Pencarian

Misteri Alam Gaib 2

Misteri Alam Gaib Karya Abdullah Harahap Bagian 2


Dan terus terbelah bersama dengan gerakan tangan Sri Lestari yang merobeki sisa buku di tangannya.
Tidak tampak adanya darah yang menyembur keluar.
Yang tampak keluar dari tubuh sang mahluk yang terbelah-belah itu hanyalah gumpalan kabut tebal dan hitam. Kabut yang kini bukan cuma menebarkan hawa panas menyengat. Tetapi juga menebarkan bau busuk menjijikkan. Sedemikian busuknya. sehingga perut Barita yang tengah menyaksikan dengan ternganga nganga mendadak terasa bergolak.
Ingin muntah.
Di kursi lain.
Sri Lestari membuang sisa terakhir dari robekan kertas buku di tangannya sambil membentak.
Nyaring. " Sirnalah!"
Plop! Tubuh bermamel yang sudah terbelah-belah itu pun melenyap sirna.
Bersamaan dengan lenyapnya jeritan membahana dari sang mahluk. Jeritan yang terdengar menyayup dan semakin sayup. '
Lantas sepi.
Di kursinya.
Sri Lestari terduduk.
Lemas dan pucat.
Di kursi lain.
Barita mengerjap-ngerjapkan mata. Untuk meyakinkan bahwa ia tidak sedang bermimpi. Sepi berlalu cukup lama,sebelum akhirnya mulut Barita terbuka.
Menggerimitkan tanya.
"Nyai..."
Sri Lestari mengangkat muka perlahan-lahan_ lantas mendesah.
Lelah. " Apa?"
Barita menggagap.
" Sungguhkan semua ini......benar-benar terjadi?"
Sri Lestari tidak menjawab lewat kata-kata. Tetapi lewat senyuman getir. sambil melirik ke lantai tak jauh dari meja upacara.
Reflek. Barita ikut melirik ke tempat yang sama. Dan tertampaklah olehnya sosok Suhandinata yang tergeletak kaku di lantai. Dengan wajah yang tak lebih dari sebuah tengkorak.
"Dan di luar sana, masih ada seorang lagi yang bernasib sempat".
Sri Lestari bergumam.
Kering. Handoko pikir Barita.
Dan bulu romanya kembali tegak merinding.
****** 10 Di ujung malam.
Sementara Barita sibuk mengurus segala sesuatunya di rumah almarhum Handoko, Sri Lestari tiba di rumahnya sendiri dan langsung masuk ke kamar tidur.
Gaun malamnya ditanggalkan dan dibiarkan tertumpuk begitu saja di lantai. Dengan tubuh sepenuhnya telanjang. ia merayap naik ke atas ranjang.
Rebah perlahan-lahan,selimut ia tarik menutupi tubuh telanjangnya.
Kemudian, Sri Lestari berbisik. lelah.
" Aku siap menerima kehadiranmu. kekasih.......!"
Selama beberapa saat, tak terjadi apa-apa.
Sri Lestari tetap saja menunggu.
Sampai akhirnya ia merasakan adanya hawa dingin memasuki kamar tidur. Lalu sesuatu muncul di sebelah ranjang. Mula
mula hanya tampak samar-samar tetapi kemudian semakin jelas dan jelas.
Sri Lestari menatap tersenyum pada sesosok tubuh yang tahu-tahu sudah tegak di sebelah ranjang itu, Tubuh telanjang seorang laki-laki. Tetapi dengan kulit yang nyaris seluruhnya tampak bersisik sebagian sebagian saja. Sekedar cukup untuk membuktikan bahwa wajah dan tubuh yang dilihat Sri Lestari adalah wajah dan tubuh almarhum suaminya.
Suami. yang rohnya terpaksa memperbudak diri pada penghuni alam gaib.
Entah di mana.
"Kau tampak lelah.......", sang suami berbisik.
Lirih. Sri Lestari kembali tersenyum. Katanya.
"kekasih. Aku tak akan pernah lelah!"
Sang suami balas tersenyum.
Senyuman penuh cinta serta kerinduan. Dengan senyumannya itu ia kemudian naik ke atas ranjang.
Sri Lestari melemparkan selimut.
Jauh-jauh.
Dan ketika sang suami memasuki tubuhnya, bathin Sri Lestari merintih.
Pedih. " Kapan kiranya semua ini akan berakhir?!"
Entah bagaimana.
Sri Lestari akan teringat pada masa kecilnya dulu, selagi sang ayah masih hidup. Ayahnya tak pernah bosan-bosan memperingatkan Sri Lestari dan saudara-saudaranya.
"Apa yang kalian ingin dan usahakan, maka itulah yang akan kalian dapatkan!"
Sri Lestari pun terpejam.
Pasrah. ***** MISTERI RUMAH HANTU
1 SEBENARNYA julukan itu sangat berlebihan!
Kamu lihat sendiri, kan?
Rumah itu begitu kecil mungil,dibangun dengan arsitektur model mutakhir.
Pekarangan luas dengan taman bunga warna-warni rerumputan hijau yang selalu tercukur rapi, ditambah kolam dengan patung wanita rupawan tengah duduk melamun merindukan belaian sang kekasih'tercinta. Sebuah suasana dengan cita rasa tinggi, Letaknya di pinggiran kota pula. dengan hawa pegunungan yang sejuk dan nyaman. dan sarana angkutan yang tak pernah kosong kemanapun kamu mau pergi.
Sungguh. sebuah rumah idaman untuk sebuah keluarga kecil.
Apalagi untuk sepasang pengantin baru yang ingin menikmati kehangatan cinta mereka tanpa diusik Orang
lain. Calon penghuni semacam Inilah yang saya senangi dan diberi prioritas pertama. Sebab. pengantin-pengantin muda ini tidak rewel soal tawar-menawar sewa kontrak dan pelayanan. Merekapun tidak punya anak-anak yang harus terlantar apabila orang tua mereka mendadak hilang tanpa kabar berita.
Ah. ya! Itulah sesungguhnya yang acap kali terjadi.
Penyewa rumah yang saya rawat dan jaga banyak yang menghilang tanpa kabar berita. Biar misalnya mereka menempati rumah itu belum sebulan bahkan acapkali malah baru satu malam saja!
Bila ini terjadi siapapun boleh mencurigai saya.
Tapi percuma.
Polisi tidak mungkin menangkap, apalagi memenjarakan saya tanpa tuduhan yang jelas dan tanpa bukti-bukti yang nyata.
Penyewa memang lenyap.
Kemana? Mana saya tahu!
Mereka selalu pergi tanpa pamit. apalagi memberi tahu lebih dulu.
Ya. pergi begitu saja.
Lenyap, seperti di telan bumi.
Tetapi kamu boleh membongkar habis seisi rumah.
Buka bata di tembok.
Angkat ubin di lantai.
Gali seluruh permukaan tanah di sekeliling rumah.
Tidak. Kamu tidak akan pernah berhasil menemukan mayat orang atau orang-orang yang kamu cari..........
Seperti halnya seorang suami-istri yang menempati rumah ini tadi siang.
Tampaknya mereka pemberani.
Perempuannya tinggi padat dengan wajah cantik dan mata tegar.
"Hantu!".
Ia tertawa. mencemooh.
" Hantu hanya dongeng untuk seorang anak bandel yang tak mau disuruh tidur."
Dan suaminya. pria tampan itu ikut tertawa bangga.
Kita pasangan yang cocok!" katanya. seraya meminta tolong agar saya membawakan barang-barang mereka
masuk kedalam rumah ternyata mereka menyukai hampir semua hiasan serta perabotan yang sedemikian lengkap dan,terawat baik. Keadaan itulah yang paling disenangi tamu-tamu saya.
Mereka datang. mereka melihat. dan mereka langsung menempati.
Seperti seorang kelaparan yang tiba-tiba melihat segala sesuatunya sudah terhidang diatas meja.
Tinggal makan saja!
Puas mereka melihat-lihat. sampailah secara puncak. yakni. di kamar tidur. Saya bawakan koper mereka ke dalam. Nyonya muda yang cantik dan pemberani itu, tengah mengagumi sebuah kaca rias yang sejejar dengan ranjang di mana nyonya itu duduk_duduk merentang kaki. Sementara suaminya menerima koper yang saya bawakan. nyonya muda itu berdecak kagum.
"Cermin yang indah!" cetusnya tulus.
" Siapa yang membuatnya. Pak?"
Saya menjawab malu-malu
" Cuma barang jelek. Nyonya."
"Tetapi ini satu-satunya barang di rumah ini yang kontras. Satu-satunya barang antik. Dari piguranya. jelas terlihat cermin ini dibuat dari kayu yang kuat dan sudah langka didapat. Tentunya telah berusia paling sedikit seperempat abad...."
"Tepatnya. setengah abad nyonya!" saya membetulkan.
"Oh ya?" perempuan itu membelalak semakin kagum.
" Dari mana bapak mendapatkan cermin ini'?"
"Telah ada di kamar ini, Nyonya. Semenjak rumah ini selesai di bangun....."
"Maksud Bapak?"
"Begitulah. Rumah beserta isinya terus dipugar.
sesuai dengan selera jaman. Tetapi cermin ini tidak"
"Mengapa?"
"Cermin inilah satu-satunya kenangan saya yang masih tinggal dari masa silam."
"Begitu? Maukah bapak menceritakannya pada kami?"
"Ah. lain kali sajalah. Tuan dan Nyonya tentunya masih penat dan ingin beristirahat," saya membungkuk. tersenyum maklum Keduanya. mereka tertawa atas pengertian saya.
" Apakah Tuan dan Nyonya ingin mandi dulu. atau makan dulu? Biar saya siapkan. Tentunya dengan makanan apa adanya yang masih tersedia di lemari pendingin."
"Ah, cukup Bapak buatkan kami dua gelas kopi hangat. Pak. Kami belum ingin tidur. Mungkin akan begadang sampai pagi!" tukas si suami, seraya mengerling istrinya. yang langsung cemberut.
Manis sekali.
Saya pergi kedapur.
Melayani pesanan mereka.
Aneh. bukan?
Saya, kini menjadi pelayan di rumah dan tanah milik saya sendiri!
Sebenarnya tidak aneh.
Saya lahir di daerah ini. Tidak punya kaum kerabat, karena semua meninggal dalam usia muda. Saya tak ingin pindah ke daerah lain.
Juga tidak dari rumah ini.
Untuk itu saya harus bersedia jadi tukang kebun, juru masak. dan mengurus berbagai keperluan lain. Dan saya rajin belajar tak malu bertanya. Jadi kamu tidak akan kecewa memakai tenaga saya sebagai tenaga pembantu allround. Dan kamu tentu akan berlaku sopan kepada saya. Karena biar saya pelayan. sayalah pemilik rumah dan tanah yang telah kamu sewa. Dan saya punya uang banyak dari pembayaran uang Sewa yang telah kamu bayarkan pada saya.
Dengan uang itulah rumah ini lantas saya rawat dan saya perbaiki sesuai dengan keinginanmu. kamu senang. sayapun tidak rugi.
Selesai membuat minuman. saya lalu mengetuk pintu kamar.
"Maaf. Tuan. Pesanannya. Tuan." kata saya. sopan,
Sesaat terdengar dari balik pintu, suara ranjang berderit.
Ketika pintu dibuka setengahnya. saya lihat Tuan saya yang muda itu sudah telanjang dada. Sepintas tertangkap oleh saya dipantulan cermin bahwa isterinya tengah berbaring santai dengan kimono tidur setengah terbuka.
Tampak oleh saya pemandangan yang aduhai mempesonanya dan membuat jantung saya tergetar.
Kamu jangan lupa.
Biar usia saya sudah menjelang 70 tahun. saya masih fit dan yang terpenting. adalah saya ini masih tetap lelaki normal!
Sambil menyodorkan tampan ketangan si suami yang tampan dan berdada bidang itu. saya berkata dengan nada menyesal :
" Maaf, Tuan. Agaknya Tuan melupakan satu hal."
Kalimat yang sengaja saya gantung rupanya dimengerti oleh orang muda itu.
Syukurlah ia tidak tersinggung.
Malah ia berkata sambil tertawa-:
" Saya yang seharusnya minta maaf. Pak. Saya telah melupakan apa yang menjadi hak Bapak dan apa yang menjadi kewajiban saya!"
Lantas ia masuk sebentar kedalam seraya menutupkan pintu rapat-rapat untuk mengambilkan apa yang saya bicarakan.
Tak lama kemudian pintu terbuka kembali. Kali ini dibuka lebar. dan istrinya yang cantik itu telah berpakaian yang lebih rapi.
"Ini. Pak." kata si suami.
"Terimakasih ". seraya menerima dua kertas berharga. Yang ,satu cek tunai atas nama sava, dan satunya lagi kertas bermaterai tentang perjanjian sewa menyewa dengan segala persyaratannya yang rupanya telah ditanda-tangani oleh Tuan muda itu. Tinggal membubuhkan parap saya, dan menyerahkan duplikatnya untuk mereka Simpan.
"Boleh pinjam pulpennya?" tanya saya dengan nada meminta maaf.
"0h, Silahkan! Silahkan! Di sini saja Pak. biar lebih enak menandatanginya."
Saya pergi kemeja rias di bawah cermin antik itu.
Memandang wajah saya sejenak di cermin. tampaklah saya sudah jauh lebih tua. Tetapi sorot mata saya masih bening kuat dan jernih. Jadi saya dapat melihat sesuatu didalam cermin. yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.
Saya menyeringai. kecut lalu membungkuk untuk menandatangi perjanjian itu. Aslinya saya sambil unjuk diri saya sendiri. kemudian duplikatnya saya serahkan pada Tuan muda itu.
Sebelum saya pergi, saya batuk-batuk kecil. Dan berkata gembira pada Nyonya muda pemberani itu :
" Selamat malam, Nyonya. Semoga Tuan dan Nyonya berdua dapat menikmati malam pertama yang indah di rumah saya yang jelek ini." serta dalam hati saya menambahkan :
" Semoga pula. bukan malam kalian yang terakhir!"
Kemudian saya beranjak ke pintu, sewaktu akan meuutupkannya, saya berpura-pura melupakan sesuatu. Lalu memandangi mereka berdua. yang memperhatikan tingkah saya dengan sabar.
Ah. alangkah baik hatinya pengantin baru itu!
