Pencarian

Petualangan Gunung Bencana 4

Lima Sekawan Petualangan Di Gunung Bencana Bagian 4


Kemudian malam tiba. Anak-anak mulai gelisah. Makanan sudah diantarkan, tapi 0rang Jepang yang membawa ke atas diam saja. Sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya. Apakah yang sedang dikerjakan para penerjun payung di dalam gunung? Barangkali sibuk berupacara, sehubungan dengan tugas percobaan yang akan dilakukan salah seorang rekan mereka
Dan mana Kiki? Jack sudah sedih sekali memikirkan
?prev | next? Go to[1-11] Home kakaktuanya itu. Berbagai bayangan yang tidak-tidak timbul dalam pikirannya. Belum pernah Kiki menghilang selama itu.
Lampu yang terang dinyalakan lagi, menyinari helikopter. Meier muncul di atas bersama Erlick, beberapa orang Jepang, penerjun yang akan melakukan percobaan, serta penerbang helikopter dengan temannya yang pincang.
Setelah itu ada lagi yang muncul dari dalam gunung ? sang raja
Tubuhnya diselubungi jubahnya yang gemerlapan, sedang di atas kepalanya terpasang mahkota. Penampilannya saat itu berbeda sekali dengan ketika ia muncul beberapa hari yang lalu. Saat itu ia nampak berupa seorang tua yang malang. Kini ia melangkah dengan sikap anggun, menuju ke tengah pelataran.
la diiringi empat orang Jepang yang membawa sebuah peti. Peti itu mereka letakkan di hadapan raja. Tanpa mengatakan apa-apa. raja membungkuk lalu membuka peti.
Dari dalam peti itu dikeluarkannya sepasang sayap yang berkilau-kilauan seperti emas. Bentuknya sayap burung yang terbentang ? tapi lebih besar dan lebar. Napas Lucy-Ann tersentak karena kagum.
"Wah ? lihatlah, Dinah Indahnya sayap itu. Persis sayap asli"
Sementara itu raja berbicara pada penerjun payung yang kelihatan tercengang.
"Kalau kau terjun nanti, sayap ini akan membuatmu tidak akan jatuh. Begitu kau melompat, cepat-cepat tekan tombol ini. Seketika itu juga kau takkan merasakan tarikan bumi lagi Tubuhmu akan terasa ringan, seringan udara. Kau akan bisa menggunakan sayap ini untuk menentukan arah gerakmu. Kau bisa melayang, membubung tinggi ? sesukamu"
"Asyik, ya?" bisik Lucy-Ann. Dengan penuh minat disimaknya kata-kata orang tua itu.
"Sayap ini harus kaupasang ke lenganmu," sambung raja. "Sekarang bentangkan lengan ? akan kupasangkan kedua sayap ini."
"Eh ? cuma ini saja yang akan menahan tubuhku sehingga tidak bisa jatuh?" tanya penerjun payung itu dengan nada sangsi. ?
"Memang hanya ini yang kauperlukan," kata raja. "Dalam sayap ini tersimpan sinar yang kuat sekali. Begitu tombol kautekan, seketika itu juga sinar akan memancar ke arah bumi, sehingga kau tidak bisa jatuh. Tapi jika kau ingin turun ke bumi, tekan Iagi tombol ? dan kau akan melayang dengan landai ke bawah, karena daya tarik bumi berpengaruh Iagi terhadap dirimu."
"Tapi nanti dulu ? kusangka aku harus mencoba payung model baru." kata penerjun payung itu. "Tak kukira barang itu omong kosong seperti ini"
"Ini bukan omong kosong, tahu" tukas Meier mencampuri pembicaraan. "Ini ciptaan gemilang sarjana terbesar di dunia. Kalau kau nanti turun ke bumi setelah terbang satu-dua mil, aku akan segera datang bersama Erlick, dengan bantuan anjing-anjing pelacak itu. Setelah itu kau akan mendapat ganjaran yang berlimpah ruah. Kau akan menjadi orang terpandang ? karena merupakan salah seorang perintis penerbangan gaya baru"
"Nanti dulu ? aku ini kan berat," kata penerjun payung itu Iagi. "Ya, kan? Sayap setipis itu takkan mampu mengangkat tubuhku ? tak peduli ada sinar atau tidak Aku tak mengerti tentang tarikan bumi terhadap aku. Aku cuma tahu bahwa aku pasti jatuh terbanting. begitu aku meloncat hanya dengan benda itu di lenganku Yang betul saja dong"
"Pegang dia" seru Meier tiba-tiba dengan marah. Seketika itu juga kedua lengan penerjun payung itu dipegang kuat-kuat oleh Erlick serta seorang Jepang. Anak-anak memandang dengan napas tertahan, sementara raja memasangkan sayap ke lengan orang itu.
Orang itu berteriak sambil meronta-ronta. Tapi ia tidak bisa melepaskan diri, karena Erlick yang potongan badannya seperti gorila terlalu kuat.
"Masukkan dia ke helikopter, lalu segera berangkat," kata Meier memberi komando. "Kau juga ikut. Erlick. Nanti pada saat yang tepat, dorong dia ke luar. Jika ia ingin selamat, pasti tombol itu akan ditekannya. Setelah itu ia akan melihat sendiri bahwa ia bisa terbang"
Tapi penerbang helikopter berpendapat lain. Suaranya terdengar jelas, bernada tidak enak.
"Kurasa orang ini terlalu berat," katanya. "Sama seperti yang waktu itu. Menurutku lebih baik kau pertimbangkan lagi keputusan ini, Boss Lebih baik bikin dulu sayap yang ukurannya dua kali Iebih besar daripada yang ini. Aku mau saja ikut dalam percobaan yang ada kemungkinannya berhasil. Tapi orang bertubuh besar mencoba sayap itu ? kurasa kecil sekali harapannya akan bisa selamat"
"Maksudmu, kau menolak membawa orang ini?" tukas Meier. Mukanya pucat karena marah.
"Tepat," kata penerbang helikopter. ia juga mulai marah. Goresan di pipi kini nampak jelas. "Suruh saja seseorang bertubuh kecil mencobanya Waktu terakhir itu percobaan sebenarnya sudah berhasil sebentar ? tapi kemudian kekuatannya habis. Para penerjun payung ini semuanya bertubuh kekar ? setidak-tidaknya mereka yang harus melakukan percobaan dengan aku ? dan kukatakan saja terus terang, aku tidak mau mengangkut orang yang tidak mau. Mengerti?"
Meier bergerak maju, seakan-akan hendak memukul penerbang itu. Erlick menahannya.
"Ya, begitu lebih baik," kata penerbang itu. Ia sama sekali tidak kelihatan gentar. "Jangan coba macam-macam terhadapku, Boss. Aku terlalu banyak mengetahui rahasia kalian ? dan ada orang-orang lain yang juga terlalu banyak tahu,jika aku tidak kembali pada waktunya"
Setelah itu ia masuk ke helikopter, diikuti oleh temannya yang selama itu membisu terus. Mesin pesawat itu dihidupkan, sementara penerjun payung yang tidak jadi ikut hanya bisa memandang saja dengan sikap bingung.
Penerbang tadi menjulurkan kepalanya ke luar, lalu berbicara pada Meier, yang kelihatannya hampir meledak karena marah.
"Selamat tinggal Aku takkan datang lagi kemari ? aku hendak mengambil cuti Akan kukirimkan orang lain sebagai penggantiku ? seseorang yang tak secerewet aku. Tapi lebih baik ikuti nasihatku, cobalah dengan orang bertubuh kecil"
Setelah itu helikopter membubung tegak lurus ke atas, terbang mengitar dengan pelan, lalu bergerak ke arah barat. Beberapa saat kemudian bunyinya tidak kedengaran lagi.
Orang-orang yang tinggal berjalan bolak-balik di pelataran. Mereka sibuk berdebat. Tapi penerjun payung tadi tidak ikut berbicara. Ia dipegang erat-erat oleh beberapa orang Jepang. Sayap terbang sudah dilepaskan dari lengannya, dan selama beberapa waktu dipegang oleh raja. Tapi kemudian dimasukkan ke dalam peti, yang Iangsung dikunci.
"Baiklah, aku setuju," kata raja. "Memang mungkin orang-orang yang kita pilih terlalu berat ? tapi siapa lagi yang bisa kita pakai kecuali mereka? Cuma penerjun payung saja yang sudah biasa meloncat dari tempat tinggi Suruhlah orang lain yang mencoba, jika itu yang kalian kehendaki. Hasilnya pasti sama saja Gagasanku tidak mungkin gagal"
Anak-anak yang mengikuti perembukan itu ngeri sekali, ketika menangkap ucapan yang terdengar kemudian.
"Satu dari anak-anak ini bisa kita pakai," kata Meier. "Misalnya saja anak yang bermulut lancang itu. Kita pasangkan sayap di lengannya, lalu kita suruh ia melompat dari helikopter"
Bab 24 HELIKOPTER DATANG LAGI KEMUDIAN orang-orang itu turun semua ke dalam gunung. Lampu besar sudah dipadamkan. Lucy-Ann menangis tersedu-sedu. Jack dan Dinah merangkulnya. berusaha membujuk. Mereka sendiri pun rasanya ingin menangis saat itu.
"Ia tidak bersungguh-sungguh tadi," kata Jack sambil mencari-cari kata yang menenangkan. "Jangan takut ? ia tadi berkata begitu untuk menakut-nakuti kita saja. Mereka takkan benar-benar tega menyuruh Philip melakukan percobaan itu."
"Mereka bukan cuma menggertak saja. Mereka bersungguh-sungguh. Kau juga tahu" kata Lucy-Ann sambil terus menangis. Bagaimana sekarang? Kita harus berbuat sesuatu."
Berkata begitu gampang saja ? tapi apa yang bisa mereka lakukan? Malam itu anak-anak sulit tidur. Mereka rnembicarakan baik tidaknya Philip diberi tahu tentang apa yang terjadi ? dan apa yang diusulkan kemudian.
Akhirnya mereka memutuskan, lebih baik Philip jangan diberi tahu. Kasihan dia, nanti bingung Padahal ia seorang diri saja di dalam gua. Jadi ketika hari sudah pagi dan si Putih dikirim ke tempat Philip dengan membawa roti sandwich, dalam surat yang ikut disertakan tidak ditulis apa-apa tentang kejadian itu.
Ketiga remaja itu kaget, ketika kemudian seorang Jepang naik ke atas, menggiring ? Philip Anak itu bergegas menghampiri mereka sambil tertawa lebar.
"Hai Aku dibebaskan Rupanya mereka bosan mencoba memaksaku tunduk karena kelaparan -- melihat kenyataan bahwa aku malah semakin gemuk. Kalian dengar tidak bunyi helikopter tadi malam? Aku mendengarnya."
Dinah dan Lucy-Ann merangkul Philip, sementara Jack menepuk punggungnya dengan gembira. Mereka senang sekali karena Philip ada bersama mereka lagi. Si Putih yang datang menyertainya berjingkrak-jingkrak naik?turun tembok rendah, seperti sedang beraksi di sirkus saja tingkahnya.
Anak-anak tidak banyak bercerita tentang malam sebelum itu. Philip agak heran, kenapa mereka tidak banyak berbicara. Segala pertanyaannya dijawab dengan singkat. la tidak melihat Jack menatap kedua anak perempuan sambil mengerutkan kening, melarang mereka berbicara terlalu banyak. Jack berpendapat lebih baik jangan mengatakan apa-apa dulu, karena mungkin saja Meier memang hanya bermaksud menggertak.
Tapi sebetulnya aneh juga, kenapa Meier dengan tiba-tiba menyuruh Philip dibawa naik ke pelataran. Makanan yang diantarkan pun jauh lebih enak dan banyak daripada biasanya.
"Seperti calon korban yang digemukkan dulu sebelum dikorbankan," kata Jack dalam hati.
"Kapan kiranya helikopter itu datang lagi, ya? Masih berapa lama waktu yang ada? Aduh, Bill ? datanglah cepat-cepat kemari"
Lucy-Ann dan Dinah sangat manis terhadap Philip, yang menurut perkiraan mereka pasti akan disuruh terjun dari helikopter. Dinah bahkan bertanya di mana Sally Geliat. Ia memaksa diri tidak cepat-cepat menjauh, ketika Philip mengeluarkan cecak ular itu dari kantungnya.
"Eh ? kenapa Dinah tahu-tahu begitu sikapnya?" tanya Philip. "Begitu manis sikapnya terhadapku. Biasanya ia tidak begitu. Tahu-tahu nanti ia menawarkan diri, mengurus Sally untukku"
Philip merasa yakin bahwa pasti ada sesuatu yang tidak diketahuinya. Jangan-jangan ada kabar buruk, tentang Kiki. Tapi tidak ? jika begitu, sikap Jack pasti lain. Philip merasa tidak enak. Tidak biasanya anak-anak merahasiakan sesuatu terhadapnya. Ia langsung menanyakannya pada Jack.
"He, Jack ? ada apa-apa, ya? Jangan bilang tidak ada ? karena aku tahu pasti. Ayo katakan ? kalau tidak, nanti aku kembali saja lagi ke guaku"
Jack sangsi sesaat. Tapi kemudian ia rnemutuskan, lebih baik hal itu dikatakan saja.
"Baiklah ? akan kukatakan, Philip. Tapi soalnya tidak enak bagi kita."
Jack menceritakan kejadian malam itu ? sampai pada usul Meier, agar satu dari anak-anak saja yang menguji baik tidaknya sayap terbang itu.
"Begitu," kata Philip lambat-lambat. "Dan mestinya yang mereka pilih itu aku, ya?"
