui
sandaran khawatir kalau-kalau tubuh adiknya terhempas ke tepi jalan.
Tetapi kemudian ia bernafas lega. Joe menggelantung pada cerobong asap.
Dengan cepat ia memanjat naik, dan Frank menarik Joe ke atas atap. "Aku berhasil menjambret anak tangga," Joe terengah-engah, masih gemetar akibat pengalamannya yang mengerikan.
"Aku gembira kau selamat," kata Frank dengan suara
mendesah. "Aduh hampir celaka!"
Joe mengangguk. "Di mana Tamm?" Anak-anak muda itu melihat ke sekeliling
dan melihat bahwa pintu ke elevator tertutup rapat.
"Ke situlah dia!" seru Frank.
Ia dan Joe berlari ke pintu. Frank memutar tombol pintu agar terbuka. Mereka masuk ke dalam sebuah lorong pendek di antara elevator dan dinding. Pintu elevator itu telah tertutup. Melalui celah yang sempit mereka melihat pencuri permata itu tersenyum mengejek.
Joe melompat maju dan memukul tombol, tetapi terlambat.
Nyala lampu pada papan sinyal menunjukkan bahwa elevator itu sedang bergerak turun.
"Ia melarikan diri," Joe mengeluh. "Kita tak akan dapat
menangkap dia lagi jika lewat tangga biasa atau melalui cerobong asap."
"Barangkali McVay mau menelepon Satpam hotel atau
polisi,"Frank berharap. "Mari kita lewat cerobong asap ke kamarnya dan melihat apa yang dapat diperbuat."
McVay masih saja duduk di tepi ranjang dalam keadaan shock.
Frank memukul wajahnya dan Joe memberikan segelas air minum setelah ia tersadar.
"Di mana aku ?" ia bertanya.
Dengan cepat anak-anak Hardy itu memberi penjelasan.
Pengusaha ternak Arizona itu menggeleng-geleng.
"Aku ingat suara di telepon dan Tamm yang ada di jendela.
Itulah semuanya. Tidak, aku tidak mau memanggil Satpam atau pun polisi."
"Aku akan memanggilnya,"kata Joe.
Ia cepat-cepat menelepon dan miminta disambungkan dengan
Satpam hotel. Kemudian ia menceritakan data-data kejadian tentang Tamm.
*********** "Saya melihat orang itu pergi melalui lobby beberapa menit yang lalu, "ungkap anggota Satpam itu.
"Ia masuk ke dalam sebuah mobil kecil hijau yang diparkir di pinggir jalan. Pengemudinya berambut abu-abu lebat dan mengenakan kacamata. Mereka menuju ke arah timur."


Hardy Boys Batu Api Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kami kira pengemudi itu adalah teman Tamm, Nick Summers yang menyamar," Joe menerangkan. "Ia telah membuntuti kami di sepanjang jalan Sixth Avenue sampai kami memenangkan lomba kecepatan dan menghindar dalam arus lalu-lintas. Kami mencatat nomor polisi mobilnya : PYR 763."
Petugas Satpam hotel menuliskan nomor tersebut.
"Itu sebuah mobil Ford curian," ia menyatakan. "Saya teringat nomor itu tercantum dalam selebaran kemarin dari polisi. Mereka akan menemukan mobil itu ditinggalkan di New York, jika kalian inginkan pendapatku. Itu selalu dilakukan oleh ba-jingan-bajingan seperti Tamm dan Summers."
Joe meletakkan kembali gagang telepon dan bergabung dengan Frank dan McVay.
"Tamm telah lari," ia melapor dan menjelaskan percakapannya dengan petugas Satpam hotel.
"Dan itu semua adalah salahku" McVay meratapi. "Kalau saja aku dapat memberitahu pegawai"
"Anda sedang shock," kata Frank lembut.
"Siapa yang tidak shock apabila tiba-tiba seorang maling memanjat naik ke jendela ? Jangan sesalkan itu. Tamm pasti akan tertangkap."
Kemudian anak muda itu mengingatkan kembali kepada
percakapan di telepon yang diterima McVay.
"Dapatkah anda menceritakan kepada kami mengenai hal apa
itu ? Barangkali saja apa yang anda dengar itu dapat memberi petunjuk kepada kami."
"Pembicara itu adalah seorang laki-laki,"kata McVay. "Ia mengancam aku dan agar aku tetap di telepon dan terus mendengarkan bicaranya, atau aku tidak akan pernah lagi membawa pulang Batu Api Merah ke Arizona."
"Itu pasti teman Tamm, barangkali orang yang ada di mobil hijau yang membuntuti kita," Joe menduga, "adalah Nick Summers, kalau kita tidak salah duga. Rupanya mereka mengetahui di mana anda menginap. Tugas Summers adalah untuk terus menerus
mengajak anda bicara di telepon. Dengan demikian Tamm dapat masuk lewat cerobong asap dan mengejutkan anda. Mereka tidak memperhitungkan bahwa Frank dan Joe ada di sini."
Frank memandang dengan muka serius.
"Pak McVay, seseorang di Arizona pasti telah membisiki
Tamm dan rekannya itu.Seseorang yang menelepon, sementara anda sedang berada di pesawat terbang menuju ke New York. Apakah anda tahu seseorang yang mungkin telah melakukan itu ?"
McVay mengangkat bahu. "Banyak orang-orang mengetahui bahwa aku sedang pergi untuk membeli Batu Api Merah. Aku tidak merahasiakan pada teman-temanku."
Barangkali anda mempunyai seorang musuh dalam selimut,"
Joe menunjukkan. "Mungkin ia mencoba untuk mencuri Batu Api Merah itu apabila anda tiba di rumah nanti. Mungkin ia sudah dengar bahwa Tamm telah gagal mencurinya di New York."
McVay gemetar mendengar kata-kata Joe.
"Kalian benar. Aku tidak aman oleh gangguan para pencuri jika kembali ke peternakan nanti. Aku jadi tidak tahu apa yang harus kulakukan."
Sesaat kemudian ia menjadi girang kembali.
"Tunggulah sebentar, aku mempunyai akal. Aku dengar kalian telah mengatakan kepada polisi bahwa kalian adalah detektif swasta.
Baik, aku ingin menyewa kalian agar tinggal di peternakanku dan mengawal."
"Kami memang tidak menangani perkara lainnya sekarang ini,"
Frank mengaku. "Tetapi kami akan membicarakannya dengan ayah sebelum kami menerima tawaran anda, pak McVay."
"Itu pun boleh," peternak itu mengatakan. "Aku mengerti dari pembicaraanmu dengan polisi bahwa ayah kalian mungkin
menghendaki kalian membantu dalam salah satu perkara yang sedang ditangani. Maka beritahu aku secepat kalian dapat."
Ia lalu memberikan kepada Frank kartu namanya beserta alamat perusahaan peternakannya serta nomor telepon.
"Sekarang aku akan dapatkan sebuah pesawat ke Phoenix jika aku bergegas."
"Kami akan menemani anda," Joe menawarkan. "Kami cukup mempunyai waktu sebelum bis kami berangkat."
Anak-anak Hardy dan lelaki dari Arizona itu segera turun ke lobby, di mana McVay membayar rekening hotel. Kemudian mereka mengambil sebuah taksi ke Bandar Udara Kennedy. McVay nampak lega ketika ia masuk lewat gerbang pemberangkatan untuk naik ke pesawat. Ia membalikkan tubuhnya untuk melambaikan tangan kepada Frank dan Joe yang sementara itu terus mengawasinya dari ruang tunggu. Beberapa menit kemudian pesawat itu bergerak menuju ke landasan dan naik di udara arah barat daya.
Anak-anak muda itu lalu pergi ke terminal bis, dan sejam
kemudian mereka berada dalam perjalanan melewati Lincoln Tunnel.
"Chet bilang bahwa ia akan menjemput kita di perhentian bis,"
kata Frank. "Oh, ya, siapkan piringan luncur!" Joe bersenda-gurau, ingat kepada mobil tua milik temannya itu.
"Aku tahu," Frank menyeringai. "Tetapi itu jika lelah berjalan!"
Chet Morton adalah seorang anak muda yang bulat kegemukan dan gemar makan enak. Namun, ia ringan kaki dan gemar membantu anak-anak Hardy.
Ketika detektif-detektif muda itu turun dari bis dengan wajah berseri-seri, Chet telah menunggu kedatangan mereka. Mereka mengambil kopor-kopor dan berjalan ke luar.
"Taruhlah barang-barangmu di bagasi, dan duduklah bersamaku di depan," kata Chet."Aku tidak sabar menunggu untuk mendengar ulah kalian di New York. Bagaimana kalian di sana ?"
"Semuanya lancar," Kata Frank. "Tidak ada masalah di tempat pelelangan. Tetapi setelah itu ada suatu misteri yang kami temukan."
"Apa?" "Jalankan mobilmu, dan aku akan bercerita," kata Joe sambil menutup pintu pada sisi penumpang.
Chet menstarter mobil tuanya disertai bunyi letupan-letupan.
Dengan bergoyang-goyang mobil itu bergerak maju dengan hentakan sehingga Frank dan Joe terlempar ke depan.
"Maaf, kawan," kata Chet. "Akhir-akhir ini mobilku banyak bertingkah, tetapi aku belum sempat ke bengkel".
Mesin mati. Chet memutar kembali kunci kontak dan
menginjak pedal gas, dan mulailah perjalanan berlonjak-lonjak ke Bayport. Mobil tua itu meletup-letup pada setiap putaran rodanya.
Mesinnya batuk-batuk dan pintunya berderit-derit, sementara ban-bannya bercuitan apabila membelok. Joe memperkuat pijakan kakinya di lantai untuk menjaga keseimbangan. Frank memegang kuat sandaran tempat duduk.
Anak-anak Hardy itu harus bicara keras-keras untuk dapat
didengar. Mereka menceritakan tentang Alfred McVay, Oscar Tamm dan misteri Batu Api Merah.
"Kami harus memberitahu McVay jika bersedia dibantu
perkaranya," Joe mengakhiri ceritanya.
"Aku yakin, dia bersedia," kata Chet memutar matanya yang bulat. "Haa, aku ada akal!" ia menambahkan. "Biff dan aku sendiri sedang mencari pekerjaan musim panas, tetapi sebegitu jauh belum memperolehnya, jika kalian pergi ke Arizona, barangkali saja kalian menemukan pekerjaan di peternakan bagi kami."
Joe tertawa. "Baik, akan kucoba!" ia menjanjikan.
Chet menurunkan anak-anak Hardy di rumah mereka, lalu
menjalankan mobilnya pergi. Frank dan Joe masuk ke dalam rumah dan bertemu ibu mereka di ruang keluarga. Ia menyambut dengan mesra. Katanya, ayah mereka pergi menangani sebuah perkara.
"Kuharap tidak ada rintangan bahaya ketika pengawal pak Ambers ke pelelangan batu permata," ia menambahkan penuh
harapan. "Tidak ada rintangan apa pun. Bu," Frank menanggapi.
"Semuanya semudah mengupas pisang!"
"Pisang?" terdengar sebuah suara dari ambang pintu dapur.
"Aku lagi membuat kue pisang!" Mereka lalu pergi ke dapur, di mana mereka segera memperoleh kue pisang dan susu yang masih
mengepul. "Sebagai hadiah untuk keluar dari suatu kesulitan kali ini," bibi Gertrude menegaskan.
Ia selalu berbicara tegas kepada kedua keponakannya, tetapi mereka tahu bahwa bibinya menyayangi mereka.
"Sesungguhnya, kami terlibat ke dalam beberapa kesulitan," Joe mengakui. "Tetapi bukan di tempat pelelangan permata."
"Benar, itu terjadi kemudian. Di kereta bawah tanah," Frank menambahkan. "Seorang pencuri telah mencoba merampas sebuah batu permata dari seorang pengusaha peternakan dari Arizona."
Ia lalu menceritakan seluruh peristiwa. Bibinya mendengus.
"Yaaah, kukira kalian tidak dapat pergi ke mana saja tanpa terjerat kekusutan kejahatan. Jika kalian muncul di sesuatu tempat, kalian temukan suatu perkara."
Walaupun nada bicaranya berkeberatan, bibi melayani mereka dengan hidangan kue pisang yang kedua. Tetapi pada saat itu telepon berdering. Ibu mereka yang menyahut. Kemudian memanggil kedua anak-anaknya.
"Frank, Joe ! Ayah ingin bicara !"