Saya mengerling kecermin, batuk
batuk kecil lagi lalu mendengus pelan .
"Boleh saya menasehatkan sesuatu?"
"Oh. silahkan. Pak." jawab sang isteri, sementara si suami tampaknya kurang senang.
Ah. biarlah.
Ia akan memperoleh bagiannya untuk sikapnya yang tidak pantas Itu.
Kata saya seraya mengerling lagi ke cermin :
" Saya menganjurkan. agar setiap pukul dua belas malam."
saya pandangi wajah mereka berdua dan mengulangi dengan kata-kata penuh tekanan :
" Setiap pukul dua belas malam tepat. janganlah Tuan dan Nyonya berkaca didepan cermin tua itu. Apalagi. berkacanya sekaligus berdua., itu kurang baik."
Sang istri mengawasi cermin tersenyum meski bingung. sedangkan si suami mendengus heran :
" Mengapa rupanya. Pak?"
"Ah. tak apa-apa. Hanya sekedar anjuran seorang tua renta saja!" jawab saya. tersenyum ramah, mengucapkan selamat malam sekali lagi, kemudian menutup pintu.
Saya kemudian pergi ke kamar saya sendiri di sudut belakang rumah.
Di situ saya mengunci diri.
Mempelajari cek yang saya terima.
Tampak semuanya sah.
Tinggal menguangkan besok ke bank.
Dimasukkan atas nama dan rekening saya. Menyusul surat perjanjian saya pelajari.
Semua syarat lengkap tertulis , salah satu diantaranya berbunyi :
" Perjanjian sewa ini berlaku untuk jangka _waktu tiga tahun. dengan pembayaran dilunasi terlebih dahulu."
Pasal lainnya berbunyi '
" Penyewa yang tidak muncul selama satu bulan setelah surat ini ditandatangani. atau pergi selama itu pula tanpa
membawa kabar berita, dianggap telah membatalkan perjanjian secara sengaja. Uang sewa tidak dapat di minta kembali. Dan jika enam bulan berikutnya. penyewa belum juga memberi kabar. pemilik berhak menyewakannya kepada orang lain.
Memang sungguh tak sopan kelihatannya saya menagih surat dan cek itu pada malam pertama mereka menetap.
Tetapi saya punya alasan kuat.
Bukan karena saya tak percaya kepada mereka.
Padamu pun akan kuberikan alasan yang serupa, dan sesungguhnyalah sangat masuk akal :
" Sejak malam ini saya bukan lagi pemilik. melainkan pelayan."
Perubahan suasana itu mengejutkan kadang-kadang. Sebagai hiburan,saya akan pandangi cek dan surat perjanjian itu sepanjang malam.
Dengan begitu,saya tahu. biar jadi pelayan. saya ini banyak uang. Dan rumah beserta segenap isinya serta tanahnya dibawahnya, tiga tahun mendatang akan menjadi milik saya kembali.
Wajar bukan?
Yang berangkali kurang kamu pahami adalah memandangi surat berharga itu sepanjang malam adalah pekerjaan membosankan.
Bukan hiburan.
Karena itu saya lekas menyimpannya dilaci lemari.
Tak perlu saya kunci, karena bukankan kalian sudah acapkali mendengar rumah ini berhantu? takkan ada orang yang berani datang menyatroninya. Kecuali orang yang tidak waras barang kali.
Dan orang tidak waras, tidak pula membutuhkan cek yang ditulis atas nama saya.
Kemudian saya menunggu.
Biasanya saya tak perlu menunggu sampai berhari
hari, apalagi berbulan-bulan.
Jangan kata lagi sampai tiga tahun!
Manusia di manapun. punya penyakit parah yang sama.
Kalau dilarang melakukan sesuatu apalagi larangan itu di ucapkan sungguh-sungguh, akan timbul keingintahuannya.
Mereka yang kurang sabar terutama orang muda, malah ingin menyelidiki larangan itu.
Dan sadar atau tidak, lalu melanggarnya!
Seperti telah saya duga sebelumnya. tepat pukul dua belas malam terjadilah peristiwa itu.
Saya tak perlu lagi melihatnya.
Cukup dengan rebahan ditempat tidur, memejamkan kelopak mata. dan saya sudah dapat membayangkan kejadiannya dalam kegelapan. Mula mula sekujur tubuh terasa panas bagai dipanggang bara api.
Saya berkeringat,itu adalah penanda salah seorang dari suami istri itu tengah nekat memandangi cermin. Orang lainnya. yang tentunya juga ingin tahu. mungkin saja melarang.
Tetapi sudah terlambat.
Saya kira sang istrilah yang pertama kali melihat.
Ia seorang pemberani. bukan?
Dan ia agaknya orang yang paling tak percaya tahayul. Jadi ia nekat berkaca didepan cermin.
Pastilah ia melihat didalam cermin mendadak tampak gumpalan kabut.
Kabut putih tipis. lalu merah kehitam-hitaman. Kabut yang terus bergelombang bagai kawah di gunung berapi. seraya memperdengarkan bisikan tajam :
" Teruslah pandang mataku!"
Rasanya saya mendengar suara perempuan yang pemberani itu. tertawa.
Lalu berkata pada suaminya :
" Lihat apa yang kulihat. Dengar apa yang ku dengar. Rupanya ada seseorang yang mempermainkan kita ' menakut-nakuti kita .Untuk membuktikan bahwa rumah ini berhantu dan kita ambil langkah seribu!"
Suaminya mendekat.
Melihat kabut itu, mendengar bisikan itu. Dia mungkin sempat mencurigai saya.
Mungkin sempat!
tetapi biasanya,sebelum itu terjadi. ia telah dipengaruhi kabut itu. Kabut yang perlahan tetapi pasti keluar dari balik cermin,menyapu wajahnya. bersenyawa dengan jiwannya, menyatu dengan dirinya. ia kemudian dihinggapi perasaan romantis tiada terhingga.
Tiba-tiba ia merasa istrinya adalah miliknya seorang, tak dapat dijamah orang lain. Dan bahkan juga tidak direlakannya juga dilihat orang lain.
keinginan itu makin menggila bersamaan dengan semakin bersenyawanya kabut aneh itu dengan jiwanya. Perlahan-lahan ia mengelus leher istrinya. menatap tanpa berkedip kedalam cermin. Lalu berbisik tajam :
" Kau akan kumiliki selamanya. Ikutlah denganku. Sayang!"
Lalu elusan kedua telapak tangan dileher istrinya semakin kuat. semakin menjepit. Si isteri yang terpesona oleh perubahan wajah tubuh suaminya yang mendadak tampak tinggi besar berbulu hitam kasar bermata merah darah menyeringai dengan gigi bertaring. tidak sempat lagi berpikir.
Tahu-tahu ia tercekik.
"Ikutlah denganku. Di sana, kita akan hidup abadi!" terdengar bisikan si suami semakin tajam dan lirih.
Kemudian bersama tubuh istrinya. wujud nyata mereka berdua sebagai manusia. perlahan-lahan mengabur.
Makin kabur. kabur........
Sampai suatu saat mereka berdua tinggal kabut hitam kemerahan, yang bergumpal-gumpal masuk kedalam kaca cermin. warna mereka berubah menjadi kabut tipis. yang kemudian menghilang tanpa bekas.
Kamar tidur mereka kosong sudah, tinggal barang barang mereka semata.
Di kamarku, hawa panas itu pelan-pelan menghilang.
Tinggal hawa sejuk yang nyaman. Sayapun mengantuk, lalu tertidur pulas.
Besoknya seperti biasa terasalah betapa sepinya rumah itu.
Hari-hari berikutnya. para tetangga mulai curiga. Biasanya dengan penuh iri dan dengki,mereka lalu melapor ke polisi. Lalu sebagaimana biasa pula. pemeriksaanpun dilakukan. Akhir-akhir ini polisi memeriksa semakin ogah-ogahan saja. Soalnya mereka sudah yakin. bahwa tidak ada kekerasan berlaku.
Apalagi pembunuhan.
Dan polisipun akan percaya dengan berat hati bahwa tamu-tamu saya, tepatnya penyewa-penyewa rumah saya. diam-diam telah meninggalkan rumah pada malam itu tanpa memberitahu saya.
Lalu saya bilang :
" Ini salah para tetangga saya. Selalu menjelek-jelekkan dengan mengatakan pada setiap pendatang. bahwa rumah saya berhantu!"
Lalu sayapun duduk dengan sedihnya.
Sementara itu. polisipun pulang.
Hampir tak ada niatan mereka membongkar tembok, lantai, bahkan tanah milik saya.
Seperti biasa. mereka toh tidak akan menemukan darah apalagi mayat manusia.
Tamu-tamu saya memang sudah menghilang!
Kalau mereka melakukan hal itu betapa akan banyak pengeluaran saya. Uang saya di bank harus di tarik untuk memperbaiki setiap kerusakan yang terjadi menyesuaikan dengan perkembangan jaman atau sesuai dengan keinginan calon penyewa yang baru. Hanya satu hal yang tidak ingin dan tidak diperbaiki apalagi
memindahkannya. Yakni cermin antik dikamar tidur itu. Karena itu adalah satu-satunya kenangan yang tertinggal dari masa muda saya.
Setengah abad yang lalu saya masih muda seperti kamu. Tapi saya hanya seorang tukang meubel yang miskin dan papa.


Misteri Alam Gaib Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semula kemiskinan itu tak mempengaruhi kehidupan saya. Saya dapat bekerja dengan baik dan tekun. dapat menikmati hasilnya dengan tenang dan damai. Lalu suatu ketika saya jatuh cinta. Malangnya, gadis yang saya cintai itu adalah bunga desa yang diperebutkan banyak pemuda. Saingan saya kaya-kaya, sementara gadis itu sendiri tidak kurang kayanya.
Tentu saja saya tersisih.
Tidak dipandang sebelah mata.
Lalu saya pergi ke seorang dukun di tempat jauh.
Ia bertanya :
" Kau ingin memiliki gadis itu, atau ingin mengawininya?"
Saat itu saya merasa dirundung malang.
Tanpa berpikir panjang saja menjawab :
"Saya ingin memilikinya. Embah!"
"Kalau begitu. buatlah sebuah cermin. Lalu hadiahkan pada gadis itu, pada malam pertama ia menikah dengan lelaki pilihannya. Setelah itu. dengan bantuanku. kau akan memiliki dia atau gadis-gadis lain, perempuan-perempuan lain yang ingin kau miliki."
Saya telah mempunyai sebuah rumah kecil dari hasil jerih payah saya. Tetapi gadis itu tetap menjatuhkan pilihannya kepada pemuda lain. Mereka kemudian menikah, dan saya kirimkan kado saya. Yakni sebuah cermin dengan bingkai terindah yang pernah saya buat. Bingkai yang saya ciptakan dari rindu
cinta kasih yang tidak kesampaian. Ketika menyerahkan kado itu. saya turuti nasehat Embah Dukun.
Saya tiup wajah si gadis dan berbisik
" Pukul dua belas malam nanti. engkau jadi milik saya."
Dia sangka saya hanya berolok-olok. Jadi saya tidak diapa-apakan karena perbuatan saya yang kurang pantas itu.
Yang jelas setelah membuka kado saya menurut naluri saya. ia langsung menyukainya. Ia terus memandanginya sampai suaminya marah marah .Lalu meninggalkannya sebentar.
Sayangnya ia tinggalkan mempelai perempuan itu tepat pukul dua belas tengah malam.
Gadis itu masih terus memandangi kaca sampai kabut itu muncul. menyatu dengan dirinya, dan kemudian membawanya masuk kedalam cermin.
Saya sudah memilikinya.
Hanya saya seorang.
Tetapi saya tidak pernah bisa menikahinya. Karena inilah janji saya dahulu
" Saya ingin memilikinya." dan embah dukun yang hebat itu mengabulkannya. tapi gadis malang itu terpaksa hidup sendirian didalam cermin.
Saya dengar ia sering menangis kesepian.
Mendengar ia mengeluh. kedinginan.
Saya tak pernah bisa berhasil membujuknya. Karena saya tak bisa masuk kedalam cermin seperti dirinya.
Lantas saya datangi lagi dukun itu.
Mengemukakan nasib malang kekasih saya.
Dukun itu berkata
" Carikanlah ia teman."
Dan saya lalu mencarinya.
Lewat rumah yang kemudian saya sewakan. Mula-mula dengan harga murah. Lalu sesuai dengan kemajuan peradaban, rumah sayapun makin bagus, lalu harganyapun makin meninggi.
Teman-teman kekasih saya terus berdatangan.
Mereka karena rasa ingin tahunya lantas melanggar pantangan akan pindah kedalam cermin dan kemudian merekapun akan menemani gadis saya.
Tetapi saya ,sendiri tetap merasa kesepian
. Sampai kapan. saya tidak tahu.
Anehnya, semakin banyak orang-orang muda. suami istri dalam cermin.
Saya justru semakin fit semakin bergairah saja.
Belakangan barulah saya tahu. kalau yang masuk kedalam cermin hanya tamu wanita saja.
Tamu pria kemudian menyerap ke dalam tubuh saya, bersama hawa panas yang menyakitkan itu.
Jadi jangan heran. kalau suatu ketika kelak kamu akan hadir dalam diri saya.
Lalu bersama-sama kita memandang kedalam kaca, pukul dua belas siang. Ingat! tepat pukul dua belas siang. Dan di dalam cennin kita akan melihat gadis kita atau istri kita tercinta sedang tidur lelap di dalam kaca.
Alangkah banyaknya mereka sekarang.
Dan alangkah nyenyaknya mereka tidur.
Nanti pukul dua belas malam, barulah mereka bangun kembali.
Mereka akan duduk menunggu.
Menunggu kamu. atau siapa saja. datang untuk menyaksikan betapa cantik-cantiknya mereka. Demikian cantiknya. sehingga bangkit jiwa jahatmu. Kamu akan tampak buruk rupa. tinggi besar menakutkan. berbulu hitam dan kasar, dengan mata merah semerah darah.
Kamu ingin memiliki mereka yang cantik-cantik
Kamu lupa bahwa kamu sebenarnya hanya berhak memiliki apa yang diberikan Tuhan Maha Pengasih. untuk kamu miliki.
Tetapi itu tidak akan pernah terjadi.
Yakni selama kamu atau istrimu tidak melanggar pantangan.
Saya anjurkan. tepat pukul dua bela malam nanti. janganlah berkaca di depan cermin kamar tidur kamu!