"Begitulah kata mereka," kata Jack. "Mereka itu tak berperikemanusiaan Percobaan mereka belum sempurna ? sayap terbang itu belum sepenuhnya dapat diandalkan. Setengah saja belum ? walau kapan-kapan mungkin bisa benar-benar sempurna"
"Wah ? bayangkan, aku akan terbang dengan sayap," kata Philip mencoba berkelakar. Kemudian dilihatnya wajah Jack yang cemas. "Kau tak usah khawatir, itu takkan terjadi Pasti nanti terjadi sesuatu ? dan kalau tidak, aku bukan anak pengecut"
"Aku tahu. Itu tak perlu kaukatakan lagi padaku," kata Jack. "Anak?anak perempuan sedih sekali. Karena itulah sikap kami agak aneh tadi. Kami sebenarnya sudah memutuskan untuk tidak mengatakan hal ini padamu."
Philip menghampiri Dinah dan Lucy-Ann sambil melonjak-lonjak Lengannya dikepak-kepakkan seperti sayap.
"Sudah, jangan sedih" katanya dengan riang. "Begitu aku meloncat dari helikopter, aku akan langsung terbang mendatangi Bill. Biar dia kaget setengah mati"
Tapi percuma saja ia mencoba berkelakar. Persoalannya terlalu gawat. Anak-anak tidak ada yang mengajak si Putih bermain-main, karena terlalu gelisah memikirkan apa yang akan terjadi dengan Philip. Anak kambing itu kesal, lalu masuk ke dalam gunung lewat tangga batu. la mencari orang yang bisa diajak bermain-main.
Tiga hari sudah lewat Keempat remaja itu sudah hampir putus harapan. Menurut dugaan mereka, Bill takkan datang. Sebab kalau ia mencari mereka, tentu sudah lama muncul. Jika ada yang datang, tentunya akan nampak berkeliaran di lereng gunung. Tapi anak-anak tidak melihat siapa-siapa. Benar-benar mengecewakan Mereka sudah jemu menunggu dengan sia-sia.
Keempat remaja itu menimbang-nimbang. Bagaimana kalau mereka mencoba lari lagi lewat tangga tali. Siapa tahu, mungkin sekarang mereka bisa menemukan cara mengulurkannya ke bawah. Tapi Jack menggeleng.
"Tidak ? mereka pasti waspada sekarang. Salah seorang Jepang selalu ada di dekat-dekat kita. Tentunya Meier sudah menugaskan seseorang menjaga di bawah."
Tapi ada satu hal yang agak menyenangkan. Rupanya ada perintah agar anak-anak jangan sampai kekurangan makan, karena kenyataannya selalu banyak sekali yang diantarkan untuk mereka. Walau keempat remaja itu sedang sedih, namun selera mereka tetap ada. Mereka makan dengan nikmat. dibantu oleh si Putih yang selalu siap menghabiskan sayur yang tersedia. setiap kali ada kesempatan.
Suatu malam ketika anak?anak sudah tidur berselubung selimut di bawah tenda, tahu-tahu terdengar bunyi helikopter. Mereka langsung bangun. Jantung mereka berdebar keras. Lucy-Ann mulai menangis.
Helikopter itu terbang dengan lambat, mengitari puncak gunung. Kemudian Iampu yang terang dinyalakan, menyinari pelataran. Pesawat itu turun dengan pelan, sampai roda-rodanya mencecah dasar batu.
Di pesawat itu ada dua orang, tapi kedua-duanya bukan yang pernah datang. Penerbang pesawat memakai kaca mata dan topi penerbang. Sedang temannya tidak memakai apa-apa. Tampangnya galak.
Tidak lama kemudian Meier muncul, bersama Erlick dan sejumlah orang Jepang.
"Kau pemimpin di sini?" seru penerbang dari dalam helikopter "Aku menggantikan Kahn. Ia sedang cuti Sulit juga menemukan tempat ini. Ini Johns, rekanku. Kami membawakan barang-barang yang kalian pesan."
Sementara barang-barang dibongkar dari pesawat, penerbang serta rekannya meloncat turun ke pelataran.
"Makanan untuk kalian sudah disediakan," kata Meier. "Kalian berangkat kembali besok, kan?"
"Tidak, harus malam ini juga," kata penerbang itu. "Ada yang mengadakan penyelidikan tentang kegiatan kami. Jadi kami harus kembali sekarang juga.?
"Kau sudah diberi tahu tentang ? yah, tentang..." kata Meier. Ia agak ragu.
"Apa maksudmu? Bahwa ada penerjun payung hendak terjun dengan helikopter?" kata penerbang itu. "O ya, kalau soal itu, aku sudah tahu. Aku mau saja. Jika ada yang ingin melakukannya, terserah"
"Imbalan untukmu pasti memuaskan sekali," kata Meier dengan suaranya yang tajam. "Sekali ini pembayaran dinaikkan menjadi lipat dua. Orang yang hendak terjun itu masih muda ? perlu begitu, untuk percobaan kami."
Sesaat tidak ada yang berbicara. Kemudian penerbang itu bertanya dengan nada tajam.
"Apa maksudmu ? masih muda?"
"Seorang anak laki-laki," kata Maier. "Ia ada di sini."
Laki-laki jahat itu berpaling pada salah seorang Jepang dan berbicara dengan dia dalam bahasa asing. Orang itu bergegas menuruni tangga batu, masuk ke dalam gunung.
"Aku harus memberi tahu orang yang menciptakan alat baru itu bahwa kalian sudah datang," kata Meier lagi. "Bagaimana ? kalian makan dulu?"
"Tidak usah," kata penerbang itu. "Aku harus berangkat sekarang juga. Panggil anak itu, dan suruh dia bersiap-siap." ,
Lutut Lucy-Ann terasa lemas sekali, sehingga ia nyaris tak mampu berdiri lagi. Philip tetap tenang. Tapi dalam hati ia bergejolak. Baiklah Biar saja sayap itu dipasangkan padanya. Biar saja ia dimasukkan ke dalam helikopter. Ia tidak takut Nanti ia akan meloncat dengan sayap itu. Dan kalau sayap itu ternyata bisa bekerja ??
Tapi Philip tidak bisa membayangkannya.
Penerbang itu belum melihat anak?anak yang berdiri di bawah tenda. Tapi kemudian beberapa orang Jepang datang menjemput Philip. Anak- anak yang Iain ikut, walau Lucy-Ann harus berpegang pada Jack. Sebelum penerbang itu bisa mengatakan apa-apa pada mereka, raja sudah datang. Cepat sekali ia berdandan sekali itu, pikir anak-anak. Mahkotanya bertengger agak miring di atas kepala. Tapi selebihnya, ia nampak anggun seperti biasanya.
Salah seorang penjaga membawakan kotak yang berisi sayap. Raja membuka k0tak itu, lalu mengeluarkan hasil citaannya. Sayap itu memang indah sekali ? dan kelihatannya seperti bisa dipakai terbang. Lucy-Ann berdoa dalam hati, mudah-mudahan saja memang bisa
Philip diam saja ketika sayap itu dipasangkan ke lengannya. Ia mengangguk, ketika padanya ditunjukkan kedua t0mb0| yang harus ditekan. Dikepak-kepakkannya sayap itu sebentar. la heran merasakan betapa besar tenaga alat bantu terbang itu. Anak-anak yang lain memandangnya dengan perasaan kagum. Philip tabah sekali, kata Jack dalam hati. Sedikit pun tak diperlihatkannya bahwa ia takut Tapi mungkin juga Philip memang sama sekali tidak takut.
Sebenarnya dalam hati kecil anak itu, ia merasa agak ngeri ? tapi perasaan itu ditekannya, jangan sampai kelihatan.
Tahu-tahu Lucy-Ann melangkah maju, lalu memegang lengan raja.
"Raja yang mulia," katanya, "kurasa lebih baik aku yang mencoba sayap ciptaan Anda ini. Aku lebih ringan daripada Philip. Aku bangga, jika diizinkan mencobanya."
Semua yang ada di pelataran itu tercengang. Philip merangkul Lucy-Ann dengan lengannya yang sudah dipasangi sayap.
"Kau ini tabah" katanya. "Tapi akulah yang akan terjun Nanti aku akan terbang kembali kemari, untuk menunjukkan pada kalian bahwa sayap ini bisa diandalkan"
Lucy-Ann terisak. Ia tidak tahan lagi Penerbang serta rekannya naik lagi ke helikopter, tanpa mengatakan apa-apa.
Raja sama sekali tidak nampak ragu ketika menyuruh Philip berangkat Rupanya ia benar-benar yakin akan keandalan sayap ciptaannya yang luar biasa itu. Kasihan ? pikirannya melayang di awang-awang. Orang-orang yang melakukan percobaan untuknya, baginya sama sekali tidak ada artinya.
Meier memperhatikan dengan sikap galak, sementara Philip masuk ke helikopter dengan dibantu salah seorang Jepang, karena geraknya agak terganggu oleh sayap yang terpasang pada lengan. Laki-laki jahat itu kelihatannya mengharap?kan Philip akan berontak. la sama sekali tidak kagum melihat ketabahan anak itu. Matanya yang tajam menatap Philip. Remaja itu membalas tatapannya dengan pandangan mengejek.
"Yuk, sampai nanti" kata Philip sambil melambaikan lengan. "Jaga dirimu baik-baik, Meier. Kapan-kapan riwayatmu pasti berakhir dengan menyedihkan"
Meier marah mendengar ejekan itu. Ia melangkah maju, tapi saat itu baling-baling helikopter mulai berputar, makin lama makin cepat. Lucy-Ann menelan tangisnya. Ia yakin bahwa itulah saat terakhir ia melihat Philip.
Helikopter membubung lurus ke atas. Penerbangnya menjulurkan kepala ke luar, lalu meneriakkan sesuatu.
"Jangan lupa pada Bill Smugs" serunya.
Suaranya kini berbeda dengan tadi. Berbeda sekali.
Itu suara ? Bill Bab 25 MALAM YANG MENEGANGKAN HAMA ketiga remaja yang ada di pelataran saja yang memahami makna seruan itu. Sedang Meier serta kawan-kawannya sama sekali tidak mengerti. Mereka bahkan hampir tak menangkap seruan itu. Tapi anak-anak mendengarnya dengan jelas Napas mereka tersentak. Tapi mereka tidak mengatakan apa-apa, sampai Meier serta yang |ain?lain sudah turun lagi ke dalam gunung. Setelah itu anak-anak masuk ke bawah tenda, sambil berpegangan tangan.
"Jack Itu tadi Bill Betul-betul Bill" kata Lucy-Ann. Suaranya agak aneh.
"Ya ? dan ia tahu bahwa jika ia meneriakkan ?Jangan lupa pada Bill Smugs`, kita akan langsung mengenalinya," kata Dinah. "Ia memperkenalkan dirinya dengan nama itu ketika kita mengalami petualangan yang pertama. Ingat tidak? Wah ? belum pernah aku mengalami kejutan seperti tadi"
"Dan Philip sekarang selamat," kata Jack. Ia puas sekali. "Syukurlah Dan orang yang menyertai Bill tadi pasti salah seorang temannya. Philip tinggal membuang sayapnya tadi, dan habis perkara"
"Lututku lemas sekali rasanya, karena gembira," kata Lucy-Ann.
Ia mendului duduk. Anak-anak menarik napas lega. Beban berat kini sudah tersingkir dari pikiran mereka. Philip selamat la tidak perlu Iagi meloncat dari helikopter, untuk menguji keandalan alat ciptaan seorang sarjana sinting. Ia kini sudah bersama Bill
"Apa yang menyebabkan Bill datang kemari naik helikopter?" kata Jack bertanya-tanya. "Dan mendarat di sini ? dilihat oleh Meier dan Erlick."
"Yah, masa kau tidak ingat lagi Dalam suratmu kau kan menulis tentang helikopter yang menurut dugaan kita mendarat di sini," kata Dinah. "Itu, surat yang kita tinggalkan pada si Belang"
"Ya, betul juga katamu itu," kata Jack. "Jadi rupanya Bill memang datang mencari kita ? lalu menemukan si Belang. Bill memang bisa dijadikan andalan"
"Apakah yang akan dilakukannya sekarang?" kata Dinah. "Mungkinkah ia datang lagi, untuk menjemput kita?"
"Jelas dong" kata Jack. "Philip akan ditaruhnya dulu di tempat yang aman, setelah itu ia cepat-cepat kembali kemari. Mungkin masih malam ini juga"
"Mudah-mudahan," kata Lucy-Ann. "Aku tidak suka ada di gunung ini. Yang paling menyenang- kan di tempat pertanian Bu Evans. Aku tidak suka pada orang-orang di sini ? Meier yang jahat. Erlick yang gemuk. Orang-orang Jepang itu ? dan raja"
"Aku malah kasihan padanya," kata Jack. "la itu hanya terperangkap saja 0leh tipuan para penjahat. Kurasa mereka pasti sudah banyak mengeruk keuntungan dari berbagai ciptaannya. Dan seka- rang bertindak tidak setengah?setengah, untuk ciptaan yang ini. Aku ingin tahu, betul-betul bisa bekerja atau tidak sayap itu."
"Pokoknya aku merasa lega bahwa Philip tidak usah lagi mengujinya," kata Dinah. "Philip itu sangat tabah, ya?"
"Memang. Dan Lucy-Ann pun tabah sekali," kata Jack. "Kenapa tadi tiba-tiba timbul niatmu untuk menggantikan Philip, Lucy-Ann?"
"Entahlah ? tahu-tahu datang dengan sendirinya," kata Lucy-Ann. "Tapi aku sama sekali tidak tabah saat itu. Lututku gemetar"
"Tinggal nasib Kiki yang masih kucemaskan sekarang," kata Jack. "Mudah-mudahan saja ia tidak diapa-apakan oleh mereka. Selama ini ia tidak pernah begitu lama menghilang"
Dinah dan Lucy-Ann juga merasa prihatin. Dinah yakin sekali bahwa Kiki mengalami sesuatu yang tidak enak. Jika Meier berhasil menangkapnya, habislah riwayat burung kakaktua itu. Ia bergidik, ketika terbayang tatapan mata Meier yang tajam menusuk.