Anak-anak muda itu berlarian ke serambi dan mengambil
gagang telepon. "Apa kabar kalian dari New York?" tanya detektif tua itu.
"Apakah seseorang telah mencoba merampok batu intan tuan
Ambres ?" Frank berdecap-decap. "Tidak ayah! Tetapi seseorang hampir saja mencuri batu permata McVay."
"Siapakah McVay itu?"
Dengan cepat anak-anak muda itu menceritakan seluruh
peristiwa yang terjadi. Fenton Hardy mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Tidak ada suatu alasan pun untuk menolak tawaran pergi ke Arizona," ayah mereka berkomentar setelah mendengar cerita itu secara terperinci. "Tetapi hati-hatilah! Oscar Tamm adalah seorang penjahat yang bengis bertangan besi. Segala sesuatu dicampur dan dijalin menjadi kesulitan-kesulitan. Baiklah, aku harus pergi. Aku sedang melakukan pengawasan kepada seorang tertuduh."
Ia lalu meletakkan kembali pesawat teleponnya.
Joe menelepon bandar udara dan mencari tahu apakah ada
penerbangan malam dari Bayport ke Phoenix. Dari sana terdapat penerbangan ulang-alik yang dapat membawa mereka ke Flagstaff, sebuah bandar udara komersial ke tanah peternakan McVay.
Kemudian Frank menelepon pengusaha peternakan. McVay
menjawab kebingungan. "Cepat-cepatlah datang kemari!" katanya.
"Telah terjadi hal-hal yang aneh!"
4. Mandor yang Jahat Frank kaget mendengar suara pengusaha peternakan tersebut.
"Ada yang tidak beres?" ia minta penjelasan.
"Aku tidak dapat mengatakan lewat telepon," McVay
menjawab penuh rahasia. "Aku takut ada yang menyadap. Itu bukanlah kejadian yang aneh terjadi. Berapa lama lagi kalian akan tiba di sini?"
"Kami akan mengambil penerbangan malam dari Bayport ke Phoenix, lalu dengan pesawat ulang-alik ke flagstaff."
"Bagus. Mandorku Wat Perkins akan menjemput kalian.
Omong-omong, apakah engkau dan Joe dapat menunggang kuda?
Pernahkah kalian menunggang kuda?"
"Tentu! Di Bayport ada sebuah kandang kuda, dan kami
menunggang kuda bila ada kesempatan!"
"Sangat bagus. Aku akan memperkenalkan kalian sebagai
sepasang pekerja-pekerja baru yang kuangkat. Kalian dapat tinggal di rumah bedeng bersama-sama pekerja lainnya. Suatu pekerjaan penyamaran, sementara kalian melakukan penyelidikan. Aku tidak hendak bicara banyak lagi. Aku akan mcmberitahu lebih lanjut apabila kalian sudah datang."
Sambungan telepon di ujung sana putus. Frank menceritakan kembali kepada Joe apa yang dikatakan McVay, dan mereka berdua lalu mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Arizona.
"Kuharap kalian tidak lagi menjumpai pencuri-pencuri permata," kata ibu Hardy prihatin, ketika Frank dan Joe menerangkan kepadanya ke mana mereka akan pergi.
"Tidak, Bu, kalau kami waspada," jawab Frank untuk
menyejukkan hati. "Barangkali hanya memerlukan sedikit penjelasan tentang hal-hal yang terjadi di perusahaan peternakan itu."
Bibi Gertrude Hardy mendengus. "Asal saja kalian tidak jatuh ke Grand Canyon!"
"Jangan khawatir, Bibi. Tidak akan terjadi demikian!" Frank berdecap.
Tak lama sesudah tengah malam Frank dan Joe telah
mengudara menuju Arizona. Setelah mengalami hari yang sibuk, mereka tidur dengan nyenyak hingga pesawat mendarat di Phoenix.
Dari sana mereka mengambil penerbangan ulang-alik ke Flagstaff.
Seorang berpakaian sebagai koboi menjemput mereka ketika mereka melalui gerbang menuju ke kamar tunggu.
" Aku Wat Perkins," orang itu memperkenalkan diri. "Aku
mandor yang dikuasakan mengurus peternakan McVay. Aku tahu bahwa kalian akan bekerja pada kami."
"Itu memang benar," kata Joe.
"Mari, aku akan mengantarkan kalian ke peternakan," Perkins melanjutkan. "Pak McVay sedang berunding dengan sheriff. Ia mengatakan bahwa kalian akan ditempatkan di barak bersama koboi-koboi yang lain, dan ia akan berbicara dengan kalian kalau ia sudah kembali."
"Tentu, Wat," kata Frank. "Terima kasih atas jemputanmu."
Perkins membawa sebuah mobil pickup penuh debu yang sudah menunggu. Ketiganya naik di kabin dan segera pergi. Mereka berbicara tentang peternakan, dan kedua pemuda itu berhati-hati agar jangan terungkap bahwa mereka adalah detektif-detektif yang sedang menyelidiki.
"Senang sekali kami mendapatkan pekerjaan ini," kata Frank.
"Aku tahu, peternakan itu cukup bagus. Tak ada sesuatu yang luar biasa yang terjadi di sana, bukan?"
"Misalnya?" tukas Perkins sambil memandangi mereka.
Mandor itu nampak tersinggung.
Joe hendak mengalihkan perhatiannya dengan lelucon.
"Ah boss yang rewel misalnya, atau perampok ternak, yah,
semacam itulah." Perkin terkejut. Tangannya tergelincir di roda kemudi, dan ia harus memutar dengan keras untuk menguasai mobilnya.
"Kami tak pernah kehilangan ternak di peternakan McVay," ia menggeram. "Aku tak tahu apa yang terjadi di rumah induk. Aku hanya seorang koboi, tinggal di barak dengan para pekerja yang lain."
Ia memandang mereka dengan seram ketika berbicara. Frank
dan Joe saling memandang. Mereka berfikir yang sama, Perkins barangkali tahu lebih banyak daripada yang dikatakannya.
Yang jelas ia nampak bingung dan marah ketika Joe menyebut perampok ternak, pikir Frank. Itu aneh! McVay tak pernah
mengatakan masalah semacam itu.
"Kami harus mengawasi Perkins ini," pikirnya. Tiba-tiba mandor itu meminggirkan mobilnya dan berhenti.
"Ada yang tidak beres dengan mesinnya," katanya. "Hendak kulihat sebentar. Kalian bisa membantu?"
"Tentu," Jawab Joe. "Kami sering memperbaiki mobil sendiri di rumah."
Perkins melompat turun, berjalan cepat memutar ke depan,
membuka kap mesin dan melongok di bawahnya. Kedua pemuda itu mengikutinya.
"Aku tak tahu apa yang salah," mandor itu menggerutu. Tetapi Joe yang melongok di sampingnya melihat bahwa kabel sebuah busi copot, lalu memasangnya kembali. "Kukira hanya ini," katanya. "Aku tidak tahu," jawab Perkins sambil menggeleng. "Kalian di sini dulu, dan lihat mesin sementara kuhidupkan."
Ia naik dan memutar kunci kontak. Mesin menderu hidup, dan pickup itu melonjak maju tepat ke arah kedua pemuda!
Seketika itu juga Joe mendorong kakaknya ke samping. Dengan tindakan itu keduanya terhindar. Pickup itu hampir saja menyerempet dan melaju lewat!
Perkins menginjak rem lalu melompat turun.
"Maaf," serunya. "Kukira versnelingnya prei. Aku tak tahu bisa begitu. Aku sunggu-sungguh menyesal. Untung aku tidak menabrak kalian."
"Tidak apa-apa," Frank menggumam. "Jangan pikirkan." Tetapi kepada Joe ia berbisik : "Kukira ia memang sengaja. Mungkin ia membuka kabel busi itu ketika ia membuka kap, agar ia mendapat kesempatan untuk melindas kita."
"Tetapi untuk apa?" bisik Joe.
"Aku tidak tahu. Kecuali kalau samaran kita sudah tersingkap."
Mereka duduk kembali di mobil dan Perkins mengemudikannya ke peternakan. Mereka melewati rumah McVay yang besar, dan memutar ke belakang. Di sana Frank dan Joe melihat barak diapit oleh sebuah gudang, sebuah lumbung, kandang dan sejumlah kandang terbuka untuk ternak. Mereka memasuki barak, dan Perkins
memperkenalkan mereka sebagai pekerja baru.
Para koboi itu ramah-ramah, kecuali sepasang tenaga yang
bernama Barson dan Marti yang nampaknya teman khusus si mandor.
Perkins menggapai kedua orang itu ke sudut, lalu berbisik-bisik sejenak.
Seorang koboi bernama Jupe, yang sebaya dengan Frank dan
Joe menyapa. "Senang sekali berkenalan dengan kalian. Kita dapat sama-sama memeriksa penggembalaan dengan berkuda."
Perkins mendengar kata-kata itu. "Itu tergantung dari
kemampuan mereka," ia mengejek. "Bagaimana kalau berlomba melaso?" ia menantang Frank.
"Aku bersedia," Frank menerimanya. Ia memang cekatan
dengan laso sebab ia sering berlatih menggunakan tali pada pertunjukan di sekolahnya.
Semua berduyun ke luar. Perkins menyuruh Jupe menunggang
kuda penggiring ternaknya dan berderap lewat. Ketika Jupe lewat, mandor itu melemparkan lasonya kepada si kuda, namun gagal. Jupe membalikkan kudanya dan sekali lagi Perkins gagal. Ia mencoba untuk yang ketiga kalinya, dan kini berhasil.
"Giliran Frank!" seru seorang koboi, dan bunyi paduan suara mendukungnya.
Perkins memberengut. "Jupe terlalu cepat untuk dapat dilaso kudanya," ia mengeluh.
"Nah kami ingin melihat bagaimana trampilnya engkau!" ia
menantang Frank. Seorang koboi memberikan segulung laso kepada pemuda
detektif itu. Dengan gulungan di sebelah tangan Frank maju ke depan.
"Oke, Jupe," ia berseru. "Larikan secepat-cepatnya!"
Pemuda itu menghardik kudanya maju berderap. Dengan
mengayunkan memutar laso itu di atas kepalanya, Frank dengan ahli memperkirakan kecepatan Jupe beserta jaraknya. Ketika kuda itu berderap di depannya, Frank melontarkan lasonya sedikit di depannya.
Laso itu jatuh di kepala kuda dan menjerat lehernya. Jupe menarik kekangnya dan mengundurkan kudanya ke tempat teman-temannya yang segera bertepuk tangan untuk Frank.
"Ia akan menjadi tenaga yang bagus," kata seseorang dengan bersungguh-sungguh. "Ia mengalahkan mandor!".
Perkins nampak kurang senang dan dengan cemberut berkata :
"Kulihat dulu bagaimana kalau berkuda memeriksa padang gembalaan."
Pada saat itu telepon di barak berdering. Jupe pergi untuk membalasnya. "Frank dan Joe!" serunya. "Pak McVay ingin bertemu kalian!"
Ketika kedua pemuda itu masuk ke rumah besar, McVay
menunggu di pintu dan menyambut mereka dengan hangat.
"Aku baru saja berbicara dengan Sheriff Gomez," katanya.
"Kuminta dia untuk waspada terhadap para pencuri permata. Tetapi ia sudah terlalu sibuk menegakkan hukum di daerah ini. Karena itu sungguh senang kalian bisa datang. Sheriff itulah satu-satunya orang yang tahu bahwa kalian detektif. Ia akan datang menemui kalian."
"Baik," kata Frank. "Kami akan bekerjasama dengan polisi dengan sebaik-baiknya. Tetapi bagaimana dengan hal-hal yang ganjil yang anda katakan di telepon? Dapatkah anda ceritakan sekarang?"
McVay memandanginya. "Ah, pertama-tama seorang
penunggang kuda mengamati peternakan ini dari punggung bukit di gurun sana. Aku memergokinya kemarin. Ia memakai bandana untuk menutup wajahnya dan topinya yang lebar menutupi telinganya. Jadi aku tidak dapat mengenali. Ia menunggang kuda abu-abu."
"Tentunya untuk penyamaran," kata Joe. "Apakah anda telah mencoba menangkapnya?"
McVay mengangguk. "Aku menyuruh Wat Perkins untuk
mengejar, tetapi ia pulang dengan tangan hampa. Di sana penuh dengan bukit-bukit karang, batu-batu cadas, jurang-jurang. Mudah untuk bersembunyi. Kalau perusuh itu datang lagi, kuharap kalian dapat menangkapnya dan membawanya kemari."