******** MISTERI HATI NURANI
1 Ini sudah keterlaluan!
Hampir tiap hari orang itu membayang-bayangi diriku.
Terang-terangan pula lagi.
Malah seperti disengaja.
Ia terlihat di halte bis. seberang jalan kantor tempatku bekerja.
Pura-pura baca koran.
Atau membeli sesuatu di kios rokok dekat rumah. Ia juga tampak akrab mengobrol dengan hellboy sewaktu aku keluar dari sebuah kamar hotel bersama teman kencan, ia duduk santai di bar selagi aku menjamu makan siang relasi bisnis-ku di sebuah restoran.
Di kelab malam pun ia Selalu tampak.
Atau dekat pintu masuk bioskop.
Sehingga bila aku di kakus pun. seolah ia tetap hadir di dekatku. Dengan sorot matanya yang tajam, serta senyuman bibirnya yang selalu sinis.
Aku benar-benar jengkel dibuatnya. Sekalagus juga. cemas. Apakah ia mengetahui sesuatu, dan sedang
berusaha menyelidikinya?
Ataukah sebenarnya ia tidak punya apa-apa, tetapi sedang menunggu aku berbuat suatu kesalahan?
Yang terakhir inilah yang paling mungkin.
Buktinya aku tetap bebas berkeliaran.
Belum pernah mereka jamah secara langsung.
Namun kesimpulan itu tetaplah tidak membuatku senang. Apalagi bila kau sadari. salah seorang dari mereka hampir setiap saat menempel di dekatmu. Orang yang itu keitu juga, sehingga kau benar-benar merasa pasti bahwa kau tetap diikuti dan kau tak akan pernah lolos dari jangkauan mereka.
Itulah yang tidak kusukai.
Dan aku paling benci ditakut-takuti.
Selain itu, aku memang tidak boleh memperlihatkan ketakutan. Kalau aku ketakutan. itu tandanya aku bersalah.
Maka ketika suatu siang secara kebetulan kami berpapasan di salah gedung Pengadilan, dan kebetulan tak ada orang lain di sekitar kami. kusengaja berhenti di depan batang hidung orang itu.
Kurang ajarnya. ia pun ikut menghentikan langkah.
Sikapnya tenang-tenang saja.
Seolah-olah kami memang sudah berjanji untuk bertemu dan membicarakan sesuatu.
Tanpa basa-basi lagi aku langsung menyerbunya dengan pertanyaan .
" Siapa kau ini. he?"
Senyum tipis mendahului sahutannya :
" Siapa aku tidaklah penting. bukan?"
"Memang tidak. Yang ingin kutanyakan. mengapa kau terus membayangiku."
"Menjalankan tugas". jawabnya.
Kalem. "Hem. Jadi kau ini polisi ya?"
"Mungkin"
"Alaa. Sudahlah. Tak usah berputar-putar!". kataku.
Mengejek. "Mengapa pula aku harus berputar-putar?" jawabnya.
Acuh tak acuh.
""Karena aku tahu kau ini polisi. Dan sebagai polisi, kau menjadi malu karenanya!"
Ia tertawa kecil.
Pikirku pasti untuk menutupi perasaan malunya. Lalu ia coba menutupinya lagi dengan pertanyaan konyol :
"' Mengapa kau mengira aku ini polisi? Dapat saja aku ini seorang wartawan, bukan? Mungkin juga, detektip pribadi. Atau sebagai....."
Cepat ia kupotong :
" Kau ini polisi. Dan aku merasa pasti kau dari kelas teri. Tampang buatku mengurus orang semacammu. Jadi, sebelum itu kulakukan, enyalah mulai detik ini juga. Jangan sekali kali kau perlihatkan lagi batang hidungmu!"
Rupanya ia tidak gampang digertak.
" Kalau tidak?"
Ia kuberitahu :
" Aku akan melaporkanmu!"
"Tuduhannya?"
"Mengganggu ketenteramanku. Merusak konsentrasiku. Membuat hidup pribadiku dan pekerjaanku sebagai seorang abdi negara menjadi kacau. Dan lain-lainnya lagi yang akan membuat kau akan menyesali ibumu yang pernah melahirkanmu!"
Orang itu menarik nafas panjang.
Kemudian bergumam lirih
" Aku tidak pernah menyesali ibu yang melahirkan. Lagi pula pengaduanmu itu tidak berarti apa-apa buatku.. '
"Oh ya?"
"'Tak seorangpun akan menanggapi pengaduanmu!". katanya pasti.
kupikir ia hanya berpura-pura. Padahal sebenarnya
mulai ketakutan. Sudah waktunya akan melengkapi perasaan takutnya itu dengan sedikit penjelasan.
"Mereka akan. Paling tidak. korpsmu akan malu besar karena ketahuan punya anggota macam dirimu. dengan cara kerjamu yang bergaya kelas kambing .. "
Kubiarkan sejenak ia mencerna_ penjelasanku. baru kemudian kuakhiri dengan kata-kata bernada ancaman
" Kau akan ditarik dari posisimu. Dimutasi. Pangkatmu diturunkan. Dan bila itu kelak terjadi. percayalah. Aku akan melakukan apapun agar kau hilang dari peredaran!"
Sesaat. Orang itu terdiam. _
Lalu tiba-tiba. ia bergumam dingin
" Seperti Trenggono. ya?"
Celaka. Akulah yang terhungkam.
Pertanyaannya yang langsung serta tanpa tedeng aling-aling itu mau tidak mau sempat membuatku kaget.
Tetapi aku tidak mau dibodohi.
Meski dengan susah, mampu juga aku mengusai ketenanganku. lantas melontarkan seringai tipis.
" Itu fitnah!". ujarku. sama dinginnya.
" Tetapi ucapanmu itu kuanggap tak pernah kudengar. Itu. bila kau tidak lagi menempakkan diri di sekitarku. Setuju?". kutambahkan dengan murah hati.
Ia hanya menjawab dengan senyuman.
Senyuman Sedih.
Dan tatap muram di balik sinar matanya yang ah. kosong. tak berseri.
Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. tapi jelas ia tidak lagi bergairah untuk meladeniku. Merasa di atas angin. ia kutinggalkan begitu saja.
Tanpa pamit.
Juga tanpa menoleh-noleh lagi ke belakang.
kukira aku sudah boleh melupakannya.
la akan menyingkir.
Lalu dengan perasaan gembira aku masuk kesalah satu ruang sidang Pengadilan .Aku datang sedikit terlambat karena sidang tampaknya sudah berjalan cukup lama.
Di dalam ruangan penuh sesak.
Tak ada kursi yang kosong.
Jadi kusabarkan diri dengan tegak berdempetan dekat tembok. bersama pengunjung lain yang tak kebagian kursi.
Saat aku masuk. ruang sidang hening.
Jaksa Penuntut Umum dengan galak tengah menghardik terdakwa, seorang wanita berusia tigapuluh :
" Saudara Terdakwa! Jangan berbelit-belit lagi. Jawab saja ya atau tidak. Pernahkah terdakwa mengeluarkan kata-kata ancaman pada suami terdakwa. yakni korban Trenggono. yang lemah, yang bunyinya kira-kira : aku akan menghancurkanmu?"
Perempuan muda berwajah lumayan itu menyeka air mata di pipinya.
Lantas menggaruk lemah yang langsung dibentak Jaksa :
" Jawab-dengan jelas!"
"Pernah. Pak". jawab perempuan itu. gemetar.
"Dan terdakwa juga pernah mengancam akan membunuh suami terdakwa!". lanjut Jaksa.
Menyimak berkas di mejanya.
Jaksa menambah-kan :
" Bunyi kalimatnya. menurut saksi-saksi di bawah sumpah. adalah lebih baik Mas kubunuh. daripada Mas dijamah perempuan lain. Benar atau tidak?"
" ...benar. Pak". jawab terdakwa seraya terisak isak dengan wajah putus asa.
"_ Tetapi waktu itu...."
"Waktu itu." potong Jaksa tanpa kompromi
" Terdakwa sudah bercerai dengan korban Trenggono. nanti terdakwa"
"Bukan bercerai. Pak. Tetapi berpisah dan... _"
"Pisah rumah. Pisah meja. Pisah tempat tidur!' sergak Jaksa.
Galak. " Itu merupakan langkah pada proses perceraian dan..."
"Keberatan'
Seorang laki laki kecil berpakain rapih, berdiri menyentak di belakang meja penuntut hukum. '
Jaksa tersenyum tipis.
Sebelum Hakim ketua sempat menegur. ia merubah kalimatnya dengan kata yang lebih menjurus :
" Maksud kami adalah berpisah. terdakwa selalu menolak kedatangan terdakwa .Tidak sudi didekati. apa dijamah. anak-anak korban yang masih kecil-kecil serta membutuhkan kasih sayang seorang ayah .terdakwa perkenankan bertemu dengan ayah yang sangat merindukan mereka. Semua itu dikarenakan terdakwa sangat membenci dan menaruh dendam pada suami terdakwa. Benar bukan?"
Penasehat Hukum tampaknya akan memprotes tetapi si perempuan yang sudah putus asa itu keburu menjawab
"..saya tidak membenci ayah anak saya. Saya hanya membenci perbuatannya. Saya memang pernah menyimpan dendam ketika suami saya mempermalukan saya di depan orang, sehingga saya jadi cemoohan orang dan keluarga.-Tetapi setelah itu. saya " .
"Cukup, Ketua". potong jaksa yang di tujukan pada majelis hakim.
Dengan wajah berseri seri jaksa kemudian duduk di belakang mejanya. Memandang ke seberang pada penasehat hukum yang saat itu berwajah masygul. Adapun si terdakwa. hanya terdiam. lemah. tak berdaya.
Benar-benar makanan empuk buat Jaksa.
Mestinya aku bersuka cita dengan kemajuan yang diperoleh oleh penuntut hukum. Tetapi sebelum aku sempat tersenyum ada perasaan
tidak enak timbul di hati. Pundakku seakan digelitik seseorang.
Suara naluriah aku berpaling.
Dan mataku segera bertemu dengan mata dingin menusuk dari seseorang yang berdiri dekat pintu keluar-masuk.
Bayanganku yang menjengkelkan itu.
Aku mendelik padanya.
Namun ia acuh tak acuh saja. lantas mengalihkan pandang pada Penasehat Hukum yang oleh Majelis diberi kesempatan menjadikan pertanyaan silang.
**** 2 Si kumis rapih memulai pertanyaannya dengan lemah lembut :
" Nyonya Sumirah?"
"Saya, pak Anwar", sahut terdakwa. menyebut nama penasehat hukumnya.
Isak tangisnya sudah sedikit reda.
Agaknya, kesempatan berdialog dengan si Penasehat Hukum memberi terdakwa sedikit harapan. Tidak pasti memang, tetapi punya harapan lebih baik dari tidak punya apa-apa samasekali. bukan?
"'........sewaktu mendatangi suami di kantornya. lalu mengucapkan kata-kata bernada ancaman......"
Penasehat Hukum berujar mengambang.
" Apakah waktu itu Nyonya melakukannya secara sadar. Atau karena emosi?"
"Saya emosi. Pak" jawab terdakwa. cepat.
""Coba jelaskan." _
'Hari itu. Pak. Saya lagi bekerja di toko. Lalu ada
telepon dari suami saya. Mula-mula saya tak ingin melayani. Tetapi seorang rekan sesama pelayan toko yang tahu betul keadaan rumahtangga saya. menyarankan apa salahnya telepon itu saya sambut. kata teman itu. siapa tahu suami saya bermaksud baik. Nyatanya. Pak. di telepon suami saya marah-marah. Ia mencaci maki saya dengan kasar karena anak-anak tak saya perkenankan ia temui. Kalau itu saja..... saya tidak bakal emosi. Sudah biasa. Tetapi kemudian suami saya bilang. ia akan menceraikan saya segera. Lalu anak-anak saya akan dirampasnya. Saya jadi takut. Dari takut. saya lantas marah...."
"Lalu Nyonya meninggalkan pekerjaan di toko. Dan langsung pergi ke kantor suami Nyonya!'.
Penasehat Hukum mengarahkan kliennya dengan lemah lembut.
"Ya......"
"Terus?"
"Saya betul-betul ketakutan. Pak. Dalam ketakutan saya itulah saya katakan pada suami saya. bahwa saya akan menghancurkan kariernya. Saya tahu ia punya istei gelap yang segera akan dikawininya secara syah. Karena saya juga tahu -suami saya pegawai negeri. maka saya katakan padanya. perbuatannya itu akan mempengaruhi kedudukannya sebagai pegawai negeri. Mas Trenggono mencintai pekerjaannya. Dia juga puas dengan jabatannya sebagai Bendaharawan. Saya tahu betul. betapa Mas Trengono berjuang keras selalu agar ia dapat terus meningkatkan kariernya dari tahun ke tahun......"
"Dan.....". tukas Penasehat Hukum bijaksana.
"Kalau Trenggono tetap bersikeras menikahi perempuan lain. Nyonya akan mengadu secara resmi yang berarti karier dan kedudukan suami Nyonya menjadi rapuh. Itu maksud Nyonya dengan kata-kata akan menghancurkannya. bukan?"
"Benar sekali. Pak Anwar". jawab wanita muda itu. bersemangat.
Penasehat Hukum memandangi lurus ke arah Jaksa. lalu pada majelis. dan semua pengunjung sidang yang hadir. Puas menyapukan pandang si kumis tapi itu berkata seolah pada diri sendiri '
" Kita semua tahu. ada peraturan dan undang-undang yang dengan jelas mengatur hidup perkawinan seorang warga negara. Apalagi menyangkut Pegawai Negeri. seorang Bendaharawan pula. Memang tidak mutlak. tetapi patut dicurigai bila seorang Bendaharawan Negera punya isteri lebih dari satu......".
Jaksa akan angkat bicara.
Gerakannya terlihat oleh Penasehat Hukum. yang dengan terampil cepat mengejutkan pertanyaan lagi pada terdakwa :
" Nyonya Sumirah'?"
"Saya. Pak Anwar".
"Sewaktu menjawab pertanyaan Jaksa kita Yang Terhormat.....".
Penasehat Hukum berlagak tidak melihat ke arah orang yang ia maksud.
" Nyonya dengan jujur dan terus terang mengakui pernah mengancam akan membunuh suami Nyonya. Apakah ancaman itu juga dikarenakan emosi?"