Tiba-tiba ia terpekik, "Hii ? ada sesuatu yang merayap di kakiku Cepat ? tolong lihatkan"
"Ah, itu kan Sally" kata Jack sambil menangkap cecak ular itu. "Maaf, Dinah Philip tidak mau membawanya meloncat tadi, dan karena itu dimasukkan olehnya ke dalam kantungku, ketika kau sedang melihat. ke arah lain. Aku tidak menyangka Sally akan keluar. Kau jangan berteriak, Dinah. Semua sudah menunjukkan ketabahan masing-masing malam ini, jadi kau juga dong" ?
Dinah menuruti permintaan Jack, karena apalah arti seekor cecak ular jika dibandingkan dengan loncatan yang harus dilakukan Philip ? jika penerbang yang datang tadi bukan Bill? Bukan apa-apa Dinah menjauhkan kakinya. Tapi ia tidak berteriak Iagi. Cecak ular itu masih berkeliaran sebentar, lalu masuk lagi ke kantung Jack.
"Aku masih belum habis pikir juga, bahwa yang datang dengan helikopter tadi ternyata Bill" kata Lucy-Ann untuk kesekian kalinya. "Jantungku nyaris terhenti karena kaget ketika ia tiba-tiba berseru dengan suaranya sendiri, 'Jangan lupa pada Bill Smugs?
"Kita harus bersiap-siap menunggu kedatangannya Iagi," kata Jack. "Mungkin itu masih malam ini juga. Ada kemungkinan curna kita saja yang akan mendengarnya nanti, karena mereka yang di bawah pasti tak menduga ia akan datang kembali. Bunyi helikopter tidak bisa didengar di dalam gunung"
"Wah ? asyik, apabila Bill bisa datang tanpa ketahuan, lalu membawa kita pergi dari sini," kata Lucy-Ann. "Meier beserta kawanannya pasti bingung nanti, mencari kita ke mana-mana"
"Dan kawanan anjing disuruh melacak jejak kita di luar," kata Jack.
"Bagaimana ? perlukah kita semua berjaga, menunggu kedatangan Bill?" kata Dinah.
"Tidak usah Kalian berdua tidur sajalah, biar aku yang menunggu," kata Jack. "Saat ini aku takkan mungkin bisa tidur Nanti jika ada sesuatu, kalian akan cepat-cepat kubangunkan."
"Bagaimana dengan lampu yang menunjukkan tempat mendarat?" tanya Dinah dengan tiba-tiba "Bisakah kau menyalakannya begitu bunyi pesawat itu terdengar, Jack?"
"Kurasa bisa," kata Jack. Ia pergi ke tengah pelataran, lalu mencari-cari sakelar untuk menyalakan lampu besar itu.
Tapi benda itu tidak kelihatan di situ. Jack mencari ke mana-mana, tanpa hasil.
"Aku tidak bisa menemukan sakelarnya," katanya kemudian. "Menyebalkan"
?Ah, kurasa tanpa lampu pun Bill pasti bisa mendarat," kata Lucy-Ann. la yakin sekali bahwa Bill pasti bisa melakukan apa saja ? bahkan yang paling mustahil sekalipun. "Kau menjaga ya, Jack Aku hendak tidur dulu."
Kedua anak perempuan itu berbaring, lalu memejamkan mata. Tidak sampai semenit kemudian keduanya sudah pulas, walau sebelumnya masih merasa tegang sehabis mengalami kejadian yang tak disangka-sangka itu. Jack duduk menjaga. Malam itu mendung. Hanya sekali-sekali saja nampak bintang mengintip dari balik awan.
Jack memikirkan Bill. la kagum padanya. Bagaimana ia sampai bisa menguasai helikopter itu? Jack mengucap syukur karena masih terpikir olehnya untuk meninggalkan surat pada si Belang, yang isinya menuturkan semua yang diketahui. Coba jika itu tidak dilakukannya, Bill tentu tidak tahu apa-apa tentang gunung itu serta rahasia yang ada di dalamnya. Ia pasti tidak akan mengira bahwa helikopter bisa mendarat di puncaknya
Ia mendengar bunyi samar di kejauhan. Jack menajamkan pendengarannya. Ya ? itu suara helikopter. Pesawat itu datang Iagi Kalau begitu Bill tidak pergi jauh-jauh dari situ. Hanya membawa Philip ke salah satu tempat di luar, mendengar ceritanya, lalu langsung kembali untuk menjemput anak-anak yang lain. Meier pasti kecewa sekali nanti apabila melihat bahwa ketiga anak itu sudah tidak ada lagi - dan tidak tahu apa yang terjadi dengan sayap ajaib itu
Jack mencoba mencari sakelar lampu besar, tapi tetap saja tidak berhasil. Itu sebetulnya tidak mengherankan, karena benda itu tersembunyi di bawah semacam tingkap kecil yang tidak nampak, karena rata dengan pelataran.
Helikopter itu kian mendekat, mengitari gunung lalu membubung tinggi. Rupanya sudah hendak mendarat di puncak Jack menggoyang-goyangkan tubuh Dinah dan Lucy-Ann.
"Bill sudah kembali" katanya.
Kedua anak perempuan itu cepat-cepat bangun. Si Putih yang tidur bersama mereka juga ikut bangun lalu berjingkrak-jingkrak. Ia merasakan kegelisahan anak-anak.
"Pesawat itu hendak mendarat" kata Jack. Anak-anak memicingkan mata, berusaha mengenali bentuk helikopter yang gelap di tengah kehitaman malam.
Terdengar bunyi benturan pelan. Tiba-tiba helikopter bergerak mendekati tempat anak?anak. Mereka cepat-cepat menyingkir.
Saat berikutnya terdengar suara Bill memanggil,
"Di mana kau, Jack?"
"Di sini," seru Jack sambil lari menghampiri pesawat itu, sementara Bill menyalakan senter yang terang cahayanya. "Keadaan sudah aman. Tidak ada seorang pun dari mereka di sini. Wah ? lega rasanya, karena Anda sudah ada Bagaimana Philip ? baik-baik saja?"
?Ya, ia sekarang ada di lereng gunung. Ia ditemani Johns. orang yang tadi datang bersamaku kemari. Ayo, cepat masuk ke helikopter, sementara keadaan masih aman." Bill menyorotkan senternya berkeliling untuk melihat di mana Dinah dan Lucy-Ann berada. Sesaat kemudian anak-anak sudah dibantu naik ke pesawat.
"Aku tadi tidak bisa melihat dengan jelas," kata Bill. "Kurasa sewaktu turun, aku membentur sesuatu. Kurasakan benturan yang lumayan juga kerasnya, lalu pesawat terputar. Mudah-mudahan saja tidak ada yang rusak."
"Kurasa Anda tadi membentur dinding sisi pelataran," kata Jack sambil membantu Dinah dan ? Lucy-Ann naik ke pesawat. "Wah, benar-benar hebat, Bill Bagaimana Anda bisa..."
"Penjelasannya nanti saja" kata Bill, lalu mengutik-utik sesuatu di depannya. "Kita berangkat sekarang"
Helikopter membubung sekitar setengah meter ke udara, tapi kemudian bergerak memutar. Dengan cepat Bill menurunkannya lagi ke pelataran.
"Wah Kenapa begitu terbangnya?" Lucy-Ann sudah tidak tahan lagi, karena ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
"Ayo, kita berangkat" katanya berulang-ulang, sampai Dinah menyenggol, menyuruhnya diam. Si Putih duduk dengan tenang di lutut Lucy-Ann yang merangkulnya erat-erat.
Bill mencoba sekali lagi. Pesawat itu membubung ke atas, lalu kembali berputar dengan aneh.
"Ada yang tidak beres dengan kemudinya," kata Bill dengan nada kesal. "Ah, kenapa Johns kutinggalkan di bawah tadi? Kalau ia ada di sini, kemungkinannya ia bisa membetulkan sebentar. Tapi kalau dia ikut, kemungkinannya pesawat ini tidak bisa naik ? karena ditambah beban kalian bertiga"
Perasaan ketiga remaja itu makin kecut, sementara Bill berusaha terus agar helikopter mau terbang dengan benar. Tapi tiap kali sudah membubung, pesawat itu langsung bergerak memutar dengan keras. Bill tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah terjadinya gerakan itu. Dalam hati ia sudah khawatir, jangan-jangan nanti malah sama sekali tidak bisa dikendalikan lagi, lalu terjungkir ke bawah. la tidak berani mengambil risiko itu, karena ada anak-anak.
Selama sejam ia berusaha mengendalikan pesawat itu. Tapi kemudinya tetap tidak bisa diatur geraknya. Anak?anak disuruhnya turun, karena ia hendak melihat apakah dengan begitu pesawat bisa Iebih terkendali. Tapi ternyata sama saja.
"Rupanya rusak karena membentur dinding tadi," kata Jack. "Bagaimana sekarang, Bill?"
"Bagaimana jika turun lewat bawah?" kata Bill. "Philip tadi sempat bercerita tentang tangga tali. Sebelum ini aku sudah mencari jalan masuk itu. Kau kan menulis tentang itu dalam suratmu Aku sudah masuk ke dalam rongga yang terdapat di balik semak itu. Tapi hanya sampai di situ saja ? tidak bisa terus"
"Memang, tidak ada yang bisa menemukan jalan naik, kecuali secara kebetulan," kata Jack. "Kami kebetulan saja menemukan rahasia menurunkan tangga tali itu ? yaitu dengan jalan memutar roda yang terdapat di bawah permukaan kolam. Begitu roda diputar, tangga tali akan meluncur turun dari .atas"
"Yah ? kelihatannya kita sekarang terpaksa turun lewat jalan itu,? kata Bill. "Helikopter sialan ini tidak bisa dikendalikan lagi. Aku tidak berani menerbangkannya, karena risiko jatuh besar sekali. Padahal kita tidak punya sayap, yang bisa menyelamatkan"
"Aduh, Bill ? jadi kita benar-benar tidak bisa pergi dari sini dengan helikopter?" tanya Lucy-Ann. Semangatnya langsung hilang. "Aku tidak mau masuk Iagi ke dalam gunung. Nanti kita tersesat, Belum lagi kalau sampai ketahuan"
"Apa boleh buat, Lucy-Ann ? kita terpaksa," kata Bill. "Tapi jangan takut, sekarang kan ada aku yang bisa melindungi Lagi pula sekarang kan sudah larut malam. Kecil sekali kemungkinannya kita nanti berjumpa orang"
"Kita memang sial ? kenapa helikopter ini tidak bisa dikendalikan lagi," kata Jack. "Nanti begitu ada yang melihatnya di sini, mereka pasti akan tahu bahwa telah terjadi sesuatu ? lalu mengejar kita"
"Itulah sebabnya kita harus sekarang juga berusaha mencari jalan keluar," kata Bill. "Ayo, kita berangkat Eh ? apa ini yang membentur-bentur kakiku? Ah ? kau rupanya, Putih Kalau kau ingin ikut, jangan jauh-jauh dari kami. Nanti kita ketahuan karena kau Ngomong-ngomong, mana Kiki? Dari tadi aku sama sekali tak mendengar suaranya."
"Kami tidak tahu di mana ia berada," kata Jack sedih. "Sudah beberapa hari kami tidak melihatnya ? sejak kami tertangkap. Mungkin ia dikurung ? atau bersembunyi di dalam gunung ? atau mungkin juga sudah mati dibunuh."
_ "Aduh ?jangan begitu, Jack" kata Lucy-Ann.
"'Kiki kan sangat cerdik. Tak mungkin ia sampai bisa tertangkap. Mungkin kita nanti akan menemukannya."
"Mana jalan keluar dari sini?" tanya Bill sambil menyalakan senter. "Lewat sana? Itukah tangga yang harus dilewati untuk masuk ke dalam gunung? Kalau begitu, kita berangkat sekarang ?jangan membuang-buang waktu lagi."
Mereka meninggalkan helikopter yang rusak, berjalan menuju tangga batu yang mengarah ke bawah. Lucy-Ann bergidik karena seram.
"Aku takut, Bill" keluhnya. "Kusangka aku tidak harus turun lagi ke dalam gunung"
Bab 26 LARI MENEMBUS GUNUNG TIDAK lama kemudian mereka sudah berada di dalam gunung. Mereka menyelinap lewat di depan gua tempat Philip pernah dikurung, melalui rongga-rongga tempat menyimpan perbekalan, menuruni tangga berbelit-belit yang dipahat pada batu.
Sulit sekali memilih jalan yang benar, karena lampu-lampu remang yang menerangi lorong-lorong sudah dipadamkan semua. Di mana-mana gelap gulita. Bill memang membawa senter yang terang cahayanya. Tapi ia hanya bisa menyalakannya sekejap-sekejap, karena takut kalau ada orang melihat. Mereka terpaksa sering berhenti sambil mendengarkan dengan seksama. Jack dan Dinah berulang kali bertengkar dengan berbisik-bisik, mengenai jalan mana yang harus diambil selanjutnya. Bill menunggu dengan sabar. Disuruhnya anak-anak mengingat-ingat, jalan mana yang harus dipilih. Nadanya sangat mendesak.
"Jika kita suruh si Putih berjalan di depan, mungkin kita takkan tersesat," kata Lucy-Ann kemudian. "Ia pasti tahu jalan."
"Memang ? tapi ia kan tidak tahu, kita mau ke mana sekarang." kata Jack. "Maksudku, jika ia tahu bahwa kita ingin menuju ke rongga tempat tangga tali itu, ia pasti akan membawa kita ke sana. Tapi bagaimana caranya membuat ia tahu?"
Akhirnya mereka benar-benar tersesat. Mereka sampai dalam suatu lorong gelap dengan langit-langit yang sangat tinggi. Menurut perasaan anak-anak, mereka belum pernah lewat di situ.
Bill mulai putus asa. Coba ia tadi berhasil mendaratkan helikopter dengan mulus, pasti mereka kini tidak perlu menelusuri lorong-lorong gelap yang tak dikenal ini, pikirnya.
Mereka terus saja berjalan. Makin lama makin jauh ke bawah. Tahu-tahu sampai di langkan sempit yang terdapat di sisi atas lubang besar. Napas Bill tersentak ketika melihat sinar kemilau yang dengan tiba-tiba memancar, ketika lantai lubang digeserkan ke samping sesaat. Ia dan juga anak-anak dengan segera mengalami perasaan aneh, seolah-olah tubuh mereka menjadi enteng. Tapi perasaan itu lenyap Iagi, begitu lantai ditarik menutupi lubang lagi.