"Akan kami coba," Joe berjanji. "Bagaimana kalau kita bentuk suatu posse, suatu regu untuk mengejar dia?"
"Itu suatu akal yang bagus," McVay membenarkan.
"Kalian dapat menggunakan para koboi di barak. Aku akan perintahkan mereka segera menyediakan kuda kalau kalian sudah memberitahukan."
"Apa lagi yang telah terjadi?" Frank ingin tahu.
McVay nampak bingung. "Sesuatu yang lebih menggelisahkan akan melebihi yang lain-lain. Malam sebelum kemarin, aku
mendengar suara di luar rumah. Aku melihat dari jendela kamar tidurku dan melihat seseorang menyelinap di halaman. Aku lari turun dan melihat dari pintu depan, dari mana aku dapat melihatnya dengan jelas di terang bulan. Ia menyelinap di halaman dan merangkak ke arah barak."
Frank menjadi bergairah. "Siapakah dia?"
"Jupe!" Kedua pemuda itu saling memandang. Jupe nampaknya begitu
menyenangkan dan jujur! "Mungkin ia bersekongkol dengan para pencuri permata,"
McVay melanjutkan. "Kukira karena itulah ia mengawasi rumah. Ia mencoba mencari jalan bagaimana dapat mencuri merah delimaku.
Lebih baik kau awasi dia!"
"Tentu saja," Frank memberikan keyakinan. "Tetapi anda jangan terlalu cepat membuat kesimpulan. Barangkali Jupe
mempunyai alasan untuk berlaku demikian."
McVay mengangkat bahu. "Pada saat ini aku mencurigai siapa pun juga." Kemudian
wajahnya bersinar. "Kalian mau melihat koleksi permataku?"
"Senang sekali," kata Joe.
"Kalau begitu ikutlah." McVay membawa mereka turun ke
ruang di bawah tanah. Harta itu disimpan dalam sebuah ruangan bawah tanah, dan ia mematikan tanda pencurian yang tersembunyi di bawah anak tangga.
Kemudian ia memutar kunci rahasia pada pintu besi yang kekar, memutarnya ke kiri dan ke kanan sampai ia menemukan kombinasi angka-angkanya. Setelah membuka pintu ia masuk, diikuti oleh kakak-beradik Hardy. Sebuah lampu neon di langit-langit menyala secara otomatis.
Frank dan Joe berada di dalam sebuah ruangan kecil berdinding batu arang di tiga sisi. Sisi yang keempat dilindungi oleh batang-batang baja dari lantai hingga ke langit-langit, dan di tengah-tengah dihubungkan dengan plat baja dari dinding ke dinding. Lantai dan langit-langitnya terbuat dari beton bertulang.
Sebuah kotak hitam panjang berdiri di tengah-tengah ruangan.
Kotak itu terdiri dari bingkai besi yang dipancang, mengelilingi kotak persegi panjang dari gelas anti pecah. Keempat kakinya disekrup pada lantai. McVay mengambil kunci dari sakunya, membuka kotak itu dan mendorong tutupnya terbuka ke atas.
"Wahh!" seru Joe. "Harta seperti dalam mimpi saja!"
Kedua pemuda itu tercengang beku oleh berkilaunya lima buah deretan permata, termasuk intan, zamrud dan mutiara. Sebuah batu merah delima yang besar terletak pada alas beledu hitam di tengah-tengah.
"Itulah Batu Api Merah, kata Frank. Ia mengenali batu permata itu.
"Betul," kata McVay. "Itulah bintang dari koleksiku. Eh, omong-omong, tahukah kalian bahwa merah delima adalah intan yang paling keras?"
Frank mengangguk. "Batu itu tersusun dari corrundum, salah satu mineral yang paling keras. Hanya intan yang dapat menggurat merah delima ?"
"Itu benar." Pak McVay nampaknya agak kecewa bahwa Frank telah mendahuluinya.
"Nah, tahukah kalian dari mana asalnya merah delima?"
"Banyak tempatnya," Joe ikut berbicara."Termasuk Amerika Serikat.Tetapi merah delima yang paling bagus didapatkan di Timur Jauh, di tempat-tempat seperti Birma dan Muangtahi tempat asal Batu Api Merah ini."
McVay mengedip. "Banyak sekali pengetahuan kalian ini," ia berkata." Aku gembira kalian bekerja untukku. Kalian lihat, koleksi permataku ini cukup terlindung. Ruang besi ini boleh dibilang tak dapat dibobol. Akulah satu-satunya yang mengetahui kombinasi kunci rahasia, atau yang mempunyai kunci untuk kotak permata itu. Tetapi aku tetap khawatir menghadapi pencuri!"
Sementara ia berkata, mereka mendengar suara pecahan batu arang terpijak di lorong ruang bawah tanah. Langkah kaki terdengar mendekati ruang besi yang dibiarkan McVay terbuka.
Mata peternak itu membelalak.
"Lihatlah, aku benar!" ia tergagap. "Ada orang yang
menginginkan Batu Api Merah!"
5. Penunggang Kuda Misterius
Frank dan Joe melompat ke pintu ruangan besi untuk
menghadapi siapa pun yang mencoba hendak masuk. Langkah kaki semakin dekat, dan seorang berwajah pucat berpakaian hitam muncul.
Dari antara batang-batang baja kedua pemuda itu melihat bahwa orang itu membawa nampan perak di tangannya. Ia berhenti ketika melihat Frank dan Joe menghadang di pintu.
"Pak," kata orang itu kepada McVay . "Sheriff Gomez
menelepon bahwa ia sedang terikat pada perkara pencurian mobil. Ia akan datang secepatnya begitu ada kesempatan."
McVay menjadi tenang. "Ah, terima kasih Wilbur," katanya, yang kemudian
memperkenalkannya sebagai pelayan dalam. "Frank dan Joe ini adalah pegawai baru," sambungnya.
Wilbur mengangkat alis matanya, rupa-rupanya heran bahwa
majikannya mau memperlihatkan permatanya kepada pegawai.
Kemudian ia pergi. McVay berpaling kepada kedua pemuda. "Bagaimana kalian hendak melakukan penyelidikan kalian?"
"Ruangan besi ini nampak kuat, "Frank mengakui. "Tetapi lebih baik kita memeriksa bagian lain dari ruangan bawah tanah ini. Kalau penjahat-penjahat masih juga dapat masuk kemari, mereka sangat sulit untuk dapat membongkar ruangan besi."
McVay nampak tersinggung.
"Aku tak mau membangun ruangan besi semacam ini kalau ruangan bawah seluruhnya tidak dilindungi."
"Kami hanya ingin merasa pasti bahwa kami telah memeriksa seluruh bagian," kata Joe diplomatis.
Peternak itu menyetujui, lalu menutup kotak permata dan
menguncinya. Semua ke luar dari ruangan besi ke lorong ruang bawah tanah, dan McVay memutar kombinasi angka-angka untuk pintunya.
Akhirnya ia memasang kembali alat tanda bahaya
"Temuilah aku kalau kalian sudah selesai dengan ruangan ini,"
katanya, lalu naik ke lantai pertama.
Kakak-beradik itu berkeliling di ruang bawah tanah, memeriksa dinding-dinding, jendela-jendela dan pintu ruangan tersebut.
"Dindingnya kuat," kata Joe ketika mereka bertemu untuk mencocokkan catatan mereka. "Tak sebongkah pun batu arang yang lepas. Tikus pun tidak bisa masuk kemari."
Frank mengangguk. "Pintu dan jendela-jendela juga digrendel dari dalam," katanya. "Selain itu jendela-jendela juga terlalu kecil untuk dimasuki orang."
"Lagi pula dipasangi jeruji besi," kata Joe. "Ini berarti, pencuri yang berhasil masuk tentu akan melalui bagian dalam rumah. Jadi tentu perbuatan orang dalam, kecuali kalau rumah sedang kosong."
Mereka naik ke atas untuk melaporkan hasilnya kepada McVay, tetapi tak dapat menemukan dia di lantai pertama. Mereka melihat tangga berputar yang menuju ke lantai dua. Mereka baru saja hendak menaikinya ketika kebetulan Joe mendongak. Ia melihat sebuah benda logam yang berat melayang ke arah mereka!
"Frank, mundur!" ia berseru.


Hardy Boys Batu Api Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka melompat menyingkir, dan benda itu jatuh menghantam lantai dengan suara keras. Itulah nampan perak yang tadi dibawa Wilbur ketika masuk ke ruangan besi!
Kedua pemuda itu mendongak dengan terkejut. Wilbur menatap mereka dari pagar lantai dua. Kemudian ia bergegas turun.
"Aku minta maaf," ia menggagap. "Nampan itu terlepas dari dari tanganku. Kuharap kalian tidak menderita apa-apa."
"Kami memang tak apa-apa," kata Frank. "Tetapi kami hampir saja berlapis perak!"
Joe merengut atas lelucon kakaknya dan memandangi pelayan itu memungut nampannya dan menghilang ke dapur.
"Kukira ia sengaja menjatuhkan nampan itu," kata Frank.
Joe menggaruk-garuk kepalanya.
"Tetapi mengapa? Kenal kita pun tidak!"
Mereka mendapatkan peternak itu di kamar kerjanya. Ia
mendengarkan cerita mereka bagaimana Wilbur hampir menimpa mereka dengan nampan.
"Tentunya hanya suatu kecelakaan," McVay menyatakan. "Aku selalu menganggap Wilbur dapat dipercaya. Tak ada alasan baginya untuk memata-matai kalian atau hendak menyingkirkan kalian. Apa yang hendak kalian lakukan sekarang?"
Frank menjelaskan. "Ruang bawah tanah itu aman, seperti yang anda katakan sendiri. Kalau Wilbur memang dapat dipercaya, akan sulit kalau hanya seorang penjahat masuk melalui rumah untuk dapat masuk ke ruang bawah tanah. Diperlukan suatu gerombolan untuk dapat menawan anda dan para pelayan."
"Kami akan mengawasi koboi-koboi anda,"Joe melanjutkan.
"Barangkali kalau kami berkuda mengelilingi peternakan, kami akan menemukan petunjuk-petunjuk. Biarlah Jupe bersama kami. Mungkin ia lengah dan menyingkapkan mengapa ia berkeliaran kemarin malam."
"Akal yang bagus. Aku akan menelepon Perkins di barak dan mengatakan kepadanya agar Jupe menunjukkan kalian berkeliling."
Kakak-beradik itu mendapatkan bahwa semuanya telah siap
ketika tiba di barak. Mereka berjalan ke kandang dengan Jupe, dan mereka memasang pelana untuk berkeliling. Kuda Frank berwarna putih dan kuda Joe hitam, sedang Jupe menunggang kuda yang coklat belang putih. Ketika mereka keluar dari kandang, mereka melihat bahwa pekerjaan sehari-hari tetap berjalan seperti biasa.
Bangunan pertama yang mereka datangi adalah gudang.
Beberapa pekerja sedang menimbun jerami ke lotengnya. Beberapa orang lagi menjalankan mesin yang memasukkan jagung dengan ban berjalan ke lumbung.
Mereka meneruskan melewati kandang ayam dan gudang-
gudang, dan tiba di bengkel di mana pandai besi sedang memasang tapal kuda. Awan uap air mengepul ketika ia mencelupkan besi menyala itu ke dalam bak air. Ia meletakkan logam itu ke atas paron dengan sebuah tang, lalu memukul-mukulnya menjadi tapal kuda.
Akhirnya ia memasang tapal itu ke kaki kuda dan lalu memakunya kuat-kuat.
Ketiga pemuda itu memperbincangkan cara hidup di
peternakan. Jupe mengatakan bahwa ia menginginan menjadi koboi.
"Tetapi ini baru kerjaku yang pertama kali," ia mengaku.
"Kalian berdua tentu lebih berpengalaman daripadaku. Aku baru satu bulan di sini."
Joe menggeleng. "Ini juga yang pertama kali bagi kami.
Mungkin engkau dapat memberikan contoh-contoh bagaimana harus memeriksa padang gembalaan dan sebagainya."
"Dengan senang hati, "kata Jupe, dan ia mulai berbicara tentang bagaimana mengajar kuda dan mencap ternak dengan besi panas.
Tiba-tiba Joe mengalihkan pembicaraan.
"Kami dengar ada sesuatu yang terjadi di sekitar sini."
Pemuda koboi itu menarik tali kekang kudanya.
"Apa maksudmu ?" ia bertanya dengan heran.