"Ya!"
"Dapat menjelaskannya. Nyonya Sumirah?"
"Baiklah......", si perempuan memperbaiki posisi duduknya.
Wajahnya yang tadi pucat tak berdaya. kini bersemu merah. Gairah hidupnya pelan-pelan sudah
kembali agaknya.
Lalu meski sesekali kalimatnya terputus-putus ia menceritakan bahwa suatu malam suaminya menerobos masuk ke dalam rumah sewaktu keluarganya sedang mengadakan pengajian rutin. yang dihadiri juga oleh para tetangga.
Si suami setelah mengejutkan semua orang. berkata dalam keadaan mabuk -jelas dari bau mulut maupun pakaiannya ia habis menenggak minuman keras. Ucapan kacau-balau. tetapi dalam keseluruhan dapat diartikan ia tidak puas dan marah besar karena disatroni istrinya di kantor.
Ia juga berkata tak perduli ia akan dipecat. karena katanya ia punya simapanan uang cukup. Calon istrinya selain cantik, muda dan mempesona juga kaya.
Dengan semua itu. suami Sumirah dapat berbuat macam-macam untuk mempertahankan kedudukannya. Kalaupun gagal. ia dapat menjalankan usaha wiraswasta yang bakal sukses dengan bantuan mertuanya yang baru.
"Tidak seperti mertuaku yang kere ini!". teriak Trenggono seraya menuding ke ibu Sumirah yang kurus dan waktu itu sedang kurang sehat akibat memikirkan rumah tangga puterinya.
" Taunya hanya meminta dan meminta. Mentuaku yang baru justru akan memberi dan memberi........!"
lalu kata Trenggono dihadapan banyak orang, dengan kekayaannya ia akan mengambil anak-anaknya dari sisi Sumirah. Kalau perlu. menculiknya.
Dan melarikan ke kota lain.
Habis berteriak-teriak menceracau. ia kemudian berlalu meninggalkan rumah.
Sumirah yang dipermalukan di depan banyak orang, tak mau lagi dicegah. ia langsung mengejar suaminya. Dan di depan rumah. mereka pun bertengkar hebat.
"akan kubunuh Kau, kalau berani-berani merampas
anak-anakmu." teriak Sumirah.
"Biarlah aku dipenjara karena itu. Dan gundikmu sialan itu. tak akan pernah Jadi istrimu!".
Beberapa sanak dan tetangga memegangi Sumirah dan berusaha menariknya masuk ke dalam rumah. sementara Trenggono diminta pergi cepat-cepat
"Aku memang mau pergi. Pergi kawin!" sahut trenggono. tertawa bergelak-gelak
Dari rumah.
Sumirah berteriak marah :
" Akan bunuh kau ketimbang kau juga dijamah perempuan lain!" '
*** 3 RUANG sidang kembali hening. ketika Sumirah duduk dengan nafas tersengal-sengal karena pengaruh emosinya sewaktu menceritakan tragedi rumah tangganya.
Pengunjung kemudian saling berbisik, berisik.
Hakim anggota mengctukkan palu. Memandang pada Penasehat Hukum sambil bertanya :
" Masih akan diteruskan?"
"Masih, Pak Hakim."
"Silahkan".
"Nyonya Sumirah?"
Sumirah menarik nafas panjang berulang-ulang. Lalu
" Saya, Pak Anwar".
"Saking dipermalukan sedemikian rupa. sebagaimana tadi Nyonya akui. Nyonya kemudian menaruh dendam. Benar?"
'Benar"
"Lalu?"
"malah itu saya katakan pada orang orang bahwa saya memang berniat akan membunuh suami saya. entah bagaimana caranya. Tetapi guru mengaji yang waktu itu tetap tinggal di rumah setelah kegemparan yang ditimbulkan Mas Trenggono berusaha menyadarkan saya. Hari-hari berikut juga tak pernah alpa datang dan berbicara panjang lebar, ia ingatkan tentang ibu saya yang sudah tua renta. sakitnya semakin payah lalu anak-anak saya masih perlu kasih sayang orangtua. khususnya mereka. Lantas Bu Haji bilang. kalau saya dipenjara, suami saya justru makin leluasa untuk merampas anak-anak saya. Mungkin suami saya bukan mencintai anak-anaknya. tetapi -ibu tiri mereka"
Sumirah mengusap air matanya yang mengalir tanpa ia sadari.
Lantas mengeluh getir :
" Tidak. Saya tidak tahan membayangkan anak-anak saya .Sengsara tersiksa sementara saya tak mampu berbuat apa-apa dibalik terali besi. Saya harus tetap bersama anak-anak saya. Apapun yang terjadi...."
"Maksudnya, Nyonya menyesali ancaman sempat terlontar dari mulut Nyonya?" tukas Penasehat Hukum, menangkap kesempatannya.
"Benar. Pak. Saya menyesalinya. Saya sholat tahajjud berulang-ulang, memohonkan ampunan Tuhan"
"Nyonya tidak lagi mendedam, begitu?"
'Tidak. Demi 'Tuhan. tidak!"
"Juga tidak terniat lagi mengusik apalagi membunuh suami""


Misteri Alam Gaib Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apalagi itu. Pak. Akhirnya. saya psrah. Demi
anak-anak saya"
Penasehat Hukum terdiam sebentar.
Atau sengaja diam sebagai tekanan buat majelis mencerna pengakuan terdakwa. Setelah membuka-buka lembaran berkas dan juga cacatan di atas mejanya, Penasehat Hukum berujar lagi.
" Nyonya Sumirah. Sebagaimana kita semua ketahui. suami Nyonya akhirnya mati terbunuh menurut dakwaan Jaksa yang dibuktikan oleh pengakuan Nyonya. alat bukti yang sudah diakui syah. serta dikuatkan pula oleh saksi-saksi.... pada waktu kejadian, Nyonya terlihat memegang gunting berlumuran darah. Nyonya bilang, gunting dimaksud bukan milik Nyonya, dan bagaimana pakaian Nyonya juga sampai terkena percikan darah. Yang ingin kami tanyakan. Nyonya Sumirah. Bagaimana sampai terjadi_Nyonya diketahui berada di rumah tempat
kejadian di mana suaminya Nyonya diketahui sudah mati terbunuh?"
"Saya mendapat panggilan telepon selesai bekerja di toko."
"Dari?"
"Entah. Saya tidak tahu."
"Tetapi salah seorang saksi, yakni rekan Nyonya di toko. mengatakan, panggilan itu dari suami Nyonya".
"Si penelepon memang memperkenalkan diri sebagai suami saya".
"Maksudnya?" '
"Suara. Pak Anwar!". sahut Sumirah, bernafsu.
" Saya sudah sepuluh tahun lebih hidup bersama suami saya. Sebelumnya. sudah berpacaran sekitar dua tiga tahun. Selama belasan tahun itu saya hapal betul suara Mas Trenggono. Dalam keadaan sehat maupun akh..
"Dan?"
"Panggilan telepon itu. suaranya memang mirip suara suami saya."
"Mestinya Nyonya curiga. bukan?"
"Memang."
"Lantas mengapa Nyonya memenuhi juga panggilan telepon yang mengatakan Nyonya diminta datang untuk membicarakan sesuatu demi kebaikan Nyonya dan anak-anak Nyonya. serta kerukunan hidup rumah tangga Nyonya?"
"Ingin tahu. Pak. Juga. karena saya punya pikiran"
"Apakah itu?"
"Menurut pertimbangan saya, orang itu, entah siapa punya maksud-maksud tertentu. saya jadi penasaran. Barangkali juga, siapa tahu itu memang suami saya. Lalu karena pikirannya sedang kacau. suaranya pun tak jelas, sehingga saya yang salah dengar lalu salah duga. Maka saya ingin memastikannya. kemudian pergi memenuhi panggilan telepon itu......"
"Lalu?"
"Tiba di alamat dimaksud. saya mulanya ragu-ragu. Tetapi kaki sudah dilangkahkan. Kepalang basah beranikan diri mengetuk pintu. Tak ada sahutan. Saya ketuk lagi. memanggil-manggil suami saya. Sewaktu tanpa sadar saya raba pegangan pintu. tahu-tahu pintu terbuka. Rupanya tidak terkunci. Saya tergoda melongok ke dalam. Dan saat itulah. tiba-tiba seseorang meringkus saya dari dalam. Saya tak tahu siapa. Yang saya tahu. mulut saya tiba-tiba disekap dengan kain atau Saputangan. Baunya sangat keras. Saya meronta-ronta. tetapi lambat laun kesadaran saya makin melemah lantas hilang sama sekali...... Teruskan"
"Begitulah Pak. Waktu saya siuman. saya sudah ada di dalam sebuah kamar. Di tempat tidur. Dengan suami saya terbaring di situ berlumuran darah. Saya terkejut. Sedemikian rupa. sehingga untuk menjeritpun saya tak kuasa lagi. Makin terkejut lagi saya ketika terdengar langkah-langkah kaki menerobos masuk ke dalam. Saya melihat polisi-polisi berpakaian seragam. todongan pestol -dan tahu-tahu ada sesuatu terlepas dari tangan saya. ternyata sebuah gunting -gunting berlumuran darah"
Hening lagi.
Lalu seseorang batuk-batuk kecil. pelan. tetapi seperti ledakan bom.
Bahkan hakim majelis dan Jaksa yang bermata galak. terpaksa melihat dengan marah ke arah orang yang batuk-batuk tadi.
Reflek aku pun menoleh dan tampaklah si sialan yang akhir-akhir ini tak lekang-lekangnya membayangi diriku, tersenyum malu-malu seraya bergumam malu :
" Maaf?.
Ada pengunjung yang menertawakan.
Tetapi tidak ada yang menegur.
Jadi si sialan itu maafkan semua orang.
Kecuali, aku!
Maka setelah sidang ditutup dan_aku masih melihatnya sengaja berdiri menunggu di dekat halaman parkir tak jauh dari mobilku, kudatangi ia dengan murka. .
"Belum'enyah juga kau, eh?", hardikku. dengan mulut berbusa.
" Apa-apaan kau ikut hadir di ruang sidang?"
"Tak ada yang melarang". jawabnya.
Seperti biasa. kalem
" Seperti pengunjung lainnya, aku juga tertarik
menikmati perkembangan nasib perempuan malang itu!"
"Atau mematai-matai aku ya?"
"Sudah sejak lama aku tidak punya maksud memata-mataimu......."
"Aaaah!". dengusku. dengan tangan terkepal.
Tetapi entah mengapa. keinginan sangat untuk mengerjai wajahnya yang memuakkan itu. tak jadi kulakukan. Lenganku melemas dengan sendirinya.
Aku sadar betul. itu bukan karena aku tak mau tampak bodoh dan memalukan di depart umum.
Melainkan, karena sorot matanya.
Orang itu memandangku tak berkedip. dan sorot matanya. begitu menyedihkan.
Memelas, tetapi bukan minta dikasihani.
Mata itu seperti menahan penderitaan yang teramat sangat.
Aku pernah melihat pandangan mata yang sama.
Yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Yakni. pandangan mata ibuku yang sedang sekarat karena penyakit paru-paru.
Ibuku baru pulang bekerja di pabrik. larut malam. diguyur hujan. Tiba di rumah gubuk yang kami tempati, ia langsung rubuh.
Ia kubantu naik ke tempat tidur.
Kuberi minum.
Di tolak "Percuma. Nak". katanya.
" Emak merasa akan meninggalkanmu".
Ibu meneteskan air mata membasahi pipinya yang cekung kempot.
" Kau. bocahku malang. Umurmu -baru enam tahun tetapi Sudah tak punya ayah -_ dan kini. ibumu"
Aku menangis.
Ibu kurangkul. memohon agar tidak meneruskan kata-katanya. dan ibu akan tetap hidup. lebih lama. dan lebih sehat.
Tetapi toh. sekujur tubuh beliau yang dingin dan gemetar hebat. memberi tanda semua permohonanku tidak ada gunanya.
Seraya memandangiku dengan mata
memelas misterius. menusuk dingin sampai ke kalbu. ibu berbisik lemah pesan emak.
"Anakku. Walaupun kau bakal hidup sebatang kara janganlah berputus asa. Berjuanglah sebisamu. seperti emak telah berjuang menghidupimu sekian tahun setelah ditinggal mati ayahmu Emak yakin kau akan jadi orang jadi orang "
Lalu beliaupun menutup mata untuk selama lamanya.
***** 4 AKU mengeluh, getir.
Dan ketika mata yang sempat terpejam ,kubuka orang yang menjengkelkan itu sudah lenyap. Perasaan perih membayangkan masa kecilku. sedikit terhibur oleh lenyapnya si sialan kurang ajar itu.
Semoga saja ia akan sirna selamanya dari sekitarku.
Dendam pemikiran itu aku kembali ke kantor di mana banyak tamu sudah menunggu.
Kulayani mereka seperlunya. sambil sesekali melongok ke luar jendela.
Mengawasi ke bawah sana, ke halte bis kota.
Aku tidak melihat si brengsek itu.
Dan tak melihatnya untuk beberapa waktu lamanya. Sementara surat kabar terus memuat perkembangan kasus Sumirah yang semakin lama semakin menguatkan tuduhan Jaksa, bahwa Sumirah bersalah. dan hanya mencari cari dalih dengan menyebut penelepon gelap yang kemudian katanya membiusnya. Telepon gelap itu tak pernah dapat dibuktikan . kecurigaan yang sempat tertuju pada gundik Trenggono telah lama ditutup karena si gundik tidak punya alasan untuk membunuh calon suaminya. Lebih-lebih lagi si gundik tak mungkin dimintai jadi saksi. apalagi tertuduh. Dia telah mati sebelum Trenggono juga kemudian mati.
Tabrak lari-lah penyebabnya. kecelakaan lalu lintas yang sudah peristiwa sehari-hari di negeri yang disiplin .pengemudi masih merupakan sekedar imbauan belaka. lalu. secara tak terduga-duga. dia menampakkan batang hidung lagi!
Suatu malam aku menerima telepon dari dokter Harriman. yang juga sahabat keluargaku.
Ia melaporkan hasil pemeriksaannya atas diri anakku satu-satunya yang belum menikah. Evi.
Si bungsu tidak begitu sehat akhir akhir ini. Maka aku mamaksanya pergi memeriksakan diri ke dokter Harriman.
Evi tampak enggan tetapi akhirnya menurut juga.