Di bawah tidak ada siapa-siapa. Rupanya lantai itu bisa digeser dengan mesin, walau di bawah tidak nampak apa-apa. Itulah anehnya keadaan di tempat tersembunyi itu. Sama sekali tidak ada mesin besar di situ. Tenaga yang dipakai tidak dijalankan lewat mesin. Bunyi yang terdengar pun hampir tidak ada, kecuali suara gemuruh sebelum getaran datang.
"Rupanya di dalam gunung ini ada semacam l0gam yang bisa digunakan untuk percobaan mereka," kata Bill. "Salah satu logam yang jarang terdapat ? seperti uranium, yang dipakai dalam pembelahan atom. Di bumi ini ada beberapa gunung yang mengandung beberapa jenis logam langka. Tapi biasanya |0gam-Iogam itu diambil dengan jalan penambangan. Di sini hal itu tidak dilakukan ? melainkan langsung dipergunakan Mungkin mereka melakukannya untuk memanfaatkan ketebalan batu di sini, yang melindungi dunia luar dari pancaran sinar yang sedang dicoba. Pintar sekali mereka"
"Rasanya dari sini kami tahu jalan selanjutnya," kata Jack. Ia merasa lega karena berhasil sampai di suatu tempat yang sudah dikenal ? walau tempat itu lubang besar yang menyeramkan
Ia menuding ke arah belakang, ke lorong yang mengarah ke atas. Bill menyorotkan senternya ke lorong itu.
"Itu jalannya?" katanya. "Kalau begitu ayolah"
Mereka mendaki l0r0ng lebar yang terjal itu. Lalu menyusur terowongan sempit yang berkelok- kelok. Akhirnya sampai ke percabangan.
"Kiri," kata Jack. Bill tercengang ketika melihat tirai sutra yang tergantung di sepanjang dinding setelah itu, begitu pula yang menutupi ambang sebuah gua.
"Di belakangnya ruang tidur raja," bisik Jack pada Bill, sambil menjamah lengannya. "Si Putih ada bersamamu, Dinah? Jaga baik-baik ?jangan sampai ia menerobos maju"
Bill berjingkat-jingkat menghampiri tirai, lalu menyibaknya sedikit. Di baliknya nampak ada cahaya suram. Sesaat lamanya Bill mengamat-amati ruang tidur raja itu dengan penuh minat. Setelah itu tirai ditutupnya kembali, sedang ia sendiri berjingkat-jingkat ke tempat anak-anak menunggu.
"Di dalam ada orang yang berbaring di dipan," bisiknya. "Orangnya sudah tua. Keningnya besar sekali"
"Itulah raja gunung ini" jawab Jack sambil berbisik pula. "Ialah otak pencipta segala penemuan yang ada di sini. Kurasa ia itu jenius ? tapi sinting"
"Ia kelihatannya tidur pulas," kata Bill. "Adakah jalan melewati gua ini, tanpa membangunkannya?"
"Tidak ? kita harus lewat situ," jawab Jack. "Lalu melewati ruangan tempat dia biasanya makan, lalu melintasi ruang singgasana."
Bill berpikir-pikir sesaat.
"Kalau begitu kita harus mengambil risiko,"
?prev | next? Go to[1-11] Home katanya. "Kita masuk satu per satu ? tapi hati-hati,
jangan sampai menimbulkan bunyi"
Mereka masuk satu demi satu ke kamar tidur itu, dengan napas ditahan. Dinah masuk sambil memegang si Putih. la berdoa dalam hati, semoga anak kambing itu nanti tidak tahu-tahu mengernbik di dalam
Untung saja di ruangan itu terhampar permadani tebal, sehingga langkah mereka sama sekali tidak terdengar. Jantung Lucy-Ann berdegup-degup saat ia melintasi ruang tidur itu sambil berjingkat-jingkat. la sudah takut saja, jangan-jangan raja gunung terbangun karenanya.
Mereka masuk ke ruangan di mana terdapat meja makan yang panjang. Tapi kini sama sekali tidak ada apa-apa di atas meja itu.
Mereka terus menyelinap, menuju ke ruang singgasana. Sesampainya di luar, di balik tirai indah yang berhiaskan gambar naga-naga merah, mereka berhenti sebentar. Mereka mendengar bunyi aneh ? seperti dengkuran. Apakah itu?
Bill mengintip dengan hati-hati, melihat ke balik tirai. Ia tertawa nyengir. Ternyata di ruang singgasana itu ada sejumlah orang. Mereka itu para penerjun payung. Beberapa di antaranya duduk, sedang yang lainnya berbaring. Di tengah-tengah ruangan terdapat meja panjang yang sarat dengan gelas dan piring berisi sisa-sisa makanan yang berlimpah ruah. Para penerjun payung itu tidur semua. Tidak seorang pun bangun
"Jadi di sini rupanya mereka selama beberapa hari yang lalu," bisik Jack. "Aku sudah heran saja, kenapa mereka tidak kembali ke atas. Wah ? rupanya mereka tertidur, karena terlalu banyak makan. Bukan main" '
Bill meraba-raba dinding di balik tirai. Ia mencari-cari sakelar. Ia berbisik lagi, setelah menemukannya.
"Aku akan mematikan lampu di dalam situ, supaya kita bisa lewat tanpa ada yang melihat. Kita berjalan menyusur dinding. Usahakan agar jangan sampai menimbulkan bunyi nanti"
Lampu di dalam dipadamkan, sehingga bangsal besar itu gelap gulita. Dengan didului oleh Bill, anak-anak menyelinap sepanjang dinding ke seberang. Langkah mereka tak kedengaran, karena mereka berjalan di atas hamparan empuk.
Bill tertegun ketika mereka sampai di ruang laboratorium yang luas. Ia kagum melihat apa yang ada di situ. la lebih banyak mengetahui hal-hal begitu daripada anak-anak, dan karenanya menyadari betapa hebatnya otak penciptanya.
Mereka berdiri di atas serambi sambil memandang ke bawah, ke arah roda-roda dan rentangan kawat, memperhatikan bejana-bejana kaca serta kotak-kotak kristal. Bunyi dengungan pelan masih tetap terdengar.
"Untuk apa segala peralatan ini, Bill?" bisik Lucy-Ann.
"Mentransmutasikan energi," jawab Bill pelan.
"Mentran ? apa, Bill?" tanya Lucy-Ann. Ia belum pernah mendengar kata itu.
"Mentransmutasikan ? atau katakanlah mengubah suatu jenis energi menjadi energi ? atau kekuatan ? lain, yang bisa dipergunakan untuk tujuan tertentu."
"Misalnya dikurung di dalam sayap terbang, Bill?" tanya Jack.
"Ya, begitulah." kata Bill. "Peralatan ini benar? benar menakjubkan"
Di ruang kerja itu tidak ada orang. Mengherankan sekali rasanya, segala peralatan yang di bawah itu bekerja sendiri, tanpa ada yang melayani.
Bill begitu kagum, sehingga selama beberapa saat lupa bahwa mereka harus buru-buru mencari jalan keluar dari dalam gunung. Ia merasa seperti sedang bermimpi.
Ia sadar lagi, karena si Putih menanduk-nanduknya. Bill agak kaget, lalu memegang lengan Lucy-Ann.
"Ayo, kita terus" katanya. "Kenapa aku sampai berhenti di sini, membuang-buang waktu berharga"
Jack mendului masuk ke lorong berikut, yang menuju ke gua besar yang pernah mereka masuki. Bill menyorotkan senternya ke situ. Tapi tidak ada apa-apa yang menarik di situ. Setelah itu mereka menyusuri lorong lagi, yang menuju ke gua tanpa langit-langit. Anak-anak merasa sudah hampir bebas ? tinggal mengetahui rahasia mengeluarkan tali dari tempatnya dalam dinding batu
Mereka melewati lampu-lampu remang yang terpasang di sepanjang dinding lorong. Entah apa sebabnya, lampu-lampu itu dinyalakan. Dalam gua yang dituju, sinar senter yang dipegang Bill menerangi kendi-kendi berisi air segar di sisi belakang rongga atas. Rupanya disediakan di situ bagi orang yang kehausan sehabis memanjat tangga tali.
"Inilah tempat tangga tali itu," kata Jack. Diambilnya senter dari tangan Bill, lalu disorotkannya ke dinding, mencari tempat tangga itu tergulung dalam dinding.
Tapi sebelum Jack berhasil menemukannya, tahu-tahu Lucy-Ann terjerembab. Rupanya kakinya tersangkut pada sesuatu. Lututnya sakit, tapi ia sama sekali tidak mengaduh. Bill menyuruh Jack menerangi tempat anak itu terjatuh, untuk melihat apa yang menyebabkan ia tersandung.
Ternyata tangga tali Tangga itu terentang di dasar rongga, terus menjulur dari tepinya ke bawah ? terus, sampai ke dasar gua yang ada kolamnya.
"Wah ? tangga itu terulur" seru Jack. la begitu kaget, sampai lupa berbisik. "Yuk ? kita cepat-cepat turun sekarang, Bill"
"Rupanya tadi ada di antara mereka yang keluar," kata Dinah. "Dan tangga ini dibiarkan terjulur, supaya bisa naik lagi dengan cepat. kita harus berhati-hati, jangan sampai tepergok"
'Kau yang turun dulu, Jack," kata Bill, yang sementara itu sudah memeriksa cara tangga itu terpasang dalam lubang di dinding. Benar-benar hebat tekniknya Ternyata ada kawat yang menghubungkan roda dalam kolam di bawah dengan sebuah tuas yang menggerakkan tangga tali. Apabila sudah terulur sedikit, bobot tangga itu kemudian menyebabkannya terulur terus sampai habis. Bill tidak bisa menebak apa yang menyebabkan tangga itu bisa tergulung Iagi. Tapi bagi orang yang berhasil menciptakan berbagai hal yang menakjubkan dalam gunung, itu pasti soal enteng saja
Jack berlutut di tepi atas tebing di samping tangga, lalu menuruninya sedikit dengan hati-hati.
"Nah, aku turun sekarang," katanya kemudian. "Suruh Dinah dan Lucy-Ann yang turun dulu nanti, Bill. Setelah itu baru Anda Si Putih turun lebih dulu, lewat liang yang biasa dilalui kawanan anjing herder. Aku tidak tahu letak liang itu. Tapi hatiku tidak enak, karena tidak tahu di mana Kiki saat ini. Kasihan dia, ditinggal sendiri di dalam gunung"
Jack menuruni tangga, diterangi sinar senter yang diarahkan Bill padanya.
"Sekarang kau, Lucy-Ann," kata Bill, setelah Jack tidak kelihatan lagi. "Jack pasti sudah jauh sekarang, jadi takkan terinjak kepalanya olehmu. Sesudah kau, Dinah yang turun, sedang aku paling akhir. Nanti kalian menunggu dulu di bawah, sampai aku sudah datang. Jangan coba keluar sendiri"
Jack turun terus dengan kecepatan tetap. Rasanya tinggi sekali tangga itu. Tiba-tiba ia kaget, merasa tangga tali itu bergerak-gerak. Seperti ada yang memanjatnya dari bawah. Jack langsung berhenti.
"Aduh ? ada orang naik," katanya dalam hati. "Siapakah dia?"
Bab 27 BERHASIL JACK buru-buru naik lagi. la tidak ingin tepergok 0rang yang naik itu. Jangan-jangan Meier ? atau Erlick. Kalau benar begitu ? wah, gawat
Sesaat kemudian kepalanya membentur kaki Lucy-Ann yang sudah turun. Anak itu terpekik ketakutan.
"Ssst, jangan berteriak Ini aku," bisik Jack dari bawah. "Ada orang naik. Cepat, kita harus ke atas lagi"
Lucy-Ann ketakutan. lalu bergegas-gegas memanjat ke atas lagi. Uh, seram rasanya membayangkan ada orang naik, sementara mereka hendak turun. Menurut perasaannya, pasti itu Meier
Kini kepala Lucy-Ann yang terbentur ke kaki Dinah. Dengan cepat dibisikkannya bahwa ada orang di bawah. Dinah bergegas naik ke atas kembali, disusul oleh Lucy-Ann serta Jack yang paling bawah. Jack sudah gugup sekali saat itu. Ia merasa bahwa setiap saat kakinya akan dicengkeram dari bawah.
Sesaat kemudian kepala Dinah nyaris terinjak oleh Bill, yang menuruni tangga dengan cepat. Ia kaget ketika mengetahui bahwa Dinah naik lagi.


Lima Sekawan Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada apa? Kan sudah kubilang tadi, kau harus cepat-cepat turun?" katanya. Ia bertambah kaget, ketika mendengar bisikan Dinah yang bernada panik.
"Cepat ke atas lagi, Bill Ada orang naik. Cepat ? sebelum Jack tertangkap. Cepat, Bill"
Sambil mengatakan sesuatu dengan pelan, Bill bergegas naik lagi. Sesampai di atas dibantunya Dinah naik, kemudian Lucy-Ann, dan yang terakhir Jack. Tangga tali masih tetap bergoyang-goyang. Orang yang tidak kelihatan itu masih memanjat terus.
"Kembali ke lorong tadi" kata Bill. "Kita tidak boleh sampai tepergok. Kita tunggu sampai yang naik itu sudah lewat ? lalu kita coba turun Iagi"
Sesampai ke percabangan lorong, Bill mendorong anak-anak ke lorong yang paling gelap. Tapi dengan segera mereka keluar lagi, karena dari ujung belakang terdengar bunyi langkah orang datang.
Tapi sementara itu orang yang naik sudah sampai di ujung atas tangga. Anak-anak bergegas menarik Bill ke cabang yang satu lagi. Dari situ mereka memasuki gua-gua kecil yang sambung menyambung.
"Kita tunggu di sini" bisik Bill. Tapi ternyata mereka sudah ketahuan. Dari_ arah belakang terdengar suara orang berseru-seru.