"Ada seorang koboi mengendap-endap di sekitar rumah induk dua malam lalu. McVay melihatnya. Katanya orang itu seperti sedang menyelidiki tempat ini."
Jupe mengangkat bahu. "Aku mana bisa tahu. Aku tidur di
barak." "Semalam suntuk?"
"Tentu saja. Apa yang hendak kautanyakan ini, Joe?"
"Kata McVay, koboi itu mirip engkau!"
"Ah, tidak. Tentu bukan. Untuk apa aku berkeliaran di
sekeliling rumah besar?"
"Barangkali saja engkau mencari sesuatu?"
"Aku tak mengerti apa yang kaukatakan ini!" Jupe berkata dengan nada tak mengerti. "Aku tak pernah meninggalkan barak!"
Frank dan Joe tercengang akan sikap percaya diri dan
penampakan yang jujur dari pemuda itu. Atau McVay keliru, pikir Joe, atau Jupe adalah pendusta yang sangat licin.
Seperti yang dirasa Joe, Frank memandang tak perlu untuk
memaksakan masalah itu lebih lanjut. Ia lalu mengalihkan
pembicaraan. "Apakah sudah kaudengar tentang penunggang kuda misterius di bukit di luar peternakan ? Orang yang menutupi wajahnya dengan bandana?" ia bertanya.
Jupe menjadi bergairah. "Ya. Aku sudah melihatnya beberapa kali. Wat Perkins pernah mengejarnya. Aku tak tahu siapa dia atau dari mana ia datang."
Pada saat itu ketiga pemuda itu mendekati sebuah kandang
terbuka, di mana hanya ada seekor kuda yang dikandangkan. Binatang itu melonjak-lonjak di sepanjang pagar, berontak, mendengus dan membuat pagar bergedubrakan diterjang, matanya nampak liar.
"Kuda yang jahat," Jupe berkata. "Kuda liar yang baru
ditangkap. Membutuhkan waktu yang lama untuk menjinakkannya."
Tiba-tiba kuda itu melompat menabrak pintu pagar yang segera terbuka. Kuda itu membedal ke luar dan berderap menuju ke padang terbuka !
Seketika itu juga ketiga pemuda mengejarnya. Di depan, Frank segera mengejar kuda liar itu. Ia mengangkat lasonya, memutar-mutarnya di atas kepala, kemudian melemparkannya untuk menjerat kepala kuda liar tersebut. Joe yang tepat di belakangnya juga menjerat kuda yang membedal itu. Mereka menghentikan kuda itu dan
menuntunnya kembali ke kandang terbuka. Jupe menutup pintu pagar dan menguncinya.
"Marti yang seharusnya mengunci pintu ini," koboi yang muda itu menjelaskan. "Aku heran, di mana dia ?"
Pada saat itu juga orang itu mendatangi.
"Apa yang kalian kerjakan di kandangku?" ia menghardik
kasar. "Pintu pagar tidak terkunci dan kuda itu lepas," jawab Frank.
"Kami membawanya kembali."
Marti memandang marah kepadanya.
"Aku sudah menguncinya!" ia menggerutu, kemudian
membalik dan pergi. Ketiga pemuda itu meneruskan perjalanan ke padang
gembalaan. Sejumlah koboi sedang menggiring ternak. Akhirnya mereka membelok ke kiri ke pagar yang membatasi tanah milik McVay. Mereka menyusur pagar ke suatu tempat dari mana mereka dapat melihat gurun. Puncak-puncak bukit yang tinggi dengan bukit yang tinggi dengan punggung buki-bukit rendah menghadang
pandangan mereka. Batu-batu cadas menjulang di atas jurang-jurang berbatu.
Tiba-tiba berkilat cahaya dari punggung bukit yang terdekat.
Seseorang yang menunggang kuda abu-abu nampak nyata dengan latar belakang langit yang biru. Ia menutup wajahnya dengan bandana dan sebuah topi lusuh ditarik rendah menutupi telinganya!
"Itulah penunggang kuda yang misterius itu!" seru Joe. "Mari kita kejar!"
Ketiga pemuda itu memacu kuda mereka dan melompati pagar
dengan sekali gerak. Mereka berderap melintas gurun menuju ke bukit, dari mana berkilatan cahaya.
"Ia menggunakan sebuah cermin!" seru Frank.
"Rupa-rupanya ia sedang mengirimkan isyarat ke seseorang!"
Penunggang kuda di punggung bukit itu mendengar derap kaki kuda. Ia mengarahkan cerminnya ke arah para pemuda, menyorotkan cahaya yang menyilaukan tepat ke arah mereka. Sinar cahaya itu tepat mengenai mata kuda Jupe, membuatnya sedemikian takut hingga terhentak berhenti. Kemudian ia berdiri pada kedua kaki belakangnya sambil meringkik-ringkik, menggigit batang kendali di mulutnya keras-keras, lalu membedal ke gurun. Jupe mati-matian berusaha menguasai kudanya.
Joe mengikutinya. Nampaknya seperti balapan kuda saja ketika si hitam tunggangan Joe mengejar kuda coklat belang putih Jupe.
Kuda Jupe satu kuda di depan, kemudian tinggal setengah kuda, dan akhirnya mereka berderap sejajar.
Joe mengulurkan tangannya, menangkap tali kekang kuda
belang itu dan menariknya. Ia berhasil melambatkannya dan akhirnya berhenti.
Jupe mengulurkan tangan, menangkap tali kekang kuda belang itu dan menariknya. Ia berhasil melambatkannya dan akhirnya berhenti.
Jupe membuka topinya dan menyeka dahinya.
"Trims, Joe!" katanya terengah-engah. "Kukira riwayatku sudah akan tamat di Alberquerque!"
Joe tertawa. "Aku memenangkan balapan ini dengan sehidung. Seharusnya
aku tadi memasang taruhan !"
Mereka memutar tunggangan mereka ke arah mereka
meninggalkan Frank. Namun pemuda itu tak nampak di mana pun!
Frank dari semula memang agak jauh di depan mereka ketika memasuki gurun. Ia tidak melihat kejadian yang menimpa kuda Jupe.
Sebaliknya, ia malah terus memacu ke depan, matanya dipusatkan kepada penunggang kuda misterius itu. Orang asing itu melihat dia terus mendekat, hingga menjadi ragu-ragu sejenak. Kemudian orang itu menarik tali kekang kuda sedemikian, hingga kuda itu berdiri di atas kaki belakang dan memutar tubuhnya. Ia memacu menuruni punggung bukit ke lembah di seberang.
Frank melonjak-lonjak naik ke bukit, masih sempat melihat penunggang kuda misterius itu menghilang ke balik batu karang. Ia memacu ke batu karang itu dan memutarinya. Sekarang orang di depannya berderap-derap di sebuah jurang yang penuh bertabur batu menuju ke sebuah celah di antara dua buah bukit.
Frank menggunakan siasat untuk mengejar si pelarian.
" Aku akan mencegatnya di celah!" pikir pemuda itu.
Dengan menarik tali kekang pada tangan kanannya, ia
mengarahkan kudanya menaiki bukit yang paling dekat, melalui puncak di mana ia dapat mengawasi celah dari sisi lain. Ia menuruni bukit tepat pada saat kuda abu-abu itu melesat ke luar dari celah.
Ketika orang yang menunggangi kuda itu melihat Frank, ia
berusaha sekuat-kuatnya untuk memutar dan melarikan diri melalui celah kembali.
Namun sudah terlambat! Pemuda detektif itu menghambur
maju, melompat dari kudanya ke kuda lawannya, lalu memeluk bahu orang itu ! Ia menarik orang itu dari pelana, dan mereka jatuh ke tanah dengan berdebum!
6. Pencuri Ternak Frank dan lawannya bergulat berguling-guling di tanah. Topi orang itu lepas, menyingkapkan seberkas rambut hitam. Mereka bergulat mati-matian hingga suatu gundukan tanah membantu Frank menindih lawannya. Dengan menekankan lututnya mencari kekuatan, Frank mengulurkan tangannya hendak membuka bandana dari wajah lawannya, ingin tahu dengan siapa ia telah berkelahi. Tetapi orang itu menangkap pergelangan tangannya, dan mereka berkutetan tarik-menarik tak ada yang menang. Akhirnya Frank menang tenaga.
Sesenti demi sesenti tangannya mendekati bandana, dari mana sepasang mata yang menusuk memandanginya.
Sekilas nampak bayangan ketakutan di dalam mata tersebut, tetapi dengan tiba-tiba orang itu memalingkan kepalanya ke samping dan melepaskan pegangan pada pergelangan tangan Frank.
Frank terjerembab ke tanah di sisi lain. Orang itu merayap bangun, lari ke kudanya, melompat ke pelana dan membedal cepat melalui celah. Kuda Frank agak terlalu jauh baginya untuk dapat mengejar orang itu. Dengan lesu ia mendengarkan suara derap kuda semakin jauh dan menghilang di kejauhan.
"Yah, setidak-tidaknya ini ada barang bukti," pikirnya. Ia membungkuk dan memungut topi orang tersebut. Topi itu bentuknya agak aneh, bertepi lebar, bulat dan lemas. Label di dalamnya berbunyi BANG. Ia tak mengerti apa artinya. Ia mengikatkan topi itu ke ikat pinggangnya, lalu mengambil kudanya dan menaikinya kembali menuju ke punggung bukit.
Ia melihat Joe dan Jupe mendatangi dari arah berlawanan.
Ketika mereka bertemu, masing-masing menceritakan apa yang telah mereka alami, dan Frank menunjukkan topi musuhnya.
Joe nampak heran, dan Jupe memutar-mutar topi itu.
"Ini jelas bukan topi koboi," katanya. "Aku belum pernah
melihatnya, dan aku selamanya tinggal di Arizona. Nama BANG itu juga tak ada artinya bagiku."
"Sayang sekali aku tak berhasil membuka bandananya,"Frank menggerutu. "Kalau harus bergulat dengan seorang kelas berat, engkau harus mengetahui siapa lawanmu!"
"Engkau tak melihat apa-apa sama sekali ?" tanya Joe.
"Hanya rambutnya yang hitam dan matanya yang tajam
menusuk. Dan jelas aku tahu bahwa ia lawan yang berat."
"Suatu pikiran melintas pada Joe. "Mungkinkah ia Oscar Tamm?" ia bertanya.
"Ia mempunyai rambut yang hitam."
Frank menggelengkan kepalanya."Orang ini tak sejangkung Tamm."
"Siapa itu Tamm?" tanya Jupe.
"Ah, seseorang yang kita jumpai di New York," Frank
mengelak. "Yang jelas aku ingin tahu kepada siapa ia memberikan isyarat itu ?"
"Bagaimana bisa tahu?" kata Joe. "Kalau kita memergoki dia lagi, barangkali kita akan tahu apa yang dikehendakinya. Ada pikiran padamu, Jupe?"
Pemuda itu merapatkan bibirnya, berpikir. "Sama saja dengan engkau, Joe."
Mereka kembali ke peternakan dan berhenti di barak. Hanya Perkins yang ada.
"Dari mana saja kalian?" ia menghardik, "seharusnya tidak sedemikian lama mengelilingi peternakan."
Ketiga pemuda itu masing-masing menceritakan apa yang telah terjadi semenjak mereka meninggalkan barak.
"Biarkan saja penunggang kuda misterius itu," ia menggeram.
"Dan topinya sekalian. Kita harus bekerja. Frank dan Joe mulai besok pagi. Jupe, engkau ikut aku sekarang. Kita akan membantu menggiring ternak di padang."
Perkins dan Jupe pergi. Frank dan Joe masuk ke barak dan
menghempaskan tubuh mereka ke dipan.
"Kita belum mengetahui lebih banyak dari semula," kata Joe.
"Bagaimana pikiranmu tentang Jupe. Katanya, ia tidak ke rumah besar malam itu. Tetapi McVay bertahan bahwa dialah orangnya."
"Mungkin ia telah menipu kita hari ini," Frank membenarkan.
"Barangkali ia memang memalingkan kudanya ke arah cermin hingga menjadi takut dan membedal. Barangkali ia mengira kita akan menolong dia semua, dan orang misterius itu mempunyai kesempatan untuk melarikan diri."
Joe mengangguk. "Barangkali mereka sekongkol. Tetapi kita tak mempunyai bukti terhadap dia, Frank."
"Atau terhadap Perkins, atau Wilbur." Frank menyebutkan.
"Ini akan menjadi rumit, Joe."