Apa yang terjadi dibalik keengganannya baru kuketahui malam itu. Dokter Harriman memberitahu
'Merpati kecilmu tidak sakit!"
"Yang benar saja..!"
"Kunasehatkan. sobat. Ajaklah dia bicara lemah lembut. Jangan sekali-kali menyakitinya. Ia masih muda. Masih perlu bimbingan......."
"Langsung saja. Harriman!"
'Baiklah. Merpati kecilmu sudah hamil. Tiga bulan."
Tentu saja aku terkejut bukan main.
Kuteriaki Evi supaya keluar dari kamarnya. Menanyakan kebenaran
ucapan dokter Harriman. Istriku yang duduk menonton televisi hanya menyaksikan dengan wajah pucat. Mulanya evi mau membantah.
Namun setelah kudesak akhirnya ia mengakui juga. Pengakuan itu saja sudah cukup membangkitkan kemarahanku.
Apalagi ketika E vi menambahkan dengan kata-kata
" Hanya dengan cara ini Papa terpaksa harus menikahkan aku dengan Alex."
Lupa diri, aku menempeleng Evi begitu kerasnya sampai Evi terbanting ke lantai
" coba-coba mengaturku. ya?"
Istriku menghambur dari tempat duduknya. ia bantu puterinya bangkit.
Sambil memohon dengan wajah pucat pasi
" Sudahlah. Pak. Jangan siksa dia. Evi tidak sadar apa yang telah dilakukannya......"
"Tidak?". gigiku bergemeletukan saking marahnya.
Ia tahu aku sudah menjodohkannya dengan Suharyadi. Ia sengaja membuntingi dirinya.
Dengan Alex pula.
Gelandangan tak tahu diri itu!
Eyi menukas dengan berani :
" Alex bukan gelandangan. Papa. Ia melakukan pekerjaan terhormat. Jadi sopir taksi. untuk membiayai kuliahnya. Mestinya Papa bangga karena......"
"Tutup bacotmu. anak tolol!".
Aku hampir memukul Evi lagi. tetapi dihalangi oleh istriku yang memohon dengan ketakutan
"Aduh. Pak. Hentikan. Kau dapat membunuh anakmu......"
Astaga. memang itulah yang hampir kulakukan.
Memukul Evi. tepat diperutnya. saking benciku pada anak haram yang dikandungnya. Selama beberapa saat aku terdiam dengan nafas tersengal-sengal.
Paru-paruku rasanya kosong. seperti akan pecah. menyakitkan.
Aku menggapai kursi terdekat. kemudian duduk terhenyak dengan nada seakan berantakan.
"Anakku. hem!", aku mengeluh. tetapi belum putus asa.
Kukatakan dengan suara gemetar pada istriku
" Kalau Evi masih ingin kuakui sebagai ahli warisku ...katakanlah padanya. Bu. ia harus menggugurkan kandungannya. Lalu menikah dengan Suharyadi!"
"Tetapi, Pak....."
Aku menatap istri dan anakku dengan pandangan buas. sehingga mereka berdua cepat-cepat menyingkir ke kamar.
Aku tahu istriku akan membujuk Evi.
Tetapi aku juga tahu bagaimana teguhnya pendirian si bungsu yang manja itu.
Dan istriku. pada akhirnya akan berpihak padanya. _
Pikiranku seketika menjadi gelap.
Aku punya impian muluk melalui Evi.
Dan impian itu kini lenyap.
Alexlah penyebabnya penyebabnya. Untuk itu, aku harus melakukan sesuatu. Aku lantas berteriak memanggil Parto yang datang berlari-lari dari ruang belakang.
" Sudah kau masukkan mobilku ke garasi?"
"Belum. juragan. Juragan bilang tadi akan pergi lagi, dan.."
"Sinikan kuncinya!" '
Tergopoh-gopoh Parto mengambil kunci mobilku dari rak. dan tak berani menanyakan apakah bantuannya sebagai supir kuperlukan. Aku begitu shock sehingga tak dapat berpikir sehat.
Lupa. berkendaraan sendirian dalam kondisi kejiwaan seperti itu dapat membahayakan keselamatan diriku sendiri.
Tetapi seperti kubilang tadi. pikiranku sudah gelap.
Aku harus pergi. Dan aku tahu ke mana aku harus pergi. Setelah menghempaskan pintu depan sampai terbanting menutup dengan suara hingar, aku menuruni beranda menuju mobilku di pekarangan.
Tetapi sesuatu menahanku.
Sekilas terlihat seperti ada gerakan di sudut beranda.
Waktu aku berpaling, aku pun melihat dia.
Mata-mata haram jadah itu!
Sesaat aku tercengang, sementara ia hanya senyum senyum saja.
" Apa-apa kerjamu di sini?". tanyaku, bingung.
"Menunggu."
"Aku tak memintamu datang. Dan aku tak pernah memberimu ijin memasuki pekarangan rumahku. Apalagi mengotori kursi beranda dengan pantatmu yang busuk itu!", umpatku, jengkel.
"Sabarlah...." '
"Eh. malah ngomong. belum enyah juga kau ya? Atau perlu kupanggilkan polisi?"
Orang itu geleng kepala.
Masygul. Katanya :
" Tak usahlah menambah keributan. Yang di dalam tadi sudah lerlalu ribut." '
"Hei. .jadi kau menguping......."
"Tak sengaja."
"Bohong!"
"Buat apa aku bohong? Dan untuk siapa? Kau?", ia menggeleng, sedih.
" Tak ada gunanya. Karena kau sudah cukup membohongi dirimu sendiri."
"Kau........", aku menggeram.
Tetapi ia sudah mendahului :
" Dengarlah, Bung. Suharyadi memang tergila-gila pada Evi. Ia mungkin tetap ingin menikahi Evi. meski calon' istrinya sudah tidak perawan. Tetapi ayahnya. orang penting di
Departemen dan yang kau harapkan dapat membantumu ke jenjang politik itu? Kau tak dapat mengharap bantuannya lagi. Ayah Suharyadi seorang terhormat. Dan menjunjung tinggi kesucian dan kehormatan keluarganya. Itu sebabnya pengaruhnya tetap besar di Pemerintahan......"
Aku terperangah.
" Kau banyak tahu. rupanya."
"Terus terang". jawabnya.
" Sama banyak dengan yang kau ketahui. Misalnya, tanpa ayah Suharyadi kau masih punya beberapa jalur lain. Dan yang penting, kau punya banyak uang."
Tiba-tiba. otakku berdenting-denting.
Aku tersenyum.
Mengejek. Ujarku : " Kini aku tahu mengapa kau selama ini membayang-bayangiku. Uanglah penyebabnya!"
"Kau keliru."
"Tidak. Untuk tujuan itulah kau nekad mendatangiku sekarang ini......"'
"Salah", katanya lagi.
" Aku datang untuk menahanmu. agar tidak menyibukkan diri dengan hal hal yang begitu remeh......"
"Maksudmu?"
"Tak usahlah meneruskan niatmu."
"Apalagi yang kau ketahui?". tanyaku. takjub.
"Kau bermaksud mendatangi Alex. Untuk memukulnya. Kemudian mengancamnya. Kau beri dia pilihan. Mcanyingkir segera dari kota ini. atau masuk penjara dengan tuduhan membuntingi anak di bawah umur....."
Aku semakin takjub. sehingga selama beberapa helaan nafas aku hanya mampu membelalak dan membelalak. Kemudian
" Dari mana kau ketahui apa
yang ada dalam pikiranku? Aku belum mengatakan pada siapapun dan........"
"Itu tidak penting."
"Dengar......."
"Tidak! Kau yang harus mendengarkan" potongnya. acuh tak acuh.
" masuklah lagi ke dalam rumah. Lupakan Alex. Mungkin kau dapat menggertaknya. Mungkin juga tidak. Jangan lupa. kau pun tahu Alex melakukannya bukan dengan paksaan. Alex tidak main perkosa. Ia melakukannya dengan Evi atas dasar suka sama suka......"
Ia mengawasiku sejenak dengan pandangan iba kasihan.
Lalu : " Kuulangi lagi . lupakan Alex. Anak itu hanya urusan tetek bengek. Kau perlu memikirkan urusan lain. Yang lebih besar. Sangat besar. Dan teramat sangat berbahaya."
"Aaa.....apakah itu?". tanya. menggagap.
"Kasus Sumirah!". desahnya. lagi-lagi seraya tersenyum sedih.
" Pikirkanlah itu sambil tidur. Selamat malam!"
Dan. sebalum aku sempat berkomentar apa-apa. orang itu sudah berlalu.
Masih sempat kulihat bayang-bayang tubuhnya sebelum kemudian ia lenyap ditelan gelapnya malam.
Lama aku berdiri termangu-mangu.
Sebegitu banyakkah yang ia ketahui?
Sampai sampai juga yang sangat musykil.
yakni membaca pikiran orang?
Siapakah dia itu sebenarnya?
**** 5 KALI ini. ia menghilang selama beberapa minggu.
Namun demikian. aku yakin ia tetap memata mataiku. Hampir setiap saat dapat kurasakan kehadirannya. meski tidak terlihat.
Kehadiran yang paling menonjol dan berpengaruh dalam diriku, adalah jalan pikirannya mengenai berbagai hal, khususnya Evi. Kukira orang itu benar mengenai Evi. _
Gadis kecilku itu tidak dapat dicegah. Kekeras kepalaanku menurun padanya.
Evi mengancam bunuh diri bersama anak yang dikandungnya. bila ia diharuskan berpisah dari Alex.
Istriku ketakutan setengah mati. kemudian jatuh sakit karena merasa setiap kali ia membuka matanya. ia sudah kehilangan puteri bungsunya tercinta.
Man tidak mau. jadi juga Evi kunikahkan dengan Alex.
Pemuda itu menolak pekerjaan menarik yang kutawarkan untuk menjaga gengsi keluarga kami.
"gengsi tak dapat menghidupiku". katanya.
Maka menantuku berteguh untuk meneruskan pekerjaannya sebagai supir taksi. dengan ketekunan menyelesaikan kuliah untuk dapat merebut gelar sebagai Insinyur Tehnik Sipil.
Diam-diam aku merasa Alex akan dapat mencapai cita-citanya. dan ia akan dapat menghidupi anakku. tanpa harus menggantungkan diri pada kekayaanku.........sebagaimana menantu-menantuku yang lain.
Sementara itu. kasus Sumirah semakin mendekati akhir.
Tuntutan telah dibacakan Jaksa :
Lima setengah tahun penjara.
Tim penasehat hukum berupaya keras melakukan pembelaan. tetapi tuduhan dan bukti-bukti serta pengakuan saksi-saksi tampaknya sukar untuk ditundukkan. Terakhir kali aku menghadiri sidang.
Jaksa tetap pada tuntutannya.
Sidang kemudian dinyatakan mundur beberapa hari untuk sampai pada siang pembacaan vonnis majelis hakim.
Tahu harapannya seperti telur diujung. tanduk. begitu palu hakim diketuk menutup sidang,
Sumirah hanya berdiri bengong.
Sekujur tubuhnya gemetar Wajahnya sepucat kapas.
Dan ketika petugas penjara mendekat untuk membawanya pergi.
Sumirah pun lunglai.
Tak sadarkan diri.
Aku bergegas meninggalkan ruang sidang mendahului pengunjung lain. yang seperti biasanya. berdesak-desak.
Tahu-tahu seseorang sudah berjalan di sebelahku. samhil mengiringkan langkahku ia bergumam getir.
"Vonnis belum jatuh. ia sudah semaput. Perempuan malang!"
Aku berpaling, lalu aku mengenali dia.
Sesuatu yang aneh terjadi lagi pada diriku.
Aku tidak lagi marah atas kehadirannya.
Seperti sudah saling kenal-semenjak lahir ke dunia. aku mengomentari dengan sebuah pertanyaan
" Mengapa kau tertarik mengikuti sidang-sidang Sumirah?"
Ia menjawab acuh tak acuh :
" Setiap orang merasa tertarik. Pun kau bukan?". lalu tiba-tiba ia mengajukan sebuah pertanyaan yang berbau mencurigakan :
" Kau sendiri. kok rajin sih mengetahui perkembangan kasus ini?"
"Sumirah janda anak buahku", jawabku, bijaksana.
Seperti sambil lalu. ia bergumam dingin :
" Atau karena kau ingin membuktikan bahwa kau akan bebas selamanya?"
"Bebas dari apa?". tanyaku pura-pura terkejut..
"Dosa".
Langkahku terhenti.
Sekujur tubuhku terasa dingin membeku.
" Apa yang kau inginkan sebenarnya?". tanyaku. gemetar.
"Akan kujelaskan nanti. Tetapi bila kau tidak keberatan, maukah kau kutemani pergi ke suatu tempat?"
"Kantor polisi?"
"Oh. Bukan."
"Lalu?"
"Mau tidak? Ini. demi kebaikanmu sendiri. Barangkali juga. kebaikan banyak orang lain. Yang tak seharusnya menanggung dosa."
"Kau tak dapat memaksaku!"
"Kau harus"
"Tidak. Kau tak dapat memaksaku"
"Memang. Aku hanya meminta"
"Kalau aku tak sudi?"
"Mereka tidak akan mengapa-apakanmu...."
Mendadak aku waspada.
" Mereka?!"
"Seorang nenek keriput dan sakit-sakitan Serta dua cucu-cucunya yang sudah mulai kehilangan pegangan. Bagaimana?"
Sejenak. aku berpikir.


Misteri Alam Gaib Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian :
" Ayolah".
Kami pergi dengan mobilku.
Siapa nyana, ternyata ia membawaku ke sebuah rumah yang --meskipun teramat jarang. pernah kumasuki beberapa kali.
Tak pelak lagi. aku memprotes karena tersinggung.
" Mau apa kau membawaku ke rumah Trenggono?"
"Ia bekas anak buahmu. bukan?"
"Memang! Tetapi......"
"Apa yang kau takuti? Trenggono sudah mati. Istrinya. terpenjara. Ayo. jangan berbantah lagi. Masuklah dan tunjukkanlah simpatimu pada keluarga yang malang itu. sebagai seorang majikan yang budiman......."
Ya. apa pula salahnya?
Hanya menunjukkan sekedar simpathi.
Wajar. Dan harus!
Maka bel pintu kupijat. sambil mengawasi sekitar. Pekarangan rumah benar-benar tak terurus.