"Siapa di sana? Ayo, keluar Cepat"
Tapi mereka tidak berkutik. Semua meringkuk di pojok yang gelap, dinaungi batu yang agak menonjol ke luar. Bill sudah cemas saja, jangan-jangan mereka akan ketahuan, jika yang datang itu membawa senter.
Bunyi langkah orang berjalan terdengar dalam gua sebelah, disusul suara orang berseru-seru. Mereka dikejar Bill mengeluh dalam hati. Kalau mendengar suara mereka, pengejar itu berempat. Mungkin juga lima orang. Mereka pasti akan memencar, lalu mencari sampai berhasil. Ah ? padahal mereka tadi sudah hampir berhasil melarikan diri
"Yuk ? lebih baik kita bersembunyi di gua yang lebih aman" kata Bill sesaat kemudian.
Tapi sebelum mereka sempat beranjak dari situ, tiba-tiba ada sinar senter yang disorotkan ke dalam. Mereka mematung kembali, tak bergerak sedikit pun, sementara sinar itu semakin mendekat ke tempat mereka. Lucy-Ann tidak berani bernapas. Dipegangnya tangan Bill erat-erat.
Sinar Senter yang diarahkan ke lantai, sudah sampai ke kaki Jack. Tahu-tahu dari salah satu tempat di dekat mereka terdengar suara. Bunyinya sendu dan bergaung, seperti sangat menderita.
"Kasihan Polly Ding dong Ciluk-ba"
Jantung Jack berhenti sesaat. Itu kan Kiki Kiki masih hidup Rupanya ia tersesat selama berhari-hari di dalam gunung. la tidak tahu bahwa saat itu mereka ada di dekatnya Ia tadi melihat cahaya senter serta mendengar suara orang-orang berbicara. Dan seperti biasa, ia langsung ikut campur.
Bill cepat-cepat memegang lengan Jack. Ia takut anak itu akan memanggil Kiki, atau berseru karena girang. Tapi Jack juga tahu bahwa itu berbahaya. Karenanya ia diam saja. Sedang Kiki mengoceh terus, dengan suara yang sedih sekali.
"Panggilkan dokter. Pengap, kedap, lembab Puh Hahh"
Jack belum pernah mendengar suara Kiki sesedih itu. Kasihan ? pasti ia merasa dirinya terbuang
"Apa itu?" Suara seseorang bernada tajam menggema dalam gua. "Ada orang di gua ini. Cepat kemari, Erlick Kaudengar tidak tadi?"
"Dengar apa?" tanya Erlick yang datang dengan membawa senter pula.
"Suara orang," kata Meier. "Ada orang di sini. Mungkin berdua ? karena kudengar mereka bercakap-cakap. Kautunggu di sini, sementara aku memeriksa."
Meier berkeliling sambil memeriksa gua dengan seksama.
Bill mengeluh dalam hati. Kini mereka tidak bisa lagi lari ke gua Iain, pikirnya.
Tiba-tiba Kiki bersin, lalu batuk. Meier tertegun, lalu mengarahkan sorotan senternya ke arah dari mana bunyi itu datang.
"Kalian sudah ketahuan Ayo, cepat keluar, kalau tidak ingin lebih celaka lagi" serunya dengan marah.
Kiki ketakutan. Ia merasa sedih dan lapar, karena sudah beberapa hari tidak makan. Bentakan Meier menyebabkan ia panik lalu terbang memasuki gua sebelah, tanpa mengetahui bahwa di dekatnya tadi ada Jack. Tapi untung saja ia tidak tahu ? karena kalau tahu, Kiki pasti akan terbang menghampiri lalu hinggap di bahu anak itu, sehingga tempat persembunyian Jack dan yang lain-lainnya akan langsung ketahuan.
Kini suara Kiki terdengar di gua sebelah.
"Polly, masak air Panggilkan dokter" Terdengar bunyi terceguk, disusul kata 'maaf`, yang diucapkan dengan nada menyesal.
"Astaga Ada apa di sini?" seru Meier. Kedengarannya seperti bingung. "Itu suara yang sudah beberapa kali kita dengar. Tapi kalau ada suara, pasti ada pula orangnya. Aku harus berhasil menemukannya kali ini. Kalau perlu, aku akan menembak sembarangan"
Bill dan anak-anak kaget setengah mati ketika terdengar bunyi letusan. Rupanya Meier menembakkan pistolnya dengan sembarangan ke arah suara Kiki. Jack merasa ngeri, karena takut kalau Kiki kena tembak.
Meier dan Erlick masuk ke gua sebelah, menyusul ke arah suara Kiki yang kini sudah lebih jauh lagi.
"Hup Bersihkan kakimu, Anak nakal"
Mau tidak mau anak-anak tersenyum, walau sangat ketakutan. Kiki selalu mengocehkan yang aneh-aneh pada saat-saat gawat
Bunyi tembakan menggema Iagi. Kiki terkekeh- kekeh seperti mengejek, lalu menirukan bunyi mobil berganti persneling. Ia terbang memasuki gua berikutnya, dikejar 0leh Meier dan Erlick. Keduanya masih belum melihat Kiki, karena saat itu mereka mengira sedang mengejar manusia yang lari menjauh. Padahal Kiki terbang menyusur sisi atas gua, dan kadang-kadang bertengger di tempat-tempat tersembunyi.
Saat itu terdengar langkah orang berlari-lari sambil berseru memanggil-manggil Meier.
"Pak Meier Pak Anak-anak minggat Helikopter kembali lagi. Di atas tidak ada siapa-siapa. Anak-anak lari"
Rupanya yang datang itu salah seorang Jepang yang tadi naik ke puncak gunung. la melihat helikopter ada lagi di situ. Tapi penerbangnya tidak ada, begitu pula anak-anak. Seruannya disambut kesunyian sesaat. Kemudian terdengar suara Meier membentak-bentak. Entah apa saja yang diucapkannya, karena ia marah-marah dalam bahasa asing yang tidak dipahami Bill maupun anak-anak. Kemudian terdengar suara Erlick,
"Tidak ada gunanya kau marah-marah, Meier Kita keluarkan saja anjing-anjing. Anak-anak pasti minggat lewat tangga tali. Kau kan membiarkan terulur ke bawah ketika tadi keluar. Tapi biar saja ? anjing-anjing kita pasti dengan cepat akan berhasil menyergap mereka."
"Tapi ke mana penerbang itu?" kata Meier marah-marah, lalu menyambung dalam bahasa asing. Sedang orang Jepang yang tadi bergegas pergi. Rupanya hendak mengambil anjing-anjing. "Panggilkan dokter," seru Kiki dengan suara sedih, lalu menjerit seperti lokomotif. Teriakannya menyebabkan Meier menyorotkan senternya ke segala arah. Orang itu marah sekali.
Kemudian terdengar suara orang-orang ribut berdebat. Meier, Erlick, serta beberapa orang lagi yang menyertai mereka berbicara campur aduk, dalam berbagai bahasa. Bill tidak menunggu lama-lama lagi. Anak-anak didorongnya ke luar dari tempat persembunyian, menuju lorong terdekat. Dengan cepat mereka kembali ke gua tempat tangga tali. Mungkin sekarang mereka bisa melarikan diri.
Mereka menuruni tangga itu dengan urut-urutan seperti tadi. Jack melangkah ke bawah dengan hati berdegup-degup, takut kalau ada lagi orang yang naik, lalu tahu?tahu mencengkeram pergelangan kakinya dari bawah. Tapi ia berhasil sampai di bawah dengan selamat. walau dengan kaki gemetar. Napasnya tersengal-sengal.
Lucy-Ann nyaris terjatuh dari jenjang paling bawah. la menangis karena lega. Rasanya tidak habis?habisnya tangga itu la merebahkan diri di samping kolam. Dadanya terasa sakit.
Dinah yang turun setelah Lucy-Ann, juga ikut merebahkan diri ke lantai gua. Bill pun lega sesampainya di bawah. Tapi ia tidak ikut-ikut menggeletak.
"Huhh ? sampai juga akhirnya di bawah" katanya. "Jauhnya kita turun tadi. Sekarang cepat- kita keluar, menggabungkan diri dengan Philip dan Johns. Mudah-mudahan saja kawanan anjing herder itu nanti tidak menemukan jejak kita. Philip tadi sempat bercerita tentang mereka, yang kalian sangka kawanan serigala. Aku tidak ingin dikejar anjing-anjing itu"
Sementara itu fajar sudah mulai menyingsing. Matahari belum muncul dari balik gunung, tapi sinarnya sudah mulai menyebar ke atas?E:li sebelah timur. Anak-anak Iega ketika merasakan hembus- an angin segar membelai muka saat mereka keluar- lewat celah di batu, setelah mendorong semak yang menutupi celah ke samping. Mereka menarik napas dalam-dalam, sambil memandang alam sekeliling yang nampak remang-remang.
"Ayo, kita terus," desak Bill. "Philip dan Johns tadi kutinggal dekat air ? di tempat si Belang tertambat. la kami temukan di situ sewaktu aku datang bersama David dan Effans, mencari kalian. Kami membawanya kembali ke tempat pertanian. Kata Philip, kalian pasti bisa tahu di mana tempat itu, walau kita mendarat agak jauh dari situ. Ia menyangka kita akan kembali dengan helikopter. Wah ? agak sulit juga mendaratkannya kemarin malam. Nyaris saja pesawat itu terjungkir. Tapi akhirnya berhasil juga"
"Kalau begitu Philip tentunya menunggu kita di tempat itu, ya?" tanya Lucy-Ann. "Bukan dekat air."
"Tidak Aku melarangnya ? karena mungkin saja ada orang mereka yang berkeliaran di dekat situ, lalu melihat dia bersama Johns," kata Bill. "Menurutku, besar kemungkinannya Meier beserta kawanannya keluar mencari Philip, karena mengira dia pasti meloncat dari helikopter. Aku sebetulnya harus memberi kabar lewat radio mengenai hasil penerjunannya. Tapi tentu saja aku tidak melakukannya"
Tidak sulit menemukan jalan ke air, karena fajar sudah menyingsing. Sebelum mereka sampai di situ, Jack mengalami hal yang membahagiakan ? dalam wujud Kiki
Tahu-tahu burung itu muncul dari atas dan terbang mendatangi sambil terkekeh gembira. la menjerit dengan keras sekali, nyaris memekakkan telinga. la hinggap di bahu Jack, lalu mengusap-usapkan kepala ke telinga anak itu. Jack begitu gembira, sampai tidak bisa mengatakan apa-apa. Ia hanya menggaruk-garuk kepala Kiki sambil merayu-rayu. Dengan segera Kiki menirukan suaranya.
"Aduh, syukurlah" kata Lucy-Ann. Ia senang sekali. "Ke mana saja kau selama ini, Kiki? Lega rasanya, kau ada lagi bersama kami."
Bill pun tidak mau ketinggalan menunjukkan rasa senangnya.
"Kau tadi menyelamatkan kami, Kiki Kau memancing orang-orang .itu pergi menjauh, sehingga kami bisa melarikan diri ke luar. Dari mana kau tahu di mana kami berada tadi? Dan bagaimana kau bisa menyusul kami ke luar?"
Kiki tidak menjawab pertanyaan itu. Jadi baik Bill maupun anak-anak tetap tidak tahu. Tapi Jack mengira bahwa Kiki pasti terbang ke bawah, ke gua yang tak beratap, lalu dari situ keluar. Kemudian ia datang, karena mendengar suara mereka bercakap-cakap.
"Hidup Ratu," oceh Kiki dengan suara gembira, lalu terceguk. "Maaf Maafkan Raja, cul Polly muncul" `
"Aduh, Kiki- selama ini kami sangka kau sudah mati," kata Dinah. la memandang berkeliling, karena menyadari bahwa si Putih tidak ada di situ.
"Sekarang si Putih yang lenyap. Ke mana dia?" "Sudah sejak tadi ia tahu?tahu lenyap," kata Bill.
"Tapi kurasa nanti muncul lagi dengan tiba-tiba? seperti Kiki tadi"
"Geliat geliut," oceh Kiki dengan tiba-tiba sambil menelengkan kepala. memandang ke kantung Jack. Sally tersembul sedikit di situ. Rupanya ingin menikmati hawa luar yang segar. Dinah sama sekali tidak berteriak melihatnya
Mereka berjalan lagi. sementara Kiki bertengger di bahu Jack. Tiba-tiba terdengar suara orang bertiak,
"Hee ? kami ada di sini Jack Dinah Lucy-Ann Bill Wah, Kiki juga ada Hore ? kalian berhasil melarikan diri Tapi kenapa tidak dengan helikopter? Lama sekali kami menunggu-nunggu di sini."
Itu suara Philip. la berjingkrak-jingkrak. Sedang Johns berdiri dengan tenang di belakangnya ? sementara si Putih berlari?lari mengelilingi keduanya. Ternyata anak kambing itu berhasil menemukan Philip Mereka semua sudah bergabung kembali. Semua berbahagia. Tapi nanti dulu ? suara apakah itu, yang terdengar di kejauhan?
"Kawanan anjing" kata Jack "Mereka mengejar kita"
Bab 28 DIKEJAR KAWANAN ANJING Lucy-Ann merapatkan diri pada Bill dan Johns, ketika terdengar bunyi gonggongan galak di kejauhan. la ngeri, membayangkan dikejar anjing-anjing besar itu
Bill dan Johns berpandang-pandangan. Bill mengatakan sesuatu sambil menggumam. Tampangnya nampak marah. Mereka sudah begitu senang berhasil sampai di luar ? dan kini kemungkinannya mereka akan tertangkap kembali Tidak ada yang bisa berbuat apa-apa, jika dikejar anjing yang memang dilatih untuk memburu orang
"Cepat, Bill ? kita ke air lalu berjalan mengarunginya," kata Jack dengan tiba-tiba. "Itulah yang dilakukan orang Negro itu ketika hendak menghilangkan jejak. Anjing tidak bisa mencium jejak di air. Kita mengarunginya ke hulu, sambil mencari tempat persembunyian yang baik - misalnya pohon, di mana Sam waktu itu bersembunyi"
"Yah - kecil sekali kemungkinan kita akan berhasil," kata Bill "Tapi kita coba sajalah Sialan helikopter itu ? tahu-tahu begitu Kalau kemudinya tidak rusak, pasti kita sudah selamat sekarang"
Mereka melangkah ke tengah sungai kecil itu, lalu mengarunginya ke arah hulu, Airnya dingin sekali. Lucy-Ann berjalan diapit Bill dan Johns. Ia senang sekali, karena berada di tengah dua orang dewasa. Di kejauhan terdengar lagi gonggongan anjing.