Tiba-tiba ia melompat turun dari dipan dan meletakkan jari di mulutnya meminta diam. Sambil melangkah menuju ke jendela samping belakang ia memberi isyarat kepada Joe untuk berbuat yang sama ke jendela yang lain.
"Ada orang datang!" ia berbisik.
Mereka mendengar langkah-langkah yang hati-hati menyeruak semak-semak. Terdengar pula bisikan-bisikan, seolah-olah
pembicaranya tak ingin didengar orang. Semak-semak terkuak dan Barson muncul bersama Marti. Mereka melihat dengan waspada ke sana ke mari sambil melangkah maju.
"Tunggu sebentar" bisik Barson tiba-tiba. "Akan kulihat dulu apakah kedua anak baru itu ada di sini."
Ia melangkah ke jendela. Frank dan Joe merapatkan dirinya ke dinding. Barson melindungi matanya dan mengintip ke dalam, lalu pergi.
"Aman," katanya kepada Marti. "Mereka tidak ada. Kukira mereka telah tersesat di gunung."
"Kuda liarku seharusnya bisa membawa mereka jauh-jauh!"
Marti mendengus. "Pintu itu kubiarkan terbuka agar ia bisa keluar.
Kukira mereka akan menggunakan sehari suntuk untuk
menangkapnya kembali hingga tak menghalangi kita! Tetapi mereka cepat sekali memainkan laso, setan alas! Mereka membawa kuda itu hanya dalam sekejap!"
"Lupakan saja itu," Barson menghibur. "Kita harus segera ke jalanan utama."
Mereka masuk ke semak-semak dan sesaat kemudian telah tak nampak. Frank memberi isyarat kepada adiknya.
"Ayo, kita ikuti mereka!"
Mereka lari keluar memutar ke belakang, ke tempat kedua
koboi tadi kelihatan untuk yang terakhir. Suara ranting-ranting patah menuntun mereka untuk melangkah cepat hingga mereka dapat melihat Barson dan Marti jauh di depan.
Kedua orang itu melewati kandang-kandang terbuka dan
melalui bagian peternakan yang belum pernah di lihat Frank dan Joe.
Kedua pemuda itu melintasi daerah yang terbuka tersebut dengan mengendap-endap dan menyelinap di antara sekawanan ternak.
Kemudian Barson dan Marti memanjat pagar dan menghilang ke dalam hutan.
Kedua pemuda itu mengikuti secepat mereka dapat tanpa
didengar oleh kedua koboi itu. Jalanan kecil itu berkelok-kelok menerobos hutan, yang memungkinkan kedua orang itu lebih
mendekat sambil bersembunyi di balik pohon-pohonan. Ketika Marti mendadak memutar tubuhnya, kedua pemuda itu diam membeku di balik pohon pinus, sampai kedua orang itu terdengar berjalan lagi.
Akhirnya mereka sampai ke suatu padang di tengah hutan, di mana sebuah jalan tanah dengan bekas jejak truk menerobos hutan.
Barson dan Marti berhenti dan memandangi jalan itu seperti mengharap kedatangan seseorang. Frank dan Joe bertiarap dan merangkak melalui semak-semak sampai menemukan lindungan
semak-semak lebat di dekatnya. Mereka dapat mendengar kedua orang itu berbicara. Dengan menyibakkan ranting-ranting, Frank dan Joe melihat kedua koboi itu duduk pada sebatang balok di tepi jalan.
Barson berkata: "Untuk apa kedua anak Hardy itu di peternakan ini ? Itulah yang ingin kuketahui."
"Tak ada masalahnya," Marti menyatakan. "Mereka tak akan mungkin mengetahui usaha kita."
Frank dan Joe mendengarkan dengan berdebar-debar dan nafas tertahan. Marti baru saja hendak mengatakan sesuatu ketika suara kemeresak semak-semak terdengar di dekat persembunyian kedua pemuda, menyebabkan Marti dan Barson melompat berdiri.
"Ada orang bersembunyi di semak-semak itu" Marti
menggeram. ebukulawas.blogspot.com
Ia mengambil tang besar untuk memperbaiki pagar kawat dari pinggangnya. Barson memungut sebatang cabang dan mengayun-ayunkannya bagaikan sebatang pentungan. Kedua orang itu mendekati persembunyian Frank dan Joe dengan sikap mengancam. Mereka tinggal beberapa langkah lagi ketika seekor kelinci melompat lari dari dalam semak-semak. Kelinci itu segera berlari sekencang-kencangnya di jalan tanah.
"Hanya kelinci!" Barson tertawa dan melemparkan
pentungannya. "Hampir saja kukira...."
Kata katanya terpotong oleh suara mesin mobil, dan keduanya melangkah menjemput sebuah truk pengangkut ternak yang
membelok di tikungan jalan. Truk itu melonjak-lonjak melalui lubang-lubang berlumpur sampai di tempat kedua oang itu, lalu berhenti.
"Apakah semuanya sudah beres?" tanya sopir setelah
mematikan mesin truknya. "Tak ada rintangan, kan?"
"Semuanya beres, dari sini sampai Flagstaff!" seru Barson.
"Tak ada masalah."
"Engkau kerjakan tugasmu dan aku akan membereskan
bagianku," sambung Marti.
Dengan penuh hasrat Frank dan Joe menunggu untuk
mengetahui pekerjaan apa yang mereka maksudkan itu. Tetapi apa yang dikatakan sopir itu hanyalah. "Jalannya bagus. Dapat kita gunakan." Ia naik ke truknya, memutar di tempat yang terbuka itu, lalu kembali ke jalan dan melesat pergi.
Sementara kedua koboi itu memandangi truk itu menghilang, Frank dan Joe menyelinap pergi, berdiri dan berjalan secepat-cepatnya kembali ke peternakan. Mereka sedang mengerjakan perkakas yang diperlukan seorang koboi ketika Barson dan Marti pulang.
"Bagaimana keadaan ternak di penggembalaan?" tanya Frank sewajar mungkin.
"Ternak yang kugiring selalu baik," kata Barson. "Tunggu sampai kalian kubawa ke sana! Akan kutunjukan bagaimana seorang koboi itu seharusnya."
Joe berpura-pura menjadi bersemangat.
"Engkau berbuat yang baik sekali bagi kami!"
Barson mengejek dengan sudut mulutnya mendengar kata-kata sindiran itu, tetapi tak berkata apa-apa lagi. Ia dan Marti pergi ke dipan masing-masing dan mulai memberesi alat-alat mereka.
Sesaat kemudian telepon berdering. Frank yang menyambutnya.
"McVay mengundang kami untuk makan di rumah induk,"
serunya kepada Joe. "Rupa-rupanya pekerja baru mendapat
kehormatan diundang makan pada malam pertama."
Marti mendongak dari sepatu yang sedang disemirnya.
"Nikmatilah makananmu!"katanya, tetapi wajahnya sama sekali tidak ramah.
Di rumah besar, kakak beradik itu bertemu dengan peternak tetangga yang bernama Jake Jomo. Orangnya tegap seperti seorang atlit, berambut coklat dan memakai kacamata berbingkai tanduk.
"Jake adalah teman baikku," McVay memberitahu setelah
memperkenalkannya kepada Frank dan Joe. "Dia juga ahli
menunggang kuda. Aku berharap benar bisa menunggang setrampil dia."
Jomo tesenyum. "Jaga saja agar kudamu jangan sampai menginjak engkau!"
katanya. "Beginilah yang telah diperbuat oleh kudaku."
Ia menunjukkan tangan dan pergelangan tangan kanannya yang diperban.
"Kudaku melemparkan aku," ia menjelaskan. "Dan tanganku tepat berada di bawah kakinya."
Setelah makan malam, ketika mereka bersantai-santai di kamar duduk, Jomo berkata kepada Frank dan Joe.
"Sejak kalian menjadi pegawai baru di peternakan McVay ini, kusarankan agar kalian selalu waspada kalau sedang menggiring ternak."
"Untuk apa?" tanya Joe.
"Perampok ternak!"
"Kami tak tahu bahwa zaman sekarang masih ada perampok ternak," Joe membantah.
"Bukankah mereka selalu bekerja dengan kuda dan kereta kuda?" tanya Frank.
Jomo menggaruk-garuk perban di tangannya.
"Ah, sekarang sudah lain lagi," ia mengaku. "Misalnya, mereka kini bisa disebut pencuri ternak. Mereka melarikan beberapa ekor sapi bertanduk panjang sekali curi dan dibawanya dengan truk. Aku sudah kehilangan beberapa ekor, karena itu kuminta Sheriff Gomez untuk menghentikannya."
"Sheriff akan datang sore ini," McVay berkata. "Engkau dapat menanyakannya bagaimana penyelidikannya sejauh ini. Omong-omong, aku belum sampai kehilangan ternak," ia menyambung.
Belum lama ia selesai berbicara, lonceng pintu depan berdering.
Wilbur membuka pintu dan berseru: "Sheriff Gomez."
Sheriff itu seorang Chicano yang gemuk, bermata hitam,
berambut hitam dan berkulit coklat. Setelah berbicara dengan pak Jomo ia menggelengkan kepalanya dan mengaku bahwa ia belum menemukan petunjuk bukti mengenai para perampok ternak.
"Mengapa engkau tak menyelidiki para pedagang ternak di
Phoenix?" saran pak Jomo.
"Aku sudah mengawasi Phoenix, namun belum ada sesuatu
yang muncul," jawab Sheriff itu. "Barangkali engkau perlu tambahan koboi lagi, Jake. Bagaimana pun engkau memang kekurangan tenaga.
Dua orang lagi akan dapat lebih melindungi ternakmu."
Jomo membenarkan. "Aku sudah memikirkan hal itu. Kesulitannya, aku harus
mendapatkan tenaga yang terpercaya. Dan aku khawatir, koboi-koboi setempat yang akan kugunakan mungkin sudah bersekongkol dengan para pencuri!"
Frank mendapatkan ilham. "Pak Jomo, kami mempunyai dua orang teman di rumah yang
sedang mencari kerja sambilan di musim panas ini. Mereka adalah Chet Morton dan Biff Hooper. Joe dan aku dapat menjamin mereka."
"Ini nampaknya suatu gagasan yang bagus!" kata McVay.
"Mengapa tidak dicoba, Jake?"
"Oke," kata Jake Jomo sambil berdiri. "Katakan kepada mereka aku memberikan kesempatan seperti yang diberikan McVay kepada kalian. Suruh mereka secepatnya terbang kemari. Nah, sekarang lebih baik aku pulang."
"Aku akan memanggil teman-temanku," Joe menawarkan.
"Engkau dapat menggunakan teleponku di kamar kerjaku," kata McVay.
Kedua pemuda itu naik ke atas dan Joe memutar nomor telepon peternakan Morton di dekat Bayport, sementara Frank mendengarkan pada gagang teleponnya. Chet menyambut.
"Ooo, engkau?" katanya sambil menguap. "Dari mana engkau menelepon aku begini malam? Apakah engkau tak tahu di timur sini sudah waktu tidur?"
"Oke, aku bisa menelepon besok pagi," kata Joe seenaknya.
"Aku memang tak ada pembicaraan yang penting, kecuali
hanya pekerjaan peternakan itu untukmu dan Biff. Tak perlu dirundingkan sekarang. Selamat malam!"
"Heee!" teriak Chet di telepon. "Jangan diletakkan dulu!
Katakan dulu pekerjaan-pekerjaan itu!"
Joe tertawa, lalu menjelaskan bahwa pak Jomo memerlukan
tambahan tenaga. "Ia ingin engkau dapat datang segera dan langsung ke
peternakannya," kata pemuda detektif itu. "Karena peternakannya sedang diganggu perampok ternak, maka aku telah menyarankan dia untuk menggunakan tenagamu, hingga engkau dapat menyelidiki apa yang terjadi di sana."
Chet menjadi bersemangat sekali.
"Itu hebat!" serunya. "Persis yang kuinginkan!"
"Engkau kok sudah tidak ngantuk lagi?" Frank ikut berbicara.
"Mengantuk? Siapa yang membicarakan perkara mengantuk?"


Hardy Boys Batu Api Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teriak Chet. "Aku akan segera menelepon Biff dan akan segera berangkat ke Arizona secepat mungkin!"
7. Jambore Barak Koboi Joe meletakkan gagang teleponnya dan menyeringai kepada
kakaknya. "Kukira ia kini sudah benar-benar bangun!" Frank nampak berpikir. "Memang baik kalau mereka datang," katanya. "Mungkin ia akan sangat membantu kita, karena sejak permulaan samaran kita rupanya sudah tersingkap!"