Dan kubayangkan. keadaan di dalam pasti lebih tidak terurus lagi.
Buat apa? Trenggono sudah mati.
Sumirah. istrinya. terpenjara.
Maka yang ditinggalkan. tidak mungkin lagi
sempat berpikir untuk menata apa yang masih tersisa
Pintu dibukakan seorang bocah perempuan kecil berusia empat tahunan. ia mengawsi kami dengan curiga.
Aku tersenyum semanis mungkin.
Dan pendampingku yang misterius itu. berujar lembut sitra
" Nenek ada? kami temannya"
Bocah kecil itu berlari-lari masuk ke dalam. membiarkan pintu tetap terbuka.
Seperti kuduga. suasana di dalam tampak menyedihkan.
Bukan karena berantakan.
Melainkan. karena sejumlah benda-benda yang mestinya mengisi sebuah rumah. sudah tak tampak lagi.
"Sudah. Masuk sajalah. Nenek itu pasti masih mengenalmu". pendampingku bermata membujuk.
"Dan kau?", tanyaku curiga, karena ia tidak menampakkan gelagat mengikuti.
"kehadiranku tak diperlukan"
"Hei....."
"Ayolah. Nanti kita bertemu lagi"
Aku akan memprotes tetapi ia sudah berlalu.
Seenaknya ,seolah ia telah menyelesaikan tugasnya mengantar sebuah paket ke alamat yang benar.
Dan tidak sampai di situ.
Aku tak sempat mencegah. karena seorang perempuan tua kurus dan dari wajahnya jelas tidak sedang dalam kondisi sehat. sudah keburu muncul lalu mengaliku.
"Oh. Bapak kiranya. Sungguh suatu karunia Bapak meringankan langkah ke tempat kami. Silahkan. Silahkan......". dan sementara aku melangkah masuk mengikutinya dan dengan bingung kemudian duduk di sebuah kursi plastik reot. nenek itu menambahkan
dengan malu-malu
"Maaf ya. Keadaan kami ...memang tak begitu pantas untuk menyambut kedatangan...."
"Tak apalah. Bu". potongku. rikuh.
"Mau teh?"
"Terimakasih. tak usah repot. Aku cuma sebentar"
Nyatanya aku cukup lama di rumah itu.
Bukan karena aku betah.
Melainkan, mau tidak mau aku harus bersabar mendengarkan keluh kesah keluarga yang ditinggal mati oleh Trenggono.
Sebenarnya aku dapat pergi kapan aku suka.
Pamit saja secara halus. dan senangkan hati mereka dengan meninggalkan sejumlah uang tanda simpathi. dan janjikan akan menambahnya lagi lain hari.
Tetapi mata nenek tua yang sakit itu!
Persis mata almarhum ibuku. sewaktu pulang dari pabrik kemudian terbadai di dipan menunggu ajal!
Serta keluhannya, yang antara lain :
" Apa kelak nasib cucucucuku?". berbeda memang. tetapi tujuannya tetap sama dengan apa yang pernah diucapkan ibuku sendiri :
" Kau. bocahku malang. Umurmu.....'
Ditengah-tengah obrolan kami, seorang anak lakilaki kecil sama dengan masuk dengan pakaian kotor dan robek di sana sini. serta wajah bengkak serta mata membiru.
Tanpa memperdulikanku. bocah laki-laki itu langsung menghambur kepelukan neneknya. Disertai tangisan menyayatkan hati. bocah itu mengadu :
" Mereka memukuli aku lagi. Nek. mereka mengejekku. Mereka bilang, ayah koruptor, ibu pembunuh sadis. Aku melawan mereka dan....."
Nenek itu pun bertangis-tangisan bersama kedua cucunya. Setelah sadar bahwa ada orang lain di dekat
mereka. ibu trenggono menyuruh cucu-cucunya pergi mam-main di belakang rumah sambil tak lupa menasihatkan agar anak-anak itu tidak berkumpul lagi dengan anak-anak tetangga.
Lalu disusul keluhan putus asa dari mulut keriputnya :
" Beginilah kami sepeninggal Trenggono. kemudian Sumirah dibawa polisi pula. Anggoro terpaksa berhenti sekolah. Selain karena kami tak mampu lagi membiayai terutama juga karena -yah. kasihan dia. Tiap hari pulang seraya menangis karena diejek teman-teman sekelas. Dikatai macam macam. Akhirnya Anggoro tak mau mulai sekolah. Lusi yang tidak tahu apa-apa. ikut jadi korban. Lusi jadi takut keluar runtah......". perempuan tua itu menyeka air mata yang membasahi pipinya.
"Ada keluarga baik hati yang mau menerimaku bekerja sebagai pembantu....". katanya pula.
" Tetapi bagaimana aku bisa meninggalkan anak-anak ini?....diserahkan pada sanak keluarga lain? Usul Bapak itu memang terpikirkan juga. Tetapi mereka ketakutan. Takut anak-anak mereka ketularan, memang mereka tidak berkata begitu. tetapi saya mengerti betul maksudnya. dan....."
Sebuah pernyataan akhirnya lepas dari mulut perempuan tua itu :
" Aku begitu takut. Bagaimana kalau aku tiba-tiba mati sedang anak-anak malang ini belum makan........"
Lalu pertanyaan yang sempat menyetakkan ulu hatiku :
" Ya Allah. mengapa Trenggono yang tadinya begitu baik dan jujur. sampai terlihat begitu jauh?"
Aku mengerti apa maksud perempuan tua itu. Ia
tahu apa yang telah terjadi di tengah keluarganya.
Tetapi jelas ia tidak dapat menerima kenyataan yang tidak memalukan. tetapi juga menyakitkan. Sedikit banyak aku tahu mengenai Trenggono. Tetapi alangkah tak pantas kalau kuutarakan dalam keadaan yang begitu meluluhkan hati.
Apa yang kuketahui terpaksa kupendam di sanubari.
Sambil berpikir : yang kuketahui itupun. tidak seharusnya menimbulkan bencana yang begitu hebat dalam keluarga ini.
Harta benda disita. meski perbuatan menipulasi yang dilakukan trenggono belum dibuktikan syah secara hukum, karena Trenggono sudah keburu meninggal.
Tindakan itu diambil berdasarkan hasil keputusan instansi saja setelah melakukan pemeriksaan administrasi sesuai prosedur yang berlaku. Rumah dan tanah mereka harus segera ditinggalkan oleh perempuan tua dan cucu-cucunya itu. Keputusan itu belum dipaksakan. karena ketika diambil, aku dengan bijaksana mengeluh pada atasanku :
"Berilah keluarga yang ditinggalkan Trenggono, sedikit kesempatan untuk mencari tempat berteduh yang lain..."
Simpathi memang muncul juga dari Beberapa pribadi.
Tetapi apalah artinya. dan sampai kapan?
Ibu dan anak-anak Trenggbno harus makan, dan itu tak mungkin berhenti. Belum lagi biaya mengurus perkara Sumirah. Pengacara-pengacaranya memang memberi bantuan cuma-cuma.
Tetapi uang tetap harus keluar demi birokrasi, bukan?
Maka yang tersisa hanyalah tiga nyawa.
Satu sudah diambang pintu kematian.
Dua yang lain. kalaupun tetap hidup. barangkali akan terlempar kian kemari.
Dapatkah mereka berjuang?
Seperti aku pernah berjuang?
===ooo== 6 SIAPAPUN kiranya orang yang membayang bayangiku itu. ia telah berhasil mengacaukan pikiranku. Setelah meninggalkan rumah almarhum Trenggono. apapun yang kulakukan menjadi serba salah. tamu tamuku di kantor dibuat bingung karena aku sering berbicara melantur tanpa arah.
Sekretarisku salah tingkah, karena surat yang satu belum selesai kudiktekan, sudah kusuruh ia mengerjakan surat yang lain, atau, kuminta ia menghubungi seseorang pertelepon. lantas kubatalkan kusuruh ia telepon yang lain, untuk kubatalkan lagi dan lagi. . _
Sekretarisku itu jugalah yang dengan hati-hati mengingatkan :
" Agaknya Bapak tidak konsen. Mengapa tidak istirahat saja?" . _
Kukira ia benar.
Maka begitu aku sendirian. kuangkat telenon. Memesan kamar di sebuah hotel.
Setelah mendapatkan nomor kamar aku menelpon alamat lain. lalu mendengar suara sebutan yang sudah kukenal. aku langsung memberi instruksi pendek
"Kutunggu satu jam setelah ini". sambil kusebutkan nama hotel dan nomor kamar dimaksud.
Berkas-berkas di meja kubereskan.
Lalu pergi meninggalkan kantor.
Di perjalanan barulah terpikir siapa tadi yang kutelepon?
Nuri. Shinta. Magdalena?
Ah. Perduli amat.
Mereka sama cantik menarik.
Ahli bermain cinta.
Dan tahu betul bagaimana mengendurkan otot dan pikiranku.
Tiba di hotel. aku memesan minuman istimewa lantas menunggu.
Dan pikiran itu datang lagi mengganggu.
Pikiran yang terus melecut setelah aku meninggalkan rumah almarhum Trenggono.
Ibuku dulu hanya meninggalkan seorang anak.
trenggono? Dua. .
Dulu. masih ada famili yang bersedia mengurusku. Tetapi tanpa ibuku. aku tak pernah betah atau tenteram tinggal dengan siapapun juga.
Anak-anak Trenggono?
" mereka seperti ketakutan", kata si perempuan tua. mengiris hati.
Bocah-bocah itu mungkin akhirnya terdampar di rumah yatim piyatu. seperti aku pernah dulu menjalaninya walau sebentar. Tetapi mungkin saja akhirnya mereka juga terlempar di kaki lima kotor berdebu. atau di kolong jembatan.
Si anak laki-laki babak belur tadi.
Habis berkelahi. katanya. Ia tak sudi diejek. melainkan karena tak mau dianggap remeh. Apa pula yang harus mereka ejek.
Biar miskin. kedua orangtuaku meninggalkan nama baik Dan anak-anak yang kulihat
tadi? Ayah kumptor!
Ibu Panjahat. pembunuh, penghuni penjara!
Pintu kamar diketuk dari luar.
Nurikah'? Shinta? Atau Magdalena?
Buat siapapun yang muncul akan kusambut semesra-mesranya!
Anak-anak Trenggono kulupakan. lalu aku berjalan ke pintu dengan seringai lebar.
Main cinta. itulah yang kubutuhkan saat ini.
Persetan dengan orang lain!
Kurapihkan dulu rambut. baru pintu kubuka.
Yang berdiri dihadapanku. memang salah seorang perempuan yang sudah kukenal. Sangat kukenal malah. Sampai aku terkejut sendiri.
Hampir saja aku mengucap Astaga. setelah melihat senyuman manis di bibir Sofie. istriku sendiri!
Untunglah aku cepat menguasai diri.
" Ayo. Masuklah. Kok bengong saja!", sambutku. dengan suara diriang-riangkan.
"Cuma heran, Pak". desah Sofie.
" Sudah lama kau tak mengajakku kencan di hotel!"
"Itu juga yang kupikirkan. ketika aku menelponmu tadi". jawabku sambil tertawa.
Sesungguhnya, aku menertawakan kepikunanku telah memutar telepon memutar telepon yang salah ketika aku masih di kantor.
"Sampanye!". desah Sofie lagi.
Kagum mengawasi minuman yang terhidang di meja.
" Bukan main!"
"Yang bukan main itu kau". ujarku tersenyum. belum pernah kau tampil semenawan hari ini..."
"Itu makanya aku terlambat. Pak. sibuk memilih baju. Kau menyukainya bukan?", lantas Sofie memutar'mutar tubuh di depanku. Persis gadis remaja yang tengah memamerkan bakal gaun penggantinnya
. Sayangnya Sofie sudah tidak remaja lagi. Usianya -udah melewati 40. perut hampir selalu gagal ia
kecilkan. mana leher sedikit berlemak. Jadi ketika kemudian kami naik ke tempat tidur dan aku mencumbunya. di dalam hati aku sempat memaki maki.......
Hari yang sial.
Dapat teman kencan yang tidak semestinya.
Dan Sofie yang tiba-tiba menganggap dirinya mendadak kembali muda. minta ditaktir nonton bioskop pula.
Disitulah selera kami tak pernah bertemu.
Sofie keranjingan film Indonesia. Kalaupun aku pernah hampir tak melewatkan film India. itu adalah ketika kami dulu masih berpacaran dan aku ingin mengambil hati Sofie.
Setelah Sofie jadi istriku. aku pun kembali pada film-film kesukaanku : Koboi. atau spionase. yang banyak dar-der-dornya. Kami juga makan di restoran.
Belanja di toko.
Pulang ke hotel.
Sofie langsung tertidur karena letih. dan tentu saja juga puas dengan cara hari itu. yang sudah langka kami jalani.
Aku yang tak puas, diamdiam turun ke lobby di mana aku kemudian menelepon.
Shinta tak ada di tempat.
Juga Magdalena.
Beruntung Nuri tidak sedang di booking orang. dan ia bersedia datang secepatnya.
Kusewa sebuah kamar lain.
Di situ aku menghabiskan waktu dua jam bersama Nuri.
Setelah ia pulang. aku menyelinap kembali ke kamar hotel semula dan tidur pulas di sebelah Sofie jang masih mendengkur.
Paginya kami berpisah.
Sofie pergi arisan setelah mana terus pulang ke rumah.
Aku langsung ke kantor dengan mengenakan pakaian yang malam harinya kami beli di toko.
Kencan dengan Sofie sedikit banyak menolongku dari pikiran kacau. meski perasaan sial
masih tetap membuat perasaanku kecut.
Sesekali. bayangan anak-anak Trenggono dan bayangan diriku sendiri masih mengusik. tetapi hari itu aku menyelesaikan tugas-tugas di kantor tanpa cacat cela.
Manusia bayangan itu. baru muncul lagi malam hari berikutnya.
Penampilannya. luar biasa.
Hari itu aku membaca berita kecil di surat kabar tentang kasus Sumirah. Waktu pembacaan vonnis mungkin diundurkan. karena mendadak Sumirah dipindahkan dari rumah tahanan ke rumah sakit.
Janda bendaharawan kantorku itu mendadak dapat gangguan mental.
Berita itu menyebutkan.