Bill dan rombongannya berjalan secepat mungkin ke arah hulu, untuk menghilangkan jejak. Tapi mereka masih bergerak di tempat yang terbuka, sehingga bisa dilihat dengan jelas. Karenanya mereka mempercepat langkah, agar selekas mungkin sampai di bawah pohon yang bisa dipanjat. Atau kalau tidak, gua yang bisa dijadikan tempat bersembunyi.
Tidak lama kemudian mereka menemukan yang mereka cari-cari. Sungai kecil itu berawal di sebuah lubang besar di tebing gunung. Air menggelegak keluar dari situ, mengalir dan membasahi kaki mereka ? termasuk si Putih
"Lihatlah ? air keluar dari lubang besar itu," kata Bill. "Kita masuk saja ke situ. Mudah-mudahan cukup tempat untuk kita semua. Kita bersembunyi, sampai anjing-anjing itu sudah pergi lagi."
Mereka merangkak masuk, satu demi satu. Bill menyalakan senter dan menyorotkannya ke dalam. Rongga di dalam tebing itu tidak terlalu besar, pas-pasan bagi mereka. Ujung belakangnya bersambungan dengan lorong yang sempit sekali. Air menyembur keluar dari lubang itu.
Mereka duduk bersesak-sesak di dalam rongga, di tempat yang tidak dilewati air, sambil mendengar suara kawanan anjing herder yang mendengking- dengking di kejauhan.
"Nyaris saja aku lupa bahwa masih ada ini," kata Bill sambil merogoh kantung. Ia mengeluarkan beberapa batang coklat, lalu membagi-bagikannya. Johns ternyata juga berbekal coklat, sehingga perut mereka agak terisi sedikit.
"Bagaimana ? mungkinkah anjing-anjing itu kehilangan jejak kita sekarang?" kata Jack, karena gonggongan kawanan herder tidak terdengar lagi.
"Kelihatannya begitu," kata Bill. "Kurasa mereka bingung, karena tidak bisa lagi mengendus bau kita. Kemungkinannya mereka sudah sampai di air, lalu meloncat ke seberang. Tapi di situ jejak kita tidak bisa ditemukan lagi. Kurasa anjing-anjing itu tidak bisa menduga bahwa kita menyusur air, menuju kemari."
"Tapi orang?orang yang bersama mereka ada kemungkinannya orang-orang itu bisa menduga begitu," kata Johns dengan tenang. Laki-laki bertubuh kekar itu menghadapi petualangan dengan sikap biasa, seolah-olah setiap hari mengalaminya. "Kalau aku, Pasti begitu Jika aku memburu orang dengan sekawan anjing, lalu jejak lenyap di tepi air, akan kusuruh anjing-anjing itu mencari ke hilir dan ke hulu"
"Wah ? kalau begitu Meier pasti akan berbuat demikian pula," kata Lucy-Ann. "Orang itu sangat pintar. Tatapan matanya tajam sekali, Bill ? rasanya tembus kepala ditatapnya."
"Ia boleh mencoba melakukannya terhadapku," kata Bill dengan geram. "Pasti ia menyesal setelah itu"
"Menyesal" oceh Kiki menirukan. "Maaf"
"Kau lupa terceguk, Kiki," kata Jack. Dengan segera Kiki menirukan bunyi cegukan. Johns tertawa. Katanya, ia sudah sering mendengar bunyi begitu tanpa ada burung, begitu pula melihat burung tanpa cegukan ? tapi kalau dua-duanya dialami serempak ? kocak
"Anjing-anjing itu sudah semakin dekat," kata Jack dengan tiba-tiba. Semua ikut memasang telinga. Benar juga kata Jack, lolongan mereka semakin jelas terdengar.
"Kalau begitu Meier sudah berhasil menyusul mereka," kata Dinah. "Suara anjing-anjing itu semakin dekat kemari. Jadi Meier sudah berhasil menebak siasat kita, lalu menyuruh mereka mencari ke hulu."
"Ya ? dan mereka nanti pasti akan mencium bau kita di sini," kata Philip. "Pasti Anjing-anjing herder tidak bisa ditipu"
"Tipu-tipu," 0ceh Kiki, lalu menjerit.
"Diam kau" tukas Jack sambil menepuk paruh Kiki. "Kau ingin didengar anjing-anjing itu, ya"
"Puh," kata Kiki, lalu mencubit telinga tuannya.
"Itu ? kudengar bunyi langkah mereka di air," kata Philip. Semua juga mendengarnya. Lucy-Ann semakin erat memegang tangan Bill. Aduh ? kapankah petualangan yang menyeramkan ini berakhir?
Kemudian nampak anjing yang paling dekat. Lidahnya yang merah terjulur ke luar. Binatang bertubuh besar itu terengah-engah. la bergerak meloncat-loncat di air, makin lama makin mendekat ke tempat mereka.
Kemudian terdengar suara Meier memberi perintah,
"Ayo, terus Cari mereka sampai ketemu"
Anjing yang paling depan sampai di ambang gua tempat Bill bersembunyi bersama yang lain- lainnya. Binatang pencari jejak itu hanya berdiri saja di situ, di air. la tidak menampakkan sikap akan masuk. la sudah melakukan tugasnya, yaitu mencari sampai dapat. Ia tidak disuruh menyerang.
Anjing itu mendongak, lalu melolong seperti serigala. Kiki kaget mendengarnya. Dicobanya menirukan lolongan itu. Tapi yang terdengar sama sekali tidak mirip. Anjing herder yang ada di depan gua menelengkan kepala. Rupanya heran mendengar suara aneh itu.
Sementara itu anjing-anjing yang lain sudah tiba di tempat itu dengan napas terengah-engah. Lidah mereka terjulur ke luar. Semua berdiri di belakang anjing yang pertama, sambil mengendus-endus. Tampang mereka galak-galak
"Gawat juga kelihatannya," kata Bill. bergumam pada Johns, yang dengan tenang memandang kawanan anjing itu. Sikapnya tetap santai seakan-akan sudah biasa dikejar-kejar kawanan anjing herder.
"Tenang,? kata Bill. "Anjing-anjing itu takkan berbuat apa-apa. selama kita tidak berusaha lari."
Kemudian terdengar suara orang berteriak- teriak di luar. Meier dan Erlick muncul di ambang gua. Muka mereka merah padam karena habis berlari. Meier langsung berhenti ketika melihat anjing-anjingnya berdiri di depan gua dari mana air mengalir ke luar, sambil memandang ke dalam.
Dengan cepat didorongnya Erlick ke balik pohon yang ada di situ. Rupanya ia menduga bahwa Bill membawa pistol.
"Ayo, keluar" seru Meier dari balik pohon. "Kalian sudah ketahuan Cepat keluar, jika tidak ingin diserang anjing-anjingku. Lemparkan senjatamu ke tanah, lalu keluar dengan tangan terangkat. Kalian tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menyerah."
"Orang itu ramah sekali, ya?" kata Johns pada Bill, dengan nada mengejek. "Kepingin rasanya membekuk batang lehernya Bagaimana ? kita keluar atau tidak?"
"Jangan"jawab Bill dengan singkat "Kurasa ia takkan berani menyuruh anjing-anjingnya menyerbu kemari, karena tahu bahwa di sini ada anak-anak"
"Meier itu tidak kenal kata segan," kata Jack. Ternyata ia benar beberapa saat berlalu tanpa ada yang keluar dari dalam_ gua. Bahkan jawaban saja pun tidak ada. Meier mulai marah lagi. Ia menyerukan sesuatu dalam bahasa asing, lalu beralih ke bahasa Inggris.
"Kalian sudah mendengar kataku tadi. Kini kalian kuberi kesempatan sekali lagi. Anjing- anjingku sudah siap, tinggal menunggu perintah menyerbu. Mereka pasti berhasil meringkus kalian. Kuperingatkan agar jangan melawan ? karena mereka sangat galak"
Dari dalam gua masih tetap tidak ada reaksi. Lucy-Ann memejamkan rnatanya, karena takut melihat kawanan herder yang menunggu di luar dengan sikap waspada. Nampak jelas bahwa binatang-binatang itu menunggu komando menyerbu ke dalam gua, lalu menyeret mereka yang ada di situ keluar.
Tiba-tiba Philip bergerak. Sebelum sempat dicegah, anak itu sudah keluar.
"Angkat tangan" seru Meier. Philip mematuhi perintah itu. Tapi sambil berbicara dengan suara pelan pada kawanan anjing yang datang mengendus-endus dirinya.
"Kalian masih ingat padaku, kan? Kalian pernah tidur bersama-sama aku. Kita kan teman"
Anjing-anjing herder mengenali suaranya, walau tidak tahu apa yang dikatakan olehnya. Mereka ingat kembali padanya. Mereka ingat bahwa remaja itu baik hati. Anjing yang paling depan mendengking pelan. la ingin ditepuk-tepuk oleh Philip. Tapi kedua tangan Philip terangkat ke atas kepala. la hanya bisa mempergunakan suaranya untuk membujuk-bujuk kawanan anjing itu.
Philip berbicara terus dengan suara pelan, sementara teman-temannya yang masih ada di gua memandang dengan kagum. Semua berpikiran serupa. Mereka kagum melihat kemampuan Philip, sehingga binatang apa pun pasti mau berteman dengan dia.
"Anak mujur," kata Bill dalam hati. "Dan kita juga beruntung bahwa kau bisa menguasai anjing-anjing itu"
Meier berteriak dengan marah dari balik pohon.
"Mana yang lain-lain? Suruh mereka keluar juga Kalau tetap membangkang, akan kuperintahkan anjing-anjing itu menyeret mereka keluar"
Herder pemimpin kawanan anjing itu meletakkan kaki depannya ke bahu Philip, lalu menjilati muka anak itu. Philip membiarkannya. Melihat itu anjing-anjing yang lain langsung mengerumuninya sambil mengendus-endus minta perhatian. Meier sudah tidak dipedulikan lagi.
Philip menurunkan kedua tangannya. Meier takkan berani menembak sekarang, karena ada kemungkinan akan mengenai salah satu anjingnya. Philip sibuk mengelus-elus kawanan herder itu sambil berbicara dengan suara yang hanya dipakainya kalau menghadapi hewan.
Meier berseru dari balik pohon, memberi komando pada anjing-anjing itu,
"Ayo serbu Seret mereka ke luar dan bawa kemari"
Dengan serta-merta kawanan anjing itu menoleh ke arahnya. Tapi mereka nampak sangsi. Pemimpin mereka memandang Philip.
"Yuk, ikut aku," kata remaja itu. "Ikut aku ke dalam ? di situ ada kawan-kawan lagi."
Meier melongo, karena melihat kawanan anjing yang galak-galak itu malah mengikuti Philip yang kembali ke dalam gua. Sekitar empat ekor di antaranya masih bisa ikut masuk, lalu menghampiri ketiga anak yang ada di situ dengan sikap ramah. Mereka mengendus-endus Bill dan Johns dengan sikap ragu. Philip memegang tangan Bill, dan setelah itu lengan Johns, untuk menunjukkan bahwa kedua laki-laki dewasa itu kawan-kawannya. Anjing-anjing itu langsung mengerti, lalu menunjukkan sikap ramah. Tapi Kiki dan juga si Putih masih dihadapi sambil menggeram-geram.
"Kau benar-benar ajaib, Philip" kata Bill. Ia sungguh-sungguh merasa kagum. "Rupanya kau ini pandai menyihir binatang. Tidak mungkin tidak"
"Bukan main anak ini" kata Johns. Wajahnya yang selalu nampak tenang, sekali itu memancarkan pandangan kagum.
"Meier pasti naik pitam di luar," kata Jack. "Ia pasti bingung menghadapi kejadian ini"
Meier berteriak-teriak, "Seret mereka ke luar, kataku Kutembak kalian semua nanti, jika tidak mau patuh Kenapa sih kalian? Ayo, seret mereka ke luar"
Tapi kawanan anjing itu sama sekali tidak mengacuhkannya lagi. Pemimpin mereka sudah mengakui kelebihan Philip daripadanya, dan yang lain-lain mengikuti keputusannya itu. Mereka kini hanya mau patuh pada Philip. Mereka semula patuh pada Meier karena takut padanya. Tapi mereka sayang pada Philip
Tiba-tiba Meier menembak. Rupanya ia sudah tidak bisa lagi menahan kemarahan. Tembakan itu tidak diarahkan pada kawanan herder, melainkan ditujukan ke atas kepala mereka. Anjing-anjing itu kaget, lalu berpaling ke arah Meier. Mereka menggeram. Menurut Bill, saat untuk bertindak sudah datang. Ia menyapa Philip.
"Maukah anjing-anjing itu mematuhi perintahmu, Philip? Maukah mereka jika disuruh menyerang Meier dan Erlick. Kalau menurutmu mau ? suruh mereka menyerang Biar kedua orang itu merasakan pembalasan yang setimpal"
Bab 29 PEMBALASAN "SETUJU" kata Philip, lalu berbicara pada kawanan anjing sambil menuding ke pohon besar, di balik mana Meier dan Erlick bersembunyi. "Serbu Mereka ? bawa kemari"
Meier dan Erlick hanya bisa melongo, ketika kawanan anjing herder berbalik dan menyerbu ke arah mereka. Mereka diterpa beramai-ramai sehingga terbanting ke tanah. Kedua penjahat itu tidak sempat lagi menembak. Pistol yang semula digenggam Meier terpelanting ke tanah, lenyap di tengah anjing-anjing yang datang menyerbu dengan bersemangat.