Joe mengangguk. "Aku merasa bahwa Perkins tahu benar siapa kita ini ketika ia menjemput di lapangan terbang. Itulah yang menjelaskan atas tindakannya dengan truk itu!"
Setelah kedua pemuda itu kembali di kamar duduk, McVay dan Sheriff Gomez sedang membicarakan bagaimana caranya para pencuri itu jangan sampai memperoleh Batu Api Merah.
"Siapa saja sebenarnya yang tahu bahwa anda memanggil kami?" tanya Frank kepada peternak itu.
"Tak seorang pun kecuali Sheriff dan aku," jawab McVay.
"Malah ke teman-temanku pun aku tak mengatakannya."
"Aku gembira bahwa kalian mau bekerja dalam masalah
permata ini," kata Sheriff. "Segera beritahukan kepadaku bila kalian menemukan petunjuk-petunjuk."
"Tentu, "Frank berjanji. "Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta yang menarik."
"Misalnya?" "Anu, Jupe menyangkal bahwa ia mengendap-endap di sekitar rumah ini pada malam itu."
"Tetapi aku melihat dia!" McVay meledak. "Ia tentu telah bersekongkol dengan para penjahat! Engkau harus mengawasi dia dengan seksama!"
"Ada lainnya lagi?" tanya Sheriff.
Joe nampak muram. "Rupa-rupanya samaran kami telah terbuka. Barson dan Marti sudah mencurigai kami. Tetapi kami belum tahu mengapa. Perkins jelas terlibat, sebab ia akrab sekali dengan kedua orang itu. Selain itu ia telah hampir saja melindas kami ketika sedang kemari dari bandar udara. Kami duga ia telah melakukannya dengan sengaja."
McVay dan Gomez mendengarkan dengan penuh perhatian,
ketika Joe menjelaskan insiden dengan Perkins dan pickupnya itu.
"Perkins, Barson dan Marti adalah tiga koboiku yang paling baik," McVay membantah. "Kalian harus menunjukkan bukti dulu sebelum aku mau mempercayainya. Apa lagi yang kalian temukan?"
"Kami melihat penunggang kuda misterius itu!" kata Frank.
"Aku bahkan berhasil memegang dia."
"Maksudmu kaubawa kemari dia?" tanya peternak itu.
Frank menggeleng. "Menyesal, McVay, kami memang berkelahi di celah gunung, tetapi ia berhasil melarikan diri. Tetapi ia telah meninggalkan ini,"
Frank menyambung sambil mengeluarkan topi lemas dari saku jaketnya.
McVay memeriksanya kemudian memberikannya kepada
Gomez. Aku belum pernah melihat topi semacam ini," katanya.
Sheriff itu memeriksa huruf-huruf di label.
"Aku tidak tahu apa arti BANG ini," ia mengakui sambil
mengembalikan topi itu kepada Frank.
"Kalau kalian dapat mengetahuinya, mungkin kalian akan
mendapatkan petunjuk atas penunggang kuda misterius itu."
Setelah membicarakan masalah tersebut beberapa saat lagi, Sheriff Gomez pergi dengan mobil patrolinya. Kedua pemuda itu kembali ke barak mereka.
Mereka mendapatkan para koboi itu berkumpul di tengah barak.
Tiga orang memetik gitar banyo dan dua orang lagi memainkan biola yang melengking-lengking. Sejumlah alat musik lain terserak di sekitar mereka dan Jupe meniup harmonika.
Pemuda itu menurunkan harmonikanya dan menyeringai kepada kedua pemuda itu.
"Kami sedang mengadakan jambore," katanya. "Mau ikut?"
"Tentu saja ikut!" jawab Joe dengan bersemangat. "Kami akan main gitar."
Jupe menuju ke tempat pakaian, menggeratak beberapa alat
musik dan mengeluarkan dua buah gitar Spanyol, yang lalu diberikan kepada kedua pemuda. Mereka segera ikut serta. Mulailah jambore yang disertai tepuk tangan dan hentakan-hentakan kaki.
Para koboi menyanyikan lagu-lagu Western tentang berkuda di padang gembalaan dan menggiring ternak. Biola meratap-ratap menggambarkan mereka yang hilang di jalan setapak, kemudian disusul suara banyo yang cerah menceritakan seorang yang masih hijau yang mencoba menjadi koboi, meskipun belum pernah belajar menunggang kuda.
"Sekarang giliran Frank dan Joe!" seru Jupe setelah mereka selesai. "Coba perlihatkan apa yang kaubisa!"
Kedua pemuda itu pindah ke tengah-tengah lingkaran sambil membawa gitar mereka. Kemudian mulai memberikan akor-akor untuk membawakan irama. Para pendengarnya segera mulai bertepuk tangan menuruti irama musik. Kemudian Joe mulai bernyanyi : Bila iringan kereta melaju pesat
Dan pistol di pinggang terbuai-buai
Bila tiba sudah di Rocky Mountains
Dan engkau menyeberangi pembagi benua
Engkau telah berada di Tanah Barat
Tahulah, engkau akan tinggal di sana.
Ia menyanyikan lagu dua bait, kemudian mengulangi lagu itu disertai para koboi. Barak itu gemuruh ketika koor bertambah keras bernyanyi. Pada akhir lagu terdengar tepuk-sorak yang penuh semangat.
"Bagus sekali!" teriak salah seorang koboi. "Kalian benar-benar koboi tulen!"
Frank dan Joe membungkukkan badan lalu kembali ke tempat
mereka. Dari lirikan mata, mereka segera mengetahui bahwa Perkins, Barson dan Marti sedang hendak melakukan sesuatu. Perkins menunjuk dengan ibu jarinya ke sudut barak, melangkah pergi, dan kedua orang itu menyusul. Mereka mendekatkan kepala mereka dan berunding dengan berbisik-bisik.
Sambil mendekat berpura-pura menyetem gitarnya, Joe
mendengar Perkins berkata: "Anak-anak ini merupakan masalah berat.
Kenyataan bahwa mereka kini menjadi favorit dari yang lain-lain juga tak akan menolong kita membereskan mereka." Marti mengatakan sesuatu, tetapi suara nyanyian yang menjadi lebih keras menghalangi Joe untuk dapat mendengarnya. Ia kembali ke rombongan para koboi dan dengan perlahan-lahan menarik lengan baju kakaknya.
Mereka keluar dan menjauh beberapa meter dari barak
sementara Jupe sedang menunjukkan kemahirannya bermain
harmonika. Joe mengatakan apa yang telah didengarnya.
"Kita harus hati-hati,"katanya. "Mereka mengancam kita."
Frank mengguman penuh pikiran.
"Gambar-gambar kita sering ada di koran," kata Joe. "Mungkin Perkins lalu mengenali kita."
"Kukira demikian," kata Frank.
Mereka kembali masuk ke barak dan mengikuti jambore.
Segera setelah pesta itu berakhir dan para koboi memencar ke tempat tidur masing-masing. Perkins sebagai mandor, memeriksa apakah mereka telah tidur semua, kemudian memadamkan lampu yang ada di langit-langit.
Di tengah malam Frank terbangun mendengar suara orang
mengendap-endap. Ia mengangkat kepalanya dan mengintai di kegelapan.
Ia melihat Jupe berdiri sedang mengenakan celana.
Seketika itu juga Frank mendorong kasur di tempat tidur Joe yang ada di atasnya. Adiknya terbangun, memalingkan kepalanya dan memandangi koboi muda itu mengenakan sepatunya, lalu mengendap-endap keluar. Dengan cepat kedua pemuda itu mengenakan pakaian mereka dan mengikuti. Pada saat mereka tiba di luar, Jupe berada enam meter di depan mereka, berjalan perlahan-lahan ke arah rumah induk.
Ia berhenti di depan pintu dan nampaknya sedang menyelidik.
Kemudian ia bergerak memutar ke kanan dan berjalan
menyusur sisi rumah ke belakang. Kedua pemuda itu mengintip dari sudut rumah, melihat Jupe berhenti di pintu ruangan bawah tanah dan mengulurkan tangannya ke tombol pintu.
"Ia mencoba hendak membobol!" bisik Joe.
"Jadi ia tentu telah menyelidiki rumah ini pada malam itu, untuk mencari jalan yang paling mudah," balas Frank berbisik.
"Kita harus mencegahnya!"
Kedua pemuda itu menghambur ke depan.
"Ada apa, Jupe?" tanya Frank. "Tak punya kunci?"
Koboi itu tak menjawab. Sebaliknya, ia tetap saja mengutik-ngutik tombol pintu dan mencoba mendorongnya.
"Ayolah, Jupe," kata Frank lagi. "Menyerahlah. Engkau tak mungkin mendapatkan Batu Api Merah!"
Jupe tetap saja tak menjawab. Ia terus saja mencoba membuka pintu dengan gerakan perlahan-lahan tanpa pikiran.
"Ada sesuatu yang tak beres!" Joe mengguman. Ia mengambil senter kecil dari kotak detektif mininya yang selalu ada di sakunya, lalu menyinari wajah Jupe.
Mata koboi itu tertutup, dan napasnya teratur perlahan-lahan.
Tangannya terulur kaku ke depan dan jari-jarinya
mencengkeram tombol pintu.
"Ia tidur berjalan!" seru Joe.
Tiba-tiba cahaya lampu menyala di kamar tidur yang ada di atasnya.
Jendela terbuka lebar dan McVay melongok keluar,
memandangi ketiga pemuda itu.
"Maling! Maling!" ia berteriak. "Mereka hendak mencuri permata Api Merahku! Bangun semua! lekas turun. Kita pukuli mereka."
Kegaduhan itu membangunkan Jupe dengan segera.
"Di.... di mana aku?" ia mengguman.
Dengan segera kedua pemuda itu menjelaskan. Jupe nampak
malu-malu. "Kukira aku tidak berjalan lagi kalau tidur, sejak aku meninggalkan rumah," ia menggagap. "Tetapi kiranya penyakitku ini kambuh lagi."
Ketiga pemuda itu menuju ke pintu depan, tepat pada saat
lampu serambi menyala. McVay keluar sambil mengayun-ayunkan batang cap ternak. Wilbur, masih dalam pakaian tidur, membawa besi pengaduk perapian. Pelayan-pelayan yang lain, sambil menguap dan mengucak-ucak mata, berkerumun di belakangnya.
"Lho! Ini Jupe dan kedua anak-anak Hardy!" seru McVay.
"Apa ini artinya?"
Frank menjelaskan bagaimana mereka sampai berada di sana.
"Kukira Jupe memang benar ketika mengatakan bahwa ia tak
kemari pada malam itu, ketika anda melihat dia. Ia tak pernah tahu bahwa ia berbuat begitu, sebab ia menderita penyakit tidur berjalan.
Sama dengan malam ini."
McVay reda amarahnya ketika mendengar cerita itu. Ia
menggiring para pelayan masuk ke rumah kembali, dan lampu-lampu padam satu demi satu.
Joe, Frank dan Jupe kembali ke barak. Di luar, Joe mengikatkan tali pada pergelangan tangan Jupe.
"Ikatkan dirimu pada dipanmu,?? saran Joe. "Dengan cara ini engkau akan bangun sendiri kalau penyakitmu hendak kambuh lagi."
"Akal yang bagus,"kata Jupe. "Penyakitku ini sungguh memalukan."
"Jangan mencemaskan hal itu," kata Frank. "banyak orang yang menderita penyakit itu. Hanya saja mereka tak mengejutkan McVay."
sambungnya sambil tertawa.
Mereka diam-diam masuk ke barak, agar tidak membangunkan
para koboi, naik ke tempat tidur masing-masing dan tidur.
************** Pada pagi berikutnya, Frank dan Joe keluar dari barak bersama-sama para koboi itu untuk menerima perintah dari Perkins.
"Jupe, engkau mengerjakan kandang terbuka kuda liar," mandor itu berbicara dengan keras. "Frank dan Joe kalian menggiring ternak pagi ini. Nanti siang kalian memeriksa padang penggembalaan dan memperbaiki pagar. Nah, pasang pelana!"
Mereka pergi ke gudang, mengeluarkan kuda mereka dan
memasang pelana. Mereka sedang mengencangkan sabuk pengikat pelana ketika Perkins datang untuk memeriksa. Kedua pemuda itu memegangi tali kekang kuda masing-masing, sementara mandor itu berjalan mengelilingi kuda sambil memeriksa sanggurdi, meraba sabuk pelana apakah sudah cukup erat dan menarik-narik pelana.