Sumirah tak henti hentinya berteriak dalam sel bahwa ia tak bersalah. anak-anaknya tak berdosa dan konon ia setiap malam didatangi roh suaminya yang katanya menangisinya tanpa henti.
" Sumirah menderita trauma yang menjurus ke gangguan jiwa, demikian menurut sumber yang layak dipercaya": begitu antara lain isi berita di surat kabar.
Aku sempat menghibur diri di kelab malam sebelum kemudian pulang ke rumah. lewat tengah malam.
Istriku sudah tertidur di kamarnya.
Setelah membolak-balik beberapa surat kabar lain. dan karena belum juga mengantuk. aku masuk ke kamar kerjaku.
Ia sudah menunggu di sana.
Duduk santai di sofa.
SETELAH lepas dari keterkejutanku. tak pelak lagi aku menggeram :
" Bagimana kau masuk ke sini?!"
"Pencuri punya banyak cara". jawabnya, tenang.
"Lalu apa yang mau kau curi?"
"Tak satupun!"
Aku mengawasi sekitar, dan tidak melihat adanya petunjuk kamar kerjaku telah ia bongkar habis. Mataku lama terpaut pada sebuah lukisan dinding. Juga letaknya tidak berubah.
Tetapi seorang ahli dapat saja melakukannya, bukan?
Orang itu bergumam :
" Tak usah kuatir. Aku tak merasa perlu membongkar lemari rahasiamu dibalik lukisan itu".
"Aku tak percaya!", desisku. marah dan curiga.
"Terserah."
Sempat aku berpikir untuk memeriksa. Tetapi teringat bila aku membuka lemari rahasia itu dan memeriksa isinya. ia dapat membaca gerak tanganku dan mengetahui nomor-nomor kunci lemari besi itu. Dapat pula ia memaksa mengeluarkan isi lemari besi.
Siapa tahu. ia sudah dilengkapi surat perintah penggeledahan._ .
Jadi kuputuskan untuk menganggap pengakuannya sebagai pernyataan yang jujur.
Lagipula. bila aku ketakutan. orang misterius itu tinggal membunyikan palu dan aku dinyatakan bersalah.
Kubuka lagi pintu kamar yang sempat kututupkan setelah masuk tadi.
Lalu aku menghardik dalam dengusan :
" Keluarlah sekarang juga!"
Ia tak bergerak dari Sofa.
Malah bertanya lembut
" Sudah baca surat kabar. bukan?"
"Bukan urusanmu".
"Dan sudah kau lihat anak-anak Trenggono?", tanyanya lagi.
"Apa yang kau inginkan sebenarnya?." geramku. jengkel. '
"Anak-anak itu. Mengingatkanmu pada masa lalumu. bukan?"
Sekujur tubuhku dingin membeku.
Kuawasi orang itu dengan pandangan tajam. ingin membelah batok kepalanya. dan mengurai isi benaknya.
" Apalagi yang kau ketahui?". bisikku. gemetar.
"Anak-anak itu akan hidup sengsara. Jauh lebih Sengsara darimu. ketika kau masih seusia meraka........."
"Mereka dapat berjuang. Seperti aku juga pernah berjuang. Dan aku berhasil. meski dengan merangkak bersusah bayah!". jawabku. sedikit angkuh.
'ltu kau. bukan mereka. Mereka akan jadi bahan cemoohan. Sepanjang hidup mereka. Mungkin juga. keturunan-keturunan mereka kelak. itu, kalau anak-anak Trenggono masih dapat bertahan hidup!"
"Bukan urusanku!"
"Urusanmu. sahabat. Akan tetap jadi urusanmu. Yang akan mengejar-ngejar dirimu selama kau hidup!". nada suaranya kini berubah sarkastis, penuh intrik.
" Mungkin kau bilang; kau akan mampu mengatasinya. Tetapi aku yakin, itu tak akan pernah terjadi......"
"kau begitu yakin, ya?"
"Sangat yakin."
"Apalagi yang kau yakini?". tanyaku semakin ingin tahu.
Lupa niatku semula untuk mengusirnya.
"Bahwa. benakmu hanya diisi pikiran-pikiran kotor dan busuk. Itu, setelah kau mulai menyepelekan kemudian menyingkirkan aku......"
"Menyingkirkan engkau?"_ aku tercengang.
"Ah. agaknya kau lupa". ia tersenyum, sedih.
" Kapan kau pertama kali melihatku?"
"Entah."
"Jangan mendustai dirimu!"
"Sungguh mati.Aku tak ingat lagi. rasanya sih, selama beberapa bulan terakhir ini. Atau. hanya beberapa hari?"
"Itu sudah hampir lebih dari setahun......". katanya, mengingatkan.
" Malam itu. kau membulatkan tekadmu untuk mengerjai Trenggono. Kau begitu puas dengan rencana busukmu. Lalu ketika pagi harinya kau membuka jendela kamarku. disitulah pertama kalinya kau melihatku bukan? Aku ada di luar jendela. Dibatasi pagar. mengawasimu di bawah sinar matahari pagi......"
Kugapai sebuah kursi. lantas terhenyak.
Jadi ia tahu apa yang kurencanakan malam itu.
Pengetahuannya itu. jauh lebih mengejutkan sehingga kehadirannya yang selalu misterius itu jadi tak punya arti apa-apa. terdiam cukup lama. aku akhirnya melontarkan apa yang sudah sering kali kulontarkan :
" Siapa kau ini sebenarnya?"
"Nanti juga kau tahu". jawabnya. datar.
"Setelah?"
"Setelah kau bantu anak-anak Trenggono. Anak anak itu membutuhkan kasih sayang ibu mereka. Sebaliknya, Sumirah_juga membutuhkan anak-anaknya. Hanya dengan mengembalikan ia kepelukan anak anaknya. Sumirah dapat tertolong. Sekaligus. masa depan anak-anak itu pun akan ikut tertolong........"
"Aku tak mengerti apa yang kau maksud". desahku, gelisah.
"Hentikanlah mendustai dirimu. Kau tahu apa yang kumaksud". bisiknya. ketus.
" Atau kau ingin kubantu menjernihkan pikiranmu. mengingatkanmu pada semua yang telah terjadi?"
Kupaksakan senyum dibibir.
" Percuma. Kau tak dapat memancingku. Karena aku tak terlibat dalam urusan yang kau ributkan itu".
Ia menggelengkan kepalanya dengan masygul.
"' Rupanya. tanpa aku. kau tak lagi memikirkan nasib orang lain. Mestinya aku tidak terlalu sering meninggalkanmu. Tetapi semenjak kau mengabaikan kehadiranku. kupikir memang tak ada lagi yang dapat kuperbuat. Kecuali menguntitmu dari jauh, dan dengan caraku sendiri. mencoba untuk mengcmbalikanmu pada kodratmu yang semestinya......"
'Aku tak mengerti apa yang kau percakapankan ini" ujarku_. bingung.
"Aku tak pernah kenal kau sebelumnya. Apalagi menyingkirkanmu. dan..."
"Kita lupakan saja urusan itu"" gumamnya. tak berminat.
" Entah bagaimana keadaan anak-anak Trenggono sekarang ini. Bagaimana pula dengan Sumirah....Yang pasti. bila kau belum merubah pikiranmu. maka yang terjadi pada mereka adalah kematian yang menyedihkan. Mati secara perlahan-lahan. trenggono masih lebih beruntung. Mati seketika. Juga Erika. kekasih Trenggono......". sementara aku terpana mendengar nama Erika. ia menyeringai buas. lantas menambahkan dengan sarkastis :
" Memang. Erika juga manusia. Tetapi mati muda. bagaimanapun caranya, lebih pantas buat seorang pelacur macam Erika. Barangkali. kematian Erika sekaligus juga untuk menebus dosa dosanya terhadap anak istri Trenggono........"
'Kau.....". aku megap-megap mencari hawa segar. tanpa hasil.
"Membingungkanmu, bukan? Karena aku tahu begitu banyak. Tetapi seperti pernah kukatakan. apa yang kuketahui. tak lebih banyak dari apa yang kau sendiri telah mengetahuinya. Misalnya. kau tahu Trenggono hanya jujur di permukaan saja. terhadap kesetiaan keluarga. diam-diam ia suka main perempuan.
meski sifatnya cuma sekedar ketengan. pakai mana yang kau suka. kemudian lupakan. Terhadap tugas? Kau ketahui belakangan. bahwa diam-diam ia suka main juga .Cuma main kecil-kecilan. Sekedar untuk menutupi keperluannya.. untuk bersenang-senang dengan perempuan-perempuan yang ia tiduri....."
Karena aku tak mampu juga berkomentar sepatah kata sajapun juga. dia lantas mengungkapkan panjang lebar dan begitu terinci mengenai apa yang kulakukan selama ini.
Bagaimana aku kemudian menekan Trenggono untuk melakukan manipulasi yang lebih besar dan dari waktu semakin besar. sementara Trenggono tetap menerima bagian yang kecil saja.
Ketika pada akhirnya Trenggono merasa kariernya semakin terancam dan bermaksud menghentikan kedunguannya yang membahayakan itu. aku pun bertindak.
Aku tahu kelas macam apa pelacur-pelacur yang selalu ditiduri Trenggono. Karena hanya sekedar ingin melampiaskan nafsu seksuil yang hampir tak memperdulikan resiko. sesuai pula dengan kemampuan kantongnya. Trenggono hanya mampu lari dari satu pelukan ke lain pelukan pelacur-pelacur kelas murahan.
Maka kutampilkanlah Erika.


Misteri Alam Gaib Karya Abdullah Harahap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gadis panggilan kelas hotel berbintang yang untuk membayarnya satu jam saja. tak akan cukup dipenuhi gaji Trenggono memutuskan kerjasama. tentu saja aku harus membuat pengorbanan besar, apalagi aku sudah memperoleh lampu hijau dari seorang pimpinan proyek naik ke jabatan yang lebih tinggi. dengan loncatan ke dunia politik.
Jabatan basah dan berpengaruh pula.
Erika kubelikan sebuah rumah mungil namun mahal. di daerah perumahan elit. kebetulan ia sudah punya rekening sendiri di Bank. jadi dapat kumanfaatkan.
Dengan berlagak sebagai seorang mahasiswi yang punya harapan besar jadi wanita karier. ia kupertemukan dengan Trenggono. Suatu pertemuan yang
seakan tidak disengaja. yang kemudian menjurus pada hubungan pribadi dengan dorongan terbanyak tentu Saja dari pihak Erika.
Lain halnya dengan lelaki-lelaki sebelumnya. terhadap Trenggono dibuat sedemikian rupa oleh Erika bahwa ia ingin dijamah. tetapi jamahan kasih sayang itu harus utuh.
Bila mereka naik ke tempat tidur. tak boleh ada perempuan lain di hati Trenggono!
"Sungguh suatu siasat menakjubkan!". orang misterius yang duduk di sofa kamarku berdecak kagum.
" Dengan hasil. Trenggono yang sialnya tak ingin kalah gengsi. akhirnya bersedia jadi manipulator. Bukan lagi atas tekananmu. melainkan atas kemauannya sendiri. Dan kau mengatur sedemikian rupa. bahwa bagian dia tetap harus yang terkecil. dan dia harus membuat pembukuan seteliti mungkin. suapaya namamu tetap bersih.". ia menggelengkan kepala. seperti biasa ; masygul.
" Sayangnya. kemudian aku tahu lewat Erika. bahwa Trenggono membuat pembukuan sendiri yang hanya ia miliki. dimana namamu. tandatanganmu. serta pengeluaran untukmu ia cantumkan apa adanya. Termasuk cara bagaimana kau mendapatkan tender tender besar yang dimenangkan oleh perusahaan perusahaan pribadimu. setidak-tidaknya perusahaan yang ada kaitan bisnis denganmu".
Aku hanya bungkam seribu bahasa.
Apa yang diutarakan orang itu. sejalan dengan apa yang ada dalam pikiranku.
Musykilnya. bagaimana ia mengetahuinya.
Bahkan kata demi kata?
Ia juga menyebut angka-angka. jenis-jenis surat. nomor-nomor surat. tanpa kesalahan walaupun satu angka atau satu nomer,
Acuh tak acuh. ia melanjutkan lagi
"Kau terkejut sekali bukan. apalagi setelah InSpektur Wilayah mulai curiga pada permainan trenggono. dan Trenggono kalang kabut sehingga kau ikut terancam?"
Ya. aku memang sangat terkejut.
Tetapi aku tidak mau jatuh.
Lewat pengamatan dan keterangan-keterangan yang kuperoleh, kemudian kuketahui secara kebetulan bahwa antara Trenggono dan istrinya mulai terjadi keretakan. Istrinya yang pencemburu.'juga sangat emosionil dan sering tak dapat mengontrol sikap apalagi ucapannya.
Tiba-tiba aku menemukan jalan keluar yang begitu cemerlang.
Kalau sebelumnya aku menginstruksikan Erika untuk suatu ketika mundur teratur pada waktu yang kutentukan. maka suatu hari aku memberi instruksi lain :
" Rayu ia supaya mau menikahimu....."
"Kalau ia justru mau?",
Erika bertanya bingung.
"Apa salahnya? Ia muda. dan tampangnya tidak mengecewakan. Lagipula. bila segala sesuatunya berjalan lancar, kau masih dapat mundur".
Keadaan. tahu-tahu berjalan di luar dugaanku .
Erika benar-benar jatuh cinta pada Trenggono.
Dan keinginan untuk menikah. datang dari hatinya yang tulus.
Aku mendengar hal itu ketika Erika suatu hari berterus terang padaku dan bermaksud minta petunjuk !
" Bagaimana kalau akhirnya ia tahu aku ini seorang pelacur?"
Setelah sempat terpana dengan perkembangan yang kudengar, aku lantas memutuskan :
" Akan kubantu mencari pemecahannya. Sementara itu. jalankan terus tugusmu yang biasa!"
Salah satu tugas yang harus dijalankan Erika adalah. membujuk Trenggono agar tidak perlu kuatir bila istri tuanya. Sumirah. membuat ulah.
Kalau pun toh pada akhirnya Trenggono dipecat dari pekerjaannya, dengan ' kekayaan keluarganya. Erika akan berusaha sedapat mungkin membantu Trenggono bangkit kembali. Dan sementara aku berupaya mengulurkan tangan kian kemari agar lnspektorat Wilayah terhambat birokrasi dan lamban dalam penyelidikannya, maka Erika pun memperkenalkan Trenggono pada perusahaan ' keluarganya yang sebenarnya masih perusahaanku sendiri yang tidak banyak diketahui orang. Kuperintahkan sejumlah stafku untuk berbuat seolah-olah memang Erikalah pemegang saham terbesar di perusahaan itu atas nama orangtuanya. dan bakat yang dimiliki Trenggono memang diperlukan di perusahaan itu.