"Mereka jangan diapa-apakan ? giring saja kemari" seru Philip bersemangat. la bangga, karena ternyata dipatuhi kawanan anjing yang galak-galak itu.
Bill dan Johns keluar dari gua, diikuti oleh Jack. la mengatakan pada Dinah dan Lucy-Ann agar jangan keluar dulu. Larangan itu sebetulnya tidak perlu, karena kedua anak perempuan itu tidak mau. Lucy-Ann mencengkeram lengan Dinah dengan keras, sehingga anak itu terpekik kesakitan. Dengan napas tertahan, keduanya memandang kejadian yang sedang berlangsung di luar.
Anjing-anjing besar itu menyeret Meier dan Erlick, membawa mereka ke tempat Philip. Erlick yang potongannya seperti gorila, ternyata pengecut. ia menjerit-jerit minta ampun. Memang begitulah kenyataannya ? orang yang suka menggertak, biasanya kecil sekali hatinya.
"Aku menyerah" teriak Erlick. "Suruh mereka mundur"
Tapi Meier masih terus melawan dengan sengit, seakan-akan tidak takut digigit. Anjing-anjing yang dilawannya sudah dilatih agar jangan menggigit apabila belum diperintah. Tapi walau begitu ada juga yang sempat menggigit Meier, walau tidak secara bersungguh-sungguh. Mereka melakukannya sebagai pembalasan atas sikap Meier yang sangat keras sewaktu melatih mereka. Pemimpin kawanan anjing itu menggigit celana Meier, lalu menyeretnya ke depan gua di mana Philip menunggu bersama Jack, Bill, dan Johns. Meier kelihatan konyol saat itu.
Erlickjuga diseret ke situ. Orang itu sudah nyaris menangis karena takut, Kemudian ia teringat pada pistol yang ada di kantungnya. la berusaha mengambilnya, karena beranggapan bahwa itulah kemungkinan terakhir baginya untuk melarikan diri. Tapi Johns bersikap waspada.
"Angkat tangan" katanya. "Jangan macam- macam, Erlick? kalau tidak riwayatmu dihabiskan anjing-anjing ini. Aku takkan peduli Ayo berdiri. Meier ? dan angkat tanganmu tinggi-tinggi"
Dengan wajah pucat karena marah, Meier mengangkat tangannya. la menatap Bill serta anak-anak dengan mata melotot.
"Kau apakan anjing-anjingku tadi?" bentaknya pada Philip. "Selama ini belum. pernah mereka berani membangkang perintahku? Ia mengumpat-umpat dalam bahasa asing.
"Tutup mulutmu" bentak Bill, sambil mengacungkan pistolnya. "Kau terlalu bermulut besar"
"Bersihkan kakimu," kata Kiki yang terbang keluar dari dalam gua, lalu hinggap di bahu Jack. "Puh Hahh"
Meier melotot menatap Kiki, karena mengenali suaranya yang selama itu menyebabkan ia kebingungan. Jika tatapan matanya bisa memati? kan, pasti Kiki sudah tak bernyawa lagi saat itu. Tapi burung iseng itu malah terkekeh-kekeh Meier mengepalkan tinjunya yang terangkat ke atas kepala. Kelihatannya ingin sekali bisa membekuk kakaktua itu.
"Sekarang bagaimana, Bill?" tanya Jack. "Kita jauh dari rumah ? dan tidak ada makanan untuk bekal, jika harus berjalan kaki."
"Effans, Trefor, dan David juga ada, tidak jauh dari sini," jawab Bill. "Aku menyuruh mereka menunggu di dekat-dekat gunung ini. Mereka membawa serombongan keledai, untuk berjaga- jaga jika kita memerlukan mereka. Aku tidak begitu yakin apakah helikopter bisa terbang jauh, jika membawa kita semua"
"Wah ? benarkah mereka ada di dekat sini?" tanya Lucy-Ann dengan perasaan lega. `Wah, Anda ternyata sudah memikirkan segala sesuatunya, Bill Syukurlah kalau begitu"
"Bisakah anjing?anjing ini kita bawa pulang juga?" tanya Philip. la masih dikerumuni kawanan anjing-anjing herder. "Aku bisa mengurus mereka, sampai nanti sudah diputuskan hendak diapakan selanjutnya. Kurasa kalian dari kepolisian tentunya mau mengambil mereka, Bill Mereka terlatih baik."
"Terima kasih atas penawaranmu," kata Bill sambil nyengir. "Aku bersedia menerimanya Dan sekarang ? kita cepat-cepat pergi dari sini. Kita tinggalkan gunung aneh ini. Nanti aku akan kembali lagi, bersama beberapa rekanku untuk mengadakan pembersihan. Jenius sinting itu akan kami amankan, sebelum ia melakukan sesuatu yang berbahaya. Aku takkan heran, jika gunung ini diledakkan olehnya" `
"Astaga" kata Lucy-Ann ketakutan. "Kalau begitu kita cepat-cepat saja pergi, sebelum hal itu terjadi"
Mereka berjalan dengan cepat, meninggalkan tempat itu. Meier dan Erlick melangkah dengan tampang masam.`Sedikit pun mereka tidak mau berbicara. Tangan mereka sudah diturunkan setelah keduanya digeledah dengan seksama oleh Johns.
"Aku lapar," kata Dinah. "Apakah Pak Effans juga membawa bekal makanan, Bill?"
"Yah ? Bu Evans kaget sekali mendengar bahwa kalian lenyap, lalu sibuk memasak," jawab Bill. "Kurasa dari rombongan keledai yang dibawa Pak Effans, dua di antaranya mengangkut hasil kesibukan istrinya itu. Kita cepat-cepat saja mendatangi mereka"
"Di mana mereka menunggu kita?" tanya Jack.
"Di ?prev | next? Go to[1-11] Home Lembah Kupu-kupu," kata Bill sambil nyengir. Anak-anak tercengang.
"Di Lembah Kupu-kupu?" seru Jack. "Waktu itu kami tidak bisa menemukannya ? sampai beranggapan bahwa tempat itu sebenarnya hanya ada dalam khayalan Pak Trefor saja"
"Tempat itu memang ada, dan bahkan bisa ditemukan dengan gampang ? apabila Pak David mengerti cara membaca peta," kata Bill. "Nama lembah itu tertera di situ ? tapi dalam bahasa Wales, yang tidak kalian pahami artinya. Sedang Pak David ? kurasa ia bisa dibilang buta huruf Aku sebetulnya tidak boleh menyuruhnya mengantarkan kalian"
"Kalau begitu, Anda menemukan tempat itu, Bill?" tanya Lucy-Ann.
"Ya Letaknya di jalan menuju kemari," jawab Bill. "Cuma waktu kalian kemari. Pak David ternyata keliru mengambil jalan. Pokoknya aku menyuruh dia menunggu di sana bersama rombongan keledai, karena menurut perkiraanku kalian pasti masih ingin melihat lembah itu -- setelah sebelumnya tersesat dan malah sampai di gunung aneh ini"
"Wah, kalau begitu semua sudah beres," kata Lucy-Ann bergembira. "Petualangan ini sudah berakhir, ya Bill? Setelah lewat, rasanya tidak lagi begitu menyeramkan"
"Kasihan," kata Bill. "Kenapa ya, selalu saja kalian dengan tak tersangka-sangka terlibat dalam berbagai petualangan Tapi sudahlah - sebentar lagi kau akan sudah kembali ke tempat penanian, Lucy-Ann, dan menikmati hasil masakan Bu Evans yang enak-enak"
Mereka menelusuri celah sempit yang terjepit di antara dua gunung ? lalu tertegun Mereka menatap Lembah Kupu-kupu yang terbentang di bawah.
Lembah itu penuh dengan beraneka jenis kupu-kupu yang bermacam-macam warna sayapnya. Jumlahnya ribuan, beterbangan kian kemari dan hinggap pada bunga-bunga yang banyak sekali di situ, sehingga dasar lembah menampakkan kesan seperti permadani berwarna semarak. Menurut perasaan anak-anak, belum pernah mereka menyaksikan pemandangan yang begitu permai.
"Kenapa ya ? begini banyak kupu-kupu di sini?" kata Dinah dengan kagum.
"Kurasa karena di sini banyak bunga yang beraneka ragam," kata Bill menjelaskan. "Tempat ini sangat terasing letaknya. Karena itu tidak banyak orang datang kemari"
"Itu Pak Effans - bersama rombongan keledai" seru Philip. "Halo, Pak Effans Dan itu Pak Trefor serta Pak David"
Pak Effans berseri-seri wajahnya, begitu pula halnya dengan Pak Trefor. Hanya Pak David yang tidak ikut menyambut dengan gembira. Ia menunduk terus. Kelihatannya merasa malu.
"Bu Evans mendampratnya habis-habisan ketika ia kembali seorang diri, tanpa kalian," kata Bill menjelaskan. "Bisa kalian bayangkan bahwa aku pun marah-marah padanya. Karena itulah ia sekarang merasa malu. Tidak ada salahnya ia begitu terus, selama beberapa waktu. Habis ? sikapnya pengecut"
"Kasihan," kata Lucy-Ann. "Ia pasti menyesal sekarang." Dihampirinya laki-laki tua itu, lalu disapanya dengan ramah. Pak David memandangnya dengan sikap penuh terima kasih.
"Senang rasanya melihat kalian lagi, sungguh, whateffer," kata Pak David dengan logat Walesnya.
"Whateffer, whateffer," oceh Kiki dengan asyik. "Look you, look you. whateffer"
"Aduh, burung itu" kata Pak Effans dengan sikap kagum. "Ia benar-benar ajaib Aku mau membayar mahal, asal bisa memilikinya"
"Biar ditawar sejuta pun, aku takkan menjualnya," kata Jack sambil mengelus-elus Kiki. "Mana makanannya, Pak Effans? Kami sudah lapar sekali"
"Ceritanya nanti saja, sehabis makan" kata Bill pada Pak Effans. "Kita akan bercerita panjang-lebar, sementara anak-anak asyik dengan kupu-kupu He, kalian" serunya pada Meier dan Erlick
"Kalian tetap di situ, mengerti? Philip, suruh anjing-anjing mengawasi mereka"
Pak Effans menatap kedua penjahat itu dengan pandangan heran. Meier membalas tatapan itu sambil melotot Sedang Erlick berkeluh-kesah, menyesali nasib. Ia bahkan menyalahkan Meier, yang dikatakannya ceroboh, sehingga mereka tertangkap. Meier 'memandang temannya itu dengan sengit.
"Mereka itu sama saja jahatnya," kata Bill. "Kita belakangi saja mereka ? karena merusak pemandangan?
Anak-anak mulai makan dengan asyik. Rasanya sudah lama mereka tidak menikmati hidangan sesedap itu. Bu Evans memang tidak setengah- setengah dalam menyiapkan bekal. Ada ayam panggang, lidah sapi yang empuk, daging asap, daging asin, telur rebus, ketimun, tomat, buah-buahan segar, serta limun bikinan sendiri yang telah didinginkan oleh Pak Effans dengan jalan merendamkan botolnya ke dalam sungai kecil yang ada di dekat situ. Mereka makan sambil duduk-duduk di lereng bukit, menghadap permadani bunga-bungaan yang terhampar di depan mata dengan warna beraneka ragam. Belum lagi kupu-kupu yang beterbangan .
"Kelihatannya seperti bunga yang bisa terbang" seru Lucy-Ann dengan gembira. "Beratus-ratus, bahkan beribu-ribu Apa saja nama-nama mereka, Philip?"
Philip menyebutkan sejumlah nama.
"Bukan main, seperti di surga saja kelihatannya Seumur hidupku, takkan kulupakan pemandangan ini"
Piknik saat itu sangat menyenangkan, dengan hidangan yang serba sedap, di tengah padang beralaskan bunga dengan kupu-kupu yang beterbangan. Mereka makan sambil bercanda dengan riang gembira. Kiki asyik sekali dengan ocehannya, apalagi setelah melihat bahwa Johns dan Pak Effans kagum padanya. Pak Effans terpingkal-pingkal, sampai tersedak. Sedang Johns makan dengan tenang, sambil memperhatikan Kiki. Sekali-sekali ia tersenyum, kalau ocehan burung kakaktua itu kocak sekali.
"Whateffer-whateffer Bersihkan kaki dan buang ingus Puuh ? maaf"
Si Putih berkeliaran di tengah mereka, sambil mengambil makanan yang disodorkan padanya. Kawanan anjing herder memperhatikan dari jauh. Mereka tenang-tenang saja, karena merasa pasti bahwa Philip takkan melupakan teman-temannya. Untung saja banyak sekali makanan yang dibawakan oleh Bu Evans Meier dan Erlick pun tidak dilupakan, walau mereka itu jahat.
Bab 30 AKHIR PETUALANGAN MALAM itu mereka terpaksa tidur di luar, tanpa tenda. Pak Effans membagi-bagikan selimut, karena selimut anak-anak tertinggal di dalam gua di lereng gunung. Kedua tawanan tidur terpisah, dijaga kawanan anjing herder. Malam itu panas. Berulang kali si Putih didorong pergi, karena ingin berbaring di atas anak-anak. Mula-mula Philip yang menyuruhnya pergi, lalu Jack, dan kemudian Dinah dan Lucy-Ann.
Sebelum tidur, mereka agak lama juga berbicara dengan Bill, menceritakan segala kejadian yang dialami. Bill mendengarkan dengan sikap heran, sementara anak-anak menceritakan bagaimana mereka secara kebetulan sampai di dalam gunung aneh itu, yang ternyata mengandung rahasia yang lebih aneh lagi. la telah meneliti `sayap terbang` ciptaan laki-laki tua yang katanya penguasa gunung itu.