"Ia sedang mengharap kesalahan-kesalahan," bisik Frank
kepada adiknya. "Ia tentu mengharap menemukan kesalahan."
" Aku yakin, ia senang sekali kalau mendapatkan alasan untuk memecat kita," balas Joe berbisik.
Perkins mendekati kedua pemuda itu memegangi tali kekang
kuda mereka. "Kalian memasang pelana dengan baik,"ia mengakui sambil memberengut. "Tetapi aku sangsi bahwa kalian tahu bagaimana cara menunggang kuda."
"Mereka tentu tahu!" kata Jupe yang sedang berdiri di samping kudanya. "Joe menangkap aku ketika kudaku membedal ke gurun.
Dan Frank mengejar si penumpang kuda misterius."
Mandor itu mengernyit mengejek.
"Tetapi ia tak membawanya pulang, bukan?"
"Jadi kita berdua sama-sama," kata Frank dengan tenang.
"McVay mengatakan bahwa engkau pun tidak berhasil
menangkapnya. Engkau kehilangan jejaknya di bukit-bukit. Aku masih lebih baik daripada itu. Bagaimana pun kami tahu bagaimana harus menunggang kuda."
"Tunjukan kepadaku bagaimana baiknya engkau menunggang!"
Perkins mengejek. Seketika itu juga Frank dan Joe melompat ke pelana, siap untuk mempertunjukkan kecakapan mereka di depan mandor. Tetapi kuda Joe yang semula menurut mendadak menjadi binal! Ia berdiri pada kedua kaki belakang, melonjak-lonjak, menendang-nendang dan berputar-putar dalam usahanya melemparkan Joe dari punggungnya!
8. Kawanan Ternak yang Membedal
Joe memegangi tali kekang dengan tangan kiri dan
membentangkan tangan kanannya untuk menjaga keseimbangan!
Kuda menurunkan kaki dengan kaku, mencoba melemparkan
Joe. Masih saja merasa bebannya tetap dipunggungnya, binatang itu mulai melonjak ke atas sambil membongkokkan punggungnya dengan sekuat tenaga. Namun Joe tetap berada di pelana dan berusaha menenangkan tunggangannya.
Akhirnya ia melompat turun. Kuda itu berhenti melonjak-lonjak dan memandangi Joe dengan tenang.
Joe menggaruk-garukkan kepalanya.
"Tak ada gunanya menunggang dia lagi. Aku tak mengerti. Ia tak pernah bertingkah sebelumnya, tetapi ada yang aneh padanya hari ini."
Perkins mengejek. "Barangkali engkau menunggang kuda tak sepandai yang kaukira, dan kuda itu tahu hal itu sekarang. Ia menghendaki seorang koboi tulen yang menunggangnya!"
Frank yang memandangi pelana kuda Joe, tiba- tiba turun dari kudanya.
"Kukira aku dapat menjelaskan," katanya. Ia mengungkit bagian belakang pelana ke atas dan merogohkan tangannya ke bawahnya. Ia menarik keluar sebatang duri lancip.
"Inilah yang menyebabkan," katanya. "Kuda itu bukannya berusaha melemparkan engkau, Joe. Ia ingin menghilangkan duri yang menusuk punggungnya." Frank berpaling kepada si mandor. "Perkins, engkau yang berbuat ini. Engkau menyelipkan duri ke bawah pelana sewaktu engkau berpura-pura memeriksanya!"
"Engkau gila!" tukas mandor itu. "Tentu angin yang meniupnya kesana!"
"Tidak mungkin." kata Joe. "Tadi tak ada duri ketika aku memasang pelana."
Kakak beradik itu berpikir yang sama: sekali lagi Perkins ingin menyingkirkan mereka. Tetapi Frank belum mempunyai bukti-buktinya.
Mereka kembali naik ke pelana, dan kali ini kuda Joe patuh padanya.
Ketika mereka pergi dari kandang, mandor itu memandangi
mereka dengan marah. Setiba di padang penggembalaan, Frank dan Joe melihat dua orang koboi sudah ada di sana. Barson yang memimpin, dan ia mendatangi kedua pemuda tersebut.
"Kami akan menggiring sapi-sapi Longhorn ini ke kandang
terbuka di peternakan," katanya. "Kalian berdua menjaga di kedua sisi depan. Nah, giringlah mereka!" Sambil berkata demikian ia kembali ke bagian belakang kawanan sapi.
Sapi-sapi itu mulai berjalan, melenguh-lenguh keras,
mengayun-ayunkan tanduk mereka dan menggebu-gebu
menghamburkan gumpalan-gumpalan tanah, Frank dan Joe berkuda ke depan dan ke belakang, menuntun pimpinan kawanan sapi menuju ke kandang terbuka agar yang lain-lain mengikutinya.
Tiba-tiba seekor sapi yang memberontak memisahkan diri, lari ke arah padang terbuka. Joe membalap mengejar, melarikan kudanya mencegat di depannya, memaksa sapi itu membelok ke samping.
Lagi-lagi sapi itu hendak lolos, tetapi Joe mencegatnya dan sapi itu terpaksa membelok.
Sambil melambai-lambaikan topi koboinya dan berteriak-teriak ia mengejarnya kembali ke induk rombongan. Kawanan sapi itu perlahan-lahan bergerak menuju ke kandang terbuka.
Frank melihat seekor lagi terlalu jauh di depan. Ia membalap maju untuk memperlambat lari sapi tersebut. Tepat ketika ia sedang berada di depan kawanan sapi itu, dari belakang Barson berteriak sekeras-kerasnya menghalau sapi-sapi yang ada di belakang.
Seketika itu juga sapi-sapi itu membedal berdebum-debum
maju! Gemuruh kaki sapi itu membuat kuda Frank takut. Kuda itu
tersandung ketika hendak memutar dan Frank jatuh tepat di lintasan sapi-sapi yang membedal!
Dengan cemas Joe melihat tanduk-tanduk yang menunduk
terarah ke tubuh kakaknya. Gedebak-gedebuk ribuan kaki mendatangi ketika lautan sapi itu berlari di padang. Joe melihat kuda kakaknya berdiri di tengah gemuruh lautan sapi, tetapi kakaknya tak nampak sedikit pun!
Ketika sapi-sapi yang terakhir telah lewat, kuda itu masih tetap berdiri di sana, pelananya kosong tak berpenunggang. Dengan ketakutan Joe melarikan kudanya mendatangi dan melihat ke sekeliling.
Tiba-tiba ia mendengar suara Frank.
"Aku di sini, Joe!"
Joe menatap ke arah bawah kuda. Kakaknya menempel di perut kuda, berpegangan pada sabuk pelana!
Frank melepaskan pegangannya dan jatuh ke tanah, kemudian melompat naik ke pelana, tubuhnya gemetar mengingat
pengalamannya yang mengerikan.
"Engkau tak apa-apa?" tanya Joe dengan cemas.
"Baik-baik saja," jawab kakaknya, suaranya belum tetap.
"Tak sebuah tanduk pun menyentuhku. Mari kembali
menggiring sapi." Mereka membalap untuk menyusul kawanan sapi. Sambil
menempati kedudukan mereka semula, mereka menggiring sapi-sapi yang terdepan masuk ke kandang terbuka. Yang lain-lain mengikuti, dan Frank menutup pintu pagarnya.
Barson mendatangi. "Mengapa kalian meninggalkan tempat kalian di padang?" ia menghardik kasar.
"Mengapa engkau berteriak menghalau ketika aku sedang ada di depan rombongan?" Frank membalas. "Engkau tahu kau membuat mereka takut hingga mereka berlarian melanda aku! Hampir saja aku hancur kalau tidak ada kudaku!"
Barson mengangkat bahu. "Yang kutahu engkau tidak ada di tempat yang kuperintahkan kepadamu. Aku meneriaki kawanan sapi agar berjalan lebih cepat."
Ia pergi tanpa berkata-kata lagi. Kedua pemuda itu pergi ke barak dan ikut dengan yang lain mengambil makanan. Sambil membawa piring berisi makanan, Jupe datang ke tempat mereka, dan mereka duduk untuk makan di bawah pohon, jauh dari yang lain-lain.
"Kudengar engkau hampir terinjak-injak sapi," kata Jupe kepada Frank.
"Karena ulah Barson," jawab Frank. "Ia meneriaki kawanan sapi itu dan kudaku tersandung."
Jupe mengangguk. "Ya, begitulah yang dikatakan orang kepadaku."
Ketiga pemuda itu mengunyah makanan mereka sampai Joe
berkata: "Kami kira Barson dengan sengaja meneriaki sapi-sapi itu hingga mereka berlari ke arah Frank. Apakah ia sudah pernah berbuat demikian sebelumnya?"
Jupe meletakkan piringnya.
"Belum. Tetapi aku pernah melihat ia dan Marti keluar ke jalan tanah utama, dan ia berkata, kalau aku sekali lagi pergi ke sana lagi ia akan memecat aku."
Joe menjadi bergairah. "Apa yang membuat ia begitu marah, Jupe?"
Jupe mengangkat bahu. "Mana aku tahu. Aku hanya mendengar suara-suara, kukira pencuri ternak. Karena itulah aku ke sana. Aku ceritakan itu kepadanya, dan pada waktu itulah ia marah-marah.
Kukira ia tak senang dikira pencuri ternak."
Perkins menghentikan percakapan mereka dengan
memerintahkan mereka kembali bekerja.
"Kalian berdua, Frank dan Joe, perbaiki pagar sampai selesai!!
Kakak beradik itu menunggang kuda mereka dan keluar ke
padang penggembalaan. Mereka membicarakan apa yang telah
dikatakan oleh Jupe. "Mungkinkah Barson dan Marti itu pencuri ternak?" pikir Frank sambil mengguman. "Hal itu bisa menjelaskan mengapa kita melihat dia dengan sebuah truk pengangkut ternak di jalanan utama. Mungkin mereka sedang merencanakan satu aksi!"
" Tetapi McVay tak mau mempercayai hal itu," kata Joe. "Dan kita tak dapat mendakwa mereka karena tidak ada buktinya. Kita masih memerlukan petunjuk-petunjuk untuk dapat bertindak."
Mereka berdua menyusur pagar sampai tiba di tempat kawat
berduri dari pagar yang putus. Frank turun dari kudanya dan mengenakan sarung tangan kulit. Kemudian ia menarik kedua ujung kawat itu sampai bertemu, lalu dipeganginya. Sementara itu Joe menekuk kedua ujung kawat itu dengan tang. Frank menarik kedua ujung hingga kedua tekukan itu saling berkaitan, lalu dilepaskan.
"Cukup kuat," katanya.
Mereka terus menyusur pagar, sampai pada suatu saat Joe
melihat ada yang terbuka.
"Frank. Di sana benar-benar bobol," ia berseru. "Kita harus memperbaikinya, kalau tidak Perkins tentu akan marah-marah."
Ketika mereka dekati, mereka melihat dua tiang pagarnya telah dicabut dan bersandar pada semak-semak di sisi seberang. Hanya kawat yang terentang menahan tiang-tiang itu tidak tergeletak di tanah.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Frank tak mengerti. "Tiang-tiang itu tidak patah, dipotong atau digergaji. Ini langsung dicabut dari tanah. Dapat kau lihat tanah yang masih menempel di bagian bawah."
"Tentu para pencuri itu yang mencabutnya," seru Joe. "Mereka menggiring sapi lewat sini dan membawanya pergi dengan truk.
Mereka bermaksud untuk kembali dan meletakkan tiang-tiang itu di lubangnya hingga tak ada orang yang mengetahuinya. Kecuali kalau kita intip dan hadang!"
Frank menggelengkan kepalanya.
"Kukira tidak. Tak seorang pun dapat menggiring ternak
melalui kawat berduri. Pencuri-pencuri itu akan memotong kawat itu.
Di samping itu, kita dengar McVay berkata, ia belum pernah kecurian ternak. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi di sini, tetapi jelas memberikan pekerjaan bagi kita."
Mereka turun lagi, memasang tiang-tiang itu, pada lubangnya.
Baru saja mereka hendak menimbuninya, ketika suatu gerakan di udara menarik perhatian Joe. Ia mendongak.
Suatu tiang awan berdebu bergerak menuju ke arah mereka.
Lebar di atas dan meruncing ke bawah hingga menjadi suatu titik di tanah, berputar-putar seperti sebuah corong raksasa yang bergerak.
Angin pusar itu terus saja mendatangi, mencabut semak-semak dan mematahkan pohon-pohon, menghisap segala sampah ke langit.
"Angin puyuh!" teriak Joe. "Tornado! Arahnya kemari!"