"Lalu pada waktu yang tepat. kaupun bertindak?". dengus manusia misterius yang duduk santai di sofa kamar kerjaku.
Tiba-tiba aku punya kemampuan berbicara untuk membela diri :
" Erika yang memaksaku melakukannya. Ia menyatakan ingin melepaskan diri dari belengguku. dan mulai mencurigai itikadku terhadap Trenggono. Pelacur tak tahu diuntung itu. diam-diam ingin mengkhianatiku!"
Orang itu tersenyum. hambar.
" Wajar toh? Namanya juga perempuan jatuh cinta. Ia sudah keburu ngebet setengah mati!"
"Kalau itu sih. tak kuperdulikan. Tetapi dari alat perekam rahasia dan sadapan telepon di rumah itu,
kemudian kukctahui bahwa Erika telah membelit perananku di belakang permainan ..Sandiwara itu. Dan ketika Trenggono memaafkannya dan tetap bersiteguh memperistrinya. Erika berbalik mendukung Trenggono. Mereka lalu merencanakan untuk menekanku. Kalau aku tak mau membantu menyelamatkan karier Trenggono. maka semua rahasiaku akan mereka bocorkan pada pihak yang berwajib........"
Sekonyong-konyong. laki-laki di sofaku itu tertawa dingin.
" Nah. tahukah kau bahwa kau telah membuka rahasiamu padaku?"
Aku terbungkam.
Menyesal. "'Tak usah menyesal". katanya, menyelami pikiranku.
" Penyesalanmu sudah terlambat. Karena semua sudah terjadi....."
"Apa yang kemudian terjadi. menurut skenariomu?". aku berusaha mengelak.
"Skenariomu. bukan aku". jawabnya, tandas.
" Kau sewa seorang residivis untuk berpura-pura mabuk lalu menabrak Erika ketika gadis itu habis belanja di sebuah pasar swalayan. Sewaktu mencegat taksi. mobil yang dikemudikan residivis itu pun menabrak. melindas tubuhnya. kemudian melarikan diri......" ia mengeluh. baru menambahkan :
" Kau benar-benar beruntung. Residivis itu tak perlu menutupi jejak. Ia membutuhkan minuman keras untuk menjalankan tugasnya yang berat itu. Sialnya, ia minum terlalu banyak. Habis menabrak dan membunuh Erika, ia kemudian menabrak sebuah mobil tangki yang seketika merenggut nyawanya. kau beruntung. Sungguh beruntung. Begitu pula dalam urusan Sumirah....."
Memang itulah yang terjadi.
Sadar Erika harus disingkirkan sebelum tiba waktunya Trenggono disingkirkan pula. aku membayar seorang perempuan lain untuk menghubungi Trenggono lewat telepon agar datang ke rumah Erika untuk membicarakan suatu perkembangan yang di luar dugaan.
Trenggono yang tidak curiga pada suara yang ditirukan mirip suara Erika di telepon, bergegas menuju rumah Erika.
"di mana kau sudah menunggu!". orang itu mengucapkan apa yang terlintas dalam ingatanku.
" Trenggono tidak tahu kau bersembunyi di rumah itu. Yang ia tahu. Erika tidak ada, dan telepon berdering lagi dari wanita sewaanmu. yang menyuruh ia menunggu dan agar rilek. Sengaja kau sediakan minuman keras di kamar tidur. yang ditenggak sebanyak-banyaknya oleh Trenggono saking gugup dan gelisah. Begitu Trenggono terkapar mabuk di tempat tidur. kau keluar dari persembunyianmu, lalu membunuhnya dengan gunting milik Erika yang ada di rumah itu. Yang mengherankan aku. betapa tenang kau bertindak. Juga ketika dengan tenang-tenang saja kau menelepon Sumirah. dengan menirukan pula suara Trenggono. menjebaknya dengan saputangan yang sudah kau lumuri parfum pembius, kemudian mengubungi polisi dengan gaya misterius. Kau perhitungkan waktu setepat mungkin. Sehingga kau sudah lenyap dari rumah itu ketika polisi tiba. Lengkap dengan pembukuan pribadi yang selama ini disembunyikan Trenggono. Dan Sumirah yang malang. Ia tidak saja jadi kambing hitam kebiadabanmu. Sumirah juga kehilangan suami yang masih dicintainya._ Dan bukan mustahil. ia juga akan kehilangan anak-anaknya
yang ia kasihi...."
Tubuhku serasa diguyur berember-ember air sedingin es.
Megap-megap dan menggigil. aku coba membuka mulut. ingin menanyakan begitu banyak kejutan-kejutan yang menjepit jantungku. Namun satu satunya pertanyaan yang mampu kulontarkan, adalah '
" Sudilah mcnolongku. Siapa kau ini sesungguhnya?"
"Sebentar lagi juga akan kuperlihatkan siapa aku". jawabnya sambil pelan-pelan bangkit dari sofa.
Ia tegak dengan gagah dan simpathik di depanku. Raut wajahnya biasa-biasa saja. Raut wajah yang dapat kau temukan di sembarang tempat. di setiap waktu. Tidak punya ciri yang khas. kecuali sikapnya yang tenang. serta sorot matanya yang tajam menusuk. terkadang sinis. terkadang sedih. dan terkadang lagi. bersahabat.
Dengan nada bersahabat itulah ia berujar:
" Kau tak akan pernah tahu siapa aku ini, kalau kau tidak bersedia bekerjasama denganku. Bukan demi kebaikanku. juga bukan demi kebaikanmu. Tetapi demi ketenangan arwah ibumu yang sebelum menghembuskan nafas terakhir, berharap kau jadi orang. Dan sebagai orang terhormat."
"'Terhormat......". aku ingin tertawa.
Ia tersenyum.
Lembut. Lalu berujar. sama lembutnya :
" Mungkin apa yang kau perbuat selama beberapa tahun terakhir ini. bukan perbuatan terhormat. Tetapi setidak-tidaknya, mulai saat ini. kau dapat menjadikan raga dan jiwamu akan dihormati setiap orang!"
"Caranya?" __
"Kembalikanlah Sumirah pada anak-anaknya .."
Aku mengeluh sakit
"Dan _ aku mcnggantikan
tempatnya di penjara?"
"Apa boleh buat. Tetapi tak usah kuatir. Aku juga akan masuk penjara bersama kau...."
Ia kemudian tampak berpikir sejenak. kemudian berjalan ke meja kerkaku.
Ia buka sebuah laci.
Menunjuk ke dalamnya.
' kau punya pestol. Terisi peluru. bukan?"
Aku diam saja.
Ia meneruskan :
" Kau juga dapat menempuh cara lain. Kalau kau tak ingin masuk penjara. dan tidak mau berlama-lama menelan kehinaan. kau dapat mempergunakan pestol ini. Bunuh diri. memang bukan perbuatan terhormat. Tetapi segala sesuatunya memang sudah tak mungkin diperbaiki lagi. bukan? Namun camkanlah. Mengembalikan harkat Sumirah serta anakanaknya. tetap suatu tindakan terpuji dan patut dihormati. Paling tidak. oleh ibumu di alam sana......"
"......mati". gumamku. seraya menggigil semakin
keras. "Kalau itulah pilihanmu, aku juga akan mati bersamamu. Dipenjara atau di alam kubur. lebih baik punya teman daripada tidak samasekali, bukan?"
Kupandangi dia. yang kembali mendekatiku. lalu berhenti di depanku.
" Mengapa kau ingin selalu mendampingiku, biar apapun keputusan yang kuambil?"
"Karena". jawabnya.
" Sesungguhnya, tak sesuatu apapun yang dapat memisahkan kita!"
'Maksudmu?"
Ia menatap lurus-lurus ke mataku.
Lantas betujar masygul.
" Heran. Setelah begitu lama kita balak-balik bertemu dan berbicara. kan belum juga melihatnya"
"Melihat apa?"
"Bahwa, diri kita adalah satu!"
"Diri kita adalah satu.....!". ucapannya kuulangi dengan gumaman bingung.
Rasanya. seperti judul sebuah lagu.
"Aku berkata apa adanya!"
"Oh ya?". aku mengeluh.
Tak sabar.
" Buktikan itu. Atau mari kita hentikan saja semua omong kosong ini!"
Berkata menjawab, tenang.
" Baiklah. Saatnya memperlihatkan siapa diriku sebenarnya. pun memang sudah tiba!"
Berkata demikian, ia tersenyum samar.
Dan melenyap hilang!
Sebenar-benarnya hilang.
Bukan cuma senyum. tetapi juga keseluruhan sosok tubuhnya.
Sirna tanpa meninggalkan bekas.
Walau cuma helaan nafasnya saja!
"Hei. apa!"_ aku berseru terkejut.
Menyapukan pandang ke sekitar, aku mendesah takut-takut.
" Ini mustahil. Ini tak mungkin terjadi!"
"Mengapa tidak?". terdengar suara lembut di depanku.
Cepat aku berpaling.
Dan. ia sudah ada di tempatnya semula.
Tegak diam. dengan sikapnya yang gagah dan tampak simpathik.
"Selama kau hidup. memang demikianlah yang selalu terjadi". ia berkata.
Dingin, namun tetap bersahabat.
" Aku dapat datang dan pergi kapan saja aku kehendaki!"
"Kapan saja aku kehendaki?". kembali aku menggumamkan kata-katanya.
Semakin bingung.
"Mengapa harus aku?"
"Seperti kubilang tadi. diri kita adalah satu!" jawabnya.
"Aku adalah kau. Begitu pula sebaliknya!"
Mengawasi sejenak. ia kemudian bergumam pada dirinya sendiri.
" Ah, agaknya aku mempergunakan cara yang salah dalam memperkenalkan diri. Biarlah kuulangi dengan cara yang lebih jelas dan gamblang!"
Lantas tahu-tahu ia melangkah maju.
Lurus ke tempatku duduk.
Dan sebelum aku sempat bereaksi apaapa. tubuh kami sudah berbenturan. Tanpa adanya suara atau akibat dari benturan itu.
Kecuali satu hal saja sosok orang misterius itu kembali melenyap hilang!
Bulu kudukku seketika pada tegak merinding.
Sihir. pikirku.
Ini pasti perbuatan sihir.
Tetapi mengapa?
Dengan maksud apa?
Gelisah dan mulai takut. aku beranikan diri untuk bertanya.
Meski dengan gugup.
" Di mana kau. eh?"
" Dalam dirimu!". terdengar jawaban lembut.
Tanpa sosok orangnya terlihat.
"Aku tak percaya!". bisikku gemetar.
" hentikanlah permaianan sihirmu. Dan....."
Ada suara tertawa.
Pelan serta lunak.
Disusul suara yang sama lunaknya?
"Ini bukan tenun.
Ini hakikat. Hakikat diri........"
"Aku...aku tak mengerti". bisikku. gugup.
"Kau pasti akan mengerti". ia menukas. sabar.
" Karena aku ini adalah hati nuranimu".
Secara naluriah tanganku mengurut dada. Dan dari mulutku terlontar keluhan lirih :
" Tuhanku!"
Dan di sel-sel jaringan otak maupun syaraf syarafku. memantul komentar khidmat :
" Syukurlah. Akhirnya kau teringat pada Tuhanmu. Jadi..... apalagi
yang masih kau tunggu. Kembalikanlah segera Sumirah pada anak-anaknya!"
Lecutan keras menyentak di kepalaku.
Aku terengah-engah. mundar-mandir bingung dan limbung. sebelum akhirnya aku tertegun di depan meja kerjaku.
Salah satu lacinya terbuka.
Tampak gagang pestolku di situ. dengan megazine terpasang.
Tanpa memeriksanya pun aku sudah tahu, magazine itu dipenuhi peluru.
Kudukku merinding. dingin.
Sebutir peluru pun sudah lebih dari cukup!
Tanganku kemudian menggerapai.
Menarik terbuka laci lainnya. darimana kukeluarkan alat perekam mini.
Alat itu kuoperasikan. Kucek. dan ternyata baterainya masih kuat.
Kumasukkan pita kosong yang masih baru.
Kemudian duduk terhenyak di kursi.
Bimbang sejenak, kemudian aku mulai merekam suaraku sendiri.
Mula-mula tersendat-sendal. tetapi lama kelamaan, dengan dorongan perasaan yang semakin sejuk nyaman di sanubariku yang diam membisu. aku berbicara semakin lencar. Mengakui keterlibatanku dengan almarhum Trenggono, tanpa menutupi satu celahpun.
Tanganku seperti dilumuri darah. sewaktu aku selesai merekam pernyataan dosaku.
Darah Trenggono.
Juga darah Erika.
Meski tak nyata. tetap saja aku seperti melihatnya. Juga melihat begitu banyak darah orang-orang lainnya lagi,
Tetapi yang terakhir itu. tidak melumuri tanganku.
Hanya meleleh. mengalir. lalu menggenang disekitar tanganku.
Seperti mengepung.
Aku merasa yang mengepung itu adalah darah Sumirah.
Dan daran anak-anaknya........
Aku menarik tanganku dengan ketakutan.
Menjauhi genagan darah itu. yang kemudian melenyap dari pandanganku. Yang tampak akhirnya adalah gagang telepon.
Gemetar. gagang telepOn itu kujangkau.
Setelah gagal beberapa kali. berhasil juga aku mendapatkan nomor yang kukehendaki. Dan begitu dapat sambungan, akupun berkata lirih :
" Kantor Polisi? Aku telah merekam sebuah pengakuan........."
Kuawasi pestol di laci yang terbuka.
Lalu pelan-pelan. pestol itu kusentuh.
Dingin sekali.
Menusuk. Ebook dipersembahkan oleh Group Fb Kolektor E-Book
https://m.facebook.com/groups/1394177657302863
dan Situs Baca Online Cerita Silat dan Novel
http://cerita-silat-novel.blogspot.com
Sampai jumpa di lain kisah ya !!!
Situbondo,19 September 2018
Terimakasih
TAMAT Api Di Bukit Menoreh 27 Joko Sableng Pedang Keabadian Omerta 4
^