"Nanti kalau kita kembali bersekolah lagi, sayap ini akan kubawa," kata Philip. "Teman-teman pasti tercengang-cengang nanti ? dan tentu ada yang ingin mencobanya"
"Kalau aku boleh memberi nasihat, sebaiknya jangan ada yang mencoba-coba terjun dari atap sekolah dengannya," kata Bill dengan santai. "Menurut perasaanku, otak yang menciptakannya sudah mulai uzur Orang tua yang mengaku raja itu takkan bisa berhasil menciptakan sayap yang bisa dipakai terbang. Tapi banyak juga ciptaannya yang lain, yang mengesankan. Aku tadi sudah berbicara dengan Meier. Ia mengatakan apa sebabnya ia menaruh kepercayaan pada Monally ? begitulah nama laki-laki tua itu."
"Apa sebabnya ia begitu percaya?" tanya anak?anak ingin tahu.
"Yah ? rupanya Monally itu dulu pernah menciptakan beberapa hal yang sangat mengagumkan," kata Bill. "Ciptaan-ciptaan itu dibuat berkat dukungan Meier, yang menjadi kaya karenanya. Aku belum berhasil mengetahui bagaimana ia sampai menemukan gunung ini, yang mengandung logam. yang langka yang diperlukan Monally dalam melaksanakan gagasannya yang paling baru, yaitu alat yang bisa meniadakan pengaruh tarikan bumi. Tapi pasti dengan jalan licik"
"Apa tindakan Anda selanjutnya?" tanya Jack.
"Para penerjun payung akan dikirim kembali ke tanah air masing-masing. Anggota kawanan yang orang Jepang juga dikirim kembali, setelah sebelumnya diperiksa dulu. Menurut perasaanku, ada yang tidak beres dengan mereka itu. Sedang Monally, sang raja, akan diamankan," kata Bill. "Aku akan meminta beberapa orang sarjana agar datang ke gunung, untuk mengadakan penyelidik- an tentang segala peralatan yang ada di situ. Aku takkan heran jika mereka nanti berkesimpulan bahwa sebaiknya semua barang itu dimusnahkan saja, karena berbahaya sekali Bisa terjadi ledakan dahsyat, jika tidak ada yang mengawasi."
"Untung saja kami menemukannya, ya?" kata Lucy-Ann.
"Ya, untung sekali," kata Bill. "Dan lebih untung lagi, kalian meninggalkan surat pada si Belang. Coba kalau tidak ? aku takkan bisa menemukan jejak kalian."
"Apa yang terjadi waktu itu?" tanya Jack.
"Aku datang kemari mencari kalian dengan membawa beberapa ekor keledai, setelah Pak David tahu-tahu muncul di tempat pertanian tanpa kalian," kata Bill bercerita. "Tapi hanya si Belang saja yang kutemukan ? dengan surat yang terselip pada tali kekangnya. Begitu membaca surat kalian itu, aku langsung curiga bahwa pasti ada yang tidak beres."
"Lalu?" tanya Philip penuh minat.
"Aku lantas mencari jejak kalian ke mana-mana," sambung Bill. "Aku berhasil masuk ke gua tak berlangit-langit, di balik belukar yang menutupi celah pada dinding gunung. Tapi tidak bisa terus Karenanya aku pun berusaha menyelidiki soal helikopter itu. Jika ada orang bisa mendarat dengannya di puncak gunung, aku pasti juga bisa"
"Anda memang hebat, Bill" kata Jack.
"Ketika aku mengadakan penyelidikan tentang helikopter-helikopter yang ada di kawasan ini, yaitu mengenai pemilik serba macam-macam lagi, teryata ada pihak lain yang juga mengadakan pengusutan mengenainya," kata Bill melanjutkan cerita. "Rupanya ada beberapa helikopter yang sering menghilang secara misterius ? terbang entah ke mana. Hal itu menimbulkan kecurigaan pihak kepolisian setempat, yang langsung mengadakan penyidikan. Tentu saja aku dengan segera menggabungkan diri"
"Lalu apa yang berhasil Anda ketahui?" tanya Dinah.
"Aku menjumpai seorang penerbang yang masih muda, dengan goresan panjang bekas luka di pipi," kata Bill. Dilihatnya anak-anak agak kaget.
"Ah ? rupanya kalian juga tahu orang itu, ya Ketika diperiksa, ia langsung menceritakan segala-galanya. Katanya, ia merasa tidak enak memikirkan nasib para penerjun payung yang disuruh melompat tanpa payung yang beres, dan sebagainya. Aku lantas menggantikannya menerbangkan helikopter. Begitulah, akhirnya aku mendarat di puncak gunung"
"Wah ? kami lega sekali ketika melihat Anda," kata Lucy-Ann.
Bill juga bercerita tentang Bu Mannering. Tangannya yang cedera sudah sembuh lagi. Ia cemas sekali memikirkan keadaan anak-anak, sehingga mendesak ingin ikut menjemput anak-anak. Tapi Bill menolak, karena takut kalau ada bahaya
Malam itu anak-anak tidak bisa lekas tidur, sehabis mengalami kejadian yang begitu menegangkan siangnya. Keesokan harinya, pagi-pagi benar mereka sudah dibangunkan oleh Bill, untuk meneruskan perjalanan. Dan siangnya mereka sudah tiba kembali di tempat pertanian keluarga Evans, tepat waktu makan siang. Bu Mannering datang menyongsong dengan gembira. Kasihan ? selama itu ia tidak henti-hentinya merasa cemas memikirkan mereka.
Bu Evans ikut menyongsong ke luar.
"Wah, senang sekali rasanya melihat kalian kembali dengan selamat Bukan main pengalam? an kalian selama ini, seperti semasa perang saja Tapi pokoknya kalian kini sudah kembali dengan selamat," katanya.
"Bukan cuma selamat, tapi juga segar bugar," kata suaminya menimpali dengan wajah berseri? seri. "Dan burung itu semakin hari semakin jenaka Sungguh, whateffer"
"Whateffer, look you" oceh Kiki menirukannya dengan logat yang persis sama. Pak Effans terbahak-bahak. Bunyi tertawanya itu pun ditirukan burung iseng itu. Kedengarannya begitu_ kocak, sehingga yang lain-lain terpingkal-pingkal mendengarnya.
Bu Evans ternyata sudah kembali menyiapkan hidangan makan siang yang enak. Bahkan kawanan anjing herder pun tidak dilupakan. Mereka diberi tulang setumpuk
Anak-anak makan sambil bercerita dengan asyik. Bu Evans mendengarkan dengan mata terbelalak karena heran dan kagum, sementara tangannya sibuk menghidangkan makanan pada siapa saja yang piringnya mulai kosong.
"Bayangkan ? anak-anak melakukan hal-hal seperti itu," katanya berulang kali. "Dalam gunung, lagi Dan juga dalam lubang yang menyeramkan. look you "
"Maaf, look you"0ceh Kiki, lalu bersin dengan nyaring. Pak Effans tercekik, karena tertawa sementara mulutnya penuh makanan. Kiki menirukan bunyi itu dengan begitu persis, sampai Bu Mannering mengatakan bahwa ia harus keluar jika masih tetap tidak tahu aturan.
"Ah, Bibi Allie, Kiki kan begitu karena merasa senang ada di sini lagi," kata Jack. Tapi paruh Kiki ditepuknya juga, menyuruhnya berhenti berbuat iseng.
"Panggilkan dokter," oceh Kiki sambil menatap Pak Effans yang masih tercekik-cekik karena tertawa. "Panggilkan muncul Panggilkan look you "
Sekarang bahkan Bu Mannering pun ikut tertawa geli. Jack memberikan buah prem yang besar pada Kiki, supaya mau diam. Buah itu dicengkeramnya dengan saku kaki, lalu dipatuk-patuknya dengan lahap, sehingga cairannya muncrat membasahi Pak Effans.
"Maaf" oceh Kiki senang, lalu mengulangi perbuatan itu sekali lagi. Pak Effans rasanya mau saja memberikan dombanya yang mana saja, asal bisa memiliki Kiki. Ia sampai lupa menyuap makanan, karena asyik memperhatikan burung kakaktua konyol itu.
Johns ditugaskan mengantar kedua tawanan ke kota dengan ditemani Pak David serta dua ekor anjing herder. Bu Evans mengatakan bahwa sisanya bisa dititipkan di pertaniannya sampai pihak. kepolisian sudah mengambil keputusan, hendak diapakan anjing-anjing itu selanjutnya.
"Bu ? bagaimana jika beberapa ekor di antaranya kita pelihara?" tanya Philip membujuk ibunya.
"Aduh, jangan? kata Bu Mannering. "Sekarang saja aku sudah repot dengan binatang-binatang peliharaanmu apabila kau kembali ke sekolah Apalagi jika ditambah beberapa ekor anjing herder yang selalu lapar ? minta ampun, jangan Tidak, mereka pasti lebih berbahagia apabila dijadikan anjing polisi"
Bill belum kembali ke Gunung Taring, karena masih menunggu beberapa sarjana yang akan menemaninya ke sana. Selain mereka, akan ikut pula beberapa polisi yang bertugas meringkus orang-orang Jepang yang masih ada di sana - walau menurut Bill, mereka takkan berani melawan. Mungkin mereka itu penjahat yang mau bekerja untuk Meier, karena ingin menyembunyikan diri selama beberapa waktu.
"Bolehkah kami ikut, Bill?" tanya Jack berharap. "Kalau tanpa kami, jangan-jangan nanti Anda tersesat di dalam gunung."
"Itu tidak mungkin," jawab Bill. "Aku menemukan peta lorong-lorong gunung itu dalam kantung Meier. Aku takkan mungkin tersesat. Jangan harap kalian akan kuizinkan ikut, karena sudah cukup banyak bahaya yang kalian alami selama liburan ini. Aku khawatir jika kalian ikut, nanti tahu-tahu muncul lagi petualangan baru Tak pernah kualami anak-anak seperti kalian ini ? yang selalu saja terlibat dalam berbagai petualangan Kurasa jika kalian kuajak menjenguk bibiku yang sudah renta, sesampai di sana akan kita dengar bahwa ia diculik orang dengan kapal selam, lalu kalian harus pergi ke ujung dunia untuk menyelamatkannya"
Jack dan Philip kecewa sekali, karena tidak bisa ikut dengan Bill ke gunung. Tapi Dinah dan Lucy-Ann malah merasa lega, karena mereka sama sekali tidak berniat ikut.
"Aku tidak berkeberatan mengalami petualangan yang sudah selesai, dan kita saling bercerita mengenainya," kata Lucy-Ann. "Tapi sewaktu sedang terjadi, perasaanku sama sekali tidak enak. Aku tidak suka pada gunung yang bergemuruh itu. Bill, kata Philip tadi aku siang ini boleh meminjam sayap terbangnya, sebagai imbalan karena aku hendak menggantikan dia terjun dari helikopter. Aku nanti akan terbang dengannya dari batu yang tinggi di atas itu, lalu melayang turun kemari"
"Jangan suka nekat" tukas Bill dengan segera. Lucy-Ann tertawa, melihat wajah Bill yang nampak kaget sekali.
"Aku cuma main-main saja," katanya. "Aku tidak bermaksud terjun dari atas, melainkan memakainya di sini saja. Aku akan berlari-lari di pekarangan, sambil mengepak-ngepakkan sayap. Ayam-ayam di sini pasti tercengang nanti melihatku begitu"
"Itu pasti" kata Bill. "Awas, nanti mereka tidak mau bertelur lagi. Kauawasi Lucy-Ann baik-baik, Philip Jangan sampai ia berbuat yang bukan-bukan."
"Kurasa ia tidak perlu dikhawatirkan," kata Philip sambil nyengir. "Lucy-Ann yang paling normal di antara kami berempat."
Ia merogoh kantungnya, untuk melihat apakah cecak ular peliharaannya masih ada di situ. Saat itu juga air mukanya berubah, nampak tercengang. Ia berteriak.
"Aduh, ada apa, Philip" kata Lucy-Ann ketakutan,
"Ada peristiwa hebat" kata Philip. "Sungguh ? aku sama sekali tak mengira"
"Apa? Apa yang tidak kaukira?" seru mereka beramai-ramai. Philip menarik tangannya dari dalam kantung, lalu membukanya. Di telapak tangan itu nampak segenggam makhluk kecil-kecil, sehalus jarum jahit. Warna mereka putih keperak-perakan. Semuanya menggeliat-geliat.
"Lihat ini, Bu ? anak-anak Sally Cecak ularku ternyata melahirkan anak-anaknya dalam kantungku Kurasa belum pernah hal seperti ini dialami orang lain. Benar-benar luar biasa Mereka lucu-lucu, ya?"
"Uhh" seru Dinah dengan jijik.
"Bagus sekali" kata Jack.
"Untukku seekor, ya?" kata Lucy-Ann. "Wah ? ini lebih asyik lagi daripada petualangan kita, Philip"
"Memang," kata Philip. "Sally benar-benar hebat Selama ini aku belum pernah memiliki peliharaan anak-anak cecak ular ? tapi sekarang, segenggam penuh"
"Jangan kautaruh terus dalam kantung, Philip," kata ibunya. "Itu tidak baik bagi mereka, dan juga bagimu sendiri"
"Tapi nanti Sally kecewa," kata Philip.
Petualangan yang baru saja berlalu sudah dilupakan. Keempat remaja itu asyik memperhatikan binatang kecil-kecil yang bergeliat-geliat di telapak tangan Philip. Kiki ikut-ikut melihat, sambil bertengger di bahu Jack.
?Look you, whateffer" ocehnya dengan kepala dimiringkan. Paruhnya mulai terbuka. Maksudnya hendak menirukan suara orang terceguk. Tapi begitu melihat Bu Mannering menatap ke arahnya dengan mata melotot, dengan cepat ia mengatupkannya kembali.


Lima Sekawan Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Maaf" teriaknya keras-keras, lalu terkekeh-kekeh. "Kiki nakal Panggilkan dokter, look you Bersihkan kaki dan buang maafmu Heheheheh"
Kiki terkekeh berkepanjangan.
TAMAT Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com ?prev | Go to[1-11] Home Jejak Di Balik Kabut 12 Hex Hall Karya Rachel Hawkins Setan Bukit Cemara 1
^