9. Pencurian Merah Delima
Frank dan Joe melepaskan tiang pagar.
"Kita harus berlindung di hutan!" teriak Frank.
Mereka segera melompat ke pelana. Dengan memacu kuda
mereka melompati pagar, menyeruak di semak-semak di seberang pagar.
Mereka terus masuk ke hutan, turun di sekelompok pohon pinus dan mengikat kuda mereka yang ketakutan pada cabang-cabang.
Binatang-binatang itu mendengus, berdiri pada kaki belakang dan mengais-ngais tanah dengan kaki depan.
Dari celah-celah cabang, Frank dan Joe dapat melihat angin puyuh itu menderu-deru berputar ke arah mereka. Pohon-pohon meliuk-liuk hebat di atas kepala mereka. Semak-semak tercabut sampai akar-akarnya dan di lemparkan ke cabang-cabang pohon.
Rumput gerinting yang bergelindingan mendahului angin puyuh menumpuk pada pagar kawat.
Kakak-beradik itu bertiarap dan melindungi kepala mereka
dengan kedua lengan. Tenaga angin semakin kuat, memenuhi udara dengan debu. Pohon-pohon bertumbangan di sekeliling mereka.
Tiba-tiba tornado itu membelok berpindah arah melintas padang penggembalaan, bergerak-gerak naik turun sambil berlalu. Setelah melintasi bangunan-bangunan peternakan, angin puyuh itu tiba di gurun dan membelok ke keluasan alam.
Pohon-pohon berhenti berguncang-guncang dan kedua ekor
kuda tenang kembali. Frank bangkit berlutut. Sambil terbatuk-batuk dan mendesah-desah ia membersihkan debu dari matanya.
"Biuhhh!" serunya. "Kukira kita akan tertiup terbang sampai ke Meksiko!" katanya.
Joe tak menanggapi. Ia tergeletak tak bergerak, kedua matanya tertutup, tertindih daun-daunan. Sebatang pohon pinus yang tercabut oleh angin jatuh tepat di belakangnya!
Dengan mati-matian Frank memegangi cabang-cabang teratas
dan berusaha menariknya ke samping. Namun terlalu berat baginya untuk dipindahkan. Ia lari ke kudanya mengambil sebuah gunting pohon dan segera memotong-motong cabang-cabang yang menimbuni adiknya.
Joe membuka matanya. "Ada apa?" ia terengah- engah.
"Engkau pingsan terpukul cabang. Bagaimana rasanya?"
Joe berdiri dengan goyah dan meraba bagian belakang


Hardy Boys Batu Api Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepalanya. "Aduh!" Ia mengernyit. "Benjol sebesar buah pinus. Tetapi ya hanya itu."
"Ingin kembali ke barak untuk istirahat?" tanya Frank.
"Tak usah. Aku tak akan apa-apa. Mari bekerja lagi."
Mereka melepaskan tambatan kuda mereka dan
menungganginya kembali ke pagar. Mereka mengangkat tiang-tiang lagi dan memasukkannya ke lubang masing-masing, lalu ditimbuni dengan tanah dan batu-batu.
Setelah itu dipadatkan dengan diinjak-injak di sekeliling tiang.
"Cukuplah," kata Joe. "Paling tidak sampai tornado yang berikutnya."
Mereka meneruskan menyusur pagar tanpa melihat kawat yang perlu diperbaiki lagi. Akhirnya mereka memutar dan kembali ke peternakan. Tiba di sana, segalanya serba tak karuan akibat Tornado.
Para koboi sedang membersihkan pecahan-pecahan kaca, genting dan sampah-sampah lain di barak. Kedua pemuda itu menawarkan diri untuk ikut membantu.
"Tidak perlu," Jupe memberitahu "Kami sudah menguasai semuanya. Lagi pula McVay mengatakan, kalian diminta segera ke rumah besar kalau sudah datang. Perkins sudah ada di sana sekarang."
Semua penghuni rumah induk berada di luar, di halaman depan.
Para pelayan hilir mudik sambil saling berbisik, Perkins dan Wilbur agak menjauh dan bercakap-cakap lirih. McVay berdiri di tengah halaman dan memandang ke atap. Beberapa keping papan atap menjulur di pinggir.
"Aku terpaksa membersihkan bagian dalam dari rumah,"
McVay memberitahu kedua pemuda itu. "Kami kuatir kalau-kalau rumah ini roboh. Wilbur mengatakan, Tornado itu barangkali saja telah merusak susunan bangunannya. Kami memang cemas sebab sebuah rumah peternakan di dekat sini ada yang dirobohkan oleh Tornado yang lalu."
Wilbur mendatangi sambil mengangguk-angguk.
"Itu memang benar, McVay. Tak seroang pun boleh masuk,
sampai selesai diperiksa oleh yang berwajib."
"Tak perlu menunggu sedemikian lama," kata Joe. "Aku dan
Frank akan masuk dan melihat-lihat kalau memang ada yang rusak."
"Itu terlalu berbahaya bagi kalian," Wilbur membantah.
Frank berpaling kepada pemilik peternakan. "Kami pernah
bekerja pada perusahaan bangunan, kami tahu mencari tanda-tanda yang menyebabkan tidak amannya suatu bangunan. Percayalah, kami tak akan mengambil risiko yang tak perlu."
McVay mengangkat bahu. "Karena kalian memang telah berpengalaman, silakan saja," ia menyetujui. "Aku memang kurang senang menunggu terlalu lama kalau tidak terpaksa."
"Aku ikut," Wilbur cepat-cepat menawarkan diri. "Tiga orang lebih baik daripada dua kalau ada keadaan darurat."
McVay nampak berterima kasih.
"Terima kasih," katanya "sungguh baik hati engkau mau mengambil risiko."
Kakak-beradik itu memeriksa dengan teliti dan menyeluruh, mencari-cari kalau ada fondamen yang retak sebelum masuk ke dalam. Kemudian mereka masuk ke kamar duduk, Wilbur mengikuti dekat di belakang.
Pada satu sisi jendela-jendela pecah-pecah, dan Tornado itu telah menjungkir-balikkan kursi-kursi. Frank dan Joe mengelilingi kamar itu, mengetuk-ngetuk tembok dan menduga keadaan lantai dengan hentakan kaki mereka. Mereka mendongak ke atas perapian, di mana setumpuk jelaga telah jatuh ke angsang besi."
"Kamar ini sangat kokoh," kata Joe. "Tetapi ruangan bawah tanah tak begitu kokoh."
"Tak perlu ke kamar bawah tanah," Wilbur ikut berbicara.
"Blok-blok batu arang itu tak mungkin rusak."
"Siapa tahu, Wilbur?" kata Frank. "Kita harus yakin benar."
Pelayan kepala mengangkat bahu, seolah-olah acuh tak acuh. Ia terus mengikuti mereka ke ruang bawah tanah. Mereka melihat semua batu-batu arang tetap utuh.
Jendela-jendela tak ada yang pecah, masih tetap digrendel, dan jeruji besi masih tetap kekar, ketika digoncang-goncang Joe. Ruang besi tempat permata masih tetap sama seperti sedikala.
"Nampaknya beres," kata Frank.
"Nah, sekarang tahan telingamu !" ia memegang piringan
angka-angka kombinasi untuk kunci, kemudian diputarnya. Seketika itu juga sirene meraung-raung, memenuhi ruangan itu dengan suaranya yang memekikkan.
"Stop, Frank, stop!" ia memohon. "Kalau tidak kita akan tuli semua!"
Frank menarik tangannya dan suara itu berhenti
"Aku hanya ingin tahu apakah tanda bahaya pencurian masih bekerja," ia menjelaskan.
Wilbur memandangnya dengan marah, tetapi diam saja.
Mereka naik ke atas lagi, dan memeriksa gedung itu dari lantai pertama sampai ke loteng. Mereka tak menemukan kerusakan
konstruksi, hanya di sana sini banyak sampah yang ditinggalkan Tornado.
Joe menjulurkan tubuhnya keluar dari jendela loteng,
memeriksa tempat-tempat yang gentingnya terlepas.
"Kukira dapat diperbaiki tanpa banyak kesulitan," katanya. Ia membungkuk sedalam-dalamnya untuk meraba atap.
"Coba kulihat," kata Wilbur. Ia mendesak semakin dekat, dan dengan perbuatannya itu mendorong tubuh Joe yang dalam keadaan tidak mantap!
Disertai jeritan, kaki Joe terangkat dan ia menggelincir keluar dari jendela!
Frank lari menghampiri,namun ia tak berhasil menahan
kejatuhan Joe. Sambil menggapai-gapai Joe merosot, namun
tangannya berhasil menyambar talang dan tubuhnya berhenti merosot.
Pucat dan gemetar, ia dengan hati-hati bangkit dan merangkak kembali keatas, lalu memanjat jendela dan masuk ke loteng.
"Engkau tak apa-apa?" tanya Frank, jantungnya masih berdebar keras.
"Ya. Tak apa-apa." Joe berdiri sejenak mengatur napas,
kemudian berpaling kepada pelayan kepala. "Rupa-rupanya
kehadiranmu selalu membawa bencana," katanya sewajar mungkin.
"Pertama kali kau jatuhkan nampan perak ke arahku, kini engkau mendorong aku keluar jendela loteng. Maukah engkau menjauhi aku sejak kini?"
"I - ini hanya kecelakaan! Wilbur menggagap. "Percayalah, aku tak bermaksud mencelakai engkau."
Frank memandanginya, tak percaya sepatah kata pun. "Untuk selanjutnya hindari kecelakaan-kecelakaan itu, kalau tidak, engkau akan benar-benar mendapatkan kesulitan?" katanya dengan geram.
Wilbur tak menjawab, ketika mereka berada di lantai bawah lagi, ia bersikap-seolah-olah tak terjadi apa-apa.
"Aku usul untuk memeriksa dapur, katanya. "Dengan segala kabel-kabel dan pipa-pipa yang masuk ke sana, mungkin ada yang putus."
Frank mengangkat bahu. "Beberapa menit lagi tak ada artinya, asal engkau merasa
aman." Mereka pergi ke dapur, jendela-jendela dan pintu belakangnya tertutup dan terkunci. Frank dan Joe memeriksa pipa-pipa dan kabel-kabel. Mereka sedang memeriksa stop kontak ketika mereka merasa mencium bau yang tajam.
"Gas !" seru Joe. "Tornado itu tentu telah mematahkan
pipanya!" Mereka memutar tubuh untuk memberitahu Wilbur, tetapi orang itu telah pergi. Kakak beradik itu lari ke pintu dan Joe memutar tombolnya. Pintu tak bergerak.
"Dikunci!" seru Joe. "Wilbur mengurung kita!"
"Cepat buka jendela sementara aku mencari pipa yang patah!"
perintah Fank. "Barangkali kita dapat menambalnya." Ia merangkak dan mengintip ke bawah tungku gas.
Joe melaksanakan apa yang diperintahkan, kemudian
memeriksa bagian atas tungku.
"Tahan, Frank !" serunya. "Keran dibuka, tetapi lampu tanda tungku siap dipakai tidak menyala. Karena itulah gas mengalir keluar!"
Ia memutar keran hingga tertutup kembali.
Setelah Frank berdiri lagi, Wilbur masuk melalui pintu.
"Aku mendengar suara-suara, tetapi tak menemukan apa-apa,"
ia menjelaskan. "Mengapa pintu kau kunci?" tanya Frank.
"Aku tidak mengunci!" Pelayan itu nampak heran, kemudian
memeriksa kunci dari luar.
"Ah ada yang memutar kunci pengamannya, maka ia terkunci sendiri kalau pintu tertutup!" katanya. "Aku tak tahu siapa yang melakukannya."
"Dusta !" Frank marah sekali. "Engkau memancing kami masuk kemari, kemudian membuka keran gas. Sesudah itu mengunci pintu pula."
Wajah penuh rasa salah menandakan bahwa Frank memang
benar, tetapi Wilbur tetap bersikeras tak mau mengaku.
Mereka keluar ke halaman dan melapor kepada McVay bahwa
di rumah tak menderita apa-apa, tetapi banyak kotoran yang ditinggalkan oleh Tornado.
Peternak itu merasa lega.
"Perkins, engkau kembali ke barak dan mengawasi pembersihan disana," katanya. "Yang lain-lain, kuharap segera membereskan rumah. Aku ingin bisa selesai pada senja nanti."
Pendekar Kidal 1 Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong Si Kangkung Pendekar Lugu 4
^